input
stringlengths
912
558k
output
stringlengths
234
2.18k
No. 6/50/DPM Jakarta, 30 Desember 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Keenam Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, maka perlu dilakukan perubahan pada beberapa butir dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, sebagai berikut: 1. Butir I.B.2 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: ”2. Marjin Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan 3 bulan 6 bulan 12 bulan 24 bulan Marjin (basis point) Dikurangi 4 (empat) Dikurangi 1 (satu) Ditambah 6 (enam) Ditambah 21 (dua puluh satu) Ditambah 51 (lima puluh satu) dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada lelang terakhir.” 2. Butir I.B.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “4. Marjin … 2 “4. Marjin untuk maksimum suku bunga simpanan pihak ketiga dalam valuta asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, dan 12 bulan yang dijamin Pemerintah masing-masing ditambah 3 (tiga) basis point, sedangkan yang berjangka waktu 24 bulan ditambah 2 (dua) basis point di atas rata-rata suku bunga deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” 3. Butir II.B diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “B. Maksimum Suku Bunga PUAB a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 173 (seratus tujuh puluh tiga) basis point di atas rata- rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 125 (seratus dua puluh lima) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi valuta asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 30 Desember 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/50/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Perubahan Keenam Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 30 Desember 2004 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2004 </effective_date> <changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/11/PBI/2004 | Pasal 3', '6/20/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No. 15/5/DSM Jakarta, 7 Maret 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA LEMBAGA BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Selain Utang Luar Negeri Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/21/PBI/2012 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5377) perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa lembaga bukan bank selain Utang Luar Negeri, sebagai berikut: I. UMUM Pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa selain Utang Luar Negeri oleh Lembaga Bukan Bank (LBB) dimaksudkan untuk memperoleh keterangan dan data mengenai kegiatan Lalu Lintas Devisa secara benar dan tepat waktu yang diperlukan untuk penyusunan statistik Neraca Pembayaran Indonesia, statistik Posisi Investasi Internasional Indonesia, dan statistik lainnya. II. PENGERTIAN ... 2 II. PENGERTIAN Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: A. Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disingkat LLD adalah perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. B. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. C. Aset Finansial Luar Negeri yang selanjutnya disingkat AFLN adalah aktiva Penduduk pada bukan Penduduk baik dalam valuta asing maupun rupiah, antara lain dalam bentuk kas valuta asing, simpanan, piutang dagang atau usaha, surat berharga, dan penyertaan modal. D. Kewajiban Finansial Luar Negeri yang selanjutnya disingkat KFLN adalah pasiva Penduduk pada bukan Penduduk baik dalam valuta asing maupun rupiah, antara lain dalam bentuk Utang Luar Negeri dan ekuitas dari bukan Penduduk. E. Utang Luar Negeri yang selanjutnya disingkat ULN adalah utang Penduduk kepada bukan Penduduk dalam valuta asing dan/atau rupiah, termasuk di dalamnya pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. F. Prinsip ... 3 F. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. G. Lembaga Bukan Bank yang selanjutnya disingkat LBB adalah lembaga selain bank yang berstatus Penduduk. H. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa LBB yang menjalankan kegiatan usaha sebagai perantara keuangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. I. Laporan kegiatan LLD selain ULN yang selanjutnya disingkat Laporan adalah laporan atas kegiatan yang menimbulkan perpindahan AFLN dan/atau KFLN selain ULN antara Penduduk dan bukan Penduduk termasuk perpindahan AFLN dan/atau KFLN selain ULN antar Penduduk. J. Pelapor adalah Penduduk yang melakukan kegiatan LLD, baik untuk kepentingan Pelapor yang bersangkutan maupun pihak lain. K. Periode Laporan yang selanjutnya disingkat PL adalah periode data tanggal 1 sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan yang akan dilaporkan pada bulan berikutnya. L. Batas Waktu Penyampaian Laporan yang selanjutnya disingkat BWPL adalah tanggal dan jam paling lama disampaikannya Laporan. M. Batas Waktu Penyampaian Koreksi Laporan yang selanjutnya disingkat BWPKL adalah tanggal dan jam paling lama disampaikannya koreksi Laporan. N. Masa ... 4 N. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan yang selanjutnya disingkat MKPL adalah periode waktu Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan. O. Hari Kerja adalah hari kerja kantor Bank Indonesia setempat sesuai dengan kedudukan Pelapor. P. Jam Kerja adalah jam kerja kantor Bank Indonesia setempat sesuai dengan kedudukan Pelapor. III. PELAPOR A. Pelapor meliputi LBB sebagai berikut: 1. badan usaha milik negara; 2. badan usaha milik daerah yang memiliki utang luar negeri; 3. lembaga keuangan non bank; 4. perusahaan publik; 5. perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan minyak dan gas; 6. perusahaan yang memiliki kegiatan ekspor dan/atau impor barang; 7. perusahaan yang bergerak di sektor jasa; 8. perusahaan penanaman modal asing; 9. badan usaha milik swasta yang memiliki utang luar negeri; 10. badan Lainnya yang memiliki utang luar negeri; atau 11. Pelapor di luar angka 1 sampai dengan angka 10 yang memiliki total aset atau omset penjualan bruto selama 1 (satu) tahun, jumlah yang lebih dahulu dicapai, paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). B. Total aset atau omset sebagaimana dimaksud pada butir A.11 didasarkan pada laporan keuangan terakhir yang telah diaudit. C. Dalam ... 5 C. Dalam hal laporan keuangan terakhir yang telah diaudit sebagaimana dimaksud pada huruf B belum tersedia, maka yang digunakan adalah laporan keuangan terakhir yang belum diaudit. D. Pelapor wajib menyampaikan Laporan berdasarkan laporan keuangan dan pembukuan seperti neraca dan laba rugi serta off balance sheet Pelapor. E. Pelapor sebagaimana dimaksud pada butir A.11 yang mengalami penurunan total aset atau omset penjualan bruto selama 1 (satu) tahun sehingga menjadi kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), tetap wajib menyampaikan Laporan sepanjang masih melakukan kegiatan LLD selain ULN. F. LBB yang tidak melakukan kegiatan LLD selain ULN harus menyampaikan Surat Pernyataan Tidak Melakukan Kegiatan LLD selain ULN bermeterai cukup sebagaimana format pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini disertai laporan keuangan LBB. G. LBB yang tidak memiliki total aset atau omset penjualan bruto selama 1 (satu) tahun, jumlah yang lebih dahulu dicapai, paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) menyampaikan Surat Pernyataan Tidak Memenuhi Batasan Aset atau Omset bermeterai cukup sebagaimana format pada Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini disertai laporan keuangan LBB. IV. JENIS ... 6 IV. JENIS LAPORAN, KOREKSI LAPORAN, DAN FORMAT PELAPORAN A. JENIS LAPORAN 1. a. Laporan yang wajib disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia terdiri dari: Laporan transaksi perdagangan barang, jasa, dan transaksi lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk. Laporan meliputi seluruh transaksi penjualan dan/atau pembelian barang dan/atau jasa dengan bukan Penduduk, perolehan dan/atau pemberian hibah dari/kepada bukan Penduduk, serta transaksi lainnya dengan bukan Penduduk, sebagaimana tercatat pada laporan keuangan dan pembukuan Pelapor. b. Laporan posisi dan perubahan AFLN Laporan meliputi posisi dan penambahan atau pengurangan dari seluruh aktiva yang merupakan klaim terhadap bukan Penduduk sebagaimana tercatat pada laporan keuangan dan pembukuan Pelapor yang meliputi: 1) rekening giro di bank luar negeri; 2) piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk; 3) surat berharga yang diterbitkan oleh bukan Penduduk yang tidak disimpan pada kustodian dalam negeri, termasuk surat berharga yang diterbitkan oleh bukan Penduduk yang dimiliki oleh ... 7 oleh Pelapor yang menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian; 4) penyertaan pada bukan Penduduk, antara lain penyertaan modal, tagihan dividen, dan laba ditahan; 5) tanah dan/atau bangunan di luar negeri; 6) aset lainnya pada bukan Penduduk antara lain kas dalam valuta asing, simpanan lainnya, pinjaman yang diberikan, pembayaran di muka, dan tagihan lainnya; 7) tagihan derivatif pada bukan Penduduk. Termasuk di dalam pelaporan posisi dan perubahan AFLN adalah kegiatan yang mengakibatkan nilai AFLN menjadi negatif. c. Laporan posisi dan perubahan ekuitas dari bukan Penduduk dan kewajiban lain yang terkait. Laporan meliputi posisi dan penambahan atau pengurangan ekuitas dari bukan Penduduk dan kewajiban terkait antara lain modal disetor dari bukan Penduduk, kewajiban dividen kepada bukan Penduduk, dan laba ditahan dari bukan Penduduk sebagaimana tercatat pada laporan keuangan dan pembukuan Pelapor. d. Laporan posisi dan perubahan kewajiban derivatif luar negeri. Laporan meliputi posisi dan penambahan atau pengurangan kewajiban derivatif kepada bukan Penduduk ... 8 Penduduk sebagaimana tercatat pada laporan keuangan dan pembukuan Pelapor. e. Laporan posisi komitmen dan kontinjensi luar negeri. Laporan meliputi posisi yang menjadi tagihan dan/atau kewajiban komitmen dan/atau kontinjensi kepada bukan Penduduk yang tercatat pada off- balance sheet Pelapor antara lain posisi pembelian dan/atau penjualan spot dan derivatif yang masih berjalan, garansi yang diterima dan/atau diberikan, dan fasilitas pinjaman kepada bukan Penduduk yang belum ditarik. f. Laporan posisi surat berharga milik Nasabah kustodian. Laporan meliputi posisi surat berharga Penduduk yang dimiliki bukan Penduduk dan/atau surat berharga bukan Penduduk yang dimiliki Penduduk yang tercatat pada Pelapor yang menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian, beserta hasil investasi yang diakui pada PL seperti bunga dan dividen. 2. Jenis Laporan yang disampaikan oleh Pelapor disesuaikan dengan kegiatan LLD selain ULN yang dilakukan oleh Pelapor. B. KOREKSI LAPORAN 1. Dalam hal terdapat kesalahan Laporan yang telah disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia, Pelapor harus menyampaikan koreksi atas kesalahan Laporan yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 2. Koreksi ... 9 2. Koreksi terhadap Laporan disampaikan secara lengkap untuk setiap jenis Laporan yang dikoreksi. Contoh: Perusahaan pembiayaan telah menyampaikan Laporan penyertaan pada bukan Penduduk sebanyak 4 (empat) baris (record), namun terdapat kesalahan pengisian sandi negara investee (anak perusahaan) pada baris ke-2 Laporan. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan pembiayaan wajib menyampaikan kembali Laporan penyertaan pada bukan Penduduk sebanyak 4 (empat) baris (record) dengan sandi negara investee yang telah dikoreksi pada baris ke-2 Laporan. 3. Koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 yang terakhir diterima oleh Bank Indonesia merupakan Laporan pengganti atas Laporan yang diterima sebelumnya. C. FORMAT PELAPORAN 1. Format Laporan diatur dalam pedoman pelaporan sebagaimana Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Masing-masing Laporan terdiri dari 1 (satu) atau beberapa baris (record) dan masing-masing baris memuat kolom (field) keterangan dan data yang harus dilaporkan seperti sandi transaksi dan sandi mitra transaksi. Contoh: Laporan transaksi perdagangan barang, jasa, dan transaksi lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk memiliki 6 (enam) kolom (field) yaitu kolom tujuan transaksi, negara mitra, hubungan keuangan, jenis valuta, nilai ... 10 nilai transaksi, dan nomor referensi. Apabila dalam 1 (satu) PL Pelapor melakukan transaksi ekspor sebanyak 3 (tiga) kali, maka Pelapor dapat menyampaikan Laporan transaksi perdagangan barang, jasa, dan transaksi lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk dalam 3 (tiga) baris (record). V. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN A. TATA CARA PELAPORAN 1. Tata cara pelaporan mengacu pada Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaporan sebagaimana terdapat dalam website pelaporan di Bank Indonesia. 2. Pelapor melaporkan seluruh kegiatan LLD selain ULN yang dilakukan selama PL. 3. Apabila dalam suatu PL tertentu Pelapor tidak melakukan kegiatan LLD selain ULN, Pelapor harus menyampaikan laporan dengan isi nihil dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaporan yang terdapat dalam website pelaporan di Bank Indonesia. 4. Apabila Pelapor tidak lagi melakukan kegiatan LLD selain ULN, Pelapor harus menyampaikan Surat Pernyataan Tidak Lagi Melakukan Kegiatan LLD Selain ULN bermeterai cukup sebagaimana format pada Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini disertai laporan keuangan Pelapor. 5. Dalam hal Pelapor sebagaimana dimaksud pada angka 4 melakukan kegiatan LLD selain ULN kembali, Pelapor wajib menyampaikan ... 11 menyampaikan Laporan sebagaimana dimaksud pada angka IV. 6. Bagi Pelapor yang memiliki 1 (satu) atau lebih kantor cabang, Laporan yang disampaikan merupakan Laporan gabungan dari kantor pusat dan seluruh kantor cabang di Indonesia. Contoh: Perusahaan perkebunan karet PT. X yang berkantor pusat di Medan memiliki 2 (dua) kantor cabang yaitu di Pekanbaru dan Bandar Lampung. PT. X menyampaikan 1 (satu) Laporan yang merupakan gabungan dari kegiatan yang mempengaruhi AFLN dan ekuitas dari bukan Penduduk yang dilakukan kantor pusat Medan, kantor cabang Pekanbaru, dan kantor cabang Bandar Lampung. 7. Bagi Pelapor yang tergabung dalam 1 (satu) grup perusahaan, Laporan disampaikan oleh Pelapor secara terpisah dari Laporan induk perusahaan. Contoh: Perusahaan pertambangan PT. Y merupakan holding company yang memiliki 3 (tiga) anak perusahaan yakni PT. A, PT. B, dan PT. C. Laporan disampaikan secara terpisah oleh induk perusahaan dan masing-masing anak perusahaan. B. MEDIA PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Laporan dan/atau koreksi Laporan disampaikan kepada Bank Indonesia secara online dengan menggunakan media internet pada website pelaporan di Bank Indonesia dengan alamat https://www.bi.go.id/lkpbuv2. 2. Dalam ... 12 2. Dalam hal terdapat perubahan alamat penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan, Bank Indonesia akan menginformasikan perubahan alamat tersebut melalui surat atau media lainnya. 3. Dalam hal pada hari terakhir penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia yang mengakibatkan Pelapor tidak dapat menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan secara online, maka Laporan dan/atau koreksi Laporan dapat disampaikan secara offline pada Hari Kerja berikutnya menggunakan attachment e-mail, compact disk (CD), flash disk, dan/atau media perekaman data elektronik lainnya dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka VIII. C. PERIODE LAPORAN (PL) 1. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka IV disampaikan secara berkala setiap bulan. 2. Laporan mencakup data kegiatan LLD selain ULN yang dilakukan sejak tanggal 1 sampai dengan akhir bulan dan/atau data posisi Laporan akhir bulan. D. BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN (BWPL) DAN/ATAU BATAS WAKTU PENYAMPAIAN KOREKSI LAPORAN (BWPKL) 1. Batas Waktu Penyampaian Laporan (BWPL) Laporan disampaikan sebagai berikut: a. Laporan wajib disampaikan paling lambat tanggal 15 pukul 24.00 WIB setelah berakhirnya PL. Apabila hari terakhir penyampaian Laporan jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, BWPL adalah pada Hari Kerja berikutnya ... 13 berikutnya. Contoh: Untuk Laporan Pelapor di Provinsi Papua Barat PL Mei 2013 tanggal 15 Juni 2013 jatuh pada hari Sabtu, sehingga BWPL jatuh pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013 pukul 24.00 WIB atau hari Selasa tanggal 18 Juni 2013 pukul 02.00 WIT. b. Apabila terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari terakhir penyampaian Laporan, Laporan disampaikan pada Hari Kerja berikutnya secara: 1) online jika gangguan teknis telah dapat diatasi; atau 2) offline dalam Jam Kerja jika gangguan teknis belum dapat diatasi. Contoh: Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada hari Senin tanggal 17 Juni 2013. Laporan wajib disampaikan paling lambat pada hari Selasa tanggal 18 Juni 2013 secara online. Apabila gangguan teknis masih berlangsung pada tanggal 18 Juni 2013, Laporan wajib disampaikan oleh Pelapor di Provinsi Nusa Tenggara Barat secara offline dalam Jam Kerja. c. Laporan secara online/offline dinyatakan diterima oleh Bank Indonesia apabila softcopy seluruh Laporan berhasil di-upload dan lolos verifikasi yang dibuktikan dengan adanya tanda terima dari sistem Bank Indonesia. d. Dalam hal Pelapor menyampaikan Laporan secara offline menggunakan e-mail, Pelapor dapat melakukan konfirmasi ... 14 konfirmasi melalui telepon kepada petugas di Bank Indonesia untuk memastikan bahwa e-mail yang berisi softcopy Laporan telah diterima oleh Bank Indonesia. 2. Batas Waktu Penyampaian Koreksi Laporan (BWPKL) Koreksi terhadap Laporan disampaikan sebagai berikut: a. Koreksi Laporan harus disampaikan paling lambat tanggal 20 pukul 24.00 WIB setelah berakhirnya PL. Contoh: Perusahaan Sekuritas melaporkan kepemilikan deposito pada bank di Singapura untuk PL Juli 2013 pada tanggal 12 Agustus 2013. Berdasarkan konfirmasi Bank Indonesia, selain memiliki deposito, perusahaan juga memiliki simpanan (pooling account) pada grup perusahaan di Hong Kong yang belum dilaporkan. Sehubungan dengan hal tersebut, pada tanggal 14 Agustus 2013 perusahaan menyampaikan koreksi Laporan aset lainnya pada bukan Penduduk. Selanjutnya karena terdapat kesalahan pada pengisian jangka waktu simpanan (pooling account), pada tanggal 19 Agustus 2013 perusahaan mengirimkan kembali koreksi Laporan tersebut. b. Apabila hari terakhir penyampaian koreksi Laporan jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, BWPKL adalah pada Hari Kerja berikutnya. Contoh: BWPKL PL Juni 2013 untuk Pelapor di Provinsi Kalimantan Timur adalah hari Senin tanggal 22 Juli 2013 pukul 24.00 WIB atau hari Selasa tanggal 23 Juli ... 15 Juli 2013 pukul 01.00 WITA karena tanggal 20 Juli 2013 jatuh pada hari Sabtu. c. Apabila terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari terakhir penyampaian koreksi Laporan, koreksi Laporan disampaikan pada Hari Kerja berikutnya secara: 1) online jika gangguan teknis telah dapat diatasi; atau 2) offline dalam Jam Kerja jika gangguan teknis belum dapat diatasi. Contoh: Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada hari Senin tanggal 22 Juli 2013. Laporan wajib disampaikan oleh Pelapor di Provinsi Sulawesi Barat paling lambat pada hari Selasa tanggal 23 Juli 2013 secara online. Apabila gangguan teknis masih berlangsung pada tanggal 23 Juli 2013, pelaporan wajib dilakukan oleh Pelapor di Provinsi Sulawesi Barat secara offline dalam Jam Kerja. d. Koreksi Laporan secara online/offline dinyatakan diterima oleh Bank Indonesia apabila softcopy seluruh koreksi Laporan berhasil di-upload dan lolos verifikasi yang dibuktikan dengan adanya tanda terima dari sistem Bank Indonesia. e. Dalam hal Pelapor menyampaikan koreksi Laporan secara offline menggunakan e-mail, Pelapor dapat melakukan konfirmasi melalui telepon kepada petugas di Bank Indonesia untuk memastikan bahwa e-mail yang berisi softcopy koreksi Laporan telah diterima oleh Bank ... 16 Bank Indonesia. E. MASA KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN LAPORAN (MKPL) 1. MKPL adalah masa setelah berakhirnya BWPL sebagaimana dimaksud pada butir D.1 sampai dengan akhir bulan pukul 24.00 WIB. 2. Apabila batas akhir MKPL jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka batas akhir MKPL tidak berubah. Contoh: Batas akhir MKPL untuk Pelapor di Provinsi Lampung untuk Laporan PL Oktober 2013 adalah hari Sabtu tanggal 30 November 2013 pukul 24.00 WIB. 3. Apabila pada batas akhir MKPL terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia, maka batas akhir MKPL: a. Tidak berubah, jika gangguan teknis dapat diatasi sebelum pukul 24.00 WIB. b. Berubah menjadi pada Hari Kerja berikutnya, jika gangguan teknis belum dapat diatasi sampai dengan pukul 24.00 WIB. Contoh: Gangguan teknis terjadi pada hari Minggu tanggal 30 Juni 2013 sampai dengan pukul 24.00 WIB, maka MKPL untuk Pelapor di Provinsi Sumatera Utara untuk PL Mei 2013 berakhir pada hari Senin tanggal 1 Juli 2013. 4. Dalam hal batas akhir MKPL berubah menjadi pada Hari Kerja berikutnya sebagaimana dimaksud pada butir 3.b maka penyampaian Laporan dilakukan secara offline dalam Jam Kerja. Contoh: ... 17 Contoh: Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam contoh butir 3.b maka penyampaian Laporan PL Mei 2013 dilakukan secara offline hari Senin tanggal 1 Juli 2013 dalam Jam Kerja. F. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN 1. Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan apabila sampai dengan batas akhir MKPL sebagaimana dimaksud pada huruf E, Bank Indonesia belum menerima Laporan dari Pelapor. 2. Pelapor sebagaimana dimaksud pada angka 1 tetap harus menyampaikan Laporan secara offline. G. PENELITIAN KEBENARAN LAPORAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap kebenaran Laporan dan/atau koreksi Laporan Pelapor. 2. Penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain. 3. Bank Indonesia dapat meminta informasi, bukti pembukuan, catatan, dan/atau dokumen lain yang dilakukan melalui surat permintaan. 4. Pelapor harus menyampaikan informasi, bukti pembukuan, catatan, dan/atau dokumen lain yang diminta oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 3 paling lama 14 (empat belas) Hari Kerja sejak tanggal diterimanya surat permintaan. 5. Dalam hal Pelapor tidak menindaklanjuti surat permintaan dengan penyampaian bukti-bukti sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 4, maka Laporan yang disampaikan ... 18 disampaikan Pelapor kepada Bank Indonesia dinyatakan tidak benar. H. PERUBAHAN ALAMAT PELAPOR 1. Dalam hal Pelapor pindah alamat dari wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) ke wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) atau sebaliknya, Pelapor harus terlebih dahulu menyampaikan surat pemberitahuan ke KPBI dengan tembusan kepada KPwBI yang akan dituju atau ke KPwBI dengan tembusan kepada KPBI. 2. Dalam hal Pelapor pindah alamat dari satu wilayah kerja KPwBI ke wilayah kerja KPwBI lainnya, Pelapor harus terlebih dahulu menyampaikan surat pemberitahuan ke KPwBI yang sebelumnya menerima Laporan dari Pelapor dengan tembusan kepada KPBI dan KPwBI yang akan dituju. 3. Dalam hal Pelapor pindah alamat namun tetap dalam wilayah kerja KPBI atau KpwBI yang sama, Pelapor harus terlebih dahulu memberitahukan perubahan alamat tersebut ke KPBI atau KPwBI setempat. VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF A. LAPORAN TIDAK BENAR 1. Pelapor yang menyampaikan Laporan tidak benar dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap baris (record) yang tidak benar dengan denda paling banyak sebesar Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 2. Yang ... 19 2. Yang dimaksud dengan setiap baris (record) yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada angka 1 pada Laporan rekening giro di bank luar negeri dan Laporan transaksi perdagangan barang, jasa, dan transaksi lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk adalah jika pada baris (record) transaksi yang bersangkutan terdapat satu atau lebih kolom (field) yang diisi secara tidak lengkap dan/atau tidak akurat. Contoh 1: Perusahaan Y di Indonesia membayar pembelian barang dari Perusahaan X di India (IN) yang merupakan afiliasi- pemegang saham non Special Purpose Vehicle (SPV). Pembayaran dilakukan melalui rekening giro perusahaan Y pada bank di Singapura (SG) sebesar USD200,000 (dua ratus ribu Dolar US) ke rekening perusahaan X pada bank di India. Rekening giro perusahaan menggunakan valuta USD dengan saldo awal rekening giro pada bulan tersebut adalah USD2,000,000 (dua juta Dolar US). Disamping itu, perusahaan Y menambah saldo rekening giro di Singapura dari rekeningnya di bank dalam negeri sebesar USD50,000 (lima puluh ribu Dolar US). Perusahaan Y menyampaikan Laporan sebagai berikut: a. Saldo Laporan rekening giro di luar negeri berupa negara domisili (SG), jenis valuta (SGD), saldo awal (2000000) dan saldo akhir (1850000). Sandi No. Rekening Giro Jenis Vlt Ngr Domisili Saldo Awal Saldo Akhir 1 21111 SGD SG 2000000 1850000 b. Transaksi ... 20 b. Transaksi Laporan rekening giro di luar negeri, berupa: (1) sandi jenis transaksi pembelian barang di dalam negeri (209900T), sandi negara mitra transaksi (ID), sandi hubungan keuangan (12), dan nilai transaksi (200000); (2) sandi jenis transaksi bertambahnya rekening giro atas beban simpanan di bank domestik (125700T), sandi negara mitra transaksi (ID), sandi hubungan keuangan (41), dan nilai transaksi (50000). Sandi No. Rekening Giro Sandi Transaksi Tanggal Transaksi 1 21111 209900T 12032013 2 21111 125700T 12032013 Negar a Hub Keu ID 12 ID 41 Neg Penerima/ Pembayar Nilai ID 200000 ID 50000 Berdasarkan contoh tersebut terdapat kesalahan pengisian yaitu: a. Jenis valuta pada Laporan saldo rekening giro yang diisi SGD seharusnya USD. Sandi No. Rekening Giro Jenis Vlt Ngr Domisili Saldo Awal Saldo Akhir 1 21111 USD SG 2000000 1850000 b. Transaksi pembelian barang pada Laporan rekening giro: 1) Sandi jenis transaksi impor yang diisi 209900T seharusnya 201200T. 2) Negara mitra transaksi yang diisi ID seharusnya IN. 3) Negara Penerima/Pembayar yang diisi seharusnya IN. No. ... ID 21 Sandi No. Rekening Giro Sandi Transaksi Tanggal Transaksi 1 21111 201200T 12032013 2 21111 125700T 12032013 Neg Negara mitra Hub Keu IN 12 ID 4I Penerima/ Pembayar Nilai IN 200000 ID 50000 Laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu) baris (record) transaksi. Perusahaan Y dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk 1 (satu) kesalahan tersebut. Contoh 2: Dalam rangka impor, perusahaan C di Indonesia menggunakan sarana transportasi laut milik Perusahaan Australia dengan biaya senilai AUD100,000 (seratus ribu Dolar Australia). Perusahaan C menyampaikan laporan transaksi perdagangan barang, jasa, dan transaksi lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk meliputi sandi jenis transaksi (102501T- Jasa penunjang transportasi laut), sandi negara mitra transaksi (AU), sandi hubungan keuangan (41), jenis valuta (USD), dan nilai transaksi (100000). No. Sandi Transaksi Negara mitra Hub Keu Jenis Valuta Nilai 1 102501T AU 41 USD 100000 No. Ref 1 Berdasarkan contoh tersebut terdapat kesalahan pengisian yaitu: a. sandi jenis transaksi yang diisi 102501T (Jasa penunjang transportasi laut) seharusnya 202201T (Jasa transportasi ... 22 transportasi barang dalam rangka ekspor dan impor menggunakan transportasi laut), b. jenis valuta yang diisi USD seharusnya AUD. No. Sandi Transaksi Negara mitra Hub Keu Jenis Valuta Nilai 1 202201T AU 41 AUD 100000 No. Ref 1 Laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu) baris (record) transaksi dan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk kesalahan tersebut. 3. Yang dimaksud dengan setiap baris (record) yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada angka 1 pada Laporan selain Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 adalah jika pada baris (record) posisi yang bersangkutan terdapat satu atau lebih kolom (field) yang diisi secara tidak lengkap dan/atau tidak akurat. Contoh: Perusahaan D di Indonesia melakukan ekspor dengan jangka waktu pembayaran 16 (enam belas) bulan kepada perusahaan E yang merupakan perusahaan satu grup di Thailand senilai USD100,000 (seratus ribu Dolar US). Kegiatan tersebut menyebabkan posisi piutang berjangka waktu 16 bulan kepada buyer tersebut menjadi USD925,000 (sembilan ratus dua puluh lima ribu Dolar US) dari posisi sebelumnya USD825,000 (delapan ratus dua puluh lima ribu Dolar US). Perusahaan D menyampaikan Laporan sebagai berikut: a. Posisi ... 23 a. Posisi piutang dagang atau usaha dengan jangka waktu (12), negara mitra (TH), sektor institusi (9500), hubungan keuangan (31), jenis valuta (USD), dan nilai posisi akhir (900000). No. Jangka Waktu 1 12 Negara Sektor Inst Hub Keu Jenis Vlt TH 9500 31 USD No PEB Saldo Awal Saldo Akhir 825000 900000 No. b. Transaksi piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk dengan nilai debit (75000). No Jk waktu Ngr Sektor Inst Hub Keu Jenis Vlt 1 12 TH 9500 31 USD PEB Sandi Trans Cara Byr 140001A RLN Bank DN Bank LN Tgl Trans Nilai Dr 21111 30042013 75000 Berdasarkan contoh tersebut terdapat kesalahan pengisian yaitu: a. Jangka waktu piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk yang diisi (12) seharusnya (11), serta nilai posisi saldo akhir yang diisi (900000) seharusnya (925000). No. Jangka Waktu Ngr Sektor Inst Hub Keu Jenis Vlt 1 11 TH 9500 31 USD No PEB Saldo Awal Saldo Akhir 825000 925000 b. Nilai debit transaksi piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk yang diisi (75000) seharusnya (100000). No. Jk waktu Ngr Sektor Inst Hub Keu Jenis Vlt 1 11 TH 9500 31 USD No PEB Sandi Trans Cara Byr 140001A RLN Bank DN Bank LN Tgl Trans Nilai Dr 21111 30042012 100000 Laporan ... 24 Laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu) baris (record) posisi dan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk kesalahan tersebut. B. TERLAMBAT MENYAMPAIKAN LAPORAN 1. Pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan denda paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). 2. Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai dari Hari Kerja setelah berakhirnya BWPL sampai dengan tanggal diterimanya Laporan oleh Bank Indonesia dalam MKPL sebagaimana dimaksud pada butir V.E. Contoh: PT. B menyampaikan Laporan kepemilikan tanah dan bangunan di luar negeri untuk PL Juli 2013 yang diterima Bank Indonesia pada tanggal 26 Agustus 2013. PT. B dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan selama 7 (tujuh) hari dan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah). 3. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia dan Pelapor menyampaikan Laporan secara offline, Laporan yang disampaikan pada akhir BWPL setelah Jam Kerja dianggap mengalami keterlambatan selama 1 (satu) hari. Contoh: Terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari Kamis tanggal 15 Agustus 2013 yang belum dapat diatasi sampai dengan hari Jum’at tanggal 16 Agustus 2013. PT. C di Provinsi ... 25 Provinsi Sulawesi Utara menyampaikan laporan transaksi perdagangan barang dan jasa serta transaksi lainnya antara penduduk dengan bukan penduduk untuk PL Juli 2013 secara offline melalui CD yang diterima Bank Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2013 pukul 19.00 WITA. Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 1 (satu) hari karena laporan diterima setelah Jam Kerja berakhir sehingga dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). C. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN 1. Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan sampai dengan berakhirnya MKPL sebagaimana dimaksud pada butir V.E dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per PL. Contoh: Laporan rekening giro di bank luar negeri milik Pelapor di Provinsi Kalimantan Selatan untuk PL Agustus 2013 belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 30 September 2013 maka Pelapor dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 2. Sanksi yang berlaku pada angka 1 tidak menghilangkan kewajiban Pelapor untuk menyampaikan Laporan. D. PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA 1. Pengenaan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada huruf A, huruf B, dan huruf C tidak berlaku bagi pelapor baru. Pengenaan sanksi dimaksud mulai ... 26 mulai diberlakukan bagi Pelapor setelah 3 (tiga) kali masa pelaporan sejak penyampaian laporan yang pertama. Contoh: PT D mulai melaporkan kegiatan LLD-nya dalam bentuk transaksi barang dan jasa serta transaksi lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk kepada Bank Indonesia sejak PL Juni 2013 yang disampaikan pada bulan Juli 2013. Pengenaan sanksi administratif berupa denda untuk PT D berlaku untuk PL Oktober 2013 yang disampaikan pada bulan November 2013. 2. Pengenaan sanksi administratif berupa denda bagi Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf A, huruf B, dan huruf C dilakukan dengan surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia. 3. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada angka 2 didahului dengan surat pemberitahuan sanksi administratif berupa denda. 4. Pelapor diberikan kesempatan untuk menyampaikan keberatan atas pengenaan sanksi administratif berupa denda dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari Kerja setelah tanggal penerbitan surat pemberitahuan sanksi administratif berupa denda. 5. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia antara lain mencantumkan jenis pelanggaran, besarnya denda yang harus dibayar, dan rekening tujuan pembayaran sanksi administratif berupa denda. E. PEMBAYARAN ... 27 E. PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA 1. Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada huruf A, huruf B, dan huruf C disetorkan ke rekening Bank Indonesia. 2. Pelapor harus memberikan bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia paling lama: a. Untuk Laporan tidak benar, yaitu akhir bulan berikutnya setelah tanggal penerbitan surat penetapan sanksi administratif berupa denda. Contoh: Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia dan sesuai pengakuan Pelapor, terdapat 5 baris (record) dalam Laporan PL Agustus 2013 yang tidak benar. Atas ketidakbenaran tersebut, Bank Indonesia menerbitkan surat penetapan sanksi administratif berupa denda pada tanggal 25 Oktober 2013. Untuk itu, Pelapor harus menyetor sanksi administratif berupa denda ketidakbenaran Laporan ke rekening Bank Indonesia dan menyampaikan bukti penyetoran denda tersebut ke Bank Indonesia paling lambat tanggal 30 November 2013. b. Untuk Laporan terlambat, yaitu akhir bulan berikutnya setelah tanggal penerbitan surat penetapan sanksi administratif berupa denda. Contoh: Perusahaan terlambat menyampaikan Laporan untuk PL September 2013 yaitu pada tanggal 17 Oktober 2013. Atas keterlambatan tersebut, Bank Indonesia menerbitkan ... 28 menerbitkan surat penetapan sanksi administratif berupa denda pada tanggal 5 November 2013. Pelapor harus menyetor sanksi administratif berupa denda keterlambatan ke rekening Bank Indonesia dan menyampaikan bukti penyetoran denda tersebut ke Bank Indonesia paling lambat tanggal 31 Desember 2013. c. Untuk tidak menyampaikan Laporan, yaitu akhir bulan berikutnya setelah tanggal penerbitan surat penetapan sanksi administratif berupa denda. Contoh: Perusahaan belum menyampaikan Laporan untuk PL Agustus 2013 sampai dengan tanggal 30 September 2013. Bank Indonesia menyampaikan surat penetapan sanksi administratif berupa denda tidak menyampaikan Laporan yang diterbitkan pada tanggal 28 Oktober 2013. Selanjutnya Pelapor harus menyetor sanksi administratif berupa denda dimaksud ke rekening Bank Indonesia dan menyampaikan bukti penyetoran denda tersebut ke Bank Indonesia paling lambat tanggal 30 November 2013. VII. PENYAMPAIAN LAPORAN DALAM KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) A. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) sehingga menyebabkan keterangan dan data tidak tersedia, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan sebagaimana angka IV untuk PL dimana keterangan dan data tidak tersedia karena terjadinya keadaan memaksa (force majeure). Contoh: ... 29 Contoh: Pada bulan September 2013 wilayah tempat kedudukan Pelapor mengalami kebakaran yang mengakibatkan perusahaan tidak dapat menyusun Laporan karena kehilangan data untuk PL September 2013. Dalam hal ini, Pelapor dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan untuk PL September 2013. B. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) sehingga menyebabkan terhambatnya penyampaian keterangan dan data sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir V.D untuk PL dimana keterangan dan data terhambat penyediaannya karena terjadinya keadaan memaksa (force majeure). Contoh: Pada tanggal 11 sampai dengan 15 November 2013 terjadi aksi demo seluruh karyawan perusahaan yang mengakibatkan perusahaan terhambat menyampaikan Laporan untuk PL Oktober 2013. Dalam hal ini Pelapor dapat menyampaikan Laporan melewati BWPL dan tidak dikenai sanksi administratif berupa denda. C. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) harus segera menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan disertai penjelasan mengenai keadaan memaksa (force majeure) yang dialami. D. Penjelasan secara tertulis paling kurang memuat: 1. jenis keadaan memaksa (force majeure) dengan melampirkan surat keterangan yang dibenarkan oleh penguasa ... 30 penguasa atau pejabat dari instansi terkait di daerah setempat; 2. dampak terhadap pelaporan; dan 3. perkiraan lamanya keadaan memaksa (force majeure). E. Pelapor dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa (force majeure) melalui kantor pusat Pelapor, kantor cabang Pelapor, atau pihak lain yang ditunjuk Pelapor. F. Pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa (force majeure) yang terjadi selama 1 (satu) PL atau lebih, harus disampaikan untuk setiap PL sampai dengan berakhirnya keadaan memaksa (force majeure). Contoh: Daerah tempat kedudukan Pelapor mengalami gempa bumi dan tidak dapat beroperasi selama beberapa bulan. Atas kondisi tersebut, kantor cabang Pelapor di daerah lain menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa (force majeure) kepada kantor Bank Indonesia. Surat pemberitahuan tersebut harus disampaikan setiap bulan selama Pelapor belum dapat menyampaikan Laporan. G. Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf A dan huruf B wajib menyampaikan Laporan setelah Pelapor kembali melakukan kegiatan operasional secara normal. VIII. ALAMAT ... 31 VIII. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN SECARA OFFLINE, PERTANYAAN, SURAT, DAN INFORMASI LAINNYA Penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan secara offline, surat, pertanyaan, dan informasi lainnya berkaitan dengan pelaporan diatur sebagai berikut: A. Bagi Pelapor yang berkedudukan: 1. di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, dan Karawang ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter Grup Neraca Pembayaran Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 2. di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, dan Karawang, ditujukan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat sebagaimana terdapat dalam pedoman pelaporan sebagaimana Lampiran IV. B. Help Desk: Telepon : 021-3817040, 021-3817041, 021-3817469, 021-3817606, 021-3817607, 021-3501969, 021-2310108 atau 021-2310408 atau 021- 2310847 ext. 5354/5351/5334/5337/ 5365/4678, 0-800-1501969 (bebas pulsa), Faksimili : 021-3501974, 021-3800134, Email : lldperusahaan@bi.go.id C. Dalam ... 32 C. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi, Bank Indonesia akan memberitahukan Pelapor melalui surat dan/atau media lainnya. IX. PENUTUP A. Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada angka VI mulai berlaku sejak pelaporan data PL bulan Desember 2012 yang disampaikan pada bulan Januari 2013. B. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia No.14/24/DSM tanggal 7 September 2012 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Lembaga Bukan Bank dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diterbitkan dan berlaku surut sejak pelaporan data PL bulan Desember 2012 yang disampaikan pada bulan Januari 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARTADI A. SARWONO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/5/DSM|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Selain Utang Luar Negeri </reg_title> <set_date> 7 Maret 2013 </set_date> <effective_date> 7 Maret 2013 dan berlaku surut sejak pelaporan data PL bulan Desember 2012 yang disampaikan pada bulan Januari 2013. </effective_date> <replaced_reg> '14/24/DSM|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '14/21/PBI/2012' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
1 No. 18/ 10 /DPSP Jakarta, 2 Mei 2016 S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM BANK INDONESIA-REAL TIME GROSS SETTLEMENT Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/34/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5762) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/6/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5877), perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/34/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement sebagai berikut: 1. Ketentuan butir II.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Dalam hal nasabah pengirim tidak memiliki rekening pada Peserta pengirim, identitas sebagaimana dimaksud dalam angka 2 paling kurang memuat nama dan alamat. 2. Ketentuan butir IV.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Dalam hal Peserta penerima melakukan pengaksepan atas instruksi … 2 instruksi Setelmen Dana yang diterima dari Peserta pengirim, Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta penerima wajib meneruskan dana dengan mengkredit rekening nasabah penerima pada tanggal yang sama dengan Penyelenggara melakukan Setelmen Dana. b. Pengkreditan rekening nasabah penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib dilakukan sesegera mungkin atau paling lama 1 (satu) jam sejak instruksi Setelmen Dana diterima oleh Peserta penerima. c. Apabila Peserta penerima tidak melakukan pengkreditan sebagaimana dimaksud dalam huruf b maka: 1) Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah penerima sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah penerima ditambah dengan 200 (dua ratus) basis points dari tingkat jasa, bunga, atau kompensasi; dan 2) jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal valuta pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima. d. Ketentuan kewajiban pembayaran tambahan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir c.1) tidak berlaku bagi Peserta penerima yang menunda penerusan dana kepada nasabah penerima atas permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, dan Pengadilan. Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan transaksi Rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta peraturan perundang-undangan … 3 perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan. e. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c adalah berdasarkan hari kalender. Contoh pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi: Peserta penerima memperoleh instruksi Setelmen Dana pada hari Jumat tanggal 13 Mei 2016. Namun demikian, Peserta penerima melakukan penerusan dana pada hari Senin tanggal 16 Mei 2016 dengan menggunakan tanggal valuta yang sama dengan tanggal pengkreditan dana ke rekening nasabah penerima. Dengan demikian, Peserta penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah penerima ditambah dengan 200 (dua ratus) basis points dari tingkat jasa, bunga, atau kompensasi untuk 3 (tiga) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. 3. Ketentuan butir V.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Dalam rangka pengumuman biaya transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Peserta harus menyampaikan kepada Penyelenggara mengenai besarnya biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang dibebankan kepada nasabah dengan alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Divisi Kepatuhan dan Informasi Sistem Pembayaran Bank Indonesia Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 4. Ketentuan … 4 4. Ketentuan butir VIII.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. IV.1.b Peserta penerima yang tidak memenuhi kewajiban pengkreditan dana kepada nasabah penerima sebagaimana dimaksud dalam butir dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan Setelmen Dana seketika. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 2 Mei 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/10/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/34/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 2 Mei 2016 </set_date> <effective_date> 2 Mei 2016 </effective_date> <changed_reg> '17/34/DPSP|SE-BI/2015' </changed_reg> <related_reg> '17/34/DPSP|SE-BI/2015', '18/6/PBI/2016', '17/18/PBI/2015' </related_reg>
No.17/52/DKSP Jakarta, 30 Desember 2015 S U R A T E D A R A N Perihal : Implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number Online 6 (Enam) Digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang Diterbitkan di Indonesia Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5275), dalam rangka meningkatkan keamanan dalam penyelenggaraan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dan mendukung terwujudnya sistem Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang dapat saling dikoneksikan serta memenuhi kebutuhan masyarakat, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai implementasi standar nasional teknologi chip dan penggunaan Personal Identification Number (PIN) online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. PENGGUNAAN STANDAR NASIONAL TEKNOLOGI CHIP, MAGNETIC STRIPE, DAN PIN ONLINE 6 (ENAM) DIGIT UNTUK KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET A. Teknologi Chip dan Magnetic Stripe untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet Penggunaan teknologi chip dan magnetic stripe untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet di Indonesia dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Prinsipal … 2 1. Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib menggunakan standar teknologi chip yang telah disepakati oleh industri dan ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. 2. Selain menggunakan standar nasional teknologi chip sebagaimana dimaksud dalam angka 1 Penerbit dapat menerbitkan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dengan menggunakan teknologi magnetic stripe secara terbatas sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Kartu ATM dan/atau Kartu Debet diterbitkan atas dasar rekening simpanan yang ditetapkan memiliki saldo paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) berdasarkan perjanjian tertulis antara Penerbit dan nasabah. b. Penerbit wajib melakukan pengendalian risiko terkait penggunaan teknologi magnetic stripe yang paling kurang meliputi: 1) memiliki prosedur pencegahan dan penanganan fraud, termasuk melakukan identifikasi fraud yang mungkin terjadi dan menetapkan mitigasi yang sesuai; 2) memastikan proteksi yang memadai terhadap data yang sensitif dan rahasia untuk memastikan keamanan dan integritasnya; 3) melakukan edukasi kepada Pemegang Kartu untuk melindungi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang dimiliki; dan 4) memiliki mekanisme untuk mendeteksi fraud. B. Penggunaan PIN sebagai Sarana Autentikasi Penerbit dan Acquirer wajib menggunakan PIN online 6 (enam) digit sebagai sarana autentikasi transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia. II. BATAS … 3 II. BATAS WAKTU DAN TAHAPAN IMPLEMENTASI STANDAR NASIONAL TEKNOLOGI CHIP DAN PIN ONLINE 6 (ENAM) DIGIT UNTUK KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET A. Batas Waktu Implementasi 1. Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib menggunakan standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1 pada seluruh Kartu ATM, Kartu Debet, terminal Automated Teller Machine (ATM), terminal Electronic Data Capture (EDC), dan sarana pemroses paling lambat tanggal 31 Desember 2021. 2. Pembatasan penggunaan teknologi magnetic stripe untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember 2021. 3. Kewajiban penggunaan PIN online 6 (enam) digit sebagai sarana autentikasi transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam butir I.B dilaksanakan: a. paling lambat tanggal 30 Juni 2017, untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang menggunakan teknologi magnetic stripe; atau b. paling lambat tanggal 31 Desember 2021, untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang menggunakan standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1. B. Tahapan Implementasi Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib mengimplementasikan penggunaan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dengan tahapan sebagai berikut: 1. Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib telah selesai … 4 selesai menyiapkan infrastruktur pada host dan back-end system untuk dapat memproses transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dengan menggunakan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet paling lambat tanggal 30 Juni 2017. 2. Setiap terminal ATM dan/atau terminal EDC baru yang diadakan oleh Penerbit dan/atau Acquirer wajib dapat memproses transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dengan menggunakan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sejak tanggal 1 Juli 2017. 3. Penerbit wajib telah menerbitkan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dengan menggunakan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1, dengan tahapan: a. pada tanggal 1 Januari 2019, paling kurang 30% (tiga puluh persen) dari total Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan telah menggunakan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit; b. pada tanggal 1 Januari 2020, paling kurang 50% (lima puluh persen) dari total Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan telah menggunakan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit; c. pada tanggal 1 Januari 2021, paling kurang 80% (delapan puluh persen) dari total Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan telah menggunakan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit; dan d. pada tanggal 1 Januari 2022, 100% (seratus persen) dari total Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan telah menggunakan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit. Perhitungan … 5 Perhitungan total Kartu ATM dan/atau Kartu Debet di atas tidak termasuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a. III. PEMROSESAN TRANSAKSI KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET DI INDONESIA A. Pemrosesan Transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang Diterbitkan di Indonesia 1. Pemrosesan Transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang Menggunakan Teknologi Magnetic Stripe a. Sampai dengan tanggal 30 Juni 2017, setiap Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia dan menggunakan teknologi magnetic stripe dapat diproses dengan menggunakan sarana autentikasi transaksi berupa PIN atau tanda tangan. b. Mulai tanggal 1 Juli 2017 pemrosesan transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang menggunakan teknologi magnetic stripe dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setiap transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia dan menggunakan teknologi magnetic stripe wajib diproses secara domestik dengan menggunakan teknologi magnetic stripe dan PIN online 6 (enam) digit. 2) Dalam hal transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dilakukan oleh Penerbit dan Acquirer yang berbeda (transaksi off us) maka pemrosesan dilakukan secara domestik dengan menggunakan teknologi magnetic stripe dan PIN online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sepanjang telah terdapat Prinsipal yang dapat memproses transaksi tersebut. c. Mulai tanggal 1 Januari 2022, setiap Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia dan … 6 dan menggunakan teknologi magnetic stripe wajib diproses secara domestik dengan menggunakan teknologi magnetic stripe dan PIN online 6 (enam) digit. 2. Pemrosesan Transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang Menggunakan Standar Nasional Teknologi Chip a. Pemrosesan sampai dengan tanggal 31 Desember 2021 1) Dalam hal transaksi dilakukan dengan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dan terminal ATM atau terminal EDC yang telah menggunakan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit maka transaksi tersebut wajib diproses dengan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. 2) Dalam hal transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dilakukan oleh Penerbit dan Acquirer yang berbeda (transaksi off us) maka kewajiban pemrosesan dengan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berlaku sepanjang telah terdapat Prinsipal yang dapat memproses transaksi tersebut. 3) Dalam hal transaksi dilakukan dengan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang telah menggunakan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit namun pada terminal ATM atau terminal EDC yang belum menggunakan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit maka transaksi tersebut dapat diproses dengan menggunakan sarana autentikasi transaksi berupa PIN atau tanda tangan. b. Pemrosesan mulai tanggal 1 Januari 2022 Setiap Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia dan menggunakan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit wajib … 7 wajib diproses secara domestik dengan menggunakan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. B. Pemrosesan Transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang Tidak Diterbitkan di Indonesia 1. Penerbit dan/atau Acquirer di Indonesia yang menjadi anggota Prinsipal internasional harus memastikan bahwa terminal ATM dan/atau terminal EDC yang dimilikinya dapat memproses transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh penerbit di luar Indonesia yang menjadi anggota Prinsipal internasional tersebut. 2. Pemrosesan transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan sesuai dengan teknologi dan sarana autentikasi yang berlaku untuk kartu tersebut, yang antara lain dapat berupa: a. teknologi chip atau teknologi magnetic stripe; dan b. sarana autentikasi berupa PIN atau tanda tangan. IV. KEPEMILIKAN DAN PENGELOLAAN STANDAR NASIONAL TEKNOLOGI CHIP UNTUK KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET A. Kepemilikan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet Dalam rangka melindungi kepentingan publik dalam penggunaan standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, kepemilikan standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berada di Bank Indonesia. B. Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet 1. Pengelolaan standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dilakukan oleh pihak yang disetujui oleh Bank Indonesia. 2. Pihak yang dapat disetujui oleh Bank Indonesia untuk mengelola standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM … 8 ATM dan/atau Kartu Debet harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. merupakan representasi dari industri yang terdiri atas Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; b. merupakan badan hukum Indonesia yang memiliki kompetensi untuk mengelola standar teknologi chip; c. memiliki standar teknologi chip Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang telah disepakati penggunaannya oleh industri yang terdiri atas Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; dan d. menyampaikan surat pernyataan mengenai kesediaan untuk menyerahkan kepemilikan standar teknologi chip sebagaimana dimaksud dalam huruf c kepada Bank Indonesia. 3. Bank Indonesia melakukan pengawasan atas pengelolaan standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang dilakukan oleh pihak yang disetujui Bank Indonesia. 4. Bank Indonesia dapat meninjau kembali persetujuan atas pengelolaan standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang telah diberikan. 5. Mekanisme penyerahan kepemilikan, hak dan kewajiban terkait pengelolaan, mekanisme pengawasan atas pengelolaan, dan hal lainnya yang terkait dengan pengelolaan standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia. V. KEWAJIBAN … 9 V. KEWAJIBAN PENERBIT DALAM RANGKA IMPLEMENTASI STANDAR NASIONAL TEKNOLOGI CHIP DAN PIN ONLINE 6 (ENAM) DIGIT UNTUK KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET Dalam rangka implementasi standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, Penerbit memiliki kewajiban sebagai berikut: 1. menyampaikan informasi secara tertulis kepada Pemegang Kartu paling kurang mengenai: a. prosedur penggantian Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; dan b. jenis dan besar biaya dalam hal Penerbit mengenakan biaya penggantian kartu; 2. memiliki dan menjalankan prosedur penyerahan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet untuk memastikan bahwa Kartu ATM dan/atau Kartu Debet diserahkan kepada Pemegang Kartu yang berhak; 3. melakukan identifikasi dan mitigasi risiko penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet oleh pihak yang tidak berhak; dan 4. memiliki dan menjalankan prosedur penyampaian pengaduan dan penyelesaian permasalahan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. VI. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan implementasi standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit, serta pembatasan penggunaan teknologi magnetic stripe untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang dilaksanakan oleh Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. 2. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank Indonesia dapat: a. meminta … 10 a. meminta laporan berkala dan/atau insidentil dari Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; b. melakukan pemeriksaan terhadap Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; dan c. mengenakan sanksi kepada Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang melanggar kewajiban dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai alat pembayaran dengan menggunakan kartu. VII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/22/DASP tanggal 18 Oktober 2011 perihal Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia; dan 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/23/DASP tanggal 31 Agustus 2012 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/22/DASP tanggal 18 Oktober 2011 perihal Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Desember 2015. dan Agar … 11 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RONALD WAAS DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/52/DKSP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number Online 6 (Enam) Digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang Diterbitkan di Indonesia </reg_title> <set_date> 30 Desember 2015 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2015 </effective_date> <replaced_reg> '13/22/DASP|SE-BI/2011', '14/23/DASP|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '14/2/PBI/2012', '11/11/PBI/2009' </related_reg>
No.16/26 /DPTP Jakarta, 31 Desember 2014 SURAT EDARAN Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/34/DASP tanggal 22 Desember 2006 perihal Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Dengan Pihak Ekstern (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 205, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 4025) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/32/PB1I/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5057) dan dalam rangka meningkatkan efisiensi pelayanan yang diberikan oleh Bank Indonesia, perlu dilakukan perubahan atas Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/34/DASP tanggal 22 Desember 2006 perihal Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern sebagai berikut: 1. Ketentuan Bab I butir A.2 dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diajukan secara tertulis kepada: a. Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah (DPTP), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350: atau b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPWDN) Bank Indonesia untuk pembukaan Rekening Giro di KPwDN, dengan menggunakan contoh format permohonan sebagaimana dimaksud pada Lampiran l.a (Pembukaan Rekening Giro Rupiah untuk Bank), Lampiran 1.c (Pembukaan Rekening Giro Rupiah untuk Lembaga Keuangan Internasional), Lampiran l.d (Pembukaan Rekening Giro Rupiah untuk Instansi Pemerintah), Lampiran 1.f (Pembukaan Rekening Giro Khusus Rupiah), ... Rupiah), atau Lampiran 1.g (Pembukaan Rekening Giro Rupiah untuk Lembaga Lain). 2. Ketentuan Bab I butir A.3 dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 3. Permohonan pembukaan Rekening Giro Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bagi Bank, melampirkan fotokopi dokumen berupa: 1) Akta pendirian badan hukum yang memuat anggaran dasar dan perubahan-perubahannya berikut pengesahan atau persetujuan dari instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang telah dilegalisasi atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pejabat yang berwenang atau Pimpinan Bank yang bersangkutan. Bagi kantor cabang Bank asing, berupa surat keputusan dari otoritas yang berwenang dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri, 2) Surat keputusan izin usaha Bank yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang, 3) Surat pemberian izin pembukaan Unit Usaha Syariah, khusus bagi Bank konvensional yang akan membuka Rekening Giro Unit Usaha Syariah, yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang: 4) Surat dari otoritas yang berwenang mengenai susunan komisaris dan direksi Bank yang tercatat di otoritas yang berwenang atau mengenai persetujuan calon pengurus Bank (hasil fit and proper test), 5) Surat kuasa dari kantor pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri (power of attorney) kepada Pimpinan Bank berikut terjemahannya dalam Bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah tersumpah dan telah dilegalisasi atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pejabat yang berwenang atau Pimpinan Bank selain penerima kuasa, 6) Struktur organisasi yang masih berlaku bagi kantor cabang dari Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri, 7) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa: a) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI): atau b) Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan Surat izin kerja dari instansi berwenang bagi Warga Negara Asing (WNA), dan 8) Nomor ... 8) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Bank. Dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 8), apabila diperlukan harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. b. Bagi instansi pemerintah, melampirkan dokumen berupa: 1) Instansi pemerintah pusat, meliputi: a) Kementerian (1) Fotokopi dokumen, berupa: (a) Surat Keputusan Presiden, Surat Keputusan Menteri, atau Surat Keputusan Pejabat yang berwenang mengenai pengangkatan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya,dan (b) Bukti identitas diri Pimpinan, yang berupa KTP, SIM, atau paspor yang masih berlaku. (2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan. (3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) Pusat dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN Pusat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengelolaan rekening milik kementerian, negara, lembaga, kantor, atau satuan kerja. Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam butir (l).(a) dan (1).(b), harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. b) Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) (1) Fotokopi dokumen berupa: (a) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum pendirian LPNK, (b) Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai penunjukan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, (c) Struktur ... (c) Struktur organisasi kepengurusan LPNK yang masih berlaku (d) (e) yang berisi nama-nama berikut jabatannya, NPWP: dan Bukti identitas diri Pimpinan berupa KTP, SIM, atau paspor yang masih berlaku. (2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan. (3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa BUN Pusat dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN Pusat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengelolaan rekening milik kementerian, negara, lembaga, kantor, atau satuan kerja. Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam butir (l).(a) sampai dengan butir (1).(e) harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. c) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (1) Fotokopi dokumen berupa: (a) (d) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum pendirian BUMN yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan, Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai penunjukan Pimpinan, yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pejabat yang berwenang atau oleh Pimpinan lainnya, Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa: i. KTP, SIM, atau paspor bagi WNI, ii. Paspor, KITAS, dan Surat izin kerja dari instansi berwenang bagi WNA:dan NPWP atas nama BUMN tersebut. (2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan. (3) Dokumen ... (3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa BUN Pusat dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN Pusat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengelolaan rekening milik kementerian, negara, lembaga, kantor, atau satuan kerja. Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam butir (1).(a) sampai dengan butir (1).(d) harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. 2) Pemerintah Daerah a) Pemerintah Provinsi, Kota, atau Kabupaten (1) Fotokopi dokumen, berupa: (a) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum pendirian provinsi, kota, atau kabupaten yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan, (b) Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai penunjukan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, dan (c) Bukti identitas diri berupa KTP, SIM, atau paspor milik Pimpinan yang masih berlaku. (2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan. (3) Dokumen asli berupa surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa BUN Daerah dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN Daerah Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam butir (1).(a) sampai dengan butir (1).(c), harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. b) Badan Umum Milik Daerah (BUMD) (1) Fotokopi dokumen, berupa: (a) Peraturan ... (a) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum pendirian BUMD yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan, (b) Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai penunjukan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, (c) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa: i. KTP, SIM, atau paspor bagi WNI, ii. Paspor, KITAS, dan surat izin kerja dari instansi berwenang bagi WNA: dan (d) NPWP atas nama BUMD tersebut (2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan. (3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa BUN Daerah dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN Daerah. Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam butir (l).(a) sampai dengan butir (1).(d), harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. Bagi Pejabat Yang Mewakili instansi pemerintah yang telah menyampaikan dokumen pendukung kepada Bank Indonesia c.g. Divisi Penyelesaian Transaksi atau KPwDN Bank Indonesia setempat berupa: 1) 2) fotokopi surat keputusan atau surat pengangkatan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pihak yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, dan fotokopi bukti identitas diri yang bersangkutan, untuk pemenuhan persyaratan dalam rangka pembukaan rekening dan/atau hubungan Rekening Giro selanjutnya dapat menggunakan dokumen yang sudah ditatausahakan di Bank Indonesia, sepanjang dalam surat permohonan pembukaan rekening atau surat pernyataan tunduk pada ketentuan Hubungan ... Hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia ditegaskan mengenai penggunaan dokumen yang sudah ditatausahakan di Bank Indonesia. c. Bagi Lembaga Keuangan Internasional, melampirkan dokumen berupa : 1) Fotokopi dokumen: a) Surat pengangkatan atau penunjukan sebagai Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, b) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku: (1) KTP, SIM atau paspor bagi WNI: (2) Paspor, KITAS, dan surat izin kerja dari instansi berwenang bagi WNA, dan 2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang ditunjuk atau diberi kuasa oleh Pimpinan. Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam angka 1), harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. Khusus pembukaan Rekening Giro Rupiah oleh Lembaga Keuangan Internasional yang dilakukan melalui satuan kerja di Bank Indonesia, yang merupakan tindak lanjut dari suatu kerjasama seperti perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Bank Indonesia dengan Lembaga Keuangan Internasional, dapat melampirkan fotokopi dokumen antara lain berupa: 1) Perjanjian atau MoU: dan/atau 2) Surat kuasa dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Bank Indonesia untuk dan atas nama Lembaga Keuangan Internasional tersebut melakukan kegiatan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia. d. Bagi Lembaga Lain, melampirkan: 1) Dokumen dari satuan kerja tertentu di Bank Indonesia yang paling kurang memuat: a) penjelasan mengenai keterkaitan bidang usaha atau kegiatan lembaga tersebut dengan tugas Bank Indonesia dalam bidang moneter, Stabilitas Sistem Keuangan dan/atau sistem pembayaran, b) perlunya ... b) perlunya pembukaan Rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia untuk penyelesaian transaksi lembaga tersebut dengan Bank Indonesia: dan c) rekomendasi dari satuan kerja terkait di Bank Indonesia kepada lembaga tersebut untuk membuka Rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia. 2) Perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Bank Indonesia dengan Lembaga Lain, dalam hal pembukaan Rekening Giro Rupiah merupakan tindak lanjut dari suatu kerjasama antara Bank Indonesia dengan Lembaga Lain. 3) Fotokopi dokumen, berupa: a) Anggaran Dasar Pendirian Lembaga Lain tersebut yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan, b) Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai penunjukan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, c) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa: (1) KTP, SIM, atau paspor bagi WNI: (2) Paspor, KITAS, dan Surat zin kerja dari instansi berwenang bagi WNA, dan d) NPWP atas nama Lembaga Lain tersebut. Dalam hal diperlukan, asli dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a) sampai dengan huruf d) harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. 3. Ketentuan Bab I Butir B.1 dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Persetujuan Permohonan Pembukaan Rekening Giro Rupiah a. Bagi Bank dan Lembaga Lain: 1) Persetujuan pembukaan Rekening Giro Rupiah oleh Bank Indonesia dilakukan melalui dua tahapan: a) Persiapan pembukaan rekening, dan b) Pelaksanaan pembukaan rekening. 2) Dalam hal Bank Indonesia memberikan persetujuan permohonan pembukaan rekening, tanggapan secara tertulis diberikan paling lama 14 (empat belas) ... 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir A.3.a atau butir A.3.d diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. Surat persetujuan permohonan pembukaan rekening antara lain memuat: a) persetujuan atas permohonan pembukaan rekening: b) nomor dan nama rekening: Bank Indonesia memberikan nomor dan nama rekening berdasarkan sistem dan ketentuan yang berlaku di Bank Indonesia. Khusus untuk pemberian nama rekening, Bank Indonesia mempertimbangkan informasi atau data yang disampaikan oleh calon Pemegang Rekening Giro: persyaratan administratif yang harus dilengkapi pemohon dalam rangka pelaksanaan pembukaan rekening: (1) Data Rekening Giro yang paling kurang memuat nama Pemegang Rekening Giro, nama rekening, nomor rekening, dan alamat, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2: (2) Surat Pemberitahuan Kewenangan Pimpinan, yang paling kurang memuat nama Pimpinan, jabatan, batasan kewenangannya, serta batas waktu pembuatan spesimen, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3.a, (3) Surat Permohonan Pembuatan Spesimen Tanda Tangan yang ditandatangani oleh Pimpinan, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4: (4) Surat pernyataan tunduk pada ketentuan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5.a, (S5) Surat Permintaan Buku Cek atau Bilyet Giro (BG) Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 6: dan (6) Spesimen Tanda Tangan Pejabat Yang Mewakili yang dibuat sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. Pimpinan Bank atau Lembaga Lain harus menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir c).(1) sampai dengan butir ... 10 butir c).(6) paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat Persiapan Pembukaan Rekening dari Bank Indonesia. Dalam hal calon Pemegang Rekening Giro tidak dapat melengkapi persyaratan tersebut setelah batas waktu 3 (tiga) bulan penyampaian dokumen berakhir, surat persetujuan persiapan pembukaan rekening dimaksud dinyatakan tidak berlaku. Dalam hal calon Pemegang Rekening Giro mengajukan kembali permohonan pembukaan Rekening Giro, permohonan tersebut harus dilakukan sesuai prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir A.1. 3) Pelaksanaan Pembukaan Rekening Bank Indonesia melaksanakan pembukaan rekening paling lama 5 (lima) hari kerja setelah kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud dalam butir A.3.a atau butir A.3.d, dan butir B.l.a.2).c). Selanjutnya Bank Indonesia memberitahukan kepada calon Pemegang Rekening Giro mengenai tanggal efektif pembukaan rekening. b. Bagi Instansi Pemerintah 1) Instansi pemerintah mengajukan permohonan pembukaan Rekening Giro Rupiah dengan melampirkan persyaratan dokumen sebagaimana butir A.3.b dan persyaratan administratif sebagai berikut: a) Data Rekening Giro, yang paling kurang memuat nama Pemegang Rekening Giro, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2, b) Surat pemberitahuan kewenangan pimpinan dan permohonan pembuatan spesimen dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3.b, c) Surat pernyataan tunduk pada ketentuan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5.a, d) Surat permintaan buku cek atau BG Bank Indonesia dengan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 6, e) Spesimen Tanda Tangan Pejabat Yang Mewakili, yang dibuat sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. f Surat... 11 f) Surat kuasa kepada pejabat lain yang ditunjuk sebagai Pejabat Yang Mewakili, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8.a, dalam hal diperlukan, dan 2g) Surat Permintaan buku Warkat Pembebanan Rekening (WPR) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai sarana penarikan rekening giro pihak ekstern yang distandardisasi oleh Bank Indonesia, dalam hal diperlukan. 2) Bank Indonesia melaksanakan pembukaan rekening paling lama 5 (lima) hari kerja setelah persyaratan dokumen dan administratif sebagaimana dimaksud dalam angka 1) diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. Selanjutnya paling lama 5 (lima) hari kerja setelah rekening efektif dibuka, Bank Indonesia memberitahukan kepada Pemegang Rekening Giro bahwa rekening telah efektif dibuka. c. Bagi Lembaga Keuangan Internasional 1) Pembukaan Rekening Giro Rupiah yang permohonannya diajukan langsung oleh calon Pemegang Rekening kepada DPTP, sebagaimana dimaksud dalam butir A.2, persetujuan pembukaan Rekening Giro Rupiah oleh Bank Indonesia dilakukan dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam butir B.1I.a: 2) Pembukaan Rekening Giro Rupiah yang permohonannya dilakukan melalui satuan kerja di Bank Indonesia yang merupakan tindak lanjut dari suatu kerjasama, seperti perjanjian atau MoU, dapat melampirkan fotokopi dokumen Perjanjian atau MoU dan/atau Surat kuasa dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Bank Indonesia untuk dan atas nama Lembaga Keuangan Internasional. Selanjutnya DPTP c.g. Divisi Penyelesaian Transaksi membuka dan memberitahukan pembukaan Rekening Giro Rupiah tersebut kepada satuan kerja yang mengajukan permohonan tersebut. 4. Ketentuan Bab I Butir C.5 dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 5. Tata cara pemberian kuasa: a. Pemegang Rekening Giro menyampaikan surat pemberitahuan kuasa dan permohonan pembuatan spesimen tanda tangan untuk pejabat yang telah diberikan ... 12 diberikan kuasa dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 7.a atau Lampiran 7.b kepada: 1) Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah (DPTP) , Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, atau 2) Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPWDN) Bank Indonesia untuk Rekening Giro Rupiah yang ditatausahakan di KPwDn. b. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bagi Bank, Lembaga Keuangan Internasional, dan Lembaga Lain, melampirkan dokumen berupa: a) surat kuasa dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8.a untuk penarikan dana dan Lampiran 8.c untuk pengambilan Rekening Koran, laporan, advis , BG Bank Indonesia, dan lain-lain: dan b) fotokopi bukti identitas diri penerima kuasa. 2) Bagi Instansi Pemerintah, melampirkan dokumen berupa: a) surat kuasa dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8.a (untuk penarikan dana) dan Lampiran 8.c (untuk pengambilan Rekening Koran, laporan, advis, BG Bank Indonesia, dan lain-lain): b) fotokopi bukti identitas diri penerima kuasa, dan/atau c) surat pengangkatan. c. Penerima kuasa untuk penarikan dana sebagaimana dimaksud dalam contoh format Lampiran 8.a untuk penarikan dana harus membuat spesimen tanda tangan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Bab II Surat Edaran Bank Indonesia ini. d. Surat kuasa berlaku efektif terhitung 5 (lima) hari kerja sejak tanggal dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a, butir 5.b, dan butir 5.c diterima lengkap oleh Bank Indonesia. 5. Ketentuan Bab 7 Huruf A dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: A. Jenis Rekening Koran Jenis Rekening Koran yang dicetak oleh Bank Indonesia untuk Pemegang Rekening Giro meliputi: 1.Rekening ... 13 1. Rekening Koran harian yang memuat transaksi-transaksi yang terjadi pada hari yang bersangkutan, dan 2. Rekening Koran bulanan yang memuat transaksi-transaksi yang terjadi selama periode bulan yang bersangkutan, 3. Rekening Koran akhir tahun yang memuat transaksi-transaksi yang terjadi pada hari kerja selama bulan Desember. 6. Ketentuan Bab 7 Huruf B dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: B. Tata Cara Penyediaan Rekening Koran Tata cara yang berkaitan dengan penyediaan Rekening Koran diatur sebagai berikut: 1. Bagi Pemegang Rekening Giro yang bukan peserta Sistem BI-RTGS, Bank Indonesia menyediakan Rekening Koran dalam bentuk Hasil Olahan Komputer (HOK) atau softcopy yang disampaikan melalui surat elektronik dan/atau sarana elektronik yang ditetapkan Bank Indonesia, sebagai berikut: a. Rekening Koran Harian Dicetak pada setiap akhir hari kerja apabila terdapat mutasi pada Rekening Giro Rupiah. Rekening Koran Bulanan Bank Indonesia dapat mencetak Rekening Koran bulanan apabila terdapat permintaan dari Pemegang Rekening Giro. . Rekening Koran Akhir Tahun Dicetak pada setiap akhir bulan Desember walaupun tidak terdapat mutasi pada Rekening Giro Rupiah. Dalam hal akhir tahun adalah hari libur, pencetakan Rekening Koran akhir tahun dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya. 2. Bagi Pemegang Rekening Giro yang telah menjadi peserta Sistem BI-RTGS atau yang menggunakan sarana elektronik yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, tata cara yang berkaitan dengan penyediaan Rekening Koran mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS atau penyelenggaraan sarana elektronik. 7.Ketentuan ... 14 7. Ketentuan Bab 7 Huruf C dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: C. Tata Cara Pengambilan Rekening Koran 1. Pengambilan Rekening Koran dilakukan oleh Pejabat Yang Mewakili atau petugas pada hari kerja berikutnya sampai dengan paling lama 1 (satu) bulan setelah tanggal pencetakan Rekening Koran. Khusus untuk Pemegang Rekening Giro Lembaga Keuangan Internasional, pengambilan Rekening Koran dapat dilakukan oleh petugas dari kantor perwakilan Lembaga Keuangan Internasional tersebut atau oleh petugas dari satuan kerja yang melakukan pembukaan rekening dimaksud 2. Dalam hal melewati batas waktu 1 (satu) bulan setelah tanggal pencetakan Rekening Koran sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Pemegang Rekening Giro Rupiah dianggap sudah mengambil Rekening Koran dan Bank Indonesia dapat melakukan pemusnahan Rekening Koran tersebut. 3. Pengambilan Rekening Koran dilakukan pada pukul 08.00-15.00 waktu setempat di: a. Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah (DPTP), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta — 10350, atau b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia untuk Rekening Giro Rupiah yang ditatausahakan di KPwDN. Dalam hal terdapat peraturan perundang-undangan yang mewajibkan Bank Indonesia untuk menyampaikan Rekening Koran kepada pihak yang berwenang selain Pemegang Rekening Giro, Bank Indonesia dapat mengirimkan rekening koran dimaksud. 8. Ketentuan Bab 7 Huruf E dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: E. Permintaan Informasi Saldo dan/atau Mutasi Rekening Giro Rupiah 1. Permintaan informasi saldo dan/atau mutasi Rekening Giro Rupiah diajukan secara tertulis oleh Pejabat Yang Mewakili yang memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada: a. Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah (DPTP), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta - 10350, atau b. Kantor ... 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 15 b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia untuk Rekening Giro yang ditatausahakan di KPwDN. c. Khusus bagi Pemegang Rekening Giro yang telah menjadi Peserta Sistem BI-RTGS, tata cara yang berkaitan dengan permintaan informasi saldo dan/atau mutasi Rekening Giro Rupiah mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. 2. Permintaan informasi saldo Rekening Giro Rupiah dari Lembaga Keuangan Internasional dapat dilakukan melalui sarana SWIFT. 3. Konfirmasi saldo dari Bank Indonesia yang memuat informasi saldo Rekening Giro Rupiah tersebut dikenakan bea materai sesuai ketentuan yang berlaku. Lampiran l.a dalam Lampiran I diubah menjadi sebagaimana Lampiran l.a dalam Lampiran I Lampiran 1.b dalam Lampiran I dihapus. Lampiran 1.d dalam Lampiran I diubah menjadi sebagaimana Lampiran 1.d dalam Lampiran I. Lampiran 1l.e dalam Lampiran I dihapus. Lampiran 2 dalam Lampiran I diubah menjadi sebagaimana Lampiran 2 dalam Lampiran I. Lampiran 5.a Lampiran I diubah menjadi sebagaimana Lampiran 5.a dalam Lampiran I. Lampiran 5.b dalam Lampiran I dihapus. Lampiran 8.a dalam Lampiran I diubah menjadi sebagaimana Lampiran 8.a dalam Lampiran I. Lampiran 8.b dalam Lampiran I dihapus. Ketentuan Bab I Butir A.2 dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diajukan secara tertulis kepada: a. Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah (DPTP), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350: atau b. Kantor ... 16 b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia untuk pembukaan Rekening Giro di KPwDN, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran l.a (Pembukaan Rekening Giro Valas untuk Bank), Lampiran 1.b (Pembukaan Rekening Giro Valas untuk Instansi Pemerintah), Lampiran 1.c (Pembukaan Rekening Giro Valas untuk Lembaga Keuangan Internasional), Lampiran 1.d (Pembukaan Rekening Giro Valas untuk Lembaga Lain), atau Lampiran 1.f (Pembukaan Rekening Giro Khusus Valas). 19. Ketentuan Bab I Butir A.3 dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 3. Permohonan pembukaan Rekening Giro Valas sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bagi Bank, melampirkan fotokopi dokumen berupa: 1) Akta pendirian badan hukum yang memuat anggaran dasar dan perubahan-perubahannya berikut pengesahan atau persetujuan dari instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang telah dilegalisasi atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pejabat yang berwenang atau Pimpinan Bank yang bersangkutan. Bagi kantor cabang Bank asing, berupa surat keputusan dari otoritas yang berwenang dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri, 2) Surat keputusan izin usaha Bank yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang. 3) Surat peningkatan status Bank menjadi Bank Devisa yang di keluarkan oleh otoritas yang berwenang. 4) Surat pemberian izin pembukaan unit usaha syariah, khusus bagi Bank konvensional yang akan membuka Rekening Giro unit usaha syariah, yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang. 5) Surat dari otoritas yang berwenang mengenai susunan komisaris dan direksi Bank yang tercatat di otoritas yang berwenang atau mengenai persetujuan calon pengurus Bank (hasil fit and proper test), 6) Surat kuasa dari kantor pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri (power of attorney) kepada Pimpinan Bank berikut terjemahannya dalam Bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah tersumpah dan telah dilegalisasi ... 17 dilegalisasi atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pejabat yang berwenang atau Pimpinan Bank selain penerima kuasa, 7) Struktur organisasi yang masih berlaku bagi kantor cabang dari Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri, 8) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa: a) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI): atau b) Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan Surat izin kerja dari instansi berwenang bagi Warga Negara Asing (WNA):dan 9) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Bank. Dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 9), apabila diperlukan harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. . Bagi instansi pemerintah, melampirkan dokumen berupa : 1) Instansi pemerintah pusat, meliputi: a) Kementerian (1) Fotokopi dokumen, berupa: (a) Surat Keputusan Presiden, Surat Keputusan Menteri, atau Surat Keputusan Pejabat yang berwenang mengenai pengangkatan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, dan (b) Bukti identitas diri Pimpinan, yang berupa KTP, SIM, atau paspor yang masih berlaku. (2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan. (3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) Pusat dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN Pusat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengelolaan rekening milik kementerian, negara, lembaga, kantor, atau satuan kerja. Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam butir (l).(a) dan (1).(b), harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. b) Lembaga ... 18 b) Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) (1) Fotokopi dokumen berupa: (a) (b) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum pendirian LPNK, Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai penunjukan Pimpinan yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, Struktur organisasi kepengurusan LPNK yang masih berlaku yang berisi nama-nama berikut jabatannya, NPWP: dan Bukti identitas diri Pimpinan berupa KTP, SIM, atau paspor yang masih berlaku. (2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan. (3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa BUN Pusat dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN Pusat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengelolaan rekening milik kementerian, negara, lembaga, kantor, atau satuan kerja. Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam butir (l).(a) sampai dengan butir (1).(e) harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. c) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (1) Fotokopi dokumen berupa: (a) (b) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum pendirian BUMN yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan, Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai penunjukan Pimpinan, yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pejabat yang berwenang atau oleh Pimpinan lainnya, (c) Bukti... 19 (c) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa: i. KTP, SIM atau paspor bagi WNI: ii. Paspor, KITAS, dan Surat izin kerja dari instansi berwenang bagi WNA: dan (d) NPWP atas nama BUMN tersebut. (2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan. (3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa BUN Pusat dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN Pusat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai pengelolaan rekening milik kementerian, negara, lembaga, kantor, satuan kerja. Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam butir (l).(a) sampai dengan butir (1).(d), harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. 2) Pemerintah Daerah a) Pemerintah Provinsi, Kota, atau Kabupaten (1) Fotokopi dokumen berupa: (a) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum pendirian provinsi, kota, atau kabupaten yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan, (bb Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai penunjukan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, dan (c) Bukti identitas diri berupa KTP, SIM atau paspor milik Pimpinan yang masih berlaku. (2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan. (3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa BUN Daerah dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN Daerah. Dalam ... 20 Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam butir (1).(a) sampai dengan butir (1).(c), harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. a) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) (1) Fotokopi dokumen berupa: (a) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum pendirian BUMD yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan, (b) Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai penunjukan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, (c) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa: i. KTP, SIM atau paspor bagi WNI: ii. Paspor, KITAS, dan surat izin kerja dari instansi berwenang bagi WNA: dan (d) NPWP atas nama BUMD tersebut. (2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan. (3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa BUN Daerah dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN Daerah. Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam butir (l).(a) sampai dengan butir (1).(d), harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. Bagi Pejabat Yang Mewakili instansi pemerintah yang telah menyampaikan dokumen pendukung kepada Bank Indonesia c.g. Divisi Penyelesaian Transaksi atau KPwDN Bank Indonesia setempat berupa: fotokopi surat keputusan atau surat pengangkatan Pimpinan yang telah dilegalisasi oleh pihak yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, dan 2) fotokopi ... 21 2) fotokopi bukti identitas diri yang bersangkutan, untuk pemenuhan persyaratan dalam rangka pembukaan rekening dan/atau hubungan Rekening Giro selanjutnya dapat menggunakan dokumen yang sudah ditatausahakan di Bank Indonesia, sepanjang dalam surat permohonan pembukaan rekening atau surat pernyataan tunduk pada ketentuan Hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia ditegaskan mengenai penggunaan dokumen yang sudah ditatausahakan di Bank Indonesia. c. Bagi Lembaga Keuangan Internasional, melampirkan dokumen berupa : 1) Fotokopi dokumen: a) Surat pengangkatan atau penunjukan sebagai Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, b) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku: (1) KTP, SIM atau paspor bagi WNI: (2) Paspor, KITAS, dan surat izin kerja dari instansi berwenang bagi WNA, dan 2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang ditunjuk atau diberi kuasa oleh Pimpinan. Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam angka l),harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. Khusus pembukaan Rekening Giro Valas oleh Lembaga Keuangan Internasional yang dilakukan melalui satuan kerja di Bank Indonesia, yang merupakan tindak lanjut dari suatu kerjasama seperti perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Bank Indonesia dengan Lembaga Keuangan Internasional, dapat melampirkan fotokopi dokumen antara lain berupa: 1) Perjanjian atau MoU: dan/atau 2) Surat kuasa dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Bank Indonesia untuk dan atas nama Lembaga Keuangan Internasional tersebut melakukan kegiatan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia. 22 d. Bagi Lembaga lain, melampirkan: 1) Dokumen dari satuan kerja tertentu di Bank Indonesia yang paling kurang memuat: a) penjelasan mengenai keterkaitan bidang usaha atau kegiatan lembaga tersebut dengan tugas Bank Indonesia dalam bidang moneter, Stabilitas Sistem Keuangan dan/atau sistem pembayaran, b) perlunya pembukaan Rekening Giro Valas di Bank Indonesia untuk penyelesaian transaksi lembaga tersebut dengan Bank Indonesia, dan c) rekomendasi dari satuan kerja terkait di Bank Indonesia kepada lembaga tersebut untuk membuka Rekening Giro Valas di Bank Indonesia. 2) Perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Bank Indonesia dengan Lembaga Lain, dalam hal pembukaan Rekening Giro Valas merupakan tindak lanjut dari suatu kerjasama antara Bank Indonesia dengan Lembaga Lain. 3) Fotokopi dokumen, berupa: a) Anggaran Dasar Pendirian Lembaga Lain tersebut yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan, b) Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai penunjukan Pimpinan yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, c) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa: (1) KTP, SIM, atau paspor bagi WNI: (2) Paspor, KITAS, dan Surat izin kerja dari instansi berwenang bagi WNA, dan d) NPWP atas nama Lembaga Lain tersebut. Dalam hal diperlukan, asli dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a) sampai dengan huruf d) harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud. 20. Ketentuan Bab I Butir B.1 dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Persetujuan Permohonan Pembukaan Rekening Giro Valas 23 a. Bagi Bank dan Lembaga Lain : 1) Persetujuan pembukaan Rekening Giro Valas oleh Bank Indonesia dilakukan melalui dua tahapan: a) Persiapan pembukaan rekening, b) Pelaksanaan pembukaan rekening. 2) Dalam hal Bank Indonesia memberikan persetujuan permohonan pembukaan rekening, tanggapan secara tertulis diberikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir A.3.a atau butir A.3.d diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. Surat persetujuan permohonan pembukaan rekening antara lain memuat: a) persetujuan permohonan pembukaan rekening, b) nomor dan nama rekening, Bank Indonesia memberikan nomor dan nama rekening berdasarkan sistem dan ketentuan yang berlaku di Bank Indonesia. Khusus untuk pemberian nama rekening, Bank Indonesia mempertimbangkan informasi atau data yang disampaikan oleh calon Pemegang Rekening Giro, c) persyaratan administratif yang harus dilengkapi pemohon dalam rangka pelaksanaan pembukaan rekening: (1) Data Rekening Giro yang paling kurang memuat nama Pemegang Rekening Giro, nama rekening, nomor rekening, dan alamat, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2: (2) Surat Pemberitahuan Kewenangan Pimpinan, yang paling kurang memuat nama Pimpinan, jabatan, batasan kewenangannya, serta batas waktu pembuatan spesimen, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksuddalam Lampiran 3.a, (3) Surat pernyataan tunduk pada ketentuan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 4.a, (4 Surat Permohonan Pembuatan Spesimen Tanda Tangan, yang ditandatangani oleh Pimpinan, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 5: dan (5) Spesimen ... 24 (5) Spesimen Tanda Tangan Pejabat Yang Mewakili, yang dibuat sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. Pimpinan Bank atau Lembaga Lain harus menyampaikan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir c).(1) sampai dengan butir c).(5) paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat Persiapan Pembukaan Rekening dari Bank Indonesia. Dalam hal calon Pemegang Rekening Giro tidak dapat melengkapi persyaratan tersebut setelah batas waktu 3 (tiga) bulan penyampaian dokumen berakhir, surat persetujuan persiapan pembukaan rekening dimaksud dinyatakan tidak berlaku. Dalam hal calon Pemegang Rekening Giro mengajukan kembali permohonan pembukaan Rekening Giro, permohonan tersebut harus dilakukan sesuai prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir A.1. 3) Pelaksanaan Pembukaan Rekening Bank Indonesia melaksanakan pembukaan rekening paling lama 5 (lima) hari kerja setelah kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud dalam butir A.3.a atau butir A.3.d dan butir B.l.a.2).c) Selanjutnya Bank Indonesia memberitahukan kepada calon Pemegang Rekening Giro mengenai tanggal efektif pembukaan rekening. b. Bagi Instansi Pemerintah 2) Instansi pemerintah mengajukan permohonan pembukaan Rekening Giro Valas dengan melampirkan persyaratan dokumen sebagaimana butir A.3.b dan persyaratan administratif sebagai berikut: a) Data Rekening Giro Valas, yang paling kurang memuat nama Pemegang Rekening Giro, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2, b) Surat pemberitahuan kewenangan pimpinan dan permohonan pembuatan spesimen, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3.b, c) Surat pernyataan tunduk pada hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4.a, d) Spesimen ... 25 d) Spesimen Tanda Tangan Pejabat Yang Mewakili, yang dibuat sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, e) Surat kuasa kepada pejabat lain yang ditunjuk sebagai Pejabat Yang Mewakili, dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 7.a, dalam hal diperlukan, dan f) Surat Permintaan buku Warkat Pembebanan Rekening (WPR) sebagaimana dimaksud dalalm ketentuan yang mengatur mengenai sarana penarikan rekening giro pihak ekstern yang distandardisasi oleh Bank Indonesia, dalam hal diperlukan. Bank Indonesia melaksanakan pembukaan rekening paling lama 5 (lima) hari kerja setelah persyaratan dokumen dan administratif sebagaimana dimaksud dalam angka 1) diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. Selanjutnya paling lama 5 (lima) hari kerja setelah rekening efektif dibuka, Bank Indonesia memberitahukan kepada Pemegang Rekening Giro bahwa rekening telah efektif dibuka. c. Bagi Lembaga Keuangan Internasional 1) Pembukaan Rekening Giro Valas yang permohonannya diajukan langsung oleh calon Pemegang Rekening kepada DPTP, sebagaimana dimaksud dalam butir A.2, persetujuan pembukaan Rekening Giro Valas oleh Bank Indonesia dilakukan dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a. Pembukaan Rekening Giro Valas yang permohonannya dilakukan melalui satuan kerja di Bank Indonesia yang merupakan tindak lanjut dari suatu kerjasama seperti perjanjian atau MoU, dapat melampirkan fotokopi dokumen Perjanjian atau MoU dan/atau Surat kuasa dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Bank Indonesia untuk dan atas nama Lembaga Keuangan Internasional. Selanjutnya DPTP c.g. Divisi Penyelesaian Transaksi atau KPwDN Bank Indonesia membuka dan memberitahukan pembukaan Rekening Giro Valas tersebut kepada satuan kerja yang mengajukan permohonan tersebut. 21. Ketentuan ... 26 21. Ketentuan Bab I Butir B.2 dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Penolakan atas Permohonan Pembukaan Rekening Giro Valas Bank Indonesia dapat menolak permohonan pembukaan Rekening Giro Valas dengan alasan antara lain sebagai berikut: a.pemohon bukan merupakan pihak yang dapat membuka Rekening Giro pada Bank Indonesia, b.pemohon tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir A.3: dan/atau c. pemohon dipandang telah memiliki rekening di Bank Indonesia yang dapat menampung mutasi-mutasi untuk maksud dan tujuan yang sama. 22. Ketentuan Bab I Butir B.3 dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 3. Dalam kondisi tertentu Bank Indonesia dapat membuka Rekening Giro Valas untuk kepentingan pemohon sebelum pemohon melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir A.3, sepanjang menurut pertimbangan Bank Indonesia pemohon memenuhi kriteria sebagai pihak yang dapat memiliki Rekening Giro Valas di Bank Indonesia. Kondisi tertentu tersebut antara lain: a. bencana alam: atau b.huru-hara. Dalam hal persyaratan kelengkapan dokumen pembukaan Rekening Giro Valas belum dipenuhi, rekening sebagaimana dimaksud pada angka 3 hanya digunakan untuk menampung transaksi kredit serta transaksi debet yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk pembebanan kewajiban dan/atau koreksi transaksi. Pendebetan rekening oleh Pemegang Rekening Giro dapat dilakukan setelah memenuhi persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir A.3. 23. Ketentuan Bab I Butir C.5 dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 5. Tata cara pemberian kuasa: a. Pemegang Rekening Giro Valas menyampaikan surat pemberitahuan kuasa dan permohonan pembuatan spesimen tanda tangan untuk pejabat yang telah ... 27 telah diberikan kuasa dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 6.a. atau Lampiran 6.b kepada: 1) Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah (DPTP) Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, atau 2) Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia untuk Rekening Giro Valas yang ditatausahakan di KPwDN. b. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bagi Bank, Lembaga Keuangan Internasional, dan Lembaga Lain, melampirkan dokumen berupa: a) surat kuasa dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 7.a untuk penarikan dana dan Lampiran 7.c untuk pengambilan rekening koran, laporan, advis, dan lain-lain, dan b) fotokopi bukti identitas diri penerima kuasa. 2) Bagi Instansi Pemerintah, melampirkan dokumen berupa: a) Surat Kuasa dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 7.a (untuk penarikan dana), dan Lampiran 7.c (untuk pengambilan Rekening Koran, laporan, advis, dan lain-lain): b) fotokopi bukti identitas diri penerima kuasa, dan/atau c) surat pengangkatan. c. Penerima kuasa untuk penarikan dana sebagaimana dimaksud dalam contoh format Lampiran 7.a untuk penarikan dana harus membuat spesimen tanda tangan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Bab II Surat Edaran Bank Indonesia ini. d. Surat kuasa berlaku efektif terhitung 5 (lima) hari kerja sejak tanggal dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a, butir 5.b, dan butir 5.c diterima lengkap oleh Bank Indonesia. 24. Ketentuan Bab 7 Huruf A dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: A. Jenis Rekening Koran Jenis Rekening Koran yang dicetak oleh Bank Indonesia untuk Pemegang Rekening Giro meliputi: 1. Rekening ... 28 1. Rekening Koran harian yang memuat transaksi-transaksi yang terjadi pada hari yang bersangkutan, 2. Rekening Koran mingguan yang memuat transaksi-transaksi yang terjadi selama periode minggu yang bersangkutan, 3. Rekening Koran akhir tahun yang memuat transaksi-transaksi yang terjadi pada minggu keempat bulan Desember. 25.Ketentuan Bab 7 Huruf B dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: B. Tata Cara Penyediaan Rekening Koran Tata cara yang berkaitan dengan penyediaan Rekening Koran diatur sebagai berikut: 1. Bank Indonesia mencetak Rekening Koran sebagai berikut: a. Rekening Koran Harian Dicetak pada setiap akhir hari kerja apabila terdapat mutasi pada Rekening Giro Valas. b. Rekening Koran Mingguan Dicetak pada setiap akhir hari kerja pada tanggal neraca walaupun tidak terdapat mutasi pada Rekening Giro Valas. Dalam hal hari neraca adalah hari libur, pencetakan rekening Koran Mingguan dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya. c. Rekening Koran Akhir Tahun Dicetak pada setiap akhir bulan Desember walaupun tidak terdapat mutasi pada Rekening Giro Valas. Dalam hal akhir tahun adalah hari libur, pencetakan Rekening Koran akhir tahun dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya. 26.Ketentuan Bab 7 Huruf C dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: C. Tata Cara Pengambilan Rekening Koran 1. Pengambilan Rekening Koran dilakukan oleh Pejabat Yang Mewakili atau petugas pada hari kerja berikutnya sampai dengan paling lama 1 (satu) bulan setelah tanggal pencetakan Rekening Koran. Khusus untuk Pemegang Rekening Giro Lembaga Keuangan Internasional, pengambilan Rekening Koran dapat dilakukan oleh petugas dari kantor perwakilan Lembaga ... 29 Lembaga Keuangan Internasional tersebut atau oleh petugas dari satuan kerja yang melakukan pembukaan rekening dimaksud. 2. Dalam hal melewati batas waktu 1 (satu) bulan setelah tanggal pencetakan Rekening Koran sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Pemegang Rekening Giro Valas dianggap sudah mengambil Rekening Koran dan Bank Indonesia dapat melakukan pemusnahan Rekening Koran tersebut. 3. Pengambilan Rekening Koran dilakukan pada pukul 08.00-15.00 waktu setempat di: a. Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah (DPTP), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta — 10350, atau b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia untuk Rekening Giro Valas yang ditatausahakan di KPwDN. Dalam hal terdapat peraturan perundang-undangan yang mewajibkan Bank Indonesia untuk menyampaikan Rekening Koran kepada pihak yang berwenang selain Pemegang Rekening Giro Valas, Bank Indonesia dapat mengirimkan rekening koran dimaksud. 27.Ketentuan Bab 7 Huruf E dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: E. Permintaan Informasi Saldo dan/atau Mutasi Rekening Giro Valas 1. Permintaan informasi saldo dan/atau mutasi Rekening Giro Valas diajukan secara tertulis oleh Pejabat Yang Mewakili yang memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada: a. Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah (DPTP), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta — 10350, atau b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia untuk Rekening Giro Valas yang ditatausahakan di KPwDN. 2. Permintaan informasi saldo Rekening Giro Valas dari Lembaga Keuangan Internasional dapat dilakukan melalui sarana SWIFT. 3. Konfirmasi saldo dari Bank Indonesia yang memuat informasi saldo Rekening Giro Valas tersebut dikenakan bea materai sesuai ketentuan yang berlaku. 28. Lampiran ... 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 30 Lampiran 1.b dalam Lampiran II diubah menjadi sebagaimana Lampiran 1.b dalam Lampiran II. Lampiran l.e dalam Lampiran II dihapus. Lampiran 2 dalam Lampiran II diubah menjadi sebagaimana Lampiran 2 dalam Lampiran II. Lampiran 4.a Lampiran II diubah menjadi sebagaimana Lampiran 4.a dalam Lampiran II. Lampiran 4.b dalam Lampiran II dihapus. Lampiran 7.a dalam Lampiran II diubah menjadi sebagaimana Lampiran 7.a dalam Lampiran II. Lampiran 7.b dalam Lampiran II dihapus. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 2014. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DYAH N.K. MAKHIJANI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN PINJAMAN DAN TRANSAKSI PEMERINTAH Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014 Lampiran l.a dalam Lampiran 1 Contoh Permohonan Pembukaan Rekening Giro Rupiah untuk Bank Kepada Yth. Kepala Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah / Pemimpin Bank Indonesia!) Kantor Pusat Bank Indonesia/ Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia...... 2 3) Perihal : Permohonan Pembukaan Rekening Giro Rupiah Menunjuk Peraturan Bank Indonesia No. ......... tanggal....... dan Surat Edaran Bank Indonesia No..... tanggal....... perihal Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk membuka Rekening Giro atas nama 5... 1 dalam rangka (menjalankan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariahS|. Sehubungan dengan hal permohonan tersebut di atas, bersama ini kami sampaikan dokumen-dokumen pendukung sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan sebagai berikut9: Demikian Permohonan kami. Tanda Tangan Nama... Jabatan Keterangan: 1 2 3 4 5 8) 7 Dipilih dan diisi salah satu Dipilih dan diisi salah satu. Diajukan ke Pimpinan KPwDN apabila calon Pemegang Rekening Giro mempunyai urgensi pembukaan rekening tersebut di KPwDN setempat. Diisi alamat kantor Bank Indonesia Diisi Nama Pemegang Rekening Giro (Badan Hukum, Lembaga lain, dan lain-lain). Ditulis untuk pembukaan Rekening Giro Rupiah bagi Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Diisi dengan dokumen persyaratan yang diatur dalam SE perihal Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern. Diisi nama dan jabatan Pimpinan Lampiran SE No. 16/ 26 /DPTP tanggal 31 Desember 2014 Lampiran 1l.d dalam Lampiran I Contoh Permohonan Pembukaan Rekening Giro Rupiah untuk Instansi Pemerintah Kepada Yth. Kepala Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah / Pemimpin Bank Indonesia!) Kantor Pusat Bank Indonesia/ Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia...... 2 3) Perihal : Permohonan Pembukaan Rekening Giro Rupiah Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor...... tentang........ JJ... dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor....... tanggal....... perihal Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern, yang bertandatangan di bawah ini#: Nama Bekaana naa Jabatan Dekkant aneka dalam hal ini bertindak sebagai Pimpinan berdasarkan Surat Keputusan/Surat Kuasa Nomor Lo... tanggal ........JJ.... , dengan demikian bertindak untuk dan atas nama, dan sah mewakili Pemegang Rekening Giro (selanjutnya disebut ”"Pimpinan”), dengan ini kami mengajukan permohonan untuk membuka Rekening Giro Rupiah atas nama: pennannananaaanaaanaaaaaan 5) pada Bank Indonesia untuk ..... JJ. Adapun kewenangan Pimpinan adalah melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menandatangani sarana penarikan dana, 2. menandatangani surat menyurat dan/atau dokumen yang terkait dengan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia, 3. melakukan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, bersama ini kami sampaikan dokumen pendukung sebagai berikut”: a. Surat Keputusan Pengangkatan Pimpinan b. Bukti Identitas Diri c. Surat Persetujuan Pembukaan Rekening dari Kuasa BUN Pusat atau Daerah3 d. Data Rekening Giro e. Surat... 33 Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014 Lanj. Lampiran l.d dalam Lampiran I Contoh Permohonan Pembukaan Rekening Giro Rupiah untuk Instansi Pemerintah e. Surat pernyataan tunduk pada ketentuan Hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia f. Surat Pemberitahuan Kewenangan Pimpinan dan Permohonan Pembuatan Spesimen g. Surat Permintaan Buku Cek atau Bilyet Giro (BG) Bank Indonesia h. Surat Kuasa kepada Pejabat lain yang ditunjuk sebagai Pejabat Yang Mewakili -. Surat Permintaan WPR dengan contoh format sebagaimana ketentuan yang berlaku mengenai Sarana Penarikan Rekening Giro Pihak Ekstern Yang Distandardisasi oleh Bank Indonesia. (Adapun fotokopi Surat Keputusan atau Surat Pengangkatan Pimpinan yang telah dilegalisasi oleh pihak yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan dan fotokopi bukti identitas diri yang bersangkutan telah kami sampaikan kepada Bank Indonesia c.g. Divisi Penyelesaian Transaksi atau KPwDN setempat|/” Demikian atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Tanda Tangan Nama...!9) Jabatan Keterangan: 1 2 3 4 5) 8) ya 8| 9 Dipilih salah satu. Dipilih dan diisi salah satu. Diajukan ke Pimpinan KPwDN apabila calon Pemegang Rekening Giro mempunyai urgensi pembukaan rekening tersebut di KPwDN setempat. Diisi alamat kantor Bank Indonesia Diisi nama Pimpinan Diisi nama Instansi Pemerintah Diisi sesuai keperluan pembukaan rekening Diisi seusai persyaratan yang diatur dalam SE perihal Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern Apabila rekening dibuka oleh selain kuasa BUN Pusat/ Daerah Apabila Pimpinan pernah menyampaikan dokumen tersebut 10) Diisi Nama Pimpinan yang Mewakili Departemen Keuangan Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014 Lampiran 2 dalam Lampiran I Data Rekening Giro Nomor Rekening 1!) Nama Rekening (maksimal 96 karakter) Jenis Reksus 3 Nomor Pinjaman/ Hibah 2) Jenis Valuta 2 Keterkaitan dengan APBN/APBD 3 Ya/Tidak Kategori Rekening 5 RKUN/Penempatan/NonPenempatan Bunga disetor ke rekening nomor » 0 PND UR WN 5 Pendaftaran di BIG-eB 3 10.Pemegang Rekening Giro - Nama Pemegang Rekening 5 - Nama Pimpinan 9 - NPWP Pemegang Rekening 7) - Anggaran Dasar - Alamat - Nomor Telepon - Nomor Fax - E-mail - Contact Person yang ditunjuk 8): Nama Jabatan Telepon Fax Email .. (Kota)...., ....(Tgl,BIn,Thn)...... Tanda Tangan Nama....2 Jabatan Keterangan: 1 Diisi oleh Bank Indonesia 2 Diisi apabila rekening pinjaman/hibah 9 Dilingkari yang sesuai 4 Diisi nomor rekening yang akan menampung bunga 5) Diisi nama Instansi 5) Diisi nama Pimpinan 7 Diisi NPWP Instansi 9 Diisi nama Pejabat yang ditunjuk 9 Diisi Nama dan Jabatan Pimpinan Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014 Lampiran 5.a dalam Lampiran I Contoh Pernyataan Tunduk pada Ketentuan Hubungan Rekening Giro untuk Rekening Giro Rupiah Kepada Yth. Kepala Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah / Pemimpin Bank Indonesia!) Kantor Pusat Bank Indonesia/ Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia...... 2 3) Perihal : Pernyataan Tunduk Pada Ketentuan-ketentuan Mengenai Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern Sehubungan dengan telah disetujuinya pembukaan Rekening Giro/ Rekening Khusus terkait (Pinjaman/Loan dan/atau Hibah/ Grant Luar Negeri| 4 Nama Rekening Bekanaaaaanan nana 5) Nomor Loan/ Grant BD nkakkt anne sj) Nama Pemegang Rekening Benanaanananaa aan 7 dengan ini menyatakan bahwa kami tunduk terhadap semua ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia mengenai Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern. Demikian pernyataan kami. paca (Kota)......, ..... (Tgl, Bln, Thn)...... Meterai Tanda Tangan Rp.6000,00 Nama... 8 Jabatan Keterangan: 1 Dipilih salah satu. 2 Dipilih dan diisi salah satu. Diajukan ke Pimpinan KPwDN apabila calon Pemegang Rekening Giro mempunyai urgensi pembukaan rekening tersebut di KPwDN setempat. 3 Diisi alamat kantor Bank Indonesia Dipilih salah satu. Diisi nama Nama Rekening. Khusus untuk Reksus diisi contoh “Reksus Depkeu untuk ............. , nama dan Loan/ Grant........... . Diisi nomor pinjaman dan/atau hibah luar negeri. 4 5 6 7 Diisi Nama Pemegang Rekening Giro (Badan Hukum). 8 Diisi nama dan jabatan Pimpinan. Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014 Lampiran 8.a dalam Lampiran I Contoh Surat Kuasa Penarikan Dana SURAT KUASA Yang bertandatangan di bawah ini !: 1. (Nama Pimpinan), (jabatan), bertempat tinggal di (kota), 2. dst. dalam jabatannya tersebut berdasarkan ................... 2, dengan demikian sah bertindak mewakili serta untuk dan atas nama .............. 3) selaku Pemegang Rekening Giro dengan nomor rekening .............. 1 nama rekening |... (selanjutnya disebut “Pemberi Kuasa”), dengan ini memberikan kuasa tanpa hak substitusi atau dengan satu kali hak substitusi 8 kepada: 1. (Pejabat/petugas yang ditunjuk), (jabatan), bertempat tinggal di (kota), 2. dst. (selanjutnya disebut “Penerima Kuasa”) bertindak sendiri (atau berdua atau ....dengan Penerima Kuasa Lainnya8)) untuk dan atas nama Pemberi Kuasa dan dengan demikian mewakili Pemegang Rekening Giro, melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menandatangani sarana penarikan dana, 2. menandatangani surat menyurat dan/atau dokumen yang terkait dengan hubungan rekening giro dengan Bank Indonesia, 3. melakukan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka hubungan rekening giro dengan Bank Indonesia. di Divisi Penyelesaian Transaksi - Bank Indonesia Jakarta Pemberian Kuasa ini berlaku efektif 5 (lima) hari kerja atau sebelumnya dengan persetujuan Bank Indonesia terhitung sejak dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pedoman Rekening Giro ......... 7, diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. Demikian ... Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014 Lanj. Lampiran 8.a dalam Lampiran 1 Contoh Surat Kuasa Penarikan Dana Demikian surat kuasa ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Lanka (Kota)......, ......(Tgl, Bln, Thn)...... PENERIMA KUASA n PEMBERI KUASA Meterai Rp6.000,0 Ttd Ttd 1. Nama...85 1. Nama... 2. dst. Jabatan 2. dst. Keterangan: 1) Diisi nama dan jabatan Pimpinan sesuai dengan kewenangannya. 2) Diisi Anggaran Dasar atau SK pengangkatan Pimpinan 3) Diisi nama Rekening 4 Diisi oleh Bank Indonesia 5) Pilih Salah Satu 6) Pilih Salah Satu 7 Diisi Nomor SE BI 8) Diisi Nama Penerima Kuasa 9) Diisi Nama Pemberi Kuasa Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014 Lampiran 1.b dalam Lampiran II Contoh Permohonan Pembukaan Rekening Giro Valas untuk Instansi Pemerintah Kepada Yth. Kepala Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah / Pemimpin Bank Indonesia!) Kantor Pusat Bank Indonesia/ Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia...... 2 3) Perihal : Permohonan Pembukaan Rekening Giro Valas Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor...... tentang....... dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor....... tanggal....... perihal Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern, yang bertandatangan di bawah ini": Nama Bekaana naa Jabatan Dekkant aneka dalam hal ini bertindak sebagai Pimpinan berdasarkan Surat Keputusan/Surat Kuasa Nomor ......... tanggal ........JJ.... , dengan demikian bertindak untuk dan atas nama, dan sah mewakili Pemegang Rekening Giro (selanjutnya disebut ”"Pimpinan”), dengan ini kami mengajukan permohonan untuk membuka Rekening Giro Valas atas nama: Benaanananaananaanaananaan 5) pada Bank Indonesia untuk ..... JJ. Adapun kewenangan Pimpinan adalah melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menandatangani sarana penarikan dana, 2. menandatangani surat menyurat dan/atau dokumen yang terkait dengan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia, 3. melakukan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, bersama ini kami sampaikan dokumen pendukung sebagai berikut”: a. Surat Keputusan Pengangkatan Pimpinan b. Bukti Identitas Diri c. Surat Persetujuan Pembukaan Rekening dari Kuasa BUN Pusat atau Daerah3 d. Data Rekening Giro e. Surat... 39 Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014 Lanj. Lampiran 1.b dalam Lampiran II Contoh Permohonan Pembukaan Rekening Giro Valas untuk Instansi Pemerintah Surat pernyataan tunduk pada ketentuan Hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia Surat Pemberitahuan Kewenangan Pimpinan dan Permohonan Pembuatan Spesimen Surat Kuasa kepada Pejabat lain yang ditunjuk sebagai Pejabat Yang Mewakili Surat Permintaan WPR dengan contoh format sebagaimana ketentuan yang berlaku mengenai Sarana Penarikan Rekening Giro Pihak Ekstern Yang Distandardisasi oleh Bank Indonesia. (Adapun fotokopi Surat Keputusan atau Surat Pengangkatan Pimpinan yang telah dilegalisasi oleh pihak yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan dan fotokopi bukti identitas diri yang bersangkutan telah kami sampaikan kepada Bank Indonesia c.g. Divisi Penyelesaian Transaksi atau KPwDN setempat|/” Demikian atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Tanda Tangan Nama...!9) Jabatan Keterangan: 1) 2) 3 4 5 6) 7 3) 9) Dipilih salah satu. Dipilih dan diisi salah satu. Diajukan ke Pimpinan KPwDN apabila calon Pemegang Rekening Giro mempunyai urgensi pembukaan rekening tersebut di KPwDN setempat. Diisi alamat kantor Bank Indonesia Diisi nama Pimpinan Diisi nama Instansi Pemerintah Diisi sesuai keperluan pembukaan rekening Diisi seusai persyaratan yang diatur dalam SE perihal Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern Apabila rekening dibuka oleh selain kuasa BUN Pusat/ Daerah Apabila Pimpinan pernah menyampaikan dokumen tersebut 10) Diisi Nama Pimpinan yang Mewakili Departemen Keuangan Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014 Nomor Rekening 1!) Nama Rekening (maksimal 96 karakter) Jenis Reksus 3) Nomor Pinjaman/ Hibah 2) Jenis Valuta 2 Keterkaitan dengan APBN/APBD 3 Kategori Rekening 3 Bunga disetor ke rekening nomor » 0 RAD GAR WN 5 Pendaftaran di BIG-eB 3 10.Pemegang Rekening Giro - Nama Pemegang Rekening 5 - Nama Pimpinan 9 - NPWP Pemegang Rekening 7) - Anggaran Dasar - Alamat - Nomor Telepon - Nomor Fax - E-mail - Contact Person yang ditunjuk 8): Nama Jabatan Telepon Fax Email Keterangan: 1 2 3 4 5) 5) 1 8 9 Diisi oleh Bank Indonesia Diisi apabila rekening pinjaman/hibah Dilingkari yang sesuai Diisi nomor rekening yang akan menampung bunga Diisi nama Instansi Diisi nama Pimpinan Diisi NPWP Instansi Diisi nama Pejabat yang ditunjuk Diisi Nama dan Jabatan Pimpinan Lampiran 2 dalam Lampiran II Data Rekening Giro Ya/Tidak RKUN /Penempatan/NonPenempatan .. (Kota)...., ....(Tgl,BIn,Thn)...... Tanda Tangan Nama....2 Jabatan 41 Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014 Lampiran 4.a dalam Lampiran II Contoh Pernyataan Tunduk pada Ketentuan Hubungan Rekening Giro untuk Rekening Giro Valas Kepada Yth. Kepala Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi Pemerintah / Pemimpin Bank Indonesia!) Kantor Pusat Bank Indonesia/ Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia...... 2 3) Perihal : Pernyataan Tunduk Pada Ketentuan-ketentuan Mengenai Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern Sehubungan dengan telah disetujuinya pembukaan Rekening Giro/ Rekening Khusus terkait (Pinjaman/Loan dan/atau Hibah/ Grant Luar Negeri| 4 Nama Rekening Bekanaaaaanan nana 5) Nomor Loan/ Grant BD nkakkt anne sj) Nama Pemegang Rekening Benanaanananaa aan 7 dengan ini menyatakan bahwa kami tunduk terhadap semua ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia mengenai Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern. Demikian pernyataan kami. paca (Kota)......, ..... (Tgl, Bln, Thn)...... Meterai Tanda Tangan Rp.6000,00 Nama... 8 Jabatan Keterangan: 1) Dipilih salah satu. 2 Dipilih dan diisi salah satu. Diajukan ke Pimpinan KPwDN apabila calon Pemegang Rekening Giro mempunyai urgensi pembukaan rekening tersebut di KPwDN setempat. 3 Diisi alamat kantor Bank Indonesia Dipilih salah satu. Diisi nama Nama Rekening. Untuk Reksus diisi contoh “Reksus Depkeu untuk ............. , nama dan Loan/ Grant... ”, Diisi nomor pinjaman dan/atau hibah luar negeri. 4 5 6 7 Diisi Nama Pemegang Rekening Giro (Badan Hukum). 8 Diisi nama dan jabatan Pimpinan. Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014 Lampiran 7.a dalam Lampiran II Contoh Surat Kuasa Penarikan Dana SURAT KUASA Yang bertandatangan di bawah ini !: 1. (Nama Pimpinan), (jabatan), bertempat tinggal di (kota), 2. dst. dalam jabatannya tersebut berdasarkan ................... 2, dengan demikian sah bertindak mewakili serta untuk dan atas nama .............. 3) selaku Pemegang Rekening Giro dengan nomor rekening .............. 1 nama rekening |... (selanjutnya disebut “Pemberi Kuasa”), dengan ini memberikan kuasa tanpa hak substitusi atau dengan satu kali hak substitusi 8 kepada: 3. (Pejabat/petugas yang ditunjuk), (jabatan), bertempat tinggal di (kota), 4. dst. (selanjutnya disebut “Penerima Kuasa”) bertindak sendiri (atau berdua atau ....dengan Penerima Kuasa Lainnya8)) untuk dan atas nama Pemberi Kuasa dan dengan demikian mewakili Pemegang Rekening Giro, melakukan hal-hal sebagai berikut: 4. menandatangani sarana penarikan dana, 5. menandatangani surat menyurat dan/atau dokumen yang terkait dengan hubungan rekening giro dengan Bank Indonesia, 6. melakukan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka hubungan rekening giro dengan Bank Indonesia. di Divisi Penyelesaian Transaksi - Bank Indonesia Jakarta Pemberian Kuasa ini berlaku efektif 5 (lima) hari kerja atau sebelumnya dengan persetujuan Bank Indonesia terhitung sejak dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pedoman Rekening Giro ......... 7, diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. Demikian ... 43 Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014 Lanj. Lampiran 7.a dalam Lampiran II Contoh Surat Kuasa Penarikan Dana Demikian surat kuasa ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Lanka (Kota)......, ......(Tgl, Bln, Thn)...... PENERIMA KUASA n PEMBERI KUASA Meterai Rp6.000,0 Ttd Ttd 1. Nama...85 1. Nama... 2. dst. Jabatan 2. dst. Keterangan: 1) Diisi nama dan jabatan Pimpinan sesuai dengan kewenangannya. 2) Diisi Anggaran Dasar atau SK pengangkatan Pimpinan 3) Diisi nama Rekening 4 Diisi oleh Bank Indonesia 5) Pilih Salah Satu 6) Pilih Salah Satu 7 Diisi Nomor SE BI 3) Diisi Nama Penerima Kuasa 9) Diisi Nama Pemberi Kuasa
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/26/DPTP|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/34/DASP tanggal 22 Desember 2006 perihal Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern. </reg_title> <set_date> 31 Desember 2014 </set_date> <effective_date> 31 Desember 2014 </effective_date> <changed_reg> '8/34/DASP|SE-BI/2006' </changed_reg> <related_reg> '11/32/PBI/2009', '8/34/DASP|SE-BI/2006', '2/24/PBI/2000' </related_reg>
No. 7/ 48 /DPNP Jakarta, 14 Oktober 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005 tanggal 1 Juli 2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4507), Bank Umum wajib memenuhi jumlah Modal Inti minimum. Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/25/PBI/2004 tanggal 22 Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4457), Bank Umum wajib menyampaikan rencana permodalan dalam rencana bisnis Bank. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan tentang pemenuhan jumlah Modal Inti minimum Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Untuk mewujudkan industri perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong … mendorong pertumbuhan ekonomi nasional termasuk upaya menggerakkan kegiatan usaha di sektor riil, dibutuhkan permodalan perbankan yang sehat dan kuat. 2. Masih rendahnya jumlah modal Bank yang ada sekarang merupakan salah satu penyebab belum optimalnya peran perbankan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi maupun kegiatan usahanya. Di samping itu, dengan jenis dan kompleksitas kegiatan usaha Bank yang semakin meningkat, berpotensi menyebabkan semakin tingginya risiko yang dihadapi Bank. 3. Rendahnya jumlah modal Bank dan semakin tingginya risiko yang dihadapi Bank, perlu diatasi dengan peningkatan modal Bank. Hal ini menjadi prioritas selaras dengan rencana penerapan Basel II di waktu yang akan datang yang memperhitungkan kecukupan modal Bank sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. 4. Sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, Bank wajib memenuhi jumlah Modal Inti paling kurang sebesar Rp80.000.000.000,00 (delapan puluh miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2007, dan selanjutnya wajib memenuhi jumlah Modal Inti paling kurang sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2010. 5. Kewajiban pemenuhan jumlah Modal Inti sebagaimana dimaksud pada angka 4, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : a. paling kurang sebesar Rp80.000.000.000,00 (delapan puluh miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2007. Selanjutnya, … Selanjutnya, sejak tanggal 31 Desember 2007, Bank harus menjaga dan mengupayakan peningkatan jumlah Modal Inti tersebut. b. Bank yang telah memenuhi jumlah Modal Inti sebagaimana dimaksud pada huruf a, selanjutnya wajib memenuhi jumlah Modal Inti paling kurang sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2010. Selanjutnya, sejak tanggal 31 Desember 2010, Bank harus menjaga jumlah Modal Inti paling kurang sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). II. RENCANA PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM 1. Sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, bagi Bank yang pada saat berlakunya ketentuan ini belum memenuhi jumlah Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka I.4, Direksi Bank wajib menyusun rencana pemenuhan Modal Inti minimum dengan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 2. Rencana pemenuhan Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka 1 antara lain dapat berupa penambahan modal disetor, pertumbuhan modal organik dan merger. Khusus untuk pemenuhan modal dengan cara merger, wajib memperhatikan ketentuan yang berlaku antara lain yang mengatur tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Umum, dan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum. 3. Setelah RUPS menyetujui rencana pemenuhan Modal Inti minimum yang dicantumkan dalam notulen RUPS, rencana dimaksud wajib dituangkan dalam bentuk action plans pemenuhan Modal Inti minimum dengan … dengan mengacu pada Contoh Format Action Plans Pemenuhan Modal Inti Minimum sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1. 4. Notulen RUPS dan action plans pemenuhan Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka 3 wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat: a. tanggal 31 Desember 2005 untuk Bank yang belum go public, dan b. tanggal 28 Februari 2006 untuk Bank yang go public. 5. Rencana pemenuhan Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib dicantumkan dalam rencana bisnis Bank. Khusus untuk tahun 2006, bagi Bank yang go public dan sampai pada saat batas akhir penyampaian rencana bisnis belum memiliki action plans pemenuhan Modal Inti minimum yang disetujui oleh RUPS, diperkenankan menyampaikan rencana bisnis tanpa mencantumkan action plans pemenuhan Modal Inti minimum, namun tetap wajib menyampaikan action plans pemenuhan Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b. 6. Dalam hal Bank akan melakukan perubahan action plans pemenuhan Modal Inti yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia, Bank harus menyampaikan perubahan action plans yang telah disetujui oleh RUPS pada rencana bisnis Bank atau pada perubahannya dengan dilampiri notulen RUPS. 7. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan penyesuaian terhadap action plans pemenuhan Modal Inti minimum yang dimuat dalam rencana bisnis Bank, apabila action plans dimaksud dinilai tidak sesuai dengan kondisi dan kinerja Bank. 8. Untuk … 8. Untuk kebutuhan pemantauan Bank Indonesia, Bank harus menyampaikan laporan realisasi action plans pemenuhan Modal Inti minimum yang terdapat dalam rencana bisnis Bank dengan mengacu pada contoh Realisasi Action Plans Pemenuhan Modal Inti sebagaimana terdapat dalam Lampiran 2. 9. Laporan realisasi action plans sebagaimana dimaksud pada angka 8, disampaikan kepada Bank Indonesia bersama–sama dengan laporan realisasi rencana bisnis triwulan kedua dan keempat. III. PEMBATASAN KEGIATAN USAHA BANK 1. Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, Bank yang tidak memenuhi jumlah Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka I.4, wajib membatasi kegiatan usahanya sebagai berikut: a. tidak melakukan kegiatan usaha sebagai Bank Umum devisa; b. membatasi penyediaan dana per debitur dan atau per kelompok peminjam dengan plafon atau baki debet paling tinggi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia, penyediaan dana kepada Pemerintah dan Bank; c. membatasi jumlah maksimum dana pihak ketiga yang dapat dihimpun Bank sebesar 10 (sepuluh) kali Modal Inti; dan d. menutup seluruh jaringan kantor Bank yang berada di luar wilayah propinsi kantor pusat Bank. 2. Penyediaan dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b adalah penanaman dana sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dalam bentuk kredit, surat berharga, … berharga, surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali, tagihan akseptasi, derivatif kredit, transaksi rekening administratif, tagihan derivatif, potential future credit exposure, penyertaan modal, penyertaan modal sementara dan bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu, tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia, penyediaan dana kepada Pemerintah dan Bank. 3. Sesuai dengan penjelasan Pasal 4 huruf b Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, dalam hal plafon atau baki debet penyediaan dana dimaksud melebihi ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), maka maksimum penyediaan dana yang dapat diberikan Bank dimaksud wajib mengikuti ketentuan BMPK. Contoh: Apabila modal Bank A pada tanggal 31 Desember 2008 sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), maka baki debet kredit maksimum yang dapat dilakukan bank kepada pihak terkait adalah sebesar ketentuan BMPK (Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum) yaitu sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan bukan sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 4. Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c adalah kewajiban Bank kepada penduduk dan bukan penduduk dalam rupiah dan valuta asing meliputi giro dalam rupiah dan valuta asing, simpanan berjangka dalam rupiah dan valuta asing, tabungan dalam rupiah dan kewajiban–kewajiban lainnya rupiah dan valuta asing sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Giro Wajib Minimum. 5. Jumlah … 5. Jumlah maksimum DPK yang dapat dihimpun adalah sebesar 10 (sepuluh) kali dari Modal Inti posisi akhir bulan sebelumnya. 6. Dalam rangka pelaksanaan pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank harus mencantumkan rencana pemenuhan pembatasan kegiatan usaha dimaksud dalam rencana bisnis Bank untuk tahun setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka I.4. 7. Sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, pemenuhan kewajiban pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib dilakukan paling lambat: a. tanggal 31 Desember 2008, bagi Bank yang tidak memenuhi jumlah Modal Inti minimum sebesar Rp80.000.000.000,00 (delapan puluh miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2007, dan b. tanggal 31 Desember 2011, bagi Bank yang tidak memenuhi Modal Inti minimum sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2010. IV. TATA CARA PEMBATASAN KEGIATAN USAHA BANK 1. Pengumuman Pembatasan Kegiatan Usaha. a. Bank yang tidak memenuhi jumlah Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka I.4 mengumumkan hal–hal sebagai berikut: 1) penghentian kegiatan usaha sebagai Bank Umum Devisa; 2) pembatasan penyediaan dana per debitur dan atau per kelompok peminjam dengan plafon atau baki debet paling tinggi sebesar … sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia, penyediaan dana kepada Pemerintah dan Bank; dan 3) alamat jaringan kantor Bank yang akan ditutup; yang paling lambat dilakukan sesuai dengan batas waktu yang diatur pada angka III.7. b. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan pada hari kerja berikutnya setelah batas waktu yang diatur pada angka I.4. c. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf a dimuat pada surat kabar yang mempunyai peredaran luas di tempat kedudukan kantor pusat Bank dan diumumkan di setiap kantor Bank. 2. Penyelesaian Posisi yang Terkena Pembatasan Kegiatan Usaha. Bank yang tidak memenuhi jumlah Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka I.4 wajib menyelesaikan seluruh posisi yang terkena pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka III.1, paling lambat sesuai dengan batas waktu yang diatur pada angka III.7. 3. Penutupan Jaringan Kantor Bank. a. Bank yang tidak memenuhi jumlah Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka I.4 wajib menutup jaringan kantor sebagaimana dimaksud pada angka III.1 huruf d, paling lambat sesuai dengan batas waktu yang diatur pada angka III.7. b. Persyaratan dan tata cara penutupan kantor cabang, kantor dengan status di bawah kantor cabang dan penghentian kegiatan kas di luar kantor Bank dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Bank Umum. 4. Pelaporan … 4. Pelaporan kepada Bank Indonesia. Bank yang tidak memenuhi jumlah Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka I.4 wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia: a. bukti pengumuman sebagaimana yang dimaksud pada angka 1; b. langkah–langkah penyelesaian posisi yang terkena pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan penutupan jaringan kantor sebagaimana dimaksud pada angka 3; dan c. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh transaksi yang terkena pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka III.1 kepada nasabah dan pihak lain akan diselesaikan dan apabila terdapat tuntutan dikemudian hari menjadi tanggung jawab Direksi Bank untuk dan atas nama Bank; paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal pengumuman di surat kabar. V. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN ACTION PLANS KEPADA BANK INDONESIA 1. Notulen RUPS dan action plans pemenuhan Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka II.4, laporan realisasi action plans pemenuhan Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka II.9, dan dokumen–dokumen sebagaimana dimaksud pada angka IV.4 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl.M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor … b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 2. Khusus untuk dokumen–dokumen sebagaimana dimaksud pada angka IV.4 huruf a dan huruf c disampaikan pula kepada Direktorat Perijinan dan Informasi Perbankan, Jl.M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110. VI. SANKSI 1. Bank yang tidak menyampaikan action plans pemenuhan Modal Inti minimum paling lambat: a. tanggal 31 Desember 2005 untuk Bank yang belum go public, dan b. tanggal 28 Februari 2006 untuk Bank yang go public. dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja sampai dengan Bank memenuhi ketentuan ini, dengan maksimum Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 2. Bank yang tidak memenuhi ketentuan Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka I.4 namun tidak membatasi kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada angka III.1 paling lambat sesuai dengan batas waktu sebagaimana diatur pada angka III.7, dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) Undang– Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain berupa: a. kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari sampai dengan Bank memenuhi ketentuan ini; b. pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan atau c. larangan turut serta dalam kegiatan kliring. VII. PENUTUP … VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 17 Oktober 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/48/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum </reg_title> <set_date> 14 Oktober 2005 </set_date> <effective_date> 17 Oktober 2005 </effective_date> <related_reg> '6/25/PBI/2004', '7/15/PBI/2005' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 14/ 2 /DPM Jakarta, 4 Januari 2012 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING Perihal : Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/5/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4715) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/xx1x/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 2 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5270) dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/ xx1x /DPM tanggal 4 Januari 2011 perihal Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah, perlu untuk menetapkan ketentuan mengenai Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Bank Konvensional adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor … 2 Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Bank Asing adalah bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah, tidak termasuk kantor bank dari bank berbadan hukum Indonesia yang beroperasi di luar negeri. 5. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang selanjutnya disebut Perusahaan Pialang adalah Perusahaan Pialang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pialang pasar uang rupiah dan valuta asing. 6. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disingkat PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing. 7. Instrumen PUAS adalah instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh BUS atau UUS yang digunakan sebagai sarana transaksi di PUAS. 8. Sertifikat Investasi Mudaharabah Antarbank yang selanjutnya disingkat SIMA adalah sertifikat yang diterbitkan oleh BUS atau UUS yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah. 9. Mudharabah … 3 9. Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya. 10. Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. 11. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. II. KARAKTERISTIK DAN PERSYARATAN PENERBITAN SIMA SIMA mempunyai karakteristik dan persyaratan sebagai berikut : 1. Diterbitkan dengan menggunakan akad Mudharabah. 2. Dapat diterbitkan dalam rupiah maupun valuta asing. 3. Dapat diterbitkan dengan atau tanpa warkat (scripless). 4. Berjangka waktu satu hari (overnight) sampai dengan 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari. 5. Dapat dialihkan kepemilikannya sebelum jatuh waktu. 6. Dapat diterbitkan berdasarkan aset yang memiliki imbal hasil tetap dan/atau aset yang memiliki imbal hasil tidak tetap. 7. Dapat diterbitkan paling banyak sebesar nilai aset yang menjadi dasar penerbitannya. III. MEKANISME … 4 III. MEKANISME TRANSAKSI 1. SIMA diterbitkan oleh BUS atau UUS. 2. SIMA dapat dibeli oleh BUS, UUS, Bank Konvensional, atau Bank Asing. 3. SIMA dapat dialihkan kepemilikannya sebelum jatuh waktu dengan menggunakan akad jual beli (al bai’) pada harga yang disepakati. 4. Penjual SIMA dapat berjanji (al wa’d) untuk membeli kembali SIMA yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud pada angka 3 pada harga yang disepakati di awal. 5. Transaksi pembelian SIMA dan transaksi penjualan SIMA dapat dilakukan secara langsung dan/atau melalui Perusahaan Pialang. 6. Dalam hal transaksi dilakukan melalui Perusahaan Pialang sebagaimana dimaksud pada angka 5, penggunaan Perusahaan Pialang oleh BUS atau UUS menggunakan akad Ju’alah. 7. Penerbit SIMA menginformasikan kepada pembeli SIMA antara lain : a. nilai nominal investasi; b. jangka waktu investasi; c. nisbah (bagi hasil); d. jenis aset yang menjadi dasar penerbitan SIMA yaitu aset yang memiliki imbal hasil tetap atau aset yang memiliki imbal hasil tidak tetap; dan e. tingkat imbal hasil SIMA yang akan didistribusikan atau indikasi tingkat imbalan SIMA sebelum didistribusikan pada bulan terakhir, sesuai dengan jenis aset yang menjadi dasar penerbitan SIMA. 8. Dalam hal terjadi pengalihan kepemilikan SIMA, pembeli SIMA terakhir harus memberitahukan kepada penerbit SIMA. 9. Informasi … 5 9. Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 8 digunakan oleh penerbit SIMA dalam membayar nominal investasi pada saat jatuh waktu dan pembayaran imbalan. IV. PENYELESAIAN TRANSAKSI 1. Pada saat SIMA diterbitkan, pembeli SIMA melakukan transfer dana kepada penerbit SIMA sebesar nilai nominal SIMA. 2. Pada saat SIMA jatuh waktu, penerbit SIMA melakukan transfer dana kepada pembeli SIMA: a. sebesar nilai nominal SIMA ditambah imbalan, untuk SIMA yang diterbitkan dengan dasar aset yang memiliki imbal hasil tetap. b. sebesar nilai nominal SIMA, untuk SIMA yang diterbitkan dengan dasar aset yang memiliki imbal hasil tidak tetap 3. Untuk SIMA yang diterbitkan dengan dasar aset yang memiliki imbal hasil tidak tetap sebagaimana dimaksud pada butir 2.b., pembayaran imbalan dilakukan pada hari kerja pertama bulan berikutnya setelah SIMA jatuh waktu. 4. Pada saat SIMA dialihkan kepemilikannya sebelum jatuh waktu dengan menggunakan akad jual beli (al bai’), pembeli SIMA melakukan transfer dana kepada penjual SIMA sebesar harga yang disepakati. 5. Dalam hal SIMA dialihkan kepemilikannya sebelum jatuh waktu dengan akad jual beli (al bai’) dan penjual SIMA berjanji (al wa’d) untuk membeli kembali SIMA yang telah dialihkan tersebut, maka dilakukan hal-hal sebagai berikut : a. Pada awal transaksi, para pihak yang bertransaksi menyepakati harga pada saat penjualan SIMA dan harga pada saat jatuh waktu janji (al wa’d) untuk membeli kembali . b. Penjual … 6 b. Penjual SIMA berjanji (al wa’d) untuk membeli kembali SIMA dengan menandatangani dokumen janji untuk membeli kembali yang terpisah dari dokumen perjanjian jual beli. c. Pada saat penjualan SIMA, pembeli SIMA melakukan transfer dana kepada penjual SIMA sebesar harga yang disepakati. d. Pada saat jatuh waktu janji (al wa’d) untuk membeli kembali, penjual SIMA melakukan transfer dana kepada pembeli SIMA sebesar harga yang disepakati di awal. V. PELAPORAN BUS, UUS, atau Bank Konvensional yang melakukan transaksi SIMA wajib melaporkan transaksi SIMA kepada Bank Indonesia melalui Sistem LHBU sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai LHBU. VI. PENUTUP Dengan diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/8/DPM tanggal 30 Maret 2007 perihal Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 4 Januari 2012. er 2008 Agar … 7 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/2/DPM|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank </reg_title> <set_date> 4 Januari 2012 </set_date> <effective_date> 4 Januari 2012 </effective_date> <replaced_reg> '9/8/DPM|SE-BI/2007' </replaced_reg> <related_reg> '14/1/DPM|SE-BI/2011', '9/5/PBI/2007', '14/1/PBI/2012' </related_reg>
No.4/ 18 /DPM Jakarta, 18 November 2002 SURAT EDARAN Perihal : Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI /2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4243) dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai pelaksanaan dan penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI). I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha perbankan konvensional; 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut dengan OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter; 3. Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) adalah fasilitas yang diberikan Bank Indonesia kepada Bank untuk menempatkan dananya di Bank Indonesia dalam rangka kegiatan Operasi Pasar Terbuka; 4. Rekening Giro adalah rekening dana Rupiah milik Bank di Bank Indonesia; 5. Pialang ….. 2 5. Pialang adalah pialang pasar uang dan perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia; 6. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana secara elektronik antar Bank dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan per transaksi secara individual sesuai dengan ketentuan yang berlaku. II. KARAKTERISTIK, PRINSIP DAN PERSYARATAN FASBI A. Karakteristik 1. Jangka waktu FASBI maksimum 7 (tujuh) hari dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu. 2. Nilai Diskonto dan Nilai Tunai transaksi dihitung berdasarkan rumus diskonto murni (true discount) sebagai berikut: Nilai Nominal x 360 Nilai Tunai = ------------------------------------------------------------- 360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)} Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai 3. Bank Indonesia tidak menerbitkan warkat (bukti kepemilikan) dalam FASBI melainkan bukti pendebetan atau pengkreditan Rekening Giro Bank berupa confirmation advice pada Sistem BI-RTGS sebagai bukti transaksi yang bersangkutan. 4. FASBI tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat diagunkan, dan tidak dapat dicairkan sebelum jatuh waktu. B. Prinsip ….. 3 B. Prinsip dan Persyaratan 1. Bank Indonesia dapat menyediakan FASBI setiap saat apabila dianggap perlu. 2. Tingkat diskonto FASBI ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3. Pihak yang dapat bertransaksi dalam FASBI adalah Bank untuk kepentingan sendiri dan pihak lain (Bank), dan Pialang untuk kepentingan Bank. 4. Bank dan Pialang mengajukan transaksi FASBI kepada Bank Indonesia melalui sarana Automatic Bidding System (ABS). 5. Penyelesaian transaksi FASBI dilaksanakan pada hari transaksi (same-day settlement). 6. Bank wajib memiliki saldo yang mencukupi pada Rekening Giro untuk penyelesaian transaksi FASBI dengan ketentuan: a. Bank yang mengajukan penawaran langsung bertanggung jawab terbatas pada jumlah FASBI untuk kepentingan sendiri; dan b. Bank yang mengajukan penawaran melalui Bank lain atau Pialang bertanggung jawab atas jumlah FASBI yang diajukan untuk kepentingan Bank yang bersangkutan. 7. Pejabat yang berwenang (authorized dealer) yang telah mendapatkan User Unique Identification (UUID) pada transaksi lelang SBI dapat mengikuti FASBI. Dalam hal belum terdapat pejabat dimaksud, Bank dan Pialang wajib menyampaikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) nama pejabat yang berwenang dan UUID kepada Bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter (OPU-DPM), Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No 2 Jakarta 10110, dengan menggunakan formulir 1.a sebagaimana contoh pada lampiran 2. 8. Dalam ….. 4 8. Dalam hal terjadi perubahan pejabat yang berwenang (authorized dealer) dan atau UUID sebagaimana dimaksud pada angka 7, Bank dan Pialang wajib melaporkan perubahan tersebut kepada Bagian OPU-DPM, Bank Indonesia Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10110, dengan menggunakan formulir 1.b sebagaimana contoh pada lampiran 3. Laporan dimaksud wajib disampaikan ke Bank Indonesia selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum pejabat yang bersangkutan melakukan transaksi. III. TATA CARA PELAKSANAAN FASBI 1. Bank Indonesia mengumumkan rencana FASBI melalui sarana ABS, PIPU atau sarana lainnya pada hari transaksi yang meliputi tingkat transaksi dan atau kuantitas yang akan ditransaksikan dan atau jangka waktu transaksi. 2. Penyediaan FASBI dimulai sejak pengumuman rencana transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan pukul 16.30 WIB. Dalam hal dianggap perlu, Bank Indonesia dapat menetapkan waktu penutupan transaksi yang lebih awal dari pukul 16.30 WIB. 3. FASBI diajukan kepada Bagian OPU-DPM, Bank Indonesia, oleh : a. Kantor Pusat Bank: 1) diskonto bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); 2) bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Kantor Bank Indonesia (KBI) namun tidak memiliki kantor cabang di wilayah KPBI. b. Kantor cabang Bank yang berada di wilayah KPBI, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah KBI. Penunjukan kantor cabang Bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bagian OPU-DPM, Bank Indonesia, selambat- ….. 5 selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum melakukan transaksi FASBI dan tetap berlaku sampai ada surat pencabutan penunjukan dimaksud. c. Pialang yang memiliki sarana ABS. 4. Bank yang tidak memiliki ABS dapat mengajukan transaksi FASBI melalui Bank atau Pialang. Bank dimaksud wajib menyampaikan konfirmasi kepada Bagian OPU selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) menit setelah batas waktu penyediaan FASBI sebagaimana dimaksud angka 1 melalui Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau telepon yang ditegaskan dengan faksimili dengan menggunakan formulir sebagaimana terlampir dalam lampiran 4. 5. Pengajuan FASBI bersifat final dan tidak dapat dibatalkan. 6. Pengajuan FASBI mencakup kuantitas dan tingkat diskonto menurut jangka waktu. 7. Bank atau Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data transaksi FASBI yang diajukan, dan Pialang dilarang mengajukan untuk kepentingan diri sendiri. 8. Pengajuan kuantitas transaksi yang diajukan sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap jangka waktu. 9. Bank Indonesia mengumumkan transaksi FASBI yang diterima kepada Bank dan Pialang melalui sarana ABS. 10. Tata cara pengajuan transaksi FASBI melalui sarana ABS mengikuti mekanisme dalam Standard Operating Procedure (SOP) ABS sebagaimana diatur dalam Lampiran 1. IV. TATA ….. 6 IV. TATA CARA PENYELESAIAN TRANSAKSI 1. Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi FASBI pada hari transaksi (same day settlement). 2. Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi FASBI dengan cara mendebet sebesar nilai nominal transaksi FASBI yang diterima dan selanjutnya mengkredit sebesar nilai diskonto pada Rekening Giro milik Bank peserta transaksi di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 3. Dalam hal pada hari penyelesaian transaksi FASBI, saldo Rekening Giro Bank tidak mencukupi untuk menutup pendebetan sebesar nilai nominal maka transaksi FASBI yang diterima dinyatakan batal. V. PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal pada waktu penyelesaian transaksi FASBI, saldo Rekening Giro Bank yang bersangkutan tidak mencukupi sebagaimana dimaksud pada butir IV.3 , Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis; dan b. sanksi kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi yang dinyatakan batal atau sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah); dan c. penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam hal Bank telah dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b di atas sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. 2. Pengenaan sanksi berupa kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. VI. PENCAIRAN ….. 7 VI. PENCAIRAN FASBI Pada saat FASBI jatuh waktu, Bank Indonesia melakukan penyelesaian pencairan FASBI sebesar nilai nominal pada tanggal jatuh waktu transaksi FASBI dengan mengkredit Rekening Giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. VII. CONTINGENCY PLAN Dalam hal terjadi gangguan pada sistem yang terkait dengan sarana ABS yang disebabkan oleh hal-hal di luar kendali Bank Indonesia, tata cara pelaksanaan transaksi dilakukan sebagaimana SOP ABS dalam lampiran 1. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 25 November 2002. . Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Ttd TARMIDEN SITORUS DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN -1 STANDARD OPERATING PROCEDURE AUTOMATIC BIDDING SYSTEM (SOP-ABS) FASILITAS SIMPANAN BANK INDONESIA (FASBI) DIREKTORAT PENGELOLAAN MONETER Perhatian : Gambar yang menunjukkan layar ABS Bloomberg merupakan hak milik/hak paten sepenuhnya dari Bloomberg LP yang digunakan sebagai contoh dalam SOP ini untuk mempermudah penggunaan sistem ABS. 1 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- BAB 1 MEMBUKA DAN MENUTUP SISTEM ABS Merupakan langkah awal yang dilakukan setiap memulai atau akan mengakhiri penggunaan sistem Bloomberg. Petugas atau pejabat yang berwenang harus memiliki username dan password yang diberikan oleh Bloomberg dengan cara mendaftarkan diri melalui terminal Bloomberg yang terdapat pada masing-masing Bank/Pialang. Harap diperhatikan bahwa setiap Petugas/Dealer harus memelihara dan menjaga username dan password-nya masing-masing. Hal ini diperlukan mengingat masa berlaku username dan password adalah selama 8 (delapan) minggu sejak pemakaian terakhir. 1.1. Petugas/Pejabat yang Berwenang Yaitu dealer yang telah mendaftarkan diri dan telah diotorisasi oleh Bank Indonesia (Enabled Authorized Dealers). Setiap bank mempunyai maksimal 3 (tiga) Enabled Authorized Dealer yang dapat masuk pada menu utama ABS. 1.2. Prosedur Pelaksanaan 1. Buka sistem LOGIN NAME PASSWORD kemudian tekan tombol <GO> atau enter. 2. Masuk ke menu ABS Tik INTS <GO> pada pojok kiri atas screen Bloomberg. Akan muncul menu pilihan yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan. 3. Merubah Password Password dapat diubah melalui menu UUF <GO>. Ketik password lama, masukkan password yang baru. 4. Tutup sistem Dengan cara mengetik kata LOGOFF <GO> pada pojok kiri atas screen Bloomberg, atau menekan tombol CONN DFLT (tombol warna merah) pada keyboard Bloomberg. user password 2 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- BAB 2 PENGUMUMAN RENCANA FASBI 2.1. Waktu pengumuman : Pada hari yang sama sebelum pelaksanaan transaksi dimulai. 2.2. Tata cara melihat pengumuman : Pengumuman rencana transaksi FASBI dapat dilihat dengan cara: 1. Buka sistem Bloomberg. 2. Akan terlihat tanda e-mail message Bloomberg yang berkedip yang menandakan adanya pengumuman. 3. Klik tanda berkedip tersebut atau tik MSG <GO> kemudian pilih pesan dari Bank Indonesia. Pesan akan mencakup : • Tender Name : Jenis transaksi (misal : FASBI tgl dd/mm/yy) • Tender Number • Bids begin • Close • Results • Settlement • Issue • Amount (Amt) • Free Format Text : Nomor register yang secara otomatis dibuat oleh Bloomberg. : Tanggal (mm/dd/yy) dan waktu (WIB) transaksi dimulai : Tanggal (mm/dd/yy) dan waktu (WIB) transaksi ditutup : Waktu (WIB) pengumuman hasil transaksi : Tanggal (mm/dd/yy) penyelesaian transaksi : Jangka waktu transaksi. : Tidak terbatas atau 999999999. Perhatikan tanda M yang berarti ribuan dan MM yang berarti jutaan. : Informasi tambahan yang berhubungan dengan transaksi, misalnya tingkat diskonto perjangka waktu yang berlaku saat transaksi. Gambar : layar ABS Bloomberg melihat pengumuman 3 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- BAB 3 PELAKSANAAN TRANSAKSI FASBI 3.1. Prosedur Pelaksanaan Transaksi 1. Masuk ke menu utama ABS dengan mengetik INTS <GO> kemudian pilih menu yang diinginkan pada sisi Primary Dealers atau tik INMT <GO>. Layar komputer akan menampilkan semua daftar tender surat berharga (List of Tender), sebagaimana gambar di bawah ini : 2. Pilih/klik jenis transaksi yang dimaksud dengan cara mengetik nomor urut transaksi tersebut dan tekan <GO>. 3. Layar komputer akan menampilkan “Multiple Bid Entry” yang merupakan kolom/field untuk pengisian data transaksi, yang juga berisi informasi : • • • nama/jenis sekuritas (misal : FASBI tgl dd/mm/yy), waktu penutupan transaksi, sisa waktu transaksi yang tersedia. Jika waktu transaksi berakhir, pesan sisa waktu akan berubah menjadi pesan “expired”. 4. Mengisi tabel “Multiple Bid Entry” dengan cara : a. Kolom AMT : untuk mengisi jumlah nominal transaksi. M berarti dalam ribuan rupiah (000 Rupiah), MM berarti dalam jutaan Rupiah (000000 Rupiah). Contoh: apabila kolom AMT tertulis AMT (MM) dan peserta akan mengajukan nominal Rp 1 milyar, maka peserta memasukkan jumlah 1000. 4 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- b. Kolom Discount : untuk mengisi tingkat diskonto yang diajukan. Dalam hal ini parameter tingkat diskonto telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Kolom Spread : tidak perlu diisi. d. Kolom Securities : menampilkan jenis FASBI per jangka waktu pada hari yang bersangkutan. e. Baris Note : untuk mengisi informasi nama bank (khusus Pialang). Pilih jangka waktu yang dikehendaki dengan cara meng-klik jenis jangka waktu pada kotak securities disebelah kanan. Gambar : layar ABS Multiple Bid Entry 5. Mengirim data transaksi. Setelah mengisi secara lengkap pada setiap halaman “Multiple Bid Entry”, tekan <GO> dan diikuti dengan 99 <GO> untuk mengirim data transaksi. Apabila data transaksi lebih dari satu halaman, maka sebelum pindah ke halaman berikutnya harus didahului dengan menekan <GO> diikuti dengan 99 <GO>. Setiap ada penambahan data transaksi, HARUS dengan cara mengisi pada baris isian (field row) berikutnya. JANGAN mengubah data pada jumlah yang telah terkirim dan berstatus kirim (sent). 6. Melihat ringkasan transaksi. Semua data transaksi yang telah dikirim dapat dilihat dengan cara mengklik atau mengetik BAUC <GO> dari menu utama INTS. Rincian transaksi secara individual 5 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- dapat dilihat dengan cara meng-klik/sorot transaksi individual dimaksud. Fasilitas ini dapat digunakan sebagai deal ticket untuk keperluan back office atau audit trial. Gambar : layar ABS ringkasan transaksi pada menu BAUC. Gambar : layar ABS detail transaksi (dapat digunakan sebagai deal ticket) 7. Setelah transaksi ditutup dan telah dilakukan finalisasi oleh Bank Indonesia, maka Peserta Transaksi dapat melihat hasil pada menu INAL <GO> Final Allocation. Pada tahap ini transaksi dinyatakan Deal Done. Peserta Transaksi dapat menghitung sendiri nilai tunai (self assesment) dari nominal transaksi yang telah diajukan atau yang tertera pada layar. 6 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3.2. Mengirim Data Bank Bagi Pialang Pasar Uang. Para Pialang yang melakukan transaksi untuk kepentingan Bank dengan sarana ABS, wajib menyertakan “Daftar Rincian FASBI” dalam format excel yang harus dikirim selambat-lambatnya 15 menit setelah transaksi ditutup dengan cara sebagai berikut : 1. Mengisi “Daftar Rincian FASBI” dalam format excel (template). Program entry data rincian ini dibuat dengan menggunakan program Excel versi MS 2000 bernama RINCIAN.XLS. Program ini dapat dijalankan dari Diskdrive maupun dari Hardisk. Isi form dengan lengkap dan benar sesuai dengan kolom yang tersedia, dengan cara: a. Jalankan program Excel, buka file RINCIAN.xls b. Apabila pada komputer yang digunakan terpasang program antivirus, maka sistem akan memberitahu pada kotak pesan, pilih Enable Macros. klik disini c. Isi semua data dengan ketentuan sebagai berikut : Field Data Ketentuan Tender Number Sesuai dengan Tender Number transaksi berjalan yang diberikan oleh ABS Bloomberg Nama Pialang/Bank Untuk Pialang isi dengan nama pialang yang bersangkutan. Bagi Bank yang berfungsi untuk meneruskan transaksi bank lain, isi dengan nama bank yang bersangkutan. Bank Pembayar Isi dengan nama Bank yang akan di debet sebagai bank pembayar. Nama Nasabah kosongkan Jumlah digit Numeric(3) - - - 7 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- Field Data No. Nasabah Sub-Registry Nominal kosongkan kosongkan, pilih tanda ‘-‘ Isi Nilai Nominal dalam jutaan rupiah Tingkat Diskonto Isi dengan Tingkat Diskonto sesuai dengan jangka waktunya. Penulisan angka desimal dipisahkan dengan tanda titik. Jangka Waktu Isi dengan jangka waktu yang sesuai Gunakan tombol Tab untk berpindah ke field data berikutnya. Ketentuan Jumlah digit - - Numeric Numeric(6) Numeric(2) d. Setelah semua data terisi klik tombol Add, data akan ter-copy ke sheet Data_RincianPeserta. Dengan demikian apabila akan melakukan perubahan atau koreksi data nasabah, harus dengan cara mengaktifkan kembali kotak dialog. JANGAN menghapus atau merubah data secara langsung pada sheet Data_Rincian Peserta. e. Apabila masih ada tambahan data, ulangi langkah c dan d, bila tidak ada tekan tombol X pada pojok kanan atas kotak dialog untuk menutup. f. Apabila ingin mengaktifkan kembali kotak dialog pada sheet Dialog, klik kanan mouse pada/diatas kotak dialog diikuti dengan klik pilihan Run Dialog. Kotak dialog dapat segera digunakan untuk mengisi data selanjutnya. g. Tombol-tombol lain yang ada pada form ini adalah : • Tombol Remove : digunakan untuk menghapus satu record data • Tombol Previous : digunakan untuk menuju ke data sebelumnya • Tombol Next : digunakan untuk menuju ke data berikutnya. 8 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- 2. Simpan file perjangka waktu ke dalam disket atau hardisk pada direktori tertentu dengan nama yang spesifik sehingga mudah dicari kembali C:/FASBIpagi/soretenor-namapialang(5 karakter)-ddmmyy.xls (contoh : FASBIpagi7-abcde-090902). Pastikan bahwa jumlah nominal pada sheet Data_Rincian Peserta, sheet SPTI/SPLS dan nominal pada ABS Bloomberg sudah sama. 3. Kirim file kepada Bank Indonesia. Pada layar Bloomberg, klik kanan pada mouse, kemudian pilih Send File untuk proses up load file excel dalam bentuk attachment. 4. Temukan dan buka file yang telah disimpan seperti pada butir 2 untuk melakukan proses up-loading. Proses up-load file dapat dilakukan secara sekaligus dengan cara memilih beberapa file yang akan di up-load. 5. Setelah proses up loading tersebut selesai yang ditandai dengan pesan bar berwarna hijau, tik PFM <GO>. Pada layar, muncul menu PERSONAL FILE MANAGER. 6. Pilih file yang akan dikirim pada daftar file, sambil menekan (klik) mouse, pilih SEND FILE VIA MESSAGE 7. Pada kolom yang tersedia, tik alamat Bank Indonesia pada Bloomberg message : BANK INDONESIA <GO> kemudian pilih/klik BANK INDONESIA MMK- OPERATION. Agar tidak perlu melakukan pengiriman e-mail berulang kali sebanyak jumlah file yang akan dikirim, e-mail Bloomberg dapat mengirim file attachment sekaligus (multiple attachment), dengan cara memilih (klik) file yang telah di-upload pada kotak sebelah kiri. File yang terpilih akan berubah warna menjadi kuning. 8. Subject pada menu message diisi: RincianFASBI(tenor)-NamaBank–dd/mm/yy. 9. Tekan <GO> diikuti angka 1 <GO> untuk mengirim. Bank yang mengajukan transaksi FASBI, HANYA untuk dan atas nama diri sendiri, TIDAK PERLU mengisi dan mengirim file excel data rincian transaksi, namun cukup mengisi data transaksi pada terminal ABS Bloomberg. yaitu 9 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- BAB 4 RENCANA KONTINJENSI (ABS OUTAGE PROCEDURES) 4.1. Definisi dan langkah umum pelaksanaan 1. Rencana kontinjensi merupakan prosedur standar yang disusun untuk menghadapi kemungkinan adanya gangguan yang menyebabkan terjadinya kegagalan dalam pelaksanaan kegiatan OPT yang terotomasi. 2. Gangguan yang menyebabkan terjadinya kegagalan dimaksud dapat terjadi pada sistem dan/atau saluran komunikasi. 3. Bloomberg Helpdesk di Singapore bertindak sebagai pusat informasi dua arah pada semua level gangguan yang dilaporkan oleh User (Bank Indonesia dan peserta ABS). Setelah menerima laporan kerusakan dan memetakan permasalahan yang terjadi, Bloomberg Helpdesk akan memberikan alternatif solusi penyelesaian gangguan beserta toleransi waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian gangguan tersebut (Estimated Time Arrival/ETA). 4. Bank Indonesia akan menentukan pilihan kegiatan yang harus dilakukan berdasarkan alternatif solusi dari Bloomberg Helpdesk dan menginformasikannya kepada semua peserta transaksi melalui Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon). 5. Alternatif pilihan kegiatan sesuai dengan tingkatannya terdiri dari : a. Memperpanjang window time OPT b. Menggunakan sistem lama (RMDS dan Telepon) 6. Bank Indonesia mengumumkan terjadinya gangguan kepada seluruh peserta transaksi melalui Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon). 4.2. Jenis-jenis gangguan dan kegiatan penanggulangan 4.2.1 Gangguan pada Bloomberg auto-ex host Merupakan gangguan yang terjadi pada server Bond Auction System Bloomberg di New York yang menyebabkan tidak berfungsinya ABS. Prosedur yang dilakukan adalah: 1. Bloomberg Console Room di New York akan menghubungi Bloomberg Helpdesk di Singapore dan memberikan informasi mengenai kapan sistem akan kembali berfungsi. 2. Bloomberg Helpdesk akan menghubungi memberitahukan adanya gangguan dan ETA. 3. Bank Indonesia akan menentukan langkah kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihan alternatif seperti tersebut pada sub bab 4.1. butir 5. 10 Bank Indonesia untuk Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- 4. Bank Indonesia mengumumkan kepada peserta ABS melalui Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon). 4.2.2. Bank Indonesia dan/atau Peserta Transaksi tidak dapat menjalankan fungsi- fungsi pada ABS. Merupakan gangguan yang terjadi dimana fungsi-fungsi pada ABS tidak dapat dijalankan oleh Bank Indonesia dan/atau Peserta Transaksi. Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Peserta Ttransaksi menghubungi Bloomberg menghubungi Bank Indonesia yang kemudian gangguan tersebut kepada Bloomberg Helpdesk. 2. Bloomberg Helpdesk akan menghubungi Console Room untuk kemudian menemukan dan memperbaiki gangguan yang terjadi serta memberitahukan ETA yang paling memungkinkan. 3. Bank Indonesia akan menentukan langkah kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihan alternatif seperti tersebut pada sub bab 4.1. butir 5. 4. Bank Indonesia mengumumkan kepada Peserta Transaksi melalui Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon). 4.2.3. Gangguan pada saluran komunikasi Peserta Transaksi Merupakan gangguan pada saluran komunikasi leasedline (DOV) yang menyebabkan hubungan antara BI dan Peserta Transaksi dengan host Bloomberg tidak dapat berjalan dengan baik sehingga Peserta Transaksi tidak dapat melakukan entry data ke dalam ABS. Gangguan ini dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi : A. Gangguan yang bersifat menyeluruh (mayor) Merupakan gangguan yang terjadi pada hampir seluruh Peserta Transaksi yang diperkirakan akan mengganggu kelancaran pelaksanaan OPT secara keseluruhan. Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Setelah mendapat laporan gangguan dari Peserta Transaksi, Bloomberg Helpdesk akan menghubungi Bank Indonesia untuk memberitahukan klasifikasi gangguan dan ETA. 2. Bank Indonesia akan menentukan langkah kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihan alternatif seperti tersebut pada sub bab 4.1 butir 5. Helpdesk atau meneruskan dapat laporan 11 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- 3. Bank Indonesia mengumumkan kepada Peserta Transaksi Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon). melalui B. Gangguan yang bersifat minor Merupakan gangguan yang terjadi pada sebagian kecil Peserta Transaksi sehingga tidak dapat melakukan entry data ke dalam ABS. Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Peserta Transaksi melaporkan gangguan tersebut kepada Bloomberg Helpdesk yang selanjutnya meneruskan laporan tersebut kepada Bank Indonesia yang disertai dengan pemberitahuan mengenai klasifikasi gangguan dan ETA. 2. Apabila sampai dengan 1 jam sebelum tutup waktu transaksi FASBI perbaikan belum selesai, maka Bank Indonesia dapat menyarankan agar Peserta Transaksi mengajukan data transaksi melalui pialang. 12 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/18/DPM tanggal 18 November 2002 ------------------------------------------------------------------------------------------------------ LAMPIRAN-2 Formulir 1-a BI-SPS Daftar Pejabat Yang Berwenang Melakukan Transaksi FASBI dengan Menggunakan Sarana ABS Nomor : Nama Bank/Peserta Daftar pejabat yang berwenang melakukan transaksi FASBI dengan menggunakan sarana ABS: No. N a m a 1. 2. 3. Jabatan Resmi UUID Tanda Tangan Pejabat yang Berwenang : Formulir disahkan oleh pejabat yang berwenang dan bertindak atas nama perusahaan sesuai AD/ART Perusahaan disertai stempel perusahaan. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/18/DPM tanggal 18 November 2002 ------------------------------------------------------------------------------------------------------ LAMPIRAN-3 Formulir 1-b BI-SPS Perubahan Daftar Pejabat Yang Berwenang Melakukan Transaksi FASBI dengan Menggunakan Sarana ABS Nomor : Nama Bank/Peserta Daftar lama pejabat yang berwenang: No. N a m a 1. 2. 3. Daftar baru pejabat yang berwenang No. N a m a 1 2 3 Jabatan Resmi UUID Jabatan Resmi UUID Tanda Tangan Pejabat yang Berwenang : Formulir disahkan oleh pejabat yang berwenang dan bertindak atas nama perusahaan sesuai AD/ART Perusahaan disertai stempel perusahaan. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/18/DPM tanggal 18 November 2002 ------------------------------------------------------------------------------------------------------ LAMPIRAN-4 K O N F I R M A S I P E N A W A R A N T R A N S A K S I Kepada : B A N K I N D O N E S I A c.q. Bagian Operasi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 Dari : Bank ……………………………… Perihal : Konfirmasi Transaksi FASBI transaksi FASBI Dengan ini kami menyampaikan konfirmasi mengenai pengajuan penawaran melalui Bank/Pialang Pasar Bank/Pialang) untuk transaksi FASBI tanggal: ……………………… Apabila pengajuan penawaran kami diterima maka untuk penyelesaian transaksi dapat didebet pada Rekening Giro kami di Bank Indonesia. Adapun total transaksi yang kami ajukan adalah sebagai berikut: No. Jangka Waktu Tingkat Diskonto Total Transaksi Modal/Uang : (Diisi Nama Jumlah: Demikian kami sampaikan konfirmasi transaksi FASBI dan terima kasih atas perhatiannya. Jakarta, ………………………. Nama Bank Tanda tangan; dan Nama pejabat yang berwenang
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/18/DPM|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) dalam rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 18 November 2002 </set_date> <effective_date> 25 November 2002 </effective_date> <related_reg> '4/9/PBI/2002' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 3/ 17 /DPNP Jakarta, 27 Juli 2001 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.3/8/DPNP tanggal 16 Maret 2001 tentang Bank Umum Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No.3/8/DPNP tanggal 16 Maret 2001 perihal Bank Umum untuk memudahkan dalam pelaksanaan ketentuan mengenai Alamat Penyampaian Permohonan Izin Atau Rencana Dan Laporan dalam angka III dan pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia dalam Lampiran B perlu diubah menjadi sebagai berikut : I. Ketentuan dalam angka III diubah sehingga keseluruhan Angka III berbunyi sebagai berikut: III. PENYAMPAIAN PERMOHONAN IZIN ATAU RENCANA DAN LAPORAN. 1. Penyampaian permohonan izin yang diajukan kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia, Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP), dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110. 2. Penyampaian… 2. Penyampaian laporan pelaksanaan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diajukan kepada Bank Indonesia, Up. Direktorat Pengawasan Bank (DPwB), dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dan Up. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia pada Lampiran B. 3. Penyampaian permohonan izin yang diajukan kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia, Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP), dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dan Up. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia pada Lampiran B. 4. Penyampaian laporan pelaksanaan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam angka 3 diajukan kepada Bank Indonesia, Up. Direktorat Pengawasan Bank (DPwB), dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dan Up. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia pada Lampiran B. 5. Penyampaian rencana dan atau permohonan yang diajukan kepada Bank Indonesia, Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP), dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi Bank yang berlokasi di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dan Up.… dan Up. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berlokasi di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia pada Lampiran B. 6. Penyampaian laporan pelaksanaan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam angka 5 ditujukan kepada Bank Indonesia, Up. Direktorat Pengawasan Bank, bagi Bank yang berlokasi di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dan Up. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berlokasi di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia pada Lampiran B. 7. Penyampaian permohonan izin atau rencana dan atau laporan selain sebagaimana dimaksud dalam angka II.A, ditujukan kepada Bank Indonesia, Up. Direktorat Pengawasan Bank, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dan Up. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia pada Lampiran B. II. ./. Lampiran B No.25 mengenai wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam yang semula menginduk ke Kantor Bank Indonesia Pekanbaru diubah menjadi menginduk ke Kantor Bank Indonesia Padang, sehingga keseluruhan Lampiran B sebagaimana terlampir. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka ketentuan pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/8/DPNP tanggal 16 Maret 2001 perihal Bank Umum… Umum disesuaikan dengan ketentuan pada Surat Edaran ini. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA DJOKO SARWONO DIREKTUR DPNP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/17/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.3/8/DPNP tanggal 16 Maret 2001 tentang Bank Umum </reg_title> <set_date> 27 Juli 2001 </set_date> <effective_date> 27 Juli 2001 </effective_date> <changed_reg> '3/8/DPNP|SE-BI/2001' </changed_reg> <related_reg> '3/8/DPNP|SE-BI/2001' </related_reg>
No. 11/ 32 /DPM Jakarta, 7 Desember 2009 SURAT EDARAN Perihal : Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008 tanggal 21 Agustus 2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/2/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4809) serta adanya Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang transaksi Surat Utang Negara secara langsung, Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang penjualan Surat Utang Negara dengan cara private placement di Pasar Perdana dalam negeri, Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan perubahan mekanisme setelmen Surat Berharga Negara ritel, dipandang perlu untuk mengatur kembali petunjuk pelaksanaan mengenai tata cara lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan penatausahaan Surat Utang Negara dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut : I. Ketentuan Umum 1. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. 2. Surat … 2 2. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 3. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 4. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual. 5. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melakukan kegiatan secara konvensional. 6. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 7. Dealer Utama adalah Bank dan/atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Sistem Dealer Utama. 8. Peserta Transaksi adalah pihak yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dapat melakukan transaksi SUN dengan Pemerintah secara langsung. 9. Lelang SUN adalah penjualan SUN di Pasar Perdana oleh Pemerintah yang dilakukan dengan mekanisme lelang. 10. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SUN untuk pertama kali. 11. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah dijual di Pasar Perdana. 12. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan tingkat imbal hasil (yield) atau harga (price) yang diinginkan penawar. 13. Penawaran … 3 13. Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive Bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume tanpa tingkat imbal hasil (yield) atau harga (price) yang diinginkan penawar. 14. Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 15. Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS. 16. Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) adalah pemberian wewenang dari Bank atau Sub-Registry melalui BI-SSSS kepada Peserta Transaksi Lelang SUN untuk dapat melakukan penawaran per hari dalam Lelang SUN untuk dan atas nama Bank atau nasabah Sub- Registry, paling tinggi sebesar jumlah limit bidding yang diberikan. 17. Penatausahaan SUN adalah kegiatan yang mencakup pencatatan kepemilikan, kliring dan setelmen serta agen pembayar bunga (kupon) dan pokok SUN. 18. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta BI-SSSS yang memiliki Rekening Surat Berharga di BI-SSSS. 19. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga, termasuk SUN dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk kepentingan nasabah. 20. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian … 4 harian termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 21. Free of Payment yang selanjutnya disebut FoP adalah setelmen transaksi surat berharga dengan cara setelmen surat berharga dilakukan melalui BI- SSSS, sedangkan setelmen dana dilakukan tidak secara bersamaan dengan setelmen surat berharga atau tanpa setelmen dana. 22. Lelang Pembelian Kembali SUN yang selanjutnya disebut Lelang Buyback adalah pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau dengan cara penukaran (debt switching) dalam suatu masa penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. 23. Fasilitas Peminjaman SUN adalah fasilitas yang diberikan oleh Menteri kepada Dealer Utama untuk melakukan peminjaman SUN sesuai tata cara yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku. 24. Transaksi SUN Secara Langsung adalah penjualan SUN di Pasar Perdana, atau pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder, yang dilakukan oleh Pemerintah dengan Dealer Utama, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan, secara langsung melalui fasilitas Dealing Room pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang – Departemen Keuangan Republik Indonesia. 25. Private Placement adalah kegiatan penjualan SUN di Pasar Perdana dalam negeri yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pihak yang disetujui oleh Pemerintah, dengan ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) SUN sesuai kesepakatan. 26. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk oleh Peserta Transaksi untuk melakukan pembayaran dan/atau penerimaan dana dalam rangka setelmen transaksi SUN. 27. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik peserta BI-SSSS tertentu di BI-SSSS untuk mencatat kepemilikan surat berharga dan/atau instrumen untuk pengelolaan moneter. 28. Rekening … 5 28. Rekening Giro adalah rekening giro dalam mata uang rupiah yang ditatausahakan di Bank Indonesia yang digunakan dalam rangka pelaksanaan BI-SSSS. II. Tata Cara Lelang SUN A. Ketentuan dan Persyaratan 1. Peserta Transaksi pada transaksi Lelang SUN adalah Dealer Utama, Bank Indonesia dan/atau Lembaga Penjamin Simpanan. 2. Peserta Transaksi dapat mengajukan penawaran Lelang SUN dengan ketentuan sebagai berikut : a. Dealer Utama, Bank Indonesia dan/atau Lembaga Penjamin Simpanan dalam hal Lelang SUN untuk SPN. b. Dealer Utama dan/atau Lembaga Penjamin Simpanan dalam hal Lelang SUN untuk Obligasi Negara. 3. Dealer Utama yang dapat mengikuti Lelang SUN adalah Dealer Utama yang ditunjuk oleh Menteri untuk mengikuti Lelang SUN dan sedang tidak dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti Lelang SUN. 4. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran SUN atas nama diri sendiri dan/atau atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku. 5. Lembaga Penjamin Simpanan mengajukan penawaran SUN hanya untuk dan atas nama diri sendiri. 6. Pengajuan penawaran Lelang SUN dilakukan dengan mengajukan Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive Bidding) dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. 7. Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran Lelang SUN untuk dan atas nama diri sendiri, baik secara langsung maupun melalui Dealer Utama lain maka penawaran hanya dapat dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding). 8. Dalam … 6 8. Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran Lelang SUN untuk dan atas nama pihak lain maka pengajuan penawaran dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut : a. pengajuan penawaran pada lelang SPN dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding); b. pengajuan penawaran pada lelang Obligasi Negara dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Non-Kompetitif (Non- competitive Bidding). 9. Lembaga Penjamin Simpanan dapat mengajukan penawaran Lelang SUN dengan persyaratan sebagai berikut : a. penawaran dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer Utama; b. penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian Non-Kompetitif (Non-competitive Bidding). 10. Lelang SUN dilaksanakan pada hari Selasa pada pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB dan/atau pada hari kerja dan waktu lain yang ditetapkan Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. Setiap perubahan jadwal Lelang SUN diumumkan oleh Bank Indonesia melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. 11. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SUN adalah BI-SSSS. 12. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang SUN melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. 13. Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang SUN melalui Dealer Utama maka Bank yang bersangkutan harus menetapkan Batas Paling Tinggi … 7 Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi Dealer Utama. 14. Peserta Transaksi selain Bank yang mengajukan penawaran Lelang SUN harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SUN. 15. Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SUN, harus menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi Peserta Transaksi untuk kepentingan nasabah Sub-Registry. 16. Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) sebagaimana dimaksud pada angka 13 dan angka 15, harus diatur dalam suatu perjanjian antara Bank atau Sub-Registry dengan Dealer Utama. B. Pelaksanaan Lelang SUN 1. Sebelum pelaksanaan lelang, Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SUN melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. 2. Pengumuman rencana Lelang SUN paling kurang memuat : a. jenis SUN; b. tanggal pelaksanaan lelang; c. target indikatif yang ditawarkan; d. tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo; e. mata uang; f. waktu pembukaan dan penutupan penawaran; g. waktu pengumuman hasil lelang; h. tanggal setelmen; dan i. alokasi untuk Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non- competitive Bidding) dalam hal dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan non-kompetitif. 3. Pada … 8 3. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN, Peserta Transaksi mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil (yield) atau harga (price) untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) atau penawaran kuantitas untuk Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive Bidding). 4. Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding), dengan ketentuan sebagai berikut: a. pengajuan penawaran kuantitas dari masing-masing Peserta Transaksi paling rendah 1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); b. penawaran diskonto atau tingkat imbal hasil (yield) diajukan dengan kelipatan 1/32 (satu per tiga puluh dua) atau 0,03125 (tiga ribu seratus dua puluh lima per seratus ribu); c. penawaran harga (price) diajukan dengan kelipatan 0,05% (lima per sepuluh ribu). 5. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN untuk Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive Bidding), pengajuan penawaran kuantitas dilakukan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 4.a. 6. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian. 7. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran tidak dapat membatalkan penawarannya. C. Penentuan Pemenang Lelang SUN 1. Menteri menetapkan hasil Lelang SUN yang mencakup pemenang lelang, nilai nominal dan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil (yield) atau harga (price). 2. Menteri … 9 2. Menteri dapat menerima seluruh, sebagian atau menolak seluruh penawaran lelang yang masuk. D. Pengumuman Hasil Lelang SUN 1. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SUN yang telah ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada butir C.1 melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank Indonesia pada akhir hari pelaksanaan Lelang SUN. 2. Pengumuman hasil Lelang SUN sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling kurang memuat kuantitas lelang secara keseluruhan dan rata-rata tertimbang tingkat diskonto, tingkat imbal hasil (yield) atau harga (price). 3. Bank Indonesia menyampaikan keputusan pemenang Lelang SUN kepada masing-masing pemenang lelang melalui BI-SSSS paling kurang memuat nama pemenang, nilai nominal dan tingkat diskonto, tingkat imbal hasil (yield) atau harga (price). 4. Dalam hal Menteri menolak seluruh atau sebagian penawaran Lelang SUN, Bank Indonesia mengumumkan penolakan dimaksud melalui BI- SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. III. Tata Cara Penatausahaan SUN A. Ketentuan dan Persyaratan 1. Bank Indonesia melaksanakan pencatatan penerbitan SUN sesuai syarat dan ketentuan (terms and conditions) atau addendum syarat dan ketentuan (addendum terms and conditions) yang ditetapkan oleh Menteri. 2. Pada tanggal setelmen, Bank Indonesia melakukan setelmen SUN berdasarkan surat dari Menteri, mengenai keputusan hasil Lelang SUN, penjatahan SUN dan/atau hasil transaksi SUN yang transaksinya tidak dilakukan melalui BI-SSSS. 3. Peserta … 10 3. Peserta Transaksi selain Bank harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen SUN dan pencatatan kepemilikan SUN. 4. Sub-Registry yang ditunjuk oleh Peserta Transaksi selain Bank, menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana. 5. Peserta Transaksi dan Bank Pembayar yang ditunjuk harus menjamin kecukupan dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana hasil transaksi dengan Pemerintah yang dilakukan secara lelang maupun non lelang pada tanggal setelmen. 6. Peserta Transaksi dan Sub-Registry yang ditunjuk harus menjamin kecukupan seri dan nilai nominal SUN pada Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen surat berharga hasil transaksi dengan Pemerintah yang dilakukan secara lelang maupun non lelang pada tanggal setelmen. 7. Setelah pelaksanaan setelmen SUN, Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SUN atas nama nasabah secara individual pada sistem internal Sub-Registry pada hari yang sama. B. Setelmen 1. Setelmen Hasil Lelang SUN a. Setelmen hasil Lelang SUN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1) setelmen hasil lelang SPN dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang SPN (T+2); 2) setelmen hasil lelang Obligasi Negara dilakukan paling lambat pada 5 (lima) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang Obligasi Negara (T+5). b. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil pemenang Lelang SUN pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut : 1) Setelmen Dana Setelmen … 11 Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar nilai setelmen. 2) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub- Registry yang ditunjuk sebesar total nilai nominal SUN yang dimenangkan. c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen transaksi hasil Lelang SUN yang dilakukan melalui Peserta Transaksi atau Bank Pembayar yang ditunjuk tersebut dinyatakan gagal. 2. Setelmen Hasil Lelang Buyback a. Setelmen hasil Lelang Buyback dilakukan pada 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang (T+3) mulai pukul 10.00 WIB atau sesuai waktu yang ditentukan Departemen Keuangan. b. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai berikut : 1) Setelmen Lelang Buyback dengan cara tunai a) Melakukan pendebetan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sampai dengan batas waktu setelmen surat berharga di BI-SSSS, sebesar jumlah seri dan nilai nominal SUN yang dibeli kembali oleh Pemerintah. b) Melakukan pengkreditan Rekening Surat Berharga Pemerintah atau melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo … 12 tempo (early redemption) atas seri SUN yang dibeli kembali oleh Pemerintah. c) melakukan pendebetan Rekening Giro Pemerintah dan pengkreditan Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk sebesar nilai setelmen. 2) Setelmen Lelang Buyback dengan cara penukaran (debt switching) a) Melakukan pendebetan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sampai batas waktu setelmen surat berharga di BI- SSSS, sebesar jumlah seri dan nilai nominal SUN yang dibeli kembali oleh Pemerintah. b) Melakukan pengkreditan Rekening Surat Berharga Pemerintah atau melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) atas seri SUN yang dibeli kembali oleh Pemerintah. c) Melakukan pencatatan penerbitan SUN seri penukar dan pengkreditan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk. d) Lelang Buyback dapat menyebabkan terjadi selisih tunai atas beban Pemerintah atau atas beban Peserta Transaksi. e) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban Pemerintah, Bank Indonesia melakukan setelmen dana melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Pemerintah dan mengkredit Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk sebesar selisih tunai. f) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban Peserta Transaksi, Bank Indonesia melakukan setelmen dana melalui … 13 melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk dan mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar selisih tunai. c. Dalam hal Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk tidak mencukupi untuk setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir b.1)a) dan butir b.2)a) maka yang bersangkutan harus menyelesaikan setelmen dimaksud pada jangka waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak tanggal setelmen awal. d. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak dapat dipenuhi maka transaksi yang bersangkutan dinyatakan gagal. 3. Setelmen Fasilitas Peminjaman SUN a. Setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SUN kepada Peserta Transaksi dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah permohonan disetujui oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang (T+2). b. Setelmen pengembalian SUN yang dipinjamkan dan yang dijaminkan dalam rangka pemberian Fasilitas Peminjaman SUN kepada Peserta Transaksi dilakukan pada tanggal berakhirnya batas waktu peminjaman. c. Prosedur setelmen Fasilitas Peminjaman SUN dilakukan sebagai berikut : 1) Setelmen Pemberian Fasilitas Peminjaman SUN Pada tanggal setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SUN dilakukan hal-hal sebagai berikut : a) Peserta Transaksi membayar biaya peminjaman SUN (lending fee) melalui Sistem BI-RTGS ke Rekening Giro … 14 Giro Pemerintah No. 500.000003 ”Menteri Keuangan Penerimaan Penerbitan Surat Berharga Negara”. b) Peserta Transaksi menyampaikan bukti pembayaran biaya peminjaman SUN sebagaimana dimaksud pada huruf a) kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter-Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter (DPM-Bagian PTPM) dengan alamat sebagai berikut : Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 11 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta-10350 Telepon: 021-381 8366/021-381 7414 Faksimili: 021-231 0171 c) Peserta Transaksi atau Sub-Registry yang ditunjuk dan Bank Indonesia atas nama Pemerintah melakukan setelmen pemindahan seri SUN yang dijaminkan melalui BI-SSSS dengan mekanisme transfer secara FoP dari Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk ke Rekening Surat Berharga Pemerintah, sebesar nilai nominal seri SUN yang dijaminkan paling lambat sebelum cut-off warning BI-SSSS. d) setelah setelmen jaminan sebagaimana dimaksud pada huruf c) berhasil, Bank Indonesia melakukan pencatatan penerbitan seri SUN yang dipinjam dan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk, sebesar nilai nominal SUN yang dipinjam. 2) Setelmen … 15 2) Setelmen Pengembalian Peminjaman SUN Pada tanggal setelmen pengembalian peminjaman SUN dilakukan hal-hal sebagai berikut : a) Bank Indonesia melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) seri SUN yang dipinjam oleh Peserta Transaksi dengan mendebet Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk, sebesar nilai nominal SUN yang dipinjam paling lambat pukul 14.00 WIB atau sesuai waktu yang ditentukan Departemen Keuangan. b) setelah pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) sebagaimana dimaksud pada huruf a) berhasil, Peserta Transaksi atau Sub-Registry yang ditunjuk dan Bank Indonesia atas nama Pemerintah melakukan setelmen pemindahan seri SUN yang dijaminkan dengan mekanisme transfer secara FoP dari Rekening Surat Berharga Pemerintah ke Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub- Registry yang ditunjuk, sebesar nilai nominal SUN yang dijaminkan, paling lambat sebelum cut-off warning BI-SSSS. c) dalam hal setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf a) tidak dapat dilakukan maka setelmen pengembalian SUN yang dipinjamkan dinyatakan gagal. 3) Perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN a) Dalam hal Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menyetujui perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN maka pada tanggal setelmen dilakukan hal-hal sebagai berikut : (1) prosedur … 16 (1) prosedur setelmen pengembalian peminjaman SUN sebagaimana dimaksud pada angka 2) tidak dilaksanakan; dan (2) Peserta Transaksi membayar biaya perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN sesuai prosedur sebagaimana dimaksud pada butir 1)a) dan menyampaikan bukti pembayaran sesuai prosedur sebagaimana dimaksud pada butir 1)b). b) pengembalian peminjaman SUN yang diperpanjang dilakukan sesuai prosedur setelmen sebagaimana dimaksud pada angka 2). 4) Proses Penyelesaian Jaminan a) Atas setelmen pengembalian SUN yang dipinjamkan dinyatakan gagal sebagaimana dimaksud pada butir 2)c), Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dapat melakukan penawaran penukaran SUN yang dijaminkan dengan SUN yang dipinjamkan kepada Peserta Transaksi lainnya. b) Berdasarkan transaksi penukaran SUN oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang sebagaimana dimaksud pada huruf a), Bank Indonesia atas nama Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan Peserta Transaksi sebagai lawan transaksi melakukan setelmen melalui BI-SSSS dengan cara transfer FoP. c) Dalam hal terdapat selisih tunai dari transaksi pertukaran SUN sebagaimana dimaksud pada huruf b), penyelesaian pembayaran dilakukan secara bilateral antara Peserta Transaksi yang membeli jaminan dengan Peserta Transaksi yang gagal setelmen. 4. Setelmen … 17 4. Setelmen Obligasi Negara Ritel (ORI) a. Setelmen ORI dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah penetapan hasil penjatahan ORI di Pasar Perdana (T+2). b. Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana. c. Pada tanggal setelmen, Bank Indonesia melakukan setelmen penerbitan ORI sebagai berikut : 1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar nilai setelmen. 2) Setelmen Surat Berharga Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan, setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Sub-Registry yang ditunjuk oleh investor individual pembeli ORI sebesar nilai penjatahan ORI. d. Dalam hal dana pada Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen ORI sebagaimana dimaksud pada butir c.2) tidak dilakukan. 5. Setelmen Hasil Transaksi SUN Secara Langsung a. Setelmen hasil Transaksi SUN Secara Langsung dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan transaksi (T+2). b. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai berikut: 1) Transaksi Penjualan SUN Di Pasar Perdana Secara Langsung (a) Melakukan … 18 a) Melakukan pencatatan penerbitan SUN hasil Transaksi SUN Secara Langsung yang ditetapkan oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. b) Melakukan setelmen sebagai berikut : (1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar nilai setelmen. (2) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sebesar nilai nominal SUN. 2) Transaksi Pembelian Kembali SUN Di Pasar Sekunder Secara Langsung a) Setelmen Surat Berharga (1) Mendebet Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sebesar nilai nominal seri SUN yang dijual kepada Pemerintah. (2) Melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) atas seri SUN yang dibeli kembali oleh Pemerintah. b) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Pemerintah dan mengkredit Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk sebesar nilai setelmen. c. Dalam … 19 c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud pada butir b.1)b)(1) atau Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk tidak mencukupi untuk setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir b.2)a)(1) maka setelmen Transaksi SUN Secara Langsung dinyatakan gagal. 6. Setelmen Hasil Penjualan SUN Dengan Cara Private Placement a) Setelmen hasil penjualan SUN dengan cara private placement dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja dan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal kesepakatan transaksi. b) Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana. c) Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai berikut : 1) melakukan pencatatan penerbitan SUN hasil penjualan secara Private Placement yang ditetapkan oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. 2) melakukan setelmen sebagai berikut : (a) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar nilai setelmen. (b) Setelmen Surat Berharga Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan, setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat … 20 Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub- Registry yang ditunjuk sebesar nilai nominal SUN. 3) Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen transaksi Private Placement dimaksud dinyatakan gagal. C. Prosedur Pembayaran Kupon dan/atau Pelunasan Pokok 1. Pembayaran kupon dan/atau pelunasan pokok SUN didasarkan pada posisi pencatatan kepemilikan SUN di Central Registry pada 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran kupon dan/atau pokok SUN (T-2). 2. Bank Indonesia sebagai agen pembayar melakukan pembayaran kupon pada tanggal jatuh waktu pembayaran kupon dan pembayaran pokok SUN pada tanggal jatuh waktu SUN. 3. Pembayaran kupon atau pokok SUN dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Pemerintah dan mengkredit sebesar nilai kupon dan/atau nilai pokok SUN pada : a. Rekening Giro Bank untuk kepemilikan SUN atas nama Bank tersebut; dan/atau b. Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub- Registry untuk kepemilikan SUN atas nama nasabah Sub- Registry. 4. Pada hari yang sama Bank Indonesia melakukan pembayaran kupon dan/atau pelunasan pokok SUN, Sub-Registry wajib melakukan pembayaran kupon dan/atau pokok SUN dengan mengkredit rekening nasabah yang tercatat di Sub-Registry, sebesar nilai kupon dan/atau pokok SUN. D. Setelmen … 21 D. Setelmen Transaksi SUN di Pasar Sekunder 1. Transaksi SUN yang dilakukan di Pasar Sekunder antara lain transaksi jual/beli putus (outright), transaksi penjualan dengan janji untuk membeli kembali (repurchase agreement atau repo), transaksi penjaminan SUN (agunan), dan/atau transaksi peminjaman SUN dengan jaminan surat berharga lainnya (securities lending and borrowing). 2. Prosedur setelmen transaksi SUN di Pasar Sekunder sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur BI-SSSS. IV. Ketentuan Penutup Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/4/DPM tanggal 16 Maret 2007 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/18/DPM tanggal 15 April 2008 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Desember 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/32/DPM|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title> <set_date> 7 Desember 2009 </set_date> <effective_date> 7 Desember 2009 </effective_date> <replaced_reg> '9/4/DPM|SE-BI/2007', '10/18/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '10/13/PBI/2008', '10/2/PBI/2008' </related_reg>
No. 3/25/DASP Jakarta, 28 November 2001 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Nomor 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia. Sehubungan rencana pengurangan secara bertahap bantuan keuangan terhadap penyelenggaraan Kliring Lokal di wilayah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia dan dengan memperhatikan usulan Peserta pada penyelenggaraan Kliring Lokal yang jumlah rata-rata warkat per hari di bawah 60 hari untuk tetap dapat diselenggarakannya Kliring Lokal di wilayah masing-masing, dengan ini dipandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia sebagai berikut : 1. Ketentuan angka I.A.1.a diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “a. Jumlah Bank Jumlah Bank yang menandatangani kesepakatan untuk mendukung penyelenggaraan Kliring Lokal minimal 4 (empat) Bank yang berbeda baik yang berstatus kantor cabang maupun kantor cabang pembantu yang telah memperoleh … memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk beroperasi di Wilayah Kliring yang berbeda dari Kantor Cabang induknya.” 2. Ketentuan angka I. C.4 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “4. Dalam hal jumlah rata-rata perputaran Warkat Kliring Penyerahan per hari telah mencapai lebih dari 500 (lima ratus) lembar selama 6 (enam) bulan berturut-turut, Bank Indonesia akan menghentikan bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Sebagai gantinya Penyelenggara dapat mengenakan biaya kepada Peserta yang jenis dan besarnya sama dengan jenis dan besarnya biaya yang dibebankan Bank Indonesia kepada Peserta dalam sistem Kliring yang sama. Sebagai pelaksanaan dari ketentuan ini Bank Indonesia yang mewilayahi akan mengirimkan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada kantor pusat Penyelenggara mengenai rencana penghentian bantuan keuangan dan pengenaan biaya tersebut di atas selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal efektif penghentian bantuan keuangan. Selanjutnya Penyelenggara memberitahukan hal tersebut kepada seluruh Peserta selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal efektif pengenaan biaya tersebut . Dalam hal biaya yang dikenakan tersebut tidak dapat menutupi biaya penyelenggaraan kliring Lokal maka Penyelenggara, atas persetujuan seluruh Peserta, dapat mengenakan tambahan biaya yang tidak dikaitkan dengan jumlah warkat kepada Peserta. Persetujuan pengenaan tambahan biaya ini harus dilaporkan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan menggunakan format pada Lampiran 2 dilengkapi dengan data pendukung mengenai kekurangan biaya penyelenggaraan tersebut, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sebelum tanggal berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut. Penyelenggara seluruh … memberitahukan berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut kepada seluruh Peserta selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut.” 3. Angka I. C.5 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “5. Dalam hal jumlah rata-rata perputaran Warkat Kliring penyerahan per hari menjadi kurang dari 500 (lima ratus) lembar maka Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam angka 4 tidak dapat memperoleh kembali bantuan keuangan dari Bank Indonesia. Namun apabila biaya yang dikenakan kepada Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 4 tidak dapat menutupi biaya penyelenggaraan Kliring Lokal, dan penyelenggara belum mengenakan tambahan biaya, maka Penyelenggara atas persetujuan seluruh Peserta dapat mengenakan tambahan biaya yang tidak dikaitkan dengan jumlah warkat kepada Peserta. Persetujuan pengenaan tambahan biaya ini harus dilaporkan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan menggunakan format pada Lampiran 2 dilengkapi dengan data pendukung mengenai kekuarangan biaya penyelenggaraan tersebut, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sebelum tanggal berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut. Penyelenggara memberitahukan berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut kepada seluruh Peserta selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut.” 4. Angka I. G. 1 ditambah ketentuan baru sehingga selengkapnya berbunyi: “1. Penyelenggaraan Kliring Lokal dibubarkan apabila penyelenggaraan Kliring Lokal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.1.a atau I.A.1.b selama periode 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut. Dalam hal seluruh Peserta berpendapat bahwa penyelenggaraan Kliring Lokal masih dibutuhkan maka Penyelenggara dapat … dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi agar kegiatan Kliring Lokal dapat tetap diselenggarakan. Permohonan tersebut harus diajukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum berakhirnya periode 24 (dua puluh empat) bulan dengan dilampiri kesepakatan tertulis dari seluruh peserta Kliring yang memuat : a. Persetujuan dan dukungan untuk diteruskannya penyelenggaraan Kliring Lokal; b. usulan Bank yang akan menjadi Penyelenggara dengan memperhatikan persyaratan pada angka I.A.2.; c. tata cara pembiayaan kegiatan Kliring Lokal. Bank Indonesia yang Mewilayahi akan memutuskan permohonan tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum berakhirnya periode 24 (dua puluh empat) bulan sebagaimana dimaksud di atas. Dalam rangka melakukan penilaian terhadap permohonan tersebut, Bank Indonesia yang Mewilayahi dapat melakukan penelitian lapangan guna memastikan dipenuhinya ketentuan pada angka I.A.1.c dan I.A.2. Dalam hal permohonan disetujui sehingga penyelenggaraan kliring Lokal dapat dilanjutkan maka Bank Indonesia akan menghentikan bantuan keuangan yang selama ini diberikan. Untuk selanjutnya pembiayaan penyelenggaraan Kliring Lokal dilakukan berdasarkan tata cara sebagaimana dimaksud pada huruf c.” 5. Bab V. PERALIHAN ditambah ketentuan baru pada huruf C dan D yang berbunyi sebagai berikut: “C. Bagi Penyelenggara yang sudah ada pada saat Surat Edaran ini berlaku jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut sebagaimana dimaksud pada angka I.C.4 dimulai sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini. D. Bagi … D. Bagi penyelenggara yang pada tanggal berlakunya Surat Edaran ini telah memenuhi persyaratan untuk dibubarkan berdasarkan ketentuan pada angka I.G.1 maka pengajuan permohonan untuk dapat tetap menyelenggarakan kliring dapat dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diberlakukannya Surat Edaran ini, namun bantuan keuangan bagi penyelenggara yang bersangkutan dihentikan sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, AULIA POHAN DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/25/DASP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Nomor 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia. </reg_title> <set_date> 28 November 2001 </set_date> <effective_date> 1 Desember 2001 </effective_date> <changed_reg> '1/4/DASP|SE-BI/1999' </changed_reg> <related_reg> '1/4/DASP|SE-BI/1999' </related_reg>
1 No. 17/ 8 /DPM Jakarta, 20 Mei 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5440) dan dalam rangka meningkatkan governance pelaksanaan Operasi Moneter antara lain melalui pengembangan infrastruktur, perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagai berikut: 1. Ketentuan butir IV.8.b.3)d) dan butir IV.8.b.3)e) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: d) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam valuta asing lebih rendah dari pada nilai setelmen first leg, Bank Indonesia akan membebankan kekurangan dana hasil penjualan Surat Berharga dalam valuta asing dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud. e) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam valuta asing lebih tinggi dari pada nilai setelmen first leg, Bank Indonesia akan mengembalikan kelebihan dana hasil penjualan Surat Berharga … 2 Berharga dalam valuta asing dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud. 2. Ketentuan butir IX.2.b. diubah sehingga butir IX.2 berbunyi sebagai berikut: 2. Transaksi Term Deposit valas memiliki karakteristik sebagai berikut: a. jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit valas adalah Dolar Amerika Serikat; b. transaksi Term Deposit valas memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. transaksi Term Deposit valas dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga; d. atas transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia memberikan bunga; e. Term Deposit valas dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian; dan f. Term Deposit valas dapat dialihkan menjadi Transaksi Swap jual Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah Bank Indonesia. 3. Di antara butir IX.5 dan butir IX.6 disisipkan 1 (satu) nomor yaitu butir IX.5A. yang berbunyi sebagai berikut: IX. PENEMPATAN BERJANGKA DALAM VALUTA ASING (TERM DEPOSIT VALAS) 5A. Pendaftaran dan Pengkinian Informasi Untuk Mengikuti Lelang Transaksi Term Deposit Valas a. Sebelum mengikuti pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit valas, dilakukan pendaftaran dengan ketentuan sebagai berikut: 1) untuk Peserta OPT menyampaikan surat permohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi … 3 transaksi Term Deposit valas, yang dilengkapi dengan informasi paling kurang sebagai berikut: a) nama Peserta OPT; b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID) dalam hal Peserta OPT telah memiliki TCID; c) dalam hal Peserta OPT memiliki rekening di Bank Koresponden, menyampaikan: (1) 1 (satu) nama dan nomor rekening Peserta OPT di bank koresponden; dan (2) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT; d) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki rekening di Bank Koresponden, menyampaikan: (1) 1 (satu) nama dan nomor rekening bank yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; dan (2) BIC bank yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; 2) untuk Lembaga Perantara menyampaikan surat permohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valas, yang dilengkapi dengan informasi paling kurang sebagai berikut: a) nama Lembaga Perantara; dan b) 1 (satu) TCID dalam hal Pialang telah memiliki TCID; b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya disampaikan Peserta OPT dan Lembaga Perantara pada saat pertama kali akan melakukan transaksi Term Deposit valas melalui surat kepada Bank Indonesia. Contoh surat sebagaimana tercantum dalam Bab III Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Surat … 4 c. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Moneter Grup Manajemen Risiko, Pengelolaan Sistem dan Informasi Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. M.H Thamrin No. 2 Jakarta 10350 Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. d. Dalam hal terjadi perubahan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Peserta OPT dan Lembaga Perantara menyampaikan pengkinian informasi melalui surat dengan menggunakan contoh surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b, yang dapat didahului dengan surat elektronik (email) kepada dpm- dpom@bi.go.id. e. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf d disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam huruf c. f. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran melalui surat untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valas kepada Peserta OPT dan Lembaga Perantara, yang memuat informasi antara lain sebagai berikut: 1) TCID dalam hal Peserta OPT dan/atau Lembaga Perantara belum memiliki TCID; 2) kode individual page yang terdiri dari active page, historical page, dan confirmation page pada sistem otomasi lelang operasi moneter valas; dan 3) tanggal … 5 3) tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valas. 4. Ketentuan butir IX.7 diubah sebagaimana berbunyi sebagai berikut: 7. Pengajuan Penawaran a. Peserta OPT dapat mengajukan transaksi Term Deposit valas secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas kepada Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan sesuai dengan pengaturan waktu yang tercatat pada sistem di Bank Indonesia. d. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender) memuat informasi paling kurang sebagai berikut: 1) nama lelang (auction name); 2) penawaran nominal; dan 3) TCID Peserta OPT, dalam hal Lembaga Perantara mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta OPT. e. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender) memuat informasi paling kurang sebagai berikut: 1) nama lelang (auction name); 2) tingkat bunga; 3) penawaran nominal; dan 4) TCID Peserta OPT dalam hal Lembaga Perantara mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta OPT. f. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan/atau huruf e dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pengajuan … 6 1) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta OPT paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); 2) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valas dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran tingkat bunga dilakukan dengan kelipatan 1 bps (basis point) atau 0,01% (satu persepuluh ribu); 3) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara dapat mengajukan koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit valas; 4) koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran selain informasi nama lelang (auction name); dan/atau b) Lembaga Perantara yang mengajukan penawaran lelang Term Deposit valas untuk dan atas nama Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran selain informasi TCID Peserta OPT dan nama lelang (auction name); 5) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), angka 3), dan angka 4); 6) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; 7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; 8) Lembaga Perantara harus menyampaikan informasi kepada Peserta OPT mengenai transaksi Term Deposit valas … 7 valas yang telah diajukan untuk kepentingan Peserta OPT; 9) Peserta OPT dan Lembaga Perantara harus memantau kebenaran informasi penawaran transaksi Term Deposit valas yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 5. Ketentuan butir IX.9 diubah sebagaimana berbunyi sebagai berikut: 9. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit valas setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a. secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT dan Lembaga Perantara, pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit valas disampaikan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal penawaran yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat bunga Term Deposit valas; b. secara individual kepada masing-masing pemenang lelang, pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit valas disampaikan melalui sistem otomasi lelang operasi moneter valas antara lain jangka waktu, nilai nominal, tingkat bunga, dan nominal bunga Term Deposit valas yang dimenangkan. 6. Ketentuan butir IX.10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 10. Setelmen Transaksi Term Deposit Valas a. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Valas 1) Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 2) Peserta OPT menyediakan dana di rekening giro pada Bank Koresponden atau bank yang ditunjuk untuk keperluan … 8 keperluan setelmen, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas. 3) Pada tanggal setelmen, Peserta OPT wajib mentransfer kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas untuk setiap penawaran atau sesuai dengan jumlah nominal yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden. 4) Bank menyampaikan konfirmasi setelmen transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam angka 3) melalui SWIFT message format MT320 atau sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Devisa. 5) Dalam hal Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 3), transaksi Term Deposit valas dinyatakan batal. 6) Atas batalnya transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 7) Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi Moneter, apabila pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi Term Deposit valas maka pembatalan tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas 1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit valas jatuh waktu dengan melakukan transfer ke rekening giro Peserta OPT pada Bank Koresponden sebesar nilai tunai. 2) Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dihitung dengan rumus sebagai berikut: nilai … 9 Keterangan: N = nominal Term Deposit valas R = tingkat bunga yang dimenangkan k = jangka waktu Term Deposit valas c. Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit valas, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga untuk hari libur dimaksud. 7. Di antara butir IX.11.a.5) dan butir IX.11.a.6) disisipkan 1 (satu) nomor yaitu IX.11.a.5A) yang berbunyi sebagai berikut: 5A). Pengajuan early redemption disertai informasi reference number dan informasi nama lelang (auction name) pada saat pengajuan transaksi lelang Term Deposit valas. 8. Ketentuan Bab IX ditambahkan 1 (satu) angka yaitu angka 13 yang berbunyi sebagai berikut: 13. Kondisi Tidak Normal Pada Sistem Otomasi Lelang Operasi Moneter Valas a. Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem otomasi lelang operasi moneter valas yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia segera membatalkan proses lelang transaksi Term Deposit valas yang dilakukan melalui sistem otomasi lelang operasi moneter valas. b. Bank Indonesia menginformasikan mengenai pembatalan proses lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Peserta OPT melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. c. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat kembali membuka proses lelang transaksi Term Deposit valas yang dilakukan … 10 dilakukan secara manual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. d. Proses lelang transaksi Term Deposit valas yang dilakukan secara manual sebagaimana dimaksud dalam huruf c diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pengumuman Lelang a) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit valas paling lambat sebelum window time melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. b) Pengumuman rencana transaksi Term Deposit valas, memuat antara lain: (1) sarana pengajuan penawaran; (2) tanggal lelang; (3) window time; (4) jangka waktu dan tanggal jatuh waktu; (5) metode lelang; (6) target indikatif (apabila lelang transaksi Term Deposit valas dilaksanakan dengan metode variable rate tender); (7) tingkat bunga (apabila lelang transaksi Term Deposit valas dilaksanakan dengan metode fixed rate tender); dan/atau (8) tanggal setelmen atau tanggal valuta. 2) Pengajuan Penawaran a) Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas kepada Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan. b) Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk lelang dengan metode fixed rate tender meliputi informasi: (1) nama Peserta OPT; (2) tanggal transaksi; (3) jangka waktu; (4) Standard … 11 (4) Standard Settlement Instruction; dan (5) penawaran nilai nominal. c) Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk lelang dengan metode variable rate tender meliputi informasi: (1) nama Peserta OPT; (2) tanggal transaksi; (3) jangka waktu; (4) Standard Settlement Instruction; (5) penawaran nilai nominal; dan (6) tingkat bunga. d) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud pada huruf b) dan/atau huruf c) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) penawaran dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan; (2) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta OPT paling kurang sebesar USD5,000,000 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan USD1,000,000 (satu juta dolar Amerika Serikat); (3) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valas dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat bunga dilakukan dengan kelipatan 1 bps (basis point) atau 0,01% (satu persepuluh ribu); (4) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit valas; (5) koreksi … 12 (5) koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka (4) dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Peserta OPT dan jangka waktu Term Deposit valas; (6) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran; (7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; (8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; (9) Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), dan angka 3) atau tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time transaksi Term Deposit valas maka penawaran dimaksud dinyatakan batal. 3) Penetapan Pemenang Lelang transaksi Term Deposit Valas sebagaimana diatur dalam angka 8. 4) Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit valas setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan mekanisme sebagai berikut: a) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT dan Lembaga Perantara melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal yang dimenangkan … 13 dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat bunga Term Deposit; b) melakukan konfirmasi kepada Peserta OPT yang memenangkan lelang secara individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa: (1) nominal valas dan tingkat bunga yang dimenangkan Peserta OPT; (2) jangka waktu; (3) tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan (4) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT, c) dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau (2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. 5) Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Nilai nominal yang tercantum pada setiap deal ticket konfirmasi lelang transaksi Term Deposit valas harus sama dengan nilai nominal setiap penawaran yang dimenangkan. b) Pelaksanaan setelmen dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 10. Surat … 14 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 15 Juni 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/8/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka. </reg_title> <set_date> 20 Mei 2015 </set_date> <effective_date> 15 Juni 2015 </effective_date> <changed_reg> '16/23/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg> <related_reg> '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010', '16/23/DPM|SE-BI/2014' </related_reg>
No.8/26/DPbS Jakarta, 14 November 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah Dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/22/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4648), perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan mengenai perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah (BPRS), dalam suatu Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM 1. Modal merupakan salah satu faktor yang penting bagi BPRS dalam rangka pengembangan usaha dan mengantisipasi terjadinya risiko kerugian. 2. Kewajiban penyediaan modal minimum bagi BPRS didasarkan pada risiko aktiva dalam arti luas, baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin pada kewajiban … kewajiban yang masih bersifat kontijen dan/atau komitmen yang disediakan oleh BPRS bagi pihak ketiga. Secara teknis, kewajiban penyediaan modal minimum diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). 3. BPRS diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan perseratus) dari ATMR. II. ASPEK PERMODALAN Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia tersebut, modal bagi BPRS terdiri dari modal inti (tier 1) dan modal pelengkap (tier 2). Adapun rincian komponen dari masing-masing modal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Modal Inti Modal Inti terdiri dari: a. Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara riil dan efektif oleh pemiliknya sebesar nominal saham serta telah disetujui oleh Bank Indonesia. Bagi BPRS yang berbentuk hukum koperasi, modal disetor terdiri atas simpanan pokok, simpanan wajib dan hibah sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Di dalam komponen modal disetor tidak termasuk pengakuan modal yang dipesan (subscribed capital stock) yang berasal dari piutang pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku tentang Ekuitas. b. Agio saham, yaitu selisih lebih tambahan modal yang diterima BPRS sebagai akibat harga saham melebihi nilai nominalnya. Dalam hal BPRS memiliki disagio saham maka selisih kurang antara setoran modal yang diterima oleh BPRS dengan nilai nominal … nominal saham yang diterbitkan menjadi faktor pengurang modal inti. c. Dana setoran modal adalah dana yang secara efektif telah disetor penuh oleh pemegang saham atau calon pemegang saham dalam rangka penambahan modal untuk dapat digolongkan sebagai modal disetor tetapi belum didukung dengan kelengkapan persyaratan untuk dapat digolongkan sebagai modal disetor seperti RUPS maupun pengesahan Anggaran Dasar dari instansi yang berwenang. Dana setoran modal harus ditempatkan pada rekening khusus (escrow account), dan tidak boleh ditarik kembali oleh pemegang saham atau calon pemegang saham dan penggunaannya harus dengan persetujuan Bank Indonesia. d. Modal sumbangan adalah modal yang diperoleh BPRS dari sumbangan. Modal yang berasal dari donasi pihak luar yang diterima oleh BPRS yang berbentuk hukum koperasi juga termasuk dalam pengertian modal sumbangan. e. Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba setelah dikurangi pajak, dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. f. Cadangan tujuan, yaitu cadangan yang dibentuk dari bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. g. Laba yang ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan. h. Laba … h. Laba tahun lalu setelah diperhitungkan pajak, yaitu seluruh laba bersih tahun yang lalu setelah diperhitungkan pajak, dan belum ditetapkan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. Dalam hal BPRS mempunyai saldo rugi tahun lalu maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti. i. Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran hutang pajak (perhitungan pajak) dan kekurangan jumlah Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dari jumlah yang seharusnya dibentuk sesuai ketentuan Bank Indonesia yang merupakan komponen biaya yang dibebankan pada laba tahun berjalan. Jumlah laba tahun buku berjalan tersebut yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50% (lima puluh perseratus). Dalam hal pada tahun berjalan BPRS mengalami kerugian, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti. Modal inti tersebut pada huruf a sampai dengan huruf i diatas harus dikurangi dengan goodwill, apabila ada dalam pembukuan BPRS. 2. Modal pelengkap (Tier 2) Secara rinci modal pelengkap dapat berupa: a. Selisih penilaian kembali aktiva tetap yaitu cadangan yang dibentuk sebagai akibat selisih penilaian kembali aktiva tetap milik BPRS yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pajak. Selisih penilaian kembali aktiva tetap tidak dapat dikapitalisasi ke dalam modal disetor dan atau dibagikan sebagai saham bonus dan atau deviden. b. Cadangan umum dari penyisihan penghapusan aktiva produktif, yaitu cadangan umum yang dibentuk dengan cara membebani laba … laba rugi tahun berjalan, dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. PPAP yang bersifat cadangan umum diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap maksimum sebesar 1,25% dari jumlah ATMR. Sedangkan cadangan khusus dari PPAP dikeluarkan dari komponen modal pelengkap, karena akan diperhitungkan sebagai faktor pengurang pada nilai aktiva produktif yang bersangkutan dalam penghitungan ATMR. c. Modal pinjaman, yaitu pinjaman yang didukung oleh instrumen atau warkat yang mempunyai persyaratan sebagai berikut: 1. berdasarkan prinsip Qardh; 2. tidak dijamin oleh BPRS yang bersangkutan, dan sifatnya dipersamakan dengan modal serta telah dibayar penuh; 3. tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan Bank Indonesia; dan 4. mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian BPRS melebihi saldo laba dan cadangan- cadangan yang termasuk modal inti, meskipun BPRS belum dilikuidasi. Dalam pengertian modal pinjaman ini, untuk BPRS yang berbadan hukum koperasi, pengertian modal pinjaman sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. d. Investasi Subordinasi, yaitu pinjaman yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. berdasarkan prinsip Mudharabah atau Musyarakah; 2. ada perjanjian tertulis antara BPRS dengan investor; 3. mendapat … 3. mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Dalam hubungan ini pada saat BPRS mengajukan permohonan persetujuan, BPRS harus menyampaikan program pembayaran kembali pinjaman/investasi subordinasi tersebut; 4. tidak dijamin oleh BPRS yang bersangkutan dan telah disetor penuh; 5. minimal berjangka waktu 5 (lima) tahun; 6. pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia, dan dengan pelunasan tersebut permodalan BPRS tetap sehat; dan 7. dalam hal terjadi likuidasi hak tagihnya berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada (kedudukannya sama dengan modal). Jumlah investasi subordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai modal untuk sisa jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir adalah jumlah investasi subordinasi dikurangi amortisasi yang dihitung dengan menggunakan metode garis lurus atau prorata. Jumlah investasi subordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap maksimum sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari modal inti. III. TATA CARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN MODAL MINIMUM 1. Dasar Perhitungan Kebutuhan Modal Minimum a. Perhitungan kebutuhan modal minimum didasarkan pada ATMR dengan memperhitungkan risiko pembiayaan (credit risk). Pengertian aktiva dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun pos tertentu dalam aktiva yang bersifat … bersifat administratif yang masih bersifat kontinjen dan/atau komitmen yang disediakan oleh BPRS bagi pihak ketiga. b. Dalam menghitung ATMR dengan memperhitungkan risiko pembiayaan (credit risk), terhadap masing-masing pos aktiva neraca diberikan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung pada aktiva itu sendiri atau bobot risiko yang didasarkan pada golongan nasabah, penjamin serta sifat agunan. c. Penghitungan ATMR untuk aktiva produktif dibedakan sebagai berikut: 1) Penyediaan dana dan atau tagihan dalam berbagai bentuk aktiva produktif yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau pihak ketiga dengan prisip Wadiah, Qardh dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing) yang dibedakan sebagai berikut: a) Diberikan kepada atau dijamin oleh pemerintah atau bank sentral diberikan bobot sebesar 0% (nol perseratus); b) Diberikan kepada atau dijamin oleh bank lain diberikan bobot sebesar 20% (dua puluh perseratus); c) Diberikan kepada atau dijamin oleh BUMN/BUMD, diberikan bobot sebesar 50%. Dalam hal dijamin oleh BUMD, hanya dapat diakui bobot risiko sebesar 50% apabila BUMD tersebut telah melakukan kerjasama penjaminan pembiayaan dengan BUMN. 2) Penyediaan dana dan atau tagihan dalam berbagai bentuk aktiva produktif yang sumber dananya berasal dari dana pihak ketiga dengan prinsip Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi untung (profit sharing) diberikan bobot sebesar 1% (satu perseratus); 3) Penyediaan … 3) Penyediaan dana dalam bentuk piutang untuk kepemilikan rumah yang dijamin oleh hak tanggungan pertama dan bertujuan untuk dihuni yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip Wadiah, Qardh dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing) diberikan bobot 35% (tiga puluh lima perseratus); 4) Penyediaan dana dan atau tagihan dalam berbagai bentuk aktiva produktif kepada pegawai/pensiunan diluar kepemilikan rumah serta usaha mikro dan kecil (UMK) yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan/atau dana pihak ketiga dengan prinsip Wadiah, Qardh dan Mudharabah Muthlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing) diberikan bobot sebesar 50% (lima puluh perseratus), dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) Plafon penyediaan dana keseluruhan maksimum Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per pegawai/pensiunan; b) 1. Pegawai/pensiunan dijamin dengan asuransi jiwa dari perusahaan asuransi yang berstatus sebagai BUMN atau perusahaan asuransi swasta yang memenuhi persyaratan kesehatan keuangan perusahaan asuransi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.; atau 2. Penyediaan dana kepada pegawai/pensiunan yang penyediaan dana-nya dijamin oleh perusahaan BUMN penjaminan pembiayaan atau perusahaan BUMD penjaminan pembiayaan yang telah melakukan kerjasama penjaminan pembiayaan dengan BUMN. c) Pembayaran … c) Pembayaran angsuran/pelunasan atas penyediaan dana bersumber dari gaji/pensiun berdasarkan Surat Kuasa Memotong Gaji/Pensiun kepada BPRS pemberi penyediaan dana. Dalam hal pembayaran gaji/pensiun dilakukan melalui bank lain atau BUMN lain, maka BPRS pemberi penyediaan dana harus memiliki perjanjian kerja sama dengan bank lain atau BUMN lain pembayar gaji/pensiun untuk melakukan pemotongan gaji/pensiun dalam rangka pembayaran angsuran/pelunasan penyediaan dana; dan d) BPRS menyimpan asli surat pengangkatan pegawai atau surat keputusan pensiun atau Kartu Registrasi Induk Pensiun (KARIP) dan polis pertanggungan asuransi jiwa debitur, atau dokumen yang dapat dipersamakan dengan itu untuk penjaminan oleh perusahaan BUMN/BUMD penjaminan pembiayaan . Pengertian pegawai adalah pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI/POLRI, pegawai lembaga negara dan pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah. 5) Penyediaan dana dan atau tagihan kepada usaha mikro dan usaha kecil (UMK) yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan/atau dana pihak ketiga dengan prinsip Wadiah, Qardh dan Mudharabah Muthlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing) diberikan bobot sebesar 85% (delapan puluh lima perseratus). Penyediaan dana dan atau tagihan kepada usaha mikro adalah penyediaan dana dan atau tagihan kepada usaha mikro dengan plafon sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Penyediaan ... Penyediaan dana dan atau tagihan kepada usaha kecil adalah penyediaan dana dan atau tagihan kepada usaha kecil dengan plafon lebih besar dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 6) Penyediaan dana dan atau tagihan dalam berbagai bentuk aktiva produktif yang berdasarkan sistem bagi untung (profit sharing method) yang sumber dananya dari modal sendiri, Wadiah, Qardh, dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing) diberikan bobot sebesar 150% (seratus lima puluh perseratus). 2. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud pada angka 1, maka rincian bobot risiko untuk semua aktiva Neraca adalah sebagai berikut: 0% : 1. Kas. 2. Emas dan mata uang emas. 3. Commemorative coins. 4. Penempatan pada Bank Indonesia : 4.1. Giro Wadiah pada Bank Indonesia; 4.2. SWBI; 4.3. Lainnya. 5. Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, piutang Murabahah, piutang Salam, piutang Istishna’, piutang Qardh, Ijarah kepada atau dijamin: 5.1. Bank sentral; 5.2. Pemerintah Pusat. 6. Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, piutang Murabahah … Murabahah, piutang Salam, piutang Istishna’, piutang Qardh, Ijarah, piutang transaksi multijasa yang dijamin uang kas, uang kertas asing, emas, mata uang emas, deposito, dan tabungan pada BPRS yang bersangkutan sebesar nilai dari jaminan tersebut. 1 % : Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, piutang Murabahah, piutang Salam, piutang Istishna’, Ijarah, piutang transaksi multijasa yang sumber dananya berasal dari dana pihak ketiga dengan prinsip Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi untung (profit sharing). 20% : Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, piutang Murabahah, piutang Salam, piutang Istishna’, piutang Qardh, Ijarah kepada atau dijamin bank syariah lain yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip Wadiah, Qardh dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing); 35% : Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk piutang untuk kepemilikan rumah yang dijamin oleh hak tanggungan pertama dan bertujuan untuk dihuni yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip Wadiah, Qardh dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing); 50% : Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, piutang Murabahah, piutang Salam, piutang Istishna’, piutang Qardh, Ijarah kepada atau dijamin BUMN/BUMD yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip Wadiah … Wadiah, Qardh dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing); 50% : Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, piutang Murabahah, piutang Salam, piutang Istishna’, piutang Qardh, Ijarah kepada pegawai/pensiunan diluar kepemilikan rumah serta usaha mikro dan kecil (UMK) yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip Wadiah, Qardh dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing); 85% : Penyediaan dana atau tagihan dalam bentuk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, piutang Murabahah, piutang Salam, piutang Istishna’, piutang Qardh, Ijarah yang diberikan kepada usaha mikro dan usaha kecil (UMK) yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip Wadiah, Qardh dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing); 100% : 1. Persediaan 2. Aktiva tetap dan inventaris. 3. Rupa-rupa aktiva. 4. Lainnya, termasuk piutang transaksi multijasa. yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip Wadiah, Qardh dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing); 150% : Penyediaan dana dalam berbagai bentuk aktiva produktif yang berdasarkan sistem bagi untung (profit sharing method) yang sumber dananya dari Wadiah, modal sendiri, Qardh, dan Mudharabah … Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing). 3. Bobot Risiko Aktiva Administratif Perhitungan bobot risiko untuk aktiva administratif dilakukan melalui 2 (dua) tahap. 3.1. Tahap pertama Aktiva Administratif terlebih dahulu ditetapkan faktor konversinya, yaitu faktor tertentu yang digunakan untuk mengkonversikan aktiva administratif ke dalam aktiva neraca yang menjadi padanannya. Besarnya faktor konversi untuk aktiva administratif didasarkan pada tingkat kemungkinannya untuk menjadi aktiva neraca yang efektif. Faktor konversi aktiva administratif adalah sebagai berikut: 50% : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah yang belum digunakan yang disediakan kepada nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan. 3.2. Tahap Kedua Setelah diketahui faktor konversinya maka aktiva administratif tersebut dikonversikan ke dalam aktiva neraca padanannya. Selanjutnya, untuk menghitung bobot risiko aktiva administratif dilakukan dengan mengalikan faktor konversi dengan bobot risiko aktiva neraca padanannya. Atas dasar perhitungan tersebut, maka pengelompokan besarnya bobot risiko masing-masing aktiva administratif menjadi sebagai berikut: 0% … 0% : 1. Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan yang disediakan bagi atau dijamin oleh Pemerintah Pusat Republik Indonesia dan Bank Indonesia. 2. Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah yang belum digunakan yang disediakan kepada nasabah yang dijamin dengan uang kas, uang kertas asing, emas, mata uang emas, serta giro, deposito dan tabungan pada BPRS yang bersangkutan sebesar nilai jaminannya. 10 % : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan yang disediakan bagi atau dijamin bank syariah lain. 25 % : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan yang disediakan bagi atau dijamin BUMN/BUMD. 25 % : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan yang disediakan bagi pegawai/pensiunan. 42,5% : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan yang disediakan bagi atau dijamin untuk usaha mikro dan usaha kecil (UMK). 50% … 50% : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan yang disediakan bagi atau dijamin oleh pihak lainnya. 75 % : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan, yang berdasarkan sistem bagi untung atau rugi (profit loss sharing method) yang sumber dananya dari modal sendiri, Wadiah, Qardh, dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing). 4. Cara Penghitungan Kebutuhan Modal Minimum Kebutuhan modal minimum BPRS dihitung dengan cara sebagai berikut: 4.1. Dengan melakukan penjumlahan ATMR, yaitu: a. ATMR aktiva neraca yang diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko tersebut pada angka III.2; b. ATMR aktiva administratif yang diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan bobot risiko tersebut pada angka III.3.3.2; 4.2. Jumlah kewajiban penyediaan modal minimum BPRS adalah 8% (delapan perseratus) dari jumlah ATMR pada angka 4.1. 4.3. Dihitung jumlah modal inti dan modal pelengkap. 4.4. Dengan membandingkan jumlah modal pada angka 4.3. dengan kewajiban penyediaan modal minimum tersebut pada angka 4.2., dapat … dapat diketahui kelebihan atau kekurangan modal dari BPRS yang bersangkutan. Formulir perhitungan kebutuhan modal minimum BPRS adalah seperti contoh pada Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini.. IV. PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Sesuai dengan Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor tersebut, BPRS wajib melaporkan perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum dengan menggunakan format sesuai Lampiran I selambat- lambatnya tanggal 21 pada bulan berikutnya setelah laporan yang bersangkutan. 2. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 mulai diberlakukan untuk periode pelaporan data bulan Januari 2007 yang disampaikan pada bulan Februari 2007. 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan dalam bentuk disket dan hasil olahan komputer kepada Bank Indonesia sebagai berikut: a. Bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia disampaikan kepada Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350; atau b. Bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat. V. LAIN – LAIN 1. Mengingat bahwa modal merupakan faktor penting bagi BPRS dalam rangka pengembangan usaha yang sehat dan dapat menampung risiko kerugian, maka para pemilik dan pengurus BPRS diminta agar menyesuaikan rencana ekspansinya dalam batas-batas yang dapat ditampung oleh permodalan BPRS yang bersangkutan. 2. Selalu … 2. Selalu melakukan pemantauan terhadap kondisi permodalan BPRS sesuai dengan ketentuan tersebut di atas dengan cara menghitung sendiri kecukupan permodalannya sekurang-kurangnya untuk periode bulanan dengan menggunakan data sesuai dengan laporan bulanan yang disampaikan kepada Bank Indonesia. VI. PENUTUP 1. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran bank Indonesia No.26/2/BPPP tanggal 29 Mei 1993 perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Perkreditan Rakyat tanggal 29 Mei 1993, dinyatakan tidak berlaku bagi BPRS. 2. Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/26/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title> <set_date> 14 November 2006 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2007 </effective_date> <replaced_reg> '26/2/BPPP|SE-BI/1993' </replaced_reg> <related_reg> '8/22/PBI/2006' </related_reg>
No.11/ 29 /DPNP Jakarta, 16 Oktober 2009 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dalam Rupiah Sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 4A Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/25/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, tata cara pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) Sekunder dalam rupiah akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Sehubungan dengan itu dipandang perlu untuk mengatur lebih lanjut mengenai tata cara perhitungan GWM Sekunder dalam rupiah sebagai berikut: I. UMUM 1. Sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/25/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada . . . pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, Bank wajib memenuhi GWM dalam rupiah yang terdiri dari GWM Utama dan GWM Sekunder. 2. GWM Sekunder adalah cadangan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank berupa Sertifikat Bank Indonesia, Surat Utang Negara, Surat Berharga Syariah Negara dan/atau Excess Reserve, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Sesuai Peraturan Bank Indonesia yang berlaku saat ini persentase GWM Sekunder dalam rupiah ditetapkan sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari DPK dalam rupiah. Persentase ini dapat disesuaikan dari waktu ke waktu dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan arah kebijakan Bank Indonesia. 3. Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan: a. Sertifikat Bank Indonesia yang untuk selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. b. Surat Berharga Negara yang untuk selanjutnya disebut SBN adalah surat berharga berupa Surat Utang Negara dalam mata uang rupiah dan/atau surat berharga berdasarkan prinsip syariah dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh pemerintah. c. Surat Utang Negara yang untuk selanjutnya disebut SUN adalah surat pengakuan utang yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Surat Utang Negara, namun terbatas hanya dalam mata uang rupiah. d. Obligasi . . . d. Obligasi Negara yang untuk selanjutnya disebut ON merupakan SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. e. Surat Perbendaharaan Negara yang untuk selanjutnya disebut SPN merupakan SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. f. Surat Berharga Syariah Negara yang untuk selanjutnya disebut SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Surat Berharga Syariah Negara, namun terbatas hanya dalam mata uang rupiah. g. Excess Reserve adalah kelebihan saldo Rekening Giro Rupiah Bank dari GWM Utama yang dipelihara di Bank Indonesia. h. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang untuk selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-SSSS dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). i. Sub-rekening Investasi pada BI-SSSS adalah sub-rekening untuk menampung pencatatan kepemilikan surat berharga yang diperoleh peserta bank dalam rangka program pemerintah antara lain program rekapitalisasi perbankan. j. Sub-rekening . . . j. Sub-rekening Perdagangan atau aktif pada BI-SSSS adalah sub-rekening untuk menampung pencatatan kepemilikan surat berharga yang dapat diperdagangkan baik yang berasal dari Sub-rekening Investasi maupun hasil pembelian surat berharga di pasar perdana dan di pasar sekunder. II. TATA CARA PERHITUNGAN GWM SEKUNDER DALAM RUPIAH Tata cara perhitungan GWM Sekunder dalam rupiah ditetapkan sebagai berikut: 1. Komponen yang Diperhitungkan a. Komponen yang diperhitungkan sebagai cadangan dalam pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah adalah: 1) SBI untuk seluruh jangka waktu. 2) SBN, yang mencakup: a) SUN berupa ON dan/atau SPN, untuk seluruh jenis dan jangka waktu, tidak termasuk SUN yang tidak dapat diperdagangkan (untradeable); dan b) SBSN untuk seluruh jenis dan jangka waktu, tidak termasuk SBSN yang tidak dapat diperdagangkan (untradeable). 3) Excess Reserve. b. SBI dan SBN yang dapat diperhitungkan dalam pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah adalah SBI, SUN, dan/atau SBSN milik Bank yang tercatat pada rekening surat berharga Bank di BI-SSSS, yaitu dalam: 1) Sub-rekening Investasi; dan/atau 2) Sub-rekening Perdagangan atau aktif. namun . . . namun tidak termasuk SBI, SUN, dan/atau SBSN milik Bank yang tercatat pada rekening surat berharga sub-registry. 2. Sumber Data dan Nilai yang Digunakan a. Penetapan jumlah SBI dan SBN yang dimiliki Bank dilakukan berdasarkan data yang tercatat pada rekening surat berharga Bank di BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b di atas, pada posisi akhir hari yaitu pada saat cut off time BI-SSSS. b. Nilai SBI dan SBN yang digunakan dalam perhitungan GWM Sekunder adalah nilai pasar (market value) yang tercantum di BI-SSSS untuk SBI dan SBN dimaksud. 3. Perhitungan Pemenuhan GWM Pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SUN, SBSN, dan/atau Excess Reserve milik Bank yang tercatat di Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. Formula perhitungan GWM Sekunder dalam rupiah adalah sebagai berikut: SBI + SUN + SBSN + Excess Reserve x 100% Rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya III. SANKSI . . . III. SANKSI Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM akan dikenakan sanksi sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/25/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. Perhitungan sanksi kewajiban membayar bagi Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM dalam rupiah, baik untuk GWM Utama dalam rupiah maupun untuk GWM Sekunder dalam rupiah, dilakukan dengan formula sebagai berikut: Kekurangan GWM x 125% x suku bunga JIBOR x hari kerja 360 x 100 Suku bunga JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate) yang digunakan adalah rata-rata suku bunga JIBOR dalam rupiah jangka waktu 1 (satu) hari (overnight) pada hari terjadinya pelanggaran. IV. CONTOH PERHITUNGAN PEMENUHAN GWM DALAM RUPIAH DAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR 1. Contoh perhitungan GWM dalam rupiah: Bank A memiliki rata-rata harian DPK dalam rupiah dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan Oktober sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima trilyun rupiah). Berdasarkan data tersebut, GWM harian dalam rupiah yang wajib dipenuhi untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan Oktober adalah sebagai berikut: a. GWM . . . a. GWM Utama dalam rupiah sebesar 5% (lima persen) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima trilyun rupiah), yaitu sebesar Rp2.750.000.000.000,00 (dua trilyun tujuh ratus lima puluh milyar rupiah); dan b. GWM Sekunder dalam rupiah sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima trilyun rupiah), yaitu sebesar Rp1.375.000.000.000,00 (satu trilyun tiga ratus tujuh puluh lima milyar rupiah). Komposisi saldo Rekening Giro Rupiah Bank A pada Bank Indonesia, SBI dan SBN milik Bank yang tercatat pada rekening surat berharga Bank di BI-SSSS (dalam Sub-rekening Investasi dan/atau Sub-rekening Perdagangan atau aktif) adalah sebagai berikut: Tanggal 24 Oktober 25 Oktober 26 Oktober 27 Oktober 28 Oktober 29 Oktober 30 Oktober 31 Oktober Saldo Rekening Giro Rupiah Rp3.500.000,00 Rp3.500.000,00 Rp2.750.000,00 Rp2.000.000,00 Rp2.500.000,00 Rp2.750.000,00 Rp2.750.000,00 Rp2.750.000,00 (dalam juta rupiah) SBI dan SBN Rp1.500.000,00 Rp1.500.000,00 Rp1.500.000,00 Rp1.500.000,00 Rp1.325.000,00 Rp1.350.000,00 Rp1.375.000,00 Rp1.375.000,00 Asumsi: Tanggal 24 Oktober dan 31 Oktober adalah hari Sabtu, dan tanggal 25 Oktober adalah hari Minggu. Perhitungan . . . Perhitungan pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah untuk Bank A dilakukan sebagai berikut: (dalam juta rupiah) Excess Reserve Tanggal SBI dan SBN (1) (2) = Giro di BI dikurangi Giro di BI untuk GWM Utama Total (3) = (1) + (2) Persentase GWM Sekunder (4) = (3) dibagi Rata-rata DPK 24 Oktober Rp1.500.000,00 Rp750.000,00 Rp2.250.000,00 4,09% Memenuhi 25 Oktober Rp1.500.000,00 Rp750.000,00 Rp2.250.000,00 4,09% Memenuhi 26 Oktober Rp1.500.000,00 Rp0 27 Oktober Rp1.500.000,00 Rp0 (Bank kekurangan GWM Utama dalam rupiah) Rp1.500.000,00 2,73% Memenuhi Rp1.500.000,00 2,73% Bank kekurangan GWM Utama sebesar Rp750.000,00. (Rp. 2.000.000,00 – Rp2.750.000,00) Kekurangan GWM Utama tidak dapat dipenuhi dari kelebihan GWM Sekunder. 28 Oktober Rp1.325.000,00 Rp0 (Bank kekurangan GWM Utama dalam rupiah) Rp1.325.000,00 2,41% Bank kekurangan GWM Utama sebesar Rp250.000,00 (Rp2.500.000,00 – Rp2.750.000,00) dan kekurangan GWM Sekunder sebesar Rp50.000,00 (Rp1.325.000,00 - Rp1.375.000,00) 29 Oktober Rp1.350.000,00 Rp0 Rp1.350.000.,00 2,45% Bank kekurangan GWM Sekunder dalam rupiah sebesar Rp25.000,00 (Rp1.350.000,00 – Rp1.375.000,00) 30 Oktober Rp1.375.000,00 Rp0 31 Oktober Rp1.375.000,00 Rp0 Rp1.375.000,00 Rp1.375.000,00 2,5% Memenuhi 2,5% Memenuhi 2. Contoh Keterangan (Memenuhi/tidak memenuhi) . . . 2. Contoh Perhitungan Sanksi Berdasarkan contoh perhitungan GWM dalam rupiah pada angka 1, perhitungan sanksi pelanggaran GWM Sekunder dalam rupiah pada tanggal 27, 28, dan 29 Oktober adalah sebagai berikut: a. Pada tanggal 27 Oktober, saldo Rekening Giro Rupiah Bank A pada Bank Indonesia adalah sebesar Rp2.000.000.000.000,00, (dua trilyun rupiah) sehingga terdapat kekurangan pemenuhan GWM Utama dalam rupiah sebesar Rp750.000.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh milyar rupiah). Apabila diasumsikan rata-rata suku bunga JIBOR overnight dalam rupiah pada tanggal 27 Oktober adalah sebesar 6% (enam persen), maka perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran GWM Utama dalam rupiah untuk Bank A pada tanggal 27 Oktober adalah sebagai berikut: Kekurangan GWM x 125% x suku bunga JIBOR x hari kerja 360 x 100 yaitu Rp750.000.000.000,00 x 1,25 x 6 x 1 360 x 100 b. Pada tanggal 28 Oktober, saldo Rekening Giro Rupiah Bank A pada Bank Indonesia adalah sebesar Rp2.500.000.000.000,00, (dua trilyun lima ratus milyar rupiah) dan Bank memiliki SBI, SUN, dan/atau SBSN sebesar Rp1.325.000.000.000,00 (satu trilyun tiga ratus dua puluh lima milyar rupiah) sehingga terdapat kekurangan pemenuhan GWM sebesar Rp300.000.000.000,00 (tiga ratus milyar rupiah), yang terdiri dari kekurangan pemenuhan . . . pemenuhan GWM Utama dalam rupiah sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh milyar rupiah) dan kekurangan pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah sebesar Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Apabila diasumsikan rata-rata suku bunga JIBOR overnight dalam rupiah pada tanggal 28 Oktober adalah sebesar 6% (enam persen), maka perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran GWM rupiah untuk Bank A pada tanggal 28 Oktober adalah sebagai berikut: Kekurangan GWM x 125% x suku bunga JIBOR x hari kerja 360 x 100 yaitu Rp300.000.000.000,00 x 1,25 x 6 x 1 360 x 100 c. Pada tanggal 29 Oktober, terdapat kekurangan pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah). Apabila diasumsikan rata-rata suku bunga JIBOR overnight dalam rupiah pada tanggal 29 Oktober adalah sebesar 6% (enam persen), maka perhitungan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran GWM Sekunder dalam rupiah untuk Bank A pada tanggal 29 Oktober adalah sebagai berikut: Kekurangan GWM x 125% x suku bunga JIBOR x hari kerja 360 x 100 yaitu Rp25.000.000.000,00 x 1,25 x 6 x 1 360 x 100 V. PENUTUP . . . V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 24 Oktober 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/29/DPNP|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dalam Rupiah </reg_title> <set_date> 16 Oktober 2009 </set_date> <effective_date> 24 Oktober 2009 </effective_date> <related_reg> '10/25/PBI/2008', '10/19/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
No. 10/22/DPM Jakarta, 7 Juli 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK, PIALANG PASAR UANG DAN PIALANG PASAR MODAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan/atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Sehubungan dengan penyempurnaan ketentuan terkait Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) dan penyempurnaan underlying asset dalam pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka (OPT), dipandang perlu untuk mengubah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan/atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/1/DPM tanggal 27 Januari 2006, sebagai berikut : 1. Ketentuan Bab I angka 12, angka 14, angka 15, angka 16 dan angka 18 diubah, serta menambah 1 (satu) angka baru yaitu angka 19, sehingga Bab I berbunyi sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan : 1. Bank ... 2 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha perbankan konvensional. 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. 3. Pembelian dan/atau Penjualan SUN adalah pembelian dan/atau penjualan SUN oleh Bank Indonesia di pasar sekunder dalam rangka OPT yang dilakukan melalui mekanisme lelang dan/atau non-lelang. 4. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara. 5. Surat Perbendaharaan Negara adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. 6. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 7. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah dijual di pasar perdana. 8. Pialang adalah pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan mengacu kepada ketentuan yang berlaku. 9. Stop-out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto atau yield yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai kuantitas SUN tertentu yang akan dibeli/dijual oleh Bank Indonesia. 10. Sistem ... 3 10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 11. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 12. Rekening Perdagangan SUN adalah rekening surat berharga yang digunakan untuk menampung pencatatan kepemilikan SUN yang dapat diperdagangkan yang dipelihara dalam BI-SSSS oleh Central Registry. 13. Setelmen Transaksi SUN adalah setelmen yang terdiri dari setelmen surat berharga SUN dan setelmen dana. 14. Setelmen Surat Berharga SUN adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening SUN di BI-SSSS dalam rangka transaksi pembelian atau penjualan SUN. 15. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening giro dan/atau rekening lainnya melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka pembelian atau penjualan SUN. 16. Harga Setelmen adalah harga yang dibayarkan pembeli kepada penjual untuk transaksi pembelian atau penjualan SUN. 17. Delivery Versus Payment yang untuk selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga SUN dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana. 18. Central ... 4 18. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub Registry dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia yang memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS. 19. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 2. Ketentuan Bab II huruf B angka 3 diubah, sehingga Bab II huruf B berbunyi sebagai berikut : II. KRITERIA SUN DAN KRITERIA PESERTA LELANG B. Kriteria Peserta Lelang 1. Pihak-pihak yang dapat melakukan pembelian dan/atau penjualan SUN dengan Bank Indonesia yang untuk selanjutnya disebut Peserta Lelang adalah : a. Bank, untuk kepentingan diri sendiri; b. Pialang, untuk kepentingan bank. 2. Pialang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b adalah : a. pialang pasar uang, yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai pialang dalam transaksi OPT; b. pialang pasar modal, yang mengikuti lelang SUN di pasar primer berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang berlaku. 3. Peserta ... 5 3. Peserta Lelang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang dapat melakukan pembelian dan/atau penjualan SUN dengan Bank Indonesia: a. tidak dikenakan sanksi penghentian sementara dalam rangka kegiatan OPT; dan b. berstatus aktif dalam kepesertaan BI-SSSS. 4. Bank sebagai Peserta Lelang maupun Bank yang diwakili oleh Pialang wajib memiliki : a. saldo rekening surat berharga SUN pada Central Registry yang mencukupi untuk keperluan Setelmen Surat Berharga SUN; b. saldo rekening giro rupiah pada Bank Indonesia yang mencukupi untuk keperluan Setelmen Dana. 3. Ketentuan Bab V diubah, sehingga Bab V berbunyi sebagai berikut : V. Pengenaan Sanksi 1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi SUN sebagaimana dimaksud dalam Bab IV angka 4 dan Bab IV angka 5, Bank dikenakan sanksi berupa : a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada : 1) Direktorat Pengawasan Bank terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Tim Pengawas Bank-Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan b. Kewajiban ... 6 b. Kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi SUN yang dinyatakan batal atau paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah). c. Penghentian sementara untuk mengikuti transaksi OPT dengan Bank Indonesia selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut dalam hal terjadi pembatalan transaksi OPT paling sedikit 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan. Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti transaksi OPT sebagaimana dimaksud pada Lampiran 3. 2. Pengenaan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi yang ketiga kali. 4. Lampiran 1.b dan Lampiran 2 diubah , serta menambah 1 (satu) lampiran baru yaitu Lampiran 3 sebagaimana Lampiran 1.b, Lampiran 2 dan Lampiran 3 dalam Surat Edaran ini. 5. Semua penyebutan Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) sebagaimana dimaksud dalam tata cara pembelian dan/atau penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka yang sudah ada sebelum Surat Edaran ini diberlakukan harus dibaca menjadi Sistem LHBU. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Juli 2008 Agar ... 7 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/22/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan/atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 7 Juli 2008 </set_date> <effective_date> 7 Juli 2008 </effective_date> <changed_reg> '6/21/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <extension_of> '8/1/DPM|SE-BI/2006' </extension_of> <related_reg> '6/21/DPM|SE-BI/2004', '8/1/DPM|SE-BI/2006' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 3 Romawi V' </penalty_list>
No.15/50/DPbS Jakarta, 30 Desember 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/9/DPbS tanggal 7 April 2009 perihal Bank Umum Syariah. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4978) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/13/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 233, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5476) maka perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/9/DPbS tanggal 7 April 2009 perihal Bank Umum Syariah sebagai berikut: 1. Ketentuan angka V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: V. PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN, ATAU PENGGANTIAN PEJABAT EKSEKUTIF BANK Pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian Pejabat Eksekutif dilaporkan oleh Bank kepada Bank Indonesia. Apabila berdasarkan penelitian dan penilaian Bank Indonesia, Pejabat Eksekutif dimaksud memiliki rekam jejak negatif maka Bank wajib segera membatalkan pengangkatan dan mengganti pejabat yang bersangkutan. Dalam rangka penelitian dan penilaian dimaksud, Bank Indonesia dapat melakukan wawancara untuk klarifikasi dan konfirmasi guna memastikan kelayakan yang bersangkutan. Bank… 2 Bank wajib menatausahakan dokumen pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pejabat Eksekutif sebagai berikut: a. surat keputusan Direksi Bank atau pejabat yang berwenang mengenai pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian Pejabat Eksekutif, berita acara serah terima jabatan sebagai Pejabat Eksekutif, dan/atau dokumen lain yang dapat dipersamakan dengan itu; b. dokumen yang menyatakan identitas Pejabat Eksekutif yang baru sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.a, butir II.A.3.b, butir II.A.3.c, dan butir II.A.3.d; dan c. dokumen dalam rangka penelitian calon Pejabat Eksekutif antara lain informasi, referensi dari tempat kerja sebelumnya dan informasi mengenai kredit atau pembiayaan macet. 2. Di antara angka V dan angka VI disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka VA sehingga berbunyi sebagai berikut: VA. KAJIAN RENCANA PEMBUKAAN, PERUBAHAN STATUS, PEMINDAHAN ALAMAT, DAN/ATAU PENUTUPAN KANTOR BANK SERTA RENCANA PEMBUKAAN, PEMINDAHAN, DAN/ATAU PENGHENTIAN KEGIATAN LAYANAN SYARIAH BANK DALAM RENCANA BISNIS BANK A. Bank wajib menyusun kajian sebagai dasar untuk menetapkan rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan kantor Bank serta rencana pembukaan, pemindahan, dan/atau penghentian kegiatan Layanan Syariah Bank (LSB) dengan berpedoman pada Lampiran 10A. B. Bank wajib mencantumkan kajian sebagaimana dimaksud pada huruf A dalam lampiran rencana bisnis Bank terkait rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai rencana bisnis Bank. C. Kajian… 3 C. Kajian yang merupakan lampiran rencana bisnis Bank sebagaimana dimaksud pada huruf B disampaikan pertama kali paling lambat tanggal 28 Maret 2014. Selanjutnya kajian disampaikan bersamaan dengan penyampaian rencana bisnis Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai rencana bisnis Bank. 3. Ketentuan angka VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: VI. PEMBUKAAN KANTOR BANK A. PEMBUKAAN KANTOR CABANG DI DALAM NEGERI Permohonan izin pembukaan KC diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 12 disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan meliputi: a. daftar aktiva tetap dan inventaris; b. susunan dan struktur organisasi; c. bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian sewa atau nota kesepakatan sewa menyewa gedung kantor; d. foto gedung kantor dan tata letak ruangan, termasuk ruang khasanah yang menunjukkan persiapan kantor Bank beroperasi; e. persiapan sumber daya manusia; f. persiapan jaringan telekomunikasi; dan g. formulir atau warkat yang akan digunakan dalam operasional; 2. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan yang sehat antar Bank dan unit usaha syariah, serta tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor unit usaha syariah; dan 3. rencana… 4 3. rencana penghimpunan dan penyaluran dana paling singkat selama 12 (dua belas) bulan beserta penjelasannya. B. PEMBUKAAN KANTOR CABANG PEMBANTU DI DALAM NEGERI Laporan rencana pembukaan KCP disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15 disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1; dan 2. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor unit usaha syariah, serta potensi penghimpunan dan penyaluran dana. C. PEMBUKAAN KANTOR KAS DI DALAM NEGERI Laporan rencana pembukaan KK disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15A disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1; dan 2. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi penghimpunan dana. D. PEMBUKAAN KANTOR FUNGSIONAL DI DALAM NEGERI 1. Jenis KF terdiri dari KF yang melakukan kegiatan operasional dan KF yang melakukan kegiatan non operasional. Kegiatan operasional adalah kegiatan penghimpunan… 5 penghimpunan dan/atau penyaluran dana secara terbatas dengan melakukan 1 (satu) atau lebih kegiatan di bawah ini: a. penerimaan nasabah; b. penerimaan atau pengeluaran kas; c. pemrosesan permohonan penyaluran atau penghimpunan dana; dan/atau d. pemberian keputusan atas permohonan penyaluran atau penghimpunan dana. 2. Pembukaan KF diatur sebagai berikut: a. Laporan rencana pembukaan KF yang melakukan kegiatan operasional disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15B disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1) daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1; dan 2) rencana Bank untuk mengutamakan pemberian pembiayaan pada sektor produktif, untuk KF yang memberikan pembiayaan. b. Laporan rencana pembukaan KF yang melakukan kegiatan non operasional disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15B disertai dengan dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.a sampai dengan butir A.1.f. E. PEMBUKAAN… 6 E. PEMBUKAAN KANTOR WILAYAH DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana pembukaan Kanwil disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15C disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.a sampai dengan butir A.1.f; b. cakupan wilayah kerja dan struktur organisasi; dan c. tugas dan kewenangan Kanwil. 2. Dalam hal Kanwil akan melakukan kegiatan operasional sebagaimana KC maka wajib memenuhi ketentuan pembukaan KC. F. PEMBUKAAN KANTOR DI LUAR NEGERI 1. Permohonan izin pembukaan KC atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17 disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud pada butir A.1; b. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi ekonomi dan peluang pasar; dan c. rencana bisnis KC atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional paling singkat selama 12 (dua belas) bulan. 2. Permohonan… 7 2. Permohonan izin pembukaan kantor perwakilan atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan non operasional diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18. 3. Salinan atau fotokopi izin pembukaan kantor di luar negeri dari otoritas di negara setempat disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18A. 4. Di antara angka VI dan angka VII disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka VIA sehingga berbunyi sebagai berikut: VIA. KERJASAMA BANK DENGAN BANK UMUM KONVENSIONAL YANG MEMILIKI HUBUNGAN KEPEMILIKAN A. LAYANAN SYARIAH BANK 1. Laporan rencana pembukaan kegiatan LSB disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18B disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi surat persetujuan dari Bank Indonesia kepada Bank Umum Konvensional (BUK) untuk melakukan aktivitas keagenan dan/atau kerjasama dalam bentuk kegiatan LSB; b. fotokopi perjanjian kerjasama antara Bank dengan BUK yang paling kurang memuat: 1) tujuan dan ruang lingkup kerjasama; 2) mekanisme kerjasama; 3) hak dan kewajiban para pihak; 4) kerahasiaan; 5) pembebanan biaya dan penetapan imbalan; 6) pelaporan; 7) tanggung jawab atas kerugian; 8) pelaksanaan… 8 8) pelaksanaan evaluasi; 9) jangka waktu; 10) penyelesaian perselisihan; 11) penanganan pengaduan nasabah; 12) pemberian kuasa; dan 13) analisis dan mitigasi risiko; c. persiapan jaringan telekomunikasi dan sistem informasi; d. dokumen mengenai persiapan sumber daya manusia; e. analisis dan mitigasi risiko; f. sistem dan prosedur pencatatan transaksi dan dokumentasi; g. sistem dan prosedur pengawasan yang akan dilakukan; dan h. persiapan dan hasil uji coba (apabila ada) atas kegiatan LSB. 2. Laporan rencana pemindahan kegiatan LSB disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18C. 3. Laporan rencana penghentian kegiatan LSB disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18D disertai dengan dokumen berupa penjelasan mengenai langkah- langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kegiatan LSB kepada nasabah dan pihak lainnya. B. JASA KONSULTASI Laporan rencana kerjasama antara Bank dengan BUK dalam bentuk Jasa Konsultasi disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format… 9 format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18E disertai dengan dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi surat persetujuan dari Bank Indonesia kepada BUK untuk melakukan aktivitas keagenan dan/atau kerjasama dalam bentuk Jasa Konsultasi; 2. fotokopi perjanjian kerjasama antara Bank dengan BUK yang paling kurang memuat antara lain: a. tujuan dan ruang lingkup kerjasama; b. mekanisme kerjasama; c. hak dan kewajiban para pihak; d. kerahasiaan; e. pembebanan biaya dan penetapan imbalan; f. g. pelaksanaan evaluasi; dan jangka waktu; 3. analisis dan mitigasi risiko; dan 4. mekanisme kerja (flowchart) alur kerjasama Jasa Konsultasi. 5. Ketentuan angka VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: VII. PERUBAHAN STATUS KANTOR BANK A. PENINGKATAN STATUS KANTOR 1. Permohonan izin peningkatan status kantor Bank dari KCP atau KK menjadi KC diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18F disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam pembukaan KC sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A. 2. Laporan rencana peningkatan status kantor Bank dari KK menjadi KCP disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18G disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam pembukaan KCP sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B. B. PENURUNAN… 10 B. PENURUNAN STATUS KANTOR 1. Permohonan izin penurunan status kantor Bank dari KC menjadi KCP atau KK diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18H disertai dengan alasan penurunan status dan dokumen sebagai berikut: a. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya; dan b. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab Bank. 2. Laporan rencana penurunan status kantor Bank dari KCP menjadi KK disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18I disertai dengan alasan penurunan status dan dokumen sebagai berikut: a. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCP kepada nasabah dan pihak lainnya; dan b. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCP kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab Bank. C. PERUBAHAN… 11 C. PERUBAHAN STATUS KANTOR 1. Permohonan izin perubahan status kantor Bank dari KF menjadi KC diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18J disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam pembukaan KC sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A. 2. Laporan rencana perubahan status kantor Bank dari KF menjadi KCP disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18K disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam pembukaan KCP sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B. 3. Laporan rencana perubahan status kantor Bank dari KF menjadi KK disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18L disertai dengan alasan perubahan status dan dokumen yang dipersyaratkan dalam laporan rencana penurunan status kantor Bank dari KCP menjadi KK sebagaimana dimaksud dalam butir B.2. 4. Permohonan izin perubahan status kantor Bank dari KC menjadi KF diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18M disertai dengan alasan perubahan status dan dokumen yang dipersyaratkan dalam permohonan izin penurunan status kantor Bank dari KC menjadi KCP atau KK sebagaimana dimaksud dalam butir B.1. 5. Laporan rencana perubahan status kantor Bank dari KCP menjadi KF disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18N disertai dengan… 12 dengan alasan perubahan status dan dokumen yang dipersyaratkan dalam laporan rencana penurunan status kantor Bank dari KCP menjadi KK sebagaimana dimaksud dalam butir B.2. 6. Ketentuan angka VIII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: VIII. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR BANK A. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR PUSAT Permohonan izin pemindahan alamat kantor pusat Bank diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 21 disertai alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: 1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1; 2. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban kantor pusat kepada nasabah dan pihak lainnya; dan 3. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru yang paling kurang memuat potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan yang sehat antar Bank dan unit usaha syariah, serta tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor unit usaha syariah. B. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR CABANG DI DALAM NEGERI 1. Permohonan izin pemindahan alamat KC dalam wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan tempat kedudukan awal KC diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 22 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance… 13 (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1. 2. Permohonan izin pemindahan alamat KC ke wilayah kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat kedudukan awal KC namun masih dalam 1 (satu) wilayah kantor Bank Indonesia diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 22 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1; b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya; dan c. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru yang paling kurang memuat potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan yang sehat antar Bank dan unit usaha syariah, serta tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor unit usaha syariah. C. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR CABANG PEMBANTU DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana pemindahan alamat KCP dalam wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan tempat kedudukan awal KCP disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah… 14 telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1. 2. Laporan rencana pemindahan alamat KCP ke wilayah kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat kedudukan awal KCP namun masih dalam 1 (satu) wilayah kantor Bank Indonesia disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1; b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCP kepada nasabah dan pihak lainnya; dan c. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru yang paling kurang memuat tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor unit usaha syariah, serta potensi penghimpunan dan penyaluran dana. D. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR KAS DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana pemindahan alamat KK dalam wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan tempat kedudukan awal KK disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24A disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1. 2. Laporan… 15 2. Laporan rencana pemindahan alamat KK ke wilayah kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat kedudukan awal KK namun masih dalam 1 (satu) wilayah kantor Bank Indonesia disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24A disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1; b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban KK kepada nasabah dan pihak lainnya; dan c. hasil studi kelayakan yang memuat potensi penghimpunan dana. E. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR FUNGSIONAL DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana pemindahan alamat KF yang melakukan kegiatan operasional dalam wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan tempat kedudukan awal KF disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24B disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1. 2. Laporan rencana pemindahan alamat KF yang melakukan kegiatan operasional ke wilayah kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat kedudukan awal KF namun masih dalam 1 (satu) wilayah kantor Bank… 16 Bank Indonesia disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24B disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1; b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KF kepada nasabah dan pihak lainnya; dan c. rencana Bank untuk mengutamakan pemberian pembiayaan pada sektor produktif, untuk KF yang memberikan pembiayaan. 3. Laporan rencana pemindahan alamat KF yang melakukan kegiatan non operasional disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24B disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1.a sampai dengan butir VI.A.1.f. F. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR WILAYAH DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana pemindahan alamat Kanwil disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24C disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan… 17 satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1.a sampai dengan butir VI.A.1.f. 2. Pemindahan alamat Kanwil yang melakukan kegiatan operasional sebagaimana KC wajib memenuhi ketentuan sebagaimana pemindahan alamat KC. G. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR DI LUAR NEGERI 1. Laporan rencana pemindahan alamat KC atau jenis- jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen sebagai berikut: a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1; b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KC atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional kepada nasabah dan pihak lainnya; dan c. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat potensi ekonomi dan peluang pasar. 2. Laporan rencana pemindahan alamat kantor perwakilan atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan non operasional disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26A. 3. Salinan atau fotokopi izin pemindahan alamat kantor di luar negeri dari otoritas di negara setempat disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan… 18 menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26B. 7. Di antara angka VIII dan angka IX disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka VIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:. VIIIA.PEMISAHAN LOKASI KANTOR PUSAT DAN PEMINDAHAN DIVISI A. PEMISAHAN LOKASI KANTOR PUSAT 1. Permohonan izin pemisahan kantor pusat diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26C disertai dengan: a. alasan pemisahan kantor pusat; b. rencana lokasi kantor-kantor hasil pemisahan; dan c. persiapan operasional kantor yang baru, termasuk sarananya. 2. Laporan pelaksanaan pemisahan kantor pusat disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26D. B. PEMISAHAN DIVISI Laporan pelaksanaan pemisahan divisi disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26E. 8. Ketentuan angka XI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: XI. PENUTUPAN KANTOR BANK A. PENUTUPAN KANTOR CABANG DI DALAM NEGERI 1. Permohonan persetujuan prinsip penutupan KC diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 30 disertai dengan alasan penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian… 19 penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya. 2. Permohonan persetujuan penutupan KC diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 30A disertai dengan: a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan; dan b. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab Bank. 3. Penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KC kepada kantor Bank lainnya atau pihak lain dengan persetujuan nasabah atau pihak lainnya. Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya dapat berbentuk: a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh nasabah; b. pengalihan pembiayaan kepada kantor Bank lainnya atau pihak lain; c. neraca KC yang menunjukkan seluruh tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan; dan/atau d. dokumen lain yang mendukung. B. PENUTUPAN KANTOR CABANG PEMBANTU DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana penutupan KCP disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh… 20 contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32 disertai dengan alasan penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCP kepada nasabah dan pihak lainnya. 2. Dokumen penutupan KCP disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32A. Dokumen penutupan KCP antara lain: a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCP kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan; dan b. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh tagihan dan kewajiban KCP kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab Bank. 3. Penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCP kepada kantor Bank lainnya atau pihak lain dengan persetujuan nasabah atau pihak lainnya. Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCP kepada nasabah dan pihak lainnya dapat berbentuk: a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh nasabah; b. pengalihan pembiayaan kepada kantor Bank lainnya atau pihak lain; c. neraca KC; dan/atau d. dokumen lain yang mendukung. C. PENUTUPAN… 21 C. PENUTUPAN KANTOR KAS DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana penutupan KK disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32B disertai dengan alasan penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban KK kepada nasabah dan pihak lainnya. 2. Dokumen penutupan KK disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32C. Dokumen penutupan KK antara lain: a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh kewajiban KK kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan; dan b. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh kewajiban KK kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab Bank. 3. Penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh kewajiban KK kepada kantor Bank lainnya atau pihak lain. Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban KK kepada nasabah dan pihak lainnya dapat berbentuk: a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh nasabah; b. neraca KC; dan/atau c. dokumen lain yang mendukung. D. PENUTUPAN KANTOR FUNGSIONAL DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana penutupan KF disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format… 22 format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32D disertai dengan alasan penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KF kepada nasabah dan pihak lainnya. 2. Dokumen penutupan KF disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32E. Dokumen penutupan KF antara lain: a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh tagihan dan/atau kewajiban KF kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan; dan b. surat pernyataan dari Direksi Bank seluruh tagihan dan/atau kewajiban KF kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab Bank. 3. Penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KF kepada kantor Bank lainnya atau pihak lain. Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KF kepada nasabah dan pihak lainnya dapat berbentuk: a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu oleh nasabah; b. pengalihan pembiayaan kepada kantor Bank lainnya atau pihak lain; c. neraca KC; dan/atau d. dokumen lain yang mendukung. E. PENUTUPAN… 23 E. PENUTUPAN KANTOR WILAYAH DI DALAM NEGERI 1. Laporan rencana penutupan Kanwil disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32F disertai dengan alasan penutupan dan dokumen mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban Kanwil. 2. Penutupan Kanwil yang melakukan kegiatan operasional sebagaimana KC, wajib memenuhi ketentuan sebagaimana penutupan KC. F. PENUTUPAN KANTOR DI LUAR NEGERI 1. Permohonan izin penutupan KC atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32G disertai dengan alasan penutupan dan dokumen sebagai berikut: a. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KC atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional kepada nasabah dan pihak lainnya; dan b. langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka memperoleh izin dari otoritas di negara setempat. 2. Dokumen penutupan KC atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32H. Dokumen penutupan dimaksud antara lain: a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh tagihan dan/atau kewajiban KCS atau jenis-jenis kantor… 24 kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan; b. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh tagihan dan/atau kewajiban KC atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional kepada nasabah dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab Bank; dan c. salinan atau fotokopi izin penutupan dari otoritas di negara setempat. 3. Permohonan izin penutupan kantor perwakilan atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan non operasional disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32I disertai dengan alasan penutupan dan dokumen mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka memperoleh izin dari otoritas di negara setempat. 4. Salinan atau fotokopi izin penutupan kantor perwakilan atau jenis-jenis kantor lainnya yang melakukan kegiatan non operasional dari otoritas di negara setempat disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32J. 9. Lampiran 11, Lampiran 13, Lampiran 14, Lampiran 16 , Lampiran 19, Lampiran 20, Lampiran 23, Lampiran 25, Lampiran 27, Lampiran 31, Lampiran 33, dan Lampiran 34 dihapus. 10. Di… 25 10. Di antara angka XI dan XII disisipkan 1 angka, yakni angka XIA sehingga berbunyi sebagai berikut: XIA. LAIN-LAIN A. Laporan rencana Bank dan/atau sebagian kantor Bank untuk melakukan kegiatan operasional di luar hari kerja operasional atau pada hari libur atau tidak beroperasi pada hari kerja disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 36A. B. Pelaksanaan pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan penutupan Kanwil dan KF dilaporkan secara offline setiap bulan paling lama 5 (lima) hari kerja pada awal bulan laporan berikutnya selama belum dapat dilaporkan secara online melalui laporan kantor pusat bank umum. C. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf B wajib disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 36B. D. Lampiran dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Desember 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDY SETIADI KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/50/DPbS|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/9/DPbS tanggal 7 April 2009 perihal Bank Umum Syariah. </reg_title> <set_date> 30 Desember 2013 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2013 </effective_date> <changed_reg> '11/9/DPbS|SE-BI/2009' </changed_reg> <related_reg> '11/9/DPbS|SE-BI/2009', '15/13/PBI/2013', '11/3/PBI/2009' </related_reg>
No. 18/30/DPM Jakarta, 29 November 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/12/PBI/2016 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5919), perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai koridor suku bunga (standing facilities) dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang mengatur mengenai perbankan, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengelolaan moneter melalui OPT dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang dan pasar valuta asing yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan/atau pihak lain dalam rangka Operasi Moneter. 4. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana Rupiah (Lending Facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana Rupiah (Deposit Facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. 5. Lending … 2 5. Lending Facility adalah penyediaan dana Rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka Operasi Moneter. 6. Deposit Facility adalah penempatan dana Rupiah oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. 7. Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo Rate (Bank Indonesia 7-Day Repo Rate) yang selanjutnya disebut BI 7-Day Repo Rate adalah suku bunga kebijakan Bank Indonesia yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. 8. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan SBN yang digunakan dalam transaksi Standing Facilities yang memenuhi kriteria dan persyaratan untuk transaksi Lending Facility sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 9. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 10. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar-Bank. 11. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah SUN dan SBSN. 12. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Surat Utang Negara. 13. Surat … 3 13. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Surat Berharga Syariah Negara. 14. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 15. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 16. Sistem Bank Indonesia–Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 17. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank Indonesia dalam mata uang Rupiah. 18. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga, transaksi … 4 transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau transaksi pasar keuangan. 19. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Giro melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka penatausahaan. 20. Setelmen Surat Berharga (securities settlement) adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka penatausahaan. 21. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan. II. KARAKTERISTIK STANDING FACILITIES 1. Standing Facilities merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam rangka Injeksi Likuiditas dan Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang dan menjadi acuan tertinggi dan terendah bagi pergerakan suku bunga di pasar uang bertenor 1 (satu) hari kerja (overnight). 2. Standing Facilities terdiri atas: a. Lending Facility; dan b. Deposit Facility. 3. Standing Facilities disediakan oleh Bank Indonesia pada setiap hari kerja Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas Bank Indonesia. 4. Pengajuan transaksi Standing Facilities dilakukan melalui Sistem BI-ETP. 5. Jangka waktu Standing Facilities adalah 1 (satu) hari kerja (overnight). 6. Jumlah hari dalam perhitungan repurchase agreement (repo) rate atau tingkat diskonto Standing Facilities dihitung berdasarkan hari kalender. 7. Window time Standing Facilities diatur sebagai berikut: a. window time Lending Facility dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan b. window … 5 b. window time Deposit Facility dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 17.30 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 8. Bank Indonesia mengumumkan transaksi Standing Facilities melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain sebelum window time Standing Facilities. 9. Dalam hal terdapat perubahan window time, seri dan jenis Surat Berharga, haircut, repo rate, dan/atau tingkat diskonto, pengumuman dilakukan sebelum window time Standing Facilities. 10. Bank bertanggung jawab atas kebenaran data pengajuan transaksi Standing Facilities yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 11. Bank dilarang membatalkan pengajuan transaksi Standing Facilities yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 12. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro dan/atau Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen Standing Facilities. 13. Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu Standing Facilities ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan bunga repo atau diskonto atas tambahan jangka waktu transaksi Standing Facilities. 14. Pada saat Standing Facilities jatuh waktu, setelmen dilakukan pada tanggal jatuh waktu sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS. 15. Bank Indonesia menatausahakan Standing Facilities pada Rekening Surat Berharga di BI-SSSS. III. LENDING FACILITY 1. Prinsip Transaksi a. Transaksi Lending Facility dilakukan dengan mekanisme repurchase agreement (repo) Surat Berharga, yaitu penjualan Surat Berharga oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan kewajiban pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. b. Transaksi … 6 b. Transaksi Lending Facility dengan mekanisme repo Surat Berharga dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga (transfer of ownership). c. Transaksi Lending Facility dilakukan dengan mekanisme nonlelang. 2. Surat Berharga a. Surat Berharga yang dapat di-repo-kan adalah SBI, SDBI, dan SBN. b. Surat Berharga yang dapat di-repo-kan sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling banyak sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dimiliki Bank, yang tercatat di Rekening Surat Berharga. 3. Repo Rate a. Bank Indonesia mengenakan bunga repo atas transaksi Lending Facility sebesar BI 7-Day Repo Rate ditambah marjin tertentu. b. Bunga repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang (simple interest). 4. Pengumuman Lending Facility a. Bank Indonesia mengumumkan rencana transaksi Lending Facility melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain paling lambat sebelum window time. b. Pengumuman rencana transaksi Lending Facility mencakup antara lain: 1) sarana transaksi; 2) window time; 3) jangka waktu; 4) repo rate; dan/atau 5) tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Transaksi a. Bank mengajukan transaksi Lending Facility kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. b. Pengajuan … 7 b. Pengajuan transaksi Lending Facility oleh Bank mencakup antara lain nilai nominal, seri, dan jenis Surat Berharga yang di-repo-kan. 6. Pengumuman Hasil Transaksi Setelah window time ditutup, Bank Indonesia mengumumkan hasil transaksi Lending Facility dengan ketentuan sebagai berikut: a. secara individual kepada Bank melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai transaksi yang diterima dan repo rate; dan b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal yang diterima dan repo rate. 7. Setelmen Transaksi a. Setelmen First Leg 1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada tanggal transaksi (same day settlement) pada awal periode pre cut-off Sistem BI-RTGS. 2) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: a) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan. b) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen first leg. c) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 3) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg maka BI- SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Lending Facility. 4) Atas … 8 4) Atas batalnya transaksi Lending Facility sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir VI.1. 5) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi Lending Facility dalam rangka pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi Moneter, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan setelmen first leg dalam 1 (satu) hari maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen Second Leg 1) Pada tanggal jatuh waktu Lending Facility (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS. 2) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: a) Setelmen Dana, dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen second leg. b) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan. c) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 3) Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Lending Facility jatuh waktu (second leg). 4) Dalam … 9 4) Dalam hal terdapat pembatalan sebagaimana dimaksud dalam angka 3), pada saat second leg Bank Indonesia mendebet Rekening Giro sebesar kewajiban pembayaran bunga repo Lending Facility. 5) Atas batalnya transaksi Lending Facility jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir VI.1. 6) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi Lending Facility dalam rangka pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi Moneter, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan setelmen second leg dalam 1 (satu) hari maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 8. Kegagalan Setelmen Second Leg Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg maka Surat Berharga yang di-repo-kan diperlakukan sebagai berikut: a. Dalam hal Surat Berharga berupa SBI dan/atau SDBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan Surat Berharga sebelum jatuh waktu (early redemption) secara otomatis melalui BI- SSSS. b. Perhitungan pelunasan Surat Berharga sebelum jatuh waktu (early redemption) sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung sebagai berikut : Nilai tunai early redemption = Nilai nominal Tingkat Diskonto Nilai nominal × 360 360+(Tingkat diskonto × Sisa jangka waktu) : nilai nominal SBI atau SDBI yang di-early redemption : rata-rata tertimbang tingkat diskonto pada saat SBI atau SDBI diterbitkan Sisa … 10 Sisa jangka waktu : jumlah hari sebenarnya (actual days) yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal gagal setelmen transaksi Operasi Moneter sampai dengan tanggal jatuh waktu SBI atau SDBI (maturity date) c. Dalam hal Surat Berharga berupa SBN maka transaksi yang bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan Surat Berharga secara outright. d. Dalam hal transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf c diperlakukan sebagai transaksi penjualan Surat Berharga secara outright: 1) Perhitungan harga Surat Berharga a) Dalam hal harga Surat Berharga pada transaksi outright lebih rendah dari harga Surat Berharga pada transaksi first leg setelah dikurangi haircut, maka Rekening Giro didebet sebesar selisih dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan; atau b) Dalam hal harga Surat Berharga pada transaksi outright lebih tinggi dari harga Surat Berharga pada transaksi first leg dikurangi haircut maka Rekening Giro dikredit sebesar selisih dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan dan paling banyak sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada saat first leg. 2) Perhitungan accrued interest a) Dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan yang diterima Bank Indonesia setelah transaksi outright maka Rekening Giro akan dikredit sebesar accrued interest atau imbalan dari setelmen first leg sampai dengan tanggal transaksi outright; b) Dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan pada tanggal transaksi outright, maka Rekening Giro akan dikredit sebesar accrued interest … 11 interest atau imbalan dari setelmen first leg sampai dengan tanggal transaksi outright; atau c) Dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan yang diterima Bank pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal transaksi outright, maka Rekening Giro akan didebet sebesar accrued interest atau imbalan yang dibayarkan kepada Bank pada saat first leg ditambah dengan accrued interest atau imbalan dari tanggal transaksi outright sampai dengan tanggal pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah transaksi outright. 3) Perhitungan bunga repo Rekening Giro akan didebet sebesar bunga repo. Perhitungan bunga repo adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 9. Kupon Surat Berharga Dalam hal SBN yang di-repo-kan dalam Lending Facility memiliki kupon atau imbalan maka hak atas penerimaan kupon atau imbalan dimaksud merupakan milik Bank. IV. DEPOSIT FACILITY 1. Prinsip Transaksi a. Transaksi Deposit Facility dilakukan dengan cara penempatan dana Rupiah oleh Bank secara berjangka di Bank Indonesia. b. Transaksi Deposit Facility dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga. c. Transaksi Deposit Facility dilakukan dengan mekanisme nonlelang. 2. Tingkat … 12 2. Tingkat Diskonto a. Transaksi Deposit Facility dilakukan dengan sistem diskonto dengan tingkat diskonto sebesar BI 7-Day Repo Rate dikurangi marjin tertentu. b. Nilai diskonto transaksi Deposit Facility dihitung sebagai berikut: Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai 3. Pengumuman Deposit Facility a. Bank Indonesia mengumumkan rencana transaksi Deposit Facility melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain paling lambat sebelum window time. b. Pengumuman rencana transaksi Deposit Facility mencakup antara lain: 1) sarana transaksi; 2) window time; 3) 4) 5) jangka waktu; tingkat diskonto; dan/atau tanggal dan waktu setelmen. 4. Pengajuan Transaksi a. Bank mengajukan transaksi Deposit Facility kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan dengan menyebutkan nilai nominal transaksi. b. Nilai nominal setiap pengajuan transaksi Deposit Facility paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 5. Pengumuman Hasil Transaksi Setelah window time ditutup, Bank Indonesia mengumumkan hasil transaksi Deposit Facility dengan ketentuan sebagai berikut: a. secara individual kepada Bank melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai transaksi yang dimenangkan dan tingkat diskonto; dan b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal yang diterima dan tingkat diskonto. 6. Setelmen … 13 6. Setelmen Transaksi a. Setelmen Transaksi 1) Bank Indonesia melakukan setelmen Deposit Facility pada tanggal transaksi (same day settlement) pada awal periode pre cut-off Sistem BI-RTGS. 2) Setelmen Deposit Facility dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai tunai transaksi Deposit Facility Bank yang bersangkutan. 3) Nilai tunai transaksi Deposit Facility sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dihitung sebagai berikut : Nilai Nominal × 360 Nilai Tunai = 360 + (Tingkat Diskonto × Jangka Waktu) 4) Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen Deposit Facility sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Deposit Facility. 5) Atas batalnya transaksi Deposit Facility sebagaimana dimaksud dalam angka 4), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir VI.1. 6) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi Deposit Facility dalam rangka pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi Moneter, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan setelmen Deposit Facility dalam 1 (satu) hari, jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen Jatuh Waktu Deposit Facility Pada tanggal jatuh waktu Deposit Facility, Bank Indonesia melakukan pelunasan Deposit Facility sebesar nilai nominal Deposit Facility dengan mengkredit Rekening Giro. V. PELAKSANAAN … 14 V. PELAKSANAAN STANDING FACILITIES DALAM KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU KEADAAN DARURAT 1. Dalam hal terjadi keadaan tidak normal dan/atau keadaaan darurat yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan transaksi dan/atau setelmen Standing Facilities, prosedur penanganan keadaan tidak normal dan/atau keadaan darurat mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem BI-ETP, penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS dan/atau penyelenggaraan setelmen dana seketika melalui Sistem BI- RTGS. 2. Pelaksanaan Standing Facilities dalam keadaan tidak normal dan/atau keadaaan darurat sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi transaksi Lending Facility maupun transaksi Deposit Facility. VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat dilakukan setelmen sehingga menyebabkan batalnya transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir III.7.a.3), butir III.7.b.3), dan butir IV.6.a.4), Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen) dari nilai transaksi Bank yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 2. Dalam hal transaksi memiliki second leg, nilai transaksi yang batal sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah nilai transaksi pada saat first leg. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan … 15 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro yang bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 5. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter yang meliputi transaksi OPT dan/atau transaksi Standing Facilities, yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 6. Sanksi berupa penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam angka 5 tidak berlaku untuk transaksi repo Lending Facility peserta Operasi Moneter yang berasal dari fasilitas likuiditas intrahari yang tidak lunas sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai fasilitas likuiditas intrahari. 7. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam angka 5 diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah diperoleh informasi adanya pembatalan transaksi Operasi Moneter yang ketiga kalinya. Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VII. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/39/DPM tanggal 16 November 2015 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 29 November 2016. Agar … 16 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/30/DPM|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) </reg_title> <set_date> 29 November 2016 </set_date> <effective_date> 29 November 2016 </effective_date> <replaced_reg> '17/39/DPM|SE-BI/2015' </replaced_reg> <related_reg> '18/12/PBI/2016' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 15/18/DASP Jakarta, 30 April 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/13/DASP tanggal 4 Mei 2009 perihal Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/5/PBI/2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5119) dan dalam rangka mendukung kelancaran sistem pembayaran dan memberikan alternatif layanan yang lebih luas kepada masyarakat untuk melakukan transfer kredit melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), perlu dilakukan perubahan atas ketentuan angka II Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/13/DASP tanggal 4 Mei 2009 perihal Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagai berikut: II. BATAS NILAI NOMINAL TRANSFER KREDIT Batas nilai nominal transfer kredit yang dapat dikliringkan melalui Kliring Kredit dalam penyelenggaraan SKNBI adalah transfer kredit dengan nilai nominal paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per transaksi. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31 Mei 2013. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BOEDI ARMANTO KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/18/DASP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/13/DASP tanggal 4 Mei 2009 perihal Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 30 April 2013 </set_date> <effective_date> 31 Mei 2013 </effective_date> <changed_reg> '11/13/DASP|SE-BI/2009' </changed_reg> <related_reg> '7/18/PBI/2005', '11/13/DASP|SE-BI/2009', '12/5/PBI/2010' </related_reg>
No. 16/13/DPM Jakarta, 24 Juli 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor23178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5567), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara penempatan berjangka (term deposit) syariah dalam valuta asing dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang merupakan bank devisa. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai perbankan syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan syariah. 4. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 5. Operasi … 2 5. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka OMS. 6. Transaksi Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah Dalam Valuta Asing yang selanjutnya disebut Term Deposit Valas Syariah adalah penempatan secara berjangka dana valuta asing milik Bank di Bank Indonesia. 7. Akad Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. 8. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang selanjutnya disebut Pialang adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk melakukan kegiatan jasa perantara bagi kepentingan nasabahnya di bidang pasar uang Rupiah dan valuta asing dengan memperoleh imbalan atas jasanya. 9. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. II. PERSYARATAN UMUM 1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan dengan menggunakan akad ju’alah oleh Bank kepada Bank Indonesia. 2. Karakteristik transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagai berikut: a. jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit Valas Syariah adalah Dolar Amerika Serikat; b. transaksi Term Deposit Valas Syariah memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan surat berharga; d. atas … 3 d. atas transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia memberikan imbalan; dan e. Term Deposit Valas Syariah dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian. 3. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Term Deposit Valas Syariah sebagai berikut: a. b. memiliki rekening giro dalam valuta asing di Bank Indonesia. 4. Bank mengajukan Term Deposit Valas Syariah kepada Bank Indonesia untuk kepentingan diri sendiri. 5. Bank dapat mengajukan penawaran Term Deposit Valas Syariah secara langsung dan/atau melalui Pialang. 6. Pialang mengajukan penawaran Term Deposit Valas Syariah untuk kepentingan Bank. 7. Pialang sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dan angka 6 tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh Bank Indonesia. 8. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan melalui sarana Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 9. Imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sebagai berikut: a. Bank Indonesia membayar imbalan atas Term Deposit Valas Syariah pada saat Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu atau pada tanggal setelmen early redemption. b. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu pada tingkat bunga hasil lelang transaksi Term Deposit valuta asing (valas) konvensional berjangka waktu sama, yang dilakukan secara bersamaan dengan transaksi Term Deposit Valas Syariah, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal transaksi Term Deposit valas konvensional menggunakan metode fixed rate tender maka imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sama dengan tingkat … tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; dan 4 tingkat bunga transaksi Term Deposit valas konvensional; atau 2) dalam hal transaksi Term Deposit valas konvensional menggunakan metode variable rate tender maka imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang tingkat bunga hasil transaksi Term Deposit valas konvensional. c. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang Term Deposit valas konvensional berjangka waktu sama, tingkat imbalan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam huruf b mengacu pada data terkini antara tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah atau tingkat bunga Term Deposit valas konvensional, yang masing-masing berjangka waktu (tenor) yang sama. d. Perhitungan imbalan Term Deposit Valas Syariah dihitung dengan rumus sebagai berikut: Nominal Nilai imbalan = TD Valas Syariah Keterangan: k = × Tingkat imbalan k × 360 jangka waktu sampai dengan tanggal setelmen Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu atau tanggal setelmen early redemption Term Deposit Valas Syariah (dalam hari). Contoh perhitungan imbalan tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. PENGUMUMAN DAN PELAKSANAAN LELANG 1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah paling lambat sebelum window time melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. 3. Window … 5 3. Window time transaksi Term Deposit Valas Syariah dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit Valas Syariah, memuat antara lain: a. sarana pengajuan penawaran lelang; b. c. d. tanggal lelang; jangka waktu dan tanggal jatuh waktu; target indikatif; e. persentase besaran sanksi; f. window time; dan/atau g. tanggal setelmen (tanggal valuta). IV. PENGAJUAN PENAWARAN 1. Bank dan Pialang mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah kepada Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan. 2. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah penawaran kuantitas menurut jangka waktu Term Deposit Valas Syariah, yang meliputi informasi: a. nama Bank sebagai peserta transaksi Term Deposit Valas Syariah; b. c. tanggal transaksi; jangka waktu Term Deposit Valas Syariah; d. nomor rekening pada bank koresponden; dan e. penawaran kuantitas. 3. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Bank dan Pialang paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); b. dalam … 6 b. dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank dan Pialang hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah; c. koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Bank dan jangka waktu Term Deposit Valas Syariah; d. koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran; e. Bank dan Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; f. Bank dan Pialang dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; dan g. dalam hal Bank dan Pialang mengajukan penawaran tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah maka penawaran dimaksud dinyatakan batal. V. PENETAPAN PEMENANG LELANG 1. Bank Indonesia menetapkan kuantitas Term Deposit Valas Syariah yang dimenangkan dengan cara: a. penawaran kuantitas yang diajukan Bank dimenangkan seluruhnya; b. dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: 1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi nol; dan 2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). Contoh … 7 Contoh perhitungan kuantitas dan penetapan pemenang lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah. VI. PENGUMUMAN HASIL LELANG TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan mekanisme sebagai berikut: 1. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan kepada semua Bank dan Pialang melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal yang dimenangkan dan tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah; 2. melakukan konfirmasi kepada Bank yang memenangkan lelang secara individual melalui RMDS atau sarana lainnya antara lain berupa: a. nominal yang dimenangkan dan tingkat imbalan; b. tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan c. permintaan Standard Settlement Instruction Bank; dan 3. dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Pialang, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal Bank tidak memiliki RMDS, konfirmasi dilakukan melalui Pialang; atau b. dalam hal Bank memiliki RMDS, konfirmasi dilakukan kepada Bank yang bersangkutan. VII. SETELMEN … 8 VII. SETELMEN TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH 1. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Valas Syariah a. Bank Indonesia melakukan setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. b. Nilai nominal yang tercantum pada setiap deal ticket konfirmasi, harus sama dengan nilai nominal setiap penawaran yang dimenangkan. c. Bank menyediakan dana di rekening giro pada bank koresponden, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah. d. Pada tanggal setelmen, Bank mentransfer kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah untuk setiap penawaran yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden. e. Dalam hal Bank tidak mentransfer kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d maka transaksi Term Deposit Valas Syariah dinyatakan batal. f. Atas batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. g. Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, apabila pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi Term Deposit Valas Syariah maka pembatalan tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 2. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas Syariah a. Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu dengan melakukan transfer ke rekening Bank pada bank koresponden sebesar nilai tunai. b. Nilai … 9 b. Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung dengan rumus sebagai berikut : Nilai tunai = N × 1 + r k 360 hari Keterangan: N = Nominal Term Deposit Valas Syariah r = tingkat imbalan yang dimenangkan k = jangka waktu Term Deposit Valas Syariah VIII. PENCAIRAN SEBELUM JATUH WAKTU (EARLY REDEMPTION) TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH 1. Pengajuan Early Redemption a. Bank dapat mengajukan early redemption Term Deposit Valas Syariah paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah yang akan dilakukan early redemption. b. Bank dapat mengajukan early redemption pada setiap hari kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit Valas Syariah dengan jangka waktu melebihi overnight. c. Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam huruf b diajukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. d. Pengajuan dilakukan melalui RMDS atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. e. Pengajuan early redemption dilakukan paling kurang sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). f. Pengajuan early redemption disertai informasi deal ticket konfirmasi pada saat transaksi, dengan mencantumkan informasi waktu transaksi (GMT). g. Bank … 10 g. Bank yang melakukan early redemption Term Deposit Valas Syariah memperoleh imbalan secara proporsional dengan rumus sebagai berikut: Imbalan = Nominal early redemption × keterangan : k = Tingkat imbalan k × 360 jangka waktu sampai dengan setelmen early redemption Term Deposit Valas Syariah di Bank Indonesia h. Bank dikenakan biaya early redemption Term Deposit Valas Syariah sebesar 10% (sepuluh persen) dari imbalan sebagaimana dimaksud dalam huruf f. 2. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan early redemption. 3. Perhitungan Nilai Early Redemption Nilai tunai early redemption adalah sebesar nilai nominal Term Deposit Valas Syariah yang dilakukan early redemption ditambah imbalan kemudian dikurangi biaya early redemption, dengan rumus sebagai berikut: Nilai tunai early redemption Nominal = TD Valas Syariah yang di IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH 1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen yang menyebabkan batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e, Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan cq. Departemen Perbankan Syariah; dan b. kewajiban … + Imbalan − Biaya early redemption 11 b. kewajiban membayar sebesar persentase tertentu dari nilai transaksi yang batal, yang diumumkan Bank Indonesia pada saat pengumuman rencana transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.e. dengan rumus sebagai berikut: Kewajiban Membayar = Persentase besaran sanksi × Nominal transaksi 2. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e. 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. dilakukan dengan mendebet rekening giro valas Bank di Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e. X. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 24 Juli 2014. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/13/DPM|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing. </reg_title> <set_date> 24 Juli 2014 </set_date> <effective_date> 24 Juli 2014 </effective_date> <related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
No. 9/12/DPNP Jakarta, 30 Mei 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4600) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4640), maka perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: A. UMUM 1. Pelaksanaan Good Corporate Governance pada industri perbankan harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar. Pertama, transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi ... informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas (accountability) yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ Bank sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif. Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan Bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan Bank yang sehat. Keempat, independensi (independency) yaitu pengelolaan Bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari pihak manapun. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka menerapkan kelima prinsip dasar tersebut di atas, Bank harus berpedoman pada berbagai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan pelaksanaan Good Corporate Governance. 2. Bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Yang dimaksud dengan seluruh tingkatan atau jenjang organisasi adalah seluruh pengurus dan karyawan Bank mulai dari Dewan Komisaris dan Direksi sampai dengan pegawai tingkat pelaksana. 3. Dalam pelaksanaan Good Corporate Governance tersebut, diperlukan keberadaan Komisaris Independen dan Pihak Independen. Keberadaan pihak-pihak independen tersebut, diharapkan dapat menciptakan check and balance, menghindari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam pelaksanaan tugasnya serta melindungi kepentingan stakeholders khususnya pemilik dana dan pemegang saham minoritas. Untuk mendukung ... mendukung independensi dalam pelaksanaan tugas, perlu kejelasan pengaturan mengenai masa tunggu (cooling off) bagi pihak-pihak yang akan menjadi pihak-pihak independen. 4. Dalam mengimplementasikan prinsip transparansi (transparency) sebagaimana termaksud di atas, Bank diwajibkan untuk menyampaikan Laporan Pelaksanaan Good Coporate Governance. Keberadaan laporan dimaksud, diperlukan untuk mengedukasi serta meningkatkan check and balance stakeholders Bank dan persaingan melalui mekanisme pasar. 5. Dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan Good Corporate Governance, Bank diwajibkan secara berkala melakukan self assessment secara komprehensif terhadap kecukupan pelaksanaan Good Corporate Governance, sehingga apabila masih terdapat kekurangan dalam pengimplementasiannya, Bank dapat segera menetapkan rencana tindak (action plan) yang meliputi tindakan korektif (corrective action) yang diperlukan. B. DEWAN KOMISARIS 1. Komisaris Independen ditetapkan paling kurang 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah anggota Dewan Komisaris. Yang dimaksud dengan Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi dan/atau Pemegang Saham Pengendali atau hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. a. Yang ... a. Yang dimaksud dengan Pemegang Saham Pengendali adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test). Termasuk dalam pengertian Pemegang Saham Pengendali Bank adalah pemegang saham Bank sampai dengan pengendali terakhir (ultimate shareholders) Bank. b. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keuangan adalah apabila seseorang menerima penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman dari: 1) anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau anggota Direksi Bank; 2) perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya adalah anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau anggota Direksi Bank; dan/atau 3) Pemegang Saham Pengendali Bank. c. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepengurusan adalah apabila seseorang menduduki jabatan sebagai: 1) anggota Dewan Komisaris atau Direksi pada perusahaan dimana anggota Dewan Komisaris lainnya menjadi anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi; 2) anggota Dewan Komisaris atau Direksi pada perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya adalah anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau anggota Direksi Bank; dan/atau 3) anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank. d. Yang ... d. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepemilikan saham adalah apabila seseorang menjadi pemegang saham pada: 1) perusahaan yang secara bersama-sama dimiliki oleh anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi, dan/atau Pemegang Saham Pengendali Bank sehingga bersama-sama menjadi Pemegang Saham Pengendali pada perusahaan tersebut; dan/atau 2) perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank. e. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keluarga adalah keluarga sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Dalam hal Pemegang Saham Pengendali Bank berbentuk badan hukum, maka hubungan keluarga antara Komisaris Independen dengan Pemegang Saham Pengendali Bank dilihat dari hubungan keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali dari badan hukum Pemegang Saham Pengendali Bank. f. Yang dimaksud dengan hubungan dengan Bank yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bertindak tidak independen, adalah hubungan dalam bentuk: 1) kepemilikan saham Bank dengan jumlah kepemilikan lebih dari 5% (lima perseratus) dari modal disetor Bank; dan/atau 2) menerima/memberi penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman dari/kepada Bank yang menyebabkan pihak yang memberi penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman memiliki kemampuan untuk mempengaruhi (controlling influence) pihak yang menerima penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman, seperti: a) pihak ... a) pihak terafiliasi yakni pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya; dan/atau b) transaksi keuangan dengan Bank yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha Bank dan/atau pihak yang melakukan transaksi keuangan, antara lain debitur inti, deposan inti, atau perusahaan yang sebagian besar sumber pendanaannya diperoleh dari Bank. Yang dimaksud dengan debitur dan deposan inti adalah debitur inti dan deposan inti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Laporan Berkala Bank Umum. 2. Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif Bank atau pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan dengan Bank yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen, tidak dapat menjadi Komisaris Independen pada Bank yang bersangkutan sebelum menjalani masa tunggu (cooling off) selama 1 (satu) tahun. Yang dimaksud dengan masa tunggu (cooling off) adalah tenggang waktu antara berakhirnya secara efektif jabatan yang bersangkutan pada Bank yang bersangkutan, yaitu sejak tanggal efektifnya yang bersangkutan dinyatakan berhenti secara tertulis sebagai anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif atau pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan dengan Bank, dengan tanggal pengangkatan yang bersangkutan secara efektif sebagai Komisaris Independen. 3. Ketentuan masa tunggu (cooling off) untuk menjadi Komisaris Independen sebagaimana dimaksud pada butir 2. di atas tidak berlaku bagi mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang tugasnya melakukan ... melakukan fungsi pengawasan. Terhadap pihak-pihak dimaksud yang melakukan fungsi pengawasan selama kurang dari 1 (satu) tahun dan/atau juga melakukan fungsi operasional tetap berlaku ketentuan mengenai masa tunggu (cooling off). 4. Permohonan fit and proper test untuk calon Komisaris Independen diajukan paling cepat 30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya masa tunggu (cooling off). 5. Perubahan status jabatan dari Komisaris menjadi Komisaris Independen pada Bank yang sama harus mendapat persetujuan Bank Indonesia. Untuk mendapatkan persetujuan, calon Komisaris Independen harus menyampaikan surat pernyataan independensi dengan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1. Persetujuan Bank Indonesia diberikan setelah dilakukan penilaian administratif terhadap kebenaran surat pernyataan independensi dan penelitian track record. 6. Pengajuan permohonan perubahan status dari Komisaris menjadi Komisaris Independen disampaikan oleh Bank kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan disampaikan kepada: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 7. Mengingat tugas dan tanggung jawab utama Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan dan bukan melakukan pengelolaan kegiatan operasional Bank, maka Dewan Komisaris dilarang terlibat dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional Bank, kecuali untuk: a. penyediaan ... a. penyediaan dana kepada pihak terkait; dan b. hal-hal yang diatur dalam Anggaran Dasar Bank atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keterlibatan atau persetujuan Dewan Komisaris dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional sebagaimana tersebut di atas, merupakan bagian dari tugas pengawasan Dewan Komisaris sehingga tidak meniadakan tanggung jawab Direksi dalam pelaksanaan kepengurusan Bank. Tugas pengawasan oleh Dewan Komisaris tersebut merupakan upaya pengawasan dini yang perlu dilaksanakan. 8. Dewan Komisaris wajib memberitahukan kepada Bank Indonesia paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukannya oleh Dewan Komisaris: a. pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan perbankan; dan b. keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank, antara lain berdasarkan rekomendasi dari Komite-Komite yang membantu efektivitas pelaksanaan tugas Dewan Komisaris. Hal-hal yang wajib dilaporkan adalah temuan sebagaimana dimaksud pada butir a. dan butir b. di atas yang belum atau tidak dilaporkan oleh Bank dan/atau oleh Direktur Kepatuhan kepada Bank Indonesia. 9. Rapat anggota Dewan Komisaris wajib diselenggarakan secara berkala paling kurang 4 (empat) kali dalam setahun, dan wajib dihadiri oleh seluruh anggota Dewan Komisaris secara fisik paling kurang 2 (dua) kali dalam setahun. Kehadiran secara fisik seluruh anggota Dewan Komisaris tersebut, diutamakan dalam rangka evaluasi/penetapan kebijakan strategis dan evaluasi realisasi rencana bisnis Bank. Dalam ... Dalam hal anggota Dewan Komisaris tidak dapat menghadiri rapat secara fisik, maka anggota Dewan Komisaris dapat menghadiri rapat dengan menggunakan teknologi telekonferensi, dengan melengkapi hal-hal berikut: a. dasar keputusan penyelenggaraan rapat dengan menggunakan teknologi telekonferensi, misal ketentuan intern Bank dan risalah rapat Dewan Komisaris; b. bukti rekaman penyelenggaraan rapat; dan c. membuat risalah rapat perihal dimaksud yang ditandatangani oleh seluruh peserta yang hadir secara fisik maupun melalui teknologi telekonferensi. 10. Salinan risalah rapat anggota Dewan Komisaris yang telah ditandatangani oleh seluruh anggota Dewan Komisaris yang hadir, harus didistribusikan kepada seluruh anggota Dewan Komisaris. C. DIREKSI 1. Presiden Direktur atau Direktur Utama wajib berasal dari pihak yang independen terhadap Pemegang Saham Pengendali. Independensi Presiden Direktur dapat dipenuhi apabila yang bersangkutan tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali Bank. a. Yang dimaksud dengan Pemegang Saham Pengendali adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test). Termasuk ... Termasuk dalam pengertian Pemegang Saham Pengendali Bank adalah pemegang saham Bank sampai dengan pengendali terakhir (ultimate shareholders) Bank. b. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keuangan adalah apabila seseorang menerima penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman dari Pemegang Saham Pengendali Bank. c. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepengurusan adalah apabila seseorang menduduki jabatan sebagai anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank. d. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepemilikan saham adalah apabila seseorang menjadi: 1) pemegang saham pada perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank; dan/atau 2) pemegang saham Bank bersama Pemegang Saham Pengendali Bank. Kepemilikan saham Bank yang berasal dari management shares option program (MSOP) yang besarnya tidak lebih dari 5% (lima perseratus) dari modal disetor Bank, tidak termasuk dalam hubungan kepemilikan saham dimaksud. e. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keluarga adalah keluarga sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Dalam hal Pemegang Saham Pengendali Bank berbentuk badan hukum, maka hubungan keluarga antara Presiden Direktur dengan Pemegang Saham Pengendali Bank dilihat dari hubungan keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali dari badan hukum Pemegang Saham Pengendali Bank. 2. Direksi ... 2. Direksi wajib mengungkapkan kepada pegawai kebijakan Bank yang bersifat strategis di bidang kepegawaian. Yang dimaksud dengan kebijakan yang bersifat strategis di bidang kepegawaian, antara lain kebijakan mengenai sistem recruitment, sistem promosi, sistem remunerasi serta rencana Bank untuk melakukan efisiensi melalui pengurangan pegawai. Pengungkapan tersebut harus dilakukan melalui sarana yang diketahui atau diakses dengan mudah oleh pegawai. 3. Direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi Direksi. Yang dimaksud dengan pemberian kuasa umum adalah pemberian kuasa kepada satu orang karyawan atau lebih atau orang lain yang mengakibatkan pengalihan tugas, wewenang dan tanggung jawab Direksi secara menyeluruh tanpa batasan ruang lingkup dan waktu. 4. Segala keputusan Direksi diambil sesuai dengan pedoman dan tata tertib kerja, yang mengikat dan menjadi tanggung jawab seluruh anggota Direksi. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion), wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat Direksi beserta alasan perbedaannya. Terkait dengan hal tersebut, salinan risalah rapat Direksi yang telah ditandatangani oleh seluruh anggota Direksi yang hadir, harus didistribusikan kepada seluruh anggota Direksi. D. KOMITE - KOMITE 1. Yang dimaksud dengan Pihak Independen bagi anggota Komite adalah pihak di luar Bank yang tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan Dewan Komisaris, Direksi dan/atau Pemegang Saham Pengendali atau hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen. a. Yang ... a. Yang dimaksud dengan Pemegang Saham Pengendali adalah badan hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test). Termasuk dalam pengertian Pemegang Saham Pengendali Bank adalah pemegang saham Bank sampai dengan pengendali terakhir (ultimate shareholders) Bank. b. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keuangan adalah apabila seseorang menerima penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman, dari: 1) anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi Bank; 2) perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya adalah anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Direksi Bank; dan/atau 3) Pemegang Saham Pengendali Bank. c. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepengurusan adalah apabila seseorang menduduki jabatan sebagai: 1) anggota Dewan Komisaris atau Direksi pada perusahaan dimana anggota Dewan Komisaris Bank menjadi anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi; 2) anggota Dewan Komisaris atau Direksi pada perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya adalah anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi Bank; dan/atau 3) anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif pada perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank. d. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepemilikan saham adalah apabila seseorang menjadi pemegang saham pada: 1) perusahaan ... 1) perusahaan yang secara bersama-sama dimiliki oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau Pemegang Saham Pengendali Bank, sehingga bersama-sama menjadi Pemegang Saham Pengendali pada perusahaan tersebut; dan/atau 2) perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank. e. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keluarga adalah keluarga sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corpotate Governance bagi Bank Umum. Dalam hal Pemegang Saham Pengendali Bank berbentuk badan hukum, maka hubungan keluarga antara Pihak Independen dengan Pemegang Saham Pengendali Bank dilihat dari hubungan keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali dari badan hukum Pemegang Saham Pengendali Bank. f. Yang dimaksud dengan hubungan dengan Bank yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bertindak tidak independen, adalah hubungan dalam bentuk: 1) kepemilikan saham Bank dengan jumlah kepemilikan lebih dari 5% (lima perseratus) dari modal disetor Bank; dan/atau 2) menerima/memberi penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman dari/kepada Bank yang menyebabkan pihak yang memberi penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman memiliki kemampuan untuk mempengaruhi (controlling influence) pihak yang menerima penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman, seperti: a) pihak terafiliasi yakni pihak yang memberikan jasanya kepada Bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya; dan/atau b) transaksi ... b) transaksi keuangan dengan Bank yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha Bank dan/atau pihak yang melakukan transaksi keuangan, antara lain debitur inti, deposan inti, atau perusahaan yang sebagian besar sumber pendanaannya diperoleh dari Bank. Yang dimaksud dengan debitur dan deposan inti adalah debitur inti dan deposan inti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Laporan Berkala Bank Umum; c) menerima penghasilan dari Bank, kecuali penghasilan yang di terima oleh Pihak Independen karena jabatan rangkapnya sebagai anggota Komite lainnya pada Bank yang sama. 2. Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif Bank atau pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan dengan Bank yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen, tidak dapat menjadi Pihak Independen sebagai anggota Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko pada Bank yang bersangkutan, sebelum menjalani masa tunggu (cooling off) selama 6 (enam) bulan. Yang dimaksud dengan masa tunggu (cooling off) adalah tenggang waktu antara berakhirnya secara efektif jabatan yang bersangkutan pada Bank yang bersangkutan, yaitu sejak tanggal efektifnya yang bersangkutan dinyatakan berhenti secara tertulis sebagai anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif atau pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan dengan Bank, dengan tanggal pengangkatan yang bersangkutan secara efektif sebagai Pihak Independen. 3. Ketentuan ... 3. Ketentuan masa tunggu (cooling off) untuk menjadi Pihak Independen sebagaimana dimaksud pada butir 2. di atas tidak berlaku bagi mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang tugasnya melakukan fungsi pengawasan. Terhadap pihak-pihak dimaksud yang melakukan fungsi pengawasan selama kurang dari 6 (enam) bulan tetap berlaku ketentuan mengenai masa tunggu (cooling off). 4. Anggota Komite Audit paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang Komisaris Independen sebagai Ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntasi dan 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan. 5. Anggota Komite Pemantau Risiko paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang Komisaris Independen sebagai Ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan dan 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang manajemen risiko. 6. Komite Remunerasi dan Nominasi paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang Komisaris Independen selaku Ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang Komisaris dan 1 (satu) orang Pejabat Eksekutif yang membawahi sumber daya manusia atau seorang perwakilan pegawai. Pejabat Eksekutif yang membawahi sumber daya manusia atau perwakilan pegawai yang menjadi anggota Komite, harus memiliki pengetahuan dan mengetahui ketentuan sistem remunerasi dan/atau nominasi serta succession plan Bank. Dalam hal Bank membentuk Komite tersebut secara terpisah maka Pejabat Eksekutif atau perwakilan pegawai anggota Komite Remunerasi harus memiliki pengetahuan mengenai sistem remunerasi Bank dan Pejabat Eksekutif atau perwakilan pegawai anggota ... anggota Komite Nominasi harus memiliki pengetahuan tentang sistem nominasi dan succession plan Bank. 7. Anggota Komite Audit yang berasal dari Pihak Independen dinilai memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi apabila memenuhi kriteria: a. memiliki pengetahuan di bidang keuangan dan/atau akuntansi; dan b. memiliki pengalaman kerja di bidang keuangan dan/atau akuntansi, paling kurang 5 (lima) tahun. 8. Anggota Komite Audit yang berasal dari Pihak Independen dinilai memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan apabila memenuhi kriteria: a. memiliki pengetahuan di bidang hukum dan/atau perbankan; dan b. memiliki pengalaman kerja di bidang hukum dan/atau perbankan, paling kurang 5 (lima) tahun. 9. Anggota Komite Pemantau Risiko yang berasal dari Pihak Independen dinilai memiliki keahlian di bidang keuangan apabila memenuhi kriteria: a. memiliki pengetahuan di bidang ekonomi, keuangan dan/atau perbankan; dan b. memiliki pengalaman kerja di bidang ekonomi, keuangan dan/atau perbankan, paling kurang 5 (lima) tahun. 10. Anggota Komite Pemantau Risiko yang berasal dari Pihak Independen dinilai memiliki keahlian di bidang manajemen risiko apabila memenuhi kriteria: a. memiliki pengetahuan di bidang manajemen risiko ; dan/atau b. memiliki pengalaman kerja di bidang manajemen risiko, paling kurang 2 (dua) tahun. 11. Bank ... 11. Bank harus meneliti kebenaran seluruh dokumen atau data pendukung pemenuhan persyaratan Pihak Independen, antara lain surat pernyataan pribadi mengenai integritas yang bersangkutan. 12. Ketua Komite hanya dapat merangkap jabatan sebagai Ketua Komite paling banyak pada 1 (satu) Komite lainnya pada Bank yang sama. 13. Anggota Komite yang berasal dari Pihak Independen dapat merangkap jabatan sebagai Pihak Independen anggota Komite lainnya pada Bank yang sama, Bank lain, dan/atau perusahaan lain, sepanjang yang bersangkutan: a. memenuhi seluruh kompetensi yang disyaratkan; b. memenuhi kriteria independensi; c. mampu menjaga rahasia Bank; d. memperhatikan kode etik yang berlaku; dan e. tidak mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota Komite. 14. Anggota Komite Audit, Komite Pemantau Risiko serta Komite Remunerasi dan Nominasi dilarang berasal dari anggota Direksi. Dalam hal ini, jabatan Direksi dimaksud baik pada Bank yang sama maupun pada Bank lain. 15. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Komite Audit, Komite Pemantau Risiko serta Komite Remunerasi dan Nominasi harus memiliki kebijakan intern, yang paling kurang meliputi: a. pedoman kerja, antara lain mekanisme kerja, uraian tugas serta tanggung jawab yang jelas dari tiap anggota; b. tata tertib kerja, antara lain pengaturan etika kerja, waktu kerja dan pengaturan rapat termasuk pengaturan hak suara, yang harus diketahui dan bersifat mengikat bagi setiap anggota Komite. 16. Dalam ... 16. Dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat dalam rapat Komite, sehingga pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak, maka pengaturan hak suara anggota Komite harus menganut prinsip 1 (satu) orang 1 (satu) suara. E. BENTURAN KEPENTINGAN 1. Dalam hal terjadi benturan kepentingan, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan Pejabat Eksekutif dilarang mengambil tindakan yang dapat merugikan Bank atau mengurangi keuntungan Bank dan wajib mengungkapkan benturan kepentingan dimaksud dalam setiap keputusan. 2. Pengungkapan benturan kepentingan tersebut pada risalah rapat paling kurang mencakup nama pihak yang memiliki benturan kepentingan, masalah pokok benturan kepentingan dan dasar pertimbangan pengambilan keputusan. 3. Untuk menghindari pengambilan keputusan yang berpotensi merugikan Bank atau mengurangi keuntungan Bank, Bank harus memiliki dan menerapkan (enforce) kebijakan intern mengenai: a. pengaturan mengenai penanganan benturan kepentingan yang mengikat setiap pengurus dan pegawai Bank, antara lain tata cara pengambilan keputusan; dan b. administrasi pencatatan, dokumentasi dan pengungkapan benturan kepentingan dimaksud dalam risalah rapat. F. PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA KANTOR CABANG BANK ASING 1. Pelaksanaan cakupan Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate ... Corporate Governance bagi Bank Umum, wajib dilaksanakan oleh Kantor Cabang Bank Asing pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. 2. Khusus pelaksanaan fungsi Dewan Komisaris dan pembentukan Komite-Komite disesuaikan dengan struktur organisasi yang berlaku pada Kantor Cabang dan Kantor Pusat Bank Asing yang bersangkutan. 3. Dalam hal struktur organisasi Kantor Cabang dan Kantor Pusat Bank Asing tidak memiliki fungsi Dewan Komisaris dan Komite-Komite, atau memiliki fungsi dimaksud namun belum sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, maka Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk meminta kepada Kantor Cabang Bank Asing untuk menyesuaikan struktur organisasinya. G. SELF ASSESSMENT PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE 1. Penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance, paling kurang harus diwujudkan dan difokuskan dalam 11 (sebelas) Faktor Penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance yang terdiri dari: a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris; b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi; c. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite; d. Penanganan benturan kepentingan; e. Penerapan fungsi kepatuhan; f. Penerapan fungsi audit intern; g. Penerapan ... g. Penerapan fungsi audit ekstern; h. Penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern; i. Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan penyediaan dana besar (large exposures); j. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank, laporan pelaksanaan Good Corporate Governance dan pelaporan internal; k. Rencana strategis Bank. 2. Kertas Kerja Self Assessment Good Corporate Governance disusun per Faktor Penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance. Format Kertas Kerja Self Assessment tersebut, terdiri dari kolom: Tujuan, Kriteria/Indikator, Analisis Self Assessment, Kriteria Peringkat Faktor Penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance dan Kesimpulan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2. 3. Pengisian Kertas Kerja Self Assessment Good Corporate Governance dilakukan dengan metode kualitatif, dengan tahapan sebagai berikut: a. Tahap pertama, Bank mempelajari dan memahami pokok-pokok uraian yang termuat pada kolom Tujuan. b. Tahap kedua, Bank mempelajari dan memahami uraian yang termuat pada kolom Kriteria/Indikator. c. Tahap ketiga, menyusun analisis kecukupan pelaksanaan Good Corporate Governance, dengan melakukan hal-hal berikut: 1) mengumpulkan data dan informasi yang relevan untuk menilai kecukupan pelaksanaan Good Corporate Governance oleh Bank, seperti data kepengurusan, kepemilikan, struktur kelompok usaha, laporan tahunan, laporan berkala dan laporan khusus Direktur Kepatuhan, laporan yang berkaitan dengan tugas Satuan Kerja Audit Intern, laporan akuntan publik khususnya ... khususnya komentar mengenai keandalan sistem pengendalian intern Bank, laporan profil risiko, hasil self assessment CAMELS, dokumen rencana korporasi (corporate plan), rencana dan realisasi rencana bisnis, laporan-laporan Dewan Komisaris dan laporan lain yang terkait dengan Faktor Penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance lainnya; 2) membandingkan pemenuhan setiap Kriteria/Indikator per Sub Faktor/Faktor Penilaian dengan pelaksanaan Good Corporate Governance sesuai kondisi, permasalahan dan kekuatan yang dimiliki Bank; 3) Berdasarkan butir 2) di atas, selanjutnya Bank menyusun analisis pelaksanaan Good Corporate Governance Bank dimaksud dan dimuat pada kolom Analisis Self Assessment. d. Tahap keempat, setelah melakukan Analisis Self Assessment per Sub Faktor/Faktor, Bank dapat mengambil kesimpulan melalui penetapan Peringkat per Faktor beserta penjelasannya, sesuai kondisi Bank yang sebenarnya dengan berpedoman pada Kriteria masing-masing Peringkat. e. Tahap kelima, menyusun hasil akhir self assessment Good Corporate Governance per Faktor dalam kolom Kesimpulan. Kesimpulan dimaksud antara lain berisi Peringkat per Faktor, identifikasi permasalahan, rencana tindak (action plan) yang merupakan tindakan korektif (corrective action) secara komprehensif dan sistematis beserta target waktu pelaksanaannya. 4. Setelah melakukan penilaian terhadap masing-masing Faktor, Bank membobot Faktor-Faktor tersebut, dengan menggunakan persentase pembobotan sebagaimana yang telah ditetapkan, sebagai berikut: No ... No Faktor 1 Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris 2 Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi 3 Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite 4 Penanganan benturan kepentingan 5 Penerapan fungsi kepatuhan Bank 6 Penerapan fungsi audit intern 7 Penerapan fungsi audit ekstern 8 Fungsi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern 9 Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan debitur besar (large exposures) 10 Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan Good Corporate Governance dan pelaporan internal 11 Rencana strategis Bank Bobot (%) 10.00 20.00 10.00 10.00 5.00 5.00 5.00 7.50 7.50 15.00 5.00 5. Nilai Akhir masing-masing Faktor diperoleh dengan mengalikan bobot persentase dengan hasil Peringkat dari masing-masing Faktor. Untuk mendapatkan Nilai Komposit, Bank harus menjumlahkan Nilai Akhir dari 11 ( sebelas) Faktor di atas. Contoh format Ringkasan Perhitungan Nilai Komposit Self Assessment Good Corporate Governance, sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3. 6. Sebagai langkah terakhir, Bank menetapkan Nilai Komposit Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank, dengan menetapkan klasifikasi Peringkat Komposit, sebagaimana tabel berikut: Nilai ... Nilai Komposit Nilai Komposit < 1.5 1.5 ? Nilai komposit < 2.5 2.5 ? Nilai Komposit < 3.5 3.5 ? Nilai Komposit < 4.5 4.5 ? Nilai Komposit < 5 Predikat Komposit Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Baik 7. Apabila terdapat Faktor yang Nilai Peringkat Faktor-nya 5, maka Predikat Komposit tertinggi yang dapat dicapai Bank adalah ”Cukup Baik”. 8. Apabila terdapat Faktor yang Nilai Peringkat Faktor-nya 4, maka Predikat Komposit tertinggi yang dapat dicapai Bank adalah ”Baik”. 9. Kertas Kerja Self Assessment Good Corporate Governance dan dokumen pendukung self assessment pelaksanaan Good Corporate Governance di atas, harus didokumentasikan dengan baik sehingga memudahkan penelusuran oleh pihak-pihak yang berkepentingan. 10. Berdasarkan Kertas Kerja Self Assessment Good Corporate Governance di atas, Bank perlu membuat Kesimpulan Umum Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank pada lembar tersendiri, yang menggambarkan pemenuhan kecukupan seluruh Faktor Penilaian, paling kurang meliputi: a. Nilai Komposit dan Predikatnya; b. Peringkat masing-masing Faktor; c. Kelemahan dan penyebabnya, action plan (rencana tindak) yang merupakan tindakan korektif (corrective action) beserta target waktu pelaksanaannya; d. Kekuatan pelaksanaan Good Corporate Governance. 11. Kesimpulan ... 11. Kesimpulan Umum Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank dimaksud, harus ditandatangani oleh Komisaris Utama dan Direktur Utama Bank. 12. Untuk self assessment pelaksanaan Good Corporate Governance periode berikutnya, Kesimpulan Umum tersebut di atas perlu dilengkapi dengan realisasi pencapaian pelaksanaan rencana tindak (action plan) berikut waktu penyelesaian dan kendala penyelesaiannya. 13. Kesimpulan Umum Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance suatu periode penilaian dimaksud, menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dari Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006. 14. Bank harus menyampaikan Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank secara lengkap kepada Bank Indonesia paling lambat 5 (lima) bulan setelah tahun buku berakhir, meliputi: Kertas Kerja Self Assessment Good Corporate Governance masing- masing Faktor, Ringkasan Perhitungan Nilai Komposit dan Predikat Komposit beserta Kesimpulan Umum Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank. H. LAPORAN PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE 1. Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance dapat menjadi Bab tersendiri dalam Laporan Tahunan Bank atau disajikan secara terpisah dari Laporan Tahunan Bank yang disampaikan bersama-sama dengan Laporan Tahunan Bank. 2. Laporan ... 2. Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance paling kurang terdiri dari: a. Transparansi Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank, meliputi hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan (3) Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006; dan b. Kesimpulan Umum Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006. 3. Transparansi Pelaksanaan Good Corporate Governance, mengungkap seluruh aspek pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud butir 2.a. di atas, paling kurang meliputi: a. Pengungkapan pelaksanaan Good Corporate Governance tersebut, meliputi 7 (tujuh) aspek cakupan Good Corporate Governance beserta kepatuhan Bank terhadap aspek-aspek tersebut, yang meliputi: 1) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi, terdiri dari: a) jumlah, komposisi, kriteria dan independensi anggota Dewan Komisaris dan Direksi; b) tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi; c) rekomendasi Dewan Komisaris. 2) kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite-Komite, terdiri dari: a) struktur ... a) struktur, keanggotaan, keahlian dan independensi anggota Komite; b) tugas dan tanggung jawab Komite; c) frekuensi rapat Komite; d) program kerja Komite dan realisasinya. 3) penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern Informasi yang perlu diungkap adalah kinerja dari pelaksanaan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern, antara lain: a) fungsi kepatuhan Tingkat kepatuhan Bank terhadap seluruh ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pemenuhan komitmen dengan otoritas yang berwenang; b) fungsi audit intern Efektivitas dan cakupan audit intern dalam menilai seluruh aspek dan unsur kegiatan Bank; c) fungsi audit ekstern Efektivitas pelaksanaan audit ekstern dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan mengenai: (1) Hubungan antara Bank, Akuntan Publik dan Bank Indonesia bagi Bank konvensional; atau (2) Hubungan antar Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah, Kantor Akuntan Publik, Akuntan Publik, Dewan Pengawas Syariah dan Bank Indonesia bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah, sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank. 4) penerapan ... 4) penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern. Informasi yang perlu diungkap adalah pelaksanaan kebijakan manajemen risiko Bank, meliputi: a) pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; b) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit; c) kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko; dan d) sistem pengendalian intern. 5) penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan penyediaan dana besar (large exposure) Informasi yang perlu diungkap adalah jumlah total baki debet penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan debitur/group inti per posisi laporan, sebagaimana tabel dibawah ini: Jumlah No. Penyediaan Dana 1. Kepada Pihak Terkait 2. Kepada debitur inti: a. Individu b. group 6) rencana strategis Bank. a) rencana jangka panjang (corporate plan); b) rencana jangka menengah dan pendek (business plan). 7) transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank yang belum di ungkap dalam laporan lainnya. b. kepemilikan ... Debitur Nominal (jutaan Rupiah) b. kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang mencapai 5% (lima perseratus) atau lebih dari modal disetor, yang meliputi jenis dan jumlah lembar saham pada: 1) Bank tersebut; 2) Bank lain; 3) Lembaga Keuangan Bukan Bank; dan 4) perusahaan lainnya, yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri. c. hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Dewan Komisaris dan Direksi dengan anggota Dewan Komisaris lainnya, Direksi lainnya dan/atau Pemegang Saham Pengendali Bank. d. paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi Dewan Komisaris dan Direksi: 1) yang dimaksud dengan paket/kebijakan remunerasi dan jenis fasilitas lain bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi, antara lain meliputi: a) remunerasi dalam bentuk non natura, termasuk gaji dan penghasilan tetap lainnya, antara lain tunjangan (benefit), kompensasi berbasis saham, tantiem dan bentuk remunerasi lainnya; dan b) fasilitas lain dalam bentuk natura/non-natura yakni penghasilan tidak tetap lainnya, termasuk tunjangan untuk perumahan, transportasi, asuransi kesehatan dan fasilitas lainnya, yang dapat dimiliki maupun tidak dapat dimiliki. 2) pengungkapan paket/kebijakan remunerasi dimaksud, paling kurang meliputi: a) paket ... a) paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang ditetapkan Rapat Umum Pemegang Saham Bank; b) jenis remunerasi dan fasilitas lain bagi seluruh anggota Dewan Komisaris dan Direksi, paling kurang mencakup jumlah anggota Dewan Komisaris, jumlah anggota Direksi, dan jumlah seluruh paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain sebagaimana dimaksud dalam butir 1) di atas, sebagaimana tabel dibawah: Jenis Remunerasi dan Fasilitas lain 1. Remunerasi (gaji, bonus, tunjangan rutin, tantiem, dan fasilitas lainnya dalam bentuk non-natura) 2. Fasilitas lain dalam bentuk natura (perumahan, transpor tasi, asuransi kesehatan dan sebagainya) yang *) : a. dapat dimiliki b. tidak dapat dimiliki Total *) Dinilai dalam ekivalen Rupiah. c) jumlah anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang menerima paket remunerasi dalam satu tahun yang dikelompokkan dalam kisaran tingkat penghasilan, sebagai berikut: (satuan ... Jumlah Diterima dalam 1 Tahun Dewan Komisaris Direksi orang jutaan Rupiah orang jutaan Rupiah Jumlah Remunerasi per Orang dalam 1 tahun *) di atas Rp 2 miliar di atas Rp 1 miliar s.d. Rp 2 miliar di atas Rp 500 juta s.d. Rp 1 miliar Rp 500 juta ke bawah *) yang diterima secara tunai e. Shares option 1) yang dimaksud dengan shares option adalah opsi untuk membeli saham oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat Eksekutif yang dilakukan melalui penawaran saham atau penawaran opsi saham dalam rangka pemberian kompensasi yang diberikan kepada anggota Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank, dan yang telah diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham dan/atau Anggaran Dasar Bank; 2) pengungkapan mengenai shares option paling kurang mencakup: a) kebijakan dalam pemberian shares option; b) jumlah saham yang telah dimiliki masing-masing anggota Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat Eksekutif sebelum diberikan shares option; c) jumlah shares option yang diberikan; d) jumlah shares option yang telah dieksekusi sampai dengan akhir masa pelaporan; e) harga opsi yang diberikan; f) jangka waktu berlakunya eksekusi share option. Pengungkapan shares option sebagaimana dimaksud dalam butir 2) huruf b), c), d), e), dan f), dilakukan sebagaimana tabel berikut: Keterangan ... Jumlah Direksi (satuan orang) Jumlah Komisaris Keterangan /Nama Komisaris (nama) Direksi (nama) Pejabat Eksekutif Total (total) ……….. ………. ………….. f. rasio gaji tertinggi dan terendah 1) yang dimaksud dengan gaji adalah hak pegawai yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari perusahaaan atau pemberi kerja kepada pegawai yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pegawai dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah dilakukannya; 2) rasio gaji tertinggi dan terendah, dalam skala perbandingan berikut: a) rasio gaji pegawai yang tertinggi dan terendah; b) rasio gaji Direksi yang tertinggi dan terendah; c) rasio gaji Komisaris yang tertinggi dan terendah; dan d) rasio gaji Direksi tertinggi dan pegawai tertinggi. Gaji yang diperbandingkan dalam ratio gaji termaksud di atas, adalah imbalan yang diterima oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi dan pegawai per bulan. Yang ... Jumlah Saham yang dimiliki (lembar saham) Jumlah Opsi yang diberikan (lembar saham) yang telah dieksekusi (lembar saham) Harga Opsi (Rupiah) Jangka Waktu Yang dimaksud dengan pegawai adalah pegawai tetap Bank sampai batas pelaksana. g. frekuensi rapat Dewan Komisaris Pengungkapan mengenai frekuensi rapat anggota Dewan Komisaris, paling kurang mencakup: 1) jumlah rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun; 2) jumlah rapat yang dihadiri secara fisik dan/atau melalui teknologi telekonferensi; 3) kehadiran masing-masing anggota di setiap rapat. h. jumlah penyimpangan internal (internal fraud) Yang dimaksud dengan internal fraud adalah penyimpangan/kecurangan yang dilakukan oleh pengurus, pegawai tetap dan tidak tetap (honorer dan outsorcing) terkait dengan proses kerja dan kegiatan operasional Bank yang mempengaruhi kondisi keuangan Bank secara signifikan. Yang dimaksud dengan mempengaruhi kondisi keuangan Bank secara signifikan adalah apabila dampak penyimpangannya lebih dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pengungkapan mengenai internal fraud paling kurang mencakup: a) jumlah internal fraud yang telah diselesaikan; b) jumlah internal fraud yang sedang dalam proses penyelesaian di internal Bank; c) jumlah internal fraud yang belum diupayakan penyelesaiannya; d) jumlah internal fraud yang telah ditindaklanjuti melalui proses hukum, sebagaimana tabel sebagai berikut: (satuan) ... (satuan) Jumlah kasus yang dilakukan oleh Internal Fraud dalam 1 tahun Total Fraud Telah diselesaikan Dalam proses penyelesaian di internal Bank Belum diupayakan penyelesaiannya Telah ditindaklanjuti melalui proses hukum. i. permasalahan hukum 1) yang dimaksud dengan permasalahan hukum adalah permasalahan hukum perdata dan pidana yang dihadapi Bank selama periode tahun laporan dan telah diajukan melalui proses hukum. 2) pengungkapan mengenai permasalahan hukum paling kurang mencakup: a) jumlah permasalahan hukum perdata dan pidana yang dihadapi dan telah selesai (telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap); dan b) jumlah permasalahan hukum perdata dan pidana yang dihadapi dan masih dalam proses penyelesaian, sebagaimana tabel berikut: (satuan) ... Pengurus Thn sebelum nya Thn berjalan Pegawai tetap Thn sebelum nya Thn berjalan Pegawai tidak tetap Thn Sebelum nya Thn berjalan (satuan) Permasalahan Hukum Perdata Telah selesai (telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap) Dalam proses penyelesaian Total j. transaksi yang mengandung benturan kepentingan Pengungkapan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan, paling kurang mencakup nama dan jabatan pihak yang memiliki benturan kepentingan, nama dan jabatan pengambil keputusan transaksi yang mengandung benturan kepentingan, jenis transaksi, nilai transaksi dan keterangan, sebagaimana tabel berikut: No Nama dan Jabatan yang Memiliki Benturan Kepentingan Nama dan Jabatan Pengambil Keputusan Nilai Jenis Transaksi Transaksi (jutaan Rupiah) Keterangan *) Jumlah Pidana *) Tidak sesuai sistim dan prosedur yang berlaku k. buy back shares dan buy back obligasi Bank 1) yang dimaksud dengan buy back shares atau buy back obligasi adalah upaya mengurangi jumlah saham atau obligasi yang telah diterbitkan Bank dengan cara membeli kembali saham atau obligasi ... obligasi tersebut, yang tatacara pembayarannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2) pengungkapan mengenai buy back shares dan/atau buy back obligasi paling kurang mencakup: a) kebijakan dalam melakukan buy back shares dan/atau buy back obligasi; b) jumlah lembar saham dan/atau obligasi yang dibeli kembali; c) harga pembelian kembali perlembar saham dan/atau obligasi; d) peningkatan laba per lembar saham dan/atau obligasi. l. pemberian dana untuk kegiatan sosial dan kegiatan politik selama periode pelaporan Pemberian dana untuk kegiatan sosial dan kegiatan politik yang perlu di ungkap, paling kurang meliputi penerima dana dan nilai nominalnya. 4. Bank Indonesia melakukan penilaian dan evaluasi terhadap Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank, dan Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk merevisi Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governanve, apabila berdasarkan evaluasi yang dilakukannya Laporan dimaksud tidak sesuai dengan kondisi Bank yang sebesarnya. 5. Dalam hal terdapat perbedaan Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank yang material, yakni mengakibatkan hasil Predikat Komposit yang berbeda maka Bank harus menyampaikan revisi Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank tersebut secara lengkap kepada Bank Indonesia, yang dialamatkan kepada: a) Direktorat ... a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. Revisi Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance terkait Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank tersebut, harus dipublikasikan pula dalam Laporan Keuangan Publikasi Bank pada periode yang terdekat, paling kurang meliputi Nilai Komposit dan Predikat-nya. I. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 30 Mei 2007 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/12/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 30 Mei 2007 </set_date> <effective_date> 30 Mei 2007 </effective_date> <related_reg> '8/14/PBI/2006', '8/4/PBI/2006' </related_reg>
No. 17/22/DPSP 2015 Jakarta, 31 Agustus 2015 SURAT EDARAN Kepada BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA, DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/9/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5457), dan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2015 tentang Penjualan Surat Utang Negara dalam Mata Uang Rupiah dan Valuta Asing di Pasar Perdana Domestik dengan cara Private Placement, perlu melakukan perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara, dengan menambahkan 1 (satu) huruf, yaitu huruf d dalam butir III.B.2 yang berbunyi sebagai berikut: d. Setelmen Hasil Penjualan SUN dalam Valuta Asing dengan Cara Private Placement 1) Setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta asing dengan cara Private Placement dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal kesepakatan. 2) Pada ... 2 2) Pada tanggal setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta asing dengan cara Private Placement, Central Registry melakukan setelmen dengan prosedur sebagai berikut: a) Setelmen Dana (1) Setelmen dana dilakukan dengan mendebit Rekening Giro valuta asing Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar serta mengkredit Rekening Giro valuta asing Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. (2) Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar harus menyediakan dana dalam denominasi Dollar Amerika Serikat (USD) untuk pelaksanaan setelmen hasil transaksi penjualan SUN dalam valuta asing dengan cara Private Placement. (3) Dana sebagaimana dimaksud dalam angka (2) harus telah efektif pada rekening giro di bank koresponden Bank Indonesia di New York (Federal Reserve Bank of New York) pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal setelmen SUN dalam valuta asing, dalam hal penyediaan dana dilakukan melalui rekening giro Bank Indonesia di bank koresponden di New York. b) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub- Registry sebesar total nilai nominal SUN dalam valuta asing. 3) Dalam hal saldo Rekening Giro valuta asing Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam butir 2)a)(1) tidak mencukupi untuk setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta asing sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN atau cut-off warning BI-SSSS maka setelmen transaksi hasil penjualan SUN dalam valuta asing dengan cara Private Placement yang dilakukan oleh Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar dinyatakan gagal. Surat ... 3 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31 Agustus 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/22/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title> <set_date> 31 Agustus 2015 </set_date> <effective_date> 31 Agustus 2015 </effective_date> <changed_reg> '15/46/DPSP|SE-BI/2013' </changed_reg> <related_reg> '10/13/PBI/2008', '15/9/PBI/2013', '118/PMK.08/2015|PER-MENKEU/2015', '15/46/DPSP|SE-BI/2013' </related_reg>
No. 16/ 23 /DPM Jakarta, 24 Desember 2014 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA Perihal: Operasi Pasar Terbuka Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5440), dan upaya meminimalkan potensi terjadinya gangguan likuiditas sistem keuangan melalui penyediaan instrumen Operasi Pasar Terbuka dengan menggunakan Surat Berharga dalam valuta asing, perlu untuk melakukan pengaturan kembali ketentuan mengenai pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter. 3. Peserta … 2 3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing, dan perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 6. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, Surat Berharga Negara dan surat berharga lain yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 8. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank. 9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata … 3 mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Utang Negara. 11. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara. 12. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 13. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 14. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term Deposit adalah penempatan dana dalam Rupiah dan/atau valuta asing milik Peserta OPT secara berjangka di Bank Indonesia. 15. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh Peserta OPT. 16. Rekening Giro adalah rekening giro milik Peserta OPT di Bank Indonesia. 17. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Peserta OPT yang tercatat di rekening perdagangan atau aktif (active) di Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 18. Sub-Registry … 4 18. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. 19. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 20. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 21. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 22. Transaksi Penjualan Valuta Asing terhadap Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut Transaksi Valas Terhadap SBN adalah transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia yang dilakukan pada saat yang bersamaan. 23. Bank Koresponden adalah bank tempat pemeliharaan rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran dan/atau penerimaan dana valuta asing ke atau dari Bank. 24. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat penunjukan dari otoritas yang berwenang untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. 25. Transaksi Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap Rupiah melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) … 5 (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 26. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia adalah transaksi jual valuta asing oleh Bank Indonesia melalui penjualan tunai (spot) dengan diikuti transaksi pembelian kembali valuta asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 27. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia adalah transaksi beli valuta asing oleh Bank Indonesia melalui pembelian tunai (spot) dengan diikuti transaksi penjualan kembali valuta asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 28. Standard Settlement Instruction adalah suatu pedoman tertentu dalam melakukan transfer dana melalui sarana telekomunikasi yang antara lain memuat nama Bank Koresponden, nomor rekening, kode kliring dan kode Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). B. Bank Indonesia dalam rangka OPT dapat melakukan Absorpsi Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas dengan menggunakan satu atau lebih instrumen untuk mempengaruhi likuiditas di pasar uang serta pengelolaan likuiditas di pasar valuta asing maupun untuk menjaga ketersediaan instrumen Operasi Moneter yang diperlukan dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia. II. PENERBITAN SBI 1. Penerbitan SBI merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. SBI … 6 2. SBI memiliki karakteristik sebagai berikut: a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum pada Lampiran I. c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto; d. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di BI-SSSS; e. nilai tunai SBI dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus sebagai berikut: nilai nominal x 360 nilai tunai = 360 + tingkat diskonto x jangka waktu nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai Contoh perhitungan nilai diskonto dan nilai tunai SBI tercantum pada Lampiran I. f. dapat dipindahtangankan (negotiable); g. dapat ditransaksikan antara lain dengan cara outright, pinjam meminjam, hibah, repurchase agreement (repo), atau dijadikan agunan; h. SBI yang masih dalam status agunan tidak dapat diperdagangkan; i. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu; j. Bank Indonesia dapat melunasi SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) berdasarkan pertimbangan terkait strategi pengelolaan moneter; dan k. pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) sebagaimana dimaksud dalam huruf j dilakukan dengan persetujuan pemilik SBI. 3. Metode … 7 3. Metode Transaksi Lelang SBI a. Penerbitan SBI dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS. b. Mekanisme lelang SBI dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender) Tingkat diskonto lelang SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender) Tingkat diskonto lelang SBI diajukan oleh Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SBI a. Lelang SBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. b. Window time lelang SBI dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBI dan perubahannya paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang SBI melalui BI-SSSS, Sistem- LHBU, dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang SBI memuat antara lain: 1) sarana pengajuan penawaran; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu SBI; 5) metode lelang; 6) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); 7) tingkat diskonto SBI (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); dan 8) tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Lelang SBI a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SBI secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga … 8 b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SBI untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SBI kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang SBI meliputi: 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu SBI yang akan diterbitkan. e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran SBI yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang SBI a. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan SBI yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan … 9 pembulatan nominal terkecil SBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode variable rate tender, penetapan SBI yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal SBI yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh SBI yang diajukan; dan b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari SBI yang diajukan sebesar hasil perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil SBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang lelang SBI berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang. 7. Pengumuman Hasil Lelang SBI Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SBI setelah window time ditutup sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto, dan nilai tunai SBI yang dimenangkan; b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI, SOR, dan/atau nilai nominal … 10 nominal yang dimenangkan. 8. Setelmen Lelang SBI a. Setelmen Hasil Lelang SBI 1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SBI paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang SBI. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang SBI. 3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang SBI dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai tunai SBI dan setelmen Surat Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBI. 4) Nilai tunai SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung dengan rumus: Nilai Tunai SBI Nilai nominal x 360 = 360+ Tingkat diskonto x Jangka Waktu Keterangan: nilai nominal = nilai nominal SBI yang dimenangkan. tingkat diskonto = tingkat diskonto yang dimenangkan. jangka waktu = jumlah hari yang dihitung 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen lelang SBI sampai dengan tanggal jatuh waktu. 5) Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan secara gabungan untuk setiap pemenang lelang dan setelmen Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan secara per transaksi (gross to gross). 6) Setelmen dana hasil lelang SBI dilakukan per lelang (auction number). 7) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan … 11 dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SBI, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lelang SBI yang dimenangkan Peserta OPT yang bersangkutan. 8) Atas batalnya transaksi lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 7), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Setelmen Pelunasan SBI 1) Pada tanggal jatuh waktu SBI, Bank Indonesia melunasi SBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan SBI yang tercatat di BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu SBI. 2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu SBI ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SBI dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 3) Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI dengan cara: a) mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SBI sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu; dan b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SBI sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu. 9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 1 (satu) Bulan Sejak Kepemilikan SBI (Minimum One Month Holding Period) a. Ketentuan 1) Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan yaitu 28 (dua puluh delapan) hari kalender sejak tanggal setelmen pembelian, pemilik SBI dilarang mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan pihak lain. 2) Transaksi SBI yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam angka 1) antara lain Transaksi Repo, Transaksi Outright, hibah, dan pengagunan. 3) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) maka Transaksi Repo sell and buy … 12 buy back SBI tidak dapat dilakukan dengan jangka waktu kurang dari 1 (satu) bulan atau 28 (dua puluh delapan) hari kalender. 4) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan tidak terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo collateralized borrowing, pengagunan (pledge), dan securities lending and borrowing, pemilik SBI telah dapat mentransaksikan kembali SBI dimaksud setelah jatuh waktu second leg. 5) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo sell and buyback SBI, pemilik SBI dapat mentransaksikan kembali SBI dimaksud dengan ketentuan sebagai berikut: a) dalam hal second leg Transaksi Repo berhasil, SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh penjual repo 1 (satu) bulan atau 28 (dua puluh delapan) hari kalender sejak setelmen second leg transaksi SBI dimaksud. b) dalam hal second leg Transaksi Repo tidak berhasil dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh pembeli repo 1 (satu) bulan atau 28 (dua puluh delapan) hari kalender sejak tanggal setelmen first leg transaksi SBI dimaksud. 6) Dalam hal transfer SBI antar Sub-Registry tanpa perpindahan kepemilikan, atau transfer SBI karena merger, akuisisi, dan konsolidasi, SBI dapat ditransaksikan kembali 1 (satu) bulan atau 28 (dua puluh delapan) hari kalender sejak SBI dicatat di Sub- Registry awal atau di Rekening Surat Berharga awal. 7) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak berlaku untuk transaksi SBI oleh Peserta OPT dengan Bank Indonesia. 8) Sub-Registry … 13 8) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 7). b. Pengawasan 1) Bank Indonesia melakukan monitoring, pengawasan tidak langsung, dan/atau pengawasan langsung atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a oleh Peserta OPT dan Sub-Registry. 2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia menyampaikan surat permintaan konfirmasi kepada Peserta OPT dan/atau Sub-Registry. 3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat konfirmasi dari Bank Indonesia. 4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub- Registry tidak menyampaikan tanggapan tertulis maka Peserta OPT dan/atau Sub-Registry dianggap mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut. 5) Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. III. PENERBITAN SDBI 1. Penerbitan SDBI merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. SDBI memiliki karakteristik sebagai berikut : a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari yang … 14 yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; Contoh perhitungan jangka waktu SDBI sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto; d. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di BI-SSSS; e. nilai tunai SDBI dihitung berdasarkan (true discount) dengan rumus sebagai berikut : nilai nominal × 360 nilai tunai = 360 + tingkat diskonto × jangka waktu nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai Contoh perhitungan nilai diskonto dan nilai tunai SDBI sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. f. hanya dapat dimiliki oleh Bank; g. hanya dapat dipindahtangankan (negotiable) antar Bank; h. hanya dapat ditransaksikan antar Bank antara lain dengan cara outright, pinjam meminjam, hibah, repurchase agreement (repo), atau dijadikan agunan; i. SDBI yang masih dalam status agunan tidak dapat diperdagangkan; j. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu; k. Bank Indonesia dapat melunasi SDBI sebelum jatuh waktu berdasarkan pertimbangan terkait strategi pengelolaan moneter; dan l. pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf k dilakukan dengan persetujuan pemilik SDBI. 3. Metode Transaksi Lelang SDBI a. Penerbitan SDBI dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS. b. Mekanisme lelang SDBI dilakukan dengan metode sebagai berikut: … 15 berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender) Tingkat diskonto lelang SDBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender) Tingkat diskonto lelang SDBI diajukan oleh Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SDBI a. Lelang SDBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. b. Window time lelang SDBI dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SDBI dan perubahannya paling lambat sebelum pelaksanaan lelang SDBI melalui BI-SSSS, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang SDBI memuat antara lain: 1) sarana pengajuan penawaran; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu SDBI; 5) metode lelang; 6) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); 7) tingkat diskonto SDBI (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); dan 8) waktu dan tanggal setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Lelang SDBI a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SDBI secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan … 16 ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang SDBI meliputi: 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu SDBI yang akan diterbitkan. e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran SDBI yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang SDBI a. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan SDBI yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil SDBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode variable rate tender, penetapan SDBI yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank … 17 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal SDBI yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh SDBI yang diajukan; b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari SDBI yang diajukan sebesar hasil perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil SDBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang lelang SDBI berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang SDBI. 7. Pengumuman Hasil Lelang SDBI Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SDBI setelah window time ditutup, sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto dan nilai tunai SDBI yang dimenangkan; b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya antara lain berupa rata-rata tertimbang tingkat diskonto SDBI, SOR, dan/atau nilai nominal yang dimenangkan. 8. Setelmen Lelang SDBI a. Setelmen Hasil Lelang SDBI 1) Bank … 18 1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SDBI paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang SDBI. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang SDBI. 3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang SDBI dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai tunai SDBI dan setelmen Surat Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal. 4) Nilai tunai SDBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung dengan rumus : Nilai tunai SDBI = Nilai Nominal × 360 360 + Tingkat Diskonto × Jangka Waktu Keterangan: nilai nominal = nilai nominal SDBI yang dimenangkan tingkat diskonto = tingkat diskonto yang dimenangkan jangka waktu = jumlah hari yang dihitung 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen lelang SDBI sampai dengan tanggal jatuh waktu 5) Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan secara gabungan untuk setiap pemenang lelang dan setelmen Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan secara per transaksi (gross to gross). 6) Setelmen dana hasil lelang SDBI dilakukan per lelang (auction number). 7) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SDBI, BI-SSSS secara … 19 secara otomatis membatalkan transaksi lelang SDBI yang dimenangkan Peserta OPT yang bersangkutan. 8) Atas batalnya transaksi lelang SDBI sebagaimana dimaksud dalam angka 7), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Setelmen Pelunasan SDBI 1) Pada tanggal jatuh waktu SDBI, Bank Indonesia melunasi SDBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan SDBI yang tercatat di BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu SDBI. 2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu SDBI ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SDBI dilakukan pada hari kerja berikutnya, tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 3) Bank Indonesia melakukan pelunasan SDBI dengan cara: a) mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SDBI sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu; dan b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SDBI sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu. 9. Pembatasan Transaksi SDBI di Pasar Sekunder. a. Ketentuan 1) Bank dilarang memindahtangankan atau mentransaksikan SDBI yang dimiliki dengan pihak selain Bank. 2) Pemindahtanganan atau transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mencakup antara lain transaksi jual/beli secara outright, pinjam meminjam, memberi atau menerima hibah, repurchase agreement (repo), memberikan atau menerima agunan. 3) Bank dapat mentransaksikan SDBI dengan Bank Indonesia. 4) Sub-Registry … 20 4) Sub-Registry wajib menatausahakan SDBI milik nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1). b. Pengawasan 1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau pengawasan tidak langsung atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) oleh Bank dan Sub Registry. 2) Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam butir a.1), Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 3) Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam butir a.1), Bank Indonesia melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) atas SDBI yang dimiliki oleh pihak selain Bank tanpa persetujuan pemilik. 4) Perhitungan pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen SDBI dipindahtangankan ke pihak selain Bank. IV. TRANSAKSI REPO SURAT BERHARGA 1. Transaksi Repo merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk Injeksi Likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. Transaksi Repo memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Transaksi Repo dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga (transfer of ownership); b. Transaksi Repo memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. bunga repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang (simple interest); dan d. hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang di-repo-kan selama … 21 selama periode Transaksi Repo tetap merupakan milik Peserta OPT. 3. Metode Transaksi Repo a. Transaksi Repo dilakukan dengan metode lelang melalui: 1) BI-SSSS untuk Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah; 2) sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing. b. Pelaksanaan lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender) Suku bunga repo (repo rate) ditetapkan Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender) Suku bunga repo (repo rate) diajukan Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Repo a. Transaksi Repo dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. b. Window time Transaksi Repo dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Repo paling lambat sebelum window time melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang Transaksi Repo memuat antara lain: 1) sarana pengajuan penawaran; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode lelang; 6) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); 7) suku … 22 7) suku bunga repo (repo rate) (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); 8) Surat Berharga yang dapat di-repo-kan; 9) haircut; dan 10) tanggal dan waktu setelmen. e. Dalam hal Transaksi Repo menggunakan Surat Berharga dalam valuta asing maka pengumuman rencana lelang, selain mengumumkan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf d juga mengumumkan acuan harga untuk Surat Berharga dalam valuta asing dan acuan kurs transaksi. 5. Pengajuan Penawaran Transaksi Repo a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Repo untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Repo kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS, sarana dealing system dalam window time yang ditetapkan Bank Indonesia. d. Pengajuan penawaran Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah. 1) Pengajuan penawaran meliputi informasi: a) nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang di- repo-kan, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau b) nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang di- repo-kan dan repo rate, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Repo yang akan dilakukan. 2) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3) Dalam … 23 3) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran repo rate dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). e. Pengajuan penawaran Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing. 1) Kurs yang digunakan dalam Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing adalah kurs tengah dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi. 2) Pengajuan penawaran meliputi informasi: a) dalam hal lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender, antara lain: (1) nama Peserta OPT; (2) tanggal transaksi; (3) jangka waktu Repo; (4) Standard Settlement Instruction; (5) jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo-kan, dan (6) penawaran nilai nominal; atau b) dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, antara lain: (1) nama Peserta OPT; (2) tanggal transaksi; (3) jangka waktu repo; (4) Standard Settlement Instruction; (5) jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo-kan; (6) penawaran nilai nominal; dan (7) tingkat bunga. 3) Pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta OPT paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 4) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran repo rate dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). 5) Pengajuan … 24 5) Pengajuan penawaran lelang dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan. 6) Dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time Transaksi Repo. 7) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 6) dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Peserta OPT dan jangka waktu Repo. 8) Koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran. 9) Peserta OPT harus mengirimkan dokumen ke Bank Indonesia sebagai berikut: a) surat pernyataan yang menyatakan bahwa: (1) Surat Berharga dalam valuta asing yang di- repo-kan merupakan aset milik Peserta OPT; dan (2) Peserta OPT tidak lagi memiliki SBI, SDBI dan SBN; b) data terkait Surat Berharga paling kurang meliputi jadwal pembayaran kupon terakhir (last coupon date), jadwal pembayaran kupon selanjutnya (next coupon date), tingkat kupon (coupon rate), dan nominal kupon; c) surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dilampiri dengan statement of holding atas kepemilikan Surat Berharga dalam valuta asing di lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia dan Hasil Olahan Komputer (HOK) posisi kepemilikan Surat Berharga dalam Rupiah Peserta OPT pada posisi penutupan 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal transaksi. Contoh surat pernyataan dan data terkait Surat Berharga sebagaimana tercantum dalam Lampiran III; 10) Penyampaian … 25 10) Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 9) kepada Bank Indonesia dilakukan sebelum window time transaksi tutup yang dapat didahului dengan penyampaian melalui faksimili. Penyampaian dokumen ditujukan kepada: Bank Indonesia - Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 13 Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta Pusat 10350 Faksimili: 2310347 Telepon: 29818350 11) Dalam hal berdasarkan pemeriksaan oleh Bank Indonesia, surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 9) terbukti tidak benar maka penawaran yang diajukan dinyatakan batal. 12) Penawaran Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing dinyatakan batal dalam hal Peserta OPT: a) mengajukan penawaran tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 5); b) tidak melakukan koreksi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 6) sampai dengan angka 8); dan/atau c) tidak menyampaikan dokumen sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 9). f. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggungjawab atas kebenaran data penawaran Transaksi Repo yang disampaikan kepada Bank Indonesia. g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Transaksi Repo a. Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah 1) Dalam … 26 1) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode fixed rate tender maka penetapan Transaksi Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode variable rate tender penetapan Transaksi Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan b) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang dimenangkan dengan cara: (1) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Repo yang diajukan; dan (2) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Repo yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Valuta Asing: 1) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan Transaksi Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Penawaran … 27 a) Penawaran nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan ke atas dalam jutaan Rupiah terdekat. 2) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode variable rate tender, penetapan Transaksi Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan b) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang dimenangkan dengan cara: (1) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Repo yang diajukan; dan (2) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Repo yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan ke atas dalam jutaan Rupiah terdekat. Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal pemenang Transaksi Repo berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender tercantum dalam Lampiran III. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Repo. 7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo a. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah Bank … 28 Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Repo setelah window time ditutup, sebagai berikut: 1) secara individual kepada pemenang lelang melalui BI- SSSS, antara lain berupa nilai nominal dan repo rate yang dimenangkan; dan 2) secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal yang dimenangkan, SOR, dan/atau rata-rata tertimbang repo rate. b. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Valuta Asing 1) Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan melalui sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan/atau rata-rata tertimbang repo rate. 2) Melakukan konfirmasi secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa: a) nilai nominal yang dimenangkan, nominal surat berharga dalam valuta asing yang harus dipindahkan ke rekening Bank Indonesia pada lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia, dan repo rate yang dimenangkan; b) tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan c) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT. 3) Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilakukan sebagai berikut: a) dalam hal Peserta OPT yang memenangkan lelang tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau b) dalam … 29 b) dalam hal Peserta OPT yang memenangkan lelang memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. 8. Setelmen Transaksi Repo a. Surat Berharga dalam Rupiah 1) Setelmen First Leg a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Transaksi Repo. b) Peserta OPT wajib memiliki Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen first leg. c) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI- RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme Delivery Versus Payment (DVP) secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: (1) setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan; dan (2) setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg. d) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. e) Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan waktu yang ditetapkan untuk setelmen, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Repo yang tidak didukung dengan Surat Berharga yang mencukupi. f) Atas … 30 f) Atas batalnya Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf e), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 2) Setelmen Second Leg a) Pada tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS. b) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen second leg. c) Setelmen second leg dilaksanakan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: (1) setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg; (2) setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga Transaksi Repo jatuh waktu; (3) perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter; (4) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon atau imbalan pada periode Transaksi Repo, kupon atau imbalan dimaksud mengurangi kewajiban Peserta OPT pada Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) … 31 leg) dengan perhitungan sebagai berikut: Nilai Nilai setelmen = second leg setelmen first leg + bunga repo − nilai kupon/imbalan yang diterima Bank Indonesia (5) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon atau imbalan maka perhitungan bunga repo sejak tanggal pembayaran kupon atau imbalan didasarkan pada nilai setelmen first leg dikurangi dengan penerimaan kupon dimaksud. d) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Repo, tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga repo untuk hari libur dimaksud. e) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Repo jatuh waktu (second leg). 3) Kegagalan Setelmen Second Leg Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg maka Bank Indonesia akan melakukan hal- hal sebagai berikut: a) Dalam hal Surat Berharga berupa SBI dan SDBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI dan SDBI sebelum jatuh waktu (early redemption) dan mengenakan biaya Repo. b) Dalam hal Surat Berharga berupa SBN, transaksi yang bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright oleh Peserta OPT dan Bank Indonesia mengenakan biaya Repo. c) Perhitungan … 32 c) Perhitungan setelmen Transaksi Outright dan penggunaan harga Surat Berharga Transaksi Outright adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. d) Dalam hal terjadi Transaksi Outright: (1) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau dikredit dengan perhitungan harga SBN sebagai berikut: (a) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih rendah daripada harga pada transaksi first leg setelah dikurangi haircut maka Rekening Giro Rupiah didebet sebesar selisih dimaksud setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-repo-kan; (b) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih tinggi dari harga pada transaksi first leg dikurangi haircut maka Rekening Giro Rupiah dikredit sebesar selisih dimaksud setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-repo-kan dan paling banyak sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada saat first leg. (2) Rekening Giro Rupiah akan dikredit sebesar accrued interest atau accrued imbalan dari setelmen first leg sampai dengan setelmen second leg. (3) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar bunga repo. e) Atas batalnya Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir 2).e), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud … 33 dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Surat Berharga dalam Valuta Asing 1) Setelmen First Leg a) Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai setelmen first leg adalah kurs tengah dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi. b) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Transaksi Repo. c) Setelmen Surat Berharga dilakukan Peserta OPT dengan memindahkan Surat Berharga dengan jenis dan seri Surat Berharga sebesar nilai nominal yang di-repo-kan dari rekening Peserta OPT ke rekening surat berharga Bank Indonesia pada lembaga kustodian yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, pada tanggal setelmen atau tanggal valuta. d) Perhitungan nilai nominal Surat Berharga yang akan dipindahkan adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. e) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank sebesar nilai penawaran nominal yang dimenangkan. f) Bank Indonesia akan melakukan setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam huruf e) setelah menerima konfirmasi dari lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia bahwa Surat Berharga dalam valuta asing yang di-repo-kan Peserta OPT telah diterima. g) Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf c), Bank Indonesia membatalkan Transaksi … 34 Transaksi Repo yang tidak didukung dengan Surat Berharga yang mencukupi. h) Atas batalnya Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf g), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 2) Setelmen Second Leg a) Pada tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg), Peserta OPT wajib menyediakan dana yang mencukupi di Rekening Giro Rupiah untuk setelmen second leg. b) Setelmen second leg dilaksanakan sebagai berikut: (1) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg; (2) Bank Indonesia akan melakukan setelmen Surat Berharga dengan memindahkan Surat Berharga dalam valuta asing dari rekening Bank Indonesia ke rekening Peserta OPT di lembaga kustodian yang ditunjuk oleh Bank Indonesia setelah dilakukan setelmen dana sebagaimana dimaksud pada angka (1); (3) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebesar nilai setelmen sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. (4) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon atau imbalan pada periode Transaksi Repo, ekuivalen dalam Rupiah nilai kupon dimaksud mengurangi kewajiban Peserta OPT pada Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) dengan perhitungan sebagai … second leg 35 sebagai berikut: nilai setelmen = second leg nilai setelmen first leg + bunga repo − nilai kupon/imbalan yang diterima Bank Indonesia (5) Perhitungan nilai kupon atau imbalan sebagaimana dimaksud dalam angka (4) menggunakan kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal valuta penerimaan kupon. (6) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon maka perhitungan bunga repo sejak tanggal pembayaran kupon didasarkan pada nilai setelmen first leg dikurangi dengan ekuivalen penerimaan kupon dimaksud dalam Rupiah. c) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Repo, Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga repo atas hari libur dimaksud. d) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, Bank Indonesia akan membatalkan Transaksi Repo jatuh waktu (second leg). 3) Kegagalan Setelmen Second Leg Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, Bank Indonesia akan melakukan hal-hal sebagai berikut: a) Bank Indonesia akan menjual Surat Berharga dalam valuta asing kepada counterparty Bank Indonesia … 36 Indonesia setelah terjadi kegagalan setelmen second leg. b) Kurs yang digunakan pada saat Bank Indonesia melakukan penjualan Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf a) adalah kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia. c) Selama Surat Berharga dalam valuta asing belum terjual, Bank Indonesia akan mengenakan biaya repo kepada Peserta OPT sampai dengan tanggal setelmen atau tanggal valuta penjualan Surat Berharga. d) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam valuta asing lebih rendah daripada harga pada transaksi first leg, Bank Indonesia akan membebankan kekurangan pembayaran dana dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud. e) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga lebih tinggi daripada harga pada transaksi first leg, Bank Indonesia akan mengembalikan kelebihan hasil penjualan tersebut dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud. f) Rekening Giro Rupiah Peserta OPT akan didebet sebesar bunga repo. g) Atas batalnya Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir 2)d), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 9. Kupon Surat Berharga a. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon atau imbalan setelah Transaksi Repo jatuh waktu (second leg), Bank Indonesia akan mengkredit ke Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar kupon atau imbalan dimaksud pada tanggal penerimaan kupon atau imbalan. b. Kurs … 37 b. Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai kupon adalah kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal penerimaan kupon. V. TRANSAKSI REVERSE REPO SURAT BERHARGA NEGARA 1. Transaksi Reverse Repo merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. Transaksi Reverse Repo memiliki karakterisktik sebagai berikut: a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan SBN (transfer of ownership). b. Transaksi Reverse Repo memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. c. bunga reverse repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang (simple interest); dan d. hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang di-reverse- repo-kan selama periode Transaksi Reverse Repo tetap merupakan milik Bank Indonesia. 3. Metode Transaksi Reverse Repo a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS. b. Pelaksanaan lelang transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender) Suku bunga reverse repo (RR-Rate) ditetapkan Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender) Suku bunga reverse repo (RR-Rate) diajukan Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Reverse Repo a. Transaksi Reverse Repo dapat dilakukan pada setiap hari kerja … 38 kerja. b. Window time transaksi Reverse Repo dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Reverse Repo paling lambat sebelum window time melalui BI- SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana lelang transaksi Reverse Repo, memuat antara lain: 1) sarana pengajuan penawaran; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode lelang; 6) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); 7) RR-Rate (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); 8) Surat Berharga yang di-reverse-repo-kan; 9) haircut; dan 10) tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Transaksi Reverse Repo a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran Transaksi Reverse Repo antara lain meliputi: 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) nilai nominal dan RR-Rate, untuk lelang dengan metode variable … 39 variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Reverse Repo yang akan dilakukan. e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran RR-Rate dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Transaksi Reverse Repo yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Reverse Repo a. Dalam hal lelang transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan Transaksi Reverse Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode variable rate tender, penetapan transaksi Reverse Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan RR-Rate tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal RR-Rate yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT … 40 OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Reverse Repo yang diajukan; dan b) dalam hal RR-Rate yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Reverse Repo yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang Transaksi Reverse Repo berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV. c. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu) seri Surat Berharga dalam lelang Transaksi Reverse Repo, Bank Indonesia menentukan alokasi seri dan nominal Surat Berharga yang dimenangkan Peserta OPT. d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Reverse Repo. 7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Reverse Repo Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Reverse Repo setelah window time ditutup, sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal, RR-Rate, jenis dan seri Surat Berharga yang dimenangkan; dan b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan/atau rata- rata tertimbang RR-Rate. 8. Setelmen Transaksi Reverse Repo a. Setelmen First Leg 1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Transaksi Reverse Repo. 2) Peserta … 41 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen first leg. 3) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: a) setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg; dan b) setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dimenangkan. 4) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 5) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Reverse Repo yang tidak didukung dengan dana yang mencukupi. 6) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Setelmen Second Leg 1) Pada tanggal Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS. 2) Peserta OPT wajib memiliki jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen second leg. 3) Setelmen … 42 3) Setelmen second leg dilaksanakan melalui Sistem BI- RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: a) setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg); b) setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg; c) perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter; d) dalam hal Peserta OPT menerima pembayaran kupon atau imbalan pada periode Transaksi Reverse Repo, kupon atau imbalan dimaksud mengurangi kewajiban Bank Indonesia pada Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg) dengan perhitungan sebagai berikut: nilai nilai setelmen = second leg setelmen first leg + bunga − Reverse Repo nilai kupon/imbalan yang diterima Peserta OPT e) dalam hal Peserta OPT menerima pembayaran kupon atau imbalan, perhitungan bunga reverse repo sejak tanggal pembayaran kupon atau imbalan didasarkan pada nilai setelmen first leg dikurangi dengan penerimaan kupon atau imbalan dimaksud. 4) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Reverse Repo, tanggal Reverse Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga reverse repo untuk hari libur dimaksud. 5) Dalam … 43 5) Dalam hal jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg). c. Kegagalan Setelmen Second Leg 1) Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, Transaksi Reverse Repo diperlakukan sebagai transaksi pembelian secara outright oleh Peserta OPT. 2) Perhitungan setelmen Transaksi Outright dan penggunaan harga Surat Berharga Transaksi Outright adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 3) Dalam hal terjadi Transaksi Outright: a) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau dikredit dengan perhitungan harga SBN sebagai berikut: (1) dalam hal harga pada Transaksi Outright sama dengan atau lebih tinggi daripada harga pada transaksi first leg dikurangi haircut, Rekening Giro Rupiah didebet sebesar selisih dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-reverse-repo-kan dan paling sedikit sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada saat first leg; (2) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih rendah daripada harga pada transaksi first leg dikurangi dengan haircut, Rekening Giro Rupiah didebet sebesar haircut pada tanggal transaksi first leg. b) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar nilai accrued interest atau imbalan sejak tanggal transaksi … 44 transaksi first leg sampai dengan second leg. 4) Atas kegagalan setelmen second leg, Peserta OPT tidak menerima bunga reverse repo. 5) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir b.5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 9. Kupon Surat Berharga Dalam hal Peserta OPT menerima pembayaran kupon atau imbalan setelah Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg), Bank Indonesia akan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai kupon atau imbalan dimaksud pada tanggal penerimaan kupon atau imbalan. VI. PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBN SECARA OUTRIGHT DARI BANK INDONESIA DI PASAR SEKUNDER 1. Pembelian dan penjualan SBN secara outright dari Bank Indonesia di pasar sekunder dilakukan dalam rangka Injeksi Likuiditas dan/atau Absorpsi Likuiditas serta dalam rangka menjaga ketersediaan SBN yang diperlukan sebagai instrumen Operasi Moneter dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright dengan mekanisme lelang atau non lelang. 3. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright di pasar sekunder pada setiap hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. 4. Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN Secara Outright dengan Mekanisme Lelang. a. Metode Transaksi 1) Bank Indonesia melakukan lelang transaksi pembelian dan penjualan SBN melalui BI-SSSS atau melalui sarana lainnya. 2) Mekanisme lelang dilakukan dengan metode sebagai berikut: … 45 berikut: a) harga tetap (fixed rate tender) Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBN ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau b) harga beragam (variable rate tender) Yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBN diajukan oleh Peserta OPT. b. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang 1) Window time transaksi pembelian dan penjualan SBN dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi pembelian dan penjualan SBN paling lambat sebelum window time, melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya. 3) Pengumuman rencana lelang pembelian dan penjualan SBN, antara lain meliputi: a) sarana pengajuan penawaran; b) tanggal lelang; c) window time; d) e) jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan; target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); f) yield atau harga SBN (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); dan tanggal dan waktu setelmen. g) c. Pengajuan Penawaran 1) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. 2) Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN untuk kepentingan Peserta OPT. 3) Peserta … 46 3) Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. 4) Pengajuan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN antara lain meliputi: a) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; b) nilai nominal dan yield atau harga SBN, untuk lelang dengan metode variable rate tender. 5) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 6) Dalam hal transaksi penjualan dan pembelian SBN dilakukan dengan metode variable rate tender, penawaran yield dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). 7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian dan penjualan SBN yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. d. Penetapan Pemenang Lelang 1) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN dengan metode fixed rate tender, penetapan pembelian dan penjualan SBN yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan … 47 dengan pembulatan nominal terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN dilakukan dengan metode variable rate tender, Bank Indonesia menetapkan tingkat yield yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR), atau harga yang dapat diterima, dan transaksi pembelian dan penjualan SBN yang dimenangkan dihitung dengan cara: a) Lelang Pembelian SBN (1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT lebih tinggi dari SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT lebih rendah dari harga yang dapat diterima, Peserta OPT memenangkan seluruh penawaran yang diajukan; atau (2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan harga yang dapat diterima, Peserta OPT dapat memenangkan seluruh atau sebagian penawaran yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b) Lelang penjualan SBN (1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT lebih rendah dari SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT lebih tinggi dari harga yang dapat diterima, Peserta OPT memenangkan seluruh penawaran SBN yang diajukan; atau (2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan SOR atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan harga yang dapat diterima, Peserta OPT dapat memenangkan … 48 memenangkan seluruh atau sebagian penawaran yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang pembelian dan penjualan SBN. e. Pengumuman Hasil Lelang Pembelian dan Penjualan SBN Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang penjualan dan pembelian SBN setelah window time ditutup, sebagai berikut: 1) secara individual kepada pemenang lelang melalui BI- SSSS, antara lain berupa nilai nominal dan yield atau harga yang dimenangkan; dan 2) secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan rata- rata tertimbang tingkat yield. 5. Pembelian dan Penjualan SBN secara Non Lelang a. Pembelian dan penjualan SBN dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan Peserta OPT secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. b. Transaksi dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. 6. Setelmen Pembelian dan Penjualan SBN secara Lelang dan Non Lelang a. Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen pembelian SBN dari Bank Indonesia atau memiliki jenis dan seri SBN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen penjualan SBN kepada Bank Indonesia. b. Setelmen pembelian dan penjualan SBN dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS secara DVP dengan mekanisme transaksi per transaksi (gross to gross). c. Bank Indonesia melakukan setelmen pembelian dan penjualan … 49 penjualan SBN paling lama pada 2 (dua) hari kerja. Perhitungan nilai dan setelmen penjualan dan pembelian SBN sebagaimana tercantum dalam Lampiran V. d. Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri SBN di Rekening Surat Berharga atau tidak memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen penjualan dan pembelian SBN yang dilakukan sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi pembelian dan penjualan SBN dimaksud. e. Atas batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. VII. TRANSAKSI VALAS TERHADAP SBN 1. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dalam rangka mendukung pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional kebijakan moneter dengan cara: a. transaksi pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia; dan b. transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia, yang dilakukan pada saat yang bersamaan. 2. Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN adalah Peserta OPT yang merupakan Bank Devisa. 3. Transaksi Valas Terhadap SBN dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Jenis valuta asing dalam Transaksi Valas Terhadap SBN adalah Dolar Amerika Serikat. 5. Metode Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bank Indonesia melakukan Transaksi Valas Terhadap SBN secara lelang. b. Transaksi … 50 b. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang kurs Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah (USD/IDR). d. Bank Indonesia menetapkan harga SBN (fixing price) yang digunakan sebagai dasar perhitungan SBN yang harus diserahkan oleh Peserta OPT. 6. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Valas Terhadap SBN a. Window time Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Valas Terhadap SBN paling lambat sebelum window time, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. c. Pengumuman rencana lelang Transaksi Valas Terhadap SBN antara lain meliputi : 1) sarana pengajuan penawaran; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) 5) target indikatif lelang yang meliputi target valuta asing yang akan dijual oleh Bank Indonesia dan target nominal SBN yang akan dibeli oleh Bank Indonesia; jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan; 6) harga SBN; dan 7) tanggal dan waktu setelmen. 7. Pengajuan Penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN: a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia dalam window … 51 window time yang ditetapkan Bank Indonesia. d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN antara lain meliputi informasi: 1) nama peserta; 2) tanggal transaksi; 3) kurs USD/IDR; 4) jenis, seri, dan nominal SBN; dan 5) Standard Settlement Instruction. e. Pengajuan penawaran lelang pada Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) penawaran dapat diajukan lebih dari 1 (satu) kali; 2) dalam setiap penawaran hanya dapat diajukan 1 (satu) kurs; 3) untuk setiap penawaran, Peserta OPT dapat mengajukan 1 (satu) atau beberapa jenis dan seri SBN. f. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). g. Dalam hal terjadi koreksi, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time Transaksi Valas Terhadap SBN. h. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf g, dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Peserta OPT. i. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN yang disampaikan kepada Bank Indonesia. j. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. k. Penawaran lelang pada Transaksi Valas Terhadap SBN dinyatakan batal dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara: 1) mengajukan … 52 1) mengajukan penawaran di luar jenis dan seri SBN yang diterima oleh Bank Indonesia; 2) 3) tidak memenuhi ketentuan pada huruf e atau tidak memenuhi ketentuan pada huruf f; dan/atau tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time Transaksi Valas Terhadap SBN. 8. Penetapan Pemenang Lelang a. Bank Indonesia menetapkan batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank Indonesia. b. Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara : 1) dalam hal kurs yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN yang diajukan; atau 2) dalam hal kurs yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal SBN terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal pemenang Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Valas Terhadap SBN. 9. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Valas Terhadap SBN Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Valas Terhadap SBN, setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut: a. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang … 53 yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal seluruh penawaran SBN yang masuk, nominal SBN yang dimenangkan, nominal valuta asing yang dijual oleh Bank Indonesia dan rata-rata tertimbang (weighted average) kurs USD/IDR yang dimenangkan. b. melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa: 1) nominal valuta asing yang diterima Peserta OPT; 2) seri dan nominal SBN yang diterima Bank Indonesia; 3) kurs USD/IDR yang dimenangkan; 4) tanggal valuta atau tanggal setelmen; 5) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT; dan 6) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT. c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau 2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. 10. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN a. Bank Indonesia melakukan setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN paling lama pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. Contoh perhitungan nilai dan setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI. b. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN terdiri atas setelmen pembelian SBN dan setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia. c. Peserta OPT wajib menyediakan SBN di Rekening Surat Berharga untuk setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia … 54 Indonesia, dan dana Rupiah di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia. d. Setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS. e. Setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia dilakukan melalui Bank Koresponden Bank Indonesia dan Sistem BI-RTGS. f. Jenis dan seri SBN yang mencukupi sebagaimana dimaksud dalam huruf c harus tersedia di Rekening Surat Berharga Peserta OPT dan telah dilakukan transfer ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia paling lambat pada pukul 14.00 WIB waktu Sistem BI-RTGS atau batas waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tanggal setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN. g. Bank Indonesia akan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia setelah menerima transfer seluruh jenis dan seri SBN yang menjadi kewajiban peserta. h. Bank Indonesia akan mentransfer valuta asing ke rekening Peserta OPT pada Bank Koresponden sebesar valuta asing yang dimenangkan setelah dilakukan pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT untuk setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia. i. Dalam hal Peserta OPT tidak melakukan transfer jenis dan seri SBN yang cukup ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf f, Transaksi Valas Terhadap SBN peserta dinyatakan batal. j. Dalam hal pada tanggal setelmen Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia, Peserta OPT wajib membayar nominal transaksi pada hari kerja berikutnya. k. Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN karena Peserta OPT … 55 OPT tidak melakukan transfer jenis dan seri SBN yang cukup ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf i, pada tanggal setelmen Peserta OPT harus melakukan construct transfer dari rekening Surat Berharga Bank Indonesia ke Rekening Surat Berharga peserta atas SBN yang sebelumnya telah berhasil ditransfer paling lambat sebelum cut-off warning BI-SSSS. l. Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau dalam hal Peserta OPT tidak dapat menyelesaikan kewajibannya pada tanggal setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf j, Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. VIII. PENEMPATAN BERJANGKA RUPIAH (TERM DEPOSIT RUPIAH) 1. Transaksi Term Deposit Rupiah merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. Transaksi Term Deposit Rupiah memiliki karakteristik sebagai berikut: a. transaksi Term Deposit Rupiah memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; b. transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga; c. nilai tunai transaksi Term Deposit Rupiah dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus sebagai berikut: nilai nominal × 360 nilai tunai = 360 + tingkat diskonto × jangka waktu nilai diskonto = nilai nominal Term Deposit Rupiah – nilai tunai d. Bank … 56 d. Bank Indonesia menatausahakan pencatatan transaksi Term Deposit Rupiah dalam BI-SSSS; dan e. Term Deposit Rupiah dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian. 3. Metode Transaksi Term Deposit Rupiah a. Transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS. b. Lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender) Tingkat diskonto transaksi Term Deposit Rupiah ditetapkan Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender) Tingkat diskonto transaksi Term Deposit Rupiah diajukan oleh Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Term Deposit Rupiah a. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi Term Deposit Rupiah pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Window time transaksi Term Deposit Rupiah dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit Rupiah paling lambat sebelum window time melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya. d. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit Rupiah memuat antara lain: 1) sarana pengajuan penawaran; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode lelang; 6) target indikatif (apabila lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilaksanakan dengan metode variable rate tender); 7) tingkat … 57 7) tingkat diskonto (apabila lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilaksanakan dengan metode fixed rate tender); dan 8) tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Transaksi Term Deposit Rupiah a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran transaksi Term Deposit Rupiah secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran transaksi Term Deposit Rupiah untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran transaksi Term Deposit Rupiah kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit Rupiah meliputi: 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan metode variable rate tender, untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit Rupiah yang akan dilakukan. e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Term Deposit Rupiah yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan … 58 6. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah a. Dalam hal transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan transaksi Term Deposit Rupiah yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan metode variable rate tender, penetapan transaksi Term Deposit Rupiah yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto transaksi Term Deposit Rupiah tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh Transaksi Term Deposit Rupiah yang diajukan; dan b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran transaksi yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal pemenang lelang transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana tercantum dalam LampiranVII. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang … 59 pemenang lelang transaksi Term Deposit Rupiah. 7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit Rupiah setelah window time ditutup, sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal dan tingkat diskonto yang dimenangkan; dan b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan rata-rata tertimbang tingkat diskonto Term Deposit Rupiah. 8. Setelmen Transaksi Term Deposit Rupiah a. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah 1) Bank Indonesia melakukan setelmen lelang transaksi Term Deposit Rupiah paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Rupiah. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Rupiah. 3) Setelmen dana transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan secara gabungan untuk setiap Peserta OPT dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar total nilai tunai Term Deposit Rupiah per lelang (auction number). 4) Nilai tunai Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus: nilai nominal × 360 nilai tunai = 360 + Tingkat diskonto × jangka waktu nilai diskonto = nilai nominal Term Deposit Rupiah – nilai tunai Keterangan … 60 Keterangan: nominal Term Deposit Rupiah = nilai nominal Term Deposit Rupiah yang dimenangkan dari hasil lelang. tingkat diskonto = tingkat jangka waktu diskonto yang dimenangkan dari hasil lelang. = jumlah hari yang dihitung 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen lelang sampai dengan tanggal transaksi Term Deposit Rupiah jatuh waktu. 5) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Rupiah sampai dengan waktu yang ditetapkan untuk setelmen, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Term Deposit Rupiah Peserta OPT yang bersangkutan. 6) Atas batalnya transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Rupiah 1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Rupiah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit Rupiah jatuh waktu secara otomatis melalui BI- SSSS sebesar nilai nominal Term Deposit Rupiah dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah. 2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit Rupiah, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Rupiah ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 9. Pencairan … 61 9. Pencairan Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Transaksi Term Deposit Rupiah a. Pengajuan Early Redemption 1) Peserta OPT dapat mengajukan dari pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. 2) Nilai nominal setiap pengajuan paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3) Pengajuan dilakukan melalui sarana BI-SSSS Terminal (ST). b. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal pengajuan early redemption (same day settlement) segera setelah pre cut- off Sistem BI-RTGS. c. Perhitungan nilai Early Redemption nilai tunai = nilai nominal ! " # rupiahyang di- × 360 hari 360 hari + + RRT diskonto ! " # rupiah pada saat diterbitkan Biaya = Term Deposit rupiah × + Nominal yang di-early redeem Repo rate - lending facility RRT diskonto Term Deposit rupiah pada saat diterbitkan Nilai Setelmen Early Redemption= Keterangan: RRT = rata-rata tertimbang IX. PENEMPATAN BERJANGKA DALAM VALUTA ASING (TERM DEPOSIT VALAS) 1. Transaksi Term Deposit valas merupakan penempatan secara berjangka dana valuta asing milik Peserta OPT di Bank Indonesia. 2. Transaksi Term Deposit valas memiliki karakteristik sebagai berikut: a. jenis … Early Redemption-Biaya Nilai Tunai × sisa jangka waktu4 4 × Sisa Jangka Waktu 360 62 a. jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit valas adalah Dolar Amerika Serikat; b. transaksi Term Deposit valas memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. transaksi Term Deposit valas dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga; d. atas transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia memberikan bunga; e. Term Deposit valas dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian; dan f. Term Deposit valas dapat dialihkan menjadi Transaksi Swap jual Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah Bank Indonesia. 3. Peserta OPT yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit valas adalah Bank Devisa. 4. Transaksi Term Deposit valas dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Metode Transaksi Term Deposit Valas a. Transaksi Term Deposit valas dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Transaksi Term Deposit valas dilakukan secara lelang dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender) Tingkat bunga transaksi Term Deposit valas ditetapkan Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender) Tingkat bunga transaksi Term Deposit valas diajukan oleh Peserta OPT. 6. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang a. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit valas paling lambat sebelum window time melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. b. Window time transaksi Term Deposit valas dapat dilakukan antara … 63 antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit valas, memuat antara lain: 1) sarana pengajuan penawaran lelang; 2) 3) tanggal lelang; jangka waktu dan tanggal jatuh waktu; 4) metode lelang; 5) 6) target indikatif (apabila lelang transaksi Term Deposit valas dilaksanakan dengan metode variable rate tender); tingkat bunga (apabila lelang transaksi Term Deposit valas dilaksanakan dengan metode fixed rate tender); 7) window time; dan 8) tanggal setelmen (tanggal valuta). 7. Pengajuan Penawaran a. Peserta OPT dapat mengajukan transaksi Term Deposit valas secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas kepada Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk lelang dengan metode fixed rate tender meliputi informasi antara lain: 1) nama Peserta OPT; 2) 3) tanggal transaksi; jangka waktu Term Deposit valas; 4) Standard Settlement Instruction; dan 5) penawaran kuantitas. e. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk lelang dengan metode variable rate tender meliputi informasi antara lain: 1) nama Peserta OPT; 2) tanggal … 64 2) 3) tanggal transaksi; jangka waktu Term Deposit valas; 4) Standard Settlement Instruction; 5) penawaran kuantitas; dan 6) tingkat bunga. f. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan/atau huruf e dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) penawaran dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan; 2) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta OPT paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); 3) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valas dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat bunga dilakukan dengan kelipatan 1 bps (basis point) atau 0,01% (satu persepuluh ribu); 4) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit valas; 5) koreksi sebagaimana dimaksud pada angka 4) dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan jangka waktu Term Deposit valas; 6) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran; 7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; 8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; 9) dalam … 65 9) dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 2), dan angka 3) dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time transaksi Term Deposit valas maka penawaran dimaksud dinyatakan batal. 8. Penetapan Pemenang Lelang a. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender, penetapan Term Deposit valas yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; 2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: a) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi nol; b) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). b. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, penetapan Term Deposit valas yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat bunga transaksi Term Deposit valas tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang dimenangkan dengan cara : a) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta … 66 Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh transaksi Term Deposit valas yang diajukan; b) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran transaksi yang diajukan dengan perhitungan proporsional dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: (1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi nol; (2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). Contoh perhitungan nilai nominal dan penetapan pemenang lelang transaksi Term Deposit valas tercantum dalam Lampiran VIII. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Term Deposit valas. 9. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit valas setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT dan Lembaga Peserta melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat bunga Term Deposit valas; b. melakukan konfirmasi kepada Peserta OPT yang memenangkan lelang secara individual melalui sarana dealing system antara lain berupa: 1) nominal … 67 1) nominal valas dan tingkat bunga yang dimenangkan Peserta OPT; jangka waktu; tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan 2) 3) 4) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT; c. dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau 2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. 10. Setelmen Transaksi Term Deposit Valas a. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Valas 1) Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 2) Setiap penawaran yang dimenangkan memiliki 1 (satu) deal ticket. 3) Peserta OPT wajib menyediakan dana di rekening giro pada Bank Koresponden, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas. 4) Pada tanggal setelmen, Peserta OPT wajib mentransfer kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas untuk setiap penawaran atau sesuai dengan jumlah nominal yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden. 5) Dalam hal Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 4), transaksi Term Deposit valas dinyatakan batal. 6) Atas batalnya transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT dikenakan sanksi … 68 sanksi sebagaimana diatur dalam Ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 7) Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi Moneter, apabila pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi Term Deposit valas maka pembatalan tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas 1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit valas jatuh waktu dengan melakukan transfer ke rekening giro Peserta OPT pada Bank Koresponden sebesar nilai tunai. 2) Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dihitung dengan rumus sebagai berikut : nilai tunai =N× 51 + 7 360 ℎ 9 Keterangan: N = nominal Term Deposit valas R = tingkat bunga yang dimenangkan k = jangka waktu Term Deposit valas c. Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit valas, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga untuk hari libur dimaksud. 11. Pencairan Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Transaksi Term Deposit Valas a. Pengajuan Early Redemption 1) Peserta OPT dapat mengajukan early redemption Term Deposit valas paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen transaksi … 69 transaksi Term Deposit valas yang akan dilakukan early redemption. 2) Peserta OPT dapat mengajukan early redemption pada setiap hari kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit valas dengan jangka waktu melebihi overnight. 3) Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam angka 2) diajukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. 4) Pengajuan dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. 5) Pengajuan early redemption baik keseluruhan atau sebagian, dilakukan untuk nominal penuh yang tercantum dalam setiap deal ticket. 6) Peserta OPT yang melakukan early redemption Term Deposit valas memperoleh bunga secara proporsional dengan perhitungan sebagai berikut: bunga = nominal × tingkat bunga 7 × 360 keterangan : k = jangka waktu sampai dengan setelmen early redemption Term Deposit valas di Bank Indonesia 7) Peserta OPT dikenakan biaya early redemption Term Deposit valas sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari bunga sebagaimana dimaksud dalam angka 6). b. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan early redemption. c. Perhitungan Nilai Early Redemption Nilai tunai early redemption adalah sebesar nilai nominal Term Deposit valas yang dilakukan early redemption ditambah bunga dikurangi biaya early redemption. 12. Pengalihan … 70 12. Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas Menjadi Transaksi Swap Jual USD Terhadap Rupiah Bank Indonesia (FX Swap) a. Pengajuan Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas Menjadi Transaksi FX Swap 1) Dalam hal Peserta OPT membutuhkan likuiditas Rupiah, Peserta OPT dapat mengajukan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap. 2) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada setiap hari kerja kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit valas dengan jangka waktu melebihi overnight. 3) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap dilakukan untuk nominal penuh yang tercantum dalam setiap deal ticket. 4) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap sekaligus merupakan pengajuan early redemption atas Term Deposit valas yang akan dialihkan. 5) Early redemption Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam angka 4) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 11.a.1), butir 11.a.6), dan butir 11.a.7). 6) Transaksi FX Swap yang berasal dari pengalihan Term Deposit valas dilakukan dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, paling singkat 7 (tujuh) hari. 7) Premi FX Swap yang berasal dari pengalihan Term Deposit valas ditetapkan oleh Bank Indonesia. 8) Peserta OPT dapat mengajukan pengalihan transaksi Term Deposit valas menjadi transaksi FX Swap dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB. 9) Bank Indonesia menyampaikan informasi premi FX Swap kepada Peserta OPT pada pukul 11.00 WIB dan sekaligus meminta Peserta OPT untuk memberikan konfirmasi. 10) Dalam … 71 10) Dalam hal Peserta OPT tidak menyepakati premi FX Swap yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, proses transaksi FX Swap tidak dilanjutkan dan Term Deposit valas yang bersangkutan tetap diteruskan (tidak dilakukan early redemption). 11) Dalam hal Peserta OPT menyepakati premi FX Swap yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, Peserta OPT memberikan konfirmasi (deal confirmation) transaksi early redemption Term Deposit valas dan transaksi FX Swap melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia. 12) Atas transaksi pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap, Bank Indonesia memberikan bunga dan mengenakan biaya kepada Peserta OPT sesuai ketentuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam butir 11.a.6) dan butir 11.a.7). b. Setelmen Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas menjadi Transaksi FX Swap 1) Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption dalam rangka pengalihan Term Deposit valas menjadi FX Swap dengan cara transfer bunga ke rekening giro Peserta OPT pada Bank Koresponden setelah dikurangi biaya early redemption, pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan pengalihan. 2) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg transaksi FX Swap dalam rangka pengalihan Term Deposit valas menjadi transaksi FX Swap pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan pengalihan dengan prosedur sebagai berikut: a) Bank Indonesia melakukan pencatatan pengalihan valas dari early redemption Term Deposit valas menjadi sumber dana untuk setelmen valas transaksi FX Swap. b) Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar ekuivalen dalam Rupiah dari nilai … 72 nilai nominal Term Deposit valas yang dialihkan dikalikan kurs spot yang ditetapkan pada tanggal transaksi FX Swap. 3) Pada tanggal setelmen second leg transaksi FX Swap dilakukan ketentuan sebagai berikut: a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal valas FX Swap dikalikan kurs forward (forward rate) yang ditetapkan pada tanggal transaksi FX Swap. b) Bank Indonesia melakukan transfer valas ke rekening giro Peserta OPT di Bank Koresponden sebesar nilai nominal valas FX Swap. c) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, maka peserta transaksi FX Swap wajib membayar nominal transaksi pada hari kerja berikutnya. d) Pembayaran nominal transaksi FX Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf c) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. e) Atas keterlambatan pemenuhan kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf c), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. X. TRANSAKSI SWAP DENGAN METODE LELANG 1. Transaksi Swap dilakukan dalam rangka mendukung pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional kebijakan moneter dengan cara: a. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia; atau b. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia. 2. Transaksi Swap memiliki karakteristik sebagai berikut: a. jenis valuta asing dalam Transaksi Swap adalah Dolar Amerika … 73 Amerika Serikat; b. Transaksi Swap dapat memiliki jangka waktu 1 (satu) hari sampai dengan 1 (satu) tahun, yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang digunakan dalam Transaksi Swap adalah kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR); dan c. JISDOR sebagaimana dimaksud dalam huruf b merupakan representasi harga spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah dari transaksi antar Bank di pasar domestik termasuk transaksi Bank dengan bank di luar negeri, yang dilaporkan Bank melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah (SISMONTAVAR), sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank dengan pihak domestik dan transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank dengan pihak asing. 3. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Swap adalah Bank Devisa. 4. Metode Transaksi a. Bank Indonesia melakukan Transaksi Swap secara lelang. b. Transaksi Swap dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang premi swap. 5. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Swap a. Transaksi Swap dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. b. Window time Transaksi Swap dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Swap paling lambat sebelum window time, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. d. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf b … 74 b dibuka sebelum penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah kurs JISDOR hari kerja sebelumnya. e. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf b dibuka setelah penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah kurs JISDOR pada tanggal transaksi. f. Pengumuman rencana lelang Transaksi Swap antara lain meliputi: 1) sarana pengajuan penawaran; 2) 3) tanggal lelang; jangka waktu (tenor); 4) window time; 5) 6) 7) tanggal setelmen atau tanggal valuta; tanggal jatuh waktu; target indikatif lelang; 8) mata uang; dan 9) kurs spot. 6. Pengajuan Penawaran a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Swap secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran Transaksi Swap untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Swap kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan Bank Indonesia. d. Pengajuan penawaran Transaksi Swap antara lain meliputi informasi: 1) nama Peserta OPT; 2) 3) 4) tanggal transaksi; jangka waktu; tanggal jatuh waktu; 5) jumlah penawaran (nilai nominal); 6) jenis valuta; 7) premi swap; dan 8) Standard Settlement Instruction. e. Pengajuan … 75 e. Pengajuan penawaran Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf d dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan. f. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). g. Pengajuan penawaran premi swap dari Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling kurang sebesar Rp1,00 (satu rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp1,00 (satu rupiah). h. Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time Transaksi Swap. i. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf h antara lain dapat dilakukan terhadap informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d kecuali informasi nama Peserta OPT dan jangka waktu swap. j. Dalam hal dilakukan koreksi atas jumlah penawaran (nilai nominal) sebagaimana dimaksud dalam huruf h, jumlah penawaran (nilai nominal) dimaksud harus memenuhi penawaran nilai nominal sebagaimana dimaksud dalam huruf f. k. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Transaksi Swap yang disampaikan kepada Bank Indonesia. l. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. m. Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf e, huruf f atau huruf g dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window … 76 window time Transaksi Swap, penawaran dimaksud dinyatakan batal. 7. Penetapan Pemenang Transaksi Swap a. Bank Indonesia menetapkan batas premi swap yang diterima. b. Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: 1) Untuk Transaksi Swap Jual Bank Indonesia a) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Swap yang diajukan; atau b) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Swap yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional. Contoh perhitungan pemenang Transaksi Swap sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX. 2) Untuk Transaksi Swap Beli Bank Indonesia a) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Swap yang diajukan; atau b) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Swap yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional. Contoh perhitungan pemenang Transaksi Swap sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX. 3) Pembulatan … 77 3) Pembulatan nominal yang dimenangkan oleh pemenang lelang Transaksi Swap dengan proporsional dilakukan dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: a) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi 0 (nol); dan b) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). 4) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Swap. 8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Swap Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Swap, setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut: a. Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal Swap yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang (weighted average) premi swap per jangka waktu. b. Melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa : 1) nominal lelang swap yang dimenangkan Peserta OPT; 2) premi swap yang dimenangkan; 3) 4) 5) jangka waktu transaksi; tanggal valuta; tanggal jatuh waktu; 6) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT; dan 7) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT. c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan … 78 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau 2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. d. Peserta OPT yang telah memenangkan penawaran dilarang melakukan pengakhiran Transaksi Swap sebelum jatuh waktu (early termination). 9. Setelmen Transaksi Swap a. Untuk Lelang Swap Jual Bank Indonesia 1) Setelmen First Leg a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen first leg. b) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan dikalikan dengan kurs JISDOR. c) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat untuk setiap penawaran yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden pada tanggal setelmen. d) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Peserta OPT tidak melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai yang dimenangkan pada setelmen first leg, Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai yang dimenangkan pada hari kerja berikutnya. e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 2) Setelmen … 79 2) Setelmen Second Leg a) Pada tanggal Transaksi Swap jatuh waktu (second leg), Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Peserta OPT di Bank Koresponden sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen first leg. b) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat setelmen first leg dikalikan kurs setelmen second leg. c) Kurs setelmen second leg adalah kurs JISDOR saat tanggal transaksi ditambah premi swap yang dimenangkan Peserta OPT. d) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg, Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. e) Pembayaran nominal Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. f) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Untuk Lelang Swap Beli Bank Indonesia 1) Setelmen First Leg a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap, dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen first leg. b) Nilai … 80 b) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan dikalikan dengan kurs JISDOR. c) Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat untuk setiap penawaran yang dimenangkan ke rekening Peserta OPT di Bank Koresponden. d) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. e) Pembayaran nominal Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. f) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. 2) Setelmen Second Leg a) Pada tanggal Transaksi Swap jatuh waktu (second leg), Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan dikalikan kurs setelmen second leg. b) Kurs setelmen second leg adalah kurs JISDOR pada tanggal transaksi ditambah premi swap yang dimenangkan Peserta OPT. c) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen first leg ke rekening Bank … 81 Bank Indonesia di Bank Koresponden paling lambat pada tanggal setelmen second leg. d) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg, Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf c), Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat pada hari kerja berikutnya. e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. c. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, tanggal setelmen first leg atau tanggal setelmen second leg ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya. XI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Sanksi Transaksi OPT dalam Rupiah a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam Rupiah, meliputi: 1) transaksi penerbitan SBI sebagaimana dimaksud dalam butir II.8.a.7); 2) transaksi penerbitan SDBI sebagaimana dimaksud dalam butir III.8.a.7); 3) Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir IV.8.a.1)e), butir IV.8.a.2)e), butir IV.8.b.1)g), dan butir IV.8.b.2)d); 4) Transaksi Reverse Repo sebagaimana dimaksud dalam butir V.8.a.5) dan butir V.8.b.5); 5) pembelian dan penjualan SBN secara outright dari Bank Indonesia di pasar sekunder sebagaimana dimaksud dalam butir VI.6.d; 6) Transaksi … 82 6) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam butir VI.10.i; dan/atau 7) Transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.8.a.5). b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan c.q. Departemen Pengawasan Bank; dan 2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal transaksi OPT yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 2. Sanksi Transaksi OPT Dalam Valuta Asing Selain Term Deposit Valas a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam valuta asing, meliputi: 1) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam butir VI.10.j; dan/atau 2) Transaksi Swap dengan metode lelang sebagaimana dimaksud dalam butir X.9.a.1)d), butir X.9.a.2)d), butir X.9.b.1)d) dan butir X.9.b.2)d), b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan c.q. Departemen Pengawasan Bank; dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar: a) suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) bps (basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan … 83 dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta Dolar Amerika Serikat; b) suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral atau otoritas moneter di negara valuta yang bersangkutan (official rate) yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) bps (basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta asing non Dolar Amerika Serikat; atau c) suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang berlaku ditambah 200 (dua ratus) bps (basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam Rupiah. c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal setelmen. d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah atau Rekening Giro valuta asing Peserta OPT yang ada di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal kewajiban setelmen. 3. Sanksi Transaksi Term Deposit Valas a. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen yang menyebabkan batalnya transaksi Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam butir IX.10.a.5), Peserta OPT dikenakan sanksi berupa: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan c.q. Departemen Pengawasan Bank; dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) bps (basis … 84 (basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh). b. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban pada tanggal setelmen second leg transaksi FX Swap sebagaimana dimaksud dalam butir IX.12.b.3)c) maka Peserta OPT dikenakan sanksi berupa: 1) teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1); dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang berlaku ditambah 200 (dua ratus) bps (basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh). c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dan butir b.1) paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir IX.10.a.5) atau tidak terpenuhinya kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir IX.12.b.3)c). d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro valuta asing Peserta OPT di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. e. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal kewajiban pelaksanaan setelmen. 4. Sanksi Penghentian Sementara Mengikuti Operasi Moneter a. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter, yang terdiri atas transaksi Operasi Pasar Terbuka dan/atau transaksi Standing Facilities, yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3, Peserta OPT juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. b. Sanksi … 85 b. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam huruf a diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. Dalam hal terdapat lebih dari 3 (tiga) kali pembatalan transaksi Operasi Moneter dalam 1 (satu) hari, pengenaan sanksi penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya memperhitungkan 3 (tiga) kali pembatalan. Contoh pengenaan sanksi karena pembatalan transaksi Operasi Moneter sebagaimana tercantum dalam Lampiran X. 5. Sanksi Pelanggaran Kewajiban Minimum Holding Period SBI a. Dalam hal Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir II.9 dikenakan sanksi sebagai berikut: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal transaksi SBI yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari. b. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dilakukan setelah terlampauinya batas waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.b.3). c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah dan/atau rekening giro Bank pembayar yang ditunjuk Sub-Registry. 6. Sanksi Pelanggaran Transaksi SDBI Dengan Pihak Selain Bank di Pasar Sekunder a. Dalam hal Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.9 dikenakan sanksi sebagai berikut: 1) teguran … 86 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan c.q. Departemen Pengawasan Bank; dan 2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal transaksi SDBI yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari. b. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah diketahuinya pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.9. c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah dan/atau rekening giro Bank pembayar yang ditunjuk Sub-Registry. XII. LAIN-LAIN Lampiran I sampai dengan Lampiran X merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XIII. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka; b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/13/DPM tanggal 9 Mei 2011 perihal Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka; c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/20/DPM tanggal 8 Agustus 2011 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka; d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/9/DPM tanggal 9 Maret 2012 perihal Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia … 87 Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka; e. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/18/DPM tanggal 8 Juni 2012 perihal Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka; f. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/24/DPM tanggal 5 Juli 2013 perihal Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka; g. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/32/DPM tanggal 27 Agustus 2013 perihal Perubahan Keenam atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka; dan h. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/38/DPM tanggal 10 September 2013 perihal Perubahan Ketujuh atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 12 Januari 2015 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/23/DPM|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 24 Desember 2014 </set_date> <effective_date> 12 Januari 2015 </effective_date> <replaced_reg> '15/38/DPM|SE-BI/2013', '14/9/DPM|SE-BI/2012', '13/13/DPM|SE-BI/2011', '13/20/DPM|SE-BI/2011', '15/32/DPM|SE-BI/2013', '15/24/DPM|SE-BI/2013', '12/18/DPM|SE-BI/2010', '14/18/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi XI' </penalty_list>
No. 13/ 13 /DPM Jakarta, 9 Mei 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka Sehubungan dengan upaya penguatan operasi moneter yang mengarahkan pengelolaan ekses likuiditas untuk mendukung pendalaman pasar uang domestik dan meminimalkan dampak negatif aliran modal asing jangka pendek terhadap stabilitas moneter dan sistem keuangan, perlu dilakukan penyempurnaan ketentuan mengenai Operasi Pasar Terbuka sebagai berikut : 1. Ketentuan Bab I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan : 1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter. 3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta ... 2 Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan valuta asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 6. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Berharga Negara yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 9. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 10. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana ... 3 sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 11. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 13. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disebut ZCB adalah Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 14. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia. 15. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 16. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 17. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term Deposit adalah penempatan dana rupiah milik Peserta OPT secara berjangka di Bank Indonesia. 18. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh Peserta OPT. 19. Rekening Giro adalah rekening giro rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. 20. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Peserta OPT ... 4 OPT yang tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) di Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 21. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. 22. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 23. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 24. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. B. Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka dapat melakukan Absorpsi Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas dengan menggunakan satu atau lebih instrumen untuk mempengaruhi likuiditas di pasar uang maupun untuk menjaga ketersediaan instrumen operasi moneter yang diperlukan dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia. 2. Ketentuan ... 5 2. Ketentuan butir II.9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 6 (enam) Bulan Sejak Kepemilikan SBI (Minimum Six Month Holding Period) a. Ketentuan 1) Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan yaitu 182 (seratus delapan puluh dua) hari kalender sejak tanggal setelmen pembelian, pemilik SBI dilarang mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan pihak lain. 2) Transaksi SBI yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mencakup antara lain transaksi repo, transaksi outright, hibah dan pengagunan. 3) Dengan memperhatikan pengaturan pada angka 1) maka transaksi repo sell and buy back SBI tidak dapat dilakukan dengan jangka waktu kurang dari 6 (enam) bulan atau 182 (seratus delapan puluh dua) hari kalender. 4) Dengan memperhatikan pengaturan pada angka 1), dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan tidak terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo collateralized borrowing, pengagunan (pledge) dan securities lending and borrowing, pemilik SBI telah dapat mentransaksikan kembali SBI dimaksud setelah jatuh tempo second leg. 5) Dengan memperhatikan pengaturan pada angka 1), dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo sell and buyback SBI, pemilik SBI dapat mentransaksikan kembali SBI dimaksud dengan ketentuan sebagai berikut : (a) Dalam hal second leg transaksi repo berhasil, SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh penjual repo 6 (enam) bulan atau 182 (seratus delapan puluh dua) hari kalender sejak setelmen second leg transaksi SBI dimaksud. (b) Dalam ... 6 (b) Dalam hal second leg transaksi repo tidak berhasil dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh pembeli repo 6 (enam) bulan atau 182 (seratus delapan puluh dua) hari kalender sejak tanggal setelmen first leg transaksi SBI dimaksud. 6) Dalam hal transfer SBI antar Sub-Registry tanpa perpindahan kepemilikan, atau transfer SBI karena merger, akuisisi dan konsolidasi, SBI dapat ditransaksikan kembali 6 (enam) bulan atau 182 (seratus delapan puluh dua) hari kalender sejak SBI dicatat di Sub-Registry awal atau di rekening surat berharga awal. 7) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak berlaku untuk transaksi SBI oleh Peserta OPT dengan Bank Indonesia. 8) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 7). b. Peralihan 1) Transaksi atas SBI yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran ini yang merupakan bagian dari transaksi yang telah dilakukan sebelum Surat Edaran ini berlaku, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan transaksi yang bersangkutan jatuh waktu, namun tetap harus memenuhi ketentuan butir II.9.a.1) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. 2) Dalam hal dilakukan transaksi yang memiliki second leg dan tidak terjadi perpindahan kepemilikan antara lain repo collateralized borrowing, pengagunan (pledge) dan securities lending and borrowing sebelum Surat Edaran ini berlaku, pemilik SBI dapat mentransaksikan kembali SBI dimaksud 6 (enam) bulan atau 182 (seratus delapan puluh dua) hari kalender sejak SBI dimiliki. c. Pengawasan ... 7 c. Pengawasan 1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau pengawasan langsung atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a oleh Peserta OPT dan Sub-Registry. 2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia menyampaikan surat permintaan konfirmasi kepada Peserta OPT dan/atau Sub-Registry. 3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat konfirmasi dari Bank Indonesia. 4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry tidak menyampaikan tanggapan tertulis maka Peserta OPT dan/atau Sub- Registry dianggap mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut. 5) Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 3. Ketentuan butir III.8.c. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : c. Kegagalan Setelmen Second Leg Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, maka Surat Berharga yang di-Repo-kan diperlakukan sebagai berikut: 1) Dalam hal Surat Berharga berupa SBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) dan mengenakan biaya Repo. 2) Dalam hal Surat Berharga berupa SBN maka transaksi yang bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright oleh Peserta OPT dan Bank Indonesia mengenakan biaya Repo. 3) Perhitungan ... 8 3) Perhitungan setelmen transaksi outright dan penggunaan harga Surat Berharga transaksi outright adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 4) Dalam hal terjadi transaksi outright : a) Rekening Giro akan didebet atau dikredit dengan perhitungan harga SBN sebagai berikut: (1) dalam hal harga pada transaksi outright lebih rendah daripada harga pada transaksi first leg setelah dikurangi haircut, maka Rekening Giro didebet sebesar selisih dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-Repo-kan; (2) dalam hal harga pada transaksi outright lebih tinggi dari harga pada transaksi first leg dikurangi haircut, maka Rekening Giro dikredit sebesar selisih dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-Repo-kan dan paling banyak sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada saat first leg. b) Rekening Giro akan dikredit sebesar accrued interest/imbalan dari setelmen first leg sampai dengan setelmen second leg. c) Rekening Giro akan didebit sebesar bunga Repo. 5) Atas batalnya transaksi Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir b.5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 4. Ketentuan butir IV.8.c. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : c. Kegagalan Setelmen Second Leg 1) Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, maka transaksi Reverse Repo diperlakukan sebagai transaksi pembelian secara outright oleh Peserta OPT. 2) Perhitungan setelmen transaksi outright dan penggunaan harga Surat Berharga transaksi outright adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank ... 9 Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 3) Dalam hal terjadi transaksi outright : a) Rekening Giro akan didebet atau dikredit dengan perhitungan harga SBN sebagai berikut: (1) dalam hal harga pada transaksi outright sama dengan atau lebih tinggi daripada harga pada transaksi first leg dikurangi haircut, maka Rekening Giro didebet sebesar selisih dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-Reverse Repo-kan dan paling sedikit sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada saat first leg; (2) dalam hal harga pada transaksi outright lebih rendah daripada harga pada transaksi first leg dikurangi dengan haircut, maka Rekening Giro didebet sebesar haircut pada tanggal transaksi first leg. b) Rekening Giro akan didebet sebesar nilai accrued interest/imbalan sejak tanggal transaksi first leg sampai dengan second leg. 4) Atas kegagalan setelmen second leg, Peserta OPT tidak menerima bunga Reverse Repo. 5) Atas batalnya transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir b.5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 5. Ketentuan butir V.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Pembelian dan penjualan SBN secara outright dari Bank Indonesia di pasar sekunder dilakukan dalam rangka Absorpsi Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas serta dalam rangka menjaga ketersediaan SBN yang diperlukan sebagai instrumen operasi moneter dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia. 6. Ketentuan ... 10 6. Ketentuan butir VI.9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 9. Pencairan sebelum jatuh waktu (Early Redemption) transaksi Term Deposit a. Persyaratan Early Redemption hanya dapat dilakukan terhadap Term Deposit yang diterbitkan dengan jangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan. b. Pengajuan Early Redemption 1) Peserta OPT dapat mengajukan dari pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. 2) Nilai nominal setiap pengajuan paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3) Pengajuan dilakukan melalui Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau telepon yang dikonfirmasi dengan faximile kepada Biro Operasi Moneter–Direktorat Pengelolaan Moneter. c. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal pengajuan early redemption (same day settlement) segera setelah pre cut-off Sistem BI-RTGS. d. Perhitungan nilai early redemption N Tunai ilai = Early Redemption ilai erm 3 hari60 Nominal R rate Biaya = ilai y dig early T Deposit erm E Redemption N setelmen arly = E Redemption arly x ( redeem ilai epo N tunai −Biaya LendingFacility - B ate R ) x I Sisa J Waktu angka 360 +      RT erm N Nominal T Deposit yang diearly redeem × 3 hari60 R diskonto pada s diterbitka n T Deposit aat × Sisa J Waktu angka      Keterangan ... 11 Keterangan : RRT = Rata-Rata Tertimbang 7. Ketentuan butir VII.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 2. Sanksi Pelanggaran Kewajiban Minimum Six Month Holding Period SBI Dalam hal Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir II.9 dikenakan sanksi sebagai berikut : a. Teguran tertulis dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Pengelolaan Moneter; 2) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi dikenakan kepada Sub-Registry Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); 3) Tim Pengawas Bank-Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi dikenakan kepada Sub-Registry Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan/atau 4) Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan dalam hal sanksi dikenakan kepada Sub-Registry Bank maupun Sub-Registry Non- Bank. b. Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal transaksi SBI yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari. c. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan segera setelah terlampauinya batas waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.c.3). d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro dan/atau rekening giro Bank pembayar yang ditunjuk Sub-Registry. Ketentuan ... 12 Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 13 Mei 2011. ____________ Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/13/DPM|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 9 Mei 2011 </set_date> <effective_date> 13 Mei 2011 </effective_date> <changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg> <penalty_list> 'Angka 7 Angka 2' </penalty_list>
1 No. 17/17/DKMP Jakarta, 26 Juni 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional. Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 235, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5478) sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/11/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 152 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5712), perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. Dana Pihak Ketiga Bank yang selanjutnya disingkat DPK adalah kewajiban Bank kepada penduduk dan bukan penduduk dalam Rupiah dan valuta asing. 2. GWM Primer adalah simpanan minimum dalam Rupiah yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada ... 2 pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK. 3. GWM Sekunder adalah cadangan minimum dalam Rupiah yang wajib dipelihara oleh Bank berupa Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Deposito Bank Indonesia, Surat Berharga Negara, dan/atau Excess Reserve, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK. 4. Loan to Funding Ratio yang selanjutnya disingkat LFR adalah rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain, terhadap: a. dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, dan deposito dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk dana antar bank; dan b. surat-surat berharga dalam Rupiah dan valuta asing yang memenuhi persyaratan tertentu yang diterbitkan oleh Bank untuk memperoleh sumber pendanaan. 5. LFR Target adalah batas kisaran LFR yang dibatasi oleh batas bawah dan batas atas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam rangka perhitungan GWM LFR. 6. GWM LFR adalah simpanan minimum dalam Rupiah yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia sebesar persentase dari DPK yang dihitung berdasarkan selisih antara LFR yang dimiliki oleh Bank dengan LFR Target. 7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 8. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank. 9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah surat ... 3 surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah dan Surat Berharga Syariah Negara dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. 10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah SUN sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Surat Utang Negara, yang terdiri atas Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara, namun terbatas dalam mata uang Rupiah. 11. Obligasi Negara yang selanjutnya disingkat ON adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. 13. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah SBSN sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Surat Berharga Syariah Negara yang terdiri atas SBSN Jangka Panjang dan SBSN Jangka Pendek namun terbatas dalam mata uang Rupiah. 14. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 15. SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 16. Excess Reserve adalah kelebihan saldo Rekening Giro Rupiah Bank dari GWM Primer dan GWM LFR yang wajib dipelihara di Bank Indonesia. 17. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui ... 4 melalui BI-SSSS. 18. Sub-rekening Investasi pada BI-SSSS adalah sub-rekening untuk menampung pencatatan kepemilikan surat berharga yang diperoleh peserta Bank dalam rangka program pemerintah antara lain program rekapitalisasi perbankan, namun terbatas dalam mata uang Rupiah. 19. Sub-rekening Perdagangan atau Sub-rekening Aktif pada BI-SSSS adalah sub-rekening untuk menampung pencatatan kepemilikan surat berharga yang dapat diperdagangkan baik yang berasal dari Sub-rekening Investasi maupun hasil pembelian surat berharga di pasar perdana dan di pasar sekunder. 20. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya disingkat KPMM adalah rasio antara modal terhadap aset tertimbang menurut risiko sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum. 21. KPMM Insentif adalah KPMM yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam rangka perhitungan GWM LFR. 22. Parameter Disinsentif Bawah adalah parameter pengali yang digunakan dalam perhitungan GWM LFR bagi Bank yang memiliki LFR kurang dari batas bawah LFR Target. 23. Parameter Disinsentif Atas adalah parameter pengali yang digunakan dalam perhitungan GWM LFR bagi Bank yang memiliki LFR lebih dari batas atas LFR Target. 24. Total Kredit adalah seluruh kredit yang diberikan oleh Bank kepada Bank dan bukan Bank dalam Rupiah dan valuta asing. 25. Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya disebut Kredit UMKM adalah kredit UMKM sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah, termasuk kredit atau pembiayaan untuk produk ekspor nonmigas yang diberikan oleh kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan bank campuran. 26. Rasio ... 5 26. Rasio Kredit UMKM adalah perbandingan antara jumlah Kredit UMKM terhadap Total Kredit. 27. Rasio non-performing loan Total Kredit yang selanjutnya disebut Rasio NPL Total Kredit adalah rasio antara jumlah Total Kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet, terhadap Total Kredit. 28. Rasio non-performing loan Kredit UMKM yang selanjutnya disebut Rasio NPL Kredit UMKM adalah rasio antara jumlah Kredit UMKM dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet, terhadap Kredit UMKM. 29. Merger Bank adalah merger sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi. 30. Konsolidasi Bank adalah konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi. 31. Tanggal Efektif adalah tanggal pelaksanaan peralihan operasional dari Bank yang menggabungkan diri kepada Bank yang menerima penggabungan atau dari Bank yang meleburkan diri kepada Bank yang didirikan. II. TATA CARA PERHITUNGAN GWM PRIMER Tata cara perhitungan GWM Primer diatur sebagai berikut: 1. GWM Primer ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari DPK dalam Rupiah. 2. Pemenuhan GWM Primer sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dihitung dengan membandingkan saldo Rekening Giro Bank pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. 3. Bank Indonesia dapat memberikan kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Primer sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Bank yang melakukan merger atau konsolidasi. 4. Kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Primer sebagaimana ... 6 sebagaimana dimaksud dalam angka 3 ditetapkan sebesar 1% (satu persen) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi. 5. Pemberian kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Primer sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilakukan atas permintaan Bank kepada Bank Indonesia yang disertai persetujuan dari OJK mengenai pemberian insentif merger atau konsolidasi berupa kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Primer. III. TATA CARA PERHITUNGAN GWM SEKUNDER Tata cara perhitungan GWM Sekunder diatur sebagai berikut: A. Pemenuhan GWM Sekunder GWM Sekunder ditetapkan sebesar 4% (empat persen) dari DPK dalam Rupiah. B. Komponen yang diperhitungkan 1. Komponen yang diperhitungkan sebagai cadangan dalam pemenuhan GWM Sekunder adalah: a. SBI untuk seluruh jangka waktu. b. SDBI untuk seluruh jangka waktu. c. SBN yang mencakup: 1) SUN berupa ON dan/atau SPN untuk seluruh jenis dan jangka waktu, tidak termasuk SUN yang tidak dapat diperdagangkan (untradeable); dan 2) SBSN berupa SBSN Jangka Panjang dan/atau SBSN Jangka Pendek untuk seluruh jenis dan jangka waktu, tidak termasuk SBSN yang tidak dapat diperdagangkan (untradeable). d. Excess Reserve. 2. SBI, SDBI, dan SBN yang dapat diperhitungkan dalam pemenuhan GWM Sekunder adalah SBI, SDBI, dan/atau SBN milik Bank yang tercatat pada rekening surat berharga Bank di BI-SSSS, yaitu dalam: a. Sub-rekening ... 7 a. Sub-rekening Investasi; dan/atau b. Sub-rekening Perdagangan atau Sub-rekening Aktif, namun tidak termasuk SBI, SDBI, dan/atau SBN milik Bank yang tercatat pada rekening surat berharga sub-registry. C. Sumber Data dan Nilai yang Digunakan 1. Penetapan jumlah SBI, SDBI, dan SBN yang dimiliki Bank dilakukan berdasarkan data yang tercatat pada rekening surat berharga Bank di BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir B.2 pada posisi akhir hari, yaitu pada saat cut off time BI-SSSS. 2. Nilai SBI, SDBI, dan SBN yang digunakan dalam perhitungan GWM Sekunder adalah nilai pasar (market value) yang tercantum di BI-SSSS. D. Perhitungan Pemenuhan GWM Sekunder Pemenuhan GWM Sekunder dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess Reserve milik Bank yang tercatat di Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya pada Laporan DPK Rupiah dan Valuta Asing dalam Laporan Berkala Bank Umum. Rumus perhitungan GWM Sekunder adalah sebagai berikut: SBI + SDBI + SBN + 𝐸𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑅𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑒 Rata−rata harian jumlah DPK Bank dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya x 100% IV. TATA CARA PERHITUNGAN GWM LFR Tata cara perhitungan GWM LFR diatur sebagai berikut: A. Besaran dan Parameter GWM LFR 1. Besaran dan parameter yang digunakan dalam perhitungan GWM LFR ditetapkan sebagai berikut: a. Batas bawah LFR Target sebesar 78% (tujuh puluh delapan persen). b. Batas atas LFR Target sebesar 92% (sembilan puluh dua persen). c. KPMM Insentif sebesar 14% (empat belas persen). d. Parameter ... 8 d. Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1 (nol koma satu). e. Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2 (nol koma dua). 2. Batas atas LFR Target untuk Bank sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b ditetapkan sebesar 94% (sembilan puluh empat persen) dalam hal Bank: a. memenuhi Rasio Kredit UMKM lebih cepat dari target waktu tahapan pencapaian Rasio Kredit UMKM sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah, sebagai berikut: 1) paling kurang 5% (lima persen) untuk posisi tanggal 30 Juni 2015 sampai dengan tanggal 30 November 2015 untuk perhitungan GWM LFR mulai tanggal 1 Agustus 2015 sampai dengan tanggal 31 Januari 2016; 2) paling kurang 10% (sepuluh persen) untuk posisi tanggal 31 Desember 2015 sampai dengan tanggal 30 November 2016 untuk perhitungan GWM LFR mulai tanggal 1 Februari 2016 sampai dengan tanggal 31 Januari 2017; 3) paling kurang 15% (lima belas persen) untuk posisi tanggal 31 Desember 2016 sampai dengan tanggal 30 November 2017 untuk perhitungan GWM LFR mulai tanggal 1 Februari 2017 sampai dengan tanggal 31 Januari 2018; 4) paling kurang 20% (dua puluh persen) untuk posisi tanggal 31 Desember 2017 sampai dengan tanggal 30 November 2018 untuk perhitungan GWM LFR mulai tanggal 1 Februari 2018 sampai dengan tanggal 31 Januari 2019; b. memenuhi Rasio NPL Total Kredit secara bruto (gross) kurang dari 5% (lima persen); dan c. memenuhi Rasio NPL Kredit UMKM secara bruto (gross) kurang dari 5% (lima persen). Contoh: ... 9 Contoh: Berdasarkan Laporan Bulanan Bank Umum posisi tanggal 31 Oktober 2015 dan Laporan Realisasi Pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM Melalui Kerja Sama Pola Executing posisi akhir bulan September 2015, Rasio Kredit UMKM Bank A mencapai 6,5%, Rasio NPL Total Kredit sebesar 3%, dan Rasio NPL Kredit UMKM sebesar 4,5%. Dengan demikian: - Dalam hal Bank memiliki KPMM lebih dari atau sama dengan 14% maka Bank tidak terkena kewajiban tambahan pemenuhan GWM LFR pada bulan Desember 2015. - Dalam hal Bank memiliki KPMM kurang dari 14% maka batas atas LFR Target Bank menjadi 94% untuk perhitungan GWM LFR pada bulan Desember 2015. B. Sumber Data dan Nilai yang Digunakan. 1. Sumber data dan nilai yang digunakan untuk perhitungan LFR Bank diatur sebagai berikut: a. Kredit Nilai yang digunakan untuk data kredit diperoleh dari pos kredit dalam Neraca Mingguan posisi akhir tanggal laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya dalam Laporan Berkala Bank Umum yang disampaikan Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum. b. DPK Nilai yang digunakan untuk data DPK diperoleh dari pos DPK dalam Neraca Mingguan posisi akhir tanggal laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya dalam Laporan Berkala Bank Umum yang disampaikan Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum. c. Surat berharga yang diterbitkan Nilai yang digunakan untuk data surat berharga yang diterbitkan diperoleh dari: 1) saldo Total Nominal dalam Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan ... 10 Diterbitkan oleh Bank posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya, yang disampaikan Bank kepada Bank Indonesia secara bulanan sebagaimana diatur dalam angka IV; atau 2) saldo Total Nominal dari Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan oleh Bank yang diperoleh dari KSEI dalam hal Bank Indonesia telah mengumumkan melalui surat pemberitahuan kepada Bank mengenai penghentian kewajiban penyampaian Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan. 2. Penggunaan Data KPMM dalam perhitungan GWM LFR diatur sebagai berikut: a. KPMM yang digunakan dalam perhitungan GWM LFR adalah KPMM triwulanan dari Bank yang bersangkutan. b. KPMM triwulanan sebagaimana dimaksud dalam huruf a merupakan KPMM Bank untuk posisi akhir triwulan, sebagai berikut: 1) KPMM pada posisi akhir bulan Maret digunakan untuk perhitungan GWM LFR harian untuk bulan Juni, Juli, dan Agustus. 2) KPMM pada posisi akhir bulan Juni digunakan untuk perhitungan GWM LFR harian untuk bulan September, Oktober, dan November. 3) KPMM pada posisi akhir bulan September digunakan untuk perhitungan GWM LFR harian untuk bulan Desember, Januari, dan Februari. 4) KPMM pada posisi akhir bulan Desember digunakan untuk perhitungan GWM LFR harian untuk bulan Maret, April, dan Mei. 3. Contoh penggunaan sumber data dan nilai sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan penggunaan data KPMM sebagaimana dimaksud dalam angka 2, yaitu: a. GWM LFR harian sejak tanggal 8 sampai dengan 15 Agustus 2015 didasarkan pada perhitungan: 1) besarnya ... 11 1) besarnya kredit dan DPK pada masa laporan tanggal 24 sampai dengan 31 Juli 2015; 2) nilai surat berharga yang diterbitkan pada posisi akhir bulan Juni 2015; dan 3) KPMM yang digunakan adalah KPMM pada posisi akhir bulan Maret 2015. b. GWM LFR harian sejak tanggal 16 sampai dengan 23 Agustus 2015 didasarkan pada perhitungan: 1) besarnya kredit dan DPK pada masa laporan tanggal 1 sampai dengan 7 Agustus 2015; 2) nilai surat berharga yang diterbitkan pada posisi akhir bulan Juni 2015; dan 3) KPMM yang digunakan adalah KPMM pada posisi akhir bulan Maret 2015. c. GWM LFR harian sejak tanggal 24 sampai dengan 31 Agustus 2015 didasarkan pada perhitungan: 1) besarnya kredit dan DPK pada masa laporan tanggal 8 sampai dengan 15 Agustus 2015; 2) nilai surat berharga yang diterbitkan pada posisi akhir bulan Juni 2015; dan 3) KPMM yang digunakan adalah KPMM pada posisi akhir bulan Maret 2015. d. GWM LFR harian sejak tanggal 1 sampai dengan 7 September 2015 didasarkan pada perhitungan: 1) besarnya kredit dan DPK pada masa laporan tanggal 16 sampai dengan 23 Agustus 2015; 2) nilai surat berharga yang diterbitkan pada posisi akhir bulan Juli 2015; dan 3) KPMM yang digunakan adalah KPMM pada posisi akhir bulan Juni 2015. 4. Sumber data dan nilai yang digunakan untuk perhitungan Rasio Kredit UMKM, Rasio NPL Total Kredit Bank, dan Rasio NPL Kredit UMKM berasal dari: a. Daftar Rincian Kredit yang Diberikan dalam Laporan Bulanan ... 12 Bulanan Bank Umum posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan bulanan bank umum, untuk: 1) Kredit UMKM selain yang dilakukan dengan pola executing; 2) Total Kredit; 3) non-performing loan Total Kredit; dan 4) non-performing loan Kredit UMKM selain yang dilakukan dengan pola executing, dan b. Laporan Realisasi Pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM Melalui Kerja Sama Pola Executing sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah untuk: 1) Kredit UMKM yang dilakukan dengan pola executing; dan 2) non-performing loan Kredit UMKM yang dilakukan dengan pola executing, yang disampaikan bank secara triwulanan. 5. Penggunaan data dari Laporan Realisasi Pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM Melalui Kerja Sama Pola Executing sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b diatur sebagai berikut: a. posisi akhir bulan Maret digunakan untuk perhitungan GWM LFR harian untuk bulan Mei, Juni, dan Juli. b. posisi akhir bulan Juni digunakan untuk perhitungan GWM LFR harian untuk bulan Agustus, September, dan Oktober. c. posisi akhir bulan September digunakan untuk perhitungan GWM LFR harian untuk bulan November, Desember, dan Januari. d. posisi akhir bulan Desember digunakan untuk perhitungan GWM LFR harian untuk bulan Februari, Maret, dan April. 6. Contoh … 13 6. Contoh penggunaan sumber data dan nilai sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dan penggunaan data sebagaimana dimaksud dalam angka 5, yaitu: a. Perhitungan Rasio Kredit UMKM, Rasio NPL Total Kredit, dan Rasio NPL Kredit UMKM Bank untuk bulan Agustus 2015 didasarkan pada data: 1) Daftar Rincian Kredit yang Diberikan dalam Laporan Bulanan Bank Umum bulan Juni 2015; dan 2) Laporan Realisasi Pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM Melalui Kerja Sama Pola Executing bulan Juni 2015. b. Perhitungan Rasio Kredit UMKM, Rasio NPL Total Kredit, dan Rasio NPL Kredit UMKM Bank untuk bulan September 2015 didasarkan pada data: 1) Daftar Rincian Kredit yang Diberikan dalam Laporan Bulanan Bank Umum bulan Juli 2015; dan 2) Laporan Realisasi Pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM Melalui Kerja Sama Pola Executing bulan Juni 2015. C. Perhitungan Pemenuhan GWM LFR 1. LFR Bank dihitung dengan rumus sebagai berikut: LFR Bank = Kredit (DPK+Surat Berharga yang diterbitkan) 2. Dalam hal LFR Bank berada dalam kisaran LFR Target maka GWM LFR Bank adalah sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam Rupiah. 3. Dalam hal LFR Bank lebih kecil dari batas bawah LFR Target maka GWM LFR merupakan hasil perkalian antara Parameter Disinsentif Bawah, selisih antara batas bawah LFR Target dan LFR Bank, dan DPK dalam Rupiah, dengan rumus perhitungan sebagai berikut: GWM LFR = Parameter Disinsentif Bawah x (batas bawah LFR Target - LFR Bank) x DPK dalam Rupiah x 100% 4. Dalam ... 14 4. Dalam hal LFR Bank lebih besar dari batas atas LFR Target dan KPMM Bank lebih kecil dari KPMM Insentif maka GWM LFR merupakan hasil perkalian antara Parameter Disinsentif Atas, selisih antara LFR Bank dan batas atas LFR Target, dan DPK dalam Rupiah, dengan rumus perhitungan sebagai berikut: GWM LFR = Parameter Disinsentif Atas x (LFR Bank – batas atas LFR Target) x DPK dalam Rupiah 5. Dalam hal LFR Bank lebih besar dari batas atas LFR Target dan KPMM Bank sama atau lebih besar dari KPMM Insentif maka GWM LFR Bank adalah sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam Rupiah. 6. DPK sebagaimana dimaksud dalam angka 2 sampai dengan angka 5 diperoleh dari rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya pada Laporan DPK Rupiah dan Valuta Asing dalam Laporan Berkala Bank Umum. D. Perhitungan Rasio Kredit UMKM, Rasio NPL Total Kredit, dan Rasio NPL Kredit UMKM a. Rasio Kredit UMKM dihitung dengan rumus: Rasio Kredit UMKM = Kredit UMKM pada LBU + Kredit UMKM 𝐸𝑥𝑒𝑐𝑢𝑡𝑖𝑛𝑔 Total Kredit pada LBU b. Rasio NPL Total Kredit Bank dihitung dengan rumus: Rasio NPL Total Kredit = c. Rasio NPL Kredit UMKM dihitung dengan rumus: Rasio NPL Kredit UMKM = 𝑛𝑜𝑛 − 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛𝑔 𝑙𝑜𝑎𝑛 Total Kredit pada LBU Total Kredit pada LBU 𝑛𝑜𝑛 − 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛𝑔 𝑙𝑜𝑎𝑛 Kredit UMKM pada LBU + 𝑛𝑜𝑛 − 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛𝑔 𝑙𝑜𝑎𝑛 Kredit UMKM 𝐸𝑥𝑒𝑐𝑢𝑡𝑖𝑛𝑔 Kredit UMKM pada LBU + Kredit UMKM 𝐸𝑥𝑒𝑐𝑢𝑡𝑖𝑛𝑔 V. PEMENUHAN GWM BAGI BANK YANG MELAKUKAN MERGER ATAU KONSOLIDASI, BANK YANG MELAKUKAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA MENJADI BANK UMUM SYARIAH, DAN BANK YANG MENDAPATKAN IZIN MELAKUKAN KEGIATAN USAHA DALAM VALUTA ASING A. Bank ... 15 A. Bank yang Melakukan Merger atau Konsolidasi Pemenuhan GWM bagi Bank yang melakukan merger atau konsolidasi diatur sebagai berikut: 1. Pemenuhan GWM Primer a. Periode sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi 1) Sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi maka pemenuhan GWM Primer untuk masing-masing Bank dihitung dengan membandingkan saldo Rekening Giro Bank pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam Rupiah dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. 2) Pada 1 (satu) hari kerja sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi, pemenuhan GWM Primer hanya dihitung untuk Bank hasil merger atau konsolidasi dengan menggunakan data gabungan Bank yang melakukan merger atau konsolidasi. b. Periode setelah Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi 1) Sampai dengan 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Bank hasil merger atau konsolidasi tersedia maka pemenuhan GWM Primer dihitung dengan membandingkan saldo Rekening Giro Bank hasil merger atau konsolidasi pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap penjumlahan rata- rata harian jumlah DPK dalam Rupiah Bank yang melakukan merger atau konsolidasi dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. 2) Setelah 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Bank hasil merger atau konsolidasi maka pemenuhan GWM Primer untuk Bank hasil merger atau konsolidasi dihitung dengan membandingkan saldo Rekening Giro Bank ... 16 Bank hasil merger atau konsolidasi pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam Rupiah Bank hasil merger atau konsolidasi dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. 2. Pemenuhan GWM Sekunder a. Periode sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi 1) Sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi maka pemenuhan GWM Sekunder untuk masing-masing Bank dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess Reserve setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam Rupiah dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. 2) Pada 1 (satu) hari kerja sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi, pemenuhan GWM Sekunder hanya dihitung untuk Bank hasil merger atau konsolidasi dengan menggunakan data gabungan Bank yang melakukan merger atau konsolidasi. b. Periode setelah Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi 1) Sampai dengan 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Bank hasil merger atau konsolidasi tersedia maka pemenuhan GWM Sekunder dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess Reserve yang dimiliki oleh Bank hasil merger atau konsolidasi pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap penjumlahan rata-rata harian jumlah DPK dalam Rupiah Bank yang melakukan merger atau konsolidasi dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. 2) Setelah 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Bank hasil ... 17 hasil merger atau konsolidasi maka pemenuhan GWM Sekunder untuk Bank hasil merger atau konsolidasi dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess Reserve Bank hasil merger atau konsolidasi pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam Rupiah Bank hasil merger atau konsolidasi dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. 3. Pemenuhan GWM LFR a. Periode sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi 1) Sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Pemenuhan GWM LFR dihitung untuk masing- masing Bank dengan rumus: LFR Bank = Kredit (DPK+Surat Berharga yang diterbitkan) Keterangan: - Kredit diperoleh dari pos kredit dalam neraca mingguan pada Laporan Berkala Bank Umum posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya. - DPK diperoleh dari pos DPK dalam neraca mingguan pada Laporan Berkala Bank Umum posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya. - Surat berharga yang diterbitkan diperoleh dari saldo Total Nominal dalam Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya. b) KPMM yang digunakan adalah KPMM triwulanan masing-masing Bank sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.2. 2) Pada 1 (satu) hari kerja sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi berlaku ketentuan sebagai ... x 100% 18 sebagai berikut: a) Pemenuhan GWM LFR hanya dihitung untuk Bank hasil merger atau konsolidasi dengan menggunakan data gabungan Bank yang melakukan merger atau konsolidasi. b) Data KPMM yang digunakan diperoleh dari Bank yang melakukan merger atau konsolidasi berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Bank atas penggabungan data yang digunakan dalam perhitungan KPMM masing-masing Bank sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi. c) Bank menyampaikan hasil perhitungan KPMM sebagaimana dimaksud pada huruf b) kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi. d) Pemenuhan GWM LFR dihitung untuk Bank hasil merger atau konsolidasi dengan rumus: LFR Bank = Kredit (DPK+Surat Berharga yang diterbitkan) Keterangan: - Kredit diperoleh dari penjumlahan kredit Bank yang melakukan merger atau konsolidasi yang didasarkan pada pos kredit dalam neraca mingguan pada Laporan Berkala Bank Umum posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya. - DPK diperoleh dari penjumlahan DPK Bank yang melakukan merger atau konsolidasi yang didasarkan pada pos DPK dalam neraca mingguan pada Laporan Berkala Bank Umum posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya. - Surat berharga yang diterbitkan diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos Total Nominal dalam Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya untuk Bank yang melakukan merger atau konsolidasi. b. Periode ... x 100% 19 b. Periode setelah Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi 1) Sampai dengan 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Bank hasil merger atau konsolidasi tersedia, berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Pemenuhan GWM LFR dihitung dengan rumus: LFR Bank = Kredit (DPK+Surat Berharga yang diterbitkan) Keterangan: - Kredit diperoleh dari penjumlahan kredit Bank yang melakukan merger atau konsolidasi yang didasarkan pada pos kredit dalam neraca mingguan pada Laporan Berkala Bank Umum posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya. - DPK diperoleh dari penjumlahan DPK Bank yang melakukan merger atau konsolidasi yang didasarkan pada pos DPK dalam neraca mingguan pada Laporan Berkala Bank Umum posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya. - Surat berharga yang diterbitkan diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos Total Nominal dalam Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya untuk Bank yang melakukan merger atau konsolidasi. b) Data KPMM yang digunakan adalah data KPMM sebagaimana dimaksud dalam butir a.2)b) sampai dengan tersedianya data KPMM sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.2. 2) Setelah 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Bank hasil merger atau konsolidasi berlaku ketentuan sebagai berikut: a) pemenuhan GWM LFR dihitung dengan rumus: LFR Bank = Kredit (DPK+Surat Berharga yang diterbitkan) x 100% x 100% Keterangan: ... 20 Keterangan: - Kredit diperoleh dari kredit Bank hasil merger atau konsolidasi yang didasarkan pada pos kredit dalam neraca mingguan pada Laporan Berkala Bank Umum posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya. - DPK diperoleh dari DPK Bank hasil merger atau konsolidasi yang didasarkan pada pos DPK dalam neraca mingguan pada Laporan Berkala Bank Umum posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya. - Surat berharga yang diterbitkan diperoleh dari penjumlahan saldo pada pos Total Nominal dalam Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya dari Bank yang melakukan merger atau konsolidasi sampai tersedia data surat berharga yang diterbitkan Bank hasil merger atau konsolidasi yaitu setelah 2 (dua) masa Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan. b) KPMM yang digunakan adalah KPMM sebagaimana dimaksud pada butir a.2)b) sampai dengan tersedianya data KPMM sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.2. c. Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan KPMM yang diterima oleh Bank Indonesia dari OJK dengan hasil perhitungan KPMM yang dilakukan oleh Bank sebagaimana dimaksud pada butir a.2)b), b.1)b), dan b.2)b) maka yang berlaku adalah KPMM yang diterima Bank Indonesia dari OJK. 4. Pemenuhan GWM dalam valuta asing a. Periode sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi 1) Sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi maka pemenuhan ... 21 pemenuhan GWM dalam valuta asing untuk masing- masing Bank dihitung dengan membandingkan saldo Rekening Giro Valas Bank setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam valuta asing dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. 2) Pada 1 (satu) hari kerja sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi, pemenuhan GWM dalam valuta asing hanya dihitung untuk Bank hasil merger atau konsolidasi dengan menggunakan data gabungan Bank yang melakukan merger atau konsolidasi. b. Periode setelah Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi 1) Sampai dengan 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Bank hasil merger atau konsolidasi tersedia maka pemenuhan GWM dalam valuta asing dihitung dengan membandingkan saldo Rekening Giro Valas Bank hasil merger atau konsolidasi pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap penjumlahan rata-rata harian jumlah DPK dalam valuta asing Bank yang melakukan merger atau konsolidasi dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. 2) Setelah 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Bank hasil merger atau konsolidasi maka pemenuhan GWM dalam valuta asing untuk Bank hasil merger atau konsolidasi dihitung dengan membandingkan saldo Rekening Giro Valas Bank hasil merger atau konsolidasi pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam valuta asing Bank hasil merger atau konsolidasi dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. B. Bank ... 22 B. Bank yang Melakukan Perubahan Kegiatan Usaha Menjadi Bank Umum Syariah Dalam hal Bank melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi bank umum syariah maka perhitungan pemenuhan GWM diatur sebagai berikut: 1. Periode sebelum Bank melaksanakan kegiatan usaha sebagai bank umum syariah Sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum Bank melaksanakan kegiatan usaha sebagai bank umum syariah maka pemenuhan GWM dihitung sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai giro wajib minimum bank umum dalam Rupiah dan valuta asing bagi bank umum konvensional. 2. Periode setelah Bank melaksanakan kegiatan usaha sebagai bank umum syariah a. Pemenuhan GWM oleh Bank dihitung dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai giro wajib minimum dalam Rupiah dan valuta asing bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah. b. Perhitungan GWM sebagaimana huruf a dilakukan dengan menggunakan data Bank pada saat Bank belum melaksanakan kegiatan usaha sebagai bank umum syariah, yaitu menggunakan data: 1) rata-rata harian jumlah DPK dalam Rupiah yang terdapat pada Laporan DPK Rupiah dan Valuta Asing dalam Laporan Berkala Bank Umum dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya untuk perhitungan GWM bagi bank umum syariah; 2) DPK untuk perhitungan LFR yang terdapat pada Neraca Mingguan posisi akhir tanggal laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya untuk perhitungan rasio pembiayaan dalam Rupiah terhadap DPK dalam Rupiah bagi bank umum syariah; 3) Kredit yang terdapat pada Neraca Mingguan posisi akhir tanggal laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya untuk ... 23 untuk perhitungan rasio pembiayaan dalam Rupiah terhadap DPK dalam Rupiah bagi bank umum syariah. c. Data Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf b digunakan sampai dengan data Bank setelah melakukan kegiatan usaha sebagai bank umum syariah tersedia, yaitu setelah 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Syariah. C. Bank yang Mendapatkan Izin Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing Dalam hal Bank mendapatkan izin melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing maka perhitungan pemenuhan GWM dalam valuta asing diatur sebagai berikut: 1. GWM dalam valuta asing ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari DPK dalam valuta asing. 2. Pemenuhan GWM dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dihitung dengan membandingkan saldo Rekening Giro Valas Bank pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam valuta asing dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya, dengan rincian sebagai berikut: a. GWM dalam valuta asing secara harian untuk masa laporan sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 adalah sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian jumlah DPK dalam valuta asing masa laporan sejak tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 bulan sebelumnya. b. GWM dalam valuta asing secara harian untuk masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 adalah sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian jumlah DPK dalam valuta asing masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya. c. GWM dalam valuta asing secara harian untuk masa laporan sejak tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 adalah sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian jumlah ... 24 jumlah DPK dalam valuta asing masa laporan sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 bulan yang sama. d. GWM dalam valuta asing secara harian untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan adalah sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian jumlah DPK dalam valuta asing masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan yang sama. 3. Kewajiban Bank memenuhi GWM dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berlaku setelah 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam angka 2. VI. PELAPORAN 1. Bank wajib menyampaikan Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan kepada Bank Indonesia setiap bulan sebagai dasar perhitungan GWM LFR dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan oleh Bank melalui email kepada Bank Indonesia sampai dengan data surat berharga yang diterbitkan Bank untuk perhitungan LFR disediakan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia. 3. Surat berharga yang digunakan sebagai dasar perhitungan GWM LFR dan dilaporkan ke Bank Indonesia adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. diterbitkan dalam bentuk Medium Term Notes (MTN), Floating Rate Notes (FRN), dan obligasi selain obligasi subordinasi; b. ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum (public offering); c. memiliki peringkat yang diterbitkan lembaga pemeringkat dengan peringkat paling kurang setara dengan peringkat investasi; d. dimiliki ... 25 d. dimiliki bukan Bank baik penduduk dan bukan penduduk; dan e. ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek Indonesia. 4. Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana dimaksud dalam butir 3.c. adalah lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh otoritas pengawas Bank sesuai ketentuan yang berlaku. 5. Bank yang tidak menerbitkan surat berharga atau menerbitkan surat berharga namun tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 tetap diwajibkan menyampaikan Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan berupa laporan nihil. 6. Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 5 wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. 7. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila Bank menyampaikan laporan setelah batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 sampai dengan 5 (lima) hari kerja berikutnya. 8. Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila Bank belum menyampaikan laporan sampai dengan berakhirnya batas waktu keterlambatan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 7. 9. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 5 disampaikan melalui email kepada: a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, dengan alamat email sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 10. Bank ... 26 10. Bank harus menyampaikan secara tertulis mengenai nama petugas dan penanggung jawab yang ditunjuk untuk menyusun dan menyampaikan laporan, serta alamat email pengirim laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 5, termasuk apabila terdapat perubahannya, kepada: a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan. 11. Dalam hal penyampaian laporan melalui email sebagaimana dimaksud dalam angka 10 tidak dapat dilakukan, Bank menyampaikan laporan dalam bentuk softcopy dan hardcopy kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan. 12. Batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 11 mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam angka 6 dan angka 7. VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI A. Bank yang melanggar: 1. kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah; 2. kewajiban pemenuhan GWM dalam valuta asing; dan/atau 3. kewajiban penyampaian laporan, dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar. ... 27 membayar. B. Perhitungan Sanksi Kewajiban Membayar Bagi Bank yang Melanggar Kewajiban Pemenuhan GWM Dalam Rupiah 1. Perhitungan sanksi kewajiban membayar bagi Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah dilakukan dengan rumus sebagai berikut: Kekurangan GWM x 125% x suku bunga JIBOR x hari kerja 360 2. Suku bunga JIBOR yang digunakan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah rata-rata suku bunga JIBOR dalam Rupiah jangka waktu 1 (satu) hari (overnight) pada hari terjadinya pelanggaran. 3. Perhitungan rata-rata suku bunga JIBOR dalam Rupiah jangka waktu 1 (satu) hari (overnight) mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai suku bunga penawaran antarbank. C. Perhitungan Sanksi Kewajiban Membayar Bagi Bank yang Melanggar Kewajiban Pemenuhan GWM dalam Valuta Asing 1. Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM dalam valuta asing dikenakan sanksi kewajiban membayar dengan rumus sebagai berikut: Kekurangan GWM dalam valuta asing x 0,04% x hari kerja 2. Sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibayarkan dalam Rupiah dengan menggunakan kurs tengah dari kurs transaksi Bank Indonesia pada hari terjadinya pelanggaran. D. Perhitungan Sanksi Kewajiban Penyampaian Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan 1. Bank yang terlambat menyampaikan Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.7 dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. 2. Bank ... 28 2. Bank yang dinyatakan tidak menyampaikan Laporan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.8 dikenakan sanksi teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). 3. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 tidak menghilangkan kewajiban Bank untuk menyampaikan Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.1 dan butir VI.5. VIII. CONTOH PERHITUNGAN GWM 1. Contoh perhitungan GWM dalam Rupiah dan sanksi kewajiban membayar mengacu pada Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Contoh perhitungan GWM bagi Bank yang melakukan merger mengacu pada Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. IX. KORESPONDENSI TERKAIT GWM Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank Indonesia dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Dalam hal: a. Bank mengajukan permohonan kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Primer dalam rangka merger atau konsolidasi; b. OJK mengajukan permintaan kelonggaran atas pemenuhan ketentuan GWM LFR terhadap Bank yang sedang dikenakan pembatasan kegiatan usaha; atau c. OJK mengajukan permintaan agar Bank dalam status pengawasan tertentu yang sedang dikenakan pembatasan kegiatan usaha berupa penyaluran kredit UMKM tidak dikenakan pengurangan jasa giro, maka permohonan atau permintaan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia dan dialamatkan kepada: Departemen Surveillance Sistem Keuangan, Jalan MH Thamrin No. ... 29 No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 2. Dalam hal Bank menyampaikan pemberitahuan tertulis bahwa Bank tutup pada hari yang ditetapkan libur secara fakultatif maka pemberitahuan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan libur secara fakultatif dengan alamat: a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan. 3. Perhitungan KPMM Bank hasil merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.3.a.2)b) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank Umum yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan. X. PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/41/DKMP tanggal 1 Oktober 2013 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dan Giro Wajib Minimum berdasarkan Loan to Deposit Ratio dalam Rupiah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat ... 30 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 26 Juni 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ERWIN RIJANTO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/17/DKMP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional. </reg_title> <set_date> 26 Juni 2015 </set_date> <effective_date> 26 Juni 2015 </effective_date> <replaced_reg> '15/41/DKMP|SE-BI/2013' </replaced_reg> <related_reg> '15/15/PBI/2013', '17/11/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
No. 10/ 31 /DPbS Jakarta, 7 Oktober 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 Tanggal 25 September 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No.137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.4897), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Dalam rangka pengeluaran Produk baru, Bank wajib melaporkan rencana pengeluaran Produk baru kepada Bank Indonesia atau memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. 2. Kewajiban menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia berlaku untuk pengeluaran Produk baru yang memiliki karakteristik yang sama dengan Produk sebagaimana ditetapkan dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang menjadi lampiran dari Surat Edaran ini. 3. Kewajiban memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia berlaku untuk pengeluaran Produk baru yang memiliki karakteristik yang tidak sama dengan Produk sebagaimana ditetapkan dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah yang menjadi lampiran dari Surat Edaran ini. II. PERSYARATAN … 2 II. PERSYARATAN DAN DOKUMEN DALAM RANGKA PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Penyampaian laporan Produk baru dilakukan dengan memenuhi persyaratan dan dokumen paling kurang sebagai berikut: a. pencantuman kata “iB” pada penulisan nama Produk baru; b. pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap Produk baru; c. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dan kewenangan dalam pengelolaan Produk baru; d. analisa penerapan manajemen risiko meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, pengendalian, dan sistem informasi; e. draft akad Produk; dan f. keterangan mengenai kesesuaian Produk baru dengan Produk sebagaimana yang tercantum dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah. 2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Penyampaian laporan Produk baru dilakukan dengan memenuhi persyaratan dan dokumen paling kurang sebagai berikut: : a. pencantuman kata “iB” pada penulisan nama Produk baru; b. pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap Produk baru; c. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dan kewenangan dalam pengelolaan Produk baru; d. draft akad Produk; dan e. keterangan mengenai kesesuaian Produk baru dengan Produk sebagaimana yang tercantum dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah. III. PERSYARATAN … 3 III. PERSYARATAN DAN DOKUMEN DALAM RANGKA PERMOHONAN PERSETUJUAN 1. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Permohonan persetujuan Produk baru dilakukan dengan memenuhi persyaratan dan dokumen paling kurang sebagai berikut: a. pencantuman kata “iB” pada penulisan nama Produk baru; b. fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia terhadap Produk baru; c. analisa dan pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap Produk baru; d. analisa aspek hukum yang mencakup kemungkinan adanya risiko hukum yang akan ditimbulkan oleh Produk baru serta kesesuaian dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku; e. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dan kewenangan dalam pengelolaan Produk baru; f. analisa penerapan manajemen risiko meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, pengendalian, dan sistem informasi; dan g. draft akad Produk. 2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Permohonan persetujuan Produk baru dilakukan dengan memenuhi persyaratan dan dokumen paling kurang sebagai berikut: a. pencantuman kata “iB” pada penulisan nama Produk baru; b. fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia terhadap Produk baru; c. pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap Produk baru; d. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dan kewenangan dalam pengelolaan Produk baru; dan e. draft akad Produk. IV. PENYAMPAIAN … 4 IV. PENYAMPAIAN LAPORAN ATAU PERMOHONAN PERSETUJUAN KE BANK INDONESIA Alamat penyampaian laporan atau permohonan persetujuan kepada Bank Indonesia adalah sebagai berikut: a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M. H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat dengan tembusan Direktorat Perbankan Syariah, bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 7 Oktober 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA SITI CH.FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/31/DPbS|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah </reg_title> <set_date> 7 Oktober 2008 </set_date> <effective_date> 7 Oktober 2008 </effective_date> <related_reg> '10/17/PBI/2008' </related_reg>
No. 15/22/DPbS Jakarta, 27 Juni 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5027) maka perlu diatur ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disebut DPS adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) agar sesuai dengan Prinsip Syariah. B. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan syariah berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI). C. Prinsip Syariah dalam kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur: 1. riba ... 1. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah); 2. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan; 3. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah; 4. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau 5. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. D. Penerapan Prinsip Syariah memiliki risiko reputasi, risiko kepatuhan dan risiko hukum bagi BPRS, sehingga DPS harus memastikan agar kegiatan usaha BPRS sesuai dengan Prinsip Syariah dan fatwa DSN-MUI. II. PENGAWASAN PENERAPAN PRINSIP SYARIAH A. Pengawasan penerapan Prinsip Syariah yang dilakukan oleh DPS adalah untuk memastikan kepatuhan penerapan Prinsip Syariah dalam kegiatan usaha BPRS, yang mencakup: 1. pengawasan terhadap produk dan aktivitas baru BPRS; dan 2. pengawasan terhadap kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya. B. Dalam melakukan pengawasan terhadap produk dan aktivitas baru sebagaimana dimaksud dalam butir A.1., DPS melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. meminta penjelasan dari pejabat BPRS yang berwenang mengenai tujuan, karakteristik, dan fatwa dan/atau akad yang ... yang digunakan sebagai dasar dalam rencana penerbitan produk dan aktivitas baru; 2. memeriksa fatwa dan/atau akad yang digunakan dalam produk dan aktivitas baru. Dalam hal produk dan aktivitas baru belum didukung dengan fatwa dan/atau akad dari DSN-MUI maka DPS mengusulkan kepada Direksi BPRS untuk meminta fatwa kepada DSN-MUI; 3. mengkaji fitur, mekanisme, persyaratan, ketentuan, sistem dan prosedur produk dan aktivitas baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah; 4. memberikan pendapat terkait aspek pemenuhan Prinsip Syariah atas produk dan aktivitas baru yang akan dikeluarkan; dan 5. menjelaskan secara mendalam dan holistik mengenai pemenuhan Prinsip Syariah atas produk dan aktivitas baru yang dikembangkan oleh BPRS. C. Dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya sebagaimana dimaksud dalam butir A.2., DPS melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. melakukan pemeriksaan di kantor BPRS paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan; 2. meminta laporan kepada Direksi BPRS mengenai produk dan aktivitas penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya yang dilakukan oleh BPRS; 3. melakukan pemeriksaan secara uji petik (sampling) paling kurang sebanyak 3 (tiga) nasabah untuk masing-masing produk dan/atau akad penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa lainnya termasuk penanganan pembiayaan yang direstrukturisasi oleh BPRS; 4. memeriksa dokumen transaksi dari nasabah yang ditetapkan sebagai sampel untuk mengetahui pemenuhan Prinsip Syariah, paling kurang meliputi: a. pemenuhan ... a. pemenuhan syarat dan rukun dalam akad (perjanjian) pembiayaan maupun akad penghimpunan dana antara BPRS dengan nasabah; b. kecukupan dan kelengkapan bukti pembelian barang dalam pembiayaan murabahah; c. kecukupan dan kelengkapan bukti laporan hasil usaha nasabah yang dibiayai sebagai dasar perhitungan bagi hasil untuk pembiayaan mudharabah atau pembiayaan musyarakah; dan d. penetapan dan pembebanan ujrah (fee) kepada nasabah untuk produk pembiayaan qardh untuk meyakini bahwa penetapan ujrah (fee) tidak terkait dengan besarnya pembiayaan qardh; 5. melakukan inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan/atau konfirmasi kepada pegawai BPRS dan/atau nasabah untuk memperkuat hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 4, apabila diperlukan; 6. meminta bukti dokumen kepada Direksi BPRS mengenai: a. perhitungan dan pembayaran bonus atau bagi hasil kepada nasabah penyimpan; b. pembayaran bagi hasil kepada bank lain dalam hal BPRS menerima pembiayaan dari bank lain; c. pencatatan dan pengakuan pendapatan yang berasal dari pengenaan denda, penempatan pada bank konvensional, dan pendapatan non halal lainnya; dan d. pencatatan dan pelaporan penerimaan dana dari zakat, infak, dan sedekah. 7. memberikan pendapat terkait aspek pemenuhan Prinsip Syariah atas: a. kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya yang dilakukan oleh BPRS; dan b. perhitungan dan pencatatan transaksi keuangan mengenai pembayaran bonus atau bagi hasil kepada nasabah penyimpan, pembayaran bagi hasil kepada bank ... bank lain, pengakuan pendapatan yang berasal dari pengenaan denda, penempatan pada bank konvensional, dan pendapatan non halal lainnya, dan pelaporan penerimaan dana dari zakat, infak, dan sedekah. 8. melakukan pembahasan dengan BPRS mengenai hasil temuan pengawasan penerapan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang hasilnya dituangkan dalam risalah rapat; 9. menyusun laporan hasil pengawasan penerapan Prinsip Syariah atas kegiatan usaha BPRS; dan 10. menjelaskan secara mendalam dan holistik mengenai hasil pengawasan penerapan Prinsip Syariah kepada Bank Indonesia, termasuk dalam pembahasan exit meeting hasil pemeriksaan Bank Indonesia. III. LAPORAN HASIL PENGAWASAN PENERAPAN PRINSIP SYARIAH A. BPRS menyampaikan laporan hasil pengawasan penerapan Prinsip Syariah yang disusun oleh DPS secara semesteran kepada Bank Indonesia untuk posisi akhir bulan Juni dan bulan Desember. B. Laporan semester I disampaikan paling lambat akhir bulan Agustus tahun berjalan, sedangkan laporan semester II disampaikan paling lambat akhir bulan Februari tahun berikutnya dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana Lampiran I. C. Laporan hasil pengawasan penerapan Prinsip Syariah meliputi: 1. kertas kerja pengawasan terhadap produk dan aktivitas baru BPRS sebagaimana contoh format Lampiran II; 2. kertas kerja pengawasan terhadap kegiatan usaha BPRS sebagaimana contoh format Lampiran III; dan 3. risalah rapat pengawasan penerapan Prinsip Syariah sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.8 sebagaimana contoh format Lampiran IV. Dalam ... Dalam hal BPRS tidak melakukan pengembangan produk dan aktivitas baru pada periode laporan, BPRS tetap menyampaikan laporan kertas kerja pengawasan terhadap produk dan aktivitas baru BPRS dengan keterangan “NIHIL”. D. Penyampaian laporan hasil pengawasan penerapan Prinsip Syariah kepada Bank Indonesia dialamatkan kepada: 1. Departemen Perbankan Syariah, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi BPRS yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; atau 2. Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPRS, bagi BPRS yang kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam angka 1. IV. LAIN-LAIN A. BPRS yang telah memiliki pedoman pengawasan penerapan Prinsip Syariah harus menyesuaikan dengan Pedoman Pengawasan Syariah yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. V. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/19/DPbS tanggal 24 Agustus 2006 perihal Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1.Juli 2013. Agar ... Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDY SETIADI KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH LAMPIRAN I SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/22/DPbS TANGGAL 27 JUNI 2013 PERIHAL PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN PENGAWAS SYARIAH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (Kota), (tanggal, bulan, tahun) No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. Departemen Perbankan Syariah atau Kantor Perwakilan Bank Indonesia*) ....................................... ....................................... Perihal : Penyampaian Laporan Hasil Pengawasan Penerapan Prinsip Syariah Semester I/II**) Tahun..….. PT. BPRS........... Assalamu’alaikum wr. wb. Sehubungan dengan pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/ 22/DPbS tanggal 27 Juni 2013 perihal Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, bersama ini kami sampaikan laporan hasil pengawasan penerapan Prinsip Syariah PT BPRS...... untuk semester I/II**) Tahun ….... sesuai dengan contoh sebagaimana Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/22/DPbS tanggal 27 Juni 2013 Perihal Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Demikian agar maklum. Wassalamu’alaikum wr. wb. PT BPRS ........ (Nama) Direktur Utama *) ditujukan kepada Departemen Perbankan Syariah bagi BPRS yang yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; atau ditujukan kepada Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia setempat, bagi BPRS yang kantor pusatnya di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. **) coret salah satu KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH, EDY SETIADI LAMPIRAN II SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/22/DPbS TANGGAL 27 JUNI 2013 PERIHAL PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN PENGAWAS SYARIAH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH KERTAS KERJA PENGAWASAN TERHADAP PENGEMBANGAN PRODUK DAN AKTIVITAS BARU SEMESTER I / II*) TAHUN ….. PT. BPRS …………… NO AKTIVITAS YANG DILAKUKAN 1. HASIL PENGAWASAN**) Meminta penjelasan dari pejabat BPRS yang berwenang mengenai tujuan, karakteristik, serta fatwa dan/atau akad yang digunakan sebagai dasar dalam rencana penerbitan produk dan aktivitas baru. Tujuan produk dan aktivitas baru: (sebutkan tujuan produk dan aktivitas baru) Karakteristik produk dan aktivitas baru: Fatwa dan/atau akad yang menjadi dasar: (sebutkan fatwa dan/atau akad yang menjadi rujukan produk dan aktivitas baru) 2. Memeriksa fatwa dan/atau akad yang digunakan dalam produk dan aktivitas baru. Dalam hal produk dan aktivitas baru belum didukung dengan fatwa dan/atau akad dari DSN-MUI, maka DPS mengusulkan kepada Direksi BPRS untuk meminta fatwa kepada DSN-MUI. 3. Mereview fitur, mekanisme, persyaratan, ketentuan, sistem dan prosedur (SOP) produk dan aktivitas baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah. 4. Memberikan pendapat terkait aspek pemenuhan Prinsip Syariah atas produk dan aktivitas baru yang akan dikeluarkan Jelaskan hasil analisa DPS terhadap kesesuaian akad dengan fatwa DSN-MUI. Sebutkan bukti dokumen usulan DPS kepada Direksi BPRS mengenai permohonan ketetapan fatwa dari DSN- MUI. Jelaskan hasil review fitur, mekanisme, persyaratan, ketentuan, sistem dan prosedur (SOP) produk dan aktivitas baru terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah. Jelaskan pendapat syariah DPS terkait aspek pemenuhan Prinsip Syariah atas produk dan aktivitas baru yang akan dikeluarkan. *) coret yang tidak sesuai **) Dalam hal BPRS tidak memiliki produk atau aktivitas baru dalam periode laporan, maka kolom diisi “NIHIL” No 1. 2. 3. Nama dan Jabatan (Nama) Ketua (Nama) Anggota (Nama) Anggota KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH, Dewan Pengawas Syariah Tanggal Tanda Tangan EDY SETIADI LAMPIRAN III SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/22/DPbS TANGGAL 27 JUNI 2013 PERIHAL PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN PENGAWAS SYARIAH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH KERTAS KERJA PENGAWASAN TERHADAP KEGIATAN USAHA BPRS SEMESTER I / II*) TAHUN ….. PT. BPRS …………… NO AKTIVITAS YANG DILAKUKAN 1. Meminta laporan kepada Direksi BPRS mengenai produk dan aktivitas penghimpunan dan penyaluran dana serta jasa yang dilakukan oleh BPRS. 2. Melakukan pemeriksaan secara uji petik (sampling) paling kurang 3 (tiga) nasabah untuk masing-masing produk dan/atau akad penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya yang dilakukan oleh BPRS. a. Penghimpunan dana 1) Tabungan Wadiah; 2) Tabungan Mudharabah; 3) Deposito Mudharabah. b. Pembiayaan 1) Pembiayaan Murabahah; 2) Pembiayaan Istishna; 3) Pembiayaan Musyarakah; 4) Pembiayaan Mudharabah; 5) Pembiayaan Ijarah; 6) Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT); 7) Pembiayaan Musyarakah Muttanaqisah (MMQ); 8) Pembiayaan Multijasa; 9) Pembiayaan Qardh; 10) Lainnya. c. Kegiatan jasa d. Restrukturisasi pembiayaan 3. Memeriksa dokumen transaksi dari nasabah yang ditetapkan sebagai sampel untuk mengetahui pemenuhan Prinsip Syariah, antara lain: a. pemenuhan syarat dan rukun dalam akad (perjanjian) pembiayaan maupun akad penghimpunan dana antara BPRS dengan nasabah; b. kecukupan dan kelengkapan bukti pembelian barang dalam pembiayaan murabahah; c. kecukupan dan kelengkapan bukti laporan hasil usaha nasabah yang dibiayai sebagai dasar perhitungan bagi hasil untuk pembiayaan mudharabah atau pembiayaan musyarakah; d. penetapan dan pembebanan ujrah (fee) kepada nasabah untuk produk pembiayaan qardh beragun emas untuk menyakini bahwa penetapan ujrah (fee) tidak terkait dengan besarnya pembiayaan qardh. Sebutkan dokumen yang diperiksa dan catatan atas kesesuaian atau ketidak-sesuaian terhadap Prinsip Syariah untuk masing-masing objek pemeriksaan pada huruf a sampai dengan huruf d. HASIL PENGAWASAN Sebutkan semua jenis produk dan aktivitas yang dilakukan BPRS yang menjadi objek pemeriksaan. Sebutkan sampel masing-masing produk dan aktivitas yang akan diperiksa beserta alasan yang mendasari pemilihan sampel. Lanjutan Lampiran III NO AKTIVITAS YANG DILAKUKAN 4. Melakukan inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan/atau konfirmasi kepada pegawai BPRS dan/atau nasabah untuk memperkuat hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 3 (apabila diperlukan). 5. meminta bukti dokumen kepada Direksi BPRS mengenai: a. perhitungan dan pembayaran bonus atau bagi hasil kepada penabung dan deposan; b. pembayaran bagi hasil kepada bank lain dalam hal BPRS menerima pembiayaan dari bank lain; c. pencatatan dan pengakuan pendapatan yang berasal dari pengenaan denda, penempatan pada bank konvensional dan pendapatan non halal lainnya; d. pencatatan dan pelaporan penerimaan dana dari zakat, infak dan sedekah. 6. memberikan pendapat terkait aspek pemenuhan Prinsip Syariah atas: a. kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya; dan b. perhitungan dan pencatatan transaksi keuangan BPRS. *) coret yang yang tidak sesuai No Nama dan Jabatan 1. (Nama) Ketua 2. (Nama) Anggota 3. (Nama) Anggota Dewan Pengawas Syariah Tanggal Jelaskan pendapat DPS terkait aspek pemenuhan Prinsip Syariah atas masing-masing objek pemeriksaan. HASIL PENGAWASAN Dalam hal dilakukan inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan/atau konfirmasi kepada pihak lain agar disebutkan kegiatan yang dilakukan, pihak yang dimintai keterangan dan/atau konfirmasi serta hasil yang diperoleh. Sebutkan dokumen yang diperiksa dan catatan atas kesesuaian atau ketidak-sesuaian terhadap Prinsip Syariah untuk masing-masing bukti dokumen pada huruf a sampai dengan huruf d. Tanda Tangan KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH, EDY SETIADI LAMPIRAN IV SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/22/DPbS TANGGAL 27 JUNI 2013 PERIHAL PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB DEWAN PENGAWAS SYARIAH BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH No..... RISALAH RAPAT DEWAN PENGAWAS SYARIAH PT. BPRS ............ Hari, tanggal Waktu Tempat Pemimpin Rapat Peserta Rapat : ..........., ................ : Pukul ...... s/d...... : ............................. : Nama.... (Ketua DPS) : 1. Nama .... (Anggota DPS); 2. Nama .... (Direksi BPRS); 3. Nama .... (Pejabat BPRS); 4. (pihak BPRS lainnya yang diminta konfirmasi) I. POKOK PEMBAHASAN 1. 2. 3. .............. .............. .............. II. HASIL PEMBAHASAN 1. 2. 3. .............. .............. .............. III. KESIMPULAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT 1. 2. .............. .............. Rapat ditutup pada jam ........ Mengetahui, Pemimpin Rapat ......(Nama)...... Ketua DPS (kota), (tanggal, bulan, tahun) Notulis .......(Nama)....... Jabatan KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH, EDY SETIADI
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/22/DPbS|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. </reg_title> <set_date> 27 Juni 2013 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2013 </effective_date> <replaced_reg> '8/19/DPbS|SE-BI/2006' </replaced_reg> <related_reg> '11/23/PBI/2009' </related_reg>
1 No.15/ 49 /DPKL 2013 Jakarta, 5 Desember 2013 S U R A T E D A R A N Perihal : Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor_15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5402), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Dalam rangka memenuhi kebutuhan Lembaga Keuangan dan non Lembaga Keuangan atas Informasi Perkreditan yang lebih beragam, komprehensif, dan memiliki nilai tambah, pengelolaan Informasi Perkreditan dapat dilakukan oleh pihak selain Bank Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat mengukur kesiapan dan kesinambungan dari kegiatan pengelolaan Informasi Perkreditan diperlukan pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme perizinan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP). B. Dalam melakukan kegiatan usahanya, LPIP menghimpun dan mengolah Data Kredit dan/atau Data Lainnya untuk menghasilkan Informasi Perkreditan. Oleh karena itu, perlu diyakini bahwa LPIP melaksanakan tata kelola yang baik dalam melakukan seluruh kegiatan pengelolaan Informasi Perkreditan, antara lain dari sisi kebijakan, sumber daya manusia, prosedur operasional, dan teknologi informasi. C. Untuk . . . 2 C. Untuk meyakini bahwa operasional LPIP dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan tujuan keberadaan LPIP, Bank Indonesia melakukan pengawasan melalui pemeriksaan (on-site) dan melalui analisis laporan, dokumen, data dan/atau informasi lainnya yang disampaikan oleh LPIP kepada Bank Indonesia (off-site). II. KELEMBAGAAN LPIP A. Kepemilikan LPIP 1. Pemegang saham LPIP wajib berbentuk badan hukum Indonesia. 2. Badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 dimiliki oleh: a. badan hukum Indonesia; atau b. badan hukum Indonesia dengan badan hukum asing secara kemitraan. 3. Kepemilikan saham LPIP oleh 1 (satu) pihak dibatasi paling tinggi sebesar 51% (lima puluh satu persen) dari modal disetor. 4. Dalam hal badan hukum Indonesia pemegang saham LPIP sebagaimana dimaksud pada angka 1 sebagian dimiliki oleh pihak asing, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. total kepemilikan 1 (satu) atau lebih pihak asing pada 1 (satu) LPIP dibatasi paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen); b. dalam hal 1 (satu) pihak asing memiliki lebih dari 1 (satu) LPIP maka total kepemilikan pihak asing tersebut di seluruh LPIP paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen); c. badan hukum asing yang memiliki sebagian badan hukum Indonesia pemegang saham LPIP sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib memiliki pengalaman di industri pengelolaan Informasi Perkreditan paling singkat 3 (tiga) tahun. Pengalaman di industri pengelolaan Informasi Perkreditan antara lain ditunjukkan dengan bukti tertulis bahwa badan hukum tersebut berpengalaman memiliki atau . . . 3 atau mengelola credit bureau di negara lain dan/atau berpengalaman menjalankan kegiatan usaha yang menghasilkan produk credit rating atau credit scoring. Bukti tertulis dimaksud antara lain berupa surat keterangan dari otoritas atau fotokopi anggaran dasar dari calon pemegang saham LPIP. 5. Kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 termasuk kepemilikan berdasarkan keterkaitan antar pemegang saham yang didasarkan pada antara lain: a. hubungan kepemilikan; dan/atau b. adanya kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan LPIP (acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis sehingga secara bersama-sama mempunyai hak opsi atau hak lainnya untuk memiliki saham LPIP. Contoh bagan kepemilikan saham LPIP adalah sebagaimana dalam Lampiran A. 6. Pemegang saham LPIP sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib memenuhi persyaratan: a. memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional LPIP yang sehat; dan c. tidak termasuk dalam Daftar Kredit Macet. B. Direksi dan Dewan Komisaris 1. Dalam rangka memenuhi persyaratan integritas, calon anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris wajib memiliki paling kurang: a. akhlak dan moral yang baik, antara lain ditunjukkan dengan sikap mematuhi ketentuan yang berlaku termasuk tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang, yang antara lain didukung dengan surat bermeterai cukup yang . . . 4 yang menyatakan tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana tersebut di atas; b. komitmen: 1) untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) untuk melaksanakan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance); 3) terhadap pengembangan operasional LPIP yang sehat; dan 4) untuk menjaga kerahasiaan serta keamanan data dan informasi, yang antara lain didukung dengan surat pernyataan bermeterai cukup yang memuat komitmen tersebut. 2. Untuk memenuhi persyaratan kompetensi, masing-masing calon anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, wajib memiliki paling kurang: a. pengetahuan di bidang yang relevan dengan jabatannya; dan b. kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan LPIP, yang antara lain ditunjukkan dengan dokumen yang memuat latar belakang akademik dan/atau pengalaman yang memadai pada posisi yang akan dijabat. 3. Selain memenuhi persyaratan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam angka 2, calon anggota Direksi wajib memiliki komitmen untuk bekerja secara profesional sesuai dengan keahlian pada posisi yang akan dijabat, yang didukung dengan surat pernyataan bermeterai cukup yang memuat komitmen tersebut. 4. Untuk memenuhi persyaratan reputasi keuangan, masing- masing calon anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris wajib memenuhi kriteria paling kurang: a. tidak termasuk dalam Daftar Kredit Macet yaitu tidak tercatat sebagai Debitur atau Nasabah yang memiliki fasilitas . . . 5 fasilitas Penyediaan Dana dengan kualitas macet atau yang dapat dipersamakan dengan itu; dan b. tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum mengajukan permohonan, yang masing-masing didukung antara lain dengan surat pernyataan bermeterai cukup. 5. Untuk mendukung kelancaran kegiatan pengelolaan LPIP, paling kurang 1 (satu) anggota Direksi wajib memiliki pengalaman dan/atau pengetahuan di industri pengelolaan Informasi Perkreditan. Pengalaman di industri pengelolaan Informasi Perkreditan ditunjukkan antara lain dengan bukti pernah menjabat sebagai anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau pejabat yang bertanggung jawab langsung kepada anggota Direksi atau mempunyai pengaruh terhadap kebijakan dan operasional, dari LPIP atau lembaga lain yang menjalankan kegiatan usaha yang menghasilkan produk credit rating dan credit scoring. Pengetahuan di industri pengelolaan Informasi Perkreditan ditunjukkan antara lain dengan bukti tertulis pernah mengikuti pelatihan terkait Informasi Perkreditan. C. Tenaga Kerja Asing 1. Dalam menjalankan kegiatan pengelolaan Informasi Perkreditan, LPIP dapat menggunakan Tenaga Kerja Asing (TKA) untuk jabatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau tenaga ahli/konsultan dengan memenuhi persyaratan: a. mempunyai kualifikasi keahlian di industri pengelolaan Informasi Perkreditan; b. tidak memiliki jabatan di Lembaga Keuangan baik yang berkedudukan di Indonesia maupun di luar Indonesia; dan c. memiliki pengetahuan mengenai ekonomi, bahasa, dan budaya Indonesia. Dalam . . . 6 Dalam hal LPIP akan menggunakan tenaga ahli/konsultan asing, LPIP harus mempertimbangkan terlebih dahulu ketersediaan tenaga ahli/konsultan lokal untuk bidang dan keahlian yang dibutuhkan. 2. Untuk menilai pemenuhan persyaratan pengetahuan ekonomi, bahasa, dan budaya Indonesia, Bank Indonesia dapat melakukan wawancara terhadap TKA. Khusus untuk pengetahuan bahasa Indonesia dibuktikan dengan Sertifikat Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atau bukti penguasaan berbahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan Bahasa Indonesia yang terdaftar di instansi yang berwenang. 3. Khusus untuk calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris yang merupakan TKA, selain wajib memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam huruf B juga wajib memenuhi persyaratan TKA sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketenagakerjaan. 4. LPIP yang akan menggunakan TKA dalam kegiatan usahanya wajib menyampaikan rencana penggunaan TKA kepada Bank Indonesia yang dimuat dalam rencana bisnis LPIP. Isi dari rencana penggunaan TKA meliputi paling kurang: a. nama dan informasi mengenai TKA, yang dilengkapi dengan dokumen meliputi paling kurang: 1) fotokopi paspor; dan 2) riwayat hidup dan pasfoto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4x6 cm sebanyak 1 (satu) lembar; b. alasan penggunaan TKA dan alasan tidak/belum menggunakan TKI dalam bidang tugas yang dijabat TKA; c. bidang tugas dan posisi atau jabatan yang akan diisi meliputi ruang lingkup dan kompetensi; d. jangka waktu penggunaan; dan e. rencana program alih pengetahuan, meliputi antara lain rencana pelatihan oleh TKA untuk tenaga pendamping. 5. Rencana . . . 7 5. Rencana penggunaan TKA wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. Selanjutnya rencana penggunaan TKA yang telah disetujui oleh Bank Indonesia diajukan oleh LPIP kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk memperoleh pengesahan. 6. Dalam hal akan dilakukan perubahan penggunaan TKA sebagai tenaga ahli/konsultan, LPIP wajib menyampaikan rencana perubahan penggunaan TKA tersebut beserta alasan perubahan kepada Bank Indonesia. Selanjutnya rencana perubahan penggunaan TKA yang telah disetujui oleh Bank Indonesia diajukan oleh LPIP kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk memperoleh pengesahan. Perubahan tersebut antara lain dapat berupa perpanjangan jangka waktu penggunaan TKA atau perubahan jabatan. 7. LPIP wajib menyampaikan laporan penggunaan TKA kepada Bank Indonesia dalam laporan tahunan LPIP. Cakupan dari laporan penggunaan TKA meliputi paling kurang: a. nama TKA yang dilengkapi dengan dokumen fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan fotokopi paspor terbaru; dan b. informasi lainnya mengenai TKA yang dilengkapi dengan dokumen: 1) fotokopi bukti atau keterangan tentang kualifikasi keahlian; 2) nama tenaga pendamping; dan 3) bukti realisasi program alih pengetahuan yang dilakukan oleh TKA terhadap tenaga pendamping. III. PERIZINAN . . . 8 III. PERIZINAN LPIP A. Persetujuan Prinsip 1. Dalam rangka memperoleh persetujuan prinsip untuk melakukan persiapan pendirian LPIP, salah satu calon pemegang saham LPIP melakukan hal-hal sebagai berikut: a. mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada Bank Indonesia dengan berpedoman pada Lampiran B; dan b. melakukan presentasi kepada Bank Indonesia mengenai keseluruhan rencana pendirian LPIP. 2. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dilengkapi dengan dokumen meliputi: a. rancangan akta pendirian Perseroan Terbatas, termasuk rancangan anggaran dasar yang memuat paling kurang: 1) nama dan tempat kedudukan; 2) kegiatan usaha; 3) permodalan; 4) kepemilikan; 5) wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi; dan 6) klausula yang mengatur bahwa pengangkatan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi harus memperoleh persetujuan Bank Indonesia terlebih dahulu; b. data kepemilikan berupa daftar masing-masing calon pemegang saham, yang dilengkapi dengan dokumen: 1) rincian persentase masing-masing kepemilikan saham pada LPIP; 2) akta pendirian dan perubahan anggaran dasar terakhir dari calon pemegang saham, yang telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang; 3) informasi mengenai keuangan dari calon pemegang saham paling kurang 3 (tiga) tahun terakhir. Dalam hal calon pemegang saham tersebut melakukan kegiatan usaha . . . 9 usaha di bawah 3 (tiga) tahun, maka informasi mengenai keuangan yang diberikan adalah selama jangka waktu kegiatan usahanya; 4) informasi mengenai kepemilikan dari calon pemegang saham sampai dengan kepemilikan terakhir (ultimate shareholder); dan 5) bukti telah memiliki pengalaman di industri pengelolaan Informasi Perkreditan bagi pihak asing sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.4.c. c. daftar susunan calon anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris yang dilengkapi dengan dokumen: 1) pasfoto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4x6 cm sebanyak 1 (satu) lembar; 2) copy kartu identitas calon anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), paspor, atau identitas lain yang masih berlaku; 3) riwayat hidup; 4) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing- masing calon anggota Direksi dan calon anggota Dewan Komisaris yang menyatakan bahwa yang bersangkutan: a) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang; b) berkomitmen untuk: 1) mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2) melaksanakan prinsip Good Corporate Governance; 3) melakukan pengembangan operasional LPIP yang sehat; 4) menjaga kerahasiaan serta keamanan data dan informasi; dan 5) bekerja . . . 10 5) bekerja secara profesional sesuai dengan keahlian pada posisi yang akan dijabat; c) tidak tercatat sebagai Debitur atau Nasabah yang memiliki fasilitas Penyediaan Dana dengan kualitas macet atau yang dapat dipersamakan dengan itu; d) tidak pernah dinyatakan pailit; dan e) tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Direksi, atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum tanggal pengajuan permohonan; d. rencana susunan dan struktur organisasi serta sumber daya manusia, yang memuat paling kurang bagan organisasi, garis tanggung jawab horisontal dan vertikal serta jabatan dan perkiraan jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan; e. rencana bisnis (business plan) untuk 3 (tiga) tahun pertama yang memuat paling kurang: 1) kebijakan dan strategi manajemen; 2) proyeksi laporan keuangan beserta asumsi yang digunakan; 3) rencana permodalan; 4) rencana pengembangan teknologi sistem informasi; 5) rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru; 6) rencana pembukaan kantor; 7) rencana pengembangan sumber daya manusia dan organisasi; dan 8) gambaran umum penggunaan TKA, yang didukung dengan studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; f. rencana strategis jangka menengah yaitu 3 (tiga) sampai 5 (lima) tahun dan jangka panjang yaitu di atas 5 (lima) tahun; g. rancangan . . . 11 g. rancangan sistem teknologi informasi yang akan digunakan, yang memuat paling kurang rancangan arsitektur sistem teknologi informasi dan keterangan mengenai perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan komunikasi; h. rancangan kebutuhan Data Kredit dari Lembaga Keuangan yang akan diperoleh dari Bank Indonesia, yang memuat paling kurang jenis dan periode Data Kredit yang dibutuhkan; i. pedoman sistem pengendalian intern dan pedoman pelaksanaan Good Corporate Governance, yang memuat paling kurang tata cara untuk mengamankan dan menjaga kerahasiaan data dan/atau informasi, dan mekanisme pengambilan keputusan dan kebijakan; j. kebijakan dan prosedur operasional; k. bukti setoran modal paling kurang 30% (tiga puluh persen) dari modal disetor minimum dalam bentuk fotokopi bilyet deposito pada bank di Indonesia dan atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. salah satu calon pemegang saham untuk pendirian LPIP yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia; l. surat pernyataan bermeterai cukup dari calon pemegang saham bahwa sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan LPIP sebagaimana dimaksud dalam huruf k; 1) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau 2) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang; dan m. dokumen dan/atau surat pernyataan lainnya untuk mendukung dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf l berdasarkan permintaan Bank Indonesia, apabila diperlukan. 3. Dalam . . . 12 3. Dalam rangka memberikan persetujuan prinsip, Bank Indonesia melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; b. analisis terhadap: 1) rencana susunan dan struktur organisasi serta sumber daya manusia; 2) rencana bisnis untuk 3 (tiga) tahun pertama; 3) rencana strategis jangka menengah dan panjang; 4) rancangan sistem teknologi informasi yang akan digunakan; 5) rancangan kebutuhan Data Kredit dari Lembaga Keuangan yang akan diperoleh dari Bank Indonesia; 6) pedoman sistem pengendalian intern dan pedoman pelaksanaan Good Corporate Governance; dan 7) kebijakan dan prosedur operasional; dengan mempertimbangkan kepentingan nasional, arah dan kebijakan pembangunan perekonomian Indonesia, serta arah dan kebijakan Bank Indonesia termasuk antara lain kebutuhan industri keuangan dan tingkat kejenuhan pasar; dan c. wawancara terhadap calon pemegang saham, calon anggota Direksi, dan/atau calon anggota Dewan Komisaris, apabila diperlukan. 4. Persetujuan atau penolakan Bank Indonesia terhadap permohonan persetujuan prinsip diberikan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja setelah tanggal seluruh dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diterima secara lengkap. B. Izin Usaha 1. Permohonan izin usaha LPIP diajukan kepada Bank Indonesia dengan berpedoman pada Lampiran C dan dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. akta . . . 13 a. akta pendirian Perseroan Terbatas, yang memuat anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang; b. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing- masing kepemilikan saham; c. daftar susunan anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris; d. dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.d, butir A.2.e, butir A.2.f, butir A.2.h, butir A.2.i, butir A.2.j., dan A.2.m., dalam hal terdapat perubahan; e. arsitektur sistem teknologi informasi yang akan digunakan; f. bukti pelunasan modal disetor minimum dalam bentuk: 1) dana tunai, yang dibuktikan dengan fotokopi bilyet deposito pada bank di Indonesia dan atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. salah satu pemegang saham LPIP yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan/atau 2) bentuk lainnya, yang besarnya ditentukan oleh LPIP berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan LPIP; g. bukti kesiapan operasional, yang meliputi paling kurang: 1) bukti kepemilikan, penguasaan, dan/atau perjanjian sewa gedung kantor; 2) daftar aktiva tetap dan inventaris; 3) foto gedung kantor dan tata letak ruangan; 4) dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem informasi; 5) contoh formulir atau dokumen yang akan digunakan dalam operasional LPIP; 6) Nomor Pokok Wajib Pajak LPIP; dan h. surat . . . 14 h. surat pernyataan bermeterai cukup dari pemegang saham, bahwa sumber setoran modal: 1) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau 2) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. 2. Dalam rangka memberikan izin usaha, Bank Indonesia melakukan: a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; b. analisis terhadap dokumen yang mengalami perubahan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.d.; c. penilaian terhadap sistem teknologi informasi yang akan digunakan berdasarkan arsitektur sebagaimana dimakud dalam butir B.1.e, yang juga dapat dilakukan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia; dan d. analisis lainnya berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia. 3. Persetujuan atau penolakan Bank Indonesia terhadap permohonan izin usaha diberikan paling lama 80 (delapan puluh) hari kerja setelah tanggal seluruh dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diterima secara lengkap. IV. PERUBAHAN MODAL DISETOR, PEMEGANG SAHAM, ANGGOTA DIREKSI, DAN/ATAU ANGGOTA DEWAN KOMISARIS A. Perubahan Modal Disetor 1. LPIP menyampaikan laporan mengenai penambahan jumlah modal disetor dengan berpedoman pada Lampiran_D dan dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. perubahan anggaran dasar yang memuat jumlah modal disetor dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang; dan b. surat pernyataan bermeterai cukup dari pemegang saham LPIP yang menyatakan bahwa perubahan modal disetor: 1) tidak . . . 15 1) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau 2) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. 2. Laporan penambahan modal disetor wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal selesainya proses penambahan modal disetor. B. Perubahan Komposisi Kepemilikan 1. LPIP mengajukan permohonan perubahan komposisi kepemilikan saham LPIP, baik yang mengakibatkan maupun tidak mengakibatkan penggantian, pengurangan, dan/atau penambahan jumlah pemilik, kepada Bank Indonesia dengan berpedoman pada Lampiran E dan dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. akta pendirian dan perubahan anggaran dasar terakhir dari calon pemegang saham yang telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang; b. informasi mengenai keuangan dari calon pemegang saham paling kurang 3 (tiga) tahun terakhir. Dalam hal pemegang saham tersebut melakukan kegiatan usaha di bawah 3 (tiga) tahun, maka informasi mengenai keuangan yang diberikan adalah selama jangka waktu kegiatan usahanya; c. informasi mengenai kepemilikan dari calon pemegang saham sampai dengan kepemilikan terakhir (ultimate shareholder); d. surat pernyataan bermeterai cukup mengenai: 1) komitmen untuk mematuhi peraturan perundang- undangan yang berlaku; 2) komitmen yang tinggi terhadap pengembangan operasional LPIP yang sehat; dan 3) tidak termasuk dalam Daftar Kredit Macet sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.6.c. 2. Dalam . . . 16 2. Dalam rangka memberikan persetujuan perubahan komposisi kepemilikan, Bank Indonesia melakukan: a. analisis terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1; dan b. wawancara terhadap calon pemegang saham, apabila diperlukan. 3. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan perubahan komposisi kepemilikan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. 4. Setelah memperoleh persetujuan perubahan komposisi kepemilikan dari Bank Indonesia, LPIP menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk memutuskan perubahan komposisi kepemilikan saham yang baru. 5. Hasil RUPS atas perubahan komposisi kepemilikan saham sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lama 10_(sepuluh) hari kerja setelah RUPS diselenggarakan, dengan dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. dalam hal terjadi setoran modal: 1) bukti penyetoran; 2) risalah RUPS; 3) perubahan anggaran dasar yang dibuat secara notariil; 4) bukti pelaporan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 3) kepada instansi yang berwenang; 5) surat pernyataan bermeterai cukup dari pemegang saham bahwa sumber setoran modal: a) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau b) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang; dan 6) dokumen lain yang mendukung perubahan kepemilikan apabila diperlukan. b. dalam . . . 17 b. dalam hal tidak ada setoran modal: 1) risalah RUPS; 2) perubahan anggaran dasar yang dibuat secara notariil; 3) bukti pelaporan perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada angka 2) kepada instansi yang berwenang; dan 4) dokumen lain yang mendukung perubahan kepemilikan, apabila diperlukan. C. Perubahan Susunan Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan Komisaris 1. Dalam hal LPIP akan melakukan perubahan susunan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris, LPIP mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia dengan berpedoman pada Lampiran F dan dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.2.c. 2. Dalam rangka memberikan persetujuan perubahan susunan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris, Bank Indonesia melakukan: a. analisis terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 1; dan b. wawancara terhadap calon anggota Direksi dan/atau calon anggota Dewan Komisaris, apabila diperlukan. 3. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan perubahan susunan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak seluruh dokumen diterima secara lengkap. 4. Dalam hal pengangkatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris tidak dilakukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja setelah persetujuan Bank Indonesia maka persetujuan Bank Indonesia menjadi tidak berlaku. 5. LPIP wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan mengenai: a. pengangkatan . . . 18 a. pengangkatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal RUPS; dan/atau b. pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris, paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal efektif pemberhentian dan/atau pengunduran diri yang bersangkutan. D. Akuisisi, Merger, atau Konsolidasi 1. Masing-masing LPIP yang akan melakukan akuisisi, merger, atau konsolidasi dengan LPIP lain, wajib mendapatkan persetujuan Bank Indonesia. 2. Direksi LPIP yang akan melakukan akuisisi, merger, atau konsolidasi wajib menyusun rencana akuisisi, merger atau konsolidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Direksi LPIP menyampaikan permohonan usulan rencana akuisisi, merger atau konsolidasi kepada Bank Indonesia. 3. Proses akuisisi, merger, atau konsolidasi a. Akuisisi LPIP 1) Permohonan untuk memperoleh persetujuan akuisisi diajukan oleh calon pemegang saham yang akan mengakuisisi LPIP dan LPIP yang akan diakuisisi kepada Bank Indonesia. 2) Permohonan akuisisi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disertai dengan data rencana akuisisi dan/atau dokumen meliputi paling kurang: a) persetujuan dari RUPS mengenai rencana akuisisi; b) informasi mengenai nama, jumlah lembar saham, jumlah nominal, dan persentase kepemilikan saham pada saat permohonan akuisisi diajukan dan setelah akuisisi; c) informasi mengenai kepemilikan saham sampai dengan kepemilikan terakhir (ultimate shareholder); d) rancangan . . . 19 d) rancangan akta akuisisi dan alasan akuisisi dari pemegang saham yang akan mengakuisisi dan LPIP yang akan diakuisisi; e) informasi mengenai keuangan terkini dari calon pemegang saham yang akan mengakuisisi paling kurang 3 (tiga) tahun terakhir. Dalam hal calon pemegang saham tersebut melakukan kegiatan usaha di bawah 3 (tiga) tahun, maka informasi mengenai keuangan yang disampaikan adalah selama jangka waktu kegiatan usahanya; f) rencana bisnis 3 (tiga) tahun pertama setelah akuisisi; dan g) dokumen lainnya apabila diperlukan. 3) Dalam rangka memberikan persetujuan akuisisi, Bank Indonesia melakukan: a) analisis terhadap data rencana akuisisi dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2); dan b) wawancara terhadap calon pemegang saham LPIP, anggota Direksi LPIP, dan/atau anggota Dewan Komisaris LPIP, yang memiliki wewenang untuk memberikan penjelasan terkait rencana akuisisi, apabila diperlukan. 4) Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan akuisisi dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. 5) LPIP yang telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia, menindaklanjuti proses permohonan akuisisi sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai akuisisi. 6) Akuisisi LPIP berlaku efektif sejak: a) tanggal persetujuan perubahan anggaran dasar oleh instansi yang berwenang; atau b) tanggal . . . 20 b) tanggal pendaftaran akta akuisisi dan akta perubahan anggaran dasar dalam daftar perusahaan apabila perubahan anggaran dasar tidak memerlukan persetujuan dari instansi yang berwenang. 7) Sejak akuisisi berlaku efektif, LPIP yang diakuisisi wajib: a) menyampaikan laporan pelaksanaan akuisisi kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak akuisisi berlaku efektif dengan dilengkapi dokumen sebagai berikut: (1) fotokopi perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang; atau (2) fotokopi pendaftaran akta akuisisi dan akta perubahan anggaran dasar dalam daftar perusahaan apabila perubahan anggaran dasar tidak memerlukan persetujuan dari instansi yang berwenang; dan b) mengumumkan LPIP hasil akuisisi dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas dan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal izin akuisisi berlaku efektif. b. Merger atau konsolidasi LPIP 1) Permohonan untuk memperoleh persetujuan merger atau konsolidasi diajukan oleh masing-masing LPIP kepada Bank Indonesia. 2) Permohonan persetujuan merger atau konsolidasi kepada Bank Indonesia, dilengkapi dengan data rencana merger atau konsolidasi dan/atau dokumen meliputi paling kurang: a) persetujuan dari RUPS mengenai rencana merger atau konsolidasi; b) informasi mengenai nama pemegang saham, jumlah lembar saham, jumlah nominal, dan persentase . . . 21 persentase kepemilikan saham saat permohonan merger atau konsolidasi dan setelah merger atau konsolidasi; c) informasi mengenai kepemilikan saham sampai dengan kepemilikan terakhir (ultimate shareholder); d) rancangan akta perubahan anggaran dasar atau akta pendirian termasuk anggaran dasar setelah merger atau konsolidasi dan alasan dan penjelasan merger atau konsolidasi dari Direksi LPIP-LPIP yang akan melakukan merger atau konsolidasi; e) informasi mengenai keuangan terkini dari calon pemegang saham LPIP hasil merger atau konsolidasi, paling kurang 3 (tiga) tahun terakhir. Dalam hal calon pemegang saham tersebut melakukan kegiatan usaha di bawah 3 (tiga) tahun, maka informasi mengenai keuangan yang disampaikan adalah selama jangka waktu kegiatan usahanya; f) susunan kepengurusan saat ini dan rencana susunan kepengurusan setelah merger atau konsolidasi; g) rencana bisnis 3 (tiga) tahun pertama setelah merger atau konsolidasi; h) seluruh rencana pemenuhan kewajiban setelah pelaksanaan merger atau konsolidasi bagi LPIP hasil merger dan LPIP yang bubar; dan i) dokumen lainnya, apabila diperlukan. 3) Dalam rangka memberikan persetujuan merger atau konsolidasi, Bank Indonesia melakukan: a) analisis terhadap rencana merger atau konsolidasi dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2); dan b) wawancara . . . 22 b) wawancara terhadap: (1) pemegang saham LPIP, anggota Direksi LPIP, dan/atau anggota Dewan Komisaris LPIP; dan/atau (2) calon pemegang saham, calon anggota Direksi, dan/atau calon anggota Dewan Komisaris dari LPIP hasil merger atau konsolidasi; yang memiliki wewenang untuk memberikan penjelasan terkait rencana merger atau konsolidasi, apabila diperlukan. 4) Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan merger atau konsolidasi dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. 5) LPIP yang telah mendapatkan persetujuan merger atau konsolidasi dari Bank Indonesia, selanjutnya mengajukan permohonan merger atau konsolidasi kepada instansi yang berwenang sesuai ketentuan yang mengatur mengenai penggabungan dan peleburan. 6) Persetujuan merger atau konsolidasi yang diberikan oleh Bank Indonesia berlaku efektif sejak: a) tanggal persetujuan perubahan anggaran dasar oleh instansi yang berwenang; atau b) tanggal pendaftaran akta merger atau konsolidasi dan akta perubahan anggaran dasar dalam daftar perusahaan apabila perubahan anggaran dasar tidak memerlukan persetujuan dari instansi yang berwenang. 7) Sejak merger atau konsolidasi berlaku efektif, LPIP hasil merger atau konsolidasi wajib: a) menyampaikan laporan pelaksanaan merger atau konsolidasi kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak merger atau konsolidasi berlaku . . . 23 berlaku efektif dengan dilengkapi dokumen sebagai berikut: (1) fotokopi perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang; atau (2) fotokopi pendaftaran akta merger atau konsolidasi dan akta perubahan anggaran dasar dalam daftar perusahaan apabila perubahan anggaran dasar tidak memerlukan persetujuan dari instansi yang berwenang; b) mengumumkan LPIP hasil merger atau konsolidasi dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas dan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal izin merger atau konsolidasi berlaku efektif; dan c) melakukan tindakan administratif lainnya terkait dengan LPIP yang bubar akibat merger atau konsolidasi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk hal-hal yang terkait dengan kelengkapan administratif pihak-pihak yang akan mengakses informasi dari LPIP yang bubar akibat merger atau konsolidasi. V. HAK DAN KEWAJIBAN LPIP A. LPIP yang telah memperoleh izin usaha dapat menghimpun dan mengelola Data Kredit dan Data Lainnya, yang hanya dapat digunakan untuk menghasilkan Informasi Perkreditan. B. Dalam melaksanakan operasionalnya, LPIP memiliki kewajiban: 1. menjaga akurasi, keterkinian, keamanan, dan kerahasiaan data; 2. memiliki sistem yang andal; 3. memiliki kebijakan dan prosedur operasional yang dituangkan dalam pedoman tertulis; dan 4. memiliki . . . 24 4. memiliki aturan main yang harus dipatuhi oleh setiap pihak yang menggunakan Informasi Perkreditan. C. Kebijakan dan prosedur operasional sebagaimana dimaksud dalam butir B.3 meliputi paling kurang: 1. langkah-langkah kegiatan pengamanan data, yang memuat antara lain: a. pengamanan data untuk menjaga akurasi, keterkinian, keamanan, dan kerahasiaan data dengan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku. Fungsi pengamanan ini dilakukan agar data yang dikelola terhindar dari kehilangan, kerusakan, penyalahgunaan, dan/atau pencurian; b. pengelolaan aset yang terkait dengan pengamanan data misalnya: 1) pengamanan perangkat komputer, server, dan gedung; 2) pengamanan operasional; dan 3) pengamanan aspek teknologi informasi (aspek keamanan, kerahasiaan, keandalan, ketersediaan sistem dan data, serta autentisitas sistem teknologi informasi); c. identifikasi terhadap sumber risiko yang dapat muncul dalam kegiatan operasional LPIP; dan d. kebijakan dalam penanganan permasalahan pengamanan informasi; 2. pengaturan level akses, yang memuat paling kurang: a. pengendalian dan pengelolaan hak akses secara memadai sesuai kewenangan yang ditetapkan, termasuk larangan dan sanksi atas penyalahgunaan hak akses; b. penunjukan dan pemberian kewenangan bagi petugas yang terkait dengan pengelolaan data dan sistem informasi; dan c. pemisahan hak akses untuk fungsi input, proses dan output; 3. prosedur . . . 25 3. prosedur perubahan data, yang memuat paling kurang: a. pengaturan pihak yang dapat melakukan perubahan data; b. prosedur dan mekanisme perubahan data; c. pencatatan aktivitas perubahan data; dan d. pejabat yang bertanggung jawab dalam perubahan data; 4. prosedur pengamanan Informasi Perkreditan dilakukan dengan kegiatan paling kurang sebagaimana dimaksud dalam angka 1; 5. Business Continuity Plan (BCP), yang memuat paling kurang: a. rencana kegiatan untuk memastikan bahwa BCP dapat dilaksanakan secara efektif guna menjamin kegiatan LPIP tetap dapat berjalan pada saat terjadi gangguan; b. pelaksanaan uji coba atas BCP terhadap seluruh sistem aplikasi dan infrastruktur paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dengan melibatkan pengguna dan dilaporkan kepada Bank Indonesia; c. pelaksanaan evaluasi terhadap BCP paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; dan d. pelaksanaan pengkinian BCP, apabila diperlukan; 6. pengaturan End-user Computing (EUC), yang memuat paling kurang: a. penggunaan EUC untuk fungsi di luar fungsi utama sistem LPIP; dan b. pemantauan terhadap pengembangan dan penggunaan aplikasi EUC yang dikembangkan; 7. Disaster Recovery Plan (DRP), yang memuat paling kurang langkah-langkah yang akan dilakukan dalam hal terjadi bencana untuk memastikan kesinambungan operasional LPIP; 8. pemantauan terhadap operasional termasuk audit trail, antara lain dilakukan dengan pemantauan terhadap log untuk setiap aktivitas dalam sistem; 9. prosedur pemberian Informasi Perkreditan, yang memuat paling kurang: a. pengaturan terhadap pihak yang dapat memperoleh Informasi Perkreditan; b. adanya . . . 26 b. adanya dokumen pendukung dalam bentuk hardcopy, elektronis, atau bentuk lainnya; dan c. tata cara pemberian Informasi Perkreditan yang memuat paling kurang prosedur, persyaratan, pengadministrasian, dan biaya pemberian Informasi Perkreditan; 10. prosedur penanganan dan penyelesaian pengaduan mengacu pada ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan 11. jadwal retensi data yang disertai dengan ketentuan bahwa dalam hal terjadi pencabutan izin usaha maka jadwal retensi yang telah ditetapkan dengan sendirinya akan berakhir. D. Aturan main sebagaimana dimaksud dalam butir B.4. mengatur paling kurang: 1. hubungan antara LPIP dengan pihak yang menggunakan Informasi Perkreditan, yang memuat paling kurang: a. hak dan kewajiban masing-masing pihak; b. tujuan dan batasan penggunaan Informasi Perkreditan; c. mekanisme penanganan dan penyelesaian pengaduan; dan d. mekanisme penyelesaian sengketa; 2. hubungan antara LPIP dengan sumber data, yang memuat paling kurang: a. hak dan kewajiban masing-masing pihak; b. tujuan dan batasan pengelolaan data; c. mekanisme pengkinian dan koreksi data; d. kewajiban sumber data untuk menjamin legalitas penggunaan data sesuai dengan ketentuan yang berlaku; e. kewajiban sumber data untuk memberitahukan kepada Debitur atau Nasabah secara tertulis mengenai pemanfaatan Data Kredit dan/atau Data Lainnya oleh LPIP, Bank Indonesia, dan/atau pengguna Informasi Perkreditan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; f. mekanisme penanganan dan penyelesaian pengaduan; dan g. mekanisme penyelesaian sengketa; dan 3. hubungan . . . 27 3. hubungan antar LPIP sebagai pengelola, yang memuat paling kurang: a. hak dan kewajiban masing-masing pihak; b. format, jenis, dan periode data yang akan dipindahkan; c. mekanisme perpindahan data; d. mekanisme pengkinian dan koreksi data; e. mekanisme penanganan dan penyelesaian pengaduan; f. mekanisme penyelesaian sengketa; dan g. jangka waktu kerjasama. VI. PENGELOLAAN DATA OLEH LPIP A. Sumber dan Alur Data 1. Data Kredit yang diperoleh dari Bank Indonesia a. Jenis Data Kredit yang dapat diberikan oleh Bank Indonesia kepada LPIP, berupa: 1) data debitur; 2) data pengurus untuk debitur badan usaha; 3) data fasilitas Penyediaan Dana berupa: a) data surat berharga; b) data fasilitas kredit; c) data tagihan lainnya; d) data penyertaan; e) data Bank Garansi; f) data Irrevocable LC; dan/atau g) data kredit kelolaan; 4) data agunan dan penjamin; dan/atau 5) data laporan keuangan debitur. b. Dalam memberikan Data Kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia mempertimbangkan kepentingan nasional, ketersediaan data, dan kesiapan sistem teknologi informasi di Bank Indonesia. c. Pemberian Data Kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a, disampaikan sesuai dengan format yang ditentukan oleh Bank Indonesia. d. Untuk . . . 28 d. Untuk memperoleh Data Kredit dari Bank Indonesia, LPIP menyiapkan sistem penerimaan data yang sesuai dengan teknologi sistem informasi yang digunakan oleh Bank Indonesia, termasuk notifikasi penerimaan dan error validasi data. e. LPIP akan menerima contoh data dari Bank Indonesia yang digunakan dalam rangka persiapan teknis internal LPIP setelah adanya persetujuan prinsip proses pendirian usaha LPIP. f. Setelah memperoleh izin usaha dari Bank Indonesia, LPIP mengajukan permohonan perolehan Data Kredit kepada Bank Indonesia paling lama 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal izin usaha diterbitkan, dengan dilengkapi bukti pembayaran yang sah dan daftar petugas penanggung jawab yang akan diberikan hak akses untuk memperoleh Data Kredit. g. Data Kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf f, diberikan oleh Bank Indonesia paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal permohonan, dengan periode historis 24 (dua puluh empat) bulan terakhir sebelum bulan data pada saat izin usaha diberikan. h. Setelah memperoleh Data Kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf g, selanjutnya LPIP menerima Data Kredit terkini dari Bank Indonesia secara berkala dan insidentil. i. Perolehan Data Kredit dari Bank Indonesia dilakukan sebagai berikut: 1) Administrasi Hak Akses Perolehan Data a) LPIP menyampaikan daftar nama petugas dan/atau pejabat yang berwenang untuk mengajukan permintaan data paling kurang 2 (dua) orang dan paling banyak 3 (tiga) orang. b) Bank Indonesia memberikan hak akses disertai kode pengamanannya (password) kepada petugas dan/atau pejabat yang telah diajukan oleh LPIP. Dalam . . . 29 Dalam hal terjadi perubahan petugas dan pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam butir a), LPIP melaporkan perubahan dimaksud kepada Bank Indonesia disertai permohonan untuk memperoleh hak akses dan kode pengamanan (password) bagi petugas dan pejabat yang baru paling lama 1 (satu) hari kerja sejak terjadi perubahan. 2) Perolehan data Bank Indonesia menginformasikan kepada LPIP waktu dan alamat Uniform Resource Locater (URL) untuk mengakses data. Perolehan data dari Bank Indonesia dapat dilakukan secara on-line dan/atau off-line. a) Perolehan data secara on-line dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) petugas dan/atau pejabat yang berwenang untuk mengakses data melakukan login pada sistem yang disediakan Bank Indonesia; (2) petugas dan/atau pejabat yang berwenang mengunduh data yang telah disediakan oleh Bank Indonesia; dan (3) petugas dan/atau pejabat yang berwenang melakukan logout dari sistem apabila proses unduh data telah selesai dilakukan. b) Perolehan data secara off-line dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) perolehan data secara off-line dilakukan apabila perolehan data secara on-line tidak dapat dilaksanakan karena adanya kendala jaringan; (2) dalam rangka proses identifikasi petugas dan/atau pejabat yang berwenang untuk memperoleh data secara off-line, LPIP menerbitkan surat tugas kepada petugas dan/atau pejabat dimaksud yang selanjutnya diserahkan kepada Bank Indonesia. c) Perolehan . . . 30 c) Perolehan data secara off-line sebagaimana dimaksud dalam butir b)(1), dilakukan dengan menggunakan perangkat dan jaringan yang terdapat di Bank Indonesia. 2. Dalam rangka memperluas dan memperkaya cakupan data, LPIP dapat bekerjasama dengan Lembaga Keuangan untuk memperoleh Data Kredit dan Data Lainnya dan/atau dengan non Lembaga Keuangan untuk memperoleh Data Lainnya berdasarkan: a. perjanjian antara LPIP dengan Lembaga Keuangan dan/atau non Lembaga Keuangan yang paling kurang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir V.D.2; dan b. peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain Undang-Undang yang mengatur mengenai perlindungan konsumen dan Undang-Undang yang mengatur mengenai keterbukaan informasi publik. B. Biaya Perolehan Data Kredit 1. Untuk memperoleh Data Kredit dari Bank Indonesia, LPIP dikenakan biaya sebagai berikut: a. biaya data awal yaitu biaya yang dikenakan kepada LPIP dalam rangka memperoleh Data Kredit dari Bank Indonesia untuk pertama kali; dan b. biaya data berkala yaitu biaya yang dikenakan kepada LPIP untuk memperoleh Data Kredit terkini secara berkala dan/atau insidentil. 2. Pembayaran biaya data berkala sebagaimana dimaksud pada butir 1.b dilakukan pada setiap bulan Januari. Bagi LPIP yang memulai kegiatan usahanya setelah bulan Januari, maka pembayaran biaya berkala pertama kali dihitung secara prorata sampai dengan akhir tahun berjalan, dan untuk tahun berikutnya akan mulai dibebankan setiap bulan Januari; 3. Besarnya . . . 31 3. Besarnya biaya perolehan data ditetapkan dengan memperhitungkan: a. Biaya pengelolaan data Biaya pengelolaan data dihitung dari total biaya investasi dan biaya operasional untuk mengelola Data Kredit di internal Bank Indonesia, tanpa memperhitungkan margin keuntungan. Perhitungan dan penentuan komponen biaya pengelolaan data dilakukan oleh Bank Indonesia paling kurang dengan memperhatikan umur ekonomis barang, tingkat kewajaran biaya operasional, dan rencana pengembangan ke depan. b. Jumlah LPIP Bank Indonesia menentukan jumlah LPIP sebagai bilangan pembagi dalam penentuan biaya perolehan data. c. Indeks Kategori Bisnis Indeks Kategori Bisnis terdiri dari Komersial, Ritel, UMKM, Campuran dengan UMKM, dan Campuran Tanpa UMKM. d. Indeks Pengguna Informasi Indeks Pengguna Informasi ditentukan oleh Bank Indonesia yang terdiri atas indeks Bank Umum, dan/atau Non Bank Umum.b 4. Formula perhitungan biaya perolehan data adalah sebagai berikut: a. Formula biaya perolehan data awal BPDA = × × × . BPDA : Biaya Perolehan Data Awal BPnD : Biaya Pengelolaan Data IKB : Indeks Kategori Bisnis IPI : Indeks Pengguna Informasi DS : Jumlah Bulan Data Series yang diberikan pertama kali b. Formula . . . 32 b. Formula biaya perolehan data berkala: BPDB = × × × . BPDB : Biaya Perolehan Data Berkala BPnD : Biaya Pengelolaan Data IKB : Indeks Kategori Bisnis IPI : Indeks Pengguna Informasi N : Jumlah bulan yang dihitung berdasarkan jumlah periode data yang disalurkan sampai dengan akhir tahun Contoh perhitungan biaya perolehan data sebagaimana dimaksud dalam Lampiran G. 5. Dalam hal diperlukan nilai variabel dalam formula sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dapat disesuaikan sewaktu-waktu dengan memperhatikan perkembangan dan kebutuhan industri keuangan dan LPIP secara keseluruhan. C. Perolehan Data LPIP Oleh Bank Indonesia 1. Dalam hal Bank Indonesia meminta Data Kredit dan/atau Data Lainnya secara langsung kepada LPIP maka LPIP menyediakan data tersebut sesuai dengan spesifikasi yang diminta oleh Bank Indonesia, antara lain format, jenis, dan periode Data Kredit dan/atau Data Lainnya. 2. Penyampaian Data Kredit dan/atau Data Lainnya kepada Bank Indonesia dapat dilakukan secara on-line dan/atau off- line. 3. Jika dalam Data Kredit dan/atau Data Lainnya yang diterima oleh Bank Indonesia terdapat kesalahan maka LPIP melakukan koreksi terhadap data tersebut. D. Pengelolaan Data 1. Untuk meyakini bahwa pemberitahuan pemanfaatan Data Kredit dan/atau Data Lainnya sebagaimana dimaksud dalam butir V.D.2.e yang tertuang dalam perjanjian telah dilaksanakan oleh sumber data kepada masing-masing Debitur atau Nasabah, LPIP meminta dan mengadministrasikan . . . 33 mengadministrasikan bukti pemberitahuan antara lain berupa rekapitulasi pemberitahuan mengenai pemanfaatan Data Kredit dan/atau Data Lainnya kepada Debitur atau Nasabah. 2. Dalam melakukan pengelolaan Data Kredit dan/atau Data Lainnya, LPIP dapat melakukan pengkinian data apabila: a. sumber data tidak dapat melakukan pengkinian data karena sumber data dicabut izin usahanya atau secara teknis tidak mampu melakukan pengkinian data karena sebab lainnya; atau b. terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang memerintahkan LPIP untuk melakukan pengkinian data. 3. Pengkinian data oleh LPIP sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a. dilakukan berdasarkan permohonan tertulis dari pihak yang ditunjuk, Lembaga Keuangan, non Lembaga Keuangan, Debitur atau Nasabah yang bersangkutan, yang memuat paling kurang: a. permintaan untuk melakukan pengkinian data disertai dengan alasan dan bukti pendukung; dan b. data yang diminta untuk dikinikan disertai dengan penjelasan. 4. Dalam melakukan pengelolaan Data Kredit dan/atau Data Lainnya, LPIP dapat memindahkan Data Kredit dan/atau Data Lainnya kepada LPIP lain di dalam wilayah Republik Indonesia berdasarkan: a. perjanjian antar LPIP yang paling kurang memuat aturan main sebagaimana dimaksud dalam butir V.D.3; dan b. persetujuan tertulis dari sumber data. 5. Dalam rangka menjaga akurasi, keterkinian, keamanan, dan kerahasiaan data, penempatan server dan database LPIP di wilayah Republik Indonesia tunduk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai informasi dan transaksi elektronik. Penempatan server dan database tidak terbatas pada penempatan barang atau fisik, namun juga termasuk pengelolaan . . . 34 pengelolaan terhadap server atau database tersebut yang harus dilakukan di dalam wilayah Republik Indonesia. Termasuk di dalam server dan database adalah Pusat Data (Data Center) dan Pusat Pemulihan Bencana (Disaster Recovery Center/DRC). Lokasi penempatan server dan database tersebut dilaporkan kepada Bank Indonesia. VII. INFORMASI PERKREDITAN A. Dalam rangka memperoleh Informasi Perkreditan, pihak yang ingin memperoleh Informasi Perkreditan harus memiliki dokumen pendukung (underlying document) yang relevan dengan tujuan perolehan Informasi Perkreditan. Contoh: 1. Bank yang ingin memperoleh Informasi Perkreditan dalam rangka pemberian kredit, harus memiliki dokumen permohonan kredit dari calon debitur. 2. Debitur atau Nasabah perorangan yang ingin memperoleh Informasi Perkreditan untuk mengetahui kondisi kewajiban keuangannya, harus menunjukkan bukti identitas diri yang bersangkutan kepada LPIP. B. Tujuan penggunaan Informasi Perkreditan oleh Lembaga Keuangan adalah dalam rangka: 1. kelancaran proses penyediaan dana untuk menilai kondisi keuangan Debitur atau calon Debitur; 2. penerapan manajemen risiko dalam menunjang kegiatan operasional, antara lain untuk proses seleksi pegawai atau vendor; dan 3. pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kualitas aktiva bank umum yang mewajibkan bank umum untuk menetapkan kualitas penyediaan dana. C. Tujuan . . . 35 C. Tujuan penggunaan Informasi Perkreditan oleh non Lembaga Keuangan adalah dalam rangka: 1. memperlancar dan mengamankan kegiatan operasional, namun tidak termasuk untuk kegiatan pemasaran; dan 2. pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku. D. Tujuan penggunaan Informasi Perkreditan oleh LPIP lain antara lain dalam rangka proses verifikasi terhadap indikasi ketidakakuratan Data Kredit dan/atau Data Lainnya yang dikelola oleh LPIP. VIII. PENANGANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN A. Dalam rangka menangani dan menyelesaikan pengaduan Debitur atau Nasabah, LPIP melakukan langkah-langkah sesuai dengan kebijakan dan prosedur penanganan dan penyelesaian pengaduan yang meliputi paling kurang: 1. penerimaan pengaduan, baik secara lisan maupun secara tertulis; 2. penanganan dan penyelesaian pengaduan yang meliputi paling kurang: a. penelitian atas permasalahan yang diadukan berdasarkan dokumen dan/atau data yang dimiliki oleh LPIP; b. koordinasi dengan pihak yang memberikan Data Kredit atau Data Lainnya; c. koreksi atas ketidakakuratan hasil olahan Data Kredit dan/atau Data Lainnya; dan d. jangka waktu penyelesaian; 3. pemantauan terhadap penanganan dan penyelesaian pengaduan; dan 4. perangkat organisasi yang menangani pengaduan yang dibentuk sesuai dengan skala dan kompleksitas kegiatan usaha LPIP. B. Sebagai bukti transparansi kepada masyarakat, khususnya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya keakuratan Data Kredit dan/atau Data Lainnya yang terdapat . . . 36 terdapat dalam Informasi Perkreditan, LPIP melakukan sosialisasi atau publikasi antara lain mengenai manfaat Informasi Perkreditan dan tata cara pengaduan atas masalah ketidakakuratan data melalui website. C. Dalam hal terjadi pengaduan Debitur atau Nasabah atas ketidakakuratan data yang disebabkan oleh LPIP maka LPIP menyelesaikan atau menangani pengaduan tersebut paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya pengaduan. Dalam hal LPIP tidak dapat menyelesaikan pengaduan Debitur atau Nasabah dalam jangka waktu tersebut, LPIP dapat meminta perpanjangan jangka waktu penyelesaian pengaduan kepada Debitur atau Nasabah paling lama 20 (dua puluh) hari kerja. Permintaan perpanjangan jangka waktu tersebut disampaikan kepada Debitur atau Nasabah 5 (lima) hari kerja sebelum berakhirnya batas waktu penyelesaian pengaduan. D. Hasil penyelesaian atau penanganan pengaduan disampaikan oleh LPIP kepada Debitur atau Nasabah secara tertulis dan/atau menggunakan sarana teknologi informasi sesuai kesepakatan dengan Debitur atau Nasabah. E. Dalam hal terjadi pengaduan Debitur atau Nasabah karena ketidakakuratan data yang diberikan oleh Lembaga Keuangan sebagai sumber data maka LPIP menyampaikan pemberitahuan kepada Lembaga Keuangan sumber data dengan ketentuan sebagai berikut: 1. dalam hal Lembaga Keuangan sumber data merupakan anggota LPIP maka pengaduan mengenai ketidakakuratan tersebut disampaikan secara langsung kepada Lembaga Keuangan yang bersangkutan dengan tembusan kepada Bank Indonesia; atau 2. dalam hal Lembaga Keuangan sumber data bukan merupakan anggota LPIP maka LPIP meneruskan pengaduan mengenai ketidakakuratan tersebut kepada Bank Indonesia untuk selanjutnya . . . 37 selanjutnya diteruskan kepada Lembaga Keuangan sumber data. F. Dalam menindaklanjuti pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf E, Lembaga Keuangan sumber data tunduk pada ketentuan yang dikeluarkan oleh masing-masing otoritas yang berwenang yang mengatur mengenai penanganan pengaduan nasabah. G. Dalam hal diperlukan koreksi terhadap data yang menjadi obyek pengaduan, Lembaga Keuangan sumber data menyampaikan data koreksi dengan ketentuan sebagai berikut: 1. dalam hal data yang tidak akurat adalah data yang disampaikan melalui Bank Indonesia maka Lembaga Keuangan sumber data menyampaikan koreksi terhadap data tersebut melalui Bank Indonesia; atau 2. dalam hal data yang tidak akurat adalah data yang disampaikan langsung kepada LPIP maka Lembaga Keuangan sumber data menyampaikan koreksi terhadap data tersebut langsung kepada LPIP. H. Dalam hal terjadi pengaduan Debitur atau Nasabah karena ketidakakuratan data yang diberikan oleh non Lembaga Keuangan sebagai sumber data maka LPIP menyampaikan pemberitahuan kepada non Lembaga Keuangan sumber data dengan tembusan kepada Bank Indonesia. IX. PENGAWASAN A. Pengawasan terhadap LPIP yang dilakukan oleh Bank Indonesia baik secara langsung (on-site) dan/atau tidak langsung (off-site) bertujuan untuk meyakini bahwa seluruh kegiatan usaha LPIP dalam penyelenggaraan Informasi Perkreditan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. B. Pengawasan . . . 38 B. Pengawasan langsung (on-site) dilakukan oleh Bank Indonesia melalui pemeriksaan secara berkala dan setiap waktu apabila diperlukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan secara berkala dilakukan paling kurang 1_(satu) tahun sekali dengan cakupan pemeriksaan yang meliputi paling kurang: a. teknologi yang digunakan meliputi paling kurang aspek keamanan, kerahasiaan, keandalan, ketersediaan sistem dan data, serta autentisitas teknologi sistem informasi; b. pemenuhan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya, termasuk namun tidak terbatas pada pengelolaan data, sistem, kerahasiaan dan pengamanan; c. kebenaran laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia; dan d. penerapan kebijakan dan prosedur operasional. 2. Pemeriksaan sewaktu-waktu dilakukan apabila dianggap perlu untuk verifikasi terhadap hasil pengawasan tidak langsung dan/atau apabila terdapat indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan usaha LPIP. 3. Dalam rangka melakukan pemeriksaan, Bank Indonesia dapat menunjuk pihak lain dengan persyaratan sebagai berikut: a. berbentuk badan hukum; b. bukan pihak terafiliasi LPIP; c. independen; d. kompeten di bidangnya; dan e. memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak lain hanya dilakukan untuk hal-hal tertentu sebagaimana tercantum dalam surat tugas dari Bank Indonesia. C. Pengawasan Tidak Langsung (off-site) dilakukan oleh Bank Indonesia melalui analisis dan evaluasi atas laporan tertulis yang disampaikan LPIP kepada Bank Indonesia. LPIP menyampaikan laporan secara lengkap, benar dan akurat, yang terdiri dari laporan . . . 39 laporan bulanan, laporan semesteran, laporan tahunan, rencana bisnis tahunan, dan laporan lainnya yang bersifat insidentil. D. Ketentuan penyusunan dan penyampaian laporan bulanan, laporan semesteran, laporan tahunan, dan rencana bisnis tahunan adalah sebagai berikut: 1. laporan dibuat oleh kantor pusat LPIP secara konsolidasi; 2. laporan disusun berpedoman pada format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran H; 3. laporan disampaikan kepada Bank Indonesia secara on-line dalam bentuk data elektronik, secara off-line dalam bentuk hard copy, dan/atau cara lain yang ditentukan Bank Indonesia; 4. laporan dinyatakan telah diterima sesuai tanggal penerimaan oleh Bank Indonesia; 5. khusus untuk laporan tahunan, hal-hal yang dilaporkan meliputi paling kurang: a. informasi umum mengenai kepengurusan, kepemilikan, perkembangan usaha, dan laporan manajemen; b. laporan keuangan tahunan yang memuat laporan posisi keuangan (neraca), laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas; c. opini dari akuntan publik; d. aspek pengungkapan lain yang diwajibkan dalam standar akuntansi keuangan yang berlaku; dan e. laporan penggunaan TKA; 6. rencana bisnis tahunan memuat paling kurang: a. kebijakan dan strategi manajemen; b. proyeksi laporan keuangan beserta asumsi yang digunakan; c. rencana permodalan; d. rencana pengembangan teknologi sistem informasi e. rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru; f. rencana . . . 40 f. rencana pembukaan kantor; g. rencana pengembangan sumber daya manusia dan organisasi; h. rencana penggunaan TKA; dan i. hal lainnya X. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA DAN PENCABUTAN IZIN USAHA A. Penghentian Kegiatan Usaha dan Pencabutan Izin Usaha Berdasarkan Permohonan LPIP 1. Dalam hal LPIP akan melakukan penghentian kegiatan usahanya, LPIP mengajukan permohonan penghentian kegiatan usaha kepada Bank Indonesia secara tertulis dengan berpedoman pada Lampiran I dan dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi risalah RUPS yang dibuat secara notariil mengenai rencana penghentian kegiatan usaha LPIP; b. alasan penghentian; c. rencana penyelesaian seluruh kewajiban (action plan) LPIP meliputi paling kurang: 1) rencana penyelesaian pengaduan Debitur atau Nasabah terhadap ketidakakuratan data baik yang disebabkan oleh kesalahan LPIP maupun disebabkan kesalahan sumber data; 2) rencana pengalihan Data Kredit dan/atau Data Lainnya kepada Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia; 3) rencana pemusnahan data; 4) rencana pengakhiran perjanjian antara LPIP dengan pihak lain; dan 5) rencana penyelesaian kewajiban lainnya, antara lain pembayaran pajak terhutang, pembayaran kewajiban kepada pihak lain, pembayaran gaji terhutang, pembayaran biaya kantor, dan biaya-biaya lain yang relevan; d. laporan . . . 41 d. laporan keuangan terakhir; dan e. bukti penyelesaian pajak berdasarkan hasil pemeriksaan Kantor Pelayanan Pajak untuk 3 (tiga) tahun terakhir sebelum tanggal permohonan. 2. Setelah mendapat surat penghentian kegiatan usaha dari Bank Indonesia, LPIP melakukan hal-hal sebagai berikut: a. menghentikan seluruh kegiatan usaha LPIP; b. mengumumkan rencana pembubaran badan hukum LPIP dan rencana penyelesaian kewajiban LPIP dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penerbitan surat penghentian kegiatan usaha; c. segera menyelesaikan seluruh kewajiban LPIP; dan d. menunjuk kantor akuntan publik untuk melakukan verifikasi atas penyelesaian kewajiban LPIP. 3. Apabila seluruh kewajiban LPIP sebagaimana dimaksud dalam angka 2 telah diselesaikan, LPIP mengajukan permohonan pencabutan izin usaha kepada Bank Indonesia dengan berpedoman pada Lampiran J dan dilengkapi dengan laporan yang memuat paling kurang: a. pelaksanaan penghentian kegiatan usaha; b. pelaksanaan pengumuman rencana pembubaran badan hukum LPIP dan rencana penyelesaian kewajiban LPIP; c. pelaksanaan penyelesaian kewajiban LPIP; d. laporan hasil verifikasi dari kantor akuntan publik atas penyelesaian kewajiban LPIP; dan e. surat pernyataan bermeterai cukup dari pemegang saham bahwa langkah-langkah penyelesaian kewajiban LPIP telah diselesaikan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab pemegang saham. 4. Berdasarkan permohonan pencabutan izin usaha dari LPIP, Bank Indonesia melakukan penelitian dan/atau pemeriksaan terhadap penyelesaian seluruh kewajiban LPIP dalam rangka memastikan ketaatan terhadap pelaksanaan penyelesaian kewajiban LPIP sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c. 5. Atas . . . 42 5. Atas dasar penelitian dan/atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, Bank Indonesia menerbitkan surat keputusan pencabutan izin usaha LPIP. B. Pencabutan Izin Usaha oleh Bank Indonesia 1. Bank Indonesia mencabut izin usaha LPIP dalam hal: a. LPIP melakukan pelanggaran ketentuan Bank Indonesia dengan sanksi berupa pencabutan izin usaha; dan/atau b. terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang mengakibatkan LPIP tidak dapat melaksanakan kegiatan usahanya. 2. Setelah melakukan pencabutan izin usaha, Bank Indonesia mengumumkan pencabutan izin usaha dimaksud dalam 2_(dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pencabutan izin usaha LPIP. 3. Setelah dicabutnya izin usaha, likuidator LPIP menyelesaikan kewajiban-kewajiban yang terdiri dari: a. penyelesaian pengaduan Debitur atau Nasabah dengan batas waktu paling lama 40 (empat puluh) hari kerja; b. pengalihan Data Kredit dan/atau Data Lainnya, apabila diperlukan, kepada Bank Indonesia atau pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dengan batas waktu sesuai dengan yang disepakati oleh kedua belah pihak setelah pengaduan Debitur atau Nasabah diselesaikan; c. melakukan pemusnahan data; d. pengakhiran perjanjian antara LPIP dengan pihak lain; dan e. penyelesaian kewajiban lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. C. Tata cara pemusnahan data dilaksanakan sebagai berikut: 1. Dalam hal LPIP dicabut izin usahanya berdasarkan permohonan LPIP, rencana kegiatan pemusnahan data disampaikan bersamaan dengan permohonan penghentian kegiatan usaha oleh LPIP. 2. Rencana . . . 43 2. Rencana pemusnahan data sebagaimana dimaksud dalam angka 1 memuat paling kurang: a. waktu pelaksanaan pemusnahan data; b. daftar jenis data yang dikelola dan yang akan dimusnahkan, yang mencakup Data Kredit dan Data Lainnya yang diperoleh LPIP secara langsung dari sumber data lain di luar Bank Indonesia. Data Kredit dan Data Lainnya tersebut dapat berupa data elektronik dan non elektronik (hardcopy); c. pihak yang diundang sebagai saksi dalam pelaksanaan pemusnahan data. Pihak yang bertindak sebagai saksi berasal dari sumber data LPIP yang paling kurang berjumlah 2 (dua) orang; dan d. mekanisme atau metode pemusnahan yang akan digunakan. 3. Dalam hal LPIP dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia, pemusnahan data sebagaimana dimaksud dalam butir B.3.c hanya dapat dilakukan setelah kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir B.3.a dan butir B.3.b diselesaikan. 4. Pelaksanaan pemusnahan data sebagaimana dimaksud dalam butir B.3.c dilakukan oleh likuidator LPIP paling lama 20 (dua puluh) hari kerja setelah diselesaikannya kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir B.3.b. 5. Untuk memastikan bahwa proses pemusnahan data dilakukan secara tepat dan benar, pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh pihak yang bertindak sebagai saksi yang berasal dari sumber data LPIP yang paling kurang berjumlah 2 (dua) orang dan diawasi oleh Bank Indonesia atau pihak yang ditunjuk Bank Indonesia; 6. Likuidator LPIP dan saksi-saksi menandatangani Berita Acara Pemusnahan Data yang memuat paling kurang informasi sebagai berikut: a. waktu pelaksanaan pemusnahan data (hari, tanggal, bulan, tahun); b. data . . . 44 b. data yang dimusnahkan, yang memuat paling kurang jenis, jumlah, dan sumber data; c. pihak yang memusnahkan; d. pihak yang menyaksikan. XI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI Pembayaran sanksi kewajiban membayar oleh LPIP kepada Bank Indonesia dilakukan dengan cara transfer ke Rekening “penerimaan sanksi administratif LPIP” di Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: A. Dalam hal transfer dilakukan melalui kliring, pada kolom keterangan dicantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari LPIP AAA atas [jenis pelanggaran, contoh kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan bulanan dan/atau koreksi laporan bulanan] periode BB-TTTT”. B. Dalam hal transfer dilakukan melalui BI-RTGS, pada kolom keterangan dicantumkan “Transaction Reference Number (TRN)” dan pada kolom keterangan dicantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari LPIP AAA atas kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan bulanan dan/atau koreksi laporan bulanan periode BB-TTTT”. Fotokopi bukti pelaksanaan pembayaran sanksi kewajiban membayar disampaikan oleh LPIP kepada Bank Indonesia. XII. ALAMAT SURAT MENYURAT Penyampaian surat permohonan, laporan, dan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar, ditujukan kepada Bank Indonesia dengan alamat: Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Grup Pengelolaan Informasi Perkreditan Nasional Bank Indonesia Jl. M.H.Thamrin No.2 Jakarta 10350 XIII. LAIN-LAIN . . . 45 XIII. LAIN-LAIN Lampiran A sampai dengan Lampiran J merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 5 Desember 2013 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, PERRY WARJIYO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/49/DPKL|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan. </reg_title> <set_date> 5 Desember 2013 </set_date> <effective_date> 5 Desember 2013 </effective_date> <related_reg> '15/1/PBI/2013' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi X Huruf B Angka 1 Huruf a', 'Romawi XI' </penalty_list>
No. 10/1/DPM Jakarta, 25 Januari 2008 S U R A T E D A R A N Kepada BANK, PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK DI INDONESIA Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/13/DPM Tanggal 1 Mei 2006 Perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang Dalam rangka meningkatkan efektifitas penawaran dalam lelang penerbitan Sertifikat Bank Indonesia yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/13/DPM tanggal 1 Mei 2006 perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4366), dipandang perlu untuk mengubah ketentuan butir III.1.b.1) dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/13/DPM tanggal 1 Mei 2006, sehingga berbunyi sebagai berikut : III.1.b.1) Tingkat diskonto Lelang SBI diajukan oleh peserta lelang, dengan kelipatan tingkat diskonto untuk setiap penawaran yang diajukan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). Ketentuan .... 2 Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 25 Januari 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/1/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/13/DPM Tanggal 1 Mei 2006 Perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang </reg_title> <set_date> 25 Januari 2008 </set_date> <effective_date> 25 Januari 2008 </effective_date> <changed_reg> '8/13/DPM|SE-BI/2006' </changed_reg> <related_reg> '8/13/DPM|SE-BI/2006', '4/10/PBI/2002', '6/5/PBI/2004' </related_reg>
No. 10/21/DPM Jakarta, 23 Mei 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA PESERTA BANK INDONESIA – SCRIPLESS SECURITIES SETTLEMENT SYSTEM DI INDONESIA Perihal : Penyelenggaraan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/2/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4809), perlu diatur lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. I. Pengertian Umum 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. 3. Instrumen OPT adalah instrumen yang digunakan dalam rangka OPT dan ditatausahakan pada Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 4. Fasilitas Pendanaan adalah penyediaan dana berupa pemberian kredit atau pembiayaan dari Bank Indonesia kepada Bank yang penatausahaannya… 2 penatausahaannya dilakukan melalui Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 5. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara. 6. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah surat berharga berupa SUN dan/atau surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah. 7. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, pemerintah dan/atau lembaga lain, yang ditatausahakan dalam Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 8. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 9. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 10. Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah transaksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka kegiatan OPT, Fasilitas Pendanaan, transaksi SBN untuk dan atas nama pemerintah dan/atau transaksi lainnya melalui BI-SSSS. 11. Penatausahaan Surat Berharga adalah kegiatan yang mencakup pencatatan kepemilikan, kliring dan setelmen serta pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga. 12. Penyelenggara … 3 12. Penyelenggara BI-SSSS yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah pihak pengelola BI-SSSS yang menyelenggarakan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan penatausahaannya serta Penatausahaan Surat Berharga. 13. Peserta BI-SSSS yang selanjutnya disebut Peserta adalah pengguna BI-SSSS yang memenuhi persyaratan dan/atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau Penatausahaan Surat Berharga. 14. Peserta Lelang SBN adalah Bank dan/atau lembaga keuangan lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama untuk dapat ikut serta dalam lelang SBN. 15. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Peserta yang memiliki Rekening Surat Berharga di BI-SSSS. 16. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. 17. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening Surat Berharga melalui BI-SSSS dalam rangka penatausahaan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga. 18. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening giro dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka penatausahaan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS. 19. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana. 20. Free of Payment yang selanjutnya disebut FoP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga dilakukan … 4 dilakukan melalui BI-SSSS, sedangkan Setelmen Dana dilakukan tidak secara bersamaan dengan Setelmen Surat Berharga atau tanpa Setelmen Dana. 21. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik Peserta tertentu di BI-SSSS untuk mencatat kepemilikan Surat Berharga dan/atau Instrumen OPT. 22. Rekening Giro adalah rekening dalam mata uang Rupiah yang ditatausahakan di Bank Indonesia yang digunakan dalam rangka pelaksanaan BI-SSSS. 23. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk sebagai Bank untuk melakukan pembayaran dan/atau penerimaan dana oleh Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS. 24. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, aplikasi maupun sarana pendukung BI- SSSS yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS. 25. Keadaan Darurat (force majeure) adalah situasi atau kondisi yang terjadi sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kelancaran pelaksanaan BI-SSSS dan terjadi di luar kekuasaan serta kemampuan Penyelenggara dan/atau Peserta sehingga BI-SSSS tidak dapat dioperasikan sebagaimana mestinya, yang meliputi antara lain bencana alam, kebakaran, pemogokan, huru-hara, pemberontakan, sabotase, perang dan/atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. 26. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas BI-SSSS di lokasi Penyelenggara yang disediakan bagi Peserta sebagai cadangan dalam hal Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang menyebabkan Peserta tidak dapat mempergunakan BI-SSSS di lokasi Peserta. 27. Perjanjian Penggunaan BI-SSSS antara Penyelenggara dan Peserta yang selanjutnya disebut Perjanjian adalah kesepakatan tertulis antara Penyelenggara … 5 Penyelenggara dengan Peserta yang memuat hak dan kewajiban masing- masing pihak. 28. Authenticator Text adalah suatu sarana pengaman (security) dan berfungsi sebagai test key dengan masa berlaku selama periode tertentu, yang menghubungkan BI-SSSS antara Peserta dengan Penyelenggara. 29. Administrative Messages adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari Penyelenggara kepada Peserta atau sebaliknya atau antar Peserta. II. Penyelenggara A. Tujuan Penyelenggaraan BI-SSSS Penyelenggaraan BI-SSSS memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan penatausahannya serta Penatausahaan Surat Berharga. 2. Menyediakan sarana setelmen transaksi Surat Berharga yang aman, akurat, terpercaya, dan cepat bagi Bank dan pelaku pasar lainnya untuk mengurangi resiko setelmen. 3. Menyediakan informasi transaksi, setelmen transaksi Surat Berharga dan informasi lainnya dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dan pengelolaan SBN oleh pemerintah. B. Organisasi Penyelenggara 1. Penyelenggara adalah Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter. 2. Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Biro Operasi Moneter (DPM cq. BOpM) melakukan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia. 3. Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter (DPM cq. Bagian PTPM) melakukan … 6 melakukan pengelolaan operasional BI-SSSS dan kegiatan penatausahaan. C. Tugas dan Wewenang Penyelenggara 1. Pengelolaan Operasional BI-SSSS Dalam pengelolaan operasional BI-SSSS, Penyelenggara memiliki tugas dan wewenang antara lain sebagai berikut : a. Menyediakan dan menjaga sarana dan prasarana, dalam rangka kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS; b. Menetapkan ketentuan dan prosedur operasional BI-SSSS dalam keadaan normal; c. Memberlakukan prosedur dan rencana mengatasi Keadaan Darurat (contingency plan) dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat (force majeure); d. Menetapkan waktu operasional penyelenggaraan BI-SSSS; e. Menetapkan, mengenakan dan mengubah biaya penggunaan BI-SSSS; f. Melakukan pengawasan terhadap Peserta atas penggunaan BI-SSSS; g. Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta; dan h. Melakukan perubahan status kepesertaan. 2. Kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia Dalam kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia, Penyelenggara memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut : a. Menyelenggarakan transaksi (lelang/non lelang) untuk dan atas nama Bank Indonesia dan pihak lain yaitu pemerintah cq. Departemen Keuangan dan/atau lembaga lain sesuai persetujuan Bank Indonesia. b. Menyelenggarakan transaksi (lelang/non lelang) sesuai persyaratan dan/atau ketentuan yang ditetapkan oleh pihak- pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a. 3. Kegiatan … 7 3. Kegiatan Penatausahaan Dalam kegiatan penatausahaan yang terdiri dari penatausahaan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga, Penyelenggara melakukan tugas dan wewenang dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pelaksanaan Setelmen 1) Penyelenggara melakukan setelmen Transaksi Dengan Bank Indonesia dan setelmen transaksi Surat Berharga di pasar sekunder antar Peserta. 2) Pelaksanaan setelmen dilakukan secara DVP atau FoP. 3) Dalam kegiatan setelmen sebagaimana dimaksud pada angka 1), Penyelenggara berwenang mendebet Rekening Giro dan/atau Rekening Surat Berharga Peserta. 4) Setelmen hanya dapat dilakukan apabila saldo pada Rekening Giro dan/atau Rekening Surat Berharga Peserta mencukupi untuk pelaksanaan setelmen. 5) Pelaksanaan setelmen yang telah dilakukan di BI-SSSS atas beban Rekening Giro dan/atau Rekening Surat Berharga Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 4), bersifat final dan tidak dapat dibatalkan. 6) Penyelenggara melakukan pengenaan sanksi kewajiban membayar kepada Peserta OPT yang gagal melakukan setelmen karena saldo pada Rekening Surat Berharga dan/atau saldo pada Rekening Giro tidak mencukupi. 7) Penyelenggara melakukan prosedur penyelesaian Surat Berharga sesuai ketentuan terkait mengenai OPT, Fasilitas Pendanaan, dan/atau transaksi SBN untuk dan atas nama pemerintah. 8) Penyelenggara berwenang untuk melakukan early termination dengan tidak meneruskan setelmen transaksi kedua … 8 kedua (second leg) atas transaksi Surat Berharga di pasar sekunder antar Peserta yang memiliki dua proses setelmen yaitu antara lain transaksi repo, agunan (pledge), dan pinjam meminjam Surat Berharga (securities borrowing and lending). 9) Pelaksanaan early termination oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 8) dilakukan berdasarkan permintaan salah satu Peserta yang bertransaksi, keputusan lembaga pengawas yang berwenang, keputusan pengadilan dan/atau lembaga arbitrase yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. b. Pencatatan Kepemilikan (Registrasi) Penyelenggara melakukan pencatatan atau perubahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga/Instrumen OPT dan penatausahaan agunan atas Fasilitas Pendanaan pada Rekening Surat Berharga Peserta berdasarkan pelaksanaan setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Pelaksanaan Pembayaran 1) Penyelenggara melakukan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan, serta pelunasan pokok/nominal Surat Berharga/Instrumen OPT kepada Peserta pemilik Surat Berharga. 2) Dalam kegiatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 1), Penyelenggara berwenang mendebet Rekening Giro Peserta yang menjadi penerbit Surat Berharga/Instrumen OPT. D. Waktu Operasional BI-SSSS 1. Hari dan Jam Operasional BI-SSSS a. Penyelenggara menetapkan operasional BI-SSSS yang mencakup hari dan jam operasional. b. Penyelenggara … 9 b. Penyelenggara menetapkan operasional BI-SSSS setiap hari kerja, kecuali ditetapkan lain. c. Jam operasional BI-SSSS mengikuti jam operasional Sistem BI-RTGS kecuali cut-off BI-SSSS yang dilakukan lebih awal dari cut-off Sistem BI-RTGS. d. Jam operasional sebagaimana dimaksud pada huruf c diatur dengan ketentuan sebagai berikut : BI-SSSS BI-RTGS System opening Pukul 06.30 WIB Pukul 06.30 WIB Cut-off warning Pukul 17.00 WIB Pukul 17.00 WIB Pre-cut off Cut-off Pukul 18.00 WIB Pukul 18.00 WIB Pukul 18.30 WIB Pukul 19.00 WIB e. Jam operasional BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam huruf d berlaku dalam kondisi normal dan dapat diubah oleh Penyelenggara sebagaimana diatur lebih lanjut pada angka 2. f. Dalam hal hari operasional BI-SSSS ditetapkan lain dan/atau jam operasional BI-SSSS diubah, Penyelenggara memberitahukan hal tersebut kepada seluruh Peserta melalui sarana BI-SSSS (Administrative Messages) dan/atau sarana informasi lainnya. 2. Perubahan Jam Operasional BI-SSSS a. Jam operasional BI-SSSS dapat diubah oleh Penyelenggara berdasarkan hal-hal sebagai berikut : 1) Berdasarkan kebijakan Penyelenggara a) Perubahan jam operasional berdasarkan kebijakan Penyelenggara dapat berupa perpanjangan atau pengurangan jam operasional. b) Penyelenggara dapat melakukan perubahan jam operasional termasuk window time transaksi. c) Perubahan jam operasional sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan antara lain : (1) adanya … 10 (1) adanya gangguan pada BI-SSSS dan/atau Sistem BI-RTGS; dan/atau (2) adanya kebijakan Penyelenggara yang menyebabkan perubahan jam operasional. 2) Berdasarkan permintaan Peserta a) Perubahan jam operasional berdasarkan permintaan Peserta hanya dapat berupa perpanjangan jam operasional. b) Perpanjangan jam operasional dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan penambahan jam operasional untuk melaksanakan Setelmen Surat Berharga. c) Perpanjangan jam operasional sebagaimana dimaksud pada huruf b) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : (1) Bagi Peserta yang juga peserta Sistem BI-RTGS Pengajuan permohonan dilakukan secara tertulis kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS sesuai ketentuan mengenai Sistem BI-RTGS yang berlaku. (2) Bagi Peserta Sub-Registry Pengajuan permohonan dilakukan oleh Bank Pembayar yang telah ditunjuk oleh Peserta Sub-Registry kepada penyelenggara Sistem BI- RTGS sesuai ketentuan mengenai Sistem BI- RTGS yang berlaku. d) Perpanjangan jam operasional BI-SSSS atas permintaan Peserta dikenakan biaya sesuai ketentuan mengenai Sistem BI-RTGS. E. Biaya … 11 E. Biaya Penggunaan BI-SSSS Penyelenggara mengenakan biaya terhadap Peserta atas penggunaan BI-SSSS dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jenis Biaya Jenis biaya dalam penggunaan BI-SSSS terdiri dari : a. Biaya Transaksi Dengan Bank Indonesia, yaitu biaya pengajuan Transaksi Dengan Bank Indonesia yang dilakukan Peserta, termasuk pengajuan dalam hal terdapat pembatalan transaksi (cancellation) dan/atau perubahan (amendment). b. Biaya setelmen, yang terdiri dari : 1) biaya setelmen atas Transaksi Dengan Bank Indonesia; dan 2) biaya setelmen atas transaksi Surat Berharga di pasar sekunder antar Peserta. c. Biaya permohonan informasi kepada Penyelenggara dan biaya pengiriman Administrative Messages. d. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank. 2. Penetapan Biaya Transaksi, Setelmen dan Permohonan Informasi Penetapan besarnya biaya untuk jenis biaya sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a, huruf b dan huruf c, diatur sebagai berikut: a. Besarnya biaya dapat dibedakan berdasarkan jam operasional pengajuan transaksi, pelaksanaan setelmen dan/atau permohonan informasi yaitu jam normal dan jam sibuk (peak hour). b. Pembagian jam transaksi dengan window time sesuai ketentuan sebagai berikut : 1) Jam normal adalah periode dari jam pembukaan transaksi sampai dengan pre-closing; dan 2) peak hour adalah periode dari pre-closing sampai dengan closing. c. Pembagian … 12 c. Pembagian jam operasional untuk pelaksanaan Setelmen Surat Berharga dan permohonan informasi sesuai ketentuan sebagai berikut : 1) Jam normal adalah periode dari jam pembukaan BI-SSSS sampai dengan sebelum pukul 15.00 WIB; dan 2) peak hour adalah periode dari pukul 15.00 WIB sampai dengan cut-off BI-SSSS. 3. Penetapan Biaya Fasilitas Guest Bank Penetapan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d, diatur sebagai berikut: a. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank dihitung berdasarkan durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank yang mengacu pada waktu sistem start-up sampai dengan sistem shut-down. b. Durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank dihitung berdasarkan akumulasi penggunaan Fasilitas Guest Bank dalam 1 (satu) hari dengan pembulatan waktu 1 (satu) jam ke atas sebagaimana contoh perhitungan pada Lampiran 1. c. Dalam hal terjadi gangguan jaringan internal di Bank Indonesia pada saat penggunaan Fasilitas Guest Bank, Penyelenggara dapat menyesuaikan durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank. d. Dalam hal terjadi Keadaan Darurat, Penyelenggara dapat membebaskan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank terhadap Peserta. 4. Biaya Biaya BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 ditetapkan sesuai dengan Lampiran 1. Dalam hal terdapat perubahan biaya, Penyelenggara mengumumkan perubahan dimaksud kepada Peserta melalui Administrative Messages dan/atau sarana lainnya. 5. Perhitungan … 13 5. Perhitungan dan Pembebanan Biaya Perhitungan dan pembebanan biaya penggunaan BI-SSSS oleh Penyelenggara kepada Peserta diatur sebagai berikut : a. Perhitungan jumlah biaya dilakukan oleh Penyelenggara pada setiap akhir hari untuk masing-masing Peserta. b. Penyelenggara membebankan biaya sebagaimana dimaksud pada huruf a pada 1 (satu) hari kerja berikutnya, dengan mendebet Rekening Giro Peserta atau Bank Pembayar yang ditunjuk Peserta. 6. Pembebanan Biaya oleh Peserta Kepada Nasabah Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS, Peserta dapat mengenakan biaya kepada nasabah dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta mengenakan biaya kepada nasabah dalam jumlah yang wajar. b. Peserta mengumumkan besarnya biaya penggunaan BI-SSSS yang ditetapkan Penyelenggara dan besarnya biaya penggunaan BI-SSSS yang dibebankan oleh Peserta kepada nasabah. c. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan secara tertulis di setiap kantor Peserta pada tempat yang mudah dilihat oleh nasabah. F. Pembebasan Tanggung Jawab Penyelenggara Peserta membebaskan Penyelenggara dari tuntutan kerugian yang timbul dan/atau yang akan timbul yang dialami Peserta atau pihak ketiga akibat terlambat atau tidak terlaksananya transaksi, setelmen transaksi Surat Berharga, pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga dan/atau sebab lainnya yang timbul. Keterlambatan atau tidak terlaksananya transaksi, Setelmen Surat Berharga … 14 Berharga, pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga dimaksud disebabkan antara lain oleh: 1. pengiriman Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau instruksi setelmen transaksi Surat Berharga oleh Peserta kepada Penyelenggara dilakukan oleh pejabat yang tidak berwenang; 2. kesalahan data Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau instruksi setelmen Surat Berharga yang dikirimkan oleh Peserta kepada Penyelenggara; 3. gangguan jaringan komunikasi dan/atau sistem pada Peserta yang mengakibatkan penolakan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan keterlambatan setelmen transaksi Surat Berharga; 4. ketidakmampuan atau keterlambatan pengisian dana oleh Peserta sebagai penerbit Surat Berharga pada Rekening Giro yang mengakibatkan tidak terbayar atau terlambatnya pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu kepada Peserta pemilik Surat Berharga; 5. early termination oleh Penyelenggara yang dilakukan melalui BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada butir C.3.a.8); dan 6. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat baik yang dialami oleh Penyelenggara maupun Peserta. III. Kepesertaan A. Jenis Peserta 1. Pihak-pihak yang dapat menjadi Peserta adalah : a. Bank Indonesia; b. Departemen Keuangan; c. Bank; d. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian; e. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing; f. Perusahaan … 15 f. Perusahaan Efek; atau g. lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. 2. Berdasarkan fungsi Peserta, pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dibedakan sebagai berikut : a. Penerbit Surat Berharga, yaitu Bank Indonesia, Departemen Keuangan, dan/atau lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. b. Peserta OPT, yaitu Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan/atau Perusahaan Efek. c. Peserta Fasilitas Pendanaan, yaitu Bank. d. Peserta Lelang SBN, yaitu Bank dan Perusahaan Efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama, Lembaga Penjamin Simpanan dan Bank Indonesia. e. Pemilik Rekening Surat Berharga di Central Registry, antara lain Departemen Keuangan, Bank, Sub-Registry dan lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. 3. Berdasarkan kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS, pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat dibedakan sebagai berikut : a. Peserta Sistem BI-RTGS Peserta Sistem BI-RTGS adalah Peserta pemilik Rekening Giro untuk pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran kewajiban lainnya terkait dengan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan penatausahaan melalui BI-SSSS. b. Bukan Peserta Sistem BI-RTGS Bukan peserta Sistem BI-RTGS adalah Peserta yang tidak memiliki Rekening Giro sehingga pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran kewajiban lainnya dilakukan melalui Bank Pembayar. 4. Berdasarkan … 16 4. Berdasarkan tipe kepesertaan di BI-SSSS, Peserta dapat dibedakan menjadi: a. Peserta Langsung (Principal Member) Peserta Langsung (Principal Member) adalah Peserta yang dapat melakukan koneksi secara langsung ke sistem Penyelenggara. b. Peserta Tidak Langsung (Subsidiary Member) Peserta Tidak Langsung (Subsidiary Member) adalah Peserta tambahan dari Peserta Langsung yang melakukan koneksi ke sistem Penyelenggara melalui Peserta Langsung. B. Persyaratan Menjadi Peserta Pihak-pihak yang telah memenuhi kriteria jenis Peserta sebagaimana dimaksud pada huruf A angka 1 dan huruf A angka 2 harus memenuhi persyaratan menjadi Peserta sebagai berikut : 1. Memiliki sarana dan prasarana sesuai persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2. 2. Berdasarkan jenis Peserta, calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Telah menjadi peserta langsung dalam Sistem BI-RTGS, dalam hal calon Peserta adalah Bank; b. Telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Sub-Registry, dalam hal calon Peserta adalah Sub-Registry; dan/atau c. Telah mengajukan permohonan menjadi Peserta Lelang SBN/ telah ditunjuk menjadi Dealer Utama/ ditetapkan sebagai Peserta Lelang SBN, dalam hal calon Peserta adalah Bank, Perusahaan Efek atau lembaga lain yang dapat menjadi Peserta Lelang SBN. 3. Bagi calon Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS antara lain Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, Perusahaan Efek dan/atau Sub-Registry harus menunjuk Bank Pembayar dengan ketentuan sebagai berikut : a. Penunjukan … 17 a. Penunjukan Bank Pembayar dilakukan dalam rangka : 1) pembebanan biaya BI-SSSS; 2) Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga; dan/atau 3) penerimaan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu. b. Bank Pembayar yang ditunjuk harus memberikan konfirmasi penunjukan sebagai Bank Pembayar sebagaimana contoh pada Lampiran 3 kepada Penyelenggara melalui calon Peserta. c. Bagi calon Peserta Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing dan Perusahaan Efek harus menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar guna pembebanan biaya BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1). d. Bagi calon Peserta Sub-Registry harus menunjuk Bank Pembayar dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Calon Peserta Sub-Registry harus menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar dalam rangka pembebanan biaya BI-SSSS, pelaksanaan Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga, dan penerimaan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu, sebagaimana dimaksud pada huruf a. 2) Calon Peserta Sub-Registry dapat memilih paling banyak 9 (sembilan) Bank Pembayar lainnya dalam rangka Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga nasabah sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2). e. Dalam hal Bank Pembayar ditunjuk untuk melaksanakan Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2), Bank Pembayar dimaksud melakukan pengelolaan data batas Setelmen Dana (settlement limit) bagi Peserta yang menunjuk sesuai kewajiban Peserta sebagaimana dimaksud pada butir D.2.d.2). C. Prosedur … 18 C. Prosedur Permohonan Menjadi Peserta 1. Peserta Sistem BI-RTGS a. Calon Peserta sebagai peserta Sistem BI-RTGS yang juga berfungsi sebagai peserta OPT, Peserta Lelang SBN dan/atau pemilik Rekening Surat Berharga di Central Registry mengajukan surat permohonan, sebagaimana contoh pada Lampiran 4, kepada Penyelenggara dengan alamat sebagai berikut : Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 11 Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350. b. Calon Peserta yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) harus menyampaikan tembusan permohonan tersebut kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus dilengkapi dengan : 1) Informasi Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran 5; 2) fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan perubahannya; 3) fotokopi akta notaris yang memuat susunan pengurus perusahaan terakhir; dan 4) fotokopi surat permohonan menjadi Peserta Lelang SBN atau penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri Keuangan bagi Peserta Lelang SBN. Dalam hal calon Peserta belum dapat melampirkan surat penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri Keuangan, calon Peserta dimaksud harus menyampaikan surat penunjukan tersebut kepada … 19 kepada Penyelenggara segera setelah menerima surat penunjukan dimaksud. d. Peserta harus menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf c secara lengkap dan benar. e. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat melakukan kunjungan ke lokasi calon Peserta guna melakukan pengecekan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 1. f. Berdasarkan surat permohonan dan dokumen pendukung serta hasil pengecekan ke lokasi calon Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau penolakan kepada calon Peserta. g. Dalam hal permohonan calon Peserta tidak disetujui, surat pemberitahuan penolakan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada huruf f disertai keterangan mengenai alasan tidak disetujuinya permohonan calon Peserta dimaksud. h. Calon Peserta yang telah disetujui sebagai Peserta menyampaikan Perjanjian kepada Penyelenggara sebagaimana contoh pada Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam rangkap 2 (dua). i. Dalam hal calon Peserta adalah Bank yang memiliki kegiatan usaha secara konvensional, Unit Usaha Syariah (UUS), dan/atau Sub-Registry, maka Perjanjian sebagaimana dimaksud pada huruf h dibuat secara terpisah. j. Peserta menerima 1 (satu) eksemplar Perjanjian yang telah ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia yang berwenang. k. Penyelenggara melakukan instalasi aplikasi BI-SSSS dan memberikan Petunjuk Pemakaian BI-SSSS kepada Peserta. l. Penyelenggara memberikan pelatihan penggunaan BI-SSSS kepada petugas Peserta. m. Dalam … 20 m. Dalam hal calon Peserta yang telah menerima surat pemberitahuan persetujuan, sebagaimana dimaksud pada huruf f, tidak menyampaikan Perjanjian dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat persetujuan maka persetujuan sebagai Peserta dianggap batal dan permohonan sebagai Peserta harus diajukan ulang. 2. Sub-Registry a. Calon Peserta yang telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Sub-Registry mengajukan surat permohonan, sebagaimana contoh pada Lampiran 4, kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir C.1.a. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus dilengkapi dengan : 1) Informasi Peserta sebagaimana contoh pada Lampiran 5; 2) fotokopi perubahan Anggaran Dasar perusahaan dan akta notaris yang memuat susunan pengurus perusahaan dalam hal terdapat perubahan setelah persetujuan permohonan sebagai Sub-Registry; 3) surat konfirmasi Bank Pembayar sebagaimana contoh pada Lampiran 3; dan 4) fotokopi surat persetujuan menjadi Sub-Registry dari Bank Indonesia. c. Sub-Registry harus menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b secara lengkap dan benar. d. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat melakukan kunjungan ke lokasi Sub-Registry guna melakukan pengecekan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 1. e. Berdasarkan surat permohonan dan dokumen pendukung serta hasil pengecekan ke lokasi Sub-Registry, Penyelenggara menyampaikan … 21 menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau penolakan kepada Sub-Registry. f. Dalam hal permohonan tidak disetujui, surat pemberitahuan penolakan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada huruf e disertai keterangan mengenai alasan tidak disetujuinya permohonan calon Peserta dimaksud. g. Sub-Registry yang telah disetujui sebagai Peserta menyampaikan Perjanjian kepada Penyelenggara sebagaimana contoh pada Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam rangkap 2 (dua). h. Sub-Registry menerima 1 (satu) eksemplar Perjanjian yang telah ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia yang berwenang. i. Sub-Registry yang memilih menjadi Peserta Langsung (Principal Member) dan telah disetujui menjadi Peserta menyerahkan data Authenticator Text kepada Penyelenggara sesuai prosedur pengelolaan data Authenticator Text sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 7. j. Penyelenggara melakukan instalasi aplikasi BI-SSSS dan memberikan Petunjuk Pemakaian BI-SSSS kepada Sub-Registry. k. Penyelenggara memberikan pelatihan penggunaan BI-SSSS kepada petugas Sub-Registry. l. Dalam hal calon Peserta yang telah menerima surat pemberitahuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf e, tidak menyampaikan Perjanjian dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat persetujuan maka persetujuan sebagai Peserta dianggap batal dan permohonan sebagai Peserta harus diajukan ulang. 3. Perusahaan … 22 3. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek a. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek mengajukan surat permohonan, sebagaimana contoh pada Lampiran 4, kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir C.1.a. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus dilengkapi dengan : 1) Informasi Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran 5; 2) fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan perubahannya; 3) fotokopi akta notaris yang memuat susunan pengurus perusahaan terakhir; 4) surat konfirmasi Bank Pembayar sebagaimana contoh pada Lampiran 3; dan/atau 5) fotokopi surat permohonan menjadi Peserta Lelang SBN atau penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri Keuangan bagi Peserta Lelang SBN. Dalam hal calon Peserta belum dapat melampirkan surat penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri Keuangan, calon Peserta dimaksud harus menyampaikan surat penunjukan tersebut kepada Penyelenggara segera setelah menerima surat penunjukan dimaksud. c. Peserta harus menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b secara lengkap dan benar. d. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat melakukan kunjungan ke lokasi calon Peserta guna melakukan pengecekan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 1. e. Berdasarkan surat permohonan dan dokumen pendukung serta hasil pengecekan ke lokasi calon Peserta, Penyelenggara menyampaikan … 23 menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau penolakan kepada calon Peserta. f. Dalam hal surat permohonan atau persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 5) ditolak atau dicabut oleh Menteri Keuangan, Penyelenggara dapat membatalkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf e dan menutup kepesertaan BI-SSSS yang bersangkutan. g. Dalam hal permohonan tidak disetujui, surat pemberitahuan penolakan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada huruf e, disertai keterangan mengenai alasan tidak disetujuinya permohonan calon Peserta dimaksud. h. Calon Peserta yang telah disetujui sebagai Peserta menyampaikan Perjanjian kepada Penyelenggara sebagaimana contoh pada Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam rangkap 2 (dua). i. Calon Peserta menerima 1 (satu) eksemplar Perjanjian yang telah ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia yang berwenang. j. Calon Peserta sebagai Peserta Langsung (Principal Member) yang telah disetujui menjadi Peserta menyerahkan data Authenticator Text kepada Penyelenggara sesuai prosedur pengelolaan data Authenticator Text dalam Lampiran 7. sebagaimana dimaksud k. Penyelenggara melakukan instalasi aplikasi BI-SSSS dan memberikan Petunjuk Pemakaian BI-SSSS kepada Peserta. l. Penyelenggara memberikan pelatihan penggunaan BI-SSSS kepada petugas Peserta. m. Dalam hal calon Peserta yang telah menerima surat pemberitahuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf e, tidak menyampaikan Perjanjian dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat persetujuan maka persetujuan sebagai Peserta … 24 Peserta dianggap batal dan permohonan sebagai Peserta harus diajukan ulang. 4. Departemen Keuangan Prosedur menjadi Peserta bagi Departemen Keuangan diatur dalam perjanjian tersendiri antara Bank Indonesia sebagai Penyelenggara dengan Departemen Keuangan sebagai Peserta. 5. Lembaga Lain a. Lembaga lain yang ingin menjadi Peserta dan memiliki fungsi Peserta sebagaimana butir A.2, mengajukan surat permohonan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir C.1.a. b. Setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia, calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf B angka 1 dan prosedur administrasi yang ditetapkan oleh Penyelenggara. D. Kewajiban Peserta 1. Peserta wajib : a. menjaga kelancaran dan keamanan dalam pengunaan BI-SSSS; b. bertanggung jawab atas kebenaran transaksi, instruksi transaksi dan/atau setelmen, serta seluruh informasi yang dikirim Peserta kepada Penyelenggara melalui BI-SSSS; c. memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan ketentuan terkait; dan d. memenuhi Perjanjian maupun kesepakatan tertulis antar Peserta (Bye-Laws) dengan tetap mengacu kepada Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut : a. memelihara sistem dan menjaga keamanan BI-SSSS sesuai dengan standar pemeliharaan dan keamanan minimum; b. menyediakan … 25 b. menyediakan prosedur tertulis dalam pelaksanaan operasional BI-SSSS; c. menyediakan prosedur dan sistem cadangan (back-up) untuk menjamin kelangsungan operasional BI-SSSS dalam Keadaan Tidak Normal atau Keadaan Darurat; dan d. memenuhi prosedur administrasi terkait penggunaan BI-SSSS antara lain dengan melakukan kegiatan sebagai berikut : 1) Pengkinian Data atau Informasi Peserta melakukan perubahan data atau informasi yang telah disampaikan kepada Penyelenggara dengan prosedur sebagai berikut: a) Peserta menyampaikan perubahan data atau informasi dengan menggunakan formulir Informasi Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran 5. b) Perubahan data atau informasi dimaksud disampaikan kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif berlakunya perubahan dimaksud. 2) Pengelolaan Data Batas Setelmen Dana (Settlement Limit) Peserta yang ditunjuk sebagai Bank Pembayar oleh Sub-Registry melakukan input dan pengkinian data batas Setelmen Dana (settlement limit) pada BI-SSSS. 3) Pengelolaan Data Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) Peserta yang menunjuk Peserta lain sebagai perantara (broker) dalam rangka pelaksanaan penawaran transaksi, melakukan input dan pengkinian data broker bidding limit pada BI-SSSS. 4) Pengelolaan … 26 4) Pengelolaan Data Authenticator Text Peserta Langsung dan Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS melakukan pengelolaan data Authenticator Text pada BI-SSSS. Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2 sesuai prosedur dalam Pedoman Penyelenggaraan BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada Lampiran 7. E. Status dan Prosedur Perubahan Status Kepesertaan 1. Jenis Status Peserta a. Status kepesertaan BI-SSSS terdiri dari : 1) Aktif (active) Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh kegiatan sesuai dengan jenis dan fungsi Peserta. 2) Dibekukan (freeze) Peserta dengan status dibekukan tidak dapat melakukan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau setelmen transaksi Surat Berharga, kecuali kegiatan untuk memperoleh informasi yang terdapat dalam BI-SSSS. 3) Ditutup (closed) Peserta dengan status ditutup tidak dapat melakukan seluruh kegiatan operasional BI-SSSS. b. Status kepesertaan dibekukan sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2) dikecualikan bagi Peserta sebagai penerbit Surat Berharga dan Sub-Registry. 2. Hubungan Status Kepesertaan BI-SSSS dengan Sistem BI-RTGS Dalam hal Peserta adalah peserta Sistem BI-RTGS berlaku ketentuan status kepesertaan BI-SSSS sebagai berikut : a. Perubahan status Peserta menjadi dibekukan atau ditutup tidak menyebabkan perubahan status kepesertaan pada Sistem BI-RTGS. b. Perubahan… 27 b. Perubahan status peserta Sistem BI-RTGS menjadi dibekukan atau ditutup menyebabkan perubahan status kepesertaan yang sama pada BI-SSSS. c. Perubahan status Peserta menjadi ditangguhkan (suspend) pada Sistem BI-RTGS tidak menyebabkan perubahan status kepesertaan pada BI-SSSS. d. Dalam hal status kepesertaan pada BI-SSSS aktif dan status kepesertaan pada Sistem BI-RTGS ditangguhkan (suspend), Peserta tidak dapat melakukan setelmen pembelian Surat Berharga secara DVP karena Setelmen Dana tidak dapat dilakukan melalui Sistem BI-RTGS. 3. Prosedur Perubahan Status Kepesertaan a. Penyebab Perubahan Status Kepesertaan 1) Perubahan status kepesertaan atas permintaan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Peserta a) Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Peserta adalah : (1) Bank Indonesia untuk pengawasan terhadap Peserta yang merupakan Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, serta Sub-Registry; (2) Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) untuk pengawasan terhadap Peserta yang merupakan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) dan Perusahaan Efek; (3) Lembaga pengawas lain atau lembaga pengawas sebagaimana dimaksud pada angka (1) dan angka (2) untuk pengawasan terhadap Peserta yang … 28 yang tidak termasuk dalam angka (1) dan angka (2). b) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan dari : (1) status aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya; (2) status dibekukan menjadi ditutup; atau (3) status aktif menjadi ditutup. c) Perubahan status kepesertaan dapat diajukan oleh lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Peserta dengan alasan sebagai berikut : (1) Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang; atau (2) Berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang dapat mengakibatkan perubahan status kepesertaan. 2) Perubahan status kepesertaan atas permintaan Peserta Perubahan status kepesertaan dari status aktif menjadi ditutup atas permintaan Peserta dapat diajukan oleh Peserta yang melakukan proses merger atau konsolidasi, atau berdasarkan alasan lainnya. 3) Perubahan status kepesertaan oleh Penyelenggara Perubahan status kepesertaan oleh Penyelenggara dapat dilakukan dari status aktif menjadi ditutup karena pembatalan surat persetujuan Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir C. 3. f. b. Persyaratan Penutupan Peserta Dalam hal akan dilakukan penutupan status Peserta, sebelumnya Peserta harus menyelesaikan seluruh kewajibannya, termasuk pelunasan Fasilitas Pendanaan yang diperoleh dari Bank Indonesia dan transaksi second leg yang belum jatuh waktu dan menihilkan saldo Rekening Surat Berharga Peserta. c. Permohonan … 29 c. Permohonan Perubahan Status Kepesertaan 1) Lembaga pengawas yang berwenang sebagaimana dimaksud pada butir a.1)a) atau Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a angka 2) mengajukan surat permohonan perubahan status kepesertaan kepada : Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) memuat antara lain hal-hal sebagai berikut : a) nama Peserta dan jenis perubahan status yang diminta; b) tanggal efektif perubahan status kepesertaan; dan c) alasan perubahan status kepesertaan. 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus melampirkan dokumen pendukung sesuai dengan alasan perubahan status kepesertaan, sebagai berikut: a) salinan keputusan pengadilan yang dapat mengakibatkan perubahan status kepesertaan dalam BI-SSSS, dalam hal perubahan status kepesertaan diajukan karena alasan sebagaimana dimaksud pada butir a.1)c)(2); b) surat keputusan izin merger atau konsolidasi dari lembaga yang berwenang, dalam hal permohonan diajukan karena alasan merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud pada butir a.2); atau c) dokumen terkait lainnya untuk alasan perubahan status kepesertaan yang dilakukan berdasarkan alasan lain. 4) Berdasarkan … 30 4) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut : a) mengubah status Peserta di BI-SSSS; b) mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada Peserta yang bersangkutan mengenai perubahan status kepesertaan beserta alasannya; dan c) mengumumkan perubahan status kepesertaan kepada seluruh Peserta melalui BI-SSSS (Administrative Messages) pada hari pemberlakuan perubahan status kepesertaan dimaksud. IV. Pengawasan Peserta A. Ruang Lingkup Pengawasan 1. Penyelenggara berwenang melakukan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir III.D. 2. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut : a. Pengawasan tidak langsung, dengan cara melakukan pemantauan/analisis atas kegiatan Peserta melalui sistem pada Penyelenggara atau berdasarkan data/informasi yang diperoleh Penyelenggara dari Peserta atau pihak lain; dan b. Pengawasan langsung, dengan cara melakukan pemeriksaan ke lokasi kegiatan usaha Peserta. B. Pengawasan Tidak Langsung 1. Pengawasan tidak langsung dilakukan oleh Penyelenggara secara berkesinambungan. 2. Dalam … 31 2. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat meminta Peserta untuk menyampaikan dokumen dan/atau laporan tertulis terkait pelaksanaan operasional BI-SSSS. 3. Dalam hal terdapat temuan bahwa Peserta tidak/belum memenuhi kewajiban, Penyelenggara menyampaikan hasil temuan dimaksud melalui surat kepada Peserta untuk ditindaklanjuti. 4. Berdasarkan surat dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 3, Peserta wajib melaksanakan tindak lanjut dan melaporkan secara tertulis kepada Penyelenggara. 5. Dalam hal terdapat hasil temuan yang memerlukan pemeriksaan ke lokasi kegiatan usaha Peserta, Penyelenggara dapat melakukan pengawasan langsung. C. Pengawasan Langsung 1. Penyelenggara melakukan pengawasan langsung/pemeriksaan ke lokasi kegiatan usaha Peserta sewaktu-waktu apabila diperlukan. 2. Tujuan pengawasan langsung/pemeriksaan adalah untuk memastikan Peserta telah memenuhi kewajiban sebagai Peserta, antara lain: a. kesesuaian sistem dan prosedur operasional BI-SSSS yang ada di Peserta dengan ketentuan Penyelenggara; dan b. kepatuhan Peserta terhadap ketentuan Penyelenggara dan Perjanjian. 3. Dalam melaksanakan pengawasan langsung/pemeriksaan, Penyelenggara dapat menugaskan pihak lain yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidang audit teknologi informasi untuk melakukan pengawasan langsung dengan tetap menjaga kerahasiaan sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Dalam rangka pengawasan langsung/pemeriksaan, Peserta wajib memberikan kepada Penyelenggara : a. segala … 32 a. segala keterangan dan penjelasan mengenai pelaksanaan BI-SSSS, termasuk data elektronik, warkat, disposisi, dan dokumen tertulis lainnya; b. kesempatan untuk melakukan pengawasan langsung/pemeriksaan terhadap sarana fisik dan aplikasi pendukung lainnya ; dan c. bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran atas dokumen dan keterangan yang diberikan oleh Peserta. 5. Prosedur pelaksanaan pengawasan langsung/pemeriksaan dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Petugas pemeriksa menyampaikan surat introduksi pemeriksaan kepada Peserta yang akan diperiksa. b. Sebelum pengawasan langsung/pemeriksaan berakhir, petugas pemeriksa melakukan klarifikasi dan konfirmasi dengan pejabat berwenang perusahaan Peserta atau pimpinan Peserta atas hasil pemeriksaan. c. Setelah pengawasan langsung/pemeriksaan berakhir, petugas pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan dan menyampaikan laporan tersebut kepada Peserta. d. Peserta wajib melakukan tindak lanjut atas temuan dalam pengawasan tidak langsung/pemeriksaan dan melaporkan secara tertulis atas tindak lanjut kepada Penyelenggara. e. Apabila diperlukan, Penyelenggara dapat melakukan pengawasan tidak langsung/pemeriksaan kembali untuk memastikan kebenaran laporan tindak lanjut. V. Pengenaan Sanksi Berdasarkan hasil pengawasan, Penyelenggara dapat mengenakan sanksi kepada Peserta dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Penyelenggara dapat mengenakan sanksi kepada Peserta yang melanggar ketentuan mengenai BI-SSSS dan/atau tidak memenuhi kewajiban dalam Perjanjian Penggunaan BI-SSSS. 2. Pengenaan … 33 2. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan berdasarkan hasil pengawasan langsung dan atau pengawasan tidak langsung oleh Penyelenggara sebagiaman dimaksud pada angka IV. 3. Penyelenggara mengenakan sanksi administratif dengan mengirimkan surat teguran tertulis kepada Peserta dengan tembusan kepada lembaga pengawas terkait. VI. Ketentuan Penutup Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka : 1. Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/1/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/19/DPM tanggal 6 September 2007; dan 2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/2/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Biaya Penggunaan Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku pada tanggal 23 Mei 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/21/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System </reg_title> <set_date> 23 Mei 2008 </set_date> <effective_date> 23 Mei 2008 </effective_date> <replaced_reg> '6/2/DPM|SE-BI/2004', '9/19/DPM|SE-BI/2007', '6/1/DPM|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '10/2/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No.17/13/DPSP Jakarta, 5 Juni 2015 SURAT EDARAN Perihal : Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5704), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal oleh Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal adalah kegiatan dalam rangka memproses perhitungan hak dan kewajiban antar Peserta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang setelmennya dilakukan pada waktu tertentu. 2. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SKNBI adalah infrastruktur yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal untuk memproses Data Keuangan Elektronik pada Layanan Transfer Dana, Layanan Kliring Warkat Debit, Layanan Pembayaran Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler. 3. Penyelenggara SKNBI yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah Bank Indonesia. 4. Peserta SKNBI yang selanjutnya disebut Peserta adalah pihak yang telah memenuhi persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara sebagai Peserta. 5. Layanan Transfer Dana adalah layanan dalam SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) pengirim kepada 1 (satu) penerima. 6. Layanan … 2 6. Layanan Kliring Warkat Debit adalah layanan dalam SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana yang dilakukan antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada 1 (satu) penerima tagihan, disertai dengan fisik Warkat Debit. 7. Layanan Pembayaran Reguler adalah layanan dalam SKNBI yang memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) atau beberapa pengirim kepada 1 (satu) atau beberapa penerima. 8. Layanan Penagihan Reguler adalah layanan dalam SKNBI yang memproses penagihan sejumlah dana antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada beberapa penerima tagihan. 9. Data Keuangan Elektronik yang selanjutnya disingkat DKE adalah data keuangan dalam format elektronik yang digunakan sebagai dasar perhitungan dalam penyelenggaraan SKNBI. 10. DKE Transfer Dana adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah transfer dana dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam Layanan Transfer Dana. 11. DKE Warkat Debit adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah transfer debit dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam Layanan Kliring Warkat Debit. 12. DKE Pembayaran adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah transfer dana dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam Layanan Pembayaran Reguler. 13. DKE Penagihan adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah transfer debit dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam Layanan Penagihan Reguler. 14. Warkat Debit adalah alat pembayaran nontunai yang diperhitungkan atas beban nasabah atau Bank melalui Layanan Kliring Warkat Debit. 15. Kliring Penyerahan adalah kegiatan untuk memperhitungkan DKE Warkat Debit yang disampaikan oleh Peserta pengirim kepada Peserta penerima melalui Penyelenggara. 16. Kliring Pengembalian adalah kegiatan untuk memperhitungkan DKE Warkat Debit yang diperhitungkan dalam Kliring Penyerahan namun ditolak oleh Peserta penerima berdasarkan alasan-alasan… 3 alasan-alasan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 17. Penyerahan Tagihan adalah kegiatan untuk memperhitungkan DKE Penagihan yang disampaikan oleh Peserta pengirim kepada Peserta penerima melalui Penyelenggara. 18. Pengembalian Tagihan adalah kegiatan untuk memperhitungkan DKE Penagihan yang diperhitungkan dalam Penyerahan Tagihan namun ditolak oleh Peserta penerima berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 19. Peserta Langsung Utama yang selanjutnya disingkat PLU adalah Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara langsung dengan menggunakan infrastruktur SKNBI dan Setelmen Dana dilakukan ke Rekening Setelmen Dana Peserta yang bersangkutan. 20. Peserta Langsung Afiliasi yang selanjutnya disingkat PLA adalah Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara langsung dengan menggunakan infrastruktur SKNBI dan pelaksanaan Setelmen Dana dilakukan melalui Bank Pembayar. 21. Peserta Tidak Langsung yang selanjutnya disingkat PTL adalah Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara dan pelaksanaan Setelmen Dana dilakukan melalui Bank Penerus. 22. Bank Pembayar adalah Bank sebagai PLU yang ditunjuk oleh PLA dalam rangka Setelmen Dana, penyediaan Prefund, dan/atau pembayaran kewajiban lainnya dalam penyelenggaraan SKNBI. 23. Bank Penerus adalah Bank sebagai PLU yang memenuhi persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara untuk melaksanakan pengiriman DKE, penyediaan Prefund, Setelmen Dana, dan/atau pembayaran kewajiban lainnya untuk kepentingan PTL. 24. Rekening Setelmen Dana adalah rekening Peserta dalam mata uang Rupiah yang ditatausahakan di Bank Indonesia. 25. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebitan dan pengkreditan Rekening Setelmen Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang dilakukan berdasarkan perhitungan hak… 4 hak dan kewajiban masing-masing Peserta yang timbul dalam penyelenggaraan SKNBI. 26. Prefund adalah dana yang disediakan oleh Peserta untuk memenuhi kewajiban dalam penyelenggaraan SKNBI. 27. Prefund Kredit adalah Prefund yang disediakan untuk Layanan Transfer Dana dan Layanan Pembayaran Reguler. 28. Prefund Debit adalah Prefund yang disediakan untuk Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler. 29. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk kantor cabang dari bank di luar negeri dan Bank Umum Syariah termasuk Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 30. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank adalah badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan bank yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk menyelenggarakan kegiatan transfer dana. 31. Sistem Sentral Kliring yang selanjutnya disingkat SSK adalah infrastruktur SKNBI di Penyelenggara yang digunakan dalam penyelenggaraan SKNBI. 32. Sistem Peserta Kliring yang selanjutnya disingkat SPK adalah infrastruktur SKNBI di Peserta yang terhubung dengan SSK, yang digunakan oleh Peserta dalam penyelenggaraan SKNBI. 33. Jaringan Komunikasi Data yang selanjutnya disingkat JKD adalah infrastruktur komunikasi data yang digunakan dalam penyelenggaraan SKNBI yang menghubungkan SSK dengan SPK. 34. Soft Token adalah sertifikat dalam bentuk file terproteksi yang memuat identitas pemilik sertifikat, kunci enkripsi untuk melakukan verifikasi tanda tangan digital pemilik, dan periode sertifikat yang dihasilkan oleh infrastruktur kunci publik Bank Indonesia. 35. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan… 5 digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual. 36. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia, penatausahaan surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah, penatausahaan transaksi pasar keuangan, dan penatausahaan surat berharga dalam rangka fasilitas likuiditas intrahari, yang dilakukan secara elektronik. 37. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, aplikasi, maupun sarana pendukung yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan SKNBI. 38. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kekuasaan Penyelenggara dan/atau Peserta yang menyebabkan kegiatan operasional SKNBI tidak dapat diselenggarakan yang diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada kebakaran, kerusuhan massa, sabotase, dan bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak penguasa atau pejabat setempat yang berwenang, termasuk Bank Indonesia. 39. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas yang disediakan oleh Penyelenggara di lokasi Penyelenggara dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN) yang dapat digunakan oleh Peserta apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di lokasi kantor Peserta. 40. Wilayah Kliring adalah suatu wilayah yang telah disetujui oleh Penyelenggara untuk melaksanakan kegiatan pertukaran Warkat Debit. 41. Wilayah Kliring Otomasi adalah Wilayah Kliring yang melaksanakan kegiatan pertukaran Warkat Debit secara otomasi. 42. Wilayah Kliring Manual adalah Wilayah Kliring yang melaksanakan kegiatan pertukaran Warkat Debit secara manual… 6 manual. 43. Koordinator Pertukaran Warkat Debit yang selanjutnya disebut Koordinator PWD adalah kantor Bank Indonesia yang melaksanakan pertukaran Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring. 44. Koordinator Pertukaran Warkat Debit Selain Bank Indonesia yang selanjutnya disebut Koordinator PWD Selain BI adalah pihak selain Bank Indonesia yang telah memenuhi persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara atau KPwDN untuk melaksanakan pertukaran Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring. 45. Perwakilan Peserta adalah kantor Peserta di suatu Wilayah Kliring yang ditunjuk sebagai wakil Peserta untuk melaksanakan pertukaran Warkat Debit yang dikliringkan di Wilayah Kliring tersebut. II. PENYELENGGARA A. Organisasi Penyelenggara 1. Penyelenggara adalah Bank Indonesia c.q. Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP). 2. Kegiatan korespondensi terkait penyelenggaraan SKNBI ditujukan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kegiatan terkait kepesertaan dan operasional penyelenggaraan SKNBI ditujukan ke alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Divisi Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 b. Kegiatan korespondensi terkait pemantauan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan dan prosedur dalam penyelenggaraan SKNBI ditujukan ke alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Divisi… 7 Divisi Kepatuhan Peserta, Informasi Sistem Pembayaran Bank Indonesia dan Manajemen Intern Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 3. Penyelenggara menyediakan helpdesk untuk menangani permasalahan operasional SKNBI yang dihadapi oleh Peserta dengan nomor sebagai berikut: a. b. telepon : 021 29818888 faksimile : 021 2311902 4. Dalam hal terdapat perubahan nama departemen, divisi, dan/atau alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan/atau perubahan nomor telepon dan/atau faksimile sebagaimana dimaksud dalam angka 3 maka Penyelenggara memberitahukan perubahan tersebut melalui surat dan/atau sarana lainnya. B. Tugas Penyelenggara Dalam rangka penyelenggaraan SKNBI, Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. menetapkan ketentuan dan prosedur penyelenggaraan SKNBI; 2. menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan SKNBI sebagai berikut: a. perangkat keras (hardware) dan aplikasi SSK (software); b. aplikasi SPK dan perubahannya serta buku pedoman penggunaan aplikasi SPK yang disampaikan melalui surat dan/atau sarana lain; c. JKD utama yang menghubungkan SPK dengan SSK; d. Fasilitas Guest Bank; dan e. sarana dan prasarana pendukung lainnya; 3. melaksanakan kegiatan operasional SKNBI sesuai waktu yang telah ditetapkan; 4. melakukan upaya untuk menjamin keandalan, ketersediaan, dan keamanan penyelenggaraan SKNBI, antara… 8 antara lain sebagai berikut: a. melakukan pengelolaan dan pengoperasian SSK; b. menyediakan helpdesk untuk menangani masalah sebagai berikut: 1) operasional penyelenggaraan SKNBI; dan/atau 2) JKD; c. memberikan layanan yang berkaitan dengan kepesertaan dalam penyelenggaraan SKNBI; d. menetapkan jadwal penyelenggaraan SKNBI; e. memiliki standar layanan minimum penyelenggaraan SKNBI antara lain standar layanan waktu terkait kepesertaan dan standar layanan dalam penyelenggaraan SKNBI; f. menetapkan dan memberlakukan ketentuan dan prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; g. memberikan pelatihan kepada calon Peserta dan pelatihan secara berkala kepada Peserta; dan h. menetapkan status kepesertaan Peserta; 5. melakukan pemantauan kepatuhan Peserta dan Koordinator PWD Selain BI terhadap ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal; 6. menetapkan dan mengenakan sanksi administratif kepada Peserta; 7. menetapkan batas nilai nominal transaksi yang dapat diperhitungkan dalam penyelenggaraan SKNBI; dan 8. menetapkan jenis dan besarnya biaya dalam penyelenggaraan SKNBI, termasuk batas biaya paling banyak yang dikenakan Peserta kepada nasabah. III. KEPESERTAAN A. Prinsip Umum 1. Pihak yang dapat menjadi Peserta yaitu: a. Bank Indonesia; b. Bank; dan c. Penyelenggara… 9 c. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank. 2. Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b merupakan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional sekaligus melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk unit usaha syariah maka kepesertaan dalam penyelenggaraan SKNBI untuk kegiatan usaha secara konvensional harus terpisah dari kepesertaan untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 3. Jenis kepesertaan dalam SKNBI terdiri atas: a. PLU; b. PLA; atau c. PTL. 4. Berdasarkan jenis kepesertaan, pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1, diatur sebagai berikut: a. Bank Indonesia hanya dapat menjadi PLU; b. Bank hanya dapat menjadi PLU; dan c. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank hanya dapat menjadi PLA atau PTL. 5. Berdasarkan jenis layanan, keikutsertaan pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diatur sebagai berikut: a. Bank Indonesia dapat mengikuti seluruh layanan dalam penyelenggaraan SKNBI. b. Bank harus mengikuti seluruh layanan dalam penyelenggaraan SKNBI. c. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank hanya dapat mengikuti Layanan Transfer Dana dan/atau Layanan Pembayaran Reguler. 6. Keikutsertaan Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank dalam Layanan Pembayaran Reguler hanya berlaku bagi Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank yang mengelola rekening nasabah. 7. Penyelenggara berwenang untuk menetapkan ketentuan dan persyaratan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan dan… 10 dan karakteristik untuk Peserta. B. Persyaratan Menjadi Peserta Calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Persyaratan Sebagai PLU a. memiliki surat izin usaha dari lembaga yang berwenang yang masih berlaku; b. tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan; c. memiliki rekening giro di Bank Indonesia dan ditatausahakan pada Sistem BI-RTGS; d. pimpinan calon Peserta dinyatakan lulus dalam fit and proper test yang dilakukan oleh lembaga pengawas yang berwenang atau direksi telah disetujui oleh otoritas pengawas Bank; e. menyediakan infrastruktur SPK dengan spesifikasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.1; dan f. memiliki laporan hasil security audit atas sistem internal Peserta yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun terakhir, dalam hal calon Peserta akan menghubungkan sistem internal Peserta ke SSK. 2. Persyaratan Sebagai PLA a. memiliki izin untuk melakukan kegiatan transfer dana dari Bank Indonesia yang masih berlaku; b. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan; c. pengurus calon Peserta tidak pernah dihukum atas tindak pidana di bidang perbankan, keuangan, dan/atau pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; d. menyediakan layanan transfer dana kepada nasabah dan memiliki jaringan kantor yang luas di mayoritas provinsi di Indonesia; e. memiliki kinerja keuangan yang baik selama 2 (dua) tahun terakhir; f. memiliki aset paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu… 11 (satu triliun rupiah) atau modal paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) selama 1 (satu) tahun terakhir; g. pengurus calon PLA tidak tercantum dalam daftar kredit macet dan daftar hitam nasional yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang; h. menyediakan infrastruktur SPK dengan spesifikasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.1; i. memiliki laporan hasil security audit atas sistem internal Peserta yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun terakhir, dalam hal calon Peserta akan menghubungkan sistem internal Peserta ke SSK; j. menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar dalam rangka pendebitan dan/atau pengkreditan dana untuk: 1) Setelmen Dana; 2) penyediaan Prefund Kredit; 3) pembebanan biaya dalam penyelenggaraan SKNBI; dan 4) pembebanan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal; dan k. memiliki perjanjian dengan Bank Pembayar yang paling kurang memuat: 1) hak dan kewajiban calon PLA dan Bank Pembayar; 2) mekanisme penyediaan Prefund Kredit; 3) tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau penyalahgunaan informasi hasil Setelmen Dana; dan 4) mekanisme penyelesaian perselisihan. 3. Persyaratan Sebagai PTL a. memiliki izin untuk melakukan kegiatan transfer dana dari Bank Indonesia yang masih berlaku; b. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak sedang dalam… 12 dalam proses likuidasi atau kepailitan; c. pengurus calon PTL tidak pernah dihukum atas tindak pidana di bidang perbankan, keuangan, dan/atau pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; d. pengurus calon PTL tidak tercantum dalam daftar kredit macet dan daftar hitam nasional yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang; e. menunjuk 1 (satu) Bank Penerus; dan f. memiliki perjanjian dengan Bank Penerus yang paling kurang memuat: 1) hak dan kewajiban PTL dan Bank Penerus; 2) tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau penyalahgunaan data dan informasi dalam penyelenggaraan SKNBI; 3) mekanisme pelaksanaan: a) penyediaan Prefund Kredit; b) pengiriman DKE kepada Penyelenggara; dan c) batas waktu penerusan hasil Setelmen Dana dari Bank Penerus kepada PTL, baik dalam keadaan normal, Keadaan Tidak Normal, dan Keadaan Darurat pada Bank Penerus; 4) pengaturan penyelesaian perselisihan; 5) biaya penggunaan infrastruktur yang dikenakan kepada PTL; dan 6) pembebanan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. C. Prosedur untuk Memperoleh Persetujuan Menjadi Peserta Prosedur untuk memperoleh persetujuan menjadi Peserta diatur sebagai berikut: 1. Prosedur… 13 1. Prosedur menjadi PLU a. Calon PLU menyampaikan surat permohonan untuk menjadi Peserta kepada Penyelenggara dengan menggunakan format surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.2. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: 1) data Kepesertaan SKNBI sesuai dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.3; 2) Wilayah Kliring yang dipilih oleh calon PLU dalam rangka pertukaran Warkat Debit; 3) fotokopi dokumen persetujuan izin usaha dari lembaga berwenang yang masih berlaku dan telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pimpinan calon PLU; 4) fotokopi Anggaran Dasar dan perubahan terakhir yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pimpinan calon PLU, bagi calon PLU yang berkantor pusat di luar negeri; 5) fotokopi power of attorney pengajuan permohonan untuk menjadi Peserta dari kantor pusat calon PLU yang telah dilegalisasi oleh instansi yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan calon PLU, bagi calon PLU yang berkantor pusat di luar negeri; 6) surat pernyataan dari pimpinan calon PLU yang menyatakan bahwa calon PLU tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak sedang dalam proses kepailitan atau likuidasi dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.4; 7) fotokopi surat keputusan fit and proper test pengurus calon PLU yang dikeluarkan oleh lembaga pengawas atau susunan direksi sesuai kondisi… 14 kondisi terakhir yang disetujui oleh otoritas pengawas Bank; 8) surat pernyataan dari pimpinan calon PLU mengenai kesiapan infrastruktur SPK dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.5; dan 9) laporan hasil security audit atas sistem internal calon PLU yang dilakukan oleh auditor internal atau auditor independen, dalam hal sistem internal calon PLU akan dihubungkan ke SSK. Dalam hal security audit dilakukan oleh auditor internal, laporan hasil security audit dilengkapi dengan surat pernyataan dari pimpinan calon PLU yang menyatakan bahwa security audit dilaksanakan secara independen. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pimpinan calon PLU atau pihak yang berwenang bertindak untuk dan atas nama calon PLU dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. d. Bagi calon PLU yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. e. Dalam hal calon PLU telah menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir b.3), butir b.4), butir b.5), dan butir b.7) kepada Bank Indonesia terkait kepesertaan Sistem BI-RTGS atau BI-SSSS maka calon PLU dapat tidak menyampaikan dokumen dimaksud. f. Dalam hal diperlukan, calon PLU wajib memperlihatkan asli dari dokumen sebagaimana dimaksud… 15 dimaksud dalam butir b.3), butir b.4), butir b.5), dan butir b.7) kepada Penyelenggara. g. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan lokasi kantor calon PLU untuk memastikan, antara lain kesesuaian informasi dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan infrastruktur SPK. h. Penyelenggara memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan calon PLU sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen diterima secara lengkap oleh Penyelenggara, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dalam hal permohonan calon PLU disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan sebagai PLU yang memuat antara lain hal-hal sebagai berikut: a) nama dan kode peserta; b) kewajiban mengikuti kegiatan pelatihan; c) kegiatan instalasi SPK yang meliputi penyampaian aplikasi SPK, buku petunjuk instalasi SPK, dan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK; dan d) kewajiban PLU untuk memenuhi kelengkapan dokumen administrasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional. 2) Dalam hal permohonan calon PLU tidak disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan penolakan yang disertai keterangan mengenai alasan penolakan. i. Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam butir h.1)d) meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Surat permohonan dari pimpinan PLU untuk mendapatkan Soft Token. 2) Surat… 16 2) Surat kuasa dari pimpinan PLU kepada pejabat atau petugas di kantor pusat atau kantor cabang PLU yang berkantor pusat di luar negeri, terkait kepesertaan dan operasional dalam penyelenggaraan SKNBI dengan ketentuan sebagai berikut: a) Surat kuasa dibuat dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.6. b) Surat kuasa dibuat untuk melakukan kegiatan sebagai berikut: (1) penandatanganan surat menyurat, laporan, dan/atau dokumen lain, baik dokumen tertulis maupun dokumen elektronik, yang terkait dengan kepesertaan dan operasional dalam penyelenggaraan SKNBI; dan/atau (2) penyerahan certificate signing request dan pengambilan Soft Token. c) Jumlah pejabat atau petugas penerima kuasa paling banyak 5 (lima) orang untuk setiap PLU untuk masing-masing kantor Bank Indonesia yang mewilayahi. d) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dapat dibuat dalam 1 (satu) atau lebih surat kuasa disesuaikan dengan kebutuhan PLU. e) Surat kuasa disertai dengan fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari penerima kuasa antara lain: (1) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI); atau (2) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan surat izin kerja dari… 17 dari instansi berwenang bagi Warga Negara Asing (WNA). Fotokopi identitas diri harus ditandatangani oleh penerima kuasa. Dalam hal PLU adalah kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri maka surat kuasa terkait kepesertaan dan operasional SKNBI dapat diberikan oleh pimpinan kantor cabang Bank yang berkedudukan di luar negeri. 3) Surat permohonan dari pimpinan PLU untuk membuat spesimen tanda tangan bagi: a) pimpinan PLU; atau b) pejabat atau petugas penerima kuasa untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada butir 2).b), dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.7. PLU dapat menambah kewenangan pemilik spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS dengan kewenangan dalam operasional SKNBI, dengan menyampaikan surat mengenai penambahan kewenangan pejabat dimaksud kepada Penyelenggara dengan melampirkan fotokopi surat kuasa terkait dengan kewenangan operasional SKNBI. Surat pemberitahuan mengenai penambahan kewenangan tersebut menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.8. j. PLU menyampaikan seluruh dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf i kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. k. Dalam hal terdapat kekurangan dokumen administrasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional SKNBI, Penyelenggara menginformasikan kepada… 18 kepada PLU melalui surat, telepon, atau sarana lainnya. l. Berdasarkan dokumen administrasi yang disampaikan PLU sebagaimana dimaksud dalam huruf i, Penyelenggara menyampaikan surat yang menginformasikan antara lain mengenai pembuatan spesimen tanda tangan pimpinan dan pejabat atau petugas penerima kuasa pimpinan dan waktu pelatihan operasional SKNBI. m. Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam huruf l, PLU melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mengikutsertakan pejabat atau petugas yang akan menangani operasional pada PLU dalam pelatihan operasional penyelenggaraan SKNBI; 2) melakukan uji koneksi SPK dengan SSK ; dan 3) menyediakan stempel kliring dan stempel kliring dibatalkan untuk setiap kantor PLU di Wilayah Kliring yang dipilih dengan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1 n. PLU harus memenuhi dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf i, paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat persetujuan sebagai PLU dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir h.1). o. Dalam hal PLU tidak dapat melengkapi dokumen administrasi sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf n, maka: 1) persetujuan sebagai PLU yang telah dikeluarkan oleh Penyelenggara menjadi tidak berlaku; 2) Bank wajib mengembalikan aplikasi SPK, buku petunjuk instalasi SPK, dan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK kepada Penyelenggara paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak persetujuan tidak berlaku; dan 3) dalam… 19 3) dalam hal Bank tetap ingin menjadi PLU, Bank harus mengajukan permohonan baru kepada Penyelenggara untuk menjadi PLU. p. Penyelenggara memberitahukan persetujuan operasional keikutsertaan sebagai PLU dan tanggal efektif operasional sebagai PLU kepada: 1) PLU yang bersangkutan melalui surat; 2) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative message dan/atau sarana lainnya; dan 3) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah PLU melengkapi dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf i. 2. Prosedur menjadi PLA a. Calon PLA menyampaikan surat permohonan untuk menjadi Peserta kepada Penyelenggara dengan menggunakan format surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.9. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: 1) data Kepesertaan SKNBI sesuai dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.3; 2) fotokopi dokumen persetujuan izin dari Bank Indonesia yang masih berlaku untuk melakukan kegiatan transfer dana yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pimpinan calon PLA; 3) fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan perubahan terakhir dan telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pimpinan calon PLA, bagi calon PLA yang berkantor pusat di luar negeri; 4) surat… 20 4) surat pernyataan dari pimpinan calon PLA yang menyatakan bahwa calon PLA tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak sedang dalam proses kepailitan atau likuidasi dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.4; 5) susunan pengurus sesuai kondisi terakhir dan surat pernyataan pimpinan calon PLA bahwa pengurus tidak pernah dihukum atas tindak pidana di bidang perbankan, keuangan, dan/atau pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; 6) rincian informasi mengenai lokasi kantor cabang calon PLA termasuk mengenai cakupan kegiatan transfer dana yang dilakukan oleh kantor cabang calon PLA; 7) laporan keuangan calon PLA posisi 2 (dua) tahun terakhir; 8) surat pernyataan dari pimpinan calon PLA yang menyatakan bahwa pengurus calon PLA tidak masuk dalam daftar kredit macet dan daftar hitam nasional; 9) surat pernyataan dari pimpinan calon PLA mengenai kesiapan infrastruktur SPK yang memuat informasi spesifikasi infrastruktur SPK sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.5; dan 10) laporan hasil security audit atas sistem internal calon PLA yang dilakukan oleh auditor internal atau auditor independen, dalam hal sistem internal calon PLA akan dihubungkan ke SSK. Dalam hal security audit dilakukan oleh auditor internal, laporan hasil security audit dilengkapi dengan surat pernyataan dari pimpinan calon PLA yang menyatakan bahwa security audit dilaksanakan … 21 dilaksanakan secara independen. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pimpinan calon PLA dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. d. Bagi calon PLA yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. e. Dalam hal diperlukan, calon PLA wajib memperlihatkan asli dari dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) dan butir b.3) kepada Penyelenggara. f. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan lokasi kantor calon PLA untuk memastikan antara lain kesesuaian informasi dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan infrastruktur SPK. g. Penyelenggara memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan calon PLA sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen diterima secara lengkap oleh Penyelenggara, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dalam hal permohonan calon PLA disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan sebagai PLA yang memuat antara lain hal-hal sebagai berikut: a) nama dan kode Peserta; b) kewajiban mengikuti kegiatan pelatihan; c) kegiatan instalasi SPK yang meliputi penyampaian aplikasi SPK, buku petunjuk instalasi… 22 instalasi SPK, dan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK; dan d) kewajiban PLA untuk memenuhi kelengkapan dokumen administrasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional. 2) Dalam hal permohonan calon PLA tidak disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan penolakan yang disertai keterangan mengenai alasan penolakan. h. Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam butir g.1)d) meliputi: 1) surat permohonan dari pimpinan PLA untuk mendapatkan Soft Token; 2) surat kuasa dari pimpinan PLA kepada pejabat atau petugas di kantor pusat PLA, terkait dengan kepesertaan dan operasional SKNBI dengan ketentuan sebagai berikut: a) Surat kuasa dibuat dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.6; b) Surat kuasa dibuat untuk melakukan kegiatan sebagai berikut: (1) penandatanganan surat menyurat, laporan, dan/atau dokumen lain, baik dokumen tertulis maupun dokumen elektronik, yang terkait dengan kepesertaan dan operasional dalam penyelenggaraan SKNBI; dan/atau (2) penyerahan certificate signing request dan pengambilan Soft Token. c) Jumlah pejabat atau petugas penerima kuasa paling banyak 5 (lima) orang untuk setiap PLA untuk masing-masing kantor Bank Indonesia yang mewilayahi. d) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf… 23 huruf a) dapat dibuat dalam 1 (satu) atau lebih surat kuasa disesuaikan dengan kebutuhan PLA. e) Surat kuasa disertai dengan fotokopi identitas diri yang masih berlaku dari penerima kuasa antara lain: (1) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI); atau (2) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan Surat Izin kerja dari instansi berwenang bagi Warga Negara Asing (WNA). Fotokopi identitas diri harus ditandatangani oleh penerima kuasa. 3) Surat permohonan dari pimpinan PLA untuk membuat spesimen tanda tangan bagi: a) pimpinan PLA; atau b) pejabat atau petugas penerima kuasa untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada butir 2).b), dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.7. 4) Surat penunjukan Bank Pembayar yang dilengkapi dengan: a) surat konfirmasi dari Bank Pembayar; dan b) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana dari Bank Pembayar kepada Penyelenggara, dengan format masing-masing sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.10, Lampiran I.11, dan Lampiran I.12. i. PLA menyampaikan seluruh dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam butir h kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam… 24 dalam butir II.A.2.a. j. Dalam hal terdapat kekurangan dokumen administrasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan operasional SKNBI, Penyelenggara menginformasikan kepada PLA melalui surat, telepon, atau sarana lainnya. k. Berdasarkan dokumen administrasi yang disampaikan PLA sebagaimana dimaksud dalam huruf h, Penyelenggara menyampaikan surat yang menginformasikan antara lain mengenai pembuatan spesimen tanda tangan pimpinan dan pejabat atau petugas penerima kuasa pimpinan dan waktu pelatihan operasional SKNBI. l. Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam huruf k, PLA melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mengikutsertakan pejabat atau petugas yang akan menangani operasional pada PLA dalam pelatihan operasional penyelenggaraan SKNBI; dan 2) melakukan uji koneksi SPK dengan SSK. m. PLA harus memenuhi dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf h, paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat persetujuan sebagai PLA dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam huruf g.1). n. Dalam hal PLA tidak dapat melengkapi dokumen administrasi sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf m maka: 1) persetujuan yang telah dikeluarkan oleh Penyelenggara menjadi tidak berlaku; 2) Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank wajib mengembalikan aplikasi SPK, buku petunjuk instalasi SPK, dan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK kepada Penyelenggara paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak persetujuan tidak berlaku; dan… 25 dan 3) dalam hal Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank tetap ingin menjadi PLA, Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank harus mengajukan permohonan baru kepada Penyelenggara untuk menjadi PLA. o. Penyelenggara memberitahukan persetujuan operasional keikutsertaan sebagai PLA dan tanggal efektif operasional sebagai PLA kepada: 1) PLA yang bersangkutan melalui surat; 2) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative message dan/atau sarana lainnya; dan 3) KPwDN yang mewilayahi PLA, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah PLA melengkapi dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf h. 3. Prosedur menjadi PTL a. Permohonan untuk menjadi calon PTL dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Penunjukan Bank Penerus a) Calon PTL menyampaikan permohonan kepada PLU yang akan ditunjuk sebagai Bank Penerus dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: (1) fotokopi dokumen persetujuan izin usaha dari lembaga berwenang yang masih berlaku untuk melakukan penyelenggaraan kegiatan transfer dana yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pimpinan calon PTL; (2) fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan perubahan terakhir dan telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh… 26 oleh pimpinan calon PTL; (3) surat pernyataan dari pimpinan calon PTL yang menyatakan bahwa calon PTL tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak sedang dalam proses kepailitan atau proses likuidasi dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.4; (4) susunan pengurus sesuai kondisi terakhir dan surat pernyataan pimpinan calon PTL bahwa pengurus tidak pernah dihukum atas tindak pidana di bidang perbankan, keuangan, dan/atau pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; dan (5) surat pernyataan dari pimpinan calon PTL yang menyatakan bahwa pengurus calon PTL tidak masuk dalam daftar kredit macet dan daftar hitam nasional. b) Setelah menerima dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a), PLU yang ditunjuk sebagai Bank Penerus melakukan verifikasi atas kelengkapan dan kebenaran dokumen. c) Berdasarkan verifikasi dokumen dan pertimbangan aspek kredibilitas, kondisi keuangan, dan kesiapan sistem calon PTL, PLU yang ditunjuk sebagai Bank Penerus dapat menyetujui atau menolak permohonan calon PTL. d) Dalam hal PLU yang ditunjuk sebagai Bank Penerus menyetujui permohonan calon PTL maka: (1) PLU melakukan hal-hal sebagai berikut: (a) membuat surat konfirmasi Bank Penerus… 27 Penerus sebagaimana Lampiran I.11; (b) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana Bank Penerus sebagaimana Lampiran I.12; (c) membuat perjanjian kerja sama dengan PTL; (d) meneruskan permohonan calon PTL menjadi PTL kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran I.13; (2) Calon PTL membuat surat penunjukan PLU untuk bertindak sebagai Bank Penerus dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.10. 2) Permohonan sebagai PTL a) PLU menyampaikan surat permohonan untuk menjadi calon PTL sebagaimana dimaksud dalam butir 1)a)(1)(d) kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a yang dilengkapi dokumen sebagai berikut: (1) surat konfirmasi Bank Penerus sebagaimana dimaksud dalam butir 1)d)(1)(a); (2) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana Bank Penerus sebagaimana dimaksud dalam butir 1)d)(1)(b); dan (3) fotokopi perjanjian antara Bank Penerus dengan calon PTL dimaksud dalam butir 1)d)(1)(c); dan (4) surat penunjukan dari calon PTL kepada PLU untuk bertindak sebagai Bank Penerus… 28 Penerus sebagaimana dimaksud dalam butir 1)d)(2). b) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia. c) Dalam hal diperlukan, Penyelenggara berwenang: (1) meminta Bank Penerus untuk memperlihatkan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir a.1)a) kepada Penyelenggara; dan/atau (2) melakukan pemeriksaan ke lokasi kantor calon PTL untuk memastikan antara lain kesesuaian informasi dalam dokumen yang disampaikan. 3) Dalam hal PLU belum memperoleh persetujuan sebagai Bank Penerus dari Penyelenggara maka permohonan untuk menjadi Bank Penerus dapat dilakukan bersamaan dengan proses permohonan sebagai PTL sebagaimana dimaksud dalam angka 2). b. Penyelenggara memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan calon PTL sebagaimana dimaksud dalam butir a.2)a), paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen diterima secara lengkap oleh Penyelenggara, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dalam hal permohonan calon PTL disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan sebagai PTL melalui Bank Penerus yang memuat antara lain hal-hal sebagai berikut: a) nama dan kode Peserta; dan b) tanggal efektif menjadi PTL. 2) Dalam… 29 2) Dalam hal permohonan calon PTL tidak disetujui, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penolakan permohonan melalui Bank Penerus disertai dengan alasan penolakan. D. Persyaratan dan Prosedur untuk Memperoleh Persetujuan Menjadi Bank Penerus 1. PLU yang akan menjadi Bank Penerus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. masuk dalam kategori Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 2, BUKU 3, dan BUKU 4 sesuai penilaian terakhir yang dilakukan oleh otoritas pengawasan Bank; b. bagi Bank yang masuk dalam kategori BUKU 2 dan BUKU 3 harus memiliki kantor cabang paling kurang di 20 (dua puluh) provinsi di Indonesia; c. memiliki teknologi informasi yang memadai yaitu paling kurang memiliki kemampuan untuk: 1) melakukan pemrosesan dan pencatatan transaksi PTL secara seketika; dan 2) menyampaikan informasi transaksi secara terenkripsi; d. memiliki unit khusus dengan didukung oleh sumber daya manusia yang memadai untuk mengkoordinir kegiatan sebagai Bank Penerus; dan e. telah menerapkan manajemen risiko dengan mengacu pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum. 2. Prosedur untuk menjadi Bank Penerus adalah sebagai berikut: a. calon Bank Penerus menyampaikan surat permohonan untuk menjadi Bank Penerus kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.14; b. surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf… 30 huruf a harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: 1) surat pernyataan dari pimpinan calon Bank Penerus yang menyatakan bahwa Bank calon Bank Penerus masuk Kategori BUKU 2, BUKU 3, atau BUKU 4; 2) surat pernyataan dari pimpinan calon Bank Penerus mengenai kesiapan teknologi informasi yang mendukung operasional sebagai Bank Penerus; 3) struktur organisasi Bank Penerus; 4) surat pernyataan dari pimpinan calon Bank Penerus yang menyatakan bahwa Bank Penerus telah menerapkan manajemen risiko; dan 5) daftar kantor cabang calon Bank Penerus di seluruh Indonesia, dalam hal calon Bank Penerus masuk kategori BUKU 2 atau BUKU 3. 3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang calon Bank Penerus yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 4. Bagi calon Bank Penerus yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 5. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan lokasi calon Bank Penerus untuk memastikan, antara lain kesesuaian informasi dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan infrastruktur. 6. Penyelenggara memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan calon Bank Penerus sebagaimana dimaksud dalam angka 3, paling lama 25 (dua puluh lima) hari… 31 hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. E. Perubahan Data Kepesertaan Ruang lingkup perubahan data kepesertaan meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Perubahan jenis kepesertaan Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank dapat melakukan perubahan jenis kepesertaan dari PTL menjadi PLA atau sebaliknya. Perubahan jenis kepesertaan dilakukan sesuai dengan persyaratan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam huruf B dan huruf C. 2. Perubahan kode Peserta Perubahan kode Peserta dapat disebabkan antara lain oleh perubahan kode Peserta Sistem BI-RTGS dan perubahan Peserta menjadi anggota Society Worldwide Interbank Fund Transfer (SWIFT). Prosedur perubahan kode Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan kode Peserta kepada Penyelenggara dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.15 dengan melampirkan dokumen pendukung yang menunjukkan adanya perubahan kode Peserta. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a.; atau 2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. c. Penyelenggara… 32 c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara mengenai: 1) persetujuan perubahan kode Peserta dan tanggal efektif perubahan kode Peserta; atau 2) penolakan perubahan kode Peserta dan alasan penolakan. d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam butir c.1), Penyelenggara memberitahukan perubahan kode Peserta kepada: 1) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya; dan 2) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya. 3. Perubahan Nama Peserta Prosedur perubahan nama Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.15. b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilengkapi dengan dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia berupa: 1) 2) 3) fotokopi surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari instansi yang berwenang; dan fotokopi surat keputusan dari otoritas yang berwenang… fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar untuk badan hukum Indonesia; 33 berwenang tentang perubahan nama Peserta dalam hal Peserta adalah Bank. Khusus bagi Bank yang berkantor pusat di luar negeri cukup menyampaikan surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam angka 3). c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat pemberitahuan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat pemberitahuan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap mengenai: 1) tanggal efektif perubahan nama Peserta atau tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen kepada Peserta; dan/atau 2) permintaan untuk menyediakan stempel kliring dan stempel kliring dibatalkan untuk setiap kantor Peserta di Wilayah Kliring yang dipilih, dengan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1. e. Penyelenggara memberitahukan perubahan nama Peserta kepada: 1) seluruh… 34 1) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya; dan 2) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile. 4. Perubahan Kegiatan Usaha Perubahan kegiatan usaha Peserta dari bank konvensional menjadi bank syariah dapat menyebabkan adanya perubahan data kepesertaan antara lain nama Peserta, kegiatan usaha Peserta, dan/atau kode Peserta. Prosedur perubahan data kepesertaan karena adanya perubahan kegiatan usaha Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.16. b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilengkapi dengan dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia berupa: 1) 2) fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar; fotokopi surat persetujuan perubahan Anggaran Dasar dari instansi yang berwenang; dan 3) fotokopi surat keputusan dari otoritas yang berwenang mengenai perubahan kegiatan usaha dari bank umum konvensional menjadi bank umum syariah. c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat… 35 1) surat pemberitahuan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan 2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat pemberitahuan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap mengenai: 1) tanggal efektif perubahan kegiatan usaha Peserta atau tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen kepada Peserta; dan/atau 2) permintaan untuk menyediakan stempel kliring dan stempel kliring dibatalkan untuk setiap kantor Peserta di Wilayah Kliring yang dipilih, dengan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1. e. Penyelenggara memberitahukan perubahan kegiatan usaha Peserta kepada: 1) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya; dan 2) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya. 5. Perubahan Alamat Kantor Peserta Prosedur perubahan alamat kantor Peserta diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.15. b. Surat… 36 b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa fotokopi surat persetujuan atau penerimaan pemberitahuan perubahan alamat kantor dari otoritas yang berwenang yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia. c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat pemberitahuan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat pemberitahuan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan yang menyatakan bahwa perubahan alamat kantor Peserta telah dicatat dalam tatausaha Penyelenggara atau tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. 6. Perubahan Pimpinan Prosedur perubahan nama, kewenangan, dan/atau jabatan pimpinan diatur sebagai berikut: a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang… 37 berwenang dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.17. b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilengkapi dengan dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia berupa: 1) fotokopi perubahan Anggaran Dasar mengenai pengangkatan pimpinan, bagi Peserta yang berbadan hukum Indonesia; 2) fotokopi bukti identitas diri pimpinan yang masih berlaku, berupa: a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin Mengemudi (SIM) atau paspor, bagi Warga Negara Indonesia (WNI); atau b) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan surat izin kerja dari otoritas berwenang, bagi Warga Negara Asing (WNA). Fotokopi bukti identitas diri ditandatangani oleh pimpinan yang bersangkutan; 3) bagi pimpinan baru Peserta, selain memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2), harus melengkapi persyaratan dokumen pendukung berupa: a) fotokopi surat dari otoritas yang berwenang mengenai susunan pimpinan Peserta yang tercatat pada tata usaha otoritas yang berwenang; b) keputusan fit and proper test, khusus bagi pimpinan Peserta berupa Bank; dan c) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari pimpinan kantor pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri kepada pimpinan … 38 pimpinan kantor cabang berikut terjemahannya dalam Bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah tersumpah; dan d) fotokopi struktur organisasi yang masih berlaku, bagi kantor cabang dari Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri. 4) Dalam hal terdapat perubahan kewenangan dan/atau jabatan pimpinan Peserta yang telah tercatat pada tata usaha di Bank Indonesia, surat pemberitahuan dilengkapi dengan surat pernyataan bahwa spesimen tanda tangan pimpinan tetap berlaku, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.18. c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat pemberitahuan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat pemberitahuan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Dalam hal terdapat pimpinan baru, yang bersangkutan harus membuat spesimen tanda tangan di hadapan pejabat Penyelenggara setelah surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap. e. Dalam hal Peserta yang mengajukan permohonan perubahan pimpinan merupakan peserta Sistem BI-RTGS dan pimpinan baru telah memiliki spesimen tanda… 39 tanda tangan di Sistem BI-RTGS maka Peserta dapat meminta penambahan kewenangan operasional SKNBI bagi pimpinan pemilik spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.17. f. Spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam huruf d berlaku efektif 5 (lima) hari kerja sejak pembuatan spesimen tanda tangan. g. Dalam kondisi tertentu, Peserta dapat menyampaikan surat permohonan agar spesimen tanda tangan berlaku efektif lebih cepat dari waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf f. h. Spesimen tanda tangan bagi pimpinan yang sudah dicabut kewenangannya terkait dengan kepesertaan dalam SKNBI dinyatakan tidak berlaku terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan perubahan kewenangan pimpinan diterima oleh Penyelenggara. 7. Perubahan Bank Pembayar Prosedur perubahan Bank Pembayar diatur sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan Bank Pembayar kepada Penyelenggara dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.19.a. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dilengkapi dokumen pendukung sebagai berikut: 1) surat penunjukan Bank Pembayar dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.10; 2) surat konfirmasi Bank Pembayar dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.11; dan 3) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana Bank… 40 Bank Pembayar dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.12. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat permohonan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap mengenai: 1) persetujuan perubahan Bank Pembayar beserta tanggal efektif perubahan Bank Pembayar; atau 2) penolakan perubahan Bank Pembayar beserta alasan penolakan. e. Bank Pembayar yang lama wajib tetap menjalankan fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal penggantian Bank Pembayar baru berlaku efektif sebagaimana dimaksud dalam butir d.1). 8. Perubahan Bank Penerus Prosedur perubahan data Bank Penerus diatur sebagai berikut: a. Bank Penerus pengganti mengajukan surat permohonan kepada Penyelenggara dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.19.b. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang dari Bank Penerus pengganti yang telah… 41 telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dengan dilengkapi dokumen pendukung sebagai berikut: 1) surat penunjukan Bank Penerus dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.10; 2) surat konfirmasi Bank Penerus dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.11; 3) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.12; dan 4) fotokopi perjanjian kerjasama antara PTL dengan Bank Penerus pengganti. c. Dalam hal PLU yang ditunjuk sebagai Bank Penerus pengganti belum memperoleh persetujuan sebagai Bank Penerus dari Penyelenggara maka permohonan sebagai Bank Penerus pengganti dapat dilakukan bersamaan dengan pengajuan sebagai Bank Penerus sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf D. d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) surat permohonan disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan 2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. e. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan… 42 dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara lengkap mengenai: 1) persetujuan Bank Penerus pengganti beserta tanggal efektif Bank Penerus pengganti; atau 2) penolakan Bank Penerus pengganti beserta alasan penolakan. f. Bank Penerus yang lama wajib tetap menjalankan fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal Bank Penerus pengganti berlaku efektif sebagaimana dimaksud dalam butir e.1). 9. Perubahan Kuasa Perubahan kuasa dilakukan dalam rangka penambahan, pergantian, pencabutan kuasa, dan/atau perubahan wewenang dari pejabat dan/atau petugas penerima kuasa. Ketentuan dan prosedur perubahan kuasa diatur sebagai berikut: a. Dalam hal perubahan kuasa terjadi karena penambahan dan/atau penggantian kuasa dari pejabat dan/atau petugas, Peserta menyampaikan surat pemberitahuan perubahan kuasa dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.20 dan permintaan pembuatan spesimen tanda tangan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.7, yang disertai surat kuasa baru dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1.i.2)b) dan butir C.2.h.2)b). Penambahan dan/atau penggantian kuasa tersebut berlaku efektif paling lama 5 (lima) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap dan spesimen tanda tangan telah dipenuhi kelengkapannya. b. Dalam hal perubahan kuasa terjadi karena pencabutan seluruh atau sebagian kuasa kepada pejabat penerima kuasa dan/atau petugas penerima kuasa… 43 kuasa, Peserta menyampaikan surat pernyataan pencabutan seluruh atau sebagian kuasa yang ditandatangani oleh pimpinan atau pemberi kuasa dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.21, yang disertai dengan surat kuasa baru dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1.i.2)b) dan butir C.2.h.2)b). Pencabutan seluruh atau sebagian kuasa tersebut berlaku efektif terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. c. Dalam hal terjadi perubahan kewenangan dalam surat kuasa yang diberikan kepada pejabat penerima kuasa atau petugas, Peserta harus menyampaikan surat pemberitahuan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.17, yang disertai surat kuasa baru dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1.i.2)b) dan butir C.2.h.2)b). d. Surat pemberitahuan perubahan surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c disampaikan kepada: 1) Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud pada butir II.A.2.a untuk pejabat penerima kuasa yang berada di wilayah kerja KPBI; dan 2) KPwDN yang mewilayahi untuk pejabat penerima kuasa yang berada di luar wilayah kerja KPBI. e. Dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan kewenangan pejabat atau petugas penerima kuasa kepada Penyelenggara maka data yang telah ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih berlaku. 10. Perubahan Keikutsertaan Peserta dalam Layanan Kliring Warkat Debit di Wilayah Kliring Dalam… 44 Dalam hal Peserta menambah atau menghentikan keikutsertaannya dalam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan penambahan atau penghentian keikutsertaannya di suatu Wilayah Kliring kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.22. c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima oleh Penyelenggara mengenai: 1) persetujuan dan tanggal efektif penambahan atau penghentian keikutsertaan Peserta di Wilayah Kliring dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi; dan 2) penolakan penambahan atau penghentian keikutsertaan Peserta di Wilayah Kliring dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan perubahan sebagaimana dimaksud dalam butir c.1), Penyelenggara memberitahukan penambahan atau penghentian keikutsertaan Peserta di Wilayah Kliring kepada: 1) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya; dan 2) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana… 45 sarana lainnya. Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 9 yang perlu disampaikan dalam SKNBI sama dengan dokumen pendukung yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia sebagai penyelenggara Sistem BI-RTGS maka Penyelenggara menggunakan dokumen pendukung yang disampaikan Peserta kepada Bank Indonesia sebagai penyelenggara Sistem BI-RTGS. Dalam hal terdapat perbedaan antara tanda tangan pada dokumen pendukung untuk perubahan data kepesertaan dengan spesimen tanda tangan pejabat atau petugas penerima kuasa yang ditatausahakan di Peserta maka Peserta harus menyampaikan surat pernyataan mengenai perbedaan tanda tangan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.23. F. Status Kepesertaan dan Perubahannya 1. Status Kepesertaan Dalam penyelenggaraan SKNBI, berlaku 4 (empat) jenis status kepesertaan yaitu: a. Aktif Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh fungsi dalam SKNBI sesuai jenis kepesertaan yang bersangkutan. b. Ditangguhkan Peserta dengan status ditangguhkan dapat melakukan berbagai fungsi kegiatan dalam SKNBI, namun kegiatannya dibatasi sebagai berikut: 1) untuk Layanan Kliring Transfer Dana, Peserta tidak dapat mengirim DKE Transfer Dana; 2) untuk Layanan Kliring Warkat Debit, Peserta tidak dapat mengirimkan dan menerima DKE Warkat Debit; 3) untuk Layanan Pembayaran Reguler, Peserta tidak dapat mengirim DKE Pembayaran; dan/atau … 46 dan/atau 4) untuk Layanan Penagihan Reguler, Peserta tidak dapat mengirim dan menerima DKE Penagihan. c. Dibekukan Peserta dengan status dibekukan tidak dapat melakukan seluruh kegiatannya dalam layanan SKNBI namun tetap memiliki hak akses terhadap informasi terkait SKNBI. d. Ditutup Peserta dengan status ditutup dihentikan secara tetap kepesertaannya dalam SKNBI dan tidak dapat diaktifkan kembali sebagai Peserta. 2. Perubahan Status Kepesertaan a. Ketentuan perubahan status kepesertaan diatur sebagai berikut: 1) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan dari: a) aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya; b) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya; c) ditangguhkan menjadi dibekukan atau sebaliknya; d) aktif menjadi ditutup; e) ditangguhkan menjadi ditutup; atau f) dibekukan menjadi ditutup. 2) Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), disebabkan hal-hal sebagai berikut: a) dilakukan dalam rangka pengenaan sanksi oleh Penyelenggara; b) dilakukan karena adanya perubahan status kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS; c) dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari pihak yang berwenang melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta, antara lain Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas… 47 pengawas makroprudensial dan sistem pembayaran serta Otoritas Jasa Keuangan sebagai otoritas pengawas mikroprudensial; dan/atau d) dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari Peserta yang bersangkutan. 3) Perubahan status kepesertaan dalam rangka pengenaan sanksi oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir 2)a) dapat berupa: a) aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya; b) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya; c) ditangguhkan menjadi dibekukan atau sebaliknya; d) aktif menjadi ditutup; e) ditangguhkan menjadi ditutup; atau f) dibekukan menjadi ditutup. 4) Perubahan status kepesertaan karena adanya perubahan status kepesertaan dalam Sistem BI- RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir 2)b) dapat berupa: a) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya; b) aktif menjadi ditutup; atau c) dibekukan menjadi ditutup. 5) Perubahan status kepesertaan atas permintaan pihak yang berwenang melakukan pengawasan kegiatan Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 2)c) dapat berupa: a) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya; atau b) aktif menjadi ditutup. 6) Perubahan status kepesertaan atas permintaan dari Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 2)d), hanya berupa perubahan status kepesertaan dari aktif menjadi ditutup. 7) Dalam… 48 7) Dalam hal dilakukan perubahan status kepesertaan menjadi ditutup, Peserta harus menyelesaikan seluruh kewajiban dalam penyelenggaraan SKNBI. 8) Dalam hal perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) terjadi pada PLU yang berfungsi sebagai Bank Pembayar dan/atau Bank Penerus, maka: a) PLA harus menunjuk PLU lainnya sebagai Bank Pembayar pengganti; dan b) PTL harus menunjuk PLU lainnya sebagai Bank Penerus pengganti. 9) Penunjukan Bank Pembayar dan Bank Penerus sebagaimana dimaksud dalam angka 8) mengacu pada ketentuan dalam butir E.7 dan butir E.8. b. Prosedur perubahan status kepesertaan diatur sebagai berikut: 1) Perubahan status kepesertaan karena pengenaan sanksi oleh Penyelenggara a) Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dapat dilakukan oleh Penyelenggara berdasarkan hasil pemantauan kepatuhan Peserta terhadap ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. b) Penyelenggara dapat mengubah kembali status kepesertaan dari ditangguhkan menjadi aktif, dibekukan menjadi aktif, atau dibekukan menjadi ditangguhkan, setelah melakukan evaluasi atas pemantauan kepatuhan Peserta yang bersangkutan. c) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan: (1) pada… 49 (1) pada jam layanan SKNBI; atau (2) berdasarkan tanggal efektif perubahan status yang ditetapkan oleh Penyelenggara dan diberitahukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelumnya. d) Penyelenggara menginformasikan perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam huruf c) kepada: (1) Peserta yang bersangkutan melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile; (2) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya; (3) pihak yang berwenang melakukan pengawasan kegiatan Peserta melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile; dan (4) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya. 2) Perubahan status kepesertaan dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. a) Penyelenggara dapat menetapkan perubahan status kepesertaan di SKNBI berdasarkan perubahan status kepesertaan di Sistem BI- RTGS. b) Penyelenggara memberitahukan perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) kepada: (1) Peserta yang bersangkutan melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile; (2) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya; (3) pihak yang berwenang melakukan pengawasan kegiatan Peserta melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului… 50 didahului dengan faksimile; dan (4) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya. 3) Perubahan status kepesertaan atas permintaan pihak yang berwenang melakukan pengawasan kegiatan Peserta. a) Pihak yang berwenang melakukan pengawasan kegiatan Peserta dapat menyampaikan permintaan tertulis untuk mengubah status kepesertaan di SKNBI kepada Penyelenggara. b) Surat permintaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) memuat antara lain hal-hal sebagai berikut: (1) nama Peserta dan perubahan status kepesertaan yang diminta; (2) alasan perubahan status kepesertaan; dan (3) tanggal efektif perubahan status kepesertaan. c) Surat permintaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. d) Surat permintaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disertai dengan dokumen pendukung yang menjadi dasar penetapan perubahan status Peserta. e) Dalam hal permintaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disetujui, Penyelenggara memberitahukan perubahan status kepesertaan kepada: (1) pihak yang berwenang yang meminta perubahan status kepesertaan dalam SKNBI… 51 SKNBI melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile; (2) Peserta yang bersangkutan melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile; (3) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya; dan (4) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya. 4) Perubahan status kepesertaan atas permintaan Peserta. a) Peserta mengajukan surat permohonan mengenai perubahan status kepesertaan dari aktif menjadi ditutup, dilengkapi dokumen pendukung yang mendasari perubahan status kepesertaan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.24. b) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dibuat dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Untuk pengunduran diri menjadi Peserta, surat permohonan harus memuat tanggal efektif penghentian kepesertaan dan alasan pengunduran diri. (2) Untuk self liquidation, surat permohonan harus memuat penghentian kepesertaan. (3) Untuk penggabungan usaha, surat permohonan harus memuat: (a) tanggal operasional penggabungan usaha yaitu tanggal efektif pengalihan hak dan kewajiban Peserta… tanggal efektif 52 Peserta penggabungan usaha lainnya kepada Rekening Setelmen Dana Peserta yang dipertahankan; (b) nama dan kode Peserta yang masih dipertahankan sebagai Peserta; dan (c) daftar Wilayah Kliring yang dipertahankan. (4) untuk peleburan usaha, surat permohonan harus memuat: (a) tanggal operasional peleburan usaha yaitu tanggal efektif pengalihan hak dan kewajiban Peserta peleburan usaha lainnya kepada Rekening Setelmen Dana Peserta baru hasil peleburan usaha; (b) nama dan kode Peserta peleburan usaha serta nama dan kode Peserta hasil peleburan usaha; dan (c) daftar Wilayah Kliring yang dipertahankan. (5) untuk pemisahan usaha, surat permohonan harus dilengkapi dengan informasi terkait permohonan untuk menjadi Peserta dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf B dan huruf C. c) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a) ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang dan disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. d) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) yang telah disetujui oleh… 53 oleh Penyelenggara, selanjutnya Penyelenggara memberitahukan kepada: 1) Peserta yang bersangkutan melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile mengenai perubahan status kepesertaan dan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka perubahan status kepesertaan. 2) seluruh Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara; 3) pihak yang berwenang melakukan pengawasan kegiatan Peserta melalui surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimili; dan 4) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya. 3. Dampak Perubahan Status Kepesertaan dalam Operasional SKNBI Dalam hal terdapat perubahan status kepesertaan dari aktif menjadi ditangguhkan atau ditangguhkan menjadi dibekukan, yang dilakukan pada jam operasional, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Untuk Layanan Transfer Dana dan/atau Layanan Pembayaran Reguler 1) DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran yang telah diterima sebelum perubahan status Peserta, tetap diteruskan dan diperhitungkan sepanjang didukung dengan dana yang cukup. 2) Dalam hal dana yang dimiliki Peserta tidak mencukupi maka DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran tidak diperhitungkan oleh Penyelenggara (unconfirmed DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran) maka Peserta harus menyelesaikan… 54 menyelesaikan unconfirmed DKE Transfer Dana dan unconfirmed DKE Pembayaran. b. Untuk Layanan Kliring Warkat Debit dan/atau Layanan Penagihan Reguler 1) DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan yang telah diterima sebelum perubahan status Peserta, tetap diteruskan dan diperhitungkan sepanjang didukung dengan dana yang cukup. 2) Dalam hal dana yang dimiliki Peserta tidak mencukupi maka DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan tidak diperhitungkan oleh Penyelenggara (unconfirmed DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan) maka Peserta harus menyelesaikan unconfirmed DKE Warkat Debit dan unconfirmed DKE Penagihan. 3) Dalam hal DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan telah diterima oleh Penyelenggara dan telah diteruskan kepada Peserta penerima namun tidak dapat diperhitungkan oleh Penyelenggara sebagai akibat dari adanya perubahan status Peserta maka penyelesaian perhitungan DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan diselesaikan antar Peserta. c. Untuk PLU yang berfungsi sebagai Bank Penerus dan/atau Bank Pembayar maka PLU yang bersangkutan harus memberitahukan secara tertulis kepada PLA dan PTL mengenai perubahan status PLU sesegera mungkin dan menyelesaikan kewajibannya sesuai ketentuan yang berlaku. G. Tindak Lanjut Administrasi Kepesertaan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI Dalam hal terdapat Peserta baru atau perubahan data kepesertaaan yang berdampak pada administrasi kepesertaan dalam kegiatan pertukaran Warkat Debit maka Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI melakukan hal-hal sebagai… 55 sebagai berikut: 1. memberitahukan secara tertulis kepada Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring mengenai adanya Perwakilan Peserta baru atau perubahan data kepesertaaan berikut tanggal efektif yang ditetapkan oleh Penyelenggara; dan 2. menyiapkan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dengan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.2. H. Kewajiban Peserta Dalam penyelenggaraan SKNBI, Peserta wajib: 1. Menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan SKNBI. Dalam rangka menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan SKNBI, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) yang mendukung sistem kontrol internal yang baik dalam pelaksanaan operasional SKNBI, termasuk prosedur pengamanan penggunaan SKNBI di lingkungan internal Peserta, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) KPT ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di internal Peserta dan berlaku sebagai pedoman operasional SKNBI di Peserta. 2) KPT wajib dibuat paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal efektif kepesertaan di dalam penyelenggaraan SKNBI dan harus dievaluasi oleh audit internal Peserta. 3) KPT wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia, dengan mengacu pada ketentuan terkait penyelenggaraan SKNBI dan asosiasi sistem pembayaran yang telah disetujui oleh Bank Indonesia, paling kurang memuat materi sebagai berikut: a) pendahuluan; b) organisasi pengoperasian SPK; c) ketentuan dan prosedur operasional SPK; d) pengawasan… 56 d) pengawasan operasional SPK; e) penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; dan f) perlindungan konsumen. Rincian cakupan minimum materi KPT diatur dalam “Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis” sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.3. 4) Dalam hal terjadi perubahan materi terkait butir 3).b) sampai dengan butir 3).f) dan/atau perubahan ketentuan yang dikeluarkan oleh Penyelenggara dan/atau asosiasi sistem pembayaran yang telah disetujui oleh Bank Indonesia, yang berdampak pada materi KPT, Peserta harus melakukan pengkinian terhadap KPT dimaksud. 5) Pengkinian terhadap KPT sebagaimana dimaksud pada angka 4) wajib dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak terjadinya perubahan materi dan ketentuan tersebut. b. Melakukan pemeriksaan internal terhadap operasional SKNBI, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pemeriksaan internal dilakukan oleh satuan kerja pengawas internal Peserta. 2) Pemeriksaan internal terhadap kegiatan SKNBI bertujuan untuk menjamin keamanan operasional SKNBI yang dilakukan oleh Peserta. 3) Pelaksanaan pemeriksaan internal paling kurang mencakup ruang lingkup materi penilaian kepatuhan yang disampaikan oleh Penyelenggara. c. Melakukan security audit, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Security audit bertujuan untuk memastikan keamanan dan keandalan teknologi informasi internal Peserta, hubungan (interface) antara SPK dengan… 57 dengan sistem internal Peserta serta kondisi lingkungan Peserta dalam melakukan kegiatan operasional. 2) Security audit dilakukan paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun terhitung sejak menjadi Peserta atau setiap terjadi perubahan dalam sistem teknologi informasi internal Peserta yang terkait dengan SKNBI. 3) Pelaksanaan security audit dapat dilakukan oleh auditor internal Peserta maupun auditor eksternal. d. Memiliki pedoman BCP dan DRP, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pedoman BCP atau DRP memuat prosedur yang dilakukan oleh Peserta dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat atau upaya lainnya yang perlu dilakukan dalam hal sistem cadangan tidak dapat digunakan, untuk memastikan bahwa operasional SKNBI di Peserta tetap dapat dilakukan. 2) Pedoman BCP sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: a) unit kerja penanggung jawab; b) mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab terdiri dari beberapa unit; c) langkah-langkah bisnis yang dilakukan untuk menjamin kegiatan operasional SKNBI tetap berjalan; d) mekanisme pengujian prosedur BCP; e) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan f) petugas operasional (termasuk data nomor telepon yang dapat dihubungi). 3) Pedoman DRP sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut… 58 berikut: a) unit kerja penanggung jawab; b) mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab terdiri dari beberapa unit; c) prosedur penyiapan infrastruktur cadangan untuk menjamin kegiatan operasional SKNBI tetap berjalan; d) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan e) petugas operasional (termasuk data nomor telepon yang dapat dihubungi). e. Menggunakan aplikasi SPK sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. f. Menjamin SPK utama dan SPK cadangan berfungsi dengan baik. Untuk menjamin SPK utama dan SPK cadangan berfungsi dengan baik, Peserta harus melakukan hal- hal sebagai berikut: 1) Memastikan petugas yang menangani SKNBI memahami sistem dan prosedur operasional SKNBI yang telah ditetapkan baik oleh Penyelenggara maupun internal Peserta, antara lain melalui pelatihan secara reguler. 2) Mengatur dan menetapkan user dan kewenangan user yang melakukan operasional SKNBI dengan ketentuan sebagai berikut: a) pengaturan kewenangan user dengan memperhatikan rentang kendali (span of control) untuk meminimalisasi kesalahan manusia (human error) dan penyalahgunaan wewenang; b) pembuatan sampai dengan pengiriman DKE dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat kewenangan petugas; c) pengaturan petugas pengganti untuk user sesuai dengan perannya masing-masing; d) penetapan… 59 d) penetapan dan penatausahaan data user yang mengelola Soft Token sesuai ketentuan internal Peserta; dan e) memastikan keamanan penggunaan dan penyimpanan Soft Token sesuai ketentuan internal Peserta. 3) Melakukan pemeliharaan data dengan ketentuan sebagai berikut: a) Data yang disimpan dalam media elektronik harus mendapat pengamanan yang memadai dan terjaga kerahasiaannya, antara lain terlindung dari akses petugas yang tidak berhak. b) Data sebagaimana dimaksud dalam huruf a) antara lain meliputi data transaksi, aplikasi SPK yang diberikan oleh Penyelenggara, Soft Token, dan/atau ketentuan dan prosedur yang diberikan oleh Penyelenggara. c) Pencadangan data sebagaimana dimaksud dalam huruf a) ke dalam media elektronik. d) Peserta harus memastikan bahwa data yang tersimpan dalam media elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan cadangannya sebagaimana dimaksud dalam huruf c) tidak rusak antara lain dengan cara melakukan pemeliharaan atau pengecekan secara berkala. e) Seluruh data yang tersimpan dalam media elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan cadangannya sebagaimana dimaksud dalam huruf c) harus didokumentasikan dengan baik. 4) Menyediakan dan mengelola sistem cadangan untuk SKNBI di Peserta dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pemilihan… 60 a) Pemilihan jenis dan lokasi SPK cadangan serta JKD cadangan diserahkan kepada Peserta. b) Pemilihan jenis dan lokasi SPK, serta JKD cadangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dilakukan berdasarkan pertimbangan antara lain: (1) volume transaksi Peserta dan tingkat urgensi SKNBI bagi Peserta; dan (2) pengendalian internal guna memitigasi risiko operasional di Peserta. c) Penyediaan JKD cadangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) harus dilayani oleh provider yang berbeda dengan JKD utama. 5) Menjamin sistem cadangan berfungsi dengan dengan baik, antara lain dengan cara sebagai berikut: a) Peserta wajib ikut serta dalam uji coba SKNBI yang dilaksanakan oleh Penyelenggara dengan menggunakan sistem cadangan milik Peserta paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. b) Peserta melakukan uji coba koneksi sistem cadangan secara berkala dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Uji coba koneksi sistem cadangan mencakup uji coba terhadap SPK cadangan, JKD cadangan, dan/atau data cadangan. (2) Uji coba koneksi sistem cadangan sebagaimana dimaksud dalam angka (1) dapat dilakukan dengan menggunakan: (a) environment testing Penyelenggara selama jam operasional SKNBI; atau production (b) environment Penyelenggara… 61 Penyelenggara dengan jadwal yang ditetapkan oleh Penyelenggara yaitu setiap bulan pada hari Jumat minggu pertama atau minggu ketiga setelah proses akhir hari SKNBI di Penyelenggara berakhir dan pelaksanaannya dilakukan paling lama 1 (satu) jam. (3) Uji coba koneksi sistem cadangan dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: (a) Peserta menyampaikan permohonan uji coba koneksi sistem cadangan melalui fasilitas administrative message kepada Penyelenggara; dan (b) Penyelenggara memberitahukan persetujuan uji coba koneksi sistem cadangan kepada Peserta melalui sarana administrative message. c) Mengoperasikan sistem cadangan untuk kegiatan operasional SKNBI dalam kondisi normal dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Kegiatan operasional dalam kondisi normal dilakukan secara berkala, paling kurang 1 (satu) kali dalam setahun. (2) Pengoperasian sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal dapat mencakup pengoperasian SPK cadangan dan/atau JKD cadangan. (3) Tata cara penggunaan sistem cadangan untuk kegiatan operasional dalam kondisi normal adalah sebagai berikut: (a) Peserta menyampaikan permohonan melalui fasilitas administrative message kepada Penyelenggara; dan (b) Penyelenggara… 62 (b) Penyelenggara memberitahukan persetujuan penggunaan sistem cadangan pada kondisi normal kepada Peserta melalui sarana administrative message. 6) Menjamin keamanan dan keandalan dari JKD yang digunakan untuk menghubungkan SPK dengan: a) perangkat komputer Peserta yang digunakan untuk operasional SKNBI; dan b) sistem komputer internal Peserta, apabila Peserta menghubungkan SPK utama dan/atau SPK cadangan dengan sistem komputer internal Peserta, sehingga bebas dari segala kemungkinan hal-hal yang dapat merusak SKNBI termasuk tetapi tidak terbatas pada kemungkinan pemalsuan, pembobolan data elektronis (hacking), serta perusakan sistem dengan cara membanjiri sistem dengan data dan pesan pembayaran. 7) Melaporkan pengembangan aplikasi internal yang terkait dengan SKNBI kepada Penyelenggara secara tertulis dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a paling lama 1 (satu) bulan sebelum aplikasi tersebut diimplementasikan. 8) Melakukan langkah preventif yang diperlukan sehingga perangkat keras berfungsi dengan baik dan perangkat lunak aplikasi yang digunakan dalam SKNBI dan/atau dalam kaitannya dengan SKNBI bebas dari segala jenis virus. 9) Menjamin integritas database SKNBI yang ada pada SPK utama dan SPK cadangan termasuk data cadangan yang disimpan dalam bentuk compact disk (CD), tape, cartridge, flashdisk, dan/atau … 63 dan/atau media lainnya. 10) Melakukan instalasi setiap terjadi perubahan aplikasi SPK utama dan/atau SPK cadangan sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 11) Menyimpan dengan baik aplikasi SPK, termasuk setiap terdapat perubahan aplikasi SPK dan Soft Token yang diberikan oleh Penyelenggara, di tempat yang aman dan bebas dari berbagai hal- hal yang dapat merusak aplikasi SPK dan Soft Token. 2. Bertanggung Jawab atas Kebenaran DKE dan Seluruh Informasi yang Dikirim Peserta kepada Penyelenggara melalui SKNBI. Dalam rangka memastikan kebenaran DKE dan seluruh informasi yang dikirim kepada Penyelenggara, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut: a. membuat DKE dan batch sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK; dan b. mengirimkan batch DKE sesuai jadwal yang ditetapkan Penyelenggara. 3. Melaksanakan perjanjian dengan Penyelenggara apabila diperlukan dalam rangka penyelenggaraan SKNBI. 4. Menginformasikan biaya transaksi melalui SKNBI kepada nasabah secara transparan. Dalam rangka transparansi biaya transaksi melalui SKNBI kepada nasabah, Peserta mengumumkan secara tertulis mengenai biaya transaksi melalui SKNBI pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah. 5. Memberikan data dan informasi terkait penyelenggaraan SKNBI kepada Bank Indonesia. Dalam rangka pemberian data dan informasi terkait penyelenggaraan SKNBI kepada Bank Indonesia, Peserta memberikan data dan informasi yang diminta oleh Penyelenggara termasuk namun tidak terbatas pada dokumen… 64 dokumen asli dan/atau salinan dokumen yang berupa warkat dan/atau data elektronik terkait dengan pelaksanaan SKNBI. 6. Mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi sistem pembayaran yang telah disetujui oleh Bank Indonesia. 7. Mematuhi ketentuan lain terkait operasional penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. Dalam rangka memenuhi ketentuan mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal dan ketentuan terkait lainnya, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. pimpinan dan/atau pejabat yang berwenang wajib melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Peserta terhadap ketentuan lainnya yang terkait dengan operasional penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. b. Peserta menatausahakan perintah transfer dana, perintah transfer debit, hasil perhitungan SKNBI, dalam bentuk elektronik dan/atau hasil cetaknya, serta Warkat Debit sesuai dengan ketentuan pengarsipan yang berlaku di internal Peserta dan masa retensi sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen perusahaan. I. Penggunaan Soft Token dalam SKNBI 1. Prinsip Penggunaan Soft Token a. Dalam operasional SKNBI, Peserta harus memiliki Soft Token yang merupakan salah satu sarana pengamanan dalam melakukan koneksi antara SPK dengan SSK. b. Soft Token sebagaimana dimaksud dalam huruf a terdiri atas: 1) Bank Indonesia Certificate of Authentification (BI- CA); 2) sertifikat SSK; dan 3) sertifikat SPK. c. BI-CA… 65 c. BI-CA sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) dan Sertifikat SSK sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) memiliki masa aktif yang ditetapkan oleh Penyelenggara. d. Dalam hal masa aktif BI-CA dan sertifikat SSK sebagaimana dimaksud dalam huruf c berakhir, Penyelenggara akan mengganti dan menyampaikan BI-CA dan sertifikat SSK dengan yang baru paling lama 1 (satu) bulan sebelum masa aktif berakhir. e. Sertifikat SPK sebagaimana dimaksud dalam butir b.3), memiliki masa aktif paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal efektif. f. Peserta dapat mengajukan perpanjangan masa aktif sertifikat SPK dan penggantian Soft Token yang hilang, rusak, atau tidak dapat digunakan karena sebab apapun. g. Soft Token yang telah diserahkan oleh Penyelenggara kepada Peserta digunakan sesuai ketentuan internal Peserta dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta yang bersangkutan. 2. Prosedur Permohonan Penggunaan Soft Token, Penggantian Soft Token, dan Perpanjangan Masa Aktif Sertifikat SPK a. Peserta mengajukan surat permohonan kepada Penyelenggara untuk mendapatkan Soft Token, penggantian Soft Token, dan perpanjangan masa aktif sertifikat SPK, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk mendapatkan Soft Token, surat permohonan paling kurang memuat informasi sebagai berikut: a) nama Peserta; dan b) kode Peserta. 2) Untuk penggantian Soft Token, surat permohonan paling kurang memuat informasi sebagai berikut: a) nama Peserta; b) kode… 66 b) kode Peserta; dan c) alasan penggantian. 3) Untuk perpanjangan masa aktif sertifikat SPK, surat permohonan paling kurang memuat informasi sebagai berikut: a) nama Peserta; b) kode Peserta; dan c) tanggal berakhirnya sertifikat SPK. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disertai dengan file certificate signing request yang disimpan dalam compact disc. Pembuatan file certificate signing request mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.4 dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia serta disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 2) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi. 3) Bagi Peserta yang mengajukan permohonan perpanjangan masa aktif sertifikat SPK, surat permohonan disampaikan paling lama 1 (satu) bulan sebelum masa aktif Sertifikat SPK berakhir. d. Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta melalui administrative message atau sarana lainnya untuk pengambilan Soft Token, Soft Token pengganti, atau sertifikat SPK yang telah diperpanjang masa aktifnya… 67 aktifnya paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diterima secara lengkap oleh Penyelenggara. e. Peserta melakukan pengambilan Soft Token, Soft Token pengganti, atau sertifikat SPK sebagaimana dimaksud dalam huruf d dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, pengambilan dilakukan di Penyelenggara. 2) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja KPwDN, pengambilan dilakukan di KPwDN setempat. 3) Pengambilan dilakukan oleh pejabat yang berwenang yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia. f. Peserta melakukan instalasi Soft Token, Soft Token pengganti, atau sertifikat SPK yang diperoleh dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam huruf e ke server SPK yang menghasilkan certificate signing request. g. Peserta harus menginformasikan tanggal pelaksanaan instalasi Soft Token pengganti atau sertifikat SPK yang diperpanjang masa aktifnya kepada Penyelenggara. Dalam hal Peserta tidak menginformasikan tanggal instalasi tersebut maka segala risiko dan akibat yang timbul menjadi tanggung jawab sepenuhnya Peserta yang bersangkutan. 3. Penghapusan Sertifikat SPK a. Penghapusan sertifikat SPK dapat dilakukan atas dasar: 1) inisiatif Penyelenggara; atau 2) permintaan Peserta. b. Penghapusan sertifikat SPK atas dasar inisiatif Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir a.1)… 68 a.1) antara lain dilakukan dalam hal Peserta telah dihentikan kepesertaannya dalam penyelenggaraan SKNBI. c. Penghapusan sertifikat SPK atas dasar permintaan Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta mengajukan surat permohonan penghapusan sertifikat SPK kepada Penyelenggara dengan menyatakan tanggal efektif penghapusan sertifikat SPK tersebut paling lama 1 (satu) bulan sebelum tanggal efektif dimaksud. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia. 3) Surat permohonan penghapusan sertifikat SPK sebagaimana dimaksud dalam angka 1) menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.4 dan dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile. d. Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan kepada Peserta mengenai penghapusan sertifikat SPK paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah pelaksanaan penghapusan sertifikat SPK. IV. WAKTU OPERASIONAL SKNBI A. Prinsip Umum 1. Penyelenggara menetapkan waktu operasional SKNBI yang mencakup: a. hari operasional; b. jam operasional; c. jam layanan; dan d. periode waktu kegiatan. 2. Hari operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a yaitu hari yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagai hari diselenggarakannya operasional SKNBI. 3. Jam… 69 3. Jam operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b yaitu jam yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagai waktu diselenggarakannya operasional SKNBI pada setiap hari operasional. 4. Jam layanan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c yaitu jadwal yang ditetapkan oleh Penyelenggara untuk setiap layanan dalam SKNBI, misalnya jam Layanan Transfer Dana, jam Layanan Kliring Warkat Debit, jam Layanan Pembayaran Reguler, dan jam Layanan Penagihan Reguler. 5. Periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.d yaitu jangka waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara untuk melaksanakan kegiatan operasional setiap layanan dalam SKNBI, misalnya periode waktu untuk pengiriman DKE dan periode waktu untuk penyediaan Prefund. 6. Peserta wajib melakukan kegiatan operasional SKNBI sesuai dengan waktu operasional yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 7. Dalam kondisi tertentu, Keadaan Tidak Normal, dan/atau Keadaan Darurat, Peserta dapat tidak ikut serta dalam kegiatan SKNBI berdasarkan persetujuan dari Penyelenggara. 8. Prosedur permohonan Peserta yang tidak ikut dalam kegiatan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam angka 7 adalah sebagai berikut: a. Peserta mengajukan permohonan melalui surat yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia ke alamat II.A.2.a yang dapat didahului dengan faksimile atau administrative message. b. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a melalui surat yang dapat didahului administrative message atau sarana lainnya. c. Dalam hal permohonan disetujui, Penyelenggara menginformasikan… 70 menginformasikan Peserta yang tidak ikut dalam kegiatan operasional SKNBI kepada seluruh Peserta melalui administrative message. 9. Untuk permohonan tidak ikut serta dalam kegiatan SKNBI dikarenakan kondisi tertentu, permohonan diajukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelumnya. Alasan pengajuan permohonan antara lain sebagai berikut: a. kantor pusat Peserta berada dalam wilayah KPwDN tertentu yang menerapkan hari operasional sebagai libur fakultatif; dan/atau b. kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara. 10. Dalam hal KPwDN di Wilayah Kliring tertentu menerapkan hari operasional sebagai libur fakultatif maka Peserta tidak dapat melakukan pengiriman DKE Warkat Debit ke Wilayah Kliring tersebut dan kegiatan pertukaran Warkat Debit di wilayah tersebut ditiadakan. 11. Waktu operasional SKNBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat diubah sewaktu-waktu oleh Penyelenggara. B. Penetapan Waktu Operasional SKNBI 1. Operasional SKNBI dilaksanakan pada setiap hari kalender yang ditetapkan sebagai hari operasional oleh Penyelenggara. 2. Jam operasional SKNBI adalah pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB. 3. Penyelenggara menetapkan jam layanan sebagaimana dimaksud pada butir A.1.c dan periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud pada butir A.1.d yang berlaku secara nasional dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk Layanan Transfer Dana 1) Jam Layanan Transfer Dana yaitu pukul 06.30 Waktu Indonesia Barat (WIB) sampai dengan pukul 16.15 WIB. 2) Dalam Layanan Transfer Dana, Penyelenggara menetapkan periode waktu kegiatan sebagai berikut: a) penyediaan… 71 a) penyediaan Prefund Kredit; b) pengiriman DKE Transfer Dana ke SSK; c) penyediaan informasi awal; d) download confirmed incoming DKE Transfer Dana; e) Setelmen Dana; dan f) download DKE Transfer Dana outgoing, dengan rincian periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. b. Untuk Layanan Kliring Warkat Debit 1) Jam Layanan Kliring Warkat Debit ditetapkan dalam 4 (empat) zona, yaitu: a) Zona 1, mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.30 WIB; b) Zona 2, mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.30 WIB; c) Zona 3, mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.30 WIB; dan d) Zona 4 dilaksanakan dalam 2 (dua) hari kerja, yaitu: (1) hari kerja pertama mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB; dan (2) hari kerja kedua mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB, yang merupakan satu kesatuan. 2) Dalam setiap zona, Penyelenggara menetapkan periode waktu kegiatan sebagai berikut: a) pengiriman DKE Warkat Debit untuk kegiatan: (1) Kliring Penyerahan; dan (2) Kliring Pengembalian; b) proses pertukaran Warkat Debit untuk: (1) Kliring Penyerahan; dan (2) Kliring Pengembalian; c) download… 72 c) download DKE Warkat Debit incoming untuk: (1) Kliring Penyerahan; dan (2) Kliring Pengembalian; d) download DKE Warkat Debit incoming dan confirmed outgoing dalam kegiatan Kliring Penyerahan; e) penyediaan informasi awal; f) penambahan Prefund Debit; g) Setelmen Dana; dan h) download DKE Warkat Debit outgoing untuk Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian, dengan rincian periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. c. Untuk Layanan Pembayaran Reguler 1) Jam Layanan Pembayaran Reguler ditetapkan dalam 2 (dua) periode, yaitu: a) periode 1 dilaksanakan dalam 2 (dua) hari kerja, yaitu: (1) hari kerja pertama mulai pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB; dan (2) hari kerja kedua mulai pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 08.00 WIB, yang merupakan satu kesatuan. b) periode 2, mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 15.15 WIB. 2) Dalam setiap periode, Penyelenggara menetapkan periode waktu kegiatan sebagai berikut: a) penyediaan Prefund Kredit; b) pengiriman DKE Pembayaran ke SSK; c) penyediaan informasi awal; d) download DKE Pembayaran confirmed incoming; e) Setelmen Dana; dan f) download… 73 f) download DKE Pembayaran outgoing, dengan rincian periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. d. Untuk Layanan Penagihan Reguler 1) Jam Layanan Penagihan Reguler yaitu pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. 2) Dalam Layanan Penagihan Reguler, Penyelenggara menetapkan periode waktu kegiatan sebagai berikut: a) pengiriman DKE Penagihan untuk kegiatan: (1) Penyerahan Tagihan; dan (2) Pengembalian Tagihan. b) download DKE Penagihan incoming untuk: (1) Penyerahan Tagihan; dan (2) Pengembalian Tagihan. c) download DKE Penagihan incoming dan confirmed outgoing dalam kegiatan Penyerahan Tagihan. d) penyediaan informasi awal; e) penambahan Prefund Debit; f) Setelmen Dana; dan g) download DKE Penagihan outgoing untuk Penyerahan Tagihan dan Pengembalian Tagihan, dengan rincian periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. C. Perubahan Waktu Operasional SKNBI 1. Penyelenggara dapat melakukan perubahan waktu operasional SKNBI sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 berdasarkan pertimbangan antara lain sebagai berikut: a. adanya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara; b. adanya perubahan jam operasional Sistem BI-RTGS dan/atau BI-SSSS; c. adanya kepentingan Bank Indonesia dalam rangka menjaga… 74 menjaga kelancaran sistem pembayaran; d. adanya permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan dari Peserta; dan/atau e. adanya permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring dari Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI. 2. Permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan dari Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 1.d dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Permohonan dapat diajukan apabila Peserta mengalami Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang mengakibatkan adanya kebutuhan perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman DKE dan/atau penyediaan Prefund. b. Permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta mengajukan surat permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan kepada Penyelenggara yang dapat didahului dengan faksimile, administrative message, dan/atau sarana lainnya. 2) Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia yang penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile. 3) Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan kepada Peserta melalui surat yang dapat didahului dengan faksimile, administrative message, dan/atau sarana lainnya. 4) Dalam hal permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan disetujui, Penyelenggara memberitahukan… 75 memberitahukan perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman DKE dan/atau penyediaan Prefund kepada seluruh Peserta melalui administrative message dan/atau sarana lainnya. 5) Perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman DKE atas permintaan Peserta dikenakan biaya sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.6. 3. Permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI sebagaimana dimaksud dalam butir 1.e dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di suatu Wilayah Kliring yang mengakibatkan Peserta tidak dapat mengikuti jam Layanan Kliring Warkat Debit yang ditetapkan. b. Perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit yang dapat disetujui adalah sebagai berikut: 1) Untuk Wilayah Kliring yang terdaftar pada zona 1 dan zona 2, perubahan jam layanan dilakukan dengan mengacu pada jam Layanan Kliring Warkat Debit pada zona berikutnya. Sebagai contoh, apabila terjadi Keadaan Tidak Normal pada Wilayah Kliring zona 1 maka perubahan jam layanan pada zona tersebut dilakukan dengan penyesuaian jam layanan dengan mengacu pada jam layanan pada zona 2. 2) Untuk Wilayah Kliring yang terdaftar pada zona 3 dan zona 4, perubahan jam layanan dilakukan dengan perpanjangan jam Layanan Kliring Warkat Debit pada zona tersebut. c. Permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI kepada Penyelenggara dengan ketentuan… 76 ketentuan sebagai berikut: 1) Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI mengajukan surat permohonan mengenai perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit disertai dengan alasan kepada Penyelenggara, yang dapat didahului dengan faksimile atau sarana lainnya. 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 3) Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau penolakan atas permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring kepada Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI melalui surat dan/atau sarana lainnya. 4) Dalam hal permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit disetujui, Penyelenggara memberitahukan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring kepada seluruh Peserta melalui administrative message dan/atau sarana lainnya. V. PREFUND A. Jenis dan Pengelolaan Prefund 1. Jenis Prefund a. Jenis Prefund dalam SKNBI terdiri atas: 1) Prefund Kredit berupa dana tunai (cash Prefund); dan 2) Prefund Debit dapat berupa: a) dana tunai (cash Prefund); dan/atau b) surat berharga (collateral Prefund). b. Jenis surat berharga (collateral Prefund) yang dapat disediakan dalam Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam butir a.2).b) mengacu pada ketentuan… 77 ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai tata cara penggunaan fasilitas likuiditas intrahari. c. Surat berharga (collateral Prefund) sebagaimana dimaksud dalam butir a.2).b) hanya berlaku untuk PLU. 2. Pengelolaan Prefund a. Dana tunai (cash Prefund) yang disediakan oleh PLU dan PLA untuk Prefund Kredit dan Prefund Debit, ditatausahakan pada Sistem BI-RTGS dalam rekening milik Penyelenggara yang khusus menampung dana tunai (cash Prefund). Dana tunai (cash Prefund) untuk masing-masing PLU dan PLA ditatausahakan oleh Penyelenggara di SSK. b. Surat berharga (collateral Prefund) yang disediakan oleh PLU ditatausahakan pada BI-SSSS dalam rekening surat berharga masing-masing PLU yang digunakan khusus untuk menampung surat berharga (collateral Prefund) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. B. Nilai Minimum Nominal Prefund Penyelenggara menetapkan besarnya Prefund yang harus disediakan oleh masing-masing Peserta dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara tidak menetapkan nilai minimum nominal Prefund Kredit yang wajib disediakan oleh Peserta. 2. Penyelenggara menetapkan nilai minimum nominal Prefund Debit yang wajib disediakan oleh Peserta. 3. Nilai minimum nominal Prefund Debit yang wajib disediakan oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 2 ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta wajib menyediakan Prefund Debit sebelum jam Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler dimulai, dengan jumlah paling sedikit sebesar nilai nominal yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b. Nilai… 78 b. Nilai minimum nominal Prefund Debit adalah sebesar total tagihan harian terbesar Peserta dalam Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan terakhir, dengan mengecualikan data transaksi yang nilai nominalnya di luar kebiasaan (outlier). Khusus untuk bulan ke-12 (dua belas), data yang diperhitungkan adalah data transaksi sampai dengan tanggal 25. Apabila tanggal 25 pada bulan ke-12 (dua belas) jatuh pada hari libur maka data yang diperhitungkan adalah data transaksi sampai dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal 25 pada bulan yang bersangkutan. Contoh perhitungan minimum Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.7. c. Data transaksi yang nilai nominalnya di luar kebiasaan (outlier) sebagaimana dimaksud dalam huruf b merupakan nilai rata-rata total tagihan harian (incoming debit) per Peserta ditambah 3 (tiga) standar deviasi. d. Nilai minimum nominal Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf b yang wajib disediakan oleh Peserta, dapat diakses oleh Peserta melalui SPK pada tanggal 26 setiap bulannya. Apabila tanggal 26 jatuh pada hari libur maka besarnya nilai minimum nominal Prefund Debit dapat diakses oleh Peserta melalui SPK pada hari kerja berikutnya. e. Dalam hal terdapat Peserta baru dan belum memiliki data historis transaksi Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler, besarnya minimum nilai nominal Prefund Debit yang wajib disediakan oleh Peserta tersebut diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pada hari pertama keikutsertaan Peserta, nilai minimum nominal Prefund Debit yang harus disediakan adalah sebesar Rp0,00 (nol rupiah). 2) Pada… 79 2) Pada hari kerja berikutnya di bulan yang sama dengan tanggal keikutsertaan Peserta, nilai minimum nominal Prefund Debit yang harus disediakan oleh Peserta ditetapkan berdasarkan data total tagihan harian (incoming debit) terbesar Peserta pada hari kerja sebelumnya. 3) Nilai minimum nominal Prefund Debit untuk bulan berikutnya ditetapkan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf b sesuai dengan data historis yang dimiliki Peserta. Dalam hal data historis yang dimiliki oleh Peserta kurang dari 12 (dua belas) bulan maka data historis yang digunakan adalah data yang tersedia pada periode tersebut. f. Dalam hal terdapat Peserta yang melakukan penggabungan atau peleburan usaha, nilai minimum nominal Prefund Debit yang harus disediakan oleh Peserta hasil penggabungan atau peleburan usaha diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Sejak tanggal efektif penggabungan atau peleburan usaha sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan, nilai nominal Prefund Debit yang harus disediakan adalah sebesar total nilai nominal Prefund Debit dari Peserta yang melakukan penggabungan atau peleburan usaha, yang telah ditetapkan pada awal bulan ketika Peserta tersebut belum melakukan penggabungan atau peleburan usaha. 2) Nilai nominal Prefund Debit untuk bulan berikutnya ditetapkan berdasarkan total tagihan harian terbesar Peserta hasil penggabungan atau peleburan usaha untuk Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler dengan mengecualikan data transaksi yang nilai nominalnya… 80 nominalnya di luar kebiasaan (outlier), dalam bulan sebelumnya terhitung sejak tanggal efektif penggabungan atau peleburan usaha. 3) Nilai minimum nominal Prefund Debit untuk bulan berikutnya ditetapkan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) sesuai dengan data historis yang dimiliki oleh Peserta hasil penggabungan atau peleburan usaha. Dalam hal data historis yang dimiliki oleh Peserta hasil penggabungan atau peleburan usaha kurang dari 12 (dua belas) bulan maka data historis yang digunakan adalah data yang tersedia pada periode tersebut. g. Dalam hal terdapat perubahan kegiatan usaha Peserta dari konvensional menjadi syariah, nilai minimum nominal Prefund Debit yang harus disediakan oleh Peserta menggunakan data historis 12 (dua belas) bulan sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam huruf b. C. Tata Cara Penyediaan Prefund 1. Penyediaan Prefund Kredit Dalam melakukan kewajiban penyediaan Prefund Kredit, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta menyediakan Prefund Kredit sesuai periode waktu kegiatan penyediaan Prefund Kredit yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b. Dalam melakukan penyediaan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk PLU, penyediaan Prefund Kredit dilakukan oleh Peserta yang bersangkutan. 2) Untuk PLA, penyediaan Prefund Kredit dilakukan melalui Bank Pembayar. 3) Untuk PTL, penyediaan Prefund Kredit dilakukan oleh… 81 oleh Bank Penerus. c. Nilai nominal Prefund Kredit yang disediakan oleh Peserta minimal sebesar total DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran keluar (outgoing) dikurangi total DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran masuk (incoming) dari Peserta lain yang didukung oleh dana yang cukup (confirmed incoming). d. Penyediaan Prefund Kredit dalam bentuk dana tunai (cash Prefund) dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan cara melakukan transfer dana dari Rekening Setelmen Dana PLU atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar ke rekening milik Penyelenggara yang digunakan khusus untuk menampung dana tunai (cash Prefund) dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. 2. Penyediaan Prefund Debit Dalam melakukan kewajiban penyediaan nilai minimum nominal Prefund Debit, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Penyediaan Prefund Debit dalam bentuk dana tunai (cash Prefund) dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan cara melakukan transfer dana dari Rekening Setelmen Dana PLU ke rekening milik Penyelenggara yang digunakan khusus untuk menampung dana tunai (cash Prefund) dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. b. Penyediaan Prefund Debit dalam bentuk surat berharga (collateral Prefund) dilakukan melalui BI- SSSS, dengan prosedur sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan BI-SSSS. D. Tata Cara Penambahan Prefund 1. Penambahan Prefund Kredit a. Peserta wajib melakukan penambahan Prefund Kredit dalam… 82 dalam hal Prefund Kredit yang disediakan oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban Peserta dalam Layanan Transfer Dana dan/atau Layanan Pembayaran Reguler. b. Penambahan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan sesuai dengan periode waktu penambahan Prefund Kredit yang ditetapkan oleh Penyelenggara. c. Mekanisme penambahan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1. 2. Penambahan Prefund Debit a. Peserta wajib melakukan penambahan Prefund Debit dalam hal nilai minimum nominal Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam butir C.2 tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban Peserta dalam Layanan Kliring Warkat Debit dan/atau Layanan Penagihan Reguler. b. Penambahan Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan sesuai dengan periode waktu penambahan Prefund Debit sebagaimana dimaksud pada Lampiran II.5. c. Mekanisme penambahan Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf b mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf C.2. E. Pengembalian Prefund 1. Pengembalian Prefund Kredit Dalam hal setelah jam layanan pada Layanan Transfer Dana dan Layanan Pembayaran Reguler berakhir, Peserta masih memiliki saldo dana tunai (cash Prefund) yang tidak dipergunakan dalam perhitungan Layanan Transfer Dana dan/atau Layanan Pembayaran Reguler maka saldo dana tunai (cash Prefund) tersebut dikembalikan oleh Penyelenggara ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau Rekening… 83 Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. 2. Pengembalian Prefund Debit Setelah jam layanan pada Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler berakhir, Penyelenggara melakukan pengembalian dana tunai (cash Prefund) ke Rekening Setelmen Dana PLU, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dalam hal saldo dana tunai (cash Prefund) menunjukkan nilai positif, Penyelenggara mengembalikan saldo dana tunai (cash Prefund) sebesar nilai positif ke Rekening Setelmen Dana PLU. b. Dalam hal surat berharga (collateral Prefund) tidak digunakan maka: 1) Peserta dapat memindahkan kembali surat berharga (collateral Prefund) tersebut ke rekening surat berharga PLU sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan BI-SSSS. 2) Dalam hal Peserta tidak memindahkan kembali surat berharga (collateral Prefund) ke rekening surat berharga PLU maka surat berharga (collateral Prefund) tersebut akan diperhitungkan sebagai komponen Prefund Debit untuk hari kerja berikutnya. 3. Periode pengembalian Prefund Pengembalian Prefund Kredit sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan pengembalian Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan sesuai dengan periode waktu kegiatan pengembalian Prefund sebagaimana dimaksud pada Lampiran II.5. VI. LAYANAN TRANSFER DANA A. Prinsip Umum 1. Dalam hari operasional, Layanan Transfer Dana dilakukan sesuai dengan jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5… 84 II.5. 2. Jenis transfer dana yang dapat diperhitungkan dalam Layanan Transfer Dana adalah transfer dana yang berasal dari: a. perintah transfer dana dari Peserta kepada Peserta lainnya; b. perintah transfer dana dari Peserta kepada nasabah Peserta lainnya dan sebaliknya; dan c. perintah transfer dana dari nasabah Peserta kepada nasabah Peserta lainnya. 3. Transfer dana sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a merupakan transaksi selain yang telah ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. 4. Nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b dan butir 2.c dapat berupa nasabah yang memiliki rekening di Peserta maupun nasabah yang tidak memiliki rekening di Peserta. 5. Nilai nominal transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dibatasi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.8. 6. Transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diproses pada Layanan Transfer Dana dalam bentuk DKE Transfer Dana yang dihasilkan dari SPK. 7. DKE Transfer Dana yang telah diterima oleh Penyelenggara tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta. 8. Perhitungan Layanan Transfer Dana dilakukan berdasarkan DKE Transfer Dana yang didukung dengan dana yang cukup. 9. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. 10. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dilakukan 5 (lima) kali dalam 1 (satu) hari operasional. B. Operasional… 85 B. Operasional Layanan Transfer Dana 1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Transfer Dana dan Batch DKE Transfer Dana a. Pembuatan DKE Transfer Dana 1) Pembuatan DKE Transfer Dana dilakukan oleh Peserta dengan cara sebagai berikut: a) input DKE Transfer Dana secara manual melalui SPK; atau b) interface DKE Transfer Dana dengan cara: (1) import file dari media rekam elektronik ke SPK; atau (2) Straight Through Processing (STP) dari sistem internal Peserta ke SPK. 2) Pembuatan DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. b. Pembuatan batch DKE Transfer Dana 1) Pembuatan batch DKE Transfer Dana dilakukan melalui SPK atau sistem internal Peserta. 2) Pembuatan batch DKE Transfer Dana oleh Peserta mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan DKE Transfer Dana dan batch DKE Transfer Dana 1) Pengisian field kode transaksi pada DKE Transfer Dana harus mengacu pada kode transaksi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9. 2) Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota di mana DKE Transfer Dana tersebut dikirim oleh Peserta pengirim. 3) 1 (satu) batch DKE Transfer Dana paling banyak berisi 200 (dua ratus) transaksi atau 1 (satu) batch DKE Transfer Dana paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). d. Pengiriman… 86 d. Pengiriman batch DKE Transfer Dana ke SSK Batch DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pengiriman batch DKE Transfer Dana oleh Peserta dilakukan melalui SPK dengan ketentuan sebagai berikut: a) batch DKE Transfer Dana yang dikirim oleh PLU dapat berupa: (1) batch DKE Transfer Dana milik PLU yang bersangkutan; dan/atau (2) batch DKE Transfer Dana milik PTL dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus; b) batch DKE Transfer Dana yang dikirim oleh PLA hanya milik PLA yang bersangkutan. 2) Pengiriman batch DKE Transfer Dana dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Transfer Dana yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 3) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch DKE Transfer Dana maka Peserta dapat mengirimkan kembali batch DKE Transfer Dana tersebut selama periode waktu pengiriman batch DKE Transfer Dana belum berakhir. 4) Atas pengiriman batch DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1), SSK akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch DKE Transfer Dana ke SPK. 2. Mekanisme Perhitungan dalam Layanan Transfer Dana a. Selama periode waktu kegiatan pengiriman DKE Transfer Dana, SSK melakukan perhitungan setiap batch DKE Transfer Dana yang diterima dengan memperhatikan kecukupan dana yang dimiliki oleh Peserta. b. Dana… 87 b. Dana yang dimiliki oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a bersumber dari: 1) dana tunai (cash Prefund) yang disediakan dalam Prefund Kredit; dan 2) confirmed incoming DKE Transfer Dana, yaitu DKE Transfer Dana masuk dari Peserta lainnya yang telah didukung dengan dana yang dimiliki oleh Peserta lain tersebut. c. DKE Transfer Dana yang dikirim oleh Peserta dan didukung dengan dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b dinyatakan sebagai confirmed outgoing DKE Transfer Dana. 3. Informasi Perhitungan Layanan Transfer Dana a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil perhitungan dalam Layanan Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a yang dapat diperoleh Peserta melalui SPK secara seketika. b. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka informasi hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf a mencakup hasil perhitungan PLU dan PTL. c. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih terdapat DKE Transfer Dana yang belum dapat diperhitungkan (unconfirmed DKE Transfer Dana) karena belum didukung dengan dana yang cukup maka Peserta wajib menambah Prefund Kredit sampai batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara. Tata cara penambahan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud dalam butir V.D. 4. Setelmen Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan Transfer Dana a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Kredit berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir untuk masing-masing Peserta. b. Dalam hal setelah berakhirnya batas waktu sebagaimana… 88 sebagaimana dimaksud dalam huruf a Peserta masih memiliki unconfirmed DKE Transfer Dana maka mekanisme penyelesaiannya mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5. c. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka hasil perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a mencakup hasil perhitungan akhir PLU dan PTL. d. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas hasil perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar sebesar nilai hasil perhitungan akhir Layanan Transfer Dana. 5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Transfer Dana a. Dalam hal terdapat unconfirmed DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) apabila unconfirmed DKE Transfer Dana terjadi sebelum Setelmen Dana terakhir maka unconfirmed DKE Transfer Dana tersebut akan diperhitungkan secara otomatis ke Setelmen Dana berikutnya; dan 2) apabila pada Setelmen Dana terakhir masih terdapat unconfirmed DKE Transfer Dana maka unconfirmed DKE Transfer Dana tersebut tidak diperhitungkan oleh SSK. b. Penyelesaian unconfirmed DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dapat dilakukan dengan mengirimkan kembali unconfirmed DKE Transfer Dana tersebut pada hari kerja berikutnya, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta pengirim melaporkan hasil penyelesaian unconfirmed DKE Transfer Dana kepada Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penyelesaian, dengan menggunakan format… 89 format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.10. 2) Peserta pengirim memberikan kompensasi, jasa, dan/atau bunga kepada nasabah dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna SKNBI. 6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima sesuai amanat dalam DKE Transfer Dana yang diterima dari Peserta pengirim, sesuai batas waktu yang ditentukan dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. VII. LAYANAN KLIRING WARKAT DEBIT A. Prinsip Umum 1. Dalam 1 (satu) hari operasional, Layanan Kliring Warkat Debit dilakukan dalam 4 (empat) zona sesuai dengan jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 2. Layanan Kliring Warkat Debit dalam setiap zona terdiri atas Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian, yang merupakan satu kesatuan siklus Layanan Kliring Warkat Debit. 3. Warkat Debit yang dapat diperhitungkan dalam Layanan Kliring Warkat Debit adalah Warkat Debit berupa cek, bilyet giro, nota debit, dan Warkat Debit lainnya yang telah disetujui oleh Penyelenggara untuk dikliringkan. 4. Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dapat dikliringkan oleh Peserta ke seluruh Wilayah Kliring sepanjang Peserta yang menerbitkan Warkat Debit memiliki Perwakilan Peserta di wilayah tersebut. 5. Nilai nominal Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dibatasi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam… 90 dalam Lampiran II.8. 6. Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 diproses pada Layanan Kliring Warkat Debit dalam bentuk DKE Warkat Debit yang dihasilkan dari SPK. 7. DKE Warkat Debit yang telah diterima oleh Penyelenggara tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta. 8. DKE Warkat Debit yang telah dikirim oleh Peserta harus diikuti dengan penyampaian Warkat Debit kepada Peserta penerima di Wilayah Kliring dimana Warkat Debit tersebut dikliringkan. 9. Penyampaian Warkat Debit kepada Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dilakukan melalui pertukaran Warkat Debit sesuai mekanisme sebagaimana diatur dalam angka XI. 10. Perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit dilakukan berdasarkan DKE Warkat Debit yang didukung dengan dana yang cukup. 11. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 10 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana masing-masing Peserta. 12. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 11 dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) hari operasional untuk setiap zona. B. Operasional Layanan Kliring Warkat Debit pada setiap Zona 1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Warkat Debit dan Batch DKE Warkat Debit a. Kliring Penyerahan 1) Pembuatan DKE Warkat Debit a) Pembuatan DKE Warkat Debit dilakukan oleh Peserta dengan cara sebagai berikut: (1) input DKE Warkat Debit secara manual melalui SPK; atau (2) interface DKE Warkat Debit dengan cara: (a) import file dari media rekam elektronik ke SPK; atau (b) Straight… 91 (b) Straight Through Processing (STP) dari sistem internal Peserta ke SPK. b) Pembuatan DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a) mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 2) Pembuatan batch DKE Warkat Debit a) Pembuatan batch DKE Warkat Debit dilakukan melalui SPK atau sistem internal Peserta. b) Pembuatan batch DKE Warkat Debit oleh Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 3) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK Batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK dilakukan melalui SPK. b) Pengiriman batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a) harus diikuti dengan penyampaian fisik Warkat Debit kepada Peserta penerima. c) Pengiriman batch DKE Warkat Debit dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Warkat Debit yang ditetapkan oleh Penyelenggara. d) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch DKE Warkat Debit maka Peserta dapat mengirimkan kembali batch DKE Warkat Debit tersebut sepanjang periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Warkat Debit belum berakhir. e) Atas pengiriman batch DKE Warkat Debit sebagaimana… 92 sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SPK. b. Kliring Pengembalian 1) Proses Verifikasi a) Peserta melakukan verifikasi terhadap DKE Warkat Debit yang diterima dari SSK pada Kliring Penyerahan. b) Dalam hal terdapat DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a) yang harus dikembalikan maka pengembalian DKE Warkat Debit tersebut dilakukan melalui Kliring Pengembalian sesuai dengan alasan penolakan DKE Warkat Debit sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.11. 2) Pembuatan DKE Warkat Debit a) Pembuatan DKE Warkat Debit pada Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam butir 1)b) dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) input DKE Warkat Debit secara manual melalui SPK; atau (2) interface DKE Warkat Debit dengan cara: (a) import file dari media rekam elektronik ke SPK; atau (b) Straight Through Processing (STP) dari sistem internal Peserta ke SPK. b) Pembuatan DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disertai alasan penolakan dengan mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 3) Pembuatan Batch DKE Warkat Debit a) Pembuatan batch DKE Warkat Debit dilakukan melalui SPK atau sistem internal Peserta. b) Pembuatan… 93 b) Pembuatan batch DKE Warkat Debit oleh Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 4) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK Batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK dilakukan melalui SPK. b) Pengiriman batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a) harus diikuti dengan penyampaian fisik Warkat Debit kepada Peserta pengirim. c) Pengiriman batch DKE Warkat Debit dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan waktu periode pengiriman batch DKE Warkat Debit yang ditetapkan oleh Penyelenggara. d) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch DKE Warkat Debit maka Peserta dapat mengirimkan kembali batch DKE Warkat Debit tersebut sepanjang periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Warkat Debit belum berakhir. e) Atas pengiriman batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SPK. 2. Mekanisme Perhitungan Dalam Layanan Kliring Warkat Debit a. Setelah jam Layanan Kliring Pengembalian berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit dengan memperhatikan kecukupan dana yang dimiliki oleh masing-masing Peserta. b. Perhitungan… 94 b. Perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Melakukan perhitungan tagihan atas DKE Warkat Debit outgoing pada Kliring Penyerahan dengan DKE Warkat Debit incoming pada Kliring Pengembalian untuk masing-masing Peserta pengirim. 2) Melakukan perhitungan kewajiban atas DKE Warkat Debit incoming pada Kliring Penyerahan dari Peserta lain dengan DKE Warkat Debit outgoing pada Kliring Pengembalian yang dikirim oleh Peserta yang bersangkutan. 3) Melakukan netting antara hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dengan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 2). c. Hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam butir b.3) dapat berupa: 1) net kredit yaitu apabila total tagihan lebih besar daripada total kewajiban Peserta; 2) net nihil yaitu apabila total tagihan sama dengan total kewajiban Peserta; atau 3) net debit yaitu apabila total tagihan lebih kecil daripada total kewajiban Peserta. d. Dalam hal hasil perhitungan kliring menunjukkan net debit sebagaimana dimaksud dalam butir c.3) maka dilakukan perhitungan terhadap dana pada Prefund Debit. DKE Warkat Debit yang dikirim oleh Peserta serta didukung dengan dana yang cukup dinyatakan sebagai confirmed outgoing DKE Warkat Debit. DKE Warkat Debit yang diterima dari Peserta lain serta didukung dengan dana yang cukup dinyatakan sebagai confirmed incoming DKE Warkat Debit. 3. Informasi… 95 3. Informasi Perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c yang dapat diperoleh Peserta melalui SPK sesuai periode waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a ketersediaan dana Prefund Debit tidak mencukupi untuk menyelesaikan perhitungan net debit maka Peserta wajib menambah Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara dengan mengacu pada ketentuan mengenai penambahan Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam angka IV. 4. Setelmen Dana Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan Kliring Warkat Debit a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Debit berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir untuk masing-masing Peserta. b. Dalam hal Peserta tidak melakukan penambahan Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara maka DKE Warkat Debit yang tidak didukung dengan Prefund Debit yang cukup (unconfirmed DKE Warkat Debit) tidak diperhitungkan dan selanjutnya dibatalkan oleh SSK. c. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a ke Rekening Setelmen Dana masing-masing Peserta dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net kredit maka Setelmen Dana dilakukan dengan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta sebesar total nilai net kredit. 2) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net nihil maka Setelmen Dana dilakukan dengan mengkredit… 96 mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta sebesar nilai net nihil. 3) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net debit maka penyelesaian atas net debit tersebut dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) Posisi net debit akan mengurangi saldo dana tunai (cash Prefund). b) Dalam hal hasil pengurangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) menunjukkan selisih positif atau selisih nihil maka Setelmen Dana dilakukan sebesar nilai nihil. c) Dalam hal hasil pengurangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) menunjukkan selisih negatif maka Setelmen Dana dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) Mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta yang bersangkutan sebesar selisih negatif tersebut. (2) Dalam hal Rekening Setelmen Dana Peserta yang bersangkutan sebagaimana pada angka (1) tidak mencukupi untuk menutup selisih negatif tersebut maka kekurangan dari selisih negatif yang telah diperhitungkan dengan dana pada Rekening Setelmen Peserta, dipenuhi dengan surat berharga (collateral Prefund). Mekanisme penggunaan surat berharga (collateral Prefund) mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai tata cara penggunaan fasilitas likuiditas intrahari. 5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Warkat Debit a. Unconfirmed DKE Warkat Debit merupakan DKE Warkat Debit yang tidak diperhitungkan karena tidak didukung dengan dana yang cukup dari Peserta penerima… 97 penerima. b. Warkat Debit dari unconfirmed DKE Warkat Debit harus dikembalikan oleh Peserta penerima kepada Peserta pengirim melalui Perwakilan Peserta, dalam hal Warkat Debit tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk dilakukan pembayaran. c. Peserta pengirim yang menerima unconfirmed DKE Warkat Debit harus menyelesaikan kewajiban pembayaran Warkat Debit sepanjang Warkat Debit tersebut memenuhi persyaratan untuk dilakukan pembayaran dan tersedia dana nasabah penarik yang cukup pada Peserta penerima. d. Penyelesaian kewajiban pembayaran Warkat Debit sebagaimana dalam huruf c dilakukan segera dengan memperhatikan kesepakatan antar Peserta sebagaimana diatur dalam peraturan asosiasi sistem pembayaran di Indonesia. e. Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus melaporkan tindak lanjut dan hasil penyelesaian unconfirmed DKE Warkat Debit kepada Penyelenggara paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penyelesaian unconfirmed DKE Warkat Debit, sebagaimana contoh pada Lampiran II.10. 6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Peserta pengirim wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima sesuai amanat dalam Warkat Debit, sesuai batas waktu yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. 7. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam operasional Layanan Warkat Debit: a. Pembuatan DKE Warkat Debit dan batch DKE Warkat Debit 1) Pengisian field kode transaksi pada DKE Warkat Debit harus mengacu pada kode transaksi sebagaimana… 98 sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9. 2) Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota di mana Warkat Debit tersebut dikliringkan oleh Peserta pengirim. 3) 1 (satu) batch DKE Warkat Debit paling banyak berisi 200 (dua ratus) transaksi atau 1 (satu) batch DKE Warkat Debit kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). b. Penolakan Warkat Debit karena adanya tindak pidana Dalam hal Warkat Debit ditolak karena diduga terdapat suatu tindak pidana sesuai dengan surat keterangan dari pihak yang berwenang, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta penerima harus menahan Warkat Debit dan membuat surat keterangan yang menyatakan bahwa Peserta penerima telah menerima serta menahan Warkat Debit tersebut karena diduga terkait tindak pidana sesuai bukti lapor yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.12. 2) Pada saat Kliring Pengembalian, Peserta penerima menyampaikan: a) surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dalam rangkap 2 (dua); b) c) fotokopi bukti lapor yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang; dan fotokopi Warkat Debit, kepada Peserta pengirim. 3) Berdasarkan dokumen yang diterima Peserta pengirim dari Peserta penerima pada Kliring Pengembalian, Peserta pengirim menyampaikan surat keterangan asli sebagaimana dimaksud dalam butir 2)a) kepada nasabah penyetor. c. Penolakan… 99 c. Penolakan Warkat Debit di luar mekanisme Kliring Pengembalian Dalam hal Peserta penerima dalam Kliring Penyerahan tidak dapat melakukan penolakan Warkat Debit yang seharusnya ditolak melalui mekanisme Kliring Pengembalian, antara lain karena adanya Keadaan Tidak Normal di Peserta penerima maka Peserta penerima harus segera menginformasikan kepada Peserta pengirim yang bersangkutan untuk diselesaikan secara bilateral. VIII. LAYANAN PEMBAYARAN REGULER A. Prinsip Umum 1. Dalam 1 (satu) hari operasional, Layanan Pembayaran Reguler dilakukan sebanyak 2 (dua) periode sesuai dengan jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 2. Jenis transfer dana yang dapat diperhitungkan dalam Layanan Pembayaran Reguler adalah transfer dana yang berasal dari: a. perintah transfer dana dari 1 (satu) Peserta pengirim kepada beberapa nasabah di Peserta penerima; b. perintah transfer dana dari beberapa nasabah di Peserta pengirim kepada 1 (satu) Peserta penerima; c. perintah transfer dana dari 1 (satu) nasabah di Peserta pengirim kepada beberapa nasabah di Peserta penerima; dan d. perintah transfer dana dari beberapa nasabah di Peserta pengirim kepada 1 (satu) nasabah di Peserta penerima. 3. Nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 adalah nasabah yang memiliki rekening di Peserta. 4. Nilai nominal transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dibatasi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pada Lampiran II.8. 5. Transfer… 100 5. Transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diproses pada Layanan Pembayaran Reguler dalam bentuk DKE Pembayaran yang dihasilkan dari SPK. 6. DKE Pembayaran yang telah diterima oleh Penyelenggara tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta. 7. Perhitungan Layanan Pembayaran Reguler dilakukan berdasarkan DKE Pembayaran yang didukung dengan dana yang cukup. 8. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. 9. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dilakukan 1 (satu) kali dalam setiap periode Layanan Pembayaran Regular. B. Operasional Layanan Pembayaran Reguler pada Setiap Periode 1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Pembayaran dan Batch DKE Pembayaran a. Pembuatan DKE Pembayaran 1) Pembuatan DKE Pembayaran dilakukan oleh Peserta dengan cara sebagai berikut: a) Input DKE Pembayaran secara manual melalui SPK; atau b) interface DKE Pembayaran dengan cara: (1) import file dari media rekam elektronik ke SPK; atau (2) Straight Through Processing (STP) dari sistem internal Peserta ke SPK. 2) Pembuatan DKE Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. b. Pembuatan batch DKE Pembayaran 1) Pembuatan batch DKE Pembayaran dilakukan melalui SPK atau sistem internal Peserta. 2) Pembuatan batch DKE Pembayaran oleh Peserta mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi… 101 aplikasi SPK. c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan DKE Pembayaran dan batch DKE Pembayaran 1) Pengisian field kode transaksi pada DKE Pembayaran harus mengacu pada kode transaksi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9. 2) Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota di mana DKE Pembayaran tersebut dikirim oleh Peserta pengirim. 3) 1 (satu) batch DKE Pembayaran paling banyak berisi 10 (sepuluh) DKE Pembayaran atau 1 (satu) batch DKE Pembayaran paling banyak Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah). 4) Dalam 1 (satu) DKE Pembayaran paling banyak berisi 100 (seratus) transaksi. d. Pengiriman batch DKE Pembayaran ke SSK Batch DKE Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf b dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pengiriman batch DKE Pembayaran oleh Peserta dilakukan melalui SPK diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a) batch DKE Pembayaran yang dikirim oleh PLU dapat berupa: (1) batch DKE Pembayaran milik PLU yang bersangkutan; dan/atau (2) batch DKE Pembayaran milik PTL dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus. b) batch DKE Pembayaran yang dikirim oleh PLA hanya milik PLA yang bersangkutan. 2) Pengiriman batch DKE Pembayaran dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Pembayaran yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 3) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch DKE… 102 DKE Pembayaran maka Peserta dapat mengirimkan kembali batch DKE Pembayaran sepanjang periode waktu pengiriman batch DKE Pembayaran belum berakhir. 4) Atas pengiriman batch DKE Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1), SSK akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch DKE Pembayaran ke SPK. 2. Mekanisme Perhitungan Dalam Layanan Pembayaran Reguler a. Selama periode waktu kegiatan pengiriman DKE Pembayaran, SSK melakukan perhitungan setiap batch DKE Pembayaran yang diterima dengan memperhatikan kecukupan dana yang dimiliki oleh Peserta. b. Dana yang dimiliki oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a bersumber dari: 1) dana tunai (cash Prefund) yang disediakan dalam Prefund Kredit; dan 2) confirmed incoming DKE Pembayaran, yaitu DKE Pembayaran masuk dari Peserta lainnya yang telah didukung dengan dana yang dimiliki oleh Peserta lain tersebut. c. DKE Pembayaran yang dikirim oleh Peserta dan didukung dengan dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b dinyatakan sebagai confirmed outgoing DKE Pembayaran. 3. Informasi Perhitungan Layanan Pembayaran Reguler a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil perhitungan Layanan Pembayaran Reguler sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a yang dapat diperoleh Peserta melalui SPK secara seketika. b. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka informasi hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf a mencakup hasil perhitungan PLU dan PTL… 103 PTL. c. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a masih terdapat DKE Pembayaran yang belum dapat diperhitungkan (unconfirmed DKE Pembayaran) karena belum didukung dengan dana yang cukup maka Peserta wajib menambah Prefund Kredit sampai batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara. Tata cara penambahan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud dalam butir V.D. 4. Setelmen Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan Pembayaran Reguler a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Kredit berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir untuk masing-masing Peserta. b. Dalam hal setelah berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a Peserta masih memiliki unconfirmed DKE Pembayaran maka mekanisme penyelesaiannya mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 5. c. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka hasil perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a mencakup hasil perhitungan akhir PLU dan PTL. d. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas hasil perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar sebesar nilai hasil perhitungan akhir Layanan Pembayaran Reguler. 5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Pembayaran Reguler a. Dalam hal terdapat unconfirmed DKE Pembayaran pada periode pertama maka unconfirmed DKE Pembayaran tersebut tidak secara otomatis akan diteruskan ke periode selanjutnya. Peserta harus mengirimkan kembali unconfirmed DKE Pembayaran tersebut… 104 tersebut pada periode kedua. b. Dalam hal terdapat unconfirmed DKE Pembayaran pada periode kedua maka Peserta harus mengirimkan kembali unconfirmed DKE Pembayaran tersebut pada hari kerja berikutnya. c. Dalam hal penyelesaian unconfirmed DKE Pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan pada hari kerja berikutnya, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta pengirim melaporkan hasil penyelesaian unconfirmed DKE Pembayaran kepada Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penyelesaian, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.10. 2) Peserta pengirim memberikan kompensasi, jasa, dan/atau bunga kepada nasabah dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan kepada nasabah pengguna SKNBI. 6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima sesuai amanat dalam DKE Pembayaran yang diterima dari Peserta pengirim, sesuai batas waktu yang ditentukan dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. IX. LAYANAN PENAGIHAN REGULER A. Prinsip Umum 1. Dalam 1 (satu) hari operasional, Layanan Penagihan Reguler dilakukan dalam 1 (satu) periode sesuai dengan jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. 2. Layanan… 105 2. Layanan Penagihan Reguler terdiri atas Penyerahan Tagihan dan Pengembalian Tagihan, yang merupakan satu kesatuan siklus Layanan Penagihan Reguler. 3. Transfer debit yang dapat diperhitungkan dalam Layanan Penagihan Reguler adalah transfer debit berupa tagihan rutin berdasarkan perjanjian dengan 1 (satu) nasabah di Peserta pengirim untuk mendebit beberapa rekening nasabah di Peserta penerima. 4. Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam angka 3 merupakan perjanjian antara Peserta pengirim dengan billing company untuk menagih kepada Peserta penerima yang telah menerima kuasa pendebetan rekening dari nasabah Peserta penerima yang mempunyai kewajiban pembayaran tagihan kepada billing company. 5. Nilai nominal transfer debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dibatasi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.8. 6. Transfer debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 diproses pada Layanan Penagihan Reguler dalam bentuk DKE Penagihan yang dihasilkan dari SPK. 7. DKE Penagihan yang telah diterima oleh Penyelenggara tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta. 8. Perhitungan Layanan Penagihan Reguler dilakukan berdasarkan DKE Penagihan yang didukung dengan dana yang cukup. 9. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana masing-masing Peserta. 10. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 9 dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) hari operasional. B. Operasional Layanan Penagihan Reguler 1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Penagihan dan Batch DKE Penagihan a. Penyerahan Tagihan 1) Pembuatan DKE Penagihan a) Pembuatan… 106 a) Pembuatan DKE Penagihan dilakukan oleh Peserta dengan cara sebagai berikut: (1) (2) interface DKE Penagihan dengan cara: (a) input DKE Penagihan secara manual melalui SPK; atau import file dari media rekam elektronik ke SPK; atau (b) Straight Through Processing (STP) dari sistem internal Peserta ke SPK. b) Pembuatan DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 2) Pembuatan batch DKE Penagihan a) Pembuatan batch DKE Penagihan dilakukan melalui SPK atau sistem internal Peserta. b) Pembuatan batch DKE Penagihan oleh Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 3) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK Batch DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK dilakukan melalui SPK. b) Pengiriman batch DKE Penagihan dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Penagihan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. c) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch DKE Penagihan maka Peserta dapat mengirimkan kembali batch DKE Penagihan tersebut sepanjang periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Penagihan belum berakhir… 107 berakhir. d) Atas pengiriman batch DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch DKE Penagihan ke SPK. b. Pengembalian Tagihan 1) Proses Verifikasi a) Peserta melakukan verifikasi terhadap DKE Penagihan yang diterima dari SSK pada Penyerahan Tagihan. b) Dalam hal terdapat DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) yang harus dikembalikan maka pengembalian DKE Penagihan tersebut dilakukan melalui Pengembalian Tagihan sesuai dengan alasan penolakan DKE Penagihan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.13. 2) Pembuatan DKE Penagihan a) Pembuatan DKE Penagihan pada Pengembalian Tagihan sebagaimana dimaksud dalam butir 1)b) dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) input DKE Penagihan secara manual melalui SPK; atau (2) interface DKE Penagihan dengan cara: (a) import file dari media rekam elektronik ke SPK; atau (b) Straight Through Processing (STP) dari sistem internal Peserta ke SPK. b) Pembuatan DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) disertai alasan penolakan dengan mengacu pada buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 3) Pembuatan batch DKE Penagihan a) Pembuatan batch DKE Penagihan dilakukan melalui… 108 melalui SPK atau sistem internal Peserta. b) Pembuatan batch DKE Penagihan oleh Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 4) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK Batch DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK dilakukan melalui SPK. b) Pengiriman batch DKE Penagihan dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Penagihan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. c) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch DKE Penagihan maka Peserta dapat mengirimkan kembali batch DKE Penagihan tersebut sepanjang periode waktu kegiatan pengiriman batch DKE Penagihan belum berakhir. d) Atas pengiriman batch DKE Penagihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman batch DKE Penagihan ke SPK. 2. Mekanisme Perhitungan Dalam Layanan Penagihan Reguler a. Setelah jam Layanan Penagihan Reguler berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan Layanan Penagihan Reguler dengan memperhatikan kecukupan dana yang dimiliki oleh masing-masing Peserta. b. Perhitungan Layanan Penagihan Reguler sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Melakukan… 109 1) Melakukan perhitungan tagihan atas DKE Penagihan outgoing pada Penyerahan Tagihan dengan DKE Penagihan incoming pada Pengembalian Tagihan untuk masing-masing Peserta pengirim. 2) Melakukan perhitungan kewajiban atas DKE Penagihan incoming pada Penyerahan Tagihan dari Peserta lain dengan DKE Penagihan outgoing pada Pengembalian Tagihan yang dikirim oleh Peserta yang bersangkutan. 3) Melakukan netting antara hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dengan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 2). c. Hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam butir b.3) dapat berupa: 1) net kredit yaitu apabila total tagihan lebih besar daripada total kewajiban Peserta; 2) net nihil yaitu apabila total tagihan sama dengan total kewajiban Peserta; atau 3) net debit yaitu apabila total tagihan lebih kecil daripada total kewajiban Peserta. d. Dalam hal hasil perhitungan menunjukkan net debit sebagaimana dimaksud dalam butir c.3) maka dilakukan perhitungan terhadap dana pada Prefund Debit. DKE Penagihan yang dikirim oleh Peserta serta didukung dengan dana yang cukup dinyatakan sebagai confirmed outgoing DKE Penagihan. DKE Penagihan yang diterima dari Peserta lain serta didukung dengan dana yang cukup dinyatakan sebagai confirmed incoming DKE Penagihan. 3. Informasi Perhitungan Layanan Penagihan Reguler a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil perhitungan Layanan Penagihan Reguler sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c yang dapat diperoleh Peserta… 110 Peserta melalui SPK sesuai periode waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a ketersediaan dana Prefund Debit tidak mencukupi untuk menyelesaikan perhitungan net debit maka Peserta wajib menambah Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara dengan mengacu pada ketentuan mengenai penambahan Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam angka IV. 4. Setelmen Dana Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan Penagihan Reguler a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Debit berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir untuk masing-masing Peserta. b. Dalam hal Peserta tidak melakukan penambahan Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara maka DKE Penagihan yang tidak didukung dengan Prefund Debit yang cukup (unconfirmed DKE Penagihan) tidak diperhitungkan dan selanjutnya dibatalkan oleh SSK. c. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam huruf a ke Rekening Setelmen Dana masing-masing Peserta dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net kredit maka Setelmen Dana dilakukan dengan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta sebesar total nilai net kredit. 2) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net nihil maka Setelmen Dana dilakukan dengan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta sebesar nilai net nihil. 3) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net debit maka penyelesaian atas net debit tersebut dilakukan… 111 dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) Posisi net debit akan mengurangi saldo dana tunai (cash Prefund). b) Dalam hal hasil pengurangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) menunjukkan selisih negatif maka Setelmen Dana dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) Mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta yang bersangkutan sebesar selisih negatif tersebut. (2) Dalam hal Rekening Setelmen Dana Peserta yang bersangkutan sebagaimana pada angka (1) tidak mencukupi untuk menutup selisih negatif tersebut maka kekurangan dari selisih negatif yang telah diperhitungkan dengan dana pada Rekening Setelmen Peserta, dipenuhi dengan surat berharga (collateral Prefund). Mekanisme penggunaan surat berharga (collateral Prefund) mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai fasilitas likuiditas intrahari. d. Pelaksanaan Setelmen Dana pada perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam butir a dilakukan apabila Prefund Debit setiap Peserta telah dapat menutup kewajiban atas hasil perhitungan masing- masing Peserta. 5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Penagihan pada Layanan Penagihan Reguler a. Unconfirmed DKE Penagihan merupakan DKE Penagihan yang tidak diperhitungkan karena tidak didukung dengan dana yang cukup dari Peserta Penerima. b. Peserta… 112 b. Peserta pengirim yang menerima unconfirmed DKE Penagihan harus menyelesaikan kewajiban pembayaran sepanjang transfer debit memenuhi persyaratan untuk dilakukan pembayaran dan tersedia dana nasabah penarik yang cukup pada Peserta penerima. c. Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus melaporkan tindak lanjut dan hasil penyelesaian unconfirmed DKE Penagihan kepada Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal penyelesaian unconfirmed DKE Penagihan, sebagaimana contoh pada Lampiran II.10, serta memperhatikan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna SKNBI 6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Peserta pengirim wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima sesuai amanat dalam DKE Penagihan, sesuai batas waktu yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. 7. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan DKE Penagihan dan batch DKE Penagihan a. Pengisian field kode transaksi pada DKE Penagihan harus mengacu pada kode transaksi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9. b. Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota di mana DKE Penagihan tersebut dikirim oleh Peserta pengirim. c. 1 (satu) batch DKE Penagihan paling banyak berisi 10 (sepuluh) DKE Penagihan atau 1 (satu) batch DKE Penagihan paling banyak Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah). d. Dalam 1 (satu) DKE Penagihan paling banyak berisi 100 (seratus) transaksi. X. PENYEDIAAN … 113 X. PENYEDIAAN INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN SKNBI A. Data Individual Penyelengggaraan SKNBI 1. Penyelenggara menyediakan data hasil proses dalam penyelenggaraan SKNBI yang dapat diakses oleh masing- masing Peserta. 2. Data hasil proses dalam penyelenggaraan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang disediakan oleh Penyelenggara adalah data hasil proses 90 (sembilan puluh) hari kalender terakhir. 3. Data sebagaimana dimaksud dalam angka 1, terdiri atas data hasil proses pada: a. Layanan Transfer Dana; b. Layanan Kliring Warkat Debit; c. Layanan Pembayaran Reguler; dan d. Layanan Penagihan Reguler. 4. Data hasil proses sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dapat diperoleh Peserta dengan cara download dari SSK yang meliputi: a. DKE confirmed outgoing; b. DKE confirmed incoming; c. DKE incoming; d. DKE outgoing; e. DKE yang di-reject oleh SSK; f. status pengiriman DKE; dan g. laporan-laporan hasil perhitungan DKE, dilakukan sesuai jam layanan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5. B. Data Hasil Perhitungan Secara Agregat 1. Penyelenggara menyediakan fasilitas data hasil perhitungan setiap layanan SKNBI secara agregat. 2. Data hasil perhitungan dalam layanan SKNBI secara agregat sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang disediakan oleh Penyelenggara adalah data hasil perhitungan 90 (sembilan puluh) hari kalender terakhir. 3. Peserta yang akan menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud… 114 dimaksud dalam angka 1 harus mengajukan permohonan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta mengajukan surat permohonan yang ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang yang mempunyai spesimen tanda tangan di Penyelenggara dengan mengacu pada format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.14. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditujukan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 4. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Penyelenggara memberikan tanggapan atas permohonan Peserta secara tertulis paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak surat permohonan diterima secara lengkap. 5. Dalam hal Peserta akan mengakhiri penggunaan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Peserta harus mengajukan permohonan penghentian penggunaan fasilitas tersebut kepada Penyelenggara dengan mengacu pada mekanisme sebagaimana dimaksud dalam angka 3. XI. WARKAT DEBIT DAN DOKUMEN KLIRING A. Warkat Debit 1. Jenis Warkat Debit Jenis Warkat Debit yang dapat diperhitungkan dalam Layanan Kliring Warkat Debit terdiri atas: a. cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang ditarik baik atas beban nasabah Peserta atau atas beban Peserta; b. bilyet giro sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai bilyet giro; c. nota debit yaitu Warkat Debet yang digunakan untuk menagih dana pada Peserta lain untuk untung nasabah Peserta atau Peserta yang menyampaikan Nota Debit tersebut; dan d. Warkat… 115 d. Warkat Debit lainnya yang disetujui oleh Penyelenggara untuk dikliringkan. 2. Spesifikasi teknis Warkat Debit Jenis Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.15. B. Dokumen Kliring Dokumen kliring adalah dokumen yang berfungsi sebagai alat kontrol dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit. 1. Jenis dokumen kliring a. Jenis dokumen kliring di Wilayah Kliring Otomasi terdiri atas: 1) Bukti Penyerahan Warkat Debit Kliring Penyerahan (BPWD-Kliring Penyerahan); 2) Bukti Penyerahan Warkat Debit Kliring Pengembalian (BPWD-Kliring Pengembalian); dan 3) kartu batch. b. Jenis dokumen kliring di Wilayah Kliring Manual terdiri atas: (1) Rincian Warkat Debit yang Diserahkan pada Kliring Penyerahan (RWD-Kliring Penyerahan); dan (2) Rincian Warkat Debit yang diserahkan pada Kliring Pengembalian Pengembalian). 2. Spesifikasi teknis dokumen kliring a. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.16. b. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b harus menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.17. C. Prosedur Permohonan Pencetakan Warkat Debit dan/atau Dokumen Kliring 1. Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 wajib… (RWD-Kliring 116 wajib dicetak di perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah memperoleh izin dari otoritas yang berwenang. 2. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam butir B.1 dapat dicetak di perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah memperoleh izin dari lembaga yang berwenang. 3. Sebelum melakukan pencetakan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring, Peserta mengajukan surat permohonan pencetakan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.18.a, ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a atau KPwDN yang mewilayahi. 4. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilampiri dengan: a. fotokopi surat keterangan dari instansi yang berwenang yang menyatakan bahwa kertas yang digunakan dalam Warkat Debit telah sesuai dengan spesifikasi teknis Warkat Debit; b. surat pernyataan dari PPDS sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.18.b; dan c. spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring masing-masing sebanyak 135 (seratus tiga puluh lima) lembar dengan ketentuan sebagai berikut: 1) seluruh spesimen harus memenuhi ketentuan spesifikasi teknis Warkat Debit dan/atau dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.15 dan Lampiran II.16; 2) seluruh spesimen harus dibubuhi tambahan tulisan “spesimen”, ”specimen”, ”speciment”, ”cetak coba” atau tulisan lain yang semakna, dengan ukuran tulisan yang relatif besar dan menggunakan warna yang terang atau jelas. Tulisan tersebut ditulis pada bagian depan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring, sehingga mudah dibedakan dengan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring yang bukan merupakan spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring; 3) seluruh… 117 3) seluruh lembar spesimen Warkat Debit harus telah dipisahkan dari lembar pertinggal; dan 4) apabila spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring akan digunakan oleh Peserta di Wilayah Kliring Otomasi maka: a) pada bagian depan dari 5 (lima) lembar spesimen Warkat Debit dapat ditambahkan informasi dummy dalam bentuk tulisan yang antara lain mencakup nama penerima, jumlah nominal dalam angka dan huruf, tempat dan tanggal penerbitan atau penarikan, tanda tangan serta nama jelas penandatangan untuk dilakukan uji perekaman data spesimen Warkat Debit dalam bentuk salinan (image); b) pada clear band spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring harus dibubuhi informasi Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line guna dilakukan pengujian oleh Penyelenggara; dan c) pencantuman informasi MICR code line sebagaimana dimaksud dalam huruf b) harus sesuai dengan tata cara pencantuman MICR code line sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.19. 5. Spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring yang telah diisi informasi MICR code line sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b.4)b) harus memenuhi syarat pengujian oleh Penyelenggara atau KPwDN, sebagai berikut: a. tingkat penolakan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring paling tinggi sampai dengan 2% (dua persen); dan b. salinan (image) spesimen Warkat Debit yang telah diambil rekaman gambarnya menunjukkan hasil yang baik yaitu tulisan pada salinan (image) Warkat Debet dapat… 118 dapat terlihat cukup jelas. 6. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 3, Penyelenggara atau KPwDN memberikan persetujuan atau penolakan kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan diterima secara lengkap dan benar. 7. Penolakan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dilakukan antara lain apabila hasil pengujian tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 5. 8. Dalam hal terdapat perubahan nama Peserta yang mengakibatkan perubahan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring, permohonan pencetakan Warkat Debit dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta yang berubah nama karena penggabungan atau peleburan harus mengajukan surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring dengan nama Peserta yang baru sebelum Warkat Debit dan/atau dokumen kliring lama diperkirakan habis, sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 5. b. Warkat Debit dan/atau dokumen kliring dengan nama Peserta yang lama masih dapat dipergunakan dalam penyelenggaraan SKNBI sampai dengan persediaan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring yang lama habis, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) memperhatikan aspek risiko keamanan dan risiko reputasi kepercayaan nasabah terkait penggunaan Warkat Debit; (corporate image) serta aspek rencana 2) mencoret nama Peserta yang lama pada Warkat Debit dan/atau dokumen kliring dan menambahkan nama Peserta yang baru dengan menggunakan ketikan, stempel, atau dengan cara sejenis lainnya; 3) khusus… 119 3) khusus untuk perubahan nama Peserta yang diikuti dengan perubahan sandi kliring maka sandi kliring lama dalam bentuk MICR code line untuk Warkat Debit yang akan dikliringkan di Wilayah Pertukaran Otomasi harus disesuaikan menjadi sandi kliring yang baru dengan menggunakan stiker paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal efektif perubahan nama yang dikeluarkan oleh Penyelenggara; dan 4) untuk Warkat Debit berupa cek, bilyet giro, dan/atau Warkat Debit lainnya, antara lain voucher perjalanan (traveller’s cheque), voucher cinderamata (gift cheque), dengan nama Peserta lama yang telah beredar di masyarakat dan perubahan nama Peserta tersebut diikuti pula dengan perubahan sandi kliring maka Peserta penerima yang bermaksud melakukan penagihan cek, bilyet giro, dan/atau Warkat Debit lainnya dalam Layanan Kliring Warkat Debit harus menyesuaikan sandi kliring lama menjadi sandi kliring baru dengan menggunakan stiker. D. Tata Cara Penulisan Warkat Debit Dalam penulisan Warkat Debit perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Nilai nominal Warkat Debit dinyatakan dalam mata uang Rupiah. 2. Pencantuman nilai nominal Warkat Debit dalam mata uang Rupiah ditulis secara lengkap dengan angka dan huruf dalam Bahasa Indonesia dan apabila diperlukan, dapat ditambahkan padanan katanya dalam Bahasa Inggris. 3. Penulisan nilai nominal dalam angka dan huruf serta pengisian redaksional Warkat Debit dilakukan dengan menggunakan huruf latin, kecuali untuk tanda tangan. 4. Penulisan dan/atau penandatanganan cek, bilyet giro, dan/atau … 120 dan/atau Warkat Debit lainnya hendaknya menggunakan alat tulis atau sarana yang: a. tidak menyebabkan kerusakan dan/atau menyebabkan tulisan dalam cek , bilyet giro, dan/atau Warkat Debit lainnya sulit terbaca dengan jelas; dan/atau b. tidak mudah diubah. 5. Tambahan penulisan nilai nominal dengan peralatan apapun yang dimaksudkan untuk memperjelas nilai nominal, baik dalam angka dan huruf, misalnya dengan menggunakan peralatan tertentu seperti cheque-writer (protectograph) dianggap tidak ada, karena hasilnya dapat menimbulkan bermacam-macam penafsiran. 6. Penulisan cek, bilyet giro, dan Warkat Debit lainnya disarankan untuk tidak diperjelas dengan menggunakan fluorescent pen karena akan menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi perubahan penulisan. Di samping itu, penggunaan alat tersebut pada angka nominal dapat menimbulkan cahaya sehingga akan menyulitkan penelitian dalam hal terjadi perubahan nilai nominal. Dalam hal masih terdapat Warkat Debit yang menggunakan fluorescent pen maka sebelum Peserta melakukan pembayaran hendaknya terlebih dahulu menghubungi nasabah yang bersangkutan untuk konfirmasi. XII. PERTUKARAN WARKAT DEBIT A. Prinsip Umum 1. Pertukaran Warkat Debit dilakukan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI di Wilayah Kliring tersebut. 2. Pertukaran Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat dilakukan secara otomasi atau manual. 3. Peserta harus menunjuk salah satu kantor Peserta di Wilayah… 121 Wilayah Kliring sebagai Perwakilan Peserta. 4. Dalam rangka pertukaran Warkat Debit, Perwakilan Peserta harus menunjuk petugas kliring untuk melakukan kegiatan penyerahan, penerimaan, dan/atau pengambilan Warkat Debit pada Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian. 5. Petugas kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dapat merupakan petugas internal Perwakilan Peserta atau petugas perusahaan jasa kurir yang diberi kuasa atau wewenang tertentu. 6. Perusahaan jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam angka 5 harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. B. Tanggung jawab Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI 1. Menyusun KPT mengenai pelaksanaan pertukaran Warkat Debit Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI harus menyusun KPT mengenai pelaksanaan pertukaran Warkat Debit dengan ketentuan sebagai berikut: a. KPT merupakan aturan tertulis yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku di internal Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI dan berlaku sebagai pedoman dalam kegiatan pertukaran Warkat Debit. b. KPT dibuat paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal efektif sebagai Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI. c. KPT dibuat dalam Bahasa Indonesia, dengan mengacu pada ketentuan terkait penyelenggaraan SKNBI paling kurang memuat materi sebagai berikut: 1) pendahuluan; 2) struktur pelaksana pertukaran Warkat Debit; 3) ketentuan dan prosedur pertukaran Warkat Debit; 4) pengawasan… 122 4) pengawasan pertukaran Warkat Debit; dan 5) penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat. 2. Dalam hal terjadi perubahan ketentuan yang dikeluarkan oleh Penyelenggara yang berdampak pada materi KPT, Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI harus melakukan pengkinian KPT paling lama 6 (enam) bulan sejak terjadinya perubahan materi dan ketentuan tersebut. 3. Menjaga kelancaran pelaksanaan pertukaran Warkat Debit Dalam menjaga kelancaran pelaksanaan pertukaran Warkat Debit, Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI melakukan antara lain hal-hal sebagai berikut: a. memantau pelaksanaan pertukaran Warkat Debit sesuai jadwal yang ditetapkan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI; dan b. menetapkan langkah yang harus dilakukan apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat dengan sejauh mungkin menghindari alternatif penghentian pelaksanaan pertukaran Warkat Debit. 4. Mengelola administrasi kepesertaan pertukaran Warkat Debit Dalam rangka mengelola administrasi kepesertaan pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring, Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI melakukan antara lain hal-hal sebagai berikut: a. mengadministrasikan data Perwakilan Peserta dan petugas kliring; dan b. menginformasikan penambahan dan/atau perubahan data Perwakilan Peserta. 5. Menyediakan sarana dan prasarana dalam rangka pertukaran Warkat Debit Dalam rangka penyediaan sarana dan prasarana pertukaran Warkat Debit, Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI menyediakan fasilitas pertukaran… 123 pertukaran warkat sebagai berikut: a. Untuk Wilayah Kliring Otomasi paling kurang: 1) mesin penera waktu; 2) telepon; 3) sarana penerimaan Warkat Debit; 4) mesin pilah Warkat Debit; dan 5) sarana pengarsipan. b. Untuk Wilayah Kliring Manual paling kurang: 1) mesin penera waktu; 2) 3) telepon; ruangan dan fasilitas pendukung untuk pelaksanaan pertukaran Warkat Debit, antara lain berupa meja dan kursi; 4) daftar hadir; dan 5) sarana pengarsipan. 6. Menyediakan fasilitas penyelesaian permasalahan dalam proses Warkat Debit Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI menyediakan fasilitas penyelesaian permasalahan dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit bagi Perwakilan Peserta. 7. Menyediakan fasilitas kontinjensi bagi Peserta pada saat terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat Fasilitas kontijensi adalah sarana dan prasarana yang harus disediakan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI pada saat terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat agar kegiatan pertukaran Warkat Debit tetap dapat dilaksanakan. C. Pendaftaran atau Perubahan Perwakilan Peserta 1. Pendaftaran Perwakilan Peserta a. Calon Perwakilan Peserta di suatu Wilayah Kliring mengajukan surat permohonan pendaftaran sebagai Perwakilan Peserta dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.25. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf… 124 huruf a ditandatangani oleh pimpinan calon Perwakilan Peserta dan disampaikan kepada: 1) Koordinator PWD di wilayah Jakarta dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, bagi calon Perwakilan Peserta yang berada di wilayah kerja KPBI; atau 2) Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI di Wilayah Kliring yang bersangkutan, bagi calon Perwakilan Peserta yang berada di luar wilayah kerja KPBI. c. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) menetapkan tanggal efektif menjadi Perwakilan Peserta; 2) memberitahukan tanggal efektif secara tertulis kepada calon Perwakilan Peserta paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif menjadi Perwakilan Peserta; 3) memberitahukan tanggal efektif perubahan Perwakilan Peserta paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif kepada: a) Perwakilan Peserta lama; dan b) seluruh Perwakilan lama di Wilayah Kliring yang bersangkutan; 4) memberikan TPPK kepada Perwakilan Peserta. 2. Perubahan Perwakilan Peserta a. Peserta dapat melakukan perubahan Perwakilan Peserta di suatu Wilayah Kliring karena pertimbangan internal Peserta. b. Dalam hal Peserta akan melakukan perubahan Perwakilan Peserta maka Perwakilan Peserta lama mengajukan surat permohonan perubahan Perwakilan Peserta dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud… 125 dimaksud dalam Lampiran I.25. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pimpinan Perwakilan Peserta lama dan disampaikan kepada: 1) Koordinator PWD di wilayah Jakarta dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, bagi calon Perwakilan Peserta yang berada di wilayah kerja KPBI; atau 2) Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI di Wilayah Kliring yang bersangkutan, bagi calon Perwakilan Peserta yang berada di luar wilayah kerja KPBI. d. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) menetapkan tanggal efektif perubahan Perwakilan Peserta; 2) memberitahukan tanggal efektif perubahan Perwakilan Peserta paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal efektif kepada: a) Perwakilan Peserta lama; dan b) seluruh Perwakilan lama di Wilayah Kliring yang bersangkutan; 3) memberitahukan tanggal efektif secara tertulis atau sarana lainnya kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan; dan 4) memberikan TPPK kepada Perwakilan Peserta penganti apabila perubahan Perwakilan Peserta tersebut berdampak pada perubahan TPPK. e. TPPK Perwakilan Peserta Pengganti akan diberikan dengan menukarkan TPPK Perwakilan Peserta lama kepada Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI. Dalam hal TPPK Perwakilan Peserta lama hilang… 126 hilang atau tidak dikembalikan maka Perwakilan Peserta lama harus membuat surat pernyataan mengenai hal itu dan segala risiko menjadi tanggung jawab Peserta. D. Tata Cara Pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Otomasi 1. Kegiatan di Perwakilan Peserta Dalam rangka kegiatan pertukaran Warkat Debit yang akan diperhitungkan dalam Kliring Penyerahan dan/atau Kliring Pengembalian, kegiatan di Perwakilan Peserta adalah sebagai berikut: a. Mencantumkan informasi MICR code line pada Warkat Debit dan dokumen kliring dengan tata cara sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.19. b. Membubuhkan stempel kliring pada setiap Warkat Debit dan dokumen kliring dengan ketentuan sebagai berikut: 1) stempel kliring tidak boleh mengenai clear band; 2) stempel kliring tidak boleh menutupi angka nominal; dan 3) dalam hal pada Warkat Debit telah terdapat stempel kliring maka stempel kliring yang terdahulu harus dibatalkan dengan stempel kliring dibatalkan dan diparaf oleh pejabat yang berwenang dari Perwakilan Peserta yang bersangkutan. 4) Khusus untuk zona 4, tanggal kliring yang dicantumkan dalam stempel kliring adalah tanggal DKE Warkat Debit diperhitungkan oleh Penyelenggara. Contoh format stempel kliring dan stempel kliring dibatalkan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1. c. Menyusun bundel Warkat Debit dengan urutan sebagai berikut: 1) BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian; 2) kartu batch; dan 3) Warkat Debit. d. Jumlah… 127 d. Jumlah nominal dalam 1 (satu) bundel Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf c kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). 2. Kegiatan di Kantor Koordinator PWD Kegiatan pertukaran Warkat Debit di kantor Koordinator PWD dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Petugas kliring melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) Mencantumkan waktu penyerahan bundel Warkat Debit pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian. 2) Menyerahkan bundel Warkat Debit kepada petugas Koordinator PWD dengan menunjukkan TPPK. b. Petugas Koordinator PWD melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) Memastikan adanya TPPK. 2) Menerima bundel Warkat Debit dari petugas kliring. 3) Memeriksa persyaratan kelengkapan informasi pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD- Kliring Pengembalian dan kartu batch, yang meliputi: a) pencantuman waktu penyerahan bundel Warkat Debit sesuai dengan jadwal pertukaran Warkat Debit; b) pencantuman stempel kliring; c) pencantuman nama dan tanda tangan; dan d) pencocokan kode Peserta dengan kode Peserta yang terdapat pada TPPK. Pemeriksaan dilakukan hanya untuk memeriksa kelengkapan, bukan untuk memeriksa keabsahan informasi yang tercantum dalam BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian. Keabsahan informasi pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian termasuk… 128 termasuk kebenaran tanda tangan dan nama yang tercantum pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian, sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta dan bukan merupakan tanggung jawab Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI. 4) Dalam hal persyaratan kelengkapan informasi pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD- Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam angka 3) telah dipenuhi, melakukan hal- hal sebagai berikut: a) mengembalikan BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian yang telah disetujui secara otomasi oleh petugas Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI kepada petugas kliring sebagai tanda terima bundel Warkat Debit; b) memilah Warkat Debit berdasarkan Peserta penerima secara otomasi; dan c) mendistribusikan Warkat Debit dan laporan hasil pilah Warkat Debit kepada Perwakilan Peserta penerima sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Koordinator PWD. 5) Dalam hal persyaratan kelengkapan informasi pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD- Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam angka 3) tidak dipenuhi, melakukan hal- hal sebagai berikut: a) membatalkan waktu penyerahan BPWD, dengan cara mencoret dan menuliskan alasan pembatalan serta membubuhkan paraf pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian; dan b) mengembalikan BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian dan bundel Warkat… 129 Warkat Debit kepada petugas Perwakilan Peserta. c. Dalam hal proses persetujuan BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian secara otomasi tidak dapat dilakukan, Koordinator PWD melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) menginformasikan mekanisme penyerahan bundel Warkat Debit Kliring Penyerahan atau Kliring Pengembalian dengan menggunakan daftar bundel Warkat Debit yang diserahkan dalam Kliring Penyerahan atau Kliring Pengembalian sebagai pengganti BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian; dan 2) membuat daftar bundel warkat debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dalam rangkap 2 (dua) dengan mengacu pada format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.20. d. Dalam hal pada saat proses pemilahan Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir b.4)b) terdapat Warkat Debit yang tidak dapat diproses secara otomasi (Warkat Debit reject) lebih dari 2% (dua persen), Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI mengenakan biaya atas kelebihan Warkat Debit yang tidak dapat diproses. 3. Fasilitas yang disediakan oleh Koordinator PWD a. Fasilitas pengujian kualitas MICR code line 1) Dalam rangka menjaga kelancaran pertukaran Warkat Debit secara otomasi, Koordinator PWD menyediakan fasilitas pengujian kualitas MICR code line pada Warkat Debit dan kartu batch. 2) Dalam hal Peserta akan memanfaatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Peserta mengajukan surat permohonan pemanfaatan fasilitas dimaksud kepada Koordinator PWD di Wilayah… 130 Wilayah Kliring Otomasi. 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2), dilengkapi dengan spesimen Warkat Debit dan/atau kartu batch yang akan dilakukan pengujian masing-masing sebanyak 135 (seratus tiga puluh lima) lembar. 4) Koordinator PWD menyampaikan hasil pengujian atas spesimen Warkat Debit dan/atau kartu batch yang disampaikan oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 2) paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. b. Fasilitas salinan Warkat Debit Koordinator PWD dapat menyediakan salinan Warkat Debit yang telah diproses secara otomasi bagi Peserta dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Permintaan salinan Warkat Debit diajukan secara tertulis oleh pejabat Peserta yang berwenang dengan menyebutkan alasan permintaan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.21. 2) Permintaan salinan Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak Warkat Debit tersebut dikliringkan. 3) Dalam hal salinan Warkat Debit tidak dapat diberikan akibat kerusakan pada mesin sortasi Warkat Debit dan Peserta dapat membuktikan bahwa Warkat Debit tersebut telah diproses oleh Koordinator PWD maka Koordinator PWD memberikan surat keterangan bahwa Warkat Debit tersebut telah diproses sebagai pengganti salinan Warkat Debit. 4) Apabila Peserta penerima menggunakan salinan Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka… 131 angka 3) sebagai dasar pembukuan rekening nasabah maka segala konsekuensi yang timbul atas pembukuan tersebut merupakan tanggung jawab Peserta. 5) Dalam hal Peserta penerima akan melakukan penolakan terhadap DKE Warkat Debit, namun Warkat Debit yang telah diproses secara otomasi dalam Kliring Penyerahan hilang sebelum Kliring Pengembalian maka Peserta penerima dapat menolak DKE Warkat Debit yang hilang tersebut melalui mekanisme Kliring Pengembalian dengan melampirkan salinan Warkat Debit dan surat keterangan hilang dari Peserta penerima yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta penerima. E. Tata Cara Pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Manual 1. Kegiatan di Perwakilan Peserta Dalam rangka kegiatan pertukaran Warkat Debit yang akan diperhitungkan dalam Kliring Penyerahan dan/atau Kliring Pengembalian, kegiatan di Perwakilan Peserta adalah sebagai berikut: a. Memilah Warkat Debit berdasarkan Peserta penerima. b. Menyiapkan RWD-Kliring Penyerahan atau RWD- Kliring Pengembalian sebanyak 2 (dua) rangkap. Format RWD-Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.17. c. RWD-Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam huruf b dibubuhi stempel kliring dan tanda tangan serta nama petugas Peserta. d. Membubuhkan stempel kliring pada setiap Warkat Debit dengan ketentuan sebagai berikut: 1) stempel kliring tidak boleh menutupi angka nominal; dan 2) dalam… 132 2) dalam hal pada Warkat Debit telah terdapat stempel kliring maka stempel kliring yang terdahulu harus dibatalkan dengan stempel kliring dibatalkan dan diparaf oleh pejabat yang berwenang dari Peserta yang bersangkutan. Contoh format stempel Kliring dan stempel Kliring dibatalkan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1. 2. Kegiatan di Kantor Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI Kegiatan pertukaran Warkat Debit di kantor Koordinator PWD atau kantor Koordinator PWD Selain BI dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Petugas kliring melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) Mencantumkan waktu penyerahan pada RWD- Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring Pengembalian. 2) Menyerahkan kepada petugas kliring penerima: a) Warkat Debit; dan b) 3) Menerima dari petugas kliring pengirim: a) Warkat Debit; dan b) lembar pertama RWD-Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring Pengembalian. lembar kedua RWD-Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring Pengembalian. 4) Membubuhkan tanda tangan dan mencantumkan nama petugas kliring pada lembar pertama RWD- Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring Pengembalian yang diterima dari petugas kliring lainnya dan mengembalikan kepada petugas kliring yang menyerahkan sebagai bukti penyerahan Warkat Debit. b. Petugas Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI memantau dan memastikan pelaksanaan pertukaran Warkat Debit dilakukan sesuai jadwal yang… 133 yang ditetapkan. F. Kehadiran Petugas Kliring pada saat Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian 1. Pertukaran Warkat Debit secara otomasi a. Pada saat Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian, petugas kliring harus hadir dan menyerahkan Warkat Debit kepada Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI pada tempat dan jadwal yang telah ditetapkan. b. Dalam hal petugas kliring menyerahkan Warkat Debit setelah batas akhir jadwal pertukaran warkat yang telah ditetapkan Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI maka: 1) petugas Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI dapat menolak Warkat Debit Peserta yang bersangkutan; dan 2) dalam hal Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI menolak Warkat Debit Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1), petugas kliring yang bersangkutan bertanggung jawab untuk mendistribusikan Warkat Debit yang terlambat tersebut kepada Peserta penerima. c. Petugas kliring harus menerima Warkat Debit sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI. 2. Pertukaran Warkat Debit secara manual a. Pada saat Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian, petugas kliring harus hadir dan menyerahkan dan/atau menerima Warkat Debit pada tempat dan jadwal yang telah ditetapkan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI. b. Dalam hal petugas kliring hadir melewati batas akhir jadwal pertukaran warkat yang ditetapkan Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI, petugas kliring bertanggung jawab untuk menyerahkan… 134 menyerahkan Warkat Debit secara langsung kepada Perwakilan Peserta penerima. c. Petugas kliring dinyatakan tidak hadir apabila petugas kliring tidak datang pada tempat dan jadwal yang telah ditetapkan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI sampai dengan 30 (tiga puluh) menit sejak batas akhir jadwal pertukaran Warkat Debit. d. Dalam hal petugas kliring tidak hadir atau dinyatakan tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam huruf c maka petugas Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI akan meminta petugas kliring pengirim untuk mengambil Warkat Debit yang sebelumnya akan diserahkan kepada petugas kliring yang tidak hadir. Segala risiko dan dampak akibat ketidakhadiran petugas kliring dimaksud menjadi tanggung jawab Perwakilan Peserta yang bersangkutan sepenuhnya. G. Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir Perwakilan Peserta dapat menunjuk wakil dalam kegiatan pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Otomasi kepada perusahaan jasa kurir dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Ruang lingkup kegiatan perusahaan jasa kurir Kegiatan Perwakilan Peserta yang dapat dilakukan oleh perusahaan jasa kurir meliputi kegiatan sebagai berikut: a. penyerahan bundel Warkat Debit kepada petugas Koordinator PWD pada Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian; b. penerimaan BPWD-Kliring Penyerahan dan/atau BPWD-Kliring Pengembalian dari petugas Koordinator PWD; c. penerimaan Warkat Debit yang telah diproses secara otomasi dan laporan hasil proses Warkat Debit pada Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian dari petugas Koordinator PWD; d. penerimaan… 135 d. penerimaan salinan Warkat Debit hasil Kliring Penyerahan dari petugas Koordinator PWD; dan/atau e. penerimaan surat pemberitahuan dan/atau surat yang bersifat tidak rahasia dari Koordinator PWD. 2. Persyaratan perusahaan jasa kurir Perusahaan jasa kurir yang dapat ditunjuk oleh Perwakilan Peserta harus berbentuk Perseroan Terbatas dan terdaftar di instansi yang berwenang sebagai perusahaan jasa kurir yang dibuktikan dengan Tanda Daftar Perusahaan yang masih berlaku. 3. Persyaratan penggunaan perusahaan jasa kurir a. Penggunaan perusahaan jasa kurir oleh Perwakilan Peserta harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1) efisiensi, keamanan, dan kecepatan dalam penyampaian Warkat Debit dengan tidak mengurangi jam pelayanan kepada nasabah; 2) jumlah Perwakilan Peserta lain yang telah dilayani oleh perusahaan jasa kurir tersebut; dan 3) kredibilitas perusahaan jasa kurir serta pengurus perusahaan jasa kurir. b. Dalam hal Perwakilan Peserta menggunakan perusahaan jasa kurir maka kegiatan pertukaran Warkat Debit harus dilakukan oleh petugas jasa kurir kecuali terjadi Keadaan Darurat dan/atau kondisi tertentu berdasarkan pertimbangan Koordinator PWD, yang mengakibatkan perusahaan jasa kurir tidak dapat melakukan kewajibannya. c. Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, kegiatan pertukaran Warkat Debit dilakukan oleh petugas internal Perwakilan Peserta. d. Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf c, petugas internal Perwakilan Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPWD. Surat pemberitahuan tersebut harus ditandatangani oleh… 136 oleh pimpinan Perwakilan Peserta yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan dan nama petugas yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan pertukaran Warkat Debit dan disampaikan paling lambat pada saat melakukan kegiatan pertukaran Warkat Debit dengan menunjukkan kartu identitas pegawai yang menggunakan foto. 4. Tata Cara Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir a. Penggunaan perusahaan jasa kurir harus didasarkan pada perjanjian antara Peserta atau Perwakilan Peserta dengan perusahaan jasa kurir yang paling kurang memuat pengaturan mengenai hal-hal sebagai berikut: 1) Kewajiban petugas jasa kurir untuk mencocokkan: a) jumlah bundel Warkat Debit yang diserahkan kepada Koordinator PWD pada saat Kliring Penyerahan dengan jumlah BPWD-Kliring Penyerahan yang diterima dari Koordinator PWD. b) jumlah bundel Warkat Debit yang diserahkan kepada Koordinator PWD pada saat Kliring Pengembalian dengan jumlah BPWD-Kliring Pengembalian yang diterima dari Koordinator PWD. 2) Kewajiban perusahaan jasa kurir untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyalahgunaan ataupun kesalahan yang dapat merugikan Perwakilan Peserta, nasabah, maupun masyarakat luas baik secara langsung maupun tidak langsung. 3) Kewajiban perusahaan jasa kurir untuk memperhatikan aspek keamanan dalam penggunaan… 137 penggunaan sarana yang dipakai dalam pengemasan bundel Warkat Debit dan laporan hasil proses pertukaran Warkat Debit. 4) Pemberian kuasa dari Perwakilan Peserta kepada perusahaan jasa kurir untuk melakukan penyerahan dan penerimaan dalam kegiatan pertukaran Warkat Debit. b. Penunjukan dan penggantian perusahaan jasa kurir wajib diberitahukan kepada Koordinator PWD paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal efektif penggunaan perusahaan jasa kurir oleh Perwakilan Peserta, dengan melampirkan fotokopi perjanjian sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 5. Kewajiban Perwakilan Peserta dalam Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir a. Sebelum bundel Warkat Debit diserahkan kepada petugas perusahaan jasa kurir, Perwakilan Peserta wajib mengisi informasi secara lengkap pada BPWD, kartu batch, dan Warkat Debit. b. Peserta bertanggung jawab penuh kepada Koordinator PWD terhadap segala akibat yang timbul dari setiap penyimpangan yang dilakukan oleh petugas perusahaan jasa kurir. c. Perwakilan Peserta melaporkan penyimpangan secara tertulis kepada Koordinator PWD dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh petugas jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam huruf b beserta langkah penanganan yang telah dilakukan dan Perwakilan Peserta harus memberikan keterangan apabila diminta oleh Koordinator PWD. d. Perwakilan Peserta harus memberikan pengarahan dan pembinaan kepada petugas perusahaan jasa kurir untuk mematuhi segala tata tertib selama berada di lokasi Koordinator PWD. Apabila dalam pelaksanaan pertukaran… 138 pertukaran Warkat Debit petugas jasa kurir melanggar tata tertib, Koordinator PWD dapat meminta Peserta untuk mengganti petugas perusahaan jasa kurir. e. Dalam hal Peserta tidak memenuhi permintaan Koordinator PWD untuk mengganti petugas perusahaan jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Koordinator PWD dapat menolak petugas perusahaan jasa kurir yang ditunjuk oleh Peserta yang bersangkutan untuk melakukan kegiatan pertukaran Warkat Debit. Selanjutnya kegiatan tersebut dilaksanakan sendiri oleh petugas internal Peserta. H. Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) 1. Penggunaan TPPK a. Selama mengikuti kegiatan pertukaran Warkat Debit di lokasi KPWD, petugas kliring harus menggunakan TPPK. b. Petugas kliring harus menunjukkan TPPK pada saat menyerahkan bundel Warkat Debit dan pada saat menerima laporan pertukaran Warkat Debit. c. Apabila diperlukan, selain menunjukkan TPPK sebagaimana dimaksud dalam huruf b, petugas Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI sewaktu-waktu dapat meminta Petugas Kliring untuk memperlihatkan kartu identitas pegawai Bank atau Perusahaan Jasa Kurir. d. Dalam hal petugas kliring tidak dapat menunjukkan TPPK sebagaimana dimaksud dalam huruf b atau kartu identitas sebagaimana dimaksud dalam huruf c maka: 1) untuk Wilayah Kliring secara Otomasi, petugas Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI tidak mengikutsertakan petugas kliring yang bersangkutan dalam proses penerimaan dan penyerahan Warkat Debit; atau 2) untuk Wilayah Kliring secara manual melarang petugas… 139 petugas kliring yang bersangkutan untuk mendistribusikan Warkat Debit kepada petugas kliring lainnya. e. Peserta bertanggung jawab atas penggunaan TPPK yang diterbitkan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI. 2. Spesifikasi TPPK a. TPPK tanpa foto 1) Bagi petugas internal Perwakilan Peserta, bagian depan TPPK memuat informasi sebagai berikut: a) nama Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI; b) nama Peserta; dan c) kode Peserta. 2) Bagi petugas perusahaan jasa kurir, bagian depan TPPK memuat informasi sebagai berikut: a) nama Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI; b) nama perusahaan jasa kurir; c) nama Peserta yang diwakili; dan d) kode Peserta yang diwakili. 3) Bagian belakang TPPK sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) memuat nama dan tanda tangan pejabat Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI. b. TPPK dengan menggunakan foto 1) Pada bagian depan, TPPK memuat: a) nama Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI; b) nama Peserta; c) nama petugas internal Peserta; dan d) pas foto petugas internal Peserta. 2) Pada bagian belakang, TPPK memuat: a) kode Peserta; b) alamat Peserta; c) nama… 140 c) nama dan tanda tangan pejabat Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI; dan d) nama dan tanda tangan petugas internal Peserta. c. Contoh TPPK sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.2. d. Apabila terdapat perubahan spesifikasi TPPK, Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI memberitahukan secara tertulis kepada seluruh Peserta. 3. Tata Cara Memperoleh TPPK a. Permohonan TPPK untuk petugas internal Peserta 1) Untuk pertama kali, permohonan TPPK bagi petugas internal Peserta diajukan oleh calon Perwakilan Peserta kepada Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI. 2) Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI memberikan 2 (dua) buah TPPK bagi petugas internal sebagaimana dimaksud dalam angka 1). b. Permohonan TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir 1) Untuk pertama kali, permohonan TPPK bagi petugas perusahaan jasa kurir diajukan oleh Perwakilan Peserta secara tertulis kepada Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI, dengan melampirkan fotokopi perjanjian antara Perwakilan Peserta dengan perusahaan jasa kurir. 2) Setiap perusahaan jasa kurir hanya mendapatkan paling banyak 3 (tiga) buah TPPK untuk masing- masing Perwakilan Peserta yang diwakilinya. 3) TPPK untuk perusahaan jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam angka 2) diserahkan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI kepada Perwakilan Peserta yang mengajukan permohonan. 4) Tanggal… 141 4) Tanggal efektif penggunaan TPPK ditetapkan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI. c. Dalam hal TPPK akan menggunakan foto, maka Permohonan TPPK kepada Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI, harus dilampiri pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar untuk masing-masing petugas kliring yang didaftarkan. d. Dalam hal Perwakilan Peserta telah memiliki TPPK untuk petugas internal kemudian menunjuk perusahaan jasa kurir maka Perwakilan Peserta yang bersangkutan harus mengembalikan TPPK yang telah dimiliki kepada Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI pada tanggal efektif penggunaan perusahaan jasa kurir. Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI tidak akan memberikan TPPK yang baru untuk perusahaan jasa kurir sebelum TPPK untuk petugas internal Perwakilan Peserta dikembalikan. e. Dalam hal TPPK hilang, Peserta harus segera mengajukan permohonan penggantian TPPK secara tertulis kepada Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI dengan melampirkan surat keterangan kehilangan dari Kepolisian. Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI memberikan TPPK baru paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima. f. Dalam hal TPPK rusak, Perwakilan Peserta dapat mengajukan permohonan secara tertulis kepada Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI untuk mengganti TPPK. Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI memberikan TPPK baru paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima. Pemberian TPPK baru dilakukan setelah TPPK yang rusak dikembalikan. g. Dalam… 142 g. Dalam hal TPPK hilang sebagaimana dimaksud dalam huruf e atau rusak sebagaimana dimaksud dalam huruf f adalah TPPK yang menggunakan foto, permohonan penggantian TPPK dilampiri pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar dari petugas kliring. h. Selama Perwakilan Peserta belum memperoleh penggantian atas TPPK yang hilang sebagaimana dimaksud dalam huruf e atau TPPK yang rusak sebagaimana dimaksud dalam huruf f, petugas kliring Perwakilan Peserta dapat menggunakan fotokopi surat permohonan penggantian TPPK yang dilegalisasi oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI sebagai pengganti TPPK dalam mengikuti penyelenggaraan SKNBI. Legalisasi tersebut dilakukan dengan cara membubuhkan stempel Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI dan tandatangan pejabat Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI. i. Perwakilan Peserta dikenakan biaya penggantian atas pembuatan TPPK. XIII. PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH KLIRING DI WILAYAH YANG TIDAK TERDAPAT KANTOR BANK INDONESIA A. Prinsip Umum 1. Pembukaan Wilayah Kliring di wilayah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia didasarkan pada kebutuhan dan kesepakatan beberapa kantor Peserta di wilayah yang bersangkutan. 2. Salah satu kantor Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditunjuk sebagai Koordinator PWD Selain BI atas kesepakatan seluruh kantor Peserta di wilayah yang bersangkutan dan dengan persetujuan dari Penyelenggara. 3. Masing-masing kantor Peserta menunjuk salah satu kantornya sebagai Perwakilan Peserta. B. Persyaratan… 143 B. Persyaratan Pembukaan Wilayah Kliring Persyaratan pembukaan Wilayah Kliring paling kurang sebagai berikut: 1. Jumlah kantor Peserta paling kurang 4 (empat) kantor Peserta yang berbeda. Kantor Peserta dapat berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan/atau kantor kas. 2. Dalam periode 6 (enam) bulan terakhir, jumlah Warkat Debit yang beredar di wilayah tersebut rata-rata paling kurang 30 (tiga puluh) Warkat Debit per hari. 3. Terdapat kantor Peserta yang bersedia sebagai Koordinator PWD Selain BI. C. Persyaratan untuk Menjadi Koordinator PWD Selain BI Kantor Peserta yang dapat diusulkan menjadi Koordinator PWD Selain BI harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. kantor Peserta dapat berupa kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan/atau kantor kas; 2. mampu menyediakan sarana dan prasarana dalam rangka pertukaran Warkat Debit; 3. memiliki lokasi yang mudah dijangkau oleh kantor Peserta. Lokasi pelaksanaan pertukaran Warkat Debit tidak harus berada pada lokasi yang sama dengan lokasi kantor Peserta yang diusulkan sebagai Koordinator PWD Selain BI; dan 4. memperoleh persetujuan dari kantor pusat Peserta yang bersangkutan untuk diusulkan sebagai Koordinator PWD Selain BI. D. Tata Cara Permohonan Pembukaan Wilayah Kliring Permohonan pembukaan Wilayah Kliring diatur sebagai berikut: 1. Kesepakatan Tertulis a. Dengan memperhatikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf C, beberapa kantor Peserta di suatu wilayah membuat kesepakatan tertulis mengenai kebutuhan pertukaran Warkat Debit di wilayah tersebut termasuk usulan kantor… 144 kantor Peserta yang akan ditunjuk sebagai Koordinator PWD Selain BI. b. Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh seluruh pimpinan kantor Peserta yang mendukung pembukaan Wilayah Kliring. 2. Pengajuan Permohonan a. Calon Koordinator PWD Selain BI menyampaikan surat permohonan rencana pembukaan Wilayah Kliring dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.22 yang dilampiri dengan dokumen sebagai berikut: 1) kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 1; 2) daftar nama dan alamat kantor Peserta yang mendukung pembukaan Wilayah Kliring; 3) usulan jadwal pertukaran Warkat Debit yang dibuat dengan mengacu pada jam operasional Layanan Kliring Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5; 4) surat persetujuan dari kantor pusat Peserta untuk menjadi Koordinator PWD Selain BI; dan 5) informasi tertulis yang menunjukkan rata-rata Warkat Debit yang beredar di wilayah tersebut paling kurang 30 (tiga puluh) Warkat Debit per hari dalam periode 6 (enam) bulan terakhir. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada: 1) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, apabila pembukaan Wilayah Kliring berada di wilayah kerja KPBI; atau 2) KPwDN apabila pembukaan Wilayah Kliring berada di luar wilayah kerja KPBI. c. Persetujuan atau penolakan atas permohonan pembukaan Wilayah Kliring oleh Penyelenggara atau KPwDN… 145 KPwDN diberikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap. 3. Persetujuan Permohonan a. Dalam hal permohonan pembukaan Wilayah Kliring disetujui maka Penyelenggara atau KPwDN mengeluarkan surat persetujuan yang antara lain memuat penetapan mengenai: 1) Wilayah Kliring; 2) Koordinator PWD Selain BI; 3) 4) jadwal pertukaran Warkat Debit; dan tanggal efektif pembukaan Wilayah Kliring. b. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada kantor Peserta yang ditetapkan sebagai Koordinator PWD Selain BI dengan tembusan kepada: 1) kantor pusat dari kantor Peserta yang ditetapkan sebagai Koordinator PWD Selain BI; dan/atau 2) Penyelenggara apabila persetujuan pembukaan Wilayah Kliring diberikan oleh KPwDN. 4. Penolakan Permohonan a. Dalam hal permohonan pembukaan Wilayah Kliring ditolak maka Penyelenggara atau KPwDN menyampaikan secara tertulis kepada calon Koordinator PWD Selain BI mengenai penolakan disertai dengan alasan penolakan. b. Alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a adalah sebagai berikut: 1) persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf B dan huruf C tidak dipenuhi; 2) dokumen permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a tidak lengkap; dan/atau 3) terdapat faktor lain yang menurut pertimbangan Penyelenggara atau KPwDN belum layak untuk dilakukan pembukaan Wilayah Kliring. c. Surat… 146 c. Surat penolakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada kantor Peserta yang diusulkan sebagai Koordinator PWD Selain BI dengan tembusan kepada: 1) Kantor Pusat dari kantor Peserta yang diusulkan sebagai Koordinator PWD Selain BI; dan/atau 2) Penyelenggara apabila persetujuan pembukaan Wilayah Kliring diberikan oleh KPwDN. d. Apabila penolakan dikarenakan persyaratan tidak dipenuhi dan/atau dokumen permohonan tidak lengkap, kantor Peserta yang diusulkan sebagai Koordinator PWD Selain BI dapat mengajukan permohonan kembali setelah memenuhi persyaratan dan dokumen yang ditetapkan. E. Tindak Lanjut atas Persetujuan Pembukaan Wilayah Kliring Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam butir D.3, kantor Peserta yang ditetapkan sebagai Koordinator PWD Selain BI melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Menyampaikan informasi secara tertulis kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan mengenai: a. persetujuan pembukaan Wilayah Kliring; b. jadwal penyelenggaraan pertukaran Warkat Debit; c. tanggal efektif pembukaan Wilayah Kliring; dan d. permintaan untuk: 1) menyiapkan stempel Kliring dan stempel Kliring Dibatalkan dengan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.1; dan 2) menyampaikan contoh stempel kliring dan stempel Kliring dibatalkan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), paling lama 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif. 2. Menyediakan sarana dan prasarana pertukaran Warkat Debit antara lain: a. ruangan dan peralatan yang diperlukan dalam pertukaran… 147 pertukaran Warkat Debit; dan b. TPPK dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.2. 3. Mengadministrasikan data Perwakilan Peserta dan petugas kliring. F. Penggantian Koordinator PWD Selain BI 1. Penggantian Koordinator PWD Selain BI dapat dilakukan berdasarkan persetujuan lebih dari 50% (lima puluh persen) kantor Peserta di Wilayah Kliring tersebut yang disertai dengan usulan penunjukan Koordinator PWD Selain BI baru. 2. Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Koordinator PWD Selain BI atau kantor Peserta yang diusulkan menjadi Koordinator PWD Selain BI menyampaikan surat kepada Penyelenggara atau KPwDN yang memuat: a. pemberitahuan mengenai penggantian Koordinator PWD Selain BI; dan b. permohonan mengenai penggantian Koordinator PWD Selain BI, disertai alasan dan usulan tanggal efektif penggantian Koordinator PWD Selain BI. 3. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan kepada: a. Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, apabila calon Koordinator PWD Selain BI pengganti berada di wilayah kerja KPBI. b. KPwDN apabila calon Koordinator PWD Selain BI pengganti berada di luar wilayah kerja KPBI, dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.23. 4. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b dilampiri dengan dokumen: a. persetujuan tertulis lebih dari 50% (lima puluh persen) Perwakilan Peserta sebagaimana dimaksud dalam … 148 dalam angka 1 yang ditandatangani oleh seluruh pimpinan Perwakilan Peserta yang menyetujui penggantian Koordinator PWD Selain BI; dan b. surat persetujuan untuk diusulkan sebagai Koordinator PWD Selain BI pengganti dari kantor pusat yang bersangkutan. 5. Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Penyelenggara atau KPwDN memberikan persetujuan atau penolakan atas penggantian Koordinator PWD Selain BI paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap. 6. Dalam hal permohonan penggantian Koordinator PWD Selain BI disetujui, Penyelenggara atau KPwDN menyampaikan surat persetujuan sebagai Koordinator PWD Selain BI pengganti. 7. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 disampaikan kepada kantor Peserta yang disetujui sebagai Koordinator PWD Selain BI pengganti dengan tembusan kepada: a. Kantor Pusat dari Koordinator PWD Selain BI pengganti; b. Kantor Pusat dari Koordinator PWD Selain BI lama; dan/atau c. Penyelenggara apabila persetujuan penggantian Koordinator PWD Selain BI diberikan oleh KPwDN. 8. Dalam hal permohonan penggantian Koordinator PWD Selain BI ditolak, Penyelenggara atau KPwDN menyampaikan surat pemberitahuan penolakan disertai dengan keterangan alasan penolakan. 9. Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud dalam angka 8 disampaikan kepada kantor Peserta yang ditolak sebagai Koordinator PWD Selain BI pengganti dengan tembusan kepada: a. Kantor Pusat dari Koordinator PWD Selain BI pengganti yang ditolak; b. Kantor… 149 b. Kantor Pusat dari Koordinator PWD Selain BI lama; dan/atau c. Penyelenggara apabila persetujuan penggantian Koordinator PWD Selain BI diberikan oleh KPwDN. 10. Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 Koordinator PWD Selain BI pengganti menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan pertukaran Warkat Debit, antara lain mencakup: a. ruangan dan peralatan yang diperlukan dalam pertukaran Warkat Debit; dan b. TPPK dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.2. 11. Koordinator PWD Selain BI lama harus tetap menjalankan fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal penggantian Koordinator PWD Selain BI pengganti berlaku efektif. G. Penutupan Wilayah Kliring Permohonan penutupan Wilayah Kliring diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penutupan Wilayah Kliring dapat dilakukan berdasarkan: a. kesepakatan tertulis dari kantor Peserta di Wilayah Kliring tersebut; atau b. kebijakan Penyelenggara. 2. Dalam hal penutupan Wilayah Kliring dilakukan berdasarkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Koordinator PWD Selain BI mengajukan surat permohonan mengenai pengunduran diri sebagai Koordinator PWD Selain BI dan/atau penutupan Wilayah Kliring dengan memberitahukan alasan dan tanggal efektif penutupan Wilayah Kliring kepada: 1) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, apabila Wilayah Kliring berada di wilayah kerja KPBI; atau 2) KPwDN… 150 2) KPwDN apabila Wilayah Kliring berada di luar wilayah kerja KPBI. Format surat permohonan penutupan Wilayah Kliring sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.24. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang ditandatangani oleh seluruh pimpinan Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan dan dilampiri dengan dokumen mengenai kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. c. Atas surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Penyelenggara atau KPwDN memberikan persetujuan atas pengunduran diri sebagai Koordinator PWD Selain BI dan/atau penutupan Wilayah Kliring paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap. d. Dalam hal permohonan pengunduran diri sebagai Koordinator PWD Selain BI dan/atau penutupan Wilayah Kliring disetujui, Penyelenggara atau KPwDN menyampaikan surat persetujuan kepada kantor Peserta yang sebelumnya menjadi Koordinator PWD Selain BI dengan tembusan kepada: 1) Kantor Pusat dari kantor Peserta yang sebelumnya menjadi Koordinator PWD Selain BI; dan/atau 2) Penyelenggara apabila persetujuan pengunduran diri sebagai Koordinator PWD Selain BI dan/atau penutupan Wilayah Kliring diberikan oleh KPwDN. e. Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, kantor Peserta yang sebelumnya menjadi Koordinator PWD Selain BI menyampaikan informasi mengenai tanggal efektif pengunduran diri sebagai Koordinator PWD Selain BI dan/atau penutupan Wilayah Kliring kepada seluruh Perwakilan Peserta… 151 Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan. f. Koordinator PWD Selain BI harus tetap menjalankan fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir sebelum tanggal pengunduran diri sebagai Koordinator PWD Selain BI dan/atau penutupan Wilayah Kliring berlaku efektif. g. Setelah Wilayah Kliring tersebut ditutup, pertukaran Warkat Debit di wilayah tersebut tetap dapat dilaksanakan secara bilateral sesuai kesepakatan. 3. Dalam hal penutupan Wilayah Kliring dilakukan berdasarkan kebijakan Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b, Penyelenggara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai tanggal efektif penutupan Wilayah Kliring dan penghentian bantuan keuangan kepada Koordinator PWD Selain BI dengan tembusan kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring serta KPwDN yang mewilayahi Wilayah Kliring tersebut paling lama 1 (satu) bulan sebelum tanggal efektif penutupan Wilayah Kliring tersebut. Setelah Wilayah Kliring tersebut ditutup, pertukaran Warkat Debit di wilayah tersebut tetap dapat dilaksanakan secara bilateral sesuai kesepakatan. H. Bantuan Keuangan Dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit yang dilaksanakan oleh Koordinator PWD Selain BI, Penyelenggara memberikan bantuan keuangan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Nominal dan Kriteria Bantuan Keuangan a. Terhitung sejak kantor Kordinator PWD Selain BI tersebut efektif menyelenggarakan pertukaran Warkat Debit, Penyelenggara memberikan bantuan keuangan kepada KPWD Selain BI setiap bulan. b. Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diberikan sesuai kriteria sebagaimana dimaksud pada Lampiran II.25. c. Nilai… 152 c. Nilai nominal bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditetapkan oleh Penyelenggara dengan Keputusan Kepala Departemen yang melaksanakan fungsi penyelenggaraan sistem pembayaran di Bank Indonesia. d. Salinan Keputusan sebagaimana dimaksud dalam huruf c disampaikan kepada kantor pusat dari Koordinator PWD Selain BI. 2. Mekanisme Pemberian Bantuan Keuangan a. Pemberian bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. disampaikan oleh Penyelenggara kepada kantor pusat Koordinator PWD Selain BI paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah akhir bulan. b. Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diberikan dengan cara mengkredit Rekening Setelmen Dana kantor pusat Koordinator PWD Selain BI di Bank Indonesia. 3. Bantuan Keuangan Bagi Koordinator PWD Selain BI Yang Baru a. Dalam hal Peserta bertindak sebagai Koordinator PWD Selain BI di Wilayah Kliring yang baru dibentuk maka: 1) untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama sejak tanggal efektif pembentukan Koordinator PWD Selain BI tersebut diberi bantuan setiap bulan sebesar 100% (seratus persen) dari nilai nominal yang ditetapkan oleh Kepala Departemen yang melaksanakan fungsi penyelenggaraan sistem pembayaran di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c. Penetapan jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a) apabila tanggal efektif pembentukan Wilayah Kliring ditetapkan pada tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 bulan berjalan maka masa 3 (tiga) bulan pertama dihitung sejak bulan yang… 153 yang bersangkutan; atau b) apabila tanggal efektif pembentukan Wilayah Kliring ditetapkan setelah tanggal 15 bulan berjalan maka masa 3 (tiga) bulan pertama dihitung sejak bulan berikutnya; 2) bantuan keuangan per bulan yang akan diberikan kepada Koordinator PWD Selain BI setelah masa 3 (tiga) bulan tersebut disesuaikan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.25. b. Dalam hal kantor Peserta bertindak sebagai Koordinator PWD Selain BI pengganti maka: 1) bantuan keuangan diberikan sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.25; 2) pemberian bantuan keuangan kepada Penyelenggara Koordinator PWD Selain BI yang mengalami perubahan diatur sebagai berikut: a) apabila tanggal efektif pengalihan dilaksanakan pada tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 bulan berjalan maka bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada angka 1) untuk bulan yang bersangkutan diberikan kepada KPWD Selain BI yang menerima pengalihan; atau b) apabila tanggal efektif pembentukan Wilayah Kliring ditetapkan setelah tanggal 15 bulan berjalan maka bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a) untuk bulan yang bersangkutan diberikan kepada KPWD Selain BI yang mengalihkan. Contoh perhitungan pemberian bantuan keuangan kepada Koordinator PWD Selain BI yang baru adalah sebagaimana dalam Lampiran II.26. 4. Penetapan… 154 4. Penetapan Iuran di Luar Bantuan Keuangan oleh Penyelenggara a. Apabila bantuan keuangan yang diberikan oleh Penyelenggara atau KPwDN tidak dapat menutupi seluruh biaya operasional Koordinator PWD Selain BI dalam pertukaran Warkat Debit, Koordinator PWD Selain BI dapat menetapkan iuran kepada kantor Peserta di Wilayah Kliring. b. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud dalam huruf a, ditetapkan berdasarkan selisih biaya operasional yang dikeluarkan Koordinator PWD Selain BI dalam rangka pertukaran Warkat Debit. c. Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam huruf b antara lain mencakup biaya tenaga kerja serta biaya penyediaan sarana dan prasarana pertukaran Warkat Debit. I. Besarnya iuran dan perhitungan biaya operasional yang menjadi dasar penetapan iuran wajib disampaikan kepada dan disetujui oleh seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring. 1. Penyampaian Laporan Kantor Pusat dari Koordinator PWD Selain BI wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai pendistribusian dan besarnya nilai nominal bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam H.1.c paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan menggunakan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.27. 2. Koordinator PWD Selain BI yang menetapkan iuran kepada seluruh Peserta, wajib menyampaikan laporan triwulanan kepada Penyelenggara dan seluruh Peserta mengenai penggunaan bantuan keuangan dan iuran Peserta dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit paling lambat akhir bulan… 155 bulan berikutnya dengan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.28. XIV. BIAYA DALAM PENYELENGGARAAN SKNBI A. Prinsip Umum 1. Peserta dikenakan biaya dalam penyelenggaraan SKNBI. 2. Penyelenggara dapat tidak mengenakan biaya kepada Peserta dalam Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat. 3. Peserta dapat mengenakan biaya transaksi melalui SKNBI kepada Nasabah. 4. Penyelenggara menetapkan batas maksimal biaya yang dapat dikenakan Peserta kepada Nasabah. B. Biaya Penyelenggaraan SKNBI yang Dikenakan kepada Peserta 1. Jenis dan besarnya biaya a. Jenis biaya dalam penyelenggaraan SKNBI terdiri atas: 1) Biaya proses DKE meliputi: a) Biaya proses DKE Transfer Dana; b) Biaya proses DKE Warkat Debit; c) Biaya proses DKE Pembayaran; dan d) Biaya proses DKE Penagihan. 2) Biaya akses informasi data agregat. 3) Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank. 4) Biaya perpanjangan periode waktu pengiriman DKE. 5) Biaya sortasi Warkat Debit. 6) Biaya Warkat Debit reject. 7) Biaya pembuatan dan/atau penggantian TPPK. b. Besar biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a mengacu pada rincian biaya sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.6. c. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 2. Perhitungan dan Pembebanan Biaya a. Perhitungan dan pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1) sampai dengan butir 1.a.4)… 156 1.a.4) dilakukan oleh Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Biaya proses DKE sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.1) dan PPN dihitung setiap bulan atas dasar total DKE yang diterima dan diperhitungkan oleh Penyelenggara. 2) Biaya akses informasi data agregat sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.2) dan PPN dihitung setiap bulan dan hanya dibebankan kepada Peserta yang terdaftar sebagai pengguna fasilitas informasi. 3) Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.3) dan PPN dihitung atas dasar durasi waktu penggunaan fasilitas tersebut setiap 1 (satu) jam berdasarkan absensi yang telah ditandatangani oleh Penyelenggara dan Peserta. 4) Biaya perpanjangan pengiriman DKE sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.4) dan PPN dihitung atas dasar durasi waktu perpanjangan kegiatan tersebut setiap 30 (tiga puluh) menit. 5) Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 4) dilakukan oleh Penyelenggara dengan cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar, dengan ketentuan sebagai berikut: a) biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) dibebankan setiap akhir bulan paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada bulan berikutnya; b) biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dan angka 4) dibebankan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Peserta menggunakan… 157 menggunakan Fasilitas Guest Bank dan/atau perpanjangan periode waktu pengiriman DKE; b. Perhitungan dan pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.5) sampai dengan butir 1.a.7) dilakukan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Biaya sortasi Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.5) dihitung atas dasar total Warkat Debit dalam Kliring Penyerahan yang diserahkan oleh Peserta dan diproses oleh Koordinator PWD yang melakukan pertukaran Warkat Debit secara otomasi. 2) Biaya Warkat Debit reject sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.6) dihitung dan dibebankan oleh Koordinator PWD yang melakukan pertukaran Warkat Debit secara otomasi dengan ketentuan sebagai berikut: a) Warkat Debit reject adalah Warkat Debit dalam Kliring Penyerahan yang tidak dapat diproses secara otomasi. b) Biaya Warkat Debit reject dikenakan apabila total Warkat Debit reject harian melebihi 2% (dua persen) dari total Warkat Debit yang diproses oleh Koordinator PWD. c) Biaya Warkat Debit reject sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dibebankan kepada Peserta penerima. 3) Biaya pembuatan dan/atau penggantian TPPK sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.7) dihitung oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI untuk setiap permohonan pembuatan dan/atau penggantian TPPK. 4) Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam angka… 158 angka 1), angka 2), dan angka 3) dilakukan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI setiap akhir bulan paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada bulan berikutnya dengan ketentuan sebagai berikut: a) Dalam hal pertukaran Warkat Debit dilakukan oleh Koordinator PWD maka pembebanan biaya dilakukan dengan cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta. b) Dalam hal pertukaran Warkat Debit dilakukan oleh Koordinator PWD Selain BI maka pembebanan biaya dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh Koordinator PWD Selain BI. C. Biaya transaksi melalui SKNBI yang dikenakan kepada Nasabah Peserta 1. Dalam rangka mendukung kelancaran penyelesaian transaksi melalui SKNBI, Peserta dapat menetapkan dan mengenakan biaya transaksi kepada nasabah dengan batas maksimal yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 2. Biaya transaksi yang dikenakan oleh Peserta kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditetapkan paling banyak Rp5.000,00 (lima ribu rupiah). 3. Peserta wajib mengumumkan: a. besarnya biaya transaksi SKNBI yang ditetapkan dan dikenakan oleh Peserta kepada nasabah; dan b. besarnya biaya transaksi SKNBI yang ditetapkan Penyelenggara. 4. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna SKNBI. XV. PENANGANAN… 159 XV. PENANGANAN KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU KEADAAN DARURAT A. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara Dalam rangka menjaga kelangsungan operasional SKNBI apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Penyelenggara berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara Dalam hal Keadaan Tidak Normal pada penyelenggaraan SKNBI terjadi di lokasi Penyelenggara yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan SKNBI maka penanganan dilakukan sebagai berikut: a. Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh Peserta melalui administrative message dan/atau sarana lainnya mengenai Keadaan Tidak Normal dan langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1) menghentikan sementara kegiatan pengiriman DKE dan kegiatan lainnya yang terhubung ke SSK; 2) melakukan koneksi ulang ke SSK; 3) melakukan query status batch DKE yang telah dikirim ke SSK; dan/atau 4) melakukan pengiriman ulang dalam hal terdapat batch DKE yang masih belum berhasil dikirim. b. Dalam hal Keadaan Tidak Normal sebagaimana dimaksud dalam huruf a mengakibatkan SKNBI tidak dapat beroperasi sampai dengan batas waktu yang ditentukan oleh Penyelenggara maka Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal dan memberitahukan kepada Peserta mengenai hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta. 2. Keadaan… 160 2. Keadaan Darurat di Penyelenggara Dalam hal terjadi Keadaan Darurat di lokasi Penyelenggara yang menyebabkan SKNBI tidak dapat beroperasi maka Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur penanggulangan Keadaan Darurat dan memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai Keadaan Darurat serta hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta. B. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta Dalam rangka menjaga kelangsungan operasional SKNBI apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta yang menyebabkan terganggunya kelancaran operasional SKNBI maka Peserta harus memberitahukan kepada Penyelenggara mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat. 2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada: a. Helpdesk SKNBI melalui sarana telepon paling lama 30 (tiga puluh) menit sejak terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat; dan b. Penyelenggara melalui surat yang didahului dengan faksimile dalam hal memerlukan tindak lanjut perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman DKE sesuai dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.5. 3. Dalam hal Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat sebagaimana dimaksud dalam angka 1 menyebabkan Peserta tidak dapat melakukan kegiatan operasional SKNBI maka Peserta dapat menggunakan Fasilitas Guest Bank. 4. Dalam hal Peserta memutuskan untuk tidak melakukan kegiatan operasional SKNBI maka Peserta harus segera memberitahukan kepada Penyelenggara melalui surat yang dapat… 161 dapat didahului dengan faksimile atau sarana lain. 5. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta, Penyelenggara dapat menetapkan kebijakan, prosedur, dan hal-hal lain yang diperlukan untuk penyelesaian transaksi oleh Peserta melalui SKNBI. C. Penggunaan Fasilitas Guest Bank Dalam Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta, penyelesaian transaksi melalui SKNBI oleh Peserta dapat dilakukan dengan menggunakan Fasilitas Guest Bank dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Untuk menggunakan Fasilitas Guest Bank, Peserta mengajukan surat permohonan dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.29. 2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 paling kurang memuat: a. alasan untuk menggunakan Fasilitas Guest Bank; b. lokasi penggunaan Fasilitas Guest Bank; dan c. pernyataan bahwa Peserta yang bersangkutan membebaskan Penyelenggara atau KPwDN dari tanggung jawab atas segala kerugian yang timbul pada Peserta (indemnity) terkait dengan penggunaan Fasilitas Guest Bank. 3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan dapat disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara melalui faksimile ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a. 4. Untuk Peserta yang berada di wilayah kerja KPwDN, surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1, disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN yang menyediakan Fasilitas Guest Bank, dengan memperhatikan jam kerja KPwDN. 5. Persetujuan… 162 5. Persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan melalui administrative message atau sarana lainnya. 6. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disetujui, Peserta harus menyiapkan data transaksi dan hal-hal lain yang diperlukan dalam penggunaan Fasilitas Guest Bank sesuai dengan buku pedoman penggunaan aplikasi SPK. 7. Penyelenggara dapat menetapkan batas maksimal waktu dan/atau urutan penggunaan Fasilitas Guest Bank, dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan permohonan penggunaan Fasilitas Guest Bank melebihi kapasitas yang tersedia. XVI. PEMANTAUAN KEPATUHAN Pelaksanaan pemantauan kepatuhan Peserta dan Koordinator PWD Selain BI diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penyelenggara melakukan pemantauan kepatuhan: a. Peserta; dan b. Koordinator PWD Selain BI, terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. 2. Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan secara langsung dan tidak langsung. 3. Dalam rangka pemantauan tidak langsung, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Pemantauan kepatuhan kepada Peserta 1) Pemantauan secara tidak langsung kepada Peserta dilakukan dengan cara melakukan analisis dan evaluasi terhadap: a) laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu yang disampaikan oleh Peserta kepada Penyelenggara; dan b) data, informasi, dan/atau dokumen yang diperoleh dari: (1) Peserta yang bersangkutan; (2) sistem Penyelenggara; dan/atau (3) pihak… 163 (3) pihak lain. 2) Peserta wajib menyampaikan laporan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut: a) Laporan Berkala berupa Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan (LHPK) (1) LHPK merupakan laporan tahunan hasil penilaian pemeriksaan internal sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.1.b.2) untuk periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Format LHPK ditetapkan oleh Penyelenggara dan disampaikan kepada Peserta melalui surat dan/atau sarana lain. (2) Laporan LHPK sebagaimana dimaksud dalam angka (1) disampaikan oleh Peserta paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya. (3) Dalam hal batas waktu penyampaian sebagaimana dimaksud dalam angka (1) jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka batas waktu penyampaian adalah hari kerja berikutnya. (4) LHPK sebagaimana dimaksud dalam angka (1) disampaikan kepada Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b) Laporan sewaktu-waktu atas permintaan Penyelenggara. Selain laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Peserta dapat menyampaikan laporan kepada Penyelenggara atas inisiatif sendiri, misalnya laporan gangguan SKNBI pada Peserta. 3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.b. 4) Berdasarkan… 164 4) Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara dapat melakukan klarifikasi dan/atau konfirmasi kepada Peserta atas data, informasi, dan/atau dokumen. 5) Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung terdapat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan kepada Peserta untuk melakukan upaya perubahan dalam rangka pemenuhan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. b. Pemantauan kepada Koordinator PWD Selain BI 1) Pemantauan secara tidak langsung kepada Koordinator PWD Selain BI dilakukan dengan cara melakukan analisa dan evaluasi terhadap laporan bulanan dan/atau laporan berkala yang disampaikan oleh Koordinator PWD Selain BI. 2) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) merupakan laporan yang memuat informasi jumlah Perwakilan Peserta, jumlah transaksi, jumlah nominal transaksi, dan jadwal pelaksanaan pertukaran Warkat Debit, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.30. 3) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada angka 1) disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada bulan berikutnya kepada: a) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.b, apabila Koordinator PWD Selain BI berada di wilayah kerja KPBI; atau b) KPwDN apabila Koordinator PWD Selain BI berada di luar wilayah kerja KPBI. 4. Pemantauan… 165 4. Pemantauan Langsung Dalam rangka pemantauan langsung, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Pemantauan kepatuhan kepada Peserta 1) Pemantauan secara langsung dilakukan melalui kunjungan ke lokasi Peserta secara periodik atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. 2) Dalam kunjungan pemeriksaan di lokasi Peserta, berlaku ketentuan dan prosedur sebagai berikut: a) Petugas Penyelenggara yang melakukan pemeriksaan di lokasi Peserta dilengkapi dengan surat tugas dari Penyelenggara. b) Peserta wajib memberikan akses kepada petugas Penyelenggara, paling kurang berupa: (1) data, informasi, dan/atau dokumen yang diperlukan, termasuk namun tidak terbatas pada dokumen asli dan/atau salinan dokumen yang berupa warkat, dan/atau data elektronik yang terkait dengan pelaksanaan SKNBI sesuai dengan permintaan petugas Penyelenggara; dan/atau (2) sarana fisik dan aplikasi pendukung yang terkait dengan operasional SKNBI di Peserta, antara lain SPK serta interface dari dan ke sistem internal Peserta. 3) Penyelenggara dapat menunjuk pihak lain untuk dan atas nama Penyelenggara untuk melaksanakan pemeriksaan Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1). Pihak lain yang ditugaskan tersebut dilengkapi dengan surat penugasan dari Penyelenggara. 4) Petugas Penyelenggara melakukan exit meeting dengan Peserta yang dituangkan dalam laporan hasil exit meeting yang ditandatangani oleh Penyelenggara dan Pejabat Peserta yang berwenang. 5) Penyelenggara… 166 5) Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan kepada Peserta untuk melakukan tindak lanjut dan mendorong Peserta untuk melakukan upaya perubahan dalam rangka pemenuhan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sesuai dengan laporan hasil exit meeting sebagaimana dimaksud dalam angka 4). b. Pemantauan kepatuhan kepada Koordinator PWD Selain BI 1) Pemantauan secara langsung dilakukan melalui kunjungan ke lokasi Koordinator PWD Selain BI secara periodik atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. 2) Dalam kunjungan pemeriksaan di lokasi Peserta, berlaku ketentuan dan prosedur sebagai berikut: a) Petugas Penyelenggara yang melakukan pemeriksaan di lokasi Peserta dilengkapi dengan surat tugas dari Penyelenggara. b) Peserta harus memberikan akses kepada petugas Penyelenggara, paling kurang berupa data, informasi, dan/atau dokumen yang diperlukan terkait dengan pelaksanaan pertukaran Warkat Debit sesuai dengan permintaan petugas Penyelenggara. c) Petugas Penyelenggara melakukan exit meeting dengan Peserta yang dituangkan dalam laporan hasil exit meeting yang ditandatangani oleh Penyelenggara dan Pejabat Peserta yang berwenang. d) Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan kepada Peserta untuk melakukan tindak lanjut dan mendorong Peserta untuk melakukan upaya perubahan dalam rangka pemenuhan ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sesuai dengan laporan hasil exit meeting sebagaimana dimaksud dalam huruf c). 5. Dalam… 167 5. Dalam rangka pemantauan kepatuhan Peserta, Penyelenggara dapat meminta Peserta untuk melakukan pengujian terhadap infrastruktur Peserta yang digunakan dalam operasional SKNBI. 6. Peserta dan Koordinator PWD Selain BI wajib menindaklanjuti hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan angka 4. XVII. TATACARA PENGENAAN SANKSI A. Sanksi Terkait Pembuatan DKE 1. Peserta yang tidak memenuhi ketentuan mengenai pembuatan DKE sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B.1.c.1), butir VI.B.1.c.2), butir VII.B.7.a.1), butir VII.B.7.a.2), butir VIII.B.1.c.1), butir VIII.B.1.c.2), butir IX.B.7.a, dan/atau butir IX.B.7.b dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per DKE dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per 1 (satu) periode pemantauan. 2. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. B. Sanksi Terkait Penyediaan dan Penambahan Prefund 1. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan mengenai penyediaan minimum nominal Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam butir V.B.3 yang dikarenakan kelalaian Peserta, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta dikenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Pengenaan sanksi dilaksanakan paling lama 1 (satu) hari kerja berikutnya, dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta. b. Terhadap Peserta yang dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara melakukan pemantauan selama 6 (enam) bulan. c. Apabila selama periode pemantauan sebagaimana dimaksud… 168 dimaksud dalam huruf b Peserta tidak memenuhi kewajiban penyediaan Prefund Debit sebanyak 6 (enam) kali maka Peserta dapat dikenakan sanksi berupa penurunan status kepesertaan dari aktif menjadi ditangguhkan. d. Penyelenggara dapat mengubah kembali status Peserta dari ditangguhkan menjadi aktif berdasarkan kebijakan Penyelenggara. e. Penyelenggara menginformasikan perubahan status Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d kepada: 1) Peserta yang bersangkutan melalui surat; 2) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative message dan/atau sarana lainnya; dan 3) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta melalui surat atau sarana lainnya. 2. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan penyediaan minimum nominal Prefund Debit sebagaimana dimaksud dalam butir V.B.3 dikarenakan ketidakmampuan dalam penyediaan Prefund Debit, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta dikenakan sanksi penurunan status kepesertaan dari aktif menjadi ditangguhkan. b. Penyelenggara dapat mengubah kembali status Peserta dari ditangguhkan menjadi aktif apabila Peserta dapat memenuhi kewajiban penyediaan minimum nominal Prefund Debit. c. Penyelenggara menginformasikan perubahan status Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b kepada: 1) Peserta yang bersangkutan melalui surat; 2) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative message dan/atau sarana lainnya; dan 3) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat… 169 terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya. 3. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan penambahan Prefund sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B.3.c, butir VII.B.3.b, butir VIII.B.3.c, dan/atau butir IX.B.3.b, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per DKE dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per 1 (satu) hari kerja. b. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan paling lama 1 (satu) hari kerja berikutnya, dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. C. Sanksi Terkait Penolakan Warkat Debit dan/atau DKE Warkat Debit Dalam hal Peserta melakukan penolakan Warkat Debit atau DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir VII.B.1.b.1)b), berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Peserta pengirim, Peserta penerima, atau nasabah dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per DKE Warkat Debit yang ditolak. 2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar kepada Peserta pengirim, Peserta penerima, atau nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan berdasarkan alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.31. 3. Pembebanan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dalam angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Sanksi yang dikenakan kepada nasabah Peserta dibebankan oleh Penyelenggara dengan cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta. Selanjutnya, Peserta membebankan… 170 membebankan sanksi tersebut kepada nasabahnya. b. Sanksi yang dikenakan kepada Peserta dibebankan oleh Penyelenggara dengan cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta. Peserta dilarang membebankan biaya pengenaan sanksi tersebut kepada nasabahnya, mengingat alasan penolakan Warkat Debit atau DKE Debit tersebut disebabkan oleh kekeliruan Peserta. D. Sanksi Terkait Pemantauan Kepatuhan 1. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.1 dikenakan sanksi sebagai berikut: a. Peserta yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan SKNBI dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak teguran tertulis diterima, dapat dikenakan sanksi berupa penurunan status kepesertaan. 2. Bagi Peserta yang tidak menginformasikan biaya transaksi dalam penyelenggaraan SKNBI kepada nasabah secara transparan sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.4 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. 3. Bagi Peserta yang tidak mencetak Warkat Debit di perusahaan percetakan dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam butir XI.C.1 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. 4. Bagi Peserta yang tidak mencetak Warkat Debit sesuai dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam butir XI.A.2, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta yang tidak mencetak Warkat Debit sesuai dengan spesifikasi teknis dikenakan sanksi administratif… 171 administratif berupa teguran tertulis. b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a sehingga mengganggu proses pertukaran Warkat Debit secara otomasi, Koordinator PWD dapat tidak memproses Warkat Debit Peserta dalam pertukaran Warkat Debit 5. Bagi Peserta yang tidak memberikan data, informasi, dan/atau dokumen terkait penyelenggaran SKNBI sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.5 dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. 6. Bagi Peserta yang tidak memberikan akses kepada Penyelenggara untuk melakukan pemeriksaan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam butir XVI.4.b.2), berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta yang tidak memberikan akses kepada Penyelenggara untuk melakukan pemeriksaan secara langsung dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak teguran tertulis diterima, dapat dikenakan sanksi penurunan status kepesertaan. 7. Bagi Peserta yang tidak menindaklanjuti hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam butir XVI.6, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta yang tidak menindaklanjuti hasil pemantauan dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dapat dikenakan sanksi penurunan status kepesertaan. 8. Bagi… 172 8. Bagi Peserta yang terlambat menyampaikan laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam butir XVI.3.a.2)a) berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Peserta dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per hari kerja keterlambatan sejak batas waktu penyampaian pelaporan, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). b. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. c. Dalam hal Peserta terlambat menyampaikan laporan berkala sesuai batas waktu, Peserta tetap wajib menyampaikan laporan berkala paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak batas waktu penyampaian laporan berkala yang ditetapkan oleh Penyelenggara. d. Dalam hal Peserta tidak menyampaikan laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Peserta dikenakan sanksi teguran tertulis. e. Peserta yang tidak menindaklanjuti sanksi teguran tertulis sebagimana dimaksud dalam huruf d, dapat dikenakan sanksi penurunan status kepesertaan. 9. Dalam hal Penyelenggara mengenakan sanksi penurunan status kepesertaan, Penyelenggara menginformasikan kepada: a. Peserta yang bersangkutan melalui surat; b. seluruh Peserta melalui fasilitas administrative message dan/atau sarana lainnya; dan c. Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya. XVIII. KETENTUAN … 173 XVIII. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Penyelenggara Kliring Lokal beralih fungsi sebagai berikut: a. Penyelenggara Kliring Lokal Bank Indonesia beralih fungsi menjadi Koordinator PWD. b. Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia beralih fungsi menjadi Koordinator PWD Selain BI. 2. Penggantian dan penggunaan stempel kliring dan stempel kliring dibatalkan sesuai dengan format dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dapat dilakukan secara bertahap paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. 3. Penggantian TPPK sesuai dengan format dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dapat dilakukan secara bertahap paling lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2015. 4. Penunjukan Perwakilan Peserta di setiap Wilayah Kliring dapat dilakukan secara bertahap paling lama tanggal 31 Desember 2015. 5. Penyelenggara Kliring Lokal Selain BI yang sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini telah menetapkan iuran kepada Perwakilan Peserta dapat melakukan penyesuaian iuran dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir XIII.H.4 dan harus melaporkan penyesuaian iuran tersebut paling lama 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini. 6. Pada tahap awal implementasi penyelenggaraan SKNBI: a. Layanan SKNBI terbatas pada Layanan Transfer Dana dan Layanan Kliring Warkat Debit. b. Kepesertaan SKNBI terbatas pada Bank. 7. Implementasi SKNBI untuk Layanan Pembayaran Reguler dan Layanan Penagihan Reguler, serta keikutsertaan Penyelenggara Transfer Dana selain Bank sebagai Peserta diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia. XIX. KETENTUAN PENUTUP 1. Ketentuan mengenai bantuan keuangan kepada Koordinator PWD Selain BI sebagaimana dimaksud dalam butir XIII.H mulai berlaku… 174 berlaku pada 1 Juli 2015. 2. Ketentuan mengenai pengenaan biaya penggunaan akses data agregat hasil perhitungan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam butir XIV.B.1.a.2) mulai berlaku pada 1 Januari 2016. 3. Ketentuan mengenai batas maksimal biaya transaksi melalui SKNBI yang dikenakan oleh Peserta kepada nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir XIV.C.2 mulai berlaku pada 1 Januari 2016. 4. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/35/DASP tanggal 22 Desember 2006 perihal Warkat Debit dan Dokumen Kliring serta Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Warkat dan Dokumen Kliring dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia; b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/35/DASP tanggal 18 Desember 2007 perihal Penyelenggaraan Kliring Antar Wilayah; c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/13/DASP tanggal 4 Mei 2009 perihal Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia; d. Ketentuan mengenai pelaksanaan Treasury Single Account melalui SKNBI sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/12/DASP tanggal 5 Maret 2008 perihal Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia dalam rangka Penetapan Treasury Single Account; e. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/15/DASP tanggal 18 Juni 2009 perihal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia oleh Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia; f. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP tanggal 24 Maret 2010 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia; g. Surat… 175 g. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/34/DASP tanggal 22 Desember 2010 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia; dan h. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/19/DASP tanggal 26 Juni 2012 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/15/DASP perihal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia oleh Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ................... Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/13/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 5 Juni 2015 </set_date> <replaced_reg> '12/34/DASP|SE-BI/2010', '10/12/DASP|SE-BI/2008', '11/15/DASP|SE-BI/2009', '9/35/DASP|SE-BI/2007', '14/19/DASP|SE-BI/2012', '12/8/DASP|SE-BI/2010', '11/13/DASP|SE-BI/2009', '8/35/DASP|SE-BI/2006' </replaced_reg> <related_reg> '17/9/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi XVII' </penalty_list>
No. 7/6/DPM Jakarta, 28 Februari 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedelapan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), perlu dilakukan perubahan pada beberapa butir ketentuan dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, sebagai berikut: 1. Butir I.B.2 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: ”2. Marjin maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan 3 bulan 6 bulan 12 bulan 24 bulan Marjin (basis point) Dikurangi 2 (dua) Ditambah 3 (tiga) Ditambah 8 (delapan) Ditambah 23 (dua puluh tiga) Ditambah 53 (lima puluh tiga) dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada lelang terakhir.” 2. Butir … 2 2. Butir I.B.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “4. Marjin untuk maksimum suku bunga simpanan pihak ketiga dalam valuta asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, dan 12 bulan yang dijamin Pemerintah masing-masing ditambah 3 (tiga) basis point, sedangkan yang berjangka waktu 24 bulan ditambah 2 (dua) basis point di atas rata-rata suku bunga deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” 3. Butir II.B diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “B. Maksimum Suku Bunga PUAB a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 196 (seratus sembilan puluh enam) basis point di atas rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 157 (seratus lima puluh tujuh) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi valuta asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 28 Februari 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/6/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedelapan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 28 Februari 2005 </set_date> <effective_date> 28 Februari 2005 </effective_date> <changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004', '6/11/PBI/2004 | Pasal 3' </related_reg>
No. 9/30/DPNP Jakarta, 12 Desember 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4785), maka perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok–pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Penggunaan Teknologi Informasi diperlukan Bank dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional Bank. Selain itu perkembangan Teknologi Informasi memungkinkan Bank untuk meningkatkan pelayanan kepada nasabah melalui produk-produk Electronic Banking. 2. Dalam hal Bank tidak dapat menyelenggarakan sendiri Teknologi Informasi tersebut, Bank dimungkinkan untuk menggunakan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. 3. Mengingat … 3. Mengingat penggunaan Teknologi Informasi dapat meningkatkan risiko yang dihadapi Bank, maka Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif. II. PEDOMAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN TEKNOLOGI INFORMASI 1. Dalam penggunaan Teknologi Informasi baik yang diselenggarakan sendiri maupun yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa, Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif. 2. Dalam rangka menerapkan manajemen risiko penggunaan Teknologi Informasi tersebut, Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang digunakan Bank dalam mengelola sumber daya Teknologi Informasi dalam rangka mendukung kelangsungan bisnis Bank terutama pelayanan kepada nasabah. Sumber daya ini mencakup antara lain perangkat keras, perangkat lunak, jaringan, sumber daya manusia serta data/informasi. 3. Kebijakan dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi serta pedoman manajemen risiko penggunaan Teknologi Informasi mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum yang merupakan Lampiran 1 Surat Edaran ini maupun Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko Bank sebagaimana diatur dalam Surat Edaran No. 5/21/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. 4. Kebijakan dan prosedur tersebut paling kurang mencakup aspek-aspek sebagai berikut: a. Manajemen; b. Pengembangan dan pengadaan; c. Operasional … c. Operasional Teknologi Informasi; d. Jaringan komunikasi; e. Pengamanan informasi; f. Business Continuity Plan; g. End user computing; h. Audit; i. Electronic Banking; dan j. Penggunaan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi. 5. Pedoman dalam Lampiran 1 merupakan pokok-pokok penerapan manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi Informasi yang harus diterapkan oleh Bank untuk memitigasi risiko yang berhubungan dengan penyelenggaraan Teknologi Informasi. 6. Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha besar menggunakan parameter yang lebih ketat sebagai tambahan dari hal-hal yang dikemukakan dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1. Sementara itu Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha yang relatif kecil dapat menggunakan parameter yang lebih ringan dari hal- hal yang dikemukakan dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1, sepanjang Bank telah mempertimbangkan hasil penilaian terhadap risiko dalam aktivitas bisnis Bank, profil keamanan Teknologi Informasi serta cost and benefit. 7. Bank yang telah memiliki kebijakan dan prosedur dalam penggunaan Teknologi Informasi dan atau pedoman manajemen risiko penggunaan Teknologi Informasi sebelum berlakunya Surat Edaran ini wajib menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman pada Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini paling lambat tanggal 31 Maret 2009. III. PELAPORAN … III. PELAPORAN 1. Dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi, Bank wajib menyampaikan laporan-laporan sebagai berikut: a. Laporan Penggunaan Teknologi Informasi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.1. 2) Laporan wajib disampaikan paling lambat tanggal 30 September 2008 b. Laporan Tahunan Penggunaan Teknologi Informasi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.4. 2) Laporan wajib disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya tahun laporan. Laporan Tahunan Penggunaan Teknologi Informasi untuk tahun 2008 disampaikan paling lambat pada tanggal 31 Januari 2009. c. Laporan Rencana Perubahan Mendasar Teknologi Informasi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.2. 2) Laporan wajib disampaikan paling lambat 2 (dua) bulan sebelum perubahan tersebut efektif dioperasikan. Khusus untuk rencana perubahan hal-hal tersebut dibawah ini wajib disampaikan 4 (empat) bulan sebelum efektif dioperasikan: a) Penyelenggaraan Data Center oleh pihak lain di luar negeri. b) Penyelenggaraan … b) Penyelenggaraan Disaster Recovery Center oleh pihak lain di luar negeri. c) Penyelenggaraan pemrosesan transaksi berbasis Teknologi Informasi oleh pihak lain di luar negeri. d. Laporan Realisasi Rencana Perubahan Mendasar Teknologi Informasi dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.3. 2) Laporan wajib disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan sejak perubahan tersebut efektif dioperasikan. 3) Bank yang menyampaikan laporan realisasi rencana perubahan mengenai produk dan atau aktivitas baru dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2.3, tidak perlu menyampaikan Laporan Produk dan Aktivitas Baru sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai manajemen risiko bank umum. 2. Seluruh laporan di atas wajib disampaikan oleh Bank walaupun penyelenggaraan Teknologi Informasi yang digunakan oleh Bank telah diserahkan kepada pihak penyedia jasa. IV. PERMOHONAN PERSETUJUAN PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI INFORMASI KEPADA PIHAK LAIN DI LUAR NEGERI. 1. Permohonan Baru Bank hanya dapat menyelenggarakan Pusat Data (Data Center), Disaster Recovery Center dan atau Pemrosesan Transaksi Berbasis Teknologi di luar negeri setelah memperoleh persetujuan atas rencana tersebut dari Bank Indonesia. Untuk memperoleh persetujuan dimaksud … dimaksud Bank wajib mengajukan permohonan yang didukung dengan dokumen-dokumen sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.2.3 dan Lampiran 2.2.5. 2. Permohonan Ulang Bank yang telah melaporkan penyelenggaraan Teknologi Informasi yang diserahkan kepada pihak lain di luar negeri sebelum berlakunya ketentuan ini wajib mengajukan permohonan persetujuan ulang kepada Bank Indonesia untuk tetap menggunakan pihak lain di luar negeri dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi yang digunakan oleh Bank. Pengajuan permohonan ulang tersebut wajib didukung dengan dokumen-dokumen sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.2.3 dan Lampiran 2.2.5. Khusus permohonan ulang untuk penyelenggaraan Data Center dan Disaster Recovery Center dari Kantor Cabang Bank Asing menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.6. V. LAIN-LAIN Penyampaian laporan-laporan sebagaimana dimaksud dalam angka III dan pengajuan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka IV dialamatkan kepada: a. Direktorat Pengawasan Bank, Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. VI. PENUTUP … VI. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 31 Maret 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DIREKTUR DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/30/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum </reg_title> <set_date> 12 Desember 2007 </set_date> <effective_date> 31 Maret 2008 </effective_date> <related_reg> '9/15/PBI/2007' </related_reg>
No. 9/20/DPNP Jakarta, 24 September 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Insentif Dalam Rangka Konsolidasi Perbankan -------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/17/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Insentif Dalam Rangka Konsolidasi Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4643) sebagaimana telah diubah dengan PBI Nomor 9/12/PBI/2007 tanggal 21 September 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4766), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok–pokok ketentuan sebagai berikut: A. INSENTIF DALAM RANGKA MERGER DAN KONSOLIDASI BANK 1. Bank yang melakukan Merger atau Konsolidasi dapat memanfaatkan 1 (satu) atau lebih dari fasilitas insentif sebagai berikut: a. Kemudahan dalam pemberian izin menjadi bank devisa; b. Kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah yang berlaku selama 1 (satu) tahun; c. Perpanjangan … c. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang timbul sebagai akibat Merger atau Konsolidasi; d. Kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang bank; e. Penggantian sebagian biaya konsultan pelaksanaan due diligence; dan atau f. Kelonggaran sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Good Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum. 2. Kemudahan dalam pemberian izin menjadi bank devisa. a. Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai persyaratan Bank Umum bukan Bank devisa menjadi Bank Umum devisa, Bank Umum bukan Bank devisa yang bermaksud mengubah statusnya menjadi Bank devisa harus memenuhi persyaratan modal disetor paling kurang Rp150.000.000.000,00 (seratus lima puluh milyar rupiah) dan Bank yang bersangkutan selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir berturut-turut harus tergolong sehat. b. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia mengenai insentif dalam rangka konsolidasi perbankan, bank hasil Merger atau Konsolidasi bukan Bank devisa dapat menjadi Bank devisa apabila modal inti Bank hasil Merger atau Konsolidasi telah mencapai modal inti minimum paling kurang sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) serta memiliki peringkat komposit sekurang-kurangnya 2 (dua) dengan peringkat faktor manajemen sekurang-kurangnya 3 (tiga) pada 2 (dua) posisi penilaian terakhir dalam kurun waktu 2 (dua) tahun sejak berlakunya izin Merger atau Konsolidasi. c. Apabila … c. Apabila Bank hasil Merger atau Konsolidasi tidak dapat memenuhi persyaratan menjadi Bank devisa sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf b dalam kurun waktu 2 (dua) tahun sejak berlakunya izin Merger atau Konsolidasi, maka Bank tersebut tidak dapat memanfaatkan insentif kemudahan pemberian izin menjadi Bank devisa. Untuk menjadi Bank devisa, Bank harus memenuhi persyaratan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai persyaratan Bank Umum bukan Bank devisa menjadi Bank Umum devisa. d. Persyaratan lainnya untuk menjadi bank devisa yaitu persyaratan rasio modal (capital adequacy ratio/CAR) dan persiapan pelaksanaan kegiatan usaha dalam valuta asing tetap mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai persyaratan Bank Umum bukan Bank devisa menjadi Bank Umum devisa. e. Berlakunya Izin Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a dan b, yaitu sejak: 1). Tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar bagi Bank hasil Merger atau Akta pendirian termasuk Anggaran Dasar bagi Bank hasil Konsolidasi oleh instansi yang berwenang; atau 2). Tanggal pendaftaran Akta Merger dan perubahan Anggaran Dasar dalam Daftar Perusahaan apabila perubahan Anggaran Dasar tidak memerlukan persetujuan instansi berwenang. 3. Kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan GWM Rupiah yang berlaku selama 1 (satu) tahun. a. Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, Bank wajib memelihara GWM Rupiah sebesar 5% (lima perseratus) … perseratus). Selain memenuhi ketentuan tersebut, Bank wajib memenuhi tambahan GWM dengan prosentase tertentu yang besarnya ditentukan oleh dana pihak ketiga (DPK) dan loan to deposit ratio (LDR) yang dimiliki oleh Bank. b. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia mengenai insentif dalam rangka konsolidasi perbankan, Bank diberikan kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan GWM Rupiah berupa pengurangan sebesar 1% (satu perseratus) dari total prosentase kewajiban pemenuhan GWM setelah memperhitungkan besarnya DPK dan LDR sebagaimana dimaksud di atas. c. Kelonggaran sementara tersebut diberlakukan selama 1 (satu) tahun sejak berlakunya izin Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada butir A.2.e. d. Sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, Bank Indonesia memberikan jasa giro terhadap bagian saldo rekening giro Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk pemenuhan kewajiban memelihara tambahan GWM dalam Rupiah. e. Dalam perhitungan GWM Bank hasil Merger atau Konsolidasi dalam masa awal setelah tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi, DPK yang diperhitungkan adalah rata-rata harian DPK pada 2 (dua) masa laporan sebelum tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi dari masing-masing Bank peserta Merger atau Konsolidasi. f. Perhitungan pemenuhan kewajiban GWM dan kelonggaran sementara sebesar 1% (satu perseratus) berdasarkan laporan gabungan Bank hasil Merger atau Konsolidasi. g. Dalam … g. Dalam hal Bank hasil Merger atau Konsolidasi belum dapat menyusun dan menyampaikan laporan gabungan kepada Bank Indonesia setelah tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi, maka perhitungan pemenuhan kewajiban GWM dan kelonggaran sementara sebesar 1% (satu perseratus) berdasarkan laporan dari masing-masing Bank peserta Merger atau Konsolidasi. Perhitungan DPK Bank hasil Merger atau Konsolidasi diperoleh dari penjumlahan rata-rata harian DPK masing- masing Bank peserta Merger atau Konsolidasi, sementara perhitungan LDR diperoleh dari rata-rata LDR masing-masing Bank peserta Merger atau Konsolidasi. h. Contoh perhitungan mengenai kewajiban pemenuhan GWM dan kelonggaran sementara bagi Bank hasil Merger atau Konsolidasi dapat dilihat pada lampiran 1 Surat Edaran ini. 4 Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan BMPK yang timbul sebagai akibat Merger atau Konsolidasi. a. Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai BMPK, Bank wajib menyelesaikan pelampauan BMPK yang disebabkan oleh penggabungan usaha paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak rencana tindak (action plan) disampaikan kepada Bank Indonesia. b. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia mengenai insentif dalam rangka konsolidasi perbankan, penyelesaian pelampauan BMPK yang timbul sebagai akibat dari Merger atau Konsolidasi diperpanjang sampai dengan 24 (dua puluh empat) bulan sejak berlakunya izin Merger atau Konsolidasi termasuk waktu yang diperlukan oleh bank untuk menyusun action plan. c. perpanjangan … c. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan BMPK sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya diberikan kepada bank- bank yang melakukan Merger atau Konsolidasi setelah berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/17/PBI/2006. d. Tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi adalah sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.e. 5. Kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang Bank. a. Kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang Bank sebagaimana dimaksud pada butir A.1.d adalah terkait dengan persyaratan tingkat kesehatan. Bank dapat mengajukan permohonan izin untuk membuka kantor cabang dengan melampirkan penilaian tingkat kesehatan posisi terakhir. Persyaratan lainnya untuk pemberian izin pembukaan kantor cabang tetap mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai pembukaan kantor cabang. b. Kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang dimaksud berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada butir A.2.e. 6. Penggantian sebagian biaya konsultan pelaksanaan due dilligence. c. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia mengenai insentif dalam rangka konsolidasi perbankan, Bank hasil Merger atau Konsolidasi akan diberikan penggantian sebagian biaya konsultan pelaksanaan due diligence sebesar 50% (lima puluh perseratus), dan maksimum Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). d. Sebagian biaya konsultan pelaksanaan due diligence yang akan diganti sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas adalah kumulatif biaya due diligence yang antara lain meliputi biaya due dilligence finansial, hukum, operasional, sumber daya manusia dan teknologi informasi, yang … yang telah dikeluarkan oleh masing–masing Bank peserta Merger atau Konsolidasi sejak dikeluarkannya PBI Nomor 8/17/PBI/2006 sampai dengan tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi. 7. Kelonggaran sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan yang berlaku mengenai GCG bagi Bank Umum. a. Penundaan pemenuhan komposisi anggota Dewan Komisaris Independen 1) Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Good Corporate Governance bagi Bank Umum, komisaris independen berjumlah paling kurang 50% (lima puluh perseratus) dari anggota Dewan Komisaris. 2) Dalam hal Merger atau Konsolidasi mengakibatkan tidak terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1), maka Bank hasil Merger atau Konsolidasi dimaksud diberikan kelonggaran berupa penundaan pemenuhan komposisi komisaris independen untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya izin Merger atau Konsolidasi. 3) Bank hasil Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada angka 2) tersebut tetap wajib memiliki paling kurang 1 (satu) orang komisaris independen. b. Pemberian kelonggaran ketentuan rangkap jabatan bagi Komisaris Independen sebagai ketua pada 3 (tiga) Komite. 1) Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Good Corporate Governance bagi Bank Umum, Komite Audit, Komite Pemantau Risiko dan Komite Remunerasi dan Nominasi wajib diketuai oleh Komisaris Independen. Selanjutnya Ketua Komite hanya dapat merangkap jabatan sebagai ketua komite paling… paling banyak pada 1 (satu) komite lainnya. 2) Dalam hal bank hanya memiliki 1 (satu) orang komisaris independen sebagaimana dimaksud pada huruf a, komisaris independen tersebut dapat menjabat sebagai ketua pada Komite Audit, Komite Pemantau Risiko dan Komite Remunerasi dan Nomisasi, paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya izin Merger atau Konsolidasi. c. Penundaan pemenuhan komposisi pihak independen anggota Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko 1) Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Good Corporate Governance bagi Bank Umum, Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko paling kurang terdiri dari seorang Komisaris Independen, dan 2 (dua) orang Pihak Independen dimana jumlah tersebut mencakup paling kurang 51 % dari keseluruhan anggota masing-masing Komite. 2) Bank hasil Merger atau Konsolidasi dapat menunda pemenuhan Pihak Independen dalam keanggotaan Komite Audit dan Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya izin Merger atau Konsolidasi. B. TATA CARA PENGAJUAN INSENTIF 1. Pengajuan Rencana Pemanfaatan Insentif a. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia mengenai insentif dalam rangka konsolidasi perbankan, rencana pemanfaatan insentif oleh Bank wajib disampaikan kepada Bank Indonesia sebelum berlakunya izin Merger atau Konsolidasi. b. Rencana pemanfaatan insentif diajukan oleh salah satu Bank peserta Merger atau Konsolidasi kepada Bank Indonesia dengan mencantumkan bentuk insentif yang akan dimanfaatkan sesuai format sebagaimana … sebagaimana tercantum pada Lampiran 2 Surat Edaran ini, yang ditandatangani oleh Direktur Utama seluruh Bank peserta Merger atau Konsolidasi. c. Pengajuan rencana pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b di atas wajib melampirkan sekurang-kurangnya Rancangan Akta Merger atau Rancangan Akta Konsolidasi yang telah disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masing-masing bank peserta Merger atau Konsolidasi. 2. Pengajuan Permohonan Pemanfaatan Insentif a. Kemudahan dalam pemberian izin menjadi bank devisa. 1) Permohonan pemanfaatan insentif berupa kemudahan dalam pemberian izin menjadi Bank devisa diajukan oleh Bank hasil Merger atau Konsolidasi yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.b dan butir A.2.d. sesuai dengan tata cara dan persyaratan yang telah diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Persyaratan Bank Umum Bukan Bank devisa menjadi Bank Umum devisa. 2) Dalam permohonan izin tersebut perlu disebutkan bahwa permohonan izin menjadi bank devisa dilakukan dalam kaitan dengan pemanfaatan insentif dalam rangka Merger atau Konsolidasi. b. Kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan GWM Rupiah. 1) Permohonan pemanfaatan insentif berupa kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan GWM Rupiah diajukan oleh Bank hasil Merger atau Konsolidasi, segera setelah berlakunya izin Merger atau Konsolidasi kepada: a. Direktorat … a) Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b) Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 2) Dalam hal pengajuan permohonan pemanfaatan insentif berupa kelonggaran sementara kewajiban pemenuhan GWM Rupiah diajukan sebelum berlakunya izin Merger atau Konsolidasi, permohonan diajukan oleh salah satu Bank peserta Merger atau Konsolidasi ditandatangani oleh seluruh Direktur Utama Bank perserta Merger atau Konsolidasi kepada: a) Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b) Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank atau Kantor Bank Indonesia yang mengawasi Bank peserta Merger atau Konsolidasi lainnya. c. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan BMPK yang timbul sebagai akibat Merger atau Konsolidasi 1) Permohonan pemanfaatan insentif berupa perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan BMPK yang timbul sebagai akibat Merger atau Konsolidasi diajukan oleh Bank hasil Merger atau Konsolidasi. 2) Bank hasil Merger atau Konsolidasi tetap wajib menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action plan) untuk penyelesaian pelampauan BMPK sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai BMPK yang berlaku. 3). Dalam … 3) Dalam action plan tersebut perlu dinyatakan bahwa perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan BMPK dilakukan dalam kaitan dengan pemanfaatan insentif dalam rangka Merger atau Konsolidasi. 4) Penyampaian action plan dimaksud, dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sejak akhir bulan laporan pertama setelah tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi. 5) Bank hasil Merger atau Konsolidasi menyampaikan daftar rincian pihak terkait dengan Bank kepada Bank Indonesia untuk pertama kali paling lambat 3 (tiga) bulan sejak akhir bulan laporan pertama setelah tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi. 6) Pengajuan permohonan pemanfaatan insentif, penyampaian action plan penyelesaian pelampauan BMPK dan laporan pelaksanaannya sebagaimana dimaksud pada butir B.2.c.1) dan B.2.c.2) serta penyampaian daftar pihak terkait sebagaimana dimaksud pada butir B.2.c.5), diajukan sesuai dengan tata cara dan persyaratan yang telah diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai BMPK. d. Kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang Bank 1) Permohonan pemanfaatan insentif berupa kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang Bank diajukan oleh Bank hasil Merger atau Konsolidasi sesuai dengan tata cara dan persyaratan dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 2) Dalam permohonan izin pembukaan kantor cabang tersebut perlu dinyatakan bahwa permohonan tersebut diajukan dalam kaitan dengan pemanfaatan insentif dalam rangka Merger atau Konsolidasi. e. Penggantian … e. Penggantian sebagian biaya konsultan pelaksanaan due dilligence. 1) Permohonan pemanfaatan insentif berupa penggantian sebagian biaya konsultan pelaksanaan due diligence diajukan oleh Bank hasil Merger atau Konsolidasi segera setelah berlakunya izin Merger atau Konsolidasi kepada: a) Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b) Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. dengan tembusan kepada: Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10350. 2) Pengajuan permohonan insentif sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilengkapi fotokopi dokumen pendukung yang telah disahkan sesuai dengan aslinya, berupa: a) Bagi Bank Hasil Merger: i. Akta Merger; ii. Akta perubahan anggaran dasar; iii. Surat persetujuan akta perubahan anggaran dasar Bank hasil Merger dalam hal perubahan anggaran dasar memerlukan persetujuan dari instansi yang berwenang, atau surat penerimaan laporan akta merger dan akta perubahan anggaran dasar Bank hasil Merger dari instansi yang berwenang dalam hal perubahan anggaran dasar tidak memerlukan persetujuan dari instansi yang berwenang; b) Bagi Bank Hasil Konsolidasi: i. Akta Konsolidasi; ii. Akta pendirian bank hasil Konsolidasi; iii. Surat … iii. Surat persetujuan izin konsolidasi; iv. Bukti pendaftaran akta pendirian Bank hasil Konsolidasi pada Daftar Perusahaan dan pengumuman pada Tambahan Berita Negara; c) Perjanjian/kontrak pelaksanaan due diligence masing-masing Bank peserta Merger atau Konsolidasi; dan d) Rincian biaya pelaksanaan due dilligence dan bukti pembayaran masing-masing Bank peserta Merger atau Konsolidasi. f. Kelonggaran sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai GCG bagi Bank Umum 1) Permohonan pemanfaatan insentif berupa kelonggaran sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai GCG diajukan oleh Bank hasil Merger atau Konsolidasi segera setelah berlakunya izin Merger atau Konsolidasi, kepada: a) Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b) Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 2) Bank wajib mencantumkan realisasi pemanfaatan insentif kelonggaran sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai GCG tersebut pada laporan pelaksanaan GCG yang disampaikan setiap akhir tahun buku sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai GCG bagi Bank Umum. C. PENUTUP … C. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 24 September 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR Lampiran 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/ /DPNP tanggal September 2007 Contoh 1: Perhitungan Insentif Kelonggaran Pemenuhan Kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) Bank A, Bank B dan Bank C dengan tanggal efektif Konsolidasi pada tanggal 24 Oktober 2007 menjadi Bank D. Data masing–masing bank dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan Oktober 2007 adalah sebagai berikut: Bank DPK (juta Rupiah) LDR % GWM Dasar % Tambahan GWM karena (a) Bank A Bank B Bank C Bank D (Hasil Konsolida si) (b) (c) % Tambahan GWM karena faktor DPK faktor LDR (d) (e) 400,000 50% 5% 0% 4% 350,000 95% 5% 0% 0% 750,000 75% 5% 0% 2% 1,500,000 73% 5% 1% 2% % Total GWM Nominal Total GWM (juta Rupiah) (f) =(c)+(d)+(e) (g) = (f) x (a) 9% 5% 7% 8% 36,000 17,500 52,500 120,000 Insentif Kelonggaran Sementara GWM (h) -- -- -- 1% % Total GWM Sementara Bank D Setelah diberikan Kelonggaran GWM (i) = (f) - (h) -- -- -- 7% Nominal GWM Sementara Bank D Setelah diberikan Kelonggaran GWM (juta Rupiah) (j) = (i) x (a) -- -- -- 105,000 Bagian GWM yang mendapatkan Jasa Giro (juta Rupiah) (k)=((i)-(c))x(a) -- -- -- 30,000 GWM harian yang seharusnya wajib dipelihara oleh Bank D untuk masa laporan sejak tanggal 24 Oktober 2007 sampai dengan akhir bulan Oktober 2007 adalah sebesar 8% (delapan perseratus) dari total DPK yaitu sebesar Rp. 120.000.000.000,00 (seratus dua puluh milyar Rupiah), namun setelah diberikan kelonggaran Insentif sebesar 1% (satu perseratus) maka GWM harian yang wajib dipelihara oleh Bank D untuk masa laporan sejak tanggal 24 Oktober 2007 sampai dengan akhir bulan Oktober 2007 menjadi sebesar 7% (tujuh perseratus) dari total DPK yaitu sebesar Rp. 105.000.000.000,00 (seratus lima milyar Rupiah). 1 Lampiran 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/ /DPNP tanggal September 2007 Contoh 2: Perhitungan Insentif Kelonggaran Pemenuhan Kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) Bank E, Bank F dan Bank G dengan tanggal efektif Merger pada tanggal 24 Oktober 2007 menjadi Bank E sebagai surviving bank. Data masing–masing bank dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan Oktober 2007 adalah sebagai berikut: Bank DPK (juta Rupiah) LDR % GWM Dasar % Tambahan GWM karena (a) Bank E Bank F Bank G Bank EFG (Hasil Merger) (b) (c) (d) % Tambahan GWM karena faktor DPK faktor LDR (e) 200,000 89% 5% 0% 1% 300,000 95% 5% 0% 0% 450,000 90% 5% 0% 0% 950,000 91% 5% 0% 0% (f) =(c)+(d)+(e) (g) = (f) x (a) 6% 5% 5% 12,000 15,000 22,500 5% 47,500 (h) -- -- -- 1% % Total GWM Nominal Total GWM (juta Rupiah) Insentif Kelonggaran Sementara GWM % Total GWM Sementara Bank EFG setelah diberikan Kelonggaran GWM (i) = (f) - (h) -- -- -- 4% Nominal GWM Sementara Bank EFG Setelah diberikan Kelonggaran GWM (juta Rupiah) (j) = (i) x (a) -- -- -- 38,000 Bagian GWM yang mendapatkan Jasa Giro (juta Rupiah) (k)=((i)-(c)) x (a) -- -- -- 0 GWM harian yang seharusnya wajib dipelihara oleh Bank EFG untuk masa laporan sejak tanggal 24 Oktober 2007 sampai dengan akhir bulan Oktober 2007 adalah sebesar 5% (lima perseratus) dari total DPK yaitu sebesar Rp. 47.500.000.000,00 (empat puluh milyar lima ratus juta Rupiah), namun setelah diberikan kelonggaran Insentif sebesar 1% maka GWM harian yang wajib dipelihara oleh Bank EFG untuk masa laporan sejak tanggal 24 Oktober 2007 sampai dengan akhir bulan Oktober 2007 menjadi sebesar 4% (empat perseratus) dari total DPK yaitu sebesar Rp. 38.000.000.000,00 (tiga puluh delapan milyar Rupiah). 2 Lampiran 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/ /DPNP tanggal September 2007 Format Surat Pengajuan Rencana Pemanfaatan Insentif Merger atau Konsolidasi Nomor : Lampiran : Kepada Yth.: Direktur Direktorat Pengawasan Bank 1/2/3 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10350 atau Pemimpin Kantor Bank Indonesia setempat Perihal: Rencana Pemanfaatan Insentif Merger atau Konsolidasi Sehubungan dengan rencana merger/konsolidasi*) antara PT. Bank ... (nama bank peserta) dengan PT. Bank... (nama bank peserta), yang direncanakan akan dilakukan pada....(bulan dan tahun), dengan ini kami mengajukan rencana pemanfaatan Insentif dalam rangka merger/ konsolidasi *) yang terdiri atas **): 1. Izin menjadi bank devisa; 2. Kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum; 3. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit yang timbul sebagai akibat Merger atau konsolidasi; 4. Kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang Bank; 5. Penggantian sebagian biaya konsultan pelaksanaan due diligence; dan atau 6. Kelonggaran sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Good Corporate Governance bagi Bank Umum. [Kota, Tanggal] 1 Demikian agar maklum. Hormat kami, PT. Bank ... Nama jelas Pengurus atau Pejabat Bank PT. Bank ... Nama jelas Pengurus atau Pejabat Bank PT. Bank ... Nama jelas Pengurus atau Pejabat Bank PT. Bank ... Nama jelas Pengurus atau Pejabat Bank *) Coret yang tidak perlu **) Coret insentif yang tidak diajukan bank untuk dimanfaatkan 2
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/20/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Insentif Dalam Rangka Konsolidasi Perbankan </reg_title> <set_date> 24 September 2007 </set_date> <effective_date> 24 September 2007 </effective_date> <related_reg> '8/17/PBI/2006', '9/12/PBI/2007' </related_reg>
No.11/ 33 /DPNP Jakarta, 8 Desember 2009 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran No. 11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 tentang Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia Sehubungan dengan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 55 (Revisi 2006) mengenai Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran, dan berbagai tantangan serta permasalahan yang dihadapi Bank dalam melakukan persiapan penerapan PSAK dimaksud, maka dipandang perlu untuk mengatur penerapan estimasi penurunan nilai secara kolektif bagi Bank yang menghadapi beberapa keterbatasan kondisi. Penerapan estimasi tersebut diatur dengan melakukan penyesuaian terhadap Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) 2008 dengan tetap mengacu pada standar akuntansi yang berlaku. Sehubungan dengan itu perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 tentang Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia, dengan menyisipkan 1 (satu) angka diantara angka 4 dan angka 5 yakni angka 4A yang berbunyi sebagai berikut: 4A. Penyesuaian … 4A. Penyesuaian PAPI 2008 a. Menyikapi berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi Bank dalam melakukan persiapan penerapan PSAK No. 55 (Revisi 2006) mengenai Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran yang merupakan standar akuntansi yang kompleks dan sejalan dengan standar akuntansi yang berlaku secara internasional, maka dipandang perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap PAPI 2008, khususnya pada Bab III Penjelasan Umum angka 2 mengenai Ketentuan Transisi dengan menambahkan huruf D. b. Penyesuaian PAPI 2008 yang memuat estimasi penurunan nilai kredit secara kolektif dengan keterbatasan pengalaman kerugian spesifik sebagaimana tercantum dalam Lampiran merupakan acuan bagi Bank dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan serta menjadi acuan bagi Akuntan Publik dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan Bank. c. Pemeriksaan Oleh Akuntan Publik Atas Estimasi Penurunan Nilai Kolektif 1) Dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik bertanggung jawab untuk: a) menilai kewajaran penilaian sendiri (self-assessment) yang dilakukan oleh manajemen dalam rangka menetapkan keberadaan kondisi keterbatasan Bank sebagaimana dimaksud dalam penyesuaian PAPI 2008; dan b) menilai kewajaran estimasi manajemen dalam menentukan penurunan nilai kredit secara kolektif. 2) Apabila dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik menemukan bahwa Bank tidak berada dalam kondisi keterbatasan tetapi tetap menerapkan … menerapkan estimasi penurunan nilai kredit secara kolektif sebagaimana dimaksud dalam penyesuaian PAPI 2008, maka Bank dinilai tidak menerapkan PSAK No. 55 (Revisi 2006) dan PAPI 2008, serta melanggar Surat Edaran ini. 3) Akuntan Publik yang menemukan Bank yang tidak menerapkan PSAK No. 55 (Revisi 2006) dan PAPI 2008, serta melanggar Surat Edaran ini sebagaimana dimaksud pada angka 2) harus memberitahukan mengenai temuan tersebut dalam laporan hasil audit dan Surat Komentar (Management Letter) yang wajib disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan bank. d. Transparansi Penerapan Estimasi Penurunan Nilai Kolektif Dalam rangka memberikan informasi yang lebih transparan kepada masyarakat dan pengguna laporan keuangan Bank, Bank yang menerapkan estimasi penurunan nilai kredit secara kolektif sebagaimana diatur dalam penyesuaian PAPI 2008 wajib mengungkapkan informasi tersebut dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam Laporan Tahunan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai laporan tahunan bank umum. e. Sanksi Pelanggaran dalam penerapan Surat Edaran ini dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan bank. PAPI 2008 yang telah disampaikan berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 beserta penyesuaian PAPI 2008 sebagaimana tercantum dalam Lampiran menjadi satu kesatuan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Ketentuan … Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/33/DPNP|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran No. 11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 tentang Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia </reg_title> <set_date> 8 Desember 2009 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2010 </effective_date> <changed_reg> '11/4/DPNP|SE-BI/2009' </changed_reg> <related_reg> '11/4/DPNP|SE-BI/2009' </related_reg>
No. 17/39/DPM Jakarta, 16 November 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/ 20 /PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 275, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5764 ) dan dalam rangka upaya penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai koridor suku bunga (Standing Facilities) dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui operasi pasar terbuka dan koridor suku bunga (standing facilities). 3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan/atau pihak lain dalam rangka Operasi Moneter. 4. Koridor … 2 4. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana Rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana Rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. 5. BI-Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. 6. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan Surat Berharga Negara yang digunakan dalam transaksi Standing Facilities yang memenuhi kriteria dan persyaratan untuk transaksi lending facility sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter. 7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutkan disingkat SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 8. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank. 9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 11. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, baik dalam mata uang Rupiah … 3 Rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang yang berlaku. 12. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 13. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 14. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disingkat ZCB adalah Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 15. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia. 16. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan Surat Berharga dan setelmen dana seketika. 17. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan Surat Berharga, yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan Surat Berharga dan setelmen dana seketika. 18. Sistem Bank Indonesia–Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia … 4 Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan Surat Berharga dan setelmen dana seketika. 19. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank Indonesia. 20. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen atas transaksi Surat Berharga, transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau transaksi pasar keuangan. 21. Setelmen Surat Berharga (securities settlement) adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka penatausahaan. 22. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Giro di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka penatausahaan. 23. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan. II. KARAKTERISTIK STANDING FACILITIES 1. Standing Facilities merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam rangka injeksi dan absorpsi likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. Standing Facilities terdiri atas: a. penyediaan dana Rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank (lending facility); dan b. penempatan dana Rupiah oleh Bank di Bank Indonesia (deposit facility). 3. Standing Facilities disediakan oleh Bank Indonesia pada setiap hari kerja Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas Bank Indonesia. 4. Pengajuan transaksi Standing Facilities dilakukan melalui Sistem BI-ETP. 5. Jangka … 5 5. Jangka waktu Standing Facilities adalah 1 (satu) hari kerja (overnight). 6. Jumlah hari dalam perhitungan repurchase agreement (repo) rate atau tingkat diskonto Standing Facilities dihitung berdasarkan hari kalender. 7. Window time Standing Facilities diatur sebagai berikut: a. Penyediaan dana Rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank (lending facility) dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan b. Penempatan dana Rupiah oleh Bank di Bank Indonesia (deposit facility) dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 17.30 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 8. Bank Indonesia mengumumkan transaksi Standing Facilities melalui Sistem BI-ETP, dan/atau sarana lainnya sebelum window time Standing Facilities. 9. Dalam hal terdapat perubahan window time, seri dan jenis Surat Berharga, haircut, repo rate, dan/atau tingkat diskonto, pengumuman dilakukan sebelum window time Standing Facilities. 10. Bank bertanggung jawab atas kebenaran data pengajuan Standing Facilities yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 11. Bank dilarang membatalkan pengajuan Standing Facilities yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 12. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah dan/atau Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen Standing Facilities. 13. Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu Standing Facilities ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan bunga repo atau diskonto atas tambahan jangka waktu transaksi Standing Facilities. 14. Pada … 6 14. Pada saat Standing Facilities jatuh waktu, setelmen dilakukan pada tanggal jatuh waktu sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS. 15. Bank Indonesia menatausahakan Standing Facilities pada Rekening Surat Berharga di BI-SSSS. III. LENDING FACILITY 1. Prinsip Transaksi a. Transaksi lending facility dilakukan dengan mekanisme repo Surat Berharga, yaitu penjualan Surat Berharga oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan kewajiban pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. b. Transaksi lending facility dengan mekanisme repo Surat Berharga dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga (transfer of ownership). c. Transaksi lending facility dilakukan dengan mekanisme nonlelang. 2. Surat Berharga a. Surat Berharga yang dapat di-repo-kan adalah SBI, SDBI dan SBN dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter. b. Surat Berharga yang dapat di-repo-kan paling banyak sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dimiliki Bank, yang tercatat di Rekening Surat Berharga. 3. Repo Rate a. Bank Indonesia mengenakan bunga repo atas transaksi lending facility sebesar BI-Rate ditambah marjin tertentu. b. Bunga repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang (simple interest). 4. Pengumuman … 7 4. Pengumuman Lending Facility a. Bank Indonesia mengumumkan rencana transaksi lending facility melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lainnya paling lambat sebelum window time. b. Pengumuman rencana transaksi lending facility mencakup antara lain: 1) sarana transaksi; 2) window time; 3) jangka waktu; 4) repo rate; dan/atau 5) tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Transaksi a. Bank mengajukan transaksi lending facility kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. b. Pengajuan transaksi lending facility oleh Bank mencakup antara lain nilai nominal, seri dan jenis Surat Berharga yang di-repo-kan. 6. Pengumuman Hasil Transaksi Setelah window time ditutup, Bank Indonesia mengumumkan hasil transaksi lending facility dengan cara sebagai berikut: a. secara individual kepada Bank melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai transaksi yang diterima dan repo rate; dan b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal yang diterima dan repo rate. 7. Setelmen Transaksi a. Setelmen first leg 1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada tanggal transaksi (same day settlement) pada awal periode pre cut-off Sistem BI-RTGS. 2) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme Delivery Versus Payment (DVP) secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: a) Setelmen … 8 a) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan. b) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg. c) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter. 3) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg maka BI- SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lending facility. 4) Atas batalnya transaksi lending facility sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 5) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi lending facility dalam rangka pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi Moneter, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan setelmen first leg dalam 1 (satu) hari maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen second leg 1) Pada tanggal jatuh waktu lending facility (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI - RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS. 2) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: a) Setelmen … 9 a) Setelmen Dana, dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg, yang dihitung sebagai berikut: Keterangan: b) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan. c) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter. 3) Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI- SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lending facility jatuh waktu (second leg). 4) Dalam hal terdapat pembatalan sebagaimana dimaksud dalam butir 3), pada saat second leg Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar kewajiban pembayaran bunga repo lending facility. 5) Atas batalnya transaksi lending facility jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 6) Terkait … 10 6) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi lending facility dalam rangka pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi Moneter, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan setelmen second leg dalam 1 (satu) hari maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 8. Kegagalan Setelmen Second leg Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg maka Surat Berharga yang di-repo-kan diperlakukan sebagai berikut: a. Dalam hal Surat Berharga berupa surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan pelunasan Surat Berharga sebelum jatuh waktu (early redemption) secara otomatis melalui BI-SSSS. b. Dalam hal Surat Berharga berupa SBN maka transaksi yang bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright. c. Perhitungan nilai setelmen dan penggunaan harga Surat Berharga untuk transaksi penjualan secara outright adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter. d. Dalam hal transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b diperlakukan sebagai transaksi outright: 1) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau dikredit dengan perhitungan sebagai berikut: a) Dalam hal harga pada transaksi outright lebih rendah dari harga pada transaksi first leg setelah dikurangi haircut, maka Rekening Giro Rupiah didebet sebesar selisih dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan; b) Dalam hal harga pada transaksi outright lebih tinggi dari harga pada transaksi first leg dikurangi haircut maka Rekening Giro dikredit sebesar selisih … 11 selisih dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan dan paling banyak sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada saat first leg. 2) Rekening Giro Rupiah akan dikredit sebesar accrued interest/imbalan dari setelmen first leg sampai dengan setelmen second leg. 3) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar bunga repo. 9. Kupon Surat Berharga a. Dalam hal SBN yang di-repo-kan dalam lending facility memiliki kupon/imbalan, maka hak atas penerimaan kupon/imbalan dimaksud merupakan milik Bank. b. Perlakuan kupon/imbalan dalam hal terdapat kegagalan setelmen second leg dan Surat Berharga berupa SBN adalah sebagai berikut: 1) Dalam hal setelah tanggal transaksi outright sebagaimana dimaksud dalam butir 8.b Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di-repo-kan Bank maka kupon/imbalan yang diterima menjadi milik Bank Indonesia. 2) Dalam hal pada tanggal transaksi outright Bank menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di-repo-kan, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah yang bersangkutan sebesar kupon/imbalan yang diterima oleh Bank. 3) Dalam hal setelah tanggal transaksi outright Bank menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di-repo-kan, maka pada tanggal pembayaran kupon/imbalan Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah yang bersangkutan sebesar kupon/imbalan yang diterima Bank. IV. DEPOSIT … 12 IV. DEPOSIT FACILITY 1. Prinsip Transaksi a. Transaksi deposit facility dilakukan dengan cara penempatan dana Rupiah oleh Bank secara berjangka di Bank Indonesia. b. Transaksi deposit facility dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga. c. Transaksi deposit facility dilakukan dengan mekanisme nonlelang. 2. Tingkat Diskonto a. Transaksi deposit facility dilakukan dengan sistem diskonto dengan tingkat diskonto sebesar BI-Rate dikurangi marjin tertentu. b. Nilai tunai transaksi deposit facility dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) sebagai berikut: c. Nilai diskonto transaksi deposit facility dihitung sebagai berikut: Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai 3. Pengumuman Deposit Facility a. Bank Indonesia mengumumkan rencana transaksi lending facility melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lainnya paling lambat sebelum window time. b. Bank Indonesia mengumumkan transaksi deposit facility, yang mencakup antara lain: 1) sarana transaksi; 2) window time; 3) 4) jangka waktu; tingkat diskonto; dan/atau 5) waktu setelmen. 4. Pengajuan … 13 4. Pengajuan Transaksi a. Bank mengajukan transaksi deposit facility kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan dengan menyebutkan nilai nominal transaksi. b. Nilai nominal setiap pengajuan transaksi deposit facility paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 5. Pengumuman Hasil Transaksi Setelah window time ditutup, Bank Indonesia mengumumkan hasil transaksi deposit facility dengan ketentuan sebagai berikut: a. secara individual kepada Bank melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai transaksi yang dimenangkan dan tingkat diskonto; dan b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, antara lain berupa nilai nominal yang diterima dan tingkat diskonto. 6. Setelmen Transaksi a. Setelmen transaksi 1) Bank Indonesia melakukan setelmen deposit facility pada tanggal transaksi (same day settlement) pada awal periode pre cut-off Sistem BI-RTGS; 2) Setelmen deposit facility dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai transaksi deposit facility Bank yang bersangkutan. 3) Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen deposit facility sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi deposit facility. 4) Atas batalnya transaksi deposit facility sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 5) Terkait … 14 5) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi deposit facility dalam rangka pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi Moneter, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan setelmen deposit facility dalam 1 (satu) hari, maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen jatuh waktu deposit facility Pada tanggal jatuh waktu deposit facility, Bank Indonesia melakukan pelunasan deposit facility sebesar nilai nominal deposit facility dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah. V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat dilakukan setelmen sehingga menyebabkan batalnya transaksi sebagaimana dimaksud pada butir III.7.a.3), butir III.7.b.3) dan butir IV.6.a.3), Bank dikenakan sanksi berupa: a. b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai transaksi Bank yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 2. Dalam hal transaksi memiliki second leg, nilai transaksi yang batal sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah nilai transaksi pada saat first leg. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah yang bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 5. Atas … teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 15 5. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter, yang meliputi transaksi Operasi Pasar Terbuka dan transaksi Standing Facilities, yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 6. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti transaksi moneter sebagaimana dimaksud pada Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VI. KETENTUAN PERALIHAN Untuk transaksi yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini yang merupakan bagian dari transaksi yang telah dilakukan sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku, tetap tunduk pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/31/DPM tanggal 27 Agustus 2013 sampai dengan transaksi yang bersangkutan jatuh waktu. VII. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities); dan 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/31/DPM tanggal 27 Agustus 2013 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities), dicabut … 16 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/39/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) </reg_title> <set_date> 16 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <replaced_reg> '12/17/DPM|SE-BI/2010', '15/31/DPM|SE-BI/2013' </replaced_reg> <related_reg> '17/20/PBI/2015', '12/11/PBI/2010' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. : 7/49/DInt Lamp. : 1 (satu) set Jakarta, 28 Oktober 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DEVISA, DI INDONESIA Perihal : Pencabutan Atas Beberapa Surat Edaran Bank Indonesia Yang Terkait Dengan Kegiatan Ekspor-Impor. Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357) dan telah dilakukannya pencabutan serta perubahan atas ketentuan instansi yang mendasari penerbitan beberapa Surat Edaran Bank Indonesia yang terkait dengan kegiatan ekspor impor, dipandang perlu untuk mencabut Surat Edaran Bank Indonesia dimaksud. Surat Edaran Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka 38 (tiga puluh delapan) Bank Indonesia yang terkait dengan kegiatan ekspor impor sebagaimana daftar terlampir yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Ketentuan …… Lanjutan SE. No. 7/49/DInt tanggal 28 Oktober 2005 Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya Surat Edaran ini. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA SJAMSUL ARIFIN DIREKTUR INTERNASIONAL
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/49/DInt|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Pencabutan Atas Beberapa Surat Edaran Bank Indonesia Yang Terkait Dengan Kegiatan Ekspor-Impor. </reg_title> <set_date> 28 Oktober 2005 </set_date> <effective_date> 28 Oktober 2005 </effective_date> <related_reg> '3/UU/2004', '23/UU/1999' </related_reg>
No. 6/ 14 /DASP Jakarta, 31 Maret 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BI-RTGS DI INDONESIA Perihal : Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis, Laporan Pemeriksaan Internal, serta Laporan Hasil Security Audit. Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/8/PBI/2004 tanggal 11 Maret 2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4373), perlu dilakukan pengaturan lebih lanjut sebagai berikut: I. Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis, Laporan Pemeriksaan Internal, serta Laporan Hasil Security Audit 1. Peserta wajib : a. menyusun kebijakan dan prosedur tertulis yang mendukung sistem kontrol internal yang baik dalam pelaksanaan operasional Sistem BI- RTGS, termasuk prosedur pengamanan penggunaan Sistem BI- RTGS di lingkungan internal Peserta; b. melakukan pemeriksaan internal yang menjamin keamanan operasional Sistem BI-RTGS; dan c. melakukan security audit terhadap sistem teknologi informasi internal … 2 internal Peserta yang terkait dengan Sistem BI-RTGS. 2. Untuk mempermudah dan membantu Peserta dalam melakukan penyusunan kebijakan dan prosedur tertulis, laporan pemeriksaan internal, serta laporan hasil security audit sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dipandang perlu untuk memberikan : a. Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis (Lampiran 1); b. Pedoman Penyusunan Laporan Pemeriksaan Internal (Lampiran 2); dan c. Pedoman Penyusunan Laporan Hasil Security Audit (Lampiran 3). 3. Pedoman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 mengatur materi yang sekurang-kurangnya harus dipenuhi oleh Peserta. Dalam hal diperlukan, Peserta dapat menambahkan materi atau cakupan yang diatur dalam pedoman terlampir dengan tetap memperhatikan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. II. Penyampaian Kebijakan dan Prosedur Tertulis, Laporan Pemeriksaan Internal, serta Laporan Hasil Security Audit kepada Bank Indonesia 1. Peserta wajib menyampaikan kebijakan dan prosedur tertulis, laporan pemeriksaan internal, dan laporan hasil security audit kepada : Bank Indonesia Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran Gedung D, Lantai 9 Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10010 2. Penyampaian kebijakan dan prosedur tertulis dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sejak kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS. Selain itu, setiap terdapat perubahan disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak terjadinya perubahan. Bagi pihak yang telah menjadi Peserta … 3 Peserta sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, wajib menyusun dan menyerahkan kebijakan dan prosedur tertulis secara keseluruhan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. 3. Penyampaian laporan pemeriksaan internal dilakukan paling lambat 2 (dua) bulan setelah dilakukan pemeriksaan internal. Laporan pemeriksaan internal ditandatangani oleh ketua tim auditor. 4. Penyampaian laporan hasil security audit dilakukan paling lambat 2 (dua) bulan setelah dilakukan security audit. Laporan hasil security audit ditandatangani oleh ketua tim auditor. 5. Penyampaian kebijakan dan prosedur tertulis, laporan pemeriksaan internal, serta laporan hasil security audit kepada Bank Indonesia dilakukan dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh : a. direktur kepatuhan Bank, bagi Peserta berupa Bank; atau b. direktur yang membawahi satuan kerja pengawasan intern, bagi Peserta berupa Pihak Selain Bank. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 31 Maret 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/14/DASP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis, Laporan Pemeriksaan Internal, serta Laporan Hasil Security Audit. </reg_title> <set_date> 31 Maret 2004 </set_date> <effective_date> 31 Maret 2004 </effective_date> <related_reg> '6/8/PBI/2004' </related_reg>
No. 16/12/DPAU Jakarta, 22 Juli 2014 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital Dalam Rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen Layanan Keuangan Digital Individu Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5001) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5524), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD) dalam rangka keuangan inklusif melalui Agen LKD Individu dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Latar Belakang 1. Dalam rangka menjangkau dan memperluas penyediaan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang belum tersentuh jasa sistem pembayaran dan keuangan formal (unbanked) dan yang telah terhubung sebagai nasabah penabung namun jarang memanfaatkannya karena berbagai faktor (underbanked), diperlukan inovasi penggunaan Uang Elektronik sebagai salah satu instrumen dalam LKD melalui kerja sama dengan pihak ketiga dalam bentuk keagenan. 2. Perluasan … 2. Perluasan akses layanan keuangan dan sistem pembayaran tersebut merupakan inisiatif Bank Indonesia dalam mendukung Strategi Nasional Keuangan Inklusif, yang ditujukan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan individu atau rumah tangga, serta mengurangi kemiskinan dan pemerataan pendapatan. 3. Salah satu bentuk perluasan akses layanan keuangan dan sistem pembayaran dilakukan melalui kerja sama Penerbit berupa Bank dengan Agen LKD Individu. Oleh karena itu, perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan LKD dalam rangka keuangan inklusif melalui Agen LKD Individu. B. Pengertian 1. Layanan Keuangan Digital yang selanjutnya disingkat LKD adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif. 2. Agen LKD Individu adalah perseorangan atau badan usaha yang tidak berbadan hukum yang bekerjasama dengan Penerbit dan bertindak untuk dan atas nama Penerbit dalam memberikan LKD dalam lingkup terbatas. 3. Pemegang adalah pihak yang menggunakan Uang Elektronik. 4. Diproses secara online adalah proses transaksi yang terkoneksi secara langsung dengan sentral sistem komputer untuk melakukan otorisasi dan validasi sebelum dimulainya proses transaksi. Proses online dilakukan agar penyelesaian transaksi LKD dapat dilakukan secara real time dan tersedia notifikasi status transaksi segera setelah terjadi transaksi keuangan. II. PERSYARATAN … II. PERSYARATAN, PENYAMPAIAN RENCANA PENYELENGGARAAN LKD MELALUI AGEN LKD INDIVIDU, DAN PENEGASAN BANK INDONESIA A. Persyaratan Penyelenggara LKD Melalui Agen LKD Individu Penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu hanya dapat dilakukan oleh Penerbit berupa Bank yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. berbadan hukum Indonesia; b. kategori Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 4 sesuai penilaian periode terakhir oleh otoritas pengawasan Bank; c. telah menjadi Penerbit paling singkat selama 2 (dua) tahun; dan d. memenuhi persyaratan operasional paling kurang meliputi: 1) memiliki teknologi informasi yang memadai; 2) memiliki ketersediaan dan kesiapan unit kerja tersendiri untuk mengkoordinir kegiatan LKD dan didukung oleh sumber daya manusia yang memadai; dan 3) memiliki manajemen risiko yang memadai. B. Rencana Penyelenggaraan LKD Melalui Agen LKD Individu 1. Bank menyampaikan rencana penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu kepada Bank Indonesia. 2. Rencana penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan: a. secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh Direktur Utama dan salah satu anggota Direksi; dan b. paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu dilaksanakan untuk pertama kali. 3. Penyampaian rencana penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud … dimaksud dalam Lampiran angka I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. C. Penegasan Bank Indonesia Terhadap Rencana Penyelenggaraan LKD Melalui Agen LKD Individu 1. Bank Indonesia memberikan penegasan terhadap rencana penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu yang disampaikan oleh Bank. 2. Penegasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diberikan oleh Bank Indonesia setelah Bank memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, melengkapi seluruh dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam butir B.3, dan Bank Indonesia telah memperoleh pertimbangan dari otoritas pengawas Bank. III. PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN LKD MELALUI AGEN LKD INDIVIDU A. Bank yang telah menerima surat penegasan dari Bank Indonesia untuk melakukan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu harus menyelenggarakan kegiatannya paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat penegasan. B. Penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu diutamakan untuk wilayah operasional di Kelurahan atau Desa, di luar Ibu Kota Provinsi, Kabupaten atau Kotamadya. Penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu dapat dikembangkan untuk wilayah operasional lain secara bertahap dengan mempertimbangkan antara lain kesiapan infrastruktur pendukung seperti jaringan telekomunikasi dan kantor Bank. C. Dalam rangka pengembangan akses keuangan, Bank Indonesia dapat menentukan wilayah implementasi penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu untuk setiap Bank. D. Bank harus menyampaikan laporan tertulis mengenai dimulainya penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif … efektif dimulainya penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu yang paling kurang memuat informasi dan penjelasan mengenai tanggal efektif penyelenggaraan, jumlah dan lokasi Agen LKD Individu. E. Dalam hal Bank tidak melaksanakan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu sesuai jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf A maka penegasan Bank Indonesia dinyatakan batal dan tidak berlaku. F. Dalam hal Bank tidak melaksanakan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu sesuai jangka waktu yang ditetapkan maka pengajuan rencana kerja sama hanya dapat disampaikan kembali dalam waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf A. IV. PERSYARATAN AGEN LKD INDIVIDU DAN LAYANAN YANG DIBERIKAN A. Persyaratan Agen LKD Individu Agen LKD Individu berupa perseorangan atau badan usaha yang tidak berbadan hukum, harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. memiliki kemampuan, reputasi, dan integritas di wilayah operasionalnya; 2. memiliki usaha utama yang sedang berjalan dengan lokasi usaha tetap paling singkat 2 (dua) tahun, dengan persyaratan sebagai berikut: a. bagi calon Agen LKD Individu berupa perseorangan harus merupakan penduduk setempat dan memiliki usaha yang sedang berjalan dengan lokasi usaha tetap paling singkat 2 (dua) tahun yang dibuktikan dengan keterangan dari kepala pemerintahan setempat, paling kurang dari Ketua Rukun Tetangga (RT), atau Kepala Adat; b. bagi calon Agen LKD Individu berupa badan usaha yang tidak berbadan hukum harus memiliki usaha yang sedang … sedang berjalan dengan lokasi usaha tetap paling singkat 2 (dua) tahun yang dibuktikan dengan dokumen antara lain Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), atau Surat Keterangan Usaha (SKU) dari Kelurahan atau Desa setempat; dan c. surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b paling kurang memuat informasi mengenai lama domisili atau tanggal dimulainya usaha, alamat, pemilik, dan bidang usaha; 3. lulus proses uji tuntas (due diligence) oleh Bank; dan 4. menempatkan deposit pada Bank dengan jumlah sesuai yang ditetapkan Bank. B. Layanan yang diberikan oleh Agen LKD Individu 1. Layanan yang diberikan oleh Agen LKD Individu meliputi: a. fasilitator registrasi Pemegang; b. Pengisian Ulang (top-up); c. pembayaran atas tagihan yang bersifat rutin atau berkala seperti listrik, air, telepon, angsuran kredit atau pembiayaan, premi asuransi, dan/atau tagihan lainnya; d. Tarik Tunai; e. penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat seperti bantuan sosial kepada masyarakat sangat miskin, bantuan pembiayaan pendidikan, dan bantuan pembiayaan kesehatan; dan f. fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. 2. Layanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan di lokasi Agen LKD Individu. 3. Dalam hal layanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan di luar lokasi Agen LKD Individu maka harus atas dasar persetujuan tertulis dari Bank dan segala risiko yang timbul serta perlindungan konsumen menjadi tanggung jawab Bank. 4. Dalam hal Bank akan memberikan layanan fasilitas lain yang dapat dilakukan oleh Agen LKD Individu sebagaimana dimaksud dalam butir 1.f, Bank harus menyampaikan rencana … rencana pemberian fasilitas lain tersebut paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum pelaksanaan pemberian fasilitas lain tersebut dengan melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Lampiran angka II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. V. PENUNJUKAN AGEN LKD INDIVIDU A. Bank melakukan uji tuntas kepada calon Agen LKD Individu. Aspek uji tuntas paling kurang memuat aspek uji tuntas sebagaimana dimaksud dalam Lampiran butir III.A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Bank menetapkan calon Agen LKD Individu yang lulus uji tuntas setelah mempertimbangkan aspek uji tuntas sebagaimana dimaksud dalam butir A. C. Bank harus memberikan pelatihan dan edukasi kepada calon Agen LKD Individu yang telah lulus uji tuntas dan karyawan calon Agen LKD Individu, dengan materi pelatihan dan edukasi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran butir III.B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. D. Bank menerbitkan sertifikat penunjukan sebagai Agen LKD Individu kepada calon Agen LKD Individu yang telah lulus uji tuntas dan telah mengikuti pelatihan dan edukasi, serta mengikat Agen LKD Individu tersebut dengan perjanjian kerja sama. E. Format sertifikat penunjukan dan cakupan perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam huruf D adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran butir III.C dan butir III.D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VI. OPERASIONALISASI … VI. OPERASIONALISASI, PENGHENTIAN, DAN PEMINDAHAN LOKASI AGEN LKD INDIVIDU A. Operasionalisasi Agen LKD Individu 1. Bank harus menyediakan petunjuk manual operasional yang diperlukan oleh Agen LKD Individu guna menjamin kelancaran dan keamanan pelayanan kepada Pemegang. 2. Bank harus memastikan Agen LKD Individu mematuhi petunjuk manual operasional sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 3. Bank harus menyediakan perlengkapan operasional untuk mendukung Agen LKD Individu. 4. Bank harus memastikan kesiapan layanan pendukung antara lain pengamanan fisik uang baik di lokasi Agen LKD Individu, maupun selama perjalanan antara lokasi Agen LKD Individu dan kantor Bank terdekat yang ditunjuk. 5. Bank dapat mengikutsertakan Agen LKD Individu yang melakukan kerja sama dengan Bank dalam program asuransi jiwa atas beban Bank. 6. Bank melakukan kegiatan pemasaran atas Agen LKD Individu antara lain melalui branding. 7. Petunjuk manual operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan perlengkapan operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 3 mengacu pada Lampiran angka IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Penghentian Kerja Sama 1. Bank melaporkan penghentian kerja sama antara Bank dengan Agen LKD Individu dalam laporan berkala kepada Bank Indonesia. 2. Penghentian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat dilakukan atas permintaan Bank Indonesia. 3. Bank harus mengumumkan kepada Pemegang dan masyarakat setempat sebelum kerja sama dihentikan di tempat usaha Agen LKD Individu melalui media yang sesuai. 4. Bank … 4. Bank harus memastikan hak dan kewajiban semua pihak baik Bank, Agen LKD Individu dan terutama masyarakat akibat penghentian kerja sama Agen LKD Individu telah terpenuhi dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kalender sejak penghentian kerja sama tersebut. 5. Bank harus segera menarik atribut tanda pengenal Agen LKD Individu setelah dilakukan penghentian kerja sama. C. Pemindahan Lokasi Agen LKD Individu 1. Pemindahan lokasi kegiatan usaha Agen LKD Individu hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Bank. 2. Pemindahan lokasi kegiatan usaha dapat dilakukan sepanjang lokasi yang baru masih berada dalam 1 (satu) Kelurahan atau Desa. 3. Dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan pemindahan lokasi kegiatan usaha, Agen LKD Individu harus menginformasikan hal tersebut kepada Pemegang melalui pengumuman di tempat usaha Agen LKD Individu yang lama maupun lokasi yang baru. VII. MODEL BISNIS LKD MELALUI AGEN LKD INDIVIDU A. Dalam menyelenggarakan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu, Bank menunjuk perseorangan dan/atau badan usaha yang tidak berbadan hukum sebagai Agen LKD Individu. B. Bank menentukan jenis layanan dan besaran nominal limit transaksi yang dapat diselenggarakan oleh Agen LKD Individu. C. Jenis Uang Elektronik yang digunakan dalam penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu adalah Uang Elektronik registered dan diproses secara online serta disimpan dalam media server. D. Dalam penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu, Bank dapat menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web. E. Dalam … E. Dalam hal sarana dan perangkat teknologi yang digunakan oleh Pemegang berupa telepon genggam maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. nomor telepon genggam berfungsi sebagai nomor rekening; dan 2. memiliki fitur menu layanan yang sederhana dan mudah dimengerti. F. Dalam rangka mengkonfirmasi keabsahan Agen LKD Individu, maka pada menu layanan sebagaimana dimaksud dalam butir E.2 harus terdapat fitur cek validitas Agen LKD Individu. G. Fitur cek validitas Agen LKD Individu sebagaimana dimaksud dalam huruf F harus tersedia paling lambat 6 (enam) bulan sejak Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku. H. Dalam rangka membantu Pemegang, maka pada menu layanan sebagaimana dimaksud dalam butir E.2 harus terdapat fitur layanan bantuan. I. Calon Pemegang melakukan registrasi Uang Elektronik melalui Agen LKD Individu. J. Pemegang hanya dapat memiliki paling banyak 2 (dua) rekening Uang Elektronik untuk setiap Bank yang dibuka melalui Agen LKD Individu. K. Bank harus menyampaikan notifikasi kepada Pemegang paling kurang mengenai: 1. status registrasi Uang Elektronik; 2. konfirmasi terkait proses transaksi; dan 3. status transaksi keuangan dalam LKD. L. Tata cara registrasi Uang Elektronik melalui Agen LKD Individu sebagaimana dimaksud dalam huruf I paling kurang mengacu pada Lampiran angka V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VIII. SISTEM … VIII. SISTEM TEKNOLOGI INFORMASI A. Sistem teknologi informasi yang digunakan Bank dalam penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu memenuhi prinsip-prinsip sistem teknologi informasi yang andal dan aman sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai Uang Elektronik, dan penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh Bank Umum. B. Sistem teknologi informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling kurang memiliki kemampuan untuk: 1. melakukan pemrosesan dan pencatatan transaksi dilakukan secara real time; 2. menyampaikan informasi transaksi secara terenkripsi; 3. menyampaikan notifikasi atas setiap transaksi Pemegang segera setelah transaksi terjadi; 4. mendukung interoperabilitas; dan 5. mendeteksi transaksi mencurigakan. C. Perangkat yang digunakan oleh Agen LKD Individu untuk memberikan layanan harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Bank. IX. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO A. Bank harus menerapkan manajemen risiko secara efektif terkait dengan penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu. B. Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling kurang mengacu pada Lampiran angka VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. C. Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf A juga harus mengacu pada ketentuan mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum, dan manajemen risiko penyelenggaraan Uang Elektronik. X. KEPATUHAN … X. KEPATUHAN TERHADAP KETENTUAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME A. Bank harus menerapkan prinsip-prinsip mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sesuai dengan ketentuan yang berlaku. B. Ketentuan mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sebagaimana dimaksud dalam huruf A antara lain diterapkan dalam proses uji tuntas terhadap calon Pemegang, deteksi dan pelaporan transaksi mencurigakan. C. Tata cara dan penerapan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sebagaimana dimaksud dalam huruf A mengacu pada ketentuan mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. XI. PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Dalam penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu, Bank harus menerapkan ketentuan mengenai perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran dan ketentuan terkait lainnya yang antara lain meliputi transparansi, edukasi, dan penanganan pengaduan Pemegang. B. Penerapan transparansi, edukasi, dan penanganan pengaduan Pemegang sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling kurang mengacu pada Lampiran angka VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XII. KEGIATAN PENDUKUNG A. Bank dapat menggunakan pihak ketiga selain Agen LKD Individu untuk mendukung kelancaran kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu, antara lain untuk menyediakan jasa sebagai berikut: 1. identifikasi calon Agen LKD Individu potensial; 2. pelatihan Agen LKD Individu; 3. pengambilan dokumen; 4. cash handling; dan 5. desain … 5. desain fitur aplikasi terkait Agen LKD Individu antara lain aplikasi sistem monitoring; B. Bank bertanggung jawab atas penggunaan jasa yang disediakan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam huruf A. XIII. PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN OLEH BANK TERHADAP AGEN LKD INDIVIDU A. Bank harus memantau dan mengawasi kegiatan Agen LKD Individu melalui kantor Bank terdekat yang ditunjuk. B. Pemantauan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling kurang mencakup aspek: 1. kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku seperti anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme dan lainnya; 2. kepatuhan terhadap mekanisme kerja atau standard operating procedure (SOP); 3. pemenuhan perjanjian kerja sama; 4. kinerja, termasuk penanganan pengaduan Pemegang; 5. penempatan informasi dan tanda pengenal Agen LKD Individu di lokasi operasional yang mudah dilihat dan dibaca oleh pengguna jasa, yaitu antara lain sertifikat, informasi produk dan layanan keuangan beserta biaya layanan dan papan atau alat komunikasi lainnya; dan 6. kecukupan likuiditas Agen LKD Individu. C. Bank dapat menggunakan teknologi untuk pemantauan terhadap operasional dan lokasi Agen LKD Individu misalnya dengan menggunakan koordinat Global Positioning System (GPS). D. Bank harus memastikan kelangsungan kegiatan LKD dalam hal terdapat keadaan force majeur yang mengakibatkan Agen LKD Individu tidak dapat beroperasi. XIV. PELAPORAN … XIV. PELAPORAN KEGIATAN LKD MELALUI AGEN LKD INDIVIDU DAN DAFTAR AGEN LKD INDIVIDU A. Bank harus menyampaikan laporan mengenai perkembangan kegiatan LKD dan Agen LKD Individu kepada Bank Indonesia secara bulanan. B. Tata cara penyampaian dan format laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A mengacu kepada ketentuan mengenai pelaporan yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai Uang Elektronik. XV. PENGAWASAN OLEH BANK INDONESIA TERHADAP PENYELENGGARAAN KEGIATAN LKD MELALUI AGEN LKD INDIVIDU Pengawasan oleh Bank Indonesia terhadap Bank yang menyelenggarakan LKD melalui Agen LKD Individu mengacu pada ketentuan mengenai pengawasan penyelenggaraan LKD sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai Uang Elektronik. XVI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF Tata cara pengenaan sanksi administratif bagi Bank yang menyelenggarakan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu mengacu pada ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai Uang Elektronik. XVII. KORESPONDENSI Penyampaian rencana penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu, laporan, informasi lainnya, dan/atau surat menyurat disampaikan oleh kantor pusat Bank kepada: Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Gedung D Lantai 5, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jl. M.H Thamrin No. 2 Jakarta … Jakarta – 10350 XVIII. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22 Juli 2014. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ENI V. PANGGABEAN KEPALA DEPARTEMEN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/12/DPAU|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital Dalam Rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen Layanan Keuangan Digital Individu </reg_title> <set_date> 22 Juli 2014 </set_date> <effective_date> 22 Juli 2014 </effective_date> <related_reg> '16/8/PBI/2014', '11/12/PBI/2009' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi XVI' </penalty_list>
No. 14/ 9 /DPM Jakarta, 9 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI perihal Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) dan penyempurnaan mekanisme pengajuan transaksi early redemption Term Deposit, perlu untuk mengubah ketentuan butir VI.9.b Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/20/DPM tanggal 8 Agustus 2011, sehingga Butir VI.9 berbunyi sebagai berikut : 9. Pencairan sebelum jatuh waktu (early redemption) transaksi Term Deposit a. Persyaratan Early Redemption hanya dapat dilakukan terhadap Term Deposit yang berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan yaitu 28 (dua puluh delapan) hari pada saat diterbitkan. b. Pengajuan Early Redemption 1) Peserta OPT dapat mengajukan dari pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. 2) Nilai nominal setiap pengajuan paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3) Pengajuan … 2 3) Pengajuan dilakukan melalui sarana BI-SSSS Terminal (ST). c. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal pengajuan early redemption (same day settlement) segera setelah pre cut-off Sistem BI-RTGS. d. Perhitungan nilai early redemption ilai N Tunai = Early Redemption ilai erm 3 hari60 Nominal Biaya = ilai y dig early T Deposit erm E Redemption E Redemption N setelmen arly arly = x ( redeem R rateepo LendingFacility N tunai ilai −Biaya Keterangan : RRT = Rata-Rata Tertimbang Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 9 Maret 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, - B R ) xateI Sisa J Waktu angka 360 +      RT erm N Nominal T Deposit yang diearly redeem × 3 hari60 R diskonto T Deposit pada saat diterbitka n × Sisa angka J Waktu      HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/9/DPM|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. </reg_title> <set_date> 9 Maret 2012 </set_date> <effective_date> 9 Maret 2012 </effective_date> <changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg> <extension_of> '13/20/DPM|SE-BI/2011' </extension_of> <related_reg> '12/11/PBI', '13/20/DPM|SE-BI/2011', '12/18/DPM|SE-BI/2010' </related_reg>
No. 14/ 38 /DASP Jakarta, 28 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PENYELENGGARA JASA SISTEM PEMBAYARAN SELAIN BANK DI INDONESIA Perihal : Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/3/PBI/2012 tentang Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5302) yang selanjutnya disebut sebagai PBI APU dan PPT, perlu ditetapkan pedoman standar penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank, sebagai berikut: I. PEDOMAN STANDAR PENERAPAN PROGRAM APU DAN PPT Sesuai PBI APU dan PPT, setiap Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank wajib menyusun dan menyampaikan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penerapan program APU dan PPT kepada Bank Indonesia dalam bentuk pedoman penerapan program APU dan PPT. Dalam ... Dalam menyusun pedoman penerapan program APU dan PPT tersebut, Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank wajib mengacu pada standar minimum sebagaimana diatur dalam Pedoman Standar Penerapan Program APU dan PPT sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia sebelum berlakunya PBI APU dan PPT wajib menyesuaikan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang dimilikinya sesuai dengan Pedoman Standar Pelaksanaan Program APU dan PPT ini dan menyampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan setelah berlakunya PBI APU dan PPT yaitu tanggal 9 September 2013. II. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8 Juni 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BOEDI ARMANTO KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/38/DASP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank </reg_title> <set_date> 28 Desember 2012 </set_date> <effective_date> 8 Juni 2013 </effective_date> <related_reg> '14/3/PBI/2012' </related_reg>
No.17/20/DPM Jakarta, 28 Agustus 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5581), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/13/PBI/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5736), yang selanjutnya disebut PBI, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/15/DPM tanggal 12 Juni 2015, sebagai berikut: 1. Ketentuan butir I.5.c diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: c. dalam hal terdapat pembelian valuta asing oleh nasabah PVA kepada PVA dengan nilai nominal melebihi USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya selama 1 (satu)… 2 1 (satu) bulan terakhir, pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh nasabah PVA kepada PVA dilengkapi dengan dokumen Underlying Transaksi dari nasabah PVA; dan 2. Ketentuan butir I.12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 12. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Bank tanpa Underlying Transaksi yang hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan per Nasabah, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Perhitungan 1 (satu) bulan didasarkan pada bulan kalender, yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender sampai dengan tanggal berakhirnya bulan kalender. Contoh: Jika pada bulan November 20xx Nasabah hanya melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi 1 kali pada tanggal 24 November 20xx sebesar USD25,000.00 maka hal tersebut diperhitungkan sebagai maksimum jumlah yang telah digunakan dalam bulan November 20xx. Nasabah dapat kembali menggunakan jumlah maksimum ekuivalen USD25,000.00 tersebut selama Desember 20xx. b. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada tanggal transaksi. Contoh: Pada tanggal 11 November 20xx, Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot beli sebesar USD10,000.00. Kemudian Nasabah melakukan transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah pada tanggal 17 November 20xx sebesar USD12,500.00 yang jatuh waktu pada tanggal 17 Desember 20xx. Perhitungan transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah sampai dengan 17 November 20xx adalah USD22,500.00. c. Perhitungan… 3 c. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang dilakukan oleh masing-masing Nasabah secara individual baik secara tunai maupun non tunai dalam bentuk simpanan valuta asing. Contoh: Nasabah A melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah di Bank X secara tunai sebesar USD5,000.00 pada tanggal 11 November 20xx. Kemudian, pada tanggal 13 November 20xx Nasabah A melakukan konversi simpanan Rupiah menjadi simpanan valuta asing dalam US Dollar di Bank X sebesar USD20,000.00. Perhitungan kumulatif transaksi yang dilakukan oleh Nasabah A di Bank X, yaitu sebesar USD25,000.00. d. Untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah melalui rekening gabungan (joint account) yang dimiliki lebih dari 1 (satu) Nasabah, Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar threshold per rekening gabungan (joint account). Contoh: Nasabah A dan Nasabah B memiliki joint account. Pada tanggal 11 November 20xx, Nasabah A melakukan Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint account sebesar USD15,000.00. Pada tanggal 24 November 20xx, Nasabah B melakukan Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint account sebesar USD20,000.00. Atas pembelian valuta asing tersebut, Nasabah B wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung paling lambat pada tanggal 26 November 20xx karena jumlah pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan melalui joint account pada bulan November 20xx telah melebihi USD25,000.00, yaitu sebanyak USD35,000.00. 3. Ketentuan… 4 3. Ketentuan butir III.20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 20. Nasabah yang melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) per bulan, dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis bermeterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated disampaikan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan kalender. Contoh: Nasabah B melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank Y pada tanggal 19 November 20xx sebesar USD5,000.00. Atas pembelian ini Bank Y wajib memastikan Nasabah B menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis bermeterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated. Pada tanggal 26 November 20xx Nasabah B melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank Y sebesar USD3,000.00. Atas pembelian ini, Nasabah B tidak wajib menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis bermeterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated. Pada tanggal 16 Desember 20xx, Nasabah B melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank Y sebesar USD5,000.00. Atas pembelian ini Bank Y wajib memastikan Nasabah B menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis bermeterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated. 4. Ketentuan butir III.22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 22. Dalam hal Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) secara berangsur mencapai nilai di atas USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya dalam 1 (satu) bulan yang sama maka dokumen Underlying Transaksi dilampirkan untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang melebihi USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya. Contoh… 5 Contoh: Pada tanggal 10 November 20xx Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD5,000.00. Kemudian pada tanggal 14 November 20xx Nasabah yang sama melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD10,000.00. Selanjutnya pada tanggal 19 November 20xx Nasabah kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD25,000.00 maka transaksi pembelian yang dilakukan pada tanggal 19 November 20xx tersebut telah melampaui USD30,000.00. Dengan demikian untuk pembelian yang dilakukan pada tanggal 19 November 20xx tersebut, Nasabah menyediakan dokumen Underlying Transaksi sebesar USD30,000.00. 5. Ketentuan butir V.2.a diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Dalam mengenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) PBI berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Besarnya kewajiban membayar adalah 1% (satu persen) dari nilai nominal transaksi yang dilanggar untuk setiap pelanggaran dengan jumlah sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Contoh 1: Pada tanggal 5 September 20xx Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD15,000.00. Kemudian pada tanggal 15 September 20xx Nasabah yang sama melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD15,000.00. Total pembelian valuta asing terhadap Rupiah Nasabah pada bulan September 20XX adalah USD30,000.00. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanggal 15 September 20xx, tidak didukung dokumen Underlying Transaksi, dan dengan demikian terdapat… 6 terdapat pelanggaran yang melebihi threshold sebesar USD5,000.00. Kurs JISDOR tanggal 15 September 20xx adalah Rp10.000,00. Atas pelanggaran tersebut, Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar dari nilai nominal USD5,000.00 x 1% x Rp10.000,00 yaitu sebesar Rp500.000,00, dengan pembayaran sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00. Contoh 2: Pada tanggal 12 September 20xx Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward 1 bulan sebesar USD40,000.00. Sampai dengan 5 hari kerja setelah tanggal transaksi, yaitu tanggal 17 September 20xx, Nasabah tidak menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung, dan dengan demikian terdapat pelanggaran yang melebihi threshold sebesar USD15,000.00. Kurs JISDOR tanggal 17 September 20xx adalah Rp10.000,00. Atas pelanggaran tersebut, Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar dari nilai nominal USD15,000.00 x 1% x Rp10.000,00 yaitu sebesar Rp1.500.000,00 dengan pembayaran sanksi paling sedikit sebesar Rp 10.000.000,00. 6. Lampiran IV diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 28 Agustus 2015. Agar… 7 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ERWIN RIJANTO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/20/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik </reg_title> <set_date> 28 Agustus 2015 </set_date> <effective_date> 28 Agustus 2015 </effective_date> <changed_reg> '16/14/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg> <extension_of> '17/15/DPM|SE-BI/2015' </extension_of> <related_reg> '17/15/DPM|SE-BI/2015', '17/13/PBI/2015', '16/14/DPM|SE-BI/2014', '16/16/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 5 Angka 2' </penalty_list>
No. 11/8/DPM Jakarta, 27 Maret 2009 November 2003 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Transaksi Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah dalam Rupiah (FASBIS) Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4944), perlu ditetapkan ketentuan mengenai tata cara transaksi Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah dalam rupiah (FASBIS) dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 3. Unit… 2 3. Unit Usaha Syariah adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disebut OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 5. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS. 6. Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah dalam rupiah yang selanjutnya disebut FASBIS adalah fasilitas simpanan yang disediakan oleh Bank Indonesia kepada Bank untuk menempatkan dananya di Bank Indonesia dalam rangka standing facilities Syariah. 7. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata uang rupiah di Bank Indonesia. 8. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS. 9. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. 10. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antar pemilik rekening giro dalam mata uang rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka pelaksanaan setelmen FASBIS. 11. Pialang… 3 11. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing yang memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing. 12. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. II. PERSYARATAN UMUM 1. FASBIS menggunakan akad wadiah (titipan). 2. Jangka waktu FASBIS paling lama 14 (empat belas) hari kalender dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo. 3. Dalam hal tanggal jatuh tempo transaksi FASBIS bertepatan dengan hari libur maka tanggal jatuh tempo transaksi FASBIS dimaksud ditetapkan pada hari kerja berikutnya. 4. Bank Indonesia dapat memberikan imbalan atas penempatan dana Bank pada FASBIS. 5. Dalam hal Bank Indonesia memberikan imbalan FASBIS sebagaimana dimaksud dalam angka 4 maka pemberian imbalan dilaksanakan pada saat FASBIS jatuh tempo dengan perhitungan sebagai berikut: imbalan = FASBIS nominal x FASBIS 360 x tingkat imbalan iiiFASBIS 6. FASBIS tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat diagunkan dan tidak dapat dicairkan sebelum jatuh tempo. 7. Bank… 4 7. Bank Indonesia membuka window time FASBIS dengan mengumumkannya melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia. 8. Bank Indonesia dapat mengubah window time FASBIS dan mengumumkan perubahan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia, paling lambat sebelum window time FASBIS dibuka (T+0). 9. Bank Indonesia dapat menutup window time FASBIS dan mengumumkan penutupan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia, paling lambat pada 1 (satu) hari kerja sebelum penutupan window time tersebut (T-1). 10. Peserta transaksi FASBIS dibedakan menjadi: a. Peserta langsung yaitu Bank dan Pialang yang mengajukan penawaran transaksi FASBIS secara langsung kepada Bank Indonesia. b. Peserta tidak langsung yaitu Bank yang mengajukan penawaran transaksi FASBIS kepada Bank Indonesia melalui Pialang. 11. Bank hanya dapat mengajukan penawaran transaksi FASBIS untuk kepentingan diri sendiri. 12. Pialang dilarang mengajukan transaksi FASBIS untuk kepentingan diri sendiri. 13. Peserta transaksi FASBIS bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran transaksi FASBIS yang diajukan. 14. Bank hanya dapat mengajukan transaksi FASBIS apabila tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS. 15. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan transaksi FASBIS dari peserta langsung berdasarkan data pengajuan transaksi FASBIS. 16. Bank… 5 16. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana transaksi FASBIS pada hari pelaksanaan transaksi (same day settlement). 17. Bank wajib menyediakan dana sebesar jumlah transaksi FASBIS yang diterima pada Rekening Giro sampai dengan cut-off warning Sistem BI- RTGS. III. PENGAJUAN PENAWARAN TRANSAKSI FASBIS 1. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter-Biro Operasi Moneter (BI cq. DPM-BOpM) mengumumkan penyediaan FASBIS yang meliputi antara lain jangka waktu, window time dan waktu setelmen paling lambat sebelum window time FASBIS dibuka (T+0) melalui BI- SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 2. Peserta langsung mengajukan transaksi FASBIS melalui BI-SSSS dengan mencantumkan penawaran kuantitas FASBIS kepada BI cq. DPM-BOpM. 3. Window time transaksi FASBIS ditetapkan dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB pada setiap hari kerja. 4. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan cara pengajuan dan window time transaksi FASBIS sebagaimana dimaksud pada angka 3 melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 5. Tata cara pengajuan transaksi FASBIS melalui BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 3 mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai BI-SSSS. 6. Pengajuan… 6 6. Pengajuan penawaran kuantitas transaksi FASBIS dari setiap peserta transaksi FASBIS paling kurang Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 7. Bank Indonesia mengumumkan penawaran transaksi FASBIS yang diterima kepada peserta langsung melalui sarana BI-SSSS dan/atau sarana lainnya. IV. SETELMEN TRANSAKSI DAN PELUNASAN FASBIS 1. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana transaksi FASBIS segera setelah waktu pelaksanaan transaksi FASBIS berakhir dengan mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan sebesar nilai nominal penawaran transaksi FASBIS yang diterima sebagaimana dimaksud pada butir III.7. 2. Dalam hal Setelmen Dana berhasil dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 Bank dapat melihat posisi FASBIS pada terminal BI- SSSS. 3. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi untuk menutup seluruh kewajiban Setelmen Dana yang harus diselesaikan sampai dengan waktu cut-off warning Sistem BI-RTGS maka transaksi FASBIS Bank yang bersangkutan dinyatakan batal. 4. Bank Indonesia melakukan pelunasan transaksi FASBIS pada saat transaksi FASBIS jatuh tempo sebesar nilai nominal dengan mengkredit Rekening Giro Bank yang bersangkutan. 5. Dalam hal Bank Indonesia memberikan imbalan FASBIS sebagaimana dimaksud pada butir II.4 maka Bank Indonesia melakukan pelunasan transaksi FASBIS pada saat transaksi FASBIS jatuh tempo sebesar nilai nominal ditambah imbalan FASBIS dengan mengkredit Rekening Giro Bank yang bersangkutan. V. TATA… 7 V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal transaksi FASBIS sebagaimana dimaksud pada butir IV.3 dinyatakan batal, Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Tim Pengawas Bank, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI, dan b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi FASBIS yang dinyatakan batal atau paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah). 2. Dalam hal transaksi FASBIS dinyatakan batal untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi FASBIS. VI. PENUTUP… 8 VI. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2009. .. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/8/DPM|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Transaksi Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah dalam Rupiah (FASBIS) </reg_title> <set_date> 27 Maret 2009 </set_date> <effective_date> 1 April 2009 </effective_date> <related_reg> '10/36/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No.16/5/DPM Jakarta, 8 April 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4504) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/9/PBI/2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5525) dan dalam rangka pendalaman pasar valuta asing domestik dengan memberikan fleksibilitas bagi pelaku pasar dalam melakukan lindung nilai atas kegiatan ekonomi khususnya lindung nilai atas penghasilan investasi di Indonesia, perlu dilakukan perubahan ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank sebagai berikut: 1. Ketentuan angka 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 7. Underlying transaction dalam pengecualian pembatasan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan untuk … 2 untuk keperluan lindung nilai (hedging) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/9/PBI/2014 Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (yang selanjutnya disebut PBI), diatur sebagai berikut: a. Dalam hal investasi berupa pembelian Surat Berharga diatur sebagai berikut: 1) underlying transaction untuk pembelian Surat Berharga dihitung berdasarkan total portofolio (basket of securities) atas dasar harga pasar (market value), sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Surat Berharga yang bersangkutan; 2) total nilai portofolio paling sedikit sama dengan nilai hedging pada saat awal transaksi hedging dilakukan. Apabila dalam jangka waktu hedging terdapat penurunan market value Surat Berharga yang digunakan sebagai underlying maka tidak terdapat kewajiban top-up atas nilai Surat Berharga dimaksud; 3) apabila dalam jangka waktu hedging terdapat penambahan Surat Berharga dalam portofolio yang sama, dan Pihak Asing bermaksud untuk melakukan hedging atas penambahan Surat Berharga tersebut maka Pihak Asing yang bersangkutan wajib membuka kontrak hedging baru dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu dengan nilai hedging paling banyak sebesar penambahan Surat Berharga dimaksud; Contoh: Pihak Asing memiliki portofolio saham sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) pada tanggal 1 Agustus 2012 dan pada tanggal yang sama dilakukan hedging dengan membuka Transaksi Derivatif sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan berjangka waktu 1 (satu) minggu. Pada tanggal … 3 tanggal 6 Agustus 2012, Pihak Asing tersebut melakukan pembelian obligasi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah), sehingga total nilai portofolio Pihak Asing menjadi sebesar Rp90.000.000,00 (sembilan puluh juta rupiah). Apabila Pihak Asing tersebut bermaksud untuk melakukan hedging atas tambahan obligasi SUN tersebut maka pihak Asing dimaksud harus membuka kontrak hedging baru di luar transaksi hedging sebelumnya dengan nilai hedging paling banyak sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu. 4) dalam hal Pihak Asing telah menerima kupon dan/atau penghasilan lainnya atas Surat Berharga yang dimiliki, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying kupon dan/atau penghasilan lainnya yang telah diterima dari investasi Surat Berharga dimaksud; 5) dalam hal Pihak Asing akan menerima kupon dan/atau penghasilan lainnya atas Surat Berharga yang dimiliki yang dibuktikan dengan dokumen pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying kupon dan/atau penghasilan lainnya yang akan diterima dari investasi Surat Berharga dimaksud; dan 6) transaksi hedging yang dilakukan Pihak Asing paling banyak sebesar nilai kupon dan/atau penghasilan lainnya dari investasi Surat Berharga yang telah atau yang akan diterima. b. Dalam hal investasi berupa pemberian Kredit diatur sebagai berikut: 1) underlying transaction untuk pemberian Kredit dihitung berdasarkan nominal Kredit yang telah direalisasikan; 2) underlying … 4 2) underlying untuk pemberian Kredit dalam bentuk Kredit sindikasi, dihitung berdasarkan kontribusi Pihak Asing tersebut dalam Kredit sindikasi. Dalam hal terdapat Kredit sindikasi dengan Pihak Asing lebih dari 1 (satu) maka masing-masing Pihak Asing yang tergabung dalam Kredit sindikasi dapat melakukan hedging dengan nilai hedging paling banyak sebesar nilai kontribusi Pihak Asing yang bersangkutan dalam Kredit sindikasi tersebut; Contoh: Kredit sindikasi oleh 5 (lima) Bank di luar negeri yang diberikan kepada PT PQR adalah sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Masing- masing Bank di luar negeri tersebut memberikan kontribusinya sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) maka nilai hedging yang dapat dilakukan oleh masing-masing Bank di luar negeri tersebut paling banyak adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 3) dalam hal Pihak Asing telah menerima bunga atas pemberian Kredit oleh Pihak Asing yang bersangkutan, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying pendapatan bunga dimaksud; 4) dalam hal Pihak Asing telah menerima pengembalian Kredit oleh debitur, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying dana yang berasal dari pengembalian Kredit dimaksud; 5) dalam hal Pihak Asing akan menerima bunga atas pemberian Kredit oleh Pihak Asing yang bersangkutan yang dibuktikan dengan dokumen pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying bunga yang akan diterima dimaksud; 6) dalam … 5 6) dalam hal Pihak Asing akan menerima pengembalian Kredit oleh debitur yang dibuktikan dengan dokumen pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying pengembalian Kredit yang akan diterima dimaksud; 7) transaksi hedging yang dilakukan Pihak Asing paling banyak sebesar nilai pendapatan bunga dan/atau nilai pengembalian Kredit yang telah atau yang akan diterima; Contoh 1: Pihak Asing memberikan Kredit kepada PT STU pada tanggal 3 Desember 2012 sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Pelunasan Kredit tersebut akan dilakukan pada akhir tahun ketiga yang jatuh waktu pada tanggal 3 Desember 2015. Pihak Asing berencana untuk melakukan hedging dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun atas pemberian Kredit yang telah dilakukan tersebut. Bank dapat memenuhi kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan hedging melalui transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) pada tanggal transaksi 3 Desember 2012 dengan tanggal valuta 3 Desember 2015. Dalam hal Pihak Asing yang bersangkutan telah menerima pengembalian Kredit sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) pada tanggal 3 Desember 2015, atas dana rupiah tersebut Pihak Asing yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk melakukan transaksi hedging lagi. Contoh 2: Pihak Asing memberikan Kredit kepada PT VWX sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dengan jangka waktu 5 (lima) tahun. Pembayaran … 6 Pembayaran Kredit tersebut dilakukan secara bertahap setiap tahunnya dengan angsuran pokok Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan bunga 10% (sepuluh per seratus) per tahun. Pembayaran angsuran I jatuh waktu pada 1 Oktober 2012 sebesar Rp55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah) dan Pihak Asing berencana untuk melakukan transaksi hedging atas pendapatan bunga dan pengembalian Kredit yang telah diterima tersebut. Bank dapat memenuhi kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan hedging melalui transaksi outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp55.000.000,00 (lima puluh lima juta) dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu. Dalam hal ini, transaksi dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2012 dengan tanggal valuta paling singkat 8 Oktober 2012. c. Dalam hal investasi berupa Penyertaan Langsung diatur sebagai berikut: 1) underlying transaction untuk Penyertaan Langsung adalah berupa setoran modal dan laba ditahan, namun tidak termasuk laba tahun berjalan; 2) hedging atas Penyertaan Langsung paling banyak sebesar nilai underlying Penyertaan Langsung yang tercantum dalam dokumen pendukung; 3) dalam hal Pihak Asing telah menerima dividen atas Penyertaan Langsung, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging paling banyak sebesar nilai underlying dividen yang telah diterima dimaksud; 4) dalam hal Pihak Asing akan menerima dividen atas Penyertaan Langsung yang dibuktikan dengan dokumen pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging paling banyak sebesar nilai underlying dividen yang akan diterima dimaksud; 5) dalam … 7 5) dalam hal Pihak Asing akan menerima dividen atas Penyertaan Langsung yang belum dapat dipastikan waktu dan jumlah penerimaannya, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging paling banyak sebesar nilai underlying estimasi penerimaan dividen yang akan diterima dari Penyertaan Langsung dimaksud; 6) penentuan nilai estimasi penerimaan dividen dapat menggunakan: a) data persentase pembagian dividen terhadap laba tahun sebelumnya, sebagai dasar perhitungan estimasi pembagian dividen tahun terakhir dengan memperhitungkan laba tahun terakhir yang tercantum pada laporan keuangan unaudited atau audited serta jumlah lembar saham yang dimiliki Pihak Asing; b) data pembagian dividen yang tercantum pada laporan keuangan audited tahun terakhir; dan/atau c) informasi resmi lainnya yang dikeluarkan oleh perusahaan; 7) dalam hal Pihak Asing telah melakukan pencairan aset dalam rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing yang bersangkutan, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging paling banyak sebesar nilai underlying dana hasil pencairan aset rupiah dimaksud; dan 8) dalam hal Pihak Asing akan melakukan pencairan aset dalam rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing yang bersangkutan yang dibuktikan dengan dokumen pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging paling banyak sebesar nilai underlying dana hasil pencairan aset rupiah yang akan diterima dimaksud; Contoh … 8 Contoh: Pihak Asing melakukan Penyertaan Langsung kepada PT XYZ yang merupakan perusahaan dalam negeri yang bergerak di bidang alat-alat pertambangan sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) selama 3 (tiga) tahun ke depan. Pihak Asing berencana untuk melakukan hedging dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun atas Penyertaan Langsung tersebut. Bank dapat memenuhi kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan hedging dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Dalam hal Pihak Asing yang bersangkutan melakukan pencairan aset atas Penyertaan Langsung PT XYZ sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada akhir tahun ketiga, atas dana hasil pencairan aset rupiah tersebut Pihak Asing yang bersangkutan tidak diperkenankan untuk melakukan transaksi hedging lagi. d. Dalam hal kegiatan investasi masih dalam proses penyelesaian diatur sebagai berikut: 1) underlying transaction untuk kegiatan investasi yang masih dalam proses penyelesaian dihitung berdasarkan rencana investasi di Indonesia yang meliputi Penyertaan Langsung, pemberian Kredit, dan pembelian Surat Berharga yang dibuktikan dengan dokumen pendukung; dan 2) nilai hedging atas kegiatan investasi yang masih dalam proses penyelesaian paling banyak sebesar nilai rencana investasi pada saat awal transaksi hedging dilakukan yang dibuktikan dengan dokumen pendukung. e. Dalam hal penerimaan dividen yang berasal dari investasi saham diatur sebagai berikut: 1) Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying dividen yang akan diterima dari investasi saham dimaksud yang dibuktikan dengan dokumen … 9 dokumen pendukung mengenai kepastian jumlah dan waktu penerimaannya; 2) Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging dengan underlying estimasi penerimaan dividen untuk penghasilan atas investasi saham yang belum dapat dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya; 3) transaksi hedging yang dilakukan Pihak Asing paling banyak sebesar nilai: a) estimasi penerimaan dividen; b) dividen yang telah diterima; dan/atau c) dividen yang akan diterima; 4) penentuan nilai estimasi penerimaan dividen dapat menggunakan: a) data persentase pembagian dividen terhadap laba tahun sebelumnya sebagai dasar perhitungan estimasi pembagian dividen tahun terakhir dengan memperhitungkan laba tahun terakhir yang tercantum pada laporan keuangan unaudited/audited serta jumlah lembar saham yang dimiliki Pihak Asing Contoh: Pada tahun 2012 PT XYZ memperoleh laba sebesar Rp200.000.000.000,00. Dividen yang dibagikan pada tahun 2012 tersebut adalah sebesar Rp100.000.000.000,00. Proporsi dividen untuk tahun 2012 adalah sebesar: Rp100.000.000.000,00/Rp200.000.000.000,00 = 50%. Pada tahun 2013 PT XYZ memperoleh laba sebesar Rp250.000.000.000,00. Dengan mengacu kepada pembagian dividen pada tahun 2012 maka estimasi dividen yang akan dibagikan pada tahun 2013 adalah sebesar: 50% X Rp250.000.000.000,00 = Rp125.000.000.000,00. Saham … 10 Saham PT XYZ yang beredar adalah sebanyak 1000 lembar. Dengan demikian, perhitungan dividen per saham tahun 2013 adalah: Rp125.000.000.000,00/1000 =Rp125.000.000,00. Apabila Pihak Asing memiliki saham sebanyak 500 lembar maka estimasi penerimaan dividen Pihak Asing tersebut adalah sebesar 500 X Rp125.000.000,00 = Rp62.500.000.000,00. b) data pembagian dividen yang tercantum pada laporan keuangan audited tahun terakhir; dan/atau c) informasi resmi lainnya yang dikeluarkan oleh perusahaan 2. Ketentuan angka 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 8. Dokumen pendukung dalam pengecualian pembatasan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan untuk keperluan hedging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), ayat (5), ayat (6), ayat (8), dan ayat (11) PBI, diatur sebagai berikut: a. Dokumen kegiatan investasi bersifat final. b. Dokumen kegiatan investasi memuat informasi paling sedikit nilai investasi, identitas investor, dan term of payment. c. Dalam hal hedging untuk investasi berupa Penyertaan Langsung, dokumen pendukung antara lain berupa: 1) bukti Penyertaan Langsung yang di dalamnya tercantum nilai nominal, identitas penyetor, identitas pihak penerima Penyertaan Langsung; 2) bukti pencairan aset; dan/atau 3) bukti setoran. d. Dalam hal hedging untuk investasi berupa pemberian Kredit, dokumen pendukung antara lain berupa: 1) bukti perjanjian Kredit; 2) bukti outstanding Kredit; 3) bukti … 11 3) bukti realisasi pembayaran ataupenarikan Kredit; dan/atau 4) bukti pengembalian Kredit. e. Dalam hal hedging untuk investasi berupa pembelian Surat Berharga diatur sebagai berikut: 1) dokumen pendukung berupa bukti pembelian Surat Berharga oleh Pihak Asing berupa SWIFT message yang berfungsi sebagai bukti realisasi pembelian (receive versus payment) dan statement of holdings; dan/atau 2) bagi nasabah yang tidak berlangganan SWIFT dapat menggunakan dokumen pengganti berupa laporan rekapitulasi kepemilikan Surat Berharga yang diterbitkan bank kustodian yang bersangkutan, untuk bukti kepemilikan Surat Berharga dimaksud. Di dalam laporan rekapitulasi tersebut harus tercantum tanggal yang membuktikan bahwa pada saat dilakukan hedging sampai dengan jatuh waktu hedging, yang bersangkutan masih memiliki jumlah outstanding Surat Berharga yang nilainya paling sedikit sama dengan nilai hedging. f. Dalam hal hedging untuk kegiatan investasi yang masih dalam proses penyelesaian, dokumen pendukung berupa: 1) bukti bahwa Pihak Asing yang bersangkutan tercatat sebagai investor dari kegiatan investasi yang akan direalisasikan yang antara lain dapat berupa bukti masuk dalam short list; 2) bukti pembayaran atau setoran dana dalam rangka pemenuhan persyaratan kegiatan investasi dimaksud yang antara lain dapat berupa SWIFT message, invoice; dan/atau 3) dokumen rencana investasi yang antara lain dapat berupa invoice, sale and purchase agreement. g. Dalam … 12 g. Dalam hal hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak Asing dalam rangka cover hedging Bank diatur sebagai berikut: 1) untuk cover hedging nasabah Bank dengan underlying milik nasabah yang bersangkutan, dokumen pendukung berupa bukti kegiatan investasi sebagaimana diatur pada huruf a sampai dengan huruf f; 2) untuk cover hedging Bank lain di dalam negeri kepada Pihak Asing berupa bank di luar negeri, dokumen pendukung berupa surat pernyataan dari Bank yang bersangkutan bahwa underlying untuk transaksi cover hedging tersebut telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (9) PBI. h. Dalam hal hedging dengan transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka setelmen kegiatan investasi oleh Pihak Asing, diatur sebagai berikut: 1) untuk transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka setelmen pembelian Surat Berharga, dokumen pendukung berupa: a) konfirmasi pembelian saham dan/atau Surat Berharga yang disepakati oleh pembeli dan penjual, antara lain melalui sarana SWIFT message, pada saat tanggal transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing; dan b) bukti pembelian saham dan/atau Surat Berharga berupa authenticated SWIFT message yang berfungsi sebagai bukti realisasi pembelian (receive versus payment), pada saat tanggal valuta transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing. 2) untuk … 13 2) untuk transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka setelmen Penyertaan Langsung, dokumen pendukung antara lain berupa bukti Penyertaan Langsung, sale and purchase agreement, dan/atau invoice; 3) untuk transaksi outright forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka pemberian Kredit, dokumen pendukung antara lain berupa bukti perjanjian Kredit, bukti outstanding Kredit, dan/atau bukti realisasi pembayaran atau penarikan Kredit. i. Dalam hal hedging yang dilakukan Pihak Asing atas penghasilan dari investasi yang jumlah dan waktu penerimaannya dapat dipastikan, diatur sebagai berikut: 1) untuk dana rupiah yang telah diterima oleh Pihak Asing, dokumen pendukung antara lain berupa bukti penerimaan penghasilan dari investasi, seperti kupon, bunga, dan dividen; 2) untuk dana rupiah yang akan diterima oleh Pihak Asing, dokumen pendukung antara lain berupa notarial risalah RUPS yang mempunyai kekuatan hukum, bukti perjanjian Kredit, bukti kesanggupan pembayaran atas penghasilan investasi yang akan diterima Pihak Asing dari debitur. j. Dalam hal hedging yang dilakukan Pihak Asing atas penghasilan dari investasi berupa dividen yang jumlah dan waktu penerimaannya belum dapat dipastikan, diatur sebagai berikut: 1) Untuk pengajuan transaksi hedging, dokumen pendukung berupa: a) bukti kepemilikan atas investasi; dan b) dokumen estimasi mengenai dividen yang akan diterima, yang dilengkapi dengan: i. laporan … 14 i. ii. laporan keuangan unaudited atau audited yang terkait; dan/atau informasi resmi lainnya yang dikeluarkan oleh perusahaan. 2) Dalam hal selama periode hedging terdapat keputusan manajemen perusahaan mengenai kepastian jumlah dan waktu penerimaan penghasilan dari investasi, Bank wajib melakukan penyesuaian hedging Pihak Asing atas jumlah nominal dan jangka waktu hedging, dengan dokumen pendukung berupa informasi pembayaran dividen atas kepemilikan saham (corporate action entitlement document), dan/atau bukti jumlah kepemilikan saham yang memiliki hak atas dividen yang disertai dengan informasi hasil RUPS. Mekanisme penyesuaian hedging dalam hal terdapat keputusan manajemen bahwa: a) realisasi dividen yang akan diterima lebih besar daripada nilai estimasi dividen maka Bank dapat melakukan transaksi hedging baru Pihak Asing secara kumulatif paling banyak sebesar nilai realisasi dividen yang diterima Pihak Asing sebagaimana contoh pada Lampiran 5 huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; b) realisasi dividen yang akan diterima lebih kecil daripada nilai estimasi dividen maka Bank wajib melakukan penyesuaian hedging Pihak Asing sehingga nilai hedging paling banyak sebesar realisasi dividen sebagaimana contoh pada Lampiran 5 huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; c) tidak terdapat pembagian dividen yang akan diterima Pihak Asing maka Bank wajib membatalkan hedging Pihak Asing sebagaimana contoh … 15 contoh pada Lampiran 5 huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; d) jangka waktu pembayaran dividen menjadi lebih cepat dari jangka waktu hedging maka Bank wajib melakukan penyesuaian atas jangka waktu hedging Pihak Asing menjadi sesuai dengan tanggal pembayaran dividen; e) penyesuaian sebagaimana dimaksud pada huruf a) sampai dengan huruf d), dapat dilakukan melalui transaksi forward, swap, dan/atau pengakhiran lebih awal (early termination); f) Bank wajib melakukan penyesuaian hedging Pihak Asing paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal keputusan RUPS; g) setelmen atas penyesuaian hedging sebagaimana dimaksud pada huruf a) sampai dengan huruf d) dapat dilakukan secara netting. k. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan oleh Pihak Asing, disertai dengan dokumen pendukung berupa surat pernyataan yang bersifat authenticated yang dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya paling kurang mencakup: 1) nama dan identitas Pihak Asing; 2) nama Bank; 3) nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu underlying; dan 4) pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas underlying tidak digunakan sebagai underlying bagi Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank yang sama maupun dengan Bank lain. Surat … 16 Surat Pernyataan dimaksud berlaku untuk 1 (satu) tahun kalender. Contoh: Apabila Pihak Asing melakukan transaksi hedging pada tanggal 6 Agustus 2012 maka Pihak Asing yang bersangkutan wajib menyampaikan surat pernyataan yang bersifat authenticated yang dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan pada tanggal 6 Agustus 2012 atau paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi, yang berlaku sampai dengan 31 Desember 2012. Apabila pada tanggal 7 Januari 2013 Pihak Asing tersebut akan melakukan transaksi hedging maka Pihak Asing dimaksud harus membuat surat pernyataan baru dan berlaku sampai tanggal 31 Desember 2013. l. Dokumen pendukung dalam pengecualian pembatasan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan untuk keperluan hedging sebagaimana dimaksud dalam huruf b sampai dengan huruf k disampaikan oleh Pihak Asing pada tanggal transaksi hedging. Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan tidak dapat dilampirkan pada tanggal transaksi hedging maka dokumen dapat disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi hedging. 3. Ketentuan angka 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 9. Dokumen pendukung atas hedging untuk kegiatan ekspor atau impor perdagangan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (8) huruf dPBI, diatur sebagai berikut: a. Dokumen bersifat final. b. Dokumen yang memuat informasi paling kurang mengenai nilai ekspor atau impor perdagangan internasional, identitas eksportir atau importir, dan term of payment. c. Dokumen pendukung antara lain berupa wesel, invoice, Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Pemberitahuan Impor Barang (PIB), Bill of Lading (B/L), dokumen Letter of Credit (L/C) … 17 (L/C), dokumen non L/C, dan/atau surat kesanggupan membayar yang dibuat oleh importir. d. Dalam hal hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak Asing dalam rangka cover hedging Bank diatur sebagai berikut: 1) untuk cover hedging nasabah Bank dengan underlying milik nasabah yang bersangkutan, dokumen pendukung berupa bukti kegiatan ekspor atau impor perdagangan internasional sebagaimana diatur pada huruf a sampai dengan huruf c; 2) untuk cover hedging Bank lain di dalam negeri kepada Pihak Asing berupa bank di luar negeri, dokumen pendukung berupa surat pernyataan dari Bank yang bersangkutan bahwa underlying untuk transaksi cover hedging tersebut telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (9) PBI. e. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan oleh Pihak Asing, disertai dengan dokumen pendukung berupa surat pernyataan yang bersifat authenticated yang dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya paling kurang mencakup: 1) nama dan identitas Pihak Asing; 2) nama Bank; 3) nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu underlying; dan 4) pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas underlying tidak digunakan sebagai underlying bagi Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank yang sama maupun dengan Bank lain. Surat Pernyataan dimaksud berlaku untuk 1 (satu) tahun kalender. f. Dokumen pendukung atas hedging untuk kegiatan ekspor atau impor perdagangan internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf b sampai dengan huruf e disampaikan … 18 disampaikan oleh eksportir atau importir pada tanggal transaksi hedging. Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan tidak dapat dilampirkan pada tanggal transaksi hedging maka dokumen dapat disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi hedging. 4. Ketentuan angka 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 10. Dokumen pendukung atas hedging untuk kegiatan perdagangan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (8) huruf d PBI diatur sebagai berikut: a. Dokumen bersifat final. b. Dokumen yang memuat informasi paling kurang mengenai nilai perdagangan dalam negeri, identitas buyer atau seller, dan term of payment. c. Dokumen pendukung antara lain berupa wesel, invoice, B/L antar pulau, dokumen Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN), dan/atau surat kesanggupan membayar yang dibuat oleh buyer. d. Dalam hal hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak Asing dalam rangka cover hedging Bank diatur sebagai berikut: 1) untuk cover hedging nasabah Bank dengan underlying milik nasabah yang bersangkutan, dokumen pendukung berupa bukti kegiatan perdagangan dalam negeri sebagaimana diatur pada huruf a sampai dengan huruf c; 2) untuk cover hedging Bank lain di dalam negeri kepada Pihak Asing berupa bank di luar negeri, dokumen pendukung berupa surat pernyataan dari Bank yang bersangkutan bahwa underlying untuk transaksi cover hedging tersebut telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (9) PBI . e. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan oleh Pihak Asing, disertai dengan dokumen pendukung berupa surat pernyataan yang bersifat authenticated yang dibuat … 19 dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya paling kurang mencakup: 1) nama dan identitas Pihak Asing; 2) nama Bank; 3) nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu underlying; dan 4) pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas underlying tidak digunakan sebagai underlying bagi Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank yang sama maupun dengan Bank lain. Surat Pernyataan dimaksud berlaku untuk 1 (satu) tahun kalender. f. Dokumen pendukung atas hedging untuk kegiatan perdagangan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam huruf b sampai dengan huruf e disampaikan oleh Pihak Asing pada tanggal transaksi hedging. Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan tidak dapat dilampirkan pada tanggal transaksi hedging maka dokumen dapat disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi hedging. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8 April 2014. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER LAMPIRAN 5 SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/5/DPM TANGGAL 8 APRIL 2014 PERIHAL PERUBAHAN KETIGA ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 7/23/DPD TANGGAL 8 JULI 2005 PERIHAL PEMBATASAN TRANSAKSI RUPIAH DAN PEMBERIAN KREDIT VALUTA ASING OLEH BANK Contoh Mekanisme Transaksi Hedging dan Penyesuaian Transaksi Hedging atas Future Income yang Belum Dipastikan Jumlah dan Waktu Penerimaannya A. Dividen Realisasi Lebih Besar dari Dividen Estimasi 1.a Tanggal Valuta Hedging Sama Dengan Tanggal Pembayaran Dividen Gambar 1a. Tanggal Valuta Hedging Sama Dengan Tanggal Pembayaran Dividen Estimasi Penerimaan Dividen Tanggal Transaksi Hedging Tanggal Valuta Hedging Nilai Nominal Hedging Tanggal Keputusan RUPS : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 April 2014 : 2 September 2014 : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 Juni 2014 Tanggal Pembayaran Dividen : 2 September 2014 Realisasi Penerimaan Dividen Keterangan : Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah) : Terdapat penghasilan berupa dividen yang diterima oleh Pihak Asing yang belum dilakukan hedging sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Setelah tanggal keputusan … 2 keputusan RUPS Bank dapat menerima Pihak Asing untuk membuka kontrak hedging baru dengan nilai nominal paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Jatuh waktu kontrak hedging harus sesuai dengan tanggal pembayaran dividen, yaitu 2 September 2014. 2.a Tanggal Valuta Hedging Lebih Awal dari Tanggal Pembayaran Dividen Gambar 2a. Tanggal Valuta Hedging Lebih Awal dari Tanggal Pembayaran Dividen Estimasi Penerimaan Dividen Tanggal Transaksi Hedging Tanggal Valuta Hedging Nilai Nominal Hedging Tanggal Keputusan RUPS : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 April 2014 : 1 Agustus 2014 : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 Juni 2014 Tanggal Pembayaran Dividen : 2 September 2014 Realisasi Penerimaan Dividen Keterangan : Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah) : Terdapat penghasilan berupa dividen yang diterima oleh Pihak … 3 Pihak Asing yang belum dilakukan hedging sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Setelah tanggal keputusan RUPS Bank wajib melakukan penyesuaian transaksi hedging Pihak Asing melalui transaksi swap (forward beli valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing pada first leg dan forward jual valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing pada second leg sebesar Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) untuk memperpanjang transaksi hedging sampai dengan tanggal pembayaran dividen). Selain itu Bank dapat menerima Pihak Asing untuk membuka kontrak hedging baru melalui transaksi forward jual valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing paling banyak sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) apabila Pihak Asing berniat untuk melakukan full hedge atas dividen yang diterimanya. Jatuh waktu kontrak hedging harus sesuai dengan tanggal pembayaran dividen, yaitu 2 September 2014. 3.a Tanggal … 4 3.a Tanggal Valuta Hedging Lebih Lama dari Tanggal Pembayaran Dividen Gambar 3a. Tanggal Valuta Hedging Lebih Lama dari Tanggal Pembayaran Dividen Estimasi Penerimaan Dividen Tanggal Transaksi Hedging Tanggal Valuta Hedging Nilai Nominal Hedging Tanggal Keputusan RUPS : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 April 2014 : 1 Oktober 2014 : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 Juni 2014 Tanggal Pembayaran Dividen : 2 September 2014 Realisasi Penerimaan Dividen Keterangan : Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah) : Terdapat penghasilan berupa dividen yang diterima oleh Pihak Asing yang belum dilakukan hedging sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Setelah tanggal keputusan RUPS Bank wajib melakukan penyesuaian transaksi hedging Pihak Asing. Penyesuaian jumlah dan jangka waktu transaksi hedging dapat dilakukan melalui transaksi forward beli valas terhadap rupiah antara Bank dengan Pihak Asing atau early … 5 early termination sebesar Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah). Selanjutnya Bank menerima Pihak Asing untuk membuka kontrak hedging baru melalui transaksi forward jual valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing atas dividen yang diterima Pihak Asing minimal Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) sesuai dengan jumlah transaksi hedging sebelumnya, dan paling banyak sebesar Rp45.000.000.000,00 (empat puluh lima miliar rupiah) sesuai dengan jumlah dividen yang diterima oleh Pihak Asing. Jatuh waktu kontrak hedging harus sesuai dengan tanggal pembayaran dividen, yaitu 2 September 2014. B. Dividen Realisasi Lebih Kecil dari Dividen Estimasi 1.b Tanggal Valuta Hedging Sama Dengan Tanggal Pembayaran Dividen Gambar 1b. Tanggal Valuta Hedging Sama dengan Tanggal Pembayaran Dividen Estimasi … 6 Estimasi Penerimaan Dividen Tanggal Transaksi Hedging Tanggal Valuta Hedging Nilai Nominal Hedging Tanggal Keputusan RUPS : Rp35.000.000.000,00 puluh lima miliar rupiah) : 2 April 2014 : 2 September 2014 : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 Juni 2014 Tanggal Pembayaran Dividen : 2 September 2014 Realisasi Penerimaan Dividen Keterangan : Terdapat : Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) overhedge (tiga atas penghasilan berupa dividen yang diterima oleh Pihak Asing sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Oleh karena itu, setelah tanggal keputusan RUPS Bank wajib melakukan penyesuaian transaksi hedging Pihak Asing. Penyesuaian transaksi hedging dilakukan melalui transaksi forward beli valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Jatuh waktu kontrak hedging harus sesuai dengan tanggal pembayaran dividen, yaitu 2 September 2014. 2.b Tanggal … 7 2.b Tanggal Valuta Hedging Lebih Awal dari Tanggal Pembayaran Dividen Gambar 2b. Tanggal Valuta Hedging Lebih Awal dari Tanggal Pembayaran Dividen Estimasi Penerimaan Dividen Tanggal Transaksi Hedging Tanggal Valuta Hedging Nilai Nominal Hedging Tanggal Keputusan RUPS : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 April 2014 : 1 Agustus 2014 : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 Juni 2014 Tanggal Pembayaran Dividen : 2 September 2014 Realisasi Penerimaan Dividen Keterangan : Terdapat : Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) overhedge atas penghasilan berupa dividen yang diterima oleh Pihak Asing sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Oleh karena itu, setelah tanggal keputusan RUPS Bank wajib melakukan penyesuaian transaksi hedging Pihak Asing. Penyesuaian transaksi hedging dapat dilakukan melalui transaksi forward beli valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing atau early termination … 8 termination untuk menyesuaikan transaksi hedging sebelumnya yang dilakukan melalui transaksi forward jual valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing sebesar Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah. Selanjutnya Bank wajib melakukan penyesuaian transaksi hedging Pihak Asing melalui transaksi forward jual valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Jatuh waktu kontrak hedging harus sesuai dengan tanggal pembayaran dividen, yaitu 2 September 2014. 3.b Tanggal Valuta Hedging Lebih Lama dari Tanggal Pembayaran Dividen Gambar 3b. Tanggal Valuta Hedging Lebih Lama dari Tanggal Pembayaran Dividen Estimasi Penerimaan Dividen : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) Tanggal … 9 Tanggal Transaksi Hedging Tanggal Valuta Hedging Nilai Nominal Hedging Tanggal Keputusan RUPS : 2 April 2014 : 1 Oktober 2014 : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 Juni 2014 Tanggal Pembayaran Dividen : 2 September 2014 Realisasi Penerimaan Dividen Keterangan : Terdapat : Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) overhedge atas penghasilan berupa dividen yang diterima oleh Pihak Asing sebesar Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan tenor hedging yang lebih lama dibandingkan dengan waktu penerimaan dividen. Setelah tanggal keputusan RUPS, Bank wajib melakukan penyesuaian transaksi hedging Pihak Asing. Penyesuaian transaksi hedging dapat dilakukan melalui transaksi forward beli valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing atau melalui early termination untuk menyesuaikan transaksi forward jual valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing yang telah dilakukan sebelumnya dengan nilai sebesar Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah). Selanjutnya Bank wajib melakukan penyesuaian transaksi hedging Pihak Asing melalui … 10 melalui transaksi forward jual valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing sebesar Rp25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah). Jatuh waktu kontrak hedging harus sesuai dengan tanggal pembayaran dividen, yaitu 2 September 2014. C. RUPS Mengumumkan Tidak Ada Pembagian Dividen 1.c Tanggal Valuta Hedging Sama Dengan Tanggal Pembayaran Dividen Gambar 1c. Tanggal Valuta Hedging Sama Dengan Tanggal Pembayaran Dividen Estimasi Penerimaan Dividen Tanggal Transaksi Hedging Tanggal Valuta Hedging Nilai Nominal Hedging Tanggal Keputusan RUPS : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 April 2014 : 2 September 2014 : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 Juni 2014 Tanggal Pembayaran Dividen : - Realisasi Penerimaan Dividen : - Keterangan : Setelah tanggal keputusan RUPS, Bank wajib melakukan penyesuaian transaksi hedging Pihak Asing antara lain dengan cara early termination atau transaksi … 11 transaksi forward beli valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing menyesuaikan untuk transaksi hedging yang telah dilakukan sebelumnya melalui transaksi forward jual valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing sebesar Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah). 2.c Tanggal Valuta Hedging Lebih Awal dari Tanggal Pembayaran Dividen Gambar 2c. Tanggal Valuta Hedging Lebih Awal dari Tanggal Pembayaran Dividen Estimasi Penerimaan Dividen Tanggal Transaksi Hedging Tanggal Valuta Hedging Nilai Nominal Hedging Tanggal Keputusan RUPS : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 April 2014 : 1 Agustus 2014 : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 Juni 2014 Tanggal Pembayaran Dividen : - Realisasi Penerimaan Dividen : - Keterangan : Setelah tanggal keputusan RUPS, Bank wajib melakukan penyesuaian transaksi hedging Pihak … 12 Pihak Asing antara lain dengan cara early termination atau transaksi forward beli valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing menyesuaikan untuk transaksi hedging yang telah dilakukan sebelumnya melalui transaksi forward jual valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing sebesar Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah). 3.c Tanggal Valuta Hedging Lebih Lama dari Tanggal Pembayaran Dividen Gambar 3c. Tanggal Valuta Hedging Lebih Lama dari Tanggal Pembayaran Dividen Estimasi Penerimaan Dividen : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) Tanggal Transaksi Hedging Tanggal Valuta Hedging Nilai Nominal Hedging Tanggal Keputusan RUPS : 2 April 2014 : 1 Oktober 2014 : Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah) : 2 Juni 2014 Tanggal Pembayaran Dividen : - Realisasi Penerimaan Dividen : - Keterangan : Setelah tanggal keputusan RUPS, Bank wajib melakukan penyesuaian … 13 penyesuaian transaksi hedging Pihak Asing antara lain dengan cara early termination atau transaksi forward beli valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing untuk menyesuaikan transaksi hedging yang telah dilakukan sebelumnya melalui transaksi forward jual valas terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing sebesar Rp35.000.000.000,00 (tiga puluh lima miliar rupiah). BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/5/DPM|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. </reg_title> <set_date> 8 April 2014 </set_date> <effective_date> 8 April 2014 </effective_date> <changed_reg> '7/23/DPD|SE-BI/2005' </changed_reg> <related_reg> '7/14/PBI/2005', '7/23/DPD|SE-BI/2005', '16/9/PBI/2014' </related_reg>
No. 15/46/DPSP Jakarta, 20 November 2013 SURAT EDARAN Kepada BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Perihal : Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara Sehubungan dengan penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/9/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5457) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/2/PBI/2008 tentang Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4809) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/12/PBI/2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5146), serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 36/PMK.06/2006 tentang Penjualan Obligasi Negara Ritel di Pasar Perdana sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.08/2011, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.08/2008 tentang Transaksi Surat Utang Negara Secara Langsung sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.08/2012, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.08/2009 tentang Penjualan Surat Utang Negara dengan Cara Private Placement di Pasar Perdana Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.08/2013 tentang Lelang Surat Utang Negara Dalam Mata Uang Rupiah Dan Valuta Asing Di Pasar Perdana Domestik, Dalam ... Dalam Mata Uang Rupiah Dan Valuta Asing Di Pasar Perdana Domestik, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama, perlu untuk mengatur kembali petunjuk pelaksanaan mengenai tata cara lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan penatausahaan Surat Utang Negara dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun dalam valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. 2. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 3. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 4. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disingkat ORI adalah Obligasi Negara yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual. 5. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melakukan kegiatan secara konvensional. 6. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 7. Dealer Utama adalah Bank dan/atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Dealer Utama. 8. Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disingkat LPS adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Lembaga Penjamin Simpanan. 9. Peserta ... 9. Peserta Transaksi adalah pihak yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dapat melakukan transaksi SUN dengan Pemerintah secara langsung. 10. Peserta BI-SSSS adalah pengguna BI-SSSS yang memenuhi persyaratan dan/atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau Penatausahaan Surat Berharga. 11. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SUN untuk pertama kali. 12. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah dijual di Pasar Perdana. 13. Lelang SUN adalah penjualan SUN di Pasar Perdana domestik oleh Pemerintah yang dilakukan dengan mekanisme lelang. 14. Lelang SUN Tambahan (Greenshoe Option) yang selanjutnya disebut Lelang SUN Tambahan adalah penjualan SUN di Pasar Perdana dalam mata uang Rupiah dengan cara lelang yang dilaksanakan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang SUN. 15. Imbal Hasil (Yield) adalah keuntungan yang diharapkan oleh investor dalam persentase per tahun. 16. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) yang diinginkan penawar. 17. Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume tanpa tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) yang diinginkan penawar. 18. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disingkat Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 19. Bank ... 19. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS. 20. Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) adalah pemberian wewenang dari Bank atau Sub-Registry kepada Peserta Transaksi Lelang SUN untuk dapat melakukan penawaran per hari untuk dan atas nama Bank atau nasabah Sub-Registry, paling tinggi sebesar jumlah limit bidding yang diberikan. 21. Penatausahaan SUN adalah kegiatan yang mencakup pencatatan kepemilikan, kliring, dan setelmen serta pembayaran bunga/kupon atau pelunasan pokok SUN. 22. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan Peserta BI- SSSS yang memiliki rekening surat berharga. 23. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga, termasuk SUN untuk kepentingan nasabah. 24. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disingkat Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 25. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah setelmen transaksi SUN dengan cara setelmen surat berharga melalui BI-SSSS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang dilakukan bersamaan dengan setelmen dana di Bank Indonesia. 26. Free of Payment yang selanjutnya disingkat FoP adalah setelmen transaksi SUN dengan cara setelmen surat berharga yang dilakukan melalui BI-SSSS atau sarana lain yang ditetapkan oleh ... oleh Bank Indonesia, sedangkan setelmen dana dilakukan tidak secara bersamaan dengan setelmen surat berharga atau tanpa setelmen dana. 27. Lelang Pembelian Kembali SUN yang selanjutnya disebut Lelang Buyback adalah pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau dengan cara penukaran (debt switching) dalam suatu masa penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. 28. Fasilitas Peminjaman SUN adalah fasilitas yang diberikan oleh Menteri kepada Dealer Utama untuk melakukan peminjaman SUN sesuai tata cara yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku. 29. Transaksi SUN Secara Langsung adalah penjualan SUN di Pasar Perdana, atau pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder, yang dilakukan oleh Pemerintah dengan Dealer Utama, Bank Indonesia, atau LPS, secara langsung melalui fasilitas dealing room pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 30. Private Placement adalah kegiatan penjualan SUN di Pasar Perdana dalam negeri yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pihak yang disetujui oleh Pemerintah, dengan ketentuan dan persyaratan SUN sesuai kesepakatan. 31. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang memiliki Rekening Giro dalam Rupiah dan/atau valuta asing di Bank Indonesia dan ditunjuk oleh Peserta Transaksi dan Peserta BI-SSSS untuk melakukan pembayaran dan/atau penerimaan dana dalam rangka setelmen transaksi SUN. 32. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik Peserta BI-SSSS tertentu di Bank Indonesia untuk mencatat kepemilikan surat berharga dan/atau instrumen untuk pengelolaan moneter. 33. Rekening Giro adalah rekening pihak eksternal tertentu dalam mata uang Rupiah dan valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dan digunakan untuk penyelesaian akhir transaksi SUN. II. Tata ... II. Tata Cara Lelang A. Lelang SUN Dalam Rupiah 1. Ketentuan dan Persyaratan a. Peserta Transaksi pada Lelang SUN dalam Rupiah adalah Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS. b. Peserta Transaksi dapat mengajukan penawaran dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS untuk SPN. 2) Dealer Utama dan/atau LPS untuk Obligasi Negara. c. Dealer Utama yang dapat mengikuti Lelang SUN dalam Rupiah adalah Dealer Utama yang ditunjuk oleh Menteri untuk mengikuti Lelang SUN dalam Rupiah dan sedang tidak dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti Lelang SUN dalam Rupiah. d. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah atas nama diri sendiri dan/atau atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai lelang SUN dalam mata uang Rupiah dan valuta asing di Pasar Perdana domestik yang berlaku. e. LPS mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah hanya untuk dan atas nama diri sendiri. f. Lelang SUN dalam Rupiah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pengajuan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah dilakukan dengan mengajukan Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. 2) Dalam ... 2) Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah untuk dan atas nama diri sendiri, baik secara langsung maupun melalui Dealer Utama lain maka penawaran hanya dapat dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding). 3) Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah untuk dan atas nama pihak lain maka pengajuan penawaran dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut: a) pengajuan penawaran pada lelang SPN dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding); dan b) pengajuan penawaran pada lelang Obligasi Negara dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). 4) Bank Indonesia dapat mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah berupa SPN dengan persyaratan sebagai berikut: a) penawaran dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer Utama; dan b) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). 5) LPS dapat mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah berupa SPN dan Obligasi Negara dengan persyaratan sebagai berikut: a) penawaran dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer Utama; dan b) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). 6) Lelang ... 6) Lelang SUN dalam Rupiah dilaksanakan pada hari Selasa pada pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB atau pada hari kerja dan waktu lain yang ditetapkan Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. Setiap perubahan jadwal Lelang SUN dalam Rupiah diumumkan oleh Bank Indonesia melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. 7) Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah adalah BI- SSSS. 8) Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah melalui Dealer Utama maka Bank yang bersangkutan harus memperhatikan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari yang diberikan kepada Dealer Utama. 9) Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga yang mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah harus menunjuk Sub- Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SUN dalam Rupiah. 10) Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SUN dalam Rupiah, harus memperhatikan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari yang diberikan kepentingan nasabah Sub-Registry. 11) Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) sebagaimana dimaksud pada angka 8) dan angka 10), harus diatur dalam suatu perjanjian antara Bank atau Sub-Registry dengan Dealer Utama. 2. Pelaksanaan ... kepada Dealer Utama untuk 2. Pelaksanaan Lelang SUN dalam Rupiah a. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SUN dalam Rupiah paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang SUN dalam Rupiah melalui BI-SSSS, Sistem LHBU, website Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. b. Pengumuman rencana Lelang SUN dalam Rupiah paling kurang memuat antara lain: 1) jenis dan seri SUN; 2) tanggal pelaksanaan lelang; 3) target indikatif yang ditawarkan; 4) tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo; 5) mata uang; 6) waktu pembukaan dan penutupan penawaran; 7) waktu pengumuman hasil lelang; 8) tanggal setelmen; 9) alokasi untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) dalam hal dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan nonkompetitif; dan 10) daftar nama peserta lelang. c. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN dalam Rupiah, Peserta Transaksi mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) atau penawaran kuantitas untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). d. Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding), dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pengajuan penawaran kuantitas dari masing- masing Peserta Transaksi paling rendah 1.000 (seribu) ... (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); 2) penawaran diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) diajukan dengan kelipatan 1/100 (satu per seratus) atau 0,01 (nol koma nol satu); dan 3) penawaran harga (price) diajukan dengan kelipatan 0,05% (nol koma nol lima persen). e. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding), pengajuan penawaran kuantitas dilakukan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir d.1). f. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian Lelang SUN dalam Rupiah. g. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah tidak dapat membatalkan penawarannya. 3. Penentuan Pemenang Lelang SUN dalam Rupiah Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menetapkan hasil Lelang SUN dalam Rupiah yang mencakup antara lain: a. pemenang Lelang SUN dalam Rupiah; b. nilai nominal; dan c. tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price). 4. Pengumuman Hasil Lelang SUN dalam Rupiah a. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SUN dalam Rupiah yang telah ditetapkan oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang melalui BI-SSSS, Sistem LHBU, website Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank Indonesia pada akhir hari pelaksanaan Lelang SUN dalam Rupiah. b. Bank ... b. Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil Lelang SUN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan ketentuan sebagai berikut: 1) kepada seluruh Peserta Transaksi paling kurang memuat: a) jenis dan seri SUN; b) mata uang; c) kuantitas lelang secara keseluruhan; d) tingkat bunga; e) f) rata-rata tertimbang tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield), atau harga (price); dan tanggal jatuh tempo. 2) kepada masing-masing pemenang Lelang SUN dalam Rupiah melalui BI-SSSS paling kurang memuat: a) nama pemenang; b) nilai nominal; dan c) tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield), atau harga (price). B. Lelang SUN Tambahan 1. Ketentuan dan Persyaratan a. Peserta Transaksi pada Lelang SUN Tambahan adalah Peserta Transaksi Lelang SUN dalam Rupiah yang telah menyampaikan Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) Lelang SUN dalam Rupiah pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan Lelang SUN Tambahan. b. Peserta Transaksi dapat mengajukan penawaran dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS yang menyampaikan Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) untuk SPN. 2) Dealer ... 2) Dealer Utama dan/atau LPS yang menyampaikan Penawaran Pembelian Nonkompetitif competitive Bidding) untuk Obligasi Negara. (Non- c. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan atas nama diri sendiri dan/atau atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai lelang SUN dalam mata uang Rupiah dan valuta asing di pasar perdana domestik yang berlaku. d. LPS mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan hanya untuk dan atas nama diri sendiri. e. Lelang SUN Tambahan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Bank Indonesia mengadakan Lelang SUN Tambahan berdasarkan rencana Lelang SUN Tambahan yang ditetapkan oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. 2) Lelang SUN Tambahan dilaksanakan pada hari kerja pada pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. 3) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menetapkan waktu lain sebagaimana dimaksud pada angka 2), Bank Indonesia mengumumkan perubahan tersebut melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. 4) Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SUN Tambahan adalah BI-SSSS. 5) Bank Indonesia dapat mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan berupa SPN dengan persyaratan sebagai berikut: a) penawaran dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer Utama; dan b) penawaran ... b) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). 6) LPS dapat mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan berupa SPN dan Obligasi Negara dengan persyaratan sebagai berikut: a) penawaran dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer Utama; dan b) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). 7) Pengajuan penawaran pada Lelang SUN Tambahan dibatasi paling banyak sebesar Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non- competitive Bidding) yang tidak dimenangkan pada Lelang SUN dalam Rupiah. 8) Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan melalui Dealer Utama maka Bank yang bersangkutan harus memperhatikan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari yang diberikan kepada Dealer Utama. 9) Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga, yang mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan harus menunjuk Sub- Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SUN Tambahan. 10) Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SUN Tambahan, harus memperhatikan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari yang diberikan kepada Dealer Utama untuk kepentingan nasabah Sub-Registry. 11) Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) sebagaimana dimaksud pada ... pada angka 8) dan angka 10), harus diatur dalam suatu perjanjian antara Bank atau Sub-Registry dengan Dealer Utama. 2. Pelaksanaan Lelang SUN Tambahan a. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SUN Tambahan pada saat penetapan hasil Lelang SUN dalam Rupiah oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang kepada Bank Indonesia, LPS, dan peserta Lelang SUN Tambahan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU, website Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. b. Pengumuman rencana Lelang SUN Tambahan paling kurang memuat antara lain: 1) jenis dan seri SUN; 2) daftar nama peserta Lelang SUN Tambahan; 3) tanggal dan waktu pelaksanaan Lelang SUN Tambahan; dan 4) Harga/Imbal Hasil (Yield) rata-rata tertimbang Lelang SUN dalam Rupiah. c. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN Tambahan, peserta Lelang SUN Tambahan mengajukan penawaran kuantitas. d. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan, pengajuan penawaran kuantitas dilakukan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir A.2.d.1). e. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian Lelang SUN Tambahan. f. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan tidak dapat membatalkan penawarannya. 3. Penentuan Pemenang Lelang SUN Tambahan Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menetapkan hasil Lelang SUN Tambahan yang mencakup antara ... antara lain pemenang Lelang SUN Tambahan dan nilai nominal. 4. Pengumuman Hasil Lelang SUN Tambahan a. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SUN Tambahan yang telah ditetapkan oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang melalui BI-SSSS, Sistem LHBU, website Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank Indonesia pada akhir hari pelaksanaan Lelang SUN Tambahan. b. Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil Lelang SUN Tambahan sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan ketentuan sebagai berikut: 1) kepada seluruh Peserta Transaksi paling kurang memuat seri SUN dan nilai nominal; dan 2) kepada masing-masing pemenang Lelang SUN Tambahan melalui BI-SSSS paling kurang memuat nama pemenang dan nilai nominal yang dimenangkan. C. Tata Cara Lelang SUN Dalam Valuta Asing 1. Ketentuan dan Persyaratan a. Lelang SUN dalam valuta asing hanya dapat diikuti oleh: 1) 2) orang perseorangan Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia; perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi baik Indonesia ataupun asing, yang didirikan atau bertempat kedudukan di wilayah Republik Indonesia; atau 3) LPS. b. Para pihak sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dan butir a.2), dapat membeli SUN dalam valuta asing dengan ketentuan sebagai berikut: 1) memenuhi persyaratan administrasi; dan 2) teregistrasi ... 2) teregistrasi dalam daftar investor yang ditetapkan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia c.q. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU); sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai lelang SUN dalam mata uang Rupiah dan valuta asing di pasar perdana domestik. c. Para pihak sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dan butir a.2) yang telah memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf b, mengikuti Lelang SUN dalam valuta asing melalui Dealer Utama. d. Peserta Transaksi Lelang SUN dalam valuta asing adalah Dealer Utama dan/atau LPS. e. Peserta Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf d, dapat mengajukan penawaran untuk SPN dan/atau Obligasi Negara dalam valuta asing. f. Dealer Utama yang dapat mengikuti Lelang SUN dalam valuta asing adalah Dealer Utama yang ditunjuk oleh Menteri untuk mengikuti Lelang SUN dalam valuta asing dan sedang tidak dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti Lelang SUN dalam valuta asing. g. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing atas nama diri sendiri dan/atau atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai lelang SUN dalam mata uang Rupiah dan valuta asing di pasar perdana domestik. h. LPS mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing hanya untuk dan atas nama diri sendiri. i. Lelang SUN dalam valuta asing dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Penawaran Lelang SUN dalam valuta asing dilakukan dengan mengajukan Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau ... dan/atau Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. 2) Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing untuk dan atas nama diri sendiri, baik secara langsung maupun melalui Dealer Utama lain maka penawaran hanya dapat dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding). 3) Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing untuk dan atas nama pihak lain maka pengajuan penawaran dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut: a) pengajuan penawaran pada lelang SPN dalam valuta asing dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding); dan b) pengajuan penawaran pada lelang Obligasi Negara dalam valuta asing dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). 4) LPS dapat mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing berupa SPN dan Obligasi Negara dalam valuta asing dengan persyaratan sebagai berikut: a) penawaran dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer Utama; dan b) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). 5) Lelang ... 5) Lelang SUN dalam valuta asing dilaksanakan pada hari Senin pada pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB atau pada hari kerja dan waktu lain yang ditetapkan Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. Setiap perubahan jadwal Lelang SUN dalam valuta asing diumumkan oleh Bank Indonesia melalui Bloomberg, Sistem LHBU, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. 6) Pengajuan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing dilakukan melalui terminal Bloomberg. 7) Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing melalui Dealer Utama maka Bank yang bersangkutan harus menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari untuk Lelang SUN dalam valuta asing bagi Dealer Utama. 8) Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga, yang mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SUN dalam valuta asing. 9) Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SUN dalam valuta asing, harus menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari untuk Lelang SUN dalam valuta asing bagi Peserta Transaksi untuk kepentingan nasabah Sub- Registry. 10) Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari untuk Lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka 7) dan angka 9), harus diatur dalam suatu perjanjian antara Bank atau Sub-Registry dengan Dealer Utama. 11) Peserta ... 11) Peserta Transaksi harus menyampaikan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing dengan informasi yang lengkap dan benar berdasarkan dokumen instruksi transaksi. 2. Pelaksanaan Lelang SUN dalam Valuta Asing a. Sebelum pelaksanaan Lelang SUN dalam valuta asing, Bank Indonesia mengirimkan surat permintaan kepada Peserta Transaksi untuk menyampaikan paling banyak 2 (dua) nama pegawai yang akan ditunjuk untuk melakukan transaksi Lelang SUN dalam valuta asing melalui terminal Bloomberg. b. Berdasarkan surat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a, Peserta Transaksi menyampaikan nama pegawai yang ditunjuk untuk melakukan transaksi Lelang SUN dalam valuta asing melalui surat sebagaimana contoh pada Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia ini dan penyampaiannya dapat didahului melalui faksimile. c. Surat dan faksimile sebagaimana dimaksud pada huruf b disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) Grup Operasi Moneter (GOpM) Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 13 Jl. M.H Thamrin No.2 Jakarta 10350 Nomor Faksimile 021-2310347 Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. d. Dalam hal terjadi perubahan atau pergantian pegawai yang ditunjuk untuk melakukan transaksi Lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada huruf ... huruf b, Peserta Transaksi menyampaikan pengkinian data melalui surat kepada Bank Indonesia - DPM c.q. GopM dengan menggunakan contoh pada Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia ini. e. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang SUN dalam valuta asing melalui terminal Bloomberg kepada pegawai yang telah ditunjuk Peserta Transaksi, Sistem LHBU, website Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. f. Pengumuman rencana Lelang SUN dalam valuta asing paling kurang memuat antara lain: 1) jenis dan seri; 2) tanggal pelaksanaan lelang; 3) target indikatif yang ditawarkan; 4) tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo; 5) mata uang; 6) waktu pembukaan dan penutupan penawaran; 7) waktu pengumuman hasil lelang; 8) tanggal setelmen; 9) alokasi untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) dalam hal dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan nonkompetitif; dan 10) daftar nama Peserta Transaksi lelang. g. Dalam hal dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan lelang nonkompetitif, lelang dimaksud dilakukan pada 2 (dua) nama lelang yang berbeda (lelang kompetitif dan lelang nonkompetitif). h. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN dalam valuta asing, Peserta Transaksi mengajukan penawaran sebagai berikut: 1) Penawaran ... 1) Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) memuat informasi sebagai berikut: a) penawaran kuantitas; b) tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price); dan c) kode investor sebagaimana kode investor yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia c.q. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, terdiri atas 7 (tujuh) angka dengan format penulisan sebagai berikut: xxx-yyyy. Contoh penulisan kode investor: 123-0000 123 : 3 (tiga) angka pertama merupakan informasi kode Peserta BI-SSSS; dan 0000 : 4 (empat) angka terakhir memuat informasi nomor investor non Bank atau diisi dengan “0000” dalam hal investor adalah Bank. 2) Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non- competitive Bidding), memuat informasi sebagai berikut: a) penawaran kuantitas; dan b) kode investor sebagaimana dimaksud pada butir 1)c). i. Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding), dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pengajuan penawaran kuantitas dari masing- masing Peserta Transaksi paling rendah 100 (seratus) unit atau USD100,000.00 (seratus ribu Dolar Amerika) dan selebihnya dengan kelipatan USD10,000.00 (sepuluh ribu Dolar Amerika); 2) penawaran diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) diajukan dengan kelipatan 1/100 (satu per seratus ... seratus) atau 0,01 (nol koma nol satu); dan 3) penawaran harga (price) diajukan dengan kelipatan 0,05% (nol koma nol lima persen). j. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding), pengajuan penawaran kuantitas dilakukan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir i.1). k. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian Lelang SUN dalam valuta asing. l. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing tidak dapat membatalkan penawarannya. 3. Penentuan Pemenang Lelang SUN dalam Valuta Asing Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menetapkan hasil Lelang SUN dalam valuta asing yang mencakup antara lain: a. pemenang Lelang SUN dalam valuta asing; b. nilai nominal; dan c. tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price). 4. Pengumuman Hasil Lelang Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil Lelang SUN dalam valuta asing yang telah ditetapkan oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kepada seluruh Peserta Transaksi 1) Pengumuman hasil Lelang SUN dalam valuta asing melalui Sistem LHBU, website Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank Indonesia kepada seluruh Peserta Transaksi pada akhir hari pelaksanaan Lelang SUN dalam valuta asing. 2) Pengumuman ... 2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling kurang memuat: a) jenis dan seri SUN; b) mata uang; c) kuantitas lelang secara keseluruhan; d) tingkat bunga; e) f) rata-rata tertimbang tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price); dan tanggal jatuh tempo. b. Kepada masing-masing pemenang Lelang SUN dalam valuta asing 1) Pengumuman hasil Lelang SUN dalam valuta asing melalui terminal Bloomberg kepada masing- masing pegawai yang ditunjuk oleh Peserta Transaksi yang dimenangkan pada Lelang SUN dalam valuta asing. 2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling kurang memuat: a) nama pemenang; b) nilai nominal; dan c) tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price). 5. Kondisi Gangguan di Peserta Transaksi a. Dalam hal terjadi gangguan pada terminal dan/atau jaringan Bloomberg yang dimiliki Peserta Transaksi, yang menyebabkan Peserta Transaksi tidak dapat mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing maka Peserta Transaksi yang bersangkutan dapat menggunakan fasilitas back-up terminal Bloomberg yang ada di Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta Transaksi mengajukan permohonan penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg yang disertai dengan informasi data penawaran Lelang ... Lelang SUN dalam valuta asing, yang akan diajukan melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg. 2) Permohonan yang disertai dengan informasi data penawaran Lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka 1) disampaikan melalui surat dengan menggunakan format sebagaimana contoh Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia ini dan dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile paling lambat 30 (tiga puluh) menit sebelum penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg. 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 2) ditujukan kepada Bank Indonesia - Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi Moneter dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir 2.c dengan tembusan kepada: Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP) c.q. Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga (PlS) Gedung D, Lantai 3 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta-10350 Telepon: 021-29818842 Faksimile: 021-3501868 4) Fasilitas back-up terminal Bloomberg yang akan digunakan oleh Peserta Transaksi yang mengajukan permohonan penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg, terletak di: Ruang Guest Bank Bank Indonesia - DPSP c.q. Divisi PlS dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka 3). 5) Penawaran ... 5) Penawaran Lelang SUN dalam valuta asing yang diajukan oleh Peserta Transaksi melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg harus sesuai dengan informasi data penawaran Lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka 1). 6) Segera setelah penawaran selesai dilakukan, Peserta Transaksi menyampaikan data penawaran Lelang SUN dalam valuta asing yang telah diajukan melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg kepada Bank Indonesia, untuk dicocokkan dengan informasi data penawaran Lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka 1). 7) Peserta Transaksi yang mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg tidak dapat melakukan perubahan data penawaran yang telah diajukan. 8) Petugas yang ditunjuk oleh Peserta Transaksi untuk mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg bertanggung jawab atas kebenaran dan kesesuaian data penawaran Lelang SUN dalam valuta asing yang diajukan. 9) Bank Indonesia dapat menetapkan batas waktu penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg, dalam hal jumlah Peserta Transaksi yang mengajukan permohonan melebihi jumlah terminal yang tersedia. b. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan transaksi melalui back-up terminal Bloomberg sebagaimana dimaksud pada huruf a. III. TATA ... III. TATA CARA PENATAUSAHAAN SUN A. Tata Cara Penatausahaan SUN dalam Rupiah 1. Ketentuan dan Persyaratan Setelmen dan Pencatatan Transaksi SUN dalam Rupiah dengan Pemerintah a. Bank Indonesia melaksanakan pencatatan penerbitan SUN dalam Rupiah sesuai syarat dan ketentuan atau adendum syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. b. Pada tanggal setelmen SUN dalam Rupiah, Bank Indonesia melakukan setelmen: 1) hasil Lelang SUN dalam Rupiah yang dilakukan melalui BI-SSSS, berdasarkan surat dari Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang mengenai keputusan hasil lelang; dan/atau 2) hasil transaksi SUN dalam Rupiah yang tidak dilakukan melalui BI-SSSS, berdasarkan surat dari Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang mengenai hasil transaksi SUN dalam Rupiah dengan Pemerintah. c. Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen dan pencatatan kepemilikan SUN dalam Rupiah. d. Sub-Registry sebagaimana dimaksud pada huruf c harus menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana atas transaksi SUN dalam Rupiah. e. Pada tanggal setelmen, Peserta Transaksi dan Bank Pembayar yang ditunjuk harus menjamin kecukupan dana pada Rekening Giro dalam Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana hasil transaksi SUN dalam Rupiah dengan Pemerintah. f. Pada tanggal setelmen, Peserta Transaksi, Sub- Registry, dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk harus ... harus menjamin: 1) kecukupan seri dan nilai nominal SUN dalam Rupiah pada Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen surat berharga; dan/atau 2) kecukupan dana pada Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana, hasil transaksi SUN dalam Rupiah dengan Pemerintah di Pasar Sekunder. g. Pada hari yang sama dengan pelaksanaan setelmen SUN dalam Rupiah, Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SUN dalam Rupiah atas nama nasabah secara individual pada sistem internal Sub-Registry. 2. Setelmen Transaksi SUN dalam Rupiah dengan Pemerintah a. Setelmen Hasil Lelang SUN dalam Rupiah 1) Setelmen hasil Lelang SUN dalam Rupiah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Setelmen Lelang SUN dalam Rupiah dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang SUN dalam Rupiah. b) Setelmen Lelang SUN Tambahan dalam Rupiah dilakukan pada tanggal yang sama dengan pelaksanaan setelmen Lelang SUN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud pada huruf a). 2) Setelmen hasil pemenang Lelang SUN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar, serta mengkredit Rekening Giro Rupiah ... Rupiah Pemerintah sebesar nilai setelmen. b) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sebesar total nilai nominal SUN dalam Rupiah yang dimenangkan. 3) Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen transaksi hasil Lelang SUN dalam Rupiah yang dilakukan melalui Peserta Transaksi atau Bank Pembayar tersebut dinyatakan gagal. b. Setelmen Hasil Lelang Buyback 1) Setelmen hasil Lelang Buyback dilakukan pada 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang mulai pukul 10.00 WIB atau sesuai waktu yang ditentukan Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. 2) Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai berikut: a) Setelmen Lelang Buyback dengan cara tunai (1) Melakukan pendebetan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sampai dengan batas waktu setelmen surat berharga di BI-SSSS, sebesar jumlah seri dan nilai nominal SUN dalam Rupiah yang dibeli kembali oleh Pemerintah. (2) Melakukan pengkreditan Rekening Surat Berharga Pemerintah atau melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) atas seri SUN dalam Rupiah yang ... yang dibeli kembali oleh Pemerintah. (3) Melakukan pendebetan Rekening Giro Rupiah Pemerintah dan pengkreditan Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar sebesar nilai setelmen. b) Setelmen Lelang Buyback dengan cara penukaran (debt switching) (1) Melakukan pendebetan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sampai batas waktu setelmen surat berharga di BI- SSSS, sebesar jumlah seri dan nilai nominal SUN dalam Rupiah yang dibeli kembali oleh Pemerintah. (2) Melakukan pengkreditan Rekening Surat Berharga Pemerintah atau melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) atas seri SUN dalam Rupiah yang dibeli kembali oleh Pemerintah. (3) Melakukan pencatatan penerbitan SUN dalam Rupiah seri penukar dan pengkreditan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk. (4) Lelang Buyback dapat menyebabkan terjadi selisih tunai atas beban Pemerintah atau atas beban Peserta Transaksi. (5) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban Pemerintah, Bank Indonesia melakukan setelmen dana melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Pemerintah dan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta ... Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar sebesar selisih tunai. (6) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban Peserta Transaksi, Bank Indonesia melakukan setelmen dana melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah sebesar selisih tunai. 3) Dalam hal Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk tidak mencukupi untuk setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir 2)a)(1) dan butir 2)b)(1) maka yang bersangkutan harus menyelesaikan setelmen dimaksud pada jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal setelmen awal. 4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3) tidak dapat dipenuhi maka transaksi yang bersangkutan dinyatakan gagal. c. Setelmen Fasilitas Peminjaman SUN dalam Rupiah 1) Setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SUN dalam Rupiah kepada Peserta Transaksi dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah permohonan disetujui oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. 2) Setelmen pengembalian SUN dalam Rupiah yang dipinjamkan dan yang dijaminkan dalam rangka pemberian Fasilitas Peminjaman SUN dalam Rupiah kepada Peserta Transaksi dilakukan pada tanggal berakhirnya batas waktu peminjaman. 3) Prosedur setelmen Fasilitas Peminjaman SUN dalam Rupiah dilakukan sebagai berikut: a) Setelmen ... a) Setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SUN dalam Rupiah pada tanggal setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SUN dalam Rupiah dilakukan sebagai berikut: (1) Peserta Transaksi membayar biaya peminjaman SUN dalam Rupiah (lending fee) melalui Sistem BI-RTGS ke Rekening Giro Rupiah Pemerintah Nomor 500.000003980 ”Menteri Keuangan Penerimaan Penerbitan Surat Berharga Negara”. (2) Peserta Transaksi menyampaikan bukti pembayaran biaya peminjaman SUN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud pada angka (1) kepada Bank Indonesia dengan alamat: Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP) c.q. Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Setelmen Surat Berharga (PlS) Gedung D, Lantai 3 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta - 10350 Telepon: 021-29818842 Faksimile: 021-3501868 Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. (3) Peserta Transaksi atau Sub-Registry yang ditunjuk dan Bank Indonesia atas nama Pemerintah melakukan setelmen pemindahan seri SUN dalam Rupiah yang dijaminkan melalui BI-SSSS dengan mekanisme transfer secara FoP dari ... dari Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk ke Rekening Surat Berharga Pemerintah, sebesar nilai nominal seri SUN dalam Rupiah yang dijaminkan paling lambat sebelum cut-off warning BI-SSSS. (4) Setelah setelmen jaminan sebagaimana dimaksud pada angka (3) berhasil, Bank Indonesia melakukan pencatatan penerbitan seri SUN dalam Rupiah yang dipinjam dan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk, sebesar nilai nominal SUN dalam Rupiah yang dipinjam. b) Setelmen Pengembalian Peminjaman SUN dalam Rupiah Pada tanggal setelmen pengembalian peminjaman SUN dalam Rupiah dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Bank Indonesia melakukan setelmen pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) seri SUN dalam Rupiah yang dipinjam oleh Peserta Transaksi dengan mendebet Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk, sebesar nilai nominal SUN dalam Rupiah yang dipinjam paling lambat pukul 14.00 WIB atau sesuai waktu yang ditentukan Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. (2) Dalam hal setelmen pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) sebagaimana dimaksud pada angka (1) berhasil ... berhasil, Peserta Transaksi atau Sub- Registry yang ditunjuk dan Bank Indonesia atas nama Pemerintah melakukan setelmen pemindahan seri SUN dalam Rupiah yang dijaminkan dengan mekanisme transfer secara FoP dari Rekening Surat Berharga Pemerintah ke Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk, sebesar nilai nominal SUN dalam Rupiah yang dijaminkan, paling lambat sebelum cut-off warning BI-SSSS. (3) Dalam hal setelmen sebagaimana dimaksud pada angka (1) tidak dapat dilakukan maka setelmen pengembalian SUN dalam Rupiah yang dipinjamkan dinyatakan gagal. c) Perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN dalam Rupiah (1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menyetujui perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN dalam Rupiah maka pada tanggal setelmen Peserta Transaksi membayar biaya perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN dalam Rupiah sesuai prosedur sebagaimana dimaksud pada butir a)(1) dan menyampaikan bukti pembayaran sesuai sebagaimana dimaksud pada butir a)(2). (2) Pada tanggal jatuh waktu pengembalian peminjaman SUN dalam Rupiah yang diperpanjang dilakukan setelmen sesuai prosedur ... prosedur prosedur sebagaimana dimaksud pada huruf b). d) Proses Penyelesaian Jaminan (1) Atas setelmen pengembalian SUN dalam Rupiah yang dipinjamkan dinyatakan gagal sebagaimana dimaksud pada butir b)(3), Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dapat melakukan penawaran penukaran SUN dalam Rupiah yang dijaminkan dengan SUN dalam Rupiah yang dipinjamkan kepada Peserta Transaksi lainnya. (2) Berdasarkan transaksi penukaran SUN dalam Rupiah oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang sebagaimana dimaksud pada angka (1), Bank Indonesia atas nama Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan Peserta Transaksi sebagai lawan transaksi melakukan setelmen melalui BI-SSSS dengan cara transfer FoP. (3) Dalam hal terdapat selisih tunai dari transaksi pertukaran SUN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud pada angka (2), penyelesaian pembayaran dilakukan secara bilateral antara Peserta Transaksi yang membeli jaminan dengan Peserta Transaksi yang gagal setelmen. d. Setelmen ORI 1) Setelmen ORI dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah penetapan hasil penjatahan ORI di Pasar Perdana. 2) Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana. 3) Pada ... 3) Pada tanggal setelmen, Bank Indonesia melakukan setelmen penerbitan ORI sebagai berikut: a) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI- RTGS dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah sebesar nilai setelmen. b) Setelmen Surat Berharga Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan, setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Sub- Registry yang ditunjuk oleh investor individual pembeli ORI sebesar nilai penjatahan ORI. 4) Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen ORI sebagaimana dimaksud pada butir 3)b) tidak dilakukan. e. Setelmen Hasil Transaksi SUN Secara Langsung dalam Rupiah 1) Setelmen hasil Transaksi SUN Secara Langsung dalam Rupiah dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan transaksi. 2) Bank Indonesia melakukan setelmen Transaksi SUN Secara Langsung dalam Rupiah dengan prosedur sebagai berikut: a) Penjualan SUN dalam Rupiah di Pasar Perdana Secara Langsung (1) Melakukan pencatatan penerbitan SUN dalam Rupiah hasil Transaksi SUN Secara Langsung yang ditetapkan oleh Menteri ... Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. (2) Melakukan setelmen sebagai berikut: (a) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar, serta mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah sebesar nilai setelmen. (b) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sebesar nilai nominal SUN dalam Rupiah. b) Pembelian Kembali SUN dalam Rupiah di Pasar Sekunder Secara Langsung (1) Setelmen Surat Berharga (a) Mendebet Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub- Registry yang ditunjuk sebesar nilai nominal seri SUN dalam Rupiah yang dijual kepada Pemerintah. (b) Melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) atas seri SUN dalam Rupiah yang dibeli kembali oleh Pemerintah. (2) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Pemerintah dan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau ... dan/atau Bank Pembayar sebesar nilai setelmen. 3) Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud pada butir 2)a)(2)(a) atau Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk tidak mencukupi untuk setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir 2)b)(1)(a) maka setelmen Transaksi SUN dalam Rupiah Secara Langsung dinyatakan gagal. f. Setelmen Hasil Penjualan SUN dalam Rupiah Dengan Cara Private Placement 1) Setelmen hasil penjualan SUN dalam Rupiah dengan cara Private Placement dilakukan paling singkat 2 (dua) hari kerja dan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal kesepakatan transaksi. 2) Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana. 3) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil penjualan SUN dalam Rupiah dengan cara Pricate Placement dengan prosedur sebagai berikut: a) melakukan pencatatan penerbitan SUN dalam Rupiah hasil penjualan secara Private Placement yang ditetapkan oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. b) melakukan setelmen sebagai berikut: (1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar, serta mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah sebesar nilai setelmen. (2) Setelmen ... (2) Setelmen Surat Berharga Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan, setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sebesar nilai nominal SUN dalam Rupiah. c) Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen transaksi Private Placement dimaksud dinyatakan gagal. 3. Setelmen Transaksi SUN dalam Rupiah antar Peserta BI- SSSS di Pasar Sekunder a. Transaksi SUN dalam Rupiah antar Peserta BI-SSSS yang dilakukan di Pasar Sekunder antara lain berupa transaksi jual/beli putus (outright), transaksi penjualan dengan janji untuk membeli kembali (repurchase agreement atau repo), transaksi penjaminan SUN dalam Rupiah (agunan), dan/atau transaksi peminjaman SUN dalam Rupiah dengan jaminan surat berharga lainnya (securities lending and borrowing). b. Persyaratan dan prosedur setelmen transaksi SUN dalam Rupiah antar Peserta BI-SSSS di Pasar Sekunder sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. 4. Prosedur Pembayaran Kupon/Bunga dan/atau Pelunasan Pokok SUN dalam Rupiah a. Bank Indonesia sebagai agen pembayar melakukan pembayaran kupon/bunga pada tanggal pembayaran kupon/bunga dan pelunasan pokok SUN dalam Rupiah ... Rupiah pada tanggal jatuh tempo SUN dalam Rupiah. b. Pembayaran kupon/bunga dan/atau pelunasan pokok SUN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud pada huruf a, dihitung berdasarkan posisi pencatatan kepemilikan SUN dalam Rupiah di Central Registry pada 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal pembayaran kupon/bunga dan/atau tanggal jatuh tempo pelunasan pokok SUN dalam Rupiah. c. Pembayaran kupon/bunga atau pelunasan pokok SUN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Pemerintah dan mengkredit sebesar nilai kupon/bunga dan/atau nilai pokok SUN dalam Rupiah pada: 1) Rekening Giro Rupiah Bank untuk kepemilikan SUN dalam Rupiah atas nama Bank tersebut; dan/atau 2) Rekening Giro Rupiah Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry untuk kepemilikan SUN dalam Rupiah atas nama nasabah Sub-Registry. d. Sub-Registry wajib melakukan pembayaran kupon/bunga dan/atau pelunasan pokok SUN dalam Rupiah dengan mengkredit rekening nasabah yang tercatat di Sub-Registry, sebesar nilai kupon/bunga dan/atau nilai pokok SUN dalam Rupiah. e. Kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan oleh Sub-Registry pada tanggal yang sama dengan Bank Indonesia melakukan pembayaran kupon/bunga dan/atau pelunasan pokok SUN dalam Rupiah. 5. Pelaporan Prosedur pelaporan penatausahaan SUN dalam Rupiah dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS dan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur ... mengatur mengenai perizinan, pelaporan, dan pengawasan Sub-Registry. B. Tata Cara Penatausahaan SUN dalam Valuta Asing 1. Ketentuan dan Persyaratan a. Bank Indonesia melaksanakan pencatatan penerbitan SUN dalam valuta asing, sesuai syarat dan ketentuan atau adendum syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. b. Pada tanggal setelmen SUN dalam valuta asing, Bank Indonesia melakukan setelmen: 1) hasil Lelang SUN dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan surat dari Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang mengenai keputusan hasil lelang; dan/atau 2) hasil transaksi SUN dalam valuta asing yang dilakukan di Pasar Sekunder berdasarkan instruksi setelmen dari Peserta BI-SSSS. c. Setelmen dana atas transaksi SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada huruf b, dilakukan dengan menggunakan Rekening Giro valuta asing dalam denominasi Dolar Amerika (USD). d. Peserta BI-SSSS yang tidak memiliki Rekening Giro valuta asing harus menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar yang memiliki Rekening Giro valuta asing. e. Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen dan pencatatan kepemilikan SUN dalam valuta asing. f. Pada tanggal setelmen, Peserta Transaksi dan Bank Pembayar yang ditunjuk harus menjamin kecukupan dana dalam denominasi Dolar Amerika (USD) pada Rekening Giro valuta asing Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana hasil Lelang SUN dalam valuta asing oleh Pemerintah. g. Pada ... g. Pada tanggal setelmen, Peserta BI-SSSS harus menjamin kecukupan dana atau surat berharga SUN dalam valuta asing dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pembeli menjamin kecukupan dana dalam denominasi Dolar Amerika (USD) pada Rekening Giro valuta asing; dan 2) penjual menjamin kecukupan seri dan nilai nominal SUN dalam valuta asing, untuk pelaksanaan setelmen atas transaksi SUN dalam valuta asing antar Peserta BI-SSSS di Pasar Sekunder. h. Dalam hal pada hari yang sama terdapat setelmen hasil Lelang SUN dalam valuta asing dan setelmen transaksi SUN dalam valuta asing di Pasar Sekunder maka setelmen transaksi hasil Lelang SUN dalam valuta asing dilakukan terlebih dahulu daripada setelmen transaksi SUN dalam valuta asing di Pasar Sekunder. i. Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SUN dalam valuta asing atas nama nasabah secara individual pada sistem internal Sub-Registry pada hari yang sama dengan pelaksanaan setelmen SUN dalam valuta asing. 2. Pelaksanaan Setelmen a. Penggunaaan Rekening Giro Valuta Asing untuk Pelaksanaan Setelmen Prosedur penggunaan Rekening Giro dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada butir 1.c., dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta BI-SSSS yang memiliki Rekening Giro valuta asing harus menyampaikan surat kuasa pendebetan Rekening Giro valuta asing kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada contoh 2 dalam Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1) diberikan untuk melaksanakan: a) setelmen ... a) setelmen dana atas transaksi SUN dalam valuta asing; dan b) penyelesaian seluruh kewajiban dan biaya yang timbul dalam pelaksanaan setelmen transaksi SUN dalam valuta asing. 3) Peserta BI-SSSS yang tidak memiliki Rekening Giro valuta asing sebagaimana dimaksud pada butir 1.d. harus menyampaikan dokumen kepada Bank Indonesia yang meliputi: a) surat penunjukan Bank Pembayar sebagaimana dimaksud pada contoh 1 dalam Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan b) surat kuasa pendebetan Rekening Giro valuta asing dari Bank Pembayar kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh 2 dalam Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4) Surat Kuasa Bank Pembayar sebagaimana dimaksud pada butir 3)b), diberikan untuk melaksanakan: a) setelmen dana atas transaksi SUN dalam valuta asing; dan/atau b) penyelesaian seluruh kewajiban dan biaya yang timbul dalam pelaksanaan setelmen transaksi SUN dalam valuta asing. 5) Dalam hal terdapat perubahan Rekening Giro valuta asing yang digunakan untuk setelmen, Peserta BI-SSSS harus menyampaikan dokumen perubahan dimaksud kepada Bank Indonesia sesuai mekanisme sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 4). 6) Surat sebagaimana dimaksud pada angka 1), angka 3), dan angka 5) disampaikan kepada Bank Indonesia ... Indonesia – DPSP c.q. Divisi PlS dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir A.2.c.3)a)(2) dan diterima paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum pelaksanaan setelmen transaksi SUN dalam valuta asing. b. Setelmen Hasil Lelang SUN dalam Valuta Asing 1) Setelmen hasil Lelang SUN dalam valuta asing dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang SUN dalam valuta asing. 2) Pada tanggal pelaksanaan setelmen hasil pemenang Lelang SUN dalam valuta asing, dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Setelmen Dana (1) Setelmen dana dilakukan dengan mendebet Rekening Giro valuta asing Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar, serta mengkredit Rekening Giro valuta asing Pemerintah sebesar nilai setelmen. (2) Setelmen dana SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka (1) dilakukan berdasarkan posisi saldo Rekening Giro valuta asing pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal setelmen SUN dalam valuta asing dan tidak memperhitungkan setelmen dana hasil transaksi SUN dalam valuta asing di Pasar Sekunder. (3) Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk harus menyediakan dana dalam denominasi Dolar Amerika (USD) untuk pelaksanaan setelmen hasil transaksi Lelang SUN dalam valuta asing di Pasar Perdana. (4) Dana ... (4) Dana sebagaimana dimaksud pada angka (3) harus telah efektif pada rekening giro di Bank koresponden Bank Indonesia di New York (Federal Reserve Bank of New York) pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal setelmen SUN dalam valuta penyediaan dana dilakukan melalui rekening giro Bank Indonesia di Bank koresponden di New York. b) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sebesar total nilai nominal SUN dalam valuta asing yang dimenangkan. 3) Dalam hal saldo Rekening Giro valuta asing Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar sebagaimana dimaksud pada butir 2)a)(2) tidak mencukupi untuk setelmen Lelang SUN dalam valuta asing maka setelmen transaksi hasil lelang yang dilakukan oleh Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar dinyatakan gagal. c. Setelmen Transaksi SUN dalam Valuta Asing di Pasar Sekunder 1) Transaksi SUN dalam valuta asing yang dilakukan di Pasar Sekunder antara lain berupa transaksi jual/beli putus (outright), transaksi penjualan dengan janji untuk membeli kembali (repurchase agreement atau repo), transaksi penjaminan SUN dalam valuta asing (agunan), dan/atau transaksi peminjaman SUN dalam valuta asing dengan jaminan surat berharga lainnya (securities lending and borrowing). 2) Prosedur ... asing, dalam hal 2) Prosedur setelmen transaksi SUN dalam valuta asing di Pasar Sekunder sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) Pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan setelmen: (1) Peserta BI-SSSS menyampaikan Permohonan Setelmen Penjual (PSJ) atau Permohonan Setelmen Pembeli (PSB) pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan setelmen, melalui “Administrative Message” BI-SSSS dengan pengaturan waktu mulai pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh 3A atau contoh 3B dalam Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia ini. (2) Permohonan setelmen sebagaimana dimaksud pada angka (1) harus diisi secara lengkap dan sesuai (match) antara data PSJ dengan PSB. (3) Dalam hal permohonan setelmen sebagaimana dimaksud pada angka (1) tidak sesuai (unmatch), Bank Indonesia menginformasikan kepada peserta yang bersangkutan melalui “Administrative Message” BI-SSSS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat pukul 16.00 WIB. Yang dimaksud dengan tidak sesuai (unmatch) adalah: (a) data PSJ dengan data PSB tidak sesuai (unmatch); atau (b) salah ... (b) salah satu peserta tidak mengirimkan permohonan setelmen sebagaimana dimaksud pada angka (1). (4) Peserta dapat melakukan koreksi PSJ atau PSB melalui “Administrative Message” BI-SSSS paling lambat pukul 18.00 WIB dengan menyampaikan penyesuaian PSJ atau PSB sebagaimana dimaksud pada contoh 3C atau contoh 3D dalam Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia ini. (5) Penyampaian PSJ dan PSB melalui “Administrative Message” BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka (1) dan angka (4) dikenakan biaya yang besarnya mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. b) Pada tanggal pelaksanaan setelmen, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) menyampaikan penolakan PSJ dan PSB melalui “Administrative Message” BI-SSSS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia kepada peserta paling lambat pukul 09.00 WIB, apabila koreksi sebagaimana dimaksud pada butir a)(4) masih tidak sesuai (unmatch). (2) melakukan setelmen atas PSJ dan PSB sebagaimana dimaksud pada butir a)(1) apabila telah sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir a)(2), dengan prosedur sebagai berikut: (a) Setelmen ... (a) Setelmen Dana i. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet Rekening Giro valuta asing Bank atau Bank Pembayar. ii. Setelmen dana SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada angka i. dilakukan berdasarkan: i) posisi saldo Rekening Giro valuta asing pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal setelmen SUN dalam valuta dan/atau ii) hasil setelmen dana atas transaksi SUN dalam valuta asing di Pasar Sekunder. iii. Bank atau Bank Pembayar yang melakukan transaksi SUN dalam valuta asing di Pasar Sekunder harus menyediakan dana dalam denominasi Dolar Amerika (USD) keperluan setelmen. iv. Dana sebagaimana dimaksud pada angka iii harus telah efektif pada Rekening Giro di Bank koresponden Bank Indonesia di New York (Federal Reserve Bank of New York) pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal setelmen SUN dalam valuta asing, dalam hal penyediaan ... untuk asing; penyediaan dana dilakukan melalui rekening giro Bank Indonesia di Bank koresponden di New York. (b) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS sebesar total nilai nominal SUN dalam valuta asing yang ditransaksikan. (3) menyampaikan informasi kegagalan setelmen sebagaimana dimaksud pada angka (2) kepada peserta melalui “Administrative Message” BI-SSSS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia apabila saldo Rekening Giro valuta asing dan/atau Rekening Surat Berharga tidak mencukupi. 3) Dalam hal, pengiriman PSJ dan/atau PSB melalui “Administrative Message” BI-SSSS tidak dapat dilakukan oleh Peserta BI-SSSS karena terjadi kondisi gangguan, berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Pengiriman PSJ dan/atau PSB dilakukan oleh Peserta BI-SSSS melalui fasilitas Guest Bank BI-SSSS. b) Penggunaan fasilitas Guest Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a) mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. c) Dalam hal Peserta BI-SSSS tidak mempunyai cukup waktu untuk melakukan pengiriman PSJ dan/atau PSB melalui fasilitas Guest Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a) maka berlaku ketentuan sebagai berikut: (1) Menyampaikan ... (1) Menyampaikan PSJ dan/atau PSB yang disertai surat pengantar kepada Bank Indonesia - DPSP c.q. Divisi PlS dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir A.2.c.3)a)(2), yang dapat didahului dengan faksimile; (2) PSJ dan/atau PSB harus menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh 3A dan contoh 3B dalam Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan (3) PSJ, PSB, dan surat pengantar harus ditandatangani berwenang. oleh pejabat yang 3. Prosedur Pembayaran Bunga dan/atau Pelunasan Pokok SUN dalam Valuta Asing a. Bank Indonesia sebagai agen pembayar melakukan pembayaran bunga pada tanggal pembayaran bunga dan pelunasan pokok SUN dalam valuta asing pada tanggal jatuh tempo SUN dalam valuta asing. b. Pembayaran bunga dan/atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dihitung berdasarkan posisi pencatatan kepemilikan SUN dalam valuta asing di Central Registry pada 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal pembayaran bunga dan/atau tanggal jatuh tempo pelunasan pokok SUN dalam valuta asing. c. Pembayaran bunga atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada huruf a, dilakukan dengan mendebet Rekening Giro valuta asing Pemerintah dan mengkredit sebesar nilai bunga dan/atau nilai pokok SUN dalam valuta asing pada: 1) Rekening Giro valuta asing Bank untuk kepemilikan SUN dalam valuta asing atas nama Bank tersebut; dan/atau 2) Rekening ... 2) Rekening Giro valuta asing Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry untuk kepemilikan SUN dalam valuta asing atas nama nasabah Sub- Registry. d. Sub-Registry wajib melakukan pembayaran bunga dan/atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing dengan mengkredit rekening nasabah yang tercatat di Sub-Registry, sebesar nilai bunga dan/atau nilai pokok SUN dalam valuta asing. e. Kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan oleh Sub-Registry dengan menggunakan tanggal valuta pembayaran bunga dan/atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing yang dilakukan Bank Indonesia. 4. Pelaporan a. Bank Indonesia menyampaikan laporan penatausahaan SUN dalam valuta asing dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Laporan Harian a) Laporan harian memuat informasi mengenai perubahan pencatatan kepemilikan SUN dalam valuta asing yang terdiri atas saldo awal, mutasi, dan saldo akhir dari masing- masing seri SUN dalam valuta asing. b) Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a) disampaikan kepada Peserta BI-SSSS paling lama 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen, melalui sarana email atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c) Dalam hal terdapat perbedaan pencatatan kepemilikan SUN dalam valuta asing antara Bank Indonesia dengan pemilik rekening SUN dalam valuta asing, pemilik rekening SUN dalam valuta asing harus melaporkan perbedaan tersebut kepada Bank Indonesia paling ... paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal penerbitan laporan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh 4 dalam Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia ini. d) Bank Indonesia memberikan konfirmasi atas perbedaan pencatatan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada huruf c) paling lama 2 (dua) hari kerja setelah batas akhir penyampaian perbedaan pencatatan, melalui “Administrative Message” BI-SSSS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. e) Dalam hal perbedaan pencatatan kepemilikan SUN dalam valuta asing terdapat pada pemilik rekening SUN dalam valuta asing, maka pemilik rekening SUN dalam valuta asing harus melakukan penyesuaian sesuai dengan ketentuan internal masing-masing pemilik rekening. f) Dalam hal pemilik rekening SUN dalam valuta asing di Bank Indonesia tidak melaporkan perbedaan pencatatan kepemilikan terhitung paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal laporan harian sebagaimana dimaksud pada huruf a) maka pencatatan kepemilikan menggunakan data Bank Indonesia. 2) Laporan Bulanan a) Laporan bulanan memuat posisi kepemilikan pada akhir bulan dari masing-masing seri SUN dalam valuta asing yang dimiliki pemilik rekening. b) Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a) disampaikan kepada Peserta BI-SSSS paling ... paling lama 5 (lima) hari kerja pada bulan berikutnya, melalui Sistem Informasi BI- SSSS (SI BI-SSSS), email, atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c) Dalam hal terdapat perbedaan posisi kepemilikan pada akhir bulan antara Bank Indonesia dengan pemilik rekening SUN dalam valuta asing, pemilik rekening harus melaporkan perbedaan tersebut kepada Bank Indonesia paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal penerbitan laporan, dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada contoh 4 dalam Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia ini. d) Bank Indonesia memberikan konfirmasi atas perbedaan posisi kepemilikan sebagaimana dimaksud pada huruf c) paling lama 5 (lima) hari kerja setelah batas akhir penyampaian perbedaan pencatatan, melalui sarana email atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. e) Dalam hal perbedaan pencatatan kepemilikan rekening SUN dalam valuta asing terdapat pada pemilik rekening maka pemilik rekening harus melakukan penyesuaian sesuai dengan ketentuan internal masing-masing pemilik rekening. f) Dalam hal pemilik rekening SUN dalam valuta asing di Bank Indonesia tidak melaporkan perbedaan posisi kepemilikan terhitung paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada huruf a) maka pencatatan kepemilikan menggunakan data Bank Indonesia. 3) Laporan ... 3) Laporan Pembayaran Bunga dan/atau Pelunasan Pokok a) Bank Indonesia menerbitkan laporan pembayaran bunga dan/atau pelunasan pokok, apabila terdapat pembayaran bunga dan/atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing. b) Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a) disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Peserta BI-SSSS paling lama 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal pembayaran bunga dan/atau tanggal jatuh tempo pelunasan pokok, melalui email atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Sub-Registry menyampaikan laporan penatausahaan SUN dalam valuta asing kepada nasabah dan laporan pencatatan kepemilikan SUN dalam valuta asing kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Kepada Nasabah Prosedur pelaporan penatausahaan SUN dalam valuta asing kepada nasabah dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perizinan, pelaporan, dan pengawasan Sub-Registry. 2) Kepada Bank Indonesia a) Laporan Harian (1) Sub-Registry menyampaikan laporan harian perubahan pencatatan kepemilikan SUN dalam valuta asing antar nasabah pemilik individual dalam Sub-Registry yang sama (inhouse transfer). (2) Laporan harian sebagaimana dimaksud pada angka (1) disampaikan pada hari pelaksanaan ... pelaksanaan setelmen, menggunakan melalui “Administrative Message” BI-SSSS dengan format sebagaimana dimaksud pada contoh 5 dalam Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia ini. b) Laporan Bulanan (1) Sub-Registry menyampaikan laporan bulanan data posisi kepemilikan SUN dalam valuta asing. (2) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada angka (1) disampaikan melalui SI BI-SSSS paling lama 2 (dua) hari kerja pada bulan berikutnya. IV. Lain-Lain Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. V. Ketentuan Penutup Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/12/DASP tanggal 8 April 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 20 November 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DIAH PBA LUBIS KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/46/DPSP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title> <set_date> 20 November 2013 </set_date> <effective_date> 20 November 2013 </effective_date> <replaced_reg> '15/12/DASP|SE-BI/2013' </replaced_reg> <related_reg> '86/PMK.08/2011|PER-MENKEU/2011', '36/PMK.06/2006|PER-MENKEU/2006', '77/PMK.08/2012|PER-MENKEU/2012', '134/PMK.08/2013|PER-MENKEU/2013', '10/13/PBI/2008', '12/12/PBI/2010', '10/2/PBI/2008', '43/PMK.08/2013|PER-MENKEU/2013', '08/PMK.08/2009|PER-MENKEU/2009', '15/9/PBI/2013', '170/PMK.08/2008|PER-MENKEU/2008' </related_reg>
No. 4/ 21 /DASP Jakarta, 2 Desember 2002 S U R A T E D A R AN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3873) tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 dan dengan akan diimplementasikannya Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ) pada penyelenggaraan Kliring Lokal secara semi otomasi serta diimplementasikannya Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang Berasal dari Luar Wilayah Kliring maka dipandang perlu untuk melakukan pengaturan kembali peraturan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai SIKJJ. I. PENGERTIAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Sistem … 2 1. Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh yang untuk selanjutnya disebut SIKJJ adalah suatu fasilitas yang dapat menyajikan informasi hasil penyelenggaraan Kliring Lokal secara dini, akurat, lengkap dan aman yang dapat diakses secara cepat melalui sarana jaringan komunikasi; 2. Penyelenggara SIKJJ adalah Bank Indonesia atau pihak lain yang telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia untuk menyelenggarakan Kliring Lokal dengan Sistem Semi Otomasi; 3. Pengguna adalah Peserta Langsung pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan Sistem Semi Otomasi, Otomasi, atau Elektronik yang terdaftar sebagai pihak yang dapat memanfaatkan SIKJJ pada Bank Indonesia yang Mewilayahi; 4. Bank Indonesia yang Mewilayahi adalah Bank Indonesia c.q Bagian Kliring Jakarta bagi Bank yang berada di wilayah DKI Jakarta, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang dan Bekasi, atau Kantor Bank Indonesia setempat untuk wilayah di luar wilayah tersebut di atas; 5. Sistem Pengaman adalah suatu sistem yang disediakan Bank Indonesia kepada Pengguna untuk menjamin otentikasi, integritas data, kerahasiaan komunikasi dan akses kontrol terhadap penggunaan fasilitas SIKJJ; 6. Public Key adalah file yang berisi kombinasi angka tertentu yang dibuat berdasarkan teknik pengamanan tertentu yang diperlukan untuk melakukan enkripsi informasi. II. PROSEDUR PENGOPERASIAN SIKJJ Penjelasan secara teknis mengenai rincian prosedur dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang terdapat pada SIKJJ diatur dalam Pedoman Pengoperasian SIKJJ sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1. III. PERSYARATAN … 3 III. PERSYARATAN DAN TATA CARA MENJADI PENGGUNA A. Persyaratan menjadi Pengguna Peserta Langsung dalam Sistem Semi Otomasi, Otomasi, atau Elektronik dapat menjadi Pengguna sepanjang telah menyediakan perangkat keras dan perangkat lunak dengan spesifikasi kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam BAB III huruf A Pedoman Pengoperasian SIKJJ. B. Tata cara menjadi Pengguna 1. Calon Pengguna mengajukan surat permohonan untuk menjadi Pengguna kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi dengan melampirkan : a. Data Pengguna SIKJJ sebagaimana contoh dalam Lampiran 2. b. Dua buah disket ukuran 3,5” (90 mm) sebagai media penyimpan Public Key. 2. Bank Indonesia yang Mewilayahi memberitahukan secara tertulis kepada calon Pengguna mengenai keputusan untuk menyetujui atau menolak permohonan menjadi Pengguna dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap dan benar. 3. Dalam hal permohonan disetujui, Bank Indonesia yang Mewilayahi memberitahukan melalui surat kepada calon Pengguna mengenai : a. persetujuan pemanfaatan SIKJJ; b. pengambilan user-id, password dan disket Public Key. Pengambilan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya dapat dilakukan oleh Pemimpin Bank (Pengguna) yang bersangkutan atau dapat dikuasakan kepada petugas yang ditunjuk dengan Surat Kuasa bermeterai. IV. FASILITAS … 4 IV. FASILITAS INFORMASI HASIL PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL Fasilitas informasi hasil penyelenggaraan Kliring Lokal yang terdapat pada SIKJJ meliputi : 1. Rekapitulasi hasil Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian yang terdiri dari Bilyet Saldo Kliring dan rincian hasil Kliring penyerahan pada penyelenggaraan Kliring Lokal baik yang memisahkan Kliring nominal besar dan Kliring ritel maupun yang tidak memisahkan Kliring nominal besar dan Kliring ritel. 2. Rekapitulasi hasil Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian atas Kliring Warkat Luar Wilayah sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penyelenggaraan kliring lokal atas cek dan bilyet giro yang berasal dari luar wilayah kliring. 3. Daftar nama Penarik Cek dan Bilyet Giro Kosong yang tercantum dalam Daftar Hitam di suatu Wilayah Kliring Lokal. 4. Biaya yang dibebankan kepada Peserta dalam penyelenggaraan Kliring Lokal sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai biaya kliring. 5. Informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan Kliring. V. KEWENANGAN Pengguna mempunyai kewenangan menggunakan fasilitas informasi sebagaimana dimaksud dalam angka IV.1 sampai dengan IV.4, dengan ketentuan sebagai berikut. 1. Kantor Pusat Bank dapat mengakses informasi mengenai kegiatan Kliring seluruh Kantor Koordinator dan Kantor Cabang yang terdapat di Wilayah Kliring Lokal yang telah menerapkan SIKJJ. 2. Kantor … 5 2. Kantor Koordinator Bank dapat mengakses informasi mengenai kegiatan Kliring seluruh Kantor Cabang yang berada di bawah koordinasinya.dan telah menerapkan SIKJJ. 3. Kantor Cabang Bank hanya dapat mengakses kegiatan Kliring Kantor Cabang yang bersangkutan. informasi mengenai VI. PENYEDIAAN INFORMASI Informasi SIKJJ disediakan oleh Penyelenggara SIKJJ dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Informasi SIKJJ dapat diakses setiap hari kerja mulai pukul 07.30 WIB sampai dengan pukul 21.00 WIB. 2. Informasi mengenai rekapitulasi hasil Kliring tersedia sesuai jadwal penyediaan informasi hasil Kliring yang berlaku di masing-masing Penyelenggara SIKJJ. 3. Informasi mengenai rekapitulasi hasil Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tersedia selama 7 (tujuh) hari kerja. VII. PERBEDAAN INFORMASI Dalam hal terdapat perbedaan data antara yang tercantum dalam laporan tercetak yang diperoleh dari Penyelenggara dengan informasi data yang diperoleh dari SIKJJ, data yang benar adalah data yang tercantum dalam laporan tercetak dari Penyelenggara. VIII. SISTEM PENGAMAN Sistem Pengaman dilakukan dengan mengamankan saluran komunikasi, otentikasi dan pencatatan aktivitas Pengguna yang mencakup antara lain : A. Bank Indonesia Sistem Pengaman yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi : 1. Sistem … 6 1. Sistem Pengaman berupa penerapan teknologi secure socket layer satu arah dan firewall. 2. Sistem Pengaman pada aplikasi berupa otentikasi dan pengaturan kewenangan Pengguna serta log file. B. Pengguna Sistem Pengaman yang dilakukan oleh Pengguna berupa pengamanan administrasi yang meliputi prosedur pemberian user-id, password dan Public Key. IX. SARANA AKSES SIKJJ Untuk dapat mengakses SIKJJ, sarana yang diperlukan adalah sebagai berikut : 1. Jaringan komunikasi berupa Dial Up atau Leased Line; dan 2. Pengguna telah terdaftar pada salah satu Penyedia Jasa Internet (Internet Service Provider/ISP). X. SIFAT INFORMASI REKAPITULASI HASIL KLIRING Informasi Rekapitulasi Hasil Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka IV.1 untuk informasi dini dan bukan sebagai dasar pembukuan hasil Kliring. XI. BIAYA PEMANFAATAN SIKJJ Setiap Pengguna dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dalam ketentuan mengenai biaya kliring. Perhitungan dan pembebanan atas biaya pemanfaatan SIKJJ tersebut dilakukan dengan ketentuannya sebagai berikut : 1. Dalam hal pemanfaatan SIKJJ dilakukan sebelum tanggal 15 maka perhitungan dan pembebanan biaya akan dilakukan mulai bulan berjalan. 2. Dalam hal pemanfaatan SIKJJ dilakukan mulai tanggal 15 ke atas maka perhitungan dan pembebanan biaya akan dilakukan mulai berikutnya. bulan 3. Pembebanan … 7 3. Pembebanan biaya pemanfaatan SIKJJ sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 dilakukan dengan cara melakukan pendebetan rekening Pengguna di Bank Indonesia. XII. KEADAAN DARURAT Dalam hal SIKJJ tidak dapat berfungsi yang disebabkan gangguan teknis maka fasilitas informasi yang digunakan adalah fasilitas yang disediakan Penyelenggara sebelum menggunakan SIKJJ sesuai dengan ketentuan yang mengatur masing-masing sistem Kliring. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia yang Mewilayahi akan memberitahukan melalui pengumuman kepada Pengguna. XIII. LAIN-LAIN 1. Pada tahap awal implementasi SIKJJ dilakukan pada penyelenggaraan Kliring Lokal yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Untuk implementasi SIKJJ pada penyelenggaraan Kliring Lokal oleh pihak lain yang telah disetujui oleh Bank Indonesia akan diberitahukan secara tertulis. 2. Informasi Daftar Hitam saat ini belum dapat diakses. Penggunaan fasilitas ini akan diberitahukan secara tertulis. 3. Pedoman Pengoperasian SIKJJ sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 dan Data Pengguna SIKJJ sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Surat Edaran ini. XIV. PENYALAHGUNAAN USER-ID ATAU PUBLIC KEY Dalam hal Pengguna melakukan tindakan di luar kewenangannya seperti menyalahgunakan user-id atau Public Key, Bank Indonesia yang Mewilayahi akan menghentikan Pengguna yang bersangkutan sebagai Pengguna SIKJJ. XV. KETENTUAN … 8 XV. KETENTUAN PERALIHAN Dalam hal Bank Indonesia telah menerapkan jaringan ekstranet Bank Indonesia maka ketentuan Penguna telah terdaftar pada salah satu Penyedia Jasa Internet (Internet Service Provider/ISP) sebagaimana dimaksud dalam angka IX.2 tidak berlaku. XVI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/2/DASP tanggal 11 Februari 2002 perihal Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku tanggal 2 Desember 2002 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd sejak MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ------------------------------------------------------------------- Lampiran 1 PEDOMAN PENGOPERASIAN SIKJJ DIREKTORAT AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN BANK INDONESIA 2002 Lampiran SE No.4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 -------------------------------------------------------------------- D A F T A R I S I Halaman BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………………………………………. 1 B. Tujuan Penyelenggaraan SIKJJ ……………………... 1 BAB II : GAMBARAN UMUM A. Pokok-pokok Penyelenggaraan SIKJJ ………………. 2 B. Diagram Alur Data SIKJJ …………………………… 3 BAB III : SPESIFIKASI KEBUTUHAN DAN SISTEM PENGAMAN A. Spesifikasi Kebutuhan …………………………….… 4 B. Sistem Pengaman ……………………………………. 5 BAB IV : PROSEDUR INSTALASI A. Instalasi Public Key …………………………………. 6 B. Alamat Situs Web …………………………………… 10 BAB V : MENU SIKJJ A. Rekapitulasi Kliring …………………………………. 13 1. Kliring Penyerahan ………………………………. 13 a. Biasa ………………………………………….. 14 b. Ritel ………………………………………….. 16 c. Nominal Besar ……………………………….. 18 2. Kliring Pengembalian ……………………………. 20 a. Biasa …………………………………………. 20 b. Ritel ………………………………………….. 23 c. Nominal Besar ………………………………. 25 B. Kliring Warkat Luar Wilayah ………………………. 27 1. Kliring Penyerahan ……………………………… 27 2. Kliring Pengembalian …………………………… 30 i Lampiran SE No.4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 -------------------------------------------------------------------- C. Daftar Hitam ………………………………………… 33 D. Biaya Kliring ………………………………………… 35 1. Penyerahan ………………………………………. 36 2. Penyerahan Ritel ………………………..……….. 36 3. Penyerahan Nominal Besar ……………………… 37 4. Reject ……………………………………………. 38 5. Pengembalian ……………………………………. 38 6. Pengembalian Ritel ……………………………… 39 7. Pengembalian Nominal Besar …………………… 39 8. Administrasi …………………………………….. 40 9. SIKJJ ……………………………………………. 40 E. Pengumuman ………………………………………… 41 F. Administrasi Sistem …………………………………. 42 G. Logoff ..………………………………………………. 42 BAB VI : LAIN-LAIN A. Hirarki Menu ……………..…………………………. 43 1. Hirarki Menu Kantor Pusat ..………….…………. 43 2. Hirarki Menu Kantor Koordinator ……………….. 44 3. Hirarki Menu Kantor Cabang ……………………. 45 B. Prosedur Install Adobe Acrobat Reader …….…….…. 46 ii Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 -------------------------------------------------------------------- 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3873) tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 dan dengan akan diimplementasikannya Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ) pada penyelenggaraan Kliring Lokal secara semi otomasi serta diimplementasikannya Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang Berasal dari Luar Wilayah Kliring maka dipandang perlu untuk melakukan pengaturan kembali peraturan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai SIKJJ. B. Tujuan Penyelenggaraan SIKJJ 1. Meningkatkan kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran melalui penyediaan informasi hasil Kliring. 2. Memenuhi kebutuhan informasi Pengguna mengenai hasil perhitungan Kliring secara dini, akurat, lengkap dan aman. BAB II … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 -------------------------------------------------------------------- 2 BAB II GAMBARAN UMUM A. Pokok-Pokok Penyelenggaraan SIKJJ 1. SIKJJ adalah suatu fasilitas yang dapat menyajikan informasi hasil penyelenggaraan Kliring Lokal secara dini, akurat, lengkap dan aman yang dapat diakses secara cepat melalui sarana jaringan komunikasi. 2. Pengguna SIKJJ memerlukan perangkat keras dan perangkat lunak sesuai spesifikasi yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Dengan perangkat SIKJJ tersebut, Pengguna dapat mengakses informasi hasil penyelenggaraan Kliring Lokal. 3. Informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kliring Lokal meliputi : a. Rekapitulasi hasil Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian yang terdiri dari Bilyet Saldo Kliring dan rincian hasil Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal yang memisahkan Kliring nominal besar dan Kliring ritel maupun yang tidak memisahkan Kliring nominal besar dan Kliring ritel. b. Rekapitulasi hasil Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian atas Kliring Warkat Luar Wilayah sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penyelenggaraan kliring lokal atas cek dan bilyet giro yang berasal dari luar wilayah kliring. c. Daftar nama Penarik Cek dan Bilyet Giro Kosong yang tercantum dalam Daftar Hitam di suatu Wilayah Kliring Lokal. d. Biaya yang dibebankan kepada Peserta Kliring dalam penyelenggaraan Kliring Lokal sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai biaya kliring, yang terdiri dari : 1) Biaya proses Warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) pada Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian 2) Biaya pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah (reject). 3) Biaya … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 -------------------------------------------------------------------- 3 3) Biaya administrasi dalam penyelenggaraan Kliring Lokal pada penyelenggaraan Kliring. 4) Biaya pemanfaatan SIKJJ. e. Informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan Kliring. 4. Untuk keseragaman dalam pengoperasiannya diperlukan Pedoman sebagai petunjuk pelaksanaan. Pedoman ini memuat penjelasan mengenai tata cara penggunaan seluruh fungsi menu yang ada pada SIKJJ yang harus dilaksanakan oleh Pengguna termasuk kewenangan penggunaan setiap fungsi menu. B. Diagram Alur Data SIKJJ Upload Data: - Kliring Penyerahan - Biaya Kliring Otomasi Administrasi Sistem dan Pengumuman Penyelenggara Otomasi Kliring Upload Data: - Kliring Pengembalian - Biaya Kliring Semi Otomasi Download Data Kliring Pengembalian Warkat Luar Wilayah Alasan 1 dan 2 Server Otomasi Kliring PC Kliring Administrasi Sistem dan Pengumuman Upload Data: Server SOKL Penyelenggara Semi Otomasi Kliring - Kliring Penyerahan - Kliring Pengembalian - Biaya Kliring Download Data Kliring Pengembalian Warkat Luar Wilayah Alasan 1 dan 2 PC Kliring Server SOKL PC Kliring Server SOKL Peserta SIKJJ Download Informasi Kliring dan Ubah Password Download Data Kliring Pengembalian Warkat Luar Wilayah Alasan 1 dan 2 Tandem SKEJ CMOS Server SIKJJ Upload Data Kliring Penyerahan Upload Biaya Kliring Elektronis Upload Data: - Kliring Pengembalian - Biaya Kliring Semi Otomasi BI Pusat Administrasi Sistem dan Pengumuman PC Client BAB III … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 -------------------------------------------------------------------- 4 BAB III SPESIFIKASI KEBUTUHAN DAN SISTEM PENGAMAN A. SPESIFIKASI KEBUTUHAN Pengguna wajib menyediakan sarana untuk dapat mengakses SIKJJ berupa perangkat keras, perangkat lunak dan sarana komunikasi sesuai spesifikasi sebagai berikut : 1. Perangkat Keras Konfigurasi perangkat keras minimum yang dibutuhkan untuk menjalankan SIKJJ adalah sebagai berikut : a. PC dengan processor Pentium/Celeron/AMD K5; b. Harddisk 1 giga bytes; c. Memory 32 MB; d. Monitor SVGA dengan resolusi 800x600, 16 warna; e. Modem. 2. Perangkat Lunak a. Windows 95/98/NT 4.0/2000/Millennium Edition/XP; b. Internet Explorer minimum versi 5.0. dengan panjang enkripsi 128 bit. Untuk mengetahui versi Internet Explorer dan panjang enkripsi, dapat dilakukan dengan cara mengakses menu bar “Help” kemudian memilih “About Internet Explorer”. 3. Sarana Akses SIKJJ Untuk dapat mengakses SIKJJ, sarana yang diperlukan adalah sebagai berikut : a. Jaringan komunikasi Dial Up atau Leased Line; dan b. Pengguna telah terdaftar pada salah satu Penyedia Jasa Internet (Internet Service Provider/ISP). Dalam hal Bank Indonesia telah menerapkan jaringan komunikasi melalui ekstranet maka Pengguna tidak perlu menggunakan fasilitas ISP. B. SISTEM … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 -------------------------------------------------------------------- 5 B. SISTEM PENGAMAN Sistem Pengaman dalam SIKJJ meliputi : 1. Bank Indonesia a. Sistem Pengaman berupa penerapan teknologi secure socket layer (128 bit). satu arah dan firewall b. Sistem Pengaman pada aplikasi berupa otentikasi dan pengaturan kewenangan Pengguna serta log file. 2. Pengguna a. Penggunaan user-id dan password. Masa pakai password adalah 90 (sembilan puluh) hari dan dapat diubah setiap saat oleh Pengguna. b. Pembedaan akses sesuai kewenangan yang diberikan oleh Bank Indonesia. c. Public Key yang digunakan untuk melakukan enkripsi informasi yang diakses melalui jaringan komunikasi BAB IV … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 -------------------------------------------------------------------- 6 BAB IV PROSEDUR INSTALASI A. Instalasi Public Key Pada saat pertama kali akan menggunakan SIKJJ, Pengguna harus install Public Key yang diberikan oleh Bank Indonesia dalam bentuk disket dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Klik dua kali pada icon “My Computer”. 2. Pilih drive “A”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 1 3. Klik dua kali pada file “SIKJJ_Public_Key”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 2 … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 -------------------------------------------------------------------- 7 Tayangan 2 4. Klik “Install Certificate”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 3 5. Klik “Next”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 4 … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 -------------------------------------------------------------------- 8 Tayangan 4 6. Klik “Place all certificates in the following store”, klik “Browse”, dan klik “Next“, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 5 7. Klik folder “Trusted Root Certification Authorities”, kemudian klik “OK”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 6 … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 -------------------------------------------------------------------- 9 Tayangan 6 8. Klik “Finish”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 7 9. Klik “Yes”. Sebagai tanda bahwa proses instalasi Public Key telah berhasil, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 8 10. Klik … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 -------------------------------------------------------------------- 10 10. Klik “OK” untuk mengakhiri proses instalasi Public Key. 11. Setelah proses instalasi selesai, SIKJJ siap digunakan. B. Alamat Situs Web Situs web yang digunakan dalam menjalankan SIKJJ adalah https://www.bi.go.id/sikjj BAB V … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ------------------------------------------------------------------ 11 BAB V MENU SIKJJ Untuk menjalankan SIKJJ, masuk melalui program INTERNET EXPLORER dengan alamat https://www.bi.go.id/sikjj. Sebelum memasuki halaman utama SIKJJ pada layar monitor akan menampilkan halaman otentikasi Pengguna seperti di bawah ini. Tayangan 9 1. Masukkan user-id dan password. 2. Klik tombol “Logon” atau tekan <enter>, dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini : Tayangan 10 Dalam … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ------------------------------------------------------------------ 12 Dalam hal pengisian user-id tidak terdaftar atau password salah maka akses Pengguna akan ditolak dan dilayar akan muncul pesan “User ID tidak ada atau Password salah”. Apabila terjadi kesalahan pengisian 3 (tiga) kali berturut-turut, halaman web akan terblokir dan pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 11 Menu yang disediakan SIKJJ meliputi. 1. Rekapitulasi Kliring 2. Kliring Warkat Luar Wilayah 3. Daftar Hitam 4. Biaya Kliring 5. Pengumuman 6. Administrasi Sistem 7. Logoff A. REKAPITULASI … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ------------------------------------------------------------------ 13 A. REKAPITULASI KLIRING Menu ini digunakan untuk melihat informasi rekapitulasi hasil Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian yang terdiri dari Bilyet Saldo Kliring dan rincian hasil Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal yang memisahkan Kliring nominal besar dan Kliring ritel maupun yang tidak memisahkan Kliring nominal besar dan Kliring ritel. Informasi tersebut akan ditampilkan secara harian selama 7 (tujuh) hari kerja dan hanya dapat diakses oleh Pengguna sesuai dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh. 1. Kliring Penyerahan Untuk menjalankan menu “Rekapitulasi Hasil Kliring Penyerahan” klik submenu “Penyerahan” dan pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 12 Pilihan informasi yang akan ditampilkan dalam Rekapitulasi Hasil Kliring Penyerahan terdiri dari : 1. Biasa, yaitu rekapitulasi hasil Kliring penyerahan pada penyelenggaraan Kliring Lokal yang tidak memisahkan Kliring nominal besar dan Kliring ritel. 2. Ritel, yaitu rekapitulasi hasil Kliring penyerahan ritel. 3. Nominal Besar, yaitu rekapitulasi hasil Kliring penyerahan nominal besar. a. Biasa … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ------------------------------------------------------------------ 14 a. Biasa 1) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Capping” dan pilih “Biasa”. 2) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih tanggal Kliring yang dikehendaki. 3) Untuk menampilkan data hasil Kliring penyerahan dari kantor yang berada di Wilayah Kliring Lokal pada Kantor Bank Indonesia yang telah menerapkan SIKJJ, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 13 4) Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring penyerahan per kantor Bank, klik pada sandi Bank dari kantor Bank yang akan ditampilkan dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 14 5) Untuk … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ------------------------------------------------------------------ 15 5) Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring penyerahan yang diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring penyerahan yang diserahkan dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 15 6) Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a) Klik “File”, kemudian klik “Save As”. b) Tentukan direktori dimana file akan disimpan. c) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih “textfile(*.text)”. d) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file. b. Ritel … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 16 ----------------------------------------------------------------------- b. Ritel 1) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Capping” dan pilih “Ritel”. 2) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih tanggal Kliring yang dikehendaki. 3) Untuk menampilkan data hasil Kliring penyerahan ritel dari kantor yang berada di Wilayah Kliring Lokal pada Kantor Bank Indonesia yang telah menerapkan SIKJJ, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 16 4) Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring penyerahan ritel per kantor Bank, klik sandi Bank dari kantor Bank yang akan ditampilkan dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 17 5) Untuk … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 17 ----------------------------------------------------------------------- 5) Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring penyerahan ritel yang diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring penyerahan ritel yang diserahkan dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 18 6) Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a) Klik “File”, kemudian klik “Save As”. b) Tentukan direktori dimana file akan disimpan. c) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih “textfile(*.text)”. d) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file. c. Nominal … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 18 ----------------------------------------------------------------------- c. Nominal Besar 1) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Capping” dan pilih “Nominal Besar”. 2) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih tanggal Kliring yang dikehendaki. 3) Untuk menampilkan data hasil Kliring penyerahan nominal besar dari kantor yang berada di Wilayah Kliring Lokal pada Kantor Bank Indonesia yang telah menerapkan SIKJJ, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 19 4) Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring penyerahan nominal besar per kantor Bank, klik sandi Bank dari kantor Bank akan ditampilkan dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 20 5) Untuk … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 19 ----------------------------------------------------------------------- 5) Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring penyerahan nominal besar yang diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring penyerahan nominal besar yang diserahkan dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 21 6) Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a) Klik “File”, kemudian klik “Save As”. b) Tentukan direktori dimana file akan disimpan. c) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih “textfile(*.text)”. d) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file. 2. Kliring … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 20 ----------------------------------------------------------------------- 2. Kliring Pengembalian Untuk menjalankan menu “Rekapitulasi Hasil Kliring Pengembalian” klik submenu “Pengembalian” dan pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 22 Pilihan informasi yang akan ditampilkan dalam Rekapitulasi Hasil Kliring Pengembalian terdiri dari : 1. Biasa, yaitu rekapitulasi hasil Kliring pengembalian pada penyelenggaraan Kliring Lokal yang tidak memisahkan Kliring nominal besar dan Kliring ritel. 2. Ritel, yaitu rekapitulasi hasil Kliring pengembalian ritel. 3. Nominal Besar, yaitu rekapitulasi hasil Kliring pengembalian nominal besar. a. Biasa 1) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Capping” dan pilih “Biasa” 2) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih tanggal kliring yang dikehendaki. 3) Untuk menampilkan data hasil Kliring pengembalian dari kantor yang berada di Wilayah Kliring Lokal pada Kantor Bank Indonesia yang telah menerapkan SIKJJ, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 23 … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 21 ----------------------------------------------------------------------- Tayangan 23 4) Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring pengembalian per kantor Bank, klik sandi Bank dari kantor Bank yang akan ditampilkan dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 24 5) Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring pengembalian yang diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring pengembalian yang diserahkan dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 25 … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 22 ----------------------------------------------------------------------- Tayangan 25 6) Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a) Klik “File”, kemudian klik “Save As”. b) Tentukan direktori dimana file akan disimpan. c) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih “textfile(*.text)”. d) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file. b. Ritel … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 23 ----------------------------------------------------------------------- b. Ritel 1) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Capping” dan pilih “Ritel”. 2) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih tanggal Kliring yang dikehendaki. 3) Untuk menampilkan data hasil Kliring pengembalian ritel dari kantor yang berada di Wilayah Kliring Lokal pada Kantor Bank Indonesia yang telah menerapkan SIKJJ, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 26 4) Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring pengembalian ritel per kantor Bank, klik sandi Bank dari kantor Bank yang akan ditampilkan dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 27 5) Untuk … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 24 ----------------------------------------------------------------------- 5) Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring pengembalian ritel yang diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring pengembalian ritel yang diserahkan dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 28 6) Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a) Klik “File”, kemudian klik “Save As”. b) Tentukan direktori dimana file akan disimpan. c) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih “textfile(*.text)”. d) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file. c. Nominal … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 25 ----------------------------------------------------------------------- c. Nominal Besar 1) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Capping” dan pilih “Nominal Besar”. 2) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih tanggal Kliring yang dikehendaki. 3) Untuk menampilkan data hasil Kliring pengembalian nominal besar dari kantor yang berada di Wilayah Kliring Lokal pada Kantor Bank Indonesia yang telah menerapkan SIKJJ, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 29 4) Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring pengembalian nominal besar per kantor Bank, klik sandi Bank dari kantor Bank yang akan ditampilkan dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 30 5) Untuk … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 26 ----------------------------------------------------------------------- 5) Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring pengembalian nominal besar yang diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring pengembalian nominal besar yang diserahkan dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 31 6) Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a) Klik “File”, kemudian klik “Save As”. b) Tentukan direktori dimana file akan disimpan. c) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih “textfile(*.text)”. d) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file. B. KLIRING … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 27 ----------------------------------------------------------------------- B. KLIRING WARKAT LUAR WILAYAH Menu ini digunakan untuk melihat informasi rekapitulasi hasil Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian yang terdiri dari Bilyet Saldo Kliring dan rincian hasil Kliring atas Kliring Warkat Luar Wilayah sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penyelenggaraan kliring lokal atas cek dan bilyet giro yang berasal dari luar wilayah kliring. Informasi rekapitulasi hasil Kliring tersebut ditampilkan secara harian selama 7 (tujuh) hari kerja dan hanya dapat diakses oleh Pengguna sesuai dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh. 1. Kliring Penyerahan Untuk menjalankan menu ”Kliring Warkat Luar Wilayah”, klik submenu “Penyerahan” dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini : Tayangan 32 a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih tanggal Kliring yang dikehendaki. b. Untuk menampilkan Kliring Warkat Luar Wilayah yang diproses pada Kliring penyerahan, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 33 Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 28 ----------------------------------------------------------------------- Tayangan 33 Keterangan : PEMROSES adalah Kantor Pusat Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia, atau pihak lain yang telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia untuk menyelenggarakan Kliring Lokal secara semi otomasi, yang memproses Warkat Kliring Luar Wilayah. c. Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring Warkat Luar Wilayah per kantor Bank, klik sandi Bank yang ditampilkan dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 34 d. Untuk … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 29 ----------------------------------------------------------------------- d. Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring penyerahan atas Kliring Warkat Luar Wilayah yang diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring penyerahan atas Kliring Warkat Luar Wilayah yang diserahkan bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Keluar” Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 35 e. Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Klik “File”, kemudian klik “Save As”. 2) Tentukan direktori dimana file akan disimpan. 3) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih “textfile(*.text)”. 4) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file. 2. Kliring … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 30 ----------------------------------------------------------------------- 2. Kliring Pengembalian Untuk menjalankan menu ”Kliring Warkat Luar Wilayah”, klik submenu “Pengembalian” pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini : Tayangan 36 a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih tanggal Kliring yang dikehendaki. b. Untuk menampilkan Kliring Warkat Luar Wilayah yang diproses pada Kliring pengembalian, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. - Tayangan 37 Keterangan … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 31 ----------------------------------------------------------------------- Keterangan : PEMROSES adalah Kantor Pusat Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia, atau pihak lain yang telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia untuk menyelenggarakan Kliring Lokal secara semi otomasi, yang memproses Warkat Kliring Luar Wilayah. c. Untuk menampilkan Bilyet Saldo Kliring per kantor bank, klik pada kolom sandi bank yang ditampilkan dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 38 d. Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring pengembalian yang diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring pengembalian yang diserahkan, dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 39 … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 32 ----------------------------------------------------------------------- Tayangan 39 e. Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Klik “File”, kemudian klik “Save As”. 2) Tentukan direktori dimana file akan disimpan. 3) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih “textfile(*.text)”. 4) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file. C. DAFTAR … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 33 C. DAFTAR HITAM Menu ini digunakan untuk melihat nama Penarik Cek dan Bilyet Giro Kosong yang tercantum dalam Daftar Hitam di suatu Wilayah Kliring Lokal. Langkah- langkah dalam menjalankan menu ini adalah sebagai berikut : 1. Klik “DH Periodik”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini Tayangan 40 2. Klik tanda panah ke bawah untuk memilih Penyelenggara Kliring 3. Masukkan nama Penarik Cek danBilyet Giro Kosong yang akan dicari pada kolom “Nama”. 4. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” untuk memilih periode Daftar Hitam yang akan ditampilkan. 5. Klik pada kolom “Cari” untuk memulai proses pencarian data. Pencarian nama Penarik Cek dan Bilyet Giro Kosong yang tercantum dalam Daftar Hitam dapat juga dilakukan berdasarkan : 1. Nama a. Pada kolom “Nama” diisi dengan nama depan Penarik Cek dan Bilyet Giro Kosong yang akan dicari misalnya “%Abd%” sedangkan kolom “Periode” diabaikan. b. Klik pada kolom “Cari” untuk memulai proses pencarian. c. Layar … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 34 c. Layar monitor akan menampilkan seluruh nama Penarik Cek dan Bilyet Giro Kosong dengan nama Abd. dari seluruh nomor Daftar Hitam selama 1 (satu) tahun seperti tayangan di bawah ini. xxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx Tayangan 41 2. Periode Daftar Hitam a. Pada kolom “Nama” diisi dengan “%” dan kolom “Periode” diisi dengan periode dari nomor Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, misalnya DH No.3/6. b. Klik pada kolom “Cari” untuk memulai proses pencarian. c. Layar monitor akan menampilkan seluruh nama Penarik Cek dan Bilyet Giro Kosong yang tercantum dalam Daftar Hitam pada periode No.3/6 seperti tayangan di bawah ini. xxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxx Tayangan 42 D. BIAYA … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 35 D. BIAYA KLIRING Menu ini digunakan untuk melihat informasi biaya kliring yang dibebankan kepada Peserta sebagaimana yang diatur dalam ketentuan mengenai biaya kliring dan hanya dapat diakses oleh Pengguna dengan status Kantor Pusat atau Kantor Koordinator. Untuk menjalankan menu ini, dari menu Biaya Kliring klik ”Biaya” dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 43 Pilihan informasi yang akan ditampilkan dalam menu Biaya Kliring ini terdiri dari : 1. Penyerahan, yaitu biaya proses Warkat Kliring penyerahan. 2. Penyerahan Ritel, yaitu biaya proses Warkat atau DKE Kliring penyerahan ritel. 3. Penyerahan Nominal Besar, yaitu biaya proses Warkat atau DKE Kliring penyerahan nominal besar. 4. Reject, yaitu biaya atas Warkat Kliring penyerahan yang tidak dapat dibaca oleh mesin baca pilah yang jumlahnya melebihi 2% (dua persen) dari Warkat yang diserahkan. 5. Pengembalian, yaitu biaya proses Warkat atau DKE Kliring pengembalian. 6. Pengembalian Ritel, yaitu biaya proses Warkat atau DKE Kliring pengembalian ritel. 7 Pengembalian … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 36 7. Pengembalian Nominal Besar, yaitu biaya proses Warkat atau DKE Kliring pengembalian nominal besar. 8. Administrasi, yaitu biaya administasi yang dibebankan kepada Peserta dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi dan elektronik 9. SIKJJ, yaitu biaya yang dibebankan kepada Peserta Kliring yang memanfaatkan SIKJJ. Penjelasan atas sub menu di atas adalah sebagai berikut. 1. Penyerahan a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih “Penyerahan”. b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari biaya Kliring penyerahan yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 44 2. Penyerahan Ritel a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih “Penyerahan Ritel”. b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari biaya Kliring penyerahan ritel yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 45 … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 37 Tayangan 45 3. Penyerahan Nominal Besar a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih “Penyerahan Nominal Besar”. b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dari biaya Kliring penyerahan nominal besar yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 46 4. Reject … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 38 4. Reject a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih “Reject”. b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari biaya Reject yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 47 5. Pengembalian a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih “Pengembalian”. b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari biaya Kliring pengembalian yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 48 6. Pengembalian … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 39 6. Pengembalian Ritel a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih “Pengembalian Ritel”. b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari biaya Kliring pengembalian ritel yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 49 7. Pengembalian Nominal Besar a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih “Pengembalian Nominal Besar”. b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari biaya Kliring pengembalian nominal besar yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 50 8. Administrasi … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 40 8. Administrasi a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih “Administrasi”. b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari biaya administrasi yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 51 9. SIKJJ a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih “SIKJJ”. b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari biaya pemanfaatan SIKJJ yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini. Tayangan 52 E. PENGUMUMAN … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 41 E. PENGUMUMAN Menu ini digunakan untuk melihat atau men-download pengumuman Kliring. Pengumuman disampaikan dalam acrobat reader (*.pdf) sehingga untuk dapat membacanya diperlukan aplikasi Adobe Acrobat Reader. Dalam hal Personal Computer (PC) Pengguna belum tersedia, terlebih dahulu harus meng-install Adobe Acrobat Reader dari panel ini dengan langkah-langkah sebagaimana dimaksud dalam BAB VI huruf B. Cara menggunakan menu ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menjalankan menu “Pengumuman” klik submenu “Pengumuman Kliring”, pada layar monitor akan tampil seperti tayangan di bawah ini. Tayangan 53 2. Klik pada pengumuman yang akan ditampilkan. F. ADMINISTRASI … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 42 F. ADMINISTRASI SISTEM Menu Administrasi User digunakan dalam hal Pengguna akan melakukan perubahan data yang terdiri dari password, alamat dan nomor telepon. Langkah- langkah menjalankan menu ini adalah sebagai berikut : 1. Klik “Administrasi User”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 54 2. Untuk melakukan edit data, arahkan kursor ke kolom-kolom yang akan diedit. 3. Apabila proses edit data telah selesai, klik tombol “Submit” untuk merekam hasil perubahan data tersebut. G. LOGOFF Menu ini digunakan untuk keluar dari SIKJJ, dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Klik “Logoff”, dan pada layar akan menampilkan Halaman Otentikasi Pengguna seperti pada Tayangan 9. 2. Klik tanda “ X ” pada pojok kanan atas browser atau klik FILE (ALT+F), kemudian klik “Close”. BAB VI … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 43 BAB VI LAIN – LAIN A. Hirarki Menu Terdapat 3 (tiga) hirarki menu dalam SIKJJ, terdiri dari : 1. Hirarki Menu Kantor Pusat. 2. Hirarki … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 44 2. Hirarki Menu Kantor Koordinator. 3. Hirarki … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 45 3. Hirarki Menu Kantor Cabang. B. Prosedur … Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 ----------------------------------------------------------------------- 46 B. Prosedur Install Adobe Acrobat Reader Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : 1. Dari menu “Pengumuman”, klik “disini” maka pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini. Tayangan 55 2. Pilih “Save this program to disk” kemudian klik “OK”. 3. Tentukan lokasi file hasil install, dan klik “OK” untuk melanjutkan proses install. Lapiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002 --------------------------------------------------------------------- Lampiran 2 Contoh format : Formulir Data Kepesertaan SIKJJ DATA KEPESERTAAN SIKJJ A. Nama Bank D. Alamat : …..….…….………….……………….………….……………… B. Status Kewenangan : Kantor Pusat/Kantor Koordinator/Kantor Cabang*) C. Sandi Kliring : ……………….…………………….……………………………. : .……………….…………………………………….…………… ………………..……………………………….………………… Telepon : …..……………………………………………….… Fax : …..……………………………………………….… E. Contact Person 1. Nama Jabatan Telepon Fax Email 2. Nama Jabatan Telepon Fax Email 3. Nama Jabatan Telepon Fax Email : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... : …………………………………………………………………... ………………,………………….. PT. Bank………………………… *) Coret yang tidak perlu
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/21/DASP|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh </reg_title> <set_date> 2 Desember 2002 </set_date> <effective_date> 2 Desember 2002 </effective_date> <replaced_reg> '4/2/DASP|SE-BI/2002' </replaced_reg> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
No. 9/38/DPBPR Jakarta, 28 Desember 2007 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Perizinan dan Pelaporan Bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Pedagang Valuta Asing Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/11/PBI/2007 tanggal 5 September 2007 tentang Pedagang Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4764), dipandang perlu untuk menetapkan Tata Cara Perizinan dan Pelaporan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing sebagai berikut: I. UMUM A. Pedagang Valuta Asing Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), yang untuk selanjutnya disebut PVA BPR/BPRS, adalah BPR atau BPRS, yang melakukan kegiatan usaha jual beli uang kertas asing (banknotes) yang untuk selanjutnya disebut UKA dan pembelian Traveller’s Cheque yang untuk selanjutnya disebut TC, yang telah memenuhi ketentuan dan persyaratan … persyaratan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/11/PBI/2007 tanggal 5 September 2007 tentang Pedagang Valuta Asing. B. Persetujuan sebagai PVA yang diberikan kepada kantor pusat BPR/BPRS berlaku pula bagi kantor cabang BPR/BPRS yang bersangkutan. C. Penyampaian laporan dinyatakan telah diterima oleh Bank Indonesia berdasarkan: 1. Tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia apabila disampaikan secara langsung ke Bank Indonesia, atau 2. Tanggal stempel pos apabila laporan disampaikan melalui kantor pos. II. TATA CARA PERIZINAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PVA A. BPR/BPRS yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. memiliki tingkat kesehatan BPR selama 12 (dua belas) bulan terakhir tergolong sehat atau memiliki tingkat kesehatan BPRS selama 12 (dua belas) bulan terakhir minimal tergolong dalam peringkat komposit 2; 2. memenuhi persyaratan modal disetor (sesuai ketentuan pentahapan) dan kepengurusan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi BPR/BPRS; 3. memiliki Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai dengan ketentuan KPMM yang berlaku bagi BPR/BPRS; 4. rencana melakukan kegiatan usaha sebagai PVA tercantum dalam Rencana Kerja BPR/BPRS; 5. memiliki rencana kesiapan operasional. B. Kantor … B. Kantor pusat BPR/BPRS mengajukan permohonan persetujuan sebagai PVA BPR/BPRS secara tertulis kepada Bank Indonesia yang wajib dilengkapi dengan dokumen rencana kesiapan operasional, antara lain meliputi: 1. foto kantor BPR/BPRS yang akan melaksanakan kegiatan usaha sebagai PVA; 2. foto tempat kegiatan usaha di kantor BPR/BPRS yang diajukan dan tata letak ruang; 3. struktur organisasi kantor, termasuk Sumber Daya Manusia yang menangani kegiatan PVA; 4. sarana penunjang kegiatan usaha, sekurang-kurangnya berupa: a. kebijakan, sistem dan prosedur secara tertulis; b. foto alat deteksi keaslian uang; c. foto tempat penyimpanan uang; d. foto papan kurs; dan e. contoh warkat/dokumen yang akan digunakan. C. Pengajuan permohonan persetujuan sebagai PVA BPR/BPRS sebagaimana dimaksud pada huruf B disampaikan ke alamat sebagai berikut: 1. Bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), permohonan dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. 2. Bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, permohonan dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. 3. Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, permohonan dialamatkan kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja KBI. Surat … Surat permohonan persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS tersebut di atas sesuai contoh pada Lampiran 1. D. Bank Indonesia memberitahukan kepada kantor pusat BPR/BPRS secara tertulis mengenai persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap. E. BPR/BPRS wajib melaksanakan kegiatan usaha sebagai PVA paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal persetujuan Bank Indonesia. Apabila dalam jangka waktu tersebut BPR/BPRS tidak melaksanakan kegiatan usaha sebagai PVA maka persetujuan yang telah diberikan dinyatakan tidak berlaku. III. TATA CARA PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PVA A. Kantor pusat BPR/BPRS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib melaporkan secara tertulis pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS ke alamat sebagai berikut: 1. Bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter u.p. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA dan Administrasi. 2. Bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat Perbankan Syariah … Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter u.p. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA dan Administrasi. 3. Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada KBI setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja KBI, dengan tembusan kepada: a. Direktorat Pengelolaan Moneter, u.p. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA dan Administrasi , Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; dan b. KBI dimana kantor cabang BPR/BPRS yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA tersebut berada, dalam hal kantor cabang BPR/BPRS tersebut berada di wilayah kerja KBI yang berbeda dengan kantor pusatnya; dan/atau c. Bank Indonesia u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dalam hal kantor cabang BPRS yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA berada di wilayah kerja KPBI. Laporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA sebagaimana tersebut di atas, sesuai contoh pada Lampiran 2. B. Bagi BPR/BPRS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA dan akan melakukan kegiatan PVA di kantor lainnya, diatur sebagai berikut : 1. Kantor pusat BPR/BPRS wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana kegiatan usaha sebagai PVA pada kantor BPR/BPRS tertentu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan kegiatan usaha PVA tersebut dilakukan oleh kantor BPR/BPRS terkait. 2. Rencana … 2. Rencana kegiatan usaha sebagai PVA dari kantor BPR/BPRS terkait telah tercantum dalam Rencana Kerja BPR/BPRS yang bersangkutan. 3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib dilengkapi dengan dokumen rencana kesiapan operasional, sebagaimana dimaksud pada Bab II huruf B. 4. Laporan rencana kegiatan usaha sebagai PVA sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan oleh kantor pusat BPR/BPRS ke alamat sebagai berikut: a. Bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. b. Bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, permohonan dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. c. Bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada KBI setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja KBI, dengan tembusan kepada KBI dimana kantor cabang BPR yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA tersebut berada, dalam hal kantor cabang BPR yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA berada di wilayah kerja KBI yang berbeda dengan kantor pusatnya. d. Bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada KBI setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja KBI, dengan tembusan kepada: 1) KBI … 1) KBI dimana kantor cabang BPRS yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA tersebut berada, dalam hal kantor cabang BPRS tersebut berada di wilayah kerja KBI yang berbeda dengan kantor pusatnya; atau 2) Bank Indonesia u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dalam hal kantor cabang BPRS yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA berada di wilayah kerja KPBI. Laporan rencana kegiatan usaha sebagai PVA tersebut di atas sesuai contoh pada Lampiran 3. 5. Laporan pelaksanaan pembukaan kegiatan usaha PVA bagi kantor cabang wajib disampaikan oleh kantor pusat BPR/BPRS ke alamat sebagaimana dimaksud pada Bab III huruf A di atas, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan kegiatan PVA, sesuai contoh pada Lampiran 4. IV. TATA CARA PELAPORAN A. Kantor pusat BPR/BPRS yang melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib menyampaikan laporan berkala berupa Laporan Kegiatan Usaha yang untuk selanjutnya disebut LKU kepada Bank Indonesia, sebagai berikut: 1. Kantor pusat BPR/BPRS yang melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib menyampaikan LKU yang meliputi laporan transaksi penjualan dan pembelian UKA serta pembelian TC, sesuai contoh pada Lampiran 5. 2. LKU disampaikan kepada Bank Indonesia secara berkala setiap triwulan sebagai berikut: - LKU … - LKU periode triwulan I terdiri dari laporan bulan Januari, Februari dan Maret; - LKU periode triwulan II terdiri dari laporan bulan April, Mei dan Juni; - LKU periode triwulan III terdiri dari laporan bulan Juli, Agustus dan September; - LKU periode triwulan IV terdiri dari laporan bulan Oktober, November dan Desember. 3. LKU sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Contoh : LKU periode triwulan I disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat akhir bulan April tahun berjalan. 4. LKU yang disampaikan kepada Bank Indonesia merupakan laporan kegiatan usaha sebagai PVA secara konsolidasi yang meliputi laporan kantor pusat dan seluruh kantor cabang. 5. Dalam rangka keseragaman, pengisian LKU mengacu pada Lampiran 6. B. Selain laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, kantor pusat BPR/BPRS yang melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan serta laporan transaksi keuangan tunai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang berlaku. C. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A dibuat secara lengkap, benar, akurat dan distempel cap perusahaan, serta ditandatangani oleh Direksi atau pejabat BPR/BPRS yang berwenang. D. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A disampaikan kepada Bank Indonesia dalam media disket/compact disc (CD) dan hardcopy dengan … dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh Direksi atau pejabat BPR/BPRS yang berwenang. E. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A disampaikan ke alamat sebagai berikut: 1. Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI disampaikan kepada Bank Indonesia, Direktorat Pengelolaan Moneter u.p. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA dan Administrasi, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350; atau 2. Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI disampaikan kepada KBI dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja KBI. F. Dalam hal tanggal berakhirnya penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur, maka laporan dimaksud disampaikan pada hari kerja berikutnya. V. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PVA BPR/BPRS A. Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dihentikan apabila BPR/BPRS ditetapkan dalam status pengawasan khusus atau belum memenuhi ketentuan modal disetor atau belum memenuhi ketentuan kepengurusan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. B. Penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS diatur sebagai berikut: 1. Bagi BPR/BPRS yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus: Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dihentikan sejak penetapan status pengawasan khusus. 2. Bagi BPR/BPRS yang belum memenuhi ketentuan modal disetor sebagaimana dimaksud dalam ketentuan kelembagaan BPR/BPRS: Kegiatan … Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dihentikan sejak batas waktu pemenuhan pentahapan modal disetor berakhir. 3. Bagi BPR/BPRS yang tidak memenuhi ketentuan kepengurusan: Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dihentikan apabila BPR/BPRS yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan kepengurusan lebih dari 6 (enam) bulan. C. Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dapat dihentikan oleh BPR/BPRS, atas inisiatif sendiri. D. Tata cara penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS atas inisiatif sendiri diatur sebagai berikut: 1. Penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS: a. Kantor pusat BPR/BPRS menyampaikan rencana penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS secara tertulis kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud pada Bab III huruf A, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal penghentian kegiatan usaha sebagai PVA, sesuai contoh Lampiran 7. b. Rencana penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS harus disertai dengan dokumen: 1) Alasan penghentian; dan 2) Pernyataan bahwa seluruh hak dan kewajiban yang terkait dengan kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS yang dilaksanakan sebelum tanggal penghentian, telah diselesaikan, yaitu seluruh aktiva valas, baik UKA maupun TC yang dimiliki telah dijual atau dicairkan dalam mata uang rupiah dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab PVA BPR/BPRS. c. Persetujuan … c. Persetujuan penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS disampaikan oleh Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah surat permohonan penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS diterima lengkap oleh Bank Indonesia. d. Pelaksanaan penghentian kegiatan usaha sebagai PVA sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib dilaporkan oleh kantor pusat BPR/BPRS kepada Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud pada Bab III huruf A, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan penghentian kegiatan usaha PVA, seperti contoh pada Lampiran 8. 2. Penghentian kegiatan usaha PVA BPR/BPRS pada 1 (satu) atau lebih kantor BPR/BPRS wajib dilaporkan oleh kantor pusat BPR/BPRS ke alamat sebagaimana diatur dalam Bab III huruf A, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan penghentian kegiatan usaha PVA di kantor cabang BPR/BPRS disertai alasan penghentian sesuai contoh pada Lampiran 9. VI. TATA CARA PENYELESAIAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR Penyelesaian sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dilaksanakan oleh BPR/BPRS dengan cara sebagai berikut: A. Pembayaran secara tunai: 1. Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI menyetor kepada Direktorat Pengedaran Uang u.p. Bagian Pengelolaan Uang Kas Keluar (BPUK). 2. Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, menyetor kepada KBI setempat. pada … pada setiap hari kerja, waktu layanan kas, pukul 08.00 s.d 12.00 waktu setempat (hari Senin s.d Kamis) atau pukul 08.00 s.d 11.30 waktu setempat (hari Jumat), untuk untung rekening nomor : - 566.000446 – “Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS” bagi BPRS; - 566.000447 – “Rekening anggaran sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif BPR” bagi BPR konvensional. B. Pembayaran secara non tunai: 1. Kliring Transfer ditujukan ke rekening nomor: a. 566.000446 – “Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS” bagi BPRS, dengan mencantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPRS XXX” pada kolom keterangan. b. 566.000447 – “Rekening anggaran sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif BPR” bagi BPR konvensional, dengan mencantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX” pada kolom keterangan. 2. BI-RTGS Transfer ditujukan ke rekening nomor: a. 566.000446 – “Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS” bagi BPRS, dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan diberikan keterangan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPRS XXX”. b. 566.000447 – “Rekening anggaran sehubungan dengan penerimaan sanksi administratif BPR” bagi BPR konvensional, dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 … BIRBK566 dan diberikan keterangan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX”. C. BPR/BPRS menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana pada Bab II huruf C. VII. KETENTUAN LAIN-LAIN A. Tata cara penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi PVA BPR/BPRS mengacu pada Peraturan Bank Indonesia yang berlaku tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. B. PVA BPR/BPRS dapat memiliki saldo harian pos aktiva dalam valuta asing paling tinggi sebesar 20% (dua puluh per seratus) dari modal disetor. Saldo harian pos aktiva dalam valuta asing dimaksud dihitung dengan menggunakan kurs tengah harian Bank Indonesia yang dapat dilihat di website Bank Indonesia atau Reuters pada pukul 16.00 WIB. Pengertian pos aktiva dalam valuta asing adalah mata uang kertas asing, uang logam asing bukan emas dan TC yang masih berlaku, milik BPR/BPRS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA, yang dijabarkan dalam rupiah. C. Persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA bagi PVA BPR/BPRS dinyatakan tidak berlaku dalam hal seluruh kegiatan usaha BPR/BPRS yang bersangkutan dibekukan atau izin usaha BPR/BPRS dicabut oleh Bank Indonesia. VIII. KETENTUAN … VIII. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Januari 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA RATNA E. AMIATY DIREKTUR PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/38/DPBPR|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Perizinan dan Pelaporan Bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Pedagang Valuta Asing </reg_title> <set_date> 28 Desember 2007 </set_date> <effective_date> 7 Januari 2008 </effective_date> <related_reg> '9/11/PBI/2007' </related_reg>
No. 10/ 27 /DPM Jakarta, 21 Agustus 2008 SURAT EDARAN Perihal : Tata Cara Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008 tanggal 21 Agustus 2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888) dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 215/KMK.08/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Penunjukan Bank Indonesia Sebagai Agen Penata Usaha, Agen Pembayar, dan Agen Lelang Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Dalam Negeri serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri, perlu ditetapkan ketentuan mengenai Tata Cara Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. Ketentuan Umum Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, dalam mata uang Rupiah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN. 2. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 3. Bank… 2 3. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4. Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek. 5. Pihak adalah orang perseorangan, atau kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 6. Agen Penjual adalah Perusahaan Efek yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri guna melaksanakan penjualan SBSN dengan cara bookbuilding. 7. Bookbuilding adalah kegiatan penjualan SBSN kepada Pihak melalui Agen Penjual, dimana Agen Penjual mengumpulkan pemesanan pembelian dalam periode penawaran yang telah ditentukan. 8. Pemesanan Pembelian adalah pengajuan pemesanan pembelian SBSN oleh Pihak kepada Agen Penjual dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. 9. Memorandum Informasi adalah informasi tertulis mengenai penawaran SBSN kepada Pihak. 10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 11.Bank… 3 11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara dan Sistem BI–RTGS. 12. Penatausahaan SBSN adalah kegiatan yang mencakup kliring dan setelmen, pencatatan kepemilikan, serta agen pembayar imbalan dan nilai nominal SBSN. 13. Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan SBSN, yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN. 14. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian, yang memenuhi persyaratan dan disetujui Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga termasuk SBSN untuk kepentingan nasabah. 15. Nilai Nominal adalah nilai SBSN atas nama Bank dan/atau Sub-Registry yang tercatat dalam BI-SSSS. 16. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah setelmen transaksi surat berharga dengan cara setelmen surat berharga dilakukan bersamaan dengan setelmen dana di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 17. Free of payment yang selanjutnya disingkat FoP adalah setelmen transaksi SBSN dengan cara setelmen surat berharga dilakukan melalui BI-SSSS, sedangkan setelmen dana dilakukan tidak secara bersamaan dengan setelmen surat berharga atau tanpa setelmen dana. 18. Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. II.TATA… 4 II. TATA CARA PENATAUSAHAAN SBSN A. Setelmen Penerbitan SBSN dengan cara Bookbuilding di Pasar Perdana 1. Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN berdasarkan penetapan hasil penjualan oleh Menteri. 2. Setelmen SBSN dilakukan paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal penetapan hasil penjualan SBSN (T+2). 3. Perhitungan harga setelmen per unit SBSN yang diterbitkan dengan cara Bookbuilding dilakukan berdasarkan metode penetapan harga yang tercantum dalam Memorandum Informasi yang diterbitkan oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. 4. Jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari sebenarnya (actual per actual) dan dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. 5. Agen Penjual bertanggung jawab terhadap setelmen seluruh pemesanan pembelian masing-masing Pihak yang pemesanan pembeliannya telah memperoleh penjatahan. 6. Berdasarkan penetapan hasil penjualan SBSN oleh Menteri, pada 1 (satu) Hari Kerja sebelum tanggal setelmen Agen Penjual menginput hasil penjatahan (allotment) SBSN per investor melalui BI-SSSS antara lain nominal SBSN, Bank pembayar dan Sub-Registry. 7. Agen Penjual bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penetapan (setting) broker bidding limit oleh Bank dan/atau Sub-Registry dan settlement limit oleh Bank pembayar di BI-SSSS. 8. Agen Penjual bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kelengkapan data hasil penjatahan (allotment) SBSN per investor yang diinput melalui BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 6. 9. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil penjualan SBSN pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut : a. mendebet… 5 a. mendebet rekening giro rupiah di Bank Indonesia milik Bank untuk dan atas nama diri sendiri dan/atau Bank pembayar untuk dan atas nama pihak lain melalui Sistem BI-RTGS dan mengkredit rekening giro rupiah di Bank Indonesia milik Pemerintah. b. mengkredit rekening surat berharga Bank dan/atau Sub-Registry di BI-SSSS. c. pendebetan rekening giro rupiah milik Bank di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a dan pengkreditan rekening surat berharga di BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada huruf b, dilakukan dengan memperhatikan pemisahan kepesertaan antara Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dengan kegiatan unit usaha syariah pada Bank tersebut sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS. 10. Dalam hal saldo rekening giro rupiah milik Bank dan/atau Bank pembayar di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 9 huruf a tidak mencukupi untuk melunasi seluruh atau sebagian kewajibannya sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka seluruh hasil penjatahan SBSN yang setelmennya dilakukan melalui Bank dan/atau Bank pembayar dinyatakan gagal. 11. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kegagalan setelmen transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 10 kepada Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. B. Pembayaran Imbalan SBSN dan/atau Nilai Nominal SBSN 1. Bank Indonesia melakukan pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN berdasarkan posisi kepemilikan SBSN yang tercatat di BI-SSSS pada 2 (dua) Hari Kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN (T-2). 2. Pembayaran… 6 2. Pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan pada tanggal jatuh waktu dengan mendebet rekening giro rupiah milik Pemerintah di Bank Indonesia dan mengkredit rekening giro rupiah milik Bank dan/atau Bank pembayar di Bank Indonesia sebesar Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN. 3. Pengkreditan rekening giro rupiah milik Bank di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2, dilakukan dengan memperhatikan pemisahan kepesertaan antara Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dengan kegiatan unit usaha syariah pada Bank tersebut sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS. 4. Pada hari yang sama dengan hari pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN oleh Bank Indonesia, Sub-Registry wajib meneruskan pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN kepada investor yang tercatat di Sub-Registry. C. Setelmen Transaksi SBSN di Pasar Sekunder Prosedur setelmen transaksi SBSN di pasar sekunder dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS yang berlaku. III. Penutup… 7 III. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 21 Agustus 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/27/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara </reg_title> <set_date> 21 Agustus 2008 </set_date> <effective_date> 21 Agustus 2008 </effective_date> <related_reg> '10/13/PBI/2008', '118/PMK.08/2008|PER-MENKEU/2008', '215/KMK.08/2008|KEP-MENKEU/2008' </related_reg>
No. 14/ 27/DASP Jakarta, 25 September 2012 S U R A T E D A R A N Perihal : Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5275) dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP, dan dalam rangka penerapan manajemen risiko, Penerbit Kartu Kredit wajib melakukan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit atas setiap Pemegang Kartu Kredit yang memiliki pendapatan tiap bulan Rp3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) sampai dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah), dan dalam melakukan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit tersebut Penerbit Kartu Kredit wajib bekerjasama dengan Penerbit Kartu Kredit lainnya serta dapat berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai mekanisme penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: 1. PENYESUAIAN ... 2 1. PENYESUAIAN KEPEMILIKAN KARTU KREDIT a. Dalam rangka melakukan identifikasi terhadap Pemegang Kartu Kredit yang memenuhi kriteria pembatasan minimum usia, minimum pendapatan tiap bulan, maksimum plafon kredit, dan maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit, setiap Penerbit Kartu Kredit wajib menyampaikan seluruh data Pemegang Kartu Kredit kepada asosiasi Penerbit Kartu Kredit. b. Asosiasi Penerbit Kartu Kredit melakukan kompilasi seluruh data Pemegang Kartu Kredit yang telah disampaikan oleh Penerbit Kartu Kredit, melakukan identifikasi dan memilah data Pemegang Kartu Kredit berdasarkan kriteria batas minimum usia, batas minimum pendapatan tiap bulan, batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan, dan batas maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit. c. Asosiasi Penerbit Kartu Kredit menyampaikan secara tertulis hasil identifikasi dan pemilahan sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada seluruh Penerbit Kartu Kredit terkait. d. Berdasarkan hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf c, Penerbit Kartu Kredit wajib melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Menutup dan/atau mengakhiri penggunaan Kartu Kredit yang dimiliki oleh Pemegang Kartu Kredit dengan kriteria sebagai berikut: a) Pemegang Kartu Kredit tidak memenuhi batas minimum usia yang dipersyaratkan, yaitu: (1) 21 (dua puluh satu) tahun atau telah kawin untuk Pemegang Kartu Kredit utama. (2) 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin untuk Pemegang Kartu Kredit tambahan. b) Pemegang ... 3 b) Pemegang Kartu Kredit memiliki pendapatan tiap bulan kurang dari Rp3.000.000,00 (tiga juta Rupiah); dan/atau c) Pemegang Kartu Kredit memiliki Kartu Kredit lebih dari 2 (dua) Penerbit Kartu Kredit yang diantaranya terdapat Kartu Kredit dengan kualitas macet, diragukan, atau kurang lancar sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kualitas aktiva produktif. Penutupan dan/atau pengakhiran penggunaan Kartu Kredit berkualitas macet, diragukan, atau kurang lancar tersebut dilakukan sesuai Surat Edaran Bank Indonesia ini, atau sesuai dengan kesepakatan antar Penerbit Kartu Kredit; 2) Menyesuaikan total plafon Kartu Kredit yang dimiliki Pemegang Kartu Kredit apabila total plafon tersebut lebih dari 3 (tiga) kali pendapatan tiap bulan Pemegang Kartu Kredit. Penyesuaian plafon Kartu Kredit dapat dilakukan sesuai metode penyesuaian plafon Kartu Kredit sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, atau sesuai kesepakatan antar Penerbit Kartu Kredit; 3) Memberitahukan secara tertulis kepada Pemegang Kartu Kredit untuk memilih Kartu Kredit yang akan tetap digunakan dan yang akan ditutup dan/atau diakhiri penggunaannya apabila Pemegang Kartu Kredit memperoleh fasilitas Kartu Kredit lebih dari 2 (dua) Penerbit Kartu Kredit. Pemberitahuan tertulis kepada Pemegang Kartu Kredit tersebut dapat dilakukan melalui koordinasi asosiasi Penerbit Kartu Kredit; 4) Apabila Pemegang Kartu Kredit tidak menyampaikan pilihan Kartu Kredit yang akan tetap digunakan dan yang akan ditutup dan/atau diakhiri penggunaannya, maka Penerbit ... 4 Penerbit Kartu Kredit wajib melakukan negosiasi dengan Penerbit Kartu Kredit terkait; 5) Apabila negosiasi sebagaimana dimaksud pada angka 4) tidak menghasilkan kesepakatan, Pemegang Kartu Kredit atau Penerbit Kartu Kredit dapat mengajukan permohonan konsultasi kepada Bank Indonesia. Pengajuan konsultasi kepada Bank Indonesia dapat dilakukan melalui koordinasi asosiasi Penerbit Kartu Kredit. e. Penyelesaian Tagihan Kartu Kredit 1) Terhadap Kartu Kredit yang telah ditutup dan/atau diakhiri penggunaannya, Pemegang Kartu Kredit tetap berkewajiban menyelesaikan tagihan Kartu Kredit berdasarkan tata cara dan mekanisme penyelesaian tagihan Kartu Kredit yang ditetapkan Penerbit Kartu Kredit. 2) Penetapan tata cara dan mekanisme penyelesaian tagihan Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus memenuhi cara-cara yang tidak merugikan Pemegang Kartu Kredit, antara lain: a) tidak memperhitungkan tambahan bunga, biaya, dan denda selama dalam masa penyelesaian tagihan Kartu Kredit; b) menetapkan jangka waktu penyelesaian tagihan dan nilai angsuran tiap bulan secara wajar sesuai besarnya tagihan Kartu Kredit yang harus diselesaikan; dan c) menggunakan cara pembayaran penyelesaian tagihan yang disepakati oleh Pemegang Kartu Kredit. 2. KONSULTASI DENGAN BANK INDONESIA a. Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Konsultasi 1) Pengajuan permohonan konsultasi kepada Bank Indonesia dapat dilakukan oleh Pemegang Kartu Kredit, Penerbit Kartu ... 5 Kartu Kredit atau melalui koordinasi asosiasi Penerbit Kartu Kredit. 2) Dalam hal permohonan konsultasi dilakukan oleh Pemegang atau Penerbit Kartu Kredit, permohonan konsultasi diajukan di bawah koordinasi salah satu Penerbit Kartu Kredit. 3) Permohonan konsultasi harus disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja terhitung sejak pelaksanaan negosiasi antar Penerbit Kartu Kredit. Apabila negosiasi dilaksanakan lebih dari 1 (satu) kali, maka batas waktu pengajuan permohonan konsultasi dihitung dari tanggal pelaksanaan negosiasi yang terakhir. 4) Pengajuan permohonan konsultasi kepada Bank Indonesia dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Pemegang Kartu Kredit telah diberikan kesempatan untuk menentukan Kartu Kredit yang akan ditutup dan/atau diakhiri penggunaannya; b) telah dilakukan negosiasi antar Penerbit Kartu Kredit terkait namun belum memperoleh kesepakatan; c) Kartu Kredit yang akan dikonsultasikan tidak sedang dalam proses mediasi atau proses pengadilan; dan d) Pemegang Kartu Kredit tidak dinyatakan pailit/bangkrut, atau tidak sedang dalam proses kepailitan. Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) sampai dengan huruf d) dibuktikan dengan surat pernyataan dari Penerbit Kartu Kredit atau dokumen pendukung lainnya. 5) Permohonan konsultasi harus dilengkapi dengan dokumen paling kurang berupa: a) surat pernyataan dari Penerbit Kartu Kredit atau dokumen pendukung lainnya yang menyatakan telah terpenuhinya ... 6 terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir 4)a), butir 4)b), butir 4)c), dan butir 4)d). b) rincian data/informasi Pemegang Kartu Kredit, antara lain: (1) fotokopi identitas Pemegang Kartu Kredit; (2) fotokopi dokumen yang membuktikan pendapatan setiap bulan Pemegang Kartu Kredit; (3) data Kartu Kredit yang dimiliki Pemegang Kartu Kredit, berupa: (a) (b) jumlah Kartu Kredit; jumlah dan nama Penerbit Kartu Kredit; (c) plafon Kartu Kredit dari setiap Kartu Kredit; (d) (e) tanggal penerbitan Kartu Kredit dari setiap Kartu Kredit; total tagihan Kartu Kredit dari masing- masing Kartu Kredit; dan (f) kualitas kredit dari setiap Kartu Kredit. c) ringkasan pelaksanaan proses negosiasi antar Penerbit Kartu Kredit yang berupa: (1) fotokopi berita acara negosiasi antar Penerbit Kartu Kredit yang bersangkutan; (2) permasalahan utama penyebab negosiasi tidak menghasilkan kesepakatan; dan (3) alternatif penyelesaian yang diusulkan oleh para pihak, jika ada. b. Pelaksanaan Konsultasi 1) Tahap Konsultasi Awal a) Bank Indonesia memeriksa pemenuhan tata cara permohonan dan kelengkapan persyaratan konsultasi sebagaimana diatur pada huruf a dengan ketentuan sebagai berikut: (1) dalam ... 7 (1) dalam hal tata cara permohonan dan/atau kelengkapan dokumen belum terpenuhi atau belum sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Bank Indonesia meminta pemohon konsultasi untuk melengkapi kekurangan dokumen dimaksud; (2) permintaan untuk melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud pada angka (1) disampaikan oleh Bank Indonesia secara tertulis melalui surat, faksimili, atau email; (3) pemohon konsultasi wajib memenuhi kelengkapan dokumen paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal permintaan tertulis Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka (2); (4) apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka (3) pemohon konsultasi tidak melengkapi kekurangan dokumen, maka permohonan konsultasi dianggap batal dan Bank Indonesia tidak memproses lebih lanjut permohonan tersebut; (5) permohonan konsultasi yang telah dianggap batal sebagaimana dimaksud pada angka (4) tidak dapat diajukan kembali ke Bank Indonesia. b) apabila tata cara permohonan dan kelengkapan persyaratan konsultasi telah lengkap, Bank Indonesia menetapkan jadwal konsultasi awal. Konsultasi awal tersebut dimaksudkan untuk: (1) memperoleh penjelasan mengenai dokumen yang disampaikan Penerbit Kartu Kredit, antara lain: (a) posisi Kartu Kredit yang dimiliki oleh Pemegang Kartu Kredit, yang meliputi jumlah ... 8 jumlah plafon, jumlah Penerbit Kartu Kredit, kualitas kredit, penghasilan Pemegang Kartu Kredit, dan informasi terkait lainnya; dan (b) permasalahan dan/atau kendala yang menyebabkan proses negosiasi antara Penerbit Kartu Kredit dengan Pemegang Kartu Kredit kesepakatan. (2) apabila dalam konsultasi awal tersebut terdapat kesepakatan atas penyesuaian Kartu Kredit dan metode penyelesaian tagihan Kartu Kredit yang ditutup dan/atau diakhiri penggunaannya, maka proses konsultasi dianggap selesai. c) forum konsultasi awal harus dihadiri oleh pejabat seluruh Penerbit Kartu Kredit terkait. Dalam hal terdapat pejabat Penerbit Kartu Kredit yang tidak hadir dalam konsultasi awal maka Penerbit Kartu Kredit tetap terikat pada hasil konsultasi awal. Dalam hal seluruh Penerbit Kartu Kredit tidak menghadiri konsultasi awal maka permohonan konsultasi dianggap batal dan tidak diproses lebih lanjut oleh Bank Indonesia. d) hasil konsultasi awal dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak dan Bank Indonesia. 2) Tahap Konsultasi Lanjutan a) apabila dalam konsultasi awal sebagaimana dimaksud dalam angka 1) belum diperoleh kesepakatan, Bank Indonesia menentukan jadwal pelaksanaan konsultasi lanjutan. Tahap konsultasi lanjutan dilaksanakan paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal berita acara konsultasi awal. b) forum ... tidak menghasilkan 9 b) forum konsultasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada huruf a) harus dihadiri oleh pejabat seluruh Penerbit Kartu Kredit terkait. Dalam hal terdapat pejabat Penerbit Kartu Kredit yang tidak hadir dalam konsultasi lanjutan maka Penerbit Kartu Kredit tetap terikat pada hasil konsultasi lanjutan. Apabila seluruh Penerbit Kartu Kredit tidak menghadiri tahap konsultasi lanjutan maka permohonan konsultasi dianggap batal dan tidak diproses lebih lanjut oleh Bank Indonesia. c) Pemegang Kartu Kredit yang tidak hadir dalam pelaksanaan konsultasi tetap terikat pada hasil konsultasi. d) hasil konsultasi dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh para pihak dan Bank Indonesia. 3) Tahap Pelaksanaan Hasil Konsultasi a) Pemegang Kartu Kredit dan Penerbit Kartu Kredit terikat pada hasil kesepakatan, baik pada tahap konsultasi awal maupun konsultasi lanjutan. b) kesepakatan hasil konsultasi wajib dilaksanakan oleh Penerbit Kartu Kredit paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal berita acara konsultasi atau sesuai waktu yang telah disepakati dalam konsultasi. c) Penerbit Kartu Kredit wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia mengenai pelaksanaan kesepakatan hasil konsultasi yang paling kurang memuat: (1) pelaksanaan penyesuaian Kartu Kredit; (2) perkembangan penyelesaian kewajiban oleh Pemegang Kartu Kredit; dan (3) kendala/permasalahan apabila ada, dan upaya yang telah dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit. d) penyampaian ... 10 d) penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada huruf c) wajib dilakukan Penerbit Kartu Kredit tiap 3 (tiga) bulan sekali sampai dengan diselesaikannya pelaksanaan hasil konsultasi tersebut. 3. METODE PENYESUAIAN KEPEMILIKAN KARTU KREDIT Dalam melakukan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit, baik di tahap negosiasi antar Penerbit Kartu Kredit maupun konsultasi, asosiasi Penerbit Kartu Kredit dan Penerbit Kartu Kredit dapat mengacu pada metode penyesuaian sebagai berikut: a. Penyesuaian Kartu Kredit Berdasarkan Kualitas Kredit dan Masa Perolehan Kartu Kredit 1) Apabila dari seluruh Kartu Kredit memiliki kualitas kredit tidak sama maka penutupan dan/atau pengakhiran penggunaan Kartu Kredit diprioritaskan terhadap Kartu Kredit yang memiliki kualitas terendah/terburuk. Penyesuaian Kartu Kredit berdasarkan kualitas kredit sebagaimana contoh 1 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2) Apabila dari seluruh Kartu Kredit memiliki kualitas kredit yang sama, maka penutupan dan/atau pengakhiran penggunaan Kartu Kredit diprioritaskan terhadap Kartu Kredit yang terakhir diperoleh Pemegang Kartu Kredit. Penyesuaian Kartu Kredit berdasarkan masa perolehan Kartu Kredit sebagaimana contoh 2 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. b. Penyesuaian Plafon Kartu Kredit Dalam hal Pemegang Kartu Kredit memiliki total plafon kredit melebihi 3 (tiga) kali pendapatan tiap bulan (take home pay), maka penyesuaian atas jumlah plafon kredit dilakukan secara proporsional ... 11 proporsional. Penyesuaian total plafon kredit secara proporsional sebagaimana contoh 3 dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. PENGAWASAN DAN LAPORAN PERKEMBANGAN PENYESUAIAN KARTU KREDIT a. Dalam rangka monitoring pelaksanaan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit: 1) Asosiasi Penerbit Kartu Kredit melaporkan kepada Bank Indonesia: a) hasil identifikasi data Pemegang Kartu Kredit sebagaimana disampaikan kepada seluruh Penerbit Kartu Kredit terkait; dan b) perkembangan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit oleh Penerbit Kartu Kredit yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh asosiasi Penerbit Kartu Kredit. 2) Penerbit Kartu Kredit wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia mengenai pelaksanaan kesepakatan hasil konsultasi yang paling kurang memuat: a) pelaksanaan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit; b) perkembangan penyelesaian kewajiban Pemegang Kartu Kredit yang ditutup dan/atau diakhiri Kartu Kreditnya; dan c) kendala atau permasalahan apabila ada dan upaya yang telah dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit. b. Laporan hasil identifikasi data Pemegang Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada butir a.1).a) disampaikan kepada Bank Indonesia segera setelah asosiasi Penerbit Kartu Kredit menyelesaikan identifikasi data Pemegang Kartu Kredit. c. Laporan perkembangan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit oleh asosiasi Penerbit Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada butir ... 12 butir a.1).b) dan laporan pelaksanaan kesepakatan hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada butir a.2) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia setiap 3 (tiga) bulan sekali sampai dengan diselesaikannya penyesuaian atau pelaksanaan kesepakatan hasil konsultasi. 5. KETENTUAN LAIN-LAIN a. Asosiasi Penerbit Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu Kredit dapat menyepakati metode lain selain yang ditetapkan pada angka 3. b. Dalam melakukan identifikasi data Pemegang Kartu Kredit, terhadap Kartu Kredit yang sedang dalam pemblokiran karena: 1) alasan fraud; 2) adanya permintaan pemblokiran oleh Pemegang Kartu Kredit; dan/atau 3) pemblokiran oleh Penerbit karena Kartu Kredit dalam kualitas macet; tetap diperhitungkan sebagai jumlah Kartu Kredit yang dimiliki oleh Pemegang Kartu Kredit yang bersangkutan. c. Terhadap Kartu Kredit yang sudah ditetapkan untuk ditutup dan/atau diakhiri penggunaannya, tidak dapat diaktifkan kembali meskipun Pemegang Kartu Kredit telah menyelesaikan kewajiban pembayarannya. d. Permohonan konsultasi, laporan, surat menyurat dan/atau informasi lainnya disampaikan kepada: Bank Indonesia cq. Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran, Gedung D Lantai 2, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta - 10350 6. KETENTUAN ... 13 6. KETENTUAN PERALIHAN Dalam rangka penyelesaian pelaksanaan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit diberikan tenggat waktu selama 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal 1 Januari 2013. Berdasarkan hal tersebut, untuk Kartu Kredit yang telah diberikan oleh Penerbit Kartu Kredit sebelum tanggal 1 Januari 2013, maka per 1 Januari 2015 seluruh Penerbit Kartu Kredit wajib telah memenuhi ketentuan pemberian Kartu Kredit kepada Pemegang Kartu Kredit sesuai ketentuan mengenai batas minimum usia, batas minimum pendapatan tiap bulan, batas maksimum plafon kredit yang dapat diberikan, dan batas maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit. 7. KETENTUAN PENUTUP Untuk mendukung dan mempercepat penyelesaian pelaksanaan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit harus segera menyampaikan data seluruh Pemegang Kartu Kredit kepada asosiasi Penerbit Kartu Kredit terhitung sejak berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 25 September 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BOEDI ARMANTO KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN LAMPIRAN SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 27 /DASP TANGGAL 25 SEPTEMBER 2012 PERIHAL MEKANISME PENYESUAIAN KEPEMILIKAN KARTU KREDIT Contoh 1 Contoh 2 Contoh 3 : Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit Berdasarkan Kualitas Kredit : Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit Berdasarkan Masa Perolehan Kartu Kredit : Penyesuaian Jumlah Plafon Secara Proporsional CONTOH 1 ... CONTOH 1 PENYESUAIAN KEPEMILIKAN KARTU KREDIT BERDASARKAN KUALITAS KREDIT A memiliki pendapatan tiap bulan (take home pay) sebesar Rp6.000.000,00 (enam juta Rupiah). A merupakan Pemegang 7 (tujuh) Kartu Kredit yang masing-masing diperoleh dari 7 (tujuh) Penerbit Kartu Kredit, dengan komposisi sebagai berikut: a. Kartu Kredit ke-1 dari Penerbit S dengan plafon kredit Rp 5.000.000,00 (lima juta Rupiah) dan kualitas lancar; b. Kartu Kredit ke-2 dari Penerbit T dengan plafon kredit Rp 2.000.000,00 (dua juta Rupiah) dan kualitas kurang lancar; c. Kartu Kredit ke-3 dari Penerbit U dengan plafon kredit Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) dan kualitas dalam perhatian khusus; d. Kartu Kredit ke-4 dari Penerbit V dengan plafon kredit Rp 4.000.000,00 (empat juta Rupiah) dan kualitas macet; e. Kartu Kredit ke-5 dari Penerbit W dengan plafon kredit Rp 3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu Rupiah) dan kualitas diragukan; f. Kartu Kredit ke-6 dari Penerbit X dengan plafon kredit Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu Rupiah) dan kualitas dalam perhatian khusus; dan g. Kartu Kredit ke-7 dari Penerbit Y dengan plafon kredit Rp 6.500.000,00 (enam juta lima ratus ribu Rupiah) dan kualitas lancar. Kepemilikan Kartu Kredit oleh A tersebut wajib disesuaikan oleh seluruh Penerbit Kartu Kredit. Adapun metode yang dapat digunakan dalam rangka penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit A adalah berdasarkan kualitas Kartu Kredit. Berdasarkan metode ini maka Kartu Kredit yang yang diprioritaskan untuk ditutup dan/atau diakhiri penggunaannya oleh Penerbit Kartu Kredit adalah Kartu Kredit yang memiliki kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet, yaitu: • Kartu ... • Kartu Kredit ke-2 dari Penerbit T dengan kualitas kurang lancar; • Kartu Kredit ke-4 dari Penerbit V dengan kualitas macet; dan • Kartu Kredit ke-5 dari Penerbit W dengan kualitas diragukan. Berdasarkan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit tersebut masih terdapat 4 (empat) Kartu Kredit yang dimiliki oleh A, yaitu: • Kartu Kredit ke-1 dari Penerbit S dengan kualitas lancar; • Kartu Kredit ke-3 dari Penerbit U dengan kualitas dalam perhatian khusus; • Kartu Kredit ke-6 dari Penerbit X dengan kualitas dalam perhatian khusus; dan • Kartu Kredit ke-7 dari Penerbit Y dengan kualitas lancar. Atas Kartu Kredit yang masih dimiliki oleh A tersebut masih perlu dilakukan penyesuaian karena selain melampaui batas maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit juga melampaui batas maksimum plafon kredit yang diperkenankan. Dengan menggunakan metode penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit berdasarkan kualitas kredit, maka Kartu Kredit yang diprioritaskan untuk diakhiri dan/atau ditutup adalah Kartu Kredit ke-3 dari Penerbit U dan Kartu Kredit ke-6 dari Penerbit X. Berdasarkan hasil dari penyesuaian kepemilikan tersebut, maka Kartu Kredit yang masih dimiliki A adalah: • Kartu Kredit ke-1 dari Penerbit S dengan plafon Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah); dan • Kartu Kredit ke-7 dari Penerbit Y dengan plafon Rp6.500.000,00 (enam juta lima ratus ribu Rupiah). Dengan demikian kepemilikan Kartu Kredit A telah memenuhi ketentuan, yaitu diperoleh dari 2 (dua) Penerbit Kartu Kredit dengan total plafon yang tidak melebihi 3 (tiga) kali pendapatan A tiap bulan. --- CONTOH 2 ... CONTOH 2 PENYESUAIAN KEPEMILIKAN KARTU KREDIT BERDASARKAN MASA PEROLEHAN KARTU KREDIT B memiliki pendapatan tiap bulan (take home pay) sebesar Rp 6.000.000,00 (enam juta Rupiah). B merupakan Pemegang 5 (lima) Kartu Kredit yang masing-masing diperoleh dari 5 (lima) Penerbit Kartu Kredit, dengan komposisi sebagai berikut: • Kartu Kredit ke-1 diperoleh dari Penerbit U pada bulan Juni 2010 dengan plafon kredit Rp 2.000.000,00 (dua juta Rupiah) dan kualitas lancar; • Kartu Kredit ke-2 diperoleh dari Penerbit V pada bulan Desember 2010 dengan plafon kredit Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) dan kualitas lancar; • Kartu Kredit ke-3 diperoleh dari Penerbit W pada bulan Februari 2011 dengan plafon kredit Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu Rupiah) dan kualitas lancar; • Kartu Kredit ke-4 diperoleh dari Penerbit X pada bulan Mei 2011 dengan plafon kredit Rp 5.000.000,00 (lima juta Rupiah) dan kualitas lancar; dan • Kartu Kredit ke-5 diperoleh dari Penerbit Y pada bulan Agustus 2011 dengan plafon kredit Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu Rupiah) dan kualitas lancar. Kepemilikan Kartu Kredit oleh B tersebut wajib disesuaikan oleh seluruh Penerbit Kartu Kredit. Adapun metode yang dapat digunakan dalam rangka penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit B adalah berdasarkan masa perolehan Kartu Kredit. Berdasarkan metode ini maka Kartu Kredit yang diprioritaskan untuk ditutup dan/atau diakhiri penggunaannya oleh Penerbit Kartu Kredit adalah: • Kartu Kredit ke-5 diperoleh dari Penerbit Y pada bulan Agustus 2011; • Kartu Kredit ke-4 diperoleh dari Penerbit X pada bulan Mei 2011; dan • Kartu ... • Kartu Kredit ke-3 diperoleh dari Penerbit W pada bulan Februari 2011. Berdasarkan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit tersebut, maka Kartu Kredit yang masih dimiliki B adalah: • Kartu Kredit ke-1 diperoleh dari Penerbit U pada bulan Juni 2010; dan • Kartu Kredit ke-2 diperoleh dari Penerbit V pada bulan Desember 2010. Dengan demikian kepemilikan Kartu Kredit B telah memenuhi ketentuan, yaitu diperoleh dari 2 (dua) Penerbit Kartu Kredit dengan total plafon yang tidak melebihi 3 (tiga) kali pendapatan B tiap bulan. --- CONTOH 3 ... CONTOH 3 PENYESUAIAN JUMLAH PLAFON SECARA PROPORSIONAL A memiliki pendapatan tiap bulan (take home pay) sebesar Rp 6.000.000,00 (enam juta Rupiah). A pemegang 2 (dua) Kartu Kredit, masing-masing dari Penerbit Kartu Kredit X dengan plafon Rp12.000.000,00 (dua belas juta Rupiah) dan dari Penerbit Kartu Kredit Y dengan plafon Rp15.000.000,00 (lima belas juta Rupiah), dengan kualitas kredit yang sama. Oleh karena plafon Kartu Kredit A melampaui batas maksimum plafon kredit yang ditentukan, yaitu 3 kali pendapatan tiap bulan atau Rp18.000.000,00 (delapan belas juta Rupiah), maka Penerbit Kartu Kredit X dan Penerbit Kartu Kredit Y wajib melakukan penyesuaian atas plafon Kartu Kredit A secara proporsional sebagai berikut: • Kartu Kredit dari Penerbit Kartu Kredit X Rp12.000.000,00 Rp27.000.000,00 x Rp18.000.000,00 = Rp8.000.000,00 • Kartu Kredit dari Penerbit Kartu Kredit Y Rp15.000.000,00 Rp27.000.000,00 x Rp18.000.000,00 = Rp10.000.000,00 Rp18.000.000,00 Berdasarkan hasil penyesuaian maka total plafon Kartu Kredit yang diperoleh A tercatat sebesar Rp18.000.000,00 (delapan belas juta Rupiah) sehingga memenuhi ketentuan maksimum plafon Kartu Kredit yang ditentukan. KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN, BOEDI ARMANTO
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/27/DASP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit </reg_title> <set_date> 25 September 2012 </set_date> <effective_date> 25 September 2012 </effective_date> <related_reg> '14/17/DASP|SE-BI', '11/10/DASP|SE-BI', '14/2/PBI/2012', '11/11/PBI/2009' </related_reg>
No.7/13/DPbS Jakarta, 11 April 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/9/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4478) tentang Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) wajib menyampaikan Laporan Bulanan beserta koreksinya kepada Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan tentang penyusunan dan pelaporan Laporan Bulanan BPRS dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut. I. UMUM 1. Laporan Bulanan BPRS, yang selanjutnya disebut Laporan Bulanan, disampaikan kepada Bank Indonesia dalam rangka penyusunan laporan dan informasi serta statistik perbankan yang dipergunakan untuk kepentingan pengaturan dan pengawasan BPRS, dan kepentingan manajemen masing-masing BPRS. 2. 3. Dalam penyusunan Laporan Bulanan, BPRS berpedoman pada ketentuan dalam buku Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPRS. Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi sistem informasi dalam Laporan Bulanan BPRS, Bank Indonesia mengubah cara Penyusunan … 2 penyusunan Laporan Bulanan BPRS yang semula menggunakan program aplikasi Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang disampaikan secara off-line menjadi menggunakan program aplikasi Laporan Bulanan BPRS untuk data entry dan program aplikasi web BPRS untuk pengiriman secara on-line. 4. 5. BPRS Pelapor adalah kantor pusat BPRS. Bagi BPRS Pelapor yang memiliki Kantor Cabang, laporan keuangan yang wajib disampaikan ke Bank Indonesia adalah laporan keuangan konsolidasi berikut rinciannya antara kantor pusat dengan Kantor Cabang BPRS. 6. Tanggal penerimaan Laporan Bulanan BPRS yang disampaikan secara off-line adalah tanggal stempel pos untuk yang dikirim via pos atau tanda terima dari jasa ekspedisi atau tanggal tanda terima Bank Indonesia apabila disampaikan secara langsung. II. SARANA YANG DIPERLUKAN Sarana yang diperlukan dalam rangka penyusunan dan penyampaian Laporan Bulanan BPRS adalah : 1. Personal Computer dengan memenuhi konfigurasi minimal software dan hardware sebagaimana dimaksud dalam Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPRS. 2. Pegawai BPRS yang dapat mengoperasikan serta memahami komputer, untuk menyusun dan melakukan verifikasi Laporan Bulanan BPRS. 3. Penanggung jawab yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi ulang dan menyampaikan Laporan Bulanan BPRS ke Bank Indonesia. Verifikasi ulang oleh penanggung jawab diperlukan untuk meyakini kebenaran Laporan Bulanan BPRS sebelum dikirimkan kepada Bank Indonesia … 3 Indonesia. 4. 5. 6. Pedoman tertulis tentang sistem dan prosedur konversi. Sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer yang digunakan dan seluruh data Laporan Bulanan BPRS. Back up data Laporan Bulanan BPRS yang ditatausahakan dengan baik. III. FORMAT LAPORAN BULANAN DAN TATA CARA PELAPORAN 1. Format Laporan Bulanan BPRS dan tata cara pelaporan diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang merupakan lampiran dari Surat Edaran ini. 2. Prosedur pengoperasian aplikasi komputerisasi Laporan Bulanan BPRS diatur dalam Buku Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry dan Petunjuk Teknis Aplikasi Web Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang merupakan lampiran dari Surat Edaran ini. IV. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LAPORAN 1. BPRS menyampaikan Laporan Bulanan dan atau koreksi Laporan Bulanan kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya sampai dengan tanggal 21 (dua puluh satu) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. 2. BPRS menyampaikan Laporan Bulanan dan atau koreksi Laporan Bulanan kepada Bank Indonesia secara off-line dengan menggunakan disket atau cd-rom dan hasil cetak komputer (hard copy) sebanyak 1 (satu) set disertai hasil validasi dengan alamat: a. Kantor Pusat Bank Indonesia qq. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No.2 berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang … Jakarta 10010, bagi BPRS Pelapor yang 4 b. Kantor Bank Karawang, dan Bekasi, selambat-lambatnya pukul 16:00 BBWI; atau Indonesia setempat, bagi BPRS pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, selambat-lambatnya pukul 16:00 waktu setempat. 3. Dalam hal terjadi kerusakan disket atau cd-rom yang telah disampaikan ke Bank Indonesia disket atau cd-rom Laporan Bulanan BPRS. 4. BPRS menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk mendapatkan pengecualian penyampaian Laporan Bulanan secara on-line dengan alamat: a. Kantor Pusat Bank Indonesia qq. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10010, bagi BPRS Pelapor yang b. Kantor Bank berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, selambat-lambatnya pukul 16:00 BBWI; atau Indonesia setempat, bagi BPRS berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, selambat-lambatnya pukul 16:00 waktu setempat. V. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR 1. secara off-line, BPRS Pelapor menyampaikan ulang pelapor yang Pembayaran sanksi kewajiban membayar ke Bank Indonesia dilakukan dengan cara transfer ke rekening Bank Indonesia. Transfer ke rekening Bank Indonesia dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : a. Kliring Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446 – Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS, dan pada kolom keterangan dicantumkan pembayaran sanksi kewajiban membayar. b. BI-RTGS Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446 – Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS dengan mencantumkan Transaction … 5 Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan pada kolom keterangan dicantumkan pembayaran sanksi kewajiban membayar.. 2. BPRS Pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl.M.H.Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010, Telp. 381-7778, 381-8778, 381-8513, atau melalui Fax Nomor 350-1990, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi. b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. VI. ALAMAT PENYAMPAIAN PERTANYAAN DAN INFORMASI Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan : 1. Laporan Bulanan BPRS disampaikan kepada Help Desk Bank Indonesia dengan alamat Jl.M.H.Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010, Telp. 021-3818000 (Hunting), Fax 021-3866071, email address : helpdesk@bi.go.id. 2. Ketentuan dan produk-produk BPRS disampaikan kepada : a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl.M.H.Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010, Telp. 381-7778, 381-8778, 381-8513, Fax No.350-1990, email address : dpbs@bi.go.id bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi. b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. VII. LAIN LAIN 1. BPRS Pelapor mengkinikan nama petugas dan penanggungjawab yang ditunjuk untuk menyusun dan menyampaikan laporan bulanan BPRS. 2. BPRS … 6 2. BPRS Pelapor melaporkan setiap terjadi perubahan nomor telepon yang digunakan untuk penyampaian Laporan Bulanan. VIII. PENUTUP Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal Agar setiap April 2005. orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARISMAN DIREKTUR PERBANKAN SYARIAH
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/13/DPbS|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah </reg_title> <set_date> 11 April 2005 </set_date> <effective_date> April 2005 </effective_date> <related_reg> '7/9/PBI/2005' </related_reg>
No. 6/38/DASP Jakarta, 16 September 2004 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DAN PERUSAHAAN JASA KURIR DI INDONESIA Perihal : Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal dalam Penyelenggaraan Kliring Lokal Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3873) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88) antara lain menetapkan bahwa dalam penyelenggaraan Kliring Lokal Peserta wajib menunjuk petugas Kliring untuk mewakili Peserta dalam kegiatan Kliring Lokal. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 19 huruf d Peraturan Bank Indonesia tersebut diatur bahwa yang dimaksud dengan petugas Kliring adalah petugas Peserta yang dapat merupakan petugas internal Bank dan atau perusahaan jasa kurir yang diberi kuasa atau wewenang tertentu untuk mewakili Peserta dalam Kliring Lokal. Sehubungan … 2 Sehubungan dengan itu, dipandang perlu untuk mengatur lebih lanjut ketentuan tentang penggunaan jasa kurir sebagai salah satu petugas Kliring dan penggunaan tanda pengenal sebagai identitas petugas Kliring dalam penyelenggaran Kliring secara manual, semi otomasi, otomasi, dan elektronik dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Perusahaan Jasa Kurir adalah badan hukum yang memberikan jasa di bidang penyampaian barang dan atau dokumen. 2. Petugas Kliring adalah petugas Peserta yang dapat merupakan petugas internal Bank atau petugas Perusahaan Jasa Kurir yang diberi kuasa atau wewenang tertentu oleh Peserta untuk mewakili Peserta yang bersangkutan dalam melaksanakan kegiatan Kliring. 3. Petugas Internal Bank adalah pegawai Peserta yang ditunjuk oleh Peserta untuk mewakili Peserta yang penyelenggaraan Kliring Lokal. bersangkutan dalam 4. Petugas Jasa Kurir adalah pegawai Perusahaan Jasa Kurir yang ditunjuk oleh Perusahaan Jasa Kurir yang diberi kuasa oleh Peserta untuk mewakili Peserta yang bersangkutan dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi dan elektronik. 5. Tanda Pengenal Dalam Penyelenggaraan Kliring Lokal yang selanjutnya disebut Tanda Pengenal adalah suatu identitas yang wajib digunakan oleh Petugas Kliring dalam mengikuti penyelenggaraan Kliring Lokal, yang terdiri dari Tanda Pengenal Petugas Kliring dan Tanda Pengenal Wakil Peserta Kliring. 6. Tanda … 3 6. Tanda Pengenal Petugas Kliring yang selanjutnya disebut TPPK adalah suatu identitas yang wajib digunakan oleh Petugas Kliring selama dalam kegiatan Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi dan elektronik. 7. Tanda Pengenal Wakil Peserta Kliring yang selanjutnya disebut TPWPK adalah suatu identitas yang wajib digunakan oleh wakil Peserta selama dalam pertemuan Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal secara manual dan semi otomasi. 8. TPPK Proximity adalah TPPK yang dapat digunakan untuk mengakses ruangan Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal yang telah menerapkan sistem keamanan elektronik (electronic security system) secara terintegrasi. 9. TPWPK Proximity adalah TPWPK yang dapat digunakan untuk mengakses ruangan Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal yang telah menerapkan sistem keamanan elektronik (electronic security system) secara terintegrasi. 10. Bundel Warkat Kliring yang selanjutnya disebut Bundel Warkat adalah kumpulan Warkat dengan jumlah lembar dan nominal tertentu yang disertai Dokumen Kliring. II. PENGGUNAAN PERUSAHAAN JASA KURIR A. Ruang Lingkup Kegiatan 1. Kegiatan Peserta yang dapat diwakilkan kepada Perusahaan Jasa Kurir adalah kegiatan Peserta pada penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi dan elektronik. 2. Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 meliputi kegiatan : a. penyerahan … 4 a. penyerahan Bundel Warkat debet dan atau Bundel Warkat kredit; b. penerimaan Bukti Penyerahan Warkat Debet (BPWD) dan atau Bukti Penyerahan Warkat Kredit (BPWK); c. penerimaan Warkat dan laporan hasil Kliring; d. penyerahan dan penerimaan media rekam data; dan e. penerimaan pengumuman serta surat-surat yang bersifat tidak rahasia yang disampaikan oleh Penyelenggara. 3. Kegiatan pembubuhan tanda tangan, Stempel Kliring, dan pencantuman informasi Magnetic Ink Character Recognition (MICR) pada Warkat dan Dokumen Kliring tidak dapat dilakukan oleh Petugas Perusahaan Jasa Kurir. B. Persyaratan Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir 1. Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir harus memperhatikan faktor efisiensi, keamanan, dan kecepatan dalam penyampaian Bundel Warkat dengan tidak mengurangi jam pelayanan Bank kepada nasabah. 2. Dalam hal Peserta menggunakan Perusahaan Jasa Kurir maka seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir A.2 harus dilakukan oleh Petugas Jasa Kurir kecuali terjadi keadaan sebagai berikut : a. pemogokan karyawan Perusahaan Jasa Kurir; b. bencana alam; c. kebakaran; d. sabotase; dan atau e. hal-hal lain yang menurut pertimbangan Penyelenggara, yang mengakibatkan Perusahaan Jasa Kurir tidak melakukan kewajibannya. dapat Dalam … 5 Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e, kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir A.2 dilakukan oleh Petugas Internal Bank. 3. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Petugas Internal Bank menyampaikan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara paling lambat pada saat penyampaian Bundel Warkat. Surat pemberitahuan tersebut harus ditandatangani oleh pimpinan kantor Peserta yang bersangkutan dengan menyebutkan alasan dan nama Petugas Internal Bank yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir A.2 dengan menunjukkan kartu identitas pegawai yang menggunakan foto. 4. Dalam hal di suatu Wilayah Kliring terdapat Bank yang mempunyai lebih dari satu kantor yang menjadi Peserta maka seluruh kantor yang menjadi Peserta tersebut harus menggunakan Perusahaan Jasa Kurir. Dalam hal ini Perusahaan Jasa Kurir yang digunakan harus Perusahaan Jasa Kurir yang sama. C. Persyaratan Perusahaan Jasa Kurir Perusahaan Jasa Kurir yang dapat ditunjuk oleh Peserta harus berbentuk Perseroan Terbatas dan terdaftar di departemen yang membidangi perindustrian dan perdagangan sebagai Perusahaan Jasa Kurir yang dibuktikan dengan Tanda Daftar Perusahaan yang masih berlaku. D. Tata Cara Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir 1. Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir harus didasarkan pada perjanjian antara Peserta dengan Perusahaan Jasa Kurir, yang sekurang-kurangnya memuat pengaturan mengenai sebagai berikut : a. Kewajiban … hal-hal 6 a. Kewajiban Petugas Jasa Kurir untuk mencocokkan jumlah Bundel Warkat debet dan atau Bundel Warkat kredit Peserta yang diserahkan kepada Penyelenggara dengan jumlah lembar BPWD dan atau BPWK Peserta yang diterima kembali dari Penyelenggara. b. Kewajiban Perusahan Jasa Kurir untuk melakukan tindakan- tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyalahgunaan ataupun kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan Peserta, nasabah, maupun masyarakat luas baik secara langsung maupun tidak langsung. c. Kewajiban Perusahaan Jasa Kurir untuk memperhatikan aspek keamanan dalam penggunaan sarana yang dipakai dalam pengemasan Bundel Warkat, Warkat, dan laporan hasil Kliring. d. Pemberian kuasa dari Peserta kepada Perusahaan Jasa Kurir untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir A.2. 2. Penunjukan dan atau penggantian Perusahaan Jasa Kurir wajib diberitahukan kepada Penyelenggara paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal efektif penggunaan Perusahaan Jasa Kurir oleh Peserta dengan melampirkan fotokopi surat perjanjian sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Pemberitahuan penunjukan dan atau penggantian tersebut cukup diwakili oleh salah satu Peserta atau kantor pusat Peserta. E. Kewajiban Peserta 1. Sebelum Bundel Warkat diserahkan kepada Petugas Jasa Kurir, Peserta wajib mengisi informasi secara lengkap pada Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana diatur dalam Surat Edaran yang mengatur … 7 mengatur mengenai penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi dan elektronik. 2. Peserta bertanggung jawab penuh terhadap segala akibat yang timbul dari setiap penyimpangan yang dilakukan oleh Petugas Jasa Kurir. 3. Peserta wajib melaporkan secara tertulis kepada Penyelenggara dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal terjadinya penyimpangan dari Petugas Jasa Kurir sebagaimana dimaksud dalam angka 2 beserta langkah-langkah penyelesaian yang telah dilakukan dan Peserta wajib memberikan keterangan apabila diminta oleh Penyelenggara. 4. Peserta wajib memberikan pengarahan kepada Petugas Jasa Kurir untuk mentaati segala tata tertib selama berada di tempat penyelenggaraan Kliring. Apabila dalam pelaksanaan kegiatan Kliring Petugas Jasa Kurir melanggar tata tertib maka Penyelenggara dapat meminta Peserta untuk mengganti Petugas Jasa Kurir. III. TANDA PENGENAL A. Penggunaan Tanda Pengenal 1. Petugas Kliring hanya dapat menggunakan Tanda Pengenal yang diberikan oleh Penyelenggara. 2. Petugas Kliring wajib memakai Tanda Pengenal dan kartu identitas pegawai yang menggunakan foto selama berada di ruangan Kliring dan area Kantor Penyelenggara. 3. Petugas Kliring wajib menunjukan TPPK yang berlaku setiap melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2. 4. Petugas Kliring bertanggung jawab atas penggunaan Tanda Pengenal yang dimilikinya. B. Biaya … 8 B. Biaya Pembuatan Tanda Pengenal Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda Pengenal yang besarnya ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai biaya Kliring. C. Tata Cara Memperoleh Tanda Pengenal 1. TPPK a. TPPK untuk Petugas Internal Bank 1) Peserta memperoleh TPPK untuk Petugas Internal Bank secara otomatis apabila permohonannya sebagai Peserta dalam penyelenggaraan Kliring secara otomasi atau penyelenggaraan Kliring secara elektronik disetujui oleh Penyelenggara, kecuali apabila sejak semula Peserta memberitahukan akan menggunakan Perusahaan Jasa Kurir. 2) Cara pemberian TPPK kepada Peserta adalah sebagai berikut : a) Bagi Peserta dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi, TPPK hanya dapat diberikan kepada kantor Peserta Langsung, masing-masing Peserta memperoleh 2 (dua) buah TPPK. b) Bagi Peserta dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara elektronik, TPPK diberikan kepada Peserta Langsung Aktif (PLA) dan Peserta Langsung Pasif (PLP) yang masing-masing Peserta tersebut memperoleh 2 (dua) buah TPPK. b. TPPK … 9 b. TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir Permohonan TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Bagi Bank yang sudah menjadi Peserta, permohonan TPPK untuk perusahaan Jasa Kurir diajukan oleh Peserta secara tertulis kepada Penyelenggara bersamaan dengan pemberitahuan penunjukan Perusahaan Jasa Kurir sebagaimana dimaksud pada butir II.D.2. 2) Bagi Bank yang belum menjadi Peserta, permohonan untuk memperoleh TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir dapat diajukan bersamaan dengan permohonan untuk menjadi Peserta. Apabila dalam suatu Bank terdapat beberapa Peserta maka permohonan tersebut cukup diwakili oleh salah satu Peserta atau kantor pusat Peserta. 3) Bagi kantor Bank yang akan menjadi Peserta di suatu Wilayah Kliring dan di Wilayah Kliring dimaksud belum terdapat kantor Bank yang sama yang menjadi Peserta maka permohonan untuk memperoleh TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir dilakukan sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam angka 2). 4) Setiap Perusahaan Jasa Kurir hanya boleh memiliki TPPK maksimum sebanyak 3 (tiga) buah dari masing- masing Bank. 5) TPPK sebagaimana dimaksud dalam angka 4) diserahkan oleh Penyelenggara kepada masing-masing Peserta. 6) Tanggal … 10 6) Tanggal efektif penggunaan TPPK sebagaimana dimaksud dalam angka 4) mulai berlaku pada saat Perusahaan Jasa Kurir melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2. c. Dalam hal Peserta yang telah memiliki TPPK menunjuk Perusahaan Jasa Kurir, Peserta yang bersangkutan wajib mengembalikan TPPK yang dimiliki kepada Penyelenggara pada tanggal efektif penggunaan Perusahaan Jasa Kurir. Penyelenggara tidak memberikan TPPK yang baru (TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir) sebelum TPPK yang lama (TPPK untuk Petugas Internal Bank) dikembalikan. d. Peserta yang kehilangan TPPK baik TPPK untuk Petugas Internal Bank atau TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir wajib segera memberitahukan secara tertulis kepada Penyelenggara dengan melampirkan surat keterangan kehilangan dari Kepolisian untuk mendapatkan penggantian. Penyelenggara memberikan TPPK yang baru kepada Peserta paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. e. Dalam hal TPPK, baik TPPK untuk Petugas Internal Bank maupun TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir rusak, Peserta dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengganti TPPK tersebut. Penyelenggara memberikan TPPK yang baru kepada Peserta paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. Penyelenggara tidak memberikan TPPK baru sebelum TPPK yang rusak dikembalikan. f. Selama TPPK sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan huruf e belum memperoleh penggantian dari Penyelenggara, Petugas … 11 Petugas Kliring dapat mengikuti kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2 dengan membawa fotokopi surat permohonan yang telah dilegalisir oleh Penyelenggara. 2. TPWPK a. Peserta memperoleh TPWPK secara otomatis apabila permohonannya sebagai Peserta Langsung penyelenggaraan Kliring secara manual dan semi otomasi disetujui oleh Penyelenggara. b. Dalam hal terdapat penggantian atau penambahan wakil Peserta, pemberian TPWPK dilakukan setelah memperoleh konfirmasi secara tertulis dari Penyelenggara. c. Setiap Peserta Langsung memperoleh TPWPK sebanyak jumlah wakil Peserta yang telah didaftarkan kepada Penyelenggara. Jumlah wakil Peserta yang didaftarkan kepada Penyelenggara sekurang-kurangnya 2 (dua) orang. d. Dalam hal TPWPK hilang, Peserta wajib mengajukan permohonan penggantian TPWPK kepada Penyelenggara dengan melampirkan pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan surat keterangan kehilangan dari Kepolisian. Penyelenggara memberikan TPWPK yang baru kepada Peserta paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. e. Dalam hal TPWPK rusak, Peserta dapat mengajukan permohonan penggantian TPWPK secara tertulis kepada Penyelenggara dengan melampirkan TPWPK yang rusak dan pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar. Penyelenggara memberikan TPWPK yang baru kepada Peserta paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima … dalam 12 diterima secara lengkap. Penyelenggara tidak memberikan TPWPK baru sebelum TPWPK yang rusak dikembalikan. f. Selama TPWPK sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan huruf e belum memperoleh penggantian dari Penyelenggara, wakil Peserta yang bersangkutan dapat mengikuti pertemuan Kliring dengan membawa fotokopi surat permohonan yang telah dilegalisir oleh Penyelenggara. IV. Spesifikasi Tanda Pengenal Spesifikasi Tanda Pengenal yang antara lain meliputi jenis, informasi dalam Tanda Pengenal, dan bentuk ditetapkan oleh Penyelenggara dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 1. TPPK a. Jenis TPPK terdiri dari : 1) TPPK Proximity 2) TPPK tanpa Proximity b. Informasi yang dimuat dalam TPPK 1) Untuk TPPK bagi Petugas Internal Bank memuat nama Penyelenggara, nama Peserta, status kantor, nomor sandi Peserta Kliring. Khusus untuk Penyelenggaraan Kliring secara elektronik dicantumkan juga status kepesertaan. 2) Untuk TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir memuat nama Penyelenggara, nama Perusahaan Jasa Kurir, nama Peserta, dan 3 (tiga) digit pertama nomor sandi Peserta Kliring yang diwakili. 3) Pada bagian belakang TPPK dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat Penyelenggara. c. Bentuk … 13 c. Bentuk TPPK adalah sebagai berikut: 1) TPPK Proximity berbentuk vertikal. 2) TPPK tanpa Proximity berbentuk horizontal. 2. TPWPK a. Jenis TPWPK terdiri dari : 1) TPWPK Proximity. 2) TPWPK tanpa Proximity. b. Informasi yang dimuat dalam TPWPK 1) TPWPK memuat nama Penyelenggara, nama Peserta, dan nama wakil Peserta. 2) Pada TPWPK dicantumkan pas foto wakil Peserta yang bersangkutan. 3) Pada bagian belakang TPWPK dicantumkan nomor pendaftaran, alamat Peserta, nama dan tanda tangan pejabat Penyelenggara, serta nama dan tanda tangan wakil Peserta. Contoh bentuk dan informasi yang dicantumkan dalam TPPK sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1 sedangkan contoh bentuk dan informasi yang dicantumkan dalam TPWPK sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2. Apabila terdapat perubahan jenis Tanda Pengenal, Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada seluruh Peserta melalui Pengumuman. V. SANKSI 1. Penyelenggara menolak Petugas Kliring yang akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2 apabila : a. Petugas Kliring tidak dapat menunjukkan TPPK sebagaimana dimaksud dalam angka III. b. Peserta tidak atau belum melaporkan penggunaan Perusahaan Jasa Kurir kepada Penyelenggara namun sudah menggunakan Petugas … 14 Petugas Perusahaan Jasa Kurir dalam melakukan kegiatan dimaksud. 2. Penyelenggara mengenakan sanksi teguran tertulis kepada Peserta apabila wakil Peserta tidak memakai TPWPK dan kartu identitas pegawai yang menggunakan foto selama berada di ruangan Kliring dan area kantor Penyelenggara. 3. Dalam hal teguran sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tidak dipatuhi, Penyelenggara mengenakan sanksi berupa : a. larangan untuk menyerahkan Rekaman Warkat kepada Penyelenggara; b. larangan untuk menyerahkan Warkat kepada Peserta lain namun tetap wajib menerima Warkat dari Peserta lain. 4. Dalam hal Peserta tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.3, Penyelenggara mengenakan sanksi berupa teguran tertulis kepada Peserta yang bersangkutan. 5. Dalam hal Peserta tidak memenuhi permintaan Penyelenggara untuk mengganti Petugas Jasa Kurir sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.4, Penyelenggara dapat menolak Petugas Jasa Kurir yang ditunjuk oleh Peserta yang bersangkutan untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2. Selanjutnya kegiatan tersebut dilaksanakan sendiri oleh Petugas Internal Bank. VI. LAIN-LAIN 1. Untuk menunjang kelancaran kegiatan Kliring, Peserta agar memperhitungkan waktu yang dipergunakan dalam proses penyerahan sehingga apabila terdapat Warkat dan atau Dokumen Kliring yang kurang lengkap, Petugas Kliring dapat menyelesaikan dalam batas waktu yang telah ditetapkan. 2. Untuk … 15 2. Untuk keamanan dan efektivitas dalam penggunaan Perusahaan Jasa Kurir, Peserta wajib mempertimbangkan jumlah Peserta lain yang telah dilayani oleh Perusahaan Jasa Kurir tersebut dan kredibilitas perusahaan serta pengurusnya. 3. Penyampaian surat permohonan untuk memperoleh Tanda Pengenal diatur sebagai berikut : a. Bagi Peserta Kliring Lokal di Wilayah Kliring Lokal Jakarta ditujukan kepada : Bank Indonesia u.p. Bagian Kliring Jakarta, Jl. M.H Thamrin No.2, Jakarta. b. Bagi Peserta Kliring Lokal Indonesia ditujukan kepada kantor Bank mewilayahi. di Wilayah Kliring kantor Bank Indonesia yang c. Bagi Peserta Kliring Lokal di daerah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia ditujukan kepada kantor Penyelenggara yang telah mendapat persetujuan dari Bank menyelenggarakan Kliring Lokal. Indonesia untuk VII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka : 1. Angka III.B yang mengatur mengenai TPWPK dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/7/DASP tanggal 24 Februari 2000 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Manual; 2. Angka III.B yang mengatur mengenai TPWPK dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/8/DASP tanggal 4 Mei 2000 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi; 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/28/DASP tanggal 12 Desember 2001 perihal Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring … 16 Kliring (TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik; dan 4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/8/DASP tanggal 13 Mei 2002 perihal Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/28/DASP tanggal 12 Desember 2001 Perihal Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 September 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/38/DASP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal dalam Penyelenggaraan Kliring Lokal </reg_title> <set_date> 16 September 2004 </set_date> <effective_date> 16 September 2004 </effective_date> <replaced_reg> '2/7/DASP|SE-BI/2000 | Angka III.B', '2/8/DASP|SE-BI/2000 | Angka III.B', '3/28/DASP|SE-BI/2001', '4/8/DASP|SE-BI/2002' </replaced_reg> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 14/ 20 /DPNP Jakarta, 27 Juni 2012 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/25/PBI/2011 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5263) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5275), perlu untuk mengatur pelaksanaan penerapan prinsip kehati-hatian bagi Bank Umum yang melakukan penyerahan . . . penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Dengan semakin kompleks dan beragamnya kegiatan usaha Bank dan semakin tingginya tingkat persaingan di pasar keuangan, Bank dituntut untuk berkonsentrasi pada kegiatan dan pekerjaan-pekerjaan pokoknya. Untuk itu, apabila diperlukan Bank dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan penunjangnya kepada pihak lain (Alih Daya). B. Dalam melakukan Alih Daya, Bank perlu memperhatikan risiko yang dapat timbul dari pelaksanaan Alih Daya, antara lain risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko hukum dan risiko reputasi. Oleh karena itu, Bank wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang memadai atas pelaksanaan Alih Daya. C. Penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko atas pelaksanaan Alih Daya oleh Bank mencakup: 1. melakukan analisis dan penilaian Perusahaan Penyedia Jasa (PPJ) dengan baik untuk memastikan bahwa PPJ yang dipilih memiliki kinerja keuangan dan reputasi yang baik, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta pengalaman yang memadai agar pekerjaan yang dialihdayakan dapat dilaksanakan dengan baik; 2. menyusun perjanjian Alih Daya dengan PPJ sesuai dengan cakupan minimum perjanjian yang dipersyaratkan dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai prinsip kehati-hatian bagi Bank Umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain; 3. menerapkan . . . 3. menerapkan manajemen risiko secara efektif atas pelaksanaan Alih Daya, termasuk melaksanakan pengawasan berkala atas pelaksanaan pekerjaan oleh PPJ dan melakukan tindakan perbaikan secara dini dan efektif atas permasalahan yang timbul; 4. memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 5. melakukan upaya-upaya dalam rangka memberikan perlindungan hak dan kepentingan nasabah. D. Pelaksanaan Alih Daya tidak menghilangkan tanggung jawab Bank dalam memberikan perlindungan terhadap hak dan kepentingan nasabah atas pelaksanaan pekerjaan yang dialihdayakan kepada PPJ. Oleh karena itu, Bank wajib memastikan bahwa kualitas dan tata cara pelaksanaan pekerjaan yang dialihdayakan sesuai dengan ukuran dan standar yang ditetapkan dalam perjanjian, antara lain dengan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh PPJ secara berkala dan melakukan langkah- langkah perbaikan dengan segera dan efektif atas permasalahan yang teridentifikasi, sehingga pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan dengan baik dan kepentingan nasabah terlindungi. E. Selain memperhatikan ketentuan ini, pelaksanaan penyerahan pekerjaan kepada pihak lain juga mengacu pada ketentuan Bank Indonesia lainnya yang mengatur pelaksanaan Alih Daya pada pekerjaan tertentu secara lebih spesifik, seperti ketentuan mengenai manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi, pelaksanaan fungsi audit intern . . . intern Bank, Good Corporate Governance (GCG), dan penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK). II. PERSYARATAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN ALIH DAYA A. Pekerjaan yang dapat dilakukan Alih Daya adalah pekerjaan yang bersifat penunjang, baik pada alur kegiatan usaha maupun pada alur kegiatan pendukung usaha Bank, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Kegiatan usaha Bank adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 serta Pasal 19 dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Kegiatan usaha Bank antara lain penghimpunan dana dari masyarakat (funding), pemberian kredit/pembiayaan (lending/ financing), serta membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya. 2. Kegiatan pendukung usaha Bank adalah kegiatan lain yang dilakukan Bank di luar kegiatan usaha Bank, antara lain kegiatan yang terkait dengan sumber daya manusia, manajemen risiko, kepatuhan, internal audit, akunting dan keuangan, teknologi informasi, logistik dan pengamanan. 3. Alur adalah serangkaian pekerjaan dari awal sampai akhir dari suatu kegiatan usaha atau kegiatan pendukung usaha Bank, misalnya alur kegiatan pemberian . . . pemberian kredit mencakup pekerjaan pemasaran, analisis kelayakan, persetujuan, pencairan, pemantauan dan penagihan kredit. 4. Pekerjaan pokok adalah pekerjaan yang harus ada dalam alur kegiatan usaha atau alur kegiatan pendukung usaha Bank, sehingga apabila pekerjaan tersebut tidak ada maka kegiatan dimaksud akan sangat terganggu atau tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Contoh pekerjaan pokok: a. Pada alur kegiatan usaha Bank dalam kegiatan pemberian kredit antara lain analisis kelayakan dan persetujuan kredit, sedangkan pada alur kegiatan penghimpunan dana antara lain pekerjaan customer service, customer relation dan teller. b. Pada alur kegiatan pendukung usaha Bank dalam kegiatan manajemen risiko antara lain pekerjaan analisis risiko, sedangkan pada alur pengembangan organisasi dan pengelolaan sumber daya manusia antara lain pekerjaan perencanaan dan pengembangan organisasi serta perencanaan sumber daya manusia, dan pada alur kegiatan pengendalian internal antara lain pekerjaan audit internal. Contoh pekerjaan pokok dan penjelasannya adalah sebagaimana dimaksud pada Lampiran I.A. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 5. Pekerjaan . . . 5. Pekerjaan penunjang adalah pekerjaan dalam alur kegiatan usaha atau alur kegiatan pendukung usaha Bank, yang apabila pekerjaan tersebut tidak ada maka kegiatan dimaksud masih dapat terlaksana tanpa gangguan yang berarti. Contoh pekerjaan penunjang: a. Pada alur kegiatan usaha Bank dalam kegiatan pemberian kredit antara lain pekerjaan call center, pemasaran (telemarketing, direct sales atau sales representative) dan penagihan kredit. b. Pada alur kegiatan pendukung usaha antara lain pekerjaan yang dilakukan oleh sekretaris, agendaris, resepsionis, petugas kebersihan, petugas keamanan, pramubakti, kurir, data entry dan pengemudi. B. Untuk menentukan apakah suatu pekerjaan memenuhi kriteria pekerjaan penunjang, Bank melakukan pengujian dengan menggunakan kriteria paling kurang sebagai berikut: 1. Berisiko rendah Pekerjaan berisiko rendah adalah pekerjaan yang apabila terjadi kegagalan tidak akan mengganggu aktivitas operasional Bank secara signifikan. 2. Tidak membutuhkan kualifikasi kompetensi yang tinggi di bidang perbankan Pekerjaan penunjang pada umumnya tidak membutuhkan kualifikasi kompetensi yang tinggi di bidang perbankan yang mencakup pendidikan formal dan pengetahuan atau pengalaman di bidang perbankan. Namun . . . Namun demikian, Bank harus tetap mewajibkan PPJ untuk menyediakan jasa tenaga kerja dengan kualifikasi kompetensi yang memenuhi persyaratan pekerjaan yang dilakukan Alih Daya. Bank dapat mensyaratkan kualifikasi kompetensi tertentu untuk bidang pekerjaan yang spesifik dan membutuhkan keahlian khusus yang tidak selalu dapat dipenuhi oleh pegawai tetap, misalnya untuk pekerjaan penunjang terkait IT, pengamanan, penagihan, dan pengelolaan kas. 3. Tidak terkait langsung dengan proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional Bank. Pekerjaan yang dapat dilakukan Alih Daya tidak boleh mengandung analisis, pertimbangan (judgement), dan/atau pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional Bank. Pekerjaan penunjang yang sesuai dengan kriteria pada angka 1, angka 2, dan angka 3, antara lain pekerjaan call center, telemarketing, atau data entry karena potensi kerugian yang ditimbulkan akibat tidak berjalannya pekerjaan tersebut relatif rendah dan tidak mengganggu operasional Bank secara signifikan, tidak membutuhkan kompetensi yang tinggi di bidang perbankan dan tidak terkait langsung dengan proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional Bank. Contoh pekerjaan penunjang dan penjelasannya adalah sebagaimana dimaksud pada Lampiran I.B. yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. C. Bank . . . C. Bank dapat melakukan Alih Daya kepada PPJ yang telah memperoleh izin dari instansi yang berwenang untuk menyediakan jasa tenaga kerja atau untuk menyediakan jasa di bidang tertentu. D. Penyerahan pekerjaan kepada PPJ dapat dilakukan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan dan/atau perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Perjanjian pemborongan pekerjaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini adalah perjanjian kerja antara Bank dengan PPJ untuk melakukan pemborongan pekerjaan tertentu dengan lebih menekankan standar hasil dari pekerjaan yang diborongkan. Sebagai contoh dalam perjanjian pemborongan pekerjaan pemasaran produk Bank, Bank memberikan target kepada PPJ mengenai jumlah calon nasabah yang harus diperoleh dalam jangka waktu tertentu. 2. Perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini adalah perjanjian kerja antara Bank dengan PPJ untuk menyediakan tenaga kerja dengan kualifikasi tertentu dalam rangka pelaksanaan pekerjaan tertentu. Sebagai contoh dalam perjanjian penyediaan tenaga kerja pemasaran produk Bank, Bank menetapkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemasaran dan tingkat pendidikan minimal tenaga pemasaran tersebut. E. Bank . . . E. Bank hanya dapat melakukan perjanjian Alih Daya dengan PPJ berbadan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. F. Untuk memastikan pemenuhan persyaratan dalam rangka pemilihan PPJ, Bank wajib melakukan penelitian dokumen, analisis dan penilaian terhadap persyaratan PPJ. Kedalaman dan intensitas analisis dan penilaian dapat disesuaikan dengan skala dan kompleksitas pekerjaan yang dilakukan Alih Daya. Sebagai contoh, analisis dan penilaian PPJ pekerjaan pemasaran dan penagihan harus lebih dalam dibandingkan dengan analisis dan penilaian PPJ pekerjaan pramubakti atau cleaning service. G. Dalam menyusun perjanjian Alih Daya, Bank dapat mempertimbangkan kesesuaian pencantuman klausula minimum dalam perjanjian Alih Daya sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai prinsip kehati- hatian bagi Bank Umum yang melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain. Contoh klausula minimum tersebut antara lain klausula kesediaan PPJ untuk memberikan akses pemeriksaan oleh Bank Indonesia dan klausula kewajiban para pihak untuk melindungi hak dan kepentingan nasabah Bank, lebih sesuai untuk pekerjaan penunjang pada alur kegiatan usaha Bank, seperti pemasaran, penagihan kredit dan pengelolaan kas Bank. H. Apabila terdapat persyaratan bagi pekerjaan yang dilakukan Alih Daya untuk memiliki sertifikasi yang telah memperoleh izin dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau pelatihan khusus . . . khusus terkait dengan pekerjaan tertentu seperti pekerjaan pengamanan, Bank wajib mensyaratkan pemenuhan sertifikasi atau pelatihan khusus tersebut oleh PPJ dalam perjanjian Alih Daya. III. PENYERAHAN PEKERJAAN YANG TIDAK MENJADI CAKUPAN ALIH DAYA A. Penyerahan pekerjaan yang tidak menjadi cakupan Alih Daya sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini adalah: 1. penyerahan pekerjaan kepada kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, perusahaan induk, dan entitas lain dalam satu kelompok usaha Bank di dalam maupun di luar negeri; 2. penyerahan pekerjaan jasa konsultansi atau keahlian khusus; dan 3. penyerahan pekerjaan jasa pemeliharaan barang dan gedung. B. Penyerahan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada butir A.1. tetap tunduk kepada ketentuan dan peraturan perundang- undangan yang berlaku, antara lain ketentuan mengenai manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi, pelaksanaan fungsi audit intern Bank, Good Corporate Governance (GCG), dan alat pembayaran dengan menggunakan kartu serta dengan memperhatikan kesesuaian dan kewajaran penyerahan pekerjaan dimaksud. Contoh penyerahan pekerjaan kepada kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, kantor . . . kantor induk, dan/atau entitas lain dalam satu kelompok usaha yang bukan merupakan cakupan ketentuan Alih Daya antara lain adalah: 1. pekerjaan yang dilakukan sebagai bentuk pengawasan kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, atau perusahaan induk, misalnya pengawasan limit risiko pasar dan risiko kredit; 2. pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh kantor cabang bank asing atau perusahaan anak Bank karena kurangnya keahlian pada bidang tertentu dan bersifat konsultasi, misalnya review atas model pengukuran risiko dan tenaga auditor yang memiliki keahlian pada bidang tertentu (TI); dan/atau 3. pekerjaan yang merupakan bagian dari proses bisnis Bank yang dilakukan di kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri, perusahaan induk, atau entitas lain dalam satu kelompok usaha Bank, misalnya rekonsiliasi laporan keuangan dan pemrosesan gaji. C. Contoh penyerahan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada butir A.2. antara lain jasa konsultan hukum, jasa notaris, jasa penilai independen (appraisal) dan akuntan publik. D. Contoh penyerahan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada butir A.3. antara lain pemeliharaan mesin pendingin ruangan (Air Conditioner/AC), fotocopy, komputer dan printer serta jasa pemeliharaan gedung kantor Bank. IV. PRINSIP . . . IV. PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM ALIH DAYA PEKERJAAN PENAGIHAN KREDIT DAN PENGELOLAAN KAS A. Pekerjaan Penagihan Kredit 1. Cakupan penagihan kredit dalam ketentuan ini adalah penagihan kredit secara umum, termasuk penagihan kredit kepemilikan rumah, kredit kendaraan bermotor, kredit tanpa agunan dan kartu kredit. 2. Pekerjaan penagihan kredit yang dapat dilakukan Alih Daya adalah pekerjaan penagihan kredit dengan kualitas “Macet” sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset Bank umum. 3. Perjanjian kerjasama Alih Daya penagihan kredit antara Bank dan PPJ harus dilakukan secara tertulis dalam bentuk perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja. 4. Dalam Alih Daya penagihan kredit, Bank wajib memiliki dan menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penagihan kredit antara lain berupa kewajiban Bank untuk: a. menginformasikan kepada debitur apabila penagihan atas kewajiban debitur telah diserahkan kepada PPJ; b. memastikan bahwa penagihan kredit oleh PPJ dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum; c. menyusun etika penagihan kredit yang harus dituangkan dalam perjanjian Alih Daya; d. memastikan . . . d. memastikan bahwa tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan tugas penagihan dan etika penagihan sesuai ketentuan yang berlaku; e. menatausahakan identitas setiap tenaga penagih; dan f. memastikan bahwa dalam melakukan penagihan PPJ mematuhi pokok-pokok etika penagihan kredit yang dimuat dalam perjanjian Alih Daya, antara lain: 1) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan cara ancaman, kekerasan dan/atau tindakan yang bersifat mempermalukan debitur; 2) penagihan dilarang dilakukan dengan menggunakan tekanan secara fisik maupun verbal; 3) penagihan dilarang dilakukan kepada pihak selain debitur; 4) penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang dilakukan secara terus menerus yang bersifat mengganggu; 5) penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00 wilayah waktu debitur; 6) penagihan di luar waktu sebagaimana dimaksud pada angka 5) hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau perjanjian dengan debitur; 7) petugas . . . 7) petugas penagih wajib menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan oleh Bank, yang dilengkapi dengan foto diri yang bersangkutan; dan 8) penagihan hanya dapat dilakukan di tempat alamat penagihan atau domisili debitur. g. Bank wajib memastikan bahwa PPJ juga mematuhi etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi. 5. Dalam hal diperlukan pemanggilan debitur untuk menghadiri pertemuan dengan petugas penagih, Bank paling kurang wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. pertemuan dilakukan di kantor Bank; b. ruang pertemuan dilengkapi dengan CCTV; c. pihak Bank hadir dalam pertemuan tersebut; dan d. seluruh pembicaraan dalam pertemuan tersebut direkam dan dibuat berita acara yang diketahui oleh pihak Bank. B. Pengelolaan Kas 1. Pengelolaan kas adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan oleh PPJ untuk mengelola fisik uang tunai milik Bank (baik dalam mata uang Rupiah maupun mata uang asing) berupa antara lain: a. distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan) uang tunai berikut pengawalan (cash distribution); b. penghitungan, penyortiran dan pengemasan uang tunai (cash processing); c. penyimpanan uang tunai di khazanah (cash in save); dan/atau d. pengisian . . . d. pengisian ATM (anjungan tunai mandiri) dengan uang tunai dan/atau pengambilan uang tunai dari CDM (cash deposit machine) berikut pemantauan ATM dan/atau CDM. 2. Dalam melakukan Alih Daya pengelolaan kas, Bank hanya dapat melakukan perjanjian Alih Daya dengan PPJ yang memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut: a. berbadan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT); b. memiliki izin operasional sebagai perusahaan jasa kawal angkut uang tunai dan barang berharga yang masih berlaku dari instansi yang berwenang; c. memiliki Standard Operational Procedure (SOP) keamanan dalam pengelolaan kas; d. memiliki kinerja keuangan yang baik yang penilaiannya didasarkan pada modal, likuiditas dan profitabilitas PPJ; e. memiliki reputasi yang baik yang penilaiannya didasarkan pada rekam jejak (track record) dan kepatuhan PPJ terhadap ketentuan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku serta perjanjian Alih Daya yang dilakukan sebelumnya; f. memiliki pengalaman yang cukup yang penilaiannya didasarkan pada pengalaman perusahaan dan/atau manajemen perusahaan dalam menangani pekerjaan yang dilakukan Alih Daya; g. memiliki . . . g. memiliki sumber daya manusia dengan kuantitas dan kualitas yang dapat mendukung pelaksanaan pengelolaan kas Bank. Khusus bagi PPJ yang pekerjaannya terkait langsung dengan penghitungan, penyortiran dan pengemasan uang tunai (cash processing), harus memiliki sumber daya manusia yang mempunyai keahlian mengenai ciri- ciri keaslian uang Rupiah, keahlian memilah antara uang Rupiah layak edar dengan yang tidak layak edar, keahlian mengoperasikan mesin hitung dan mesin sortir uang Rupiah; dan h. memiliki mesin hitung dan mesin sortir yang dapat mendeteksi keaslian fisik uang, memiliki khazanah untuk menyimpan uang tunai Rupiah, dan memiliki infrastruktur dan sarana angkutan yang memenuhi persyaratan standar keamanan. 3. Kewajiban PPJ memiliki contingency plan yang dituangkan dalam perjanjian Alih Daya pengelolaan kas Bank antara lain menjamin dan mengasuransikan seluruh uang tunai milik Bank yang berada dalam pengelolaan PPJ tersebut. 4. Kesediaan PPJ untuk memberikan akses pemeriksaan kepada Bank Indonesia yang dituangkan dalam perjanjian Alih Daya pengelolaan kas Bank antara lain kewajiban PPJ pengelolaan kas Bank untuk: a. memberikan data dan informasi kepada Bank Indonesia baik secara langsung maupun melalui Bank terkait sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang digunakan dalam melaksanakan pekerjaan; dan b. memberikan . . . b. memberikan akses untuk melakukan pemeriksaan terhadap kegiatan operasional PPJ pengelolaan kas Bank, antara lain pemeriksaan standarisasi kualitas sortasi, kecukupan sarana dan prasarana, sistem pengamanan dan kualitas sumber daya manusia yang melakukan pengolahan fisik uang Rupiah. 5. Dalam rangka melaksanakan pengendalian intern yang efektif atas Alih Daya pengelolaan kas Bank, Bank melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan oleh PPJ, yang paling kurang mencakup: a. pengawasan terhadap akurasi perhitungan dan kualitas sortasi hasil pekerjaan PPJ; dan b. memastikan bahwa PPJ menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan oleh Bank Indonesia dari hasil pengawasan terhadap kegiatan operasional PPJ. V. PELAPORAN A. Laporan Alih Daya 1. Bank yang melakukan Alih Daya wajib menyusun Laporan Berkala Alih Daya, yang terdiri dari: a. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya; dan b. Laporan Alih Daya yang Bermasalah. 2. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya sebagaimana dimaksud pada butir 1.a. disusun sebagai berikut: a. Laporan Rencana Alih Daya memuat rencana Alih Daya atas pekerjaan yang belum pernah dilakukan Alih Daya. Sedangkan Laporan Perubahan dan/atau Penambahan . . . Penambahan Rencana Alih Daya memuat perubahan cakupan pekerjaan yang sudah dilakukan Alih Daya dan/atau penambahan pekerjaan yang akan dialihdaya. Contoh perubahan cakupan pekerjaan yang sudah dilakukan Alih Daya adalah Bank pada tahun berjalan merencanakan untuk menambah cakupan pekerjaan Alih Daya pemasaran dari pemasaran kartu kredit menjadi pemasaran kartu kredit dan kredit tanpa agunan. Contoh penambahan rencana Alih Daya yang akan dilakukan adalah Bank pada tahun berjalan merencanakan melakukan Alih Daya pemasaran kartu kredit yang sebelumnya tidak dimuat dalam Laporan Rencana Alih Daya. Tidak termasuk dalam laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya adalah perpanjangan PPJ dan penggantian PPJ atas pekerjaan yang telah dialihdayakan. b. Laporan Rencana Alih Daya untuk 1 (satu) tahun ke depan disampaikan paling lambat setiap tanggal 31 Desember. Sedangkan Laporan Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya disampaikan paling lambat setiap tanggal 30 Juni tahun berjalan, dengan menggunakan formulir pelaporan sebagaimana dimaksud pada Lampiran II.A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya paling kurang memuat informasi mengenai: 1) jenis . . . 1) jenis pekerjaan yang dilakukan Alih Daya; 2) gambaran umum dan cakupan pekerjaan; 3) jenis perjanjian Alih Daya; 4) perkiraan jumlah tenaga kerja Alih Daya yang dibutuhkan; 5) 6) jangka waktu perjanjian; tujuan Alih Daya; dan 7) analisis perkiraan biaya dan manfaat, risiko dan mitigasinya. d. Bank yang tidak memiliki rencana untuk melakukan Alih Daya sebagaimana dijelaskan pada huruf a tetap wajib menyampaikan Laporan Rencana Alih Daya dengan penjelasan Nihil paling lambat setiap tanggal 31 Desember. 3. Laporan Alih Daya yang Bermasalah sebagaimana pada butir 1.b. disusun sebagai berikut: a. Laporan Alih Daya yang Bermasalah memuat gambaran permasalahan Alih Daya antara lain permasalahan yang dihadapi oleh Bank dan PPJ yang berpotensi meningkatkan risiko Bank secara signifikan dan/atau akan mengganggu kelangsungan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan Alih Daya. Contoh permasalahan Alih Daya antara lain pelanggaran ketentuan dan peraturan perundang- undangan yang berlaku, pelanggaran perjanjian, gugatan, pengaduan nasabah, pemogokan karyawan, dan perselisihan intern pada PPJ baik antar manajemen maupun antara manajemen dengan karyawan. b. Laporan . . . b. Laporan Alih Daya yang Bermasalah sebagaimana dimaksud pada butir 1.b. disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diketahuinya permasalahan, dengan menggunakan formulir pelaporan sebagaimana dimaksud pada Lampiran II.B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Laporan Alih Daya yang Bermasalah paling kurang memuat informasi mengenai: a. jenis pekerjaan yang dilakukan Alih Daya; b. nama Perusahan Penyedia Jasa; c. gambaran permasalahan yang terjadi; dan d. langkah-langkah yang dilakukan oleh Bank untuk mengatasi permasalahan tersebut. 5. Dalam menetapkan langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan Alih Daya, Bank harus memastikan bahwa pekerjaan yang dialihkan tetap terlaksana dengan baik walaupun terjadi permasalahan pada Alih Daya. B. Penyampaian Laporan Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. VI. PENUTUP . . . VI. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 Juni 2012. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN, MULYA E. SIREGAR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/20/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain </reg_title> <set_date> 27 Juni 2012 </set_date> <effective_date> 27 Juni 2012 </effective_date> <related_reg> '13/25/PBI/2011', '11/11/PBI/2009', '14/2/PBI/2012' </related_reg>
No. 2/ 10 /DASP Jakarta, 8 Juni 2000 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PESERTA KLIRING DI INDONESIA Perihal : Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong. Berdasarkan Pasal 38 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/4/PBI/2000 tanggal 11 Februari 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, ditetapkan bahwa ketentuan pelaksanaan penyelenggaraan Tata Usaha Penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dengan ini dikemukakan pengaturan lebih lanjut mengenai tata usaha penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong sebagai berikut : I. PENGERTIAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Pemilik Rekening adalah orang atau badan yang memiliki Rekening pada bank; 2. Nasabah … 2. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank; 3. Rekening adalah Rekening giro atau pinjaman yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan Cek atau Bilyet Giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan; 4. Perjanjian Pembukaan Rekening adalah suatu perjanjian yang mendasari hubungan hukum antara bank dengan pemilik rekening dalam rangka pembukaan rekening. 5. Cek adalah surat perintah membayar sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD); 6. Bilyet Giro adalah surat perintah pemindahbukuan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro; 7. Penarik adalah Pemilik Rekening atau orang yang dikuasakan untuk memerintahkan tertarik melakukan pembayaran atau pemindahbukuan sejumlah dana atas beban Rekeningnya kepada Pemegang dengan menggunakan Cek/Bilyet Giro; 8. Tertarik adalah bank yang menerima perintah pembayaran atau pemindahbukuan dari Penarik; 9. Pemegang adalah Nasabah yang memperoleh pembayaran atau pemindahbukuan dana dari Penarik sebagaimana diperintahkan oleh Penarik kepada Tertarik; 10. Pengunjukan adalah setiap penyerahan Cek/Bilyet Giro oleh Pemegang kepada Tertarik melalui Kliring; 11. Penarikan adalah setiap penerbitan atau penyerahan Cek/Bilyet Giro dari Penarik kepada Pemegang; 12. Bank Penerima adalah bank yang melakukan penyerahan/penagihan Cek/Bilyet Giro milik Pemegang melalui Kliring kepada Tertarik; 13. Cek/Bilyet … 13. Cek/Bilyet Giro Kosong adalah Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan dan ditolak Tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh Penarik karena saldo tidak cukup atau Rekening telah ditutup; 14. Daftar Hitam adalah suatu daftar yang berisi nama-nama Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan; 15. Rekening Khusus adalah rekening tabungan atau rekening lain yang khusus disediakan oleh Tertarik kepada Pemilik Rekening yang Rekeningnya ditutup karena melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria untuk dimasukkan dalam Daftar Hitam atau namanya tercantum dalam Daftar Hitam yang berlaku guna menampung pembayaran Cek/Bilyet Giro yang masih beredar. 16. Bank Indonesia yang Mewilayahi adalah Bank Indonesia c.q Bagian Kliring Jakarta bagi Bank yang berada diwilayah DKI Jakarta Raya, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Kerawang dan Bekasi atau Kantor Bank Indonesia setempat untuk wilayah di luar Wilayah tersebut di atas. 17. Tenggang Waktu Pengunjukan atau Penawaran adalah jangka waktu yang disediakan oleh Penarik kepada Pemegang untuk meminta pelaksanaan perintah dalam Cek/Bilyet Giro kepada Tertarik; 18. Rekening Gabungan (joint account) adalah rekening atas nama beberapa orang (pribadi), beberapa badan dan atau campuran keduanya. II. PEMBUKAAN REKENING A. Jenis Rekening Rekening yang dapat dibuka oleh Nasabah pada bank berdasarkan pihak yang … yang memiliki Rekening dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu : 1. Rekening atas nama Badan, yang terdiri atas : a. Instansi pemerintah/lembaga negara dan organisasi masyarakat yang tidak merupakan perusahaan; b. Semua badan hukum yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang atau peraturan perundang-undangan lainnya; c. Firma (Fa), CV dan yayasan. 2. Rekening Perorangan seperti kongsi, toko, restoran, bengkel dan warung. 3. Rekening Gabungan (joint account). B. Persyaratan dan Tata Cara Pembukaan Rekening 1. Calon Pemilik Rekening yang akan membuka rekening sebagaimana dimaksud dalam angka II.A harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada bank dengan melampirkan data yang sekurang- kurangnya meliputi : a. Tanda bukti diri antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Ijin Mengemudi (SIM), atau Paspor. b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi nasabah yang diwajibkan mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 947/KMK.04/1983 tanggal 31 Desember 1983. c. Akte pendirian/anggaran dasar bagi perusahaan yang bentuk hukumnya diatur dalam KUHD dan atau Undang-undang/Peraturan Pemerintah lainnya. Selain memenuhi persyaratan tersebut di atas calon Pemilik Rekening juga tidak tercantum dalam Daftar Hitam yang masih berlaku. 2. Atas … 2. Atas dasar permohonan dari calon Pemilik Rekening dimaksud maka bank melakukan penelitian kelengkapan identitas dari calon Pemilik Rekening apakah nama calon Pemilik Rekening tercantum dalam Daftar Hitam yang masih berlaku. Bank wajib menolak calon Pemilik Rekening untuk membuka rekening apabila persyaratan pembukaan Rekening sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak dipenuhi. 3. Dalam hal seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 telah dipenuhi maka yang bersangkutan dapat diterima menjadi Pemilik Rekening setelah menandatangani Perjanjian Pembukaan Rekening dan memberikan spesimen tanda tangannya. Tanda tangan calon Pemilik Rekening atau wakilnya yang sah pada Perjanjian Pembukaan Rekening dan spesimen tanda tangan harus sama dengan tanda tangan yang tercantum dalam tanda bukti diri sebagaimana dimaksud dalam angka 1.a. 4. Salinan atau tembusan Perjanjian Pembukaan Rekening yang telah ditandatangani oleh Pemilik Rekening wajib diberikan kepada Pemiliki Rekening yang bersangkutan. 5. Terhadap Pemilik Rekening yang telah menandatangani Perjanjian Pembukaan Rekening sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dapat diberikan blanko Cek/Bilyet Giro sebagai sarana Penarikan dana dalam Rekening. C. Perjanjian Pembukaan Rekening : Bank wajib mencantumkan klasula-klausula tertentu dalam Perjanjian Pembukaan Rekening sebagaimana dimaksud dalam huruf B.3 yang sekurang-kurangnya wajib memuat pernyataan atau persetujuan Pemilik Rekening sebagai berikut : 1. Setiap … 1. Setiap penyalahgunaan Penarikan Cek/Bilyet Giro sebagaimana dimaksud dalam huruf B.5 merupakan tanggung jawab Pemilik Rekening. 2. Permintaan blanko Cek/Bilyet Giro harus dilakukan secara tertulis oleh Pemilik Rekening dan pengembalian lembar pertama (tanda terima) blanko Cek/Bilyet Giro harus dilakukan pada saat penerimaan blanko Cek/Bilyet Giro oleh Pemilik Rekening atau orang yang diberi kuasa. 3. Pemilik Rekening tidak keberatan Rekeningnya ditutup dan namanya dicantumkan ke dalam Daftar Hitam apabila melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong; 4. Pemilik Rekening membebaskan Tertarik dari segala tuntutan hukum atas setiap konsekuensi hukum yang timbul akibat penolakan Cek/Bilyet Giro kosong yang dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran ini. 5. Pemilik Rekening bersedia mematuhi ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai penandatanganan Cek/Bilyet Giro, pelunasan bea meterai serta ketentuan lain yang mengatur mengenai penarikan Cek/Bilyet Giro. 6. Pemilik Rekening akan segera menginformasikan kepada Tertarik setiap perubahan identitasnya, antara lain perubahan alamat, nomor telepon dan NPWP. 7. Dalam hal Pemilik Rekening membuka Rekening Gabungan maka Pemilik Rekening wajib pula tunduk pada ketentuan sebagai berikut: a. Penandatanganan Cek/Bilyet Giro tersebut cukup dilakukan oleh salah satu Nasabah yang membentuk Rekening Gabungan (joint account). b. Segala … b. Segala konsekuensi hukum yang timbul atas Penarikan Cek/Bilyet Giro oleh salah satu atau lebih Pemilik Rekening Gabungan akan ditanggung secara renteng oleh seluruh Pemilik Rekening pembentuk Rekening Gabungan (joint account) tanpa kecuali. Bank dapat mensyaratkan hal-hal lain yang dianggap perlu dalam Perjanjian Pembukaan Rekening untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan Cek/Bilyet Giro oleh Nasabah atau pihak-pihak lain yang tidak berhak. III. Kewajiban Penyediaan Dana Penarik wajib menyediakan dana yang cukup dalam Rekeningnya pada Tertarik, dengan ketentuan : 1. Penyediaan dana untuk Cek mulai dari tanggal Penarikan sampai dengan tanggal kadaluwarsa. Namun demikian, dalam hal terdapat penanggalan atas suatu Cek yang diberi tanggal kemudian (post dated cheque) maka : a. tanpa memperhatikan tanggal yang tercantum dalam suatu Cek, apabila pemegang mengunjukkan Cek tersebut untuk memperoleh pembayaran sebelum tanggal yang tertera pada Cek, Tertarik wajib membayar atau memindahbukukan dana sepanjang Cek tersebut memenuhi syarat-syarat formal dan tersedia saldo atau dana yang cukup pada Rekening; b. dalam hal post dated cheque tersebut tidak didukung saldo yang cukup pada Rekening atau Rekeningnya telah ditutup, maka Cek tersebut digolongkan sebagai Cek Kosong. 2. Penyediaan dana untuk Bilyet Giro mulai dari tanggal efektif sampai dengan tanggal kadaluwarsa. 3. Dana … 3. Dana yang dapat diperhitungkan sebagai dana yang tersedia pada Tertarik adalah saldo giro yang efektif, saldo fasilitas kredit yang belum digunakan, fasilitas cerukan atau fasilitas cross clearing yang diberikan oleh Tertarik. Khusus untuk pemberian fasilitas cerukan atau fasilitas cross clearing, Tertarik wajib memperhatikan bonafiditas Nasabah dengan tetap memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. 4. Penarik tidak diwajibkan menyediakan dana dalam hal : a. Cek/Bilyet Giro hapus karena kadaluwarsa yaitu setelah waktu 6 (enam) bulan terhitung mulai akhir tenggang waktu pengunjukan/ penawaran; b. Cek ditarik kembali oleh Penarik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 KUHD setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukan. Tenggang waktu pengunjukan Cek adalah 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal Penarikan; c. tanggal efektif Bilyet Giro belum sampai; d. Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran. Tenggang waktu penawaran Bilyet Giro adalah 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak tanggal Penarikan. IV. Penolakan Pembayaran Cek/Bilyet Giro A. Alasan Penolakan Cek/Bilyet Giro Tertarik wajib melakukan penolakan atas Cek atau Bilyet Giro yang diunjukkan kepada Tertarik apabila Cek/Bilyet Giro dimaksud memenuhi salah satu atau lebih alasan penolakan sebagai berikut : 1. Saldo tidak cukup. 2. Rekening … 2. Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri) 3. Persyaratan formal Cek/Bilyet Giro tidak dipenuhi yaitu : a. Tulisan "Cek"/"Bilyet Giro" dan Nomor Cek/Bilyet Giro yang bersangkutan; b. Nama Tertarik; c. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk membayar/memindahbukukan dana atas beban Rekening Penarik; d. Nama dan nomor Rekening Pemegang (khusus untuk Bilyet Giro); e. Nama Bank penerima (khusus untuk Bilyet Giro); f. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya; g. Tempat dan tanggal Penarikan; h. Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Bilyet Giro); i. Tanda tangan penarik dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Cek). 4. Tanggal efektif Bilyet Giro belum sampai; 5. Cek ditarik kembali oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukkan; 6. Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran; 7. Sudah … 7. Sudah kadaluwarsa; 8. Coretan/perubahan tidak ditandatangani oleh Penarik; 9. Bea meterai belum dilunasi; 10. Tanda tangan tidak cocok dengan specimen; 11. Stempel Kliring tidak ada; 12. Stempel Kliring tidak sesuai dengan Bank Penerima; 13. Endosemen pada Cek atas nama atau Cek atas order tidak ada; 14. Warkat diblokir pembayarannya (surat keterangan Kepolisian terlampir); 15. Rekening diblokir oleh instansi yang berwenang (surat pemblokiran terlampir); 16. Warkat bukan untuk kami; 17. Perhitungan/encode tidak sesuai dengan nominal yang sebenarnya. B. Penolakan Cek/Bilyet Giro dan Tata Usaha Cek/Bilyet Giro Kosong Dalam hal Tertarik melakukan penolakan Cek/Bilyet Giro berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada huruf A.1 yang dilakukan melalui Kliring, Tertarik wajib menatausahakan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong Pemilik Rekening serta mengembalikan Cek/Bilyet Giro yang ditolak kepada Pemegang. Selanjutnya untuk keperluan penatausahaan Cek/Bilyet Giro Kosong di Bank Indonesia, Tertarik wajib membuat, menatausahakan dan menyampaikan kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi hal-hal sebagai berikut : 1. Surat Keterangan Penolakan (SKP), yaitu surat yang ditujukan kepada Pemegang yang berisi informasi alasan penolakan atas suatu Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan kepada Tertarik pada suatu tanggal … 2. tanggal tertentu baik karena dananya tidak cukup maupun karena alasan lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf A.1 sampai dengan A.17. 3. Surat Peringatan atau pemberitahuan, yaitu surat yang ditujukan kepada Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong agar menyadari kemungkinan dilakukannya penutupan atas Rekeningnya dan pencantuman nama Penarik dalam Daftar Hitam, yang dapat terdiri dari : a. Surat Peringatan I (SP-I) untuk penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong pertama, yang mengingatkan agar Penarik tidak menarik Cek/Bilyet Giro Kosong lagi; b. Surat Peringatan II (SP-II) untuk penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong kedua, yang mengingatkan bahwa bank akan melakukan penutupan Rekening dan mencantumkan nama Penarik dalam Daftar Hitam jika Penarik menarik Cek/Bilyet Giro Kosong untuk ketiga kalinya; c. Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening (SPPR), yaitu surat yang berisi informasi terjadinya penarikan Cek/Bilyet Giro kosong sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1.a dan b dan pemberitahuan telah dilakukannya penutupan Rekening Penarik, perintah untuk mengembalikan sisa buku Cek/Bilyet Giro yang belum terpakai, pencantuman nama Penarik dalam Daftar Hitam dan dihentikannya hubungan Rekening Koran Penarik dengan bank. 4. Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong, yaitu daftar yang berisi nama-nama Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong yang wajib disampaikan oleh Tertarik kepada Penyelenggara Kliring sebagai pengganti … pengganti tembusan SKP untuk keperluan Tata Usaha Cek/Bilyet Giro Kosong. ./. C. Tata Cara Pembuatan dan Peruntukan SKP 1. SKP sebagaimana dimaksud dalam huruf B.1 dapat dibuat dengan cara sebagai berikut : a. secara manual dengan menggunakan mesin ketik/komputer; b. menggunakan program Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL). Bentuk Formulir SKP untuk SOKL, yang berlaku pula untuk Sistem Kliring Otomasi dan Elektronik, adalah sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1 dan untuk Sistem Kliring Manual sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2. 2. Tertarik wajib mengisi SKP secara lengkap, benar dan harus memuat alasan penolakan serta identitas Penarik Cek/Bilyet Giro yang meliputi nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nomor Rekening, tanggal pembuatan SKP dan tanda tangan pejabat Tertarik. Penulisan identitas Penarik pada SKP harus sama dengan penulisan identitas Pemilik Rekening (Penarik) pada Perjanjian Pembukaan Rekening, termasuk penulisan singkatan gelar dan tanda baca seperti titik dan koma. 3. Dalam hal Penarik Cek/Bilyet Giro sebagaimana dimaksud dalam angka 2 adalah : a. suatu firma, CV, perseroan terbatas (PT), koperasi, yayasan, perkumpulan maka disamping harus memuat nama perusahaan yang bersangkutan dicantumkan pula nama Penariknya (penanda tangan Cek/Bilyet Giro yang bersangkutan) sebagai informasi dalam SKP; b. salah satu atau lebih Pemilik Rekening yang membentuk Rekening … Rekening Gabungan, maka disamping SKP untuk Penarik yang melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro kosong, wajib pula dibuatkan SKP tambahan sesuai jumlah Pemilik Rekening Gabungan (joint account) lainnya. SKP tambahan dimaksud, selanjutnya wajib diserahkan kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi. Dengan demikian, atas satu lembar Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong yang Penariknya merupakan Pemilik Rekening Gabungan, dimungkinkan terdapat lebih dari satu lembar SKP. ./. 4. Pembuatan SKP tambahan untuk Pemilik Rekening Gabungan dilakukan secara manual dengan menggunakan mesin ketik/komputer dan dibedakan dengan SKP yang memuat data nama Penarik yang menandatangani Cek/Bilyet Giro Kosong. Pembedaan SKP tambahan tersebut dilakukan dengan cara membubuhi stempel “Rekening Gabungan” (RG). Bentuk Formulir SKP tambahan yang berlaku untuk sistem Manual, SOKL, Otomasi dan Elektronik, adalah sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2-1. 5. Tata Cara penulisan Nama dalam SKP, adalah seperti contoh sebagai berikut : a. Nama perorangan termasuk usaha-usaha seperti toko, bengkel, rumah makan, warung, dan kongsi : Nama Nasabah : Sudijono bdn. Toko Sumeleh b. Nama perorangan dengan gelar akademik atau marga atau gelar keagamaan : Nama … Nama Nasabah : Deddy Rusbandy, S.H. Nama Nasabah : Perdi Silalahi, Drs. Nama Nasabah : Abdulah, Haji, F.X. Setiabudi. c. Nama Nasabah yang berbentuk Fa, CV, PT, koperasi, yayasan, perkumpulan : Nama Nasabah : Maju Mundur, PT. Nama Penarik : Rendra Suhamim, Ir. d. Nama Nasabah Rekening Gabungan (joint account) : Nama Nasabah : Dadap Misalnya Dadap membentuk Rekening Gabungan (joint account) dengan 2 (orang) rekannya, yaitu Polan dan Noyo maka dalam hal Dadap melakukan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong maka disamping SKP atas nama Dadap, bank wajib pula membuat 2 (dua) buah SKP tambahan, yaitu untuk dan atas nama : 1) Nama Nasabah : Polan 2) Nama Nasabah : Noyo 6. SKP dibuat dalam rangkap 4 (empat), yaitu : a. Lembar ke-1 untuk Pemegang yang diberikan oleh Tertarik melalui Bank Penerima; b. Lembar ke-2 untuk Tertarik sebagai arsip; c. Lembar ke-3 untuk arsip Bank Penerima; d. Lembar ke-4 untuk Bank Indonesia yang Mewilayahi. 7. Tertarik wajib menyampaikan SKP kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi untuk keperluan penatausahaan Cek/BG Kosong. Untuk bank-bank yang berada diwilayah yang tidak terdapat Kantor Bank Indonesia … Indonesia, penyampaian kepada Kantor Bank Indonesia yang Mewilayahi dimaksud dilakukan melalui penyelenggara Kliring setempat. D. Tata Cara Pembuatan dan Peruntukan SP-1/SP-II/SPPR 1. Pembuatan SP-I/SP-II/SPPR sebagaimana dimaksud dalam huruf B.2 dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Bagi Peserta Kliring Sistem Manual dapat menggunakan mesin ketik/komputer (manual); b. Bagi Peserta Kliring yang kegiatan Kliring Pengembaliannya menggunakan Sistem Kliring Semi Otomasi (termasuk didalamnya Sistem Kliring Otomasi dan Elektronik), dapat memanfaatkan program SOKL. 2. SP-I/SP-II/SPPR dibuat dalam rangkap 3 (tiga), yaitu : a. Lembar ke-1 untuk Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong; b. Lembar ke-2 untuk arsip Tertarik; c. Lembar ke-3 Bank Indonesia yang Mewilayahi. ./. 3. Setiap Tertarik yang menyampaikan SP-I/SP-II/SPPR kepada Penarik, satu tembusannya disampaikan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi. Untuk bank-bank yang berada diwilayah yang tidak terdapat Kantor Bank Indonesia, penyampaian kepada Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi dilakukan melalui penyelenggara Kliring setempat. Contoh SP I, SP II dan SPPR adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran 3-1 sampai dengan 3-3. E. Tata Cara Pembuatan dan Peruntukan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong 1. Pembuatan … 1. Pembuatan dan pengisian Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong dimaksud dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. bagi Peserta Kliring Sistem Manual dapat menggunakan mesin ketik/komputer (manual); b. bagi Peserta Kliring yang kegiatan Kliring Pengembaliannya menggunakan Sistem Semi Otomasi (termasuk didalamnya Sistem Kliring Otomasi dan Elektronik), dapat memanfaatkan program SOKL. 2. Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong dibuat dalam rangkap 2, yaitu : a. Lembar ke-1 untuk arsip Tertarik; b. Lembar ke-2 untuk Bank Indonesia yang Mewilayahi. 3. Tertarik wajib menyampaikan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi untuk keperluan penatausahaan Cek/BG Kosong. Untuk bank-bank yang berada diwilayah yang tidak terdapat Kantor Bank Indonesia, penyampaian kepada Kantor Bank Indonesia yang Mewilayahi dimaksud dilakukan melalui penyelenggara Kliring setempat. ./. Contoh Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong adalah sebagaimana dimaksud pada Lampiran 4. . F. Tata Cara Penyampaian SKP, SP-I, SP-II atau SPPR, dan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong. 1. Terhadap Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan Pemegang kepada Bank Tertarik melalui Kliring dan ditolak, maka : a. penyampaian lembar SKP baik kepada pemegang (melalui bank penerima … penerima) dan penyelenggara, serta Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong kepada Penyelenggara, wajib dilakukan Tertarik pada jadwal Kliring Pengembalian dalam satu siklus Kliring yang sama; b. penyampaian SP-I, SP-II atau SPPR kepada Penarik dan Penyelenggara dapat dilakukan melalui surat atau penyampaian secara langsung. Penyampaian SP-1, SP-II atau SPPR kepada Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat dilakukan bersama-sama dengan penyampaian SKP dan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 2. Khusus untuk penyelenggaraan kliring di daerah yang tidak terdapat Kantor Bank Indonesia, Penyelenggara wajib menyampaikan SKP, SP- I/SP-II/SPPR dan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong dari Tertarik sebagaimana dimaksud dalam huruf B secara mingguan bersama-sama dengan penyampaian Laporan Mingguan kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam angka III.B.1 Surat Edaran No. 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia. V. Pembatalan Atas Penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong. 1. Apabila terjadi kekeliruan penolakan terhadap pengunjukkan Cek/Bilyet Giro yang semestinya dananya cukup, tetapi karena kesalahan administrasi, bank (Tertarik) terlanjur menolak dengan alasan dananya tidak cukup maka bank (Tertarik) yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pembatalan kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi, agar 2. penolakan … 2. penolakan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong. 3. Permohonan pembatalan atas penolakan pengunjukkan Cek/Bilyet Giro Kosong dengan alasan dananya tidak cukup dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Permohonan diajukan secara tertulis oleh Tertarik kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi dengan melampirkan bukti-bukti tertulis yang mendukung adanya kesalahan administrasi bank (misalnya salinan/fotokopi rekening koran Nasabah) yang telah dilegalisir oleh Pejabat Tertarik yang berwenang; b. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus sudah diterima oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong; c. Segala akibat dari kekeliruan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sepenuhnya merupakan tanggung jawab Tertarik yang bersangkutan. 3. Setiap permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Tertarik dikenakan biaya administrasi sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). Pengenaan biaya tersebut dilakukan dengan mendebet rekening Tertarik atau rekening kantor lain dari bank yang sama dengan Tertarik di Kantor Bank Indonesia yang Mewilayahi pada awal bulan berikutnya setelah permohonan diterima oleh Bank Indonesia. 4. Dalam hal nama Penarik Cek/Bilyet Giro sudah dimasukkan dalam Daftar Hitam maka apabila permohonan pembatalan disetujui, Bank Indonesia yang Mewilayahi akan membuat koreksi atas Daftar Hitam tersebut. VI. Penutupan … VI. Penutupan Rekening Nasabah Oleh Tertarik 1. Tertarik wajib menutup Rekening giro Pemilik Rekening apabila yang bersangkutan : a. Menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 3 (tiga) lembar atau lebih dalam jangka waktu 6 (enam) bulan; b. Menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar dengan nilai nominal Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) atau lebih; atau c. Namanya tercantum dalam Daftar Hitam yang masih berlaku. Kewajiban Tertarik sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak berlaku untuk Rekening pinjaman, namun Pemilik Rekening yang bersangkutan tidak diperkenankan melakukan penarikan. 2. Jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam angka 1.a, dihitung dengan cara “mulai dari-sampai” seperti contoh sebagai berikut: A tercatat telah menarik 3 lembar Cek/Bilyet Giro Kosong masing-masing pada tanggal 15 Januari 2000, 15 April 2000 dan 14 Juli 2000 maka penolakan terakhir pada tanggal 14 Juli 2000 diperhitungkan sebagai penolakan ketiga karena belum melampaui 6 (enam) bulan. Namun apabila penolakan ketiga terjadi pada tanggal 15 Juli 2000 maka penolakan tanggal 15 Januari 2000 tidak diperhitungkan, karena pada tanggal 15 Juli 2000 telah melampaui kurun waktu 6 (enam) bulan. 3. Penghitungan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sebagaimana dimaksud dalam angka 1.a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Setiap lembar Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan oleh Pemegang dan ditolak pembayarannya oleh Tertarik dengan alasan saldo tidak cukup atau Rekening telah ditutup digolongkan sebagai Cek/Bilyet Giro Kosong. b. Cek/Bilyet … ./. b. Cek/Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan selain dalam angka IV.A.3 (Persyaratan formal Cek/Bilyet Giro tidak dipenuhi), 4 (Tanggal efektif Bilyet Giro belum sampai), 5 (Cek ditarik kembali oleh penarik setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukkan), 6 (Bilyet Giro Dibatalkan oleh penarik setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran), 7 (Sudah kadaluwarsa), dan 16 ( Warkat bukan untuk kami) namun dananya tidak cukup atau rekening telah ditutup, tetap digolongkan sebagai penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong. Sebaliknya Cek/Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan dalam angka IV.A.3, 4, 5, 6, 7, dan 16 namun dananya tidak cukup, tidak digolongkan sebagai penolakan Cek/Bilyet Giro kosong. Ilustrasi penggolongan penolakan Cek/Bilyet Giro sebagaimana Lampiran 5. c. Satu lembar Cek/Bilyet Giro yang sama dan diunjukkan secara berulang-ulang oleh Pemegang kepada Tertarik melalui Kliring dan ditolak pembayarannya oleh Tertarik melalui kliring dengan alasan saldo tidak cukup dan atau Rekening telah ditutup, dihitung sebagai satu lembar Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong. d. Beberapa lembar Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan oleh Pemegang melalui Kliring dan ditolak pembayarannya oleh satu Tertarik atau beberapa Tertarik pada tanggal yang sama melalui Kliring dengan alasan saldo tidak cukup dan atau Rekening telah ditutup, jumlah Penarikan Cek/Bilyet Giro kosong dihitung sebanyak jumlah lembar Cek/Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan tersebut. e. Khusus untuk Pemilik Rekening Gabungan (joint account), Perhitungan penarikan Cek/Bilyet Giro kosong oleh nasabah Rekening Gabungan (joint account) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Dalam hal terdapat salah satu atau lebih Pemilik Rekening Gabungan … Gabungan melakukan Penarikan Cek/BG Kosong yang bersumber dari Rekening Gabungan dimana penarikan dimaksud memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka 1.a atau 1.b maka Rekening Gabungan (joint account) akan ditutup oleh Tertarik dan nama-nama seluruh Pemilik Rekening Gabungan (joint account) akan dicantumkan ke dalam Daftar Hitam. 2) Dalam hal salah satu atau lebih Pemilik Rekening Gabungan yang sama melakukan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong yang bersumber dari Rekening Gabungan (joint account) dan Rekening lain baik pada bank yang sama maupun bank yang berbeda, dimana penarikan dimaksud memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1, maka : a) Rekening Gabungan (joint account) akan ditutup oleh Tertarik dan nama pemilik Rekening Gabungan (joint account) yang melakukan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong akan dicantumkan ke dalam Daftar Hitam; b) Pemilik Rekening Gabungan (joint account) lainnya yang tidak melakukan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong namun Rekening Gabungannya telah ditutup sebagaimana dimaksud dalam huruf a), selanjutnya dapat melakukan pembukaan Rekening baru dengan memenuhi persyaratan dan tata cara pembukaan Rekening sesuai ketentuan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam angka II. ./. Contoh perhitungan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong oleh Nasabah Rekening Gabungan (joint account) adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran 6. VII. Daftar … VII. Daftar Hitam A. Pencantuman nama Pemilik Rekening ke dalam Daftar Hitam Pemilik Rekening yang melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1.a dan 1.b, namanya dicantumkan dalam Daftar Hitam, dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Pencantuman nama Nasabah ke dalam Daftar Hitam sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1.a didasarkan atas jumlah lembar Penarikan tanpa menunggu tembusan SPPR dari Tertarik yang bersangkutan. 2. Nama-nama Pemilik Rekening yang dapat dicantumkan dalam Daftar Hitam adalah nama perorangan, badan usaha dan badan hukum, dengan contoh sebagai berikut : a. Nama perorangan termasuk usaha-usaha seperti toko, bengkel, rumah makan, warung, dan kongsi. Nama Nasabah : Sudijono bdn. Toko Sumeleh b. Nama perorangan dengan gelar akademik atau marga atau gelar keagamaan. Nama Nasabah : Deddy Rusbandy, S.H. Nama Nasabah : Perdi Silalahi, Drs. Nama Nasabah : Abdullah, Haji; F.X. Setiabudi. c. Nama Nasabah yang berbentuk Firma, CV, Perseroan Terbatas (PT), koperasi, yayasan, perkumpulan, berikut nama Penarik (penanda tangan) Cek/Bilyet Giro Kosong yang bersangkutan : Nama Nasabah : Maju Mundur, PT. Nama Penarik : Rendra Suhamim, Ir. Pencantuman … Pencantuman nama Penarik pada Nasabah yang berbentuk Firma, CV, Perseroan Terbatas, koperasi, yayasan, perkumpulan dalam Daftar Hitam semata-mata berlaku hanya sebagai informasi. d. Seluruh nama Nasabah yang membentuk Rekening Gabungan. e. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan badan-badan usaha yang didirikan oleh instansi pemerintah/lembaga negara seperti koperasi, yayasan dll. 3. Dalam hal Nasabah yang namanya tercantum dalam Daftar Hitam dimaksud memiliki Rekening atas nama suatu badan atau Rekening perorangan dan atau Rekening Gabungan (joint account), maka baik Rekening atas nama badan atau perorangan dan atau Rekening Gabungan (joint account) yang ada, wajib ditutup oleh Tertarik dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka VI.4. 4. Instansi pemerintah/lembaga negara, bank umum dan bank perkreditan rakyat yang telah melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong, namanya tidak dicantumkan dalam Daftar Hitam namun Rekeningnya wajib ditutup oleh Tertarik. ./. 5. Apabila terdapat Pemilik Rekening yang masih tercantum dalam Daftar Hitam yang masih berlaku, melakukan Penarikan lagi Cek/Bilyet Giro Kosong sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1.a dan 1.b dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan Daftar Hitam maka Pemilik Rekening tersebut akan dicantumkan kembali dalam Daftar Hitam berikutnya. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan contoh dalam Lampiran 7. B. Masa … B. Masa Berlaku Daftar Hitam Daftar Hitam diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi secara berkala dan berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan. Dengan demikian nama Pemilik Rekening yang tercantum dalam Daftar Hitam Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong akan hapus dengan sendirinya setelah masa berlakunya Daftar Hitam berakhir dan Pemilik rekening dimaksud dapat diterima kembali sebagai Nasabah Bank. C. Wilayah Berlaku Daftar Hitam Daftar Hitam berlaku di wilayah Kliring lokal setempat. Bank-bank di suatu wilayah Kliring dapat memanfaatkan informasi yang terdapat dalam Daftar Hitam yang berlaku untuk wilayah Kliring lokal lainnya dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi. D. Sifat Daftar Hitam Daftar Hitam bersifat rahasia dan hanya dipergunakan secara terbatas untuk keperluan intern Bank. Dengan demikian nama-nama yang tercantum dalam Daftar Hitam tidak diperkenankan untuk diumumkan kepada pihak lain selain perbankan. E. Periode Penerbitan Daftar Hitam Daftar Hitam diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi pada setiap akhir bulan. Data Daftar Hitam yang diterbitkan tersebut paling lama adalah data pemilik Rekening yang melakukan penarikan Cek/Bilyet Giro kosong sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1.a dan 1.b pada periode penarikan sampai dengan akhir bulan sebelumnya. Dengan demikian Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi dapat memuat data pemilik Rekening yang melakukan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sampai dengan tanggal tertentu … ./. tertentu pada bulan yang sama dengan bulan penerbitan Daftar Hitam yang bersangkutan. Ilustrasi Penerbitan Daftar Hitam sebagaimana Lampiran 8. VIII. Kewajiban Tertarik Terhadap Pemilik Rekening yang Rekeningnya Ditutup Dalam hal Tertarik/bank melakukan penutupan Rekening berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1 maka kepada Pemilik Rekening yang bersangkutan Tertarik/bank wajib melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Membekukan Rekening Penarik terhadap setiap upaya penarikan dengan menggunakan Cek/Bilyet Giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. Namun demikian, Rekening dimaksud dapat tetap menerima aliran dana masuk atau aliran dana yang bersifat mengkredit Rekening yang dibekukan dimaksud; 2. Meminta Pemilik Rekening untuk segera mengembalikan sisa blanko Cek/Bilyet Giro yang belum digunakan untuk mencegah kemungkinan penyalahgunaan. IX. Pembukaan Rekening Khusus Dalam hal telah dilakukan penutupan rekening sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1, Tertarik/bank wajib segera melakukan hal-hal sebagai berikut : 1. Membuka Rekening Khusus dan memindahkan sisa dana yang terdapat pada Rekening Penarik yang telah ditutup dengan persyaratan sebagai berikut : a. Penarik yang bersangkutan telah mengembalikan blanko Cek/Bilyet Giro yang belum terpakai kepada Tertarik. Dalam hal Penarik yang bersangkutan tidak dapat mengembalikan blanko Cek/Bilyet Giro b. yang … b. yang belum digunakan dimaksud dengan alasan blanko Cek/Bilyet Giro hilang maupun oleh sebab lainnya, maka atas alasan dimaksud wajib dimintakan surat keterangan dari Kepolisian sebagai pengganti blanko Cek/Bilyet Giro; c. Dalam hal masih terdapat Cek/Bilyet Giro yang masih beredar maka Penarik wajib menyediakan dana yang cukup yang pemenuhannya diutamakan untuk melunasi Cek/Bilyet Giro Penarik yang masih beredar; 2. Dalam hal terdapat pengunjukkan Cek/Bilyet Giro yang masih beredar sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b melalui Kliring dan ditolak dengan alasan saldo pada Rekening Khusus tersebut tidak cukup maka Cek/Bilyet Giro tersebut akan dikategorikan sebagai Cek/Bilyet Giro Kosong sebagaimana dimaksud dalam angka VII.A.5. 3. Penarikan dana dari Rekening Khusus selain dengan Cek/Bilyet Giro yang masih beredar, hanya dapat dilakukan dengan kuitansi. 4. Apabila terbukti bahwa seluruh Cek/Bilyet Giro yang telah beredar telah dibayarkan/dipindahbukukan, Tertarik wajib menutup Rekening Khusus tersebut disertai dengan pemberitahuan secara tertulis kepada Penarik yang bersangkutan. X. Penutupan Rekening Pemilik Rekening Atas Permintaan Sendiri Pemilik Rekening yang karena sesuatu alasan tertentu bermaksud untuk menutup Rekening atas permintaan sendiri maka terhadap Pemilik Rekening tersebut wajib dipersyaratkan kewajiban sebagai berikut : 1. Mengembalikan blanko Cek/Bilyet Giro yang belum digunakan. 2. Menyerahkan surat pernyataan diatas meterai yang cukup, yang sekurang- kurangnya memuat pernyataan bahwa : a. Semua … a. Semua kewajiban yang berkaitan dengan penggunaan Cek/Bilyet Giro Nasabah telah diselesaikan dengan baik; b. Tidak lagi terdapat Cek/Bilyet Giro Pemilik Rekening yang masih beredar di masyarakat. c. Pemilik Rekening bersedia untuk dicantumkan ke dalam Daftar Hitam apabila ternyata masih terdapat Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1.a dan 1.b dan membebaskan Tertarik dari segala tuntutan sebagai akibat pencantuman nama Pemilik Rekening yang bersangkutan dalam Daftar Hitam tersebut. XI. Pengawasan Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Tertarik atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Surat Edaran ini baik secara langsung maupun tidak langsung. 1. Dalam rangka pengawasan langsung, Tertarik wajib memberikan kepada Bank Indonesia : a. Keterangan dan data yang diminta; b. Kesempatan untuk melihat semua dokumen dan sarana fisik yang berkaitan dengan pembukaan rekening, penarikan Cek/Bilyet Giro dan Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong; c. Hal-hal lain yang diperlukan. 2. Dalam rangka pengawasan tidak langsung, Tertarik wajib menyampaikan laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. XII. Sanksi Bank yang melanggar ketentuan dalam Surat Edaran ini dikenakan sanksi dalam … dalam rangka pembinaan dan pengawasan bank karena ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. XIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : a. 19/1/UPPB tanggal 23 April 1986 perihal Penatausahaan rekening gabungan (joint account); b. 28/137/UPG tanggal 5 Januari 1996 perihal Cek/Bilyet Giro Kosong; dan c. 29/18/UPG tanggal 7 Mei 1996 perihal Penyampaian Surat Peringatan I, Surat Peringatan II dan Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 8 Juni 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA HARMAIN SALIM DEPUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN Lampiran 1 Kepada : 007-0013 BANK XXX JAKARTA SURAT KETERANGAN PENOLAKAN WARKAT LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL Bersama ini kami kembalikan : 1. BILYET GIRO Tgl. : 13-10-1999 Alasan Nama Nasabah Alamat N.P.W.P Rp. No. Seri : 654321 13.000.000,00 : Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri) : SUDIJONO SUMELEH, IR. MBA. : JL. CENDANA HARUM NO. 13 JAKARTA BARAT : 01.013.133.3.123 No. Rekening : 1234567890 JAKARTA, 13 OKTOBER 1999 BANK YYY KC. JKT SABANG ttd ( Nama Jelas) -----------------------------------Gunting garis ini------------------------------------- Lampiran 2 Kepada PT. Bank ..... ............................................. .................................................... SURAT KETERANGAN PENOLAKAN WARKAT LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL Bersama ini kami kembalikan : ------------------------------------------------------------------------------------------------ ---- CEK BILYET GIRO No. No. Rp. Rp. ------------------------------------------------------------------------------------------------ ---- Karena alasan-alasan seperti tercantum pada angka .......... dan ......... di bawah ini. ------------------------------------------------------------------------------------------------ ---- 1. Saldo tidak cukup. 2. Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri) 3. Persyaratan formal Cek/Bilyet Giro tidak dipenuhi yaitu : a. Tulisan "Cek"/"Bilyet Giro" dan Nomor Cek/Bilyet Giro yang bersangkutan; b. Nama Tertarik; c. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk membayar/memindahbukukan dana atas beban Rekening Penarik; d. Nama dan nomor Rekening Pemegang; e. Nama Bank penerima; f. Jumlah … f. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya; g. Tempat dan tanggal Penarikan; h. Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Bilyet Giro); i. Tanda tangan penarik dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Cek). 4. Tanggal efektif Bilyet Giro belum sampai; 5. Cek ditarik kembali oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukkan; 6. Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran; 7. Sudah Kadaluwarsa; 8. Coretan/perubahan tidak ditandatangani oleh Penarik; 9. Bea meterai belum dilunasi; 10. Tanda tangan tidak cocok dengan specimen; 11. Stempel Kliring tidak ada; 12. Stempel Kliring tidak sesuai dengan Bank penerima; 13. Endosemen pada Cek atas nama (Cek atas order ) tidak ada; 14. Warkat diblokir pembayarannya (surat keterangan Kepolisian terlampir); 15. Rekening diblokir oleh instansi yang berwenang (surat pemblokiran terlampir); 16. Warkat bukan untuk kami; 17. Perhitungan/encode tidak sesuai dengan nominal yang sebenarnya; Nama … ------------------------------------------------------------------------------------------------ Nama Nasabah Nama Penarik Alamat Telpon No. Rekening NPWP : : : : : : BANK ............... ttd (Nama Jelas) Keterangan : − Lembar ke-1 untuk pemegang melalui bank penerima. − Lembar ke-2 untuk bank tertarik. − Lembar ke-3 untuk bank penerima − Lembar ke-4 untuk Bank Indonesia yang mewilayahi melalui penyelenggara Kliring (untuk Sistem Kliring Manual). ==0== Lampiran 2-1 Kepada PT. Bank ..... ............................................. .................................................... SURAT KETERANGAN PENOLAKAN WARKAT LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL (SKP Tambahan Untuk Rekening Gabungan) Bersama ini kami kembalikan : ------------------------------------------------------------------------------------------------ ---- CEK BILYET GIRO No. No. Rp. Rp. ------------------------------------------------------------------------------------------------ ---- Karena alasan-alasan seperti tercantum pada angka .......... dan ......... di bawah ini. ------------------------------------------------------------------------------------------------ ---- 1. Saldo tidak cukup. 2. Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri) 3. Persyaratan formal Cek/Bilyet Giro tidak dipenuhi yaitu : a. Tulisan "Cek"/"Bilyet Giro" dan Nomor Cek/Bilyet Giro yang bersangkutan; b. Nama Tertarik; c. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk membayar/memindahbukukan dana atas beban Rekening Penarik; d. Nama dan nomor Rekening Pemegang; e. Nama Bank penerima; f. Jumlah … RG f. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf selengkap-lengkapnya; g. Tempat dan tanggal Penarikan; h. Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Bilyet Giro); i. Tanda tangan penarik dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Cek). 4. Tanggal efektif Bilyet Giro belum sampai; 5. Cek ditarik kembali oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukkan; 6. Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran; 7. Sudah Kadaluwarsa; 8. Coretan/perubahan tidak ditandatangani oleh Penarik; 9. Bea meterai belum dilunasi; 10. Tanda tangan tidak cocok dengan specimen; 11. Stempel Kliring tidak ada; 12. Stempel Kliring tidak sesuai dengan Bank penerima; 13. Endosemen pada Cek atas nama (Cek atas order ) tidak ada; 14. Warkat diblokir pembayarannya (surat keterangan Kepolisian terlampir); 15. Rekening diblokir oleh instansi yang berwenang (surat pemblokiran terlampir); 16. Warkat bukan untuk kami; 17. Perhitungan/encode tidak sesuai dengan nominal yang sebenarnya; Nama … ------------------------------------------------------------------------------------------------ Nama Nasabah Nama Penarik Alamat Telpon No. Rekening NPWP : : : : : : BANK ............... ttd (Nama Jelas) Keterangan : − Lembar ke-1 untuk pemegang melalui bank penerima. − Lembar ke-2 untuk bank tertarik. − Lembar ke-3 untuk bank penerima − Lembar ke-4 untuk Bank Indonesia yang mewilayahi melalui Penyelenggara Kliring (untuk Sistem Kliring Manual). ==0== Lampiran 3-1 Surat Peringatan I ---------------------- NO.: 1 Kepada ............ .................... ................. Perihal : Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong Dengan ini diberitahukan bahwa pada tanggal ................. kami telah menerima 1 (satu) lembar Cek/Bilyet Giro yang ditarik oleh Saudara, yaitu : - Cek/Bilyet Giro*) No. .................... tgl. Sebesar Rp. ................... Yang kami tolak pembayarannya karena dana Saudara pada kami tidak mencukupi untuk memperhitungkan Cek/Bilyet Giro tersebut. Selanjutnya kami meminta perhatian Saudara agar kejadian tersebut tidak terulang lagi, karena hal tersebut dapat mengakibatkan penutupan Rekening Saudara. Demikian agar Saudara maklum. Bank ................................... ttd cc.: Bank Indonesia. *) Coret yang tidak perlu ==0== (Nama Jelas) Jakarta, ……… Lampiran 3-2 Surat Peringatan II ----------------------- NO.: 2 Kepada ............ ……………. ---------------------- Perihal : Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong Menunjuk surat kami kepada Saudara No. 1 tanggal .....….. perihal tersebut di atas, dengan ini kami beritahukan bahwa pada tanggal ........ kami telah menerima lagi Cek/Bilyet Giro Kosong yang Saudara tarik yaitu : - Cek/Bilyet Giro*) No. .................... tgl…………… Sebesar Rp. ................... yang kami tolak pembayarannya karena dana Saudara pada kami tidak mencukupi untuk memperhitungkan Cek/Bilyet Giro tersebut. Kami minta perhatian Saudara bahwa surat peringatan ini merupakan peringatan yang terakhir, sehingga apabila Saudara melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong lagi, maka Rekening Saudara akan kami tutup. Penutupan Rekening dimaksud akan mengakibatkan pencantuman nama Saudara dalam Daftar Hitam dan dihentikannya hubungan Rekening Saudara dengan Bank-Bank lainnya. Demikian agar Saudara maklum. Bank .................................. ttd cc.: Bank Indonesia. *) coret yang tidak perlu ==0== (Nama Jelas) Jakarta, ............................ Lampiran 3-3 Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening (SPPR) ------------------------------------------------------------ NO.: 3 Kepada ............ .................... ......... ........ Perihal : Penutupan Rekening koran Saudara karena Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong. Meskipun telah 2 (dua) kali kami berikan surat peringatan kepada Saudara yaitu surat No. 1 tanggal .......... ......... dan No. 2 tanggal ..............., namun pada tanggal ............ Saudara masih menarik Cek/Bilyet Giro Kosong lagi yaitu : - Cek/Bilyet Giro No. .................... tgl……………...Sebesar Rp. .................. Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku mulai tanggal surat ini rekening Saudara kami tutup. Sehubungan dengan hal tersebut di atas kami minta agar Saudara mengembalikan sisa buku cek/bilyet giro yang belum terpakai dan kini masih ada dalam persediaan Saudara yang menurut tata usaha kami masing-masing bernomor: - Cek No. ………………….. sampai dengan No. ……………………………. - BG No. ………………….sampai dengan No. ………………………………. Selanjutnya perlu kami kemukakan bahwa nama Saudara akan dicantumkan dalam daftar hitam nasabah penarik cek/bilyet giro kosong yang diterbitkan oleh Bank … Jakarta, ....... ....... Bank Indonesia dan dihentikannya hubungan rekening koran dengan bank-bank lainnya. Penutupan rekening Saudara tersebut berlaku selama 1 tahun sejak tanggal penerbitan daftar hitam. Demikian agar Saudara maklum. Bank ................................... ttd (Nama Jelas) cc.: Bank Indonesia. *) Coret yang tidak perlu ==0== Lampiran 4 Sandi Bank : 000 - 0000 Nama Bank : Bank ZZZ KC LOSARI 2204 DAFTAR WARKAT YANG DITOLAK DENGAN ALASAN KOSONG TANGGAL : 05/10/99 PSOKL - NO NAMA NASABAH, NAMA PENARIK & ALAMAT NASABAH NPWP & NO.REKG. NASABAH JENIS NO. CEK/BG & TGL. WRK 1. 2. ANGIN LESUS. PT. Penarik : Timbul Jl. Tenggelam No. 13 Ujung Pandang Perdi Silalahi Penarik : Perdi Silalahi Jl. Sabang Marauke No. 1 Ujung Pandang UJUNG PANDANG, 5 OKTOBER 1999 BANK ZZZ KC LOSARI ttd (Nama Jelas) 2.678.122.2.111 0031890022 BG 5445202 17 Okt 1999 1.234.567.8.821 0052134567 CEK 123456 17 Okt 1999 5.000.000,0 0 REK. TELAH DITUTUP 2.000.000,0 0 NOMINAL ALASAN PENOLAKAN SALDO TIDAK CUKUP Lampiran 5 ILUSTRASI PENGGOLONGAN PENOLAKAN CEK/BILYET GIRO (CEK/BG) Dalam hal terdapat penolakan Cek/BG karena lebih dari 1 alasan (alasan pada kolom 1 dan kolom 2) maka penolakan tersebut akan digolongan sebagai penolakan Cek/Bg Kosong atau bukan sebagai penolakan Cek/BG kosong, dengan ilustrasi sebagai berikut : ALASAN PETAMA (1) 1. Saldo tidak cukup 2. Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri) 3. Persyaratan formal Cek/BG tidak terpenuhi 4. Tanggal efektif BG belum sampai 5. Cek ditarik kembali oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukan. 6. BG dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu penawaran. 7. Sudah kadaluwarsa. 8. Coretan/perubahan tidak ditandatangani oleh Penarik. 9. Bea Meterai belum dilunasi ALASAN KEDUA (2) - - Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup PENGGOLONGAN PENOLAKAN CEK/BG (3) Penolakan Cek/BG Kosong Penolakan Cek/BG Kosong Bukan sebagai penolakan Cek/BG Kosong Bukan sebagai penolakan Cek/BG Kosong Bukan sebagai penolakan Cek/BG Kosong Bukan sebagai penolakan Cek/BG Kosong Bukan sebagai penolakan Cek/BG Kosong Penolakan Cek/BG Kosong Penolakan Cek/BG Kosong 10. Tandatangan … 10. Tandatangan tidak cocok dengan specimen. Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup 11. Stempel kliring tidak ada. Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup 12. Stempel kliring tidak sesuai dengan bank penerima. 13. Endosemen pada Cek atas nama atau Cek atas order tidak ada. 14. Warkat diblokir pembayarannya (surat keterangan kepolisian terlampir) 15. Rekening diblokir oleh instansi yang berwenang (surat pemblokiran terlampir) 17. Erhitungan/encode tidak sesuai dengan nominal yang sebenarnya. Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup 16. Warkat bukan untuk kami Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup Saldo tidak cukup/ rekening telah ditutup ==0== Penolakan Cek/BG Kosong Penolakan Cek/BG Kosong Penolakan Cek/BG Kosong Penolakan Cek/BG Kosong Penolakan Cek/BG Kosong Penolakan Cek/BG Kosong Bukan sebagai penolakan Cek/BG Kosong Penolakan Cek/BG Kosong Lampiran 6 CONTOH PERHITUNGAN PENARIKAN CEK/BILYET GIRO KOSONG OLEH NASABAH REKENING GABUNGAN (JOINT ACCOUNT) I. PEMBUKAAN REKENING BANK A BANK B BANK C Nasabah Nasabah Rekening Gabungan X & Z X Nasabah Rekening Gabungan X & Y II. PERHITUNGAN PENARIKAN CEK/Bilyet Giro KOSONG A. Contoh Pertama : 1. Tanggal 2 Agustus 1999, X selaku Nasabah Bank A melakukan Penarikan 2 (dua) lembar Cek Kosong; maka : Tertarik wajib menerbitkan SKP untuk masing-masing Cek/Bilyet Giro, SP I dan SP II serta Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong atas nama Nasabah X dan Z (masing-masing Nasabah telah melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sebanyak 2 lembar) 2. Tanggal 8 Agustus 1999, Z selaku Nasabah Bank A melakukan Penarikan Bilyet Giro Kosong, maka : Tertarik … Tertarik wajib menerbitkan SKP untuk Bilyet Giro yang ditolak, SPPR serta Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong atas nama Nasabah X & Z (masing-masing Nasabah telah melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sebanyak 1 lembar). 3. Dengan demikian, maka Bank A selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak tanggal 8 Agustus 1999 harus menutup Rekening Gabungan atas nama Nasabah X maupun Z dan menyerahkan Daftar nama Nasabah yang rekeningnya telah ditutup kepada Bank Indonesia. Nama- nama Nasabah yang telah memenuhi kriteria Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong dimaksud selanjutnya akan dicantumkan dalam Daftar Hitam. 4. Setelah Daftar Hitam yang memuat nama-nama Nasabah sebagaimana dimaksud pada angka 3 diterbitkan oleh Bank Indonesia, yang antara lain memuat nama Nasabah X, Bank C dalam waktu selambat- lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak tanggal penerbitan Daftar Hitam dimaksud wajib menutup Rekening Gabungan X dan Y karena Nasabah X namanya tercantum dalam Daftar Hitam yang berlaku. Untuk selanjutnya Nasabah Y dapat membuka Rekening lain dengan memenuhi persyaratan pembukaan Rekening yang berlaku. B. Contoh Kedua : 1. Tanggal 1 Agustus 1999, Z Nasabah Rekening Gabungan Bank A melakukan Penarikan 1 (satu) lembar Cek Kosong; 2. Tanggal 3 Agustus 1999, X Nasabah (perorangan) Bank B melakukan Penarikan 1 (satu) lembar Bilyet Giro Kosong; 3. Tanggal 5 Oktober 1999, Y Nasabah Rekening Gabungan Bank C melakukan Penarikan 1 (satu) lembar Cek Kosong. Dengan … Dengan demikian maka Nasabah X telah melakukan 3 (tiga) kali Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria untuk dimasukkan dalam Daftar Hitam. Selanjutnya setelah Daftar Hitam diterbitkan yang antara lain memuat nama Nasabah X, maka Bank A, Bank B dan Bank C wajib menutup Rekening yang terdapat nama Nasabah X. Khusus untuk Nasabah Z Bank A dan Nasabah Y Bank C dapat membuka Rekening lain dengan memenuhi ketentuan pembukaan Rekening yang berlaku. ==0== Lampiran 7 CONTOH PENCANTUMAN KEMBALI PEMILIK REKENING KE DALAM DAFTAR HITAM KARENA PEMILIK REKENING TERSEBUT MELAKUKAN PENARIKAN LAGI CEK/BILYET GIRO KOSONG SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM ANGKA VI.1.A DAN 1.B. PADA SAAT YANG BERSANGKUTAN MASIH TERCANTUM DALAM DAFTAR HITAM YANG MASIH BERLAKU. Bank Indonesia menerbitkan Daftar Hitam setiap bulan sekali (setiap tanggal 15). A adalah Pemilik Rekening yang tercantum dalam Daftar Hitam No. XX yang diterbitkan pada tanggal 15 Januari 2000 dan berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan (15 Januari 2000 sampai dengan 14 Januari 2001). Contoh Kasus I A Pada tanggal 25 Januari 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 3 (tiga) lembar atau menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar dengan nilai nominal Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Atas dasar hal tersebut A akan dicantumkan kembali dalam Daftar Hitam berikutnya yaitu pada penerbitan Daftar Hitam tanggal 15 Februari 2000. Contoh Kasus II A pada tanggal 30 Januari 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar A pada tanggal 5 Februari 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong1 (satu) lembar A pada tanggal 15 Maret 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong1 (satu) lembar Atas dasar hal tersebut A akan dicantumkan kembali dalam Daftar Hitam berikutnya yaitu pada penerbitan Daftar Hitam tanggal 15 April 2000. ==0== Lampiran 8 ILUSTRASI PENERBITAN DAFTAR HITAM Ilustrasi I Kantor Pusat Bank Indonesia menerbitkan Daftar Hitam untuk wilayah kliring Jakarta setiap akhir bulan. a. X tercatat telah menarik 3 (tiga) lembar Cek/Bilyet Giro Kosong masing-masing pada tanggal 10 Januari 2000, 20 Februari 2000 dan 25 Maret 2000 maka X akan dicantumkan dalam Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi pada akhir bulan April 2000. b. X menarik 3 (tiga) lembar Cek/Bilyet Giro Kosong pada tanggal 25 Maret 2000 maka X akan dicantumkan dalam Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi pada akhir bulan April 2000. c. X menarik 3 (tiga) lembar Cek/Bilyet Giro Kosong pada tanggal 10 Maret, 20 Maret dan 25 Maret 2000 maka X akan dicantumkan dalam Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi pada akhir bulan April 2000. Ilustrasi II Kantor Pusat Bank Indonesia menerbitkan Daftar Hitam untuk wilayah kliring Jakarta setiap akhir bulan. Y menarik 1 lembar Cek/Bilyet Giro pada tanggal 1 April 2000 dengan nilai nominal sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) maka Y akan dicantumkan dalam Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi pada akhir bulan Mei 2000. Ilustrasi … Ilustrasi III Kantor Pusat Bank Indonesia menerbitkan Daftar Hitam untuk wilayah kliring Bogor, Serang dan atau Karawang atau Kantor Bank Indonesia menerbitkan Daftar Hitam untuk wilayah kliirng setempat setiap akhir bulan. a. Z tercatat telah menarik 3 (tiga) lembar Cek/Bilyet Giro Kosong masing-masing pada tanggal 10 Januari 2000, 10 Maret 2000 dan 1 Juni 2000 maka Z akan dicantumkan dalam Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi pada akhir bulan Juni 2000. b. Z menarik 1 lembar Cek/Bilyet Giro pada tanggal 10 Juni 2000 dengan nilai nominal sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) maka Z akan dicantumkan dalam Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi pada akhir bulan Juni 2000. ==0==
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/10/DASP|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong. </reg_title> <set_date> 8 Juni 2000 </set_date> <effective_date> 8 Juni 2000 </effective_date> <replaced_reg> '19/1/UPPB|SE-BI/1986', '28/137/UPG|SE-BI/1996', '29/18/UPG|SE-BI/1996' </replaced_reg> <related_reg> '1/3/PBI/1999', '2/4/PBI/2000 | Pasal 38 ayat (3)' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi XII' </penalty_list>
No. 13/ 28 /DPNP Jakarta, 9 Desember 2011 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum Dalam rangka penguatan sistem pengendalian intern Bank dan sebagai pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5029), serta mempertimbangkan terungkapnya berbagai kasus Fraud di sektor perbankan yang merugikan nasabah dan/atau Bank maka perlu diatur ketentuan mengenai penerapan strategi anti Fraud bagi Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Yang dimaksud dengan Bank Umum dalam Surat Edaran ini, yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau Bank . . . Bank Umum yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. 2. Yang dimaksud dengan Fraud dalam ketentuan ini adalah tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi Bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita kerugian dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung. 3. Dalam rangka memperkuat sistem pengendalian intern, khususnya untuk mengendalikan Fraud, Bank wajib memiliki dan menerapkan strategi anti Fraud yang efektif, yang paling kurang memenuhi acuan minimum dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1. 4. Strategi anti Fraud merupakan bagian dari kebijakan strategis yang penerapannya diwujudkan dalam sistem pengendalian Fraud (Fraud control system). 5. Dalam menyusun dan menerapkan strategi anti Fraud yang efektif, Bank wajib memperhatikan paling kurang hal-hal sebagai berikut: a. kondisi lingkungan internal dan eksternal; b. kompleksitas kegiatan usaha; c. potensi, jenis, dan risiko Fraud; dan d. kecukupan sumber daya yang dibutuhkan. 6. Bank yang telah memiliki strategi anti Fraud, namun belum memenuhi acuan minimum dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1, wajib menyesuaikan dan menyempurnakan strategi anti Fraud yang telah dimiliki. II. PENERAPAN . . . II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya Fraud, Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum dengan penguatan pada beberapa aspek, antara lain sebagai berikut: 1. Pengawasan Aktif Manajemen Dalam melakukan penerapan Manajemen Risiko secara umum, kewenangan, tugas, dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi mencakup pula hal-hal yang terkait dengan pengendalian Fraud. Keberhasilan penerapan strategi anti Fraud secara menyeluruh sangat tergantung pada arah dan semangat dari Dewan Komisaris dan Direksi Bank. Dalam hal ini Dewan Komisaris dan Direksi Bank wajib menumbuhkan budaya dan kepedulian anti Fraud pada seluruh jajaran organisasi Bank. 2. Struktur Organisasi dan Pertanggungjawaban Dalam meningkatkan efektifitas penerapan strategi anti Fraud, Bank wajib membentuk unit atau fungsi yang bertugas menangani penerapan strategi anti Fraud dalam organisasi Bank. Pembentukan unit atau fungsi ini harus disertai dengan wewenang dan tanggung jawab yang jelas. Unit atau fungsi tersebut bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama serta memiliki hubungan komunikasi dan pelaporan secara langsung kepada Dewan Komisaris. 3. Pengendalian dan Pemantauan Pengendalian dan pemantauan Fraud merupakan salah satu aspek penting sistem pengendalian intern Bank dalam mendukung efektivitas penerapan strategi anti Fraud. Pemantauan . . . Pemantauan Fraud perlu dilengkapi dengan sistem informasi yang memadai sesuai dengan kompleksitas dan tingkat risiko terjadinya Fraud pada Bank. Penjelasan lebih lanjut mengenai penerapan Manajemen Risiko terkait Fraud adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1. III. STRATEGI ANTI FRAUD Strategi anti Fraud yang dalam penerapannya berupa sistem pengendalian Fraud, memiliki 4 (empat) pilar sebagai berikut: 1. Pencegahan Pilar pencegahan merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang memuat langkah-langkah dalam rangka mengurangi potensi risiko terjadinya Fraud, yang paling kurang mencakup anti Fraud awareness, identifikasi kerawanan, dan know your employee. 2. Deteksi Pilar deteksi merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang memuat langkah-langkah dalam rangka mengidentifikasi dan menemukan Fraud dalam kegiatan usaha Bank, yang mencakup paling kurang kebijakan dan mekanisme whistleblowing, surprise audit, dan surveillance system. 3. Investigasi, Pelaporan, dan Sanksi Pilar investigasi, pelaporan, dan sanksi merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang paling kurang memuat langkah-langkah dalam rangka menggali (investigasi), sistem pelaporan, dan pengenaan sanksi atas Fraud dalam kegiatan usaha Bank. informasi 4. Pemantauan . . . 4. Pemantauan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut Pilar pemantauan, evaluasi, dan tindak Lanjut merupakan bagian dari sistem pengendalian Fraud yang paling kurang memuat langkah-langkah dalam rangka memantau dan mengevaluasi Fraud, serta mekanisme tindak lanjut. Penjelasan lebih lanjut mengenai 4 (empat) pilar penerapan strategi anti Fraud adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1. IV. PELAPORAN DAN SANKSI 1. Dalam rangka memantau penerapan strategi anti Fraud, Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, hal-hal sebagai berikut: a. Strategi anti Fraud sebagaimana dimaksud pada angka III, paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini. b. Laporan penerapan strategi anti Fraud, setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir bulan laporan, dengan format dan cakupan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2. Laporan ini harus disampaikan terhitung sejak laporan posisi akhir bulan Juni 2012. c. Setiap Fraud yang diperkirakan berdampak negatif secara signifikan terhadap Bank dan/atau nasabah, termasuk yang berpotensi menjadi perhatian publik, paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Bank mengetahui terjadinya Fraud. Laporan dimaksud paling kurang memuat nama pelaku, bentuk penyimpangan/jenis Fraud . . . Fraud, tempat kejadian, informasi singkat mengenai modus, dan indikasi kerugian. Pelaporan tersebut tidak mengurangi kewajiban Bank untuk melakukan langkah- langkah sesuai dengan strategi anti Fraud yang dimiliki. 2. Strategi anti Fraud dan Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 3. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dikenakan sanksi administratif sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5029), yaitu: a. sanksi administratif sesuai Pasal 34, dan b. untuk pelanggaran penyampaian strategi dan laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, dikenakan pula sanksi kewajiban membayar sesuai Pasal 33. Lampiran . . . Lampiran 1 dan Lampiran 2 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 9 Desember 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR DPNP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/28/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 9 Desember 2011 </set_date> <effective_date> 9 Desember 2011 </effective_date> <related_reg> '5/8/PBI/2003', '11/25/PBI/2009' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV Angka 3' </penalty_list>
No. 11/ 25 /DPbS Jakarta, 29 September 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal: Perubahan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat Menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5005), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Perubahan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. PERUBAHAN KEGIATAN USAHA A. PERSYARATAN PERMOHONAN IZIN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA Permohonan izin perubahan kegiatan usaha diajukan oleh Direksi BPR dengan menggunakan format surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut: 1. rancangan akta perubahan anggaran dasar yang paling kurang memuat: a. nama dan tempat kedudukan; b. penegasan bahwa bank melaksanakan kegiatan usaha BPRS; c. modal (dalam hal terjadi perubahan); d. kepemilikan ... 2 d. kepemilikan (dalam hal terjadi perubahan); e. aturan tentang pengangkatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan anggota DPS dengan memperoleh persetujuan Bank Indonesia terlebih dahulu; f. aturan mengenai jumlah, kewenangan, tanggung jawab, tugas, dan persyaratan lainnya Dewan Komisaris, Direksi, dan DPS yang harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; g. aturan tentang rapat umum pemegang saham yang menetapkan bahwa tugas manajemen, remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukan dan biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal lainnya yang harus sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia; dan h. aturan mengenai rapat umum pemegang saham yang harus dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama; Rancangan akta perubahan anggaran dasar dapat dimintakan persetujuan kepada instansi yang berwenang bersamaan dengan permohonan izin perubahan kegiatan usaha kepada Bank Indonesia. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang segera disampaikan kepada Bank Indonesia sebagai kelengkapan dokumen permohonan izin. 2. risalah rapat umum pemegang saham; 3. daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing- masing kepemilikan saham, dalam hal terjadi perubahan kepemilikan: a. dalam hal calon pemegang saham adalah perorangan maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1) pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm; 2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku; 3) riwayat ... 3 3) riwayat hidup (curriculum vitae); 4) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah melakukan tindakan fraud (penipuan, penggelapan, dan/atau kecurangan) di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, serta tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan; 5) dalam hal calon pemegang saham perorangan sebagai PSP maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut: a) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; b) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan bersedia untuk mengatasi kesulitan modal maupun likuiditas BPRS; c) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki hutang yang bermasalah; dan d) daftar kekayaan dan sumber pendapatan serta jumlah hutang yang dimiliki sesuai dengan laporan pajak; b. dalam hal calon pemegang saham adalah badan hukum maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1) akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar berikut ... 4 berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang; 2) dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) sampai dengan angka 4) dari: a) masing-masing anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi dalam hal bentuk badan hukum adalah Perseroan Terbatas; atau b) masing-masing anggota pengurus dalam hal bentuk badan hukum selain Perseroan Terbatas; 3) daftar pemegang saham dan jumlah nominal kepemilikannya; 4) laporan keuangan badan hukum yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan posisi paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan izin perubahan kegiatan usaha. Dalam hal badan hukum tersebut masih dalam proses audit maka laporan keuangan yang disampaikan adalah laporan keuangan audited 1 (satu) tahun sebelumnya dan laporan keuangan unaudited tahun terakhir; 5) dalam hal calon pemegang saham badan hukum sebagai PSP maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut: a) informasi mengenai pemegang saham badan hukum sampai dengan penanggung jawab terakhir (ultimate shareholders); b) surat pernyataan pribadi dari: i. masing-masing anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan Terbatas; atau ii. masing-masing ... 5 ii. masing-masing anggota pengurus dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukummya selain Perseroan Terbatas; yang menyatakan bahwa masing-masing tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; c) surat pernyataan yang menyatakan bahwa badan hukum tersebut bersedia untuk mengatasi kesulitan modal maupun likuiditas BPRS yang ditandatangani oleh anggota Direksi atau pengurus yang berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan. Dalam hal BPRS merupakan bagian dari kelompok usaha yang dimiliki oleh suatu badan hukum, maka surat pernyataan dimaksud harus ditandatangani pula oleh penanggung jawab terakhir dari badan hukum tersebut (ultimate shareholders); d) surat pernyataan bahwa badan hukum tidak memiliki hutang yang bermasalah, yang ditandatangani oleh anggota Direksi atau pengurus dari badan hukum yang bersangkutan; dan e) proyeksi laporan keuangan untuk jangka waktu paling kurang 3 (tiga) tahun; c. dalam hal calon pemegang saham adalah pemerintah pusat atau pemerintah ... 6 pemerintah daerah, maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1) surat keterangan yang mencantumkan nama pejabat yang berwenang mewakili pemerintah; 2) dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) dan angka 2) dari pejabat yang berwenang mewakili pemerintah; 3) dokumen yang menyebutkan sumber dana dalam rangka pendirian BPRS (dalam hal terdapat penambahan modal disetor); dan 4) dalam hal pemegang saham pemerintah adalah PSP maka harus dilampiri dokumen berupa surat pernyataan yang menyatakan bahwa pemerintah bersedia untuk mengatasi kesulitan modal maupun likuiditas BPRS yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili pemerintah. 4. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan anggota DPS, baik yang berasal dari anggota Dewan Komisaris dan Direksi BPR yang telah ada maupun yang baru dicalonkan, disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm; b. fotokopi KTP yang masih berlaku; c. riwayat hidup (curriculum vitae); d. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang menyatakan tidak pernah melakukan tindakan fraud (penipuan, penggelapan, dan/atau kecurangan) di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan; e. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang menyatakan bahwa tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah ... 7 pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum lain yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; f. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki hutang yang bermasalah; g. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan pelatihan mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang perbankan syariah yang pernah diikuti calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi sesuai dengan persyaratan kompetensi; h. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan pelatihan dan/atau Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang syariah mu’amalah dan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum yang pernah diikuti calon anggota DPS; i. surat pernyataan dari masing-masing calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi dan calon anggota DPS bahwa yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai Bank Pembiayaan Rakyat Syariah; j. surat pernyataan dari calon anggota Direksi bahwa yang bersangkutan tidak memiliki hubungan keluarga dengan anggota Direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua, anak, mertua, besan, menantu, suami, istri, saudara kandung atau ipar; dan/atau anggota Dewan Komisaris dalam hubungan sebagai orang ... 8 orang tua, anak, mertua, besan, menantu, suami, istri atau saudara kandung; dan k. surat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia bagi calon anggota DPS. 5. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan BPRS (dalam hal terdapat penambahan modal disetor): a. b. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering). Dalam hal calon pemegang saham BPRS berbentuk badan hukum, maka surat pernyataan ditandatangani oleh pengurus yang berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan. 6. rencana struktur organisasi dan nama-nama Pejabat Eksekutif; 7. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; 8. rencana bisnis (business plan) yang paling kurang memuat: a. rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana serta strategi pencapaiannya; dan b. proyeksi neraca bulanan dan laporan laba rugi kumulatif bulanan, selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak BPRS beroperasi; 9. laporan keuangan awal sebagai sebuah BPRS yang menunjukkan laba rugi tahun berjalan dan laba rugi tahun lalu memiliki saldo Rp.0,00 (nol rupiah) atau nihil; 10. rencana korporasi (corporate plan) berupa rencana strategis jangka panjang dalam rangka mencapai misi dan visi BPRS; 11. sistem dan prosedur kerja yang lengkap dan komprehensif yang digunakan dalam kegiatan operasional BPRS; 12. rencana ... tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau 9 12. rencana penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BPR terhadap nasabah yang tidak bersedia menjadi nasabah BPRS; 13. bukti kesiapan operasional paling kurang berupa: a. kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung kantor dan tata letak ruangan; b. dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem informasi yang meliputi antara lain core banking system dan informasi mengenai jaringan telekomunikasi; c. bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan gedung kantor antara lain berupa bukti hak atas tanah atau surat perjanjian sewa; dan d. contoh formulir/warkat berlogo iB yang akan digunakan untuk operasional BPRS; 14. jaringan kantor BPRS beserta lokasi yang akan dijadikan kantor BPRS, yang meliputi antara lain kantor pusat, kantor cabang, dan kantor kas. B. PELAKSANAAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA Laporan pelaksanaan perubahan kegiatan usaha disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 disertai dengan bukti pengumuman pelaksanaan perubahan kegiatan usaha dalam surat kabar harian lokal atau papan pengumuman di tempat kedudukan kantor BPRS. II. PENYAMPAIAN PERSYARATAN PERMOHONAN IZIN DAN PELAPORAN PELAKSANAAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA KEPADA BANK INDONESIA Permohonan izin dan/atau penyampaian laporan perubahan kegiatan usaha diajukan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: a. Direktorat ... 10 a. Direktorat Perbankan Syariah - Bank Indonesia, Jl. M. H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi BPR atau BPRS yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat dengan tembusan kepada Direktorat Perbankan Syariah – Bank Indonesia, bagi BPR atau BPRS yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. III. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 29 September 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/25/DPbS|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat Menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah </reg_title> <set_date> 29 September 2009 </set_date> <effective_date> 29 September 2009 </effective_date> <related_reg> '11/15/PBI/2009' </related_reg>
No. 2/14/DPNP Jakarta, 27 Juni 2000 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0002 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia No. 1/10/PBI/1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi dan Peraturan Bank Indonesia No. 2/10/PBI/2000 tanggal 29 Maret 2000 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No. 1/10/PBI/2000 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi, khususnya Pasal 3 ayat (2) yang menetapkan bahwa Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan jenis dan seri Obligasi yang dapat diperdagangkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia, maka dipandang perlu untuk menetapkan seri Obligasi Pemerintah yang dapat diperdagangkan sebagai tambahan terhadap seri Obligasi yang telah ada dalam suatu Surat Edaran. Sehubungan dengan perkembangan kebutuhan pasar, maka Bank Indonesia menetapkan tambahan Obligasi Pemerintah yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder sebagai berikut: I. TAMBAHAN … I. TAMBAHAN SERI OBLIGASI YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN 1. Obligasi Pemerintah Seri FR0002 dapat diperdagangkan di pasar sekunder. 2. Jumlah Obligasi seri FR0002 yang akan diperdagangkan setinggi- tingginya sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari nilai keseluruhan Obligasi yang dibeli pada saat Bank menerima penyertaan tunai dari Pemerintah sehubungan dengan Program Rekapitalisasi Bank Umum dikurangi outstanding Obligasi yang telah dicatat dalam portofolio perdagangan. 3. Bank wajib memindahbukukan seluruh Obligasi Pemerintah seri FR0002 yang dimiliki sebesar jumlah nominal untuk diperdagangkan tersebut dari portofolio investasi ke dalam portofolio perdagangan. II. TATA CARA PENGAJUAN OBLIGASI SERI FR0002 UNTUK DIPERDAGANGKAN DI PASAR SEKUNDER 1. Bank wajib melaporkan Obligasi seri FR0002 yang akan diperdagangkan. 2. Surat pelaporan tersebut diajukan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter, Jl. MH. Thamrin No 2 Jakarta, Gedung B Lantai 13, Bank Indonesia dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait. Surat pelaporan tersebut wajib dilengkapi dengan jumlah nominal yang akan diperdagangkan. III. PENUTUP … III. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 27 Juni 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Ttd DJOKO SARWONO Deputi Direktur DPNP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/14/DPNP|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0002 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder </reg_title> <set_date> 27 Juni 2000 </set_date> <effective_date> 27 Juni 2000 </effective_date> <related_reg> '1/10/PBI/2000', '1/10/PBI/1999', '2/10/PBI/2000' </related_reg>
No. 11/ 7 /DPM Jakarta, 13 Maret 2009 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal : Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/23/DPM Tanggal 8 Oktober 2007 Perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank Dalam rangka mewujudkan peran dan fungsi strategis Bank Indonesia ./. untuk mendukung pembangunan ekonomi di daerah serta menyesuaikan arah dan strategis Bank Indonesia dalam menyempurnakan organisasi Kantor Bank Indonesia, maka dipandang perlu untuk dilakukan penyempurnaan Surat Edaran Edaran Bank Indonesia Nomor 9/23/DPM Tanggal 8 Oktober 2007 Perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank, dengan ketentuan bahwa Lampiran 3 diubah menjadi sebagaimana terlampir pada Surat Edaran ini yaitu Lampiran 3 tentang Wilayah Kerja Kantor Pusat dan Kantor Bank Indonesia. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 13 September 2009. Agar … 2 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER Lampiran SE No. 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009 ---------------------------------------------------------------------- Lampiran 3 WILAYAH KERJA KANTOR PUSAT DAN KANTOR BANK INDONESIA No Nama Kantor Alamat Kantor 1 Kantor Pusat Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No.2, Jakarta 10350 Wilayah Kerja DKI Jakarta, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten Karawang, Kotamadya Bekasi, Kotamadya Bogor, Kotamadya Depok 2 KBI Ambon Jl. Raya Pattimura No. 7, Maluku 3 KBI Balikpapan Jl. Jend. Sudirman No. 20, Balikpapan, Kalimantan Timur 76111 4 KBI Banda Aceh Jl. Cut Meutia No.15, Banda Aceh 23248 Propinsi Maluku Kota Balikpapan, Kabupaten Pasir, dan Kabupaten Penajam Paser Utara Nanggroe Aceh Darussalam dikurangi wilayah kerja KBI Lhokseumawe, yaitu meliputi Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Simeulu, Kabupaten Aceh Selatan 5 KBI Bandar Lampung Jl. Hasanuddin No.38, Bandar Lampung 35211 6 KBI Bandung Jl. Braga No. 108, Bandung, Jawa Barat 40111 Propinsi Lampung Propinsi Jawa Barat dikurangi wilayah kerja Kantor Pusat, KBI Cirebon, KBI Tasikmalaya, yaitu meliputi Kabupaten & Kota Bandung, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten & Kota Sukabumi, Kabupaten Sumedang dan Kota Cimahi 7 KBI Banjarmasin Jl. Lambung Mangkurat No. 15, Propinsi Kalimantan Selatan Lampiran SE No. 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009 ---------------------------------------------------------------------- Lampiran 3 No Nama Kantor Alamat Kantor Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70111 8 KBI Batam Jl. Engku Putri Batam Centre, Batam 29432 9 KBI Bengkulu Jl. Jend. Ahmad Yani No. 1, Bengkulu 38116 10 KBI Cirebon Jl. Yos Sudarso No. 5-7, Cirebon, Jawa Barat 11 KBI Denpasar Jl. Letda Tantular No.4, Renon, Denpasar 80234 12 KBI Gorontalo Jl. D.I. Panjaitan No. 35, Gorontalo 13 KBI Jambi Jl. Jend. Ahmad Yani No.14, Telanaipura, Jambi 14 KBI Jayapura Jl. Dr. Sam Satulangi No. 9, Jayapura, Papua 15 KBI Jember 16 KBI Kediri Jl. Gajah Mada No. 224, Jember, Jawa Timur 62133 Jl. Brawijaya No.2, Kediri, Jawa Timur Propinsi Kepulauan Riau Propinsi Bengkulu Kabupaten & Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka Propinsi Bali Propinsi Gorontalo Propinsi Jambi Propinsi Papua dan Propinsi Papua Barat Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo Kabupaten/Kota Blitar, Kabupaten/ Kota Kediri, Kabupaten/ Kota Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung 17 KBI Kendari Jl.Sultan Hasanuddin Propinsi Sulawesi Tenggara Wilayah Kerja Lampiran SE No. 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009 ---------------------------------------------------------------------- Lampiran 3 No Nama Kantor Alamat Kantor No.150, Kendari, Sulawesi Tenggara 93122 18 KBI Kupang 19 KBI Lhokseumawe Jl. Tom Pello No.2, Kupang, Nusa Tenggara Timur Jl. Merdeka No. 1, Lhokseumawe 24312 Propinsi Nusa Tenggara Timur Kota Lhokseumawe, Kota Langsa, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Jeumpa, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Gayo Luwes, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Timur, dan Kabupaten Aceh Tamiang 20 KBI Makassar Jl. Jend. Sudirman No. 3, Makassar, Sulawesi Selatan 90133 21 KBI Malang Jl. Merdeka Utara No. 7, Malang, Jawa Timur 22 KBI Mataram Jl. Pejanggik No. 2 Mataram, Nusa Tenggara Barat 83126 23 KBI Manado Jl. 17 Agustus No. 56, Manado, Sulawesi Utara 24 KBI Medan Jl. Balai Kota No. 4, Medan, Sumatera Utara Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat. Wilayah Kerja Kabupaten Lumajang, Kabupaten & Kota Malang, Kabupaten & Kota Pasuruan, Kabupaten & Kota Probolinggo, dan Kota Batu Propinsi Nusa Tenggara Barat (Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa) Propinsi Sulawesi Utara Propinsi Sumatera Utara dikurangi wilayah kerja KBI Sibolga dan KBI Pematangsiantar, yaitu meliputi Kabupaten Dairi, Kabupaten Deliserdang, Kabupaten Karo, Kabupaten Langkat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Serdang Bagadai, Lampiran SE No. 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009 ---------------------------------------------------------------------- Lampiran 3 No Nama Kantor Alamat Kantor Wilayah Kerja Kota Binjai, Kota Medan, Kota Tebing Tinggi dan Kota Padang Sidempuan 25 KBI Padang Jl. Jend. Sudirman No. 22, Padang, Sumatera Barat 25128 26 KBI Palangkaraya Jl. Diponegoro No. 17, Palangkaraya, Kalimantan Tengah 73111 27 KBI Palembang Jl. Jend. Sudirman No. 510, Palembang, Sumatera Selatan 28 KBI Palu Jl. Sam Ratulangi No. 23, Palu, Sulawesi Tengah 29 KBI Pekanbaru Jl. Jend. Sudirman No. 464, Pekan Baru 30 KBI Pematangsiantar Jl. Adam Malik No.1 Pematangsiantar 31 KBI Pontianak Jl. Rahadi Usman No. 3, Pontianak, Kalimantan Barat 78111 32 KBI Purwokerto Jl. Jend. Gatot Subroto No. 98, Purwokerto, Jawa Tengah 53116 33 KBI Samarinda Jl. Gajah Mada No.1, Samarinda, Kalimantan Timur 75122 Propinsi Sumatera Barat Propinsi Kalimantan Tengah Propinsi Sumatera Selatan dan Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Propinsi Sulawesi Tengah Propinsi Riau Kabupaten Asahan, Kabupaten Batubara, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Pematangsiantar, Kota Tanjungbalai Propinsi Kalimantan Barat Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga Propinsi Kalimantan Timur dikurangi wilayah kerja KBI Balikpapan, yaitu meliputi Kota Samarinda, Kota Tarakan, Kota Bontang, Kabupaten Kutai Lampiran SE No. 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009 ---------------------------------------------------------------------- Lampiran 3 No Nama Kantor Alamat Kantor Wilayah Kerja Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Bulungan Selatan (Malinau), dan Kabupaten Bulungan Utara (Nunukan) 34 KBI Semarang Jl. Imam Bardjo SH No. 4, Semarang, Jawa Tengah Propinsi Jawa Tengah dikurangi wilayah kerja KBI Purwokerto, KBI Solo dan KBI Tegal yaitu meliputi Kabupaten Blora, Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Kendal, Kabupaten Kudus, Kabupaten/ Kota Magelang, Kabupaten Pati, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Rembang, Kabupaten / Kota Semarang, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo, Kota Salatiga 35 KBI Serang Jl. Yusuf Martadilaga No. 12, Serang, Banten 36 KBI Sibolga Jl. Kapten Maruli Sitorus No. 8, Sibolga, Sumatera Utara 22513 37 KBI Solo Jl. Jend. Sudirman No. 4, Solo, Jawa Tengah 57111 38 KBI Surabaya Jl. Pahlawan No.105, Surabaya, Jawa Timur Kabupaten Tangerang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglag, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kota Tangerang Kabupaten Nias, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kota Sibolga, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir dan Kabupaten Nias Selatan Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karang Anyar, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kota Surakarta Propinsi Jawa Timur dikurangi wilayah kerja KBI Jember, KBI Kediri, dan KBI Malang, yaitu meliputi Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Gresik, Kabupaten Jombang, Lampiran SE No. 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009 ---------------------------------------------------------------------- Lampiran 3 No Nama Kantor Alamat Kantor Wilayah Kerja Kabupaten Lamongan, Kabupaten/ Kota Mojokerto, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Tuban, Kota Surabaya 39 KBI Tasikmalaya 40 KBI Tegal Jl. Sutisna Senjaya No. 19, Tasikmalaya, Jawa Barat 46112 Jl. Dr. Sutomo No.55 Tegal 41 KBI Ternate Jl. Jos Sudarso, Ternate, Maluku 42 KBI Yogyakarta Jl. Panembahan Senopati No. 4-6, Yogyakarta 55121 Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan Kota Banjar Kabupaten Batang, Kabupaten Brebes, Kabupaten/ Kota Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten/Kota Tegal Propinsi Maluku Utara Daerah Istimewa Yogyakarta
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/7/DPM|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/23/DPM Tanggal 8 Oktober 2007 Perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank </reg_title> <set_date> 13 Maret 2009 </set_date> <effective_date> 13 September 2009 </effective_date> <changed_reg> '9/23/DPM|SE-BI/2007' </changed_reg> <related_reg> '9/23/DPM|SE-BI/2007' </related_reg>
1 No. 18/9/DPSP Jakarta, 2 Mei 2016 S U R A T E D A R A N Kepada PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5704) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/5/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5876), perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagai berikut: 1. Ketentuan butir II.A.4. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Dalam hal nasabah pengirim tidak memiliki rekening pada Peserta pengirim, identitas sebagaimana dimaksud dalam angka 2 paling kurang memuat nama, alamat, dan nomor identitas nasabah pengirim. 2. Ketentuan butir II.B.2.a. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: a. Dalam hal Peserta pengirim telah melakukan pengaksepan untuk meneruskan perintah transfer dana dari nasabah pengirim, Peserta pengirim wajib meneruskan perintah transfer dana dalam bentuk DKE Transfer Dana, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pengiriman ... 2 1) Pengiriman DKE Transfer Dana kepada Peserta penerima dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan perintah transfer dana dari nasabah pengirim. 2) Pengiriman DKE Transfer Dana pada tanggal yang sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1) wajib dilakukan oleh Peserta pengirim sesegera mungkin paling lama 2 (dua) jam sejak pengaksepan perintah transfer dana. 3) DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2) yang telah dikirim oleh Peserta harus didukung dengan dana yang cukup. 4) Peserta pengirim dianggap telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana apabila Peserta pengirim telah: a) melakukan pendebitan rekening nasabah pengirim; b) menerbitkan perintah transfer dana yang dimaksudkan untuk melaksanakan perintah transfer dana dari nasabah pengirim; atau c) menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada nasabah pengirim melalui media yang disepakati. 5) Dalam hal perintah transfer dana dari nasabah diterima oleh Peserta pengirim: a) kurang dari 2 (dua) jam sebelum jam Layanan Transfer Dana berakhir dan Peserta pengirim tidak mempunyai cukup waktu untuk meneruskan perintah transfer dana; atau b) setelah berakhirnya jam layanan nasabah yang ditetapkan oleh Peserta, Peserta pengirim wajib mengirimkan DKE Transfer Dana kepada Peserta penerima pada hari kerja berikutnya paling lama 2 (dua) jam setelah jam Layanan Transfer Dana dimulai. 6) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), dan angka 5) dikecualikan sepanjang terdapat kesepakatan antara nasabah pengirim dan Peserta pengirim. 3. Ketentuan ... 3 3. Ketentuan butir II.C.1. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Dalam hal Peserta penerima melakukan pengaksepan atas DKE Transfer Dana yang diterima dari Peserta pengirim, Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta penerima wajib meneruskan dana dengan mengkredit rekening nasabah penerima pada tanggal yang sama dengan Penyelenggara melakukan Setelmen Dana. b. Pengkreditan rekening nasabah penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib dilakukan: 1) paling lama 2 (dua) jam setelah Penyelenggara melakukan Setelmen Dana; atau 2) paling lambat pukul 09.00 waktu setempat pada hari kerja berikutnya dengan menggunakan tanggal valuta hari kerja sebelumnya, khusus untuk penerusan dana hasil Setelmen Dana periode terakhir. c. Peserta penerima dapat melakukan pengkreditan rekening nasabah penerima sesegera mungkin atau lebih cepat dari batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) sepanjang Peserta penerima telah melakukan download confirmed incoming DKE Transfer Dana sebelum Penyelenggara melakukan Setelmen Dana. d. Apabila Peserta penerima tidak melakukan pengkreditan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan butir b.2) maka: 1) Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah penerima sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah penerima ditambah dengan 200 (dua ratus) basis points dari tingkat jasa, bunga, atau kompensasi ; dan 2) jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal valuta pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima. e. Ketentuan ... 4 e. Ketentuan kewajiban pembayaran tambahan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir d.1) tidak berlaku apabila Peserta penerima menunda penerusan dana kepada nasabah penerima atas permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, dan Pengadilan. Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan transaksi Rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan. f. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d adalah berdasarkan hari kalender. Contoh pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi: Peserta penerima memperoleh DKE Transfer Dana pada hari Jumat tanggal 13 Mei 2016. Namun demikian, Peserta penerima melakukan penerusan dana pada hari Senin tanggal 16 Mei 2016 dengan menggunakan tanggal valuta yang sama dengan tanggal pengkreditan dana ke rekening nasabah penerima. Dengan demikian, Peserta penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah penerima ditambah dengan 200 (dua ratus) basis points dari tingkat jasa, bunga, atau kompensasi untuk 3 (tiga) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. 4. Ketentuan ... 5 4. Ketentuan butir IV.B.1. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Dalam hal Peserta penerima melakukan pengaksepan atas DKE Pembayaran yang diterima dari Peserta pengirim, Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Peserta penerima wajib meneruskan dana dengan mengkredit rekening nasabah penerima pada tanggal yang sama dengan tanggal Penyelenggara melakukan Setelmen Dana. b. Pengkreditan rekening nasabah penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus dilakukan oleh Peserta penerima paling lama 2 (dua) jam sejak Penyelenggara melakukan Setelmen Dana. c. Apabila Peserta penerima tidak melakukan pengkreditan sebagaimana dimaksud dalam huruf a: 1) Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah penerima sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah penerima ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points; dan 2) bunga dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal valuta pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima. d. Ketentuan kewajiban pembayaran tambahan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir c.1) tidak berlaku apabila Peserta penerima menunda penerusan dana kepada nasabah penerima atas permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan dan Pengadilan. Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan transaksi ... 6 transaksi Rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan. e. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c adalah berdasarkan hari kalender. Contoh: Peserta penerima memperoleh transfer kredit pada hari Jumat tanggal 13 Mei 2016. Namun demikian, Peserta penerima melakukan penerusan dana pada hari Senin tanggal 16 Mei 2016 dengan menggunakan tanggal valuta yang sama dengan tanggal pengkreditan dana ke rekening nasabah penerima. Dengan demikian, Peserta penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah penerima ditambah dengan 200 (dua ratus) basis points dari tingkat jasa, bunga, atau kompensasi untuk 3 (tiga) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. 5. Ketentuan butir VI.4. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Dalam rangka pengumuman biaya transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Peserta harus menyampaikan laporan kepada Penyelenggara mengenai besarnya biaya transaksi melalui SKNBI yang dibebankan kepada nasabah dengan alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Divisi Kepatuhan dan Informasi Sistem Pembayaran Bank Indonesia Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 6. Ketentuan ... 7 6. Ketentuan angka IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Peserta pengirim yang tidak memenuhi kewajiban pengiriman DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.2.a.2) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. 2. Peserta penerima yang tidak memenuhi kewajiban penerusan dana kepada nasabah penerima sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.1.b.1) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal. 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak periode pemantauan berakhir, dengan cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 2 Mei 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/9/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 2 Mei 2016 </set_date> <effective_date> 2 Mei 2016 </effective_date> <changed_reg> '17/14/DPSP|SE-BI/2015' </changed_reg> <related_reg> '18/5/PBI/2016', '17/9/PBI/2015', '17/14/DPSP|SE-BI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 6 angka IX' </penalty_list>
No.11/ 19 /DKBU Jakarta, 31 Juli 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5012), perlu ditetapkan peraturan pelaksanaannya dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM 1. Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPR mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya maka BPR tersebut ditetapkan dalam status pengawasan khusus, dan untuk selanjutnya disebut BPR DPK. 2. BPR dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) kurang dari 4% (empat persen) dan/atau Cash Ratio (CR) rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen). 3. Bank … 2 3. Bank Indonesia memberitahukan mengenai penetapan BPR DPK melalui surat yang disampaikan secara langsung dalam pertemuan dengan pengurus dan/atau pemegang saham BPR yang bersangkutan, atau secara tidak langsung melalui pos atau sarana lain. II. UPAYA PENYEHATAN SELAMA JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS 1. Dalam rangka pengawasan khusus, Bank Indonesia dapat memerintahkan BPR dan/atau pemegang saham BPR untuk melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PBI No.11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap BPR Dalam Status Pengawasan Khusus. 2. Tindakan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tersebut di atas dilakukan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 3. Dalam rangka pengawasan khusus, BPR DPK menyampaikan rencana tindak (action plan) yang realistis dengan mempertimbangkan kemampuan BPR, yang dirinci berdasarkan langkah-langkah penyehatan dan target waktu pelaksanaannya selama kurun waktu pengawasan khusus untuk mencapai target rasio KPMM paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang 3% (tiga persen). 4. Dalam hal langkah penyehatan BPR DPK dilakukan dengan cara penambahan setoran modal maka dalam penyusunan action plan harus memperhitungkan potensi kerugian antara lain pembentukan cadangan PPAP yang cukup, biaya dana pihak ketiga, dan biaya tenaga kerja. Selain … 3 Selain memperhitungkan biaya-biaya tersebut di atas, untuk menjaga kelangsungan usahanya, dalam penyusunan action plan tersebut maka bagi: a. BPR DPK yang tidak dilarang melakukan penyaluran dana perlu memperhitungkan rencana penyaluran kredit baru selama dan setelah masa pengawasan khusus. b. BPR DPK yang dilarang melakukan penyaluran dana perlu memperhitungkan rencana penyaluran kredit baru setelah keluar dari pengawasan khusus. 5. BPR DPK menyampaikan laporan atas pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada angka 3 paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah action plan tersebut dilaksanakan. Laporan yang disampaikan tersebut adalah setiap pelaksanaan tahapan action plan. III. LARANGAN YANG BERKAITAN DENGAN BPR DPK 1. Bank Indonesia menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana terhadap BPR DPK serta memberitahukan larangan tersebut kepada BPR yang bersangkutan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Pada saat penetapan status dalam pengawasan khusus, BPR memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen). Contoh: Berdasarkan penelitian terhadap laporan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia diketahui bahwa terdapat permasalahan keuangan yang mempengaruhi rasio KPMM BPR ”A” … 4 ”A” sehingga pada tanggal 5 Agustus 2009 BPR ”A” memiliki rasio KPMM negatif 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir 1% (satu persen). Dengan kondisi tersebut, pada tanggal 5 Agustus 2009 Bank Indonesia: 1) menetapkan BPR ”A” dalam status pengawasan khusus; 2) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”A”; dan 3) memberitahukan penetapan status pengawasan khusus serta larangan penghimpunan dan penyaluran dana kepada BPR ”A”. Larangan tersebut diberlakukan sejak tanggal penetapan (5 Agustus 2009) sampai dengan BPR ”A” keluar dari status pengawasan khusus. Selain melakukan angka 1), 2) dan 3), pada tanggal yang sama yaitu tanggal 5 Agustus 2009 Bank Indonesia mengumumkan penetapan status pengawasan khusus dan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”A”. Pada tanggal yang sama tersebut BPR ”A” mengumumkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana. Tatacara pengumuman mengacu pada BAB VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPR DPK. b. Pada saat penetapan status dalam pengawasan khusus, BPR memiliki rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen), namun selama masa pengawasan khusus mengalami penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) … 5 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen). Contoh: Pada tanggal 10 September 2009, BPR ”B” ditetapkan dalam status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM 3% (tiga persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir 2% (dua persen). Dari neraca harian BPR ”B” per tanggal 13 November 2009 (Jumat) yang diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 16 November 2009 (Senin), diketahui kondisi keuangan BPR”B” mengalami penurunan sehingga rasio KPMM-nya menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen). Berdasarkan kondisi tersebut, Bank Indonesia: 1) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”B” sejak tanggal 17 November 2009 2) memberitahukan penetapan larangan tersebut kepada BPR ”B” pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan. Larangan tersebut diberlakukan sampai dengan BPR ”B” ditetapkan keluar dari status pengawasan khusus. Selain melakukan angka 1) dan 2), pada tanggal yang sama yaitu tanggal 17 November 2009 Bank Indonesia mengumumkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”B”. Pada tanggal yang sama tersebut BPR ”B” mengumumkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana. Tatacara pengumuman mengacu pada BAB VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPR DPK. 2. Larangan … 6 2. Larangan penghimpunan dana meliputi penghimpunan dana dalam bentuk tabungan dan/atau deposito yang sumber dananya berasal dari : a. Fresh money, yaitu setoran tunai dan/atau melalui transfer ke rekening BPR di bank lain, kecuali untuk angsuran/pelunasan kredit; b. Pemindahbukuan selain dari : 1) akun tabungan dan/atau deposito atas nama yang sama, 2) akun biaya dalam rangka pembayaran gaji pengurus dan karyawan BPR yang bersangkutan ke akun tabungan. Termasuk penghimpunan dana yang dilarang adalah penghimpunan dana sebagaimana tersebut di atas yang dilakukan melalui sarana mesin elektronik antara lain Automatic Teller Machine (ATM)/ Automatic Deposit Machine (ADM). 3. Larangan penyaluran dana meliputi penyaluran kredit baru, termasuk komitmen penyaluran kredit yang belum direalisasikan, kecuali dalam rangka restrukturisasi kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku sepanjang dalam restrukturisasi kredit tersebut tidak terdapat penambahan plafon kredit. IV. JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS DAN PERPANJANGAN 1. Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal penetapan BPR DPK oleh Bank Indonesia. Dalam hal berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka batas akhir jangka waktu pengawasan khusus adalah pada hari kerja berikutnya. 2. Jangka … 7 2. Jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana dimaksud pada angka 1 tersebut di atas dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu status pengawasan khusus. 3. BPR DPK dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus, disertai/dilampiri dengan: a. informasi mengenai pemenuhan persyaratan pengajuan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus berupa: 1) Rasio KPMM telah meningkat paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai rasio KPMM 4% (empat persen) dan rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen); dan/atau 2) CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir telah meningkat paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai CR 3% (tiga persen) dan CR lebih dari 1% (satu persen); dilengkapi dengan dokumen pendukung terkait, misalnya berupa bukti setoran modal apabila terdapat penambahan modal disetor. b. komitmen Pemegang Saham Pengendali yang dituangkan dalam surat yang menyatakan akan menambah modal disetor dalam rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) sesuai action plan paling lambat sampai dengan berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang diajukan, dalam hal BPR … 8 BPR ditetapkan dalam status pengawasan khusus karena rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); c. alasan yang mendukung; d. action plan yang telah disesuaikan dengan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus yang diajukan; e. neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan permohonan perpanjangan. Surat permohonan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran 1. 4. Bagi BPR DPK yang sumber dana setoran modalnya berasal dari APBD dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus disertai/dilampiri dengan: a. informasi mengenai pelaksanaan action plan sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus sampai dengan pengajuan perpanjangan; b. komitmen pemegang saham (gubernur/walikota/bupati) yang dituangkan dalam surat yang menyatakan akan menambah modal disetor dalam rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen) sesuai action plan paling lambat sampai dengan berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang diajukan; c. alasan yang mendukung; d. action … 9 d. action plan yang telah disesuaikan dengan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus yang diajukan; e. neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan permohonan perpanjangan. Surat permohonan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran 2. Dalam hal jangka waktu perpanjangan yang diberikan kepada BPR DPK lebih pendek dibandingkan dengan jangka waktu yang diajukan maka BPR DPK menyesuaikan komitmen pemegang saham untuk menambah modal disetor dalam action plan sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan jangka waktu perpanjangan yang diberikan. 5. Perpanjangan berlaku sejak berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus. Contoh: BPR ”C” ditetapkan dalam status pengawasan khusus pada tanggal 12 Juni 2009. Dengan demikian jangka waktu pengawasan khusus BPR ”C” paling lama sampai dengan tanggal 9 Desember 2009. Apabila BPR ”C” memenuhi syarat dan bermaksud mengajukan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus maka permohonan perpanjangan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 150 (seratus limapuluh) hari sejak BPR ”C” ditetapkan dalam pengawasan khusus, yaitu tanggal 9 November 2009. Apabila permohonan disetujui, maka jangka waktu perpanjangan pengawasan khusus akan diberikan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal 10 Desember 2009. 6. Apabila dalam jangka waktu pengawasan khusus pemegang saham melakukan setoran modal sehingga BPR DPK memenuhi kriteria untuk … 10 untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen), tetapi proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal tersebut yang dilakukan oleh Bank Indonesia melampaui jangka waktu/batas akhir pengawasan khusus maka BPR DPK belum dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus, dan bagi BPR DPK yang dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana maka larangan tersebut tetap berlaku. Setelah proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal selesai dilakukan, apabila sumber setoran modal dan pemegang saham yang melakukan setoran modal: a. memenuhi ketentuan maka BPR DPK dikeluarkan dari status DPK dan larangan penghimpunan dan penyaluran dana dicabut, b. tidak memenuhi ketentuan maka BPR DPK akan diberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan. Contoh: Jangka waktu pengawasan khusus BPR ”D” paling lama sampai dengan tanggal 4 November 2009. Pada tanggal 30 Oktober 2009, pemegang saham BPR ”D” melakukan tambahan setoran modal yang menurut perhitungan mengakibatkan rasio KPMM BPR ”D” dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen). Proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal tersebut memerlukan waktu sampai dengan tanggal 12 November 2009. Selama … 11 Selama proses penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran setoran modal BPR ”D” yang dilakukan oleh Bank Indonesia sampai dengan tanggal 12 November 2009, BPR ”D” belum dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus. Apabila BPR ”D” tersebut dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana maka larangan dimaksud tetap berlaku sampai dengan BPR ”D” dikeluarkan dari status pengawasan khusus. V. PENAMBAHAN DAN PENCAIRAN SETORAN MODAL PADA ESCROW ACCOUNT 1. Penambahan modal BPR DPK oleh pemegang saham lama maupun pemegang saham baru ditempatkan dalam escrow account. 2. Pengertian penambahan modal dalam bentuk escrow account adalah dana setoran modal yang ditempatkan dalam bentuk deposito pada Bank Umum di Indonesia atas nama ”Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. BPR yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan ”Pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia”. 3. Penambahan modal tersebut di atas disertai pernyataan dari pemegang saham/calon pemegang saham yang melakukan setoran modal bahwa dana setoran modal tersebut tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain dan tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. 4. Terhadap penambahan modal BPR, Bank Indonesia melakukan penelitian untuk memastikan bahwa penambahan modal tersebut telah memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku. Dalam … 12 Dalam rangka penelitian, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap sumber setoran modal serta melakukan proses fit and proper test berupa penilaian administratif dan/atau wawancara terhadap pemegang saham/calon pemegang saham/calon pemegang saham pengendali yang melakukan setoran modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal berdasarkan penelitian Bank Indonesia diketahui bahwa: a. setoran tambahan modal BPR tidak memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku maka tambahan modal dalam pos Dana Setoran Modal tidak dapat diperhitungkan dalam komponen KPMM. b. setoran tambahan modal BPR memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku maka tambahan modal dalam pos Dana Setoran Modal diperhitungkan dalam komponen KPMM. Apabila penambahan modal tersebut meningkatkan rasio KPMM dan CR sehingga memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari pengawasan khusus maka BPR DPK dikeluarkan dari pengawasan khusus tanpa menunggu penyelesaian proses hukum, yaitu proses yang dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka penambahan modal. 5. Bank Indonesia memberitahukan kepada BPR DPK mengenai hasil penelitian atas setoran modal sebagaimana dimaksud pada angka 4. Dalam hal tambahan modal BPR memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b maka BPR DPK segera melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau Rapat Anggota. 6. Dalam … 13 6. Dalam masa status pengawasan khusus, BPR DPK dapat mengajukan permohonan pencairan dana atas setoran modal yang ditempatkan pada escrow account sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran 3. 7. Dalam rangka memproses permohonan pencairan dana setoran modal BPR DPK, apabila dipandang perlu Bank Indonesia dapat meminta BPR DPK yang setoran tambahan modalnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk menyampaikan risalah RUPS atau Rapat Anggota mengenai penambahan setoran modal terkait. 8. Bank Indonesia memberikan persetujuan atas permohonan pencairan dana setoran modal BPR DPK pada escrow account baik dana setoran modal yang memenuhi maupun tidak memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku. Bagi BPR DPK yang diminta menyampaikan risalah RUPS atau Rapat Anggota sebagaimana dimaksud pada angka 7, persetujuan atas permohonan pencairan dana setoran modal diberikan setelah BPR DPK tersebut menyampaikan risalah RUPS atau Rapat Anggota. VI. PEMBERITAHUAN KEPADA LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) DAN PENCABUTAN IZIN USAHA 1. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPR yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus, perkembangan kondisi BPR DPK, BPR yang dikeluarkan dari status pengawasan khusus, BPR DPK yang tidak dapat disehatkan dan pencabutan izin usaha BPR DPK yang tidak diselamatkan. 2. Selama jangka waktu BPR dalam status pengawasan khusus termasuk perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus apabila diberikan perpanjangan … 14 perpanjangan jangka waktu, berdasarkan penilaian/evaluasi yang dilakukan terhadap kondisi BPR DPK, Bank Indonesia sewaktu-waktu dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan, bagi BPR yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Bagi BPR yang pada saat masuk pengawasan khusus memiliki rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen) dan dalam masa pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Rasio KPMM BPR menurun menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menurun menjadi sama dengan atau kurang 1% (satu persen); dan 2) Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPR tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang sebesar 3% (tiga persen). Contoh: Pada saat BPR ”E” ditetapkan dalam status pengawasan khusus tanggal 10 Agustus 2009, rasio KPMM BPR sebesar 3% (tiga persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar 2% (dua persen). Berdasarkan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan BPR ”E” sampai dengan tanggal 9 November 2009 diketahui bahwa sejak BPR ”E” ditetapkan dalam status pengawasan khusus kondisi BPR ”E” terus memburuk sehingga rasio KPMM dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi negatif dengan kecenderungan negatif yang semakin membesar … 15 membesar. Berdasarkan kondisi tersebut, BPR ”E” dinilai tidak mampu merealisasikan action plan dan Pengurus maupun Pemegang Saham BPR tidak mampu memperbaiki kondisi BPR. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka Bank Indonesia dapat memberitahukan kepada LPS mengenai kondisi BPR ”E” yang tidak dapat disehatkan tersebut dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan. b. Bagi BPR yang pada saat masuk dalam pengawasan khusus memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen) dan memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) BPR tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen); dan 2) Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPR tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 3% (tiga persen). Contoh: Pada saat BPR ”F” ditetapkan dalam status pengawasan khusus tanggal 10 Agustus 2009, rasio KPMM BPR sebesar negatif 20% (dua puluh persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar negatif 2% (dua persen). Berdasarkan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan BPR ”F” sejak BPR ditetapkan dalam status pengawasan khusus sampai dengan laporan … 16 laporan tanggal 9 November 2009 diketahui rasio KPMM dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir tetap negatif dan tidak menunjukkan adanya perbaikan. Berdasarkan kondisi tersebut, BPR ”F” dinilai tidak mampu merealisasikan action plan dan Pengurus maupun Pemegang Saham BPR tidak mampu memperbaiki kondisi BPR. Dengan mempertimbangkan kondisi BPR ”F” tersebut maka Bank Indonesia dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan. 3. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bagi BPR DPK yang pada saat berakhirnya masa pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); dan/atau b. CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen). Contoh: BPR ”G” ditetapkan dalam status pengawasan khusus tanggal 10 Agustus 2009 dengan rasio KPMM sebesar 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar 2% (dua persen). Pada saat berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus yaitu tanggal 5 Februari 2010 dan tidak ada perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus, diketahui rasio KPMM dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir BPR ”G” tidak memenuhi kriteria untuk dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM kurang dari … 17 dari 4% (empat persen); dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen). Dengan kondisi BPR ”G” tersebut di atas maka Bank Indonesia memberitahukan dan meminta LPS untuk memutuskan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR ”G”. 4. Dalam hal LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap BPR sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3, Bank Indonesia mencabut izin usaha BPR yang bersangkutan setelah memperoleh pemberitahuan dari LPS mengenai keputusan bahwa LPS tidak menyelamatkan BPR DPK tersebut. 5. Penyelesaian lebih lanjut terhadap BPR yang dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia dilakukan oleh LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Bank Indonesia mengumumkan keputusan pencabutan izin usaha BPR kepada masyarakat. Tatacara pengumuman mengacu pada BAB VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPR DPK. VII. PENGUMUMAN YANG BERKAITAN DENGAN BPR DPK 1. Pengumuman yang berkaitan dengan BPR DPK dilakukan sebagai berikut: a. Pengumuman penetapan status BPR DPK dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan status pengawasan khusus. Contoh: Pada tanggal 12 Oktober 2009, BPR ”H” ditetapkan dalam status pengawasan khusus. Pengumuman penetapan status pengawasan khusus … 18 khusus BPR ”H” dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama yaitu tanggal 12 Oktober 2009. b. Pengumuman larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Bab III angka 1 dilakukan oleh Bank Indonesia dan BPR yang bersangkutan pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan. Contoh: 1) Pada tanggal 5 Agustus 2009, BPR ”I” ditetapkan dalam status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM negatif 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir 1% (satu persen). Dengan kondisi tersebut maka pada tanggal 5 Agustus 2009 Bank Indonesia: a) menetapkan status pengawasan khusus terhadap BPR ”I”, b) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”I”, c) memberitahukan penetapan status pengawasan khusus serta larangan penghimpunan dan penyaluran dana kepada BPR ”I”, dan d) mengumumkan penetapan status pengawasan khusus BPR ”I” dan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”I”. BPR ”I” mengumumkan larangan tersebut kepada masyarakat di seluruh kantor BPR (KP/KC/Kantor Pelayanan Kas) pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan yaitu tanggal … 19 tanggal 5 Agustus 2009 dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran 4. 2) Pada tanggal 13 Agustus 2009, BPR ”J” ditetapkan dalam status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir 2% (dua persen). Dari neraca harian BPR 2 Oktober 2009 (Jumat) yang diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 5 Oktober 2009 (Senin), diketahui kondisi keuangan BPR ”J” mengalami penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen). Berdasarkan kondisi tersebut, pada tanggal 6 Oktober 2009 Bank Indonesia: a) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”J”, dan b) mengumumkan larangan tersebut. BPR ”J” mengumumkan larangan tersebut kepada masyarakat di seluruh kantor BPR (KP/KC/Kantor Pelayanan Kas) pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan yaitu tanggal 6 Oktober 2009 dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran 4. c. Pengumuman penetapan BPR yang dikeluarkan dari status pengawasan khusus dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan disertai dengan pencabutan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR DPK yang sebelumnya dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana. Contoh: … 20 Contoh: Pada tanggal 15 Agustus 2009, BPR ”K” ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus. Pengumuman BPR ”K” dikeluarkan dari status pengawasan khusus dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama yaitu tanggal 15 Agustus 2009. Dalam pengumuman tersebut disertai pula pengumuman pencabutan larangan penghimpunan dan penyaluran dana apabila BPR ”K” sebelumnya dikenakan larangan penghimpunan dan penyaluran dana. d. Bank Indonesia mengumumkan keputusan pencabutan izin usaha BPR kepada masyarakat. 2. Pengumuman dilakukan pada papan pengumuman di kantor BPR yang mudah dilihat dan dibaca oleh masyarakat. Dalam hal dianggap perlu, selain pengumuman di kantor BPR, dapat pula dilakukan pengumuman pada kantor kelurahan/kecamatan tempat kedudukan BPR yang bersangkutan dan/atau melalui media massa setempat antara lain media cetak dan/atau media elektronik. VIII. PELAPORAN 1. Dalam rangka melakukan pemantauan terhadap perkembangan kondisi BPR DPK dan upaya-upaya penyehatan yang dilakukan, BPR DPK menyampaikan kepada Bank Indonesia: a. neraca harian secara mingguan yang disampaikan pada hari kerja pertama minggu berikutnya. b. pelaksanaan action plan yang disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah action plan dilaksanakan. Laporan yang disampaikan … 21 disampaikan tersebut adalah setiap pelaksanaan tahapan action plan. Contoh: Pada tanggal 8 September 2009 (Selasa), BPR ”L” ditetapkan dalam status pengawasan khusus. BPR ”L” menyampaikan neraca harian tanggal 9, 10 dan 11 September 2009 (Rabu, Kamis dan Jum’at) pada tanggal 14 September 2009 (Senin). Pada tanggal 6 Oktober 2009 (Selasa), BPR ”L” melakukan penambahan setoran modal sesuai dengan action plan. Sehubungan dengan hal tersebut, BPR ”L” menyampaikan laporan atas pelaksanaan action plan disertai bukti-bukti pendukung kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 13 Oktober 2009 (Selasa), yaitu 5 (lima) hari kerja setelah action plan dilaksanakan. 2. Bagi BPR DPK yang jangka waktu pengawasan khususnya akan berakhir kurang dari 5 (lima) hari kerja, penyampaian laporan neraca harian dan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lambat pada tanggal berakhirnya masa pengawasan khusus. Contoh: Jangka waktu pengawasan khusus BPR ”M” paling lama berakhir pada tanggal 8 Oktober 2009. Pada tanggal 6 Oktober 2009 BPR ”M” melakukan penambahan setoran modal sesuai action plan, maka laporan pelaksanaan action plan berupa penambahan modal dimaksud disampaikan paling lambat tanggal 8 Oktober 2009. 3. Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap laporan-laporan yang disampaikan oleh BPR DPK. Dalam rangka melakukan evaluasi tersebut … 22 tersebut, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan kepada BPR DPK. IX. KETENTUAN PERALIHAN 1. Tindak lanjut penanganan terhadap BPR konvensional yang telah ditetapkan dalam status pengawasan khusus berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/34/PBI/2005 tanggal 22 September 2005 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus, dilakukan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus. 2. Jangka waktu pengawasan khusus BPR yang telah ditetapkan dalam status pengawasan khusus berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/34/PBI/2005 tanggal 22 September 2005 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus, diperhitungkan dalam jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus. Contoh: BPR ”N” ditetapkan dalam status pengawasan khusus sejak tanggal 5 April 2009. Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2009, jangka waktu pengawasan khusus BPR ”N” paling lama 180 (seratus delapan … 23 delapan puluh) hari dihitung sejak 5 April 2009 yaitu paling lama sampai dengan 3 Oktober 2009. Mengingat tanggal 3 Oktober 2009 jatuh pada hari Sabtu maka batas waktu pengawasan khusus adalah paling lama sampai dengan hari kerja berikutnya, yaitu hari Senin tanggal 5 Oktober 2009. 3. Larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR dalam pengawasan khusus yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus, tetap berlaku sampai dengan BPR keluar dari status pengawasan khusus. Contoh: BPR ”O” ditetapkan dalam status pengawasan khusus sejak tanggal 1 Mei 2009 dan sejak tanggal tersebut BPR ”O” dikenakan larangan menghimpun dan menyalurkan dana. Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia No.11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2009, apabila BPR ”O” masih dalam status pengawasan khusus maka larangan tersebut tetap berlaku sampai dengan BPR ”O” ditetapkan keluar dari status pengawasan khusus. X. ALAMAT KORESPONDENSI Surat menyurat BPR yang disampaikan kepada Bank Indonesia yang berkaitan dengan status pengawasan khusus ditujukan ke alamat sebagai berikut: 1. Bank … 24 1. Bank Indonesia u.p. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Jalan M.H. Thamrin No. 2,Jakarta 10350, bagi BPR konvensional yang bertempat kedudukan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten/ Kotamadya Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Propinsi Banten. 2. Bank Indonesia u.p. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas. XI. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 31 Juli 2009. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, Surat Edaran Nomor 7/50/DPBPR tanggal 1 November 2005 perihal Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus dinyatakan tidak berlaku bagi BPR yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA RATNA E. AMIATY DIREKTUR KREDIT, BPR DAN UMKM DKBU
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/19/DKBU|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus </reg_title> <set_date> 31 Juli 2009 </set_date> <effective_date> 31 Juli 2009 </effective_date> <replaced_reg> '7/50/DPBPR|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '11/20/PBI/2009' </related_reg>
No.7/ 54 /DPNP Jakarta, 29 November 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4390) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 49 /PBI/2005 tanggal 29 November 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4572), dipandang perlu untuk menjelaskan lebih lanjut beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas sebagai berikut: I. UMUM Stabilitas moneter merupakan hal yang sangat diperlukan dalam rangka menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif dan stabil. Salah satu piranti … piranti moneter yang digunakan Bank Indonesia untuk mempertahankan stabilitas moneter adalah melalui penerapan Giro Wajib Minimum (GWM) kepada bank-bank di Indonesia. Beberapa indikator perekonomian mengindikasikan perlunya dilakukan perubahan dalam kebijakan Bank Indonesia yang terkait dengan pengaturan likuiditas dalam rupiah, khususnya likuiditas rupiah dari sistem perbankan. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan mengenai GWM pada Bank Indonesia. II. JASA GIRO 1. Persentase Jasa Giro a. Sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 49 /PBI/2005, Bank Indonesia memberikan jasa giro sebesar 6,5% (enam setengah perseratus) pertahun terhadap bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk pemenuhan kewajiban memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4). b. Persentase jasa giro sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas merupakan tingkat bunga efektif tahunan (effective annual rate) yang ditentukan berdasarkan periode compounding harian selama 360 (tiga ratus enam puluh) hari, dengan rumus sebagai berikut: Tingkat bunga efektif tahunan = (1 + ( Tingkat bunga tahunan 360 hari Dengan … ))360 hari – 1 Dengan demikian, jasa giro yang diberikan terhadap bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk pemenuhan kewajiban memelihara tambahan GWM dalam rupiah adalah sebesar 0,0175% perhari. 2. Perhitungan Jasa Giro a. Jasa giro dihitung untuk setiap hari kerja berdasarkan saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang tercatat dan diperoleh dari sistem akunting Bank Indonesia. Pengkreditan jasa giro pada Rekening Giro Rupiah Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 49 /PBI/2005, dilakukan sebagai berikut: 1) tanggal 8 bagi jasa giro periode tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 bulan yang sama; 2) tanggal 16 bagi jasa giro periode tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan yang sama; 3) tanggal 24 bagi jasa giro periode tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 bulan yang sama; 4) tanggal 1 bulan berikutnya bagi jasa giro periode tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya. b. Dalam hal tanggal-tanggal untuk pengkreditan jasa giro jatuh pada hari libur, maka pengkreditan saldo Rekening Giro Bank dilakukan oleh Bank Indonesia pada hari kerja berikutnya. c. Dalam … c. Dalam hal terjadi kekurangan atau kelebihan dalam pengkreditan yang terkait dengan pemberian jasa giro oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat langsung mengkredit atau mendebet rekening giro bank yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. III. SANKSI PELANGGARAN GWM 1. Pendebetan Rekening Giro Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 49 /PBI/2005, sebagai akibat pembebanan sanksi pelanggaran GWM, dilakukan pada hari kerja berikutnya setelah tanggal terjadinya pelanggaran GWM. 2. Dalam hal tanggal-tanggal untuk pendebetan Rekening Giro Bank jatuh pada hari libur, maka pendebetan saldo Rekening Giro Bank dilakukan oleh Bank Indonesia pada hari kerja berikutnya. 3. Dalam hal terjadi kekurangan atau kelebihan dalam pendebetan yang terkait dengan pengenaan sanksi pelanggaran GWM oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat langsung mendebet atau mengkredit rekening giro bank yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. IV. PERHITUNGAN … IV. PERHITUNGAN GWM, JASA GIRO, DAN SANKSI PELANGGARAN GWM Contoh Kasus: Bank A memiliki rata-rata harian Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam rupiah dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan Januari sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah) dan perhitungan besarnya LDR pada akhir masa laporan minggu kedua adalah 80%. Saldo Rekening Giro Rupiah Bank A di Bank Indonesia pada: - tanggal 24 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat triliun sembilan ratus lima puluh miliar rupiah) atau 9% dari DPK dalam rupiah; - tanggal 25 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat triliun sembilan ratus lima puluh miliar rupiah) atau 9% dari DPK dalam rupiah; - tanggal 26 Januari adalah sebesar Rp4.565.000.000.000,00 (empat triliun lima ratus enam puluh lima miliar rupiah) atau 8,3% dari DPK dalam rupiah; - tanggal 27 Januari adalah sebesar Rp5.555.000.000.000,00 (lima triliun lima ratus lima puluh lima miliar rupiah) atau 10,1% dari DPK dalam rupiah; - tanggal 28 Januari adalah sebesar Rp7.051.000.000.000,00 (tujuh triliun lima puluh satu miliar rupiah) atau 12,82% dari DPK dalam rupiah; - tanggal 29 Januari adalah sebesar Rp6.050.000.000.000,00 (enam triliun lima puluh miliar rupiah) atau 11% dari DPK dalam rupiah; - tanggal … - tanggal 30 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat triliun sembilan ratus lima puluh miliar rupiah) atau 9% dari DPK dalam rupiah; - tanggal 31 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat triliun sembilan ratus lima puluh miliar rupiah) atau 9% dari DPK dalam rupiah. Diasumsikan tanggal 24, 25, 31 Januari, dan tanggal 1 Februari adalah hari libur dan rata-rata suku bunga jangka waktu 1 (satu) overnight dari JIBOR pada tanggal 26 Januari adalah sebesar 8%. hari 1. PERHITUNGAN GWM GWM harian yang wajib dipelihara untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan Januari adalah sebesar: a. 5% (lima perseratus) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah) yaitu sebesar Rp2.750.000.000.000,00 (dua triliun tujuh ratus lima puluh miliar rupiah), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 49 /PBI/2005; ditambah dengan b. 3% (tiga perseratus) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah) yaitu sebesar Rp1.650.000.000.000,00 (satu triliun enam ratus lima puluh miliar rupiah), yang merupakan tambahan GWM berdasarkan DPK sebagaimana dimaksud dalam … dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dalam Rupiah dan Valuta Asing terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 49 /PBI/2005; ditambah dengan c. 1% (satu perseratus) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah) yaitu sebesar Rp550.000.000.000,00 (lima ratus lima puluh miliar rupiah), yang merupakan tambahan GWM berdasarkan LDR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 49 /PBI/2005. 2. PERHITUNGAN JASA GIRO a. Perhitungan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29, dan 30 Januari adalah sebagai berikut: 0,0175% x bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang merupakan kewajiban pemeliharaan tambahan GWM; yaitu 0,0175% x Rp2.200.000.000.000,00 = Rp385.000.000,00 Saldo Rekening Giro Rupiah pada tanggal 24, 25, dan 31 Januari tidak diberikan jasa giro, karena tanggal-tanggal tersebut jatuh pada hari bukan hari kerja. b. Pengkreditan … b. Pengkreditan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29, dan 30 Januari dilakukan oleh Bank Indonesia pada Rekening Giro Rupiah Bank pada tanggal 2 Februari, karena tanggal 1 Februari jatuh pada hari libur. Jasa giro yang dikreditkan ke Rekening Giro Rupiah Bank pada tanggal 2 Februari adalah sebesar: 4 x Rp385.000.000,00= Rp1.540.000.000,00 Pembulatan dalam rangka pengkreditan Rekening Giro Bank oleh Bank Indonesia dilakukan dengan memperhatikan sistem akunting Bank Indonesia. 3. PERHITUNGAN SANKSI PELANGGARAN GWM a. Sanksi terhadap kekurangan pemenuhan GWM pada tanggal 26 Januari dihitung sebagai berikut: Rp385.000.000.000,00 x 1,25 x 8 x 1 hari 360 x 100 = Rp106.944.444,44 b. Pendebetan Rekening Giro Rupiah Bank untuk sanksi atas kekurangan GWM pada tanggal 26 Januari sebesar Rp106.944.444,44 dilakukan pada hari kerja berikutnya, yaitu pada tanggal 27 Januari. Pembulatan dalam rangka pendebetan Rekening Giro Bank oleh Bank Indonesia dilakukan dengan memperhatikan sistem akunting Bank Indonesia. V. PENUTUP … V. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/42/DPNP tanggal 6 September 2005 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Desember 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/54/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing </reg_title> <set_date> 29 November 2005 </set_date> <effective_date> 1 Desember 2005 </effective_date> <replaced_reg> '7/42/DPNP|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '7/49/PBI/2005', '6/15/PBI/2004' </related_reg>
No. 18/29/DPM Jakarta, 29 November 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA Perihal : Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/12/PBI/2016 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5919), perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai perbankan, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengelolaan moneter melalui OPT dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang dan pasar valuta asing yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan/atau pihak lain dalam rangka Operasi Moneter. 4. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana Rupiah (Lending Facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan … 2 penempatan dana Rupiah (Deposit Facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. 5. Lending Facility adalah penyediaan dana Rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank dalam rangka Operasi Moneter. 6. Deposit Facility adalah penempatan dana Rupiah oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. 7. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, SBN, dan surat berharga lain yang digunakan dalam transaksi Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini. 8. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 9. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar-Bank. 10. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah SUN dan SBSN. 11. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Surat Utang Negara. 12. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Surat Berharga Syariah Negara. 13. Obligasi … 3 13. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 14. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 15. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disingkat ZCB adalah Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 16. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual. 17. SBSN Ritel atau dapat disebut Sukuk Negara Ritel adalah SBSN yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual. 18. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 19. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 20. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh peserta Operasi Moneter kepada Bank Indonesia dengan kewajiban pembelian kembali oleh peserta Operasi Moneter sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 21. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 22. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga oleh peserta Operasi Moneter kepada Bank Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh peserta Operasi Moneter. 23. Sistem … 4 23. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 24. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 25. Sistem Bank Indonesia–Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. II. SURAT BERHARGA DALAM OPERASI MONETER 1. Kriteria Surat Berharga yang dapat digunakan dalam Operasi Moneter adalah sebagai berikut: a. Surat Berharga dalam mata uang Rupiah: 1) diterbitkan oleh Bank Indonesia, dan/atau Negara Republik Indonesia; 2) 3) tercatat di BI-SSSS; dan tidak sedang diagunkan. b. Surat Berharga dalam valuta asing: 1) diterbitkan oleh pemerintah negara lain yang bank sentralnya memiliki kerja sama dengan Bank Indonesia antara … 5 antara lain dalam bentuk cross border collateral arrangement; 2) sesuai denominasi asal negara penerbit; 3) tercatat pada aktiva peserta Operasi Moneter yang tercatat pada rekening surat berharga milik peserta Operasi Moneter di lembaga kustodian yang disepakati; 4) memiliki peringkat investasi (investment grade); dan 5) tidak sedang diagunkan. 2. Jenis Surat Berharga yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka 1 terdiri atas: a. SBI; b. SDBI; c. SBN, yang terdiri atas: 1) SUN, meliputi SPN dan Obligasi Negara termasuk ZCB dan ORI; dan 2) SBSN, meliputi SBSN Jangka Pendek dan SBSN Jangka Panjang termasuk SBSN Ritel; dan d. Surat berharga jangka pendek atau jangka panjang yang diterbitkan oleh pemerintah negara lain (sovereign bond). 3. Syarat Penggunaan Surat Berharga a. Surat Berharga dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b hanya digunakan dalam Transaksi Repo dalam rangka OPT. b. Untuk Transaksi Repo dalam rangka OPT dan Lending Facility: 1) SBI Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat second leg Transaksi Repo. 2) SDBI Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat second leg Transaksi Repo. 3) SBN Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat second leg Transaksi Repo. c. Untuk … 6 c. Untuk Transaksi Repo dalam rangka OPT dapat menggunakan surat berharga dalam valuta asing yang memiliki sisa jangka waktu paling singkat 30 (tiga puluh) hari kalender pada saat second leg Transaksi Repo. d. SBN yang diperoleh Peserta Operasi Moneter dari Bank Indonesia dalam Transaksi Reverse Repo dapat digunakan kembali dalam transaksi di pasar sekunder. e. Dalam hal peserta Operasi Moneter melakukan transaksi di pasar sekunder sebagaimana dimaksud dalam huruf d, transaksi dimaksud dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang. III. HARGA DAN HAIRCUT SURAT BERHARGA DALAM OPERASI MONETER 1. Harga dan haircut Surat Berharga yang digunakan dalam Operasi Moneter ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan/atau sarana lain. 2. Harga Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditetapkan sebagai berikut: a. Harga SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan antara lain rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI. b. Harga SDBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan antara lain rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SDBI. c. Harga SBN dan surat berharga dalam valuta asing ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masing-masing jenis dan seri SBN serta surat berharga dalam valuta asing (sovereign bond). 3. Haircut merupakan faktor pengurang terhadap harga Surat Berharga. 4. Haircut terhadap Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditetapkan sebagai berikut: a. untuk … 7 a. untuk SBI sebesar 0% (nol persen); b. untuk SDBI sebesar 0% (nol persen); c. untuk SBN yang terdiri atas: 1) SUN sebesar 5% (lima persen); 2) SBSN sebesar 6,5% (enam koma lima persen); d. untuk surat berharga dalam valuta asing (sovereign bond) diumumkan oleh Bank Indonesia pada tanggal pelaksanaan transaksi. 5. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan haircut sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dan mengumumkan perubahan tersebut melalui Sistem BI-ETP, BI-SSSS, Sistem Laporan Harian Bank Umum (LHBU), dan/atau sarana lain. 6. Dalam hal terjadi transaksi penjualan Surat Berharga secara outright oleh peserta Operasi Moneter karena kegagalan setelmen second leg Transaksi Repo atau Lending Facility, harga Surat Berharga yang digunakan dalam perhitungan nilai setelmen outright adalah harga Surat Berharga pada tanggal Transaksi Outright paling tinggi sebesar harga Surat Berharga pada transaksi first leg. 7. Dalam hal terjadi transaksi pembelian Surat Berharga secara outright oleh peserta Operasi Moneter karena kegagalan setelmen second leg Transaksi Reverse Repo, harga Surat Berharga yang digunakan dalam perhitungan nilai setelmen outright adalah harga Surat Berharga pada tanggal Transaksi Outright paling rendah sebesar harga Surat Berharga pada transaksi first leg. 8. Dalam hal terjadi penjualan Surat Berharga dalam valuta asing oleh Bank Indonesia karena kegagalan setelmen second leg Transaksi Repo, harga Surat Berharga yang digunakan dalam perhitungan adalah harga penjualan Surat Berharga dalam valuta asing oleh Bank Indonesia pada tanggal penjualan. IV. PERHITUNGAN … 8 IV. PERHITUNGAN NILAI SETELMEN TRANSAKSI OPERASI MONETER MENGGUNAKAN SURAT BERHARGA DALAM RUPIAH 1. Perhitungan Nilai Setelmen Transaksi Lending Facility, Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah, dan Transaksi Reverse Repo a. Nilai setelmen Surat Berharga adalah sebesar nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan atau di-reverse repo-kan. b. Nilai setelmen dana untuk setelmen first leg dihitung sebagai berikut: 1) SBI, SDBI, SPN, ZCB, dan SBSN Jangka Pendek Nilai Setelmen First Leg = Nominal Surat Berharga yang Di-repo-kan atau Di-reverse repo-kan × ( Harga Surat Berharga −Haircut) 2) Obligasi Negara termasuk ORI dan SBSN Jangka Panjang Nilai Setelmen First Leg = [ Nominal Surat Berharga yang Di-repo-kan atau Di-reverse repo-kan Keterangan: Harga Surat Berharga x ( Harga Surat Berharga -Haircut)] + Accrued Interest/ Imbalan : harga Surat Berharga sebagaimana diumumkan pada Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada tanggal transaksi Lending Facility, Transaksi Repo, atau Transaksi Reverse Repo Haircut : haircut sebagaimana diumumkan dalam Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada transaksi Lending Facility, Transaksi Repo, atau Transaksi Reverse Repo Accrued Interest atau Accrued Imbalan : hak atas kupon atau imbalan Surat Berharga yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal pembayaran kupon atau imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen first leg 3) Obligasi … 9 3) Obligasi Negara termasuk ORI dan SBSN Jangka Panjang dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan Surat Berharga pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen first leg Nilai Setelmen First Leg = [ Nominal Surat Berharga yang Di-repo-kan atau Di-reverse repo-kan Keterangan : Harga Surat Berharga × ( Harga Surat Berharga − 𝐻𝑎𝑖rcut)] - Accrued Interest/ Imbalan : harga Surat Berharga sebagaimana diumumkan pada Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada tanggal transaksi Lending Facility, Transaksi Repo, atau Transaksi Reverse Repo Haircut : haircut sebagaimana diumumkan dalam Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada transaksi Lending Facility, Transaksi Repo, atau Transaksi Reverse Repo Accrued Interest atau Accrued Imbalan : hak atas kupon atau imbalan Surat Berharga yang dihitung sejak tanggal setelmen first leg sampai dengan tanggal pembayaran kupon atau imbalan Surat Berharga pada 1 (satu) hari kerja sesudah tanggal setelmen first leg c. Nilai setelmen dana untuk setelmen second leg dihitung sebagai berikut: Nilai Setelmen Second Leg Bunga Transaksi Repo/Reverse Repo/ Lending Facility = Nilai = Setelmen First Leg Nilai Setelmen First Leg + Bunga Transaksi Repo/Reverse Repo/ Lending Facility Repo Rate/ x Reverse Repo Rate/ x Lending Facility Rate Jangka waktu 360 Keterangan … 10 Keterangan: Jangka waktu : jangka waktu Lending Facility, Transaksi Repo, atau Transaksi Reverse Repo 2. Perhitungan Nilai Setelmen Transaksi Outright a. Nilai setelmen Surat Berharga adalah sebesar nilai nominal Surat Berharga yang ditransaksikan secara outright. b. Nilai setelmen dana untuk transaksi pembelian atau penjualan Surat Berharga secara outright sebagai berikut: 1) SPN, ZCB, dan SBSN Jangka Pendek Nilai Setelmen Outright = Nominal Surat Berharga × Harga Surat Berharga 2) Obligasi Negara termasuk ORI, dan SBSN Jangka Panjang Nilai Setelmen Outright Keterangan: Harga Surat Berharga =[ Nominal Surat × Harga Surat Berharga Berharga ]+Accrued Interest/ Imbalan : harga Surat Berharga sebagaimana ditetapkan Bank Indonesia dalam hal Transaksi Outright dilakukan dengan mekanisme lelang, dan/atau harga Surat Berharga berdasarkan kesepakatan para pihak dalam hal Transaksi Outright dilakukan dengan mekanisme nonlelang Accrued Interest atau accrued imbalan : hak atas kupon atau imbalan Surat Berharga yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal pembayaran kupon atau imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen Transaksi Outright 3) Obligasi … 11 3) Obligasi Negara termasuk ORI, dan SBSN Jangka Panjang Dalam Hal Terdapat Pembayaran Kupon atau Imbalan Surat Berharga pada 1 (satu) Hari Kerja Sesudah Tanggal Setelmen Transaksi Outright Nilai Setelmen Outright Keterangan : Harga Surat Berharga =[ Nominal Surat × Harga Surat Berharga Berharga ]-Accrued Interest/ Imbalan : harga Surat Berharga sebagaimana ditetapkan Bank Indonesia dalam hal Transaksi Outright dilakukan dengan mekanisme lelang, dan/atau harga Surat Berharga berdasarkan kesepakatan para pihak dalam hal Transaksi Outright dilakukan dengan mekanisme nonlelang Accrued Interest atau accrued imbalan : hak atas kupon atau imbalan Surat Berharga yang dihitung sejak tanggal setelmen Transaksi Outright sampai dengan tanggal pembayaran kupon atau imbalan Surat Berharga pada 1 (satu) hari kerja sesudah tanggal Transaksi Outright 3. Accrued interest atau imbalan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b.2), butir 1.b.3), butir 2.b.2) dan butir 2.b.3) dihitung dengan rumus perhitungan accrued interest atau imbalan per unit sebagai berikut: AI = N × × C n a E Keterangan: AI : Accrued interest atau imbalan per unit N … 12 N : Nominal Surat Berharga per unit yaitu Rp 1.000.000 (satu juta Rupiah) C : Nilai kupon atau imbalan n : Frekuensi pembayaran kupon atau imbalan dalam setahun a : Jumlah hari sebenarnya (actual days) E : jumlah hari sebenarnya (actual days) yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal dimulainya periode kupon atau imbalan sampai dengan tanggal pembayaran kupon atau imbalan berikutnya. 4. Pelunasan SBI Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Dalam hal terjadi kegagalan setelmen Transaksi Repo jatuh waktu yang menggunakan SBI atau Lending Facility jatuh waktu yang menggunakan SBI, nilai tunai setelmen dihitung sebagai berikut: Nilai tunai early redemption = Keterangan: Nilai nominal Tingkat Diskonto Sisa jangka waktu Nilai nominal × 360 360+(Tingkat diskonto × Sisa jangka waktu) : nilai nominal SBI yang di-early redemption : rata-rata tertimbang tingkat diskonto pada saat SBI diterbitkan : jumlah hari sebenarnya (actual days) yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal gagal setelmen transaksi Operasi Moneter sampai dengan tanggal jatuh waktu SBI (maturity date) 5. Pelunasan SDBI Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Early redemption terhadap SDBI dilakukan dalam hal terjadi kegagalan setelmen Transaksi Repo jatuh waktu yang menggunakan SDBI, Lending Facility jatuh waktu yang menggunakan SDBI, atau terjadi transaksi antara Bank dengan pihak selain Bank yang menggunakan SDBI, dengan perhitungan setelmen nilai tunai sebagai berikut: Nilai … 13 Nilai tunai Nilai nominal × 360 early redemption = Keterangan: Nilai nominal Tingkat diskonto Sisa jangka waktu 360+(Tingkat diskonto × Sisa jangka waktu) : nilai nominal SDBI yang di-early redemption : rata-rata tertimbang tingkat diskonto pada saat SDBI diterbitkan : jumlah hari sebenarnya (actual days) yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal gagal setelmen transaksi Operasi Moneter sampai dengan tanggal jatuh waktu SDBI (maturity date) V. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN DAN NILAI SETELMEN TRANSAKSI OPERASI MONETER MENGGUNAKAN SURAT BERHARGA DALAM VALUTA ASING 1. Nilai nominal Surat Berharga dalam valuta asing yang diagunkan pada setelmen first leg dihitung sebagai berikut: Nilai nominal Surat Berharga dalam valuta asing yang diagunkan Keterangan: Nilai setelmen first leg Kurs transaksi Harga Surat Berharga = Kurs transaksi × ( Surat Berharga −Haircut) Harga Nilai setelmen first leg : besarnya nominal Rupiah yang dimenangkan pada saat setelmen first leg : kurs tengah dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi : harga Surat Berharga sebagaimana diumumkan pada saat pelaksanaan transaksi untuk Surat Berharga dalam valuta asing (sovereign bond) Haircut … 14 Haircut : haircut sebagaimana diumumkan oleh Bank Indonesia pada saat pelaksanaan transaksi untuk Surat Berharga dalam valuta asing (sovereign bond) 2. Kurs Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai setelmen atas transaksi yang menggunakan Surat Berharga dalam valuta asing adalah kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi. 3. Nilai setelmen dana untuk setelmen second leg dihitung sebagai berikut: Nilai setelmen = second leg Bunga Transaksi Repo = Nilai setelmen first leg Nilai setelmen first leg × Repo rate × + Bunga Transaksi Repo Jangka waktu 360 Keterangan: Jangka waktu : jangka waktu Transaksi Repo VI. KRITERIA DAN PERSYARATAN PESERTA DAN LEMBAGA PERANTARA OPERASI MONETER 1. Peserta Operasi Moneter a. Bank Indonesia menetapkan kriteria Peserta Operasi Moneter dengan mempertimbangkan aspek kapasitas, kapabilitas, dan reputasi. b. Peserta Operasi Moneter dalam Rupiah adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) berstatus aktif sebagai peserta di Sistem BI-ETP, BI- SSSS, dan Sistem BI-RTGS; 2) memiliki rekening giro Rupiah di Bank Indonesia; 3) memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS; dan 4) tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter. c. Peserta Operasi Moneter dalam valuta asing adalah Bank devisa, yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) memiliki rekening giro valuta asing di Bank Indonesia; 2) memiliki … 15 2) memiliki rekening giro Rupiah di Bank Indonesia; 3) tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter; dan/atau 4) memiliki rekening surat berharga di lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia, untuk transaksi Operasi Moneter dengan Surat Berharga dalam valuta asing yang tidak ditatausahakan di Bank Indonesia. d. Peserta Operasi Moneter wajib: 1) menyediakan: a) dana Rupiah di rekening giro di Bank Indonesia; dan/atau b) Surat Berharga di rekening Surat Berharga di BI- SSSS, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Operasi Moneter; dan/atau 2) mentransfer: a) dana valuta asing ke rekening Bank Indonesia di bank koresponden; dan/atau b) Surat Berharga dalam valuta asing ke rekening Surat Berharga di Bank Indonesia atau ke rekening surat berharga Bank Indonesia di lembaga kustodian yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Operasi Moneter. e. Peserta Operasi Moneter melakukan transaksi Operasi Moneter untuk kepentingan diri sendiri. f. Peserta Operasi Moneter terdiri atas Peserta OPT dan Peserta Standing Facilities. g. Bank Indonesia dapat menunjuk Peserta OPT yang memenuhi kriteria yang ditetapkan Bank Indonesia untuk mendukung pelaksanaan transaksi Operasi Moneter. h. Penunjukan Peserta OPT sebagaimana dimaksud dalam huruf g dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 2. Lembaga … 16 2. Lembaga Perantara a. Lembaga perantara melakukan transaksi OPT untuk kepentingan peserta Operasi Moneter. b. Lembaga perantara sebagaimana dimaksud dalam huruf a terdiri atas: 1) pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing; dan 2) perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama. c. Perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) hanya dapat menjadi lembaga perantara dalam Transaksi Repo, Transaksi Reverse Repo, dan transaksi pembelian atau penjualan SBN secara outright di pasar sekunder. d. Persyaratan lembaga perantara adalah sebagai berikut: 1) berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP; dan 2) tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas yang berwenang. VII. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/38/DPM tanggal 16 November 2015 perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara, dalam Operasi Moneter dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada 29 November 2016. Agar … 17 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/29/DPM|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter </reg_title> <set_date> 29 November 2016 </set_date> <effective_date> 29 November 2016 </effective_date> <replaced_reg> '17/38/DPM|SE-BI/2015' </replaced_reg> <related_reg> '18/12/PBI/2016' </related_reg>
No. 6/7/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 November 2003 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/2003 tanggal 14 Agustus 2003 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4317) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20042Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363) dipandang perlu untuk mengatur petunjuk pelaksanaan mengenai Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan : 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah… 2 diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha perbankan konvensional. 2. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut FPJP adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek. 3. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah suatu keadaan yang dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch). 4. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar Peserta dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 5. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 6. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan yang terjadi selama jam operasional Sistem BI-RTGS karena nilai transaksi keluar (outgoing transaction) melalui Sistem BI-RTGS pada saat tertentu lebih besar dibandingkan dengan saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia 7. Sertifikat… 3 7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 8. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. 9. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub-Registry dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. 10. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. 11. Pusat Informasi Pasar Uang yang selanjutnya disebut PIPU adalah suatu sistem otomasi yang menyediakan informasi yang meliputi namun tidak terbatas pada pasar uang rupiah dan valuta asing serta informasi lainnya yang terkait dengan pasar keuangan bagi anggota, pelanggan dan Bank Indonesia. II. PRINSIP-PRINSIP FPJP 1. Bank yang dapat mengajukan FPJP, termasuk dalam rangka perpanjangan FPJP dan pengalihan FLI menjadi FPJP, adalah Bank yang menurut penilaian Bank Indonesia memiliki tingkat kesehatan Cukup Baik. 2. Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sedang tidak dikenakan sanksi penghentian sementara atau permanen sebagai peserta BI-SSSS. 3. FPJP… 4 3. FPJP digunakan untuk menutup saldo giro negatif yang dialami Bank akibat ketidakmampuan Bank dalam penyelesaian kewajiban karena sistem kliring dan atau untuk menutup penggunaan FLI yang tidak dapat dilunasi Bank sampai dengan waktu pre-cut off time Sistem BI- RTGS. 4. Dalam rangka penggunaan FPJP, Bank diberikan kesempatan untuk melakukan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dengan ketentuan: a. Bank melunasi bunga FPJP jatuh waktu terlebih dahulu. b. Dalam hal Bank tidak dapat melunasi biaya bunga FPJP jatuh waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank dapat memperpanjang FPJP sebesar biaya bunga FPJP jatuh waktu yang tidak dapat dilunasi ditambah nominal FPJP jatuh waktu (kapitalisasi biaya bunga menjadi nominal). 5. Dalam rangka perpanjangan penggunaan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 4, nominal FPJP jatuh waktu dapat ditambahkan dengan tambahan nominal FPJP baru dengan memperhatikan ketentuan penggunaan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 3. 6. Tambahan nominal FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 5 diakumulasikan terhadap nominal FPJP yang sedang digunakan Bank dan jumlah hari penggunaan FPJP. 7. Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut: a. Jangka waktu setiap FPJP adalah 1 (satu) hari, yang dinyatakan dalam hari kalender. Dalam hal FPJP memiliki tanggal jatuh waktu yang bertepatan dengan hari Sabtu, Minggu atau hari libur maka penyelesaian FPJP jatuh waktu adalah pada hari kerja berikutnya. b. Jangka… 5 b. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang untuk jangka waktu 1 (satu) hari berturut-turut hingga mencapai jumlah keseluruhan jangka waktu FPJP yang digunakan Bank mencapai 90 (sembilan puluh) hari, termasuk hari Sabtu, Minggu atau hari libur yang dihitung sejak pertama kali Bank memanfaatkan FPJP. c. Bank tidak dapat memperpanjang FPJP dalam hal atas perpanjangan FPJP dimaksud mengakibatkan terlampauinya jangka waktu maksimum FPJP selama 90 (sembilan puluh) hari. 8. Biaya Bunga FPJP a. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang diterima Bank sebesar nilai tertinggi dari : 1) Rata-rata tertimbang suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sesi pagi overnight pada 1 (satu) hari sebelum permohonan FPJP atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP ditambah marjin sebesar 200 (dua ratus) basis point; atau 2) Rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir ditambah marjin sebesar 200 (dua ratus) basis point. b. Perhitungan rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) diperoleh dari angka sebagaimana tercantum pada PIPU. c. Dalam hal pada 1 (satu) hari sebelum permohonan FPJP atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) merupakan hari libur maka angka rata-rata tertimbang suku bunga PUAB yang digunakan… 6 digunakan adalah angka rata-rata tertimbang suku bunga PUAB pada hari kerja terakhir sebelum hari libur. 9. Bank wajib menjamin FPJP dengan agunan milik Bank berupa SBI dan atau SUN dengan ketentuan: a. Nilai jual SBI dan atau nilai pasar SUN yang diagunakan memiliki nilai sekurang-kurangnya sebesar nominal FPJP; b. SBI yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu sekurang- kurangnya 3 (tiga) hari kerja; c. SUN yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu sekurang- kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja. III. PENGAJUAN FPJP 1. Dalam rangka penggunaan FPJP, termasuk perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir II.4., Bank dapat mengajukan nominal FPJP disertai dengan agunan FPJP melalui sarana BI-RTGS dari cut off warning Sistem BI-SSSS sampai dengan 15 (lima belas) menit setelah waktu pre cut off time Sistem BI-RTGS. 2. Pengajuan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 selanjutnya wajib ditegaskan dengan penyampaian Surat Pengajuan FPJP sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-1 kepada Bagian Operasi Pasar Uang (OPU), Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM), Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta 10010, disertai dengan: a. Perjanjian Kredit sebagaimana contoh dalam Lampiran-2 yang telah dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang berlaku, atau Chief Executive Officer (CEO) atau Pejabat… 7 Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, dalam rangkap 2 (dua); atau b. Dalam hal Bank mengajukan perpanjangan FPJP, Bank menyampaikan Addendum Perjanjian Kredit sebagaimana contoh dalam Lampiran-3 yang telah dibubuhi meterai cukup dan telah ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang berlaku, atau CEO atau Pejabat Bank yang berwenang bagi kantor cabang Bank Asing, dalam rangkap 2 (dua). c. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana contoh dalam Lampiran-4 yang telah dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan atau CEO atau Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, dalam rangkap 2 (dua). 3. Bagi Bank yang yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), Surat Pengajuan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diberikan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait. 4. Bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia (KBI) namun tidak memiliki cabang di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), Surat Pengajuan FPJP beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan kepada KBI setempat dengan terlebih dahulu mengirimkan faksimili Surat Pengajuan FPJP kepada Bagian OPU. 5. Dalam hal Bank memiliki FLI dan tidak dapat melunasi FLI sampai dengan batas waktu yang ditetapkan maka nominal FLI yang tidak dapat… 8 dapat dilunasi secara otomatis dialihkan menjadi FPJP Bank melalui sarana BI-SSSS. 6. Dalam hal terdapat pengalihan nilai FLI yang tidak dapat dilunasi menjadi FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 5 maka berlaku ketentuan: a. Apabila Bank sedang tidak menggunakan FPJP, Bank wajib menyampaikan akta Perjanjian Kredit FPJP. b. Apabila Bank sedang menggunakan FPJP dan melakukan perpanjangan FPJP, Bank wajib menyampaikan Addendum Perjanjian Kredit dengan nilai FPJP sebesar FLI yang tidak dapat dilunasi ditambah dengan nominal perpanjangan FPJP. c. Dalam hal Bank tidak menyampaikan akta pengikatan kredit sebagaimana dimaksud huruf a atau huruf b selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) menit setelah waktu pengajuan FPJP berakhir maka pengikatan kredit dilakukan berdasarkan kuasa menandatangani Perjanjian Kredit atau Addendum Perjanjian Kredit dalam rangka FPJP sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Penggunaan FLI dan Pengagunan yang telah ditandatangani Bank. d. Akta pengikatan agunan dalam rangka pengalihan FLI menjadi FPJP dibuat oleh Bank Indonesia berdasarkan kuasa gadai sebagaimana diatur dalam ketentuan FLI yang berlaku. 7. Mekanisme pengajuan FPJP melalui sarana BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. IV. PERHITUNGAN ... 9 IV. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP 1. Perhitungan nilai agunan FPJP dilakukan sebagai berikut: a. Dalam hal agunan berupa SBI: 1) Nilai jual SBI pada saat pengajuan permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP sekurang-kurangnya sebesar 100% (seratus per seratus) dari nilai permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP. 2) Perhitungan nilai jual SBI dihitung berdasarkan rumus: (nilai nominal) x 360 Nilai Jual = ------------------------------------------------------ 360 + (tingkat diskonto x sisa jangka waktu) 3) Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai jual SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 2) adalah harga rata- rata tertimbang seri SBI yang akan diagunkan di pasar sekunder yang tercatat pada sarana BI-SSSS pada 1 (satu) hari sebelum pengajuan FPJP awal atau perpanjangan (market rate). 4) Contoh perhitungan nilai agunan terkait dengan nominal FPJP yang dapat digunakan dapat dilihat pada Lampiran-5. b. Dalam hal agunan berupa SUN : 1) Nilai pasar SUN pada saat pengajuan permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP sekurang-kurangnya sebesar 105% (seratus lima per seratus) dari nilai permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP. 2) Nilai … 10 2) Nilai pasar SUN sebagaimana dimaksud dalam angka 1) adalah angka rata-rata tertimbang harga beli SUN sesuai serinya yang terjadi pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan FPJP (T-1) di pasar sekunder sebagaimana tercantum pada sarana BI- SSSS. 3) Dalam hal tidak terdapat harga rata-rata tertimbang dari seri SUN yang akan diagunkan maka digunakan harga rata-rata tertimbang dari transaksi terakhir yang terjadi di pasar sekunder sebagaimana tercantum pada sarana BI-SSSS. 4) Dalam hal seri SUN yang diagunkan belum ditransaksikan di pasar sekunder maka digunakan nilai par atau nilai nominal SUN. 5) Contoh perhitungan nilai agunan terkait dengan nominal FPJP yang dapat digunakan Bank dapat dilihat pada Lampiran-5. c. Dalam hal Bank menggunakan SUN dan SBI sebagai agunan FPJP maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b diterapkan untuk masing-masing jenis surat berharga yang diagunkan. 2. Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan SBI dan atau SUN yang telah diagunkan sebelumnya sepanjang nilai jual SBI dan atau nilai pasar SUN masih memenuhi ketentuan perhitungan nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan ketentuan sisa jangka waktu SBI dan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.b. dan butir II.9.c. 4. Mekanisme… 11 4. Mekanisme pengagunan SBI dan atau SUN melalui sarana BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. V. PERSETUJUAN FPJP 1. Bank Indonesia akan meneliti setiap pengajuan FPJP yang disampaikan Bank setelah Bank melengkapi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini. 2. Bank Indonesia menolak permohonan FPJP yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini. 3. Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan FPJP kepada Bank melalui sarana BI-SSSS. 4. Dalam hal nominal FPJP yang disetujui berbeda dari nominal FPJP yang diajukan, Bank wajib menyampaikan kembali Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-2 dan atau Addendum Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-3 dan atau Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-4 yang telah disesuaikan dengan nominal FPJP yang disetujui Bank Indonesia. 5. Terhadap nilai FPJP yang disetujui, Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sebesar nominal FPJP yang disetujui melalui Sistem BI-RTGS. VI. PELUNASAN FPJP 1. Pada tanggal FPJP jatuh waktu, Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia dengan mendahulukan pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan FPJP. 2. Pendebetan … 12 2. Pendebetan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan oleh Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar biaya bunga FPJP jatuh waktu yang dilakukan pada saat Sistem BI-SSSS dibuka dan pendebetan sebesar nominal FPJP jatuh waktu yang dilakukan pada pukul 16.00 WIB. 3. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk membayar biaya bunga dan atau nominal FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 2 sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS, Bank dapat memperpanjang FPJP sepanjang masih memenuhi persyaratan untuk memperoleh FPJP. 4. Mekanisme pelunasan FPJP melalui sarana BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. VII. EKSEKUSI AGUNAN 1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP, dalam hal Bank tidak dapat melunasi FPJP dan atau Bank tidak dapat memperpanjang FPJP dan atau Bank dikenakan sanksi untuk tidak dapat memperoleh FPJP yang disebabkan Bank melakukan pelanggaran atas ketentuan agunan dan atau penyimpangan penggunaan FPJP. 2. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 maka Bank Indonesia akan mengalihkan pencatatan agunan FPJP ke rekening penampungan (special account) melalui sarana BI-SSSS. 3. Bank Indonesia akan melakukan proses eksekusi agunan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dengan cara: a. Dalam ... 13 a. Dalam hal agunan berupa SBI, eksekusi agunan dilakukan dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh waktu. b. Dalam hal agunan berupa SUN, eksekusi agunan dilakukan dengan cara penjualan melalui Pialang berdasarkan harga penawaran yang terbaik. c. Pialang sebagaimana dimaksud dalam huruf b adalah Pialang yang dinilai aktif dalam transaksi SUN di pasar perdana dan transaksi perdagangan SUN di pasar sekunder selama 3 (tiga) bulan terakhir. 4. Terhadap pelaksanaan eksekusi agunan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir 3.b. berlaku ketentuan: a. Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank atau perorangan yang telah memiliki rekening penatausahaan surat berharga di Sub Registry. b. Pada hari pelaksanaan eksekusi agunan, Pialang memberikan laporan kepada Bank Indonesia c.q. Bagian OPU yang meliputi nama calon pembeli, kuantitas dan harga penawaran yang diajukan calon pembeli selambat-lambatnya sampai dengan pukul 16.00 WIB melalui sarana BI-SSSS dan atau faksimili. c. Bank Indonesia akan mengumumkan calon pembeli agunan yang penawarannya diterima melalui Pialang. d. Bank pembeli agunan atau perserorangan yang bertindak sebagai pembeli agunan melalui Sub Registry melakukan setelmen dana ke rekening nomor 564.000617 "Bagian OPU untuk Penampungan Hasil Eksekusi Agunan FPJP" di Bank Indonesia pada… 14 pada 1 (satu) hari kerja setelah diumumkan sebagai pembeli agunan oleh Bank Indonesia e. Berdasarkan setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Bank Indonesia memindahkan agunan FPJP dari rekening penampungan (special account) ke rekening surat berharga milik pembeli agunan. 5. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses penjualan agunan adalah menjadi beban Bank penerima FPJP dan Bank Indonesia akan melakukan pendebetan rekening giro Bank di Bank Indonesia. 6. Selama agunan belum dapat dieksekusi, Bank tetap dikenakan biaya bunga FPJP sebesar biaya bunga FPJP terakhir. 7. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari jumlah FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai dimaksud. 8. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari jumlah FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud. 9. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana dimaksud dalam angka 8, Bank wajib menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud kepada Bank Indonesia. VIII. PENGAWASAN… 15 VIII. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Bank atas penggunaan FPJP. 2. Dalam hal Bank telah menggunakan FPJP selama 5 (lima) hari kerja secara berturut-turut, Bank wajib menyampaikan action plan penyelesaian FPJP kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait atau Tim Pengawas Bank di KBI setempat. IX. SANKSI Bank dikenakan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan agunan FPJP dan atau penyimpangan penggunaan FPJP berupa: 1. tidak diperkenankan memperoleh FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan 2. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal 52 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain berupa teguran tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan atau pemberhentian pengurus Bank. X. PENUTUP Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/20/DPM tanggal 23 September 2003 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004. Agar… 16 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/7/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 16 Februari 2004 </set_date> <effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date> <replaced_reg> '5/20/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> '6/2/PBI/2004', '5/15/PBI/2003' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
No.14/ 30 /DInt Jakarta, 22 Oktober 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4467) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/7/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5193) dan untuk memperjelas mekanisme perpanjangan (roll over) pinjaman luar negeri jangka panjang, perlu menyisipkan 1 (satu) butir baru di antara butir I.D.3.f dan I.D.3.g, yakni butir I.D.3.f1 dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/32/DInt tanggal 14 Oktober 2008 sebagai berikut : 3. Permohonan Persetujuan Masuk Pasar a. Bank yang akan masuk pasar untuk memperoleh PLN Jangka Panjang wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. b. Bank ... b. Bank yang akan masuk pasar wajib menyampaikan permohonan persetujuan rencana masuk pasar kepada Bank Indonesia c.q Departemen Internasional (DInt) paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masuk pasar dengan mencantumkan hal-hal sebagai berikut : 1) Rencana waktu/tanggal masuk pasar. 2) Informasi terms and conditions pinjaman, meliputi : a) mata uang, jumlah dan bentuk pinjaman; b) pemberi pinjaman (untuk penerbitan surat utang atau pinjaman sindikasi memperhatikan region/negara potensial pembeli/target pembeli serta underwriter atau lead manager); c) hubungan dengan peminjam; d) jangka waktu pinjaman, termasuk masa tenggang (grace period); e) maturity pinjaman (pokok dan bunga); f) suku bunga indikatif pinjaman; g) biaya-biaya dan all in cost pinjaman; h) debt covenant; i) lain-lain (jika terdapat hal-hal lain yang perlu disampaikan). 3) Alasan dan tujuan melakukan pinjaman. 4) Analisis forecast cashflow yang dibuat Bank, sesuai dengan tenor pinjaman dengan memperhatikan current exposure Bank dan komposisi utang lainnya termasuk dalam rupiah. 5) Analisis kesiapan risk management/assessment Bank terhadap risiko (yang diuraikan Bank antara lain risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar). 6) Draft perjanjian pinjaman (jika ada). Penjelasan ... Penjelasan masing-masing item dapat disampaikan dalam lembaran-lembaran terpisah. Bank yang dapat mengajukan permohonan masuk pasar sewaktu-waktu adalah Bank dalam pengawasan khusus (special surveillance) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank. Rencana masuk pasar yang perlu dimintakan persetujuan termasuk rencana roll over PLN Jangka Panjang dan rencana roll over PLN Jangka Pendek menjadi PLN Jangka Panjang. c. Persetujuan masuk pasar yang diberikan oleh Bank Indonesia berlaku untuk jangka waktu selama 3 (tiga) bulan sejak tanggal persetujuan masuk pasar diberikan. d. Bank yang belum dapat merealisasikan masuk pasarnya dalam waktu 3 (tiga) bulan, harus melaporkan alasan pembatalan atau penundaannya dengan menggunakan formulir Laporan Realisasi Masuk Pasar. e. Dalam hal melampaui 3 (tiga) bulan dan Bank tetap akan masuk pasar maka Bank wajib meminta persetujuan masuk pasar kembali dengan prosedur sebagaimana ketentuan tatacara masuk pasar. f. Bank dapat merealisasikan masuk pasar secara bertahap sepanjang tidak melampaui jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak persetujuan masuk pasar diberikan oleh Bank Indonesia. f1. Realisasi untuk persetujuan roll over PLN Jangka Panjang dan/atau roll over PLN Jangka Pendek menjadi PLN Jangka Panjang dapat disesuaikan dengan jatuh tempo per tranche. g. Apabila ... g. Apabila permohonan ijin masuk pasar Bank ditolak, maka sewaktu-waktu Bank dapat mengajukan permohonan ijin masuk pasar kembali. h. Apabila dalam pelaksanaannya Bank melakukan penarikan dan pelunasan PLN Jangka Panjang dalam kurun waktu kurang dari 1 (satu) tahun, maka PLN Jangka Panjang tersebut dikategorikan sebagai PLN Jangka Pendek. Sebagai contoh prepayment, revolving, atau penarikan dan pelunasan bertahap yang masing-masing dilakukan dalam kurun waktu kurang dari 1 (satu) tahun. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22 Oktober 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARTADI A. SARWONO DEPUTI GUBERNUR DInt
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/30/DInt|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank </reg_title> <set_date> 22 Oktober 2012 </set_date> <effective_date> 22 Oktober 2012 </effective_date> <changed_reg> '9/1/DInt|SE-BI/2007' </changed_reg> <extension_of> '10/32/DInt|SE-BI/2008' </extension_of> <related_reg> '9/1/DInt|SE-BI/2007', '7/1/PBI/2005', '10/32/DInt|SE-BI/2008', '13/7/PBI/2011' </related_reg>
No. 10/15/DASP Jakarta, 27 Maret 2008 S U R A T E D A R A N Perihal: Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam rangka mendukung peningkatan keamanan dan kelancaran penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dipandang perlu melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SE SKNBI) yaitu Ketentuan Mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagai berikut: 1. Ketentuan Bab I butir D.9 mengenai TPPK Proximity dihapus; 2. Ketentuan Bab III butir D.1.g, butir D.2.d, butir D.3.e, butir D.4.a, butir D.4.b dan butir D.5.g mengenai penggantian TPPK apabila terjadi perubahan nama Bank, perubahan sebutan nama kantor Peserta, perubahan alamat Peserta, penggabungan usaha (merger), peleburan usaha (konsolidasi), dan perubahan Bank Konvensional menjadi Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah diubah, serta penggunaan istilah “private key” diganti menjadi “security key”. Disamping itu, dalam ketentuan butir D.4.a dan butir D.4.b ditambahkan pengaturan mengenai mekanisme pendaftaran TPK dalam hal terjadi merger dan konsolidasi Bank; 3. Ketentuan Bab IV butir A mengenai Kewajiban dan Tanggung Jawab Bank sebagai Peserta, khususnya terkait dengan tujuan ditetapkannya kewajiban bagi Peserta dan konsekuensi bagi Peserta yang tidak melaksanakan kewajiban, diubah; 4. Ketentuan … 4. Ketentuan Bab V butir B.1.b.5), butir B.2.b, butir B.3.b, dan butir C.2 mengenai Dokumen Kliring untuk Kliring Debet, khususnya terkait dengan pencetakan Daftar DKE Yang Ditolak Per Peserta Penerima dan pencetakan BPR-Kliring Penyerahan serta RWD-Kliring Pengembalian, diubah; 5. Ketentuan Bab VII butir A.1.b.2), butir A.2.a.5)a), butir A.2.b.2), butir B.1.b.2), butir B.2.a.5)a)(2), butir B.2.b.2), butir C.1.b.2), dan butir C.2.b.2) mengenai kegiatan petugas PKL di kantor PKL dalam proses penyelenggaraan Kliring Debet serta persiapan Warkat debet dan Dokumen Kliring untuk Kliring pengembalian oleh Peserta diubah, ketentuan butir J.3 ditambahkan ketentuan mengenai kegiatan pencocokan bundel Warkat dan media rekam data elektronis oleh Peserta pada saat di kantor PKL, dan ketentuan butir K.1.c mengenai ketidakhadiran Peserta pada wilayah Kliring On-line Otomasi dan Off-line Otomasi dihapus; 6. Ketentuan Bab VIII butir A.3.b.2)b)(2) mengenai kegiatan petugas PKL di kantor PKL dalam proses penyelenggaraan Kliring Kredit diubah; 7. Ketentuan pada Bab IX butir A.1.a, butir A.2.b, butir B.1.e, butir B.1.f, butir B.3.e, butir B.4.a.3), butir B.4.a.4), butir B.4.b.5), dan butir B.4.b.6) mengenai ruang lingkup kegiatan Perusahaan Jasa Kurir, persyaratan penggunaan Perusahaan Jasa Kurir dan TPPK diubah; 8. Ketentuan pada Bab IX butir B.2 dan butir B.3.c mengenai jenis TPPK dan bentuk TPPK dihapus; 9. Ketentuan dalam Lampiran 7.1 tentang Alasan Penolakan Warkat Debet dan/atau DKE Debet pada Kliring Pengembalian mengenai Penyelenggaraan Kliring Debet diubah; 10. Lampiran 9 tentang Contoh Informasi yang tercantum dalam TPPK untuk Peserta diubah; 11. Lampiran 15 tentang Daftar Alasan Penolakan dan Sanksi Kewajiban Membayar atas Penolakan Warkat Debet dan/atau DKE Debet diubah. Dengan … Dengan demikian, perubahan Lampiran SE No. 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan SE No. 9/15/DASP tanggal 29 Juni 2007 secara keseluruhan menjadi sebagaimana terlampir, yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2008 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DYAH N.K. MAKHIJANI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/15/DASP|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 27 Maret 2008 </set_date> <effective_date> 1 April 2008 </effective_date> <changed_reg> '7/26/DASP|SE-BI/2005' </changed_reg> <extension_of> '9/15/DASP|SE-BI/2007' </extension_of> <related_reg> '7/26/DASP|SE-BI/2005' </related_reg>
1 No. 18/36/DPSP 2015 Jakarta, 16 Desember 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/19/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 274, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5763), dan dalam rangka mengantisipasi penerbitan Surat Utang Negara dalam valuta asing dengan denominasi Euro di Pasar Perdana domestik, perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara sebagai berikut: 1. Ketentuan butir III.A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: A. Ketentuan dan Persyaratan Setelmen dan Pencatatan Transaksi SBN 1. Central Registry melaksanakan pencatatan penerbitan SBN sesuai ketentuan dan persyaratan (term and condition) termasuk adendum ketentuan dan persyaratan (term and condition) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri. 2. Pada tanggal Setelmen SBN, Central Registry melakukan Setelmen atas: a. hasil Lelang SBN yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia ... 2 b. transaksi SBN Indonesia berdasarkan surat dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri mengenai keputusan hasil lelang; dengan Pemerintah diselenggarakan di luar Bank Indonesia, berdasarkan surat dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri mengenai hasil transaksi SBN dengan Pemerintah; dan/atau c. transaksi SBN di Pasar Sekunder berdasarkan instruksi Setelmen dari Peserta BI-SSSS. 3. Penatausahaan SBN untuk kepentingan nasabah dilakukan Sub-Registry berdasarkan persetujuan Central Registry sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 4. Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan Setelmen dan pencatatan kepemilikan SBN. 5. Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam angka 4 yang tidak memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia harus menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan Setelmen dana atas transaksi SBN. 6. Penunjukan Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 7. Dalam hal SBN yang ditransaksikan adalah SUN dalam valuta asing dengan denominasi Euro, Peserta menunjuk Bank Indonesia sebagai Bank Pembayar untuk pelaksanaan Setelmen dana atas transaksi SBN. 8. Berdasarkan penunjukan Peserta sebagaimana dimaksud dengan angka 7, Bank Indonesia memberikan konfirmasi atas kesediaan sebagai Bank Pembayar antara lain berisi nomor dan nama rekening dana, SWIFT code Bank Indonesia, nomor rekening Bank Indonesia, nama bank koresponden ... yang 3 koresponden Bank Indonesia, dan SWIFT code bank koresponden. 9. Format surat penunjukan Bank Indonesia sebagai Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam angka 7 mengacu pada Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 10. Setelmen dana atas transaksi SBN menggunakan rekening dana di Bank Indonesia milik Peserta BI-SSSS atau Bank Pembayar yang terdiri atas: a. Rekening Giro Rupiah; b. Rekening Giro valuta asing; dan/atau c. rekening lainnya untuk pelaksanaan Setelmen dana. 11. Pada tanggal Setelmen SBN, Peserta Transaksi dan Bank Pembayar harus menjamin kecukupan dana pada rekening dana Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam angka 7 untuk pelaksanaan Setelmen dana hasil transaksi SBN. 12. Pada tanggal Setelmen transaksi SBN di Pasar Sekunder, pihak yang harus menjamin kecukupan SBN dan/atau dana untuk pelaksanaan Setelmen adalah sebagai berikut: a. penjual atau Sub-Registry menjamin kecukupan seri dan nilai nominal SBN pada Rekening Surat Berharga; dan/atau b. pembeli atau Bank Pembayar menjamin kecukupan dana pada rekening dana sebagaimana dimaksud dalam angka 7 yang ditetapkan untuk pelaksanaan Setelmen dana. 13. Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SBN atas nama nasabah secara individual dalam sistem internal Sub- Registry pada tanggal yang sama dengan tanggal pelaksanaan Setelmen SBN. 2. Ketentuan butir III.B.6.b.2) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2) Pada tanggal Setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta asing dengan cara Private Placement, Central Registry melakukan Setelmen ... 4 Setelmen dengan prosedur sebagai berikut: a) Setelmen Dana (1) Setelmen dana dilakukan dengan: (a) mendebit rekening dana Peserta dan/atau Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.7 yang ditetapkan untuk pelaksanaan Setelmen dana; dan (b) mengkredit Rekening Giro valuta asing Pemerintah di Bank Indonesia, sebesar nilai Setelmen dana. (2) Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk harus menyediakan dana dalam valuta asing pada rekening dana yang ditetapkan untuk pelaksanaan Setelmen hasil transaksi penjualan SUN dalam valuta asing. (3) Dana sebagaimana dimaksud dalam angka (2) harus telah efektif pada rekening giro di bank koresponden Bank Indonesia, pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal Setelmen SUN dalam valuta asing, yaitu di: (a) Federal Reserve Bank of New York, New York untuk SUN dalam valuta asing dengan denominasi Dolar Amerika Serikat (USD); atau (b) The Deutsche Bundesbank, Frankfurt untuk SUN dalam valuta asing dengan denominasi Euro (EUR). (4) Dalam penyediaan dana sebagaimana dimaksud dalam angka (2), Peserta Transaksi harus mengirimkan informasi penyetoran valuta asing kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman - Divisi Penyelesaian Transaksi Devisa melalui sarana SWIFT (MT 299). (5) Pengiriman informasi sebagaimana dimaksud dalam angka (4) dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal Setelmen dana pada pukul 14.00 WIB ... 5 WIB, yang paling sedikit berisi: (a) tanggal valuta; (b) mata uang dan nominal; (c) nomor rekening dana di Bank Indonesia; dan (d) nama bank koresponden Bank Indonesia. b) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub- Registry yang ditunjuk sebesar total nilai nominal SUN dalam valuta asing. 3) Dalam hal saldo rekening dana Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam butir 2)a)(1) tidak mencukupi untuk Setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta asing sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (cut- off warning BI-SSSS) maka Setelmen transaksi hasil penjualan SUN dalam valuta asing dengan cara Private Placement yang dilakukan oleh Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar dinyatakan gagal. 3. Ketentuan butir III.B.7.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b. Central Registry melakukan Setelmen hasil lelang SUN dalam valuta asing yang dinyatakan menang pada tanggal Setelmen hasil lelang SUN dalam valuta asing, dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana a) Setelmen dana dilakukan dengan: (1) mendebit rekening dana Peserta dan/atau Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.7 yang ditetapkan untuk pelaksanaan Setelmen dana; dan (2) mengkredit Rekening Giro valuta asing Pemerintah di Bank Indonesia, sebesar nilai Setelmen dana. b) Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk harus menyediakan dana dalam valuta asing pada rekening dana yang ditetapkan untuk pelaksanaan ... 6 pelaksanaan Setelmen hasil transaksi lelang SUN dalam valuta asing di Pasar Perdana. c) Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b) harus telah efektif pada rekening giro di bank koresponden Bank Indonesia, pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal Setelmen SUN dalam valuta asing, yaitu di: (1) Federal Reserve Bank of New York, New York untuk SUN dalam valuta asing dengan denominasi Dolar Amerika Serikat (USD); atau (2) The Deutsche Bundesbank, Frankfurt untuk SUN dalam valuta asing dengan denominasi Euro (EUR). d) Dalam penyediaan dana sebagaimana dimaksud dalam butir c)(2), Peserta Transaksi harus mengirimkan informasi penyetoran valuta asing kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman - Divisi Penyelesaian Transaksi Devisa melalui sarana SWIFT (MT 299). e) Pengiriman informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal Setelmen dana pada pukul 14.00 WIB, yang paling sedikit berisi: (1) tanggal valuta; (2) mata uang dan nominal; (3) nomor rekening dana di Bank Indonesia; dan (4) nama bank koresponden Bank Indonesia. (3) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub- Registry yang ditunjuk sebesar total nilai nominal SUN dalam valuta asing yang dinyatakan menang. 4. Ketentuan butir III.E.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Prosedur pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal SBN dalam valuta asing dilakukan dengan ... 7 dengan prosedur sebagai berikut: a. Central Registry sebagai agen pembayar melakukan pembayaran bunga pada tanggal pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal SUN dalam valuta asing pada tanggal jatuh tempo SUN dalam valuta asing; b. pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung berdasarkan posisi pencatatan kepemilikan SUN dalam valuta asing di Central Registry; c. perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau tanggal jatuh tempo pelunasan pokok/nilai nominal SUN dalam valuta asing, sesuai dengan ketentuan dan persyaratan (term and condition) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri; d. pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mendebit Rekening Giro valuta asing Pemerintah dan mengkredit sebesar bunga (kupon)/imbalan dan/atau pokok/nilai nominal SUN dalam valuta asing pada rekening dana sebagai berikut: 1) Rekening Giro valuta asing Bank untuk kepemilikan SUN dalam valuta asing atas nama Bank tersebut; 2) Rekening Giro valuta asing Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry untuk kepemilikan SUN dalam valuta asing atas nama nasabah Sub-Registry; dan/atau 3) rekening lainnya yang ditetapkan untuk pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau pokok/nilai nominal ... 8 nominal SUN dalam valuta asing; e. Sub-Registry harus melakukan pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal SUN dalam valuta asing dengan mengkredit rekening nasabah yang tercatat di Sub-Registry sebesar bunga (kupon)/imbalan dan/atau pokok/nilai nominal SUN dalam valuta asing; f. pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf e dilakukan oleh Sub-Registry dengan menggunakan tanggal valuta pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal SUN dalam valuta asing yang dilakukan oleh Bank Indonesia; dan g. dalam hal Bank Indonesia bertindak sebagai Bank Pembayar untuk SUN dalam valuta asing dengan denominasi Euro, Bank Indonesia akan meneruskan pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal ke rekening bank koresponden Peserta. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/36/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara </reg_title> <set_date> 16 Desember 2016 </set_date> <effective_date> 16 Desember 2016 </effective_date> <changed_reg> '17/32/DPSP|SE-BI/2015' </changed_reg> <related_reg> '17/32/DPSP|SE-BI/2015', '10/13/PBI/2008', '17/19/PBI/2015' </related_reg>
No. 16/18/DPSP Jakarta, 28 November 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal 21 Januari 2010 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/6/PBI/2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4820) dan dalam rangka lebih mendorong peningkatan efisiensi sistem pembayaran mengingat masyarakat dapat menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia untuk transfer dana selain Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, perlu dilakukan perubahan atas Bab III butir A.11 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal 21 Januari 2010 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement sebagai berikut: 1. Ketentuan butir a.2).e) dihapus sehingga butir a.2) berbunyi sebagai berikut: 2) Menjamin RCC, jaringan komunikasi data leased line, dan fasilitas dial up berfungsi dengan baik Dalam rangka menjamin RCC, jaringan komunikasi data leased line, dan fasilitas dial up agar dapat berfungsi dengan baik, Penyelenggara melakukan: a) Pengelolaan ... 2 a) Pengelolaan RCC Kegiatan pengelolaan RCC antara lain meliputi: (1) penentuan petugas yang berhak mengoperasikan RCC; (2) mengelola database RCC; dan (3) mengelola dan menetapkan parameter RCC. b) Pengoperasian RCC Kegiatan pengoperasian RCC meliputi: (1) proses awal hari; (2) proses operasional; dan (3) proses akhir hari. c) Pengelolaan jaringan komunikasi data leased line dan fasilitas dial up Pengelolaan jaringan komunikasi data leased line dan fasilitas dial up dilakukan antara lain dengan menyediakan petugas help desk untuk membantu apabila terjadi permasalahan jaringan komunikasi data leased line Peserta dan mengelola fasilitas dial up yang digunakan sebagai jaringan komunikasi data back up. d) Meletakkan RCC dalam ruangan tertutup dengan akses terbatas pada pegawai-pegawai yang berwenang untuk menggunakan RCC. e) Dihapus. f) Memiliki standar layanan minimum penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. 2. Ketentuan huruf a ditambahkan 1 (satu) angka pengaturan, yakni angka 12) yang berbunyi sebagai berikut: 12) Menetapkan nilai nominal transaksi antar-Bank untuk kepentingan nasabah yang dapat dilakukan melalui Sistem BI- RTGS yaitu lebih dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per transaksi. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 15 Desember 2014. Agar ... 3 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DIAH PBA LUBIS KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/18/DPSP|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal 21 Januari 2010 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 28 November 2014 </set_date> <effective_date> 15 Desember 2014 </effective_date> <changed_reg> '12/1/DASP|SE-BI/2010' </changed_reg> <related_reg> '12/1/DASP|SE-BI/2010 | Lampiran Bab III butir A.11', '10/6/PBI/2008' </related_reg>
No. 15/39/DPNP Jakarta, 17 September 2013 SURAT EDARAN KEPADA SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/20/DKBU tanggal 22 Mei 2013 perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/51/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 145, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4580) tentang Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat dan memperhatikan permasalahan dalam penyampaian Laporan Bulanan, serta dalam rangka menjaga kesinambungan dan kualitas data yang dikelola oleh Bank Indonesia maka perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/20/DKBU tanggal 22 Mei 2013 perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat sebagai berikut: 1. Ketentuan dalam angka VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: VII. KETENTUAN PERALIHAN A. Penyusunan dan penyampaian Laporan Bulanan dan/atau Koreksi Laporan Bulanan untuk posisi sebelum bulan November 2013 tetap berpedoman pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/7/DPBPR tanggal 23 Februari 2006 perihal . . . 2 perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana telah diubah terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/15/DKBU tanggal 11 Juni 2010 yang dilakukan secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia. B. Dalam hal BPR Pelapor tidak dapat menyampaikan Laporan Bulanan secara on-line sebagaimana dimaksud dalam huruf A, BPR Pelapor dapat menyampaikan secara off-line dalam bentuk compact disc (CD) atau media perekam data elektronik lainnya disertai hasil validasi kepada Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR pelapor. C. Khusus untuk posisi laporan bulan Agustus 2013, penyampaian Laporan Bulanan dan/atau Koreksi Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud dalam huruf A dilakukan paling lambat pada akhir bulan September 2013 secara on- line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia. Dalam hal batas waktu penyampaian pada akhir bulan September 2013 terlampaui maka BPR Pelapor dikenakan sanksi keterlambatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/51/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 145, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4580) tentang Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat. D. Selain menyampaikan Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, BPR Pelapor juga wajib melakukan uji coba penyampaian Laporan Bulanan untuk posisi bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2013 yang disampaikan paling lambat pada setiap akhir bulan berikutnya dengan berpedoman pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/20/DKBU tanggal 22 Mei 2013 perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat. 2. Ketentuan . . . 3 2. Ketentuan dalam butir VIII. A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: A. BPR Pelapor wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Bulanan kepada Bank Indonesia sejak posisi bulan November 2013 dengan berpedoman pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/20/DKBU tanggal 22 Mei 2013 perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat. Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan berlaku surut sejak tanggal 13 September 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, IRWAN LUBIS KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/39/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/20/DKBU tanggal 22 Mei 2013 perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat. </reg_title> <set_date> 17 September 2013 </set_date> <effective_date> pada tanggal 17 September 2013 dan berlaku surut sejak tanggal 13 September 2013 </effective_date> <changed_reg> '15/20/DKBU|SE-BI/2013' </changed_reg> <related_reg> '15/20/DKBU|SE-BI/2013', '7/51/PBI/2005' </related_reg>
No. 15/34/DPSP Jakarta, 27 Agustus 2013 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/29/DASP tanggal 10 November 2010 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/29/PBI/2008 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 174, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4922) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/13/PBI/2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5147), dan penambahan jenis surat berharga yang dapat digunakan sebagai eligible collateral pada transaksi fasilitas likuiditas intrahari, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/29/DASP tanggal 10 November 2010 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum sebagai berikut: 1. Di antara butir 12 dan butir 13 Bab I disisipkan butir 12.a yang berbunyi sebagai berikut: 12.a. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SDBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank. 2. Ketentuan butir 2.a Bab II diubah sehingga butir 2 berbunyi sebagai berikut: 2. Bank dapat menggunakan FLI jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Memiliki … 2 a. memiliki surat berharga yang dapat di-Repo-kan kepada Bank Indonesia berupa SBI, SDBI, dan/atau SBN; b. tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan sebagai Bank peserta Sistem BI-RTGS dan/atau penghentian sebagai Bank peserta kliring; dan c. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS. 3. Di antara butir 3 dan butir 4 Bab II disisipkan 3 (tiga) butir, yakni butir 3A, butir 3B, dan butir 3C yang berbunyi sebagai berikut: 3A. Untuk Bank yang telah menandatangani Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada butir 3.a, harus menandatangani Adendum Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana contoh dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3B. Untuk Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 2 dan akan menggunakan FLI namun belum menandatangani Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada butir 3.a, harus menandatangani Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana contoh dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3C. Penyampaian Adendum Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada butir 3A dan Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada butir 3B dibuat sebanyak 2 (dua) eksemplar sebagaimana dimaksud pada butir 3.a.1) dan butir 3.a.2) serta dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3.b atau butir 3.c. 4. Ketentuan butir 4 Bab II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3 disampaikan dengan surat pengantar kepada: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP) Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Surat Berharga Komplek Perkantoran Bank Indonesia Gedung D Lantai 3 Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350 Dalam … 3 Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi, akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. 3. Ketentuan Bab III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: III. TRANSAKSI REPO DALAM RANGKA PENGGUNAAN FLI 1. Dalam rangka penggunaan FLI, Bank melakukan transaksi Repo dengan menggunakan surat berharga berupa SBI, SDBI, dan/atau SBN milik Bank yang bersangkutan yang tercatat dalam rekening perdagangan di BI-SSSS. 2. Surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. untuk SBI, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat FLI jatuh waktu; b. untuk SDBI, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat FLI jatuh waktu; atau c. untuk SBN, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat FLI jatuh waktu. 3. Kriteria, harga, haircut, dan perhitungan nilai setelmen untuk surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir 1 tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 4. Pelaksanaan transaksi Repo dengan menggunakan SBI, SDBI, dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Transaksi Repo dalam rangka FLI-RTGS 1) Bank harus memindahkan SBI, SDBI, dan/atau SBN dari rekening perdagangan ke rekening FLI-RTGS pada BI-SSSS. 2) Pemindahan SBI, SDBI, dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1) dilakukan pada saat Bank membutuhkan FLI-RTGS (self assessment) selama jam operasional BI-RTGS sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS. 3) SBI … 4 3) SBI, SDBI, dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1) tidak dapat dipindahkan ke rekening perdagangan selama Bank menggunakan FLI-RTGS. 4) Bank dapat memindahkan kembali SBI, SDBI, dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1) ke rekening perdagangan setelah Bank menyelesaikan FLI-RTGS. b. Transaksi Repo dalam rangka FLI-Kliring 1) Bank harus memindahkan SBI, SDBI, dan/atau SBN dari rekening perdagangan ke rekening FLI-Kliring dalam rangka pemenuhan kewajiban penyediaan pendanaan awal (prefund). 2) Pemindahan SBI, SDBI, dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1) dilakukan pada awal hari sebelum Kliring Debet dimulai sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI. 3) Nilai SBI, SDBI, dan/atau SBN yang dipindahkan ke rekening FLI-Kliring sebagaimana dimaksud pada butir 1) adalah sebesar nilai nominal yang dibutuhkan oleh Bank untuk memenuhi kewajiban penyediaan pendanaan awal (prefund). 4) Bank dapat memindahkan kembali SBI, SDBI, dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1) ke rekening perdagangan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI. 5. Pelaksanaan transaksi Repo dengan menggunakan SBI, SDBI, dan/atau SBN dalam rangka FLI dilakukan dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. 4. Ketentuan butir 1.a Bab IV diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Penggunaan FLI-RTGS a. Bank dapat menggunakan FLI-RTGS sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sepanjang Bank telah memindahkan SBI, SDBI, dan/atau SBN … 5 SBN ke rekening FLI-RTGS sebagaimana dimaksud pada butir III.4.a. 5. Ketentuan Bab VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: VII. PERLAKUAN FLI YANG TIDAK DISELESAIKAN 1. Dalam hal Bank tidak menyelesaikan penggunaan FLI sampai dengan batas waktu pre-cut off Sistem BI–RTGS maka terhadap nilai FLI yang tidak diselesaikan diberlakukan sebagai transaksi Repo (first leg) dengan jangka waktu 1 (satu) hari kerja (overnight) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai koridor suku bunga (standing facilities). 2. Atas transaksi Repo sebagaimana dimaksud pada butir 1, Bank dikenakan bunga Repo dengan perhitungan sebagai berikut: Bunga Repo = i x (t/360) x n Keterangan: i = suku bunga lending facility t = jumlah hari kalender Repo SBI, SDBI, dan/atau SBN n = nominal Repo (FLI yang tidak diselesaikan) 3. Bank Indonesia mengumumkan suku bunga lending facility sebagaimana dimaksud pada butir 2 melalui BI-SSSS, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Pada tanggal jatuh waktu Repo (second leg) sebagaimana dimaksud pada butir 1, BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen dengan penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut: a. melakukan setelmen dana dengan cara mendebet rekening giro Bank sebesar nilai setelmen first leg ditambah bunga Repo; dan b. melakukan setelmen surat berharga dengan cara mengkredit rekening surat berharga Bank sebesar nilai nominal SBI, SDBI, dan/atau SBN yang di-Repo-kan. 5. Dalam hal terdapat pembayaran kupon/imbalan SBN maka perlakuan kupon/imbalan tersebut mengikuti ketentuan Bank … 6 Bank Indonesia yang mengatur mengenai koridor suku bunga (standing facilities). 6. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi untuk setelmen pelunasan Repo SBI, Repo SDBI, dan/atau Repo SBN sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen second leg. 7. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen second leg sebagaimana dimaksud pada butir 6, Bank Indonesia melakukan pendebetan rekening giro Bank untuk penyelesaian bunga Repo yang harus dibayar dan: a. melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) atas seri SBI dan SDBI yang di-Repo; atau b. memperlakukan jenis, seri, dan nominal SBN yang gagal dibeli kembali oleh Bank sebagai transaksi jual putus (outright selling) secara otomatis melalui BI-SSSS. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 Agustus 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DIAH PBA LUBIS KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/34/DPSP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/29/DASP tanggal 10 November 2010 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum. </reg_title> <set_date> 27 Agustus 2013 </set_date> <effective_date> 27 Agustus 2013 </effective_date> <changed_reg> '12/29/DASP|SE-BI/2010' </changed_reg> <related_reg> '12/29/DASP|SE-BI/2010', '10/29/PBI/2008', '12/13/PBI/2010' </related_reg>
No. 11/ 37 /DKBU Jakarta, 31 Desember 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Penetapan Penggunaan Standar Akuntansi Keuangan bagi Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/20/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 77 DPBPR, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4646), dipandang perlu untuk menetapkan Penggunaan Standar Akuntansi Keuangan bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai berikut: 1. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan BPR dan penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan, BPR wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang relevan bagi BPR. 2. Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi BPR selama ini adalah PSAK 31 tentang Akuntansi Perbankan (PSAK 31) yang berlaku bagi seluruh perbankan. Dengan diberlakukannya PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan (PSAK 50) dan PSAK 55 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran (PSAK 55), yang menggantikan PSAK 31, maka standar akuntansi bagi perbankan mengacu pada PSAK yang berlaku. 3. Penerapan… 3. Penerapan PSAK 50 dan PSAK 55 bagi BPR dipandang tidak sesuai dengan karakteristik operasional BPR dan memerlukan biaya yang besar dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh maka BPR memerlukan standar akuntansi keuangan yang sesuai. 4. Dewan Standar Akuntasi Keuangan - Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) selain mengeluarkan PSAK 50 dan PSAK 55 juga menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). DSAK-IAI dalam SAK ETAP menyatakan bahwa SAK ETAP dapat diberlakukan bagi entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan, sepanjang otoritas berwenang mengatur penggunaan SAK ETAP dimaksud. 5. Berdasarkan hal tersebut di atas, standar akuntansi keuangan bagi BPR menggunakan SAK ETAP. 6. Dengan diberlakukannya SAK ETAP sebagai standar akuntansi keuangan bagi BPR, maka pedoman akuntansi atas transaksi keuangan BPR tetap menggunakan pedoman akuntansi sebagaimana yang digunakan selama ini sepanjang Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat (PABPR) belum diberlakukan. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA RATNA E. AMIATY DIREKTUR KREDIT, BPR dan UMKM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/37/DKBU|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Penetapan Penggunaan Standar Akuntansi Keuangan bagi Bank Perkreditan Rakyat </reg_title> <set_date> 31 Desember 2009 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2010 </effective_date> <related_reg> '8/20/PBI/2006' </related_reg>
No. 7/38 /DPM Jakarta, 9 Agustus 2005 SURAT EDARAN Perihal : Biaya Laporan Harian Bank Umum dan Biaya Pusat Informasi Pasar Uang Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/10/PBI/2005 tentang Laporan Harian Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4483) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/12/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4499) dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/7/DPM tanggal 29 Maret 2005 perihal Laporan Harian Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/16/DPM tanggal 31 Mei 2005, dipandang perlu untuk menyusun ketentuan tentang biaya Laporan Harian Bank Umum (LHBU) dan biaya Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) bagi Bank Pelapor dan Pelanggan PIPU sebagai berikut: I. Bank Pelapor 1. Bank Indonesia menyediakan hak akses terhadap sistem LHBU di Bank Indonesia dalam jumlah tertentu kepada setiap Bank Pelapor tanpa dikenakan biaya, baik berupa biaya lisensi maupun biaya pemeliharaan. 2. Dalam hal Bank Pelapor menambah user id untuk penggunaan hak akses sistem LHBU, Bank Pelapor dikenakan biaya lisensi dan biaya pemeliharaan sistem LHBU yang diatur sebagai berikut: a. Biaya lisensi sebesar USD1,500 (seribu lima ratus US Dollar) dikenakan 1 kali selama menggunakan hak akses sistem LHBU, untuk setiap tambahan user id. b. Biaya ... 2 b. Biaya pemeliharaan sistem LHBU sebesar USD300 (tiga ratus US Dollar) dikenakan setiap tahun selama menggunakan hak akses sistem LHBU, untuk setiap tambahan user id. c. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dilakukan dalam ekuivalen mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs transaksi jual Bank Indonesia pada tanggal pembayaran biaya. d. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank Pelapor pada Bank Indonesia. e. Dalam rangka pendebetan rekening giro Rupiah Bank Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Bank Pelapor memberikan surat kuasa pendebetan kepada Bank Indonesia cq. Satuan Kerja yang membidangi manajemen informasi, sebagaimana contoh terlampir. f. Dalam hal pendebetan rekening giro Rupiah Bank Pelapor pada Bank Indonesia menyebabkan terjadinya saldo giro negatif maka Bank Pelapor wajib menyetor dana sebesar biaya tersebut. II. Pelanggan PIPU Dalam rangka memperoleh informasi PIPU, Pelanggan PIPU dikenakan biaya lisensi, biaya pemeliharaan sistem LHBU dan biaya perolehan informasi PIPU yang diatur sebagai berikut: 1. Biaya lisensi untuk pertama kali menggunakan hak akses perolehan informasi PIPU, dan setiap tambahan user id, masing-masing dikenakan sebesar USD1,500 (seribu lima ratus US Dollar), yang dibayarkan pada awal Perjanjian. 2. Biaya pemeliharaan sistem LHBU sebesar USD300 (tiga ratus US Dollar) setahun untuk setiap user id, selama menggunakan hak akses sistem LHBU, yang dibayarkan pada awal Perjanjian. 3. Biaya perolehan informasi PIPU sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta Rupiah) sebulan untuk setiap user id, yang dibayarkan paling lambat tanggal 5 pada bulan yang bersangkutan. 4. Pembayaran ... 3 4. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 dilakukan dalam ekuivalen mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs transaksi jual Bank Indonesia pada tanggal Perjanjian Penggunaan PIPU atau addendum Perjanjian Penggunaan PIPU. 5. Tata cara pembayaran biaya lisensi, biaya pemeliharaan sistem LHBU dan biaya perolehan informasi PIPU diatur dalam Perjanjian Penggunaan PIPU. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 22 Agustus 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/38/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Biaya Laporan Harian Bank Umum dan Biaya Pusat Informasi Pasar Uang </reg_title> <set_date> 9 Agustus 2005 </set_date> <effective_date> 22 Agustus 2005 </effective_date> <related_reg> '7/12/PBI/2005', '7/7/DPM|SE-BI/2005', '7/10/PBI/2005', '7/16/DPM|SE-BI/2005' </related_reg>
No. 12/ 3 /DASP Jakarta, 1 Februari 2010 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Nomor 10/38/DPM tanggal 14 November 2008 perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum Sehubungan dengan dilakukannya penyempurnaan organisasi di Bank Indonesia, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan fungsi setelmen dan penatausahaan surat berharga, maka perlu untuk melakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai pelaksanaan pemberian fasilitas likuiditas intrahari sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor 10/38/DPM tanggal 14 November 2008 sebagai berikut: 1. Ketentuan romawi I angka 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3 disampaikan dengan surat pengantar kepada: Bank Indonesia Bagian Penyelenggaraan Setelmen Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Gedung D, Lantai 3 Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. 2. Lampiran 1 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Ketentuan … 2 Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RONALD WAAS DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/3/DASP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Nomor 10/38/DPM tanggal 14 November 2008 perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 1 Februari 2010 </set_date> <effective_date> 1 Februari 2010 </effective_date> <changed_reg> '10/38/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg> <related_reg> '10/38/DPM|SE-BI/2008' </related_reg>
No.6/ 18 /DPNP Jakarta, 20 April 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking). Sehubungan dengan semakin berkembangnya pelayanan jasa Bank melalui internet (internet banking) dan sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292) serta Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank, maka dipandang perlu untuk mengatur pelaksanaan penerapan manajemen risiko pada aktivitas internet banking dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM 1. Internet Banking adalah salah satu pelayanan jasa Bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi … komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet, dan bukan merupakan Bank yang hanya menyelenggarakan layanan perbankan melalui internet, sehingga pendirian dan kegiatan Internet Only Bank tidak diperkenankan. 2. Internet Banking dapat berupa Informational Internet Banking, Communicative Internet Banking dan Transactional Internet Banking. Informational Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah dalam bentuk informasi melalui jaringan internet dan tidak melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction). Communicative Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau melakukan interaksi dengan Bank penyedia layanan internet banking secara terbatas dan tidak melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction). Transactional Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada nasabah untuk melakukan interaksi dengan Bank penyedia layanan internet banking dan melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction). 3. Mengingat aktivitas internet banking yang mengandung risiko tinggi adalah transactional internet banking, maka kewajiban penerapan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini hanya diberlakukan bagi penyelenggaraan transactional internet banking. 4. Ketentuan dan peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu antara lain Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan ketentuan Bank Indonesia tentang Penerapan Prinsip … Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) juga berlaku dalam hubungannya dengan penyelenggaraan internet banking. II PEDOMAN MANAJEMEN RISIKO 1. Bank yang menyelenggarakan internet banking wajib menerapkan manajemen risiko pada aktivitas internet banking secara efektif, yang meliputi : a. pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; b. sistem pengamanan (security control); c. manajemen risiko, khususnya risiko hukum dan risiko reputasi. 2. Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib dituangkan dalam suatu kebijakan, prosedur dan pedoman tertulis, dengan mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking), yang merupakan lampiran dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Pedoman penerapan manajemen risiko internet banking tersebut merupakan bagian dari Pedoman Penerapan Manajemen Risiko Bank secara keseluruhan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. 3. Bank yang telah melaksanakan aktivitas internet banking dan telah memiliki kebijakan, prosedur dan atau pedoman tertulis penerapan manajemen risiko pada aktivitas internet banking wajib menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman pada Lampiran Surat Edaran ini. 4.Sesuai … 4. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, penyempurnaan pedoman penerapan manajemen risiko pada aktivitas internet banking sebagaimana dimaksud pada angka 3 wajib dilakukan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2004. III. PELAPORAN 1. Sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank, Bank wajib menyampaikan laporan rencana perubahan Sistem Teknologi Informasi (TSI) yang menyangkut perubahan konfigurasi dan prosedur pengoperasian komputer yang terkait dengan rencana penyelenggaraan internet banking selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan. Format laporan mengacu kepada Formulir Isian TSI yang merupakan lampiran dari Surat Edaran Nomor 27/9/UPPB tanggal 31 Maret 1995. 2. Sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, Bank yang menyelenggarakan aktivitas baru internet banking, wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak aktivitas tersebut efektif dilaksanakan. Format laporan mengacu kepada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003, yang memuat : a. Uraian singkat atau penjelasan dan bentuk flow chart dari Prosedur Pelaksanaan (standar operating procedures/SOP) internet banking; b. Bagan … b. Bagan Organisasi dan kewenangan satuan kerja tertentu yang melaksanakan internet banking; c. Hasil analisis dan identifikasi satuan kerja manajemen risiko pada Bank terhadap risiko yang melekat pada internet banking; d. Hasil uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko yang melekat pada internet banking yang dilaksanakan oleh satuan kerja manajemen risiko pada Bank; e. Uraian singkat mengenai Sistem Informasi Akuntansi untuk transaksi yang dilakukan melalui internet banking, termasuk penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi Bank secara menyeluruh; dan f. Hasil analisis aspek hukum untuk internet banking. 3. Pelaksanaan kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dikecualikan dalam hal penyelenggaraan aktivitas baru internet banking tersebut telah efektif dilaksanakan oleh Bank sebelum Bank menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. 4. Bagi Bank yang dikecualikan untuk menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3, kewajiban untuk menyampaikan laporan realisasi rencana perubahan TSI yang menyangkut internet banking selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah rencana dimaksud dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank tetap berlaku. 5. Laporan … 5. Laporan sebagaimana tersebut di atas disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Jabotabek; atau b. Kantor Cabang Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Jabotabek. IV. LAIN-LAIN 1. Guna meningkatkan efektivitas penerapan manajemen risiko, Bank wajib melakukan evaluasi dan audit secara berkala terhadap aktivitas internet banking dengan menggunakan auditor internal (Satuan Kerja Audit Intern/SKAI) atau auditor eksternal. 2. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap efektivitas dan kecukupan penerapan manajemen risiko khususnya yang berkaitan dengan aktivitas internet banking pada Bank. V. SANKSI 1. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka III.1 dan angka III.4 dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Surat Keputusan Direksi No. 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh Bank. 2. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka III.2 dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal… Pasal 33 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. VI. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal…………… Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ttd NELSON TAMPUBOLON DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/18/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking). </reg_title> <set_date> 20 April 2004 </set_date> <related_reg> '27/164/KEP/DIR|SKDIR-BI/1995', '5/8/PBI/2003' </related_reg>
No. 7/ 22 /DLN Jakarta, 7 Juli 2005 SURAT EDARAN Kepada BANK, BADAN USAHA BUKAN BANK, DAN PERORANGAN DI INDONESIA Perihal : Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/51/DLN tanggal 31 Desember 2004 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri Dalam rangka penyempurnaan prosedur dan batas waktu penyampaian laporan utang luar negeri maka Surat Edaran Bank Indonesia No.6/51/DLN tanggal 31 Desember 2004 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.2/22/PBI/2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4007) perlu dilakukan perubahan sebagai berikut : 1. Pembukaan diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Sehubungan dengan penyempurnaan laporan dan sistem pelaporan, serta perubahan batas waktu penyampaian laporan utang luar negeri dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi laporan utang luar negeri, dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/22/PBI/2000 tanggal 2 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 172; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4007), sebagai berikut : 2. Ketentuan … 2 2. Ketentuan butir III.B.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Media on line (web technology) dengan alamat : https://www.bi.go.id/siulweb 3. Ketentuan butir III.C.1.a diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Laporan Data Pokok ULN Baru atau perubahannya wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 15 hari setelah penandatanganan ULN atau penerbitan ULN dan/atau perubahannya, untuk ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement), Surat Utang (Debt Securities), Utang Dagang (Trade Credits) dan Utang Lainnya (Other Debts). 4. Ketentuan butir III.C.1.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Dalam hal penarikan ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement), Utang Dagang (Trade Credits), dan Utang Lainnya (Other Debts) dilakukan sebelum tanggal penandatanganan atau penerbitan ULN, Laporan Data Pokok ULN Baru wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 15 hari setelah tanggal penarikan ULN. 5. Ketentuan butir III.C.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Laporan Data Realisasi ULN wajib disampaikan kepada Bank Indonesia setiap bulan dengan batas waktu paling lambat pada tanggal 25 bulan berikutnya. 6. Ketentuan butir III.D.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : Pelapor dapat menyampaikan koreksi Laporan Data Realisasi ULN sampai dengan tanggal 25 pada bulan penyampaian laporan. 7. Ketentuan butir III.E diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : “Prosedur penyusunan dan penyampaian Laporan ULN kepada Bank Indonesia, tercantum dalam Buku Panduan Teknis Sistem Informasi Utang Luar Negeri Bank Indonesia versi 2.0 sebagaimana dimaksud pada Lampiran 14.” 8. Lampiran … 3 8. Lampiran 2 Petunjuk Pengisian Data Pokok Utang Luar Negeri, Profil Utang Luar Negeri atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement) diubah sehingga menjadi sebagaimana terlampir. 9. Lampiran 3 Petunjuk Pengisian Data Pokok Utang Luar Negeri, Profil Utang Luar Negeri TRANCHE diubah sehingga menjadi sebagaimana terlampir. 10. Lampiran 6 Petunjuk Pengisian Data Pokok Utang Luar Negeri, Profil Utang Luar Negeri atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) diubah sehingga menjadi sebagaimana terlampir. 11. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3, angka 4, angka 5 dan angka 6 dalam Surat Edaran ini berlaku sampai dengan 31 Desember 2005, dan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2006 ketentuan pada angka 3, angka 4, angka 5 dan angka 6 Surat Edaran ini diatur menjadi sebagai berikut : a. angka 3. Laporan Data Pokok ULN Baru atau perubahannya wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 hari setelah penandatanganan ULN atau penerbitan ULN dan/atau perubahannya, untuk ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement), Surat Utang (Debt Securities), Utang Dagang (Trade Credits) dan Utang Lainnya (Other Debts). b. angka 4. Dalam hal penarikan ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement), Utang Dagang (Trade Credits), dan Utang Lainnya (Other Debts) dilakukan sebelum tanggal penandatanganan atau penerbitan ULN, Laporan Data Pokok ULN Baru wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 10 hari setelah tanggal penarikan ULN. c. angka 5 … 4 c. angka 5. Laporan Data Realisasi ULN wajib disampaikan kepada Bank Indonesia setiap bulan dengan batas waktu paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya. d. angka 6. Pelapor dapat menyampaikan koreksi Laporan Data Realisasi ULN sampai dengan tanggal 20 pada bulan penyampaian laporan. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Juli 2005 dan berlaku surut sejak tanggal 1 April 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Kusumaningtuti S. S Direktur Luar Negeri
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/22/DLN|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/51/DLN tanggal 31 Desember 2004 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri </reg_title> <set_date> 7 Juli 2005 </set_date> <effective_date> 7 Juli 2005 </effective_date> <changed_reg> '6/51/DLN|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/51/DLN|SE-BI/2004', '2/22/PBI/2000' </related_reg>
No. 15/40/DKMP Jakarta, 24 September 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5029), Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5247), dan dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bagi Bank yang melakukan aktivitas pemberian kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor maka perlu untuk mengatur pemberian kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti, dan kredit atau ... atau pembiayaan kendaraan bermotor dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM A. Sejalan dengan tingginya pertumbuhan kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor yang berpotensi menimbulkan berbagai Risiko maka Bank perlu meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. B. Pertumbuhan kredit atau pembiayaan pemilikan properti dan kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti yang terlalu tinggi dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang tidak mencerminkan harga yang sebenarnya sehingga meningkatkan Risiko Kredit bagi Bank dengan eksposur kredit atau pembiayaan properti yang besar. C. Dalam rangka menjaga perekonomian yang produktif dan mampu menghadapi tantangan di sektor keuangan, perlu adanya kebijakan yang dapat memperkuat sektor keuangan untuk meminimalisir sumber-sumber kerawanan yang mungkin timbul, termasuk pertumbuhan kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor yang berlebihan. D. Kebijakan dalam rangka meningkatkan kehati-hatian Bank dalam pemberian kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit konsumsi beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor, serta kebijakan untuk memperkuat ketahanan sektor keuangan dilakukan melalui penetapan besaran loan to value atau financing to value untuk kredit atau pembiayaan pemilikan properti dan kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti, serta down payment untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. II. CAKUPAN ... II. CAKUPAN PENGATURAN Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. Bank Umum, yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum Konvensional termasuk Unit Usaha Syariah, dan Bank Umum Syariah. 2. Properti terdiri dari rumah tapak, rumah susun, rumah toko, dan rumah kantor. 3. Rumah Tapak adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang merupakan kesatuan antara tanah dan bangunan dengan bukti kepemilikan berupa surat keterangan, sertifikat, atau akta yang dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang. 4. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing- masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, antara lain griya tawang, kondominium, apartemen, dan flat. 5. Rumah Kantor atau Rumah Toko adalah tanah berikut bangunan yang izin pendiriannya sebagai rumah tinggal sekaligus untuk tujuan komersial antara lain perkantoran, pertokoan, atau gudang. 6. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti yang selanjutnya disebut KPP atau KPP iB adalah kredit atau pembiayaan yang diberikan bank untuk pembelian Rumah Tapak, Rumah Susun, Rumah Toko dan/atau Rumah Kantor. 7. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah, yang selanjutnya disebut KPR atau KPR iB, adalah kredit atau pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian Rumah Tapak. 8. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah Susun, yang selanjutnya disebut KPRS atau KPRS iB, adalah kredit atau pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian Rumah Susun. 9. Kredit ... 9. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah Kantor, yang selanjutnya disebut KPRukan atau KPRukan iB adalah kredit atau pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian Rumah Kantor 10. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah Toko, yang selanjutnya disebut KPRuko atau KPRuko iB adalah kredit atau pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian Rumah Toko. 11. Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, yang selanjutnya disebut KKBP atau KKBP iB adalah kredit atau pembiayaan konsumsi di luar KPP atau KPP iB dengan agunan berupa Properti. 12. Rasio Loan to Value atau Financing to Value, yang selanjutnya disebut LTV atau FTV, adalah angka rasio antara nilai kredit atau pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan harga penilaian terakhir. 13. Musyarakah Mutanaqisah, yang selanjutnya disebut MMQ, adalah musyarakah atau syirkah dalam rangka kepemilikan Properti antara Bank dengan nasabah, dimana penyertaan kepemilikan Properti oleh Bank akan berkurang yang disebabkan pembelian secara bertahap oleh nasabah. 14. Uang Jaminan, yang selanjutnya disebut Deposit, adalah uang yang harus diserahkan oleh nasabah kepada Bank dalam rangka kepemilikan Properti yang dilakukan dengan akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT). 15. Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor, yang selanjutnya disebut KKB atau KKB iB, adalah kredit atau pembiayaan yang diberikan Bank untuk pembelian kendaraan bermotor. 16. Uang Muka Kredit atau Pembiayaan atau Down Payment, yang selanjutnya disingkat DP, adalah pembayaran di muka secara tunai yang sumber dananya berasal dari debitur atau nasabah (self financing) dalam rangka pembelian kendaraan bermotor melalui fasilitas kredit atau pembiayaan. III. PENERAPAN ... III. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PEMILIKAN PROPERTI, KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KONSUMSI BERAGUN PROPERTI, DAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR Bank yang menyalurkan KPP atau KPP iB, KKBP atau KKBP iB, dan KKB atau KKB iB wajib: A. menerapkan Manajemen Risiko sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, mengingat adanya berbagai Risiko yang melekat pada aktivitas tersebut, terutama Risiko Kredit dan Risiko Likuiditas; B. menyusun kebijakan dan prosedur secara tertulis yang akan menjadi acuan dalam pemberian KPP atau KPP iB, KKBP atau KKBP iB, dan KKB atau KKB iB dengan berpedoman pada: 1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009; 2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tanggal 2 November 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah; 3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tanggal 25 September 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; 4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah; 5. Surat ... 5. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum; 6. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS tanggal 7 Oktober 2008 perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; 7. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/38/DPNP tanggal 31 Desember 2010 perihal Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah dalam Rangka Sekuritisasi; 8. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP tanggal 18 Februari 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar; dan 9. Surat Edaran Bank Indonesia ini. IV. PENGATURAN LTV ATAU FTV PADA KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PEMILIKAN PROPERTI DAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KONSUMSI BERAGUN PROPERTI A. Ruang lingkup pengaturan yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mencakup KPP atau KPP iB dan KKBP atau KKBP iB. B. Perhitungan nilai kredit atau pembiayaan dan nilai agunan dalam perhitungan LTV atau FTV untuk : 1. Bank Umum Konvensional a. Nilai kredit ditetapkan berdasarkan plafon kredit yang diterima oleh debitur sebagaimana tercantum dalam perjanjian kredit. b. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai taksiran Bank terhadap Properti yang menjadi agunan. Bank dalam melakukan taksiran dapat menggunakan penilai intern Bank atau penilai independen dengan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aset Bank umum. 2. Bank ... 2. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah a. Nilai pembiayaan berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’ ditetapkan berdasarkan harga pokok pembiayaan yang diberikan kepada nasabah sebagaimana tercantum dalam akad pembiayaan. b. Nilai pembiayaan berdasarkan akad MMQ ditetapkan berdasarkan penyertaan Bank dalam rangka kepemilikan Properti sebagaimana tercantum dalam akad pembiayaan. c. Nilai pembiayaan berdasarkan akad IMBT ditetapkan berdasarkan hasil pengurangan harga Properti dengan Deposit sebagaimana tercantum dalam akad pembiayaan. d. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai taksiran Bank terhadap Properti yang menjadi agunan. Bank dalam melakukan taksiran dapat menggunakan penilai intern Bank atau penilai independen dengan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aktiva bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. C. LTV atau FTV untuk Bank yang memberikan kredit atau pembiayaan sebagaimana dalam huruf A ditetapkan paling tinggi sebagai berikut: 1. Fasilitas kredit atau pembiayaan pertama sebesar: a. 70% (tujuh puluh persen) untuk KPR dan KPRS, serta KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi). b. 80% (delapan puluh persen) untuk: 1) KPRS dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’ dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); dan 2) KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi). c. 90% ... c. 90% (sembilan puluh persen) untuk KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi). 2. Fasilitas kredit atau pembiayaan kedua sebesar: a. 60% (enam puluh persen) untuk KPR dan KPRS, serta KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi). b. 70% (tujuh puluh persen) untuk : 1) KPR dan KPR iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); 2) KPRS dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); 3) KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi); dan 4) KPRuko dan KPRukan, serta KPRuko iB dan KPRukan iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’. c. 80% (delapan puluh persen) untuk : 1) KPR iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); 2) KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); dan 3) KPRuko iB dan KPRukan iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT. 3. Fasilitas ... 3. Fasilitas kredit atau pembiayaan ketiga dan seterusnya sebesar: a. 50% (lima puluh persen) untuk KPR dan KPRS, serta KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi). b. 60% (enam puluh persen) untuk : 1) KPR dan KPR iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); 2) KPRS dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’, dengan luas bangunan sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); 3) KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh meter persegi); dan 4) KPRuko dan KPRukan, serta KPRuko iB dan KPRukan iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’. c. 70% (tujuh puluh persen) untuk : 1) KPR iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); 2) KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter persegi); dan 3) KPRuko iB dan KPRukan iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT. 4. Penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3 harus memperhitungkan seluruh fasilitas KPP atau KPP iB dan KKBP atau KKBP iB yang telah diterima debitur atau nasabah di Bank yang sama maupun Bank lainnya. 5. Contoh ... 5. Contoh perhitungan dan penetapan LTV atau FTV untuk : a. KPP atau KPP iB sebagaimana tercantum pada Lampiran I; dan b. KKBP atau KKBP iB sebagaimana tercantum pada Lampiran II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. D. Dalam hal perjanjian KPP atau KPP iB antara Bank dan debitur atau nasabah mengikat lebih dari 1 (satu) unit Properti pada saat bersamaan dan/atau beberapa perjanjian KPP atau KPP iB terhadap beberapa Properti yang dilakukan pada tanggal yang sama, maka perhitungan LTV atau FTV berlaku ketentuan sebagai berikut. 1. Bank wajib menetapkan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan urutan nilai agunan dimulai dari nilai agunan yang paling rendah. 2. Penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1, butir C.2, dan butir C.3 harus memperhitungkan seluruh fasilitas KPP atau KPP iB dan KKBP atau KKBP iB yang telah diterima debitur atau nasabah di Bank yang sama maupun Bank lainnya. 3. Perhitungan LTV atau FTV dilakukan dengan mengacu pada butir C.1, butir C. 2, dan butir C.3. 4. Bank memberitahukan penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 kepada calon debitur atau nasabah atau debitur atau nasabah secara tertulis. 5. Contoh penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan sebagaimana tercantum pada Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. E. Dalam ... E. Dalam rangka memenuhi ketentuan LTV atau FTV dalam Surat Edaran ini, berlaku ketentuan sebagai berikut : 1. Bank meminta kepada calon debitur atau nasabah tambahan dokumen berupa surat pernyataan yang paling kurang memuat keterangan mengenai fasilitas KPP atau KPP iB dan/atau KKBP atau KKBP iB yang sudah diterima maupun yang sedang dalam proses pengajuan permohonan baik di Bank yang sama maupun di Bank lain. 2. Apabila calon debitur atau nasabah tidak bersedia menyerahkan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 maka Bank wajib menolak permohonan fasilitas kredit atau pembiayaan yang diajukan. 3. Bank mencantumkan klausula dalam perjanjian kredit atau pembiayaan sebagai berikut : “Dalam hal debitur atau nasabah menyampaikan pernyataan yang tidak benar maka debitur atau nasabah bersedia melaksanakan langkah-langkah yang ditetapkan oleh Bank dalam rangka pemenuhan ketentuan Bank Indonesia mengenai LTV atau FTV” 4. Bank memperlakukan debitur atau nasabah suami dan istri sebagai 1 (satu) debitur atau nasabah kecuali terdapat perjanjian pemisahan harta yang disahkan oleh notaris. 5. Dalam hal Bank memberikan : a. fasilitas kredit tambahan dari fasilitas kredit yang masih berjalan (top up); atau b. fasilitas pembiayaan baru berdasarkan Properti yang masih menjadi agunan dari fasilitas KPP iB sebelumnya; berlaku ketentuan sebagai berikut : a. pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan tersebut diperlakukan sebagai pemberian kredit atau pembiayaan baru; b. perhitungan LTV atau FTV diperlakukan sebagai urutan fasilitas kredit atau pembiayaan berikutnya; dan c. jumlah ... c. jumlah fasilitas kredit tambahan atau pembiayaan baru yang diberikan oleh Bank paling banyak sebesar selisih antara hasil perhitungan LTV atau FTV berdasarkan nilai properti yang menjadi agunan dengan baki debet dari fasilitas kredit atau pembiayaan sebelumnya yang menggunakan agunan yang sama. 6. Contoh perhitungan dalam angka 4 dan angka 5 sebagaimana tercantum pada Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. F. Dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian KPP atau KPP iB dan KKBP atau KKBP iB, Bank melakukan hal- hal sebagai berikut : 1. Bank dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk pemenuhan uang muka pembelian Properti yang dibiayai dengan KPP atau KPP iB dan/atau KKBP atau KKBP iB. 2. Bank hanya dapat memberikan fasilitas KPP atau KPP iB jika Properti yang dijadikan agunan telah tersedia secara utuh, yaitu telah terlihat wujud fisiknya sesuai yang diperjanjikan dan siap diserahterimakan. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dikecualikan untuk pemberian fasilitas KPP atau KPP iB yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. fasilitas KPP atau KPP iB merupakan fasilitas KPP atau KPP iB pertama bagi debitur atau nasabah dari seluruh fasilitas yang diterima baik di Bank yang sama maupun Bank lainnya; b. adanya perjanjian kerjasama antara Bank dengan pengembang yang paling kurang memuat kesanggupan pengembang untuk menyelesaikan Properti sesuai dengan yang diperjanjikan dengan debitur atau nasabah; c. adanya jaminan (corporate guarantee) dari pengembang kepada Bank bahwa pengembang akan menyelesaikan kewajiban kepada debitur atau nasabah penerima fasilitas KPP ... KPP atau KPP iB apabila Properti tidak dapat diselesaikan dan/atau tidak diserahterimakan sesuai perjanjian; d. pencairan fasilitas KPP atau KPP iB hanya dapat dilakukan secara bertahap sesuai perkembangan pembangunan Properti yang menjadi agunan. Laporan perkembangan pembangunan Properti tersebut berdasarkan laporan dari: 1) pengembang, apabila nilai kredit atau pembiayaan untuk 1 (satu) atau beberapa debitur atau nasabah secara keseluruhan pada proyek yang sama sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau 2) penilai independen, apabila nilai kredit atau pembiayaan untuk 1 (satu) atau beberapa debitur atau nasabah secara keseluruhan pada proyek yang sama di atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), yang telah diverifikasi kebenarannya oleh Bank; dan e. apabila pengembang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan dari Bank, dan pengembang tidak dapat menyelesaikan pembangunan Properti dalam waktu yang telah diperjanjikan maka Bank menurunkan kualitas kredit atau pembiayaan kepada pengembang tersebut. 4. Ketentuan dalam angka 2 dan angka 3 berlaku untuk semua jenis dan tipe Properti. 5. Contoh penerapan ketentuan dalam angka 2 dan angka 3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. G. Pengaturan mengenai LTV atau FTV sebagaimana dimaksud dalam huruf C, huruf D, huruf E, dan huruf F dikecualikan terhadap KPP atau KPP iB dalam rangka pelaksanaan Program Perumahan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, sepanjang didukung dengan dokumen yang menyatakan bahwa fasilitas kredit atau pembiayaan tersebut merupakan Program Perumahan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah. V. PENGATURAN ... V. PENGATURAN DOWN PAYMENT PADA KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR A. Ruang lingkup KKB atau KKB iB dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mencakup kredit atau pembiayaan yang diberikan Bank kepada debitur atau nasabah untuk pembelian kendaraan bermotor. B. DP ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga pembelian kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Bank. DP untuk Bank yang memberikan KKB atau KKB iB sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini ditetapkan sebagai berikut: 1. DP paling rendah 25% (dua puluh lima persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda dua. 2. DP paling rendah 30% (tiga puluh persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan non produktif. 3. DP paling rendah 20% (dua puluh persen), untuk pembelian kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan produktif, yaitu apabila memenuhi salah satu syarat sebagai berikut: a. merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang; atau b. diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang dimilikinya. C. Bank dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk pemenuhan DP dari KKB atau KKB iB. VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI A. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.E.1, butir IV.E.2, dan butir IV.E.3 dikenakan sanksi administratif ... administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 atau Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, berupa teguran tertulis. B. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C, butir IV.D, butir IV.E.4, butir IV.E.5, butir IV.F, butir V.B, dan butir V.C dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 atau Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, berupa teguran tertulis dan kewajiban menyampaikan : 1. komitmen tertulis untuk tidak melakukan pelanggaran kembali atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir butir IV.C, butir IV.D, butir IV.E.4, butir IV.E.5, butir IV.F, butir V.B, dan butir V.C; 2. action plan yang antara lain terdiri dari : a. rencana perbaikan atau evaluasi terhadap Standar Operating Procedure (SOP) termasuk batasan waktu pelaksanaan perbaikan atau evaluasi dimaksud; dan/atau b. upaya-upaya untuk memastikan bahwa SOP telah efektif dijalankan, sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan Bank Indonesia. C. Dalam hal Bank : 1. tidak menyampaikan action plan atau tidak menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud dalam huruf B; dan/atau 2. melakukan pelanggaran kembali atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C, butir IV.D, butir IV.E.4, butir IV.E.5, ... IV.E.5, butir IV.F, butir V.B, dan butir V.C setelah action plan disampaikan sebagaimana dimaksud dalam butir B, dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 atau Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. D. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf C dapat berupa: 1. Penurunan tingkat kesehatan Bank Penurunan tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mencakup penurunan faktor penilaian tingkat kesehatan Bank, antara lain faktor profil risiko dan/atau faktor Good Corporate Governance (GCG); 2. Pembekuan kegiatan usaha tertentu Pembekuan kegiatan usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini antara lain mencakup larangan pemberian KPR atau KPR iB, KPRS atau KPRS iB, KPRuko atau KPRuko iB, KPRukan atau KPRukan iB, KKBP atau KKBP iB dan/atau KKB atau KKB iB untuk jangka waktu tertentu di Bank/cabang/unit tertentu; dan/atau 3. Pencantuman Pejabat Eksekutif, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan/atau Pemegang Saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. E. Pelanggaran atas kewajiban penyampaian penyesuaian kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam angka VIII dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal ... tanggal 1 Juli 2009 dan Pasal 88 Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. VII. KETENTUAN LAIN-LAIN Pelaksanaan KPP iB, KKBP iB dan KKB iB oleh Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah selain memenuhi ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, juga wajib memenuhi Prinsip Syariah VIII. KETENTUAN PERALIHAN Bank wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur tertulis pemberian KPP atau KPP iB, KKBP atau KKBP iB dan/atau KKB atau KKB iB serta menyampaikannya kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) bulan setelah Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku yang dialamatkan kepada: a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. IX. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka : a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit/pembiayaan Pemilikan Rumah dan Kredit/pembiayaan Kendaraan Bermotor; dan b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS tanggal 27 November 2012 perihal Penerapan Kebijakan Produk Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat ... Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 September 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR LAMPIRAN I SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO.15/40/DKMP TANGGAL 24 SEPTEMBER 2013 PERIHAL PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK YANG MELAKUKAN PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PEMILIKAN PROPERTI, KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KONSUMSI BERAGUN PROPERTI, DAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR PENETAPAN LTV ATAU FTV UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PEMILIKAN PROPERTI Pengaturan LTV/FTV mengacu pada tabel sebagai berikut : a. Untuk kredit, pembiayaan murabahah, dan pembiayaan istishna’ LTV/FTV Maksimum Kredit/Pembiayaan & Tipe Agunan KPR Tipe > 70 KPRS Tipe > 70 KPR Tipe 22- 70 KPRS Tipe 22 – 70 KPRS Tipe sd 21 KP Ruko/Rukan FK/FP 1 70% 70% - 80% - - FK/FP 2 60% 60% 70% 70% 70% 70% b. Untuk pembiayaan MMQ dan pembiayaan IMBT Pembiayaan & Tipe Agunan KPR Tipe > 70 KPRS Tipe > 70 KPR Tipe 22- 70 KPRS Tipe 22 – 70 KPRS Tipe sd 21 KP Ruko/Rukan FP 1 80% 80% - 90% - - Keterangan : FK = Fasilitas Kredit, FP = Fasilitas Pembiayaan Contoh ... 70% 80% 80% 80% 80% FK/FP 3 dst 50% 50% 60% 60% 60% 60% LTV/FTV Maksimum FP 2 70% FP 3 dst 60% 60% 70% 70% 70% 70% Contoh 1 Debitur A mendapatkan fasilitas KPR untuk pembelian rumah tapak X dengan luas bangunan 100m2 pada bulan Januari 2012. Pada saat KPR masih berjalan, debitur A mengajukan lagi fasilitas KPR untuk pembelian rumah tapak Y dengan luas bangunan 150m2 pada Juni 2013. Dalam hal ini perhitungan LTV adalah sebagai berikut : Properti Rumah Tapak X Rumah Tapak Y Fasilitas Kredit/Pembiayaan Pertama Kedua LTV 70% 60% Contoh 2 Debitur A mendapatkan fasilitas KPRS untuk pembelian apartemen X dengan luas bangunan 60m2 pada bulan Januari 2012. Pada saat KPRS masih berjalan, debitur A mengajukan lagi fasilitas KPRS untuk pembelian apartemen Y dengan luas bangunan 90m2 pada Oktober 2013. Dalam hal ini perhitungan LTV adalah sebagai berikut : Properti Apartemen X Apartemen Y Fasilitas Kredit/Pembiayaan Pertama Kedua LTV 80% 60% Contoh 3 Debitur A mendapatkan fasilitas KPRuko untuk pembelian Rumah Toko X pada bulan Januari 2012. Pada saat KPRuko masih berjalan, debitur A mengajukan lagi fasilitas KPRukan untuk pembelian Rumah Kantor Y pada Juni 2013. Selanjutnya pada bulan Desember 2013, debitur A kembali mengajukan fasilitas KPR untuk Rumah Tapak Z dengan luas bangunan 48m2. Dalam hal ini perhitungan LTV adalah sebagai berikut : Properti Rumah Toko X Rumah Kantor Y Rumah Tapak Z Fasilitas Kredit/Pembiayaan Pertama Kedua Ketiga LTV Tidak dikenakan 70% 60% Contoh ... Contoh 4 Nasabah A mendapatkan fasilitas KPR iB dengan akad murabahah untuk pembelian rumah tapak X dengan luas bangunan 100m2 pada bulan Januari 2012. Pada saat KPR masih berjalan, nasabah A mengajukan lagi KPR untuk pembelian apartemen Y dengan luas bangunan 60m2 pada bulan Juni 2013. Selanjutnya pada bulan Desember 2013, nasabah A kembali mengajukan KPR iB dengan akad MMQ untuk rumah toko Z. Dalam hal ini perhitungan LTV atau FTV adalah sebagai berikut: Properti Rumah Tapak X Apartemen Y Rumah Toko Z Fasilitas Kredit/pembiayaan Pertama Kedua Ketiga LTV/FTV 70% 70% 70% BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR LAMPIRAN II SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO.15/40/DKMP TANGGAL 24 SEPTEMBER 2013 PERIHAL PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK YANG MELAKUKAN PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PEMILIKAN PROPERTI, KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KONSUMSI BERAGUN PROPERTI, DAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR PENETAPAN LTV ATAU FTV UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KONSUMSI BERAGUN PROPERTI Pengaturan LTV atau FTV untuk Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti pada dasarnya sama dengan pengaturan LTV atau FTV untuk Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti yang perhitungannya disesuaikan dengan jenis agunannya. Contoh 1 Debitur A bermaksud mengajukan kredit konsumsi dengan skema multiguna dan agunannya berupa Rumah Tapak dengan luas tanah 150m2. Pada saat kredit tersebut masih berjalan, debitur A mengajukan lagi pembiayaan konsumsi dengan akad murabahah dengan agunan berupa Rumah Susun dengan luas bangunan 75m2. Dalam hal ini, perhitungan LTV adalah sebagai berikut : Kredit/pembiayaan Agunan Kredit Konsumsi – Multiguna Pembiayaan Konsumsi – Murabahah Rumah Tapak 150m2 Rumah Susun 75m2 Fasilitas Kredit/ Pembiayaan Pertama Kedua 70% 60% LTV/FTV Contoh ... Contoh 2 Debitur A memiliki 2 unit Rumah Tapak sebagai berikut : Agunan Rumah Tapak 1 Rumah Tapak 2 Luas Bangunan 150m2 200m2 Status KPR/KPR iB Lunas Baki debet Rp500.000.000,00 Debitur A memerlukan dana sehingga mengagunkan rumah tapak 1 untuk mendapatkan fasilitas kredit konsumsi dengan skema multiguna. Untuk memberikan fasilitas kredit konsumsi dengan skema multiguna tersebut, Bank melakukan penilaian ulang atas Rumah Tapak 1 sehingga diperoleh informasi bahwa harga agunan berdasarkan taksiran Bank adalah sebesar Rp1.000.000.000,00. Sesuai dengan Surat Edaran ini, total fasilitas kredit yang dapat diberikan bank menjadi sebagai berikut: a. Mengingat A masih memiliki fasilitas KPR untuk Rumah Tapak 2 yang masih berjalan, maka fasilitas kredit konsumsi dengan skema multiguna tersebut diperlakukan sebagai fasilitas kredit kedua. b. Kredit maksimum yang dapat diberikan untuk fasilitas kredit kedua adalah sebesar 60% x Rp1.000.000.000,00 = Rp600.000.000,00. Contoh 3 Nasabah A memiliki 3 unit Properti yaitu rumah tapak, kondominium, dan rumah kantor sebagai berikut : Agunan Rumah Tapak Kondominium Rumah Kantor Luas Bangunan 200m2 100m2 150m2 Status KPR/KPR iB Lunas Baki debet Rp3.000.000.000,00 Baki debet Rp1.000.000.000,00 Nasabah A mengajukan fasilitas pembiayaan dengan akad IMBT untuk pembelian mobil mewah dengan mengagunkan rumah tapak. Untuk memberikan fasilitas pembiayaan konsumsi tersebut, Bank melakukan penilaian ulang atas rumah tapak sehingga diperoleh informasi bahwa harga agunan berdasarkan taksiran bank adalah sebesar Rp2.000.000.000,00. Sesuai dengan Surat Edaran ini, total fasilitas pembiayaan yang dapat diberikan Bank menjadi sebagai berikut: a. Fasilitas ... a. Fasilitas pembiayaan konsumsi diperlakukan sebagai pembiayaan ketiga. fasilitas b. Pembiayaan maksimum yang dapat diberikan untuk fasilitas pembiayaan ketiga adalah sebesar 60% x Rp2.000.000.000,00 = Rp1.200.000.000,00. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR LAMPIRAN III SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO.15/40/DKMP TANGGAL 24 SEPTEMBER 2013 PERIHAL PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK YANG MELAKUKAN PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PEMILIKAN PROPERTI, KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KONSUMSI BERAGUN PROPERTI, DAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR PENETAPAN LTV ATAU FTV UNTUK PERJANJIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN YANG MENGIKAT LEBIH DARI 1 (SATU) PROPERTI PADA SAAT BERSAMAAN DAN/ATAU BEBERAPA PERJANJIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN TERHADAP BEBERAPA PROPERTI DI TANGGAL YANG SAMA Contoh 1 Seluruh properti yang dibeli berupa rumah tapak dengan luas bangunan di atas 70m2. 1. Debitur A bermaksud membeli 5 (lima) unit Rumah Tapak sekaligus melalui KPR atau KPR iB dengan akad murabahah atau akad istishna’ dengan 1 perjanjian kredit sebagai berikut: Unit I II III IV V Luas Bangunan 90m2 100m2 75m2 80m2 120m2 Nilai Agunan (Rp) 180.000.000 200.000.000 150.000.000 160.000.000 240.000.000 2. Berdasarkan hasil penilaian, maka urutan fasilitas kredit atau pembiayaan yang harus ditetapkan Bank adalah III, IV, I, II dan V. 3. Atas ... 3. Atas dasar urutan tersebut di atas, apabila debitur A tidak memiliki Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti atau Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti lainnya yang sedang berjalan, maka perhitungan LTV atau FTV ditetapkan sebagai berikut: Unit Kategori III Fasilitas kredit/pembiayaan pertama dan luas bangunan di atas 70m2 IV Fasilitas kredit/pembiayaan kedua dan luas bangunan di atas 70m2 I II Fasilitas kredit/pembiayaan ketiga dan luas bangunan di atas 70m2 Fasilitas kredit/pembiayaan keempat dan luas bangunan di atas 70m2 V Fasilitas kredit/pembiayaan kelima dan luas bangunan di atas 70m2 Maksimum LTV/FTV 70% 60% 50% 50% 50% 4. Apabila debitur telah memiliki Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti atau Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti lainnya (baik di Bank yang sama maupun berbeda Bank), maka penetapan urutan fasilitas kredit atau pembiayaannya dimulai setelah urutan kredit atau pembiayaan sebelumnya. Contoh : Debitur A pada saat pengajuan kredit atau pembiayaan untuk membiayai pembelian rumah di angka 1, sebelumnya telah memiliki 1 (satu) fasilitas KPR yang masih berjalan untuk sebuah rumah. Oleh karena itu, maka perhitungan LTV atau FTV ditetapkan sebagai berikut: Unit Kategori III Fasilitas kredit/pembiayaan kedua dan luas bangunan di atas 70m2 IV Fasilitas kredit/pembiayaan ketiga dan luas bangunan di atas 70m2 Maksimum LTV/FTV 60% 50% I II Fasilitas kredit/pembiayaan keempat dan luas bangunan di atas 70m2 Fasilitas kredit/pembiayaan kelima dan luas bangunan di atas 70m2 V Fasilitas kredit/pembiayaan keenam dan luas bangunan di atas 70m2 50% 50% 50% 5. Perhitungan LTV atau FTV sebagaimana dijelaskan di atas juga berlaku apabila pembelian Rumah Tapak diikat oleh perjanjian kredit yang terpisah dan dilakukan di tanggal yang sama. Contoh 2 Seluruh Properti yang dibeli berupa Rumah Tapak dengan luas bangunan 22m2 sampai dengan 70m2. 1. Debitur B bermaksud membeli 5 (lima) unit Rumah Tapak sekaligus melalui KPR atau KPR iB dengan akad murabahah atau akad istishna’ sebagai berikut: Unit I II III IV V Luas Bangunan 60m2 45m2 22m2 70m2 56m2 Nilai Agunan (Rp) 120.000.000 90.000.000 45.000.000 140.000.000 105.000.000 2. Berdasarkan hasil penilaian, maka urutan fasilitas kredit atau pembiayaan yang harus ditetapkan Bank adalah III, II, V, I dan IV. 3. Atas dasar urutan tersebut di atas, apabila debitur B tidak memiliki Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti atau Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti lainnya yang sedang berjalan, maka perhitungan LTV atau FTV ditetapkan sebagai berikut: Unit Kategori III Fasilitas kredit/pembiayaan pertama dan luas bangunan 22m2 sampai dengan 70m2 Maksimum LTV/FTV - II Fasilitas kredit/pembiayaan kedua dan luas bangunan 22m2 sampai dengan 70m2 V Fasilitas kredit/pembiayaan ketiga dan luas bangunan 22m2 sampai dengan 70m2 I Fasilitas kredit/pembiayaan keempat dan luas bangunan 22m2 sampai dengan 70m2 IV Fasilitas kredit/pembiayaan kelima dan luas bangunan 22m2 sampai dengan 70m2 70% 60% 60% 60% 4. Apabila debitur telah memiliki Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti atau Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti lainnya (baik di Bank yang sama maupun berbeda Bank), maka penetapan urutan fasilitas kredit atau pembiayaannya dimulai setelah urutan kredit atau pembiayaan sebelumnya. Contoh : Debitur B pada saat pengajuan kredit atau pembiayaan untuk membiayai pembelian rumah di angka 1, sebelumnya telah memiliki 1 (satu) fasilitas KPR yang masih berjalan untuk sebuah rumah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perhitungan LTV atau FTV ditetapkan sebagai berikut: Unit Kategori III Fasilitas kredit/pembiayaan kedua dan luas bangunan sampai dengan 70m2 II Fasilitas kredit/pembiayaan ketiga dan luas bangunan sampai dengan 70m2 V Fasilitas kredit/pembiayaan keempat dan luas bangunan sampai dengan 70m2 I Fasilitas kredit/pembiayaan kelima dan luas bangunan sampai dengan 70m2 IV Fasilitas kredit/pembiayaan keenam dan luas bangunan sampai dengan 70m2 Maksimum LTV/FTV 70% 60% 60% 60% 60% 5. Perhitungan ... 5. Perhitungan LTV atau FTV sebagaimana dijelaskan di atas juga berlaku apabila pembelian Rumah Tapak diikat oleh perjanjian kredit yang terpisah dan dilakukan di tanggal yang sama. Contoh 3 Seluruh properti yang dibeli berupa Rumah Tapak dengan luas bangunan yang bervariasi. 1. Debitur C bermaksud membeli 5 (lima) unit rumah tapak sekaligus melalui KPR atau KPR iB dengan akad murabahah atau akad istishna’ sebagai berikut: Unit I II III IV V Luas Bangunan 150m2 75m2 48m2 110m2 70m2 Nilai Agunan (Rp) 300.000.000 150.000.000 100.000.000 220.000.000 140.000.000 2. Berdasarkan hasil penilaian, maka urutan fasilitas kredit atau pembiayaan yang harus ditetapkan Bank adalah III, V, II, IV dan I. 3. Atas dasar urutan tersebut di atas, apabila debitur C tidak memiliki Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti atau Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti lainnya yang sedang berjalan, maka perhitungan LTV atau FTV ditetapkan sebagai berikut : Unit Kategori III Fasilitas kredit/pembiayaan pertama dan luas bangunan 22m2 sampai dengan 70m2 V Fasilitas kredit/pembiayaan kedua dan luas bangunan 22m2 sampai dengan 70m2 II Fasilitas kredit/pembiayaan ketiga dan luas bangunan di atas 70m2 IV Fasilitas kredit/pembiayaan keempat dan luas bangunan di atas 70m2 Maksimum LTV/FTV - 70% 50% 50% I Fasilitas kredit/pembiayaan kelima dan luas bangunan di atas 70m2 50% 4. Apabila debitur telah memiliki Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti atau Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti lainnya (baik di Bank yang sama maupun berbeda Bank), maka penetapan urutan fasilitas kredit atau pembiayaannya dimulai setelah urutan kredit atau pembiayaan sebelumnya. Contoh : Debitur C pada saat pengajuan kredit atau pembiayaan untuk membiayai pembelian rumah di angka 1, sebelumnya telah memiliki 1 (satu) fasilitas KPR yang masih berjalan untuk sebuah rumah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perhitungan LTV atau FTV ditetapkan sebagai berikut: Unit Kategori III Fasilitas kredit/pembiayaan kedua dan luas bangunan sampai dengan 70m2 V Fasilitas kredit/pembiayaan ketiga dan luas bangunan sampai dengan 70m2 II Fasilitas kredit/pembiayaan keempat dan luas bangunan di atas 70m2 IV Fasilitas kredit/pembiayaan kelima dan luas bangunan di atas 70m2 I Fasilitas kredit/pembiayaan keenam dan luas bangunan di atas 70m2 Maksimum LTV/FTV 70% 60% 50% 50% 50% 5. Perhitungan LTV atau FTV sebagaimana dijelaskan di atas juga berlaku apabila pembelian Rumah Tapak diikat oleh perjanjian kredit yang terpisah dan dilakukan di tanggal yang sama. Contoh ... Contoh 4 Seluruh properti yang dibeli berupa apartemen dengan luas bangunan yang bervariasi. 1. Nasabah D bermaksud membeli 5 (lima) unit apartemen sekaligus melalui KPR iB dengan akad MMQ atau akad IMBT sebagai berikut: Unit I II III IV V Luas Bangunan 21m2 70m2 70m2 90m2 90m2 Nilai Agunan (Rp) 200.000.000 700.000.000 700.000.000 900.000.000 900.000.000 2. Berdasarkan hasil penilaian, maka urutan fasilitas pembiayaan yang harus ditetapkan Bank adalah I, II, III, IV dan V. 3. Atas dasar urutan tersebut di atas, apabila nasabah D tidak memiliki Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti atau Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti lainnya yang sedang berjalan, maka perhitungan FTV ditetapkan sebagai berikut: Unit Kategori I II Fasilitas pembiayaan pertama dan luas bangunan sampai dengan 21m2 Fasilitas pembiayaan kedua dan luas bangunan 22m2 sampai dengan 70m2 III Fasilitas pembiayaan ketiga dan luas bangunan 22m2 sampai dengan 70m2 IV Fasilitas pembiayaan keempat dan luas bangunan di atas 70m2 V Fasilitas pembiayaan kelima dan luas bangunan di atas 70m2 Maksimum LTV / FTV - 80% 70% 60% 60% 4. Apabila debitur telah memiliki Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti atau Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti lainnya (baik di Bank yang sama maupun berbeda Bank), maka penetapan ... penetapan urutan fasilitas pembiayaannya dimulai setelah urutan kredit atau pembiayaan sebelumnya. Contoh : Nasabah D pada saat pengajuan pembiayaan untuk membiayai pembelian apartemen di angka 1, sebelumnya telah memiliki 1 (satu) fasilitas KPR yang masih berjalan untuk sebuah rumah tapak. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perhitungan FTV ditetapkan sebagai berikut: Unit Kategori I II Fasilitas pembiayaan kedua dan luas bangunan sampai dengan 21m2 Fasilitas pembiayaan ketiga dan luas bangunan 22m2 sampai dengan 70m2 III Fasilitas pembiayaan keempat dan luas bangunan 22m2 sampai dengan 70m2 IV Fasilitas pembiayaan kelima dan luas bangunan di atas 70m2 V Fasilitas pembiayaan keenam dan luas bangunan di atas 70m2 Maksimum LTV/FTV 80% 70% 70% 60% 60% 5. Perhitungan FTV sebagaimana dijelaskan di atas juga berlaku apabila pembelian apartemen diikat oleh perjanjian kredit yang terpisah dan dilakukan di tanggal yang sama. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR LAMPIRAN IV SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO.15/40/DKMP TANGGAL 24 SEPTEMBER 2013 PERIHAL PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO PADA BANK YANG MELAKUKAN PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PEMILIKAN PROPERTI, KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KONSUMSI BERAGUN PROPERTI, DAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR Contoh 1 Pada bulan Juni 2013, Bapak A bermaksud mengajukan KPRS di Bank Z untuk membeli Rumah Susun berupa apartemen dengan luas 80m2 senilai Rp1.000.000.000,00. Atas pengajuan KPRS tersebut, Bank Z melakukan pengecekan pada Sistem Informasi Debitur untuk memperoleh informasi terkait fasilitas kredit atau pembiayaan yang telah diperoleh baik Bapak A maupun istrinya yaitu Ibu B sehingga diperoleh informasi sebagai berikut: Agunan Rumah Tapak 1 Rumah Tapak 2 Bank X Y Debitur Tanggal Perjanjian Kredit 10 Juli 2011 A B 16 Februari 2012 Informasi tambahan dari Bapak A : tidak terdapat perjanjian pemisahan harta antara Bapak A dan Ibu B. Sesuai dengan Surat Edaran ini, Bank Z menetapkan hal-hal sebagai berikut : a. Bapak A dan Ibu B diperlakukan sebagai 1 debitur. b. Terhadap KPR dari Bank X atas nama Bapak A diperlakukan sebagai fasilitas kredit pertama. c. Terhadap KPR dari Bank Y atas nama Ibu B diperlakukan sebagai fasilitas kredit kedua. d. KPRS ... d. KPRS atas nama Bapak A diperlakukan sebagai fasilitas kredit ketiga dengan LTV maksimal sebesar 50% x Rp1.000.000.000,00 = Rp500.000.000,00. Contoh 2 Debitur A mendapatkan fasilitas KPR untuk pembelian rumah tapak X dengan luas bangunan 100m2 pada bulan Januari 2011 sebesar Rp700.000.000,00 (70% dari nilai agunan sebesar Rp1.000.000.000,00). Pada bulan Januari 2013, baki debet debitur A adalah sebesar Rp600.000.000,00. Untuk memberikan tambahan fasilitas kredit tersebut, bank melakukan penilaian ulang sehingga diperoleh informasi bahwa nilai agunan adalah sebesar Rp1.200.000.000,00 berdasarkan taksiran bank. Sesuai dengan Surat Edaran ini, total fasilitas kredit atau pembiayaan yang dapat diberikan bank menjadi sebagai berikut: a. Nilai agunan ditetapkan sebesar Rp1.200.000.000,00. b. Tambahan fasilitas kredit (top up) diperlakukan sebagai fasilitas kredit kedua. c. Perhitungan maksimum LTV untuk fasilitas kredit kedua adalah sebesar 60% x Rp1.200.000.000,00 = Rp720.000.000,00. Tambahan fasilitas kredit yang diterima oleh debitur A adalah Rp720.000.000,00 – Rp600.000.000,00 = Rp120.000.000,00. Contoh 3 Pada bulan Juni 2013, A bermaksud membeli rumah susun berupa apartemen dengan luas 80m2 senilai Rp1.000.000.000. Sehubungan dengan pembelian tersebut, A telah melakukan perikatan jual beli dengan pihak pengembang dan telah menyerahkan uang muka. Berdasarkan perikatan jual beli tersebut, A mengajukan fasilitas KPRS kepada Bank sebesar Rp700.000.000 (70% x Rp1.000.000.000). Atas pengajuan KPRS dari A, Bank melakukan pengecekan dan diperoleh informasi sebagai berikut : a. Berdasarkan ... a. Berdasarkan pernyataan A yang diverifikasi dengan data Sistem Informasi Debitur, A pada saat pengajuan KPRS sedang menikmati fasilitas KPR dari bank lain dengan baki debet sebesar Rp500.000.000,00. Oleh karena itu, apabila permohonan KPRS dari A disetujui, maka KPRS merupakan fasilitas KPP yang kedua bagi A. b. Pembangunan apartemen akan dimulai pada bulan Desember 2013. c. Serah terima unit apartemen akan dilakukan pada bulan Juli 2016. Berdasarkan informasi tersebut, mengingat nantinya KPRS yang diajukan A akan menjadi fasilitas KPP kedua bagi A, maka Bank tidak diperkenankan memberikan fasilitas KPRS dimaksud kepada A sampai dengan fisik apartemen telah tersedia atau fasilitas kredit pertama lunas. Contoh 4 Pada bulan Juni 2013, A bermaksud membeli rumah susun berupa apartemen dengan luas 80m2 senilai Rp1.000.000.000,00. Sehubungan dengan pembelian tersebut, A telah melakukan perikatan jual beli dengan pihak pengembang dan telah menyerahkan uang muka. Berdasarkan perikatan jual beli tersebut, A mengajukan fasilitas KPRS kepada Bank sebesar Rp700.000.000,00 (70% x Rp1.000.000.000,00). Atas pengajuan KPRS dari A, Bank melakukan pengecekan dan diperoleh informasi sebagai berikut : a. Pembangunan apartemen akan dimulai pada bulan Desember 2013. b. Serah terima unit apartemen akan dilakukan pada bulan Juli 2016. c. A pernah mendapatkan fasilitas KPR dari bank lain yang statusnya sudah lunas. Selain fasilitas KPR tersebut, A belum pernah memiliki fasilitas kredit/pembiayaan lainnya. Mengingat unit apartemen yang dijadikan agunan belum tersedia secara utuh (masih inden), maka Bank memastikan bahwa pengajuan KPRS oleh A memenuhi persyaratan yang diperlukan yang salah satunya adalah fasilitas KPRS tersebut merupakan fasilitas KPP yang pertama bagi A. Berdasarkan informasi tersebut di atas, mengingat fasilitas KPR dari bank lain sudah lunas, maka saat ini A tidak memiliki fasilitas KPP/KPP iB yang sedang berjalan. Oleh karena itu, apabila fasilitas KPRS yang diajukan ... diajukan A disetujui oleh Bank, maka fasilitas dimaksud akan menjadi fasilitas KPP yang pertama bagi A. Dalam hal ini, Bank diperkenankan memberikan fasilitas KPRS dimaksud kepada A sepanjang persyaratan lain dalam pemberian fasilitas KPP/KPP iB dengan Properti yang dijadikan agunan belum tersedia secara utuh telah terpenuhi. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/40/DKMP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. </reg_title> <set_date> 24 September 2013 </set_date> <effective_date> 30 September 2013 </effective_date> <replaced_reg> '14/10/DPNP|SE-BI/2012', '14/33/DPbS|SE-BI/2012' </replaced_reg> <related_reg> '5/8/PBI/2003', '13/23/PBI/2011', '11/25/PBI/2009' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 11/10 /DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N Perihal : Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009…Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000), dan dalam rangka mendukung kelancaran dan efektifitas penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu, perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dalam Surat Edaran Bank Indonesia. I. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI PRINSIPAL (Pasal 2 ayat (4) PBI) A. Pihak yang Dapat Melakukan Kegiatan Sebagai Prinsipal Kegiatan sebagai Prinsipal dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank. B. Permohonan Izin Sebagai Prinsipal Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Prinsipal wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia. Permohonan izin untuk melakukan kegiatan sebagai Prinsipal disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan paling kurang harus memuat informasi sebagai berikut: 1. jenis kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang akan diselenggarakan; rencana waktu dimulainya kegiatan; dan 3. nama jaringan yang akan digunakan. 2. C. Persyaratan ... 2 C. Persyaratan Dokumen Sebagai Prinsipal Berupa Bank Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf B dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan rencana kegiatan Bank sebagai Prinsipal; 2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat: a. persyaratan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan menggunakan jaringan Prinsipal; b. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja sama dengan Prinsipal; dan c. rencana pelaksanaan kerjasama dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; 3. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan sebagai Prinsipal yang akan dilakukan, paling kurang memuat uraian mengenai: a. potensi pasar yang ada; b. c. analisis persaingan usaha; rencana kerjasama dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya; rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan e. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai; d. 4. bukti ... 3 4. bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi: a. konsep perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, yang antara lain memuat klausul tentang: 1) kesepakatan mengenai penggunaan jaringan Prinsipal dalam penyelenggaraan kegiatan APMK; 2) hak dan kewajiban masing-masing pihak; 3) 4) rencana pelaksanaan kerjasama; jangka waktu kerjasama; dan 5) prosedur dan mekanisme penyelesaian atas sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak; b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; dan c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul antara Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; 5. prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; 6. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sistem dan/atau jaringan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan 7. fotokopi ... 4 7. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan Prinsipal yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. D. Persyaratan Dokumen Sebagai Prinsipal Berupa Lembaga Selain Bank Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf B dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat rencana kegiatan sebagai Prinsipal; 2. fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya, jika ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang; 3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat: a. persyaratan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan menggunakan jaringan Prinsipal; b. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja sama dengan Prinsipal; dan c. rencana pelaksanaan kerjasama dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; 4. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan sebagai Prinsipal yang akan dilakukan, paling kurang memuat uraian mengenai: a. potensi pasar yang ada; b. analisis persaingan usaha; c. rencana ... 5 c. rencana kerjasama dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya; rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan e. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai; d. 5. bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi: a. konsep perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, yang tersebut antara lain memuat klausul tentang: 1) kesepakatan mengenai penggunaan jaringan Prinsipal dalam penyelenggaraan kegiatan APMK; 2) hak dan kewajiban masing-masing pihak; 3) 4) rencana pelaksanaan kerjasama; jangka waktu kerjasama; dan 5) prosedur dan mekanisme penyelesaian atas sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak; b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; dan c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul antara Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, lain; dan/atau pihak 6. prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; 7. fotokopi ... 6 7. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sistem dan/atau jaringan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; 8. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan APMK yang akan dilakukan, khusus untuk Lembaga Selain Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan 9. rekomendasi tertulis otoritas pengawas Lembaga Selain Bank jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas. Rekomendasi tersebut paling kurang meliputi kondisi keuangan, kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan sebagai Prinsipal dan informasi lain tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut. II. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI PENERBIT (Pasal 5 ayat (4) PBI) A. Pihak yang Dapat Melakukan Kegiatan Sebagai Penerbit Kegiatan sebagai Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank. B. Persyaratan bagi Lembaga Selain Bank yang Akan Bertindak Sebagai Penerbit Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Lembaga Selain Bank yang dapat melakukan kegiatan sebagai Penerbit Kartu Kredit adalah Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin dari Departemen Keuangan Republik Indonesia sebagai ... 7 sebagai perusahaan pembiayaan yang secara prinsip dapat melakukan kegiatan usaha Kartu Kredit; 2. Lembaga Selain Bank yang dapat melakukan kegiatan sebagai Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet adalah Lembaga Selain Bank yang mempunyai kewenangan untuk melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berdasarkan undang-undang yang mengatur mengenai Lembaga Selain Bank tersebut. C. Permohonan Izin Sebagai Penerbit Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Penerbit baik sebagai Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk masing-masing kegiatan sebagai Penerbit APMK tersebut. Permohonan izin disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dan paling kurang harus memuat informasi sebagai berikut: 1. 2. jenis kegiatan APMK yang akan diselenggarakan; rencana waktu dimulainya kegiatan; dan 3. nama produk yang akan digunakan. D. Persyaratan Dokumen Sebagai Penerbit yang Berupa Bank Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf C, dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi RBB tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan rencana kegiatan Bank sebagai Penerbit; 2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara calon Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi: a. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian ... 8 Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja sama dengan Penerbit; dan b. rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; 3. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan sebagai Penerbit yang akan dilakukan, paling kurang memuat uraian mengenai: a. potensi pasar yang ada; b. c. d. segmen pasar yang akan dituju dan analisis persaingan usaha; target jumlah Pemegang Kartu yang ingin dicapai; rencana kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya; e. f. rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan prakiraan target pendapatan yang akan dicapai; 4. bukti kesiapan perangkat hukum, meliputi: a. fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain memuat klausul tentang: 1) kesepakatan antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain mengenai penyelenggaraan kegiatan APMK; 2) hak dan kewajiban masing-masing pihak; 3) 4) rencana pelaksanaan kerjasama; jangka waktu kerjasama; dan 5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak, Dalam hal calon Penerbit adalah kantor cabang Bank asing, dan perjanjian yang dilakukan dengan Prinsipal merupakan Global ... dan/atau pihak 9 Global Agreement antara kantor pusat Bank tersebut dan Prinsipal, maka kantor cabang Bank asing dimaksud cukup menyampaikan fotokopi Global Agreement; b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pemegang Kartu, dan/atau pihak lain; dan c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pemegang Kartu, dan/atau pihak lain; 5. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, manajemen risiko operasional dan/atau manajemen risiko dalam penggunaan informasi teknologi, yang berupa: a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi: 1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari penerbitan kartu; dan 2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan penerbitan kartu; b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) untuk penerbitan kartu, paling kurang memuat pengaturan mengenai: 1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam penerbitan kartu, seperti pembuatan dan penyampaian Personal Identification Number (PIN), serta penyampaian kartu kepada Pemegang Kartu; 2) pemisahan tugas antara proses permohonan, persetujuan, dan penagihan; 3) kewenangan atau pengendalian dalam pemberian persetujuan kepada calon Pemegang Kartu; 4) langkah- ... 10 4) langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi APMK; 5) audit trail atas transaksi Pemegang Kartu; 6) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data, catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK; dan 7) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi Pemegang Kartu; c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional, paling kurang memuat: 1) penyediaan informasi mengenai manfaat dan risiko produk sebelum nasabah menjadi Pemegang Kartu; dan 2) prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; d. Bukti kesiapan operasional, paling kurang meliputi: 1) 2) rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat informasi mengenai: a) lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk kegiatan operasional; dan b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan; 6. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek ... 11 aspek keamanan sistem dan/atau jaringan internal Penerbit sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan 7. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan Penerbit yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. E. Persyaratan Dokumen Sebagai Penerbit yang Berupa Lembaga Selain Bank Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf C dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat rencana kegiatan sebagai Penerbit; 2. fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya jika ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang; 3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara calon Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi: a. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja sama dengan Penerbit; dan b. rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; 4. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan sebagai Penerbit yang akan dilakukan, paling kurang memuat uraian mengenai: a. potensi pasar yang ada; b. c. segmen pasar yang akan dituju dan analisis persaingan usaha; target jumlah Pemegang Kartu yang ingin dicapai; d. rencana ... 12 d. rencana kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya; rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan f. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai; e. 5. bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi: a. fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain memuat klausul tentang: 1) kesepakatan antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain mengenai penyelenggaraan kegiatan APMK; 2) hak dan kewajiban masing-masing pihak; 3) 4) rencana pelaksanaan kerjasama; jangka waktu kerjasama; dan 5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak; b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pemegang Kartu, dan/atau pihak lain; dan c. Prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pemegang Kartu, dan/atau pihak lain; 6. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, manajemen risiko ... 13 risiko operasional dan/atau manajemen risiko dalam penggunaan informasi teknologi, yang berupa: a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi: 1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari penerbitan kartu; dan 2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan penerbitan kartu; b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) untuk penerbitan kartu, paling kurang memuat pengaturan mengenai: 1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam penerbitan kartu, seperti pembuatan dan penyampaian PIN, serta penyampaian kartu kepada Pemegang Kartu; 2) pemisahan tugas antara proses permohonan, persetujuan, dan penagihan; 3) kewenangan atau pengendalian dalam pemberian persetujuan kepada calon Pemegang Kartu; 4) langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi APMK; 5) audit trail atas transaksi Pemegang Kartu; 6) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data, catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK; dan 7) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi Pemegang Kartu; c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional, paling kurang memuat: 1) penyediaan informasi mengenai manfaat dan risiko produk sebelum nasabah menjadi Pemegang Kartu; dan 2) prosedur ... 14 2) prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; d. Bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi: 1) 2) rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat informasi mengenai: a) lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk kegiatan operasional; dan b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan; 7. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; 8. rekomendasi tertulis dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank, jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas. Rekomendasi dimaksud paling kurang meliputi kondisi keuangan, kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan sebagai Penerbit dan informasi lain tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut; dan 9. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan Penerbit yang akan dilakukan, khusus untuk Lembaga Selain Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. III. PERSYARATAN ... 15 III. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI ACQUIRER (Pasal 9 ayat (4) PBI) A. Pihak yang Dapat Melakukan Kegiatan Sebagai Acquirer Kegiatan sebagai Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank. B. Permohonan Izin Sebagai Acquirer Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk masing-masing kegiatan sebagai Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet. Permohonan izin disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dan paling kurang harus memuat informasi sebagai berikut: 1. rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Acquirer; 2. nama dan jumlah Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerjasama; dan 3. nama dan jumlah Pedagang yang akan bekerjasama. C. Persyaratan Dokumen Sebagai Acquirer yang Berupa Bank Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf B dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi RBB tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan rencana kegiatan Bank sebagai Acquirer; 2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara calon Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat: a. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan kewajiban antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain yang bekerjasama dengan Acquirer; dan b. rencana ... 16 b. rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain. 3. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan sebagai Acquirer yang akan dilakukan, paling kurang memuat uraian mengenai: a. potensi pasar yang ada; b. c. analisis persaingan usaha; rencana kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya; rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan e. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai; d. 4. bukti kesiapan perangkat hukum, antara lain berupa: a. fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain memuat klausul tentang: 1) kesepakatan antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain mengenai penyelenggaraan kegiatan APMK; 2) hak dan kewajiban masing-masing pihak; 3) 4) rencana pelaksanaan kerjasama; jangka waktu kerjasama; dan 5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak; b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara ... 17 Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain; dan c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain; 5. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, dan/atau manajemen risiko operasional, yang berupa: a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi: 1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer; dan 2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer. b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) dari pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, paling kurang memuat pengaturan mengenai: 1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, seperti pengamanan data transaksi dan data Pemegang Kartu; 2) langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi APMK; 3) audit trail atas transaksi APMK; 4) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data, catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK; dan 5) langkah ... 18 5) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi Pemegang Kartu; c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional, paling kurang memuat penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; d. Bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi: 1) 2) rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat informasi mengenai: a) lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk kegiatan operasional; dan b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan; e. Bukti kesiapan manajemen risiko likuiditas, antara lain meliputi: 1) mekanisme pemenuhan kewajiban Acquirer; dan 2) mekanisme dalam hal Acquirer mengalami gagal bayar (failure to settle); 6. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan 7. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan Acquirer yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. D. Persyaratan ... 19 D. Persyaratan Dokumen Sebagai Acquirer yang Berupa Lembaga Selain Bank Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf B dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat rencana kegiatan sebagai Acquirer; 2. fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya jika ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang; 3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat: a. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan kewajiban antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain; dan b. rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain; 4. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan sebagai Acquirer yang akan dilakukan, paling kurang memuat uraian mengenai: a. potensi pasar yang ada; b. c. analisis persaingan usaha; d. e. rencana kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya; rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan target pendapatan yang akan dicapai. 5. bukti ... 20 5. bukti kesiapan perangkat hukum, antara lain berupa: a. fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain memuat klausul tentang: 1) kesepakatan antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain mengenai penyelenggaraan kegiatan APMK; 2) hak dan kewajiban masing-masing pihak; 3) 4) rencana pelaksanaan kerjasama; jangka waktu kerjasama; dan 5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak; b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Acquirer, Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir Pedagang dan/atau pihak lain; c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain; 6. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, dan/atau manajemen risiko operasional, yang berupa: a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi: 1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer; dan 2) persetujuan ... 21 2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer; b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) dari pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, paling kurang memuat pengaturan mengenai: 1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, seperti pengamanan data transaksi dan data Pemegang Kartu; 2) langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi APMK; 3) audit trail atas transaksi APMK; 4) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data, catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK; dan 5) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi Pemegang Kartu ; c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional, paling kurang memuat penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; d. Bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi: 1) 2) rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat informasi mengenai: a) b) peralatan ... lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk kegiatan operasional; dan 22 b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan; e. bukti kesiapan manajemen risiko likuiditas, antara lain meliputi: 1) mekanisme pemenuhan kewajiban Acquirer; dan 2) mekanisme dalam hal Acquirer mengalami gagal bayar (failure to settle); 7. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F, 8. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan Acquirer yang akan dilakukan, khusus untuk Lembaga Selain Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan 9. rekomendasi tertulis dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank, jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas. Rekomendasi dimaksud paling kurang meliputi kondisi keuangan, kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan sebagai Acquirer dan informasi lain tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut. IV. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI PENYELENGGARA KLIRING DAN/ATAU PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR (Pasal 12 ayat (3) PBI) A. Permohonan Izin Sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib menyampaikan permohonan izin kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam ... 23 dalam Bahasa Indonesia, dan paling kurang harus memuat informasi sebagai berikut: 1. rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; 2. nama dan jumlah Prinsipal, Penerbit, Acquirer dan/atau pihak lain yang akan bekerjasama; dan 3. nama atau merek dagang yang akan digunakan. B. Persyaratan Dokumen Sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang Berupa Bank Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf A harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi RBB tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan rencana kegiatan Bank sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; 2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi: a. persyaratan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain yang akan menggunakan jasa Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; b. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan kewajiban antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; c. manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring dan/atau penyelenggaraan penyelesaian akhir; d. mekanisme kliring dan/atau penyelesaian akhir; dan e. prosedur ... 24 e. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain; 3. Prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; 4. bukti kesiapan operasional yang paling kurang meliputi: a. b. rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat informasi mengenai: 1) lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan kliring dan/atau penyelesaian akhir; dan 2) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan; 5. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan kliring dan/atau penyelesaian akhir, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan 6. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan penyelenggaraan kliring dan/atau penyelenggaraan penyelesaian akhir yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. C. Persyaratan ... 25 C. Persyaratan Dokumen Sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang Berupa Lembaga Selain Bank Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf B harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat rencana kegiatan sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; 2. fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya jika ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang; 3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi: a. persyaratan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain yang akan menggunakan jasa Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; b. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan kewajiban antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; c. manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring dan/atau penyelenggaraan penyelesaian akhir; d. mekanisme kliring dan/atau penyelesaian akhir; dan e. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain; 4. Prosedur ... 26 4. Prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; 5. bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi: a. b. rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat informasi mengenai: 1) lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan kliring dan/atau penyelesaian akhir; dan 2) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan; 6. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan kliring dan/atau penyelesaian akhir, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; 7. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas APMK yang akan diterbitkan, khusus untuk Lembaga Selain Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan 8. rekomendasi tertulis dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas. Rekomendasi tersebut paling kurang meliputi kondisi keuangan, kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan kliring dan/atau penyelesaian akhir APMK dan informasi lain tentang permasalahan- permasalahan yang dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut. V. PEMROSESAN ... 27 V. PEMROSESAN PERIZINAN SEBAGAI PRINSIPAL, PENERBIT, ACQUIRER, PENYELENGGARA KLIRING, DAN/ATAU PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR 1. Bank Indonesia memberikan izin atau penolakan secara tertulis dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen yang dipersyaratkan diterima oleh Bank Indonesia. 2. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan, kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank; b. pemeriksaan (on site visit) ke Bank atau Lembaga Selain Bank yang bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan, serta untuk memastikan kesiapan operasional, jika diperlukan; dan/atau c. dalam hal pemohon berupa Bank, Bank Indonesia meminta rekomendasi kepada otoritas pengawas Bank, paling kurang meliputi kondisi keuangan, tingkat kesehatan, kesiapan operasional dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi jika terdapat permasalahan-permasalahan yang dihadapi Bank tersebut. 3. Berdasarkan hasil pemeriksaan administratif dokumen, hasil pemeriksaan (on site visit), dan/atau rekomendasi otoritas pengawas Bank sebagaimana dimaksud pada angka 2, Bank Indonesia melakukan: a. pemberian izin, jika: 1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud pada butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang disampaikan pemohon ... 28 pemohon telah lengkap, benar dan sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia; 2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada butir 2.b, menunjukan kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan, serta kesiapan operasional; dan 3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank merekomendasikan Bank atau Lembaga Selain Bank untuk memperoleh izin sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. b. penolakan, jika: 1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud pada butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang diajukan pemohon tidak lengkap, tidak benar dan/atau tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia; 2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada butir 2.b, menunjukkan adanya ketidakbenaran atau ketidaksesuaian dokumen yang diajukan dan/atau ketidaksiapan operasional; dan/atau 3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank tidak merekomendasikan Bank atau Lembaga Selain Bank untuk memperoleh izin sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. 4. Jika terdapat hal-hal yang harus ditindaklanjuti, maka jangka waktu pemberian izin sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat diperpanjang. Perpanjangan jangka waktu pemberian izin tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon. VI. PEMBERITAHUAN ... 29 VI. PEMBERITAHUAN TANGGAL EFEKTIF DIMULAINYA KEGIATAN SEBAGAI PRINSIPAL, PENERBIT, ACQUIRER, PENYELENGGARA KLIRING DAN/ATAU PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR 1. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib melakukan kegiatannya paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal surat pemberian izin dari Bank Indonesia. 2. Apabila dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank atau Lembaga Selain Bank telah melakukan kegiatannya sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir, maka Bank atau Lembaga Selain Bank tersebut wajib memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. Bank atau Lembaga Selain Bank dinyatakan telah dapat melaksanakan kegiatannya secara efektif sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir apabila jaringan atau sistemnya telah dapat dioperasikan dan produknya telah dapat digunakan oleh masyarakat luas sebagai APMK. 3. Apabila Bank atau Lembaga Selain Bank tidak dapat melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank atau Lembaga Selain Bank tersebut wajib memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia disertai dengan bukti-bukti pendukung yang memperkuat penjelasan mengenai alasan dan kendala-kendala yang menyebabkan belum dapat dilaksanakannya kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. 4. Pemberitahuan ... 30 4. Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. Sedangkan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud pada angka 1. VII. PENYELENGGARAAN KEGIATAN APMK A. Prinsip Perlindungan Nasabah 1. Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan nasabah dalam menyelenggarakan kegiatan APMK yang antara lain dilakukan dengan menyampaikan informasi tertulis kepada Pemegang Kartu atas APMK yang diterbitkan. Informasi tersebut wajib menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti, ditulis dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh Pemegang Kartu. 2. Untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib memberikan informasi tertulis kepada Pemegang Kartu, paling kurang meliputi: a. prosedur dan tata cara penggunaan kartu, fasilitas yang melekat pada kartu, dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan kartu tersebut; b. hak dan kewajiban Pemegang Kartu, paling kurang meliputi: 1) hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang Kartu dalam penggunaan kartunya, termasuk segala konsekuensi/risiko yang mungkin timbul dari penggunaan kartu, misalnya tidak memberikan PIN kepada orang lain dan berhati-hati saat melakukan transaksi melalui mesin ATM; 2) hak ... 31 2) hak dan tanggung jawab Pemegang Kartu dalam hal terjadi berbagai hal yang mengakibatkan kerugian bagi Pemegang Kartu dan/atau Penerbit, baik yang disebabkan karena adanya pemalsuan kartu, kegagalan sistem Penerbit, atau sebab lainnya; 3) 4) c. jenis dan besarnya biaya yang dikenakan; dan tata cara dan konsekuensi jika Pemegang Kartu tidak lagi berkeinginan menjadi Pemegang Kartu; tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan penggunaan kartu dan perkiraan waktu penanganan pengaduan tersebut. 3. Untuk Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib menyampaikan informasi tertulis kepada Pemegang Kartu yang terdiri dari seluruh informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2, dan melakukan pula hal-hal antara lain: a. menyampaikan informasi umum mengenai: 1) kolektibilitas kredit (lancar, kurang lancar, diragukan, atau macet) dan konsekuensi dari masing-masing status kolektibilitas tersebut; 2) penggunaan jasa pihak lain di luar Penerbit untuk melakukan penagihan, jika Penerbit menggunakannya; dan 3) tata cara dan dasar penghitungan bunga dan/atau denda, serta komponen penghitungan bunga dan/atau denda, termasuk saat bunga berhenti dihitung; dan b. menyampaikan informasi tagihan (billing statement) secara lengkap, akurat, dan informatif, serta dilakukan secara benar dan tepat waktu. 4. Informasi tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 huruf a wajib diinformasikan kembali kepada Pemegang Kartu jika terjadi perubahan secara umum. 5. Kewajiban ... 32 5. Kewajiban penyampaian informasi tertulis dan perubahannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Informasi tertulis disampaikan oleh Penerbit kepada setiap calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu. b. Materi yang disampaikan bersifat umum dan berlaku untuk semua Pemegang Kartu, misalnya kriteria kolektibilitas kredit yang diinformasikan adalah kriteria kolektibilitas yang ditetapkan oleh Penerbit dan berlaku untuk semua Pemegang Kartu Kreditnya. c. Informasi tertulis dapat disampaikan dengan menggunakan media publik seperti brosur, leaflet, surat kabar dan/atau website, atau dengan menggunakan media individual seperti billing statement atau surat pemberitahuan yang langsung disampaikan kepada setiap Pemegang Kartu. 6. Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan secara otomatis fasilitas yang berdampak tambahan biaya yang harus ditanggung oleh Pemegang Kartu dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu. Termasuk persetujuan tertulis dalam hal ini adalah persetujuan tertulis yang disampaikan melalui faksimili dan e-mail, serta kesepakatan lisan yang dituangkan dalam catatan resmi pejabat Penerbit yang bersangkutan. 7. Penerbit Kartu Kredit dilarang mencantumkan klausula dalam perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu yang memberikan peluang diberikannya suatu produk secara otomatis kepada Pemegang Kartu, dan/atau diberikannya fasilitas-fasilitas yang berdampak tambahan biaya, tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu. Contoh klausula yang dilarang: a. Klausula dalam perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu misalnya: ”Dengan ... 33 ”Dengan ditandatanganinya perjanjian ini maka Penerbit Kartu Kredit setiap saat dapat memberikan fasilitas atau produk yang biayanya dibebankan pada kartu dan biaya tersebut dibebankan secara otomatis kepada Pemegang Kartu”. b. Pernyataan dalam penawaran produk misalnya: ”Penawaran produk ini dianggap telah disetujui oleh Pemegang Kartu apabila dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal penawaran produk ini, Pemegang Kartu tidak melakukan konfirmasi melalui telepon nomor 021-12345678”. B. Prinsip Kehati-hatian 1. Dalam pemberian Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib mengelola risiko sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai manajemen risiko. 2. Penerbit Kartu Kredit wajib menetapkan persentase minimum pembayaran oleh Pemegang Kartu, paling sedikit sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari total tagihan. Penetapan besarnya mínimum pembayaran dapat disesuaikan oleh Bank Indonesia berdasarkan pertimbangan untuk menjaga kesehatan industri Kartu Kredit dan perlindungan kepada Pemegang Kartu. 3. Untuk meningkatkan keamanan dan agar masing-masing Penerbit dapat melakukan pengelolaan likuiditasnya dengan baik, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: a. Batas paling banyak nilai nominal dana yang dapat ditransfer antar Penerbit Kartu ATM melalui mesin ATM adalah sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per rekening dalam satu hari dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Batas paling banyak nilai nominal dana berlaku untuk transfer dana antar Penerbit melalui ATM dimana rekening ... 34 rekening pengirim dan rekening penerima berada pada Penerbit yang berbeda; dan 2) Batas paling banyak nilai nominal dana tidak berlaku untuk transfer dana intra Penerbit kartu ATM dimana rekening pengirim dan rekening penerima berada pada Penerbit yang sama. b. Batas paling banyak nilai nominal dana untuk penarikan tunai melalui mesin ATM baik dengan kartu ATM atau Kartu Kredit adalah sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per rekening dalam satu hari. C. Peningkatan Keamanan APMK 1. Penerbit wajib meningkatkan keamanan APMK guna mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan dibidang APMK, serta sekaligus untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap APMK. 2. Peningkatan keamanan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan terhadap seluruh infrastruktur teknologi yang terkait dengan penyelenggaraan APMK, yang meliputi pengamanan pada kartu dan pengamanan pada seluruh sistem yang digunakan untuk memproses transaksi APMK, yaitu: a. Peningkatan keamanan kartu dilakukan dengan menggunakan teknologi chip (”integrated circuit”) yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan/atau memproses data, sehingga pada kartu dapat ditambahkan aplikasi untuk kepentingan pengamanan pemrosesan data transaksi. b. Peningkatan keamanan mesin Electronic Data Capture (EDC) pada Pedagang, keamanan mesin ATM, dan keamanan pada sistem pendukung dan pemroses transaksi (back end system) yang berada pada Penerbit, Acquirer, dan/atau third party processor lainnya, dilakukan dengan cara menyediakan mesin dan ... 35 dan sistem yang dapat memproses kartu dengan teknologi chip sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Khusus untuk Kartu ATM dan Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia, jumlah digit PIN paling sedikit 4 (empat) digit. 3. Penggunaan standar teknologi chip sebagai upaya peningkatan keamanan kartu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk Kartu Kredit, yang menggunakan jaringan internasional (global network), standar teknologi chip dan sistem atau aplikasi yang digunakan mengacu pada standar teknologi chip dan sistem atau aplikasi yang berlaku dan/atau dipersyaratkan oleh Prinsipal selaku pemegang jaringan kartu tersebut. b. Untuk Kartu Kredit, yang menggunakan jaringan domestik (domestic network), standar teknologi chip untuk kartu dapat mengacu pada standar teknologi chip yang berlaku untuk kartu yang menggunakan jaringan internasional (global network) sebagaimana dimaksud pada huruf a. Sedangkan standar sistem atau aplikasi (seperti EDC) yang digunakan harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat memproses kartu dengan teknologi chip tersebut. c. Standar teknologi chip Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia harus mengacu pada standar teknologi chip yang telah disepakati industri. 4. Penggunaan teknologi chip pada Kartu Kredit, Kartu ATM, dan/atau Kartu Debet dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kartu Kredit Seluruh Kartu Kredit yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia baik untuk kartu baru maupun penggantian kartu lama (renewal) wajib telah menggunakan teknologi chip paling lambat pada tanggal 31 Desember 2009. Dengan demikian per lambat ... 36 lambat tanggal 31 Desember 2009. Dengan demikian per 1 Januari 2010 seluruh transaksi Kartu Kredit di wilayah Indonesia yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia harus diproses dengan menggunakan teknologi chip. Dalam hal Kartu Kredit yang telah berteknologi chip tersebut tidak dapat diproses untuk kepentingan transaksi, maka proses transaksi Kartu Kredit tersebut dilarang dilanjutkan dengan menggunakan teknologi magnetic stripe. b. Kartu ATM dan Kartu Debet Seluruh Kartu ATM dan Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia wajib telah menggunakan teknologi chip dengan mengacu pada standar teknis hasil kesepakatan industri penyelenggara kartu ATM dan Kartu Debet yang waktu implementasinya didasarkan pada hasil kesepakatan industri Penyelenggara Kartu ATM dan Kartu Debet. 5. Penggunaan teknologi yang dapat memproses kartu dengan teknologi chip pada sistem APMK seperti EDC, ATM, dan back end system sebagai upaya peningkatan keamanan sistem, dilakukan secara bertahap, sebagai berikut: a. Acquirer Kartu Kredit wajib mengganti atau meningkatkan keamanan pada seluruh EDC dan back end system yang disediakan sehingga seluruh EDC dan back end system tersebut dapat memproses transaksi dari Kartu Kredit yang menggunakan teknologi chip paling lambat tanggal 31 Desember 2009. b. Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dan Acquirer Kartu Debet wajib mengganti dan meningkatkan keamanan pada seluruh ATM, EDC, dan back end system, yang waktu pelaksanaannya diserahkan kepada kesepakatan industri. D. Kerjasama ... 37 D. Kerjasama Penerbit dengan Pihak Lain 1. Jika dalam menyelenggarakan kegiatan APMK, Penerbit melakukan kerjasama dengan pihak lain, seperti kerjasama dalam kegiatan pencetakan kartu, personalisasi kartu, pengiriman dokumen, pemasaran, penagihan, dan/atau pengoperasian sistem, Penerbit harus memastikan bahwa: a. tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Penerbit itu sendiri; dan b. pihak lain tersebut menjaga keamanan dan kerahasiaan data/informasi. 2. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan pencetakan kartu, maka: a. pencetakan kartu harus dilakukan pada perusahaan pencetak kartu yang mempunyai jaminan keamanan atas keseluruhan proses mulai dari proses pencetakan sampai dengan diterimanya kartu oleh Penerbit. b. jaminan keamanan sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuktikan dengan: 1) adanya hasil sertifikasi dari Prinsipal, jika Penerbit merupakan pengguna jaringan Prinsipal dan Prinsipal melakukan proses sertifikasi atas perusahaan pencetak kartu. Dalam hal ini, Prinsipal menetapkan perusahaan pencetak kartu yang memenuhi persyaratan untuk melakukan pencetakan kartu, dan Prinsipal mewajibkan Penerbit untuk mencetak kartu pada perusahaan yang telah disertifikasi tersebut; atau 2) adanya keyakinan Penerbit mengenai keamanan proses produksi dan proses pengiriman perusahaan pencetak kartu, jika Penerbit merupakan pengguna jaringan Prinsipal ... 38 Prinsipal namun Prinsipal tidak melakukan sertifikasi kepada perusahaan pencetak kartu, atau Penerbit juga bertindak sebagai Prinsipal. Dengan demikian, dalam hal ini pencetakan kartu dapat dilakukan pada perusahaan pencetak kartu manapun sepanjang Penerbit memperoleh keyakinan mengenai keamanan proses produksi dan proses pengiriman. 3. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan personalisasi kartu, maka Penerbit harus memastikan bahwa perusahaan personalisasi tunduk pada ketentuan sebagai berikut: a. Untuk kartu yang tergabung dalam jaringan Prinsipal internasional, personalisasi kartu harus dilakukan pada perusahaan personalisasi kartu yang telah mendapatkan sertifikasi dari Prinsipal; b. Untuk kartu yang tergabung dalam jaringan Prinsipal domestik, personalisasi kartu harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jika Prinsipal yang bersangkutan melakukan proses sertifikasi kepada perusahaan personalisasi, maka personalisasi kartu wajib dilakukan pada perusahaan personalisasi yang telah memperoleh sertifikasi dari Prinsipal yang bersangkutan; 2) Jika Prinsipal yang bersangkutan tidak melakukan proses sertifikasi kepada perusahaan personalisasi, maka personalisasi kartu wajib dilakukan pada perusahaan personalisasi yang memiliki kemampuan untuk melakukan personalisasi kartu secara aman, yang dibuktikan dengan sertifikat hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal. 4. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit, maka: a. penagihan ... 39 a. penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan jika kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kolektibilitas; b. Penerbit harus menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain tersebut, selain harus dilakukan dengan memperhatikan ketentuan pada huruf a, juga harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum; dan c. dalam perjanjian kerjasama antara Penerbit dan pihak lain untuk melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit tersebut harus memuat klausula tentang tanggungjawab Penerbit terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat dari kerjasama dengan pihak lain tersebut. 5. Dalam hal Penerbit melakukan kerjasama dengan pihak lain, seperti Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK, maka: a. pengoperasian sistem harus dilakukan oleh perusahaan switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK yang mempunyai jaminan keamanan atas keseluruhan proses transaksi APMK. Jaminan keamanan tersebut dibuktikan dengan: 1) adanya hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal; 2) adanya hasil sertifikasi yang dilakukan oleh Prinsipal, jika Penerbit merupakan anggota Prinsipal. b. Penerbit harus memastikan bahwa Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK dapat menjaga kerahasiaan data, baik data Pemegang Kartu maupun data transaksi. 6. Dalam ... 40 6. Dalam hal Penerbit bekerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Perusahaan Switching, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Penerbit wajib memastikan bahwa: a. Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir telah memperoleh izin dari Bank Indonesia; b. sistem yang digunakan oleh Prinsipal, Acquirer, Perusahaan Switching, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir tersebut memenuhi standar pengamanan sebagaimana diwajibkan bagi Penerbit dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 7. Penerbit yang merupakan Bank dalam melakukan kerjasama atau menggunakan pihak lain untuk memproses transaksi APMK, wajib pula memperhatikan dan memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kerjasama Bank dengan pihak lain, antara lain ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh Bank Umum. E. Kerjasama Acquirer dengan Pedagang atau Pihak Lain 1. Dalam hal Acquirer melakukan kerjasama dengan Pedagang, Acquirer tersebut harus memastikan bahwa: a. bidang usaha Pedagang tidak termasuk bidang usaha yang dilarang oleh undang-undang; b. dalam perjanjian kerjasama antara Acquirer dan Pedagang harus memuat klausula paling kurang mencantumkan: 1) hak dan kewajiban Acquirer dan Pedagang; 2) larangan kepada Pedagang untuk memproses penarikan tunai (cash withdrawal transaction) dengan menggunakan Kartu Kredit; 3) larangan ... 41 3) larangan kepada Pedagang untuk mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada Pemegang Kartu; dan/atau 4) kewajiban kepada Pedagang untuk menjaga kerahasiaan data/informasi mengenai transaksi dan Pemegang Kartu. c. Pedagang mematuhi perjanjian kerjasama dengan Acquirer sebagaimana dimaksud pada huruf b; dan d. Pedagang memahami tata cara dan mekanisme transaksi dengan menggunakan APMK. Dalam hal ini Acquirer berkewajiban untuk memberikan edukasi dan pembinaan secara berkala kepada Pedagang termasuk jika terdapat jenis/produk APMK baru. 2. Dalam hal Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak lain, seperti Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK, maka: a. pengoperasian sistem harus dilakukan oleh Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK yang mempunyai jaminan keamanan atas keseluruhan proses transaksi APMK. Jaminan keamanan tersebut dibuktikan dengan: 1) adanya hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal; dan 2) adanya hasil sertifikasi yang dilakukan oleh Prinsipal, jika Acquirer merupakan anggota Prinsipal. b. Acquirer harus memastikan bahwa Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK dapat menjaga kerahasiaan data, baik data Pemegang kartu maupun data transaksi. 3. Acquirer yang merupakan Bank jika dalam melakukan kegiatan APMK akan bekerjasama atau menggunakan pihak lain untuk memproses transaksi APMK, wajib pula memperhatikan dan memenuhi ... 42 memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kerjasama Bank dengan pihak lain, antara lain ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh Bank Umum. F. Pengelolaan Risiko Operasional Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib mengelola risiko operasional antara lain melalui penggunaan proven technology yang paling kurang mencakup pemenuhan aspek-aspek sebagai berikut: 1. Adanya sistem keamanan teknologi informasi yang paling kurang memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: a. dua faktor otentikasi yang akan digunakan (two factors authentication); b. kerahasiaan data (confidentiality); c. integritas sistem dan data (integrity); d. otentikasi sistem dan data (authentication); e. pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang telah dilakukan (non-repudiation); dan/atau f. ketersediaan sistem (availability), yang dilakukan secara efektif dan efisien dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku; 2. Adanya sistem dan prosedur untuk melakukan audit trail; 3. Adanya kebijakan dan prosedur internal untuk sistem dan Sumber Daya Manusia (SDM); dan 4. Adanya Business Continuity Plan (BCP) yang dapat menjamin kelangsungan penyelenggaraan APMK. BCP tersebut meliputi tindakan preventif maupun contingency plan (termasuk penyediaan sarana back-up) jika terjadi kondisi darurat atau gangguan yang mengakibatkan sistem utama penyelenggaraan APMK tidak dapat digunakan. VIII. PERSYARATAN ... 43 VIII. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN DAN MENYAMPAIKAN LAPORAN DALAM RANGKA PERALIHAN PERIZINAN MELALUI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMISAHAN, ATAU PENGAMBILALIHAN A. Penggabungan 1. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan penggabungan dengan Bank yang telah atau belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. jika Bank hasil penggabungan adalah Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka Bank hasil penggabungan tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatan APMK. b. jika Bank hasil penggabungan adalah Bank yang belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka Bank hasil penggabungan tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK. 2. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan penggabungan dengan Lembaga Selain Bank yang telah atau belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. jika Lembaga Selain Bank hasil penggabungan adalah Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka Lembaga Selain Bank hasil penggabungan tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatan APMK. b. jika ... 44 b. jika Lembaga Selain Bank hasil penggabungan adalah Lembaga Selain Bank yang belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka Lembaga Selain Bank hasil penggabungan tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK. B. Peleburan 1. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan peleburan dengan Bank lain yang telah maupun belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK, maka Bank hasil peleburan tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK. 2. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan peleburan dengan Lembaga Selain Bank lain yang telah maupun belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK, maka Lembaga Selain Bank hasil peleburan tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK. C. Pemisahan 1. Dalam hal Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan pemisahan murni, maka Bank atau Lembaga Selain Bank hasil pemisahan murni tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK. 2. Dalam hal Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan pemisahan tidak murni (spin off), berlaku ketentuan sebagai berikut: a. izin ... 45 a. izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia tetap melekat pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan pemisahan tidak murni (spin off). Dengan demikian Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan pemisahan tidak murni (spin off) harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatan APMK. b. Bank atau Lembaga Selain Bank hasil pemisahan tidak murni (spin off) wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK. D. Pengambilalihan 1. Dalam hal terjadi pengambilalihan terhadap Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan diambilalih harus melaporkan rencana pengambilalihan tersebut kepada Bank Indonesia. 2. Laporan rencana pengambilalihan tersebut harus dilengkapi dengan informasi yang paling kurang meliputi latar belakang pengambilalihan, pihak yang akan melakukan pengambilalihan, target waktu pelaksanaan pengambilalihan, susunan pemilik dan/atau pemegang saham pengendali setelah dilakukannya pengambilalihan, serta rencana bisnis setelah dilakukannya pengambilalihan khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan APMK seperti rencana perubahan nama, perubahan struktur organisasi, atau perubahan sistem yang digunakan. E. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir A.1.a., butir A.2.a., butir C.2.a., dan butir D.1. harus disampaikan kepada Bank Indonesia , dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Laporan harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian permohonan izin rencana penggabungan, pemisahan, atau pengambilalihan ... 46 pengambilalihan kepada Bank Indonesia atau otoritas pengawas Lembaga Selain Bank yang berwenang. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus dilampiri dengan dokumen antara lain berupa rencana bisnis setelah penggabungan, pemisahan, atau pengambilalihan termasuk rencana penggunaan sistem dan pengembangan sistem, laporan kesiapan infrastruktur, dan laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen dalam hal terjadi pengembangan dan/atau penggabungan sistem yang telah ada. F. Permohonan perizinan sebagaimana dimaksud pada butir A.1.b., butir A.2.b., butir B.1., butir B.2., butir C.1., dan butir C.2.b., harus disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Permohonan perizinan wajib disampaikan bersamaan dengan penyampaian permohonan izin rencana penggabungan, peleburan, atau pemisahan kepada Bank Indonesia atau otoritas pengawas Lembaga Selain Bank yang berwenang. 2. Permohonan perizinan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus dilampiri dengan dokumen yang antara lain berupa: a. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik yang independen, untuk Lembaga Selain Bank; b. rencana bisnis setelah penggabungan, peleburan, atau pemisahan, termasuk rencana penggunaan sistem dan pengembangan sistem; c. d. laporan kesiapan infrastruktur; laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen dalam hal terjadi pengembangan dan/atau penggabungan sistem yang telah ada; e. komposisi kepemilikan saham setelah penggabungan, peleburan, atau pemisahan, untuk Lembaga Selain Bank; dan f. rekomendasi ... 47 f. rekomendasi otoritas pengawas Lembaga Selain Bank, khusus untuk Lembaga Selain Bank. G. Pemrosesan permohonan perizinan untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK sehubungan dengan penggabungan, peleburan, atau pemisahan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bank Indonesia memberikan izin atau penolakan secara tertulis dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak dokumen yang dipersyaratkan diterima oleh Bank Indonesia. 2. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan, kebenaran, dan kesesuaian dokumen yang diajukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank; b. pemeriksaan (on site visit) ke Bank atau Lembaga Selain Bank yang bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan, serta untuk memastikan kesiapan operasional, jika diperlukan; dan/atau c. dalam hal pemohon berupa Bank, Bank Indonesia meminta rekomendasi kepada otoritas pengawas Bank, paling kurang meliputi kondisi keuangan, tingkat kesehatan, kesiapan operasional dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi jika terdapat permasalahan- permasalahan yang dihadapi Bank tersebut. 3. Dalam hal pemeriksaan administratif dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 2.a dan pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada butir 2.b telah dilakukan, dan dengan mempertimbangkan rekomendasi otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank, Bank Indonesia melakukan: a. pemberian ... 48 a. pemberian izin, jika 1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud pada butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang diajukan telah lengkap, benar dan sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia; 2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada butir 2.b, menunjukan kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan, serta kesiapan operasional; dan 3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank merekomendasikan pelaksanaan rencana Bank atau Lembaga Selain Bank untuk melanjutkan kegiatan APMK. b. penolakan, jika : 1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud pada butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang diajukan pemohon tidak lengkap, tidak benar, dan/atau tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia; 2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada butir 2.b, menunjukkan adanya ketidakbenaran atau ketidaksesuaian dokumen yang diajukan dan/atau ketidaksiapan operasional; dan/atau 3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank tidak merekomendasikan Bank atau Lembaga Selain Bank untuk melanjutkan kegiatan APMK. 4. Jika terdapat hal-hal yang harus ditindaklanjuti, maka jangka waktu pemberian izin sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat diperpanjang. Perpanjangan jangka waktu pemberian izin tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon. IX. PENGAWASAN ... 49 IX. PENGAWASAN, LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN APMK, DAN TATA CARA PENGENAAN SANKSI DENDA A. Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan APMK 1. Tujuan Pengawasan Pengawasan bertujuan untuk memastikan penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan secara efisien, cepat, aman dan andal dengan memperhatikan prinsip perlindungan nasabah. 2. Obyek Pengawasan Bank Indonesia, melakukan pengawasan terhadap kegiatan penyelenggaraan APMK yang dilakukan oleh: a. Prinsipal; b. Penerbit; c. Acquirer; d. Penyelenggara Kegiatan Kliring APMK; dan e. Penyelenggara Kegiatan Penyelesaian Akhir APMK. 3. Fokus Pengawasan Pengawasan terhadap penyelenggaraan APMK difokuskan pada: a. penerapan aspek manajemen risiko; b. kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk kebenaran dan ketepatan penyampaian informasi dan laporan; dan c. penerapan aspek perlindungan nasabah. 4. Metode Pengawasan a. Pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan Bank Indonesia melalui: 1) penelitian, analisis dan evaluasi, antara lain yang didasarkan atas laporan berkala, laporan insidentil, data dan/atau informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia dari pihak lain, serta diskusi dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2. 2) pemeriksaan ... 50 2) pemeriksaan (on site visit) terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2 untuk mencocokan kebenaran data dengan fakta di lapangan, serta melihat sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung dan database. Dalam hal diperlukan, pemeriksaan (on site visit) dapat juga dilakukan terhadap pihak-pihak yang bekerjasama dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2. 3) pertemuan konsultasi (consultative meeting) dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2 untuk mendapatkan informasi penyelenggaraan dan menyampaikan saran. 4) pembinaan terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2 termasuk untuk melakukan perubahan. b. Dalam rangka pengawasan, pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2 wajib memberikan: 1) keterangan dan/atau data yang terkait dengan penyelenggaraan APMK, baik dalam bentuk hard copy maupun soft copy; dan 2) kesempatan melakukan pemeriksaan (on site visit) untuk melihat penyelenggaraan APMK, sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung dan database. c. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan (on site visit) terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2. B. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan APMK 1. Laporan Berkala a. Laporan berkala merupakan laporan yang wajib disampaikan baik secara tertulis dan/atau on-line dengan lengkap, benar, akurat dan tepat waktu oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada butir A.2 sesuai dengan periode masing-masing laporan ... 51 laporan. Laporan berkala terdiri atas laporan bulanan, laporan triwulanan, dan laporan tahunan. b. Jenis Laporan Berkala Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada butir A.2 meliputi : 1) Prinsipal a) Laporan Tahunan yang paling kurang meliputi informasi mengenai: (1) rencana kerja dan target 1 (satu) tahun ke depan termasuk rencana pengembangan produk dan kerjasama dengan pihak lain; (2) realisasi rencana kerja tahun sebelumnya; (3) anggota yang tergabung dalam jaringan Prinsipal; dan (4) jenis dan besarnya biaya yang dikenakan kepada anggota. b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun dengan cakupan audit antara lain meliputi: (1) keamanan jaringan; (2) keamanan data; (3) keamanan aplikasi dan sistem; (4) kontrol terhadap akses sistem dan data; (5) monitoring dan pengujian berkala terhadap jaringan; dan (6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi informasi. 2) Penerbit a) Laporan Bulanan Penyelenggaraan Kegiatan APMK terdiri dari: (1) Laporan ... 52 (1) Laporan Bulanan Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; (2) Laporan Bulanan Penerbit Kartu Kredit; (3) Laporan Bulanan Fraud; dan (4) Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu Kredit, yaitu: (a) Khusus Lembaga Selain Bank yang bertindak sebagai Penerbit Kartu Kredit, Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu Kredit terdiri dari klasifikasi: i. Lancar, apabila pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit; ii. Dalam Perhatian Khusus, apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari; iii. Kurang Lancar, apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender sampai dengan 120 (seratus dua puluh) hari; iv. Diragukan, apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari kalender sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari; atau v. Macet ... 53 v. Macet, apabila terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari. (b) Khusus Bank yang bertindak sebagai Penerbit Kartu Kredit, penyampaian Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu Kredit dilakukan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aktiva Bank Umum. b) Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah; dan c) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan audit antara lain meliputi: (1) keamanan jaringan; (2) keamanan data; (3) keamanan aplikasi dan sistem; (4) kontrol terhadap akses sistem dan data; (5) monitoring dan pengujian berkala terhadap jaringan; (6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi informasi. 3) Acquirer a) Laporan Bulanan Acquirer; dan b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan audit antara lain meliputi: (1) keamanan ... 54 (1) keamanan jaringan; (2) keamanan data; (3) keamanan aplikasi dan sistem; (4) kontrol terhadap akses sistem dan data; (5) monitoring dan pengujian berkala terhadap jaringan; dan (6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi informasi. 4) Penyelenggara Kliring APMK a) Laporan Triwulanan Penyelenggaraan Kegiatan Kliring APMK. b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan audit antara lain meliputi: (1) keamanan jaringan; (2) keamanan data; (3) keamanan aplikasi dan sistem; (4) kontrol terhadap akses sistem dan data; (5) monitoring dan pengujian berkala terhadap jaringan; dan (6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi informasi. 5) Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK a) Laporan Triwulanan Penyelenggaraan Kegiatan Penyelesaian Akhir APMK; dan b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan audit antara lain meliputi: (1) keamanan ... 55 (1) keamanan jaringan; (2) keamanan data; (3) keamanan aplikasi dan sistem; (4) kontrol terhadap akses sistem dan data; (5) monitoring dan pengujian berkala terhadap jaringan; dan (6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi informasi 2. Laporan Insidentil a. Laporan insidentil merupakan laporan tertulis yang wajib disampaikan secara benar oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada butir A.2 kepada Bank Indonesia baik atas permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif sendiri pihak- pihak tersebut. Laporan insidentil dapat dilakukan dengan penyampaian dokumen sesuai dengan permintaan Bank Indonesia. b. Jenis Laporan Insidentil 1) Laporan Rencana Kerjasama dengan Pihak Lain a) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang akan melakukan kerjasama dengan pihak lain wajib menyampaikan laporan secara terulis kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Laporan tertulis rencana kerjasama Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan pihak lain disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum perjanjian kerjasama ditandatangani; (2) Laporan ... 56 (2) Laporan tertulis rencana kerjasama Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada angka (1), paling kurang memuat: (a) data/informasi/profil perusahaan pihak lain yang akan bekerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; (b) dasar pertimbangan dilakukannya kerjasama; (c) tanggal efektif rencana dilaksanakannya kerjasama; dan (d) jangka waktu rencana pelaksanaan kerjasama. (3) Laporan tertulis rencana kerjasama Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada angka (1), harus dilengkapi dengan dokumen berupa: (a) fotokopi konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dan pihak lain; (b) fotokopi konsep perjanjian kerjasama antara Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara ... 57 Penyelenggara Penyelesaian Akhir dan pihak lain; (c) hasil audit teknologi informasi dari auditor independen, jika pihak lain yang bekerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir merupakan perusahaan yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK; (d) fotokopi hasil sertifikasi dari Prinsipal terhadap pihak lain yang bekerjasama dengan Penerbit atau Acquirer, jika Penerbit atau Acquirer menjadi anggota Prinsipal. (e) surat pernyataan kesanggupan pihak lain yang bekerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir untuk menjaga kerahasiaan data; (f) fotokopi konsep perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh pihak lain dengan pihak ketiga, jika ada. b) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai realisasi/pelaksanaan kerjasama dengan pihak lain, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian kerjasama. 2) Laporan ... 58 2) Laporan Produk Baru a) Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang akan menerbitkan produk baru Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet harus menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum produk baru tersebut diterbitkan. b) Laporan tertulis tersebut harus dilampiri dengan dokumen paling kurang berupa: (1) rencana bisnis; dan (2) penjelasan karakteristik produk baru. c) Rencana bisnis sebagaimana dimaksud pada butir b)(1), antara lain meliputi informasi mengenai target pendapatan yang akan dicapai dari produk baru tersebut. d) Penjelasan karakteristik produk baru sebagaimana dimaksud pada butir b)(2), meliputi penjelasan alur transaksi, upaya peningkatan keamanan sistem, dan perbedaan produk baru dengan produk sebelumnya. 3) Laporan Insiden (incident report) a) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK wajib menyampaikan laporan insiden (incident report) yakni laporan atas terjadinya gangguan pada sistem dan upaya yang telah dilakukan untuk menanggulanginya seperti: (1) adanya kegagalan network dalam memproses transaksi APMK; (2) fraud yang terjadi. b) Laporan insiden (incident report) tersebut di atas, wajib disampaikan kepada Bank Indonesia sesegera mungkin ... 59 mungkin setelah kejadian melalui telepon atau faksimili, yang diikuti pelaporan tertulis paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah kejadian. 3. Laporan tahunan Prinsipal sebagaimana dimaksud pada butir 1.b.1)a) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis dengan hardcopy paling lambat diterima Bank Indonesia pada tanggal 15 Februari tahun berikutnya. Apabila tanggal 15 Februari jatuh pada hari libur maka laporan harus sudah diterima Bank Indonesia 1 (satu) hari kerja berikutnya. Contoh: Laporan untuk periode bulan Januari sampai dengan Desember 2009 disampaikan paling lambat tanggal 15 Februari 2010. 4. Jika terdapat perubahan data dan/atau informasi pada dokumen- dokumen yang disampaikan pada saat mengajukan permohonan izin kepada Bank Indonesia, seperti perubahan nama, alamat kantor, perubahan pengurus (Direksi dan/atau Dewan Komisaris), perubahan dokumen pokok-pokok hubungan bisnis, perubahan pengaturan hak dan kewajiban para pihak, perubahan perjanjian kerjasama dan perubahan para pihak yang bekerjasama, perubahan prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa, maka Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir harus melaporkan secara tertulis perubahan tersebut kepada Bank Indonesia, paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak dilakukannya perubahan. 5. Untuk kepentingan pengawasan terkait dengan kegiatan penyelenggaraan APMK, Bank Indonesia berwenang meminta data, informasi, dan/atau laporan di luar laporan-laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2. 6. Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir 1.b.2)a), butir 1.b.2)b), butir 1.b.3)a), butir 1.b.4)a) dan butir 1.b.5)a) dan sanksi kewajiban membayar berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan kantor pusat Bank Umum dan ketentuan ... 60 ketentuan mengenai laporan penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu oleh Bank Perkreditan Rakyat Dan Lembaga Selain Bank. 7. Penyampaian Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud pada butir 1.b.1)b), butir 1.b.2)d), butir 1.b.3)b), butir 1.b.4)b), dan butir 1.b.5)b) harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi diterbitkan. C. Tata Cara Pengenaan Sanksi Denda 1. Pengenaan sanksi denda terhadap Bank terkait penyelenggaraan kegiatan APMK, dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Bank di Bank Indonesia. 2. Pengenaan sanksi denda terhadap Lembaga Selain Bank terkait dengan penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara menyampaikan surat pengenaan sanksi denda kepada Lembaga Selain Bank tersebut yang antara lain berisi informasi jumlah sanksi denda dan tata cara pembayarannya kepada Bank Indonesia. X. PENGEMBANGAN DAN PENYEDIAAN SISTEM APMK YANG DAPAT SALING DIKONEKSIKAN (INTEROPERABILITY) DENGAN SISTEM APMK LAINNYA. Dalam rangka meningkatkan efisiensi, kelancaran dan memberikan manfaat yang lebih luas kepada nasabah dalam bertransaksi, diperlukan upaya untuk mengembangkan sistem yang dapat saling dikoneksikan dalam memproses transaksi APMK antara Prinsipal, Penerbit dan Acquirer yang satu dengan Prinsipal, Penerbit dan Acquirer yang lain. Secara teknis, hal tersebut dapat dilakukan oleh Prinsipal dengan menetapkan aturan main dan suatu kriteria atau standar sehingga setiap Penerbit yang menggunakan jaringan dari Prinsipal tersebut dapat memberikan fasilitas kepada para Pemegang Kartunya untuk menggunakan akses peralatan yang menggunakan ... 61 menggunakan tanda atau logo dari Prinsipal yang bersangkutan. Kemudahan tersebut disamping dapat memberikan manfaat bagi Pemegang Kartu juga memberikan penghematan proses transaksi yang dilakukan oleh pihak Acquirer sehingga dapat dihindari investasi yang tidak perlu diantara para Acquirer. Dalam jangka panjang penghematan biaya transaksi diharapkan dapat menstimulasi pertumbuhan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Penyederhanaan sistem atau aplikasi dapat dilakukan oleh pihak Prinsipal, Penerbit dan Acquirer dengan melakukan pengembangan sistem yang dari awalnya telah dirancang agar sistem yang dikembangkan dapat saling membaca dengan sistem yang dikembangkan oleh pihak lain. Langkah penyederhanaan sistem oleh para pihak dapat dilakukan melalui kesepakatan yang dilakukan sendiri oleh industri. Untuk mendukung pelaksanaannya Bank Indonesia dapat mewajibkan para pihak untuk mengikuti dan menyesuaikan sistemnya yang kriteria dan persyaratannya telah menjadi kesepakatan industri. XI. LAIN-LAIN A. Hal-hal yang bersifat teknis dan mikro dalam penyelenggaraan kegiatan APMK selain yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, dapat diatur dan disepakati sendiri oleh industri APMK (Self Regulation Organization - SRO). Pengaturan yang dilakukan oleh industri APMK tersebut sebagai pelengkap dan tidak diperkenankan bertentangan dengan ketentuan Bank Indonesia. Dalam hal SRO telah menyepakati dan menetapkan suatu ketentuan, maka setiap anggota yang tergabung atau pihak yang terkait dengan SRO harus mematuhi dan mengikuti ketentuan yang telah disepakati. B. Penyampaian permohonan izin penyelenggaraan APMK, penyampaian laporan, informasi lainnya, dan/atau surat menyurat disampaikan oleh kantor pusat Bank atau Lembaga Selain Bank kepada: Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Gedung D Lantai 2, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta – 10350 XII. PERALIHAN ... 62 XII. PERALIHAN A. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir sebelum diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini dan belum memperoleh izin atau penegasan dari Bank Indonesia, wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia. Pengajuan permohonan izin wajib disampaikan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini. Persyaratan dan tata cara memperoleh izin dari Bank Indonesia mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK sebelum diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini dan telah memperoleh izin atau penegasan dari Bank Indonesia wajib melaporkan kegiatannya kepada Bank Indonesia dan melengkapi persyaratan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sejak tanggal diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini. C. Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir di wilayah Republik Indonesia sebelum diberlakukannya ketentuan ini dan belum berbadan hukum Indonesia, wajib telah berbadan hukum Indonesia paling lambat 2 (dua) tahun sejak tanggal diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini. XIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka: A. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/59/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu; B. Surat ... 63 B. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu; C. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/18/DASP tanggal 23 Agustus 2006 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu; D. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/20/DASP tanggal 8 Mei 2008 perihal Perubahan Kedua Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu; dan E. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/7/DASP tanggal 21 Februari 2008 perihal Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 13 April 2009..1313 Apr... 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SWD. MURNIASTUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN 64
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 1/10/DASP|SE-BI/1999 </reg_id> <reg_title> Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring. </reg_title> <set_date> 31 Desember 1999 </set_date> <effective_date> 3 Januari 2000 </effective_date> <replaced_reg> '31/4/UAK|SE-BI/1998', '31/10/UAK|SE-BI/1998' </replaced_reg> <related_reg> '1/3/PBI/1999 | Pasal 6 ayat (2)', '1/3/PBI/1999 | Pasal 7' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 6', 'Angka 7', 'Angka 8', 'Angka 9' </penalty_list>
No.9/ 37 /DPU Jakarta, 27 Desember 2007 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/14/PBI/2004 tanggal 22 Juni 2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan serta Pemusnahan Uang Rupiah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/10/PBI/2007 tanggal 30 Agustus 2007, maka dipandang perlu untuk mengatur pelaksanaan penyetoran dan penarikan uang rupiah oleh bank umum di Bank Indonesia yang diatur sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. 2. Pihak Lain adalah perusahaan yang ditunjuk oleh Bank berdasarkan suatu perjanjian untuk mewakili Bank dalam melakukan kegiatan penyetoran dan/atau penarikan Uang di Bank Indonesia. 3. Penyetoran . . . 3. Penyetoran Uang adalah kegiatan Bank melakukan penyetoran Uang ke Bank Indonesia. 4. Penarikan Uang adalah kegiatan Bank melakukan penarikan Uang yang masih layak edar (ULE) dari Bank Indonesia. 5. Uang Kertas selanjutnya disingkat UK adalah Uang dalam bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya. 6. Uang Logam selanjutnya disingkat UL adalah Uang dalam bentuk koin yang terbuat dari aluminium, aluminium bronze, kupronikel atau bahan lainnya. 7. Uang Tidak Layak Edar selanjutnya disingkat UTLE adalah Uang lusuh, Uang cacat, Uang rusak, dan Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran. 8. Uang Lusuh adalah Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari ukuran aslinya tetapi kondisi Uang telah berubah yang disebabkan antara lain karena jamur, minyak, bahan kimia, coretan-coretan. 9. Uang Cacat adalah Uang hasil cetak yang spesifikasi teknisnya tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. 10. Uang Rusak adalah Uang yang ukuran atau fisiknya telah berubah dari ukuran aslinya yang antara lain karena terbakar, berlubang, hilang sebagian, atau Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari ukuran aslinya antara lain karena robek, atau Uang yang mengerut. 11. Uang Palsu adalah benda yang bentuknya menyerupai Uang dan tidak memiliki tanda keaslian Uang sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia. 12. Posisi Long adalah suatu kondisi dimana Bank mengalami kelebihan likuiditas ULE dalam periode tertentu yang merupakan selisih antara saldo kas Bank yang tersedia untuk setiap pecahan (denominasi) tertentu dikurangi dengan kebutuhan kas Bank. 13. Posisi . . . 13. Posisi Short adalah suatu kondisi dimana Bank mengalami kekurangan likuiditas ULE dalam periode tertentu yang merupakan selisih antara saldo kas Bank yang tersedia untuk setiap pecahan (denominasi) tertentu dikurangi dengan kebutuhan kas Bank. 14. Posisi Square adalah suatu kondisi dimana Bank tidak mengalami kekurangan atau kelebihan likuiditas ULE dalam periode tertentu yang merupakan selisih antara saldo kas Bank yang tersedia untuk setiap pecahan (denominasi) tertentu dikurangi dengan kebutuhan kas Bank. 15. Posisi Net Long adalah suatu kondisi dimana Posisi Long lebih besar dibandingkan dengan Posisi Short untuk pecahan (denominasi) tertentu pada hari kerja yang sama. 16. Posisi Net Short adalah suatu kondisi dimana Posisi Short lebih besar dibandingkan dengan Posisi Long untuk pecahan (denominasi) tertentu pada hari kerja yang sama. 17. Hari Kerja adalah hari kerja sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. II. PRINSIP UMUM 1. Penyetoran Uang atau Penarikan Uang dilakukan oleh Bank yang memiliki rekening giro di Bank Indonesia. 2. Penyetoran Uang dan Penarikan Uang sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus dilakukan di wilayah kerja Bank Indonesia setempat. Contoh : 1 (satu) kantor cabang Bank A di Jakarta mewakili seluruh kantor cabang Bank A di Jakarta harus melakukan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang di Bank Indonesia Jakarta. 3. Dalam hal terjadi keadaan memaksa, Bank dapat melakukan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang sebagaimana dimaksud pada . . . pada angka 2, kepada Bank Indonesia di luar kantor Bank Indonesia setempat dengan mekanisme yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Yang dimaksud dengan keadaan memaksa (force majeure) adalah peristiwa yang secara langsung atau tidak langsung terjadi di luar kemampuan Bank dan/atau Bank Indonesia untuk mengatasinya, antara lain bencana alam, huru-hara, pemberontakan, perang, waktu kerja diperpendek, gangguan jaringan listrik, gangguan jaringan internet dan/atau dikeluarkannya Peraturan Pemerintah mengenai keadaan bahaya, perubahan kebijakan pemerintah serta adanya penarikan uang secara besar-besaran oleh nasabah Bank. 4. Bank melakukan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang melalui kantor Bank yang ditunjuk sebagai koordinator Bank dalam Bank yang sama. Contoh : 1 (satu) kantor cabang Bank A mewakili seluruh kantor cabang Bank A di dalam 1 (satu) wilayah kerja Bank Indonesia untuk melakukan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang di Bank Indonesia. 5. Bank dapat menunjuk Pihak Lain untuk melakukan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang di Bank Indonesia. Dalam hal Bank menunjuk Pihak Lain maka Bank menyampaikan surat pemberitahuan berikut salinan perjanjian kerja dengan Pihak Lain dan dokumen terkait lainnya kepada Bank Indonesia setempat. 6. Pihak Lain dapat melakukan Penyetoran Uang ke Bank Indonesia dan/atau Penarikan Uang dari Bank Indonesia untuk lebih dari 1 (satu) Bank dengan memperhatikan batas waktu layanan kas di Bank Indonesia yang telah ditetapkan oleh masing-masing kantor Bank Indonesia. 7. Petugas . . . 7. Petugas Bank atau Pihak Lain dalam melakukan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang di Bank Indonesia harus memperlihatkan tanda pengenal dan surat tugas atau surat penunjukan. 8. Bank dalam melakukan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang di Bank Indonesia menggunakan alat transportasi khusus dengan memenuhi aspek keamanan dan menyediakan jumlah petugas yang memadai. 9. Bank dalam melakukan Penyetoran Uang di Bank Indonesia, menyerahkan warkat Penyetoran Uang paling lambat 30 (tiga puluh) menit sebelum berakhirnya batas waktu layanan kas yang telah ditetapkan oleh masing-masing kantor Bank Indonesia. 10. Bank Indonesia tidak melayani kegiatan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang apabila Bank melakukan kegiatan tersebut melampaui batas waktu layanan kas di Bank Indonesia yang telah ditetapkan oleh masing-masing kantor Bank Indonesia. 11. Bank dapat melakukan kegiatan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang melampaui batas waktu layanan kas di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 9 dan angka 10 dengan persetujuan Bank Indonesia, apabila Bank mengalami keadaan memaksa dan alasan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. 12. Bank hanya dapat melakukan 1 (satu) kali Penyetoran Uang atau Penarikan Uang di Bank Indonesia dalam 1 (satu) Hari Kerja. 13. Bank dapat melakukan lebih dari 1 (satu) kali kegiatan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang di Bank Indonesia dengan persetujuan Bank Indonesia, apabila Bank mengalami keadaan memaksa dan alasan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. 14. Bank . . . 14. Bank Indonesia menetapkan standarisasi ULE dan/atau UTLE yang akan disampaikan kepada Bank sebagai pedoman untuk melakukan penyortiran Uang antara lain untuk disetorkan kepada Bank Indonesia dan untuk melaksanakan Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB). III. KEGIATAN PENYETORAN UANG 1. Bank harus menyampaikan rencana Penyetoran Uang kepada Bank Indonesia paling lambat pukul 16.00 waktu setempat pada 1 (satu) Hari Kerja sebelum Penyetoran Uang. 2. Penyampaian rencana Penyetoran Uang sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan melalui faksimili atau sistem informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal faksimili atau sistem informasi mengalami kerusakan maka rencana Penyetoran Uang dapat disampaikan melalui sarana lain yang dapat digunakan. Format rencana Penyetoran Uang sebagaimana contoh yang tercantum pada Lampiran 1. 3. Kegiatan Penyetoran Uang Tidak Layak Edar a. Bank hanya dapat menyetorkan UTLE berupa Uang Lusuh dan/atau Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran ke Bank Indonesia. b. Dalam hal jumlah Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran kurang dari 1 (satu) brood maka dilakukan melalui loket penukaran Uang di Bank Indonesia dengan mengacu pada ketentuan penukaran Uang rupiah yang berlaku. c. Penukaran UTLE berupa Uang Cacat dan Uang Rusak dilakukan melalui loket penukaran Uang di Bank Indonesia dengan mengacu pada ketentuan penukaran Uang rupiah yang berlaku. d. Bank . . . d. Bank tidak dapat menyetorkan UTLE berupa Uang Lusuh yang dicampur dengan ULE. e. Bank harus melakukan pemilahan dan penyortiran UTLE yang akan disetorkan ke Bank Indonesia, dengan tata cara sebagai berikut : 1) Pemilahan dan penyortiran UK a) UK dipilah dan disortir menurut jenis pecahan dan tahun emisi, serta disusun searah; b) UK yang sudah dipilah dan disortir sebagaimana dimaksud pada huruf a), dalam jumlah 100 (seratus) lembar dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang sama diikat menjadi 1 (satu) pak dengan menggunakan ban UK milik Bank yang bersangkutan yang dibubuhi stempel nama Bank, tanggal pengolahan UK dan paraf petugas Bank dan/atau Pihak Lain; c) UK yang sudah diikat menjadi satu pak sebagaimana dimaksud pada huruf b), selanjutnya diikat menjadi 1 (satu) brood yang terdiri dari 10 (sepuluh) pak dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang sama; d) UK yang sudah diikat menjadi 1 (satu) brood sebagaimana dimaksud pada huruf c), selanjutnya dikemas dalam kantong plastik transparan yang berisi 10 (sepuluh) brood dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang sama dan diberikan segel serta label Bank. 2) Pemilahan dan penyortiran UL a) UL dipilah dan disortir menurut jenis pecahan dan tahun emisi; b) UL . . . b) UL yang telah dipilah dan disortir sebagaimana dimaksud pada huruf a) selanjutnya dikemas dalam kantong plastik transparan yang berisi 500 (lima ratus) keping dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang sama dan diberikan segel serta label Bank. f. Bank harus melakukan pengemasan atas UTLE yang akan disetorkan ke Bank Indonesia, dengan tata cara sebagai berikut : 1) Pengemasan UK a) UK yang telah dipilah dan disortir, dalam jumlah 10 (sepuluh) brood dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang sama dimasukkan dalam kantong plastik transparan, diberikan segel dan label Bank; b) Label Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a), terdapat informasi nama Bank, tanggal penyetoran UK, kode UTLE, jenis pecahan, tahun emisi, jumlah nominal dan tanda tangan petugas Bank dan/atau Pihak Lain. 2) Pengemasan UL a) UL yang telah dipilah dan disortir, dalam jumlah 500 (lima ratus) keping dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang sama dimasukkan dalam kantong plastik transparan, diberikan segel dan label Bank; b) Label Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a), terdapat informasi nama Bank, tanggal penyetoran UL, kode UTLE, jenis pecahan, tahun emisi, jumlah nominal dan tanda tangan petugas Bank dan/atau Pihak Lain. 4. Penetapan . . . 4. Penetapan Bank Indonesia Bahwa Bank Dapat Menyetorkan Uang yang Masih Layak Edar a. Bank dapat menyetorkan ULE dalam jenis pecahan dan jumlah nominal tertentu ke Bank Indonesia apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Likuiditas Bank-Bank untuk jenis pecahan tertentu di wilayah kerja Bank Indonesia dalam Posisi Net Long dan terjadi peningkatan secara terus-menerus selama 4 (empat) Hari Kerja berturut-turut, dengan jumlah minimal net long yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan/atau 2) Likuiditas Bank-Bank untuk jenis pecahan tertentu di wilayah kerja Bank Indonesia dalam Posisi Net Long dan perbandingan antara jumlah Bank yang mengalami Posisi Long dan Posisi Short adalah minimal 75% (tujuh puluh lima per seratus) berbanding 25% (dua puluh lima per seratus), dengan jumlah minimal net long yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Bank Indonesia dapat mengatur pelaksanaan penyetoran ULE ke Bank Indonesia, dengan memperhatikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Dalam hal Bank Indonesia menetapkan bahwa Bank dapat menyetorkan ULE, maka Bank Indonesia menyampaikan pemberitahuan kepada Bank-Bank mengenai jenis pecahan dan jumlah nominal tertentu yang dapat disetorkan kepada Bank Indonesia pada 1 (satu) Hari Kerja setelah persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a dipenuhi. Bank dapat menyetorkan ULE dalam jenis pecahan dan jumlah nominal tertentu . . . tertentu ke Bank Indonesia paling lama 2 (dua) Hari Kerja terhitung setelah tanggal pemberitahuan dari Bank Indonesia. d. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf c dibuat atas dasar informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square yang disampaikan oleh Bank. e. Dalam hal Bank tidak menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3.a.1), maka Bank yang bersangkutan tidak diperkenankan melakukan penyetoran ULE sebagaimana dimaksud pada huruf c. f. Jenis pecahan dan jumlah nominal ULE yang akan disetorkan dalam rencana Penyetoran Uang ke Bank Indonesia, harus sesuai dengan jenis pecahan ULE dan/atau tidak dapat melampaui jumlah nominal ULE yang tercantum dalam informasi Posisi Long yang disampaikan Bank. g. Tata cara penyetoran ULE oleh Bank sebagaimana dimaksud pada huruf f adalah sebagai berikut : 1) jenis pecahan Uang dalam rencana penyetoran ULE harus sesuai dengan jenis pecahan Uang dalam informasi Posisi Long yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3.a.1)a) apabila tidak ada perubahan Posisi Long pada tahap II dan tahap III; atau 2) jenis pecahan Uang dalam rencana penyetoran ULE harus sesuai dengan jenis pecahan Uang dalam informasi Posisi Long yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3.a.2)a) apabila Posisi Long hanya mengalami perubahan pada tahap II; atau 3) jenis . . . 3) jenis pecahan Uang dalam rencana penyetoran ULE harus sesuai dengan jenis pecahan Uang dalam informasi Posisi Long yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3.a.3)a) apabila Posisi Long mengalami perubahan pada tahap III; dan/atau 4) jumlah nominal Uang dalam rencana penyetoran ULE tidak dapat melampaui jumlah nominal Uang dalam informasi Posisi Long yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan angka 3). h. Dalam hal Bank dapat menyetorkan ULE ke Bank Indonesia maka Bank harus melakukan pemilahan dan penyortiran atas ULE yang akan disetorkan dengan tata cara sebagaimana dimaksud pada butir 3.e dan mengemas ULE yang akan disetorkan tersebut dengan tata cara pengemasan sebagai berikut : 1) Pengemasan UK a) UK yang telah dipilah dan disortir, dalam jumlah 5 (lima) brood dengan pecahan dan tahun emisi yang sama dimasukkan dalam kantong plastik transparan, diberikan segel dan label Bank; b) Label Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a), terdapat informasi nama Bank, tanggal pengolahan UK, kode ULE, jenis pecahan, tahun emisi, jumlah nominal dan tanda tangan petugas Bank dan/atau Pihak Lain; c) Setiap 2 (dua) kantong plastik transparan sebagaimana dimaksud pada huruf a) dimasukkan dalam kantong plastik transparan, diberikan segel dan label Bank; d) Label . . . d) Label Bank pada kantong plastik transparan sebagaimana dimaksud pada huruf c) terdapat informasi nama Bank, tanggal penyetoran UK, kode ULE, jenis pecahan, tahun emisi, jumlah nominal dan tanda tangan petugas Bank dan/atau Pihak Lain. 2) Pengemasan UL sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud pada butir 3.f.2), dengan kode ULE pada label Bank. 5. Bank dalam melakukan penyetoran UTLE sebagaimana dimaksud pada angka 3 atau ULE sebagaimana dimaksud pada angka 4 ke Bank Indonesia harus memenuhi jumlah minimal tertentu sebagai berikut : a. UK minimal dalam jumlah kelipatan 1 (satu) brood; b. UL minimal dalam jumlah kelipatan 1 (satu) kantong plastik transparan. 6. Bank Indonesia menghitung Uang yang disetorkan oleh Bank secara garis besar (per pak dan/atau brood) untuk UK dan secara garis besar (per kantong plastik) untuk UL di loket setoran Bank Indonesia. 7. Bank Indonesia dapat melakukan penghitungan secara rinci dengan prosentase tertentu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia atas Uang yang disetorkan oleh Bank di loket setoran Bank Indonesia. 8. Dalam hal ditemukan selisih kurang atau selisih lebih pada waktu dilakukan penghitungan secara garis besar sebagaimana dimaksud pada angka 6 atau ditemukan selisih kurang atau selisih lebih pada waktu dilakukan penghitungan secara rinci sebagaimana dimaksud pada angka 7 maka Bank Indonesia dapat menolak Penyetoran Uang untuk jenis pecahan dan tahun emisi yang ditemukan selisih kurang atau selisih lebih tersebut dan dibuatkan Berita Acara Penolakan Setoran Uang. 9. Bank . . . 9. Bank Indonesia melakukan penghitungan ulang secara rinci atas Uang yang disetorkan oleh Bank, yang dapat disaksikan oleh petugas Bank dan/atau Pihak Lain atas undangan Bank Indonesia atau atas permintaan petugas Bank dan/atau Pihak Lain dengan mengajukan surat permintaan terlebih dahulu dan disetujui oleh Bank Indonesia. 10. Petugas Bank dan/atau Pihak Lain yang akan menyaksikan penghitungan ulang secara rinci atas Uang setoran sebagaimana dimaksud pada angka 9, harus memenuhi ketentuan tata tertib di area kas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal petugas Bank dan/atau Pihak Lain tidak memenuhi ketentuan tata tertib di area kas, maka Bank Indonesia menolak petugas Bank dan/atau Pihak Lain tersebut untuk menyaksikan penghitungan ulang secara rinci dimaksud. 11. Bank Indonesia akan memperhitungkan pada rekening giro Bank, apabila dalam penghitungan ulang secara rinci atas Uang yang disetorkan oleh Bank sebagaimana dimaksud pada angka 9, ditemukan selisih kurang atau selisih lebih. 12. Bank selama berada di dalam lingkungan perkantoran Bank Indonesia tidak diperkenankan untuk melakukan pengumpulan Uang yang akan disetorkan ke Bank Indonesia. IV. KEGIATAN PENARIKAN UANG 1. Bank harus menyampaikan rencana Penarikan Uang ke Bank Indonesia paling lambat pukul 16.00 waktu setempat pada 1 (satu) Hari Kerja sebelum Penarikan Uang dilakukan, melalui faksimili atau sistem informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal faksimili atau sistem informasi mengalami kerusakan maka rencana Penarikan Uang dapat disampaikan melalui sarana lain yang dapat digunakan. . . digunakan. Format rencana Penarikan Uang sebagaimana contoh yang tercantum pada Lampiran 2. 2. Jenis pecahan dan jumlah nominal Uang yang akan ditarik dalam rencana Penarikan Uang ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 harus sesuai dengan jenis pecahan Uang dan/atau tidak dapat melampaui jumlah nominal Uang yang tercantum dalam informasi Posisi Short yang disampaikan Bank dengan pengaturan sebagai berikut : a. jenis pecahan Uang dalam rencana Penarikan Uang harus sesuai dengan jenis pecahan Uang dalam informasi Posisi Short yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3.a.1)a) apabila tidak ada perubahan Posisi Short pada tahap II dan tahap III; atau b. jenis pecahan Uang dalam rencana Penarikan Uang harus sesuai dengan jenis pecahan Uang dalam laporan Posisi Short yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3.a.2)a) apabila Posisi Short hanya mengalami perubahan pada tahap II; atau c. jenis pecahan Uang dalam rencana Penarikan Uang harus sesuai dengan jenis pecahan Uang dalam informasi Posisi Short yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3.a.3)a) apabila Posisi Short mengalami perubahan pada tahap III; dan/atau d. jumlah nominal Uang dalam rencana Penarikan Uang tidak dapat melampaui jumlah nominal Uang dalam informasi Posisi Short yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf c. 3. Bank. . . 3. Bank Indonesia menentukan komposisi, jenis pecahan dan/atau tahun emisi Uang yang akan ditarik oleh Bank dengan mempertimbangkan persediaan Uang yang ada. 4. Dalam hal terdapat penetapan Bank Indonesia bahwa Bank dapat melakukan penyetoran ULE ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.c maka Bank Indonesia dapat melakukan pembayaran ULE hasil setoran dari Bank tanpa melalui proses hitung ulang secara rinci oleh Bank Indonesia kepada Bank yang sama atau berbeda dalam 1 (satu) wilayah kerja Bank Indonesia, dengan kemasan Uang yang masih utuh dan tersegel serta masih terdapat label Bank penyetor. 5. Dalam hal Bank Indonesia akan membayarkan ULE hasil setoran dari Bank sebagaimana dimaksud pada angka 4 kepada Bank yang berbeda maka Bank Indonesia menyampaikan informasi tertulis kepada Bank penyetor mengenai pembayaran ULE hasil setorannya dimaksud. 6. Dalam hal terdapat penetapan Bank Indonesia bahwa Bank dapat melakukan penyetoran ULE ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.c, maka seluruh Bank di wilayah kerja Bank Indonesia setempat tidak dapat melakukan Penarikan Uang dengan jenis pecahan dan tahun emisi tertentu yang sebelumnya disetorkan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.c selama 3 (tiga) Hari Kerja terhitung setelah batas waktu Bank dapat menyetorkan ULE pecahan tertentu sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.c. 7. Bank dalam melakukan Penarikan Uang dari Bank Indonesia harus memenuhi jumlah minimal tertentu sebagai berikut : a. UK minimal dalam kelipatan 1 (satu) brood; b. UL minimal dalam kelipatan 1 (satu) kantong plastik atau dos. 8. Bank. . . 8. Bank dapat melakukan verifikasi atas kebenaran jumlah Uang yang ditarik dari Bank Indonesia sebelum Uang tersebut dibawa keluar dari loket bayaran Bank Indonesia. 9. Pengaturan verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 8 dikecualikan untuk ULE hasil setoran dari Bank tanpa melalui proses hitung ulang secara rinci yang dibayarkan oleh Bank Indonesia kepada Bank yang sama atau berbeda, dengan kemasan Uang yang masih utuh dan tersegel serta masih terdapat label Bank penyetor sebagaimana dimaksud pada angka 4. 10. Bank tidak dapat melakukan klaim atas kekurangan jumlah Uang yang diterima dari Bank Indonesia, setelah Uang tersebut dibawa keluar dari loket bayaran Bank Indonesia. 11. Bank selama berada di dalam lingkungan perkantoran Bank Indonesia tidak diperkenankan untuk melakukan pembagian Uang yang telah ditarik dari Bank Indonesia. V. TRANSAKSI UANG KARTAL ANTAR BANK TUKAB adalah kegiatan antar bank yang meliputi kegiatan permintaan, penawaran dan penukaran ULE dalam rangka Bank memenuhi kebutuhan jumlah nominal dan/atau jenis pecahan Uang. 1. Bank harus melakukan TUKAB sepanjang masih tersedia ULE di Bank lain dalam jumlah nominal dan jenis pecahan yang sesuai di dalam wilayah kerja Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia dapat tidak memberikan layanan Penarikan Uang untuk pecahan tertentu kepada Bank apabila menurut pemantauan Bank Indonesia melalui sistem informasi masih terdapat Bank lain yang memiliki ULE dengan jumlah nominal dan pecahan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan Bank. 3. Tata. . . 3. Tata cara pelaksanaan TUKAB berpedoman pada kesepakatan tertulis antar Bank (By Laws) TUKAB yang berlaku. 4. Dalam hal Bank melakukan TUKAB maka bagi Bank yang menerima ULE dari Bank lainnya harus melakukan pembukuan melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS) dengan menggunakan kode Transaction Reference Number (TRN) yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mencantumkan tempat dilakukannya transaksi sesuai dengan wilayah kerja Bank Indonesia. 5. Dalam hal TUKAB berupa penukaran Uang antar Bank, Bank tidak perlu melakukan pembukuan melalui sistem BI RTGS sebagaimana dimaksud pada angka 4. 6. Dalam hal Bank yang menerima pembayaran ULE hasil setoran dari Bank yang berbeda sebagaimana dimaksud dalam butir IV.4 menemukan selisih kurang atau selisih lebih pada waktu dilakukan penghitungan rinci maka penyelesaian selisih kurang atau selisih lebih berpedoman pada By Laws TUKAB yang berlaku. VI. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN INFORMASI TERKAIT KEGIATAN PENYETORAN DAN PENARIKAN UANG 1. Laporan Proyeksi Mingguan Rencana Penyetoran dan Penarikan Uang a. Bank harus menyampaikan laporan proyeksi mingguan rencana Penyetoran Uang dan Penarikan Uang yang mencantumkan jumlah nominal untuk masing-masing jenis pecahan Uang secara benar melalui faksimili dan/atau sistem informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) Hari Kerja sebelum dimulainya minggu proyeksi dimaksud. Format laporan proyeksi mingguan. . . mingguan rencana Penyetoran Uang dan Penarikan Uang, dan tata cara pengisian laporan sebagaimana contoh yang tercantum pada Lampiran 3. c. Deviasi dari laporan proyeksi mingguan rencana Penyetoran Uang dan Penarikan Uang sebagaimana dimaksud pada huruf a terhadap realisasi jumlah nominal dan setiap pecahan yang disetorkan dan ditarik, ditetapkan maksimal sebesar 20% (dua puluh per seratus). d. Dalam hal laporan proyeksi mingguan rencana Penyetoran Uang dan Penarikan Uang melampaui deviasi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf c maka Bank dianggap tidak menyampaikan laporan proyeksi mingguan secara benar. e. Dalam hal terjadi kondisi tertentu maka pengaturan batasan deviasi sebagaimana dimaksud pada huruf c dapat dikecualikan dengan disertai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh Bank dan disetujui oleh Bank Indonesia, seperti Bank yang karena melakukan TUKAB dapat mempengaruhi jumlah deviasi laporan proyeksi mingguan, atau adanya penetapan Bank Indonesia bahwa Bank dapat menyetorkan ULE ke Bank Indonesia. 2. Dalam hal sarana faksimili atau sistem informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam penyampaian laporan proyeksi mingguan sebagaimana dimaksud pada angka 1 mengalami kerusakan, maka penyampaian laporan proyeksi mingguan dimaksud dapat disampaikan melalui sarana tertulis lain yang dapat digunakan. 3. Informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square a. Bank harus menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square kepada Bank Indonesia dalam jumlah nominal. . . nominal untuk masing-masing pecahan pada setiap Hari Kerja secara benar, lengkap dan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan melalui sistem informasi yang disediakan oleh Bank Indonesia, dalam 3 (tiga) tahap : 1) Tahap I a) Bank harus menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square untuk masing- masing pecahan dimulai sejak jam kerja di Bank Indonesia sampai dengan paling lambat pukul 09.00 waktu setempat; b) Setelah Bank menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square sebagaimana dimaksud pada huruf a), Bank Indonesia melakukan klarifikasi data sepanjang diperlukan dan melakukan rekapitulasi atas Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square dalam jumlah nominal untuk masing- masing pecahan yang diterima, dan menyampaikan hasil rekapitulasinya kepada Bank melalui sistem informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat pukul 09.30 waktu setempat; c) Hasil rekapitulasi informasi Posisi Long dan/atau Posisi Short Bank sebagaimana dimaksud pada huruf b) menunjukan kondisi likuiditas ULE dari Bank di wilayah kerja Bank Indonesia, baik itu Posisi Net Long maupun Posisi Net Short. 2) Tahap II a) Bank harus menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square dalam jumlah nominal. . . nominal untuk masing-masing pecahan sepanjang mengalami perubahan pada tahap sebelumnya; b) Penyampaian informasi perubahan posisi sebagaimana dimaksud pada huruf a) kepada Bank Indonesia dilakukan pada periode setelah berakhirnya tahap I (pukul 09.00 sampai dengan paling lambat pukul 12.00 waktu setempat); c) Setelah Bank menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square sebagaimana dimaksud pada huruf a), Bank Indonesia melakukan klarifikasi data sepanjang diperlukan dan melakukan rekapitulasi atas perubahan posisi dimaksud, serta menyampaikan hasil rekapitulasinya (baik Bank yang menyampaikan informasi posisi pada tahap I maupun Bank yang menyampaikan informasi perubahan posisi pada tahap II) kepada Bank melalui sistem informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat pukul 13.30 waktu setempat; d) Hasil rekapitulasi informasi Posisi Long dan Posisi Short Bank sebagaimana dimaksud pada huruf c) menunjukan kondisi likuiditas ULE dari Bank di wilayah kerja Bank Indonesia, baik itu Posisi Net Long maupun Posisi Net Short. 3) Tahap III a) Bank harus menyampaikan informasi kepada Bank Indonesia mengenai Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square dalam jumlah nominal untuk masing- masing. . . masing pecahan, sepanjang mengalami perubahan pada tahap sebelumnya; b) Penyampaian informasi perubahan posisi sebagaimana dimaksud pada huruf a) kepada Bank Indonesia dilakukan pada periode setelah berakhirnya tahap II (pukul 12.00 sampai dengan paling lambat pukul 15.30 waktu setempat); c) Setelah Bank menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square sebagaimana dimaksud pada huruf a), Bank Indonesia melakukan klarifikasi data sepanjang diperlukan dan melakukan rekapitulasi atas perubahan posisi dimaksud, serta menyampaikan hasil rekapitulasinya (baik Bank yang menyampaikan informasi posisi pada tahap I maupun Bank yang menyampaikan informasi perubahan posisi pada tahap II dan tahap III) kepada Bank melalui sistem informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat pukul 16.15 waktu setempat; d) Hasil rekapitulasi informasi Posisi Long dan Posisi Short Bank sebagaimana dimaksud pada huruf c) menunjukan kondisi likuiditas ULE dari Bank di wilayah kerja Bank Indonesia, baik itu Posisi Net Long maupun Posisi Net Short; e) Kondisi Posisi Net Long atau Posisi Net Short Bank pada tahap ini dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Bank Indonesia dalam rangka menetapkan kebijakan Penarikan ULE dan penyetoran ULE ke Bank Indonesia. b. Dalam. . . b. Dalam hal sistem informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam penyampaian informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square sebagaimana dimaksud pada huruf a mengalami kerusakan maka penyampaian informasi dapat disampaikan melalui faksimili atau sarana tertulis lain yang dapat digunakan. VII. PENGAWASAN DAN PEMBINAAN ATAS KEGIATAN OPERASIONAL KAS BANK 1. Bank Indonesia melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Bank yang melakukan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang kepada Bank Indonesia. 2. Pengawasan atas kegiatan operasional kas meliputi antara lain kegiatan Penyetoran Uang ke dan/atau Penarikan Uang dari Bank Indonesia, posisi kas, TUKAB dan sarana operasional kas yang digunakan oleh Bank. 3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Bank Indonesia dapat memberikan pembinaan kepada Bank berupa teguran tertulis dalam hal : 1) Bank melakukan pengumpulan Uang yang akan disetorkan ke Bank Indonesia di lingkungan perkantoran Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.12; 2) Bank melakukan pembagian Uang yang telah ditarik dari Bank Indonesia di lingkungan perkantoran Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir IV.11; 3) Bank tidak menggunakan kode TRN yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam kegiatan TUKAB sebagaimana dimaksud dalam butir V.4; 4) Bank. . . 4) Bank tidak menyampaikan laporan proyeksi mingguan, menyampaikan laporan proyeksi mingguan secara tidak benar atau terlambat menyampaikan laporan proyeksi mingguan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.1; 5) Bank tidak menyampaikan informasi, menyampaikan informasi secara tidak benar atau terlambat menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square maupun perubahannya (apabila ada perubahan posisi) sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3. b. Bank Indonesia dapat memberikan pembinaan kepada Bank berupa penolakan kegiatan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang dalam hal : 1) Petugas Bank atau Pihak Lain tidak dapat memperlihatkan tanda pengenal dan surat tugas atau surat penunjukan sebagaimana dimaksud dalam butir II.7; 2) Bank melakukan kegiatan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang di luar batas waktu layanan kas di Bank Indonesia yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir II.9 dan butir II.10; 3) Bank melakukan kegiatan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang lebih dari 1 (satu) kali dalam 1 (satu) Hari Kerja sebagaimana dimaksud dalam butir II.12, maka Bank Indonesia melakukan penolakan terhadap Penyetoran Uang atau Penarikan Uang yang kedua; 4) Bank tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan rencana Penyetoran Uang dalam batas waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir III.1; 5) Bank. . . 5) Bank melakukan penyetoran UTLE berupa Uang Cacat, Uang Rusak atau Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran (dalam hal jumlah Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran kurang dari 1 (satu) brood) sebagaimana dimaksud dalam butir III.3.b dan butir III.3.c; 6) Bank melakukan penyetoran UTLE berupa Uang Lusuh yang dicampur dengan ULE ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.3.d; 7) Bank tidak melakukan pemilahan dan penyortiran atas Uang yang akan disetorkan ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.3.e; 8) Bank tidak melakukan pengemasan atas UTLE yang akan disetorkan ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.3.f; 9) Bank melakukan penyetoran ULE di luar kebijakan Bank Indonesia bahwa Bank dapat menyetorkan ULE sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.c; 10) Bank menyampaikan rencana Penyetoran Uang yang tidak sesuai dengan jenis pecahan Uang dan/atau melampaui jumlah nominal Uang sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.f, maka Bank Indonesia melakukan penolakan Penyetoran Uang sebagai berikut : a) Bank Indonesia melakukan penolakan Penyetoran Uang untuk jenis pecahan yang berbeda sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.g.1) sampai dengan butir III.4.g.3); b) Bank. . . b) Bank Indonesia melakukan penolakan Penyetoran Uang untuk kelebihan jumlah nominal Uang sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.g.4). 11) Bank tidak melakukan pemilahan dan penyortiran dan/atau pengemasan atas ULE yang akan disetorkan ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.h; 12) Bank melakukan penyetoran ULE atau UTLE ke Bank Indonesia tidak sesuai dengan jumlah minimal Uang yang dapat disetorkan sebagaimana dimaksud dalam butir III.5; 13) Bank Indonesia menemukan selisih kurang atau selisih lebih (dalam pak/brood untuk UK atau kantong untuk UL) pada waktu dilakukan hitung secara garis besar, atau selisih kurang atau selisih lebih (dalam lembar untuk UK atau keping untuk UL) pada waktu dilakukan hitung rinci prosentase tertentu sebagaimana dimaksud dalam butir III.8, maka Bank Indonesia melakukan penolakan terhadap jenis pecahan dan tahun emisi yang ditemukan selisih dimaksud; 14) Bank tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan rencana Penarikan Uang dalam batas waktu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.1; 15) Bank menyampaikan rencana Penarikan Uang yang tidak sesuai dengan jenis pecahan Uang dan/atau melampaui jumlah nominal Uang sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2, maka Bank Indonesia melakukan penolakan Penarikan Uang sebagai berikut : a) Bank Indonesia melakukan penolakan Penarikan Uang untuk jenis pecahan yang berbeda sebagaimana dimaksud. . . dimaksud dalam butir IV.2.a sampai dengan butir IV.2.c; b) Bank Indonesia melakukan penolakan Penarikan Uang untuk kelebihan jumlah nominal Uang sebagaimana dimaksud dalam butir IV.2.d. 16) Bank melakukan Penarikan Uang selama jangka waktu penetapan Bank Indonesia bahwa Bank dapat menyetorkan ULE ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir IV.6; 17) Bank melakukan penarikan ULE ke Bank Indonesia tidak sesuai dengan jumlah minimal Uang yang dapat ditarik sebagaimana dimaksud dalam butir IV.7. VIII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 30 Juni 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDI SISWANTO DIREKTUR PENGEDARAN UANG
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/37/DPU|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 27 Desember 2007 </set_date> <effective_date> 30 Juni 2008 </effective_date> <related_reg> '9/10/PBI/2007', '6/14/PBI/2004' </related_reg>
No. 6/37/DPNP Jakarta, 10 September 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penilaian dan Pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang ----------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4191) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4324), yang untuk selanjutnya disebut dengan UU TPPU, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4107) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tanggal 17 Oktober 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Nomor … Nomor 4325), yang untuk selanjutnya disebut dengan PBI KYC, serta Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Indonesia Tahun 2004 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4382), maka dalam rangka memastikan kepatuhan Bank Umum terhadap kewajiban penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait dengan UU TPPU, Bank Indonesia memandang perlu untuk melakukan penilaian atas penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait dengan UU TPPU serta mengenakan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan Bank Umum, dengan ketentuan sebagai berikut: I. TUJUAN DAN CARA PENILAIAN 1. Penilaian atas penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait dengan UU TPPU (untuk Kesehatan Bank Umum (Lembaran Negara Republik selanjutnya disebut dengan Penerapan KYC dan UU TPPU) dimaksudkan untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai kecukupan dan efektivitas penerapan KYC dan UU TPPU pada setiap Bank Umum. Gambaran menyeluruh mengenai kecukupan dan efektivitas penerapan KYC dan UU TPPU tersebut diperlukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan Bank Umum terhadap ketentuan yang berlaku dan efektivitas penerapannya, serta untuk mengidentifikasi langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. 2. Penilaian oleh Bank Indonesia dilakukan secara kualitatif atas faktor- faktor manajemen risiko penerapan KYC dan UU TPPU dengan pertimbangan bahwa penilaian atas faktor-faktor dimaksud dapat memberikan gambaran menyeluruh atas penerapan KYC dan UU TPPU oleh Bank Umum yang bersangkutan. 3. Penilaian dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia. II. CAKUPAN … II. CAKUPAN DAN KRITERIA PENILAIAN 1. Penilaian atas penerapan KYC dan UU TPPU pada Bank Umum mencakup 5 (lima) faktor manajemen risiko penerapan KYC dan UU TPPU, yakni : a. Pengawasan Aktif oleh Pengurus; b. Kebijakan dan Prosedur; c. Pengendalian Intern dan Fungsi Audit Intern; d. Sistem Informasi Manajemen; dan e. Sumber Daya Manusia dan Pelatihan. 2. Kriteria penilaian terhadap masing-masing faktor tersebut adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini. 3. Hasil penilaian diberikan terhadap masing-masing faktor tersebut berupa nilai 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) sesuai dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 4. Berdasarkan hasil penilaian atas masing-masing faktor tersebut, secara kualitatif ditetapkan hasil akhir penilaian penerapan KYC dan UU TPPU yang dituangkan dalam predikat penilaian berupa nilai 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) sebagai berikut : a. Nilai 1 (satu), mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU TPPU tergolong Sangat Baik, karena penerapannya dinilai sangat memadai dan sangat efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi tunai kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK); b. Nilai 2 (dua), mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU TPPU tergolong Baik, karena penerapannya dinilai telah memadai dan … dan efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK; c. Nilai 3 (tiga), mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU TPPU tergolong Cukup Baik, karena penerapannya dinilai cukup memadai dan cukup efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK, walaupun masih terdapat kelemahan-kelemahan cukup signifikan; d. Nilai 4 (empat), mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU TPPU tergolong Kurang Baik, karena penerapannya dinilai kurang memadai dan kurang efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK dan masih terdapat diperbaiki; kelemahan-kelemahan signifikan yang harus e. Nilai 5 (lima), mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU TPPU tergolong Tidak Baik, karena penerapannya dinilai tidak memadai dan tidak efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK. III. TINDAK … III. TINDAK LANJUT HASIL PENILAIAN 1. Hasil penilaian penerapan KYC dan UU TPPU diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan Bank Umum melalui faktor manajemen. 2. Dalam hal hasil penilaian penerapan KYC dan UU TPPU adalah 5 (lima) maka selain diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan Bank Umum melalui faktor manajemen sebagaimana dimaksud dalam angka 1, juga dikaitkan dengan pengenaan sanksi administratif berupa penurunan tingkat kesehatan Bank Umum dan pemberhentian pengurus Bank Umum melalui mekanisme penilaian kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sebagaimana diatur dalam angka IV.2.b) dan d). 3. Hasil penilaian penerapan KYC dan UU TPPU ditatausahakan tersendiri oleh Bank Indonesia secara terpisah dari hasil penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. IV. PENGENAAN SANKSI 1. Sesuai Pasal 18 ayat (1) dan ayat (1a) PBI KYC, Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran Pasal 13 huruf b dan huruf c dan Pasal 14 ayat (1) PBI KYC sebagai berikut : a) Kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari keterlambatan dan setinggi-tingginya Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dikenakan dalam hal : 1) Bank Umum terlambat menyampaikan Pedoman Prinsip Mengenal Nasabah dan atau perubahannya kepada Bank Indonesia; 2) Bank Umum terlambat menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK. b) Kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dikenakan dalam hal: 1) Bank … 1) Bank Umum tidak menyampaikan Pedoman Prinsip Mengenal Nasabah dan atau perubahannya kepada Bank Indonesia; 2) Bank Umum tidak menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan kepada PPATK. Pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi Bank Umum yang terlambat menyampaikan atau tidak menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan tersebut dilakukan setelah Bank Indonesia memperoleh pemberitahuan dan atau konfirmasi dari PPATK. 2. Sesuai Pasal 18 ayat (2) PBI KYC, Bank Indonesia mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 huruf a, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g, dan Pasal 16 PBI KYC sebagai berikut : a) Teguran Tertulis Teguran tertulis dikenakan dalam hal Bank Umum melakukan pelanggaran atas satu atau lebih ketentuan dalam pasal-pasal PBI tersebut di atas. b) Penurunan Tingkat Kesehatan Bank Umum Penurunan tingkat kesehatan Bank Umum menjadi satu tingkat lebih rendah dikenakan dalam hal Bank Umum melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam pasal-pasal PBI KYC tersebut di atas dan hasil akhir penilaian atas penerapan KYC dan UU TPPU adalah nilai 5 (lima) sebagaimana dimaksud dalam angka II. 4.e. Yang dimaksud dengan tingkat kesehatan Bank Umum adalah: 1) Peringkat Komposit (PK) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang Sistem … Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, untuk Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional; 2) Predikat Tingkat Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/11/KEP/DIR tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/277/KEP/DIR, untuk Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah. Penurunan tingkat kesehatan Bank Umum tersebut berlaku sampai dengan dilakukannya perbaikan-perbaikan oleh Bank Umum yang disertai dengan bukti-bukti perbaikan yang diyakini kebenarannya oleh Bank Indonesia. c) Pembekuan Kegiatan Usaha Tertentu Pembekuan kegiatan usaha tertentu dilakukan terhadap kegiatan usaha yang menurut penilaian Bank Indonesia merupakan kegiatan usaha berisiko tinggi dalam hal pencucian uang namun Bank Umum tidak menerapkan prinsip mengenal nasabah secara memadai atas kegiatan tersebut sehingga berpotensi atau patut diduga digunakan sebagai sarana pencucian uang. d) Pemberhentian Pengurus Bank Umum Pemberhentian pengurus Bank Umum melalui mekanisme penilaian kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) dilakukan dalam hal: 1) Pengurus Bank Umum tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Umum terhadap ketentuan KYC dan hasil akhir penilaian penerapan KYC dan UU TPPU adalah 5 (lima), atau 2) Pengurus … 2) Pengurus Bank Umum terlibat dalam tindak pidana pencucian uang. V. PENUTUP Ketentuan bahwa hasil penilaian penerapan KYC dan UU TPPU diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam angka III.1., mulai berlaku dalam penilaian tingkat kesehatan Bank Umum sejak posisi bulan Desember 2004. Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 10 September 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Ttd. Maman H. Somantri Deputi Gubernur
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/37/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Penilaian dan Pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang </reg_title> <set_date> 10 September 2004 </set_date> <effective_date> 10 September 2004 </effective_date> <related_reg> '3/10/PBI/2001', '15/UU/2002', '6/10/PBI/2004', '5/21/PBI/2003', '25/UU/2003' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No. 9/ 33 /DPNP Jakarta, 18 Desember 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/13/PBI/2007 tanggal 1 November 2007 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4773) antara lain diatur bahwa Bank secara individual dan/atau secara konsolidasi yang memenuhi kriteria tertentu wajib memperhitungkan Risiko Pasar dalam perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dengan menggunakan Metode Standar. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan penggunaan Metode Standar dalam perhitungan KPMM Bank Umum dengan memperhitungkan Risiko Pasar dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. PENGGUNAAN … I. PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN KPMM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR 1. PERHITUNGAN RISIKO PASAR Perhitungan Risiko Pasar mencakup perhitungan Risiko Suku Bunga dan Risiko Nilai Tukar termasuk risiko perubahan harga option. Bank yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/13/PBI/2007 tanggal 1 November 2007 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar, wajib memperhitungkan Risiko Pasar. Selain itu, bagi Bank yang memenuhi kriteria tertentu dan memiliki Perusahaan Anak yang terekspos Risiko Ekuitas dan/atau Risiko Komoditas, selain memperhitungkan Risiko Suku Bunga dan Risiko Nilai Tukar, perhitungan Risiko Pasar juga memperhitungkan Risiko Ekuitas dan/atau Risiko Komoditas. a. Perhitungan Risiko Suku Bunga 1) Perhitungan Risiko Suku Bunga dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan dalam Trading Book yang terekspos Risiko Suku Bunga. 2) Perhitungan Risiko Suku Bunga meliputi Perhitungan Risiko Spesifik dan Risiko Umum. b. Perhitungan Risiko Nilai Tukar 1) Perhitungan Risiko Nilai Tukar dilakukan terhadap posisi valuta asing dalam Trading Book dan Banking Book yang terekspos Risiko Nilai Tukar. 2) Dalam … 2) Dalam perhitungan Risiko Nilai Tukar tersebut, Bank dapat mengecualikan posisi struktural sepanjang memenuhi seluruh persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai posisi devisa neto. c. Perhitungan Risiko Ekuitas 1) Perhitungan Risiko Ekuitas bagi Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan dalam Trading Book yang terekspos Risiko Ekuitas. 2) Perhitungan Risiko Ekuitas meliputi Perhitungan Risiko Spesifik dan Risiko Umum. d. Perhitungan Risiko Komoditas Perhitungan Risiko Komoditas bagi Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak dilakukan terhadap posisi instrumen keuangan dalam Trading Book dan Banking Book yang terekspos Risiko Komoditas. II. TATA CARA PERHITUNGAN BEBAN MODAL Tata cara perhitungan beban modal untuk Risiko Suku Bunga, Risiko Nilai Tukar, Risiko Ekuitas, dan/atau Risiko Komoditas berpedoman pada Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. TATA CARA PELAPORAN 1. Penyampaian laporan yang terkait dengan penggunaan Metode Standar dalam perhitungan KPMM Bank Umum dengan memperhitungkan Risiko Pasar dilakukan secara bulanan dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan berkala bank umum. 2. Laporan … 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disusun sesuai format dan tata cara yang terdapat dalam Lampiran 2 dan Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia ini. IV. LAIN-LAIN Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3 dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. V. PENUTUP 1. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka pengaturan mengenai perhitungan KPMM secara konsolidasi dengan memperhitungkan Risiko Pasar dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27DPNP tanggal 27 November 2006 tentang Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak disesuaikan dengan pengaturan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini sejak tanggal 1 Juli 2008. 2. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/23/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang Pedoman Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Perhitungan Risiko Pasar dan Pedoman Perhitungan Posisi Devisa Neto dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak tanggal 1 Juli 2008. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2008. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DIREKTUR DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/33/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar </reg_title> <set_date> 18 Desember 2007 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2008 </effective_date> <replaced_reg> '5/23/DPNP|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> '9/13/PBI/2007' </related_reg>
No. 17/44/DPM Jakarta, 16 November 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5567) dan dalam rangka upaya penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter Syariah, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah melalui lelang dalam rangka operasi pasar terbuka syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang mengenai perbankan syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan syariah. 4. Perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing yang selanjutnya disebut Pialang adalah perusahaan yang didirikan khusus … 2 khusus untuk melakukan kegiatan jasa perantara bagi kepentingan nasabahnya di bidang pasar uang Rupiah dan valuta asing dengan memperoleh imbalan atas jasanya. 5. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. 6. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 7. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi pasar terbuka. 8. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 9. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 10. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi … 3 transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika. 11. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank Indonesia. 12. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik Bank pada BI- SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga, transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau transaksi pasar keuangan. 13. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka penatausahaan. 14. Setelmen Dana adalah adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan Rekening Giro di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka penatausahaan. 15. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan. 16. Financing to Deposit Ratio yang selanjutnya disingkat FDR adalah rasio pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain, terhadap dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, deposito dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk antar bank. 17. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. II. KARAKTERISTIK … 4 II. KARAKTERISTIK SBIS SBIS memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Transaksi penerbitan SBIS merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk absorpsi likuiditas perbankan syariah dalam rangka OMS. 2. SBIS memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 3. Jangka waktu SBIS paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari kalendar dan dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu. Contoh perhitungan jangka waktu SBIS sebagaimana tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. SBIS diterbitkan dan ditransaksikan di Sistem BI-ETP. 5. SBIS diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di BI-SSSS. 6. SBIS dapat diagunkan kepada Bank Indonesia. 7. SBIS tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. 8. SBIS dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SBIS jatuh waktu. 9. Bank mengajukan penawaran pembelian SBIS kepada Bank Indonesia. 10. Persyaratan Bank yang dapat mengajukan penawaran sebagaimana dimaksud dalam angka 9 adalah sebagai berikut: a. memiliki FDR paling kurang 80% (delapan puluh per seratus) berdasarkan perhitungan Otoritas Jasa Keuangan yang diterima oleh Bank Indonesia; b. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan Sistem BI-RTGS; c. tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; d. harus memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia; dan e. harus memiliki Rekening Surat Berharga pada BI-SSSS. 11. Dalam … 5 11. Dalam hal Bank yang mengajukan penawaran berasal dari perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional dan data FDR Bank tersebut belum tersedia, perhitungan FDR sebagaimana dimaksud dalam butir 10.a menggunakan data Loan to Deposit Ratio (LDR) dari bank umum konvensional sebelum diubah kegiatan usahanya menjadi Bank. 12. Bank mengajukan penawaran SBIS untuk kepentingan diri sendiri. 13. Bank dapat mengajukan penawaran lelang SBIS secara langsung dan/atau melalui Pialang kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. 14. Pialang mengajukan penawaran pembelian SBIS untuk kepentingan Bank. 15. Persyaratan Pialang adalah sebagai berikut: a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP; dan b. tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh otoritas pengawas yang berwenang. III. IMBALAN SBIS 1. Bank Indonesia membayar imbalan atas SBIS milik Bank sebagai berikut: a. pada saat SBIS jatuh waktu; atau b. sebelum jatuh waktu, dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban second leg transaksi repurchase agreement (repo) SBIS sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement Sertifikat Bank Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia. 2. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu kepada tingkat diskonto atau tingkat bunga hasil lelang transaksi OPT dengan jangka waktu yang sama yang ditransaksikan bersamaan dengan penerbitan SBIS dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dalam hal lelang transaksi OPT menggunakan metode fixed rate tender, imbalan SBIS ditetapkan sama dengan tingkat diskonto atau tingkat bunga hasil lelang transaksi OPT. b. Dalam … 6 b. Dalam hal lelang transaksi OPT menggunakan metode variable rate tender, imbalan SBIS ditetapkan sama dengan rata-rata tertimbang tingkat diskonto atau tingkat bunga hasil lelang transaksi OPT. 3. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang transaksi OPT dengan jangka waktu yang sama, tingkat imbalan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 mengacu kepada data terkini antara tingkat imbalan SBIS, tingkat diskonto, atau tingkat bunga transaksi OPT dengan jangka waktu yang sama. 4. Perhitungan imbalan SBIS dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: IV. PENGAJUAN PENAWARAN LELANG SBIS 1. Lelang SBIS dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia. 2. Window time lelang SBIS dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 3. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBIS paling lambat sebelum pelaksanaan lelang SBIS melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Pengumuman rencana lelang SBIS memuat antara lain: a. sarana transaksi; b. window time; c. d. e. jangka waktu; tanggal lelang; dan/atau tanggal dan waktu setelmen. 5. Pada … 7 5. Pada waktu pelaksanaan lelang SBIS yang ditetapkan, Bank secara langsung dan/atau melalui Pialang mengajukan penawaran pembelian SBIS kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. 6. Pengajuan penawaran pembelian SBIS sebagaimana dimaksud dalam angka 4 adalah penawaran nilai nominal menurut jangka waktu SBIS yang diterbitkan. 7. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Bank dan Pialang paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 8. Bank dan Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian SBIS yang diajukan. 9. Bank dan Pialang dilarang membatalkan penawaran pembelian SBIS yang telah diajukan. V. PENETAPAN PEMENANG LELANG SBIS 1. Bank Indonesia menetapkan pemenang lelang SBIS sebagai berikut: a. penawaran nilai nominal yang diajukan Bank dimenangkan seluruhnya; b. dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional sesuai perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SBIS sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang SBIS. VI. PENGUMUMAN PEMENANG LELANG Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SBIS setelah window time SBIS ditutup sebagai berikut: 1. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI- ETP, antara lain berupa nilai nominal dan tingkat imbalan; dan 2. secara … 8 2. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal seluruh penawaran yang dimenangkan dan tingkat imbalan. VII. SETELMEN HASIL LELANG DAN PELUNASAN SBIS 1. Setelmen Hasil Lelang SBIS a. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SBIS paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang SBIS. b. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang SBIS. c. Setelmen hasi l lelang SBIS dilakukan secara transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP. d. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana hasil lelang SBIS dengan mendebet Rekening Giro Rupiah dan Setelmen Surat Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga, masing-masing sebesar nilai nominal SBIS. e. Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf d sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS, sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SBIS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lelang SBIS. f. Atas batalnya transaksi lelang SBIS sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. g. Dalam hal pada lelang yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi SBIS, dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 2. Setelmen Pelunasan SBIS a. Pada tanggal jatuh waktu SBIS, BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen pelunasan sejak Sistem BI-RTGS dibuka … 9 dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS. b. Pelunasan SBIS sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan berdasarkan kepemilikan SBIS yang tercatat dalam BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal SBIS jatuh waktu. c. Pelunasan SBIS sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan cara: 1) mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank sebesar nilai nominal SBIS dan imbalan dalam rangka Setelmen Dana; dan 2) mendebet Rekening Surat Berharga Bank sebesar nilai nominal SBIS jatuh waktu dalam rangka Setelmen Surat Berharga. Contoh perhitungan imbalan tercantum pada Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. d. Dalam hal tanggal SBIS jatuh waktu jatuh pada hari libur maka pelaksanaan setelmen pelunasan SBIS dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan imbalan untuk hari libur dimaksud. VIII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e, Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai transaksi SBIS yang dibatalkan, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap pembatalan. 2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) … 10 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana dimaksud pada butir VII.1.e melalui BI-SSSS. Contoh pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tercantum pada Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. IX. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 Perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang; 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/40/DPM tanggal 17 November 2008 Perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang; 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/25/DPM tanggal 30 Agustus 2010 Perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang; dan 4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/7/DPM tanggal 14 April 2015 Perihal Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 Perihal Tata … 11 Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/44/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah </reg_title> <set_date> 16 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <replaced_reg> '17/7/DPM|SE-BI/2015', '12/25/DPM|SE-BI/2010', '10/40/DPM|SE-BI/2008', '10/16/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
No.12/ 29 /DASP Jakarta, 10 November 2010 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum Sehubungan dengan penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/29/PBI/2008 Tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2008 Tahun 174, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4922) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/13/PBI/2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2010, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5147), perlu untuk mengatur kembali tata cara pemberian fasilitas likuiditas intrahari bagi bank umum sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement. 3. Bank ... 2 3. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System. 4. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SKNBI adalah sistem kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia. 5. Kliring Debet adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia. 6. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI adalah penyediaan pendanaan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam kedudukan Bank sebagai peserta Sistem BI-RTGS dan peserta SKNBI, yang dilakukan dengan cara repurchase agreement (repo) surat berharga yang harus diselesaikan pada hari yang sama dengan hari penggunaan. 7. FLI dalam rangka RTGS yang selanjutnya disebut FLI-RTGS adalah FLI untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi selama jam operasional Sistem BI-RTGS. 8. FLI dalam rangka Kliring yang selanjutnya disebut FLI-Kliring adalah FLI untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi pada saat penyelesaian akhir atas hasil Kliring Debet. 9. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI, adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 10. Surat Utang Negara, yang selanjutnya disebut SUN, adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh ... 3 oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku. 11. Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disebut SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku. 12. Surat Berharga Negara, yang selanjutnya disebut SBN, adalah SUN dan SBSN. 13. Repurchase agreement yang selanjutnya disebut Repo adalah transaksi penjualan surat berharga oleh Bank kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. II. PENYEDIAAN FLI 1. Bank Indonesia menyediakan FLI kepada Bank yang meliputi FLI-RTGS dan/atau FLI-Kliring. 2. Bank dapat menggunakan FLI jika memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki surat berharga yang dapat direpokan kepada Bank Indonesia berupa SBI dan/atau SBN; b. tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan sebagai Bank peserta Sistem BI-RTGS dan/atau penghentian sebagai Bank peserta kliring; dan c. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS. 3. Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 2 dan akan menggunakan FLI harus menyampaikan dokumen sebagai berikut: a. Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana contoh dalam Lampiran-1 sebagai dasar bagi Bank untuk menggunakan FLI sebanyak 2 (dua) eksemplar ... 4 eksemplar sebagai berikut: 1) Satu eksemplar dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani oleh Direksi atau pejabat Bank yang berwenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank; dan 2) Satu eksemplar dibubuhi meterai cukup untuk ditandatangani oleh Bank Indonesia. b. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia : 1) fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatangan perjanjian dilakukan oleh direksi; 2) fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi; 3) fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi untuk mewakili Bank jika penandatanganan perjanjian dilakukan oleh direksi; atau 4) fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada butir 3 dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh direksi. c. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri : 1) fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya yang memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika penandatangan perjanjian dilakukan oleh Chief Executive Officer (CEO); atau 2) fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1) dan ... 5 dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan wewenang untuk menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh CEO; 3) dalam hal penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh CEO, maka surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus memuat hak CEO untuk mengalihkan kewenangannya (hak substitusi). 4) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang berwenang untuk menandatangani perjanjian sebagaimana dimaksud pada butir b dan butir c. 4. Dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3 disampaikan dengan surat pengantar kepada: Bank Indonesia Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) Bagian Penyelenggaraan Setelmen Komplek Perkantoran Bank Indonesia Gedung D, Lantai 3 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 5. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis mengenai persetujuan atau penolakan permohonan FLI kepada Bank paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3 diterima oleh Bank Indonesia secara lengkap dan benar. 6. Dalam hal permohonan FLI disetujui, Bank Indonesia membuka akses bagi Bank untuk menggunakan FLI melalui BI-SSSS. 7. Dalam hal Bank telah memiliki akses FLI sebagaimana dimaksud pada butir 6 dan di kemudian hari Bank yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan FLI maka Bank Indonesia menghentikan akses penggunaan ... 6 penggunaan FLI melalui BI-SSSS. III. TRANSAKSI REPO DALAM RANGKA PENGGUNAAN FLI 1. Dalam rangka menggunakan FLI, Bank melakukan transaksi repo dengan menggunakan surat berharga berupa SBI dan/atau SBN milik Bank yang bersangkutan yang tercatat dalam rekening perdagangan di BI-SSSS. 2. Surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir 1 harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. b. untuk SBN, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja pada saat FLI jatuh waktu. 3. Kriteria, harga, haircut dan perhitungan nilai setelmen untuk surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir 1 tunduk pada ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 4. Pelaksanaan transaksi repo dengan menggunakan SBI dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Transaksi repo dalam rangka FLI-RTGS 1) Bank harus memindahkan SBI dan/atau SBN dari rekening perdagangan ke rekening FLI-RTGS pada BI-SSSS. 2) Pemindahan SBI dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan pada saat Bank membutuhkan FLI-RTGS (self assessment) selama jam operasional BI-RTGS sampai dengan cut off warning sistem BI-RTGS. 3) SBI dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak dapat dipindahkan ke rekening perdagangan selama Bank menggunakan FLI-RTGS. 4) Bank ... untuk SBI, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari kerja pada saat FLI jatuh waktu; dan 7 4) Bank dapat memindahkan kembali SBI dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1) ke rekening perdagangan setelah Bank menyelesaikan FLI-RTGS. b. Transaksi repo dalam rangka FLI-Kliring 1) Bank harus memindahkan SBI dan/atau SBN dari rekening perdagangan ke rekening FLI-Kliring dalam rangka peme- nuhan kewajiban penyediaan pendanaan awal (prefund). 2) Pemindahan SBI dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1) dilakukan pada awal hari sebelum Kliring Debet dimulai sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI). 3) Nilai nominal SBI dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1) yang dipindahkan sesuai dengan kebutuhan untuk memenuhi kewajiban penyediaan pendanaan awal (prefund). 4) Bank dapat memindahkan kembali SBI dan/atau SBN seba- gaimana dimaksud pada butir 1) ke rekening perdagangan sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai SKNBI. 5. Pelaksanaan transaksi repo dengan menggunakan SBI dan/atau SBN dalam rangka FLI dilakukan dengan tata cara seba-gaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai BI-SSSS. IV. PENGGUNAAN FLI 1. Penggunaan FLI-RTGS a. Bank dapat menggunakan FLI-RTGS sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sepanjang Bank telah memindahkan SBI dan/atau SBN ke rekening FLI- RTGS sebagaimana dimaksud pada butir III.4.a. b. Penggunaan FLI-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk: 1) penyelesaian ... 8 1) penyelesaian transaksi keluar (outgoing transaction) sistem BI-RTGS; dan 2) penyelesaian akhir Kliring Debet, sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI. 2. Penggunaan FLI-Kliring Penggunaan FLI-Kliring dilakukan secara otomatis pada saat saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban Bank dalam penyelesaian akhir Kliring Debet sepanjang Bank telah memindahkan surat berharga ke rekening FLI- Kliring sebagaimana dimaksud pada butir III.4.b. 3. Mekanisme penggunaan FLI melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. V. PENYELESAIAN FLI 1. Bank wajib menyelesaikan FLI pada hari penggunaan FLI (T+0) paling lambat sampai dengan pre cut-off time Sistem BI-RTGS. 2. Penyelesaian FLI dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap terdapat transaksi masuk (incoming transaction) ke rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia. 3. Mekanisme penyelesaian FLI melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai BI-SSSS. VI. BIAYA ATAS PENGGUNAAN FLI 1. Bank Indonesia mengenakan biaya atas penggunaan FLI yang dihitung sebagai berikut : Nominal Penggunaan FLI x [t / (10,5 jam x 60 menit)] x i x [1/360] Keterangan: t i = waktu penggunaan FLI = suku bunga rata-rata tertimbang Pasar Uang Antar Bank (PUAB) Rupiah overnight pagi yang terjadi pada hari penggunaan FLI (T+0) sebagaimana tercatat dalam Laporan Harian ... 9 Harian Bank Umum (LHBU). 10,5 jam = jangka waktu dari mulai dibukanya jam operasional Sistem BI-RTGS (06.30 WIB) sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS (17.00 WIB). 2. Biaya atas penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada butir 1 dihitung dengan cara sebagai berikut: a. Untuk penggunaan FLI dalam 1 (satu) jam pertama, biaya atas penggunaan FLI dihitung berdasarkan akumulasi nilai nominal FLI yang digunakan Bank dengan waktu penggunaan dibulatkan menjadi 1 (satu) jam. b. Untuk penggunaan FLI setelah 1 (satu) jam pertama sebagaimana dimaksud pada huruf a, biaya atas penggunaan FLI dihitung sesuai dengan posisi (outstanding) nominal FLI yang digunakan dengan waktu penggunaan dibulatkan ke atas dalam hitungan menit terdekat. 3. Contoh perhitungan biaya atas penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada butir 2 dapat dilihat dalam Lampiran-2. 4. Pembebanan biaya atas penggunaan FLI dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah penggunaan FLI. VII. PERLAKUAN FLI YANG TIDAK DISELESAIKAN 1. Dalam hal Bank tidak menyelesaikan FLI sampai dengan batas waktu pre-cut off sistem BI–RTGS maka terhadap nilai FLI yang tidak diselesaikan diberlakukan sebagai transaksi repo dengan Bank Indonesia (first leg) dengan jangka waktu 1 (satu) hari kerja (overnight). 2. Atas transaksi repo sebagaimana dimaksud pada butir 1, Bank dikenakan biaya repo dengan perhitungan sebagai berikut: Biaya Repo = i x (t/360) x n i = suku bunga lending facility t = jumlah hari kalender repo SBI/SBN n = nominal ... 10 n = nominal Repo (FLI yang tidak diselesaikan) 3. Bank Indonesia mengumumkan suku bunga lending facility sebagaimana dimaksud pada butir 2 melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia 4. Pada tanggal jatuh waktu repo (second leg) sebagaimana dimaksud pada butir 1, BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen dengan penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut : a. melakukan setelmen dana dengan cara mendebet rekening giro Bank sebesar nilai setelmen first leg ditambah biaya repo. b. melakukan setelmen surat berharga dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal SBI, dilakukan dengan cara memindahkan kembali pencatatan seri SBI yang diagunkan dari sub rekening hold SBI ke sub rekening aktif sebesar nilai nominal Repo SBI yang jatuh waktu. 2) dalam hal SBN, dilakukan dengan cara mengkredit rekening surat berharga Bank sebesar nilai nominal SBN yang direpokan. 5. Dalam hal terdapat pembayaran kupon/imbalan SBN maka perlakuan kupon/imbalan tersebut mengikuti ketentuan Bank Indonesia mengenai koridor suku bunga (standing facilities). 6. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi untuk setelmen pelunasan repo SBI atau repo SBN sampai dengan cut off warning sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan setelmen second leg. 7. Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk pelunasan repo jatuh waktu yang diakibatkan karena kegagalan setelmen second leg, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. mendebet rekening giro Bank untuk penyelesaian biaya repo yang harus ... 11 harus dibayar; dan b. pelunasan seri SBI yang direpokan sebelum jatuh waktu (early redemption) atau memperlakukan jenis, seri dan nominal SBN yang gagal dibeli kembali oleh Bank sebagai transaksi jual putus (outright selling) secara otomatis melalui BI-SSSS. VIII. PENUTUP Dengan diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka : 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/38/DPM tanggal 14 November 2008 perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum ; dan 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/3/DASP tanggal 1 Februari 2010 perihal perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/38/DPM tanggal 14 November 2008 perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 10 November 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RONALD WAAS DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/29/DASP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 10 November 2010 </set_date> <effective_date> 10 November 2010 </effective_date> <replaced_reg> '10/38/DPM|SE-BI/2008', '12/3/DASP|SE-BI/2010' </replaced_reg> <related_reg> '10/29/PBI/2008', '12/13/PBI/2010' </related_reg>
No. 15/31/DPM Jakarta, 27 Agustus 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 Perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5440), perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Nomor 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities), sebagai berikut : 1. Ketentuan Bab I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 2. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. 3. BI-Rate … 2 3. BI-Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. 4. Surat Berharga adalah Surat Berharga yang memenuhi kriteria dan persyaratan untuk transaksi lending facility sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter. 5. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 6. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank. 7. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 8. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 9. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 10. Obligasi … 3 10. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 11. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 12. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disingkat ZCB adalah Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 13. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia. 14. Rekening Giro adalah rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia. 15. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Bank yang tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) pada Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 16. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya, dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 17. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI- RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 18. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 2. Ketentuan … 4 2. Ketentuan Bab III butir 2.a diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: a. Surat Berharga yang dapat direpokan adalah SBI, SDBI dan SBN dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter. 3. Ketentuan Bab III angka 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 7. Kegagalan Setelmen Second Leg Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg, maka Surat Berharga yang direpokan diperlakukan sebagai berikut : a. Dalam hal Surat Berharga berupa SBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) secara otomatis melalui BI-SSSS. b. Dalam hal Surat Berharga berupa SDBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu (early redemption) secara otomatis melalui BI-SSSS. c. Dalam hal Surat Berharga berupa SBN, maka transaksi yang bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright. d. Perhitungan nilai setelmen dan penggunaan harga Surat Berharga untuk transaksi penjualan secara outright adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter dengan contoh sebagaimana pada Lampiran 2. e. Dalam hal nilai transaksi outright : 1) Rekening Giro akan didebet atau dikredit dengan perhitungan sebagai berikut : a) dalam hal harga pada transaksi outright lebih rendah dari harga pada transaksi first leg setelah dikurangi haircut, maka Rekening Giro didebet sebesar selisih dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal surat berharga yang direpokan; b) dalam … 5 b) dalam hal harga pada transaksi outright lebih tinggi dari harga pada transaksi first leg dikurangi haircut, maka Rekening Giro dikredit sebesar selisih dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal surat berharga yang direpokan dan paling banyak sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada saat first leg. 2) Rekening Giro akan dikredit sebesar accrued interest/imbalan dari setelmen first leg sampai dengan setelmen second leg. 3) Rekening Giro akan didebet sebesar bunga repo. 4. Ketentuan Bab V angka 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat dilakukan setelmen sehingga menyebabkan batalnya transaksi sebagaimana dimaksud pada butir III.6.a.4), butir III.6.b.3) dan butir IV.6.a.3), Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis dengan tembusan kepada: 1) Departemen Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Divisi Pengawasan Bank – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri (KPw BI DN) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPw BI DN; dan b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal transaksi Bank yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 5. Menambahkan 1 (satu) contoh perhitungan pada Lampiran 1 mengenai contoh perhitungan setelmen Transaksi Lending Facility menjadi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini. 6. Menambahkan … 6 6. Menambahkan 1 (satu) contoh kasus yaitu kasus 4 pada Lampiran 3 mengenai contoh pengenaan sanksi karena pembatalan transaksi operasi moneter menjadi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 Agustus 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/31/DPM|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 Perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) </reg_title> <set_date> 27 Agustus 2013 </set_date> <effective_date> 27 Agustus 2013 </effective_date> <changed_reg> '12/17/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg> <related_reg> '12/17/DPM|SE-BI/2010', '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 4 Angka 1' </penalty_list>
No.17/18/DKEM Jakarta, 30 Juni 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA KORPORASI NONBANK DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5651) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5683), perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank sebagai berikut: 1. Ketentuan butir I.A.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Piutang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.e diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a. Piutang … a. Piutang terdiri atas piutang usaha kepada Penduduk dan bukan Penduduk yang akan jatuh waktu: 1) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sejak akhir triwulan; dan/atau 2) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan sejak akhir triwulan; yang bersifat jual putus atau tidak dapat dikembalikan dan setelah dikurangi penyisihan penurunan nilai. b. Piutang usaha kepada Penduduk sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung sebagai komponen Aset Valuta Asing sepanjang telah memiliki kontrak atau perjanjian yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Juli 2015 sampai dengan berakhirnya perjanjian tertulis tersebut. c. Piutang usaha kepada Penduduk yang kontrak atau perjanjiannya ditandatangani sejak tanggal 1 Juli 2015 dapat tetap dihitung sebagai komponen Aset Valuta Asing sepanjang: 1) berkaitan dengan proyek infrastruktur strategis dan mendapat persetujuan Bank Indonesia; atau 2) transaksi yang mendasarinya diperkenankan dilakukan dalam Valuta Asing sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. d. Penentuan proyek infrastruktur strategis sebagaimana dimaksud dalam butir c.1) dibuktikan dengan: 1) surat keterangan dari kementerian atau lembaga pemerintah yang berwenang; dan 2) surat persetujuan dari Bank Indonesia. e. Untuk … e. Untuk piutang usaha sebagaimana dimaksud dalam butir c.2) dibuktikan dengan surat persetujuan dari Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. 2. Ketentuan butir I.B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: B. Kewajiban Valuta Asing 1. Kewajiban Valuta Asing merupakan seluruh kewajiban Valuta Asing kepada Penduduk maupun bukan Penduduk termasuk kewajiban yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau option yang akan jatuh waktu: a. sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sejak akhir triwulan; dan/atau b. lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan sejak akhir triwulan. 2. Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu dapat tidak diperhitungkan sebagai Kewajiban Valuta Asing jika: a. sedang dalam proses rollover, revolving, atau refinancing, sepanjang transaksi yang mendasarinya sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia; dan/atau b. merupakan Kewajiban Valuta Asing dalam rangka project financing yang akan jatuh waktu sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan selama telah dijamin oleh penarikan ULN Valuta Asing dimana jadwal penarikan tersebut disesuaikan dengan Kewajiban Valuta Asing yang harus dibayarkan dan kegiatan transaksinya sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia … Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Contoh: PT A membangun proyek infrastruktur di Indonesia berupa pembangkit tenaga listrik dengan fasilitas pembiayaan ULN dari Bank Z di Amerika Serikat yang berjangka waktu 10 tahun. PT A memiliki serangkaian Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu kepada kontraktor pembangunan proyek yakni PT B berdasarkan perjanjian yang ditandatangani sebelum tanggal 1 Juli 2015. Untuk memenuhi serangkaian Kewajiban Valuta Asing kepada PT B tersebut, PT A melakukan penarikan dana ULN dari Bank Z yang jadwal penarikannya disesuaikan dengan serangkaian Kewajiban Valuta Asing kepada PT B. Dalam hal ini, PT A dapat tidak memperhitungkan serangkaian Kewajiban Valuta Asing kepada PT B yang akan jatuh waktu sebagai Kewajiban Valuta Asing. 3. Dokumen pendukung untuk kewajiban Valuta Asing yang sedang dalam proses rollover, revolving, atau refinancing sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a antara lain berupa: a. notifikasi dari kreditor bahwa Kewajiban Valuta Asing dimaksud sedang dalam proses rollover, revolving, atau refinancing; b. perjanjian ULN dengan klausul yang relevan; dan c. surat persetujuan Bank Indonesia, apabila transaksi yang mendasarinya membutuhkan persetujuan Bank Indonesia agar dapat dilakukan dalam valuta asing sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. 4. Dokumen … 4. Dokumen pendukung untuk kewajiban Valuta Asing dalam rangka project financing yang dibiayai dari penarikan ULN Valuta Asing sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b antara lain berupa: a. perjanjian ULN yang menunjukkan jadwal penarikan dana pinjaman disesuaikan dengan kewajiban yang harus dibayarkan; b. pernyataan korporasi bahwa ULN tersebut digunakan untuk memenuhi Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan; dan c. surat persetujuan Bank Indonesia, apabila transaksi yang mendasarinya membutuhkan persetujuan Bank Indonesia agar dapat dilakukan dalam valuta asing sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. 3. Ketentuan butir I.E.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 3. Dalam hal Korporasi Nonbank yang baru berdiri sebagaimana dimaksud dalam angka 2 didirikan oleh beberapa perusahaan (joint venture), pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) dapat menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating) pemegang saham terbesar yang memiliki hubungan kepemilikan langsung (direct shareholders). Contoh: Korporasi A didirikan oleh beberapa perusahaan (joint venture) yaitu perusahaan domestik (Korporasi B) dan perusahaan luar negeri (Korporasi C), dan beroperasi secara komersial pada tanggal 30 Juli 2015. Korporasi B menguasai 75% dari keseluruhan saham Korporasi A, sisanya sebesar 25% dikuasai oleh Korporasi C. Dalam melakukan pembiayaan, Korporasi A bermaksud melakukan … melakukan utang luar negeri yang berasal dari sindikasi perbankan di luar negeri dan ditandatangani setelah tanggal 1 Januari 2016. Dalam hal ini, Korporasi A wajib memenuhi minimum Peringkat Utang (Credit Rating) BB- dengan menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating) yang dimiliki Korporasi A atau menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating) yang dimiliki Korporasi B hingga tanggal 30 Juli 2018. 4. Ketentuan angka III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: III. KORESPONDENSI 1. Penyampaian surat, pertanyaan, dokumen pendukung, dan/atau informasi lainnya berkaitan dengan Surat Edaran Bank Indonesia ini ditujukan kepada : Bank Indonesia Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16 Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10350 Telepon : 021-29817020, 021-29817022, 021-29817023, 021-29817025, 021-29817029, 021-29817030, 021-29817042, 021-29817053, 021-29817063, 021-29817067 Faksimili E-mail : 021-3800134, 021-3501974 : LLDKPPK@bi.go.id 2. Dalam hal terjadi perubahan alamat korespondensi, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. 5. Lampiran I diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat … Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Juni 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, JUDA AGUNG KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN EKONOMI DAN MONETER LAMPIRAN I SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 17/18/DKEM TANGGAL 30 JUNI 2015 PERIHAL PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/24/DKEM TANGGAL 30 DESEMBER 2014 PERIHAL PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK DAFTAR LEMBAGA PEMERINGKAT YANG DIAKUI BANK INDONESIA UNTUK DIGUNAKAN DALAM PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK Nama Lembaga Pemeringkat Lembaga Pemeringkat Dalam Negeri Lembaga Pemeringkat Luar Negeri PT. Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) PT. Fitch Ratings Indonesia PT ICRA Indonesia Moody’s Investors Service Standard & Poor’s Fitch Ratings Japan Credit Rating Agency Rating and Investment Information Inc. Peringkat Setara BB- id BB- BB-(idn) [Idr]BB- Ba3 BB- BB- BB- BB- KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN EKONOMI DAN MONETER, JUDA AGUNG
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/18/DKEM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. </reg_title> <set_date> 30 Juni 2015 </set_date> <effective_date> 30 Juni 2015 </effective_date> <changed_reg> '16/24/DKEM|SE-BI/2014' </changed_reg> <related_reg> '16/24/DKEM|SE-BI/2014', '16/21/PBI/2014', '17/3/PBI/2015' </related_reg>
No. 7/53/DPbS Jakarta, 22 November 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/13/PBI/2005 tanggal 10 Juni 2005 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4501), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, dalam suatu Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut : I. UMUM 1. Modal merupakan salah satu faktor yang penting bagi bank syariah dalam rangka pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian. Agar perbankan syariah Indonesia dapat berkembang secara sehat dan mampu bersaing dengan perbankan internasional maka permodalan bank syariah senantiasa harus mengikuti ukuran yang berlaku secara internasional. Islamic Financial Services Board (IFSB) telah mengeluarkan pedoman permodalan yang berlaku secara internasional dengan … dengan memberikan kesempatan kepada masing-masing negara untuk melakukan penyesuaian dengan memperhatikan kondisi perbankan syariah setempat. Oleh karena itu, seperti halnya penerapan di negara- negara lain, dalam penerapan perhitungan modal di Indonesia terdapat beberapa penyesuaian dengan usaha yang telah dilakukan oleh dunia perbankan di Indonesia dewasa ini. 2. Kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank didasarkan pada risiko aktiva dalam arti luas, baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin pada kewajiban yang masih bersifat kontijen dan/atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga maupun risiko pasar. Secara teknis, kewajiban penyediaan modal minimum diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). 3. Bank diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% (delapan perseratus) dari aktiva tertimbang menurut risiko. 4. Unit Usaha Syariah (UUS) wajib menyediakan modal minimum dari aktiva tertimbang menurut risiko dari kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal modal minimum UUS kurang dari 8% (delapan perseratus) dari aktiva tertimbang menurut risiko maka kantor pusat bank umum konvensional dari UUS wajib menambah kekurangan modal minimum sehingga mencapai 8% (delapan perseratus) dari aktiva tertimbang menurut risiko. II ASPEK PERMODALAN 1. Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia tersebut Modal bagi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, terdiri dari modal inti (tier 1), modal pelengkap (tier 2) dan modal pelengkap tambahan (tier 3). Adapun rincian komponen dari masing-masing modal tersebut adalah sebagai berikut : 1.1. Modal Inti Modal Inti terdiri dari : a. Modal … a. Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya sebesar nominal saham. Bagi bank yang berbentuk hukum koperasi, modal disetor terdiri atas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. b. Cadangan tambahan modal (disclosed reserve), terdiri dari: 1) Agio saham, yaitu selisih lebih antara setoran modal yang diterima oleh bank dengan nilai nominal saham yang diterbitkan. Dalam hal bank memiliki disagio maka selisih kurang antara setoran modal yang diterima oleh bank dengan nilai nominal saham yang diterbitkan menjadi faktor pengurang modal inti. 2) Modal sumbangan adalah modal yang diperoleh bank dari sumbangan. Modal yang berasal dari donasi pihak luar yang diterima oleh bank yang berbentuk hukum koperasi juga termasuk dalam pengertian modal sumbangan. 3) Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak, dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan ketentuan pendirian atau anggaran dasar masing-masing bank. 4) Cadangan tujuan, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. 5) Laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak, yaitu seluruh laba bersih tahun-tahun yang lalu setelah diperhitungkan … diperhitungkan pajak, dan belum ditetapkan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. Dalam hal bank mempunyai saldo rugi tahun-tahun lalu maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti. 6) Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran hutang pajak. Jumlah laba tahun buku berjalan tersebut yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50%. Dalam hal pada tahun berjalan bank mengalami kerugian, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti. Dalam perhitungan laba harus dikeluarkan pengaruh perhitungan pajak tangguhan (deferred tax) dan kekurangan jumlah penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) dari jumlah yang seharusnya dibentuk sesuai ketentuan Bank Indonesia yang merupakan komponen biaya yang berjalan. dibebankan pada laba tahun 7) Selisih lebih penjabaran Laporan Keuangan kantor cabang luar negeri akibat penggabungan laporan keuangan kantor cabang luar negeri dengan induknya. Dalam hal terdapat selisih kurang penjabaran Laporan Keuangan cabang luar negeri, maka selisih tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti. 8) Dana setoran modal, yaitu dana yang telah disetor penuh untuk tujuan penambahan modal namun belum didukung dengan kelengkapan persyaratan untuk dapat digolongkan sebagai modal disetor seperti pelaksanaan rapat umum pemegang … pemegang saham dan atau pengesahan dari instansi yang berwenang. 9) Penurunan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia untuk dijual merupakan faktor pengurang modal inti. Jumlah modal inti adalah jumlah sebagaimana tersebut pada angka 1) sampai dengan angka 9) di atas, dikurangi dengan goodwill yang ada dalam pembukuan bank. 1.2. Modal pelengkap (Tier 2) Secara rinci modal pelengkap dapat berupa : 1) Selisih penilaian kembali aktiva tetap yaitu nilai yang dibentuk sebagai akibat selisih penilaian kembali aktiva tetap milik bank yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pajak. Selisih penilaian kembali aktiva tetap tidak dapat dikapitalisasi ke dalam modal disetor dan atau dibagikan sebagai saham bonus dan atau deviden. 2) Cadangan umum dari penyisihan penghapusan aktiva produktif, yaitu cadangan umum yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan, dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. Penyisihan penghapusan aktiva produktif yang bersifat cadangan umum diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap maksimum sebesar 1,25% dari jumlah ATMR. Sedangkan penyisihan penghapusan aktiva produktif yang bersifat cadangan khusus diperhitungkan sebagai pengurang terhadap nilai nominal dalam perhitungan ATMR. 3) Modal pinjaman yang memenuhi kriteria Bank Indonesia, yaitu pinjaman yang didukung oleh instrumen atau warkat yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. berdasarkan prinsip Qardh; 2. tidak ... 2. tidak dijamin oleh bank penerbit (issuer) dan sifatnya dipersamakan dengan modal serta telah dibayar penuh; dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik, 3. tidak tanpa persetujuan Bank Indonesia; dan 4. mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi saldo laba dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belum dilikuidasi. Dalam pengertian modal pinjaman ini, untuk bank yang berbadan hukum koperasi, pengertian modal pinjaman sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 4) Investasi Subordinasi yang dalam Laporan bulanan bank Syariah disebut sebagai Pinjaman Subordinasi, yaitu pinjaman yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. berdasarkan prinsip mudharabah atau musyarakah; 2. ada perjanjian tertulis antara bank dengan investor; 3. mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Dalam hubungan ini pada saat bank mengajukan permohonan persetujuan, bank harus menyampaikan program pembayaran kembali investasi subordinasi tersebut; 4. tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh; 5. minimal berjangka waktu 5 (lima) tahun; 6. pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia, dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank tetap sehat; dan 7. dalam hal terjadi likuidasi hak tagihnya berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada (kedudukannya sama dengan modal). Jumlah ... Jumlah investasi subordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai modal untuk sisa jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir adalah jumlah investasi subordinasi dikurangi amortisasi yang dihitung dengan menggunakan metode garis prorata. Jumlah investasi subordinasi yang lurus atau dapat diperhitungkan sebagai komponen modal pelengkap maksimum sebesar 50% (lima puluh perseratus) dari modal inti. 5) Peningkatan nilai penyertaan pada portofolio untuk dijual setinggi-tingginya sebesar 45% (empat puluh lima perseratus). 1.3. Seluruh komponen modal sebagaimana dimaksud pada angka 1.1 dan angka 1.2 diperhitungkan dengan faktor pengurang berupa seluruh penyertaan yang dilakukan Bank. 1.4. Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) a. Modal pelengkap tambahan dalam perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum adalah investasi subordinasi jangka pendek yang memenuhi kriteria Bank Indonesia sebagai berikut: 1. berdasarkan prinsip mudharabah atau musyarakah; 2. tidak dijamin oleh Bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh; 3. memiliki jangka waktu perjanjian sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun; 4. tidak ditetapkan dapat dibayar sebelum jadwal waktu yang dalam perjanjian pinjaman yang telah mendapat persetujuan Bank Indonesia; 5. terdapat klausula yang mengikat (lock-in clausule) yang menyatakan bahwa tidak dapat dilakukan penarikan angsuran pokok, termasuk pembayaran saat jatuh tempo, apabila pembayaran dimaksud dapat menyebabkan kewajiban ... kewajiban penyediaan modal minimum Bank tidak memenuhi ketentuan yang berlaku; 6. terdapat perjanjian penempatan investasi subordinasi yang jelas termasuk jadwal pelunasannya; 7. memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. b. Modal pelengkap tambahan (tier 3) dalam perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum hanya dapat digunakan untuk memperhitungkan Risiko Pasar, dengan memenuhi batasan sebagai berikut: 1) Jumlah Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) tidak melebihi 250% (dua ratus lima puluh per seratus) dari bagian modal inti (tier 1) yang dialokasikan untuk memperhitungkan risiko pasar. Dengan pengaturan ini, maka sekurang-kurangnya 28,5% (dua puluh delapan setengah perseratus) dari modal inti (tier 1) yang tidak digunakan untuk memperhitungkan eksposur risiko Penyaluran Dana yang berasal dari perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR), harus dialokasikan untuk memperhitungkan risiko pasar. Angka 28,5% berasal dari persamaan berikut : Beban modal untuk Risiko Pasar = 100 Tier 1 yang dialokasikan untuk Risiko Pasar = x% Tier 3 yang dialokasikan untuk Risiko Pasar = 2,5x% x% +2,5x% = 100 3,5x% = 100 x = 100/3,5% =28,57% atau dibulatkan 28,5%. 2) Jumlah Modal Pelengkap (tier 2) dan Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) setinggi-tingginya 100% (seratus perseratus) dari modal inti (tier 1). c. Modal ... c. Modal Pelengkap (tier 2) yang tidak digunakan untuk memperhitungkan Risiko kelebihan investasi subordinasi yang melampaui 50% modal inti dapat ditambahkan untuk modal pelengkap tambahan (tier 3) sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf b. d. Investasi Subordinasi yang masuk dalam Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) tidak diamortisasi. 2. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia tersebut diatas, modal bagi UUS dari Bank yang berkantor pusat di dalam negeri dan UUS dari kantor cabang bank asing, adalah dana yang disisihkan oleh kantor pusat bank atau kantor cabang bank asing untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. III. TATA CARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN MODAL MINIMUM 1. Dasar Perhitungan Kebutuhan Modal Minimum a. Perhitungan kebutuhan modal minimum didasarkan pada ATMR dengan memperhitungkan risiko penyaluran dana dan risiko pasar. Pengertian aktiva dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun beberapa pos dalam aktiva yang bersifat administratif yang masih bersifat kontinjen dan/atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga. b. Dalam menghitung ATMR dengan memperhitungkan risiko penyaluran dana, terhadap masing-masing pos aktiva neraca diberikan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung pada aktiva itu sendiri atau bobot risiko yang didasarkan pada golongan nasabah, penjamin serta sifat agunan. c. Penghitungan ATMR untuk aktiva produktif dibedakan sebagai berikut : 1) penyaluran dana dalam berbagai bentuk aktiva produktif yang sumber dananya berasal dari dana pihak ketiga dengan prinsip mudharabah ... Penyaluran Dana termasuk mudharabah mutlaqah berdasarkan sistem bagi untung atau bagi rugi (profit and loss sharing) diberikan bobot sebesar 1% (satu perseratus); 2) penyaluran dana dalam berbagai bentuk aktiva produktif yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau pihak ketiga dengan prisip wadiah, qardh dan mudharabah mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (revenue sharing) yang dibedakan sebagai berikut : a) diberikan kepada atau dijamin oleh pemerintah atau bank sentral diberikan bobot sebesar 0% (nol perseratus); b) diberikan kepada atau dijamin oleh bank lain diberikan bobot sebesar 20% (dua puluh perseratus); c) diberikan kepada atau dijamin oleh swasta penetapan bobot berdasarkan peringkat (rating) yang perusahaan yang bersangkutan; 3) penyaluran dana dalam bentuk piutang untuk kepemilikan rumah yang dijamin oleh hak tanggungan pertama dan bertujuan untuk dihuni yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip wadiah, qardh dan mudharabah mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (revenue sharing) diberikan bobot 35% (tiga puluh lima perseratus); 4) penyaluran dana dalam berbagai bentuk aktiva produktif yang tidak beragunan (venture capital) yang sumber dananya dari wadiah, modal sendiri, qardh, dan mudharabah mutlaqah diberikan bobot sebesar 150% (seratus lima puluh perseratus). d. Penghitungan ATMR dengan memperhitungkan risiko pasar, hanya dilakukan terhadap risiko nilai tukar. 2. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud pada angka 1, maka rincian bobot risiko untuk semua aktiva Neraca adalah sebagai berikut : 0% : ... dimiliki oleh 0% : 1. Kas. 2. Emas dan mata uang emas. 3. Commerative coins. 4. Penempatan pada Bank Indonesia : 4.1. Giro Wadiah pada Bank Indonesia; 4.2. SWBI; 4.3. Lainnya; 5. Penempatan/ Tagihan pada bank lain : 5.1. Pada bank sentral negara lain; 5.2. Pada bank lain yang dijamin oleh pemerintah pusat dan bank sentral. 6. Surat berharga yang dimiliki : 6.1. Surat Berharga Syariah yang Pemerintah negara lain; 6.2. diterbitkan oleh Surat Berharga Syariah yang diterbitkan oleh bank sentral negara lain; 6.3. Surat berharga pasar uang /pasar modal Syariah. 6.3.1. Yang diterbitkan atau dijamin oleh bank sentral dan pemerintah pusat; 6.3.2. Yang diterbitkan atau dijamin dengan uang kas, uang kertas asing, emas, mata uang emas, serta giro, deposito dan tabungan pada bank yang besangkutan, sebesar nilai dari jaminan tersebut. 7. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada atau dijamin : 7.1. Bank sentral; 7.2. Pemerintah Pusat. 8. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya yang dijamin uang kas, uang kertas asing, emas, mata uang emas, serta... serta giro, deposito, dan tabungan pada bank yang bersangkutan sebesar nilai dari jaminan tersebut. 1 % : Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan, piutang, ijarah dan bentuk penanaman lainnya yang sumber dananya berasal dari dana pihak ketiga dengan prinsip mudharabah mutlaqah berdasarkan sistem bagi untung atau rugi (profit and loss sharing method). 20% : 1. Penempatan / Tagihan pada bank lain; 2. Surat berharga pasar uang/ pasar modal syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh bank lain, pemerintah daerah, lembaga non departemen di Indonesia, Bank Pembangunan Multilateral, Islamic Development Bank,BUMN dan perusahaan pemerintah pusat negara lain. pasar 3. Surat Berharga uang/pasar modal Syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh pihak swasta dengan peringkat perusahaan AAA sampai dengan AA- dari pemeringkat Standard & Poor's atau peringkat yang setara dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 4. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada atau dijamin oleh bank lain, pemerintah daerah, lembaga non departemen di Indonesia, bank pembangunan multilateral, Islamic Development Bank, BUMN dan perusahaan milik pemerintah pusat negara lain; 5. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada atau dijamin oleh pihak swasta yang memiliki peringkat perusahaan AAA sampai dengan AA- dari pemeringkat Standard & Poor's atau peringkat yang setara dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 35% : Piutang pemilikan rumah yang dijamin oleh hak tanggungan pertama dengan tujuan untuk dihuni. 50% ... 50% : 1. Surat berharga pasar uang/ pasar modal Syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh pihak swasta dengan peringkat perusahaan A+ sampai dengan A- dari pemeringkat Standard & Poor's atau peringkat yang setara dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 2. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada atau dijamin oleh pihak swasta yang memiliki peringkat perusahaan A+ sampai dengan A- dari pemeringkat Standard & Poor's atau peringkat yang setara dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 100% : 1. Surat Berharga pasar uang/ pasar modal Syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh pihak swasta dengan peringkat perusahaan BBB+ sampai dengan BBB- atau BB+ sampai dengan B- dari pemeringkat Standard & Poor's atau peringkat yang setara dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 2. Surat Berharga pasar uang/pasar modal Syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh perusahaan tidak memiliki peringkat. 3. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada atau dijamin oleh pihak swasta yang memiliki peringkat perusahaan BBB+ sampai dengan BBB- atau BB+ sampai dengan B- dari pemeringkat Standard & Poor's atau peringkat yang setara dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 4. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada atau dijamin oleh pihak swasta yang peringkat. 5. Penyertaan, Aktiva istishna dalam penyelesaian, nilai buku Aktiva Tetap dan Inventaris, Antar Kantor Aktiva dan Rupa-rupa Aktiva. 150% ... tidak memiliki 150% : 1. Surat Berharga pasar uang/pasar modal Syariah yang diterbitkan atau dijamin oleh perusahaan dengan peringkat dibawah B- dari pemeringkat Standard & Poor's atau peringkat yang setara dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 2. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada atau dijamin oleh pihak swasta yang memiliki peringkat dibawah B- dari pemeringkat Standard & Poor's atau peringkat yang setara dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. 3. Bobot Risiko Aktiva Administratif Perhitungan bobot risiko untuk aktiva administratif dilakukan melalui 2 (dua) tahap. 3.1. Tahap pertama Aktiva Administratif terlebih dahulu ditetapkan faktor konversinya, yaitu faktor tertentu yang digunakan untuk mengkonversikan aktiva administratif ke dalam aktiva neraca yang menjadi padanannya. Besarnya faktor konversi untuk masing-masing aktiva administratif didasarkan pada tingkat kemungkinannya untuk menjadi aktiva neraca yang efektif. Rincian faktor konversi aktiva administratif baik rupiah maupun valuta asing adalah sebagai berikut : 20% : L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C). 50% : 1. Jaminan bank yang diterbitkan bukan dalam rangka pemberian pembiayaan atau piutang. 2. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang disediakan kepada nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan. 100% : Jaminan (termasuk standby L/C) dan risk sharing dalam rangka pemberian pembiayaan, serta endosemen... endosemen atau aval surat-surat berharga berdasarkan prinsip syariah. 3.2. Tahap Kedua Setelah diketahui faktor konversinya maka masing-masing aktiva administratif tersebut dikonversikan ke dalam aktiva-aktiva neraca padanannya. Selanjutnya, untuk menghitung bobot risiko aktiva administratif dilakukan dengan mengalikan faktor konversi dengan bobot risiko aktiva neraca padanannya. Atas dasar perhitungan tersebut, maka pengelompokan besarnya bobot risiko masing-masing aktiva administratif menjadi sebagai berikut : 0% : 1. Fasilitas yang disediakan Pemerintah Pusat Republik Indonesia bagi atau dijamin oleh dan Bank Indonesia, serta bank sentral dan pemerintah pusat negara lain, yang meliputi : a. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan. b. Jaminan (termasuk standby L/C) dan risk sharing dalam rangka pemberian pembiayaan serta endosemen atau aval surat-surat berharga berdasarkan prinsip syariah. c. Jaminan bank yang diterbitkan bukan dalam rangka pemberian pembiayaan atau piutang. d. L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C). 2. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang disediakan kepada nasabah yang dijamin dengan uang kas, uang kertas asing, emas, mata uang emas, serta giro, deposito dan tabungan pada bank yang bersangkutan ... bersangkutan sebesar nilai jaminannya. 4% : L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C) dan dibuka atas permintaan bank-bank di dalam negeri termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, pemerintah daerah, lembaga negara non- departemen di Indonesia, bank pembangunan multilateral, Islamic Development Bank, BUMN dan pemerintah pusat negara lain, bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang masuk dalam bank utama (prime bank) di luar negeri, perusahaan swasta yang memiliki rating AAA sampai dengan AA-. 10% : 1. Fasilitas yang disediakan bagi atau dijamin oleh bank- bank di dalam negeri termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, Pemerintah Daerah, lembaga non-departemen di Indonesia, bank- bank pembangunan multilateral, Islamic Development Bank, bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang masuk dalam bank utama (prime bank) di luar negeri dan perusahaan swasta yang memiliki rating AAA sampai dengan AA- yang meliputi : a. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan; b. Jaminan bank yang diterbitkan bukan dalam rangka pemberian pembiayaan. 2. L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C) dan dibuka atas permintaan perusahaan swasta yang memiliki rating A+ sampai dengan A-. 20% ... 20% : 1. L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C) dan dibuka atas permintaan perusahaan yang : a. mempunyai rating BBB+ sampai dengan BBB-; b. mempunyai rating BB+ sampai dengan B-; dan c. tidak mempunyai rating. 2. Jaminan (termasuk standby L/C) dan risk sharing dalam rangka pemberian pembiayaan atau piutang serta endosemen atau aval surat-surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan atas permintaan : a. Bank-bank di dalam negeri termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri b. Pemerintah Daerah di Indonesia c. Lembaga non departemen di Indonesia d. Bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang masuk dalam bank utama (prime bank) di luar negeri. e. Perusahaan swasta yang mempunyai rating AAA+ sampai dengan AA- 25% : 1. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang disediakan sampai dengan akhir tahun takwin berjalan yang disediakan bagi mempunyai rating A+ sampai dengan A-. 2. Jaminan bank yang diterbitkan bukan dalam rangka pembiayaan bagi mempunyai rating A+ sampai dengan A-. 30% : L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C) yang dibuka atas permintaan perusahaan swasta yang memiliki rating dibawah B-. 50% ... perusahaan swasta yang perusahaan yang 50% : 1. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang disediakan sampai dengan akhir tahun takwim berjalan yang disediakan bagi perusahaan yang : a. mempunyai rating BBB+ sampai dengan BBB-; b. mempunyai rating BB+ sampai dengan B-; dan c. tidak memiliki rating. 2. Jaminan (termasuk standby L/C) dan risk sharing dalam rangka pemberian pembiayaan dan atau piutang serta endosemen atau aval surat-surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan atas permintaan perusahaan swasta yang mempunyai rating A+ sampai dengan A-. 3. Jaminan bukan dalam pembiayaan yang rangka pemberian diterbitkan atas permintaan perusahaan yang : a. mempunyai rating BBB+ sampai dengan BBB-; b. mempunyai rating BB+ sampai dengan B-; dan c. tidak mempunyai rating. 75% : 1. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang disediakan sampai dengan akhir tahun takwim berjalan yang disediakan bagi mempunyai rating dibawah B-. perusahaan yang 2. Jaminan bukan dalam pembiayaan yang 100% : Jaminan rangka pemberian diterbitkan atas permintaan perusahaan yang mempunyai rating dibawah B-. (termasuk standby L/C) dan risk sharing dalam rangka pemberian pembiayaan dan atau piutang serta endosemen atau aval surat-surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang permintaan perusahaan yang: diterbitkan atas a. mempunyai ... a. mempunyai rating BBB+ sampai dengan BBB-; b. mempunyai rating BB+ sampai dengan B-; dan c. tidak mempunyai rating. 150% : Jaminan (termasuk standby L/C) dan risk sharing dalam rangka pemberian pembiayaan dan atau piutang serta endosemen atau aval surat-surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan atas permintaan perusahaan yang mempunyai rating dibawah B-. 4. Perhitungan Risiko Nilai Tukar (Foreign Exchange Risk) a. Perhitungan Risiko Nilai Tukar dilakukan terhadap posisi banking book dalam valuta asing termasuk emas. Posisi terhadap emas diperhitungkan sama dengan valuta asing dengan pertimbangan bahwa pergerakan harga emas hampir sama dengan pergerakan nilai tukar valuta asing dan Bank memperlakukan transaksi emas sama dengan transaksi valuta asing; b. Posisi suatu instrumen yang memiliki denominasi dalam valuta asing selain terkena risiko penyaluran dana juga memungkinkan Bank terkena risiko nilai tukar; c. Beban modal untuk risiko nilai tukar didasarkan dari nilai Posisi Devisa Neto; d. Bank wajib memelihara Posisi Devisa Neto pada setiap hari kerja setinggi-tingginya sebesar : 1) 20% dari modal untuk Bank yang memperhitungkan Risiko Penyaluran Dana dalam perhitungan KPMM; atau 2) 30% dari modal untuk Bank yang selain Risiko Penyaluran Dana juga memperhitungkan Risiko Pasar dalam perhitungan KPMM. e. Posisi Devisa Neto adalah angka yang merupakan penjumlahan dari nilai absolut untuk jumlah dari : 1) selisih ... 1) selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk setiap valuta asing; ditambah dengan; 2) selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun kontinjensi dalam rekening administratif untuk setiap valuta asing; yang semuanya dinyatakan dalam Rupiah. f. Perlakuan terhadap posisi struktural 1) Bank dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia untuk mengecualikan posisi struktural dalam valuta asing dari perhitungan Posisi Devisa Neto; 2) Posisi struktural adalah posisi yang sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku tentang Posisi Devisa Neto bank umum; 3) Bila Bank memilih untuk mengecualikan posisi struktural tersebut maka pengecualian tersebut harus dilakukan secara konsisten dan memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia; 4) Dalam rangka memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia bank wajib menyampaikan dokumen pendukung yang terkait dengan status dari posisi struktural dan bukti pembukuan transaksi. contoh: Posisi struktural berupa aktiva tetap di luar negeri perlu didukung antara lain dengan dokumen yang berupa bukti kepemilikan, bukti pembayaran, dan dokumen pembukuan. 5) Bank Indonesia dapat meminta tambahan dokumen kepada bank untuk memastikan kelayakan dari suatu posisi struktural yang akan dikecualikan dari perhitungan Posisi Devisa Neto. 5. Cara Penghitungan Kebutuhan Modal Minimum 5.1. Kebutuhan modal minimum bank untuk risiko penyaluran dana dan risiko pasar dihitung berdasarkan penjumlahan : a. ATMR ... a. ATMR aktiva neraca yang diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko tersebut pada angka III.2; b. ATMR aktiva administratif yang diperoleh dengan cara mengalikan nilai nominal rekening bersangkutan dengan bobot risiko tersebut pada angka III.3.3.2; c. ATMR dari risiko pasar. 5.2. Perhitungan KPMM dengan memperhitungkan Risiko Penyaluran Dana dan Risiko Pasar dilakukan dengan formula sebagai berikut: KPMM = (Tier 1+Tier 2+Tier 3)- Penyertaan ATMR (Risiko Peny Dana) + 12,5 x beban modal untuk Risiko Pasar 5.3. Sebelum mengalokasikan beban modal untuk Risiko Pasar, Bank wajib memenuhi KPMM untuk Risiko Penyaluran Dana yaitu minimal sebesar 8% sesuai ketentuan yang berlaku dengan formula: KPMM = (Tier 1+Tier 2)- Penyertaan ATMR (Risiko Peny Dana) = 8% 5.4. Dalam melakukan perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka 5.2, Bank harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut : 5.4.1. Menghitung ATMR untuk Risiko Penyaluran Dana sesuai ketentuan yang berlaku; 5.4.2. Menghitung jumlah beban modal untuk Risiko Pasar yaitu Risiko Nilai Tukar; 5.4.3. Menghitung Risiko Pasar yaitu Risiko Nilai Tukar dengan cara mengkonversikan jumlah beban modal untuk Risiko Pasar sebagaimana dimaksud dalam angka 5.4.2 menjadi ekuivalen dengan ATMR (dikalikan dengan angka 12,5 yaitu 100/8); 5.4.4. Menjumlahkan ATMR untuk Risiko dengan ATMR untuk Risiko Pasar; Penyaluran Dana 5.4.5. Menghitung ... = 8% administratif yang 5.4.5. Menghitung modal Bank yang terdiri atas Modal Inti (tier 1), Modal Pelengkap (tier 2), dan Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) yang dialokasikan untuk menutup Risiko Pasar setelah dikurangi Penyertaan; 5.4.6. Membagi total modal sebagaimana dimaksud dalam angka 5.45 dengan jumlah ATMR sebagaimana dimaksud dalam angka 5.4.4, yang hasilnya dinyatakan dalam persentase. 5.5. Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) yang digunakan dalam perhitungan rasio KPMM adalah sebesar yang dibutuhkan untuk menutup Risiko Pasar. 5.6. Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) yang memenuhi persyaratan namun tidak digunakan dalam perhitungan rasio KPMM sebagaimana dimaksud dalam huruf angka 5.5, dihitung sebagai rasio kelebihan Modal Pelengkap Tambahan (excess tier 3 capital ratio), dengan formula: Rasio kelebihan Modal Pelengkap = Tambahan kelebihan Modal Pelengkap Tambahan ATMR (Risiko Peny.dana) + ATMR (Risiko Pasar) IV. ILUSTRASI PERHITUNGAN RASIO KPMM Sebagai ilustrasi perhitungan KPMM dan ATMR Bank A adalah sebagai berikut: 1. Modal inti (tier 1) sebesar 700 2. Modal Pelengkap (tier 2) sebesar 100 3. Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) sebesar 600 4. ATMR untuk Risiko Penyaluran Dana sebesar 7500 5. Beban Modal untuk Risiko Pasar adalah 406 Langkah-langkah perhitungan Rasio KPMM dilakukan sebagai berikut: 1. Menghitung ATMR untuk Risiko Pasar dengan cara mengalikan beban modal untuk risiko pasar dengan 12,5 sehingga menjadi 5075 (406 x 12,5) 2. Menghitung kebutuhan modal minimum untuk menutup Risiko Penyaluran Dana, dengan cara mengalikan ATMR untuk Risiko Penyaluran Dana dengan 8% (rasio KPMM) sehingga menjadi 7500 x 8% = 600 3. Menghitung tier 1 dan tier 3 yang dialokasikan untuk risiko pasar, dengan cara sebagai berikut: a. Beban ... a. Beban modal untuk Risiko Pasar adalah sebesar 406; b. Jumlah tier 3 tidak melebihi 250% atau 2,5 kali bagian tier 1 yang dialokasikan untuk Risiko Pasar , sehingga beban modal untuk Risiko Pasar adalah 350% atau 3,5 kali bagian tier 1 yang dialokasikan untuk Risiko Pasar; c. Tier 1 yang dialokasikan untuk Risiko Pasar adalah 406, maka Tier 1 yang dialokasikan untuk menutup Risiko Pasar adalah 406/3,5 = 116 d. Tier 3 adalah 406 - 116 = 290 4. Menghitung jumlah modal yang dapat digunakan (eligible) untuk menutup Risiko Penyaluran Dana dan Risiko Pasar, sebagai berikut: a. Bank A mengalokasikan tier 1 sebesar 500 dan tier 2 sebesar 100 untuk menutup Risiko Penyaluran Dana; b. c. Tier 3 Setelah memperhitungkan Risiko Penyaluran Dana, tier 1 yang tersisa dan dapat digunakan untuk menutup Risiko Pasar adalah sebesar 200; yang dapat dialokasikan untuk menutup Risiko Pasar adalah maksimal 250% atau 2,5 kali dari tier 1,yaitu sebesar 500; d. Karena Bank A hanya membutuhkan Tier 1 sebesar 116 dan Tier 3 sebesar 290 untuk menutup Risiko Pasar, Bank A memiliki 84 tier 1 dan 252 tier 3 yang tersisa tetapi dapat digunakan (unused but eligible tier 3) untuk menutup persyaratan Risiko Pasar periode berikutnya. V. PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Sesuai dengan Pasal 16 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/13/PBI/2005 tanggal 10 Juni 2005 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, Bank wajib melaporkan perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum dengan menggunakan format sesuai Lampiran I dan Lampiran II selambat-lambatnya tanggal 21 pada bulan berikutnya setelah laporan yang bersangkutan. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan dalam bentuk disket dan hasil olahan komputer kepada Bank Indonesia dengan alamat kepada : a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor ... b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. VI. LAIN – LAIN Mengingat bahwa modal merupakan faktor penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha yang sehat dan dapat menampung risiko kerugian, maka para pemilik dan pengurus bank diminta agar: 1. Menyesuaikan rencana ekspansinya dalam batas-batas yang dapat ditampung oleh permodalan bank. 2. Selalu melakukan pemantauan terhadap kondisi permodalan banknya sesuai dengan ketentuan tersebut di atas dengan cara menghitung sendiri kecukupan permodalannya sekurang-kurangnya untuk periode bulanan dengan menggunakan data sesuai dengan laporan bulanan yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 3. Dalam hal Bank menggunakan internal model dalam penghitungan kebutuhan modal (Capital Charge) untuk pemenuhan modal minimum, maka penggunaan internal model dimaksud wajib mendapat persetujuan Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia VII. PENUTUP 1. Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku pada tanggal 22 November 2005 dan berlaku efektif sejak periode pelaporan sejak pelaporan data bulan Desember 2005 yang disampaikan pada bulan Januari 2006 . 2. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka surat Edaran bank Indonesia No.26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993 perihal Kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank umum tanggal 29 Mei 1993, dinyatakan tidak berlaku. Agar ... Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Siti Ch. Fadjrijah DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/53/DPbS|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title> <set_date> 22 November 2005 </set_date> <effective_date> 22 November 2005 dan berlaku efektif sejak periode pelaporan sejak pelaporan data bulan Desember 2005 yang disampaikan pada bulan Januari 2006 . </effective_date> <replaced_reg> '26/1/BPPP|SE-BI/1993' </replaced_reg> <related_reg> '7/13/PBI/2005' </related_reg>
No. 6/46/DPM Jakarta, 29 Oktober 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), perlu dilakukan perubahan pada beberapa butir ketentuan dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, sebagai berikut: 1. Butir I.B.2 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: ”2. Marjin maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan 3 bulan 6 bulan 12 bulan 24 bulan Marjin (basis point) Dikurangi 5 (lima) Ditambah 0 (nol) Ditambah 5 (lima) Ditambah 20 (dua puluh) Ditambah 50 (lima puluh) dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada lelang terakhir.” 2. Butir … 2 2. Butir I.B.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “4. Marjin untuk maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, 12 dan 24 bulan yang dijamin Pemerintah masing-masing ditambah 3 (tiga) basis point di atas rata-rata suku bunga deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” 3. Butir II.B diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “B. Maksimum Suku Bunga PUAB a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 73 (tujuh puluh tiga) basis point di atas rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank- bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 82 (delapan puluh dua) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi valuta asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 29 Oktober 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SUGENG DEPUTI DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/46/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 29 Oktober 2004 </set_date> <effective_date> 29 Oktober 2004 </effective_date> <changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/11/PBI/2004 | Pasal 3', '6/20/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No.13/ 2 /DPbS Jakarta, 31 Januari 2011 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus. Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5192), perlu ditetapkan peraturan pelaksanaannya dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM 1. Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPRS mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya maka BPRS tersebut ditetapkan dalam status pengawasan khusus, dan untuk selanjutnya disebut BPRS DPK. 2. BPRS dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya apabila rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) ... 2 (KPMM) kurang dari 4% (empat persen) dan/atau Cash Ratio (CR) rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen). 3. Bank Indonesia memberitahukan mengenai penetapan BPRS DPK melalui surat yang disampaikan secara langsung dalam pertemuan dengan pengurus dan/atau pemegang saham BPRS yang bersangkutan, atau secara tidak langsung melalui pos atau sarana lain. II. UPAYA PENYEHATAN SELAMA JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS 1. Dalam rangka pengawasan khusus, Bank Indonesia dapat memerintahkan BPRS dan/atau pemegang saham BPRS untuk melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PBI Nomor 13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap BPRS dalam Status Pengawasan Khusus. 2. Tindakan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tersebut di atas dilakukan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 3. Dalam rangka pengawasan khusus, BPRS DPK menyampaikan rencana tindak (action plan) yang realistis dengan mempertimbangkan kemampuan BPRS, yang dirinci berdasarkan langkah-langkah penyehatan dan target waktu pelaksanaannya selama kurun waktu pengawasan khusus untuk mencapai target rasio KPMM paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang 3% (tiga persen). 4. Dalam hal langkah penyehatan BPRS DPK dilakukan dengan cara penambahan setoran modal maka dalam penyusunan action plan harus memperhitungkan potensi kerugian antara lain pembentukan cadangan PPAP yang cukup dan biaya tenaga kerja. Selain ... 3 Selain memperhitungkan biaya-biaya tersebut di atas, untuk menjaga kelangsungan usahanya, dalam penyusunan action plan tersebut maka bagi: a. BPRS DPK yang tidak dilarang melakukan penyaluran dana perlu memperhitungkan rencana penyaluran pembiayaan baru selama dan setelah masa pengawasan khusus. b. BPRS DPK yang dilarang melakukan penyaluran dana perlu memperhitungkan rencana penyaluran pembiayaan baru setelah keluar dari pengawasan khusus. 5. BPRS DPK menyampaikan laporan atas pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada angka 3 paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah action plan tersebut dilaksanakan. Laporan yang disampaikan tersebut adalah setiap pelaksanaan tahapan action plan. III. LARANGAN YANG BERKAITAN DENGAN BPRS DPK 1. Bank Indonesia menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana terhadap BPRS DPK serta memberitahukan larangan tersebut kepada BPRS yang bersangkutan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Pada saat penetapan status dalam pengawasan khusus, BPRS memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen). Contoh: Berdasarkan penelitian terhadap laporan dan pemeriksaan yang dilakukan oleh Bank Indonesia diketahui bahwa terdapat permasalahan keuangan yang mempengaruhi rasio KPMM BPRS ... 4 BPRS ”A” sehingga pada tanggal 7 Februari 2011 BPRS ”A” memiliki rasio KPMM negatif 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir 1% (satu persen). Dengan kondisi tersebut, pada tanggal 7 Februari 2011 Bank Indonesia: 1) menetapkan BPRS ”A” dalam status pengawasan khusus; 2) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS ”A”; dan 3) memberitahukan penetapan status pengawasan khusus serta larangan penghimpunan dan penyaluran dana kepada BPRS ”A”. Larangan tersebut diberlakukan sejak tanggal penetapan (7 Februari 2011) sampai dengan BPRS ”A” keluar dari status pengawasan khusus. Selain melakukan angka 1), 2) dan 3), pada tanggal yang sama yaitu tanggal 7 Februari 2011 Bank Indonesia mengumumkan penetapan status pengawasan khusus dan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS ”A”. Pada tanggal yang sama tersebut BPRS ”A” mengumumkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana. Tata cara pengumuman mengacu pada BAB VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPRS DPK. b. Pada saat penetapan status dalam pengawasan khusus, BPRS memiliki rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen), namun selama masa pengawasan khusus mengalami penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau kurang … 5 kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen). Contoh: Pada tanggal 7 Februari 2011, BPRS ”B” ditetapkan dalam status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM 3% (tiga persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir 2% (dua persen). Dari neraca harian BPRS ”B” per tanggal 4 April 2011 (Senin) yang diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 7 April 2011 (Kamis), diketahui kondisi keuangan BPRS ”B” mengalami penurunan sehingga rasio KPMM BPRS menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen). Berdasarkan kondisi tersebut, Bank Indonesia: 1) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS ”B” sejak tanggal 8 April 2011; 2) memberitahukan penetapan larangan tersebut kepada BPRS ”B” pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan. Larangan tersebut diberlakukan sampai dengan BPRS ”B” ditetapkan keluar dari status pengawasan khusus. Selain melakukan angka 1) dan 2), pada tanggal yang sama yaitu tanggal 8 April 2011 Bank Indonesia mengumumkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS ”B”. Pada tanggal yang sama tersebut BPRS ”B” mengumumkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana. Tata cara pengumuman mengacu pada BAB VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPRS ... 6 BPRS DPK. 2. Larangan penghimpunan dana meliputi penghimpunan dana dalam bentuk tabungan dan/atau deposito yang sumber dananya berasal dari: a. Fresh money, yaitu setoran tunai dan/atau melalui transfer ke rekening BPRS di bank lain, kecuali untuk angsuran/pelunasan pembiayaan; b. Pemindahbukuan selain dari: 1) 2) akun tabungan dan/atau deposito atas nama yang sama, akun biaya dalam rangka pembayaran gaji pengurus dan karyawan BPRS yang bersangkutan ke akun tabungan. Termasuk penghimpunan dana yang dilarang adalah penghimpunan dana sebagaimana tersebut di atas yang dilakukan melalui sarana mesin elektronik antara lain Automatic Teller Machine (ATM)/ Automatic Deposit Machine (ADM). 3. Larangan penyaluran dana meliputi penyaluran pembiayaan baru, termasuk komitmen penyaluran pembiayaan yang belum direalisasikan, kecuali dalam rangka restrukturisasi pembiayaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sepanjang dalam restrukturisasi pembiayaan tersebut tidak terdapat penambahan plafon pembiayaan. IV. JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS DAN PERPANJANGAN 1. Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal penetapan BPRS DPK oleh Bank Indonesia. Dalam hal berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus jatuh ... 7 jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka batas akhir jangka waktu pengawasan khusus adalah pada hari kerja berikutnya. 2. Jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana dimaksud pada angka 1 tersebut di atas dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu status pengawasan khusus. 3. BPRS DPK dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus, disertai/dilampiri dengan: a. informasi mengenai pemenuhan persyaratan pengajuan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus berupa: 1) Rasio KPMM telah meningkat paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai rasio KPMM 4% (empat persen) dan rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen); dan/atau 2) CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir telah meningkat paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai CR 3% (tiga persen) dan CR lebih dari 1% (satu persen); dilengkapi dengan dokumen pendukung terkait, misalnya berupa bukti setoran modal apabila terdapat penambahan modal disetor. b. komitmen Pemegang Saham Pengendali yang dituangkan dalam surat yang menyatakan akan menambah modal disetor dalam rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) sesuai action plan paling lambat sampai dengan berakhirnya ... 8 berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang diajukan, dalam hal BPRS ditetapkan dalam status pengawasan khusus karena rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); c. alasan yang mendukung; d. action plan yang telah disesuaikan dengan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus yang diajukan; e. neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan permohonan perpanjangan. Surat permohonan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Bagi BPRS DPK yang sumber dana setoran modalnya berasal dari APBD dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus disertai/dilampiri dengan: a. informasi mengenai pelaksanaan action plan sejak ditetapkan dalam status pengawasan khusus sampai dengan pengajuan perpanjangan; b. komitmen pemegang saham (gubernur/walikota/bupati) yang dituangkan dalam surat yang menyatakan akan menambah modal disetor dalam rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen) sesuai action plan paling lambat sampai dengan berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang diajukan; c. alasan ... 9 c. alasan yang mendukung; d. action plan yang telah disesuaikan dengan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus yang diajukan; e. neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan permohonan perpanjangan. Surat permohonan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Dalam hal jangka waktu perpanjangan yang diberikan kepada BPRS DPK lebih pendek dibandingkan dengan jangka waktu yang diajukan maka BPRS DPK menyesuaikan komitmen pemegang saham untuk menambah modal disetor dalam action plan sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan jangka waktu perpanjangan yang diberikan. 5. Perpanjangan berlaku sejak berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus. Contoh: BPRS ”C” ditetapkan dalam status pengawasan khusus pada tanggal 6 Juni 2011. Dengan demikian jangka waktu pengawasan khusus BPRS ”C” paling lama sampai dengan tanggal 2 Desember 2011. Apabila BPRS ”C” memenuhi syarat dan bermaksud mengajukan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus maka permohonan perpanjangan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 150 (seratus limapuluh) hari sejak BPRS ”C” ditetapkan dalam pengawasan khusus, yaitu tanggal 3 November 2011. Apabila permohonan disetujui, maka jangka waktu perpanjangan pengawasan khusus akan diberikan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal 3 Desember 2011. 6. Apabila ... 10 6. Apabila dalam jangka waktu pengawasan khusus pemegang saham melakukan setoran modal sehingga BPRS DPK memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen), tetapi proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal tersebut yang dilakukan oleh Bank Indonesia melampaui jangka waktu/batas akhir pengawasan khusus maka BPRS DPK belum dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus, dan bagi BPRS DPK yang dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana maka larangan tersebut tetap berlaku. Setelah proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal selesai dilakukan, apabila sumber setoran modal dan pemegang saham yang melakukan setoran modal: a. memenuhi ketentuan maka BPRS DPK dikeluarkan dari status DPK dan larangan penghimpunan dan penyaluran dana dicabut, b. tidak memenuhi ketentuan maka BPRS DPK akan diberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan. Contoh: Jangka waktu pengawasan khusus BPRS ”D” paling lama sampai dengan tanggal 21 Februari 2011. Pada tanggal 14 Februari 2011, pemegang saham BPRS ”D” melakukan tambahan setoran modal yang menurut perhitungan mengakibatkan rasio KPMM BPRS ”D” dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen). Proses penelitian ... 11 penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal tersebut memerlukan waktu sampai dengan tanggal 24 Februari 2011. Selama proses penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran setoran modal BPRS ”D” yang dilakukan oleh Bank Indonesia sampai dengan tanggal 24 Februari 2011, BPRS ”D” belum dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus. Apabila BPRS ”D” tersebut dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana maka larangan dimaksud tetap berlaku sampai dengan BPRS ”D” dikeluarkan dari status pengawasan khusus. V. PENAMBAHAN DAN PENCAIRAN SETORAN MODAL PADA ESCROW ACCOUNT 1. Penambahan modal BPRS DPK oleh pemegang saham lama maupun pemegang saham baru ditempatkan dalam escrow account. 2. Pengertian penambahan modal dalam bentuk escrow account adalah dana setoran modal yang ditempatkan dalam bentuk deposito pada Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia atas nama ”Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. BPRS yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan ”Pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia”. 3. Penambahan modal tersebut di atas disertai pernyataan dari pemegang saham/calon pemegang saham yang melakukan setoran modal bahwa dana setoran modal tersebut tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain dan tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. 4. Terhadap ... 12 4. Terhadap penambahan modal BPRS, Bank Indonesia melakukan penelitian untuk memastikan bahwa penambahan modal tersebut telah memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku. Dalam rangka penelitian, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap sumber setoran modal serta melakukan proses Fit and Proper Test berupa penilaian administratif dan/atau wawancara terhadap pemegang saham/calon pemegang saham/calon pemegang saham pengendali yang melakukan setoran modal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal berdasarkan penelitian Bank Indonesia diketahui bahwa: a. setoran tambahan modal BPRS tidak memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku maka tambahan modal dalam pos Dana Setoran Modal tidak dapat diperhitungkan dalam komponen KPMM. b. setoran tambahan modal BPRS memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku maka tambahan modal dalam pos Dana Setoran Modal diperhitungkan dalam komponen KPMM. Apabila penambahan modal tersebut meningkatkan rasio KPMM dan CR sehingga memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari pengawasan khusus maka BPRS DPK dikeluarkan dari pengawasan khusus tanpa menunggu penyelesaian proses hukum, yaitu proses yang dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka penambahan modal. 5. Bank Indonesia memberitahukan kepada BPRS DPK mengenai hasil penelitian atas setoran modal sebagaimana dimaksud pada angka 4. Dalam hal tambahan modal BPRS memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b maka BPRS ... 13 BPRS DPK segera melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 6. Dalam masa status pengawasan khusus, BPRS DPK dapat mengajukan permohonan pencairan dana atas setoran modal yang ditempatkan pada escrow account sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 7. Dalam rangka memproses permohonan pencairan dana setoran modal BPRS DPK, apabila dipandang perlu Bank Indonesia dapat meminta BPRS DPK yang setoran tambahan modalnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk menyampaikan risalah RUPS mengenai penambahan setoran modal terkait. 8. Bank Indonesia memberikan persetujuan atas permohonan pencairan dana setoran modal BPRS DPK pada escrow account baik dana setoran modal yang memenuhi maupun tidak memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku. Bagi BPRS DPK yang diminta menyampaikan risalah RUPS sebagaimana dimaksud pada angka 7, persetujuan atas permohonan pencairan dana setoran modal diberikan setelah BPRS DPK tersebut menyampaikan risalah RUPS. VI. PEMBERITAHUAN KEPADA LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) DAN PENCABUTAN IZIN USAHA 1. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPRS yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus, perkembangan kondisi BPRS DPK, BPRS yang dikeluarkan dari status pengawasan khusus, BPRS DPK yang tidak dapat disehatkan dan pencabutan izin usaha BPRS DPK yang tidak diselamatkan. 2. Selama ... 14 2. Selama jangka waktu BPRS dalam status pengawasan khusus termasuk perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus apabila diberikan perpanjangan jangka waktu, berdasarkan penilaian/evaluasi yang dilakukan terhadap kondisi BPRS DPK, Bank Indonesia sewaktu-waktu dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan, bagi BPRS yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Bagi BPRS yang pada saat masuk pengawasan khusus memiliki rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen) dan dalam masa pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Rasio KPMM BPRS menurun menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menurun menjadi sama dengan atau kurang 1% (satu persen); dan 2) Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPRS tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi paling kurang sebesar 3% (tiga persen). Contoh: Pada saat BPRS ”E” ditetapkan dalam status pengawasan khusus tanggal 7 Maret 2011, rasio KPMM BPRS sebesar 3% (tiga persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar 2% (dua persen). Berdasarkan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan BPRS ”E” sampai dengan tanggal 2 Mei 2011 diketahui ... 15 diketahui bahwa sejak BPRS ”E” ditetapkan dalam status pengawasan khusus kondisi BPRS ”E” terus memburuk sehingga rasio KPMM dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi negatif dengan kecenderungan negatif yang semakin membesar. Berdasarkan kondisi tersebut, BPRS ”E” dinilai tidak mampu merealisasikan action plan dan pengurus maupun pemegang saham BPRS tidak mampu memperbaiki kondisi BPRS. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka Bank Indonesia dapat memberitahukan kepada LPS mengenai kondisi BPRS ”E” yang tidak dapat disehatkan tersebut dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan. b. Bagi BPRS yang pada saat masuk dalam pengawasan khusus memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen) dan memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) BPRS tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen); dan 2) Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPRS tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 3% (tiga persen). Contoh: Pada saat BPRS ”F” ditetapkan dalam status pengawasan khusus tanggal ... 16 tanggal 7 Maret 2011, rasio KPMM BPRS sebesar negatif 20% (dua puluh persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar negatif 2% (dua persen). Berdasarkan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan BPRS ”F” sejak BPRS ditetapkan dalam status pengawasan khusus sampai dengan laporan tanggal 2 Mei 2011 diketahui rasio KPMM dan CR rata- rata selama 6 (enam) bulan terakhir tetap negatif dan tidak menunjukkan adanya perbaikan. Berdasarkan kondisi tersebut, BPRS ”F” dinilai tidak mampu merealisasikan action plan dan pengurus maupun pemegang saham BPRS tidak mampu memperbaiki kondisi BPRS. Dengan mempertimbangkan kondisi BPRS ”F” tersebut maka Bank Indonesia dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan. 3. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bagi BPRS DPK yang pada saat berakhirnya masa pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); dan/atau b. CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen). Contoh: BPRS ”G” ditetapkan dalam status pengawasan khusus tanggal 11 April 2011 dengan rasio KPMM sebesar 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar 2% (dua persen). Pada saat berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus yaitu tanggal 12 September ... 17 12 September 2011 dan tidak ada perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus, diketahui rasio KPMM dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir BPRS ”G” tidak memenuhi kriteria untuk dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen). Dengan kondisi BPRS ”G” tersebut di atas maka Bank Indonesia memberitahukan dan meminta LPS untuk memutuskan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPRS ”G”. 4. Dalam hal LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3, Bank Indonesia mencabut izin usaha BPRS yang bersangkutan setelah memperoleh pemberitahuan dari LPS mengenai keputusan bahwa LPS tidak menyelamatkan BPRS DPK tersebut. 5. Penyelesaian lebih lanjut terhadap BPRS yang dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia dilakukan oleh LPS sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 6. Bank Indonesia mengumumkan keputusan pencabutan izin usaha BPRS kepada masyarakat. Tata cara pengumuman mengacu pada BAB VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPRS DPK. VII. PENGUMUMAN YANG BERKAITAN DENGAN BPRS DPK 1. Pengumuman yang berkaitan dengan BPRS DPK dilakukan sebagai berikut: a. Pengumuman penetapan status BPRS DPK dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan status pengawasan khusus. Contoh: ... 18 Contoh: Pada tanggal 6 Mei 2011, BPRS ”H” ditetapkan dalam status pengawasan khusus. Pengumuman penetapan status pengawasan khusus BPRS ”H” dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama yaitu tanggal 6 Mei 2011. b. Pengumuman larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Bab III angka 1 dilakukan oleh Bank Indonesia dan BPRS yang bersangkutan pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan. Contoh: 1) Pada tanggal 10 Maret 2011, BPRS ”I” ditetapkan dalam status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM negatif 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir 1% (satu persen). Dengan kondisi tersebut maka pada tanggal 10 Maret 2011 Bank Indonesia: a) menetapkan status pengawasan khusus terhadap BPRS ”I”, b) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS ”I”, c) memberitahukan penetapan status pengawasan khusus serta larangan penghimpunan dan penyaluran dana kepada BPRS ”I”, dan d) mengumumkan ... 19 d) mengumumkan penetapan status pengawasan khusus BPRS ”I” dan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS ”I”. BPRS ”I” mengumumkan larangan tersebut kepada masyarakat di seluruh kantor BPRS (KP/KC/Kantor Kas) pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan yaitu tanggal 10 Maret 2011 dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4 yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2) Pada tanggal 13 Juni 2011, BPRS ”J” ditetapkan dalam status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir 2% (dua persen). Dari neraca harian BPRS tanggal 5 Agustus 2011 (Jumat) yang diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 8 Agustus 2011 (Senin), diketahui kondisi keuangan BPRS ”J” mengalami penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen). Berdasarkan kondisi tersebut, pada tanggal 9 Agustus 2011 Bank Indonesia: a) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS ”J”, dan b) mengumumkan larangan tersebut. BPRS ”J” mengumumkan larangan tersebut kepada masyarakat di seluruh kantor BPRS (KP/KC/Kantor Kas) pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan yaitu tanggal 9 Agustus 2011 dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam ... 20 dalam Lampiran 4 yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Pengumuman penetapan BPRS yang dikeluarkan dari status pengawasan khusus dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan disertai dengan pencabutan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS DPK yang sebelumnya dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana. Contoh: Pada tanggal 15 Agustus 2011, BPRS ”K” ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus. Pengumuman BPRS ”K” dikeluarkan dari status pengawasan khusus dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama yaitu tanggal 15 Agustus 2011. Dalam pengumuman tersebut disertai pula pengumuman pencabutan larangan penghimpunan dan penyaluran dana apabila BPRS ”K” sebelumnya dikenakan larangan penghimpunan dan penyaluran dana. d. Bank Indonesia mengumumkan keputusan pencabutan izin usaha BPRS kepada masyarakat. 2. Pengumuman dilakukan pada papan pengumuman di kantor BPRS yang mudah dilihat dan dibaca oleh masyarakat. Dalam hal dianggap perlu, selain pengumuman di kantor BPRS, dapat pula dilakukan pengumuman pada kantor kelurahan/kecamatan tempat kedudukan BPRS yang bersangkutan dan/atau melalui media massa setempat antara lain media cetak dan/atau media elektronik. VIII. PELAPORAN ... 21 VIII. PELAPORAN 1. Dalam rangka melakukan pemantauan terhadap perkembangan kondisi BPRS DPK dan upaya-upaya penyehatan yang dilakukan, BPRS DPK menyampaikan kepada Bank Indonesia: a. neraca harian secara mingguan yang disampaikan pada hari kerja pertama minggu berikutnya. b. pelaksanaan action plan yang disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah action plan dilaksanakan. Laporan yang disampaikan tersebut adalah setiap pelaksanaan tahapan action plan. Contoh: Pada tanggal 15 Maret 2011 (Selasa), BPRS ”L” ditetapkan dalam status pengawasan khusus. BPRS ”L” menyampaikan neraca harian tanggal 16,17 dan 18 Maret 2011 (Rabu, Kamis dan Jum’at) pada tanggal 21 Maret 2011 (Senin). Pada tanggal 5 April 2011 (Selasa), BPRS ”L” melakukan penambahan setoran modal sesuai dengan action plan. Sehubungan dengan hal tersebut, BPRS ”L” menyampaikan laporan atas pelaksanaan action plan disertai bukti-bukti pendukung kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 12 April 2011 (Selasa), yaitu 5 (lima) hari kerja setelah action plan dilaksanakan. 2. Bagi BPRS DPK yang jangka waktu pengawasan khususnya akan berakhir kurang dari 5 (lima) hari kerja, penyampaian laporan neraca harian dan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lambat pada tanggal berakhirnya masa pengawasan khusus. Contoh: ... 22 Contoh: Jangka waktu pengawasan khusus BPRS ”M” paling lama berakhir pada tanggal 9 Mei 2011. Pada tanggal 6 Mei 2011 BPRS ”M” melakukan penambahan setoran modal sesuai action plan, maka laporan pelaksanaan action plan berupa penambahan modal dimaksud disampaikan paling lambat tanggal 9 Mei 2011. 3. Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap laporan-laporan yang disampaikan oleh BPRS DPK. Dalam rangka melakukan evaluasi tersebut, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan kepada BPRS DPK. IX. KETENTUAN PERALIHAN 1. Tindak lanjut penanganan terhadap BPRS yang telah ditetapkan dalam status pengawasan khusus berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/34/PBI/2005 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Perkreditan Rakyat dalam Status Pengawasan Khusus, dilakukan berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus. 2. Jangka waktu pengawasan khusus BPRS yang telah ditetapkan dalam status pengawasan khusus berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/34/PBI/2005 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Perkreditan Rakyat dalam Status Pengawasan Khusus, diperhitungkan dalam jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tentang Tindak ... 23 Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus. Contoh: BPRS ”N” ditetapkan dalam status pengawasan khusus sejak tanggal 5 Januari 2011. Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus yang mulai berlaku pada tanggal 24 Januari 2011, jangka waktu pengawasan khusus BPRS ”N” paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari dihitung sejak 5 Januari 2011 yaitu paling lama sampai dengan 3 Juli 2011. Mengingat tanggal 3 Juli 2011 jatuh pada hari Minggu maka batas waktu pengawasan khusus adalah paling lama sampai dengan hari kerja berikutnya, yaitu hari Senin tanggal 4 Juli 2011. 3. Larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS dalam pengawasan khusus yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus, tetap berlaku sampai dengan BPRS keluar dari status pengawasan khusus. Contoh: BPRS ”O” ditetapkan dalam status pengawasan khusus sejak tanggal 12 Desember 2011 dan sejak tanggal tersebut BPRS ”O” dikenakan larangan menghimpun dan menyalurkan dana. Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus yang mulai berlaku sejak tanggal 24 Januari 2011, apabila BPRS ”O” masih dalam status pengawasan khusus ... 24 khusus maka larangan tersebut tetap berlaku sampai dengan BPRS ”O” ditetapkan keluar dari status pengawasan khusus. X. ALAMAT KORESPONDENSI Surat menyurat BPRS yang disampaikan kepada Bank Indonesia yang berkaitan dengan status pengawasan khusus ditujukan ke alamat sebagai berikut: 1. Bank Indonesia u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi BPRS yang bertempat kedudukan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten/Kotamadya Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Propinsi Banten. 2. Bank Indonesia u.p. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas. XI. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/50/DPBPR tanggal 1 November 2005 perihal Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Perkreditan Rakyat dalam Status Pengawasan Khusus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Agar ... 25 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/2/DPbS|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus. </reg_title> <set_date> 31 Januari 2011 </set_date> <effective_date> 31 Januari 2011 </effective_date> <replaced_reg> '7/50/DPBPR|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '13/6/PBI/2011' </related_reg>
No. 6/48/DPM Jakarta, 29 November 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kelima Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), perlu dilakukan perubahan pada beberapa butir ketentuan dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, sebagai berikut: 1. Butir I.B.2 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: ”2. Marjin maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan 3 bulan 6 bulan 12 bulan 24 bulan Marjin (basis point) Dikurangi 5 (lima) Ditambah 0 (nol) Ditambah 5 (lima) Ditambah 20 (dua puluh) Ditambah 50 (lima puluh) dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada lelang terakhir.” 2. Butir … 2 2. Butir I.B.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “4. Marjin untuk maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, 12 bulan yang dijamin Pemerintah masing-masing ditambah 4 (empat) basis point dan 24 bulan ditambah 2 (dua) basis point di atas rata-rata suku bunga deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” 3. Butir II.B diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “B. Maksimum Suku Bunga PUAB a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 148 (seratus empat puluh delapan) basis point di atas rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 92 (sembilan puluh dua) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi valuta asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 29 November 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/48/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kelima Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 29 November 2004 </set_date> <effective_date> 29 November 2004 </effective_date> <changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/11/PBI/2004 | Pasal 3', '6/20/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No. 18/24/DPM Jakarta, 31 Oktober 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA Perihal : Operasi Pasar Terbuka Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/12/PBI/2016 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5919) dan dalam rangka penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter, perlu mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai operasi pasar terbuka dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo Rate (Bank Indonesia 7- Day Repo Rate) yang selanjutnya disebut BI 7-Day Repo Rate adalah suku bunga kebijakan Bank Indonesia yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. 2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengelolaan moneter melalui OPT dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang dan pasar valuta asing yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan/atau pihak lain dalam rangka Operasi Moneter. 4. Peserta … 2 4. Peserta OPT adalah Bank dan/atau pihak lain yang memenuhi persyaratan sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 5. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 6. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing, dan perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 7. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, SBN, dan surat berharga lain yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 8. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 9. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar-Bank. 10. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah SUN dan SBSN. 11. Surat … 3 11. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Utang Negara. 12. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara. 13. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 14. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 15. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term Deposit adalah penempatan dana dalam Rupiah dan/atau valuta asing milik Peserta OPT secara berjangka di Bank Indonesia. 16. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian atau penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan atau pembelian kembali oleh Peserta OPT. 17. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank Indonesia dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing. 18. Rekening … 4 18. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga milik Bank pada BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga, transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau transaksi pasar keuangan. 19. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia sebagai peserta BI-SSSS untuk melakukan fungsi penatausahaan bagi kepentingan nasabah. 20. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 21. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara elektronik, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 22. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 23. Sistem … 5 23. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 24. Transaksi Penjualan Valuta Asing terhadap Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut Transaksi Valas Terhadap SBN adalah transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia yang dilakukan pada saat yang bersamaan. 25. Bank Koresponden adalah bank yang memelihara rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran dan/atau penerimaan dana valuta asing ke dan/atau dari Bank. 26. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh persetujuan dari otoritas yang berwenang untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. 27. Transaksi Spot adalah transaksi jual atau beli antara valuta asing terhadap Rupiah dengan penyerahan dana dilakukan 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 28. Transaksi Spot Beli Bank Indonesia adalah transaksi beli valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan penyerahan dana dilakukan 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 29. Transaksi Spot Jual Bank Indonesia adalah transaksi jual valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan penyerahan dana dilakukan 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 30. Transaksi Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap Rupiah melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama serta pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 31. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia adalah transaksi jual valuta … 6 valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia secara tunai (spot) dengan diikuti transaksi pembelian kembali valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama serta pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 32. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia adalah transaksi beli valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia secara tunai (spot) dengan diikuti transaksi penjualan kembali valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama serta pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 33. Standard Settlement Instruction adalah suatu pedoman tertentu dalam melakukan transfer dana melalui sarana telekomunikasi yang antara lain memuat nama Bank Koresponden, nomor rekening, kode kliring, dan kode Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). 34. Transaksi Forward adalah transaksi jual atau beli valuta asing terhadap Rupiah dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 35. Transaksi Forward Jual Bank Indonesia adalah transaksi jual valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 36. Transaksi Forward Beli Bank Indonesia adalah transaksi beli valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 37. Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate yang selanjutnya disebut JISDOR adalah representasi harga spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah dari transaksi antar Bank di pasar domestik, termasuk transaksi Bank dengan bank di luar negeri, yang informasi data transaksinya dapat diakses … 7 diakses melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara bank dengan pihak domestik. 38. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah mekanisme setelmen transaksi dengan cara setelmen Surat Berharga dan setelmen dana dilakukan secara bersamaan. 39. Pelunasan atau Pencairan Sebelum Jatuh Waktu yang selanjutnya disebut Early Redemption adalah pelunasan SBI atau SDBI sebelum jatuh waktu atau pencairan Term Deposit sebelum jatuh waktu. B. Bank Indonesia melaksanakan OPT di pasar uang dan pasar valuta asing secara terintegrasi dalam rangka mencapai tujuan Operasi Moneter yaitu untuk mendukung pencapaian stabilitas moneter, dengan mengendalikan Suku Bunga PUAB O/N melalui Absorpsi Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas di pasar uang Rupiah dan menjaga stabilitas nilai tukar melalui intervensi dan/atau transaksi lainnya di pasar valuta asing. II. PENERBITAN SBI 1. Penerbitan SBI merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. SBI memiliki karakteristik sebagai berikut: a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto; d. diterbitkan dan ditransaksikan di Sistem BI-ETP; e. diterbitkan … 8 e. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di BI-SSSS; f. dapat dipindahtangankan (negotiable) melalui perdagangan di pasar sekunder antara lain dengan cara outright, pinjam- meminjam, hibah, repurchase agreement (repo), atau dijadikan agunan; g. SBI yang masih dalam status agunan tidak dapat diperdagangkan; h. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu; i. Bank Indonesia dapat melunasi SBI sebelum jatuh waktu (Early Redemption) berdasarkan pertimbangan terkait strategi pengelolaan moneter; dan j. pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (Early Redemption) sebagaimana dimaksud dalam huruf i dilakukan dengan persetujuan pemilik SBI. 3. Mekanisme Penerbitan SBI a. Penerbitan SBI dilakukan dengan mekanisme lelang melalui Sistem BI-ETP. b. Lelang SBI dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat diskonto lelang SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat diskonto lelang SBI diajukan oleh Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SBI a. Lelang SBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Window time lelang SBI dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBI dan perubahannya paling lambat sebelum window time, melalui Sistem BI-ETP, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lain. d. Pengumuman rencana lelang SBI memuat antara lain: 1) sarana transaksi; 2) tanggal … 9 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode lelang; 6) 7) 8) target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender); tingkat diskonto SBI, apabila lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); dan/atau tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Lelang SBI a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SBI secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang SBI untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SBI kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang SBI meliputi informasi: 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender); atau 2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender), untuk masing-masing jangka waktu SBI yang akan diterbitkan. e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran SBI yang disampaikan kepada Bank … 10 Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran SBI yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang SBI a. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: 1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; atau 2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran SBI yang diajukan; atau b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian penawaran SBI yang diajukan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c. Bank … 11 c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang SBI. 7. Pengumuman Hasil Lelang SBI Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SBI setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI- ETP dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto, dan nilai tunai SBI yang dimenangkan; dan b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lain, antara lain berupa rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI, Stop Out Rate (SOR), dan/atau nilai nominal seluruh penawaran yang dimenangkan. 8. Setelmen SBI a. Setelmen Hasil Lelang SBI 1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SBI paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang SBI. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang SBI. 3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang SBI dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai tunai SBI dan setelmen Surat Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta OPT sebesar nilai nominal SBI. 4) Nilai tunai SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus: Nilai Tunai SBI Nilai Nominal x 360 = 360+(Tingkat Diskonto x Jangka Waktu) Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai Keterangan … 12 Keterangan: Nilai Nominal = nilai nominal SBI dimenangkan Tingkat Diskonto = tingkat diskonto dimenangkan Jangka Waktu yang yang = jumlah hari yang dihitung 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen lelang SBI sampai dengan tanggal jatuh waktu Contoh perhitungan nilai tunai dan nilai diskonto SBI tercantum dalam Lampiran I. 5) Setelmen dana dan setelmen Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP. 6) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah Peserta OPT tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SBI, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lelang SBI yang dimenangkan Peserta OPT yang bersangkutan. 7) Atas batalnya transaksi lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 6), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b. b. Setelmen Pelunasan SBI 1) Bank Indonesia melunasi SBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan SBI yang tercatat di BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu SBI. 2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu SBI ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SBI dilakukan pada hari kerja berikutnya, tanpa memperhitungkan … 13 memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 3) Pada tanggal jatuh waktu SBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI dengan cara: a) mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SBI sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu; dan b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SBI sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu. 9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 1 (satu) Minggu Sejak Kepemilikan SBI (Minimum Holding Period) a. Ketentuan 1) Dalam jangka waktu 1 (satu) minggu, yaitu 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen pembelian, pemilik SBI dilarang mentransaksikan SBI yang dimilikinya dengan pihak lain. 2) Transaksi yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam angka 1) antara lain transaksi repurchase agreement (repo), transaksi jual atau beli secara outright, pinjam- meminjam, memberi atau menerima hibah, memberikan atau menerima agunan. 3) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) maka Transaksi Repo sell and buy back SBI tidak dapat dilakukan dengan jangka waktu kurang dari 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender. 4) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan tidak terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo collateralized borrowing, pengagunan (pledge), dan securities lending and borrowing, pemilik SBI dapat langsung mentransaksikan kembali SBI dimaksud setelah jatuh waktu second leg. 5) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI memiliki … 14 memiliki second leg dan terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo sell and buyback SBI, pemilik SBI dapat mentransaksikan kembali SBI dimaksud dengan ketentuan sebagai berikut: a) dalam hal second leg Transaksi Repo berhasil dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh penjual repo 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen second leg transaksi SBI dimaksud; b) dalam hal second leg Transaksi Repo tidak berhasil dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh pembeli repo 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen first leg transaksi SBI dimaksud. 6) Dalam hal transfer SBI antar Sub-Registry tanpa perpindahan kepemilikan atau transfer SBI karena merger, akuisisi, dan konsolidasi, SBI dapat ditransaksikan kembali 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak SBI dicatat di Sub-Registry awal atau di Rekening Surat Berharga awal. 7) Larangan mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan pihak lain dalam jangka waktu 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak berlaku untuk transaksi SBI oleh Peserta OPT dengan Bank Indonesia. 8) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 7). b. Pengawasan 1) Bank Indonesia melakukan pengawasan tidak langsung dan/atau pemeriksaan atas pelaksanaan pembatasan transaksi SBI selama 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak kepemilikan SBI oleh Peserta OPT dan Sub-Registry. 2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran pelaksanaan atas … 15 atas pembatasan transaksi SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia menyampaikan surat permintaan konfirmasi kepada Peserta OPT dan/atau Sub-Registry. 3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) menyampaikan tanggapan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat permintaan konfirmasi dari Bank Indonesia. 4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub- Registry tidak menyampaikan tanggapan tertulis maka Peserta OPT dan/atau Sub-Registry dianggap mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut. 5) Atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.5. III. PENERBITAN SDBI 1. Penerbitan SDBI merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. SDBI memiliki karakteristik sebagai berikut: a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah); b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; Contoh perhitungan jangka waktu SDBI tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto; d. diterbitkan … 16 d. diterbitkan dan ditransaksikan di Sistem BI-ETP; e. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di BI-SSSS; f. hanya dapat dimiliki oleh Bank; g. hanya dapat dipindahtangankan (negotiable) antar-Bank; h. hanya dapat ditransaksikan antar-Bank antara lain dengan cara outright, pinjam-meminjam, hibah, agreement (repo), atau dijadikan agunan; i. SDBI yang masih dalam status agunan tidak dapat diperdagangkan; j. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu; k. Bank Indonesia dapat melakukan Early Redemption atas SDBI berdasarkan pertimbangan terkait strategi pengelolaan moneter; dan l. Early Redemption atas SDBI sebagaimana dimaksud dalam huruf k dilakukan dengan persetujuan pemilik SDBI. 3. Mekanisme Penerbitan SDBI a. Penerbitan SDBI dilakukan dengan mekanisme lelang melalui Sistem BI-ETP. b. Lelang SDBI dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat diskonto lelang SDBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat diskonto lelang SDBI diajukan oleh Peserta OPT. 4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SDBI a. Lelang SDBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Window time lelang SDBI dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SDBI dan perubahannya paling lambat sebelum window time, melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain. d. Pengumuman rencana lelang SDBI memuat antara lain: 1) sarana … repurchase 17 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode lelang; 6) 7) 8) target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender); tingkat diskonto SDBI, apabila lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); dan/atau tanggal dan waktu setelmen. 5. Pengajuan Penawaran Lelang SDBI a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SDBI secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang SDBI untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang SDBI meliputi informasi: 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender); atau 2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender), untuk masing-masing jangka waktu SDBI yang akan diterbitkan. e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran … 18 kebenaran data penawaran SDBI yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran SDBI yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Penetapan Pemenang Lelang SDBI a. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: 1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; atau 2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SDBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran SDBI yang diajukan; atau b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian penawaran SDBI yang diajukan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan … 19 pembulatan nominal terkecil SDBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang SDBI. 7. Pengumuman Hasil Lelang SDBI Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SDBI setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI- ETP dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto dan nilai tunai SDBI yang dimenangkan; dan b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain, antara lain berupa rata-rata tertimbang tingkat diskonto SDBI, Stop Out Rate (SOR), dan/atau nilai nominal seluruh penawaran yang dimenangkan. 8. Setelmen SDBI a. Setelmen Hasil Lelang SDBI 1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SDBI paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang SDBI. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang SDBI. 3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang SDBI dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai tunai SDBI dan setelmen Surat Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta OPT sebesar nilai nominal SDBI. 4) Nilai tunai SDBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus: Nilai Tunai SDBI Nilai Nominal x 360 = 360+(Tingkat Diskonto x Jangka Waktu) Nilai … 20 Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai Keterangan: Nilai Nominal Tingkat Diskonto Jangka Waktu = nilai nominal SDBI yang dimenangkan = tingkat diskonto yang dimenangkan = jumlah hari yang dihitung 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen lelang SDBI sampai dengan tanggal jatuh waktu Contoh perhitungan nilai tunai dan nilai diskonto SDBI tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 5) Setelmen dana dan setelmen Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP. 6) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah Peserta OPT tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SDBI, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lelang SDBI yang dimenangkan Peserta OPT yang bersangkutan. 7) Atas batalnya transaksi lelang SDBI sebagaimana dimaksud dalam angka 6), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b. b. Setelmen Pelunasan SDBI 1) Bank Indonesia melunasi SDBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan SDBI yang tercatat di BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu SDBI. 2) Dalam … 21 2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu SDBI ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SDBI dilakukan pada hari kerja berikutnya, tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 3) Pada tanggal jatuh waktu SDBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan SDBI dengan cara: a) mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SDBI sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu; dan b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SDBI sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu. 9. Pembatasan Transaksi SDBI di Pasar Sekunder a. Ketentuan 1) Bank dilarang memindahtangankan atau mentransaksikan SDBI yang dimilikinya dengan pihak selain Bank. 2) Pemindahtanganan atau transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) mencakup antara lain transaksi jual atau beli secara outright, pinjam meminjam, memberi atau menerima hibah, repurchase agreement (repo), memberikan atau menerima agunan. 3) Bank dapat mentransaksikan SDBI dengan Bank Indonesia. 4) Sub-Registry wajib menatausahakan SDBI milik nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1). b. Pengawasan 1) Bank Indonesia melakukan pengawasan tidak langsung dan/atau pemeriksaan atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) oleh Bank dan Sub Registry. 2) Atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1), Bank Indonesia akan mengenakan … 22 mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.6. 3) Atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.1), Bank Indonesia melakukan Early Redemption atas SDBI yang dimiliki oleh pihak selain Bank tanpa persetujuan pemilik. 4) Perhitungan Early Redemption sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen pemindahtanganan SDBI ke pihak selain Bank. 5) Perhitungan Early Redemption atas SDBI adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. IV. TRANSAKSI REPO SURAT BERHARGA 1. Transaksi Repo Surat Berharga merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk Injeksi Likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. Kriteria dan persyaratan Surat Berharga yang dapat digunakan dalam Transaksi Repo Surat Berharga adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 3. Transaksi Repo Surat Berharga memiliki karakteristik sebagai berikut: a. dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga (transfer of ownership); b. memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. bunga … 23 c. bunga dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang (simple interest); dan d. hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang di-repo- kan selama periode Transaksi Repo tetap merupakan milik Peserta OPT. 4. Mekanisme Transaksi Repo Surat Berharga a. Transaksi Repo dilakukan dengan mekanisme lelang melalui: 1) Sistem BI-ETP untuk Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah; atau 2) sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing. b. Lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender), dengan suku bunga repo (repo rate) ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender), dengan suku bunga repo (repo rate) diajukan oleh Peserta OPT. 5. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Repo Surat Berharga a. Lelang Transaksi Repo dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Window time lelang Transaksi Repo dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Repo dan perubahannya paling lambat sebelum window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain. d. Pengumuman rencana lelang Transaksi Repo memuat antara lain: 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode lelang; 6) target … 24 6) target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender); 7) suku bunga repo (repo rate), apabila lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); 8) Surat Berharga yang dapat di-repo-kan; 9) haircut; dan/atau 10) tanggal dan waktu setelmen. e. Dalam hal Transaksi Repo menggunakan Surat Berharga dalam valuta asing maka pengumuman rencana lelang, selain mengumumkan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf d, juga mengumumkan acuan harga untuk Surat Berharga dalam valuta asing dan acuan kurs transaksi. 6. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Repo Surat Berharga a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi Repo untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Repo kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP atau sarana dealing system dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah 1) Pengajuan penawaran meliputi informasi: a) nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo-kan, untuk lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender); atau b) nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo-kan, dan repo rate, untuk lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender), untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Repo yang akan dilakukan. 2) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu … 25 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran repo rate dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen). e. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing 1) Kurs yang digunakan dalam Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing adalah kurs tengah dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi. 2) Pengajuan penawaran meliputi informasi: a) dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender), antara lain: (1) nama Peserta OPT; (2) (3) tanggal transaksi; jangka waktu Repo; (4) Standard Settlement Instruction; (5) (6) penawaran nilai nominal; b) dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), antara lain: (1) nama Peserta OPT; (2) (3) tanggal transaksi; jangka waktu repo; (4) Standard Settlement Instruction; (5) jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo- kan; (6) penawaran nilai nominal; dan/atau (7) tingkat bunga (repo rate). 3) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu … jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo- kan; dan/atau 26 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 4) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran repo rate dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen). 5) Penawaran lelang dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan. 6) Dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time lelang Transaksi Repo. 7) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 6) dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Peserta OPT dan jangka waktu Transaksi Repo. 8) Koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran. 9) Peserta OPT harus mengirimkan dokumen ke Bank Indonesia sebagai berikut: a) surat pernyataan yang menyatakan bahwa: (1) Surat Berharga dalam valuta asing yang di- repo-kan merupakan aset milik Peserta OPT; dan (2) Peserta OPT tidak lagi memiliki SBI, SDBI, dan SBN; b) data terkait Surat Berharga dalam valuta asing yang paling kurang meliputi jadwal pembayaran kupon terakhir (last coupon date), jadwal pembayaran kupon selanjutnya (next coupon date), tingkat kupon (coupon rate), dan nominal kupon; c) surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dilampiri dengan statement of holding atas kepemilikan Surat Berharga dalam valuta asing di lembaga … 27 lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia dan Hasil Olahan Komputer (HOK) posisi kepemilikan Surat Berharga dalam Rupiah Peserta OPT pada posisi penutupan 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal transaksi. Contoh surat pernyataan dan data terkait Surat Berharga dalam valuta asing tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 10) Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 9) kepada Bank Indonesia dilakukan sebelum penutupan window time transaksi yang dapat didahului dengan penyampaian antara lain melalui faksimili. Penyampaian dokumen ditujukan kepada: Bank Indonesia - Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 13 Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta Pusat 10350 Faksimili : (021) 2310347 Telepon : (021) 29818350 11) Penawaran lelang Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing dinyatakan batal dalam hal Peserta OPT: a) mengajukan penawaran tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 5); b) tidak melakukan koreksi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 6) sampai dengan angka 8); c) tidak menyampaikan dokumen sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 9); dan/atau d) berdasarkan pemeriksaan oleh Bank Indonesia, surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 9) terbukti tidak benar. f. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran … 28 kebenaran data penawaran lelang Transaksi Repo yang disampaikan kepada Bank Indonesia. g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran lelang Transaksi Repo yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 7. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Repo Surat Berharga a. Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah 1) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: a) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; atau b) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: a) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan b) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: (1) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Repo yang diajukan; atau (2) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian penawaran Transaksi Repo yang diajukan secara … 29 secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing 1) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: a) penawaran nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; atau b) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia dengan pembulatan ke atas dalam jutaan Rupiah terdekat. 2) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: a) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan b) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: (1) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Repo yang diajukan; atau (2) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian penawaran Transaksi Repo yang diajukan secara proporsional perhitungan Bank Indonesia sesuai dengan dengan pembulatan … 30 pembulatan ke atas dalam jutaan Rupiah terdekat. Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal pemenang Transaksi Repo menggunakan Surat Berharga dalam valuta asing berdasarkan metode harga tetap (fixed rate tender) dan metode harga beragam (variable rate tender) tercantum dalam Lampiran III. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Repo. 8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo Surat Berharga a. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Repo setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut: 1) secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal dan repo rate yang dimenangkan; dan 2) secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, Stop Out Rate (SOR), dan/atau rata-rata tertimbang repo rate. b. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Valuta Asing 1) Pengumuman hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan dilakukan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nilai nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, Stop Out Rate (SOR), dan/atau rata- rata tertimbang repo rate. 2) Konfirmasi secara individual disampaikan kepada pemenang lelang melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa: a) nilai nominal yang dimenangkan, nominal Surat Berharga dalam valuta asing yang harus dipindahkan … 31 dipindahkan ke rekening Bank Indonesia pada lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia, dan repo rate yang dimenangkan; b) tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan c) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT. 3) Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilakukan sebagai berikut: a) dalam hal Peserta OPT yang memenangkan lelang memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan; atau b) dalam hal Peserta OPT yang memenangkan lelang tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara. 9. Setelmen Transaksi Repo Surat Berharga a. Surat Berharga dalam Rupiah 1) Setelmen First Leg a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Transaksi Repo. b) Peserta OPT wajib memiliki Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen first leg. c) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI- RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP sebagai berikut: (1) setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang di-repo-kan; dan (2) setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg. d) Perhitungan … 32 d) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. e) Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan waktu yang ditetapkan sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI- SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Repo Peserta OPT yang bersangkutan. f) Atas batalnya Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf e), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b. 2) Setelmen Second Leg a) Pada tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI- RTGS. b) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen second leg. c) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI- RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP sebagai berikut: (1) setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg; (2) setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga Transaksi Repo jatuh waktu; (3) perhitungan … 33 (3) perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. d) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Repo, tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga repo untuk hari libur dimaksud. e) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Repo second leg Peserta OPT yang bersangkutan. 3) Kegagalan Setelmen Second Leg Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg Transaksi Repo maka Bank Indonesia akan melakukan hal-hal sebagai berikut: a) Dalam hal Surat Berharga berupa SBI dan SDBI, Bank Indonesia melakukan Early Redemption atas SBI dan SDBI dan mengenakan biaya Transaksi Repo. b) Dalam hal Surat Berharga berupa SBN, transaksi yang bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright oleh Peserta OPT dan Bank Indonesia mengenakan biaya Transaksi Repo. c) Perhitungan setelmen Transaksi Outright dan penggunaan harga Surat Berharga Transaksi Outright adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai … 34 mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. d) Dalam hal terjadi Transaksi Outright (1) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau dikredit dengan perhitungan harga SBN sebagai berikut: (a) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih rendah daripada harga pada transaksi first leg setelah dikurangi haircut maka Rekening Giro Rupiah didebet sebesar selisih dimaksud setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-repo-kan; (b) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih tinggi dari harga pada transaksi first leg dikurangi haircut maka Rekening Giro Rupiah Peserta OPT dikredit sebesar selisih dimaksud setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-repo- kan dan paling banyak sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada saat first leg. (2) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau dikredit untuk memperhitungkan nilai accrued interest atau imbalan sebagai berikut: (a) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan yang diterima Bank Indonesia setelah Transaksi Outright maka Rekening Giro Rupiah dikredit sebesar accrued interest atau imbalan sejak tanggal setelmen first leg sampai dengan tanggal Transaksi Outright; (b) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan yang diterima Peserta OPT pada … 35 pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen first leg maka Rekening Giro Rupiah akan dikredit sebesar accrued interest atau imbalan sejak tanggal setelmen first leg sampai dengan tanggal Transaksi Outright; (c) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan yang diterima Peserta OPT pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Transaksi Outright maka Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar accrued interest atau imbalan yang dibayarkan Bank Indonesia pada saat first leg ditambah dengan accrued interest atau imbalan sejak tanggal Transaksi Outright sampai dengan tanggal pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Transaksi Outright; (d) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen first leg dan terdapat pembayaran kupon atau imbalan berikutnya pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Transaksi Outright, maka Rekening Giro Rupiah akan dikredit sebesar accrued interest atau imbalan dari tanggal setelmen first leg sampai dengan tanggal pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen first leg dan didebet sebesar accrued interest atau imbalan dari tanggal Transaksi Outright sampai dengan tanggal pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah Transaksi Outright; (e) dalam … 36 (e) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan yang diterima Peserta OPT pada tanggal Transaksi Outright maka Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar accrued interest atau imbalan yang dibayarkan kepada Peserta OPT pada saat first leg; (f) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan yang diterima Peserta OPT pada periode Transaksi Repo dan terdapat pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Transaksi Outright maka Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar accrued interest atau imbalan yang dibayarkan kepada Peserta OPT pada saat first leg ditambah dengan accrued interest atau imbalan dari tanggal Transaksi Outright sampai dengan tanggal pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Transaksi Outright; atau (g) dalam hal terdapat 2 (dua) kali pembayaran kupon atau imbalan pada periode Transaksi Repo maka Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar accrued interest atau imbalan yang dibayarkan kepada Peserta OPT pada saat setelmen first leg dan dikredit sebesar accrued interest atau imbalan sejak pembayaran kupon terakhir pada periode Transaksi Repo sampai dengan tanggal Transaksi Outright. (3) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar bunga repo. e) Atas … 37 e) Atas batalnya Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir 2)e), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b. b. Surat Berharga dalam Valuta Asing 1) Setelmen First Leg a) Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai setelmen first leg adalah kurs tengah dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi. b) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Transaksi Repo. c) Setelmen Surat Berharga dilakukan Peserta OPT dengan memindahkan Surat Berharga dengan jenis dan seri Surat Berharga sebesar nilai nominal yang di-repo-kan dari rekening Peserta OPT ke rekening surat berharga Bank Indonesia pada lembaga kustodian yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, pada tanggal setelmen atau tanggal valuta. d) Perhitungan nilai nominal Surat Berharga yang akan dipindahkan adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. e) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar nilai penawaran nominal yang dimenangkan. f) Bank Indonesia melakukan setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam huruf e) setelah menerima konfirmasi dari bank kustodian bahwa Surat Berharga dalam valuta asing yang di-repo- kan Peserta OPT telah diterima. g) Dalam … 38 g) Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf c), Bank Indonesia membatalkan Transaksi Repo yang tidak didukung dengan Surat Berharga yang mencukupi. h) Atas batalnya Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf g), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b. 2) Setelmen Second Leg a) Pada tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg), Peserta OPT wajib menyediakan dana yang mencukupi di Rekening Giro Rupiah untuk setelmen second leg. b) Setelmen second leg dilaksanakan sebagai berikut: (1) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg; (2) Bank Indonesia melakukan setelmen Surat Berharga dengan memindahkan Surat Berharga dalam valuta asing dari rekening Bank Indonesia ke rekening Peserta OPT di bank kustodian yang ditunjuk oleh Bank Indonesia setelah dilakukan setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka (1); (3) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. (4) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon atau imbalan pada periode Transaksi Repo, nilai kupon dimaksud dalam ekuivalen Rupiah mengurangi kewajiban Peserta OPT pada Transaksi Repo jatuh waktu (second … 39 (second leg) dengan perhitungan sebagai berikut: Nilai Setelmen = Second Leg Nilai Setelmen First Leg + Bunga Repo - Nilai Kupon/Imbalan yang Diterima Bank Indonesia (5) Perhitungan nilai kupon atau imbalan sebagaimana dimaksud dalam angka (4) menggunakan kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal valuta penerimaan kupon. (6) Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon maka perhitungan bunga repo sejak tanggal pembayaran kupon didasarkan pada nilai setelmen first leg dikurangi dengan ekuivalen penerimaan kupon dimaksud dalam Rupiah. c) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Repo, tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga repo atas hari libur dimaksud. d) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, Bank Indonesia akan membatalkan Transaksi Repo second leg Peserta OPT yang bersangkutan. 3) Kegagalan Setelmen Second Leg Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, Bank Indonesia akan melakukan hal -hal sebagai berikut: a) Bank … 40 a) Bank Indonesia akan menjual Surat Berharga dalam valuta asing kepada counterparty Bank Indonesia setelah terjadi kegagalan setelmen second leg. b) Kurs yang digunakan pada saat Bank Indonesia melakukan penjualan Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a) adalah kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia. c) Selama Surat Berharga dalam valuta asing belum terjual, Bank Indonesia akan mengenakan biaya repo kepada Peserta OPT sampai dengan tanggal setelmen atau tanggal valuta penjualan Surat Berharga. d) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam valuta asing lebih rendah daripada nilai setelmen first leg, Bank Indonesia akan membebankan kekurangan dana hasil penjualan Surat Berharga dalam valuta asing dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud. e) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam valuta asing lebih tinggi daripada nilai setelmen first leg, Bank Indonesia akan mengembalikan kelebihan dana hasil penjualan Surat Berharga dalam valuta asing dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud. f) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar bunga repo. g) Atas batalnya Transaksi Repo second leg sebagaimana dimaksud dalam butir 2)d), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b. 10. Kupon Surat Berharga a. Perlakuan terhadap kupon atau imbalan Surat Berharga dalam hal terdapat kegagalan setelmen second leg dan Surat Berharga … Berharga 41 Berharga berupa SBN, diatur sebagai berikut: 1) Dalam hal setelah tanggal Transaksi Outright, Bank Indonesia menerima pembayaran kupon atau imbalan atas SBN yang di-repo-kan oleh Peserta OPT, kupon atau imbalan yang diterima menjadi milik Bank Indonesia. 2) Dalam hal pada tanggal Transaksi Outright, Peserta OPT menerima pembayaran kupon atau imbalan atas SBN yang di-repo-kan oleh Peserta OPT, Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar kupon atau imbalan yang diterima oleh Peserta OPT. 3) Dalam hal setelah tanggal Transaksi Outright, Peserta OPT menerima pembayaran kupon atau imbalan atas SBN yang di-repo-kan oleh Peserta OPT, maka pada tanggal pembayaran kupon atau imbalan Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar kupon atau imbalan yang diterima oleh Peserta OPT. b. Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai kupon pada Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing adalah kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal penerimaan kupon. V. TRANSAKSI REVERSE REPO SBN 1. Transaksi Reverse Repo SBN merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang. 2. Kriteria dan persyaratan SBN yang dapat digunakan dalam Transaksi Reverse Repo SBN adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 3. Transaksi Reverse Repo SBN memiliki karakteristik sebagai berikut: a. dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu terdapat perpindahan … 42 perpindahan pencatatan kepemilikan SBN (transfer of ownership); b. memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. c. bunga reverse repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang (simple interest); dan d. hak penerimaan kupon atas SBN yang di-reverse-repo-kan selama periode Transaksi Reverse Repo tetap merupakan milik Bank Indonesia. 4. Mekanisme Transaksi Reverse Repo SBN a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan mekanisme lelang melalui Sistem BI-ETP. b. Lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender), dengan suku bunga reverse repo (RR-Rate) ditetapkan Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender), dengan suku bunga reverse repo (RR-Rate) diajukan Peserta OPT. 5. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Reverse Repo SBN a. Lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Window time lelang Transaksi Reverse Repo dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Reverse Repo dan perubahannya paling lambat sebelum window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain. d. Pengumuman rencana lelang Transaksi Reverse Repo memuat antara lain: 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) window … 43 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode lelang; 6) target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender); 7) suku bunga reverse repo (RR-Rate), apabila lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); 8) SBN yang di-reverse-repo-kan; 9) haircut; dan/atau 10) tanggal dan waktu setelmen. 6. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Reverse Repo SBN a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi Reverse Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi Reverse Repo untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Reverse Repo kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan Bank Indonesia. d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Reverse Repo antara lain meliputi informasi: 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender); atau 2) nilai nominal dan suku bunga reverse repo (RR-Rate), untuk lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender), untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Reverse Repo yang akan dilakukan. e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable … 44 (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran suku bunga reverse repo (RR-Rate) dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran lelang Transaksi Reverse Repo yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 7. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Reverse Repo SBN a. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: 1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; atau 2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan suku bunga reverse repo (RR-Rate) tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal suku bunga reverse repo (RR-Rate) yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Reverse Repo yang diajukan; atau b) dalam hal suku bunga reverse repo (RR-Rate) yang diajukan Peserta OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) … 45 (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian penawaran Transaksi Reverse Repo yang diajukan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu) seri SBN dalam lelang Transaksi Reverse Repo, Bank Indonesia menentukan alokasi seri dan nominal SBN yang dimenangkan Peserta OPT. d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Reverse Repo. 8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Reverse Repo SBN Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Reverse Repo setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI- ETP dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal, suku bunga reverse repo (RR-Rate), jenis dan seri SBN yang dimenangkan; dan b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, Stop Out Rate (SOR), dan/atau rata-rata tertimbang suku bunga reverse repo (RR- Rate). 9. Setelmen Transaksi Reverse Repo SBN a. Setelmen First Leg 1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Transaksi Reverse Repo. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen first leg. 3) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP sebagai berikut … 46 berikut: a) setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg; dan b) setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dimenangkan. 4) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 5) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Reverse Repo Peserta OPT yang bersangkutan. 6) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b. b. Setelmen Second Leg 1) Pada tanggal Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS. 2) Peserta OPT wajib memiliki jenis dan seri SBN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen second leg. 3) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP sebagai berikut: a) setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening… 47 Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBN Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg); b) setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg; c) perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 4) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Reverse Repo, tanggal Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga reverse repo untuk hari libur dimaksud. 5) Dalam hal jenis dan seri SBN di Rekening Surat Berharga tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan sebelum periode cut- off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg) Peserta OPT yang bersangkutan. c. Kegagalan Setelmen Second Leg 1) Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, Transaksi Reverse Repo diperlakukan sebagai transaksi pembelian SBN secara outright oleh Peserta OPT. 2) Perhitungan setelmen Transaksi Outright dan penggunaan harga Surat Berharga Transaksi Outright adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter. 3) Dalam hal terjadi Transaksi Outright: a) Rekening … 48 a) Rekening Giro Rupiah akan didebet dengan perhitungan harga SBN sebagai berikut: (1) dalam hal harga pada Transaksi Outright sama dengan harga pada transaksi first leg dikurangi haircut, Rekening Giro Rupiah didebet sebesar haircut, setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-reverse- repo-kan; (2) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih tinggi daripada harga pada transaksi first leg dikurangi haircut, Rekening Giro Rupiah didebet sebesar selisih dimaksud dan paling sedikit sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada first leg, setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-reverse- repo-kan; (3) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih rendah daripada harga pada transaksi first leg dikurangi haircut, Rekening Giro Rupiah didebet sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada first leg, setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-reverse- repo-kan. b) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau dikredit untuk memperhitungkan nilai accrued interest atau imbalan sebagai berikut: (1) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan yang diterima Peserta OPT setelah Transaksi Outright maka Rekening Giro Rupiah didebet sebesar accrued interest atau imbalan sebesar accrued interest atau imbalan sejak tanggal setelmen first leg sampai dengan tanggal Transaksi Outright; (2) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan yang diterima Bank Indonesia pada 1 (satu) … 49 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen first leg maka Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar accrued interest atau imbalan sejak tanggal setelmen first leg sampai dengan tanggal Transaksi Outright; (3) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan yang diterima Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Transaksi Outright maka Rekening Giro Rupiah akan dikredit sebesar accrued interest atau imbalan yang dibayarkan Peserta OPT pada saat first leg ditambah dengan accrued interest atau imbalan sejak tanggal Transaksi Outright sampai dengan tanggal pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Transaksi Outright; (4) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen first leg dan terdapat pembayaran kupon atau imbalan berikutnya pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Transaksi Outright maka Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar accrued interest atau imbalan dari tanggal setelmen first leg sampai dengan tanggal pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal setelmen first leg dan dikredit sebesar accrued interest atau imbalan dari tanggal Transaksi Outright sampai dengan tanggal pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah Transaksi Ouright; (5) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan yang diterima Bank Indonesia pada tanggal Transaksi Outright maka Rekening Giro Rupiah akan dikredit sebesar accrued interest … 50 interest atau imbalan yang dibayarkan kepada Bank Indonesia pada saat first leg; (6) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau imbalan yang diterima Bank Indonesia pada periode Transaksi Reverse Repo dan terdapat pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Transaksi Outright maka Rekening Giro Rupiah akan dikredit sebesar accrued interest atau imbalan yang dibayarkan kepada Bank Indonesia pada saat first leg ditambah dengan accrued interest atau imbalan dari tanggal Transaksi Outright sampai dengan tanggal pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal Transaksi Outright; atau (7) dalam hal terdapat 2 (dua) kali pembayaran kupon atau imbalan pada periode Transaksi Reverse Repo maka Rekening Giro Rupiah akan dikredit sebesar accrued interest atau imbalan yang dibayarkan kepada Bank Indonesia pada saat setelmen first leg dan didebet sebesar accrued interest atau imbalan sejak pembayaran kupon terakhir pada periode Transaksi Reverse Repo sampai dengan tanggal Transaksi Outright. 4) Atas kegagalan setelmen second leg, Peserta OPT tidak menerima bunga reverse repo. 5) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir b.5), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b. 10. Kupon SBN Perlakuan terhadap kupon/imbalan SBN dalam hal terdapat kegagalan setelmen second leg Transaksi Reverse Repo SBN dan Surat Berharga berupa SBN diatur sebagai berikut: a. Dalam … 51 a. Dalam hal setelah tanggal Transaksi Outright, Peserta OPT menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di- reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, kupon/imbalan yang diterima menjadi milik Peserta OPT. b. Dalam hal pada tanggal Transaksi Outright, Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di- reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar kupon/imbalan yang diterima oleh Bank Indonesia. c. Dalam hal setelah tanggal Transaksi Outright, Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di-reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, pada tanggal pembayaran kupon/imbalan Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar kupon/imbalan yang diterima oleh Bank Indonesia. VI. TRANSAKSI PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBN SECARA OUTRIGHT DI PASAR SEKUNDER 1. Transaksi pembelian SBN secara outright di pasar sekunder dilakukan dalam rangka Injeksi Likuiditas Rupiah di pasar uang dan/atau menjaga ketersediaan SBN yang diperlukan sebagai instrumen Operasi Moneter dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter Bank Indonesia. 2. Transaksi penjualan SBN secara outright di pasar sekunder merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang. 3. Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright di pasar sekunder dengan mekanisme lelang atau nonlelang. 4. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright di pasar sekunder pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN Secara Outright di Pasar Sekunder dengan Mekanisme Lelang a. Sarana … 52 a. Sarana dan Metode Lelang 1) Transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright dengan mekanisme lelang dilakukan melalui Sistem BI- ETP dan/atau sarana lain. 2) Lelang dilakukan dengan metode sebagai berikut: a) harga tetap (fixed rate tender), dengan yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBN ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau b) harga beragam (variable rate tender), dengan yield atau harga transaksi pembelian dan penjualan SBN diajukan oleh Peserta OPT. b. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang 1) Window time lelang transaksi pembelian dan penjualan SBN dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang dan perubahannya paling lambat sebelum window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain. 3) Pengumuman rencana lelang pembelian dan penjualan SBN memuat antara lain: a) sarana transaksi; b) tanggal lelang; c) window time; d) e) jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan; target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender); f) yield atau harga SBN, apabila lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); dan/atau g) tanggal dan waktu setelmen. c. Pengajuan Penawaran 1) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN secara outright secara langsung … 53 langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. 2) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN secara outright untuk kepentingan Peserta OPT. 3) Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN secara outright kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan. 4) Pengajuan penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN secara outright antara lain meliputi informasi: a) nilai nominal, untuk lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender); atau b) nilai nominal dan yield atau harga SBN, untuk lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender). 5) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 6) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran yield dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen). 7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN secara outright yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. d. Penetapan Pemenang Lelang 1) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN secara outright dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara … 54 cara: a) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; atau b) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN secara outright dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), Bank Indonesia menetapkan tingkat yield yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR), atau harga yang dapat diterima, dan penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: a) Lelang Pembelian SBN (1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT lebih tinggi dari Stop Out Rate (SOR) atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT lebih rendah dari harga yang dapat diterima, Peserta OPT memenangkan seluruh penawaran yang diajukan; atau (2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan harga yang dapat diterima, Peserta OPT memenangkan seluruh atau sebagian penawaran yang diajukan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b) Lelang Penjualan SBN (1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT lebih rendah dari Stop Out Rate (SOR) atau … 55 atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT lebih tinggi dari harga yang dapat diterima, Peserta OPT memenangkan penawaran SBN yang diajukan; atau seluruh (2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT sama dengan harga yang dapat diterima, Peserta OPT memenangkan seluruh atau sebagian penawaran yang diajukan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang pembelian dan penjualan SBN secara outright. e. Pengumuman Hasil Lelang Pembelian dan Penjualan SBN Secara Outright Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang penjualan dan pembelian SBN secara outright setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut: 1) secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal dan yield atau harga yang dimenangkan; dan 2) secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, Stop Out Rate (SOR), dan/atau rata-rata tertimbang tingkat yield. 6. Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN Secara Outright dengan Mekanisme Nonlelang a. Transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan Peserta … 56 Peserta OPT secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. b. Transaksi dilakukan melalui Sistem BI-ETP atau sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 7. Setelmen Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN Secara Outright Melalui Lelang dan Nonlelang a. Peserta OPT wajib memiliki jenis dan seri SBN di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia. b. Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen penjualan SBN oleh Bank Indonesia. c. Setelmen pembelian dan penjualan SBN dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP. d. Bank Indonesia melakukan setelmen pembelian dan penjualan SBN paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. Contoh perhitungan nilai dan setelmen penjualan dan pembelian SBN tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. e. Dalam hal Peserta OPT pada transaksi pembelian SBN tidak memiliki jenis dan seri SBN di Rekening Surat Berharga atau pada transaksi penjualan SBN tidak memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen pembelian dan penjualan SBN sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi pembelian dan penjualan SBN dimaksud. f. Atas … 57 f. Atas batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b. VII. TRANSAKSI VALAS TERHADAP SBN 1. Transaksi Valas Terhadap SBN merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dengan cara: a. b. transaksi pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia; dan transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia, yang dilakukan pada saat bersamaan. 2. Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN adalah Peserta OPT yang merupakan Bank Devisa. 3. Transaksi Valas Terhadap SBN dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 4. Jenis valuta asing dalam Transaksi Valas Terhadap SBN adalah Dolar Amerika Serikat. 5. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bank Indonesia melakukan Transaksi Valas Terhadap SBN dengan mekanisme lelang. b. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Lelang dilakukan dengan metode lelang kurs Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah (USD/IDR). d. Bank Indonesia menetapkan harga SBN (fixing price) yang digunakan sebagai dasar perhitungan SBN yang harus diserahkan oleh Peserta OPT. 6. Pengumuman … 58 6. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Valas Terhadap SBN a. Window time lelang Transaksi Valas Terhadap SBN dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang dan perubahannya paling lambat sebelum window time, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain. c. Pengumuman rencana lelang Transaksi Valas Terhadap SBN memuat antara lain: 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) 5) target indikatif lelang yang meliputi target valuta asing yang akan dijual oleh Bank Indonesia atau target nominal SBN yang akan dibeli oleh Bank Indonesia; jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan; 6) harga SBN; dan/atau 7) tanggal dan waktu setelmen. 7. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Valas Terhadap SBN a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan Bank Indonesia. d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN antara lain meliputi informasi: 1) nama peserta; 2) tanggal transaksi; 3) kurs … 59 3) kurs USD/IDR; 4) jenis, seri, dan nominal SBN; dan/atau 5) Standard Settlement Instruction. e. Pengajuan penawaran lelang pada Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) penawaran dapat diajukan lebih dari 1 (satu) kali; 2) dalam setiap penawaran hanya dapat diajukan 1 (satu) kurs; dan 3) untuk setiap penawaran, Peserta OPT dapat mengajukan 1 (satu) atau beberapa jenis dan seri SBN. f. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). g. Dalam hal terjadi koreksi, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time Transaksi Valas Terhadap SBN. h. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf g dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Peserta OPT. i. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN yang disampaikan kepada Bank Indonesia. j. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. k. Penawaran lelang pada Transaksi Valas Terhadap SBN dinyatakan batal dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara: 1) mengajukan penawaran di luar jenis dan seri SBN yang diterima oleh Bank Indonesia; dan/atau 2) tidak memenuhi ketentuan pada huruf e dan/atau huruf f; dan 3) tidak … 60 3) tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time Transaksi Valas Terhadap SBN. 8. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Valas Terhadap SBN a. Bank Indonesia menetapkan batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank Indonesia. b. Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: 1) dalam hal kurs yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN yang diajukan; atau 2) dalam hal kurs yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN yang diajukan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia dengan pembulatan nominal SBN terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal pemenang Transaksi Valas Terhadap SBN tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Valas Terhadap SBN. 9. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Valas Terhadap SBN Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Valas Terhadap SBN setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang dengan cara sebagai berikut: a. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal seluruh penawaran SBN yang masuk, nominal SBN yang dimenangkan, nominal valuta asing yang dijual oleh Bank … 61 Bank Indonesia, dan rata-rata tertimbang (weighted average) kurs USD/IDR yang dimenangkan. b. melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa: 1) nominal valuta asing yang diterima Peserta OPT; 2) seri dan nominal SBN yang diterima Bank Indonesia; 3) kurs USD/IDR yang dimenangkan; 4) tanggal valuta atau tanggal setelmen; 5) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT; dan/atau 6) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT. c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau 2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. 10. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN a. Bank Indonesia melakukan setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. b. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN terdiri atas setelmen pembelian SBN dan setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia melaksanakan setelmen penjualan valuta asing setelah setelmen pembelian SBN berhasil diselesaikan. d. Peserta OPT wajib menyediakan SBN di Rekening Surat Berharga untuk setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia dan dana Rupiah di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia. e. Setelmen … 62 e. Setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS. f. Setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia dilakukan melalui Bank Koresponden yang ditunjuk oleh Bank Indonesia dan Sistem BI-RTGS. g. Jenis dan seri SBN yang mencukupi sebagaimana dimaksud dalam huruf c harus tersedia di Rekening Surat Berharga Peserta OPT dan telah dilakukan transfer ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia paling lambat pada pukul 14.00 WIB waktu Sistem BI-RTGS atau batas waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tanggal setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN. h. Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia setelah menerima transfer seluruh jenis dan seri SBN yang menjadi kewajiban Peserta OPT. i. Bank Indonesia mentransfer valuta asing ke rekening Peserta OPT pada Bank Koresponden sebesar valuta asing yang dimenangkan setelah dilakukan pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT untuk setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia. j. Dalam hal Peserta OPT tidak melakukan transfer jenis dan seri SBN yang cukup ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf g, Transaksi Valas Terhadap SBN Peserta OPT dinyatakan batal. k. Dalam hal pada tanggal setelmen Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia, Peserta OPT wajib membayar nominal transaksi pada hari kerja berikutnya. l. Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN karena Peserta OPT tidak melakukan transfer jenis dan seri SBN yang cukup ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf j, pada tanggal setelmen Peserta OPT harus … 63 harus melakukan construct transfer dari rekening Surat Berharga Bank Indonesia ke Rekening Surat Berharga Peserta OPT atas SBN yang sebelumnya telah berhasil ditransfer paling lambat sebelum periode cut-off warning BI- SSSS. m. Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf j, Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b. n. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat menyelesaikan kewajibannya pada tanggal setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf k, Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.2. VIII. TERM DEPOSIT RUPIAH 1. Term Deposit Rupiah merupakan penempatan dana dalam Rupiah milik Peserta OPT secara berjangka di Bank Indonesia. 2. Term Deposit Rupiah merupakan instrumen yang digunakan Bank Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang. 3. Term Deposit Rupiah memiliki karakteristik sebagai berikut: a. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; b. dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga; c. perhitungan bunga dengan menggunakan sistem diskonto; d. ditatausahakan dalam BI-SSSS; dan e. dapat dilakukan Early Redemption baik keseluruhan atau sebagian. 4. Mekanisme Transaksi Term Deposit Rupiah a. Transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan mekanisme lelang melalui Sistem BI-ETP. b. Lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) harga … 64 1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat diskonto transaksi Term Deposit Rupiah ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat diskonto transaksi Term Deposit Rupiah diajukan oleh Peserta OPT. 5. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah a. Bank Indonesia dapat melakukan lelang transaksi Term Deposit Rupiah pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Window time lelang transaksi Term Deposit Rupiah dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit Rupiah dan perubahannya paling lambat sebelum window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lain. d. Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit Rupiah memuat antara lain: 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) window time; 4) jangka waktu; 5) metode lelang; 6) target indikatif, apabila lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilaksanakan dengan metode harga beragam (variable rate tender); 7) tingkat diskonto, apabila lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilaksanakan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); dan/atau 8) tanggal dan waktu setelmen. 6. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang transaksi Term … 65 Term Deposit Rupiah secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit Rupiah untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit Rupiah kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI- ETP dalam window time yang ditetapkan. d. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Rupiah meliputi: 1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender); atau 2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender), untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit Rupiah yang akan dilakukan. e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). f. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen). g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran lelang Term Deposit Rupiah yang disampaikan kepada Bank Indonesia. h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. 7. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah a. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: 1) penawaran … 66 1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; atau 2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran yang diajukan; atau b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian penawaran yang diajukan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Term Deposit Rupiah. 8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit Rupiah setelah window time ditutup, sebagai berikut: a. secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal dan tingkat diskonto yang dimenangkan; dan … 67 dan b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain, antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, Stop Out Rate (SOR), dan/atau rata-rata tertimbang tingkat diskonto Term Deposit Rupiah. 9. Setelmen Transaksi Term Deposit Rupiah a. Setelmen Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah 1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang transaksi Term Deposit Rupiah paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit Rupiah. 2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi setelmen transaksi Term Deposit Rupiah. 3) Setelmen dana transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan transaksi per transaksi dengan mekanisme penyelesaian (gross to gross) dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar total nilai tunai Term Deposit Rupiah. 4) Nilai tunai transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus: Nilai Nominal x 360 Nilai = Tunai 360+(Tingkat Diskonto x Jangka Waktu) Nilai Diskonto Keterangan: Nilai Nominal = Nilai Nominal - Nilai Tunai = nilai nominal Term Deposit Rupiah yang dimenangkan dari hasil lelang Tingkat Diskonto = tingkat diskonto yang dimenangkan dari hasil lelang Jangka … 68 Jangka waktu = jumlah hari yang dihitung 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen lelang sampai dengan tanggal transaksi Term Deposit Rupiah jatuh waktu. 5) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah Peserta OPT tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit Rupiah sampai dengan waktu yang ditetapkan untuk setelmen sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Term Deposit Rupiah Peserta OPT yang bersangkutan. 6) Atas batalnya transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b. b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Rupiah 1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Rupiah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit Rupiah jatuh waktu secara otomatis melalui BI- SSSS sebesar nilai nominal Term Deposit Rupiah dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT. 2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit Rupiah, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Rupiah ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen jatuh waktu tersebut dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 10. Early Redemption Transaksi Term Deposit Rupiah a. Pengajuan Early Redemption 1) Peserta OPT dapat mengajukan Early Redemption transaksi Term Deposit Rupiah dari pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. 2) Nilai nominal setiap pengajuan Early Redemption paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) … 69 rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3) Pengajuan Early Redemption dilakukan melalui sarana BI-SSSS. b. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal pengajuan Early Redemption (same day settlement) pada awal periode pre cut-off Sistem BI-RTGS. c. Perhitungan Nilai Early Redemption Nilai Nominal Nilai Tunai Early Redemption= Term Deposit Rupiah x 360 yang Di-Early Redeem 360 Hari + ( Term Deposit Rupiah x RRT Diskonto Pada Saat Diterbitkan Nilai Nominal Biaya= Term Deposit Rupiah yang Di-Early Redemption x ( Repo Rate Lending Facility - Term Deposit Rupiah ) x RRT Diskonto Pada Saat Diterbitkan Sisa Jangka Waktu ) Sisa Jangka Waktu 360 Nilai Setelmen Early Redemption = Keterangan: RRT Repo Rate Lending Facility Nilai Tunai Early Redemption - Biaya = rata-rata tertimbang = Tingkat bunga repo yang dikenakan atas transaksi Lending Facility (BI 7- Day Repo Rate ditambah marjin tertentu) IX. TERM DEPOSIT VALUTA ASING 1. Term Deposit valuta asing merupakan penempatan dana dalam valuta asing milik Peserta OPT secara berjangka di Bank Indonesia. 2. Term Deposit valuta asing merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengelola likuiditas valuta asing dalam rangka mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah. 3. Transaksi … 70 3. Transaksi Term Deposit valuta asing memiliki karakteristik sebagai berikut: a. jenis valuta asing yaitu Dolar Amerika Serikat; b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga; d. perhitungan bunga dengan menggunakan metode bunga dibayar di belakang (simple interest); e. dapat dilakukan Early Redemption baik keseluruhan atau sebagian; dan f. dapat dialihkan menjadi Transaksi Swap jual Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah Bank Indonesia. 4. Peserta OPT yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit valuta asing adalah Bank Devisa. 5. Transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 6. Mekanisme Transaksi Term Deposit Valuta Asing a. Transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan dengan mekanisme lelang menggunakan metode sebagai berikut: 1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat bunga transaksi Term Deposit valuta asing ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat bunga transaksi Term Deposit valuta asing diajukan oleh Peserta OPT. 7. Pendaftaran dan Pengkinian Informasi Untuk Mengikuti Lelang Transaksi Term Deposit Valuta Asing a. Sebelum mengikuti pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit valuta asing, dilakukan pendaftaran dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta … 71 1) Peserta OPT menyampaikan surat permohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valuta asing, yang dilengkapi dengan informasi paling kurang sebagai berikut: a) nama Peserta OPT; b) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT; c) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID) dalam hal Peserta OPT telah memiliki Terminal Controller Identifier (TCID); d) dalam hal Peserta OPT memiliki rekening di Bank Koresponden, Peserta OPT menyampaikan: (1) nama Bank Koresponden; (2) 1 (satu) nomor rekening Peserta OPT di Bank Koresponden; dan (3) Bank Identifier Code (BIC) Bank Koresponden. e) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki rekening di Bank Koresponden, Peserta OPT menyampaikan: (1) nama bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; (2) 1 (satu) nomor rekening Peserta OPT di bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; (3) Bank Identifier Code (BIC) bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; (4) nama Bank Koresponden; (5) 1 (satu) nomor rekening bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen di Bank Koresponden; dan (6) Bank Identifier Code (BIC) Bank Koresponden. f) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dealer yang berwenang melakukan transaksi Term Deposit valuta asing; dan g) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dari pejabat yang membawahi dealer yang berwenang melakukan … 72 melakukan transaksi Term Deposit valuta asing sebagaimana dimaksud dalam huruf f). 2) Lembaga Perantara menyampaikan surat permohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valuta asing, yang dilengkapi dengan informasi paling kurang sebagai berikut: a) nama Lembaga Perantara; b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID) Lembaga Perantara; c) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan broker yang berwenang melakukan transaksi Term Deposit valuta asing; dan d) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dari pejabat yang membawahi broker yang berwenang melakukan transaksi Term Deposit valuta asing sebagaimana dimaksud dalam huruf c). b. Surat permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili Peserta OPT atau Lembaga Perantara dan hanya disampaikan pada saat pertama kali akan melakukan transaksi Term Deposit valuta asing melalui surat kepada Bank Indonesia. Contoh surat tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman Grup Operasional Tresuri Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. M.H Thamrin No. 2 Jakarta 10350 cc … 73 cc. Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi Moneter Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lain. d. Dalam hal terjadi perubahan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Peserta OPT dan Lembaga Perantara menyampaikan pengkinian informasi melalui surat dengan menggunakan contoh surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b. e. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf d disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam huruf c. f. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valuta asing kepada Peserta OPT dan Lembaga Perantara melalui surat yang memuat informasi antara lain sebagai berikut: 1) nama Peserta OPT dan/atau Lembaga Perantara; 2) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT; 3) Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta OPT dan/atau Lembaga Perantara; 4) kode individual page yang terdiri dari active page, historical page, dan confirmation page pada sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing; 5) Standard Settlement Instruction Peserta OPT; dan 6) tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valuta asing. 8. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Term Deposit Valuta Asing a. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit valuta asing dan perubahannya paling lambat sebelum window time melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain. b. Window time lelang transaksi Term Deposit valuta asing dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia … 74 Indonesia. c. Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit valuta asing memuat antara lain: 1) sarana transaksi; 2) tanggal lelang; 3) nama lelang (auction name); 4) jangka waktu; 5) window time; 6) metode lelang; 7) tingkat bunga, apabila lelang transaksi Term Deposit valuta asing dilaksanakan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); 8) target indikatif, apabila lelang transaksi Term Deposit valuta asing dilaksanakan dengan metode harga beragam (variable rate tender); 9) tanggal setelmen (tanggal valuta); dan/atau 10) tanggal jatuh waktu. 9. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Term Deposit Valuta Asing a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valuta asing secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valuta asing untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valuta asing kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing system dan dalam window time yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan waktu yang tercatat pada sistem di Bank Indonesia. d. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valuta asing untuk lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender) memuat informasi paling kurang sebagai berikut: 1) nama lelang (auction name); 2) penawaran nilai nominal; 3) tingkat … 75 3) tingkat bunga sesuai dengan yang diumumkan oleh Bank Indonesia; dan 4) Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta OPT, dalam hal Lembaga Perantara mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta OPT, untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit valuta asing. e. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valuta asing untuk lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender) memuat informasi paling kurang sebagai berikut: 1) nama lelang (auction name); 2) penawaran nilai nominal; 3) tingkat bunga; dan 4) Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta OPT, dalam hal Lembaga Perantara mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta OPT, untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit valuta asing. f. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valuta asing sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan/atau huruf e dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta OPT paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); 2) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran tingkat bunga dilakukan dengan kelipatan 1 (satu) bps (basis point) atau 0,01% (nol koma nol satu persen); 3) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara dapat mengajukan koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit valuta asing; 4) koreksi … 76 4) koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran selain informasi nama lelang (auction name); dan/atau b) Lembaga Perantara yang mengajukan penawaran lelang Term Deposit valuta asing untuk dan atas nama Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran selain informasi Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta OPT dan nama lelang (auction name); 5) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), angka 3), dan angka 4); 6) Peserta OPT dan Lembaga Perantara harus memantau kebenaran data penawaran transaksi Term Deposit valuta asing yang disampaikan kepada Bank Indonesia; 7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; 8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; 9) Lembaga Perantara harus menyampaikan informasi kepada Peserta OPT mengenai transaksi Term Deposit valuta asing yang telah diajukan untuk kepentingan Peserta OPT. 10. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Term Deposit Valuta Asing a. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: 1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; atau 2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian secara … 77 secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: a) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi 0 (nol); dan b) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). b. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat bunga transaksi Term Deposit valuta asing tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran yang diajukan; atau b) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian penawaran yang diajukan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: (1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi 0 (nol); dan (2) untuk … 78 (2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). Contoh perhitungan nilai nominal dan penetapan pemenang lelang transaksi Term Deposit valuta asing tercantum dalam Lampiran VI. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang transaksi Term Deposit valuta asing. 11. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valuta Asing Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit valuta asing setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a. secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT dan Lembaga Perantara melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa: 1) nilai nominal penawaran yang dimenangkan; 2) tingkat bunga Term Deposit valuta asing, apabila transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); dan/atau 3) rata-rata tertimbang tingkat bunga Term Deposit valuta asing, apabila transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender). b. secara individual kepada masing-masing pemenang lelang melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa: 1) jangka waktu; 2) nilai nominal; 3) tingkat bunga; dan/atau 4) nominal bunga Term Deposit valuta asing, yang dimenangkan. c. Peserta … 79 c. Peserta OPT dapat mengakses pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit valuta asing sebagaimana dimaksud dalam huruf b dalam confirmation page pada sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing. 12. Setelmen Transaksi Term Deposit Valuta Asing a. Setelmen Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valuta Asing 1) Setelmen hasil transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 2) Peserta OPT menyediakan dana di rekening giro pada Bank Koresponden atau bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valuta asing. 3) Pada tanggal setelmen, Peserta OPT wajib mentransfer dana atas kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valuta asing untuk setiap penawaran atau sesuai dengan jumlah nominal yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden. 4) Peserta OPT menyampaikan konfirmasi setelmen transaksi Term Deposit valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 3) melalui SWIFT message format MT320 atau sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman. 5) Dalam hal Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 3), transaksi Term Deposit valuta asing dinyatakan batal. 6) Atas batalnya transaksi Term Deposit valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.3.a. 7) Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam butir XIV.4, apabila pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali … 80 kali pembatalan transaksi Term Deposit valuta asing maka pembatalan tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valuta Asing 1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valuta asing, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit valuta asing jatuh waktu dengan melakukan transfer ke rekening giro Peserta OPT pada Bank Koresponden sebesar nilai tunai. 2) Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dihitung dengan rumus sebagai berikut: Nilai Tunai = N x (1 + r k 360 ) Keterangan: N = nilai nominal Term Deposit valuta asing r = tingkat bunga yang dimenangkan k = jangka waktu Term Deposit valuta asing c. Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit valuta asing, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valuta asing ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen jatuh waktu tersebut dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga untuk hari libur dimaksud. 13. Early Redemption Transaksi Term Deposit Valuta Asing a. Pengajuan Early Redemption 1) Peserta OPT dapat mengajukan Early Redemption Term Deposit valuta asing paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen hasil lelang transaksi Term Deposit valuta asing yang akan dilakukan Early Redemption. 2) Peserta OPT dapat mengajukan Early Redemption pada setiap hari kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit valuta asing dengan jangka waktu melebihi overnight. 3) Pengajuan … 81 3) Pengajuan Early Redemption sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilakukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB. 4) Pengajuan dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5) Pengajuan Early Redemption disertai informasi reference number dan informasi nama lelang (auction name) pada saat pengajuan lelang transaksi Term Deposit valuta asing. 6) Pengajuan Early Redemption, baik keseluruhan atau sebagian, dilakukan untuk nilai nominal penuh yang tercantum dalam setiap deal ticket. 7) Pengajuan Early Redemption disertai informasi deal ticket konfirmasi pada saat transaksi yang diperoleh Peserta OPT pada saat pengumuman hasil lelang, dengan mencantumkan informasi waktu transaksi yang akan dilakukan Early Redemption (waktu Greenwich Mean Time/GMT). 8) Peserta OPT yang melakukan Early Redemption Term Deposit valuta asing memperoleh bunga secara proporsional dengan perhitungan sebagai berikut: Bunga= Nominal Early Redemption x Tingkat Bunga k x 360 Hari Keterangan: k = jangka waktu sampai dengan setelmen Early Redemption Term Deposit valuta asing di Bank Indonesia 9) Peserta OPT dikenakan biaya Early Redemption Term Deposit valuta asing sebesar 10% (sepuluh persen) dari bunga sebagaimana dimaksud dalam angka 8). b. Setelmen … 82 b. Setelmen Early Redemption Bank Indonesia melakukan setelmen Early Redemption pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan Early Redemption. c. Perhitungan Nilai Early Redemption Nilai tunai Early Redemption adalah sebesar nilai nominal Term Deposit valuta asing yang dilakukan Early Redemption ditambah bunga dikurangi biaya Early Redemption, dengan rumus sebagai berikut: Nilai Tunai Nilai Nominal = Term Deposit Valas + Bunga - Early Redemption yang Di-Early Redeem Biaya Early Redemption 14. Pengalihan Transaksi Term Deposit Valuta Asing Menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia a. Pengajuan Pengalihan Transaksi Term Deposit Valuta Asing Menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia 1) Dalam hal Peserta OPT membutuhkan likuiditas Rupiah, Peserta OPT dapat mengajukan pengalihan Term Deposit valuta asing menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia. 2) Pengajuan pengalihan Term Deposit valuta asing menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada setiap hari kerja kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit valuta asing dengan jangka waktu melebihi overnight. 3) Pengajuan pengalihan Term Deposit valuta asing menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia dilakukan untuk nilai nominal penuh yang tercantum dalam setiap deal ticket. 4) Pengajuan pengalihan Term Deposit valuta asing menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia sekaligus merupakan pengajuan Early Redemption atas Term Deposit valuta asing yang akan dialihkan. 5) Early … 83 5) Early Redemption Term Deposit valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 4) mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 12.a.1), butir 12.a.8), dan butir 12.a.9). 6) Transaksi Swap Jual Bank Indonesia yang berasal dari pengalihan Term Deposit valuta asing dilakukan dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, paling singkat 7 (tujuh) hari. 7) Premi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia yang berasal dari pengalihan Term Deposit valuta asing ditetapkan oleh Bank Indonesia. 8) Peserta OPT dapat mengajukan pengalihan transaksi Term Deposit valuta asing menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB. 9) Bank Indonesia menyampaikan informasi premi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia kepada Peserta OPT pada pukul 14.00 WIB dan sekaligus meminta Peserta OPT untuk memberikan konfirmasi. 10) Dalam hal Peserta OPT tidak menyepakati premi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, proses Transaksi Swap Jual Bank Indonesia tidak dilanjutkan dan Term Deposit valuta asing yang bersangkutan tetap diteruskan (tidak dilakukan Early Redemption). 11) Dalam hal Peserta OPT menyepakati premi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, Peserta OPT memberikan konfirmasi (deal confirmation) transaksi Early Redemption Term Deposit valuta asing dan transaksi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 12) Atas transaksi pengalihan Term Deposit valuta asing menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia, Bank Indonesia memberikan bunga dan mengenakan biaya kepada … 84 kepada Peserta OPT sesuai ketentuan Early Redemption sebagaimana dimaksud dalam butir 12.a.8) dan butir 12.a.9). b. Setelmen Pengalihan Transaksi Term Deposit Valuta Asing menjadi Transaksi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia 1) Bank Indonesia melakukan setelmen Early Redemption dalam rangka pengalihan Term Deposit valuta asing menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia dengan cara transfer bunga ke rekening giro Peserta OPT pada Bank Koresponden setelah dikurangi biaya Early Redemption, pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan pengalihan. 2) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg transaksi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia dalam rangka pengalihan Term Deposit valuta asing menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan pengalihan dengan prosedur sebagai berikut: a) Bank Indonesia melakukan pencatatan pengalihan valuta asing dari Early Redemption Term Deposit valuta asing menjadi sumber dana untuk setelmen valuta asing Transaksi Swap Jual Bank Indonesia. b) Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar ekuivalen dalam Rupiah dari nilai nominal Term Deposit valuta asing yang dialihkan dikalikan kurs spot yang ditetapkan pada tanggal Transaksi Swap Jual Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir XI.2.c. 3) Pada tanggal setelmen second leg Transaksi Swap Jual Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan setelmen transaksi dengan prosedur sebagai berikut: a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal valuta asing Transaksi Swap Jual Bank Indonesia dikalikan kurs … 85 kurs forward (forward rate) yang ditetapkan pada tanggal Transaksi Swap Jual Bank Indonesia. b) Bank Indonesia melakukan transfer valuta asing ke rekening giro Peserta OPT di Bank Koresponden sebesar nilai nominal valuta asing Transaksi Swap Jual Bank Indonesia. c) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, maka Peserta OPT yang bersangkutan wajib membayar nilai nominal transaksi pada hari kerja berikutnya. d) Pembayaran nilai nominal Transaksi Swap Jual Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf c) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. e) Atas keterlambatan pemenuhan kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf c), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.3.b. X. TRANSAKSI SPOT 1. Transaksi Spot merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dengan cara: a. Transaksi Spot Jual Bank Indonesia; atau b. Transaksi Spot Beli Bank Indonesia. 2. Jenis valuta asing yang digunakan dalam Transaksi Spot adalah Dolar Amerika Serikat. 3. Transaksi Spot dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan Peserta OPT secara langsung atau melalui Lembaga Perantara. 4. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Spot adalah Bank Devisa. 5. Transaksi … 86 5. Transaksi Spot dilakukan melalui sarana dealing system yang digunakan Bank Indonesia. 6. Setelmen Transaksi Spot dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk Transaksi Spot Jual Bank Indonesia 1) Pada tanggal setelmen Transaksi Spot, Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening giro Peserta OPT di Bank Koresponden sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Spot yang disepakati. 2) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat yang disepakati dikalikan kurs Transaksi Spot yang disepakati. 3) Dalam hal pada tanggal setelmen Transaksi Spot Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. 4) Pembayaran nominal Transaksi Spot sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. 5) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.2.b. b. Untuk Transaksi Spot Beli Bank Indonesia 1) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Spot yang disepakati ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden paling lambat pada tanggal setelmen. 2) Pada … 87 2) Pada tanggal setelmen Transaksi Spot, Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat dikalikan kurs yang disepakati pada saat Transaksi Spot. 3) Dalam hal pada tanggal setelmen Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat pada hari kerja berikutnya. 4) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.2.b. XI. TRANSAKSI SWAP 1. Transaksi Swap merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mendukung pengelolaan likuiditas dan menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dengan cara: a. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia; atau b. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia. 2. Transaksi Swap memiliki karakteristik sebagai berikut: a. jenis mata uang yang digunakan adalah Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah; b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; c. kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang digunakan dalam Transaksi Swap adalah JISDOR; dan d. kurs forward Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang digunakan dalam Transaksi Swap adalah kurs spot ditambah premi swap. 3. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Swap adalah Bank Devisa. 4. Transaksi … 88 4. Transaksi Swap dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Mekanisme Transaksi Swap a. Transaksi Swap Secara Lelang 1) Transaksi Swap secara lelang dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Transaksi Swap secara lelang dilakukan dengan metode sebagai berikut: a) harga tetap (fixed rate tender), dengan premi swap ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau b) harga beragam (variable rate tender), dengan premi swap diajukan oleh Peserta OPT. 3) Pendaftaran dan Pengkinian Informasi Untuk Mengikuti Transaksi Swap Secara Lelang a) Sebelum mengikuti pelaksanaan Transaksi Swap secara lelang, dilakukan pendaftaran dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Peserta OPT menyampaikan surat permohonan pendaftaran untuk mengikuti Transaksi Swap secara lelang, yang dilengkapi dengan informasi paling kurang sebagai berikut: (a) nama Peserta OPT; (b) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT; (c) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID) dalam hal Peserta OPT telah memiliki Terminal Controller Identifier (TCID); (d) dalam hal Peserta OPT memiliki rekening di Bank Koresponden, Peserta OPT menyampaikan: i. nama Bank Koresponden; ii. 1 (satu) nomor rekening Peserta OPT di Bank Koresponden; dan iii. Bank … 89 iii. Bank Identifier Code (BIC) Bank Koresponden; (e) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki rekening di Bank Koresponden, Peserta OPT menyampaikan: i. nama bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; ii. 1 (satu) nomor rekening Peserta OPT di bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; iii. Bank Identifier Code (BIC) bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen; iv. v. nama Bank Koresponden; 1 (satu) nomor rekening bank perantara (intermediary bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen di Bank Koresponden; dan vi. Bank Identifier Code (BIC) Bank Koresponden. (f) nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT; (g) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dealer yang berwenang melakukan Transaksi Swap secara lelang; dan (h) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dari pejabat yang membawahi dealer yang berwenang melakukan Transaksi Swap secara lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf (g). (2) Lembaga Perantara menyampaikan surat permohonan pendaftaran untuk mengikuti Transaksi … 90 Transaksi Swap secara lelang, yang dilengkapi dengan informasi paling kurang sebagai berikut: (a) nama Lembaga Perantara; (b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID) Lembaga Perantara; (c) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan broker yang berwenang melakukan Transaksi Swap secara lelang; dan (d) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dari pejabat yang membawahi broker yang berwenang melakukan Transaksi Swap secara lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf (c). b) Surat permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a) ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili Peserta OPT atau Lembaga Perantara dan hanya disampaikan pada saat pertama kali akan melakukan Transaksi Swap secara lelang melalui surat kepada Bank Indonesia. Contoh surat tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c) Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman Grup Operasional Tresuri Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. M.H Thamrin No. 2 Jakarta 10350 cc … 91 cc. Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi Moneter Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lain. d) Dalam hal terjadi perubahan informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a), Peserta OPT dan Lembaga Perantara menyampaikan pengkinian informasi melalui surat dengan menggunakan contoh surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b). e) Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf d) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam huruf c). f) Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran untuk mengikuti Transaksi Swap secara lelang kepada Peserta OPT dan Lembaga Perantara melalui surat, yang memuat informasi antara lain sebagai berikut: 1) nama Peserta OPT dan/atau Lembaga Perantara; 2) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT; 3) Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta OPT dan/atau Lembaga Perantara; 4) kode individual page yang terdiri dari active page, historical page, dan confirmation page pada sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing; 5) Standard Settlement Instruction Peserta OPT; dan/atau 6) tanggal efektif untuk mengikuti Transaksi Swap secara lelang. 4) Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Swap Secara Lelang a) Bank Indonesia mengumumkan rencana Transaksi Swap … 92 Swap secara lelang dan perubahannya paling lambat sebelum window time, melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain. b) Window time Transaksi Swap secara lelang dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dibuka sebelum penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR hari kerja sebelumnya. d) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dibuka setelah penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR pada tanggal transaksi. e) Pengumuman rencana Transaksi Swap secara lelang antara lain meliputi: (1) jenis Transaksi Swap; (2) sarana transaksi; (3) tanggal lelang; (4) nama lelang (auction name); (5) jangka waktu; (6) window time; (7) metode lelang; (8) premi swap, apabila Transaksi Swap dilaksanakan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); (9) target indikatif, apabila Transaksi Swap dilaksanakan dengan metode harga beragam (variable rate tender); (10) mata uang; (11) kurs spot; (12) tanggal setelmen (tanggal valuta); dan/atau (13) tanggal jatuh waktu. 5) Pengajuan … 93 5) Pengajuan Penawaran Transaksi Swap Secara Lelang a) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Swap secara lelang secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran Transaksi Swap secara lelang untuk kepentingan Peserta OPT. c) Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Swap secara lelang kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing system dan dalam window time yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan waktu yang tercatat pada sistem di Bank Indonesia. d) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender) memuat informasi paling kurang sebagai berikut: (1) nama lelang (auction name); (2) penawaran nilai nominal; dan (3) Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta OPT, dalam hal Lembaga Perantara mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta OPT, untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Swap secara lelang. e) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender) memuat informasi paling kurang sebagai berikut: (1) nama lelang (auction name); (2) penawaran nilai nominal; (3) premi swap; dan (4) Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta OPT, dalam hal Lembaga Perantara mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta OPT, untuk … 94 untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Swap secara lelang. f) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dan/atau huruf e) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta OPT paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan paling banyak sebesar USD50,000,000.00 (lima puluh juta dolar Amerika Serikat), dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); (2) dalam hal lelang Transaksi Swap dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran premi swap dari Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling kurang sebesar Rp1,00 (satu rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp1,00 (satu rupiah); (3) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara dapat mengajukan koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time Transaksi Swap secara lelang; (4) koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka (3) dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran selain informasi nama lelang (auction name); dan/atau (b) Lembaga Perantara yang mengajukan penawaran Transaksi Swap secara lelang untuk … 95 untuk dan atas nama Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap informasi penawaran selain informasi Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta OPT dan nama lelang (auction name); (5) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam angka (1), angka (2), angka (3), dan angka (4); (6) Peserta OPT dan Lembaga Perantara harus memantau kebenaran data penawaran Transaksi Swap secara lelang yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; (7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Transaksi Swap secara lelang yang disampaikan kepada Bank Indonesia; (8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; (9) Lembaga Perantara harus menyampaikan informasi kepada Peserta OPT mengenai Transaksi Swap secara lelang yang telah diajukan untuk kepentingan Peserta OPT. 6) Penetapan Pemenang Transaksi Swap Secara Lelang a) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: (1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; atau (2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia. b) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga beragam … 96 beragam (variable rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: (1) Bank Indonesia menetapkan batas premi swap yang diterima; dan (2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: (a) Untuk Transaksi Swap Jual Bank Indonesia i. dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran yang diajukan; atau ii. dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran yang diajukan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia. Contoh perhitungan pemenang Transaksi Swap Jual Bank Indonesia secara lelang tercantum dalam Lampiran VII. (b) Untuk Transaksi Swap Beli Bank Indonesia i. dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan … 97 memenangkan seluruh penawaran yang diajukan; atau ii. dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran premi swap yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran yang diajukan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia. Contoh perhitungan pemenang Transaksi Swap Beli Bank Indonesia secara lelang tercantum dalam Lampiran VII. (c) Pembulatan nominal yang dimenangkan oleh pemenang Transaksi Swap secara lelang dengan proporsional sebagaimana dimaksud dalam butir a)(2), butir(2)(a)ii, dan butir (2)(b)ii dilakukan dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: i. untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi 0 (nol); dan ii. untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). (d) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Swap. 7) Pengumuman … 98 7) Pengumuman Hasil Transaksi Swap Secara Lelang Bank Indonesia mengumumkan hasil Transaksi Swap secara lelang setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: a) secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT dan Lembaga Perantara melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa: (1) nilai nominal Transaksi Swap yang dimenangkan; (2) premi swap per jangka waktu, apabila Transaksi Swap dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); dan/atau (3) rata-rata tertimbang (weighted average) premi swap per jangka waktu, apabila Transaksi Swap dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender). b) secara individual kepada masing-masing pemenang lelang melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa: (1) jangka waktu; (2) nilai nominal Transaksi Swap secara lelang yang dimenangkan; (3) kurs spot; (4) kurs forward; dan/atau (5) premi swap, yang dimenangkan. c) Peserta OPT dapat mengakses pengumuman hasil lelang … 99 lelang Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dalam confirmation page pada sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing. d) Peserta OPT yang telah memenangkan penawaran dilarang melakukan pengakhiran Transaksi Swap secara lelang sebelum jatuh waktu (early termination). b. Transaksi Swap Secara Nonlelang Transaksi Swap secara nonlelang dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) transaksi dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan Peserta OPT secara langsung atau melalui Lembaga Perantara; dan 2) transaksi dilakukan melalui sarana dealing system yang digunakan Bank Indonesia. 6. Setelmen Transaksi Swap a. Untuk Transaksi Swap Jual Bank Indonesia 1) Setelmen First Leg a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap. b) Setelmen first leg dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen first leg; (2) Peserta OPT mentransfer dana Dolar Amerika Serikat untuk setiap penawaran yang dimenangkan dalam Transaksi Swap secara lelang atau sebesar nilai yang disepakati dalam Transaksi Swap secara nonlelang ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden. c) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud dalam butir b)(1) dihitung sebesar nilai nominal Dolar … 100 Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan dalam Transaksi Swap secara lelang atau sebesar nilai yang disepakati dalam Transaksi Swap nonlelang dikalikan dengan kurs spot. d) Dalam rangka pelaksanaan setelmen first leg sebagaimana dimaksud dalam butir b)(2), Peserta OPT menyampaikan konfirmasi setelmen Transaksi Swap melalui SWIFT message format MT300 atau sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman. e) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Peserta OPT tidak melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai yang dimenangkan dalam Transaksi Swap secara lelang atau sebesar nilai yang disepakati dalam Transaksi Swap secara nonlelang ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden, Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat pada hari kerja berikutnya. f) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf e), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.2.b. 2) Setelmen Second Leg a) Peserta OPT menyediakan dana Rupiah yang mencukupi di Rekening Giro Rupiah Peserta OPT untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg Transaksi Swap. b) Pada tanggal setelmen second leg dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen second leg; (2) Bank Indonesia mentransfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Peserta OPT di Bank … 101 Bank Koresponden sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen second leg. c) Nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud dalam butir b)(1) dihitung sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen first leg dikalikan kurs forward. d) Dalam rangka pelaksanaan setelmen second leg sebagaimana dimaksud dalam butir b)(1), Peserta OPT menyampaikan konfirmasi setelmen Transaksi Swap melalui SWIFT message format MT300 atau sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman. e) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg, Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. f) Pemenuhan kewajiban setelmen second leg Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf e) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. g) Atas keterlambatan penyediaan dana untuk memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf e), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.2.b. b. Untuk Transaksi Swap Beli Bank Indonesia 1) Setelmen First Leg a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap. b) Setelmen first leg dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Bank … 102 (1) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen first leg; (2) Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat untuk setiap penawaran yang dimenangkan dalam Transaksi Swap secara lelang atau sebesar nilai yang disepakati dalam Transaksi Swap secara nonlelang ke rekening Peserta OPT di Bank Koresponden. c) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud dalam butir b)(1) dihitung sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan dalam Transaksi Swap secara lelang atau sebesar nilai yang disepakati dalam Transaksi Swap secara nonlelang dikalikan dengan kurs spot. d) Dalam rangka pelaksanaan setelmen first leg sebagaimana dimaksud dalam butir b)(1), Peserta OPT menyampaikan konfirmasi setelmen Transaksi Swap melalui SWIFT message format MT300 atau sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman. e) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. f) Pemenuhan kewajiban setelmen first leg Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf e) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. g) Atas … 103 g) Atas keterlambatan penyediaan dana untuk memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf e), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.2.b. 2) Setelmen Second Leg a) Pada tanggal setelmen second leg dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen second leg; (2) Peserta OPT mentransfer dana Dolar Amerika Serikat untuk setiap penawaran yang dimenangkan dalam Transaksi Swap secara lelang atau sebesar nilai yang disepakati dalam Transaksi Swap secara nonlelang ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden. b) Nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud dalam butir a)(1) dihitung sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan dalam Transaksi Swap secara lelang atau sebesar nilai yang disepakati dalam Transaksi Swap secara nonlelang dikalikan kurs forward. c) Dalam rangka pelaksanaan setelmen second leg sebagaimana dimaksud dalam butir a)(2), Peserta OPT menyampaikan konfirmasi setelmen Transaksi Swap melalui SWIFT message format MT300 atau sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman. d) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg, Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam butir a)(2), Peserta OPT wajib menyelesaikan kewajiban setelmen melalui transfer dana Dolar Amerika Serikat pada hari … 104 hari kerja berikutnya. e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.2.b. c. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, tanggal setelmen first leg atau tanggal setelmen second leg ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan penambahan atau pengurangan premi swap untuk hari libur dimaksud. XII. TRANSAKSI FORWARD 1. Transaksi Forward merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dengan cara: a. Transaksi Forward Jual Bank Indonesia; atau b. Transaksi Forward Beli Bank Indonesia. 2. Transaksi Forward memiliki karakteristik sebagai berikut: a. jenis valuta asing yang digunakan adalah Dolar Amerika Serikat; b. waktu penyerahan dana (tenor) Transaksi Forward dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal transaksi sampai dengan tanggal setelmen; dan c. kurs forward Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang digunakan adalah kurs JISDOR pada saat transaksi ditambah premi yang disepakati. 3. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Forward adalah Bank Devisa. 4. Mekanisme Transaksi Forward a. Transaksi Forward Secara Lelang 1) Transaksi … 105 1) Transaksi Forward secara lelang dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Transaksi Forward secara lelang dilakukan dengan metode sebagai berikut: a) harga tetap (fixed rate tender), dengan forward point Transaksi Forward ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau b) harga beragam (variable rate tender), dengan forward point Transaksi Forward diajukan oleh Peserta OPT. 3) Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Forward Secara Lelang a) Transaksi Forward secara lelang dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b) Window time Transaksi Forward secara lelang dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c) Bank Indonesia mengumumkan rencana Transaksi Forward secara lelang dan perubahannya paling lambat sebelum window time, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain. d) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dibuka sebelum penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR hari kerja sebelumnya. e) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dibuka setelah penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR pada tanggal transaksi. f) Pengumuman rencana Transaksi Forward secara lelang antara lain meliputi: (1) jenis … 106 (1) jenis Transaksi Forward; (2) sarana transaksi; (3) tanggal lelang; (4) waktu penyerahan dana (tenor); (5) window time; (6) metode lelang; (7) tanggal setelmen atau tanggal valuta; (8) forward point, apabila lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); (9) target indikatif lelang, apabila lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender); (10) jenis valuta; dan/atau (11) kurs spot. 4) Pengajuan Penawaran Transaksi Forward Secara Lelang a) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Forward secara lelang secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran Transaksi Forward secara lelang untuk kepentingan Peserta OPT. c) Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Forward secara lelang kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d) Pengajuan penawaran Transaksi Forward secara lelang antara lain meliputi informasi: (1) nama Peserta OPT; (2) (3) (4) (5) tanggal transaksi; tenor; tanggal setelmen atau tanggal valuta; jenis valuta; (6) nilai nominal apabila lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender); (7) nilai … 107 (7) nilai nominal dan forward point apabila lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender); dan/atau (8) Standard Settlement Instruction. e) Pengajuan penawaran Transaksi Forward secara lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dapat dilakukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing tenor yang ditawarkan. f) Pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling sedikit sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). g) Pengajuan setiap penawaran forward point dari Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling sedikit sebesar Rp1,00 (satu rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp1,00 (satu rupiah). h) Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time Transaksi Forward secara lelang. i) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf h) antara lain dapat dilakukan terhadap informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d) kecuali informasi nama Peserta OPT dan tenor Transaksi Forward secara lelang. j) Dalam hal dilakukan koreksi atas jumlah penawaran (nilai nominal) sebagaimana dimaksud dalam huruf h), jumlah penawaran (nilai nominal) dimaksud harus memenuhi persyaratan penawaran nilai nominal sebagaimana dimaksud dalam huruf f). k) Peserta … 108 k) Peserta OPT dan Lembaga Perantara harus memantau kebenaran data penawaran Transaksi Forward secara lelang yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. l) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Transaksi Forward secara lelang yang disampaikan kepada Bank Indonesia. m) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. n) Lembaga Perantara harus menyampaikan informasi kepada Peserta OPT mengenai Transaksi Forward secara lelang yang telah diajukan untuk kepentingan Peserta OPT. o) Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d), huruf e), huruf f), dan/atau huruf g), dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time Transaksi Forward secara lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf h), penawaran dimaksud dinyatakan batal. p) Bank Indonesia dapat menolak penawaran Transaksi Forward secara lelang yang diajukan oleh Peserta OPT apabila Peserta OPT tidak memiliki counterparty limit yang cukup. 5) Penetapan Pemenang Transaksi Forward Secara Lelang a) Dalam hal Transaksi Forward secara lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: (1) penawaran … 109 (1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; atau (2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia. b) Dalam hal Transaksi Forward secara lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara: (1) Bank Indonesia menetapkan batas forward point yang diterima; dan (2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan dengan cara: (a) Untuk Transaksi Forward Jual Bank Indonesia: i. dalam hal forward point yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari batas penawaran forward point yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran yang diajukan; atau ii. dalam hal forward point yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran forward point yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran yang diajukan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia. (b) Untuk … 110 (b) Untuk Transaksi Forward Beli Bank Indonesia: i. dalam hal forward point yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari batas penawaran forward point yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran yang diajukan; atau ii. dalam hal forward point yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran forward point yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran yang diajukan secara proporsional sesuai dengan perhitungan Indonesia. Contoh perhitungan pemenang Transaksi Forward secara lelang tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c) Pembulatan nilai nominal yang dimenangkan oleh pemenang Transaksi Forward secara lelang dengan perhitungan secara proporsional dilakukan dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: (1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi 0 (nol); dan (2) untuk nominal USD50,000.00 (li`ma puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). d) Bank … Bank 111 d) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang Transaksi Forward secara lelang. 6) Pengumuman Hasil Transaksi Forward Secara Lelang Bank Indonesia mengumumkan hasil Transaksi Forward secara lelang setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut: a) Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang kepada semua Peserta OPT dan Lembaga Perantara secara keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal Transaksi Forward yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang (weighted average) forward point per tenor. b) Melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa: (1) nominal lelang forward yang dimenangkan Peserta OPT; (2) forward point yang dimenangkan; (3) (4) jangka waktu transaksi; tanggal valuta; (5) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT; dan/atau (6) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT. c) Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau (2) dalam … 112 (2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. b. Transaksi Forward Secara Nonlelang Transaksi Forward secara nonlelang dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) transaksi dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan Peserta OPT secara langsung atau melalui Lembaga Perantara; dan 2) transaksi dilakukan melalui sarana dealing system yang digunakan Bank Indonesia. 5. Setelmen Transaksi Forward a. Untuk Transaksi Forward Jual Bank Indonesia 1) Pada tanggal valuta Transaksi Forward, Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Peserta OPT di Bank Koresponden sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan atau yang disepakati. 2) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan atau yang disepakati dikalikan kurs setelmen Transaksi Forward. 3) Kurs setelmen Transaksi Forward adalah kurs JISDOR saat tanggal transaksi ditambah forward point yang dimenangkan Peserta OPT untuk Transaksi Forward secara lelang atau kurs yang disepakati untuk Transaksi Forward secara nonlelang. 4) Dalam hal pada tanggal setelmen Transaksi Forward, Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. 5) Pembayaran … 113 5) Pembayaran nominal Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. 6) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf 4), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.2.b. b. Untuk Transaksi Forward Beli Bank Indonesia 1) Pada tanggal valuta Transaksi Forward, Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan atau yang disepakati dikalikan kurs setelmen Transaksi Forward. 2) Kurs setelmen Transaksi Forward adalah JISDOR pada tanggal transaksi ditambah forward point yang dimenangkan Peserta OPT untuk Transaksi Forward secara lelang atau kurs yang disepakati untuk Transaksi Forward secara nonlelang. 3) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen Transaksi Forward ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden paling lambat pada tanggal setelmen. 4) Dalam hal pada tanggal setelmen, Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat pada hari kerja berikutnya. 5) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 4), Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.2.b. c. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, tanggal setelmen … 114 setelmen ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya. XIII. PELAKSANAAN OPT DALAM KEADAAN TIDAK NORMAL 1. Pelaksanaan Transaksi OPT Dalam Keadaan Tidak Normal Pada OPT Rupiah 1. Pelaksanaan Transaksi OPT dalam keadaan tidak normal pada Transaksi OPT Rupiah adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia – Electronic Trading Platform (Sistem BI-ETP), penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS, dan/atau penyelenggaraan setelmen dana seketika melalui Sistem BI-RTGS. 2. Transaksi OPT Rupiah sebagaimana dimaksud pada huruf a antara lain meliputi penerbitan SBI, penerbitan SDBI, Transaksi Repo, Transaksi Reverse Repo, dan Term Deposit Rupiah. 2. Pelaksanaan Transaksi OPT Dalam Keadaan Tidak Normal Pada OPT Valuta Asing Pelaksanaan Transaksi OPT dalam keadaan tidak normal pada OPT Valuta Asing berupa transaksi Term Deposit Valuta Asing dan Transaksi Swap secara lelang diatur sebagai berikut: a. Pelaksanaan Transaksi Term Deposit Valuta Asing 1) Dalam hal terjadi keadaan tidak normal pada sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit valuta asing, Bank Indonesia dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: a) menyesuaikan window time transaksi Term Deposit valuta asing; b) membatalkan proses lelang transaksi Term Deposit valuta asing yang dilakukan melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing; dan/atau c) melakukan … 115 c) melakukan transaksi Term Deposit valuta asing secara manual. 2) Dalam hal dilakukan penyesuaian window time atau pembatalan proses lelang sebagaimana dimaksud dalam butir 1)a) dan butir 1)b), Bank Indonesia menginformasikan kepada Peserta OPT melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing, Sistem LHBU dan/atau sarana lain. 3) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan proses lelang transaksi Term Deposit valuta asing secara manual sebagaimana dimaksud dalam butir 1)c) melalui sarana dealing system dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, misalnya e-mail atau faksimili. 4) Dalam hal Bank Indonesia menetapkan lebih dari 1 (satu) sarana transaksi yang dapat digunakan sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Peserta OPT dan/atau Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran transaksi Term Deposit valuta asing melalui 1 (satu) sarana transaksi yang ditetapkan Bank Indonesia. 5) Proses lelang transaksi Term Deposit valuta asing yang dilakukan secara manual sebagaimana dimaksud dalam butir 1)c) diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pengumuman Lelang (1) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term Deposit valuta asing paling lambat sebelum window time transaksi Term Deposit valuta asing yang dilakukan secara manual melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain. (2) Window time transaksi Term Deposit valuta asing dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu … 116 waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (3) Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit valuta asing memuat antara lain: (a) sarana transaksi; (b) (c) tanggal lelang; jangka waktu; (d) window time; (e) metode lelang; (f) tingkat bunga, apabila lelang transaksi Term Deposit valuta asing dilaksanakan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); (g) target indikatif, apabila lelang transaksi Term Deposit valuta asing dilaksanakan dengan metode harga beragam (variable rate tender); (h) tanggal setelmen (tanggal valuta); dan/atau (i) tanggal jatuh waktu. b) Pengajuan Penawaran Lelang (1) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valuta asing secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. (2) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valuta asing untuk kepentingan Peserta OPT. (3) Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term Deposit valuta asing kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing system dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan waktu yang … 117 yang tercatat pada sistem di Bank Indonesia. (4) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valuta asing untuk lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender) meliputi informasi antara lain: (a) nama Peserta OPT; (b) tanggal transaksi; (c) jangka waktu; (d) tanggal jatuh waktu; (e) Standard Settlement Instruction; (f) penawaran nilai nominal; dan/atau (g) tingkat bunga sesuai dengan yang diumumkan oleh Bank Indonesia. (5) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valuta asing untuk lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender) meliputi informasi antara lain: (a) nama Peserta OPT; (b) tanggal transaksi; (c) jangka waktu; (d) tanggal jatuh waktu; (e) Standard Settlement Instruction; (f) penawaran nilai nominal; dan/atau (g) tingkat bunga. (6) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka (4) dan/atau angka (5) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (a) penawaran dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan; (b) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta OPT paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan … 118 kelipatan USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); (c) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran tingkat bunga dilakukan dengan kelipatan 1 (satu) bps (basis point) atau 0,01% (nol koma nol satu persen); (d) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time transaksi Term Deposit valuta asing; (e) koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf (d) dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Peserta OPT dan jangka waktu Term Deposit valuta asing; (f) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) sampai dengan huruf (c); (g) Peserta OPT dan Lembaga Perantara harus memantau kebenaran data penawaran transaksi Term Deposit valuta asing yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; (h) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; (i) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah … 119 telah disampaikan kepada Bank Indonesia; (j) Lembaga Perantara harus menyampaikan informasi kepada Peserta OPT mengenai transaksi Term Deposit valuta asing yang telah diajukan untuk kepentingan Peserta OPT; dan (k) Dalam hal penawaran yang diajukan oleh Peserta OPT dan Lembaga Perantara tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) sampai dengan huruf (f) , atau tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time transaksi Term Deposit valuta asing maka penawaran dimaksud dinyatakan batal. c) Penetapan pemenang lelang transaksi Term Deposit valuta asing sebagaimana diatur dalam butir IX.10. d) Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valuta Asing Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit valuta asing setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan mekanisme sebagai berikut: (1) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang kepada semua Peserta OPT dan Lembaga Perantara secara keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa: (a) nilai nominal yang dimenangkan; (b) tingkat bunga Term Deposit valuta asing, apabila transaksi Term Deposit valuta asing … 120 asing dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); dan/atau (c) rata-rata tertimbang tingkat bunga Term Deposit valuta asing, apabila transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender). (2) melakukan konfirmasi kepada Peserta OPT yang memenangkan lelang secara individual melalui sarana dealing system dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, misalnya e-mail atau faksimili, antara lain: (a) nominal valas dan tingkat bunga yang dimenangkan Peserta OPT; jangka waktu; (b) (c) (d) tanggal setelmen (tanggal valuta); tanggal jatuh waktu; dan/atau (e) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT. (3) dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka (2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (a) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau (b) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. e) Setelmen transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Transfer … 121 (1) Transfer dana atas kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan sesuai dengan nilai nominal yang tercantum pada setiap deal ticket konfirmasi lelang transaksi Term Deposit valuta asing. (2) Setelmen transaksi Term Deposit valuta asing dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IX.12. b. Pelaksanaan Transaksi Swap Secara Lelang 1) Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan Transaksi Swap secara lelang, Bank Indonesia dapat melakukan hal-hal sebagai berikut: a) menyesuaikan window time Transaksi Swap secara lelang; b) membatalkan proses Transaksi Swap secara lelang yang dilakukan melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing; dan/atau c) melakukan Transaksi Swap secara lelang dengan cara manual. 2) Dalam hal dilakukan penyesuaian window time atau pembatalan proses lelang sebagaimana dimaksud dalam butir 1)a) dan butir 1)b), Bank Indonesia menginformasikan kepada Peserta OPT melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing, Sistem LHBU dan/atau sarana lain. 3) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan proses Transaksi Swap secara lelang dengan cara manual sebagaimana dimaksud dalam butir 1)c) melalui sarana dealing system dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia, misalnya e-mail atau faksimili. 4) Dalam … 122 4) Dalam hal Bank Indonesia menetapkan lebih dari 1 (satu) sarana transaksi yang dapat digunakan sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Peserta OPT dan/atau Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran Transaksi Swap secara lelang melalui 1 (satu) sarana transaksi yang ditetapkan Bank Indonesia. 5) Proses Transaksi Swap secara lelang yang dilakukan dengan cara manual sebagaimana dimaksud dalam angka 3) diatur dengan ketentuan sebagai berikut: a) Pengumuman Lelang (1) Bank Indonesia mengumumkan rencana Transaksi Swap secara lelang paling lambat sebelum window time Transaksi Swap yang dilakukan dengan cara manual, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain. (2) Window time Transaksi Swap secara lelang dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (3) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam angka (2) dibuka sebelum penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR hari kerja sebelumnya. (4) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam angka (2) dibuka setelah penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR pada tanggal transaksi. (5) Pengumuman rencana Transaksi Swap secara lelang memuat antara lain: (a) jenis Transaksi Swap; (b) sarana transaksi; (c) (d) tanggal lelang; jangka waktu; (e) window time; (f) metode … 123 (f) metode lelang; (g) premi swap, apabila lelang Transaksi Swap dilaksanakan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); (h) target indikatif, apabila lelang Transaksi Swap dilaksanakan dengan metode harga beragam (variable rate tender); (i) mata uang; (j) kurs spot; (k) tanggal setelmen (tanggal valuta); dan/atau (l) tanggal jatuh waktu. b) Pengajuan Penawaran Lelang (1) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Swap secara lelang dengan cara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. (2) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran Transaksi Swap secara lelang untuk kepentingan Peserta OPT. (3) Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Swap kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing system dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan waktu yang tercatat pada sistem di Bank Indonesia. (4) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender) memuat informasi paling kurang sebagai berikut: (a) nama Peserta OPT; (b) (c) tanggal transaksi; jangka waktu; (d) tanggal … 124 (d) tanggal jatuh waktu; (e) penawaran nilai nominal; (f) mata uang; dan (g) Standard Settlement Instruction. (5) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender) memuat informasi paling kurang sebagai berikut: (a) nama Peserta OPT; (b) (c) (d) tanggal transaksi; jangka waktu; tanggal jatuh waktu; (e) penawaran nilai nominal; (f) mata uang; (g) premi swap; dan (h) Standard Settlement Instruction. (6) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara lelang sebagaimana dimaksud dalam angka (4) dan angka (5) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (a) penawaran dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan; (b) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta OPT paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat); (c) dalam hal Transaksi Swap secara lelang dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran premi swap dari Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling kurang sebesar … 125 sebesar Rp1,00 (satu rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp1,00 (satu rupiah); (d) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time Transaksi Swap secara lelang; (e) koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf (d) dapat dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi nama Peserta OPT dan jangka waktu Transaksi Swap; (f) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) sampai dengan huruf (c); (g) Peserta OPT dan Lembaga Perantara harus memantau kebenaran informasi penawaran Transaksi Swap secara lelang yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; (h) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia; (i) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia; (j) Lembaga Perantara harus menyampaikan informasi kepada Peserta OPT mengenai Transaksi Swap secara lelang … 126 lelang yang telah diajukan untuk kepentingan Peserta OPT; dan (k) dalam hal penawaran yang diajukan oleh Peserta OPT dan Lembaga Perantara tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) sampai dengan huruf (f) atau tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time Transaksi Swap secara lelang maka penawaran dimaksud dinyatakan batal. c) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara lelang oleh Peserta OPT atau Lembaga Perantara dilakukan oleh pihak-pihak yang nama, e-mail, dan contoh tanda tangannya telah ditatausahakan di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir XI.5.a.3)a)(1)(g) atau butir XI.5.a.3)a)(2)(c). d) Penetapan pemenang lelang Transaksi Swap sebagaimana diatur dalam butir XI.5.a.6). e) Pengumuman Hasil Transaksi Swap Secara Lelang Bank Indonesia mengumumkan hasil Transaksi Swap secara lelang setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan mekanisme sebagai berikut: (1) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang kepada semua Peserta OPT dan Lembaga Perantara secara keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa: (a) nilai nominal Transaksi Swap yang dimenangkan; (b) premi swap per jangka waktu, apabila Transaksi Swap dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender); dan/atau (c) rata … 127 (c) rata-rata tertimbang (weighted average) premi swap per jangka waktu, apabila Transaksi Swap dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender). (2) melakukan konfirmasi kepada Peserta OPT yang memenangkan lelang secara individual melalui sarana dealing system dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia, misalnya e-mail atau faksimili, antara lain: (a) nominal lelang Transaksi Swap yang dimenangkan; (b) premi swap yang dimenangkan; (c) kurs spot; (d) (e) (f) jangka waktu transaksi; tanggal valuta; tanggal jatuh waktu; (g) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT; dan/atau (h) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT. (3) dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka (2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: (a) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau (b) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. (4) Peserta OPT yang telah memenangkan penawaran … 128 penawaran dilarang melakukan pengakhiran Transaksi Swap secara lelang sebelum jatuh waktu (early termination). f) Setelmen Transaksi Swap secara lelang dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir XI.6. XIV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Sanksi Transaksi OPT dalam Rupiah a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam Rupiah, meliputi: 1) transaksi penerbitan SBI sebagaimana dimaksud dalam butir II.8.a.6); 2) transaksi penerbitan SDBI sebagaimana dimaksud dalam butir III.8.a.6); 3) Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir IV.9.a.1)e), IV.9.a.2)e), IV.9.b.1)g), dan butir IV.9.b.2)d); 4) Transaksi Reverse Repo sebagaimana dimaksud dalam butir V.9.a.5) dan butir V.9.b.5); 5) pembelian dan penjualan SBN secara outright dari Bank Indonesia di pasar sekunder sebagaimana dimaksud dalam butir VI.6.e; 6) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam butir VII.10.j; dan/atau 7) Transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir VIII.9.a.5). b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen) dari nilai transaksi OPT yang dinyatakan batal, paling … 129 paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). c. Dalam hal transaksi memiliki second leg, nilai transaksi yang batal sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) adalah nilai transaksi pada saat first leg. d. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. e. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 2. Sanksi Transaksi OPT dalam Valuta Asing Selain Term Deposit Valuta Asing a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam valuta asing, meliputi: 1) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam butir VII.10.k; 2) Transaksi Spot sebagaimana dimaksud dalam butir X.6.a.4) dan butir X.6.b.4); 3) Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam butir XI.6.a.1)e), butir XI.6.a.2)e), butir XI.6.b.1)e) dan butir XI.6.b.2)d); dan/atau 4) Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam butir XII.5.a.4) dan butir XII.5.b.4). b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa: 1) 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar: a) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan rata-rata suku bunga efektif Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah margin sebesar 200 (dua ratus) basis point dikalikan nilai transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga … 130 tiga ratus enam puluh), untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta asing Dolar Amerika Serikat; b) rata-rata suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral atau otoritas moneter di negara valuta yang bersangkutan (official rate) yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah margin sebesar 200 (dua ratus) basis point dikalikan nilai transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh), untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta asing non-Dolar Amerika Serikat; atau c) rata-rata BI 7-Day Repo Rate yang berlaku ditambah margin sebesar 350 (tiga ratus lima puluh) basis point dikalikan nilai transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh), untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam Rupiah. c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal setelmen. d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah atau Rekening Giro valuta asing Peserta OPT yang ada di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal kewajiban setelmen. 3. Sanksi Transaksi Term Deposit Valuta Asing a. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen yang menyebabkan batalnya transaksi Term Deposit valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir IX.12.a.5), Peserta OPT dikenakan sanksi berupa: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku bunga efektif Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian … 131 penyelesaian transaksi ditambah margin sebesar 200 (dua ratus) basis point dikalikan nilai transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh). b. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban pada tanggal setelmen second leg Transaksi Swap Jual Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir IX.14.b.3)c) maka Peserta OPT dikenakan sanksi berupa: 1) teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1); dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar rata-rata BI 7-Day Repo Rate yang berlaku ditambah margin sebesar 350 (tiga ratus lima puluh) basis point dikalikan nilai transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh). c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dan butir b.1) dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir IX.12.a.5) atau tidak terpenuhinya kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir IX.14.b.3)c). d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro valuta asing Peserta OPT di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. e. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal kewajiban pelaksanaan setelmen. 4. Sanksi Penghentian Sementara Mengikuti Operasi Moneter a. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter, yang terdiri atas transaksi Operasi Pasar Terbuka dan/atau transaksi Standing Facilities, yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3, Peserta OPT juga … 132 juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. b. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam huruf a diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah diperoleh informasi adanya pembatalan transaksi Operasi Moneter yang ketiga kalinya. c. Dalam hal terdapat lebih dari 3 (tiga) kali pembatalan transaksi Operasi Moneter dalam 1 (satu) hari, pengenaan sanksi penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya memperhitungkan 3 (tiga) kali pembatalan. Contoh pengenaan sanksi karena pembatalan transaksi Operasi Moneter tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. d. Sanksi pembatasan dan/atau larangan keikutsertaan dalam Operasi Moneter juga dapat dikenakan bagi peserta Operasi Moneter yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pengaturan dan pengawasan moneter dan/atau ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pengaturan dan pengawasan makroprudensial. 5. Sanksi Pelanggaran Kewajiban Minimum Holding Period SBI a. Bank dan/atau Sub-Registry yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir II.9 dikenakan sanksi sebagai berikut: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen) dari nilai transaksi SBI yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari. b. Penyampaian … 133 b. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dilakukan setelah terlampauinya batas waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.b.3). c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah dan/atau rekening giro Bank pembayar yang ditunjuk Sub-Registry. 6. Sanksi Pelanggaran Transaksi SDBI Antara Bank Dengan Pihak Selain Bank di Pasar Sekunder a. Bank dan/atau Sub-Registry yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.9 dikenakan sanksi sebagai berikut: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen) dari nilai transaksi SDBI yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari. b. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah diketahuinya pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.9. c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah dan/atau rekening giro Bank pembayar yang ditunjuk Sub-Registry. XV. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/37/DPM tanggal 16 November 2015 perihal Operasi Pasar Terbuka dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat … 134 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31 Oktober 2016 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, TTD DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/24/DPM|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 31 Oktober 2016 </set_date> <effective_date> 31 Oktober 2016 </effective_date> <replaced_reg> '17/37/DPM|SE-BI/2015' </replaced_reg> <related_reg> '18/12/PBI/2016' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi XIV' </penalty_list>
No. 8/17/DASP Jakarta, 25 Juli 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong --------------------------------------------------------------------------- Terjadinya bencana alam berupa gempa bumi, banjir bandang, gunung meletus atau bencana alam lainnya dan peristiwa tak terduga atau tidak dapat diperkirakan sebelumnya seperti kerusuhan massal yang kemunculannya bersifat mendadak yang melanda wilayah tanah air Indonesia, selanjutnya disebut sebagai Keadaan Darurat, telah banyak menimbulkan dampak yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap seluruh sendi-sendi kehidupan dan salah satunya mengganggu kehidupan perekonomian di daerah yang terkena bencana tersebut. Adanya dampak yang mengganggu kehidupan perekonomian masyarakat tersebut dapat berakibat pada menurunnya kemampuan masyarakat khususnya Penarik Cek/Bilyet Giro dalam memenuhi kewajiban penyediaan dana untuk pembayaran Cek/Bilyet Giro yang telah diterbitkan sebelum terjadinya Keadaan Darurat. Kondisi tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan terjadinya penolakan Cek/Bilyet Giro dengan alasan saldo tidak cukup. Sebagai … 2 Sebagai salah satu upaya untuk mendukung pemulihan perekonomian dan membantu mengurangi beban kesulitan masyarakat yang tertimpa musibah khususnya bagi Penarik Cek/Bilyet Giro, dipandang perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran No.4/17/DASP tanggal 7 November 2002 sebagai berikut: I. Di antara Angka V dan Angka VI disisipkan angka baru, yaitu Angka V.A yang berbunyi sebagai berikut: ”V.A. Pembatalan Atas Penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong Karena Alasan Terjadi Keadaan Darurat 1. Dalam hal terjadi penolakan Cek/Bilyet Giro karena alasan saldo tidak cukup dan penolakan tersebut nyata-nyata timbul dan merupakan akibat langsung dari suatu Keadaan Darurat yang berdampak kepada Penarik, maka atas dasar adanya permohonan dari Penarik, Tertarik dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi agar penolakan Cek/Bilyet Giro tersebut tidak dikategorikan sebagai penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong (untuk selanjutnya disebut Permohonan Pembatalan). 2. Permohonan Pembatalan diajukan secara tertulis oleh Tertarik kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi dan harus melampirkan dokumen-dokumen sekurang-kurangnya sebagai berikut: a. Fotokopi Cek/Bilyet Giro yang dimintakan pembatalan atas penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong; b. Surat pernyataan Penarik yang menjelaskan hubungan antara terjadinya penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong dengan adanya suatu Keadaan Darurat yang berdampak langsung kepada diri Penarik; dan c. Surat … 3 c. Surat keterangan dari kepolisian dan/atau pejabat pemerintahan setempat (Kepala Desa, Lurah, Camat dan/atau Pejabat lainnya yang berwenang) yang menjelaskan bahwa benar Penarik terkena dampak dari adanya suatu Keadaan Darurat. Dalam hal Keadaan Darurat yang terjadi berskala luas sehingga infrastruktur kepolisian dan/atau pemerintahan setempat tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka surat keterangan dimaksud tidak diperlukan. 3. Apabila dipandang perlu, Bank Indonesia dapat meminta bukti- bukti lainnya yang mendukung adanya hubungan kausalitas antara terjadinya penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong dengan adanya suatu Keadaan Darurat yang dialami Penarik (bersifat fakultatif), misalnya foto-foto yang menggambarkan terjadinya keadaan darurat, pemberitaan media massa, dan lain-lain. 4. Permohonan Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 hanya dapat diajukan terhadap Cek/Bilyet Giro Kosong sebagaimana dimaksud pada angka 2.a yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Tanggal penerbitan yang tertera pada Cek/Bilyet Giro Kosong adalah tanggal sebelum terjadinya Keadaan Darurat, atau tanggal yang sama dengan tanggal terjadinya Keadaan Darurat tetapi waktu penerbitannya dilakukan sebelum terjadinya Keadaan Darurat; dan b. Penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong dalam Kliring Pengembalian (retur) yang jadwal pelaksanaannya adalah setelah terjadinya Keadaan Darurat. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4 berlaku juga untuk Cek yang terbukti secara materiil diberi tanggal kemudian/mundur (post dated cheque). Pengajuan permohonan pembatalan … 4 pembatalan oleh Tertarik terhadap Penarikan Cek Kosong yang berasal dari Cek yang diberi tanggal kemudian/mundur harus disertai dengan bukti-bukti yang menyatakan bahwa post dated cheque dimaksud memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf a dan b. 6. Permohonan Pembatalan oleh Tertarik sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat diajukan sepanjang nama Penarik masih tercatat dalam Tata Usaha penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong dan/atau dalam Daftar Hitam yang masih berlaku. 7. Permohonan Pembatalan karena Keadaan Darurat tidak dikenakan biaya administrasi apabila permohonan disetujui oleh Bank Indonesia. 8. Setiap Permohonan Pembatalan yang tidak disetujui oleh Bank Indonesia dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah). Pengenaan biaya administrasi tunduk pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka V.3. 9. Bank Indonesia yang Mewilayahi memberikan persetujuan atau penolakan atas Permohonan Pembatalan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan telah dilampiri dengan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2 diterima oleh Bank Indonesia secara lengkap, kecuali dalam hal: a. Permohonan Pembatalan telah diajukan namun Permohonan Pembatalan masih dalam proses persetujuan atau penolakan oleh Bank Indonesia; atau b. Infrastruktur Bank Indonesia yang Mewilayahi tidak berjalan sebagaimana mestinya; dapat melebihi waktu 30 (tiga puluh) hari kerja. 10. Dalam … 5 10. Dalam hal Permohonan Pembatalan disetujui Bank Indonesia, maka apabila: a. nama Penarik Cek/BG Kosong belum dimasukkan dalam Daftar Hitam Bank Indonesia, Bank Indonesia yang Mewilayahi menyampaikan surat pembatalan kepada Tertarik bahwa penarikan Cek/BG Kosong dimaksud telah dihapus dari Tata Usaha Cek Kosong Bank Indonesia; atau b. dalam hal nama Penarik Cek/Bilyet Giro kosong telah dimasukkan dalam Daftar Hitam Bank Indonesia, Bank Indonesia yang Mewilayahi menyampaikan surat koreksi Daftar Hitam kepada Tertarik dan bank lainnya. 11. Bank Indonesia berwenang melakukan penelitian baik secara langsung dan/atau secara tidak langsung atas kebenaran informasi dan/atau dokumen yang Permohonan Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam angka 2.” II. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 25 Juli 2006 dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 3 Januari 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA diajukan oleh Tertarik dalam EDI SISWANTO DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/17/DASP|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong </reg_title> <set_date> 25 Juli 2006 </set_date> <effective_date> 25 Juli 2006, dan mempunyai daya laku surut sejak 3 Januari 2005 </effective_date> <changed_reg> '2/10/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg> <extension_of> '4/17/DASP|SE-BI/2002' </extension_of> <related_reg> '2/10/DASP|SE-BI/2000', '4/17/DASP|SE-BI/2002' </related_reg>
No. 9/36/DPNP Jakarta, 19 Desember 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Perizinan dan Pelaporan Bagi Bank Umum Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Pedagang Valuta Asing Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/11/PBI/2007 tanggal 5 September 2007 tentang Pedagang Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4764), dipandang perlu menetapkan tata cara persetujuan, pelaporan, dan pengenaan sanksi bagi Pedagang Valuta Asing Bank, dengan ketentuan sebagai berikut: I. UMUM A. Pedagang Valuta Asing Bank Umum yang selanjutnya disebut dengan PVA Bank Umum adalah Bank Umum Bukan Bank Devisa yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah, yang melakukan kegiatan usaha jual beli Uang Kertas Asing (banknotes) yang selanjutnya disebut UKA dan pembelian … pembelian Traveller’s Cheque yang selanjutnya disebut TC, yang telah memenuhi ketentuan dan persyaratan dalam Peraturan Bank Indonesia No.9/11/PBI/2007 tanggal 5 September 2007 tentang Pedagang Valuta Asing. B. Izin usaha sebagai PVA yang diberikan kepada kantor pusat Bank Umum Bukan Bank Devisa, yang selanjutnya disebut BUBBD, berlaku pula bagi kantor cabang dan kantor-kantor di bawah kantor cabang dari BUBBD. C. Penyampaian laporan dinyatakan telah diterima oleh Bank Indonesia berdasarkan tanggal diterimanya di Bank Indonesia apabila disampaikan secara langsung atau berdasarkan tanggal stempel pos apabila disampaikan melalui kantor pos. D. Peraturan Bank Indonesia yang dimaksudkan dalam ketentuan ini mengacu kepada PBI No.9/11/PBI/2007 tanggal 5 September 2007 tentang Pedagang Valuta Asing, yang selanjutnya disebut dengan PBI PVA. II. TATA CARA PERIZINAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PVA Tata cara pengajuan permohonan persetujuan bagi BUBBD untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA, diatur sebagai berikut: A. BUBBD yang akan melakukan usaha sebagai PVA wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Memiliki Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2. Rencana melakukan kegiatan usaha sebagai PVA tercantum dalam Rencana Bisnis Bank; dan 3. Memiliki rencana kesiapan operasional. B. Kantor … B. Kantor pusat BUBBD mengajukan permohonan persetujuan sebagai PVA secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan melampirkan dokumen rencana kesiapan operasional yang memuat informasi antara lain meliputi: 1. Keberadaan lokasi tempat usaha sesuai alamat yang diajukan; 2. Kelayakan tempat usaha; 3. Sumber daya manusia; 4. Kebijakan, sistem dan prosedur; dan 5. Sarana penunjang kegiatan usaha, paling kurang: a. Meja counter; b. Alat deteksi keaslian uang; c. Tempat penyimpan uang; dan d. Papan kurs. C. Pengajuan permohonan persetujuan usaha sebagai PVA sebagaimana dimaksud pada huruf B disampaikan ke alamat sebagai berikut : 1. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan juga melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), permohonan dialamatkan kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, sesuai dengan format pada Lampiran 1a, dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait; atau 2. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, disampaikan kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Perbankan Syariah … Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, sesuai dengan format pada Lampiran 1b; atau 3. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat sesuai dengan format pada Lampiran 1c. D. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada kantor pusat BUBBD mengenai persetujuan atau penolakan permohonan persetujuan usaha sebagai PVA paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak permohonan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. E. BUBBD wajib melaksanakan kegiatan usaha sebagai PVA paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak persetujuan dari Bank Indonesia dikeluarkan. Apabila dalam jangka waktu sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kalender, BUBBD tidak melaksanakan kegiatan usaha sebagai PVA maka persetujuan yang diberikan oleh Bank Indonesia dinyatakan tidak berlaku. III. TATA CARA PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PVA Tata cara pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA, diatur sebagai berikut: A. Bagi Kantor Pusat BUBBD yang telah memperoleh persetujuan usaha sebagai PVA 1. Pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA wajib dilaporkan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan kegiatan PVA ke alamat sebagai berikut: a. Bagi … a. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA, dan Administrasi (PVAd); b. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada KBI setempat, dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA, dan Administrasi (PVAd). 2. Pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas dilaporkan sesuai dengan format pada Lampiran 2. B. Bagi kantor cabang dan kantor-kantor di bawah kantor cabang dari BUBBD yang telah memperoleh persetujuan usaha sebagai PVA, diatur sebagai berikut: 1. Kantor pusat BUBBD wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia dalam hal kantor cabang dan kantor-kantor di bawah kantor cabang dari BUBBD akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA. 2. Laporan rencana pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib dilengkapi dokumen berupa rencana kesiapan operasional. 3. Pengajuan … 3. Pengajuan laporan rencana pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan kegiatan PVA, ke alamat sebagai berikut : a. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, sesuai dengan format pada Lampiran 3a, dengan tembusan kepada KBI setempat dalam hal kantor cabang dan kantor-kantor di bawah kantor cabang dari BUBBD yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA berada di luar wilayah kerja KPBI; atau b. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada KBI setempat sesuai dengan format pada Lampiran 3b, dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait apabila kantor cabang dan kantor-kantor di bawah kantor cabang dari BUBBD berada di wilayah kerja KPBI atau kepada KBI dimana kantor cabang dan kantor-kantor di bawah kantor cabang dari BUBBD yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA tersebut berada. 4. Laporan … 4. Laporan pelaksanaan pembukaan kegiatan usaha PVA bagi kantor cabang dan kantor-kantor di bawah kantor cabang dari BUBBD yang telah memperoleh izin usaha sebagai PVA disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada angka III.A di atas, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan kegiatan PVA. IV. TATA CARA PENDAFTARAN ULANG Tata cara pendaftaran ulang untuk memperoleh persetujuan sebagai PVA Bank Umum diatur sebagai berikut: A. Sesuai dengan ketentuan Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 55 ayat (1) PBI, Kantor pusat dan kantor cabang BUBBD yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah, yang telah memperoleh izin sebagai PVA Bank Umum sebelum tanggal 5 September 2007, harus melakukan pendaftaran ulang untuk memperoleh persetujuan sebagai PVA, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Pengajuan permohonan pendaftaran ulang dilakukan secara tertulis dengan dilengkapi fotokopi izin usaha sebagai PVA yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, paling lambat tanggal 5 Maret 2008. 2. Dalam permohonan pendaftaran ulang yang dilakukan oleh Kantor Pusat BUBBD, dicantumkan pula seluruh kantor dari BUBBD baik Kantor Pusat, Kantor Cabang, maupun kantor dibawah Kantor Cabang yang telah melakukan kegiatan usaha sebagai PVA sebelum berlakunya PBI PVA. 3. Dalam … 3. Dalam hal kantor pusat dan kantor cabang BUBBD yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah, yang telah mendapatkan persetujuan Bank Indonesia sebagai PVA Bank Umum sebelum tanggal 5 September 2007 tidak melakukan pendaftaran ulang sampai dengan tanggal 5 Maret 2008 sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas, maka izin usaha PVA Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. B. Pengajuan permohonan pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada butir IV.A diatur sebagai berikut: 1. Bagi kantor pusat dan kantor cabang BUBBD yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI disampaikan kepada Bank Indonesia c.q Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA, dan Administrasi (PVAd). 2. Bagi kantor pusat dan kantor cabang BUBBD yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI disampaikan kepada Bank Indonesia c.q Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA, dan Administrasi (PVAd). 3. Bagi kantor pusat dan kantor cabang BUBBD yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di luar wilayah kerja … kerja KPBI disampaikan kepada KBI setempat yang mewilayahi PVA dimaksud dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA, dan Administrasi (PVAd). C. Surat permohonan pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada huruf B di atas diajukan sesuai dengan format pada lampiran 4. D. Atas pendaftaran ulang yang diajukan oleh BUBBD, Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis mengenai persetujuan sebagai PVA paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak permohonan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. V. TATA CARA PELAPORAN A. Kantor pusat BUBBD yang melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib menyampaikan laporan berkala berupa Laporan Kegiatan Usaha yang selanjutnya disebut LKU, yang diatur sebagai berikut: 1. Kantor pusat BUBBD yang melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib menyampaikan LKU yang meliputi laporan transaksi penjualan dan pembelian UKA serta pembelian TC sebagaimana contoh pada Lampiran 5a dan Lampiran 5b. 2. LKU disampaikan kepada Bank Indonesia secara berkala setiap triwulan paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Contoh : Laporan triwulan I (Januari, Februari dan Maret) diterima oleh Bank Indonesia paling lambat akhir April tahun berjalan. 3. LKU yang disampaikan kepada Bank Indonesia merupakan Laporan konsolidasi kegiatan usaha sebagai PVA dari kantor pusat dan seluruh kantor cabang berikut kantor-kantor di bawah kantor cabang. 4. Dalam … 4. Dalam rangka keseragaman, tata cara penyusunan LKU mengacu pada pedoman penyusunan LKU sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5c. B. Selain menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, kantor pusat BUBBD yang melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku. C. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A dibuat secara lengkap, benar, akurat dan distempel cap perusahaan, serta ditandatangani oleh pengurus atau pejabat yang berwenang. D. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A disampaikan ke Bank Indonesia dalam bentuk disket/CD atau hardcopy yang disertai dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. E. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B disampaikan ke alamat sebagai berikut: 1. Bagi PVA yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI disampaikan kepada Bank Indonesia, Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA, dan Administrasi (PVAd), Jl.M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350; atau 2. Bagi PVA yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI disampaikan kepada KBI setempat yang mewilayahi PVA dimaksud. F. Dalam hal tanggal berakhirnya penyampaian laporan berkala jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur maka laporan berkala disampaikan pada hari kerja berikutnya. VI. PENGHENTIAN … VI. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PVA BANK UMUM A. Tata cara penghentian kegiatan usaha sebagai PVA Bank Umum diatur sebagai berikut: 1. Kantor pusat BUBBD wajib menyampaikan rencana penghentian kegiatan usaha sebagai PVA secara tertulis kepada Bank Indonesia. 2. Rencana penghentian kegiatan usaha sebagai PVA harus dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. Alasan penghentian; b. Pernyataan dari PVA Bank bahwa seluruh hak dan kewajiban yang terkait dengan kegiatan PVA Bank yang dilaksanakan sebelum tanggal penghentian telah diselesaikan dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab PVA Bank. 3. Pengajuan rencana penghentian kegiatan usaha sebagai PVA disampaikan ke alamat sebagaimana diatur dalam angka III.A paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal penghentian kegiatan usaha sebagai PVA dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 6. B. Tata cara penghentian kegiatan usaha sebagai PVA Bank pada satu atau lebih kantor Bank diatur sebagai berikut: 1. Pelaksanaan penghentian kegiatan usaha sebagai PVA pada 1 (satu) atau lebih kantor Bank wajib dilaporkan oleh Kantor Pusat ke alamat sebagaimana diatur dalam angka III.A paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan penghentian kegiatan PVA di kantor Bank dengan disertai alasan penghentian dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 6. 2. Dalam … 2. Dalam hal penghentian kegiatan usaha sebagai PVA dilakukan pada kantor cabang atau kantor-kantor dibawah kantor cabang yang berada di luar wilayah kerja KBI yang mewilayahi kantor pusatnya, Kantor Pusat PVA Bank harus menyampaikan 1 (satu) tembusan laporan penghentian kegiatan usaha sebagai PVA kepada KBI setempat yang mewilayahi kantor cabang tersebut. VII. LAIN-LAIN A. Tata cara penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi PVA Bank Umum mengacu pada Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. B. PVA Bank Umum dapat memiliki saldo harian pos aktiva dalam valuta asing paling tinggi sebesar 20% (dua puluh per seratus) dari modal disetor. Pengertian pos aktiva dalam valas adalah mata uang kertas asing, uang logam asing bukan emas dan TC yang masih berlaku, milik BUBBD yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA, yang dijabarkan dalam rupiah. Saldo harian pos aktiva dalam valas dimaksud dihitung dengan menggunakan kurs tengah harian Bank Indonesia yang dapat dilihat di website Bank Indonesia atau Reuters pada pukul 16.00 WIB. C. Izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA bagi PVA Bank Umum dinyatakan tidak berlaku dalam hal seluruh kegiatan usaha bank yang bersangkutan dibekukan atau izin usaha bank dicabut oleh Bank Indonesia. D. Sesuai ketentuan Pasal 54 ayat (1) PBI PVA, Kantor cabang Bank Umum Devisa yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang telah mendapatkan … mendapatkan persetujuan Bank Indonesia sebagai PVA Bank Umum sebelum berlakunya PBI PVA, dilaporkan oleh Kantor Pusat bank dimaksud kepada Bank Indonesia sebagai Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. IX. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/14/DPNP tanggal 11 Juli 2003 perihal Tata Cara Perizinan dan Pelaporan Bagi Bank Umum yang Melakukan Kegiatan Usaha sebagai Pedagang Valuta Asing dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 27 Desember 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DIREKTUR DIREKTORAT PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/36/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Perizinan dan Pelaporan Bagi Bank Umum Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Pedagang Valuta Asing </reg_title> <set_date> 19 Desember 2007 </set_date> <effective_date> 27 Desember 2007 </effective_date> <replaced_reg> '5/14/DPNP|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> '9/11/PBI/2007' </related_reg>
No.16/20/DSta Jakarta, 28 November 2014 SURA T EDARA N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/21/PBI/2011 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5242) dan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5534) serta perlunya meningkatkan efektivitas pemantauan terhadap kegiatan Lalu Lintas Devisa yang dilakukan melalui Bank dan dalam rangka meningkatkan kualitas statistik Lalu Lintas Devisa, perlu dilakukan perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/12/DSM tanggal 21 Maret 2012 sebagai berikut: 1. Ketentuan butir IV.A.1 diubah sehingga butir IV.A berbunyi sebagai berikut: A. LAPORAN LLD Laporan LLD yang wajib disampaikan Bank kepada Bank Indonesia terdiri dari: 1. Laporan Transaksi, yaitu laporan mengenai transaksi Bank dan … 2 dan/atau Nasabah yang mempengaruhi AFLN/KFLN Bank, dan Rincian Transaksi Ekspor (RTE) yang disertai Dokumen Pendukung dan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung apabila pada Laporan Transaksi yang disampaikan Bank terdapat transaksi terkait Ekspor Nasabah. Cakupan Laporan Transaksi terdiri atas: a. Transaksi di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya dilaporkan secara individual per transaksi dan terperinci, yang mencakup keterangan dan data antara lain mengenai: 1) Jenis AFLN/KFLN, status dan kategori pelaku transaksi, hubungan keuangan antar pelaku transaksi, jenis valuta dan nilai transaksi, tujuan transaksi, nama penerima/pembayar, Bank pengirim/penerima, dan keterangan transaksi. 2) Khusus untuk transaksi terkait Ekspor Nasabah, RTE meliputi antara lain nama penerima DHE, sandi kantor pabean, serta tanggal dan nomor pendaftaran PEB. 3) Khusus transaksi Ekspor yang memerlukan dokumen pendukung, Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung meliputi antara lain sandi kantor pabean, tanggal PEB, nomor pendaftaran PEB, dan nama file. b. Transaksi sampai dengan USD10.000,00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya dilaporkan secara gabungan dan dikelompokkan antara lain menurut jenis rekening, negara debitur/kreditur, jenis valuta, tanpa dilengkapi dengan keterangan mengenai status dan kategori pelaku transaksi, hubungan keuangan antarpelaku transaksi, dan tujuan transaksi. Dalam hal Nasabah yang melakukan transaksi sampai dengan USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya memberikan keterangan dan data transaksi secara individual per transaksi dan terperinci, Bank harus melaporkan transaksi dimaksud secara individual per transaksi dan terperinci. Perhitungan … 3 Perhitungan nilai ekuivalen USD untuk transaksi dalam mata uang selain USD menggunakan kurs tengah akhir bulan yang diumumkan Bank Indonesia pada PL sebelumnya. 2. Laporan Posisi, yaitu laporan mengenai posisi dan penambahan atau pengurangan dari setiap jenis AFLN/KFLN Bank. Cakupan Laporan Posisi meliputi antara lain keterangan dan data mengenai negara debitur/kreditur dan jenis valuta dari masing-masing AFLN/KFLN Bank. Penjelasan lebih lanjut mengenai cakupan Laporan Transaksi termasuk RTE, Dokumen Pendukung dan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung, serta Laporan Posisi, adalah sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Ketentuan butir V.A.5.a, butir V.A.5.b, butir V.A.5.e, dan butir V.A.7 diubah sehingga butir V.A berbunyi sebagai berikut: A. TATA CARA PELAPORAN 1. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan kepada Bank Indonesia oleh kantor pusat bagi Bank yang berkantor pusat di Indonesia dan oleh kantor cabang yang bertindak sebagai koordinator bagi Bank yang berkantor pusat di luar Indonesia. 2. Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan secara online, masing-masing sesuai MPL dan MPKL. 3. Apabila dalam suatu PL tertentu Bank tidak melakukan Kegiatan LLD, Bank tetap wajib menyampaikan Laporan LLD. 4. Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 3 berupa laporan yang isinya nihil sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. 5. Khusus untuk Laporan LLD terkait RTE, Bank harus menyampaikan Dokumen Pendukung untuk setiap record pada RTE tersebut yang memenuhi kriteria tertentu, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Dalam hal suatu record RTE terdapat selisih kurang antara nilai … 4 nilai DHE dan Nilai PEB, penyampaian Dokumen Pendukung diatur sebagai berikut: 1) Apabila terdapat selisih kurang yang jumlahnya lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah): a) untuk Ekspor komoditas tambang dan selisih kurang paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai PEB, Bank tidak perlu menyampaikan Dokumen Pendukung; b) untuk Ekspor komoditas tambang dan selisih kurang lebih besar dari 10% (sepuluh persen) dari nilai PEB, Bank harus menyampaikan Dokumen Pendukung; c) untuk Ekspor komoditas bukan tambang, Bank harus menyampaikan Dokumen Pendukung. 2) Untuk selisih kurang yang jumlahnya paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atau ekuivalennya, Bank tidak perlu menyampaikan Dokumen Pendukung. b. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf a meliputi antara lain surat keterangan tentang penangguhan pembayaran dari importir dan perjanjian jual beli antara eksportir dan importir. Penjelasan lebih lanjut mengenai Dokumen Pendukung adalah sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. c. Dokumen Pendukung disampaikan Bank dengan menggunakan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank yang disampaikan dalam bentuk softcopy. d. Dalam hal Bank melaporkan RTE atau Bank menerima Dokumen Pendukung untuk transaksi Ekspor dengan cara pembayaran usance L/C, konsinyasi, pembayaran kemudian, collection, yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 90 (sembilan puluh) hari setelah tanggal PEB, Bank wajib menyampaikan Dokumen Pendukung sesuai dengan MPL. Contoh: Nasabah … 5 Nasabah Bank, PT A, mengirimkan barang ke luar negeri dengan cara pembayaran menggunakan usance L/C 180 (seratus delapan puluh) hari. Selanjutnya, berdasarkan dokumen PEB diperoleh informasi antara lain Tanggal PEB yaitu 12 Maret 2012. PT A menyampaikan informasi PEB beserta dokumen pendukung yaitu perjanjian penjualan dan usance L/C kepada Bank tanggal 15 Maret 2012. Dalam hal ini, Bank wajib menyampaikan informasi PEB PT A dalam RTE bulan Maret 2012 beserta Dokumen Pendukungnya pada MPL bulan April 2012. e. Untuk RTE terkait pembayaran di muka, Bank menyampaikan informasi PEB kepada Bank Indonesia setelah Bank memperoleh informasi dimaksud dari Nasabah sesuai dengan MPL. Informasi PEB dimaksud meliputi antara lain sandi kantor pabean, nomor pendaftaran PEB, Tanggal PEB, Nilai PEB, dan jenis valuta PEB. Contoh: Nasabah memperoleh informasi atas PEB yang diterbitkan tanggal 11 Mei 2015 (hari Senin), yaitu saat barang dikirim. Nasabah menyampaikan informasi tersebut kepada Bank tanggal 14 Juli 2015 (hari Selasa). Dalam hal ini, Bank menyampaikan informasi PEB PT A dalam RTE bulan Juli 2015 pada MPL bulan Agustus 2015. f. Bagi Bank yang telah menyampaikan RTE terkait pembayaran dimuka, Bank wajib melengkapi RTE tersebut dengan nomor identifikasi dan informasi mengenai PEB sebagaimana dimaksud pada huruf e dan menyampaikannya beserta Dokumen Pendukung kepada Bank Indonesia pada MPL berikutnya setelah Bank memperoleh informasi PEB dari Nasabah. Contoh: Nasabah Bank, PT B, menerima pembayaran dimuka pada tanggal 20 April 2012 (hari Jum’at) dan Bank telah menyampaikan RTE terkait informasi atas penerimaan di muka Nasabah tersebut untuk PL bulan April 2012 yang disampaikan bulan … 6 bulan Mei 2012 dengan nomor identifikasi tertentu, namun belum mencakup informasi PEB yang meliputi Sandi Kantor Pabean, Nomor Pendaftaran PEB, Tanggal PEB, dan Nilai PEB. Selanjutnya, berdasarkan dokumen PEB yang diterbitkan tanggal 21 Juni 2012 (hari Kamis) yaitu saat barang dikirim, Nasabah memperoleh informasi PEB dimaksud yang kemudian disampaikan kepada Bank tanggal 25 Juni 2012 (hari Senin) berikut Dokumen Pendukung berupa perjanjian penjualan. Dalam hal ini, Bank menyampaikan informasi PEB PT B dalam RTE bulan Juni 2012 beserta Dokumen Pendukungnya pada MPL bulan Juli 2012 dengan nomor identifikasi yang sama dengan yang dicantumkan pada RTE bulan April 2012. 6. Dalam hal Laporan LLD terkait RTE tidak dilengkapi dengan Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 5 maka RTE dimaksud dianggap tidak benar. 7. Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD yang disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia harus melalui pentahapan uji pelaporan yaitu memenuhi persyaratan kuantitas dan persyaratan kualitas sebagaimana hasil verifikasi sistem. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD Bank dinyatakan telah diterima Bank Indonesia apabila telah memenuhi kedua tahapan uji pelaporan dan adanya keterangan ’UJI KUALITAS OK’ dalam aplikasi pelaporan LLD Bank. Penjelasan lebih lanjut mengenai persyaratan kuantitas dan kualitas diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. 8. Tanggal penerimaan Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD adalah tanggal penerimaan file laporan tersebut yang telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas sebagaimana dimaksud pada angka 7. 9. Apabila Bank dalam MPL melakukan koreksi atas Laporan LLD yang dinyatakan telah diterima sebagaimana dimaksud pada angka 8 maka status laporan yang berlaku sesuai dengan status koreksi laporan yang terakhir disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia. Contoh: … 7 Contoh: Bank telah menyampaikan laporan LLD untuk PL Juni 2012 pada tanggal 5 Juli 2012 yang telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Pada tanggal 9 Juli 2012 Bank menyampaikan koreksi atas Laporan LLD tersebut yang telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas. Selanjutnya, apabila pada tanggal 15 Juli 2012 (akhir MPL) Bank kembali mengoreksi dan sampai dengan pukul 24.00 WIB masih belum memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas maka status laporan yang berlaku adalah status laporan yang disampaikan tanggal 15 Juli 2012. Dalam hal ini Bank dinyatakan belum menyampaikan laporan. Selanjutnya apabila Bank menyampaikan kembali koreksi atas Laporan LLD tersebut pada tanggal 16 Juli 2012 dan telah memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas maka dalam hal ini Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan. 10. Tata cara pelaporan lebih lanjut diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. 3. Ketentuan angka VI ditambahkan 1 (satu) angka, yakni angka 7 sehingga angka VI berbunyi sebagai berikut: VI. PROSEDUR PEROLEHAN INFORMASI Dalam rangka mendukung kelancaran penyampaian Laporan LLD kepada Bank Indonesia, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bank wajib meminta keterangan dan data kepada Nasabah yang melakukan Kegiatan LLD melalui Bank, baik untuk kepentingan administrasi pelaporan Bank maupun untuk memenuhi permintaan Bank Indonesia. 2. Dalam hal suatu Kegiatan LLD melibatkan lebih dari satu Bank di dalam negeri maka untuk mendukung kelancaran pelaporan ditetapkan sebagai berikut: a. Bank dapat melakukan tukar-menukar informasi yang diperlukan untuk pelaporan Kegiatan LLD dengan Bank lain dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku mengenai kerahasiaan data dan/atau informasi … 8 informasi. b. Tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a harus memperhatikan batas waktu MPL. c. Untuk keperluan komunikasi dalam rangka tukar- menukar informasi antar Bank, setiap Bank harus menunjuk petugas (contact person) yang bertanggung jawab terhadap kelancaran komunikasi tersebut dilengkapi dengan alamat e-mail, nomor telepon, dan/atau nomor faksimili. Penjelasan lebih lanjut mengenai pelaporan Kegiatan LLD yang melibatkan lebih dari 1 (satu) Bank di dalam negeri diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. 3. Bank harus melakukan verifikasi terhadap keterangan dan data yang diperoleh dari Nasabah untuk memastikan akurasi Laporan LLD. 4. Bank harus melakukan verifikasi terhadap Dokumen Pendukung untuk memastikan keterangan dan data yang disampaikan Nasabah sesuai dengan Dokumen Pendukung. 5. Bank harus memiliki sistem dan prosedur dalam perolehan keterangan dan data serta dalam penyusunan Laporan LLD yang dituangkan dalam suatu pedoman tertulis, sehingga Bank dapat menyampaikan Laporan LLD dengan benar dan tepat waktu. 6. Bank harus menunjuk petugas dan penanggung jawab untuk menyusun, memverifikasi, dan menyampaikan Laporan LLD kepada Bank Indonesia. Nama petugas dan penanggung jawab tersebut termasuk perubahannya harus disampaikan kepada Bank Indonesia melalui surat yang ditandatangani oleh Direktur Bank atau pejabat yang berwenang. 7. Nasabah harus memberikan keterangan, data, dan/atau dokumen pendukung kepada Bank sesuai dengan permintaan Bank. 4. Ketentuan angka IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: IX. ALAMAT … 9 IX. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN LLD SECARA OFFLINE DAN SURAT MENYURAT KEPADA BANK INDONESIA Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD secara offline dan surat menyurat kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut: 1. Bagi Bank yang berkedudukan di dalam wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LLD Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt.16 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 2. Bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten ditujukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank. 3. Help desk untuk komunikasi melalui media elektronik: Telepon : Faksimili : E-mail : (021) 29817410, dan (021) 29818388 (021) 3800134 lldbank@bi.go.id Khusus komunikasi terkait sistem informasi dan jaringan, ditujukan kepada Departemen Pengelolaan Sistem Informasi Bank Indonesia dengan nomor telepon (021) 29818000. 5. Ketentuan pelaporan dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank diubah sehingga Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank menjadi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku untuk PL bulan Maret … 10 Maret 2015 yang disampaikan pada bulan April 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, PERRY WARJIYO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/20/DSta|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. </reg_title> <set_date> 28 November 2014 </set_date> <effective_date> PL bulan Maret 2015 yang disampaikan pada bulan April 2015 </effective_date> <changed_reg> '13/33/DSM|SE-BI/2011' </changed_reg> <extension_of> '14/12/DSM|SE-BI/2012' </extension_of> <related_reg> '14/12/DSM|SE-BI/2012', '13/21/PBI/2011', '16/10/PBI/2014', '13/33/DSM|SE-BI/2011' </related_reg>
No. 3/6 /DPM Jakarta, 9 Februari 2001 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Penetapan Obligasi Pemerintah Seri VR0003 ,VR0004, VR0007, VR0009, VR0011, VR0013 dan VR0015 Untuk Diperdagangkan Di Pasar Sekunder Serta Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan oleh Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan Sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/10/PBI/1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/10/PBI/2000 tanggal 29 Maret 2000 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/10/PBI/1999 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi, Bank Indonesia berwenang menetapkan dan mengumumkan jumlah, jenis dan seri Obligasi yang dapat diperdagangkan serta meningkatkan prosentase Obligasi yang dapat diperdagangkan. Dengan mempertimbangkan bahwa : 1. Transaksi perdagangan Obligasi di pasar sekunder oleh perbankan (termasuk transaksi Repo) dewasa ini cenderung meningkat dan untuk mengantisipasi penggunaan Obligasi Pemerintah oleh perbankan dalam waktu dekat bagi keperluan-keperluan : a. sebagai ….. a. sebagai agunan, baik dalam transaksi di pasar uang maupun dalam rangka memperoleh Fasilitas Likuiditas Intrahari, b. untuk melakukan asset swap atas kredit non performing loan yang telah direstrukturisasi oleh BPPN dengan Obligasi Pemerintah yang dimiliki oleh bank-bank peserta rekap, c. untuk melakukan pelunasan kewajiban dengan Obligasi Pemerintah (set-off kewajiban). 2. Untuk mengantisipasi meningkatnya permintaan dan perdagangan Obligasi Pemerintah oleh Lembaga Keuangan Non Bank seperti Yayasan Dana Pensiun dan Perusahaan Asuransi, 3. Untuk meningkatkan fleksibilitas pasar dalam perdagangan Obligasi Pemerintah di pasar sekunder yang berdampak pada peningkatan likuiditas, maka dipandang perlu untuk menambah seri Obligasi Pemerintah yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder dan meningkatkan prosentase Obligasi Pemerintah yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder dengan ketentuan sebagai berikut : I. TAMBAHAN SERI OBLIGASI YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN 1. Obligasi Pemerintah Seri VR0003, VR0004, VR0007, VR0009, VR0011, VR0013 dan VR0015 dapat diperdagangkan di pasar sekunder. 2. Bank wajib memindahbukukan Obligasi Pemerintah dimaksud diatas sebesar jumlah nominal yang akan diperdagangkan dari portofolio investasi kedalam portofolio perdagangan. II. JUMLAH DAN SERI OBLIGASI YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN 1. Jumlah prosentase Obligasi yang dapat diperdagangkan yang semula ditetapkan setinggi - tingginya sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) ditingkatkan menjadi setinggi-tingginya sebesar 35% (tiga puluh lima perseratus) dari nilai keseluruhan Obligasi Pemerintah yang dibeli pada saat Bank menerima penyertaan tunai dari Pemerintah sehubungan dengan Program ….. Program Rekapitalisasi Bank Umum. 2. Bank wajib memindah-bukukan seluruh Obligasi Pemerintah yang akan diperdagangkan dari portofolio investasi ke dalam portofolio perdagangan sebesar jumlah nominalnya. 3. Obligasi Pemerintah yang dapat dipindahkan kedalam portofolio perdagangan adalah Obligasi Pemerintah yang telah dapat diperdagangkan pada pasar sekunder yaitu seri FR0001, FR0002, FR0003, FR0004, FR0005, FR0006, FR0007, FR0008, FR0009, VR0001, VR0002, VR0003, VR0004 , VR0005, VR0007, VR0009, VR0011, VR0013 dan VR0015, sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia pada : - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/14/DPNP/2000 Tanggal 27 Juni 2000 tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0002 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder. - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/16/DPNP/2000 Tanggal 25 Juli 2000 Tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0003, FR0004 dan FR0005 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder. - Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/26/DPM/2000 Tanggal 8 Desember 2000 Tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0006, FR0007, FR0008 dan FR0009 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder Serta Peningkatan Prosentase Portofolio Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan. III. TATA CARA PENGAJUAN PENAMBAHAN JUMLAH OBLIGASI YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN DI PASAR SEKUNDER 1. Bank wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai seri dan tambahan jumlah dari Obligasi yang akan dipindahkan kedalam portofolio perdagangan; 2. Surat pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, wajib dilengkapi dengan jumlah nominal yang akan diperdagangkan; 3. Surat pelaporan…… 3. Surat pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 diajukan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter – Bank Indonesia, Gedung B – Lantai 11, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta, dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait. IV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 9 Februari 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Tarmiden Sitorus Deputi Direktur
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/6/DPM|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Penetapan Obligasi Pemerintah Seri VR0003 ,VR0004, VR0007, VR0009, VR0011, VR0013 dan VR0015 Untuk Diperdagangkan Di Pasar Sekunder Serta Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan oleh Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan </reg_title> <set_date> 9 Februari 2001 </set_date> <effective_date> 9 Februari 2001 </effective_date> <related_reg> '1/10/PBI/1999', '2/10/PBI/2000' </related_reg>
No. 10 / 43 /DPM Jakarta, 5 Desember 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder. Sehubungan dengan adanya penyempurnaan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System terkait dengan implementasi kebijakan moneter dalam pelaksanaan transaksi secara repurchase agreement dengan Bank Indonesia di pasar sekunder serta penyempurnaan ketentuan Bank Indonesia mengenai Fasilitas Likuiditas Intrahari, dipandang perlu untuk mengubah ketentuan BAB III dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/24/DPM tanggal 14 Juli 2008, sebagai berikut: Ketentuan Bab III diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : III. PERSYARATAN DAN NILAI SURAT BERHARGA 1. Surat Berharga yang dapat direpokan adalah Surat Berharga dalam bentuk SBI dan/atau SUN milik Bank sebagaimana tercatat dalam Rekening Perdagangan dalam BI-SSSS. 2. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu, Surat Berharga yang direpokan harus memiliki sisa jangka waktu: a. paling singkat 2 (dua) hari kerja untuk SBI dan SPN; atau b. paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja untuk Obligasi Negara termasuk Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Zero Coupon Bond (ZCB). 3. Dalam ... 2 3. Dalam hal transaksi Repo berasal dari Fasilitas Likuiditas Intrahari yang tidak diselesaikan, maka pada saat transaksi Repo jatuh waktu, Surat Berharga yang direpokan harus memiliki sisa jangka waktu: a. paling singkat 1 (satu) hari kerja untuk SBI dan SPN; atau b. paling singkat 9 (sembilan) hari kerja untuk Obligasi Negara termasuk Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Zero Coupon Bond (ZCB). 4. Surat Berharga yang dapat direpokan oleh Bank paling banyak sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dimiliki Bank. 5. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan harga Surat Berharga yang dapat direpokan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Harga SBI ditetapkan dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI. b. Harga SUN ditetapkan dengan mempertimbangkan harga pasar masing- masing jenis dan seri SUN. 6. Untuk menentukan nilai setelmen Penjualan Repo, Bank Indonesia menetapkan besarnya Hair Cut untuk setiap jenis dan seri masing-masing Surat Berharga. 7. Harga atas Surat Berharga yang digunakan dalam perhitungan penjualan Surat Berharga pada tanggal transaksi Repo (first leg) sama dengan harga atas Surat Berharga yang digunakan dalam perhitungan pembelian kembali Surat Berharga pada tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg). 8. Bank Indonesia menetapkan jenis dan/atau seri Surat Berharga yang dapat direpokan. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 9 Desember 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian ... 3 Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/43/DPM|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder. </reg_title> <set_date> 5 Desember 2008 </set_date> <effective_date> 9 Desember 2008 </effective_date> <changed_reg> '10/2/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg> <extension_of> '10/24/DPM|SE-BI/2008' </extension_of> <related_reg> '10/24/DPM|SE-BI/2008', '10/2/DPM|SE-BI/2008' </related_reg>
No.16/ 14 /DPM Jakarta, 17 September 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5581) yang selanjutnya disebut PBI, perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan pihak domestik dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. TRANSAKSI 1. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan pihak domestik atas dasar suatu kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut: a. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk kepentingan sendiri adalah apabila Bank berperan sebagai counterparty dalam bertransaksi dengan pihak domestik, dimana kedudukan Bank dan pihak domestik setara. Contoh … 2 Contoh: Bank A melakukan Transaksi Spot USD/IDR sebesar USD1,000,000.00 dengan Nasabah X. Dalam hal ini, posisi Bank A sebagai counterparty dari Nasabah X. b. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk kepentingan pihak domestik adalah apabila Bank bertransaksi atas nama pihak domestik, dimana Bank bertindak sebagai pihak yang mewakili kepentingan pihak domestik. Contoh: Nasabah A meminta kepada Bank B untuk mewakili Nasabah A tersebut untuk melakukan transaksi dengan Bank X, Ltd di luar negeri. Dalam hal ini, transaksi yang terjadi adalah antara Nasabah A dengan Bank X, Ltd, dimana posisi Bank B hanya merupakan perantara. c. Kontrak yang terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan Bank untuk kepentingan sendiri paling kurang berisi: 1) nomor kontrak; 2) tanggal transaksi dan tanggal valuta; 3) nilai nominal transaksi; 4) nama counterparty; 5) mata uang (denominasi); dan 6) rekening bank koresponden. d. Kontrak yang terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan Bank untuk kepentingan Nasabah paling kurang berisi: 1) nomor kontrak; 2) hak dan kewajiban dari kedua belah pihak (Bank dan Nasabah) dalam hal Bank diberi kewenangan untuk mewakili Nasabah; 3) tanggal transaksi dan tanggal valuta; 4) nilai nominal transaksi; 5) pagu Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah; 6) jenis valuta yang diperjualbelikan; 7) jenis … 3 7) jenis transaksi yang digunakan; 8) besarnya komisi; dan 9) rekening bank koresponden. e. Dalam hal kontrak yang dilakukan Bank atas Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d mencantumkan penggunaan acuan kurs dalam penyelesaian transaksi pada saat jatuh waktu, Bank harus mengacu pada kurs referensi yang diterbitkan Bank Indonesia. f. Kurs referensi yang diterbitkan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf e yang selanjutnya disebut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) merupakan representasi harga spot Dolar Amerika Serikat (US Dollar) terhadap Rupiah dari transaksi antar Bank di pasar domestik termasuk transaksi Bank dengan bank di luar negeri, yang dilaporkan Bank melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah (SISMONTAVAR). g. JISDOR yang diterbitkan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf f diatur sebagai berikut: 1) Bank Indonesia menerbitkan JISDOR setiap hari kerja pada pukul 10.00 WIB melalui website Bank Indonesia dan/atau media lainnya. 2) Penggunaan JISDOR berlaku untuk transaksi US Dollar terhadap Rupiah. 2. Pedoman internal tertulis dalam melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PBI paling kurang meliputi: a. penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pelaksanaan transaksi; b. mekanisme penyelesaian transaksi; c. penatausahaan dokumen; d. kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan e. hal … 4 e. hal-hal lain yang harus dicantumkan dalam pedoman internal tertulis yang terkait dengan pengaturan kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam PBI. 3. Contoh kewajiban penggunaan kuotasi harga (kurs) valuta asing terhadap Rupiah yang ditetapkan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) PBI sebagai berikut: Bank A melakukan Transaksi Spot USD/IDR dengan Nasabah B. Dalam hal ini, Bank A wajib menggunakan kuotasi harga USD/IDR yang ditetapkan oleh Bank A, dan bukan berasal dari Nasabah B. 4. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pedagang Valuta Asing (PVA) dengan Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PBI diatur sebagai berikut: a. Underlying Transaksi berupa kegiatan usaha jual beli Uang Kertas Asing (UKA) oleh Pedagang Valuta Asing (PVA) bank dan PVA bukan bank yang memiliki izin dari Bank Indonesia yang masih berlaku untuk memenuhi kebutuhan nasabah PVA; b. Bank dapat memenuhi kebutuhan pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan PVA hanya dalam bentuk UKA; c. Penyerahan UKA dalam penyelesaian transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah dari Bank kepada PVA harus dilakukan secara fisik; d. Penyerahan dana Rupiah dalam penyelesaian transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah dapat dilakukan melalui pemindahbukuan rekening. 5. Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir 4.a diatur sebagai berikut: a. merupakan jumlah kebutuhan pembelian valuta asing terhadap Rupiah dihitung berdasarkan besarnya selisih antara total penjualan valuta asing dengan total pembelian valuta asing (net jual) PVA kepada nasabah selama 1 (satu) bulan … 5 bulan terakhir dari bulan dilakukannya pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh PVA kepada Bank; Contoh: Tanggal 10 November 2014, PVA XYZ melakukan pembelian valuta asing kepada Bank ABC sebesar USD300,000.00 dengan menggunakan dokumen Underlying Transaksi berupa data net jual PVA XYZ kepada nasabah bulan Oktober 2014 sebesar USD559,000.00. Tanggal 24 November 2014, PVA XYZ melakukan pembelian valuta asing lagi kepada Bank ABC sebesar USD150,000.00 dengan tetap menggunakan dokumen Underlying Transaksi berupa data net jual PVA XYZ kepada nasabah bulan Oktober 2014 sebesar USD559,000.00. Sampai dengan akhir bulan November 2014, PVA XYZ masih dapat melakukan pembelian valuta asing kepada Bank sepanjang tidak melampaui sisa plafon dokumen Underlying Transaksi berupa data net jual PVA XYZ kepada nasabah pada bulan Oktober 2014, yaitu sebesar USD109,000.00. b. perhitungan net jual sebagaimana dimaksud dalam huruf a, tidak memperhitungkan transaksi jual beli UKA PVA dengan Bank dan/atau PVA lainnya; c. dalam hal terdapat pembelian valuta asing oleh nasabah PVA kepada PVA dengan nilai nominal melebihi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalen selama 1 (satu) bulan terakhir, pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh nasabah PVA kepada PVA dilengkapi dengan dokumen Underlying Transaksi dari nasabah PVA; dan d. dokumen Underlying Transaksi dari nasabah PVA atas pembelian valuta asing yang dilakukan nasabah PVA kepada PVA sesuai dengan Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PBI; Contoh perhitungan jumlah kebutuhan pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh PVA kepada Bank tercantum dalam Lampiran … 6 Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 6. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif. 7. Kegiatan spekulatif sebagaimana dimaksud dalam angka 6 antara lain berupa structured product yang diatur sebagai berikut: a. Yang dimaksud dengan structured product adalah produk yang dikeluarkan oleh Bank yang merupakan kombinasi berbagai instrumen dengan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap Rupiah untuk tujuan mendapatkan tambahan income (return enhancement) yang dapat mendorong Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk tujuan spekulatif dan dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai Rupiah. b. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dilarang apabila transaksi tersebut atau potensi transaksi tersebut terkait dengan structured product, seperti Dual Currency of Deposit (DCD) dan callable forward. 8. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah meliputi transaksi pembelian dan penjualan dalam denominasi seluruh valuta asing terhadap Rupiah. 9. Untuk pembelian dan penjualan valuta asing terhadap Rupiah, selain US Dollar terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 8 (misalnya Yen terhadap Rupiah, Euro terhadap Rupiah), menggunakan perhitungan kurs pasar sebagaimana yang lazim dilakukan di pasar valuta asing pada saat transaksi dilakukan, antara lain kurs yang dikeluarkan perusahaan penyedia informasi, seperti Reuters atau Bloomberg. 10. Perhitungan kurs sebagaimana dimaksud dalam angka 9 menggunakan kurs tengah dengan perhitungan sebagai berikut: (kurs beli+kurs jual) 2 11. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah dapat dilakukan untuk: a. jenis … 7 a. b. jenis valuta asing yang sama dengan yang tercantum dalam dokumen Underlying Transaksi; atau jenis valuta asing yang berbeda dengan dokumen Underlying Transaksi apabila disertai dengan dokumen yang dapat menjelaskan alasan perbedaan tersebut. 12. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Bank tanpa Underlying Transaksi yang hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan per Nasabah atau ekuivalennya, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Perhitungan 1 (satu) bulan didasarkan pada bulan kalender, yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender sampai dengan tanggal berakhirnya bulan kalender. Contoh: Jika pada bulan November 2014 Nasabah hanya melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi 1 kali pada tanggal 24 November 2014 sebesar USD100,000.00 maka hal tersebut diperhitungkan sebagai maksimum jumlah yang telah digunakan dalam bulan November 2014. Nasabah dapat kembali menggunakan jumlah maksimum ekuivalen USD100,000.00 tersebut selama Desember 2014. b. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada tanggal transaksi. Contoh: Pada tanggal 11 November 2014, Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot beli sebesar USD40,000.00. Kemudian Nasabah melakukan transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah pada tanggal 17 November 2014 sebesar USD50,000.00 yang jatuh waktu pada tanggal 17 Desember 2014. Perhitungan transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah sampai dengan 17 November 2014 adalah USD90,000.00. c. Perhitungan… 8 c. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang dilakukan oleh masing-masing Nasabah secara individual baik secara tunai maupun non tunai dalam bentuk simpanan valuta asing. Contoh: Nasabah A melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah di Bank X secara tunai sebesar USD20,000.00 pada tanggal 11 November 2014. Kemudian, pada tanggal 13 November 2014 Nasabah A melakukan konversi simpanan Rupiah menjadi simpanan valuta asing dalam US Dollar di Bank X sebesar USD80,000.00. Perhitungan kumulatif transaksi yang dilakukan oleh Nasabah A di Bank X, yaitu sebesar USD100,000.00. d. Untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah melalui rekening gabungan (joint account) yang dimiliki lebih dari 1 (satu) Nasabah, Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar threshold per rekening gabungan (joint account). Contoh: Nasabah A dan Nasabah B memiliki joint account. Pada tanggal 11 November 2014, Nasabah A melakukan Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint account sebesar USD60,000.00. Atas transaksi tersebut Nasabah A wajib menyampaikan dokumen pendukung paling lambat pada tanggal 13 November 2014. Pada tanggal 24 November 2014, Nasabah B melakukan Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint account sebesar USD70,000.00. Atas pembelian valuta asing tersebut, Nasabah B wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung paling lambat pada tanggal 26 November 2014 karena jumlah pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan melalui joint account pada bulan November 2014 telah … 9 telah melebihi USD100,000.00, yaitu sebanyak USD130,000.00. II. PENYELESAIAN TRANSAKSI 1. Kewajiban penyelesaian Transaksi Spot dengan pemindahan dana pokok secara penuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut: a. pemindahan dana pokok secara penuh dilakukan secara riil atas nilai pokok masing-masing transaksi jual dan/atau transaksi beli yang disepakati pada awal transaksi tersebut; b. pemindahan dana pokok tersebut didukung oleh tersedianya sejumlah dana riil yang cukup untuk membiayai transaksi dimaksud (good fund), dan bukan didasarkan pada aspek pencatatan dalam pembukuan (akuntansi); dan c. dana pokok tersebut digunakan untuk proses penyelesaian Transaksi Spot pada tanggal valuta, dan tercatat pada sistem treasury Bank, yang dapat dibuktikan dari urutan waktu setelmen. Contoh: Nasabah A melakukan transaksi pembelian spot US Dollar terhadap Rupiah dengan Bank B sebesar USD1,000,000.00 pada kurs spot USD/IDR Rp11.000,00. Pada tanggal valuta, Nasabah A wajib melakukan penyerahan dana Rupiah melalui pemindahan dana pokok secara penuh sebesar Rp11.000.000.000,00 secara riil pada saat proses penyelesaian transaksi tersebut dilakukan, dan tercatat pada sistem treasury Bank yang dapat dibuktikan berdasarkan urutan waktu penyelesaian transaksi. Bank B wajib melakukan penyerahan dana US Dollar melalui pemindahan dana pokok secara penuh sebesar USD1,000,000.00 secara riil pada saat proses penyelesaian transaksi tersebut dilakukan, dan tercatat pada sistem treasury Bank, yang dapat dibuktikan berdasarkan urutan waktu penyelesaian transaksi. 2. Penyelesaian … 10 2. Penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Bank atas perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) untuk Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) PBI dapat dilakukan secara netting. Contoh penyelesaian transaksi di atas threshold yang dilakukan secara netting sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Bank atas perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) untuk Transaksi Derivatif dengan nilai nominal paling banyak sebesar threshold sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) PBI dapat dilakukan secara netting sepanjang didukung dengan Underlying Transaksi Derivatif awal. Contoh penyelesaian Transaksi Derivatif paling banyak sebesar threshold yang dilakukan secara netting sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. DOKUMEN TRANSAKSI 1. Dokumen Underlying Transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a dan Pasal 12 ayat (2) huruf a PBI meliputi: a. dokumen Underlying Transaksi bersifat final; dan b. dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan. 2. Penilaian atas kewajaran atau kelaziman nilai nominal Underlying Transaksi yang diajukan oleh Nasabah dilakukan oleh Bank. 3. Dalam hal Underlying Transaksi berupa kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri yang bersifat final, dokumen Underlying Transaksi antara lain berupa fotokopi invoice … 11 invoice, tax invoice, Letter of Credit (L/C) atau fotokopi kontrak jasa konsultan. 4. Dalam hal Underlying Transaksi berupa kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri yang berupa perkiraan maka dokumen Underlying Transaksi antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya sekolah, perkiraan kebutuhan biaya berobat, proforma invoice, atau import projection. 5. Rincian dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 6. Dalam hal Underlying Transaksi adalah kegiatan investasi berupa direct investment, portfolio investment, pinjaman, modal dan investasi lainnya di dalam dan di luar negeri yang bersifat final, dokumen Underlying Transaksi antara lain berupa surat perjanjian jual beli surat berharga atau surat permintaan penyetoran rekening saldo oleh otoritas yang berwenang. 7. Dalam hal Underlying Transaksi adalah kegiatan investasi di dalam dan di luar negeri berupa perkiraan maka dokumen Underlying Transaksi berupa proyeksi arus kas yang terkait dengan proyek tertentu. 8. Rincian dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 6 dan angka 7 sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 9. Untuk transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah di atas threshold, dokumen yang disampaikan berupa: a. dokumen Underlying Transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan baik yang bersifat final maupun berupa perkiraan; b. dokumen pendukung berupa: 1) fotokopi dokumen identitas Nasabah dan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan 2) pernyataan … 12 2) pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pihak yang berwenang dari Nasabah atau pernyataan tertulis yang authenticated dari Nasabah yang memuat informasi mengenai: a) keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan b) dokumen Underlying Transaksi hanya digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia. 3) jumlah kebutuhan, tujuan penggunaan, dan tanggal penggunaan valuta asing, dalam hal dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa perkiraan. 4) Dalam hal dokumen Underlying Transaksi dimiliki oleh Nasabah yang berbentuk badan usaha selain Bank, pernyataan tertulis ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari badan usaha selain Bank. Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang dari badan usaha selain Bank adalah: a) pejabat yang memiliki kewenangan berdasarkan anggaran dasar badan usaha dimaksud; atau b) pihak yang diberi kewenangan melalui surat kuasa oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada huruf a). Surat kuasa ini diperlukan untuk menandatangani pernyataan tertulis yang terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan Bank. Contoh pernyataan tertulis sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Contoh surat kuasa sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 5) Dalam … 13 5) Dalam hal dokumen Underlying Transaksi dimiliki oleh Nasabah perorangan maka yang dimaksud dengan pihak yang berwenang adalah dirinya sendiri atau pihak yang diberi kuasa oleh Nasabah perorangan dimaksud. 10. Untuk transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward atau option di atas threshold, dokumen yang disampaikan berupa: a. dokumen Underlying Transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan baik yang bersifat final maupun berupa perkiraan; dan b. dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pihak yang berwenang dari Nasabah atau pernyataan tertulis yang authenticated dari Nasabah yang memuat informasi mengenai keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a dan dokumen Underlying Transaksi hanya digunakan untuk penjualan valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia. c. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa perkiraan maka di dalam pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf b ditambahkan informasi terkait sumber, jumlah, dan waktu penerimaan valuta asing. d. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi dimiliki oleh Nasabah yang berbentuk badan usaha selain Bank maka pernyataan tertulis ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari badan usaha selain Bank. Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang dari badan usaha selain Bank adalah: 1) pejabat yang memiliki kewenangan berdasarkan anggaran dasar badan usaha dimaksud; atau 2) pihak yang diberi kewenangan melalui surat kuasa oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada angka 1). Surat … 14 Surat kuasa ini diperlukan untuk menandatangani pernyataan tertulis yang terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan Bank. Contoh pernyataan tertulis sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Contoh surat kuasa sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. e. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi dimiliki oleh Nasabah perorangan maka yang dimaksud dengan pihak yang berwenang adalah dirinya sendiri atau pihak yang diberi kuasa oleh Nasabah perorangan dimaksud. 11. Untuk Transaksi Derivatif pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar threshold yang akan diselesaikan secara netting, dokumen pendukung mengacu pada dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 9 huruf b. Contoh pernyataan tertulis sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 12. Untuk transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward atau option paling banyak sebesar threshold yang akan diselesaikan secara netting, dokumen pendukung mengacu pada dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 10. Contoh pernyataan tertulis sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 13. Untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar threshold, pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh Nasabah yang bersangkutan untuk Nasabah perorangan atau pihak yang berwenang dari Nasabah badan usaha selain Bank, atau pernyataan tertulis yang authenticated dari Nasabah berisi informasi bahwa pembelian valuta asing terhadap … 15 terhadap Rupiah tidak melebihi threshold per bulan per Nasabah dalam sistem perbankan di Indonesia. Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang dari badan usaha selain Bank adalah: a. pejabat yang memiliki kewenangan berdasarkan anggaran dasar badan usaha dimaksud; atau b. pihak yang diberi kewenangan melalui surat kuasa oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada huruf a. Surat kuasa ini diperlukan untuk menandatangani pernyataan tertulis yang terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan Bank. Contoh pernyataan tertulis sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 14. Pernyataan tertulis yang authenticated sebagaimana dimaksud pada angka 9, angka 10, dan angka 13 dapat berupa surat elektronik resmi (official email), SWIFT message, negative confirmation, atau sistem business internet banking. 15. Untuk Transaksi Spot, dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung dilampirkan untuk setiap transaksi pada tanggal transaksi. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung tidak dapat diterima pada tanggal transaksi maka dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung wajib diterima oleh Bank paling lambat pada tanggal valuta. 16. Untuk Transaksi Derivatif, dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung dilampirkan untuk setiap transaksi pada tanggal transaksi. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung tidak dapat diterima pada tanggal transaksi maka dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung wajib diterima oleh Bank paling lambat pada 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi. Contoh … 16 Contoh 1: Perusahaan A merupakan eksportir, dan akan melakukan transaksi forward jual USD/IDR sebesar USD30,000,000.00 pada tanggal 2 Desember 2014 dengan tenor 3 bulan. Pada saat transaksi forward dilakukan, Perusahaan A wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung paling lambat pada tanggal 9 Desember 2014, baik apabila akan diselesaikan secara netting maupun diselesaikan dengan pemindahan dana pokok secara penuh. Contoh 2: Individu B merupakan importir dan akan melakukan transaksi forward beli USD/IDR sebesar USD80,000.00 pada tanggal 9 Desember 2014 dengan tenor 2 bulan (jatuh waktu tanggal 9 Februari 2015) dan tidak wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi. Pada tanggal 9 Januari 2015, individu B memutuskan untuk melakukan unwind posisi forward beli di atas dengan melakukan transaksi forward jual dengan tenor 1 bulan, jatuh waktu 9 Februari 2015. Untuk penyelesaian transaksi ini, individu B wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung paling lambat tanggal 16 Januari 2015 (5 hari kerja setelah tanggal transaksi forward). Dalam hal sampai dengan tanggal 16 Januari 2015 individu B tidak dapat menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung maka penyelesaian transaksi forward beli dan forward jual dilakukan dengan pemindahan dana pokok secara penuh. 17. Dalam hal Transaksi Derivatif memiliki jatuh waktu kurang dari 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi maka penyampaian dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung Transaksi Derivatif dilakukan paling lambat pada tanggal jatuh waktu. Contoh … 17 Contoh: Individu C melakukan transaksi forward beli USD/IDR sebesar USD80,000.00 pada tanggal 12 Desember 2014 dengan tenor 2 bulan (jatuh waktu tanggal 12 Februari 2015) dan tidak wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi. Pada tanggal 9 Februari 2015, individu C bermaksud untuk melakukan unwind transaksi dan diselesaikan secara netting melalui transaksi forward jual 3 hari (jatuh waktunya sama dengan jatuh waktu forward awal). Individu C wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung paling lambat tanggal jatuh waktu transaksi forward, yaitu tanggal 12 Februari 2015. Dalam hal sampai dengan tanggal 12 Februari 2015 individu C tidak dapat menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung maka penyelesaian transaksi forward beli dan forward jual dilakukan dengan pemindahan dana pokok secara penuh. 18. Penyampaian dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung Transaksi Derivatif paling banyak sebesar threshold yang akan diselesaikan secara netting, wajib diterima oleh Bank paling lambat pada: a. tanggal valuta, dalam hal perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi Transaksi Spot; b. 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi, dalam hal perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) dilakukan melalui Transaksi Derivatif; atau c. tanggal jatuh waktu, dalam hal perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) dilakukan melalui Transaksi Derivatif yang memiliki jatuh waktu kurang dari 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi. 19. Untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah oleh Nasabah yang memiliki kriteria: a. dokumen … (unwind) dilakukan melalui 18 a. dokumen Underlying Transaksi yang dimiliki Nasabah bersifat final; dan b. Bank telah mengetahui track record Nasabah dengan baik antara lain dari Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan Nasabah secara reguler dari waktu ke waktu. Nasabah dapat menyampaikan dokumen pendukung berupa fotokopi dokumen identitas Nasabah dan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan/atau pernyataan tertulis bermaterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kalender. Contoh: PT A melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank X pada tanggal 19 November 2014 sebesar USD120,000.00. Atas pembelian ini Bank X wajib memastikan PT A menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung berupa fotokopi dokumen identitas Nasabah dan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta pernyataan tertulis bermaterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated. Pada tanggal 15 Desember 2014 PT A melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank X sebesar USD150,000.00. Atas pembelian ini, Bank X wajib memastikan PT A menyampaikan dokumen Underlying Transaksi. Pada tanggal 20 Januari 2015, PT A kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank X sebesar USD130,000.00. Atas pembelian ini Bank X wajib memastikan PT A menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung berupa fotokopi dokumen identitas Nasabah dan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta pernyataan tertulis bermaterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated. 20. Nasabah yang melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan, dokumen pendukung berupa pernyataan … 19 pernyataan tertulis bermaterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated disampaikan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan kalender. Contoh: Nasabah B melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank Y pada tanggal 19 November 2014 sebesar USD20,000.00. Atas pembelian ini Bank Y wajib memastikan Nasabah B menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis bermaterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated. Pada tanggal 26 November 2014 Nasabah B melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank Y sebesar USD15,000.00. Atas pembelian ini, Nasabah B tidak wajib menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis bermaterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated. Pada tanggal 16 Desember 2014, Nasabah B melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank Y sebesar USD10,000.00. Atas pembelian ini Bank Y wajib memastikan Nasabah B menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis bermaterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated. 21. Penyampaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 19 dan angka 20 dilakukan pada transaksi pertama. 22. Dalam hal Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) secara berangsur mencapai nilai di atas USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya dalam 1 (satu) bulan yang sama maka dokumen Underlying Transaksi dilampirkan untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang melebihi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya. Contoh: Pada tanggal 10 November 2014 Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD30,000.00. Kemudian pada tanggal 14 November 2014 Nasabah yang sama melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD50,000.00. Selanjutnya pada tanggal 19 November 2014 Nasabah kembali melakukan … 20 melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD60,000.00 maka transaksi pembelian yang dilakukan pada tanggal 19 November 2014 tersebut telah melampaui USD100,000.00. Dengan demikian untuk pembelian yang dilakukan pada tanggal 19 November 2014 tersebut, Nasabah menyediakan dokumen Underlying Transaksi sebesar USD 60,000.00. 23. Dalam hal terdapat jenis dokumen selain sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV dan Lampiran V, Bank dapat mengajukan terlebih dahulu jenis dokumen tersebut kepada Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC) untuk dikonsultasikan kepada Bank Indonesia. IV. LARANGAN TRANSAKSI BAGI BANK 1. Bank dilarang melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang terkait dengan structured product sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) PBI apabila hasil transaksi tersebut diinvestasikan dalam structured product atau structured product tersebut mengakibatkan adanya Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. 2. Larangan pemberian Kredit atau Pembiayaan dalam valuta asing dan/atau Rupiah kepada Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut: a. Larangan pemberian Kredit atau Pembiayaan dalam valuta asing dan/atau Rupiah kepada Nasabah tidak hanya untuk Kredit atau Pembiayaan yang diberikan Bank secara khusus untuk membiayai kegiatan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap Rupiah Nasabah, namun juga Kredit atau Pembiayaan yang ditujukan untuk membiayai kegiatan lain yang telah disetujui oleh Bank yang kemudian Kredit atau Pembiayaan dimaksud digunakan oleh Nasabah untuk membiayai Transaksi Derivatif valuta asing terhadap Rupiah. b. Pengecualian atas larangan pemberian Kredit atau Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) PBI … 21 PBI adalah apabila Kredit atau Pembiayaan yang diberikan Bank dalam rangka kegiatan ekspor dan/atau impor digunakan untuk melakukan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap Rupiah dengan tujuan lindung nilai atas kegiatan ekspor dan/atau impor dimaksud. 3. Larangan pemberian cerukan kepada Nasabah dalam rangka Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam PBI Pasal 18 ayat (1) adalah apabila Bank memberikan fasilitas pendanaan untuk penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan Nasabah yang memiliki rekening maupun yang tidak memiliki rekening pada Bank tersebut, namun pada akhir hari tanggal valuta, dana valuta asing atau dana Rupiah yang diperjanjikan tidak dapat dilunasi oleh Nasabah. Contoh 1: PT A memiliki rekening valuta asing dan rekening Rupiah di Bank C. Pada tanggal 15 September 20XX, PT A melakukan transaksi forward beli USD/IDR 1 bulan dengan Bank C sebesar USD200,000.00 pada kurs USD/IDR Rp11.500,00. Pada saat jatuh waktu (tanggal 15 Oktober 20XX), saldo Rupiah pada rekening PT A di Bank C tidak cukup untuk membiayai secara penuh transaksi pembelian US Dollar dimaksud, yaitu sebesar Rp2.300.000.000,00. Setelah melakukan konfirmasi kepada PT A bahwa dana Rupiah akan diserahkan kepada Bank C sebelum akhir hari, Bank C melakukan penyerahan dana US Dollar melalui pengkreditan rekening valuta asing PT A senilai USD200,000.00. Namun, dana Rupiah yang diperkirakan akan masuk sebelum akhir hari 15 Oktober 20XX dalam rekening Rupiah PT A tidak terjadi. Dengan demikian, Bank C telah memberikan cerukan kepada PT A dalam rangka Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. Contoh … 22 Contoh 2: PT X tidak memiliki rekening valuta asing maupun rekening Rupiah di Bank Y. Pada tanggal 15 September 20XX, PT X melakukan transaksi forward jual USD/IDR 1 bulan dengan Bank Y sebesar USD2,000,000.00 pada kurs USD/IDR Rp11.500,00. Untuk itu Bank Y melakukan penyerahan dana Rupiah terlebih dahulu kepada PT X sebesar Rp23.000.000.000,00, dengan harapan pada akhir hari tanggal valuta PT X akan menyerahkan dana sebesar USD2,000,000.00. Namun demikian, sampai dengan akhir hari tanggal 15 Oktober 20XX PT X tidak dapat memenuhi janjinya menyerahkan dana sebesar USD2,000,000.00. Dengan demikian, Bank Y telah memberikan cerukan kepada PT X dalam rangka Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 ayat (1) PBI maka teguran tertulis tersebut disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Bank yang bersangkutan, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 2. Dalam mengenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) PBI berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Besarnya kewajiban membayar adalah 1% (satu persen) dari nilai nominal transaksi yang dilanggar untuk setiap pelanggaran dengan jumlah sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Contoh 1: Pada tanggal 5 September 20XX Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD60,000.00. Kemudian pada tanggal 15 September 20XX Nasabah yang sama melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar … 23 sebesar USD50,000.00. Total pembelian valuta asing terhadap Rupiah Nasabah pada bulan September 20XX adalah USD110,000.00. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanggal 15 September 20XX, tidak didukung dokumen Underlying Transaksi, dan dengan demikian terdapat pelanggaran yang melebihi threshold sebesar USD10,000.00. Kurs JISDOR tanggal 15 September 20XX adalah Rp10.000,00. Atas pelanggaran tersebut, Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar dari nilai nominal USD10,000.00 x 1% x Rp10.000,00 yaitu sebesar Rp1.000.000,00, dengan pembayaran sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00. Contoh 2: Pada tanggal 12 September 20XX Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward 1 bulan sebesar USD160,000.00. Sampai dengan 5 hari kerja setelah tanggal transaksi, yaitu tanggal 17 September 20XX, Nasabah tidak menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung, dan dengan demikian terdapat pelanggaran yang melebihi threshold sebesar USD60,000.00. Kurs JISDOR tanggal 17 September 20XX adalah Rp10.000,00. Atas pelanggaran tersebut, Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar dari nilai nominal USD60,000.00 x 1% x Rp10.000,00 yaitu sebesar Rp6.000.000,00 dengan pembayaran sanksi paling sedikit sebesar Rp 10.000.000,00. b. Untuk pelanggaran terhadap larangan pemberian kredit atau pembiayaan, besarnya kewajiban membayar adalah 1% (satu persen) dari nilai persetujuan kredit atau pembiayaan yang digunakan untuk Transaksi Derivatif dengan jumlah sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Contoh … 24 Contoh: Pada tanggal 13 September 20XX Bank B memberikan kredit kepada Nasabah A sebesar USD10,000,000.00 yang digunakan untuk membiayai kegiatan Transaksi Derivatif Nasabah A yang tidak terkait dengan kegiatan ekspor dan/atau impor. Kurs JISDOR tanggal 13 September 20XX adalah Rp11.000,00. Dalam hal ini, Bank B telah melakukan pelanggaran larangan pemberian kredit untuk membiayai kegiatan Transaksi Derivatif dan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp1.100.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (USD10,000,000.00 x 1% x Rp11.000,00), dengan pembayaran sanksi paling banyak sebesar Rp 1.000.000.000,00. c. Untuk pelanggaran terhadap larangan pemberian cerukan dan/atau fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan cerukan, besarnya kewajiban membayar adalah 1% (satu persen) dari nilai cerukan dan/atau fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan cerukan yang diberikan oleh Bank kepada Nasabah dengan jumlah sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Contoh: PT X tidak memiliki rekening valuta asing maupun rekening Rupiah di Bank Y. Pada tanggal 15 September 20XX, PT X melakukan transaksi forward jual USD/IDR 1 bulan dengan Bank Y sebesar USD2,000,000.00 pada kurs USD/IDR Rp11.500,00. Untuk itu Bank Y melakukan penyerahan dana Rupiah terlebih dahulu kepada PT X sebesar Rp23.000.000.000,00, dengan harapan pada akhir hari tanggal valuta PT X akan menyerahkan dana sebesar USD2,000,000.00. Namun demikian, sampai dengan akhir hari tanggal 15 Oktober 20XX waktu penyelesaian transaksi US Dollar PT X tidak dapat memenuhi janjinya menyerahkan dana sebesar USD2,000,000.00. Dengan demikian … 25 demikian, Bank Y telah memberikan cerukan senilai USD2.000.000,00 kepada PT X dalam rangka Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. Kurs JISDOR tanggal 15 Oktober 20XX adalah Rp11.000,00. Atas pelanggaran dimaksud Bank Y dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp220.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (USD2,000,000.00 x 1% x Rp11.000,00). d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. VI. PENUTUP 1. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD tanggal 27 November 2008 perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank; b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/48/DPD tanggal 24 Desember 2008 perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah; c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/12/DPD tanggal 20 April 2009 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/48/DPD tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah; d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/11/DPM tanggal 21 Maret 2012 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank; e. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/3/DPM tanggal 28 Februari 2013 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank; f. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/19/DPM tanggal 15 Mei 2013 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank … 26 Bank Indonesia Nomor 10/48/DPD perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah; dan g. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/33/DPM tanggal 27 Agustus 2013 perihal Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 2. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 10 November 2014. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER LAMPIRAN I SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK CONTOH PERHITUNGAN NET JUAL BERDASARKAN DATA TRANSAKSI HARIAN JUAL BELI UKA ANTARA PVA “XYZ” DENGAN NASABAH PVA Dalam US Dollar NET JUAL DI LUAR PEMBELIAN a Tanggal 1-Okt-20XX 2- Okt-20XX 4- Okt-20XX 8- Okt-20XX 9- Okt-20XX 10- Okt-20XX 12- Okt-20XX 15- Okt-20XX 16- Okt-20XX 18- Okt-20XX 22- Okt-20XX 23- Okt-20XX 24- Okt-20XX 29- Okt-20XX 30- Okt-20XX Total Total Transaksi di luar Bank dan PVA Keterangan: 1) Tidak termasuk dalam perhitungan net jual. 2) Nasabah wajib melampirkan dokumen underlying pembelian sesuai ketentuan pada butir I.5.c dan I.5.d Nominal Nasabah 30,000 A 150,000 BANK ABC 1) 25,000 D 10,000 PVA MNO 1) 60,000 J 120,000 PVA PQR 1) 25,000 PVA JKL 1) 5,000 Q 75,000 BANK KLM 1) 120,000 PVA JKL 1) 25,000 S 75,000 BANK ABC 1) 120,000 PVA MNO 1) 110,000 BANK ABC 1) 10,000 A 960,000 155,000 PENJUALAN b Nominal Nasabah 35,000 120,000 B C I 110,000 30,000 K L P R 2) 30,000 PVA PQR 1) 10,000 50,000 2) 35,000 PVA MNO 1) 80,000 140,000 PT BTA 2) 35,000 PVA PQR 1) 120,000 PVA JKL 1) 110,000 PVA PQR 1) 130,000 PT DEF 2) 9,000 W 1,044,000 714,000 559,000 TRANSAKSI DENGAN PVA DAN BANK (b-a) Nominal 5,000 120,000 (25,000) 10,000 (10,000) 110,000 30,000 (5,000) 80,000 140,000 (25,000) - - 130,000 (1,000) KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 2 LAMPIRAN II SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK CONTOH PENYELESAIAN TRANSAKSI DI ATAS THRESHOLD YANG DILAKUKAN SECARA NETTING Contoh 1: Perpanjangan (Roll Over) Transaksi Derivatif Pihak Domestik di atas USD1,000,000.00 Nasabah A merupakan eksportir komoditas. Pada tanggal 15 Agustus 20XX, Nasabah A melakukan ekspor dengan nilai sebesar USD2,000,000.00 dan pada tanggal yang sama Nasabah A melakukan transaksi forward jual USD/IDR kepada Bank B sebesar USD2,000,000.00 dengan kurs USD/IDR Rp11.000,00 (sudah termasuk premi) dengan jangka waktu 3 bulan, yang jatuh waktu pada tanggal 15 November 20XX. Pada saat melakukan transaksi, Nasabah A menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung kepada Bank B. Pada tanggal 10 Oktober 20XX, terdapat kabar dari importir bahwa terjadi keterlambatan pengapalan akibat cuaca buruk, sehingga pembayaran oleh importir akan mengalami keterlambatan 1 (satu) bulan, dan baru akan dibayar pada tanggal 15 Desember 20XX. Atas hal tersebut, pada tanggal 13 November 20XX Nasabah A meminta kepada Bank B untuk melakukan perpanjangan (roll over) transaksi forward jual selama 1 bulan dan jatuh waktu pada tanggal 15 Desember 20XX. Bank B memperpanjang transaksi forward jual Nasabah A dengan cara membuka transaksi swap beli Bank (Nasabah A buy-sell) sebesar USD2,000,000.00 dengan kurs swap USD/IDR Rp11.500,00 (sudah termasuk premi). Kurs spot USD/IDR tanggal 13 November 20XX adalah Rp11.400,00. Atas transaksi swap dalam rangka perpanjangan (roll over), nasabah A tidak wajib menyerahkan dokumen Underlying Transaksi baru. Pada … 3 Pada saat perpanjangan (roll over) dilakukan, Bank B menyelesaikan transaksi dimaksud secara netting, dan Nasabah A membayar selisih kurs kepada Bank B sebesar Rp800.000.000,00 yang berasal dari perhitungan ((Rp11.400,00-Rp11.000,00) X USD2,000,000.00). Pada tanggal 15 Desember 20XX, Nasabah A menerima pembayaran dari importir sebesar USD2,000,000.00, dan menjual kepada Bank B dengan menggunakan kurs swap untuk perpanjangan transaksi yaitu sebesar Rp23.000.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (Rp11.500,00 x USD2,000,000.00). Gambar 1 Perpanjangan (Roll Over) Transaksi Derivatif Pihak Domestik di atas USD1,000,000.00 Contoh 2: Percepatan Penyelesaian (Early Termination) Transaksi Derivatif Pihak Domestik di atas USD1,000,000.00 PT C merupakan eksportir komoditas. Pada tanggal 10 September 20XX, PT C melakukan ekspor barang ke luar negeri dengan nilai nominal USD2,000,000.00 yang akan dibayar 3 bulan kemudian pada tanggal 10 Desember 20XX. Pada tanggal yang sama, PT C melakukan hedging forward jual kepada Bank D sebesar USD2,000,000.00 dengan kurs forward USD/IDR Rp11.500,00 (sudah termasuk premi). PT C menyerahkan … 4 menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung kepada Bank Y pada tanggal 14 September 20XX. Pada tanggal 18 November 20XX, PT C memperoleh kabar bahwa importir akan mempercepat pembayaran atas ekspor tersebut di atas yang dibayar pada 22 November 20XX, sehingga PT C harus melakukan early termination atas transaksi forward jual dengan Bank D. Pada tanggal 20 November 20XX, PT C meminta Bank D untuk melakukan percepatan penyelesaian (early termination), dan Bank D memproses percepatan penyelesaian (early termination) dengan cara melakukan swap buy-sell (PT C melakukan swap sell-buy) dengan kurs swap Rp11.600,00 (kurs spot Rp11.550,00 + premi swap Rp50,00) dan jatuh waktu dengan tanggal yang sama dengan tanggal jatuh waktu transaksi forward (10 Desember 20XX). Atas transaksi swap sell-buy dalam rangka early termination PT C tidak wajib menyerahkan dokumen underlying baru. Pada 2 hari kerja berikutnya, yaitu tanggal 22 November 20XX, PT C menyerahkan dana USD kepada Bank D sebesar USD2,000,000.00 dan menerima sebesar Rp23.100.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (Rp11.550,00 x USD2,000,000.00) dan diselesaikan dengan pemindahan dana pokok secara penuh (full movement of fund). Pada saat transaksi forward jual yang pertama jatuh waktu, Bank D menyelesaikannya secara netting dengan second leg dari transaksi swap dengan PT C, dan PT C membayar selisih kurs kepada Bank D sebesar Rp200.000.000,00 yang berasal dari perhitungan ((Rp11.600,00-Rp11.500,00) x USD2,000,000.00)). Gambar … 5 Gambar 2 Percepatan Penyelesaian (Early Termination) Transaksi Derivatif Pihak Domestik di atas USD1,000,000.00 Contoh 3: Pengakhiran (Unwind) Transaksi Derivatif Pihak Domestik di atas USD1,000,000.00 PT X merupakan importir mobil. Pada tanggal 15 Agustus 20XX, PT X melakukan impor mobil yang akan dibayar dalam 2 bulan, yaitu pada saat kapal datang pada tanggal 15 Oktober 20XX dengan nilai nominal sebesar USD1,500,000.00. Pada saat yang sama, PT X melakukan transaksi forward beli kepada Bank Y sebesar USD1,500,000.00 dengan kurs USD/IDR sebesar Rp11.000,00 (sudah termasuk premi) yang jatuh waktu pada tanggal 15 Oktober 20XX (sama dengan jatuh waktu pembayaran). PT X menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung kepada Bank Y pada tanggal 18 Agustus 20XX. PT X memiliki pilihan untuk menyelesaikan transaksi secara netting atau dengan penyelesaian dana pokok secara penuh (full movement of funds). Pada bulan September 20XX, Rupiah cenderung menguat sehingga kurs forward USD/IDR pada tanggal 15 September 20XX menjadi Rp10.000,00 dan diperkirakan akan terus menguat hingga bulan berikutnya. PT X mengambil keputusan untuk melakukan unwind posisi forward-nya pada tanggal 15 September 20XX dengan membuka transaksi forward jual dengan kurs USD/IDR Rp10.000,00 (sudah termasuk premi), dan meminta kepada Bank Y untuk melakukan unwind posisi forward-nya dengan penyelesaian secara netting. Atas transaksi forward dalam rangka unwind PT X tidak wajib menyerahkan dokumen underlying baru. Dari … 6 Dari penyelesaian transaksi, Bank Y menerima pembayaran sebesar selisih kurs dari transaksi forward PT X, yaitu sebesar Rp1.500.000.000,00 yang berasal dari perhitungan ((Rp11.000,00 - Rp10.000,00) x USD1,500,000.00). Pada saat kapal datang pada bulan Oktober, PT X membeli USD melalui Transaksi Spot sebesar USD1,500,000.00 dengan kurs spot USD/IDR Rp9.500,00 dengan cara menyerahkan Rupiah sebesar Rp14.250.000.000,00. Gambar 3 Pengakhiran (Unwind) Transaksi Derivatif Pihak Domestik di atas USD1,000,000.00 KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 7 LAMPIRAN III SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK CONTOH PENYELESAIAN TRANSAKSI DERIVATIF PALING BANYAK SEBESAR THRESHOLD YANG DILAKUKAN SECARA NETTING Transaksi Derivatif paling banyak sebesar USD100,000.00 yang penyelesaiannya dilakukan secara netting Individu A melakukan transaksi forward beli sebesar USD50,000.00 pada tanggal 15 Agustus 20XX kepada Bank B dengan kurs forward USD/IDR Rp10.000,00 dengan tenor 3 bulan, yang akan jatuh waktu pada tanggal 15 November 20XX. Transaksi ini dilakukan dalam rangka hedging kegiatan impor barang yang dilakukan pada bulan tersebut, namun karena transaksinya paling banyak sebesar USD100,000.00 per bulan, maka Individu A tidak perlu menyampaikan Underlying Transaksi. Pada bulan November 20XX, individu A memperoleh informasi bahwa eksportir membatalkan transaksi ekspor ke Individu A karena terjadi bencana di negara eksportir. Individu A mengambil keputusan untuk melakukan pengakhiran transaksi (unwind) posisi forward-nya dengan menyelesaikan transaksi forward tersebut secara netting melalui Transaksi Spot jual dengan kurs USD/IDR Rp9.500,00 pada tanggal 13 November 20XX. Pada saat penyelesaian transaksi tanggal 15 November 20XX, individu A menyampaikan dokumen Underlying Transaksi. Pada saat transaksi forward jatuh waktu, Individu A membayar dana sebesar selisih kurs transaksi forward awal dengan kurs spot saat jatuh waktu yaitu Rp25.000.000,00 yang berasal dari perhitungan ((Rp10.000,00 - Rp9.500,00) x USD50,000.00). Gambar … 8 Gambar 4 Transaksi Derivatif Paling Banyak Sebesar USD100,000.00 yang Penyelesaiannya Secara Netting KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 9 LAMPIRAN IV SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK PERDAGANGAN BARANG DAN JASA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI A. DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI YANG BERSIFAT FINAL 1. Fotokopi kontrak jasa konsultan. 2. Fotokopi surat perjanjian kerja atau dokumen pendukung lain antara tenaga kerja asing yang bersangkutan dengan badan usaha. 3. Fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement) atau dokumen utang terkait lainnya. 4. Fotokopi perjanjian royalti (royalty agreement) dengan pihak asing yang disertai dengan dokumen pendukung lainnya. 5. Letter of Credit (L/C) dan perubahan L/C. 6. Dokumen yang bersifat tagihan atau yang menimbulkan kewajiban pembayaran, antara lain: a. Invoice atau commercial invoice, dengan masa berlaku paling lama 12 bulan setelah tanggal penerbitan invoice (baik yang diterbitkan oleh pihak asing maupun pihak dalam negeri). Dalam hal invoice yang digunakan telah melebihi 12 bulan sejak tanggal penerbitan, penggunaan invoice harus dilengkapi dengan: 1) MT 103 yang berisi informasi mengenai invoice terkait; dan 2) pernyataan dari nasabah bahwa pembayaran valuta asing belum pernah dilakukan atas dasar invoice dimaksud. b. Debit … 10 b. Debit note yang informasi di dalamnya dapat diverifikasi oleh Bank. c. Sales Contract/Kontrak Penjualan dengan masa berlaku yang sesuai dengan yang tercantum dalam kontrak. Apabila tidak ada masa berlaku di dalam kontrak, masa berlaku paling lama 12 bulan sejak penandatanganan kontrak. d. List of invoices yang didukung oleh pernyataan nasabah yang berisi: 1) validitas list dimaksud; 2) tanggung jawab nasabah untuk mengadministrasikan invoices dimaksud; dan 3) komitmen penyediaan invoices apabila dibutuhkan oleh Bank. e. Billing notice atau billing/payment schedule yang dihasilkan oleh sistem internal nasabah. f. Faktur Pajak/Tax Invoice atau SPT untuk pembayaran pajak. 7. Cash Management Agreement atau Standard Operating Procedure (SOP) terkait kebijakan cash pooling dan cash sweeping, antara kantor cabang atau subsidiary dengan kantor pusat/wilayah nasabah sepanjang dapat diverifikasi oleh Bank. 8. Akta jual beli dan bukti kepemilikan Pihak Asing atas aset terkait dengan penjualan aset di Indonesia yang dimiliki oleh pihak asing yang pembelian valuta asingnya dilakukan oleh pihak domestik yang diberi kuasa oleh Pihak Asing. 9. Dokumen penjualan valuta asing terhadap Rupiah yang berasal dari penjualan valuta asing hasil ekspor, dengan masa berlaku paling lama 6 bulan setelah tanggal penerbitan dokumen penjualan valuta asing. 10. Dokumen Underlying Transaksi untuk PVA berupa net jual PVA kepada nasabah dalam 1 bulan terakhir. Dalam hal terdapat pembelian valuta asing oleh nasabah PVA kepada PVA dengan nilai … 11 nilai melebihi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan, dilengkapi dengan pernyataan PVA yang ditandatangani oleh pejabat berwenang dari PVA yang berisi tanggung jawab PVA untuk mengadministrasikan dokumen underlying transaksi dari nasabah PVA serta berkomitmen untuk menyediakan dokumen underlying transaksi nasabah PVA apabila dibutuhkan oleh Bank. 11. Penggunaan surat elektronik resmi atau facsimile sebagai dokumen pendukung tambahan dari dokumen Underlying Transaksi untuk bukti tagih sejauh Bank dapat memverifikasi pengirim dari email atau facsimile tersebut. B. DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI BERUPA PERKIRAAN 1. Perkiraan kebutuhan biaya sekolah dan biaya hidup di luar negeri. 2. Perkiraan kebutuhan biaya berobat dan akomodasi. 3. Perkiraan kebutuhan biaya perjalanan dan akomodasi. 4. Proyeksi cash flow berdasarkan kebutuhan pengguna jasa travel agent dan cadangan yang dibutuhkan, yang dibuktikan dengan informasi rekening koran/tabungan dari usaha travel agent tersebut. 5. Fotokopi pemberitahuan Impor Barang (PIB). 6. Fotokopi pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). 7. Dokumen pembelian antara lain berupa purchase order confirmation. 8. Proforma invoice, yang paling kurang berisi informasi tentang nomor dan tanggal dokumen, nama pembeli/importir/penerima barang/consignee/applicant, nama barang dan harga total seluruh barang. 9. Sales/Import Projection yang dikeluarkan oleh nasabah (tidak harus audited namun ditandatangani oleh pejabat berwenang dari nasabah) untuk jangka waktu tidak lebih dari 1,5 tahun ke depan … 12 depan terhitung sejak tanggal transaksi, dengan maksimum nominal sebesar data historis 1 tahun sebelumnya. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 13 LAMPIRAN V SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK INVESTASI BERUPA DIRECT INVESTMENT, PORTFOLIO INVESTMENT, PINJAMAN, MODAL DAN INVESTASI LAINNYA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI A. DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI YANG BERSIFAT FINAL 1. Bukti kepemilikan investasi dalam valuta asing yang diterbitkan oleh pihak yang berwenang termasuk surat perjanjian jual beli atas investasi antara lain dalam bentuk saham, obligasi, surat berharga lainnya, bukti pembagian dividen, dan hasil investasi lainnya. 2. Surat permintaan penyetoran rekening saldo atas transaksi tertentu yang dipersyaratkan oleh otoritas yang berwenang. 3. Promissory note dengan dilampirkan perjanjian kredit terkait. 4. Fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement atau dokumen utang terkait lainnya). 5. Bukti pendukung keikutsertaan nasabah dalam tender dan penyediaan jaminan/bank garansi dalam mata uang asing. 6. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham dengan nominal Rupiah untuk pembayaran dividen ke pemegang saham asing. 7. Kontrak investasi kolektif untuk transaksi reksadana dalam valuta asing. B. DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI BERUPA PERKIRAAN Proyeksi arus kas yang terkait dengan suatu proyek tertentu untuk jangka waktu 3 tahun ke depan terhitung sejak tanggal transaksi, yang dikeluarkan oleh nasabah dan ditandatangani oleh pejabat berwenang … 14 berwenang dari nasabah (dengan menyertakan dokumen kontrak kerja dan/atau dokumen terkait lainnya). KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 15 LAMPIRAN VI SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH DI ATAS THRESHOLD PERNYATAAN Menunjuk PBI Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik, kami yang bertandatangan di bawah ini: 1. Nama individu/perusahaan*) : ………………………………….. 2. Alamat individu/perusahaan 3. Nomor Pokok Wajib Pajak 4. No. Identitas (perusahaan/individu) : .…………………………………. : .…………………………………. : ………………………………….. Dengan ini menyatakan: 1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan secara keseluruhan tidak melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melebihi nilai nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia; 2. memiliki kebutuhan valuta asing dan akan melakukan transaksi valuta asing dengan rincian sebagai berikut **): a. Jenis Transaksi Yang Dilakukan b. Jumlah Kebutuhan Valuta Asing c. Tujuan Penggunaan Valuta Asing : ………………………….. : ………………………….. : ………………………….. d. Tanggal Dibutuhkannya Valuta Asing : ..………………………… e. Dokumen Underlying dan/atau informasi lainnya: ………………………………………………………………………………... Berkenaan … 16 Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan bahwa: 1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. [kota], [tanggal, bulan, tahun] Tanda tangan di atas materai cukup Nama dan Jabatan: Nama Perusahaan Yang Diwakili: Dasar Hukum Untuk Mewakili: Keterangan: *) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga. Dalam hal transaksi dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga, agar disertai dengan specimen tanda tangan dan surat kuasa/dokumen pendelegasian wewenang. **) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 17 LAMPIRAN VII SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK PENJUALAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH MELALUI TRANSAKSI FORWARD ATAU OPTION DI ATAS THRESHOLD PERNYATAAN Menunjuk PBI Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik, kami yang bertandatangan di bawah ini: 1. Nama individu/perusahaan*) : ………………………………………….. 2. Alamat individu/perusahaan : .…………………………………………. Dengan ini menyatakan: 1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan secara keseluruhan tidak melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melebihi nilai nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia; 2. memiliki kebutuhan untuk melakukan transaksi valuta asing dengan rincian sebagai berikut**): a. Sumber Valuta Asing : ………………………………….. b. Jumlah Penerimaan Valuta Asing : ………………………………….. c. Tanggal Penerimaan Valuta Asing : ..………………………………… d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya: ………………………………………………………………………………….. Berkenaan … 18 Berkenaan dengan transaksi valuta asing tersebut, kami menyatakan bahwa: 1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. [kota], [tanggal, bulan, tahun] Tanda tangan di atas materai cukup Nama dan Jabatan: Nama Perusahaan Yang Diwakili: Dasar Hukum Untuk Mewakili: Keterangan: *) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga. Dalam hal transaksi dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga, agar disertai dengan specimen tanda tangan dan surat kuasa/dokumen pendelegasian wewenang. **) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 19 LAMPIRAN VIII SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK CONTOH SURAT KUASA A. CONTOH SURAT KUASA UNTUK PERUSAHAAN TERBATAS (PT) 1. DALAM HAL PEMBERI KUASA ADALAH DIREKSI DAN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM PEMBERIAN KUASA INI TIDAK MEMERLUKAN PERSETUJUAN DEWAN KOMISARIS: SURAT KUASA1 Pada hari ini, ….., tanggal ……, yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama Jabatan Alamat Nomor Identitas 2. Nama Jabatan Alamat Nomor Identitas : ………………………………………………….. : ………………………………………………….. : .…………………………………………………. : ………………………………………………….. : ………………………………………………….. : ………………………………………………….. : .…………………………………………………. : ………………………………………………….. bertindak berdasarkan: dalam hal ini masing-masing bertindak dalam jabatannya tersebut selaku Direksi PT. xxx berdasarkan Pasal ...... Anggaran Dasar PT. xxx, berkedudukan di ...... yang Anggaran Dasarnya (beserta perubahannya) (jika telah ada perubahan Anggaran Dasar) (berturut-turut) telah dimuat 1 Surat Kuasa ini diperlukan untuk seluruh pelaksanaan transaksi valuta asing dengan Bank, tidak hanya terkait dengan Formulir Rencana Kebutuhan Valuta Asing. dalam … 20 dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal ....... No......., Tambahan Nomor ....., selanjutnya disebut PEMBERI KUASA2; atau 2. DALAM HAL PEMBERI KUASA ADALAH SALAH SATU DIREKTUR DAN UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM PEMBERIAN KUASA INI MEMERLUKAN PERSETUJUAN DEWAN KOMISARIS: CONTOH SURAT KUASA Pada hari ini, ….., tanggal ……, yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Jabatan Alamat Nomor Identitas : ………………………………. : ………………………………. : .……………………………… : ………………………………. dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut, selaku demikian mewakili Direksi dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama serta sah mewakili Perusahaan Perseroan PT xxx berkedudukan di ......, berdasarkan Pasal ……. Anggaran Dasarnya yang dimuat dalam Akta Notaris ………, Nomor……., tanggal……., yang termuat dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal……., Nomor ……Tambahan Nomor….., berikut perubahan-perubahan terakhir dengan Akta Notaris………., Nomor………, tanggal…….. yang termuat dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal……, Nomor……., Tambahan Nomor…….., dan untuk melaksanakan tindakan hukum dalam Perjanjian ini telah mendapatkan persetujuan tertulis dari komisaris Perseroan, sebagaimana ternyata dalam Surat Persetujuan Tertulis tanggal….., bermeterai cukup yang dilekatkan pada Perjanjian ini, selanjutnya disebut PEMBERI KUASA3; atau 2 Dalam hal Pemberi Kuasa adalah Direksi. 3 Dalam hal Pemberi Kuasa berdasarkan Anggaran Dasarnya bertindak mewakili Direksi dan harus memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris. 3. DALAM … 21 3. DALAM HAL ANGGARAN DASAR ATAU KETENTUAN INTERNAL PT DIMAKSUD MENGATUR LAIN, AGAR RUMUSAN KOMPARISI PEMBERI KUASA DISESUAIKAN. Dengan ini memberikan kuasa kepada: 1. Nama Individu Jabatan Alamat Nomor Identitas 2. Nama Individu Jabatan Alamat Nomor Identitas : ………………………………. : ………………………………. : .……………………………… : ………………………………. : ………………………………. : ………………………………. : .……………………………… : ………………………………. selanjutnya disebut sebagai PENERIMA KUASA, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama4: --------------------------------------------KHUSUS--------------------------------- untuk dan atas nama PEMBERI KUASA menandatangani pernyataan 1. pembelian valuta asing terhadap Rupiah di atas threshold; 2. pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar threshold; 3. penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward atau option di atas threshold; 4. Transaksi Derivatif pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar threshold yang akan diselesaikan secara netting; dan 5. Transaksi forward atau option penjualan valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar threshold yang akan diselesaikan secara netting. Demikian surat kuasa ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. [kota], [tanggal, bulan, tahun] 4 Pemberian kuasa dapat diberikan kepada 1 (satu) pihak atau lebih. PENERIMA … 22 PENERIMA KUASA 1. Nama Jelas PEMBERI KUASA Tanda tangan di atas materai cukup Jabatan 2. Nama Jelas Jabatan Nama Jelas Jabatan B. UNTUK PERUSAHAAN/BADAN/LEMBAGA SELAIN PT AGAR RUMUSAN KOMPARISI PEMBERI KUASA DISESUAIKAN DENGAN ANGGARAN DASAR PERUSAHAAN/BADAN/LEMBAGA ATAU KETENTUAN INTERNAL TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG DI MASING-MASING PERUSAHAAN/BADAN/LEMBAGA. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 23 LAMPIRAN IX SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK TRANSAKSI DERIVATIF PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH PALING BANYAK SEBESAR THRESHOLD YANG AKAN DISELESAIKAN SECARA NETTING PERNYATAAN Menunjuk PBI Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik, kami yang bertandatangan di bawahini: 1. Nama individu/perusahaan*) 2. Alamat individu/perusahaan 3. Nomor Pokok Wajib Pajak 4. No. Identitas (perusahaan/individu) : ………………………………….. : .…………………………………. : .…………………………………. : ………………………………….. Dengan ini menyatakan: 1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan secara keseluruhan tidak melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melebihi nilai nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia; 2. memiliki kebutuhan valuta asing dan akan melakukan transaksi valuta asing dengan rincian sebagai berikut **): a. Jenis Transaksi Yang Dilakukan b. Jumlah Kebutuhan Valuta Asing c. Tujuan Penggunaan Valuta Asing : ………………………….. : ………………………….. : ………………………….. d. Tanggal Dibutuhkannya Valuta Asing : ..………………………… e. Dokumen … 24 e. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya: …………………………………………………………………………………. Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan bahwa: 1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. [kota], [tanggal, bulan, tahun] Tanda tangan di atas materai cukup Nama dan Jabatan: Nama Perusahaan Yang Diwakili: Dasar Hukum Untuk Mewakili: Keterangan: *) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga. Dalam hal transaksi dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga, agar disertai dengan specimen tanda tangan dan surat kuasa/dokumen pendelegasian wewenang. **) Diisi dalam hal Underlying Transaksi bersifat perkiraan. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 25 LAMPIRAN X SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK TRANSAKSI FORWARD ATAU OPTION PENJUALAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH PALING BANYAK SEBESAR THRESHOLD YANG AKAN DISELESAIKAN SECARA NETTING PERNYATAAN Menunjuk PBI Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik, kami yang bertandatangan di bawah ini: 1. Nama individu/perusahaan*) : …………..……………………………… 2. Alamat individu/perusahaan : .……………..………………………….. Dengan ini menyatakan: 1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan secara keseluruhan tidak melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melebihi nilai nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia 2. memiliki kebutuhan untuk melakukan transaksi valuta asing dengan rincian sebagai berikut **): a. Sumber Valuta Asing : ………………………………….. b. Jumlah Kebutuhan Valuta Asing : ………………………………….. c. Tanggal Penerimaan Valuta Asing: ..………………………………… d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya: …………………………………………………………………………………….. Berkenaan … 26 Berkenaan dengan transaksi valuta asing tersebut, kami menyatakan bahwa: 1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan, segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. [kota], [tanggal, bulan, tahun] Tanda tangan di atas materai cukup Nama dan Jabatan: Nama Perusahaan Yang Diwakili: Dasar Hukum Untuk Mewakili: Keterangan: *) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga.Dalam hal transaksi dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga, agar disertai dengan specimen tanda tangan dan surat kuasa/dokumen pendelegasian wewenang. **) Diisi dalam hal Underlying Transaksi bersifat perkiraan. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 27 LAMPIRAN XI SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH PALING BANYAK SEBESAR THRESHOLD PERNYATAAN Menunjuk PBI Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik, kami yang bertanda tangan di bawah ini: Nama (perusahaan/individu) : ……………………………… Alamat (perusahaan/individu) : ……………………………… Dengan ini menyatakan bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku dan pembelian valuta asing terhadap Rupiah tidak melebihi threshold per bulan per Nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam sistem perbankan di Indonesia. Berkenaan dengan transaksi valuta asing tersebut, kami menyatakan bahwa: 1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan, segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Tempat … 28 Tempat, Tanggal/Bulan/Tahun Hormat Kami, Tanda Tangan dan Cap Perusahaan*) Nama Jelas (Direktur/Pimpinan Cabang/Individu) Keterangan: *) Bermaterai cukup KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/14/DPM|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik </reg_title> <set_date> 17 September 2014 </set_date> <effective_date> 10 November 2014 </effective_date> <replaced_reg> '15/19/DPM|SE-BI/2013', '15/3/DPM|SE-BI/2013', '10/48/DPD|SE-BI/2008', '15/33/DPM|SE-BI/2013', '11/12/DPD|SE-BI/2009', '14/11/DPM|SE-BI/2012', '10/42/DPD|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '16/16/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 261, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5369) perlu diatur lebih lanjut mengenai kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko dan pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut: I. UMUM A. Sehubungan dengan semakin meningkatnya risiko Bank yang diakibatkan oleh kompleksitas produk, jasa, dan kegiatan usaha Bank serta sejalan dengan perkembangan metode dan teknik pengukuran risiko pada industri keuangan dan perbankan, perhitungan kecukupan modal perlu disesuaikan sehingga tidak hanya ... hanya mampu menyerap potensi kerugian yang timbul dari risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional namun juga dari risiko lain yang material. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Bank wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko. B. Kecukupan modal minimum sesuai profil risiko selain bertujuan untuk mengantisipasi potensi kerugian yang antara lain timbul dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang telah memperhitungkan risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional, juga untuk mengantisipasi potensi kerugian di masa mendatang dari risiko-risiko yang belum sepenuhnya diperhitungkan dalam ATMR tersebut, antara lain risiko konsentrasi, risiko likuiditas, risiko suku bunga pada banking book (interest rate risk in banking book), risiko hukum, risiko kepatuhan, risiko reputasi, dan risiko stratejik, serta untuk mengantisipasi dampak penerapan skenario stress test terhadap kecukupan modal Bank. C. Dalam rangka memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko dimaksud, Bank wajib memiliki dan menerapkan proses perhitungan kecukupan modal secara internal atau Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP). D. Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, selain wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, juga wajib memenuhi Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) minimum. E. Kewajiban pemenuhan CEMA minimum bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri merupakan salah satu bentuk respon terhadap dinamika perekonomian serta perkembangan sektor keuangan global, dan merupakan upaya Bank Indonesia sebagai host supervisor untuk memperkuat permodalan ... permodalan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan secara umum dan sektor perbankan secara khusus. II. KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO A. INTERNAL CAPITAL ADEQUACY ASSESSMENT PROCESS (ICAAP) 1. ICAAP adalah proses yang dilakukan Bank untuk menetapkan kecukupan modal sesuai dengan profil risiko Bank, dan penetapan strategi untuk memelihara tingkat permodalan. 2. Komponen ICAAP paling kurang mencakup: a. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi Dalam melakukan pengawasan aktif, Dewan Komisaris dan Direksi memiliki tanggung jawab paling kurang sebagai berikut: 1) Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab untuk: a) memahami sifat dan tingkat risiko yang dihadapi oleh Bank, menilai kecukupan kualitas manajemen risiko, dan mengaitkan tingkat risiko dengan kecukupan modal yang dimiliki Bank untuk mengantisipasi risiko-risiko yang dihadapi dan untuk mendukung rencana bisnis serta rencana strategis Bank di masa mendatang; dan b) memastikan terlaksananya ICAAP secara konsisten dan terintegrasi dalam aktivitas operasional Bank. 2) Dewan Komisaris berwenang dan bertanggung jawab paling kurang untuk: a) menyetujui kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal Bank; b) melakukan ... b) melakukan kaji ulang terhadap kualitas dan efektivitas pengelolaan modal yang dilakukan oleh Direksi; dan c) melakukan evaluasi berkala terhadap kualitas dan efektivitas kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal serta melakukan penyesuaian apabila diperlukan. 3) Direksi berwenang dan bertanggung jawab paling kurang untuk: a) menyusun kebijakan, strategi, dan prosedur pengelolaan modal sesuai dengan ukuran, karakteristik, kompleksitas usaha, dan tingkat risiko Bank serta memastikan bahwa Bank senantiasa memelihara tingkat permodalan yang memadai untuk mengantisipasi risiko-risiko Bank; b) mengembangkan kerangka untuk menilai tingkat risiko yang dihadapi Bank, dan proses yang mengaitkan tingkat risiko dengan kebutuhan modal; c) memastikan bahwa rencana strategis Bank mencakup strategi pengelolaan modal yang menggambarkan kebutuhan modal, antisipasi belanja modal (capital expenditure), target permodalan yang ingin dicapai, dan sumber permodalan yang diharapkan; dan d) memastikan strategi, kebijakan, dan prosedur pengelolaan modal dikomunikasikan dan dilaksanakan secara menyeluruh (bank-wide). b. Penilaian ... b. Penilaian Kecukupan Modal Dalam melakukan penilaian kecukupan modal, hal–hal yang dilakukan paling kurang sebagai berikut: 1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang memadai untuk memastikan bahwa seluruh risiko telah diidentifikasi, diukur, dan dilaporkan secara berkala kepada Dewan Komisaris dan Direksi. Jenis risiko dan faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam penilaian setiap risiko mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. Sedangkan untuk penerapan manajemen risiko seperti proses identifikasi dan pengukuran mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum. 2) Bank wajib memiliki metode dan proses dalam melakukan penilaian kecukupan permodalan dengan mengaitkan tingkat risiko dengan tingkat permodalan yang dibutuhkan untuk menyerap potensi kerugian dari risiko dimaksud. 3) Bank wajib menyesuaikan metode dan asumsi yang digunakan apabila terjadi perubahan pada rencana bisnis, profil risiko, dan faktor eksternal. 4) Bank wajib mendokumentasikan hasil pengukuran risiko dan perhitungan tingkat permodalan yang dibutuhkan, termasuk metode dan asumsi yang digunakan. c. Pemantauan dan Pelaporan Dalam melakukan pemantauan dan pelaporan, hal–hal yang dilakukan paling kurang sebagai berikut: 1) Bank ... 1) Bank wajib memiliki sistem informasi yang memadai untuk memantau dan melaporkan eksposur risiko serta mengukur dampak perubahan profil risiko terhadap kebutuhan modal Bank. 2) Laporan profil risiko dan tingkat permodalan yang dibutuhkan wajib disampaikan secara berkala kepada Dewan Komisaris dan Direksi. 3) Laporan profil risiko dan tingkat permodalan yang wajib disampaikan secara berkala kepada Dewan Komisaris dan Direksi sebagaimana dimaksud pada angka 2) harus dapat digunakan oleh Direksi untuk: a) mengevaluasi tingkat risiko, kecenderungan (trend) pergerakan risiko, dan dampaknya terhadap tingkat permodalan; b) mengevaluasi kewajaran metode serta sensitivitas dan kewajaran asumsi yang digunakan dalam pengukuran tingkat risiko dan penilaian kecukupan modal Bank; c) menetapkan apakah Bank memiliki modal yang memadai sesuai profil risiko; dan d) mengukur estimasi kebutuhan modal di masa mendatang berdasarkan hasil penilaian profil risiko terkini dan melakukan penyesuaian rencana strategis Bank apabila diperlukan. d. Pengendalian Internal Dalam melakukan pengendalian internal, hal–hal yang dilakukan paling kurang sebagai berikut: 1) Bank ... 1) Bank wajib memiliki sistem pengendalian intern yang memadai untuk memastikan keandalan dari ICAAP yang diimplementasikan. 2) Bank wajib melakukan kaji ulang ICAAP secara berkala paling kurang 1 (satu) tahun sekali dan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan Bank, untuk memastikan keandalan, akurasi, dan kewajaran dari proses dimaksud. Proses kaji ulang dilakukan oleh pihak internal Bank yang memiliki kompetensi yang memadai dan independen terhadap proses penetapan kecukupan modal. Cakupan kaji ulang ICAAP paling kurang meliputi: a) kesesuaian proses penilaian kecukupan modal dengan ukuran, karakteristik, dan kompleksitas usaha Bank; b) keakuratan dan kelengkapan data yang digunakan dalam proses penilaian kecukupan modal; c) kewajaran metode dan asumsi yang digunakan dalam proses penilaian kecukupan modal; dan d) kewajaran skenario stress testing yang digunakan dalam proses penilaian kecukupan modal. B. SUPERVISORY REVIEW AND EVALUATION PROCESS (SREP) 1. 2. SREP meliputi penilaian terhadap: a. b. c. SREP adalah proses kaji ulang yang dilakukan oleh Bank Indonesia atas hasil ICAAP Bank. kecukupan pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; kecukupan penilaian kecukupan modal; kecukupan pemantauan dan pelaporan; dan d. kecukupan pengendalian internal. C. PERHITUNGAN ... C. PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO 1. Bank wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, baik secara individual maupun secara konsolidasi. 2. Penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah sebagai berikut: a. 8% (delapan persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko peringkat 1 (satu); b. 9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko peringkat 2 (dua); c. 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11% (sebelas persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko peringkat 3 (tiga); d. 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko peringkat 4 (empat) atau peringkat 5 (lima). 3. Total ATMR merupakan penjumlahan dari ATMR untuk risiko kredit, ATMR untuk risiko pasar, dan ATMR untuk risiko operasional. 4. Bank Indonesia berwenang menetapkan modal minimum lebih besar dari modal minimum sebagaimana dimaksud pada angka 2, dalam hal Bank Indonesia menilai Bank menghadapi potensi kerugian yang membutuhkan modal lebih besar. 5. Beberapa ilustrasi perhitungan modal minimum sesuai profil risiko adalah sebagai berikut: Ilustrasi 1 ... Ilustrasi 1: Bank A memiliki total modal sebesar Rp130.000.000.000,00 (seratus tiga puluh miliar rupiah) dan total ATMR sebesar Rp1.300.000.000.000,00 (satu triliun tiga ratus miliar rupiah), sehingga rasio KPMM Bank A adalah sebesar 10% (sepuluh persen). Bank A memiliki profil risiko dengan peringkat 2. Berdasarkan hasil ICAAP dan perhitungan Bank Indonesia, Bank A perlu menyediakan modal minimum sesuai profil risiko sebesar 9% (sembilan persen) dari ATMR. Dengan demikian, Bank A wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko sebesar Rp117.000.000.000,00 (seratus tujuh belas miliar rupiah). Dengan rasio KPMM Bank A sebesar 10% (sepuluh persen) maka dalam hal ini Bank A telah memenuhi persyaratan minimum rasio KPMM sesuai profil risiko, yaitu sebesar 9% (sembilan persen). Ilustrasi 2: Bank B memiliki total modal sebesar Rp900.000.000.000,00 (sembilan ratus miliar rupiah) dan total ATMR sebesar Rp9.000.000.000.000,00 (sembilan triliun rupiah), sehingga rasio KPMM Bank B adalah 10% (sepuluh persen). Bank B memiliki profil risiko dengan peringkat 3. Berdasarkan hasil ICAAP, Bank memerlukan modal minimum sebesar 10% (sepuluh persen) dari ATMR. Namun berdasarkan hasil penilaian Bank Indonesia, Bank B memerlukan modal minimum sebesar 11% (sebelas persen), antara lain karena terdapat potensi kerugian yang membutuhkan modal lebih besar. Dengan ... Dengan demikian, Bank B wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko sebesar Rp990.000.000.000,00 (sembilan ratus sembilan puluh miliar rupiah). Dengan rasio KPMM Bank B sebesar 10%, maka Bank B tidak memenuhi persyaratan minimum rasio KPMM sesuai profil risiko yaitu sebesar 11% (sebelas persen). Bank B memerlukan tambahan modal paling kurang sebesar Rp90.000.000.000,00 (sembilan puluh miliar rupiah), yaitu Rp990.000.000.000,00 (sembilan ratus sembilan puluh miliar rupiah) dikurangi Rp900.000.000.000,00 (sembilan ratus miliar rupiah). D. PELAPORAN 1. Bank wajib menyampaikan laporan penilaian kecukupan modal minimum sesuai profil risiko kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada format sebagaimana Lampiran I paling kurang setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan posisi akhir bulan Desember. Laporan tersebut disampaikan bersamaan dengan penyampaian hasil self assessment Tingkat Kesehatan Bank sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada: a. Departemen Pengawasan Bank, Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. III. PEMENUHAN ... III. PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS (CEMA) 1. CEMA adalah alokasi dana usaha kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang wajib ditempatkan pada aset keuangan dalam jumlah dan persyaratan tertentu. 2. Aset keuangan yang digunakan sebagai CEMA harus bebas dari klaim pihak manapun yang dibuktikan antara lain dengan surat pernyataan dari kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri. Surat pernyataan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri disusun dengan format sebagaimana tercantum pada Lampiran II. 3. CEMA minimum ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari total kewajiban bank pada setiap bulan dan paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah). 4. Pemenuhan CEMA minimum sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan melalui tahapan implementasi sebagai berikut: a. Seluruh kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri wajib memenuhi CEMA minimum sebesar 8% (delapan persen) dari total kewajiban bank paling lambat posisi bulan Juni 2013. b. Dalam hal CEMA minimum sebesar 8% terhadap rata-rata total kewajiban lebih kecil dari Rp1 Triliun sejak posisi bulan Juni 2013 sampai dengan posisi bulan November 2017, kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri tetap wajib memenuhi CEMA minimum sebesar 8% (delapan persen) dari total kewajiban bank. c. Kewajiban pemenuhan CEMA minimum paling sedikit Rp1 Triliun bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri sebagaimana dimaksud pada huruf b, berlaku sejak posisi bulan Desember 2017. 5. Dalam ... 5. Dalam rangka kewajiban pemenuhan CEMA, kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri wajib menyampaikan laporan pemenuhan CEMA minimum setiap bulan paling lambat tanggal 8 pada bulan berikutnya setelah bulan laporan. Contoh: - Laporan pemenuhan CEMA bulan Januari 20xx disampaikan paling lambat pada tanggal 8 Februari 20xx. - Laporan pemenuhan CEMA bulan Februari 20xx disampaikan paling lambat pada tanggal 8 Maret 20xx. 6. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan kepada: a. Departemen Pengawasan Bank, Jl. MH. Thamrin No.2, Jakarta 10350, bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 7. Laporan pemenuhan CEMA disusun dengan berpedoman pada Lampiran III. IV. LAIN-LAIN Lampiran I sampai dengan Lampiran III merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. V. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 2012. Agar ... Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULYA E. SIREGAR KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/37/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) </reg_title> <set_date> 27 Desember 2012 </set_date> <effective_date> 27 Desember 2012 </effective_date> <related_reg> '14/18/PBI/2012' </related_reg>
No.9/9/DSM Jakarta, 9 April 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN DI INDONESIA Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan Sehubungan dengan perkembangan teknologi dan untuk meningkatkan kualitas data maka dipandang perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan sebagai berikut: 1. Ketentuan butir II.C.4. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Cara Penyampaian Laporan a. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir II A.1. dan butir II A.2. dilakukan sebagai berikut: 1) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia, laporan tersebut disampaikan oleh kantor pusat dan merupakan gabungan dari kegiatan LLD yang dilakukan oleh kantor pusat dan kantor lainnya yang berkedudukan di Indonesia. 2) Bagi … 2) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di luar Indonesia, laporan tersebut dapat disampaikan oleh koordinator kantor Perusahaan pelapor atau masing-masing kantor Perusahaan pelapor yang berkedudukan di Indonesia. b. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir II A.1. dan butir II A.2. dilakukan melalui surat, faksimili, atau media on line (web technology) dengan tatacara sebagai berikut: 1) Penyampaian laporan dengan surat: a) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten, laporan disampaikan kepada: Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Biro Neraca Pembayaran Menara Syafruddin Prawiranegara, Lantai 16, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 b) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat sebagaimana tercantum dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3). 2) Penyampaian laporan dengan faksimili: a) Bagi Perusahaan pelapor yang berkedudukan di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten, laporan disampaikan kepada: Bank… Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Biro Neraca Pembayaran Nomor Faksimili: 0-800-1501829 (bebas pulsa), (021) 3866063, (021) 3501974. b) Bagi Perusahaan pelapor yang berkedudukan di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat sebagaimana tercantum dalam Petunjuk Teknis (Lampiran 3). c) Bagi Perusahaan pelapor yang menyampaikan laporan dengan faksimili sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan huruf b) wajib menyampaikan pula laporan aslinya. Laporan asli tersebut harus sudah diterima Bank Indonesia selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman laporan melalui faksimili. 3) Penyampaian laporan melalui media on line (web technology). Perusahaan pelapor dapat menyampaikan laporan melalui media on line https://www.bi.go.id/lldperusahaan. c. Tanggal penerimaan laporan baik yang disampaikan dengan surat, faksimili maupun media on line (web technology) adalah tanggal diterimanya surat, faksimili atau laporan yang disampaikan melalui media on line (web technology) tersebut oleh Bank Indonesia. d. Dalam hal terjadi perubahan alamat, nomor faksimili, dan alamat web site sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) a), b.2) a), dan b.3) maka perubahan tersebut akan diberitahukan secara tertulis oleh Bank Indonesia. (web technology) dengan alamat 2. Alamat… ….. 2. Alamat sebagaimana dimaksud pada butir I.C.6.a., II.C.5.c., V.F.3.a., VI.D., Lampiran 1, 2, dan alamat Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3.i. diubah menjadi: Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Biro Neraca Pembayaran Menara Syafruddin Prawiranegara, Lantai 16, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 9 April 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, TRIONO WIDODO DIREKTUR STATISTIK EKONOMI DAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/9/DSM|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan </reg_title> <set_date> 9 April 2007 </set_date> <effective_date> 9 April 2007 </effective_date> <changed_reg> '5/24/DSM|SE-BI/2003' </changed_reg> <related_reg> '5/24/DSM|SE-BI/2003' </related_reg>
No.8/21/DInt Jakarta, 12 Oktober 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DEVISA DI INDONESIA Perihal : Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Terkait Dengan Harga Patokan Barang Ekspor, Fasilitas Penjaminan Dan Pembiayaan Perdagangan Internasional, Jual Beli Devisa Hasil Ekspor Dan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri. -------------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan tidak berlakunya materi yang diatur dalam beberapa Surat Edaran Bank Indonesia yaitu yang terkait dengan harga patokan barang ekspor, fasilitas penjaminan dan pembiayaan perdagangan internasional, jual beli devisa hasil ekspor dan surat kredit berdokumen dalam negeri, serta untuk memberikan kejelasan status atas peraturan-peraturan Bank Indonesia tersebut, dipandang perlu untuk mencabut 19 (sembilan belas) Surat Edaran Bank Indonesia. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Surat Edaran Bank Indonesia sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 12 Oktober 2006. Agar ........ Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SJAMSUL ARIFIN DIREKTUR INTERNASIONAL Lampiran SE. No.8/21/DInt tgl. 12 Oktober 2006 Daftar Peraturan Yang Dicabut Dengan SE BI No.8/21/ DInt tgl. 12 Oktober 2006 1. SE BI No. 28/1/ULN tgl. 5 April 1995 Perihal Harga Patokan Barang- Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 April s/d 30 Juni 1995. 2. SE BI No. 28/13/ULN tgl. 3 Juli 1995 Perihal Harga Patokan Barang- Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Juli s.d 30 September 1995. 3. SE BI No. 28/24/ULN tgl. 2 Oktober 1995 Perihal Harga Patokan Barang- Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Oktober s.d 31 Desember 1995. 4. SE BI No. 28/37/ULN tgl. 3 Januari 1996 Perihal Harga Patokan Barang- Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Januari s/d 31 Maret 1996. 5. SE BI No. 29/1/ULN tgl. 4 April 1996 Perihal Harga Patokan Barang- Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 April s/d 30 Juni 1996. 6. SE BI No. 29/16/ULN tgl. 2 Juli 1996 Perihal Harga Patokan Barang- Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Juli s.d 30 September 1996. 7. SE BI No. 29/23/ULN tgl. 4 Oktober 1996 Perihal Harga Patokan Barang- Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Oktober s/d 31 Desember 1996. 8. SE BI No. 29/37/ULN tgl. 2 Januari 1997 Perihal Harga Patokan Barang- Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Januari s.d 31 Maret 1997. 9. SE BI No. 30/1/ULN tgl. 4 April 1997 Perihal Harga Patokan Barang- Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 April s.d 30 Juni 1997. 10. SE BI No. 30/13/ULN tgl. 14 Juli 1997 Perihal Harga Patokan Barang- Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Juli s.d 30 September 1997. 11. SE BI No. 30/30/ULN tgl. 6 November 1997 Perihal Harga Patokan Barang-Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Oktober 1997. 12. SE BI No. 30/42/ULN tgl. 4 Februari 1998 Perihal Harga Patokan Barang- Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Januari 1998 s.d 31 Maret 1998. 13. SE BI No. 30/43/ULN tgl. 4 Februari 1998 Perihal Jual Beli Devisa Hasil Ekspor Untuk Eksportir dan Eksportir Tertentu . 14. SE BI No. 30/44/ULN tgl. 4 Februari 1998 Perihal Jual Beli Devisa Hasil Ekspor Yang Akan Datang Untuk Eksportir Tertentu. 15. SE BI No………. s.d 31 Desember Lampiran SE. No.8/21/DInt tgl. 12 Oktober 2006 15. SE BI No. 30/45/ULN tgl. 4 Februari 1998 Perihal Perubahan pasal 3 ayat (3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.29/150/KEP/DIR tgl. 31 Desember 1996 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri. 16. SE BI No. 31/10/ULN tgl. 23 Juli 1998 Perihal Harga Patokan Barang- Barang Ekspor (Harga FOB) periode 16 Juli s.d 30 September 1998. 17. SE BI No. 31/14/ULN tgl. 8 September 1998 Perihal Jaminan Pembiayaan Perdagangan Internasional. 18. SE BI No. 31/22/ULN tgl. 22 Desember 1998 Perihal Perubahan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/89/KEP/DIR tentang Jaminan Pembiayaan Perdagangan Internasional. 19. SE BI No. 31/26/ULN tgl. 12 Januari 1999 Perihal Penjaminan L/C dan atau Pembiayaan L/C melalui Penempatan Dana Bank Indonesia pada Bank Asing. ---------------
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/21/DInt|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Terkait Dengan Harga Patokan Barang Ekspor, Fasilitas Penjaminan Dan Pembiayaan Perdagangan Internasional, Jual Beli Devisa Hasil Ekspor Dan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri. </reg_title> <set_date> 12 Oktober 2006 </set_date> <effective_date> 12 Oktober 2006 </effective_date>
No. 12/ 20 /DPM Jakarta, 2 Agustus 2010 SURAT EDARAN Kepada SEMUA PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/29/DPD tanggal 18 November 2003 perihal Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing Sehubungan dengan penyempurnaan organisasi di Bank Indonesia, khususnya yang terkait dengan pengelolaan nilai tukar, perlu untuk melakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai alamat penyampaian surat dan laporan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/29/DPD tanggal 18 November 2003 perihal Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing sebagai berikut: Alamat penyampaian: a. Surat permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada romawi I huruf A angka 2; b. Surat permohonan ijin usaha sebagaimana dimaksud pada romawi I huruf B angka 2; c. Laporan bulanan dan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada romawi III huruf C; d. Surat permohonan izin perubahan kepemilikan, susunan direksi dan komisaris sebagaimana dimaksud pada romawi IV huruf C; dan e. Dokumen ... 2 e. Dokumen pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada romawi VI huruf B; diubah menjadi ditujukan kepada: Bank Indonesia Direktorat Pengelolaan Moneter Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 2 Agustus 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/20/DPM|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/29/DPD tanggal 18 November 2003 perihal Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing </reg_title> <set_date> 2 Agustus 2010 </set_date> <effective_date> 2 Agustus 2010 </effective_date> <changed_reg> '5/29/DPD|SE-BI/2003' </changed_reg> <related_reg> '5/29/DPD|SE-BI/2003' </related_reg>
No. 3/ 33 /DPNP Jakarta, 14 Desember 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia ------------------------------------------------------------------ Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/ 22 /PBI/2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4159), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan Bank dan penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan, Bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan berdasarkan ketentuan dan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia serta Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan. 2. Dengan … 2. Dengan ditetapkannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 31 (Revisi 2000) tentang Akuntansi Perbankan yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2001, dipandang perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari PSAK Nomor 31 dan beberapa standar akuntansi lain yang relevan untuk industri perbankan. 3. Sehubungan dengan hal tersebut terlampir disampaikan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia Revisi 2001 untuk dijadikan pedoman penyusunan laporan keuangan Bank. dalam 4. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 25/2/BPPP tanggal 30 Desember 1992 perihal Pelaksanaan Standar Khusus Akuntansi Perbankan Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini dan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia berlaku sejak tanggal 14 Desember 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Surat MAMAN H. SOMANTRI DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/33/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia </reg_title> <set_date> 14 Desember 2001 </set_date> <effective_date> 14 Desember 2001 </effective_date> <replaced_reg> '25/2/BPPP|SE-BI/1992' </replaced_reg> <related_reg> '3/22/PBI/2001' </related_reg>
No. 7/59/DASP Jakarta, 30 Desember 2005 S U R A T E D A R A N Perihal : Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu ----------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 148, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4583), dan dalam rangka mendukung kelancaran dan efektifitas penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, perlu diatur lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dalam Surat Edaran Bank Indonesia. I. TATA CARA PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU (APMK) A. Persyaratan sebagai Penyelenggara APMK 1. Prinsipal Prinsipal terdiri dari Prinsipal umum dan Prinsipal khusus. Kegiatan sebagai Prinsipal umum hanya dapat dilakukan oleh Lembaga Selain Bank, sedangkan kegiatan sebagai Prinsipal khusus dapat dilakukan baik oleh Bank ataupun Lembaga Selain Bank. Untuk … 2 Untuk bertindak sebagai Prinsipal, baik Prinsipal Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu Debet, dan/atau Kartu Prabayar, Bank atau Lembaga Selain Bank wajib terlebih dahulu melaporkan secara tertulis rencana penyelenggaraan kegiatan sebagai Prinsipal kepada Bank Indonesia. Laporan tertulis tersebut sekurang- kurangnya harus memuat hal-hal sebagai berikut: a. jenis kegiatan APMK yang akan diselenggarakan; b. rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Prinsipal; dan c. merek (brand name) yang digunakan. Laporan tertulis sebagaimana tersebut di atas harus dilampiri dokumen mengenai : a. profil perusahaan (company profile) Bank atau Lembaga Selain Bank tersebut; dan b. hubungan bisnis (business arrangement) antara Prinsipal dengan Penerbit, khusus untuk Prinsipal umum. Hubungan bisnis tersebut antara lain berisi tata cara penetapan dan persyaratan menjadi Penerbit, mekanisme settlement, dan pelaksanaan kegiatan operasional lainnya dari penerbitan kartu merek Prinsipal umum. 2. Penerbit a. Setiap Bank dapat bertindak sebagai Penerbit, baik Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu Debet, dan/atau Kartu Prabayar. b. Lembaga Selain Bank dapat bertindak sebagai Penerbit dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Lembaga … 3 1) Lembaga Selain Bank yang dapat bertindak sebagai Penerbit Kartu Kredit adalah Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh Keuangan Republik kegiatan Kartu Kredit. izin dari Departemen Indonesia untuk menjalankan 2) Lembaga Selain Bank yang dapat bertindak sebagai Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet adalah Lembaga Selain Bank yang mempunyai kewenangan untuk melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berdasarkan undang-undang yang mengatur mengenai Lembaga Selain Bank tersebut. 3) Lembaga Selain Bank yang dapat bertindak sebagai Penerbit Kartu Prabayar yang memerlukan persetujuan dari Bank Indonesia adalah Lembaga Selain Bank yang : a) berbadan hukum Indonesia dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT); dan b) memiliki pengalaman dan reputasi baik dalam penyelenggaraan Kartu Prabayar Single-purpose single merchant atau Multi-purpose single merchant di Indonesia paling singkat selama 2 (dua) tahun. c. Untuk mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia, Bank dan Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai Penerbit sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b harus mengajukan permohonan secara tertulis mengenai … 4 mengenai rencana penyelenggaraan kegiatan sebagai Penerbit kepada Bank Indonesia, sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: 1) jenis kegiatan APMK yang akan diselenggarakan; dan 2) rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Penerbit. Permohonan tertulis sebagaimana tersebut di atas harus dilampiri dengan dokumen yang terdiri dari: 1) Rencana Kerja Bank yang di dalamnya mencantumkan rencana 2) kegiatan Bank sebagai Penerbit atau rencana kerja Lembaga Selain Bank. Fotokopi dari akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang, khusus untuk Lembaga Selain Bank. Fotokopi akta pendirian badan hukum tersebut harus pula dilegalisir pihak/pejabat yang berwenang. 3) Hasil analisis bisnis atas penyelenggaraan kegiatan APMK yang akan dilakukan untuk 1 (satu) tahun ke depan, sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai: a) b) potensi pasar yang ada; c) segmen pasar yang akan dituju dan analisis persaingan usaha; target jumlah pemegang kartu dicapai; d) rencana kerjasama dengan Prinsipal dan/atau Acquirer, termasuk jumlah dan namanya; e) rencana … yang ingin oleh 5 e) f) rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan target pendapatan yang akan dicapai. 4) Bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi: a) Fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara Penerbit dengan Prinsipal, khusus untuk Prinsipal umum. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain memuat kesepakatan antara Prinsipal umum dan Penerbit mengenai penggunaan merek Prinsipal umum dalam penerbitan kartu, hak dan kewajiban masing-masing pihak, rencana pelaksanaan kerjasama, jangka waktu, serta mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul. Dalam hal calon Penerbit adalah kantor cabang Bank asing, dan perjanjian yang dilakukan dengan Prinsipal umum merupakan Global Agreement antara kantor pusat Bank tersebut dengan Prinsipal umum, maka kantor cabang Bank asing dimaksud cukup menyampaikan pokok-pokok perjanjian dari Global Agreement tersebut. b) Konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Acquirer, dan Pemegang Kartu. c) Prosedur penyelesaian sengketa yang timbul diantara para pihak, sekurang-kurangnya meliputi: (1) mekanisme … 6 (1) mekanisme pengaturan atau penyelesaian atas sengketa yang mungkin terjadi antara Penerbit dengan Pemegang Kartu; dan (2) mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah mengenai produk yang diterbitkan, dan d) Khusus untuk Lembaga Selain Bank, wajib pula menyertakan rekomendasi dari otoritas yang berwenang memberikan izin kelembagaan dan/atau otoritas yang melakukan pengawasan atas Lembaga Selain Bank tersebut. Rekomendasi dalam hal rekomendasi mengenai kondisi kondisi ini antara lain keuangan, kesehatan dan kepatuhan Lembaga Selain Bank tersebut terhadap ketentuan yang berlaku. 5) Bukti sekurang-kurangnya meliputi manajemen kesiapan penerapan manajemen risiko, risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, dan/atau manajemen risiko operasional, yang berupa: a) Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, sekurang-kurangnya meliputi: (1) Penetapan akuntabilitas, kebijakan, dan proses pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari penerbitan kartu. (2) Persetujuan … 7 (2) Persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian kartu. b) Prosedur pengendalian pengamanan (security control) untuk penerbitan kartu, sekurang- kurangnya memuat pengaturan mengenai: (1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam penerbitan kartu, seperti pembuatan dan penyampaian PIN, serta penyampaian Kartu, kartu kepada Pemegang (2) pemisahan tugas antara proses aplikasi, persetujuan, dan penagihan, (3) kewenangan atau pengendalian dalam pemberian persetujuan kepada calon Pemegang Kartu, (4) langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi APMK, (5) audit trail atas transaksi Pemegang Kartu, (6) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data, catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK, dan (7) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi Pemegang Kartu. c) Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional, sekurang-kurangnya memuat: (1) penyediaan … pengamanan penerbitan 8 (1) penyediaan informasi mengenai manfaat dan risiko produk (2) prosedur menjadi Pemegang Kartu, dan perencanaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK. 6) Bukti kesiapan operasional, sekurang-kurangnya meliputi: a) rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan b) rencana peralatan dan sarana usaha, sekurang- kurangnya memuat informasi mengenai: (1) lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk kegiatan operasional, dan (2) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan. 3. Acquirer a. Acquirer dalam penyelenggaraan kegiatan APMK terdiri dari Financial Acquirer dan Technical Acquirer. b. Setiap … sebelum nasabah 9 b. Setiap Bank dapat bertindak sebagai Financial Acquirer baik Financial Acquirer Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu Debet, dan/atau Kartu Prabayar. c. Lembaga Selain Bank yang dapat bertindak sebagai Financial Acquirer Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu Debet, dan/atau Kartu Prabayar adalah Lembaga Selain Bank yang memiliki kewenangan untuk melakukan kegiatan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai Lembaga Selain Bank tersebut. d. Untuk memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia, Bank dan Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai Financial Acquirer sebagaimana tersebut di atas harus mengajukan permohonan secara tertulis mengenai rencana penyelenggaraan kegiatan sebagai Financial Acquirer kepada Bank Indonesia, yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: 1) jenis Financial Acquirer; dan 2) rencana waktu dimulainya penyelenggaraan sebagai Financial Acquirer. Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud di atas harus dilampiri dengan dokumen yang terdiri dari: 1) Rencana Kerja Rencana Bank yang di dalamnya mencantumkan rencana kegiatan Bank sebagai Financial Acquirer atau rencana kerja Lembaga Selain Bank. 2) Fotokopi … kegiatan APMK yang akan dilakukan oleh 10 2) Fotokopi dari akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang, khusus untuk Lembaga Selain Bank. Fotokopi akta pendirian badan hukum tersebut harus pula dilegalisir pihak/pejabat yang berwenang. 3) Hasil analisis bisnis atas kegiatan Financial Acquirer yang akan dilakukan untuk 1 (satu) tahun ke depan, sekurang-kurangnya memuat : a) potensi pasar yang ada; b) segmen pasar yang akan dituju dan analisis persaingan usaha; c) rencana kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, dan Technical Acquirer, termasuk jumlah dan namanya; d) rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan e) target pendapatan yang akan dicapai. 4) Bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi: a) fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara Financial Acquirer dengan Penerbit dan/atau penyedia barang dan/atau jasa; b) pengaturan mengenai hak dan kewajiban para pihak seperti pengaturan hak dan kewajiban Financial Acquirer, Penerbit, penyedia barang dan/atau jasa. oleh dan/atau c) prosedur penyelesaian sengketa yang timbul diantara para pihak. Prosedur penyelesaian sengketa … 11 sengketa dalam hal ini antara lain meliputi mekanisme pengaturan atau penyelesaian atas sengketa yang mungkin terjadi antara Financial Acquirer dengan Penerbit dan/atau penyedia barang dan/atau jasa; dan d) Khusus untuk Lembaga Selain Bank, wajib pula menyertakan rekomendasi dari otoritas yang berwenang memberikan izin dan/atau otoritas yang melakukan pengawasan atas Lembaga Selain Bank tersebut. Rekomendasi dalam hal ini antara lain rekomendasi mengenai kondisi kondisi kesehatan, dan kepatuhan Lembaga Selain Bank tersebut terhadap ketentuan yang berlaku. 5) Bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, yang antara lain meliputi manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, dan manajemen risiko operasional. Dokumen kesiapan penerapan manajemen risiko tersebut berupa pengaturan pengendalian pengamanan (security control) oleh Financial Acquirer terhadap sistem yang digunakan, yang memuat: a) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data, catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK, kelembagaan keuangan, b) langkah-langkah … 12 b) langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi APMK, c) audit trail atas transaksi yang diproses melalui sistem Financial Acquirer, d) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan data Pemegang Kartu yang diproses melalui sistem Financial Acquirer, termasuk sistem yang disediakan oleh Technical Acquirer apabila Financial Acquirer tersebut bekerjasama dengan Technical Acquirer, e) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan data Pemegang Kartu yang tersimpan pada sistem penyedia barang dan/atau jasa bekerjasama dengan Financial Acquirer, dan f) dan (business continuity plan) yang efektif timbul dari kejadian yang kesinambungan usaha dalam yang prosedur perencanaan darurat (disaster recovery plan) mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang tidak diperkirakan yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK. 6) Bukti kesiapan operasional sebagaimana dimaksud dalam ketentuan butir 2.c.6). B. Penyampaian Laporan dan Permohonan Persetujuan Penyampaian laporan bagi Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai Prinsipal dan penyampaian permohonan persetujuan … 13 persetujuan bagi Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai Penerbit dan/atau Financial Acquirer dilakukan oleh: 1. kantor pusat Bank atau Lembaga Selain Bank, jika Bank atau Lembaga Selain Bank tersebut berkantor pusat di wilayah Indonesia, atau 2. kantor cabang Bank atau kantor cabang/kantor perwakilan Lembaga Selain Bank di Indonesia, jika Bank atau Lembaga Selain Bank tersebut berkantor pusat di luar wilayah Indonesia. Laporan dan permohonan persetujuan sebagaimana tersebut di atas disampaikan kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagaimana dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini. C. Pemrosesan Permohonan Persetujuan Atas permohonan tertulis yang disampaikan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan menjadi Penerbit dan/atau Financial Acquirer, Bank Indonesia memberikan tanggapan yang berisi penolakan atau persetujuan. Tata cara pemberian persetujuan untuk melakukan kegiatan APMK dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Untuk penyelenggaraan kegiatan APMK yang permohonannya disampaikan kepada Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, tata cara pemberian persetujuan dilakukan sebagai berikut: a. Pemberian … 14 a. Pemberian tanggapan berupa persetujuan atau penolakan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja setelah surat permohonan beserta dokumen diterima secara lengkap oleh Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran. b. Untuk dapat memberikan tanggapan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang diajukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank; 2) pemeriksaan langsung (on site supervision) ke Bank dan/atau Lembaga Selain Bank yang bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dokumen yang diajukan, jika diperlukan; dan 3) khusus untuk permohonan dari Bank, meminta rekomendasi kepada satuan kerja terkait di Bank Indonesia yang menangani pengawasan perbankan atas kondisi keuangan, tingkat kesehatan, dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi apabila terdapat permasalahan-permasalahan yang dihadapi Bank tersebut. c. Dalam hal dan pemeriksaan administratif dokumen dan pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud pada butir b.1) butir b.2) telah dilakukan, dan dengan mempertimbangkan rekomendasi dari pengawas perbankan sebagaimana dimaksud pada butir b.3) atau rekomendasi dari … 15 dari otoritas yang berwenang memberikan izin kelembagaan dan/atau otoritas yang melakukan pengawasan atas Lembaga Selain Bank, Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran melakukan: 1) Penolakan, jika hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam butir b.1), butir b.2) dan/atau rekomendasi yang ada tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan/atau menunjukkan hasil yang tidak baik. Selanjutnya Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan disertai pengembalian seluruh lampiran dokumen yang telah disampaikan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank. Bank atau Lembaga Selain Bank yang permohonannya ditolak dapat mengajukan kembali surat permohonan persetujuan kepada Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, dengan memenuhi seluruh persyaratan dan tata cara pengajuan permohonan sebagai Penerbit persetujuan dan/atau Financial Acquirer sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini; atau 2) Persetujuan, apabila hasil evaluasi sebagaimana dalam butir b.1) dan butir b.2) memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan rekomendasi yang ada menunjukkan hasil baik. Selanjutnya Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran menyampaikan surat persetujuan kepada Bank … 16 Bank atau Lembaga Selain Bank yang bersangkutan untuk bertindak sebagai Penerbit dan/atau Financial Acquirer. Khusus untuk Bank, pelaporan pengoperasian mesin ATM kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan atau Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi dapat dilakukan setelah adanya persetujuan penerbitan Kartu ATM oleh Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran. 2. Untuk penyelenggaraan kegiatan APMK yang dilakukan oleh Bank umum yang melakukan kegiatan berdasarkan penolakan atas prinsip syariah (Bank Umum Syariah) atau oleh Unit Usaha Syariah (UUS), pemberian persetujuan atau penyelenggaraan kegiatan APMK tersebut dilakukan oleh Bank Indonesia c.q Direktorat Perbankan Syariah dengan tata cara sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kegiatan usaha Bank Umum Syariah dan UUS. D. Pelaksanaan Kegiatan APMK 1. Untuk persetujuan yang diberikan oleh Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran, pelaksanaan kegiatan APMK dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Apabila permohonan Bank atau Lembaga Selain Bank untuk bertindak sebagai Penerbit dan/atau Financial Acquirer disetujui, maka (empat puluh dalam jangka waktu paling lambat 45 lima) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan diberikan, Bank atau Lembaga Selain Bank tersebut harus melaksanakan kegiatannya sebagai Penerbit dan/atau Financial Acquirer. b. Apabila … 17 b. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a, Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah mendapat persetujuan sebagai Penerbit dan/atau Financial Acquirer telah melaksanakan kegiatannya, Bank atau Lembaga Selain Bank tersebut melaporkan secara tertulis dimulainya kegiatan sebagai Penerbit dan/atau Financial Acquirer kepada Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran. c. Laporan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf b disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya kegiatan tersebut. d. Apabila setelah berakhirnya jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a, Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah mendapat persetujuan sebagai Penerbit dan/atau Financial Acquirer belum melaksanakan kegiatannya, Bank atau Lembaga Selain Bank tersebut melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai alasan belum dapat dilaksanakannya kegiatan tersebut dan rencana waktu pelaksanaan kegiatan tersebut. e. Laporan tertulis mengenai belum dapat dilaksanakannya kegiatan sebagai Penerbit sebagaimana dimaksud pada huruf d disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak huruf a. tanggal berakhirnya jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja sebagaimana dimaksud pada 2. Untuk persetujuan yang diberikan oleh Direktorat Perbankan Syariah, pelaksanaan kegiatan APMK oleh Bank Umum Syariah atau UUS, dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur … dan/atau Financial Acquirer 18 mengatur mengenai kegiatan usaha Bank Umum Syariah dan UUS. E. Penundaan atau Pembatalan Persetujuan 1. Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dapat menunda pemberlakuan persetujuan yang telah diberikan kepada Penerbit dan/atau Financial Acquirer apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada butir D.1.a, Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut belum dapat melaksanakan kegiatannya. 2. Selain karena kondisi sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dapat menunda persetujuan yang telah diberikan apabila kondisi keuangan Bank memburuk, adanya rekomendasi dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank untuk menunda berlakunya persetujuan yang telah diberikan kepada Lembaga Selain Bank tersebut, atau lemahnya manajemen risiko Bank atau Lembaga Selain Bank yang dinilai dapat menimbulkan kerugian bagi pihak yang terkait dalam kegiatan APMK dan/atau perekonomian nasional. 3. Jangka waktu penundaan persetujuan oleh Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2 ditetapkan dengan memperhatikan kondisi Penerbit dan/atau Financial Acquirer, permasalahan yang dihadapi oleh Penerbit dan/atau Financial Acquirer, serta faktor lain yang terkait. 4. Penerbit dan/atau Financial Acquirer baru dapat memulai kegiatannya setelah mendapatkan pemberitahuan secara tertulis mengenai … 19 mengenai pencabutan penundaan persetujuan dari Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran. 5. Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dapat membatalkan persetujuan yang telah diberikan apabila kondisi keuangan Bank memburuk, adanya rekomendasi dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank untuk membatalkan persetujuan yang telah diberikan kepada Lembaga Selain Bank tersebut, atau lemahnya manajemen risiko Bank atau Lembaga Selain Bank yang dinilai dapat menimbulkan kerugian bagi pihak yang terkait dalam kegiatan APMK dan/atau perekonomian nasional. 6. Penundaan atau pembatalan atas persetujuan yang telah diberikan kepada Bank Umum Syariah atau UUS sebagai Penerbit dan/atau Financial Acquirer dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kegiatan usaha Bank Umum Syariah dan UUS. II. PENGHENTIAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN APMK 1. Penghentian kegiatan sebagai Penyelenggara dapat dilakukan oleh Bank Indonesia atau atas permohonan dari Penyelenggara yang bersangkutan. 2. Bank Indonesia melakukan penghentian secara tetap penyelenggaraan kegiatan APMK dalam hal: a. Penyelenggara kegiatan APMK tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia setelah dikenakan sanksi penghentian sementara; b. Terdapat putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap yang menghukum Penyelenggara untuk menghentikan kegiatan … 20 kegiatan APMK yang dilakukannya atau adanya permintaan tertulis/rekomendasi pengawasan terhadap Penyelenggara APMK; atau c. Adanya permintaan tertulis/rekomendasi kepada Bank Indonesia dari otoritas pengawas yang berwenang untuk menghentikan kegiatan usaha Penyelenggara, atau otoritas pengawas dimaksud telah menghentikan kegiatan usaha Penyelenggara. 3. Dalam hal Penyelenggara akan menghentikan kegiatan APMK yang dilakukannya, Penyelenggara dimaksud harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran paling lambat 1 (satu) bulan sebelum Penyelenggara menghentikan kegiatannya. 4. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. alasan penghentian kegiatan; dan b. mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban Penyelenggara dan Pemegang Kartu; 5. Bank Indonesia atas dasar ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 atau atas dasar laporan penghentian kegiatan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 3, menyampaikan surat penegasan kepada Penyelenggara mengenai penghentian kegiatan tersebut dan sekaligus mencabut persetujuan yang telah diberikan. 6. Pelaksanaan penghentian kegiatan oleh Penyelenggara harus dilaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal penghentian kegiatan. 7. Dalam … dari otoritas yang berwenang melakukan 21 7. Dalam hal Penyelenggara yang telah menghentikan kegiatannya tersebut akan menyelenggarakan kembali kegiatan APMK, Penyelenggara tersebut harus mengajukan permohonan sebelum melakukan kegiatannya dengan memenuhi persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini. tertulis seluruh III. LAIN-LAIN 1. Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai Penerbit dan sekaligus sebagai Financial Acquirer, selain wajib memenuhi persyaratan sebagai Penerbit sebagaimana dimaksud pada butir I.A.2 wajib pula memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud butir I.A.3. 2. Permohonan persetujuan untuk Bank dan/atau Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai Penerbit dan sekaligus sebagai Financial Acquirer sebagaimana dimaksud pada angka 1, dapat disampaikan dalam satu permohonan. 3. Bank dan/atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh persetujuan sebagai Penerbit dan akan melakukan kegiatan sebagai Financial Acquirer dan/atau Technical Acquirer harus melaporkan secara tertulis rencana kegiatan sebagai Financial Acquirer dan/atau Technical Acquirer kepada Bank Indonesia. Laporan tertulis sebagaimana tersebut di atas harus dilampiri dengan: a. Bukti kesiapan perangkat hukum, antara lain berupa: 1) Fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara: a) Financial Acquirer dengan Penerbit lain dan penyedia barang dan/atau jasa; atau b) Technical Acquirer … sebagai Financial Acquirer 22 b) Technical Acquirer dengan Penerbit lain, Financial Acquirer lain, dan penyedia barang dan/atau jasa. 2) Pengaturan mengenai hak dan kewajiban antara: a) Financial Acquirer dengan Penerbit lain dan penyedia barang dan/atau jasa; atau b) Technical Acquirer dengan Penerbit lain, Financial Acquirer lain, dan penyedia barang dan/atau jasa. 3) Prosedur penyelesaian sengketa yang timbul diantara para pihak. b. Bukti kesiapan manajemen likuiditas, khusus untuk Financial Acquirer, antara lain meliputi: 1) mekanisme pemenuhan kewajiban Financial Acquirer, dan 2) mekanisme dalam hal Financial Acquirer mengalami gagal bayar (failure to settle). 4. Penerbit dan/atau Financial Acquirer yang akan bekerjasama dengan Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching wajib meminta Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching tersebut untuk melaporkan kegiatannya secara tertulis kepada Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran. Permintaan Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut dilakukan secara tertulis atau dimuat dalam Perjanjian antara Penerbit dan/atau Financial Acquirer dengan Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching. 5. Laporan Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching kepada Bank Indonesia sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut: a. rencana waktu dimulainya kerjasama; b. nama dan jumlah Penerbit dan/atau Financial Acquirer yang telah bekerjasama dengan Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching … 23 Switching; dan c. bukti pemenuhan standar uji keamanan sistem dari Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching berdasarkan hasil pemeriksaan security auditor yang independen. 6. Penyampaian Laporan Laporan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini disampaikan kepada: Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Gedung D Lantai 2, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110 IV. KETENTUAN PERALIHAN 1. Bank dan Lembaga Selain Bank yang telah menyelenggarakan kegiatan APMK baik sebagai Prinsipal, Penerbit, dan/atau Financial Acquirer sebelum tanggal 28 Desember 2004 wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank kegiatannya. Indonesia mengenai penyelenggaraan 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib memuat: a. Profil perusahaan (company profile) dari Penyelenggara kegiatan APMK, sekurang-kurangnya meliputi: 1) nama, tempat, dan kedudukan perusahaan, 2) bidang usaha perusahaan sesuai yang tercantum dalam Tanda Daftar Perusahaan, khusus untuk Lembaga Selain Bank, 3) sejarah singkat perusahaan, 4) informasi tentang diselenggarakan, dan kegiatan APMK yang telah 5) pihak … 24 5) pihak yang bekerjasama dengan Penyelenggara tersebut. b. Khusus untuk Penyelenggara yang berupa Lembaga Selain Bank, laporan tersebut harus disertai pula dengan fotokopi akta pendirian badan hukum atau fotokopi akta pendirian badan usaha yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang. 3. Laporan yang memuat hal-hal sebagaimana dimaksud pada angka 2 wajib telah diterima oleh Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran paling lambat tanggal 31 Januari 2006. 4. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah bertindak sebagai Prinsipal khusus dan Lembaga Selain Bank yang telah bertindak sebagai Prinsipal umum, yang telah memiliki kantor perwakilan (representative office) di wilayah Indonesia dan akan meningkatkan status kantornya menjadi kantor cabang wajib melaporkan secara tertulis rencana peningkatan status kantornya tersebut kepada Bank Indonesia. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 30 Desember 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/59/DASP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu </reg_title> <set_date> 30 Desember 2005 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2005 </effective_date> <related_reg> '7/52/PBI/2005' </related_reg>
No. 17/ 3 /DSta Jakarta, 6 Maret 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA KORPORASI NONBANK DI INDONESIA Perihal: Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5651) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/22/PBI/2014 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa dan Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 397, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5654) serta dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia tersebut, perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai pelaporan penerapan prinsip kehati- hatian pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Penduduk adalah penduduk sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar. 2. Korporasi ... 2 2. Korporasi Nonbank adalah badan usaha selain bank dan badan lainnya. 3. Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian yang selanjutnya disebut KPPK adalah kegiatan Korporasi Nonbank yang dilakukan dalam rangka melaksanakan kehati-hatian untuk memitigasi risiko nilai tukar, risiko likuiditas, dan risiko utang yang berlebihan (overleverage) terhadap utang luar negeri yang dimiliki. 4. Utang Luar Negeri yang selanjutnya disingkat ULN adalah utang Penduduk kepada bukan Penduduk dalam Valuta Asing dan/atau Rupiah, termasuk di dalamnya pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. 5. Pelapor KPPK yang selanjutnya disebut Pelapor adalah Korporasi Nonbank Pelapor LLD yang merupakan debitur ULN. 6. Aset Valuta Asing adalah aset Valuta Asing sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank. 7. Kewajiban Valuta Asing adalah kewajiban Valuta Asing sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank. 8. Valuta Asing adalah valuta yang berdenominasi selain mata uang Rupiah. 9. Rasio Lindung Nilai adalah rasio jumlah nilai yang dilindungnilaikan terhadap selisih negatif antara Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing. 10. Rasio Likuiditas adalah rasio Aset Valuta Asing terhadap Kewajiban Valuta Asing. 11. Peringkat Utang (Credit Rating) adalah penilaian yang dilakukan oleh lembaga pemeringkat untuk menggambarkan kondisi keuangan perusahaan atau kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya secara tepat waktu (credit worthiness). 12. Prosedur ... 3 12. Prosedur Atestasi adalah prosedur yang dilakukan oleh akuntan publik independen untuk memberikan pertimbangan bahwa asersi atau pernyataan yang disampaikan oleh Pelapor sudah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. 13. Triwulan adalah periode 3 (tiga) bulan sesuai tahun buku Pelapor. 14. Hari adalah hari kerja Bank Indonesia. 15. Jam Kerja adalah jam kerja kantor pusat Bank Indonesia, yaitu pukul 07.10 WIB sampai dengan pukul 16.15 WIB. II. PELAPOR A. Pelapor meliputi: 1. berdasarkan jenis lembaga: a. lembaga keuangan bukan bank; b. bukan lembaga keuangan. 2. berdasarkan kepemilikan: a. badan usaha milik negara; b. badan usaha milik daerah; c. badan usaha milik swasta; d. badan lainnya. B. Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf A hanya mencakup Pelapor yang memiliki ULN dalam Valuta Asing. C. Profil Pelapor 1. Pelapor yang baru pertama kali menyampaikan laporan harus menyampaikan Profil Pelapor sesuai dengan Pedoman Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Pelapor menyampaikan perubahan Profil Pelapor setiap terdapat perubahan Profil Pelapor. 3. Pelapor harus melakukan pengkinian Profil Pelapor pada setiap periode laporan Triwulan I sebagai tahap awal dalam penyampaian laporan Triwulan I. III. JENIS ... 4 III. JENIS LAPORAN, KOREKSI LAPORAN, DAN FORMAT LAPORAN A. JENIS LAPORAN Laporan yang wajib disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia terdiri atas: 1. Laporan KPPK a. Laporan KPPK meliputi keterangan dan data mengenai Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu: 1) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan; dan/atau 2) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan. b. Aset Valuta Asing terdiri atas nilai posisi kas, giro, tabungan, deposito, piutang, persediaan, surat-surat berharga yang dapat diperdagangkan (marketable securities), serta tagihan yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau option, namun tidak termasuk forward, swap, dan/atau option yang dilakukan di periode laporan Triwulan berjalan dalam rangka pemenuhan Rasio Lindung Nilai. c. Kewajiban Valuta Asing terdiri atas nilai seluruh kewajiban lancar dalam Valuta Asing kepada Penduduk maupun bukan Penduduk yang tercatat pada laporan posisi keuangan, serta nilai kewajiban yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau option. 2. Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi a. Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi meliputi: 1) keterangan dan/atau informasi yang merupakan hasil penilaian oleh akuntan publik independen berdasarkan Prosedur Atestasi; dan 2) Laporan KPPK yang telah dikoreksi berdasarkan hasil Prosedur Atestasi. b. Penilaian ... 5 b. Penilaian terhadap Laporan KPPK berdasarkan Prosedur Atestasi harus dilakukan oleh akuntan publik independen. c. Prosedur Atestasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan berpedoman pada Agreed-Upon Procedures (AUP) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. d. Laporan KPPK yang dinilai berdasarkan Prosedur Atestasi adalah Laporan KPPK Triwulan IV yang telah disampaikan sebelumnya oleh Pelapor kepada Bank Indonesia. 3. Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) a. Korporasi Nonbank yang memiliki ULN baru dalam Valuta Asing berdasarkan perjanjian kredit dan/atau dalam bentuk surat utang wajib menyampaikan informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating). b. Peringkat Utang (Credit Rating) sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa peringkat yang masih berlaku atas korporasi (issuer rating) dan/atau surat utang (issue rating) sesuai dengan jenis dan jangka waktu ULN dalam Valuta Asing. c. Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) disampaikan oleh Korporasi Nonbank yang memiliki ULN dalam Valuta Asing berdasarkan perjanjian kredit dan/atau dalam bentuk surat utang yang ditandatangani atau diterbitkan sejak tanggal 1 Januari 2016. 4. Laporan ... 6 4. Laporan Keuangan a. Laporan Keuangan meliputi data mengenai posisi keuangan, laba rugi komprehensif, dan perubahan ekuitas. b. Laporan Keuangan terdiri atas Laporan Keuangan triwulanan unaudited dan Laporan Keuangan tahunan audited. c. Laporan Keuangan triwulanan unaudited adalah laporan mengenai posisi keuangan, laba rugi komprehensif, dan perubahan ekuitas untuk setiap Triwulan yang tidak diaudit oleh akuntan publik independen. d. Laporan Keuangan tahunan audited adalah laporan mengenai posisi keuangan, laba rugi komprehensif, dan perubahan ekuitas untuk setiap tahun yang diaudit oleh akuntan publik independen. B. KOREKSI LAPORAN 1. Dalam hal terdapat kesalahan laporan yang telah disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia, Pelapor harus menyampaikan koreksi atas kesalahan laporan dimaksud. 2. Koreksi terhadap laporan disampaikan secara lengkap untuk setiap jenis laporan yang dikoreksi. Contoh: Pelapor telah menyampaikan Laporan KPPK Triwulan I tahun 2015, namun terdapat kesalahan pengisian nilai posisi giro. Berdasarkan hal tersebut, Pelapor harus menyampaikan kembali seluruh Laporan KPPK Triwulan I tahun 2015, yang mencakup data giro yang dikoreksi dan data lainnya yang tidak dikoreksi. 3. Koreksi laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang terakhir diterima oleh Bank Indonesia merupakan laporan pengganti atas laporan yang telah diterima sebelumnya. C. FORMAT ... 7 C. FORMAT LAPORAN Format laporan diatur dalam Pedoman Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. IV. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN A. TATA CARA PELAPORAN Pelapor wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia secara lengkap, benar, dan tepat waktu dengan tata cara sebagai berikut: 1. Laporan disampaikan secara online dengan berpedoman pada Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaporan sebagaimana terdapat dalam website pelaporan di Bank Indonesia. 2. Laporan dapat disampaikan secara offline dalam hal: a. terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada Hari terakhir penyampaian laporan dan/atau koreksi laporan, beserta dokumen pendukungnya; atau b. terjadi keadaan memaksa (force majeure). 3. Laporan KPPK dilaporkan dalam mata uang dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir Triwulan, sebagaimana dapat dilihat pada website Bank Indonesia dengan alamat http://www.bi.go.id. 4. Laporan KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan unaudited wajib disertai dokumen pendukung berupa surat pernyataan bahwa data yang disampaikan sesuai dengan fakta sebenarnya yang ditandatangani paling kurang oleh direktur keuangan atau setingkat, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 5. Bagi Pelapor yang dikecualikan dari kewajiban pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum, Laporan KPPK wajib disertai dokumen pendukung berupa: a. fotokopi ... 8 a. fotokopi izin dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk melakukan pembukuan dalam mata uang dolar Amerika Serikat; dan b. surat pernyataan bahwa rasio pendapatan ekspor terhadap pendapatan usaha lebih besar dari 50% (lima puluh persen) pada 1 (satu) tahun kalender sebelumnya, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III. 6. Bagi Pelapor yang nilai posisi persediaannya diakui sebagai Aset Valuta Asing wajib menyampaikan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam butir 5.b. 7. Dokumen pendukung berupa surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, butir 5.b., dan angka 6 disampaikan untuk setiap Triwulan laporan. 8. Dokumen pendukung berupa fotokopi izin dari Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a., disampaikan untuk setiap periode laporan Triwulan I. 9. Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) wajib disertai dokumen pendukung berupa keterangan ringkas dari lembaga pemeringkat, antara lain mengenai informasi Peringkat Utang (Credit Rating), waktu pemeringkatan, dan nama lembaga pemeringkat. 10. Laporan Keuangan triwulanan unaudited dan Laporan Keuangan tahunan audited dilaporkan dalam mata uang fungsional, yaitu mata uang pada lingkungan ekonomi utama di mana Pelapor beroperasi. 11. Bagi Pelapor yang memiliki kelompok entitas yang berada dalam pengendaliannya sesuai standar akuntansi yang berlaku umum, Laporan Keuangan tahunan yang disampaikan Pelapor meliputi Laporan Keuangan konsolidasian audited dan Laporan Keuangan tersendiri. 12. Dalam menyampaikan Laporan Keuangan triwulanan unaudited dan Laporan Keuangan tahunan audited, Pelapor harus ... 9 harus menyampaikan data komparasi dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk laporan posisi keuangan, data komparasi meliputi data posisi keuangan Triwulan IV tahun sebelumnya. Contoh: Pada Laporan Keuangan Triwulan I tahun 2016, laporan posisi keuangan disampaikan dengan data komparasi Triwulan IV tahun 2015. b. Untuk laporan laba rugi komprehensif dan laporan perubahan ekuitas, data komparasi meliputi laba rugi komprehensif dan perubahan ekuitas untuk periode yang sama tahun sebelumnya. Contoh: Pada Laporan Keuangan Triwulan II tahun 2016, laporan laba rugi komprehensif disampaikan dengan data komparasi Triwulan II tahun 2015. 13. Penyampaian data komparasi dikecualikan bagi Pelapor yang baru berdiri dan/atau belum memiliki Laporan Keuangan pada tahun sebelumnya. 14. Laporan Keuangan tahunan audited harus disertai dokumen pendukung berupa laporan auditor independen atas Laporan Keuangan tahunan. 15. Pelapor menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 4, angka 5, angka 6, angka 9, dan angka 14 dalam bentuk softcopy dengan format PDF, JPG, TIFF, BMP, PNG, atau GIF. B. MEDIA PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Laporan, koreksi laporan, dan/atau dokumen pendukung disampaikan kepada Bank Indonesia secara online melalui website pelaporan di Bank Indonesia dengan alamat https://www.bi.go.id/lkpbuv2. 2. Dalam ... 10 2. Dalam hal terdapat perubahan alamat penyampaian laporan, koreksi laporan, dan/atau dokumen pendukung, Bank Indonesia akan menginformasikan perubahan alamat tersebut melalui surat atau media lainnya. 3. Dalam hal penyampaian laporan, koreksi laporan, dan/atau dokumen pendukung dilakukan secara offline maka laporan, koreksi laporan, dan/atau dokumen pendukung dapat disampaikan dengan menggunakan media attachment e-mail, Compact Disc (CD), flash disk, dan/atau media perekaman data elektronik lainnya yang disampaikan pada Jam Kerja. C. BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Penyampaian Laporan a. Laporan KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan unaudited wajib disampaikan setiap Triwulan, paling lambat akhir bulan ketiga setelah akhir Triwulan laporan pada akhir Jam Kerja. Contoh 1: Untuk Pelapor dengan tahun buku Januari-Desember, Laporan KPPK Triwulan I tahun 2015 disampaikan paling lambat tanggal 30 Juni 2015 pukul 16.15 WIB. Contoh 2: Untuk Pelapor dengan tahun buku April-Maret, Laporan KPPK Triwulan I untuk periode 1 April s.d. 30 Juni 2015 disampaikan paling lambat tanggal 30 September 2015 pukul 16.15 WIB. b. Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi dan Laporan Keuangan tahunan audited wajib disampaikan setiap tahun paling lambat akhir bulan Juni setelah akhir tahun laporan pada akhir Jam Kerja. Contoh 1: Untuk Pelapor dengan tahun buku Januari-Desember, Laporan Keuangan tahunan audited untuk periode 1 Januari ... 11 Januari sampai dengan 31 Desember 2015 disampaikan paling lambat tanggal 30 Juni 2016 pukul 16.15 WIB. Contoh 2: Untuk Pelapor dengan tahun buku Juli-Juni, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi untuk periode 1 April 2016 sampai dengan 30 Juni 2016 (Triwulan IV) disampaikan paling lambat tanggal 30 Juni 2017 pukul 16.15 WIB. c. Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) wajib disampaikan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan ditandatanganinya atau diterbitkannya ULN pada akhir Jam Kerja. Contoh: Untuk ULN yang ditandatangani pada tanggal 5 Mei 2016, informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) disampaikan paling lambat tanggal 30 Juni 2016 pukul 16.15 WIB. d. Dalam hal hari terakhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan/atau cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, batas waktu penyampaian laporan jatuh pada Hari berikutnya. Contoh: Untuk Laporan KPPK Triwulan III tahun 2016, hari terakhir penyampaian laporan adalah hari Sabtu tanggal 31 Desember 2016. Oleh karena itu, batas waktu penyampaian laporan jatuh pada hari Senin tanggal 2 Januari 2017 pukul 16.15 WIB. e. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari terakhir penyampaian laporan, disampaikan pada Hari berikutnya secara: 1) online ... laporan 12 1) online sampai dengan akhir Jam Kerja, jika gangguan teknis telah dapat diatasi; atau 2) offline pada Jam Kerja, jika gangguan teknis belum dapat diatasi. Contoh: Gangguan teknis jaringan di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 31 Maret 2016 yang merupakan hari terakhir penyampaian Laporan Keuangan Triwulan IV tahun 2015 unaudited. Laporan dimaksud wajib disampaikan paling lambat tanggal 1 April 2016 pukul 16.15 WIB secara online. Apabila gangguan teknis masih berlangsung pada tanggal 1 April 2016, laporan dimaksud disampaikan oleh Pelapor secara offline pada tanggal 1 April 2016 pada Jam Kerja. f. Laporan secara online dinyatakan diterima oleh Bank Indonesia apabila softcopy seluruh laporan berhasil diunggah dan lolos validasi yang dibuktikan dengan adanya tanda terima dari sistem Bank Indonesia. g. Laporan secara offline dinyatakan diterima oleh Bank Indonesia apabila softcopy seluruh laporan telah diterima oleh petugas di Bank Indonesia yang dibuktikan dengan adanya tanda terima dari Bank Indonesia. 2. Penyampaian Koreksi Laporan a. Koreksi Laporan KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan unaudited harus disampaikan paling lambat akhir bulan keempat setelah akhir Triwulan laporan pada akhir Jam Kerja. Contoh: Perusahaan HI melaporkan kas dalam Laporan KPPK Triwulan II tahun 2016 senilai USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 24 Agustus 2016. Mengingat nilai kas sebenarnya adalah USD40,000.00 (empat puluh ribu dolar Amerika Serikat), Perusahaan ... 13 Perusahan HI menyampaikan koreksi Laporan KPPK secara online pada tanggal 14 September 2016. Jika masih ditemukan kesalahan, Perusahaan HI masih dapat menyampaikan koreksi secara online paling lambat tanggal 31 Oktober 2016 pukul 16.15 WIB. b. Koreksi Laporan Keuangan tahunan audited dan Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi harus disampaikan paling lambat akhir bulan Juli setelah akhir tahun laporan pada akhir Jam Kerja. Contoh: Perusahaan RA melaporkan giro dalam Laporan Keuangan audited tahun 2015 senilai Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) pada tanggal 13 April 2016. Mengingat nilai giro sebenarnya adalah Rp5.500.000.000,00 (lima miliar lima ratus juta rupiah), Perusahaan RA menyampaikan koreksi Laporan Keuangan audited tahun 2015 secara online pada tanggal 19 Mei 2016. Jika masih ditemukan kesalahan, Perusahaan RA masih dapat menyampaikan koreksi secara online paling lambat tanggal 31 Juli 2016 pukul 16.15 WIB. c. Koreksi informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) harus disampaikan paling lambat tanggal 20 setelah bulan penyampaian laporan yang bersangkutan pada akhir Jam Kerja. Contoh: Perusahaan AL menyampaikan informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) pada tanggal 7 Juni 2016 atas ULN yang ditandatangani pada tanggal 21 Mei 2016 dengan Peringkat Utang BB-. Mengingat Peringkat Utang (Credit Rating) sebenarnya adalah BB, Perusahaan AL menyampaikan koreksi informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) secara online pada tanggal 6 Juli 2016. Jika masih ditemukan ... 14 ditemukan kesalahan, Perusahaan AL masih dapat menyampaikan koreksi secara online paling lambat tanggal 20 Juli 2016 pukul 16.15 WIB. d. Dalam hal hari terakhir penyampaian koreksi laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan/atau cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, batas waktu penyampaian koreksi laporan jatuh pada Hari berikutnya. Contoh: Untuk Laporan KPPK Triwulan I tahun 2016, hari terakhir penyampaian koreksi laporan adalah hari Minggu tanggal 31 Juli 2016. Oleh karena itu, batas waktu penyampaian koreksi laporan jatuh pada hari Senin tanggal 1 Agustus 2016 pukul 16.15 WIB. e. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari terakhir penyampaian koreksi laporan, koreksi laporan disampaikan pada Hari berikutnya secara: 1) online sampai dengan akhir Jam Kerja, jika gangguan teknis telah dapat diatasi; atau 2) offline pada Jam Kerja, jika gangguan teknis belum dapat diatasi. Contoh: Gangguan teknis jaringan di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 31 Oktober 2016 yang merupakan hari terakhir penyampaian koreksi atas Laporan Keuangan Triwulan II tahun 2016 unaudited. Koreksi atas laporan dimaksud harus disampaikan paling lambat tanggal 1 November 2016 pukul 16.15 WIB secara online. Apabila gangguan teknis masih berlangsung pada tanggal 1 November 2016, koreksi atas laporan dimaksud disampaikan oleh Pelapor secara offline pada tanggal 1 November 2016 dalam Jam Kerja. f. Koreksi ... 15 f. Koreksi laporan disampaikan secara lengkap untuk setiap jenis laporan yang dikoreksi. Contoh: Berdasarkan contoh sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Perusahaan HI melaporkan seluruh data dalam Laporan KPPK, baik data kas yang dikoreksi maupun data lainnya yang tidak dikoreksi. g. Koreksi laporan secara online dinyatakan diterima oleh Bank Indonesia apabila softcopy seluruh koreksi laporan berhasil diunggah dan lolos validasi yang dibuktikan dengan adanya tanda terima dari sistem Bank Indonesia. h. Koreksi laporan secara offline dinyatakan diterima oleh Bank Indonesia apabila softcopy seluruh koreksi laporan telah diterima oleh petugas di Bank Indonesia yang dibuktikan dengan adanya tanda terima dari Bank Indonesia. 3. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan a. Masa keterlambatan penyampaian laporan untuk Laporan KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan unaudited adalah masa setelah berakhirnya batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1.a. sampai dengan akhir bulan keempat setelah akhir Triwulan laporan pada akhir Jam Kerja. Contoh: Laporan KPPK Triwulan I tahun 2015 wajib disampaikan paling lambat tanggal 30 Juni 2015. Masa keterlambatan penyampaian laporan untuk laporan dimaksud adalah tanggal 1 Juli 2015 sampai dengan tanggal 31 Juli 2015 pukul 16.15 WIB. b. Masa keterlambatan penyampaian laporan untuk Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi dan Laporan Keuangan tahunan audited adalah masa setelah berakhirnya batas waktu penyampaian laporan sebagaimana ... 16 sebagaimana dimaksud dalam butir C.1.b. sampai dengan akhir bulan Juli setelah akhir tahun laporan pada akhir Jam Kerja. Contoh: Laporan Keuangan tahun 2016 audited wajib disampaikan paling lambat pada tanggal 30 Juni 2017. Masa keterlambatan penyampaian laporan untuk laporan dimaksud adalah tanggal 1 Juli 2017 sampai dengan tanggal 31 Juli 2017 pukul 16.15 WIB. c. Masa keterlambatan penyampaian informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) adalah masa setelah berakhirnya batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1.c. sampai dengan akhir bulan setelah bulan penyampaian laporan yang bersangkutan pada akhir Jam Kerja. Contoh: Untuk ULN yang ditandatangani pada tanggal 22 Januari 2016, informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) wajib disampaikan paling lambat tanggal 29 Februari 2016. Masa keterlambatan penyampaian laporan untuk laporan dimaksud adalah tanggal 1 Maret 2016 sampai dengan tanggal 31 Maret 2016 pukul 16.15 WIB. d. Dalam hal hari terakhir masa keterlambatan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan/atau cuti bersama yang ditetapkan Bank Indonesia, batas akhir masa keterlambatan penyampaian laporan jatuh pada Hari berikutnya. Contoh: Untuk Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi untuk periode Triwulan IV tahun 2015, batas akhir ... 17 akhir masa keterlambatan penyampaian laporan adalah hari Minggu tanggal 31 Juli 2016. Oleh karena itu, batas waktu penyampaian laporan jatuh pada hari Senin tanggal 1 Agustus 2016 pukul 16.15 WIB. e. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari terakhir masa keterlambatan penyampaian laporan, laporan disampaikan pada Hari berikutnya secara: 1) online sampai dengan akhir Jam Kerja, jika gangguan teknis telah dapat diatasi; atau 2) offline pada Jam Kerja, jika gangguan teknis belum dapat diatasi. Contoh: Gangguan teknis jaringan di Bank Indonesia terjadi pada tanggal 31 Oktober 2016 yang merupakan hari terakhir masa keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan Triwulan II tahun 2016 unaudited. Laporan dimaksud wajib disampaikan paling lambat tanggal 1 November 2016 pukul 16.15 WIB secara online. Apabila gangguan teknis masih berlangsung pada tanggal 1 November 2016, laporan dimaksud disampaikan oleh Pelapor secara offline pada tanggal 1 November 2016 dalam Jam Kerja. f. Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila Pelapor menyampaikan laporan dalam masa keterlambatan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e. 4. Tidak Menyampaikan Laporan a. Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila sampai dengan batas akhir masa keterlambatan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Bank Indonesia belum menerima laporan dari Pelapor. b. Pelapor ... 18 b. Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf a tetap harus menyampaikan laporan secara online kepada Bank Indonesia. V. PENELITIAN KEBENARAN LAPORAN A. Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap kebenaran laporan dan/atau koreksi laporan yang disampaikan Pelapor. B. Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia dapat melakukan hal-hal antara lain sebagai berikut: 1. meminta penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen pendukung, dengan atau tanpa melibatkan instansi terkait; 2. melakukan pemeriksaan langsung terhadap Pelapor; 3. meminta penjelasan dari kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh Pelapor untuk menjelaskan Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi; dan/atau 4. menunjuk pihak lain untuk melakukan penelitian bagi Bank Indonesia. C. Pelapor harus memberikan bukti pembukuan, catatan, dokumen, dan penjelasan yang diperlukan dalam rangka penelitian kebenaran laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf B kepada Bank Indonesia paling lama 15 (lima belas) Hari sejak tanggal penerbitan surat permintaan. D. Dalam hal Pelapor tidak memberikan bukti pembukuan, catatan, dokumen, dan penjelasan sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf C, laporan yang disampaikan Pelapor kepada Bank Indonesia dinyatakan tidak benar. VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF A. LAPORAN TIDAK LENGKAP DAN/ATAU LAPORAN TIDAK BENAR 1. Pelapor yang menyampaikan Laporan KPPK tidak lengkap dan/atau tidak benar dikenakan sanksi administratif berupa ... 19 berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap Laporan KPPK yang tidak lengkap dan/atau tidak benar. 2. Laporan KPPK yang tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah apabila sampai dengan batas waktu penyampaian laporan, Laporan KPPK tidak disertai dengan dokumen pendukung berupa: a. surat pernyataan bahwa data yang disampaikan sesuai dengan fakta sebenarnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, bagi seluruh Pelapor; b. surat pernyataan bahwa rasio pendapatan ekspor terhadap pendapatan usaha lebih besar dari 50% (lima puluh persen) pada 1 (satu) tahun kalender sebelumnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, khusus untuk Pelapor yang nilai posisi persediaannya diakui sebagai Aset Valuta Asing; dan c. fotokopi izin dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk melakukan pembukuan dalam mata uang dolar Amerika Serikat dan surat pernyataan bahwa rasio pendapatan ekspor terhadap pendapatan usaha lebih besar dari 50% (lima puluh persen) pada 1 (satu) tahun kalender sebelumnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, khusus untuk Pelapor yang dikecualikan dari kewajiban pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum. Contoh 1: Perusahaan DN menyampaikan Laporan KPPK Triwulan I tahun 2016 pada tanggal 24 Mei 2016 dengan disertai lampiran. Namun setelah diteliti oleh petugas dari Bank Indonesia, lampiran yang disampaikan bukan merupakan surat pernyataan bahwa data yang disampaikan sesuai dengan fakta sebenarnya. Sampai dengan tanggal 30 Juni 2016 pukul 16.15 WIB, Pelapor belum menyampaikan lampiran yang sesuai. Berdasarkan ... 20 Berdasarkan contoh ini, Laporan KPPK Triwulan I tahun 2016 dinyatakan tidak lengkap dan Perusahaan DN dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Contoh 2: Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank, Perusahaan EF dikecualikan dari kewajiban pemenuhan Rasio Lindung Nilai minimum dikarenakan Perusahaan EF menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat dalam pencatatan laporan keuangannya. Perusahaan EF menyampaikan Laporan KPPK Triwulan I tahun 2016 pada tanggal 1 Juni 2016 disertai surat pernyataan bahwa data yang disampaikan sesuai dengan fakta sebenarnya dan rasio pendapatan ekspor terhadap pendapatan usaha lebih besar dari 50% (lima puluh persen) untuk tahun 2015. Namun, Perusahaan EF tidak menyampaikan fotokopi izin dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk melakukan pembukuan dalam mata uang dolar Amerika Serikat sampai dengan batas waktu penyampaian laporan, yaitu tanggal 30 Juni 2016 pukul 16.15 WIB. Berdasarkan contoh ini, Laporan KPPK Triwulan I tahun 2016 dinyatakan tidak lengkap dan Perusahaan EF dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). 3. Laporan KPPK yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah apabila Pelapor tidak memberikan bukti pembukuan, catatan, dokumen, dan penjelasan dalam rangka penelitian kebenaran laporan kepada Bank Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam butir V.C. Contoh: ... 21 Contoh: Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap kebenaran Laporan KPPK Triwulan IV tahun 2015 yang disampaikan oleh Perusahaan TB. Bank Indonesia kemudian menyampaikan surat permintaan kepada Perusahaan TB pada tanggal 1 Juni 2016 untuk menyampaikan bukti pendukung transaksi lindung nilai yang dilakukan Perusahaan TB. Namun sampai dengan tanggal 21 Juni 2016 Perusahaan TB tidak menyampaikan bukti dimaksud (melewati 15 Hari sejak tanggal penerbitan surat permintaan). Berdasarkan contoh ini, Laporan KPPK Triwulan IV tahun 2015 dinyatakan tidak benar dan Perusahaan TB dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). 4. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak menghilangkan kewajiban Pelapor untuk menyampaikan koreksi terhadap laporan yang dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak benar. B. TERLAMBAT MENYAMPAIKAN LAPORAN 1. Pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan, administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap Hari keterlambatan dengan denda paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). 2. Jumlah Hari keterlambatan dihitung mulai dari Hari setelah berakhirnya batas waktu penyampaian laporan sampai dengan tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia dalam masa keterlambatan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.3. dikenakan sanksi Contoh: ... 22 Contoh: Perusahaan DR menyampaikan Laporan KPPK Triwulan IV tahun 2015 yang diterima Bank Indonesia pada tanggal 6 April 2016. Batas waktu penyampaian laporan dimaksud adalah tanggal 31 Maret 2016. Dengan demikian, Perusahaan DR dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 4 (empat) Hari dan dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah). 3. Pelapor yang terlambat menyampaikan informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) beserta dokumen pendukung dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang. 4. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia dan Pelapor menyampaikan laporan secara offline, laporan yang disampaikan setelah Jam Kerja pada akhir batas waktu penyampaian laporan dianggap mengalami keterlambatan selama 1 (satu) hari. Contoh: Terjadi gangguan teknis berupa gangguan jaringan di Bank Indonesia pada hari Sabtu tanggal 31 Desember 2016 yang belum dapat diatasi sampai dengan hari Senin tanggal 2 Januari 2017. Perusahaan AZ menyampaikan Laporan Keuangan Triwulan III tahun 2016 unaudited secara offline melalui Compact Disc (CD) yang diterima Bank Indonesia pada tanggal 2 Januari 2017 pukul 18.00 WIB. Sesuai ketentuan, Perusahaan AZ harus menyampaikan laporan paling lambat tanggal 2 Januari 2017 pukul 16.15 WIB. Dengan demikian, Perusahaan AZ dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 1 (satu) hari karena laporan diterima setelah Jam Kerja berakhir, sehingga Perusahaan AZ dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). 5. Selain ... 23 5. Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda, Pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan KPPK beserta dokumen pendukung, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Pelapor dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang dalam hal: a. Pelapor tidak membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1; atau b. Pelapor telah dikenakan sanksi administratif berupa denda sebanyak 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun kalender. C. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN 1. Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan sampai dengan berakhirnya masa keterlambatan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.3 dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Contoh: Laporan Keuangan tahun 2015 audited milik Perusahaan IS belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 1 Agustus 2016 pukul 16.15 WIB (tanggal 31 Juli 2016 jatuh pada hari Minggu). Sesuai ketentuan, Perusahaan IS wajib menyampaikan Laporan Keuangan tahun 2015 audited kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 30 Juni 2016 pukul 16.15 WIB. Oleh karena itu, Perusahaan IS dinyatakan tidak menyampaikan laporan sehingga dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 2. Pelapor yang tidak menyampaikan informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) beserta dokumen pendukung dikenakan sanksi administratif berupa teguran ... 24 teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang. 3. Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda, Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan KPPK beserta dokumen pendukung, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Pelapor dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang dalam hal: a. Pelapor tidak membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1; atau b. Pelapor telah dikenakan sanksi administratif berupa denda sebanyak 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun kalender. 4. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 tidak menghilangkan kewajiban Pelapor untuk tetap menyampaikan laporan. D. PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF 1. Pengenaan sanksi administratif berupa denda bagi Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf A, huruf B, dan huruf C dilakukan melalui surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia kepada Pelapor. 2. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1 didahului dengan penerbitan surat pemberitahuan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia kepada Pelapor. 3. Pelapor diberikan kesempatan untuk menyampaikan tanggapan atas surat pemberitahuan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 4. Tanggapan ... 25 4. Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 diterima oleh Bank Indonesia paling lama 15 (lima belas) Hari sejak tanggal penerbitan surat pemberitahuan sanksi administratif berupa denda. 5. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia antara lain mencantumkan jenis pelanggaran, besarnya denda yang harus dibayar, dan rekening tujuan pembayaran sanksi administratif berupa denda. 6. Pengenaan sanksi administratif berupa teguran tertulis kepada Pelapor dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang dengan tembusan kepada Pelapor disampaikan sesuai dengan jenis pelanggaran. 7. Sanksi administratif berupa denda dan/atau teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang berwenang, pelanggaran ketentuan disebabkan adanya gangguan teknis di Bank Indonesia. E. PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA 1. Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam huruf A, huruf B, dan huruf C disetorkan ke rekening Bank Indonesia. 2. Pelapor harus memberikan bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Bank Indonesia paling lambat akhir bulan berikutnya setelah tanggal penerbitan surat penetapan sanksi administratif berupa denda. Contoh: Berdasarkan hasil pemantauan Bank Indonesia, Perusahaan ED tidak menyampaikan Laporan KPPK Triwulan I tahun 2016. Atas tidak disampaikannya laporan tersebut, Bank Indonesia menerbitkan surat penetapan sanksi administratif berupa denda pada tanggal 13 September 2016 kepada Perusahaan ... tidak dikenakan kepada Pelapor apabila 26 Perusahaan ED. Perusahaan ED harus menyetorkan sanksi administratif berupa denda keterlambatan ke rekening Bank Indonesia dan menyampaikan bukti penyetoran denda tersebut ke Bank Indonesia paling lambat tanggal 31 Oktober 2016. VII. KEADAAN MEMAKSA A. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga menyebabkan keterangan dan data tidak tersedia, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam butir III.A untuk periode laporan pada saat keadaan memaksa terjadi. Contoh: Pada bulan Maret 2016, tempat kedudukan Pelapor mengalami kebakaran yang mengakibatkan perusahaan tidak dapat menyusun Laporan KPPK dan Laporan Keuangan karena kehilangan data untuk Triwulan I tahun 2016. Dalam hal ini, Pelapor dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan KPPK dan Laporan Keuangan Triwulan I tahun 2016. B. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga menyebabkan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir III.A terhambat, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan laporan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C untuk periode laporan pada saat keadaan memaksa terjadi. Contoh: Pada tanggal 15 Februari 2016 sampai dengan 29 Februari 2016, terjadi aksi demo seluruh karyawan Perusahaan AD yang mengakibatkan perusahaan terhambat menyampaikan informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) untuk ULN yang ditandatangani pada tanggal 12 Januari 2016. Dalam hal ini, Perusahaan AD dapat menyampaikan laporan dimaksud melewati batas waktu penyampaian laporan dan tidak dikenakan sanksi administratif. C. Pelapor ... 27 C. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa harus segera menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan memberikan penjelasan mengenai keadaan memaksa yang dialami yang paling kurang memuat: 1. jenis keadaan memaksa dengan melampirkan surat keterangan yang dibenarkan oleh penguasa atau pejabat dari instansi terkait di daerah setempat; 2. dampak terhadap pelaporan; dan 3. perkiraan lamanya keadaan memaksa. D. Pelapor dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa sebagaimana dimaksud dalam huruf C melalui kantor pusat Pelapor, kantor cabang Pelapor, atau pihak lain yang ditunjuk Pelapor. E. Pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa yang terjadi selama 1 (satu) periode laporan atau lebih harus disampaikan untuk setiap periode laporan sampai dengan berakhirnya keadaan memaksa. Contoh: Daerah tempat kedudukan Pelapor mengalami gempa bumi dan tidak dapat beroperasi selama beberapa bulan. Atas kondisi tersebut, kantor cabang Pelapor di daerah lain menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa kepada Kantor Pusat Bank Indonesia. Surat pemberitahuan tersebut harus disampaikan untuk setiap periode laporan selama Pelapor belum dapat menyampaikan laporan. F. Pengecualian kewajiban menyampaikan laporan untuk periode laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A berlaku dalam hal Pelapor memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia untuk tidak menyampaikan laporan. G. Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B wajib menyampaikan laporan setelah Pelapor kembali melakukan kegiatan operasional secara normal. VIII. KORESPONDENSI ... 28 VIII. KORESPONDENSI DAN HELP DESK A. Penyampaian laporan dan/atau koreksi laporan secara offline, surat, pertanyaan, dan informasi lainnya berkaitan dengan pelaporan ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2 c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Lalu Lintas Devisa Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 B. Help Desk Telepon : 021-29817020, 021-29817022, 021-29817023, 021-29817025, 021-29817029, 021-29817030, 021-29817042, 021-29817053, 021-29817063, 021-29817067 021-500131 (call center Bank Indonesia) Faksimili : 021-3800134, 021-3501974 E-mail : LLDKPPK@bi.go.id C. Dalam hal terdapat perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi, Bank Indonesia akan memberitahukan kepada Pelapor melalui surat dan/atau media lainnya. IX. KETENTUAN PENUTUP A. Penyampaian Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating), dan Laporan Keuangan, serta koreksinya, sejak tanggal 1 Januari 2015 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015 dilakukan secara offline dengan masa koreksi 15 (lima belas) hari kalender setelah batas akhir penyampaian laporan atau informasi. B. Penyampaian secara online untuk Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, informasi mengenai pemenuhan ... 29 pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating), dan Laporan Keuangan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2016. C. Pengenaan sanksi bagi Pelapor terhadap Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, dan Laporan Keuangan mulai berlaku sejak pelaporan data Triwulan III tahun 2015. D. Pengenaan sanksi bagi Pelapor terhadap informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) mulai berlaku bagi ULN yang ditandatangani atau diterbitkan tanggal 1 Januari 2016. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 6 Maret 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDY SULISTIOWATY KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/3/DSta|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank </reg_title> <set_date> 6 Maret 2015 </set_date> <effective_date> 6 Maret 2015 </effective_date> <related_reg> '16/22/PBI/2014', '16/21/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 9/15/DASP Jakarta, 29 Juni 2007 S U R A T E D A R A N Perihal: Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/29/PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4669) dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, dipandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai alasan penolakan atas Warkat Debet dan/atau Data Keuangan Elektronik (DKE) yang dikliringkan dalam Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/10/DASP tanggal 9 April 2007. Berkenaan dengan hal tersebut, maka ketentuan mengenai alasan penolakan sebagaimana dimaksud pada Lampiran 15 tentang Daftar Alasan Penolakan dan Sanksi Kewajiban Membayar atas Penolakan Warkat Debet dan/atau DKE Debet diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam lampiran Surat Edaran ini, yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Juli 2007. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDI SISWANTO DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/15/DASP|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 29 Juni 2007 </set_date> <effective_date> 2 Juli 2007 </effective_date> <changed_reg> '7/26/DASP|SE-BI/2005' </changed_reg> <extension_of> '9/10/DASP|SE-BI/2007' </extension_of> <related_reg> '8/29/PBI/2006', '9/13/DASP|SE-BI/2007', '7/26/DASP|SE-BI/2005', '9/10/DASP|SE-BI/2007' </related_reg>