input
stringlengths 912
558k
| output
stringlengths 234
2.18k
|
---|---|
No. 6/50/DPM
Jakarta, 30 Desember 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal :
Perubahan Keenam Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM
Tanggal 26 April 2004 Tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan
Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank
Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal
12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank, maka perlu dilakukan perubahan pada beberapa butir dalam
Surat Edaran Nomor 6/20/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga
Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, sebagai berikut:
1. Butir I.B.2 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
”2. Marjin Maksimum Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga ditetapkan
sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
24 bulan
Marjin
(basis point)
Dikurangi 4 (empat)
Dikurangi 1 (satu)
Ditambah 6 (enam)
Ditambah 21 (dua puluh satu)
Ditambah 51 (lima puluh satu)
dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan
pada lelang terakhir.”
2. Butir I.B.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“4. Marjin …
2
“4. Marjin untuk maksimum suku bunga simpanan pihak ketiga dalam valuta
asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, dan 12 bulan yang dijamin
Pemerintah masing-masing ditambah 3 (tiga) basis point, sedangkan yang
berjangka waktu 24 bulan ditambah 2 (dua) basis point di atas rata-rata suku
bunga deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota
Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
3. Butir II.B diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“B. Maksimum Suku Bunga PUAB
a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah
ditetapkan sebesar 173 (seratus tujuh puluh tiga) basis point di atas rata-
rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari
bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1
(satu) bulan sebelumnya.
b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang
dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 125 (seratus dua puluh lima) basis
point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi
valuta asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang
dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 30 Desember 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/50/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Keenam Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2004 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2004 </effective_date>
<changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/11/PBI/2004 | Pasal 3', '6/20/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No. 15/5/DSM
Jakarta, 7 Maret 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA LEMBAGA BUKAN BANK
DI INDONESIA
Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Selain Utang
Luar Negeri
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/21/PBI/2012 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 273,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5377) perlu
diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai pelaporan kegiatan
Lalu Lintas Devisa lembaga bukan bank selain Utang Luar Negeri,
sebagai berikut:
I. UMUM
Pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa selain Utang Luar Negeri
oleh Lembaga Bukan Bank (LBB) dimaksudkan untuk memperoleh
keterangan dan data mengenai kegiatan Lalu Lintas Devisa secara
benar dan tepat waktu yang diperlukan untuk penyusunan statistik
Neraca Pembayaran Indonesia, statistik Posisi Investasi
Internasional Indonesia, dan statistik lainnya.
II. PENGERTIAN ...
2
II. PENGERTIAN
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
A. Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disingkat LLD adalah
perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan
bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban
finansial luar negeri antar penduduk sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas
Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
B. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya
yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan
staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang
Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
C. Aset Finansial Luar Negeri yang selanjutnya disingkat AFLN
adalah aktiva Penduduk pada bukan Penduduk baik dalam
valuta asing maupun rupiah, antara lain dalam bentuk kas
valuta asing, simpanan, piutang dagang atau usaha, surat
berharga, dan penyertaan modal.
D. Kewajiban Finansial Luar Negeri yang selanjutnya disingkat
KFLN adalah pasiva Penduduk pada bukan Penduduk baik
dalam valuta asing maupun rupiah, antara lain dalam bentuk
Utang Luar Negeri dan ekuitas dari bukan Penduduk.
E. Utang Luar Negeri yang selanjutnya disingkat ULN adalah utang
Penduduk kepada bukan Penduduk dalam valuta asing
dan/atau rupiah, termasuk di dalamnya pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah.
F. Prinsip ...
3
F. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga
yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah.
G. Lembaga Bukan Bank yang selanjutnya disingkat LBB adalah
lembaga selain bank yang berstatus Penduduk.
H. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa LBB yang
menjalankan kegiatan usaha sebagai perantara keuangan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
I. Laporan kegiatan LLD selain ULN yang selanjutnya disingkat
Laporan adalah laporan atas kegiatan yang menimbulkan
perpindahan AFLN dan/atau KFLN selain ULN antara Penduduk
dan bukan Penduduk termasuk perpindahan AFLN dan/atau
KFLN selain ULN antar Penduduk.
J. Pelapor adalah Penduduk yang melakukan kegiatan LLD, baik
untuk kepentingan Pelapor yang bersangkutan maupun pihak
lain.
K. Periode Laporan yang selanjutnya disingkat PL adalah periode
data tanggal 1 sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan
yang akan dilaporkan pada bulan berikutnya.
L. Batas Waktu Penyampaian Laporan yang selanjutnya disingkat
BWPL adalah tanggal dan jam paling lama disampaikannya
Laporan.
M. Batas Waktu Penyampaian Koreksi Laporan yang selanjutnya
disingkat BWPKL adalah tanggal dan jam paling lama
disampaikannya koreksi Laporan.
N. Masa ...
4
N. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan yang selanjutnya
disingkat MKPL adalah periode waktu Pelapor dinyatakan
terlambat menyampaikan Laporan.
O. Hari Kerja adalah hari kerja kantor Bank Indonesia setempat
sesuai dengan kedudukan Pelapor.
P. Jam Kerja adalah jam kerja kantor Bank Indonesia setempat
sesuai dengan kedudukan Pelapor.
III. PELAPOR
A. Pelapor meliputi LBB sebagai berikut:
1. badan usaha milik negara;
2. badan usaha milik daerah yang memiliki utang luar negeri;
3.
lembaga keuangan non bank;
4. perusahaan publik;
5. perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan minyak
dan gas;
6. perusahaan yang memiliki kegiatan ekspor dan/atau impor
barang;
7. perusahaan yang bergerak di sektor jasa;
8. perusahaan penanaman modal asing;
9. badan usaha milik swasta yang memiliki utang luar negeri;
10. badan Lainnya yang memiliki utang luar negeri; atau
11. Pelapor di luar angka 1 sampai dengan angka 10 yang
memiliki total aset atau omset penjualan bruto selama 1
(satu) tahun, jumlah yang lebih dahulu dicapai, paling
sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
B. Total aset atau omset sebagaimana dimaksud pada butir A.11
didasarkan pada laporan keuangan terakhir yang telah diaudit.
C. Dalam ...
5
C. Dalam hal laporan keuangan terakhir yang telah diaudit
sebagaimana dimaksud pada huruf B belum tersedia, maka
yang digunakan adalah laporan keuangan terakhir yang belum
diaudit.
D. Pelapor wajib menyampaikan Laporan berdasarkan laporan
keuangan dan pembukuan seperti neraca dan laba rugi serta off
balance sheet Pelapor.
E. Pelapor sebagaimana dimaksud pada butir A.11 yang
mengalami penurunan total aset atau omset penjualan bruto
selama 1 (satu) tahun sehingga menjadi kurang dari
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), tetap wajib
menyampaikan Laporan sepanjang masih melakukan kegiatan
LLD selain ULN.
F. LBB yang tidak melakukan kegiatan LLD selain ULN harus
menyampaikan Surat Pernyataan Tidak Melakukan Kegiatan
LLD selain ULN bermeterai cukup sebagaimana format pada
Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini disertai laporan keuangan
LBB.
G. LBB yang tidak memiliki total aset atau omset penjualan bruto
selama 1 (satu) tahun, jumlah yang lebih dahulu dicapai, paling
sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)
menyampaikan Surat Pernyataan Tidak Memenuhi Batasan Aset
atau Omset bermeterai cukup sebagaimana format pada
Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini disertai laporan keuangan
LBB.
IV. JENIS ...
6
IV. JENIS LAPORAN, KOREKSI LAPORAN, DAN FORMAT
PELAPORAN
A. JENIS LAPORAN
1.
a.
Laporan yang wajib disampaikan oleh Pelapor kepada
Bank Indonesia terdiri dari:
Laporan transaksi perdagangan barang, jasa, dan
transaksi lainnya antara Penduduk dan bukan
Penduduk.
Laporan meliputi seluruh transaksi penjualan
dan/atau pembelian barang dan/atau jasa dengan
bukan Penduduk, perolehan dan/atau pemberian
hibah dari/kepada bukan Penduduk, serta transaksi
lainnya dengan bukan Penduduk, sebagaimana
tercatat pada laporan keuangan dan pembukuan
Pelapor.
b.
Laporan posisi dan perubahan AFLN
Laporan meliputi posisi dan penambahan atau
pengurangan dari seluruh aktiva yang merupakan
klaim terhadap bukan Penduduk sebagaimana
tercatat pada laporan keuangan dan pembukuan
Pelapor yang meliputi:
1) rekening giro di bank luar negeri;
2) piutang dagang atau usaha kepada bukan
Penduduk;
3) surat berharga yang diterbitkan oleh bukan
Penduduk yang tidak disimpan pada kustodian
dalam negeri, termasuk surat berharga yang
diterbitkan oleh bukan Penduduk yang dimiliki
oleh ...
7
oleh Pelapor yang menyelenggarakan kegiatan
usaha sebagai kustodian;
4) penyertaan pada bukan Penduduk, antara lain
penyertaan modal, tagihan dividen, dan laba
ditahan;
5) tanah dan/atau bangunan di luar negeri;
6) aset lainnya pada bukan Penduduk antara lain kas
dalam valuta asing, simpanan lainnya, pinjaman
yang diberikan, pembayaran di muka, dan tagihan
lainnya;
7) tagihan derivatif pada bukan Penduduk.
Termasuk di dalam pelaporan posisi dan perubahan
AFLN adalah kegiatan yang mengakibatkan nilai AFLN
menjadi negatif.
c.
Laporan posisi dan perubahan ekuitas dari bukan
Penduduk dan kewajiban lain yang terkait.
Laporan meliputi posisi dan penambahan atau
pengurangan ekuitas dari bukan Penduduk dan
kewajiban terkait antara lain modal disetor dari bukan
Penduduk, kewajiban dividen kepada bukan
Penduduk, dan laba ditahan dari bukan Penduduk
sebagaimana tercatat pada laporan keuangan dan
pembukuan Pelapor.
d. Laporan posisi dan perubahan kewajiban derivatif luar
negeri.
Laporan meliputi posisi dan penambahan atau
pengurangan kewajiban derivatif kepada bukan
Penduduk ...
8
Penduduk sebagaimana tercatat pada laporan
keuangan dan pembukuan Pelapor.
e.
Laporan posisi komitmen dan kontinjensi luar negeri.
Laporan meliputi posisi yang menjadi tagihan
dan/atau kewajiban komitmen dan/atau kontinjensi
kepada bukan Penduduk yang tercatat pada off-
balance sheet Pelapor antara lain posisi pembelian
dan/atau penjualan spot dan derivatif yang masih
berjalan, garansi yang diterima dan/atau diberikan,
dan fasilitas pinjaman kepada bukan Penduduk yang
belum ditarik.
f.
Laporan posisi surat berharga milik Nasabah
kustodian.
Laporan meliputi posisi surat berharga Penduduk
yang dimiliki bukan Penduduk dan/atau surat
berharga bukan Penduduk yang dimiliki Penduduk
yang tercatat pada Pelapor yang menyelenggarakan
kegiatan usaha sebagai kustodian, beserta hasil
investasi yang diakui pada PL seperti bunga dan
dividen.
2.
Jenis Laporan yang disampaikan oleh Pelapor
disesuaikan dengan kegiatan LLD selain ULN yang
dilakukan oleh Pelapor.
B. KOREKSI LAPORAN
1. Dalam hal terdapat kesalahan Laporan yang telah
disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia, Pelapor
harus menyampaikan koreksi atas kesalahan Laporan yang
telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
2. Koreksi ...
9
2. Koreksi terhadap Laporan disampaikan secara lengkap
untuk setiap jenis Laporan yang dikoreksi.
Contoh:
Perusahaan pembiayaan telah menyampaikan Laporan
penyertaan pada bukan Penduduk sebanyak 4 (empat)
baris (record), namun terdapat kesalahan pengisian sandi
negara investee (anak perusahaan) pada baris ke-2
Laporan. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan
pembiayaan wajib menyampaikan kembali Laporan
penyertaan pada bukan Penduduk sebanyak 4 (empat)
baris (record) dengan sandi negara investee yang telah
dikoreksi pada baris ke-2 Laporan.
3. Koreksi Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2
yang terakhir diterima oleh Bank Indonesia merupakan
Laporan pengganti atas Laporan yang diterima
sebelumnya.
C. FORMAT PELAPORAN
1. Format Laporan diatur dalam pedoman pelaporan
sebagaimana Lampiran III yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Masing-masing Laporan terdiri dari 1 (satu) atau beberapa
baris (record) dan masing-masing baris memuat kolom
(field) keterangan dan data yang harus dilaporkan seperti
sandi transaksi dan sandi mitra transaksi.
Contoh:
Laporan transaksi perdagangan barang, jasa, dan
transaksi lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk
memiliki 6 (enam) kolom (field) yaitu kolom tujuan
transaksi, negara mitra, hubungan keuangan, jenis valuta,
nilai ...
10
nilai transaksi, dan nomor referensi. Apabila dalam 1 (satu)
PL Pelapor melakukan transaksi ekspor sebanyak 3 (tiga)
kali, maka Pelapor dapat menyampaikan Laporan
transaksi perdagangan barang, jasa, dan transaksi
lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk dalam 3
(tiga) baris (record).
V. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN
A. TATA CARA PELAPORAN
1. Tata cara pelaporan mengacu pada Petunjuk Teknis
Aplikasi Pelaporan sebagaimana terdapat dalam website
pelaporan di Bank Indonesia.
2. Pelapor melaporkan seluruh kegiatan LLD selain ULN yang
dilakukan selama PL.
3. Apabila dalam suatu PL tertentu Pelapor tidak melakukan
kegiatan LLD selain ULN, Pelapor harus menyampaikan
laporan dengan isi nihil dengan tata cara sebagaimana
dimaksud dalam Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaporan yang
terdapat dalam website pelaporan di Bank Indonesia.
4. Apabila Pelapor tidak lagi melakukan kegiatan LLD selain
ULN, Pelapor harus menyampaikan Surat Pernyataan
Tidak Lagi Melakukan Kegiatan LLD Selain ULN bermeterai
cukup sebagaimana format pada Lampiran IV yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini disertai laporan keuangan
Pelapor.
5. Dalam hal Pelapor sebagaimana dimaksud pada angka 4
melakukan kegiatan LLD selain ULN kembali, Pelapor wajib
menyampaikan ...
11
menyampaikan Laporan sebagaimana dimaksud pada
angka IV.
6. Bagi Pelapor yang memiliki 1 (satu) atau lebih kantor
cabang, Laporan yang disampaikan merupakan Laporan
gabungan dari kantor pusat dan seluruh kantor cabang di
Indonesia.
Contoh:
Perusahaan perkebunan karet PT. X yang berkantor pusat
di Medan memiliki 2 (dua) kantor cabang yaitu di
Pekanbaru dan Bandar Lampung. PT. X menyampaikan 1
(satu) Laporan yang merupakan gabungan dari kegiatan
yang mempengaruhi AFLN dan ekuitas dari bukan
Penduduk yang dilakukan kantor pusat Medan, kantor
cabang Pekanbaru, dan kantor cabang Bandar Lampung.
7. Bagi Pelapor yang tergabung dalam 1 (satu) grup
perusahaan, Laporan disampaikan oleh Pelapor secara
terpisah dari Laporan induk perusahaan.
Contoh:
Perusahaan pertambangan PT. Y merupakan holding
company yang memiliki 3 (tiga) anak perusahaan yakni PT.
A, PT. B, dan PT. C. Laporan disampaikan secara terpisah
oleh induk perusahaan dan masing-masing anak
perusahaan.
B. MEDIA PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Laporan dan/atau koreksi Laporan disampaikan kepada
Bank Indonesia secara online dengan menggunakan
media internet pada website pelaporan di Bank Indonesia
dengan alamat https://www.bi.go.id/lkpbuv2.
2. Dalam ...
12
2. Dalam hal terdapat perubahan alamat penyampaian
Laporan dan/atau koreksi Laporan, Bank Indonesia akan
menginformasikan perubahan alamat tersebut melalui
surat atau media lainnya.
3. Dalam hal pada hari terakhir penyampaian Laporan
dan/atau koreksi Laporan terjadi gangguan teknis di
Bank Indonesia yang mengakibatkan Pelapor tidak dapat
menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan secara
online, maka Laporan dan/atau koreksi Laporan dapat
disampaikan secara offline pada Hari Kerja berikutnya
menggunakan attachment e-mail, compact disk (CD), flash
disk, dan/atau media perekaman data elektronik lainnya
dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka VIII.
C. PERIODE LAPORAN (PL)
1. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka IV
disampaikan secara berkala setiap bulan.
2. Laporan mencakup data kegiatan LLD selain ULN yang
dilakukan sejak tanggal 1 sampai dengan akhir bulan
dan/atau data posisi Laporan akhir bulan.
D. BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN (BWPL) DAN/ATAU
BATAS WAKTU PENYAMPAIAN KOREKSI LAPORAN (BWPKL)
1. Batas Waktu Penyampaian Laporan (BWPL)
Laporan disampaikan sebagai berikut:
a. Laporan wajib disampaikan paling lambat tanggal 15
pukul 24.00 WIB setelah berakhirnya PL. Apabila hari
terakhir penyampaian Laporan jatuh pada hari Sabtu,
Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia, BWPL adalah pada Hari Kerja
berikutnya ...
13
berikutnya.
Contoh:
Untuk Laporan Pelapor di Provinsi Papua Barat PL Mei
2013 tanggal 15 Juni 2013 jatuh pada hari Sabtu,
sehingga BWPL jatuh pada hari Senin tanggal 17 Juni
2013 pukul 24.00 WIB atau hari Selasa tanggal 18
Juni 2013 pukul 02.00 WIT.
b. Apabila terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada
hari terakhir penyampaian Laporan, Laporan
disampaikan pada Hari Kerja berikutnya secara:
1) online jika gangguan teknis telah dapat diatasi;
atau
2) offline dalam Jam Kerja jika gangguan teknis
belum dapat diatasi.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada hari
Senin tanggal 17 Juni 2013. Laporan wajib
disampaikan paling lambat pada hari Selasa tanggal
18 Juni 2013 secara online. Apabila gangguan teknis
masih berlangsung pada tanggal 18 Juni 2013,
Laporan wajib disampaikan oleh Pelapor di Provinsi
Nusa Tenggara Barat secara offline dalam Jam Kerja.
c. Laporan secara online/offline dinyatakan diterima oleh
Bank Indonesia apabila softcopy seluruh Laporan
berhasil di-upload dan lolos verifikasi yang dibuktikan
dengan adanya tanda terima dari sistem Bank
Indonesia.
d. Dalam hal Pelapor menyampaikan Laporan secara
offline menggunakan e-mail, Pelapor dapat melakukan
konfirmasi ...
14
konfirmasi melalui telepon kepada petugas di Bank
Indonesia untuk memastikan bahwa e-mail yang berisi
softcopy Laporan telah diterima oleh Bank Indonesia.
2. Batas Waktu Penyampaian Koreksi Laporan (BWPKL)
Koreksi terhadap Laporan disampaikan sebagai berikut:
a. Koreksi Laporan harus disampaikan paling lambat
tanggal 20 pukul 24.00 WIB setelah berakhirnya PL.
Contoh:
Perusahaan Sekuritas melaporkan kepemilikan
deposito pada bank di Singapura untuk PL Juli 2013
pada tanggal 12 Agustus 2013. Berdasarkan
konfirmasi Bank Indonesia, selain memiliki deposito,
perusahaan juga memiliki simpanan (pooling account)
pada grup perusahaan di Hong Kong yang belum
dilaporkan. Sehubungan dengan hal tersebut, pada
tanggal 14 Agustus 2013 perusahaan menyampaikan
koreksi Laporan aset lainnya pada bukan Penduduk.
Selanjutnya karena terdapat kesalahan pada
pengisian jangka waktu simpanan (pooling account),
pada tanggal 19 Agustus 2013 perusahaan
mengirimkan kembali koreksi Laporan tersebut.
b. Apabila hari terakhir penyampaian koreksi Laporan
jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan cuti
bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
BWPKL adalah pada Hari Kerja berikutnya.
Contoh:
BWPKL PL Juni 2013 untuk Pelapor di Provinsi
Kalimantan Timur adalah hari Senin tanggal 22 Juli
2013 pukul 24.00 WIB atau hari Selasa tanggal 23
Juli ...
15
Juli 2013 pukul 01.00 WITA karena tanggal 20 Juli
2013 jatuh pada hari Sabtu.
c. Apabila terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia
pada hari terakhir penyampaian koreksi Laporan,
koreksi Laporan disampaikan pada Hari Kerja
berikutnya secara:
1) online jika gangguan teknis telah dapat diatasi;
atau
2) offline dalam Jam Kerja jika gangguan teknis
belum dapat diatasi.
Contoh:
Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada hari
Senin tanggal 22 Juli 2013. Laporan wajib
disampaikan oleh Pelapor di Provinsi Sulawesi Barat
paling lambat pada hari Selasa tanggal 23 Juli 2013
secara online. Apabila gangguan teknis masih
berlangsung pada tanggal 23 Juli 2013, pelaporan
wajib dilakukan oleh Pelapor di Provinsi Sulawesi
Barat secara offline dalam Jam Kerja.
d. Koreksi Laporan secara online/offline dinyatakan
diterima oleh Bank Indonesia apabila softcopy seluruh
koreksi Laporan berhasil di-upload dan lolos verifikasi
yang dibuktikan dengan adanya tanda terima dari
sistem Bank Indonesia.
e. Dalam hal Pelapor menyampaikan koreksi Laporan
secara offline menggunakan e-mail, Pelapor dapat
melakukan konfirmasi melalui telepon kepada petugas
di Bank Indonesia untuk memastikan bahwa e-mail
yang berisi softcopy koreksi Laporan telah diterima oleh
Bank ...
16
Bank Indonesia.
E. MASA KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN LAPORAN (MKPL)
1. MKPL adalah masa setelah berakhirnya BWPL
sebagaimana dimaksud pada butir D.1 sampai dengan
akhir bulan pukul 24.00 WIB.
2. Apabila batas akhir MKPL jatuh pada hari Sabtu, Minggu,
hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, maka batas akhir MKPL tidak berubah.
Contoh:
Batas akhir MKPL untuk Pelapor di Provinsi Lampung
untuk Laporan PL Oktober 2013 adalah hari Sabtu tanggal
30 November 2013 pukul 24.00 WIB.
3. Apabila pada batas akhir MKPL terjadi gangguan teknis di
Bank Indonesia, maka batas akhir MKPL:
a. Tidak berubah, jika gangguan teknis dapat diatasi
sebelum pukul 24.00 WIB.
b. Berubah menjadi pada Hari Kerja berikutnya, jika
gangguan teknis belum dapat diatasi sampai dengan
pukul 24.00 WIB.
Contoh:
Gangguan teknis terjadi pada hari Minggu tanggal 30 Juni
2013 sampai dengan pukul 24.00 WIB, maka MKPL untuk
Pelapor di Provinsi Sumatera Utara untuk PL Mei 2013
berakhir pada hari Senin tanggal 1 Juli 2013.
4. Dalam hal batas akhir MKPL berubah menjadi pada Hari
Kerja berikutnya sebagaimana dimaksud pada butir 3.b
maka penyampaian Laporan dilakukan secara offline dalam
Jam Kerja.
Contoh: ...
17
Contoh:
Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam contoh butir 3.b maka
penyampaian Laporan PL Mei 2013 dilakukan secara offline
hari Senin tanggal 1 Juli 2013 dalam Jam Kerja.
F. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN
1. Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan apabila
sampai dengan batas akhir MKPL sebagaimana dimaksud
pada huruf E, Bank Indonesia belum menerima Laporan
dari Pelapor.
2. Pelapor sebagaimana dimaksud pada angka 1 tetap harus
menyampaikan Laporan secara offline.
G. PENELITIAN KEBENARAN LAPORAN
1. Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap
kebenaran Laporan dan/atau koreksi Laporan Pelapor.
2. Penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat
dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain.
3. Bank Indonesia dapat meminta informasi, bukti
pembukuan, catatan, dan/atau dokumen lain yang
dilakukan melalui surat permintaan.
4. Pelapor harus menyampaikan informasi, bukti pembukuan,
catatan, dan/atau dokumen lain yang diminta oleh Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 3 paling
lama 14 (empat belas) Hari Kerja sejak tanggal diterimanya
surat permintaan.
5. Dalam hal Pelapor tidak menindaklanjuti surat permintaan
dengan penyampaian bukti-bukti sesuai jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 4, maka Laporan yang
disampaikan ...
18
disampaikan Pelapor kepada Bank Indonesia dinyatakan
tidak benar.
H. PERUBAHAN ALAMAT PELAPOR
1. Dalam hal Pelapor pindah alamat dari wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) ke wilayah kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) atau
sebaliknya, Pelapor harus terlebih dahulu menyampaikan
surat pemberitahuan ke KPBI dengan tembusan kepada
KPwBI yang akan dituju atau ke KPwBI dengan tembusan
kepada KPBI.
2. Dalam hal Pelapor pindah alamat dari satu wilayah kerja
KPwBI ke wilayah kerja KPwBI lainnya, Pelapor harus
terlebih dahulu menyampaikan surat pemberitahuan ke
KPwBI yang sebelumnya menerima Laporan dari Pelapor
dengan tembusan kepada KPBI dan KPwBI yang akan
dituju.
3. Dalam hal Pelapor pindah alamat namun tetap dalam
wilayah kerja KPBI atau KpwBI yang sama, Pelapor harus
terlebih dahulu memberitahukan perubahan alamat
tersebut ke KPBI atau KPwBI setempat.
VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
A. LAPORAN TIDAK BENAR
1. Pelapor yang menyampaikan Laporan tidak benar dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00
(lima puluh ribu rupiah) untuk setiap baris (record) yang
tidak benar dengan denda paling banyak sebesar
Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
2. Yang ...
19
2. Yang dimaksud dengan setiap baris (record) yang tidak
benar sebagaimana dimaksud pada angka 1 pada Laporan
rekening giro di bank luar negeri dan Laporan transaksi
perdagangan barang, jasa, dan transaksi lainnya antara
Penduduk dan bukan Penduduk adalah jika pada baris
(record) transaksi yang bersangkutan terdapat satu atau
lebih kolom (field) yang diisi secara tidak lengkap dan/atau
tidak akurat.
Contoh 1:
Perusahaan Y di Indonesia membayar pembelian barang
dari Perusahaan X di India (IN) yang merupakan afiliasi-
pemegang saham non Special Purpose Vehicle (SPV).
Pembayaran dilakukan melalui rekening giro perusahaan Y
pada bank di Singapura (SG) sebesar USD200,000 (dua
ratus ribu Dolar US) ke rekening perusahaan X pada bank
di India. Rekening giro perusahaan menggunakan valuta
USD dengan saldo awal rekening giro pada bulan tersebut
adalah USD2,000,000 (dua juta Dolar US). Disamping itu,
perusahaan Y menambah saldo rekening giro di Singapura
dari rekeningnya di bank dalam negeri sebesar USD50,000
(lima puluh ribu Dolar US).
Perusahaan Y menyampaikan Laporan sebagai berikut:
a. Saldo Laporan rekening giro di luar negeri berupa
negara domisili (SG), jenis valuta (SGD), saldo awal
(2000000) dan saldo akhir (1850000).
Sandi
No.
Rekening
Giro
Jenis
Vlt
Ngr
Domisili
Saldo
Awal
Saldo
Akhir
1 21111 SGD SG 2000000 1850000
b. Transaksi ...
20
b. Transaksi Laporan rekening giro di luar negeri, berupa:
(1) sandi jenis transaksi pembelian barang di dalam
negeri (209900T), sandi negara mitra transaksi (ID),
sandi hubungan keuangan (12), dan nilai transaksi
(200000); (2) sandi jenis transaksi bertambahnya
rekening giro atas beban simpanan di bank domestik
(125700T), sandi negara mitra transaksi (ID), sandi
hubungan keuangan (41), dan nilai transaksi (50000).
Sandi
No.
Rekening
Giro
Sandi
Transaksi
Tanggal
Transaksi
1 21111 209900T 12032013
2 21111 125700T 12032013
Negar
a
Hub
Keu
ID 12
ID 41
Neg
Penerima/
Pembayar
Nilai
ID 200000
ID 50000
Berdasarkan contoh tersebut terdapat kesalahan pengisian
yaitu:
a. Jenis valuta pada Laporan saldo rekening giro yang diisi
SGD seharusnya USD.
Sandi
No.
Rekening
Giro
Jenis
Vlt
Ngr
Domisili
Saldo
Awal
Saldo
Akhir
1 21111 USD SG 2000000 1850000
b. Transaksi pembelian barang pada Laporan rekening
giro:
1) Sandi jenis transaksi impor yang diisi 209900T
seharusnya 201200T.
2) Negara mitra transaksi yang diisi ID seharusnya IN.
3) Negara Penerima/Pembayar yang diisi
seharusnya IN.
No. ...
ID
21
Sandi
No.
Rekening
Giro
Sandi
Transaksi
Tanggal
Transaksi
1 21111 201200T 12032013
2 21111 125700T 12032013
Neg
Negara
mitra
Hub
Keu
IN 12
ID 4I
Penerima/
Pembayar
Nilai
IN 200000
ID 50000
Laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu)
baris (record) transaksi. Perusahaan Y dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima
puluh ribu rupiah) untuk 1 (satu) kesalahan tersebut.
Contoh 2:
Dalam rangka impor, perusahaan C di Indonesia
menggunakan sarana transportasi laut milik Perusahaan
Australia dengan biaya senilai AUD100,000 (seratus ribu
Dolar Australia).
Perusahaan C menyampaikan laporan transaksi
perdagangan barang, jasa, dan transaksi lainnya antara
Penduduk dan bukan Penduduk meliputi sandi jenis
transaksi (102501T- Jasa penunjang transportasi laut),
sandi negara mitra transaksi (AU), sandi hubungan
keuangan (41), jenis valuta (USD), dan nilai transaksi
(100000).
No.
Sandi
Transaksi
Negara
mitra
Hub
Keu
Jenis
Valuta
Nilai
1 102501T AU 41 USD 100000
No.
Ref
1
Berdasarkan contoh tersebut terdapat kesalahan pengisian
yaitu:
a. sandi jenis transaksi yang diisi 102501T (Jasa
penunjang transportasi laut) seharusnya 202201T (Jasa
transportasi ...
22
transportasi barang dalam rangka ekspor dan impor
menggunakan transportasi laut),
b. jenis valuta yang diisi USD seharusnya AUD.
No.
Sandi
Transaksi
Negara
mitra
Hub
Keu
Jenis
Valuta
Nilai
1 202201T AU 41 AUD 100000
No.
Ref
1
Laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu)
baris (record) transaksi dan dikenai sanksi administratif
berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah) untuk kesalahan tersebut.
3. Yang dimaksud dengan setiap baris (record) yang tidak
benar sebagaimana dimaksud pada angka 1 pada Laporan
selain Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 2
adalah jika pada baris (record) posisi yang bersangkutan
terdapat satu atau lebih kolom (field) yang diisi secara tidak
lengkap dan/atau tidak akurat.
Contoh:
Perusahaan D di Indonesia melakukan ekspor dengan
jangka waktu pembayaran 16 (enam belas) bulan kepada
perusahaan E yang merupakan perusahaan satu grup di
Thailand senilai USD100,000 (seratus ribu Dolar US).
Kegiatan tersebut menyebabkan posisi piutang berjangka
waktu 16 bulan kepada buyer tersebut menjadi
USD925,000 (sembilan ratus dua puluh lima ribu Dolar
US) dari posisi sebelumnya USD825,000 (delapan ratus
dua puluh lima ribu Dolar US).
Perusahaan D menyampaikan Laporan sebagai berikut:
a. Posisi ...
23
a. Posisi piutang dagang atau usaha dengan jangka waktu
(12), negara mitra (TH), sektor institusi (9500),
hubungan keuangan (31), jenis valuta (USD), dan nilai
posisi akhir (900000).
No.
Jangka
Waktu
1 12
Negara
Sektor
Inst
Hub
Keu
Jenis
Vlt
TH 9500 31 USD
No
PEB
Saldo
Awal
Saldo
Akhir
825000 900000
No.
b. Transaksi piutang dagang atau usaha kepada bukan
Penduduk dengan nilai debit (75000).
No
Jk
waktu
Ngr Sektor
Inst
Hub
Keu
Jenis
Vlt
1 12 TH 9500 31 USD
PEB
Sandi
Trans
Cara
Byr
140001A RLN
Bank
DN
Bank
LN
Tgl Trans
Nilai
Dr
21111 30042013 75000
Berdasarkan contoh tersebut terdapat kesalahan pengisian
yaitu:
a. Jangka waktu piutang dagang atau usaha kepada
bukan Penduduk yang diisi (12) seharusnya (11), serta
nilai posisi saldo akhir yang diisi (900000) seharusnya
(925000).
No.
Jangka
Waktu
Ngr
Sektor
Inst
Hub
Keu
Jenis
Vlt
1 11 TH 9500 31 USD
No
PEB
Saldo
Awal
Saldo
Akhir
825000 925000
b. Nilai debit transaksi piutang dagang atau usaha kepada
bukan Penduduk yang diisi (75000) seharusnya
(100000).
No.
Jk
waktu
Ngr
Sektor
Inst
Hub
Keu
Jenis
Vlt
1 11 TH 9500 31 USD
No
PEB
Sandi
Trans
Cara
Byr
140001A RLN
Bank
DN
Bank
LN
Tgl Trans
Nilai
Dr
21111 30042012 100000
Laporan ...
24
Laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu)
baris (record) posisi dan dikenai sanksi administratif
berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah) untuk kesalahan tersebut.
B. TERLAMBAT MENYAMPAIKAN LAPORAN
1. Pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan dikenai
sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00
(lima ratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan
dengan denda paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima
juta rupiah).
2. Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai dari Hari Kerja
setelah berakhirnya BWPL sampai dengan tanggal
diterimanya Laporan oleh Bank Indonesia dalam MKPL
sebagaimana dimaksud pada butir V.E.
Contoh:
PT. B menyampaikan Laporan kepemilikan tanah dan
bangunan di luar negeri untuk PL Juli 2013 yang diterima
Bank Indonesia pada tanggal 26 Agustus 2013. PT. B
dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan selama 7
(tujuh) hari dan dikenai sanksi administratif berupa denda
sebesar Rp3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu rupiah).
3. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia dan
Pelapor menyampaikan Laporan secara offline, Laporan
yang disampaikan pada akhir BWPL setelah Jam Kerja
dianggap mengalami keterlambatan selama 1 (satu) hari.
Contoh:
Terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari Kamis
tanggal 15 Agustus 2013 yang belum dapat diatasi sampai
dengan hari Jum’at tanggal 16 Agustus 2013. PT. C di
Provinsi ...
25
Provinsi Sulawesi Utara menyampaikan laporan transaksi
perdagangan barang dan jasa serta transaksi lainnya
antara penduduk dengan bukan penduduk untuk PL Juli
2013 secara offline melalui CD yang diterima Bank
Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2013 pukul 19.00
WITA. Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan
laporan selama 1 (satu) hari karena laporan diterima
setelah Jam Kerja berakhir sehingga dikenai sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima
ratus ribu rupiah).
C. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN
1. Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan sampai dengan
berakhirnya MKPL sebagaimana dimaksud pada butir V.E
dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per PL.
Contoh:
Laporan rekening giro di bank luar negeri milik Pelapor di
Provinsi Kalimantan Selatan untuk PL Agustus 2013 belum
diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 30
September 2013 maka Pelapor dikenai sanksi administratif
berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah).
2. Sanksi yang berlaku pada angka 1 tidak menghilangkan
kewajiban Pelapor untuk menyampaikan Laporan.
D. PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA
1. Pengenaan sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud pada huruf A, huruf B, dan huruf C tidak
berlaku bagi pelapor baru. Pengenaan sanksi dimaksud
mulai ...
26
mulai diberlakukan bagi Pelapor setelah 3 (tiga) kali masa
pelaporan sejak penyampaian laporan yang pertama.
Contoh:
PT D mulai melaporkan kegiatan LLD-nya dalam bentuk
transaksi barang dan jasa serta transaksi lainnya antara
Penduduk dan bukan Penduduk kepada Bank Indonesia
sejak PL Juni 2013 yang disampaikan pada bulan Juli
2013. Pengenaan sanksi administratif berupa denda untuk
PT D berlaku untuk PL Oktober 2013 yang disampaikan
pada bulan November 2013.
2. Pengenaan sanksi administratif berupa denda bagi Pelapor
sebagaimana dimaksud pada huruf A, huruf B, dan huruf
C dilakukan dengan surat penetapan sanksi administratif
berupa denda dari Bank Indonesia.
3. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda
sebagaimana dimaksud pada angka 2 didahului dengan
surat pemberitahuan sanksi administratif berupa denda.
4. Pelapor diberikan kesempatan untuk menyampaikan
keberatan atas pengenaan sanksi administratif berupa
denda dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari Kerja setelah
tanggal penerbitan surat pemberitahuan sanksi
administratif berupa denda.
5. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari
Bank Indonesia antara lain mencantumkan jenis
pelanggaran, besarnya denda yang harus dibayar, dan
rekening tujuan pembayaran sanksi administratif berupa
denda.
E. PEMBAYARAN ...
27
E. PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA
1. Pembayaran sanksi
administratif berupa denda
sebagaimana dimaksud pada huruf A, huruf B, dan huruf
C disetorkan ke rekening Bank Indonesia.
2. Pelapor harus memberikan bukti pembayaran sanksi
administratif berupa denda sebagaimana dimaksud pada
angka 1 kepada Bank Indonesia paling lama:
a. Untuk Laporan tidak benar, yaitu akhir bulan
berikutnya setelah tanggal penerbitan surat penetapan
sanksi administratif berupa denda.
Contoh:
Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia dan sesuai
pengakuan Pelapor, terdapat 5 baris (record) dalam
Laporan PL Agustus 2013 yang tidak benar. Atas
ketidakbenaran tersebut, Bank Indonesia menerbitkan
surat penetapan sanksi administratif berupa denda
pada tanggal 25 Oktober 2013. Untuk itu, Pelapor
harus menyetor sanksi administratif berupa denda
ketidakbenaran Laporan ke rekening Bank Indonesia
dan menyampaikan bukti penyetoran denda tersebut ke
Bank Indonesia paling lambat tanggal 30 November
2013.
b. Untuk Laporan terlambat, yaitu akhir bulan berikutnya
setelah tanggal penerbitan surat penetapan sanksi
administratif berupa denda.
Contoh:
Perusahaan terlambat menyampaikan Laporan untuk
PL September 2013 yaitu pada tanggal 17 Oktober
2013. Atas keterlambatan tersebut, Bank Indonesia
menerbitkan ...
28
menerbitkan surat penetapan sanksi administratif
berupa denda pada tanggal 5 November 2013. Pelapor
harus menyetor sanksi administratif berupa denda
keterlambatan ke rekening Bank Indonesia dan
menyampaikan bukti penyetoran denda tersebut ke
Bank Indonesia paling lambat tanggal 31 Desember
2013.
c. Untuk tidak menyampaikan Laporan, yaitu akhir bulan
berikutnya setelah tanggal penerbitan surat penetapan
sanksi administratif berupa denda.
Contoh:
Perusahaan belum menyampaikan Laporan untuk PL
Agustus 2013 sampai dengan tanggal 30 September
2013. Bank Indonesia menyampaikan surat penetapan
sanksi
administratif berupa denda tidak
menyampaikan Laporan yang diterbitkan pada tanggal
28 Oktober 2013. Selanjutnya Pelapor harus menyetor
sanksi administratif berupa denda dimaksud ke
rekening Bank Indonesia dan menyampaikan bukti
penyetoran denda tersebut ke Bank Indonesia paling
lambat tanggal 30 November 2013.
VII. PENYAMPAIAN LAPORAN DALAM KEADAAN MEMAKSA
(FORCE MAJEURE)
A. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure)
sehingga menyebabkan keterangan dan data tidak tersedia,
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan
sebagaimana angka IV untuk PL dimana keterangan dan data
tidak tersedia karena terjadinya keadaan memaksa (force
majeure).
Contoh: ...
29
Contoh:
Pada bulan September 2013 wilayah tempat kedudukan
Pelapor mengalami kebakaran yang mengakibatkan
perusahaan tidak dapat menyusun Laporan karena kehilangan
data untuk PL September 2013. Dalam hal ini, Pelapor
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan untuk PL
September 2013.
B. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure)
sehingga menyebabkan terhambatnya penyampaian
keterangan dan data sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan dalam
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir V.D untuk PL
dimana keterangan dan data terhambat penyediaannya karena
terjadinya keadaan memaksa (force majeure).
Contoh:
Pada tanggal 11 sampai dengan 15 November 2013 terjadi aksi
demo seluruh karyawan perusahaan yang mengakibatkan
perusahaan terhambat menyampaikan Laporan untuk PL
Oktober 2013. Dalam hal ini Pelapor dapat menyampaikan
Laporan melewati BWPL dan tidak dikenai sanksi administratif
berupa denda.
C. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure)
harus segera menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
kepada Bank Indonesia, dengan disertai penjelasan mengenai
keadaan memaksa (force majeure) yang dialami.
D. Penjelasan secara tertulis paling kurang memuat:
1. jenis keadaan memaksa (force majeure) dengan
melampirkan surat keterangan yang dibenarkan oleh
penguasa ...
30
penguasa atau pejabat dari instansi terkait di daerah
setempat;
2. dampak terhadap pelaporan; dan
3. perkiraan lamanya keadaan memaksa (force majeure).
E. Pelapor dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
mengenai keadaan memaksa (force majeure) melalui kantor
pusat Pelapor, kantor cabang Pelapor, atau pihak lain yang
ditunjuk Pelapor.
F. Pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa
(force majeure) yang terjadi selama 1 (satu) PL atau lebih, harus
disampaikan untuk setiap PL sampai dengan berakhirnya
keadaan memaksa (force majeure).
Contoh:
Daerah tempat kedudukan Pelapor mengalami gempa bumi
dan tidak dapat beroperasi selama beberapa bulan. Atas
kondisi tersebut, kantor cabang Pelapor di daerah lain
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai
keadaan memaksa (force majeure) kepada kantor Bank
Indonesia. Surat pemberitahuan tersebut harus disampaikan
setiap bulan selama Pelapor belum dapat menyampaikan
Laporan.
G. Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf A dan huruf B
wajib menyampaikan Laporan setelah Pelapor kembali
melakukan kegiatan operasional secara normal.
VIII. ALAMAT ...
31
VIII. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN DAN/ATAU KOREKSI
LAPORAN SECARA OFFLINE, PERTANYAAN, SURAT, DAN
INFORMASI LAINNYA
Penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan secara offline,
surat, pertanyaan, dan informasi lainnya berkaitan dengan
pelaporan diatur sebagai berikut:
A. Bagi Pelapor yang berkedudukan:
1. di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, dan Karawang
ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter
Grup Neraca Pembayaran
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
2. di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, dan
Karawang, ditujukan kepada Kantor Perwakilan Bank
Indonesia setempat sebagaimana terdapat dalam pedoman
pelaporan sebagaimana Lampiran IV.
B. Help Desk:
Telepon : 021-3817040, 021-3817041, 021-3817469,
021-3817606, 021-3817607, 021-3501969,
021-2310108 atau 021-2310408 atau 021-
2310847 ext. 5354/5351/5334/5337/
5365/4678,
0-800-1501969 (bebas pulsa),
Faksimili : 021-3501974, 021-3800134,
Email
: lldperusahaan@bi.go.id
C. Dalam ...
32
C. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan
komunikasi, Bank Indonesia akan memberitahukan Pelapor
melalui surat dan/atau media lainnya.
IX. PENUTUP
A. Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif
berupa denda sebagaimana dimaksud pada angka VI mulai
berlaku sejak pelaporan data PL bulan Desember 2012 yang
disampaikan pada bulan Januari 2013.
B. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku,
Surat Edaran Bank Indonesia No.14/24/DSM tanggal 7
September 2012 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa
Lembaga Bukan Bank dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
diterbitkan dan berlaku surut sejak pelaporan data PL bulan Desember
2012 yang disampaikan pada bulan Januari 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARTADI A. SARWONO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/5/DSM|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Selain Utang Luar Negeri </reg_title>
<set_date> 7 Maret 2013 </set_date>
<effective_date> 7 Maret 2013 dan berlaku surut sejak pelaporan data PL bulan Desember 2012 yang disampaikan pada bulan Januari 2013. </effective_date>
<replaced_reg> '14/24/DSM|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '14/21/PBI/2012' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
1
No. 18/ 10 /DPSP
Jakarta, 2 Mei 2016
S U R A T E D A R A N
Kepada
PESERTA SISTEM BANK INDONESIA-REAL TIME GROSS SETTLEMENT
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
17/34/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal
Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana
melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat
Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5762) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 18/6/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5877), perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/34/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal
Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem
Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement sebagai berikut:
1. Ketentuan butir II.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Dalam hal nasabah pengirim tidak memiliki rekening pada
Peserta pengirim, identitas sebagaimana dimaksud dalam angka
2 paling kurang memuat nama dan alamat.
2. Ketentuan butir IV.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Dalam hal Peserta penerima melakukan pengaksepan atas
instruksi …
2
instruksi Setelmen Dana yang diterima dari Peserta pengirim,
Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah
penerima dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta penerima wajib meneruskan dana dengan
mengkredit rekening nasabah penerima pada tanggal yang
sama dengan Penyelenggara melakukan Setelmen Dana.
b. Pengkreditan rekening nasabah penerima sebagaimana
dimaksud dalam huruf a wajib dilakukan sesegera mungkin
atau paling lama 1 (satu) jam sejak instruksi Setelmen
Dana diterima oleh Peserta penerima.
c. Apabila Peserta penerima tidak melakukan pengkreditan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b maka:
1) Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga, atau
kompensasi kepada nasabah penerima sesuai dengan
tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku
untuk jenis rekening nasabah penerima ditambah
dengan 200 (dua ratus) basis points dari tingkat jasa,
bunga, atau kompensasi; dan
2) jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak 1 (satu)
hari setelah tanggal valuta pengkreditan Rekening
Setelmen Dana Peserta penerima.
d. Ketentuan kewajiban pembayaran tambahan tingkat jasa,
bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam
butir c.1) tidak berlaku bagi Peserta penerima yang
menunda penerusan dana kepada nasabah penerima atas
permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar
ketentuan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain
adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa
Transaksi Keuangan, dan Pengadilan.
Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain
adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pembatasan transaksi Rupiah dan pemberian kredit valuta
asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai
penerapan prinsip mengenal nasabah, serta peraturan
perundang-undangan …
3
perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang,
khususnya yang terkait dengan pemantauan atas transaksi
keuangan mencurigakan.
e. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf c adalah berdasarkan
hari kalender.
Contoh pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi:
Peserta penerima memperoleh instruksi Setelmen Dana
pada hari Jumat tanggal 13 Mei 2016. Namun demikian,
Peserta penerima melakukan penerusan dana pada hari
Senin tanggal 16 Mei 2016 dengan menggunakan tanggal
valuta yang sama dengan tanggal pengkreditan dana ke
rekening nasabah penerima. Dengan demikian, Peserta
penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi
kepada nasabah penerima ditambah dengan 200 (dua
ratus) basis points dari tingkat jasa, bunga, atau kompensasi
untuk 3 (tiga) hari, dengan perhitungan sebagai berikut:
3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening
nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana yang
ditransfer.
3. Ketentuan butir V.4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Dalam rangka pengumuman biaya transaksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 3, Peserta harus menyampaikan kepada
Penyelenggara mengenai besarnya biaya transaksi melalui
Sistem BI-RTGS yang dibebankan kepada nasabah dengan
alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Divisi Kepatuhan dan Informasi Sistem Pembayaran Bank
Indonesia
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350
4. Ketentuan …
4
4. Ketentuan butir VIII.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2.
IV.1.b
Peserta penerima yang tidak memenuhi kewajiban pengkreditan
dana kepada nasabah penerima sebagaimana dimaksud dalam
butir
dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga, dan Setelmen Dana seketika.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 2 Mei
2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/10/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/34/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 2 Mei 2016 </set_date>
<effective_date> 2 Mei 2016 </effective_date>
<changed_reg> '17/34/DPSP|SE-BI/2015' </changed_reg>
<related_reg> '17/34/DPSP|SE-BI/2015', '18/6/PBI/2016', '17/18/PBI/2015' </related_reg>
|
No.17/52/DKSP
Jakarta, 30 Desember 2015
S U R A T E D A R A N
Perihal :
Implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan
Penggunaan Personal Identification Number Online 6
(Enam) Digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
yang Diterbitkan di Indonesia
Sehubungan dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/2/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5275), dalam
rangka meningkatkan keamanan dalam penyelenggaraan Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet dan mendukung terwujudnya sistem Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang dapat saling
dikoneksikan serta memenuhi kebutuhan masyarakat, perlu diatur
kembali ketentuan pelaksanaan mengenai implementasi standar nasional
teknologi chip dan penggunaan Personal Identification Number (PIN) online
6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dalam Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. PENGGUNAAN STANDAR NASIONAL TEKNOLOGI CHIP, MAGNETIC
STRIPE, DAN PIN ONLINE 6 (ENAM) DIGIT UNTUK KARTU ATM
DAN/ATAU KARTU DEBET
A. Teknologi Chip dan Magnetic Stripe untuk Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet
Penggunaan teknologi chip dan magnetic stripe untuk Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet di Indonesia dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Prinsipal …
2
1. Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring,
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet wajib menggunakan standar teknologi
chip yang telah disepakati oleh industri dan ditetapkan oleh
Bank Indonesia sebagai standar nasional teknologi chip
untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet.
2. Selain menggunakan standar nasional teknologi chip
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 Penerbit dapat
menerbitkan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dengan
menggunakan teknologi magnetic stripe secara terbatas
sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Kartu ATM dan/atau Kartu Debet diterbitkan atas dasar
rekening simpanan yang ditetapkan memiliki saldo
paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
berdasarkan perjanjian tertulis antara Penerbit dan
nasabah.
b. Penerbit wajib melakukan pengendalian risiko terkait
penggunaan teknologi magnetic stripe yang paling
kurang meliputi:
1) memiliki prosedur pencegahan dan penanganan
fraud, termasuk melakukan identifikasi fraud yang
mungkin terjadi dan menetapkan mitigasi yang
sesuai;
2) memastikan proteksi yang memadai terhadap data
yang sensitif dan rahasia untuk memastikan
keamanan dan integritasnya;
3) melakukan edukasi kepada Pemegang Kartu untuk
melindungi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
dimiliki; dan
4) memiliki mekanisme untuk mendeteksi fraud.
B. Penggunaan PIN sebagai Sarana Autentikasi
Penerbit dan Acquirer wajib menggunakan PIN online 6 (enam)
digit sebagai sarana autentikasi transaksi Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia.
II. BATAS …
3
II. BATAS WAKTU DAN TAHAPAN IMPLEMENTASI STANDAR NASIONAL
TEKNOLOGI CHIP DAN PIN ONLINE 6 (ENAM) DIGIT UNTUK KARTU
ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
A. Batas Waktu Implementasi
1. Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring,
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir
wajib
menggunakan standar nasional teknologi chip untuk Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam
butir I.A.1 pada seluruh Kartu ATM, Kartu Debet, terminal
Automated Teller Machine (ATM), terminal Electronic Data
Capture (EDC), dan sarana pemroses paling lambat tanggal
31 Desember 2021.
2. Pembatasan penggunaan teknologi magnetic stripe untuk
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud
dalam butir I.A.2.a dilaksanakan paling lambat tanggal 31
Desember 2021.
3. Kewajiban penggunaan PIN online 6 (enam) digit sebagai
sarana autentikasi transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet sebagaimana dimaksud dalam butir I.B dilaksanakan:
a. paling lambat tanggal 30 Juni 2017, untuk Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet yang menggunakan teknologi
magnetic stripe; atau
b. paling lambat tanggal 31 Desember 2021, untuk Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet yang menggunakan standar
nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1.
B. Tahapan Implementasi
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib mengimplementasikan
penggunaan standar nasional teknologi chip dan PIN online 6
(enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring,
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib telah
selesai …
4
selesai menyiapkan infrastruktur pada host dan back-end
system untuk dapat memproses transaksi Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet dengan menggunakan standar
nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit untuk
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet paling lambat tanggal 30
Juni 2017.
2. Setiap terminal ATM dan/atau terminal EDC baru yang
diadakan oleh Penerbit dan/atau Acquirer wajib dapat
memproses transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
dengan menggunakan standar nasional teknologi chip dan
PIN online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet sejak tanggal 1 Juli 2017.
3. Penerbit wajib telah menerbitkan Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet dengan menggunakan standar nasional teknologi chip
dan PIN online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.1,
dengan tahapan:
a. pada tanggal 1 Januari 2019, paling kurang 30% (tiga
puluh persen) dari total Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet yang diterbitkan telah menggunakan standar
nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit;
b. pada tanggal 1 Januari 2020, paling kurang 50% (lima
puluh persen) dari total Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet yang diterbitkan telah menggunakan standar
nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit;
c. pada tanggal 1 Januari 2021, paling kurang 80%
(delapan puluh persen) dari total Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet yang diterbitkan telah menggunakan
standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam)
digit; dan
d. pada tanggal 1 Januari 2022, 100% (seratus persen)
dari total Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
diterbitkan telah menggunakan standar nasional
teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit.
Perhitungan …
5
Perhitungan total Kartu ATM dan/atau Kartu Debet di atas
tidak termasuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
sebagaimana dimaksud dalam butir I.A.2.a.
III. PEMROSESAN TRANSAKSI KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
DI INDONESIA
A. Pemrosesan Transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
Diterbitkan di Indonesia
1. Pemrosesan Transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
yang Menggunakan Teknologi Magnetic Stripe
a. Sampai dengan tanggal 30 Juni 2017, setiap Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di
Indonesia dan menggunakan teknologi magnetic stripe
dapat diproses dengan menggunakan sarana
autentikasi transaksi berupa PIN atau tanda tangan.
b. Mulai tanggal 1 Juli 2017 pemrosesan transaksi Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet yang menggunakan
teknologi magnetic stripe dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Setiap transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet yang diterbitkan di Indonesia dan
menggunakan teknologi magnetic stripe wajib
diproses secara domestik dengan menggunakan
teknologi magnetic stripe dan PIN online 6 (enam)
digit.
2) Dalam hal transaksi sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dilakukan oleh Penerbit dan
Acquirer yang berbeda (transaksi off us) maka
pemrosesan dilakukan secara domestik dengan
menggunakan teknologi magnetic stripe dan PIN
online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet sepanjang telah terdapat Prinsipal
yang dapat memproses transaksi tersebut.
c. Mulai tanggal 1 Januari 2022, setiap Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia
dan …
6
dan menggunakan teknologi magnetic stripe wajib
diproses secara domestik dengan menggunakan
teknologi magnetic stripe dan PIN online 6 (enam) digit.
2. Pemrosesan Transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
yang Menggunakan Standar Nasional Teknologi Chip
a. Pemrosesan sampai dengan tanggal 31 Desember 2021
1) Dalam hal transaksi dilakukan dengan Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet dan terminal ATM atau
terminal EDC yang telah menggunakan standar
nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam)
digit maka transaksi tersebut wajib diproses
dengan standar nasional teknologi chip dan PIN
online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet.
2) Dalam hal transaksi sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dilakukan oleh Penerbit dan
Acquirer yang berbeda (transaksi off us) maka
kewajiban pemrosesan dengan standar nasional
teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit untuk
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berlaku
sepanjang telah terdapat Prinsipal yang dapat
memproses transaksi tersebut.
3) Dalam hal transaksi dilakukan dengan Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet yang telah menggunakan
standar nasional teknologi chip dan PIN online 6
(enam) digit namun pada terminal ATM atau
terminal EDC yang belum menggunakan standar
nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam)
digit maka transaksi tersebut dapat diproses
dengan menggunakan sarana autentikasi
transaksi berupa PIN atau tanda tangan.
b. Pemrosesan mulai tanggal 1 Januari 2022
Setiap Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
diterbitkan di Indonesia dan menggunakan standar
nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam) digit
wajib …
7
wajib diproses secara domestik dengan menggunakan
standar nasional teknologi chip dan PIN online 6 (enam)
digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet.
B. Pemrosesan Transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
Tidak Diterbitkan di Indonesia
1. Penerbit dan/atau Acquirer di Indonesia yang menjadi
anggota Prinsipal internasional harus memastikan bahwa
terminal ATM dan/atau terminal EDC yang dimilikinya
dapat memproses transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet yang diterbitkan oleh penerbit di luar Indonesia yang
menjadi anggota Prinsipal internasional tersebut.
2. Pemrosesan transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan sesuai
dengan teknologi dan sarana autentikasi yang berlaku
untuk kartu tersebut, yang antara lain dapat berupa:
a. teknologi chip atau teknologi magnetic stripe; dan
b. sarana autentikasi berupa PIN atau tanda tangan.
IV. KEPEMILIKAN DAN PENGELOLAAN STANDAR NASIONAL
TEKNOLOGI CHIP UNTUK KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
A. Kepemilikan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet
Dalam rangka melindungi kepentingan publik dalam
penggunaan standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet, kepemilikan standar nasional teknologi
chip untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berada di Bank
Indonesia.
B. Pengelolaan Standar Nasional Teknologi Chip untuk Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet
1. Pengelolaan standar nasional teknologi chip untuk Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet dilakukan oleh pihak yang
disetujui oleh Bank Indonesia.
2. Pihak yang dapat disetujui oleh Bank Indonesia untuk
mengelola standar nasional teknologi chip untuk Kartu
ATM …
8
ATM dan/atau Kartu Debet harus memenuhi persyaratan
paling kurang sebagai berikut:
a. merupakan representasi dari industri yang terdiri atas
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan
Penyelenggara Penyelesaian Akhir Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet;
b. merupakan badan hukum Indonesia yang memiliki
kompetensi untuk mengelola standar teknologi chip;
c. memiliki standar teknologi chip Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet yang telah disepakati penggunaannya oleh
industri yang terdiri atas Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian
Akhir Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; dan
d. menyampaikan surat pernyataan mengenai kesediaan
untuk menyerahkan kepemilikan standar teknologi
chip sebagaimana dimaksud dalam huruf c kepada
Bank Indonesia.
3. Bank Indonesia melakukan pengawasan atas pengelolaan
standar nasional teknologi chip untuk Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet yang dilakukan oleh pihak yang disetujui Bank
Indonesia.
4. Bank Indonesia dapat meninjau kembali persetujuan atas
pengelolaan standar nasional teknologi chip untuk Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet yang telah diberikan.
5. Mekanisme penyerahan kepemilikan, hak dan kewajiban
terkait pengelolaan, mekanisme pengawasan atas
pengelolaan, dan hal lainnya yang terkait dengan
pengelolaan standar nasional teknologi chip untuk Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet ditetapkan lebih lanjut oleh
Bank Indonesia.
V. KEWAJIBAN …
9
V. KEWAJIBAN PENERBIT DALAM RANGKA IMPLEMENTASI STANDAR
NASIONAL TEKNOLOGI CHIP DAN PIN ONLINE 6 (ENAM) DIGIT
UNTUK KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
Dalam rangka implementasi standar nasional teknologi chip dan PIN
online 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet,
Penerbit memiliki kewajiban sebagai berikut:
1. menyampaikan informasi secara tertulis kepada Pemegang Kartu
paling kurang mengenai:
a. prosedur penggantian Kartu ATM dan/atau Kartu Debet;
dan
b.
jenis dan besar biaya dalam hal Penerbit mengenakan biaya
penggantian kartu;
2. memiliki dan menjalankan prosedur penyerahan Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet untuk memastikan bahwa Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet diserahkan kepada Pemegang Kartu
yang berhak;
3. melakukan identifikasi dan mitigasi risiko penggunaan Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet oleh pihak yang tidak berhak; dan
4. memiliki dan menjalankan prosedur penyampaian pengaduan
dan penyelesaian permasalahan Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet.
VI. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
implementasi standar nasional teknologi chip dan PIN online 6
(enam) digit, serta pembatasan penggunaan teknologi magnetic
stripe untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
dilaksanakan oleh Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet.
2. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1, Bank Indonesia dapat:
a. meminta …
10
a. meminta laporan berkala dan/atau insidentil dari Prinsipal,
Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring,
Penyelenggara Penyelesaian Akhir Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet;
b. melakukan pemeriksaan terhadap Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara
Penyelesaian Akhir Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; dan
c. mengenakan sanksi kepada Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, dan Penyelenggara Penyelesaian
Akhir yang melanggar kewajiban dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai alat pembayaran dengan menggunakan
kartu.
VII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/22/DASP tanggal 18
Oktober 2011 perihal Implementasi Teknologi Chip dan
Penggunaan Personal Identification Number pada Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia; dan
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/23/DASP tanggal 31
Agustus 2012 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 13/22/DASP tanggal 18 Oktober 2011 perihal
Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal
Identification Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
yang diterbitkan di Indonesia,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 30 Desember 2015.
dan
Agar …
11
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RONALD WAAS
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/52/DKSP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Implementasi Standar Nasional Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number Online 6 (Enam) Digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang Diterbitkan di Indonesia </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2015 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '13/22/DASP|SE-BI/2011', '14/23/DASP|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '14/2/PBI/2012', '11/11/PBI/2009' </related_reg>
|
No.16/26 /DPTP Jakarta, 31 Desember 2014
SURAT EDARAN
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/34/DASP
tanggal 22 Desember 2006 perihal Hubungan Rekening Giro Antara
Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/24/PBI/2000
tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Dengan Pihak Ekstern (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 205, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 4025) sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/32/PB1I/2009 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5057) dan dalam rangka meningkatkan
efisiensi pelayanan yang diberikan oleh Bank Indonesia, perlu dilakukan perubahan
atas Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/34/DASP tanggal 22
Desember 2006 perihal Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan
Pihak Ekstern sebagai berikut:
1. Ketentuan Bab I butir A.2 dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
2. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diajukan secara tertulis
kepada:
a. Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan
Transaksi Pemerintah (DPTP), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2,
Jakarta 10350: atau
b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPWDN) Bank Indonesia untuk
pembukaan Rekening Giro di KPwDN,
dengan menggunakan contoh format permohonan sebagaimana dimaksud
pada Lampiran l.a (Pembukaan Rekening Giro Rupiah untuk Bank),
Lampiran 1.c (Pembukaan Rekening Giro Rupiah untuk Lembaga Keuangan
Internasional), Lampiran l.d (Pembukaan Rekening Giro Rupiah untuk
Instansi Pemerintah), Lampiran 1.f (Pembukaan Rekening Giro Khusus
Rupiah), ...
Rupiah), atau Lampiran 1.g (Pembukaan Rekening Giro Rupiah untuk
Lembaga Lain).
2. Ketentuan Bab I butir A.3 dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
3. Permohonan pembukaan Rekening Giro Rupiah sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bagi Bank, melampirkan fotokopi dokumen berupa:
1) Akta pendirian badan hukum yang memuat anggaran dasar dan
perubahan-perubahannya berikut pengesahan atau persetujuan dari
instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang telah dilegalisasi atau dinyatakan sesuai dengan
aslinya oleh pejabat yang berwenang atau Pimpinan Bank yang
bersangkutan. Bagi kantor cabang Bank asing, berupa surat keputusan
dari otoritas yang berwenang dalam pemberian izin pembukaan kantor
cabang bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri,
2) Surat keputusan izin usaha Bank yang dikeluarkan oleh otoritas yang
berwenang,
3) Surat pemberian izin pembukaan Unit Usaha Syariah, khusus bagi
Bank konvensional yang akan membuka Rekening Giro Unit Usaha
Syariah, yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang:
4) Surat dari otoritas yang berwenang mengenai susunan komisaris dan
direksi Bank yang tercatat di otoritas yang berwenang atau mengenai
persetujuan calon pengurus Bank (hasil fit and proper test),
5) Surat kuasa dari kantor pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri
(power of attorney) kepada Pimpinan Bank berikut terjemahannya dalam
Bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah tersumpah dan telah
dilegalisasi atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pejabat yang
berwenang atau Pimpinan Bank selain penerima kuasa,
6) Struktur organisasi yang masih berlaku bagi kantor cabang dari Bank
yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri,
7) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa:
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau
paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI): atau
b) Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan Surat izin
kerja dari instansi berwenang bagi Warga Negara Asing (WNA), dan
8) Nomor ...
8) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Bank.
Dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan
angka 8), apabila diperlukan harus diperlihatkan kepada petugas Bank
Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud.
b. Bagi instansi pemerintah, melampirkan dokumen berupa:
1) Instansi pemerintah pusat, meliputi:
a) Kementerian
(1) Fotokopi dokumen, berupa:
(a) Surat Keputusan Presiden, Surat Keputusan Menteri, atau Surat
Keputusan Pejabat yang berwenang mengenai pengangkatan
Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang
atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan
lainnya,dan
(b) Bukti identitas diri Pimpinan, yang berupa KTP, SIM, atau
paspor yang masih berlaku.
(2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan,
dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak
yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan.
(3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa
Bendahara Umum Negara (BUN) Pusat dalam hal rekening dibuka
oleh pihak selain kuasa BUN Pusat sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan yang mengatur mengenai pengelolaan rekening milik
kementerian, negara, lembaga, kantor, atau satuan kerja.
Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam
butir (l).(a) dan (1).(b), harus diperlihatkan kepada petugas Bank
Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud.
b) Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)
(1) Fotokopi dokumen berupa:
(a) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum
pendirian LPNK,
(b) Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai
penunjukan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
Pimpinan lainnya,
(c) Struktur ...
(c) Struktur organisasi kepengurusan LPNK yang masih berlaku
(d)
(e)
yang berisi nama-nama berikut jabatannya,
NPWP: dan
Bukti identitas diri Pimpinan berupa KTP, SIM, atau paspor
yang masih berlaku.
(2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan,
dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak
yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan.
(3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa
BUN Pusat dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN
Pusat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur
mengenai pengelolaan rekening milik kementerian, negara,
lembaga, kantor, atau satuan kerja.
Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam
butir (l).(a) sampai dengan butir (1).(e) harus diperlihatkan kepada
petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen
dimaksud.
c) Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
(1) Fotokopi dokumen berupa:
(a)
(d)
Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum
pendirian BUMN yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
Pimpinan,
Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai
penunjukan Pimpinan, yang telah dinyatakan sesuai dengan
aslinya oleh pejabat yang berwenang atau oleh Pimpinan
lainnya,
Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa:
i. KTP, SIM, atau paspor bagi WNI,
ii. Paspor, KITAS, dan Surat izin kerja dari instansi berwenang
bagi WNA:dan
NPWP atas nama BUMN tersebut.
(2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan,
dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak
yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan.
(3) Dokumen ...
(3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa
BUN Pusat dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN
Pusat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur
mengenai pengelolaan rekening milik kementerian, negara,
lembaga, kantor, atau satuan kerja.
Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam
butir (1).(a) sampai dengan butir (1).(d) harus diperlihatkan kepada
petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen
dimaksud.
2) Pemerintah Daerah
a) Pemerintah Provinsi, Kota, atau Kabupaten
(1) Fotokopi dokumen, berupa:
(a) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum
pendirian provinsi, kota, atau kabupaten yang telah dilegalisasi
oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan
aslinya oleh Pimpinan,
(b) Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai
penunjukan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
Pimpinan lainnya, dan
(c) Bukti identitas diri berupa KTP, SIM, atau paspor milik
Pimpinan yang masih berlaku.
(2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan,
dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak
yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan.
(3) Dokumen asli berupa surat persetujuan pembukaan rekening dari
kuasa BUN Daerah dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain
kuasa BUN Daerah
Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam
butir (1).(a) sampai dengan butir (1).(c), harus diperlihatkan kepada
petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen
dimaksud.
b) Badan Umum Milik Daerah (BUMD)
(1) Fotokopi dokumen, berupa:
(a) Peraturan ...
(a) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum
pendirian BUMD yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
Pimpinan,
(b) Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai
penunjukan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
Pimpinan lainnya,
(c) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa:
i. KTP, SIM, atau paspor bagi WNI,
ii. Paspor, KITAS, dan surat izin kerja dari instansi berwenang
bagi WNA: dan
(d) NPWP atas nama BUMD tersebut
(2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan,
dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak
yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan.
(3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa
BUN Daerah dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa
BUN Daerah.
Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam
butir (l).(a) sampai dengan butir (1).(d), harus diperlihatkan kepada
petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen
dimaksud.
Bagi Pejabat Yang Mewakili instansi pemerintah yang telah menyampaikan
dokumen pendukung kepada Bank Indonesia c.g. Divisi Penyelesaian
Transaksi atau KPwDN Bank Indonesia setempat berupa:
1)
2)
fotokopi surat keputusan atau surat pengangkatan Pimpinan, yang
telah dilegalisasi oleh pihak yang berwenang atau dinyatakan sesuai
dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya, dan
fotokopi bukti identitas diri yang bersangkutan, untuk pemenuhan
persyaratan dalam rangka pembukaan rekening dan/atau hubungan
Rekening Giro selanjutnya dapat menggunakan dokumen yang sudah
ditatausahakan di Bank Indonesia, sepanjang dalam surat permohonan
pembukaan rekening atau surat pernyataan tunduk pada ketentuan
Hubungan ...
Hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia ditegaskan mengenai
penggunaan dokumen yang sudah ditatausahakan di Bank Indonesia.
c. Bagi Lembaga Keuangan Internasional, melampirkan dokumen berupa :
1) Fotokopi dokumen:
a) Surat pengangkatan atau penunjukan sebagai Pimpinan, yang telah
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai
dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya,
b) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku:
(1) KTP, SIM atau paspor bagi WNI:
(2) Paspor, KITAS, dan surat izin kerja dari instansi berwenang bagi
WNA, dan
2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam
hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang
ditunjuk atau diberi kuasa oleh Pimpinan.
Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam angka
1), harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat
menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud.
Khusus pembukaan Rekening Giro Rupiah oleh Lembaga Keuangan
Internasional yang dilakukan melalui satuan kerja di Bank Indonesia, yang
merupakan tindak lanjut dari suatu kerjasama seperti perjanjian atau
Memorandum of Understanding (MoU) antara Bank Indonesia dengan
Lembaga Keuangan Internasional, dapat melampirkan fotokopi dokumen
antara lain berupa:
1) Perjanjian atau MoU: dan/atau
2) Surat kuasa dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Bank
Indonesia untuk dan atas nama Lembaga Keuangan Internasional
tersebut melakukan kegiatan hubungan Rekening Giro dengan Bank
Indonesia.
d. Bagi Lembaga Lain, melampirkan:
1) Dokumen dari satuan kerja tertentu di Bank Indonesia yang paling
kurang memuat:
a) penjelasan mengenai keterkaitan bidang usaha atau kegiatan
lembaga tersebut dengan tugas Bank Indonesia dalam bidang
moneter, Stabilitas Sistem Keuangan dan/atau sistem pembayaran,
b) perlunya ...
b) perlunya pembukaan Rekening Giro Rupiah di Bank Indonesia
untuk penyelesaian transaksi lembaga tersebut dengan Bank
Indonesia: dan
c) rekomendasi dari satuan kerja terkait di Bank Indonesia kepada
lembaga tersebut untuk membuka Rekening Giro Rupiah di Bank
Indonesia.
2) Perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Bank
Indonesia dengan Lembaga Lain, dalam hal pembukaan Rekening Giro
Rupiah merupakan tindak lanjut dari suatu kerjasama antara Bank
Indonesia dengan Lembaga Lain.
3) Fotokopi dokumen, berupa:
a) Anggaran Dasar Pendirian Lembaga Lain tersebut yang telah
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai
dengan aslinya oleh Pimpinan,
b) Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai penunjukan
Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya,
c) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa:
(1) KTP, SIM, atau paspor bagi WNI:
(2) Paspor, KITAS, dan Surat zin kerja dari instansi berwenang bagi
WNA, dan
d) NPWP atas nama Lembaga Lain tersebut.
Dalam hal diperlukan, asli dokumen sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) sampai dengan huruf d) harus diperlihatkan kepada petugas
Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud.
3. Ketentuan Bab I Butir B.1 dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
1. Persetujuan Permohonan Pembukaan Rekening Giro Rupiah
a. Bagi Bank dan Lembaga Lain:
1) Persetujuan pembukaan Rekening Giro Rupiah oleh Bank Indonesia
dilakukan melalui dua tahapan:
a) Persiapan pembukaan rekening, dan
b) Pelaksanaan pembukaan rekening.
2) Dalam hal Bank Indonesia memberikan persetujuan permohonan
pembukaan rekening, tanggapan secara tertulis diberikan paling lama
14 (empat belas) ...
14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak dokumen sebagaimana
dimaksud dalam butir A.3.a atau butir A.3.d diterima secara lengkap
oleh Bank Indonesia. Surat persetujuan permohonan pembukaan
rekening antara lain memuat:
a) persetujuan atas permohonan pembukaan rekening:
b) nomor dan nama rekening:
Bank Indonesia memberikan nomor dan nama rekening berdasarkan
sistem dan ketentuan yang berlaku di Bank Indonesia. Khusus
untuk pemberian nama rekening, Bank Indonesia
mempertimbangkan informasi atau data yang disampaikan oleh
calon Pemegang Rekening Giro:
persyaratan administratif yang harus dilengkapi pemohon dalam
rangka pelaksanaan pembukaan rekening:
(1) Data Rekening Giro yang paling kurang memuat nama Pemegang
Rekening Giro, nama rekening, nomor rekening, dan alamat,
dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 2:
(2) Surat Pemberitahuan Kewenangan Pimpinan, yang paling kurang
memuat nama Pimpinan, jabatan, batasan kewenangannya, serta
batas waktu pembuatan spesimen, dengan menggunakan contoh
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3.a,
(3) Surat Permohonan Pembuatan Spesimen Tanda Tangan yang
ditandatangani oleh Pimpinan, dengan menggunakan contoh
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4:
(4) Surat pernyataan tunduk pada ketentuan hubungan Rekening
Giro dengan Bank Indonesia, dengan menggunakan contoh format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5.a,
(S5) Surat Permintaan Buku Cek atau Bilyet Giro (BG) Bank Indonesia
dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 6: dan
(6) Spesimen Tanda Tangan Pejabat Yang Mewakili yang dibuat
sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
Pimpinan Bank atau Lembaga Lain harus menyampaikan kelengkapan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir c).(1) sampai dengan
butir ...
10
butir c).(6) paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat
Persiapan Pembukaan Rekening dari Bank Indonesia. Dalam hal calon
Pemegang Rekening Giro tidak dapat melengkapi persyaratan tersebut
setelah batas waktu 3 (tiga) bulan penyampaian dokumen berakhir,
surat persetujuan persiapan pembukaan rekening dimaksud
dinyatakan tidak berlaku. Dalam hal calon Pemegang Rekening Giro
mengajukan kembali permohonan pembukaan Rekening Giro,
permohonan tersebut harus dilakukan sesuai prosedur sebagaimana
dimaksud dalam butir A.1.
3) Pelaksanaan Pembukaan Rekening
Bank Indonesia melaksanakan pembukaan rekening paling lama 5
(lima) hari kerja setelah kelengkapan administrasi sebagaimana
dimaksud dalam butir A.3.a atau butir A.3.d, dan butir B.l.a.2).c).
Selanjutnya Bank Indonesia memberitahukan kepada calon Pemegang
Rekening Giro mengenai tanggal efektif pembukaan rekening.
b. Bagi Instansi Pemerintah
1) Instansi pemerintah mengajukan permohonan pembukaan Rekening
Giro Rupiah dengan melampirkan persyaratan dokumen sebagaimana
butir A.3.b dan persyaratan administratif sebagai berikut:
a) Data Rekening Giro, yang paling kurang memuat nama Pemegang
Rekening Giro, dengan menggunakan contoh format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 2,
b) Surat pemberitahuan kewenangan pimpinan dan permohonan
pembuatan spesimen dengan menggunakan contoh format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3.b,
c) Surat pernyataan tunduk pada ketentuan hubungan Rekening Giro
dengan Bank Indonesia, dengan menggunakan contoh format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5.a,
d) Surat permintaan buku cek atau BG Bank Indonesia dengan contoh
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 6,
e) Spesimen Tanda Tangan Pejabat Yang Mewakili, yang dibuat sesuai
dengan tata cara yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
f Surat...
11
f) Surat kuasa kepada pejabat lain yang ditunjuk sebagai Pejabat Yang
Mewakili, dengan menggunakan contoh format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 8.a, dalam hal diperlukan, dan
2g) Surat Permintaan buku Warkat Pembebanan Rekening (WPR)
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai
sarana penarikan rekening giro pihak ekstern yang distandardisasi
oleh Bank Indonesia, dalam hal diperlukan.
2) Bank Indonesia melaksanakan pembukaan rekening paling lama 5
(lima) hari kerja setelah persyaratan dokumen dan administratif
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) diterima secara lengkap oleh
Bank Indonesia. Selanjutnya paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
rekening efektif dibuka, Bank Indonesia memberitahukan kepada
Pemegang Rekening Giro bahwa rekening telah efektif dibuka.
c. Bagi Lembaga Keuangan Internasional
1) Pembukaan Rekening Giro Rupiah yang permohonannya diajukan
langsung oleh calon Pemegang Rekening kepada DPTP, sebagaimana
dimaksud dalam butir A.2, persetujuan pembukaan Rekening Giro
Rupiah oleh Bank Indonesia dilakukan dengan tata cara sebagaimana
dimaksud dalam butir B.1I.a:
2) Pembukaan Rekening Giro Rupiah yang permohonannya dilakukan
melalui satuan kerja di Bank Indonesia yang merupakan tindak lanjut
dari suatu kerjasama, seperti perjanjian atau MoU, dapat melampirkan
fotokopi dokumen Perjanjian atau MoU dan/atau Surat kuasa dari
Lembaga Keuangan Internasional kepada Bank Indonesia untuk dan
atas nama Lembaga Keuangan Internasional. Selanjutnya DPTP c.g.
Divisi Penyelesaian Transaksi membuka dan memberitahukan
pembukaan Rekening Giro Rupiah tersebut kepada satuan kerja yang
mengajukan permohonan tersebut.
4. Ketentuan Bab I Butir C.5 dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
5. Tata cara pemberian kuasa:
a. Pemegang Rekening Giro menyampaikan surat pemberitahuan kuasa dan
permohonan pembuatan spesimen tanda tangan untuk pejabat yang telah
diberikan ...
12
diberikan kuasa dengan menggunakan contoh format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 7.a atau Lampiran 7.b kepada:
1) Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan
Transaksi Pemerintah (DPTP) , Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin
No.2, Jakarta 10350, atau
2) Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPWDN) Bank Indonesia untuk
Rekening Giro Rupiah yang ditatausahakan di KPwDn.
b. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Bagi Bank, Lembaga Keuangan Internasional, dan Lembaga Lain,
melampirkan dokumen berupa:
a) surat kuasa dengan menggunakan contoh format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 8.a untuk penarikan dana dan Lampiran
8.c untuk pengambilan Rekening Koran, laporan, advis , BG Bank
Indonesia, dan lain-lain: dan
b) fotokopi bukti identitas diri penerima kuasa.
2) Bagi Instansi Pemerintah, melampirkan dokumen berupa:
a) surat kuasa dengan menggunakan contoh format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 8.a (untuk penarikan dana) dan
Lampiran 8.c (untuk pengambilan Rekening Koran, laporan, advis,
BG Bank Indonesia, dan lain-lain):
b) fotokopi bukti identitas diri penerima kuasa, dan/atau
c) surat pengangkatan.
c. Penerima kuasa untuk penarikan dana sebagaimana dimaksud dalam
contoh format Lampiran 8.a untuk penarikan dana harus membuat
spesimen tanda tangan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Bab II
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
d. Surat kuasa berlaku efektif terhitung 5 (lima) hari kerja sejak tanggal
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a, butir 5.b, dan butir 5.c
diterima lengkap oleh Bank Indonesia.
5. Ketentuan Bab 7 Huruf A dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
A. Jenis Rekening Koran
Jenis Rekening Koran yang dicetak oleh Bank Indonesia untuk Pemegang
Rekening Giro meliputi:
1.Rekening ...
13
1. Rekening Koran harian yang memuat transaksi-transaksi yang terjadi pada
hari yang bersangkutan, dan
2. Rekening Koran bulanan yang memuat transaksi-transaksi yang terjadi
selama periode bulan yang bersangkutan,
3. Rekening Koran akhir tahun yang memuat transaksi-transaksi yang terjadi
pada hari kerja selama bulan Desember.
6. Ketentuan Bab 7 Huruf B dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
B. Tata Cara Penyediaan Rekening Koran
Tata cara yang berkaitan dengan penyediaan Rekening Koran diatur sebagai
berikut:
1. Bagi Pemegang Rekening Giro yang bukan peserta Sistem BI-RTGS, Bank
Indonesia menyediakan Rekening Koran dalam bentuk Hasil Olahan
Komputer (HOK) atau softcopy yang disampaikan melalui surat elektronik
dan/atau sarana elektronik yang ditetapkan Bank Indonesia, sebagai
berikut:
a.
Rekening Koran Harian
Dicetak pada setiap akhir hari kerja apabila terdapat mutasi pada
Rekening Giro Rupiah.
Rekening Koran Bulanan
Bank Indonesia dapat mencetak Rekening Koran bulanan apabila
terdapat permintaan dari Pemegang Rekening Giro.
. Rekening Koran Akhir Tahun
Dicetak pada setiap akhir bulan Desember walaupun tidak terdapat
mutasi pada Rekening Giro Rupiah. Dalam hal akhir tahun adalah hari
libur, pencetakan Rekening Koran akhir tahun dilakukan pada 1 (satu)
hari kerja sebelumnya.
2. Bagi Pemegang Rekening Giro yang telah menjadi peserta Sistem BI-RTGS
atau yang menggunakan sarana elektronik yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, tata cara yang berkaitan dengan penyediaan Rekening Koran
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS atau penyelenggaraan sarana elektronik.
7.Ketentuan ...
14
7. Ketentuan Bab 7 Huruf C dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
C. Tata Cara Pengambilan Rekening Koran
1. Pengambilan Rekening Koran dilakukan oleh Pejabat Yang Mewakili atau
petugas pada hari kerja berikutnya sampai dengan paling lama 1 (satu)
bulan setelah tanggal pencetakan Rekening Koran. Khusus untuk
Pemegang Rekening Giro Lembaga Keuangan Internasional, pengambilan
Rekening Koran dapat dilakukan oleh petugas dari kantor perwakilan
Lembaga Keuangan Internasional tersebut atau oleh petugas dari satuan
kerja yang melakukan pembukaan rekening dimaksud
2. Dalam hal melewati batas waktu 1 (satu) bulan setelah tanggal pencetakan
Rekening Koran sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Pemegang
Rekening Giro Rupiah dianggap sudah mengambil Rekening Koran dan
Bank Indonesia dapat melakukan pemusnahan Rekening Koran tersebut.
3. Pengambilan Rekening Koran dilakukan pada pukul 08.00-15.00 waktu
setempat di:
a. Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan
Transaksi Pemerintah (DPTP), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin
No.2, Jakarta — 10350, atau
b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia untuk
Rekening Giro Rupiah yang ditatausahakan di KPwDN.
Dalam hal terdapat peraturan perundang-undangan yang mewajibkan
Bank Indonesia untuk menyampaikan Rekening Koran kepada pihak yang
berwenang selain Pemegang Rekening Giro, Bank Indonesia dapat
mengirimkan rekening koran dimaksud.
8. Ketentuan Bab 7 Huruf E dalam Lampiran I diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
E. Permintaan Informasi Saldo dan/atau Mutasi Rekening Giro Rupiah
1. Permintaan informasi saldo dan/atau mutasi Rekening Giro Rupiah
diajukan secara tertulis oleh Pejabat Yang Mewakili yang memiliki
spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada:
a. Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan
Transaksi Pemerintah (DPTP), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin
No.2, Jakarta - 10350, atau
b. Kantor ...
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
15
b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia untuk
Rekening Giro yang ditatausahakan di KPwDN.
c. Khusus bagi Pemegang Rekening Giro yang telah menjadi Peserta Sistem
BI-RTGS, tata cara yang berkaitan dengan permintaan informasi saldo
dan/atau mutasi Rekening Giro Rupiah mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
2. Permintaan informasi saldo Rekening Giro Rupiah dari Lembaga Keuangan
Internasional dapat dilakukan melalui sarana SWIFT.
3. Konfirmasi saldo dari Bank Indonesia yang memuat informasi saldo
Rekening Giro Rupiah tersebut dikenakan bea materai sesuai ketentuan
yang berlaku.
Lampiran l.a dalam Lampiran I diubah menjadi sebagaimana Lampiran l.a
dalam Lampiran I
Lampiran 1.b dalam Lampiran I dihapus.
Lampiran 1.d dalam Lampiran I diubah menjadi sebagaimana Lampiran 1.d
dalam Lampiran I.
Lampiran 1l.e dalam Lampiran I dihapus.
Lampiran 2 dalam Lampiran I diubah menjadi sebagaimana Lampiran 2 dalam
Lampiran I.
Lampiran 5.a Lampiran I diubah menjadi sebagaimana Lampiran 5.a dalam
Lampiran I.
Lampiran 5.b dalam Lampiran I dihapus.
Lampiran 8.a dalam Lampiran I diubah menjadi sebagaimana Lampiran 8.a
dalam Lampiran I.
Lampiran 8.b dalam Lampiran I dihapus.
Ketentuan Bab I Butir A.2 dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
2. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diajukan secara tertulis
kepada:
a. Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan
Transaksi Pemerintah (DPTP), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No.2,
Jakarta 10350: atau
b. Kantor ...
16
b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia untuk
pembukaan Rekening Giro di KPwDN,
dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
l.a (Pembukaan Rekening Giro Valas untuk Bank), Lampiran 1.b (Pembukaan
Rekening Giro Valas untuk Instansi Pemerintah), Lampiran 1.c (Pembukaan
Rekening Giro Valas untuk Lembaga Keuangan Internasional), Lampiran 1.d
(Pembukaan Rekening Giro Valas untuk Lembaga Lain), atau Lampiran 1.f
(Pembukaan Rekening Giro Khusus Valas).
19. Ketentuan Bab I Butir A.3 dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
3. Permohonan pembukaan Rekening Giro Valas sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bagi Bank, melampirkan fotokopi dokumen berupa:
1) Akta pendirian badan hukum yang memuat anggaran dasar dan
perubahan-perubahannya berikut pengesahan atau persetujuan dari
instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yang telah dilegalisasi atau dinyatakan sesuai dengan
aslinya oleh pejabat yang berwenang atau Pimpinan Bank yang
bersangkutan. Bagi kantor cabang Bank asing, berupa surat keputusan
dari otoritas yang berwenang dalam pemberian izin pembukaan kantor
cabang bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri,
2) Surat keputusan izin usaha Bank yang dikeluarkan oleh otoritas yang
berwenang.
3) Surat peningkatan status Bank menjadi Bank Devisa yang di keluarkan
oleh otoritas yang berwenang.
4) Surat pemberian izin pembukaan unit usaha syariah, khusus bagi Bank
konvensional yang akan membuka Rekening Giro unit usaha syariah,
yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang.
5) Surat dari otoritas yang berwenang mengenai susunan komisaris dan
direksi Bank yang tercatat di otoritas yang berwenang atau mengenai
persetujuan calon pengurus Bank (hasil fit and proper test),
6) Surat kuasa dari kantor pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri
(power of attorney) kepada Pimpinan Bank berikut terjemahannya dalam
Bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah tersumpah dan telah
dilegalisasi ...
17
dilegalisasi atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pejabat yang
berwenang atau Pimpinan Bank selain penerima kuasa,
7) Struktur organisasi yang masih berlaku bagi kantor cabang dari Bank
yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri,
8) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa:
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau
paspor bagi Warga Negara Indonesia (WNI): atau
b) Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan Surat izin
kerja dari instansi berwenang bagi Warga Negara Asing (WNA):dan
9) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atas nama Bank.
Dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan
angka 9), apabila diperlukan harus diperlihatkan kepada petugas Bank
Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud.
. Bagi instansi pemerintah, melampirkan dokumen berupa :
1) Instansi pemerintah pusat, meliputi:
a) Kementerian
(1) Fotokopi dokumen, berupa:
(a) Surat Keputusan Presiden, Surat Keputusan Menteri, atau Surat
Keputusan Pejabat yang berwenang mengenai pengangkatan
Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang
atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya,
dan
(b) Bukti identitas diri Pimpinan, yang berupa KTP, SIM, atau
paspor yang masih berlaku.
(2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan,
dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak
yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan.
(3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa
Bendahara Umum Negara (BUN) Pusat dalam hal rekening dibuka
oleh pihak selain kuasa BUN Pusat sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan yang mengatur mengenai pengelolaan rekening milik
kementerian, negara, lembaga, kantor, atau satuan kerja.
Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam
butir (l).(a) dan (1).(b), harus diperlihatkan kepada petugas Bank
Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud.
b) Lembaga ...
18
b) Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)
(1) Fotokopi dokumen berupa:
(a)
(b)
Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum
pendirian LPNK,
Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai
penunjukan Pimpinan yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
Pimpinan lainnya,
Struktur organisasi kepengurusan LPNK yang masih berlaku
yang berisi nama-nama berikut jabatannya,
NPWP: dan
Bukti identitas diri Pimpinan berupa KTP, SIM, atau paspor
yang masih berlaku.
(2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan,
dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak
yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan.
(3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa
BUN Pusat dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN
Pusat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur
mengenai pengelolaan rekening milik kementerian, negara,
lembaga, kantor, atau satuan kerja.
Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam
butir
(l).(a) sampai dengan butir (1).(e) harus diperlihatkan kepada
petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen
dimaksud.
c) Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
(1) Fotokopi dokumen berupa:
(a)
(b)
Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum
pendirian BUMN yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
Pimpinan,
Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai
penunjukan Pimpinan, yang telah dinyatakan sesuai dengan
aslinya oleh pejabat yang berwenang atau oleh Pimpinan
lainnya,
(c) Bukti...
19
(c) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa:
i. KTP, SIM atau paspor bagi WNI:
ii. Paspor, KITAS, dan Surat izin kerja dari instansi berwenang
bagi WNA: dan
(d) NPWP atas nama BUMN tersebut.
(2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan,
dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak
yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan.
(3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa
BUN Pusat dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa BUN
Pusat sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur
mengenai pengelolaan rekening milik kementerian, negara,
lembaga, kantor, satuan kerja.
Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam
butir (l).(a) sampai dengan butir (1).(d), harus diperlihatkan kepada
petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen
dimaksud.
2) Pemerintah Daerah
a) Pemerintah Provinsi, Kota, atau Kabupaten
(1) Fotokopi dokumen berupa:
(a) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum
pendirian provinsi, kota, atau kabupaten yang telah dilegalisasi
oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan
aslinya oleh Pimpinan,
(bb Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai
penunjukan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
Pimpinan lainnya, dan
(c) Bukti identitas diri berupa KTP, SIM atau paspor milik Pimpinan
yang masih berlaku.
(2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan,
dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak
yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan.
(3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa
BUN Daerah dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa
BUN Daerah.
Dalam ...
20
Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam
butir (1).(a) sampai dengan butir (1).(c), harus diperlihatkan kepada
petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen
dimaksud.
a) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
(1) Fotokopi dokumen berupa:
(a) Peraturan perundang-undangan dan/atau dasar hukum
pendirian BUMD yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
Pimpinan,
(b) Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai
penunjukan Pimpinan, yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
Pimpinan lainnya,
(c) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa:
i. KTP, SIM atau paspor bagi WNI:
ii. Paspor, KITAS, dan surat izin kerja dari instansi berwenang
bagi WNA: dan
(d) NPWP atas nama BUMD tersebut.
(2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan,
dalam hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak
yang diberi kuasa atau yang ditunjuk oleh Pimpinan.
(3) Dokumen asli surat persetujuan pembukaan rekening dari kuasa
BUN Daerah dalam hal rekening dibuka oleh pihak selain kuasa
BUN Daerah.
Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam
butir (l).(a) sampai dengan butir (1).(d), harus diperlihatkan kepada
petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen
dimaksud.
Bagi Pejabat Yang Mewakili instansi pemerintah yang telah menyampaikan
dokumen pendukung kepada Bank Indonesia c.g. Divisi Penyelesaian
Transaksi atau KPwDN Bank Indonesia setempat berupa:
fotokopi surat keputusan atau surat pengangkatan Pimpinan yang telah
dilegalisasi oleh pihak yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan
aslinya oleh Pimpinan lainnya, dan
2) fotokopi ...
21
2) fotokopi bukti identitas diri yang bersangkutan, untuk pemenuhan
persyaratan dalam rangka pembukaan rekening dan/atau hubungan
Rekening Giro selanjutnya dapat menggunakan dokumen yang sudah
ditatausahakan di Bank Indonesia, sepanjang dalam surat permohonan
pembukaan rekening atau surat pernyataan tunduk pada ketentuan
Hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia ditegaskan mengenai
penggunaan dokumen yang sudah ditatausahakan di Bank Indonesia.
c. Bagi Lembaga Keuangan Internasional, melampirkan dokumen berupa :
1) Fotokopi dokumen:
a) Surat pengangkatan atau penunjukan sebagai Pimpinan, yang telah
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai
dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya,
b) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku:
(1) KTP, SIM atau paspor bagi WNI:
(2) Paspor, KITAS, dan surat izin kerja dari instansi berwenang bagi
WNA, dan
2) Dokumen asli surat kuasa atau surat penunjukan dari Pimpinan, dalam
hal permohonan pembukaan rekening diajukan oleh pihak yang ditunjuk
atau diberi kuasa oleh Pimpinan.
Dalam hal diperlukan, dokumen asli sebagaimana dimaksud dalam angka
l),harus diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat
menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud.
Khusus pembukaan Rekening Giro Valas oleh Lembaga Keuangan
Internasional yang dilakukan melalui satuan kerja di Bank Indonesia, yang
merupakan tindak lanjut dari suatu kerjasama seperti perjanjian atau
Memorandum of Understanding (MoU) antara Bank Indonesia dengan
Lembaga Keuangan Internasional, dapat melampirkan fotokopi dokumen
antara lain berupa:
1) Perjanjian atau MoU: dan/atau
2) Surat kuasa dari Lembaga Keuangan Internasional kepada Bank
Indonesia untuk dan atas nama Lembaga Keuangan Internasional
tersebut melakukan kegiatan hubungan Rekening Giro dengan Bank
Indonesia.
22
d. Bagi Lembaga lain, melampirkan:
1) Dokumen dari satuan kerja tertentu di Bank Indonesia yang paling
kurang memuat:
a) penjelasan mengenai keterkaitan bidang usaha atau kegiatan
lembaga tersebut dengan tugas Bank Indonesia dalam bidang
moneter, Stabilitas Sistem Keuangan dan/atau sistem pembayaran,
b) perlunya pembukaan Rekening Giro Valas di Bank Indonesia untuk
penyelesaian transaksi lembaga tersebut dengan Bank Indonesia,
dan
c) rekomendasi dari satuan kerja terkait di Bank Indonesia kepada
lembaga tersebut untuk membuka Rekening Giro Valas di Bank
Indonesia.
2) Perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Bank
Indonesia dengan Lembaga Lain, dalam hal pembukaan Rekening Giro
Valas merupakan tindak lanjut dari suatu kerjasama antara Bank
Indonesia dengan Lembaga Lain.
3) Fotokopi dokumen, berupa:
a) Anggaran Dasar Pendirian Lembaga Lain tersebut yang telah
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai
dengan aslinya oleh Pimpinan,
b) Surat keputusan atau surat pengangkatan mengenai penunjukan
Pimpinan yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Pimpinan lainnya,
c) Bukti identitas diri Pimpinan yang masih berlaku, berupa:
(1) KTP, SIM, atau paspor bagi WNI:
(2) Paspor, KITAS, dan Surat izin kerja dari instansi berwenang bagi
WNA, dan
d) NPWP atas nama Lembaga Lain tersebut.
Dalam hal diperlukan, asli dokumen sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) sampai dengan huruf d) harus diperlihatkan kepada petugas
Bank Indonesia pada saat menyampaikan fotokopi dokumen dimaksud.
20. Ketentuan Bab I Butir B.1 dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
1. Persetujuan Permohonan Pembukaan Rekening Giro Valas
23
a. Bagi Bank dan Lembaga Lain :
1) Persetujuan pembukaan Rekening Giro Valas oleh Bank Indonesia
dilakukan melalui dua tahapan:
a) Persiapan pembukaan rekening,
b) Pelaksanaan pembukaan rekening.
2) Dalam hal Bank Indonesia memberikan persetujuan permohonan
pembukaan rekening, tanggapan secara tertulis diberikan paling lama
14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak dokumen sebagaimana
dimaksud dalam butir A.3.a atau butir A.3.d diterima secara lengkap
oleh Bank Indonesia. Surat persetujuan permohonan pembukaan
rekening antara lain memuat:
a) persetujuan permohonan pembukaan rekening,
b) nomor dan nama rekening,
Bank Indonesia memberikan nomor dan nama rekening berdasarkan
sistem dan ketentuan yang berlaku di Bank Indonesia. Khusus untuk
pemberian nama rekening, Bank Indonesia mempertimbangkan
informasi atau data yang disampaikan oleh calon Pemegang Rekening
Giro,
c) persyaratan administratif yang harus dilengkapi pemohon dalam
rangka pelaksanaan pembukaan rekening:
(1) Data Rekening Giro yang paling kurang memuat nama Pemegang
Rekening Giro, nama rekening, nomor rekening, dan alamat,
dengan menggunakan contoh format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 2:
(2) Surat Pemberitahuan Kewenangan Pimpinan, yang paling kurang
memuat nama Pimpinan, jabatan, batasan kewenangannya, serta
batas waktu pembuatan spesimen, dengan menggunakan contoh
format sebagaimana dimaksuddalam Lampiran 3.a,
(3) Surat pernyataan tunduk pada ketentuan hubungan Rekening
Giro dengan Bank Indonesia, dengan menggunakan contoh format
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 4.a,
(4 Surat Permohonan Pembuatan Spesimen Tanda Tangan, yang
ditandatangani oleh Pimpinan, dengan menggunakan contoh
format sebagaimana dimaksud pada Lampiran 5: dan
(5) Spesimen ...
24
(5) Spesimen Tanda Tangan Pejabat Yang Mewakili, yang dibuat sesuai
dengan tata cara yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
Pimpinan Bank atau Lembaga Lain harus menyampaikan kelengkapan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir c).(1) sampai dengan
butir c).(5) paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal Surat
Persiapan Pembukaan Rekening dari Bank Indonesia. Dalam hal calon
Pemegang Rekening Giro tidak dapat melengkapi persyaratan tersebut
setelah batas waktu 3 (tiga) bulan penyampaian dokumen berakhir,
surat persetujuan persiapan pembukaan rekening dimaksud
dinyatakan tidak berlaku. Dalam hal calon Pemegang Rekening Giro
mengajukan kembali permohonan pembukaan Rekening Giro,
permohonan tersebut harus dilakukan sesuai prosedur sebagaimana
dimaksud dalam butir A.1.
3) Pelaksanaan Pembukaan Rekening
Bank Indonesia melaksanakan pembukaan rekening paling lama 5
(lima) hari kerja setelah kelengkapan administrasi sebagaimana
dimaksud dalam butir A.3.a atau butir A.3.d dan butir B.l.a.2).c)
Selanjutnya Bank Indonesia memberitahukan kepada calon Pemegang
Rekening Giro mengenai tanggal efektif pembukaan rekening.
b. Bagi Instansi Pemerintah
2) Instansi pemerintah mengajukan permohonan pembukaan Rekening
Giro Valas dengan melampirkan persyaratan dokumen sebagaimana
butir A.3.b dan persyaratan administratif sebagai berikut:
a) Data Rekening Giro Valas, yang paling kurang memuat nama
Pemegang Rekening Giro, dengan menggunakan contoh format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2,
b) Surat pemberitahuan kewenangan pimpinan dan permohonan
pembuatan spesimen, dengan menggunakan contoh format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3.b,
c) Surat pernyataan tunduk pada hubungan Rekening Giro dengan
Bank Indonesia, dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 4.a,
d) Spesimen ...
25
d) Spesimen Tanda Tangan Pejabat Yang Mewakili, yang dibuat sesuai
dengan tata cara yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
ini,
e) Surat kuasa kepada pejabat lain yang ditunjuk sebagai Pejabat Yang
Mewakili, dengan menggunakan contoh format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 7.a, dalam hal diperlukan, dan
f) Surat Permintaan buku Warkat Pembebanan Rekening (WPR)
sebagaimana dimaksud dalalm ketentuan yang mengatur mengenai
sarana penarikan rekening giro pihak ekstern yang distandardisasi
oleh Bank Indonesia, dalam hal diperlukan.
Bank Indonesia melaksanakan pembukaan rekening paling lama 5
(lima) hari kerja setelah persyaratan dokumen dan administratif
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) diterima secara lengkap oleh
Bank Indonesia. Selanjutnya paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
rekening efektif dibuka, Bank Indonesia memberitahukan kepada
Pemegang Rekening Giro bahwa rekening telah efektif dibuka.
c. Bagi Lembaga Keuangan Internasional
1)
Pembukaan Rekening Giro Valas yang permohonannya diajukan
langsung oleh calon Pemegang Rekening kepada DPTP, sebagaimana
dimaksud dalam butir A.2, persetujuan pembukaan Rekening Giro Valas
oleh Bank Indonesia dilakukan dengan tata cara sebagaimana dimaksud
dalam butir B.1.a.
Pembukaan Rekening Giro Valas yang permohonannya dilakukan
melalui satuan kerja di Bank Indonesia yang merupakan tindak lanjut
dari suatu kerjasama seperti perjanjian atau MoU, dapat melampirkan
fotokopi dokumen Perjanjian atau MoU dan/atau Surat kuasa dari
Lembaga Keuangan Internasional kepada Bank Indonesia untuk dan
atas nama Lembaga Keuangan Internasional. Selanjutnya DPTP c.g.
Divisi Penyelesaian Transaksi atau KPwDN Bank Indonesia membuka
dan memberitahukan pembukaan Rekening Giro Valas tersebut kepada
satuan kerja yang mengajukan permohonan tersebut.
21. Ketentuan ...
26
21. Ketentuan Bab I Butir B.2 dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
2. Penolakan atas Permohonan Pembukaan Rekening Giro Valas
Bank Indonesia dapat menolak permohonan pembukaan Rekening Giro Valas
dengan alasan antara lain sebagai berikut:
a.pemohon bukan merupakan pihak yang dapat membuka Rekening Giro
pada Bank Indonesia,
b.pemohon tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir A.3: dan/atau
c. pemohon dipandang telah memiliki rekening di Bank Indonesia yang dapat
menampung mutasi-mutasi untuk maksud dan tujuan yang sama.
22. Ketentuan Bab I Butir B.3 dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
3. Dalam kondisi tertentu Bank Indonesia dapat membuka Rekening Giro Valas
untuk kepentingan pemohon sebelum pemohon melengkapi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam butir A.3, sepanjang menurut pertimbangan
Bank Indonesia pemohon memenuhi kriteria sebagai pihak yang dapat
memiliki Rekening Giro Valas di Bank Indonesia. Kondisi tertentu tersebut
antara lain:
a. bencana alam: atau
b.huru-hara.
Dalam hal persyaratan kelengkapan dokumen pembukaan Rekening Giro
Valas belum dipenuhi, rekening sebagaimana dimaksud pada angka 3 hanya
digunakan untuk menampung transaksi kredit serta transaksi debet yang
dilakukan oleh Bank Indonesia untuk pembebanan kewajiban dan/atau
koreksi transaksi. Pendebetan rekening oleh Pemegang Rekening Giro dapat
dilakukan setelah memenuhi persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam butir A.3.
23. Ketentuan Bab I Butir C.5 dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
5. Tata cara pemberian kuasa:
a. Pemegang Rekening Giro Valas menyampaikan surat pemberitahuan kuasa
dan permohonan pembuatan spesimen tanda tangan untuk pejabat yang
telah ...
27
telah diberikan kuasa dengan menggunakan contoh format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 6.a. atau Lampiran 6.b kepada:
1) Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan
Transaksi Pemerintah (DPTP) Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350, atau
2) Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia untuk
Rekening Giro Valas yang ditatausahakan di KPwDN.
b. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Bagi Bank, Lembaga Keuangan Internasional, dan Lembaga Lain,
melampirkan dokumen berupa:
a) surat kuasa dengan menggunakan contoh format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 7.a untuk penarikan dana dan Lampiran
7.c untuk pengambilan rekening koran, laporan, advis, dan lain-lain,
dan
b) fotokopi bukti identitas diri penerima kuasa.
2) Bagi Instansi Pemerintah, melampirkan dokumen berupa:
a) Surat Kuasa dengan menggunakan contoh format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 7.a (untuk penarikan dana), dan
Lampiran 7.c (untuk pengambilan Rekening Koran, laporan, advis,
dan lain-lain):
b) fotokopi bukti identitas diri penerima kuasa, dan/atau
c) surat pengangkatan.
c. Penerima kuasa untuk penarikan dana sebagaimana dimaksud dalam
contoh format Lampiran 7.a untuk penarikan dana harus membuat
spesimen tanda tangan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Bab II
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
d. Surat kuasa berlaku efektif terhitung 5 (lima) hari kerja sejak tanggal
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a, butir 5.b, dan butir 5.c
diterima lengkap oleh Bank Indonesia.
24. Ketentuan Bab 7 Huruf A dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
A. Jenis Rekening Koran
Jenis Rekening Koran yang dicetak oleh Bank Indonesia untuk Pemegang
Rekening Giro meliputi:
1. Rekening ...
28
1. Rekening Koran harian yang memuat transaksi-transaksi yang terjadi pada
hari yang bersangkutan,
2. Rekening Koran mingguan yang memuat transaksi-transaksi yang terjadi
selama periode minggu yang bersangkutan,
3. Rekening Koran akhir tahun yang memuat transaksi-transaksi yang terjadi
pada minggu keempat bulan Desember.
25.Ketentuan Bab 7 Huruf B dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
B. Tata Cara Penyediaan Rekening Koran
Tata cara yang berkaitan dengan penyediaan Rekening Koran diatur sebagai
berikut:
1. Bank Indonesia mencetak Rekening Koran sebagai berikut:
a. Rekening Koran Harian
Dicetak pada setiap akhir hari kerja apabila terdapat mutasi pada
Rekening Giro Valas.
b. Rekening Koran Mingguan
Dicetak pada setiap akhir hari kerja pada tanggal neraca walaupun
tidak terdapat mutasi pada Rekening Giro Valas. Dalam hal hari neraca
adalah hari libur, pencetakan rekening Koran Mingguan dilakukan pada
1 (satu) hari kerja sebelumnya.
c. Rekening Koran Akhir Tahun
Dicetak pada setiap akhir bulan Desember walaupun tidak terdapat
mutasi pada Rekening Giro Valas. Dalam hal akhir tahun adalah hari
libur, pencetakan Rekening Koran akhir tahun dilakukan pada 1 (satu)
hari kerja sebelumnya.
26.Ketentuan Bab 7 Huruf C dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
C. Tata Cara Pengambilan Rekening Koran
1. Pengambilan Rekening Koran dilakukan oleh Pejabat Yang Mewakili atau
petugas pada hari kerja berikutnya sampai dengan paling lama 1 (satu)
bulan setelah tanggal pencetakan Rekening Koran. Khusus untuk
Pemegang Rekening Giro Lembaga Keuangan Internasional, pengambilan
Rekening Koran dapat dilakukan oleh petugas dari kantor perwakilan
Lembaga ...
29
Lembaga Keuangan Internasional tersebut atau oleh petugas dari satuan
kerja yang melakukan pembukaan rekening dimaksud.
2. Dalam hal melewati batas waktu 1 (satu) bulan setelah tanggal pencetakan
Rekening Koran sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Pemegang
Rekening Giro Valas dianggap sudah mengambil Rekening Koran dan Bank
Indonesia dapat melakukan pemusnahan Rekening Koran tersebut.
3. Pengambilan Rekening Koran dilakukan pada pukul 08.00-15.00 waktu
setempat di:
a. Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan
Transaksi Pemerintah (DPTP), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin
No.2, Jakarta — 10350, atau
b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia untuk
Rekening Giro Valas yang ditatausahakan di KPwDN.
Dalam hal terdapat peraturan perundang-undangan yang mewajibkan
Bank Indonesia untuk menyampaikan Rekening Koran kepada pihak yang
berwenang selain Pemegang Rekening Giro Valas, Bank Indonesia dapat
mengirimkan rekening koran dimaksud.
27.Ketentuan Bab 7 Huruf E dalam Lampiran II diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
E. Permintaan Informasi Saldo dan/atau Mutasi Rekening Giro Valas
1. Permintaan informasi saldo dan/atau mutasi Rekening Giro Valas diajukan
secara tertulis oleh Pejabat Yang Mewakili yang memiliki spesimen tanda
tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada:
a. Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan
Transaksi Pemerintah (DPTP), Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin
No.2, Jakarta — 10350, atau
b. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia untuk
Rekening Giro Valas yang ditatausahakan di KPwDN.
2. Permintaan informasi saldo Rekening Giro Valas dari Lembaga Keuangan
Internasional dapat dilakukan melalui sarana SWIFT.
3. Konfirmasi saldo dari Bank Indonesia yang memuat informasi saldo
Rekening Giro Valas tersebut dikenakan bea materai sesuai ketentuan
yang berlaku.
28. Lampiran ...
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
30
Lampiran 1.b dalam Lampiran II diubah menjadi sebagaimana Lampiran 1.b
dalam Lampiran II.
Lampiran l.e dalam Lampiran II dihapus.
Lampiran 2 dalam Lampiran II diubah menjadi sebagaimana Lampiran 2 dalam
Lampiran II.
Lampiran 4.a Lampiran II diubah menjadi sebagaimana Lampiran 4.a dalam
Lampiran II.
Lampiran 4.b dalam Lampiran II dihapus.
Lampiran 7.a dalam Lampiran II diubah menjadi sebagaimana Lampiran 7.a
dalam Lampiran II.
Lampiran 7.b dalam Lampiran II dihapus.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember
2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DYAH N.K. MAKHIJANI
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN
PINJAMAN DAN TRANSAKSI
PEMERINTAH
Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014
Lampiran l.a dalam Lampiran 1
Contoh Permohonan Pembukaan Rekening Giro Rupiah
untuk Bank
Kepada Yth.
Kepala Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi
Pemerintah / Pemimpin Bank Indonesia!)
Kantor Pusat Bank Indonesia/ Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia...... 2
3)
Perihal : Permohonan Pembukaan Rekening Giro Rupiah
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia No. ......... tanggal....... dan Surat Edaran Bank
Indonesia No..... tanggal....... perihal Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia
dengan Pihak Ekstern, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk membuka
Rekening Giro atas nama 5... 1 dalam rangka (menjalankan
kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariahS|.
Sehubungan dengan hal permohonan tersebut di atas, bersama ini kami sampaikan
dokumen-dokumen pendukung sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan sebagai
berikut9:
Demikian Permohonan kami.
Tanda Tangan
Nama...
Jabatan
Keterangan:
1
2
3
4
5
8)
7
Dipilih dan diisi salah satu
Dipilih dan diisi salah satu. Diajukan ke Pimpinan KPwDN apabila calon Pemegang Rekening Giro mempunyai
urgensi pembukaan rekening tersebut di KPwDN setempat.
Diisi alamat kantor Bank Indonesia
Diisi Nama Pemegang Rekening Giro (Badan Hukum, Lembaga lain, dan lain-lain).
Ditulis untuk pembukaan Rekening Giro Rupiah bagi Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.
Diisi dengan dokumen persyaratan yang diatur dalam SE perihal Hubungan Rekening Giro antara Bank
Indonesia dengan Pihak Ekstern.
Diisi nama dan jabatan Pimpinan
Lampiran SE No. 16/ 26 /DPTP tanggal 31 Desember 2014
Lampiran 1l.d dalam Lampiran I
Contoh Permohonan Pembukaan Rekening Giro Rupiah
untuk Instansi Pemerintah
Kepada Yth.
Kepala Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi
Pemerintah / Pemimpin Bank Indonesia!)
Kantor Pusat Bank Indonesia/ Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia...... 2
3)
Perihal : Permohonan Pembukaan Rekening Giro Rupiah
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor...... tentang........ JJ... dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor....... tanggal....... perihal Hubungan Rekening Giro antara
Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern, yang bertandatangan di bawah ini#:
Nama Bekaana naa
Jabatan Dekkant aneka
dalam hal ini bertindak sebagai Pimpinan berdasarkan Surat Keputusan/Surat Kuasa
Nomor Lo... tanggal ........JJ.... , dengan demikian bertindak untuk dan atas nama,
dan sah mewakili Pemegang Rekening Giro (selanjutnya disebut ”"Pimpinan”), dengan ini
kami mengajukan permohonan untuk membuka Rekening Giro Rupiah atas nama:
pennannananaaanaaanaaaaaan 5) pada Bank Indonesia untuk ..... JJ.
Adapun kewenangan Pimpinan adalah melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. menandatangani sarana penarikan dana,
2. menandatangani surat menyurat dan/atau dokumen yang terkait dengan hubungan
Rekening Giro dengan Bank Indonesia,
3. melakukan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka hubungan Rekening Giro
dengan Bank Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, bersama ini kami sampaikan dokumen
pendukung sebagai berikut”:
a. Surat Keputusan Pengangkatan Pimpinan
b. Bukti Identitas Diri
c. Surat Persetujuan Pembukaan Rekening dari Kuasa BUN Pusat atau Daerah3
d. Data Rekening Giro
e. Surat...
33
Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014
Lanj. Lampiran l.d dalam Lampiran I
Contoh Permohonan Pembukaan Rekening Giro Rupiah
untuk Instansi Pemerintah
e. Surat pernyataan tunduk pada ketentuan Hubungan Rekening Giro dengan Bank
Indonesia
f. Surat Pemberitahuan Kewenangan Pimpinan dan Permohonan Pembuatan Spesimen
g. Surat Permintaan Buku Cek atau Bilyet Giro (BG) Bank Indonesia
h. Surat Kuasa kepada Pejabat lain yang ditunjuk sebagai Pejabat Yang Mewakili
-.
Surat Permintaan WPR dengan contoh format sebagaimana ketentuan yang berlaku
mengenai Sarana Penarikan Rekening Giro Pihak Ekstern Yang Distandardisasi oleh
Bank Indonesia.
(Adapun fotokopi Surat Keputusan atau Surat Pengangkatan Pimpinan yang telah
dilegalisasi oleh pihak yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
Pimpinan dan fotokopi bukti identitas diri yang bersangkutan telah kami sampaikan kepada
Bank Indonesia c.g. Divisi Penyelesaian Transaksi atau KPwDN setempat|/”
Demikian atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Tanda Tangan
Nama...!9)
Jabatan
Keterangan:
1
2
3
4
5)
8)
ya
8|
9
Dipilih salah satu.
Dipilih dan diisi salah satu. Diajukan ke Pimpinan KPwDN apabila calon Pemegang Rekening Giro
mempunyai urgensi pembukaan rekening tersebut di KPwDN setempat.
Diisi alamat kantor Bank Indonesia
Diisi nama Pimpinan
Diisi nama Instansi Pemerintah
Diisi sesuai keperluan pembukaan rekening
Diisi seusai persyaratan yang diatur dalam SE perihal Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia
dengan Pihak Ekstern
Apabila rekening dibuka oleh selain kuasa BUN Pusat/ Daerah
Apabila Pimpinan pernah menyampaikan dokumen tersebut
10) Diisi Nama Pimpinan yang Mewakili Departemen Keuangan
Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014
Lampiran 2 dalam Lampiran I
Data Rekening Giro
Nomor Rekening 1!)
Nama Rekening (maksimal 96 karakter)
Jenis Reksus 3
Nomor Pinjaman/ Hibah 2)
Jenis Valuta 2
Keterkaitan dengan APBN/APBD 3
Ya/Tidak
Kategori Rekening 5 RKUN/Penempatan/NonPenempatan
Bunga disetor ke rekening nomor »
0 PND UR WN 5
Pendaftaran di BIG-eB 3
10.Pemegang Rekening Giro
- Nama Pemegang Rekening 5
- Nama Pimpinan 9
- NPWP Pemegang Rekening 7)
- Anggaran Dasar
- Alamat
- Nomor Telepon
- Nomor Fax
- E-mail
- Contact Person yang ditunjuk 8):
Nama
Jabatan
Telepon
Fax
Email
.. (Kota)...., ....(Tgl,BIn,Thn)......
Tanda Tangan
Nama....2
Jabatan
Keterangan:
1 Diisi oleh Bank Indonesia
2 Diisi apabila rekening pinjaman/hibah
9 Dilingkari yang sesuai
4 Diisi nomor rekening yang akan menampung bunga
5) Diisi nama Instansi
5) Diisi nama Pimpinan
7 Diisi NPWP Instansi
9 Diisi nama Pejabat yang ditunjuk
9 Diisi Nama dan Jabatan Pimpinan
Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014
Lampiran 5.a dalam Lampiran I
Contoh Pernyataan Tunduk pada Ketentuan Hubungan
Rekening Giro untuk Rekening Giro Rupiah
Kepada Yth.
Kepala Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi
Pemerintah / Pemimpin Bank Indonesia!)
Kantor Pusat Bank Indonesia/ Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia...... 2
3)
Perihal : Pernyataan Tunduk Pada Ketentuan-ketentuan Mengenai Hubungan
Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern
Sehubungan dengan telah disetujuinya pembukaan Rekening Giro/ Rekening Khusus
terkait (Pinjaman/Loan dan/atau Hibah/ Grant Luar Negeri| 4
Nama Rekening Bekanaaaaanan nana 5)
Nomor Loan/ Grant BD nkakkt anne sj)
Nama Pemegang Rekening Benanaanananaa aan 7
dengan ini menyatakan bahwa kami tunduk terhadap semua ketentuan yang ditetapkan
dalam Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia mengenai Hubungan
Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern.
Demikian pernyataan kami.
paca (Kota)......, ..... (Tgl, Bln, Thn)......
Meterai Tanda Tangan
Rp.6000,00
Nama... 8
Jabatan
Keterangan:
1 Dipilih salah satu.
2 Dipilih dan diisi salah satu. Diajukan ke Pimpinan KPwDN apabila calon Pemegang Rekening Giro
mempunyai urgensi pembukaan rekening tersebut di KPwDN setempat.
3
Diisi alamat kantor Bank Indonesia
Dipilih salah satu.
Diisi nama Nama Rekening. Khusus untuk Reksus diisi contoh “Reksus Depkeu untuk ............. , nama
dan Loan/ Grant........... .
Diisi nomor pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
4
5
6
7
Diisi Nama Pemegang Rekening Giro (Badan Hukum).
8
Diisi nama dan jabatan Pimpinan.
Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014
Lampiran 8.a dalam Lampiran I
Contoh Surat Kuasa Penarikan Dana
SURAT KUASA
Yang bertandatangan di bawah ini !:
1. (Nama Pimpinan), (jabatan), bertempat tinggal di (kota),
2. dst.
dalam jabatannya tersebut berdasarkan ................... 2, dengan demikian sah bertindak
mewakili serta untuk dan atas nama .............. 3) selaku Pemegang Rekening Giro dengan
nomor rekening .............. 1 nama rekening |... (selanjutnya disebut “Pemberi
Kuasa”), dengan ini memberikan kuasa tanpa hak substitusi atau dengan satu kali hak
substitusi 8 kepada:
1. (Pejabat/petugas yang ditunjuk), (jabatan), bertempat tinggal di (kota),
2. dst.
(selanjutnya disebut “Penerima Kuasa”)
bertindak sendiri (atau berdua atau ....dengan Penerima Kuasa Lainnya8)) untuk dan atas
nama Pemberi Kuasa dan dengan demikian mewakili Pemegang Rekening Giro, melakukan
hal-hal sebagai berikut:
1. menandatangani sarana penarikan dana,
2. menandatangani surat menyurat dan/atau dokumen yang terkait dengan hubungan
rekening giro dengan Bank Indonesia,
3. melakukan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka hubungan rekening giro dengan
Bank Indonesia.
di Divisi Penyelesaian Transaksi - Bank Indonesia Jakarta
Pemberian Kuasa ini berlaku efektif 5 (lima) hari kerja atau sebelumnya dengan
persetujuan Bank Indonesia terhitung sejak dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pedoman Rekening Giro ......... 7, diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia.
Demikian ...
Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014
Lanj. Lampiran 8.a dalam Lampiran 1
Contoh Surat Kuasa Penarikan Dana
Demikian surat kuasa ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Lanka (Kota)......, ......(Tgl, Bln, Thn)......
PENERIMA KUASA n PEMBERI KUASA
Meterai
Rp6.000,0
Ttd Ttd
1. Nama...85 1. Nama...
2. dst. Jabatan
2. dst.
Keterangan:
1) Diisi nama dan jabatan Pimpinan sesuai dengan kewenangannya.
2) Diisi Anggaran Dasar atau SK pengangkatan Pimpinan
3) Diisi nama Rekening
4 Diisi oleh Bank Indonesia
5) Pilih Salah Satu
6) Pilih Salah Satu
7 Diisi Nomor SE BI
8) Diisi Nama Penerima Kuasa
9) Diisi Nama Pemberi Kuasa
Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014
Lampiran 1.b dalam Lampiran II
Contoh Permohonan Pembukaan Rekening Giro Valas
untuk Instansi Pemerintah
Kepada Yth.
Kepala Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi
Pemerintah / Pemimpin Bank Indonesia!)
Kantor Pusat Bank Indonesia/ Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia...... 2
3)
Perihal : Permohonan Pembukaan Rekening Giro Valas
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor...... tentang....... dan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor....... tanggal....... perihal Hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia
dengan Pihak Ekstern, yang bertandatangan di bawah ini":
Nama Bekaana naa
Jabatan Dekkant aneka
dalam hal ini bertindak sebagai Pimpinan berdasarkan Surat Keputusan/Surat Kuasa
Nomor ......... tanggal ........JJ.... , dengan demikian bertindak untuk dan atas nama,
dan sah mewakili Pemegang Rekening Giro (selanjutnya disebut ”"Pimpinan”), dengan ini
kami mengajukan permohonan untuk membuka Rekening Giro Valas atas nama:
Benaanananaananaanaananaan 5) pada Bank Indonesia untuk ..... JJ.
Adapun kewenangan Pimpinan adalah melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. menandatangani sarana penarikan dana,
2. menandatangani surat menyurat dan/atau dokumen yang terkait dengan hubungan
Rekening Giro dengan Bank Indonesia,
3. melakukan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka hubungan Rekening Giro
dengan Bank Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, bersama ini kami sampaikan dokumen
pendukung sebagai berikut”:
a. Surat Keputusan Pengangkatan Pimpinan
b. Bukti Identitas Diri
c. Surat Persetujuan Pembukaan Rekening dari Kuasa BUN Pusat atau Daerah3
d. Data Rekening Giro
e. Surat...
39
Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014
Lanj. Lampiran 1.b dalam Lampiran II
Contoh Permohonan Pembukaan Rekening Giro Valas
untuk Instansi Pemerintah
Surat pernyataan tunduk pada ketentuan Hubungan Rekening Giro dengan Bank
Indonesia
Surat Pemberitahuan Kewenangan Pimpinan dan Permohonan Pembuatan Spesimen
Surat Kuasa kepada Pejabat lain yang ditunjuk sebagai Pejabat Yang Mewakili
Surat Permintaan WPR dengan contoh format sebagaimana ketentuan yang berlaku
mengenai Sarana Penarikan Rekening Giro Pihak Ekstern Yang Distandardisasi oleh
Bank Indonesia.
(Adapun fotokopi Surat Keputusan atau Surat Pengangkatan Pimpinan yang telah
dilegalisasi oleh pihak yang berwenang atau dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
Pimpinan dan fotokopi bukti identitas diri yang bersangkutan telah kami sampaikan kepada
Bank Indonesia c.g. Divisi Penyelesaian Transaksi atau KPwDN setempat|/”
Demikian atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Tanda Tangan
Nama...!9)
Jabatan
Keterangan:
1)
2)
3
4
5
6)
7
3)
9)
Dipilih salah satu.
Dipilih dan diisi salah satu. Diajukan ke Pimpinan KPwDN apabila calon Pemegang Rekening Giro
mempunyai urgensi pembukaan rekening tersebut di KPwDN setempat.
Diisi alamat kantor Bank Indonesia
Diisi nama Pimpinan
Diisi nama Instansi Pemerintah
Diisi sesuai keperluan pembukaan rekening
Diisi seusai persyaratan yang diatur dalam SE perihal Hubungan Rekening Giro antara Bank
Indonesia dengan Pihak Ekstern
Apabila rekening dibuka oleh selain kuasa BUN Pusat/ Daerah
Apabila Pimpinan pernah menyampaikan dokumen tersebut
10) Diisi Nama Pimpinan yang Mewakili Departemen Keuangan
Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014
Nomor Rekening 1!)
Nama Rekening (maksimal 96 karakter)
Jenis Reksus 3)
Nomor Pinjaman/ Hibah 2)
Jenis Valuta 2
Keterkaitan dengan APBN/APBD 3
Kategori Rekening 3
Bunga disetor ke rekening nomor »
0 RAD GAR WN 5
Pendaftaran di BIG-eB 3
10.Pemegang Rekening Giro
- Nama Pemegang Rekening 5
- Nama Pimpinan 9
- NPWP Pemegang Rekening 7)
- Anggaran Dasar
- Alamat
- Nomor Telepon
- Nomor Fax
- E-mail
- Contact Person yang ditunjuk 8):
Nama
Jabatan
Telepon
Fax
Email
Keterangan:
1
2
3
4
5)
5)
1
8
9
Diisi oleh Bank Indonesia
Diisi apabila rekening pinjaman/hibah
Dilingkari yang sesuai
Diisi nomor rekening yang akan menampung bunga
Diisi nama Instansi
Diisi nama Pimpinan
Diisi NPWP Instansi
Diisi nama Pejabat yang ditunjuk
Diisi Nama dan Jabatan Pimpinan
Lampiran 2 dalam Lampiran II
Data Rekening Giro
Ya/Tidak
RKUN /Penempatan/NonPenempatan
.. (Kota)...., ....(Tgl,BIn,Thn)......
Tanda Tangan
Nama....2
Jabatan
41
Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014
Lampiran 4.a dalam Lampiran II
Contoh Pernyataan Tunduk pada Ketentuan Hubungan
Rekening Giro untuk Rekening Giro Valas
Kepada Yth.
Kepala Divisi Penyelesaian Transaksi - Departemen Pengelolaan Pinjaman dan Transaksi
Pemerintah / Pemimpin Bank Indonesia!)
Kantor Pusat Bank Indonesia/ Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia...... 2
3)
Perihal : Pernyataan Tunduk Pada Ketentuan-ketentuan Mengenai Hubungan
Rekening Giro Antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern
Sehubungan dengan telah disetujuinya pembukaan Rekening Giro/ Rekening Khusus
terkait (Pinjaman/Loan dan/atau Hibah/ Grant Luar Negeri| 4
Nama Rekening Bekanaaaaanan nana 5)
Nomor Loan/ Grant BD nkakkt anne sj)
Nama Pemegang Rekening Benanaanananaa aan 7
dengan ini menyatakan bahwa kami tunduk terhadap semua ketentuan yang ditetapkan
dalam Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia mengenai Hubungan
Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern.
Demikian pernyataan kami.
paca (Kota)......, ..... (Tgl, Bln, Thn)......
Meterai Tanda Tangan
Rp.6000,00
Nama... 8
Jabatan
Keterangan:
1) Dipilih salah satu.
2 Dipilih dan diisi salah satu. Diajukan ke Pimpinan KPwDN apabila calon Pemegang Rekening Giro
mempunyai urgensi pembukaan rekening tersebut di KPwDN setempat.
3
Diisi alamat kantor Bank Indonesia
Dipilih salah satu.
Diisi nama Nama Rekening. Untuk Reksus diisi contoh “Reksus Depkeu untuk ............. , nama dan
Loan/ Grant... ”,
Diisi nomor pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
4
5
6
7
Diisi Nama Pemegang Rekening Giro (Badan Hukum).
8
Diisi nama dan jabatan Pimpinan.
Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014
Lampiran 7.a dalam Lampiran II
Contoh Surat Kuasa Penarikan Dana
SURAT KUASA
Yang bertandatangan di bawah ini !:
1. (Nama Pimpinan), (jabatan), bertempat tinggal di (kota),
2. dst.
dalam jabatannya tersebut berdasarkan ................... 2, dengan demikian sah bertindak
mewakili serta untuk dan atas nama .............. 3) selaku Pemegang Rekening Giro dengan
nomor rekening .............. 1 nama rekening |... (selanjutnya disebut “Pemberi
Kuasa”), dengan ini memberikan kuasa tanpa hak substitusi atau dengan satu kali hak
substitusi 8 kepada:
3. (Pejabat/petugas yang ditunjuk), (jabatan), bertempat tinggal di (kota),
4. dst.
(selanjutnya disebut “Penerima Kuasa”)
bertindak sendiri (atau berdua atau ....dengan Penerima Kuasa Lainnya8)) untuk dan atas
nama Pemberi Kuasa dan dengan demikian mewakili Pemegang Rekening Giro, melakukan
hal-hal sebagai berikut:
4. menandatangani sarana penarikan dana,
5. menandatangani surat menyurat dan/atau dokumen yang terkait dengan hubungan
rekening giro dengan Bank Indonesia,
6. melakukan hal-hal lain yang diperlukan dalam rangka hubungan rekening giro dengan
Bank Indonesia.
di Divisi Penyelesaian Transaksi - Bank Indonesia Jakarta
Pemberian Kuasa ini berlaku efektif 5 (lima) hari kerja atau sebelumnya dengan
persetujuan Bank Indonesia terhitung sejak dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pedoman Rekening Giro ......... 7, diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia.
Demikian ...
43
Lampiran SE No. 16/26/DPTP tanggal 31 Desember 2014
Lanj. Lampiran 7.a dalam Lampiran II
Contoh Surat Kuasa Penarikan Dana
Demikian surat kuasa ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Lanka (Kota)......, ......(Tgl, Bln, Thn)......
PENERIMA KUASA n PEMBERI KUASA
Meterai
Rp6.000,0
Ttd Ttd
1. Nama...85 1. Nama...
2. dst. Jabatan
2. dst.
Keterangan:
1) Diisi nama dan jabatan Pimpinan sesuai dengan kewenangannya.
2) Diisi Anggaran Dasar atau SK pengangkatan Pimpinan
3) Diisi nama Rekening
4 Diisi oleh Bank Indonesia
5) Pilih Salah Satu
6) Pilih Salah Satu
7 Diisi Nomor SE BI
3) Diisi Nama Penerima Kuasa
9) Diisi Nama Pemberi Kuasa
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/26/DPTP|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/34/DASP tanggal 22 Desember 2006 perihal Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern. </reg_title>
<set_date> 31 Desember 2014 </set_date>
<effective_date> 31 Desember 2014 </effective_date>
<changed_reg> '8/34/DASP|SE-BI/2006' </changed_reg>
<related_reg> '11/32/PBI/2009', '8/34/DASP|SE-BI/2006', '2/24/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 7/ 48 /DPNP
Jakarta, 14 Oktober 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005 tanggal
1 Juli 2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4507), Bank Umum wajib memenuhi jumlah Modal
Inti minimum. Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/25/PBI/2004 tanggal 22 Oktober 2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 157, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4457), Bank Umum wajib
menyampaikan rencana permodalan dalam rencana bisnis Bank. Sehubungan
dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan tentang pemenuhan
jumlah Modal Inti minimum Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Bank
Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Untuk mewujudkan industri perbankan yang sehat, kuat dan efisien
guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu
mendorong …
mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional termasuk
upaya
menggerakkan kegiatan usaha di sektor riil, dibutuhkan permodalan
perbankan yang sehat dan kuat.
2. Masih rendahnya jumlah modal Bank yang ada sekarang merupakan
salah satu penyebab belum
optimalnya peran perbankan dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi maupun kegiatan usahanya. Di
samping itu, dengan jenis dan kompleksitas kegiatan usaha Bank yang
semakin meningkat, berpotensi menyebabkan semakin tingginya risiko
yang dihadapi Bank.
3. Rendahnya jumlah modal Bank dan semakin tingginya risiko yang
dihadapi Bank, perlu diatasi dengan peningkatan modal Bank. Hal ini
menjadi prioritas selaras dengan rencana penerapan Basel II di waktu
yang akan datang yang memperhitungkan kecukupan modal Bank sesuai
dengan tingkat risiko yang dihadapi.
4. Sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005
tentang
Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, Bank wajib
memenuhi jumlah Modal Inti paling kurang
sebesar
Rp80.000.000.000,00 (delapan puluh miliar rupiah) pada tanggal
31 Desember 2007, dan selanjutnya wajib memenuhi jumlah Modal Inti
paling kurang sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) pada
tanggal 31 Desember 2010.
5. Kewajiban pemenuhan jumlah Modal Inti sebagaimana dimaksud pada
angka 4, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. paling kurang sebesar Rp80.000.000.000,00 (delapan puluh miliar
rupiah) pada tanggal 31 Desember 2007.
Selanjutnya, …
Selanjutnya, sejak tanggal 31 Desember 2007, Bank harus menjaga
dan mengupayakan peningkatan jumlah Modal Inti tersebut.
b. Bank yang telah memenuhi jumlah Modal Inti sebagaimana dimaksud
pada huruf a, selanjutnya wajib memenuhi jumlah Modal Inti paling
kurang sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) pada
tanggal 31 Desember 2010.
Selanjutnya, sejak tanggal 31 Desember 2010, Bank harus menjaga
jumlah Modal Inti paling kurang sebesar Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
II. RENCANA PEMENUHAN MODAL INTI MINIMUM
1. Sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005
tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, bagi Bank yang pada
saat berlakunya ketentuan ini belum memenuhi jumlah Modal Inti
minimum sebagaimana dimaksud pada angka I.4, Direksi Bank wajib
menyusun rencana pemenuhan Modal Inti minimum dengan persetujuan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
2. Rencana pemenuhan Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada
angka 1 antara lain dapat berupa penambahan modal disetor,
pertumbuhan modal organik dan merger. Khusus untuk pemenuhan
modal dengan cara merger, wajib memperhatikan ketentuan yang berlaku
antara lain yang mengatur tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
Bank Umum, dan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum.
3. Setelah RUPS menyetujui rencana pemenuhan Modal Inti minimum
yang dicantumkan dalam notulen RUPS, rencana dimaksud wajib
dituangkan dalam bentuk action plans pemenuhan Modal Inti minimum
dengan …
dengan mengacu pada Contoh Format Action Plans Pemenuhan Modal
Inti Minimum sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1.
4. Notulen RUPS dan action plans pemenuhan Modal Inti minimum
sebagaimana dimaksud pada angka 3 wajib disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat:
a. tanggal 31 Desember 2005 untuk Bank yang belum go public, dan
b. tanggal 28 Februari 2006 untuk Bank yang go public.
5. Rencana pemenuhan Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada
angka 1 wajib dicantumkan dalam rencana bisnis Bank. Khusus untuk
tahun 2006, bagi Bank yang go public dan sampai pada saat batas akhir
penyampaian rencana bisnis belum memiliki action plans pemenuhan
Modal Inti minimum yang
disetujui oleh RUPS, diperkenankan
menyampaikan rencana bisnis tanpa mencantumkan action plans
pemenuhan Modal Inti minimum, namun tetap wajib menyampaikan
action plans pemenuhan Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud
pada angka 4 huruf b.
6. Dalam hal Bank akan melakukan perubahan action plans pemenuhan
Modal Inti yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia, Bank harus
menyampaikan perubahan action plans yang telah disetujui oleh RUPS
pada rencana bisnis Bank atau pada perubahannya dengan dilampiri
notulen RUPS.
7. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk melakukan penyesuaian
terhadap action plans pemenuhan Modal Inti minimum yang dimuat
dalam rencana bisnis Bank, apabila action plans dimaksud dinilai tidak
sesuai dengan kondisi dan kinerja Bank.
8. Untuk …
8. Untuk kebutuhan pemantauan Bank Indonesia, Bank
harus
menyampaikan laporan realisasi action plans pemenuhan Modal Inti
minimum yang terdapat dalam rencana bisnis Bank dengan mengacu
pada contoh Realisasi Action Plans Pemenuhan Modal Inti sebagaimana
terdapat dalam Lampiran 2.
9. Laporan realisasi action plans sebagaimana dimaksud pada angka 8,
disampaikan kepada Bank Indonesia bersama–sama dengan laporan
realisasi rencana bisnis triwulan kedua dan keempat.
III. PEMBATASAN KEGIATAN USAHA BANK
1. Sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005
tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, Bank yang tidak
memenuhi jumlah Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada
angka I.4, wajib membatasi kegiatan usahanya sebagai berikut:
a. tidak melakukan kegiatan usaha sebagai Bank Umum devisa;
b. membatasi penyediaan dana per debitur dan atau per kelompok
peminjam
dengan plafon atau baki debet paling
tinggi
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), tidak termasuk Sertifikat
Bank Indonesia, penyediaan dana kepada Pemerintah dan Bank;
c. membatasi jumlah maksimum dana pihak ketiga yang dapat dihimpun
Bank sebesar 10 (sepuluh) kali Modal Inti; dan
d. menutup seluruh jaringan kantor Bank yang berada di luar wilayah
propinsi kantor pusat Bank.
2. Penyediaan dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b adalah
penanaman dana sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dalam bentuk kredit, surat
berharga, …
berharga, surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali, tagihan
akseptasi, derivatif kredit, transaksi rekening administratif, tagihan
derivatif, potential future credit exposure, penyertaan modal, penyertaan
modal sementara dan bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu, tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia,
penyediaan dana kepada Pemerintah dan Bank.
3. Sesuai dengan penjelasan Pasal 4 huruf b Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank
Umum, dalam hal plafon atau baki debet penyediaan dana dimaksud
melebihi ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), maka
maksimum penyediaan dana yang dapat diberikan Bank dimaksud wajib
mengikuti ketentuan BMPK.
Contoh:
Apabila modal Bank A pada tanggal 31 Desember 2008 sebesar
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), maka baki debet kredit
maksimum yang dapat dilakukan bank kepada pihak terkait adalah
sebesar ketentuan BMPK (Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005
tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum) yaitu sebesar
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan bukan sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
4. Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c
adalah kewajiban Bank kepada penduduk dan bukan penduduk dalam
rupiah dan valuta asing meliputi giro dalam rupiah dan valuta asing,
simpanan berjangka dalam rupiah dan valuta asing, tabungan dalam
rupiah dan kewajiban–kewajiban lainnya rupiah dan valuta asing
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Giro Wajib
Minimum.
5. Jumlah …
5. Jumlah maksimum DPK yang dapat dihimpun adalah sebesar 10
(sepuluh) kali dari Modal Inti posisi akhir bulan sebelumnya.
6. Dalam rangka pelaksanaan pembatasan kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud pada angka 1, Bank harus mencantumkan rencana pemenuhan
pembatasan kegiatan usaha dimaksud dalam rencana bisnis Bank untuk
tahun setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
angka I.4.
7. Sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/15/PBI/2005
tentang
Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum, pemenuhan
kewajiban pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada
angka 1 wajib dilakukan paling lambat:
a. tanggal 31 Desember 2008, bagi Bank yang tidak memenuhi jumlah
Modal Inti minimum sebesar Rp80.000.000.000,00 (delapan puluh
miliar rupiah) pada tanggal 31 Desember 2007, dan
b. tanggal 31 Desember 2011, bagi Bank yang tidak memenuhi Modal
Inti minimum sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)
pada tanggal 31 Desember 2010.
IV. TATA CARA PEMBATASAN KEGIATAN USAHA BANK
1. Pengumuman Pembatasan Kegiatan Usaha.
a. Bank
yang
tidak memenuhi
jumlah Modal Inti minimum
sebagaimana dimaksud pada angka I.4 mengumumkan hal–hal
sebagai berikut:
1) penghentian kegiatan usaha sebagai Bank Umum Devisa;
2) pembatasan penyediaan dana per debitur dan atau per
kelompok peminjam dengan plafon atau baki debet paling tinggi
sebesar …
sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk
Sertifikat Bank Indonesia, penyediaan dana kepada Pemerintah
dan Bank; dan
3) alamat jaringan kantor Bank yang akan ditutup;
yang paling lambat dilakukan sesuai dengan batas waktu yang diatur
pada angka III.7.
b. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan pada
hari kerja berikutnya setelah batas waktu yang diatur pada angka I.4.
c. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf a dimuat pada surat
kabar yang mempunyai peredaran luas di tempat kedudukan kantor
pusat Bank dan diumumkan di setiap kantor Bank.
2. Penyelesaian Posisi yang Terkena Pembatasan Kegiatan Usaha.
Bank yang tidak memenuhi jumlah Modal Inti minimum sebagaimana
dimaksud pada angka I.4 wajib menyelesaikan seluruh posisi yang
terkena pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada
angka III.1, paling lambat sesuai dengan batas waktu yang diatur pada
angka III.7.
3. Penutupan Jaringan Kantor Bank.
a. Bank
yang
tidak memenuhi
jumlah Modal Inti minimum
sebagaimana dimaksud pada angka I.4 wajib menutup jaringan kantor
sebagaimana dimaksud pada angka III.1 huruf d, paling lambat sesuai
dengan batas waktu yang diatur pada angka III.7.
b. Persyaratan dan tata cara penutupan kantor cabang, kantor dengan
status di bawah kantor cabang dan penghentian kegiatan kas di luar
kantor Bank dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan Bank
Indonesia tentang Bank Umum.
4. Pelaporan …
4. Pelaporan kepada Bank Indonesia.
Bank yang tidak memenuhi jumlah Modal Inti minimum sebagaimana
dimaksud pada angka I.4 wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia:
a. bukti pengumuman sebagaimana yang dimaksud pada angka 1;
b. langkah–langkah penyelesaian posisi yang
terkena pembatasan
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan penutupan
jaringan kantor sebagaimana dimaksud pada angka 3; dan
c. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh transaksi yang
terkena pembatasan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada
angka III.1 kepada nasabah dan pihak lain akan diselesaikan dan
apabila terdapat tuntutan dikemudian hari menjadi tanggung jawab
Direksi Bank untuk dan atas nama Bank;
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal pengumuman di surat kabar.
V. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN ACTION PLANS KEPADA BANK
INDONESIA
1. Notulen RUPS dan action plans pemenuhan Modal Inti minimum
sebagaimana dimaksud pada angka II.4, laporan realisasi action plans
pemenuhan Modal Inti minimum sebagaimana dimaksud pada angka
II.9, dan dokumen–dokumen sebagaimana dimaksud pada angka IV.4
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl.M.H. Thamrin No. 2 Jakarta
10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia; atau
b. Kantor …
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di
luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
2. Khusus untuk dokumen–dokumen sebagaimana dimaksud pada angka
IV.4 huruf a dan huruf c disampaikan pula kepada Direktorat Perijinan
dan Informasi Perbankan, Jl.M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110.
VI. SANKSI
1. Bank yang tidak menyampaikan action plans pemenuhan Modal Inti
minimum paling lambat:
a. tanggal 31 Desember 2005 untuk Bank yang belum go public, dan
b. tanggal 28 Februari 2006 untuk Bank yang go public.
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah) per hari kerja sampai dengan Bank memenuhi ketentuan ini,
dengan maksimum Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
2. Bank yang tidak memenuhi ketentuan Modal Inti minimum sebagaimana
dimaksud pada angka I.4 namun tidak membatasi kegiatan usahanya
sebagaimana dimaksud pada angka III.1 paling lambat sesuai dengan
batas waktu sebagaimana diatur pada angka III.7, dikenakan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) Undang–
Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain
berupa:
a. kewajiban membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) per
hari sampai dengan Bank memenuhi ketentuan ini;
b. pembekuan kegiatan usaha tertentu; dan atau
c. larangan turut serta dalam kegiatan kliring.
VII. PENUTUP …
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 17 Oktober 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/48/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum </reg_title>
<set_date> 14 Oktober 2005 </set_date>
<effective_date> 17 Oktober 2005 </effective_date>
<related_reg> '6/25/PBI/2004', '7/15/PBI/2005' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 14/ 2 /DPM
Jakarta, 4 Januari 2012
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN PERUSAHAAN PIALANG
PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
Perihal : Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank
Indonesia Nomor 9/5/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang Pasar
Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 53, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4715) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/xx1x/PBI/2012
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 2 ,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5270) dan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/ xx1x /DPM tanggal 4
Januari 2011 perihal Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip
Syariah, perlu untuk menetapkan ketentuan mengenai Sertifikat
Investasi Mudharabah Antarbank dalam suatu Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Bank Konvensional adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor …
2
Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
4. Bank Asing adalah bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah, tidak termasuk kantor bank dari
bank berbadan hukum Indonesia yang beroperasi di luar negeri.
5. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang
selanjutnya disebut Perusahaan Pialang adalah Perusahaan
Pialang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai pialang pasar uang rupiah
dan valuta asing.
6. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang
selanjutnya disingkat PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan
jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik
dalam rupiah maupun valuta asing.
7. Instrumen PUAS adalah instrumen keuangan berdasarkan
prinsip syariah yang diterbitkan oleh BUS atau UUS yang
digunakan sebagai sarana transaksi di PUAS.
8. Sertifikat Investasi Mudaharabah Antarbank yang selanjutnya
disingkat SIMA adalah sertifikat yang diterbitkan oleh BUS atau
UUS yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di
PUAS dengan akad mudharabah.
9. Mudharabah …
3
9. Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana
(shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk
melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian
menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss
sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara
kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati
sebelumnya.
10. Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan
imbalan tertentu (‘iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah)
yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
11. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
II. KARAKTERISTIK DAN PERSYARATAN PENERBITAN SIMA
SIMA mempunyai karakteristik dan persyaratan sebagai berikut :
1. Diterbitkan dengan menggunakan akad Mudharabah.
2. Dapat diterbitkan dalam rupiah maupun valuta asing.
3. Dapat diterbitkan dengan atau tanpa warkat (scripless).
4. Berjangka waktu satu hari (overnight) sampai dengan 365 (tiga
ratus enam puluh lima) hari.
5. Dapat dialihkan kepemilikannya sebelum jatuh waktu.
6. Dapat diterbitkan berdasarkan aset yang memiliki imbal hasil
tetap dan/atau aset yang memiliki imbal hasil tidak tetap.
7. Dapat diterbitkan paling banyak sebesar nilai aset yang menjadi
dasar penerbitannya.
III. MEKANISME …
4
III. MEKANISME TRANSAKSI
1. SIMA diterbitkan oleh BUS atau UUS.
2. SIMA dapat dibeli oleh BUS, UUS, Bank Konvensional, atau
Bank Asing.
3. SIMA dapat dialihkan kepemilikannya sebelum jatuh waktu
dengan menggunakan akad jual beli (al bai’) pada harga yang
disepakati.
4. Penjual SIMA dapat berjanji (al wa’d) untuk membeli kembali
SIMA yang telah dialihkan sebagaimana dimaksud pada angka
3 pada harga yang disepakati di awal.
5. Transaksi pembelian SIMA dan transaksi penjualan SIMA dapat
dilakukan secara langsung dan/atau melalui Perusahaan
Pialang.
6. Dalam hal transaksi dilakukan melalui Perusahaan Pialang
sebagaimana dimaksud pada angka 5, penggunaan Perusahaan
Pialang oleh BUS atau UUS menggunakan akad Ju’alah.
7. Penerbit SIMA menginformasikan kepada pembeli SIMA antara
lain :
a. nilai nominal investasi;
b. jangka waktu investasi;
c. nisbah (bagi hasil);
d. jenis aset yang menjadi dasar penerbitan SIMA yaitu aset
yang memiliki imbal hasil tetap atau aset yang memiliki
imbal hasil tidak tetap; dan
e. tingkat imbal hasil SIMA yang akan didistribusikan atau
indikasi tingkat imbalan SIMA sebelum didistribusikan pada
bulan terakhir, sesuai dengan jenis aset yang menjadi dasar
penerbitan SIMA.
8. Dalam hal terjadi pengalihan kepemilikan SIMA, pembeli SIMA
terakhir harus memberitahukan kepada penerbit SIMA.
9. Informasi …
5
9. Informasi sebagaimana dimaksud pada angka 8 digunakan
oleh penerbit SIMA dalam membayar nominal investasi pada
saat jatuh waktu dan pembayaran imbalan.
IV. PENYELESAIAN TRANSAKSI
1. Pada saat SIMA diterbitkan, pembeli SIMA melakukan transfer
dana kepada penerbit SIMA sebesar nilai nominal SIMA.
2. Pada saat SIMA jatuh waktu, penerbit SIMA melakukan
transfer dana kepada pembeli SIMA:
a. sebesar nilai nominal SIMA ditambah imbalan, untuk SIMA
yang diterbitkan dengan dasar aset yang memiliki imbal
hasil tetap.
b. sebesar nilai nominal SIMA, untuk SIMA yang diterbitkan
dengan dasar aset yang memiliki imbal hasil tidak tetap
3. Untuk SIMA yang diterbitkan dengan dasar aset yang memiliki
imbal hasil tidak tetap sebagaimana dimaksud pada butir 2.b.,
pembayaran imbalan dilakukan pada hari kerja pertama bulan
berikutnya setelah SIMA jatuh waktu.
4. Pada saat SIMA dialihkan kepemilikannya sebelum jatuh
waktu dengan menggunakan akad jual beli (al bai’), pembeli
SIMA melakukan transfer dana kepada penjual SIMA sebesar
harga yang disepakati.
5. Dalam hal SIMA dialihkan kepemilikannya sebelum jatuh
waktu dengan akad jual beli (al bai’) dan penjual SIMA berjanji
(al wa’d) untuk membeli kembali SIMA yang telah dialihkan
tersebut, maka dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pada awal transaksi, para pihak yang bertransaksi
menyepakati harga pada saat penjualan SIMA dan harga
pada saat jatuh waktu janji (al wa’d) untuk membeli
kembali .
b. Penjual …
6
b. Penjual SIMA berjanji (al wa’d) untuk membeli kembali
SIMA dengan menandatangani dokumen janji untuk
membeli kembali yang terpisah dari dokumen perjanjian
jual beli.
c. Pada saat penjualan SIMA, pembeli SIMA melakukan
transfer dana kepada penjual SIMA sebesar harga yang
disepakati.
d. Pada saat jatuh waktu janji (al wa’d) untuk membeli
kembali, penjual SIMA melakukan transfer dana kepada
pembeli SIMA sebesar harga yang disepakati di awal.
V. PELAPORAN
BUS, UUS, atau Bank Konvensional yang melakukan transaksi
SIMA wajib melaporkan transaksi SIMA kepada Bank Indonesia
melalui Sistem LHBU sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai LHBU.
VI. PENUTUP
Dengan diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/8/DPM tanggal 30 Maret
2007 perihal Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
pada tanggal 4 Januari 2012.
er 2008
Agar …
7
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/2/DPM|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank </reg_title>
<set_date> 4 Januari 2012 </set_date>
<effective_date> 4 Januari 2012 </effective_date>
<replaced_reg> '9/8/DPM|SE-BI/2007' </replaced_reg>
<related_reg> '14/1/DPM|SE-BI/2011', '9/5/PBI/2007', '14/1/PBI/2012' </related_reg>
|
No.4/ 18 /DPM
Jakarta, 18 November 2002
SURAT EDARAN
Perihal : Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam
Rupiah (FASBI) dalam rangka Operasi Pasar Terbuka
Sehubungan dengan berlakunya
Peraturan
Bank
Indonesia Nomor
4/9/PBI /2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4243) dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk
pelaksanaan mengenai pelaksanaan dan penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank
Indonesia dalam Rupiah (FASBI).
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha
perbankan konvensional;
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut dengan OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan
pihak lain dalam rangka pengendalian moneter;
3. Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) adalah fasilitas
yang diberikan Bank Indonesia kepada Bank untuk menempatkan dananya di
Bank Indonesia dalam rangka kegiatan Operasi Pasar Terbuka;
4. Rekening Giro adalah rekening dana Rupiah milik Bank di Bank Indonesia;
5. Pialang …..
2
5. Pialang adalah pialang pasar uang dan perantara pedagang efek yang ditunjuk
oleh Bank Indonesia;
6. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut
dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana secara elektronik
antar Bank dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan per
transaksi secara individual sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
II. KARAKTERISTIK, PRINSIP DAN PERSYARATAN FASBI
A. Karakteristik
1. Jangka waktu FASBI maksimum 7 (tujuh) hari dihitung dari tanggal
penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu.
2. Nilai Diskonto dan Nilai Tunai transaksi dihitung berdasarkan rumus
diskonto murni (true discount) sebagai berikut:
Nilai Nominal x 360
Nilai Tunai = -------------------------------------------------------------
360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)}
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
3. Bank Indonesia tidak menerbitkan warkat (bukti kepemilikan) dalam
FASBI melainkan bukti pendebetan atau pengkreditan Rekening Giro
Bank berupa confirmation advice pada Sistem BI-RTGS sebagai bukti
transaksi yang bersangkutan.
4. FASBI tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat diagunkan, dan tidak
dapat dicairkan sebelum jatuh waktu.
B. Prinsip …..
3
B. Prinsip dan Persyaratan
1. Bank Indonesia dapat menyediakan FASBI setiap saat apabila dianggap
perlu.
2. Tingkat diskonto FASBI ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3. Pihak yang dapat bertransaksi dalam FASBI adalah Bank untuk
kepentingan sendiri dan pihak lain (Bank), dan Pialang untuk kepentingan
Bank.
4. Bank dan Pialang mengajukan transaksi FASBI kepada Bank Indonesia
melalui sarana Automatic Bidding System (ABS).
5. Penyelesaian transaksi FASBI dilaksanakan pada hari transaksi (same-day
settlement).
6. Bank wajib memiliki saldo yang mencukupi pada Rekening Giro untuk
penyelesaian transaksi FASBI dengan ketentuan:
a. Bank yang mengajukan penawaran langsung bertanggung jawab
terbatas pada jumlah FASBI untuk kepentingan sendiri; dan
b. Bank yang mengajukan penawaran melalui Bank lain atau Pialang
bertanggung jawab atas jumlah FASBI yang diajukan untuk
kepentingan Bank yang bersangkutan.
7. Pejabat yang berwenang (authorized dealer) yang telah mendapatkan User
Unique Identification (UUID) pada transaksi lelang SBI dapat mengikuti
FASBI. Dalam hal belum terdapat pejabat dimaksud, Bank dan Pialang
wajib menyampaikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) nama pejabat yang
berwenang dan UUID kepada Bagian Operasi Pasar Uang, Direktorat
Pengelolaan Moneter (OPU-DPM), Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No 2
Jakarta 10110, dengan menggunakan formulir 1.a sebagaimana contoh
pada lampiran 2.
8. Dalam …..
4
8. Dalam hal terjadi perubahan pejabat yang berwenang (authorized dealer) dan
atau UUID sebagaimana dimaksud pada angka 7, Bank dan Pialang wajib
melaporkan perubahan tersebut kepada Bagian OPU-DPM, Bank Indonesia Jl.
MH Thamrin No. 2 Jakarta 10110, dengan menggunakan formulir 1.b
sebagaimana contoh pada lampiran 3. Laporan dimaksud wajib disampaikan
ke Bank Indonesia selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum pejabat
yang bersangkutan melakukan transaksi.
III. TATA CARA PELAKSANAAN FASBI
1. Bank Indonesia mengumumkan rencana FASBI melalui sarana ABS, PIPU
atau sarana lainnya pada hari transaksi yang meliputi
tingkat
transaksi dan atau kuantitas yang akan ditransaksikan dan atau jangka waktu
transaksi.
2. Penyediaan FASBI dimulai sejak pengumuman rencana transaksi sebagaimana
dimaksud pada angka 1 sampai dengan pukul 16.30 WIB. Dalam hal dianggap
perlu, Bank Indonesia dapat menetapkan waktu penutupan transaksi yang lebih
awal dari pukul 16.30 WIB.
3. FASBI diajukan kepada Bagian OPU-DPM, Bank Indonesia, oleh :
a. Kantor Pusat Bank:
1)
diskonto
bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Kantor Pusat Bank
Indonesia (KPBI);
2) bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah Kantor Bank Indonesia
(KBI) namun tidak memiliki kantor cabang di wilayah KPBI.
b. Kantor cabang Bank yang berada di wilayah KPBI, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah KBI. Penunjukan kantor cabang Bank
dimaksud wajib disampaikan kepada Bagian OPU-DPM, Bank Indonesia,
selambat- …..
5
selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum melakukan transaksi
FASBI dan tetap berlaku sampai ada surat pencabutan penunjukan
dimaksud.
c. Pialang yang memiliki sarana ABS.
4. Bank yang tidak memiliki ABS dapat mengajukan transaksi FASBI melalui
Bank atau Pialang. Bank dimaksud wajib menyampaikan konfirmasi kepada
Bagian OPU selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) menit setelah batas waktu
penyediaan FASBI sebagaimana dimaksud angka 1 melalui Reuters
Monitoring Dealing System (RMDS) atau telepon yang ditegaskan dengan
faksimili dengan menggunakan formulir sebagaimana terlampir dalam
lampiran 4.
5. Pengajuan FASBI bersifat final dan tidak dapat dibatalkan.
6. Pengajuan FASBI mencakup kuantitas dan tingkat diskonto menurut jangka
waktu.
7. Bank atau Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data transaksi FASBI
yang diajukan, dan Pialang dilarang mengajukan untuk kepentingan diri
sendiri.
8.
Pengajuan kuantitas transaksi yang diajukan sekurang-kurangnya
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap jangka waktu.
9.
Bank Indonesia mengumumkan transaksi FASBI yang diterima kepada Bank
dan Pialang melalui sarana ABS.
10. Tata cara pengajuan transaksi FASBI melalui sarana ABS mengikuti
mekanisme dalam Standard Operating Procedure (SOP) ABS sebagaimana
diatur dalam Lampiran 1.
IV. TATA …..
6
IV. TATA CARA PENYELESAIAN TRANSAKSI
1. Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi FASBI pada hari transaksi
(same day settlement).
2. Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi FASBI dengan cara
mendebet sebesar nilai nominal transaksi FASBI yang diterima dan
selanjutnya mengkredit sebesar nilai diskonto pada Rekening Giro milik Bank
peserta transaksi di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
3. Dalam hal pada hari penyelesaian transaksi FASBI, saldo Rekening Giro
Bank tidak mencukupi untuk menutup pendebetan sebesar nilai nominal maka
transaksi FASBI yang diterima dinyatakan batal.
V. PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal pada waktu penyelesaian transaksi FASBI, saldo Rekening Giro
Bank yang bersangkutan tidak mencukupi sebagaimana dimaksud pada butir
IV.3 , Bank dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis; dan
b. sanksi kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai
nominal transaksi yang dinyatakan batal atau sebanyak-banyaknya Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah); dan
c. penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima)
hari kerja dalam hal Bank telah dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b di atas sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka
waktu 6 (enam) bulan.
2. Pengenaan sanksi berupa kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada
butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang
bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja berikutnya.
VI. PENCAIRAN …..
7
VI. PENCAIRAN FASBI
Pada saat FASBI jatuh waktu, Bank Indonesia melakukan penyelesaian
pencairan FASBI sebesar nilai nominal pada tanggal jatuh waktu transaksi
FASBI dengan mengkredit Rekening Giro rupiah Bank yang bersangkutan di
Bank Indonesia.
VII. CONTINGENCY PLAN
Dalam hal terjadi gangguan pada sistem yang terkait dengan sarana ABS yang
disebabkan oleh hal-hal di luar kendali Bank Indonesia, tata cara pelaksanaan
transaksi dilakukan sebagaimana SOP ABS dalam lampiran 1.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 25 November 2002. .
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Ttd
TARMIDEN SITORUS
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN -1
STANDARD OPERATING PROCEDURE
AUTOMATIC BIDDING SYSTEM
(SOP-ABS)
FASILITAS SIMPANAN BANK INDONESIA
(FASBI)
DIREKTORAT PENGELOLAAN MONETER
Perhatian :
Gambar yang menunjukkan layar ABS Bloomberg merupakan hak milik/hak
paten sepenuhnya dari Bloomberg LP yang digunakan sebagai contoh dalam
SOP ini untuk mempermudah penggunaan sistem ABS.
1
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB 1
MEMBUKA DAN MENUTUP SISTEM ABS
Merupakan langkah awal yang dilakukan setiap memulai atau akan mengakhiri
penggunaan sistem Bloomberg. Petugas atau pejabat yang berwenang harus memiliki
username dan password yang diberikan oleh Bloomberg dengan cara mendaftarkan diri
melalui terminal Bloomberg yang terdapat pada masing-masing Bank/Pialang. Harap
diperhatikan bahwa setiap Petugas/Dealer harus memelihara dan menjaga username dan
password-nya masing-masing. Hal ini diperlukan mengingat masa berlaku username dan
password adalah selama 8 (delapan) minggu sejak pemakaian terakhir.
1.1. Petugas/Pejabat yang Berwenang
Yaitu dealer yang telah mendaftarkan diri dan telah
diotorisasi oleh Bank
Indonesia (Enabled Authorized Dealers). Setiap bank mempunyai maksimal 3 (tiga)
Enabled Authorized Dealer yang dapat masuk pada menu utama ABS.
1.2. Prosedur Pelaksanaan
1. Buka sistem
LOGIN NAME
PASSWORD
kemudian tekan tombol <GO> atau enter.
2. Masuk ke menu ABS
Tik INTS <GO> pada pojok kiri atas screen Bloomberg. Akan muncul menu pilihan
yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan.
3. Merubah Password
Password dapat diubah melalui menu UUF <GO>. Ketik password lama, masukkan
password yang baru.
4. Tutup sistem
Dengan cara mengetik kata LOGOFF <GO> pada pojok kiri atas screen
Bloomberg, atau menekan tombol CONN DFLT (tombol warna merah) pada
keyboard Bloomberg.
user
password
2
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB 2
PENGUMUMAN RENCANA FASBI
2.1. Waktu pengumuman :
Pada hari yang sama sebelum pelaksanaan transaksi dimulai.
2.2. Tata cara melihat pengumuman :
Pengumuman rencana transaksi FASBI dapat dilihat dengan cara:
1. Buka sistem Bloomberg.
2. Akan terlihat tanda e-mail message Bloomberg yang berkedip yang menandakan
adanya pengumuman.
3. Klik tanda berkedip tersebut atau tik MSG <GO> kemudian pilih pesan dari Bank
Indonesia. Pesan akan mencakup :
• Tender Name
: Jenis transaksi (misal : FASBI tgl dd/mm/yy)
• Tender Number
• Bids begin
• Close
• Results
• Settlement
• Issue
• Amount (Amt)
• Free Format Text
: Nomor register yang secara otomatis dibuat oleh Bloomberg.
: Tanggal (mm/dd/yy) dan waktu (WIB) transaksi dimulai
: Tanggal (mm/dd/yy) dan waktu (WIB) transaksi ditutup
: Waktu (WIB) pengumuman hasil transaksi
: Tanggal (mm/dd/yy) penyelesaian transaksi
: Jangka waktu transaksi.
: Tidak terbatas atau 999999999. Perhatikan tanda M yang
berarti ribuan dan MM yang berarti jutaan.
: Informasi tambahan yang berhubungan dengan transaksi,
misalnya tingkat diskonto perjangka waktu yang berlaku saat
transaksi.
Gambar : layar ABS Bloomberg melihat pengumuman
3
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB 3
PELAKSANAAN TRANSAKSI FASBI
3.1. Prosedur Pelaksanaan Transaksi
1. Masuk ke menu utama ABS dengan mengetik INTS <GO> kemudian pilih menu
yang diinginkan pada sisi Primary Dealers atau tik INMT <GO>. Layar komputer
akan menampilkan semua daftar tender surat berharga (List of Tender), sebagaimana
gambar di bawah ini :
2. Pilih/klik jenis transaksi yang dimaksud dengan cara mengetik nomor urut transaksi
tersebut dan tekan <GO>.
3. Layar komputer akan menampilkan “Multiple Bid Entry” yang merupakan
kolom/field untuk pengisian data transaksi, yang juga berisi informasi :
•
•
•
nama/jenis sekuritas (misal : FASBI tgl dd/mm/yy),
waktu penutupan transaksi,
sisa waktu transaksi yang tersedia.
Jika waktu transaksi berakhir, pesan sisa waktu akan berubah menjadi pesan
“expired”.
4. Mengisi tabel “Multiple Bid Entry” dengan cara :
a. Kolom AMT : untuk mengisi jumlah nominal transaksi. M berarti dalam
ribuan rupiah (000 Rupiah), MM berarti dalam jutaan Rupiah (000000 Rupiah).
Contoh: apabila kolom AMT tertulis AMT (MM) dan peserta akan mengajukan
nominal Rp 1 milyar, maka peserta memasukkan jumlah 1000.
4
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
b. Kolom Discount : untuk mengisi tingkat diskonto yang diajukan. Dalam hal ini
parameter tingkat diskonto telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Kolom Spread : tidak perlu diisi.
d. Kolom Securities : menampilkan jenis FASBI per jangka waktu pada hari
yang bersangkutan.
e. Baris Note : untuk mengisi informasi nama bank (khusus Pialang).
Pilih jangka waktu yang dikehendaki dengan cara meng-klik jenis jangka waktu
pada kotak securities disebelah kanan.
Gambar : layar ABS Multiple Bid Entry
5. Mengirim data transaksi.
Setelah mengisi secara lengkap pada setiap halaman “Multiple Bid Entry”, tekan
<GO> dan diikuti dengan 99 <GO> untuk mengirim data transaksi. Apabila data
transaksi lebih dari satu halaman, maka sebelum pindah ke halaman berikutnya
harus didahului dengan menekan <GO> diikuti dengan 99 <GO>. Setiap ada
penambahan data transaksi, HARUS dengan cara mengisi pada baris isian (field
row) berikutnya. JANGAN mengubah data pada jumlah yang telah terkirim dan
berstatus kirim (sent).
6. Melihat ringkasan transaksi.
Semua data transaksi yang telah dikirim dapat dilihat dengan cara mengklik atau
mengetik BAUC <GO> dari menu utama INTS. Rincian transaksi secara individual
5
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
dapat dilihat dengan cara meng-klik/sorot transaksi individual dimaksud. Fasilitas
ini dapat digunakan sebagai deal ticket untuk keperluan back office atau audit trial.
Gambar : layar ABS ringkasan transaksi pada menu BAUC.
Gambar : layar ABS detail transaksi (dapat digunakan sebagai deal ticket)
7. Setelah transaksi ditutup dan telah dilakukan finalisasi oleh Bank Indonesia, maka
Peserta Transaksi dapat melihat hasil pada menu INAL <GO> Final Allocation.
Pada tahap ini transaksi dinyatakan Deal Done. Peserta Transaksi dapat menghitung
sendiri nilai tunai (self assesment) dari nominal transaksi yang telah diajukan atau
yang tertera pada layar.
6
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
3.2. Mengirim Data Bank Bagi Pialang Pasar Uang.
Para Pialang yang melakukan transaksi untuk kepentingan Bank dengan sarana
ABS, wajib menyertakan “Daftar Rincian FASBI” dalam format excel yang harus
dikirim selambat-lambatnya 15 menit setelah transaksi ditutup dengan cara sebagai
berikut :
1. Mengisi “Daftar Rincian FASBI” dalam format excel (template). Program entry
data rincian ini dibuat dengan menggunakan program Excel versi MS 2000 bernama
RINCIAN.XLS. Program ini dapat dijalankan dari Diskdrive maupun dari Hardisk.
Isi form dengan lengkap dan benar sesuai dengan kolom yang tersedia, dengan cara:
a. Jalankan program Excel, buka file RINCIAN.xls
b. Apabila pada komputer yang digunakan terpasang program antivirus, maka
sistem akan memberitahu pada kotak pesan, pilih Enable Macros.
klik disini
c. Isi semua data dengan ketentuan sebagai berikut :
Field Data
Ketentuan
Tender Number Sesuai dengan Tender Number transaksi berjalan
yang diberikan oleh ABS Bloomberg
Nama
Pialang/Bank
Untuk Pialang isi dengan nama pialang yang
bersangkutan. Bagi Bank yang berfungsi untuk
meneruskan transaksi bank lain, isi dengan nama
bank yang bersangkutan.
Bank Pembayar Isi dengan nama Bank yang akan di debet sebagai
bank pembayar.
Nama Nasabah kosongkan
Jumlah digit
Numeric(3)
-
-
-
7
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Field Data
No. Nasabah
Sub-Registry
Nominal
kosongkan
kosongkan, pilih tanda ‘-‘
Isi Nilai Nominal dalam jutaan rupiah
Tingkat Diskonto Isi dengan Tingkat Diskonto sesuai dengan
jangka waktunya. Penulisan angka desimal
dipisahkan dengan tanda titik.
Jangka Waktu
Isi dengan jangka waktu yang sesuai
Gunakan tombol Tab untk berpindah ke field data berikutnya.
Ketentuan
Jumlah digit
-
-
Numeric
Numeric(6)
Numeric(2)
d. Setelah semua data
terisi klik tombol Add, data akan ter-copy ke sheet
Data_RincianPeserta. Dengan demikian apabila akan melakukan perubahan
atau koreksi data nasabah, harus dengan cara mengaktifkan kembali kotak
dialog. JANGAN menghapus atau merubah data secara langsung pada sheet
Data_Rincian Peserta.
e. Apabila masih ada tambahan data, ulangi langkah c dan d, bila tidak ada tekan
tombol X pada pojok kanan atas kotak dialog untuk menutup.
f. Apabila ingin mengaktifkan kembali kotak dialog pada sheet Dialog, klik
kanan mouse pada/diatas kotak dialog diikuti dengan klik pilihan Run Dialog.
Kotak dialog dapat segera digunakan untuk mengisi data selanjutnya.
g. Tombol-tombol lain yang ada pada form ini adalah :
• Tombol Remove : digunakan untuk menghapus satu record data
• Tombol Previous : digunakan untuk menuju ke data sebelumnya
• Tombol Next : digunakan untuk menuju ke data berikutnya.
8
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Simpan file perjangka waktu ke dalam disket atau hardisk pada direktori tertentu
dengan nama yang
spesifik sehingga
mudah
dicari
kembali
C:/FASBIpagi/soretenor-namapialang(5 karakter)-ddmmyy.xls (contoh :
FASBIpagi7-abcde-090902). Pastikan bahwa jumlah nominal pada sheet
Data_Rincian Peserta, sheet SPTI/SPLS dan nominal pada ABS Bloomberg sudah
sama.
3. Kirim file kepada Bank Indonesia. Pada layar Bloomberg, klik kanan pada mouse,
kemudian pilih Send File untuk proses up load file excel dalam bentuk attachment.
4. Temukan dan buka file yang telah disimpan seperti pada butir 2 untuk melakukan
proses up-loading. Proses up-load file dapat dilakukan secara sekaligus dengan cara
memilih beberapa file yang akan di up-load.
5. Setelah proses up loading tersebut selesai yang ditandai dengan pesan bar berwarna
hijau, tik PFM <GO>. Pada layar, muncul menu PERSONAL FILE MANAGER.
6. Pilih file yang akan dikirim pada daftar file, sambil menekan (klik) mouse, pilih
SEND FILE VIA MESSAGE
7. Pada kolom yang tersedia, tik alamat Bank Indonesia pada Bloomberg message :
BANK INDONESIA <GO> kemudian pilih/klik BANK INDONESIA MMK-
OPERATION. Agar tidak perlu melakukan pengiriman e-mail berulang kali
sebanyak jumlah file yang akan dikirim, e-mail Bloomberg dapat mengirim file
attachment sekaligus (multiple attachment), dengan cara memilih (klik) file yang
telah di-upload pada kotak sebelah kiri. File yang terpilih akan berubah warna
menjadi kuning.
8. Subject pada menu message diisi: RincianFASBI(tenor)-NamaBank–dd/mm/yy.
9. Tekan <GO> diikuti angka 1 <GO> untuk mengirim.
Bank yang mengajukan transaksi FASBI, HANYA untuk dan atas nama diri sendiri,
TIDAK PERLU mengisi dan mengirim file excel data rincian transaksi, namun cukup
mengisi data transaksi pada terminal ABS Bloomberg.
yaitu
9
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB 4
RENCANA KONTINJENSI (ABS OUTAGE PROCEDURES)
4.1. Definisi dan langkah umum pelaksanaan
1. Rencana kontinjensi merupakan prosedur standar yang disusun untuk menghadapi
kemungkinan adanya gangguan yang menyebabkan terjadinya kegagalan dalam
pelaksanaan kegiatan OPT yang terotomasi.
2. Gangguan yang menyebabkan terjadinya kegagalan dimaksud dapat terjadi pada
sistem dan/atau saluran komunikasi.
3. Bloomberg Helpdesk di Singapore bertindak sebagai pusat informasi dua arah pada
semua level gangguan yang dilaporkan oleh User (Bank Indonesia dan peserta
ABS). Setelah menerima laporan kerusakan dan memetakan permasalahan yang
terjadi, Bloomberg Helpdesk akan memberikan alternatif
solusi penyelesaian
gangguan beserta toleransi waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian gangguan
tersebut (Estimated Time Arrival/ETA).
4. Bank Indonesia akan menentukan pilihan kegiatan yang
harus dilakukan
berdasarkan alternatif solusi dari Bloomberg Helpdesk dan menginformasikannya
kepada semua peserta transaksi melalui Bloomberg Message atau sarana lainnya
(PIPU/RMDS/Telepon).
5. Alternatif pilihan kegiatan sesuai dengan tingkatannya terdiri dari :
a. Memperpanjang window time OPT
b. Menggunakan sistem lama (RMDS dan Telepon)
6. Bank Indonesia mengumumkan terjadinya
gangguan kepada seluruh peserta
transaksi melalui Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon).
4.2. Jenis-jenis gangguan dan kegiatan penanggulangan
4.2.1 Gangguan pada Bloomberg auto-ex host
Merupakan gangguan yang terjadi pada server Bond Auction System
Bloomberg di New York yang menyebabkan tidak berfungsinya ABS. Prosedur
yang dilakukan adalah:
1. Bloomberg Console Room di New York akan menghubungi Bloomberg
Helpdesk di Singapore dan memberikan informasi mengenai kapan sistem
akan kembali berfungsi.
2. Bloomberg
Helpdesk akan menghubungi
memberitahukan adanya gangguan dan ETA.
3. Bank Indonesia akan menentukan langkah kegiatan yang harus dilakukan
sesuai dengan pilihan alternatif seperti tersebut pada sub bab 4.1. butir 5.
10
Bank
Indonesia
untuk
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
4. Bank Indonesia mengumumkan kepada peserta ABS melalui Bloomberg
Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon).
4.2.2. Bank Indonesia dan/atau Peserta Transaksi tidak dapat menjalankan fungsi-
fungsi pada ABS.
Merupakan gangguan yang terjadi dimana fungsi-fungsi pada ABS tidak
dapat dijalankan oleh Bank Indonesia dan/atau Peserta Transaksi. Prosedur yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Peserta Ttransaksi menghubungi Bloomberg
menghubungi Bank Indonesia yang
kemudian
gangguan tersebut kepada Bloomberg Helpdesk.
2. Bloomberg Helpdesk akan menghubungi Console Room untuk kemudian
menemukan dan memperbaiki gangguan yang terjadi serta memberitahukan
ETA yang paling memungkinkan.
3. Bank Indonesia akan menentukan langkah kegiatan yang harus dilakukan
sesuai dengan pilihan alternatif seperti tersebut pada sub bab 4.1. butir 5.
4. Bank Indonesia mengumumkan kepada Peserta Transaksi melalui
Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon).
4.2.3. Gangguan pada saluran komunikasi Peserta Transaksi
Merupakan gangguan pada saluran komunikasi leasedline (DOV) yang
menyebabkan hubungan antara BI dan Peserta Transaksi dengan host Bloomberg
tidak dapat berjalan dengan baik sehingga Peserta Transaksi tidak dapat
melakukan entry data ke dalam ABS. Gangguan ini dapat dibagi menjadi 2
klasifikasi :
A. Gangguan yang bersifat menyeluruh (mayor)
Merupakan gangguan yang
terjadi pada hampir seluruh
Peserta
Transaksi yang diperkirakan akan mengganggu kelancaran pelaksanaan
OPT secara keseluruhan. Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Setelah mendapat laporan gangguan dari Peserta Transaksi, Bloomberg
Helpdesk akan menghubungi Bank Indonesia untuk memberitahukan
klasifikasi gangguan dan ETA.
2. Bank Indonesia akan menentukan langkah kegiatan yang
harus
dilakukan sesuai dengan pilihan alternatif seperti tersebut pada sub bab
4.1 butir 5.
Helpdesk atau
meneruskan
dapat
laporan
11
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 18 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
3. Bank Indonesia mengumumkan kepada Peserta Transaksi
Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon).
melalui
B. Gangguan yang bersifat minor
Merupakan gangguan yang terjadi pada sebagian kecil Peserta Transaksi
sehingga tidak dapat melakukan entry data ke dalam ABS. Prosedur yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Peserta Transaksi melaporkan gangguan tersebut kepada Bloomberg
Helpdesk yang selanjutnya meneruskan laporan tersebut kepada Bank
Indonesia yang disertai dengan pemberitahuan mengenai klasifikasi
gangguan dan ETA.
2. Apabila sampai dengan 1 jam sebelum tutup waktu transaksi FASBI
perbaikan belum selesai, maka Bank Indonesia dapat menyarankan agar
Peserta Transaksi mengajukan data transaksi melalui pialang.
12
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/18/DPM tanggal 18 November 2002
------------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-2
Formulir 1-a
BI-SPS
Daftar Pejabat Yang Berwenang Melakukan Transaksi FASBI dengan
Menggunakan Sarana ABS
Nomor :
Nama Bank/Peserta
Daftar pejabat yang berwenang melakukan transaksi FASBI dengan menggunakan sarana ABS:
No.
N a m a
1.
2.
3.
Jabatan Resmi
UUID
Tanda Tangan Pejabat yang Berwenang :
Formulir disahkan oleh pejabat yang berwenang dan
bertindak atas nama perusahaan sesuai AD/ART
Perusahaan disertai stempel perusahaan.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/18/DPM tanggal 18 November 2002
------------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-3
Formulir 1-b
BI-SPS
Perubahan Daftar Pejabat Yang Berwenang Melakukan Transaksi
FASBI dengan Menggunakan Sarana ABS
Nomor :
Nama Bank/Peserta
Daftar lama pejabat yang berwenang:
No.
N a m a
1.
2.
3.
Daftar baru pejabat yang berwenang
No.
N a m a
1
2
3
Jabatan Resmi
UUID
Jabatan Resmi
UUID
Tanda Tangan Pejabat yang Berwenang :
Formulir disahkan oleh pejabat yang berwenang dan
bertindak atas nama perusahaan sesuai AD/ART
Perusahaan disertai stempel perusahaan.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/18/DPM tanggal 18 November 2002
------------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-4
K O N F I R M A S I P E N A W A R A N T R A N S A K S I
Kepada
: B A N K I N D O N E S I A
c.q. Bagian Operasi Pasar Uang
Direktorat Pengelolaan Moneter
Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110
Dari : Bank ………………………………
Perihal
: Konfirmasi Transaksi FASBI
transaksi FASBI
Dengan ini kami menyampaikan konfirmasi mengenai pengajuan penawaran
melalui Bank/Pialang
Pasar
Bank/Pialang) untuk transaksi FASBI tanggal:
………………………
Apabila pengajuan penawaran kami diterima maka untuk penyelesaian
transaksi dapat didebet pada Rekening Giro kami di Bank Indonesia.
Adapun total transaksi yang kami ajukan adalah sebagai berikut:
No. Jangka Waktu Tingkat
Diskonto
Total Transaksi
Modal/Uang : (Diisi
Nama
Jumlah:
Demikian kami sampaikan konfirmasi transaksi FASBI dan terima kasih atas
perhatiannya.
Jakarta, ……………………….
Nama Bank
Tanda tangan; dan
Nama pejabat yang berwenang
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/18/DPM|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) dalam rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 18 November 2002 </set_date>
<effective_date> 25 November 2002 </effective_date>
<related_reg> '4/9/PBI/2002' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 3/ 17 /DPNP
Jakarta, 27 Juli
2001
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal :
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.3/8/DPNP
tanggal 16 Maret 2001 tentang Bank Umum
Menunjuk Surat Edaran Bank Indonesia No.3/8/DPNP tanggal 16 Maret
2001 perihal Bank Umum untuk memudahkan dalam pelaksanaan ketentuan
mengenai Alamat Penyampaian Permohonan Izin Atau Rencana Dan Laporan
dalam angka III dan pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia dalam
Lampiran B perlu diubah menjadi sebagai berikut :
I.
Ketentuan dalam angka III diubah sehingga keseluruhan Angka III
berbunyi sebagai berikut:
III. PENYAMPAIAN PERMOHONAN IZIN ATAU RENCANA DAN
LAPORAN.
1. Penyampaian permohonan izin yang diajukan kepada Dewan
Gubernur Bank Indonesia, Up. Direktorat Perizinan dan Informasi
Perbankan (DPIP), dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta
10110.
2. Penyampaian…
2. Penyampaian laporan pelaksanaan hal-hal sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 diajukan kepada Bank Indonesia, Up. Direktorat
Pengawasan Bank (DPwB), dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia dan Up. Kantor Bank Indonesia
setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian
wilayah kerja Kantor Bank Indonesia pada Lampiran B.
3. Penyampaian permohonan izin yang diajukan kepada Dewan
Gubernur Bank Indonesia, Up. Direktorat Perizinan dan Informasi
Perbankan (DPIP), dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta
10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor
pusat Bank Indonesia dan Up. Kantor Bank Indonesia setempat,
bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja
Kantor Bank Indonesia pada Lampiran B.
4. Penyampaian laporan pelaksanaan hal-hal sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 diajukan kepada Bank Indonesia, Up. Direktorat
Pengawasan Bank (DPwB), dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia dan Up. Kantor Bank Indonesia
setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian
wilayah kerja Kantor Bank Indonesia pada Lampiran B.
5. Penyampaian rencana dan atau permohonan yang diajukan kepada
Bank Indonesia, Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan
(DPIP), dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi
Bank yang berlokasi di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia
dan Up.…
dan Up. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berlokasi
di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia
dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia pada Lampiran B.
6. Penyampaian laporan pelaksanaan hal-hal sebagaimana dimaksud
dalam angka 5 ditujukan kepada Bank Indonesia, Up. Direktorat
Pengawasan Bank, bagi Bank yang berlokasi di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia dan Up. Kantor Bank Indonesia
setempat, bagi Bank yang berlokasi di luar wilayah kerja kantor
pusat Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian wilayah
kerja Kantor Bank Indonesia pada Lampiran B.
7. Penyampaian permohonan izin atau rencana dan atau laporan
selain sebagaimana dimaksud dalam angka II.A, ditujukan kepada
Bank Indonesia, Up. Direktorat Pengawasan Bank, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dan
Up. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor
pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia dengan
mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia
pada Lampiran B.
II.
./.
Lampiran B No.25 mengenai wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Batam
yang semula menginduk ke Kantor Bank Indonesia Pekanbaru diubah
menjadi menginduk ke Kantor Bank Indonesia Padang, sehingga
keseluruhan Lampiran B sebagaimana terlampir.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka ketentuan pada Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 3/8/DPNP tanggal 16 Maret 2001 perihal Bank
Umum…
Umum disesuaikan dengan ketentuan pada Surat Edaran ini.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
DJOKO SARWONO
DIREKTUR
DPNP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/17/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.3/8/DPNP tanggal 16 Maret 2001 tentang Bank Umum </reg_title>
<set_date> 27 Juli 2001 </set_date>
<effective_date> 27 Juli 2001 </effective_date>
<changed_reg> '3/8/DPNP|SE-BI/2001' </changed_reg>
<related_reg> '3/8/DPNP|SE-BI/2001' </related_reg>
|
No. 11/ 32 /DPM
Jakarta, 7 Desember 2009
SURAT EDARAN
Perihal : Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan
Penatausahaan Surat Utang Negara
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/13/PBI/2008 tanggal 21 Agustus 2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat
Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888) dan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 10/2/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Bank
Indonesia - Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4809) serta adanya Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
tentang transaksi Surat Utang Negara secara langsung, Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur tentang penjualan Surat Utang Negara dengan cara
private placement di Pasar Perdana dalam negeri, Peraturan Menteri Keuangan
yang mengatur tentang lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan perubahan
mekanisme setelmen Surat Berharga Negara ritel, dipandang perlu untuk mengatur
kembali petunjuk pelaksanaan mengenai tata cara lelang Surat Utang Negara di
Pasar Perdana dan penatausahaan Surat Utang Negara dalam Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut :
I. Ketentuan Umum
1. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga
yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai
dengan masa berlakunya.
2. Surat …
2
2. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN
yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan
pembayaran bunga secara diskonto.
3. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua
belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
4. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi
Negara yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga
Negara Indonesia melalui agen penjual.
5. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melakukan kegiatan
secara konvensional.
6. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
7. Dealer Utama adalah Bank dan/atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh
Menteri sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Sistem Dealer Utama.
8. Peserta Transaksi adalah pihak yang berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan dapat melakukan transaksi SUN dengan Pemerintah secara
langsung.
9. Lelang SUN adalah penjualan SUN di Pasar Perdana oleh Pemerintah
yang dilakukan dengan mekanisme lelang.
10. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SUN untuk
pertama kali.
11. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah dijual di
Pasar Perdana.
12. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) adalah pengajuan
penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan tingkat imbal
hasil (yield) atau harga (price) yang diinginkan penawar.
13. Penawaran …
3
13. Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive Bidding) adalah
pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume tanpa
tingkat imbal hasil (yield) atau harga (price) yang diinginkan penawar.
14. Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik
antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
15. Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-SSSS dan
Sistem BI-RTGS.
16. Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) adalah
pemberian wewenang dari Bank atau Sub-Registry melalui BI-SSSS
kepada Peserta Transaksi Lelang SUN untuk dapat melakukan penawaran
per hari dalam Lelang SUN untuk dan atas nama Bank atau nasabah Sub-
Registry, paling tinggi sebesar jumlah limit bidding yang diberikan.
17. Penatausahaan SUN adalah kegiatan yang mencakup pencatatan
kepemilikan, kliring dan setelmen serta agen pembayar bunga (kupon) dan
pokok SUN.
18. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta BI-SSSS yang
memiliki Rekening Surat Berharga di BI-SSSS.
19. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia
melakukan fungsi penatausahaan surat berharga, termasuk SUN dan Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk kepentingan nasabah.
20. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem
LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara
harian …
4
harian termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari
Bank Indonesia.
21. Free of Payment yang selanjutnya disebut FoP adalah setelmen transaksi
surat berharga dengan cara setelmen surat berharga dilakukan melalui BI-
SSSS, sedangkan setelmen dana dilakukan tidak secara bersamaan dengan
setelmen surat berharga atau tanpa setelmen dana.
22. Lelang Pembelian Kembali SUN yang selanjutnya disebut Lelang
Buyback adalah pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder oleh
Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau dengan cara
penukaran (debt switching) dalam suatu masa penawaran yang telah
ditentukan dan diumumkan sebelumnya.
23. Fasilitas Peminjaman SUN adalah fasilitas yang diberikan oleh Menteri
kepada Dealer Utama untuk melakukan peminjaman SUN sesuai tata cara
yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku.
24. Transaksi SUN Secara Langsung adalah penjualan SUN di Pasar Perdana,
atau pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder, yang dilakukan oleh
Pemerintah dengan Dealer Utama, Bank Indonesia, atau Lembaga
Penjamin Simpanan, secara langsung melalui fasilitas Dealing Room pada
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang – Departemen Keuangan Republik
Indonesia.
25. Private Placement adalah kegiatan penjualan SUN di Pasar Perdana dalam
negeri yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pihak yang disetujui oleh
Pemerintah, dengan ketentuan dan persyaratan (terms and conditions)
SUN sesuai kesepakatan.
26. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk oleh
Peserta Transaksi untuk melakukan pembayaran dan/atau penerimaan
dana dalam rangka setelmen transaksi SUN.
27. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik peserta BI-SSSS tertentu
di BI-SSSS untuk mencatat kepemilikan surat berharga dan/atau
instrumen untuk pengelolaan moneter.
28. Rekening …
5
28. Rekening Giro adalah rekening giro dalam mata uang rupiah yang
ditatausahakan di Bank Indonesia yang digunakan dalam rangka
pelaksanaan BI-SSSS.
II. Tata Cara Lelang SUN
A. Ketentuan dan Persyaratan
1. Peserta Transaksi pada transaksi Lelang SUN adalah Dealer Utama,
Bank Indonesia dan/atau Lembaga Penjamin Simpanan.
2. Peserta Transaksi dapat mengajukan penawaran Lelang SUN dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Dealer Utama, Bank Indonesia dan/atau Lembaga Penjamin
Simpanan dalam hal Lelang SUN untuk SPN.
b. Dealer Utama dan/atau Lembaga Penjamin Simpanan dalam hal
Lelang SUN untuk Obligasi Negara.
3. Dealer Utama yang dapat mengikuti Lelang SUN adalah Dealer
Utama yang ditunjuk oleh Menteri untuk mengikuti Lelang SUN dan
sedang tidak dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti Lelang SUN.
4. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran SUN atas nama diri
sendiri dan/atau atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri
Keuangan yang berlaku.
5. Lembaga Penjamin Simpanan mengajukan penawaran SUN hanya
untuk dan atas nama diri sendiri.
6. Pengajuan penawaran Lelang SUN dilakukan dengan mengajukan
Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau
Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive Bidding)
dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan
diumumkan sebelumnya.
7. Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran Lelang SUN untuk
dan atas nama diri sendiri, baik secara langsung maupun melalui
Dealer Utama lain maka penawaran hanya dapat dilakukan dengan
cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding).
8. Dalam …
6
8. Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran Lelang SUN untuk
dan atas nama pihak lain maka pengajuan penawaran dilakukan
dengan persyaratan sebagai berikut :
a. pengajuan penawaran pada lelang SPN dilakukan dengan cara
Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding);
b. pengajuan penawaran pada lelang Obligasi Negara dilakukan
dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive
Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Non-Kompetitif (Non-
competitive Bidding).
9. Lembaga Penjamin Simpanan dapat mengajukan penawaran Lelang
SUN dengan persyaratan sebagai berikut :
a. penawaran dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer
Utama;
b. penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian Non-Kompetitif
(Non-competitive Bidding).
10. Lelang SUN dilaksanakan pada hari Selasa pada pukul 10.00 WIB
sampai dengan pukul 12.00 WIB dan/atau pada hari kerja dan waktu
lain yang ditetapkan Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
Setiap perubahan jadwal Lelang SUN diumumkan oleh Bank
Indonesia melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain
yang digunakan Bank Indonesia.
11. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SUN
adalah BI-SSSS.
12. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang paling lambat 1 (satu)
hari kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang SUN melalui BI-SSSS,
Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank
Indonesia.
13. Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang SUN melalui Dealer
Utama maka Bank yang bersangkutan harus menetapkan Batas Paling
Tinggi …
7
Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi
Dealer Utama.
14. Peserta Transaksi selain Bank yang mengajukan penawaran Lelang
SUN harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil
Lelang SUN.
15. Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang
SUN, harus menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran
(Broker Bidding Limit) per hari bagi Peserta Transaksi untuk
kepentingan nasabah Sub-Registry.
16. Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding
Limit) sebagaimana dimaksud pada angka 13 dan angka 15, harus
diatur dalam suatu perjanjian antara Bank atau Sub-Registry dengan
Dealer Utama.
B. Pelaksanaan Lelang SUN
1. Sebelum pelaksanaan lelang, Bank Indonesia mengumumkan rencana
Lelang SUN melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana
komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia.
2. Pengumuman rencana Lelang SUN paling kurang memuat :
a.
jenis SUN;
b. tanggal pelaksanaan lelang;
c.
target indikatif yang ditawarkan;
d. tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo;
e. mata uang;
f. waktu pembukaan dan penutupan penawaran;
g. waktu pengumuman hasil lelang;
h. tanggal setelmen; dan
i. alokasi untuk Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non-
competitive Bidding) dalam hal dilakukan kombinasi lelang
kompetitif dan non-kompetitif.
3. Pada …
8
3. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN, Peserta Transaksi mengajukan
penawaran kuantitas dan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil
(yield) atau harga (price) untuk Penawaran Pembelian Kompetitif
(Competitive Bidding) atau penawaran kuantitas untuk Penawaran
Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive Bidding).
4. Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN untuk
Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding), dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. pengajuan penawaran kuantitas dari masing-masing Peserta
Transaksi paling rendah 1.000 (seribu) unit atau
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan selebihnya dengan
kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah);
b. penawaran diskonto atau tingkat imbal hasil (yield) diajukan
dengan kelipatan 1/32 (satu per tiga puluh dua) atau 0,03125 (tiga
ribu seratus dua puluh lima per seratus ribu);
c. penawaran harga (price) diajukan dengan kelipatan 0,05% (lima
per sepuluh ribu).
5. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN
untuk Penawaran Pembelian Non-kompetitif (Non-competitive
Bidding), pengajuan penawaran kuantitas dilakukan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada butir 4.a.
6. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran
pembelian.
7. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran tidak dapat
membatalkan penawarannya.
C. Penentuan Pemenang Lelang SUN
1. Menteri menetapkan hasil Lelang SUN yang mencakup pemenang
lelang, nilai nominal dan tingkat diskonto atau tingkat imbal hasil
(yield) atau harga (price).
2. Menteri …
9
2. Menteri dapat menerima seluruh, sebagian atau menolak seluruh
penawaran lelang yang masuk.
D. Pengumuman Hasil Lelang SUN
1. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SUN yang telah
ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada butir C.1 melalui
BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang
digunakan oleh Bank Indonesia pada akhir hari pelaksanaan Lelang
SUN.
2. Pengumuman hasil Lelang SUN sebagaimana dimaksud pada angka 1
paling kurang memuat kuantitas lelang secara keseluruhan dan rata-rata
tertimbang tingkat diskonto, tingkat imbal hasil (yield) atau harga
(price).
3. Bank Indonesia menyampaikan keputusan pemenang Lelang SUN
kepada masing-masing pemenang lelang melalui BI-SSSS paling
kurang memuat nama pemenang, nilai nominal dan tingkat diskonto,
tingkat imbal hasil (yield) atau harga (price).
4. Dalam hal Menteri menolak seluruh atau sebagian penawaran Lelang
SUN, Bank Indonesia mengumumkan penolakan dimaksud melalui BI-
SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan
Bank Indonesia.
III. Tata Cara Penatausahaan SUN
A. Ketentuan dan Persyaratan
1. Bank Indonesia melaksanakan pencatatan penerbitan SUN sesuai
syarat dan ketentuan (terms and conditions) atau addendum syarat
dan ketentuan (addendum terms and conditions) yang ditetapkan
oleh Menteri.
2. Pada tanggal setelmen, Bank Indonesia melakukan setelmen SUN
berdasarkan surat dari Menteri, mengenai keputusan hasil Lelang
SUN, penjatahan SUN dan/atau hasil transaksi SUN yang
transaksinya tidak dilakukan melalui BI-SSSS.
3. Peserta …
10
3. Peserta Transaksi selain Bank harus menunjuk Sub-Registry untuk
pelaksanaan setelmen SUN dan pencatatan kepemilikan SUN.
4. Sub-Registry yang ditunjuk oleh Peserta Transaksi selain Bank,
menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana.
5. Peserta Transaksi dan Bank Pembayar yang ditunjuk harus
menjamin kecukupan dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana hasil
transaksi dengan Pemerintah yang dilakukan secara lelang maupun
non lelang pada tanggal setelmen.
6. Peserta Transaksi dan Sub-Registry yang ditunjuk harus menjamin
kecukupan seri dan nilai nominal SUN pada Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry untuk
pelaksanaan setelmen surat berharga hasil transaksi dengan
Pemerintah yang dilakukan secara lelang maupun non lelang pada
tanggal setelmen.
7. Setelah pelaksanaan setelmen SUN, Sub-Registry wajib mencatat
kepemilikan SUN atas nama nasabah secara individual pada sistem
internal Sub-Registry pada hari yang sama.
B. Setelmen
1. Setelmen Hasil Lelang SUN
a. Setelmen hasil Lelang SUN dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) setelmen hasil lelang SPN dilakukan paling lambat 2 (dua)
hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang SPN (T+2);
2) setelmen hasil lelang Obligasi Negara dilakukan paling
lambat pada 5 (lima) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan
lelang Obligasi Negara (T+5).
b. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil pemenang Lelang
SUN pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut :
1) Setelmen Dana
Setelmen …
11
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan
mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank
Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro
Pemerintah sebesar nilai setelmen.
2) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-
Registry yang ditunjuk sebesar total nilai nominal SUN
yang dimenangkan.
c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau
Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan
cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen transaksi hasil
Lelang SUN yang dilakukan melalui Peserta Transaksi atau
Bank Pembayar yang ditunjuk tersebut dinyatakan gagal.
2. Setelmen Hasil Lelang Buyback
a. Setelmen hasil Lelang Buyback dilakukan pada 3 (tiga) hari
kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang (T+3) mulai pukul
10.00 WIB atau sesuai waktu yang ditentukan Departemen
Keuangan.
b. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai
berikut :
1) Setelmen Lelang Buyback dengan cara tunai
a) Melakukan pendebetan Rekening Surat Berharga
Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk
sampai dengan batas waktu setelmen surat berharga di
BI-SSSS, sebesar jumlah seri dan nilai nominal SUN
yang dibeli kembali oleh Pemerintah.
b) Melakukan pengkreditan Rekening Surat Berharga
Pemerintah atau melakukan pelunasan sebelum jatuh
tempo …
12
tempo (early redemption) atas seri SUN yang dibeli
kembali oleh Pemerintah.
c) melakukan pendebetan Rekening Giro Pemerintah dan
pengkreditan Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau
Bank Pembayar yang ditunjuk sebesar nilai setelmen.
2) Setelmen Lelang Buyback dengan cara penukaran (debt
switching)
a) Melakukan pendebetan Rekening Surat Berharga
Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk
sampai batas waktu setelmen surat berharga di BI-
SSSS, sebesar jumlah seri dan nilai nominal SUN yang
dibeli kembali oleh Pemerintah.
b) Melakukan pengkreditan Rekening Surat Berharga
Pemerintah atau melakukan pelunasan sebelum jatuh
tempo (early redemption) atas seri SUN yang dibeli
kembali oleh Pemerintah.
c) Melakukan pencatatan penerbitan SUN seri penukar
dan pengkreditan Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk.
d) Lelang Buyback dapat menyebabkan terjadi selisih
tunai atas beban Pemerintah atau atas beban Peserta
Transaksi.
e) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban Pemerintah,
Bank Indonesia melakukan setelmen dana melalui
Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro
Pemerintah dan mengkredit Rekening Giro Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk
sebesar selisih tunai.
f) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban Peserta
Transaksi, Bank Indonesia melakukan setelmen dana
melalui …
13
melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening
Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang
ditunjuk dan mengkredit Rekening Giro Pemerintah
sebesar selisih tunai.
c. Dalam hal Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau
Sub-Registry yang ditunjuk tidak mencukupi untuk setelmen
surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir b.1)a) dan
butir b.2)a) maka yang bersangkutan harus menyelesaikan
setelmen dimaksud pada jangka waktu paling lambat 2 (dua)
hari kerja sejak tanggal setelmen awal.
d. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak
dapat dipenuhi maka transaksi yang bersangkutan dinyatakan
gagal.
3. Setelmen Fasilitas Peminjaman SUN
a. Setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SUN kepada Peserta
Transaksi dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah
permohonan disetujui oleh Menteri cq. Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang (T+2).
b. Setelmen pengembalian SUN yang dipinjamkan dan yang
dijaminkan dalam rangka pemberian Fasilitas Peminjaman
SUN kepada Peserta Transaksi dilakukan pada tanggal
berakhirnya batas waktu peminjaman.
c. Prosedur setelmen Fasilitas Peminjaman SUN dilakukan
sebagai berikut :
1) Setelmen Pemberian Fasilitas Peminjaman SUN
Pada tanggal setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman
SUN dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Peserta Transaksi membayar biaya peminjaman SUN
(lending fee) melalui Sistem BI-RTGS ke Rekening
Giro …
14
Giro Pemerintah No. 500.000003 ”Menteri Keuangan
Penerimaan Penerbitan Surat Berharga Negara”.
b) Peserta Transaksi menyampaikan bukti pembayaran
biaya peminjaman SUN sebagaimana dimaksud pada
huruf a) kepada Bank Indonesia cq. Direktorat
Pengelolaan Moneter-Bagian Penyelesaian Transaksi
Pengelolaan Moneter (DPM-Bagian PTPM) dengan
alamat sebagai berikut :
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 11
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta-10350
Telepon: 021-381 8366/021-381 7414
Faksimili: 021-231 0171
c) Peserta Transaksi atau Sub-Registry yang ditunjuk dan
Bank Indonesia atas nama Pemerintah melakukan
setelmen pemindahan seri SUN yang dijaminkan
melalui BI-SSSS dengan mekanisme transfer secara
FoP dari Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi
dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk ke Rekening Surat
Berharga Pemerintah, sebesar nilai nominal seri SUN
yang dijaminkan paling lambat sebelum cut-off
warning BI-SSSS.
d) setelah setelmen jaminan sebagaimana dimaksud pada
huruf c) berhasil, Bank Indonesia melakukan
pencatatan penerbitan seri SUN yang dipinjam dan
mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi
dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk, sebesar nilai
nominal SUN yang dipinjam.
2) Setelmen …
15
2) Setelmen Pengembalian Peminjaman SUN
Pada tanggal setelmen pengembalian peminjaman SUN
dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Bank Indonesia melakukan pelunasan sebelum jatuh
tempo (early redemption) seri SUN yang dipinjam oleh
Peserta Transaksi dengan mendebet Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang
ditunjuk, sebesar nilai nominal SUN yang dipinjam
paling lambat pukul 14.00 WIB atau sesuai waktu yang
ditentukan Departemen Keuangan.
b) setelah pelunasan sebelum jatuh tempo (early
redemption) sebagaimana dimaksud pada huruf a)
berhasil, Peserta Transaksi atau Sub-Registry yang
ditunjuk dan Bank Indonesia atas nama Pemerintah
melakukan setelmen pemindahan seri SUN yang
dijaminkan dengan mekanisme transfer secara FoP dari
Rekening Surat Berharga Pemerintah ke Rekening
Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-
Registry yang ditunjuk, sebesar nilai nominal SUN
yang dijaminkan, paling lambat sebelum cut-off
warning BI-SSSS.
c) dalam hal setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf
a) tidak dapat dilakukan maka setelmen pengembalian
SUN yang dipinjamkan dinyatakan gagal.
3) Perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN
a) Dalam hal Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang menyetujui perpanjangan Fasilitas Peminjaman
SUN maka pada tanggal setelmen dilakukan hal-hal
sebagai berikut :
(1) prosedur …
16
(1) prosedur setelmen pengembalian peminjaman SUN
sebagaimana dimaksud pada angka 2) tidak
dilaksanakan; dan
(2) Peserta Transaksi membayar biaya perpanjangan
Fasilitas Peminjaman SUN sesuai prosedur
sebagaimana dimaksud pada butir 1)a) dan
menyampaikan bukti pembayaran sesuai prosedur
sebagaimana dimaksud pada butir 1)b).
b) pengembalian peminjaman SUN yang diperpanjang
dilakukan sesuai prosedur setelmen sebagaimana
dimaksud pada angka 2).
4) Proses Penyelesaian Jaminan
a) Atas setelmen pengembalian SUN yang dipinjamkan
dinyatakan gagal sebagaimana dimaksud pada butir
2)c), Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
dapat melakukan penawaran penukaran SUN yang
dijaminkan dengan SUN yang dipinjamkan kepada
Peserta Transaksi lainnya.
b) Berdasarkan transaksi penukaran SUN oleh Menteri cq.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang sebagaimana
dimaksud pada huruf a), Bank Indonesia atas nama
Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan
Peserta Transaksi sebagai lawan transaksi melakukan
setelmen melalui BI-SSSS dengan cara transfer FoP.
c) Dalam hal terdapat selisih tunai dari transaksi
pertukaran SUN sebagaimana dimaksud pada huruf b),
penyelesaian pembayaran dilakukan secara bilateral
antara Peserta Transaksi yang membeli jaminan dengan
Peserta Transaksi yang gagal setelmen.
4. Setelmen …
17
4. Setelmen Obligasi Negara Ritel (ORI)
a. Setelmen ORI dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah
penetapan hasil penjatahan ORI di Pasar Perdana (T+2).
b. Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar untuk
pelaksanaan setelmen dana.
c. Pada tanggal setelmen, Bank Indonesia melakukan setelmen
penerbitan ORI sebagai berikut :
1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan
mendebet Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk,
serta mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar nilai
setelmen.
2) Setelmen Surat Berharga
Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan, setelmen surat
berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat
Berharga Sub-Registry yang ditunjuk oleh investor
individual pembeli ORI sebesar nilai penjatahan ORI.
d. Dalam hal dana pada Rekening Giro Bank Pembayar yang
ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning
Sistem BI-RTGS maka setelmen ORI sebagaimana dimaksud
pada butir c.2) tidak dilakukan.
5. Setelmen Hasil Transaksi SUN Secara Langsung
a. Setelmen hasil Transaksi SUN Secara Langsung dilakukan
pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan transaksi
(T+2).
b. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai
berikut:
1) Transaksi Penjualan SUN Di Pasar Perdana Secara
Langsung
(a) Melakukan …
18
a) Melakukan pencatatan penerbitan SUN hasil Transaksi
SUN Secara Langsung yang ditetapkan oleh Menteri
cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
b) Melakukan setelmen sebagai berikut :
(1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dengan mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk, serta
mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar
nilai setelmen.
(2) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk
sebesar nilai nominal SUN.
2) Transaksi Pembelian Kembali SUN Di Pasar Sekunder
Secara Langsung
a) Setelmen Surat Berharga
(1) Mendebet Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk
sebesar nilai nominal seri SUN yang dijual kepada
Pemerintah.
(2) Melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early
redemption) atas seri SUN yang dibeli kembali
oleh Pemerintah.
b) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dengan mendebet Rekening Giro Pemerintah dan
mengkredit Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau
Bank Pembayar yang ditunjuk sebesar nilai setelmen.
c. Dalam …
19
c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau
Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan
cut-off warning Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud pada
butir b.1)b)(1) atau Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi
dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk tidak mencukupi untuk
setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir
b.2)a)(1) maka setelmen Transaksi SUN Secara Langsung
dinyatakan gagal.
6. Setelmen Hasil Penjualan SUN Dengan Cara Private Placement
a) Setelmen hasil penjualan SUN dengan cara private placement
dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja dan paling lambat 5
(lima) hari kerja setelah tanggal kesepakatan transaksi.
b) Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar untuk
pelaksanaan setelmen dana.
c) Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai
berikut :
1) melakukan pencatatan penerbitan SUN hasil penjualan
secara Private Placement yang ditetapkan oleh Menteri cq.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
2) melakukan setelmen sebagai berikut :
(a) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dengan mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk, serta
mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar nilai
setelmen.
(b) Setelmen Surat Berharga
Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan, setelmen
surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening
Surat …
20
Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-
Registry yang ditunjuk sebesar nilai nominal SUN.
3) Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi
sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka
setelmen transaksi Private Placement dimaksud dinyatakan
gagal.
C. Prosedur Pembayaran Kupon dan/atau Pelunasan Pokok
1. Pembayaran kupon dan/atau pelunasan pokok SUN didasarkan
pada posisi pencatatan kepemilikan SUN di Central Registry pada
2 (dua) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran kupon
dan/atau pokok SUN (T-2).
2. Bank Indonesia sebagai agen pembayar melakukan pembayaran
kupon pada tanggal jatuh waktu pembayaran kupon dan
pembayaran pokok SUN pada tanggal jatuh waktu SUN.
3. Pembayaran kupon atau pokok SUN dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Pemerintah dan mengkredit sebesar nilai kupon
dan/atau nilai pokok SUN pada :
a. Rekening Giro Bank untuk kepemilikan SUN atas nama Bank
tersebut; dan/atau
b. Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-
Registry untuk kepemilikan SUN atas nama nasabah Sub-
Registry.
4. Pada hari yang sama Bank Indonesia melakukan pembayaran
kupon dan/atau pelunasan pokok SUN, Sub-Registry wajib
melakukan pembayaran kupon dan/atau pokok SUN dengan
mengkredit rekening nasabah yang tercatat di Sub-Registry, sebesar
nilai kupon dan/atau pokok SUN.
D. Setelmen …
21
D. Setelmen Transaksi SUN di Pasar Sekunder
1. Transaksi SUN yang dilakukan di Pasar Sekunder antara lain
transaksi jual/beli putus (outright), transaksi penjualan dengan janji
untuk membeli kembali (repurchase agreement atau repo),
transaksi penjaminan SUN (agunan), dan/atau transaksi
peminjaman SUN dengan jaminan surat berharga lainnya
(securities lending and borrowing).
2. Prosedur setelmen transaksi SUN di Pasar Sekunder sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur BI-SSSS.
IV. Ketentuan Penutup
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No.
9/4/DPM tanggal 16 Maret 2007 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang
Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara
sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.
10/18/DPM tanggal 15 April 2008 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Desember
2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/32/DPM|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title>
<set_date> 7 Desember 2009 </set_date>
<effective_date> 7 Desember 2009 </effective_date>
<replaced_reg> '9/4/DPM|SE-BI/2007', '10/18/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '10/13/PBI/2008', '10/2/PBI/2008' </related_reg>
|
No. 3/25/DASP
Jakarta, 28 November 2001
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Nomor 1/4/DASP tanggal 29
November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak
Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak
Terdapat Kantor Bank Indonesia.
Sehubungan rencana pengurangan secara bertahap bantuan keuangan
terhadap penyelenggaraan Kliring Lokal di wilayah yang tidak terdapat kantor
Bank Indonesia dan dengan memperhatikan usulan Peserta pada penyelenggaraan
Kliring Lokal yang jumlah rata-rata warkat per hari di bawah 60 hari untuk tetap
dapat diselenggarakannya Kliring Lokal di wilayah masing-masing, dengan ini
dipandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/4/DASP tanggal 29 November 1999
perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan
Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia sebagai berikut :
1. Ketentuan angka I.A.1.a diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi
sebagai berikut :
“a. Jumlah Bank
Jumlah Bank yang menandatangani kesepakatan untuk mendukung
penyelenggaraan Kliring Lokal minimal 4 (empat) Bank yang berbeda baik
yang berstatus kantor cabang maupun kantor cabang pembantu yang telah
memperoleh …
memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk beroperasi di Wilayah Kliring
yang berbeda dari Kantor Cabang induknya.”
2. Ketentuan angka I. C.4 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai
berikut :
“4. Dalam hal jumlah rata-rata perputaran Warkat Kliring Penyerahan per
hari telah mencapai lebih dari 500 (lima ratus) lembar selama 6 (enam)
bulan berturut-turut, Bank Indonesia akan menghentikan bantuan
keuangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Sebagai gantinya
Penyelenggara dapat mengenakan biaya kepada Peserta yang jenis dan
besarnya sama dengan jenis dan besarnya biaya yang dibebankan Bank
Indonesia kepada Peserta dalam sistem Kliring yang sama. Sebagai
pelaksanaan dari ketentuan ini Bank Indonesia yang mewilayahi akan
mengirimkan surat pemberitahuan kepada Penyelenggara dengan
tembusan kepada kantor pusat Penyelenggara mengenai rencana
penghentian bantuan keuangan dan pengenaan biaya tersebut di atas
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal efektif
penghentian
bantuan
keuangan.
Selanjutnya
Penyelenggara
memberitahukan hal tersebut kepada seluruh Peserta selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal efektif pengenaan biaya tersebut .
Dalam hal biaya yang dikenakan tersebut tidak dapat menutupi biaya
penyelenggaraan kliring Lokal maka Penyelenggara, atas persetujuan
seluruh Peserta, dapat mengenakan tambahan biaya yang tidak dikaitkan
dengan jumlah warkat kepada Peserta. Persetujuan pengenaan tambahan
biaya ini harus dilaporkan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi
dengan menggunakan format pada Lampiran 2 dilengkapi dengan data
pendukung mengenai kekurangan biaya penyelenggaraan tersebut,
selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sebelum tanggal
berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut.
Penyelenggara
seluruh …
memberitahukan berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut kepada
seluruh Peserta selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal
berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut.”
3. Angka I. C.5 diubah, sehingga seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut :
“5. Dalam hal jumlah rata-rata perputaran Warkat Kliring penyerahan per
hari menjadi kurang dari 500 (lima ratus) lembar maka Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 tidak dapat memperoleh kembali
bantuan keuangan dari Bank Indonesia. Namun apabila biaya yang
dikenakan kepada Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 4 tidak
dapat menutupi biaya penyelenggaraan Kliring Lokal, dan penyelenggara
belum mengenakan tambahan biaya, maka Penyelenggara atas
persetujuan seluruh Peserta dapat mengenakan tambahan biaya yang tidak
dikaitkan dengan jumlah warkat kepada Peserta.
Persetujuan pengenaan tambahan biaya ini harus dilaporkan kepada Bank
Indonesia yang mewilayahi dengan menggunakan format pada Lampiran
2 dilengkapi dengan data pendukung mengenai kekuarangan biaya
penyelenggaraan tersebut, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
kalender sebelum tanggal berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut.
Penyelenggara memberitahukan berlakunya pengenaan tambahan biaya
tersebut kepada seluruh Peserta selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja
sebelum tanggal berlakunya pengenaan tambahan biaya tersebut.”
4. Angka I. G. 1 ditambah ketentuan baru sehingga selengkapnya berbunyi:
“1. Penyelenggaraan Kliring Lokal dibubarkan apabila penyelenggaraan
Kliring Lokal tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
angka I.A.1.a atau I.A.1.b selama periode 24 (dua puluh empat) bulan
berturut-turut. Dalam hal seluruh Peserta berpendapat bahwa
penyelenggaraan Kliring Lokal masih dibutuhkan maka Penyelenggara
dapat …
dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi
agar kegiatan Kliring Lokal dapat tetap diselenggarakan. Permohonan
tersebut harus diajukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja
sebelum berakhirnya periode 24 (dua puluh empat) bulan dengan
dilampiri kesepakatan tertulis dari seluruh peserta Kliring yang memuat :
a. Persetujuan dan dukungan untuk diteruskannya penyelenggaraan
Kliring Lokal;
b. usulan Bank yang akan menjadi Penyelenggara dengan
memperhatikan persyaratan pada angka I.A.2.;
c. tata cara pembiayaan kegiatan Kliring Lokal.
Bank Indonesia yang Mewilayahi akan memutuskan permohonan tersebut
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum berakhirnya periode 24
(dua puluh empat) bulan sebagaimana dimaksud di atas. Dalam rangka
melakukan penilaian terhadap permohonan tersebut, Bank Indonesia yang
Mewilayahi dapat melakukan penelitian lapangan guna memastikan
dipenuhinya ketentuan pada angka I.A.1.c dan I.A.2. Dalam hal
permohonan disetujui sehingga penyelenggaraan kliring Lokal dapat
dilanjutkan maka Bank Indonesia akan menghentikan bantuan keuangan
yang selama ini diberikan.
Untuk selanjutnya pembiayaan
penyelenggaraan Kliring Lokal dilakukan berdasarkan tata cara
sebagaimana dimaksud pada huruf c.”
5. Bab V. PERALIHAN ditambah ketentuan baru pada huruf C dan D yang
berbunyi sebagai berikut:
“C. Bagi Penyelenggara yang sudah ada pada saat Surat Edaran ini berlaku
jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut sebagaimana dimaksud pada
angka I.C.4 dimulai sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini.
D. Bagi …
D. Bagi penyelenggara yang pada tanggal berlakunya Surat Edaran ini telah
memenuhi persyaratan untuk dibubarkan berdasarkan ketentuan pada
angka I.G.1 maka pengajuan permohonan untuk dapat tetap
menyelenggarakan kliring dapat dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diberlakukannya Surat Edaran
ini, namun bantuan keuangan bagi penyelenggara yang bersangkutan
dihentikan sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember
2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
AULIA POHAN
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/25/DASP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Nomor 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia. </reg_title>
<set_date> 28 November 2001 </set_date>
<effective_date> 1 Desember 2001 </effective_date>
<changed_reg> '1/4/DASP|SE-BI/1999' </changed_reg>
<related_reg> '1/4/DASP|SE-BI/1999' </related_reg>
|
1
No. 17/ 8 /DPM
Jakarta, 20 Mei 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi
Pasar Terbuka.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5440) dan dalam rangka meningkatkan
governance pelaksanaan Operasi Moneter antara lain melalui
pengembangan infrastruktur, perlu melakukan perubahan atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014
perihal Operasi Pasar Terbuka sebagai berikut:
1. Ketentuan butir IV.8.b.3)d) dan butir IV.8.b.3)e) diubah sehingga
berbunyi sebagai berikut:
d) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam valuta asing
lebih rendah dari pada nilai setelmen first leg, Bank Indonesia
akan membebankan kekurangan dana hasil penjualan Surat
Berharga dalam valuta asing dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah sebesar selisih dimaksud.
e) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam valuta asing
lebih tinggi dari pada nilai setelmen first leg, Bank Indonesia
akan mengembalikan kelebihan dana hasil penjualan Surat
Berharga …
2
Berharga dalam valuta asing dengan mengkredit Rekening Giro
Rupiah sebesar selisih dimaksud.
2. Ketentuan butir IX.2.b. diubah sehingga butir IX.2 berbunyi sebagai
berikut:
2. Transaksi Term Deposit valas memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a.
jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit valas
adalah Dolar Amerika Serikat;
b.
transaksi Term Deposit valas memiliki jangka waktu paling
singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan
yang dinyatakan dalam hari yang dihitung setelah tanggal
setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu;
c.
transaksi Term Deposit valas dilakukan tanpa disertai
dengan penerbitan Surat Berharga;
d. atas transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia
memberikan bunga;
e. Term Deposit valas dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh
waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian;
dan
f. Term Deposit valas dapat dialihkan menjadi Transaksi Swap
jual Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah Bank
Indonesia.
3. Di antara butir IX.5 dan butir IX.6 disisipkan 1 (satu) nomor yaitu
butir IX.5A. yang berbunyi sebagai berikut:
IX. PENEMPATAN BERJANGKA DALAM VALUTA ASING (TERM
DEPOSIT VALAS)
5A. Pendaftaran dan Pengkinian Informasi Untuk Mengikuti
Lelang Transaksi Term Deposit Valas
a. Sebelum mengikuti pelaksanaan lelang transaksi Term
Deposit valas, dilakukan pendaftaran dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) untuk Peserta OPT menyampaikan surat
permohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang
transaksi …
3
transaksi Term Deposit valas, yang dilengkapi
dengan informasi paling kurang sebagai berikut:
a) nama Peserta OPT;
b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID)
dalam hal Peserta OPT telah memiliki TCID;
c) dalam hal Peserta OPT memiliki rekening di
Bank Koresponden, menyampaikan:
(1) 1 (satu) nama dan nomor rekening
Peserta OPT di bank koresponden; dan
(2) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT;
d) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki
rekening di Bank Koresponden,
menyampaikan:
(1) 1 (satu) nama dan nomor rekening bank
yang ditunjuk untuk keperluan
setelmen; dan
(2) BIC bank yang ditunjuk untuk
keperluan setelmen;
2) untuk Lembaga Perantara menyampaikan surat
permohonan pendaftaran untuk mengikuti lelang
transaksi Term Deposit valas, yang dilengkapi
dengan informasi paling kurang sebagai berikut:
a) nama Lembaga Perantara; dan
b) 1 (satu) TCID dalam hal Pialang telah
memiliki TCID;
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a hanya disampaikan Peserta OPT dan Lembaga
Perantara pada saat pertama kali akan melakukan
transaksi Term Deposit valas melalui surat kepada
Bank Indonesia.
Contoh surat sebagaimana tercantum dalam Bab III
Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
c. Surat …
4
c. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat
sebagai berikut:
Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan Moneter
Grup Manajemen Risiko, Pengelolaan Sistem dan
Informasi
Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi
Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. M.H Thamrin No. 2
Jakarta 10350
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat
akan diberitahukan melalui surat dan/atau media
lainnya.
d. Dalam hal terjadi perubahan informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Peserta OPT dan Lembaga
Perantara menyampaikan pengkinian informasi melalui
surat dengan menggunakan contoh surat sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, yang dapat didahului
dengan surat elektronik (email) kepada dpm-
dpom@bi.go.id.
e. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf d
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
f. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan
pendaftaran melalui surat untuk mengikuti lelang
transaksi Term Deposit valas kepada Peserta OPT dan
Lembaga Perantara, yang memuat informasi antara
lain sebagai berikut:
1) TCID dalam hal Peserta OPT dan/atau Lembaga
Perantara belum memiliki TCID;
2) kode individual page yang terdiri dari active page,
historical page, dan confirmation page pada sistem
otomasi lelang operasi moneter valas; dan
3) tanggal …
5
3)
tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi
Term Deposit valas.
4. Ketentuan butir IX.7 diubah sebagaimana berbunyi sebagai berikut:
7. Pengajuan Penawaran
a. Peserta OPT dapat mengajukan transaksi Term Deposit
valas secara langsung atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
transaksi Term Deposit valas untuk kepentingan Peserta
OPT.
c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan
penawaran lelang transaksi Term Deposit valas kepada
Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan sesuai
dengan pengaturan waktu yang tercatat pada sistem di
Bank Indonesia.
d. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk
lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender)
memuat informasi paling kurang sebagai berikut:
1) nama lelang (auction name);
2) penawaran nominal; dan
3) TCID Peserta OPT, dalam hal Lembaga Perantara
mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta
OPT.
e. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk
lelang dengan metode harga beragam (variable rate tender)
memuat informasi paling kurang sebagai berikut:
1) nama lelang (auction name);
2)
tingkat bunga;
3) penawaran nominal; dan
4) TCID Peserta OPT dalam hal Lembaga Perantara
mengajukan penawaran untuk dan atas nama Peserta
OPT.
f. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas
sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan/atau huruf e
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) pengajuan …
6
1) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta
OPT paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta
dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan
kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar
Amerika Serikat);
2) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valas
dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate
tender), pengajuan setiap penawaran tingkat bunga
dilakukan dengan kelipatan 1 bps (basis point) atau
0,01% (satu persepuluh ribu);
3) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan
Lembaga Perantara dapat mengajukan koreksi untuk
setiap penawaran yang diajukan dalam window time
transaksi Term Deposit valas;
4) koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dapat
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap
informasi penawaran selain informasi nama lelang
(auction name); dan/atau
b) Lembaga Perantara yang mengajukan penawaran
lelang Term Deposit valas untuk dan atas nama
Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap
informasi penawaran selain informasi TCID
Peserta OPT dan nama lelang (auction name);
5) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan
pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam
angka 1), angka 2), angka 3), dan angka 4);
6) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung
jawab atas kebenaran data penawaran yang
disampaikan kepada Bank Indonesia;
7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia;
8) Lembaga Perantara harus menyampaikan informasi
kepada Peserta OPT mengenai transaksi Term Deposit
valas …
7
valas yang telah diajukan untuk kepentingan Peserta
OPT;
9) Peserta OPT dan Lembaga Perantara harus memantau
kebenaran informasi penawaran transaksi Term
Deposit valas yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
5. Ketentuan butir IX.9 diubah sebagaimana berbunyi sebagai berikut:
9. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term
Deposit valas setelah dilakukan proses penetapan pemenang
lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
a. secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT dan
Lembaga Perantara, pengumuman hasil lelang transaksi
Term Deposit valas disampaikan melalui Sistem LHBU
dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh
Bank Indonesia, antara lain berupa nominal penawaran
yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat bunga
Term Deposit valas;
b. secara individual kepada masing-masing pemenang lelang,
pengumuman hasil lelang transaksi Term Deposit valas
disampaikan melalui sistem otomasi lelang operasi moneter
valas antara lain jangka waktu, nilai nominal, tingkat
bunga, dan nominal bunga Term Deposit valas yang
dimenangkan.
6. Ketentuan butir IX.10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
10. Setelmen Transaksi Term Deposit Valas
a. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Valas
1) Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan
paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
transaksi.
2) Peserta OPT menyediakan dana di rekening giro pada
Bank Koresponden atau bank yang ditunjuk untuk
keperluan …
8
keperluan setelmen, yang mencukupi untuk memenuhi
kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas.
3) Pada tanggal setelmen, Peserta OPT wajib mentransfer
kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas untuk
setiap penawaran atau sesuai dengan jumlah nominal
yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di
Bank Koresponden.
4) Bank menyampaikan konfirmasi setelmen transaksi
Term Deposit valas sebagaimana dimaksud dalam
angka 3) melalui SWIFT message format MT320 atau
sarana lain kepada Bank Indonesia c.q. Departemen
Pengelolaan Devisa.
5) Dalam hal Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 3),
transaksi Term Deposit valas dinyatakan batal.
6) Atas batalnya transaksi Term Deposit valas
sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Operasi Moneter.
7) Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi
Moneter, apabila pada hari yang sama terdapat lebih
dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi Term Deposit
valas maka pembatalan tersebut hanya dihitung
sebanyak 1 (satu) kali.
b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas
1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas,
Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit
valas jatuh waktu dengan melakukan transfer ke
rekening giro Peserta OPT pada Bank Koresponden
sebesar nilai tunai.
2) Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
nilai …
9
Keterangan:
N = nominal Term Deposit valas
R = tingkat bunga yang dimenangkan
k
= jangka waktu Term Deposit valas
c. Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit valas,
tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas
ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan
setelmen transaksi dimaksud dilakukan pada hari kerja
berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga
untuk hari libur dimaksud.
7. Di antara butir IX.11.a.5) dan butir IX.11.a.6) disisipkan 1 (satu)
nomor yaitu IX.11.a.5A) yang berbunyi sebagai berikut:
5A). Pengajuan early redemption disertai informasi reference number
dan informasi nama lelang (auction name) pada saat pengajuan
transaksi lelang Term Deposit valas.
8. Ketentuan Bab IX ditambahkan 1 (satu) angka yaitu angka 13 yang
berbunyi sebagai berikut:
13. Kondisi Tidak Normal Pada Sistem Otomasi Lelang Operasi
Moneter Valas
a. Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem otomasi
lelang operasi moneter valas yang mempengaruhi
kelancaran pelaksanaan lelang transaksi Term Deposit
valas, Bank Indonesia segera membatalkan proses lelang
transaksi Term Deposit valas yang dilakukan melalui sistem
otomasi lelang operasi moneter valas.
b. Bank Indonesia menginformasikan mengenai pembatalan
proses lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada
Peserta OPT melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
c. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat kembali
membuka proses lelang transaksi Term Deposit valas yang
dilakukan …
10
dilakukan secara manual melalui sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia.
d. Proses lelang transaksi Term Deposit valas yang dilakukan
secara manual sebagaimana dimaksud dalam huruf c
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pengumuman Lelang
a) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang
transaksi Term Deposit valas paling lambat
sebelum window time melalui Sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya.
b) Pengumuman rencana transaksi Term Deposit
valas, memuat antara lain:
(1) sarana pengajuan penawaran;
(2)
tanggal lelang;
(3) window time;
(4) jangka waktu dan tanggal jatuh waktu;
(5) metode lelang;
(6)
target indikatif (apabila lelang transaksi Term
Deposit valas dilaksanakan dengan metode
variable rate tender);
(7)
tingkat bunga (apabila lelang transaksi Term
Deposit valas dilaksanakan dengan metode
fixed rate tender); dan/atau
(8)
tanggal setelmen atau tanggal valuta.
2) Pengajuan Penawaran
a) Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan
penawaran lelang transaksi Term Deposit valas
kepada Bank Indonesia dalam window time yang
ditetapkan.
b) Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit
valas untuk lelang dengan metode fixed rate
tender meliputi informasi:
(1) nama Peserta OPT;
(2)
tanggal transaksi;
(3) jangka waktu;
(4) Standard …
11
(4) Standard Settlement Instruction; dan
(5) penawaran nilai nominal.
c) Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit
valas untuk lelang dengan metode variable rate
tender meliputi informasi:
(1) nama Peserta OPT;
(2)
tanggal transaksi;
(3) jangka waktu;
(4) Standard Settlement Instruction;
(5) penawaran nilai nominal; dan
(6)
tingkat bunga.
d) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term
Deposit valas sebagaimana dimaksud pada huruf
b) dan/atau huruf c) dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
(1) penawaran dapat diajukan paling banyak 2
(dua) kali untuk masing-masing jangka
waktu yang ditawarkan;
(2) pengajuan setiap penawaran nilai nominal
dari Peserta OPT paling kurang sebesar
USD5,000,000 (lima juta dolar Amerika
Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan
USD1,000,000 (satu juta dolar Amerika
Serikat);
(3) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valas
dilakukan dengan metode variable rate
tender, pengajuan setiap penawaran tingkat
bunga dilakukan dengan kelipatan 1 bps
(basis point) atau 0,01% (satu persepuluh
ribu);
(4) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta
OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat
mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk
setiap penawaran yang diajukan dalam
window time transaksi Term Deposit valas;
(5) koreksi …
12
(5) koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka
(4) dapat dilakukan terhadap informasi
penawaran selain informasi nama Peserta
OPT dan jangka waktu Term Deposit valas;
(6) koreksi penawaran harus memenuhi
persyaratan pengajuan penawaran;
(7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara
bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran yang disampaikan kepada Bank
Indonesia;
(8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia;
(9) Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga
Perantara mengajukan penawaran tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1), angka 2), dan angka 3) atau
tidak melakukan koreksi pengajuan
penawaran dalam window time transaksi
Term Deposit valas maka penawaran
dimaksud dinyatakan batal.
3) Penetapan Pemenang Lelang transaksi Term Deposit
Valas sebagaimana diatur dalam angka 8.
4) Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit
Valas
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi
Term Deposit valas setelah dilakukan proses penetapan
pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan
mekanisme sebagai berikut:
a) mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang
secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT
dan Lembaga Perantara melalui Sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia, antara lain berupa nominal yang
dimenangkan …
13
dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat
bunga Term Deposit;
b) melakukan konfirmasi kepada Peserta OPT yang
memenangkan lelang secara individual melalui
sarana dealing system yang ditetapkan Bank
Indonesia antara lain berupa:
(1) nominal valas dan tingkat bunga yang
dimenangkan Peserta OPT;
(2) jangka waktu;
(3)
tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan
(4) permintaan Standard Settlement Instruction
Peserta OPT,
c) dalam hal penawaran lelang diajukan melalui
Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf b) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
(1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana
dealing system yang ditetapkan Bank
Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui
Lembaga Perantara; atau
(2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana
dealing system yang ditetapkan Bank
Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada
Peserta OPT yang bersangkutan.
5) Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Nilai nominal yang tercantum pada setiap deal
ticket konfirmasi lelang transaksi Term Deposit
valas harus sama dengan nilai nominal setiap
penawaran yang dimenangkan.
b) Pelaksanaan setelmen dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 10.
Surat …
14
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 15
Juni 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/8/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka. </reg_title>
<set_date> 20 Mei 2015 </set_date>
<effective_date> 15 Juni 2015 </effective_date>
<changed_reg> '16/23/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg>
<related_reg> '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010', '16/23/DPM|SE-BI/2014' </related_reg>
|
No.8/26/DPbS
Jakarta, 14 November 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank
Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
Dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/22/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 79, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4648), perlu ditetapkan peraturan
pelaksanaan mengenai perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum
bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah (BPRS), dalam
suatu Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
I. UMUM
1. Modal merupakan salah satu faktor yang penting bagi BPRS dalam
rangka pengembangan usaha dan mengantisipasi terjadinya risiko
kerugian.
2. Kewajiban penyediaan modal minimum bagi BPRS didasarkan pada
risiko aktiva dalam arti luas, baik aktiva yang tercantum dalam neraca
maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin pada
kewajiban …
kewajiban yang masih bersifat kontijen dan/atau komitmen yang
disediakan oleh BPRS bagi pihak ketiga. Secara teknis, kewajiban
penyediaan modal minimum diukur dari persentase tertentu terhadap
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
3. BPRS diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8%
(delapan perseratus) dari ATMR.
II. ASPEK PERMODALAN
Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia tersebut, modal
bagi BPRS terdiri dari modal inti (tier 1) dan modal pelengkap (tier 2).
Adapun rincian komponen dari masing-masing modal tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Modal Inti
Modal Inti terdiri dari:
a. Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara riil dan
efektif oleh pemiliknya sebesar nominal saham serta telah
disetujui oleh Bank Indonesia. Bagi BPRS yang berbentuk
hukum koperasi, modal disetor terdiri atas simpanan pokok,
simpanan wajib dan hibah sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Di dalam komponen modal disetor tidak termasuk pengakuan
modal yang dipesan (subscribed capital stock) yang berasal dari
piutang pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku tentang
Ekuitas.
b. Agio saham, yaitu selisih lebih tambahan modal yang diterima
BPRS sebagai akibat harga saham melebihi nilai nominalnya.
Dalam hal BPRS memiliki disagio saham maka selisih kurang
antara setoran modal yang diterima oleh BPRS dengan nilai
nominal …
nominal saham yang diterbitkan menjadi faktor pengurang modal
inti.
c. Dana setoran modal adalah dana yang secara efektif telah disetor
penuh oleh pemegang saham atau calon pemegang saham dalam
rangka penambahan modal untuk dapat digolongkan sebagai
modal disetor tetapi belum didukung dengan kelengkapan
persyaratan untuk dapat digolongkan sebagai modal disetor
seperti RUPS maupun pengesahan Anggaran Dasar dari instansi
yang berwenang. Dana setoran modal harus ditempatkan pada
rekening khusus (escrow account), dan tidak boleh ditarik
kembali oleh pemegang saham atau calon pemegang saham dan
penggunaannya harus dengan persetujuan Bank Indonesia.
d. Modal sumbangan adalah modal yang diperoleh BPRS dari
sumbangan. Modal yang berasal dari donasi pihak luar yang
diterima oleh BPRS yang berbentuk hukum koperasi juga
termasuk dalam pengertian modal sumbangan.
e. Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan
laba yang ditahan atau dari laba setelah dikurangi pajak, dan
mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat
anggota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
f. Cadangan tujuan, yaitu cadangan yang dibentuk dari bagian laba
setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan
telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau
rapat anggota sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
g. Laba yang ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi
pajak yang oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota
diputuskan untuk tidak dibagikan.
h. Laba …
h. Laba tahun lalu setelah diperhitungkan pajak, yaitu seluruh laba
bersih tahun yang lalu setelah diperhitungkan pajak, dan belum
ditetapkan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham
atau rapat anggota.
Dalam hal BPRS mempunyai saldo rugi tahun lalu maka seluruh
kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.
i.
Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam tahun
buku berjalan setelah dikurangi taksiran hutang pajak
(perhitungan pajak) dan kekurangan jumlah Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dari jumlah yang
seharusnya dibentuk sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
merupakan komponen biaya yang dibebankan pada laba tahun
berjalan. Jumlah laba tahun buku berjalan tersebut yang
diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50% (lima puluh
perseratus). Dalam hal pada tahun berjalan BPRS mengalami
kerugian, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor
pengurang dari modal inti.
Modal inti tersebut pada huruf a sampai dengan huruf i diatas harus
dikurangi dengan goodwill, apabila ada dalam pembukuan BPRS.
2. Modal pelengkap (Tier 2)
Secara rinci modal pelengkap dapat berupa:
a.
Selisih penilaian kembali aktiva tetap yaitu cadangan yang
dibentuk sebagai akibat selisih penilaian kembali aktiva tetap
milik BPRS yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jenderal
Pajak. Selisih penilaian kembali aktiva tetap tidak dapat
dikapitalisasi ke dalam modal disetor dan atau dibagikan sebagai
saham bonus dan atau deviden.
b. Cadangan umum dari penyisihan penghapusan aktiva produktif,
yaitu cadangan umum yang dibentuk dengan cara membebani
laba …
laba rugi tahun berjalan, dengan maksud untuk menampung
kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari tidak
diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif.
PPAP yang bersifat cadangan umum diperhitungkan sebagai
komponen modal pelengkap maksimum sebesar 1,25% dari
jumlah ATMR.
Sedangkan cadangan khusus dari PPAP dikeluarkan dari
komponen modal pelengkap, karena akan diperhitungkan sebagai
faktor pengurang pada nilai aktiva produktif yang bersangkutan
dalam penghitungan ATMR.
c. Modal pinjaman, yaitu pinjaman yang didukung oleh instrumen
atau warkat yang mempunyai persyaratan sebagai berikut:
1. berdasarkan prinsip Qardh;
2.
tidak dijamin oleh BPRS yang bersangkutan, dan sifatnya
dipersamakan dengan modal serta telah dibayar penuh;
3.
tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik, tanpa
persetujuan Bank Indonesia; dan
4. mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal
jumlah kerugian BPRS melebihi saldo laba dan cadangan-
cadangan yang termasuk modal inti, meskipun BPRS belum
dilikuidasi.
Dalam pengertian modal pinjaman ini, untuk BPRS yang
berbadan hukum koperasi, pengertian modal pinjaman sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No.25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
d.
Investasi Subordinasi, yaitu pinjaman yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. berdasarkan prinsip Mudharabah atau Musyarakah;
2. ada perjanjian tertulis antara BPRS dengan investor;
3. mendapat …
3. mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia.
Dalam hubungan ini pada saat BPRS mengajukan
permohonan persetujuan, BPRS harus menyampaikan
program pembayaran kembali pinjaman/investasi subordinasi
tersebut;
4. tidak dijamin oleh BPRS yang bersangkutan dan telah disetor
penuh;
5. minimal berjangka waktu 5 (lima) tahun;
6. pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan
dari Bank Indonesia, dan dengan pelunasan tersebut
permodalan BPRS tetap sehat; dan
7. dalam hal terjadi likuidasi hak tagihnya berlaku paling akhir
dari segala pinjaman yang ada (kedudukannya sama dengan
modal).
Jumlah investasi subordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai
modal untuk sisa jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir adalah
jumlah investasi subordinasi dikurangi amortisasi yang dihitung
dengan menggunakan metode garis lurus atau prorata.
Jumlah investasi subordinasi yang dapat diperhitungkan sebagai
komponen modal pelengkap maksimum sebesar 50% (lima puluh
perseratus) dari modal inti.
III. TATA CARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN MODAL MINIMUM
1. Dasar Perhitungan Kebutuhan Modal Minimum
a. Perhitungan kebutuhan modal minimum didasarkan pada ATMR
dengan memperhitungkan risiko pembiayaan (credit risk).
Pengertian aktiva dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang
tercantum dalam neraca maupun pos tertentu dalam aktiva yang
bersifat …
bersifat administratif yang masih bersifat kontinjen dan/atau
komitmen yang disediakan oleh BPRS bagi pihak ketiga.
b. Dalam menghitung ATMR dengan memperhitungkan risiko
pembiayaan (credit risk), terhadap masing-masing pos aktiva neraca
diberikan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko
yang terkandung pada aktiva itu sendiri atau bobot risiko yang
didasarkan pada golongan nasabah, penjamin serta sifat agunan.
c. Penghitungan ATMR untuk aktiva produktif dibedakan sebagai
berikut:
1) Penyediaan dana dan atau tagihan dalam berbagai bentuk aktiva
produktif yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan
atau pihak ketiga dengan prisip Wadiah, Qardh dan
Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan
(net revenue sharing) yang dibedakan sebagai berikut:
a) Diberikan kepada atau dijamin oleh pemerintah atau bank
sentral diberikan bobot sebesar 0% (nol perseratus);
b) Diberikan kepada atau dijamin oleh bank lain diberikan
bobot sebesar 20% (dua puluh perseratus);
c) Diberikan kepada atau dijamin oleh BUMN/BUMD,
diberikan bobot sebesar 50%.
Dalam hal dijamin oleh BUMD, hanya dapat diakui bobot
risiko sebesar 50% apabila BUMD tersebut telah melakukan
kerjasama penjaminan pembiayaan dengan BUMN.
2) Penyediaan dana dan atau tagihan dalam berbagai bentuk aktiva
produktif yang sumber dananya berasal dari dana pihak ketiga
dengan prinsip Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi
untung (profit sharing) diberikan bobot sebesar 1% (satu
perseratus);
3) Penyediaan …
3) Penyediaan dana dalam bentuk piutang untuk kepemilikan
rumah yang dijamin oleh hak tanggungan pertama dan
bertujuan untuk dihuni yang sumber dananya berasal dari modal
sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip Wadiah,
Qardh dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi
pendapatan (net revenue sharing) diberikan bobot 35% (tiga
puluh lima perseratus);
4) Penyediaan dana dan atau tagihan dalam berbagai bentuk aktiva
produktif kepada pegawai/pensiunan diluar kepemilikan rumah
serta usaha mikro dan kecil (UMK) yang sumber dananya
berasal dari modal sendiri dan/atau dana pihak ketiga dengan
prinsip Wadiah, Qardh dan Mudharabah Muthlaqah
berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing)
diberikan bobot sebesar 50% (lima puluh perseratus), dengan
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Plafon penyediaan dana keseluruhan maksimum Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per
pegawai/pensiunan;
b) 1. Pegawai/pensiunan dijamin dengan asuransi jiwa dari
perusahaan asuransi yang berstatus sebagai BUMN
atau perusahaan asuransi swasta yang memenuhi
persyaratan kesehatan keuangan perusahaan asuransi
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.; atau
2. Penyediaan dana kepada pegawai/pensiunan yang
penyediaan dana-nya dijamin oleh perusahaan BUMN
penjaminan pembiayaan atau perusahaan BUMD
penjaminan pembiayaan yang telah melakukan
kerjasama penjaminan pembiayaan dengan BUMN.
c) Pembayaran …
c) Pembayaran angsuran/pelunasan atas penyediaan dana
bersumber dari gaji/pensiun berdasarkan Surat Kuasa
Memotong Gaji/Pensiun kepada BPRS pemberi
penyediaan dana. Dalam hal pembayaran gaji/pensiun
dilakukan melalui bank lain atau BUMN lain, maka BPRS
pemberi penyediaan dana harus memiliki perjanjian kerja
sama dengan bank lain atau BUMN lain pembayar
gaji/pensiun untuk melakukan pemotongan gaji/pensiun
dalam rangka pembayaran angsuran/pelunasan penyediaan
dana; dan
d) BPRS menyimpan asli surat pengangkatan pegawai atau
surat keputusan pensiun atau Kartu Registrasi Induk
Pensiun (KARIP) dan polis pertanggungan asuransi jiwa
debitur, atau dokumen yang dapat dipersamakan dengan
itu untuk penjaminan oleh perusahaan BUMN/BUMD
penjaminan pembiayaan .
Pengertian pegawai adalah pegawai negeri sipil (PNS), anggota
TNI/POLRI, pegawai lembaga negara dan pegawai Badan
Usaha Milik Negara/Daerah.
5) Penyediaan dana dan atau tagihan kepada usaha mikro dan
usaha kecil (UMK) yang sumber dananya berasal dari modal
sendiri dan/atau dana pihak ketiga dengan prinsip Wadiah,
Qardh dan Mudharabah Muthlaqah berdasarkan sistem bagi
pendapatan (net revenue sharing) diberikan bobot sebesar 85%
(delapan puluh lima perseratus).
Penyediaan dana dan atau tagihan kepada usaha mikro adalah
penyediaan dana dan atau tagihan kepada usaha mikro dengan
plafon sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
Penyediaan ...
Penyediaan dana dan atau tagihan kepada usaha kecil adalah
penyediaan dana dan atau tagihan kepada usaha kecil dengan
plafon lebih besar dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
6) Penyediaan dana dan atau tagihan dalam berbagai bentuk aktiva
produktif yang berdasarkan sistem bagi untung (profit sharing
method) yang sumber dananya dari modal sendiri, Wadiah,
Qardh, dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi
pendapatan (net revenue sharing) diberikan bobot sebesar 150%
(seratus lima puluh perseratus).
2. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud pada
angka 1, maka rincian bobot risiko untuk semua aktiva Neraca adalah
sebagai berikut:
0%
: 1. Kas.
2. Emas dan mata uang emas.
3. Commemorative coins.
4. Penempatan pada Bank Indonesia :
4.1. Giro Wadiah pada Bank Indonesia;
4.2. SWBI;
4.3. Lainnya.
5. Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk
pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, piutang
Murabahah, piutang Salam, piutang Istishna’, piutang
Qardh, Ijarah kepada atau dijamin:
5.1. Bank sentral;
5.2. Pemerintah Pusat.
6. Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk
pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah, piutang
Murabahah …
Murabahah, piutang Salam, piutang Istishna’, piutang
Qardh, Ijarah, piutang transaksi multijasa yang dijamin
uang kas, uang kertas asing, emas, mata uang emas,
deposito, dan tabungan pada BPRS yang bersangkutan
sebesar nilai dari jaminan tersebut.
1 % : Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk pembiayaan
Mudharabah dan Musyarakah, piutang Murabahah, piutang
Salam, piutang Istishna’, Ijarah, piutang transaksi multijasa
yang sumber dananya berasal dari dana pihak ketiga dengan
prinsip Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi
untung (profit sharing).
20% : Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk pembiayaan
Mudharabah dan Musyarakah, piutang Murabahah, piutang
Salam, piutang Istishna’, piutang Qardh, Ijarah kepada atau
dijamin bank syariah lain yang sumber dananya berasal dari
modal sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip
Wadiah, Qardh dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan
sistem bagi pendapatan (net revenue sharing);
35% : Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk piutang
untuk kepemilikan rumah yang dijamin oleh hak tanggungan
pertama dan bertujuan untuk dihuni yang sumber dananya
berasal dari modal sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan
prinsip Wadiah, Qardh dan Mudharabah Mutlaqah
berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue sharing);
50% : Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk pembiayaan
Mudharabah dan Musyarakah, piutang Murabahah, piutang
Salam, piutang Istishna’, piutang Qardh, Ijarah kepada atau
dijamin BUMN/BUMD yang sumber dananya berasal dari
modal sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip
Wadiah …
Wadiah, Qardh dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan
sistem bagi pendapatan (net revenue sharing);
50% : Penyediaan dana dan atau tagihan dalam bentuk pembiayaan
Mudharabah dan Musyarakah, piutang Murabahah, piutang
Salam, piutang Istishna’, piutang Qardh, Ijarah kepada
pegawai/pensiunan diluar kepemilikan rumah serta usaha
mikro dan kecil (UMK) yang sumber dananya berasal dari
modal sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip
Wadiah, Qardh dan Mudharabah Mutlaqah berdasarkan
sistem bagi pendapatan (net revenue sharing);
85% : Penyediaan dana atau tagihan dalam bentuk pembiayaan
Mudharabah dan Musyarakah, piutang Murabahah, piutang
Salam, piutang Istishna’, piutang Qardh, Ijarah yang
diberikan kepada usaha mikro dan usaha kecil (UMK) yang
sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau dana
pihak ketiga dengan prinsip Wadiah, Qardh dan Mudharabah
Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue
sharing);
100% : 1. Persediaan
2. Aktiva tetap dan inventaris.
3. Rupa-rupa aktiva.
4. Lainnya, termasuk piutang transaksi multijasa.
yang sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau
dana pihak ketiga dengan prinsip Wadiah, Qardh dan
Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan
(net revenue sharing);
150% : Penyediaan dana dalam berbagai bentuk aktiva produktif
yang berdasarkan sistem bagi untung (profit sharing method)
yang sumber dananya dari Wadiah, modal sendiri, Qardh, dan
Mudharabah …
Mudharabah Mutlaqah berdasarkan sistem bagi pendapatan
(net revenue sharing).
3. Bobot Risiko Aktiva Administratif
Perhitungan bobot risiko untuk aktiva administratif dilakukan melalui 2
(dua) tahap.
3.1. Tahap pertama
Aktiva Administratif terlebih dahulu ditetapkan faktor konversinya,
yaitu faktor tertentu yang digunakan untuk mengkonversikan
aktiva administratif ke dalam aktiva neraca yang menjadi
padanannya. Besarnya faktor konversi untuk aktiva administratif
didasarkan pada tingkat kemungkinannya untuk menjadi aktiva
neraca yang efektif. Faktor konversi aktiva administratif adalah
sebagai berikut:
50% : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
yang belum digunakan yang disediakan kepada
nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang
berjalan.
3.2. Tahap Kedua
Setelah diketahui faktor konversinya maka aktiva administratif
tersebut dikonversikan ke dalam aktiva neraca padanannya.
Selanjutnya, untuk menghitung bobot risiko aktiva administratif
dilakukan dengan mengalikan faktor konversi dengan bobot risiko
aktiva neraca padanannya.
Atas dasar perhitungan tersebut, maka pengelompokan besarnya
bobot risiko masing-masing aktiva administratif menjadi sebagai
berikut:
0% …
0% : 1. Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
yang belum digunakan yang disediakan untuk
nasabah sampai dengan akhir tahun takwim yang
berjalan yang disediakan bagi atau dijamin oleh
Pemerintah Pusat Republik Indonesia dan Bank
Indonesia.
2. Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
yang belum digunakan yang disediakan kepada
nasabah yang dijamin dengan uang kas, uang kertas
asing, emas, mata uang emas, serta giro, deposito dan
tabungan pada BPRS yang bersangkutan sebesar nilai
jaminannya.
10 % : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah
sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan yang
disediakan bagi atau dijamin bank syariah lain.
25 % : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah
sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan yang
disediakan bagi atau dijamin BUMN/BUMD.
25 % : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah
sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan yang
disediakan bagi pegawai/pensiunan.
42,5% : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah
sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan yang
disediakan bagi atau dijamin untuk usaha mikro dan
usaha kecil (UMK).
50% …
50% : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah
sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan yang
disediakan bagi atau dijamin oleh pihak lainnya.
75 % : Fasilitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
yang belum digunakan yang disediakan untuk nasabah
sampai dengan akhir tahun takwim yang berjalan, yang
berdasarkan sistem bagi untung atau rugi (profit loss
sharing method) yang sumber dananya dari modal
sendiri, Wadiah, Qardh, dan Mudharabah Mutlaqah
berdasarkan sistem bagi pendapatan (net revenue
sharing).
4. Cara Penghitungan Kebutuhan Modal Minimum
Kebutuhan modal minimum BPRS dihitung dengan cara sebagai
berikut:
4.1. Dengan melakukan penjumlahan ATMR, yaitu:
a. ATMR aktiva neraca yang diperoleh dengan cara mengalikan
nilai nominal aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko
tersebut pada angka III.2;
b. ATMR aktiva administratif yang diperoleh dengan cara
mengalikan nilai nominal rekening administratif yang
bersangkutan dengan bobot risiko tersebut pada angka
III.3.3.2;
4.2. Jumlah kewajiban penyediaan modal minimum BPRS adalah 8%
(delapan perseratus) dari jumlah ATMR pada angka 4.1.
4.3. Dihitung jumlah modal inti dan modal pelengkap.
4.4. Dengan membandingkan jumlah modal pada angka 4.3. dengan
kewajiban penyediaan modal minimum tersebut pada angka 4.2.,
dapat …
dapat diketahui kelebihan atau kekurangan modal dari BPRS yang
bersangkutan.
Formulir perhitungan kebutuhan modal minimum BPRS adalah seperti
contoh pada Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini..
IV. PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Sesuai dengan Pasal 8 Peraturan Bank Indonesia Nomor tersebut,
BPRS wajib melaporkan perhitungan kewajiban penyediaan modal
minimum dengan menggunakan format sesuai Lampiran I selambat-
lambatnya tanggal 21 pada bulan berikutnya setelah laporan yang
bersangkutan.
2. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 mulai diberlakukan
untuk periode pelaporan data bulan Januari 2007 yang disampaikan
pada bulan Februari 2007.
3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan dalam
bentuk disket dan hasil olahan komputer kepada Bank Indonesia
sebagai berikut:
a. Bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia disampaikan kepada Direktorat Perbankan
Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350; atau
b. Bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia disampaikan kepada Kantor Bank
Indonesia setempat.
V. LAIN – LAIN
1. Mengingat bahwa modal merupakan faktor penting bagi BPRS dalam
rangka pengembangan usaha yang sehat dan dapat menampung risiko
kerugian, maka para pemilik dan pengurus BPRS diminta agar
menyesuaikan rencana ekspansinya dalam batas-batas yang dapat
ditampung oleh permodalan BPRS yang bersangkutan.
2. Selalu …
2. Selalu melakukan pemantauan terhadap kondisi permodalan BPRS
sesuai dengan ketentuan tersebut di atas dengan cara menghitung
sendiri kecukupan permodalannya sekurang-kurangnya untuk periode
bulanan dengan menggunakan data sesuai dengan laporan bulanan
yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
VI. PENUTUP
1. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran bank
Indonesia No.26/2/BPPP tanggal 29 Mei 1993 perihal Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Perkreditan Rakyat tanggal 29
Mei 1993, dinyatakan tidak berlaku bagi BPRS.
2. Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal 1 Januari
2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/26/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title>
<set_date> 14 November 2006 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2007 </effective_date>
<replaced_reg> '26/2/BPPP|SE-BI/1993' </replaced_reg>
<related_reg> '8/22/PBI/2006' </related_reg>
|
No.11/ 29 /DPNP
Jakarta, 16 Oktober 2009
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dalam Rupiah
Sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 4A Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/25/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia
dalam Rupiah dan Valuta Asing, tata cara pemenuhan Giro Wajib Minimum
(GWM) Sekunder dalam rupiah akan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran
Bank Indonesia. Sehubungan dengan itu dipandang perlu untuk mengatur lebih
lanjut mengenai tata cara perhitungan GWM Sekunder dalam rupiah sebagai
berikut:
I. UMUM
1. Sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/25/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum
pada . . .
pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, Bank wajib
memenuhi GWM dalam rupiah yang terdiri dari GWM Utama dan
GWM Sekunder.
2. GWM Sekunder adalah cadangan minimum yang wajib dipelihara
oleh Bank berupa Sertifikat Bank Indonesia, Surat Utang Negara,
Surat Berharga Syariah Negara dan/atau Excess Reserve, yang
besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu
dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Sesuai Peraturan Bank Indonesia yang
berlaku saat ini persentase GWM Sekunder dalam rupiah ditetapkan
sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari DPK dalam rupiah.
Persentase ini dapat disesuaikan dari waktu ke waktu dengan
mempertimbangkan kondisi perekonomian dan arah kebijakan Bank
Indonesia.
3. Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan:
a. Sertifikat Bank Indonesia yang untuk selanjutnya disebut SBI
adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek.
b. Surat Berharga Negara yang untuk selanjutnya disebut SBN
adalah surat berharga berupa Surat Utang Negara dalam mata
uang rupiah dan/atau surat berharga berdasarkan prinsip syariah
dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh pemerintah.
c. Surat Utang Negara yang untuk selanjutnya disebut SUN
adalah surat pengakuan utang yang diterbitkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai Surat Utang Negara,
namun terbatas hanya dalam mata uang rupiah.
d. Obligasi
. . .
d. Obligasi Negara yang untuk selanjutnya disebut ON merupakan
SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan
dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
e. Surat Perbendaharaan Negara yang untuk selanjutnya disebut
SPN merupakan SUN yang berjangka waktu sampai dengan
12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
f. Surat Berharga Syariah Negara yang untuk selanjutnya disebut
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga
negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai
bukti atas bagian penyertaan terhadap Aset SBSN, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
Surat Berharga Syariah Negara, namun terbatas hanya dalam
mata uang rupiah.
g. Excess Reserve adalah kelebihan saldo Rekening Giro Rupiah
Bank dari GWM Utama yang dipelihara di Bank Indonesia.
h. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
untuk selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi
dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung
langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-SSSS dan
Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
i. Sub-rekening Investasi pada BI-SSSS adalah sub-rekening untuk
menampung pencatatan kepemilikan surat berharga yang
diperoleh peserta bank dalam rangka program pemerintah antara
lain program rekapitalisasi perbankan.
j. Sub-rekening . . .
j. Sub-rekening Perdagangan atau aktif pada BI-SSSS adalah
sub-rekening untuk menampung pencatatan kepemilikan surat
berharga yang dapat diperdagangkan baik yang berasal dari
Sub-rekening Investasi maupun hasil pembelian surat berharga
di pasar perdana dan di pasar sekunder.
II. TATA CARA PERHITUNGAN GWM SEKUNDER DALAM RUPIAH
Tata cara perhitungan GWM Sekunder dalam rupiah ditetapkan sebagai
berikut:
1. Komponen yang Diperhitungkan
a. Komponen yang diperhitungkan sebagai cadangan dalam
pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah adalah:
1) SBI untuk seluruh jangka waktu.
2) SBN, yang mencakup:
a) SUN berupa ON dan/atau SPN, untuk seluruh jenis
dan jangka waktu, tidak termasuk SUN yang tidak
dapat diperdagangkan (untradeable); dan
b) SBSN untuk seluruh jenis dan jangka waktu, tidak
termasuk SBSN yang tidak dapat diperdagangkan
(untradeable).
3) Excess Reserve.
b. SBI dan SBN yang dapat diperhitungkan dalam pemenuhan
GWM Sekunder dalam rupiah adalah SBI, SUN, dan/atau SBSN
milik Bank yang tercatat pada rekening surat berharga Bank di
BI-SSSS, yaitu dalam:
1) Sub-rekening Investasi; dan/atau
2) Sub-rekening Perdagangan atau aktif.
namun . . .
namun tidak termasuk SBI, SUN, dan/atau SBSN milik Bank
yang tercatat pada rekening surat berharga sub-registry.
2. Sumber Data dan Nilai yang Digunakan
a. Penetapan jumlah SBI dan SBN yang dimiliki Bank dilakukan
berdasarkan data yang tercatat pada rekening surat berharga
Bank di BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf b
di atas, pada posisi akhir hari yaitu pada saat cut off time
BI-SSSS.
b. Nilai SBI dan SBN yang digunakan dalam perhitungan GWM
Sekunder adalah nilai pasar (market value) yang tercantum di
BI-SSSS untuk SBI dan SBN dimaksud.
3. Perhitungan Pemenuhan GWM
Pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah dihitung dengan
membandingkan jumlah SBI, SUN, SBSN, dan/atau Excess Reserve
milik Bank yang tercatat di Bank Indonesia setiap akhir hari dalam
1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam
1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya.
Formula perhitungan GWM Sekunder dalam rupiah adalah sebagai
berikut:
SBI + SUN + SBSN + Excess Reserve
x 100%
Rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam 1 (satu) masa
laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya
III. SANKSI . . .
III. SANKSI
Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM akan dikenakan
sanksi sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 10/25/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum
Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing.
Perhitungan sanksi kewajiban membayar bagi Bank yang melanggar
kewajiban pemenuhan GWM dalam rupiah, baik untuk GWM Utama dalam
rupiah maupun untuk GWM Sekunder dalam rupiah, dilakukan dengan
formula sebagai berikut:
Kekurangan GWM x 125% x suku bunga JIBOR x hari kerja
360 x 100
Suku bunga JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate) yang digunakan
adalah rata-rata suku bunga JIBOR dalam rupiah jangka waktu 1 (satu) hari
(overnight) pada hari terjadinya pelanggaran.
IV. CONTOH PERHITUNGAN PEMENUHAN GWM DALAM RUPIAH
DAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
1. Contoh perhitungan GWM dalam rupiah:
Bank A memiliki rata-rata harian DPK dalam rupiah dalam masa
laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan Oktober
sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima trilyun rupiah).
Berdasarkan data tersebut, GWM harian dalam rupiah yang wajib
dipenuhi untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal
akhir bulan Oktober adalah sebagai berikut:
a. GWM . . .
a. GWM Utama dalam rupiah sebesar 5% (lima persen) dari
Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima trilyun rupiah), yaitu
sebesar Rp2.750.000.000.000,00 (dua trilyun tujuh ratus lima
puluh milyar rupiah); dan
b. GWM Sekunder dalam rupiah sebesar 2,5% (dua koma lima
persen) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima trilyun
rupiah), yaitu sebesar Rp1.375.000.000.000,00 (satu trilyun tiga
ratus tujuh puluh lima milyar rupiah).
Komposisi saldo Rekening Giro Rupiah Bank A pada Bank Indonesia,
SBI dan SBN milik Bank yang tercatat pada rekening surat berharga
Bank di BI-SSSS (dalam Sub-rekening Investasi dan/atau
Sub-rekening Perdagangan atau aktif) adalah sebagai berikut:
Tanggal
24 Oktober
25 Oktober
26 Oktober
27 Oktober
28 Oktober
29 Oktober
30 Oktober
31 Oktober
Saldo Rekening Giro Rupiah
Rp3.500.000,00
Rp3.500.000,00
Rp2.750.000,00
Rp2.000.000,00
Rp2.500.000,00
Rp2.750.000,00
Rp2.750.000,00
Rp2.750.000,00
(dalam juta rupiah)
SBI dan SBN
Rp1.500.000,00
Rp1.500.000,00
Rp1.500.000,00
Rp1.500.000,00
Rp1.325.000,00
Rp1.350.000,00
Rp1.375.000,00
Rp1.375.000,00
Asumsi: Tanggal 24 Oktober dan 31 Oktober adalah hari Sabtu, dan
tanggal 25 Oktober adalah hari Minggu.
Perhitungan . . .
Perhitungan pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah untuk Bank A
dilakukan sebagai berikut:
(dalam juta rupiah)
Excess
Reserve
Tanggal
SBI dan SBN
(1)
(2) = Giro di
BI dikurangi
Giro di BI
untuk GWM
Utama
Total
(3) = (1) + (2)
Persentase
GWM
Sekunder
(4) = (3)
dibagi
Rata-rata
DPK
24 Oktober Rp1.500.000,00 Rp750.000,00 Rp2.250.000,00 4,09% Memenuhi
25 Oktober Rp1.500.000,00 Rp750.000,00 Rp2.250.000,00 4,09% Memenuhi
26 Oktober Rp1.500.000,00 Rp0
27 Oktober Rp1.500.000,00 Rp0
(Bank
kekurangan
GWM Utama
dalam rupiah)
Rp1.500.000,00 2,73% Memenuhi
Rp1.500.000,00 2,73% Bank kekurangan
GWM Utama
sebesar
Rp750.000,00. (Rp.
2.000.000,00 –
Rp2.750.000,00)
Kekurangan GWM
Utama tidak dapat
dipenuhi
dari
kelebihan GWM
Sekunder.
28 Oktober Rp1.325.000,00 Rp0
(Bank
kekurangan
GWM Utama
dalam rupiah)
Rp1.325.000,00 2,41% Bank kekurangan
GWM Utama
sebesar
Rp250.000,00
(Rp2.500.000,00 –
Rp2.750.000,00)
dan kekurangan
GWM Sekunder
sebesar
Rp50.000,00
(Rp1.325.000,00 -
Rp1.375.000,00)
29 Oktober Rp1.350.000,00 Rp0
Rp1.350.000.,00
2,45% Bank kekurangan
GWM Sekunder
dalam rupiah
sebesar
Rp25.000,00
(Rp1.350.000,00 –
Rp1.375.000,00)
30 Oktober Rp1.375.000,00 Rp0
31 Oktober Rp1.375.000,00 Rp0
Rp1.375.000,00
Rp1.375.000,00
2,5% Memenuhi
2,5% Memenuhi
2. Contoh
Keterangan
(Memenuhi/tidak
memenuhi)
. . .
2. Contoh Perhitungan Sanksi
Berdasarkan contoh perhitungan GWM dalam rupiah pada angka 1,
perhitungan sanksi pelanggaran GWM Sekunder dalam rupiah pada
tanggal 27, 28, dan 29 Oktober adalah sebagai berikut:
a. Pada tanggal 27 Oktober, saldo Rekening Giro Rupiah Bank A
pada Bank Indonesia adalah sebesar Rp2.000.000.000.000,00,
(dua trilyun rupiah) sehingga terdapat kekurangan pemenuhan
GWM Utama dalam rupiah sebesar Rp750.000.000.000,00
(tujuh ratus lima puluh milyar rupiah).
Apabila diasumsikan rata-rata suku bunga JIBOR overnight
dalam rupiah pada tanggal 27 Oktober adalah sebesar 6% (enam
persen), maka perhitungan sanksi kewajiban membayar atas
pelanggaran GWM Utama dalam rupiah untuk Bank A pada
tanggal 27 Oktober adalah sebagai berikut:
Kekurangan GWM x 125% x suku bunga JIBOR x hari kerja
360 x 100
yaitu
Rp750.000.000.000,00 x 1,25 x 6 x 1
360 x 100
b. Pada tanggal 28 Oktober, saldo Rekening Giro Rupiah Bank A
pada Bank Indonesia adalah sebesar Rp2.500.000.000.000,00,
(dua trilyun lima ratus milyar rupiah) dan Bank memiliki SBI,
SUN, dan/atau SBSN sebesar Rp1.325.000.000.000,00 (satu
trilyun tiga ratus dua puluh lima milyar rupiah) sehingga terdapat
kekurangan pemenuhan GWM sebesar Rp300.000.000.000,00
(tiga ratus milyar rupiah), yang terdiri dari kekurangan
pemenuhan . . .
pemenuhan GWM Utama dalam rupiah sebesar
Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh milyar rupiah) dan
kekurangan pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah sebesar
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Apabila diasumsikan rata-rata suku bunga JIBOR overnight
dalam rupiah pada tanggal 28 Oktober adalah sebesar 6% (enam
persen), maka perhitungan sanksi kewajiban membayar atas
pelanggaran GWM rupiah untuk Bank A pada tanggal
28 Oktober adalah sebagai berikut:
Kekurangan GWM x 125% x suku bunga JIBOR x hari kerja
360 x 100
yaitu
Rp300.000.000.000,00 x 1,25 x 6 x 1
360 x 100
c. Pada tanggal 29 Oktober, terdapat kekurangan pemenuhan
GWM Sekunder dalam rupiah sebesar Rp25.000.000.000,00
(dua puluh lima milyar rupiah).
Apabila diasumsikan rata-rata suku bunga JIBOR overnight
dalam rupiah pada tanggal 29 Oktober adalah sebesar 6% (enam
persen), maka perhitungan sanksi kewajiban membayar atas
pelanggaran GWM Sekunder dalam rupiah untuk Bank A pada
tanggal 29 Oktober adalah sebagai berikut:
Kekurangan GWM x 125% x suku bunga JIBOR x hari kerja
360 x 100
yaitu
Rp25.000.000.000,00 x 1,25 x 6 x 1
360 x 100
V. PENUTUP . . .
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 24 Oktober 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/29/DPNP|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dalam Rupiah </reg_title>
<set_date> 16 Oktober 2009 </set_date>
<effective_date> 24 Oktober 2009 </effective_date>
<related_reg> '10/25/PBI/2008', '10/19/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
|
No. 10/22/DPM
Jakarta, 7 Juli 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK, PIALANG PASAR UANG DAN PIALANG PASAR MODAL
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/21/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Tata Cara Pembelian
dan/atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di
Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka
Sehubungan dengan penyempurnaan ketentuan terkait Bank Indonesia-
Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS) dan penyempurnaan underlying
asset dalam pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka (OPT), dipandang perlu untuk
mengubah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 April 2004
perihal Tata Cara Pembelian dan/atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank
Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka sebagaimana
telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/1/DPM tanggal 27
Januari 2006, sebagai berikut :
1. Ketentuan Bab I angka 12, angka 14, angka 15, angka 16 dan angka 18 diubah,
serta menambah 1 (satu) angka baru yaitu angka 19, sehingga Bab I berbunyi
sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan :
1. Bank ...
2
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan
kegiatan usaha perbankan konvensional.
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
3. Pembelian dan/atau Penjualan SUN adalah pembelian dan/atau
penjualan SUN oleh Bank Indonesia di pasar sekunder dalam rangka
OPT yang dilakukan melalui mekanisme lelang dan/atau non-lelang.
4. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga
yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara,
yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara.
5. Surat Perbendaharaan Negara adalah SUN yang berjangka waktu sampai
dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
6. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua
belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
7. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah dijual di
pasar perdana.
8. Pialang adalah pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan
mengacu kepada ketentuan yang berlaku.
9. Stop-out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto atau
yield yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai kuantitas SUN
tertentu yang akan dibeli/dijual oleh Bank Indonesia.
10. Sistem ...
3
10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana
secara elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang
Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi
secara individual.
11. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank
Indonesia termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat
Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta,
Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
12. Rekening Perdagangan SUN adalah rekening surat berharga yang
digunakan untuk menampung pencatatan kepemilikan SUN yang dapat
diperdagangkan yang dipelihara dalam BI-SSSS oleh Central Registry.
13. Setelmen Transaksi SUN adalah setelmen yang terdiri dari setelmen
surat berharga SUN dan setelmen dana.
14. Setelmen Surat Berharga SUN adalah kegiatan pendebetan dan
pengkreditan rekening SUN di BI-SSSS dalam rangka transaksi
pembelian atau penjualan SUN.
15. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening
giro dan/atau rekening lainnya melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka
pembelian atau penjualan SUN.
16. Harga Setelmen adalah harga yang dibayarkan pembeli kepada penjual
untuk transaksi pembelian atau penjualan SUN.
17. Delivery Versus Payment yang untuk selanjutnya disebut DVP adalah
setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga
SUN dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana.
18. Central ...
4
18. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub Registry
dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia yang memiliki
rekening surat berharga di BI-SSSS.
19. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem
LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara
harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari
Bank Indonesia.
2. Ketentuan Bab II huruf B angka 3 diubah, sehingga Bab II huruf B berbunyi
sebagai berikut :
II. KRITERIA SUN DAN KRITERIA PESERTA LELANG
B. Kriteria Peserta Lelang
1. Pihak-pihak yang dapat melakukan pembelian dan/atau penjualan
SUN dengan Bank Indonesia yang untuk selanjutnya disebut
Peserta Lelang adalah :
a. Bank, untuk kepentingan diri sendiri;
b. Pialang, untuk kepentingan bank.
2. Pialang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf b adalah :
a. pialang pasar uang, yang ditunjuk oleh Bank Indonesia sebagai
pialang dalam transaksi OPT;
b. pialang pasar modal, yang mengikuti lelang SUN di pasar
primer berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia yang berlaku.
3. Peserta ...
5
3. Peserta Lelang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang dapat
melakukan pembelian dan/atau penjualan SUN dengan Bank
Indonesia:
a. tidak dikenakan sanksi penghentian sementara dalam rangka
kegiatan OPT; dan
b. berstatus aktif dalam kepesertaan BI-SSSS.
4. Bank sebagai Peserta Lelang maupun Bank yang diwakili oleh
Pialang wajib memiliki :
a. saldo rekening surat berharga SUN pada Central Registry yang
mencukupi untuk keperluan Setelmen Surat Berharga SUN;
b. saldo rekening giro rupiah pada Bank Indonesia yang
mencukupi untuk keperluan Setelmen Dana.
3. Ketentuan Bab V diubah, sehingga Bab V berbunyi sebagai berikut :
V. Pengenaan Sanksi
1. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi SUN sebagaimana dimaksud
dalam Bab IV angka 4 dan Bab IV angka 5, Bank dikenakan sanksi
berupa :
a. Teguran tertulis, dengan tembusan kepada :
1) Direktorat Pengawasan Bank terkait, dalam hal sanksi diberikan
kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia; atau
2) Tim Pengawas Bank-Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat,
dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KBI; dan
b. Kewajiban ...
6
b. Kewajiban membayar sebesar 1‰ (satu per seribu) dari nilai
nominal transaksi SUN yang dinyatakan batal atau paling banyak
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah).
c. Penghentian sementara untuk mengikuti transaksi OPT dengan
Bank Indonesia selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut dalam hal
terjadi pembatalan transaksi OPT paling sedikit 3 (tiga) kali dalam
kurun waktu 6 (enam) bulan.
Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti
transaksi OPT sebagaimana dimaksud pada Lampiran 3.
2. Pengenaan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1
huruf a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah
Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja
setelah terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada
angka 1 huruf c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi yang ketiga kali.
4. Lampiran 1.b dan Lampiran 2 diubah , serta menambah 1 (satu) lampiran baru
yaitu Lampiran 3 sebagaimana Lampiran 1.b, Lampiran 2 dan Lampiran 3 dalam
Surat Edaran ini.
5. Semua penyebutan Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) sebagaimana dimaksud
dalam tata cara pembelian dan/atau penjualan Surat Utang Negara oleh Bank
Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka yang sudah
ada sebelum Surat Edaran ini diberlakukan harus dibaca menjadi Sistem LHBU.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Juli 2008
Agar ...
7
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/22/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/21/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Tata Cara Pembelian dan/atau Penjualan Surat Utang Negara oleh Bank Indonesia di Pasar Sekunder dalam rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 7 Juli 2008 </set_date>
<effective_date> 7 Juli 2008 </effective_date>
<changed_reg> '6/21/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<extension_of> '8/1/DPM|SE-BI/2006' </extension_of>
<related_reg> '6/21/DPM|SE-BI/2004', '8/1/DPM|SE-BI/2006' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 3 Romawi V' </penalty_list>
|
No.15/50/DPbS
Jakarta, 30 Desember 2013
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
11/9/DPbS tanggal 7 April 2009 perihal Bank Umum
Syariah.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4978) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 15/13/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 233, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5476) maka perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 11/9/DPbS tanggal 7 April 2009 perihal Bank Umum
Syariah sebagai berikut:
1. Ketentuan angka V diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
V.
PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN, ATAU PENGGANTIAN
PEJABAT EKSEKUTIF BANK
Pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian Pejabat
Eksekutif dilaporkan oleh Bank kepada Bank Indonesia. Apabila
berdasarkan penelitian dan penilaian Bank Indonesia, Pejabat
Eksekutif dimaksud memiliki rekam jejak negatif maka Bank
wajib segera membatalkan pengangkatan dan mengganti pejabat
yang bersangkutan.
Dalam rangka penelitian dan penilaian dimaksud, Bank
Indonesia dapat melakukan wawancara untuk klarifikasi dan
konfirmasi guna memastikan kelayakan yang bersangkutan.
Bank…
2
Bank wajib menatausahakan dokumen pengangkatan,
pemberhentian, dan penggantian Pejabat Eksekutif sebagai
berikut:
a. surat keputusan Direksi Bank atau pejabat yang berwenang
mengenai pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian
Pejabat Eksekutif, berita acara serah terima jabatan sebagai
Pejabat Eksekutif, dan/atau dokumen lain yang dapat
dipersamakan dengan itu;
b. dokumen yang menyatakan identitas Pejabat Eksekutif
yang baru sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3.a,
butir II.A.3.b, butir II.A.3.c, dan butir II.A.3.d; dan
c. dokumen dalam rangka penelitian calon Pejabat Eksekutif
antara lain informasi, referensi dari tempat kerja
sebelumnya dan informasi mengenai kredit atau
pembiayaan macet.
2. Di antara angka V dan angka VI disisipkan 1 (satu) angka, yakni
angka VA sehingga berbunyi sebagai berikut:
VA. KAJIAN RENCANA PEMBUKAAN, PERUBAHAN STATUS,
PEMINDAHAN ALAMAT, DAN/ATAU PENUTUPAN KANTOR
BANK SERTA RENCANA PEMBUKAAN, PEMINDAHAN,
DAN/ATAU PENGHENTIAN KEGIATAN LAYANAN SYARIAH
BANK DALAM RENCANA BISNIS BANK
A. Bank wajib menyusun kajian sebagai dasar untuk
menetapkan rencana pembukaan, perubahan status,
pemindahan alamat, dan/atau penutupan kantor Bank
serta rencana pembukaan, pemindahan, dan/atau
penghentian kegiatan Layanan Syariah Bank (LSB) dengan
berpedoman pada Lampiran 10A.
B. Bank wajib mencantumkan kajian sebagaimana dimaksud
pada huruf A dalam lampiran rencana bisnis Bank terkait
rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan
kantor sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai rencana bisnis Bank.
C. Kajian…
3
C. Kajian yang merupakan lampiran rencana bisnis Bank
sebagaimana dimaksud pada huruf B disampaikan pertama
kali paling lambat tanggal 28 Maret 2014. Selanjutnya
kajian disampaikan bersamaan dengan penyampaian
rencana bisnis Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai rencana bisnis Bank.
3. Ketentuan angka VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
VI. PEMBUKAAN KANTOR BANK
A. PEMBUKAAN KANTOR CABANG DI DALAM NEGERI
Permohonan izin pembukaan KC diajukan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 12
disertai dengan dokumen sebagai berikut:
1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list)
atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh
satuan kerja kepatuhan meliputi:
a. daftar aktiva tetap dan inventaris;
b. susunan dan struktur organisasi;
c. bukti kepemilikan, penguasaan atau perjanjian
sewa atau nota kesepakatan sewa menyewa
gedung kantor;
d.
foto gedung kantor dan tata letak ruangan,
termasuk ruang khasanah yang menunjukkan
persiapan kantor Bank beroperasi;
e. persiapan sumber daya manusia;
f. persiapan jaringan telekomunikasi; dan
g.
formulir atau warkat yang akan digunakan dalam
operasional;
2. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat
potensi ekonomi, peluang pasar, tingkat persaingan
yang sehat antar Bank dan unit usaha syariah, serta
tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor unit
usaha syariah; dan
3. rencana…
4
3. rencana penghimpunan dan penyaluran dana paling
singkat selama 12 (dua belas) bulan beserta
penjelasannya.
B. PEMBUKAAN KANTOR CABANG PEMBANTU DI DALAM
NEGERI
Laporan rencana pembukaan KCP disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15
disertai dengan dokumen sebagai berikut:
1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list)
atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh
satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam
butir A.1; dan
2. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat
tingkat kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor unit
usaha syariah, serta potensi penghimpunan dan
penyaluran dana.
C. PEMBUKAAN KANTOR KAS DI DALAM NEGERI
Laporan rencana pembukaan KK disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15A
disertai dengan dokumen sebagai berikut:
1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list)
atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh
satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam
butir A.1; dan
2. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat
potensi penghimpunan dana.
D. PEMBUKAAN KANTOR FUNGSIONAL DI DALAM NEGERI
1. Jenis KF terdiri dari KF yang melakukan kegiatan
operasional dan KF yang melakukan kegiatan non
operasional. Kegiatan operasional adalah kegiatan
penghimpunan…
5
penghimpunan dan/atau penyaluran dana secara
terbatas dengan melakukan 1 (satu) atau lebih
kegiatan di bawah ini:
a. penerimaan nasabah;
b. penerimaan atau pengeluaran kas;
c. pemrosesan permohonan penyaluran atau
penghimpunan dana; dan/atau
d. pemberian keputusan atas permohonan
penyaluran atau penghimpunan dana.
2. Pembukaan KF diatur sebagai berikut:
a. Laporan rencana pembukaan KF yang melakukan
kegiatan operasional disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 15B disertai dengan dokumen sebagai
berikut:
1) daftar pemenuhan persyaratan (compliance
check list) atas persiapan operasional yang
telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1; dan
2)
rencana Bank untuk mengutamakan
pemberian pembiayaan pada sektor produktif,
untuk KF yang memberikan pembiayaan.
b. Laporan rencana pembukaan KF yang melakukan
kegiatan non operasional disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 15B disertai dengan dokumen berupa
daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.a sampai
dengan butir A.1.f.
E. PEMBUKAAN…
6
E. PEMBUKAAN KANTOR WILAYAH DI DALAM NEGERI
1. Laporan rencana pembukaan Kanwil disampaikan oleh
Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 15C disertai dengan dokumen sebagai
berikut:
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.a sampai
dengan butir A.1.f;
b. cakupan wilayah kerja dan struktur organisasi;
dan
c.
tugas dan kewenangan Kanwil.
2. Dalam hal Kanwil akan melakukan kegiatan
operasional sebagaimana KC maka wajib memenuhi
ketentuan pembukaan KC.
F. PEMBUKAAN KANTOR DI LUAR NEGERI
1. Permohonan izin pembukaan KC atau jenis-jenis
kantor lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan
operasional diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia
dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 17 disertai
dengan dokumen sebagai berikut:
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud pada butir A.1;
b. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat
potensi ekonomi dan peluang pasar; dan
c.
rencana bisnis KC atau jenis-jenis kantor lainnya
di luar negeri yang melakukan kegiatan
operasional paling singkat selama 12 (dua belas)
bulan.
2. Permohonan…
7
2. Permohonan izin pembukaan kantor perwakilan atau
jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang
melakukan kegiatan non operasional diajukan oleh
Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 18.
3. Salinan atau fotokopi izin pembukaan kantor di luar
negeri dari otoritas di negara setempat disampaikan
oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 18A.
4. Di antara angka VI dan angka VII disisipkan 1 (satu) angka, yakni
angka VIA sehingga berbunyi sebagai berikut:
VIA. KERJASAMA BANK DENGAN BANK UMUM KONVENSIONAL
YANG MEMILIKI HUBUNGAN KEPEMILIKAN
A. LAYANAN SYARIAH BANK
1. Laporan rencana pembukaan kegiatan LSB
disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 18B disertai dengan
dokumen sebagai berikut:
a.
fotokopi surat persetujuan dari Bank Indonesia
kepada Bank Umum Konvensional (BUK) untuk
melakukan aktivitas keagenan dan/atau
kerjasama dalam bentuk kegiatan LSB;
b.
fotokopi perjanjian kerjasama antara Bank dengan
BUK yang paling kurang memuat:
1)
tujuan dan ruang lingkup kerjasama;
2) mekanisme kerjasama;
3) hak dan kewajiban para pihak;
4) kerahasiaan;
5) pembebanan biaya dan penetapan imbalan;
6) pelaporan;
7)
tanggung jawab atas kerugian;
8) pelaksanaan…
8
8) pelaksanaan evaluasi;
9)
jangka waktu;
10) penyelesaian perselisihan;
11) penanganan pengaduan nasabah;
12) pemberian kuasa; dan
13) analisis dan mitigasi risiko;
c. persiapan jaringan telekomunikasi dan sistem
informasi;
d. dokumen mengenai persiapan sumber daya
manusia;
e. analisis dan mitigasi risiko;
f.
sistem dan prosedur pencatatan transaksi dan
dokumentasi;
g. sistem dan prosedur pengawasan yang akan
dilakukan; dan
h. persiapan dan hasil uji coba (apabila ada) atas
kegiatan LSB.
2. Laporan rencana pemindahan kegiatan LSB
disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 18C.
3. Laporan rencana penghentian kegiatan LSB
disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 18D disertai dengan
dokumen berupa penjelasan mengenai langkah-
langkah yang akan ditempuh dalam rangka
penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban
kegiatan LSB kepada nasabah dan pihak lainnya.
B. JASA KONSULTASI
Laporan rencana kerjasama antara Bank dengan BUK
dalam bentuk Jasa Konsultasi disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format…
9
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18E
disertai dengan dokumen sebagai berikut:
1. fotokopi surat persetujuan dari Bank Indonesia kepada
BUK untuk melakukan aktivitas keagenan dan/atau
kerjasama dalam bentuk Jasa Konsultasi;
2. fotokopi perjanjian kerjasama antara Bank dengan
BUK yang paling kurang memuat antara lain:
a.
tujuan dan ruang lingkup kerjasama;
b. mekanisme kerjasama;
c. hak dan kewajiban para pihak;
d. kerahasiaan;
e. pembebanan biaya dan penetapan imbalan;
f.
g.
pelaksanaan evaluasi; dan
jangka waktu;
3. analisis dan mitigasi risiko; dan
4. mekanisme kerja (flowchart) alur kerjasama Jasa
Konsultasi.
5. Ketentuan angka VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
VII. PERUBAHAN STATUS KANTOR BANK
A. PENINGKATAN STATUS KANTOR
1. Permohonan izin peningkatan status kantor Bank dari
KCP atau KK menjadi KC diajukan oleh Bank kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18F
disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam
pembukaan KC sebagaimana dimaksud dalam butir
VI.A.
2. Laporan rencana peningkatan status kantor Bank dari
KK menjadi KCP disampaikan oleh Bank kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18G disertai
dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam
pembukaan KCP sebagaimana dimaksud dalam butir
VI.B.
B. PENURUNAN…
10
B. PENURUNAN STATUS KANTOR
1. Permohonan izin penurunan status kantor Bank dari
KC menjadi KCP atau KK diajukan oleh Bank kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18H
disertai dengan alasan penurunan status dan dokumen
sebagai berikut:
a. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam rangka penyelesaian atau
pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KC
kepada nasabah dan pihak lainnya; dan
b. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh
tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan
pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan
apabila terdapat tuntutan di kemudian hari
menjadi tanggung jawab Bank.
2. Laporan rencana penurunan status kantor Bank dari
KCP menjadi KK disampaikan oleh Bank kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18I disertai
dengan alasan penurunan status dan dokumen sebagai
berikut:
a. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam rangka penyelesaian atau
pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCP
kepada nasabah dan pihak lainnya; dan
b. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh
tagihan dan kewajiban KCP kepada nasabah dan
pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan
apabila terdapat tuntutan di kemudian hari
menjadi tanggung jawab Bank.
C. PERUBAHAN…
11
C. PERUBAHAN STATUS KANTOR
1. Permohonan izin perubahan status kantor Bank dari
KF menjadi KC diajukan oleh Bank kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18J disertai
dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam
pembukaan KC sebagaimana dimaksud dalam butir
VI.A.
2. Laporan rencana perubahan status kantor Bank dari
KF menjadi KCP disampaikan oleh Bank kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18K disertai
dengan dokumen yang dipersyaratkan dalam
pembukaan KCP sebagaimana dimaksud dalam butir
VI.B.
3. Laporan rencana perubahan status kantor Bank dari
KF menjadi KK disampaikan oleh Bank kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18L disertai
dengan alasan perubahan status dan dokumen yang
dipersyaratkan dalam laporan rencana penurunan
status kantor Bank dari KCP menjadi KK sebagaimana
dimaksud dalam butir B.2.
4. Permohonan izin perubahan status kantor Bank dari
KC menjadi KF diajukan oleh Bank kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18M disertai
dengan alasan perubahan status dan dokumen yang
dipersyaratkan dalam permohonan izin penurunan
status kantor Bank dari KC menjadi KCP atau KK
sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.
5. Laporan rencana perubahan status kantor Bank dari
KCP menjadi KF disampaikan oleh Bank kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 18N disertai
dengan…
12
dengan alasan perubahan status dan dokumen yang
dipersyaratkan dalam laporan rencana penurunan
status kantor Bank dari KCP menjadi KK sebagaimana
dimaksud dalam butir B.2.
6. Ketentuan angka VIII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
VIII. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR BANK
A. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR PUSAT
Permohonan izin pemindahan alamat kantor pusat Bank
diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 21 disertai alasan pemindahan alamat dan
dokumen sebagai berikut:
1. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check list)
atas persiapan operasional yang telah dipastikan oleh
satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.A.1;
2. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan
dan kewajiban kantor pusat kepada nasabah dan
pihak lainnya; dan
3. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru yang
paling kurang memuat potensi ekonomi, peluang
pasar, tingkat persaingan yang sehat antar Bank dan
unit usaha syariah, serta tingkat kejenuhan jumlah
kantor Bank dan kantor unit usaha syariah.
B. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR CABANG DI DALAM
NEGERI
1. Permohonan izin pemindahan alamat KC dalam
wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan
tempat kedudukan awal KC diajukan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
22 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan
dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan
(compliance…
13
(compliance check list) atas persiapan operasional yang
telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1.
2. Permohonan izin pemindahan alamat KC ke wilayah
kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat
kedudukan awal KC namun masih dalam 1 (satu)
wilayah kantor Bank Indonesia diajukan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
22 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan
dokumen sebagai berikut:
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1;
b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh
tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan
pihak lainnya; dan
c. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru
yang paling kurang memuat potensi ekonomi,
peluang pasar, tingkat persaingan yang sehat
antar Bank dan unit usaha syariah, serta tingkat
kejenuhan jumlah kantor Bank dan kantor unit
usaha syariah.
C. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR CABANG PEMBANTU DI
DALAM NEGERI
1. Laporan rencana pemindahan alamat KCP dalam
wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan
tempat kedudukan awal KCP disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
24 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan
dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan
(compliance check list) atas persiapan operasional yang
telah…
14
telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1.
2. Laporan rencana pemindahan alamat KCP ke wilayah
kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat
kedudukan awal KCP namun masih dalam 1 (satu)
wilayah kantor Bank Indonesia disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
24 disertai dengan alasan pemindahan alamat dan
dokumen sebagai berikut:
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1;
b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh
tagihan dan kewajiban KCP kepada nasabah dan
pihak lainnya; dan
c. hasil studi kelayakan di tempat kedudukan baru
yang paling kurang memuat tingkat kejenuhan
jumlah kantor Bank dan kantor unit usaha
syariah, serta potensi penghimpunan dan
penyaluran dana.
D. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR KAS DI DALAM NEGERI
1. Laporan rencana pemindahan alamat KK dalam
wilayah kota atau kabupaten yang sama dengan
tempat kedudukan awal KK disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
24A disertai dengan alasan pemindahan alamat dan
dokumen berupa daftar pemenuhan persyaratan
(compliance check list) atas persiapan operasional yang
telah dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1.
2. Laporan…
15
2. Laporan rencana pemindahan alamat KK ke wilayah
kota atau kabupaten yang berbeda dengan tempat
kedudukan awal KK namun masih dalam 1 (satu)
wilayah kantor Bank Indonesia disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
24A disertai dengan alasan pemindahan alamat dan
dokumen sebagai berikut:
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1;
b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh
kewajiban KK kepada nasabah dan pihak lainnya;
dan
c. hasil studi kelayakan yang memuat potensi
penghimpunan dana.
E. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR FUNGSIONAL DI DALAM
NEGERI
1. Laporan rencana pemindahan alamat KF yang
melakukan kegiatan operasional dalam wilayah kota
atau kabupaten yang sama dengan tempat kedudukan
awal KF disampaikan oleh Bank kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24B disertai
dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen
berupa daftar pemenuhan persyaratan (compliance
check list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan sebagaimana
dimaksud dalam butir VI.A.1.
2. Laporan rencana pemindahan alamat KF yang
melakukan kegiatan operasional ke wilayah kota atau
kabupaten yang berbeda dengan tempat kedudukan
awal KF namun masih dalam 1 (satu) wilayah kantor
Bank…
16
Bank Indonesia disampaikan oleh Bank kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24B disertai
dengan alasan pemindahan alamat dan dokumen
sebagai berikut:
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1;
b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh
tagihan dan/atau kewajiban KF kepada nasabah
dan pihak lainnya; dan
c.
rencana Bank untuk mengutamakan pemberian
pembiayaan pada sektor produktif, untuk KF yang
memberikan pembiayaan.
3. Laporan rencana pemindahan alamat KF yang
melakukan kegiatan non operasional disampaikan oleh
Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 24B disertai dengan alasan pemindahan
alamat dan dokumen berupa daftar pemenuhan
persyaratan (compliance check list) atas persiapan
operasional yang telah dipastikan oleh satuan kerja
kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam butir
VI.A.1.a sampai dengan butir VI.A.1.f.
F. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR WILAYAH DI DALAM
NEGERI
1. Laporan rencana pemindahan alamat Kanwil
disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 24C disertai dengan alasan
pemindahan alamat dan dokumen berupa daftar
pemenuhan persyaratan (compliance check list) atas
persiapan operasional yang telah dipastikan oleh
satuan…
17
satuan kerja kepatuhan sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.A.1.a sampai dengan butir VI.A.1.f.
2. Pemindahan alamat Kanwil yang melakukan kegiatan
operasional sebagaimana KC wajib memenuhi
ketentuan sebagaimana pemindahan alamat KC.
G. PEMINDAHAN ALAMAT KANTOR DI LUAR NEGERI
1. Laporan rencana pemindahan alamat KC atau jenis-
jenis kantor lainnya di luar negeri yang melakukan
kegiatan operasional disampaikan oleh Bank kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26
disertai dengan alasan pemindahan alamat dan
dokumen sebagai berikut:
a. daftar pemenuhan persyaratan (compliance check
list) atas persiapan operasional yang telah
dipastikan oleh satuan kerja kepatuhan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.A.1;
b. rencana penyelesaian atau pengalihan seluruh
tagihan dan/atau kewajiban KC atau jenis-jenis
kantor lainnya di luar negeri yang melakukan
kegiatan operasional kepada nasabah dan pihak
lainnya; dan
c. hasil studi kelayakan yang paling kurang memuat
potensi ekonomi dan peluang pasar.
2. Laporan rencana pemindahan alamat kantor
perwakilan atau jenis-jenis kantor lainnya di luar
negeri yang melakukan kegiatan non operasional
disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 26A.
3. Salinan atau fotokopi izin pemindahan alamat kantor
di luar negeri dari otoritas di negara setempat
disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan…
18
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 26B.
7. Di antara angka VIII dan angka IX disisipkan 1 (satu) angka, yakni
angka VIIIA sehingga berbunyi sebagai berikut:.
VIIIA.PEMISAHAN LOKASI KANTOR PUSAT DAN PEMINDAHAN DIVISI
A. PEMISAHAN LOKASI KANTOR PUSAT
1. Permohonan izin pemisahan kantor pusat diajukan
oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 26C disertai dengan:
a. alasan pemisahan kantor pusat;
b. rencana lokasi kantor-kantor hasil pemisahan;
dan
c. persiapan operasional kantor yang baru, termasuk
sarananya.
2. Laporan pelaksanaan pemisahan kantor pusat
disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 26D.
B. PEMISAHAN DIVISI
Laporan pelaksanaan pemisahan divisi disampaikan oleh
Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26E.
8. Ketentuan angka XI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
XI. PENUTUPAN KANTOR BANK
A. PENUTUPAN KANTOR CABANG DI DALAM NEGERI
1. Permohonan persetujuan prinsip penutupan KC
diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 30 disertai dengan alasan
penutupan dan dokumen berupa penjelasan mengenai
langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka
penyelesaian…
19
penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan
kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya.
2. Permohonan persetujuan penutupan KC diajukan oleh
Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 30A disertai dengan:
a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh
tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan
pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan; dan
b. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh
tagihan dan kewajiban KC kepada nasabah dan
pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan
apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi
tanggung jawab Bank.
3. Penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban
kepada nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan
antara lain melalui pengalihan seluruh tagihan dan
kewajiban KC kepada kantor Bank lainnya atau pihak
lain dengan persetujuan nasabah atau pihak lainnya.
Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan
kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya dapat
berbentuk:
a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu
oleh nasabah;
b. pengalihan pembiayaan kepada kantor Bank
lainnya atau pihak lain;
c. neraca KC yang menunjukkan seluruh tagihan dan
kewajiban KC kepada nasabah dan pihak lainnya
telah diselesaikan atau dialihkan; dan/atau
d. dokumen lain yang mendukung.
B. PENUTUPAN KANTOR CABANG PEMBANTU DI DALAM
NEGERI
1. Laporan rencana penutupan KCP disampaikan oleh
Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh…
20
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 32 disertai dengan alasan penutupan dan
dokumen berupa penjelasan mengenai langkah-langkah
yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau
pengalihan seluruh tagihan dan kewajiban KCP kepada
nasabah dan pihak lainnya.
2. Dokumen penutupan KCP disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
32A. Dokumen penutupan KCP antara lain:
a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh
tagihan dan kewajiban KCP kepada nasabah dan
pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan; dan
b. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh
tagihan dan kewajiban KCP kepada nasabah dan
pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan
apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi
tanggung jawab Bank.
3. Penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan
kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat
dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh
tagihan dan kewajiban KCP kepada kantor Bank lainnya
atau pihak lain dengan persetujuan nasabah atau pihak
lainnya.
Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan
kewajiban KCP kepada nasabah dan pihak lainnya dapat
berbentuk:
a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu
oleh nasabah;
b. pengalihan pembiayaan kepada kantor Bank
lainnya atau pihak lain;
c. neraca KC; dan/atau
d. dokumen lain yang mendukung.
C. PENUTUPAN…
21
C. PENUTUPAN KANTOR KAS DI DALAM NEGERI
1. Laporan rencana penutupan KK disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
32B disertai dengan alasan penutupan dan dokumen
berupa penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan
seluruh kewajiban KK kepada nasabah dan pihak
lainnya.
2. Dokumen penutupan KK disampaikan oleh Bank kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32C.
Dokumen penutupan KK antara lain:
a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh
kewajiban KK kepada nasabah dan pihak lainnya
telah diselesaikan atau dialihkan; dan
b. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh
kewajiban KK kepada nasabah dan pihak lainnya
telah diselesaikan atau dialihkan dan apabila
terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi
tanggung jawab Bank.
3. Penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban kepada
nasabah dan pihak lainnya dapat dilakukan antara lain
melalui pengalihan seluruh kewajiban KK kepada kantor
Bank lainnya atau pihak lain.
Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh kewajiban
KK kepada nasabah dan pihak lainnya dapat berbentuk:
a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu
oleh nasabah;
b. neraca KC; dan/atau
c. dokumen lain yang mendukung.
D. PENUTUPAN KANTOR FUNGSIONAL DI DALAM NEGERI
1. Laporan rencana penutupan KF disampaikan oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan menggunakan contoh
format…
22
format surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
32D disertai dengan alasan penutupan dan dokumen
berupa penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan
seluruh tagihan dan/atau kewajiban KF kepada nasabah
dan pihak lainnya.
2. Dokumen penutupan KF disampaikan oleh Bank kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan contoh format
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 32E.
Dokumen penutupan KF antara lain:
a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh
tagihan dan/atau kewajiban KF kepada nasabah
dan pihak lainnya telah diselesaikan atau dialihkan;
dan
b. surat pernyataan dari Direksi Bank seluruh tagihan
dan/atau kewajiban KF kepada nasabah dan pihak
lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan
apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi
tanggung jawab Bank.
3. Penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan dan/atau
kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya dapat
dilakukan antara lain melalui pengalihan seluruh
tagihan dan/atau kewajiban KF kepada kantor Bank
lainnya atau pihak lain.
Bukti penyelesaian atau pengalihan seluruh tagihan
dan/atau kewajiban KF kepada nasabah dan pihak
lainnya dapat berbentuk:
a. penitipan dana yang dapat ditarik sewaktu-waktu
oleh nasabah;
b. pengalihan pembiayaan kepada kantor Bank
lainnya atau pihak lain;
c. neraca KC; dan/atau
d. dokumen lain yang mendukung.
E. PENUTUPAN…
23
E. PENUTUPAN KANTOR WILAYAH DI DALAM NEGERI
1. Laporan rencana penutupan Kanwil disampaikan oleh
Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 32F disertai dengan alasan penutupan dan
dokumen mengenai langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan
seluruh kewajiban Kanwil.
2. Penutupan Kanwil yang melakukan kegiatan operasional
sebagaimana KC, wajib memenuhi ketentuan
sebagaimana penutupan KC.
F. PENUTUPAN KANTOR DI LUAR NEGERI
1. Permohonan izin penutupan KC atau jenis-jenis kantor
lainnya di luar negeri yang melakukan kegiatan
operasional diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia
dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 32G disertai dengan alasan
penutupan dan dokumen sebagai berikut:
a. penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam rangka penyelesaian atau
pengalihan seluruh tagihan dan/atau kewajiban KC
atau jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang
melakukan kegiatan operasional kepada nasabah
dan pihak lainnya; dan
b.
langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka
memperoleh izin dari otoritas di negara setempat.
2. Dokumen penutupan KC atau jenis-jenis kantor lainnya
di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional
disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 32H. Dokumen penutupan
dimaksud antara lain:
a. dokumen yang membuktikan bahwa seluruh
tagihan dan/atau kewajiban KCS atau jenis-jenis
kantor…
24
kantor lainnya di luar negeri yang melakukan
kegiatan operasional kepada nasabah dan pihak
lainnya telah diselesaikan;
b. surat pernyataan dari Direksi Bank bahwa seluruh
tagihan dan/atau kewajiban KC atau jenis-jenis
kantor lainnya di luar negeri yang melakukan
kegiatan operasional kepada nasabah dan pihak
lainnya telah diselesaikan atau dialihkan dan
apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi
tanggung jawab Bank; dan
c. salinan atau fotokopi izin penutupan dari otoritas di
negara setempat.
3. Permohonan izin penutupan kantor perwakilan atau
jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri yang
melakukan kegiatan non operasional disampaikan oleh
Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan
contoh format surat sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 32I disertai dengan alasan penutupan dan
dokumen mengenai langkah-langkah yang akan
ditempuh dalam rangka memperoleh izin dari otoritas di
negara setempat.
4. Salinan atau fotokopi izin penutupan kantor perwakilan
atau jenis-jenis kantor lainnya yang melakukan kegiatan
non operasional dari otoritas di negara setempat
disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 32J.
9. Lampiran 11, Lampiran 13, Lampiran 14, Lampiran 16 , Lampiran 19,
Lampiran 20, Lampiran 23, Lampiran 25, Lampiran 27, Lampiran 31,
Lampiran 33, dan Lampiran 34 dihapus.
10. Di…
25
10. Di antara angka XI dan XII disisipkan 1 angka, yakni angka XIA
sehingga berbunyi sebagai berikut:
XIA. LAIN-LAIN
A. Laporan rencana Bank dan/atau sebagian kantor Bank
untuk melakukan kegiatan operasional di luar hari kerja
operasional atau pada hari libur atau tidak beroperasi pada
hari kerja disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia
dengan menggunakan contoh format surat sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 36A.
B. Pelaksanaan pembukaan, perubahan status, pemindahan
alamat, dan penutupan Kanwil dan KF dilaporkan secara
offline setiap bulan paling lama 5 (lima) hari kerja pada
awal bulan laporan berikutnya selama belum dapat
dilaporkan secara online melalui laporan kantor pusat bank
umum.
C. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf B wajib
disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan contoh format surat sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 36B.
D. Lampiran dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30
Desember 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDY SETIADI
KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/50/DPbS|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/9/DPbS tanggal 7 April 2009 perihal Bank Umum Syariah. </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2013 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2013 </effective_date>
<changed_reg> '11/9/DPbS|SE-BI/2009' </changed_reg>
<related_reg> '11/9/DPbS|SE-BI/2009', '15/13/PBI/2013', '11/3/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 18/30/DPM
Jakarta, 29 November 2016
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal : Koridor Suku Bunga (Standing Facilities)
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/12/PBI/2016 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5919), perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan
mengenai koridor suku bunga (standing facilities) dalam Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang mengatur mengenai perbankan, yang melakukan
kegiatan usaha secara konvensional.
2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh
Bank Indonesia dalam rangka pengelolaan moneter melalui OPT
dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).
3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah
kegiatan transaksi di pasar uang dan pasar valuta asing yang
dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan/atau pihak lain
dalam rangka Operasi Moneter.
4. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut
Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana Rupiah
(Lending Facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan
penempatan dana Rupiah (Deposit Facility) oleh Bank di Bank
Indonesia dalam rangka Operasi Moneter.
5. Lending …
2
5. Lending Facility adalah penyediaan dana Rupiah dari Bank
Indonesia kepada Bank dalam rangka Operasi Moneter.
6. Deposit Facility adalah penempatan dana Rupiah oleh Bank di
Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter.
7. Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo Rate (Bank Indonesia 7-Day
Repo Rate) yang selanjutnya disebut BI 7-Day Repo Rate adalah
suku bunga kebijakan Bank Indonesia yang mencerminkan
stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
dan diumumkan kepada publik.
8. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia dan SBN yang digunakan dalam transaksi Standing
Facilities yang memenuhi kriteria dan persyaratan untuk
transaksi Lending Facility sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga perantara
dalam operasi moneter.
9. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah
surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek.
10. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat
SDBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya
antar-Bank.
11. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah
SUN dan SBSN.
12. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat
berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga
dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan
masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Surat Utang Negara.
13. Surat …
3
13. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN,
atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas penyertaan
terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang Rupiah maupun
valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Surat Berharga Syariah Negara.
14. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga, dan setelmen dana seketika.
15. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank
Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan
surat berharga, yang dilakukan secara elektronik sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat
berharga, dan setelmen dana seketika.
16. Sistem Bank Indonesia–Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan
transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga, dan setelmen dana seketika.
17. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank Indonesia
dalam mata uang Rupiah.
18. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS
dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan
kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga,
transaksi …
4
transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau transaksi pasar
keuangan.
19. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan
Rekening Giro melalui Sistem BI-RTGS dalam rangka
penatausahaan.
20. Setelmen Surat Berharga (securities settlement) adalah kegiatan
pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam
rangka penatausahaan.
21. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah
mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat
Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan.
II. KARAKTERISTIK STANDING FACILITIES
1. Standing Facilities merupakan instrumen yang digunakan oleh
Bank Indonesia dalam rangka Injeksi Likuiditas dan Absorpsi
Likuiditas Rupiah di pasar uang dan menjadi acuan tertinggi dan
terendah bagi pergerakan suku bunga di pasar uang bertenor 1
(satu) hari kerja (overnight).
2. Standing Facilities terdiri atas:
a. Lending Facility; dan
b. Deposit Facility.
3. Standing Facilities disediakan oleh Bank Indonesia pada setiap
hari kerja Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas
Bank Indonesia.
4. Pengajuan transaksi Standing Facilities dilakukan melalui Sistem
BI-ETP.
5. Jangka waktu Standing Facilities adalah 1 (satu) hari kerja
(overnight).
6. Jumlah hari dalam perhitungan repurchase agreement (repo) rate
atau tingkat diskonto Standing Facilities dihitung berdasarkan
hari kalender.
7. Window time Standing Facilities diatur sebagai berikut:
a. window time Lending Facility dari pukul 16.00 WIB sampai
dengan pukul 18.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia; dan
b. window …
5
b. window time Deposit Facility dari pukul 16.00 WIB sampai
dengan pukul 17.30 WIB atau waktu lain yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
8. Bank Indonesia mengumumkan transaksi Standing Facilities
melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain sebelum window
time Standing Facilities.
9. Dalam hal terdapat perubahan window time, seri dan jenis Surat
Berharga, haircut, repo rate, dan/atau tingkat diskonto,
pengumuman dilakukan sebelum window time Standing Facilities.
10. Bank bertanggung jawab atas kebenaran data pengajuan
transaksi Standing Facilities yang disampaikan kepada Bank
Indonesia.
11. Bank dilarang membatalkan pengajuan transaksi Standing
Facilities yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
12. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro dan/atau Surat
Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk
memenuhi kewajiban setelmen Standing Facilities.
13. Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu
Standing Facilities ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya
tanpa memperhitungkan bunga repo atau diskonto atas
tambahan jangka waktu transaksi Standing Facilities.
14. Pada saat Standing Facilities jatuh waktu, setelmen dilakukan
pada tanggal jatuh waktu sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai
dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS.
15. Bank Indonesia menatausahakan Standing Facilities pada
Rekening Surat Berharga di BI-SSSS.
III. LENDING FACILITY
1. Prinsip Transaksi
a. Transaksi Lending Facility dilakukan dengan mekanisme
repurchase agreement (repo) Surat Berharga, yaitu penjualan
Surat Berharga oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan
kewajiban pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga
dan jangka waktu yang disepakati.
b. Transaksi …
6
b. Transaksi Lending Facility dengan mekanisme repo Surat
Berharga dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu
terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan Surat
Berharga (transfer of ownership).
c. Transaksi Lending Facility dilakukan dengan mekanisme
nonlelang.
2. Surat Berharga
a. Surat Berharga yang dapat di-repo-kan adalah SBI, SDBI,
dan SBN.
b. Surat Berharga yang dapat di-repo-kan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a paling banyak sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang dimiliki Bank, yang tercatat di Rekening
Surat Berharga.
3. Repo Rate
a. Bank Indonesia mengenakan bunga repo atas transaksi
Lending Facility sebesar BI 7-Day Repo Rate ditambah marjin
tertentu.
b. Bunga repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di
belakang (simple interest).
4. Pengumuman Lending Facility
a. Bank Indonesia mengumumkan rencana transaksi Lending
Facility melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain paling
lambat sebelum window time.
b. Pengumuman rencana transaksi Lending Facility mencakup
antara lain:
1) sarana transaksi;
2) window time;
3)
jangka waktu;
4) repo rate; dan/atau
5)
tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Transaksi
a. Bank mengajukan transaksi Lending Facility kepada Bank
Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang
ditetapkan.
b. Pengajuan …
7
b. Pengajuan transaksi Lending Facility oleh Bank mencakup
antara lain nilai nominal, seri, dan jenis Surat Berharga yang
di-repo-kan.
6. Pengumuman Hasil Transaksi
Setelah window time ditutup, Bank Indonesia mengumumkan
hasil transaksi Lending Facility dengan ketentuan sebagai berikut:
a. secara individual kepada Bank melalui Sistem BI-ETP,
antara lain berupa nilai transaksi yang diterima dan repo
rate; dan
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, antara lain
berupa nilai nominal yang diterima dan repo rate.
7. Setelmen Transaksi
a. Setelmen First Leg
1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada
tanggal transaksi (same day settlement) pada awal
periode pre cut-off Sistem BI-RTGS.
2) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi
per transaksi (gross to gross) sebagai berikut:
a) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet
Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang di-repo-kan.
b) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro
sebesar nilai setelmen first leg.
c) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga
perantara dalam operasi moneter.
3) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri Surat
Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi
untuk memenuhi kewajiban setelmen sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen first leg maka BI-
SSSS secara otomatis membatalkan transaksi Lending
Facility.
4) Atas …
8
4) Atas batalnya transaksi Lending Facility sebagaimana
dimaksud dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam butir VI.1.
5) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi
Lending Facility dalam rangka pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi
Moneter, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali
kegagalan setelmen first leg dalam 1 (satu) hari maka
jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu)
kali.
b. Setelmen Second Leg
1) Pada tanggal jatuh waktu Lending Facility (second leg),
BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second
leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan
sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS.
2) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi
per transaksi (gross to gross) sebagai berikut:
a) Setelmen Dana, dengan mendebet Rekening Giro
sebesar nilai setelmen second leg.
b) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang di-repo-kan.
c) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan surat
berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam
operasi moneter.
3) Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro
yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
second leg sampai dengan sebelum periode cut-off
warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan transaksi Lending Facility jatuh waktu
(second leg).
4) Dalam …
9
4) Dalam hal terdapat pembatalan sebagaimana dimaksud
dalam angka 3), pada saat second leg Bank Indonesia
mendebet Rekening Giro sebesar kewajiban pembayaran
bunga repo Lending Facility.
5) Atas batalnya transaksi Lending Facility jatuh waktu
(second leg) sebagaimana dimaksud dalam angka 3),
Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir
VI.1.
6) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi
Lending Facility dalam rangka pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi
Moneter, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali
kegagalan setelmen second leg dalam 1 (satu) hari maka
jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu)
kali.
8. Kegagalan Setelmen Second Leg
Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg maka Surat
Berharga yang di-repo-kan diperlakukan sebagai berikut:
a. Dalam hal Surat Berharga berupa SBI dan/atau SDBI, Bank
Indonesia melakukan pelunasan Surat Berharga sebelum
jatuh waktu (early redemption) secara otomatis melalui BI-
SSSS.
b. Perhitungan pelunasan Surat Berharga sebelum jatuh waktu
(early redemption) sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dihitung sebagai berikut :
Nilai tunai
early redemption =
Nilai
nominal
Tingkat
Diskonto
Nilai nominal × 360
360+(Tingkat diskonto × Sisa jangka waktu)
: nilai nominal SBI atau SDBI yang di-early
redemption
: rata-rata tertimbang tingkat diskonto pada
saat SBI atau SDBI diterbitkan
Sisa …
10
Sisa
jangka
waktu
: jumlah hari sebenarnya (actual days) yang
dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal
gagal setelmen transaksi Operasi Moneter
sampai dengan tanggal jatuh waktu SBI atau
SDBI (maturity date)
c. Dalam hal Surat Berharga berupa SBN maka transaksi yang
bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan
Surat Berharga secara outright.
d. Dalam hal transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf c
diperlakukan sebagai transaksi penjualan Surat Berharga
secara outright:
1) Perhitungan harga Surat Berharga
a) Dalam hal harga Surat Berharga pada transaksi
outright lebih rendah dari harga Surat Berharga
pada transaksi first leg setelah dikurangi haircut,
maka Rekening Giro didebet sebesar selisih
dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal
Surat Berharga yang di-repo-kan; atau
b) Dalam hal harga Surat Berharga pada transaksi
outright lebih tinggi dari harga Surat Berharga pada
transaksi first leg dikurangi haircut maka Rekening
Giro dikredit sebesar selisih dimaksud, setelah
dikalikan dengan nilai nominal Surat Berharga
yang di-repo-kan dan paling banyak sebesar nilai
dari haircut yang ditetapkan pada saat first leg.
2) Perhitungan accrued interest
a) Dalam hal terdapat pembayaran kupon atau
imbalan yang diterima Bank Indonesia setelah
transaksi outright maka Rekening Giro akan
dikredit sebesar accrued interest atau imbalan dari
setelmen first leg sampai dengan tanggal transaksi
outright;
b) Dalam hal terdapat pembayaran kupon atau
imbalan pada tanggal transaksi outright, maka
Rekening Giro akan dikredit sebesar accrued
interest …
11
interest atau imbalan dari setelmen first leg sampai
dengan tanggal transaksi outright; atau
c) Dalam hal terdapat pembayaran kupon atau
imbalan yang diterima Bank pada 1 (satu) hari
kerja setelah tanggal transaksi outright, maka
Rekening Giro akan didebet sebesar accrued
interest atau imbalan yang dibayarkan kepada
Bank pada saat first leg ditambah dengan accrued
interest atau imbalan dari tanggal transaksi
outright sampai dengan tanggal pembayaran kupon
atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah
transaksi outright.
3) Perhitungan bunga repo
Rekening Giro akan didebet sebesar bunga repo.
Perhitungan bunga repo adalah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga,
peserta, dan lembaga perantara dalam operasi moneter.
9. Kupon Surat Berharga
Dalam hal SBN yang di-repo-kan dalam Lending Facility memiliki
kupon atau imbalan maka hak atas penerimaan kupon atau
imbalan dimaksud merupakan milik Bank.
IV. DEPOSIT FACILITY
1. Prinsip Transaksi
a. Transaksi Deposit Facility dilakukan dengan cara
penempatan dana Rupiah oleh Bank secara berjangka di
Bank Indonesia.
b. Transaksi Deposit Facility dilakukan tanpa disertai dengan
penerbitan Surat Berharga.
c. Transaksi Deposit Facility dilakukan dengan mekanisme
nonlelang.
2. Tingkat …
12
2. Tingkat Diskonto
a. Transaksi Deposit Facility dilakukan dengan sistem diskonto
dengan tingkat diskonto sebesar BI 7-Day Repo Rate
dikurangi marjin tertentu.
b. Nilai diskonto transaksi Deposit Facility dihitung sebagai
berikut:
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
3. Pengumuman Deposit Facility
a. Bank Indonesia mengumumkan rencana transaksi Deposit
Facility melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain paling
lambat sebelum window time.
b. Pengumuman rencana transaksi Deposit Facility mencakup
antara lain:
1) sarana transaksi;
2) window time;
3)
4)
5)
jangka waktu;
tingkat diskonto; dan/atau
tanggal dan waktu setelmen.
4. Pengajuan Transaksi
a. Bank mengajukan transaksi Deposit Facility kepada Bank
Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang
ditetapkan dengan menyebutkan nilai nominal transaksi.
b. Nilai nominal setiap pengajuan transaksi Deposit Facility
paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
5. Pengumuman Hasil Transaksi
Setelah window time ditutup, Bank Indonesia mengumumkan
hasil transaksi Deposit Facility dengan ketentuan sebagai berikut:
a. secara individual kepada Bank melalui Sistem BI-ETP,
antara lain berupa nilai transaksi yang dimenangkan dan
tingkat diskonto; dan
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, antara lain
berupa nilai nominal yang diterima dan tingkat diskonto.
6. Setelmen …
13
6. Setelmen Transaksi
a. Setelmen Transaksi
1) Bank Indonesia melakukan setelmen Deposit Facility
pada tanggal transaksi (same day settlement) pada awal
periode pre cut-off Sistem BI-RTGS.
2) Setelmen Deposit Facility dengan mekanisme
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross)
dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai tunai
transaksi Deposit Facility Bank yang bersangkutan.
3) Nilai tunai transaksi Deposit Facility sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) dihitung sebagai berikut :
Nilai Nominal × 360
Nilai Tunai =
360 + (Tingkat Diskonto × Jangka Waktu)
4) Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro
yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
Deposit Facility sehingga mengakibatkan kegagalan
setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
transaksi Deposit Facility.
5) Atas batalnya transaksi Deposit Facility sebagaimana
dimaksud dalam angka 4), Bank dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam butir VI.1.
6) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi
Deposit Facility dalam rangka pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi
Moneter, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali
kegagalan setelmen Deposit Facility dalam 1 (satu) hari,
jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu)
kali.
b. Setelmen Jatuh Waktu Deposit Facility
Pada tanggal jatuh waktu Deposit Facility, Bank Indonesia
melakukan pelunasan Deposit Facility sebesar nilai nominal
Deposit Facility dengan mengkredit Rekening Giro.
V. PELAKSANAAN …
14
V. PELAKSANAAN STANDING FACILITIES DALAM KEADAAN TIDAK
NORMAL DAN/ATAU KEADAAN DARURAT
1. Dalam hal terjadi keadaan tidak normal dan/atau keadaaan
darurat yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan transaksi
dan/atau setelmen Standing Facilities, prosedur penanganan
keadaan tidak normal dan/atau keadaan darurat mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan Sistem BI-ETP, penyelenggaraan
penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS dan/atau
penyelenggaraan setelmen dana seketika melalui Sistem BI-
RTGS.
2. Pelaksanaan Standing Facilities dalam keadaan tidak normal
dan/atau keadaaan darurat sebagaimana dimaksud pada angka
1 meliputi transaksi Lending Facility maupun transaksi Deposit
Facility.
VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat
dilakukan setelmen sehingga menyebabkan batalnya transaksi
sebagaimana dimaksud dalam butir III.7.a.3), butir III.7.b.3), dan
butir IV.6.a.4), Bank dikenakan sanksi berupa:
a.
teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (nol koma nol satu
persen) dari nilai transaksi Bank yang dinyatakan batal,
paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
2. Dalam hal transaksi memiliki second leg, nilai transaksi yang
batal sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah nilai
transaksi pada saat first leg.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan …
15
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro yang
bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
5. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter yang meliputi transaksi
OPT dan/atau transaksi Standing Facilities, yang ketiga kali
dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank juga dikenakan
sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi
Moneter selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut.
6. Sanksi berupa penghentian sementara sebagaimana dimaksud
dalam angka 5 tidak berlaku untuk transaksi repo Lending Facility
peserta Operasi Moneter yang berasal dari fasilitas likuiditas
intrahari yang tidak lunas sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai fasilitas
likuiditas intrahari.
7. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi
Moneter sebagaimana dimaksud dalam angka 5 diberlakukan
mulai 1 (satu) hari kerja setelah diperoleh informasi adanya
pembatalan transaksi Operasi Moneter yang ketiga kalinya.
Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk
mengikuti kegiatan Operasi Moneter tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
VII. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/39/DPM tanggal 16
November 2015 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 29
November 2016.
Agar …
16
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/30/DPM|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) </reg_title>
<set_date> 29 November 2016 </set_date>
<effective_date> 29 November 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '17/39/DPM|SE-BI/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '18/12/PBI/2016' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 15/18/DASP
Jakarta, 30 April 2013
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
11/13/DASP tanggal 4 Mei 2009 perihal Batas Nilai Nominal
Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 65, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/5/PBI/2010
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5119) dan dalam rangka
mendukung kelancaran sistem pembayaran dan memberikan alternatif
layanan yang lebih luas kepada masyarakat untuk melakukan transfer
kredit melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), perlu
dilakukan perubahan atas ketentuan angka II Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 11/13/DASP tanggal 4 Mei 2009 perihal Batas Nilai
Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia sebagai berikut:
II. BATAS NILAI NOMINAL TRANSFER KREDIT
Batas nilai nominal transfer kredit yang dapat dikliringkan melalui
Kliring Kredit dalam penyelenggaraan SKNBI adalah transfer kredit
dengan nilai nominal paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) per transaksi.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
pada tanggal 31 Mei 2013.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BOEDI ARMANTO
KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/18/DASP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/13/DASP tanggal 4 Mei 2009 perihal Batas Nilai Nominal Nota Debet dan Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 30 April 2013 </set_date>
<effective_date> 31 Mei 2013 </effective_date>
<changed_reg> '11/13/DASP|SE-BI/2009' </changed_reg>
<related_reg> '7/18/PBI/2005', '11/13/DASP|SE-BI/2009', '12/5/PBI/2010' </related_reg>
|
No. 16/13/DPM
Jakarta, 24 Juli 2014
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN PIALANG
PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah
dalam Valuta Asing.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor23178, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5567), perlu diatur ketentuan
pelaksanaan mengenai tata cara penempatan berjangka (term deposit)
syariah dalam valuta asing dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah yang
merupakan bank devisa.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai perbankan syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai perbankan syariah.
4. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam
rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar
terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip
syariah.
5. Operasi …
2
5. Operasi Pasar Terbuka Syariah yang selanjutnya disebut OPT
Syariah adalah kegiatan transaksi pasar uang berdasarkan
prinsip syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
Bank dan pihak lain dalam rangka OMS.
6. Transaksi Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah Dalam
Valuta Asing yang selanjutnya disebut Term Deposit Valas
Syariah adalah penempatan secara berjangka dana valuta asing
milik Bank di Bank Indonesia.
7. Akad Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk
memberikan imbalan tertentu (’iwadh/ju’l) atas pencapaian hasil
(natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan.
8. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing yang
selanjutnya disebut Pialang adalah perusahaan yang didirikan
khusus untuk melakukan kegiatan jasa perantara bagi
kepentingan nasabahnya di bidang pasar uang Rupiah dan
valuta asing dengan memperoleh imbalan atas jasanya.
9. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
II. PERSYARATAN UMUM
1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan dengan
menggunakan akad ju’alah oleh Bank kepada Bank Indonesia.
2. Karakteristik transaksi Term Deposit Valas Syariah sebagai
berikut:
a.
jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit Valas
Syariah adalah Dolar Amerika Serikat;
b.
transaksi Term Deposit Valas Syariah memiliki jangka
waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua
belas) bulan yang dinyatakan dalam hari sejak 1 (satu) hari
setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh
waktu;
c.
transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan tanpa
disertai dengan penerbitan surat berharga;
d. atas …
3
d. atas transaksi Term Deposit Valas Syariah, Bank Indonesia
memberikan imbalan; dan
e. Term Deposit Valas Syariah dapat dicairkan sebelum tanggal
jatuh waktu (early redemption) baik keseluruhan atau
sebagian.
3. Persyaratan Bank yang dapat mengikuti Term Deposit Valas
Syariah sebagai berikut:
a.
b. memiliki rekening giro dalam valuta asing di Bank
Indonesia.
4. Bank mengajukan Term Deposit Valas Syariah kepada Bank
Indonesia untuk kepentingan diri sendiri.
5. Bank dapat mengajukan penawaran Term Deposit Valas Syariah
secara langsung dan/atau melalui Pialang.
6. Pialang mengajukan penawaran Term Deposit Valas Syariah
untuk kepentingan Bank.
7. Pialang sebagaimana dimaksud dalam angka 5 dan angka 6
tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh Bank
Indonesia.
8. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan melalui sarana
Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau sarana lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
9.
Imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sebagai berikut:
a. Bank Indonesia membayar imbalan atas Term Deposit Valas
Syariah pada saat Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu
atau pada tanggal setelmen early redemption.
b. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu pada tingkat
bunga hasil lelang transaksi Term Deposit valuta asing
(valas) konvensional berjangka waktu sama, yang dilakukan
secara bersamaan dengan transaksi Term Deposit Valas
Syariah, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal transaksi Term Deposit valas konvensional
menggunakan metode fixed rate tender maka imbalan
Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sama dengan
tingkat …
tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; dan
4
tingkat bunga transaksi Term Deposit valas
konvensional; atau
2) dalam hal transaksi Term Deposit valas konvensional
menggunakan metode variable rate tender maka
imbalan Term Deposit Valas Syariah ditetapkan sama
dengan rata-rata tertimbang tingkat bunga hasil
transaksi Term Deposit valas konvensional.
c. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang
Term Deposit valas konvensional berjangka waktu sama,
tingkat imbalan yang diberikan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b mengacu pada data terkini antara tingkat
imbalan Term Deposit Valas Syariah atau tingkat bunga
Term Deposit valas konvensional, yang masing-masing
berjangka waktu (tenor) yang sama.
d. Perhitungan imbalan Term Deposit Valas Syariah dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Nominal
Nilai imbalan =
TD Valas
Syariah
Keterangan:
k =
×
Tingkat
imbalan
k
×
360
jangka waktu sampai dengan tanggal setelmen
Term Deposit Valas Syariah jatuh waktu atau
tanggal setelmen early redemption Term Deposit
Valas Syariah (dalam hari).
Contoh perhitungan imbalan tercantum dalam Lampiran I
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
III. PENGUMUMAN DAN PELAKSANAAN LELANG
1. Transaksi Term Deposit Valas Syariah dilakukan pada hari kerja
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi Term
Deposit Valas Syariah paling lambat sebelum window time
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
3. Window …
5
3. Window time transaksi Term Deposit Valas Syariah dapat
dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00
WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit Valas Syariah,
memuat antara lain:
a. sarana pengajuan penawaran lelang;
b.
c.
d.
tanggal lelang;
jangka waktu dan tanggal jatuh waktu;
target indikatif;
e. persentase besaran sanksi;
f. window time; dan/atau
g.
tanggal setelmen (tanggal valuta).
IV. PENGAJUAN PENAWARAN
1. Bank dan Pialang mengajukan penawaran lelang transaksi Term
Deposit Valas Syariah kepada Bank Indonesia dalam window
time yang ditetapkan.
2. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah penawaran
kuantitas menurut jangka waktu Term Deposit Valas Syariah,
yang meliputi informasi:
a. nama Bank sebagai peserta transaksi Term Deposit Valas
Syariah;
b.
c.
tanggal transaksi;
jangka waktu Term Deposit Valas Syariah;
d. nomor rekening pada bank koresponden; dan
e. penawaran kuantitas.
3. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Valas
Syariah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pengajuan setiap penawaran kuantitas dari Bank dan
Pialang paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta
dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan
sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat);
b. dalam …
6
b. dalam hal terjadi koreksi penawaran, Bank dan Pialang
hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap
penawaran yang diajukan dalam window time transaksi
Term Deposit Valas Syariah;
c. koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat
dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi
nama Bank dan jangka waktu Term Deposit Valas Syariah;
d. koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan pengajuan
penawaran;
e. Bank dan Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran yang disampaikan kepada Bank Indonesia;
f. Bank dan Pialang dilarang membatalkan penawaran yang
telah disampaikan kepada Bank Indonesia; dan
g. dalam hal Bank dan Pialang mengajukan penawaran tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran
dalam window time transaksi Term Deposit Valas Syariah
maka penawaran dimaksud dinyatakan batal.
V. PENETAPAN PEMENANG LELANG
1. Bank Indonesia menetapkan kuantitas Term Deposit Valas
Syariah yang dimenangkan dengan cara:
a. penawaran kuantitas yang diajukan Bank dimenangkan
seluruhnya;
b. dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan
Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan
secara proporsional dengan pembulatan ke seratus ribuan
Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan:
1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh
ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi nol;
dan
2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar
Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat).
Contoh …
7
Contoh perhitungan kuantitas dan penetapan pemenang
lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang
lelang transaksi Term Deposit Valas Syariah.
VI. PENGUMUMAN HASIL LELANG TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS
SYARIAH
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term Deposit
Valas Syariah setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang
oleh Bank Indonesia dengan mekanisme sebagai berikut:
1. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara
keseluruhan kepada semua Bank dan Pialang melalui Sistem
LHBU dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, antara lain berupa nominal yang dimenangkan dan
tingkat imbalan Term Deposit Valas Syariah;
2. melakukan konfirmasi kepada Bank yang memenangkan lelang
secara individual melalui RMDS atau sarana lainnya antara lain
berupa:
a. nominal yang dimenangkan dan tingkat imbalan;
b.
tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan
c. permintaan Standard Settlement Instruction Bank; dan
3. dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Pialang,
konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dalam hal Bank tidak memiliki RMDS, konfirmasi dilakukan
melalui Pialang; atau
b. dalam hal Bank memiliki RMDS, konfirmasi dilakukan
kepada Bank yang bersangkutan.
VII. SETELMEN …
8
VII. SETELMEN TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH
1. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Valas Syariah
a. Bank Indonesia melakukan setelmen transaksi Term
Deposit Valas Syariah paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal transaksi.
b. Nilai nominal yang tercantum pada setiap deal ticket
konfirmasi, harus sama dengan nilai nominal setiap
penawaran yang dimenangkan.
c. Bank menyediakan dana di rekening giro pada bank
koresponden, yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah.
d. Pada tanggal setelmen, Bank mentransfer kewajiban
setelmen transaksi Term Deposit Valas Syariah untuk setiap
penawaran yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia
di bank koresponden.
e. Dalam hal Bank tidak mentransfer kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam huruf d maka transaksi Term
Deposit Valas Syariah dinyatakan batal.
f. Atas batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Bank dikenakan
sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah.
g. Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian
sementara mengikuti kegiatan OMS, apabila pada hari yang
sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi
Term Deposit Valas Syariah maka pembatalan tersebut
hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
2. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas Syariah
a. Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit Valas
Syariah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term
Deposit Valas Syariah jatuh waktu dengan melakukan
transfer ke rekening Bank pada bank koresponden sebesar
nilai tunai.
b. Nilai …
9
b. Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
Nilai tunai = N × 1 + r
k
360 hari
Keterangan:
N = Nominal Term Deposit Valas Syariah
r = tingkat imbalan yang dimenangkan
k = jangka waktu Term Deposit Valas Syariah
VIII. PENCAIRAN SEBELUM JATUH WAKTU (EARLY REDEMPTION)
TRANSAKSI TERM DEPOSIT VALAS SYARIAH
1. Pengajuan Early Redemption
a. Bank dapat mengajukan early redemption Term Deposit
Valas Syariah paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen
transaksi Term Deposit Valas Syariah yang akan dilakukan
early redemption.
b. Bank dapat mengajukan early redemption pada setiap hari
kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit
Valas Syariah dengan jangka waktu melebihi overnight.
c. Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud dalam
huruf b diajukan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan
pukul 11.00 WIB.
d. Pengajuan dilakukan melalui RMDS atau sarana lain yang
ditetapkan Bank Indonesia.
e. Pengajuan early redemption dilakukan paling kurang
sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat)
dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar
Amerika Serikat).
f. Pengajuan early redemption disertai informasi deal ticket
konfirmasi pada saat transaksi, dengan mencantumkan
informasi waktu transaksi (GMT).
g. Bank …
10
g. Bank yang melakukan early redemption Term Deposit Valas
Syariah memperoleh imbalan secara proporsional dengan
rumus sebagai berikut:
Imbalan =
Nominal
early redemption ×
keterangan :
k =
Tingkat
imbalan
k
×
360
jangka waktu sampai dengan setelmen early
redemption Term Deposit Valas Syariah di Bank
Indonesia
h. Bank dikenakan biaya early redemption Term Deposit Valas
Syariah sebesar 10% (sepuluh persen) dari imbalan
sebagaimana dimaksud dalam huruf f.
2. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption pada 2
(dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan early redemption.
3. Perhitungan Nilai Early Redemption
Nilai tunai early redemption adalah sebesar nilai nominal Term
Deposit Valas Syariah yang dilakukan early redemption ditambah
imbalan kemudian dikurangi biaya early redemption, dengan
rumus sebagai berikut:
Nilai
tunai
early redemption
Nominal
=
TD Valas Syariah
yang di
IX. TATA CARA PENGENAAN SANKSI TRANSAKSI TERM DEPOSIT
VALAS SYARIAH
1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen yang
menyebabkan batalnya transaksi Term Deposit Valas Syariah
sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e, Bank dikenakan
sanksi berupa:
a.
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan cq. Departemen Perbankan Syariah; dan
b. kewajiban …
+ Imbalan −
Biaya
early redemption
11
b. kewajiban membayar sebesar persentase tertentu dari nilai
transaksi yang batal, yang diumumkan Bank Indonesia
pada saat pengumuman rencana transaksi sebagaimana
dimaksud dalam butir III.4.e. dengan rumus sebagai
berikut:
Kewajiban
Membayar
=
Persentase
besaran
sanksi
× Nominal
transaksi
2. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a. paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah pembatalan
transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir VII.1.e.
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b. dilakukan dengan mendebet rekening giro valas
Bank di Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam
butir VII.1.e.
X. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 24 Juli
2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/13/DPM|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penempatan Berjangka (Term Deposit) Syariah dalam Valuta Asing. </reg_title>
<set_date> 24 Juli 2014 </set_date>
<effective_date> 24 Juli 2014 </effective_date>
<related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
No. 9/12/DPNP
Jakarta, 30 Mei 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4600) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober
2006 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4640), maka perlu diatur ketentuan pelaksanaan
dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan
sebagai berikut:
A. UMUM
1. Pelaksanaan Good Corporate Governance pada industri perbankan
harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar. Pertama,
transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan
informasi ...
informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam proses
pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas (accountability) yaitu
kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ Bank
sehingga pengelolaannya berjalan secara efektif.
Ketiga,
pertanggungjawaban (responsibility) yaitu kesesuaian pengelolaan Bank
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
pengelolaan Bank yang sehat. Keempat, independensi (independency)
yaitu pengelolaan Bank secara profesional tanpa pengaruh/tekanan dari
pihak manapun. Kelima, kewajaran (fairness) yaitu keadilan dan
kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul
berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam rangka menerapkan kelima prinsip dasar tersebut di
atas, Bank harus berpedoman pada berbagai ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang terkait dengan pelaksanaan
Good Corporate Governance.
2. Bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang
organisasi. Yang dimaksud dengan seluruh tingkatan atau jenjang
organisasi adalah seluruh pengurus dan karyawan Bank mulai dari
Dewan Komisaris dan Direksi sampai dengan pegawai tingkat
pelaksana.
3. Dalam pelaksanaan Good Corporate Governance tersebut, diperlukan
keberadaan Komisaris Independen dan Pihak Independen. Keberadaan
pihak-pihak independen tersebut, diharapkan dapat menciptakan check
and balance, menghindari benturan kepentingan (conflict of interest)
dalam pelaksanaan tugasnya serta melindungi kepentingan stakeholders
khususnya pemilik dana dan pemegang saham minoritas. Untuk
mendukung ...
mendukung independensi dalam pelaksanaan tugas, perlu kejelasan
pengaturan mengenai masa tunggu (cooling off) bagi pihak-pihak yang
akan menjadi pihak-pihak independen.
4. Dalam mengimplementasikan prinsip transparansi (transparency)
sebagaimana termaksud di atas, Bank diwajibkan untuk menyampaikan
Laporan Pelaksanaan Good Coporate Governance. Keberadaan laporan
dimaksud, diperlukan untuk mengedukasi serta meningkatkan check
and balance stakeholders Bank dan persaingan melalui mekanisme
pasar.
5. Dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan Good
Corporate Governance, Bank diwajibkan secara berkala melakukan self
assessment secara komprehensif terhadap kecukupan pelaksanaan Good
Corporate Governance, sehingga apabila masih terdapat kekurangan
dalam pengimplementasiannya, Bank dapat segera menetapkan rencana
tindak (action plan) yang meliputi tindakan korektif (corrective action)
yang diperlukan.
B. DEWAN KOMISARIS
1. Komisaris Independen ditetapkan paling kurang 50% (lima puluh
perseratus) dari jumlah anggota Dewan Komisaris. Yang dimaksud
dengan Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang
tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham,
dan/atau hubungan keluarga dengan anggota Dewan Komisaris lainnya,
Direksi dan/atau Pemegang Saham Pengendali atau hubungan dengan
Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak
independen.
a. Yang ...
a. Yang dimaksud dengan Pemegang Saham Pengendali adalah badan
hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
Termasuk dalam pengertian Pemegang Saham Pengendali Bank
adalah pemegang saham Bank sampai dengan pengendali terakhir
(ultimate shareholders) Bank.
b. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keuangan adalah apabila
seseorang menerima penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman
dari:
1) anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau anggota Direksi
Bank;
2) perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya adalah
anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau anggota Direksi
Bank; dan/atau
3) Pemegang Saham Pengendali Bank.
c. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepengurusan adalah
apabila seseorang menduduki jabatan sebagai:
1) anggota Dewan Komisaris atau Direksi pada perusahaan
dimana anggota Dewan Komisaris lainnya menjadi anggota
Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi;
2) anggota Dewan Komisaris atau Direksi pada perusahaan yang
Pemegang Saham Pengendalinya adalah anggota Dewan
Komisaris lainnya dan/atau anggota Direksi Bank; dan/atau
3) anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada
perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank.
d. Yang ...
d. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepemilikan saham
adalah apabila seseorang menjadi pemegang saham pada:
1) perusahaan yang secara bersama-sama dimiliki oleh anggota
Dewan Komisaris lainnya, Direksi, dan/atau Pemegang Saham
Pengendali Bank sehingga bersama-sama menjadi Pemegang
Saham Pengendali pada perusahaan tersebut; dan/atau
2) perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank.
e. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keluarga adalah
keluarga sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank
Umum.
Dalam hal Pemegang Saham Pengendali Bank berbentuk badan
hukum, maka hubungan keluarga antara Komisaris Independen
dengan Pemegang Saham Pengendali Bank dilihat dari hubungan
keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali dari badan hukum
Pemegang Saham Pengendali Bank.
f. Yang dimaksud dengan hubungan dengan Bank yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bertindak tidak
independen, adalah hubungan dalam bentuk:
1) kepemilikan saham Bank dengan jumlah kepemilikan lebih dari
5% (lima perseratus) dari modal disetor Bank; dan/atau
2) menerima/memberi penghasilan, bantuan keuangan, atau
pinjaman dari/kepada Bank yang menyebabkan pihak yang
memberi penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi (controlling
influence) pihak yang menerima penghasilan, bantuan keuangan
atau pinjaman, seperti:
a) pihak ...
a) pihak terafiliasi yakni pihak yang memberikan jasanya
kepada Bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan
hukum dan konsultan lainnya; dan/atau
b) transaksi keuangan dengan Bank yang dapat mempengaruhi
kelangsungan usaha Bank dan/atau pihak yang melakukan
transaksi keuangan, antara lain debitur inti, deposan inti,
atau perusahaan yang sebagian besar sumber pendanaannya
diperoleh dari Bank.
Yang dimaksud dengan debitur dan deposan inti adalah
debitur inti dan deposan inti sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai Laporan Berkala Bank
Umum.
2. Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif Bank atau pihak-pihak
lain yang mempunyai hubungan dengan Bank yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen, tidak dapat
menjadi Komisaris Independen pada Bank yang bersangkutan sebelum
menjalani masa tunggu (cooling off) selama 1 (satu) tahun. Yang
dimaksud dengan masa tunggu (cooling off) adalah tenggang waktu
antara berakhirnya secara efektif jabatan yang bersangkutan pada Bank
yang bersangkutan, yaitu sejak tanggal efektifnya yang bersangkutan
dinyatakan berhenti secara tertulis sebagai anggota Direksi atau Pejabat
Eksekutif atau pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan dengan
Bank, dengan tanggal pengangkatan yang bersangkutan secara efektif
sebagai Komisaris Independen.
3. Ketentuan masa tunggu (cooling off) untuk menjadi Komisaris
Independen sebagaimana dimaksud pada butir 2. di atas tidak berlaku
bagi mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang tugasnya
melakukan ...
melakukan fungsi pengawasan. Terhadap pihak-pihak dimaksud yang
melakukan fungsi pengawasan selama kurang dari 1 (satu) tahun
dan/atau juga melakukan fungsi operasional tetap berlaku ketentuan
mengenai masa tunggu (cooling off).
4. Permohonan fit and proper test untuk calon Komisaris Independen
diajukan paling cepat 30 (tiga puluh) hari sebelum berakhirnya masa
tunggu (cooling off).
5. Perubahan status jabatan dari Komisaris menjadi Komisaris Independen
pada Bank yang sama harus mendapat persetujuan Bank Indonesia.
Untuk mendapatkan persetujuan, calon Komisaris Independen harus
menyampaikan surat pernyataan independensi dengan format
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1. Persetujuan Bank Indonesia
diberikan setelah dilakukan penilaian administratif terhadap kebenaran
surat pernyataan independensi dan penelitian track record.
6. Pengajuan permohonan perubahan status dari Komisaris menjadi
Komisaris Independen disampaikan oleh Bank kepada Direktorat
Perizinan dan Informasi Perbankan, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta
10350, dengan tembusan disampaikan kepada:
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta
10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di
luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
7. Mengingat tugas dan tanggung jawab utama Dewan Komisaris adalah
melakukan pengawasan dan bukan melakukan pengelolaan kegiatan
operasional Bank, maka Dewan Komisaris dilarang terlibat dalam
pengambilan keputusan kegiatan operasional Bank, kecuali untuk:
a. penyediaan ...
a. penyediaan dana kepada pihak terkait; dan
b. hal-hal yang diatur dalam Anggaran Dasar Bank atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Keterlibatan atau persetujuan Dewan Komisaris dalam pengambilan
keputusan kegiatan operasional sebagaimana tersebut di atas,
merupakan bagian dari tugas pengawasan Dewan Komisaris sehingga
tidak meniadakan tanggung jawab Direksi dalam pelaksanaan
kepengurusan Bank. Tugas pengawasan oleh Dewan Komisaris tersebut
merupakan upaya pengawasan dini yang perlu dilaksanakan.
8. Dewan Komisaris wajib memberitahukan kepada Bank Indonesia paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak ditemukannya oleh Dewan Komisaris:
a. pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan
perbankan; dan
b. keadaan atau perkiraan keadaan yang dapat membahayakan
kelangsungan usaha Bank,
antara lain berdasarkan rekomendasi dari Komite-Komite yang
membantu efektivitas pelaksanaan tugas Dewan Komisaris. Hal-hal
yang wajib dilaporkan adalah temuan sebagaimana dimaksud pada
butir a. dan butir b. di atas yang belum atau tidak dilaporkan oleh Bank
dan/atau oleh Direktur Kepatuhan kepada Bank Indonesia.
9. Rapat anggota Dewan Komisaris wajib diselenggarakan secara berkala
paling kurang 4 (empat) kali dalam setahun, dan wajib dihadiri oleh
seluruh anggota Dewan Komisaris secara fisik paling kurang 2 (dua)
kali dalam setahun. Kehadiran secara fisik seluruh anggota Dewan
Komisaris tersebut, diutamakan dalam rangka evaluasi/penetapan
kebijakan strategis dan evaluasi realisasi rencana bisnis Bank.
Dalam ...
Dalam hal anggota Dewan Komisaris tidak dapat menghadiri rapat
secara fisik, maka anggota Dewan Komisaris dapat menghadiri rapat
dengan menggunakan teknologi telekonferensi, dengan melengkapi
hal-hal berikut:
a. dasar keputusan penyelenggaraan rapat dengan menggunakan
teknologi telekonferensi, misal ketentuan intern Bank dan risalah
rapat Dewan Komisaris;
b. bukti rekaman penyelenggaraan rapat; dan
c. membuat risalah rapat perihal dimaksud yang ditandatangani oleh
seluruh peserta yang hadir secara fisik maupun melalui teknologi
telekonferensi.
10. Salinan risalah rapat anggota Dewan Komisaris yang telah
ditandatangani oleh seluruh anggota Dewan Komisaris yang hadir,
harus didistribusikan kepada seluruh anggota Dewan Komisaris.
C. DIREKSI
1. Presiden Direktur atau Direktur Utama wajib berasal dari pihak yang
independen terhadap Pemegang Saham Pengendali. Independensi
Presiden Direktur dapat dipenuhi apabila yang bersangkutan tidak
memiliki hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham
dan/atau hubungan keluarga dengan Pemegang Saham Pengendali
Bank.
a. Yang dimaksud dengan Pemegang Saham Pengendali adalah badan
hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
Termasuk ...
Termasuk dalam pengertian Pemegang Saham Pengendali Bank
adalah pemegang saham Bank sampai dengan pengendali terakhir
(ultimate shareholders) Bank.
b. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keuangan adalah apabila
seseorang menerima penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman
dari Pemegang Saham Pengendali Bank.
c. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepengurusan adalah
apabila seseorang menduduki jabatan sebagai anggota Dewan
Komisaris, Direksi atau Pejabat Eksekutif pada perusahaan
Pemegang Saham Pengendali Bank.
d. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepemilikan saham
adalah apabila seseorang menjadi:
1) pemegang saham pada perusahaan Pemegang Saham
Pengendali Bank; dan/atau
2) pemegang saham Bank bersama Pemegang Saham Pengendali
Bank.
Kepemilikan saham Bank yang berasal dari management shares
option program (MSOP) yang besarnya tidak lebih dari 5%
(lima perseratus) dari modal disetor Bank, tidak termasuk dalam
hubungan kepemilikan saham dimaksud.
e. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keluarga adalah
keluarga sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank
Umum.
Dalam hal Pemegang Saham Pengendali Bank berbentuk badan
hukum, maka hubungan keluarga antara Presiden Direktur dengan
Pemegang Saham Pengendali Bank dilihat dari hubungan keluarga
dengan Pemegang Saham Pengendali dari badan hukum Pemegang
Saham Pengendali Bank.
2. Direksi ...
2. Direksi wajib mengungkapkan kepada pegawai kebijakan Bank yang
bersifat strategis di bidang kepegawaian. Yang dimaksud dengan
kebijakan yang bersifat strategis di bidang kepegawaian, antara lain
kebijakan mengenai sistem recruitment, sistem promosi, sistem
remunerasi serta rencana Bank untuk melakukan efisiensi melalui
pengurangan pegawai. Pengungkapan tersebut harus dilakukan melalui
sarana yang diketahui atau diakses dengan mudah oleh pegawai.
3. Direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang
mengakibatkan pengalihan tugas dan fungsi Direksi. Yang dimaksud
dengan pemberian kuasa umum adalah pemberian kuasa kepada satu
orang karyawan atau lebih atau orang lain yang mengakibatkan
pengalihan tugas, wewenang dan tanggung jawab Direksi secara
menyeluruh tanpa batasan ruang lingkup dan waktu.
4. Segala keputusan Direksi diambil sesuai dengan pedoman dan tata tertib
kerja, yang mengikat dan menjadi tanggung jawab seluruh anggota
Direksi. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion),
wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat Direksi beserta
alasan perbedaannya. Terkait dengan hal tersebut, salinan risalah rapat
Direksi yang telah ditandatangani oleh seluruh anggota Direksi yang
hadir, harus didistribusikan kepada seluruh anggota Direksi.
D. KOMITE - KOMITE
1. Yang dimaksud dengan Pihak Independen bagi anggota Komite adalah
pihak di luar Bank yang tidak memiliki hubungan keuangan,
kepengurusan, kepemilikan saham dan/atau hubungan keluarga dengan
Dewan Komisaris, Direksi dan/atau Pemegang Saham Pengendali atau
hubungan dengan Bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya
untuk bertindak independen.
a. Yang ...
a. Yang dimaksud dengan Pemegang Saham Pengendali adalah badan
hukum, orang perseorangan dan/atau kelompok usaha sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian
Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
Termasuk dalam pengertian Pemegang Saham Pengendali Bank
adalah pemegang saham Bank sampai dengan pengendali terakhir
(ultimate shareholders) Bank.
b. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keuangan adalah apabila
seseorang menerima penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman,
dari:
1) anggota Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi Bank;
2) perusahaan yang Pemegang Saham Pengendalinya adalah
anggota Dewan Komisaris, dan/atau anggota Direksi Bank;
dan/atau
3) Pemegang Saham Pengendali Bank.
c. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepengurusan adalah
apabila seseorang menduduki jabatan sebagai:
1) anggota Dewan Komisaris atau Direksi pada perusahaan
dimana anggota Dewan Komisaris Bank menjadi anggota
Dewan Komisaris dan/atau anggota Direksi;
2) anggota Dewan Komisaris atau Direksi pada perusahaan yang
Pemegang Saham Pengendalinya adalah anggota Dewan
Komisaris dan/atau anggota Direksi Bank; dan/atau
3) anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau Pejabat Eksekutif
pada perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank.
d. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepemilikan saham
adalah apabila seseorang menjadi pemegang saham pada:
1) perusahaan ...
1) perusahaan yang secara bersama-sama dimiliki oleh anggota
Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau Pemegang Saham
Pengendali Bank, sehingga bersama-sama menjadi Pemegang
Saham Pengendali pada perusahaan tersebut; dan/atau
2) perusahaan Pemegang Saham Pengendali Bank.
e. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keluarga adalah
keluarga sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tentang Pelaksanaan Good Corpotate Governance bagi Bank
Umum.
Dalam hal Pemegang Saham Pengendali Bank berbentuk badan
hukum, maka hubungan keluarga antara Pihak Independen dengan
Pemegang Saham Pengendali Bank dilihat dari hubungan keluarga
dengan Pemegang Saham Pengendali dari badan hukum Pemegang
Saham Pengendali Bank.
f. Yang dimaksud dengan hubungan dengan Bank yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bertindak tidak
independen, adalah hubungan dalam bentuk:
1) kepemilikan saham Bank dengan jumlah kepemilikan lebih dari
5% (lima perseratus) dari modal disetor Bank; dan/atau
2) menerima/memberi penghasilan, bantuan keuangan, atau
pinjaman dari/kepada Bank yang menyebabkan pihak
yang memberi penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi (controlling
influence) pihak yang menerima penghasilan, bantuan keuangan
atau pinjaman, seperti:
a) pihak terafiliasi yakni pihak yang memberikan jasanya
kepada Bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan
hukum dan konsultan lainnya; dan/atau
b) transaksi ...
b) transaksi keuangan dengan Bank yang dapat
mempengaruhi kelangsungan usaha Bank dan/atau pihak
yang melakukan transaksi keuangan, antara lain debitur
inti, deposan inti, atau perusahaan yang sebagian besar
sumber pendanaannya diperoleh dari Bank.
Yang dimaksud dengan debitur dan deposan inti adalah
debitur inti dan deposan inti sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai Laporan Berkala Bank
Umum;
c) menerima penghasilan dari Bank, kecuali penghasilan yang
di terima oleh Pihak Independen karena jabatan
rangkapnya sebagai anggota Komite lainnya pada Bank
yang sama.
2. Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif Bank atau pihak-pihak
lain yang mempunyai hubungan dengan Bank yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen, tidak dapat
menjadi Pihak Independen sebagai anggota Komite Audit dan Komite
Pemantau Risiko pada Bank yang bersangkutan, sebelum menjalani
masa tunggu (cooling off) selama 6 (enam) bulan. Yang dimaksud
dengan masa tunggu (cooling off) adalah tenggang waktu antara
berakhirnya secara efektif jabatan yang bersangkutan pada Bank yang
bersangkutan, yaitu sejak tanggal efektifnya yang bersangkutan
dinyatakan berhenti secara tertulis sebagai anggota Direksi atau Pejabat
Eksekutif atau pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan dengan
Bank, dengan tanggal pengangkatan yang bersangkutan secara efektif
sebagai Pihak Independen.
3. Ketentuan ...
3. Ketentuan masa tunggu (cooling off) untuk menjadi Pihak Independen
sebagaimana dimaksud pada butir 2. di atas tidak berlaku bagi mantan
anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang tugasnya melakukan fungsi
pengawasan. Terhadap pihak-pihak dimaksud yang melakukan fungsi
pengawasan selama kurang dari 6 (enam) bulan tetap berlaku ketentuan
mengenai masa tunggu (cooling off).
4. Anggota Komite Audit paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang
Komisaris Independen sebagai Ketua merangkap anggota, 1 (satu)
orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan
atau akuntasi dan 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki
keahlian di bidang hukum atau perbankan.
5. Anggota Komite Pemantau Risiko paling kurang terdiri dari 1 (satu)
orang Komisaris Independen sebagai Ketua merangkap anggota,
1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang
keuangan dan 1 (satu) orang Pihak Independen yang memiliki keahlian
di bidang manajemen risiko.
6. Komite Remunerasi dan Nominasi paling kurang terdiri dari 1 (satu)
orang Komisaris Independen selaku Ketua merangkap anggota, 1 (satu)
orang Komisaris dan 1 (satu) orang Pejabat Eksekutif yang membawahi
sumber daya manusia atau seorang perwakilan pegawai. Pejabat
Eksekutif yang membawahi sumber daya manusia atau perwakilan
pegawai yang menjadi anggota Komite, harus memiliki pengetahuan
dan mengetahui ketentuan sistem remunerasi dan/atau nominasi serta
succession plan Bank. Dalam hal Bank membentuk Komite tersebut
secara terpisah maka Pejabat Eksekutif atau perwakilan pegawai
anggota Komite Remunerasi harus memiliki pengetahuan mengenai
sistem remunerasi Bank dan Pejabat Eksekutif atau perwakilan pegawai
anggota ...
anggota Komite Nominasi harus memiliki pengetahuan tentang sistem
nominasi dan succession plan Bank.
7. Anggota Komite Audit yang berasal dari Pihak Independen dinilai
memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi apabila memenuhi
kriteria:
a. memiliki pengetahuan di bidang keuangan dan/atau akuntansi; dan
b. memiliki pengalaman kerja di bidang keuangan dan/atau akuntansi,
paling kurang 5 (lima) tahun.
8. Anggota Komite Audit yang berasal dari Pihak Independen dinilai
memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan apabila memenuhi
kriteria:
a. memiliki pengetahuan di bidang hukum dan/atau perbankan; dan
b. memiliki pengalaman kerja di bidang hukum dan/atau perbankan,
paling kurang 5 (lima) tahun.
9. Anggota Komite Pemantau Risiko yang berasal dari Pihak Independen
dinilai memiliki keahlian di bidang keuangan apabila memenuhi
kriteria:
a. memiliki pengetahuan di bidang ekonomi, keuangan dan/atau
perbankan; dan
b. memiliki pengalaman kerja di bidang ekonomi, keuangan dan/atau
perbankan, paling kurang 5 (lima) tahun.
10. Anggota Komite Pemantau Risiko yang berasal dari Pihak Independen
dinilai memiliki keahlian di bidang manajemen risiko apabila
memenuhi kriteria:
a. memiliki pengetahuan di bidang manajemen risiko ; dan/atau
b. memiliki pengalaman kerja di bidang manajemen risiko, paling
kurang 2 (dua) tahun.
11. Bank ...
11. Bank harus meneliti kebenaran seluruh dokumen atau data pendukung
pemenuhan persyaratan Pihak Independen, antara lain surat pernyataan
pribadi mengenai integritas yang bersangkutan.
12. Ketua Komite hanya dapat merangkap jabatan sebagai Ketua Komite
paling banyak pada 1 (satu) Komite lainnya pada Bank yang sama.
13. Anggota Komite yang berasal dari Pihak Independen dapat merangkap
jabatan sebagai Pihak Independen anggota Komite lainnya pada Bank
yang sama, Bank lain, dan/atau perusahaan lain, sepanjang yang
bersangkutan:
a. memenuhi seluruh kompetensi yang disyaratkan;
b. memenuhi kriteria independensi;
c. mampu menjaga rahasia Bank;
d. memperhatikan kode etik yang berlaku; dan
e. tidak mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai
anggota Komite.
14. Anggota Komite Audit, Komite Pemantau Risiko serta Komite
Remunerasi dan Nominasi dilarang berasal dari anggota Direksi. Dalam
hal ini, jabatan Direksi dimaksud baik pada Bank yang sama maupun
pada Bank lain.
15. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Komite
Audit, Komite Pemantau Risiko serta Komite Remunerasi dan
Nominasi harus memiliki kebijakan intern, yang paling kurang
meliputi:
a. pedoman kerja, antara lain mekanisme kerja, uraian tugas serta
tanggung jawab yang jelas dari tiap anggota;
b. tata tertib kerja, antara lain pengaturan etika kerja, waktu kerja dan
pengaturan rapat termasuk pengaturan hak suara,
yang harus diketahui dan bersifat mengikat bagi setiap anggota Komite.
16. Dalam ...
16. Dalam hal tidak terjadi musyawarah mufakat dalam rapat Komite,
sehingga pengambilan keputusan dilakukan
berdasarkan suara
terbanyak, maka pengaturan hak suara anggota Komite harus menganut
prinsip 1 (satu) orang 1 (satu) suara.
E. BENTURAN KEPENTINGAN
1. Dalam hal terjadi benturan kepentingan, anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi, dan
Pejabat Eksekutif dilarang mengambil
tindakan yang dapat merugikan Bank atau mengurangi keuntungan
Bank dan wajib mengungkapkan benturan kepentingan dimaksud dalam
setiap keputusan.
2. Pengungkapan benturan kepentingan tersebut pada risalah rapat paling
kurang mencakup nama pihak yang memiliki benturan kepentingan,
masalah pokok benturan kepentingan dan dasar pertimbangan
pengambilan keputusan.
3. Untuk menghindari pengambilan keputusan yang berpotensi merugikan
Bank atau mengurangi keuntungan Bank, Bank harus memiliki dan
menerapkan (enforce) kebijakan intern mengenai:
a. pengaturan mengenai penanganan benturan kepentingan yang
mengikat setiap pengurus dan pegawai Bank, antara lain tata cara
pengambilan keputusan; dan
b. administrasi pencatatan, dokumentasi dan pengungkapan benturan
kepentingan dimaksud dalam risalah rapat.
F. PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE PADA KANTOR
CABANG BANK ASING
1. Pelaksanaan cakupan Good Corporate Governance sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Pelaksanaan Good
Corporate ...
Corporate Governance bagi Bank Umum, wajib dilaksanakan oleh
Kantor Cabang Bank Asing pada seluruh tingkatan atau jenjang
organisasi.
2. Khusus pelaksanaan fungsi Dewan Komisaris dan pembentukan
Komite-Komite disesuaikan dengan struktur organisasi yang berlaku
pada Kantor Cabang dan Kantor Pusat Bank Asing yang bersangkutan.
3. Dalam hal struktur organisasi Kantor Cabang dan Kantor Pusat Bank
Asing tidak memiliki fungsi Dewan Komisaris dan Komite-Komite,
atau memiliki fungsi dimaksud namun belum sesuai dengan ketentuan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum, maka
Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk meminta kepada Kantor
Cabang Bank Asing untuk menyesuaikan struktur organisasinya.
G. SELF ASSESSMENT PELAKSANAAN GOOD CORPORATE
GOVERNANCE
1. Penilaian terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate
Governance, paling kurang harus diwujudkan dan difokuskan dalam 11
(sebelas) Faktor Penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance
yang terdiri dari:
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris;
b. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi;
c. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite;
d. Penanganan benturan kepentingan;
e. Penerapan fungsi kepatuhan;
f. Penerapan fungsi audit intern;
g. Penerapan ...
g. Penerapan fungsi audit ekstern;
h. Penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern;
i. Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan
penyediaan dana besar (large exposures);
j. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank, laporan
pelaksanaan Good Corporate Governance dan pelaporan internal;
k. Rencana strategis Bank.
2. Kertas Kerja Self Assessment Good Corporate Governance disusun per
Faktor Penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance. Format
Kertas Kerja Self Assessment tersebut, terdiri dari kolom: Tujuan,
Kriteria/Indikator, Analisis Self Assessment, Kriteria Peringkat Faktor
Penilaian Pelaksanaan Good Corporate Governance dan Kesimpulan
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.
3. Pengisian Kertas Kerja Self Assessment Good Corporate Governance
dilakukan dengan metode kualitatif, dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tahap pertama, Bank mempelajari dan memahami pokok-pokok
uraian yang termuat pada kolom Tujuan.
b. Tahap kedua, Bank mempelajari dan memahami uraian yang termuat
pada kolom Kriteria/Indikator.
c. Tahap ketiga, menyusun analisis kecukupan pelaksanaan Good
Corporate Governance, dengan melakukan hal-hal berikut:
1) mengumpulkan data dan informasi yang relevan untuk
menilai kecukupan pelaksanaan Good Corporate Governance
oleh Bank, seperti data kepengurusan, kepemilikan, struktur
kelompok usaha, laporan tahunan, laporan berkala dan laporan
khusus Direktur Kepatuhan, laporan yang berkaitan dengan
tugas Satuan Kerja Audit Intern, laporan akuntan publik
khususnya ...
khususnya komentar mengenai keandalan sistem pengendalian
intern Bank, laporan profil risiko, hasil self assessment
CAMELS, dokumen rencana korporasi (corporate plan),
rencana dan realisasi rencana bisnis, laporan-laporan Dewan
Komisaris dan laporan lain yang terkait dengan Faktor Penilaian
Pelaksanaan Good Corporate Governance lainnya;
2) membandingkan pemenuhan setiap Kriteria/Indikator per Sub
Faktor/Faktor Penilaian dengan pelaksanaan Good Corporate
Governance sesuai kondisi, permasalahan dan kekuatan yang
dimiliki Bank;
3) Berdasarkan butir 2) di atas, selanjutnya Bank menyusun
analisis pelaksanaan Good Corporate Governance Bank
dimaksud dan dimuat pada kolom Analisis Self Assessment.
d. Tahap keempat, setelah melakukan Analisis Self Assessment per Sub
Faktor/Faktor, Bank dapat mengambil kesimpulan melalui
penetapan Peringkat per Faktor beserta penjelasannya, sesuai
kondisi Bank yang sebenarnya dengan berpedoman pada Kriteria
masing-masing Peringkat.
e. Tahap kelima, menyusun hasil akhir self assessment Good Corporate
Governance per Faktor dalam kolom Kesimpulan. Kesimpulan
dimaksud antara lain berisi Peringkat per Faktor, identifikasi
permasalahan, rencana tindak (action plan) yang merupakan
tindakan korektif (corrective action) secara komprehensif dan
sistematis beserta target waktu pelaksanaannya.
4. Setelah melakukan penilaian terhadap masing-masing Faktor, Bank
membobot Faktor-Faktor tersebut, dengan menggunakan persentase
pembobotan sebagaimana yang telah ditetapkan, sebagai berikut:
No ...
No
Faktor
1 Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan
Komisaris
2 Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi
3 Kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite
4 Penanganan benturan kepentingan
5 Penerapan fungsi kepatuhan Bank
6 Penerapan fungsi audit intern
7 Penerapan fungsi audit ekstern
8 Fungsi manajemen risiko termasuk sistem
pengendalian intern
9 Penyediaan dana kepada pihak terkait (related
party) dan debitur besar (large exposures)
10 Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan,
laporan pelaksanaan Good Corporate Governance
dan pelaporan internal
11 Rencana strategis Bank
Bobot (%)
10.00
20.00
10.00
10.00
5.00
5.00
5.00
7.50
7.50
15.00
5.00
5. Nilai Akhir masing-masing Faktor diperoleh dengan mengalikan bobot
persentase dengan hasil Peringkat dari masing-masing Faktor. Untuk
mendapatkan Nilai Komposit, Bank harus menjumlahkan Nilai Akhir
dari 11 ( sebelas) Faktor di atas. Contoh format Ringkasan Perhitungan
Nilai Komposit Self Assessment Good Corporate Governance,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3.
6. Sebagai langkah terakhir, Bank menetapkan Nilai Komposit Hasil Self
Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank, dengan
menetapkan klasifikasi Peringkat Komposit, sebagaimana tabel berikut:
Nilai ...
Nilai Komposit
Nilai Komposit < 1.5
1.5 ? Nilai komposit < 2.5
2.5 ? Nilai Komposit < 3.5
3.5 ? Nilai Komposit < 4.5
4.5 ? Nilai Komposit < 5
Predikat Komposit
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Tidak Baik
7. Apabila terdapat Faktor yang Nilai Peringkat Faktor-nya 5, maka
Predikat Komposit tertinggi yang dapat dicapai Bank adalah ”Cukup
Baik”.
8. Apabila terdapat Faktor yang Nilai Peringkat Faktor-nya 4, maka
Predikat Komposit tertinggi yang dapat dicapai Bank adalah ”Baik”.
9. Kertas Kerja Self Assessment Good Corporate Governance dan
dokumen pendukung self assessment pelaksanaan Good Corporate
Governance di atas, harus didokumentasikan dengan baik sehingga
memudahkan penelusuran oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
10. Berdasarkan Kertas Kerja Self Assessment Good Corporate Governance
di atas, Bank perlu membuat Kesimpulan Umum Hasil Self Assessment
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank pada lembar tersendiri,
yang menggambarkan pemenuhan kecukupan seluruh Faktor Penilaian,
paling kurang meliputi:
a. Nilai Komposit dan Predikatnya;
b. Peringkat masing-masing Faktor;
c. Kelemahan dan penyebabnya, action plan (rencana tindak) yang
merupakan tindakan korektif (corrective action) beserta target waktu
pelaksanaannya;
d. Kekuatan pelaksanaan Good Corporate Governance.
11. Kesimpulan ...
11. Kesimpulan Umum Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate
Governance Bank dimaksud, harus ditandatangani oleh Komisaris
Utama dan Direktur Utama Bank.
12. Untuk self assessment pelaksanaan Good Corporate Governance
periode berikutnya, Kesimpulan Umum tersebut di atas perlu dilengkapi
dengan realisasi pencapaian pelaksanaan rencana tindak (action plan)
berikut waktu penyelesaian dan kendala penyelesaiannya.
13. Kesimpulan Umum Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate
Governance suatu periode penilaian dimaksud, menjadi lampiran yang
tidak terpisahkan dari
Laporan Pelaksanaan Good Corporate
Governance Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2)
Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006.
14. Bank harus menyampaikan Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bank secara lengkap kepada Bank Indonesia
paling lambat 5 (lima) bulan setelah tahun buku berakhir, meliputi:
Kertas Kerja Self Assessment Good Corporate Governance masing-
masing Faktor, Ringkasan Perhitungan Nilai Komposit dan Predikat
Komposit beserta Kesimpulan Umum Hasil Self Assessment
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank.
H. LAPORAN PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
1. Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance dapat menjadi Bab
tersendiri dalam Laporan Tahunan Bank atau disajikan secara terpisah
dari Laporan Tahunan Bank yang disampaikan bersama-sama dengan
Laporan Tahunan Bank.
2. Laporan ...
2. Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance paling kurang terdiri
dari:
a. Transparansi Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank,
meliputi hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2) dan
(3) Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006; dan
b. Kesimpulan Umum Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
65 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No. 8/4/PBI/2006
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
No. 8/14/PBI/2006.
3. Transparansi Pelaksanaan Good Corporate Governance, mengungkap
seluruh aspek pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance
sebagaimana dimaksud butir 2.a. di atas, paling kurang meliputi:
a. Pengungkapan pelaksanaan Good Corporate Governance tersebut,
meliputi 7 (tujuh) aspek cakupan Good Corporate Governance
beserta kepatuhan Bank terhadap aspek-aspek tersebut, yang
meliputi:
1) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan
Direksi, terdiri dari:
a) jumlah, komposisi, kriteria dan independensi anggota
Dewan Komisaris dan Direksi;
b) tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi;
c) rekomendasi Dewan Komisaris.
2) kelengkapan dan pelaksanaan tugas Komite-Komite, terdiri dari:
a) struktur ...
a) struktur, keanggotaan, keahlian dan independensi anggota
Komite;
b) tugas dan tanggung jawab Komite;
c) frekuensi rapat Komite;
d) program kerja Komite dan realisasinya.
3) penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern
Informasi yang perlu diungkap adalah kinerja dari pelaksanaan
fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern, antara lain:
a) fungsi kepatuhan
Tingkat kepatuhan Bank terhadap seluruh ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
pemenuhan komitmen dengan otoritas yang berwenang;
b) fungsi audit intern
Efektivitas dan cakupan audit intern dalam menilai seluruh
aspek dan unsur kegiatan Bank;
c) fungsi audit ekstern
Efektivitas pelaksanaan audit ekstern dan kepatuhan Bank
terhadap ketentuan mengenai:
(1) Hubungan antara Bank, Akuntan Publik dan Bank
Indonesia bagi Bank konvensional; atau
(2) Hubungan antar Bank yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha berdasarkan Prinsip Syariah, Kantor Akuntan
Publik, Akuntan Publik, Dewan Pengawas Syariah dan
Bank Indonesia bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan
Usaha berdasarkan Prinsip Syariah,
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang
Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
4) penerapan ...
4) penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian
intern.
Informasi yang perlu diungkap adalah pelaksanaan kebijakan
manajemen risiko Bank, meliputi:
a) pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;
b) kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit;
c) kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan
pengendalian risiko serta sistem informasi manajemen risiko;
dan
d) sistem pengendalian intern.
5) penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan
penyediaan dana besar (large exposure)
Informasi yang perlu diungkap adalah jumlah total baki debet
penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan
debitur/group inti per posisi laporan, sebagaimana tabel dibawah
ini:
Jumlah
No.
Penyediaan Dana
1. Kepada Pihak Terkait
2. Kepada debitur inti:
a. Individu
b. group
6) rencana strategis Bank.
a) rencana jangka panjang (corporate plan);
b) rencana jangka menengah dan pendek (business plan).
7) transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank yang
belum di ungkap dalam laporan lainnya.
b. kepemilikan ...
Debitur
Nominal
(jutaan Rupiah)
b. kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang
mencapai 5% (lima perseratus) atau lebih dari modal disetor, yang
meliputi jenis dan jumlah lembar saham pada:
1) Bank tersebut;
2) Bank lain;
3) Lembaga Keuangan Bukan Bank; dan
4) perusahaan lainnya,
yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri.
c. hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Dewan
Komisaris dan Direksi dengan anggota Dewan Komisaris lainnya,
Direksi lainnya dan/atau Pemegang Saham Pengendali Bank.
d. paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi Dewan Komisaris
dan Direksi:
1) yang dimaksud dengan paket/kebijakan remunerasi dan jenis
fasilitas lain bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi, antara
lain meliputi:
a) remunerasi dalam bentuk non natura, termasuk gaji dan
penghasilan tetap lainnya, antara lain tunjangan (benefit),
kompensasi berbasis saham, tantiem dan bentuk remunerasi
lainnya; dan
b) fasilitas lain dalam bentuk natura/non-natura yakni
penghasilan tidak tetap lainnya, termasuk tunjangan untuk
perumahan, transportasi, asuransi kesehatan dan fasilitas
lainnya, yang dapat dimiliki maupun tidak dapat dimiliki.
2) pengungkapan paket/kebijakan remunerasi dimaksud, paling
kurang meliputi:
a) paket ...
a) paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi anggota
Dewan Komisaris dan Direksi yang ditetapkan Rapat Umum
Pemegang Saham Bank;
b) jenis remunerasi dan fasilitas lain bagi seluruh anggota
Dewan Komisaris dan Direksi, paling kurang mencakup
jumlah anggota Dewan Komisaris, jumlah anggota Direksi,
dan jumlah seluruh paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas
lain sebagaimana dimaksud dalam butir 1) di atas,
sebagaimana tabel dibawah:
Jenis Remunerasi dan
Fasilitas lain
1. Remunerasi
(gaji, bonus,
tunjangan rutin, tantiem, dan
fasilitas lainnya dalam bentuk
non-natura)
2. Fasilitas lain dalam bentuk
natura (perumahan, transpor
tasi, asuransi kesehatan dan
sebagainya) yang *) :
a. dapat dimiliki
b. tidak dapat dimiliki
Total
*) Dinilai dalam ekivalen Rupiah.
c) jumlah anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang
menerima paket remunerasi dalam satu tahun yang
dikelompokkan dalam kisaran tingkat penghasilan, sebagai
berikut:
(satuan ...
Jumlah Diterima dalam 1 Tahun
Dewan Komisaris
Direksi
orang
jutaan
Rupiah
orang
jutaan
Rupiah
Jumlah Remunerasi per
Orang dalam 1 tahun *)
di atas Rp 2 miliar
di atas Rp 1 miliar s.d. Rp 2
miliar
di atas Rp 500 juta s.d. Rp 1
miliar
Rp 500 juta ke bawah
*) yang diterima secara tunai
e. Shares option
1) yang dimaksud dengan shares option adalah opsi untuk membeli
saham oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat
Eksekutif yang dilakukan melalui penawaran saham atau
penawaran opsi saham dalam rangka pemberian kompensasi
yang diberikan kepada anggota Dewan Komisaris, Direksi dan
Pejabat Eksekutif Bank, dan yang telah diputuskan dalam Rapat
Umum Pemegang Saham dan/atau Anggaran Dasar Bank;
2) pengungkapan mengenai shares option paling kurang mencakup:
a) kebijakan dalam pemberian shares option;
b) jumlah saham yang telah dimiliki masing-masing anggota
Dewan Komisaris, Direksi dan Pejabat Eksekutif sebelum
diberikan shares option;
c) jumlah shares option yang diberikan;
d) jumlah shares option yang telah dieksekusi sampai dengan
akhir masa pelaporan;
e) harga opsi yang diberikan;
f) jangka waktu berlakunya eksekusi share option.
Pengungkapan shares option sebagaimana dimaksud dalam
butir 2) huruf b), c), d), e), dan f), dilakukan sebagaimana
tabel berikut:
Keterangan ...
Jumlah
Direksi
(satuan orang)
Jumlah
Komisaris
Keterangan
/Nama
Komisaris (nama)
Direksi
(nama)
Pejabat
Eksekutif
Total
(total)
……….. ………. …………..
f. rasio gaji tertinggi dan terendah
1) yang dimaksud dengan gaji adalah hak pegawai yang diterima
dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
perusahaaan atau pemberi kerja kepada pegawai yang ditetapkan
dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi
pegawai dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang
telah dilakukannya;
2) rasio gaji tertinggi dan terendah, dalam skala perbandingan
berikut:
a) rasio gaji pegawai yang tertinggi dan terendah;
b) rasio gaji Direksi yang tertinggi dan terendah;
c) rasio gaji Komisaris yang tertinggi dan terendah; dan
d) rasio gaji Direksi tertinggi dan pegawai tertinggi.
Gaji yang diperbandingkan dalam ratio gaji termaksud di atas,
adalah imbalan yang diterima oleh anggota Dewan Komisaris,
Direksi dan pegawai per bulan.
Yang ...
Jumlah
Saham
yang
dimiliki
(lembar
saham)
Jumlah Opsi
yang
diberikan
(lembar
saham)
yang telah
dieksekusi
(lembar
saham)
Harga
Opsi
(Rupiah)
Jangka
Waktu
Yang dimaksud dengan pegawai adalah pegawai tetap Bank
sampai batas pelaksana.
g. frekuensi rapat Dewan Komisaris
Pengungkapan mengenai frekuensi rapat anggota Dewan Komisaris,
paling kurang mencakup:
1) jumlah rapat yang diselenggarakan dalam 1 (satu) tahun;
2) jumlah rapat yang dihadiri secara fisik dan/atau melalui
teknologi telekonferensi;
3) kehadiran masing-masing anggota di setiap rapat.
h. jumlah penyimpangan internal (internal fraud)
Yang dimaksud dengan internal fraud
adalah
penyimpangan/kecurangan yang dilakukan oleh pengurus, pegawai
tetap dan tidak tetap (honorer dan outsorcing) terkait dengan proses
kerja dan kegiatan operasional Bank yang mempengaruhi kondisi
keuangan Bank secara signifikan. Yang dimaksud dengan
mempengaruhi kondisi keuangan Bank secara signifikan adalah
apabila dampak penyimpangannya lebih dari Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Pengungkapan mengenai internal fraud paling kurang mencakup:
a) jumlah internal fraud yang telah diselesaikan;
b) jumlah internal fraud yang sedang dalam proses penyelesaian di
internal Bank;
c) jumlah internal fraud yang belum diupayakan penyelesaiannya;
d) jumlah internal fraud yang telah ditindaklanjuti melalui proses
hukum,
sebagaimana tabel sebagai berikut:
(satuan) ...
(satuan)
Jumlah kasus yang dilakukan oleh
Internal Fraud
dalam 1 tahun
Total Fraud
Telah
diselesaikan
Dalam proses
penyelesaian di
internal Bank
Belum
diupayakan
penyelesaiannya
Telah
ditindaklanjuti
melalui proses
hukum.
i. permasalahan hukum
1) yang dimaksud dengan permasalahan hukum adalah
permasalahan hukum perdata dan pidana yang dihadapi Bank
selama periode tahun laporan dan telah diajukan melalui proses
hukum.
2) pengungkapan mengenai permasalahan hukum paling kurang
mencakup:
a) jumlah permasalahan hukum perdata dan pidana yang
dihadapi dan telah selesai (telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap); dan
b) jumlah permasalahan hukum perdata dan pidana yang
dihadapi dan masih dalam proses penyelesaian,
sebagaimana tabel berikut:
(satuan) ...
Pengurus
Thn
sebelum
nya
Thn
berjalan
Pegawai
tetap
Thn
sebelum
nya
Thn
berjalan
Pegawai tidak
tetap
Thn
Sebelum
nya
Thn
berjalan
(satuan)
Permasalahan Hukum
Perdata
Telah selesai (telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap)
Dalam proses penyelesaian
Total
j. transaksi yang mengandung benturan kepentingan
Pengungkapan mengenai transaksi yang mengandung benturan
kepentingan, paling kurang mencakup nama dan jabatan pihak yang
memiliki benturan kepentingan, nama dan jabatan pengambil
keputusan transaksi yang mengandung benturan kepentingan, jenis
transaksi, nilai transaksi dan keterangan, sebagaimana tabel berikut:
No
Nama dan
Jabatan yang
Memiliki
Benturan
Kepentingan
Nama dan
Jabatan
Pengambil
Keputusan
Nilai
Jenis
Transaksi
Transaksi
(jutaan
Rupiah)
Keterangan
*)
Jumlah
Pidana
*) Tidak sesuai sistim dan prosedur yang berlaku
k. buy back shares dan buy back obligasi Bank
1) yang dimaksud dengan buy back shares atau buy back obligasi
adalah upaya mengurangi jumlah saham atau obligasi yang
telah diterbitkan Bank dengan cara membeli kembali saham atau
obligasi ...
obligasi tersebut, yang tatacara pembayarannya dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2) pengungkapan mengenai buy back shares dan/atau buy back
obligasi paling kurang mencakup:
a) kebijakan dalam melakukan buy back shares dan/atau buy
back obligasi;
b) jumlah lembar saham dan/atau obligasi yang dibeli kembali;
c) harga pembelian kembali perlembar saham dan/atau
obligasi;
d) peningkatan laba per lembar saham dan/atau obligasi.
l. pemberian dana untuk kegiatan sosial dan kegiatan politik selama
periode pelaporan
Pemberian dana untuk kegiatan sosial dan kegiatan politik yang
perlu di ungkap, paling kurang meliputi penerima dana dan nilai
nominalnya.
4. Bank Indonesia melakukan penilaian dan evaluasi terhadap Hasil Self
Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank, dan Bank
Indonesia dapat meminta Bank untuk merevisi Laporan Pelaksanaan
Good Corporate Governanve, apabila berdasarkan evaluasi yang
dilakukannya Laporan dimaksud tidak sesuai dengan kondisi Bank yang
sebesarnya.
5. Dalam hal terdapat perbedaan Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bank yang material, yakni mengakibatkan hasil
Predikat Komposit yang berbeda maka Bank harus menyampaikan
revisi Hasil Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance
Bank tersebut secara lengkap kepada Bank Indonesia, yang dialamatkan
kepada:
a) Direktorat ...
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No. 2, Jakarta
10350, bagi yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia;
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di
luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
Revisi Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance terkait Hasil
Self Assessment Pelaksanaan Good Corporate Governance Bank
tersebut, harus dipublikasikan pula dalam Laporan Keuangan Publikasi
Bank pada periode yang terdekat, paling kurang meliputi Nilai
Komposit dan Predikat-nya.
I. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 30 Mei 2007
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/12/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 30 Mei 2007 </set_date>
<effective_date> 30 Mei 2007 </effective_date>
<related_reg> '8/14/PBI/2006', '8/4/PBI/2006' </related_reg>
|
No. 17/22/DPSP
2015
Jakarta, 31 Agustus 2015
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA,
DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Perihal
: Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal
Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana
dan Penatausahaan Surat Utang Negara
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/13/PBI/2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/9/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5457), dan
berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2015
tentang Penjualan Surat Utang Negara dalam Mata Uang Rupiah dan
Valuta Asing di Pasar Perdana Domestik dengan cara Private Placement,
perlu melakukan perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang
Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang
Negara, dengan menambahkan 1 (satu) huruf, yaitu huruf d dalam butir
III.B.2 yang berbunyi sebagai berikut:
d. Setelmen Hasil Penjualan SUN dalam Valuta Asing dengan Cara
Private Placement
1) Setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta asing dengan cara
Private Placement dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja
setelah tanggal kesepakatan.
2) Pada ...
2
2) Pada tanggal setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta asing
dengan cara Private Placement, Central Registry melakukan
setelmen dengan prosedur sebagai berikut:
a) Setelmen Dana
(1) Setelmen dana dilakukan dengan mendebit Rekening
Giro valuta asing Peserta Transaksi dan/atau Bank
Pembayar serta mengkredit Rekening Giro valuta asing
Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen.
(2) Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar harus
menyediakan dana dalam denominasi Dollar Amerika
Serikat (USD) untuk pelaksanaan setelmen hasil
transaksi penjualan SUN dalam valuta asing dengan
cara Private Placement.
(3) Dana sebagaimana dimaksud dalam angka (2) harus
telah efektif pada rekening giro di bank koresponden
Bank Indonesia di New York (Federal Reserve Bank of
New York) pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal
setelmen SUN dalam valuta asing, dalam hal
penyediaan dana dilakukan melalui rekening giro Bank
Indonesia di bank koresponden di New York.
b) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-
Registry sebesar total nilai nominal SUN dalam valuta
asing.
3) Dalam hal saldo Rekening Giro valuta asing Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam butir
2)a)(1) tidak mencukupi untuk setelmen hasil penjualan SUN
dalam valuta asing sampai dengan batas waktu Setelmen
transaksi SBN atau cut-off warning BI-SSSS maka setelmen
transaksi hasil penjualan SUN dalam valuta asing dengan cara
Private Placement yang dilakukan oleh Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar dinyatakan gagal.
Surat ...
3
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31
Agustus 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/22/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title>
<set_date> 31 Agustus 2015 </set_date>
<effective_date> 31 Agustus 2015 </effective_date>
<changed_reg> '15/46/DPSP|SE-BI/2013' </changed_reg>
<related_reg> '10/13/PBI/2008', '15/9/PBI/2013', '118/PMK.08/2015|PER-MENKEU/2015', '15/46/DPSP|SE-BI/2013' </related_reg>
|
No. 16/ 23 /DPM
Jakarta, 24 Desember 2014
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
DI INDONESIA
Perihal: Operasi Pasar Terbuka
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5440), dan upaya meminimalkan
potensi terjadinya gangguan likuiditas sistem keuangan melalui
penyediaan instrumen Operasi Pasar Terbuka dengan menggunakan
Surat Berharga dalam valuta asing, perlu untuk melakukan pengaturan
kembali ketentuan mengenai pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka dalam
suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter
oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter
melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga
(Standing Facilities).
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT
adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan
oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka
Operasi Moneter.
3. Peserta …
2
3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan
sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Perbankan, yang melakukan
kegiatan usaha secara konvensional.
5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan
valuta asing, dan perusahaan efek yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat
Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi
Moneter.
6. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia, Surat Berharga Negara dan surat berharga
lain yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta,
dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI
adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek.
8. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya
disingkat SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang
Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat
diperdagangkan hanya antar Bank.
9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN
adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah
Negara.
10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam
mata …
3
mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Utang
Negara.
11. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata
uang Rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas
penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah
Negara.
12. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut
Transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga
oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban
pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga
dan jangka waktu yang disepakati.
13. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat
Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan
kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai
dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
14. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term
Deposit adalah penempatan dana dalam Rupiah dan/atau
valuta asing milik Peserta OPT secara berjangka di Bank
Indonesia.
15. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan
penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank
Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan
pembelian kembali oleh Peserta OPT.
16. Rekening Giro adalah rekening giro milik Peserta OPT di
Bank Indonesia.
17. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga
Peserta OPT yang tercatat di rekening perdagangan atau
aktif (active) di Bank Indonesia-Scripless Securities
Settlement System.
18. Sub-Registry …
4
18. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan
kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan
disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi
penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan
nasabah.
19. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi
dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan
Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
20. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem
transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS
dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan
secara seketika per transaksi secara individual.
21. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya
disebut Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank
kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk
penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari
Bank Indonesia.
22. Transaksi Penjualan Valuta Asing terhadap Surat Berharga
Negara yang selanjutnya disebut Transaksi Valas Terhadap
SBN adalah transaksi penjualan valuta asing terhadap
Rupiah oleh Bank Indonesia dengan pembelian SBN secara
outright oleh Bank Indonesia yang dilakukan pada saat yang
bersamaan.
23. Bank Koresponden adalah bank tempat pemeliharaan
rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran
dan/atau penerimaan dana valuta asing ke atau dari Bank.
24. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat
penunjukan dari otoritas yang berwenang untuk dapat
melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing.
25. Transaksi Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing
terhadap Rupiah melalui pembelian atau penjualan tunai
(spot) …
5
(spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara
berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan
counterpart yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat
dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan.
26. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia adalah transaksi jual
valuta asing oleh Bank Indonesia melalui penjualan tunai
(spot) dengan diikuti transaksi pembelian kembali valuta
asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang
dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama
pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal
transaksi dilakukan.
27. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia adalah transaksi beli
valuta asing oleh Bank Indonesia melalui pembelian tunai
(spot) dengan diikuti transaksi penjualan kembali valuta
asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang
dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama
pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal
transaksi dilakukan.
28. Standard Settlement Instruction adalah suatu pedoman
tertentu dalam melakukan transfer dana melalui sarana
telekomunikasi yang antara lain memuat nama Bank
Koresponden, nomor rekening, kode kliring dan kode
Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication
(SWIFT).
B. Bank Indonesia dalam rangka OPT dapat melakukan Absorpsi
Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas dengan menggunakan
satu atau lebih instrumen untuk mempengaruhi likuiditas di
pasar uang serta pengelolaan likuiditas di pasar valuta asing
maupun untuk menjaga ketersediaan instrumen Operasi
Moneter yang diperlukan dalam pencapaian sasaran operasional
kebijakan moneter Bank Indonesia.
II. PENERBITAN SBI
1. Penerbitan SBI merupakan instrumen yang digunakan Bank
Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang.
2. SBI …
6
2. SBI memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah);
b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah
hari yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen
sampai dengan tanggal jatuh waktu;
Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum pada
Lampiran I.
c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
d. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di
BI-SSSS;
e. nilai tunai SBI dihitung berdasarkan diskonto murni (true
discount) dengan rumus sebagai berikut:
nilai nominal x 360
nilai tunai =
360 + tingkat diskonto x jangka waktu
nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai
Contoh perhitungan nilai diskonto dan nilai tunai SBI
tercantum pada Lampiran I.
f. dapat dipindahtangankan (negotiable);
g. dapat ditransaksikan antara lain dengan cara outright,
pinjam meminjam, hibah, repurchase agreement (repo), atau
dijadikan agunan;
h. SBI yang masih dalam status agunan tidak dapat
diperdagangkan;
i. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal
SBI jatuh waktu;
j. Bank Indonesia dapat melunasi SBI sebelum jatuh waktu
(early redemption) berdasarkan pertimbangan terkait strategi
pengelolaan moneter; dan
k. pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption)
sebagaimana dimaksud dalam huruf j dilakukan dengan
persetujuan pemilik SBI.
3. Metode …
7
3. Metode Transaksi Lelang SBI
a. Penerbitan SBI dilakukan dengan mekanisme lelang melalui
BI-SSSS.
b. Mekanisme lelang SBI dilakukan dengan metode sebagai
berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender)
Tingkat diskonto lelang SBI ditetapkan oleh Bank
Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender)
Tingkat diskonto lelang SBI diajukan oleh Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SBI
a. Lelang SBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan Bank
Indonesia.
b. Window time lelang SBI dari pukul 08.00 WIB sampai dengan
pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBI dan
perubahannya paling lambat pada 1 (satu) hari kerja
sebelum pelaksanaan lelang SBI melalui BI-SSSS, Sistem-
LHBU, dan/atau sarana lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang SBI memuat antara lain:
1) sarana pengajuan penawaran;
2) tanggal lelang;
3) window time;
4) jangka waktu SBI;
5) metode lelang;
6) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode
variable rate tender);
7) tingkat diskonto SBI (apabila lelang dilakukan dengan
metode fixed rate tender); dan
8) tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Lelang SBI
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SBI secara
langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga …
8
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SBI untuk
kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang SBI kepada Bank
Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang
ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang SBI meliputi:
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate
tender; atau
2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan
metode variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu SBI yang akan
diterbitkan.
e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode variable rate
tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto
dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh
ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran SBI yang disampaikan kepada
Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang SBI
a. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode fixed rate
tender, penetapan SBI yang dimenangkan dihitung dengan
cara:
1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
dengan perhitungan secara proporsional dengan
pembulatan …
9
pembulatan nominal terkecil SBI sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah).
b. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode variable rate
tender, penetapan SBI yang dimenangkan dihitung dengan
cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR);
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal SBI yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta
OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh SBI
yang diajukan; dan
b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT
yang bersangkutan memenangkan seluruh atau
sebagian dari SBI yang diajukan sebesar hasil
perhitungan secara proporsional dengan pembulatan
nominal terkecil SBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang
lelang SBI berdasarkan metode fixed rate tender dan
variable rate tender sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang.
7. Pengumuman Hasil Lelang SBI
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SBI setelah window
time ditutup sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS,
antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto, dan nilai
tunai SBI yang dimenangkan;
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU,
dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa rata-rata
tertimbang tingkat diskonto SBI, SOR, dan/atau nilai
nominal …
10
nominal yang dimenangkan.
8. Setelmen Lelang SBI
a. Setelmen Hasil Lelang SBI
1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SBI
paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman
hasil lelang SBI.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang SBI.
3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang
SBI dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai
tunai SBI dan setelmen Surat Berharga dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal SBI.
4) Nilai tunai SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dihitung dengan rumus:
Nilai Tunai
SBI
Nilai nominal x 360
=
360+ Tingkat diskonto x Jangka Waktu
Keterangan:
nilai nominal = nilai nominal SBI yang dimenangkan.
tingkat diskonto = tingkat diskonto yang dimenangkan.
jangka waktu = jumlah hari yang dihitung 1 (satu)
hari sesudah tanggal setelmen lelang
SBI sampai dengan tanggal jatuh
waktu.
5) Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dilakukan secara gabungan untuk setiap pemenang
lelang dan setelmen Surat Berharga sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) dilakukan secara per transaksi
(gross to gross).
6) Setelmen dana hasil lelang SBI dilakukan per lelang
(auction number).
7) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai
dengan …
11
dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SBI, BI-SSSS
secara otomatis membatalkan transaksi lelang SBI yang
dimenangkan Peserta OPT yang bersangkutan.
8) Atas batalnya transaksi lelang SBI sebagaimana
dimaksud dalam angka 7), Peserta OPT dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai Operasi Moneter.
b. Setelmen Pelunasan SBI
1) Pada tanggal jatuh waktu SBI, Bank Indonesia melunasi
SBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan kepemilikan
SBI yang tercatat di BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal jatuh waktu SBI.
2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh
waktu SBI ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen pelunasan SBI dilakukan pada
hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan
diskonto untuk hari libur dimaksud.
3) Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI dengan cara:
a) mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SBI sebesar
nilai nominal SBI jatuh waktu; dan
b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SBI
sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu.
9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 1 (satu) Bulan Sejak
Kepemilikan SBI (Minimum One Month Holding Period)
a. Ketentuan
1) Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan yaitu 28 (dua puluh
delapan) hari kalender sejak tanggal setelmen pembelian,
pemilik SBI dilarang mentransaksikan SBI yang dimiliki
dengan pihak lain.
2) Transaksi SBI yang dilarang sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) antara lain Transaksi Repo, Transaksi
Outright, hibah, dan pengagunan.
3) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) maka Transaksi Repo sell and
buy …
12
buy back SBI tidak dapat dilakukan dengan jangka waktu
kurang dari 1 (satu) bulan atau 28 (dua puluh delapan)
hari kalender.
4) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI
memiliki second leg dan tidak terjadi perpindahan
kepemilikan, antara lain repo collateralized borrowing,
pengagunan (pledge), dan securities lending and
borrowing, pemilik SBI telah dapat mentransaksikan
kembali SBI dimaksud setelah jatuh waktu second leg.
5) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI
memiliki second leg dan terjadi perpindahan kepemilikan,
antara lain repo sell and buyback SBI, pemilik SBI dapat
mentransaksikan kembali SBI dimaksud dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) dalam hal second leg Transaksi Repo berhasil, SBI
dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh penjual
repo 1 (satu) bulan atau 28 (dua puluh delapan) hari
kalender sejak setelmen second leg transaksi SBI
dimaksud.
b) dalam hal second leg Transaksi Repo tidak berhasil
dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan
kembali oleh pembeli repo 1 (satu) bulan atau 28 (dua
puluh delapan) hari kalender sejak tanggal setelmen
first leg transaksi SBI dimaksud.
6) Dalam hal transfer SBI antar Sub-Registry tanpa
perpindahan kepemilikan, atau transfer SBI karena
merger, akuisisi, dan konsolidasi, SBI dapat
ditransaksikan kembali 1 (satu) bulan atau 28 (dua
puluh delapan) hari kalender sejak SBI dicatat di Sub-
Registry awal atau di Rekening Surat Berharga awal.
7) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak
berlaku untuk transaksi SBI oleh Peserta OPT dengan
Bank Indonesia.
8) Sub-Registry …
13
8) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik
nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 7).
b. Pengawasan
1) Bank Indonesia melakukan monitoring, pengawasan tidak
langsung, dan/atau pengawasan langsung atas
pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a oleh Peserta OPT dan Sub-Registry.
2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia
menyampaikan surat permintaan konfirmasi kepada
Peserta OPT dan/atau Sub-Registry.
3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima surat
permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 2) wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis
kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja
setelah tanggal surat konfirmasi dari Bank Indonesia.
4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub-
Registry tidak menyampaikan tanggapan tertulis maka
Peserta OPT dan/atau Sub-Registry dianggap
mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut.
5) Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
III. PENERBITAN SDBI
1. Penerbitan SDBI merupakan instrumen yang digunakan Bank
Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang.
2. SDBI memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah);
b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama
12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari
yang …
14
yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai
dengan tanggal jatuh waktu;
Contoh perhitungan jangka waktu SDBI sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.
c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
d. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di
BI-SSSS;
e. nilai tunai SDBI dihitung berdasarkan (true discount) dengan
rumus sebagai berikut :
nilai nominal × 360
nilai tunai =
360 + tingkat diskonto × jangka waktu
nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai
Contoh perhitungan nilai diskonto dan nilai tunai SDBI
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.
f. hanya dapat dimiliki oleh Bank;
g. hanya dapat dipindahtangankan (negotiable) antar Bank;
h. hanya dapat ditransaksikan antar Bank antara lain dengan
cara outright, pinjam meminjam, hibah, repurchase
agreement (repo), atau dijadikan agunan;
i. SDBI yang masih dalam status agunan tidak dapat
diperdagangkan;
j. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SDBI
jatuh waktu;
k. Bank Indonesia dapat melunasi SDBI sebelum jatuh waktu
berdasarkan pertimbangan terkait strategi pengelolaan
moneter; dan
l. pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu sebagaimana
dimaksud dalam huruf k dilakukan dengan persetujuan
pemilik SDBI.
3. Metode Transaksi Lelang SDBI
a. Penerbitan SDBI dilakukan dengan mekanisme lelang
melalui BI-SSSS.
b. Mekanisme lelang SDBI dilakukan dengan metode sebagai
berikut: …
15
berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender)
Tingkat diskonto lelang SDBI ditetapkan oleh Bank
Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender)
Tingkat diskonto lelang SDBI diajukan oleh Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SDBI
a. Lelang SDBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan Bank
Indonesia.
b. Window time lelang SDBI dapat dilakukan antara pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SDBI dan
perubahannya paling lambat sebelum pelaksanaan lelang
SDBI melalui BI-SSSS, Sistem LHBU, dan/atau sarana
lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang SDBI memuat antara lain:
1) sarana pengajuan penawaran;
2) tanggal lelang;
3) window time;
4) jangka waktu SDBI;
5) metode lelang;
6) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode
variable rate tender);
7) tingkat diskonto SDBI (apabila lelang dilakukan dengan
metode fixed rate tender); dan
8) waktu dan tanggal setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Lelang SDBI
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SDBI
secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI
untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI kepada Bank
Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang
ditetapkan …
16
ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang SDBI meliputi:
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate
tender; atau
2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan
metode variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu SDBI yang akan
diterbitkan.
e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode variable
rate tender, pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto
dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh
ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran SDBI yang disampaikan kepada
Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang SDBI
a. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode fixed rate
tender, penetapan SDBI yang dimenangkan dihitung dengan
cara:
1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
dengan perhitungan secara proporsional dengan
pembulatan nominal
terkecil SDBI sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode variable
rate tender, penetapan SDBI yang dimenangkan dihitung
dengan cara:
1) Bank …
17
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal SDBI yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT
lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta OPT
yang bersangkutan memenangkan seluruh SDBI yang
diajukan;
b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta OPT
sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian
dari SDBI yang diajukan sebesar hasil perhitungan
secara proporsional dengan pembulatan nominal
terkecil SDBI sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang
lelang SDBI berdasarkan metode fixed rate tender dan
variable rate tender sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang SDBI.
7. Pengumuman Hasil Lelang SDBI
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SDBI setelah
window time ditutup, sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS,
antara lain berupa nilai nominal, tingkat diskonto dan nilai
tunai SDBI yang dimenangkan;
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya antara lain berupa rata-rata tertimbang
tingkat diskonto SDBI, SOR, dan/atau nilai nominal yang
dimenangkan.
8. Setelmen Lelang SDBI
a. Setelmen Hasil Lelang SDBI
1) Bank …
18
1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SDBI
paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil
lelang SDBI.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah
yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang SDBI.
3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang
SDBI dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar
nilai tunai SDBI dan setelmen Surat Berharga dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal.
4) Nilai tunai SDBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dihitung dengan rumus :
Nilai tunai SDBI =
Nilai Nominal × 360
360 + Tingkat Diskonto × Jangka Waktu
Keterangan:
nilai nominal
= nilai nominal SDBI yang
dimenangkan
tingkat diskonto = tingkat diskonto yang dimenangkan
jangka waktu
= jumlah hari yang dihitung 1 (satu)
hari sesudah tanggal setelmen
lelang SDBI sampai dengan tanggal
jatuh waktu
5) Setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dilakukan secara gabungan untuk setiap pemenang
lelang dan setelmen Surat Berharga sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) dilakukan secara per transaksi
(gross to gross).
6) Setelmen dana hasil lelang SDBI dilakukan per lelang
(auction number).
7) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai
dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS, sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen lelang SDBI, BI-SSSS
secara …
19
secara otomatis membatalkan transaksi lelang SDBI yang
dimenangkan Peserta OPT yang bersangkutan.
8) Atas batalnya transaksi lelang SDBI sebagaimana
dimaksud dalam angka 7), Peserta OPT dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai Operasi Moneter.
b. Setelmen Pelunasan SDBI
1) Pada tanggal jatuh waktu SDBI, Bank Indonesia
melunasi SDBI jatuh waktu berdasarkan pencatatan
kepemilikan SDBI yang tercatat di BI-SSSS pada 1 (satu)
hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu SDBI.
2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh
waktu SDBI ditetapkan sebagai hari libur oleh
pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SDBI
dilakukan pada hari kerja berikutnya, tanpa
memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur
dimaksud.
3) Bank Indonesia melakukan pelunasan SDBI dengan cara:
a) mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SDBI
sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu; dan
b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SDBI
sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu.
9. Pembatasan Transaksi SDBI di Pasar Sekunder.
a. Ketentuan
1) Bank dilarang memindahtangankan atau
mentransaksikan SDBI yang dimiliki dengan pihak selain
Bank.
2) Pemindahtanganan atau transaksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) mencakup antara lain
transaksi jual/beli secara outright, pinjam meminjam,
memberi atau menerima hibah, repurchase agreement
(repo), memberikan atau menerima agunan.
3) Bank dapat mentransaksikan SDBI dengan Bank
Indonesia.
4) Sub-Registry …
20
4) Sub-Registry wajib menatausahakan SDBI milik
nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1).
b. Pengawasan
1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau
pengawasan tidak langsung atas pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) oleh Bank dan
Sub Registry.
2) Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam butir
a.1), Bank Indonesia akan mengenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai Operasi Moneter.
3) Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam butir
a.1), Bank Indonesia melakukan pelunasan sebelum
jatuh waktu (early redemption) atas SDBI yang dimiliki
oleh pihak selain Bank tanpa persetujuan pemilik.
4) Perhitungan pelunasan sebelum jatuh waktu (early
redemption) sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen SDBI
dipindahtangankan ke pihak selain Bank.
IV. TRANSAKSI REPO SURAT BERHARGA
1. Transaksi Repo merupakan instrumen yang digunakan Bank
Indonesia untuk Injeksi Likuiditas Rupiah di pasar uang.
2. Transaksi Repo memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Transaksi Repo dilakukan dengan prinsip sell and buy back,
yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan Surat
Berharga (transfer of ownership);
b. Transaksi Repo memiliki jangka waktu paling singkat 1
(satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang
dinyatakan dalam hari, yang dihitung 1 (satu) hari setelah
tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu;
c. bunga repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di
belakang (simple interest); dan
d. hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang di-repo-kan
selama …
21
selama periode Transaksi Repo tetap merupakan milik
Peserta OPT.
3. Metode Transaksi Repo
a. Transaksi Repo dilakukan dengan metode lelang melalui:
1) BI-SSSS untuk Transaksi Repo dengan Surat Berharga
dalam Rupiah;
2) sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia untuk Transaksi Repo dengan Surat Berharga
dalam valuta asing.
b. Pelaksanaan lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender)
Suku bunga repo (repo rate) ditetapkan Bank Indonesia;
atau
2) harga beragam (variable rate tender)
Suku bunga repo (repo rate) diajukan Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Repo
a. Transaksi Repo dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang
ditetapkan Bank Indonesia.
b. Window time Transaksi Repo dapat dilakukan antara pukul
08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB atau waktu lain yang
ditetapkan Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Repo paling lambat sebelum window time melalui BI-SSSS,
Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang Transaksi Repo memuat antara
lain:
1) sarana pengajuan penawaran;
2) tanggal lelang;
3) window time;
4) jangka waktu;
5) metode lelang;
6) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode
variable rate tender);
7) suku …
22
7) suku bunga repo (repo rate) (apabila lelang dilakukan
dengan metode fixed rate tender);
8) Surat Berharga yang dapat di-repo-kan;
9) haircut; dan
10) tanggal dan waktu setelmen.
e. Dalam hal Transaksi Repo menggunakan Surat Berharga
dalam valuta asing maka pengumuman rencana lelang, selain
mengumumkan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf
d juga mengumumkan acuan harga untuk Surat Berharga
dalam valuta asing dan acuan kurs transaksi.
5. Pengajuan Penawaran Transaksi Repo
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Repo
secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Repo
untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran Transaksi Repo kepada
Bank Indonesia melalui BI-SSSS, sarana dealing system dalam
window time yang ditetapkan Bank Indonesia.
d. Pengajuan penawaran Transaksi Repo dengan Surat Berharga
dalam Rupiah.
1) Pengajuan penawaran meliputi informasi:
a) nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang di-
repo-kan, untuk lelang dengan metode fixed rate
tender; atau
b) nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang di-
repo-kan dan repo rate, untuk lelang dengan metode
variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Repo
yang akan dilakukan.
2) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3) Dalam …
23
3) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate
tender, pengajuan setiap penawaran repo rate dilakukan
dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
e. Pengajuan penawaran Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam valuta asing.
1) Kurs yang digunakan dalam Transaksi Repo dengan
Surat Berharga dalam valuta asing adalah kurs tengah
dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal
transaksi.
2) Pengajuan penawaran meliputi informasi:
a) dalam hal lelang dilakukan dengan metode fixed rate
tender, antara lain:
(1) nama Peserta OPT;
(2)
tanggal transaksi;
(3) jangka waktu Repo;
(4) Standard Settlement Instruction;
(5) jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo-kan,
dan
(6) penawaran nilai nominal; atau
b) dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable
rate tender, antara lain:
(1) nama Peserta OPT;
(2)
tanggal transaksi;
(3) jangka waktu repo;
(4) Standard Settlement Instruction;
(5) jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo-kan;
(6) penawaran nilai nominal; dan
(7)
tingkat bunga.
3) Pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta
OPT paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
4) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate
tender, pengajuan setiap penawaran repo rate dilakukan
dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
5) Pengajuan …
24
5) Pengajuan penawaran lelang dapat diajukan paling
banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing jangka waktu
yang ditawarkan.
6) Dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan
Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu)
kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan
dalam window time Transaksi Repo.
7) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 6) dapat
dilakukan terhadap informasi penawaran selain
informasi nama Peserta OPT dan jangka waktu Repo.
8) Koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan
pengajuan penawaran.
9) Peserta OPT harus mengirimkan dokumen ke Bank
Indonesia sebagai berikut:
a) surat pernyataan yang menyatakan bahwa:
(1) Surat Berharga dalam valuta asing yang di-
repo-kan merupakan aset milik Peserta OPT;
dan
(2) Peserta OPT tidak lagi memiliki SBI, SDBI dan
SBN;
b) data terkait Surat Berharga paling kurang meliputi
jadwal pembayaran kupon terakhir (last coupon
date), jadwal pembayaran kupon selanjutnya (next
coupon date), tingkat kupon (coupon rate), dan
nominal kupon;
c) surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) dilampiri dengan statement of holding atas
kepemilikan Surat Berharga dalam valuta asing di
lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia
dan Hasil Olahan Komputer (HOK) posisi
kepemilikan Surat Berharga dalam Rupiah Peserta
OPT pada posisi penutupan 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal transaksi.
Contoh surat pernyataan dan data terkait Surat
Berharga sebagaimana tercantum dalam Lampiran III;
10) Penyampaian …
25
10) Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 9) kepada Bank Indonesia dilakukan sebelum
window time transaksi tutup yang dapat didahului
dengan penyampaian melalui faksimili. Penyampaian
dokumen ditujukan kepada:
Bank Indonesia - Departemen Pengelolaan Moneter c.q.
Grup Operasi Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 13
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta Pusat 10350
Faksimili: 2310347
Telepon: 29818350
11) Dalam hal berdasarkan pemeriksaan oleh Bank
Indonesia, surat pernyataan sebagaimana dimaksud
dalam angka 9) terbukti tidak benar maka penawaran
yang diajukan dinyatakan batal.
12) Penawaran Transaksi Repo dengan Surat Berharga
dalam valuta asing dinyatakan batal dalam hal Peserta
OPT:
a) mengajukan penawaran tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
sampai dengan angka 5);
b)
tidak melakukan koreksi sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 6) sampai
dengan angka 8); dan/atau
c)
tidak menyampaikan dokumen sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 9).
f. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggungjawab atas
kebenaran data penawaran Transaksi Repo yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Transaksi Repo
a. Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah
1) Dalam …
26
1) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode fixed rate tender maka penetapan Transaksi
Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta
OPT dimenangkan seluruhnya.
b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal
yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan
sebagian dengan perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode variable rate tender penetapan Transaksi Repo
yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
b) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang
dimenangkan dengan cara:
(1) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta
OPT lebih tinggi dari SOR yang ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran Transaksi
Repo yang diajukan; dan
(2) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta
OPT sama dengan SOR yang ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian dari
penawaran Transaksi Repo yang diajukan
dengan perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Valuta Asing:
1) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode fixed rate tender, penetapan Transaksi Repo
yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a) Penawaran …
27
a) Penawaran nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya.
b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal
yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan
sebagian dengan perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan ke atas dalam jutaan Rupiah
terdekat.
2) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode variable rate tender, penetapan Transaksi Repo
yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
b) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang
dimenangkan dengan cara:
(1) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta
OPT lebih tinggi dari SOR yang ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran Transaksi
Repo yang diajukan; dan
(2) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta
OPT sama dengan SOR yang ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian dari
penawaran Transaksi Repo yang diajukan
dengan perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan ke atas dalam jutaan
Rupiah terdekat.
Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal pemenang
Transaksi Repo berdasarkan metode fixed rate tender dan
variable rate tender tercantum dalam Lampiran III.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Repo.
7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo
a. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam Rupiah
Bank …
28
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Repo
setelah window time ditutup, sebagai berikut:
1) secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-
SSSS, antara lain berupa nilai nominal dan repo rate
yang dimenangkan; dan
2) secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU
dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal
yang dimenangkan, SOR, dan/atau rata-rata
tertimbang repo rate.
b. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam Valuta Asing
1) Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang
secara keseluruhan melalui sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang
dimenangkan, SOR, dan/atau rata-rata tertimbang repo
rate.
2) Melakukan konfirmasi secara individual kepada
pemenang lelang melalui sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa:
a) nilai nominal yang dimenangkan, nominal surat
berharga dalam valuta asing yang harus
dipindahkan ke rekening Bank Indonesia pada
lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia,
dan repo rate yang dimenangkan;
b)
tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan
c) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta
OPT.
3) Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga
Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 2) dilakukan sebagai berikut:
a) dalam hal Peserta OPT yang memenangkan lelang
tidak memiliki sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan
dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau
b) dalam …
29
b) dalam hal Peserta OPT yang memenangkan lelang
memiliki sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada
Peserta OPT yang bersangkutan.
8. Setelmen Transaksi Repo
a. Surat Berharga dalam Rupiah
1) Setelmen First Leg
a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling
lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil
lelang Transaksi Repo.
b) Peserta OPT wajib memiliki Surat Berharga di
Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk
setelmen first leg.
c) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme Delivery
Versus Payment (DVP) secara transaksi per
transaksi (gross to gross) sebagai berikut:
(1) setelmen Surat Berharga, dengan mendebet
Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal Surat Berharga yang di-repo-kan; dan
(2) setelmen dana, dengan mengkredit Rekening
Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg.
d) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga
Perantara dalam Operasi Moneter.
e) Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri
Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
sampai dengan waktu yang ditetapkan untuk
setelmen, sehingga mengakibatkan kegagalan
setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan Transaksi Repo yang tidak didukung
dengan Surat Berharga yang mencukupi.
f) Atas …
30
f) Atas batalnya Transaksi Repo sebagaimana
dimaksud dalam huruf e), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
2) Setelmen Second Leg
a) Pada tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen
second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai
dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS.
b) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening
Giro Rupiah yang mencukupi untuk setelmen
second leg.
c) Setelmen second leg dilaksanakan melalui Sistem
BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP
secara transaksi per transaksi (gross to gross)
sebagai berikut:
(1) setelmen dana, dengan mendebet Rekening
Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second
leg;
(2) setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal Surat Berharga Transaksi Repo jatuh
waktu;
(3) perhitungan nilai setelmen second leg adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kriteria dan persyaratan Surat Berharga,
peserta, dan Lembaga Perantara dalam
Operasi Moneter;
(4) Dalam hal Bank Indonesia menerima
pembayaran kupon atau imbalan pada periode
Transaksi Repo, kupon atau imbalan
dimaksud mengurangi kewajiban Peserta OPT
pada Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg) …
31
leg) dengan perhitungan sebagai berikut:
Nilai
Nilai
setelmen =
second leg
setelmen
first leg
+
bunga
repo
−
nilai kupon/imbalan
yang diterima
Bank Indonesia
(5) Dalam hal Bank Indonesia menerima
pembayaran kupon atau imbalan maka
perhitungan bunga repo sejak tanggal
pembayaran kupon atau imbalan didasarkan
pada nilai setelmen first leg dikurangi dengan
penerimaan kupon dimaksud.
d) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Repo,
tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg)
ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja
berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan
bunga repo untuk hari libur dimaksud.
e) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
second leg sampai dengan cut-off warning Sistem
BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan
setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg).
3) Kegagalan Setelmen Second Leg
Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen
second leg maka Bank Indonesia akan melakukan hal-
hal sebagai berikut:
a) Dalam hal Surat Berharga berupa SBI dan SDBI,
Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI dan
SDBI sebelum jatuh waktu (early redemption) dan
mengenakan biaya Repo.
b) Dalam hal Surat Berharga berupa SBN, transaksi
yang bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi
penjualan secara outright oleh Peserta OPT dan
Bank Indonesia mengenakan biaya Repo.
c) Perhitungan …
32
c) Perhitungan setelmen Transaksi Outright dan
penggunaan harga Surat Berharga Transaksi
Outright adalah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga,
peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi
Moneter.
d) Dalam hal terjadi Transaksi Outright:
(1) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau
dikredit dengan perhitungan harga SBN
sebagai berikut:
(a) dalam hal harga pada Transaksi Outright
lebih rendah daripada harga pada
transaksi first leg setelah dikurangi
haircut maka Rekening Giro Rupiah
didebet sebesar selisih dimaksud setelah
dikalikan dengan nilai nominal SBN yang
di-repo-kan;
(b) dalam hal harga pada Transaksi Outright
lebih tinggi dari harga pada transaksi first
leg dikurangi haircut maka Rekening Giro
Rupiah dikredit sebesar selisih dimaksud
setelah dikalikan dengan nilai nominal
SBN yang di-repo-kan dan paling banyak
sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan
pada saat first leg.
(2) Rekening Giro Rupiah akan dikredit sebesar
accrued interest atau accrued imbalan dari
setelmen first leg sampai dengan setelmen
second leg.
(3) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar
bunga repo.
e) Atas batalnya Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg) sebagaimana dimaksud dalam butir 2).e),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud …
33
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
b. Surat Berharga dalam Valuta Asing
1) Setelmen First Leg
a) Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai
setelmen first leg adalah kurs tengah dari kurs
transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi.
b) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling
lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil
lelang Transaksi Repo.
c) Setelmen Surat Berharga dilakukan Peserta OPT
dengan memindahkan Surat Berharga dengan jenis
dan seri Surat Berharga sebesar nilai nominal yang
di-repo-kan dari rekening Peserta OPT ke rekening
surat berharga Bank Indonesia pada lembaga
kustodian yang ditunjuk oleh Bank Indonesia, pada
tanggal setelmen atau tanggal valuta.
d) Perhitungan nilai nominal Surat Berharga yang
akan dipindahkan adalah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga,
peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi
Moneter.
e) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia dengan
mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank sebesar
nilai penawaran nominal yang dimenangkan.
f) Bank Indonesia akan melakukan setelmen dana
sebagaimana dimaksud dalam huruf e) setelah
menerima konfirmasi dari lembaga kustodian yang
ditunjuk Bank Indonesia bahwa Surat Berharga
dalam valuta asing yang di-repo-kan Peserta OPT
telah diterima.
g) Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi
kewajiban Transaksi Repo sebagaimana dimaksud
dalam huruf c), Bank Indonesia membatalkan
Transaksi …
34
Transaksi Repo yang tidak didukung dengan Surat
Berharga yang mencukupi.
h) Atas batalnya Transaksi Repo sebagaimana
dimaksud dalam huruf g), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
2) Setelmen Second Leg
a) Pada tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg), Peserta OPT wajib menyediakan dana yang
mencukupi di Rekening Giro Rupiah untuk
setelmen second leg.
b) Setelmen second leg dilaksanakan sebagai berikut:
(1) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia
dengan mendebet Rekening Giro Rupiah
sebesar nilai setelmen second leg;
(2) Bank Indonesia akan melakukan setelmen
Surat Berharga dengan memindahkan Surat
Berharga dalam valuta asing dari rekening
Bank Indonesia ke rekening Peserta OPT di
lembaga kustodian yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia setelah dilakukan setelmen dana
sebagaimana dimaksud pada angka (1);
(3) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah
sebesar nilai setelmen
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria
dan persyaratan Surat Berharga, peserta, dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
(4) Dalam hal Bank Indonesia menerima
pembayaran kupon atau imbalan pada
periode Transaksi Repo, ekuivalen dalam
Rupiah nilai kupon dimaksud mengurangi
kewajiban Peserta OPT pada Transaksi Repo
jatuh waktu (second leg) dengan perhitungan
sebagai …
second leg
35
sebagai berikut:
nilai
setelmen =
second leg
nilai
setelmen
first leg
+
bunga
repo
−
nilai kupon/imbalan
yang diterima
Bank Indonesia
(5) Perhitungan nilai kupon atau imbalan
sebagaimana dimaksud dalam angka (4)
menggunakan kurs beli dari kurs transaksi
Bank Indonesia pada tanggal valuta
penerimaan kupon.
(6) Dalam hal Bank Indonesia menerima
pembayaran kupon maka perhitungan bunga
repo sejak tanggal pembayaran kupon
didasarkan pada nilai setelmen first leg
dikurangi dengan ekuivalen penerimaan
kupon dimaksud dalam Rupiah.
c) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Repo,
Transaksi Repo jatuh waktu (second leg) ditetapkan
sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan
setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya
tanpa memperhitungkan tambahan bunga repo
atas hari libur dimaksud.
d) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
second leg sampai dengan cut-off warning Sistem
BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan
setelmen second leg, Bank Indonesia akan
membatalkan Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg).
3) Kegagalan Setelmen Second Leg
Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen
second leg, Bank Indonesia akan melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a) Bank Indonesia akan menjual Surat Berharga
dalam valuta asing kepada counterparty Bank
Indonesia …
36
Indonesia setelah terjadi kegagalan setelmen
second leg.
b) Kurs yang digunakan pada saat Bank Indonesia
melakukan penjualan Surat Berharga sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) adalah kurs beli dari
kurs transaksi Bank Indonesia.
c) Selama Surat Berharga dalam valuta asing belum
terjual, Bank Indonesia akan mengenakan biaya
repo kepada Peserta OPT sampai dengan tanggal
setelmen atau tanggal valuta penjualan Surat
Berharga.
d) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam
valuta asing lebih rendah daripada harga pada
transaksi first leg, Bank Indonesia akan
membebankan kekurangan pembayaran dana
dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar
selisih dimaksud.
e) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga lebih
tinggi daripada harga pada transaksi first leg, Bank
Indonesia akan mengembalikan kelebihan hasil
penjualan tersebut dengan mengkredit Rekening
Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud.
f) Rekening Giro Rupiah Peserta OPT akan didebet
sebesar bunga repo.
g) Atas batalnya Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg) sebagaimana dimaksud dalam butir 2)d),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
9. Kupon Surat Berharga
a. Dalam hal Bank Indonesia menerima pembayaran kupon
atau imbalan setelah Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg), Bank Indonesia akan mengkredit ke Rekening Giro
Rupiah Peserta OPT sebesar kupon atau imbalan dimaksud
pada tanggal penerimaan kupon atau imbalan.
b. Kurs …
37
b. Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai kupon adalah
kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal
penerimaan kupon.
V. TRANSAKSI REVERSE REPO SURAT BERHARGA NEGARA
1. Transaksi Reverse Repo merupakan instrumen yang digunakan
Bank Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar
uang.
2. Transaksi Reverse Repo memiliki karakterisktik sebagai berikut:
a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan prinsip sell and
buy back, yaitu terdapat perpindahan pencatatan
kepemilikan SBN (transfer of ownership).
b. Transaksi Reverse Repo memiliki jangka waktu paling
singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan
yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung 1 (satu) hari
setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh
waktu.
c. bunga reverse repo dihitung berdasarkan metode bunga
dibayar di belakang (simple interest); dan
d. hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang di-reverse-
repo-kan selama periode Transaksi Reverse Repo tetap
merupakan milik Bank Indonesia.
3. Metode Transaksi Reverse Repo
a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan mekanisme lelang
melalui BI-SSSS.
b. Pelaksanaan lelang transaksi Reverse Repo dilakukan
dengan metode sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender)
Suku bunga reverse repo (RR-Rate) ditetapkan Bank
Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender)
Suku bunga reverse repo (RR-Rate) diajukan Peserta
OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Reverse Repo
a. Transaksi Reverse Repo dapat dilakukan pada setiap hari
kerja …
38
kerja.
b. Window time transaksi Reverse Repo dapat dilakukan antara
pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Reverse Repo paling lambat sebelum window time melalui BI-
SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya.
d. Pengumuman rencana lelang transaksi Reverse Repo,
memuat antara lain:
1) sarana pengajuan penawaran;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
jangka waktu;
5) metode lelang;
6)
target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode
variable rate tender);
7) RR-Rate (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed
rate tender);
8) Surat Berharga yang di-reverse-repo-kan;
9) haircut; dan
10) tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Transaksi Reverse Repo
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi
Reverse Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi
Reverse Repo untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo
kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time
yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran Transaksi Reverse Repo antara lain
meliputi:
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate
tender; atau
2) nilai nominal dan RR-Rate, untuk lelang dengan metode
variable …
39
variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Reverse Repo
yang akan dilakukan.
e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate
tender, pengajuan setiap penawaran RR-Rate dilakukan
dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran Transaksi Reverse Repo
yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Reverse Repo
a. Dalam hal lelang transaksi Reverse Repo dilakukan dengan
metode fixed rate tender, penetapan Transaksi Reverse Repo
yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
dengan perhitungan secara proporsional dengan
pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah).
b. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan
metode variable rate tender, penetapan transaksi Reverse
Repo yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan RR-Rate tertinggi yang
dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal RR-Rate yang diajukan Peserta OPT
lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta
OPT …
40
OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh
penawaran Transaksi Reverse Repo yang diajukan;
dan
b) dalam hal RR-Rate yang diajukan Peserta OPT
sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta OPT
yang bersangkutan memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran Transaksi Reverse Repo
yang diajukan dengan perhitungan secara
proporsional dengan pembulatan nominal terkecil
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas
pemenang Transaksi Reverse Repo berdasarkan metode
fixed rate tender dan variable rate tender sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV.
c. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu)
seri Surat Berharga dalam lelang Transaksi Reverse Repo,
Bank Indonesia menentukan alokasi seri dan nominal Surat
Berharga yang dimenangkan Peserta OPT.
d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Reverse Repo.
7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Reverse Repo
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Reverse
Repo setelah window time ditutup, sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS,
antara lain berupa nilai nominal, RR-Rate, jenis dan seri
Surat Berharga yang dimenangkan; dan
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU,
dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal
seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan/atau rata-
rata tertimbang RR-Rate.
8. Setelmen Transaksi Reverse Repo
a. Setelmen First Leg
1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling
lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil
lelang Transaksi Reverse Repo.
2) Peserta …
41
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk setelmen first leg.
3) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi
per transaksi (gross to gross) sebagai berikut:
a) setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah sebesar nilai setelmen first leg; dan
b) setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang dimenangkan.
4) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kriteria dan Surat Berharga,
peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi
Moneter.
5) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS,
sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg,
BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi
Reverse Repo yang tidak didukung dengan dana yang
mencukupi.
6) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo sebagaimana
dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Operasi Moneter.
b. Setelmen Second Leg
1) Pada tanggal Transaksi Reverse Repo jatuh waktu
(second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan
setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka
sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS.
2) Peserta OPT wajib memiliki jenis dan seri Surat
Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi
untuk setelmen second leg.
3) Setelmen …
42
3) Setelmen second leg dilaksanakan melalui Sistem BI-
RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara
transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut:
a) setelmen Surat Berharga, dengan mendebet
Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal
Surat Berharga Transaksi Reverse Repo jatuh
waktu (second leg);
b) setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro
Rupiah sebesar nilai setelmen second leg;
c) perhitungan nilai setelmen second leg adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, peserta, dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter;
d) dalam hal Peserta OPT menerima pembayaran
kupon atau imbalan pada periode Transaksi
Reverse Repo, kupon atau imbalan dimaksud
mengurangi kewajiban Bank Indonesia pada
Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg)
dengan perhitungan sebagai berikut:
nilai
nilai
setelmen =
second leg
setelmen
first leg
+
bunga
−
Reverse Repo
nilai kupon/imbalan
yang diterima
Peserta OPT
e) dalam hal Peserta OPT menerima pembayaran
kupon atau imbalan, perhitungan bunga reverse
repo sejak tanggal pembayaran kupon atau
imbalan didasarkan pada nilai setelmen first leg
dikurangi dengan penerimaan kupon atau imbalan
dimaksud.
4) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Reverse Repo,
tanggal Reverse Repo jatuh waktu (second leg)
ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja
berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga
reverse repo untuk hari libur dimaksud.
5) Dalam …
43
5) Dalam hal jenis dan seri Surat Berharga di Rekening
Surat Berharga tidak mencukupi untuk memenuhi
kewajiban setelmen second leg sampai dengan cut-off
warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan Transaksi Reverse Repo jatuh waktu
(second leg).
c. Kegagalan Setelmen Second Leg
1) Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen
second leg, Transaksi Reverse Repo diperlakukan sebagai
transaksi pembelian secara outright oleh Peserta OPT.
2) Perhitungan setelmen Transaksi Outright dan
penggunaan harga Surat Berharga Transaksi Outright
adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, peserta, dan Lembaga
Perantara dalam Operasi Moneter.
3) Dalam hal terjadi Transaksi Outright:
a) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau dikredit
dengan perhitungan harga SBN sebagai berikut:
(1) dalam hal harga pada Transaksi Outright sama
dengan atau lebih tinggi daripada harga pada
transaksi first leg dikurangi haircut, Rekening
Giro Rupiah didebet sebesar selisih dimaksud,
setelah dikalikan dengan nilai nominal SBN
yang di-reverse-repo-kan dan paling sedikit
sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada
saat first leg;
(2) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih
rendah daripada harga pada transaksi first leg
dikurangi dengan haircut, Rekening Giro
Rupiah didebet sebesar haircut pada tanggal
transaksi first leg.
b) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar nilai
accrued interest atau imbalan sejak tanggal
transaksi …
44
transaksi first leg sampai dengan second leg.
4) Atas kegagalan setelmen second leg, Peserta OPT tidak
menerima bunga reverse repo.
5) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo jatuh waktu
(second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir b.5),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Operasi Moneter.
9. Kupon Surat Berharga
Dalam hal Peserta OPT menerima pembayaran kupon atau
imbalan setelah Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second
leg), Bank Indonesia akan mendebet Rekening Giro Rupiah
sebesar nilai kupon atau imbalan dimaksud pada tanggal
penerimaan kupon atau imbalan.
VI. PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBN SECARA OUTRIGHT DARI BANK
INDONESIA DI PASAR SEKUNDER
1. Pembelian dan penjualan SBN secara outright dari Bank
Indonesia di pasar sekunder dilakukan dalam rangka Injeksi
Likuiditas dan/atau Absorpsi Likuiditas serta dalam rangka
menjaga ketersediaan SBN yang diperlukan sebagai instrumen
Operasi Moneter dalam pencapaian sasaran operasional
kebijakan moneter Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian dan penjualan
SBN secara outright dengan mekanisme lelang atau non lelang.
3. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian dan
penjualan SBN secara outright di pasar sekunder pada setiap
hari kerja yang ditetapkan Bank Indonesia.
4. Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN Secara Outright dengan
Mekanisme Lelang.
a. Metode Transaksi
1) Bank Indonesia melakukan lelang transaksi pembelian
dan penjualan SBN melalui BI-SSSS atau melalui
sarana lainnya.
2) Mekanisme lelang dilakukan dengan metode sebagai
berikut: …
45
berikut:
a) harga tetap (fixed rate tender)
Yield atau harga transaksi pembelian dan
penjualan SBN ditetapkan oleh Bank Indonesia;
atau
b) harga beragam (variable rate tender)
Yield atau harga transaksi pembelian dan
penjualan SBN diajukan oleh Peserta OPT.
b. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang
1) Window time transaksi pembelian dan penjualan SBN
dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai
dengan 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
2) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang
transaksi pembelian dan penjualan SBN paling lambat
sebelum window time, melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU,
dan/atau sarana lainnya.
3) Pengumuman rencana lelang pembelian dan penjualan
SBN, antara lain meliputi:
a) sarana pengajuan penawaran;
b)
tanggal lelang;
c) window time;
d)
e)
jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan;
target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan
metode variable rate tender);
f) yield atau harga SBN (apabila lelang dilakukan
dengan metode fixed rate tender); dan
tanggal dan waktu setelmen.
g)
c. Pengajuan Penawaran
1) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang
pembelian dan penjualan SBN secara langsung
dan/atau melalui Lembaga Perantara.
2) Lembaga Perantara mengajukan penawaran lelang
pembelian dan penjualan SBN untuk kepentingan
Peserta OPT.
3) Peserta …
46
3) Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan
penjualan SBN kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS
dalam window time yang ditetapkan.
4) Pengajuan penawaran lelang pembelian dan penjualan
SBN antara lain meliputi:
a) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed
rate tender;
b) nilai nominal dan yield atau harga SBN, untuk
lelang dengan metode variable rate tender.
5) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
6) Dalam hal transaksi penjualan dan pembelian SBN
dilakukan dengan metode variable rate tender,
penawaran yield dilakukan dengan kelipatan sebesar
0,01% (satu per sepuluh ribu).
7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran pembelian dan
penjualan SBN yang disampaikan kepada Bank
Indonesia.
8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia.
d. Penetapan Pemenang Lelang
1) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN dengan
metode fixed rate tender, penetapan pembelian dan
penjualan SBN yang dimenangkan dihitung dengan
cara:
a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta
OPT dimenangkan seluruhnya.
b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal
yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan
sebagian dengan perhitungan secara proporsional
dengan …
47
dengan pembulatan nominal terkecil SBN sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN
dilakukan dengan metode variable rate tender, Bank
Indonesia menetapkan tingkat yield yang dapat diterima
atau Stop Out Rate (SOR), atau harga yang dapat
diterima, dan transaksi pembelian dan penjualan SBN
yang dimenangkan dihitung dengan cara:
a) Lelang Pembelian SBN
(1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta
OPT lebih tinggi dari SOR atau harga yang
diajukan oleh Peserta OPT lebih rendah dari
harga yang dapat diterima, Peserta OPT
memenangkan seluruh penawaran yang
diajukan; atau
(2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta
OPT sama dengan SOR atau harga yang
diajukan oleh Peserta OPT sama dengan harga
yang dapat diterima, Peserta OPT dapat
memenangkan seluruh atau sebagian
penawaran yang diajukan dengan perhitungan
secara proporsional dengan pembulatan
nominal berdasarkan unit terkecil SBN
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b) Lelang penjualan SBN
(1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta
OPT lebih rendah dari SOR atau harga yang
diajukan oleh Peserta OPT lebih tinggi dari
harga yang dapat diterima, Peserta OPT
memenangkan seluruh penawaran SBN yang
diajukan; atau
(2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta
OPT sama dengan SOR atau harga yang
diajukan oleh Peserta OPT sama dengan harga
yang dapat diterima, Peserta OPT dapat
memenangkan …
48
memenangkan seluruh atau sebagian
penawaran yang diajukan dengan perhitungan
secara proporsional dengan pembulatan
nominal berdasarkan unit terkecil SBN
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang pembelian dan penjualan SBN.
e. Pengumuman Hasil Lelang Pembelian dan Penjualan SBN
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang penjualan dan
pembelian SBN setelah window time ditutup, sebagai
berikut:
1) secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-
SSSS, antara lain berupa nilai nominal dan yield atau
harga yang dimenangkan; dan
2) secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU
dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal
seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan rata-
rata tertimbang tingkat yield.
5. Pembelian dan Penjualan SBN secara Non Lelang
a. Pembelian dan penjualan SBN dilakukan secara bilateral
antara Bank Indonesia dengan Peserta OPT secara langsung
atau melalui Lembaga Perantara.
b. Transaksi dilakukan melalui sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia.
6. Setelmen Pembelian dan Penjualan SBN secara Lelang dan Non
Lelang
a. Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah
yang mencukupi untuk setelmen pembelian SBN dari Bank
Indonesia atau memiliki jenis dan seri SBN di Rekening
Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen penjualan
SBN kepada Bank Indonesia.
b. Setelmen pembelian dan penjualan SBN dilakukan melalui
Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS secara DVP dengan mekanisme
transaksi per transaksi (gross to gross).
c. Bank Indonesia melakukan setelmen pembelian dan
penjualan …
49
penjualan SBN paling lama pada 2 (dua) hari kerja.
Perhitungan nilai dan setelmen penjualan dan pembelian
SBN sebagaimana tercantum dalam Lampiran V.
d. Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri SBN di
Rekening Surat Berharga atau tidak memiliki dana di
Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi
kewajiban setelmen penjualan dan pembelian SBN yang
dilakukan sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS
sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS
secara otomatis membatalkan transaksi pembelian dan
penjualan SBN dimaksud.
e. Atas batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBN
sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Operasi Moneter.
VII. TRANSAKSI VALAS TERHADAP SBN
1. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dalam rangka
mendukung pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran
operasional kebijakan moneter dengan cara:
a. transaksi pembelian SBN secara outright oleh Bank
Indonesia; dan
b. transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank
Indonesia, yang dilakukan pada saat yang bersamaan.
2. Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN adalah Peserta OPT yang
merupakan Bank Devisa.
3. Transaksi Valas Terhadap SBN dapat dilakukan pada setiap hari
kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Jenis valuta asing dalam Transaksi Valas Terhadap SBN adalah
Dolar Amerika Serikat.
5. Metode Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Bank Indonesia melakukan Transaksi Valas Terhadap SBN
secara lelang.
b. Transaksi …
50
b. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan melalui sarana
dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang kurs
Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah (USD/IDR).
d. Bank Indonesia menetapkan harga SBN (fixing price) yang
digunakan sebagai dasar perhitungan SBN yang harus
diserahkan oleh Peserta OPT.
6. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Valas Terhadap SBN
a. Window time Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dari
pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau
waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Valas Terhadap SBN paling lambat sebelum window time,
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
c. Pengumuman rencana lelang Transaksi Valas Terhadap SBN
antara lain meliputi :
1) sarana pengajuan penawaran;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
5)
target indikatif lelang yang meliputi target valuta asing
yang akan dijual oleh Bank Indonesia dan target
nominal SBN yang akan dibeli oleh Bank Indonesia;
jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan;
6) harga SBN; dan
7)
tanggal dan waktu setelmen.
7. Pengajuan Penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN:
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Valas
Terhadap SBN secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Valas
Terhadap SBN untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Valas
Terhadap SBN kepada Bank Indonesia melalui sarana
dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia dalam
window …
51
window time yang ditetapkan Bank Indonesia.
d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN
antara lain meliputi informasi:
1) nama peserta;
2)
tanggal transaksi;
3) kurs USD/IDR;
4)
jenis, seri, dan nominal SBN; dan
5) Standard Settlement Instruction.
e. Pengajuan penawaran lelang pada Transaksi Valas Terhadap
SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) penawaran dapat diajukan lebih dari 1 (satu) kali;
2) dalam setiap penawaran hanya dapat diajukan 1 (satu)
kurs;
3) untuk setiap penawaran, Peserta OPT dapat
mengajukan 1 (satu) atau beberapa jenis dan seri SBN.
f. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
g. Dalam hal terjadi koreksi, Peserta OPT dan Lembaga
Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi
untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time
Transaksi Valas Terhadap SBN.
h. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf g, dapat
dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi
nama Peserta OPT.
i. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran Transaksi Valas Terhadap SBN
yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
j. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
k. Penawaran lelang pada Transaksi Valas Terhadap SBN
dinyatakan batal dalam hal Peserta OPT dan Lembaga
Perantara:
1) mengajukan …
52
1) mengajukan penawaran di luar jenis dan seri SBN yang
diterima oleh Bank Indonesia;
2)
3)
tidak memenuhi ketentuan pada huruf e atau tidak
memenuhi ketentuan pada huruf f; dan/atau
tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam
window time Transaksi Valas Terhadap SBN.
8. Penetapan Pemenang Lelang
a. Bank Indonesia menetapkan batas penawaran kurs
USD/IDR yang diterima Bank Indonesia.
b. Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan
dengan cara :
1) dalam hal kurs yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi
dari batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima
Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran Transaksi Valas
Terhadap SBN yang diajukan; atau
2) dalam hal kurs yang diajukan Peserta OPT sama dengan
batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank
Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran
Transaksi Valas Terhadap SBN yang diajukan dengan
perhitungan secara proporsional dengan pembulatan
nominal SBN terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal pemenang
Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VI.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Valas Terhadap SBN.
9. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Valas Terhadap SBN
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Valas
Terhadap SBN, setelah dilakukan proses penetapan pemenang
lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut:
a. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara
keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya
yang …
53
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa
nominal seluruh penawaran SBN yang masuk, nominal SBN
yang dimenangkan, nominal valuta asing yang dijual oleh
Bank Indonesia dan rata-rata tertimbang (weighted average)
kurs USD/IDR yang dimenangkan.
b. melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara
individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia antara lain berupa:
1) nominal valuta asing yang diterima Peserta OPT;
2) seri dan nominal SBN yang diterima Bank Indonesia;
3) kurs USD/IDR yang dimenangkan;
4)
tanggal valuta atau tanggal setelmen;
5) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT;
dan
6) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT.
c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga
Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing
system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi
akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau
2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan
dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan.
10. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN
a. Bank Indonesia melakukan setelmen Transaksi Valas
Terhadap SBN paling lama pada 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal transaksi.
Contoh perhitungan nilai dan setelmen Transaksi Valas
Terhadap SBN sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI.
b. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN terdiri atas
setelmen pembelian SBN dan setelmen penjualan valuta
asing oleh Bank Indonesia.
c. Peserta OPT wajib menyediakan SBN di Rekening Surat
Berharga untuk setelmen pembelian SBN oleh Bank
Indonesia …
54
Indonesia, dan dana Rupiah di Rekening Giro Rupiah yang
mencukupi untuk setelmen penjualan valuta asing oleh
Bank Indonesia.
d. Setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia dilakukan
melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS.
e. Setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia
dilakukan melalui Bank Koresponden Bank Indonesia dan
Sistem BI-RTGS.
f. Jenis dan seri SBN yang mencukupi sebagaimana dimaksud
dalam huruf c harus tersedia di Rekening Surat Berharga
Peserta OPT dan telah dilakukan transfer ke Rekening Surat
Berharga Bank Indonesia paling lambat pada pukul 14.00
WIB waktu Sistem BI-RTGS atau batas waktu lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tanggal setelmen
Transaksi Valas Terhadap SBN.
g. Bank Indonesia akan mengkredit Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT sebesar nilai setelmen pembelian SBN oleh Bank
Indonesia setelah menerima transfer seluruh jenis dan seri
SBN yang menjadi kewajiban peserta.
h. Bank Indonesia akan mentransfer valuta asing ke rekening
Peserta OPT pada Bank Koresponden sebesar valuta asing
yang dimenangkan setelah dilakukan pendebetan Rekening
Giro Rupiah Peserta OPT untuk setelmen penjualan valuta
asing oleh Bank Indonesia.
i. Dalam hal Peserta OPT tidak melakukan transfer jenis dan
seri SBN yang cukup ke Rekening Surat Berharga Bank
Indonesia sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam huruf f, Transaksi Valas Terhadap SBN
peserta dinyatakan batal.
j. Dalam hal pada tanggal setelmen Peserta OPT tidak memiliki
dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban
setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia,
Peserta OPT wajib membayar nominal transaksi pada hari
kerja berikutnya.
k. Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN karena Peserta
OPT …
55
OPT tidak melakukan transfer jenis dan seri SBN yang cukup
ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam huruf i, pada tanggal setelmen Peserta OPT
harus melakukan construct transfer dari rekening Surat
Berharga Bank Indonesia ke Rekening Surat Berharga
peserta atas SBN yang sebelumnya telah berhasil ditransfer
paling lambat sebelum cut-off warning BI-SSSS.
l. Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana
dimaksud dalam huruf i atau dalam hal Peserta OPT tidak
dapat menyelesaikan kewajibannya pada tanggal setelmen
sebagaimana dimaksud dalam huruf j, Peserta OPT
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter.
VIII. PENEMPATAN BERJANGKA RUPIAH (TERM DEPOSIT RUPIAH)
1. Transaksi Term Deposit Rupiah merupakan instrumen yang
digunakan Bank Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di
pasar uang.
2. Transaksi Term Deposit Rupiah memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. transaksi Term Deposit Rupiah memiliki jangka waktu paling
singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan
yang dinyatakan dalam hari yang dihitung 1 (satu) hari
setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh
waktu;
b. transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan tanpa disertai
dengan penerbitan Surat Berharga;
c. nilai tunai transaksi Term Deposit Rupiah dihitung
berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus
sebagai berikut:
nilai nominal × 360
nilai tunai =
360 + tingkat diskonto × jangka waktu
nilai diskonto = nilai nominal Term Deposit Rupiah – nilai tunai
d. Bank …
56
d. Bank Indonesia menatausahakan pencatatan transaksi Term
Deposit Rupiah dalam BI-SSSS; dan
e. Term Deposit Rupiah dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh
waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian.
3. Metode Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan
mekanisme lelang melalui BI-SSSS.
b. Lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan
metode sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender)
Tingkat diskonto transaksi Term Deposit Rupiah
ditetapkan Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender)
Tingkat diskonto transaksi Term Deposit Rupiah
diajukan oleh Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi Term Deposit
Rupiah pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
b. Window time transaksi Term Deposit Rupiah dapat dilakukan
antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB atau
waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi
Term Deposit Rupiah paling lambat sebelum window time
melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lainnya.
d. Pengumuman rencana transaksi Term Deposit Rupiah
memuat antara lain:
1) sarana pengajuan penawaran;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
jangka waktu;
5) metode lelang;
6)
target indikatif (apabila lelang transaksi Term Deposit
Rupiah dilaksanakan dengan metode variable rate
tender);
7) tingkat …
57
7)
tingkat diskonto (apabila lelang transaksi Term Deposit
Rupiah dilaksanakan dengan metode fixed rate tender);
dan
8)
tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran transaksi Term
Deposit Rupiah secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Lembaga Perantara mengajukan penawaran transaksi Term
Deposit Rupiah untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran transaksi Term Deposit
Rupiah kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam
window time yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit Rupiah
meliputi:
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode fixed rate
tender; atau
2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan
metode variable rate tender,
untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit
Rupiah yang akan dilakukan.
e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan
dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap
penawaran tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan
sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran Term Deposit Rupiah yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
6. Penetapan …
58
6. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Dalam hal transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan
metode fixed rate tender, penetapan transaksi Term Deposit
Rupiah yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
dengan perhitungan secara proporsional dengan
pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah).
b. Dalam hal transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan
metode variable rate tender, penetapan transaksi Term
Deposit Rupiah yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto transaksi
Term Deposit Rupiah tertinggi yang dapat diterima atau
Stop Out Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan
seluruh Transaksi Term Deposit Rupiah yang
diajukan; dan
b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta
OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh
atau sebagian dari penawaran transaksi yang
diajukan dengan perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal
pemenang lelang transaksi Term Deposit Rupiah
sebagaimana tercantum dalam LampiranVII.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang …
59
pemenang lelang transaksi Term Deposit Rupiah.
7. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term
Deposit Rupiah setelah window time ditutup, sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana
BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal dan tingkat
diskonto yang dimenangkan; dan
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem-LHBU,
dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nominal
seluruh penawaran yang dimenangkan, SOR, dan rata-rata
tertimbang tingkat diskonto Term Deposit Rupiah.
8. Setelmen Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah
1) Bank Indonesia melakukan setelmen lelang transaksi
Term Deposit Rupiah paling lama 1 (satu) hari kerja
setelah pengumuman hasil lelang transaksi Term
Deposit Rupiah.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen transaksi Term Deposit Rupiah.
3) Setelmen dana transaksi Term Deposit Rupiah
dilakukan secara gabungan untuk setiap Peserta OPT
dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar total
nilai tunai Term Deposit Rupiah per lelang (auction
number).
4) Nilai tunai Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) dihitung berdasarkan diskonto murni
(true discount) dengan rumus:
nilai nominal × 360
nilai tunai =
360 + Tingkat diskonto × jangka waktu
nilai diskonto = nilai nominal Term Deposit Rupiah – nilai tunai
Keterangan …
60
Keterangan:
nominal
Term
Deposit Rupiah
= nilai nominal Term Deposit
Rupiah yang dimenangkan dari
hasil lelang.
tingkat diskonto = tingkat
jangka waktu
diskonto
yang
dimenangkan dari hasil lelang.
= jumlah hari yang dihitung 1
(satu) hari sesudah tanggal
setelmen lelang sampai dengan
tanggal transaksi Term Deposit
Rupiah jatuh waktu.
5) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
transaksi Term Deposit Rupiah sampai dengan waktu
yang ditetapkan untuk setelmen, sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara
otomatis membatalkan transaksi Term Deposit Rupiah
Peserta OPT yang bersangkutan.
6) Atas batalnya transaksi Term Deposit Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi
Moneter.
b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Rupiah
1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit
Rupiah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term
Deposit Rupiah jatuh waktu secara otomatis melalui BI-
SSSS sebesar nilai nominal Term Deposit Rupiah dengan
mengkredit Rekening Giro Rupiah.
2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit
Rupiah, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit
Rupiah ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan
pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan
tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud.
9. Pencairan …
61
9. Pencairan Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Transaksi
Term Deposit Rupiah
a. Pengajuan Early Redemption
1) Peserta OPT dapat mengajukan dari pukul 15.00 WIB
sampai dengan pukul 17.00 WIB.
2) Nilai nominal setiap pengajuan paling kurang sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya
dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
3) Pengajuan dilakukan melalui sarana BI-SSSS Terminal
(ST).
b. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal pengajuan
early redemption (same day settlement) segera setelah pre cut-
off Sistem BI-RTGS.
c. Perhitungan nilai Early Redemption
nilai tunai
=
nilai nominal ! " # rupiahyang di- × 360 hari
360 hari + +
RRT diskonto
! " # rupiah
pada saat diterbitkan
Biaya = Term Deposit rupiah × +
Nominal
yang di-early redeem
Repo rate
-
lending facility
RRT
diskonto Term Deposit rupiah
pada saat diterbitkan
Nilai Setelmen
Early Redemption=
Keterangan:
RRT = rata-rata tertimbang
IX. PENEMPATAN BERJANGKA DALAM VALUTA ASING (TERM DEPOSIT
VALAS)
1. Transaksi Term Deposit valas merupakan penempatan secara
berjangka dana valuta asing milik Peserta OPT di Bank
Indonesia.
2. Transaksi Term Deposit valas memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. jenis …
Early Redemption-Biaya
Nilai Tunai
× sisa jangka waktu4
4 ×
Sisa Jangka Waktu
360
62
a. jenis valuta asing dalam transaksi Term Deposit valas adalah
Dolar Amerika Serikat;
b. transaksi Term Deposit valas memiliki jangka waktu paling
singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan
yang dinyatakan dalam hari yang dihitung 1 (satu) hari
setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu;
c. transaksi Term Deposit valas dilakukan tanpa disertai
dengan penerbitan Surat Berharga;
d. atas transaksi Term Deposit valas, Bank Indonesia
memberikan bunga;
e. Term Deposit valas dapat dicairkan sebelum tanggal jatuh
waktu (early redemption) baik keseluruhan atau sebagian;
dan
f. Term Deposit valas dapat dialihkan menjadi Transaksi Swap
jual Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah Bank Indonesia.
3. Peserta OPT yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit valas
adalah Bank Devisa.
4. Transaksi Term Deposit valas dilakukan pada hari kerja yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5. Metode Transaksi Term Deposit Valas
a. Transaksi Term Deposit valas dilakukan melalui sarana
dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Transaksi Term Deposit valas dilakukan secara lelang dengan
metode sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender)
Tingkat bunga transaksi Term Deposit valas ditetapkan
Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender)
Tingkat bunga transaksi Term Deposit valas diajukan
oleh Peserta OPT.
6. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang
a. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi
Term Deposit valas paling lambat sebelum window time
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
b. Window time transaksi Term Deposit valas dapat dilakukan
antara …
63
antara pukul 08.00 WIB sampai dengan 16.00 WIB atau
waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit valas,
memuat antara lain:
1) sarana pengajuan penawaran lelang;
2)
3)
tanggal lelang;
jangka waktu dan tanggal jatuh waktu;
4) metode lelang;
5)
6)
target indikatif (apabila lelang transaksi Term Deposit
valas dilaksanakan dengan metode variable rate tender);
tingkat bunga (apabila lelang transaksi Term Deposit
valas dilaksanakan dengan metode fixed rate tender);
7) window time; dan
8)
tanggal setelmen (tanggal valuta).
7. Pengajuan Penawaran
a. Peserta OPT dapat mengajukan transaksi Term Deposit valas
secara langsung atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
transaksi Term Deposit valas untuk kepentingan Peserta
OPT.
c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran
lelang transaksi Term Deposit valas kepada Bank Indonesia
dalam window time yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk
lelang dengan metode fixed rate tender meliputi informasi
antara lain:
1) nama Peserta OPT;
2)
3)
tanggal transaksi;
jangka waktu Term Deposit valas;
4) Standard Settlement Instruction; dan
5) penawaran kuantitas.
e. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valas untuk
lelang dengan metode variable rate tender meliputi informasi
antara lain:
1) nama Peserta OPT;
2) tanggal …
64
2)
3)
tanggal transaksi;
jangka waktu Term Deposit valas;
4) Standard Settlement Instruction;
5) penawaran kuantitas; dan
6)
tingkat bunga.
f. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valas
sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan/atau huruf e
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) penawaran dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali
untuk masing-masing jangka waktu yang ditawarkan;
2) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta
OPT paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta
dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan
sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat);
3) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valas dilakukan
dengan metode variable rate tender, pengajuan setiap
penawaran tingkat bunga dilakukan dengan kelipatan 1
bps (basis point) atau 0,01% (satu persepuluh ribu);
4) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan
Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu)
kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan
dalam window time transaksi Term Deposit valas;
5) koreksi sebagaimana dimaksud pada angka 4) dapat
dilakukan terhadap informasi penawaran selain
informasi nama Peserta Transaksi Term Deposit Valas
dan jangka waktu Term Deposit valas;
6) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan
pengajuan penawaran;
7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran yang disampaikan
kepada Bank Indonesia;
8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia;
9) dalam …
65
9) dalam hal Peserta Transaksi Term Deposit Valas dan
Lembaga Perantara mengajukan penawaran tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
angka 1), angka 2), dan angka 3) dan tidak melakukan
koreksi pengajuan penawaran dalam window time
transaksi Term Deposit valas maka penawaran
dimaksud dinyatakan batal.
8. Penetapan Pemenang Lelang
a. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender,
penetapan Term Deposit valas yang dimenangkan dihitung
dengan cara:
1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya;
2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
dengan perhitungan secara proporsional dengan
pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat
terdekat dengan ketentuan:
a) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima
puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan
menjadi nol;
b) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu
dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan
menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar
Amerika Serikat).
b. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate
tender, penetapan Term Deposit valas yang dimenangkan
dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat bunga transaksi
Term Deposit valas tertinggi yang dapat diterima atau
Stop Out Rate (SOR);
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal yang
dimenangkan dengan cara :
a) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta
OPT lebih rendah dari SOR yang ditetapkan,
Peserta …
66
Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan
seluruh transaksi Term Deposit valas yang
diajukan;
b) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta
OPT sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta
OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh
atau sebagian dari penawaran transaksi yang
diajukan dengan perhitungan proporsional dengan
pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika
Serikat terdekat dengan ketentuan:
(1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00
(lima puluh ribu dolar Amerika Serikat)
dibulatkan menjadi nol;
(2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh
ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih
dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus
ribu dolar Amerika Serikat).
Contoh perhitungan nilai nominal dan penetapan
pemenang lelang transaksi Term Deposit valas
tercantum dalam Lampiran VIII.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang transaksi Term Deposit valas.
9. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valas
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term
Deposit valas setelah dilakukan proses penetapan pemenang
lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
a. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara
keseluruhan kepada semua Peserta OPT dan Lembaga
Peserta melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa nominal
yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat bunga
Term Deposit valas;
b. melakukan konfirmasi kepada Peserta OPT yang
memenangkan lelang secara individual melalui sarana
dealing system antara lain berupa:
1) nominal …
67
1) nominal valas dan tingkat bunga yang dimenangkan
Peserta OPT;
jangka waktu;
tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan
2)
3)
4) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT;
c. dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga
Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing
system, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga
Perantara; atau
2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system,
konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang
bersangkutan.
10. Setelmen Transaksi Term Deposit Valas
a. Setelmen Lelang Transaksi Term Deposit Valas
1) Setelmen transaksi Term Deposit valas dilakukan paling
lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi.
2) Setiap penawaran yang dimenangkan memiliki 1 (satu)
deal ticket.
3) Peserta OPT wajib menyediakan dana di rekening giro
pada Bank Koresponden, yang mencukupi untuk
memenuhi kewajiban setelmen transaksi Term Deposit
valas.
4) Pada tanggal setelmen, Peserta OPT wajib mentransfer
kewajiban setelmen transaksi Term Deposit valas untuk
setiap penawaran atau sesuai dengan jumlah nominal
yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di Bank
Koresponden.
5) Dalam hal Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 4),
transaksi Term Deposit valas dinyatakan batal.
6) Atas batalnya transaksi Term Deposit valas sebagaimana
dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT dikenakan
sanksi …
68
sanksi sebagaimana diatur dalam Ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter.
7) Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi
Moneter, apabila pada hari yang sama terdapat lebih
dari 1 (satu) kali pembatalan transaksi Term Deposit
valas maka pembatalan tersebut hanya dihitung
sebanyak 1 (satu) kali.
b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valas
1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas,
Bank Indonesia melakukan pelunasan Term Deposit
valas jatuh waktu dengan melakukan transfer ke
rekening giro Peserta OPT pada Bank Koresponden
sebesar nilai tunai.
2) Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
nilai tunai =N× 51 +
7
360 ℎ
9
Keterangan:
N = nominal Term Deposit valas
R = tingkat bunga yang dimenangkan
k = jangka waktu Term Deposit valas
c. Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit valas,
tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valas ditetapkan
sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen
transaksi dimaksud dilakukan pada hari kerja berikutnya
tanpa memperhitungkan tambahan bunga untuk hari libur
dimaksud.
11. Pencairan Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption) Transaksi
Term Deposit Valas
a. Pengajuan Early Redemption
1) Peserta OPT dapat mengajukan early redemption Term
Deposit valas paling cepat 3 (tiga) hari setelah setelmen
transaksi …
69
transaksi Term Deposit valas yang akan dilakukan early
redemption.
2) Peserta OPT dapat mengajukan early redemption pada
setiap hari kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang
Term Deposit valas dengan jangka waktu melebihi
overnight.
3) Pengajuan early redemption sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) diajukan dari pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 11.00 WIB.
4) Pengajuan dilakukan melalui sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia.
5) Pengajuan early redemption baik keseluruhan atau
sebagian, dilakukan untuk nominal penuh yang
tercantum dalam setiap deal ticket.
6) Peserta OPT yang melakukan early redemption Term
Deposit valas memperoleh bunga secara proporsional
dengan perhitungan sebagai berikut:
bunga =
nominal
×
tingkat
bunga
7
×
360
keterangan :
k = jangka waktu sampai dengan setelmen early
redemption Term Deposit valas di Bank
Indonesia
7) Peserta OPT dikenakan biaya early redemption Term
Deposit valas sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari
bunga sebagaimana dimaksud dalam angka 6).
b. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption pada 2
(dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan early redemption.
c. Perhitungan Nilai Early Redemption
Nilai tunai early redemption adalah sebesar nilai nominal
Term Deposit valas yang dilakukan early redemption
ditambah bunga dikurangi biaya early redemption.
12. Pengalihan …
70
12. Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas Menjadi Transaksi
Swap Jual USD Terhadap Rupiah Bank Indonesia (FX Swap)
a. Pengajuan Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas Menjadi
Transaksi FX Swap
1) Dalam hal Peserta OPT membutuhkan likuiditas
Rupiah, Peserta OPT dapat mengajukan pengalihan
Term Deposit valas menjadi FX Swap.
2) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX
Swap dilakukan melalui sarana dealing system yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia pada setiap hari kerja
kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit valas
dengan jangka waktu melebihi overnight.
3) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX
Swap dilakukan untuk nominal penuh yang tercantum
dalam setiap deal ticket.
4) Pengajuan pengalihan Term Deposit valas menjadi FX
Swap sekaligus merupakan pengajuan early redemption
atas Term Deposit valas yang akan dialihkan.
5) Early redemption Term Deposit valas sebagaimana
dimaksud dalam angka 4) mengikuti ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir 11.a.1), butir
11.a.6), dan butir 11.a.7).
6) Transaksi FX Swap yang berasal dari pengalihan Term
Deposit valas dilakukan dengan jangka waktu yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, paling singkat 7 (tujuh)
hari.
7) Premi FX Swap yang berasal dari pengalihan Term
Deposit valas ditetapkan oleh Bank Indonesia.
8) Peserta OPT dapat mengajukan pengalihan transaksi
Term Deposit valas menjadi transaksi FX Swap dari
pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 10.00 WIB.
9) Bank Indonesia menyampaikan informasi premi FX
Swap kepada Peserta OPT pada pukul 11.00 WIB dan
sekaligus meminta Peserta OPT untuk memberikan
konfirmasi.
10) Dalam …
71
10) Dalam hal Peserta OPT tidak menyepakati premi FX
Swap yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, proses
transaksi FX Swap tidak dilanjutkan dan Term Deposit
valas yang bersangkutan tetap diteruskan (tidak
dilakukan early redemption).
11) Dalam hal Peserta OPT menyepakati premi FX Swap
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, Peserta OPT
memberikan konfirmasi (deal confirmation) transaksi
early redemption Term Deposit valas dan transaksi FX
Swap melalui sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia.
12) Atas transaksi pengalihan Term Deposit valas menjadi
FX Swap, Bank Indonesia memberikan bunga dan
mengenakan biaya kepada Peserta OPT sesuai
ketentuan early redemption sebagaimana dimaksud
dalam butir 11.a.6) dan butir 11.a.7).
b. Setelmen Pengalihan Transaksi Term Deposit Valas menjadi
Transaksi FX Swap
1) Bank Indonesia melakukan setelmen early redemption
dalam rangka pengalihan Term Deposit valas menjadi FX
Swap dengan cara transfer bunga ke rekening giro
Peserta OPT pada Bank Koresponden setelah dikurangi
biaya early redemption, pada 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal pengajuan pengalihan.
2) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg transaksi
FX Swap dalam rangka pengalihan Term Deposit valas
menjadi transaksi FX Swap pada 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal pengajuan pengalihan dengan prosedur
sebagai berikut:
a) Bank Indonesia melakukan pencatatan pengalihan
valas dari early redemption Term Deposit valas
menjadi sumber dana untuk setelmen valas
transaksi FX Swap.
b) Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT sebesar ekuivalen dalam Rupiah dari
nilai …
72
nilai nominal Term Deposit valas yang dialihkan
dikalikan kurs spot yang ditetapkan pada tanggal
transaksi FX Swap.
3) Pada tanggal setelmen second leg transaksi FX Swap
dilakukan ketentuan sebagai berikut:
a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT sebesar nilai nominal valas FX Swap
dikalikan kurs forward (forward rate) yang
ditetapkan pada tanggal transaksi FX Swap.
b) Bank Indonesia melakukan transfer valas ke
rekening giro Peserta OPT di Bank Koresponden
sebesar nilai nominal valas FX Swap.
c) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg
Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang
cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, maka
peserta transaksi FX Swap wajib membayar
nominal transaksi pada hari kerja berikutnya.
d) Pembayaran nominal transaksi FX Swap
sebagaimana dimaksud dalam huruf c) dilakukan
melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT di Bank Indonesia.
e) Atas keterlambatan pemenuhan kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf c),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
X. TRANSAKSI SWAP DENGAN METODE LELANG
1. Transaksi Swap dilakukan dalam rangka mendukung
pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional
kebijakan moneter dengan cara:
a. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia; atau
b. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia.
2. Transaksi Swap memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. jenis valuta asing dalam Transaksi Swap adalah Dolar
Amerika …
73
Amerika Serikat;
b. Transaksi Swap dapat memiliki jangka waktu 1 (satu) hari
sampai dengan 1 (satu) tahun, yang dihitung 1 (satu) hari
setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu;
kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang
digunakan dalam Transaksi Swap adalah kurs Jakarta
Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR); dan
c. JISDOR sebagaimana dimaksud dalam huruf b merupakan
representasi harga spot Dolar Amerika Serikat terhadap
Rupiah dari transaksi antar Bank di pasar domestik
termasuk transaksi Bank dengan bank di luar negeri, yang
dilaporkan Bank melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah (SISMONTAVAR), sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai transaksi valuta asing terhadap Rupiah antara
bank dengan pihak domestik dan transaksi valuta asing
terhadap Rupiah antara bank dengan pihak asing.
3. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Swap adalah Bank
Devisa.
4. Metode Transaksi
a. Bank Indonesia melakukan Transaksi Swap secara lelang.
b. Transaksi Swap dilakukan melalui sarana dealing system
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Mekanisme lelang dilakukan dengan metode lelang premi
swap.
5. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Swap
a. Transaksi Swap dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang
ditetapkan Bank Indonesia.
b. Window time Transaksi Swap dapat dilakukan antara pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Swap paling lambat sebelum window time, melalui Sistem
LHBU dan/atau sarana lainnya.
d. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf
b …
74
b dibuka sebelum penerbitan JISDOR, kurs spot yang
digunakan adalah kurs JISDOR hari kerja sebelumnya.
e. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf
b dibuka setelah penerbitan JISDOR, kurs spot yang
digunakan adalah kurs JISDOR pada tanggal transaksi.
f. Pengumuman rencana lelang Transaksi Swap antara lain
meliputi:
1) sarana pengajuan penawaran;
2)
3)
tanggal lelang;
jangka waktu (tenor);
4) window time;
5)
6)
7)
tanggal setelmen atau tanggal valuta;
tanggal jatuh waktu;
target indikatif lelang;
8) mata uang; dan
9) kurs spot.
6. Pengajuan Penawaran
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Swap
secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
Transaksi Swap untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran
Transaksi Swap kepada Bank Indonesia melalui sarana
dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam
window time yang ditetapkan Bank Indonesia.
d. Pengajuan penawaran Transaksi Swap antara lain meliputi
informasi:
1) nama Peserta OPT;
2)
3)
4)
tanggal transaksi;
jangka waktu;
tanggal jatuh waktu;
5) jumlah penawaran (nilai nominal);
6)
jenis valuta;
7) premi swap; dan
8) Standard Settlement Instruction.
e. Pengajuan …
75
e. Pengajuan penawaran Transaksi Swap sebagaimana
dimaksud dalam huruf d dapat diajukan paling banyak 2
(dua) kali untuk masing-masing jangka waktu yang
ditawarkan.
f. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Peserta OPT dan
Lembaga Perantara paling kurang sebesar USD5,000,000.00
(lima juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan
kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat).
g. Pengajuan penawaran premi swap dari Peserta OPT dan
Lembaga Perantara paling kurang sebesar Rp1,00 (satu
rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp1,00
(satu rupiah).
h. Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan penawaran, Peserta
OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1
(satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan
dalam window time Transaksi Swap.
i. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf h antara lain
dapat dilakukan terhadap informasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf d kecuali informasi nama Peserta OPT dan
jangka waktu swap.
j. Dalam hal dilakukan koreksi atas jumlah penawaran (nilai
nominal) sebagaimana dimaksud dalam huruf h, jumlah
penawaran (nilai nominal) dimaksud harus memenuhi
penawaran nilai nominal sebagaimana dimaksud dalam
huruf f.
k. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran Transaksi Swap yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
l. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
m. Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan
penawaran yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf d, huruf e, huruf f atau huruf g dan
tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam
window …
76
window time Transaksi Swap, penawaran dimaksud
dinyatakan batal.
7. Penetapan Pemenang Transaksi Swap
a. Bank Indonesia menetapkan batas premi swap yang
diterima.
b. Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan
dengan cara:
1) Untuk Transaksi Swap Jual Bank Indonesia
a) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT
lebih tinggi dari batas penawaran premi swap yang
diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh penawaran
Transaksi Swap yang diajukan; atau
b) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT
sama dengan batas penawaran premi swap yang
diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran Transaksi Swap yang
diajukan dengan perhitungan secara proporsional.
Contoh perhitungan pemenang Transaksi Swap
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX.
2) Untuk Transaksi Swap Beli Bank Indonesia
a) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT
lebih rendah dari batas penawaran premi swap
yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh penawaran
Transaksi Swap yang diajukan; atau
b) dalam hal premi swap yang diajukan Peserta OPT
sama dengan batas penawaran premi swap yang
diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran Transaksi Swap yang
diajukan dengan perhitungan secara proporsional.
Contoh perhitungan pemenang Transaksi Swap
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX.
3) Pembulatan …
77
3) Pembulatan nominal yang dimenangkan oleh pemenang
lelang Transaksi Swap dengan proporsional dilakukan
dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika
Serikat terdekat dengan ketentuan:
a) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima
puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan
menjadi 0 (nol); dan
b) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu
dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan
menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar
Amerika Serikat).
4) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Swap.
8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Swap
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Swap,
setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank
Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara
keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya,
antara lain berupa nilai nominal Swap yang dimenangkan
dan rata-rata tertimbang (weighted average) premi swap per
jangka waktu.
b. Melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara
individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia antara lain berupa :
1) nominal lelang swap yang dimenangkan Peserta OPT;
2) premi swap yang dimenangkan;
3)
4)
5)
jangka waktu transaksi;
tanggal valuta;
tanggal jatuh waktu;
6) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT;
dan
7) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT.
c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga
Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b
dilakukan …
78
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing
system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi
akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau
2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan
dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan.
d. Peserta OPT yang telah memenangkan penawaran dilarang
melakukan pengakhiran Transaksi Swap sebelum jatuh
waktu (early termination).
9. Setelmen Transaksi Swap
a. Untuk Lelang Swap Jual Bank Indonesia
1) Setelmen First Leg
a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada
2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap,
dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT sebesar nilai setelmen first leg.
b) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai
nominal Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan
dikalikan dengan kurs JISDOR.
c) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana
Dolar Amerika Serikat untuk setiap penawaran
yang dimenangkan ke rekening Bank Indonesia di
Bank Koresponden pada tanggal setelmen.
d) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Peserta
OPT tidak melakukan transfer dana Dolar Amerika
Serikat sebesar nilai yang dimenangkan pada
setelmen first leg, Peserta OPT wajib menyelesaikan
transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai
yang dimenangkan pada hari kerja berikutnya.
e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
2) Setelmen …
79
2) Setelmen Second Leg
a) Pada tanggal Transaksi Swap jatuh waktu (second
leg), Bank Indonesia melakukan transfer dana
Dolar Amerika Serikat ke rekening Peserta OPT di
Bank Koresponden sebesar nilai nominal Dolar
Amerika Serikat pada setelmen first leg.
b) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika
Serikat setelmen first leg dikalikan kurs setelmen
second leg.
c) Kurs setelmen second leg adalah kurs JISDOR saat
tanggal transaksi ditambah premi swap yang
dimenangkan Peserta OPT.
d) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg,
Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang
cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen,
Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang
cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada
hari kerja berikutnya.
e) Pembayaran nominal Transaksi Swap sebagaimana
dimaksud dalam huruf d) dilakukan melalui
pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di
Bank Indonesia.
f) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
b. Untuk Lelang Swap Beli Bank Indonesia
1) Setelmen First Leg
a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada
2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap,
dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT sebesar nilai setelmen first leg.
b) Nilai …
80
b) Nilai setelmen first leg dihitung sebesar nilai
nominal Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan
dikalikan dengan kurs JISDOR.
c) Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar
Amerika Serikat untuk setiap penawaran yang
dimenangkan ke rekening Peserta OPT di Bank
Koresponden.
d) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Peserta
OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk
memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib
menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk
memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja
berikutnya.
e) Pembayaran nominal Transaksi Swap sebagaimana
dimaksud dalam huruf d) dilakukan melalui
pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di
Bank Indonesia.
f) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
2) Setelmen Second Leg
a) Pada tanggal Transaksi Swap jatuh waktu (second
leg), Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro
Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar
Amerika Serikat yang dimenangkan dikalikan kurs
setelmen second leg.
b) Kurs setelmen second leg adalah kurs JISDOR pada
tanggal transaksi ditambah premi swap yang
dimenangkan Peserta OPT.
c) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana
Dolar Amerika Serikat sebesar nilai nominal Dolar
Amerika Serikat pada setelmen first leg ke rekening
Bank …
81
Bank Indonesia di Bank Koresponden paling
lambat pada tanggal setelmen second leg.
d) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg,
Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam huruf c), Peserta
OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar
Amerika Serikat pada hari kerja berikutnya.
e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
c. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Swap sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, tanggal setelmen first
leg atau tanggal setelmen second leg ditetapkan sebagai hari
libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada
hari kerja berikutnya.
XI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Sanksi Transaksi OPT dalam Rupiah
a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat
memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam Rupiah,
meliputi:
1)
transaksi penerbitan SBI sebagaimana dimaksud dalam
butir II.8.a.7);
2)
transaksi penerbitan SDBI sebagaimana dimaksud
dalam butir III.8.a.7);
3) Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir
IV.8.a.1)e), butir IV.8.a.2)e), butir IV.8.b.1)g), dan butir
IV.8.b.2)d);
4) Transaksi Reverse Repo sebagaimana dimaksud dalam
butir V.8.a.5) dan butir V.8.b.5);
5) pembelian dan penjualan SBN secara outright dari Bank
Indonesia di pasar sekunder sebagaimana dimaksud
dalam butir VI.6.d;
6) Transaksi …
82
6) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud
dalam butir VI.10.i; dan/atau
7) Transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud
dalam butir VIII.8.a.5).
b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan c.q. Departemen Pengawasan Bank; dan
2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh
ribu) dari nilai nominal transaksi OPT yang dinyatakan
batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir b.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi.
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir b.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah Peserta OPT pada 1 (satu) hari kerja
setelah terjadinya pembatalan transaksi.
2. Sanksi Transaksi OPT Dalam Valuta Asing Selain Term Deposit
Valas
a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat memenuhi
kewajiban setelmen transaksi OPT dalam valuta asing, meliputi:
1) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud
dalam butir VI.10.j; dan/atau
2) Transaksi Swap dengan metode lelang sebagaimana
dimaksud dalam butir X.9.a.1)d), butir X.9.a.2)d), butir
X.9.b.1)d) dan butir X.9.b.2)d),
b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan c.q. Departemen Pengawasan Bank; dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar:
a) suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal
penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus)
bps (basis point) dikalikan nominal transaksi
dikalikan …
83
dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh)
untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam
valuta Dolar Amerika Serikat;
b) suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral
atau otoritas moneter di negara valuta yang
bersangkutan (official rate) yang berlaku pada
tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua
ratus) bps (basis point) dikalikan nominal transaksi
dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh)
untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam
valuta asing non Dolar Amerika Serikat; atau
c) suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate)
yang berlaku ditambah 200 (dua ratus) bps (basis
point) dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360
(satu per tiga ratus enam puluh) untuk
penyelesaian kewajiban pembayaran dalam Rupiah.
c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir b.1) dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal setelmen.
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening
Giro Rupiah atau Rekening Giro valuta asing Peserta OPT
yang ada di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal kewajiban setelmen.
3. Sanksi Transaksi Term Deposit Valas
a. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban
setelmen yang menyebabkan batalnya transaksi Term Deposit
valas sebagaimana dimaksud dalam butir IX.10.a.5), Peserta
OPT dikenakan sanksi berupa:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan c.q. Departemen Pengawasan Bank; dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku
bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal
penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) bps
(basis …
84
(basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan
1/360 (satu per tiga ratus enam puluh).
b. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban
pada tanggal setelmen second leg transaksi FX Swap
sebagaimana dimaksud dalam butir IX.12.b.3)c) maka
Peserta OPT dikenakan sanksi berupa:
1) teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir a.1);
dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku bunga
kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang berlaku ditambah
200 (dua ratus) bps (basis point) dikalikan nominal transaksi
dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh).
c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir a.1) dan butir b.1) paling lambat 2 (dua) hari kerja
setelah pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud dalam
butir IX.10.a.5) atau tidak terpenuhinya kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam butir IX.12.b.3)c).
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro
valuta asing Peserta OPT di Bank Indonesia paling lama 2 (dua)
hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
e. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir b.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia paling
lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal kewajiban
pelaksanaan setelmen.
4. Sanksi Penghentian Sementara Mengikuti Operasi Moneter
a. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter, yang terdiri
atas transaksi Operasi Pasar Terbuka dan/atau transaksi
Standing Facilities, yang ketiga kali dalam kurun waktu 6
(enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3, Peserta
OPT juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk
mengikuti kegiatan Operasi Moneter selama 5 (lima) hari
kerja berturut-turut.
b. Sanksi …
85
b. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan
Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam huruf a
diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
Dalam hal terdapat lebih dari 3 (tiga) kali pembatalan transaksi
Operasi Moneter dalam 1 (satu) hari, pengenaan sanksi
penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf a
hanya memperhitungkan 3 (tiga) kali pembatalan. Contoh
pengenaan sanksi karena pembatalan transaksi Operasi Moneter
sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.
5. Sanksi Pelanggaran Kewajiban Minimum Holding Period SBI
a. Dalam hal Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi
ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir II.9
dikenakan sanksi sebagai berikut:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh
ribu) dari nilai nominal transaksi SBI yang tidak
memenuhi ketentuan dimaksud, paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
per hari.
b. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir a.1) dilakukan setelah terlampauinya batas
waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud
dalam butir II.9.b.3).
c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah dan/atau rekening giro Bank
pembayar yang ditunjuk Sub-Registry.
6. Sanksi Pelanggaran Transaksi SDBI Dengan Pihak Selain Bank
di Pasar Sekunder
a. Dalam hal Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.9
dikenakan sanksi sebagai berikut:
1) teguran …
86
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan c.q. Departemen Pengawasan Bank; dan
2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh
ribu) dari nilai nominal transaksi SDBI yang tidak
memenuhi ketentuan dimaksud paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
per hari.
b. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir a.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah
diketahuinya pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir III.9.
c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah dan/atau rekening giro Bank
pembayar yang ditunjuk Sub-Registry.
XII. LAIN-LAIN
Lampiran I sampai dengan Lampiran X merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XIII. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli
2010 perihal Operasi Pasar Terbuka;
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/13/DPM tanggal 9 Mei
2011 perihal Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka;
c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/20/DPM tanggal 8
Agustus 2011 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal
Operasi Pasar Terbuka;
d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/9/DPM tanggal 9 Maret
2012 perihal Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank
Indonesia …
87
Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal
Operasi Pasar Terbuka;
e. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/18/DPM tanggal 8 Juni
2012 perihal Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal
Operasi Pasar Terbuka;
f. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/24/DPM tanggal 5 Juli
2013 perihal Perubahan Kelima atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal
Operasi Pasar Terbuka;
g. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/32/DPM tanggal 27
Agustus 2013 perihal Perubahan Keenam atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal
Operasi Pasar Terbuka; dan
h. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/38/DPM tanggal 10
September 2013 perihal Perubahan Ketujuh atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal
Operasi Pasar Terbuka,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 12
Januari 2015
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/23/DPM|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 24 Desember 2014 </set_date>
<effective_date> 12 Januari 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '15/38/DPM|SE-BI/2013', '14/9/DPM|SE-BI/2012', '13/13/DPM|SE-BI/2011', '13/20/DPM|SE-BI/2011', '15/32/DPM|SE-BI/2013', '15/24/DPM|SE-BI/2013', '12/18/DPM|SE-BI/2010', '14/18/DPM|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi XI' </penalty_list>
|
No. 13/ 13 /DPM
Jakarta, 9 Mei 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM
tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka
Sehubungan dengan upaya penguatan operasi moneter yang mengarahkan
pengelolaan ekses likuiditas untuk mendukung pendalaman pasar uang domestik
dan meminimalkan dampak negatif aliran modal asing jangka pendek terhadap
stabilitas moneter dan sistem keuangan, perlu dilakukan penyempurnaan ketentuan
mengenai Operasi Pasar Terbuka sebagai berikut :
1. Ketentuan Bab I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan :
1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi
Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah
kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter.
3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai
peserta Operasi Moneter sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga,
Peserta ...
2
Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang melakukan kegiatan
usaha secara konvensional.
5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan valuta
asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam
Operasi Moneter.
6. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia dan Surat
Berharga Negara yang digunakan dalam transaksi OPT
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah
Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
8. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah Surat
Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
9. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah Surat
Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa
berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
berlaku.
10. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN,
atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata uang rupiah maupun
valuta asing sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN,
sebagaimana ...
3
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
11. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran
bunga secara diskonto.
12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah
SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan,
dengan pembayaran bunga secara diskonto.
13. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disebut ZCB adalah Obligasi
Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto.
14. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah
Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu
atau perseorangan Warga Negara Indonesia.
15. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut
transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh
Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian
kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu
yang disepakati.
16. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga
oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan
kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu
yang disepakati.
17. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term Deposit
adalah penempatan dana rupiah milik Peserta OPT secara berjangka
di Bank Indonesia.
18. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat
Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia secara putus tanpa
kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh Peserta OPT.
19. Rekening Giro adalah rekening giro rupiah Peserta OPT di Bank
Indonesia.
20. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Peserta
OPT ...
4
OPT yang tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) di Bank
Indonesia-Scripless Securities Settlement System.
21. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank
Indonesia melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk
kepentingan nasabah.
22. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank
Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat
Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta,
penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross
Settlement.
23. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer
dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang
rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per
transaksi secara individual.
24. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang
dan pengumuman dari Bank Indonesia.
B. Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka dapat melakukan
Absorpsi Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas dengan menggunakan
satu atau lebih instrumen untuk mempengaruhi likuiditas di pasar uang
maupun untuk menjaga ketersediaan instrumen operasi moneter yang
diperlukan dalam pencapaian sasaran operasional kebijakan moneter
Bank Indonesia.
2. Ketentuan ...
5
2. Ketentuan butir II.9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 6 (enam) Bulan Sejak Kepemilikan SBI
(Minimum Six Month Holding Period)
a. Ketentuan
1) Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan yaitu 182 (seratus delapan
puluh dua) hari kalender sejak tanggal setelmen pembelian, pemilik
SBI dilarang mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan pihak lain.
2) Transaksi SBI yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam angka
1) mencakup antara lain transaksi repo, transaksi outright, hibah
dan pengagunan.
3) Dengan memperhatikan pengaturan pada angka 1) maka transaksi
repo sell and buy back SBI tidak dapat dilakukan dengan jangka
waktu kurang dari 6 (enam) bulan atau 182 (seratus delapan puluh
dua) hari kalender.
4) Dengan memperhatikan pengaturan pada angka 1), dalam hal
transaksi SBI memiliki second leg dan tidak terjadi perpindahan
kepemilikan, antara lain repo collateralized borrowing,
pengagunan (pledge) dan securities lending and borrowing, pemilik
SBI telah dapat mentransaksikan kembali SBI dimaksud setelah
jatuh tempo second leg.
5) Dengan memperhatikan pengaturan pada angka 1), dalam hal
transaksi SBI memiliki second leg dan terjadi perpindahan
kepemilikan, antara lain repo sell and buyback SBI, pemilik SBI
dapat mentransaksikan kembali SBI dimaksud dengan ketentuan
sebagai berikut :
(a) Dalam hal second leg transaksi repo berhasil, SBI dimaksud
dapat ditransaksikan kembali oleh penjual repo 6 (enam) bulan
atau 182 (seratus delapan puluh dua) hari kalender sejak
setelmen second leg transaksi SBI dimaksud.
(b) Dalam ...
6
(b) Dalam hal second leg transaksi repo tidak berhasil dilakukan,
SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh pembeli repo
6 (enam) bulan atau 182 (seratus delapan puluh dua) hari
kalender sejak tanggal setelmen first leg transaksi SBI
dimaksud.
6) Dalam hal transfer SBI antar Sub-Registry tanpa perpindahan
kepemilikan, atau transfer SBI karena merger, akuisisi dan
konsolidasi, SBI dapat ditransaksikan kembali 6 (enam) bulan atau
182 (seratus delapan puluh dua) hari kalender sejak SBI dicatat di
Sub-Registry awal atau di rekening surat berharga awal.
7) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak berlaku
untuk transaksi SBI oleh Peserta OPT dengan Bank Indonesia.
8) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik nasabahnya dengan
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
sampai dengan angka 7).
b. Peralihan
1) Transaksi atas SBI yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran
ini yang merupakan bagian dari transaksi yang telah dilakukan
sebelum Surat Edaran ini berlaku, dikecualikan dari ketentuan
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan transaksi yang
bersangkutan jatuh waktu, namun tetap harus memenuhi ketentuan
butir II.9.a.1) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM
tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka.
2) Dalam hal dilakukan transaksi yang memiliki second leg dan tidak
terjadi perpindahan kepemilikan antara lain repo collateralized
borrowing, pengagunan (pledge) dan securities lending and
borrowing sebelum Surat Edaran ini berlaku, pemilik SBI dapat
mentransaksikan kembali SBI dimaksud 6 (enam) bulan atau 182
(seratus delapan puluh dua) hari kalender sejak SBI dimiliki.
c. Pengawasan ...
7
c. Pengawasan
1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau pengawasan
langsung atas pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a oleh Peserta OPT dan Sub-Registry.
2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia menyampaikan surat
permintaan konfirmasi kepada Peserta OPT dan/atau Sub-Registry.
3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima surat
permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2)
wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis kepada Bank
Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat
konfirmasi dari Bank Indonesia.
4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry tidak
menyampaikan tanggapan tertulis maka Peserta OPT dan/atau Sub-
Registry dianggap mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut.
5) Atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank
Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter.
3. Ketentuan butir III.8.c. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
c. Kegagalan Setelmen Second Leg
Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, maka Surat
Berharga yang di-Repo-kan diperlakukan sebagai berikut:
1) Dalam hal Surat Berharga berupa SBI, Bank Indonesia melakukan
pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) dan
mengenakan biaya Repo.
2) Dalam hal Surat Berharga berupa SBN maka transaksi yang
bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright
oleh Peserta OPT dan Bank Indonesia mengenakan biaya Repo.
3) Perhitungan ...
8
3) Perhitungan setelmen transaksi outright dan penggunaan harga Surat
Berharga transaksi outright adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga,
Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
4) Dalam hal terjadi transaksi outright :
a) Rekening Giro akan didebet atau dikredit dengan perhitungan harga
SBN sebagai berikut:
(1) dalam hal harga pada transaksi outright lebih rendah daripada
harga pada transaksi first leg setelah dikurangi haircut, maka
Rekening Giro didebet sebesar selisih dimaksud, setelah
dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-Repo-kan;
(2) dalam hal harga pada transaksi outright lebih tinggi dari harga
pada transaksi first leg dikurangi haircut, maka Rekening Giro
dikredit sebesar selisih dimaksud, setelah dikalikan dengan
nilai nominal SBN yang di-Repo-kan dan paling banyak
sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada saat first leg.
b) Rekening Giro akan dikredit sebesar accrued interest/imbalan dari
setelmen first leg sampai dengan setelmen second leg.
c) Rekening Giro akan didebit sebesar bunga Repo.
5) Atas batalnya transaksi Repo jatuh waktu (second leg) sebagaimana
dimaksud dalam butir b.5), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter.
4. Ketentuan butir IV.8.c. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
c. Kegagalan Setelmen Second Leg
1) Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen second leg, maka
transaksi Reverse Repo diperlakukan sebagai transaksi pembelian
secara outright oleh Peserta OPT.
2) Perhitungan setelmen transaksi outright dan penggunaan harga Surat
Berharga transaksi outright adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank ...
9
Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga,
Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
3) Dalam hal terjadi transaksi outright :
a) Rekening Giro akan didebet atau dikredit dengan perhitungan harga
SBN sebagai berikut:
(1) dalam hal harga pada transaksi outright sama dengan atau lebih
tinggi daripada harga pada transaksi first leg dikurangi haircut,
maka Rekening Giro didebet sebesar selisih dimaksud, setelah
dikalikan dengan nilai nominal SBN yang di-Reverse Repo-kan
dan paling sedikit sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan
pada saat first leg;
(2) dalam hal harga pada transaksi outright lebih rendah daripada
harga pada transaksi first leg dikurangi dengan haircut, maka
Rekening Giro didebet sebesar haircut pada tanggal transaksi
first leg.
b) Rekening Giro akan didebet sebesar nilai accrued interest/imbalan
sejak tanggal transaksi first leg sampai dengan second leg.
4) Atas kegagalan setelmen second leg, Peserta OPT tidak menerima
bunga Reverse Repo.
5) Atas batalnya transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg)
sebagaimana dimaksud dalam butir b.5), Peserta OPT dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi
Moneter.
5. Ketentuan butir V.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Pembelian dan penjualan SBN secara outright dari Bank Indonesia di pasar
sekunder dilakukan dalam rangka Absorpsi Likuiditas dan/atau Injeksi
Likuiditas serta dalam rangka menjaga ketersediaan SBN yang diperlukan
sebagai instrumen operasi moneter dalam pencapaian sasaran operasional
kebijakan moneter Bank Indonesia.
6. Ketentuan ...
10
6. Ketentuan butir VI.9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
9. Pencairan sebelum jatuh waktu (Early Redemption) transaksi Term
Deposit
a. Persyaratan
Early Redemption hanya dapat dilakukan terhadap Term Deposit yang
diterbitkan dengan jangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan.
b. Pengajuan Early Redemption
1) Peserta OPT dapat mengajukan dari pukul 15.00 WIB sampai
dengan pukul 17.00 WIB.
2) Nilai nominal setiap pengajuan paling kurang sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan
kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3) Pengajuan dilakukan melalui Reuters Monitoring Dealing System
(RMDS) atau telepon yang dikonfirmasi dengan faximile kepada
Biro Operasi Moneter–Direktorat Pengelolaan Moneter.
c. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal pengajuan early
redemption (same day settlement) segera setelah pre cut-off Sistem
BI-RTGS.
d. Perhitungan nilai early redemption
N Tunai
ilai
=
Early Redemption
ilai
erm
3 hari60
Nominal
R rate
Biaya =
ilai
y dig
early
T Deposit
erm
E Redemption
N setelmen
arly
=
E Redemption
arly
x (
redeem
ilai
epo
N tunai
−Biaya
LendingFacility
- B ate R ) x
I
Sisa J Waktu
angka
360
+
RT
erm
N Nominal T Deposit yang diearly redeem × 3 hari60
R diskonto
pada s diterbitka n
T Deposit
aat
× Sisa J Waktu
angka
Keterangan ...
11
Keterangan :
RRT = Rata-Rata Tertimbang
7. Ketentuan butir VII.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
2. Sanksi Pelanggaran Kewajiban Minimum Six Month Holding Period SBI
Dalam hal Bank dan/atau Sub-Registry tidak memenuhi ketentuan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir II.9 dikenakan sanksi
sebagai berikut :
a. Teguran tertulis dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Pengelolaan Moneter;
2) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi
dikenakan kepada Sub-Registry Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI);
3) Tim Pengawas Bank-Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam
hal sanksi dikenakan kepada Sub-Registry Bank yang berkantor
pusat di wilayah kerja KBI; dan/atau
4) Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan dalam hal sanksi
dikenakan kepada Sub-Registry Bank maupun Sub-Registry Non-
Bank.
b. Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai
nominal transaksi SBI yang tidak memenuhi ketentuan dimaksud, paling
sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per hari.
c. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan segera setelah terlampauinya batas waktu penyampaian
tanggapan sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.c.3).
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro dan/atau rekening
giro Bank pembayar yang ditunjuk Sub-Registry.
Ketentuan ...
12
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
13 Mei 2011.
____________
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/13/DPM|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 9 Mei 2011 </set_date>
<effective_date> 13 Mei 2011 </effective_date>
<changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg>
<penalty_list> 'Angka 7 Angka 2' </penalty_list>
|
1
No. 17/17/DKMP
Jakarta, 26 Juni 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal: Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam
Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional.
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam
Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 235, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5478) sebagaimana diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 17/11/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 152 , Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5712), perlu untuk mengatur kembali ketentuan
mengenai Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah
dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional dalam Surat Edaran
Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. Dana Pihak Ketiga Bank yang selanjutnya disingkat DPK adalah
kewajiban Bank kepada penduduk dan bukan penduduk dalam
Rupiah dan valuta asing.
2. GWM Primer adalah simpanan minimum dalam Rupiah yang
wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro
pada ...
2
pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank
Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
3. GWM Sekunder adalah cadangan minimum dalam Rupiah yang
wajib dipelihara oleh Bank berupa Sertifikat Bank Indonesia,
Sertifikat Deposito Bank Indonesia, Surat Berharga Negara,
dan/atau Excess Reserve, yang besarnya ditetapkan oleh Bank
Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK.
4. Loan to Funding Ratio yang selanjutnya disingkat LFR adalah rasio
kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan
valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain, terhadap:
a. dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, dan
deposito dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk
dana antar bank; dan
b. surat-surat berharga dalam Rupiah dan valuta asing yang
memenuhi persyaratan tertentu yang diterbitkan oleh Bank
untuk memperoleh sumber pendanaan.
5. LFR Target adalah batas kisaran LFR yang dibatasi oleh batas
bawah dan batas atas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam
rangka perhitungan GWM LFR.
6. GWM LFR adalah simpanan minimum dalam Rupiah yang wajib
dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada
Bank Indonesia sebesar persentase dari DPK yang dihitung
berdasarkan selisih antara LFR yang dimiliki oleh Bank dengan
LFR Target.
7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah
surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek.
8. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat
SDBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar
Bank.
9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah
surat ...
3
surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata
uang Rupiah dan Surat Berharga Syariah Negara dalam mata
uang Rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia.
10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah SUN
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai Surat Utang Negara, yang terdiri atas Obligasi Negara
dan Surat Perbendaharaan Negara, namun terbatas dalam mata
uang Rupiah.
11. Obligasi Negara yang selanjutnya disingkat ON adalah SUN yang
berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon
dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.
12. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN
adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas)
bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
13. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN
adalah SBSN sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Surat Berharga Syariah Negara yang
terdiri atas SBSN Jangka Panjang dan SBSN Jangka Pendek
namun terbatas dalam mata uang Rupiah.
14. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa
kupon dan/atau secara diskonto.
15. SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat Perbendaharaan
Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai
dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa
kupon dan/atau secara diskonto.
16. Excess Reserve adalah kelebihan saldo Rekening Giro Rupiah
Bank dari GWM Primer dan GWM LFR yang wajib dipelihara di
Bank Indonesia.
17. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah BI-SSSS sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga
melalui ...
4
melalui BI-SSSS.
18. Sub-rekening Investasi pada BI-SSSS adalah sub-rekening untuk
menampung pencatatan kepemilikan surat berharga yang
diperoleh peserta Bank dalam rangka program pemerintah antara
lain program rekapitalisasi perbankan, namun terbatas dalam
mata uang Rupiah.
19. Sub-rekening Perdagangan atau Sub-rekening Aktif pada BI-SSSS
adalah sub-rekening untuk menampung pencatatan kepemilikan
surat berharga yang dapat diperdagangkan baik yang berasal dari
Sub-rekening Investasi maupun hasil pembelian surat berharga di
pasar perdana dan di pasar sekunder.
20. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya
disingkat KPMM adalah rasio antara modal terhadap aset
tertimbang menurut risiko sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal
minimum bank umum.
21. KPMM Insentif adalah KPMM yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia dalam rangka perhitungan GWM LFR.
22. Parameter Disinsentif Bawah adalah parameter pengali yang
digunakan dalam perhitungan GWM LFR bagi Bank yang memiliki
LFR kurang dari batas bawah LFR Target.
23. Parameter Disinsentif Atas adalah parameter pengali yang
digunakan dalam perhitungan GWM LFR bagi Bank yang memiliki
LFR lebih dari batas atas LFR Target.
24. Total Kredit adalah seluruh kredit yang diberikan oleh Bank
kepada Bank dan bukan Bank dalam Rupiah dan valuta asing.
25. Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang selanjutnya
disebut Kredit UMKM adalah kredit UMKM sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum dan bantuan
teknis dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil, dan
menengah, termasuk kredit atau pembiayaan untuk produk
ekspor nonmigas yang diberikan oleh kantor cabang dari bank
yang berkedudukan di luar negeri dan bank campuran.
26. Rasio ...
5
26. Rasio Kredit UMKM adalah perbandingan antara jumlah Kredit
UMKM terhadap Total Kredit.
27. Rasio non-performing loan Total Kredit yang selanjutnya disebut
Rasio NPL Total Kredit adalah rasio antara jumlah Total Kredit
dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet, terhadap
Total Kredit.
28. Rasio non-performing loan Kredit UMKM yang selanjutnya disebut
Rasio NPL Kredit UMKM adalah rasio antara jumlah Kredit UMKM
dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet, terhadap
Kredit UMKM.
29. Merger Bank adalah merger sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan yang mengatur mengenai merger, konsolidasi, dan
akuisisi.
30. Konsolidasi Bank adalah konsolidasi sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan yang mengatur mengenai merger, konsolidasi,
dan akuisisi.
31. Tanggal Efektif adalah tanggal pelaksanaan peralihan operasional
dari Bank yang menggabungkan diri kepada Bank yang menerima
penggabungan atau dari Bank yang meleburkan diri kepada Bank
yang didirikan.
II. TATA CARA PERHITUNGAN GWM PRIMER
Tata cara perhitungan GWM Primer diatur sebagai berikut:
1. GWM Primer ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari DPK
dalam Rupiah.
2. Pemenuhan GWM Primer sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dihitung dengan membandingkan saldo Rekening Giro Bank pada
Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan
terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 (satu) masa
laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya.
3. Bank Indonesia dapat memberikan kelonggaran atas kewajiban
pemenuhan GWM Primer sebagaimana dimaksud dalam angka 1
kepada Bank yang melakukan merger atau konsolidasi.
4. Kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Primer
sebagaimana ...
6
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 ditetapkan sebesar 1%
(satu persen) untuk jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak
Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi.
5. Pemberian kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Primer
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dilakukan atas
permintaan Bank kepada Bank Indonesia yang disertai
persetujuan dari OJK mengenai pemberian insentif merger atau
konsolidasi berupa kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM
Primer.
III. TATA CARA PERHITUNGAN GWM SEKUNDER
Tata cara perhitungan GWM Sekunder diatur sebagai berikut:
A. Pemenuhan GWM Sekunder
GWM Sekunder ditetapkan sebesar 4% (empat persen) dari DPK
dalam Rupiah.
B. Komponen yang diperhitungkan
1. Komponen yang diperhitungkan sebagai cadangan dalam
pemenuhan GWM Sekunder adalah:
a. SBI untuk seluruh jangka waktu.
b. SDBI untuk seluruh jangka waktu.
c. SBN yang mencakup:
1) SUN berupa ON dan/atau SPN untuk seluruh jenis dan
jangka waktu, tidak termasuk SUN yang tidak dapat
diperdagangkan (untradeable); dan
2) SBSN berupa SBSN Jangka Panjang dan/atau SBSN
Jangka Pendek untuk seluruh jenis dan jangka waktu,
tidak termasuk SBSN yang tidak dapat diperdagangkan
(untradeable).
d. Excess Reserve.
2. SBI, SDBI, dan SBN yang dapat diperhitungkan dalam
pemenuhan GWM Sekunder adalah SBI, SDBI, dan/atau SBN
milik Bank yang tercatat pada rekening surat berharga Bank
di BI-SSSS, yaitu dalam:
a. Sub-rekening ...
7
a. Sub-rekening Investasi; dan/atau
b. Sub-rekening Perdagangan atau Sub-rekening Aktif,
namun tidak termasuk SBI, SDBI, dan/atau SBN milik Bank
yang tercatat pada rekening surat berharga sub-registry.
C. Sumber Data dan Nilai yang Digunakan
1. Penetapan jumlah SBI, SDBI, dan SBN yang dimiliki Bank
dilakukan berdasarkan data yang tercatat pada rekening surat
berharga Bank di BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir
B.2 pada posisi akhir hari, yaitu pada saat cut off time BI-SSSS.
2. Nilai SBI, SDBI, dan SBN yang digunakan dalam perhitungan
GWM Sekunder adalah nilai pasar (market value) yang
tercantum di BI-SSSS.
D. Perhitungan Pemenuhan GWM Sekunder
Pemenuhan GWM Sekunder dihitung dengan membandingkan
jumlah SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess Reserve milik Bank yang
tercatat di Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa
laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 (satu)
masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya pada
Laporan DPK Rupiah dan Valuta Asing dalam Laporan Berkala
Bank Umum.
Rumus perhitungan GWM Sekunder adalah sebagai berikut:
SBI + SDBI + SBN + 𝐸𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑅𝑒𝑠𝑒𝑟𝑣𝑒
Rata−rata harian jumlah DPK Bank dalam 1 (satu) masa laporan
pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya
x 100%
IV. TATA CARA PERHITUNGAN GWM LFR
Tata cara perhitungan GWM LFR diatur sebagai berikut:
A. Besaran dan Parameter GWM LFR
1. Besaran dan parameter yang digunakan dalam perhitungan
GWM LFR ditetapkan sebagai berikut:
a. Batas bawah LFR Target sebesar 78% (tujuh puluh delapan
persen).
b. Batas atas LFR Target sebesar 92% (sembilan puluh dua
persen).
c. KPMM Insentif sebesar 14% (empat belas persen).
d. Parameter ...
8
d. Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1 (nol koma satu).
e. Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2 (nol koma dua).
2. Batas atas LFR Target untuk Bank sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b ditetapkan sebesar 94% (sembilan puluh
empat persen) dalam hal Bank:
a. memenuhi Rasio Kredit UMKM lebih cepat dari target waktu
tahapan pencapaian Rasio Kredit UMKM sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank
umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan
usaha mikro, kecil, dan menengah, sebagai berikut:
1) paling kurang 5% (lima persen) untuk posisi tanggal 30
Juni 2015 sampai dengan tanggal 30 November 2015
untuk perhitungan GWM LFR mulai tanggal 1 Agustus
2015 sampai dengan tanggal 31 Januari 2016;
2) paling kurang 10% (sepuluh persen) untuk posisi tanggal
31 Desember 2015 sampai dengan tanggal 30 November
2016 untuk perhitungan GWM LFR mulai tanggal 1
Februari 2016 sampai dengan tanggal 31 Januari 2017;
3) paling kurang 15% (lima belas persen) untuk posisi
tanggal 31 Desember 2016 sampai dengan tanggal 30
November 2017 untuk perhitungan GWM LFR mulai
tanggal 1 Februari 2017 sampai dengan tanggal 31
Januari 2018;
4) paling kurang 20% (dua puluh persen) untuk posisi
tanggal 31 Desember 2017 sampai dengan tanggal 30
November 2018 untuk perhitungan GWM LFR mulai
tanggal 1 Februari 2018 sampai dengan tanggal 31
Januari 2019;
b. memenuhi Rasio NPL Total Kredit secara bruto (gross)
kurang dari 5% (lima persen); dan
c. memenuhi Rasio NPL Kredit UMKM secara bruto (gross)
kurang dari 5% (lima persen).
Contoh: ...
9
Contoh:
Berdasarkan Laporan Bulanan Bank Umum posisi tanggal 31
Oktober 2015 dan Laporan Realisasi Pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM Melalui Kerja Sama Pola Executing posisi akhir
bulan September 2015, Rasio Kredit UMKM Bank A mencapai
6,5%, Rasio NPL Total Kredit sebesar 3%, dan Rasio NPL Kredit
UMKM sebesar 4,5%. Dengan demikian:
- Dalam hal Bank memiliki KPMM lebih dari atau sama dengan
14% maka Bank tidak terkena kewajiban tambahan
pemenuhan GWM LFR pada bulan Desember 2015.
- Dalam hal Bank memiliki KPMM kurang dari 14% maka batas
atas LFR Target Bank menjadi 94% untuk perhitungan GWM
LFR pada bulan Desember 2015.
B. Sumber Data dan Nilai yang Digunakan.
1. Sumber data dan nilai yang digunakan untuk perhitungan LFR
Bank diatur sebagai berikut:
a. Kredit
Nilai yang digunakan untuk data kredit diperoleh dari pos
kredit dalam Neraca Mingguan posisi akhir tanggal laporan
pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya dalam Laporan
Berkala Bank Umum yang disampaikan Bank sebagaimana
diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan
berkala bank umum.
b. DPK
Nilai yang digunakan untuk data DPK diperoleh dari pos
DPK dalam Neraca Mingguan posisi akhir tanggal laporan
pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya dalam Laporan
Berkala Bank Umum yang disampaikan Bank sebagaimana
diatur dalam ketentuan yang mengatur mengenai laporan
berkala bank umum.
c. Surat berharga yang diterbitkan
Nilai yang digunakan untuk data surat berharga yang
diterbitkan diperoleh dari:
1) saldo Total Nominal dalam Laporan Surat Berharga Yang
Diterbitkan ...
10
Diterbitkan oleh Bank posisi 2 (dua) masa laporan
sebelumnya, yang disampaikan Bank kepada Bank
Indonesia secara bulanan sebagaimana diatur dalam
angka IV; atau
2) saldo Total Nominal dari Laporan Surat Berharga Yang
Diterbitkan oleh Bank yang diperoleh dari KSEI dalam
hal Bank Indonesia telah mengumumkan melalui surat
pemberitahuan kepada Bank mengenai penghentian
kewajiban penyampaian Laporan Surat Berharga Yang
Diterbitkan.
2. Penggunaan Data KPMM dalam perhitungan GWM LFR diatur
sebagai berikut:
a. KPMM yang digunakan dalam perhitungan GWM LFR
adalah KPMM triwulanan dari Bank yang bersangkutan.
b. KPMM triwulanan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
merupakan KPMM Bank untuk posisi akhir triwulan,
sebagai berikut:
1) KPMM pada posisi akhir bulan Maret digunakan untuk
perhitungan GWM LFR harian untuk bulan Juni, Juli,
dan Agustus.
2) KPMM pada posisi akhir bulan Juni digunakan untuk
perhitungan GWM LFR harian untuk bulan September,
Oktober, dan November.
3) KPMM pada posisi akhir bulan September digunakan
untuk perhitungan GWM LFR harian untuk bulan
Desember, Januari, dan Februari.
4) KPMM pada posisi akhir bulan Desember digunakan
untuk perhitungan GWM LFR harian untuk bulan Maret,
April, dan Mei.
3. Contoh penggunaan sumber data dan nilai sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan penggunaan data KPMM
sebagaimana dimaksud dalam angka 2, yaitu:
a. GWM LFR harian sejak tanggal 8 sampai dengan 15 Agustus
2015 didasarkan pada perhitungan:
1) besarnya ...
11
1) besarnya kredit dan DPK pada masa laporan tanggal 24
sampai dengan 31 Juli 2015;
2) nilai surat berharga yang diterbitkan pada posisi akhir
bulan Juni 2015; dan
3) KPMM yang digunakan adalah KPMM pada posisi akhir
bulan Maret 2015.
b. GWM LFR harian sejak tanggal 16 sampai dengan 23
Agustus 2015 didasarkan pada perhitungan:
1) besarnya kredit dan DPK pada masa laporan tanggal 1
sampai dengan 7 Agustus 2015;
2) nilai surat berharga yang diterbitkan pada posisi akhir
bulan Juni 2015; dan
3) KPMM yang digunakan adalah KPMM pada posisi akhir
bulan Maret 2015.
c. GWM LFR harian sejak tanggal 24 sampai dengan 31
Agustus 2015 didasarkan pada perhitungan:
1) besarnya kredit dan DPK pada masa laporan tanggal 8
sampai dengan 15 Agustus 2015;
2) nilai surat berharga yang diterbitkan pada posisi akhir
bulan Juni 2015; dan
3) KPMM yang digunakan adalah KPMM pada posisi akhir
bulan Maret 2015.
d. GWM LFR harian sejak tanggal 1 sampai dengan 7
September 2015 didasarkan pada perhitungan:
1) besarnya kredit dan DPK pada masa laporan tanggal 16
sampai dengan 23 Agustus 2015;
2) nilai surat berharga yang diterbitkan pada posisi akhir
bulan Juli 2015; dan
3) KPMM yang digunakan adalah KPMM pada posisi akhir
bulan Juni 2015.
4. Sumber data dan nilai yang digunakan untuk perhitungan
Rasio Kredit UMKM, Rasio NPL Total Kredit Bank, dan Rasio
NPL Kredit UMKM berasal dari:
a. Daftar Rincian Kredit yang Diberikan dalam Laporan
Bulanan ...
12
Bulanan Bank Umum posisi 2 (dua) masa laporan
sebelumnya yang disampaikan Bank sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai
laporan bulanan bank umum, untuk:
1) Kredit UMKM selain yang dilakukan dengan pola
executing;
2) Total Kredit;
3) non-performing loan Total Kredit; dan
4) non-performing loan Kredit UMKM selain yang dilakukan
dengan pola executing, dan
b. Laporan Realisasi Pemberian Kredit atau Pembiayaan
UMKM Melalui Kerja Sama Pola Executing sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank
umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan
usaha mikro, kecil, dan menengah untuk:
1) Kredit UMKM yang dilakukan dengan pola executing; dan
2) non-performing loan Kredit UMKM yang dilakukan
dengan pola executing,
yang disampaikan bank secara triwulanan.
5. Penggunaan data dari Laporan Realisasi Pemberian Kredit atau
Pembiayaan UMKM Melalui Kerja Sama Pola Executing
sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b diatur sebagai berikut:
a. posisi akhir bulan Maret digunakan untuk perhitungan
GWM LFR harian untuk bulan Mei, Juni, dan Juli.
b. posisi akhir bulan Juni digunakan untuk perhitungan GWM
LFR harian untuk bulan Agustus, September, dan Oktober.
c. posisi akhir bulan September digunakan untuk perhitungan
GWM LFR harian untuk bulan November, Desember, dan
Januari.
d. posisi akhir bulan Desember digunakan untuk perhitungan
GWM LFR harian untuk bulan Februari, Maret, dan April.
6. Contoh …
13
6. Contoh penggunaan sumber data dan nilai sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 dan penggunaan data sebagaimana
dimaksud dalam angka 5, yaitu:
a. Perhitungan Rasio Kredit UMKM, Rasio NPL Total Kredit,
dan Rasio NPL Kredit UMKM Bank untuk bulan Agustus
2015 didasarkan pada data:
1) Daftar Rincian Kredit yang Diberikan dalam Laporan
Bulanan Bank Umum bulan Juni 2015; dan
2) Laporan Realisasi Pemberian Kredit atau Pembiayaan
UMKM Melalui Kerja Sama Pola Executing bulan Juni
2015.
b. Perhitungan Rasio Kredit UMKM, Rasio NPL Total Kredit,
dan Rasio NPL Kredit UMKM Bank untuk bulan September
2015 didasarkan pada data:
1) Daftar Rincian Kredit yang Diberikan dalam Laporan
Bulanan Bank Umum bulan Juli 2015; dan
2) Laporan Realisasi Pemberian Kredit atau Pembiayaan
UMKM Melalui Kerja Sama Pola Executing bulan Juni
2015.
C. Perhitungan Pemenuhan GWM LFR
1. LFR Bank dihitung dengan rumus sebagai berikut:
LFR Bank =
Kredit
(DPK+Surat Berharga yang diterbitkan)
2. Dalam hal LFR Bank berada dalam kisaran LFR Target maka
GWM LFR Bank adalah sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam
Rupiah.
3. Dalam hal LFR Bank lebih kecil dari batas bawah LFR Target
maka GWM LFR merupakan hasil perkalian antara Parameter
Disinsentif Bawah, selisih antara batas bawah LFR Target dan
LFR Bank, dan DPK dalam Rupiah, dengan rumus perhitungan
sebagai berikut:
GWM LFR = Parameter Disinsentif Bawah x (batas bawah LFR
Target - LFR Bank) x DPK dalam Rupiah
x 100%
4. Dalam ...
14
4. Dalam hal LFR Bank lebih besar dari batas atas LFR Target dan
KPMM Bank lebih kecil dari KPMM Insentif maka GWM LFR
merupakan hasil perkalian antara Parameter Disinsentif Atas,
selisih antara LFR Bank dan batas atas LFR Target, dan DPK
dalam Rupiah, dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
GWM LFR = Parameter Disinsentif Atas x (LFR Bank – batas
atas LFR Target) x DPK dalam Rupiah
5. Dalam hal LFR Bank lebih besar dari batas atas LFR Target dan
KPMM Bank sama atau lebih besar dari KPMM Insentif maka
GWM LFR Bank adalah sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam
Rupiah.
6. DPK sebagaimana dimaksud dalam angka 2 sampai dengan
angka 5 diperoleh dari rata-rata harian jumlah DPK dalam 1
(satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya
pada Laporan DPK Rupiah dan Valuta Asing dalam Laporan
Berkala Bank Umum.
D. Perhitungan Rasio Kredit UMKM, Rasio NPL Total Kredit, dan
Rasio NPL Kredit UMKM
a. Rasio Kredit UMKM dihitung dengan rumus:
Rasio Kredit UMKM =
Kredit UMKM pada LBU + Kredit UMKM 𝐸𝑥𝑒𝑐𝑢𝑡𝑖𝑛𝑔
Total Kredit pada LBU
b. Rasio NPL Total Kredit Bank dihitung dengan rumus:
Rasio NPL Total Kredit =
c. Rasio NPL Kredit UMKM dihitung dengan rumus:
Rasio NPL Kredit UMKM
=
𝑛𝑜𝑛 − 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛𝑔 𝑙𝑜𝑎𝑛 Total Kredit pada LBU
Total Kredit pada LBU
𝑛𝑜𝑛 − 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛𝑔 𝑙𝑜𝑎𝑛 Kredit UMKM pada LBU + 𝑛𝑜𝑛 − 𝑝𝑒𝑟𝑓𝑜𝑟𝑚𝑖𝑛𝑔 𝑙𝑜𝑎𝑛 Kredit UMKM 𝐸𝑥𝑒𝑐𝑢𝑡𝑖𝑛𝑔
Kredit UMKM pada LBU + Kredit UMKM 𝐸𝑥𝑒𝑐𝑢𝑡𝑖𝑛𝑔
V. PEMENUHAN GWM BAGI BANK YANG MELAKUKAN MERGER ATAU
KONSOLIDASI, BANK YANG MELAKUKAN PERUBAHAN KEGIATAN
USAHA MENJADI BANK UMUM SYARIAH, DAN BANK YANG
MENDAPATKAN IZIN MELAKUKAN KEGIATAN USAHA DALAM
VALUTA ASING
A. Bank ...
15
A. Bank yang Melakukan Merger atau Konsolidasi
Pemenuhan GWM bagi Bank yang melakukan merger atau
konsolidasi diatur sebagai berikut:
1. Pemenuhan GWM Primer
a. Periode sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau
konsolidasi
1) Sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum Tanggal
Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi maka
pemenuhan GWM Primer untuk masing-masing Bank
dihitung dengan membandingkan saldo Rekening Giro
Bank pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1
(satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah
DPK dalam Rupiah dalam 1 (satu) masa laporan pada 2
(dua) masa laporan sebelumnya.
2) Pada 1 (satu) hari kerja sebelum Tanggal Efektif
pelaksanaan merger atau konsolidasi, pemenuhan GWM
Primer hanya dihitung untuk Bank hasil merger atau
konsolidasi dengan menggunakan data gabungan Bank
yang melakukan merger atau konsolidasi.
b. Periode setelah Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau
konsolidasi
1) Sampai dengan 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank
Umum Bank hasil merger atau konsolidasi tersedia maka
pemenuhan GWM Primer
dihitung dengan
membandingkan saldo Rekening Giro Bank hasil merger
atau konsolidasi pada Bank Indonesia setiap akhir hari
dalam 1 (satu) masa laporan terhadap penjumlahan rata-
rata harian jumlah DPK dalam Rupiah Bank yang
melakukan merger atau konsolidasi dalam 1 (satu) masa
laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya.
2) Setelah 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Bank
hasil merger atau konsolidasi maka pemenuhan GWM
Primer untuk Bank hasil merger atau konsolidasi
dihitung dengan membandingkan saldo Rekening Giro
Bank ...
16
Bank hasil merger atau konsolidasi pada Bank Indonesia
setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap
rata-rata harian jumlah DPK dalam Rupiah Bank hasil
merger atau konsolidasi dalam 1 (satu) masa laporan
pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya.
2. Pemenuhan GWM Sekunder
a. Periode sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau
konsolidasi
1) Sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum Tanggal
Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi maka
pemenuhan GWM Sekunder untuk masing-masing Bank
dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SDBI,
SBN, dan/atau Excess Reserve setiap akhir hari dalam 1
(satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah
DPK dalam Rupiah dalam 1 (satu) masa laporan pada 2
(dua) masa laporan sebelumnya.
2) Pada 1 (satu) hari kerja sebelum Tanggal Efektif
pelaksanaan merger atau konsolidasi, pemenuhan GWM
Sekunder hanya dihitung untuk Bank hasil merger atau
konsolidasi dengan menggunakan data gabungan Bank
yang melakukan merger atau konsolidasi.
b. Periode setelah Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau
konsolidasi
1) Sampai dengan 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank
Umum Bank hasil merger atau konsolidasi tersedia maka
pemenuhan GWM Sekunder dihitung dengan
membandingkan jumlah SBI, SDBI, SBN, dan/atau
Excess Reserve yang dimiliki oleh Bank hasil merger atau
konsolidasi pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam
1 (satu) masa laporan terhadap penjumlahan rata-rata
harian jumlah DPK dalam Rupiah Bank yang melakukan
merger atau konsolidasi dalam 1 (satu) masa laporan
pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya.
2) Setelah 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Bank
hasil ...
17
hasil merger atau konsolidasi maka pemenuhan GWM
Sekunder untuk Bank hasil merger atau konsolidasi
dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SDBI,
SBN, dan/atau Excess Reserve Bank hasil merger atau
konsolidasi pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam
1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah
DPK dalam Rupiah Bank hasil merger atau konsolidasi
dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan
sebelumnya.
3. Pemenuhan GWM LFR
a. Periode sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau
konsolidasi
1) Sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum Tanggal
Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a) Pemenuhan GWM LFR dihitung untuk masing-
masing Bank dengan rumus:
LFR Bank =
Kredit
(DPK+Surat Berharga yang diterbitkan)
Keterangan:
- Kredit diperoleh dari pos kredit dalam neraca
mingguan pada Laporan Berkala Bank Umum
posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya.
- DPK diperoleh dari pos DPK dalam neraca
mingguan pada Laporan Berkala Bank Umum
posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya.
- Surat berharga yang diterbitkan diperoleh dari
saldo Total Nominal dalam Laporan Surat
Berharga Yang Diterbitkan posisi 2 (dua) masa
laporan sebelumnya.
b) KPMM yang digunakan adalah KPMM triwulanan
masing-masing Bank sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.B.2.
2) Pada 1 (satu) hari kerja sebelum Tanggal Efektif
pelaksanaan merger atau konsolidasi berlaku ketentuan
sebagai ...
x 100%
18
sebagai berikut:
a) Pemenuhan GWM LFR hanya dihitung untuk Bank
hasil merger atau konsolidasi dengan menggunakan
data gabungan Bank yang melakukan merger atau
konsolidasi.
b) Data KPMM yang digunakan diperoleh dari Bank yang
melakukan merger atau konsolidasi berdasarkan
hasil perhitungan yang dilakukan oleh Bank atas
penggabungan data yang digunakan dalam
perhitungan KPMM masing-masing Bank sebelum
Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi.
c) Bank menyampaikan hasil perhitungan KPMM
sebagaimana dimaksud pada huruf b) kepada Bank
Indonesia paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum
Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi.
d) Pemenuhan GWM LFR dihitung untuk Bank hasil
merger atau konsolidasi dengan rumus:
LFR Bank =
Kredit
(DPK+Surat Berharga yang diterbitkan)
Keterangan:
- Kredit diperoleh dari penjumlahan kredit Bank
yang melakukan merger atau konsolidasi yang
didasarkan pada pos kredit dalam neraca
mingguan pada Laporan Berkala Bank Umum
posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya.
- DPK diperoleh dari penjumlahan DPK Bank yang
melakukan merger atau konsolidasi yang
didasarkan pada pos DPK dalam neraca mingguan
pada Laporan Berkala Bank Umum posisi 2 (dua)
masa laporan sebelumnya.
- Surat berharga yang diterbitkan diperoleh dari
penjumlahan saldo pada pos Total Nominal dalam
Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan posisi 2
(dua) masa laporan sebelumnya untuk Bank yang
melakukan merger atau konsolidasi.
b. Periode ...
x 100%
19
b. Periode setelah Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau
konsolidasi
1) Sampai dengan 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank
Umum Bank hasil merger atau konsolidasi tersedia,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a) Pemenuhan GWM LFR dihitung dengan rumus:
LFR Bank =
Kredit
(DPK+Surat Berharga yang diterbitkan)
Keterangan:
- Kredit diperoleh dari penjumlahan kredit Bank
yang melakukan merger atau konsolidasi yang
didasarkan pada pos kredit dalam neraca
mingguan pada Laporan Berkala Bank Umum
posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya.
- DPK diperoleh dari penjumlahan DPK Bank yang
melakukan merger atau konsolidasi yang
didasarkan pada pos DPK dalam neraca mingguan
pada Laporan Berkala Bank Umum posisi 2 (dua)
masa laporan sebelumnya.
- Surat berharga yang diterbitkan diperoleh dari
penjumlahan saldo pada pos Total Nominal dalam
Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan posisi 2
(dua) masa laporan sebelumnya untuk Bank yang
melakukan merger atau konsolidasi.
b) Data KPMM yang digunakan adalah data KPMM
sebagaimana dimaksud dalam butir a.2)b) sampai
dengan tersedianya data KPMM sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.B.2.
2) Setelah 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Bank
hasil merger atau konsolidasi berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a) pemenuhan GWM LFR dihitung dengan rumus:
LFR Bank =
Kredit
(DPK+Surat Berharga yang diterbitkan)
x 100%
x 100%
Keterangan: ...
20
Keterangan:
- Kredit diperoleh dari kredit Bank hasil merger atau
konsolidasi yang didasarkan pada pos kredit
dalam neraca mingguan pada Laporan Berkala
Bank Umum posisi 2 (dua) masa laporan
sebelumnya.
- DPK diperoleh dari DPK Bank hasil merger atau
konsolidasi yang didasarkan pada pos DPK dalam
neraca mingguan pada Laporan Berkala Bank
Umum posisi 2 (dua) masa laporan sebelumnya.
- Surat berharga yang diterbitkan diperoleh dari
penjumlahan saldo pada pos Total Nominal dalam
Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan posisi 2
(dua) masa laporan sebelumnya dari Bank yang
melakukan merger atau konsolidasi sampai
tersedia data surat berharga yang diterbitkan
Bank hasil merger atau konsolidasi yaitu setelah 2
(dua) masa Laporan Surat Berharga Yang
Diterbitkan.
b) KPMM yang digunakan adalah KPMM sebagaimana
dimaksud pada butir a.2)b) sampai dengan
tersedianya data KPMM sebagaimana dimaksud pada
butir IV.B.2.
c. Dalam hal terdapat perbedaan antara hasil perhitungan
KPMM yang diterima oleh Bank Indonesia dari OJK dengan
hasil perhitungan KPMM yang dilakukan oleh Bank
sebagaimana dimaksud pada butir a.2)b), b.1)b), dan b.2)b)
maka yang berlaku adalah KPMM yang diterima Bank
Indonesia dari OJK.
4. Pemenuhan GWM dalam valuta asing
a. Periode sebelum Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau
konsolidasi
1) Sampai dengan 2 (dua) hari kerja sebelum Tanggal
Efektif pelaksanaan merger atau konsolidasi maka
pemenuhan ...
21
pemenuhan GWM dalam valuta asing untuk masing-
masing Bank dihitung dengan membandingkan saldo
Rekening Giro Valas Bank setiap akhir hari dalam 1
(satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah
DPK dalam valuta asing dalam 1 (satu) masa laporan
pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya.
2) Pada 1 (satu) hari kerja sebelum Tanggal Efektif
pelaksanaan merger atau konsolidasi, pemenuhan GWM
dalam valuta asing hanya dihitung untuk Bank hasil
merger atau konsolidasi dengan menggunakan data
gabungan Bank yang melakukan merger atau
konsolidasi.
b. Periode setelah Tanggal Efektif pelaksanaan merger atau
konsolidasi
1) Sampai dengan 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank
Umum Bank hasil merger atau konsolidasi tersedia maka
pemenuhan GWM dalam valuta asing dihitung dengan
membandingkan saldo Rekening Giro Valas Bank hasil
merger atau konsolidasi pada Bank Indonesia setiap
akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap
penjumlahan rata-rata harian jumlah DPK dalam valuta
asing Bank yang melakukan merger atau konsolidasi
dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan
sebelumnya.
2) Setelah 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Bank
hasil merger atau konsolidasi maka pemenuhan GWM
dalam valuta asing untuk Bank hasil merger atau
konsolidasi dihitung dengan membandingkan saldo
Rekening Giro Valas Bank hasil merger atau konsolidasi
pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu)
masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK
dalam valuta asing Bank hasil merger atau konsolidasi
dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan
sebelumnya.
B. Bank ...
22
B. Bank yang Melakukan Perubahan Kegiatan Usaha Menjadi Bank
Umum Syariah
Dalam hal Bank melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi
bank umum syariah maka perhitungan pemenuhan GWM diatur
sebagai berikut:
1. Periode sebelum Bank melaksanakan kegiatan usaha sebagai
bank umum syariah
Sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum Bank
melaksanakan kegiatan usaha sebagai bank umum syariah
maka pemenuhan GWM dihitung sesuai dengan ketentuan
yang mengatur mengenai giro wajib minimum bank umum
dalam Rupiah dan valuta asing bagi bank umum konvensional.
2. Periode setelah Bank melaksanakan kegiatan usaha sebagai
bank umum syariah
a. Pemenuhan GWM oleh Bank dihitung dengan mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
giro wajib minimum dalam Rupiah dan valuta asing bagi
bank umum syariah dan unit usaha syariah.
b. Perhitungan GWM sebagaimana huruf a dilakukan dengan
menggunakan data Bank pada saat Bank belum
melaksanakan kegiatan usaha sebagai bank umum syariah,
yaitu menggunakan data:
1) rata-rata harian jumlah DPK dalam Rupiah yang
terdapat pada Laporan DPK Rupiah dan Valuta Asing
dalam Laporan Berkala Bank Umum dalam 1 (satu)
masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya
untuk perhitungan GWM bagi bank umum syariah;
2) DPK untuk perhitungan LFR yang terdapat pada Neraca
Mingguan posisi akhir tanggal laporan pada 2 (dua) masa
laporan sebelumnya untuk perhitungan rasio
pembiayaan dalam Rupiah terhadap DPK dalam Rupiah
bagi bank umum syariah;
3) Kredit yang terdapat pada Neraca Mingguan posisi akhir
tanggal laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya
untuk ...
23
untuk perhitungan rasio pembiayaan dalam Rupiah
terhadap DPK dalam Rupiah bagi bank umum syariah.
c. Data Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf b
digunakan sampai dengan data Bank setelah melakukan
kegiatan usaha sebagai bank umum syariah tersedia, yaitu
setelah 2 (dua) masa Laporan Berkala Bank Umum Syariah.
C. Bank yang Mendapatkan Izin Melakukan Kegiatan Usaha dalam
Valuta Asing
Dalam hal Bank mendapatkan izin melakukan kegiatan usaha
dalam valuta asing maka perhitungan pemenuhan GWM dalam
valuta asing diatur sebagai berikut:
1. GWM dalam valuta asing ditetapkan sebesar 8% (delapan
persen) dari DPK dalam valuta asing.
2. Pemenuhan GWM dalam valuta asing sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 dihitung dengan membandingkan saldo
Rekening Giro Valas Bank pada Bank Indonesia setiap akhir
hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian
jumlah DPK dalam valuta asing dalam 1 (satu) masa laporan
pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya, dengan rincian sebagai
berikut:
a. GWM dalam valuta asing secara harian untuk masa laporan
sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 adalah sebesar
persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian
jumlah DPK dalam valuta asing masa laporan sejak tanggal
16 sampai dengan tanggal 23 bulan sebelumnya.
b. GWM dalam valuta asing secara harian untuk masa laporan
sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 adalah sebesar
persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian
jumlah DPK dalam valuta asing masa laporan sejak tanggal
24 sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya.
c. GWM dalam valuta asing secara harian untuk masa laporan
sejak tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 adalah sebesar
persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian
jumlah ...
24
jumlah DPK dalam valuta asing masa laporan sejak tanggal
1 sampai dengan tanggal 7 bulan yang sama.
d. GWM dalam valuta asing secara harian untuk masa laporan
sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan adalah
sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata
harian jumlah DPK dalam valuta asing masa laporan sejak
tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan yang sama.
3. Kewajiban Bank memenuhi GWM dalam valuta asing
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berlaku setelah 2 (dua)
masa Laporan Berkala Bank Umum sebagaimana dimaksud
dalam angka 2.
VI. PELAPORAN
1. Bank wajib menyampaikan Laporan Surat Berharga Yang
Diterbitkan kepada Bank Indonesia setiap bulan sebagai dasar
perhitungan GWM LFR dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 disampaikan oleh Bank melalui email kepada Bank
Indonesia sampai dengan data surat berharga yang diterbitkan
Bank untuk perhitungan LFR disediakan oleh Kustodian Sentral
Efek Indonesia.
3. Surat berharga yang digunakan sebagai dasar perhitungan GWM
LFR dan dilaporkan ke Bank Indonesia adalah surat berharga
yang diterbitkan oleh Bank yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. diterbitkan dalam bentuk Medium Term Notes (MTN), Floating
Rate Notes (FRN), dan obligasi selain obligasi subordinasi;
b. ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum (public
offering);
c. memiliki peringkat yang diterbitkan lembaga pemeringkat
dengan peringkat paling kurang setara dengan peringkat
investasi;
d. dimiliki ...
25
d. dimiliki bukan Bank baik penduduk dan bukan penduduk; dan
e. ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek Indonesia.
4. Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana dimaksud
dalam butir 3.c. adalah lembaga pemeringkat dan peringkat yang
diakui oleh otoritas pengawas Bank sesuai ketentuan yang
berlaku.
5. Bank yang tidak menerbitkan surat berharga atau menerbitkan
surat berharga namun tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 tetap diwajibkan menyampaikan
Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan berupa laporan nihil.
6. Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan oleh Bank sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan angka 5 wajib disampaikan kepada
Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja pada bulan
berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.
7. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila Bank
menyampaikan laporan setelah batas waktu penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 sampai dengan 5
(lima) hari kerja berikutnya.
8. Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila Bank
belum menyampaikan laporan sampai dengan berakhirnya batas
waktu keterlambatan penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam angka 7.
9. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 5
disampaikan melalui email kepada:
a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, bagi Bank
yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia;
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia, dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan
dan Kepatuhan Laporan,
dengan alamat email sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
10. Bank ...
26
10. Bank harus menyampaikan secara tertulis mengenai nama
petugas dan penanggung jawab yang ditunjuk untuk menyusun
dan menyampaikan laporan, serta alamat email pengirim laporan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 5, termasuk
apabila terdapat perubahannya, kepada:
a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, bagi Bank
yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia;
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia, dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan
dan Kepatuhan Laporan.
11. Dalam hal penyampaian laporan melalui email sebagaimana
dimaksud dalam angka 10 tidak dapat dilakukan, Bank
menyampaikan laporan dalam bentuk softcopy dan hardcopy
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi
Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia, dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan
dan Kepatuhan Laporan.
12. Batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam
angka 11 mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam
angka 6 dan angka 7.
VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
A. Bank yang melanggar:
1. kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah;
2. kewajiban pemenuhan GWM dalam valuta asing; dan/atau
3. kewajiban penyampaian laporan,
dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban
membayar. ...
27
membayar.
B. Perhitungan Sanksi Kewajiban Membayar Bagi Bank yang
Melanggar Kewajiban Pemenuhan GWM Dalam Rupiah
1. Perhitungan sanksi kewajiban membayar bagi Bank yang
melanggar kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah
dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Kekurangan GWM x 125% x suku bunga JIBOR x hari kerja
360
2. Suku bunga JIBOR yang digunakan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 adalah rata-rata suku bunga JIBOR dalam
Rupiah jangka waktu 1 (satu) hari (overnight) pada hari
terjadinya pelanggaran.
3. Perhitungan rata-rata suku bunga JIBOR dalam Rupiah jangka
waktu 1 (satu) hari (overnight) mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai suku bunga penawaran
antarbank.
C. Perhitungan Sanksi Kewajiban Membayar Bagi Bank yang
Melanggar Kewajiban Pemenuhan GWM dalam Valuta Asing
1. Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM dalam
valuta asing dikenakan sanksi kewajiban membayar dengan
rumus sebagai berikut:
Kekurangan GWM dalam valuta asing x 0,04% x hari kerja
2. Sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dibayarkan dalam Rupiah dengan menggunakan kurs
tengah dari kurs transaksi Bank Indonesia pada hari terjadinya
pelanggaran.
D. Perhitungan Sanksi Kewajiban Penyampaian Laporan Surat
Berharga Yang Diterbitkan
1. Bank yang terlambat menyampaikan Laporan sebagaimana
dimaksud dalam butir VI.7 dikenakan sanksi teguran tertulis
dan kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah) per hari kerja keterlambatan.
2. Bank ...
28
2. Bank yang dinyatakan tidak menyampaikan Laporan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.8 dikenakan sanksi
teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar
Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
3. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan
angka 2 tidak menghilangkan kewajiban Bank untuk
menyampaikan Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.1 dan butir VI.5.
VIII. CONTOH PERHITUNGAN GWM
1. Contoh perhitungan GWM dalam Rupiah dan sanksi kewajiban
membayar mengacu pada Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Contoh perhitungan GWM bagi Bank yang melakukan merger
mengacu pada Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
IX. KORESPONDENSI TERKAIT GWM
Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank Indonesia
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam hal:
a. Bank mengajukan permohonan kelonggaran atas kewajiban
pemenuhan GWM Primer dalam rangka merger atau
konsolidasi;
b. OJK mengajukan permintaan kelonggaran atas pemenuhan
ketentuan GWM LFR terhadap Bank yang sedang dikenakan
pembatasan kegiatan usaha; atau
c. OJK mengajukan permintaan agar Bank dalam status
pengawasan tertentu yang sedang dikenakan pembatasan
kegiatan usaha berupa penyaluran kredit UMKM tidak
dikenakan pengurangan jasa giro,
maka permohonan atau permintaan tersebut disampaikan kepada
Bank Indonesia dan dialamatkan kepada:
Departemen Surveillance Sistem Keuangan, Jalan MH Thamrin
No. ...
29
No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor
Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor
pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
2. Dalam hal Bank menyampaikan pemberitahuan tertulis bahwa
Bank tutup pada hari yang ditetapkan libur secara fakultatif maka
pemberitahuan disampaikan kepada Bank Indonesia paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan libur secara
fakultatif dengan alamat:
a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jalan M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat
di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia, dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan
dan Kepatuhan Laporan.
3. Perhitungan KPMM Bank hasil merger atau konsolidasi
sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.3.a.2)b) disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi
Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank Umum
yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia, dengan tembusan kepada Departemen Pengelolaan
dan Kepatuhan Laporan.
X. PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/41/DKMP tanggal 1 Oktober 2013
perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dan Giro Wajib
Minimum berdasarkan Loan to Deposit Ratio dalam Rupiah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Surat ...
30
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 26 Juni
2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ERWIN RIJANTO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/17/DKMP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional. </reg_title>
<set_date> 26 Juni 2015 </set_date>
<effective_date> 26 Juni 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '15/41/DKMP|SE-BI/2013' </replaced_reg>
<related_reg> '15/15/PBI/2013', '17/11/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
No. 10/ 31 /DPbS
Jakarta, 7 Oktober 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal: Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/17/PBI/2008 Tanggal 25 September 2008 tentang Produk Bank Syariah dan
Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 No.137,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.4897), perlu diatur
ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok
ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Dalam rangka pengeluaran Produk baru, Bank wajib melaporkan
rencana pengeluaran Produk baru kepada Bank Indonesia atau
memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia.
2. Kewajiban menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia berlaku
untuk pengeluaran Produk baru yang memiliki karakteristik yang sama
dengan Produk sebagaimana ditetapkan dalam Buku Kodifikasi Produk
Perbankan Syariah yang menjadi lampiran dari Surat Edaran ini.
3. Kewajiban memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia berlaku untuk
pengeluaran Produk baru yang memiliki karakteristik yang tidak sama
dengan Produk sebagaimana ditetapkan dalam Buku Kodifikasi Produk
Perbankan Syariah yang menjadi lampiran dari Surat Edaran ini.
II. PERSYARATAN …
2
II. PERSYARATAN DAN DOKUMEN DALAM RANGKA
PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Penyampaian laporan Produk baru dilakukan dengan memenuhi
persyaratan dan dokumen paling kurang sebagai berikut:
a. pencantuman kata “iB” pada penulisan nama Produk baru;
b. pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap
Produk baru;
c. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dan
kewenangan dalam pengelolaan Produk baru;
d. analisa penerapan manajemen risiko meliputi identifikasi,
pengukuran, pemantauan, pengendalian, dan sistem informasi;
e. draft akad Produk; dan
f. keterangan mengenai kesesuaian Produk baru dengan Produk
sebagaimana yang tercantum dalam Buku Kodifikasi Produk
Perbankan Syariah.
2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Penyampaian laporan Produk baru dilakukan dengan memenuhi
persyaratan dan dokumen paling kurang sebagai berikut: :
a. pencantuman kata “iB” pada penulisan nama Produk baru;
b. pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap
Produk baru;
c. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dan
kewenangan dalam pengelolaan Produk baru;
d. draft akad Produk; dan
e. keterangan mengenai kesesuaian Produk baru dengan Produk
sebagaimana yang tercantum dalam Buku Kodifikasi Produk
Perbankan Syariah.
III. PERSYARATAN …
3
III. PERSYARATAN DAN DOKUMEN DALAM RANGKA
PERMOHONAN PERSETUJUAN
1. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Permohonan persetujuan Produk baru dilakukan dengan memenuhi
persyaratan dan dokumen paling kurang sebagai berikut:
a. pencantuman kata “iB” pada penulisan nama Produk baru;
b. fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia terhadap
Produk baru;
c. analisa dan pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank
terhadap Produk baru;
d. analisa aspek hukum yang mencakup kemungkinan adanya risiko
hukum yang akan ditimbulkan oleh Produk baru serta kesesuaian
dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku;
e. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dan
kewenangan dalam pengelolaan Produk baru;
f. analisa penerapan manajemen risiko meliputi identifikasi,
pengukuran, pemantauan, pengendalian, dan sistem informasi; dan
g. draft akad Produk.
2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Permohonan persetujuan Produk baru dilakukan dengan memenuhi
persyaratan dan dokumen paling kurang sebagai berikut:
a. pencantuman kata “iB” pada penulisan nama Produk baru;
b. fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia terhadap
Produk baru;
c. pendapat syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap
Produk baru;
d. prosedur pelaksanaan (Standard Operating Procedures/SOP) dan
kewenangan dalam pengelolaan Produk baru; dan
e. draft akad Produk.
IV. PENYAMPAIAN …
4
IV. PENYAMPAIAN LAPORAN ATAU PERMOHONAN PERSETUJUAN
KE BANK INDONESIA
Alamat penyampaian laporan atau permohonan persetujuan kepada Bank
Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M. H. Thamrin No.2 Jakarta 10350,
bagi Bank yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten,
Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat dengan tembusan Direktorat Perbankan
Syariah, bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana
dimaksud pada huruf a.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 7 Oktober 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
SITI CH.FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/31/DPbS|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah </reg_title>
<set_date> 7 Oktober 2008 </set_date>
<effective_date> 7 Oktober 2008 </effective_date>
<related_reg> '10/17/PBI/2008' </related_reg>
|
No. 15/22/DPbS
Jakarta, 27 Juni 2013
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan
Pengawas Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 101, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5027) maka perlu diatur ketentuan
mengenai pedoman pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan
Pengawas Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Surat Edaran
Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
A. Dewan Pengawas Syariah yang selanjutnya disebut DPS adalah
dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada
Direksi serta mengawasi kegiatan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) agar sesuai dengan Prinsip Syariah.
B. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perbankan syariah berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN – MUI).
C. Prinsip Syariah dalam kegiatan penghimpunan dana,
pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya adalah kegiatan
usaha yang tidak mengandung unsur:
1. riba ...
1. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil)
antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang
tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan
(fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang
mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas
mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok
pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah);
2. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu
keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan;
3. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak
dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat
diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur
lain dalam syariah;
4. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam
syariah; atau
5. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan
bagi pihak lainnya.
D. Penerapan Prinsip Syariah memiliki risiko reputasi, risiko
kepatuhan dan risiko hukum bagi BPRS, sehingga DPS harus
memastikan agar kegiatan usaha BPRS sesuai dengan Prinsip
Syariah dan fatwa DSN-MUI.
II. PENGAWASAN PENERAPAN PRINSIP SYARIAH
A. Pengawasan penerapan Prinsip Syariah yang dilakukan oleh DPS
adalah untuk memastikan kepatuhan penerapan Prinsip Syariah
dalam kegiatan usaha BPRS, yang mencakup:
1. pengawasan terhadap produk dan aktivitas baru BPRS; dan
2. pengawasan terhadap kegiatan penghimpunan dana,
pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS lainnya.
B. Dalam melakukan pengawasan terhadap produk dan aktivitas
baru sebagaimana dimaksud dalam butir A.1., DPS melakukan
hal-hal sebagai berikut:
1. meminta penjelasan dari pejabat BPRS yang berwenang
mengenai tujuan, karakteristik, dan fatwa dan/atau akad
yang ...
yang digunakan sebagai dasar dalam rencana penerbitan
produk dan aktivitas baru;
2. memeriksa fatwa dan/atau akad yang digunakan dalam
produk dan aktivitas baru.
Dalam hal produk dan aktivitas baru belum didukung
dengan fatwa dan/atau akad dari DSN-MUI maka DPS
mengusulkan kepada Direksi BPRS untuk meminta fatwa
kepada DSN-MUI;
3. mengkaji fitur, mekanisme, persyaratan, ketentuan, sistem
dan prosedur produk dan aktivitas baru terkait dengan
pemenuhan Prinsip Syariah;
4. memberikan pendapat terkait aspek pemenuhan Prinsip
Syariah atas produk dan aktivitas baru yang akan
dikeluarkan; dan
5. menjelaskan secara mendalam dan holistik mengenai
pemenuhan Prinsip Syariah atas produk dan aktivitas baru
yang dikembangkan oleh BPRS.
C. Dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan
penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan jasa BPRS
lainnya sebagaimana dimaksud dalam butir A.2., DPS
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. melakukan pemeriksaan di kantor BPRS paling kurang 1
(satu) kali dalam 1 (satu) bulan;
2. meminta laporan kepada Direksi BPRS mengenai produk
dan aktivitas penghimpunan dana, pembiayaan dan
kegiatan jasa BPRS lainnya yang dilakukan oleh BPRS;
3. melakukan pemeriksaan secara uji petik (sampling) paling
kurang sebanyak 3 (tiga) nasabah untuk masing-masing
produk dan/atau akad penghimpunan dana, pembiayaan
dan kegiatan jasa lainnya termasuk penanganan
pembiayaan yang direstrukturisasi oleh BPRS;
4. memeriksa dokumen transaksi dari nasabah yang
ditetapkan sebagai sampel untuk mengetahui pemenuhan
Prinsip Syariah, paling kurang meliputi:
a. pemenuhan ...
a. pemenuhan syarat dan rukun dalam akad (perjanjian)
pembiayaan maupun akad penghimpunan dana antara
BPRS dengan nasabah;
b. kecukupan dan kelengkapan bukti pembelian barang
dalam pembiayaan murabahah;
c. kecukupan dan kelengkapan bukti laporan hasil usaha
nasabah yang dibiayai sebagai dasar perhitungan bagi
hasil untuk pembiayaan mudharabah atau pembiayaan
musyarakah; dan
d. penetapan dan pembebanan ujrah (fee) kepada
nasabah untuk produk pembiayaan qardh untuk
meyakini bahwa penetapan ujrah (fee) tidak terkait
dengan besarnya pembiayaan qardh;
5. melakukan inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan
dan/atau konfirmasi kepada pegawai BPRS dan/atau
nasabah untuk memperkuat hasil pemeriksaan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 4, apabila diperlukan;
6. meminta bukti dokumen kepada Direksi BPRS mengenai:
a. perhitungan dan pembayaran bonus atau bagi hasil
kepada nasabah penyimpan;
b. pembayaran bagi hasil kepada bank lain dalam hal
BPRS menerima pembiayaan dari bank lain;
c. pencatatan dan pengakuan pendapatan yang berasal
dari pengenaan denda, penempatan pada bank
konvensional, dan pendapatan non halal lainnya; dan
d. pencatatan dan pelaporan penerimaan dana dari zakat,
infak, dan sedekah.
7. memberikan pendapat terkait aspek pemenuhan Prinsip
Syariah atas:
a. kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan dan
kegiatan jasa BPRS lainnya yang dilakukan oleh BPRS;
dan
b. perhitungan dan pencatatan transaksi keuangan
mengenai pembayaran bonus atau bagi hasil kepada
nasabah penyimpan, pembayaran bagi hasil kepada
bank ...
bank lain, pengakuan pendapatan yang berasal dari
pengenaan denda, penempatan pada bank
konvensional, dan pendapatan non halal lainnya, dan
pelaporan penerimaan dana dari zakat, infak, dan
sedekah.
8. melakukan pembahasan dengan BPRS mengenai hasil
temuan pengawasan penerapan Prinsip Syariah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang hasilnya
dituangkan dalam risalah rapat;
9. menyusun laporan hasil pengawasan penerapan Prinsip
Syariah atas kegiatan usaha BPRS; dan
10. menjelaskan secara mendalam dan holistik mengenai hasil
pengawasan penerapan Prinsip Syariah kepada Bank
Indonesia, termasuk dalam pembahasan exit meeting hasil
pemeriksaan Bank Indonesia.
III. LAPORAN HASIL PENGAWASAN PENERAPAN PRINSIP SYARIAH
A. BPRS menyampaikan laporan hasil pengawasan penerapan
Prinsip Syariah yang disusun oleh DPS secara semesteran
kepada Bank Indonesia untuk posisi akhir bulan Juni dan bulan
Desember.
B. Laporan semester I disampaikan paling lambat akhir bulan
Agustus tahun berjalan, sedangkan laporan semester II
disampaikan paling lambat akhir bulan Februari tahun
berikutnya dengan menggunakan contoh format surat
sebagaimana Lampiran I.
C. Laporan hasil pengawasan penerapan Prinsip Syariah meliputi:
1. kertas kerja pengawasan terhadap produk dan aktivitas
baru BPRS sebagaimana contoh format Lampiran II;
2. kertas kerja pengawasan terhadap kegiatan usaha BPRS
sebagaimana contoh format Lampiran III; dan
3.
risalah rapat pengawasan penerapan Prinsip Syariah
sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.8 sebagaimana
contoh format Lampiran IV.
Dalam ...
Dalam hal BPRS tidak melakukan pengembangan produk dan
aktivitas baru pada periode laporan, BPRS tetap menyampaikan
laporan kertas kerja pengawasan terhadap produk dan aktivitas
baru BPRS dengan keterangan “NIHIL”.
D. Penyampaian laporan hasil pengawasan penerapan Prinsip
Syariah kepada Bank Indonesia dialamatkan kepada:
1. Departemen Perbankan Syariah, Jl. MH Thamrin No. 2,
Jakarta 10350, bagi BPRS yang berkedudukan di wilayah
DKI Jakarta, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi;
atau
2. Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia yang
mewilayahi kantor pusat BPRS, bagi BPRS yang kantor
pusatnya berkedudukan di luar wilayah sebagaimana
dimaksud dalam angka 1.
IV. LAIN-LAIN
A. BPRS yang telah memiliki pedoman pengawasan penerapan
Prinsip Syariah harus menyesuaikan dengan Pedoman
Pengawasan Syariah yang diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
B. Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
V. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/19/DPbS tanggal 24 Agustus
2006 perihal Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan
Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
1.Juli 2013.
Agar ...
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDY SETIADI
KEPALA DEPARTEMEN
PERBANKAN SYARIAH
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 15/22/DPbS TANGGAL 27 JUNI 2013
PERIHAL
PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS DAN
TANGGUNG JAWAB DEWAN PENGAWAS SYARIAH
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
(Kota), (tanggal, bulan, tahun)
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. Departemen Perbankan Syariah atau
Kantor Perwakilan Bank Indonesia*)
.......................................
.......................................
Perihal : Penyampaian Laporan Hasil Pengawasan Penerapan Prinsip
Syariah Semester I/II**) Tahun..….. PT. BPRS...........
Assalamu’alaikum wr. wb.
Sehubungan dengan pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/
22/DPbS tanggal 27 Juni 2013 perihal Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Tanggung
Jawab Dewan Pengawas Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, bersama ini
kami sampaikan laporan hasil pengawasan penerapan Prinsip Syariah PT BPRS......
untuk semester I/II**) Tahun ….... sesuai dengan contoh sebagaimana Lampiran II,
Lampiran III, dan Lampiran IV Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/22/DPbS
tanggal 27 Juni 2013 Perihal Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab
Dewan Pengawas Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Demikian agar maklum.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
PT BPRS ........
(Nama)
Direktur Utama
*) ditujukan kepada Departemen Perbankan Syariah bagi BPRS yang yang berkedudukan di
wilayah DKI Jakarta, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; atau
ditujukan kepada Kantor Perwakilan Dalam Negeri Bank Indonesia setempat, bagi BPRS yang
kantor pusatnya di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
**) coret salah satu
KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH,
EDY SETIADI
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 15/22/DPbS TANGGAL 27 JUNI 2013
PERIHAL
PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS DAN
TANGGUNG JAWAB DEWAN PENGAWAS SYARIAH
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
KERTAS KERJA
PENGAWASAN TERHADAP PENGEMBANGAN PRODUK DAN AKTIVITAS BARU
SEMESTER I / II*) TAHUN …..
PT. BPRS ……………
NO AKTIVITAS YANG DILAKUKAN
1.
HASIL PENGAWASAN**)
Meminta penjelasan dari pejabat BPRS
yang berwenang mengenai tujuan,
karakteristik, serta fatwa dan/atau akad
yang digunakan sebagai dasar dalam
rencana penerbitan produk dan aktivitas
baru.
Tujuan produk dan aktivitas baru:
(sebutkan tujuan produk dan aktivitas baru)
Karakteristik produk dan aktivitas baru:
Fatwa dan/atau akad yang menjadi dasar:
(sebutkan fatwa dan/atau akad yang
menjadi rujukan produk dan aktivitas
baru)
2.
Memeriksa fatwa dan/atau akad yang
digunakan dalam produk dan aktivitas
baru.
Dalam hal produk dan aktivitas baru
belum didukung dengan fatwa dan/atau
akad dari DSN-MUI, maka DPS
mengusulkan kepada Direksi BPRS
untuk meminta fatwa kepada DSN-MUI.
3.
Mereview fitur, mekanisme, persyaratan,
ketentuan, sistem dan prosedur (SOP)
produk dan aktivitas baru terkait dengan
pemenuhan Prinsip Syariah.
4.
Memberikan pendapat terkait aspek
pemenuhan Prinsip Syariah atas produk
dan aktivitas baru yang akan dikeluarkan
Jelaskan hasil analisa DPS terhadap
kesesuaian akad dengan fatwa DSN-MUI.
Sebutkan bukti dokumen usulan DPS
kepada Direksi BPRS mengenai
permohonan ketetapan fatwa dari DSN-
MUI.
Jelaskan hasil review fitur, mekanisme,
persyaratan, ketentuan, sistem dan
prosedur (SOP) produk dan aktivitas baru
terkait dengan pemenuhan Prinsip
Syariah.
Jelaskan pendapat syariah DPS terkait
aspek pemenuhan Prinsip Syariah atas
produk dan aktivitas baru yang akan
dikeluarkan.
*) coret yang tidak sesuai
**) Dalam hal BPRS tidak memiliki produk atau aktivitas baru dalam periode laporan, maka kolom diisi “NIHIL”
No
1.
2.
3.
Nama dan Jabatan
(Nama)
Ketua
(Nama)
Anggota
(Nama)
Anggota
KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH,
Dewan Pengawas Syariah
Tanggal
Tanda Tangan
EDY SETIADI
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 15/22/DPbS TANGGAL 27 JUNI 2013
PERIHAL
PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS DAN
TANGGUNG JAWAB DEWAN PENGAWAS SYARIAH
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
KERTAS KERJA
PENGAWASAN TERHADAP KEGIATAN USAHA BPRS
SEMESTER I / II*) TAHUN …..
PT. BPRS ……………
NO
AKTIVITAS YANG DILAKUKAN
1. Meminta laporan kepada Direksi BPRS
mengenai produk dan aktivitas penghimpunan
dan penyaluran dana serta jasa yang dilakukan
oleh BPRS.
2. Melakukan pemeriksaan secara uji petik
(sampling) paling kurang 3 (tiga) nasabah untuk
masing-masing produk dan/atau akad
penghimpunan dana, pembiayaan dan kegiatan
jasa BPRS lainnya yang dilakukan oleh BPRS.
a. Penghimpunan dana
1) Tabungan Wadiah;
2) Tabungan Mudharabah;
3) Deposito Mudharabah.
b. Pembiayaan
1) Pembiayaan Murabahah;
2) Pembiayaan Istishna;
3) Pembiayaan Musyarakah;
4) Pembiayaan Mudharabah;
5) Pembiayaan Ijarah;
6) Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
(IMBT);
7) Pembiayaan Musyarakah Muttanaqisah
(MMQ);
8) Pembiayaan Multijasa;
9) Pembiayaan Qardh;
10) Lainnya.
c. Kegiatan jasa
d. Restrukturisasi pembiayaan
3. Memeriksa dokumen transaksi dari nasabah yang
ditetapkan sebagai sampel untuk mengetahui
pemenuhan Prinsip Syariah, antara lain:
a. pemenuhan syarat dan rukun dalam akad
(perjanjian) pembiayaan maupun akad
penghimpunan dana antara BPRS dengan
nasabah;
b. kecukupan dan kelengkapan bukti
pembelian barang dalam pembiayaan
murabahah;
c. kecukupan dan kelengkapan bukti laporan
hasil usaha nasabah yang dibiayai sebagai
dasar perhitungan bagi hasil untuk
pembiayaan mudharabah atau pembiayaan
musyarakah;
d. penetapan dan pembebanan ujrah (fee)
kepada nasabah untuk produk pembiayaan
qardh beragun emas untuk menyakini
bahwa penetapan ujrah (fee) tidak terkait
dengan besarnya pembiayaan qardh.
Sebutkan dokumen yang diperiksa
dan catatan atas kesesuaian atau
ketidak-sesuaian terhadap Prinsip
Syariah untuk masing-masing
objek pemeriksaan pada huruf a
sampai dengan huruf d.
HASIL PENGAWASAN
Sebutkan semua jenis produk dan
aktivitas yang dilakukan BPRS
yang menjadi objek pemeriksaan.
Sebutkan sampel masing-masing
produk dan aktivitas yang akan
diperiksa beserta alasan yang
mendasari pemilihan sampel.
Lanjutan Lampiran III
NO
AKTIVITAS YANG DILAKUKAN
4. Melakukan inspeksi, pengamatan, permintaan
keterangan dan/atau konfirmasi kepada
pegawai BPRS dan/atau nasabah untuk
memperkuat hasil pemeriksaan dokumen
sebagaimana dimaksud pada angka 3 (apabila
diperlukan).
5.
meminta bukti dokumen kepada Direksi
BPRS mengenai:
a. perhitungan dan pembayaran bonus atau
bagi hasil kepada penabung dan deposan;
b. pembayaran bagi hasil kepada bank lain
dalam hal BPRS menerima pembiayaan dari
bank lain;
c. pencatatan dan pengakuan pendapatan
yang berasal dari pengenaan denda,
penempatan pada bank konvensional dan
pendapatan non halal lainnya;
d. pencatatan dan pelaporan penerimaan dana
dari zakat, infak dan sedekah.
6.
memberikan pendapat terkait aspek
pemenuhan Prinsip Syariah atas:
a. kegiatan penghimpunan dana, pembiayaan
dan kegiatan jasa BPRS lainnya; dan
b. perhitungan dan pencatatan transaksi
keuangan BPRS.
*) coret yang yang tidak sesuai
No
Nama dan Jabatan
1. (Nama)
Ketua
2. (Nama)
Anggota
3. (Nama)
Anggota
Dewan Pengawas Syariah
Tanggal
Jelaskan pendapat DPS terkait
aspek pemenuhan Prinsip Syariah
atas masing-masing objek
pemeriksaan.
HASIL PENGAWASAN
Dalam hal dilakukan inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan
dan/atau konfirmasi kepada pihak
lain agar disebutkan kegiatan yang
dilakukan, pihak yang dimintai
keterangan dan/atau konfirmasi
serta hasil yang diperoleh.
Sebutkan dokumen yang diperiksa
dan catatan atas kesesuaian atau
ketidak-sesuaian terhadap Prinsip
Syariah untuk masing-masing
bukti dokumen pada huruf a
sampai dengan huruf d.
Tanda Tangan
KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH,
EDY SETIADI
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 15/22/DPbS TANGGAL 27 JUNI 2013
PERIHAL
PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS DAN
TANGGUNG JAWAB DEWAN PENGAWAS SYARIAH
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
No.....
RISALAH RAPAT DEWAN PENGAWAS SYARIAH
PT. BPRS ............
Hari, tanggal
Waktu
Tempat
Pemimpin Rapat
Peserta Rapat
: ..........., ................
: Pukul ...... s/d......
: .............................
: Nama.... (Ketua DPS)
: 1. Nama .... (Anggota DPS);
2. Nama .... (Direksi BPRS);
3. Nama .... (Pejabat BPRS);
4. (pihak BPRS lainnya yang diminta konfirmasi)
I.
POKOK PEMBAHASAN
1.
2.
3.
..............
..............
..............
II. HASIL PEMBAHASAN
1.
2.
3.
..............
..............
..............
III. KESIMPULAN DAN RENCANA TINDAK LANJUT
1.
2.
..............
..............
Rapat ditutup pada jam ........
Mengetahui,
Pemimpin Rapat
......(Nama)......
Ketua DPS
(kota), (tanggal, bulan, tahun)
Notulis
.......(Nama).......
Jabatan
KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH,
EDY SETIADI
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/22/DPbS|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Pengawas Syariah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. </reg_title>
<set_date> 27 Juni 2013 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '8/19/DPbS|SE-BI/2006' </replaced_reg>
<related_reg> '11/23/PBI/2009' </related_reg>
|
1
No.15/ 49 /DPKL
2013
Jakarta, 5 Desember 2013
S U R A T E D A R A N
Perihal : Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor_15/1/PBI/2013 tentang Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 36, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5402), perlu diatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Lembaga Pengelola Informasi
Perkreditan dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
A. Dalam rangka memenuhi kebutuhan Lembaga Keuangan dan non
Lembaga Keuangan atas Informasi Perkreditan yang lebih
beragam, komprehensif, dan memiliki nilai tambah, pengelolaan
Informasi Perkreditan dapat dilakukan oleh pihak selain Bank
Indonesia. Oleh karena itu, untuk dapat mengukur kesiapan dan
kesinambungan dari kegiatan pengelolaan Informasi Perkreditan
diperlukan pengaturan lebih lanjut mengenai mekanisme
perizinan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP).
B. Dalam melakukan kegiatan usahanya, LPIP menghimpun dan
mengolah Data Kredit dan/atau Data Lainnya untuk
menghasilkan Informasi Perkreditan. Oleh karena itu, perlu
diyakini bahwa LPIP melaksanakan tata kelola yang baik dalam
melakukan seluruh kegiatan pengelolaan Informasi Perkreditan,
antara lain dari sisi kebijakan, sumber daya manusia, prosedur
operasional, dan teknologi informasi.
C. Untuk . . .
2
C. Untuk meyakini bahwa operasional LPIP dilakukan sesuai
peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan tujuan
keberadaan LPIP, Bank Indonesia melakukan pengawasan melalui
pemeriksaan (on-site) dan melalui analisis laporan, dokumen, data
dan/atau informasi lainnya yang disampaikan oleh LPIP kepada
Bank Indonesia (off-site).
II. KELEMBAGAAN LPIP
A. Kepemilikan LPIP
1. Pemegang saham LPIP wajib berbentuk badan hukum
Indonesia.
2. Badan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka
1 dimiliki oleh:
a. badan hukum Indonesia; atau
b. badan hukum Indonesia dengan badan hukum asing
secara kemitraan.
3. Kepemilikan saham LPIP oleh 1 (satu) pihak dibatasi paling
tinggi sebesar 51% (lima puluh satu persen) dari modal
disetor.
4. Dalam hal badan hukum Indonesia pemegang saham LPIP
sebagaimana dimaksud pada angka 1 sebagian dimiliki oleh
pihak asing, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. total kepemilikan 1 (satu) atau lebih pihak asing pada 1
(satu) LPIP dibatasi paling tinggi sebesar 20% (dua puluh
persen);
b. dalam hal 1 (satu) pihak asing memiliki lebih dari 1 (satu)
LPIP maka total kepemilikan pihak asing tersebut di
seluruh LPIP paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen);
c. badan hukum asing yang memiliki sebagian badan hukum
Indonesia pemegang saham LPIP sebagaimana dimaksud
pada angka 1 wajib memiliki pengalaman di industri
pengelolaan Informasi Perkreditan paling singkat 3 (tiga)
tahun. Pengalaman di industri pengelolaan Informasi
Perkreditan antara lain ditunjukkan dengan bukti tertulis
bahwa badan hukum tersebut berpengalaman memiliki
atau . . .
3
atau mengelola credit bureau di negara lain dan/atau
berpengalaman menjalankan kegiatan usaha yang
menghasilkan produk credit rating atau credit scoring.
Bukti tertulis dimaksud antara lain berupa surat
keterangan dari otoritas atau fotokopi anggaran dasar dari
calon pemegang saham LPIP.
5. Kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2
termasuk kepemilikan berdasarkan keterkaitan antar
pemegang saham yang didasarkan pada antara lain:
a. hubungan kepemilikan; dan/atau
b. adanya kerjasama atau tindakan yang sejalan untuk
mencapai tujuan bersama dalam mengendalikan LPIP
(acting in concert) dengan atau tanpa perjanjian tertulis
sehingga secara bersama-sama mempunyai hak opsi atau
hak lainnya untuk memiliki saham LPIP.
Contoh bagan kepemilikan saham LPIP adalah sebagaimana
dalam Lampiran A.
6. Pemegang saham LPIP sebagaimana dimaksud pada angka 1
wajib memenuhi persyaratan:
a. memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
b. memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan
operasional LPIP yang sehat; dan
c. tidak termasuk dalam Daftar Kredit Macet.
B. Direksi dan Dewan Komisaris
1. Dalam rangka memenuhi persyaratan integritas, calon
anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris wajib memiliki
paling kurang:
a. akhlak dan moral yang baik, antara lain ditunjukkan
dengan sikap mematuhi ketentuan yang berlaku termasuk
tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang,
yang antara lain didukung dengan surat bermeterai cukup
yang . . .
4
yang menyatakan tidak pernah dihukum karena terbukti
melakukan tindak pidana tersebut di atas;
b. komitmen:
1) untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
2) untuk melaksanakan prinsip tata kelola perusahaan
yang baik (Good Corporate Governance);
3) terhadap pengembangan operasional LPIP yang sehat;
dan
4) untuk menjaga kerahasiaan serta keamanan data dan
informasi,
yang antara lain didukung dengan surat pernyataan
bermeterai cukup yang memuat komitmen tersebut.
2. Untuk memenuhi persyaratan kompetensi, masing-masing
calon anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, wajib
memiliki paling kurang:
a. pengetahuan di bidang yang relevan dengan jabatannya;
dan
b. kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis
dalam rangka pengembangan LPIP,
yang antara lain ditunjukkan dengan dokumen yang memuat
latar belakang akademik dan/atau pengalaman yang memadai
pada posisi yang akan dijabat.
3. Selain memenuhi persyaratan kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam angka 2, calon anggota Direksi wajib
memiliki komitmen untuk bekerja secara profesional sesuai
dengan keahlian pada posisi yang akan dijabat, yang
didukung dengan surat pernyataan bermeterai cukup yang
memuat komitmen tersebut.
4. Untuk memenuhi persyaratan reputasi keuangan, masing-
masing calon anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris
wajib memenuhi kriteria paling kurang:
a. tidak termasuk dalam Daftar Kredit Macet yaitu tidak
tercatat sebagai Debitur atau Nasabah yang memiliki
fasilitas . . .
5
fasilitas Penyediaan Dana dengan kualitas macet atau
yang dapat dipersamakan dengan itu; dan
b. tidak pernah dinyatakan pailit atau dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit dalam
waktu 5 (lima) tahun sebelum mengajukan permohonan,
yang masing-masing didukung antara lain dengan surat
pernyataan bermeterai cukup.
5. Untuk mendukung kelancaran kegiatan pengelolaan LPIP,
paling kurang 1 (satu) anggota Direksi wajib memiliki
pengalaman dan/atau pengetahuan di industri pengelolaan
Informasi Perkreditan. Pengalaman di industri pengelolaan
Informasi Perkreditan ditunjukkan antara lain dengan bukti
pernah menjabat sebagai anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, dan/atau pejabat yang bertanggung jawab
langsung kepada anggota Direksi atau mempunyai pengaruh
terhadap kebijakan dan operasional, dari LPIP atau lembaga
lain yang menjalankan kegiatan usaha yang menghasilkan
produk credit rating dan credit scoring. Pengetahuan di
industri pengelolaan Informasi Perkreditan ditunjukkan
antara lain dengan bukti tertulis pernah mengikuti pelatihan
terkait Informasi Perkreditan.
C. Tenaga Kerja Asing
1. Dalam menjalankan kegiatan pengelolaan Informasi
Perkreditan, LPIP dapat menggunakan Tenaga Kerja Asing
(TKA) untuk jabatan anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, dan/atau tenaga ahli/konsultan dengan
memenuhi persyaratan:
a. mempunyai kualifikasi keahlian di industri pengelolaan
Informasi Perkreditan;
b. tidak memiliki jabatan di Lembaga Keuangan baik yang
berkedudukan di Indonesia maupun di luar Indonesia; dan
c. memiliki pengetahuan mengenai ekonomi, bahasa, dan
budaya Indonesia.
Dalam . . .
6
Dalam hal LPIP akan menggunakan tenaga ahli/konsultan
asing, LPIP harus mempertimbangkan terlebih dahulu
ketersediaan tenaga ahli/konsultan lokal untuk bidang dan
keahlian yang dibutuhkan.
2. Untuk menilai pemenuhan persyaratan pengetahuan ekonomi,
bahasa, dan budaya Indonesia, Bank Indonesia dapat
melakukan wawancara terhadap TKA. Khusus untuk
pengetahuan bahasa Indonesia dibuktikan dengan Sertifikat
Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) yang dikeluarkan
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia atau bukti penguasaan berbahasa Indonesia yang
dikeluarkan oleh lembaga pendidikan Bahasa Indonesia yang
terdaftar di instansi yang berwenang.
3. Khusus untuk calon anggota Direksi dan/atau calon anggota
Dewan Komisaris yang merupakan TKA, selain wajib
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam huruf B juga
wajib memenuhi persyaratan TKA sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
ketenagakerjaan.
4. LPIP yang akan menggunakan TKA dalam kegiatan usahanya
wajib menyampaikan rencana penggunaan TKA kepada Bank
Indonesia yang dimuat dalam rencana bisnis LPIP. Isi dari
rencana penggunaan TKA meliputi paling kurang:
a. nama dan informasi mengenai TKA, yang dilengkapi
dengan dokumen meliputi paling kurang:
1) fotokopi paspor; dan
2) riwayat hidup dan pasfoto 1 (satu) bulan terakhir
ukuran 4x6 cm sebanyak 1 (satu) lembar;
b. alasan penggunaan TKA dan alasan tidak/belum
menggunakan TKI dalam bidang tugas yang dijabat TKA;
c. bidang tugas dan posisi atau jabatan yang akan diisi
meliputi ruang lingkup dan kompetensi;
d. jangka waktu penggunaan; dan
e. rencana program alih pengetahuan, meliputi antara lain
rencana pelatihan oleh TKA untuk tenaga pendamping.
5. Rencana . . .
7
5. Rencana penggunaan TKA wajib memperoleh persetujuan dari
Bank Indonesia. Selanjutnya rencana penggunaan TKA yang
telah disetujui oleh Bank Indonesia diajukan oleh LPIP kepada
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk
memperoleh pengesahan.
6. Dalam hal akan dilakukan perubahan penggunaan TKA
sebagai tenaga ahli/konsultan, LPIP wajib menyampaikan
rencana perubahan penggunaan TKA tersebut beserta alasan
perubahan kepada Bank Indonesia. Selanjutnya rencana
perubahan penggunaan TKA yang telah disetujui oleh Bank
Indonesia diajukan oleh LPIP kepada Kementerian Tenaga
Kerja dan Transmigrasi untuk memperoleh pengesahan.
Perubahan tersebut antara lain dapat berupa perpanjangan
jangka waktu penggunaan TKA atau perubahan jabatan.
7. LPIP wajib menyampaikan laporan penggunaan TKA kepada
Bank Indonesia dalam laporan tahunan LPIP.
Cakupan dari laporan penggunaan TKA meliputi paling
kurang:
a. nama TKA yang dilengkapi dengan dokumen fotokopi
Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal
Tetap (KITAP) yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia dan fotokopi paspor terbaru; dan
b. informasi lainnya mengenai TKA yang dilengkapi dengan
dokumen:
1) fotokopi bukti atau keterangan tentang kualifikasi
keahlian;
2) nama tenaga pendamping; dan
3) bukti realisasi program alih pengetahuan yang
dilakukan oleh TKA terhadap tenaga pendamping.
III. PERIZINAN . . .
8
III. PERIZINAN LPIP
A. Persetujuan Prinsip
1. Dalam rangka memperoleh persetujuan prinsip untuk
melakukan persiapan pendirian LPIP, salah satu calon
pemegang saham LPIP melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. mengajukan permohonan persetujuan prinsip kepada
Bank Indonesia dengan berpedoman pada Lampiran B;
dan
b. melakukan presentasi kepada Bank Indonesia mengenai
keseluruhan rencana pendirian LPIP.
2. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a
dilengkapi dengan dokumen meliputi:
a. rancangan akta pendirian Perseroan Terbatas, termasuk
rancangan anggaran dasar yang memuat paling kurang:
1) nama dan tempat kedudukan;
2) kegiatan usaha;
3) permodalan;
4) kepemilikan;
5) wewenang, tanggung jawab, dan masa jabatan anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi; dan
6) klausula yang mengatur bahwa pengangkatan anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi harus
memperoleh persetujuan Bank Indonesia terlebih
dahulu;
b. data kepemilikan berupa daftar masing-masing calon
pemegang saham, yang dilengkapi dengan dokumen:
1) rincian persentase masing-masing kepemilikan saham
pada LPIP;
2) akta pendirian dan perubahan anggaran dasar terakhir
dari calon pemegang saham, yang telah mendapat
pengesahan dari instansi berwenang;
3) informasi mengenai keuangan dari calon pemegang
saham paling kurang 3 (tiga) tahun terakhir. Dalam hal
calon pemegang saham tersebut melakukan kegiatan
usaha . . .
9
usaha di bawah 3 (tiga) tahun, maka informasi
mengenai keuangan yang diberikan adalah selama
jangka waktu kegiatan usahanya;
4) informasi mengenai kepemilikan dari calon pemegang
saham sampai dengan kepemilikan terakhir (ultimate
shareholder); dan
5) bukti telah memiliki pengalaman di industri
pengelolaan Informasi Perkreditan bagi pihak asing
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.4.c.
c. daftar susunan calon anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris yang dilengkapi dengan dokumen:
1) pasfoto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4x6 cm
sebanyak 1 (satu) lembar;
2) copy kartu identitas calon anggota Direksi dan anggota
Dewan Komisaris, antara lain Kartu Tanda Penduduk
(KTP), paspor, atau identitas lain yang masih berlaku;
3) riwayat hidup;
4) surat pernyataan bermeterai cukup dari masing-
masing calon anggota Direksi dan calon anggota
Dewan Komisaris yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan:
a) tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai tindak
pidana pencucian uang;
b) berkomitmen untuk:
1) mematuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
2) melaksanakan prinsip Good Corporate
Governance;
3) melakukan pengembangan operasional LPIP
yang sehat;
4) menjaga kerahasiaan serta keamanan data dan
informasi; dan
5) bekerja . . .
10
5) bekerja secara profesional sesuai dengan
keahlian pada posisi yang akan dijabat;
c) tidak tercatat sebagai Debitur atau Nasabah yang
memiliki fasilitas Penyediaan Dana dengan kualitas
macet atau yang dapat dipersamakan dengan itu;
d) tidak pernah dinyatakan pailit; dan
e) tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota
Direksi, atau anggota Dewan Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan
dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan
dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum tanggal
pengajuan permohonan;
d. rencana susunan dan struktur organisasi serta sumber
daya manusia, yang memuat paling kurang bagan
organisasi, garis tanggung jawab horisontal dan vertikal
serta jabatan dan perkiraan jumlah sumber daya manusia
yang dibutuhkan;
e. rencana bisnis (business plan) untuk 3 (tiga) tahun
pertama yang memuat paling kurang:
1) kebijakan dan strategi manajemen;
2) proyeksi laporan keuangan beserta asumsi yang
digunakan;
3) rencana permodalan;
4) rencana pengembangan teknologi sistem informasi;
5) rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan
aktivitas baru;
6) rencana pembukaan kantor;
7) rencana pengembangan sumber daya manusia dan
organisasi; dan
8) gambaran umum penggunaan TKA,
yang didukung dengan studi kelayakan mengenai peluang
pasar dan potensi ekonomi;
f. rencana strategis jangka menengah yaitu 3 (tiga) sampai 5
(lima) tahun dan jangka panjang yaitu di atas 5 (lima)
tahun;
g. rancangan . . .
11
g. rancangan sistem teknologi informasi yang akan
digunakan, yang memuat paling kurang rancangan
arsitektur sistem teknologi informasi dan keterangan
mengenai perangkat keras, perangkat lunak, dan jaringan
komunikasi;
h. rancangan kebutuhan Data Kredit dari Lembaga Keuangan
yang akan diperoleh dari Bank Indonesia, yang memuat
paling kurang jenis dan periode Data Kredit yang
dibutuhkan;
i. pedoman sistem pengendalian intern dan pedoman
pelaksanaan Good Corporate Governance, yang memuat
paling kurang tata cara untuk mengamankan dan menjaga
kerahasiaan data dan/atau informasi, dan mekanisme
pengambilan keputusan dan kebijakan;
j. kebijakan dan prosedur operasional;
k. bukti setoran modal paling kurang 30% (tiga puluh persen)
dari modal disetor minimum dalam bentuk fotokopi bilyet
deposito pada bank di Indonesia dan atas nama “Dewan
Gubernur Bank Indonesia q.q. salah satu calon pemegang
saham untuk pendirian LPIP yang bersangkutan” dengan
mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya
dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis
dari Dewan Gubernur Bank Indonesia;
l. surat pernyataan bermeterai cukup dari calon pemegang
saham bahwa sumber dana yang digunakan dalam rangka
kepemilikan LPIP sebagaimana dimaksud dalam huruf k;
1) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan
dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain;
dan/atau
2) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang;
dan
m. dokumen dan/atau surat pernyataan lainnya untuk
mendukung dokumen sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sampai dengan huruf l berdasarkan permintaan
Bank Indonesia, apabila diperlukan.
3. Dalam . . .
12
3. Dalam rangka memberikan persetujuan prinsip, Bank
Indonesia melakukan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;
b. analisis terhadap:
1) rencana susunan dan struktur organisasi serta sumber
daya manusia;
2) rencana bisnis untuk 3 (tiga) tahun pertama;
3) rencana strategis jangka menengah dan panjang;
4) rancangan sistem teknologi informasi yang akan
digunakan;
5) rancangan kebutuhan Data Kredit dari Lembaga
Keuangan yang akan diperoleh dari Bank Indonesia;
6) pedoman sistem pengendalian intern dan pedoman
pelaksanaan Good Corporate Governance; dan
7) kebijakan dan prosedur operasional;
dengan mempertimbangkan kepentingan nasional, arah
dan kebijakan pembangunan perekonomian Indonesia,
serta arah dan kebijakan Bank Indonesia termasuk antara
lain kebutuhan industri keuangan dan tingkat kejenuhan
pasar; dan
c. wawancara terhadap calon pemegang saham, calon anggota
Direksi, dan/atau calon anggota Dewan Komisaris, apabila
diperlukan.
4. Persetujuan atau penolakan Bank Indonesia terhadap
permohonan persetujuan prinsip diberikan paling lama 60
(enam puluh) hari kerja setelah tanggal seluruh dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diterima secara
lengkap.
B. Izin Usaha
1. Permohonan izin usaha LPIP diajukan kepada Bank Indonesia
dengan berpedoman pada Lampiran C dan dilengkapi dengan
dokumen sebagai berikut:
a. akta . . .
13
a. akta pendirian Perseroan Terbatas, yang memuat
anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi
berwenang;
b. daftar pemegang saham berikut rincian besarnya masing-
masing kepemilikan saham;
c. daftar susunan anggota Direksi dan anggota Dewan
Komisaris;
d. dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.d, butir
A.2.e, butir A.2.f, butir A.2.h, butir A.2.i, butir A.2.j., dan
A.2.m., dalam hal terdapat perubahan;
e. arsitektur sistem teknologi informasi yang akan
digunakan;
f. bukti pelunasan modal disetor minimum dalam bentuk:
1) dana tunai, yang dibuktikan dengan fotokopi bilyet
deposito pada bank di Indonesia dan atas nama
“Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. salah satu
pemegang saham LPIP yang bersangkutan” dengan
mencantumkan keterangan bahwa pencairannya
hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia;
dan/atau
2) bentuk lainnya, yang besarnya ditentukan oleh LPIP
berdasarkan nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan
harga pasar atau oleh ahli yang tidak terafiliasi dengan
LPIP;
g. bukti kesiapan operasional, yang meliputi paling kurang:
1) bukti kepemilikan, penguasaan, dan/atau perjanjian
sewa gedung kantor;
2) daftar aktiva tetap dan inventaris;
3) foto gedung kantor dan tata letak ruangan;
4) dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi
sistem informasi;
5) contoh formulir atau dokumen yang akan digunakan
dalam operasional LPIP;
6) Nomor Pokok Wajib Pajak LPIP; dan
h. surat . . .
14
h. surat pernyataan bermeterai cukup dari pemegang saham,
bahwa sumber setoran modal:
1) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan
dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain;
dan/atau
2) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
2. Dalam rangka memberikan izin usaha, Bank Indonesia
melakukan:
a. penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen;
b. analisis terhadap dokumen yang mengalami perubahan
sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.d.;
c. penilaian terhadap sistem teknologi informasi yang akan
digunakan berdasarkan arsitektur sebagaimana dimakud
dalam butir B.1.e, yang juga dapat dilakukan oleh pihak
lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia; dan
d. analisis lainnya berdasarkan pertimbangan Bank
Indonesia.
3. Persetujuan atau penolakan Bank Indonesia terhadap
permohonan izin usaha diberikan paling lama 80 (delapan
puluh) hari kerja setelah tanggal seluruh dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diterima secara
lengkap.
IV. PERUBAHAN MODAL DISETOR, PEMEGANG SAHAM, ANGGOTA
DIREKSI, DAN/ATAU ANGGOTA DEWAN KOMISARIS
A. Perubahan Modal Disetor
1. LPIP menyampaikan laporan mengenai penambahan jumlah
modal disetor dengan berpedoman pada Lampiran_D dan
dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. perubahan anggaran dasar yang memuat jumlah modal
disetor dan telah mendapat pengesahan dari instansi yang
berwenang; dan
b. surat pernyataan bermeterai cukup dari pemegang saham
LPIP yang menyatakan bahwa perubahan modal disetor:
1) tidak . . .
15
1) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan
dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain;
dan/atau
2) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
2. Laporan penambahan modal disetor wajib disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja
setelah tanggal selesainya proses penambahan modal disetor.
B. Perubahan Komposisi Kepemilikan
1. LPIP mengajukan permohonan perubahan komposisi
kepemilikan saham LPIP, baik yang mengakibatkan maupun
tidak mengakibatkan penggantian, pengurangan, dan/atau
penambahan jumlah pemilik, kepada Bank Indonesia dengan
berpedoman pada Lampiran E dan dilengkapi dengan
dokumen sebagai berikut:
a. akta pendirian dan perubahan anggaran dasar terakhir
dari calon pemegang saham yang telah mendapat
pengesahan dari instansi berwenang;
b. informasi mengenai keuangan dari calon pemegang saham
paling kurang 3 (tiga) tahun terakhir. Dalam hal
pemegang saham tersebut melakukan kegiatan usaha di
bawah 3 (tiga) tahun, maka informasi mengenai keuangan
yang diberikan adalah selama jangka waktu kegiatan
usahanya;
c.
informasi mengenai kepemilikan dari calon pemegang
saham sampai dengan kepemilikan terakhir (ultimate
shareholder);
d. surat pernyataan bermeterai cukup mengenai:
1) komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
2) komitmen yang tinggi terhadap pengembangan
operasional LPIP yang sehat; dan
3) tidak termasuk dalam Daftar Kredit Macet
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.6.c.
2. Dalam . . .
16
2. Dalam rangka memberikan persetujuan perubahan komposisi
kepemilikan, Bank Indonesia melakukan:
a. analisis terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 1; dan
b. wawancara terhadap calon pemegang saham, apabila
diperlukan.
3. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan
terhadap permohonan perubahan komposisi kepemilikan
paling lama 60 (enam puluh) hari kerja setelah dokumen
permohonan diterima secara lengkap.
4. Setelah memperoleh persetujuan perubahan komposisi
kepemilikan dari Bank Indonesia, LPIP menyelenggarakan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk memutuskan
perubahan komposisi kepemilikan saham yang baru.
5. Hasil RUPS atas perubahan komposisi kepemilikan saham
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dilaporkan kepada
Bank Indonesia paling lama 10_(sepuluh) hari kerja setelah
RUPS diselenggarakan, dengan dilengkapi dokumen sebagai
berikut:
a. dalam hal terjadi setoran modal:
1) bukti penyetoran;
2) risalah RUPS;
3) perubahan anggaran dasar yang dibuat secara notariil;
4) bukti pelaporan perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud pada angka 3) kepada instansi
yang berwenang;
5) surat pernyataan bermeterai cukup dari pemegang
saham bahwa sumber setoran modal:
a) tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas
pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain; dan/atau
b) tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian
uang; dan
6) dokumen lain yang mendukung perubahan
kepemilikan apabila diperlukan.
b. dalam . . .
17
b. dalam hal tidak ada setoran modal:
1) risalah RUPS;
2) perubahan anggaran dasar yang dibuat secara notariil;
3) bukti pelaporan perubahan anggaran dasar
sebagaimana dimaksud pada angka 2) kepada instansi
yang berwenang; dan
4) dokumen lain yang mendukung perubahan
kepemilikan, apabila diperlukan.
C. Perubahan Susunan Anggota Direksi dan/atau Anggota Dewan
Komisaris
1. Dalam hal LPIP akan melakukan perubahan susunan anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris, LPIP mengajukan
permohonan kepada Bank Indonesia dengan berpedoman
pada Lampiran F dan dilengkapi dengan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.2.c.
2. Dalam rangka memberikan persetujuan perubahan susunan
anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris, Bank
Indonesia melakukan:
a. analisis terhadap dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 1; dan
b. wawancara terhadap calon anggota Direksi dan/atau
calon anggota Dewan Komisaris, apabila diperlukan.
3. Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan
terhadap permohonan perubahan susunan anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak seluruh dokumen diterima secara
lengkap.
4. Dalam hal pengangkatan anggota Direksi dan/atau anggota
Dewan Komisaris tidak dilakukan dalam jangka waktu 60
(enam puluh) hari kerja setelah persetujuan Bank Indonesia
maka persetujuan Bank Indonesia menjadi tidak berlaku.
5. LPIP wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia laporan
mengenai:
a. pengangkatan . . .
18
a. pengangkatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan
Komisaris paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal RUPS; dan/atau
b. pemberhentian dan/atau pengunduran diri anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris, paling lama
10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal efektif
pemberhentian dan/atau pengunduran diri yang
bersangkutan.
D. Akuisisi, Merger, atau Konsolidasi
1. Masing-masing LPIP yang akan melakukan akuisisi, merger,
atau konsolidasi dengan LPIP lain, wajib mendapatkan
persetujuan Bank Indonesia.
2. Direksi LPIP yang akan melakukan akuisisi, merger, atau
konsolidasi wajib menyusun rencana akuisisi, merger atau
konsolidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Direksi LPIP menyampaikan permohonan
usulan rencana akuisisi, merger atau konsolidasi kepada
Bank Indonesia.
3. Proses akuisisi, merger, atau konsolidasi
a. Akuisisi LPIP
1) Permohonan untuk memperoleh persetujuan akuisisi
diajukan oleh calon pemegang saham yang akan
mengakuisisi LPIP dan LPIP yang akan diakuisisi
kepada Bank Indonesia.
2) Permohonan akuisisi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) disertai dengan data rencana akuisisi
dan/atau dokumen meliputi paling kurang:
a) persetujuan dari RUPS mengenai rencana akuisisi;
b) informasi mengenai nama, jumlah lembar saham,
jumlah nominal, dan persentase kepemilikan
saham pada saat permohonan akuisisi diajukan
dan setelah akuisisi;
c)
informasi mengenai kepemilikan saham sampai
dengan kepemilikan terakhir (ultimate shareholder);
d) rancangan . . .
19
d) rancangan akta akuisisi dan alasan akuisisi dari
pemegang saham yang akan mengakuisisi dan LPIP
yang akan diakuisisi;
e)
informasi mengenai keuangan terkini dari calon
pemegang saham yang akan mengakuisisi paling
kurang 3 (tiga) tahun terakhir. Dalam hal calon
pemegang saham tersebut melakukan kegiatan
usaha di bawah 3 (tiga) tahun, maka informasi
mengenai keuangan yang disampaikan adalah
selama jangka waktu kegiatan usahanya;
f) rencana bisnis 3 (tiga) tahun pertama setelah
akuisisi; dan
g) dokumen lainnya apabila diperlukan.
3) Dalam rangka memberikan persetujuan akuisisi, Bank
Indonesia melakukan:
a) analisis terhadap data rencana akuisisi dan/atau
dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2);
dan
b) wawancara terhadap calon pemegang saham LPIP,
anggota Direksi LPIP, dan/atau anggota Dewan
Komisaris LPIP, yang memiliki wewenang untuk
memberikan penjelasan terkait rencana akuisisi,
apabila diperlukan.
4) Bank Indonesia memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan akuisisi dalam jangka
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja setelah
dokumen permohonan diterima secara lengkap.
5) LPIP yang telah mendapat persetujuan dari Bank
Indonesia, menindaklanjuti proses permohonan
akuisisi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai akuisisi.
6) Akuisisi LPIP berlaku efektif sejak:
a) tanggal persetujuan perubahan anggaran dasar
oleh instansi yang berwenang; atau
b) tanggal . . .
20
b) tanggal pendaftaran akta akuisisi dan akta
perubahan anggaran dasar dalam daftar
perusahaan apabila perubahan anggaran dasar
tidak memerlukan persetujuan dari instansi yang
berwenang.
7) Sejak akuisisi berlaku efektif, LPIP yang diakuisisi
wajib:
a) menyampaikan laporan pelaksanaan akuisisi
kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak akuisisi berlaku efektif dengan
dilengkapi dokumen sebagai berikut:
(1) fotokopi perubahan anggaran dasar yang telah
disetujui oleh instansi yang berwenang; atau
(2) fotokopi pendaftaran akta akuisisi dan akta
perubahan anggaran dasar dalam daftar
perusahaan apabila perubahan anggaran dasar
tidak memerlukan persetujuan dari instansi
yang berwenang; dan
b) mengumumkan LPIP hasil akuisisi dalam 2 (dua)
surat kabar harian yang mempunyai peredaran
luas dan dalam Tambahan Berita Negara Republik
Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal izin akuisisi berlaku efektif.
b. Merger atau konsolidasi LPIP
1) Permohonan untuk memperoleh persetujuan merger
atau konsolidasi diajukan oleh masing-masing LPIP
kepada Bank Indonesia.
2) Permohonan persetujuan merger atau konsolidasi
kepada Bank Indonesia, dilengkapi dengan data
rencana merger atau konsolidasi dan/atau dokumen
meliputi paling kurang:
a) persetujuan dari RUPS mengenai rencana merger
atau konsolidasi;
b) informasi mengenai nama pemegang saham,
jumlah lembar saham, jumlah nominal, dan
persentase . . .
21
persentase kepemilikan saham saat permohonan
merger atau konsolidasi dan setelah merger atau
konsolidasi;
c)
informasi mengenai kepemilikan saham sampai
dengan kepemilikan terakhir (ultimate shareholder);
d) rancangan akta perubahan anggaran dasar atau
akta pendirian termasuk anggaran dasar setelah
merger atau konsolidasi dan alasan dan penjelasan
merger atau konsolidasi dari Direksi LPIP-LPIP
yang akan melakukan merger atau konsolidasi;
e)
informasi mengenai keuangan terkini dari calon
pemegang saham LPIP hasil merger atau
konsolidasi, paling kurang 3 (tiga) tahun terakhir.
Dalam hal calon pemegang saham tersebut
melakukan kegiatan usaha di bawah 3 (tiga) tahun,
maka informasi mengenai keuangan yang
disampaikan adalah selama jangka waktu kegiatan
usahanya;
f) susunan kepengurusan saat ini dan rencana
susunan kepengurusan setelah merger atau
konsolidasi;
g) rencana bisnis 3 (tiga) tahun pertama setelah
merger atau konsolidasi;
h) seluruh rencana pemenuhan kewajiban setelah
pelaksanaan merger atau konsolidasi bagi LPIP
hasil merger dan LPIP yang bubar; dan
i) dokumen lainnya, apabila diperlukan.
3) Dalam rangka memberikan persetujuan merger atau
konsolidasi, Bank Indonesia melakukan:
a) analisis terhadap rencana merger atau konsolidasi
dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 2); dan
b) wawancara . . .
22
b) wawancara terhadap:
(1) pemegang saham LPIP, anggota Direksi LPIP,
dan/atau anggota Dewan Komisaris LPIP;
dan/atau
(2) calon pemegang saham, calon anggota Direksi,
dan/atau calon anggota Dewan Komisaris dari
LPIP hasil merger atau konsolidasi;
yang memiliki wewenang untuk memberikan
penjelasan terkait rencana merger atau konsolidasi,
apabila diperlukan.
4) Bank Indonesia memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan merger atau konsolidasi
dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari
kerja setelah dokumen permohonan diterima secara
lengkap.
5) LPIP yang telah mendapatkan persetujuan merger atau
konsolidasi dari Bank Indonesia, selanjutnya
mengajukan permohonan merger atau konsolidasi
kepada instansi yang berwenang sesuai ketentuan
yang mengatur mengenai penggabungan dan
peleburan.
6) Persetujuan merger atau konsolidasi yang diberikan
oleh Bank Indonesia berlaku efektif sejak:
a) tanggal persetujuan perubahan anggaran dasar
oleh instansi yang berwenang; atau
b) tanggal pendaftaran akta merger atau konsolidasi
dan akta perubahan anggaran dasar dalam daftar
perusahaan apabila perubahan anggaran dasar
tidak memerlukan persetujuan dari instansi yang
berwenang.
7) Sejak merger atau konsolidasi berlaku efektif, LPIP
hasil merger atau konsolidasi wajib:
a) menyampaikan laporan pelaksanaan merger atau
konsolidasi kepada Bank Indonesia paling lama 10
(sepuluh) hari kerja sejak merger atau konsolidasi
berlaku . . .
23
berlaku efektif dengan dilengkapi dokumen sebagai
berikut:
(1) fotokopi perubahan anggaran dasar yang telah
disetujui oleh instansi yang berwenang; atau
(2) fotokopi pendaftaran akta merger atau
konsolidasi dan akta perubahan anggaran
dasar dalam daftar perusahaan apabila
perubahan anggaran dasar tidak memerlukan
persetujuan dari instansi yang berwenang;
b) mengumumkan LPIP hasil merger atau konsolidasi
dalam 2 (dua) surat kabar harian yang mempunyai
peredaran luas dan dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja sejak tanggal izin merger atau konsolidasi
berlaku efektif; dan
c) melakukan tindakan administratif lainnya terkait
dengan LPIP yang bubar akibat merger atau
konsolidasi sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku, termasuk hal-hal yang terkait
dengan kelengkapan administratif pihak-pihak
yang akan mengakses informasi dari LPIP yang
bubar akibat merger atau konsolidasi.
V. HAK DAN KEWAJIBAN LPIP
A. LPIP yang telah memperoleh izin usaha dapat menghimpun dan
mengelola Data Kredit dan Data Lainnya, yang hanya dapat
digunakan untuk menghasilkan Informasi Perkreditan.
B. Dalam melaksanakan operasionalnya, LPIP memiliki kewajiban:
1. menjaga akurasi, keterkinian, keamanan, dan kerahasiaan
data;
2. memiliki sistem yang andal;
3. memiliki kebijakan dan prosedur operasional yang dituangkan
dalam pedoman tertulis; dan
4. memiliki . . .
24
4. memiliki aturan main yang harus dipatuhi oleh setiap pihak
yang menggunakan Informasi Perkreditan.
C. Kebijakan dan prosedur operasional sebagaimana dimaksud
dalam butir B.3 meliputi paling kurang:
1. langkah-langkah kegiatan pengamanan data, yang memuat
antara lain:
a. pengamanan data untuk menjaga akurasi, keterkinian,
keamanan, dan kerahasiaan data dengan tetap
memperhatikan ketentuan yang berlaku. Fungsi
pengamanan ini dilakukan agar data yang dikelola
terhindar dari kehilangan, kerusakan, penyalahgunaan,
dan/atau pencurian;
b. pengelolaan aset yang terkait dengan pengamanan data
misalnya:
1) pengamanan perangkat komputer, server, dan gedung;
2) pengamanan operasional; dan
3) pengamanan aspek teknologi
informasi
(aspek
keamanan, kerahasiaan, keandalan, ketersediaan
sistem dan data, serta autentisitas sistem teknologi
informasi);
c. identifikasi terhadap sumber risiko yang dapat muncul
dalam kegiatan operasional LPIP; dan
d. kebijakan dalam penanganan permasalahan pengamanan
informasi;
2. pengaturan level akses, yang memuat paling kurang:
a. pengendalian dan pengelolaan hak akses secara memadai
sesuai kewenangan yang ditetapkan, termasuk larangan
dan sanksi atas penyalahgunaan hak akses;
b. penunjukan dan pemberian kewenangan bagi petugas
yang terkait dengan pengelolaan data dan sistem
informasi; dan
c. pemisahan hak akses untuk fungsi input, proses dan
output;
3. prosedur . . .
25
3. prosedur perubahan data, yang memuat paling kurang:
a. pengaturan pihak yang dapat melakukan perubahan data;
b. prosedur dan mekanisme perubahan data;
c. pencatatan aktivitas perubahan data; dan
d. pejabat yang bertanggung jawab dalam perubahan data;
4. prosedur pengamanan Informasi Perkreditan dilakukan
dengan kegiatan paling kurang sebagaimana dimaksud dalam
angka 1;
5. Business Continuity Plan (BCP), yang memuat paling kurang:
a. rencana kegiatan untuk memastikan bahwa BCP dapat
dilaksanakan secara efektif guna menjamin kegiatan LPIP
tetap dapat berjalan pada saat terjadi gangguan;
b. pelaksanaan uji coba atas BCP terhadap seluruh sistem
aplikasi dan infrastruktur paling kurang 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun dengan melibatkan pengguna dan
dilaporkan kepada Bank Indonesia;
c. pelaksanaan evaluasi terhadap BCP paling kurang 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun; dan
d. pelaksanaan pengkinian BCP, apabila diperlukan;
6. pengaturan End-user Computing (EUC), yang memuat paling
kurang:
a. penggunaan EUC untuk fungsi di luar fungsi utama
sistem LPIP; dan
b. pemantauan terhadap pengembangan dan penggunaan
aplikasi EUC yang dikembangkan;
7. Disaster Recovery Plan (DRP), yang memuat paling kurang
langkah-langkah yang akan dilakukan dalam hal terjadi
bencana untuk memastikan kesinambungan operasional LPIP;
8. pemantauan terhadap operasional termasuk audit trail, antara
lain dilakukan dengan pemantauan terhadap log untuk setiap
aktivitas dalam sistem;
9. prosedur pemberian Informasi Perkreditan, yang memuat
paling kurang:
a. pengaturan terhadap pihak yang dapat memperoleh
Informasi Perkreditan;
b. adanya . . .
26
b. adanya dokumen pendukung dalam bentuk hardcopy,
elektronis, atau bentuk lainnya; dan
c. tata cara pemberian Informasi Perkreditan yang memuat
paling kurang prosedur, persyaratan, pengadministrasian,
dan biaya pemberian Informasi Perkreditan;
10. prosedur penanganan dan penyelesaian pengaduan mengacu
pada ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan
11. jadwal retensi data yang disertai dengan ketentuan bahwa
dalam hal terjadi pencabutan izin usaha maka jadwal retensi
yang telah ditetapkan dengan sendirinya akan berakhir.
D. Aturan main sebagaimana dimaksud dalam butir B.4. mengatur
paling kurang:
1. hubungan antara LPIP dengan pihak yang menggunakan
Informasi Perkreditan, yang memuat paling kurang:
a. hak dan kewajiban masing-masing pihak;
b. tujuan dan batasan penggunaan Informasi Perkreditan;
c. mekanisme penanganan dan penyelesaian pengaduan; dan
d. mekanisme penyelesaian sengketa;
2. hubungan antara LPIP dengan sumber data, yang memuat
paling kurang:
a. hak dan kewajiban masing-masing pihak;
b. tujuan dan batasan pengelolaan data;
c. mekanisme pengkinian dan koreksi data;
d. kewajiban sumber data untuk menjamin legalitas
penggunaan data sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
e. kewajiban sumber data untuk memberitahukan kepada
Debitur atau Nasabah secara tertulis mengenai
pemanfaatan Data Kredit dan/atau Data Lainnya oleh
LPIP, Bank Indonesia, dan/atau pengguna Informasi
Perkreditan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
f. mekanisme penanganan dan penyelesaian pengaduan; dan
g. mekanisme penyelesaian sengketa; dan
3. hubungan . . .
27
3. hubungan antar LPIP sebagai pengelola, yang memuat paling
kurang:
a. hak dan kewajiban masing-masing pihak;
b. format, jenis, dan periode data yang akan dipindahkan;
c. mekanisme perpindahan data;
d. mekanisme pengkinian dan koreksi data;
e. mekanisme penanganan dan penyelesaian pengaduan;
f. mekanisme penyelesaian sengketa; dan
g. jangka waktu kerjasama.
VI. PENGELOLAAN DATA OLEH LPIP
A. Sumber dan Alur Data
1. Data Kredit yang diperoleh dari Bank Indonesia
a. Jenis Data Kredit yang dapat diberikan oleh Bank
Indonesia kepada LPIP, berupa:
1) data debitur;
2) data pengurus untuk debitur badan usaha;
3) data fasilitas Penyediaan Dana berupa:
a) data surat berharga;
b) data fasilitas kredit;
c) data tagihan lainnya;
d) data penyertaan;
e) data Bank Garansi;
f) data Irrevocable LC; dan/atau
g) data kredit kelolaan;
4) data agunan dan penjamin; dan/atau
5) data laporan keuangan debitur.
b. Dalam memberikan Data Kredit sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, Bank Indonesia mempertimbangkan
kepentingan nasional, ketersediaan data, dan kesiapan
sistem teknologi informasi di Bank Indonesia.
c. Pemberian Data Kredit sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, disampaikan sesuai dengan format yang
ditentukan oleh Bank Indonesia.
d. Untuk . . .
28
d. Untuk memperoleh Data Kredit dari Bank Indonesia, LPIP
menyiapkan sistem penerimaan data yang sesuai dengan
teknologi sistem informasi yang digunakan oleh Bank
Indonesia, termasuk notifikasi penerimaan dan error
validasi data.
e. LPIP akan menerima contoh data dari Bank Indonesia
yang digunakan dalam rangka persiapan teknis internal
LPIP setelah adanya persetujuan prinsip proses pendirian
usaha LPIP.
f. Setelah memperoleh izin usaha dari Bank Indonesia, LPIP
mengajukan permohonan perolehan Data Kredit kepada
Bank Indonesia paling lama 60 (enam puluh) hari kerja
terhitung sejak tanggal izin usaha diterbitkan, dengan
dilengkapi bukti pembayaran yang sah dan daftar petugas
penanggung jawab yang akan diberikan hak akses untuk
memperoleh Data Kredit.
g. Data Kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf f,
diberikan oleh Bank Indonesia paling lama 15 (lima belas)
hari kerja setelah tanggal permohonan, dengan periode
historis 24 (dua puluh empat) bulan terakhir sebelum
bulan data pada saat izin usaha diberikan.
h. Setelah memperoleh Data Kredit sebagaimana dimaksud
dalam huruf g, selanjutnya LPIP menerima Data Kredit
terkini dari Bank Indonesia secara berkala dan insidentil.
i. Perolehan Data Kredit dari Bank Indonesia dilakukan
sebagai berikut:
1) Administrasi Hak Akses Perolehan Data
a) LPIP menyampaikan daftar nama petugas dan/atau
pejabat yang berwenang untuk mengajukan
permintaan data paling kurang 2 (dua) orang dan
paling banyak 3 (tiga) orang.
b) Bank Indonesia memberikan hak akses disertai
kode pengamanannya (password) kepada petugas
dan/atau pejabat yang telah diajukan oleh LPIP.
Dalam . . .
29
Dalam hal terjadi perubahan petugas dan pejabat
yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
butir a), LPIP melaporkan perubahan dimaksud
kepada Bank Indonesia disertai permohonan untuk
memperoleh hak akses dan kode pengamanan
(password) bagi petugas dan pejabat yang baru
paling lama 1 (satu) hari kerja sejak terjadi
perubahan.
2) Perolehan data
Bank Indonesia menginformasikan kepada LPIP waktu
dan alamat Uniform Resource Locater (URL) untuk
mengakses data. Perolehan data dari Bank Indonesia
dapat dilakukan secara on-line dan/atau off-line.
a) Perolehan data secara on-line dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
(1) petugas dan/atau pejabat yang berwenang
untuk mengakses data melakukan login pada
sistem yang disediakan Bank Indonesia;
(2) petugas dan/atau pejabat yang berwenang
mengunduh data yang telah disediakan oleh
Bank Indonesia; dan
(3) petugas dan/atau pejabat yang berwenang
melakukan logout dari sistem apabila proses
unduh data telah selesai dilakukan.
b) Perolehan data secara off-line dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
(1) perolehan data secara off-line dilakukan apabila
perolehan data secara on-line tidak dapat
dilaksanakan karena adanya kendala jaringan;
(2) dalam rangka proses identifikasi petugas
dan/atau pejabat yang berwenang untuk
memperoleh data secara off-line, LPIP
menerbitkan surat tugas kepada petugas
dan/atau pejabat dimaksud yang selanjutnya
diserahkan kepada Bank Indonesia.
c) Perolehan . . .
30
c) Perolehan data secara off-line sebagaimana
dimaksud dalam butir b)(1), dilakukan dengan
menggunakan perangkat dan jaringan yang
terdapat di Bank Indonesia.
2. Dalam rangka memperluas dan memperkaya cakupan data,
LPIP dapat bekerjasama dengan Lembaga Keuangan untuk
memperoleh Data Kredit dan Data Lainnya dan/atau dengan
non Lembaga Keuangan untuk memperoleh Data Lainnya
berdasarkan:
a. perjanjian antara LPIP dengan Lembaga Keuangan
dan/atau non Lembaga Keuangan yang paling kurang
memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir
V.D.2; dan
b. peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain
Undang-Undang yang mengatur mengenai perlindungan
konsumen dan Undang-Undang yang mengatur mengenai
keterbukaan informasi publik.
B. Biaya Perolehan Data Kredit
1. Untuk memperoleh Data Kredit dari Bank Indonesia, LPIP
dikenakan biaya sebagai berikut:
a. biaya data awal yaitu biaya yang dikenakan kepada LPIP
dalam rangka memperoleh Data Kredit dari Bank
Indonesia untuk pertama kali; dan
b. biaya data berkala yaitu biaya yang dikenakan kepada
LPIP untuk memperoleh Data Kredit terkini secara berkala
dan/atau insidentil.
2. Pembayaran biaya data berkala sebagaimana dimaksud pada
butir 1.b dilakukan pada setiap bulan Januari. Bagi LPIP yang
memulai kegiatan usahanya setelah bulan Januari, maka
pembayaran biaya berkala pertama kali dihitung secara
prorata sampai dengan akhir tahun berjalan, dan untuk
tahun berikutnya akan mulai dibebankan setiap bulan
Januari;
3. Besarnya . . .
31
3. Besarnya biaya perolehan data ditetapkan dengan
memperhitungkan:
a. Biaya pengelolaan data
Biaya pengelolaan data dihitung dari total biaya investasi
dan biaya operasional untuk mengelola Data Kredit di
internal Bank Indonesia, tanpa memperhitungkan margin
keuntungan. Perhitungan dan penentuan komponen biaya
pengelolaan data dilakukan oleh Bank Indonesia paling
kurang dengan memperhatikan umur ekonomis barang,
tingkat kewajaran biaya operasional, dan rencana
pengembangan ke depan.
b. Jumlah LPIP
Bank Indonesia menentukan jumlah LPIP sebagai bilangan
pembagi dalam penentuan biaya perolehan data.
c. Indeks Kategori Bisnis
Indeks Kategori Bisnis terdiri dari Komersial, Ritel, UMKM,
Campuran dengan UMKM, dan Campuran Tanpa UMKM.
d. Indeks Pengguna Informasi
Indeks Pengguna Informasi ditentukan oleh Bank
Indonesia yang terdiri atas indeks Bank Umum, dan/atau
Non Bank Umum.b
4. Formula perhitungan biaya perolehan data adalah sebagai
berikut:
a. Formula biaya perolehan data awal
BPDA =
×
× ×
.
BPDA : Biaya Perolehan Data Awal
BPnD : Biaya Pengelolaan Data
IKB : Indeks Kategori Bisnis
IPI
: Indeks Pengguna Informasi
DS : Jumlah Bulan Data Series yang diberikan
pertama kali
b. Formula . . .
32
b. Formula biaya perolehan data berkala:
BPDB =
×
× ×
.
BPDB : Biaya Perolehan Data Berkala
BPnD : Biaya Pengelolaan Data
IKB : Indeks Kategori Bisnis
IPI
: Indeks Pengguna Informasi
N : Jumlah bulan yang dihitung berdasarkan
jumlah periode data yang disalurkan sampai
dengan akhir tahun
Contoh perhitungan biaya perolehan data sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran G.
5. Dalam hal diperlukan nilai variabel dalam formula
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dapat disesuaikan
sewaktu-waktu dengan memperhatikan perkembangan dan
kebutuhan industri keuangan dan LPIP secara keseluruhan.
C. Perolehan Data LPIP Oleh Bank Indonesia
1. Dalam hal Bank Indonesia meminta Data Kredit dan/atau
Data Lainnya secara langsung kepada LPIP maka LPIP
menyediakan data tersebut sesuai dengan spesifikasi yang
diminta oleh Bank Indonesia, antara lain format, jenis, dan
periode Data Kredit dan/atau Data Lainnya.
2. Penyampaian Data Kredit dan/atau Data Lainnya kepada
Bank Indonesia dapat dilakukan secara on-line dan/atau off-
line.
3. Jika dalam Data Kredit dan/atau Data Lainnya yang diterima
oleh Bank Indonesia terdapat kesalahan maka LPIP
melakukan koreksi terhadap data tersebut.
D. Pengelolaan Data
1. Untuk meyakini bahwa pemberitahuan pemanfaatan Data
Kredit dan/atau Data Lainnya sebagaimana dimaksud dalam
butir V.D.2.e yang tertuang dalam perjanjian telah
dilaksanakan oleh sumber data kepada masing-masing
Debitur atau Nasabah, LPIP meminta dan
mengadministrasikan . . .
33
mengadministrasikan bukti pemberitahuan antara lain berupa
rekapitulasi pemberitahuan mengenai pemanfaatan Data
Kredit dan/atau Data Lainnya kepada Debitur atau Nasabah.
2. Dalam melakukan pengelolaan Data Kredit dan/atau Data
Lainnya, LPIP dapat melakukan pengkinian data apabila:
a. sumber data tidak dapat melakukan pengkinian data
karena sumber data dicabut izin usahanya atau secara
teknis tidak mampu melakukan pengkinian data karena
sebab lainnya; atau
b. terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap yang memerintahkan LPIP untuk melakukan
pengkinian data.
3. Pengkinian data oleh LPIP sebagaimana dimaksud dalam butir
2.a. dilakukan berdasarkan permohonan tertulis dari pihak
yang ditunjuk, Lembaga Keuangan, non Lembaga Keuangan,
Debitur atau Nasabah yang bersangkutan, yang memuat
paling kurang:
a. permintaan untuk melakukan pengkinian data disertai
dengan alasan dan bukti pendukung; dan
b. data yang diminta untuk dikinikan disertai dengan
penjelasan.
4. Dalam melakukan pengelolaan Data Kredit dan/atau Data
Lainnya, LPIP dapat memindahkan Data Kredit dan/atau
Data Lainnya kepada LPIP lain di dalam wilayah Republik
Indonesia berdasarkan:
a. perjanjian antar LPIP yang paling kurang memuat aturan
main sebagaimana dimaksud dalam butir V.D.3; dan
b. persetujuan tertulis dari sumber data.
5. Dalam rangka menjaga akurasi, keterkinian, keamanan, dan
kerahasiaan data, penempatan server dan database LPIP di
wilayah Republik Indonesia tunduk pada peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai informasi dan
transaksi elektronik.
Penempatan server dan database tidak terbatas pada
penempatan barang atau fisik, namun juga termasuk
pengelolaan . . .
34
pengelolaan terhadap server atau database tersebut yang
harus dilakukan di dalam wilayah Republik Indonesia.
Termasuk di dalam server dan database adalah Pusat Data
(Data Center) dan Pusat Pemulihan Bencana (Disaster
Recovery Center/DRC). Lokasi penempatan server dan
database tersebut dilaporkan kepada Bank Indonesia.
VII. INFORMASI PERKREDITAN
A. Dalam rangka memperoleh Informasi Perkreditan, pihak yang
ingin memperoleh Informasi Perkreditan harus memiliki dokumen
pendukung (underlying document) yang relevan dengan tujuan
perolehan Informasi Perkreditan.
Contoh:
1. Bank yang ingin memperoleh Informasi Perkreditan dalam
rangka pemberian kredit, harus memiliki dokumen
permohonan kredit dari calon debitur.
2. Debitur atau Nasabah perorangan yang ingin memperoleh
Informasi Perkreditan untuk mengetahui kondisi kewajiban
keuangannya, harus menunjukkan bukti identitas diri yang
bersangkutan kepada LPIP.
B. Tujuan penggunaan Informasi Perkreditan oleh Lembaga
Keuangan adalah dalam rangka:
1. kelancaran proses penyediaan dana untuk menilai kondisi
keuangan Debitur atau calon Debitur;
2. penerapan manajemen risiko dalam menunjang kegiatan
operasional, antara lain untuk proses seleksi pegawai atau
vendor; dan
3. pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
seperti peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kualitas aktiva bank umum yang mewajibkan bank umum
untuk menetapkan kualitas penyediaan dana.
C. Tujuan . . .
35
C. Tujuan penggunaan Informasi Perkreditan oleh non Lembaga
Keuangan adalah dalam rangka:
1. memperlancar dan mengamankan kegiatan operasional,
namun tidak termasuk untuk kegiatan pemasaran; dan
2. pemenuhan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
D. Tujuan penggunaan Informasi Perkreditan oleh LPIP lain antara
lain dalam rangka proses verifikasi terhadap indikasi
ketidakakuratan Data Kredit dan/atau Data Lainnya yang
dikelola oleh LPIP.
VIII. PENANGANAN DAN PENYELESAIAN PENGADUAN
A. Dalam rangka menangani dan menyelesaikan pengaduan Debitur
atau Nasabah, LPIP melakukan langkah-langkah sesuai dengan
kebijakan dan prosedur penanganan dan penyelesaian pengaduan
yang meliputi paling kurang:
1. penerimaan pengaduan, baik secara lisan maupun secara
tertulis;
2. penanganan dan penyelesaian pengaduan yang meliputi
paling kurang:
a. penelitian atas permasalahan yang diadukan berdasarkan
dokumen dan/atau data yang dimiliki oleh LPIP;
b. koordinasi dengan pihak yang memberikan Data Kredit
atau Data Lainnya;
c. koreksi atas ketidakakuratan hasil olahan Data Kredit
dan/atau Data Lainnya; dan
d. jangka waktu penyelesaian;
3. pemantauan terhadap penanganan dan penyelesaian
pengaduan; dan
4. perangkat organisasi yang menangani pengaduan yang
dibentuk sesuai dengan skala dan kompleksitas kegiatan
usaha LPIP.
B. Sebagai bukti transparansi kepada masyarakat, khususnya
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
pentingnya keakuratan Data Kredit dan/atau Data Lainnya yang
terdapat . . .
36
terdapat dalam Informasi Perkreditan, LPIP melakukan sosialisasi
atau publikasi antara lain mengenai manfaat Informasi
Perkreditan dan tata cara pengaduan atas masalah
ketidakakuratan data melalui website.
C. Dalam hal terjadi pengaduan Debitur atau Nasabah atas
ketidakakuratan data yang disebabkan oleh LPIP maka LPIP
menyelesaikan atau menangani pengaduan tersebut paling lama
20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya pengaduan.
Dalam hal LPIP tidak dapat menyelesaikan pengaduan Debitur
atau Nasabah dalam jangka waktu tersebut, LPIP dapat meminta
perpanjangan jangka waktu penyelesaian pengaduan kepada
Debitur atau Nasabah paling lama 20 (dua puluh) hari kerja.
Permintaan perpanjangan jangka waktu tersebut disampaikan
kepada Debitur atau Nasabah 5 (lima) hari kerja sebelum
berakhirnya batas waktu penyelesaian pengaduan.
D. Hasil penyelesaian atau penanganan pengaduan disampaikan
oleh LPIP kepada Debitur atau Nasabah secara tertulis dan/atau
menggunakan sarana teknologi informasi sesuai kesepakatan
dengan Debitur atau Nasabah.
E. Dalam hal terjadi pengaduan Debitur atau Nasabah karena
ketidakakuratan data yang diberikan oleh Lembaga Keuangan
sebagai sumber data maka LPIP menyampaikan pemberitahuan
kepada Lembaga Keuangan sumber data dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. dalam hal Lembaga Keuangan sumber data merupakan
anggota LPIP maka pengaduan mengenai ketidakakuratan
tersebut disampaikan secara langsung kepada Lembaga
Keuangan yang bersangkutan dengan tembusan kepada Bank
Indonesia; atau
2. dalam hal Lembaga Keuangan sumber data bukan merupakan
anggota LPIP maka LPIP meneruskan pengaduan mengenai
ketidakakuratan tersebut kepada Bank Indonesia untuk
selanjutnya . . .
37
selanjutnya diteruskan kepada Lembaga Keuangan sumber
data.
F. Dalam menindaklanjuti pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf E, Lembaga Keuangan sumber data tunduk pada
ketentuan yang dikeluarkan oleh masing-masing otoritas yang
berwenang yang mengatur mengenai penanganan pengaduan
nasabah.
G. Dalam hal diperlukan koreksi terhadap data yang menjadi obyek
pengaduan, Lembaga Keuangan sumber data menyampaikan data
koreksi dengan ketentuan sebagai berikut:
1. dalam hal data yang tidak akurat adalah data yang
disampaikan melalui Bank Indonesia maka Lembaga
Keuangan sumber data menyampaikan koreksi terhadap data
tersebut melalui Bank Indonesia; atau
2. dalam hal data yang tidak akurat adalah data yang
disampaikan langsung kepada LPIP maka Lembaga Keuangan
sumber data menyampaikan koreksi terhadap data tersebut
langsung kepada LPIP.
H. Dalam hal terjadi pengaduan Debitur atau Nasabah karena
ketidakakuratan data yang diberikan oleh non Lembaga
Keuangan sebagai sumber data maka LPIP menyampaikan
pemberitahuan kepada non Lembaga Keuangan sumber data
dengan tembusan kepada Bank Indonesia.
IX. PENGAWASAN
A. Pengawasan terhadap LPIP yang dilakukan oleh Bank Indonesia
baik secara langsung (on-site) dan/atau tidak langsung (off-site)
bertujuan untuk meyakini bahwa seluruh kegiatan usaha LPIP
dalam penyelenggaraan Informasi Perkreditan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan
perundang-undangan terkait lainnya.
B. Pengawasan . . .
38
B. Pengawasan langsung (on-site) dilakukan oleh Bank Indonesia
melalui pemeriksaan secara berkala dan setiap waktu apabila
diperlukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan secara berkala dilakukan paling kurang 1_(satu)
tahun sekali dengan cakupan pemeriksaan yang meliputi
paling kurang:
a. teknologi yang digunakan meliputi paling kurang aspek
keamanan, kerahasiaan, keandalan, ketersediaan sistem
dan data, serta autentisitas teknologi sistem informasi;
b. pemenuhan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan
perundang-undangan terkait lainnya, termasuk namun
tidak terbatas pada pengelolaan data, sistem, kerahasiaan
dan pengamanan;
c. kebenaran laporan yang disampaikan kepada Bank
Indonesia; dan
d. penerapan kebijakan dan prosedur operasional.
2. Pemeriksaan sewaktu-waktu dilakukan apabila dianggap
perlu untuk verifikasi terhadap hasil pengawasan tidak
langsung dan/atau apabila terdapat indikasi penyimpangan
dalam pelaksanaan kegiatan usaha LPIP.
3. Dalam rangka melakukan pemeriksaan, Bank Indonesia dapat
menunjuk pihak lain dengan persyaratan sebagai berikut:
a. berbentuk badan hukum;
b. bukan pihak terafiliasi LPIP;
c. independen;
d. kompeten di bidangnya; dan
e. memahami peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak lain hanya dilakukan
untuk hal-hal tertentu sebagaimana tercantum dalam surat
tugas dari Bank Indonesia.
C. Pengawasan Tidak Langsung (off-site) dilakukan oleh Bank
Indonesia melalui analisis dan evaluasi atas laporan tertulis yang
disampaikan LPIP kepada Bank Indonesia. LPIP menyampaikan
laporan secara lengkap, benar dan akurat, yang terdiri dari
laporan . . .
39
laporan bulanan, laporan semesteran, laporan tahunan, rencana
bisnis tahunan, dan laporan lainnya yang bersifat insidentil.
D. Ketentuan penyusunan dan penyampaian laporan bulanan,
laporan semesteran, laporan tahunan, dan rencana bisnis
tahunan adalah sebagai berikut:
1. laporan dibuat oleh kantor pusat LPIP secara konsolidasi;
2. laporan disusun berpedoman pada format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran H;
3. laporan disampaikan kepada Bank Indonesia secara on-line
dalam bentuk data elektronik, secara off-line dalam bentuk
hard copy, dan/atau cara lain yang ditentukan Bank
Indonesia;
4. laporan dinyatakan telah diterima sesuai tanggal penerimaan
oleh Bank Indonesia;
5. khusus untuk laporan tahunan, hal-hal yang dilaporkan
meliputi paling kurang:
a. informasi umum mengenai kepengurusan, kepemilikan,
perkembangan usaha, dan laporan manajemen;
b. laporan keuangan tahunan yang memuat laporan posisi
keuangan (neraca), laporan laba rugi, laporan perubahan
ekuitas, dan laporan arus kas;
c. opini dari akuntan publik;
d. aspek pengungkapan lain yang diwajibkan dalam standar
akuntansi keuangan yang berlaku; dan
e. laporan penggunaan TKA;
6. rencana bisnis tahunan memuat paling kurang:
a. kebijakan dan strategi manajemen;
b. proyeksi laporan keuangan beserta asumsi yang
digunakan;
c. rencana permodalan;
d. rencana pengembangan teknologi sistem informasi
e. rencana penerbitan produk dan/atau pelaksanaan
aktivitas baru;
f. rencana . . .
40
f. rencana pembukaan kantor;
g. rencana pengembangan sumber daya manusia dan
organisasi;
h. rencana penggunaan TKA; dan
i. hal lainnya
X. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA DAN PENCABUTAN IZIN USAHA
A. Penghentian Kegiatan Usaha dan Pencabutan Izin Usaha
Berdasarkan Permohonan LPIP
1. Dalam hal LPIP akan melakukan penghentian kegiatan
usahanya, LPIP mengajukan permohonan penghentian
kegiatan usaha kepada Bank Indonesia secara tertulis dengan
berpedoman pada Lampiran I dan dilengkapi dengan dokumen
sebagai berikut:
a. fotokopi risalah RUPS yang dibuat secara notariil mengenai
rencana penghentian kegiatan usaha LPIP;
b. alasan penghentian;
c. rencana penyelesaian seluruh kewajiban (action plan) LPIP
meliputi paling kurang:
1) rencana penyelesaian pengaduan Debitur atau
Nasabah terhadap ketidakakuratan data baik yang
disebabkan oleh kesalahan LPIP maupun disebabkan
kesalahan sumber data;
2) rencana pengalihan Data Kredit dan/atau Data
Lainnya kepada Bank Indonesia atau pihak lain yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia;
3) rencana pemusnahan data;
4) rencana pengakhiran perjanjian antara LPIP dengan
pihak lain; dan
5) rencana penyelesaian kewajiban lainnya, antara lain
pembayaran pajak terhutang, pembayaran kewajiban
kepada pihak lain, pembayaran gaji terhutang,
pembayaran biaya kantor, dan biaya-biaya lain yang
relevan;
d. laporan . . .
41
d. laporan keuangan terakhir; dan
e. bukti penyelesaian pajak berdasarkan hasil pemeriksaan
Kantor Pelayanan Pajak untuk 3 (tiga) tahun terakhir
sebelum tanggal permohonan.
2. Setelah mendapat surat penghentian kegiatan usaha dari
Bank Indonesia, LPIP melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. menghentikan seluruh kegiatan usaha LPIP;
b. mengumumkan rencana pembubaran badan hukum LPIP
dan rencana penyelesaian kewajiban LPIP dalam 2 (dua)
surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal penerbitan surat
penghentian kegiatan usaha;
c. segera menyelesaikan seluruh kewajiban LPIP; dan
d. menunjuk kantor akuntan publik untuk melakukan
verifikasi atas penyelesaian kewajiban LPIP.
3. Apabila seluruh kewajiban LPIP sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 telah diselesaikan, LPIP mengajukan permohonan
pencabutan izin usaha kepada Bank Indonesia dengan
berpedoman pada Lampiran J dan dilengkapi dengan laporan
yang memuat paling kurang:
a. pelaksanaan penghentian kegiatan usaha;
b. pelaksanaan pengumuman rencana pembubaran badan
hukum LPIP dan rencana penyelesaian kewajiban LPIP;
c. pelaksanaan penyelesaian kewajiban LPIP;
d. laporan hasil verifikasi dari kantor akuntan publik atas
penyelesaian kewajiban LPIP; dan
e. surat pernyataan bermeterai cukup dari pemegang saham
bahwa langkah-langkah penyelesaian kewajiban LPIP telah
diselesaikan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian
hari menjadi tanggung jawab pemegang saham.
4. Berdasarkan permohonan pencabutan izin usaha dari LPIP,
Bank Indonesia melakukan penelitian dan/atau pemeriksaan
terhadap penyelesaian seluruh kewajiban LPIP dalam rangka
memastikan ketaatan terhadap pelaksanaan penyelesaian
kewajiban LPIP sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c.
5. Atas . . .
42
5. Atas dasar penelitian dan/atau pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam angka 4, Bank Indonesia menerbitkan surat
keputusan pencabutan izin usaha LPIP.
B. Pencabutan Izin Usaha oleh Bank Indonesia
1. Bank Indonesia mencabut izin usaha LPIP dalam hal:
a. LPIP melakukan pelanggaran ketentuan Bank Indonesia
dengan sanksi berupa pencabutan izin usaha; dan/atau
b. terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap, yang mengakibatkan LPIP tidak dapat
melaksanakan kegiatan usahanya.
2. Setelah melakukan pencabutan izin usaha, Bank Indonesia
mengumumkan pencabutan izin usaha dimaksud dalam
2_(dua) surat kabar harian yang mempunyai peredaran luas
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal pencabutan
izin usaha LPIP.
3. Setelah dicabutnya izin usaha, likuidator LPIP menyelesaikan
kewajiban-kewajiban yang terdiri dari:
a. penyelesaian pengaduan Debitur atau Nasabah dengan
batas waktu paling lama 40 (empat puluh) hari kerja;
b. pengalihan Data Kredit dan/atau Data Lainnya, apabila
diperlukan, kepada Bank Indonesia atau pihak lain yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia dengan batas waktu sesuai
dengan yang disepakati oleh kedua belah pihak setelah
pengaduan Debitur atau Nasabah diselesaikan;
c. melakukan pemusnahan data;
d. pengakhiran perjanjian antara LPIP dengan pihak lain; dan
e. penyelesaian kewajiban lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
C. Tata cara pemusnahan data dilaksanakan sebagai berikut:
1. Dalam hal LPIP dicabut izin usahanya berdasarkan
permohonan LPIP, rencana kegiatan pemusnahan data
disampaikan bersamaan dengan permohonan penghentian
kegiatan usaha oleh LPIP.
2. Rencana . . .
43
2. Rencana pemusnahan data sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 memuat paling kurang:
a. waktu pelaksanaan pemusnahan data;
b. daftar jenis data yang dikelola dan yang akan
dimusnahkan, yang mencakup Data Kredit dan Data
Lainnya yang diperoleh LPIP secara langsung dari sumber
data lain di luar Bank Indonesia. Data Kredit dan Data
Lainnya tersebut dapat berupa data elektronik dan non
elektronik (hardcopy);
c. pihak yang diundang sebagai saksi dalam pelaksanaan
pemusnahan data. Pihak yang bertindak sebagai saksi
berasal dari sumber data LPIP yang paling kurang
berjumlah 2 (dua) orang; dan
d. mekanisme atau metode pemusnahan yang akan
digunakan.
3. Dalam hal LPIP dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia,
pemusnahan data sebagaimana dimaksud dalam butir B.3.c
hanya dapat dilakukan setelah kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam butir B.3.a dan butir B.3.b diselesaikan.
4. Pelaksanaan pemusnahan data sebagaimana dimaksud dalam
butir B.3.c dilakukan oleh likuidator LPIP paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja setelah diselesaikannya kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam butir B.3.b.
5. Untuk memastikan bahwa proses pemusnahan data
dilakukan secara tepat dan benar, pelaksanaan pemusnahan
disaksikan oleh pihak yang bertindak sebagai saksi yang
berasal dari sumber data LPIP yang paling kurang berjumlah
2 (dua) orang dan diawasi oleh Bank Indonesia atau pihak
yang ditunjuk Bank Indonesia;
6. Likuidator LPIP dan saksi-saksi menandatangani Berita Acara
Pemusnahan Data yang memuat paling kurang informasi
sebagai berikut:
a. waktu pelaksanaan pemusnahan data (hari, tanggal,
bulan, tahun);
b. data . . .
44
b. data yang dimusnahkan, yang memuat paling kurang
jenis, jumlah, dan sumber data;
c. pihak yang memusnahkan;
d. pihak yang menyaksikan.
XI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
Pembayaran sanksi kewajiban membayar oleh LPIP kepada Bank
Indonesia dilakukan dengan cara transfer ke Rekening “penerimaan
sanksi administratif LPIP” di Bank Indonesia dengan ketentuan
sebagai berikut:
A. Dalam hal transfer dilakukan melalui kliring, pada kolom
keterangan dicantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban
membayar dari LPIP AAA atas [jenis pelanggaran, contoh
kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan bulanan
dan/atau koreksi laporan bulanan] periode BB-TTTT”.
B. Dalam hal transfer dilakukan melalui BI-RTGS, pada kolom
keterangan dicantumkan “Transaction Reference Number (TRN)”
dan pada kolom keterangan dicantumkan ”pembayaran sanksi
kewajiban membayar dari LPIP AAA atas
kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan bulanan
dan/atau koreksi laporan bulanan periode BB-TTTT”.
Fotokopi bukti pelaksanaan pembayaran sanksi kewajiban
membayar disampaikan oleh LPIP kepada Bank Indonesia.
XII. ALAMAT SURAT MENYURAT
Penyampaian surat permohonan, laporan, dan fotokopi bukti
pembayaran sanksi kewajiban membayar, ditujukan kepada Bank
Indonesia dengan alamat:
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
c.q. Grup Pengelolaan Informasi Perkreditan Nasional
Bank Indonesia
Jl. M.H.Thamrin No.2
Jakarta 10350
XIII. LAIN-LAIN . . .
45
XIII. LAIN-LAIN
Lampiran A sampai dengan Lampiran J merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak
tanggal 5 Desember 2013
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
PERRY WARJIYO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/49/DPKL|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan. </reg_title>
<set_date> 5 Desember 2013 </set_date>
<effective_date> 5 Desember 2013 </effective_date>
<related_reg> '15/1/PBI/2013' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi X Huruf B Angka 1 Huruf a', 'Romawi XI' </penalty_list>
|
No. 10/1/DPM
Jakarta, 25 Januari 2008
S U R A T E D A R A N
Kepada
BANK, PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
DAN PERANTARA PEDAGANG EFEK DI INDONESIA
Perihal :
Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
8/13/DPM Tanggal 1 Mei 2006 Perihal Penerbitan Sertifikat
Bank Indonesia Melalui Lelang
Dalam rangka meningkatkan efektifitas penawaran dalam lelang penerbitan
Sertifikat Bank Indonesia yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
8/13/DPM tanggal 1 Mei 2006 perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui
Lelang yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia
Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244), sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal 16
Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 18,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4366), dipandang perlu
untuk mengubah ketentuan butir III.1.b.1) dalam Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 8/13/DPM tanggal 1 Mei 2006, sehingga berbunyi sebagai berikut :
III.1.b.1) Tingkat diskonto Lelang SBI diajukan oleh peserta lelang, dengan
kelipatan tingkat diskonto untuk setiap penawaran yang diajukan sebesar
0,01% (satu per sepuluh ribu).
Ketentuan ....
2
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 25 Januari
2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/1/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/13/DPM Tanggal 1 Mei 2006 Perihal Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang </reg_title>
<set_date> 25 Januari 2008 </set_date>
<effective_date> 25 Januari 2008 </effective_date>
<changed_reg> '8/13/DPM|SE-BI/2006' </changed_reg>
<related_reg> '8/13/DPM|SE-BI/2006', '4/10/PBI/2002', '6/5/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 10/21/DPM
Jakarta, 23 Mei 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA PESERTA
BANK INDONESIA – SCRIPLESS SECURITIES SETTLEMENT SYSTEM
DI INDONESIA
Perihal : Penyelenggaraan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement
System
Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/2/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Bank Indonesia-Scripless
Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4809), perlu diatur lebih lanjut
mengenai penyelenggaraan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System.
I. Pengertian Umum
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
3.
Instrumen OPT adalah instrumen yang digunakan dalam rangka OPT
dan ditatausahakan pada Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement
System.
4. Fasilitas Pendanaan adalah penyediaan dana berupa pemberian kredit
atau pembiayaan dari Bank Indonesia kepada Bank yang
penatausahaannya…
2
penatausahaannya dilakukan melalui Bank Indonesia-Scripless
Securities Settlement System.
5. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat
pengakuan utang dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.
6. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah surat
berharga berupa SUN dan/atau surat berharga berdasarkan prinsip
syariah yang diterbitkan oleh pemerintah.
7. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia, pemerintah dan/atau lembaga lain, yang ditatausahakan
dalam Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System.
8. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik
antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara
individual.
9. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara
elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan
Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
10. Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah transaksi yang dilakukan oleh
Bank Indonesia dalam rangka kegiatan OPT, Fasilitas Pendanaan,
transaksi SBN untuk dan atas nama pemerintah dan/atau transaksi
lainnya melalui BI-SSSS.
11. Penatausahaan Surat Berharga adalah kegiatan yang mencakup
pencatatan kepemilikan, kliring dan setelmen serta pembayaran kupon
(bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga.
12. Penyelenggara …
3
12. Penyelenggara BI-SSSS yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah
pihak pengelola BI-SSSS yang menyelenggarakan kegiatan Transaksi
Dengan Bank Indonesia dan penatausahaannya serta Penatausahaan
Surat Berharga.
13. Peserta BI-SSSS yang selanjutnya disebut Peserta adalah pengguna
BI-SSSS yang memenuhi persyaratan dan/atau disetujui oleh Bank
Indonesia untuk melakukan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia
dan/atau Penatausahaan Surat Berharga.
14. Peserta Lelang SBN adalah Bank dan/atau lembaga keuangan lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama untuk dapat ikut
serta dalam lelang SBN.
15. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Peserta yang memiliki
Rekening Surat Berharga di BI-SSSS.
16. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank
Indonesia melakukan fungsi Penatausahaan Surat Berharga untuk
kepentingan nasabah.
17. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan
rekening Surat Berharga melalui BI-SSSS dalam rangka penatausahaan
Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga.
18. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening
giro dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia melalui Sistem
BI-RTGS dalam rangka penatausahaan Transaksi Dengan Bank
Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS.
19. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah
setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga
dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana.
20. Free of Payment yang selanjutnya disebut FoP adalah setelmen
transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga
dilakukan …
4
dilakukan melalui BI-SSSS, sedangkan Setelmen Dana dilakukan tidak
secara bersamaan dengan Setelmen Surat Berharga atau tanpa Setelmen
Dana.
21. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik Peserta tertentu di
BI-SSSS untuk mencatat kepemilikan Surat Berharga dan/atau
Instrumen OPT.
22. Rekening Giro adalah rekening dalam mata uang Rupiah yang
ditatausahakan di Bank Indonesia yang digunakan dalam rangka
pelaksanaan BI-SSSS.
23. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk
sebagai Bank untuk melakukan pembayaran dan/atau penerimaan dana
oleh Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS.
24. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi sebagai
akibat adanya gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat
lunak, jaringan komunikasi, aplikasi maupun sarana pendukung BI-
SSSS yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS.
25. Keadaan Darurat (force majeure) adalah situasi atau kondisi yang terjadi
sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang secara langsung maupun
tidak langsung mempengaruhi kelancaran pelaksanaan BI-SSSS dan
terjadi di luar kekuasaan serta kemampuan Penyelenggara dan/atau
Peserta sehingga BI-SSSS tidak dapat dioperasikan sebagaimana
mestinya, yang meliputi antara lain bencana alam, kebakaran,
pemogokan, huru-hara, pemberontakan, sabotase, perang dan/atau
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
26. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas BI-SSSS di lokasi Penyelenggara
yang disediakan bagi Peserta sebagai cadangan dalam hal Keadaan
Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang menyebabkan Peserta
tidak dapat mempergunakan BI-SSSS di lokasi Peserta.
27. Perjanjian Penggunaan BI-SSSS antara Penyelenggara dan Peserta yang
selanjutnya disebut Perjanjian adalah kesepakatan tertulis antara
Penyelenggara …
5
Penyelenggara dengan Peserta yang memuat hak dan kewajiban masing-
masing pihak.
28. Authenticator Text adalah suatu sarana pengaman (security) dan
berfungsi sebagai test key dengan masa berlaku selama periode tertentu,
yang menghubungkan BI-SSSS antara Peserta dengan Penyelenggara.
29. Administrative Messages adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk
menyampaikan informasi dari Penyelenggara kepada Peserta atau
sebaliknya atau antar Peserta.
II. Penyelenggara
A. Tujuan Penyelenggaraan BI-SSSS
Penyelenggaraan BI-SSSS memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan Transaksi
Dengan Bank Indonesia dan penatausahannya serta Penatausahaan
Surat Berharga.
2. Menyediakan sarana setelmen transaksi Surat Berharga yang
aman, akurat, terpercaya, dan cepat bagi Bank dan pelaku pasar
lainnya untuk mengurangi resiko setelmen.
3. Menyediakan informasi transaksi, setelmen transaksi Surat
Berharga dan informasi lainnya dalam rangka mendukung
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dan
pengelolaan SBN oleh pemerintah.
B. Organisasi Penyelenggara
1. Penyelenggara adalah Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan
Moneter.
2. Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Biro Operasi Moneter (DPM
cq. BOpM) melakukan kegiatan Transaksi Dengan Bank
Indonesia.
3. Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Penyelesaian
Transaksi Pengelolaan Moneter (DPM cq. Bagian PTPM)
melakukan …
6
melakukan pengelolaan operasional BI-SSSS dan kegiatan
penatausahaan.
C. Tugas dan Wewenang Penyelenggara
1. Pengelolaan Operasional BI-SSSS
Dalam pengelolaan operasional BI-SSSS, Penyelenggara memiliki
tugas dan wewenang antara lain sebagai berikut :
a. Menyediakan dan menjaga sarana dan prasarana, dalam
rangka kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS;
b. Menetapkan ketentuan dan prosedur operasional BI-SSSS
dalam keadaan normal;
c. Memberlakukan prosedur dan rencana mengatasi Keadaan
Darurat (contingency plan) dalam hal terjadi Keadaan Tidak
Normal dan/atau Keadaan Darurat (force majeure);
d. Menetapkan waktu operasional penyelenggaraan BI-SSSS;
e. Menetapkan, mengenakan dan mengubah biaya penggunaan
BI-SSSS;
f. Melakukan pengawasan terhadap Peserta atas penggunaan
BI-SSSS;
g. Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta; dan
h. Melakukan perubahan status kepesertaan.
2. Kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia
Dalam kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia, Penyelenggara
memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan transaksi (lelang/non lelang) untuk dan atas
nama Bank Indonesia dan pihak lain yaitu pemerintah cq.
Departemen Keuangan dan/atau lembaga lain sesuai
persetujuan Bank Indonesia.
b. Menyelenggarakan transaksi (lelang/non lelang) sesuai
persyaratan dan/atau ketentuan yang ditetapkan oleh pihak-
pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a.
3. Kegiatan …
7
3. Kegiatan Penatausahaan
Dalam kegiatan penatausahaan yang terdiri dari penatausahaan
Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat
Berharga, Penyelenggara melakukan tugas dan wewenang dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Pelaksanaan Setelmen
1) Penyelenggara melakukan setelmen Transaksi Dengan
Bank Indonesia dan setelmen transaksi Surat Berharga di
pasar sekunder antar Peserta.
2) Pelaksanaan setelmen dilakukan secara DVP atau FoP.
3) Dalam kegiatan setelmen sebagaimana dimaksud pada
angka 1), Penyelenggara berwenang mendebet Rekening
Giro dan/atau Rekening Surat Berharga Peserta.
4) Setelmen hanya dapat dilakukan apabila saldo pada
Rekening Giro dan/atau Rekening Surat Berharga Peserta
mencukupi untuk pelaksanaan setelmen.
5) Pelaksanaan setelmen yang telah dilakukan di BI-SSSS
atas beban Rekening Giro dan/atau Rekening Surat
Berharga Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 4),
bersifat final dan tidak dapat dibatalkan.
6) Penyelenggara melakukan pengenaan sanksi kewajiban
membayar kepada Peserta OPT yang gagal melakukan
setelmen karena saldo pada Rekening Surat Berharga
dan/atau saldo pada Rekening Giro tidak mencukupi.
7) Penyelenggara melakukan prosedur penyelesaian Surat
Berharga sesuai ketentuan terkait mengenai OPT, Fasilitas
Pendanaan, dan/atau transaksi SBN untuk dan atas nama
pemerintah.
8) Penyelenggara berwenang untuk melakukan early
termination dengan tidak meneruskan setelmen transaksi
kedua …
8
kedua (second leg) atas transaksi Surat Berharga di pasar
sekunder antar Peserta yang memiliki dua proses setelmen
yaitu antara lain transaksi repo, agunan (pledge), dan
pinjam meminjam Surat Berharga (securities borrowing
and lending).
9) Pelaksanaan early termination oleh Penyelenggara
sebagaimana dimaksud pada angka 8) dilakukan
berdasarkan permintaan salah satu Peserta yang
bertransaksi, keputusan lembaga pengawas yang
berwenang, keputusan pengadilan dan/atau lembaga
arbitrase yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
b. Pencatatan Kepemilikan (Registrasi)
Penyelenggara melakukan pencatatan atau perubahan
pencatatan kepemilikan Surat Berharga/Instrumen OPT dan
penatausahaan agunan atas Fasilitas Pendanaan pada Rekening
Surat Berharga Peserta berdasarkan pelaksanaan setelmen
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
c. Pelaksanaan Pembayaran
1) Penyelenggara melakukan pembayaran kupon (bunga)
atau imbalan, serta pelunasan pokok/nominal Surat
Berharga/Instrumen OPT kepada Peserta pemilik Surat
Berharga.
2) Dalam kegiatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada
angka 1), Penyelenggara berwenang mendebet Rekening
Giro Peserta yang menjadi penerbit Surat
Berharga/Instrumen OPT.
D. Waktu Operasional BI-SSSS
1. Hari dan Jam Operasional BI-SSSS
a. Penyelenggara menetapkan operasional BI-SSSS yang
mencakup hari dan jam operasional.
b. Penyelenggara …
9
b. Penyelenggara menetapkan operasional BI-SSSS setiap hari
kerja, kecuali ditetapkan lain.
c. Jam operasional BI-SSSS mengikuti jam operasional
Sistem BI-RTGS kecuali cut-off BI-SSSS yang dilakukan lebih
awal dari cut-off Sistem BI-RTGS.
d. Jam operasional sebagaimana dimaksud pada huruf c diatur
dengan ketentuan sebagai berikut :
BI-SSSS
BI-RTGS
System opening Pukul 06.30 WIB Pukul 06.30 WIB
Cut-off warning Pukul 17.00 WIB Pukul 17.00 WIB
Pre-cut off
Cut-off
Pukul 18.00 WIB Pukul 18.00 WIB
Pukul 18.30 WIB Pukul 19.00 WIB
e. Jam operasional BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam huruf
d berlaku dalam kondisi normal dan dapat diubah oleh
Penyelenggara sebagaimana diatur lebih lanjut pada angka 2.
f. Dalam hal hari operasional BI-SSSS ditetapkan lain dan/atau
jam operasional BI-SSSS diubah, Penyelenggara
memberitahukan hal tersebut kepada seluruh Peserta melalui
sarana BI-SSSS (Administrative Messages) dan/atau sarana
informasi lainnya.
2. Perubahan Jam Operasional BI-SSSS
a. Jam operasional BI-SSSS dapat diubah oleh Penyelenggara
berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
1) Berdasarkan kebijakan Penyelenggara
a) Perubahan jam operasional berdasarkan kebijakan
Penyelenggara dapat berupa perpanjangan atau
pengurangan jam operasional.
b) Penyelenggara dapat melakukan perubahan jam
operasional termasuk window time transaksi.
c) Perubahan jam operasional sebagaimana dimaksud
pada huruf a) dan huruf b) dapat dilakukan
berdasarkan pertimbangan antara lain :
(1) adanya …
10
(1) adanya gangguan pada BI-SSSS dan/atau Sistem
BI-RTGS; dan/atau
(2) adanya kebijakan Penyelenggara yang
menyebabkan perubahan jam operasional.
2) Berdasarkan permintaan Peserta
a) Perubahan jam operasional berdasarkan permintaan
Peserta hanya dapat berupa perpanjangan jam
operasional.
b) Perpanjangan jam operasional dapat dilakukan
berdasarkan kebutuhan penambahan jam operasional
untuk melaksanakan Setelmen Surat Berharga.
c) Perpanjangan jam operasional sebagaimana dimaksud
pada huruf b) dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut :
(1) Bagi Peserta yang juga peserta Sistem BI-RTGS
Pengajuan permohonan dilakukan secara tertulis
kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS sesuai
ketentuan mengenai Sistem BI-RTGS yang
berlaku.
(2) Bagi Peserta Sub-Registry
Pengajuan permohonan dilakukan oleh Bank
Pembayar yang telah ditunjuk oleh Peserta
Sub-Registry kepada penyelenggara Sistem BI-
RTGS sesuai ketentuan mengenai Sistem BI-
RTGS yang berlaku.
d) Perpanjangan jam operasional BI-SSSS atas
permintaan Peserta dikenakan biaya sesuai ketentuan
mengenai Sistem BI-RTGS.
E. Biaya …
11
E. Biaya Penggunaan BI-SSSS
Penyelenggara mengenakan biaya terhadap Peserta atas penggunaan
BI-SSSS dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Jenis Biaya
Jenis biaya dalam penggunaan BI-SSSS terdiri dari :
a. Biaya Transaksi Dengan Bank Indonesia, yaitu biaya pengajuan
Transaksi Dengan Bank Indonesia yang dilakukan Peserta,
termasuk pengajuan dalam hal terdapat pembatalan transaksi
(cancellation) dan/atau perubahan (amendment).
b. Biaya setelmen, yang terdiri dari :
1) biaya setelmen atas Transaksi Dengan Bank Indonesia;
dan
2) biaya setelmen atas transaksi Surat Berharga di pasar
sekunder antar Peserta.
c. Biaya permohonan informasi kepada Penyelenggara dan biaya
pengiriman Administrative Messages.
d. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank.
2. Penetapan Biaya Transaksi, Setelmen dan Permohonan Informasi
Penetapan besarnya biaya untuk jenis biaya sebagaimana dimaksud
pada angka 1 huruf a, huruf b dan huruf c, diatur sebagai berikut:
a. Besarnya biaya dapat dibedakan berdasarkan jam operasional
pengajuan transaksi, pelaksanaan setelmen dan/atau
permohonan informasi yaitu jam normal dan jam sibuk (peak
hour).
b. Pembagian jam transaksi dengan window time sesuai ketentuan
sebagai berikut :
1)
Jam normal adalah periode dari jam pembukaan transaksi
sampai dengan pre-closing; dan
2) peak hour adalah periode dari pre-closing sampai dengan
closing.
c. Pembagian …
12
c. Pembagian jam operasional untuk pelaksanaan Setelmen Surat
Berharga dan permohonan informasi sesuai ketentuan sebagai
berikut :
1)
Jam normal adalah periode dari jam pembukaan
BI-SSSS sampai dengan sebelum pukul 15.00 WIB; dan
2) peak hour adalah periode dari pukul 15.00 WIB sampai
dengan cut-off BI-SSSS.
3. Penetapan Biaya Fasilitas Guest Bank
Penetapan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank sebagaimana
dimaksud pada angka 1 huruf d, diatur sebagai berikut:
a. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank dihitung berdasarkan
durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank yang mengacu pada
waktu sistem start-up sampai dengan sistem shut-down.
b. Durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank dihitung berdasarkan
akumulasi penggunaan Fasilitas Guest Bank dalam 1 (satu) hari
dengan pembulatan waktu 1 (satu) jam ke atas sebagaimana
contoh perhitungan pada Lampiran 1.
c. Dalam hal terjadi gangguan jaringan internal di Bank Indonesia
pada saat penggunaan Fasilitas Guest Bank, Penyelenggara
dapat menyesuaikan durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank.
d. Dalam hal terjadi Keadaan Darurat, Penyelenggara dapat
membebaskan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank terhadap
Peserta.
4. Biaya
Biaya BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3
ditetapkan sesuai dengan Lampiran 1. Dalam hal terdapat
perubahan biaya, Penyelenggara mengumumkan perubahan
dimaksud kepada Peserta melalui Administrative Messages
dan/atau sarana lainnya.
5. Perhitungan …
13
5. Perhitungan dan Pembebanan Biaya
Perhitungan dan pembebanan biaya penggunaan BI-SSSS oleh
Penyelenggara kepada Peserta diatur sebagai berikut :
a. Perhitungan jumlah biaya dilakukan oleh Penyelenggara pada
setiap akhir hari untuk masing-masing Peserta.
b. Penyelenggara membebankan biaya sebagaimana dimaksud
pada huruf a pada 1 (satu) hari kerja berikutnya, dengan
mendebet Rekening Giro Peserta atau Bank Pembayar yang
ditunjuk Peserta.
6. Pembebanan Biaya oleh Peserta Kepada Nasabah
Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Transaksi
Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga melalui
BI-SSSS, Peserta dapat mengenakan biaya kepada nasabah dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta mengenakan biaya kepada nasabah dalam jumlah yang
wajar.
b. Peserta mengumumkan besarnya biaya penggunaan BI-SSSS
yang ditetapkan Penyelenggara dan besarnya biaya penggunaan
BI-SSSS yang dibebankan oleh Peserta kepada nasabah.
c. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan
secara tertulis di setiap kantor Peserta pada tempat yang mudah
dilihat oleh nasabah.
F. Pembebasan Tanggung Jawab Penyelenggara
Peserta membebaskan Penyelenggara dari tuntutan kerugian yang
timbul dan/atau yang akan timbul yang dialami Peserta atau pihak
ketiga akibat terlambat atau tidak terlaksananya transaksi, setelmen
transaksi Surat Berharga, pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan
nilai pokok/nominal Surat Berharga dan/atau sebab lainnya yang timbul.
Keterlambatan atau tidak terlaksananya transaksi, Setelmen Surat
Berharga …
14
Berharga, pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai
pokok/nominal Surat Berharga dimaksud disebabkan antara lain oleh:
1. pengiriman Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau instruksi
setelmen transaksi Surat Berharga oleh Peserta kepada
Penyelenggara dilakukan oleh pejabat yang tidak berwenang;
2. kesalahan data Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau
instruksi setelmen Surat Berharga yang dikirimkan oleh Peserta
kepada Penyelenggara;
3. gangguan jaringan komunikasi dan/atau sistem pada Peserta yang
mengakibatkan penolakan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan
keterlambatan setelmen transaksi Surat Berharga;
4. ketidakmampuan atau keterlambatan pengisian dana oleh Peserta
sebagai penerbit Surat Berharga pada Rekening Giro yang
mengakibatkan tidak terbayar atau terlambatnya pembayaran
kupon (bunga) atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal Surat
Berharga pada saat jatuh waktu kepada Peserta pemilik Surat
Berharga;
5. early termination oleh Penyelenggara yang dilakukan melalui
BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada butir C.3.a.8); dan
6. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat baik yang
dialami oleh Penyelenggara maupun Peserta.
III. Kepesertaan
A. Jenis Peserta
1. Pihak-pihak yang dapat menjadi Peserta adalah :
a. Bank Indonesia;
b. Departemen Keuangan;
c. Bank;
d. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;
e. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing;
f. Perusahaan …
15
f. Perusahaan Efek; atau
g.
lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia.
2. Berdasarkan fungsi Peserta, pihak-pihak sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Penerbit Surat Berharga, yaitu Bank Indonesia, Departemen
Keuangan, dan/atau lembaga lain yang disetujui oleh Bank
Indonesia.
b. Peserta OPT, yaitu Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang
Rupiah dan Valuta Asing, dan/atau Perusahaan Efek.
c. Peserta Fasilitas Pendanaan, yaitu Bank.
d. Peserta Lelang SBN, yaitu Bank dan Perusahaan Efek yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama,
Lembaga Penjamin Simpanan dan Bank Indonesia.
e. Pemilik Rekening Surat Berharga di Central Registry, antara
lain Departemen Keuangan, Bank, Sub-Registry dan lembaga
lain yang disetujui oleh Bank Indonesia.
3. Berdasarkan kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS, pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat dibedakan sebagai
berikut :
a. Peserta Sistem BI-RTGS
Peserta Sistem BI-RTGS adalah Peserta pemilik Rekening
Giro untuk pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran
kewajiban lainnya terkait dengan Transaksi Dengan Bank
Indonesia dan penatausahaan melalui BI-SSSS.
b. Bukan Peserta Sistem BI-RTGS
Bukan peserta Sistem BI-RTGS adalah Peserta yang tidak
memiliki Rekening Giro sehingga pelaksanaan Setelmen
Dana dan/atau pembayaran kewajiban lainnya dilakukan
melalui Bank Pembayar.
4. Berdasarkan …
16
4. Berdasarkan tipe kepesertaan di BI-SSSS, Peserta dapat dibedakan
menjadi:
a. Peserta Langsung (Principal Member)
Peserta Langsung (Principal Member) adalah Peserta yang
dapat melakukan koneksi secara langsung ke sistem
Penyelenggara.
b. Peserta Tidak Langsung (Subsidiary Member)
Peserta Tidak Langsung (Subsidiary Member) adalah Peserta
tambahan dari Peserta Langsung yang melakukan koneksi ke
sistem Penyelenggara melalui Peserta Langsung.
B. Persyaratan Menjadi Peserta
Pihak-pihak yang telah memenuhi kriteria jenis Peserta sebagaimana
dimaksud pada huruf A angka 1 dan huruf A angka 2 harus memenuhi
persyaratan menjadi Peserta sebagai berikut :
1. Memiliki sarana dan prasarana sesuai persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2.
2. Berdasarkan jenis Peserta, calon Peserta harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Telah menjadi peserta langsung dalam Sistem BI-RTGS, dalam
hal calon Peserta adalah Bank;
b. Telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Sub-Registry, dalam
hal calon Peserta adalah Sub-Registry; dan/atau
c. Telah mengajukan permohonan menjadi Peserta Lelang SBN/
telah ditunjuk menjadi Dealer Utama/ ditetapkan sebagai Peserta
Lelang SBN, dalam hal calon Peserta adalah Bank, Perusahaan
Efek atau lembaga lain yang dapat menjadi Peserta Lelang SBN.
3. Bagi calon Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS antara lain
Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing,
Perusahaan Efek dan/atau Sub-Registry harus menunjuk Bank
Pembayar dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Penunjukan …
17
a. Penunjukan Bank Pembayar dilakukan dalam rangka :
1) pembebanan biaya BI-SSSS;
2) Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga; dan/atau
3) penerimaan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan
nilai pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu.
b. Bank Pembayar yang ditunjuk harus memberikan konfirmasi
penunjukan sebagai Bank Pembayar sebagaimana contoh pada
Lampiran 3 kepada Penyelenggara melalui calon Peserta.
c. Bagi calon Peserta Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan
Valuta Asing dan Perusahaan Efek harus menunjuk 1 (satu) Bank
Pembayar guna pembebanan biaya BI-SSSS sebagaimana
dimaksud pada huruf a angka 1).
d. Bagi calon Peserta Sub-Registry harus menunjuk Bank Pembayar
dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Calon Peserta Sub-Registry harus menunjuk 1 (satu) Bank
Pembayar dalam rangka pembebanan biaya BI-SSSS,
pelaksanaan Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga,
dan penerimaan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan
dan nilai pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh
waktu, sebagaimana dimaksud pada huruf a.
2) Calon Peserta Sub-Registry dapat memilih paling banyak 9
(sembilan) Bank Pembayar lainnya dalam rangka Setelmen
Dana atas transaksi Surat Berharga nasabah sebagaimana
dimaksud pada huruf a angka 2).
e. Dalam hal Bank Pembayar ditunjuk untuk melaksanakan
Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 2),
Bank Pembayar dimaksud melakukan pengelolaan data batas
Setelmen Dana (settlement limit) bagi Peserta yang menunjuk
sesuai kewajiban Peserta sebagaimana dimaksud pada
butir D.2.d.2).
C. Prosedur …
18
C. Prosedur Permohonan Menjadi Peserta
1. Peserta Sistem BI-RTGS
a. Calon Peserta sebagai peserta Sistem BI-RTGS yang juga
berfungsi sebagai peserta OPT, Peserta Lelang SBN dan/atau
pemilik Rekening Surat Berharga di Central Registry
mengajukan surat permohonan, sebagaimana contoh pada
Lampiran 4, kepada Penyelenggara dengan alamat sebagai
berikut :
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 11
Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350.
b. Calon Peserta yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia (KPBI) harus menyampaikan tembusan
permohonan tersebut kepada Kantor Bank Indonesia (KBI)
setempat.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus
dilengkapi dengan :
1)
Informasi Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran 5;
2) fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan perubahannya;
3) fotokopi akta notaris yang memuat susunan pengurus
perusahaan terakhir; dan
4) fotokopi surat permohonan menjadi Peserta Lelang SBN
atau penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri
Keuangan bagi Peserta Lelang SBN. Dalam hal calon
Peserta belum dapat melampirkan surat penunjukan sebagai
Dealer Utama oleh Menteri Keuangan, calon Peserta
dimaksud harus menyampaikan surat penunjukan tersebut
kepada …
19
kepada Penyelenggara segera setelah menerima surat
penunjukan dimaksud.
d. Peserta harus menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud dalam huruf c secara lengkap dan benar.
e. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat melakukan
kunjungan ke lokasi calon Peserta guna melakukan pengecekan
pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf B
angka 1.
f. Berdasarkan surat permohonan dan dokumen pendukung serta
hasil pengecekan ke lokasi calon Peserta, Penyelenggara
menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau penolakan
kepada calon Peserta.
g. Dalam hal permohonan calon Peserta tidak disetujui, surat
pemberitahuan penolakan oleh Penyelenggara sebagaimana
dimaksud pada huruf f disertai keterangan mengenai alasan tidak
disetujuinya permohonan calon Peserta dimaksud.
h. Calon Peserta yang telah disetujui sebagai Peserta
menyampaikan Perjanjian kepada Penyelenggara sebagaimana
contoh pada Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang dalam rangkap 2 (dua).
i. Dalam hal calon Peserta adalah Bank yang memiliki kegiatan
usaha secara konvensional, Unit Usaha Syariah (UUS),
dan/atau Sub-Registry, maka Perjanjian sebagaimana dimaksud
pada huruf h dibuat secara terpisah.
j. Peserta menerima 1 (satu) eksemplar Perjanjian yang telah
ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia yang berwenang.
k. Penyelenggara melakukan instalasi aplikasi BI-SSSS dan
memberikan Petunjuk Pemakaian BI-SSSS kepada Peserta.
l. Penyelenggara memberikan pelatihan penggunaan BI-SSSS
kepada petugas Peserta.
m. Dalam …
20
m. Dalam hal calon Peserta yang telah menerima surat
pemberitahuan persetujuan, sebagaimana dimaksud pada huruf f,
tidak menyampaikan Perjanjian dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan sejak tanggal surat persetujuan maka persetujuan sebagai
Peserta dianggap batal dan permohonan sebagai Peserta harus
diajukan ulang.
2. Sub-Registry
a. Calon Peserta yang telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi
Sub-Registry mengajukan surat permohonan, sebagaimana
contoh pada Lampiran 4, kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagaimana dimaksud pada butir C.1.a.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus
dilengkapi dengan :
1) Informasi Peserta sebagaimana contoh pada Lampiran 5;
2) fotokopi perubahan Anggaran Dasar perusahaan dan akta
notaris yang memuat susunan pengurus perusahaan dalam
hal terdapat perubahan setelah persetujuan permohonan
sebagai Sub-Registry;
3) surat konfirmasi Bank Pembayar sebagaimana contoh pada
Lampiran 3; dan
4) fotokopi surat persetujuan menjadi Sub-Registry dari Bank
Indonesia.
c. Sub-Registry harus menyampaikan dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud dalam huruf b secara lengkap dan benar.
d. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat melakukan
kunjungan ke lokasi Sub-Registry guna melakukan pengecekan
pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf B
angka 1.
e. Berdasarkan surat permohonan dan dokumen pendukung serta
hasil pengecekan ke lokasi Sub-Registry, Penyelenggara
menyampaikan …
21
menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau penolakan
kepada Sub-Registry.
f. Dalam hal permohonan tidak disetujui, surat pemberitahuan
penolakan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada
huruf e disertai keterangan mengenai alasan tidak disetujuinya
permohonan calon Peserta dimaksud.
g. Sub-Registry yang telah disetujui sebagai Peserta menyampaikan
Perjanjian kepada Penyelenggara sebagaimana contoh pada
Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang dalam rangkap 2 (dua).
h. Sub-Registry menerima 1 (satu) eksemplar Perjanjian yang telah
ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia yang berwenang.
i. Sub-Registry yang memilih menjadi Peserta Langsung (Principal
Member) dan telah disetujui menjadi Peserta menyerahkan data
Authenticator Text kepada Penyelenggara sesuai prosedur
pengelolaan data Authenticator Text sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 7.
j. Penyelenggara melakukan instalasi aplikasi BI-SSSS dan
memberikan Petunjuk Pemakaian BI-SSSS kepada Sub-Registry.
k. Penyelenggara memberikan pelatihan penggunaan BI-SSSS
kepada petugas Sub-Registry.
l. Dalam hal calon Peserta yang telah menerima surat
pemberitahuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf e,
tidak menyampaikan Perjanjian dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan sejak tanggal surat persetujuan maka persetujuan sebagai
Peserta dianggap batal dan permohonan sebagai Peserta harus
diajukan ulang.
3. Perusahaan …
22
3. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan
Perusahaan Efek
a. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan
Perusahaan Efek mengajukan surat permohonan, sebagaimana
contoh pada Lampiran 4, kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagaimana dimaksud pada butir C.1.a.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus
dilengkapi dengan :
1) Informasi Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran 5;
2) fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan perubahannya;
3) fotokopi akta notaris yang memuat susunan pengurus
perusahaan terakhir;
4) surat konfirmasi Bank Pembayar sebagaimana contoh pada
Lampiran 3; dan/atau
5) fotokopi surat permohonan menjadi Peserta Lelang SBN
atau penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri
Keuangan bagi Peserta Lelang SBN. Dalam hal calon
Peserta belum dapat melampirkan surat penunjukan sebagai
Dealer Utama oleh Menteri Keuangan, calon Peserta
dimaksud harus menyampaikan surat penunjukan tersebut
kepada Penyelenggara segera setelah menerima surat
penunjukan dimaksud.
c. Peserta harus menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud dalam huruf b secara lengkap dan benar.
d. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat melakukan
kunjungan ke lokasi calon Peserta guna melakukan pengecekan
pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf B
angka 1.
e. Berdasarkan surat permohonan dan dokumen pendukung serta
hasil pengecekan ke lokasi calon Peserta, Penyelenggara
menyampaikan …
23
menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau penolakan
kepada calon Peserta.
f. Dalam hal surat permohonan atau persetujuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b angka 5) ditolak atau dicabut oleh
Menteri Keuangan, Penyelenggara dapat membatalkan surat
persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf e dan menutup
kepesertaan BI-SSSS yang bersangkutan.
g. Dalam hal permohonan tidak disetujui, surat pemberitahuan
penolakan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada
huruf e, disertai keterangan mengenai alasan tidak disetujuinya
permohonan calon Peserta dimaksud.
h. Calon Peserta yang telah disetujui sebagai Peserta
menyampaikan Perjanjian kepada Penyelenggara sebagaimana
contoh pada Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang dalam rangkap 2 (dua).
i. Calon Peserta menerima 1 (satu) eksemplar Perjanjian yang telah
ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia yang berwenang.
j. Calon Peserta sebagai Peserta Langsung (Principal Member)
yang telah disetujui menjadi Peserta menyerahkan data
Authenticator Text kepada Penyelenggara sesuai prosedur
pengelolaan data Authenticator Text
dalam Lampiran 7.
sebagaimana dimaksud
k. Penyelenggara melakukan instalasi aplikasi BI-SSSS dan
memberikan Petunjuk Pemakaian BI-SSSS kepada Peserta.
l. Penyelenggara memberikan pelatihan penggunaan BI-SSSS
kepada petugas Peserta.
m. Dalam hal calon Peserta yang telah menerima surat
pemberitahuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf e,
tidak menyampaikan Perjanjian dalam jangka waktu 1 (satu)
bulan sejak tanggal surat persetujuan maka persetujuan sebagai
Peserta …
24
Peserta dianggap batal dan permohonan sebagai Peserta harus
diajukan ulang.
4. Departemen Keuangan
Prosedur menjadi Peserta bagi Departemen Keuangan diatur dalam
perjanjian tersendiri antara Bank Indonesia sebagai Penyelenggara
dengan Departemen Keuangan sebagai Peserta.
5. Lembaga Lain
a. Lembaga lain yang ingin menjadi Peserta dan memiliki fungsi
Peserta sebagaimana butir A.2, mengajukan surat permohonan
kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud
pada butir C.1.a.
b. Setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia, calon
Peserta harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam huruf B angka 1 dan prosedur administrasi yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
D. Kewajiban Peserta
1. Peserta wajib :
a. menjaga kelancaran dan keamanan dalam pengunaan BI-SSSS;
b. bertanggung jawab atas kebenaran transaksi, instruksi transaksi
dan/atau setelmen, serta seluruh informasi yang dikirim Peserta
kepada Penyelenggara melalui BI-SSSS;
c. memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan ketentuan terkait; dan
d. memenuhi Perjanjian maupun kesepakatan tertulis antar Peserta
(Bye-Laws) dengan tetap mengacu kepada Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
2. Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. memelihara sistem dan menjaga keamanan BI-SSSS sesuai
dengan standar pemeliharaan dan keamanan minimum;
b. menyediakan …
25
b. menyediakan prosedur tertulis dalam pelaksanaan operasional
BI-SSSS;
c. menyediakan prosedur dan sistem cadangan (back-up) untuk
menjamin kelangsungan operasional BI-SSSS dalam Keadaan
Tidak Normal atau Keadaan Darurat; dan
d. memenuhi prosedur administrasi terkait penggunaan BI-SSSS
antara lain dengan melakukan kegiatan sebagai berikut :
1) Pengkinian Data atau Informasi
Peserta melakukan perubahan data atau informasi yang telah
disampaikan kepada Penyelenggara dengan prosedur
sebagai berikut:
a) Peserta menyampaikan perubahan data atau informasi
dengan menggunakan formulir Informasi Peserta
sebagaimana contoh dalam Lampiran 5.
b) Perubahan data atau informasi dimaksud disampaikan
kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal efektif berlakunya perubahan
dimaksud.
2) Pengelolaan Data Batas Setelmen Dana (Settlement Limit)
Peserta yang ditunjuk sebagai Bank Pembayar oleh
Sub-Registry melakukan input dan pengkinian data batas
Setelmen Dana (settlement limit) pada BI-SSSS.
3) Pengelolaan Data Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran
(Broker Bidding Limit)
Peserta yang menunjuk Peserta lain sebagai perantara
(broker) dalam rangka pelaksanaan penawaran transaksi,
melakukan input dan pengkinian data broker bidding limit
pada BI-SSSS.
4) Pengelolaan …
26
4) Pengelolaan Data Authenticator Text
Peserta Langsung dan Peserta yang bukan peserta
Sistem BI-RTGS melakukan pengelolaan data
Authenticator Text pada BI-SSSS.
Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2
sesuai prosedur dalam Pedoman Penyelenggaraan BI-SSSS
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 7.
E. Status dan Prosedur Perubahan Status Kepesertaan
1. Jenis Status Peserta
a. Status kepesertaan BI-SSSS terdiri dari :
1) Aktif (active)
Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh
kegiatan sesuai dengan jenis dan fungsi Peserta.
2) Dibekukan (freeze)
Peserta dengan status dibekukan tidak dapat melakukan
kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau
setelmen transaksi Surat Berharga, kecuali kegiatan untuk
memperoleh informasi yang terdapat dalam BI-SSSS.
3) Ditutup (closed)
Peserta dengan status ditutup tidak dapat melakukan
seluruh kegiatan operasional BI-SSSS.
b. Status kepesertaan dibekukan sebagaimana dimaksud pada huruf
a angka 2) dikecualikan bagi Peserta sebagai penerbit Surat
Berharga dan Sub-Registry.
2. Hubungan Status Kepesertaan BI-SSSS dengan Sistem BI-RTGS
Dalam hal Peserta adalah peserta Sistem BI-RTGS berlaku ketentuan
status kepesertaan BI-SSSS sebagai berikut :
a. Perubahan status Peserta menjadi dibekukan atau ditutup tidak
menyebabkan perubahan status kepesertaan pada Sistem
BI-RTGS.
b. Perubahan…
27
b. Perubahan status peserta Sistem BI-RTGS menjadi dibekukan
atau ditutup menyebabkan perubahan status kepesertaan yang
sama pada BI-SSSS.
c. Perubahan status Peserta menjadi ditangguhkan (suspend) pada
Sistem BI-RTGS tidak menyebabkan perubahan status
kepesertaan pada BI-SSSS.
d. Dalam hal status kepesertaan pada BI-SSSS aktif dan status
kepesertaan pada Sistem BI-RTGS ditangguhkan (suspend),
Peserta tidak dapat melakukan setelmen pembelian Surat
Berharga secara DVP karena Setelmen Dana tidak dapat
dilakukan melalui Sistem BI-RTGS.
3. Prosedur Perubahan Status Kepesertaan
a. Penyebab Perubahan Status Kepesertaan
1) Perubahan status kepesertaan atas permintaan lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap Peserta
a) Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan
terhadap Peserta adalah :
(1) Bank Indonesia untuk pengawasan terhadap
Peserta yang merupakan Bank, Perusahaan
Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing,
serta Sub-Registry;
(2) Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) untuk pengawasan
terhadap Peserta yang merupakan Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) dan
Perusahaan Efek;
(3) Lembaga pengawas lain atau lembaga pengawas
sebagaimana dimaksud pada angka (1) dan
angka (2) untuk pengawasan terhadap Peserta
yang …
28
yang tidak termasuk dalam angka (1) dan angka
(2).
b)
Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan dari :
(1) status aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya;
(2) status dibekukan menjadi ditutup; atau
(3) status aktif menjadi ditutup.
c) Perubahan status kepesertaan dapat diajukan oleh
lembaga yang berwenang melakukan pengawasan
terhadap Peserta dengan alasan sebagai berikut :
(1) Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan
oleh lembaga yang berwenang; atau
(2) Berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap yang dapat
mengakibatkan perubahan status kepesertaan.
2) Perubahan status kepesertaan atas permintaan Peserta
Perubahan status kepesertaan dari status aktif menjadi
ditutup atas permintaan Peserta dapat diajukan oleh Peserta
yang melakukan proses merger atau konsolidasi, atau
berdasarkan alasan lainnya.
3) Perubahan status kepesertaan oleh Penyelenggara
Perubahan status kepesertaan oleh Penyelenggara dapat
dilakukan dari status aktif menjadi ditutup karena
pembatalan surat persetujuan Peserta sebagaimana
dimaksud dalam butir C. 3. f.
b. Persyaratan Penutupan Peserta
Dalam hal akan dilakukan penutupan status Peserta, sebelumnya
Peserta harus menyelesaikan seluruh kewajibannya, termasuk
pelunasan Fasilitas Pendanaan yang diperoleh dari Bank
Indonesia dan transaksi second leg yang belum jatuh waktu dan
menihilkan saldo Rekening Surat Berharga Peserta.
c. Permohonan …
29
c. Permohonan Perubahan Status Kepesertaan
1) Lembaga pengawas yang berwenang sebagaimana
dimaksud pada butir a.1)a) atau Peserta sebagaimana
dimaksud dalam huruf a angka 2) mengajukan surat
permohonan perubahan status kepesertaan kepada :
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pengelolaan Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
memuat antara lain hal-hal sebagai berikut :
a) nama Peserta dan jenis perubahan status yang diminta;
b) tanggal efektif perubahan status kepesertaan; dan
c) alasan perubahan status kepesertaan.
3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
harus melampirkan dokumen pendukung sesuai dengan
alasan perubahan status kepesertaan, sebagai berikut:
a) salinan keputusan pengadilan yang dapat
mengakibatkan perubahan status kepesertaan dalam
BI-SSSS, dalam hal perubahan status kepesertaan
diajukan karena alasan sebagaimana dimaksud pada
butir a.1)c)(2);
b) surat keputusan izin merger atau konsolidasi dari
lembaga yang berwenang, dalam hal permohonan
diajukan karena alasan merger atau konsolidasi
sebagaimana dimaksud pada butir a.2); atau
c) dokumen terkait lainnya untuk alasan perubahan
status kepesertaan yang dilakukan berdasarkan alasan
lain.
4) Berdasarkan …
30
4) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1), Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai
berikut :
a) mengubah status Peserta di BI-SSSS;
b) mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada Peserta
yang bersangkutan mengenai perubahan status
kepesertaan beserta alasannya; dan
c) mengumumkan perubahan status kepesertaan kepada
seluruh Peserta melalui BI-SSSS (Administrative
Messages) pada hari pemberlakuan perubahan status
kepesertaan dimaksud.
IV. Pengawasan Peserta
A. Ruang Lingkup Pengawasan
1. Penyelenggara berwenang melakukan pengawasan terhadap
pemenuhan kewajiban Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir
III.D.
2. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat dilakukan
dengan metode sebagai berikut :
a. Pengawasan tidak langsung, dengan cara melakukan
pemantauan/analisis atas kegiatan Peserta melalui sistem pada
Penyelenggara atau berdasarkan data/informasi yang diperoleh
Penyelenggara dari Peserta atau pihak lain; dan
b. Pengawasan langsung, dengan cara melakukan pemeriksaan ke
lokasi kegiatan usaha Peserta.
B. Pengawasan Tidak Langsung
1. Pengawasan tidak langsung dilakukan oleh Penyelenggara secara
berkesinambungan.
2. Dalam …
31
2. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat meminta Peserta untuk
menyampaikan dokumen dan/atau laporan tertulis terkait
pelaksanaan operasional BI-SSSS.
3. Dalam hal terdapat temuan bahwa Peserta tidak/belum memenuhi
kewajiban, Penyelenggara menyampaikan hasil temuan dimaksud
melalui surat kepada Peserta untuk ditindaklanjuti.
4. Berdasarkan surat dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada
angka 3, Peserta wajib melaksanakan tindak lanjut dan melaporkan
secara tertulis kepada Penyelenggara.
5. Dalam hal terdapat hasil temuan yang memerlukan pemeriksaan ke
lokasi kegiatan usaha Peserta, Penyelenggara dapat melakukan
pengawasan langsung.
C. Pengawasan Langsung
1. Penyelenggara melakukan pengawasan langsung/pemeriksaan ke
lokasi kegiatan usaha Peserta sewaktu-waktu apabila diperlukan.
2. Tujuan pengawasan langsung/pemeriksaan adalah untuk memastikan
Peserta telah memenuhi kewajiban sebagai Peserta, antara lain:
a. kesesuaian sistem dan prosedur operasional BI-SSSS yang ada di
Peserta dengan ketentuan Penyelenggara; dan
b. kepatuhan Peserta terhadap ketentuan Penyelenggara dan
Perjanjian.
3. Dalam melaksanakan pengawasan langsung/pemeriksaan,
Penyelenggara dapat menugaskan pihak lain yang memiliki keahlian
dan kompetensi di bidang audit teknologi informasi untuk
melakukan pengawasan langsung dengan tetap menjaga kerahasiaan
sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Dalam rangka pengawasan langsung/pemeriksaan, Peserta wajib
memberikan kepada Penyelenggara :
a. segala …
32
a. segala keterangan dan penjelasan mengenai pelaksanaan
BI-SSSS, termasuk data elektronik, warkat, disposisi, dan
dokumen tertulis lainnya;
b. kesempatan untuk melakukan pengawasan langsung/pemeriksaan
terhadap sarana fisik dan aplikasi pendukung lainnya ; dan
c. bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran
atas dokumen dan keterangan yang diberikan oleh Peserta.
5. Prosedur pelaksanaan pengawasan langsung/pemeriksaan dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Petugas pemeriksa menyampaikan surat introduksi pemeriksaan
kepada Peserta yang akan diperiksa.
b. Sebelum pengawasan langsung/pemeriksaan berakhir, petugas
pemeriksa melakukan klarifikasi dan konfirmasi dengan pejabat
berwenang perusahaan Peserta atau pimpinan Peserta atas hasil
pemeriksaan.
c. Setelah pengawasan langsung/pemeriksaan berakhir, petugas
pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan dan
menyampaikan laporan tersebut kepada Peserta.
d. Peserta wajib melakukan tindak lanjut atas temuan dalam
pengawasan tidak langsung/pemeriksaan dan melaporkan secara
tertulis atas tindak lanjut kepada Penyelenggara.
e. Apabila diperlukan, Penyelenggara dapat melakukan pengawasan
tidak langsung/pemeriksaan kembali untuk memastikan
kebenaran laporan tindak lanjut.
V. Pengenaan Sanksi
Berdasarkan hasil pengawasan, Penyelenggara dapat mengenakan sanksi
kepada Peserta dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Penyelenggara dapat mengenakan sanksi kepada Peserta yang melanggar
ketentuan mengenai BI-SSSS dan/atau tidak memenuhi kewajiban dalam
Perjanjian Penggunaan BI-SSSS.
2. Pengenaan …
33
2. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
berdasarkan hasil pengawasan langsung dan atau pengawasan tidak
langsung oleh Penyelenggara sebagiaman dimaksud pada angka IV.
3. Penyelenggara mengenakan sanksi administratif dengan mengirimkan
surat teguran tertulis kepada Peserta dengan tembusan kepada lembaga
pengawas terkait.
VI. Ketentuan Penutup
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka :
1. Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/1/DPM tanggal 16 Februari 2004
perihal Bank Indonesia–Scripless Securities Settlement System,
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Surat Edaran Bank Indonesia
No. 9/19/DPM tanggal 6 September 2007; dan
2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/2/DPM tanggal 16 Februari 2004
perihal Biaya Penggunaan Bank Indonesia – Scripless Securities
Settlement System
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku pada tanggal 23 Mei 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/21/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System </reg_title>
<set_date> 23 Mei 2008 </set_date>
<effective_date> 23 Mei 2008 </effective_date>
<replaced_reg> '6/2/DPM|SE-BI/2004', '9/19/DPM|SE-BI/2007', '6/1/DPM|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '10/2/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No.17/13/DPSP
Jakarta, 5 Juni 2015
SURAT EDARAN
Perihal : Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh
Bank Indonesia
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal oleh Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5704), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai
penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal oleh Bank Indonesia
dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I.
KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal adalah
kegiatan dalam rangka memproses perhitungan hak dan
kewajiban antar Peserta Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia yang setelmennya dilakukan pada waktu tertentu.
2. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya
disingkat SKNBI adalah infrastruktur yang digunakan oleh
Bank Indonesia dalam Penyelenggaraan Transfer Dana dan
Kliring Berjadwal untuk memproses Data Keuangan Elektronik
pada Layanan Transfer Dana, Layanan Kliring Warkat Debit,
Layanan Pembayaran Reguler, dan Layanan Penagihan Reguler.
3. Penyelenggara SKNBI yang selanjutnya disebut Penyelenggara
adalah Bank Indonesia.
4. Peserta SKNBI yang selanjutnya disebut Peserta adalah pihak
yang telah memenuhi persyaratan dan telah memperoleh
persetujuan dari Penyelenggara sebagai Peserta.
5. Layanan Transfer Dana adalah layanan dalam SKNBI yang
memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari 1
(satu) pengirim kepada 1 (satu) penerima.
6. Layanan …
2
6. Layanan Kliring Warkat Debit adalah layanan dalam SKNBI
yang memproses penagihan sejumlah dana yang dilakukan
antar Peserta dari 1 (satu) pengirim tagihan kepada 1 (satu)
penerima tagihan, disertai dengan fisik Warkat Debit.
7. Layanan Pembayaran Reguler adalah layanan dalam SKNBI
yang memproses pemindahan sejumlah dana antar Peserta dari
1 (satu) atau beberapa pengirim kepada 1 (satu) atau beberapa
penerima.
8. Layanan Penagihan Reguler adalah layanan dalam SKNBI yang
memproses penagihan sejumlah dana antar Peserta dari 1
(satu) pengirim tagihan kepada beberapa penerima tagihan.
9. Data Keuangan Elektronik yang selanjutnya disingkat DKE
adalah data keuangan dalam format elektronik yang digunakan
sebagai dasar perhitungan dalam penyelenggaraan SKNBI.
10. DKE Transfer Dana adalah DKE yang dibuat berdasarkan
perintah transfer dana dan digunakan sebagai dasar
perhitungan dalam Layanan Transfer Dana.
11. DKE Warkat Debit adalah DKE yang dibuat berdasarkan
perintah transfer debit dan digunakan sebagai dasar
perhitungan dalam Layanan Kliring Warkat Debit.
12. DKE Pembayaran adalah DKE yang dibuat berdasarkan
perintah transfer dana dan digunakan sebagai dasar
perhitungan dalam Layanan Pembayaran Reguler.
13. DKE Penagihan adalah DKE yang dibuat berdasarkan perintah
transfer debit dan digunakan sebagai dasar perhitungan dalam
Layanan Penagihan Reguler.
14. Warkat Debit adalah alat pembayaran nontunai yang
diperhitungkan atas beban nasabah atau Bank melalui
Layanan Kliring Warkat Debit.
15. Kliring Penyerahan adalah kegiatan untuk memperhitungkan
DKE Warkat Debit yang disampaikan oleh Peserta pengirim
kepada Peserta penerima melalui Penyelenggara.
16. Kliring Pengembalian adalah kegiatan untuk memperhitungkan
DKE Warkat Debit yang diperhitungkan dalam Kliring
Penyerahan namun ditolak oleh Peserta penerima berdasarkan
alasan-alasan…
3
alasan-alasan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
17. Penyerahan Tagihan adalah kegiatan untuk memperhitungkan
DKE Penagihan yang disampaikan oleh Peserta pengirim
kepada Peserta penerima melalui Penyelenggara.
18. Pengembalian Tagihan adalah kegiatan untuk
memperhitungkan DKE Penagihan yang diperhitungkan dalam
Penyerahan Tagihan namun ditolak oleh Peserta penerima
berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
19. Peserta Langsung Utama yang selanjutnya disingkat PLU
adalah Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara
langsung dengan menggunakan infrastruktur SKNBI dan
Setelmen Dana dilakukan ke Rekening Setelmen Dana Peserta
yang bersangkutan.
20. Peserta Langsung Afiliasi yang selanjutnya disingkat PLA
adalah Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara secara
langsung dengan menggunakan infrastruktur SKNBI dan
pelaksanaan Setelmen Dana dilakukan melalui Bank
Pembayar.
21. Peserta Tidak Langsung yang selanjutnya disingkat PTL adalah
Peserta yang mengirimkan DKE ke Penyelenggara dan
pelaksanaan Setelmen Dana dilakukan melalui Bank Penerus.
22. Bank Pembayar adalah Bank sebagai PLU yang ditunjuk oleh
PLA dalam rangka Setelmen Dana, penyediaan Prefund,
dan/atau pembayaran kewajiban lainnya dalam
penyelenggaraan SKNBI.
23. Bank Penerus adalah Bank sebagai PLU yang memenuhi
persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari
Penyelenggara untuk melaksanakan pengiriman DKE,
penyediaan Prefund, Setelmen Dana, dan/atau pembayaran
kewajiban lainnya untuk kepentingan PTL.
24. Rekening Setelmen Dana adalah rekening Peserta dalam mata
uang Rupiah yang ditatausahakan di Bank Indonesia.
25. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebitan dan pengkreditan
Rekening Setelmen Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real
Time Gross Settlement yang dilakukan berdasarkan perhitungan
hak…
4
hak dan kewajiban masing-masing Peserta yang timbul dalam
penyelenggaraan SKNBI.
26. Prefund adalah dana yang disediakan oleh Peserta untuk
memenuhi kewajiban dalam penyelenggaraan SKNBI.
27. Prefund Kredit adalah Prefund yang disediakan untuk Layanan
Transfer Dana dan Layanan Pembayaran Reguler.
28. Prefund Debit adalah Prefund yang disediakan untuk Layanan
Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler.
29. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk
kantor cabang dari bank di luar negeri dan Bank Umum
Syariah termasuk Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan
syariah.
30. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank adalah badan usaha
berbadan hukum Indonesia bukan bank yang telah
memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk menyelenggarakan
kegiatan transfer dana.
31. Sistem Sentral Kliring yang selanjutnya disingkat SSK adalah
infrastruktur SKNBI di Penyelenggara yang digunakan dalam
penyelenggaraan SKNBI.
32. Sistem Peserta Kliring yang selanjutnya disingkat SPK adalah
infrastruktur SKNBI di Peserta yang terhubung dengan SSK,
yang digunakan oleh Peserta dalam penyelenggaraan SKNBI.
33. Jaringan Komunikasi Data yang selanjutnya disingkat JKD
adalah infrastruktur komunikasi data yang digunakan dalam
penyelenggaraan SKNBI yang menghubungkan SSK dengan
SPK.
34. Soft Token adalah sertifikat dalam bentuk file terproteksi yang
memuat identitas pemilik sertifikat, kunci enkripsi untuk
melakukan verifikasi tanda tangan digital pemilik, dan periode
sertifikat yang dihasilkan oleh infrastruktur kunci publik Bank
Indonesia.
35. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan…
5
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara
individual.
36. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan
Bank Indonesia, penatausahaan surat berharga yang
diterbitkan oleh pemerintah, penatausahaan transaksi pasar
keuangan, dan penatausahaan surat berharga dalam rangka
fasilitas likuiditas intrahari, yang dilakukan secara elektronik.
37. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi
sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada
perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi,
aplikasi, maupun sarana pendukung yang mempengaruhi
kelancaran penyelenggaraan SKNBI.
38. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di luar
kekuasaan Penyelenggara dan/atau Peserta yang menyebabkan
kegiatan operasional SKNBI tidak dapat diselenggarakan yang
diakibatkan oleh, tetapi tidak terbatas pada kebakaran,
kerusuhan massa, sabotase, dan bencana alam seperti gempa
bumi dan banjir yang dinyatakan oleh pihak penguasa atau
pejabat setempat yang berwenang, termasuk Bank Indonesia.
39. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas yang disediakan oleh
Penyelenggara di lokasi Penyelenggara dan Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri (KPwDN) yang dapat digunakan
oleh Peserta apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat di lokasi kantor Peserta.
40. Wilayah Kliring adalah suatu wilayah yang telah disetujui oleh
Penyelenggara untuk melaksanakan kegiatan pertukaran
Warkat Debit.
41. Wilayah Kliring Otomasi adalah Wilayah Kliring yang
melaksanakan kegiatan pertukaran Warkat Debit secara
otomasi.
42. Wilayah Kliring Manual adalah Wilayah Kliring yang
melaksanakan kegiatan pertukaran Warkat Debit secara
manual…
6
manual.
43. Koordinator Pertukaran Warkat Debit yang selanjutnya disebut
Koordinator PWD adalah kantor Bank Indonesia yang
melaksanakan pertukaran Warkat Debit di suatu Wilayah
Kliring.
44. Koordinator Pertukaran Warkat Debit Selain Bank Indonesia
yang selanjutnya disebut Koordinator PWD Selain BI adalah
pihak selain Bank Indonesia yang telah memenuhi persyaratan
dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara atau
KPwDN untuk melaksanakan pertukaran Warkat Debit di suatu
Wilayah Kliring.
45. Perwakilan Peserta adalah kantor Peserta di suatu Wilayah
Kliring yang ditunjuk sebagai wakil Peserta untuk
melaksanakan pertukaran Warkat Debit yang dikliringkan di
Wilayah Kliring tersebut.
II.
PENYELENGGARA
A. Organisasi Penyelenggara
1. Penyelenggara adalah Bank Indonesia c.q. Departemen
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP).
2. Kegiatan korespondensi terkait penyelenggaraan SKNBI
ditujukan kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Kegiatan terkait kepesertaan dan operasional
penyelenggaraan SKNBI ditujukan ke alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Divisi Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
b. Kegiatan korespondensi
terkait pemantauan
kepatuhan Peserta terhadap ketentuan dan prosedur
dalam penyelenggaraan SKNBI ditujukan ke alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Divisi…
7
Divisi Kepatuhan Peserta,
Informasi Sistem
Pembayaran Bank Indonesia dan Manajemen Intern
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
3. Penyelenggara menyediakan helpdesk untuk menangani
permasalahan operasional SKNBI yang dihadapi oleh
Peserta dengan nomor sebagai berikut:
a.
b.
telepon : 021 29818888
faksimile : 021 2311902
4. Dalam hal terdapat perubahan nama departemen, divisi,
dan/atau alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 2
dan/atau perubahan nomor telepon dan/atau faksimile
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 maka
Penyelenggara memberitahukan perubahan tersebut
melalui surat dan/atau sarana lainnya.
B. Tugas Penyelenggara
Dalam rangka penyelenggaraan SKNBI, Penyelenggara
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. menetapkan ketentuan dan prosedur penyelenggaraan
SKNBI;
2. menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan
SKNBI sebagai berikut:
a. perangkat keras (hardware) dan aplikasi SSK
(software);
b. aplikasi SPK dan perubahannya serta buku pedoman
penggunaan aplikasi SPK yang disampaikan melalui
surat dan/atau sarana lain;
c. JKD utama yang menghubungkan SPK dengan SSK;
d. Fasilitas Guest Bank; dan
e. sarana dan prasarana pendukung lainnya;
3. melaksanakan kegiatan operasional SKNBI sesuai waktu
yang telah ditetapkan;
4. melakukan upaya untuk menjamin keandalan,
ketersediaan, dan keamanan penyelenggaraan SKNBI,
antara…
8
antara lain sebagai berikut:
a. melakukan pengelolaan dan pengoperasian SSK;
b. menyediakan helpdesk untuk menangani masalah
sebagai berikut:
1) operasional penyelenggaraan SKNBI; dan/atau
2) JKD;
c. memberikan layanan yang berkaitan dengan
kepesertaan dalam penyelenggaraan SKNBI;
d. menetapkan jadwal penyelenggaraan SKNBI;
e. memiliki standar layanan minimum penyelenggaraan
SKNBI antara lain standar layanan waktu terkait
kepesertaan dan standar layanan dalam
penyelenggaraan SKNBI;
f. menetapkan dan memberlakukan ketentuan dan
prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat;
g. memberikan pelatihan kepada calon Peserta dan
pelatihan secara berkala kepada Peserta; dan
h. menetapkan status kepesertaan Peserta;
5. melakukan pemantauan kepatuhan Peserta dan
Koordinator PWD Selain BI terhadap ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
transfer dana dan kliring berjadwal;
6. menetapkan dan mengenakan sanksi administratif kepada
Peserta;
7. menetapkan batas nilai nominal transaksi yang dapat
diperhitungkan dalam penyelenggaraan SKNBI; dan
8. menetapkan jenis dan besarnya biaya dalam
penyelenggaraan SKNBI, termasuk batas biaya paling
banyak yang dikenakan Peserta kepada nasabah.
III. KEPESERTAAN
A. Prinsip Umum
1. Pihak yang dapat menjadi Peserta yaitu:
a. Bank Indonesia;
b. Bank; dan
c. Penyelenggara…
9
c. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank.
2. Dalam hal Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b
merupakan Bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional sekaligus melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk unit
usaha syariah maka kepesertaan dalam penyelenggaraan
SKNBI untuk kegiatan usaha secara konvensional harus
terpisah dari kepesertaan untuk kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
3. Jenis kepesertaan dalam SKNBI terdiri atas:
a. PLU;
b. PLA; atau
c. PTL.
4. Berdasarkan jenis kepesertaan, pihak sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, diatur sebagai berikut:
a. Bank Indonesia hanya dapat menjadi PLU;
b. Bank hanya dapat menjadi PLU; dan
c. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank hanya
dapat menjadi PLA atau PTL.
5. Berdasarkan jenis layanan, keikutsertaan pihak
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diatur sebagai
berikut:
a. Bank Indonesia dapat mengikuti seluruh layanan
dalam penyelenggaraan SKNBI.
b. Bank harus mengikuti seluruh layanan dalam
penyelenggaraan SKNBI.
c. Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank hanya
dapat mengikuti Layanan Transfer Dana dan/atau
Layanan Pembayaran Reguler.
6. Keikutsertaan Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank
dalam Layanan Pembayaran Reguler hanya berlaku bagi
Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank yang mengelola
rekening nasabah.
7. Penyelenggara berwenang untuk menetapkan ketentuan
dan persyaratan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan
dan…
10
dan karakteristik untuk Peserta.
B. Persyaratan Menjadi Peserta
Calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Persyaratan Sebagai PLU
a. memiliki surat izin usaha dari lembaga yang
berwenang yang masih berlaku;
b.
tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan;
c. memiliki rekening giro di Bank Indonesia dan
ditatausahakan pada Sistem BI-RTGS;
d. pimpinan calon Peserta dinyatakan lulus dalam fit and
proper test yang dilakukan oleh lembaga pengawas
yang berwenang atau direksi telah disetujui oleh
otoritas pengawas Bank;
e. menyediakan infrastruktur SPK dengan spesifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.1; dan
f. memiliki laporan hasil security audit atas sistem
internal Peserta yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun
terakhir, dalam hal calon Peserta akan
menghubungkan sistem internal Peserta ke SSK.
2. Persyaratan Sebagai PLA
a. memiliki izin untuk melakukan kegiatan transfer dana
dari Bank Indonesia yang masih berlaku;
b.
tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak sedang
dalam proses likuidasi atau kepailitan;
c. pengurus calon Peserta tidak pernah dihukum atas
tindak pidana di bidang perbankan, keuangan,
dan/atau pencucian uang berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap;
d. menyediakan layanan transfer dana kepada nasabah
dan memiliki jaringan kantor yang luas di mayoritas
provinsi di Indonesia;
e. memiliki kinerja keuangan yang baik selama 2 (dua)
tahun terakhir;
f. memiliki aset paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00
(satu…
11
(satu triliun rupiah) atau modal paling sedikit
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah)
selama 1 (satu) tahun terakhir;
g. pengurus calon PLA tidak tercantum dalam daftar
kredit macet dan daftar hitam nasional yang
diterbitkan oleh lembaga yang berwenang;
h. menyediakan infrastruktur SPK dengan spesifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.1;
i. memiliki laporan hasil security audit atas sistem
internal Peserta yang dilakukan dalam 1 (satu) tahun
terakhir, dalam hal calon Peserta akan
menghubungkan sistem internal Peserta ke SSK;
j. menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar dalam rangka
pendebitan dan/atau pengkreditan dana untuk:
1) Setelmen Dana;
2) penyediaan Prefund Kredit;
3) pembebanan biaya dalam penyelenggaraan
SKNBI; dan
4) pembebanan sanksi kewajiban membayar atas
pelanggaran ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transfer
dana dan kliring berjadwal; dan
k. memiliki perjanjian dengan Bank Pembayar yang
paling kurang memuat:
1) hak dan kewajiban calon PLA dan Bank
Pembayar;
2) mekanisme penyediaan Prefund Kredit;
3)
tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau
penyalahgunaan informasi hasil Setelmen Dana;
dan
4) mekanisme penyelesaian perselisihan.
3. Persyaratan Sebagai PTL
a. memiliki izin untuk melakukan kegiatan transfer dana
dari Bank Indonesia yang masih berlaku;
b.
tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak sedang
dalam…
12
dalam proses likuidasi atau kepailitan;
c. pengurus calon PTL tidak pernah dihukum atas
tindak pidana di bidang perbankan, keuangan,
dan/atau pencucian uang berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum
tetap;
d. pengurus calon PTL tidak tercantum dalam daftar
kredit macet dan daftar hitam nasional yang
diterbitkan oleh lembaga yang berwenang;
e. menunjuk 1 (satu) Bank Penerus; dan
f. memiliki perjanjian dengan Bank Penerus yang paling
kurang memuat:
1) hak dan kewajiban PTL dan Bank Penerus;
2)
tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau
penyalahgunaan data dan informasi dalam
penyelenggaraan SKNBI;
3) mekanisme pelaksanaan:
a) penyediaan Prefund Kredit;
b) pengiriman DKE kepada Penyelenggara; dan
c) batas waktu penerusan hasil Setelmen Dana
dari Bank Penerus kepada PTL,
baik dalam keadaan normal, Keadaan Tidak
Normal, dan Keadaan Darurat pada Bank
Penerus;
4) pengaturan penyelesaian perselisihan;
5) biaya penggunaan infrastruktur yang dikenakan
kepada PTL; dan
6) pembebanan sanksi kewajiban membayar atas
pelanggaran ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transfer
dana dan kliring berjadwal.
C. Prosedur untuk Memperoleh Persetujuan Menjadi Peserta
Prosedur untuk memperoleh persetujuan menjadi Peserta
diatur sebagai berikut:
1. Prosedur…
13
1. Prosedur menjadi PLU
a. Calon PLU menyampaikan surat permohonan untuk
menjadi Peserta kepada Penyelenggara dengan
menggunakan format surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.2.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
1) data Kepesertaan SKNBI sesuai dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.3;
2) Wilayah Kliring yang dipilih oleh calon PLU dalam
rangka pertukaran Warkat Debit;
3)
fotokopi dokumen persetujuan izin usaha dari
lembaga berwenang yang masih berlaku dan telah
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh pimpinan
calon PLU;
4)
fotokopi Anggaran Dasar dan perubahan terakhir
yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai dengan
aslinya oleh pimpinan calon PLU, bagi calon PLU
yang berkantor pusat di luar negeri;
5)
fotokopi power of attorney pengajuan permohonan
untuk menjadi Peserta dari kantor pusat calon
PLU yang telah dilegalisasi oleh instansi yang
berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh
pimpinan calon PLU, bagi calon PLU yang
berkantor pusat di luar negeri;
6) surat pernyataan dari pimpinan calon PLU yang
menyatakan bahwa calon PLU tidak pernah
dinyatakan pailit atau tidak sedang dalam proses
kepailitan atau likuidasi dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.4;
7)
fotokopi surat keputusan fit and proper test
pengurus calon PLU yang dikeluarkan oleh
lembaga pengawas atau susunan direksi sesuai
kondisi…
14
kondisi terakhir yang disetujui oleh otoritas
pengawas Bank;
8) surat pernyataan dari pimpinan calon PLU
mengenai kesiapan infrastruktur SPK dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.5; dan
9)
laporan hasil security audit atas sistem internal
calon PLU yang dilakukan oleh auditor internal
atau auditor independen, dalam hal sistem
internal calon PLU akan dihubungkan ke SSK.
Dalam hal security audit dilakukan oleh auditor
internal, laporan hasil security audit dilengkapi
dengan surat pernyataan dari pimpinan calon
PLU yang menyatakan bahwa security audit
dilaksanakan secara independen.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pimpinan calon PLU atau
pihak yang berwenang bertindak untuk dan atas
nama calon PLU dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.2.a.
d. Bagi calon PLU yang berkantor pusat di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara
dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.a dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
e. Dalam hal calon PLU telah menyampaikan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam butir b.3), butir b.4),
butir b.5), dan butir b.7) kepada Bank Indonesia
terkait kepesertaan Sistem BI-RTGS atau BI-SSSS
maka calon PLU dapat tidak menyampaikan dokumen
dimaksud.
f. Dalam hal diperlukan, calon PLU wajib
memperlihatkan asli dari dokumen sebagaimana
dimaksud…
15
dimaksud dalam butir b.3), butir b.4), butir b.5), dan
butir b.7) kepada Penyelenggara.
g. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara dapat
melakukan pemeriksaan lokasi kantor calon PLU
untuk memastikan, antara lain kesesuaian informasi
dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan
infrastruktur SPK.
h. Penyelenggara memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan calon PLU sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, paling lama 14 (empat belas)
hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan
dokumen diterima secara lengkap oleh Penyelenggara,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Dalam hal permohonan calon PLU disetujui,
Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
sebagai PLU yang memuat antara lain hal-hal
sebagai berikut:
a) nama dan kode peserta;
b) kewajiban mengikuti kegiatan pelatihan;
c) kegiatan instalasi SPK yang meliputi
penyampaian aplikasi SPK, buku petunjuk
instalasi SPK, dan buku pedoman
penggunaan aplikasi SPK; dan
d) kewajiban PLU untuk memenuhi
kelengkapan dokumen administrasi dalam
rangka pelaksanaan kegiatan operasional.
2) Dalam hal permohonan calon PLU tidak disetujui,
Penyelenggara menyampaikan
surat
pemberitahuan penolakan yang disertai
keterangan mengenai alasan penolakan.
i. Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam
butir h.1)d) meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Surat permohonan dari pimpinan PLU untuk
mendapatkan Soft Token.
2) Surat…
16
2) Surat kuasa dari pimpinan PLU kepada pejabat
atau petugas di kantor pusat atau kantor cabang
PLU yang berkantor pusat di luar negeri, terkait
kepesertaan dan operasional dalam
penyelenggaraan SKNBI dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Surat kuasa dibuat dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.6.
b) Surat kuasa dibuat untuk melakukan
kegiatan sebagai berikut:
(1) penandatanganan surat menyurat,
laporan, dan/atau dokumen lain, baik
dokumen tertulis maupun dokumen
elektronik, yang terkait dengan
kepesertaan dan operasional dalam
penyelenggaraan SKNBI; dan/atau
(2) penyerahan certificate signing request
dan pengambilan Soft Token.
c) Jumlah pejabat atau petugas penerima
kuasa paling banyak 5 (lima) orang untuk
setiap PLU untuk masing-masing kantor
Bank Indonesia yang mewilayahi.
d) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) dapat dibuat dalam 1 (satu) atau
lebih surat kuasa disesuaikan dengan
kebutuhan PLU.
e) Surat kuasa disertai dengan fotokopi
identitas diri yang masih berlaku dari
penerima kuasa antara lain:
(1) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin
Mengemudi (SIM), atau paspor bagi
Warga Negara Indonesia (WNI); atau
(2) paspor, Keterangan Izin Tinggal
Sementara (KITAS), dan surat izin kerja
dari…
17
dari instansi berwenang bagi Warga
Negara Asing (WNA).
Fotokopi identitas diri harus ditandatangani
oleh penerima kuasa.
Dalam hal PLU adalah kantor cabang dari Bank
yang berkedudukan di luar negeri maka surat
kuasa terkait kepesertaan dan operasional SKNBI
dapat diberikan oleh pimpinan kantor cabang
Bank yang berkedudukan di luar negeri.
3) Surat permohonan dari pimpinan PLU untuk
membuat spesimen tanda tangan bagi:
a) pimpinan PLU; atau
b) pejabat atau petugas penerima kuasa untuk
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada butir 2).b),
dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.7.
PLU dapat menambah kewenangan pemilik
spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS
dengan kewenangan dalam operasional SKNBI,
dengan menyampaikan surat mengenai
penambahan kewenangan pejabat dimaksud
kepada Penyelenggara dengan melampirkan
fotokopi surat kuasa terkait dengan kewenangan
operasional SKNBI. Surat pemberitahuan
mengenai penambahan kewenangan tersebut
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.8.
j. PLU menyampaikan seluruh dokumen administrasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf i kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.2.a.
k. Dalam hal
terdapat kekurangan dokumen
administrasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan
operasional SKNBI, Penyelenggara menginformasikan
kepada…
18
kepada PLU melalui surat, telepon, atau sarana
lainnya.
l. Berdasarkan dokumen administrasi yang disampaikan
PLU sebagaimana dimaksud dalam huruf i,
Penyelenggara menyampaikan surat yang
menginformasikan antara lain mengenai pembuatan
spesimen tanda tangan pimpinan dan pejabat atau
petugas penerima kuasa pimpinan dan waktu
pelatihan operasional SKNBI.
m. Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam
huruf l, PLU melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) mengikutsertakan pejabat atau petugas yang
akan menangani operasional pada PLU dalam
pelatihan operasional penyelenggaraan SKNBI;
2) melakukan uji koneksi SPK dengan SSK ; dan
3) menyediakan stempel kliring dan stempel kliring
dibatalkan untuk setiap kantor PLU di Wilayah
Kliring yang dipilih dengan contoh sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.1
n. PLU harus memenuhi dokumen administrasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf i, paling lama 60
(enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat
persetujuan sebagai PLU dari Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam butir h.1).
o. Dalam hal PLU tidak dapat melengkapi dokumen
administrasi sesuai batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam huruf n, maka:
1) persetujuan sebagai PLU yang telah dikeluarkan
oleh Penyelenggara menjadi tidak berlaku;
2) Bank wajib mengembalikan aplikasi SPK, buku
petunjuk instalasi SPK, dan buku pedoman
penggunaan aplikasi SPK kepada Penyelenggara
paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak persetujuan
tidak berlaku; dan
3) dalam…
19
3) dalam hal Bank tetap ingin menjadi PLU, Bank
harus mengajukan permohonan baru kepada
Penyelenggara untuk menjadi PLU.
p. Penyelenggara memberitahukan persetujuan
operasional keikutsertaan sebagai PLU dan tanggal
efektif operasional sebagai PLU kepada:
1) PLU yang bersangkutan melalui surat;
2) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative
message dan/atau sarana lainnya; dan
3) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau
sarana lainnya,
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah PLU
melengkapi dokumen administrasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf i.
2. Prosedur menjadi PLA
a. Calon PLA menyampaikan surat permohonan untuk
menjadi Peserta kepada Penyelenggara dengan
menggunakan format surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.9.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
1) data Kepesertaan SKNBI sesuai dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.3;
2)
fotokopi dokumen persetujuan izin dari Bank
Indonesia yang masih berlaku untuk melakukan
kegiatan transfer dana yang telah dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai
dengan aslinya oleh pimpinan calon PLA;
3)
fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan
perubahan terakhir dan telah dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang atau dinyatakan sesuai
dengan aslinya oleh pimpinan calon PLA, bagi
calon PLA yang berkantor pusat di luar negeri;
4) surat…
20
4) surat pernyataan dari pimpinan calon PLA yang
menyatakan bahwa calon PLA tidak pernah
dinyatakan pailit atau tidak sedang dalam proses
kepailitan atau likuidasi dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.4;
5) susunan pengurus sesuai kondisi terakhir dan
surat pernyataan pimpinan calon PLA bahwa
pengurus tidak pernah dihukum atas tindak
pidana di bidang perbankan, keuangan, dan/atau
pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap;
6)
rincian informasi mengenai lokasi kantor cabang
calon PLA termasuk mengenai cakupan kegiatan
transfer dana yang dilakukan oleh kantor cabang
calon PLA;
7)
laporan keuangan calon PLA posisi 2 (dua) tahun
terakhir;
8) surat pernyataan dari pimpinan calon PLA yang
menyatakan bahwa pengurus calon PLA tidak
masuk dalam daftar kredit macet dan daftar
hitam nasional;
9) surat pernyataan dari pimpinan calon PLA
mengenai kesiapan infrastruktur SPK yang
memuat informasi spesifikasi infrastruktur SPK
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh
Penyelenggara dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.5; dan
10) laporan hasil security audit atas sistem internal
calon PLA yang dilakukan oleh auditor internal
atau auditor independen, dalam hal sistem
internal calon PLA akan dihubungkan ke SSK.
Dalam hal security audit dilakukan oleh auditor
internal, laporan hasil security audit dilengkapi
dengan surat pernyataan dari pimpinan calon
PLA yang menyatakan bahwa security audit
dilaksanakan …
21
dilaksanakan secara independen.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pimpinan calon PLA dan
disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.
d. Bagi calon PLA yang berkantor pusat di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a disampaikan kepada Penyelenggara
dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.a dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
e. Dalam hal diperlukan, calon PLA wajib
memperlihatkan asli dari dokumen sebagaimana
dimaksud dalam butir b.2) dan butir b.3) kepada
Penyelenggara.
f. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara dapat
melakukan pemeriksaan lokasi kantor calon PLA
untuk memastikan antara lain kesesuaian informasi
dalam dokumen yang disampaikan dan kesiapan
infrastruktur SPK.
g. Penyelenggara memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan calon PLA sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, paling lama 14 (empat belas)
hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan
dokumen diterima secara lengkap oleh Penyelenggara,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Dalam hal permohonan calon PLA disetujui,
Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
sebagai PLA yang memuat antara lain hal-hal
sebagai berikut:
a) nama dan kode Peserta;
b) kewajiban mengikuti kegiatan pelatihan;
c) kegiatan instalasi SPK yang meliputi
penyampaian aplikasi SPK, buku petunjuk
instalasi…
22
instalasi SPK, dan buku pedoman
penggunaan aplikasi SPK; dan
d) kewajiban PLA untuk memenuhi
kelengkapan dokumen administrasi dalam
rangka pelaksanaan kegiatan operasional.
2) Dalam hal permohonan calon PLA tidak disetujui,
Penyelenggara menyampaikan
surat
pemberitahuan penolakan yang disertai
keterangan mengenai alasan penolakan.
h. Dokumen administrasi sebagaimana dimaksud dalam
butir g.1)d) meliputi:
1) surat permohonan dari pimpinan PLA untuk
mendapatkan Soft Token;
2) surat kuasa dari pimpinan PLA kepada pejabat
atau petugas di kantor pusat PLA, terkait dengan
kepesertaan dan operasional SKNBI dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Surat kuasa dibuat dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.6;
b) Surat kuasa dibuat untuk melakukan
kegiatan sebagai berikut:
(1) penandatanganan surat menyurat,
laporan, dan/atau dokumen lain, baik
dokumen tertulis maupun dokumen
elektronik, yang terkait dengan
kepesertaan dan operasional dalam
penyelenggaraan SKNBI; dan/atau
(2) penyerahan certificate signing request
dan pengambilan Soft Token.
c) Jumlah pejabat atau petugas penerima
kuasa paling banyak 5 (lima) orang untuk
setiap PLA untuk masing-masing kantor
Bank Indonesia yang mewilayahi.
d) Surat kuasa sebagaimana dimaksud dalam
huruf…
23
huruf a) dapat dibuat dalam 1 (satu) atau
lebih surat kuasa disesuaikan dengan
kebutuhan PLA.
e) Surat kuasa disertai dengan fotokopi
identitas diri yang masih berlaku dari
penerima kuasa antara lain:
(1) Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin
Mengemudi (SIM), atau paspor bagi
Warga Negara Indonesia (WNI); atau
(2) paspor, Keterangan Izin Tinggal
Sementara (KITAS), dan Surat Izin kerja
dari instansi berwenang bagi Warga
Negara Asing (WNA).
Fotokopi identitas diri harus ditandatangani
oleh penerima kuasa.
3) Surat permohonan dari pimpinan PLA untuk
membuat spesimen tanda tangan bagi:
a) pimpinan PLA; atau
b) pejabat atau petugas penerima kuasa untuk
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada butir 2).b),
dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.7.
4) Surat penunjukan Bank Pembayar yang
dilengkapi dengan:
a) surat konfirmasi dari Bank Pembayar; dan
b) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen
Dana dari Bank Pembayar kepada
Penyelenggara,
dengan format masing-masing sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.10, Lampiran I.11,
dan Lampiran I.12.
i. PLA menyampaikan seluruh dokumen administrasi
sebagaimana dimaksud dalam butir h kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud
dalam…
24
dalam butir II.A.2.a.
j. Dalam hal
terdapat kekurangan dokumen
administrasi dalam rangka pelaksanaan kegiatan
operasional SKNBI, Penyelenggara menginformasikan
kepada PLA melalui surat, telepon, atau sarana
lainnya.
k. Berdasarkan dokumen administrasi yang disampaikan
PLA sebagaimana dimaksud dalam huruf h,
Penyelenggara menyampaikan surat yang
menginformasikan antara lain mengenai pembuatan
spesimen tanda tangan pimpinan dan pejabat atau
petugas penerima kuasa pimpinan dan waktu
pelatihan operasional SKNBI.
l. Berdasarkan surat sebagaimana dimaksud dalam
huruf k, PLA melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) mengikutsertakan pejabat atau petugas yang
akan menangani operasional pada PLA dalam
pelatihan operasional penyelenggaraan SKNBI;
dan
2) melakukan uji koneksi SPK dengan SSK.
m. PLA harus memenuhi dokumen administrasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf h, paling lama 60
(enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat
persetujuan sebagai PLA dari Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam huruf g.1).
n. Dalam hal PLA tidak dapat melengkapi dokumen
administrasi sesuai batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam huruf m maka:
1) persetujuan yang telah dikeluarkan oleh
Penyelenggara menjadi tidak berlaku;
2) Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank wajib
mengembalikan aplikasi SPK, buku petunjuk
instalasi SPK, dan buku pedoman penggunaan
aplikasi SPK kepada Penyelenggara paling lama 7
(tujuh) hari kerja sejak persetujuan tidak berlaku;
dan…
25
dan
3) dalam hal Penyelenggara Transfer Dana Selain
Bank tetap ingin menjadi PLA, Penyelenggara
Transfer Dana Selain Bank harus mengajukan
permohonan baru kepada Penyelenggara untuk
menjadi PLA.
o. Penyelenggara memberitahukan persetujuan
operasional keikutsertaan sebagai PLA dan tanggal
efektif operasional sebagai PLA kepada:
1) PLA yang bersangkutan melalui surat;
2) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative
message dan/atau sarana lainnya; dan
3) KPwDN yang mewilayahi PLA,
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah PLA
melengkapi dokumen administrasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf h.
3. Prosedur menjadi PTL
a. Permohonan untuk menjadi calon PTL dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
1) Penunjukan Bank Penerus
a) Calon PTL menyampaikan permohonan
kepada PLU yang akan ditunjuk sebagai
Bank Penerus dengan melampirkan
dokumen sebagai berikut:
(1) fotokopi dokumen persetujuan izin
usaha dari lembaga berwenang yang
masih berlaku untuk melakukan
penyelenggaraan kegiatan transfer dana
yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau dinyatakan sesuai
dengan aslinya oleh pimpinan calon PTL;
(2) fotokopi Anggaran Dasar perusahaan
dan perubahan terakhir dan telah
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang
atau dinyatakan sesuai dengan aslinya
oleh…
26
oleh pimpinan calon PTL;
(3) surat pernyataan dari pimpinan calon
PTL yang menyatakan bahwa calon PTL
tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak
sedang dalam proses kepailitan atau
proses likuidasi dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
I.4;
(4) susunan pengurus sesuai kondisi
terakhir dan surat pernyataan pimpinan
calon PTL bahwa pengurus tidak pernah
dihukum atas tindak pidana di bidang
perbankan, keuangan, dan/atau
pencucian uang berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap; dan
(5) surat pernyataan dari pimpinan calon
PTL yang menyatakan bahwa pengurus
calon PTL tidak masuk dalam daftar
kredit macet dan daftar hitam nasional.
b) Setelah menerima dokumen sebagaimana
dimaksud dalam huruf a), PLU yang ditunjuk
sebagai Bank Penerus melakukan verifikasi
atas kelengkapan dan kebenaran dokumen.
c) Berdasarkan verifikasi dokumen dan
pertimbangan aspek kredibilitas, kondisi
keuangan, dan kesiapan sistem calon PTL,
PLU yang ditunjuk sebagai Bank Penerus
dapat menyetujui atau menolak permohonan
calon PTL.
d) Dalam hal PLU yang ditunjuk sebagai Bank
Penerus menyetujui permohonan calon PTL
maka:
(1) PLU melakukan hal-hal sebagai berikut:
(a) membuat surat konfirmasi Bank
Penerus…
27
Penerus sebagaimana Lampiran
I.11;
(b) surat kuasa pendebitan Rekening
Setelmen Dana Bank Penerus
sebagaimana Lampiran I.12;
(c) membuat perjanjian kerja sama
dengan PTL;
(d) meneruskan permohonan calon PTL
menjadi PTL kepada Penyelenggara
dengan menggunakan format
sebagaimana Lampiran I.13;
(2) Calon PTL membuat surat penunjukan
PLU untuk bertindak sebagai Bank
Penerus dengan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.10.
2) Permohonan sebagai PTL
a) PLU menyampaikan surat permohonan
untuk menjadi calon PTL sebagaimana
dimaksud dalam butir 1)a)(1)(d) kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a yang dilengkapi
dokumen sebagai berikut:
(1) surat konfirmasi Bank Penerus
sebagaimana dimaksud dalam butir
1)d)(1)(a);
(2) surat kuasa pendebitan Rekening
Setelmen Dana Bank Penerus
sebagaimana dimaksud dalam butir
1)d)(1)(b); dan
(3) fotokopi perjanjian antara Bank Penerus
dengan calon PTL dimaksud dalam butir
1)d)(1)(c); dan
(4) surat penunjukan dari calon PTL kepada
PLU untuk bertindak sebagai Bank
Penerus…
28
Penerus sebagaimana dimaksud dalam
butir 1)d)(2).
b) Surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) ditandatangani oleh pimpinan
atau pejabat yang berwenang yang telah
memiliki spesimen tanda tangan di Bank
Indonesia.
c) Dalam hal diperlukan, Penyelenggara
berwenang:
(1) meminta Bank Penerus untuk
memperlihatkan dokumen sebagaimana
dimaksud pada butir a.1)a) kepada
Penyelenggara; dan/atau
(2) melakukan pemeriksaan ke lokasi
kantor calon PTL untuk memastikan
antara lain kesesuaian informasi dalam
dokumen yang disampaikan.
3) Dalam hal PLU belum memperoleh persetujuan
sebagai Bank Penerus dari Penyelenggara maka
permohonan untuk menjadi Bank Penerus dapat
dilakukan bersamaan dengan proses permohonan
sebagai PTL sebagaimana dimaksud dalam angka
2).
b. Penyelenggara memberikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan calon PTL sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2)a), paling lama 14 (empat
belas) hari kerja terhitung sejak surat permohonan
dan dokumen diterima secara lengkap oleh
Penyelenggara, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Dalam hal permohonan calon PTL disetujui,
Penyelenggara menyampaikan surat persetujuan
sebagai PTL melalui Bank Penerus yang memuat
antara lain hal-hal sebagai berikut:
a) nama dan kode Peserta; dan
b)
tanggal efektif menjadi PTL.
2) Dalam…
29
2) Dalam hal permohonan calon PTL tidak disetujui,
Penyelenggara menyampaikan
surat
pemberitahuan mengenai penolakan permohonan
melalui Bank Penerus disertai dengan alasan
penolakan.
D. Persyaratan dan Prosedur untuk Memperoleh Persetujuan
Menjadi Bank Penerus
1. PLU yang akan menjadi Bank Penerus harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. masuk dalam kategori Bank Umum berdasarkan
Kegiatan Usaha (BUKU) 2, BUKU 3, dan BUKU 4
sesuai penilaian terakhir yang dilakukan oleh otoritas
pengawasan Bank;
b. bagi Bank yang masuk dalam kategori BUKU 2 dan
BUKU 3 harus memiliki kantor cabang paling kurang
di 20 (dua puluh) provinsi di Indonesia;
c. memiliki teknologi informasi yang memadai yaitu
paling kurang memiliki kemampuan untuk:
1) melakukan pemrosesan dan pencatatan transaksi
PTL secara seketika; dan
2) menyampaikan informasi transaksi secara
terenkripsi;
d. memiliki unit khusus dengan didukung oleh sumber
daya manusia yang memadai untuk mengkoordinir
kegiatan sebagai Bank Penerus; dan
e.
telah menerapkan manajemen risiko dengan mengacu
pada ketentuan yang mengatur mengenai penerapan
manajemen risiko bagi bank umum.
2. Prosedur untuk menjadi Bank Penerus adalah sebagai
berikut:
a. calon Bank Penerus menyampaikan surat
permohonan untuk menjadi Bank Penerus kepada
Penyelenggara dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.14;
b. surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf…
30
huruf a harus dilengkapi dengan dokumen sebagai
berikut:
1) surat pernyataan dari pimpinan calon Bank
Penerus yang menyatakan bahwa Bank calon
Bank Penerus masuk Kategori BUKU 2, BUKU 3,
atau BUKU 4;
2) surat pernyataan dari pimpinan calon Bank
Penerus mengenai kesiapan teknologi informasi
yang mendukung operasional sebagai Bank
Penerus;
3) struktur organisasi Bank Penerus;
4) surat pernyataan dari pimpinan calon Bank
Penerus yang menyatakan bahwa Bank Penerus
telah menerapkan manajemen risiko; dan
5) daftar kantor cabang calon Bank Penerus di
seluruh Indonesia, dalam hal calon Bank Penerus
masuk kategori BUKU 2 atau BUKU 3.
3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 2
ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang
berwenang calon Bank Penerus yang telah memiliki
spesimen tanda tangan di Bank Indonesia disampaikan
kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.
4. Bagi calon Bank Penerus yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 disampaikan dengan tembusan kepada
KPwDN yang mewilayahi.
5. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 3, Penyelenggara dapat melakukan
pemeriksaan lokasi calon Bank Penerus untuk
memastikan, antara lain kesesuaian informasi dalam
dokumen yang disampaikan dan kesiapan infrastruktur.
6. Penyelenggara memberikan persetujuan atau penolakan
atas permohonan calon Bank Penerus sebagaimana
dimaksud dalam angka 3, paling lama 25 (dua puluh lima)
hari…
31
hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diterima secara
lengkap oleh Penyelenggara.
E. Perubahan Data Kepesertaan
Ruang lingkup perubahan data kepesertaan meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1. Perubahan jenis kepesertaan
Penyelenggara Transfer Dana Selain Bank dapat
melakukan perubahan jenis kepesertaan dari PTL menjadi
PLA atau sebaliknya. Perubahan jenis kepesertaan
dilakukan sesuai dengan persyaratan dan prosedur
sebagaimana dimaksud dalam huruf B dan huruf C.
2. Perubahan kode Peserta
Perubahan kode Peserta dapat disebabkan antara lain oleh
perubahan kode Peserta Sistem BI-RTGS dan perubahan
Peserta menjadi anggota Society Worldwide Interbank Fund
Transfer (SWIFT).
Prosedur perubahan kode Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
kode Peserta kepada Penyelenggara dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.15 dengan
melampirkan dokumen pendukung yang
menunjukkan adanya perubahan kode Peserta.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda
tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat disampaikan ke alamat sebagaimana
dimaksud pada butir II.A.2.a.; atau
2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
c. Penyelenggara…
32
c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui
surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat
permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
diterima oleh Penyelenggara mengenai:
1) persetujuan perubahan kode Peserta dan tanggal
efektif perubahan kode Peserta; atau
2) penolakan perubahan kode Peserta dan alasan
penolakan.
d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan sebagaimana dimaksud dalam butir c.1),
Penyelenggara memberitahukan perubahan kode
Peserta kepada:
1) seluruh Peserta melalui administrative message
atau sarana lainnya; dan
2) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau
sarana lainnya.
3. Perubahan Nama Peserta
Prosedur perubahan nama Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada
Penyelenggara dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.15.
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dilengkapi dengan dokumen pendukung yang
telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank
Indonesia berupa:
1)
2)
3)
fotokopi surat persetujuan perubahan Anggaran
Dasar dari instansi yang berwenang; dan
fotokopi surat keputusan dari otoritas yang
berwenang…
fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar untuk
badan hukum Indonesia;
33
berwenang tentang perubahan nama Peserta
dalam hal Peserta adalah Bank.
Khusus bagi Bank yang berkantor pusat di luar negeri
cukup menyampaikan surat keputusan sebagaimana
dimaksud dalam angka 3).
c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda
tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat pemberitahuan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat pemberitahuan disampaikan
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
d. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui
surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara
lengkap mengenai:
1)
tanggal efektif perubahan nama Peserta atau
tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen
kepada Peserta; dan/atau
2) permintaan untuk menyediakan stempel kliring
dan stempel kliring dibatalkan untuk setiap
kantor Peserta di Wilayah Kliring yang dipilih,
dengan contoh sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.1.
e. Penyelenggara memberitahukan perubahan nama
Peserta kepada:
1) seluruh…
34
1) seluruh Peserta melalui administrative message
atau sarana lainnya; dan
2) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile.
4. Perubahan Kegiatan Usaha
Perubahan kegiatan usaha Peserta dari bank konvensional
menjadi bank syariah dapat menyebabkan adanya
perubahan data kepesertaan antara lain nama Peserta,
kegiatan usaha Peserta, dan/atau kode Peserta. Prosedur
perubahan data kepesertaan karena adanya perubahan
kegiatan usaha Peserta diatur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada
Penyelenggara dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.16.
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dilengkapi dengan dokumen pendukung yang
telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank
Indonesia berupa:
1)
2)
fotokopi akta perubahan Anggaran Dasar;
fotokopi surat persetujuan perubahan Anggaran
Dasar dari instansi yang berwenang; dan
3)
fotokopi surat keputusan dari otoritas yang
berwenang mengenai perubahan kegiatan usaha
dari bank umum konvensional menjadi bank
umum syariah.
c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda
tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat…
35
1) surat pemberitahuan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.; dan
2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat pemberitahuan disampaikan
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
d. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui
surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara
lengkap mengenai:
1)
tanggal efektif perubahan kegiatan usaha Peserta
atau tanggapan tertulis atas kelengkapan
dokumen kepada Peserta; dan/atau
2) permintaan untuk menyediakan stempel kliring
dan stempel kliring dibatalkan untuk setiap
kantor Peserta di Wilayah Kliring yang dipilih,
dengan contoh sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.1.
e. Penyelenggara memberitahukan perubahan kegiatan
usaha Peserta kepada:
1) seluruh Peserta melalui administrative message
atau sarana lainnya; dan
2) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau
sarana lainnya.
5. Perubahan Alamat Kantor Peserta
Prosedur perubahan alamat kantor Peserta diatur sebagai
berikut:
a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada
Penyelenggara dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.15.
b. Surat…
36
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dilengkapi dengan dokumen pendukung
berupa fotokopi surat persetujuan atau penerimaan
pemberitahuan perubahan alamat kantor dari otoritas
yang berwenang yang telah dilegalisasi oleh pejabat
yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh
pimpinan dari Peserta yang telah memiliki spesimen
tanda tangan di Bank Indonesia.
c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda
tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat pemberitahuan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat pemberitahuan disampaikan
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
d. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui
surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan yang
menyatakan bahwa perubahan alamat kantor Peserta
telah dicatat dalam tatausaha Penyelenggara atau
tanggapan tertulis atas kelengkapan dokumen, paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara
lengkap.
6. Perubahan Pimpinan
Prosedur perubahan nama, kewenangan, dan/atau jabatan
pimpinan diatur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan surat pemberitahuan kepada
Penyelenggara yang ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang…
37
berwenang dari Peserta yang telah memiliki spesimen
tanda tangan di Bank Indonesia dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.17.
b. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dilengkapi dengan dokumen pendukung yang
telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau
dinyatakan sesuai asli oleh pimpinan dari Peserta
yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank
Indonesia berupa:
1)
fotokopi perubahan Anggaran Dasar mengenai
pengangkatan pimpinan, bagi Peserta yang
berbadan hukum Indonesia;
2)
fotokopi bukti identitas diri pimpinan yang masih
berlaku, berupa:
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin
Mengemudi (SIM) atau paspor, bagi Warga
Negara Indonesia (WNI); atau
b) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara
(KITAS), dan surat izin kerja dari otoritas
berwenang, bagi Warga Negara Asing (WNA).
Fotokopi bukti identitas diri ditandatangani oleh
pimpinan yang bersangkutan;
3) bagi pimpinan baru Peserta, selain memenuhi
kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam angka
1) dan angka 2), harus melengkapi persyaratan
dokumen pendukung berupa:
a)
fotokopi surat dari otoritas yang berwenang
mengenai susunan pimpinan Peserta yang
tercatat pada tata usaha otoritas yang
berwenang;
b) keputusan fit and proper test, khusus bagi
pimpinan Peserta berupa Bank; dan
c)
fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari
pimpinan kantor pusat Bank yang
berkedudukan di luar negeri kepada
pimpinan …
38
pimpinan kantor cabang berikut
terjemahannya dalam Bahasa Indonesia yang
dibuat oleh penerjemah tersumpah; dan
d)
fotokopi struktur organisasi yang masih
berlaku, bagi kantor cabang dari Bank yang
kantor pusatnya berkedudukan di luar
negeri.
4) Dalam hal terdapat perubahan kewenangan
dan/atau jabatan pimpinan Peserta yang telah
tercatat pada tata usaha di Bank Indonesia, surat
pemberitahuan dilengkapi dengan surat
pernyataan bahwa spesimen tanda tangan
pimpinan tetap berlaku, dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
I.18.
c. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda
tangan di Bank Indonesia dan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
1) surat pemberitahuan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat pemberitahuan disampaikan
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
d. Dalam hal terdapat pimpinan baru, yang
bersangkutan harus membuat spesimen tanda tangan
di hadapan pejabat Penyelenggara setelah surat
pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b
diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
e. Dalam hal Peserta yang mengajukan permohonan
perubahan pimpinan merupakan peserta Sistem
BI-RTGS dan pimpinan baru telah memiliki spesimen
tanda…
39
tanda tangan di Sistem BI-RTGS maka Peserta dapat
meminta penambahan kewenangan operasional SKNBI
bagi pimpinan pemilik spesimen tanda tangan di
Sistem BI-RTGS, dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.17.
f. Spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf d berlaku efektif 5 (lima) hari kerja sejak
pembuatan spesimen tanda tangan.
g. Dalam kondisi tertentu, Peserta dapat menyampaikan
surat permohonan agar spesimen tanda tangan
berlaku efektif lebih cepat dari waktu yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam huruf f.
h. Spesimen tanda tangan bagi pimpinan yang sudah
dicabut kewenangannya terkait dengan kepesertaan
dalam SKNBI dinyatakan tidak berlaku terhitung sejak
tanggal surat pemberitahuan perubahan kewenangan
pimpinan diterima oleh Penyelenggara.
7. Perubahan Bank Pembayar
Prosedur perubahan Bank Pembayar diatur sebagai
berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan perubahan
Bank Pembayar kepada Penyelenggara dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.19.a.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda
tangan di Bank Indonesia dilengkapi dokumen
pendukung sebagai berikut:
1) surat penunjukan Bank Pembayar dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.10;
2) surat konfirmasi Bank Pembayar dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.11; dan
3) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana
Bank…
40
Bank Pembayar dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.12.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) surat permohonan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkedudukan di wilayah kerja
KPwDN, surat permohonan disampaikan dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
d. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui
surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat
permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara
lengkap mengenai:
1) persetujuan perubahan Bank Pembayar beserta
tanggal efektif perubahan Bank Pembayar; atau
2) penolakan perubahan Bank Pembayar beserta
alasan penolakan.
e. Bank Pembayar yang lama wajib tetap menjalankan
fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir sebelum
tanggal penggantian Bank Pembayar baru berlaku
efektif sebagaimana dimaksud dalam butir d.1).
8. Perubahan Bank Penerus
Prosedur perubahan data Bank Penerus diatur sebagai
berikut:
a. Bank Penerus pengganti mengajukan surat
permohonan kepada Penyelenggara dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.19.b.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat
yang berwenang dari Bank Penerus pengganti yang
telah…
41
telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank
Indonesia dengan dilengkapi dokumen pendukung
sebagai berikut:
1) surat penunjukan Bank Penerus dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.10;
2) surat konfirmasi Bank Penerus dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.11;
3) surat kuasa pendebitan Rekening Setelmen Dana
dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.12; dan
4)
fotokopi perjanjian kerjasama antara PTL dengan
Bank Penerus pengganti.
c. Dalam hal PLU yang ditunjuk sebagai Bank Penerus
pengganti belum memperoleh persetujuan sebagai
Bank Penerus dari Penyelenggara maka permohonan
sebagai Bank Penerus pengganti dapat dilakukan
bersamaan dengan pengajuan sebagai Bank Penerus
sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf D.
d. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan kepada Penyelenggara dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) surat permohonan disampaikan ke alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a; dan
2) bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan
dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi.
e. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui
surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja setelah surat
permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan…
42
dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
dalam huruf b diterima oleh Penyelenggara secara
lengkap mengenai:
1) persetujuan Bank Penerus pengganti beserta
tanggal efektif Bank Penerus pengganti; atau
2) penolakan Bank Penerus pengganti beserta
alasan penolakan.
f. Bank Penerus yang lama wajib tetap menjalankan
fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir sebelum
tanggal Bank Penerus pengganti berlaku efektif
sebagaimana dimaksud dalam butir e.1).
9. Perubahan Kuasa
Perubahan kuasa dilakukan dalam rangka penambahan,
pergantian, pencabutan kuasa, dan/atau perubahan
wewenang dari pejabat dan/atau petugas penerima kuasa.
Ketentuan dan prosedur perubahan kuasa diatur sebagai
berikut:
a. Dalam hal perubahan kuasa terjadi karena
penambahan dan/atau penggantian kuasa dari
pejabat dan/atau petugas, Peserta menyampaikan
surat pemberitahuan perubahan kuasa dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.20 dan permintaan pembuatan spesimen
tanda tangan dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.7, yang
disertai surat kuasa baru dengan mengacu pada
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir
C.1.i.2)b) dan butir C.2.h.2)b).
Penambahan dan/atau penggantian kuasa tersebut
berlaku efektif paling lama 5 (lima) hari kerja sejak
dokumen diterima secara lengkap dan spesimen tanda
tangan telah dipenuhi kelengkapannya.
b. Dalam hal perubahan kuasa terjadi karena
pencabutan seluruh atau sebagian kuasa kepada
pejabat penerima kuasa dan/atau petugas penerima
kuasa…
43
kuasa, Peserta menyampaikan surat pernyataan
pencabutan seluruh atau sebagian kuasa yang
ditandatangani oleh pimpinan atau pemberi kuasa
dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.21, yang disertai dengan surat
kuasa baru dengan mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir C.1.i.2)b) dan
butir C.2.h.2)b).
Pencabutan seluruh atau sebagian kuasa tersebut
berlaku efektif terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan diterima secara lengkap oleh
Penyelenggara.
c. Dalam hal terjadi perubahan kewenangan dalam surat
kuasa yang diberikan kepada pejabat penerima kuasa
atau petugas, Peserta harus menyampaikan surat
pemberitahuan dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.17, yang
disertai surat kuasa baru dengan mengacu pada
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir
C.1.i.2)b) dan butir C.2.h.2)b).
d. Surat pemberitahuan perubahan surat kuasa
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan
huruf c disampaikan kepada:
1) Penyelenggara ke alamat sebagaimana dimaksud
pada butir II.A.2.a untuk pejabat penerima kuasa
yang berada di wilayah kerja KPBI; dan
2) KPwDN yang mewilayahi untuk pejabat penerima
kuasa yang berada di luar wilayah kerja KPBI.
e. Dalam hal Peserta tidak memberitahukan perubahan
kewenangan pejabat atau petugas penerima kuasa
kepada Penyelenggara maka data yang telah
ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih
berlaku.
10. Perubahan Keikutsertaan Peserta dalam Layanan Kliring
Warkat Debit di Wilayah Kliring
Dalam…
44
Dalam hal Peserta menambah atau menghentikan
keikutsertaannya dalam Layanan Kliring Warkat Debit di
suatu Wilayah Kliring berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan penambahan
atau penghentian keikutsertaannya di suatu Wilayah
Kliring kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
dari Peserta yang telah memiliki spesimen tanda
tangan di Bank Indonesia dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.22.
c. Penyelenggara menyampaikan tanggapan melalui
surat yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile kepada Peserta yang bersangkutan paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat
permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
diterima oleh Penyelenggara mengenai:
1) persetujuan dan tanggal efektif penambahan atau
penghentian keikutsertaan Peserta di Wilayah
Kliring dengan tembusan kepada KPwDN yang
mewilayahi; dan
2) penolakan penambahan atau penghentian
keikutsertaan Peserta di Wilayah Kliring dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi.
d. Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan sebagaimana dimaksud dalam butir c.1),
Penyelenggara memberitahukan penambahan atau
penghentian keikutsertaan Peserta di Wilayah Kliring
kepada:
1) seluruh Peserta melalui administrative message
atau sarana lainnya; dan
2) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau
sarana…
45
sarana lainnya.
Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS dan
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam angka 1
sampai dengan angka 9 yang perlu disampaikan dalam SKNBI
sama dengan dokumen pendukung yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia sebagai penyelenggara Sistem BI-RTGS
maka Penyelenggara menggunakan dokumen pendukung yang
disampaikan Peserta kepada Bank Indonesia sebagai
penyelenggara Sistem BI-RTGS.
Dalam hal terdapat perbedaan antara tanda tangan pada
dokumen pendukung untuk perubahan data kepesertaan
dengan spesimen tanda tangan pejabat atau petugas penerima
kuasa yang ditatausahakan di Peserta maka Peserta harus
menyampaikan surat pernyataan mengenai perbedaan tanda
tangan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran I.23.
F. Status Kepesertaan dan Perubahannya
1. Status Kepesertaan
Dalam penyelenggaraan SKNBI, berlaku 4 (empat) jenis
status kepesertaan yaitu:
a. Aktif
Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh
fungsi dalam SKNBI sesuai jenis kepesertaan yang
bersangkutan.
b. Ditangguhkan
Peserta dengan status ditangguhkan dapat melakukan
berbagai fungsi kegiatan dalam SKNBI, namun
kegiatannya dibatasi sebagai berikut:
1) untuk Layanan Kliring Transfer Dana, Peserta
tidak dapat mengirim DKE Transfer Dana;
2) untuk Layanan Kliring Warkat Debit, Peserta
tidak dapat mengirimkan dan menerima DKE
Warkat Debit;
3) untuk Layanan Pembayaran Reguler, Peserta
tidak dapat mengirim DKE Pembayaran;
dan/atau …
46
dan/atau
4) untuk Layanan Penagihan Reguler, Peserta tidak
dapat mengirim dan menerima DKE Penagihan.
c. Dibekukan
Peserta dengan status dibekukan tidak dapat
melakukan seluruh kegiatannya dalam layanan SKNBI
namun tetap memiliki hak akses terhadap informasi
terkait SKNBI.
d. Ditutup
Peserta dengan status ditutup dihentikan secara tetap
kepesertaannya dalam SKNBI dan tidak dapat
diaktifkan kembali sebagai Peserta.
2. Perubahan Status Kepesertaan
a. Ketentuan perubahan status kepesertaan diatur
sebagai berikut:
1) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan
dari:
a) aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya;
b) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya;
c) ditangguhkan menjadi dibekukan atau
sebaliknya;
d) aktif menjadi ditutup;
e) ditangguhkan menjadi ditutup; atau
f) dibekukan menjadi ditutup.
2) Perubahan status kepesertaan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), disebabkan hal-hal
sebagai berikut:
a) dilakukan dalam rangka pengenaan sanksi
oleh Penyelenggara;
b) dilakukan karena adanya perubahan status
kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS;
c) dilakukan berdasarkan permintaan tertulis
dari pihak yang berwenang melakukan
pengawasan terhadap kegiatan Peserta,
antara lain Bank Indonesia sebagai otoritas
pengawas…
47
pengawas makroprudensial dan sistem
pembayaran serta Otoritas Jasa Keuangan
sebagai otoritas pengawas mikroprudensial;
dan/atau
d) dilakukan berdasarkan permintaan tertulis
dari Peserta yang bersangkutan.
3) Perubahan status kepesertaan dalam rangka
pengenaan sanksi oleh Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam butir 2)a) dapat
berupa:
a) aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya;
b) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya;
c) ditangguhkan menjadi dibekukan atau
sebaliknya;
d) aktif menjadi ditutup;
e) ditangguhkan menjadi ditutup; atau
f) dibekukan menjadi ditutup.
4) Perubahan status kepesertaan karena adanya
perubahan status kepesertaan dalam Sistem BI-
RTGS sebagaimana dimaksud dalam butir 2)b)
dapat berupa:
a) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya;
b) aktif menjadi ditutup; atau
c) dibekukan menjadi ditutup.
5) Perubahan status kepesertaan atas permintaan
pihak yang berwenang melakukan pengawasan
kegiatan Peserta sebagaimana dimaksud dalam
butir 2)c) dapat berupa:
a) aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya;
atau
b) aktif menjadi ditutup.
6) Perubahan status kepesertaan atas permintaan
dari Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir
2)d), hanya berupa perubahan status kepesertaan
dari aktif menjadi ditutup.
7) Dalam…
48
7) Dalam hal dilakukan perubahan status
kepesertaan menjadi ditutup, Peserta harus
menyelesaikan seluruh kewajiban dalam
penyelenggaraan SKNBI.
8) Dalam hal perubahan status kepesertaan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) terjadi
pada PLU yang berfungsi sebagai Bank Pembayar
dan/atau Bank Penerus, maka:
a) PLA harus menunjuk PLU lainnya sebagai
Bank Pembayar pengganti; dan
b) PTL harus menunjuk PLU lainnya sebagai
Bank Penerus pengganti.
9) Penunjukan Bank Pembayar dan Bank Penerus
sebagaimana dimaksud dalam angka 8) mengacu
pada ketentuan dalam butir E.7 dan butir E.8.
b. Prosedur perubahan status kepesertaan diatur sebagai
berikut:
1) Perubahan status kepesertaan karena pengenaan
sanksi oleh Penyelenggara
a) Perubahan status kepesertaan sebagaimana
dimaksud dalam butir a.1) dapat dilakukan
oleh Penyelenggara berdasarkan hasil
pemantauan kepatuhan Peserta terhadap
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan transfer dana dan
kliring berjadwal.
b) Penyelenggara dapat mengubah kembali
status kepesertaan dari ditangguhkan
menjadi aktif, dibekukan menjadi aktif, atau
dibekukan menjadi ditangguhkan, setelah
melakukan evaluasi atas pemantauan
kepatuhan Peserta yang bersangkutan.
c) Perubahan status kepesertaan dapat
dilakukan:
(1) pada…
49
(1) pada jam layanan SKNBI; atau
(2) berdasarkan tanggal efektif perubahan
status yang ditetapkan oleh
Penyelenggara dan diberitahukan paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelumnya.
d) Penyelenggara menginformasikan perubahan
status kepesertaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf c) kepada:
(1) Peserta yang bersangkutan melalui surat
yang dapat didahului dengan faksimile;
(2) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya;
(3) pihak yang berwenang melakukan
pengawasan kegiatan Peserta melalui
surat yang penyampaiannya dapat
didahului dengan faksimile; dan
(4) Koordinator PWD yang di wilayah
kerjanya terdapat Perwakilan Peserta,
melalui surat atau sarana lainnya.
2) Perubahan status kepesertaan dalam
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
a) Penyelenggara dapat menetapkan perubahan
status kepesertaan di SKNBI berdasarkan
perubahan status kepesertaan di Sistem BI-
RTGS.
b) Penyelenggara memberitahukan perubahan
status kepesertaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) kepada:
(1) Peserta yang bersangkutan melalui surat
yang dapat didahului dengan faksimile;
(2) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya;
(3) pihak yang berwenang melakukan
pengawasan kegiatan Peserta melalui
surat yang penyampaiannya dapat
didahului…
50
didahului dengan faksimile; dan
(4) Koordinator PWD yang di wilayah
kerjanya terdapat Perwakilan Peserta,
melalui surat atau sarana lainnya.
3) Perubahan status kepesertaan atas permintaan
pihak yang berwenang melakukan pengawasan
kegiatan Peserta.
a) Pihak yang berwenang melakukan
pengawasan kegiatan Peserta dapat
menyampaikan permintaan tertulis untuk
mengubah status kepesertaan di SKNBI
kepada Penyelenggara.
b) Surat permintaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) memuat antara lain hal-hal
sebagai berikut:
(1) nama Peserta dan perubahan status
kepesertaan yang diminta;
(2) alasan perubahan status kepesertaan;
dan
(3)
tanggal efektif perubahan status
kepesertaan.
c) Surat permintaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) disampaikan kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.
d) Surat permintaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) disertai dengan dokumen
pendukung yang menjadi dasar penetapan
perubahan status Peserta.
e) Dalam hal permintaan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) disetujui,
Penyelenggara memberitahukan perubahan
status kepesertaan kepada:
(1) pihak yang berwenang yang meminta
perubahan status kepesertaan dalam
SKNBI…
51
SKNBI melalui
surat
yang
penyampaiannya dapat didahului
dengan faksimile;
(2) Peserta yang bersangkutan melalui surat
yang dapat didahului dengan faksimile;
(3) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya; dan
(4) Koordinator PWD yang di wilayah
kerjanya terdapat Perwakilan Peserta,
melalui surat atau sarana lainnya.
4) Perubahan status kepesertaan atas permintaan
Peserta.
a) Peserta mengajukan surat permohonan
mengenai perubahan status kepesertaan dari
aktif menjadi ditutup, dilengkapi dokumen
pendukung yang mendasari perubahan
status kepesertaan dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran I.24.
b) Surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) dibuat dengan ketentuan
sebagai berikut:
(1) Untuk pengunduran diri menjadi
Peserta, surat permohonan harus
memuat tanggal efektif penghentian
kepesertaan dan alasan pengunduran
diri.
(2) Untuk self liquidation, surat permohonan
harus memuat
penghentian kepesertaan.
(3) Untuk penggabungan usaha, surat
permohonan harus memuat:
(a) tanggal operasional penggabungan
usaha yaitu tanggal efektif
pengalihan hak dan kewajiban
Peserta…
tanggal efektif
52
Peserta penggabungan usaha
lainnya kepada Rekening Setelmen
Dana Peserta yang dipertahankan;
(b) nama dan kode Peserta yang masih
dipertahankan sebagai Peserta; dan
(c) daftar Wilayah Kliring yang
dipertahankan.
(4) untuk peleburan usaha, surat
permohonan harus memuat:
(a) tanggal operasional peleburan
usaha yaitu tanggal efektif
pengalihan hak dan kewajiban
Peserta peleburan usaha lainnya
kepada Rekening Setelmen Dana
Peserta baru hasil peleburan usaha;
(b) nama dan kode Peserta peleburan
usaha serta nama dan kode Peserta
hasil peleburan usaha; dan
(c) daftar Wilayah Kliring yang
dipertahankan.
(5) untuk pemisahan usaha, surat
permohonan harus dilengkapi dengan
informasi terkait permohonan untuk
menjadi Peserta dengan mengacu pada
ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf B dan huruf C.
c) Surat permohonan sebagaimana dimaksud
pada huruf a) ditandatangani oleh pimpinan
atau pejabat yang berwenang dan
disampaikan kepada Penyelenggara dengan
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.a dengan tembusan kepada KPwDN
yang mewilayahi.
d) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) yang telah disetujui
oleh…
53
oleh
Penyelenggara,
selanjutnya
Penyelenggara memberitahukan kepada:
1) Peserta yang bersangkutan melalui surat
yang penyampaiannya dapat didahului
dengan faksimile mengenai perubahan
status kepesertaan dan hal-hal lain yang
diperlukan dalam rangka perubahan
status kepesertaan.
2) seluruh Peserta melalui administrative
message atau sarana lainnya yang
ditetapkan oleh Penyelenggara;
3) pihak yang berwenang melakukan
pengawasan kegiatan Peserta melalui
surat yang penyampaiannya dapat
didahului dengan faksimili; dan
4) Koordinator PWD yang di wilayah
kerjanya terdapat Perwakilan Peserta,
melalui surat atau sarana lainnya.
3. Dampak Perubahan Status Kepesertaan dalam Operasional
SKNBI
Dalam hal terdapat perubahan status kepesertaan dari
aktif menjadi ditangguhkan atau ditangguhkan menjadi
dibekukan, yang dilakukan pada jam operasional, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Layanan Transfer Dana dan/atau Layanan
Pembayaran Reguler
1) DKE Transfer Dana dan/atau DKE Pembayaran
yang telah diterima sebelum perubahan status
Peserta, tetap diteruskan dan diperhitungkan
sepanjang didukung dengan dana yang cukup.
2) Dalam hal dana yang dimiliki Peserta tidak
mencukupi maka DKE Transfer Dana dan/atau
DKE Pembayaran tidak diperhitungkan oleh
Penyelenggara (unconfirmed DKE Transfer Dana
dan/atau DKE Pembayaran) maka Peserta harus
menyelesaikan…
54
menyelesaikan unconfirmed DKE Transfer Dana
dan unconfirmed DKE Pembayaran.
b. Untuk Layanan Kliring Warkat Debit dan/atau
Layanan Penagihan Reguler
1) DKE Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan yang
telah diterima sebelum perubahan status Peserta,
tetap diteruskan dan diperhitungkan sepanjang
didukung dengan dana yang cukup.
2) Dalam hal dana yang dimiliki Peserta tidak
mencukupi maka DKE Warkat Debit dan/atau
DKE Penagihan tidak diperhitungkan oleh
Penyelenggara (unconfirmed DKE Warkat Debit
dan/atau DKE Penagihan) maka Peserta harus
menyelesaikan unconfirmed DKE Warkat Debit
dan unconfirmed DKE Penagihan.
3) Dalam hal DKE Warkat Debit dan/atau DKE
Penagihan telah diterima oleh Penyelenggara dan
telah diteruskan kepada Peserta penerima namun
tidak dapat diperhitungkan oleh Penyelenggara
sebagai akibat dari adanya perubahan status
Peserta maka penyelesaian perhitungan DKE
Warkat Debit dan/atau DKE Penagihan
diselesaikan antar Peserta.
c. Untuk PLU yang berfungsi sebagai Bank Penerus
dan/atau Bank Pembayar maka PLU yang
bersangkutan harus memberitahukan secara tertulis
kepada PLA dan PTL mengenai perubahan status PLU
sesegera mungkin dan menyelesaikan kewajibannya
sesuai ketentuan yang berlaku.
G. Tindak Lanjut Administrasi Kepesertaan oleh Koordinator PWD
atau Koordinator PWD Selain BI
Dalam hal terdapat Peserta baru atau perubahan data
kepesertaaan yang berdampak pada administrasi kepesertaan
dalam kegiatan pertukaran Warkat Debit maka Koordinator
PWD atau Koordinator PWD Selain BI melakukan hal-hal
sebagai…
55
sebagai berikut:
1. memberitahukan secara tertulis kepada Perwakilan
Peserta di Wilayah Kliring mengenai adanya Perwakilan
Peserta baru atau perubahan data kepesertaaan berikut
tanggal efektif yang ditetapkan oleh Penyelenggara; dan
2. menyiapkan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dengan
contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.2.
H. Kewajiban Peserta
Dalam penyelenggaraan SKNBI, Peserta wajib:
1. Menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan SKNBI.
Dalam rangka menjaga kelancaran dan keamanan
penggunaan SKNBI, Peserta melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. Menyusun Kebijakan dan Prosedur Tertulis (KPT) yang
mendukung sistem kontrol internal yang baik dalam
pelaksanaan operasional SKNBI, termasuk prosedur
pengamanan penggunaan SKNBI di lingkungan
internal Peserta, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) KPT ditetapkan oleh pejabat yang berwenang
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di internal
Peserta dan berlaku sebagai pedoman operasional
SKNBI di Peserta.
2) KPT wajib dibuat paling lama 6 (enam) bulan
sejak tanggal efektif kepesertaan di dalam
penyelenggaraan SKNBI dan harus dievaluasi
oleh audit internal Peserta.
3) KPT wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia,
dengan mengacu pada ketentuan terkait
penyelenggaraan SKNBI dan asosiasi sistem
pembayaran yang telah disetujui oleh Bank
Indonesia, paling kurang memuat materi sebagai
berikut:
a) pendahuluan;
b) organisasi pengoperasian SPK;
c) ketentuan dan prosedur operasional SPK;
d) pengawasan…
56
d) pengawasan operasional SPK;
e) penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat; dan
f) perlindungan konsumen.
Rincian cakupan minimum materi KPT diatur
dalam “Pedoman Penyusunan Kebijakan dan
Prosedur Tertulis” sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.3.
4) Dalam hal terjadi perubahan materi terkait butir
3).b) sampai dengan butir 3).f) dan/atau
perubahan ketentuan yang dikeluarkan oleh
Penyelenggara dan/atau asosiasi sistem
pembayaran yang telah disetujui oleh Bank
Indonesia, yang berdampak pada materi KPT,
Peserta harus melakukan pengkinian terhadap
KPT dimaksud.
5) Pengkinian terhadap KPT sebagaimana dimaksud
pada angka 4) wajib dilakukan dalam waktu
paling lama 6 (enam) bulan sejak terjadinya
perubahan materi dan ketentuan tersebut.
b. Melakukan pemeriksaan internal
terhadap
operasional SKNBI, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan internal dilakukan oleh satuan kerja
pengawas internal Peserta.
2) Pemeriksaan internal terhadap kegiatan SKNBI
bertujuan untuk menjamin keamanan
operasional SKNBI yang dilakukan oleh Peserta.
3) Pelaksanaan pemeriksaan internal paling kurang
mencakup ruang lingkup materi penilaian
kepatuhan yang disampaikan oleh Penyelenggara.
c. Melakukan security audit, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Security audit bertujuan untuk memastikan
keamanan dan keandalan teknologi informasi
internal Peserta, hubungan (interface) antara SPK
dengan…
57
dengan sistem internal Peserta serta kondisi
lingkungan Peserta dalam melakukan kegiatan
operasional.
2) Security audit dilakukan paling kurang 1 (satu)
kali dalam 3 (tiga) tahun terhitung sejak menjadi
Peserta atau setiap terjadi perubahan dalam
sistem teknologi informasi internal Peserta yang
terkait dengan SKNBI.
3) Pelaksanaan security audit dapat dilakukan oleh
auditor internal Peserta maupun auditor
eksternal.
d. Memiliki pedoman BCP dan DRP, dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Pedoman BCP atau DRP memuat prosedur yang
dilakukan oleh Peserta dalam hal terjadi Keadaan
Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat atau
upaya lainnya yang perlu dilakukan dalam hal
sistem cadangan tidak dapat digunakan, untuk
memastikan bahwa operasional SKNBI di Peserta
tetap dapat dilakukan.
2) Pedoman BCP sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) paling kurang memuat hal-hal sebagai
berikut:
a) unit kerja penanggung jawab;
b) mekanisme koordinasi apabila penanggung
jawab terdiri dari beberapa unit;
c)
langkah-langkah bisnis yang dilakukan
untuk menjamin kegiatan operasional SKNBI
tetap berjalan;
d) mekanisme pengujian prosedur BCP;
e) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan
f) petugas operasional (termasuk data nomor
telepon yang dapat dihubungi).
3) Pedoman DRP sebagaimana dimaksud pada
angka 1) paling kurang memuat hal-hal sebagai
berikut…
58
berikut:
a) unit kerja penanggung jawab;
b) mekanisme koordinasi apabila penanggung
jawab terdiri dari beberapa unit;
c) prosedur penyiapan infrastruktur cadangan
untuk menjamin kegiatan operasional SKNBI
tetap berjalan;
d) mekanisme pelaporan dan monitoring; dan
e) petugas operasional (termasuk data nomor
telepon yang dapat dihubungi).
e. Menggunakan aplikasi SPK sesuai dengan buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
f. Menjamin SPK utama dan SPK cadangan berfungsi
dengan baik.
Untuk menjamin SPK utama dan SPK cadangan
berfungsi dengan baik, Peserta harus melakukan hal-
hal sebagai berikut:
1) Memastikan petugas yang menangani SKNBI
memahami sistem dan prosedur operasional
SKNBI yang telah ditetapkan baik oleh
Penyelenggara maupun internal Peserta, antara
lain melalui pelatihan secara reguler.
2) Mengatur dan menetapkan user dan kewenangan
user yang melakukan operasional SKNBI dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) pengaturan kewenangan user dengan
memperhatikan rentang kendali (span of
control) untuk meminimalisasi kesalahan
manusia (human error) dan penyalahgunaan
wewenang;
b) pembuatan sampai dengan pengiriman DKE
dilakukan secara berjenjang sesuai dengan
tingkat kewenangan petugas;
c) pengaturan petugas pengganti untuk user
sesuai dengan perannya masing-masing;
d) penetapan…
59
d) penetapan dan penatausahaan data user
yang mengelola Soft Token sesuai ketentuan
internal Peserta; dan
e) memastikan keamanan penggunaan dan
penyimpanan Soft Token sesuai ketentuan
internal Peserta.
3) Melakukan pemeliharaan data dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Data yang disimpan dalam media elektronik
harus mendapat pengamanan yang memadai
dan terjaga kerahasiaannya, antara lain
terlindung dari akses petugas yang tidak
berhak.
b) Data sebagaimana dimaksud dalam huruf a)
antara lain meliputi data transaksi, aplikasi
SPK yang diberikan oleh Penyelenggara, Soft
Token, dan/atau ketentuan dan prosedur
yang diberikan oleh Penyelenggara.
c) Pencadangan data sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) ke dalam media elektronik.
d) Peserta harus memastikan bahwa data yang
tersimpan dalam media elektronik
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan
cadangannya sebagaimana dimaksud dalam
huruf c) tidak rusak antara lain dengan cara
melakukan pemeliharaan atau pengecekan
secara berkala.
e) Seluruh data yang tersimpan dalam media
elektronik sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) dan cadangannya sebagaimana
dimaksud dalam huruf c) harus
didokumentasikan dengan baik.
4) Menyediakan dan mengelola sistem cadangan
untuk SKNBI di Peserta dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Pemilihan…
60
a) Pemilihan jenis dan lokasi SPK cadangan
serta JKD cadangan diserahkan kepada
Peserta.
b) Pemilihan jenis dan lokasi SPK, serta JKD
cadangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) dilakukan berdasarkan
pertimbangan antara lain:
(1) volume transaksi Peserta dan tingkat
urgensi SKNBI bagi Peserta; dan
(2) pengendalian internal guna memitigasi
risiko operasional di Peserta.
c) Penyediaan JKD cadangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) harus dilayani oleh
provider yang berbeda dengan JKD utama.
5) Menjamin sistem cadangan berfungsi dengan
dengan baik, antara lain dengan cara sebagai
berikut:
a) Peserta wajib ikut serta dalam uji coba SKNBI
yang dilaksanakan oleh Penyelenggara
dengan menggunakan sistem cadangan milik
Peserta paling kurang 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun.
b) Peserta melakukan uji coba koneksi sistem
cadangan secara berkala dengan ketentuan
sebagai berikut:
(1) Uji coba koneksi sistem cadangan
mencakup uji coba terhadap SPK
cadangan, JKD cadangan, dan/atau
data cadangan.
(2) Uji coba koneksi sistem cadangan
sebagaimana dimaksud dalam angka (1)
dapat dilakukan dengan menggunakan:
(a) environment testing Penyelenggara
selama jam operasional SKNBI; atau
production
(b) environment
Penyelenggara…
61
Penyelenggara dengan jadwal yang
ditetapkan oleh Penyelenggara yaitu
setiap bulan pada hari Jumat
minggu pertama atau minggu ketiga
setelah proses akhir hari SKNBI di
Penyelenggara berakhir dan
pelaksanaannya dilakukan paling
lama 1 (satu) jam.
(3) Uji coba koneksi sistem cadangan
dilakukan dengan tata cara sebagai
berikut:
(a) Peserta menyampaikan permohonan
uji coba koneksi sistem cadangan
melalui fasilitas administrative
message kepada Penyelenggara; dan
(b) Penyelenggara memberitahukan
persetujuan uji coba koneksi sistem
cadangan kepada Peserta melalui
sarana administrative message.
c) Mengoperasikan sistem cadangan untuk
kegiatan operasional SKNBI dalam kondisi
normal dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Kegiatan operasional dalam kondisi
normal dilakukan secara berkala, paling
kurang 1 (satu) kali dalam setahun.
(2) Pengoperasian sistem cadangan untuk
kegiatan operasional dalam kondisi
normal dapat mencakup pengoperasian
SPK cadangan dan/atau JKD cadangan.
(3) Tata cara penggunaan sistem cadangan
untuk kegiatan operasional dalam
kondisi normal adalah sebagai berikut:
(a) Peserta menyampaikan permohonan
melalui fasilitas administrative
message kepada Penyelenggara; dan
(b) Penyelenggara…
62
(b) Penyelenggara memberitahukan
persetujuan penggunaan sistem
cadangan pada kondisi normal
kepada Peserta melalui sarana
administrative message.
6) Menjamin keamanan dan keandalan dari JKD
yang digunakan untuk menghubungkan SPK
dengan:
a) perangkat komputer Peserta yang digunakan
untuk operasional SKNBI; dan
b) sistem komputer internal Peserta, apabila
Peserta menghubungkan SPK utama
dan/atau SPK cadangan dengan sistem
komputer internal Peserta,
sehingga bebas dari segala kemungkinan hal-hal
yang dapat merusak SKNBI termasuk tetapi tidak
terbatas pada kemungkinan pemalsuan,
pembobolan data elektronis (hacking), serta
perusakan sistem dengan cara membanjiri sistem
dengan data dan pesan pembayaran.
7) Melaporkan pengembangan aplikasi internal yang
terkait dengan SKNBI kepada Penyelenggara
secara tertulis dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a paling lama 1
(satu) bulan sebelum aplikasi tersebut
diimplementasikan.
8) Melakukan langkah preventif yang diperlukan
sehingga perangkat keras berfungsi dengan baik
dan perangkat lunak aplikasi yang digunakan
dalam SKNBI dan/atau dalam kaitannya dengan
SKNBI bebas dari segala jenis virus.
9) Menjamin integritas database SKNBI yang ada
pada SPK utama dan SPK cadangan termasuk
data cadangan yang disimpan dalam bentuk
compact disk (CD), tape, cartridge, flashdisk,
dan/atau …
63
dan/atau media lainnya.
10) Melakukan instalasi setiap terjadi perubahan
aplikasi SPK utama dan/atau SPK cadangan
sesuai dengan buku pedoman penggunaan
aplikasi SPK.
11) Menyimpan dengan baik aplikasi SPK, termasuk
setiap terdapat perubahan aplikasi SPK dan Soft
Token yang diberikan oleh Penyelenggara, di
tempat yang aman dan bebas dari berbagai hal-
hal yang dapat merusak aplikasi SPK dan Soft
Token.
2. Bertanggung Jawab atas Kebenaran DKE dan Seluruh
Informasi yang Dikirim Peserta kepada Penyelenggara
melalui SKNBI.
Dalam rangka memastikan kebenaran DKE dan seluruh
informasi yang dikirim kepada Penyelenggara, Peserta
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. membuat DKE dan batch sesuai dengan buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK; dan
b. mengirimkan batch DKE sesuai jadwal yang
ditetapkan Penyelenggara.
3. Melaksanakan perjanjian dengan Penyelenggara apabila
diperlukan dalam rangka penyelenggaraan SKNBI.
4. Menginformasikan biaya transaksi melalui SKNBI kepada
nasabah secara transparan.
Dalam rangka transparansi biaya transaksi melalui SKNBI
kepada nasabah, Peserta mengumumkan secara tertulis
mengenai biaya transaksi melalui SKNBI pada tempat yang
mudah terlihat oleh nasabah.
5. Memberikan data dan informasi terkait penyelenggaraan
SKNBI kepada Bank Indonesia.
Dalam rangka pemberian data dan informasi terkait
penyelenggaraan SKNBI kepada Bank Indonesia, Peserta
memberikan data dan informasi yang diminta oleh
Penyelenggara termasuk namun tidak terbatas pada
dokumen…
64
dokumen asli dan/atau salinan dokumen yang berupa
warkat dan/atau data elektronik terkait dengan
pelaksanaan SKNBI.
6. Mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi sistem
pembayaran yang telah disetujui oleh Bank Indonesia.
7. Mematuhi ketentuan lain terkait operasional
penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal.
Dalam rangka memenuhi ketentuan mengenai
penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal dan
ketentuan terkait lainnya, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. pimpinan dan/atau pejabat yang berwenang wajib
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan Peserta terhadap
ketentuan lainnya yang terkait dengan operasional
penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal.
b. Peserta menatausahakan perintah transfer dana,
perintah transfer debit, hasil perhitungan SKNBI,
dalam bentuk elektronik dan/atau hasil cetaknya,
serta Warkat Debit sesuai dengan ketentuan
pengarsipan yang berlaku di internal Peserta dan
masa retensi sesuai peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai dokumen perusahaan.
I. Penggunaan Soft Token dalam SKNBI
1. Prinsip Penggunaan Soft Token
a. Dalam operasional SKNBI, Peserta harus memiliki Soft
Token yang merupakan salah satu sarana
pengamanan dalam melakukan koneksi antara SPK
dengan SSK.
b. Soft Token sebagaimana dimaksud dalam huruf a
terdiri atas:
1) Bank Indonesia Certificate of Authentification (BI-
CA);
2) sertifikat SSK; dan
3) sertifikat SPK.
c. BI-CA…
65
c. BI-CA sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) dan
Sertifikat SSK sebagaimana dimaksud dalam butir
b.2) memiliki masa aktif yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
d. Dalam hal masa aktif BI-CA dan sertifikat SSK
sebagaimana dimaksud dalam huruf c berakhir,
Penyelenggara akan mengganti dan menyampaikan
BI-CA dan sertifikat SSK dengan yang baru paling
lama 1 (satu) bulan sebelum masa aktif berakhir.
e. Sertifikat SPK sebagaimana dimaksud dalam butir
b.3), memiliki masa aktif paling lama 2 (dua) tahun
sejak tanggal efektif.
f. Peserta dapat mengajukan perpanjangan masa aktif
sertifikat SPK dan penggantian Soft Token yang hilang,
rusak, atau tidak dapat digunakan karena sebab
apapun.
g. Soft Token yang telah diserahkan oleh Penyelenggara
kepada Peserta digunakan sesuai ketentuan internal
Peserta dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Peserta yang bersangkutan.
2. Prosedur Permohonan Penggunaan Soft Token,
Penggantian Soft Token, dan Perpanjangan Masa Aktif
Sertifikat SPK
a. Peserta mengajukan surat permohonan kepada
Penyelenggara untuk mendapatkan Soft Token,
penggantian Soft Token, dan perpanjangan masa aktif
sertifikat SPK, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk mendapatkan Soft Token, surat
permohonan paling kurang memuat informasi
sebagai berikut:
a) nama Peserta; dan
b) kode Peserta.
2) Untuk penggantian Soft Token, surat permohonan
paling kurang memuat informasi sebagai berikut:
a) nama Peserta;
b) kode…
66
b) kode Peserta; dan
c) alasan penggantian.
3) Untuk perpanjangan masa aktif sertifikat SPK,
surat permohonan paling kurang memuat
informasi sebagai berikut:
a) nama Peserta;
b) kode Peserta; dan
c)
tanggal berakhirnya sertifikat SPK.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disertai dengan file certificate signing request
yang disimpan dalam compact disc. Pembuatan file
certificate signing request mengacu pada buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.4 dan ditandatangani oleh pejabat
yang berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen
tanda tangan di Bank Indonesia serta disampaikan
kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Surat permohonan disampaikan kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a.
2) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, surat permohonan disampaikan
kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada
KPwDN yang mewilayahi.
3) Bagi Peserta yang mengajukan permohonan
perpanjangan masa aktif sertifikat SPK, surat
permohonan disampaikan paling lama 1 (satu)
bulan sebelum masa aktif Sertifikat SPK berakhir.
d. Penyelenggara memberitahukan kepada Peserta
melalui administrative message atau sarana lainnya
untuk pengambilan Soft Token, Soft Token pengganti,
atau sertifikat SPK yang telah diperpanjang masa
aktifnya…
67
aktifnya paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak
surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a diterima secara lengkap oleh Penyelenggara.
e. Peserta melakukan pengambilan Soft Token, Soft
Token pengganti, atau sertifikat SPK sebagaimana
dimaksud dalam huruf d dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPBI, pengambilan dilakukan di
Penyelenggara.
2) Bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPwDN, pengambilan dilakukan di KPwDN
setempat.
3) Pengambilan dilakukan oleh pejabat yang
berwenang yang telah memiliki spesimen tanda
tangan di Bank Indonesia.
f. Peserta melakukan instalasi Soft Token, Soft Token
pengganti, atau sertifikat SPK yang diperoleh dari
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam huruf e
ke server SPK yang menghasilkan certificate signing
request.
g. Peserta harus menginformasikan tanggal pelaksanaan
instalasi Soft Token pengganti atau sertifikat SPK yang
diperpanjang masa aktifnya kepada Penyelenggara.
Dalam hal Peserta tidak menginformasikan tanggal
instalasi tersebut maka segala risiko dan akibat yang
timbul menjadi tanggung jawab sepenuhnya Peserta
yang bersangkutan.
3. Penghapusan Sertifikat SPK
a. Penghapusan sertifikat SPK dapat dilakukan atas
dasar:
1)
inisiatif Penyelenggara; atau
2) permintaan Peserta.
b. Penghapusan sertifikat SPK atas dasar inisiatif
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam butir
a.1)…
68
a.1) antara lain dilakukan dalam hal Peserta telah
dihentikan kepesertaannya dalam penyelenggaraan
SKNBI.
c. Penghapusan sertifikat SPK atas dasar permintaan
Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir a.2)
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta mengajukan surat permohonan
penghapusan sertifikat SPK kepada
Penyelenggara dengan menyatakan tanggal efektif
penghapusan sertifikat SPK tersebut paling lama
1 (satu) bulan sebelum tanggal efektif dimaksud.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen
tanda tangan di Bank Indonesia.
3) Surat permohonan penghapusan sertifikat SPK
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.4 dan dapat disampaikan
terlebih dahulu melalui faksimile.
d. Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan
kepada Peserta mengenai penghapusan sertifikat SPK
paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah
pelaksanaan penghapusan sertifikat SPK.
IV. WAKTU OPERASIONAL SKNBI
A. Prinsip Umum
1. Penyelenggara menetapkan waktu operasional SKNBI yang
mencakup:
a. hari operasional;
b. jam operasional;
c.
jam layanan; dan
d. periode waktu kegiatan.
2. Hari operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a
yaitu hari yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagai hari
diselenggarakannya operasional SKNBI.
3. Jam…
69
3. Jam operasional sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b
yaitu jam yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagai
waktu diselenggarakannya operasional SKNBI pada setiap
hari operasional.
4. Jam layanan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c yaitu
jadwal yang ditetapkan oleh Penyelenggara untuk setiap
layanan dalam SKNBI, misalnya jam Layanan Transfer
Dana, jam Layanan Kliring Warkat Debit, jam Layanan
Pembayaran Reguler, dan jam Layanan Penagihan Reguler.
5. Periode waktu kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.d yaitu jangka waktu yang ditetapkan oleh
Penyelenggara untuk melaksanakan kegiatan operasional
setiap layanan dalam SKNBI, misalnya periode waktu
untuk pengiriman DKE dan periode waktu untuk
penyediaan Prefund.
6. Peserta wajib melakukan kegiatan operasional SKNBI
sesuai dengan waktu operasional yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
7. Dalam kondisi tertentu, Keadaan Tidak Normal, dan/atau
Keadaan Darurat, Peserta dapat tidak ikut serta dalam
kegiatan SKNBI berdasarkan persetujuan dari
Penyelenggara.
8. Prosedur permohonan Peserta yang tidak ikut dalam
kegiatan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam angka 7
adalah sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan permohonan melalui surat yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari
Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di Bank
Indonesia ke alamat II.A.2.a yang dapat didahului
dengan faksimile atau administrative message.
b. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau
penolakan atas permohonan Peserta sebagaimana
dimaksud dalam huruf a melalui surat yang dapat
didahului administrative message atau sarana lainnya.
c. Dalam hal permohonan disetujui, Penyelenggara
menginformasikan…
70
menginformasikan Peserta yang tidak ikut dalam
kegiatan operasional SKNBI kepada seluruh Peserta
melalui administrative message.
9. Untuk permohonan tidak ikut serta dalam kegiatan SKNBI
dikarenakan kondisi tertentu, permohonan diajukan paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sebelumnya. Alasan pengajuan
permohonan antara lain sebagai berikut:
a. kantor pusat Peserta berada dalam wilayah KPwDN
tertentu yang menerapkan hari operasional sebagai
libur fakultatif; dan/atau
b. kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara.
10. Dalam hal KPwDN di Wilayah Kliring tertentu menerapkan
hari operasional sebagai libur fakultatif maka Peserta
tidak dapat melakukan pengiriman DKE Warkat Debit ke
Wilayah Kliring tersebut dan kegiatan pertukaran Warkat
Debit di wilayah tersebut ditiadakan.
11. Waktu operasional SKNBI sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dapat diubah sewaktu-waktu oleh Penyelenggara.
B. Penetapan Waktu Operasional SKNBI
1. Operasional SKNBI dilaksanakan pada setiap hari kalender
yang ditetapkan sebagai hari operasional oleh
Penyelenggara.
2. Jam operasional SKNBI adalah pukul 06.30 WIB sampai
dengan pukul 20.00 WIB.
3. Penyelenggara menetapkan jam layanan sebagaimana
dimaksud pada butir A.1.c dan periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud pada butir A.1.d yang berlaku
secara nasional dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Layanan Transfer Dana
1) Jam Layanan Transfer Dana yaitu pukul 06.30
Waktu Indonesia Barat (WIB) sampai dengan
pukul 16.15 WIB.
2) Dalam Layanan Transfer Dana, Penyelenggara
menetapkan periode waktu kegiatan sebagai
berikut:
a) penyediaan…
71
a) penyediaan Prefund Kredit;
b) pengiriman DKE Transfer Dana ke SSK;
c) penyediaan informasi awal;
d) download confirmed incoming DKE Transfer
Dana;
e) Setelmen Dana; dan
f) download DKE Transfer Dana outgoing,
dengan rincian periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
b. Untuk Layanan Kliring Warkat Debit
1) Jam Layanan Kliring Warkat Debit ditetapkan
dalam 4 (empat) zona, yaitu:
a) Zona 1, mulai pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 13.30 WIB;
b) Zona 2, mulai pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 14.30 WIB;
c) Zona 3, mulai pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 16.30 WIB; dan
d) Zona 4 dilaksanakan dalam 2 (dua) hari
kerja, yaitu:
(1) hari kerja pertama mulai pukul 08.00
WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB;
dan
(2) hari kerja kedua mulai pukul 08.00 WIB
sampai dengan pukul 13.00 WIB,
yang merupakan satu kesatuan.
2) Dalam setiap zona, Penyelenggara menetapkan
periode waktu kegiatan sebagai berikut:
a) pengiriman DKE Warkat Debit untuk
kegiatan:
(1) Kliring Penyerahan; dan
(2) Kliring Pengembalian;
b) proses pertukaran Warkat Debit untuk:
(1) Kliring Penyerahan; dan
(2) Kliring Pengembalian;
c) download…
72
c) download DKE Warkat Debit incoming untuk:
(1) Kliring Penyerahan; dan
(2) Kliring Pengembalian;
d) download DKE Warkat Debit incoming dan
confirmed outgoing dalam kegiatan Kliring
Penyerahan;
e) penyediaan informasi awal;
f) penambahan Prefund Debit;
g) Setelmen Dana; dan
h) download DKE Warkat Debit outgoing untuk
Kliring Penyerahan dan Kliring
Pengembalian,
dengan rincian periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
c. Untuk Layanan Pembayaran Reguler
1) Jam Layanan Pembayaran Reguler ditetapkan
dalam 2 (dua) periode, yaitu:
a) periode 1 dilaksanakan dalam 2 (dua) hari
kerja, yaitu:
(1) hari kerja pertama mulai pukul 06.30
WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB;
dan
(2) hari kerja kedua mulai pukul 06.30 WIB
sampai dengan pukul 08.00 WIB,
yang merupakan satu kesatuan.
b) periode 2, mulai pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 15.15 WIB.
2) Dalam setiap periode, Penyelenggara menetapkan
periode waktu kegiatan sebagai berikut:
a) penyediaan Prefund Kredit;
b) pengiriman DKE Pembayaran ke SSK;
c) penyediaan informasi awal;
d) download DKE Pembayaran confirmed
incoming;
e) Setelmen Dana; dan
f) download…
73
f) download DKE Pembayaran outgoing,
dengan rincian periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
d. Untuk Layanan Penagihan Reguler
1) Jam Layanan Penagihan Reguler yaitu pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
2) Dalam Layanan Penagihan Reguler,
Penyelenggara menetapkan periode waktu
kegiatan sebagai berikut:
a) pengiriman DKE Penagihan untuk kegiatan:
(1) Penyerahan Tagihan; dan
(2) Pengembalian Tagihan.
b) download DKE Penagihan incoming untuk:
(1) Penyerahan Tagihan; dan
(2) Pengembalian Tagihan.
c) download DKE Penagihan incoming dan
confirmed
outgoing dalam kegiatan
Penyerahan Tagihan.
d) penyediaan informasi awal;
e) penambahan Prefund Debit;
f) Setelmen Dana; dan
g) download DKE Penagihan outgoing untuk
Penyerahan Tagihan dan Pengembalian
Tagihan,
dengan rincian periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
C. Perubahan Waktu Operasional SKNBI
1. Penyelenggara dapat melakukan perubahan waktu
operasional SKNBI sebagaimana dimaksud dalam butir A.1
berdasarkan pertimbangan antara lain sebagai berikut:
a. adanya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Penyelenggara;
b. adanya perubahan jam operasional Sistem BI-RTGS
dan/atau BI-SSSS;
c. adanya kepentingan Bank Indonesia dalam rangka
menjaga…
74
menjaga kelancaran sistem pembayaran;
d. adanya permohonan perpanjangan periode waktu
kegiatan dari Peserta; dan/atau
e. adanya permohonan perubahan jam Layanan Kliring
Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring dari
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI.
2. Permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan dari
Peserta sebagaimana dimaksud dalam butir 1.d dapat
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Permohonan dapat diajukan apabila Peserta
mengalami Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat yang mengakibatkan adanya kebutuhan
perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman DKE
dan/atau penyediaan Prefund.
b. Permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan
oleh Peserta kepada Penyelenggara dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Peserta mengajukan surat permohonan
perpanjangan periode waktu kegiatan kepada
Penyelenggara yang dapat didahului dengan
faksimile, administrative message, dan/atau
sarana lainnya.
2) Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang dari
Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di
Bank Indonesia yang penyampaiannya dapat
didahului dengan faksimile.
3) Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau
penolakan atas permohonan perpanjangan
periode waktu kegiatan kepada Peserta melalui
surat yang dapat didahului dengan faksimile,
administrative message, dan/atau sarana lainnya.
4) Dalam hal permohonan perpanjangan periode
waktu kegiatan disetujui, Penyelenggara
memberitahukan…
75
memberitahukan perpanjangan periode waktu
kegiatan pengiriman DKE dan/atau penyediaan
Prefund kepada seluruh Peserta melalui
administrative message dan/atau sarana lainnya.
5) Perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman
DKE atas permintaan Peserta dikenakan biaya
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.6.
3. Permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit
di suatu Wilayah Kliring oleh Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.e dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di suatu Wilayah Kliring yang mengakibatkan
Peserta tidak dapat mengikuti jam Layanan Kliring
Warkat Debit yang ditetapkan.
b. Perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit yang
dapat disetujui adalah sebagai berikut:
1) Untuk Wilayah Kliring yang terdaftar pada zona 1
dan zona 2, perubahan jam layanan dilakukan
dengan mengacu pada jam Layanan Kliring
Warkat Debit pada zona berikutnya.
Sebagai contoh, apabila terjadi Keadaan Tidak
Normal pada Wilayah Kliring zona 1 maka
perubahan jam layanan pada zona tersebut
dilakukan dengan penyesuaian jam layanan
dengan mengacu pada jam layanan pada zona 2.
2) Untuk Wilayah Kliring yang terdaftar pada zona 3
dan zona 4, perubahan jam layanan dilakukan
dengan perpanjangan jam Layanan Kliring Warkat
Debit pada zona tersebut.
c. Permohonan perubahan jam Layanan Kliring Warkat
Debit sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disampaikan oleh Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI kepada Penyelenggara dengan
ketentuan…
76
ketentuan sebagai berikut:
1) Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI
mengajukan surat permohonan mengenai
perubahan jam Layanan Kliring Warkat Debit
disertai dengan alasan kepada Penyelenggara,
yang dapat didahului dengan faksimile atau
sarana lainnya.
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) disampaikan kepada Penyelenggara
dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.2.a.
3) Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau
penolakan atas permohonan perubahan jam
Layanan Kliring Warkat Debit di suatu Wilayah
Kliring kepada Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI melalui surat dan/atau sarana
lainnya.
4) Dalam hal permohonan perubahan jam Layanan
Kliring Warkat Debit disetujui, Penyelenggara
memberitahukan perubahan jam Layanan Kliring
Warkat Debit di suatu Wilayah Kliring kepada
seluruh Peserta melalui administrative message
dan/atau sarana lainnya.
V. PREFUND
A. Jenis dan Pengelolaan Prefund
1. Jenis Prefund
a. Jenis Prefund dalam SKNBI terdiri atas:
1) Prefund Kredit berupa dana tunai (cash Prefund);
dan
2) Prefund Debit dapat berupa:
a) dana tunai (cash Prefund); dan/atau
b) surat berharga (collateral Prefund).
b. Jenis surat berharga (collateral Prefund) yang dapat
disediakan dalam Prefund Debit sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2).b) mengacu pada
ketentuan…
77
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
tata cara penggunaan fasilitas likuiditas intrahari.
c. Surat berharga (collateral Prefund) sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2).b) hanya berlaku untuk
PLU.
2. Pengelolaan Prefund
a. Dana tunai (cash Prefund) yang disediakan oleh PLU
dan PLA untuk Prefund Kredit dan Prefund Debit,
ditatausahakan pada Sistem BI-RTGS dalam rekening
milik Penyelenggara yang khusus menampung dana
tunai (cash Prefund). Dana tunai (cash Prefund) untuk
masing-masing PLU dan PLA ditatausahakan oleh
Penyelenggara di SSK.
b. Surat berharga (collateral Prefund) yang disediakan
oleh PLU ditatausahakan pada BI-SSSS dalam
rekening surat berharga masing-masing PLU yang
digunakan khusus untuk menampung surat berharga
(collateral Prefund) sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
BI-SSSS.
B. Nilai Minimum Nominal Prefund
Penyelenggara menetapkan besarnya Prefund yang harus
disediakan oleh masing-masing Peserta dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Penyelenggara tidak menetapkan nilai minimum nominal
Prefund Kredit yang wajib disediakan oleh Peserta.
2. Penyelenggara menetapkan nilai minimum nominal
Prefund Debit yang wajib disediakan oleh Peserta.
3. Nilai minimum nominal Prefund Debit yang wajib
disediakan oleh Peserta sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta wajib menyediakan Prefund Debit sebelum jam
Layanan Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan
Reguler dimulai, dengan jumlah paling sedikit sebesar
nilai nominal yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
b. Nilai…
78
b. Nilai minimum nominal Prefund Debit adalah sebesar
total tagihan harian terbesar Peserta dalam Layanan
Kliring Warkat Debit dan Layanan Penagihan Reguler
dalam kurun waktu 12 (dua belas) bulan terakhir,
dengan mengecualikan data transaksi yang nilai
nominalnya di luar kebiasaan (outlier). Khusus untuk
bulan ke-12 (dua belas), data yang diperhitungkan
adalah data transaksi sampai dengan tanggal 25.
Apabila tanggal 25 pada bulan ke-12 (dua belas) jatuh
pada hari libur maka data yang diperhitungkan
adalah data transaksi sampai dengan hari kerja
terakhir sebelum tanggal 25 pada bulan yang
bersangkutan. Contoh perhitungan minimum Prefund
Debit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.7.
c. Data transaksi yang nilai nominalnya di luar
kebiasaan (outlier) sebagaimana dimaksud dalam
huruf b merupakan nilai rata-rata total tagihan harian
(incoming debit) per Peserta ditambah 3 (tiga) standar
deviasi.
d. Nilai minimum nominal Prefund Debit sebagaimana
dimaksud dalam huruf b yang wajib disediakan oleh
Peserta, dapat diakses oleh Peserta melalui SPK pada
tanggal 26 setiap bulannya. Apabila tanggal 26 jatuh
pada hari libur maka besarnya nilai minimum nominal
Prefund Debit dapat diakses oleh Peserta melalui SPK
pada hari kerja berikutnya.
e. Dalam hal terdapat Peserta baru dan belum memiliki
data historis transaksi Layanan Kliring Warkat Debit
dan Layanan Penagihan Reguler, besarnya minimum
nilai nominal Prefund Debit yang wajib disediakan oleh
Peserta tersebut diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Pada hari pertama keikutsertaan Peserta, nilai
minimum nominal Prefund Debit yang harus
disediakan adalah sebesar Rp0,00 (nol rupiah).
2) Pada…
79
2) Pada hari kerja berikutnya di bulan yang sama
dengan tanggal keikutsertaan Peserta, nilai
minimum nominal Prefund Debit yang harus
disediakan oleh Peserta ditetapkan berdasarkan
data total tagihan harian (incoming debit) terbesar
Peserta pada hari kerja sebelumnya.
3) Nilai minimum nominal Prefund Debit untuk
bulan berikutnya ditetapkan dengan
memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b sesuai dengan data
historis yang dimiliki Peserta. Dalam hal data
historis yang dimiliki oleh Peserta kurang dari 12
(dua belas) bulan maka data historis yang
digunakan adalah data yang tersedia pada
periode tersebut.
f. Dalam hal terdapat Peserta yang melakukan
penggabungan atau peleburan usaha, nilai minimum
nominal Prefund Debit yang harus disediakan oleh
Peserta hasil penggabungan atau peleburan usaha
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Sejak tanggal efektif penggabungan atau
peleburan usaha sampai dengan akhir bulan yang
bersangkutan, nilai nominal Prefund Debit yang
harus disediakan adalah sebesar total nilai
nominal Prefund Debit dari Peserta yang
melakukan penggabungan atau peleburan usaha,
yang telah ditetapkan pada awal bulan ketika
Peserta tersebut belum melakukan penggabungan
atau peleburan usaha.
2) Nilai nominal Prefund Debit untuk bulan
berikutnya ditetapkan berdasarkan total tagihan
harian terbesar Peserta hasil penggabungan atau
peleburan usaha untuk Layanan Kliring Warkat
Debit dan Layanan Penagihan Reguler dengan
mengecualikan data transaksi yang nilai
nominalnya…
80
nominalnya di luar kebiasaan (outlier), dalam
bulan sebelumnya terhitung sejak tanggal efektif
penggabungan atau peleburan usaha.
3) Nilai minimum nominal Prefund Debit untuk
bulan berikutnya ditetapkan dengan
memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) sesuai dengan data
historis yang dimiliki oleh Peserta hasil
penggabungan atau peleburan usaha. Dalam hal
data historis yang dimiliki oleh Peserta hasil
penggabungan atau peleburan usaha kurang dari
12 (dua belas) bulan maka data historis yang
digunakan adalah data yang tersedia pada
periode tersebut.
g. Dalam hal terdapat perubahan kegiatan usaha Peserta
dari konvensional menjadi syariah, nilai minimum
nominal Prefund Debit yang harus disediakan oleh
Peserta menggunakan data historis 12 (dua belas)
bulan sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam
huruf b.
C. Tata Cara Penyediaan Prefund
1. Penyediaan Prefund Kredit
Dalam melakukan kewajiban penyediaan Prefund Kredit,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta menyediakan Prefund Kredit sesuai periode
waktu kegiatan penyediaan Prefund Kredit yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
b. Dalam melakukan penyediaan Prefund Kredit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk PLU, penyediaan Prefund Kredit dilakukan
oleh Peserta yang bersangkutan.
2) Untuk PLA, penyediaan Prefund Kredit dilakukan
melalui Bank Pembayar.
3) Untuk PTL, penyediaan Prefund Kredit dilakukan
oleh…
81
oleh Bank Penerus.
c. Nilai nominal Prefund Kredit yang disediakan oleh
Peserta minimal sebesar total DKE Transfer Dana
dan/atau DKE Pembayaran keluar (outgoing)
dikurangi total DKE Transfer Dana dan/atau DKE
Pembayaran masuk (incoming) dari Peserta lain yang
didukung oleh dana yang cukup (confirmed incoming).
d. Penyediaan Prefund Kredit dalam bentuk dana tunai
(cash Prefund) dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dengan cara melakukan transfer dana dari Rekening
Setelmen Dana PLU atau Rekening Setelmen Dana
Bank Pembayar ke rekening milik Penyelenggara yang
digunakan khusus untuk menampung dana tunai
(cash Prefund) dengan mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
Sistem BI-RTGS.
2. Penyediaan Prefund Debit
Dalam melakukan kewajiban penyediaan nilai minimum
nominal Prefund Debit, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Penyediaan Prefund Debit dalam bentuk dana tunai
(cash Prefund) dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dengan cara melakukan transfer dana dari Rekening
Setelmen Dana PLU ke rekening milik Penyelenggara
yang digunakan khusus untuk menampung dana
tunai (cash Prefund) dengan mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
b. Penyediaan Prefund Debit dalam bentuk surat
berharga (collateral Prefund) dilakukan melalui BI-
SSSS, dengan prosedur sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan BI-SSSS.
D. Tata Cara Penambahan Prefund
1. Penambahan Prefund Kredit
a. Peserta wajib melakukan penambahan Prefund Kredit
dalam…
82
dalam hal Prefund Kredit yang disediakan oleh Peserta
sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban Peserta dalam
Layanan Transfer Dana dan/atau Layanan
Pembayaran Reguler.
b. Penambahan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dilakukan sesuai dengan periode waktu
penambahan Prefund Kredit yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
c. Mekanisme penambahan Prefund Kredit sebagaimana
dimaksud dalam huruf a mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir C.1.
2. Penambahan Prefund Debit
a. Peserta wajib melakukan penambahan Prefund Debit
dalam hal nilai minimum nominal Prefund Debit
sebagaimana dimaksud dalam butir C.2 tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban Peserta dalam
Layanan Kliring Warkat Debit dan/atau Layanan
Penagihan Reguler.
b. Penambahan Prefund Debit sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dilakukan sesuai dengan periode waktu
penambahan Prefund Debit sebagaimana dimaksud
pada Lampiran II.5.
c. Mekanisme penambahan Prefund Debit sebagaimana
dimaksud dalam huruf b mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf C.2.
E. Pengembalian Prefund
1. Pengembalian Prefund Kredit
Dalam hal setelah jam layanan pada Layanan Transfer
Dana dan Layanan Pembayaran Reguler berakhir, Peserta
masih memiliki saldo dana tunai (cash Prefund) yang tidak
dipergunakan dalam perhitungan Layanan Transfer Dana
dan/atau Layanan Pembayaran Reguler maka saldo dana
tunai (cash Prefund) tersebut dikembalikan oleh
Penyelenggara ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau
Rekening…
83
Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar.
2. Pengembalian Prefund Debit
Setelah jam layanan pada Layanan Kliring Warkat Debit
dan Layanan Penagihan Reguler berakhir, Penyelenggara
melakukan pengembalian dana tunai (cash Prefund) ke
Rekening Setelmen Dana PLU, dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Dalam hal saldo dana tunai (cash Prefund)
menunjukkan nilai positif, Penyelenggara
mengembalikan saldo dana tunai (cash Prefund)
sebesar nilai positif ke Rekening Setelmen Dana PLU.
b. Dalam hal surat berharga (collateral Prefund) tidak
digunakan maka:
1) Peserta dapat memindahkan kembali surat
berharga (collateral Prefund) tersebut ke rekening
surat berharga PLU sesuai ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan BI-SSSS.
2) Dalam hal Peserta tidak memindahkan kembali
surat berharga (collateral Prefund) ke rekening
surat berharga PLU maka surat berharga
(collateral Prefund) tersebut akan diperhitungkan
sebagai komponen Prefund Debit untuk hari kerja
berikutnya.
3. Periode pengembalian Prefund
Pengembalian Prefund Kredit sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 dan pengembalian Prefund Debit
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan sesuai
dengan periode waktu kegiatan pengembalian Prefund
sebagaimana dimaksud pada Lampiran II.5.
VI. LAYANAN TRANSFER DANA
A. Prinsip Umum
1. Dalam hari operasional, Layanan Transfer Dana dilakukan
sesuai dengan jam layanan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.5…
84
II.5.
2. Jenis transfer dana yang dapat diperhitungkan dalam
Layanan Transfer Dana adalah transfer dana yang berasal
dari:
a. perintah transfer dana dari Peserta kepada Peserta
lainnya;
b. perintah transfer dana dari Peserta kepada nasabah
Peserta lainnya dan sebaliknya; dan
c. perintah transfer dana dari nasabah Peserta kepada
nasabah Peserta lainnya.
3. Transfer dana sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a
merupakan transaksi selain yang telah ditetapkan dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
4. Nasabah sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b dan butir
2.c dapat berupa nasabah yang memiliki rekening di
Peserta maupun nasabah yang tidak memiliki rekening di
Peserta.
5. Nilai nominal transfer dana sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dibatasi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.8.
6. Transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2
diproses pada Layanan Transfer Dana dalam bentuk DKE
Transfer Dana yang dihasilkan dari SPK.
7. DKE Transfer Dana yang telah diterima oleh Penyelenggara
tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta.
8. Perhitungan Layanan Transfer Dana dilakukan
berdasarkan DKE Transfer Dana yang didukung dengan
dana yang cukup.
9. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam angka 8 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana PLU
dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar.
10. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 9
dilakukan 5 (lima) kali dalam 1 (satu) hari operasional.
B. Operasional…
85
B. Operasional Layanan Transfer Dana
1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Transfer Dana dan Batch
DKE Transfer Dana
a. Pembuatan DKE Transfer Dana
1) Pembuatan DKE Transfer Dana dilakukan oleh
Peserta dengan cara sebagai berikut:
a)
input DKE Transfer Dana secara manual
melalui SPK; atau
b)
interface DKE Transfer Dana dengan cara:
(1)
import file dari media rekam elektronik
ke SPK; atau
(2) Straight Through Processing (STP) dari
sistem internal Peserta ke SPK.
2) Pembuatan DKE Transfer Dana sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) mengacu pada buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
b. Pembuatan batch DKE Transfer Dana
1) Pembuatan batch DKE Transfer Dana dilakukan
melalui SPK atau sistem internal Peserta.
2) Pembuatan batch DKE Transfer Dana oleh Peserta
mengacu pada buku pedoman penggunaan
aplikasi SPK.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
DKE Transfer Dana dan batch DKE Transfer Dana
1) Pengisian field kode transaksi pada DKE Transfer
Dana harus mengacu pada kode transaksi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9.
2) Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota
di mana DKE Transfer Dana tersebut dikirim oleh
Peserta pengirim.
3) 1 (satu) batch DKE Transfer Dana paling banyak
berisi 200 (dua ratus) transaksi atau 1 (satu)
batch DKE Transfer Dana paling banyak
Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
d. Pengiriman…
86
d. Pengiriman batch DKE Transfer Dana ke SSK
Batch DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud
dalam huruf b dikirim ke SSK dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Pengiriman batch DKE Transfer Dana oleh Peserta
dilakukan melalui SPK dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) batch DKE Transfer Dana yang dikirim oleh
PLU dapat berupa:
(1) batch DKE Transfer Dana milik PLU
yang bersangkutan; dan/atau
(2) batch DKE Transfer Dana milik PTL
dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank
Penerus;
b) batch DKE Transfer Dana yang dikirim oleh
PLA hanya milik PLA yang bersangkutan.
2) Pengiriman batch DKE Transfer Dana dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode
waktu kegiatan pengiriman batch DKE Transfer
Dana yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
3) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch
DKE Transfer Dana maka Peserta dapat
mengirimkan kembali batch DKE Transfer Dana
tersebut selama periode waktu pengiriman batch
DKE Transfer Dana belum berakhir.
4) Atas pengiriman batch DKE Transfer Dana
sebagaimana dimaksud dalam angka 1), SSK
akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman
batch DKE Transfer Dana ke SPK.
2. Mekanisme Perhitungan dalam Layanan Transfer Dana
a. Selama periode waktu kegiatan pengiriman DKE
Transfer Dana, SSK melakukan perhitungan setiap
batch DKE Transfer Dana yang diterima dengan
memperhatikan kecukupan dana yang dimiliki oleh
Peserta.
b. Dana…
87
b. Dana yang dimiliki oleh Peserta sebagaimana
dimaksud dalam huruf a bersumber dari:
1) dana tunai (cash Prefund) yang disediakan dalam
Prefund Kredit; dan
2) confirmed incoming DKE Transfer Dana, yaitu
DKE Transfer Dana masuk dari Peserta lainnya
yang telah didukung dengan dana yang dimiliki
oleh Peserta lain tersebut.
c. DKE Transfer Dana yang dikirim oleh Peserta dan
didukung dengan dana sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dinyatakan sebagai confirmed outgoing DKE
Transfer Dana.
3.
Informasi Perhitungan Layanan Transfer Dana
a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil
perhitungan dalam Layanan Transfer Dana
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a yang dapat
diperoleh Peserta melalui SPK secara seketika.
b. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka
informasi hasil perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a mencakup hasil perhitungan PLU dan
PTL.
c. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a masih terdapat DKE Transfer
Dana yang belum dapat diperhitungkan (unconfirmed
DKE Transfer Dana) karena belum didukung dengan
dana yang cukup maka Peserta wajib menambah
Prefund Kredit sampai batas waktu yang ditetapkan
oleh Penyelenggara. Tata cara penambahan Prefund
Kredit sebagaimana dimaksud dalam butir V.D.
4. Setelmen Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan Transfer
Dana
a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Kredit
berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir
untuk masing-masing Peserta.
b. Dalam hal setelah berakhirnya batas waktu
sebagaimana…
88
sebagaimana dimaksud dalam huruf a Peserta masih
memiliki unconfirmed DKE Transfer Dana maka
mekanisme penyelesaiannya mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 5.
c. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka
hasil perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam
huruf a mencakup hasil perhitungan akhir PLU dan
PTL.
d. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas hasil
perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau
Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar sebesar nilai
hasil perhitungan akhir Layanan Transfer Dana.
5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Transfer Dana
a. Dalam hal terdapat unconfirmed DKE Transfer Dana
sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) apabila unconfirmed DKE Transfer Dana terjadi
sebelum Setelmen Dana terakhir maka
unconfirmed DKE Transfer Dana tersebut akan
diperhitungkan secara otomatis ke Setelmen
Dana berikutnya; dan
2) apabila pada Setelmen Dana terakhir masih
terdapat unconfirmed DKE Transfer Dana maka
unconfirmed DKE Transfer Dana tersebut tidak
diperhitungkan oleh SSK.
b. Penyelesaian unconfirmed DKE Transfer Dana
sebagaimana dimaksud dalam butir a.2) dapat
dilakukan dengan mengirimkan kembali unconfirmed
DKE Transfer Dana tersebut pada hari kerja
berikutnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta pengirim melaporkan hasil penyelesaian
unconfirmed DKE Transfer Dana kepada
Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak
tanggal penyelesaian, dengan menggunakan
format…
89
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.10.
2) Peserta pengirim memberikan kompensasi, jasa,
dan/atau bunga kepada nasabah dengan
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai perlindungan nasabah
pengguna SKNBI.
6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah
penerima sesuai amanat dalam DKE Transfer Dana yang
diterima dari Peserta pengirim, sesuai batas waktu yang
ditentukan dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan
kliring berjadwal.
VII. LAYANAN KLIRING WARKAT DEBIT
A. Prinsip Umum
1. Dalam 1 (satu) hari operasional, Layanan Kliring Warkat
Debit dilakukan dalam 4 (empat) zona sesuai dengan jam
layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.5.
2. Layanan Kliring Warkat Debit dalam setiap zona terdiri
atas Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian, yang
merupakan satu kesatuan siklus Layanan Kliring Warkat
Debit.
3. Warkat Debit yang dapat diperhitungkan dalam Layanan
Kliring Warkat Debit adalah Warkat Debit berupa cek,
bilyet giro, nota debit, dan Warkat Debit lainnya yang telah
disetujui oleh Penyelenggara untuk dikliringkan.
4. Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dapat
dikliringkan oleh Peserta ke seluruh Wilayah Kliring
sepanjang Peserta yang menerbitkan Warkat Debit
memiliki Perwakilan Peserta di wilayah tersebut.
5. Nilai nominal Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 dibatasi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam…
90
dalam Lampiran II.8.
6. Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3
diproses pada Layanan Kliring Warkat Debit dalam bentuk
DKE Warkat Debit yang dihasilkan dari SPK.
7. DKE Warkat Debit yang telah diterima oleh Penyelenggara
tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta.
8. DKE Warkat Debit yang telah dikirim oleh Peserta harus
diikuti dengan penyampaian Warkat Debit kepada Peserta
penerima di Wilayah Kliring dimana Warkat Debit tersebut
dikliringkan.
9. Penyampaian Warkat Debit kepada Peserta penerima
sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dilakukan melalui
pertukaran Warkat Debit sesuai mekanisme sebagaimana
diatur dalam angka XI.
10. Perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit dilakukan
berdasarkan DKE Warkat Debit yang didukung dengan
dana yang cukup.
11. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam angka 10 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana
masing-masing Peserta.
12. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 11
dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) hari operasional
untuk setiap zona.
B. Operasional Layanan Kliring Warkat Debit pada setiap Zona
1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Warkat Debit dan Batch
DKE Warkat Debit
a. Kliring Penyerahan
1) Pembuatan DKE Warkat Debit
a) Pembuatan DKE Warkat Debit dilakukan oleh
Peserta dengan cara sebagai berikut:
(1)
input DKE Warkat Debit secara manual
melalui SPK; atau
(2)
interface DKE Warkat Debit dengan cara:
(a)
import file dari media rekam
elektronik ke SPK; atau
(b) Straight…
91
(b) Straight Through Processing (STP)
dari sistem internal Peserta ke SPK.
b) Pembuatan DKE Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) mengacu pada
buku pedoman penggunaan aplikasi SPK.
2) Pembuatan batch DKE Warkat Debit
a) Pembuatan batch DKE Warkat Debit
dilakukan melalui SPK atau sistem internal
Peserta.
b) Pembuatan batch DKE Warkat Debit oleh
Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan buku pedoman penggunaan aplikasi
SPK.
3) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK
Batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) dikirim ke SSK dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK
dilakukan melalui SPK.
b) Pengiriman batch DKE Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) harus
diikuti dengan penyampaian fisik Warkat
Debit kepada Peserta penerima.
c) Pengiriman batch DKE Warkat Debit dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan
periode waktu kegiatan pengiriman batch
DKE Warkat Debit yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
d) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch
DKE Warkat Debit maka Peserta dapat
mengirimkan kembali batch DKE Warkat
Debit tersebut sepanjang periode waktu
kegiatan pengiriman batch DKE Warkat Debit
belum berakhir.
e) Atas pengiriman batch DKE Warkat Debit
sebagaimana…
92
sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK
akan mengirimkan konfirmasi status
pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SPK.
b. Kliring Pengembalian
1) Proses Verifikasi
a) Peserta melakukan verifikasi terhadap DKE
Warkat Debit yang diterima dari SSK pada
Kliring Penyerahan.
b) Dalam hal terdapat DKE Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) yang
harus dikembalikan maka pengembalian DKE
Warkat Debit tersebut dilakukan melalui
Kliring Pengembalian sesuai dengan alasan
penolakan DKE Warkat Debit sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.11.
2) Pembuatan DKE Warkat Debit
a) Pembuatan DKE Warkat Debit pada Kliring
Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam
butir 1)b) dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
(1)
input DKE Warkat Debit secara manual
melalui SPK; atau
(2)
interface DKE Warkat Debit dengan cara:
(a)
import file dari media rekam
elektronik ke SPK; atau
(b) Straight Through Processing (STP)
dari sistem internal Peserta ke SPK.
b) Pembuatan DKE Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) disertai alasan
penolakan dengan mengacu pada buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
3) Pembuatan Batch DKE Warkat Debit
a) Pembuatan batch DKE Warkat Debit
dilakukan melalui SPK atau sistem internal
Peserta.
b) Pembuatan…
93
b) Pembuatan batch DKE Warkat Debit oleh
Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan buku pedoman penggunaan aplikasi
SPK.
4) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK
Batch DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) dikirim ke SSK dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SSK
dilakukan melalui SPK.
b) Pengiriman batch DKE Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) harus
diikuti dengan penyampaian fisik Warkat
Debit kepada Peserta pengirim.
c) Pengiriman batch DKE Warkat Debit dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan
waktu periode pengiriman batch DKE Warkat
Debit yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
d) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch
DKE Warkat Debit maka Peserta dapat
mengirimkan kembali batch DKE Warkat
Debit tersebut sepanjang periode waktu
kegiatan pengiriman batch DKE Warkat Debit
belum berakhir.
e) Atas pengiriman batch DKE Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK
akan mengirimkan konfirmasi status
pengiriman batch DKE Warkat Debit ke SPK.
2. Mekanisme Perhitungan Dalam Layanan Kliring Warkat
Debit
a. Setelah jam Layanan Kliring Pengembalian berakhir,
Penyelenggara melakukan perhitungan Layanan
Kliring Warkat Debit dengan memperhatikan
kecukupan dana yang dimiliki oleh masing-masing
Peserta.
b. Perhitungan…
94
b. Perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
1) Melakukan perhitungan tagihan atas DKE Warkat
Debit outgoing pada Kliring Penyerahan dengan
DKE Warkat Debit
incoming pada Kliring
Pengembalian untuk masing-masing Peserta
pengirim.
2) Melakukan perhitungan kewajiban atas DKE
Warkat Debit incoming pada Kliring Penyerahan
dari Peserta lain dengan DKE Warkat Debit
outgoing pada Kliring Pengembalian yang dikirim
oleh Peserta yang bersangkutan.
3) Melakukan netting antara hasil perhitungan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dengan
hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2).
c. Hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam butir
b.3) dapat berupa:
1) net kredit yaitu apabila total tagihan lebih besar
daripada total kewajiban Peserta;
2) net nihil yaitu apabila total tagihan sama dengan
total kewajiban Peserta; atau
3) net debit yaitu apabila total tagihan lebih kecil
daripada total kewajiban Peserta.
d. Dalam hal hasil perhitungan kliring menunjukkan net
debit sebagaimana dimaksud dalam butir c.3) maka
dilakukan perhitungan terhadap dana pada Prefund
Debit. DKE Warkat Debit yang dikirim oleh Peserta
serta didukung dengan dana yang cukup dinyatakan
sebagai confirmed outgoing DKE Warkat Debit. DKE
Warkat Debit yang diterima dari Peserta lain serta
didukung dengan dana yang cukup dinyatakan
sebagai confirmed incoming DKE Warkat Debit.
3. Informasi…
95
3.
Informasi Perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit
a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil
perhitungan Layanan Kliring Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c yang dapat
diperoleh Peserta melalui SPK sesuai periode waktu
yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
b. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a ketersediaan dana Prefund
Debit tidak mencukupi untuk menyelesaikan
perhitungan net debit maka Peserta wajib menambah
Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang
ditetapkan oleh Penyelenggara dengan mengacu pada
ketentuan mengenai penambahan Prefund Debit
sebagaimana dimaksud dalam angka IV.
4. Setelmen Dana Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan
Kliring Warkat Debit
a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Debit
berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir
untuk masing-masing Peserta.
b. Dalam hal Peserta tidak melakukan penambahan
Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang
ditetapkan oleh Penyelenggara maka DKE Warkat
Debit yang tidak didukung dengan Prefund Debit yang
cukup (unconfirmed DKE Warkat Debit) tidak
diperhitungkan dan selanjutnya dibatalkan oleh SSK.
c. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas
perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ke Rekening Setelmen Dana masing-masing
Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net
kredit maka Setelmen Dana dilakukan dengan
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
sebesar total nilai net kredit.
2) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net
nihil maka Setelmen Dana dilakukan dengan
mengkredit…
96
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
sebesar nilai net nihil.
3) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net
debit maka penyelesaian atas net debit tersebut
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a) Posisi net debit akan mengurangi saldo dana
tunai (cash Prefund).
b) Dalam hal hasil pengurangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) menunjukkan
selisih positif atau selisih nihil maka
Setelmen Dana dilakukan sebesar nilai nihil.
c) Dalam hal hasil pengurangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) menunjukkan
selisih negatif maka Setelmen Dana
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
(1) Mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta yang bersangkutan sebesar
selisih negatif tersebut.
(2) Dalam hal Rekening Setelmen Dana
Peserta yang bersangkutan sebagaimana
pada angka (1) tidak mencukupi untuk
menutup selisih negatif tersebut maka
kekurangan dari selisih negatif yang
telah diperhitungkan dengan dana pada
Rekening Setelmen Peserta, dipenuhi
dengan surat berharga (collateral
Prefund). Mekanisme penggunaan surat
berharga (collateral Prefund) mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai
tata cara
penggunaan fasilitas likuiditas intrahari.
5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Warkat Debit
a. Unconfirmed DKE Warkat Debit merupakan DKE
Warkat Debit yang tidak diperhitungkan karena tidak
didukung dengan dana yang cukup dari Peserta
penerima…
97
penerima.
b. Warkat Debit dari unconfirmed DKE Warkat Debit
harus dikembalikan oleh Peserta penerima kepada
Peserta pengirim melalui Perwakilan Peserta, dalam
hal Warkat Debit tersebut tidak memenuhi
persyaratan untuk dilakukan pembayaran.
c. Peserta pengirim yang menerima unconfirmed DKE
Warkat Debit harus menyelesaikan kewajiban
pembayaran Warkat Debit sepanjang Warkat Debit
tersebut memenuhi persyaratan untuk dilakukan
pembayaran dan tersedia dana nasabah penarik yang
cukup pada Peserta penerima.
d. Penyelesaian kewajiban pembayaran Warkat Debit
sebagaimana dalam huruf c dilakukan segera dengan
memperhatikan kesepakatan antar Peserta
sebagaimana diatur dalam peraturan asosiasi sistem
pembayaran di Indonesia.
e. Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf
a harus melaporkan tindak lanjut dan hasil
penyelesaian unconfirmed DKE Warkat Debit kepada
Penyelenggara paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak
tanggal penyelesaian unconfirmed DKE Warkat Debit,
sebagaimana contoh pada Lampiran II.10.
6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Peserta pengirim wajib meneruskan dana kepada nasabah
penerima sesuai amanat dalam Warkat Debit, sesuai batas
waktu yang ditetapkan dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana
dan kliring berjadwal.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam operasional
Layanan Warkat Debit:
a. Pembuatan DKE Warkat Debit dan batch DKE Warkat
Debit
1) Pengisian field kode transaksi pada DKE Warkat
Debit harus mengacu pada kode transaksi
sebagaimana…
98
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9.
2) Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota
di mana Warkat Debit tersebut dikliringkan oleh
Peserta pengirim.
3) 1 (satu) batch DKE Warkat Debit paling banyak
berisi 200 (dua ratus) transaksi atau 1 (satu)
batch DKE Warkat Debit kurang dari
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
b. Penolakan Warkat Debit karena adanya tindak pidana
Dalam hal Warkat Debit ditolak karena diduga
terdapat suatu tindak pidana sesuai dengan surat
keterangan dari pihak yang berwenang, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta penerima harus menahan Warkat Debit
dan membuat surat keterangan yang menyatakan
bahwa Peserta penerima telah menerima serta
menahan Warkat Debit tersebut karena diduga
terkait tindak pidana sesuai bukti lapor yang
dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.12.
2) Pada saat Kliring Pengembalian, Peserta penerima
menyampaikan:
a) surat keterangan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dalam rangkap 2 (dua);
b)
c)
fotokopi bukti lapor yang dikeluarkan oleh
pihak yang berwenang; dan
fotokopi Warkat Debit,
kepada Peserta pengirim.
3) Berdasarkan dokumen yang diterima Peserta
pengirim dari Peserta penerima pada Kliring
Pengembalian, Peserta pengirim menyampaikan
surat keterangan asli sebagaimana dimaksud
dalam butir 2)a) kepada nasabah penyetor.
c. Penolakan…
99
c. Penolakan Warkat Debit di luar mekanisme Kliring
Pengembalian
Dalam hal Peserta penerima dalam Kliring Penyerahan
tidak dapat melakukan penolakan Warkat Debit yang
seharusnya ditolak melalui mekanisme Kliring
Pengembalian, antara lain karena adanya Keadaan
Tidak Normal di Peserta penerima maka Peserta
penerima harus segera menginformasikan kepada
Peserta pengirim yang bersangkutan untuk
diselesaikan secara bilateral.
VIII. LAYANAN PEMBAYARAN REGULER
A. Prinsip Umum
1. Dalam 1 (satu) hari operasional, Layanan Pembayaran
Reguler dilakukan sebanyak 2 (dua) periode sesuai dengan
jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
2. Jenis transfer dana yang dapat diperhitungkan dalam
Layanan Pembayaran Reguler adalah transfer dana yang
berasal dari:
a. perintah transfer dana dari 1 (satu) Peserta pengirim
kepada beberapa nasabah di Peserta penerima;
b. perintah transfer dana dari beberapa nasabah di
Peserta pengirim kepada 1 (satu) Peserta penerima;
c. perintah transfer dana dari 1 (satu) nasabah di Peserta
pengirim kepada beberapa nasabah di Peserta
penerima; dan
d. perintah transfer dana dari beberapa nasabah di
Peserta pengirim kepada 1 (satu) nasabah di Peserta
penerima.
3. Nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 2 adalah
nasabah yang memiliki rekening di Peserta.
4. Nilai nominal transfer dana sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dibatasi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pada Lampiran II.8.
5. Transfer…
100
5. Transfer dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2
diproses pada Layanan Pembayaran Reguler dalam bentuk
DKE Pembayaran yang dihasilkan dari SPK.
6. DKE Pembayaran yang telah diterima oleh Penyelenggara
tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta.
7. Perhitungan Layanan Pembayaran Reguler dilakukan
berdasarkan DKE Pembayaran yang didukung dengan
dana yang cukup.
8. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam angka 7 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana PLU
dan/atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar.
9. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 8
dilakukan 1 (satu) kali dalam setiap periode Layanan
Pembayaran Regular.
B. Operasional Layanan Pembayaran Reguler pada Setiap Periode
1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Pembayaran dan Batch
DKE Pembayaran
a. Pembuatan DKE Pembayaran
1) Pembuatan DKE Pembayaran dilakukan oleh
Peserta dengan cara sebagai berikut:
a)
Input DKE Pembayaran secara manual
melalui SPK; atau
b)
interface DKE Pembayaran dengan cara:
(1)
import file dari media rekam elektronik
ke SPK; atau
(2) Straight Through Processing (STP) dari
sistem internal Peserta ke SPK.
2) Pembuatan DKE Pembayaran sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) mengacu pada buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
b. Pembuatan batch DKE Pembayaran
1) Pembuatan batch DKE Pembayaran dilakukan
melalui SPK atau sistem internal Peserta.
2) Pembuatan batch DKE Pembayaran oleh Peserta
mengacu pada buku pedoman penggunaan
aplikasi…
101
aplikasi SPK.
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
DKE Pembayaran dan batch DKE Pembayaran
1) Pengisian field kode transaksi pada DKE
Pembayaran harus mengacu pada kode transaksi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.9.
2) Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota
di mana DKE Pembayaran tersebut dikirim oleh
Peserta pengirim.
3) 1 (satu) batch DKE Pembayaran paling banyak
berisi 10 (sepuluh) DKE Pembayaran atau 1 (satu)
batch DKE Pembayaran paling banyak
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
4) Dalam 1 (satu) DKE Pembayaran paling banyak
berisi 100 (seratus) transaksi.
d. Pengiriman batch DKE Pembayaran ke SSK
Batch DKE Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dikirim ke SSK dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Pengiriman batch DKE Pembayaran oleh Peserta
dilakukan melalui SPK diatur dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) batch DKE Pembayaran yang dikirim oleh
PLU dapat berupa:
(1) batch DKE Pembayaran milik PLU yang
bersangkutan; dan/atau
(2) batch DKE Pembayaran milik PTL dalam
hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus.
b) batch DKE Pembayaran yang dikirim oleh
PLA hanya milik PLA yang bersangkutan.
2) Pengiriman batch DKE Pembayaran dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan periode
waktu kegiatan pengiriman batch DKE
Pembayaran yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
3) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch
DKE…
102
DKE Pembayaran maka Peserta dapat
mengirimkan kembali batch DKE Pembayaran
sepanjang periode waktu pengiriman batch DKE
Pembayaran belum berakhir.
4) Atas pengiriman batch DKE Pembayaran
sebagaimana dimaksud dalam angka 1), SSK
akan mengirimkan konfirmasi status pengiriman
batch DKE Pembayaran ke SPK.
2. Mekanisme Perhitungan Dalam Layanan Pembayaran
Reguler
a. Selama periode waktu kegiatan pengiriman DKE
Pembayaran, SSK melakukan perhitungan setiap
batch DKE Pembayaran yang diterima dengan
memperhatikan kecukupan dana yang dimiliki oleh
Peserta.
b. Dana yang dimiliki oleh Peserta sebagaimana
dimaksud dalam huruf a bersumber dari:
1) dana tunai (cash Prefund) yang disediakan dalam
Prefund Kredit; dan
2) confirmed incoming DKE Pembayaran, yaitu DKE
Pembayaran masuk dari Peserta lainnya yang
telah didukung dengan dana yang dimiliki oleh
Peserta lain tersebut.
c. DKE Pembayaran yang dikirim oleh Peserta dan
didukung dengan dana sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dinyatakan sebagai confirmed outgoing DKE
Pembayaran.
3.
Informasi Perhitungan Layanan Pembayaran Reguler
a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil
perhitungan Layanan Pembayaran Reguler
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a yang dapat
diperoleh Peserta melalui SPK secara seketika.
b. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka
informasi hasil perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a mencakup hasil perhitungan PLU dan
PTL…
103
PTL.
c. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a masih terdapat DKE
Pembayaran yang belum dapat diperhitungkan
(unconfirmed DKE Pembayaran) karena belum
didukung dengan dana yang cukup maka Peserta
wajib menambah Prefund Kredit sampai batas waktu
yang ditetapkan oleh Penyelenggara. Tata cara
penambahan Prefund Kredit sebagaimana dimaksud
dalam butir V.D.
4. Setelmen Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan
Pembayaran Reguler
a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Kredit
berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir
untuk masing-masing Peserta.
b. Dalam hal setelah berakhirnya batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam huruf a Peserta masih
memiliki unconfirmed DKE Pembayaran maka
mekanisme penyelesaiannya mengacu pada ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 5.
c. Dalam hal PLU berfungsi sebagai Bank Penerus maka
hasil perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam
huruf a mencakup hasil perhitungan akhir PLU dan
PTL.
d. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas hasil
perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ke Rekening Setelmen Dana PLU dan/atau
Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar sebesar nilai
hasil perhitungan akhir Layanan Pembayaran Reguler.
5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Pembayaran Reguler
a. Dalam hal terdapat unconfirmed DKE Pembayaran
pada periode pertama maka unconfirmed DKE
Pembayaran tersebut tidak secara otomatis akan
diteruskan ke periode selanjutnya. Peserta harus
mengirimkan kembali unconfirmed DKE Pembayaran
tersebut…
104
tersebut pada periode kedua.
b. Dalam hal terdapat unconfirmed DKE Pembayaran
pada periode kedua maka Peserta harus mengirimkan
kembali unconfirmed DKE Pembayaran tersebut pada
hari kerja berikutnya.
c. Dalam hal penyelesaian unconfirmed DKE Pembayaran
sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan pada
hari kerja berikutnya, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
1) Peserta pengirim melaporkan hasil penyelesaian
unconfirmed DKE Pembayaran kepada
Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak
tanggal penyelesaian, dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.10.
2) Peserta pengirim memberikan kompensasi, jasa,
dan/atau bunga kepada nasabah dengan
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai perlindungan kepada
nasabah pengguna SKNBI.
6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah
penerima sesuai amanat dalam DKE Pembayaran yang
diterima dari Peserta pengirim, sesuai batas waktu yang
ditentukan dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan
kliring berjadwal.
IX. LAYANAN PENAGIHAN REGULER
A. Prinsip Umum
1. Dalam 1 (satu) hari operasional, Layanan Penagihan
Reguler dilakukan dalam 1 (satu) periode sesuai dengan
jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.5.
2. Layanan…
105
2. Layanan Penagihan Reguler terdiri atas Penyerahan
Tagihan dan Pengembalian Tagihan, yang merupakan satu
kesatuan siklus Layanan Penagihan Reguler.
3. Transfer debit yang dapat diperhitungkan dalam Layanan
Penagihan Reguler adalah transfer debit berupa tagihan
rutin berdasarkan perjanjian dengan 1 (satu) nasabah di
Peserta pengirim untuk mendebit beberapa rekening
nasabah di Peserta penerima.
4. Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam angka 3
merupakan perjanjian antara Peserta pengirim dengan
billing company untuk menagih kepada Peserta penerima
yang telah menerima kuasa pendebetan rekening dari
nasabah Peserta penerima yang mempunyai kewajiban
pembayaran tagihan kepada billing company.
5. Nilai nominal transfer debit sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 dibatasi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.8.
6. Transfer debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3
diproses pada Layanan Penagihan Reguler dalam bentuk
DKE Penagihan yang dihasilkan dari SPK.
7. DKE Penagihan yang telah diterima oleh Penyelenggara
tidak dapat diubah atau dibatalkan oleh Peserta.
8. Perhitungan Layanan Penagihan Reguler dilakukan
berdasarkan DKE Penagihan yang didukung dengan dana
yang cukup.
9. Setelmen Dana atas perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam angka 8 dilakukan ke Rekening Setelmen Dana
masing-masing Peserta.
10. Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 9
dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) hari operasional.
B. Operasional Layanan Penagihan Reguler
1. Pembuatan dan Pengiriman DKE Penagihan dan Batch
DKE Penagihan
a. Penyerahan Tagihan
1) Pembuatan DKE Penagihan
a) Pembuatan…
106
a) Pembuatan DKE Penagihan dilakukan oleh
Peserta dengan cara sebagai berikut:
(1)
(2)
interface DKE Penagihan dengan cara:
(a)
input DKE Penagihan secara manual
melalui SPK; atau
import file dari media rekam
elektronik ke SPK; atau
(b) Straight Through Processing (STP)
dari sistem internal Peserta ke SPK.
b) Pembuatan DKE Penagihan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) mengacu pada
buku pedoman penggunaan aplikasi SPK.
2) Pembuatan batch DKE Penagihan
a) Pembuatan batch DKE Penagihan dilakukan
melalui SPK atau sistem internal Peserta.
b) Pembuatan batch DKE Penagihan oleh
Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan buku pedoman penggunaan aplikasi
SPK.
3) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK
Batch DKE Penagihan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) dikirim ke SSK dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK
dilakukan melalui SPK.
b) Pengiriman batch DKE Penagihan dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan
periode waktu kegiatan pengiriman batch
DKE Penagihan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
c) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman batch
DKE Penagihan maka Peserta dapat
mengirimkan kembali batch DKE Penagihan
tersebut sepanjang periode waktu kegiatan
pengiriman batch DKE Penagihan belum
berakhir…
107
berakhir.
d) Atas pengiriman batch DKE Penagihan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK
akan mengirimkan konfirmasi status
pengiriman batch DKE Penagihan ke SPK.
b. Pengembalian Tagihan
1) Proses Verifikasi
a) Peserta melakukan verifikasi terhadap DKE
Penagihan yang diterima dari SSK pada
Penyerahan Tagihan.
b) Dalam hal terdapat DKE Penagihan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) yang
harus dikembalikan maka pengembalian DKE
Penagihan tersebut dilakukan melalui
Pengembalian Tagihan sesuai dengan alasan
penolakan DKE Penagihan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.13.
2) Pembuatan DKE Penagihan
a) Pembuatan DKE Penagihan pada
Pengembalian Tagihan sebagaimana
dimaksud dalam butir 1)b) dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
(1)
input DKE Penagihan secara manual
melalui SPK; atau
(2)
interface DKE Penagihan dengan cara:
(a)
import file dari media rekam
elektronik ke SPK; atau
(b) Straight Through Processing (STP)
dari sistem internal Peserta ke SPK.
b) Pembuatan DKE Penagihan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) disertai alasan
penolakan dengan mengacu pada buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
3) Pembuatan batch DKE Penagihan
a) Pembuatan batch DKE Penagihan dilakukan
melalui…
108
melalui SPK atau sistem internal Peserta.
b) Pembuatan batch DKE Penagihan oleh
Peserta harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan buku pedoman penggunaan aplikasi
SPK.
4) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK
Batch DKE Penagihan sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) dikirim ke SSK dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Pengiriman batch DKE Penagihan ke SSK
dilakukan melalui SPK.
b) Pengiriman batch DKE Penagihan dapat
dilakukan secara bertahap sesuai dengan
periode waktu kegiatan pengiriman batch
DKE Penagihan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
c) Dalam hal terjadi kegagalan pengiriman
batch DKE Penagihan maka Peserta dapat
mengirimkan kembali batch DKE Penagihan
tersebut sepanjang periode waktu kegiatan
pengiriman batch DKE Penagihan belum
berakhir.
d) Atas pengiriman batch DKE Penagihan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a), SSK
akan mengirimkan konfirmasi status
pengiriman batch DKE Penagihan ke SPK.
2. Mekanisme Perhitungan Dalam Layanan Penagihan
Reguler
a. Setelah jam Layanan Penagihan Reguler berakhir,
Penyelenggara melakukan perhitungan Layanan
Penagihan Reguler dengan memperhatikan kecukupan
dana yang dimiliki oleh masing-masing Peserta.
b. Perhitungan Layanan Penagihan Reguler
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut:
1) Melakukan…
109
1) Melakukan perhitungan tagihan atas DKE
Penagihan outgoing pada Penyerahan Tagihan
dengan DKE Penagihan incoming pada
Pengembalian Tagihan untuk masing-masing
Peserta pengirim.
2) Melakukan perhitungan kewajiban atas DKE
Penagihan incoming pada Penyerahan Tagihan
dari Peserta lain dengan DKE Penagihan outgoing
pada Pengembalian Tagihan yang dikirim oleh
Peserta yang bersangkutan.
3) Melakukan netting antara hasil perhitungan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dengan
hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2).
c. Hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam butir
b.3) dapat berupa:
1) net kredit yaitu apabila total tagihan lebih besar
daripada total kewajiban Peserta;
2) net nihil yaitu apabila total tagihan sama dengan
total kewajiban Peserta; atau
3) net debit yaitu apabila total tagihan lebih kecil
daripada total kewajiban Peserta.
d. Dalam hal hasil perhitungan menunjukkan net debit
sebagaimana dimaksud dalam butir c.3) maka
dilakukan perhitungan terhadap dana pada Prefund
Debit. DKE Penagihan yang dikirim oleh Peserta serta
didukung dengan dana yang cukup dinyatakan
sebagai confirmed outgoing DKE Penagihan. DKE
Penagihan yang diterima dari Peserta lain serta
didukung dengan dana yang cukup dinyatakan
sebagai confirmed incoming DKE Penagihan.
3.
Informasi Perhitungan Layanan Penagihan Reguler
a. Penyelenggara menyediakan informasi hasil
perhitungan Layanan Penagihan Reguler sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.c yang dapat diperoleh
Peserta…
110
Peserta melalui SPK sesuai periode waktu yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
b. Apabila berdasarkan informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a ketersediaan dana Prefund
Debit tidak mencukupi untuk menyelesaikan
perhitungan net debit maka Peserta wajib menambah
Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang
ditetapkan oleh Penyelenggara dengan mengacu pada
ketentuan mengenai penambahan Prefund Debit
sebagaimana dimaksud dalam angka IV.
4. Setelmen Dana Hasil Perhitungan Akhir dalam Layanan
Penagihan Reguler
a. Setelah batas waktu penambahan Prefund Debit
berakhir, Penyelenggara melakukan perhitungan akhir
untuk masing-masing Peserta.
b. Dalam hal Peserta tidak melakukan penambahan
Prefund Debit sampai dengan batas waktu yang
ditetapkan oleh Penyelenggara maka DKE Penagihan
yang tidak didukung dengan Prefund Debit yang
cukup (unconfirmed DKE Penagihan) tidak
diperhitungkan dan selanjutnya dibatalkan oleh SSK.
c. Penyelenggara melakukan Setelmen Dana atas
perhitungan akhir sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ke Rekening Setelmen Dana masing-masing
Peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net
kredit maka Setelmen Dana dilakukan dengan
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
sebesar total nilai net kredit.
2) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net
nihil maka Setelmen Dana dilakukan dengan
mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
sebesar nilai net nihil.
3) Apabila hasil perhitungan akhir menunjukkan net
debit maka penyelesaian atas net debit tersebut
dilakukan…
111
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a) Posisi net debit akan mengurangi saldo dana
tunai (cash Prefund).
b) Dalam hal hasil pengurangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) menunjukkan
selisih negatif maka Setelmen Dana
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
(1) Mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta yang bersangkutan sebesar
selisih negatif tersebut.
(2) Dalam hal Rekening Setelmen Dana
Peserta yang bersangkutan sebagaimana
pada angka (1) tidak mencukupi untuk
menutup selisih negatif tersebut maka
kekurangan dari selisih negatif yang
telah diperhitungkan dengan dana pada
Rekening Setelmen Peserta, dipenuhi
dengan surat berharga (collateral
Prefund). Mekanisme penggunaan surat
berharga (collateral Prefund) mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai fasilitas likuiditas
intrahari.
d. Pelaksanaan Setelmen Dana pada perhitungan akhir
sebagaimana dimaksud dalam butir a dilakukan
apabila Prefund Debit setiap Peserta telah dapat
menutup kewajiban atas hasil perhitungan masing-
masing Peserta.
5. Penyelesaian Unconfirmed DKE Penagihan pada Layanan
Penagihan Reguler
a. Unconfirmed DKE Penagihan merupakan DKE
Penagihan yang tidak diperhitungkan karena tidak
didukung dengan dana yang cukup dari Peserta
Penerima.
b. Peserta…
112
b. Peserta pengirim yang menerima unconfirmed DKE
Penagihan harus menyelesaikan kewajiban
pembayaran sepanjang transfer debit memenuhi
persyaratan untuk dilakukan pembayaran dan
tersedia dana nasabah penarik yang cukup pada
Peserta penerima.
c. Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam huruf
a harus melaporkan tindak lanjut dan hasil
penyelesaian unconfirmed DKE Penagihan kepada
Penyelenggara paling lama 2 (dua) hari kerja sejak
tanggal penyelesaian unconfirmed DKE Penagihan,
sebagaimana contoh pada Lampiran II.10, serta
memperhatikan ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna
SKNBI
6. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Peserta pengirim wajib meneruskan dana kepada nasabah
penerima sesuai amanat dalam DKE Penagihan, sesuai
batas waktu yang ditetapkan dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
transfer dana dan kliring berjadwal.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan DKE
Penagihan dan batch DKE Penagihan
a. Pengisian field kode transaksi pada DKE Penagihan
harus mengacu pada kode transaksi sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.9.
b. Field kode kota asal wajib diisi dengan kode kota di
mana DKE Penagihan tersebut dikirim oleh Peserta
pengirim.
c. 1 (satu) batch DKE Penagihan paling banyak berisi 10
(sepuluh) DKE Penagihan atau 1 (satu) batch DKE
Penagihan paling banyak Rp500.000.000.000,00 (lima
ratus miliar rupiah).
d. Dalam 1 (satu) DKE Penagihan paling banyak berisi
100 (seratus) transaksi.
X. PENYEDIAAN …
113
X.
PENYEDIAAN INFORMASI DALAM PENYELENGGARAAN SKNBI
A. Data Individual Penyelengggaraan SKNBI
1. Penyelenggara menyediakan data hasil proses dalam
penyelenggaraan SKNBI yang dapat diakses oleh masing-
masing Peserta.
2. Data hasil proses dalam penyelenggaraan SKNBI
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang disediakan
oleh Penyelenggara adalah data hasil proses 90 (sembilan
puluh) hari kalender terakhir.
3. Data sebagaimana dimaksud dalam angka 1, terdiri atas
data hasil proses pada:
a. Layanan Transfer Dana;
b. Layanan Kliring Warkat Debit;
c. Layanan Pembayaran Reguler; dan
d. Layanan Penagihan Reguler.
4. Data hasil proses sebagaimana dimaksud dalam angka 3
dapat diperoleh Peserta dengan cara download dari SSK
yang meliputi:
a. DKE confirmed outgoing;
b. DKE confirmed incoming;
c. DKE incoming;
d. DKE outgoing;
e. DKE yang di-reject oleh SSK;
f.
status pengiriman DKE; dan
g.
laporan-laporan hasil perhitungan DKE,
dilakukan sesuai jam layanan SKNBI sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.5.
B. Data Hasil Perhitungan Secara Agregat
1. Penyelenggara menyediakan fasilitas data hasil
perhitungan setiap layanan SKNBI secara agregat.
2. Data hasil perhitungan dalam layanan SKNBI secara
agregat sebagaimana dimaksud dalam angka 1 yang
disediakan oleh Penyelenggara adalah data hasil
perhitungan 90 (sembilan puluh) hari kalender terakhir.
3. Peserta yang akan menggunakan fasilitas sebagaimana
dimaksud…
114
dimaksud dalam angka 1 harus mengajukan permohonan
kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan yang
ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang
berwenang yang mempunyai spesimen tanda tangan
di Penyelenggara dengan mengacu pada format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.14.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditujukan kepada Penyelenggara dengan
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a.
4. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 3, Penyelenggara memberikan tanggapan atas
permohonan Peserta secara tertulis paling lama 7 (tujuh)
hari kerja sejak surat permohonan diterima secara
lengkap.
5. Dalam hal Peserta akan mengakhiri penggunaan fasilitas
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Peserta harus
mengajukan permohonan penghentian penggunaan
fasilitas tersebut kepada Penyelenggara dengan mengacu
pada mekanisme sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
XI. WARKAT DEBIT DAN DOKUMEN KLIRING
A. Warkat Debit
1. Jenis Warkat Debit
Jenis Warkat Debit yang dapat diperhitungkan dalam
Layanan Kliring Warkat Debit terdiri atas:
a. cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD) yang ditarik baik atas beban
nasabah Peserta atau atas beban Peserta;
b. bilyet giro sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai bilyet giro;
c. nota debit yaitu Warkat Debet yang digunakan untuk
menagih dana pada Peserta lain untuk untung
nasabah Peserta atau Peserta yang menyampaikan
Nota Debit tersebut; dan
d. Warkat…
115
d. Warkat Debit lainnya yang disetujui oleh
Penyelenggara untuk dikliringkan.
2. Spesifikasi teknis Warkat Debit
Jenis Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 1
wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.15.
B. Dokumen Kliring
Dokumen kliring adalah dokumen yang berfungsi sebagai alat
kontrol dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit.
1. Jenis dokumen kliring
a. Jenis dokumen kliring di Wilayah Kliring Otomasi
terdiri atas:
1) Bukti Penyerahan Warkat Debit Kliring
Penyerahan (BPWD-Kliring Penyerahan);
2) Bukti Penyerahan Warkat Debit Kliring
Pengembalian (BPWD-Kliring Pengembalian); dan
3) kartu batch.
b. Jenis dokumen kliring di Wilayah Kliring Manual
terdiri atas:
(1) Rincian Warkat Debit yang Diserahkan pada
Kliring Penyerahan (RWD-Kliring Penyerahan);
dan
(2) Rincian Warkat Debit yang diserahkan pada
Kliring
Pengembalian
Pengembalian).
2. Spesifikasi teknis dokumen kliring
a. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam butir
1.a wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.16.
b. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam butir
1.b harus menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.17.
C. Prosedur Permohonan Pencetakan Warkat Debit dan/atau
Dokumen Kliring
1. Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir A.1
wajib…
(RWD-Kliring
116
wajib dicetak di perusahaan percetakan dokumen sekuriti
yang telah memperoleh izin dari otoritas yang berwenang.
2. Dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam butir B.1
dapat dicetak di perusahaan percetakan dokumen sekuriti
yang telah memperoleh izin dari lembaga yang berwenang.
3. Sebelum melakukan pencetakan Warkat Debit dan/atau
dokumen kliring, Peserta mengajukan surat permohonan
pencetakan Warkat Debit dan/atau dokumen kliring
dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.18.a, ke alamat sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.a atau KPwDN yang mewilayahi.
4. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 3
dilampiri dengan:
a.
fotokopi surat keterangan dari instansi yang
berwenang yang menyatakan bahwa kertas yang
digunakan dalam Warkat Debit telah sesuai dengan
spesifikasi teknis Warkat Debit;
b. surat pernyataan dari PPDS sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.18.b; dan
c. spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring
masing-masing sebanyak 135 (seratus tiga puluh lima)
lembar dengan ketentuan sebagai berikut:
1) seluruh spesimen harus memenuhi ketentuan
spesifikasi teknis Warkat Debit dan/atau
dokumen kliring sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.15 dan Lampiran II.16;
2) seluruh spesimen harus dibubuhi tambahan
tulisan “spesimen”, ”specimen”, ”speciment”,
”cetak coba” atau tulisan lain yang semakna,
dengan ukuran tulisan yang relatif besar dan
menggunakan warna yang terang atau jelas.
Tulisan tersebut ditulis pada bagian depan
Warkat Debit dan/atau dokumen kliring,
sehingga mudah dibedakan dengan Warkat Debit
dan/atau dokumen kliring yang bukan
merupakan spesimen Warkat Debit dan/atau
dokumen kliring;
3) seluruh…
117
3) seluruh lembar spesimen Warkat Debit harus
telah dipisahkan dari lembar pertinggal; dan
4) apabila spesimen Warkat Debit dan/atau
dokumen kliring akan digunakan oleh Peserta di
Wilayah Kliring Otomasi maka:
a) pada bagian depan dari 5 (lima) lembar
spesimen Warkat Debit dapat ditambahkan
informasi dummy dalam bentuk tulisan yang
antara lain mencakup nama penerima,
jumlah nominal dalam angka dan huruf,
tempat dan tanggal penerbitan atau
penarikan, tanda tangan serta nama jelas
penandatangan untuk dilakukan uji
perekaman data spesimen Warkat Debit
dalam bentuk salinan (image);
b) pada clear band spesimen Warkat Debit
dan/atau dokumen kliring harus dibubuhi
informasi Magnetic Ink Character Recognition
(MICR) code line guna dilakukan pengujian
oleh Penyelenggara; dan
c) pencantuman informasi MICR code line
sebagaimana dimaksud dalam huruf b) harus
sesuai dengan tata cara pencantuman MICR
code line sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.19.
5. Spesimen Warkat Debit dan/atau dokumen kliring yang
telah diisi informasi MICR code line sebagaimana dimaksud
dalam butir 4.b.4)b) harus memenuhi syarat pengujian
oleh Penyelenggara atau KPwDN, sebagai berikut:
a.
tingkat penolakan Warkat Debit dan/atau dokumen
kliring paling tinggi sampai dengan 2% (dua persen);
dan
b. salinan (image) spesimen Warkat Debit yang telah
diambil rekaman gambarnya menunjukkan hasil yang
baik yaitu tulisan pada salinan (image) Warkat Debet
dapat…
118
dapat terlihat cukup jelas.
6. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 3,
Penyelenggara atau KPwDN memberikan persetujuan atau
penolakan kepada Peserta paling lama 14 (empat belas)
hari kerja sejak surat permohonan diterima secara lengkap
dan benar.
7. Penolakan sebagaimana dimaksud dalam angka 6
dilakukan antara lain apabila hasil pengujian tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
angka 5.
8. Dalam hal terdapat perubahan nama Peserta yang
mengakibatkan perubahan Warkat Debit dan/atau
dokumen kliring, permohonan pencetakan Warkat Debit
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta yang berubah nama karena penggabungan
atau peleburan harus mengajukan surat permohonan
persetujuan pencetakan Warkat Debit dan/atau
dokumen kliring dengan nama Peserta yang baru
sebelum Warkat Debit dan/atau dokumen kliring lama
diperkirakan habis, sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 5.
b. Warkat Debit dan/atau dokumen kliring dengan nama
Peserta yang lama masih dapat dipergunakan dalam
penyelenggaraan SKNBI sampai dengan persediaan
Warkat Debit dan/atau dokumen kliring yang lama
habis, dengan ketentuan sebagai berikut:
1) memperhatikan aspek risiko keamanan dan risiko
reputasi
kepercayaan nasabah terkait
penggunaan Warkat Debit;
(corporate image) serta aspek
rencana
2) mencoret nama Peserta yang lama pada Warkat
Debit dan/atau dokumen kliring dan
menambahkan nama Peserta yang baru dengan
menggunakan ketikan, stempel, atau dengan cara
sejenis lainnya;
3) khusus…
119
3) khusus untuk perubahan nama Peserta yang
diikuti dengan perubahan sandi kliring maka
sandi kliring lama dalam bentuk MICR code line
untuk Warkat Debit yang akan dikliringkan di
Wilayah Pertukaran Otomasi harus disesuaikan
menjadi sandi kliring yang baru dengan
menggunakan stiker paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal efektif perubahan nama yang
dikeluarkan oleh Penyelenggara; dan
4) untuk Warkat Debit berupa cek, bilyet giro,
dan/atau Warkat Debit lainnya, antara lain
voucher perjalanan (traveller’s cheque), voucher
cinderamata (gift cheque), dengan nama Peserta
lama yang telah beredar di masyarakat dan
perubahan nama Peserta tersebut diikuti pula
dengan perubahan sandi kliring maka Peserta
penerima yang bermaksud melakukan penagihan
cek, bilyet giro, dan/atau Warkat Debit lainnya
dalam Layanan Kliring Warkat Debit harus
menyesuaikan sandi kliring lama menjadi sandi
kliring baru dengan menggunakan stiker.
D. Tata Cara Penulisan Warkat Debit
Dalam penulisan Warkat Debit perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Nilai nominal Warkat Debit dinyatakan dalam mata uang
Rupiah.
2. Pencantuman nilai nominal Warkat Debit dalam mata
uang Rupiah ditulis secara lengkap dengan angka dan
huruf dalam Bahasa Indonesia dan apabila diperlukan,
dapat ditambahkan padanan katanya dalam Bahasa
Inggris.
3. Penulisan nilai nominal dalam angka dan huruf serta
pengisian redaksional Warkat Debit dilakukan dengan
menggunakan huruf latin, kecuali untuk tanda tangan.
4. Penulisan dan/atau penandatanganan cek, bilyet giro,
dan/atau …
120
dan/atau Warkat Debit lainnya hendaknya menggunakan
alat tulis atau sarana yang:
a.
tidak menyebabkan kerusakan dan/atau
menyebabkan tulisan dalam cek , bilyet giro, dan/atau
Warkat Debit lainnya sulit terbaca dengan jelas;
dan/atau
b.
tidak mudah diubah.
5. Tambahan penulisan nilai nominal dengan peralatan
apapun yang dimaksudkan untuk memperjelas nilai
nominal, baik dalam angka dan huruf, misalnya dengan
menggunakan peralatan tertentu seperti cheque-writer
(protectograph) dianggap tidak ada, karena hasilnya dapat
menimbulkan bermacam-macam penafsiran.
6. Penulisan cek, bilyet giro, dan Warkat Debit lainnya
disarankan untuk tidak diperjelas dengan menggunakan
fluorescent pen karena akan menimbulkan kesulitan untuk
mendeteksi perubahan penulisan. Di samping itu,
penggunaan alat tersebut pada angka nominal dapat
menimbulkan cahaya sehingga akan menyulitkan
penelitian dalam hal terjadi perubahan nilai nominal.
Dalam hal masih terdapat Warkat Debit yang
menggunakan fluorescent pen maka sebelum Peserta
melakukan pembayaran hendaknya terlebih dahulu
menghubungi nasabah yang bersangkutan untuk
konfirmasi.
XII. PERTUKARAN WARKAT DEBIT
A. Prinsip Umum
1. Pertukaran Warkat Debit dilakukan oleh Koordinator PWD
atau Koordinator PWD Selain BI sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan oleh Koordinator PWD atau Koordinator PWD
Selain BI di Wilayah Kliring tersebut.
2. Pertukaran Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dapat dilakukan secara otomasi atau manual.
3. Peserta harus menunjuk salah satu kantor Peserta di
Wilayah…
121
Wilayah Kliring sebagai Perwakilan Peserta.
4. Dalam rangka pertukaran Warkat Debit, Perwakilan
Peserta harus menunjuk petugas kliring untuk melakukan
kegiatan penyerahan, penerimaan, dan/atau pengambilan
Warkat Debit pada Kliring Penyerahan dan Kliring
Pengembalian.
5. Petugas kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 4
dapat merupakan petugas internal Perwakilan Peserta atau
petugas perusahaan jasa kurir yang diberi kuasa atau
wewenang tertentu.
6. Perusahaan jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam
angka 5 harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan
oleh Penyelenggara.
B. Tanggung jawab Koordinator PWD atau Koordinator PWD
Selain BI
1. Menyusun KPT mengenai pelaksanaan pertukaran Warkat
Debit
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI harus
menyusun KPT mengenai pelaksanaan pertukaran Warkat
Debit dengan ketentuan sebagai berikut:
a. KPT merupakan aturan tertulis yang ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan
yang berlaku di internal Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI dan berlaku sebagai
pedoman dalam kegiatan pertukaran Warkat Debit.
b. KPT dibuat paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
efektif sebagai Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI.
c. KPT dibuat dalam Bahasa Indonesia, dengan mengacu
pada ketentuan terkait penyelenggaraan SKNBI paling
kurang memuat materi sebagai berikut:
1) pendahuluan;
2) struktur pelaksana pertukaran Warkat Debit;
3) ketentuan dan prosedur pertukaran Warkat
Debit;
4) pengawasan…
122
4) pengawasan pertukaran Warkat Debit; dan
5) penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat.
2. Dalam hal terjadi perubahan ketentuan yang dikeluarkan
oleh Penyelenggara yang berdampak pada materi KPT,
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI harus
melakukan pengkinian KPT paling lama 6 (enam) bulan
sejak terjadinya perubahan materi dan ketentuan tersebut.
3. Menjaga kelancaran pelaksanaan pertukaran Warkat Debit
Dalam menjaga kelancaran pelaksanaan pertukaran
Warkat Debit, Koordinator PWD atau Koordinator PWD
Selain BI melakukan antara lain hal-hal sebagai berikut:
a. memantau pelaksanaan pertukaran Warkat Debit
sesuai jadwal yang ditetapkan oleh Koordinator PWD
atau Koordinator PWD Selain BI; dan
b. menetapkan langkah yang harus dilakukan apabila
terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat dengan sejauh mungkin menghindari
alternatif penghentian pelaksanaan pertukaran
Warkat Debit.
4. Mengelola administrasi kepesertaan pertukaran Warkat
Debit
Dalam rangka mengelola administrasi kepesertaan
pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring, Koordinator
PWD atau Koordinator PWD Selain BI melakukan antara
lain hal-hal sebagai berikut:
a. mengadministrasikan data Perwakilan Peserta dan
petugas kliring; dan
b. menginformasikan penambahan dan/atau perubahan
data Perwakilan Peserta.
5. Menyediakan sarana dan prasarana dalam rangka
pertukaran Warkat Debit
Dalam rangka penyediaan sarana dan prasarana
pertukaran Warkat Debit, Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI menyediakan fasilitas
pertukaran…
123
pertukaran warkat sebagai berikut:
a. Untuk Wilayah Kliring Otomasi paling kurang:
1) mesin penera waktu;
2)
telepon;
3) sarana penerimaan Warkat Debit;
4) mesin pilah Warkat Debit; dan
5) sarana pengarsipan.
b. Untuk Wilayah Kliring Manual paling kurang:
1) mesin penera waktu;
2)
3)
telepon;
ruangan dan fasilitas pendukung untuk
pelaksanaan pertukaran Warkat Debit, antara
lain berupa meja dan kursi;
4) daftar hadir; dan
5) sarana pengarsipan.
6. Menyediakan fasilitas penyelesaian permasalahan dalam
proses Warkat Debit
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI
menyediakan fasilitas penyelesaian permasalahan dalam
pelaksanaan pertukaran Warkat Debit bagi Perwakilan
Peserta.
7. Menyediakan fasilitas kontinjensi bagi Peserta pada saat
terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat
Fasilitas kontijensi adalah sarana dan prasarana yang
harus disediakan oleh Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI pada saat terjadi Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat agar kegiatan pertukaran
Warkat Debit tetap dapat dilaksanakan.
C. Pendaftaran atau Perubahan Perwakilan Peserta
1. Pendaftaran Perwakilan Peserta
a. Calon Perwakilan Peserta di suatu Wilayah Kliring
mengajukan surat permohonan pendaftaran sebagai
Perwakilan Peserta dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I.25.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf…
124
huruf a ditandatangani oleh pimpinan calon
Perwakilan Peserta dan disampaikan kepada:
1) Koordinator PWD di wilayah Jakarta dengan
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.a, bagi calon Perwakilan Peserta yang
berada di wilayah kerja KPBI; atau
2) Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI
di Wilayah Kliring yang bersangkutan, bagi calon
Perwakilan Peserta yang berada di luar wilayah
kerja KPBI.
c. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) menetapkan tanggal efektif menjadi Perwakilan
Peserta;
2) memberitahukan tanggal efektif secara tertulis
kepada calon Perwakilan Peserta paling lama 5
(lima) hari kerja sebelum tanggal efektif menjadi
Perwakilan Peserta;
3) memberitahukan tanggal efektif perubahan
Perwakilan Peserta paling lama 5 (lima) hari kerja
sebelum tanggal efektif kepada:
a) Perwakilan Peserta lama; dan
b) seluruh Perwakilan lama di Wilayah Kliring
yang bersangkutan;
4) memberikan TPPK kepada Perwakilan Peserta.
2. Perubahan Perwakilan Peserta
a. Peserta dapat melakukan perubahan Perwakilan
Peserta di suatu Wilayah Kliring karena pertimbangan
internal Peserta.
b. Dalam hal Peserta akan melakukan perubahan
Perwakilan Peserta maka Perwakilan Peserta lama
mengajukan surat permohonan perubahan Perwakilan
Peserta dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud…
125
dimaksud dalam Lampiran I.25.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh pimpinan Perwakilan
Peserta lama dan disampaikan kepada:
1) Koordinator PWD di wilayah Jakarta dengan
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.a, bagi calon Perwakilan Peserta yang
berada di wilayah kerja KPBI; atau
2) Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI
di Wilayah Kliring yang bersangkutan, bagi calon
Perwakilan Peserta yang berada di luar wilayah
kerja KPBI.
d. Berdasarkan surat permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf c, Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) menetapkan tanggal efektif perubahan Perwakilan
Peserta;
2) memberitahukan tanggal efektif perubahan
Perwakilan Peserta paling lama 5 (lima) hari kerja
sebelum tanggal efektif kepada:
a) Perwakilan Peserta lama; dan
b) seluruh Perwakilan lama di Wilayah Kliring
yang bersangkutan;
3) memberitahukan tanggal efektif secara tertulis
atau sarana lainnya kepada seluruh Perwakilan
Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan;
dan
4) memberikan TPPK kepada Perwakilan Peserta
penganti apabila perubahan Perwakilan Peserta
tersebut berdampak pada perubahan TPPK.
e. TPPK Perwakilan Peserta Pengganti akan diberikan
dengan menukarkan TPPK Perwakilan Peserta lama
kepada Koordinator PWD atau Koordinator PWD
Selain BI. Dalam hal TPPK Perwakilan Peserta lama
hilang…
126
hilang atau tidak dikembalikan maka Perwakilan
Peserta lama harus membuat surat pernyataan
mengenai hal itu dan segala risiko menjadi tanggung
jawab Peserta.
D. Tata Cara Pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Otomasi
1. Kegiatan di Perwakilan Peserta
Dalam rangka kegiatan pertukaran Warkat Debit yang
akan diperhitungkan dalam Kliring Penyerahan dan/atau
Kliring Pengembalian, kegiatan di Perwakilan Peserta
adalah sebagai berikut:
a. Mencantumkan informasi MICR code line pada Warkat
Debit dan dokumen kliring dengan tata cara sesuai
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.19.
b. Membubuhkan stempel kliring pada setiap Warkat
Debit dan dokumen kliring dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) stempel kliring tidak boleh mengenai clear band;
2) stempel kliring tidak boleh menutupi angka
nominal; dan
3) dalam hal pada Warkat Debit telah terdapat
stempel kliring maka stempel kliring yang
terdahulu harus dibatalkan dengan stempel
kliring dibatalkan dan diparaf oleh pejabat yang
berwenang dari Perwakilan Peserta yang
bersangkutan.
4) Khusus untuk zona 4, tanggal kliring yang
dicantumkan dalam stempel kliring adalah
tanggal DKE Warkat Debit diperhitungkan oleh
Penyelenggara.
Contoh format stempel kliring dan stempel kliring
dibatalkan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.1.
c. Menyusun bundel Warkat Debit dengan urutan
sebagai berikut:
1) BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-Kliring
Pengembalian;
2) kartu batch; dan
3) Warkat Debit.
d. Jumlah…
127
d. Jumlah nominal dalam 1 (satu) bundel Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam huruf c kurang dari
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
2. Kegiatan di Kantor Koordinator PWD
Kegiatan pertukaran Warkat Debit di kantor Koordinator
PWD dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Petugas kliring melakukan kegiatan sebagai berikut:
1) Mencantumkan waktu penyerahan bundel Warkat
Debit pada BPWD-Kliring Penyerahan atau
BPWD-Kliring Pengembalian.
2) Menyerahkan bundel Warkat Debit kepada
petugas Koordinator PWD dengan menunjukkan
TPPK.
b. Petugas Koordinator PWD melakukan kegiatan sebagai
berikut:
1) Memastikan adanya TPPK.
2) Menerima bundel Warkat Debit dari petugas
kliring.
3) Memeriksa persyaratan kelengkapan informasi
pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-
Kliring Pengembalian dan kartu batch, yang
meliputi:
a) pencantuman waktu penyerahan bundel
Warkat Debit sesuai dengan jadwal
pertukaran Warkat Debit;
b) pencantuman stempel kliring;
c) pencantuman nama dan tanda tangan; dan
d) pencocokan kode Peserta dengan kode
Peserta yang terdapat pada TPPK.
Pemeriksaan dilakukan hanya untuk memeriksa
kelengkapan, bukan untuk memeriksa keabsahan
informasi yang tercantum dalam BPWD-Kliring
Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian.
Keabsahan informasi pada BPWD-Kliring
Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian
termasuk…
128
termasuk kebenaran tanda tangan dan nama
yang tercantum pada BPWD-Kliring Penyerahan
atau BPWD-Kliring Pengembalian, sepenuhnya
menjadi tanggung jawab Peserta dan bukan
merupakan tanggung jawab Koordinator PWD
atau Koordinator PWD Selain BI.
4) Dalam hal persyaratan kelengkapan informasi
pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-
Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) telah dipenuhi, melakukan hal-
hal sebagai berikut:
a) mengembalikan BPWD-Kliring Penyerahan
atau BPWD-Kliring Pengembalian yang telah
disetujui secara otomasi oleh petugas
Koordinator PWD atau Koordinator PWD
Selain BI kepada petugas kliring sebagai
tanda terima bundel Warkat Debit;
b) memilah Warkat Debit berdasarkan Peserta
penerima secara otomasi; dan
c) mendistribusikan Warkat Debit dan laporan
hasil pilah Warkat Debit kepada Perwakilan
Peserta penerima sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan oleh Koordinator PWD.
5) Dalam hal persyaratan kelengkapan informasi
pada BPWD-Kliring Penyerahan atau BPWD-
Kliring Pengembalian sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) tidak dipenuhi, melakukan hal-
hal sebagai berikut:
a) membatalkan waktu penyerahan BPWD,
dengan cara mencoret dan menuliskan
alasan pembatalan serta membubuhkan
paraf pada BPWD-Kliring Penyerahan atau
BPWD-Kliring Pengembalian; dan
b) mengembalikan BPWD-Kliring Penyerahan
atau BPWD-Kliring Pengembalian dan bundel
Warkat…
129
Warkat Debit kepada petugas Perwakilan
Peserta.
c. Dalam hal proses persetujuan BPWD-Kliring
Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian secara
otomasi tidak dapat dilakukan, Koordinator PWD
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) menginformasikan mekanisme penyerahan
bundel Warkat Debit Kliring Penyerahan atau
Kliring Pengembalian dengan menggunakan
daftar bundel Warkat Debit yang diserahkan
dalam Kliring Penyerahan atau Kliring
Pengembalian sebagai pengganti BPWD-Kliring
Penyerahan atau BPWD-Kliring Pengembalian;
dan
2) membuat daftar bundel warkat debit
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dalam
rangkap 2 (dua) dengan mengacu pada format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.20.
d. Dalam hal pada saat proses pemilahan Warkat Debit
sebagaimana dimaksud dalam butir b.4)b) terdapat
Warkat Debit yang tidak dapat diproses secara
otomasi (Warkat Debit reject) lebih dari 2% (dua
persen), Koordinator PWD atau Koordinator PWD
Selain BI mengenakan biaya atas kelebihan Warkat
Debit yang tidak dapat diproses.
3. Fasilitas yang disediakan oleh Koordinator PWD
a. Fasilitas pengujian kualitas MICR code line
1) Dalam rangka menjaga kelancaran pertukaran
Warkat Debit secara otomasi, Koordinator PWD
menyediakan fasilitas pengujian kualitas MICR
code line pada Warkat Debit dan kartu batch.
2) Dalam hal Peserta akan memanfaatkan fasilitas
sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Peserta
mengajukan surat permohonan pemanfaatan
fasilitas dimaksud kepada Koordinator PWD di
Wilayah…
130
Wilayah Kliring Otomasi.
3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2), dilengkapi dengan spesimen Warkat
Debit dan/atau kartu batch yang akan dilakukan
pengujian masing-masing sebanyak 135 (seratus
tiga puluh lima) lembar.
4) Koordinator PWD menyampaikan hasil pengujian
atas spesimen Warkat Debit dan/atau kartu batch
yang disampaikan oleh Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak permohonan diterima
secara lengkap.
b. Fasilitas salinan Warkat Debit
Koordinator PWD dapat menyediakan salinan Warkat
Debit yang telah diproses secara otomasi bagi Peserta
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Permintaan salinan Warkat Debit diajukan secara
tertulis oleh pejabat Peserta yang berwenang
dengan menyebutkan alasan permintaan dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.21.
2) Permintaan salinan Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) dilakukan paling lama
7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak Warkat Debit
tersebut dikliringkan.
3) Dalam hal salinan Warkat Debit tidak dapat
diberikan akibat kerusakan pada mesin sortasi
Warkat Debit dan Peserta dapat membuktikan
bahwa Warkat Debit tersebut telah diproses oleh
Koordinator PWD maka Koordinator PWD
memberikan surat keterangan bahwa Warkat
Debit tersebut telah diproses sebagai pengganti
salinan Warkat Debit.
4) Apabila Peserta penerima menggunakan salinan
Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam
angka…
131
angka 3) sebagai dasar pembukuan rekening
nasabah maka segala konsekuensi yang timbul
atas pembukuan tersebut merupakan tanggung
jawab Peserta.
5) Dalam hal Peserta penerima akan melakukan
penolakan terhadap DKE Warkat Debit, namun
Warkat Debit yang telah diproses secara otomasi
dalam Kliring Penyerahan hilang sebelum Kliring
Pengembalian maka Peserta penerima dapat
menolak DKE Warkat Debit yang hilang tersebut
melalui mekanisme Kliring Pengembalian dengan
melampirkan salinan Warkat Debit dan surat
keterangan hilang dari Peserta penerima yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari
Peserta penerima.
E. Tata Cara Pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Manual
1. Kegiatan di Perwakilan Peserta
Dalam rangka kegiatan pertukaran Warkat Debit yang
akan diperhitungkan dalam Kliring Penyerahan dan/atau
Kliring Pengembalian, kegiatan di Perwakilan Peserta
adalah sebagai berikut:
a. Memilah Warkat Debit berdasarkan Peserta penerima.
b. Menyiapkan RWD-Kliring Penyerahan atau RWD-
Kliring Pengembalian sebanyak 2 (dua) rangkap.
Format RWD-Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring
Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.17.
c. RWD-Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring
Pengembalian sebagaimana dimaksud dalam huruf b
dibubuhi stempel kliring dan tanda tangan serta
nama petugas Peserta.
d. Membubuhkan stempel kliring pada setiap Warkat
Debit dengan ketentuan sebagai berikut:
1) stempel kliring tidak boleh menutupi angka
nominal; dan
2) dalam…
132
2) dalam hal pada Warkat Debit telah terdapat
stempel kliring maka stempel kliring yang
terdahulu harus dibatalkan dengan stempel
kliring dibatalkan dan diparaf oleh pejabat yang
berwenang dari Peserta yang bersangkutan.
Contoh format stempel Kliring dan stempel Kliring
dibatalkan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.1.
2. Kegiatan di Kantor Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI
Kegiatan pertukaran Warkat Debit di kantor Koordinator
PWD atau kantor Koordinator PWD Selain BI dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Petugas kliring melakukan kegiatan sebagai berikut:
1) Mencantumkan waktu penyerahan pada RWD-
Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring
Pengembalian.
2) Menyerahkan kepada petugas kliring penerima:
a) Warkat Debit; dan
b)
3) Menerima dari petugas kliring pengirim:
a) Warkat Debit; dan
b)
lembar pertama RWD-Kliring Penyerahan
atau RWD-Kliring Pengembalian.
lembar kedua RWD-Kliring Penyerahan atau
RWD-Kliring Pengembalian.
4) Membubuhkan tanda tangan dan mencantumkan
nama petugas kliring pada lembar pertama RWD-
Kliring Penyerahan atau RWD-Kliring
Pengembalian yang diterima dari petugas kliring
lainnya dan mengembalikan kepada petugas
kliring yang menyerahkan sebagai bukti
penyerahan Warkat Debit.
b. Petugas Koordinator PWD atau Koordinator PWD
Selain BI memantau dan memastikan pelaksanaan
pertukaran Warkat Debit dilakukan sesuai jadwal
yang…
133
yang ditetapkan.
F. Kehadiran Petugas Kliring pada saat Kliring Penyerahan dan
Kliring Pengembalian
1. Pertukaran Warkat Debit secara otomasi
a. Pada saat Kliring Penyerahan dan Kliring
Pengembalian, petugas kliring harus hadir dan
menyerahkan Warkat Debit kepada Koordinator PWD
atau Koordinator PWD Selain BI pada tempat dan
jadwal yang telah ditetapkan.
b. Dalam hal petugas kliring menyerahkan Warkat Debit
setelah batas akhir jadwal pertukaran warkat yang
telah ditetapkan Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI maka:
1) petugas Koordinator PWD atau Koordinator PWD
Selain BI dapat menolak Warkat Debit Peserta
yang bersangkutan; dan
2) dalam hal Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI menolak Warkat Debit Peserta
sebagaimana dimaksud dalam angka 1), petugas
kliring yang bersangkutan bertanggung jawab
untuk mendistribusikan Warkat Debit yang
terlambat tersebut kepada Peserta penerima.
c. Petugas kliring harus menerima Warkat Debit sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh Koordinator
PWD atau Koordinator PWD Selain BI.
2. Pertukaran Warkat Debit secara manual
a. Pada saat Kliring Penyerahan dan Kliring
Pengembalian, petugas kliring harus hadir dan
menyerahkan dan/atau menerima Warkat Debit pada
tempat dan jadwal yang telah ditetapkan oleh
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI.
b. Dalam hal petugas kliring hadir melewati batas akhir
jadwal pertukaran warkat yang ditetapkan
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI,
petugas kliring bertanggung jawab untuk
menyerahkan…
134
menyerahkan Warkat Debit secara langsung kepada
Perwakilan Peserta penerima.
c. Petugas kliring dinyatakan tidak hadir apabila petugas
kliring tidak datang pada tempat dan jadwal yang
telah ditetapkan oleh Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI sampai dengan 30 (tiga
puluh) menit sejak batas akhir jadwal pertukaran
Warkat Debit.
d. Dalam hal petugas kliring tidak hadir atau dinyatakan
tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam huruf c
maka petugas Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI akan meminta petugas kliring pengirim
untuk mengambil Warkat Debit yang sebelumnya
akan diserahkan kepada petugas kliring yang tidak
hadir. Segala risiko dan dampak akibat
ketidakhadiran petugas kliring dimaksud menjadi
tanggung jawab Perwakilan Peserta yang
bersangkutan sepenuhnya.
G. Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir
Perwakilan Peserta dapat menunjuk wakil dalam kegiatan
pertukaran Warkat Debit di Wilayah Kliring Otomasi kepada
perusahaan jasa kurir dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Ruang lingkup kegiatan perusahaan jasa kurir
Kegiatan Perwakilan Peserta yang dapat dilakukan oleh
perusahaan jasa kurir meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. penyerahan bundel Warkat Debit kepada petugas
Koordinator PWD pada Kliring Penyerahan dan Kliring
Pengembalian;
b. penerimaan BPWD-Kliring Penyerahan dan/atau
BPWD-Kliring Pengembalian dari petugas Koordinator
PWD;
c. penerimaan Warkat Debit yang telah diproses secara
otomasi dan laporan hasil proses Warkat Debit pada
Kliring Penyerahan dan Kliring Pengembalian dari
petugas Koordinator PWD;
d. penerimaan…
135
d. penerimaan salinan Warkat Debit hasil Kliring
Penyerahan dari petugas Koordinator PWD; dan/atau
e. penerimaan surat pemberitahuan dan/atau surat
yang bersifat tidak rahasia dari Koordinator PWD.
2. Persyaratan perusahaan jasa kurir
Perusahaan jasa kurir yang dapat ditunjuk oleh
Perwakilan Peserta harus berbentuk Perseroan Terbatas
dan terdaftar di instansi yang berwenang sebagai
perusahaan jasa kurir yang dibuktikan dengan Tanda
Daftar Perusahaan yang masih berlaku.
3. Persyaratan penggunaan perusahaan jasa kurir
a. Penggunaan perusahaan jasa kurir oleh Perwakilan
Peserta harus mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
1) efisiensi, keamanan, dan kecepatan dalam
penyampaian Warkat Debit dengan tidak
mengurangi jam pelayanan kepada nasabah;
2) jumlah Perwakilan Peserta lain yang telah
dilayani oleh perusahaan jasa kurir tersebut; dan
3) kredibilitas perusahaan jasa kurir serta pengurus
perusahaan jasa kurir.
b. Dalam hal Perwakilan Peserta menggunakan
perusahaan jasa kurir maka kegiatan pertukaran
Warkat Debit harus dilakukan oleh petugas jasa kurir
kecuali terjadi Keadaan Darurat dan/atau kondisi
tertentu berdasarkan pertimbangan Koordinator PWD,
yang mengakibatkan perusahaan jasa kurir tidak
dapat melakukan kewajibannya.
c. Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf b, kegiatan pertukaran Warkat Debit
dilakukan oleh petugas internal Perwakilan Peserta.
d. Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf c, petugas internal Perwakilan Peserta
menyampaikan surat pemberitahuan kepada KPWD.
Surat pemberitahuan tersebut harus ditandatangani
oleh…
136
oleh pimpinan Perwakilan Peserta yang bersangkutan
dengan menyebutkan alasan dan nama petugas yang
ditunjuk untuk melakukan kegiatan pertukaran
Warkat Debit dan disampaikan paling lambat pada
saat melakukan kegiatan pertukaran Warkat Debit
dengan menunjukkan kartu identitas pegawai yang
menggunakan foto.
4. Tata Cara Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir
a. Penggunaan perusahaan jasa kurir harus didasarkan
pada perjanjian antara Peserta atau Perwakilan
Peserta dengan perusahaan jasa kurir yang paling
kurang memuat pengaturan mengenai hal-hal sebagai
berikut:
1) Kewajiban petugas jasa kurir untuk
mencocokkan:
a) jumlah bundel Warkat Debit yang diserahkan
kepada Koordinator PWD pada saat Kliring
Penyerahan dengan jumlah BPWD-Kliring
Penyerahan yang diterima dari Koordinator
PWD.
b) jumlah bundel Warkat Debit yang diserahkan
kepada Koordinator PWD pada saat Kliring
Pengembalian dengan jumlah BPWD-Kliring
Pengembalian yang diterima dari Koordinator
PWD.
2) Kewajiban perusahaan jasa kurir untuk
melakukan tindakan pencegahan terhadap
kemungkinan terjadinya penyalahgunaan
ataupun kesalahan yang dapat merugikan
Perwakilan Peserta, nasabah, maupun
masyarakat luas baik secara langsung maupun
tidak langsung.
3) Kewajiban perusahaan jasa kurir untuk
memperhatikan aspek keamanan dalam
penggunaan…
137
penggunaan sarana yang dipakai dalam
pengemasan bundel Warkat Debit dan laporan
hasil proses pertukaran Warkat Debit.
4) Pemberian kuasa dari Perwakilan Peserta kepada
perusahaan jasa kurir untuk melakukan
penyerahan dan penerimaan dalam kegiatan
pertukaran Warkat Debit.
b. Penunjukan dan penggantian perusahaan jasa kurir
wajib diberitahukan kepada Koordinator PWD paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal efektif
penggunaan perusahaan jasa kurir oleh Perwakilan
Peserta, dengan melampirkan fotokopi perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
5. Kewajiban Perwakilan Peserta dalam Penggunaan
Perusahaan Jasa Kurir
a. Sebelum bundel Warkat Debit diserahkan kepada
petugas perusahaan jasa kurir, Perwakilan Peserta
wajib mengisi informasi secara lengkap pada BPWD,
kartu batch, dan Warkat Debit.
b. Peserta bertanggung jawab penuh kepada Koordinator
PWD terhadap segala akibat yang timbul dari setiap
penyimpangan yang dilakukan oleh petugas
perusahaan jasa kurir.
c. Perwakilan Peserta melaporkan penyimpangan secara
tertulis kepada Koordinator PWD dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal
terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh petugas
jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam huruf b
beserta langkah penanganan yang telah dilakukan
dan Perwakilan Peserta harus memberikan keterangan
apabila diminta oleh Koordinator PWD.
d. Perwakilan Peserta harus memberikan pengarahan
dan pembinaan kepada petugas perusahaan jasa kurir
untuk mematuhi segala tata tertib selama berada di
lokasi Koordinator PWD. Apabila dalam pelaksanaan
pertukaran…
138
pertukaran Warkat Debit petugas jasa kurir melanggar
tata tertib, Koordinator PWD dapat meminta Peserta
untuk mengganti petugas perusahaan jasa kurir.
e. Dalam hal Peserta tidak memenuhi permintaan
Koordinator PWD untuk mengganti petugas
perusahaan jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam
huruf d, Koordinator PWD dapat menolak petugas
perusahaan jasa kurir yang ditunjuk oleh Peserta yang
bersangkutan untuk melakukan kegiatan pertukaran
Warkat Debit. Selanjutnya kegiatan tersebut
dilaksanakan sendiri oleh petugas internal Peserta.
H. Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK)
1. Penggunaan TPPK
a. Selama mengikuti kegiatan pertukaran Warkat Debit
di lokasi KPWD, petugas kliring harus menggunakan
TPPK.
b. Petugas kliring harus menunjukkan TPPK pada saat
menyerahkan bundel Warkat Debit dan pada saat
menerima laporan pertukaran Warkat Debit.
c. Apabila diperlukan, selain menunjukkan TPPK
sebagaimana dimaksud dalam huruf b, petugas
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI
sewaktu-waktu dapat meminta Petugas Kliring untuk
memperlihatkan kartu identitas pegawai Bank atau
Perusahaan Jasa Kurir.
d. Dalam hal petugas kliring tidak dapat menunjukkan
TPPK sebagaimana dimaksud dalam huruf b atau
kartu identitas sebagaimana dimaksud dalam huruf c
maka:
1) untuk Wilayah Kliring secara Otomasi, petugas
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI
tidak mengikutsertakan petugas kliring yang
bersangkutan dalam proses penerimaan dan
penyerahan Warkat Debit; atau
2) untuk Wilayah Kliring secara manual melarang
petugas…
139
petugas kliring yang bersangkutan untuk
mendistribusikan Warkat Debit kepada petugas
kliring lainnya.
e. Peserta bertanggung jawab atas penggunaan TPPK
yang diterbitkan oleh Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI.
2. Spesifikasi TPPK
a. TPPK tanpa foto
1) Bagi petugas internal Perwakilan Peserta, bagian
depan TPPK memuat informasi sebagai berikut:
a) nama Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI;
b) nama Peserta; dan
c) kode Peserta.
2) Bagi petugas perusahaan jasa kurir, bagian
depan TPPK memuat informasi sebagai berikut:
a) nama Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI;
b) nama perusahaan jasa kurir;
c) nama Peserta yang diwakili; dan
d) kode Peserta yang diwakili.
3) Bagian belakang TPPK sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dan angka 2) memuat nama dan
tanda tangan pejabat Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI.
b. TPPK dengan menggunakan foto
1) Pada bagian depan, TPPK memuat:
a) nama Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI;
b) nama Peserta;
c) nama petugas internal Peserta; dan
d) pas foto petugas internal Peserta.
2) Pada bagian belakang, TPPK memuat:
a) kode Peserta;
b) alamat Peserta;
c) nama…
140
c) nama dan tanda tangan pejabat Koordinator
PWD atau Koordinator PWD Selain BI; dan
d) nama dan tanda tangan petugas internal
Peserta.
c. Contoh TPPK sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.2.
d. Apabila terdapat perubahan spesifikasi TPPK,
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI
memberitahukan secara tertulis kepada seluruh
Peserta.
3. Tata Cara Memperoleh TPPK
a. Permohonan TPPK untuk petugas internal Peserta
1) Untuk pertama kali, permohonan TPPK bagi
petugas internal Peserta diajukan oleh calon
Perwakilan Peserta kepada Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI.
2) Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI
memberikan 2 (dua) buah TPPK bagi petugas
internal sebagaimana dimaksud dalam angka 1).
b. Permohonan TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir
1) Untuk pertama kali, permohonan TPPK bagi
petugas perusahaan jasa kurir diajukan oleh
Perwakilan Peserta secara tertulis kepada
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain
BI, dengan melampirkan fotokopi perjanjian
antara Perwakilan Peserta dengan perusahaan
jasa kurir.
2) Setiap perusahaan jasa kurir hanya mendapatkan
paling banyak 3 (tiga) buah TPPK untuk masing-
masing Perwakilan Peserta yang diwakilinya.
3) TPPK untuk perusahaan jasa kurir sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) diserahkan oleh
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI
kepada Perwakilan Peserta yang mengajukan
permohonan.
4) Tanggal…
141
4) Tanggal efektif penggunaan TPPK ditetapkan oleh
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain
BI.
c. Dalam hal TPPK akan menggunakan foto, maka
Permohonan TPPK kepada Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI, harus dilampiri pas foto
ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar untuk
masing-masing petugas kliring yang didaftarkan.
d. Dalam hal Perwakilan Peserta telah memiliki TPPK
untuk petugas internal kemudian menunjuk
perusahaan jasa kurir maka Perwakilan Peserta yang
bersangkutan harus mengembalikan TPPK yang telah
dimiliki kepada Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI pada tanggal efektif penggunaan
perusahaan jasa kurir. Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI tidak akan memberikan
TPPK yang baru untuk perusahaan jasa kurir sebelum
TPPK untuk petugas internal Perwakilan Peserta
dikembalikan.
e. Dalam hal TPPK hilang, Peserta harus segera
mengajukan permohonan penggantian TPPK secara
tertulis kepada Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI dengan melampirkan surat keterangan
kehilangan dari Kepolisian. Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI memberikan TPPK baru
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah
permohonan diterima.
f. Dalam hal TPPK rusak, Perwakilan Peserta dapat
mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI
untuk mengganti TPPK. Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI memberikan TPPK baru
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja setelah
permohonan diterima. Pemberian TPPK baru
dilakukan setelah TPPK yang rusak dikembalikan.
g. Dalam…
142
g. Dalam hal TPPK hilang sebagaimana dimaksud dalam
huruf e atau rusak sebagaimana dimaksud dalam
huruf f adalah TPPK yang menggunakan foto,
permohonan penggantian TPPK dilampiri pas foto
ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar dari petugas
kliring.
h. Selama Perwakilan Peserta belum memperoleh
penggantian atas TPPK yang hilang sebagaimana
dimaksud dalam huruf e atau TPPK yang rusak
sebagaimana dimaksud dalam huruf f, petugas kliring
Perwakilan Peserta dapat menggunakan fotokopi surat
permohonan penggantian TPPK yang dilegalisasi oleh
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI
sebagai pengganti TPPK dalam mengikuti
penyelenggaraan SKNBI. Legalisasi tersebut dilakukan
dengan cara membubuhkan stempel Koordinator PWD
atau Koordinator PWD Selain BI dan tandatangan
pejabat Koordinator PWD atau Koordinator PWD
Selain BI.
i. Perwakilan Peserta dikenakan biaya penggantian atas
pembuatan TPPK.
XIII. PROSEDUR PEMBUKAAN WILAYAH KLIRING DI WILAYAH YANG
TIDAK TERDAPAT KANTOR BANK INDONESIA
A. Prinsip Umum
1. Pembukaan Wilayah Kliring di wilayah yang tidak terdapat
kantor Bank Indonesia didasarkan pada kebutuhan dan
kesepakatan beberapa kantor Peserta di wilayah yang
bersangkutan.
2. Salah satu kantor Peserta sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 ditunjuk sebagai Koordinator PWD Selain BI atas
kesepakatan seluruh kantor Peserta di wilayah yang
bersangkutan dan dengan persetujuan dari Penyelenggara.
3. Masing-masing kantor Peserta menunjuk salah satu
kantornya sebagai Perwakilan Peserta.
B. Persyaratan…
143
B. Persyaratan Pembukaan Wilayah Kliring
Persyaratan pembukaan Wilayah Kliring paling kurang sebagai
berikut:
1. Jumlah kantor Peserta paling kurang 4 (empat) kantor
Peserta yang berbeda. Kantor Peserta dapat berupa kantor
cabang, kantor cabang pembantu, dan/atau kantor kas.
2. Dalam periode 6 (enam) bulan terakhir, jumlah Warkat
Debit yang beredar di wilayah tersebut rata-rata paling
kurang 30 (tiga puluh) Warkat Debit per hari.
3. Terdapat kantor Peserta yang bersedia sebagai Koordinator
PWD Selain BI.
C. Persyaratan untuk Menjadi Koordinator PWD Selain BI
Kantor Peserta yang dapat diusulkan menjadi Koordinator PWD
Selain BI harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. kantor Peserta dapat berupa kantor cabang, kantor cabang
pembantu, dan/atau kantor kas;
2. mampu menyediakan sarana dan prasarana dalam rangka
pertukaran Warkat Debit;
3. memiliki lokasi yang mudah dijangkau oleh kantor Peserta.
Lokasi pelaksanaan pertukaran Warkat Debit tidak harus
berada pada lokasi yang sama dengan lokasi kantor
Peserta yang diusulkan sebagai Koordinator PWD Selain
BI; dan
4. memperoleh persetujuan dari kantor pusat Peserta yang
bersangkutan untuk diusulkan sebagai Koordinator PWD
Selain BI.
D. Tata Cara Permohonan Pembukaan Wilayah Kliring
Permohonan pembukaan Wilayah Kliring diatur sebagai
berikut:
1. Kesepakatan Tertulis
a. Dengan memperhatikan pemenuhan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam huruf C, beberapa
kantor Peserta di suatu wilayah membuat
kesepakatan tertulis mengenai kebutuhan pertukaran
Warkat Debit di wilayah tersebut termasuk usulan
kantor…
144
kantor Peserta yang akan ditunjuk sebagai
Koordinator PWD Selain BI.
b. Kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
huruf a ditandatangani oleh seluruh pimpinan kantor
Peserta yang mendukung pembukaan Wilayah Kliring.
2. Pengajuan Permohonan
a. Calon Koordinator PWD Selain BI menyampaikan
surat permohonan rencana pembukaan Wilayah
Kliring dengan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.22 yang dilampiri dengan dokumen
sebagai berikut:
1) kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam angka 1;
2) daftar nama dan alamat kantor Peserta yang
mendukung pembukaan Wilayah Kliring;
3) usulan jadwal pertukaran Warkat Debit yang
dibuat dengan mengacu pada jam operasional
Layanan Kliring Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.5;
4) surat persetujuan dari kantor pusat Peserta
untuk menjadi Koordinator PWD Selain BI; dan
5)
informasi tertulis yang menunjukkan rata-rata
Warkat Debit yang beredar di wilayah tersebut
paling kurang 30 (tiga puluh) Warkat Debit per
hari dalam periode 6 (enam) bulan terakhir.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan kepada:
1) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a, apabila
pembukaan Wilayah Kliring berada di wilayah
kerja KPBI; atau
2) KPwDN apabila pembukaan Wilayah Kliring
berada di luar wilayah kerja KPBI.
c. Persetujuan atau penolakan atas permohonan
pembukaan Wilayah Kliring oleh Penyelenggara atau
KPwDN…
145
KPwDN diberikan paling lama 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak dokumen permohonan diterima
secara lengkap.
3. Persetujuan Permohonan
a. Dalam hal permohonan pembukaan Wilayah Kliring
disetujui maka Penyelenggara atau KPwDN
mengeluarkan surat persetujuan yang antara lain
memuat penetapan mengenai:
1) Wilayah Kliring;
2) Koordinator PWD Selain BI;
3)
4)
jadwal pertukaran Warkat Debit; dan
tanggal efektif pembukaan Wilayah Kliring.
b. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan kepada kantor Peserta yang
ditetapkan sebagai Koordinator PWD Selain BI dengan
tembusan kepada:
1) kantor pusat dari kantor Peserta yang ditetapkan
sebagai Koordinator PWD Selain BI; dan/atau
2) Penyelenggara apabila persetujuan pembukaan
Wilayah Kliring diberikan oleh KPwDN.
4. Penolakan Permohonan
a. Dalam hal permohonan pembukaan Wilayah Kliring
ditolak maka Penyelenggara atau KPwDN
menyampaikan secara tertulis kepada calon
Koordinator PWD Selain BI mengenai penolakan
disertai dengan alasan penolakan.
b. Alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a adalah sebagai berikut:
1) persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf
B dan huruf C tidak dipenuhi;
2) dokumen permohonan sebagaimana dimaksud
dalam butir 2.a tidak lengkap; dan/atau
3)
terdapat faktor lain yang menurut pertimbangan
Penyelenggara atau KPwDN belum layak untuk
dilakukan pembukaan Wilayah Kliring.
c. Surat…
146
c. Surat penolakan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a disampaikan kepada kantor Peserta yang diusulkan
sebagai Koordinator PWD Selain BI dengan tembusan
kepada:
1) Kantor Pusat dari kantor Peserta yang diusulkan
sebagai Koordinator PWD Selain BI; dan/atau
2) Penyelenggara apabila persetujuan pembukaan
Wilayah Kliring diberikan oleh KPwDN.
d. Apabila penolakan dikarenakan persyaratan tidak
dipenuhi dan/atau dokumen permohonan tidak
lengkap, kantor Peserta yang diusulkan sebagai
Koordinator PWD Selain BI dapat mengajukan
permohonan kembali setelah memenuhi persyaratan
dan dokumen yang ditetapkan.
E. Tindak Lanjut atas Persetujuan Pembukaan Wilayah Kliring
Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam butir
D.3, kantor Peserta yang ditetapkan sebagai Koordinator PWD
Selain BI melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menyampaikan informasi secara tertulis kepada seluruh
Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan
mengenai:
a. persetujuan pembukaan Wilayah Kliring;
b. jadwal penyelenggaraan pertukaran Warkat Debit;
c.
tanggal efektif pembukaan Wilayah Kliring; dan
d. permintaan untuk:
1) menyiapkan stempel Kliring dan stempel Kliring
Dibatalkan dengan contoh sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.1; dan
2) menyampaikan contoh stempel kliring dan
stempel Kliring dibatalkan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), paling lama 2 (dua)
hari kerja sebelum tanggal efektif.
2. Menyediakan sarana dan prasarana pertukaran Warkat
Debit antara lain:
a.
ruangan dan peralatan yang diperlukan dalam
pertukaran…
147
pertukaran Warkat Debit; dan
b. TPPK dengan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.2.
3. Mengadministrasikan data Perwakilan Peserta dan petugas
kliring.
F. Penggantian Koordinator PWD Selain BI
1. Penggantian Koordinator PWD Selain BI dapat dilakukan
berdasarkan persetujuan lebih dari 50% (lima puluh
persen) kantor Peserta di Wilayah Kliring tersebut yang
disertai dengan usulan penunjukan Koordinator PWD
Selain BI baru.
2. Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, Koordinator PWD Selain BI atau kantor Peserta
yang diusulkan menjadi Koordinator PWD Selain BI
menyampaikan surat kepada Penyelenggara atau KPwDN
yang memuat:
a. pemberitahuan mengenai penggantian Koordinator
PWD Selain BI; dan
b. permohonan mengenai penggantian Koordinator PWD
Selain BI,
disertai alasan dan usulan tanggal efektif penggantian
Koordinator PWD Selain BI.
3. Surat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan
kepada:
a. Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A.2.a, apabila calon Koordinator PWD
Selain BI pengganti berada di wilayah kerja KPBI.
b. KPwDN apabila calon Koordinator PWD Selain BI
pengganti berada di luar wilayah kerja KPBI,
dengan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.23.
4. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b
dilampiri dengan dokumen:
a. persetujuan tertulis lebih dari 50% (lima puluh
persen) Perwakilan Peserta sebagaimana dimaksud
dalam …
148
dalam angka 1 yang ditandatangani oleh seluruh
pimpinan Perwakilan Peserta yang menyetujui
penggantian Koordinator PWD Selain BI; dan
b. surat persetujuan untuk diusulkan sebagai
Koordinator PWD Selain BI pengganti dari kantor
pusat yang bersangkutan.
5. Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2,
Penyelenggara atau KPwDN memberikan persetujuan atau
penolakan atas penggantian Koordinator PWD Selain BI
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen
permohonan diterima secara lengkap.
6. Dalam hal permohonan penggantian Koordinator PWD
Selain BI disetujui, Penyelenggara atau KPwDN
menyampaikan surat persetujuan sebagai Koordinator
PWD Selain BI pengganti.
7. Surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 6
disampaikan kepada kantor Peserta yang disetujui sebagai
Koordinator PWD Selain BI pengganti dengan tembusan
kepada:
a. Kantor Pusat dari Koordinator PWD Selain BI
pengganti;
b. Kantor Pusat dari Koordinator PWD Selain BI lama;
dan/atau
c. Penyelenggara apabila persetujuan penggantian
Koordinator PWD Selain BI diberikan oleh KPwDN.
8. Dalam hal permohonan penggantian Koordinator PWD
Selain BI ditolak, Penyelenggara atau KPwDN
menyampaikan surat pemberitahuan penolakan disertai
dengan keterangan alasan penolakan.
9. Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud
dalam angka 8 disampaikan kepada kantor Peserta yang
ditolak sebagai Koordinator PWD Selain BI pengganti
dengan tembusan kepada:
a. Kantor Pusat dari Koordinator PWD Selain BI
pengganti yang ditolak;
b. Kantor…
149
b. Kantor Pusat dari Koordinator PWD Selain BI lama;
dan/atau
c. Penyelenggara apabila persetujuan penggantian
Koordinator PWD Selain BI diberikan oleh KPwDN.
10. Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 6 Koordinator PWD Selain BI pengganti
menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan
pertukaran Warkat Debit, antara lain mencakup:
a.
ruangan dan peralatan yang diperlukan dalam
pertukaran Warkat Debit; dan
b. TPPK dengan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.2.
11. Koordinator PWD Selain BI lama harus tetap menjalankan
fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir sebelum
tanggal penggantian Koordinator PWD Selain BI pengganti
berlaku efektif.
G. Penutupan Wilayah Kliring
Permohonan penutupan Wilayah Kliring diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Penutupan Wilayah Kliring dapat dilakukan berdasarkan:
a. kesepakatan tertulis dari kantor Peserta di Wilayah
Kliring tersebut; atau
b. kebijakan Penyelenggara.
2. Dalam hal penutupan Wilayah Kliring dilakukan
berdasarkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Koordinator PWD Selain BI mengajukan surat
permohonan mengenai pengunduran diri sebagai
Koordinator PWD Selain BI dan/atau penutupan
Wilayah Kliring dengan memberitahukan alasan dan
tanggal efektif penutupan Wilayah Kliring kepada:
1) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.a, apabila Wilayah
Kliring berada di wilayah kerja KPBI; atau
2) KPwDN…
150
2) KPwDN apabila Wilayah Kliring berada di luar
wilayah kerja KPBI.
Format surat permohonan penutupan Wilayah Kliring
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.24.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a yang ditandatangani oleh seluruh pimpinan
Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang
bersangkutan dan dilampiri dengan dokumen
mengenai kesepakatan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a.
c. Atas surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf b, Penyelenggara atau KPwDN memberikan
persetujuan atas pengunduran diri sebagai
Koordinator PWD Selain BI dan/atau penutupan
Wilayah Kliring paling lama 14 (empat belas) hari kerja
sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap.
d. Dalam hal permohonan pengunduran diri sebagai
Koordinator PWD Selain BI dan/atau penutupan
Wilayah Kliring disetujui, Penyelenggara atau KPwDN
menyampaikan surat persetujuan kepada kantor
Peserta yang sebelumnya menjadi Koordinator PWD
Selain BI dengan tembusan kepada:
1) Kantor Pusat dari kantor Peserta yang
sebelumnya menjadi Koordinator PWD Selain BI;
dan/atau
2) Penyelenggara apabila persetujuan pengunduran
diri sebagai Koordinator PWD Selain BI dan/atau
penutupan Wilayah Kliring diberikan oleh
KPwDN.
e. Berdasarkan persetujuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf d, kantor Peserta yang sebelumnya
menjadi Koordinator PWD Selain BI menyampaikan
informasi mengenai tanggal efektif pengunduran diri
sebagai Koordinator PWD Selain BI dan/atau
penutupan Wilayah Kliring kepada seluruh Perwakilan
Peserta…
151
Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan.
f. Koordinator PWD Selain BI harus tetap menjalankan
fungsinya sampai dengan hari kerja terakhir sebelum
tanggal pengunduran diri sebagai Koordinator PWD
Selain BI dan/atau penutupan Wilayah Kliring berlaku
efektif.
g. Setelah Wilayah Kliring tersebut ditutup, pertukaran
Warkat Debit di wilayah tersebut tetap dapat
dilaksanakan secara bilateral sesuai kesepakatan.
3. Dalam hal penutupan Wilayah Kliring dilakukan
berdasarkan kebijakan Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.b, Penyelenggara menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis mengenai tanggal efektif
penutupan Wilayah Kliring dan penghentian bantuan
keuangan kepada Koordinator PWD Selain BI dengan
tembusan kepada seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah
Kliring serta KPwDN yang mewilayahi Wilayah Kliring
tersebut paling lama 1 (satu) bulan sebelum tanggal efektif
penutupan Wilayah Kliring tersebut. Setelah Wilayah
Kliring tersebut ditutup, pertukaran Warkat Debit di
wilayah tersebut tetap dapat dilaksanakan secara bilateral
sesuai kesepakatan.
H. Bantuan Keuangan
Dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit yang
dilaksanakan oleh Koordinator PWD Selain BI, Penyelenggara
memberikan bantuan keuangan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Nominal dan Kriteria Bantuan Keuangan
a. Terhitung sejak kantor Kordinator PWD Selain BI
tersebut efektif menyelenggarakan pertukaran Warkat
Debit, Penyelenggara memberikan bantuan keuangan
kepada KPWD Selain BI setiap bulan.
b. Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a diberikan sesuai kriteria sebagaimana
dimaksud pada Lampiran II.25.
c. Nilai…
152
c. Nilai nominal bantuan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a ditetapkan oleh
Penyelenggara dengan Keputusan Kepala Departemen
yang melaksanakan fungsi penyelenggaraan sistem
pembayaran di Bank Indonesia.
d. Salinan Keputusan sebagaimana dimaksud dalam
huruf c disampaikan kepada kantor pusat dari
Koordinator PWD Selain BI.
2. Mekanisme Pemberian Bantuan Keuangan
a. Pemberian bantuan keuangan sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a. disampaikan oleh Penyelenggara
kepada kantor pusat Koordinator PWD Selain BI
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah akhir bulan.
b. Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a diberikan dengan cara mengkredit Rekening
Setelmen Dana kantor pusat Koordinator PWD Selain
BI di Bank Indonesia.
3. Bantuan Keuangan Bagi Koordinator PWD Selain BI Yang
Baru
a. Dalam hal Peserta bertindak sebagai Koordinator PWD
Selain BI di Wilayah Kliring yang baru dibentuk maka:
1) untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama sejak
tanggal efektif pembentukan Koordinator PWD
Selain BI tersebut diberi bantuan setiap bulan
sebesar 100% (seratus persen) dari nilai nominal
yang ditetapkan oleh Kepala Departemen yang
melaksanakan fungsi penyelenggaraan sistem
pembayaran di Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.c. Penetapan jangka
waktu 3 (tiga) bulan pertama diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) apabila tanggal efektif pembentukan Wilayah
Kliring ditetapkan pada tanggal 1 sampai
dengan tanggal 15 bulan berjalan maka masa
3 (tiga) bulan pertama dihitung sejak bulan
yang…
153
yang bersangkutan; atau
b) apabila tanggal efektif pembentukan Wilayah
Kliring ditetapkan setelah tanggal 15 bulan
berjalan maka masa 3 (tiga) bulan pertama
dihitung sejak bulan berikutnya;
2) bantuan keuangan per bulan yang akan diberikan
kepada Koordinator PWD Selain BI setelah masa 3
(tiga) bulan tersebut disesuaikan dengan kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.25.
b. Dalam hal kantor Peserta bertindak sebagai
Koordinator PWD Selain BI pengganti maka:
1) bantuan keuangan diberikan sesuai dengan
kriteria sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
II.25;
2) pemberian bantuan keuangan kepada
Penyelenggara Koordinator PWD Selain BI yang
mengalami perubahan diatur sebagai berikut:
a) apabila tanggal efektif pengalihan
dilaksanakan pada tanggal 1 sampai dengan
tanggal 15 bulan berjalan maka bantuan
keuangan sebagaimana dimaksud pada
angka 1) untuk bulan yang bersangkutan
diberikan kepada KPWD Selain BI yang
menerima pengalihan; atau
b) apabila tanggal efektif pembentukan Wilayah
Kliring ditetapkan setelah tanggal 15 bulan
berjalan maka bantuan keuangan
sebagaimana dimaksud pada huruf a) untuk
bulan yang bersangkutan diberikan kepada
KPWD Selain BI yang mengalihkan.
Contoh perhitungan pemberian bantuan
keuangan kepada Koordinator PWD Selain BI
yang baru adalah sebagaimana dalam Lampiran
II.26.
4. Penetapan…
154
4. Penetapan Iuran di Luar Bantuan Keuangan oleh
Penyelenggara
a. Apabila bantuan keuangan yang diberikan oleh
Penyelenggara atau KPwDN tidak dapat menutupi
seluruh biaya operasional Koordinator PWD Selain BI
dalam pertukaran Warkat Debit, Koordinator PWD
Selain BI dapat menetapkan iuran kepada kantor
Peserta di Wilayah Kliring.
b. Besarnya iuran sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, ditetapkan berdasarkan selisih biaya operasional
yang dikeluarkan Koordinator PWD Selain BI dalam
rangka pertukaran Warkat Debit.
c. Biaya operasional sebagaimana dimaksud dalam
huruf b antara lain mencakup biaya tenaga kerja serta
biaya penyediaan sarana dan prasarana pertukaran
Warkat Debit.
I. Besarnya iuran dan perhitungan biaya operasional yang
menjadi dasar penetapan iuran wajib disampaikan kepada dan
disetujui oleh seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring.
1. Penyampaian Laporan
Kantor Pusat dari Koordinator PWD Selain BI wajib
menyampaikan laporan bulanan mengenai pendistribusian
dan besarnya nilai nominal bantuan keuangan
sebagaimana dimaksud dalam H.1.c paling lambat pada
akhir bulan berikutnya.
Laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
disampaikan kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a dengan
menggunakan format laporan sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.27.
2. Koordinator PWD Selain BI yang menetapkan iuran kepada
seluruh Peserta, wajib menyampaikan laporan triwulanan
kepada Penyelenggara dan seluruh Peserta mengenai
penggunaan bantuan keuangan dan iuran Peserta dalam
pelaksanaan pertukaran Warkat Debit paling lambat akhir
bulan…
155
bulan berikutnya dengan format laporan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.28.
XIV. BIAYA DALAM PENYELENGGARAAN SKNBI
A. Prinsip Umum
1. Peserta dikenakan biaya dalam penyelenggaraan SKNBI.
2. Penyelenggara dapat tidak mengenakan biaya kepada
Peserta dalam Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat.
3. Peserta dapat mengenakan biaya transaksi melalui SKNBI
kepada Nasabah.
4. Penyelenggara menetapkan batas maksimal biaya yang
dapat dikenakan Peserta kepada Nasabah.
B. Biaya Penyelenggaraan SKNBI yang Dikenakan kepada Peserta
1. Jenis dan besarnya biaya
a. Jenis biaya dalam penyelenggaraan SKNBI terdiri atas:
1) Biaya proses DKE meliputi:
a) Biaya proses DKE Transfer Dana;
b) Biaya proses DKE Warkat Debit;
c) Biaya proses DKE Pembayaran; dan
d) Biaya proses DKE Penagihan.
2) Biaya akses informasi data agregat.
3) Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank.
4) Biaya perpanjangan periode waktu pengiriman
DKE.
5) Biaya sortasi Warkat Debit.
6) Biaya Warkat Debit reject.
7) Biaya pembuatan dan/atau penggantian TPPK.
b. Besar biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a
mengacu pada rincian biaya sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran II.6.
c. Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf b
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2. Perhitungan dan Pembebanan Biaya
a. Perhitungan dan pembebanan biaya sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a.1) sampai dengan butir
1.a.4)…
156
1.a.4) dilakukan oleh Penyelenggara dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Biaya proses DKE sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a.1) dan PPN dihitung setiap bulan atas
dasar total DKE yang diterima dan
diperhitungkan oleh Penyelenggara.
2) Biaya akses informasi data agregat sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a.2) dan PPN dihitung
setiap bulan dan hanya dibebankan kepada
Peserta yang terdaftar sebagai pengguna fasilitas
informasi.
3) Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.3) dan
PPN dihitung atas dasar durasi waktu
penggunaan fasilitas tersebut setiap 1 (satu) jam
berdasarkan absensi yang telah ditandatangani
oleh Penyelenggara dan Peserta.
4) Biaya perpanjangan pengiriman DKE
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.4) dan
PPN dihitung atas dasar durasi waktu
perpanjangan kegiatan tersebut setiap 30 (tiga
puluh) menit.
5) Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) sampai dengan angka 4) dilakukan oleh
Penyelenggara dengan cara mendebit Rekening
Setelmen Dana Peserta dan/atau Rekening
Setelmen Dana Bank Pembayar, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dan angka 2) dibebankan setiap akhir bulan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada bulan
berikutnya;
b) biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dan angka 4) dibebankan paling lama 1
(satu) hari kerja setelah Peserta
menggunakan…
157
menggunakan Fasilitas Guest Bank dan/atau
perpanjangan periode waktu pengiriman
DKE;
b. Perhitungan dan pembebanan biaya sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a.5) sampai dengan butir
1.a.7) dilakukan oleh Koordinator PWD atau
Koordinator PWD Selain BI dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Biaya sortasi Warkat Debit sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a.5) dihitung atas dasar
total Warkat Debit dalam Kliring Penyerahan yang
diserahkan oleh Peserta dan diproses oleh
Koordinator PWD yang melakukan pertukaran
Warkat Debit secara otomasi.
2) Biaya Warkat Debit reject sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a.6) dihitung dan dibebankan oleh
Koordinator PWD yang melakukan pertukaran
Warkat Debit secara otomasi dengan ketentuan
sebagai berikut:
a) Warkat Debit reject adalah Warkat Debit
dalam Kliring Penyerahan yang tidak dapat
diproses secara otomasi.
b) Biaya Warkat Debit reject dikenakan apabila
total Warkat Debit reject harian melebihi 2%
(dua persen) dari total Warkat Debit yang
diproses oleh Koordinator PWD.
c) Biaya Warkat Debit reject sebagaimana
dimaksud dalam huruf b) dibebankan kepada
Peserta penerima.
3) Biaya pembuatan dan/atau penggantian TPPK
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.7)
dihitung oleh Koordinator PWD atau Koordinator
PWD Selain BI untuk setiap permohonan
pembuatan dan/atau penggantian TPPK.
4) Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam
angka…
158
angka 1), angka 2), dan angka 3) dilakukan oleh
Koordinator PWD atau Koordinator PWD Selain BI
setiap akhir bulan paling lama 7 (tujuh) hari kerja
pada bulan berikutnya dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Dalam hal pertukaran Warkat Debit
dilakukan oleh Koordinator PWD maka
pembebanan biaya dilakukan dengan cara
mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta.
b) Dalam hal pertukaran Warkat Debit
dilakukan oleh Koordinator PWD Selain BI
maka pembebanan biaya dilakukan sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan oleh
Koordinator PWD Selain BI.
C. Biaya transaksi melalui SKNBI yang dikenakan kepada
Nasabah Peserta
1. Dalam rangka mendukung kelancaran penyelesaian
transaksi melalui SKNBI, Peserta dapat menetapkan dan
mengenakan biaya transaksi kepada nasabah dengan
batas maksimal yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
2. Biaya transaksi yang dikenakan oleh Peserta kepada
nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1
ditetapkan paling banyak Rp5.000,00 (lima ribu rupiah).
3. Peserta wajib mengumumkan:
a. besarnya biaya transaksi SKNBI yang ditetapkan dan
dikenakan oleh Peserta kepada nasabah; dan
b. besarnya biaya transaksi SKNBI yang ditetapkan
Penyelenggara.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan
angka 2 mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai perlindungan nasabah pengguna
SKNBI.
XV. PENANGANAN…
159
XV. PENANGANAN KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU KEADAAN
DARURAT
A. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di
Penyelenggara
Dalam rangka menjaga kelangsungan operasional SKNBI
apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Penyelenggara berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara
Dalam hal Keadaan Tidak Normal pada penyelenggaraan
SKNBI terjadi di lokasi Penyelenggara yang mempengaruhi
kelancaran penyelenggaraan SKNBI maka penanganan
dilakukan sebagai berikut:
a. Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh
Peserta melalui administrative message dan/atau
sarana lainnya mengenai Keadaan Tidak Normal dan
langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai
berikut:
1) menghentikan sementara kegiatan pengiriman
DKE dan kegiatan lainnya yang terhubung ke
SSK;
2) melakukan koneksi ulang ke SSK;
3) melakukan query status batch DKE yang telah
dikirim ke SSK; dan/atau
4) melakukan pengiriman ulang dalam hal terdapat
batch DKE yang masih belum berhasil dikirim.
b. Dalam hal Keadaan Tidak Normal sebagaimana
dimaksud dalam huruf a mengakibatkan SKNBI tidak
dapat beroperasi sampai dengan batas waktu yang
ditentukan oleh Penyelenggara maka Penyelenggara
menetapkan kebijakan dan prosedur penanganan
Keadaan Tidak Normal dan memberitahukan kepada
Peserta mengenai hal-hal yang harus dilakukan oleh
Peserta.
2. Keadaan…
160
2. Keadaan Darurat di Penyelenggara
Dalam hal terjadi Keadaan Darurat di lokasi Penyelenggara
yang menyebabkan SKNBI tidak dapat beroperasi maka
Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur
penanggulangan Keadaan Darurat dan memberitahukan
kepada seluruh Peserta mengenai Keadaan Darurat serta
hal-hal yang harus dilakukan oleh Peserta.
B. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta
Dalam rangka menjaga kelangsungan operasional SKNBI
apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Peserta berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat di Peserta yang menyebabkan
terganggunya kelancaran operasional SKNBI maka Peserta
harus memberitahukan kepada Penyelenggara mengenai
terjadinya Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat.
2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
disampaikan kepada:
a. Helpdesk SKNBI melalui sarana telepon paling lama
30 (tiga puluh) menit sejak terjadinya Keadaan Tidak
Normal dan/atau Keadaan Darurat; dan
b. Penyelenggara melalui surat yang didahului dengan
faksimile dalam hal memerlukan tindak lanjut
perpanjangan periode waktu kegiatan pengiriman DKE
sesuai dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.A.5.
3. Dalam hal Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat sebagaimana dimaksud dalam angka 1
menyebabkan Peserta tidak dapat melakukan kegiatan
operasional SKNBI maka Peserta dapat menggunakan
Fasilitas Guest Bank.
4. Dalam hal Peserta memutuskan untuk tidak melakukan
kegiatan operasional SKNBI maka Peserta harus segera
memberitahukan kepada Penyelenggara melalui surat yang
dapat…
161
dapat didahului dengan faksimile atau sarana lain.
5. Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat di Peserta, Penyelenggara dapat
menetapkan kebijakan, prosedur, dan hal-hal lain yang
diperlukan untuk penyelesaian transaksi oleh Peserta
melalui SKNBI.
C. Penggunaan Fasilitas Guest Bank
Dalam Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di
Peserta, penyelesaian transaksi melalui SKNBI oleh Peserta
dapat dilakukan dengan menggunakan Fasilitas Guest Bank
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk menggunakan Fasilitas Guest Bank, Peserta
mengajukan surat permohonan dengan format
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.29.
2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
paling kurang memuat:
a. alasan untuk menggunakan Fasilitas Guest Bank;
b.
lokasi penggunaan Fasilitas Guest Bank; dan
c. pernyataan bahwa Peserta yang bersangkutan
membebaskan Penyelenggara atau KPwDN dari
tanggung jawab atas segala kerugian yang timbul
pada Peserta (indemnity) terkait dengan penggunaan
Fasilitas Guest Bank.
3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang memiliki
spesimen tanda tangan di Bank Indonesia dan dapat
disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara
melalui faksimile ke alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.2.a.
4. Untuk Peserta yang berada di wilayah kerja KPwDN, surat
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, disampaikan
kepada Penyelenggara dengan tembusan kepada KPwDN
yang menyediakan Fasilitas Guest Bank, dengan
memperhatikan jam kerja KPwDN.
5. Persetujuan…
162
5. Persetujuan atau penolakan atas permohonan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan
melalui administrative message atau sarana lainnya.
6. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 disetujui, Peserta harus menyiapkan data
transaksi dan hal-hal lain yang diperlukan dalam
penggunaan Fasilitas Guest Bank sesuai dengan buku
pedoman penggunaan aplikasi SPK.
7. Penyelenggara dapat menetapkan batas maksimal waktu
dan/atau urutan penggunaan Fasilitas Guest Bank, dalam
hal jumlah Peserta yang mengajukan permohonan
penggunaan Fasilitas Guest Bank melebihi kapasitas yang
tersedia.
XVI. PEMANTAUAN KEPATUHAN
Pelaksanaan pemantauan kepatuhan Peserta dan Koordinator PWD
Selain BI diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penyelenggara melakukan pemantauan kepatuhan:
a. Peserta; dan
b. Koordinator PWD Selain BI,
terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
2. Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan
secara langsung dan tidak langsung.
3. Dalam rangka pemantauan tidak langsung, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Pemantauan kepatuhan kepada Peserta
1) Pemantauan secara tidak langsung kepada Peserta
dilakukan dengan cara melakukan analisis dan
evaluasi terhadap:
a)
laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu
yang disampaikan oleh Peserta kepada
Penyelenggara; dan
b) data, informasi, dan/atau dokumen yang
diperoleh dari:
(1) Peserta yang bersangkutan;
(2) sistem Penyelenggara; dan/atau
(3) pihak…
163
(3) pihak lain.
2) Peserta wajib menyampaikan laporan kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Laporan Berkala berupa Laporan Hasil Penilaian
Kepatuhan (LHPK)
(1) LHPK merupakan laporan tahunan hasil
penilaian pemeriksaan internal sebagaimana
dimaksud dalam butir III.H.1.b.2) untuk
periode 1 Januari sampai dengan 31
Desember.
Format LHPK ditetapkan oleh Penyelenggara
dan disampaikan kepada Peserta melalui
surat dan/atau sarana lain.
(2) Laporan LHPK sebagaimana dimaksud dalam
angka (1) disampaikan oleh Peserta paling
lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya.
(3) Dalam hal batas waktu penyampaian
sebagaimana dimaksud dalam angka (1)
jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka
batas waktu penyampaian adalah hari kerja
berikutnya.
(4) LHPK sebagaimana dimaksud dalam angka
(1) disampaikan kepada Penyelenggara
melalui surat dan/atau sarana lain yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
b) Laporan sewaktu-waktu atas permintaan
Penyelenggara.
Selain laporan sebagaimana dimaksud dalam
huruf b, Peserta dapat menyampaikan laporan
kepada Penyelenggara atas inisiatif sendiri,
misalnya laporan gangguan SKNBI pada Peserta.
3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan
angka 2) disampaikan kepada Penyelenggara dengan
alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.b.
4) Berdasarkan…
164
4) Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara
dapat melakukan klarifikasi dan/atau konfirmasi
kepada Peserta atas data, informasi, dan/atau
dokumen.
5) Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan tidak
langsung terdapat hal-hal yang perlu ditindaklanjuti
oleh Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat
pemberitahuan kepada Peserta untuk melakukan
upaya perubahan dalam rangka pemenuhan
ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
b. Pemantauan kepada Koordinator PWD Selain BI
1) Pemantauan secara tidak langsung kepada
Koordinator PWD Selain BI dilakukan dengan cara
melakukan analisa dan evaluasi terhadap laporan
bulanan dan/atau laporan berkala yang disampaikan
oleh Koordinator PWD Selain BI.
2) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam angka
1) merupakan laporan yang memuat informasi jumlah
Perwakilan Peserta, jumlah transaksi, jumlah nominal
transaksi, dan jadwal pelaksanaan pertukaran Warkat
Debit, dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II.30.
3) Laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada angka
1) disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja pada
bulan berikutnya kepada:
a) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.b, apabila
Koordinator PWD Selain BI berada di wilayah
kerja KPBI; atau
b) KPwDN apabila Koordinator PWD Selain BI
berada di luar wilayah kerja KPBI.
4. Pemantauan…
165
4. Pemantauan Langsung
Dalam rangka pemantauan langsung, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Pemantauan kepatuhan kepada Peserta
1) Pemantauan secara langsung dilakukan melalui
kunjungan ke lokasi Peserta secara periodik atau
sewaktu-waktu apabila diperlukan.
2) Dalam kunjungan pemeriksaan di lokasi Peserta,
berlaku ketentuan dan prosedur sebagai berikut:
a) Petugas Penyelenggara yang melakukan
pemeriksaan di lokasi Peserta dilengkapi dengan
surat tugas dari Penyelenggara.
b) Peserta wajib memberikan akses kepada petugas
Penyelenggara, paling kurang berupa:
(1) data, informasi, dan/atau dokumen yang
diperlukan, termasuk namun tidak terbatas
pada dokumen asli dan/atau salinan
dokumen yang berupa warkat, dan/atau data
elektronik yang terkait dengan pelaksanaan
SKNBI sesuai dengan permintaan petugas
Penyelenggara; dan/atau
(2) sarana fisik dan aplikasi pendukung yang
terkait dengan operasional SKNBI di Peserta,
antara lain SPK serta interface dari dan ke
sistem internal Peserta.
3) Penyelenggara dapat menunjuk pihak lain untuk dan
atas nama Penyelenggara untuk melaksanakan
pemeriksaan Peserta sebagaimana dimaksud dalam
angka 1). Pihak lain yang ditugaskan tersebut
dilengkapi dengan surat penugasan dari
Penyelenggara.
4) Petugas Penyelenggara melakukan exit meeting dengan
Peserta yang dituangkan dalam laporan hasil exit
meeting yang ditandatangani oleh Penyelenggara dan
Pejabat Peserta yang berwenang.
5) Penyelenggara…
166
5) Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan
kepada Peserta untuk melakukan tindak lanjut dan
mendorong Peserta untuk melakukan upaya
perubahan dalam rangka pemenuhan ketentuan yang
ditetapkan oleh Penyelenggara sesuai dengan laporan
hasil exit meeting sebagaimana dimaksud dalam angka
4).
b. Pemantauan kepatuhan kepada Koordinator PWD Selain BI
1) Pemantauan secara langsung dilakukan melalui
kunjungan ke lokasi Koordinator PWD Selain BI
secara periodik atau sewaktu-waktu apabila
diperlukan.
2) Dalam kunjungan pemeriksaan di lokasi Peserta,
berlaku ketentuan dan prosedur sebagai berikut:
a) Petugas Penyelenggara yang melakukan
pemeriksaan di lokasi Peserta dilengkapi dengan
surat tugas dari Penyelenggara.
b) Peserta harus memberikan akses kepada petugas
Penyelenggara, paling kurang berupa data,
informasi, dan/atau dokumen yang diperlukan
terkait dengan pelaksanaan pertukaran Warkat
Debit sesuai dengan permintaan petugas
Penyelenggara.
c) Petugas Penyelenggara melakukan exit meeting
dengan Peserta yang dituangkan dalam laporan
hasil exit meeting yang ditandatangani oleh
Penyelenggara dan Pejabat Peserta yang
berwenang.
d) Penyelenggara menyampaikan
surat
pemberitahuan kepada Peserta untuk melakukan
tindak lanjut dan mendorong Peserta untuk
melakukan upaya perubahan dalam rangka
pemenuhan ketentuan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara sesuai dengan laporan hasil exit
meeting sebagaimana dimaksud dalam huruf c).
5. Dalam…
167
5. Dalam rangka pemantauan kepatuhan Peserta, Penyelenggara
dapat meminta Peserta untuk melakukan pengujian terhadap
infrastruktur Peserta yang digunakan dalam operasional
SKNBI.
6. Peserta dan Koordinator PWD Selain BI wajib menindaklanjuti
hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan
angka 4.
XVII. TATACARA PENGENAAN SANKSI
A. Sanksi Terkait Pembuatan DKE
1. Peserta yang tidak memenuhi ketentuan mengenai
pembuatan DKE sebagaimana dimaksud dalam butir
VI.B.1.c.1), butir VI.B.1.c.2), butir VII.B.7.a.1), butir
VII.B.7.a.2), butir VIII.B.1.c.1), butir VIII.B.1.c.2), butir
IX.B.7.a, dan/atau butir IX.B.7.b dikenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah) per DKE dengan jumlah kewajiban membayar
paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) per 1 (satu) periode pemantauan.
2. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dilakukan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar.
B. Sanksi Terkait Penyediaan dan Penambahan Prefund
1. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan mengenai
penyediaan minimum nominal Prefund Debit sebagaimana
dimaksud dalam butir V.B.3 yang dikarenakan kelalaian
Peserta, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta dikenakan sanksi berupa kewajiban
membayar sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pengenaan sanksi dilaksanakan paling lama 1 (satu)
hari kerja berikutnya, dengan mendebit Rekening
Setelmen Dana Peserta.
b. Terhadap Peserta yang dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara melakukan
pemantauan selama 6 (enam) bulan.
c. Apabila selama periode pemantauan sebagaimana
dimaksud…
168
dimaksud dalam huruf b Peserta tidak memenuhi
kewajiban penyediaan Prefund Debit sebanyak 6
(enam) kali maka Peserta dapat dikenakan sanksi
berupa penurunan status kepesertaan dari aktif
menjadi ditangguhkan.
d. Penyelenggara dapat mengubah kembali status
Peserta dari ditangguhkan menjadi aktif berdasarkan
kebijakan Penyelenggara.
e. Penyelenggara menginformasikan perubahan status
Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan
huruf d kepada:
1) Peserta yang bersangkutan melalui surat;
2) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative
message dan/atau sarana lainnya; dan
3) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat Perwakilan Peserta melalui surat atau
sarana lainnya.
2. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan penyediaan
minimum nominal Prefund Debit sebagaimana dimaksud
dalam butir V.B.3 dikarenakan ketidakmampuan dalam
penyediaan Prefund Debit, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Peserta dikenakan sanksi penurunan status
kepesertaan dari aktif menjadi ditangguhkan.
b. Penyelenggara dapat mengubah kembali status
Peserta dari ditangguhkan menjadi aktif apabila
Peserta dapat memenuhi kewajiban penyediaan
minimum nominal Prefund Debit.
c. Penyelenggara menginformasikan perubahan status
Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b kepada:
1) Peserta yang bersangkutan melalui surat;
2) seluruh Peserta melalui fasilitas administrative
message dan/atau sarana lainnya; dan
3) Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya
terdapat…
169
terdapat Perwakilan Peserta, melalui surat atau
sarana lainnya.
3. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan penambahan
Prefund sebagaimana dimaksud dalam butir VI.B.3.c, butir
VII.B.3.b, butir VIII.B.3.c, dan/atau butir IX.B.3.b, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per DKE
dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per 1
(satu) hari kerja.
b. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan paling lama 1
(satu) hari kerja berikutnya, dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta atau Rekening
Setelmen Dana Bank Pembayar.
C. Sanksi Terkait Penolakan Warkat Debit dan/atau DKE Warkat
Debit
Dalam hal Peserta melakukan penolakan Warkat Debit atau
DKE Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam butir
VII.B.1.b.1)b), berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Peserta pengirim, Peserta penerima, atau nasabah
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per DKE Warkat Debit
yang ditolak.
2. Pengenaan sanksi kewajiban membayar kepada Peserta
pengirim, Peserta penerima, atau nasabah sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dilakukan berdasarkan alasan
penolakan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.31.
3. Pembebanan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dalam angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Sanksi yang dikenakan kepada nasabah Peserta
dibebankan oleh Penyelenggara dengan cara mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta. Selanjutnya, Peserta
membebankan…
170
membebankan sanksi tersebut kepada nasabahnya.
b. Sanksi yang dikenakan kepada Peserta dibebankan
oleh Penyelenggara dengan cara mendebit Rekening
Setelmen Dana Peserta. Peserta dilarang
membebankan biaya pengenaan sanksi tersebut
kepada nasabahnya, mengingat alasan penolakan
Warkat Debit atau DKE Debit tersebut disebabkan
oleh kekeliruan Peserta.
D. Sanksi Terkait Pemantauan Kepatuhan
1. Bagi Peserta yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban
menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan SKNBI
sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.1 dikenakan
sanksi sebagai berikut:
a. Peserta yang tidak memenuhi ketentuan kewajiban
menjaga kelancaran dan keamanan penggunaan
SKNBI dikenakan sanksi administratif berupa teguran
tertulis.
b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi
teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak teguran tertulis diterima, dapat dikenakan
sanksi berupa penurunan status kepesertaan.
2. Bagi Peserta yang tidak menginformasikan biaya transaksi
dalam penyelenggaraan SKNBI kepada nasabah secara
transparan sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.4
dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
3. Bagi Peserta yang tidak mencetak Warkat Debit di
perusahaan percetakan dokumen sekuriti sebagaimana
dimaksud dalam butir XI.C.1 dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
4. Bagi Peserta yang tidak mencetak Warkat Debit sesuai
dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam
butir XI.A.2, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta yang tidak mencetak Warkat Debit sesuai
dengan spesifikasi teknis dikenakan sanksi
administratif…
171
administratif berupa teguran tertulis.
b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi
teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sehingga mengganggu proses pertukaran Warkat Debit
secara otomasi, Koordinator PWD dapat tidak
memproses Warkat Debit Peserta dalam pertukaran
Warkat Debit
5. Bagi Peserta yang tidak memberikan data, informasi,
dan/atau dokumen terkait penyelenggaran SKNBI
sebagaimana dimaksud dalam butir III.H.5 dikenakan
sanksi administratif berupa teguran tertulis.
6. Bagi Peserta yang tidak memberikan akses kepada
Penyelenggara untuk melakukan pemeriksaan secara
langsung sebagaimana dimaksud dalam butir XVI.4.b.2),
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta yang tidak memberikan akses kepada
Penyelenggara untuk melakukan pemeriksaan secara
langsung dikenakan sanksi administratif berupa
teguran tertulis.
b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi
teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak
teguran tertulis diterima, dapat dikenakan sanksi
penurunan status kepesertaan.
7. Bagi Peserta yang tidak menindaklanjuti hasil pemantauan
sebagaimana dimaksud dalam butir XVI.6, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta yang tidak menindaklanjuti hasil pemantauan
dikenakan sanksi administratif berupa teguran
tertulis.
b. Dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti sanksi
teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, dapat dikenakan sanksi penurunan status
kepesertaan.
8. Bagi…
172
8. Bagi Peserta yang terlambat menyampaikan laporan
berkala sebagaimana dimaksud dalam butir XVI.3.a.2)a)
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per
hari kerja keterlambatan sejak batas waktu
penyampaian pelaporan, dengan jumlah kewajiban
membayar paling banyak sebesar Rp15.000.000,00
(lima belas juta rupiah).
b. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta atau Rekening
Setelmen Dana Bank Pembayar.
c. Dalam hal Peserta terlambat menyampaikan laporan
berkala sesuai batas waktu, Peserta tetap wajib
menyampaikan laporan berkala paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak batas waktu penyampaian
laporan berkala yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
d. Dalam hal Peserta tidak menyampaikan laporan
berkala sebagaimana dimaksud dalam huruf c,
Peserta dikenakan sanksi teguran tertulis.
e. Peserta yang tidak menindaklanjuti sanksi teguran
tertulis sebagimana dimaksud dalam huruf d, dapat
dikenakan sanksi penurunan status kepesertaan.
9. Dalam hal Penyelenggara mengenakan sanksi penurunan
status kepesertaan, Penyelenggara menginformasikan
kepada:
a. Peserta yang bersangkutan melalui surat;
b. seluruh Peserta melalui fasilitas administrative
message dan/atau sarana lainnya; dan
c. Koordinator PWD yang di wilayah kerjanya terdapat
Perwakilan Peserta, melalui surat atau sarana lainnya.
XVIII. KETENTUAN …
173
XVIII. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Penyelenggara Kliring Lokal beralih fungsi sebagai berikut:
a. Penyelenggara Kliring Lokal Bank Indonesia beralih fungsi
menjadi Koordinator PWD.
b. Penyelenggara Kliring Lokal Selain Bank Indonesia beralih
fungsi menjadi Koordinator PWD Selain BI.
2. Penggantian dan penggunaan stempel kliring dan stempel
kliring dibatalkan sesuai dengan format dalam Surat Edaran
Bank Indonesia ini dapat dilakukan secara bertahap paling
lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.
3. Penggantian TPPK sesuai dengan format dalam Surat Edaran
Bank Indonesia ini dapat dilakukan secara bertahap paling
lama sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.
4. Penunjukan Perwakilan Peserta di setiap Wilayah Kliring dapat
dilakukan secara bertahap paling lama tanggal 31 Desember
2015.
5. Penyelenggara Kliring Lokal Selain BI yang sebelum berlakunya
Surat Edaran Bank Indonesia ini telah menetapkan iuran
kepada Perwakilan Peserta dapat melakukan penyesuaian
iuran dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir XIII.H.4 dan harus melaporkan penyesuaian iuran
tersebut paling lama 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
6. Pada tahap awal implementasi penyelenggaraan SKNBI:
a. Layanan SKNBI terbatas pada Layanan Transfer Dana dan
Layanan Kliring Warkat Debit.
b. Kepesertaan SKNBI terbatas pada Bank.
7.
Implementasi SKNBI untuk Layanan Pembayaran Reguler dan
Layanan Penagihan Reguler, serta keikutsertaan Penyelenggara
Transfer Dana selain Bank sebagai Peserta diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia.
XIX. KETENTUAN PENUTUP
1. Ketentuan mengenai bantuan keuangan kepada Koordinator
PWD Selain BI sebagaimana dimaksud dalam butir XIII.H mulai
berlaku…
174
berlaku pada 1 Juli 2015.
2. Ketentuan mengenai pengenaan biaya penggunaan akses data
agregat hasil perhitungan SKNBI sebagaimana dimaksud dalam
butir XIV.B.1.a.2) mulai berlaku pada 1 Januari 2016.
3. Ketentuan mengenai batas maksimal biaya transaksi melalui
SKNBI yang dikenakan oleh Peserta kepada nasabah
sebagaimana dimaksud dalam butir XIV.C.2 mulai berlaku
pada 1 Januari 2016.
4. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/35/DASP tanggal
22 Desember 2006 perihal Warkat Debit dan Dokumen
Kliring serta Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan
Warkat dan Dokumen Kliring dalam Penyelenggaraan
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia;
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/35/DASP tanggal
18 Desember 2007 perihal Penyelenggaraan Kliring Antar
Wilayah;
c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/13/DASP tanggal
4 Mei 2009 perihal Batas Nilai Nominal Nota Debet dan
Transfer Kredit dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia;
d. Ketentuan mengenai pelaksanaan Treasury Single Account
melalui SKNBI sebagaimana diatur dalam Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 10/12/DASP tanggal 5 Maret 2008
perihal Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia dalam rangka Penetapan
Treasury Single Account;
e. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/15/DASP tanggal
18 Juni 2009 perihal Penyelenggaraan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia oleh Penyelenggara Kliring Lokal
Selain Bank Indonesia;
f. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP tanggal
24 Maret 2010 perihal Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia;
g. Surat…
175
g. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/34/DASP tanggal
22 Desember 2010 perihal Perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP perihal Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia; dan
h. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/19/DASP tanggal
26 Juni 2012 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 11/15/DASP perihal Penyelenggaraan
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia oleh Penyelenggara
Kliring Lokal Selain Bank Indonesia,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
...................
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/13/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 5 Juni 2015 </set_date>
<replaced_reg> '12/34/DASP|SE-BI/2010', '10/12/DASP|SE-BI/2008', '11/15/DASP|SE-BI/2009', '9/35/DASP|SE-BI/2007', '14/19/DASP|SE-BI/2012', '12/8/DASP|SE-BI/2010', '11/13/DASP|SE-BI/2009', '8/35/DASP|SE-BI/2006' </replaced_reg>
<related_reg> '17/9/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi XVII' </penalty_list>
|
No. 7/6/DPM
Jakarta, 28 Februari 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Kedelapan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No.
6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan
Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank
Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal
12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), perlu dilakukan
perubahan pada beberapa butir ketentuan dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM
tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan
Pasar Uang Antar Bank, sebagai berikut:
1. Butir I.B.2 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
”2. Marjin maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah
ditetapkan sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
24 bulan
Marjin
(basis point)
Dikurangi 2 (dua)
Ditambah 3 (tiga)
Ditambah 8 (delapan)
Ditambah 23 (dua puluh tiga)
Ditambah 53 (lima puluh tiga)
dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan
pada lelang terakhir.”
2. Butir …
2
2. Butir I.B.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“4. Marjin untuk maksimum suku bunga simpanan pihak ketiga dalam valuta
asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, dan 12 bulan yang dijamin
Pemerintah masing-masing ditambah 3 (tiga) basis point, sedangkan yang
berjangka waktu 24 bulan ditambah 2 (dua) basis point di atas rata-rata suku
bunga deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota
Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
3. Butir II.B diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“B. Maksimum Suku Bunga PUAB
a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah
ditetapkan sebesar 196 (seratus sembilan puluh enam) basis point di atas
rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari
bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1
(satu) bulan sebelumnya.
b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang
dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 157 (seratus lima puluh tujuh)
basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight
pagi valuta asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang
dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 28 Februari 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/6/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedelapan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 28 Februari 2005 </set_date>
<effective_date> 28 Februari 2005 </effective_date>
<changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004', '6/11/PBI/2004 | Pasal 3' </related_reg>
|
No. 9/30/DPNP
Jakarta, 12 Desember 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi
Informasi oleh Bank Umum
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 9/15/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang Penerapan Manajemen
Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4785), maka perlu diatur ketentuan
pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok–pokok
ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Penggunaan Teknologi Informasi diperlukan Bank dalam rangka
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional
Bank. Selain itu perkembangan Teknologi Informasi memungkinkan
Bank untuk meningkatkan pelayanan kepada nasabah melalui
produk-produk Electronic Banking.
2. Dalam hal Bank tidak dapat menyelenggarakan sendiri Teknologi
Informasi tersebut, Bank dimungkinkan untuk menggunakan pihak
penyedia jasa Teknologi Informasi.
3. Mengingat …
3. Mengingat penggunaan Teknologi Informasi dapat meningkatkan
risiko yang dihadapi Bank, maka Bank wajib menerapkan manajemen
risiko secara efektif.
II. PEDOMAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PENGGUNAAN
TEKNOLOGI INFORMASI
1. Dalam penggunaan Teknologi Informasi baik yang diselenggarakan
sendiri maupun yang diselenggarakan oleh pihak penyedia jasa, Bank
wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif.
2. Dalam rangka menerapkan manajemen risiko penggunaan Teknologi
Informasi tersebut, Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang
digunakan Bank dalam mengelola sumber daya Teknologi Informasi
dalam rangka mendukung kelangsungan bisnis Bank terutama
pelayanan kepada nasabah. Sumber daya ini mencakup antara lain
perangkat keras, perangkat lunak, jaringan, sumber daya manusia serta
data/informasi.
3. Kebijakan dan prosedur penggunaan Teknologi Informasi serta
pedoman manajemen risiko penggunaan Teknologi Informasi mengacu
pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan
Teknologi Informasi oleh Bank Umum yang merupakan Lampiran 1
Surat Edaran ini maupun Pedoman Standar Penerapan Manajemen
Risiko Bank sebagaimana diatur dalam Surat Edaran No. 5/21/DPNP
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
4. Kebijakan dan prosedur tersebut paling kurang mencakup aspek-aspek
sebagai berikut:
a. Manajemen;
b. Pengembangan dan pengadaan;
c. Operasional …
c. Operasional Teknologi Informasi;
d.
Jaringan komunikasi;
e. Pengamanan informasi;
f. Business Continuity Plan;
g. End user computing;
h. Audit;
i. Electronic Banking; dan
j. Penggunaan pihak penyedia jasa Teknologi Informasi.
5. Pedoman dalam Lampiran 1 merupakan pokok-pokok penerapan
manajemen risiko dalam penggunaan Teknologi Informasi yang harus
diterapkan oleh Bank untuk memitigasi risiko yang berhubungan
dengan penyelenggaraan Teknologi Informasi.
6. Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha besar menggunakan
parameter yang lebih ketat sebagai tambahan dari hal-hal yang
dikemukakan dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam Lampiran
1. Sementara itu Bank dengan ukuran dan kompleksitas usaha yang
relatif kecil dapat menggunakan parameter yang lebih ringan dari hal-
hal yang dikemukakan dalam pedoman sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 1, sepanjang Bank telah mempertimbangkan hasil penilaian
terhadap risiko dalam aktivitas bisnis Bank, profil keamanan
Teknologi Informasi serta cost and benefit.
7. Bank yang telah memiliki kebijakan dan prosedur dalam penggunaan
Teknologi Informasi dan atau pedoman manajemen risiko penggunaan
Teknologi Informasi sebelum berlakunya Surat Edaran ini wajib
menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman pada
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini paling lambat tanggal
31 Maret 2009.
III. PELAPORAN …
III. PELAPORAN
1. Dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan
Teknologi Informasi, Bank wajib menyampaikan laporan-laporan
sebagai berikut:
a. Laporan Penggunaan Teknologi Informasi dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 2.1.
2) Laporan wajib disampaikan paling lambat tanggal
30 September 2008
b. Laporan Tahunan Penggunaan Teknologi Informasi dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 2.4.
2) Laporan wajib disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan
setelah berakhirnya tahun laporan. Laporan Tahunan
Penggunaan Teknologi Informasi untuk tahun 2008
disampaikan paling lambat pada tanggal 31 Januari 2009.
c. Laporan Rencana Perubahan Mendasar Teknologi Informasi
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 2.2.
2) Laporan wajib disampaikan paling lambat 2 (dua) bulan
sebelum perubahan tersebut efektif dioperasikan. Khusus
untuk rencana perubahan hal-hal tersebut dibawah ini wajib
disampaikan 4 (empat) bulan sebelum efektif dioperasikan:
a) Penyelenggaraan Data Center oleh pihak lain di luar
negeri.
b) Penyelenggaraan …
b) Penyelenggaraan Disaster Recovery Center oleh pihak
lain di luar negeri.
c) Penyelenggaraan pemrosesan transaksi berbasis
Teknologi Informasi oleh pihak lain di luar negeri.
d. Laporan Realisasi Rencana Perubahan Mendasar Teknologi
Informasi dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Laporan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 2.3.
2) Laporan wajib disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan
sejak perubahan tersebut efektif dioperasikan.
3) Bank yang menyampaikan laporan realisasi rencana
perubahan mengenai produk dan atau aktivitas baru dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 2.3, tidak perlu menyampaikan Laporan Produk
dan Aktivitas Baru sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia mengenai manajemen risiko bank umum.
2. Seluruh laporan di atas wajib disampaikan oleh Bank walaupun
penyelenggaraan Teknologi Informasi yang digunakan oleh Bank telah
diserahkan kepada pihak penyedia jasa.
IV. PERMOHONAN PERSETUJUAN PENYELENGGARAAN TEKNOLOGI
INFORMASI KEPADA PIHAK LAIN DI LUAR NEGERI.
1. Permohonan Baru
Bank hanya dapat menyelenggarakan Pusat Data (Data Center),
Disaster Recovery Center dan atau Pemrosesan Transaksi Berbasis
Teknologi di luar negeri setelah memperoleh persetujuan atas
rencana tersebut dari Bank Indonesia. Untuk memperoleh persetujuan
dimaksud …
dimaksud Bank wajib mengajukan permohonan yang didukung dengan
dokumen-dokumen sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.2.3 dan
Lampiran 2.2.5.
2. Permohonan Ulang
Bank yang telah melaporkan penyelenggaraan Teknologi Informasi
yang diserahkan kepada pihak lain di luar negeri sebelum berlakunya
ketentuan ini wajib mengajukan permohonan persetujuan ulang kepada
Bank Indonesia untuk tetap menggunakan pihak lain di luar negeri
dalam penyelenggaraan Teknologi Informasi yang digunakan oleh
Bank.
Pengajuan permohonan ulang tersebut wajib didukung dengan
dokumen-dokumen sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.2.3 dan
Lampiran 2.2.5.
Khusus permohonan ulang untuk penyelenggaraan Data Center dan
Disaster Recovery Center dari Kantor Cabang Bank Asing
menggunakan formulir sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.6.
V. LAIN-LAIN
Penyampaian laporan-laporan sebagaimana dimaksud dalam angka III dan
pengajuan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka IV
dialamatkan kepada:
a. Direktorat Pengawasan Bank, Jl. MH Thamrin No.2, Jakarta 10350,
bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia;
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
VI. PENUTUP …
VI. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 31 Maret 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DIREKTUR DIREKTORAT
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/30/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank Umum </reg_title>
<set_date> 12 Desember 2007 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 2008 </effective_date>
<related_reg> '9/15/PBI/2007' </related_reg>
|
No. 9/20/DPNP
Jakarta, 24 September 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI
INDONESIA
Perihal: Insentif Dalam Rangka Konsolidasi Perbankan
--------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor 8/17/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Insentif Dalam Rangka
Konsolidasi Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4643)
sebagaimana telah diubah dengan PBI Nomor 9/12/PBI/2007
tanggal 21 September 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4766),
perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia,
dengan pokok–pokok ketentuan sebagai berikut:
A. INSENTIF DALAM RANGKA MERGER DAN KONSOLIDASI BANK
1. Bank yang melakukan Merger atau Konsolidasi dapat memanfaatkan 1
(satu) atau lebih dari fasilitas insentif sebagai berikut:
a. Kemudahan dalam pemberian izin menjadi bank devisa;
b. Kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib
Minimum (GWM) Rupiah yang berlaku selama 1 (satu) tahun;
c. Perpanjangan …
c. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan Batas
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang timbul sebagai akibat
Merger atau Konsolidasi;
d. Kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang bank;
e. Penggantian sebagian biaya konsultan pelaksanaan due diligence; dan
atau
f. Kelonggaran sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan dalam
Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Good Corporate
Governance (GCG) bagi Bank Umum.
2. Kemudahan dalam pemberian izin menjadi bank devisa.
a. Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai
persyaratan Bank Umum bukan Bank devisa menjadi Bank Umum
devisa, Bank Umum bukan Bank devisa yang bermaksud mengubah
statusnya menjadi Bank devisa harus memenuhi persyaratan modal
disetor paling kurang Rp150.000.000.000,00 (seratus lima puluh
milyar rupiah) dan Bank yang bersangkutan selama 24 (dua puluh
empat) bulan terakhir berturut-turut harus tergolong sehat.
b. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia mengenai insentif dalam
rangka konsolidasi perbankan, bank hasil Merger atau Konsolidasi
bukan Bank devisa dapat menjadi Bank devisa apabila modal inti Bank
hasil Merger atau Konsolidasi telah mencapai modal inti minimum
paling kurang sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah)
serta memiliki peringkat komposit sekurang-kurangnya 2 (dua) dengan
peringkat faktor manajemen sekurang-kurangnya 3 (tiga) pada 2 (dua)
posisi penilaian terakhir dalam kurun waktu 2 (dua) tahun sejak
berlakunya izin Merger atau Konsolidasi.
c. Apabila …
c. Apabila Bank hasil Merger atau Konsolidasi tidak dapat memenuhi
persyaratan menjadi Bank devisa sebagaimana dimaksud dalam angka
2 huruf b dalam kurun waktu 2 (dua) tahun sejak berlakunya izin
Merger atau Konsolidasi, maka Bank tersebut tidak dapat
memanfaatkan insentif kemudahan pemberian izin menjadi Bank
devisa. Untuk menjadi Bank devisa, Bank harus memenuhi
persyaratan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai
persyaratan Bank Umum bukan Bank devisa menjadi Bank Umum
devisa.
d. Persyaratan lainnya untuk menjadi bank devisa yaitu persyaratan rasio
modal (capital adequacy ratio/CAR) dan persiapan pelaksanaan
kegiatan usaha dalam valuta asing tetap mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku mengenai persyaratan Bank Umum bukan
Bank devisa menjadi Bank Umum devisa.
e. Berlakunya Izin Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada
angka 2 huruf a dan b, yaitu sejak:
1). Tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar bagi Bank hasil
Merger atau Akta pendirian termasuk Anggaran Dasar bagi Bank
hasil Konsolidasi oleh instansi yang berwenang; atau
2). Tanggal pendaftaran Akta Merger dan perubahan Anggaran Dasar
dalam Daftar Perusahaan apabila perubahan Anggaran Dasar tidak
memerlukan persetujuan instansi berwenang.
3. Kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan GWM Rupiah
yang berlaku selama 1 (satu) tahun.
a. Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai Giro
Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan
Valuta Asing, Bank wajib memelihara GWM Rupiah sebesar 5% (lima
perseratus) …
perseratus). Selain memenuhi ketentuan tersebut, Bank wajib
memenuhi tambahan GWM dengan prosentase tertentu yang besarnya
ditentukan oleh dana pihak ketiga (DPK) dan loan to deposit ratio
(LDR) yang dimiliki oleh Bank.
b. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia mengenai insentif dalam
rangka konsolidasi perbankan, Bank diberikan kelonggaran sementara
atas kewajiban pemenuhan GWM Rupiah berupa pengurangan sebesar
1% (satu perseratus) dari total prosentase kewajiban pemenuhan GWM
setelah memperhitungkan besarnya DPK dan LDR sebagaimana
dimaksud di atas.
c. Kelonggaran sementara tersebut diberlakukan selama 1 (satu) tahun
sejak berlakunya izin Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud
pada butir A.2.e.
d. Sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
mengenai Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia
dalam Rupiah dan Valuta Asing, Bank Indonesia memberikan jasa giro
terhadap bagian saldo rekening giro Rupiah Bank yang diperuntukkan
untuk pemenuhan kewajiban memelihara tambahan GWM dalam
Rupiah.
e. Dalam perhitungan GWM Bank hasil Merger atau Konsolidasi dalam
masa awal setelah tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi,
DPK yang diperhitungkan adalah rata-rata harian DPK pada 2 (dua)
masa laporan sebelum tanggal berlakunya izin Merger atau
Konsolidasi dari masing-masing Bank peserta Merger atau
Konsolidasi.
f. Perhitungan pemenuhan kewajiban GWM dan kelonggaran sementara
sebesar 1% (satu perseratus) berdasarkan laporan gabungan Bank hasil
Merger atau Konsolidasi.
g. Dalam …
g. Dalam hal Bank hasil Merger atau Konsolidasi belum dapat menyusun
dan menyampaikan laporan gabungan kepada Bank Indonesia setelah
tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi, maka perhitungan
pemenuhan kewajiban GWM dan kelonggaran sementara sebesar 1%
(satu perseratus) berdasarkan laporan dari masing-masing Bank peserta
Merger atau Konsolidasi. Perhitungan DPK Bank hasil Merger atau
Konsolidasi diperoleh dari penjumlahan rata-rata harian DPK masing-
masing Bank peserta Merger atau Konsolidasi, sementara perhitungan
LDR diperoleh dari rata-rata LDR masing-masing Bank peserta
Merger atau Konsolidasi.
h. Contoh perhitungan mengenai kewajiban pemenuhan GWM dan
kelonggaran sementara bagi Bank hasil Merger atau Konsolidasi dapat
dilihat pada lampiran 1 Surat Edaran ini.
4 Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan BMPK yang
timbul sebagai akibat Merger atau Konsolidasi.
a. Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai
BMPK, Bank wajib menyelesaikan pelampauan BMPK yang
disebabkan oleh penggabungan usaha paling lambat 12 (dua belas)
bulan sejak rencana tindak (action plan) disampaikan kepada Bank
Indonesia.
b. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia mengenai insentif dalam
rangka konsolidasi perbankan, penyelesaian pelampauan BMPK yang
timbul sebagai akibat dari Merger atau Konsolidasi diperpanjang
sampai dengan 24 (dua puluh empat) bulan sejak berlakunya izin
Merger atau Konsolidasi termasuk waktu yang diperlukan oleh bank
untuk menyusun action plan.
c. perpanjangan …
c. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan BMPK
sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya diberikan kepada bank-
bank yang melakukan Merger atau Konsolidasi setelah berlakunya
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/17/PBI/2006.
d. Tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi adalah sebagaimana
dimaksud dalam butir A.2.e.
5. Kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang Bank.
a. Kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang Bank
sebagaimana dimaksud pada butir A.1.d adalah terkait dengan
persyaratan tingkat kesehatan. Bank dapat mengajukan permohonan
izin untuk membuka kantor cabang dengan melampirkan penilaian
tingkat kesehatan posisi terakhir. Persyaratan lainnya untuk pemberian
izin pembukaan kantor cabang tetap mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku mengenai pembukaan kantor cabang.
b. Kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang
dimaksud berlaku selama 2 (dua) tahun sejak tanggal berlakunya izin
Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada butir A.2.e.
6. Penggantian sebagian biaya konsultan pelaksanaan due dilligence.
c. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia mengenai insentif dalam
rangka konsolidasi perbankan, Bank hasil Merger atau Konsolidasi
akan diberikan penggantian sebagian biaya konsultan pelaksanaan due
diligence sebesar 50% (lima puluh perseratus), dan maksimum
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
d. Sebagian biaya konsultan pelaksanaan due diligence yang akan diganti
sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas adalah kumulatif biaya due
diligence yang antara lain meliputi biaya due dilligence finansial,
hukum, operasional, sumber daya manusia dan teknologi informasi,
yang …
yang telah dikeluarkan oleh masing–masing Bank peserta Merger atau
Konsolidasi sejak dikeluarkannya PBI Nomor 8/17/PBI/2006 sampai
dengan tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi.
7. Kelonggaran sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan yang
berlaku mengenai GCG bagi Bank Umum.
a. Penundaan pemenuhan komposisi anggota Dewan Komisaris
Independen
1) Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai
Good Corporate Governance bagi Bank Umum, komisaris
independen berjumlah paling kurang 50% (lima puluh perseratus)
dari anggota Dewan Komisaris.
2) Dalam hal Merger atau Konsolidasi mengakibatkan tidak
terpenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1),
maka Bank hasil Merger atau Konsolidasi dimaksud diberikan
kelonggaran berupa penundaan pemenuhan komposisi komisaris
independen untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak
berlakunya izin Merger atau Konsolidasi.
3) Bank hasil Merger atau Konsolidasi sebagaimana dimaksud pada
angka 2) tersebut tetap wajib memiliki paling kurang 1 (satu) orang
komisaris independen.
b. Pemberian kelonggaran ketentuan rangkap jabatan bagi Komisaris
Independen sebagai ketua pada 3 (tiga) Komite.
1) Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai
Good Corporate Governance bagi Bank Umum, Komite Audit,
Komite Pemantau Risiko dan Komite Remunerasi dan Nominasi
wajib diketuai oleh Komisaris Independen. Selanjutnya Ketua
Komite hanya dapat merangkap jabatan sebagai ketua komite
paling…
paling banyak pada 1 (satu) komite lainnya.
2) Dalam hal bank hanya memiliki 1 (satu) orang komisaris
independen sebagaimana dimaksud pada huruf a, komisaris
independen tersebut dapat menjabat sebagai ketua pada Komite
Audit, Komite Pemantau Risiko dan Komite Remunerasi dan
Nomisasi, paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya izin
Merger atau Konsolidasi.
c. Penundaan pemenuhan komposisi pihak independen anggota Komite
Audit dan Komite Pemantau Risiko
1) Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai
Good Corporate Governance bagi Bank Umum, Komite Audit dan
Komite Pemantau Risiko paling kurang terdiri dari seorang
Komisaris Independen, dan 2 (dua) orang Pihak Independen
dimana jumlah tersebut mencakup paling kurang 51 % dari
keseluruhan anggota masing-masing Komite.
2) Bank hasil Merger atau Konsolidasi dapat menunda pemenuhan
Pihak Independen dalam keanggotaan Komite Audit dan Komite
Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1) paling lama
6 (enam) bulan sejak berlakunya izin Merger atau Konsolidasi.
B. TATA CARA PENGAJUAN INSENTIF
1. Pengajuan Rencana Pemanfaatan Insentif
a. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia mengenai insentif dalam
rangka konsolidasi perbankan, rencana pemanfaatan insentif oleh Bank
wajib disampaikan kepada Bank Indonesia sebelum berlakunya izin
Merger atau Konsolidasi.
b. Rencana pemanfaatan insentif diajukan oleh salah satu Bank peserta
Merger atau Konsolidasi kepada Bank Indonesia dengan
mencantumkan bentuk insentif yang akan dimanfaatkan sesuai format
sebagaimana …
sebagaimana tercantum pada Lampiran 2 Surat Edaran ini, yang
ditandatangani oleh Direktur Utama seluruh Bank peserta Merger atau
Konsolidasi.
c. Pengajuan rencana pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan b di atas wajib melampirkan sekurang-kurangnya
Rancangan Akta Merger atau Rancangan Akta Konsolidasi yang telah
disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masing-masing
bank peserta Merger atau Konsolidasi.
2. Pengajuan Permohonan Pemanfaatan Insentif
a. Kemudahan dalam pemberian izin menjadi bank devisa.
1) Permohonan pemanfaatan insentif berupa kemudahan dalam
pemberian izin menjadi Bank devisa diajukan oleh Bank hasil
Merger atau Konsolidasi yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam butir A.2.b dan butir A.2.d. sesuai
dengan tata cara dan persyaratan yang telah diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia yang berlaku mengenai Persyaratan Bank Umum
Bukan Bank devisa menjadi Bank Umum devisa.
2) Dalam permohonan izin tersebut perlu disebutkan bahwa
permohonan izin menjadi bank devisa dilakukan dalam kaitan
dengan pemanfaatan insentif dalam rangka Merger atau
Konsolidasi.
b. Kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan GWM Rupiah.
1) Permohonan pemanfaatan insentif berupa kelonggaran sementara
atas kewajiban pemenuhan GWM Rupiah diajukan oleh Bank hasil
Merger atau Konsolidasi, segera setelah berlakunya izin Merger
atau Konsolidasi kepada:
a. Direktorat …
a) Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia; atau
b) Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor
pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
2) Dalam hal pengajuan permohonan pemanfaatan insentif berupa
kelonggaran sementara kewajiban pemenuhan GWM Rupiah
diajukan sebelum berlakunya izin Merger atau Konsolidasi,
permohonan diajukan oleh salah satu Bank peserta Merger atau
Konsolidasi ditandatangani oleh seluruh Direktur Utama Bank
perserta Merger atau Konsolidasi kepada:
a) Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia; atau
b) Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor
pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank atau Kantor
Bank Indonesia yang mengawasi Bank peserta Merger atau
Konsolidasi lainnya.
c. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan BMPK yang
timbul sebagai akibat Merger atau Konsolidasi
1) Permohonan pemanfaatan insentif berupa perpanjangan jangka
waktu penyelesaian pelampauan BMPK yang timbul sebagai
akibat Merger atau Konsolidasi diajukan oleh Bank hasil Merger
atau Konsolidasi.
2) Bank hasil Merger atau Konsolidasi tetap wajib menyusun dan
menyampaikan rencana tindak (action plan) untuk penyelesaian
pelampauan BMPK sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
mengenai BMPK yang berlaku.
3). Dalam …
3) Dalam action plan tersebut perlu dinyatakan bahwa perpanjangan
jangka waktu penyelesaian pelampauan BMPK dilakukan dalam
kaitan dengan pemanfaatan insentif dalam rangka Merger atau
Konsolidasi.
4) Penyampaian action plan dimaksud, dilakukan paling lambat 1
(satu) bulan sejak akhir bulan laporan pertama setelah tanggal
berlakunya izin Merger atau Konsolidasi.
5) Bank hasil Merger atau Konsolidasi menyampaikan daftar rincian
pihak terkait dengan Bank kepada Bank Indonesia untuk pertama
kali paling lambat 3 (tiga) bulan sejak akhir bulan laporan pertama
setelah tanggal berlakunya izin Merger atau Konsolidasi.
6) Pengajuan permohonan pemanfaatan insentif, penyampaian action
plan penyelesaian pelampauan BMPK dan laporan
pelaksanaannya sebagaimana dimaksud pada butir B.2.c.1) dan
B.2.c.2) serta penyampaian daftar pihak terkait sebagaimana
dimaksud pada butir B.2.c.5), diajukan sesuai dengan tata cara dan
persyaratan yang telah diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
yang berlaku mengenai BMPK.
d. Kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang Bank
1) Permohonan pemanfaatan insentif berupa kemudahan dalam
pemberian izin pembukaan kantor cabang Bank diajukan oleh Bank
hasil Merger atau Konsolidasi sesuai dengan tata cara dan
persyaratan dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
2) Dalam permohonan izin pembukaan kantor cabang tersebut perlu
dinyatakan bahwa permohonan tersebut diajukan dalam kaitan
dengan pemanfaatan insentif dalam rangka Merger atau
Konsolidasi.
e. Penggantian …
e. Penggantian sebagian biaya konsultan pelaksanaan due dilligence.
1) Permohonan pemanfaatan insentif berupa penggantian sebagian
biaya konsultan pelaksanaan due diligence diajukan oleh Bank
hasil Merger atau Konsolidasi segera setelah berlakunya izin
Merger atau Konsolidasi kepada:
a) Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia; atau
b) Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor
pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
dengan tembusan kepada:
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10350.
2) Pengajuan permohonan insentif sebagaimana dimaksud pada angka
1) dilengkapi fotokopi dokumen pendukung yang telah disahkan
sesuai dengan aslinya, berupa:
a) Bagi Bank Hasil Merger:
i. Akta Merger;
ii. Akta perubahan anggaran dasar;
iii. Surat persetujuan akta perubahan anggaran dasar Bank hasil
Merger dalam hal perubahan anggaran dasar memerlukan
persetujuan dari instansi yang berwenang, atau surat
penerimaan laporan akta merger dan akta perubahan
anggaran dasar Bank hasil Merger dari instansi yang
berwenang dalam hal perubahan anggaran dasar tidak
memerlukan persetujuan dari instansi yang berwenang;
b) Bagi Bank Hasil Konsolidasi:
i. Akta Konsolidasi;
ii. Akta pendirian bank hasil Konsolidasi;
iii. Surat …
iii. Surat persetujuan izin konsolidasi;
iv. Bukti pendaftaran akta pendirian Bank hasil Konsolidasi
pada Daftar Perusahaan dan pengumuman pada Tambahan
Berita Negara;
c) Perjanjian/kontrak pelaksanaan due diligence masing-masing
Bank peserta Merger atau Konsolidasi; dan
d) Rincian biaya pelaksanaan due dilligence dan bukti pembayaran
masing-masing Bank peserta Merger atau Konsolidasi.
f. Kelonggaran sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan dalam
Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai GCG bagi Bank
Umum
1) Permohonan pemanfaatan insentif berupa kelonggaran sementara
atas pelaksanaan beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai GCG diajukan oleh Bank hasil
Merger atau Konsolidasi segera setelah berlakunya izin Merger
atau Konsolidasi, kepada:
a) Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia; atau
b) Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor
pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
2) Bank wajib mencantumkan realisasi pemanfaatan insentif
kelonggaran sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan dalam
Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai GCG tersebut
pada laporan pelaksanaan GCG yang disampaikan setiap akhir
tahun buku sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
mengenai GCG bagi Bank Umum.
C. PENUTUP …
C. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 24 September 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
Lampiran 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/ /DPNP tanggal September 2007
Contoh 1: Perhitungan Insentif Kelonggaran Pemenuhan Kewajiban Giro Wajib
Minimum (GWM)
Bank A, Bank B dan Bank C dengan tanggal efektif Konsolidasi pada tanggal 24
Oktober 2007 menjadi Bank D.
Data masing–masing bank dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal
15 bulan Oktober 2007 adalah sebagai berikut:
Bank
DPK
(juta Rupiah)
LDR % GWM
Dasar
%
Tambahan
GWM
karena
(a)
Bank A
Bank B
Bank C
Bank D
(Hasil
Konsolida
si)
(b)
(c)
%
Tambahan
GWM
karena
faktor DPK faktor LDR
(d)
(e)
400,000 50% 5% 0% 4%
350,000 95% 5% 0% 0%
750,000 75% 5% 0% 2%
1,500,000 73% 5% 1% 2%
% Total GWM Nominal Total
GWM
(juta Rupiah)
(f) =(c)+(d)+(e) (g) = (f) x (a)
9%
5%
7%
8%
36,000
17,500
52,500
120,000
Insentif
Kelonggaran
Sementara
GWM
(h)
--
--
--
1%
% Total GWM
Sementara Bank D
Setelah diberikan
Kelonggaran GWM
(i) = (f) - (h)
--
--
--
7%
Nominal GWM
Sementara Bank D
Setelah diberikan
Kelonggaran GWM
(juta Rupiah)
(j) = (i) x (a)
--
--
--
105,000
Bagian GWM
yang
mendapatkan
Jasa Giro
(juta Rupiah)
(k)=((i)-(c))x(a)
--
--
--
30,000
GWM harian yang seharusnya wajib dipelihara oleh Bank D untuk masa laporan sejak
tanggal 24 Oktober 2007 sampai dengan akhir bulan Oktober 2007 adalah sebesar 8%
(delapan perseratus) dari total DPK yaitu sebesar Rp. 120.000.000.000,00 (seratus dua
puluh milyar Rupiah), namun setelah diberikan kelonggaran Insentif sebesar 1% (satu
perseratus) maka GWM harian yang wajib dipelihara oleh Bank D untuk masa laporan
sejak tanggal 24 Oktober 2007 sampai dengan akhir bulan Oktober 2007 menjadi
sebesar 7% (tujuh perseratus) dari total DPK yaitu sebesar Rp. 105.000.000.000,00
(seratus lima milyar Rupiah).
1
Lampiran 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/ /DPNP tanggal September 2007
Contoh 2: Perhitungan Insentif Kelonggaran Pemenuhan Kewajiban Giro Wajib
Minimum (GWM)
Bank E, Bank F dan Bank G dengan tanggal efektif Merger pada tanggal 24 Oktober
2007 menjadi Bank E sebagai surviving bank.
Data masing–masing bank dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal
15 bulan Oktober 2007 adalah sebagai berikut:
Bank
DPK
(juta Rupiah)
LDR % GWM
Dasar
%
Tambahan
GWM
karena
(a)
Bank E
Bank F
Bank G
Bank EFG
(Hasil
Merger)
(b)
(c)
(d)
%
Tambahan
GWM
karena
faktor DPK faktor LDR
(e)
200,000 89% 5% 0% 1%
300,000 95% 5% 0% 0%
450,000 90% 5% 0% 0%
950,000 91% 5% 0% 0%
(f) =(c)+(d)+(e) (g) = (f) x (a)
6%
5%
5%
12,000
15,000
22,500
5%
47,500
(h)
--
--
--
1%
% Total GWM Nominal Total
GWM
(juta Rupiah)
Insentif
Kelonggaran
Sementara
GWM
% Total GWM
Sementara Bank
EFG setelah
diberikan
Kelonggaran GWM
(i) = (f) - (h)
--
--
--
4%
Nominal GWM
Sementara Bank
EFG Setelah
diberikan
Kelonggaran GWM
(juta Rupiah)
(j) = (i) x (a)
--
--
--
38,000
Bagian GWM
yang
mendapatkan
Jasa Giro
(juta Rupiah)
(k)=((i)-(c)) x (a)
--
--
--
0
GWM harian yang seharusnya wajib dipelihara oleh Bank EFG untuk masa laporan
sejak tanggal 24 Oktober 2007 sampai dengan akhir bulan Oktober 2007 adalah sebesar
5% (lima perseratus) dari total DPK yaitu sebesar Rp. 47.500.000.000,00 (empat puluh
milyar lima ratus juta Rupiah), namun setelah diberikan kelonggaran Insentif sebesar
1% maka GWM harian yang wajib dipelihara oleh Bank EFG untuk masa laporan sejak
tanggal 24 Oktober 2007 sampai dengan akhir bulan Oktober 2007 menjadi sebesar 4%
(empat perseratus) dari total DPK yaitu sebesar Rp. 38.000.000.000,00 (tiga puluh
delapan milyar Rupiah).
2
Lampiran 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/ /DPNP tanggal September 2007
Format Surat Pengajuan Rencana Pemanfaatan Insentif Merger atau Konsolidasi
Nomor
:
Lampiran :
Kepada Yth.:
Direktur
Direktorat Pengawasan Bank 1/2/3
Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10350
atau
Pemimpin
Kantor Bank Indonesia setempat
Perihal: Rencana Pemanfaatan Insentif Merger atau Konsolidasi
Sehubungan dengan rencana merger/konsolidasi*) antara PT. Bank ... (nama
bank peserta) dengan PT. Bank... (nama bank peserta), yang direncanakan akan
dilakukan pada....(bulan dan tahun), dengan ini kami mengajukan rencana pemanfaatan
Insentif dalam rangka merger/ konsolidasi *) yang terdiri atas **):
1. Izin menjadi bank devisa;
2. Kelonggaran sementara atas kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum;
3. Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pelampauan Batas Maksimum Pemberian
Kredit yang timbul sebagai akibat Merger atau konsolidasi;
4. Kemudahan dalam pemberian izin pembukaan kantor cabang Bank;
5. Penggantian sebagian biaya konsultan pelaksanaan due diligence; dan atau
6. Kelonggaran sementara atas pelaksanaan beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Good Corporate Governance bagi Bank
Umum.
[Kota, Tanggal]
1
Demikian agar maklum.
Hormat kami,
PT. Bank ...
Nama jelas Pengurus atau Pejabat Bank
PT. Bank ...
Nama jelas Pengurus atau Pejabat Bank
PT. Bank ...
Nama jelas Pengurus atau Pejabat Bank
PT. Bank ...
Nama jelas Pengurus atau Pejabat Bank
*) Coret yang tidak perlu
**) Coret insentif yang tidak diajukan bank untuk dimanfaatkan
2
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/20/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Insentif Dalam Rangka Konsolidasi Perbankan </reg_title>
<set_date> 24 September 2007 </set_date>
<effective_date> 24 September 2007 </effective_date>
<related_reg> '8/17/PBI/2006', '9/12/PBI/2007' </related_reg>
|
No.11/ 33 /DPNP
Jakarta, 8 Desember 2009
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran No. 11/4/DPNP tanggal
27 Januari 2009 tentang Pelaksanaan Pedoman Akuntansi
Perbankan Indonesia
Sehubungan dengan penerapan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 55 (Revisi 2006) mengenai Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran, dan berbagai tantangan serta permasalahan yang
dihadapi Bank dalam melakukan persiapan penerapan PSAK dimaksud, maka
dipandang perlu untuk mengatur penerapan estimasi penurunan nilai secara
kolektif bagi Bank yang menghadapi beberapa keterbatasan kondisi. Penerapan
estimasi tersebut diatur dengan melakukan penyesuaian terhadap Pedoman
Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) 2008 dengan tetap mengacu pada standar
akuntansi yang berlaku. Sehubungan dengan itu perlu dilakukan perubahan atas
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 tentang
Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia, dengan menyisipkan
1 (satu) angka diantara angka 4 dan angka 5 yakni angka 4A yang berbunyi
sebagai berikut:
4A. Penyesuaian …
4A. Penyesuaian PAPI 2008
a. Menyikapi berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi Bank
dalam melakukan persiapan penerapan PSAK No. 55 (Revisi 2006)
mengenai Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran yang
merupakan standar akuntansi yang kompleks dan sejalan dengan
standar akuntansi yang berlaku secara internasional, maka dipandang
perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap PAPI 2008, khususnya
pada Bab III Penjelasan Umum angka 2 mengenai Ketentuan Transisi
dengan menambahkan huruf D.
b. Penyesuaian PAPI 2008 yang memuat estimasi penurunan nilai kredit
secara kolektif dengan keterbatasan pengalaman kerugian spesifik
sebagaimana tercantum dalam Lampiran merupakan acuan bagi Bank
dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan serta menjadi
acuan bagi Akuntan Publik dalam melakukan pemeriksaan laporan
keuangan Bank.
c. Pemeriksaan Oleh Akuntan Publik Atas Estimasi Penurunan Nilai
Kolektif
1) Dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik bertanggung jawab
untuk:
a) menilai kewajaran penilaian sendiri (self-assessment) yang
dilakukan oleh manajemen dalam rangka menetapkan
keberadaan kondisi keterbatasan Bank sebagaimana
dimaksud dalam penyesuaian PAPI 2008; dan
b) menilai kewajaran estimasi manajemen dalam menentukan
penurunan nilai kredit secara kolektif.
2) Apabila dalam pelaksanaan audit, Akuntan Publik menemukan
bahwa Bank tidak berada dalam kondisi keterbatasan tetapi tetap
menerapkan …
menerapkan estimasi penurunan nilai kredit secara kolektif
sebagaimana dimaksud dalam penyesuaian PAPI 2008, maka
Bank dinilai tidak menerapkan PSAK No. 55 (Revisi 2006) dan
PAPI 2008, serta melanggar Surat Edaran ini.
3) Akuntan Publik yang menemukan Bank yang tidak menerapkan
PSAK No. 55 (Revisi 2006) dan PAPI 2008, serta melanggar
Surat Edaran ini sebagaimana dimaksud pada angka 2) harus
memberitahukan mengenai temuan tersebut dalam laporan hasil
audit dan Surat Komentar (Management Letter) yang wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi
keuangan bank.
d. Transparansi Penerapan Estimasi Penurunan Nilai Kolektif
Dalam rangka memberikan informasi yang lebih transparan kepada
masyarakat dan pengguna laporan keuangan Bank, Bank yang
menerapkan estimasi penurunan nilai kredit secara kolektif
sebagaimana diatur dalam penyesuaian PAPI 2008 wajib
mengungkapkan informasi tersebut dalam Catatan atas Laporan
Keuangan dalam Laporan Tahunan sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia mengenai laporan tahunan bank umum.
e. Sanksi
Pelanggaran dalam penerapan Surat Edaran ini dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai
transparansi kondisi keuangan bank.
PAPI 2008 yang telah disampaikan berdasarkan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 beserta penyesuaian PAPI
2008 sebagaimana tercantum dalam Lampiran menjadi satu kesatuan dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
Ketentuan …
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/33/DPNP|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran No. 11/4/DPNP tanggal 27 Januari 2009 tentang Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia </reg_title>
<set_date> 8 Desember 2009 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2010 </effective_date>
<changed_reg> '11/4/DPNP|SE-BI/2009' </changed_reg>
<related_reg> '11/4/DPNP|SE-BI/2009' </related_reg>
|
No. 17/39/DPM
Jakarta, 16 November 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal : Koridor Suku Bunga (Standing Facilities)
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/ 20 /PBI/2015 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 275, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5764 ) dan dalam rangka upaya
penguatan infrastruktur transaksi Operasi Moneter, perlu diatur kembali
ketentuan pelaksanaan mengenai koridor suku bunga (Standing Facilities)
dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Perbankan yang berlaku, yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh
Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui
operasi pasar terbuka dan koridor suku bunga (standing
facilities).
3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah
kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan Bank dan/atau pihak lain dalam rangka
Operasi Moneter.
4. Koridor …
2
4. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya
disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana
Rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan
penempatan dana Rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank
Indonesia dalam rangka Operasi Moneter.
5. BI-Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan
stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
dan diumumkan kepada publik.
6. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia dan Surat Berharga Negara yang digunakan
dalam transaksi Standing Facilities yang memenuhi kriteria dan
persyaratan untuk transaksi
lending facility sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta dan
lembaga perantara dalam Operasi Moneter.
7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutkan disingkat SBI adalah
Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek.
8. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat
SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya
antar Bank.
9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah
Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata
uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran
bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai
dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang berlaku.
11. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, baik dalam mata uang
Rupiah …
3
Rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas penyertaan
terhadap aset SBSN sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang yang berlaku.
12. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran
bunga secara diskonto.
13. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN
adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas)
bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto.
14. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disingkat ZCB adalah
Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
15. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah
Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu
atau perseorangan Warga Negara Indonesia.
16. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement, yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
Surat Berharga dan setelmen dana seketika.
17. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan
Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta
penatausahaan Surat Berharga, yang dilakukan secara
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi,
penatausahaan Surat Berharga dan setelmen dana seketika.
18. Sistem Bank Indonesia–Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut dengan Sistem BI-ETP adalah infrastruktur
yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank
Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia …
4
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi,
penatausahaan Surat Berharga dan setelmen dana seketika.
19. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank
Indonesia.
20. Rekening Surat Berharga adalah rekening Bank pada BI-SSSS
dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan
kepemilikan dan setelmen atas transaksi Surat Berharga,
transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau transaksi pasar
keuangan.
21. Setelmen Surat Berharga (securities settlement) adalah kegiatan
pendebetan dan pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam
rangka penatausahaan.
22. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan
Rekening Giro di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS dalam
rangka penatausahaan.
23. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah
mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat
Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan.
II. KARAKTERISTIK STANDING FACILITIES
1. Standing Facilities merupakan instrumen yang digunakan oleh
Bank Indonesia dalam rangka injeksi dan absorpsi likuiditas
Rupiah di pasar uang.
2. Standing Facilities terdiri atas:
a. penyediaan dana Rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank
(lending facility); dan
b. penempatan dana Rupiah oleh Bank di Bank Indonesia
(deposit facility).
3. Standing Facilities disediakan oleh Bank Indonesia pada setiap
hari kerja Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas
Bank Indonesia.
4. Pengajuan transaksi Standing Facilities dilakukan melalui Sistem
BI-ETP.
5. Jangka …
5
5. Jangka waktu Standing Facilities adalah 1 (satu) hari kerja
(overnight).
6. Jumlah hari dalam perhitungan repurchase agreement (repo) rate
atau tingkat diskonto Standing Facilities dihitung berdasarkan
hari kalender.
7. Window time Standing Facilities diatur sebagai berikut:
a. Penyediaan dana Rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank
(lending facility) dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul
18.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia; dan
b. Penempatan dana Rupiah oleh Bank di Bank Indonesia
(deposit facility) dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul
17.30 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
8. Bank Indonesia mengumumkan transaksi Standing Facilities
melalui Sistem BI-ETP, dan/atau sarana lainnya sebelum
window time Standing Facilities.
9. Dalam hal terdapat perubahan window time, seri dan jenis Surat
Berharga, haircut, repo rate, dan/atau tingkat diskonto,
pengumuman dilakukan sebelum window time Standing
Facilities.
10. Bank bertanggung jawab atas kebenaran data pengajuan
Standing Facilities yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
11. Bank dilarang membatalkan pengajuan Standing Facilities yang
telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
12. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah dan/atau
Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi
untuk memenuhi kewajiban setelmen Standing Facilities.
13. Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu
Standing Facilities ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya
tanpa memperhitungkan bunga repo atau diskonto atas
tambahan jangka waktu transaksi Standing Facilities.
14. Pada …
6
14. Pada saat Standing Facilities jatuh waktu, setelmen dilakukan
pada tanggal jatuh waktu sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai
dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS.
15. Bank Indonesia menatausahakan Standing Facilities pada
Rekening Surat Berharga di BI-SSSS.
III. LENDING FACILITY
1. Prinsip Transaksi
a. Transaksi lending facility dilakukan dengan mekanisme repo
Surat Berharga, yaitu penjualan Surat Berharga oleh Bank
kepada Bank Indonesia dengan kewajiban pembelian
kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu
yang disepakati.
b. Transaksi lending facility dengan mekanisme repo Surat
Berharga dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu
terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan Surat
Berharga (transfer of ownership).
c. Transaksi lending facility dilakukan dengan mekanisme
nonlelang.
2. Surat Berharga
a. Surat Berharga yang dapat di-repo-kan adalah SBI, SDBI
dan SBN dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria
dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga
perantara dalam Operasi Moneter.
b. Surat Berharga yang dapat di-repo-kan paling banyak
sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dimiliki Bank,
yang tercatat di Rekening Surat Berharga.
3. Repo Rate
a. Bank Indonesia mengenakan bunga repo atas transaksi
lending facility sebesar BI-Rate ditambah marjin tertentu.
b. Bunga repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di
belakang (simple interest).
4. Pengumuman …
7
4. Pengumuman Lending Facility
a. Bank Indonesia mengumumkan rencana transaksi lending
facility melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lainnya
paling lambat sebelum window time.
b. Pengumuman rencana transaksi lending facility mencakup
antara lain:
1) sarana transaksi;
2) window time;
3)
jangka waktu;
4) repo rate; dan/atau
5)
tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Transaksi
a. Bank mengajukan transaksi lending facility kepada Bank
Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang
ditetapkan.
b. Pengajuan transaksi lending facility oleh Bank mencakup
antara lain nilai nominal, seri dan jenis Surat Berharga
yang di-repo-kan.
6. Pengumuman Hasil Transaksi
Setelah window time ditutup, Bank Indonesia mengumumkan
hasil transaksi lending facility dengan cara sebagai berikut:
a. secara individual kepada Bank melalui Sistem BI-ETP,
antara lain berupa nilai transaksi yang diterima dan repo
rate; dan
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, antara lain
berupa nilai nominal yang diterima dan repo rate.
7. Setelmen Transaksi
a. Setelmen first leg
1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada
tanggal transaksi (same day settlement) pada awal
periode pre cut-off Sistem BI-RTGS.
2) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS dengan mekanisme Delivery Versus
Payment (DVP) secara transaksi per transaksi (gross to
gross) sebagai berikut:
a) Setelmen …
8
a) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet
Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang di-repo-kan.
b) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro
Rupiah sebesar nilai setelmen first leg.
c) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga
perantara dalam Operasi Moneter.
3) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri Surat
Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi
untuk memenuhi kewajiban setelmen sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen first leg maka BI-
SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lending
facility.
4) Atas batalnya transaksi lending facility sebagaimana
dimaksud dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tentang Operasi Moneter.
5) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi
lending facility dalam rangka pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi
Moneter, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali
kegagalan setelmen first leg dalam 1 (satu) hari maka
jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu)
kali.
b. Setelmen second leg
1) Pada tanggal jatuh waktu lending facility (second leg),
BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second
leg sejak Sistem BI - RTGS dibuka sampai dengan
sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS.
2) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi
per transaksi (gross to gross) sebagai berikut:
a) Setelmen …
9
a) Setelmen Dana, dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah sebesar nilai setelmen second leg, yang
dihitung sebagai berikut:
Keterangan:
b) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang di-repo-kan.
c) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan
Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara
dalam Operasi Moneter.
3) Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen second leg sampai dengan sebelum periode
cut-off warning
Sistem BI-RTGS sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-
SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lending
facility jatuh waktu (second leg).
4) Dalam hal terdapat pembatalan sebagaimana
dimaksud dalam butir 3), pada saat second leg Bank
Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar
kewajiban pembayaran bunga repo lending facility.
5) Atas batalnya transaksi lending facility jatuh waktu
(second leg) sebagaimana dimaksud dalam angka 3),
Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter.
6) Terkait …
10
6) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi
lending facility dalam rangka pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi
Moneter, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali
kegagalan setelmen second leg dalam 1 (satu) hari
maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1
(satu) kali.
8. Kegagalan Setelmen Second leg
Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg maka
Surat Berharga yang di-repo-kan diperlakukan sebagai berikut:
a. Dalam hal Surat Berharga berupa surat berharga yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia
melakukan pelunasan Surat Berharga sebelum jatuh waktu
(early redemption) secara otomatis melalui BI-SSSS.
b. Dalam hal Surat Berharga berupa SBN maka transaksi
yang bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi
penjualan secara outright.
c. Perhitungan nilai setelmen dan penggunaan harga Surat
Berharga untuk transaksi penjualan secara outright adalah
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta
dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter.
d. Dalam hal transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf b
diperlakukan sebagai transaksi outright:
1) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau dikredit
dengan perhitungan sebagai berikut:
a) Dalam hal harga pada transaksi outright lebih
rendah dari harga pada transaksi first leg setelah
dikurangi haircut, maka Rekening Giro Rupiah
didebet sebesar selisih dimaksud, setelah
dikalikan dengan nilai nominal Surat Berharga
yang di-repo-kan;
b) Dalam hal harga pada transaksi outright lebih
tinggi dari harga pada transaksi first leg dikurangi
haircut maka Rekening Giro dikredit sebesar
selisih …
11
selisih dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai
nominal Surat Berharga yang di-repo-kan dan
paling banyak sebesar nilai dari haircut yang
ditetapkan pada saat first leg.
2) Rekening Giro Rupiah akan dikredit sebesar accrued
interest/imbalan dari setelmen first leg sampai dengan
setelmen second leg.
3) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar bunga
repo.
9. Kupon Surat Berharga
a. Dalam hal SBN yang di-repo-kan dalam lending facility
memiliki kupon/imbalan, maka hak atas penerimaan
kupon/imbalan dimaksud merupakan milik Bank.
b. Perlakuan kupon/imbalan dalam hal terdapat kegagalan
setelmen second leg dan Surat Berharga berupa SBN
adalah sebagai berikut:
1) Dalam hal setelah tanggal transaksi outright
sebagaimana dimaksud dalam butir 8.b Bank
Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan atas
SBN yang di-repo-kan Bank maka kupon/imbalan yang
diterima menjadi milik Bank Indonesia.
2) Dalam hal pada tanggal transaksi outright Bank
menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang
di-repo-kan, maka Bank Indonesia mendebet Rekening
Giro Rupiah yang bersangkutan sebesar
kupon/imbalan yang diterima oleh Bank.
3) Dalam hal setelah tanggal transaksi outright Bank
menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang
di-repo-kan, maka pada tanggal pembayaran
kupon/imbalan Bank Indonesia mendebet Rekening
Giro Rupiah yang bersangkutan sebesar
kupon/imbalan yang diterima Bank.
IV. DEPOSIT …
12
IV. DEPOSIT FACILITY
1. Prinsip Transaksi
a. Transaksi deposit facility dilakukan dengan cara
penempatan dana Rupiah oleh Bank secara berjangka di
Bank Indonesia.
b. Transaksi deposit facility dilakukan tanpa disertai dengan
penerbitan Surat Berharga.
c. Transaksi deposit facility dilakukan dengan mekanisme
nonlelang.
2. Tingkat Diskonto
a. Transaksi deposit facility dilakukan dengan sistem diskonto
dengan tingkat diskonto sebesar BI-Rate dikurangi marjin
tertentu.
b. Nilai tunai transaksi deposit facility dihitung berdasarkan
diskonto murni (true discount) sebagai berikut:
c. Nilai diskonto transaksi deposit facility dihitung sebagai
berikut:
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
3. Pengumuman Deposit Facility
a. Bank Indonesia mengumumkan rencana transaksi lending
facility melalui Sistem BI-ETP dan/atau sarana lainnya
paling lambat sebelum window time.
b. Bank Indonesia mengumumkan transaksi deposit facility,
yang mencakup antara lain:
1) sarana transaksi;
2) window time;
3)
4)
jangka waktu;
tingkat diskonto; dan/atau
5) waktu setelmen.
4. Pengajuan …
13
4. Pengajuan Transaksi
a. Bank mengajukan transaksi deposit facility kepada Bank
Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang
ditetapkan dengan menyebutkan nilai nominal transaksi.
b. Nilai nominal setiap pengajuan transaksi deposit facility
paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
5. Pengumuman Hasil Transaksi
Setelah window time ditutup, Bank Indonesia mengumumkan
hasil transaksi deposit facility dengan ketentuan sebagai berikut:
a. secara individual kepada Bank melalui Sistem BI-ETP,
antara lain berupa nilai transaksi yang dimenangkan dan
tingkat diskonto; dan
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, antara lain
berupa nilai nominal yang diterima dan tingkat diskonto.
6. Setelmen Transaksi
a. Setelmen transaksi
1) Bank Indonesia melakukan setelmen deposit facility
pada tanggal transaksi (same day settlement) pada
awal periode pre cut-off Sistem BI-RTGS;
2) Setelmen deposit facility dengan mekanisme
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross)
dengan mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar nilai
transaksi deposit facility Bank yang bersangkutan.
3) Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen deposit facility sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan transaksi deposit facility.
4) Atas batalnya transaksi deposit facility sebagaimana
dimaksud dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia
tentang Operasi Moneter.
5) Terkait …
14
5) Terkait dengan perhitungan jumlah batalnya transaksi
deposit facility dalam rangka pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi
Moneter, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali
kegagalan setelmen deposit facility dalam 1 (satu) hari,
maka jumlah batalnya transaksi dihitung sebanyak 1
(satu) kali.
b. Setelmen jatuh waktu deposit facility
Pada tanggal jatuh waktu deposit facility, Bank Indonesia
melakukan pelunasan deposit facility sebesar nilai nominal
deposit facility dengan mengkredit Rekening Giro Rupiah.
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat
dilakukan setelmen sehingga menyebabkan batalnya transaksi
sebagaimana dimaksud pada butir III.7.a.3), butir III.7.b.3) dan
butir IV.6.a.3), Bank dikenakan sanksi berupa:
a.
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai transaksi Bank yang dinyatakan batal, paling
sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan
paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
2. Dalam hal transaksi memiliki second leg, nilai transaksi yang
batal sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b adalah nilai
transaksi pada saat first leg.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah yang bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi.
5. Atas …
teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
15
5. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter, yang meliputi
transaksi Operasi Pasar Terbuka dan transaksi Standing
Facilities, yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan,
selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1,
Bank juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk
mengikuti kegiatan Operasi Moneter selama 5 (lima) hari kerja
berturut-turut.
6. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan
Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam angka 4
diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk
mengikuti transaksi moneter sebagaimana dimaksud pada
Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VI. KETENTUAN PERALIHAN
Untuk transaksi yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran
Bank Indonesia ini yang merupakan bagian dari transaksi yang telah
dilakukan sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku, tetap
tunduk pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal
Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) sebagaimana telah diubah
dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/31/DPM tanggal 27
Agustus 2013 sampai dengan transaksi yang bersangkutan jatuh
waktu.
VII. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/17/DPM tanggal 6 Juli
2010 perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities); dan
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/31/DPM tanggal 27
Agustus 2013 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal
Koridor Suku Bunga (Standing Facilities),
dicabut …
16
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
16 November 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/39/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) </reg_title>
<set_date> 16 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '12/17/DPM|SE-BI/2010', '15/31/DPM|SE-BI/2013' </replaced_reg>
<related_reg> '17/20/PBI/2015', '12/11/PBI/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. : 7/49/DInt
Lamp. : 1 (satu) set
Jakarta, 28 Oktober 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK DEVISA,
DI INDONESIA
Perihal : Pencabutan Atas Beberapa Surat Edaran Bank Indonesia
Yang Terkait Dengan Kegiatan Ekspor-Impor.
Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4357) dan telah dilakukannya pencabutan serta perubahan atas
ketentuan instansi yang mendasari penerbitan beberapa Surat Edaran Bank
Indonesia yang terkait dengan kegiatan ekspor impor, dipandang perlu untuk
mencabut Surat Edaran Bank Indonesia dimaksud.
Surat Edaran
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka 38 (tiga puluh delapan)
Bank Indonesia yang terkait dengan kegiatan ekspor impor
sebagaimana daftar terlampir yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Ketentuan ……
Lanjutan SE. No. 7/49/DInt tanggal 28 Oktober 2005
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya
Surat Edaran ini. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
SJAMSUL ARIFIN
DIREKTUR INTERNASIONAL
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/49/DInt|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Pencabutan Atas Beberapa Surat Edaran Bank Indonesia Yang Terkait Dengan Kegiatan Ekspor-Impor. </reg_title>
<set_date> 28 Oktober 2005 </set_date>
<effective_date> 28 Oktober 2005 </effective_date>
<related_reg> '3/UU/2004', '23/UU/1999' </related_reg>
|
No. 6/ 14 /DASP
Jakarta, 31 Maret 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PESERTA SISTEM BI-RTGS
DI INDONESIA
Perihal : Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis, Laporan
Pemeriksaan Internal, serta Laporan Hasil Security Audit.
Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/8/PBI/2004 tanggal 11 Maret 2004 tentang Sistem Bank Indonesia
Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor
28, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4373), perlu
dilakukan
pengaturan lebih lanjut sebagai berikut:
I. Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis, Laporan Pemeriksaan
Internal, serta Laporan Hasil Security Audit
1. Peserta wajib :
a. menyusun kebijakan dan prosedur tertulis yang mendukung sistem
kontrol internal yang baik dalam pelaksanaan operasional Sistem BI-
RTGS, termasuk prosedur pengamanan penggunaan Sistem BI-
RTGS di lingkungan internal Peserta;
b. melakukan pemeriksaan internal yang menjamin keamanan
operasional Sistem BI-RTGS; dan
c. melakukan security audit terhadap sistem
teknologi
informasi
internal …
2
internal Peserta yang terkait dengan Sistem BI-RTGS.
2. Untuk mempermudah dan membantu Peserta dalam melakukan
penyusunan kebijakan dan prosedur tertulis,
laporan pemeriksaan
internal, serta laporan hasil security audit sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, dipandang perlu untuk memberikan :
a. Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis (Lampiran 1);
b. Pedoman Penyusunan Laporan Pemeriksaan Internal (Lampiran 2);
dan
c. Pedoman Penyusunan Laporan Hasil Security Audit (Lampiran 3).
3. Pedoman sebagaimana dimaksud dalam angka 2 mengatur materi yang
sekurang-kurangnya harus dipenuhi oleh Peserta. Dalam hal diperlukan,
Peserta dapat menambahkan materi atau cakupan yang diatur dalam
pedoman terlampir dengan tetap memperhatikan Peraturan Bank
Indonesia yang mengatur tentang Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement.
II. Penyampaian Kebijakan dan Prosedur Tertulis, Laporan Pemeriksaan
Internal, serta Laporan Hasil Security Audit kepada Bank Indonesia
1. Peserta wajib menyampaikan kebijakan dan prosedur tertulis, laporan
pemeriksaan internal, dan laporan hasil security audit kepada :
Bank Indonesia
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran
Gedung D, Lantai 9
Jl. MH Thamrin No. 2
Jakarta 10010
2. Penyampaian kebijakan dan prosedur tertulis dilakukan paling lambat
6 (enam) bulan sejak kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS. Selain itu,
setiap terdapat perubahan disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan
terhitung
sejak
terjadinya perubahan. Bagi pihak yang telah menjadi
Peserta …
3
Peserta sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia yang mengatur
tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, wajib
menyusun dan menyerahkan kebijakan dan prosedur tertulis secara
keseluruhan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak berlakunya
Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang Sistem Bank Indonesia
Real Time Gross Settlement.
3. Penyampaian laporan pemeriksaan internal dilakukan paling lambat
2 (dua) bulan setelah dilakukan pemeriksaan internal. Laporan
pemeriksaan internal ditandatangani oleh ketua tim auditor.
4. Penyampaian laporan hasil security audit dilakukan paling lambat 2
(dua) bulan setelah dilakukan security audit. Laporan hasil security audit
ditandatangani oleh ketua tim auditor.
5. Penyampaian kebijakan dan prosedur tertulis,
laporan pemeriksaan
internal, serta laporan hasil security audit kepada Bank Indonesia
dilakukan dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh :
a. direktur kepatuhan Bank, bagi Peserta berupa Bank; atau
b. direktur yang membawahi satuan kerja pengawasan intern, bagi
Peserta berupa Pihak Selain Bank.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 31 Maret 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/14/DASP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Pedoman Penyusunan Kebijakan dan Prosedur Tertulis, Laporan Pemeriksaan Internal, serta Laporan Hasil Security Audit. </reg_title>
<set_date> 31 Maret 2004 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 2004 </effective_date>
<related_reg> '6/8/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 16/12/DPAU
Jakarta, 22 Juli 2014
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA
Perihal: Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital Dalam Rangka
Keuangan Inklusif Melalui Agen Layanan Keuangan Digital
Individu
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5001) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5524), perlu diatur ketentuan
pelaksanaan mengenai penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD)
dalam rangka keuangan inklusif melalui Agen LKD Individu dalam Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
A. Latar Belakang
1. Dalam rangka menjangkau dan memperluas penyediaan
layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang belum
tersentuh jasa sistem pembayaran dan keuangan formal
(unbanked) dan yang telah terhubung sebagai nasabah
penabung namun jarang memanfaatkannya karena berbagai
faktor (underbanked), diperlukan inovasi penggunaan Uang
Elektronik sebagai salah satu instrumen dalam LKD melalui
kerja sama dengan pihak ketiga dalam bentuk keagenan.
2. Perluasan …
2. Perluasan akses layanan keuangan dan sistem pembayaran
tersebut merupakan inisiatif Bank Indonesia dalam
mendukung Strategi Nasional Keuangan Inklusif, yang
ditujukan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraan individu atau rumah tangga,
serta mengurangi kemiskinan dan pemerataan pendapatan.
3. Salah satu bentuk perluasan akses layanan keuangan dan
sistem pembayaran dilakukan melalui kerja sama Penerbit
berupa Bank dengan Agen LKD Individu. Oleh karena itu,
perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai
penyelenggaraan LKD dalam rangka keuangan inklusif
melalui Agen LKD Individu.
B. Pengertian
1. Layanan Keuangan Digital yang selanjutnya disingkat LKD
adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan
keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak
ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi
berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka
keuangan inklusif.
2. Agen LKD Individu adalah perseorangan atau badan usaha
yang tidak berbadan hukum yang bekerjasama dengan
Penerbit dan bertindak untuk dan atas nama Penerbit dalam
memberikan LKD dalam lingkup terbatas.
3. Pemegang adalah pihak yang menggunakan Uang Elektronik.
4. Diproses secara online adalah proses transaksi yang
terkoneksi secara langsung dengan sentral sistem komputer
untuk melakukan otorisasi dan validasi sebelum dimulainya
proses transaksi. Proses online dilakukan agar penyelesaian
transaksi LKD dapat dilakukan secara real time dan tersedia
notifikasi status transaksi segera setelah terjadi transaksi
keuangan.
II. PERSYARATAN …
II. PERSYARATAN, PENYAMPAIAN RENCANA PENYELENGGARAAN
LKD MELALUI AGEN LKD INDIVIDU, DAN PENEGASAN BANK
INDONESIA
A. Persyaratan Penyelenggara LKD Melalui Agen LKD Individu
Penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu hanya dapat
dilakukan oleh Penerbit berupa Bank yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. berbadan hukum Indonesia;
b. kategori Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 4
sesuai penilaian periode terakhir oleh otoritas pengawasan
Bank;
c. telah menjadi Penerbit paling singkat selama 2 (dua) tahun;
dan
d. memenuhi persyaratan operasional paling kurang meliputi:
1) memiliki teknologi informasi yang memadai;
2) memiliki ketersediaan dan kesiapan unit kerja tersendiri
untuk mengkoordinir kegiatan LKD dan didukung oleh
sumber daya manusia yang memadai; dan
3) memiliki manajemen risiko yang memadai.
B. Rencana Penyelenggaraan LKD Melalui Agen LKD Individu
1. Bank menyampaikan rencana penyelenggaraan kegiatan LKD
melalui Agen LKD Individu kepada Bank Indonesia.
2. Rencana penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 disampaikan:
a. secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan
ditandatangani oleh Direktur Utama dan salah satu
anggota Direksi; dan
b. paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum
kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu dilaksanakan
untuk pertama kali.
3. Penyampaian rencana penyelenggaraan kegiatan LKD
melalui Agen LKD Individu sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 harus dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud …
dimaksud dalam Lampiran angka I yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
C. Penegasan Bank Indonesia Terhadap Rencana Penyelenggaraan
LKD Melalui Agen LKD Individu
1. Bank Indonesia memberikan penegasan terhadap rencana
penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu
yang disampaikan oleh Bank.
2. Penegasan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diberikan
oleh Bank Indonesia setelah Bank memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam huruf A, melengkapi seluruh
dokumen pendukung yang dipersyaratkan sebagaimana
dimaksud dalam butir B.3, dan Bank Indonesia telah
memperoleh pertimbangan dari otoritas pengawas Bank.
III. PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN LKD MELALUI
AGEN LKD INDIVIDU
A. Bank yang telah menerima surat penegasan dari Bank
Indonesia untuk melakukan kegiatan LKD melalui Agen LKD
Individu harus menyelenggarakan kegiatannya paling lama 180
(seratus delapan puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal
diterbitkannya surat penegasan.
B. Penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu diutamakan
untuk wilayah operasional di Kelurahan atau Desa, di luar Ibu
Kota Provinsi, Kabupaten atau Kotamadya. Penyelenggaraan
LKD melalui Agen LKD Individu dapat dikembangkan untuk
wilayah operasional
lain secara bertahap dengan
mempertimbangkan antara lain kesiapan infrastruktur
pendukung seperti jaringan telekomunikasi dan kantor Bank.
C. Dalam rangka pengembangan akses keuangan, Bank Indonesia
dapat menentukan wilayah implementasi penyelenggaraan LKD
melalui Agen LKD Individu untuk setiap Bank.
D. Bank harus menyampaikan laporan tertulis mengenai
dimulainya penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu
paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
efektif …
efektif dimulainya penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD
Individu yang paling kurang memuat informasi dan penjelasan
mengenai tanggal efektif penyelenggaraan, jumlah dan lokasi
Agen LKD Individu.
E. Dalam hal Bank tidak melaksanakan kegiatan LKD melalui
Agen LKD Individu sesuai jangka waktu yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam huruf A maka penegasan Bank
Indonesia dinyatakan batal dan tidak berlaku.
F. Dalam hal Bank tidak melaksanakan kegiatan LKD melalui
Agen LKD Individu sesuai jangka waktu yang ditetapkan maka
pengajuan rencana kerja sama hanya dapat disampaikan
kembali dalam waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender
sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
huruf A.
IV. PERSYARATAN AGEN LKD INDIVIDU DAN LAYANAN YANG
DIBERIKAN
A. Persyaratan Agen LKD Individu
Agen LKD Individu berupa perseorangan atau badan usaha
yang tidak berbadan hukum, harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1. memiliki kemampuan, reputasi, dan integritas di wilayah
operasionalnya;
2. memiliki usaha utama yang sedang berjalan dengan lokasi
usaha tetap paling singkat 2 (dua) tahun, dengan
persyaratan sebagai berikut:
a. bagi calon Agen LKD Individu berupa perseorangan harus
merupakan penduduk setempat dan memiliki usaha yang
sedang berjalan dengan lokasi usaha tetap paling singkat
2 (dua) tahun yang dibuktikan dengan keterangan dari
kepala pemerintahan setempat, paling kurang dari Ketua
Rukun Tetangga (RT), atau Kepala Adat;
b. bagi calon Agen LKD Individu berupa badan usaha yang
tidak berbadan hukum harus memiliki usaha yang
sedang …
sedang berjalan dengan lokasi usaha tetap paling singkat
2 (dua) tahun yang dibuktikan dengan dokumen antara
lain Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar
Perusahaan (TDP), atau Surat Keterangan Usaha (SKU)
dari Kelurahan atau Desa setempat; dan
c. surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b paling kurang memuat informasi mengenai
lama domisili atau tanggal dimulainya usaha, alamat,
pemilik, dan bidang usaha;
3. lulus proses uji tuntas (due diligence) oleh Bank; dan
4. menempatkan deposit pada Bank dengan jumlah sesuai yang
ditetapkan Bank.
B. Layanan yang diberikan oleh Agen LKD Individu
1. Layanan yang diberikan oleh Agen LKD Individu meliputi:
a. fasilitator registrasi Pemegang;
b. Pengisian Ulang (top-up);
c. pembayaran atas tagihan yang bersifat rutin atau berkala
seperti listrik, air, telepon, angsuran kredit atau
pembiayaan, premi asuransi, dan/atau tagihan lainnya;
d. Tarik Tunai;
e. penyaluran program bantuan pemerintah kepada
masyarakat seperti bantuan sosial kepada masyarakat
sangat miskin, bantuan pembiayaan pendidikan, dan
bantuan pembiayaan kesehatan; dan
f. fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
2. Layanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan di
lokasi Agen LKD Individu.
3. Dalam hal layanan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dilakukan di luar lokasi Agen LKD Individu maka harus atas
dasar persetujuan tertulis dari Bank dan segala risiko yang
timbul serta perlindungan konsumen menjadi tanggung
jawab Bank.
4. Dalam hal Bank akan memberikan layanan fasilitas lain
yang dapat dilakukan oleh Agen LKD Individu sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.f, Bank harus menyampaikan
rencana …
rencana pemberian fasilitas lain tersebut paling lambat 45
(empat puluh lima) hari kerja sebelum pelaksanaan
pemberian fasilitas lain tersebut dengan melampirkan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Lampiran angka II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
V. PENUNJUKAN AGEN LKD INDIVIDU
A. Bank melakukan uji tuntas kepada calon Agen LKD Individu.
Aspek uji tuntas paling kurang memuat aspek uji tuntas
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran butir III.A yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
B. Bank menetapkan calon Agen LKD Individu yang lulus uji
tuntas setelah mempertimbangkan aspek uji tuntas
sebagaimana dimaksud dalam butir A.
C. Bank harus memberikan pelatihan dan edukasi kepada calon
Agen LKD Individu yang telah lulus uji tuntas dan karyawan
calon Agen LKD Individu, dengan materi pelatihan dan edukasi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran butir III.B yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
D. Bank menerbitkan sertifikat penunjukan sebagai Agen LKD
Individu kepada calon Agen LKD Individu yang telah lulus uji
tuntas dan telah mengikuti pelatihan dan edukasi, serta
mengikat Agen LKD Individu tersebut dengan perjanjian kerja
sama.
E. Format sertifikat penunjukan dan cakupan perjanjian kerja
sama sebagaimana dimaksud dalam huruf D adalah
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran butir III.C dan butir
III.D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
VI. OPERASIONALISASI …
VI. OPERASIONALISASI, PENGHENTIAN, DAN PEMINDAHAN LOKASI
AGEN LKD INDIVIDU
A. Operasionalisasi Agen LKD Individu
1. Bank harus menyediakan petunjuk manual operasional
yang diperlukan oleh Agen LKD Individu guna menjamin
kelancaran dan keamanan pelayanan kepada Pemegang.
2. Bank harus memastikan Agen LKD Individu mematuhi
petunjuk manual operasional sebagaimana dimaksud
dalam angka 1.
3. Bank harus menyediakan perlengkapan operasional untuk
mendukung Agen LKD Individu.
4. Bank harus memastikan kesiapan layanan pendukung
antara lain pengamanan fisik uang baik di lokasi Agen LKD
Individu, maupun selama perjalanan antara lokasi Agen
LKD Individu dan kantor Bank terdekat yang ditunjuk.
5. Bank dapat mengikutsertakan Agen LKD Individu yang
melakukan kerja sama dengan Bank dalam program
asuransi jiwa atas beban Bank.
6. Bank melakukan kegiatan pemasaran atas Agen LKD
Individu antara lain melalui branding.
7. Petunjuk manual operasional sebagaimana dimaksud
dalam butir 1 dan perlengkapan operasional sebagaimana
dimaksud dalam butir 3 mengacu pada Lampiran angka IV
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
B. Penghentian Kerja Sama
1. Bank melaporkan penghentian kerja sama antara Bank
dengan Agen LKD Individu dalam laporan berkala kepada
Bank Indonesia.
2. Penghentian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dapat dilakukan atas permintaan Bank Indonesia.
3. Bank harus mengumumkan kepada Pemegang dan
masyarakat setempat sebelum kerja sama dihentikan di
tempat usaha Agen LKD Individu melalui media yang sesuai.
4. Bank …
4. Bank harus memastikan hak dan kewajiban semua pihak
baik Bank, Agen LKD Individu dan terutama masyarakat
akibat penghentian kerja sama Agen LKD Individu telah
terpenuhi dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari
kalender sejak penghentian kerja sama tersebut.
5. Bank harus segera menarik atribut tanda pengenal Agen
LKD Individu setelah dilakukan penghentian kerja sama.
C. Pemindahan Lokasi Agen LKD Individu
1. Pemindahan lokasi kegiatan usaha Agen LKD Individu hanya
dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih
dahulu dari Bank.
2. Pemindahan lokasi kegiatan usaha dapat dilakukan
sepanjang lokasi yang baru masih berada dalam 1 (satu)
Kelurahan atau Desa.
3. Dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan
pemindahan lokasi kegiatan usaha, Agen LKD Individu harus
menginformasikan hal tersebut kepada Pemegang melalui
pengumuman di tempat usaha Agen LKD Individu yang lama
maupun lokasi yang baru.
VII. MODEL BISNIS LKD MELALUI AGEN LKD INDIVIDU
A. Dalam menyelenggarakan kegiatan LKD melalui Agen LKD
Individu, Bank menunjuk perseorangan dan/atau badan usaha
yang tidak berbadan hukum sebagai Agen LKD Individu.
B. Bank menentukan jenis layanan dan besaran nominal limit
transaksi yang dapat diselenggarakan oleh Agen LKD Individu.
C. Jenis Uang Elektronik yang digunakan dalam penyelenggaraan
LKD melalui Agen LKD Individu adalah Uang Elektronik
registered dan diproses secara online serta disimpan dalam
media server.
D. Dalam penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu, Bank
dapat menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis
mobile maupun berbasis web.
E. Dalam …
E. Dalam hal sarana dan perangkat teknologi yang digunakan oleh
Pemegang berupa telepon genggam maka berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1. nomor telepon genggam berfungsi sebagai nomor rekening;
dan
2. memiliki fitur menu layanan yang sederhana dan mudah
dimengerti.
F. Dalam rangka mengkonfirmasi keabsahan Agen LKD Individu,
maka pada menu layanan sebagaimana dimaksud dalam butir
E.2 harus terdapat fitur cek validitas Agen LKD Individu.
G. Fitur cek validitas Agen LKD Individu sebagaimana dimaksud
dalam huruf F harus tersedia paling lambat 6 (enam) bulan
sejak Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku.
H. Dalam rangka membantu Pemegang, maka pada menu layanan
sebagaimana dimaksud dalam butir E.2 harus terdapat fitur
layanan bantuan.
I. Calon Pemegang melakukan registrasi Uang Elektronik melalui
Agen LKD Individu.
J. Pemegang hanya dapat memiliki paling banyak 2 (dua) rekening
Uang Elektronik untuk setiap Bank yang dibuka melalui Agen
LKD Individu.
K. Bank harus menyampaikan notifikasi kepada Pemegang paling
kurang mengenai:
1. status registrasi Uang Elektronik;
2. konfirmasi terkait proses transaksi; dan
3. status transaksi keuangan dalam LKD.
L. Tata cara registrasi Uang Elektronik melalui Agen LKD Individu
sebagaimana dimaksud dalam huruf I paling kurang mengacu
pada Lampiran angka V yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VIII. SISTEM …
VIII. SISTEM TEKNOLOGI INFORMASI
A. Sistem teknologi informasi yang digunakan Bank dalam
penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu
memenuhi prinsip-prinsip sistem teknologi informasi yang andal
dan aman sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai
Uang Elektronik, dan penerapan manajemen risiko dalam
penggunaan teknologi informasi oleh Bank Umum.
B. Sistem teknologi informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf
A paling kurang memiliki kemampuan untuk:
1. melakukan pemrosesan dan pencatatan transaksi dilakukan
secara real time;
2. menyampaikan informasi transaksi secara terenkripsi;
3. menyampaikan notifikasi atas setiap transaksi Pemegang
segera setelah transaksi terjadi;
4. mendukung interoperabilitas; dan
5. mendeteksi transaksi mencurigakan.
C. Perangkat yang digunakan oleh Agen LKD Individu untuk
memberikan layanan harus memenuhi standar yang ditetapkan
oleh Bank.
IX. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
A. Bank harus menerapkan manajemen risiko secara efektif terkait
dengan penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD Individu.
B. Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam
huruf A paling kurang mengacu pada Lampiran angka VI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
C. Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam
huruf A juga harus mengacu pada ketentuan mengenai
penerapan manajemen risiko bagi bank umum, dan manajemen
risiko penyelenggaraan Uang Elektronik.
X. KEPATUHAN …
X. KEPATUHAN TERHADAP KETENTUAN ANTI PENCUCIAN UANG
DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME
A. Bank harus menerapkan prinsip-prinsip mengenai anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
B. Ketentuan mengenai anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme sebagaimana dimaksud dalam huruf A
antara lain diterapkan dalam proses uji tuntas terhadap calon
Pemegang, deteksi dan pelaporan transaksi mencurigakan.
C. Tata cara dan penerapan anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme sebagaimana dimaksud dalam huruf A
mengacu pada ketentuan mengenai anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme.
XI. PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Dalam penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen LKD
Individu, Bank harus menerapkan ketentuan mengenai
perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran dan ketentuan
terkait lainnya yang antara lain meliputi transparansi, edukasi,
dan penanganan pengaduan Pemegang.
B. Penerapan transparansi, edukasi, dan penanganan pengaduan
Pemegang sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling kurang
mengacu pada Lampiran angka VII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XII. KEGIATAN PENDUKUNG
A. Bank dapat menggunakan pihak ketiga selain Agen LKD
Individu untuk mendukung kelancaran kegiatan LKD melalui
Agen LKD Individu, antara lain untuk menyediakan jasa sebagai
berikut:
1.
identifikasi calon Agen LKD Individu potensial;
2. pelatihan Agen LKD Individu;
3. pengambilan dokumen;
4. cash handling; dan
5. desain …
5. desain fitur aplikasi terkait Agen LKD Individu antara lain
aplikasi sistem monitoring;
B. Bank bertanggung jawab atas penggunaan jasa yang disediakan
oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam huruf A.
XIII. PEMANTAUAN DAN PENGAWASAN OLEH BANK TERHADAP AGEN
LKD INDIVIDU
A. Bank harus memantau dan mengawasi kegiatan Agen LKD
Individu melalui kantor Bank terdekat yang ditunjuk.
B. Pemantauan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
huruf A paling kurang mencakup aspek:
1. kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku seperti anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme dan
lainnya;
2. kepatuhan terhadap mekanisme kerja atau standard
operating procedure (SOP);
3. pemenuhan perjanjian kerja sama;
4. kinerja, termasuk penanganan pengaduan Pemegang;
5. penempatan informasi dan tanda pengenal Agen LKD
Individu di lokasi operasional yang mudah dilihat dan dibaca
oleh pengguna jasa, yaitu antara lain sertifikat, informasi
produk dan layanan keuangan beserta biaya layanan dan
papan atau alat komunikasi lainnya; dan
6. kecukupan likuiditas Agen LKD Individu.
C. Bank dapat menggunakan teknologi untuk pemantauan
terhadap operasional dan lokasi Agen LKD Individu misalnya
dengan menggunakan koordinat Global Positioning System
(GPS).
D. Bank harus memastikan kelangsungan kegiatan LKD dalam hal
terdapat keadaan force majeur yang mengakibatkan Agen LKD
Individu tidak dapat beroperasi.
XIV. PELAPORAN …
XIV. PELAPORAN KEGIATAN LKD MELALUI AGEN LKD INDIVIDU DAN
DAFTAR AGEN LKD INDIVIDU
A. Bank harus menyampaikan laporan mengenai perkembangan
kegiatan LKD dan Agen LKD Individu kepada Bank Indonesia
secara bulanan.
B. Tata cara penyampaian dan format laporan sebagaimana
dimaksud pada huruf A mengacu kepada ketentuan mengenai
pelaporan yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
mengenai Uang Elektronik.
XV. PENGAWASAN OLEH BANK INDONESIA TERHADAP
PENYELENGGARAAN KEGIATAN LKD MELALUI AGEN LKD
INDIVIDU
Pengawasan oleh Bank Indonesia terhadap Bank yang
menyelenggarakan LKD melalui Agen LKD Individu mengacu pada
ketentuan mengenai pengawasan penyelenggaraan LKD
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai
Uang Elektronik.
XVI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
Tata cara pengenaan sanksi administratif bagi Bank yang
menyelenggarakan kegiatan LKD melalui Agen LKD Individu
mengacu pada ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia mengenai Uang Elektronik.
XVII. KORESPONDENSI
Penyampaian rencana penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen
LKD Individu, laporan, informasi lainnya, dan/atau surat
menyurat disampaikan oleh kantor pusat Bank kepada:
Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia
Gedung D Lantai 5, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia
Jl. M.H Thamrin No. 2
Jakarta …
Jakarta – 10350
XVIII. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22
Juli 2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ENI V. PANGGABEAN
KEPALA DEPARTEMEN PENGEMBANGAN
AKSES KEUANGAN DAN UMKM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/12/DPAU|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital Dalam Rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen Layanan Keuangan Digital Individu </reg_title>
<set_date> 22 Juli 2014 </set_date>
<effective_date> 22 Juli 2014 </effective_date>
<related_reg> '16/8/PBI/2014', '11/12/PBI/2009' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi XVI' </penalty_list>
|
No. 14/ 9 /DPM
Jakarta, 9 Maret 2012
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi
Pasar Terbuka.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI
perihal Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141)
dan penyempurnaan mekanisme pengajuan transaksi early redemption
Term Deposit, perlu untuk mengubah ketentuan butir VI.9.b Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi
Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/20/DPM tanggal 8 Agustus 2011,
sehingga Butir VI.9 berbunyi sebagai berikut :
9. Pencairan sebelum jatuh waktu (early redemption) transaksi Term
Deposit
a. Persyaratan
Early Redemption hanya dapat dilakukan terhadap Term Deposit
yang berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan yaitu 28 (dua
puluh delapan) hari pada saat diterbitkan.
b. Pengajuan Early Redemption
1) Peserta OPT dapat mengajukan dari pukul 15.00 WIB sampai
dengan pukul 17.00 WIB.
2) Nilai nominal setiap pengajuan paling kurang sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan
kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3) Pengajuan …
2
3) Pengajuan dilakukan melalui sarana BI-SSSS Terminal (ST).
c. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal pengajuan early
redemption (same day settlement) segera setelah pre cut-off Sistem
BI-RTGS.
d. Perhitungan nilai early redemption
ilai
N Tunai
=
Early Redemption
ilai
erm
3 hari60
Nominal
Biaya =
ilai
y dig
early
T Deposit
erm
E Redemption E Redemption
N setelmen
arly
arly
=
x (
redeem
R rateepo
LendingFacility
N tunai
ilai
−Biaya
Keterangan :
RRT = Rata-Rata Tertimbang
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 9
Maret 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
- B R ) xateI
Sisa J Waktu
angka
360
+
RT
erm
N Nominal T Deposit yang diearly redeem × 3 hari60
R diskonto
T Deposit
pada saat diterbitka n
× Sisa angka
J Waktu
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/9/DPM|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka. </reg_title>
<set_date> 9 Maret 2012 </set_date>
<effective_date> 9 Maret 2012 </effective_date>
<changed_reg> '12/18/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg>
<extension_of> '13/20/DPM|SE-BI/2011' </extension_of>
<related_reg> '12/11/PBI', '13/20/DPM|SE-BI/2011', '12/18/DPM|SE-BI/2010' </related_reg>
|
No. 14/ 38 /DASP
Jakarta, 28 Desember 2012
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PENYELENGGARA
JASA SISTEM PEMBAYARAN SELAIN BANK
DI INDONESIA
Perihal : Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi
Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank
Indonesia Nomor 14/3/PBI/2012 tentang Program Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa
Sistem Pembayaran Selain Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5302) yang
selanjutnya disebut sebagai PBI APU dan PPT, perlu ditetapkan
pedoman standar penerapan program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU dan PPT) bagi Penyelenggara
Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank, sebagai berikut:
I. PEDOMAN STANDAR PENERAPAN PROGRAM APU DAN PPT
Sesuai PBI APU dan PPT, setiap Penyelenggara Jasa Sistem
Pembayaran Selain Bank wajib menyusun dan menyampaikan
kebijakan dan prosedur tertulis mengenai penerapan program APU
dan PPT kepada Bank Indonesia dalam bentuk pedoman
penerapan program APU dan PPT.
Dalam ...
Dalam menyusun pedoman penerapan program APU dan PPT
tersebut, Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank
wajib mengacu pada standar minimum sebagaimana diatur dalam
Pedoman Standar Penerapan Program APU dan PPT sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Penyelenggara yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia
sebelum berlakunya PBI APU dan PPT wajib menyesuaikan
Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang
dimilikinya sesuai dengan Pedoman Standar Pelaksanaan Program
APU dan PPT ini dan menyampaikan kepada Bank Indonesia
paling lama 3 (tiga) bulan setelah berlakunya PBI APU dan PPT
yaitu tanggal 9 September 2013.
II. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
pada tanggal 8 Juni 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BOEDI ARMANTO
KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/38/DASP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran Selain Bank </reg_title>
<set_date> 28 Desember 2012 </set_date>
<effective_date> 8 Juni 2013 </effective_date>
<related_reg> '14/3/PBI/2012' </related_reg>
|
No.17/20/DPM
Jakarta, 28 Agustus 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal
: Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 16/14/DPM perihal Transaksi Valuta Asing
terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara
Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5581), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/13/PBI/2015 tentang Perubahan
Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang
Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak
Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 201,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5736), yang
selanjutnya disebut PBI, perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal
Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak
Domestik sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 17/15/DPM tanggal 12 Juni 2015, sebagai berikut:
1. Ketentuan butir I.5.c diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
c. dalam hal terdapat pembelian valuta asing oleh nasabah PVA
kepada PVA dengan nilai nominal melebihi USD25,000.00 (dua
puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya selama
1 (satu)…
2
1 (satu) bulan terakhir, pembelian valuta asing terhadap Rupiah
oleh nasabah PVA kepada PVA dilengkapi dengan dokumen
Underlying Transaksi dari nasabah PVA; dan
2. Ketentuan butir I.12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
12. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada
Bank tanpa Underlying Transaksi yang hanya dapat dilakukan
paling banyak sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar
Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan per Nasabah,
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perhitungan 1 (satu) bulan didasarkan pada bulan
kalender, yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender
sampai dengan tanggal berakhirnya bulan kalender.
Contoh:
Jika pada bulan November 20xx Nasabah hanya melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanpa Underlying
Transaksi 1 kali pada tanggal 24 November 20xx sebesar
USD25,000.00 maka hal tersebut diperhitungkan sebagai
maksimum jumlah yang telah digunakan dalam bulan
November 20xx. Nasabah dapat kembali menggunakan
jumlah maksimum ekuivalen USD25,000.00 tersebut
selama Desember 20xx.
b. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada tanggal
transaksi.
Contoh:
Pada tanggal 11 November 20xx, Nasabah melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot beli sebesar USD10,000.00. Kemudian Nasabah
melakukan transaksi forward beli valuta asing terhadap
Rupiah pada tanggal 17 November 20xx sebesar
USD12,500.00 yang jatuh waktu pada tanggal 17 Desember
20xx. Perhitungan transaksi pembelian valuta asing
terhadap Rupiah oleh Nasabah sampai dengan 17 November
20xx adalah USD22,500.00.
c. Perhitungan…
3
c. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi
seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang
dilakukan oleh masing-masing Nasabah secara individual
baik secara tunai maupun non tunai dalam bentuk
simpanan valuta asing.
Contoh:
Nasabah A melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah di Bank X secara tunai sebesar USD5,000.00 pada
tanggal 11 November 20xx. Kemudian, pada tanggal
13 November 20xx Nasabah A melakukan konversi
simpanan Rupiah menjadi simpanan valuta asing dalam US
Dollar di Bank X sebesar USD20,000.00. Perhitungan
kumulatif transaksi yang dilakukan oleh Nasabah A di Bank
X, yaitu sebesar USD25,000.00.
d. Untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah melalui
rekening gabungan (joint account) yang dimiliki lebih dari
1 (satu) Nasabah, Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling
banyak sebesar threshold per rekening gabungan (joint
account).
Contoh:
Nasabah A dan Nasabah B memiliki joint account. Pada
tanggal 11 November 20xx, Nasabah A melakukan
Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah
melalui joint account sebesar USD15,000.00. Pada tanggal
24 November 20xx, Nasabah B melakukan Transaksi Spot
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint
account sebesar USD20,000.00. Atas pembelian valuta asing
tersebut, Nasabah B wajib menyampaikan dokumen
Underlying Transaksi dan dokumen pendukung paling
lambat pada tanggal 26 November 20xx karena jumlah
pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan
melalui joint account pada bulan November 20xx telah
melebihi USD25,000.00, yaitu sebanyak USD35,000.00.
3. Ketentuan…
4
3. Ketentuan butir III.20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
20. Nasabah yang melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah paling banyak sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima
ribu dolar Amerika Serikat) per bulan, dokumen pendukung
berupa pernyataan tertulis bermeterai cukup atau pernyataan
tertulis yang authenticated disampaikan paling kurang 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) bulan kalender.
Contoh:
Nasabah B melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah
kepada Bank Y pada tanggal 19 November 20xx sebesar
USD5,000.00. Atas pembelian ini Bank Y wajib memastikan
Nasabah B menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis
bermeterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated.
Pada tanggal 26 November 20xx Nasabah B melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank Y sebesar
USD3,000.00. Atas pembelian ini, Nasabah B tidak wajib
menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis bermeterai
cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated.
Pada tanggal 16 Desember 20xx, Nasabah B melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank Y sebesar
USD5,000.00. Atas pembelian ini Bank Y wajib memastikan
Nasabah B menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis
bermeterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated.
4. Ketentuan butir III.22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
22. Dalam hal Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah paling banyak sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima
ribu dolar Amerika Serikat) secara berangsur mencapai nilai di
atas USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat)
atau ekuivalennya dalam 1 (satu) bulan yang sama maka
dokumen Underlying Transaksi dilampirkan untuk pembelian
valuta asing terhadap Rupiah yang melebihi USD25,000.00 (dua
puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya.
Contoh…
5
Contoh:
Pada tanggal 10 November 20xx Nasabah melakukan pembelian
valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD5,000.00. Kemudian
pada tanggal 14 November 20xx Nasabah yang sama melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD10,000.00.
Selanjutnya pada tanggal 19 November 20xx Nasabah kembali
melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar
USD25,000.00 maka transaksi pembelian yang dilakukan pada
tanggal 19 November 20xx tersebut telah melampaui
USD30,000.00. Dengan demikian untuk pembelian yang
dilakukan pada tanggal 19 November 20xx tersebut, Nasabah
menyediakan dokumen Underlying Transaksi sebesar
USD30,000.00.
5. Ketentuan butir V.2.a diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Dalam mengenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) PBI berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Besarnya kewajiban membayar adalah 1% (satu persen) dari
nilai nominal transaksi yang dilanggar untuk setiap
pelanggaran dengan jumlah sanksi paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Contoh 1:
Pada tanggal 5 September 20xx Nasabah melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot sebesar USD15,000.00. Kemudian pada tanggal
15 September 20xx Nasabah yang sama melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot sebesar USD15,000.00. Total pembelian valuta asing
terhadap Rupiah Nasabah pada bulan September 20XX
adalah USD30,000.00. Pembelian valuta asing terhadap
Rupiah tanggal 15 September 20xx, tidak didukung
dokumen Underlying Transaksi, dan dengan demikian
terdapat…
6
terdapat pelanggaran yang melebihi threshold sebesar
USD5,000.00. Kurs JISDOR tanggal 15 September 20xx
adalah Rp10.000,00. Atas pelanggaran tersebut, Bank
dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban
membayar dari nilai nominal USD5,000.00 x 1% x
Rp10.000,00 yaitu sebesar Rp500.000,00, dengan
pembayaran sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00.
Contoh 2:
Pada tanggal 12 September 20xx Nasabah melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward 1 bulan sebesar USD40,000.00. Sampai dengan
5 hari kerja setelah tanggal transaksi, yaitu tanggal
17 September 20xx, Nasabah tidak menyampaikan
dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung,
dan dengan demikian terdapat pelanggaran yang melebihi
threshold sebesar USD15,000.00. Kurs JISDOR tanggal
17 September 20xx adalah Rp10.000,00. Atas pelanggaran
tersebut, Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis
dan kewajiban membayar dari nilai nominal USD15,000.00
x 1% x Rp10.000,00 yaitu sebesar Rp1.500.000,00 dengan
pembayaran sanksi paling sedikit sebesar Rp
10.000.000,00.
6. Lampiran IV diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 28
Agustus 2015.
Agar…
7
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ERWIN RIJANTO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/20/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik </reg_title>
<set_date> 28 Agustus 2015 </set_date>
<effective_date> 28 Agustus 2015 </effective_date>
<changed_reg> '16/14/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg>
<extension_of> '17/15/DPM|SE-BI/2015' </extension_of>
<related_reg> '17/15/DPM|SE-BI/2015', '17/13/PBI/2015', '16/14/DPM|SE-BI/2014', '16/16/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 5 Angka 2' </penalty_list>
|
No. 11/8/DPM
Jakarta, 27 Maret 2009
November 2003
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN
PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Transaksi Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah
dalam Rupiah (FASBIS)
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/36/PBI/2008 tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4944), perlu ditetapkan ketentuan
mengenai tata cara transaksi Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah dalam
rupiah (FASBIS) dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah adalah Bank Umum Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
3. Unit…
2
3. Unit Usaha Syariah adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah.
4. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disebut OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan
penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah.
5. Standing Facilities Syariah adalah fasilitas yang disediakan oleh Bank
Indonesia kepada Bank dalam rangka OMS.
6. Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah dalam rupiah yang
selanjutnya disebut FASBIS adalah fasilitas simpanan yang disediakan
oleh Bank Indonesia kepada Bank untuk menempatkan dananya di Bank
Indonesia dalam rangka standing facilities Syariah.
7. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata uang rupiah
di Bank Indonesia.
8. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik
antar peserta dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS.
9. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai BI-SSSS.
10. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antar pemilik rekening giro
dalam mata uang rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS
dalam rangka pelaksanaan setelmen FASBIS.
11. Pialang…
3
11. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing
yang memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perusahaan
pialang pasar uang rupiah dan valuta asing.
12. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem
LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara
harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari
Bank Indonesia.
II. PERSYARATAN UMUM
1. FASBIS menggunakan akad wadiah (titipan).
2. Jangka waktu FASBIS paling lama 14 (empat belas) hari kalender
dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh
tempo.
3. Dalam hal tanggal jatuh tempo transaksi FASBIS bertepatan dengan hari
libur maka tanggal jatuh tempo transaksi FASBIS dimaksud ditetapkan
pada hari kerja berikutnya.
4. Bank Indonesia dapat memberikan imbalan atas penempatan dana Bank
pada FASBIS.
5. Dalam hal Bank Indonesia memberikan imbalan FASBIS sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 maka pemberian imbalan dilaksanakan pada
saat FASBIS jatuh tempo dengan perhitungan sebagai berikut:
imbalan =
FASBIS
nominal x
FASBIS
360
x tingkat imbalan
iiiFASBIS
6. FASBIS tidak dapat diperdagangkan, tidak dapat diagunkan dan tidak
dapat dicairkan sebelum jatuh tempo.
7. Bank…
4
7. Bank Indonesia membuka window time FASBIS dengan
mengumumkannya melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana
lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia.
8. Bank Indonesia dapat mengubah window time FASBIS dan
mengumumkan perubahan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia, paling lambat
sebelum window time FASBIS dibuka (T+0).
9. Bank Indonesia dapat menutup window time FASBIS dan
mengumumkan penutupan tersebut melalui BI-SSSS, Sistem LHBU
dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia, paling lambat
pada 1 (satu) hari kerja sebelum penutupan window time tersebut (T-1).
10. Peserta transaksi FASBIS dibedakan menjadi:
a. Peserta langsung yaitu Bank dan Pialang yang mengajukan
penawaran transaksi FASBIS secara langsung kepada Bank
Indonesia.
b. Peserta tidak langsung yaitu Bank yang mengajukan penawaran
transaksi FASBIS kepada Bank Indonesia melalui Pialang.
11. Bank hanya dapat mengajukan penawaran transaksi FASBIS untuk
kepentingan diri sendiri.
12. Pialang dilarang mengajukan transaksi FASBIS untuk kepentingan diri
sendiri.
13. Peserta transaksi FASBIS bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran transaksi FASBIS yang diajukan.
14. Bank hanya dapat mengajukan transaksi FASBIS apabila tidak dalam
masa pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan
OMS.
15. Bank Indonesia hanya menerima pengajuan transaksi FASBIS dari
peserta langsung berdasarkan data pengajuan transaksi FASBIS.
16. Bank…
5
16. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana transaksi FASBIS pada hari
pelaksanaan transaksi (same day settlement).
17. Bank wajib menyediakan dana sebesar jumlah transaksi FASBIS yang
diterima pada Rekening Giro sampai dengan cut-off warning Sistem BI-
RTGS.
III. PENGAJUAN PENAWARAN TRANSAKSI FASBIS
1. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter-Biro Operasi
Moneter (BI cq. DPM-BOpM) mengumumkan penyediaan FASBIS yang
meliputi antara lain jangka waktu, window time dan waktu setelmen
paling lambat sebelum window time FASBIS dibuka (T+0) melalui BI-
SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan Bank
Indonesia.
2. Peserta langsung mengajukan transaksi FASBIS melalui BI-SSSS
dengan mencantumkan penawaran kuantitas FASBIS kepada BI cq.
DPM-BOpM.
3. Window time transaksi FASBIS ditetapkan dari pukul 16.00 WIB sampai
dengan pukul 17.00 WIB pada setiap hari kerja.
4. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan cara pengajuan dan
window time transaksi FASBIS sebagaimana dimaksud pada angka 3
melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lain yang ditetapkan
Bank Indonesia.
5. Tata cara pengajuan transaksi FASBIS melalui BI-SSSS sebagaimana
dimaksud pada angka 3 mengikuti ketentuan yang mengatur mengenai
BI-SSSS.
6. Pengajuan…
6
6. Pengajuan penawaran kuantitas transaksi FASBIS dari setiap peserta
transaksi FASBIS paling kurang Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
7. Bank Indonesia mengumumkan penawaran transaksi FASBIS yang
diterima kepada peserta langsung melalui sarana BI-SSSS dan/atau
sarana lainnya.
IV. SETELMEN TRANSAKSI DAN PELUNASAN FASBIS
1. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana transaksi FASBIS segera
setelah waktu pelaksanaan transaksi FASBIS berakhir dengan mendebet
Rekening Giro Bank yang bersangkutan sebesar nilai nominal penawaran
transaksi FASBIS yang diterima sebagaimana dimaksud pada butir III.7.
2. Dalam hal Setelmen Dana berhasil dilaksanakan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 Bank dapat melihat posisi FASBIS pada terminal BI-
SSSS.
3. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo Rekening Giro yang mencukupi
untuk menutup seluruh kewajiban Setelmen Dana yang harus
diselesaikan sampai dengan waktu cut-off warning Sistem BI-RTGS
maka transaksi FASBIS Bank yang bersangkutan dinyatakan batal.
4. Bank Indonesia melakukan pelunasan transaksi FASBIS pada saat
transaksi FASBIS jatuh tempo sebesar nilai nominal dengan mengkredit
Rekening Giro Bank yang bersangkutan.
5. Dalam hal Bank Indonesia memberikan imbalan FASBIS sebagaimana
dimaksud pada butir II.4 maka Bank Indonesia melakukan pelunasan
transaksi FASBIS pada saat transaksi FASBIS jatuh tempo sebesar nilai
nominal ditambah imbalan FASBIS dengan mengkredit Rekening Giro
Bank yang bersangkutan.
V. TATA…
7
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal transaksi FASBIS sebagaimana dimaksud pada butir IV.3
dinyatakan batal, Bank dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan kepada
Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia (KPBI); atau
2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Tim Pengawas Bank,
dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KBI, dan
b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal
transaksi FASBIS yang dinyatakan batal atau paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah).
2. Dalam hal transaksi FASBIS dinyatakan batal untuk ketiga kalinya
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank dikenakan sanksi
penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima)
hari kerja berturut-turut.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.a
dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti
kegiatan OMS sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan pada 1
(satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada
butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang
bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi FASBIS.
VI. PENUTUP…
8
VI. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2009. ..
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/8/DPM|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Transaksi Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah dalam Rupiah (FASBIS) </reg_title>
<set_date> 27 Maret 2009 </set_date>
<effective_date> 1 April 2009 </effective_date>
<related_reg> '10/36/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No.16/5/DPM
Jakarta, 8 April 2014
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal
: Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005
perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan
Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian
Kredit Valuta Asing oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4504) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/9/PBI/2014 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5525) dan dalam rangka pendalaman pasar
valuta asing domestik dengan memberikan fleksibilitas bagi pelaku pasar
dalam melakukan lindung nilai atas kegiatan ekonomi khususnya lindung
nilai atas penghasilan investasi di Indonesia, perlu dilakukan perubahan
ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli
2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta
Asing oleh Bank sebagai berikut:
1. Ketentuan angka 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
7. Underlying transaction dalam pengecualian pembatasan
Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan
untuk …
2
untuk keperluan lindung nilai (hedging) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Bank Indonesia
Nomor 16/9/PBI/2014 Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi
Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (yang
selanjutnya disebut PBI), diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal investasi berupa pembelian Surat Berharga
diatur sebagai berikut:
1) underlying transaction untuk pembelian Surat
Berharga dihitung berdasarkan total portofolio (basket
of securities) atas dasar harga pasar (market value),
sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Surat
Berharga yang bersangkutan;
2)
total nilai portofolio paling sedikit sama dengan nilai
hedging pada saat awal transaksi hedging dilakukan.
Apabila dalam jangka waktu hedging terdapat
penurunan market value Surat Berharga yang
digunakan sebagai underlying maka tidak terdapat
kewajiban top-up atas nilai Surat Berharga dimaksud;
3) apabila dalam jangka waktu hedging terdapat
penambahan Surat Berharga dalam portofolio yang
sama, dan Pihak Asing bermaksud untuk melakukan
hedging atas penambahan Surat Berharga tersebut
maka Pihak Asing yang bersangkutan wajib membuka
kontrak hedging baru dengan jangka waktu paling
singkat 1 (satu) minggu dengan nilai hedging paling
banyak sebesar penambahan Surat Berharga
dimaksud;
Contoh:
Pihak Asing memiliki portofolio saham sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) pada tanggal
1 Agustus 2012 dan pada tanggal yang sama
dilakukan hedging dengan membuka Transaksi
Derivatif sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah) dan berjangka waktu 1 (satu) minggu. Pada
tanggal …
3
tanggal 6 Agustus 2012, Pihak Asing tersebut
melakukan pembelian obligasi Surat Utang Negara
(SUN) sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta
rupiah), sehingga total nilai portofolio Pihak Asing
menjadi sebesar Rp90.000.000,00 (sembilan puluh juta
rupiah). Apabila Pihak Asing tersebut bermaksud
untuk melakukan hedging atas tambahan obligasi SUN
tersebut maka pihak Asing dimaksud harus membuka
kontrak hedging baru di luar transaksi hedging
sebelumnya dengan nilai hedging paling banyak
sebesar Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah)
dan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu.
4) dalam hal Pihak Asing telah menerima kupon
dan/atau penghasilan lainnya atas Surat Berharga
yang dimiliki, Pihak Asing dapat melakukan transaksi
hedging dengan underlying kupon dan/atau
penghasilan lainnya yang telah diterima dari investasi
Surat Berharga dimaksud;
5) dalam hal Pihak Asing akan menerima kupon
dan/atau penghasilan lainnya atas Surat Berharga
yang dimiliki yang dibuktikan dengan dokumen
pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah
yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan
transaksi hedging dengan underlying kupon dan/atau
penghasilan lainnya yang akan diterima dari investasi
Surat Berharga dimaksud; dan
6)
transaksi hedging yang dilakukan Pihak Asing paling
banyak sebesar nilai kupon dan/atau penghasilan
lainnya dari investasi Surat Berharga yang telah atau
yang akan diterima.
b. Dalam hal investasi berupa pemberian Kredit diatur sebagai
berikut:
1) underlying transaction untuk pemberian Kredit
dihitung berdasarkan nominal Kredit yang telah
direalisasikan;
2) underlying …
4
2) underlying untuk pemberian Kredit dalam bentuk
Kredit sindikasi, dihitung berdasarkan kontribusi
Pihak Asing tersebut dalam Kredit sindikasi. Dalam hal
terdapat Kredit sindikasi dengan Pihak Asing lebih dari
1 (satu) maka masing-masing Pihak Asing yang
tergabung dalam Kredit sindikasi dapat melakukan
hedging dengan nilai hedging paling banyak sebesar
nilai kontribusi Pihak Asing yang bersangkutan dalam
Kredit sindikasi tersebut;
Contoh:
Kredit sindikasi oleh 5 (lima) Bank di luar negeri yang
diberikan kepada PT PQR adalah sebesar
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Masing-
masing Bank di luar negeri tersebut memberikan
kontribusinya sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) maka nilai hedging yang dapat dilakukan
oleh masing-masing Bank di luar negeri tersebut paling
banyak adalah sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
3) dalam hal Pihak Asing telah menerima bunga atas
pemberian Kredit oleh Pihak Asing yang bersangkutan,
Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging
dengan underlying pendapatan bunga dimaksud;
4) dalam hal Pihak Asing telah menerima pengembalian
Kredit oleh debitur, Pihak Asing dapat melakukan
transaksi hedging dengan underlying dana yang berasal
dari pengembalian Kredit dimaksud;
5) dalam hal Pihak Asing akan menerima bunga atas
pemberian Kredit oleh Pihak Asing yang bersangkutan
yang dibuktikan dengan dokumen pendukung
mengenai kepastian waktu dan jumlah yang akan
diterima, Pihak Asing dapat melakukan transaksi
hedging dengan underlying bunga yang akan diterima
dimaksud;
6) dalam …
5
6) dalam hal Pihak Asing akan menerima pengembalian
Kredit oleh debitur yang dibuktikan dengan dokumen
pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah
yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan
transaksi hedging dengan underlying pengembalian
Kredit yang akan diterima dimaksud;
7)
transaksi hedging yang dilakukan Pihak Asing paling
banyak sebesar nilai pendapatan bunga dan/atau nilai
pengembalian Kredit yang telah atau yang akan
diterima;
Contoh 1:
Pihak Asing memberikan Kredit kepada PT STU pada
tanggal 3 Desember 2012 sebesar Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah) dengan jangka waktu 3 (tiga)
tahun. Pelunasan Kredit tersebut akan dilakukan pada
akhir tahun ketiga yang jatuh waktu pada tanggal 3
Desember 2015. Pihak Asing berencana untuk
melakukan hedging dengan jangka waktu 3 (tiga)
tahun atas pemberian Kredit yang telah dilakukan
tersebut. Bank dapat memenuhi kebutuhan Pihak
Asing untuk melakukan hedging melalui transaksi
outright forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak
Asing sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) pada tanggal transaksi 3 Desember 2012
dengan tanggal valuta 3 Desember 2015. Dalam hal
Pihak Asing yang bersangkutan telah menerima
pengembalian Kredit sebesar Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) pada tanggal 3 Desember 2015, atas
dana rupiah tersebut Pihak Asing yang bersangkutan
tidak diperkenankan untuk melakukan transaksi
hedging lagi.
Contoh 2:
Pihak Asing memberikan Kredit kepada PT VWX
sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) dengan jangka waktu 5 (lima) tahun.
Pembayaran …
6
Pembayaran Kredit tersebut dilakukan secara bertahap
setiap tahunnya dengan angsuran pokok
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan bunga
10% (sepuluh per seratus) per tahun. Pembayaran
angsuran I jatuh waktu pada 1 Oktober 2012 sebesar
Rp55.000.000,00 (lima puluh lima juta rupiah) dan
Pihak Asing berencana untuk melakukan transaksi
hedging atas pendapatan bunga dan pengembalian
Kredit yang telah diterima tersebut. Bank dapat
memenuhi kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan
hedging melalui transaksi outright forward jual
USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar
Rp55.000.000,00 (lima puluh lima juta) dengan jangka
waktu paling singkat 1 (satu) minggu. Dalam hal ini,
transaksi dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2012
dengan tanggal valuta paling singkat 8 Oktober 2012.
c. Dalam hal investasi berupa Penyertaan Langsung diatur
sebagai berikut:
1) underlying transaction untuk Penyertaan Langsung
adalah berupa setoran modal dan laba ditahan, namun
tidak termasuk laba tahun berjalan;
2) hedging atas Penyertaan Langsung paling banyak
sebesar nilai underlying Penyertaan Langsung yang
tercantum dalam dokumen pendukung;
3) dalam hal Pihak Asing telah menerima dividen atas
Penyertaan Langsung, Pihak Asing dapat melakukan
transaksi hedging paling banyak sebesar nilai
underlying dividen yang telah diterima dimaksud;
4) dalam hal Pihak Asing akan menerima dividen atas
Penyertaan Langsung yang dibuktikan dengan
dokumen pendukung mengenai kepastian waktu dan
jumlah yang akan diterima, Pihak Asing dapat
melakukan transaksi hedging paling banyak sebesar
nilai underlying dividen yang akan diterima dimaksud;
5) dalam …
7
5) dalam hal Pihak Asing akan menerima dividen atas
Penyertaan Langsung yang belum dapat dipastikan
waktu dan jumlah penerimaannya, Pihak Asing dapat
melakukan transaksi hedging paling banyak sebesar
nilai underlying estimasi penerimaan dividen yang akan
diterima dari Penyertaan Langsung dimaksud;
6) penentuan nilai estimasi penerimaan dividen dapat
menggunakan:
a) data persentase pembagian dividen terhadap laba
tahun sebelumnya, sebagai dasar perhitungan
estimasi pembagian dividen tahun terakhir
dengan memperhitungkan laba tahun terakhir
yang tercantum pada laporan keuangan unaudited
atau audited serta jumlah lembar saham yang
dimiliki Pihak Asing;
b) data pembagian dividen yang tercantum pada
laporan keuangan audited tahun terakhir;
dan/atau
c)
informasi resmi lainnya yang dikeluarkan oleh
perusahaan;
7) dalam hal Pihak Asing telah melakukan pencairan aset
dalam rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing yang
bersangkutan, Pihak Asing dapat melakukan transaksi
hedging paling banyak sebesar nilai underlying dana
hasil pencairan aset rupiah dimaksud; dan
8) dalam hal Pihak Asing akan melakukan pencairan aset
dalam rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing yang
bersangkutan yang dibuktikan dengan dokumen
pendukung mengenai kepastian waktu dan jumlah
yang akan diterima, Pihak Asing dapat melakukan
transaksi hedging paling banyak sebesar nilai
underlying dana hasil pencairan aset rupiah yang akan
diterima dimaksud;
Contoh …
8
Contoh:
Pihak Asing melakukan Penyertaan Langsung kepada PT
XYZ yang merupakan perusahaan dalam negeri yang
bergerak di bidang alat-alat pertambangan sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) selama 3 (tiga)
tahun ke depan. Pihak Asing berencana untuk melakukan
hedging dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun atas
Penyertaan Langsung tersebut. Bank dapat memenuhi
kebutuhan Pihak Asing untuk melakukan hedging dengan
jangka waktu 3 (tiga) tahun. Dalam hal Pihak Asing yang
bersangkutan melakukan pencairan aset atas Penyertaan
Langsung PT XYZ sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) pada akhir tahun ketiga, atas dana hasil
pencairan aset rupiah tersebut Pihak Asing yang
bersangkutan tidak diperkenankan untuk melakukan
transaksi hedging lagi.
d. Dalam hal kegiatan investasi masih dalam proses
penyelesaian diatur sebagai berikut:
1) underlying transaction untuk kegiatan investasi yang
masih dalam proses penyelesaian dihitung
berdasarkan rencana investasi di Indonesia yang
meliputi Penyertaan Langsung, pemberian Kredit, dan
pembelian Surat Berharga yang dibuktikan dengan
dokumen pendukung; dan
2) nilai hedging atas kegiatan investasi yang masih dalam
proses penyelesaian paling banyak sebesar nilai
rencana investasi pada saat awal transaksi hedging
dilakukan yang dibuktikan dengan dokumen
pendukung.
e. Dalam hal penerimaan dividen yang berasal dari investasi
saham diatur sebagai berikut:
1) Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging
dengan underlying dividen yang akan diterima dari
investasi saham dimaksud yang dibuktikan dengan
dokumen …
9
dokumen pendukung mengenai kepastian jumlah dan
waktu penerimaannya;
2) Pihak Asing dapat melakukan transaksi hedging
dengan underlying estimasi penerimaan dividen untuk
penghasilan atas investasi saham yang belum dapat
dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya;
3)
transaksi hedging yang dilakukan Pihak Asing paling
banyak sebesar nilai:
a) estimasi penerimaan dividen;
b) dividen yang telah diterima; dan/atau
c) dividen yang akan diterima;
4) penentuan nilai estimasi penerimaan dividen dapat
menggunakan:
a) data persentase pembagian dividen terhadap laba
tahun sebelumnya sebagai dasar perhitungan
estimasi pembagian dividen tahun terakhir
dengan memperhitungkan laba tahun terakhir
yang tercantum pada laporan keuangan
unaudited/audited serta jumlah lembar saham
yang dimiliki Pihak Asing
Contoh:
Pada tahun 2012 PT XYZ memperoleh laba
sebesar Rp200.000.000.000,00. Dividen yang
dibagikan pada tahun 2012 tersebut adalah
sebesar Rp100.000.000.000,00. Proporsi dividen
untuk tahun 2012 adalah sebesar:
Rp100.000.000.000,00/Rp200.000.000.000,00 =
50%.
Pada tahun 2013 PT XYZ memperoleh laba
sebesar Rp250.000.000.000,00. Dengan mengacu
kepada pembagian dividen pada tahun 2012 maka
estimasi dividen yang akan dibagikan pada tahun
2013 adalah sebesar: 50% X
Rp250.000.000.000,00 = Rp125.000.000.000,00.
Saham …
10
Saham PT XYZ yang beredar adalah sebanyak
1000 lembar. Dengan demikian, perhitungan
dividen per saham tahun 2013 adalah:
Rp125.000.000.000,00/1000 =Rp125.000.000,00.
Apabila Pihak Asing memiliki saham sebanyak
500 lembar maka estimasi penerimaan dividen
Pihak Asing tersebut adalah sebesar 500 X
Rp125.000.000,00 = Rp62.500.000.000,00.
b) data pembagian dividen yang tercantum pada
laporan keuangan audited tahun terakhir;
dan/atau
c)
informasi resmi lainnya yang dikeluarkan oleh
perusahaan
2. Ketentuan angka 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
8. Dokumen pendukung dalam pengecualian pembatasan
Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan
untuk keperluan hedging sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (3), ayat (5), ayat (6), ayat (8), dan ayat (11) PBI, diatur
sebagai berikut:
a. Dokumen kegiatan investasi bersifat final.
b. Dokumen kegiatan investasi memuat informasi paling
sedikit nilai investasi, identitas investor, dan term of
payment.
c. Dalam hal hedging untuk investasi berupa Penyertaan
Langsung, dokumen pendukung antara lain berupa:
1) bukti Penyertaan Langsung yang di dalamnya
tercantum nilai nominal, identitas penyetor, identitas
pihak penerima Penyertaan Langsung;
2) bukti pencairan aset; dan/atau
3) bukti setoran.
d. Dalam hal hedging untuk investasi berupa pemberian
Kredit, dokumen pendukung antara lain berupa:
1) bukti perjanjian Kredit;
2) bukti outstanding Kredit;
3) bukti …
11
3) bukti realisasi pembayaran ataupenarikan Kredit;
dan/atau
4) bukti pengembalian Kredit.
e. Dalam hal hedging untuk investasi berupa pembelian Surat
Berharga diatur sebagai berikut:
1) dokumen pendukung berupa bukti pembelian Surat
Berharga oleh Pihak Asing berupa SWIFT message
yang berfungsi sebagai bukti realisasi pembelian
(receive versus payment) dan statement of holdings;
dan/atau
2) bagi nasabah yang tidak berlangganan SWIFT dapat
menggunakan dokumen pengganti berupa laporan
rekapitulasi kepemilikan Surat Berharga yang
diterbitkan bank kustodian yang bersangkutan, untuk
bukti kepemilikan Surat Berharga dimaksud.
Di dalam laporan rekapitulasi tersebut harus
tercantum tanggal yang membuktikan bahwa pada
saat dilakukan hedging sampai dengan jatuh waktu
hedging, yang bersangkutan masih memiliki jumlah
outstanding Surat Berharga yang nilainya paling sedikit
sama dengan nilai hedging.
f. Dalam hal hedging untuk kegiatan investasi yang masih
dalam proses penyelesaian, dokumen pendukung berupa:
1) bukti bahwa Pihak Asing yang bersangkutan tercatat
sebagai investor dari kegiatan investasi yang akan
direalisasikan yang antara lain dapat berupa bukti
masuk dalam short list;
2) bukti pembayaran atau setoran dana dalam rangka
pemenuhan persyaratan kegiatan investasi dimaksud
yang antara lain dapat berupa SWIFT message, invoice;
dan/atau
3) dokumen rencana investasi yang antara lain dapat
berupa invoice, sale and purchase agreement.
g. Dalam …
12
g. Dalam hal hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak
Asing dalam rangka cover hedging Bank diatur sebagai
berikut:
1) untuk cover hedging nasabah Bank dengan underlying
milik nasabah yang bersangkutan, dokumen
pendukung berupa bukti kegiatan investasi
sebagaimana diatur pada huruf a sampai dengan huruf
f;
2) untuk cover hedging Bank lain di dalam negeri kepada
Pihak Asing berupa bank di luar negeri, dokumen
pendukung berupa surat pernyataan dari Bank yang
bersangkutan bahwa underlying untuk transaksi cover
hedging tersebut telah memenuhi persyaratan yang
diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (9) PBI.
h. Dalam hal hedging dengan transaksi outright forward beli
valuta asing terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing
dalam rangka setelmen kegiatan investasi oleh Pihak Asing,
diatur sebagai berikut:
1) untuk transaksi outright forward beli valuta asing
terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam
rangka setelmen pembelian Surat Berharga, dokumen
pendukung berupa:
a) konfirmasi pembelian saham dan/atau Surat
Berharga yang disepakati oleh pembeli dan
penjual, antara lain melalui sarana SWIFT
message, pada saat tanggal transaksi outright
forward beli valuta asing terhadap rupiah Bank
dengan Pihak Asing; dan
b) bukti pembelian saham dan/atau Surat Berharga
berupa authenticated SWIFT message yang
berfungsi sebagai bukti realisasi pembelian
(receive versus payment), pada saat tanggal valuta
transaksi outright forward beli valuta asing
terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing.
2) untuk …
13
2) untuk transaksi outright forward beli valuta asing
terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam
rangka setelmen Penyertaan Langsung, dokumen
pendukung antara lain berupa bukti Penyertaan
Langsung, sale and purchase agreement, dan/atau
invoice;
3) untuk transaksi outright forward beli valuta asing
terhadap rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam
rangka pemberian Kredit, dokumen pendukung antara
lain berupa bukti perjanjian Kredit, bukti outstanding
Kredit, dan/atau bukti realisasi pembayaran atau
penarikan Kredit.
i. Dalam hal hedging yang dilakukan Pihak Asing atas
penghasilan dari investasi yang jumlah dan waktu
penerimaannya dapat dipastikan, diatur sebagai berikut:
1) untuk dana rupiah yang telah diterima oleh Pihak
Asing, dokumen pendukung antara lain berupa bukti
penerimaan penghasilan dari investasi, seperti kupon,
bunga, dan dividen;
2) untuk dana rupiah yang akan diterima oleh Pihak
Asing, dokumen pendukung antara lain berupa
notarial risalah RUPS yang mempunyai kekuatan
hukum, bukti perjanjian Kredit, bukti kesanggupan
pembayaran atas penghasilan investasi yang akan
diterima Pihak Asing dari debitur.
j. Dalam hal hedging yang dilakukan Pihak Asing atas
penghasilan dari investasi berupa dividen yang jumlah dan
waktu penerimaannya belum dapat dipastikan, diatur
sebagai berikut:
1) Untuk pengajuan transaksi hedging, dokumen
pendukung berupa:
a) bukti kepemilikan atas investasi; dan
b) dokumen estimasi mengenai dividen yang akan
diterima, yang dilengkapi dengan:
i.
laporan …
14
i.
ii.
laporan keuangan unaudited atau audited
yang terkait; dan/atau
informasi resmi lainnya yang dikeluarkan
oleh perusahaan.
2) Dalam hal selama periode hedging terdapat keputusan
manajemen perusahaan mengenai kepastian jumlah
dan waktu penerimaan penghasilan dari investasi,
Bank wajib melakukan penyesuaian hedging Pihak
Asing atas jumlah nominal dan jangka waktu hedging,
dengan dokumen pendukung berupa informasi
pembayaran dividen atas kepemilikan saham (corporate
action entitlement document), dan/atau bukti jumlah
kepemilikan saham yang memiliki hak atas dividen
yang disertai dengan informasi hasil RUPS.
Mekanisme penyesuaian hedging dalam hal terdapat
keputusan manajemen bahwa:
a)
realisasi dividen yang akan diterima lebih besar
daripada nilai estimasi dividen maka Bank dapat
melakukan transaksi hedging baru Pihak Asing
secara kumulatif paling banyak sebesar nilai
realisasi dividen yang diterima Pihak Asing
sebagaimana contoh pada Lampiran 5 huruf A
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini;
b)
realisasi dividen yang akan diterima lebih kecil
daripada nilai estimasi dividen maka Bank wajib
melakukan penyesuaian hedging Pihak Asing
sehingga nilai hedging paling banyak sebesar
realisasi dividen sebagaimana contoh pada
Lampiran 5 huruf B yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini;
c)
tidak terdapat pembagian dividen yang akan
diterima Pihak Asing maka Bank wajib
membatalkan hedging Pihak Asing sebagaimana
contoh …
15
contoh pada Lampiran 5 huruf C yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini;
d)
jangka waktu pembayaran dividen menjadi lebih
cepat dari jangka waktu hedging maka Bank wajib
melakukan penyesuaian atas jangka waktu
hedging Pihak Asing menjadi sesuai dengan
tanggal pembayaran dividen;
e) penyesuaian sebagaimana dimaksud pada huruf
a) sampai dengan huruf d), dapat dilakukan
melalui transaksi
forward, swap, dan/atau
pengakhiran lebih awal (early termination);
f) Bank wajib melakukan penyesuaian hedging
Pihak Asing paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah tanggal keputusan RUPS;
g) setelmen atas penyesuaian hedging sebagaimana
dimaksud pada huruf a) sampai dengan huruf d)
dapat dilakukan secara netting.
k. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan
oleh Pihak Asing, disertai dengan dokumen pendukung
berupa surat pernyataan yang bersifat authenticated yang
dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya
paling kurang mencakup:
1) nama dan identitas Pihak Asing;
2) nama Bank;
3) nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak
Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu
underlying; dan
4) pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging
atas underlying tidak digunakan sebagai underlying
bagi Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank
yang sama maupun dengan Bank lain.
Surat …
16
Surat Pernyataan dimaksud berlaku untuk 1 (satu) tahun
kalender.
Contoh:
Apabila Pihak Asing melakukan transaksi hedging pada
tanggal 6 Agustus 2012 maka Pihak Asing yang
bersangkutan wajib menyampaikan surat pernyataan yang
bersifat authenticated yang dibuat oleh Pihak Asing yang
bersangkutan pada tanggal 6 Agustus 2012 atau paling
lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi, yang
berlaku sampai dengan 31 Desember 2012. Apabila pada
tanggal 7 Januari 2013 Pihak Asing tersebut akan
melakukan transaksi hedging maka Pihak Asing dimaksud
harus membuat surat pernyataan baru dan berlaku sampai
tanggal 31 Desember 2013.
l. Dokumen pendukung dalam pengecualian pembatasan
Transaksi Derivatif valuta asing terhadap rupiah yang
dilakukan untuk keperluan hedging sebagaimana dimaksud
dalam huruf b sampai dengan huruf k disampaikan oleh
Pihak Asing pada tanggal transaksi hedging. Dalam hal
dokumen yang dipersyaratkan tidak dapat dilampirkan
pada tanggal transaksi hedging maka dokumen dapat
disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah
tanggal transaksi hedging.
3. Ketentuan angka 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
9. Dokumen pendukung atas hedging untuk kegiatan ekspor atau
impor perdagangan internasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (8) huruf dPBI, diatur sebagai berikut:
a. Dokumen bersifat final.
b. Dokumen yang memuat informasi paling kurang mengenai
nilai ekspor atau impor perdagangan internasional,
identitas eksportir atau importir, dan term of payment.
c. Dokumen pendukung antara lain berupa wesel, invoice,
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), Pemberitahuan Impor
Barang (PIB), Bill of Lading (B/L), dokumen Letter of Credit
(L/C) …
17
(L/C), dokumen non L/C, dan/atau surat kesanggupan
membayar yang dibuat oleh importir.
d. Dalam hal hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak
Asing dalam rangka cover hedging Bank diatur sebagai
berikut:
1) untuk cover hedging nasabah Bank dengan underlying
milik nasabah yang bersangkutan, dokumen
pendukung berupa bukti kegiatan ekspor atau impor
perdagangan internasional sebagaimana diatur pada
huruf a sampai dengan huruf c;
2) untuk cover hedging Bank lain di dalam negeri kepada
Pihak Asing berupa bank di luar negeri, dokumen
pendukung berupa surat pernyataan dari Bank yang
bersangkutan bahwa underlying untuk transaksi cover
hedging tersebut telah memenuhi persyaratan yang
diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (9) PBI.
e. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan
oleh Pihak Asing, disertai dengan dokumen pendukung
berupa surat pernyataan yang bersifat authenticated yang
dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya
paling kurang mencakup:
1) nama dan identitas Pihak Asing;
2) nama Bank;
3) nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak
Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu
underlying; dan
4) pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging
atas underlying tidak digunakan sebagai underlying
bagi Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank
yang sama maupun dengan Bank lain.
Surat Pernyataan dimaksud berlaku untuk 1 (satu) tahun
kalender.
f. Dokumen pendukung atas hedging untuk kegiatan ekspor
atau impor perdagangan internasional sebagaimana
dimaksud dalam huruf b sampai dengan huruf e
disampaikan …
18
disampaikan oleh eksportir atau importir pada tanggal
transaksi hedging. Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan
tidak dapat dilampirkan pada tanggal transaksi hedging
maka dokumen dapat disampaikan paling lambat 5 (lima)
hari kerja setelah tanggal transaksi hedging.
4. Ketentuan angka 10 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
10. Dokumen pendukung atas hedging untuk kegiatan perdagangan
dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (8)
huruf d PBI diatur sebagai berikut:
a. Dokumen bersifat final.
b. Dokumen yang memuat informasi paling kurang mengenai
nilai perdagangan dalam negeri, identitas buyer atau seller,
dan term of payment.
c. Dokumen pendukung antara lain berupa wesel, invoice, B/L
antar pulau, dokumen Surat Kredit Berdokumen Dalam
Negeri (SKBDN), dan/atau surat kesanggupan membayar
yang dibuat oleh buyer.
d. Dalam hal hedging yang dilakukan oleh Bank dengan Pihak
Asing dalam rangka cover hedging Bank diatur sebagai
berikut:
1) untuk cover hedging nasabah Bank dengan underlying
milik nasabah yang bersangkutan, dokumen
pendukung berupa bukti kegiatan perdagangan dalam
negeri sebagaimana diatur pada huruf a sampai
dengan huruf c;
2) untuk cover hedging Bank lain di dalam negeri kepada
Pihak Asing berupa bank di luar negeri, dokumen
pendukung berupa surat pernyataan dari Bank yang
bersangkutan bahwa underlying untuk transaksi cover
hedging tersebut telah memenuhi persyaratan yang
diatur dalam ketentuan Pasal 12 ayat (9) PBI .
e. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan
oleh Pihak Asing, disertai dengan dokumen pendukung
berupa surat pernyataan yang bersifat authenticated yang
dibuat …
19
dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya
paling kurang mencakup:
1) nama dan identitas Pihak Asing;
2) nama Bank;
3) nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak
Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu
underlying; dan
4) pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging
atas underlying tidak digunakan sebagai underlying
bagi Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank
yang sama maupun dengan Bank lain.
Surat Pernyataan dimaksud berlaku untuk 1 (satu) tahun
kalender.
f. Dokumen pendukung atas hedging untuk kegiatan
perdagangan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam
huruf b sampai dengan huruf e disampaikan oleh Pihak
Asing pada tanggal transaksi hedging. Dalam hal dokumen
yang dipersyaratkan tidak dapat dilampirkan pada tanggal
transaksi hedging maka dokumen dapat disampaikan
paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi
hedging.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8 April
2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
LAMPIRAN 5
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/5/DPM TANGGAL 8 APRIL 2014
PERIHAL PERUBAHAN KETIGA ATAS SURAT
EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 7/23/DPD
TANGGAL 8 JULI 2005 PERIHAL PEMBATASAN
TRANSAKSI RUPIAH DAN PEMBERIAN KREDIT
VALUTA ASING OLEH BANK
Contoh Mekanisme Transaksi Hedging dan Penyesuaian Transaksi
Hedging atas Future Income yang Belum Dipastikan Jumlah dan
Waktu Penerimaannya
A. Dividen Realisasi Lebih Besar dari Dividen Estimasi
1.a Tanggal Valuta Hedging Sama Dengan Tanggal Pembayaran
Dividen
Gambar 1a. Tanggal Valuta Hedging Sama Dengan Tanggal
Pembayaran Dividen
Estimasi Penerimaan
Dividen
Tanggal Transaksi Hedging
Tanggal Valuta Hedging
Nilai Nominal Hedging
Tanggal Keputusan RUPS
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 April 2014
: 2 September 2014
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 Juni 2014
Tanggal Pembayaran Dividen : 2 September 2014
Realisasi Penerimaan
Dividen
Keterangan
: Rp45.000.000.000,00 (empat
puluh lima miliar rupiah)
: Terdapat penghasilan berupa
dividen yang diterima oleh
Pihak Asing yang belum
dilakukan hedging sebesar
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah). Setelah tanggal
keputusan …
2
keputusan RUPS Bank dapat
menerima Pihak Asing untuk
membuka kontrak hedging
baru dengan nilai nominal
paling banyak sebesar
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah). Jatuh waktu
kontrak hedging harus sesuai
dengan tanggal pembayaran
dividen, yaitu 2 September
2014.
2.a Tanggal Valuta Hedging Lebih Awal dari Tanggal Pembayaran
Dividen
Gambar 2a. Tanggal Valuta Hedging Lebih Awal dari Tanggal
Pembayaran Dividen
Estimasi Penerimaan
Dividen
Tanggal Transaksi Hedging
Tanggal Valuta Hedging
Nilai Nominal Hedging
Tanggal Keputusan RUPS
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 April 2014
: 1 Agustus 2014
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 Juni 2014
Tanggal Pembayaran Dividen : 2 September 2014
Realisasi Penerimaan
Dividen
Keterangan
: Rp45.000.000.000,00 (empat
puluh lima miliar rupiah)
: Terdapat penghasilan berupa
dividen yang diterima oleh
Pihak …
3
Pihak Asing yang belum
dilakukan hedging sebesar
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah). Setelah tanggal
keputusan RUPS Bank wajib
melakukan
penyesuaian
transaksi hedging Pihak Asing
melalui
transaksi
swap
(forward beli valas terhadap
rupiah Bank dengan Pihak
Asing pada first leg dan
forward jual valas terhadap
rupiah Bank dengan Pihak
Asing pada second leg sebesar
Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
untuk memperpanjang
transaksi hedging sampai
dengan tanggal pembayaran
dividen). Selain itu Bank dapat
menerima Pihak Asing untuk
membuka kontrak hedging
baru melalui transaksi forward
jual valas terhadap rupiah
Bank dengan Pihak Asing
paling banyak sebesar
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) apabila Pihak
Asing
berniat untuk
melakukan full hedge atas
dividen yang diterimanya.
Jatuh waktu kontrak hedging
harus sesuai dengan tanggal
pembayaran dividen, yaitu 2
September 2014.
3.a Tanggal …
4
3.a Tanggal Valuta Hedging Lebih Lama dari Tanggal Pembayaran
Dividen
Gambar 3a. Tanggal Valuta Hedging Lebih Lama dari Tanggal
Pembayaran Dividen
Estimasi Penerimaan
Dividen
Tanggal Transaksi Hedging
Tanggal Valuta Hedging
Nilai Nominal Hedging
Tanggal Keputusan RUPS
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 April 2014
: 1 Oktober 2014
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 Juni 2014
Tanggal Pembayaran Dividen : 2 September 2014
Realisasi Penerimaan
Dividen
Keterangan
: Rp45.000.000.000,00 (empat
puluh lima miliar rupiah)
: Terdapat penghasilan berupa
dividen yang diterima oleh
Pihak Asing yang belum
dilakukan hedging sebesar
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah). Setelah tanggal
keputusan RUPS Bank wajib
melakukan
penyesuaian
transaksi hedging Pihak Asing.
Penyesuaian jumlah dan
jangka waktu transaksi
hedging
dapat dilakukan
melalui transaksi forward beli
valas terhadap rupiah antara
Bank dengan Pihak Asing atau
early …
5
early termination sebesar
Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah).
Selanjutnya Bank menerima
Pihak Asing untuk membuka
kontrak hedging baru melalui
transaksi forward jual valas
terhadap rupiah Bank dengan
Pihak Asing atas dividen yang
diterima Pihak Asing minimal
Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
sesuai dengan jumlah
transaksi hedging sebelumnya,
dan paling banyak sebesar
Rp45.000.000.000,00 (empat
puluh lima miliar rupiah)
sesuai dengan jumlah dividen
yang diterima oleh Pihak Asing.
Jatuh waktu kontrak hedging
harus sesuai dengan tanggal
pembayaran dividen, yaitu 2
September 2014.
B. Dividen Realisasi Lebih Kecil dari Dividen Estimasi
1.b Tanggal Valuta Hedging Sama Dengan Tanggal Pembayaran
Dividen
Gambar 1b. Tanggal Valuta Hedging Sama dengan Tanggal
Pembayaran Dividen
Estimasi …
6
Estimasi Penerimaan
Dividen
Tanggal Transaksi Hedging
Tanggal Valuta Hedging
Nilai Nominal Hedging
Tanggal Keputusan RUPS
: Rp35.000.000.000,00
puluh lima miliar rupiah)
: 2 April 2014
: 2 September 2014
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 Juni 2014
Tanggal Pembayaran Dividen : 2 September 2014
Realisasi Penerimaan
Dividen
Keterangan
: Terdapat
: Rp25.000.000.000,00 (dua
puluh lima miliar rupiah)
overhedge
(tiga
atas
penghasilan berupa dividen
yang diterima oleh Pihak Asing
sebesar Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah). Oleh
karena itu, setelah tanggal
keputusan RUPS Bank wajib
melakukan
penyesuaian
transaksi hedging Pihak Asing.
Penyesuaian transaksi hedging
dilakukan melalui transaksi
forward beli valas terhadap
rupiah Bank dengan Pihak
Asing
sebesar
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah). Jatuh waktu
kontrak hedging harus sesuai
dengan tanggal pembayaran
dividen, yaitu 2 September
2014.
2.b Tanggal …
7
2.b Tanggal Valuta Hedging Lebih Awal dari Tanggal Pembayaran
Dividen
Gambar 2b. Tanggal Valuta Hedging Lebih Awal dari Tanggal
Pembayaran Dividen
Estimasi Penerimaan
Dividen
Tanggal Transaksi Hedging
Tanggal Valuta Hedging
Nilai Nominal Hedging
Tanggal Keputusan RUPS
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 April 2014
: 1 Agustus 2014
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 Juni 2014
Tanggal Pembayaran Dividen : 2 September 2014
Realisasi Penerimaan
Dividen
Keterangan
: Terdapat
: Rp25.000.000.000,00 (dua
puluh lima miliar rupiah)
overhedge
atas
penghasilan berupa dividen
yang diterima oleh Pihak Asing
sebesar Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah). Oleh
karena itu, setelah tanggal
keputusan RUPS Bank wajib
melakukan
penyesuaian
transaksi hedging Pihak Asing.
Penyesuaian transaksi hedging
dapat dilakukan melalui
transaksi forward beli valas
terhadap rupiah Bank dengan
Pihak Asing atau early
termination …
8
termination
untuk
menyesuaikan
transaksi
hedging sebelumnya yang
dilakukan melalui transaksi
forward jual valas terhadap
rupiah Bank dengan Pihak
Asing
sebesar
Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah.
Selanjutnya Bank wajib
melakukan
penyesuaian
transaksi hedging Pihak Asing
melalui transaksi forward jual
valas terhadap rupiah Bank
dengan Pihak Asing sebesar
Rp25.000.000.000,00 (dua
puluh lima miliar rupiah).
Jatuh waktu kontrak hedging
harus sesuai dengan tanggal
pembayaran dividen, yaitu 2
September 2014.
3.b Tanggal Valuta Hedging Lebih Lama dari Tanggal Pembayaran
Dividen
Gambar 3b. Tanggal Valuta Hedging Lebih Lama dari Tanggal
Pembayaran Dividen
Estimasi Penerimaan
Dividen
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
Tanggal …
9
Tanggal Transaksi Hedging
Tanggal Valuta Hedging
Nilai Nominal Hedging
Tanggal Keputusan RUPS
: 2 April 2014
: 1 Oktober 2014
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 Juni 2014
Tanggal Pembayaran Dividen : 2 September 2014
Realisasi Penerimaan
Dividen
Keterangan
: Terdapat
: Rp25.000.000.000,00 (dua
puluh lima miliar rupiah)
overhedge
atas
penghasilan berupa dividen
yang diterima oleh Pihak Asing
sebesar Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) dan
tenor hedging yang lebih lama
dibandingkan dengan waktu
penerimaan dividen. Setelah
tanggal keputusan RUPS, Bank
wajib melakukan penyesuaian
transaksi hedging Pihak Asing.
Penyesuaian transaksi hedging
dapat dilakukan melalui
transaksi forward beli valas
terhadap rupiah Bank dengan
Pihak Asing atau melalui early
termination
untuk
menyesuaikan
transaksi
forward jual valas terhadap
rupiah Bank dengan Pihak
Asing yang telah dilakukan
sebelumnya dengan nilai
sebesar Rp35.000.000.000,00
(tiga puluh lima miliar rupiah).
Selanjutnya Bank wajib
melakukan
penyesuaian
transaksi hedging Pihak Asing
melalui …
10
melalui transaksi forward jual
valas terhadap rupiah Bank
dengan Pihak Asing sebesar
Rp25.000.000.000,00 (dua
puluh lima miliar rupiah).
Jatuh waktu kontrak hedging
harus sesuai dengan tanggal
pembayaran dividen, yaitu 2
September 2014.
C. RUPS Mengumumkan Tidak Ada Pembagian Dividen
1.c Tanggal Valuta Hedging Sama Dengan Tanggal Pembayaran
Dividen
Gambar 1c. Tanggal Valuta Hedging Sama Dengan Tanggal
Pembayaran Dividen
Estimasi Penerimaan
Dividen
Tanggal Transaksi Hedging
Tanggal Valuta Hedging
Nilai Nominal Hedging
Tanggal Keputusan RUPS
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 April 2014
: 2 September 2014
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 Juni 2014
Tanggal Pembayaran Dividen : -
Realisasi Penerimaan
Dividen
: -
Keterangan
: Setelah tanggal keputusan
RUPS, Bank wajib melakukan
penyesuaian transaksi hedging
Pihak Asing antara lain dengan
cara early termination atau
transaksi …
11
transaksi forward beli valas
terhadap rupiah Bank dengan
Pihak
Asing
menyesuaikan
untuk
transaksi
hedging yang telah dilakukan
sebelumnya melalui transaksi
forward jual valas terhadap
rupiah Bank dengan Pihak
Asing
sebesar
Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah).
2.c Tanggal Valuta Hedging Lebih Awal dari Tanggal Pembayaran
Dividen
Gambar 2c. Tanggal Valuta Hedging Lebih Awal dari Tanggal
Pembayaran Dividen
Estimasi Penerimaan
Dividen
Tanggal Transaksi Hedging
Tanggal Valuta Hedging
Nilai Nominal Hedging
Tanggal Keputusan RUPS
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 April 2014
: 1 Agustus 2014
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 Juni 2014
Tanggal Pembayaran Dividen : -
Realisasi Penerimaan
Dividen
: -
Keterangan
: Setelah tanggal keputusan
RUPS, Bank wajib melakukan
penyesuaian transaksi hedging
Pihak …
12
Pihak Asing antara lain dengan
cara early termination atau
transaksi forward beli valas
terhadap rupiah Bank dengan
Pihak
Asing
menyesuaikan
untuk
transaksi
hedging yang telah dilakukan
sebelumnya melalui transaksi
forward jual valas terhadap
rupiah Bank dengan Pihak
Asing
sebesar
Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah).
3.c Tanggal Valuta Hedging Lebih Lama dari Tanggal Pembayaran
Dividen
Gambar 3c. Tanggal Valuta Hedging Lebih Lama dari Tanggal
Pembayaran Dividen
Estimasi Penerimaan Dividen : Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
Tanggal Transaksi Hedging
Tanggal Valuta Hedging
Nilai Nominal Hedging
Tanggal Keputusan RUPS
: 2 April 2014
: 1 Oktober 2014
: Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah)
: 2 Juni 2014
Tanggal Pembayaran Dividen : -
Realisasi Penerimaan Dividen : -
Keterangan
: Setelah tanggal keputusan
RUPS, Bank wajib melakukan
penyesuaian …
13
penyesuaian
transaksi
hedging Pihak Asing antara
lain dengan cara early
termination atau transaksi
forward beli valas terhadap
rupiah Bank dengan Pihak
Asing untuk menyesuaikan
transaksi hedging yang telah
dilakukan
sebelumnya
melalui transaksi forward jual
valas terhadap rupiah Bank
dengan Pihak Asing sebesar
Rp35.000.000.000,00 (tiga
puluh lima miliar rupiah).
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/5/DPM|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. </reg_title>
<set_date> 8 April 2014 </set_date>
<effective_date> 8 April 2014 </effective_date>
<changed_reg> '7/23/DPD|SE-BI/2005' </changed_reg>
<related_reg> '7/14/PBI/2005', '7/23/DPD|SE-BI/2005', '16/9/PBI/2014' </related_reg>
|
No. 15/46/DPSP
Jakarta, 20 November 2013
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA
DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Perihal : Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana
dan Penatausahaan Surat Utang Negara
Sehubungan dengan penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/13/PBI/2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/9/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5457) dan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/2/PBI/2008 tentang Bank
Indonesia-Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4809) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/12/PBI/2010 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5146), serta Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 36/PMK.06/2006 tentang Penjualan Obligasi Negara Ritel di Pasar
Perdana sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 86/PMK.08/2011, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
170/PMK.08/2008 tentang Transaksi Surat Utang Negara Secara
Langsung sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 77/PMK.08/2012, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
08/PMK.08/2009 tentang Penjualan Surat Utang Negara dengan Cara
Private Placement di Pasar Perdana Dalam Negeri, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 43/PMK.08/2013 tentang Lelang Surat Utang Negara
Dalam Mata Uang Rupiah Dan Valuta Asing Di Pasar Perdana Domestik,
Dalam ...
Dalam Mata Uang Rupiah Dan Valuta Asing Di Pasar Perdana Domestik,
dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.08/2013 tentang
Dealer Utama, perlu untuk mengatur kembali petunjuk pelaksanaan
mengenai tata cara lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan
penatausahaan Surat Utang Negara dalam Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata
uang Rupiah maupun dalam valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
2. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN
adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas)
bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto.
3. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran
bunga secara diskonto.
4. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disingkat ORI adalah
Obligasi Negara yang dijual kepada individu atau orang
perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual.
5. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 yang melakukan kegiatan secara konvensional.
6. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
7. Dealer Utama adalah Bank dan/atau perusahaan efek yang
ditunjuk oleh Menteri sebagai Dealer Utama sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
mengenai Dealer Utama.
8. Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disingkat LPS
adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
9. Peserta ...
9. Peserta Transaksi adalah pihak yang berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan dapat melakukan transaksi SUN dengan
Pemerintah secara langsung.
10. Peserta BI-SSSS adalah pengguna BI-SSSS yang memenuhi
persyaratan dan/atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk
melakukan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia
dan/atau Penatausahaan Surat Berharga.
11. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SUN
untuk pertama kali.
12. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah
dijual di Pasar Perdana.
13. Lelang SUN adalah penjualan SUN di Pasar Perdana domestik
oleh Pemerintah yang dilakukan dengan mekanisme lelang.
14. Lelang SUN Tambahan (Greenshoe Option) yang selanjutnya
disebut Lelang SUN Tambahan adalah penjualan SUN di Pasar
Perdana dalam mata uang Rupiah dengan cara lelang yang
dilaksanakan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
pelaksanaan Lelang SUN.
15. Imbal Hasil (Yield) adalah keuntungan yang diharapkan oleh
investor dalam persentase per tahun.
16. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) adalah
pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume
dan tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) yang diinginkan
penawar.
17. Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding)
adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan
volume tanpa tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) yang
diinginkan penawar.
18. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disingkat Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem
transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam
mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara
seketika per transaksi secara individual.
19. Bank ...
19. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung
langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-SSSS dan
Sistem BI-RTGS.
20. Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit)
adalah pemberian wewenang dari Bank atau Sub-Registry
kepada Peserta Transaksi Lelang SUN untuk dapat melakukan
penawaran per hari untuk dan atas nama Bank atau nasabah
Sub-Registry, paling tinggi sebesar jumlah limit bidding yang
diberikan.
21. Penatausahaan SUN adalah kegiatan yang mencakup
pencatatan kepemilikan, kliring, dan setelmen serta pembayaran
bunga/kupon atau pelunasan pokok SUN.
22. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
penatausahaan surat berharga untuk kepentingan Peserta BI-
SSSS yang memiliki rekening surat berharga.
23. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan
kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui
oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat
berharga, termasuk SUN untuk kepentingan nasabah.
24. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disingkat
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
25. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah
setelmen transaksi SUN dengan cara setelmen surat berharga
melalui BI-SSSS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia yang dilakukan bersamaan dengan setelmen dana di
Bank Indonesia.
26. Free of Payment yang selanjutnya disingkat FoP adalah setelmen
transaksi SUN dengan cara setelmen surat berharga yang
dilakukan melalui BI-SSSS atau sarana lain yang ditetapkan
oleh ...
oleh Bank Indonesia, sedangkan setelmen dana dilakukan tidak
secara bersamaan dengan setelmen surat berharga atau tanpa
setelmen dana.
27. Lelang Pembelian Kembali SUN yang selanjutnya disebut Lelang
Buyback adalah pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder oleh
Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau
dengan cara penukaran (debt switching) dalam suatu masa
penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya.
28. Fasilitas Peminjaman SUN adalah fasilitas yang diberikan oleh
Menteri kepada Dealer Utama untuk melakukan peminjaman
SUN sesuai tata cara yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang berlaku.
29. Transaksi SUN Secara Langsung adalah penjualan SUN di Pasar
Perdana, atau pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder, yang
dilakukan oleh Pemerintah dengan Dealer Utama, Bank
Indonesia, atau LPS, secara langsung melalui fasilitas dealing
room pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.
30. Private Placement adalah kegiatan penjualan SUN di Pasar
Perdana dalam negeri yang dilakukan oleh Pemerintah dengan
pihak yang disetujui oleh Pemerintah, dengan ketentuan dan
persyaratan SUN sesuai kesepakatan.
31. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang
memiliki Rekening Giro dalam Rupiah dan/atau valuta asing di
Bank Indonesia dan ditunjuk oleh Peserta Transaksi dan Peserta
BI-SSSS untuk melakukan pembayaran dan/atau penerimaan
dana dalam rangka setelmen transaksi SUN.
32. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik Peserta BI-SSSS
tertentu di Bank Indonesia untuk mencatat kepemilikan surat
berharga dan/atau instrumen untuk pengelolaan moneter.
33. Rekening Giro adalah rekening pihak eksternal tertentu dalam
mata uang Rupiah dan valuta asing yang ditatausahakan di
Bank Indonesia dan digunakan untuk penyelesaian akhir
transaksi SUN.
II. Tata ...
II. Tata Cara Lelang
A. Lelang SUN Dalam Rupiah
1. Ketentuan dan Persyaratan
a. Peserta Transaksi pada Lelang SUN dalam Rupiah
adalah Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS.
b. Peserta Transaksi dapat mengajukan penawaran
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS
untuk SPN.
2) Dealer Utama dan/atau LPS untuk Obligasi
Negara.
c. Dealer Utama yang dapat mengikuti Lelang SUN dalam
Rupiah adalah Dealer Utama yang ditunjuk oleh
Menteri untuk mengikuti Lelang SUN dalam Rupiah
dan sedang tidak dikenakan sanksi tidak boleh
mengikuti Lelang SUN dalam Rupiah.
d. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran Lelang
SUN dalam Rupiah atas nama diri sendiri dan/atau
atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai lelang SUN dalam
mata uang Rupiah dan valuta asing di Pasar Perdana
domestik yang berlaku.
e. LPS mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah
hanya untuk dan atas nama diri sendiri.
f.
Lelang SUN dalam Rupiah dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Pengajuan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah
dilakukan dengan mengajukan Penawaran
Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding)
dan/atau Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non-competitive Bidding) dalam suatu periode
waktu penawaran yang telah ditentukan dan
diumumkan sebelumnya.
2) Dalam ...
2) Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran
Lelang SUN dalam Rupiah untuk dan atas nama
diri sendiri, baik secara langsung maupun melalui
Dealer Utama lain maka penawaran hanya dapat
dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian
Kompetitif (Competitive Bidding).
3) Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran
Lelang SUN dalam Rupiah untuk dan atas nama
pihak lain maka pengajuan penawaran dilakukan
dengan persyaratan sebagai berikut:
a) pengajuan penawaran pada lelang SPN
dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian
Kompetitif (Competitive Bidding); dan
b) pengajuan penawaran pada lelang Obligasi
Negara dilakukan dengan cara Penawaran
Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding)
dan/atau
Penawaran
Pembelian
Nonkompetitif (Non-competitive Bidding).
4) Bank Indonesia dapat mengajukan penawaran
Lelang SUN dalam Rupiah berupa SPN dengan
persyaratan sebagai berikut:
a) penawaran dilakukan secara langsung tanpa
melalui Dealer Utama; dan
b) penawaran
hanya untuk Penawaran
Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive
Bidding).
5) LPS dapat mengajukan penawaran Lelang SUN
dalam Rupiah berupa SPN dan Obligasi Negara
dengan persyaratan sebagai berikut:
a) penawaran dilakukan secara langsung tanpa
melalui Dealer Utama; dan
b) penawaran
hanya untuk Penawaran
Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive
Bidding).
6) Lelang ...
6) Lelang SUN dalam Rupiah dilaksanakan pada hari
Selasa pada pukul 10.00 WIB sampai dengan
pukul 12.00 WIB atau pada hari kerja dan waktu
lain yang ditetapkan Menteri c.q. Direktur
Jenderal Pengelolaan Utang. Setiap perubahan
jadwal Lelang SUN dalam Rupiah diumumkan
oleh Bank Indonesia melalui Sistem LHBU
dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan
Bank Indonesia.
7) Sarana yang digunakan untuk pengajuan
penawaran Lelang SUN dalam Rupiah adalah BI-
SSSS.
8) Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang
SUN dalam Rupiah melalui Dealer Utama maka
Bank yang bersangkutan harus memperhatikan
Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker
Bidding Limit) per hari yang diberikan kepada
Dealer Utama.
9) Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening
Surat Berharga yang mengajukan penawaran
Lelang SUN dalam Rupiah harus menunjuk Sub-
Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang
SUN dalam Rupiah.
10) Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan
setelmen hasil Lelang SUN dalam Rupiah, harus
memperhatikan Batas Paling Tinggi Nominal
Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari yang
diberikan
kepentingan nasabah Sub-Registry.
11) Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran
(Broker Bidding Limit) sebagaimana dimaksud
pada angka 8) dan angka 10), harus diatur dalam
suatu perjanjian antara Bank atau Sub-Registry
dengan Dealer Utama.
2. Pelaksanaan ...
kepada Dealer Utama untuk
2. Pelaksanaan Lelang SUN dalam Rupiah
a. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SUN
dalam Rupiah paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum hari pelaksanaan Lelang SUN dalam Rupiah
melalui BI-SSSS, Sistem LHBU, website Bank
Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang
digunakan Bank Indonesia.
b. Pengumuman rencana Lelang SUN dalam Rupiah
paling kurang memuat antara lain:
1)
jenis dan seri SUN;
2) tanggal pelaksanaan lelang;
3)
target indikatif yang ditawarkan;
4) tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo;
5) mata uang;
6) waktu pembukaan dan penutupan penawaran;
7) waktu pengumuman hasil lelang;
8) tanggal setelmen;
9) alokasi untuk Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) dalam hal
dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan
nonkompetitif; dan
10) daftar nama peserta lelang.
c. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN dalam Rupiah,
Peserta Transaksi mengajukan penawaran kuantitas
dan tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield)
atau harga (price) untuk Penawaran Pembelian
Kompetitif (Competitive Bidding) atau penawaran
kuantitas untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non-competitive Bidding).
d. Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN
dalam Rupiah untuk Penawaran Pembelian Kompetitif
(Competitive Bidding), dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) pengajuan penawaran kuantitas dari masing-
masing Peserta Transaksi paling rendah 1.000
(seribu) ...
(seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan 100
(seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah);
2) penawaran diskonto atau tingkat Imbal Hasil
(Yield) diajukan dengan kelipatan 1/100 (satu per
seratus) atau 0,01 (nol koma nol satu); dan
3) penawaran harga (price) diajukan dengan
kelipatan 0,05% (nol koma nol lima persen).
e. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran
Lelang SUN dalam Rupiah untuk Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non-competitive Bidding), pengajuan
penawaran kuantitas dilakukan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada butir d.1).
f.
Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran
data penawaran pembelian Lelang SUN dalam Rupiah.
g. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran
Lelang SUN dalam Rupiah tidak dapat membatalkan
penawarannya.
3. Penentuan Pemenang Lelang SUN dalam Rupiah
Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
menetapkan hasil Lelang SUN dalam Rupiah yang
mencakup antara lain:
a. pemenang Lelang SUN dalam Rupiah;
b. nilai nominal; dan
c.
tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau
harga (price).
4. Pengumuman Hasil Lelang SUN dalam Rupiah
a. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SUN
dalam Rupiah yang telah ditetapkan oleh Menteri c.q.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang melalui BI-SSSS,
Sistem LHBU, website Bank Indonesia, dan/atau
sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank
Indonesia pada akhir hari pelaksanaan Lelang SUN
dalam Rupiah.
b. Bank ...
b. Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil
Lelang SUN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud
pada huruf a dengan ketentuan sebagai berikut:
1) kepada seluruh Peserta Transaksi paling kurang
memuat:
a) jenis dan seri SUN;
b) mata uang;
c) kuantitas lelang secara keseluruhan;
d) tingkat bunga;
e)
f)
rata-rata tertimbang tingkat diskonto, tingkat
Imbal Hasil (Yield), atau harga (price); dan
tanggal jatuh tempo.
2) kepada masing-masing pemenang Lelang SUN
dalam Rupiah melalui BI-SSSS paling kurang
memuat:
a) nama pemenang;
b) nilai nominal; dan
c)
tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield),
atau harga (price).
B. Lelang SUN Tambahan
1. Ketentuan dan Persyaratan
a. Peserta Transaksi pada Lelang SUN Tambahan adalah
Peserta Transaksi Lelang SUN dalam Rupiah yang telah
menyampaikan Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non-competitive Bidding) Lelang SUN dalam Rupiah
pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan
Lelang SUN Tambahan.
b. Peserta Transaksi dapat mengajukan penawaran
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS
yang menyampaikan Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) untuk
SPN.
2) Dealer ...
2) Dealer Utama dan/atau LPS yang menyampaikan
Penawaran Pembelian Nonkompetitif
competitive Bidding) untuk Obligasi Negara.
(Non-
c. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran Lelang
SUN Tambahan atas nama diri sendiri dan/atau atas
nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri Keuangan
yang mengatur mengenai lelang SUN dalam mata uang
Rupiah dan valuta asing di pasar perdana domestik
yang berlaku.
d. LPS mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan
hanya untuk dan atas nama diri sendiri.
e. Lelang SUN Tambahan dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Bank Indonesia mengadakan Lelang SUN
Tambahan berdasarkan rencana Lelang SUN
Tambahan yang ditetapkan oleh Menteri c.q.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
2) Lelang SUN Tambahan dilaksanakan pada hari
kerja pada pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul
12.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan
Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
3) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang menetapkan waktu lain
sebagaimana dimaksud pada angka 2), Bank
Indonesia mengumumkan perubahan tersebut
melalui
Sistem LHBU dan/atau sarana
komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia.
4) Sarana yang digunakan untuk pengajuan
penawaran Lelang SUN Tambahan adalah
BI-SSSS.
5) Bank Indonesia dapat mengajukan penawaran
Lelang SUN Tambahan berupa SPN dengan
persyaratan sebagai berikut:
a) penawaran dilakukan secara langsung tanpa
melalui Dealer Utama; dan
b) penawaran ...
b) penawaran
hanya untuk Penawaran
Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive
Bidding).
6) LPS dapat mengajukan penawaran Lelang SUN
Tambahan berupa SPN dan Obligasi Negara
dengan persyaratan sebagai berikut:
a) penawaran dilakukan secara langsung tanpa
melalui Dealer Utama; dan
b) penawaran
hanya untuk Penawaran
Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive
Bidding).
7) Pengajuan penawaran pada Lelang SUN
Tambahan dibatasi paling banyak sebesar
Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non-
competitive Bidding) yang tidak dimenangkan pada
Lelang SUN dalam Rupiah.
8) Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang
SUN Tambahan melalui Dealer Utama maka Bank
yang bersangkutan harus memperhatikan Batas
Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding
Limit) per hari yang diberikan kepada Dealer
Utama.
9) Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening
Surat Berharga, yang mengajukan penawaran
Lelang SUN Tambahan harus menunjuk Sub-
Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang
SUN Tambahan.
10) Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan
setelmen hasil Lelang SUN Tambahan, harus
memperhatikan Batas Paling Tinggi Nominal
Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari yang
diberikan kepada Dealer Utama untuk
kepentingan nasabah Sub-Registry.
11) Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran
(Broker Bidding Limit) sebagaimana dimaksud
pada ...
pada angka 8) dan angka 10), harus diatur dalam
suatu perjanjian antara Bank atau Sub-Registry
dengan Dealer Utama.
2. Pelaksanaan Lelang SUN Tambahan
a. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SUN
Tambahan pada saat penetapan hasil Lelang SUN
dalam Rupiah oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang kepada Bank Indonesia, LPS, dan
peserta Lelang SUN Tambahan melalui BI-SSSS,
Sistem LHBU, website Bank Indonesia, dan/atau
sarana komunikasi lain yang digunakan Bank
Indonesia.
b. Pengumuman rencana Lelang SUN Tambahan paling
kurang memuat antara lain:
1) jenis dan seri SUN;
2) daftar nama peserta Lelang SUN Tambahan;
3) tanggal dan waktu pelaksanaan Lelang SUN
Tambahan; dan
4) Harga/Imbal Hasil (Yield) rata-rata tertimbang
Lelang SUN dalam Rupiah.
c. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN Tambahan, peserta
Lelang SUN Tambahan mengajukan penawaran
kuantitas.
d. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran
Lelang SUN Tambahan, pengajuan penawaran
kuantitas dilakukan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada butir A.2.d.1).
e. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran
data penawaran pembelian Lelang SUN Tambahan.
f.
Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran
Lelang SUN Tambahan tidak dapat membatalkan
penawarannya.
3. Penentuan Pemenang Lelang SUN Tambahan
Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
menetapkan hasil Lelang SUN Tambahan yang mencakup
antara ...
antara lain pemenang Lelang SUN Tambahan dan nilai
nominal.
4. Pengumuman Hasil Lelang SUN Tambahan
a. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SUN
Tambahan yang telah ditetapkan oleh Menteri c.q.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang melalui BI-SSSS,
Sistem LHBU, website Bank Indonesia, dan/atau
sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank
Indonesia pada akhir hari pelaksanaan Lelang
SUN Tambahan.
b. Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil
Lelang SUN Tambahan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dengan ketentuan sebagai berikut:
1) kepada seluruh Peserta Transaksi paling kurang
memuat seri SUN dan nilai nominal; dan
2) kepada masing-masing pemenang Lelang SUN
Tambahan melalui BI-SSSS paling kurang
memuat nama pemenang dan nilai nominal yang
dimenangkan.
C. Tata Cara Lelang SUN Dalam Valuta Asing
1. Ketentuan dan Persyaratan
a. Lelang SUN dalam valuta asing hanya dapat diikuti
oleh:
1)
2)
orang perseorangan Warga Negara Indonesia yang
bertempat tinggal di Indonesia;
perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau
kelompok yang terorganisasi baik Indonesia
ataupun asing, yang didirikan atau bertempat
kedudukan di wilayah Republik Indonesia; atau
3)
LPS.
b. Para pihak sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dan
butir a.2), dapat membeli SUN dalam valuta asing
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) memenuhi persyaratan administrasi; dan
2) teregistrasi ...
2)
teregistrasi dalam daftar investor yang ditetapkan
oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia
c.q. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU);
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai lelang SUN dalam
mata uang Rupiah dan valuta asing di pasar perdana
domestik.
c. Para pihak sebagaimana dimaksud pada butir a.1) dan
butir a.2) yang telah memenuhi ketentuan dalam
Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud
pada huruf b, mengikuti Lelang SUN dalam valuta
asing melalui Dealer Utama.
d. Peserta Transaksi Lelang SUN dalam valuta asing
adalah Dealer Utama dan/atau LPS.
e. Peserta Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf
d, dapat mengajukan penawaran untuk SPN dan/atau
Obligasi Negara dalam valuta asing.
f. Dealer Utama yang dapat mengikuti Lelang SUN dalam
valuta asing adalah Dealer Utama yang ditunjuk oleh
Menteri untuk mengikuti Lelang SUN dalam valuta
asing dan sedang tidak dikenakan sanksi tidak boleh
mengikuti Lelang SUN dalam valuta asing.
g. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran Lelang
SUN dalam valuta asing atas nama diri sendiri
dan/atau atas nama pihak lain sesuai Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur mengenai lelang
SUN dalam mata uang Rupiah dan valuta asing di
pasar perdana domestik.
h. LPS mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta
asing hanya untuk dan atas nama diri sendiri.
i.
Lelang SUN dalam valuta asing dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Penawaran Lelang SUN dalam valuta asing
dilakukan dengan mengajukan Penawaran
Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding)
dan/atau ...
dan/atau Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non-competitive Bidding) dalam suatu periode
waktu penawaran yang telah ditentukan dan
diumumkan sebelumnya.
2) Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran
Lelang SUN dalam valuta asing untuk dan atas
nama diri sendiri, baik secara langsung maupun
melalui Dealer Utama lain maka penawaran hanya
dapat dilakukan dengan cara Penawaran
Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding).
3) Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran
Lelang SUN dalam valuta asing untuk dan atas
nama pihak lain maka pengajuan penawaran
dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut:
a) pengajuan penawaran pada lelang SPN dalam
valuta asing dilakukan dengan cara
Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive
Bidding); dan
b) pengajuan penawaran pada lelang Obligasi
Negara dalam valuta asing dilakukan dengan
cara Penawaran Pembelian Kompetitif
(Competitive Bidding) dan/atau Penawaran
Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive
Bidding).
4) LPS dapat mengajukan penawaran Lelang SUN
dalam valuta asing berupa SPN dan Obligasi
Negara dalam valuta asing dengan persyaratan
sebagai berikut:
a) penawaran dilakukan secara langsung tanpa
melalui Dealer Utama; dan
b) penawaran
hanya untuk Penawaran
Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive
Bidding).
5) Lelang ...
5) Lelang SUN dalam valuta asing dilaksanakan pada
hari Senin pada pukul 09.00 WIB sampai dengan
pukul 11.00 WIB atau pada hari kerja dan waktu
lain yang ditetapkan Menteri c.q. Direktur
Jenderal Pengelolaan Utang. Setiap perubahan
jadwal Lelang SUN dalam valuta asing
diumumkan oleh Bank Indonesia melalui
Bloomberg, Sistem LHBU, dan/atau sarana
komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia.
6) Pengajuan penawaran Lelang SUN dalam valuta
asing dilakukan melalui terminal Bloomberg.
7) Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang
SUN dalam valuta asing melalui Dealer Utama
maka Bank yang bersangkutan harus menetapkan
Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker
Bidding Limit) per hari untuk Lelang SUN dalam
valuta asing bagi Dealer Utama.
8) Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening
Surat Berharga, yang mengajukan penawaran
Lelang SUN dalam valuta asing harus menunjuk
Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil
Lelang SUN dalam valuta asing.
9) Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan
setelmen hasil Lelang SUN dalam valuta asing,
harus menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal
Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari untuk
Lelang SUN dalam valuta asing bagi Peserta
Transaksi untuk kepentingan nasabah Sub-
Registry.
10) Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran
(Broker Bidding Limit) per hari untuk Lelang SUN
dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada
angka 7) dan angka 9), harus diatur dalam suatu
perjanjian antara Bank atau Sub-Registry dengan
Dealer Utama.
11) Peserta ...
11) Peserta Transaksi harus menyampaikan
penawaran Lelang SUN dalam valuta asing dengan
informasi yang lengkap dan benar berdasarkan
dokumen instruksi transaksi.
2. Pelaksanaan Lelang SUN dalam Valuta Asing
a. Sebelum pelaksanaan Lelang SUN dalam valuta asing,
Bank Indonesia mengirimkan surat permintaan kepada
Peserta Transaksi untuk menyampaikan paling banyak
2 (dua) nama pegawai yang akan ditunjuk untuk
melakukan transaksi Lelang SUN dalam valuta asing
melalui terminal Bloomberg.
b. Berdasarkan surat Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada huruf a, Peserta Transaksi
menyampaikan nama pegawai yang ditunjuk untuk
melakukan transaksi Lelang SUN dalam valuta asing
melalui surat sebagaimana contoh pada Lampiran I
Surat Edaran Bank Indonesia ini dan penyampaiannya
dapat didahului melalui faksimile.
c. Surat dan faksimile sebagaimana dimaksud pada
huruf b disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
alamat sebagai berikut:
Bank Indonesia
c.q. Departemen Pengelolaan Moneter (DPM)
Grup Operasi Moneter (GOpM)
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 13
Jl. M.H Thamrin No.2
Jakarta 10350
Nomor Faksimile 021-2310347
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat
dan komunikasi akan diberitahukan melalui surat
dan/atau media lainnya.
d. Dalam hal terjadi perubahan atau pergantian pegawai
yang ditunjuk untuk melakukan transaksi Lelang SUN
dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada
huruf ...
huruf b, Peserta Transaksi menyampaikan pengkinian
data melalui surat kepada Bank Indonesia - DPM c.q.
GopM dengan menggunakan contoh pada Lampiran I
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
e. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan
Lelang SUN dalam valuta asing melalui terminal
Bloomberg kepada pegawai yang telah ditunjuk Peserta
Transaksi, Sistem LHBU, website Bank Indonesia,
dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan
Bank Indonesia.
f. Pengumuman rencana Lelang SUN dalam valuta asing
paling kurang memuat antara lain:
1)
jenis dan seri;
2) tanggal pelaksanaan lelang;
3) target indikatif yang ditawarkan;
4) tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo;
5) mata uang;
6) waktu pembukaan dan penutupan penawaran;
7) waktu pengumuman hasil lelang;
8) tanggal setelmen;
9) alokasi untuk Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) dalam hal
dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan
nonkompetitif; dan
10) daftar nama Peserta Transaksi lelang.
g. Dalam hal dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan
lelang nonkompetitif, lelang dimaksud dilakukan pada
2 (dua) nama lelang yang berbeda (lelang kompetitif
dan lelang nonkompetitif).
h. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN dalam valuta asing,
Peserta Transaksi mengajukan penawaran sebagai
berikut:
1) Penawaran ...
1) Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive
Bidding) memuat informasi sebagai berikut:
a) penawaran kuantitas;
b) tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil
(Yield) atau harga (price); dan
c) kode investor sebagaimana kode investor
yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan
Republik Indonesia c.q. Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang, terdiri atas 7 (tujuh)
angka dengan format penulisan sebagai
berikut: xxx-yyyy.
Contoh penulisan kode investor: 123-0000
123 : 3 (tiga) angka pertama merupakan
informasi kode Peserta BI-SSSS; dan
0000 : 4 (empat) angka terakhir memuat
informasi nomor investor non Bank
atau diisi dengan “0000” dalam hal
investor adalah Bank.
2) Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-
competitive Bidding), memuat informasi sebagai
berikut:
a) penawaran kuantitas; dan
b) kode investor sebagaimana dimaksud pada
butir 1)c).
i.
Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN
dalam valuta asing untuk Penawaran Pembelian
Kompetitif (Competitive Bidding), dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) pengajuan penawaran kuantitas dari masing-
masing Peserta Transaksi paling rendah 100
(seratus) unit atau USD100,000.00 (seratus ribu
Dolar Amerika) dan selebihnya dengan kelipatan
USD10,000.00 (sepuluh ribu Dolar Amerika);
2) penawaran diskonto atau tingkat Imbal Hasil
(Yield) diajukan dengan kelipatan 1/100 (satu per
seratus ...
seratus) atau 0,01 (nol koma nol satu); dan
3) penawaran harga (price) diajukan dengan
kelipatan 0,05% (nol koma nol lima persen).
j. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran
Lelang SUN dalam valuta asing untuk Penawaran
Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding),
pengajuan penawaran kuantitas dilakukan dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir i.1).
k. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran
data penawaran pembelian Lelang SUN dalam valuta
asing.
l.
Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran
Lelang SUN dalam valuta asing tidak dapat
membatalkan penawarannya.
3. Penentuan Pemenang Lelang SUN dalam Valuta Asing
Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
menetapkan hasil Lelang SUN dalam valuta asing yang
mencakup antara lain:
a. pemenang Lelang SUN dalam valuta asing;
b. nilai nominal; dan
c.
tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau
harga (price).
4. Pengumuman Hasil Lelang
Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil Lelang
SUN dalam valuta asing yang telah ditetapkan oleh Menteri
c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Kepada seluruh Peserta Transaksi
1) Pengumuman hasil Lelang SUN dalam valuta
asing melalui Sistem LHBU, website Bank
Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang
digunakan oleh Bank Indonesia kepada seluruh
Peserta Transaksi pada akhir hari pelaksanaan
Lelang SUN dalam valuta asing.
2) Pengumuman ...
2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka
1) paling kurang memuat:
a) jenis dan seri SUN;
b) mata uang;
c) kuantitas lelang secara keseluruhan;
d) tingkat bunga;
e)
f)
rata-rata tertimbang tingkat diskonto, tingkat
Imbal Hasil (Yield) atau harga (price); dan
tanggal jatuh tempo.
b. Kepada masing-masing pemenang Lelang SUN dalam
valuta asing
1) Pengumuman hasil Lelang SUN dalam valuta
asing melalui terminal Bloomberg kepada masing-
masing pegawai yang ditunjuk oleh Peserta
Transaksi yang dimenangkan pada Lelang SUN
dalam valuta asing.
2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada angka
1) paling kurang memuat:
a) nama pemenang;
b) nilai nominal; dan
c)
tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield)
atau harga (price).
5. Kondisi Gangguan di Peserta Transaksi
a. Dalam hal terjadi gangguan pada terminal dan/atau
jaringan Bloomberg yang dimiliki Peserta Transaksi,
yang menyebabkan Peserta Transaksi tidak dapat
mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing
maka Peserta Transaksi yang bersangkutan dapat
menggunakan fasilitas back-up terminal Bloomberg
yang ada di Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai
berikut:
1)
Peserta Transaksi mengajukan permohonan
penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg
yang disertai dengan informasi data penawaran
Lelang ...
Lelang SUN dalam valuta asing, yang akan
diajukan melalui fasilitas back-up terminal
Bloomberg.
2) Permohonan yang disertai dengan informasi data
penawaran Lelang SUN dalam valuta asing
sebagaimana dimaksud pada angka 1)
disampaikan melalui surat dengan menggunakan
format sebagaimana contoh Lampiran II Surat
Edaran Bank Indonesia ini dan dapat
disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile
paling lambat 30 (tiga puluh) menit sebelum
penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg.
3)
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada
angka 2) ditujukan kepada Bank Indonesia -
Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup
Operasi Moneter dengan alamat sebagaimana
dimaksud pada butir 2.c dengan tembusan
kepada:
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
(DPSP) c.q. Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana
dan Setelmen Surat Berharga (PlS)
Gedung D, Lantai 3
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta-10350
Telepon: 021-29818842
Faksimile: 021-3501868
4)
Fasilitas back-up terminal Bloomberg yang akan
digunakan oleh Peserta Transaksi yang
mengajukan permohonan penggunaan fasilitas
back-up terminal Bloomberg, terletak di:
Ruang Guest Bank
Bank Indonesia - DPSP c.q. Divisi PlS dengan
alamat sebagaimana dimaksud pada angka 3).
5) Penawaran ...
5) Penawaran Lelang SUN dalam valuta asing yang
diajukan oleh Peserta Transaksi melalui fasilitas
back-up terminal Bloomberg harus sesuai dengan
informasi data penawaran Lelang SUN dalam
valuta asing sebagaimana dimaksud pada
angka 1).
6)
Segera setelah penawaran selesai dilakukan,
Peserta Transaksi menyampaikan data penawaran
Lelang SUN dalam valuta asing yang telah
diajukan melalui fasilitas back-up terminal
Bloomberg kepada Bank Indonesia, untuk
dicocokkan dengan informasi data penawaran
Lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud pada angka 1).
7)
Peserta Transaksi yang mengajukan penawaran
Lelang SUN dalam valuta asing melalui fasilitas
back-up terminal Bloomberg tidak dapat
melakukan perubahan data penawaran yang
telah diajukan.
8)
Petugas yang ditunjuk oleh Peserta Transaksi
untuk mengajukan penawaran Lelang SUN dalam
valuta asing melalui fasilitas back-up terminal
Bloomberg bertanggung jawab atas kebenaran
dan kesesuaian data penawaran Lelang SUN
dalam valuta asing yang diajukan.
9) Bank Indonesia dapat menetapkan batas waktu
penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg,
dalam hal jumlah Peserta Transaksi yang
mengajukan permohonan melebihi jumlah
terminal yang tersedia.
b. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas segala
kerugian
yang timbul
sehubungan dengan
pelaksanaan transaksi melalui back-up terminal
Bloomberg sebagaimana dimaksud pada huruf a.
III. TATA ...
III. TATA CARA PENATAUSAHAAN SUN
A. Tata Cara Penatausahaan SUN dalam Rupiah
1. Ketentuan dan Persyaratan Setelmen dan Pencatatan
Transaksi SUN dalam Rupiah dengan Pemerintah
a. Bank Indonesia melaksanakan pencatatan penerbitan
SUN dalam Rupiah sesuai syarat dan ketentuan atau
adendum syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh
Menteri.
b. Pada tanggal setelmen SUN dalam Rupiah, Bank
Indonesia melakukan setelmen:
1)
hasil Lelang SUN dalam Rupiah yang dilakukan
melalui BI-SSSS, berdasarkan surat dari Menteri
c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
mengenai keputusan hasil lelang; dan/atau
2)
hasil transaksi SUN dalam Rupiah yang tidak
dilakukan melalui BI-SSSS, berdasarkan surat
dari Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang mengenai hasil transaksi SUN dalam
Rupiah dengan Pemerintah.
c. Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening Surat
Berharga harus menunjuk Sub-Registry untuk
pelaksanaan setelmen dan pencatatan kepemilikan
SUN dalam Rupiah.
d. Sub-Registry sebagaimana dimaksud pada huruf c
harus menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan
setelmen dana atas transaksi SUN dalam Rupiah.
e. Pada tanggal setelmen, Peserta Transaksi dan Bank
Pembayar yang ditunjuk harus menjamin kecukupan
dana pada Rekening Giro dalam Rupiah Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar untuk
pelaksanaan setelmen dana hasil transaksi SUN dalam
Rupiah dengan Pemerintah.
f. Pada tanggal setelmen, Peserta Transaksi, Sub-
Registry, dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk
harus ...
harus menjamin:
1) kecukupan seri dan nilai nominal SUN dalam
Rupiah pada Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau
Sub-Registry
untuk
pelaksanaan setelmen surat berharga; dan/atau
2) kecukupan dana pada Rekening Giro Rupiah
Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar
untuk pelaksanaan setelmen dana,
hasil transaksi SUN dalam Rupiah dengan Pemerintah
di Pasar Sekunder.
g. Pada hari yang sama dengan pelaksanaan setelmen
SUN dalam Rupiah, Sub-Registry wajib mencatat
kepemilikan SUN dalam Rupiah atas nama nasabah
secara individual pada sistem internal Sub-Registry.
2. Setelmen Transaksi SUN dalam Rupiah dengan Pemerintah
a. Setelmen Hasil Lelang SUN dalam Rupiah
1) Setelmen hasil Lelang SUN dalam Rupiah
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Setelmen Lelang SUN dalam Rupiah
dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja
setelah tanggal pelaksanaan Lelang SUN
dalam Rupiah.
b) Setelmen Lelang SUN Tambahan dalam
Rupiah dilakukan pada tanggal yang sama
dengan pelaksanaan setelmen Lelang SUN
dalam Rupiah sebagaimana dimaksud pada
huruf a).
2) Setelmen hasil pemenang Lelang SUN dalam
Rupiah sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem
BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank
Pembayar, serta mengkredit Rekening Giro
Rupiah ...
Rupiah Pemerintah sebesar nilai setelmen.
b) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry yang
ditunjuk sebesar total nilai nominal SUN
dalam Rupiah yang dimenangkan.
3) Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah
Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak
mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem
BI-RTGS maka setelmen transaksi hasil Lelang
SUN dalam Rupiah yang dilakukan melalui
Peserta Transaksi atau Bank Pembayar tersebut
dinyatakan gagal.
b. Setelmen Hasil Lelang Buyback
1) Setelmen hasil Lelang Buyback dilakukan pada
3 (tiga) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan
lelang mulai pukul 10.00 WIB atau sesuai waktu
yang ditentukan Menteri c.q. Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang.
2) Bank Indonesia melakukan setelmen dengan
prosedur sebagai berikut:
a) Setelmen Lelang Buyback dengan cara tunai
(1) Melakukan pendebetan Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi dan/atau
Sub-Registry yang ditunjuk sampai
dengan batas waktu setelmen surat
berharga di BI-SSSS, sebesar jumlah seri
dan nilai nominal SUN dalam Rupiah
yang dibeli kembali oleh Pemerintah.
(2) Melakukan pengkreditan Rekening Surat
Berharga Pemerintah atau melakukan
pelunasan sebelum jatuh tempo (early
redemption) atas seri SUN dalam Rupiah
yang ...
yang dibeli kembali oleh Pemerintah.
(3) Melakukan pendebetan Rekening Giro
Rupiah Pemerintah dan pengkreditan
Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar sebesar nilai
setelmen.
b) Setelmen Lelang Buyback dengan cara
penukaran (debt switching)
(1) Melakukan pendebetan Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi dan/atau
Sub-Registry yang ditunjuk sampai batas
waktu setelmen surat berharga di BI-
SSSS, sebesar jumlah seri dan nilai
nominal SUN dalam Rupiah yang dibeli
kembali oleh Pemerintah.
(2) Melakukan pengkreditan Rekening Surat
Berharga Pemerintah atau melakukan
pelunasan sebelum jatuh tempo (early
redemption) atas seri SUN dalam Rupiah
yang dibeli kembali oleh Pemerintah.
(3) Melakukan pencatatan penerbitan SUN
dalam Rupiah seri penukar dan
pengkreditan Rekening Surat Berharga
Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry
yang ditunjuk.
(4) Lelang Buyback dapat menyebabkan
terjadi selisih tunai atas beban
Pemerintah atau atas beban Peserta
Transaksi.
(5) Dalam hal terjadi selisih tunai atas
beban Pemerintah, Bank Indonesia
melakukan setelmen dana melalui
Sistem BI-RTGS dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah Pemerintah dan
mengkredit Rekening Giro Rupiah
Peserta ...
Peserta Transaksi dan/atau Bank
Pembayar sebesar selisih tunai.
(6) Dalam hal terjadi selisih tunai atas
beban Peserta Transaksi, Bank
Indonesia melakukan setelmen dana
melalui Sistem BI-RTGS dengan
mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar dan
mengkredit Rekening Giro Rupiah
Pemerintah sebesar selisih tunai.
3) Dalam hal Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk
tidak mencukupi untuk setelmen surat berharga
sebagaimana dimaksud pada butir 2)a)(1) dan
butir 2)b)(1) maka yang bersangkutan harus
menyelesaikan setelmen dimaksud pada jangka
waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal
setelmen awal.
4) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud
pada angka 3) tidak dapat dipenuhi maka
transaksi yang bersangkutan dinyatakan gagal.
c. Setelmen Fasilitas Peminjaman SUN dalam Rupiah
1) Setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SUN
dalam Rupiah kepada Peserta Transaksi
dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah
permohonan disetujui oleh Menteri c.q. Direktur
Jenderal Pengelolaan Utang.
2) Setelmen pengembalian SUN dalam Rupiah yang
dipinjamkan dan yang dijaminkan dalam rangka
pemberian Fasilitas Peminjaman SUN dalam
Rupiah kepada Peserta Transaksi dilakukan pada
tanggal berakhirnya batas waktu peminjaman.
3) Prosedur setelmen Fasilitas Peminjaman SUN
dalam Rupiah dilakukan sebagai berikut:
a) Setelmen ...
a) Setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman
SUN dalam Rupiah pada tanggal setelmen
pemberian Fasilitas Peminjaman SUN dalam
Rupiah dilakukan sebagai berikut:
(1) Peserta Transaksi membayar biaya
peminjaman SUN dalam Rupiah (lending
fee) melalui Sistem BI-RTGS ke Rekening
Giro
Rupiah
Pemerintah Nomor
500.000003980 ”Menteri Keuangan
Penerimaan Penerbitan Surat Berharga
Negara”.
(2) Peserta Transaksi menyampaikan bukti
pembayaran biaya peminjaman SUN
dalam Rupiah sebagaimana dimaksud
pada angka (1) kepada Bank Indonesia
dengan alamat:
Departemen Penyelenggaraan Sistem
Pembayaran
(DPSP)
c.q.
Divisi
Penyelenggaraan Setelmen Dana dan
Setelmen Surat Berharga (PlS)
Gedung D, Lantai 3
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta - 10350
Telepon: 021-29818842
Faksimile: 021-3501868
Dalam hal terjadi perubahan alamat
surat menyurat dan komunikasi akan
diberitahukan melalui surat dan/atau
media lainnya.
(3) Peserta Transaksi atau Sub-Registry
yang ditunjuk dan Bank Indonesia atas
nama Pemerintah melakukan setelmen
pemindahan seri SUN dalam Rupiah
yang dijaminkan melalui BI-SSSS
dengan mekanisme transfer secara FoP
dari ...
dari Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry yang
ditunjuk ke Rekening Surat Berharga
Pemerintah, sebesar nilai nominal seri
SUN dalam Rupiah yang dijaminkan
paling lambat sebelum cut-off warning
BI-SSSS.
(4) Setelah setelmen jaminan sebagaimana
dimaksud pada angka (3) berhasil, Bank
Indonesia melakukan
pencatatan
penerbitan seri SUN dalam Rupiah yang
dipinjam dan mengkredit Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi dan/atau
Sub-Registry yang ditunjuk, sebesar
nilai nominal SUN dalam Rupiah
yang dipinjam.
b) Setelmen Pengembalian Peminjaman SUN
dalam Rupiah
Pada tanggal setelmen pengembalian
peminjaman SUN dalam Rupiah dilakukan
hal-hal sebagai berikut:
(1) Bank Indonesia melakukan setelmen
pelunasan sebelum jatuh tempo (early
redemption) seri SUN dalam Rupiah yang
dipinjam oleh Peserta Transaksi dengan
mendebet Rekening Surat Berharga
Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry
yang ditunjuk, sebesar nilai nominal
SUN dalam Rupiah yang dipinjam paling
lambat pukul 14.00 WIB atau sesuai
waktu yang ditentukan Menteri c.q.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
(2) Dalam hal setelmen pelunasan sebelum
jatuh tempo (early redemption)
sebagaimana dimaksud pada angka (1)
berhasil ...
berhasil, Peserta Transaksi atau Sub-
Registry yang ditunjuk dan Bank
Indonesia atas nama Pemerintah
melakukan setelmen pemindahan seri
SUN dalam Rupiah yang dijaminkan
dengan mekanisme transfer secara FoP
dari Rekening Surat Berharga
Pemerintah ke Rekening Surat Berharga
Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry
yang ditunjuk, sebesar nilai nominal
SUN dalam Rupiah yang dijaminkan,
paling lambat sebelum cut-off warning
BI-SSSS.
(3) Dalam hal setelmen sebagaimana
dimaksud pada angka (1) tidak dapat
dilakukan maka setelmen pengembalian
SUN dalam Rupiah yang dipinjamkan
dinyatakan gagal.
c) Perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN
dalam Rupiah
(1) Dalam hal Menteri c.q. Direktur Jenderal
Pengelolaan
Utang
menyetujui
perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN
dalam Rupiah maka pada tanggal
setelmen Peserta Transaksi membayar
biaya
perpanjangan
Fasilitas
Peminjaman SUN dalam Rupiah sesuai
prosedur sebagaimana dimaksud pada
butir a)(1) dan menyampaikan bukti
pembayaran
sesuai
sebagaimana dimaksud pada butir a)(2).
(2) Pada tanggal jatuh waktu pengembalian
peminjaman SUN dalam Rupiah yang
diperpanjang dilakukan setelmen sesuai
prosedur ...
prosedur
prosedur sebagaimana dimaksud pada
huruf b).
d) Proses Penyelesaian Jaminan
(1) Atas setelmen pengembalian SUN dalam
Rupiah yang dipinjamkan dinyatakan
gagal sebagaimana dimaksud pada butir
b)(3), Menteri c.q. Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang dapat melakukan
penawaran penukaran SUN dalam
Rupiah yang dijaminkan dengan SUN
dalam Rupiah yang dipinjamkan kepada
Peserta Transaksi lainnya.
(2) Berdasarkan transaksi penukaran SUN
dalam Rupiah oleh Menteri c.q. Direktur
Jenderal
Pengelolaan
Utang
sebagaimana dimaksud pada angka (1),
Bank Indonesia atas nama Menteri c.q.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
dan Peserta Transaksi sebagai lawan
transaksi melakukan setelmen melalui
BI-SSSS dengan cara transfer FoP.
(3) Dalam hal terdapat selisih tunai dari
transaksi pertukaran SUN dalam Rupiah
sebagaimana dimaksud pada angka (2),
penyelesaian pembayaran dilakukan
secara bilateral antara Peserta Transaksi
yang membeli jaminan dengan Peserta
Transaksi yang gagal setelmen.
d. Setelmen ORI
1) Setelmen ORI dilakukan pada 2 (dua) hari kerja
setelah penetapan hasil penjatahan ORI di Pasar
Perdana.
2) Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank
Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana.
3) Pada ...
3) Pada tanggal setelmen, Bank Indonesia
melakukan setelmen penerbitan ORI sebagai
berikut:
a) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah Bank Pembayar yang ditunjuk, serta
mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah
sebesar nilai setelmen.
b) Setelmen Surat Berharga
Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan,
setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Sub-
Registry yang ditunjuk oleh investor
individual pembeli ORI sebesar nilai
penjatahan ORI.
4) Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Bank
Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai
dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka
setelmen ORI sebagaimana dimaksud pada butir
3)b) tidak dilakukan.
e. Setelmen Hasil Transaksi SUN Secara Langsung dalam
Rupiah
1) Setelmen hasil Transaksi SUN Secara Langsung
dalam Rupiah dilakukan pada 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal pelaksanaan transaksi.
2) Bank Indonesia melakukan setelmen Transaksi
SUN Secara Langsung dalam Rupiah dengan
prosedur sebagai berikut:
a) Penjualan SUN dalam Rupiah di Pasar
Perdana Secara Langsung
(1) Melakukan pencatatan penerbitan SUN
dalam Rupiah hasil Transaksi SUN
Secara Langsung yang ditetapkan oleh
Menteri ...
Menteri
c.q. Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang.
(2) Melakukan setelmen sebagai berikut:
(a) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui
Sistem BI-RTGS dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah Peserta
Transaksi dan/atau Bank
Pembayar, serta mengkredit
Rekening Giro Rupiah Pemerintah
sebesar nilai setelmen.
(b) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan
dengan mengkredit Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi
dan/atau
Sub-Registry
yang
ditunjuk sebesar nilai nominal SUN
dalam Rupiah.
b) Pembelian Kembali SUN dalam Rupiah di
Pasar Sekunder Secara Langsung
(1) Setelmen Surat Berharga
(a) Mendebet Rekening Surat Berharga
Peserta Transaksi dan/atau Sub-
Registry yang ditunjuk sebesar nilai
nominal seri SUN dalam Rupiah
yang dijual kepada Pemerintah.
(b) Melakukan pelunasan sebelum
jatuh tempo (early redemption) atas
seri SUN dalam Rupiah yang dibeli
kembali oleh Pemerintah.
(2) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem
BI-RTGS dengan mendebet Rekening
Giro Rupiah Pemerintah dan mengkredit
Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi
dan/atau ...
dan/atau Bank Pembayar sebesar nilai
setelmen.
3) Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah
Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak
mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem
BI-RTGS sebagaimana dimaksud pada butir
2)a)(2)(a) atau Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk
tidak mencukupi untuk setelmen surat berharga
sebagaimana dimaksud pada butir 2)b)(1)(a) maka
setelmen Transaksi SUN dalam Rupiah Secara
Langsung dinyatakan gagal.
f. Setelmen Hasil Penjualan SUN dalam Rupiah Dengan
Cara Private Placement
1) Setelmen hasil penjualan SUN dalam Rupiah
dengan cara Private Placement dilakukan paling
singkat 2 (dua) hari kerja dan paling lama 5 (lima)
hari kerja setelah tanggal kesepakatan transaksi.
2) Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank
Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana.
3) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil
penjualan SUN dalam Rupiah dengan cara Pricate
Placement dengan prosedur sebagai berikut:
a) melakukan pencatatan penerbitan SUN
dalam Rupiah hasil penjualan secara Private
Placement yang ditetapkan oleh Menteri c.q.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
b) melakukan setelmen sebagai berikut:
(1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem
BI-RTGS dengan mendebet Rekening
Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau
Bank Pembayar, serta mengkredit
Rekening Giro Rupiah Pemerintah
sebesar nilai setelmen.
(2) Setelmen ...
(2) Setelmen Surat Berharga
Dalam hal setelmen dana berhasil
dilakukan, setelmen surat berharga
dilakukan dengan mengkredit Rekening
Surat Berharga Peserta Transaksi
dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk
sebesar nilai nominal SUN dalam
Rupiah.
c) Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah
Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar
tidak mencukupi sampai dengan cut-off
warning Sistem BI-RTGS maka setelmen
transaksi
Private Placement dimaksud
dinyatakan gagal.
3. Setelmen Transaksi SUN dalam Rupiah antar Peserta BI-
SSSS di Pasar Sekunder
a. Transaksi SUN dalam Rupiah antar Peserta BI-SSSS
yang dilakukan di Pasar Sekunder antara lain berupa
transaksi jual/beli putus (outright), transaksi
penjualan dengan janji untuk membeli kembali
(repurchase agreement
atau repo), transaksi
penjaminan SUN dalam Rupiah (agunan), dan/atau
transaksi peminjaman SUN dalam Rupiah dengan
jaminan surat berharga lainnya (securities lending and
borrowing).
b. Persyaratan dan prosedur setelmen transaksi SUN
dalam Rupiah antar Peserta BI-SSSS di Pasar
Sekunder sebagaimana dimaksud pada huruf a
dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai BI-SSSS.
4. Prosedur Pembayaran Kupon/Bunga dan/atau Pelunasan
Pokok SUN dalam Rupiah
a. Bank Indonesia sebagai agen pembayar melakukan
pembayaran kupon/bunga pada tanggal pembayaran
kupon/bunga dan pelunasan pokok SUN dalam
Rupiah ...
Rupiah pada tanggal jatuh tempo SUN dalam Rupiah.
b. Pembayaran kupon/bunga dan/atau pelunasan pokok
SUN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud pada
huruf a, dihitung berdasarkan posisi pencatatan
kepemilikan SUN dalam Rupiah di Central Registry
pada 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal pembayaran
kupon/bunga dan/atau tanggal jatuh tempo
pelunasan pokok SUN dalam Rupiah.
c. Pembayaran kupon/bunga atau pelunasan pokok SUN
dalam Rupiah sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah
Pemerintah dan mengkredit sebesar nilai kupon/bunga
dan/atau nilai pokok SUN dalam Rupiah pada:
1) Rekening Giro Rupiah Bank untuk kepemilikan
SUN dalam Rupiah atas nama Bank tersebut;
dan/atau
2) Rekening Giro Rupiah Bank Pembayar yang
ditunjuk oleh Sub-Registry untuk kepemilikan
SUN dalam Rupiah atas nama nasabah
Sub-Registry.
d. Sub-Registry
wajib melakukan pembayaran
kupon/bunga dan/atau pelunasan pokok SUN dalam
Rupiah dengan mengkredit rekening nasabah yang
tercatat di Sub-Registry, sebesar nilai kupon/bunga
dan/atau nilai pokok SUN dalam Rupiah.
e. Kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada
huruf d dilakukan oleh Sub-Registry pada tanggal yang
sama dengan Bank Indonesia melakukan pembayaran
kupon/bunga dan/atau pelunasan pokok SUN dalam
Rupiah.
5. Pelaporan
Prosedur pelaporan penatausahaan SUN dalam Rupiah
dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai BI-SSSS dan ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur ...
mengatur mengenai perizinan, pelaporan, dan pengawasan
Sub-Registry.
B. Tata Cara Penatausahaan SUN dalam Valuta Asing
1. Ketentuan dan Persyaratan
a. Bank Indonesia melaksanakan pencatatan penerbitan
SUN dalam valuta asing, sesuai syarat dan ketentuan
atau adendum syarat dan ketentuan yang ditetapkan
oleh Menteri.
b. Pada tanggal setelmen SUN dalam valuta asing, Bank
Indonesia melakukan setelmen:
1)
hasil Lelang SUN dalam valuta asing yang
dilakukan berdasarkan surat dari Menteri c.q.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang mengenai
keputusan hasil lelang; dan/atau
2)
hasil transaksi SUN dalam valuta asing yang
dilakukan di Pasar Sekunder berdasarkan
instruksi setelmen dari Peserta BI-SSSS.
c. Setelmen dana atas transaksi SUN dalam valuta asing
sebagaimana dimaksud pada huruf b, dilakukan
dengan menggunakan Rekening Giro valuta asing
dalam denominasi Dolar Amerika (USD).
d. Peserta BI-SSSS yang tidak memiliki Rekening Giro
valuta asing harus menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar
yang memiliki Rekening Giro valuta asing.
e. Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening Surat
Berharga harus menunjuk Sub-Registry untuk
pelaksanaan setelmen dan pencatatan kepemilikan
SUN dalam valuta asing.
f. Pada tanggal setelmen, Peserta Transaksi dan Bank
Pembayar yang ditunjuk harus menjamin kecukupan
dana dalam denominasi Dolar Amerika (USD) pada
Rekening Giro valuta asing Peserta Transaksi dan/atau
Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana
hasil Lelang SUN dalam valuta asing oleh Pemerintah.
g. Pada ...
g. Pada tanggal setelmen, Peserta BI-SSSS harus
menjamin kecukupan dana atau surat berharga SUN
dalam valuta asing dengan ketentuan sebagai berikut:
1) pembeli menjamin kecukupan dana dalam
denominasi Dolar Amerika (USD) pada Rekening
Giro valuta asing; dan
2) penjual menjamin kecukupan seri dan nilai
nominal SUN dalam valuta asing,
untuk pelaksanaan setelmen atas transaksi SUN dalam
valuta asing antar Peserta BI-SSSS di Pasar Sekunder.
h. Dalam hal pada hari yang sama terdapat setelmen
hasil Lelang SUN dalam valuta asing dan setelmen
transaksi SUN dalam valuta asing di Pasar Sekunder
maka setelmen transaksi hasil Lelang SUN dalam
valuta asing dilakukan terlebih dahulu daripada
setelmen transaksi SUN dalam valuta asing di Pasar
Sekunder.
i. Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SUN dalam
valuta asing atas nama nasabah secara individual pada
sistem internal Sub-Registry pada hari yang sama
dengan pelaksanaan setelmen SUN dalam valuta asing.
2. Pelaksanaan Setelmen
a. Penggunaaan Rekening Giro Valuta Asing untuk
Pelaksanaan Setelmen
Prosedur penggunaan Rekening Giro dalam valuta
asing sebagaimana dimaksud pada butir 1.c.,
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta BI-SSSS yang memiliki Rekening Giro
valuta asing harus menyampaikan surat kuasa
pendebetan Rekening Giro valuta asing kepada
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
contoh 2 dalam Lampiran III Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
2) Surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka
1) diberikan untuk melaksanakan:
a) setelmen ...
a) setelmen dana atas transaksi SUN dalam
valuta asing; dan
b) penyelesaian seluruh kewajiban dan biaya
yang timbul dalam pelaksanaan setelmen
transaksi SUN dalam valuta asing.
3) Peserta BI-SSSS yang tidak memiliki Rekening
Giro valuta asing sebagaimana dimaksud pada
butir 1.d. harus menyampaikan dokumen kepada
Bank Indonesia yang meliputi:
a) surat penunjukan Bank Pembayar
sebagaimana dimaksud pada contoh 1 dalam
Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia
ini; dan
b) surat kuasa pendebetan Rekening Giro valuta
asing dari Bank Pembayar kepada Bank
Indonesia dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud pada contoh 2 dalam
Lampiran III Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
4) Surat Kuasa Bank Pembayar sebagaimana
dimaksud pada butir 3)b), diberikan untuk
melaksanakan:
a) setelmen dana atas transaksi SUN dalam
valuta asing; dan/atau
b) penyelesaian seluruh kewajiban dan biaya
yang timbul dalam pelaksanaan setelmen
transaksi SUN dalam valuta asing.
5) Dalam hal terdapat perubahan Rekening Giro
valuta asing yang digunakan untuk setelmen,
Peserta BI-SSSS harus menyampaikan dokumen
perubahan dimaksud kepada Bank Indonesia
sesuai mekanisme sebagaimana dimaksud pada
angka 1) sampai dengan angka 4).
6) Surat sebagaimana dimaksud pada angka 1),
angka 3), dan angka 5) disampaikan kepada Bank
Indonesia ...
Indonesia – DPSP c.q. Divisi PlS dengan alamat
sebagaimana dimaksud pada butir A.2.c.3)a)(2)
dan diterima paling lama 5 (lima) hari kerja
sebelum pelaksanaan setelmen transaksi SUN
dalam valuta asing.
b. Setelmen Hasil Lelang SUN dalam Valuta Asing
1) Setelmen hasil Lelang SUN dalam valuta asing
dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
tanggal pelaksanaan Lelang SUN dalam valuta
asing.
2) Pada tanggal pelaksanaan setelmen hasil
pemenang Lelang SUN dalam valuta asing,
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Setelmen Dana
(1) Setelmen dana dilakukan dengan
mendebet Rekening Giro valuta asing
Peserta Transaksi dan/atau Bank
Pembayar, serta mengkredit Rekening
Giro valuta asing Pemerintah sebesar
nilai setelmen.
(2) Setelmen dana SUN dalam valuta asing
sebagaimana dimaksud pada angka (1)
dilakukan berdasarkan posisi saldo
Rekening Giro valuta asing pada 1 (satu)
hari kerja sebelum tanggal setelmen SUN
dalam
valuta
asing dan tidak
memperhitungkan setelmen dana hasil
transaksi SUN dalam valuta asing di
Pasar Sekunder.
(3) Peserta Transaksi dan/atau Bank
Pembayar
yang
ditunjuk
harus
menyediakan dana dalam denominasi
Dolar Amerika (USD) untuk pelaksanaan
setelmen hasil transaksi Lelang SUN
dalam valuta asing di Pasar Perdana.
(4) Dana ...
(4) Dana sebagaimana dimaksud pada
angka (3) harus telah efektif pada
rekening giro di Bank koresponden Bank
Indonesia di New York (Federal Reserve
Bank of New York) pada 1 (satu) hari
kerja sebelum tanggal setelmen SUN
dalam valuta
penyediaan dana dilakukan melalui
rekening giro Bank Indonesia di Bank
koresponden di New York.
b) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry yang
ditunjuk sebesar total nilai nominal SUN
dalam valuta asing yang dimenangkan.
3) Dalam hal saldo Rekening Giro valuta asing
Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar
sebagaimana dimaksud pada butir 2)a)(2) tidak
mencukupi untuk setelmen Lelang SUN dalam
valuta asing maka setelmen transaksi hasil lelang
yang dilakukan oleh Peserta Transaksi dan/atau
Bank Pembayar dinyatakan gagal.
c. Setelmen Transaksi SUN dalam Valuta Asing di Pasar
Sekunder
1) Transaksi SUN dalam valuta asing yang dilakukan
di Pasar Sekunder antara lain berupa transaksi
jual/beli putus (outright), transaksi penjualan
dengan janji untuk membeli kembali (repurchase
agreement atau repo), transaksi penjaminan SUN
dalam valuta asing (agunan), dan/atau transaksi
peminjaman SUN dalam valuta asing dengan
jaminan surat berharga lainnya (securities lending
and borrowing).
2) Prosedur ...
asing, dalam hal
2) Prosedur setelmen transaksi SUN dalam valuta
asing di Pasar Sekunder sebagaimana dimaksud
pada angka 1) dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
a) Pada 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan
setelmen:
(1) Peserta BI-SSSS menyampaikan
Permohonan Setelmen Penjual (PSJ)
atau Permohonan Setelmen Pembeli
(PSB) pada 1 (satu) hari kerja sebelum
pelaksanaan
setelmen,
melalui
“Administrative Message” BI-SSSS
dengan pengaturan waktu mulai pukul
06.30 WIB sampai dengan pukul 14.00
WIB, dengan menggunakan format
sebagaimana dimaksud pada contoh 3A
atau contoh 3B dalam Lampiran III
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
(2) Permohonan setelmen sebagaimana
dimaksud pada angka (1) harus diisi
secara lengkap dan sesuai (match)
antara data PSJ dengan PSB.
(3) Dalam hal permohonan setelmen
sebagaimana dimaksud pada angka (1)
tidak sesuai (unmatch), Bank Indonesia
menginformasikan kepada peserta yang
bersangkutan melalui “Administrative
Message” BI-SSSS atau sarana lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia paling
lambat pukul 16.00 WIB.
Yang dimaksud dengan tidak sesuai
(unmatch) adalah:
(a) data PSJ dengan data PSB tidak
sesuai (unmatch); atau
(b) salah ...
(b) salah satu peserta tidak
mengirimkan permohonan setelmen
sebagaimana dimaksud pada angka
(1).
(4) Peserta dapat melakukan koreksi PSJ
atau PSB melalui “Administrative
Message” BI-SSSS paling lambat pukul
18.00 WIB dengan menyampaikan
penyesuaian PSJ atau PSB sebagaimana
dimaksud pada contoh 3C atau contoh
3D dalam Lampiran III Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
(5) Penyampaian PSJ dan PSB melalui
“Administrative Message” BI-SSSS
sebagaimana dimaksud pada angka (1)
dan angka (4) dikenakan biaya yang
besarnya mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai
BI-SSSS.
b) Pada tanggal pelaksanaan setelmen, Bank
Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut:
(1) menyampaikan penolakan PSJ dan PSB
melalui “Administrative Message”
BI-SSSS atau sarana lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia kepada
peserta paling lambat pukul 09.00 WIB,
apabila koreksi sebagaimana dimaksud
pada butir a)(4) masih tidak sesuai
(unmatch).
(2) melakukan setelmen atas PSJ dan PSB
sebagaimana dimaksud pada butir a)(1)
apabila telah sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada butir a)(2),
dengan prosedur sebagai berikut:
(a) Setelmen ...
(a) Setelmen Dana
i.
Setelmen dana dilakukan
dengan mendebet Rekening
Giro valuta asing Bank atau
Bank Pembayar.
ii. Setelmen dana SUN dalam
valuta asing
sebagaimana
dimaksud pada angka i.
dilakukan berdasarkan:
i)
posisi saldo Rekening
Giro valuta asing pada 1
(satu) hari kerja sebelum
tanggal setelmen SUN
dalam valuta
dan/atau
ii)
hasil setelmen dana atas
transaksi SUN dalam
valuta asing di Pasar
Sekunder.
iii. Bank atau Bank Pembayar
yang melakukan transaksi SUN
dalam valuta asing di Pasar
Sekunder harus menyediakan
dana dalam denominasi Dolar
Amerika
(USD)
keperluan setelmen.
iv. Dana sebagaimana dimaksud
pada angka iii harus telah
efektif pada Rekening Giro di
Bank koresponden Bank
Indonesia di New York (Federal
Reserve Bank of New York)
pada 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal setelmen SUN
dalam valuta asing, dalam hal
penyediaan ...
untuk
asing;
penyediaan dana dilakukan
melalui rekening giro Bank
Indonesia di Bank koresponden
di New York.
(b) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan
dengan mengkredit Rekening Surat
Berharga Peserta BI-SSSS sebesar
total nilai nominal SUN dalam
valuta asing yang ditransaksikan.
(3) menyampaikan informasi kegagalan
setelmen sebagaimana dimaksud pada
angka (2) kepada peserta melalui
“Administrative Message” BI-SSSS atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia apabila saldo Rekening Giro
valuta asing dan/atau Rekening Surat
Berharga tidak mencukupi.
3) Dalam hal, pengiriman PSJ dan/atau PSB melalui
“Administrative Message” BI-SSSS tidak dapat
dilakukan oleh Peserta BI-SSSS karena terjadi
kondisi gangguan, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a) Pengiriman PSJ dan/atau PSB dilakukan
oleh Peserta BI-SSSS melalui fasilitas Guest
Bank BI-SSSS.
b) Penggunaan fasilitas
Guest Bank
sebagaimana dimaksud pada huruf a)
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai BI-SSSS.
c) Dalam hal Peserta BI-SSSS tidak mempunyai
cukup waktu untuk melakukan pengiriman
PSJ dan/atau PSB melalui fasilitas Guest
Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a)
maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
(1) Menyampaikan ...
(1) Menyampaikan PSJ dan/atau PSB yang
disertai surat pengantar kepada Bank
Indonesia - DPSP c.q. Divisi PlS dengan
alamat sebagaimana dimaksud pada
butir A.2.c.3)a)(2), yang dapat didahului
dengan faksimile;
(2) PSJ dan/atau PSB harus menggunakan
format sebagaimana dimaksud pada
contoh 3A dan contoh 3B dalam
Lampiran III Surat Edaran Bank
Indonesia ini; dan
(3) PSJ, PSB, dan surat pengantar harus
ditandatangani
berwenang.
oleh pejabat yang
3. Prosedur Pembayaran Bunga dan/atau Pelunasan Pokok
SUN dalam Valuta Asing
a. Bank Indonesia sebagai agen pembayar melakukan
pembayaran bunga pada tanggal pembayaran bunga
dan pelunasan pokok SUN dalam valuta asing pada
tanggal jatuh tempo SUN dalam valuta asing.
b. Pembayaran bunga dan/atau pelunasan pokok SUN
dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dihitung berdasarkan posisi pencatatan
kepemilikan SUN dalam valuta asing di Central
Registry pada 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal
pembayaran bunga dan/atau tanggal jatuh tempo
pelunasan pokok SUN dalam valuta asing.
c. Pembayaran bunga atau pelunasan pokok SUN dalam
valuta asing sebagaimana dimaksud pada huruf a,
dilakukan dengan mendebet Rekening Giro valuta
asing Pemerintah dan mengkredit sebesar nilai bunga
dan/atau nilai pokok SUN dalam valuta asing pada:
1) Rekening Giro valuta asing Bank untuk
kepemilikan SUN dalam valuta asing atas nama
Bank tersebut; dan/atau
2) Rekening ...
2) Rekening Giro valuta asing Bank Pembayar yang
ditunjuk oleh Sub-Registry untuk kepemilikan
SUN dalam valuta asing atas nama nasabah Sub-
Registry.
d. Sub-Registry wajib melakukan pembayaran bunga
dan/atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing
dengan mengkredit rekening nasabah yang tercatat di
Sub-Registry, sebesar nilai bunga dan/atau nilai pokok
SUN dalam valuta asing.
e. Kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud pada
huruf d dilakukan oleh Sub-Registry dengan
menggunakan tanggal valuta pembayaran bunga
dan/atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing
yang dilakukan Bank Indonesia.
4. Pelaporan
a. Bank Indonesia menyampaikan laporan
penatausahaan SUN dalam valuta asing dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Laporan Harian
a) Laporan harian memuat informasi mengenai
perubahan pencatatan kepemilikan SUN
dalam valuta asing yang terdiri atas saldo
awal, mutasi, dan saldo akhir dari masing-
masing seri SUN dalam valuta asing.
b) Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf
a) disampaikan kepada Peserta BI-SSSS
paling lama 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
setelmen, melalui sarana email atau sarana
lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c) Dalam hal terdapat perbedaan pencatatan
kepemilikan SUN dalam valuta asing antara
Bank Indonesia dengan pemilik rekening SUN
dalam valuta asing, pemilik rekening SUN
dalam valuta asing harus melaporkan
perbedaan tersebut kepada Bank Indonesia
paling ...
paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
penerbitan laporan dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud pada contoh 4
dalam Lampiran III Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
d) Bank Indonesia memberikan konfirmasi atas
perbedaan
pencatatan
kepemilikan
sebagaimana dimaksud pada huruf c) paling
lama 2 (dua) hari kerja setelah batas akhir
penyampaian perbedaan pencatatan, melalui
“Administrative Message” BI-SSSS atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
e) Dalam hal perbedaan pencatatan kepemilikan
SUN dalam valuta asing terdapat pada
pemilik rekening SUN dalam valuta asing,
maka pemilik rekening SUN dalam valuta
asing harus melakukan penyesuaian sesuai
dengan ketentuan internal masing-masing
pemilik rekening.
f) Dalam hal pemilik rekening SUN dalam
valuta asing di Bank Indonesia tidak
melaporkan
perbedaan
pencatatan
kepemilikan terhitung paling lama 2 (dua)
hari kerja sejak tanggal laporan harian
sebagaimana dimaksud pada huruf a) maka
pencatatan kepemilikan menggunakan data
Bank Indonesia.
2) Laporan Bulanan
a) Laporan bulanan memuat posisi kepemilikan
pada akhir bulan dari masing-masing seri
SUN dalam valuta asing yang dimiliki pemilik
rekening.
b) Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf
a) disampaikan kepada Peserta BI-SSSS
paling ...
paling lama 5 (lima) hari kerja pada bulan
berikutnya, melalui Sistem Informasi BI-
SSSS (SI BI-SSSS), email, atau sarana lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c) Dalam hal terdapat perbedaan posisi
kepemilikan pada akhir bulan antara Bank
Indonesia dengan pemilik rekening SUN
dalam valuta asing, pemilik rekening harus
melaporkan perbedaan tersebut kepada Bank
Indonesia paling lama 7 (tujuh) hari kerja
setelah tanggal penerbitan laporan, dengan
menggunakan format sebagaimana dimaksud
pada contoh 4 dalam Lampiran III Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
d) Bank Indonesia memberikan konfirmasi atas
perbedaan posisi kepemilikan sebagaimana
dimaksud pada huruf c) paling lama 5 (lima)
hari kerja setelah batas akhir penyampaian
perbedaan pencatatan, melalui sarana email
atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
e) Dalam hal perbedaan pencatatan kepemilikan
rekening SUN dalam valuta asing terdapat
pada pemilik rekening maka pemilik rekening
harus melakukan penyesuaian sesuai dengan
ketentuan internal masing-masing pemilik
rekening.
f) Dalam hal pemilik rekening SUN dalam
valuta asing di Bank Indonesia tidak
melaporkan perbedaan posisi kepemilikan
terhitung paling lama 7 (tujuh) hari kerja
sejak tanggal laporan bulanan sebagaimana
dimaksud pada huruf a) maka pencatatan
kepemilikan menggunakan data Bank
Indonesia.
3) Laporan ...
3) Laporan Pembayaran Bunga dan/atau Pelunasan
Pokok
a) Bank Indonesia menerbitkan
laporan
pembayaran bunga dan/atau pelunasan
pokok, apabila terdapat pembayaran bunga
dan/atau pelunasan pokok SUN dalam valuta
asing.
b) Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf
a) disampaikan oleh Bank Indonesia kepada
Peserta BI-SSSS paling lama 2 (dua) hari
kerja sebelum tanggal pembayaran bunga
dan/atau tanggal jatuh tempo pelunasan
pokok, melalui email atau sarana lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Sub-Registry menyampaikan laporan penatausahaan
SUN dalam valuta asing kepada nasabah dan laporan
pencatatan kepemilikan SUN dalam valuta asing
kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Kepada Nasabah
Prosedur pelaporan penatausahaan SUN dalam
valuta asing kepada nasabah dilakukan sesuai
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai perizinan, pelaporan, dan pengawasan
Sub-Registry.
2) Kepada Bank Indonesia
a) Laporan Harian
(1) Sub-Registry menyampaikan laporan
harian
perubahan
pencatatan
kepemilikan SUN dalam valuta asing
antar nasabah pemilik individual dalam
Sub-Registry yang sama (inhouse
transfer).
(2) Laporan harian sebagaimana dimaksud
pada angka (1) disampaikan pada hari
pelaksanaan ...
pelaksanaan
setelmen,
menggunakan
melalui
“Administrative Message” BI-SSSS
dengan
format
sebagaimana dimaksud pada contoh 5
dalam Lampiran III Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
b) Laporan Bulanan
(1) Sub-Registry menyampaikan laporan
bulanan data posisi kepemilikan SUN
dalam valuta asing.
(2) Laporan bulanan sebagaimana
dimaksud pada angka (1) disampaikan
melalui SI BI-SSSS paling lama 2 (dua)
hari kerja pada bulan berikutnya.
IV. Lain-Lain
Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III merupakan satu kesatuan
dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
V. Ketentuan Penutup
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/12/DASP tanggal 8 April 2013 perihal
Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan
Penatausahaan Surat Utang Negara, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 20
November 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DIAH PBA LUBIS
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/46/DPSP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title>
<set_date> 20 November 2013 </set_date>
<effective_date> 20 November 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '15/12/DASP|SE-BI/2013' </replaced_reg>
<related_reg> '86/PMK.08/2011|PER-MENKEU/2011', '36/PMK.06/2006|PER-MENKEU/2006', '77/PMK.08/2012|PER-MENKEU/2012', '134/PMK.08/2013|PER-MENKEU/2013', '10/13/PBI/2008', '12/12/PBI/2010', '10/2/PBI/2008', '43/PMK.08/2013|PER-MENKEU/2013', '08/PMK.08/2009|PER-MENKEU/2009', '15/9/PBI/2013', '170/PMK.08/2008|PER-MENKEU/2008' </related_reg>
|
No. 4/ 21 /DASP
Jakarta, 2 Desember 2002
S U R A T E D A R AN
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal : Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3873) tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan
Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/14/PBI/2000 dan dengan akan diimplementasikannya Sistem Informasi Kliring
Jarak Jauh (SIKJJ) pada penyelenggaraan Kliring Lokal secara semi otomasi serta
diimplementasikannya Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro
yang Berasal dari Luar Wilayah Kliring maka dipandang perlu untuk melakukan
pengaturan kembali peraturan pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia
mengenai SIKJJ.
I. PENGERTIAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Sistem …
2
1. Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh yang untuk selanjutnya disebut SIKJJ
adalah suatu fasilitas yang dapat menyajikan informasi hasil
penyelenggaraan Kliring Lokal secara dini, akurat, lengkap dan aman
yang dapat diakses secara cepat melalui sarana jaringan komunikasi;
2. Penyelenggara SIKJJ adalah Bank Indonesia atau pihak lain yang telah
memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia untuk menyelenggarakan
Kliring Lokal dengan Sistem Semi Otomasi;
3. Pengguna adalah Peserta Langsung pada penyelenggaraan Kliring Lokal
dengan Sistem Semi Otomasi, Otomasi, atau Elektronik yang terdaftar
sebagai pihak yang dapat memanfaatkan SIKJJ pada Bank Indonesia yang
Mewilayahi;
4. Bank Indonesia yang Mewilayahi adalah Bank Indonesia c.q Bagian
Kliring Jakarta bagi Bank yang berada di wilayah DKI Jakarta, Serang,
Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang dan Bekasi, atau
Kantor Bank Indonesia setempat untuk wilayah di luar wilayah tersebut di
atas;
5. Sistem Pengaman adalah suatu sistem yang disediakan Bank Indonesia
kepada Pengguna untuk menjamin otentikasi, integritas data, kerahasiaan
komunikasi dan akses kontrol terhadap penggunaan fasilitas SIKJJ;
6. Public Key adalah file yang berisi kombinasi angka tertentu yang dibuat
berdasarkan teknik pengamanan tertentu yang diperlukan untuk
melakukan enkripsi informasi.
II. PROSEDUR PENGOPERASIAN SIKJJ
Penjelasan secara teknis mengenai rincian prosedur dalam melaksanakan
fungsi-fungsi yang terdapat pada SIKJJ diatur dalam Pedoman Pengoperasian
SIKJJ sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1.
III. PERSYARATAN …
3
III. PERSYARATAN DAN TATA CARA MENJADI PENGGUNA
A. Persyaratan menjadi Pengguna
Peserta Langsung dalam Sistem Semi Otomasi, Otomasi, atau Elektronik
dapat menjadi Pengguna sepanjang telah menyediakan perangkat keras
dan perangkat lunak dengan spesifikasi kebutuhan sebagaimana dimaksud
dalam BAB III huruf A Pedoman Pengoperasian SIKJJ.
B. Tata cara menjadi Pengguna
1. Calon Pengguna mengajukan surat permohonan untuk menjadi
Pengguna kepada Bank Indonesia
yang
Mewilayahi
dengan
melampirkan :
a. Data Pengguna SIKJJ sebagaimana contoh dalam Lampiran 2.
b. Dua buah disket ukuran 3,5” (90 mm) sebagai media
penyimpan Public Key.
2. Bank Indonesia yang Mewilayahi memberitahukan secara tertulis
kepada calon Pengguna mengenai keputusan untuk menyetujui atau
menolak permohonan menjadi Pengguna dalam jangka waktu paling
lama 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara
lengkap dan benar.
3. Dalam hal permohonan disetujui, Bank Indonesia yang Mewilayahi
memberitahukan melalui surat kepada calon Pengguna mengenai :
a. persetujuan pemanfaatan SIKJJ;
b. pengambilan user-id, password dan disket Public Key.
Pengambilan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya
dapat dilakukan oleh Pemimpin Bank (Pengguna) yang bersangkutan
atau dapat dikuasakan kepada petugas yang ditunjuk dengan Surat
Kuasa bermeterai.
IV. FASILITAS …
4
IV. FASILITAS INFORMASI HASIL PENYELENGGARAAN KLIRING
LOKAL
Fasilitas informasi hasil penyelenggaraan Kliring Lokal yang terdapat pada
SIKJJ meliputi :
1. Rekapitulasi hasil Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian yang
terdiri dari Bilyet Saldo Kliring dan rincian hasil Kliring penyerahan pada
penyelenggaraan Kliring Lokal baik yang memisahkan Kliring nominal
besar dan Kliring ritel maupun yang tidak memisahkan Kliring nominal
besar dan Kliring ritel.
2. Rekapitulasi hasil Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian atas
Kliring Warkat Luar Wilayah sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai penyelenggaraan kliring lokal atas cek dan bilyet giro yang
berasal dari luar wilayah kliring.
3. Daftar nama Penarik Cek dan Bilyet Giro Kosong yang tercantum dalam
Daftar Hitam di suatu Wilayah Kliring Lokal.
4. Biaya yang dibebankan kepada Peserta dalam penyelenggaraan Kliring
Lokal sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai biaya kliring.
5. Informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan
Kliring.
V. KEWENANGAN
Pengguna mempunyai kewenangan menggunakan fasilitas informasi
sebagaimana dimaksud dalam angka IV.1 sampai dengan IV.4, dengan
ketentuan sebagai berikut.
1. Kantor Pusat Bank dapat mengakses informasi mengenai kegiatan Kliring
seluruh Kantor Koordinator dan Kantor Cabang yang terdapat di Wilayah
Kliring Lokal yang telah menerapkan SIKJJ.
2. Kantor …
5
2. Kantor Koordinator Bank dapat mengakses informasi mengenai kegiatan
Kliring seluruh Kantor Cabang yang berada di bawah koordinasinya.dan
telah menerapkan SIKJJ.
3. Kantor Cabang Bank hanya dapat mengakses
kegiatan Kliring Kantor Cabang yang bersangkutan.
informasi mengenai
VI. PENYEDIAAN INFORMASI
Informasi SIKJJ disediakan oleh Penyelenggara SIKJJ dengan ketentuan
sebagai berikut :
1. Informasi SIKJJ dapat diakses setiap hari kerja mulai pukul 07.30 WIB
sampai dengan pukul 21.00 WIB.
2. Informasi mengenai rekapitulasi hasil Kliring tersedia sesuai jadwal
penyediaan informasi hasil Kliring yang berlaku di masing-masing
Penyelenggara SIKJJ.
3. Informasi mengenai rekapitulasi hasil Kliring sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 tersedia selama 7 (tujuh) hari kerja.
VII. PERBEDAAN INFORMASI
Dalam hal terdapat perbedaan data antara yang tercantum dalam laporan
tercetak yang diperoleh dari Penyelenggara dengan informasi
data yang
diperoleh dari SIKJJ, data yang benar adalah data yang tercantum dalam
laporan tercetak dari Penyelenggara.
VIII. SISTEM PENGAMAN
Sistem Pengaman dilakukan dengan mengamankan saluran komunikasi,
otentikasi dan pencatatan aktivitas Pengguna yang mencakup antara lain :
A. Bank Indonesia
Sistem Pengaman yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi :
1. Sistem …
6
1. Sistem Pengaman berupa penerapan teknologi secure socket layer
satu arah dan firewall.
2. Sistem Pengaman pada aplikasi berupa otentikasi dan pengaturan
kewenangan Pengguna serta log file.
B. Pengguna
Sistem Pengaman yang dilakukan oleh Pengguna berupa pengamanan
administrasi yang meliputi prosedur pemberian user-id, password dan
Public Key.
IX. SARANA AKSES SIKJJ
Untuk dapat mengakses SIKJJ, sarana yang diperlukan adalah sebagai berikut :
1. Jaringan komunikasi berupa Dial Up atau Leased Line; dan
2. Pengguna telah terdaftar pada salah satu Penyedia Jasa Internet (Internet
Service Provider/ISP).
X. SIFAT INFORMASI REKAPITULASI HASIL KLIRING
Informasi Rekapitulasi Hasil Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka IV.1
untuk informasi dini dan bukan sebagai dasar pembukuan hasil Kliring.
XI. BIAYA PEMANFAATAN SIKJJ
Setiap Pengguna dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dalam ketentuan
mengenai biaya kliring. Perhitungan dan pembebanan atas biaya pemanfaatan
SIKJJ tersebut dilakukan dengan ketentuannya sebagai berikut :
1. Dalam hal pemanfaatan SIKJJ dilakukan sebelum tanggal 15 maka
perhitungan dan pembebanan biaya akan dilakukan mulai bulan berjalan.
2. Dalam hal pemanfaatan SIKJJ dilakukan mulai tanggal 15 ke atas maka
perhitungan dan pembebanan biaya akan dilakukan mulai
berikutnya.
bulan
3. Pembebanan …
7
3. Pembebanan biaya pemanfaatan SIKJJ sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dan 2 dilakukan dengan cara melakukan pendebetan rekening
Pengguna di Bank Indonesia.
XII. KEADAAN DARURAT
Dalam hal SIKJJ tidak dapat berfungsi yang disebabkan gangguan teknis maka
fasilitas informasi yang digunakan adalah fasilitas yang disediakan
Penyelenggara sebelum menggunakan SIKJJ sesuai dengan ketentuan yang
mengatur masing-masing sistem Kliring. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank
Indonesia yang Mewilayahi akan memberitahukan melalui pengumuman
kepada Pengguna.
XIII. LAIN-LAIN
1. Pada tahap awal implementasi SIKJJ dilakukan pada penyelenggaraan
Kliring Lokal yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
Untuk
implementasi SIKJJ pada penyelenggaraan Kliring Lokal oleh pihak lain
yang telah disetujui oleh Bank Indonesia akan diberitahukan secara
tertulis.
2. Informasi Daftar Hitam saat ini belum dapat diakses. Penggunaan fasilitas
ini akan diberitahukan secara tertulis.
3. Pedoman Pengoperasian SIKJJ sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1
dan Data Pengguna SIKJJ sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2,
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Surat Edaran ini.
XIV. PENYALAHGUNAAN USER-ID ATAU PUBLIC KEY
Dalam hal Pengguna melakukan tindakan di
luar kewenangannya seperti
menyalahgunakan user-id atau Public Key, Bank Indonesia yang Mewilayahi
akan menghentikan Pengguna yang bersangkutan sebagai Pengguna SIKJJ.
XV. KETENTUAN …
8
XV. KETENTUAN PERALIHAN
Dalam hal Bank Indonesia telah menerapkan jaringan ekstranet Bank
Indonesia maka ketentuan Penguna telah terdaftar pada salah satu Penyedia
Jasa Internet (Internet Service Provider/ISP) sebagaimana dimaksud dalam
angka IX.2 tidak berlaku.
XVI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 4/2/DASP tanggal 11 Februari 2002 perihal Sistem Informasi Kliring
Jarak Jauh dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku
tanggal 2 Desember 2002
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd
sejak
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-------------------------------------------------------------------
Lampiran 1
PEDOMAN
PENGOPERASIAN SIKJJ
DIREKTORAT AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
BANK INDONESIA
2002
Lampiran SE No.4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
--------------------------------------------------------------------
D A F T A R I S I
Halaman
BAB I
:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………. 1
B. Tujuan Penyelenggaraan SIKJJ ……………………...
1
BAB II
:
GAMBARAN UMUM
A. Pokok-pokok Penyelenggaraan SIKJJ ………………. 2
B. Diagram Alur Data SIKJJ …………………………… 3
BAB III
:
SPESIFIKASI KEBUTUHAN DAN SISTEM
PENGAMAN
A. Spesifikasi Kebutuhan …………………………….… 4
B. Sistem Pengaman ……………………………………. 5
BAB IV
:
PROSEDUR INSTALASI
A. Instalasi Public Key …………………………………. 6
B. Alamat Situs Web …………………………………… 10
BAB V
:
MENU SIKJJ
A. Rekapitulasi Kliring …………………………………. 13
1. Kliring Penyerahan ………………………………. 13
a. Biasa ………………………………………….. 14
b. Ritel ………………………………………….. 16
c. Nominal Besar ……………………………….. 18
2. Kliring Pengembalian ……………………………. 20
a. Biasa …………………………………………. 20
b. Ritel …………………………………………..
23
c. Nominal Besar ………………………………. 25
B. Kliring Warkat Luar Wilayah ………………………. 27
1. Kliring Penyerahan ……………………………… 27
2. Kliring Pengembalian …………………………… 30
i
Lampiran SE No.4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
--------------------------------------------------------------------
C. Daftar Hitam ………………………………………… 33
D. Biaya Kliring ………………………………………… 35
1. Penyerahan ………………………………………. 36
2. Penyerahan Ritel ………………………..……….. 36
3. Penyerahan Nominal Besar ……………………… 37
4. Reject ……………………………………………. 38
5. Pengembalian ……………………………………. 38
6. Pengembalian Ritel ……………………………… 39
7. Pengembalian Nominal Besar …………………… 39
8. Administrasi …………………………………….. 40
9. SIKJJ ……………………………………………. 40
E. Pengumuman ………………………………………… 41
F. Administrasi Sistem …………………………………. 42
G. Logoff ..………………………………………………. 42
BAB VI
:
LAIN-LAIN
A. Hirarki Menu ……………..…………………………. 43
1. Hirarki Menu Kantor Pusat ..………….…………. 43
2. Hirarki Menu Kantor Koordinator ……………….. 44
3. Hirarki Menu Kantor Cabang ……………………. 45
B. Prosedur Install Adobe Acrobat Reader …….…….…. 46
ii
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
--------------------------------------------------------------------
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3873) tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir
Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 dan dengan akan
diimplementasikannya Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ) pada
penyelenggaraan Kliring Lokal secara semi otomasi serta diimplementasikannya
Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang Berasal dari Luar
Wilayah Kliring maka dipandang perlu untuk melakukan pengaturan kembali peraturan
pelaksanaan dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai SIKJJ.
B. Tujuan Penyelenggaraan SIKJJ
1. Meningkatkan kualitas dan kapasitas layanan sistem pembayaran melalui
penyediaan informasi hasil Kliring.
2. Memenuhi kebutuhan informasi Pengguna mengenai hasil perhitungan Kliring
secara dini, akurat, lengkap dan aman.
BAB II …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
--------------------------------------------------------------------
2
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Pokok-Pokok Penyelenggaraan SIKJJ
1. SIKJJ adalah suatu fasilitas yang dapat menyajikan informasi hasil
penyelenggaraan Kliring Lokal secara dini, akurat, lengkap dan aman yang dapat
diakses secara cepat melalui sarana jaringan komunikasi.
2. Pengguna SIKJJ memerlukan perangkat keras dan perangkat lunak sesuai
spesifikasi yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Dengan perangkat SIKJJ
tersebut, Pengguna dapat mengakses informasi hasil penyelenggaraan Kliring
Lokal.
3. Informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kliring Lokal meliputi :
a. Rekapitulasi hasil Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian yang terdiri
dari Bilyet Saldo Kliring dan rincian hasil Kliring pada penyelenggaraan
Kliring Lokal yang memisahkan Kliring nominal besar dan Kliring ritel
maupun yang tidak memisahkan Kliring nominal besar dan Kliring ritel.
b. Rekapitulasi hasil Kliring penyerahan dan Kliring pengembalian atas Kliring
Warkat Luar Wilayah sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai
penyelenggaraan kliring lokal atas cek dan bilyet giro yang berasal dari luar
wilayah kliring.
c. Daftar nama Penarik Cek dan Bilyet Giro Kosong yang tercantum dalam
Daftar Hitam di suatu Wilayah Kliring Lokal.
d. Biaya yang dibebankan kepada Peserta Kliring dalam penyelenggaraan
Kliring Lokal sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai biaya kliring,
yang terdiri dari :
1) Biaya proses Warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) pada Kliring
penyerahan dan Kliring pengembalian
2) Biaya pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah
(reject).
3) Biaya …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
--------------------------------------------------------------------
3
3) Biaya administrasi dalam penyelenggaraan Kliring Lokal pada
penyelenggaraan Kliring.
4) Biaya pemanfaatan SIKJJ.
e. Informasi lainnya yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan Kliring.
4. Untuk keseragaman dalam pengoperasiannya diperlukan Pedoman sebagai
petunjuk pelaksanaan. Pedoman ini memuat penjelasan mengenai tata cara
penggunaan seluruh fungsi menu yang ada pada SIKJJ yang harus dilaksanakan
oleh Pengguna termasuk kewenangan penggunaan setiap fungsi menu.
B. Diagram Alur Data SIKJJ
Upload Data:
- Kliring Penyerahan
- Biaya Kliring Otomasi
Administrasi
Sistem dan
Pengumuman
Penyelenggara Otomasi
Kliring
Upload Data:
- Kliring Pengembalian
- Biaya Kliring Semi Otomasi
Download Data Kliring
Pengembalian Warkat
Luar Wilayah Alasan 1
dan 2
Server
Otomasi
Kliring
PC Kliring
Administrasi
Sistem dan
Pengumuman
Upload Data:
Server
SOKL
Penyelenggara Semi Otomasi
Kliring
- Kliring Penyerahan
- Kliring Pengembalian
- Biaya Kliring
Download Data Kliring
Pengembalian Warkat
Luar Wilayah Alasan 1
dan 2
PC Kliring
Server
SOKL
PC Kliring
Server
SOKL
Peserta SIKJJ
Download Informasi
Kliring dan Ubah
Password
Download Data Kliring
Pengembalian Warkat
Luar Wilayah Alasan 1
dan 2
Tandem
SKEJ
CMOS
Server
SIKJJ
Upload Data
Kliring Penyerahan
Upload Biaya
Kliring Elektronis
Upload Data:
- Kliring Pengembalian
- Biaya Kliring Semi Otomasi
BI Pusat
Administrasi Sistem
dan Pengumuman
PC Client
BAB III …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
--------------------------------------------------------------------
4
BAB III
SPESIFIKASI KEBUTUHAN DAN SISTEM PENGAMAN
A. SPESIFIKASI KEBUTUHAN
Pengguna wajib menyediakan sarana untuk dapat mengakses SIKJJ berupa
perangkat keras, perangkat lunak dan sarana komunikasi sesuai spesifikasi sebagai
berikut :
1. Perangkat Keras
Konfigurasi perangkat keras minimum yang dibutuhkan untuk menjalankan
SIKJJ adalah sebagai berikut :
a. PC dengan processor Pentium/Celeron/AMD K5;
b. Harddisk 1 giga bytes;
c. Memory 32 MB;
d. Monitor SVGA dengan resolusi 800x600, 16 warna;
e. Modem.
2. Perangkat Lunak
a. Windows 95/98/NT 4.0/2000/Millennium Edition/XP;
b. Internet Explorer minimum versi 5.0. dengan panjang enkripsi 128 bit.
Untuk mengetahui versi Internet Explorer dan panjang enkripsi, dapat
dilakukan dengan cara mengakses menu bar “Help” kemudian memilih
“About Internet Explorer”.
3. Sarana Akses SIKJJ
Untuk dapat mengakses SIKJJ, sarana yang diperlukan adalah sebagai berikut :
a. Jaringan komunikasi Dial Up atau Leased Line; dan
b. Pengguna telah terdaftar pada salah satu Penyedia Jasa Internet (Internet
Service Provider/ISP). Dalam hal Bank Indonesia telah menerapkan jaringan
komunikasi melalui ekstranet maka Pengguna tidak perlu menggunakan
fasilitas ISP.
B. SISTEM …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
--------------------------------------------------------------------
5
B. SISTEM PENGAMAN
Sistem Pengaman dalam SIKJJ meliputi :
1. Bank Indonesia
a. Sistem Pengaman berupa penerapan teknologi secure socket layer (128 bit).
satu arah dan firewall
b. Sistem Pengaman pada aplikasi berupa otentikasi dan pengaturan
kewenangan Pengguna serta log file.
2. Pengguna
a. Penggunaan user-id dan password. Masa pakai password adalah 90
(sembilan puluh) hari dan dapat diubah setiap saat oleh Pengguna.
b. Pembedaan akses sesuai kewenangan yang diberikan oleh Bank Indonesia.
c. Public Key yang digunakan untuk melakukan enkripsi informasi yang
diakses melalui jaringan komunikasi
BAB IV …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
--------------------------------------------------------------------
6
BAB IV
PROSEDUR INSTALASI
A. Instalasi Public Key
Pada saat pertama kali akan menggunakan SIKJJ, Pengguna harus install Public Key
yang diberikan oleh Bank Indonesia dalam bentuk disket dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Klik dua kali pada icon “My Computer”.
2. Pilih drive “A”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 1
3. Klik dua kali pada file “SIKJJ_Public_Key”, pada layar monitor akan tampil
tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 2 …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
--------------------------------------------------------------------
7
Tayangan 2
4. Klik “Install Certificate”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di
bawah ini.
Tayangan 3
5. Klik “Next”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 4 …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
--------------------------------------------------------------------
8
Tayangan 4
6. Klik “Place all certificates in the following store”, klik “Browse”, dan klik
“Next“, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 5
7. Klik folder “Trusted Root Certification Authorities”, kemudian klik “OK”,
pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 6 …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
--------------------------------------------------------------------
9
Tayangan 6
8. Klik “Finish”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 7
9. Klik “Yes”. Sebagai tanda bahwa proses instalasi Public Key telah berhasil,
pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 8
10. Klik …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
--------------------------------------------------------------------
10
10. Klik “OK” untuk mengakhiri proses instalasi Public Key.
11. Setelah proses instalasi selesai, SIKJJ siap digunakan.
B. Alamat Situs Web
Situs web yang digunakan dalam menjalankan SIKJJ adalah
https://www.bi.go.id/sikjj
BAB V …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
------------------------------------------------------------------
11
BAB V
MENU SIKJJ
Untuk menjalankan SIKJJ, masuk melalui program INTERNET EXPLORER
dengan alamat https://www.bi.go.id/sikjj. Sebelum memasuki halaman utama SIKJJ
pada layar monitor akan menampilkan halaman otentikasi Pengguna seperti di bawah
ini.
Tayangan 9
1. Masukkan user-id dan password.
2. Klik tombol “Logon” atau tekan <enter>, dan pada layar monitor akan tampil
tayangan seperti di bawah ini :
Tayangan 10
Dalam …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
------------------------------------------------------------------
12
Dalam hal pengisian user-id tidak terdaftar atau password salah maka akses
Pengguna akan ditolak dan dilayar akan muncul pesan “User ID tidak ada atau
Password salah”. Apabila terjadi kesalahan pengisian 3 (tiga) kali berturut-turut,
halaman web akan terblokir dan pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 11
Menu yang disediakan SIKJJ meliputi.
1. Rekapitulasi Kliring
2. Kliring Warkat Luar Wilayah
3. Daftar Hitam
4. Biaya Kliring
5. Pengumuman
6. Administrasi Sistem
7. Logoff
A. REKAPITULASI …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
------------------------------------------------------------------
13
A. REKAPITULASI KLIRING
Menu ini digunakan untuk melihat informasi rekapitulasi hasil Kliring
penyerahan dan Kliring pengembalian yang terdiri dari Bilyet Saldo Kliring dan
rincian hasil Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal yang memisahkan Kliring
nominal besar dan Kliring ritel maupun yang tidak memisahkan Kliring nominal
besar dan Kliring ritel. Informasi tersebut akan ditampilkan secara harian selama 7
(tujuh) hari kerja dan hanya dapat diakses oleh Pengguna sesuai dengan kewenangan
sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh.
1. Kliring Penyerahan
Untuk menjalankan menu “Rekapitulasi Hasil Kliring Penyerahan” klik
submenu “Penyerahan” dan pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah
ini.
Tayangan 12
Pilihan informasi yang akan ditampilkan dalam Rekapitulasi Hasil Kliring
Penyerahan terdiri dari :
1. Biasa, yaitu rekapitulasi hasil Kliring penyerahan pada penyelenggaraan
Kliring Lokal yang tidak memisahkan Kliring nominal besar dan Kliring
ritel.
2. Ritel, yaitu rekapitulasi hasil Kliring penyerahan ritel.
3. Nominal Besar, yaitu rekapitulasi hasil Kliring penyerahan nominal besar.
a. Biasa …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
------------------------------------------------------------------
14
a. Biasa
1) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Capping” dan pilih “Biasa”.
2) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih
tanggal Kliring yang dikehendaki.
3) Untuk menampilkan data hasil Kliring penyerahan dari kantor yang
berada di Wilayah Kliring Lokal pada Kantor Bank Indonesia yang telah
menerapkan SIKJJ, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke
bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar
monitor akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 13
4) Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring penyerahan per kantor Bank, klik
pada sandi Bank dari kantor Bank yang akan ditampilkan dan pada layar
monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 14
5) Untuk …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
------------------------------------------------------------------
15
5) Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring penyerahan yang
diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring
Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring
penyerahan yang diserahkan dalam bentuk text file klik “Download
Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar monitor akan tampil
tayangan di bawah ini.
Tayangan 15
6) Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan
disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah sebagai berikut :
a) Klik “File”, kemudian klik “Save As”.
b) Tentukan direktori dimana file akan disimpan.
c) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih
“textfile(*.text)”.
d) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file.
b. Ritel …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
16
-----------------------------------------------------------------------
b. Ritel
1) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Capping” dan pilih “Ritel”.
2) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih
tanggal Kliring yang dikehendaki.
3) Untuk menampilkan data hasil Kliring penyerahan ritel dari kantor yang
berada di Wilayah Kliring Lokal pada Kantor Bank Indonesia yang telah
menerapkan SIKJJ, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke
bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar
monitor akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 16
4) Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring penyerahan ritel per kantor Bank,
klik sandi Bank dari kantor Bank yang akan ditampilkan dan pada layar
monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 17
5) Untuk …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
17
-----------------------------------------------------------------------
5) Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring penyerahan ritel yang
diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring
Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring
penyerahan ritel yang diserahkan dalam bentuk text file klik “Download
Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar monitor akan tampil
tayangan di bawah ini.
Tayangan 18
6) Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan
disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah sebagai berikut :
a) Klik “File”, kemudian klik “Save As”.
b) Tentukan direktori dimana file akan disimpan.
c) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih
“textfile(*.text)”.
d) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file.
c. Nominal …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
18
-----------------------------------------------------------------------
c. Nominal Besar
1) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Capping” dan pilih “Nominal
Besar”.
2) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih
tanggal Kliring yang dikehendaki.
3) Untuk menampilkan data hasil Kliring penyerahan nominal besar dari
kantor yang berada di Wilayah Kliring Lokal pada Kantor Bank
Indonesia yang telah menerapkan SIKJJ, pada kolom “Penyelenggara”
klik tanda panah ke bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia
dimaksud. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 19
4) Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring penyerahan nominal besar per kantor
Bank, klik sandi Bank dari kantor Bank akan ditampilkan dan pada layar
monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 20
5) Untuk …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
19
-----------------------------------------------------------------------
5) Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring penyerahan nominal
besar yang diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian
Data Kliring Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data
Warkat Kliring penyerahan nominal besar yang diserahkan dalam bentuk
text file klik “Download Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar
monitor akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 21
6) Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan
disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah sebagai berikut :
a) Klik “File”, kemudian klik “Save As”.
b) Tentukan direktori dimana file akan disimpan.
c) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih
“textfile(*.text)”.
d) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file.
2. Kliring …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
20
-----------------------------------------------------------------------
2. Kliring Pengembalian
Untuk menjalankan menu “Rekapitulasi Hasil Kliring Pengembalian” klik
submenu “Pengembalian” dan pada layar monitor akan tampil tayangan di
bawah ini.
Tayangan 22
Pilihan informasi yang akan ditampilkan dalam Rekapitulasi Hasil Kliring
Pengembalian terdiri dari :
1. Biasa, yaitu rekapitulasi hasil Kliring pengembalian pada penyelenggaraan
Kliring Lokal yang tidak memisahkan Kliring nominal besar dan Kliring
ritel.
2. Ritel, yaitu rekapitulasi hasil Kliring pengembalian ritel.
3. Nominal Besar, yaitu rekapitulasi hasil Kliring pengembalian nominal besar.
a. Biasa
1) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Capping” dan pilih “Biasa”
2) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih
tanggal kliring yang dikehendaki.
3) Untuk menampilkan data hasil Kliring pengembalian dari kantor yang
berada di Wilayah Kliring Lokal pada Kantor Bank Indonesia yang telah
menerapkan SIKJJ, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke
bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar
monitor akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 23 …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
21
-----------------------------------------------------------------------
Tayangan 23
4) Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring pengembalian per kantor Bank, klik
sandi Bank dari kantor Bank yang akan ditampilkan dan pada layar
monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 24
5) Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring pengembalian yang
diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring
Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring
pengembalian yang diserahkan dalam bentuk text file klik “Download
Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar monitor akan tampil
tayangan di bawah ini.
Tayangan 25 …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
22
-----------------------------------------------------------------------
Tayangan 25
6) Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan
disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah sebagai berikut :
a) Klik “File”, kemudian klik “Save As”.
b) Tentukan direktori dimana file akan disimpan.
c) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih
“textfile(*.text)”.
d) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file.
b. Ritel …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
23
-----------------------------------------------------------------------
b. Ritel
1) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Capping” dan pilih “Ritel”.
2) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih
tanggal Kliring yang dikehendaki.
3) Untuk menampilkan data hasil Kliring pengembalian ritel dari kantor
yang berada di Wilayah Kliring Lokal pada Kantor Bank Indonesia yang
telah menerapkan SIKJJ, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah
ke bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar
monitor akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 26
4) Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring pengembalian ritel per kantor Bank,
klik sandi Bank dari kantor Bank yang akan ditampilkan dan pada layar
monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 27
5) Untuk …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
24
-----------------------------------------------------------------------
5) Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring pengembalian ritel
yang diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data
Kliring Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat
Kliring pengembalian ritel yang diserahkan dalam bentuk text file klik
“Download Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar monitor akan
tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 28
6) Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan
disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah sebagai berikut :
a) Klik “File”, kemudian klik “Save As”.
b) Tentukan direktori dimana file akan disimpan.
c) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih
“textfile(*.text)”.
d) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file.
c. Nominal …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
25
-----------------------------------------------------------------------
c. Nominal Besar
1) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Capping” dan pilih “Nominal
Besar”.
2) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih
tanggal Kliring yang dikehendaki.
3) Untuk menampilkan data hasil Kliring pengembalian nominal besar dari
kantor yang berada di Wilayah Kliring Lokal pada Kantor Bank
Indonesia yang telah menerapkan SIKJJ, pada kolom “Penyelenggara”
klik tanda panah ke bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia
dimaksud. Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 29
4) Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring pengembalian nominal besar per
kantor Bank, klik sandi Bank dari kantor Bank yang akan ditampilkan
dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 30
5) Untuk …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
26
-----------------------------------------------------------------------
5) Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring pengembalian nominal
besar yang diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian
Data Kliring Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data
Warkat Kliring pengembalian nominal besar yang diserahkan dalam
bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Keluar”. Pada
layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 31
6) Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan
disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah sebagai berikut :
a) Klik “File”, kemudian klik “Save As”.
b) Tentukan direktori dimana file akan disimpan.
c) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih
“textfile(*.text)”.
d) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file.
B. KLIRING …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
27
-----------------------------------------------------------------------
B. KLIRING WARKAT LUAR WILAYAH
Menu ini digunakan untuk melihat informasi rekapitulasi hasil Kliring
penyerahan dan Kliring pengembalian yang terdiri dari Bilyet Saldo Kliring dan
rincian hasil Kliring atas Kliring Warkat Luar Wilayah sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai penyelenggaraan kliring lokal atas cek dan bilyet giro yang
berasal dari luar wilayah kliring. Informasi rekapitulasi hasil Kliring tersebut
ditampilkan secara harian selama 7 (tujuh) hari kerja dan hanya dapat diakses oleh
Pengguna sesuai dengan kewenangan sebagaimana diatur dalam ketentuan
mengenai Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh.
1. Kliring Penyerahan
Untuk menjalankan menu ”Kliring Warkat Luar Wilayah”, klik submenu
“Penyerahan” dan pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah
ini :
Tayangan 32
a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih tanggal
Kliring yang dikehendaki.
b. Untuk menampilkan Kliring Warkat Luar Wilayah yang diproses pada
Kliring penyerahan, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke
bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar monitor
akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 33
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
28
-----------------------------------------------------------------------
Tayangan 33
Keterangan :
PEMROSES adalah Kantor Pusat Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia,
atau pihak lain yang telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia untuk
menyelenggarakan Kliring Lokal secara semi otomasi, yang memproses
Warkat Kliring Luar Wilayah.
c. Untuk melihat Bilyet Saldo Kliring Warkat Luar Wilayah per kantor Bank,
klik sandi Bank yang ditampilkan dan pada layar monitor akan tampil
tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 34
d. Untuk …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
29
-----------------------------------------------------------------------
d. Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring penyerahan atas Kliring
Warkat Luar Wilayah yang diterima dalam bentuk text file klik “Download
Rincian Data Kliring Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data
Warkat Kliring penyerahan atas Kliring Warkat Luar Wilayah yang
diserahkan bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring Keluar”
Pada layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 35
e. Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan
disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah sebagai berikut:
1) Klik “File”, kemudian klik “Save As”.
2) Tentukan direktori dimana file akan disimpan.
3) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih
“textfile(*.text)”.
4) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file.
2. Kliring …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
30
-----------------------------------------------------------------------
2. Kliring Pengembalian
Untuk menjalankan menu ”Kliring Warkat Luar Wilayah”, klik submenu
“Pengembalian” pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini :
Tayangan 36
a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” kemudian pilih tanggal
Kliring yang dikehendaki.
b. Untuk menampilkan Kliring Warkat Luar Wilayah yang diproses pada
Kliring pengembalian, pada kolom “Penyelenggara” klik tanda panah ke
bawah kemudian pilih Kantor Bank Indonesia dimaksud. Pada layar monitor
akan tampil tayangan di bawah ini.
-
Tayangan 37
Keterangan …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
31
-----------------------------------------------------------------------
Keterangan :
PEMROSES adalah Kantor Pusat Bank Indonesia, Kantor Bank Indonesia,
atau pihak lain yang telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia untuk
menyelenggarakan Kliring Lokal secara semi otomasi, yang memproses
Warkat Kliring Luar Wilayah.
c. Untuk menampilkan Bilyet Saldo Kliring per kantor bank, klik pada kolom
sandi bank yang ditampilkan dan pada layar monitor akan tampil tayangan
seperti di bawah ini.
Tayangan 38
d. Untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring pengembalian yang
diterima dalam bentuk text file klik “Download Rincian Data Kliring
Masuk”. Sedangkan untuk menampilkan rincian data Warkat Kliring
pengembalian yang diserahkan, dalam bentuk text file klik “Download
Rincian Data Kliring Keluar”. Pada layar monitor akan tampil tayangan di
bawah ini.
Tayangan 39 …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
32
-----------------------------------------------------------------------
Tayangan 39
e. Dalam hal data rincian sebagaimana dimaksud dalam angka 5) akan
disimpan dalam media rekaman, langkah-langkah yang perlu dilakukan
adalah sebagai berikut:
1) Klik “File”, kemudian klik “Save As”.
2) Tentukan direktori dimana file akan disimpan.
3) Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Save as type” dan pilih
“textfile(*.text)”.
4) Klik “Save” untuk memulai proses penyimpanan file.
C. DAFTAR …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
33
C. DAFTAR HITAM
Menu ini digunakan untuk melihat nama Penarik Cek dan Bilyet Giro Kosong
yang tercantum dalam Daftar Hitam di suatu Wilayah Kliring Lokal. Langkah-
langkah dalam menjalankan menu ini adalah sebagai berikut :
1. Klik “DH Periodik”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah
ini
Tayangan 40
2. Klik tanda panah ke bawah untuk memilih Penyelenggara Kliring
3. Masukkan nama Penarik Cek danBilyet Giro Kosong yang akan dicari pada
kolom “Nama”.
4. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” untuk memilih periode
Daftar Hitam yang akan ditampilkan.
5. Klik pada kolom “Cari” untuk memulai proses pencarian data.
Pencarian nama Penarik Cek dan Bilyet Giro Kosong yang tercantum dalam Daftar
Hitam dapat juga dilakukan berdasarkan :
1. Nama
a. Pada kolom “Nama” diisi dengan nama depan Penarik Cek dan Bilyet Giro
Kosong yang akan dicari misalnya “%Abd%” sedangkan kolom “Periode”
diabaikan.
b. Klik pada kolom “Cari” untuk memulai proses pencarian.
c. Layar …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
34
c. Layar monitor akan menampilkan seluruh nama Penarik Cek dan Bilyet Giro
Kosong dengan nama Abd. dari seluruh nomor Daftar Hitam selama 1 (satu)
tahun seperti tayangan di bawah ini.
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
Tayangan 41
2. Periode Daftar Hitam
a. Pada kolom “Nama” diisi dengan “%” dan kolom “Periode” diisi dengan
periode dari nomor Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia,
misalnya DH No.3/6.
b. Klik pada kolom “Cari” untuk memulai proses pencarian.
c. Layar monitor akan menampilkan seluruh nama Penarik Cek dan Bilyet Giro
Kosong yang tercantum dalam Daftar Hitam pada periode No.3/6 seperti
tayangan di bawah ini.
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
Tayangan 42
D. BIAYA …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
35
D. BIAYA KLIRING
Menu ini digunakan untuk melihat informasi biaya kliring yang
dibebankan kepada Peserta sebagaimana yang diatur dalam ketentuan mengenai
biaya kliring dan hanya dapat diakses oleh Pengguna dengan status Kantor Pusat
atau Kantor Koordinator.
Untuk menjalankan menu ini, dari menu Biaya Kliring klik ”Biaya” dan
pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 43
Pilihan informasi yang akan ditampilkan dalam menu Biaya Kliring ini terdiri dari :
1. Penyerahan, yaitu biaya proses Warkat Kliring penyerahan.
2. Penyerahan Ritel, yaitu biaya proses Warkat atau DKE Kliring penyerahan ritel.
3. Penyerahan Nominal Besar, yaitu biaya proses Warkat atau DKE Kliring
penyerahan nominal besar.
4. Reject, yaitu biaya atas Warkat Kliring penyerahan yang tidak dapat dibaca oleh
mesin baca pilah yang jumlahnya melebihi 2% (dua persen) dari Warkat yang
diserahkan.
5. Pengembalian, yaitu biaya proses Warkat atau DKE Kliring pengembalian.
6. Pengembalian Ritel, yaitu biaya proses Warkat atau DKE Kliring pengembalian
ritel.
7 Pengembalian …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
36
7. Pengembalian Nominal Besar, yaitu biaya proses Warkat atau DKE Kliring
pengembalian nominal besar.
8. Administrasi, yaitu biaya administasi yang dibebankan kepada Peserta dalam
penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi dan elektronik
9. SIKJJ, yaitu biaya yang dibebankan kepada Peserta Kliring yang memanfaatkan
SIKJJ.
Penjelasan atas sub menu di atas adalah sebagai berikut.
1. Penyerahan
a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih
“Penyerahan”.
b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari
biaya Kliring penyerahan yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan
tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 44
2. Penyerahan Ritel
a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih
“Penyerahan Ritel”.
b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari
biaya Kliring penyerahan ritel yang akan ditampilkan. Pada layar monitor
akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 45 …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
37
Tayangan 45
3. Penyerahan Nominal Besar
a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih
“Penyerahan Nominal Besar”.
b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dari biaya Kliring
penyerahan nominal besar yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan
tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 46
4. Reject …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
38
4. Reject
a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih “Reject”.
b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari
biaya Reject yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan tampil
tayangan di bawah ini.
Tayangan 47
5. Pengembalian
a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih
“Pengembalian”.
b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari
biaya Kliring pengembalian yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan
tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 48
6. Pengembalian …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
39
6. Pengembalian Ritel
a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih
“Pengembalian Ritel”.
b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari
biaya Kliring pengembalian ritel yang akan ditampilkan. Pada layar monitor
akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 49
7. Pengembalian Nominal Besar
a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih
“Pengembalian Nominal Besar”.
b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari
biaya Kliring pengembalian nominal besar yang akan ditampilkan. Pada
layar monitor akan tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 50
8. Administrasi …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
40
8. Administrasi
a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih
“Administrasi”.
b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari
biaya administrasi yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan tampil
tayangan di bawah ini.
Tayangan 51
9. SIKJJ
a. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Jenis Biaya” dan pilih “SIKJJ”.
b. Klik tanda panah ke bawah pada kolom “Periode” dan pilih periode dari
biaya pemanfaatan SIKJJ yang akan ditampilkan. Pada layar monitor akan
tampil tayangan di bawah ini.
Tayangan 52
E. PENGUMUMAN …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
41
E. PENGUMUMAN
Menu ini digunakan untuk melihat atau men-download pengumuman
Kliring. Pengumuman disampaikan dalam acrobat reader (*.pdf) sehingga untuk
dapat membacanya diperlukan aplikasi Adobe Acrobat Reader. Dalam hal Personal
Computer (PC) Pengguna belum tersedia, terlebih dahulu harus meng-install Adobe
Acrobat Reader dari panel ini dengan langkah-langkah sebagaimana dimaksud
dalam BAB VI huruf B.
Cara menggunakan menu ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menjalankan menu “Pengumuman” klik submenu “Pengumuman
Kliring”, pada layar monitor akan tampil seperti tayangan di bawah ini.
Tayangan 53
2. Klik pada pengumuman yang akan ditampilkan.
F. ADMINISTRASI …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
42
F. ADMINISTRASI SISTEM
Menu Administrasi User digunakan dalam hal Pengguna akan melakukan
perubahan data yang terdiri dari password, alamat dan nomor telepon. Langkah-
langkah menjalankan menu ini adalah sebagai berikut :
1. Klik “Administrasi User”, pada layar monitor akan tampil tayangan seperti di
bawah ini.
Tayangan 54
2. Untuk melakukan edit data, arahkan kursor ke kolom-kolom yang akan diedit.
3. Apabila proses edit data telah selesai, klik tombol “Submit” untuk merekam
hasil perubahan data tersebut.
G. LOGOFF
Menu ini digunakan untuk keluar dari SIKJJ, dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Klik “Logoff”, dan pada layar akan menampilkan Halaman Otentikasi Pengguna
seperti pada Tayangan 9.
2. Klik tanda “ X ” pada pojok kanan atas browser atau klik FILE (ALT+F),
kemudian klik “Close”.
BAB VI …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
43
BAB VI
LAIN – LAIN
A. Hirarki Menu
Terdapat 3 (tiga) hirarki menu dalam SIKJJ, terdiri dari :
1. Hirarki Menu Kantor Pusat.
2. Hirarki …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
44
2. Hirarki Menu Kantor Koordinator.
3. Hirarki …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
45
3. Hirarki Menu Kantor Cabang.
B. Prosedur …
Lampiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
-----------------------------------------------------------------------
46
B. Prosedur Install Adobe Acrobat Reader
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Dari menu “Pengumuman”, klik “disini” maka pada layar monitor akan tampil
tayangan seperti di bawah ini.
Tayangan 55
2. Pilih “Save this program to disk” kemudian klik “OK”.
3. Tentukan lokasi file hasil install, dan klik “OK” untuk melanjutkan proses
install.
Lapiran SE No. 4/ 21 /DASP tgl. 2 Desember 2002
---------------------------------------------------------------------
Lampiran 2
Contoh format : Formulir Data Kepesertaan SIKJJ
DATA KEPESERTAAN SIKJJ
A. Nama Bank
D. Alamat
: …..….…….………….……………….………….………………
B. Status Kewenangan : Kantor Pusat/Kantor Koordinator/Kantor Cabang*)
C. Sandi Kliring
: ……………….…………………….…………………………….
: .……………….…………………………………….……………
………………..……………………………….…………………
Telepon : …..……………………………………………….…
Fax
: …..……………………………………………….…
E. Contact Person
1. Nama
Jabatan
Telepon
Fax
Email
2. Nama
Jabatan
Telepon
Fax
Email
3. Nama
Jabatan
Telepon
Fax
Email
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
: …………………………………………………………………...
………………,…………………..
PT. Bank…………………………
*) Coret yang tidak perlu
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/21/DASP|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh </reg_title>
<set_date> 2 Desember 2002 </set_date>
<effective_date> 2 Desember 2002 </effective_date>
<replaced_reg> '4/2/DASP|SE-BI/2002' </replaced_reg>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
|
No. 9/38/DPBPR
Jakarta, 28 Desember 2007
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Perizinan dan Pelaporan Bagi Bank Perkreditan Rakyat
dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah Yang Melakukan Kegiatan
Usaha Sebagai Pedagang Valuta Asing
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 9/11/PBI/2007 tanggal 5 September 2007 tentang Pedagang Valuta Asing
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4764), dipandang perlu untuk
menetapkan Tata Cara Perizinan dan Pelaporan bagi Bank Perkreditan Rakyat
dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang melakukan kegiatan usaha sebagai
Pedagang Valuta Asing sebagai berikut:
I. UMUM
A. Pedagang Valuta Asing Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), yang untuk selanjutnya disebut
PVA BPR/BPRS, adalah BPR atau BPRS, yang melakukan kegiatan
usaha jual beli uang kertas asing (banknotes) yang untuk selanjutnya
disebut UKA dan pembelian Traveller’s Cheque yang untuk
selanjutnya disebut TC, yang telah memenuhi ketentuan dan
persyaratan …
persyaratan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/11/PBI/2007
tanggal 5 September 2007 tentang Pedagang Valuta Asing.
B. Persetujuan sebagai PVA yang diberikan kepada kantor pusat
BPR/BPRS berlaku pula bagi kantor cabang BPR/BPRS yang
bersangkutan.
C. Penyampaian laporan dinyatakan telah diterima oleh Bank Indonesia
berdasarkan:
1. Tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia apabila
disampaikan secara langsung ke Bank Indonesia, atau
2. Tanggal stempel pos apabila laporan disampaikan melalui kantor
pos.
II. TATA CARA PERIZINAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PVA
A. BPR/BPRS yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. memiliki tingkat kesehatan BPR selama 12 (dua belas) bulan
terakhir tergolong sehat atau memiliki tingkat kesehatan BPRS
selama 12 (dua belas) bulan terakhir minimal tergolong dalam
peringkat komposit 2;
2. memenuhi persyaratan modal disetor (sesuai ketentuan pentahapan)
dan kepengurusan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi
BPR/BPRS;
3. memiliki Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
sesuai dengan ketentuan KPMM yang berlaku bagi BPR/BPRS;
4. rencana melakukan kegiatan usaha sebagai PVA tercantum dalam
Rencana Kerja BPR/BPRS;
5. memiliki rencana kesiapan operasional.
B. Kantor …
B. Kantor pusat BPR/BPRS mengajukan permohonan persetujuan sebagai
PVA BPR/BPRS secara tertulis kepada Bank Indonesia yang wajib
dilengkapi dengan dokumen rencana kesiapan operasional, antara lain
meliputi:
1. foto kantor BPR/BPRS yang akan melaksanakan kegiatan usaha
sebagai PVA;
2. foto tempat kegiatan usaha di kantor BPR/BPRS yang diajukan dan
tata letak ruang;
3. struktur organisasi kantor, termasuk Sumber Daya Manusia yang
menangani kegiatan PVA;
4. sarana penunjang kegiatan usaha, sekurang-kurangnya berupa:
a. kebijakan, sistem dan prosedur secara tertulis;
b. foto alat deteksi keaslian uang;
c. foto tempat penyimpanan uang;
d. foto papan kurs; dan
e. contoh warkat/dokumen yang akan digunakan.
C. Pengajuan permohonan persetujuan sebagai PVA BPR/BPRS
sebagaimana dimaksud pada huruf B disampaikan ke alamat sebagai
berikut:
1. Bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia (KPBI), permohonan dialamatkan kepada Bank
Indonesia, u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Jl.
M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350.
2. Bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI,
permohonan dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat
Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350.
3. Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI,
permohonan dialamatkan kepada Kantor Bank Indonesia (KBI)
setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja KBI.
Surat …
Surat permohonan persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha
sebagai PVA BPR/BPRS tersebut di atas sesuai contoh pada
Lampiran 1.
D. Bank Indonesia memberitahukan kepada kantor pusat BPR/BPRS
secara tertulis mengenai persetujuan atau penolakan atas permohonan
persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah dokumen permohonan
diterima secara lengkap.
E. BPR/BPRS wajib melaksanakan kegiatan usaha sebagai PVA paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal persetujuan Bank
Indonesia. Apabila dalam jangka waktu tersebut BPR/BPRS tidak
melaksanakan kegiatan usaha sebagai PVA maka persetujuan yang
telah diberikan dinyatakan tidak berlaku.
III. TATA CARA PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA
SEBAGAI PVA
A. Kantor pusat BPR/BPRS yang telah memperoleh persetujuan untuk
melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib melaporkan secara
tertulis pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan kegiatan usaha
sebagai PVA BPR/BPRS ke alamat sebagai berikut:
1. Bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI,
dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat Pengawasan
Bank Perkreditan Rakyat, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350,
dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter u.p.
Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA dan Administrasi.
2. Bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI,
dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat Perbankan
Syariah …
Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan
kepada Direktorat Pengelolaan Moneter u.p. Bagian Pengaturan
dan Pengawasan PVA dan Administrasi.
3. Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI,
dialamatkan kepada KBI setempat dengan mengacu kepada
pembagian wilayah kerja KBI, dengan tembusan kepada:
a. Direktorat Pengelolaan Moneter, u.p. Bagian Pengaturan dan
Pengawasan PVA dan Administrasi , Jl. M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta 10350; dan
b. KBI dimana kantor cabang BPR/BPRS yang akan melakukan
kegiatan usaha sebagai PVA tersebut berada, dalam hal kantor
cabang BPR/BPRS tersebut berada di wilayah kerja KBI yang
berbeda dengan kantor pusatnya; dan/atau
c. Bank Indonesia u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dalam hal kantor cabang BPRS
yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA berada di
wilayah kerja KPBI.
Laporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA sebagaimana
tersebut di atas, sesuai contoh pada Lampiran 2.
B. Bagi BPR/BPRS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan
kegiatan usaha sebagai PVA dan akan melakukan kegiatan PVA di
kantor lainnya, diatur sebagai berikut :
1. Kantor pusat BPR/BPRS wajib melaporkan secara tertulis kepada
Bank Indonesia mengenai rencana kegiatan usaha sebagai PVA
pada kantor BPR/BPRS tertentu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kalender sebelum pelaksanaan kegiatan usaha PVA tersebut
dilakukan oleh kantor BPR/BPRS terkait.
2. Rencana …
2. Rencana kegiatan usaha sebagai PVA dari kantor BPR/BPRS
terkait telah tercantum dalam Rencana Kerja BPR/BPRS yang
bersangkutan.
3. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib dilengkapi
dengan dokumen rencana kesiapan operasional, sebagaimana
dimaksud pada Bab II huruf B.
4. Laporan rencana kegiatan usaha sebagai PVA sebagaimana
dimaksud pada angka 1, disampaikan oleh kantor pusat BPR/BPRS
ke alamat sebagai berikut:
a. Bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI,
dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat
Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Jl. M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta 10350.
b. Bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI,
permohonan dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p.
Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta
10350.
c. Bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI,
dialamatkan kepada KBI setempat dengan mengacu kepada
pembagian wilayah kerja KBI, dengan tembusan kepada KBI
dimana kantor cabang BPR yang akan melakukan kegiatan
usaha sebagai PVA tersebut berada, dalam hal kantor cabang
BPR yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA berada
di wilayah kerja KBI yang berbeda dengan kantor pusatnya.
d. Bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI,
dialamatkan kepada KBI setempat dengan mengacu kepada
pembagian wilayah kerja KBI, dengan tembusan kepada:
1) KBI …
1) KBI dimana kantor cabang BPRS yang akan melakukan
kegiatan usaha sebagai PVA tersebut berada, dalam hal
kantor cabang BPRS tersebut berada di wilayah kerja KBI
yang berbeda dengan kantor pusatnya; atau
2) Bank Indonesia u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dalam hal kantor cabang
BPRS yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA
berada di wilayah kerja KPBI.
Laporan rencana kegiatan usaha sebagai PVA tersebut di atas
sesuai contoh pada Lampiran 3.
5. Laporan pelaksanaan pembukaan kegiatan usaha PVA bagi kantor
cabang wajib disampaikan oleh kantor pusat BPR/BPRS ke alamat
sebagaimana dimaksud pada Bab III huruf A di atas, paling lambat
10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan kegiatan PVA,
sesuai contoh pada Lampiran 4.
IV. TATA CARA PELAPORAN
A. Kantor pusat BPR/BPRS yang melakukan kegiatan usaha sebagai PVA
wajib menyampaikan laporan berkala berupa Laporan Kegiatan Usaha
yang untuk selanjutnya disebut LKU kepada Bank Indonesia, sebagai
berikut:
1. Kantor pusat BPR/BPRS yang melakukan kegiatan usaha sebagai
PVA wajib menyampaikan LKU yang meliputi laporan transaksi
penjualan dan pembelian UKA serta pembelian TC, sesuai contoh
pada Lampiran 5.
2. LKU disampaikan kepada Bank Indonesia secara berkala setiap
triwulan sebagai berikut:
- LKU …
- LKU periode triwulan I terdiri dari laporan bulan Januari,
Februari dan Maret;
- LKU periode triwulan II terdiri dari laporan bulan April, Mei
dan Juni;
- LKU periode triwulan III terdiri dari laporan bulan Juli,
Agustus dan September;
- LKU periode triwulan IV terdiri dari laporan bulan Oktober,
November dan Desember.
3. LKU sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan paling
lambat pada akhir bulan berikutnya.
Contoh : LKU periode triwulan I disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat akhir bulan April tahun berjalan.
4. LKU yang disampaikan kepada Bank Indonesia merupakan laporan
kegiatan usaha sebagai PVA secara konsolidasi yang meliputi
laporan kantor pusat dan seluruh kantor cabang.
5. Dalam rangka keseragaman, pengisian LKU mengacu pada
Lampiran 6.
B. Selain laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, kantor pusat
BPR/BPRS yang melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib
menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan serta laporan
transaksi keuangan tunai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Tindak Pidana Pencucian Uang yang berlaku.
C. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A dibuat secara lengkap,
benar, akurat dan distempel cap perusahaan, serta ditandatangani oleh
Direksi atau pejabat BPR/BPRS yang berwenang.
D. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A disampaikan kepada
Bank Indonesia dalam media disket/compact disc (CD) dan hardcopy
dengan …
dengan surat pengantar yang ditandatangani oleh Direksi atau pejabat
BPR/BPRS yang berwenang.
E. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A disampaikan ke alamat
sebagai berikut:
1. Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI
disampaikan kepada Bank Indonesia, Direktorat Pengelolaan
Moneter u.p. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA dan
Administrasi, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350; atau
2. Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI
disampaikan kepada KBI dengan mengacu kepada pembagian
wilayah kerja KBI.
F. Dalam hal tanggal berakhirnya penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam huruf A jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur,
maka laporan dimaksud disampaikan pada hari kerja berikutnya.
V. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PVA BPR/BPRS
A. Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dihentikan apabila
BPR/BPRS ditetapkan dalam status pengawasan khusus atau belum
memenuhi ketentuan modal disetor atau belum memenuhi ketentuan
kepengurusan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
B. Penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS diatur sebagai
berikut:
1. Bagi BPR/BPRS yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus:
Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dihentikan sejak
penetapan status pengawasan khusus.
2. Bagi BPR/BPRS yang belum memenuhi ketentuan modal disetor
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan kelembagaan BPR/BPRS:
Kegiatan …
Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dihentikan sejak batas
waktu pemenuhan pentahapan modal disetor berakhir.
3. Bagi BPR/BPRS yang tidak memenuhi ketentuan kepengurusan:
Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dihentikan apabila
BPR/BPRS yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan
kepengurusan lebih dari 6 (enam) bulan.
C. Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dapat dihentikan oleh
BPR/BPRS, atas inisiatif sendiri.
D. Tata cara penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS atas
inisiatif sendiri diatur sebagai berikut:
1. Penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS:
a. Kantor pusat BPR/BPRS menyampaikan rencana penghentian
kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS secara tertulis kepada
Bank Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud pada Bab III
huruf A, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum
tanggal penghentian kegiatan usaha sebagai PVA, sesuai contoh
Lampiran 7.
b. Rencana penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS
harus disertai dengan dokumen:
1) Alasan penghentian; dan
2) Pernyataan bahwa seluruh hak dan kewajiban yang terkait
dengan kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS yang
dilaksanakan sebelum tanggal penghentian, telah
diselesaikan, yaitu seluruh aktiva valas, baik UKA maupun
TC yang dimiliki telah dijual atau dicairkan dalam mata
uang rupiah dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab PVA
BPR/BPRS.
c. Persetujuan …
c. Persetujuan penghentian kegiatan usaha sebagai PVA
BPR/BPRS disampaikan oleh Bank Indonesia paling lambat 30
(tiga puluh) hari kalender setelah surat permohonan penghentian
kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS diterima lengkap oleh
Bank Indonesia.
d. Pelaksanaan penghentian kegiatan usaha sebagai PVA
sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib dilaporkan oleh
kantor pusat BPR/BPRS kepada Bank Indonesia ke alamat
sebagaimana dimaksud pada Bab III huruf A, paling lambat 10
(sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan penghentian
kegiatan usaha PVA, seperti contoh pada Lampiran 8.
2. Penghentian kegiatan usaha PVA BPR/BPRS pada 1 (satu) atau
lebih kantor BPR/BPRS wajib dilaporkan oleh kantor pusat
BPR/BPRS ke alamat sebagaimana diatur dalam Bab III huruf A,
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan
penghentian kegiatan usaha PVA di kantor cabang BPR/BPRS
disertai alasan penghentian sesuai contoh pada Lampiran 9.
VI. TATA CARA PENYELESAIAN SANKSI KEWAJIBAN
MEMBAYAR
Penyelesaian sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia
dilaksanakan oleh BPR/BPRS dengan cara sebagai berikut:
A. Pembayaran secara tunai:
1. Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI
menyetor kepada Direktorat Pengedaran Uang u.p. Bagian
Pengelolaan Uang Kas Keluar (BPUK).
2. Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI,
menyetor kepada KBI setempat.
pada …
pada setiap hari kerja, waktu layanan kas, pukul 08.00 s.d 12.00 waktu
setempat (hari Senin s.d Kamis) atau pukul 08.00 s.d 11.30 waktu
setempat (hari Jumat), untuk untung rekening nomor :
- 566.000446 – “Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS”
bagi BPRS;
- 566.000447 – “Rekening anggaran sehubungan dengan penerimaan
sanksi administratif BPR” bagi BPR konvensional.
B. Pembayaran secara non tunai:
1. Kliring
Transfer ditujukan ke rekening nomor:
a. 566.000446 – “Rekening penerimaan sanksi administratif
BPRS” bagi BPRS, dengan mencantumkan ”pembayaran sanksi
kewajiban membayar dari BPRS XXX” pada kolom keterangan.
b. 566.000447 – “Rekening anggaran sehubungan dengan
penerimaan sanksi administratif BPR” bagi BPR konvensional,
dengan mencantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban
membayar dari BPR XXX” pada kolom keterangan.
2. BI-RTGS
Transfer ditujukan ke rekening nomor:
a. 566.000446 – “Rekening penerimaan sanksi administratif
BPRS” bagi BPRS, dengan mencantumkan Transaction
Reference Number (TRN) BIRBK566 dan diberikan keterangan
”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPRS XXX”.
b. 566.000447 – “Rekening anggaran sehubungan dengan
penerimaan sanksi administratif BPR” bagi BPR konvensional,
dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN)
BIRBK566 …
BIRBK566 dan diberikan keterangan ”pembayaran sanksi
kewajiban membayar dari BPR XXX”.
C. BPR/BPRS menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi
kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dengan alamat
sebagaimana pada Bab II huruf C.
VII. KETENTUAN LAIN-LAIN
A. Tata cara penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi PVA BPR/BPRS
mengacu pada Peraturan Bank Indonesia yang berlaku tentang
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
B. PVA BPR/BPRS dapat memiliki saldo harian pos aktiva dalam valuta
asing paling tinggi sebesar 20% (dua puluh per seratus) dari modal
disetor. Saldo harian pos aktiva dalam valuta asing dimaksud dihitung
dengan menggunakan kurs tengah harian Bank Indonesia yang dapat
dilihat di website Bank Indonesia atau Reuters pada pukul 16.00 WIB.
Pengertian pos aktiva dalam valuta asing adalah mata uang kertas
asing, uang logam asing bukan emas dan TC yang masih berlaku, milik
BPR/BPRS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan
kegiatan usaha sebagai PVA, yang dijabarkan dalam rupiah.
C. Persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA bagi PVA
BPR/BPRS dinyatakan tidak berlaku dalam hal seluruh kegiatan usaha
BPR/BPRS yang bersangkutan dibekukan atau izin usaha BPR/BPRS
dicabut oleh Bank Indonesia.
VIII. KETENTUAN …
VIII. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Januari 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
RATNA E. AMIATY
DIREKTUR PENGAWASAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/38/DPBPR|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Perizinan dan Pelaporan Bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Pedagang Valuta Asing </reg_title>
<set_date> 28 Desember 2007 </set_date>
<effective_date> 7 Januari 2008 </effective_date>
<related_reg> '9/11/PBI/2007' </related_reg>
|
No. 10/ 27 /DPM
Jakarta, 21 Agustus 2008
SURAT EDARAN
Perihal : Tata Cara Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/13/PBI/2008 tanggal 21 Agustus 2008 tentang Lelang dan
Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4888) dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 215/KMK.08/2008
tanggal 15 Agustus 2008 tentang Penunjukan Bank Indonesia Sebagai Agen
Penata Usaha, Agen Pembayar, dan Agen Lelang Surat Berharga Syariah Negara
di Pasar Dalam Negeri serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor
118/PMK.08/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Penerbitan dan Penjualan
Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Bookbuilding di Pasar Perdana
Dalam Negeri, perlu ditetapkan ketentuan mengenai Tata Cara Penatausahaan
Surat Berharga Syariah Negara dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. Ketentuan Umum
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau
dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, dalam mata uang Rupiah, sebagai
bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN.
2. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
3. Bank…
2
3. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah.
4. Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang
melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek.
5. Pihak adalah orang perseorangan, atau kumpulan orang dan/atau kekayaan
yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan
hukum.
6. Agen Penjual adalah Perusahaan Efek yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri guna melaksanakan
penjualan SBSN dengan cara bookbuilding.
7. Bookbuilding adalah kegiatan penjualan SBSN kepada Pihak melalui
Agen Penjual, dimana Agen Penjual mengumpulkan pemesanan
pembelian dalam periode penawaran yang telah ditentukan.
8. Pemesanan Pembelian adalah pengajuan pemesanan pembelian SBSN
oleh Pihak kepada Agen Penjual dalam suatu periode waktu penawaran
yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya.
9. Memorandum Informasi adalah informasi tertulis mengenai penawaran
SBSN kepada Pihak.
10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana
elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
11.Bank…
3
11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk
penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara dan Sistem
BI–RTGS.
12. Penatausahaan SBSN adalah kegiatan yang mencakup kliring dan
setelmen, pencatatan kepemilikan, serta agen pembayar imbalan dan nilai
nominal SBSN.
13. Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau
margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan
SBSN, yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan
berakhirnya periode SBSN.
14. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian, yang memenuhi persyaratan dan disetujui Bank Indonesia
melakukan fungsi penatausahaan surat berharga termasuk SBSN untuk
kepentingan nasabah.
15. Nilai Nominal adalah nilai SBSN atas nama Bank dan/atau Sub-Registry
yang tercatat dalam BI-SSSS.
16. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah
setelmen transaksi surat berharga dengan cara setelmen surat berharga
dilakukan bersamaan dengan setelmen dana di Bank Indonesia melalui
Sistem BI-RTGS.
17. Free of payment yang selanjutnya disingkat FoP adalah setelmen transaksi
SBSN dengan cara setelmen surat berharga dilakukan melalui BI-SSSS,
sedangkan setelmen dana dilakukan tidak secara bersamaan dengan
setelmen surat berharga atau tanpa setelmen dana.
18. Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
II.TATA…
4
II. TATA CARA PENATAUSAHAAN SBSN
A. Setelmen Penerbitan SBSN dengan cara Bookbuilding di Pasar Perdana
1. Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN berdasarkan penetapan
hasil penjualan oleh Menteri.
2. Setelmen SBSN dilakukan paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah
tanggal penetapan hasil penjualan SBSN (T+2).
3. Perhitungan harga setelmen per unit SBSN yang diterbitkan dengan
cara Bookbuilding dilakukan berdasarkan metode penetapan harga
yang tercantum dalam Memorandum Informasi yang diterbitkan oleh
Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
4. Jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari sebenarnya (actual
per actual) dan dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen
sampai dengan tanggal jatuh waktu.
5. Agen Penjual bertanggung jawab terhadap setelmen seluruh
pemesanan pembelian masing-masing Pihak yang pemesanan
pembeliannya telah memperoleh penjatahan.
6. Berdasarkan penetapan hasil penjualan SBSN oleh Menteri, pada 1
(satu) Hari Kerja sebelum tanggal setelmen Agen Penjual menginput
hasil penjatahan (allotment) SBSN per investor melalui BI-SSSS
antara lain nominal SBSN, Bank pembayar dan Sub-Registry.
7. Agen Penjual bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penetapan
(setting) broker bidding limit oleh Bank dan/atau Sub-Registry dan
settlement limit oleh Bank pembayar di BI-SSSS.
8. Agen Penjual bertanggung jawab terhadap kebenaran dan kelengkapan
data hasil penjatahan (allotment) SBSN per investor yang diinput
melalui BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 6.
9. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil penjualan SBSN pada
tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut :
a. mendebet…
5
a. mendebet rekening giro rupiah di Bank Indonesia milik Bank untuk
dan atas nama diri sendiri dan/atau Bank pembayar untuk dan atas
nama pihak lain melalui Sistem BI-RTGS dan mengkredit rekening
giro rupiah di Bank Indonesia milik Pemerintah.
b. mengkredit rekening surat berharga Bank dan/atau Sub-Registry di
BI-SSSS.
c. pendebetan rekening giro rupiah milik Bank di Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan pengkreditan rekening
surat berharga di BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada huruf b,
dilakukan dengan memperhatikan pemisahan kepesertaan antara
Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
dengan kegiatan unit usaha syariah pada Bank tersebut
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS.
10. Dalam hal saldo rekening giro rupiah milik Bank dan/atau Bank
pembayar di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 9
huruf a tidak mencukupi untuk melunasi seluruh atau sebagian
kewajibannya sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka
seluruh hasil penjatahan SBSN yang setelmennya dilakukan melalui
Bank dan/atau Bank pembayar dinyatakan gagal.
11. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kegagalan setelmen
transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 10 kepada Menteri cq.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
B. Pembayaran Imbalan SBSN dan/atau Nilai Nominal SBSN
1. Bank Indonesia melakukan pembayaran Imbalan dan/atau Nilai
Nominal SBSN berdasarkan posisi kepemilikan SBSN yang tercatat di
BI-SSSS pada 2 (dua) Hari Kerja sebelum tanggal jatuh waktu
pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN (T-2).
2. Pembayaran…
6
2. Pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dilakukan pada tanggal jatuh waktu dengan
mendebet rekening giro rupiah milik Pemerintah di Bank Indonesia
dan mengkredit rekening giro rupiah milik Bank dan/atau Bank
pembayar di Bank Indonesia sebesar Imbalan dan/atau Nilai Nominal
SBSN.
3. Pengkreditan rekening giro rupiah milik Bank di Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada angka 2, dilakukan dengan
memperhatikan pemisahan kepesertaan antara Bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dengan kegiatan
unit usaha syariah pada Bank tersebut sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS.
4. Pada hari yang sama dengan hari pembayaran Imbalan dan/atau Nilai
Nominal SBSN oleh Bank Indonesia, Sub-Registry wajib meneruskan
pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN kepada investor
yang tercatat di Sub-Registry.
C. Setelmen Transaksi SBSN di Pasar Sekunder
Prosedur setelmen transaksi SBSN di pasar sekunder dilakukan sesuai
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS yang
berlaku.
III. Penutup…
7
III. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 21 Agustus
2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/27/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara </reg_title>
<set_date> 21 Agustus 2008 </set_date>
<effective_date> 21 Agustus 2008 </effective_date>
<related_reg> '10/13/PBI/2008', '118/PMK.08/2008|PER-MENKEU/2008', '215/KMK.08/2008|KEP-MENKEU/2008' </related_reg>
|
No. 14/ 27/DASP
Jakarta, 25 September 2012
S U R A T E D A R A N
Perihal
: Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu
Kredit
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5275) dan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu sebagaimana telah diubah
dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/17/DASP, dan dalam
rangka penerapan manajemen risiko, Penerbit Kartu Kredit wajib
melakukan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit atas setiap
Pemegang Kartu Kredit yang memiliki pendapatan tiap bulan
Rp3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) sampai dengan Rp10.000.000,00
(sepuluh juta Rupiah), dan dalam melakukan penyesuaian kepemilikan
Kartu Kredit tersebut Penerbit Kartu Kredit wajib bekerjasama dengan
Penerbit Kartu Kredit lainnya serta dapat berkonsultasi dengan Bank
Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan peraturan
pelaksanaan yang mengatur mengenai mekanisme penyesuaian
kepemilikan Kartu Kredit dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
1. PENYESUAIAN ...
2
1. PENYESUAIAN KEPEMILIKAN KARTU KREDIT
a. Dalam rangka melakukan identifikasi terhadap Pemegang Kartu
Kredit yang memenuhi kriteria pembatasan minimum usia,
minimum pendapatan tiap bulan, maksimum plafon kredit, dan
maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat
memberikan fasilitas Kartu Kredit, setiap Penerbit Kartu Kredit
wajib menyampaikan seluruh data Pemegang Kartu Kredit
kepada asosiasi Penerbit Kartu Kredit.
b. Asosiasi Penerbit Kartu Kredit melakukan kompilasi seluruh
data Pemegang Kartu Kredit yang telah disampaikan oleh
Penerbit Kartu Kredit, melakukan identifikasi dan memilah data
Pemegang Kartu Kredit berdasarkan kriteria batas minimum
usia, batas minimum pendapatan tiap bulan, batas maksimum
plafon kredit yang dapat diberikan, dan batas maksimum
jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas
Kartu Kredit.
c. Asosiasi Penerbit Kartu Kredit menyampaikan secara tertulis
hasil identifikasi dan pemilahan sebagaimana dimaksud pada
huruf b kepada seluruh Penerbit Kartu Kredit terkait.
d. Berdasarkan hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada
huruf c, Penerbit Kartu Kredit wajib melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Menutup dan/atau mengakhiri penggunaan Kartu Kredit
yang dimiliki oleh Pemegang Kartu Kredit dengan kriteria
sebagai berikut:
a) Pemegang Kartu Kredit tidak memenuhi batas
minimum usia yang dipersyaratkan, yaitu:
(1) 21 (dua puluh satu) tahun atau telah kawin untuk
Pemegang Kartu Kredit utama.
(2) 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin untuk
Pemegang Kartu Kredit tambahan.
b) Pemegang ...
3
b) Pemegang Kartu Kredit memiliki pendapatan tiap bulan
kurang dari Rp3.000.000,00 (tiga juta Rupiah);
dan/atau
c) Pemegang Kartu Kredit memiliki Kartu Kredit lebih dari
2 (dua) Penerbit Kartu Kredit yang diantaranya terdapat
Kartu Kredit dengan kualitas macet, diragukan, atau
kurang lancar sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kualitas aktiva produktif.
Penutupan dan/atau pengakhiran penggunaan Kartu
Kredit berkualitas macet, diragukan, atau kurang lancar
tersebut dilakukan sesuai Surat Edaran Bank Indonesia
ini, atau sesuai dengan kesepakatan antar Penerbit Kartu
Kredit;
2) Menyesuaikan total plafon Kartu Kredit yang dimiliki
Pemegang Kartu Kredit apabila total plafon tersebut lebih
dari 3 (tiga) kali pendapatan tiap bulan Pemegang Kartu
Kredit. Penyesuaian plafon Kartu Kredit dapat dilakukan
sesuai metode penyesuaian plafon Kartu Kredit
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
ini, atau sesuai kesepakatan antar Penerbit Kartu Kredit;
3) Memberitahukan secara tertulis kepada Pemegang Kartu
Kredit untuk memilih Kartu Kredit yang akan tetap
digunakan dan yang akan ditutup dan/atau diakhiri
penggunaannya apabila Pemegang Kartu Kredit
memperoleh fasilitas Kartu Kredit lebih dari 2 (dua)
Penerbit Kartu Kredit. Pemberitahuan tertulis kepada
Pemegang Kartu Kredit tersebut dapat dilakukan melalui
koordinasi asosiasi Penerbit Kartu Kredit;
4) Apabila Pemegang Kartu Kredit tidak menyampaikan
pilihan Kartu Kredit yang akan tetap digunakan dan yang
akan ditutup dan/atau diakhiri penggunaannya, maka
Penerbit ...
4
Penerbit Kartu Kredit wajib melakukan negosiasi dengan
Penerbit Kartu Kredit terkait;
5) Apabila negosiasi sebagaimana dimaksud pada angka 4)
tidak menghasilkan kesepakatan, Pemegang Kartu Kredit
atau Penerbit Kartu Kredit dapat mengajukan permohonan
konsultasi kepada Bank Indonesia. Pengajuan konsultasi
kepada Bank Indonesia dapat dilakukan melalui koordinasi
asosiasi Penerbit Kartu Kredit.
e. Penyelesaian Tagihan Kartu Kredit
1) Terhadap Kartu Kredit yang telah ditutup dan/atau
diakhiri penggunaannya, Pemegang Kartu Kredit tetap
berkewajiban menyelesaikan tagihan Kartu Kredit
berdasarkan tata cara dan mekanisme penyelesaian
tagihan Kartu Kredit yang ditetapkan Penerbit Kartu Kredit.
2) Penetapan tata cara dan mekanisme penyelesaian tagihan
Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus
memenuhi cara-cara yang tidak merugikan Pemegang
Kartu Kredit, antara lain:
a) tidak memperhitungkan tambahan bunga, biaya, dan
denda selama dalam masa penyelesaian tagihan Kartu
Kredit;
b) menetapkan jangka waktu penyelesaian tagihan dan
nilai angsuran tiap bulan secara wajar sesuai besarnya
tagihan Kartu Kredit yang harus diselesaikan; dan
c) menggunakan cara pembayaran penyelesaian tagihan
yang disepakati oleh Pemegang Kartu Kredit.
2. KONSULTASI DENGAN BANK INDONESIA
a. Persyaratan dan Tata Cara Permohonan Konsultasi
1) Pengajuan permohonan konsultasi kepada Bank Indonesia
dapat dilakukan oleh Pemegang Kartu Kredit, Penerbit
Kartu ...
5
Kartu Kredit atau melalui koordinasi asosiasi Penerbit
Kartu Kredit.
2) Dalam hal permohonan konsultasi dilakukan oleh
Pemegang atau Penerbit Kartu Kredit, permohonan
konsultasi diajukan di bawah koordinasi salah satu
Penerbit Kartu Kredit.
3) Permohonan konsultasi harus disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja terhitung
sejak pelaksanaan negosiasi antar Penerbit Kartu Kredit.
Apabila negosiasi dilaksanakan lebih dari 1 (satu) kali,
maka batas waktu pengajuan permohonan konsultasi
dihitung dari tanggal pelaksanaan negosiasi yang terakhir.
4) Pengajuan permohonan konsultasi kepada Bank Indonesia
dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a) Pemegang Kartu Kredit telah diberikan kesempatan
untuk menentukan Kartu Kredit yang akan ditutup
dan/atau diakhiri penggunaannya;
b)
telah dilakukan negosiasi antar Penerbit Kartu Kredit
terkait namun belum memperoleh kesepakatan;
c) Kartu Kredit yang akan dikonsultasikan tidak sedang
dalam proses mediasi atau proses pengadilan; dan
d) Pemegang Kartu Kredit
tidak dinyatakan
pailit/bangkrut, atau tidak sedang dalam proses
kepailitan.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) sampai
dengan huruf d) dibuktikan dengan surat pernyataan dari
Penerbit Kartu Kredit atau dokumen pendukung lainnya.
5) Permohonan konsultasi harus dilengkapi dengan dokumen
paling kurang berupa:
a) surat pernyataan dari Penerbit Kartu Kredit atau
dokumen pendukung lainnya yang menyatakan telah
terpenuhinya ...
6
terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam butir 4)a), butir 4)b), butir 4)c), dan butir 4)d).
b)
rincian data/informasi Pemegang Kartu Kredit, antara
lain:
(1) fotokopi identitas Pemegang Kartu Kredit;
(2) fotokopi dokumen yang membuktikan
pendapatan setiap bulan Pemegang Kartu Kredit;
(3) data Kartu Kredit yang dimiliki Pemegang Kartu
Kredit, berupa:
(a)
(b)
jumlah Kartu Kredit;
jumlah dan nama Penerbit Kartu Kredit;
(c) plafon Kartu Kredit dari setiap Kartu Kredit;
(d)
(e)
tanggal penerbitan Kartu Kredit dari setiap
Kartu Kredit;
total tagihan Kartu Kredit dari masing-
masing Kartu Kredit; dan
(f) kualitas kredit dari setiap Kartu Kredit.
c)
ringkasan pelaksanaan proses negosiasi antar Penerbit
Kartu Kredit yang berupa:
(1) fotokopi berita acara negosiasi antar Penerbit
Kartu Kredit yang bersangkutan;
(2) permasalahan utama penyebab negosiasi tidak
menghasilkan kesepakatan; dan
(3) alternatif penyelesaian yang diusulkan oleh para
pihak, jika ada.
b. Pelaksanaan Konsultasi
1) Tahap Konsultasi Awal
a) Bank Indonesia memeriksa pemenuhan tata cara
permohonan dan kelengkapan persyaratan konsultasi
sebagaimana diatur pada huruf a dengan ketentuan
sebagai berikut:
(1)
dalam ...
7
(1) dalam hal tata cara permohonan dan/atau
kelengkapan dokumen belum terpenuhi atau
belum sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, Bank Indonesia meminta pemohon
konsultasi untuk melengkapi kekurangan
dokumen dimaksud;
(2) permintaan untuk melengkapi dokumen
sebagaimana dimaksud pada angka (1)
disampaikan oleh Bank Indonesia secara tertulis
melalui surat, faksimili, atau email;
(3) pemohon konsultasi wajib memenuhi
kelengkapan dokumen paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja terhitung sejak tanggal permintaan
tertulis Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
pada angka (2);
(4) apabila dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada angka (3) pemohon konsultasi
tidak melengkapi kekurangan dokumen, maka
permohonan konsultasi dianggap batal dan Bank
Indonesia tidak memproses lebih lanjut
permohonan tersebut;
(5) permohonan konsultasi yang telah dianggap batal
sebagaimana dimaksud pada angka (4) tidak
dapat diajukan kembali ke Bank Indonesia.
b) apabila tata cara permohonan dan kelengkapan
persyaratan konsultasi telah lengkap, Bank Indonesia
menetapkan jadwal konsultasi awal.
Konsultasi awal tersebut dimaksudkan untuk:
(1) memperoleh penjelasan mengenai dokumen yang
disampaikan Penerbit Kartu Kredit, antara lain:
(a) posisi Kartu Kredit yang dimiliki oleh
Pemegang Kartu Kredit, yang meliputi
jumlah ...
8
jumlah plafon, jumlah Penerbit Kartu Kredit,
kualitas kredit, penghasilan Pemegang Kartu
Kredit, dan informasi terkait lainnya; dan
(b) permasalahan dan/atau kendala yang
menyebabkan proses negosiasi antara
Penerbit Kartu Kredit dengan Pemegang
Kartu Kredit
kesepakatan.
(2) apabila dalam konsultasi awal tersebut terdapat
kesepakatan atas penyesuaian Kartu Kredit dan
metode penyelesaian tagihan Kartu Kredit yang
ditutup dan/atau diakhiri penggunaannya, maka
proses konsultasi dianggap selesai.
c)
forum konsultasi awal harus dihadiri oleh pejabat
seluruh Penerbit Kartu Kredit terkait. Dalam hal
terdapat pejabat Penerbit Kartu Kredit yang tidak
hadir dalam konsultasi awal maka Penerbit Kartu
Kredit tetap terikat pada hasil konsultasi awal.
Dalam hal seluruh Penerbit Kartu Kredit tidak
menghadiri konsultasi awal maka permohonan
konsultasi dianggap batal dan tidak diproses lebih
lanjut oleh Bank Indonesia.
d) hasil konsultasi awal dituangkan dalam berita acara
yang ditandatangani oleh para pihak dan Bank
Indonesia.
2) Tahap Konsultasi Lanjutan
a) apabila dalam konsultasi awal sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) belum diperoleh kesepakatan, Bank
Indonesia menentukan jadwal pelaksanaan konsultasi
lanjutan. Tahap konsultasi lanjutan dilaksanakan
paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal
berita acara konsultasi awal.
b)
forum ...
tidak menghasilkan
9
b)
forum konsultasi lanjutan sebagaimana dimaksud
pada huruf a) harus dihadiri oleh pejabat seluruh
Penerbit Kartu Kredit terkait. Dalam hal terdapat
pejabat Penerbit Kartu Kredit yang tidak hadir dalam
konsultasi lanjutan maka Penerbit Kartu Kredit tetap
terikat pada hasil konsultasi lanjutan.
Apabila seluruh Penerbit Kartu Kredit tidak
menghadiri tahap konsultasi
lanjutan maka
permohonan konsultasi dianggap batal dan tidak
diproses lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
c) Pemegang Kartu Kredit yang tidak hadir dalam
pelaksanaan konsultasi tetap terikat pada hasil
konsultasi.
d) hasil konsultasi dituangkan dalam berita acara yang
ditandatangani oleh para pihak dan Bank Indonesia.
3) Tahap Pelaksanaan Hasil Konsultasi
a) Pemegang Kartu Kredit dan Penerbit Kartu Kredit
terikat pada hasil kesepakatan, baik pada tahap
konsultasi awal maupun konsultasi lanjutan.
b) kesepakatan hasil konsultasi wajib dilaksanakan oleh
Penerbit Kartu Kredit paling lama 5 (lima) hari kerja
terhitung sejak tanggal berita acara konsultasi atau
sesuai waktu yang telah disepakati dalam konsultasi.
c) Penerbit Kartu Kredit wajib menyampaikan laporan
tertulis kepada Bank Indonesia mengenai pelaksanaan
kesepakatan hasil konsultasi yang paling kurang
memuat:
(1) pelaksanaan penyesuaian Kartu Kredit;
(2) perkembangan penyelesaian kewajiban oleh
Pemegang Kartu Kredit; dan
(3) kendala/permasalahan apabila ada, dan upaya
yang telah dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit.
d)
penyampaian ...
10
d) penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada
huruf c) wajib dilakukan Penerbit Kartu Kredit tiap 3
(tiga) bulan sekali sampai dengan diselesaikannya
pelaksanaan hasil konsultasi tersebut.
3. METODE PENYESUAIAN KEPEMILIKAN KARTU KREDIT
Dalam melakukan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit, baik di
tahap negosiasi antar Penerbit Kartu Kredit maupun konsultasi,
asosiasi Penerbit Kartu Kredit dan Penerbit Kartu Kredit dapat
mengacu pada metode penyesuaian sebagai berikut:
a. Penyesuaian Kartu Kredit Berdasarkan Kualitas Kredit dan
Masa Perolehan Kartu Kredit
1) Apabila dari seluruh Kartu Kredit memiliki kualitas kredit
tidak sama maka penutupan dan/atau pengakhiran
penggunaan Kartu Kredit diprioritaskan terhadap Kartu
Kredit yang memiliki kualitas terendah/terburuk.
Penyesuaian Kartu Kredit berdasarkan kualitas kredit
sebagaimana contoh 1 dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
2) Apabila dari seluruh Kartu Kredit memiliki kualitas kredit
yang sama, maka penutupan dan/atau pengakhiran
penggunaan Kartu Kredit diprioritaskan terhadap Kartu
Kredit yang terakhir diperoleh Pemegang Kartu Kredit.
Penyesuaian Kartu Kredit berdasarkan masa perolehan
Kartu Kredit sebagaimana contoh 2 dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
b. Penyesuaian Plafon Kartu Kredit
Dalam hal Pemegang Kartu Kredit memiliki total plafon kredit
melebihi 3 (tiga) kali pendapatan tiap bulan (take home pay),
maka penyesuaian atas jumlah plafon kredit dilakukan secara
proporsional ...
11
proporsional. Penyesuaian total plafon kredit secara
proporsional sebagaimana contoh 3 dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
4. PENGAWASAN DAN LAPORAN PERKEMBANGAN PENYESUAIAN
KARTU KREDIT
a. Dalam rangka monitoring pelaksanaan penyesuaian
kepemilikan Kartu Kredit:
1) Asosiasi Penerbit Kartu Kredit melaporkan kepada Bank
Indonesia:
a) hasil identifikasi data Pemegang Kartu Kredit
sebagaimana disampaikan kepada seluruh Penerbit
Kartu Kredit terkait; dan
b) perkembangan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit
oleh Penerbit Kartu Kredit yang pelaksanaannya
dikoordinasikan oleh asosiasi Penerbit Kartu Kredit.
2) Penerbit Kartu Kredit wajib menyampaikan laporan tertulis
kepada Bank Indonesia mengenai pelaksanaan
kesepakatan hasil konsultasi yang paling kurang memuat:
a) pelaksanaan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit;
b) perkembangan penyelesaian kewajiban Pemegang
Kartu Kredit yang ditutup dan/atau diakhiri Kartu
Kreditnya; dan
c) kendala atau permasalahan apabila ada dan upaya
yang telah dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit.
b. Laporan hasil identifikasi data Pemegang Kartu Kredit
sebagaimana dimaksud pada butir a.1).a) disampaikan kepada
Bank Indonesia segera setelah asosiasi Penerbit Kartu Kredit
menyelesaikan identifikasi data Pemegang Kartu Kredit.
c. Laporan perkembangan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit
oleh asosiasi Penerbit Kartu Kredit sebagaimana dimaksud pada
butir ...
12
butir a.1).b) dan laporan pelaksanaan kesepakatan hasil
konsultasi sebagaimana dimaksud pada butir a.2) wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia setiap 3 (tiga) bulan sekali
sampai dengan diselesaikannya penyesuaian atau pelaksanaan
kesepakatan hasil konsultasi.
5. KETENTUAN LAIN-LAIN
a. Asosiasi Penerbit Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit dan
Pemegang Kartu Kredit dapat menyepakati metode lain selain
yang ditetapkan pada angka 3.
b. Dalam melakukan identifikasi data Pemegang Kartu Kredit,
terhadap Kartu Kredit yang sedang dalam pemblokiran karena:
1) alasan fraud;
2) adanya permintaan pemblokiran oleh Pemegang Kartu
Kredit; dan/atau
3) pemblokiran oleh Penerbit karena Kartu Kredit dalam
kualitas macet;
tetap diperhitungkan sebagai jumlah Kartu Kredit yang dimiliki
oleh Pemegang Kartu Kredit yang bersangkutan.
c. Terhadap Kartu Kredit yang sudah ditetapkan untuk ditutup
dan/atau diakhiri penggunaannya, tidak dapat diaktifkan
kembali meskipun Pemegang Kartu Kredit telah menyelesaikan
kewajiban pembayarannya.
d. Permohonan konsultasi, laporan, surat menyurat dan/atau
informasi lainnya disampaikan kepada:
Bank Indonesia cq. Departemen Akunting dan Sistem
Pembayaran,
Gedung D Lantai 2, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia,
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2
Jakarta - 10350
6. KETENTUAN ...
13
6. KETENTUAN PERALIHAN
Dalam rangka penyelesaian pelaksanaan penyesuaian kepemilikan
Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit diberikan tenggat waktu selama
2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal 1 Januari 2013. Berdasarkan
hal tersebut, untuk Kartu Kredit yang telah diberikan oleh Penerbit
Kartu Kredit sebelum tanggal 1 Januari 2013, maka per 1 Januari
2015 seluruh Penerbit Kartu Kredit wajib telah memenuhi
ketentuan pemberian Kartu Kredit kepada Pemegang Kartu Kredit
sesuai ketentuan mengenai batas minimum usia, batas minimum
pendapatan tiap bulan, batas maksimum plafon kredit yang dapat
diberikan, dan batas maksimum jumlah Penerbit Kartu Kredit yang
dapat memberikan fasilitas Kartu Kredit.
7. KETENTUAN PENUTUP
Untuk mendukung dan mempercepat penyelesaian pelaksanaan
penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit harus
segera menyampaikan data seluruh Pemegang Kartu Kredit kepada
asosiasi Penerbit Kartu Kredit terhitung sejak berlakunya Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
pada tanggal 25 September 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BOEDI ARMANTO
KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
LAMPIRAN
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 14/ 27 /DASP TANGGAL 25 SEPTEMBER 2012
PERIHAL
MEKANISME PENYESUAIAN KEPEMILIKAN KARTU
KREDIT
Contoh 1
Contoh 2
Contoh 3
: Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit Berdasarkan
Kualitas Kredit
: Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit Berdasarkan
Masa Perolehan Kartu Kredit
: Penyesuaian Jumlah Plafon Secara Proporsional
CONTOH 1 ...
CONTOH 1
PENYESUAIAN KEPEMILIKAN KARTU KREDIT
BERDASARKAN KUALITAS KREDIT
A memiliki pendapatan tiap bulan (take home pay) sebesar
Rp6.000.000,00 (enam juta Rupiah). A merupakan Pemegang 7 (tujuh)
Kartu Kredit yang masing-masing diperoleh dari 7 (tujuh) Penerbit Kartu
Kredit, dengan komposisi sebagai berikut:
a. Kartu Kredit ke-1 dari Penerbit S dengan plafon kredit
Rp 5.000.000,00 (lima juta Rupiah) dan kualitas lancar;
b. Kartu Kredit ke-2 dari Penerbit T dengan plafon kredit
Rp 2.000.000,00 (dua juta Rupiah) dan kualitas kurang lancar;
c. Kartu Kredit ke-3 dari Penerbit U dengan plafon kredit
Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) dan kualitas dalam perhatian
khusus;
d. Kartu Kredit ke-4 dari Penerbit V dengan plafon kredit
Rp 4.000.000,00 (empat juta Rupiah) dan kualitas macet;
e. Kartu Kredit ke-5 dari Penerbit W dengan plafon kredit
Rp 3.500.000,00 (tiga juta lima ratus ribu Rupiah) dan kualitas
diragukan;
f. Kartu Kredit ke-6 dari Penerbit X dengan plafon kredit
Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu Rupiah) dan kualitas
dalam perhatian khusus; dan
g. Kartu Kredit ke-7 dari Penerbit Y dengan plafon kredit
Rp 6.500.000,00 (enam juta lima ratus ribu Rupiah) dan kualitas
lancar.
Kepemilikan Kartu Kredit oleh A tersebut wajib disesuaikan oleh seluruh
Penerbit Kartu Kredit. Adapun metode yang dapat digunakan dalam
rangka penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit A adalah berdasarkan
kualitas Kartu Kredit. Berdasarkan metode ini maka Kartu Kredit yang
yang diprioritaskan untuk ditutup dan/atau diakhiri penggunaannya oleh
Penerbit Kartu Kredit adalah Kartu Kredit yang memiliki kualitas kurang
lancar, diragukan, dan macet, yaitu:
• Kartu ...
• Kartu Kredit ke-2 dari Penerbit T dengan kualitas kurang lancar;
• Kartu Kredit ke-4 dari Penerbit V dengan kualitas macet; dan
• Kartu Kredit ke-5 dari Penerbit W dengan kualitas diragukan.
Berdasarkan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit tersebut masih
terdapat 4 (empat) Kartu Kredit yang dimiliki oleh A, yaitu:
• Kartu Kredit ke-1 dari Penerbit S dengan kualitas lancar;
• Kartu Kredit ke-3 dari Penerbit U dengan kualitas dalam perhatian
khusus;
• Kartu Kredit ke-6 dari Penerbit X dengan kualitas dalam perhatian
khusus; dan
• Kartu Kredit ke-7 dari Penerbit Y dengan kualitas lancar.
Atas Kartu Kredit yang masih dimiliki oleh A tersebut masih perlu
dilakukan penyesuaian karena selain melampaui batas maksimum
jumlah Penerbit Kartu Kredit yang dapat memberikan fasilitas Kartu
Kredit juga melampaui batas maksimum plafon kredit yang
diperkenankan.
Dengan menggunakan metode penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit
berdasarkan kualitas kredit, maka Kartu Kredit yang diprioritaskan
untuk diakhiri dan/atau ditutup adalah Kartu Kredit ke-3 dari Penerbit U
dan Kartu Kredit ke-6 dari Penerbit X.
Berdasarkan hasil dari penyesuaian kepemilikan tersebut, maka Kartu
Kredit yang masih dimiliki A adalah:
• Kartu Kredit ke-1 dari Penerbit S dengan plafon Rp5.000.000,00 (lima
juta Rupiah); dan
• Kartu Kredit ke-7 dari Penerbit Y dengan plafon Rp6.500.000,00 (enam
juta lima ratus ribu Rupiah).
Dengan demikian kepemilikan Kartu Kredit A telah memenuhi ketentuan,
yaitu diperoleh dari 2 (dua) Penerbit Kartu Kredit dengan total plafon yang
tidak melebihi 3 (tiga) kali pendapatan A tiap bulan.
---
CONTOH 2 ...
CONTOH 2
PENYESUAIAN KEPEMILIKAN KARTU KREDIT
BERDASARKAN MASA PEROLEHAN KARTU KREDIT
B memiliki pendapatan tiap bulan (take home pay) sebesar
Rp 6.000.000,00 (enam juta Rupiah). B merupakan Pemegang 5 (lima)
Kartu Kredit yang masing-masing diperoleh dari 5 (lima) Penerbit Kartu
Kredit, dengan komposisi sebagai berikut:
• Kartu Kredit ke-1 diperoleh dari Penerbit U pada bulan Juni 2010
dengan plafon kredit Rp 2.000.000,00 (dua juta Rupiah) dan kualitas
lancar;
• Kartu Kredit ke-2 diperoleh dari Penerbit V pada bulan Desember
2010 dengan plafon kredit Rp 3.000.000,00 (tiga juta Rupiah) dan
kualitas lancar;
• Kartu Kredit ke-3 diperoleh dari Penerbit W pada bulan Februari 2011
dengan plafon kredit Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu
Rupiah) dan kualitas lancar;
• Kartu Kredit ke-4 diperoleh dari Penerbit X pada bulan Mei 2011
dengan plafon kredit Rp 5.000.000,00 (lima juta Rupiah) dan kualitas
lancar; dan
• Kartu Kredit ke-5 diperoleh dari Penerbit Y pada bulan Agustus 2011
dengan plafon kredit Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu
Rupiah) dan kualitas lancar.
Kepemilikan Kartu Kredit oleh B tersebut wajib disesuaikan oleh seluruh
Penerbit Kartu Kredit. Adapun metode yang dapat digunakan dalam
rangka penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit B adalah berdasarkan
masa perolehan Kartu Kredit. Berdasarkan metode ini maka Kartu Kredit
yang diprioritaskan untuk ditutup dan/atau diakhiri penggunaannya oleh
Penerbit Kartu Kredit adalah:
• Kartu Kredit ke-5 diperoleh dari Penerbit Y pada bulan Agustus 2011;
• Kartu Kredit ke-4 diperoleh dari Penerbit X pada bulan Mei 2011; dan
• Kartu ...
• Kartu Kredit ke-3 diperoleh dari Penerbit W pada bulan Februari
2011.
Berdasarkan penyesuaian kepemilikan Kartu Kredit tersebut, maka Kartu
Kredit yang masih dimiliki B adalah:
• Kartu Kredit ke-1 diperoleh dari Penerbit U pada bulan Juni 2010;
dan
• Kartu Kredit ke-2 diperoleh dari Penerbit V pada bulan Desember
2010.
Dengan demikian kepemilikan Kartu Kredit B telah memenuhi ketentuan,
yaitu diperoleh dari 2 (dua) Penerbit Kartu Kredit dengan total plafon yang
tidak melebihi 3 (tiga) kali pendapatan B tiap bulan.
---
CONTOH 3 ...
CONTOH 3
PENYESUAIAN JUMLAH PLAFON SECARA PROPORSIONAL
A memiliki pendapatan tiap bulan (take home pay) sebesar
Rp 6.000.000,00 (enam juta Rupiah). A pemegang 2 (dua) Kartu Kredit,
masing-masing dari Penerbit Kartu Kredit X dengan plafon
Rp12.000.000,00 (dua belas juta Rupiah) dan dari Penerbit Kartu Kredit Y
dengan plafon Rp15.000.000,00 (lima belas juta Rupiah), dengan kualitas
kredit yang sama.
Oleh karena plafon Kartu Kredit A melampaui batas maksimum plafon
kredit yang ditentukan, yaitu 3 kali pendapatan tiap bulan atau
Rp18.000.000,00 (delapan belas juta Rupiah), maka Penerbit Kartu Kredit
X dan Penerbit Kartu Kredit Y wajib melakukan penyesuaian atas plafon
Kartu Kredit A secara proporsional sebagai berikut:
• Kartu Kredit dari Penerbit Kartu Kredit X
Rp12.000.000,00
Rp27.000.000,00
x Rp18.000.000,00 = Rp8.000.000,00
• Kartu Kredit dari Penerbit Kartu Kredit Y
Rp15.000.000,00
Rp27.000.000,00
x Rp18.000.000,00 = Rp10.000.000,00
Rp18.000.000,00
Berdasarkan hasil penyesuaian maka total plafon Kartu Kredit yang
diperoleh A tercatat sebesar Rp18.000.000,00 (delapan belas juta Rupiah)
sehingga memenuhi ketentuan maksimum plafon Kartu Kredit yang
ditentukan.
KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN,
BOEDI ARMANTO
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/27/DASP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Mekanisme Penyesuaian Kepemilikan Kartu Kredit </reg_title>
<set_date> 25 September 2012 </set_date>
<effective_date> 25 September 2012 </effective_date>
<related_reg> '14/17/DASP|SE-BI', '11/10/DASP|SE-BI', '14/2/PBI/2012', '11/11/PBI/2009' </related_reg>
|
No.7/13/DPbS
Jakarta, 11 April 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/9/PBI/2005 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4478) tentang Laporan Bulanan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) wajib menyampaikan
Laporan Bulanan beserta koreksinya kepada Bank Indonesia. Sehubungan dengan
hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan tentang penyusunan dan pelaporan
Laporan Bulanan BPRS dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut.
I. UMUM
1.
Laporan Bulanan BPRS, yang selanjutnya disebut Laporan Bulanan,
disampaikan kepada Bank Indonesia dalam rangka penyusunan laporan
dan informasi serta statistik perbankan yang dipergunakan untuk
kepentingan pengaturan dan pengawasan BPRS, dan kepentingan
manajemen masing-masing BPRS.
2.
3.
Dalam penyusunan Laporan Bulanan, BPRS berpedoman pada
ketentuan dalam buku Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPRS.
Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi sistem informasi
dalam Laporan Bulanan BPRS, Bank Indonesia mengubah cara
Penyusunan …
2
penyusunan Laporan Bulanan BPRS yang semula menggunakan
program aplikasi Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
yang disampaikan secara off-line menjadi menggunakan program
aplikasi Laporan Bulanan BPRS untuk data entry dan program aplikasi
web BPRS untuk pengiriman secara on-line.
4.
5.
BPRS Pelapor adalah kantor pusat BPRS.
Bagi BPRS Pelapor yang memiliki Kantor Cabang, laporan keuangan
yang wajib disampaikan ke Bank Indonesia adalah laporan keuangan
konsolidasi berikut rinciannya antara kantor pusat dengan Kantor
Cabang BPRS.
6.
Tanggal penerimaan Laporan Bulanan BPRS yang disampaikan secara
off-line adalah tanggal stempel pos untuk yang dikirim via pos atau
tanda terima dari jasa ekspedisi atau tanggal tanda terima Bank
Indonesia apabila disampaikan secara langsung.
II. SARANA YANG DIPERLUKAN
Sarana yang diperlukan dalam rangka penyusunan dan penyampaian Laporan
Bulanan BPRS adalah :
1.
Personal Computer dengan memenuhi konfigurasi minimal software
dan hardware sebagaimana dimaksud dalam Petunjuk Teknis Aplikasi
Web BPRS.
2.
Pegawai BPRS
yang
dapat mengoperasikan serta memahami
komputer, untuk menyusun dan melakukan verifikasi Laporan
Bulanan BPRS.
3.
Penanggung jawab yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi ulang
dan menyampaikan Laporan Bulanan BPRS ke Bank Indonesia.
Verifikasi ulang oleh penanggung jawab diperlukan untuk meyakini
kebenaran Laporan Bulanan BPRS sebelum dikirimkan kepada Bank
Indonesia …
3
Indonesia.
4.
5.
6.
Pedoman tertulis tentang sistem dan prosedur konversi.
Sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer yang
digunakan dan seluruh data Laporan Bulanan BPRS.
Back up data Laporan Bulanan BPRS yang ditatausahakan dengan
baik.
III. FORMAT LAPORAN BULANAN DAN TATA CARA PELAPORAN
1.
Format Laporan Bulanan BPRS dan tata cara pelaporan diatur dalam
Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
Syariah yang merupakan lampiran dari Surat Edaran ini.
2.
Prosedur pengoperasian aplikasi komputerisasi Laporan Bulanan
BPRS diatur dalam Buku Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry dan
Petunjuk Teknis Aplikasi Web Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang
merupakan lampiran dari Surat Edaran ini.
IV. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LAPORAN
1. BPRS menyampaikan Laporan Bulanan dan atau koreksi Laporan
Bulanan kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet
Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya sampai dengan tanggal 21
(dua puluh satu) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.
2. BPRS menyampaikan Laporan Bulanan dan atau koreksi Laporan
Bulanan kepada Bank Indonesia secara off-line dengan menggunakan
disket atau cd-rom dan hasil cetak komputer (hard copy) sebanyak 1
(satu) set disertai hasil validasi dengan alamat:
a. Kantor Pusat Bank Indonesia qq. Direktorat Perbankan Syariah Jl.
M.H. Thamrin No.2
berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok,
Karawang …
Jakarta 10010, bagi BPRS Pelapor yang
4
b. Kantor Bank
Karawang, dan Bekasi, selambat-lambatnya pukul 16:00 BBWI; atau
Indonesia setempat, bagi BPRS
pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
selambat-lambatnya pukul 16:00 waktu setempat.
3. Dalam hal terjadi kerusakan disket atau cd-rom yang telah disampaikan ke
Bank Indonesia
disket atau cd-rom Laporan Bulanan BPRS.
4. BPRS menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank
Indonesia untuk mendapatkan pengecualian penyampaian Laporan
Bulanan secara on-line dengan alamat:
a. Kantor Pusat Bank Indonesia qq. Direktorat Perbankan Syariah Jl.
M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10010, bagi BPRS Pelapor yang
b. Kantor Bank
berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok,
Karawang, dan Bekasi, selambat-lambatnya pukul 16:00 BBWI; atau
Indonesia setempat, bagi BPRS
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
selambat-lambatnya pukul 16:00 waktu setempat.
V. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
1.
secara off-line, BPRS Pelapor menyampaikan ulang
pelapor yang
Pembayaran sanksi kewajiban membayar ke Bank Indonesia dilakukan
dengan cara transfer ke rekening Bank Indonesia. Transfer ke rekening
Bank Indonesia dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Kliring
Transfer ditujukan ke rekening
nomor 566.000446 – Rekening
penerimaan sanksi administratif BPRS, dan pada kolom keterangan
dicantumkan pembayaran sanksi kewajiban membayar.
b. BI-RTGS
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446 – Rekening
penerimaan sanksi administratif BPRS dengan mencantumkan
Transaction …
5
Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan pada kolom
keterangan dicantumkan pembayaran sanksi kewajiban membayar..
2. BPRS Pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi
kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Bank
Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl.M.H.Thamrin Nomor 2 Jakarta
10010, Telp. 381-7778, 381-8778, 381-8513, atau melalui Fax Nomor
350-1990, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi.
b.
Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS
Pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
VI. ALAMAT PENYAMPAIAN PERTANYAAN DAN INFORMASI
Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan :
1. Laporan Bulanan BPRS disampaikan kepada Help Desk Bank Indonesia
dengan alamat Jl.M.H.Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010, Telp. 021-3818000
(Hunting), Fax 021-3866071, email address : helpdesk@bi.go.id.
2. Ketentuan dan produk-produk BPRS disampaikan kepada :
a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl.M.H.Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010,
Telp. 381-7778, 381-8778, 381-8513, Fax No.350-1990, email address :
dpbs@bi.go.id bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi.
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan
di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
VII. LAIN LAIN
1. BPRS Pelapor mengkinikan nama petugas dan penanggungjawab yang
ditunjuk untuk menyusun dan menyampaikan laporan bulanan BPRS.
2. BPRS …
6
2. BPRS Pelapor melaporkan setiap terjadi perubahan nomor telepon yang
digunakan untuk penyampaian Laporan Bulanan.
VIII. PENUTUP
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal
Agar
setiap
April 2005.
orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARISMAN
DIREKTUR PERBANKAN SYARIAH
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/13/DPbS|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah </reg_title>
<set_date> 11 April 2005 </set_date>
<effective_date> April 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/9/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 6/38/DASP
Jakarta, 16 September 2004
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN PERUSAHAAN JASA KURIR
DI INDONESIA
Perihal
: Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal dalam
Penyelenggaraan Kliring Lokal
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang
Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran
Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3873) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan
Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88) antara lain
menetapkan bahwa dalam penyelenggaraan
Kliring Lokal Peserta wajib
menunjuk petugas Kliring untuk mewakili Peserta dalam kegiatan Kliring Lokal.
Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 19 huruf d Peraturan Bank Indonesia tersebut
diatur bahwa yang dimaksud dengan petugas Kliring adalah petugas Peserta yang
dapat merupakan petugas internal Bank dan atau perusahaan jasa kurir yang
diberi kuasa atau wewenang tertentu untuk mewakili Peserta dalam Kliring
Lokal.
Sehubungan …
2
Sehubungan dengan itu, dipandang perlu untuk mengatur lebih lanjut
ketentuan tentang penggunaan jasa kurir sebagai salah satu petugas Kliring dan
penggunaan tanda pengenal sebagai identitas petugas Kliring
dalam
penyelenggaran Kliring secara manual, semi otomasi, otomasi, dan elektronik
dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Perusahaan Jasa Kurir adalah badan hukum yang memberikan jasa di
bidang penyampaian barang dan atau dokumen.
2. Petugas Kliring adalah petugas Peserta yang dapat merupakan petugas
internal Bank atau petugas Perusahaan Jasa Kurir yang diberi kuasa
atau wewenang tertentu oleh Peserta untuk mewakili Peserta yang
bersangkutan dalam melaksanakan kegiatan Kliring.
3. Petugas Internal Bank adalah pegawai Peserta yang ditunjuk oleh
Peserta untuk mewakili Peserta yang
penyelenggaraan Kliring Lokal.
bersangkutan dalam
4. Petugas Jasa Kurir adalah pegawai Perusahaan Jasa Kurir yang
ditunjuk oleh Perusahaan Jasa Kurir yang diberi kuasa oleh Peserta
untuk mewakili Peserta yang bersangkutan dalam penyelenggaraan
Kliring Lokal secara otomasi dan elektronik.
5. Tanda Pengenal Dalam Penyelenggaraan Kliring Lokal yang
selanjutnya disebut Tanda Pengenal adalah suatu identitas yang wajib
digunakan oleh Petugas Kliring dalam mengikuti penyelenggaraan
Kliring Lokal, yang terdiri dari Tanda Pengenal Petugas Kliring dan
Tanda Pengenal Wakil Peserta Kliring.
6. Tanda …
3
6. Tanda Pengenal Petugas Kliring yang selanjutnya disebut TPPK
adalah suatu identitas yang wajib digunakan oleh Petugas Kliring
selama dalam kegiatan Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal
secara otomasi dan elektronik.
7. Tanda Pengenal Wakil Peserta Kliring yang selanjutnya disebut
TPWPK adalah suatu identitas yang wajib digunakan oleh wakil
Peserta selama dalam pertemuan Kliring pada penyelenggaraan Kliring
Lokal secara manual dan semi otomasi.
8. TPPK Proximity adalah TPPK yang dapat digunakan untuk mengakses
ruangan Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal yang telah
menerapkan sistem keamanan elektronik (electronic security system)
secara terintegrasi.
9. TPWPK Proximity adalah TPWPK yang dapat digunakan untuk
mengakses ruangan Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal yang
telah menerapkan sistem keamanan elektronik (electronic security
system) secara terintegrasi.
10. Bundel Warkat Kliring yang selanjutnya disebut Bundel Warkat adalah
kumpulan Warkat dengan jumlah lembar dan nominal tertentu yang
disertai Dokumen Kliring.
II. PENGGUNAAN PERUSAHAAN JASA KURIR
A. Ruang Lingkup Kegiatan
1. Kegiatan Peserta yang dapat diwakilkan kepada Perusahaan Jasa
Kurir adalah kegiatan Peserta pada penyelenggaraan Kliring
Lokal secara otomasi dan elektronik.
2. Kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 meliputi
kegiatan :
a.
penyerahan …
4
a. penyerahan Bundel Warkat debet dan atau Bundel Warkat
kredit;
b. penerimaan Bukti Penyerahan Warkat Debet (BPWD) dan
atau Bukti Penyerahan Warkat Kredit (BPWK);
c. penerimaan Warkat dan laporan hasil Kliring;
d. penyerahan dan penerimaan media rekam data; dan
e. penerimaan pengumuman serta surat-surat yang bersifat
tidak rahasia yang disampaikan oleh Penyelenggara.
3. Kegiatan pembubuhan tanda tangan, Stempel Kliring, dan
pencantuman informasi Magnetic Ink Character Recognition
(MICR) pada Warkat dan Dokumen Kliring tidak dapat dilakukan
oleh Petugas Perusahaan Jasa Kurir.
B. Persyaratan Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir
1. Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir harus memperhatikan faktor
efisiensi, keamanan, dan kecepatan dalam penyampaian Bundel
Warkat dengan tidak mengurangi jam pelayanan Bank kepada
nasabah.
2. Dalam hal Peserta menggunakan Perusahaan Jasa Kurir maka
seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir A.2 harus
dilakukan oleh Petugas Jasa Kurir kecuali terjadi keadaan sebagai
berikut :
a. pemogokan karyawan Perusahaan Jasa Kurir;
b. bencana alam;
c. kebakaran;
d. sabotase; dan atau
e.
hal-hal lain yang menurut pertimbangan Penyelenggara,
yang mengakibatkan Perusahaan Jasa Kurir tidak
melakukan kewajibannya.
dapat
Dalam …
5
Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sampai dengan huruf e, kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
butir A.2 dilakukan oleh Petugas Internal Bank.
3. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 2,
Petugas Internal Bank menyampaikan
surat
pemberitahuan
kepada Penyelenggara paling lambat pada saat penyampaian
Bundel Warkat. Surat pemberitahuan tersebut harus
ditandatangani oleh pimpinan kantor Peserta yang bersangkutan
dengan menyebutkan alasan dan nama Petugas Internal Bank
yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud
dalam butir A.2 dengan menunjukkan kartu identitas pegawai
yang menggunakan foto.
4. Dalam hal di suatu Wilayah Kliring
terdapat Bank yang
mempunyai lebih dari satu kantor yang menjadi Peserta maka
seluruh kantor yang menjadi Peserta tersebut harus menggunakan
Perusahaan Jasa Kurir. Dalam hal ini Perusahaan Jasa Kurir yang
digunakan harus Perusahaan Jasa Kurir yang sama.
C. Persyaratan Perusahaan Jasa Kurir
Perusahaan Jasa Kurir yang dapat ditunjuk oleh Peserta harus
berbentuk Perseroan Terbatas dan terdaftar di departemen yang
membidangi perindustrian dan perdagangan sebagai Perusahaan Jasa
Kurir yang dibuktikan dengan Tanda Daftar Perusahaan yang masih
berlaku.
D. Tata Cara Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir
1. Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir harus didasarkan pada
perjanjian antara Peserta dengan Perusahaan Jasa Kurir, yang
sekurang-kurangnya memuat
pengaturan mengenai
sebagai berikut :
a.
Kewajiban …
hal-hal
6
a. Kewajiban Petugas Jasa Kurir untuk mencocokkan jumlah
Bundel Warkat debet dan atau Bundel Warkat kredit Peserta
yang
diserahkan kepada Penyelenggara dengan jumlah
lembar BPWD dan atau BPWK Peserta yang diterima
kembali dari Penyelenggara.
b. Kewajiban Perusahan Jasa Kurir untuk melakukan tindakan-
tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya
penyalahgunaan ataupun kesalahan-kesalahan yang dapat
merugikan Peserta, nasabah, maupun masyarakat luas baik
secara langsung maupun tidak langsung.
c. Kewajiban Perusahaan Jasa Kurir untuk memperhatikan
aspek keamanan dalam penggunaan sarana yang dipakai
dalam pengemasan Bundel Warkat, Warkat, dan laporan
hasil Kliring.
d. Pemberian kuasa dari Peserta kepada Perusahaan Jasa Kurir
untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam
butir A.2.
2. Penunjukan dan atau penggantian Perusahaan Jasa Kurir wajib
diberitahukan kepada Penyelenggara paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja sebelum tanggal efektif penggunaan Perusahaan Jasa Kurir
oleh Peserta dengan melampirkan fotokopi
surat perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam angka 1. Pemberitahuan
penunjukan dan atau penggantian tersebut cukup diwakili oleh
salah satu Peserta atau kantor pusat Peserta.
E. Kewajiban Peserta
1. Sebelum Bundel Warkat diserahkan kepada Petugas Jasa Kurir,
Peserta wajib mengisi informasi secara lengkap pada Warkat dan
Dokumen Kliring sebagaimana diatur dalam Surat Edaran yang
mengatur …
7
mengatur mengenai penyelenggaraan Kliring Lokal secara
otomasi dan elektronik.
2. Peserta bertanggung jawab penuh terhadap segala akibat yang
timbul dari setiap penyimpangan yang dilakukan oleh Petugas
Jasa Kurir.
3. Peserta wajib melaporkan secara tertulis kepada Penyelenggara
dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
tanggal terjadinya penyimpangan dari Petugas Jasa Kurir
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 beserta langkah-langkah
penyelesaian yang telah dilakukan dan Peserta wajib memberikan
keterangan apabila diminta oleh Penyelenggara.
4. Peserta wajib memberikan pengarahan kepada Petugas Jasa Kurir
untuk mentaati segala tata tertib selama berada di tempat
penyelenggaraan Kliring. Apabila dalam pelaksanaan kegiatan
Kliring
Petugas Jasa Kurir melanggar tata
tertib maka
Penyelenggara dapat meminta Peserta untuk mengganti Petugas
Jasa Kurir.
III. TANDA PENGENAL
A. Penggunaan Tanda Pengenal
1. Petugas Kliring hanya dapat menggunakan Tanda Pengenal yang
diberikan oleh Penyelenggara.
2. Petugas Kliring wajib memakai Tanda Pengenal dan kartu
identitas pegawai yang menggunakan foto selama berada di
ruangan Kliring dan area Kantor Penyelenggara.
3. Petugas Kliring wajib menunjukan TPPK yang berlaku setiap
melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.
4. Petugas Kliring bertanggung jawab atas penggunaan Tanda
Pengenal yang dimilikinya.
B. Biaya …
8
B. Biaya Pembuatan Tanda Pengenal
Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda Pengenal yang
besarnya ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang
mengatur mengenai biaya Kliring.
C. Tata Cara Memperoleh Tanda Pengenal
1. TPPK
a. TPPK untuk Petugas Internal Bank
1)
Peserta memperoleh TPPK untuk Petugas Internal
Bank secara otomatis apabila permohonannya sebagai
Peserta dalam penyelenggaraan Kliring secara otomasi
atau penyelenggaraan Kliring
secara elektronik
disetujui oleh Penyelenggara, kecuali apabila sejak
semula Peserta memberitahukan akan menggunakan
Perusahaan Jasa Kurir.
2) Cara pemberian TPPK kepada Peserta adalah sebagai
berikut :
a) Bagi
Peserta dalam penyelenggaraan Kliring
Lokal secara otomasi, TPPK hanya dapat
diberikan kepada kantor Peserta Langsung,
masing-masing Peserta memperoleh 2 (dua) buah
TPPK.
b) Bagi
Peserta dalam penyelenggaraan Kliring
Lokal secara elektronik, TPPK diberikan kepada
Peserta Langsung Aktif (PLA) dan Peserta
Langsung
Pasif
(PLP)
yang masing-masing
Peserta tersebut memperoleh 2 (dua) buah TPPK.
b. TPPK …
9
b. TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir
Permohonan TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Bagi Bank yang sudah menjadi Peserta, permohonan
TPPK untuk perusahaan Jasa Kurir diajukan oleh
Peserta secara tertulis kepada Penyelenggara
bersamaan dengan pemberitahuan penunjukan
Perusahaan Jasa Kurir sebagaimana dimaksud pada
butir II.D.2.
2) Bagi Bank yang belum menjadi Peserta, permohonan
untuk memperoleh TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir
dapat diajukan bersamaan dengan permohonan untuk
menjadi Peserta. Apabila dalam suatu Bank terdapat
beberapa Peserta maka permohonan tersebut cukup
diwakili oleh salah satu Peserta atau kantor pusat
Peserta.
3) Bagi kantor Bank yang akan menjadi Peserta di suatu
Wilayah Kliring dan di Wilayah Kliring dimaksud
belum terdapat kantor Bank yang sama yang menjadi
Peserta maka permohonan untuk memperoleh TPPK
bagi Perusahaan Jasa Kurir dilakukan sesuai dengan
cara sebagaimana dimaksud dalam angka 2).
4) Setiap Perusahaan Jasa Kurir hanya boleh memiliki
TPPK maksimum sebanyak 3 (tiga) buah dari masing-
masing Bank.
5) TPPK sebagaimana dimaksud dalam angka 4)
diserahkan oleh Penyelenggara kepada masing-masing
Peserta.
6) Tanggal …
10
6) Tanggal efektif penggunaan TPPK sebagaimana
dimaksud dalam angka 4) mulai berlaku pada saat
Perusahaan Jasa Kurir melakukan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.
c. Dalam hal Peserta yang telah memiliki TPPK menunjuk
Perusahaan Jasa Kurir, Peserta yang bersangkutan wajib
mengembalikan TPPK yang dimiliki kepada Penyelenggara
pada tanggal efektif penggunaan Perusahaan Jasa Kurir.
Penyelenggara tidak memberikan TPPK yang baru (TPPK
untuk Perusahaan Jasa Kurir) sebelum TPPK yang lama
(TPPK untuk Petugas Internal Bank) dikembalikan.
d. Peserta yang kehilangan TPPK baik TPPK untuk Petugas
Internal Bank atau TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir wajib
segera memberitahukan secara tertulis kepada
Penyelenggara dengan melampirkan surat keterangan
kehilangan dari Kepolisian untuk mendapatkan penggantian.
Penyelenggara memberikan TPPK yang baru kepada Peserta
paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan
diterima secara lengkap.
e. Dalam hal TPPK, baik TPPK untuk Petugas Internal Bank
maupun TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir rusak, Peserta
dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk
mengganti TPPK tersebut. Penyelenggara memberikan
TPPK yang baru kepada Peserta paling lambat 3 (tiga) hari
kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
Penyelenggara tidak memberikan TPPK baru sebelum TPPK
yang rusak dikembalikan.
f. Selama TPPK sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan
huruf e belum memperoleh penggantian dari Penyelenggara,
Petugas …
11
Petugas Kliring dapat mengikuti kegiatan
sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2 dengan membawa fotokopi
surat permohonan yang telah dilegalisir oleh Penyelenggara.
2. TPWPK
a. Peserta memperoleh TPWPK secara otomatis apabila
permohonannya sebagai Peserta Langsung
penyelenggaraan Kliring secara manual dan semi otomasi
disetujui oleh Penyelenggara.
b. Dalam hal terdapat penggantian atau penambahan wakil
Peserta, pemberian TPWPK dilakukan setelah memperoleh
konfirmasi secara tertulis dari Penyelenggara.
c. Setiap Peserta Langsung memperoleh TPWPK sebanyak
jumlah wakil Peserta yang
telah didaftarkan kepada
Penyelenggara. Jumlah wakil Peserta yang didaftarkan
kepada Penyelenggara sekurang-kurangnya 2 (dua) orang.
d. Dalam hal TPWPK hilang, Peserta wajib mengajukan
permohonan penggantian TPWPK kepada Penyelenggara
dengan melampirkan pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak 2
(dua) lembar dan surat keterangan kehilangan dari
Kepolisian. Penyelenggara memberikan TPWPK yang baru
kepada Peserta paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
permohonan diterima secara lengkap.
e. Dalam hal TPWPK rusak, Peserta dapat mengajukan
permohonan penggantian TPWPK secara tertulis kepada
Penyelenggara dengan melampirkan TPWPK yang rusak
dan pas foto ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
Penyelenggara memberikan TPWPK yang baru kepada
Peserta paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan
diterima …
dalam
12
diterima secara lengkap. Penyelenggara tidak memberikan
TPWPK baru sebelum TPWPK yang rusak dikembalikan.
f. Selama TPWPK sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan
huruf e belum memperoleh penggantian dari Penyelenggara,
wakil Peserta yang bersangkutan dapat mengikuti pertemuan
Kliring dengan membawa fotokopi surat permohonan yang
telah dilegalisir oleh Penyelenggara.
IV. Spesifikasi Tanda Pengenal
Spesifikasi Tanda Pengenal yang antara lain meliputi jenis, informasi dalam
Tanda Pengenal, dan bentuk ditetapkan oleh Penyelenggara dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
1. TPPK
a.
Jenis TPPK terdiri dari :
1) TPPK Proximity
2) TPPK tanpa Proximity
b.
Informasi yang dimuat dalam TPPK
1) Untuk TPPK bagi Petugas Internal Bank memuat nama
Penyelenggara, nama Peserta, status kantor, nomor sandi
Peserta Kliring. Khusus untuk Penyelenggaraan Kliring
secara elektronik dicantumkan juga status kepesertaan.
2) Untuk TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir memuat nama
Penyelenggara, nama Perusahaan Jasa Kurir, nama Peserta,
dan 3 (tiga) digit pertama nomor sandi Peserta Kliring yang
diwakili.
3) Pada bagian belakang TPPK dicantumkan nama dan tanda
tangan pejabat Penyelenggara.
c. Bentuk …
13
c. Bentuk TPPK adalah sebagai berikut:
1) TPPK Proximity berbentuk vertikal.
2) TPPK tanpa Proximity berbentuk horizontal.
2. TPWPK
a. Jenis TPWPK terdiri dari :
1) TPWPK Proximity.
2) TPWPK tanpa Proximity.
b.
Informasi yang dimuat dalam TPWPK
1) TPWPK memuat nama Penyelenggara, nama Peserta, dan
nama wakil Peserta.
2) Pada TPWPK dicantumkan pas foto wakil Peserta yang
bersangkutan.
3) Pada bagian belakang TPWPK dicantumkan nomor
pendaftaran, alamat Peserta, nama dan tanda tangan pejabat
Penyelenggara, serta nama dan tanda tangan wakil Peserta.
Contoh bentuk dan informasi yang dicantumkan dalam TPPK sebagaimana
dimaksud pada Lampiran 1 sedangkan contoh bentuk dan informasi yang
dicantumkan dalam TPWPK sebagaimana dimaksud pada Lampiran 2.
Apabila terdapat perubahan jenis Tanda Pengenal, Penyelenggara
memberitahukan secara tertulis kepada seluruh Peserta melalui
Pengumuman.
V. SANKSI
1. Penyelenggara menolak
Petugas Kliring yang akan melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2 apabila :
a.
Petugas Kliring tidak dapat menunjukkan TPPK sebagaimana
dimaksud dalam angka III.
b. Peserta tidak atau belum melaporkan penggunaan Perusahaan
Jasa Kurir kepada Penyelenggara namun sudah menggunakan
Petugas …
14
Petugas Perusahaan Jasa Kurir dalam melakukan kegiatan
dimaksud.
2. Penyelenggara mengenakan sanksi teguran tertulis kepada Peserta
apabila wakil Peserta tidak memakai TPWPK dan kartu identitas
pegawai yang menggunakan foto selama berada di ruangan Kliring dan
area kantor Penyelenggara.
3. Dalam hal teguran sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tidak
dipatuhi, Penyelenggara mengenakan sanksi berupa :
a.
larangan untuk menyerahkan Rekaman Warkat kepada
Penyelenggara;
b.
larangan untuk menyerahkan Warkat kepada Peserta lain namun
tetap wajib menerima Warkat dari Peserta lain.
4. Dalam hal Peserta tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir II.E.3, Penyelenggara mengenakan sanksi berupa teguran
tertulis kepada Peserta yang bersangkutan.
5. Dalam hal Peserta tidak memenuhi permintaan Penyelenggara untuk
mengganti Petugas Jasa Kurir sebagaimana dimaksud dalam butir
II.E.4, Penyelenggara dapat menolak Petugas Jasa Kurir yang ditunjuk
oleh Peserta yang
bersangkutan
untuk melakukan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2. Selanjutnya kegiatan
tersebut dilaksanakan sendiri oleh Petugas Internal Bank.
VI. LAIN-LAIN
1. Untuk menunjang
kelancaran kegiatan Kliring,
Peserta
agar
memperhitungkan waktu yang dipergunakan dalam proses penyerahan
sehingga apabila terdapat Warkat dan atau Dokumen Kliring yang
kurang lengkap, Petugas Kliring dapat menyelesaikan dalam batas
waktu yang telah ditetapkan.
2. Untuk …
15
2. Untuk keamanan dan efektivitas dalam penggunaan Perusahaan Jasa
Kurir, Peserta wajib mempertimbangkan jumlah Peserta lain yang telah
dilayani oleh Perusahaan Jasa Kurir tersebut dan kredibilitas
perusahaan serta pengurusnya.
3. Penyampaian surat permohonan untuk memperoleh Tanda Pengenal
diatur sebagai berikut :
a. Bagi Peserta Kliring Lokal di Wilayah Kliring Lokal Jakarta
ditujukan kepada :
Bank Indonesia
u.p. Bagian Kliring Jakarta,
Jl. M.H Thamrin No.2, Jakarta.
b. Bagi Peserta Kliring Lokal
Indonesia ditujukan kepada kantor Bank
mewilayahi.
di Wilayah Kliring kantor Bank
Indonesia yang
c. Bagi Peserta Kliring Lokal di daerah yang tidak terdapat kantor
Bank Indonesia ditujukan kepada kantor Penyelenggara yang
telah mendapat persetujuan dari Bank
menyelenggarakan Kliring Lokal.
Indonesia untuk
VII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka :
1. Angka III.B yang mengatur mengenai TPWPK dalam Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 2/7/DASP tanggal 24 Februari 2000 perihal
Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Manual;
2. Angka III.B yang mengatur mengenai TPWPK dalam Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 2/8/DASP tanggal 4 Mei 2000 perihal
Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi;
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/28/DASP tanggal 12 Desember
2001 perihal Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas
Kliring …
16
Kliring (TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan
Sistem Otomasi dan Elektronik; dan
4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/8/DASP tanggal 13 Mei 2002
perihal Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/28/DASP
tanggal 12 Desember 2001 Perihal Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda
Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring
yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 16 September 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/38/DASP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal dalam Penyelenggaraan Kliring Lokal </reg_title>
<set_date> 16 September 2004 </set_date>
<effective_date> 16 September 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '2/7/DASP|SE-BI/2000 | Angka III.B', '2/8/DASP|SE-BI/2000 | Angka III.B', '3/28/DASP|SE-BI/2001', '4/8/DASP|SE-BI/2002' </replaced_reg>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 14/ 20 /DPNP
Jakarta, 27 Juni 2012
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang
Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan
Pekerjaan kepada Pihak Lain
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/25/PBI/2011 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian bagi Bank
Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan
kepada Pihak Lain (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5263) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan
Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/2/PBI/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5275), perlu untuk mengatur pelaksanaan
penerapan prinsip kehati-hatian bagi Bank Umum yang melakukan
penyerahan . . .
penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain dalam
Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
A. Dengan semakin kompleks dan beragamnya kegiatan usaha
Bank dan semakin tingginya tingkat persaingan di pasar
keuangan, Bank dituntut untuk berkonsentrasi pada kegiatan
dan pekerjaan-pekerjaan pokoknya. Untuk itu, apabila
diperlukan Bank dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan penunjangnya kepada pihak lain (Alih Daya).
B. Dalam melakukan Alih Daya, Bank perlu memperhatikan
risiko yang dapat timbul dari pelaksanaan Alih Daya, antara
lain risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko hukum dan
risiko reputasi. Oleh karena itu, Bank wajib menerapkan
prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko yang memadai
atas pelaksanaan Alih Daya.
C. Penerapan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko atas
pelaksanaan Alih Daya oleh Bank mencakup:
1. melakukan analisis dan penilaian Perusahaan Penyedia
Jasa (PPJ) dengan baik untuk memastikan bahwa PPJ
yang dipilih memiliki kinerja keuangan dan reputasi
yang baik, sumber daya manusia, sarana dan prasarana
serta pengalaman yang memadai agar pekerjaan yang
dialihdayakan dapat dilaksanakan dengan baik;
2. menyusun perjanjian Alih Daya dengan PPJ sesuai
dengan cakupan minimum perjanjian yang
dipersyaratkan dalam Peraturan Bank Indonesia
mengenai prinsip kehati-hatian bagi Bank Umum yang
melakukan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
kepada pihak lain;
3. menerapkan . . .
3. menerapkan manajemen risiko secara efektif atas
pelaksanaan Alih Daya, termasuk melaksanakan
pengawasan berkala atas pelaksanaan pekerjaan oleh
PPJ dan melakukan tindakan perbaikan secara dini dan
efektif atas permasalahan yang timbul;
4. memenuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku; dan
5. melakukan upaya-upaya dalam rangka memberikan
perlindungan hak dan kepentingan nasabah.
D. Pelaksanaan Alih Daya tidak menghilangkan tanggung jawab
Bank dalam memberikan perlindungan terhadap hak dan
kepentingan nasabah atas pelaksanaan pekerjaan yang
dialihdayakan kepada PPJ. Oleh karena itu, Bank wajib
memastikan bahwa kualitas dan tata cara pelaksanaan
pekerjaan yang dialihdayakan sesuai dengan ukuran dan
standar yang ditetapkan dalam perjanjian, antara lain
dengan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
pekerjaan oleh PPJ secara berkala dan melakukan langkah-
langkah perbaikan dengan segera dan efektif atas
permasalahan yang teridentifikasi, sehingga pelaksanaan
pekerjaan tetap berjalan dengan baik dan kepentingan
nasabah terlindungi.
E. Selain memperhatikan ketentuan ini, pelaksanaan
penyerahan pekerjaan kepada pihak lain juga mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia lainnya yang mengatur
pelaksanaan Alih Daya pada pekerjaan tertentu secara lebih
spesifik, seperti ketentuan mengenai manajemen risiko dalam
penggunaan teknologi informasi, pelaksanaan fungsi audit
intern . . .
intern Bank, Good Corporate Governance (GCG), dan
penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan
menggunakan kartu (APMK).
II. PERSYARATAN DAN TATA CARA PELAKSANAAN ALIH DAYA
A. Pekerjaan yang dapat dilakukan Alih Daya adalah pekerjaan
yang bersifat penunjang, baik pada alur kegiatan usaha
maupun pada alur kegiatan pendukung usaha Bank, dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Kegiatan usaha Bank adalah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
serta Pasal 19 dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Kegiatan usaha
Bank antara lain penghimpunan dana dari masyarakat
(funding), pemberian kredit/pembiayaan (lending/
financing), serta membeli, menjual, atau menjamin atas
risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas
perintah nasabahnya.
2. Kegiatan pendukung usaha Bank adalah kegiatan lain
yang dilakukan Bank di luar kegiatan usaha Bank,
antara lain kegiatan yang terkait dengan sumber daya
manusia, manajemen risiko, kepatuhan, internal audit,
akunting dan keuangan, teknologi informasi, logistik dan
pengamanan.
3. Alur adalah serangkaian pekerjaan dari awal sampai
akhir dari suatu kegiatan usaha atau kegiatan
pendukung usaha
Bank, misalnya
alur
kegiatan
pemberian . . .
pemberian kredit mencakup pekerjaan pemasaran,
analisis kelayakan, persetujuan, pencairan, pemantauan
dan penagihan kredit.
4. Pekerjaan pokok adalah pekerjaan yang harus ada dalam
alur kegiatan usaha atau alur kegiatan pendukung
usaha Bank, sehingga apabila pekerjaan tersebut tidak
ada maka kegiatan dimaksud akan sangat terganggu
atau tidak terlaksana sebagaimana mestinya. Contoh
pekerjaan pokok:
a. Pada alur kegiatan usaha Bank dalam kegiatan
pemberian kredit antara lain analisis kelayakan dan
persetujuan kredit, sedangkan pada alur kegiatan
penghimpunan dana antara lain pekerjaan customer
service, customer relation dan teller.
b. Pada alur kegiatan pendukung usaha Bank dalam
kegiatan manajemen risiko antara lain pekerjaan
analisis risiko, sedangkan pada alur pengembangan
organisasi dan pengelolaan sumber daya manusia
antara lain pekerjaan perencanaan dan
pengembangan organisasi serta perencanaan
sumber daya manusia, dan pada alur kegiatan
pengendalian internal antara lain pekerjaan audit
internal.
Contoh pekerjaan pokok dan penjelasannya adalah
sebagaimana dimaksud pada Lampiran I.A. yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
5. Pekerjaan . . .
5. Pekerjaan penunjang adalah pekerjaan dalam alur
kegiatan usaha atau alur kegiatan pendukung usaha
Bank, yang apabila pekerjaan tersebut tidak ada maka
kegiatan dimaksud masih dapat terlaksana tanpa
gangguan yang berarti. Contoh pekerjaan penunjang:
a. Pada alur kegiatan usaha Bank dalam kegiatan
pemberian kredit antara lain pekerjaan call center,
pemasaran (telemarketing, direct sales atau sales
representative) dan penagihan kredit.
b. Pada alur kegiatan pendukung usaha antara lain
pekerjaan yang dilakukan oleh sekretaris,
agendaris, resepsionis, petugas kebersihan, petugas
keamanan, pramubakti, kurir, data entry dan
pengemudi.
B. Untuk menentukan apakah suatu pekerjaan memenuhi
kriteria pekerjaan penunjang, Bank melakukan pengujian
dengan menggunakan kriteria paling kurang sebagai berikut:
1. Berisiko rendah
Pekerjaan berisiko rendah adalah pekerjaan yang apabila
terjadi kegagalan tidak akan mengganggu aktivitas
operasional Bank secara signifikan.
2. Tidak membutuhkan kualifikasi kompetensi yang tinggi
di bidang perbankan
Pekerjaan penunjang pada umumnya tidak
membutuhkan kualifikasi kompetensi yang tinggi di
bidang perbankan yang mencakup pendidikan formal
dan pengetahuan atau pengalaman di bidang
perbankan.
Namun . . .
Namun demikian, Bank harus tetap mewajibkan PPJ
untuk menyediakan jasa tenaga kerja dengan kualifikasi
kompetensi yang memenuhi persyaratan pekerjaan
yang dilakukan Alih Daya. Bank dapat mensyaratkan
kualifikasi kompetensi tertentu untuk bidang pekerjaan
yang spesifik dan membutuhkan keahlian khusus yang
tidak selalu dapat dipenuhi oleh pegawai tetap, misalnya
untuk pekerjaan penunjang terkait IT, pengamanan,
penagihan, dan pengelolaan kas.
3. Tidak terkait langsung dengan proses pengambilan
keputusan yang mempengaruhi operasional Bank.
Pekerjaan yang dapat dilakukan Alih Daya tidak boleh
mengandung analisis, pertimbangan (judgement),
dan/atau pengambilan keputusan yang mempengaruhi
operasional Bank.
Pekerjaan penunjang yang sesuai dengan kriteria pada
angka 1, angka 2, dan angka 3, antara lain pekerjaan call
center, telemarketing, atau data entry karena potensi kerugian
yang ditimbulkan akibat tidak berjalannya pekerjaan tersebut
relatif rendah dan tidak mengganggu operasional Bank secara
signifikan, tidak membutuhkan kompetensi yang tinggi di
bidang perbankan dan tidak terkait langsung dengan proses
pengambilan keputusan yang mempengaruhi operasional
Bank.
Contoh pekerjaan penunjang dan penjelasannya adalah
sebagaimana dimaksud pada Lampiran I.B. yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
C. Bank . . .
C. Bank dapat melakukan Alih Daya kepada PPJ yang telah
memperoleh izin dari instansi yang berwenang untuk
menyediakan jasa tenaga kerja atau untuk menyediakan jasa
di bidang tertentu.
D. Penyerahan pekerjaan kepada PPJ dapat dilakukan melalui
perjanjian pemborongan pekerjaan dan/atau perjanjian
penyediaan jasa tenaga kerja, dengan penjelasan sebagai
berikut:
1. Perjanjian pemborongan pekerjaan dalam Surat Edaran
Bank Indonesia ini adalah perjanjian kerja antara Bank
dengan PPJ untuk melakukan pemborongan pekerjaan
tertentu dengan lebih menekankan standar hasil dari
pekerjaan yang diborongkan. Sebagai contoh dalam
perjanjian pemborongan pekerjaan pemasaran produk
Bank, Bank memberikan target kepada PPJ mengenai
jumlah calon nasabah yang harus diperoleh dalam
jangka waktu tertentu.
2. Perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja dalam Surat
Edaran Bank Indonesia ini adalah perjanjian kerja
antara Bank dengan PPJ untuk menyediakan tenaga
kerja dengan kualifikasi tertentu dalam rangka
pelaksanaan pekerjaan tertentu. Sebagai contoh dalam
perjanjian penyediaan tenaga kerja pemasaran produk
Bank, Bank menetapkan jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk melaksanakan pemasaran dan tingkat
pendidikan minimal tenaga pemasaran tersebut.
E. Bank . . .
E. Bank hanya dapat melakukan perjanjian Alih Daya dengan
PPJ berbadan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan
Terbatas (PT) atau Koperasi.
F. Untuk memastikan pemenuhan persyaratan dalam rangka
pemilihan PPJ, Bank wajib melakukan penelitian dokumen,
analisis dan penilaian terhadap persyaratan PPJ. Kedalaman
dan intensitas analisis dan penilaian dapat disesuaikan
dengan skala dan kompleksitas pekerjaan yang dilakukan
Alih Daya.
Sebagai contoh, analisis dan penilaian PPJ pekerjaan
pemasaran dan penagihan harus lebih dalam dibandingkan
dengan analisis dan penilaian PPJ pekerjaan pramubakti atau
cleaning service.
G. Dalam menyusun perjanjian Alih Daya, Bank dapat
mempertimbangkan kesesuaian pencantuman klausula
minimum dalam perjanjian Alih Daya sebagaimana diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai prinsip kehati-
hatian bagi Bank Umum yang melakukan penyerahan
sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain.
Contoh klausula minimum tersebut antara lain klausula
kesediaan PPJ untuk memberikan akses pemeriksaan oleh
Bank Indonesia dan klausula kewajiban para pihak untuk
melindungi hak dan kepentingan nasabah Bank, lebih sesuai
untuk pekerjaan penunjang pada alur kegiatan usaha Bank,
seperti pemasaran, penagihan kredit dan pengelolaan kas
Bank.
H. Apabila terdapat persyaratan bagi pekerjaan yang dilakukan
Alih Daya untuk memiliki sertifikasi yang telah memperoleh
izin dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau pelatihan
khusus . . .
khusus terkait dengan pekerjaan tertentu seperti pekerjaan
pengamanan, Bank wajib mensyaratkan pemenuhan
sertifikasi atau pelatihan khusus tersebut oleh PPJ dalam
perjanjian Alih Daya.
III. PENYERAHAN PEKERJAAN YANG TIDAK MENJADI CAKUPAN
ALIH DAYA
A. Penyerahan pekerjaan yang tidak menjadi cakupan Alih Daya
sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia
ini adalah:
1. penyerahan pekerjaan kepada kantor pusat atau kantor
wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri,
perusahaan induk, dan entitas lain dalam satu kelompok
usaha Bank di dalam maupun di luar negeri;
2. penyerahan pekerjaan jasa konsultansi atau keahlian
khusus; dan
3. penyerahan pekerjaan jasa pemeliharaan barang dan
gedung.
B. Penyerahan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada butir A.1.
tetap tunduk kepada ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, antara lain ketentuan mengenai
manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi,
pelaksanaan fungsi audit intern Bank, Good Corporate
Governance (GCG), dan alat pembayaran dengan
menggunakan kartu serta dengan memperhatikan kesesuaian
dan kewajaran penyerahan pekerjaan dimaksud.
Contoh penyerahan pekerjaan kepada kantor pusat atau
kantor wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri,
kantor . . .
kantor induk, dan/atau entitas lain dalam satu kelompok
usaha yang bukan merupakan cakupan ketentuan Alih Daya
antara lain adalah:
1. pekerjaan yang dilakukan sebagai bentuk pengawasan
kantor pusat atau kantor wilayah Bank yang
berkedudukan di luar negeri, atau perusahaan induk,
misalnya pengawasan limit risiko pasar dan risiko kredit;
2. pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh kantor
cabang bank asing atau perusahaan anak Bank karena
kurangnya keahlian pada bidang tertentu dan bersifat
konsultasi, misalnya review atas model pengukuran
risiko dan tenaga auditor yang memiliki keahlian pada
bidang tertentu (TI); dan/atau
3. pekerjaan yang merupakan bagian dari proses bisnis
Bank yang dilakukan di kantor pusat atau kantor
wilayah Bank yang berkedudukan di luar negeri,
perusahaan induk, atau entitas lain dalam satu
kelompok usaha Bank, misalnya rekonsiliasi laporan
keuangan dan pemrosesan gaji.
C. Contoh penyerahan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada
butir A.2. antara lain jasa konsultan hukum, jasa notaris,
jasa penilai independen (appraisal) dan akuntan publik.
D. Contoh penyerahan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada
butir A.3. antara lain pemeliharaan mesin pendingin ruangan
(Air Conditioner/AC), fotocopy, komputer dan printer serta
jasa pemeliharaan gedung kantor Bank.
IV. PRINSIP . . .
IV. PRINSIP KEHATI-HATIAN DAN PENERAPAN MANAJEMEN
RISIKO DALAM ALIH DAYA PEKERJAAN PENAGIHAN KREDIT
DAN PENGELOLAAN KAS
A. Pekerjaan Penagihan Kredit
1. Cakupan penagihan kredit dalam ketentuan ini adalah
penagihan kredit secara umum, termasuk penagihan
kredit kepemilikan rumah, kredit kendaraan bermotor,
kredit tanpa agunan dan kartu kredit.
2. Pekerjaan penagihan kredit yang dapat dilakukan Alih
Daya adalah pekerjaan penagihan kredit dengan kualitas
“Macet” sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penilaian kualitas aset Bank umum.
3. Perjanjian kerjasama Alih Daya penagihan kredit antara
Bank dan PPJ harus dilakukan secara tertulis dalam
bentuk perjanjian penyediaan jasa tenaga kerja.
4. Dalam Alih Daya penagihan kredit, Bank wajib memiliki
dan menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis
mengenai penagihan kredit antara lain berupa kewajiban
Bank untuk:
a. menginformasikan kepada debitur apabila
penagihan atas kewajiban debitur telah diserahkan
kepada PPJ;
b. memastikan bahwa penagihan kredit oleh PPJ
dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar
hukum;
c. menyusun etika penagihan kredit yang harus
dituangkan dalam perjanjian Alih Daya;
d. memastikan . . .
d. memastikan bahwa tenaga penagihan telah
memperoleh pelatihan yang memadai terkait dengan
tugas penagihan dan etika penagihan sesuai
ketentuan yang berlaku;
e. menatausahakan identitas setiap tenaga penagih;
dan
f. memastikan bahwa dalam melakukan penagihan
PPJ mematuhi pokok-pokok etika penagihan kredit
yang dimuat dalam perjanjian Alih Daya, antara
lain:
1) penagihan dilarang dilakukan dengan
menggunakan cara ancaman, kekerasan
dan/atau tindakan yang bersifat
mempermalukan debitur;
2) penagihan dilarang dilakukan dengan
menggunakan tekanan secara fisik maupun
verbal;
3) penagihan dilarang dilakukan kepada pihak
selain debitur;
4) penagihan menggunakan sarana komunikasi
dilarang dilakukan secara terus menerus yang
bersifat mengganggu;
5) penagihan hanya dapat dilakukan pada
pukul 08.00 sampai dengan pukul 20.00
wilayah waktu debitur;
6) penagihan di
luar waktu sebagaimana
dimaksud pada angka 5) hanya dapat
dilakukan atas dasar persetujuan dan/atau
perjanjian dengan debitur;
7) petugas . . .
7) petugas penagih wajib menggunakan kartu
identitas resmi yang dikeluarkan oleh Bank,
yang dilengkapi dengan foto diri yang
bersangkutan; dan
8) penagihan hanya dapat dilakukan di tempat
alamat penagihan atau domisili debitur.
g. Bank wajib memastikan bahwa PPJ juga mematuhi
etika penagihan yang ditetapkan oleh asosiasi.
5. Dalam hal diperlukan pemanggilan debitur untuk
menghadiri pertemuan dengan petugas penagih, Bank
paling kurang wajib memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. pertemuan dilakukan di kantor Bank;
b.
ruang pertemuan dilengkapi dengan CCTV;
c. pihak Bank hadir dalam pertemuan tersebut; dan
d. seluruh pembicaraan dalam pertemuan tersebut
direkam dan dibuat berita acara yang diketahui oleh
pihak Bank.
B. Pengelolaan Kas
1. Pengelolaan kas adalah serangkaian pekerjaan yang
dilakukan oleh PPJ untuk mengelola fisik uang tunai
milik Bank (baik dalam mata uang Rupiah maupun mata
uang asing) berupa antara lain:
a. distribusi (pengantaran dan/atau pengambilan)
uang tunai berikut pengawalan (cash distribution);
b. penghitungan, penyortiran dan pengemasan uang
tunai (cash processing);
c. penyimpanan uang tunai di khazanah (cash in
save); dan/atau
d. pengisian . . .
d. pengisian ATM (anjungan tunai mandiri) dengan
uang tunai dan/atau pengambilan uang tunai dari
CDM (cash deposit machine) berikut pemantauan
ATM dan/atau CDM.
2. Dalam melakukan Alih Daya pengelolaan kas, Bank
hanya dapat melakukan perjanjian Alih Daya dengan
PPJ yang memenuhi persyaratan paling kurang sebagai
berikut:
a. berbadan hukum Indonesia yang berbentuk
Perseroan Terbatas (PT);
b. memiliki izin operasional sebagai perusahaan jasa
kawal angkut uang tunai dan barang berharga yang
masih berlaku dari instansi yang berwenang;
c. memiliki Standard Operational Procedure (SOP)
keamanan dalam pengelolaan kas;
d. memiliki kinerja keuangan yang baik yang
penilaiannya didasarkan pada modal, likuiditas dan
profitabilitas PPJ;
e. memiliki reputasi yang baik yang penilaiannya
didasarkan pada rekam jejak (track record) dan
kepatuhan PPJ terhadap ketentuan dan/atau
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
perjanjian Alih Daya yang dilakukan sebelumnya;
f. memiliki pengalaman yang cukup yang penilaiannya
didasarkan pada pengalaman perusahaan dan/atau
manajemen perusahaan dalam menangani
pekerjaan yang dilakukan Alih Daya;
g. memiliki
. . .
g. memiliki sumber daya manusia dengan kuantitas
dan kualitas yang dapat mendukung pelaksanaan
pengelolaan kas Bank. Khusus bagi PPJ
yang pekerjaannya terkait langsung dengan
penghitungan, penyortiran dan pengemasan uang
tunai (cash processing), harus memiliki sumber daya
manusia yang mempunyai keahlian mengenai ciri-
ciri keaslian uang Rupiah, keahlian memilah antara
uang Rupiah layak edar dengan yang tidak layak
edar, keahlian mengoperasikan mesin hitung dan
mesin sortir uang Rupiah; dan
h. memiliki mesin hitung dan mesin sortir yang dapat
mendeteksi keaslian fisik uang, memiliki khazanah
untuk menyimpan uang tunai Rupiah, dan memiliki
infrastruktur dan sarana angkutan yang memenuhi
persyaratan standar keamanan.
3. Kewajiban PPJ memiliki contingency plan yang
dituangkan dalam perjanjian Alih Daya pengelolaan kas
Bank antara lain menjamin dan mengasuransikan
seluruh uang tunai milik Bank yang berada dalam
pengelolaan PPJ tersebut.
4. Kesediaan PPJ untuk memberikan akses pemeriksaan
kepada Bank Indonesia yang dituangkan dalam
perjanjian Alih Daya pengelolaan kas Bank antara lain
kewajiban PPJ pengelolaan kas Bank untuk:
a. memberikan data dan informasi kepada Bank
Indonesia baik secara langsung maupun melalui
Bank terkait sumber daya manusia, sarana dan
prasarana yang digunakan dalam melaksanakan
pekerjaan; dan
b. memberikan . . .
b. memberikan akses untuk melakukan pemeriksaan
terhadap kegiatan operasional PPJ pengelolaan kas
Bank, antara lain pemeriksaan standarisasi kualitas
sortasi, kecukupan sarana dan prasarana, sistem
pengamanan dan kualitas sumber daya manusia
yang melakukan pengolahan fisik uang Rupiah.
5. Dalam rangka melaksanakan pengendalian intern yang
efektif atas Alih Daya pengelolaan kas Bank, Bank
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan
oleh PPJ, yang paling kurang mencakup:
a. pengawasan terhadap akurasi perhitungan dan
kualitas sortasi hasil pekerjaan PPJ; dan
b. memastikan bahwa PPJ menindaklanjuti
rekomendasi yang diberikan oleh Bank Indonesia
dari hasil pengawasan terhadap kegiatan
operasional PPJ.
V. PELAPORAN
A. Laporan Alih Daya
1. Bank yang melakukan Alih Daya wajib menyusun
Laporan Berkala Alih Daya, yang terdiri dari:
a. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau
Penambahan Rencana Alih Daya; dan
b. Laporan Alih Daya yang Bermasalah.
2. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau
Penambahan Rencana Alih Daya sebagaimana dimaksud
pada butir 1.a. disusun sebagai berikut:
a. Laporan Rencana Alih Daya memuat rencana Alih
Daya atas pekerjaan yang belum pernah dilakukan
Alih Daya. Sedangkan Laporan Perubahan dan/atau
Penambahan . . .
Penambahan Rencana Alih Daya memuat
perubahan cakupan pekerjaan yang sudah
dilakukan Alih Daya dan/atau penambahan
pekerjaan yang akan dialihdaya.
Contoh perubahan cakupan pekerjaan yang sudah
dilakukan Alih Daya adalah Bank pada tahun
berjalan merencanakan untuk menambah cakupan
pekerjaan Alih Daya pemasaran dari pemasaran
kartu kredit menjadi pemasaran kartu kredit dan
kredit tanpa agunan.
Contoh penambahan rencana Alih Daya yang akan
dilakukan adalah Bank pada tahun berjalan
merencanakan melakukan Alih Daya pemasaran
kartu kredit yang sebelumnya tidak dimuat dalam
Laporan Rencana Alih Daya.
Tidak termasuk dalam laporan Rencana Alih Daya,
Perubahan dan/atau Penambahan Rencana Alih
Daya adalah perpanjangan PPJ dan penggantian
PPJ atas pekerjaan yang telah dialihdayakan.
b. Laporan Rencana Alih Daya untuk 1 (satu) tahun
ke depan disampaikan paling lambat setiap tanggal
31 Desember. Sedangkan Laporan Perubahan
dan/atau Penambahan Rencana Alih Daya
disampaikan paling lambat setiap tanggal 30 Juni
tahun berjalan, dengan menggunakan
formulir pelaporan sebagaimana dimaksud pada
Lampiran II.A yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
c. Laporan Rencana Alih Daya, Perubahan dan/atau
Penambahan Rencana Alih Daya paling kurang
memuat informasi mengenai:
1) jenis . . .
1)
jenis pekerjaan yang dilakukan Alih Daya;
2) gambaran umum dan cakupan pekerjaan;
3)
jenis perjanjian Alih Daya;
4) perkiraan jumlah tenaga kerja Alih Daya yang
dibutuhkan;
5)
6)
jangka waktu perjanjian;
tujuan Alih Daya; dan
7) analisis perkiraan biaya dan manfaat, risiko
dan mitigasinya.
d. Bank yang tidak memiliki rencana untuk
melakukan Alih Daya sebagaimana dijelaskan pada
huruf a tetap wajib menyampaikan Laporan
Rencana Alih Daya dengan penjelasan Nihil paling
lambat setiap tanggal 31 Desember.
3. Laporan Alih Daya yang Bermasalah sebagaimana pada
butir 1.b. disusun sebagai berikut:
a. Laporan Alih Daya yang Bermasalah memuat
gambaran permasalahan Alih Daya
antara
lain
permasalahan yang dihadapi oleh Bank dan PPJ
yang berpotensi meningkatkan risiko Bank
secara signifikan dan/atau akan mengganggu
kelangsungan pelaksanaan pekerjaan yang
dilakukan Alih Daya.
Contoh permasalahan Alih Daya antara lain
pelanggaran ketentuan dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, pelanggaran perjanjian,
gugatan, pengaduan nasabah, pemogokan
karyawan, dan perselisihan intern pada PPJ baik
antar manajemen maupun antara manajemen
dengan karyawan.
b. Laporan . . .
b. Laporan Alih Daya yang Bermasalah sebagaimana
dimaksud pada butir 1.b. disampaikan paling
lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diketahuinya
permasalahan, dengan menggunakan formulir
pelaporan sebagaimana dimaksud pada
Lampiran II.B yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
4. Laporan Alih Daya yang Bermasalah paling kurang
memuat informasi mengenai:
a.
jenis pekerjaan yang dilakukan Alih Daya;
b. nama Perusahan Penyedia Jasa;
c. gambaran permasalahan yang terjadi; dan
d.
langkah-langkah yang dilakukan oleh Bank untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
5. Dalam menetapkan langkah-langkah untuk mengatasi
permasalahan Alih Daya, Bank harus memastikan
bahwa pekerjaan yang dialihkan tetap terlaksana dengan
baik walaupun terjadi permasalahan pada Alih Daya.
B. Penyampaian Laporan
Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jl. MH. Thamrin
No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank
yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia.
VI.
PENUTUP . . .
VI. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai
berlaku pada tanggal 27 Juni 2012.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
KEPALA DEPARTEMEN
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN,
MULYA E. SIREGAR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/20/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Prinsip Kehati-hatian bagi Bank Umum yang Melakukan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Pihak Lain </reg_title>
<set_date> 27 Juni 2012 </set_date>
<effective_date> 27 Juni 2012 </effective_date>
<related_reg> '13/25/PBI/2011', '11/11/PBI/2009', '14/2/PBI/2012' </related_reg>
|
No. 2/ 10 /DASP
Jakarta, 8 Juni 2000
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PESERTA KLIRING
DI INDONESIA
Perihal : Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong.
Berdasarkan Pasal 38 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan
Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/4/PBI/2000
tanggal 11 Februari 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/3/PBI/1999 tentang penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir
Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, ditetapkan bahwa
ketentuan pelaksanaan penyelenggaraan Tata Usaha Penarikan Cek dan Bilyet Giro
Kosong diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dengan ini dikemukakan pengaturan
lebih lanjut mengenai tata usaha penarikan Cek dan Bilyet Giro Kosong sebagai
berikut :
I. PENGERTIAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Pemilik Rekening adalah orang atau badan yang memiliki Rekening pada
bank;
2. Nasabah …
2. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank;
3. Rekening adalah Rekening giro atau pinjaman yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan Cek atau Bilyet Giro, sarana
perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan;
4. Perjanjian Pembukaan Rekening adalah suatu perjanjian yang mendasari
hubungan hukum antara bank dengan pemilik rekening dalam rangka
pembukaan rekening.
5. Cek adalah surat perintah membayar sebagaimana diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Dagang (KUHD);
6. Bilyet Giro adalah surat perintah pemindahbukuan sebagaimana diatur
dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR
tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro;
7. Penarik adalah Pemilik Rekening atau orang yang dikuasakan untuk
memerintahkan tertarik melakukan pembayaran atau pemindahbukuan
sejumlah dana atas beban Rekeningnya kepada Pemegang dengan
menggunakan Cek/Bilyet Giro;
8. Tertarik adalah bank yang menerima perintah pembayaran atau
pemindahbukuan dari Penarik;
9. Pemegang adalah Nasabah yang memperoleh pembayaran atau
pemindahbukuan dana dari Penarik sebagaimana diperintahkan oleh Penarik
kepada Tertarik;
10. Pengunjukan adalah setiap penyerahan Cek/Bilyet Giro oleh Pemegang
kepada Tertarik melalui Kliring;
11. Penarikan adalah setiap penerbitan atau penyerahan Cek/Bilyet Giro dari
Penarik kepada Pemegang;
12. Bank Penerima adalah bank yang melakukan penyerahan/penagihan
Cek/Bilyet Giro milik Pemegang melalui Kliring kepada Tertarik;
13. Cek/Bilyet …
13. Cek/Bilyet Giro Kosong adalah Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan dan
ditolak Tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana
oleh Penarik karena saldo tidak cukup atau Rekening telah ditutup;
14. Daftar Hitam adalah suatu daftar yang berisi nama-nama Penarik
Cek/Bilyet Giro Kosong yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan berlaku
selama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan;
15. Rekening Khusus adalah rekening tabungan atau rekening lain yang khusus
disediakan oleh Tertarik kepada Pemilik Rekening yang Rekeningnya
ditutup karena melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong yang
memenuhi kriteria untuk dimasukkan dalam Daftar Hitam atau namanya
tercantum dalam Daftar Hitam yang berlaku guna menampung pembayaran
Cek/Bilyet Giro yang masih beredar.
16. Bank Indonesia yang Mewilayahi adalah Bank Indonesia c.q Bagian Kliring
Jakarta bagi Bank yang berada diwilayah DKI Jakarta Raya, Serang,
Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Kerawang dan Bekasi atau Kantor
Bank Indonesia setempat untuk wilayah di luar Wilayah tersebut di atas.
17. Tenggang Waktu Pengunjukan atau Penawaran adalah jangka waktu yang
disediakan oleh Penarik kepada Pemegang untuk meminta pelaksanaan
perintah dalam Cek/Bilyet Giro kepada Tertarik;
18. Rekening Gabungan (joint account) adalah rekening atas nama beberapa
orang (pribadi), beberapa badan dan atau campuran keduanya.
II. PEMBUKAAN REKENING
A. Jenis Rekening
Rekening yang dapat dibuka oleh Nasabah pada bank berdasarkan pihak
yang …
yang memiliki Rekening dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
1. Rekening atas nama Badan, yang terdiri atas :
a. Instansi pemerintah/lembaga negara dan organisasi masyarakat yang
tidak merupakan perusahaan;
b. Semua badan hukum yang diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang atau peraturan perundang-undangan lainnya;
c. Firma (Fa), CV dan yayasan.
2. Rekening Perorangan seperti kongsi, toko, restoran, bengkel dan
warung.
3. Rekening Gabungan (joint account).
B. Persyaratan dan Tata Cara Pembukaan Rekening
1. Calon Pemilik Rekening yang akan membuka rekening sebagaimana
dimaksud dalam angka II.A harus mengajukan permohonan secara
tertulis kepada bank dengan melampirkan data yang sekurang-
kurangnya meliputi :
a. Tanda bukti diri antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Ijin
Mengemudi (SIM), atau Paspor.
b. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi nasabah yang diwajibkan
mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan
Menteri Keuangan RI Nomor 947/KMK.04/1983 tanggal 31
Desember 1983.
c. Akte pendirian/anggaran dasar bagi perusahaan yang bentuk
hukumnya diatur dalam KUHD dan atau Undang-undang/Peraturan
Pemerintah lainnya.
Selain memenuhi persyaratan tersebut di atas calon Pemilik Rekening
juga tidak tercantum dalam Daftar Hitam yang masih berlaku.
2. Atas …
2. Atas dasar permohonan dari calon Pemilik Rekening dimaksud maka
bank melakukan penelitian kelengkapan identitas dari calon Pemilik
Rekening apakah nama calon Pemilik Rekening tercantum dalam
Daftar Hitam yang masih berlaku.
Bank wajib menolak calon Pemilik Rekening untuk membuka rekening
apabila persyaratan pembukaan Rekening sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 tidak dipenuhi.
3. Dalam hal seluruh persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
telah dipenuhi maka yang bersangkutan dapat diterima menjadi Pemilik
Rekening setelah menandatangani Perjanjian Pembukaan Rekening dan
memberikan spesimen tanda tangannya. Tanda tangan calon Pemilik
Rekening atau wakilnya yang sah pada Perjanjian Pembukaan Rekening
dan spesimen tanda tangan harus sama dengan tanda tangan yang
tercantum dalam tanda bukti diri sebagaimana dimaksud dalam angka
1.a.
4. Salinan atau tembusan Perjanjian Pembukaan Rekening yang telah
ditandatangani oleh Pemilik Rekening wajib diberikan kepada Pemiliki
Rekening yang bersangkutan.
5. Terhadap Pemilik Rekening yang telah menandatangani Perjanjian
Pembukaan Rekening sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dapat
diberikan blanko Cek/Bilyet Giro sebagai sarana Penarikan dana dalam
Rekening.
C. Perjanjian Pembukaan Rekening :
Bank wajib mencantumkan klasula-klausula tertentu dalam Perjanjian
Pembukaan Rekening sebagaimana dimaksud dalam huruf B.3 yang
sekurang-kurangnya wajib memuat pernyataan atau persetujuan Pemilik
Rekening sebagai berikut :
1. Setiap …
1. Setiap penyalahgunaan Penarikan Cek/Bilyet Giro sebagaimana
dimaksud dalam huruf B.5 merupakan tanggung jawab Pemilik
Rekening.
2. Permintaan blanko Cek/Bilyet Giro harus dilakukan secara tertulis
oleh Pemilik Rekening dan pengembalian lembar pertama (tanda
terima) blanko Cek/Bilyet Giro harus dilakukan pada saat penerimaan
blanko Cek/Bilyet Giro oleh Pemilik Rekening atau orang yang diberi
kuasa.
3. Pemilik Rekening tidak keberatan Rekeningnya ditutup dan namanya
dicantumkan ke dalam Daftar Hitam apabila melakukan Penarikan
Cek/Bilyet Giro Kosong;
4. Pemilik Rekening membebaskan Tertarik dari segala tuntutan hukum
atas setiap konsekuensi hukum yang timbul akibat penolakan
Cek/Bilyet Giro kosong yang dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam
Surat Edaran ini.
5. Pemilik Rekening bersedia mematuhi ketentuan-ketentuan yang
mengatur mengenai penandatanganan Cek/Bilyet Giro, pelunasan bea
meterai serta ketentuan lain yang mengatur mengenai penarikan
Cek/Bilyet Giro.
6. Pemilik Rekening akan segera menginformasikan kepada Tertarik
setiap perubahan identitasnya, antara lain perubahan alamat, nomor
telepon dan NPWP.
7. Dalam hal Pemilik Rekening membuka Rekening Gabungan maka
Pemilik Rekening wajib pula tunduk pada ketentuan sebagai berikut:
a. Penandatanganan Cek/Bilyet Giro tersebut cukup dilakukan oleh
salah satu Nasabah yang membentuk Rekening Gabungan (joint
account).
b. Segala …
b. Segala konsekuensi hukum yang timbul atas Penarikan Cek/Bilyet
Giro oleh salah satu atau lebih Pemilik Rekening Gabungan akan
ditanggung secara renteng oleh seluruh Pemilik Rekening
pembentuk Rekening Gabungan (joint account) tanpa kecuali.
Bank dapat mensyaratkan hal-hal lain yang dianggap perlu dalam
Perjanjian Pembukaan Rekening untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan Cek/Bilyet Giro oleh Nasabah atau pihak-pihak lain yang
tidak berhak.
III.
Kewajiban Penyediaan Dana
Penarik wajib menyediakan dana yang cukup dalam Rekeningnya pada
Tertarik, dengan ketentuan :
1. Penyediaan dana untuk Cek mulai dari tanggal Penarikan sampai dengan
tanggal kadaluwarsa. Namun demikian, dalam hal terdapat penanggalan atas
suatu Cek yang diberi tanggal kemudian (post dated cheque) maka :
a. tanpa memperhatikan tanggal yang tercantum dalam suatu Cek, apabila
pemegang mengunjukkan Cek tersebut untuk memperoleh pembayaran
sebelum tanggal yang tertera pada Cek, Tertarik wajib membayar atau
memindahbukukan dana sepanjang Cek tersebut memenuhi syarat-syarat
formal dan tersedia saldo atau dana yang cukup pada Rekening;
b. dalam hal post dated cheque tersebut tidak didukung saldo yang cukup
pada Rekening atau Rekeningnya telah ditutup, maka Cek tersebut
digolongkan sebagai Cek Kosong.
2. Penyediaan dana untuk Bilyet Giro mulai dari tanggal efektif sampai dengan
tanggal kadaluwarsa.
3. Dana …
3. Dana yang dapat diperhitungkan sebagai dana yang tersedia pada Tertarik
adalah saldo giro yang efektif, saldo fasilitas kredit yang belum digunakan,
fasilitas cerukan atau fasilitas cross clearing yang diberikan oleh Tertarik.
Khusus untuk pemberian fasilitas cerukan atau fasilitas cross clearing,
Tertarik wajib memperhatikan bonafiditas Nasabah dengan tetap
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat.
4. Penarik tidak diwajibkan menyediakan dana dalam hal :
a. Cek/Bilyet Giro hapus karena kadaluwarsa yaitu setelah waktu 6 (enam)
bulan terhitung mulai akhir tenggang waktu pengunjukan/ penawaran;
b. Cek ditarik kembali oleh Penarik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
209 KUHD setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukan. Tenggang
waktu pengunjukan Cek adalah 70 (tujuh puluh) hari terhitung sejak
tanggal Penarikan;
c. tanggal efektif Bilyet Giro belum sampai;
d. Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
7 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/KEP/DIR tanggal
4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro setelah berakhirnya tenggang waktu
penawaran. Tenggang waktu penawaran Bilyet Giro adalah 70 (tujuh
puluh) hari terhitung sejak tanggal Penarikan.
IV.
Penolakan Pembayaran Cek/Bilyet Giro
A. Alasan Penolakan Cek/Bilyet Giro
Tertarik wajib melakukan penolakan atas Cek atau Bilyet Giro yang
diunjukkan kepada Tertarik apabila Cek/Bilyet Giro dimaksud memenuhi
salah satu atau lebih alasan penolakan sebagai berikut :
1. Saldo tidak cukup.
2. Rekening …
2. Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri)
3. Persyaratan formal Cek/Bilyet Giro tidak dipenuhi yaitu :
a. Tulisan "Cek"/"Bilyet Giro" dan Nomor Cek/Bilyet Giro yang
bersangkutan;
b. Nama Tertarik;
c. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk
membayar/memindahbukukan dana atas beban Rekening Penarik;
d. Nama dan nomor Rekening Pemegang (khusus untuk Bilyet Giro);
e. Nama Bank penerima (khusus untuk Bilyet Giro);
f. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam
huruf selengkap-lengkapnya;
g. Tempat dan tanggal Penarikan;
h. Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel
sesuai dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk
Bilyet Giro);
i. Tanda tangan penarik dan atau dilengkapi dengan cap/stempel
sesuai dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk
Cek).
4. Tanggal efektif Bilyet Giro belum sampai;
5. Cek ditarik kembali oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang
waktu pengunjukkan;
6. Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang
waktu penawaran;
7. Sudah …
7. Sudah kadaluwarsa;
8. Coretan/perubahan tidak ditandatangani oleh Penarik;
9. Bea meterai belum dilunasi;
10. Tanda tangan tidak cocok dengan specimen;
11. Stempel Kliring tidak ada;
12. Stempel Kliring tidak sesuai dengan Bank Penerima;
13. Endosemen pada Cek atas nama atau Cek atas order tidak ada;
14. Warkat diblokir pembayarannya (surat keterangan Kepolisian
terlampir);
15. Rekening diblokir oleh instansi yang berwenang (surat pemblokiran
terlampir);
16. Warkat bukan untuk kami;
17. Perhitungan/encode tidak sesuai dengan nominal yang sebenarnya.
B. Penolakan Cek/Bilyet Giro dan Tata Usaha Cek/Bilyet Giro Kosong
Dalam hal Tertarik melakukan penolakan Cek/Bilyet Giro berdasarkan
alasan sebagaimana dimaksud pada huruf A.1 yang dilakukan melalui
Kliring, Tertarik wajib menatausahakan penarikan Cek/Bilyet Giro
Kosong Pemilik Rekening serta mengembalikan Cek/Bilyet Giro yang
ditolak kepada Pemegang. Selanjutnya untuk keperluan penatausahaan
Cek/Bilyet Giro Kosong di Bank Indonesia, Tertarik wajib membuat,
menatausahakan dan menyampaikan kepada Bank Indonesia yang
Mewilayahi hal-hal sebagai berikut :
1. Surat Keterangan Penolakan (SKP), yaitu surat yang ditujukan kepada
Pemegang yang berisi informasi alasan penolakan atas suatu
Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan kepada Tertarik pada suatu
tanggal …
2. tanggal tertentu baik karena dananya tidak cukup maupun karena alasan
lainnya sebagaimana dimaksud pada huruf A.1 sampai dengan A.17.
3. Surat Peringatan atau pemberitahuan, yaitu surat yang ditujukan kepada
Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong agar menyadari kemungkinan
dilakukannya penutupan atas Rekeningnya dan pencantuman nama
Penarik dalam Daftar Hitam, yang dapat terdiri dari :
a. Surat Peringatan I (SP-I) untuk penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong
pertama, yang mengingatkan agar Penarik tidak menarik Cek/Bilyet
Giro Kosong lagi;
b. Surat Peringatan II (SP-II) untuk penolakan Cek/Bilyet Giro
Kosong kedua, yang mengingatkan bahwa bank akan melakukan
penutupan Rekening dan mencantumkan nama Penarik dalam
Daftar Hitam jika Penarik menarik Cek/Bilyet Giro Kosong untuk
ketiga kalinya;
c. Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening (SPPR), yaitu surat yang
berisi informasi terjadinya penarikan Cek/Bilyet Giro kosong
sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1.a dan b dan
pemberitahuan telah dilakukannya penutupan Rekening Penarik,
perintah untuk mengembalikan sisa buku Cek/Bilyet Giro yang
belum terpakai, pencantuman nama Penarik dalam Daftar Hitam
dan dihentikannya hubungan Rekening Koran Penarik dengan bank.
4. Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong, yaitu daftar yang
berisi nama-nama Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong yang wajib
disampaikan oleh Tertarik kepada Penyelenggara Kliring sebagai
pengganti …
pengganti tembusan SKP untuk keperluan Tata Usaha Cek/Bilyet Giro
Kosong.
./.
C. Tata Cara Pembuatan dan Peruntukan SKP
1. SKP sebagaimana dimaksud dalam huruf B.1 dapat dibuat dengan cara
sebagai berikut :
a. secara manual dengan menggunakan mesin ketik/komputer;
b. menggunakan program Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL).
Bentuk Formulir SKP untuk SOKL, yang berlaku pula untuk Sistem
Kliring Otomasi dan Elektronik, adalah sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 1 dan untuk Sistem Kliring Manual sebagaimana dimaksud
pada Lampiran 2.
2. Tertarik wajib mengisi SKP secara lengkap, benar dan harus memuat
alasan penolakan serta identitas Penarik Cek/Bilyet Giro yang
meliputi nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nomor
Rekening, tanggal pembuatan SKP dan tanda tangan pejabat Tertarik.
Penulisan identitas Penarik pada SKP harus sama dengan penulisan
identitas Pemilik Rekening (Penarik) pada Perjanjian Pembukaan
Rekening, termasuk penulisan singkatan gelar dan tanda baca seperti
titik dan koma.
3. Dalam hal Penarik Cek/Bilyet Giro sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 adalah :
a. suatu firma, CV, perseroan terbatas (PT), koperasi, yayasan,
perkumpulan maka disamping harus memuat nama perusahaan yang
bersangkutan dicantumkan pula nama Penariknya (penanda tangan
Cek/Bilyet Giro yang bersangkutan) sebagai informasi dalam SKP;
b. salah satu atau lebih Pemilik Rekening yang membentuk
Rekening …
Rekening Gabungan, maka disamping SKP untuk Penarik yang
melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro kosong, wajib pula
dibuatkan SKP tambahan sesuai jumlah Pemilik Rekening
Gabungan (joint account) lainnya. SKP tambahan dimaksud,
selanjutnya wajib diserahkan kepada Bank Indonesia yang
Mewilayahi.
Dengan demikian, atas satu lembar Penarikan Cek/Bilyet Giro
Kosong yang Penariknya merupakan Pemilik Rekening Gabungan,
dimungkinkan terdapat lebih dari satu lembar SKP.
./.
4. Pembuatan SKP tambahan untuk Pemilik Rekening Gabungan
dilakukan secara manual dengan menggunakan mesin ketik/komputer
dan dibedakan dengan SKP yang memuat data nama Penarik yang
menandatangani Cek/Bilyet Giro Kosong. Pembedaan SKP tambahan
tersebut dilakukan dengan cara membubuhi stempel “Rekening
Gabungan” (RG).
Bentuk Formulir SKP tambahan yang berlaku untuk sistem Manual,
SOKL, Otomasi dan Elektronik, adalah sebagaimana dimaksud pada
Lampiran 2-1.
5. Tata Cara penulisan Nama dalam SKP, adalah seperti contoh sebagai
berikut :
a. Nama perorangan termasuk usaha-usaha seperti toko, bengkel,
rumah makan, warung, dan kongsi :
Nama Nasabah : Sudijono bdn. Toko Sumeleh
b. Nama perorangan dengan gelar akademik atau marga atau gelar
keagamaan :
Nama …
Nama Nasabah : Deddy Rusbandy, S.H.
Nama Nasabah : Perdi Silalahi, Drs.
Nama Nasabah : Abdulah, Haji, F.X. Setiabudi.
c. Nama Nasabah yang berbentuk Fa, CV, PT, koperasi, yayasan,
perkumpulan :
Nama Nasabah : Maju Mundur, PT.
Nama Penarik : Rendra Suhamim, Ir.
d. Nama Nasabah Rekening Gabungan (joint account) :
Nama Nasabah : Dadap
Misalnya Dadap membentuk Rekening Gabungan (joint account)
dengan 2 (orang) rekannya, yaitu Polan dan Noyo maka dalam hal
Dadap melakukan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong maka
disamping SKP atas nama Dadap, bank wajib pula membuat 2 (dua)
buah SKP tambahan, yaitu untuk dan atas nama :
1) Nama Nasabah
: Polan
2) Nama Nasabah
: Noyo
6. SKP dibuat dalam rangkap 4 (empat), yaitu :
a. Lembar ke-1 untuk Pemegang yang diberikan oleh Tertarik melalui
Bank Penerima;
b. Lembar ke-2 untuk Tertarik sebagai arsip;
c. Lembar ke-3 untuk arsip Bank Penerima;
d. Lembar ke-4 untuk Bank Indonesia yang Mewilayahi.
7. Tertarik wajib menyampaikan SKP kepada Bank Indonesia yang
Mewilayahi untuk keperluan penatausahaan Cek/BG Kosong. Untuk
bank-bank yang berada diwilayah yang tidak terdapat Kantor Bank
Indonesia …
Indonesia, penyampaian kepada Kantor Bank Indonesia yang
Mewilayahi dimaksud dilakukan melalui penyelenggara Kliring
setempat.
D. Tata Cara Pembuatan dan Peruntukan SP-1/SP-II/SPPR
1. Pembuatan SP-I/SP-II/SPPR sebagaimana dimaksud dalam huruf B.2
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Bagi Peserta Kliring Sistem Manual dapat menggunakan mesin
ketik/komputer (manual);
b. Bagi Peserta Kliring yang kegiatan Kliring Pengembaliannya
menggunakan Sistem Kliring Semi Otomasi (termasuk didalamnya
Sistem Kliring Otomasi dan Elektronik), dapat memanfaatkan
program SOKL.
2. SP-I/SP-II/SPPR dibuat dalam rangkap 3 (tiga), yaitu :
a. Lembar ke-1 untuk Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong;
b. Lembar ke-2 untuk arsip Tertarik;
c. Lembar ke-3 Bank Indonesia yang Mewilayahi.
./.
3. Setiap Tertarik yang menyampaikan SP-I/SP-II/SPPR kepada Penarik,
satu tembusannya disampaikan kepada Bank Indonesia yang
mewilayahi. Untuk bank-bank yang berada diwilayah yang tidak terdapat
Kantor Bank Indonesia, penyampaian kepada Kantor Bank Indonesia
yang mewilayahi dilakukan melalui penyelenggara Kliring setempat.
Contoh SP I, SP II dan SPPR adalah sebagaimana tercantum pada
Lampiran 3-1 sampai dengan 3-3.
E. Tata Cara Pembuatan dan Peruntukan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan
Alasan Kosong
1. Pembuatan …
1. Pembuatan dan pengisian Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan
Kosong dimaksud dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. bagi Peserta Kliring Sistem Manual dapat menggunakan mesin
ketik/komputer (manual);
b. bagi Peserta Kliring yang kegiatan Kliring Pengembaliannya
menggunakan Sistem Semi Otomasi (termasuk didalamnya Sistem
Kliring Otomasi dan Elektronik), dapat memanfaatkan program
SOKL.
2. Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong dibuat dalam
rangkap 2, yaitu :
a. Lembar ke-1 untuk arsip Tertarik;
b. Lembar ke-2 untuk Bank Indonesia yang Mewilayahi.
3. Tertarik wajib menyampaikan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan
Alasan Kosong kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi untuk
keperluan penatausahaan Cek/BG Kosong. Untuk bank-bank yang
berada diwilayah yang tidak terdapat Kantor Bank Indonesia,
penyampaian kepada Kantor Bank Indonesia yang Mewilayahi dimaksud
dilakukan melalui penyelenggara Kliring setempat.
./.
Contoh Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong adalah
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 4.
.
F. Tata Cara Penyampaian SKP, SP-I, SP-II atau SPPR, dan Daftar Warkat
Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong.
1. Terhadap Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan Pemegang kepada Bank
Tertarik melalui Kliring dan ditolak, maka :
a. penyampaian lembar SKP baik kepada pemegang (melalui bank
penerima …
penerima) dan penyelenggara, serta Daftar Warkat Yang Ditolak
Dengan Alasan Kosong kepada Penyelenggara, wajib dilakukan
Tertarik pada jadwal Kliring Pengembalian dalam satu siklus
Kliring yang sama;
b. penyampaian SP-I, SP-II atau SPPR kepada Penarik dan
Penyelenggara dapat dilakukan melalui surat atau penyampaian
secara langsung.
Penyampaian SP-1, SP-II atau SPPR kepada Penyelenggara
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat dilakukan bersama-sama
dengan penyampaian SKP dan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan
Alasan Kosong sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
2. Khusus untuk penyelenggaraan kliring di daerah yang tidak terdapat
Kantor Bank Indonesia, Penyelenggara wajib menyampaikan SKP, SP-
I/SP-II/SPPR dan Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong
dari Tertarik sebagaimana dimaksud dalam huruf B secara mingguan
bersama-sama dengan penyampaian Laporan Mingguan kepada Bank
Indonesia yang Mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam angka III.B.1
Surat Edaran No. 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal
Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain Untuk Menyelenggarakan
Kliring di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia.
V.
Pembatalan Atas Penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong.
1. Apabila terjadi kekeliruan penolakan terhadap pengunjukkan Cek/Bilyet
Giro yang semestinya dananya cukup, tetapi karena kesalahan administrasi,
bank (Tertarik) terlanjur menolak dengan alasan dananya tidak cukup maka
bank (Tertarik) yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan
pembatalan kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi, agar
2. penolakan …
2. penolakan tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran Penarikan
Cek/Bilyet Giro Kosong.
3. Permohonan pembatalan atas penolakan pengunjukkan Cek/Bilyet Giro
Kosong dengan alasan dananya tidak cukup dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Permohonan diajukan secara tertulis oleh Tertarik kepada Bank
Indonesia yang Mewilayahi dengan melampirkan bukti-bukti tertulis
yang mendukung adanya kesalahan administrasi bank (misalnya
salinan/fotokopi rekening koran Nasabah) yang telah dilegalisir oleh
Pejabat Tertarik yang berwenang;
b. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus sudah diterima
oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi paling lambat 15 (lima belas)
hari kerja sejak tanggal penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong;
c. Segala akibat dari kekeliruan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
sepenuhnya merupakan tanggung jawab Tertarik yang bersangkutan.
3. Setiap permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Tertarik
dikenakan biaya administrasi sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).
Pengenaan biaya tersebut dilakukan dengan mendebet rekening Tertarik
atau rekening kantor lain dari bank yang sama dengan Tertarik di Kantor
Bank Indonesia yang Mewilayahi pada awal bulan berikutnya setelah
permohonan diterima oleh Bank Indonesia.
4. Dalam hal nama Penarik Cek/Bilyet Giro sudah dimasukkan dalam Daftar
Hitam maka apabila permohonan pembatalan disetujui, Bank Indonesia
yang Mewilayahi akan membuat koreksi atas Daftar Hitam tersebut.
VI. Penutupan …
VI.
Penutupan Rekening Nasabah Oleh Tertarik
1. Tertarik wajib menutup Rekening giro Pemilik Rekening apabila yang
bersangkutan :
a. Menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 3 (tiga) lembar atau lebih dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan;
b. Menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar dengan nilai nominal
Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) atau lebih; atau
c. Namanya tercantum dalam Daftar Hitam yang masih berlaku.
Kewajiban Tertarik sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak berlaku
untuk Rekening pinjaman, namun Pemilik Rekening yang bersangkutan
tidak diperkenankan melakukan penarikan.
2. Jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam angka 1.a,
dihitung dengan cara “mulai dari-sampai” seperti contoh sebagai berikut:
A tercatat telah menarik 3 lembar Cek/Bilyet Giro Kosong masing-masing
pada tanggal 15 Januari 2000, 15 April 2000 dan 14 Juli 2000 maka
penolakan terakhir pada tanggal 14 Juli 2000 diperhitungkan sebagai
penolakan ketiga karena belum melampaui 6 (enam) bulan. Namun apabila
penolakan ketiga terjadi pada tanggal 15 Juli 2000 maka penolakan tanggal
15 Januari 2000 tidak diperhitungkan, karena pada tanggal 15 Juli 2000
telah melampaui kurun waktu 6 (enam) bulan.
3. Penghitungan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sebagaimana dimaksud
dalam angka 1.a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Setiap lembar Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan oleh Pemegang dan
ditolak pembayarannya oleh Tertarik dengan alasan saldo tidak cukup
atau Rekening telah ditutup digolongkan sebagai Cek/Bilyet Giro
Kosong.
b. Cek/Bilyet …
./.
b. Cek/Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan selain dalam angka IV.A.3
(Persyaratan formal Cek/Bilyet Giro tidak dipenuhi), 4 (Tanggal
efektif Bilyet Giro belum sampai), 5 (Cek ditarik kembali oleh penarik
setelah berakhirnya tenggang waktu pengunjukkan), 6 (Bilyet Giro
Dibatalkan oleh penarik setelah berakhirnya tenggang waktu
penawaran), 7 (Sudah kadaluwarsa), dan 16 ( Warkat bukan untuk kami)
namun dananya tidak cukup atau rekening telah ditutup, tetap
digolongkan sebagai penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong. Sebaliknya
Cek/Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan dalam angka IV.A.3, 4, 5,
6, 7, dan 16 namun dananya tidak cukup, tidak digolongkan sebagai
penolakan Cek/Bilyet Giro kosong. Ilustrasi penggolongan penolakan
Cek/Bilyet Giro sebagaimana Lampiran 5.
c. Satu lembar Cek/Bilyet Giro yang sama dan diunjukkan secara
berulang-ulang oleh Pemegang kepada Tertarik melalui Kliring dan
ditolak pembayarannya oleh Tertarik melalui kliring dengan alasan
saldo tidak cukup dan atau Rekening telah ditutup, dihitung sebagai satu
lembar Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong.
d. Beberapa lembar Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan oleh Pemegang
melalui Kliring dan ditolak pembayarannya oleh satu Tertarik atau
beberapa Tertarik pada tanggal yang sama melalui Kliring dengan
alasan saldo tidak cukup dan atau Rekening telah ditutup, jumlah
Penarikan Cek/Bilyet Giro kosong dihitung sebanyak jumlah lembar
Cek/Bilyet Giro yang ditolak dengan alasan tersebut.
e. Khusus untuk Pemilik Rekening Gabungan (joint account),
Perhitungan penarikan Cek/Bilyet Giro kosong oleh nasabah Rekening
Gabungan (joint account) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Dalam hal terdapat salah satu atau lebih Pemilik Rekening
Gabungan …
Gabungan melakukan Penarikan Cek/BG Kosong yang bersumber
dari Rekening Gabungan dimana penarikan dimaksud memenuhi
kriteria sebagaimana dimaksud dalam angka 1.a atau 1.b maka
Rekening Gabungan (joint account) akan ditutup oleh Tertarik dan
nama-nama seluruh Pemilik Rekening Gabungan (joint account)
akan dicantumkan ke dalam Daftar Hitam.
2) Dalam hal salah satu atau lebih Pemilik Rekening Gabungan yang
sama melakukan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong yang
bersumber dari Rekening Gabungan (joint account) dan Rekening
lain baik pada bank yang sama maupun bank yang berbeda, dimana
penarikan dimaksud memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud
dalam angka VI.1, maka :
a) Rekening Gabungan (joint account) akan ditutup oleh Tertarik
dan nama pemilik Rekening Gabungan (joint account) yang
melakukan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong akan
dicantumkan ke dalam Daftar Hitam;
b) Pemilik Rekening Gabungan (joint account) lainnya yang tidak
melakukan penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong namun Rekening
Gabungannya telah ditutup sebagaimana dimaksud dalam huruf
a), selanjutnya dapat melakukan pembukaan Rekening baru
dengan memenuhi persyaratan dan tata cara pembukaan
Rekening sesuai ketentuan yang berlaku sebagaimana dimaksud
dalam angka II.
./.
Contoh perhitungan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong oleh
Nasabah Rekening Gabungan (joint account) adalah sebagaimana
tercantum pada Lampiran 6.
VII. Daftar …
VII. Daftar Hitam
A. Pencantuman nama Pemilik Rekening ke dalam Daftar Hitam
Pemilik Rekening yang melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong
sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1.a dan 1.b, namanya dicantumkan
dalam Daftar Hitam, dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Pencantuman nama Nasabah ke dalam Daftar Hitam sebagaimana
dimaksud dalam angka VI.1.a didasarkan atas jumlah lembar Penarikan
tanpa menunggu tembusan SPPR dari Tertarik yang bersangkutan.
2. Nama-nama Pemilik Rekening yang dapat dicantumkan dalam Daftar
Hitam adalah nama perorangan, badan usaha dan badan hukum, dengan
contoh sebagai berikut :
a. Nama perorangan termasuk usaha-usaha seperti toko, bengkel,
rumah makan, warung, dan kongsi.
Nama Nasabah : Sudijono bdn. Toko Sumeleh
b. Nama perorangan dengan gelar akademik atau marga atau gelar
keagamaan.
Nama Nasabah : Deddy Rusbandy, S.H.
Nama Nasabah : Perdi Silalahi, Drs.
Nama Nasabah : Abdullah, Haji; F.X. Setiabudi.
c. Nama Nasabah yang berbentuk Firma, CV, Perseroan Terbatas
(PT), koperasi, yayasan, perkumpulan, berikut nama Penarik
(penanda tangan) Cek/Bilyet Giro Kosong yang bersangkutan :
Nama Nasabah : Maju Mundur, PT.
Nama Penarik : Rendra Suhamim, Ir.
Pencantuman …
Pencantuman nama Penarik pada Nasabah yang berbentuk Firma,
CV, Perseroan Terbatas, koperasi, yayasan, perkumpulan dalam
Daftar Hitam semata-mata berlaku hanya sebagai informasi.
d. Seluruh nama Nasabah yang membentuk Rekening Gabungan.
e. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dan badan-badan usaha yang didirikan oleh instansi
pemerintah/lembaga negara seperti koperasi, yayasan dll.
3. Dalam hal Nasabah yang namanya tercantum dalam Daftar Hitam
dimaksud memiliki Rekening atas nama suatu badan atau Rekening
perorangan dan atau Rekening Gabungan (joint account), maka baik
Rekening atas nama badan atau perorangan dan atau Rekening
Gabungan (joint account) yang ada, wajib ditutup oleh Tertarik dengan
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka VI.4.
4. Instansi pemerintah/lembaga negara, bank umum dan bank perkreditan
rakyat yang telah melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong,
namanya tidak dicantumkan dalam Daftar Hitam namun Rekeningnya
wajib ditutup oleh Tertarik.
./.
5. Apabila terdapat Pemilik Rekening yang masih tercantum dalam
Daftar Hitam yang masih berlaku, melakukan Penarikan lagi
Cek/Bilyet Giro Kosong sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1.a
dan 1.b dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan
Daftar Hitam maka Pemilik Rekening tersebut akan dicantumkan
kembali dalam Daftar Hitam berikutnya. Sebagai ilustrasi dapat
dikemukakan contoh dalam Lampiran 7.
B. Masa …
B. Masa Berlaku Daftar Hitam
Daftar Hitam diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi secara
berkala dan berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal penerbitan.
Dengan demikian nama Pemilik Rekening yang tercantum dalam Daftar
Hitam Penarik Cek/Bilyet Giro Kosong akan hapus dengan sendirinya
setelah masa berlakunya Daftar Hitam berakhir dan Pemilik rekening
dimaksud dapat diterima kembali sebagai Nasabah Bank.
C. Wilayah Berlaku Daftar Hitam
Daftar Hitam berlaku di wilayah Kliring lokal setempat. Bank-bank di
suatu wilayah Kliring dapat memanfaatkan informasi yang terdapat dalam
Daftar Hitam yang berlaku untuk wilayah Kliring lokal lainnya dengan
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia yang
Mewilayahi.
D. Sifat Daftar Hitam
Daftar Hitam bersifat rahasia dan hanya dipergunakan secara terbatas
untuk keperluan intern Bank. Dengan demikian nama-nama yang
tercantum dalam Daftar Hitam tidak diperkenankan untuk diumumkan
kepada pihak lain selain perbankan.
E. Periode Penerbitan Daftar Hitam
Daftar Hitam diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi pada
setiap akhir bulan. Data Daftar Hitam yang diterbitkan tersebut paling
lama adalah data pemilik Rekening yang melakukan penarikan Cek/Bilyet
Giro kosong sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1.a dan 1.b pada
periode penarikan sampai dengan akhir bulan sebelumnya. Dengan
demikian Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang
Mewilayahi dapat memuat data pemilik Rekening yang melakukan
penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sampai dengan tanggal
tertentu …
./.
tertentu pada bulan yang sama dengan bulan penerbitan Daftar Hitam yang
bersangkutan. Ilustrasi Penerbitan Daftar Hitam sebagaimana Lampiran 8.
VIII. Kewajiban Tertarik Terhadap Pemilik Rekening yang Rekeningnya Ditutup
Dalam hal Tertarik/bank melakukan penutupan Rekening berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1 maka kepada Pemilik
Rekening yang bersangkutan Tertarik/bank wajib melakukan hal-hal sebagai
berikut :
1. Membekukan Rekening Penarik terhadap setiap upaya penarikan dengan
menggunakan Cek/Bilyet Giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau
dengan pemindahbukuan. Namun demikian, Rekening dimaksud dapat tetap
menerima aliran dana masuk atau aliran dana yang bersifat mengkredit
Rekening yang dibekukan dimaksud;
2. Meminta Pemilik Rekening untuk segera mengembalikan sisa blanko
Cek/Bilyet Giro yang belum digunakan untuk mencegah kemungkinan
penyalahgunaan.
IX.
Pembukaan Rekening Khusus
Dalam hal telah dilakukan penutupan rekening sebagaimana dimaksud dalam
angka VI.1, Tertarik/bank wajib segera melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Membuka Rekening Khusus dan memindahkan sisa dana yang terdapat pada
Rekening Penarik yang telah ditutup dengan persyaratan sebagai berikut :
a. Penarik yang bersangkutan telah mengembalikan blanko Cek/Bilyet
Giro yang belum terpakai kepada Tertarik. Dalam hal Penarik yang
bersangkutan tidak dapat mengembalikan blanko Cek/Bilyet Giro
b. yang …
b. yang belum digunakan dimaksud dengan alasan blanko Cek/Bilyet Giro
hilang maupun oleh sebab lainnya, maka atas alasan dimaksud wajib
dimintakan surat keterangan dari Kepolisian sebagai pengganti blanko
Cek/Bilyet Giro;
c. Dalam hal masih terdapat Cek/Bilyet Giro yang masih beredar maka
Penarik wajib menyediakan dana yang cukup yang pemenuhannya
diutamakan untuk melunasi Cek/Bilyet Giro Penarik yang masih
beredar;
2. Dalam hal terdapat pengunjukkan Cek/Bilyet Giro yang masih beredar
sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b melalui Kliring dan ditolak dengan
alasan saldo pada Rekening Khusus tersebut tidak cukup maka Cek/Bilyet
Giro tersebut akan dikategorikan sebagai Cek/Bilyet Giro Kosong
sebagaimana dimaksud dalam angka VII.A.5.
3. Penarikan dana dari Rekening Khusus selain dengan Cek/Bilyet Giro yang
masih beredar, hanya dapat dilakukan dengan kuitansi.
4. Apabila terbukti bahwa seluruh Cek/Bilyet Giro yang telah beredar telah
dibayarkan/dipindahbukukan, Tertarik wajib menutup Rekening Khusus
tersebut disertai dengan pemberitahuan secara tertulis kepada Penarik yang
bersangkutan.
X.
Penutupan Rekening Pemilik Rekening Atas Permintaan Sendiri
Pemilik Rekening yang karena sesuatu alasan tertentu bermaksud untuk
menutup Rekening atas permintaan sendiri maka terhadap Pemilik Rekening
tersebut wajib dipersyaratkan kewajiban sebagai berikut :
1. Mengembalikan blanko Cek/Bilyet Giro yang belum digunakan.
2. Menyerahkan surat pernyataan diatas meterai yang cukup, yang sekurang-
kurangnya memuat pernyataan bahwa :
a. Semua …
a. Semua kewajiban yang berkaitan dengan penggunaan Cek/Bilyet Giro
Nasabah telah diselesaikan dengan baik;
b. Tidak lagi terdapat Cek/Bilyet Giro Pemilik Rekening yang masih
beredar di masyarakat.
c. Pemilik Rekening bersedia untuk dicantumkan ke dalam Daftar Hitam
apabila ternyata masih terdapat Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong
yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1.a
dan 1.b dan membebaskan Tertarik dari segala tuntutan sebagai akibat
pencantuman nama Pemilik Rekening yang bersangkutan dalam Daftar
Hitam tersebut.
XI.
Pengawasan
Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Tertarik atas pelaksanaan
ketentuan-ketentuan dalam Surat Edaran ini baik secara langsung maupun tidak
langsung.
1. Dalam rangka pengawasan langsung, Tertarik wajib memberikan kepada
Bank Indonesia :
a. Keterangan dan data yang diminta;
b. Kesempatan untuk melihat semua dokumen dan sarana fisik yang
berkaitan dengan pembukaan rekening, penarikan Cek/Bilyet Giro dan
Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong;
c. Hal-hal lain yang diperlukan.
2. Dalam rangka pengawasan tidak langsung, Tertarik wajib menyampaikan
laporan, keterangan, dan penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
XII. Sanksi
Bank yang melanggar ketentuan dalam Surat Edaran ini dikenakan sanksi
dalam …
dalam rangka pembinaan dan pengawasan bank karena ketidakpatuhan terhadap
ketentuan yang berlaku.
XIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor :
a. 19/1/UPPB tanggal 23 April 1986 perihal Penatausahaan rekening
gabungan (joint account);
b. 28/137/UPG tanggal 5 Januari 1996 perihal Cek/Bilyet Giro Kosong; dan
c. 29/18/UPG tanggal 7 Mei 1996 perihal Penyampaian Surat Peringatan I,
Surat Peringatan II dan Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 8 Juni 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
HARMAIN SALIM
DEPUTI DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
Lampiran 1
Kepada : 007-0013
BANK XXX JAKARTA
SURAT KETERANGAN PENOLAKAN
WARKAT LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL
Bersama ini kami kembalikan :
1. BILYET GIRO
Tgl. : 13-10-1999
Alasan
Nama Nasabah
Alamat
N.P.W.P
Rp.
No. Seri : 654321
13.000.000,00
: Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri)
: SUDIJONO SUMELEH, IR. MBA.
: JL. CENDANA HARUM NO. 13 JAKARTA BARAT
: 01.013.133.3.123
No. Rekening : 1234567890
JAKARTA, 13 OKTOBER 1999
BANK YYY
KC. JKT SABANG
ttd
( Nama Jelas)
-----------------------------------Gunting garis ini-------------------------------------
Lampiran 2
Kepada PT. Bank .....
.............................................
....................................................
SURAT KETERANGAN PENOLAKAN
WARKAT LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL
Bersama ini kami kembalikan :
------------------------------------------------------------------------------------------------
----
CEK
BILYET GIRO
No.
No.
Rp.
Rp.
------------------------------------------------------------------------------------------------
----
Karena alasan-alasan seperti tercantum pada angka .......... dan ......... di bawah ini.
------------------------------------------------------------------------------------------------
----
1. Saldo tidak cukup.
2. Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri)
3. Persyaratan formal Cek/Bilyet Giro tidak dipenuhi yaitu :
a. Tulisan "Cek"/"Bilyet Giro" dan Nomor Cek/Bilyet Giro yang bersangkutan;
b. Nama Tertarik;
c. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk membayar/memindahbukukan dana
atas beban Rekening Penarik;
d. Nama dan nomor Rekening Pemegang;
e. Nama Bank penerima;
f. Jumlah …
f. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf
selengkap-lengkapnya;
g. Tempat dan tanggal Penarikan;
h. Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai
dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Bilyet Giro);
i. Tanda tangan penarik dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan
persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Cek).
4. Tanggal efektif Bilyet Giro belum sampai;
5. Cek ditarik kembali oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu
pengunjukkan;
6. Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu
penawaran;
7. Sudah Kadaluwarsa;
8. Coretan/perubahan tidak ditandatangani oleh Penarik;
9. Bea meterai belum dilunasi;
10. Tanda tangan tidak cocok dengan specimen;
11. Stempel Kliring tidak ada;
12. Stempel Kliring tidak sesuai dengan Bank penerima;
13. Endosemen pada Cek atas nama (Cek atas order ) tidak ada;
14. Warkat diblokir pembayarannya (surat keterangan Kepolisian terlampir);
15. Rekening diblokir oleh instansi yang berwenang (surat pemblokiran terlampir);
16. Warkat bukan untuk kami;
17. Perhitungan/encode tidak sesuai dengan nominal yang sebenarnya;
Nama …
------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama Nasabah
Nama Penarik
Alamat
Telpon
No. Rekening
NPWP
:
:
:
:
:
:
BANK ...............
ttd
(Nama Jelas)
Keterangan :
− Lembar ke-1 untuk pemegang melalui bank penerima.
− Lembar ke-2 untuk bank tertarik.
− Lembar ke-3 untuk bank penerima
− Lembar ke-4 untuk Bank Indonesia yang mewilayahi melalui penyelenggara
Kliring (untuk Sistem Kliring Manual).
==0==
Lampiran 2-1
Kepada PT. Bank .....
.............................................
....................................................
SURAT KETERANGAN PENOLAKAN
WARKAT LALU LINTAS PEMBAYARAN GIRAL
(SKP Tambahan Untuk Rekening Gabungan)
Bersama ini kami kembalikan :
------------------------------------------------------------------------------------------------
----
CEK
BILYET GIRO
No.
No.
Rp.
Rp.
------------------------------------------------------------------------------------------------
----
Karena alasan-alasan seperti tercantum pada angka .......... dan ......... di bawah ini.
------------------------------------------------------------------------------------------------
----
1. Saldo tidak cukup.
2. Rekening telah ditutup (termasuk ditutup atas permintaan sendiri)
3. Persyaratan formal Cek/Bilyet Giro tidak dipenuhi yaitu :
a. Tulisan "Cek"/"Bilyet Giro" dan Nomor Cek/Bilyet Giro yang bersangkutan;
b. Nama Tertarik;
c. Perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk membayar/memindahbukukan dana
atas beban Rekening Penarik;
d. Nama dan nomor Rekening Pemegang;
e. Nama Bank penerima;
f. Jumlah …
RG
f. Jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf
selengkap-lengkapnya;
g. Tempat dan tanggal Penarikan;
h. Tanda tangan, nama jelas dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai
dengan persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Bilyet Giro);
i. Tanda tangan penarik dan atau dilengkapi dengan cap/stempel sesuai dengan
persyaratan pembukaan Rekening (khusus untuk Cek).
4. Tanggal efektif Bilyet Giro belum sampai;
5. Cek ditarik kembali oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu
pengunjukkan;
6. Bilyet Giro dibatalkan oleh Penarik setelah berakhirnya tenggang waktu
penawaran;
7. Sudah Kadaluwarsa;
8. Coretan/perubahan tidak ditandatangani oleh Penarik;
9. Bea meterai belum dilunasi;
10. Tanda tangan tidak cocok dengan specimen;
11. Stempel Kliring tidak ada;
12. Stempel Kliring tidak sesuai dengan Bank penerima;
13. Endosemen pada Cek atas nama (Cek atas order ) tidak ada;
14. Warkat diblokir pembayarannya (surat keterangan Kepolisian terlampir);
15. Rekening diblokir oleh instansi yang berwenang (surat pemblokiran terlampir);
16. Warkat bukan untuk kami;
17. Perhitungan/encode tidak sesuai dengan nominal yang sebenarnya;
Nama …
------------------------------------------------------------------------------------------------
Nama Nasabah
Nama Penarik
Alamat
Telpon
No. Rekening
NPWP
:
:
:
:
:
:
BANK ...............
ttd
(Nama Jelas)
Keterangan :
− Lembar ke-1 untuk pemegang melalui bank penerima.
− Lembar ke-2 untuk bank tertarik.
− Lembar ke-3 untuk bank penerima
− Lembar ke-4 untuk Bank Indonesia yang mewilayahi melalui Penyelenggara
Kliring (untuk Sistem Kliring Manual).
==0==
Lampiran 3-1
Surat Peringatan I
----------------------
NO.: 1
Kepada ............
....................
.................
Perihal : Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong
Dengan ini diberitahukan bahwa pada tanggal ................. kami telah menerima
1 (satu) lembar Cek/Bilyet Giro yang ditarik oleh Saudara, yaitu :
- Cek/Bilyet Giro*) No. .................... tgl.
Sebesar Rp. ...................
Yang kami tolak pembayarannya karena dana Saudara pada kami tidak mencukupi
untuk memperhitungkan Cek/Bilyet Giro tersebut.
Selanjutnya kami meminta perhatian Saudara agar kejadian tersebut tidak
terulang lagi, karena hal tersebut dapat mengakibatkan penutupan Rekening Saudara.
Demikian agar Saudara maklum.
Bank ...................................
ttd
cc.: Bank Indonesia.
*) Coret yang tidak perlu
==0==
(Nama Jelas)
Jakarta, ………
Lampiran 3-2
Surat Peringatan II
-----------------------
NO.: 2
Kepada ............
…………….
----------------------
Perihal : Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong
Menunjuk surat kami kepada Saudara No. 1 tanggal .....….. perihal tersebut di
atas, dengan ini kami beritahukan bahwa pada tanggal ........ kami telah menerima lagi
Cek/Bilyet Giro Kosong yang Saudara tarik yaitu :
- Cek/Bilyet Giro*) No. .................... tgl…………… Sebesar Rp. ................... yang
kami tolak pembayarannya karena dana Saudara pada kami tidak mencukupi untuk
memperhitungkan Cek/Bilyet Giro tersebut. Kami minta perhatian Saudara bahwa
surat peringatan ini merupakan peringatan yang terakhir, sehingga apabila Saudara
melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong lagi, maka Rekening Saudara akan
kami tutup.
Penutupan Rekening dimaksud akan mengakibatkan pencantuman nama
Saudara dalam Daftar Hitam dan dihentikannya hubungan Rekening Saudara dengan
Bank-Bank lainnya.
Demikian agar Saudara maklum.
Bank ..................................
ttd
cc.: Bank Indonesia.
*) coret yang tidak perlu
==0==
(Nama Jelas)
Jakarta, ............................
Lampiran 3-3
Surat Pemberitahuan Penutupan Rekening (SPPR)
------------------------------------------------------------
NO.: 3
Kepada ............
....................
......... ........
Perihal : Penutupan Rekening koran Saudara karena
Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong.
Meskipun telah 2 (dua) kali kami berikan surat peringatan kepada Saudara
yaitu surat No. 1 tanggal .......... ......... dan No. 2 tanggal ..............., namun pada tanggal
............ Saudara masih menarik Cek/Bilyet Giro Kosong lagi yaitu :
- Cek/Bilyet Giro No. .................... tgl……………...Sebesar Rp. ..................
Oleh karena itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku mulai tanggal surat ini rekening
Saudara kami tutup.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas kami minta agar Saudara
mengembalikan sisa buku cek/bilyet giro yang belum terpakai dan kini masih ada
dalam persediaan Saudara yang menurut tata usaha kami masing-masing bernomor:
- Cek No. ………………….. sampai dengan No. …………………………….
- BG No. ………………….sampai dengan No. ……………………………….
Selanjutnya perlu kami kemukakan bahwa nama Saudara akan dicantumkan
dalam daftar hitam nasabah penarik cek/bilyet giro kosong yang diterbitkan oleh
Bank …
Jakarta, ....... .......
Bank Indonesia dan dihentikannya hubungan rekening koran dengan bank-bank
lainnya.
Penutupan rekening Saudara tersebut berlaku selama 1 tahun sejak tanggal
penerbitan daftar hitam.
Demikian agar Saudara maklum.
Bank ...................................
ttd
(Nama Jelas)
cc.: Bank Indonesia.
*) Coret yang tidak perlu
==0==
Lampiran 4
Sandi Bank : 000 - 0000
Nama Bank : Bank ZZZ KC LOSARI
2204
DAFTAR WARKAT YANG DITOLAK
DENGAN ALASAN KOSONG
TANGGAL : 05/10/99
PSOKL -
NO NAMA NASABAH,
NAMA PENARIK &
ALAMAT NASABAH
NPWP &
NO.REKG.
NASABAH
JENIS
NO.
CEK/BG
& TGL.
WRK
1.
2.
ANGIN LESUS. PT.
Penarik : Timbul
Jl. Tenggelam No. 13
Ujung Pandang
Perdi Silalahi
Penarik : Perdi Silalahi
Jl. Sabang Marauke No.
1
Ujung Pandang
UJUNG PANDANG, 5 OKTOBER 1999
BANK ZZZ KC LOSARI
ttd
(Nama Jelas)
2.678.122.2.111
0031890022
BG
5445202
17 Okt
1999
1.234.567.8.821
0052134567
CEK
123456
17 Okt
1999
5.000.000,0
0
REK. TELAH
DITUTUP
2.000.000,0
0
NOMINAL
ALASAN
PENOLAKAN
SALDO
TIDAK
CUKUP
Lampiran 5
ILUSTRASI PENGGOLONGAN PENOLAKAN CEK/BILYET GIRO (CEK/BG)
Dalam hal terdapat penolakan Cek/BG karena lebih dari 1 alasan (alasan pada kolom
1 dan kolom 2) maka penolakan tersebut akan digolongan sebagai penolakan Cek/Bg
Kosong atau bukan sebagai penolakan Cek/BG kosong, dengan ilustrasi sebagai
berikut :
ALASAN PETAMA
(1)
1. Saldo tidak cukup
2. Rekening telah ditutup
(termasuk ditutup atas
permintaan sendiri)
3. Persyaratan formal
Cek/BG tidak terpenuhi
4. Tanggal efektif BG belum
sampai
5. Cek ditarik kembali oleh
Penarik setelah
berakhirnya tenggang
waktu pengunjukan.
6. BG dibatalkan oleh
Penarik setelah
berakhirnya tenggang
waktu penawaran.
7. Sudah kadaluwarsa.
8. Coretan/perubahan tidak
ditandatangani oleh
Penarik.
9. Bea Meterai belum
dilunasi
ALASAN KEDUA
(2)
-
-
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
PENGGOLONGAN
PENOLAKAN CEK/BG
(3)
Penolakan Cek/BG Kosong
Penolakan Cek/BG Kosong
Bukan sebagai penolakan
Cek/BG Kosong
Bukan sebagai penolakan
Cek/BG Kosong
Bukan sebagai penolakan
Cek/BG Kosong
Bukan sebagai penolakan
Cek/BG Kosong
Bukan sebagai penolakan
Cek/BG Kosong
Penolakan Cek/BG Kosong
Penolakan Cek/BG Kosong
10. Tandatangan …
10. Tandatangan tidak cocok
dengan specimen.
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
11. Stempel kliring tidak ada. Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
12. Stempel kliring tidak
sesuai dengan bank
penerima.
13. Endosemen pada Cek atas
nama atau Cek atas order
tidak ada.
14. Warkat diblokir
pembayarannya (surat
keterangan kepolisian
terlampir)
15. Rekening diblokir oleh
instansi yang berwenang
(surat pemblokiran
terlampir)
17. Erhitungan/encode tidak
sesuai dengan nominal
yang sebenarnya.
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
16. Warkat bukan untuk kami Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
Saldo tidak cukup/
rekening telah
ditutup
==0==
Penolakan Cek/BG Kosong
Penolakan Cek/BG Kosong
Penolakan Cek/BG Kosong
Penolakan Cek/BG Kosong
Penolakan Cek/BG Kosong
Penolakan Cek/BG Kosong
Bukan sebagai penolakan
Cek/BG Kosong
Penolakan Cek/BG Kosong
Lampiran 6
CONTOH PERHITUNGAN PENARIKAN CEK/BILYET GIRO KOSONG OLEH
NASABAH REKENING GABUNGAN (JOINT ACCOUNT)
I. PEMBUKAAN REKENING
BANK A
BANK B
BANK C
Nasabah
Nasabah
Rekening Gabungan
X & Z
X
Nasabah
Rekening Gabungan
X & Y
II. PERHITUNGAN PENARIKAN CEK/Bilyet Giro KOSONG
A. Contoh Pertama :
1. Tanggal 2 Agustus 1999, X selaku Nasabah Bank A melakukan
Penarikan 2 (dua) lembar Cek Kosong; maka :
Tertarik wajib menerbitkan SKP untuk masing-masing Cek/Bilyet
Giro, SP I dan SP II serta Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan
Kosong atas nama Nasabah X dan Z (masing-masing Nasabah telah
melakukan Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sebanyak 2 lembar)
2. Tanggal 8 Agustus 1999, Z selaku Nasabah Bank A melakukan
Penarikan Bilyet Giro Kosong, maka :
Tertarik …
Tertarik wajib menerbitkan SKP untuk Bilyet Giro yang ditolak, SPPR
serta Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong atas nama
Nasabah X & Z (masing-masing Nasabah telah melakukan Penarikan
Cek/Bilyet Giro Kosong sebanyak 1 lembar).
3. Dengan demikian, maka Bank A selambat-lambatnya 5 (lima) hari
kerja sejak tanggal 8 Agustus 1999 harus menutup Rekening Gabungan
atas nama Nasabah X maupun Z dan menyerahkan Daftar nama
Nasabah yang rekeningnya telah ditutup kepada Bank Indonesia. Nama-
nama Nasabah yang telah memenuhi kriteria Penarik Cek/Bilyet Giro
Kosong dimaksud selanjutnya akan dicantumkan dalam Daftar Hitam.
4. Setelah Daftar Hitam yang memuat nama-nama Nasabah sebagaimana
dimaksud pada angka 3 diterbitkan oleh Bank Indonesia, yang antara
lain memuat nama Nasabah X, Bank C dalam waktu selambat-
lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak tanggal penerbitan Daftar Hitam
dimaksud wajib menutup Rekening Gabungan X dan Y karena Nasabah
X namanya tercantum dalam Daftar Hitam yang berlaku. Untuk
selanjutnya Nasabah Y dapat membuka Rekening lain dengan
memenuhi persyaratan pembukaan Rekening yang berlaku.
B. Contoh Kedua :
1. Tanggal 1 Agustus 1999, Z Nasabah Rekening Gabungan Bank A
melakukan Penarikan 1 (satu) lembar Cek Kosong;
2. Tanggal 3 Agustus 1999, X Nasabah (perorangan) Bank B melakukan
Penarikan 1 (satu) lembar Bilyet Giro Kosong;
3. Tanggal 5 Oktober 1999, Y Nasabah Rekening Gabungan Bank C
melakukan Penarikan 1 (satu) lembar Cek Kosong.
Dengan …
Dengan demikian maka Nasabah X telah melakukan 3 (tiga) kali Penarikan
Cek/Bilyet Giro Kosong yang memenuhi kriteria untuk dimasukkan dalam
Daftar Hitam. Selanjutnya setelah Daftar Hitam diterbitkan yang antara lain
memuat nama Nasabah X, maka Bank A, Bank B dan Bank C wajib
menutup Rekening yang terdapat nama Nasabah X. Khusus untuk Nasabah
Z Bank A dan Nasabah Y Bank C dapat membuka Rekening lain dengan
memenuhi ketentuan pembukaan Rekening yang berlaku.
==0==
Lampiran 7
CONTOH PENCANTUMAN KEMBALI PEMILIK REKENING KE DALAM
DAFTAR HITAM KARENA PEMILIK REKENING TERSEBUT MELAKUKAN
PENARIKAN LAGI CEK/BILYET GIRO KOSONG SEBAGAIMANA DIMAKSUD
DALAM ANGKA VI.1.A DAN 1.B. PADA SAAT YANG BERSANGKUTAN MASIH
TERCANTUM DALAM DAFTAR HITAM YANG MASIH BERLAKU.
Bank Indonesia menerbitkan Daftar Hitam setiap bulan sekali (setiap tanggal 15).
A adalah Pemilik Rekening yang tercantum dalam Daftar Hitam No. XX yang
diterbitkan pada tanggal 15 Januari 2000 dan berlaku selama 1 (satu) tahun sejak
tanggal penerbitan (15 Januari 2000 sampai dengan 14 Januari 2001).
Contoh Kasus I
A Pada tanggal 25 Januari 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 3 (tiga) lembar
atau menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar dengan nilai nominal
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Atas dasar hal tersebut A akan dicantumkan kembali dalam Daftar Hitam berikutnya
yaitu pada penerbitan Daftar Hitam tanggal 15 Februari 2000.
Contoh Kasus II
A pada tanggal 30 Januari 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong 1 (satu) lembar
A pada tanggal 5 Februari 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong1 (satu) lembar
A pada tanggal 15 Maret 2000 menarik Cek/Bilyet Giro Kosong1 (satu) lembar
Atas dasar hal tersebut A akan dicantumkan kembali dalam Daftar Hitam berikutnya
yaitu pada penerbitan Daftar Hitam tanggal 15 April 2000.
==0==
Lampiran 8
ILUSTRASI PENERBITAN DAFTAR HITAM
Ilustrasi I
Kantor Pusat Bank Indonesia menerbitkan Daftar Hitam untuk wilayah kliring Jakarta
setiap akhir bulan.
a. X tercatat telah menarik 3 (tiga) lembar Cek/Bilyet Giro Kosong masing-masing
pada tanggal 10 Januari 2000, 20 Februari 2000 dan 25 Maret 2000 maka X akan
dicantumkan dalam Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang
Mewilayahi pada akhir bulan April 2000.
b. X menarik 3 (tiga) lembar Cek/Bilyet Giro Kosong pada tanggal 25 Maret 2000
maka X akan dicantumkan dalam Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia yang Mewilayahi pada akhir bulan April 2000.
c. X menarik 3 (tiga) lembar Cek/Bilyet Giro Kosong pada tanggal 10 Maret, 20
Maret dan 25 Maret 2000 maka X akan dicantumkan dalam Daftar Hitam yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi pada akhir bulan April 2000.
Ilustrasi II
Kantor Pusat Bank Indonesia menerbitkan Daftar Hitam untuk wilayah kliring Jakarta
setiap akhir bulan.
Y menarik 1 lembar Cek/Bilyet Giro pada tanggal 1 April 2000 dengan nilai nominal
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) maka Y akan dicantumkan dalam
Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang Mewilayahi pada akhir bulan
Mei 2000.
Ilustrasi …
Ilustrasi III
Kantor Pusat Bank Indonesia menerbitkan Daftar Hitam untuk wilayah kliring Bogor,
Serang dan atau Karawang atau Kantor Bank Indonesia menerbitkan Daftar Hitam
untuk wilayah kliirng setempat setiap akhir bulan.
a. Z tercatat telah menarik 3 (tiga) lembar Cek/Bilyet Giro Kosong masing-masing
pada tanggal 10 Januari 2000, 10 Maret 2000 dan 1 Juni 2000 maka Z akan
dicantumkan dalam Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang
Mewilayahi pada akhir bulan Juni 2000.
b. Z menarik 1 lembar Cek/Bilyet Giro pada tanggal 10 Juni 2000 dengan nilai
nominal sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) maka Z akan
dicantumkan dalam Daftar Hitam yang diterbitkan oleh Bank Indonesia yang
Mewilayahi pada akhir bulan Juni 2000.
==0==
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/10/DASP|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong. </reg_title>
<set_date> 8 Juni 2000 </set_date>
<effective_date> 8 Juni 2000 </effective_date>
<replaced_reg> '19/1/UPPB|SE-BI/1986', '28/137/UPG|SE-BI/1996', '29/18/UPG|SE-BI/1996' </replaced_reg>
<related_reg> '1/3/PBI/1999', '2/4/PBI/2000 | Pasal 38 ayat (3)' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi XII' </penalty_list>
|
No. 13/ 28 /DPNP
Jakarta, 9 Desember 2011
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum
Dalam rangka penguatan sistem pengendalian intern Bank
dan sebagai pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4292), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5029), serta
mempertimbangkan terungkapnya berbagai kasus Fraud di sektor
perbankan yang merugikan nasabah dan/atau Bank maka perlu diatur
ketentuan mengenai penerapan strategi anti Fraud bagi Bank Umum
dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok
ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Yang dimaksud dengan Bank Umum dalam Surat Edaran ini,
yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
Bank . . .
Bank Umum yang melaksanakan kegiatan berdasarkan
prinsip syariah.
2. Yang dimaksud dengan Fraud dalam ketentuan ini adalah
tindakan penyimpangan atau pembiaran yang sengaja
dilakukan untuk mengelabui, menipu, atau memanipulasi
Bank, nasabah, atau pihak lain, yang terjadi di lingkungan
Bank dan/atau menggunakan sarana Bank sehingga
mengakibatkan Bank, nasabah, atau pihak lain menderita
kerugian dan/atau pelaku Fraud memperoleh keuntungan
keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Dalam rangka memperkuat sistem pengendalian intern,
khususnya untuk mengendalikan Fraud, Bank wajib memiliki
dan menerapkan strategi anti Fraud yang efektif, yang paling
kurang memenuhi acuan minimum dalam pedoman
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1.
4. Strategi anti Fraud merupakan bagian dari kebijakan strategis
yang penerapannya diwujudkan dalam sistem pengendalian
Fraud (Fraud control system).
5. Dalam menyusun dan menerapkan strategi anti Fraud yang
efektif, Bank wajib memperhatikan paling kurang hal-hal
sebagai berikut:
a. kondisi lingkungan internal dan eksternal;
b. kompleksitas kegiatan usaha;
c. potensi, jenis, dan risiko Fraud; dan
d. kecukupan sumber daya yang dibutuhkan.
6. Bank yang telah memiliki strategi anti Fraud, namun belum
memenuhi acuan minimum dalam pedoman sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 1, wajib menyesuaikan dan
menyempurnakan strategi anti Fraud yang telah dimiliki.
II. PENERAPAN . . .
II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya Fraud, Bank wajib
menerapkan Manajemen Risiko sebagaimana diatur dalam
ketentuan mengenai penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum dengan penguatan pada beberapa aspek, antara lain
sebagai berikut:
1. Pengawasan Aktif Manajemen
Dalam melakukan penerapan Manajemen Risiko secara
umum, kewenangan, tugas, dan tanggung jawab Dewan
Komisaris dan Direksi mencakup pula hal-hal yang terkait
dengan pengendalian Fraud. Keberhasilan penerapan strategi
anti Fraud secara menyeluruh sangat tergantung pada arah
dan semangat dari Dewan Komisaris dan Direksi Bank.
Dalam hal ini Dewan Komisaris dan Direksi Bank wajib
menumbuhkan budaya dan kepedulian anti Fraud pada
seluruh jajaran organisasi Bank.
2. Struktur Organisasi dan Pertanggungjawaban
Dalam meningkatkan efektifitas penerapan strategi anti
Fraud, Bank wajib membentuk unit atau fungsi yang bertugas
menangani penerapan strategi anti Fraud dalam organisasi
Bank. Pembentukan unit atau fungsi ini harus disertai
dengan wewenang dan tanggung jawab yang jelas. Unit atau
fungsi tersebut bertanggung jawab langsung kepada Direktur
Utama serta memiliki hubungan komunikasi dan pelaporan
secara langsung kepada Dewan Komisaris.
3. Pengendalian dan Pemantauan
Pengendalian dan pemantauan Fraud merupakan salah satu
aspek penting sistem pengendalian intern Bank dalam
mendukung efektivitas penerapan strategi anti Fraud.
Pemantauan . . .
Pemantauan Fraud perlu dilengkapi dengan sistem informasi
yang memadai sesuai dengan kompleksitas dan tingkat risiko
terjadinya Fraud pada Bank.
Penjelasan lebih lanjut mengenai penerapan Manajemen Risiko
terkait Fraud adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1.
III. STRATEGI ANTI FRAUD
Strategi anti Fraud yang dalam penerapannya berupa sistem
pengendalian Fraud, memiliki 4 (empat) pilar sebagai berikut:
1. Pencegahan
Pilar pencegahan merupakan bagian dari sistem pengendalian
Fraud yang memuat langkah-langkah dalam rangka
mengurangi potensi risiko terjadinya Fraud, yang paling
kurang mencakup anti Fraud awareness, identifikasi
kerawanan, dan know your employee.
2. Deteksi
Pilar deteksi merupakan bagian dari sistem pengendalian
Fraud yang memuat langkah-langkah dalam rangka
mengidentifikasi dan menemukan Fraud dalam kegiatan
usaha Bank, yang mencakup paling kurang kebijakan dan
mekanisme whistleblowing, surprise audit, dan surveillance
system.
3.
Investigasi, Pelaporan, dan Sanksi
Pilar investigasi, pelaporan, dan sanksi merupakan bagian
dari sistem pengendalian Fraud yang paling kurang memuat
langkah-langkah dalam rangka menggali
(investigasi), sistem pelaporan, dan pengenaan sanksi atas
Fraud dalam kegiatan usaha Bank.
informasi
4. Pemantauan . . .
4. Pemantauan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut
Pilar pemantauan, evaluasi, dan tindak Lanjut merupakan
bagian dari sistem pengendalian Fraud yang paling kurang
memuat langkah-langkah dalam rangka memantau dan
mengevaluasi Fraud, serta mekanisme tindak lanjut.
Penjelasan lebih lanjut mengenai 4 (empat) pilar penerapan
strategi anti Fraud adalah sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 1.
IV. PELAPORAN DAN SANKSI
1. Dalam rangka memantau penerapan strategi anti Fraud,
Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, hal-hal
sebagai berikut:
a. Strategi anti Fraud sebagaimana dimaksud pada
angka III, paling lambat 6 (enam) bulan sejak berlakunya
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
b. Laporan penerapan strategi anti Fraud, setiap semester
untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember, paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah akhir bulan
laporan, dengan format dan cakupan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 2. Laporan ini harus
disampaikan terhitung sejak laporan posisi akhir bulan
Juni 2012.
c. Setiap Fraud yang diperkirakan berdampak negatif
secara signifikan terhadap Bank dan/atau nasabah,
termasuk yang berpotensi menjadi perhatian publik,
paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah Bank mengetahui
terjadinya Fraud. Laporan dimaksud paling kurang
memuat nama
pelaku,
bentuk
penyimpangan/jenis
Fraud . . .
Fraud, tempat kejadian, informasi singkat mengenai
modus, dan indikasi kerugian. Pelaporan tersebut tidak
mengurangi kewajiban Bank untuk melakukan langkah-
langkah sesuai dengan strategi anti Fraud yang dimiliki.
2. Strategi anti Fraud dan Laporan sebagaimana dimaksud pada
angka 1, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin
No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia.
3. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dikenakan sanksi
administratif sesuai Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292),
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5029), yaitu:
a. sanksi administratif sesuai Pasal 34, dan
b. untuk pelanggaran penyampaian strategi dan laporan
sebagaimana dimaksud pada angka 1, dikenakan pula
sanksi kewajiban membayar sesuai Pasal 33.
Lampiran . . .
Lampiran 1 dan Lampiran 2 merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 9
Desember 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
DPNP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/28/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 9 Desember 2011 </set_date>
<effective_date> 9 Desember 2011 </effective_date>
<related_reg> '5/8/PBI/2003', '11/25/PBI/2009' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV Angka 3' </penalty_list>
|
No. 11/ 25 /DPbS
Jakarta, 29 September 2009
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat Menjadi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi
Bank Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5005), perlu diatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Perubahan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan
Rakyat (BPR) Menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dalam Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. PERUBAHAN KEGIATAN USAHA
A. PERSYARATAN PERMOHONAN IZIN PERUBAHAN KEGIATAN
USAHA
Permohonan izin perubahan kegiatan usaha diajukan oleh Direksi BPR
dengan menggunakan format surat sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 1 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut:
1. rancangan akta perubahan anggaran dasar yang paling kurang
memuat:
a. nama dan tempat kedudukan;
b. penegasan bahwa bank melaksanakan kegiatan usaha BPRS;
c. modal (dalam hal terjadi perubahan);
d. kepemilikan ...
2
d. kepemilikan (dalam hal terjadi perubahan);
e. aturan tentang pengangkatan anggota Dewan Komisaris, anggota
Direksi, dan anggota DPS dengan memperoleh persetujuan Bank
Indonesia terlebih dahulu;
f. aturan mengenai jumlah, kewenangan, tanggung jawab, tugas,
dan persyaratan lainnya Dewan Komisaris, Direksi, dan DPS
yang harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
g. aturan tentang rapat umum pemegang saham yang menetapkan
bahwa tugas manajemen, remunerasi Dewan Komisaris dan
Direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukan dan
biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal lainnya
yang harus sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia; dan
h. aturan mengenai rapat umum pemegang saham yang harus
dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama;
Rancangan akta perubahan anggaran dasar dapat dimintakan
persetujuan kepada instansi yang berwenang bersamaan dengan
permohonan izin perubahan kegiatan usaha kepada Bank Indonesia.
Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi yang
berwenang segera disampaikan kepada Bank Indonesia sebagai
kelengkapan dokumen permohonan izin.
2. risalah rapat umum pemegang saham;
3. daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-
masing kepemilikan saham, dalam hal terjadi perubahan
kepemilikan:
a. dalam hal calon pemegang saham adalah perorangan maka harus
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1) pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm;
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku;
3) riwayat ...
3
3) riwayat hidup (curriculum vitae);
4) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan tidak pernah melakukan tindakan fraud
(penipuan, penggelapan, dan/atau kecurangan) di bidang
perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, serta tidak pernah
dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan;
5) dalam hal calon pemegang saham perorangan sebagai PSP
maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut:
a) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak
pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan
Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau
pengurus dari badan hukum lainnya yang dinyatakan
bersalah sehingga menyebabkan suatu perseroan
dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit
berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5
(lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan
permohonan;
b) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan bersedia untuk mengatasi kesulitan modal
maupun likuiditas BPRS;
c) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan tidak memiliki hutang yang bermasalah;
dan
d) daftar kekayaan dan sumber pendapatan serta jumlah
hutang yang dimiliki sesuai dengan laporan pajak;
b. dalam hal calon pemegang saham adalah badan hukum maka
harus dilampiri dokumen sebagai berikut:
1) akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar
berikut ...
4
berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat
pengesahan dari instansi berwenang;
2) dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1)
sampai dengan angka 4) dari:
a) masing-masing anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi dalam hal bentuk badan hukum adalah Perseroan
Terbatas; atau
b) masing-masing anggota pengurus dalam hal bentuk
badan hukum selain Perseroan Terbatas;
3) daftar pemegang saham dan jumlah nominal
kepemilikannya;
4) laporan keuangan badan hukum yang telah diaudit oleh
akuntan publik dengan posisi paling lama 6 (enam) bulan
sebelum tanggal pengajuan permohonan izin perubahan
kegiatan usaha.
Dalam hal badan hukum tersebut masih dalam proses audit
maka laporan keuangan yang disampaikan adalah laporan
keuangan audited 1 (satu) tahun sebelumnya dan laporan
keuangan unaudited tahun terakhir;
5) dalam hal calon pemegang saham badan hukum sebagai PSP
maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut:
a) informasi mengenai pemegang saham badan hukum
sampai dengan penanggung jawab terakhir (ultimate
shareholders);
b) surat pernyataan pribadi dari:
i. masing-masing anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam
hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan
Terbatas; atau
ii. masing-masing ...
5
ii. masing-masing anggota pengurus dari badan hukum
dimaksud dalam hal bentuk badan hukummya selain
Perseroan Terbatas;
yang menyatakan bahwa masing-masing tidak pernah
dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pemegang
saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi
dari perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum
lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga
menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum
lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan
pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir
sebelum tanggal pengajuan permohonan;
c) surat pernyataan yang menyatakan bahwa badan hukum
tersebut bersedia untuk mengatasi kesulitan modal
maupun likuiditas BPRS yang ditandatangani oleh
anggota Direksi atau pengurus yang berwenang
mewakili badan hukum yang bersangkutan.
Dalam hal BPRS merupakan bagian dari kelompok
usaha yang dimiliki oleh suatu badan hukum, maka surat
pernyataan dimaksud harus ditandatangani pula oleh
penanggung jawab terakhir dari badan hukum tersebut
(ultimate shareholders);
d) surat pernyataan bahwa badan hukum tidak memiliki
hutang yang bermasalah, yang ditandatangani oleh
anggota Direksi atau pengurus dari badan hukum yang
bersangkutan; dan
e) proyeksi laporan keuangan untuk jangka waktu paling
kurang 3 (tiga) tahun;
c. dalam hal calon pemegang saham adalah pemerintah pusat atau
pemerintah ...
6
pemerintah daerah, maka harus dilampiri dokumen sebagai
berikut:
1) surat keterangan yang mencantumkan nama pejabat yang
berwenang mewakili pemerintah;
2) dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) dan
angka 2) dari pejabat yang berwenang mewakili pemerintah;
3) dokumen yang menyebutkan sumber dana dalam rangka
pendirian BPRS (dalam hal terdapat penambahan modal
disetor); dan
4) dalam hal pemegang saham pemerintah adalah PSP maka
harus dilampiri dokumen berupa surat pernyataan yang
menyatakan bahwa pemerintah bersedia untuk mengatasi
kesulitan modal maupun likuiditas BPRS yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili
pemerintah.
4. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan anggota
DPS, baik yang berasal dari anggota Dewan Komisaris dan Direksi
BPR yang telah ada maupun yang baru dicalonkan, disertai dengan
dokumen sebagai berikut:
a. pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm;
b. fotokopi KTP yang masih berlaku;
c. riwayat hidup (curriculum vitae);
d. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang
menyatakan tidak pernah melakukan tindakan fraud (penipuan,
penggelapan, dan/atau kecurangan) di bidang perbankan,
keuangan, dan usaha lainnya, tidak pernah dihukum karena
terbukti melakukan tindak pidana kejahatan;
e. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang
menyatakan bahwa tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak
pernah ...
7
pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris,
atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari
badan hukum lain yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu
perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit
berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan;
f. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi yang menyatakan bahwa
yang bersangkutan tidak memiliki hutang yang bermasalah;
g. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan
pelatihan mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang
perbankan syariah yang pernah diikuti calon anggota Dewan
Komisaris dan calon anggota Direksi sesuai dengan persyaratan
kompetensi;
h. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan
pelatihan dan/atau Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang
syariah mu’amalah dan di bidang perbankan dan/atau keuangan
secara umum yang pernah diikuti calon anggota DPS;
i. surat pernyataan dari masing-masing calon anggota Dewan
Komisaris, calon anggota Direksi dan calon anggota DPS bahwa
yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap jabatan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah;
j. surat pernyataan dari calon anggota Direksi bahwa yang
bersangkutan tidak memiliki hubungan keluarga dengan anggota
Direksi lainnya dalam hubungan sebagai orang tua, anak,
mertua, besan, menantu, suami, istri, saudara kandung atau ipar;
dan/atau anggota Dewan Komisaris dalam hubungan sebagai
orang ...
8
orang tua, anak, mertua, besan, menantu, suami, istri atau
saudara kandung; dan
k. surat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama
Indonesia bagi calon anggota DPS.
5. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa sumber dana yang
digunakan dalam rangka kepemilikan BPRS (dalam hal terdapat
penambahan modal disetor):
a.
b.
tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money
laundering).
Dalam hal calon pemegang saham BPRS berbentuk badan hukum,
maka surat pernyataan ditandatangani oleh pengurus yang
berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan.
6. rencana struktur organisasi dan nama-nama Pejabat Eksekutif;
7. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi;
8. rencana bisnis (business plan) yang paling kurang memuat:
a. rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan
penyaluran dana serta strategi pencapaiannya; dan
b. proyeksi neraca bulanan dan laporan laba rugi kumulatif
bulanan, selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak BPRS
beroperasi;
9. laporan keuangan awal sebagai sebuah BPRS yang menunjukkan
laba rugi tahun berjalan dan laba rugi tahun lalu memiliki saldo
Rp.0,00 (nol rupiah) atau nihil;
10. rencana korporasi (corporate plan) berupa rencana strategis jangka
panjang dalam rangka mencapai misi dan visi BPRS;
11. sistem dan prosedur kerja yang lengkap dan komprehensif yang
digunakan dalam kegiatan operasional BPRS;
12. rencana ...
tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam
bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau
9
12. rencana penyelesaian seluruh hak dan kewajiban BPR terhadap
nasabah yang tidak bersedia menjadi nasabah BPRS;
13. bukti kesiapan operasional paling kurang berupa:
a. kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung
kantor dan tata letak ruangan;
b. dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem
informasi yang meliputi antara lain core banking system dan
informasi mengenai jaringan telekomunikasi;
c. bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan gedung kantor
antara lain berupa bukti hak atas tanah atau surat perjanjian
sewa; dan
d. contoh formulir/warkat berlogo iB yang akan digunakan untuk
operasional BPRS;
14. jaringan kantor BPRS beserta lokasi yang akan dijadikan kantor
BPRS, yang meliputi antara lain kantor pusat, kantor cabang, dan
kantor kas.
B. PELAKSANAAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA
Laporan pelaksanaan perubahan kegiatan usaha disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2
disertai dengan bukti pengumuman pelaksanaan perubahan kegiatan
usaha dalam surat kabar harian lokal atau papan pengumuman di tempat
kedudukan kantor BPRS.
II. PENYAMPAIAN PERSYARATAN PERMOHONAN IZIN DAN
PELAPORAN PELAKSANAAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA
KEPADA BANK INDONESIA
Permohonan izin dan/atau penyampaian laporan perubahan kegiatan usaha
diajukan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut:
a. Direktorat ...
10
a. Direktorat Perbankan Syariah - Bank Indonesia, Jl. M. H. Thamrin No.2
Jakarta 10350, bagi BPR atau BPRS yang berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat dengan tembusan kepada Direktorat
Perbankan Syariah – Bank Indonesia, bagi BPR atau BPRS yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a.
III. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 29 September 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/25/DPbS|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat Menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah </reg_title>
<set_date> 29 September 2009 </set_date>
<effective_date> 29 September 2009 </effective_date>
<related_reg> '11/15/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 2/14/DPNP
Jakarta, 27 Juni 2000
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal:
Penetapan
Obligasi
Pemerintah Seri FR0002 untuk
Diperdagangkan di Pasar Sekunder
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia No.
1/10/PBI/1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah
Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi dan Peraturan Bank Indonesia
No. 2/10/PBI/2000 tanggal 29 Maret 2000 tentang Perubahan Peraturan Bank
Indonesia No. 1/10/PBI/2000 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank
Umum Peserta Program Rekapitalisasi, khususnya Pasal 3 ayat (2) yang
menetapkan bahwa Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan jenis dan seri
Obligasi yang dapat diperdagangkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia, maka
dipandang perlu untuk menetapkan seri Obligasi Pemerintah yang dapat
diperdagangkan sebagai tambahan terhadap seri Obligasi yang telah ada dalam
suatu Surat Edaran.
Sehubungan dengan perkembangan kebutuhan pasar, maka Bank Indonesia
menetapkan tambahan Obligasi Pemerintah yang dapat diperdagangkan di pasar
sekunder sebagai berikut:
I. TAMBAHAN …
I.
TAMBAHAN SERI OBLIGASI YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN
1. Obligasi Pemerintah Seri FR0002 dapat diperdagangkan di pasar
sekunder.
2. Jumlah Obligasi seri FR0002 yang akan diperdagangkan setinggi-
tingginya sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari nilai keseluruhan
Obligasi yang dibeli pada saat Bank menerima penyertaan tunai dari
Pemerintah sehubungan dengan Program Rekapitalisasi Bank Umum
dikurangi outstanding Obligasi yang telah dicatat dalam portofolio
perdagangan.
3. Bank wajib memindahbukukan seluruh Obligasi Pemerintah seri
FR0002 yang dimiliki sebesar jumlah nominal untuk diperdagangkan
tersebut dari portofolio investasi ke dalam portofolio perdagangan.
II. TATA CARA PENGAJUAN OBLIGASI SERI FR0002 UNTUK
DIPERDAGANGKAN DI PASAR SEKUNDER
1. Bank wajib melaporkan Obligasi seri FR0002 yang akan
diperdagangkan.
2. Surat pelaporan tersebut diajukan kepada Direktorat Pengelolaan
Moneter, Jl. MH. Thamrin No 2 Jakarta, Gedung B Lantai 13, Bank
Indonesia dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank
terkait. Surat pelaporan tersebut wajib dilengkapi dengan jumlah
nominal yang akan diperdagangkan.
III. PENUTUP …
III. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 27 Juni 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Ttd
DJOKO SARWONO
Deputi Direktur
DPNP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/14/DPNP|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0002 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder </reg_title>
<set_date> 27 Juni 2000 </set_date>
<effective_date> 27 Juni 2000 </effective_date>
<related_reg> '1/10/PBI/2000', '1/10/PBI/1999', '2/10/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 11/ 7 /DPM
Jakarta, 13 Maret 2009
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/23/DPM Tanggal
8 Oktober 2007 Perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi
Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank
Dalam rangka mewujudkan peran dan fungsi strategis Bank Indonesia
./.
untuk mendukung pembangunan ekonomi di daerah serta menyesuaikan arah dan
strategis Bank Indonesia dalam menyempurnakan organisasi Kantor Bank
Indonesia, maka dipandang perlu untuk dilakukan penyempurnaan Surat Edaran
Edaran Bank Indonesia Nomor 9/23/DPM Tanggal 8 Oktober 2007 Perihal Tata
Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan,
dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank, dengan
ketentuan bahwa Lampiran 3 diubah menjadi sebagaimana terlampir pada Surat
Edaran ini yaitu Lampiran 3 tentang Wilayah Kerja Kantor Pusat dan Kantor
Bank Indonesia.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 13 September
2009.
Agar …
2
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
Lampiran SE No. 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009
----------------------------------------------------------------------
Lampiran 3
WILAYAH KERJA KANTOR PUSAT DAN KANTOR BANK INDONESIA
No Nama Kantor
Alamat Kantor
1 Kantor Pusat
Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin
No.2, Jakarta 10350
Wilayah Kerja
DKI Jakarta, Kabupaten Bekasi,
Kabupaten Bogor, Kabupaten
Karawang, Kotamadya Bekasi,
Kotamadya Bogor, Kotamadya
Depok
2 KBI Ambon
Jl. Raya Pattimura
No. 7, Maluku
3 KBI Balikpapan Jl. Jend. Sudirman
No. 20, Balikpapan,
Kalimantan Timur
76111
4 KBI Banda
Aceh
Jl. Cut Meutia
No.15, Banda Aceh
23248
Propinsi Maluku
Kota Balikpapan, Kabupaten Pasir,
dan Kabupaten Penajam Paser Utara
Nanggroe Aceh Darussalam
dikurangi wilayah kerja KBI
Lhokseumawe, yaitu meliputi Kota
Banda Aceh, Kota Sabang,
Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten
Pidie, Kabupaten Aceh Barat,
Kabupaten Aceh Barat Daya,
Kabupaten Aceh Singkil, Kabupaten
Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya,
Kabupaten Simeulu, Kabupaten
Aceh Selatan
5 KBI Bandar
Lampung
Jl. Hasanuddin
No.38, Bandar
Lampung 35211
6 KBI Bandung Jl. Braga No. 108,
Bandung, Jawa Barat
40111
Propinsi Lampung
Propinsi Jawa Barat dikurangi
wilayah kerja Kantor Pusat, KBI
Cirebon, KBI Tasikmalaya, yaitu
meliputi Kabupaten & Kota
Bandung, Kabupaten Cianjur,
Kabupaten Garut, Kabupaten
Purwakarta, Kabupaten Subang,
Kabupaten & Kota Sukabumi,
Kabupaten Sumedang dan Kota
Cimahi
7 KBI
Banjarmasin
Jl. Lambung
Mangkurat No. 15,
Propinsi Kalimantan Selatan
Lampiran SE No. 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009
----------------------------------------------------------------------
Lampiran 3
No Nama Kantor
Alamat Kantor
Banjarmasin,
Kalimantan Selatan
70111
8 KBI Batam Jl. Engku Putri
Batam Centre,
Batam 29432
9 KBI Bengkulu Jl. Jend. Ahmad
Yani No. 1,
Bengkulu 38116
10 KBI Cirebon
Jl. Yos Sudarso No.
5-7, Cirebon, Jawa
Barat
11 KBI Denpasar
Jl. Letda Tantular
No.4, Renon,
Denpasar 80234
12 KBI Gorontalo Jl. D.I. Panjaitan No.
35, Gorontalo
13 KBI Jambi
Jl. Jend. Ahmad
Yani No.14,
Telanaipura, Jambi
14 KBI Jayapura Jl. Dr. Sam Satulangi
No. 9, Jayapura,
Papua
15 KBI Jember
16 KBI Kediri
Jl. Gajah Mada No.
224, Jember, Jawa
Timur 62133
Jl. Brawijaya No.2,
Kediri, Jawa Timur
Propinsi Kepulauan Riau
Propinsi Bengkulu
Kabupaten & Kota Cirebon,
Kabupaten Indramayu, Kabupaten
Kuningan
dan Kabupaten
Majalengka
Propinsi Bali
Propinsi Gorontalo
Propinsi Jambi
Propinsi Papua dan Propinsi Papua
Barat
Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten
Bondowoso, Kabupaten Jember,
Kabupaten Situbondo
Kabupaten/Kota Blitar, Kabupaten/
Kota Kediri, Kabupaten/ Kota
Madiun, Kabupaten Magetan,
Kabupaten Nganjuk, Kabupaten
Ngawi, Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Ponorogo, Kabupaten
Trenggalek, Kabupaten Tulungagung
17 KBI Kendari
Jl.Sultan Hasanuddin Propinsi Sulawesi Tenggara
Wilayah Kerja
Lampiran SE No. 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009
----------------------------------------------------------------------
Lampiran 3
No Nama Kantor
Alamat Kantor
No.150, Kendari,
Sulawesi Tenggara
93122
18 KBI Kupang
19 KBI
Lhokseumawe
Jl. Tom Pello No.2,
Kupang, Nusa
Tenggara Timur
Jl. Merdeka No. 1,
Lhokseumawe
24312
Propinsi Nusa Tenggara Timur
Kota Lhokseumawe, Kota Langsa,
Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten
Aceh Jeumpa, Kabupaten Aceh
Tengah, Kabupaten Bener Meriah,
Kabupaten Gayo Luwes, Kabupaten
Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh
Timur, dan Kabupaten Aceh
Tamiang
20 KBI Makassar Jl. Jend. Sudirman
No. 3, Makassar,
Sulawesi Selatan
90133
21 KBI Malang
Jl. Merdeka Utara
No. 7, Malang, Jawa
Timur
22 KBI Mataram Jl. Pejanggik No. 2
Mataram, Nusa
Tenggara Barat
83126
23 KBI Manado Jl. 17 Agustus No.
56, Manado,
Sulawesi Utara
24 KBI Medan
Jl. Balai Kota No. 4,
Medan, Sumatera
Utara
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Wilayah Kerja
Kabupaten Lumajang, Kabupaten &
Kota Malang, Kabupaten & Kota
Pasuruan, Kabupaten & Kota
Probolinggo, dan Kota Batu
Propinsi Nusa Tenggara Barat (Pulau
Lombok dan Pulau Sumbawa)
Propinsi Sulawesi Utara
Propinsi Sumatera Utara dikurangi
wilayah kerja KBI Sibolga dan KBI
Pematangsiantar, yaitu meliputi
Kabupaten Dairi, Kabupaten
Deliserdang, Kabupaten Karo,
Kabupaten Langkat, Kabupaten
Mandailing Natal, Kabupaten
Tapanuli Selatan, Kabupaten Pakpak
Bharat, Kabupaten Serdang Bagadai,
Lampiran SE No. 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009
----------------------------------------------------------------------
Lampiran 3
No Nama Kantor
Alamat Kantor
Wilayah Kerja
Kota Binjai, Kota Medan, Kota
Tebing Tinggi dan Kota Padang
Sidempuan
25 KBI Padang
Jl. Jend. Sudirman
No. 22, Padang,
Sumatera Barat
25128
26 KBI
Palangkaraya
Jl. Diponegoro No.
17, Palangkaraya,
Kalimantan Tengah
73111
27 KBI Palembang Jl. Jend. Sudirman
No. 510, Palembang,
Sumatera Selatan
28 KBI Palu
Jl. Sam Ratulangi
No. 23, Palu,
Sulawesi Tengah
29 KBI Pekanbaru Jl. Jend. Sudirman
No. 464, Pekan Baru
30 KBI
Pematangsiantar
Jl. Adam Malik No.1
Pematangsiantar
31 KBI Pontianak Jl. Rahadi Usman
No. 3, Pontianak,
Kalimantan Barat
78111
32 KBI Purwokerto Jl. Jend. Gatot
Subroto No. 98,
Purwokerto, Jawa
Tengah 53116
33 KBI Samarinda Jl. Gajah Mada
No.1, Samarinda,
Kalimantan Timur
75122
Propinsi Sumatera Barat
Propinsi Kalimantan Tengah
Propinsi Sumatera Selatan dan
Propinsi Kepulauan Bangka Belitung
Propinsi Sulawesi Tengah
Propinsi Riau
Kabupaten Asahan, Kabupaten
Batubara, Kabupaten Labuhan Batu,
Kabupaten Simalungun, Kabupaten
Pematangsiantar, Kota Tanjungbalai
Propinsi Kalimantan Barat
Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten
Banyumas, Kabupaten Cilacap,
Kabupaten Purbalingga
Propinsi Kalimantan Timur
dikurangi wilayah kerja KBI
Balikpapan, yaitu meliputi Kota
Samarinda, Kota Tarakan, Kota
Bontang, Kabupaten Kutai
Lampiran SE No. 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009
----------------------------------------------------------------------
Lampiran 3
No Nama Kantor
Alamat Kantor
Wilayah Kerja
Kartanegara, Kabupaten Kutai
Timur, Kabupaten Kutai Barat,
Kabupaten Berau, Kabupaten
Bulungan, Kabupaten Bulungan
Selatan (Malinau), dan Kabupaten
Bulungan Utara (Nunukan)
34 KBI Semarang Jl. Imam Bardjo SH
No. 4, Semarang,
Jawa Tengah
Propinsi Jawa Tengah dikurangi
wilayah kerja KBI Purwokerto, KBI
Solo dan KBI Tegal yaitu meliputi
Kabupaten Blora, Kabupaten Demak,
Kabupaten Grobogan, Kabupaten
Jepara, Kabupaten Kebumen,
Kabupaten Kendal, Kabupaten
Kudus, Kabupaten/ Kota Magelang,
Kabupaten Pati, Kabupaten
Purworejo, Kabupaten Rembang,
Kabupaten / Kota Semarang,
Kabupaten Temanggung, Kabupaten
Wonosobo, Kota Salatiga
35 KBI Serang
Jl. Yusuf
Martadilaga No. 12,
Serang, Banten
36 KBI Sibolga
Jl. Kapten Maruli
Sitorus No. 8,
Sibolga, Sumatera
Utara 22513
37 KBI Solo
Jl. Jend. Sudirman
No. 4, Solo, Jawa
Tengah 57111
38 KBI Surabaya Jl. Pahlawan No.105,
Surabaya, Jawa
Timur
Kabupaten Tangerang, Kabupaten
Lebak, Kabupaten Pandeglag,
Kabupaten Serang, Kota Cilegon,
Kota Tangerang
Kabupaten Nias, Kabupaten
Tapanuli Tengah, Kabupaten
Tapanuli Utara, Kabupaten Toba
Samosir, Kota Sibolga, Kabupaten
Humbang Hasundutan, Kabupaten
Samosir dan Kabupaten Nias Selatan
Kabupaten Boyolali, Kabupaten
Karang Anyar, Kabupaten Klaten,
Kabupaten Sragen, Kabupaten
Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri,
Kota Surakarta
Propinsi Jawa Timur dikurangi
wilayah kerja KBI Jember, KBI
Kediri, dan KBI Malang, yaitu
meliputi Kabupaten Bangkalan,
Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten
Gresik, Kabupaten Jombang,
Lampiran SE No. 11/7/DPM tanggal 13 Maret 2009
----------------------------------------------------------------------
Lampiran 3
No Nama Kantor
Alamat Kantor
Wilayah Kerja
Kabupaten Lamongan, Kabupaten/
Kota Mojokerto, Kabupaten
Pamekasan, Kabupaten Sampang,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Sumenep, Kabupaten Tuban, Kota
Surabaya
39 KBI
Tasikmalaya
40 KBI Tegal
Jl. Sutisna Senjaya
No. 19,
Tasikmalaya, Jawa
Barat 46112
Jl. Dr. Sutomo
No.55 Tegal
41 KBI Ternate
Jl. Jos Sudarso,
Ternate, Maluku
42 KBI Yogyakarta Jl. Panembahan
Senopati No. 4-6,
Yogyakarta 55121
Kota Tasikmalaya, Kabupaten
Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, dan
Kota Banjar
Kabupaten Batang, Kabupaten
Brebes, Kabupaten/ Kota
Pekalongan, Kabupaten Pemalang,
Kabupaten/Kota Tegal
Propinsi Maluku Utara
Daerah Istimewa Yogyakarta
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/7/DPM|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/23/DPM Tanggal 8 Oktober 2007 Perihal Tata Cara Perizinan, Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah, Pengawasan, Pelaporan, dan Pengenaan Sanksi Bagi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank </reg_title>
<set_date> 13 Maret 2009 </set_date>
<effective_date> 13 September 2009 </effective_date>
<changed_reg> '9/23/DPM|SE-BI/2007' </changed_reg>
<related_reg> '9/23/DPM|SE-BI/2007' </related_reg>
|
1
No. 18/9/DPSP
Jakarta, 2 Mei 2016
S U R A T E D A R A N
Kepada
PESERTA SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Perlindungan
Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring
Berjadwal oleh Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5704) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/5/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5876), perlu
melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Perlindungan Nasabah dalam
Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia sebagai berikut:
1. Ketentuan butir II.A.4. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Dalam hal nasabah pengirim tidak memiliki rekening pada
Peserta pengirim, identitas sebagaimana dimaksud dalam angka
2 paling kurang memuat nama, alamat, dan nomor identitas
nasabah pengirim.
2. Ketentuan butir II.B.2.a. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
a. Dalam hal Peserta pengirim telah melakukan pengaksepan
untuk meneruskan perintah transfer dana dari nasabah
pengirim, Peserta pengirim wajib meneruskan perintah transfer
dana dalam bentuk DKE Transfer Dana, dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Pengiriman ...
2
1) Pengiriman DKE Transfer Dana kepada Peserta penerima
dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal
penerimaan perintah transfer dana dari nasabah pengirim.
2) Pengiriman DKE Transfer Dana pada tanggal yang sama
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) wajib dilakukan
oleh Peserta pengirim sesegera mungkin paling lama 2 (dua)
jam sejak pengaksepan perintah transfer dana.
3) DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 2)
yang telah dikirim oleh Peserta harus didukung dengan
dana yang cukup.
4) Peserta pengirim dianggap telah melakukan pengaksepan
perintah transfer dana apabila Peserta pengirim telah:
a) melakukan pendebitan rekening nasabah pengirim;
b) menerbitkan perintah transfer dana yang dimaksudkan
untuk melaksanakan perintah transfer dana dari
nasabah pengirim; atau
c) menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada
nasabah pengirim melalui media yang disepakati.
5) Dalam hal perintah transfer dana dari nasabah diterima oleh
Peserta pengirim:
a) kurang dari 2 (dua) jam sebelum jam Layanan Transfer
Dana berakhir dan Peserta pengirim tidak mempunyai
cukup waktu untuk meneruskan perintah transfer
dana; atau
b) setelah berakhirnya jam layanan nasabah yang
ditetapkan oleh Peserta,
Peserta pengirim wajib mengirimkan DKE Transfer Dana
kepada Peserta penerima pada hari kerja berikutnya paling
lama 2 (dua) jam setelah jam Layanan Transfer Dana
dimulai.
6) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka
2), dan angka 5) dikecualikan sepanjang terdapat
kesepakatan antara nasabah pengirim dan Peserta pengirim.
3. Ketentuan ...
3
3. Ketentuan butir II.C.1. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Dalam hal Peserta penerima melakukan pengaksepan atas DKE
Transfer Dana yang diterima dari Peserta pengirim, Peserta
penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima
dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Peserta penerima wajib meneruskan dana dengan
mengkredit rekening nasabah penerima pada tanggal yang
sama dengan Penyelenggara melakukan Setelmen Dana.
b. Pengkreditan rekening nasabah penerima sebagaimana
dimaksud dalam huruf a wajib dilakukan:
1) paling lama 2 (dua) jam setelah Penyelenggara
melakukan Setelmen Dana; atau
2) paling lambat pukul 09.00 waktu setempat pada hari kerja
berikutnya dengan menggunakan tanggal valuta hari kerja
sebelumnya, khusus untuk penerusan dana hasil
Setelmen Dana periode terakhir.
c.
Peserta penerima dapat melakukan pengkreditan rekening
nasabah penerima sesegera mungkin atau lebih cepat dari
batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir b.1)
sepanjang Peserta penerima telah melakukan download
confirmed incoming DKE Transfer Dana sebelum
Penyelenggara melakukan Setelmen Dana.
d. Apabila Peserta penerima tidak melakukan pengkreditan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan butir b.2) maka:
1) Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga, atau
kompensasi kepada nasabah penerima sesuai dengan
tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk
jenis rekening nasabah penerima ditambah dengan 200
(dua ratus) basis points dari tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi ; dan
2) jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak 1 (satu)
hari setelah tanggal valuta pengkreditan Rekening
Setelmen Dana Peserta penerima.
e. Ketentuan ...
4
e. Ketentuan kewajiban pembayaran tambahan tingkat jasa,
bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam
butir d.1) tidak berlaku apabila Peserta penerima menunda
penerusan dana kepada nasabah penerima atas permintaan
pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang
berlaku.
Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain
adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa
Transaksi Keuangan, dan Pengadilan.
Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain
adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pembatasan transaksi Rupiah dan pemberian kredit valuta
asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai
penerapan prinsip mengenal nasabah, serta peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang,
khususnya yang terkait dengan pemantauan atas transaksi
keuangan mencurigakan.
f.
Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf d adalah berdasarkan
hari kalender.
Contoh pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi:
Peserta penerima memperoleh DKE Transfer Dana pada
hari Jumat tanggal 13 Mei 2016. Namun demikian, Peserta
penerima melakukan penerusan dana pada hari Senin
tanggal 16 Mei 2016 dengan menggunakan tanggal valuta
yang sama dengan tanggal pengkreditan dana ke rekening
nasabah penerima. Dengan demikian, Peserta penerima
wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi kepada
nasabah penerima ditambah dengan 200 (dua ratus) basis
points dari tingkat jasa, bunga, atau kompensasi untuk 3
(tiga) hari, dengan perhitungan sebagai berikut:
3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana
yang ditransfer.
4. Ketentuan ...
5
4. Ketentuan butir IV.B.1. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Dalam hal Peserta penerima melakukan pengaksepan atas DKE
Pembayaran yang diterima dari Peserta pengirim, Peserta
penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta penerima wajib meneruskan dana dengan
mengkredit rekening nasabah penerima pada tanggal yang
sama dengan tanggal Penyelenggara melakukan Setelmen
Dana.
b. Pengkreditan rekening nasabah penerima sebagaimana
dimaksud dalam huruf a harus dilakukan oleh Peserta
penerima paling lama 2 (dua) jam sejak Penyelenggara
melakukan Setelmen Dana.
c. Apabila Peserta penerima tidak melakukan pengkreditan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a:
1) Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga, atau
kompensasi kepada nasabah penerima sesuai dengan
tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku
untuk jenis rekening nasabah penerima ditambah
dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar
200 (dua ratus) basis points; dan
2) bunga dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal
valuta pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta
penerima.
d. Ketentuan kewajiban pembayaran tambahan tingkat jasa,
bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam
butir c.1) tidak berlaku apabila Peserta penerima menunda
penerusan dana kepada nasabah penerima atas permintaan
pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang
berlaku.
Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain
adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa
Transaksi Keuangan dan Pengadilan. Yang dimaksud
“ketentuan yang berlaku” antara lain adalah ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan
transaksi ...
6
transaksi Rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh
Bank, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan
prinsip mengenal nasabah, serta peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya
yang terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan
mencurigakan.
e. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf c adalah berdasarkan
hari kalender.
Contoh:
Peserta penerima memperoleh transfer kredit pada hari
Jumat tanggal 13 Mei 2016. Namun demikian, Peserta
penerima melakukan penerusan dana pada hari Senin
tanggal 16 Mei 2016 dengan menggunakan tanggal valuta
yang sama dengan tanggal pengkreditan dana ke rekening
nasabah penerima. Dengan demikian, Peserta penerima
wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi kepada
nasabah penerima ditambah dengan 200 (dua ratus) basis
points dari tingkat jasa, bunga, atau kompensasi untuk 3
(tiga) hari, dengan perhitungan sebagai berikut:
3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening
nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana yang
ditransfer.
5. Ketentuan butir VI.4. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Dalam rangka pengumuman biaya transaksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 3, Peserta harus menyampaikan laporan
kepada Penyelenggara mengenai besarnya biaya transaksi
melalui SKNBI yang dibebankan kepada nasabah dengan alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Divisi Kepatuhan dan Informasi Sistem Pembayaran Bank
Indonesia
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
6. Ketentuan ...
7
6. Ketentuan angka IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Peserta pengirim yang tidak memenuhi kewajiban pengiriman
DKE Transfer Dana sebagaimana dimaksud dalam butir
II.B.2.a.2) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal.
2. Peserta penerima yang tidak memenuhi kewajiban penerusan
dana kepada nasabah penerima sebagaimana dimaksud dalam
butir II.C.1.b.1) dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring
berjadwal.
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 dan angka 2 dilakukan paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak periode pemantauan berakhir, dengan
cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau Rekening
Setelmen Dana Bank Pembayar.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
2 Mei 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/9/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/14/DPSP tanggal 5 Juni 2015 perihal Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 2 Mei 2016 </set_date>
<effective_date> 2 Mei 2016 </effective_date>
<changed_reg> '17/14/DPSP|SE-BI/2015' </changed_reg>
<related_reg> '18/5/PBI/2016', '17/9/PBI/2015', '17/14/DPSP|SE-BI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 6 angka IX' </penalty_list>
|
No.11/ 19 /DKBU
Jakarta, 31 Juli 2009
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat
Dalam Status Pengawasan Khusus
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Tindak Lanjut Penanganan
Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 81, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5012), perlu ditetapkan peraturan
pelaksanaannya dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mencakup hal-hal
sebagai berikut:
I. UMUM
1. Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPR mengalami kesulitan
yang membahayakan kelangsungan usahanya maka BPR tersebut
ditetapkan dalam status pengawasan khusus, dan untuk selanjutnya
disebut BPR DPK.
2. BPR dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya apabila rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) kurang dari 4% (empat persen) dan/atau Cash Ratio (CR)
rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen).
3. Bank …
2
3. Bank Indonesia memberitahukan mengenai penetapan BPR DPK
melalui surat yang disampaikan secara langsung dalam pertemuan
dengan pengurus dan/atau pemegang saham BPR yang bersangkutan,
atau secara tidak langsung melalui pos atau sarana lain.
II. UPAYA PENYEHATAN SELAMA JANGKA WAKTU
PENGAWASAN KHUSUS
1. Dalam rangka pengawasan khusus, Bank Indonesia dapat
memerintahkan BPR dan/atau pemegang saham BPR untuk
melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PBI
No.11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Tindak Lanjut
Penanganan Terhadap BPR Dalam Status Pengawasan Khusus.
2. Tindakan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tersebut di atas
dilakukan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
3. Dalam rangka pengawasan khusus, BPR DPK menyampaikan rencana
tindak (action plan) yang realistis dengan mempertimbangkan
kemampuan BPR, yang dirinci berdasarkan langkah-langkah
penyehatan dan target waktu pelaksanaannya selama kurun waktu
pengawasan khusus untuk mencapai target rasio KPMM paling kurang
4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir
paling kurang 3% (tiga persen).
4. Dalam hal langkah penyehatan BPR DPK dilakukan dengan cara
penambahan setoran modal maka dalam penyusunan action plan harus
memperhitungkan potensi kerugian antara lain pembentukan cadangan
PPAP yang cukup, biaya dana pihak ketiga, dan biaya tenaga kerja.
Selain …
3
Selain memperhitungkan biaya-biaya tersebut di atas, untuk menjaga
kelangsungan usahanya, dalam penyusunan action plan tersebut maka
bagi:
a. BPR DPK yang tidak dilarang melakukan penyaluran dana perlu
memperhitungkan rencana penyaluran kredit baru selama dan
setelah masa pengawasan khusus.
b. BPR DPK yang dilarang melakukan penyaluran dana perlu
memperhitungkan rencana penyaluran kredit baru setelah keluar
dari pengawasan khusus.
5. BPR DPK menyampaikan laporan atas pelaksanaan action plan
sebagaimana dimaksud pada angka 3 paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah action plan tersebut dilaksanakan. Laporan yang disampaikan
tersebut adalah setiap pelaksanaan tahapan action plan.
III. LARANGAN YANG BERKAITAN DENGAN BPR DPK
1. Bank Indonesia menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran
dana terhadap BPR DPK serta memberitahukan larangan tersebut
kepada BPR yang bersangkutan apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Pada saat penetapan status dalam pengawasan khusus, BPR
memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol
persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir
sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen).
Contoh:
Berdasarkan penelitian terhadap laporan dan pemeriksaan yang
dilakukan oleh Bank Indonesia diketahui bahwa terdapat
permasalahan keuangan yang mempengaruhi rasio KPMM BPR
”A” …
4
”A” sehingga pada tanggal 5 Agustus 2009 BPR ”A” memiliki
rasio KPMM negatif 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir 1% (satu persen).
Dengan kondisi tersebut, pada tanggal 5 Agustus 2009 Bank
Indonesia:
1) menetapkan BPR ”A” dalam status pengawasan khusus;
2) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana
bagi BPR ”A”; dan
3) memberitahukan penetapan status pengawasan khusus serta
larangan penghimpunan dan penyaluran dana kepada BPR
”A”.
Larangan tersebut diberlakukan sejak tanggal penetapan (5
Agustus 2009) sampai dengan BPR ”A” keluar dari status
pengawasan khusus.
Selain melakukan angka 1), 2) dan 3), pada tanggal yang sama
yaitu tanggal 5 Agustus 2009 Bank Indonesia mengumumkan
penetapan status pengawasan khusus dan larangan penghimpunan
dan penyaluran dana bagi BPR ”A”. Pada tanggal yang sama
tersebut BPR ”A” mengumumkan larangan penghimpunan dan
penyaluran dana. Tatacara pengumuman mengacu pada BAB VII.
Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPR DPK.
b. Pada saat penetapan status dalam pengawasan khusus, BPR
memiliki rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR
rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu
persen), namun selama masa pengawasan khusus mengalami
penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau
kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6
(enam) …
5
(enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu
persen).
Contoh:
Pada tanggal 10 September 2009, BPR ”B” ditetapkan dalam
status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM
3% (tiga persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir
2% (dua persen).
Dari neraca harian BPR ”B” per tanggal 13 November 2009
(Jumat) yang diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 16
November 2009 (Senin), diketahui kondisi keuangan BPR”B”
mengalami penurunan sehingga rasio KPMM-nya menjadi sama
dengan atau kurang dari 0% (nol persen).
Berdasarkan kondisi tersebut, Bank Indonesia:
1) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana
bagi BPR ”B” sejak tanggal 17 November 2009
2) memberitahukan penetapan larangan tersebut kepada BPR
”B” pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan
larangan.
Larangan tersebut diberlakukan sampai dengan BPR ”B”
ditetapkan keluar dari status pengawasan khusus.
Selain melakukan angka 1) dan 2), pada tanggal yang sama yaitu
tanggal 17 November 2009 Bank Indonesia mengumumkan
larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR ”B”. Pada
tanggal yang sama tersebut BPR ”B” mengumumkan larangan
penghimpunan dan penyaluran dana. Tatacara pengumuman
mengacu pada BAB VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan
BPR DPK.
2. Larangan …
6
2. Larangan penghimpunan dana meliputi penghimpunan dana dalam
bentuk tabungan dan/atau deposito yang sumber dananya berasal dari :
a. Fresh money, yaitu setoran tunai dan/atau melalui transfer ke
rekening BPR di bank lain, kecuali untuk angsuran/pelunasan
kredit;
b. Pemindahbukuan selain dari :
1) akun tabungan dan/atau deposito atas nama yang sama,
2) akun biaya dalam rangka pembayaran gaji pengurus dan
karyawan BPR yang bersangkutan ke akun tabungan.
Termasuk penghimpunan dana yang dilarang adalah penghimpunan
dana sebagaimana tersebut di atas yang dilakukan melalui sarana
mesin elektronik antara lain Automatic Teller Machine (ATM)/
Automatic Deposit Machine (ADM).
3. Larangan penyaluran dana meliputi penyaluran kredit baru, termasuk
komitmen penyaluran kredit yang belum direalisasikan, kecuali dalam
rangka restrukturisasi kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku
sepanjang dalam restrukturisasi kredit tersebut tidak terdapat
penambahan plafon kredit.
IV. JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS DAN
PERPANJANGAN
1. Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan paling lama 180 (seratus
delapan puluh) hari sejak tanggal penetapan BPR DPK oleh Bank
Indonesia. Dalam hal berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus
jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka batas akhir jangka waktu
pengawasan khusus adalah pada hari kerja berikutnya.
2. Jangka …
7
2. Jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana dimaksud pada angka
1 tersebut di atas dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka
waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak berakhirnya
jangka waktu status pengawasan khusus.
3. BPR DPK dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu
pengawasan khusus kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas
waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak ditetapkan dalam status
pengawasan khusus, disertai/dilampiri dengan:
a.
informasi mengenai pemenuhan persyaratan pengajuan
permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus
berupa:
1) Rasio KPMM telah meningkat paling kurang sebesar 75%
(tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai rasio
KPMM 4% (empat persen) dan rasio KPMM lebih dari 0%
(nol persen); dan/atau
2) CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir telah meningkat
paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari
selisih untuk mencapai CR 3% (tiga persen) dan CR lebih dari
1% (satu persen);
dilengkapi dengan dokumen pendukung terkait, misalnya berupa
bukti setoran modal apabila terdapat penambahan modal disetor.
b. komitmen Pemegang Saham Pengendali yang dituangkan dalam
surat yang menyatakan akan menambah modal disetor dalam
rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4%
(empat persen) sesuai action plan paling lambat sampai dengan
berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang diajukan, dalam hal
BPR …
8
BPR ditetapkan dalam status pengawasan khusus karena rasio
KPMM kurang dari 4% (empat persen);
c. alasan yang mendukung;
d. action plan yang telah disesuaikan dengan perpanjangan jangka
waktu pengawasan khusus yang diajukan;
e. neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan
permohonan perpanjangan.
Surat permohonan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia
dengan menggunakan format sebagaimana Lampiran 1.
4. Bagi BPR DPK yang sumber dana setoran modalnya berasal dari
APBD dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu
pengawasan khusus kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas
waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak ditetapkan dalam status
pengawasan khusus disertai/dilampiri dengan:
a.
informasi mengenai pelaksanaan action plan sejak ditetapkan
dalam status pengawasan khusus sampai dengan pengajuan
perpanjangan;
b. komitmen pemegang saham (gubernur/walikota/bupati) yang
dituangkan dalam surat yang menyatakan akan menambah modal
disetor dalam rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling
kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam)
bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen) sesuai
action plan paling lambat sampai dengan berakhirnya jangka
waktu perpanjangan yang diajukan;
c. alasan yang mendukung;
d. action …
9
d. action plan yang telah disesuaikan dengan perpanjangan jangka
waktu pengawasan khusus yang diajukan;
e. neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan
permohonan perpanjangan.
Surat permohonan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan format sebagaimana Lampiran 2.
Dalam hal jangka waktu perpanjangan yang diberikan kepada BPR
DPK lebih pendek dibandingkan dengan jangka waktu yang diajukan
maka BPR DPK menyesuaikan komitmen pemegang saham untuk
menambah modal disetor dalam action plan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dengan jangka waktu perpanjangan yang diberikan.
5. Perpanjangan berlaku sejak berakhirnya jangka waktu pengawasan
khusus.
Contoh:
BPR ”C” ditetapkan dalam status pengawasan khusus pada tanggal 12
Juni 2009. Dengan demikian jangka waktu pengawasan khusus BPR
”C” paling lama sampai dengan tanggal 9 Desember 2009. Apabila
BPR ”C” memenuhi syarat dan bermaksud mengajukan perpanjangan
jangka waktu pengawasan khusus maka permohonan perpanjangan
tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 150
(seratus limapuluh) hari sejak BPR ”C” ditetapkan dalam pengawasan
khusus, yaitu tanggal 9 November 2009.
Apabila permohonan disetujui, maka jangka waktu perpanjangan
pengawasan khusus akan diberikan paling lama 180 (seratus delapan
puluh) hari sejak tanggal 10 Desember 2009.
6. Apabila dalam jangka waktu pengawasan khusus pemegang saham
melakukan setoran modal sehingga BPR DPK memenuhi kriteria
untuk …
10
untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM
menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen), tetapi
proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal
tersebut yang dilakukan oleh Bank Indonesia melampaui jangka
waktu/batas akhir pengawasan khusus maka BPR DPK belum dapat
dikeluarkan dari status pengawasan khusus, dan bagi BPR DPK yang
dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana maka
larangan tersebut tetap berlaku. Setelah proses penelitian atas
kelengkapan dan kebenaran setoran modal selesai dilakukan, apabila
sumber setoran modal dan pemegang saham yang melakukan setoran
modal:
a. memenuhi ketentuan maka BPR DPK dikeluarkan dari status
DPK dan larangan penghimpunan dan penyaluran dana dicabut,
b.
tidak memenuhi ketentuan maka BPR DPK akan diberitahukan
kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan
menyelamatkan atau tidak menyelamatkan.
Contoh:
Jangka waktu pengawasan khusus BPR ”D” paling lama sampai
dengan tanggal 4 November 2009. Pada tanggal 30 Oktober 2009,
pemegang saham BPR ”D” melakukan tambahan setoran modal yang
menurut perhitungan mengakibatkan rasio KPMM BPR ”D” dan CR
rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi memenuhi kriteria
untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM
menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen). Proses
penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal tersebut
memerlukan waktu sampai dengan tanggal 12 November 2009.
Selama …
11
Selama proses penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran setoran
modal BPR ”D” yang dilakukan oleh Bank Indonesia sampai dengan
tanggal 12 November 2009, BPR ”D” belum dapat dikeluarkan dari
status pengawasan khusus. Apabila BPR ”D” tersebut dilarang
melakukan penghimpunan dan penyaluran dana maka larangan
dimaksud tetap berlaku sampai dengan BPR ”D” dikeluarkan dari
status pengawasan khusus.
V. PENAMBAHAN DAN PENCAIRAN SETORAN MODAL PADA
ESCROW ACCOUNT
1. Penambahan modal BPR DPK oleh pemegang saham lama maupun
pemegang saham baru ditempatkan dalam escrow account.
2. Pengertian penambahan modal dalam bentuk escrow account adalah
dana setoran modal yang ditempatkan dalam bentuk deposito pada
Bank Umum di Indonesia atas nama ”Dewan Gubernur Bank
Indonesia q.q. BPR yang bersangkutan” dengan mencantumkan
keterangan ”Pencairannya hanya dapat dilakukan setelah mendapat
persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia”.
3. Penambahan modal tersebut di atas disertai pernyataan dari pemegang
saham/calon pemegang saham yang melakukan setoran modal bahwa
dana setoran modal tersebut tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas
pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain dan
tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
4. Terhadap penambahan modal BPR, Bank Indonesia melakukan
penelitian untuk memastikan bahwa penambahan modal tersebut telah
memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku.
Dalam …
12
Dalam rangka penelitian, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan
terhadap sumber setoran modal serta melakukan proses fit and proper
test berupa penilaian administratif dan/atau wawancara terhadap
pemegang saham/calon pemegang saham/calon pemegang saham
pengendali yang melakukan setoran modal sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Dalam hal berdasarkan penelitian Bank Indonesia diketahui bahwa:
a. setoran tambahan modal BPR tidak memenuhi ketentuan
permodalan yang berlaku maka tambahan modal dalam pos Dana
Setoran Modal tidak dapat diperhitungkan dalam komponen
KPMM.
b. setoran tambahan modal BPR memenuhi ketentuan permodalan
yang berlaku maka tambahan modal dalam pos Dana Setoran
Modal diperhitungkan dalam komponen KPMM. Apabila
penambahan modal tersebut meningkatkan rasio KPMM dan CR
sehingga memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari pengawasan
khusus maka BPR DPK dikeluarkan dari pengawasan khusus
tanpa menunggu penyelesaian proses hukum, yaitu proses yang
dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku dalam rangka penambahan
modal.
5. Bank Indonesia memberitahukan kepada BPR DPK mengenai hasil
penelitian atas setoran modal sebagaimana dimaksud pada angka 4.
Dalam hal tambahan modal BPR memenuhi ketentuan permodalan
yang berlaku sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b maka BPR
DPK segera melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau
Rapat Anggota.
6. Dalam …
13
6. Dalam masa status pengawasan khusus, BPR DPK dapat mengajukan
permohonan pencairan dana atas setoran modal yang ditempatkan
pada escrow account sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana
Lampiran 3.
7. Dalam rangka memproses permohonan pencairan dana setoran modal
BPR DPK, apabila dipandang perlu Bank Indonesia dapat meminta
BPR DPK yang setoran tambahan modalnya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku untuk menyampaikan risalah RUPS atau Rapat Anggota
mengenai penambahan setoran modal terkait.
8. Bank Indonesia memberikan persetujuan atas permohonan pencairan
dana setoran modal BPR DPK pada escrow account baik dana setoran
modal yang memenuhi maupun tidak memenuhi ketentuan
permodalan yang berlaku. Bagi BPR DPK yang diminta
menyampaikan risalah RUPS atau Rapat Anggota sebagaimana
dimaksud pada angka 7, persetujuan atas permohonan pencairan dana
setoran modal diberikan setelah BPR DPK tersebut menyampaikan
risalah RUPS atau Rapat Anggota.
VI. PEMBERITAHUAN KEPADA LEMBAGA PENJAMIN
SIMPANAN (LPS) DAN PENCABUTAN IZIN USAHA
1. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPR yang
ditetapkan dalam status pengawasan khusus, perkembangan kondisi
BPR DPK, BPR yang dikeluarkan dari status pengawasan khusus,
BPR DPK yang tidak dapat disehatkan dan pencabutan izin usaha
BPR DPK yang tidak diselamatkan.
2. Selama jangka waktu BPR dalam status pengawasan khusus termasuk
perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus apabila diberikan
perpanjangan …
14
perpanjangan jangka waktu, berdasarkan penilaian/evaluasi yang
dilakukan terhadap kondisi BPR DPK, Bank Indonesia sewaktu-waktu
dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk
memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan,
bagi BPR yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Bagi BPR yang pada saat masuk pengawasan khusus memiliki
rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata
selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen) dan
dalam masa pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Rasio KPMM BPR menurun menjadi sama dengan atau
kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir menurun menjadi sama dengan atau
kurang 1% (satu persen); dan
2) Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPR tidak mampu
meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar
4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir menjadi paling kurang sebesar 3% (tiga persen).
Contoh:
Pada saat BPR ”E” ditetapkan dalam status pengawasan khusus
tanggal 10 Agustus 2009, rasio KPMM BPR sebesar 3% (tiga
persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar
2% (dua persen). Berdasarkan evaluasi terhadap laporan yang
disampaikan BPR ”E” sampai dengan tanggal 9 November 2009
diketahui bahwa sejak BPR ”E” ditetapkan dalam status
pengawasan khusus kondisi BPR ”E” terus memburuk sehingga
rasio KPMM dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir
menjadi negatif dengan kecenderungan negatif yang semakin
membesar …
15
membesar. Berdasarkan kondisi tersebut, BPR ”E” dinilai tidak
mampu merealisasikan action plan dan Pengurus maupun
Pemegang Saham BPR tidak mampu memperbaiki kondisi BPR.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka Bank Indonesia
dapat memberitahukan kepada LPS mengenai kondisi BPR ”E”
yang tidak dapat disehatkan tersebut dan meminta LPS untuk
memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak
menyelamatkan.
b. Bagi BPR yang pada saat masuk dalam pengawasan khusus
memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol
persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir
sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen) dan memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) BPR tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi lebih
dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam)
bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen); dan
2) Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPR tidak mampu
meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar
4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir paling kurang sebesar 3% (tiga persen).
Contoh:
Pada saat BPR ”F” ditetapkan dalam status pengawasan khusus
tanggal 10 Agustus 2009, rasio KPMM BPR sebesar negatif 20%
(dua puluh persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir sebesar negatif 2% (dua persen). Berdasarkan evaluasi
terhadap laporan yang disampaikan BPR ”F” sejak BPR
ditetapkan dalam status pengawasan khusus sampai dengan
laporan …
16
laporan tanggal 9 November 2009 diketahui rasio KPMM dan CR
rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir tetap negatif dan tidak
menunjukkan adanya perbaikan. Berdasarkan kondisi tersebut,
BPR ”F” dinilai tidak mampu merealisasikan action plan dan
Pengurus maupun Pemegang Saham BPR tidak mampu
memperbaiki kondisi BPR.
Dengan mempertimbangkan kondisi BPR ”F” tersebut maka Bank
Indonesia dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS
untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak
menyelamatkan.
3. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk
memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan
bagi BPR DPK yang pada saat berakhirnya masa pengawasan khusus
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); dan/atau
b. CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga
persen).
Contoh:
BPR ”G” ditetapkan dalam status pengawasan khusus tanggal 10
Agustus 2009 dengan rasio KPMM sebesar 1% (satu persen) dan CR
rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar 2% (dua persen).
Pada saat berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus yaitu tanggal
5 Februari 2010 dan tidak ada perpanjangan jangka waktu
pengawasan khusus, diketahui rasio KPMM dan CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir BPR ”G” tidak memenuhi kriteria untuk dapat
dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM kurang
dari …
17
dari 4% (empat persen); dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir kurang dari 3% (tiga persen).
Dengan kondisi BPR ”G” tersebut di atas maka Bank Indonesia
memberitahukan dan meminta LPS untuk memutuskan
menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPR ”G”.
4. Dalam hal LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan
terhadap BPR sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3, Bank
Indonesia mencabut izin usaha BPR yang bersangkutan setelah
memperoleh pemberitahuan dari LPS mengenai keputusan bahwa LPS
tidak menyelamatkan BPR DPK tersebut.
5. Penyelesaian lebih lanjut terhadap BPR yang dicabut izin usahanya
oleh Bank Indonesia dilakukan oleh LPS sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
6. Bank Indonesia mengumumkan keputusan pencabutan izin usaha BPR
kepada masyarakat. Tatacara pengumuman mengacu pada BAB VII.
Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPR DPK.
VII. PENGUMUMAN YANG BERKAITAN DENGAN BPR DPK
1. Pengumuman yang berkaitan dengan BPR DPK dilakukan sebagai
berikut:
a. Pengumuman penetapan status BPR DPK dilakukan oleh Bank
Indonesia pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan
status pengawasan khusus.
Contoh:
Pada tanggal 12 Oktober 2009, BPR ”H” ditetapkan dalam status
pengawasan khusus. Pengumuman penetapan status pengawasan
khusus …
18
khusus BPR ”H” dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal
yang sama yaitu tanggal 12 Oktober 2009.
b. Pengumuman larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi
BPR yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Bab
III angka 1 dilakukan oleh Bank Indonesia dan BPR yang
bersangkutan pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan
larangan.
Contoh:
1) Pada tanggal 5 Agustus 2009, BPR ”I” ditetapkan dalam
status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio
KPMM negatif 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir 1% (satu persen).
Dengan kondisi tersebut maka pada tanggal 5 Agustus 2009
Bank Indonesia:
a) menetapkan status pengawasan khusus terhadap BPR ”I”,
b) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana
bagi BPR ”I”,
c) memberitahukan penetapan status pengawasan khusus
serta larangan penghimpunan dan penyaluran dana kepada
BPR ”I”, dan
d) mengumumkan penetapan status pengawasan khusus BPR
”I” dan larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi
BPR ”I”.
BPR ”I” mengumumkan larangan tersebut kepada masyarakat
di seluruh kantor BPR (KP/KC/Kantor Pelayanan Kas) pada
tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan yaitu
tanggal …
19
tanggal 5 Agustus 2009 dengan menggunakan format
sebagaimana Lampiran 4.
2) Pada tanggal 13 Agustus 2009, BPR ”J” ditetapkan dalam
status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio
KPMM 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam)
bulan terakhir 2% (dua persen).
Dari neraca harian BPR 2 Oktober 2009 (Jumat) yang
diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 5 Oktober 2009
(Senin), diketahui kondisi keuangan BPR ”J” mengalami
penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau
kurang dari 0% (nol persen).
Berdasarkan kondisi tersebut, pada tanggal 6 Oktober 2009
Bank Indonesia:
a) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana
bagi BPR ”J”, dan
b) mengumumkan larangan tersebut.
BPR ”J” mengumumkan larangan tersebut kepada masyarakat
di seluruh kantor BPR (KP/KC/Kantor Pelayanan Kas) pada
tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan yaitu
tanggal 6 Oktober 2009 dengan menggunakan format
sebagaimana Lampiran 4.
c. Pengumuman penetapan BPR yang dikeluarkan dari status
pengawasan khusus dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal
yang sama dengan tanggal penetapan disertai dengan pencabutan
larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR DPK
yang sebelumnya dilarang melakukan penghimpunan dan
penyaluran dana.
Contoh: …
20
Contoh:
Pada tanggal 15 Agustus 2009, BPR ”K” ditetapkan oleh Bank
Indonesia untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus.
Pengumuman BPR ”K” dikeluarkan dari status pengawasan
khusus dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama
yaitu tanggal 15 Agustus 2009.
Dalam pengumuman tersebut disertai pula pengumuman
pencabutan larangan penghimpunan dan penyaluran dana apabila
BPR ”K” sebelumnya dikenakan larangan penghimpunan dan
penyaluran dana.
d. Bank Indonesia mengumumkan keputusan pencabutan izin usaha
BPR kepada masyarakat.
2. Pengumuman dilakukan pada papan pengumuman di kantor BPR yang
mudah dilihat dan dibaca oleh masyarakat. Dalam hal dianggap perlu,
selain pengumuman di kantor BPR, dapat pula dilakukan
pengumuman pada kantor kelurahan/kecamatan tempat kedudukan
BPR yang bersangkutan dan/atau melalui media massa setempat
antara lain media cetak dan/atau media elektronik.
VIII. PELAPORAN
1. Dalam rangka melakukan pemantauan terhadap perkembangan
kondisi BPR DPK dan upaya-upaya penyehatan yang dilakukan, BPR
DPK menyampaikan kepada Bank Indonesia:
a. neraca harian secara mingguan yang disampaikan pada hari kerja
pertama minggu berikutnya.
b. pelaksanaan action plan yang disampaikan paling lambat 5 (lima)
hari kerja setelah action plan dilaksanakan. Laporan yang
disampaikan …
21
disampaikan tersebut adalah setiap pelaksanaan tahapan action
plan.
Contoh:
Pada tanggal 8 September 2009 (Selasa), BPR ”L” ditetapkan dalam
status pengawasan khusus. BPR ”L” menyampaikan neraca harian
tanggal 9, 10 dan 11 September 2009 (Rabu, Kamis dan Jum’at) pada
tanggal 14 September 2009 (Senin).
Pada tanggal 6 Oktober 2009 (Selasa), BPR ”L” melakukan
penambahan setoran modal sesuai dengan action plan. Sehubungan
dengan hal tersebut, BPR ”L” menyampaikan laporan atas
pelaksanaan action plan disertai bukti-bukti pendukung kepada Bank
Indonesia paling lambat tanggal 13 Oktober 2009 (Selasa), yaitu 5
(lima) hari kerja setelah action plan dilaksanakan.
2. Bagi BPR DPK yang jangka waktu pengawasan khususnya akan
berakhir kurang dari 5 (lima) hari kerja, penyampaian laporan neraca
harian dan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 paling lambat pada tanggal berakhirnya masa pengawasan
khusus.
Contoh:
Jangka waktu pengawasan khusus BPR ”M” paling lama berakhir
pada tanggal 8 Oktober 2009.
Pada tanggal 6 Oktober 2009 BPR ”M” melakukan penambahan
setoran modal sesuai action plan, maka laporan pelaksanaan action
plan berupa penambahan modal dimaksud disampaikan paling lambat
tanggal 8 Oktober 2009.
3. Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap laporan-laporan yang
disampaikan oleh BPR DPK. Dalam rangka melakukan evaluasi
tersebut …
22
tersebut, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan kepada BPR
DPK.
IX. KETENTUAN PERALIHAN
1. Tindak lanjut penanganan terhadap BPR konvensional yang telah
ditetapkan dalam status pengawasan khusus berdasarkan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/34/PBI/2005 tanggal 22 September 2005
tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat
Dalam Status Pengawasan Khusus, dilakukan berdasarkan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang
Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam
Status Pengawasan Khusus.
2. Jangka waktu pengawasan khusus BPR yang telah ditetapkan dalam
status pengawasan khusus berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/34/PBI/2005 tanggal 22 September 2005 tentang Tindak
Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status
Pengawasan Khusus, diperhitungkan dalam jangka waktu pengawasan
khusus sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Tindak Lanjut
Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status
Pengawasan Khusus.
Contoh:
BPR ”N” ditetapkan dalam status pengawasan khusus sejak tanggal 5
April 2009. Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang Tindak Lanjut
Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status
Pengawasan Khusus yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2009,
jangka waktu pengawasan khusus BPR ”N” paling lama 180 (seratus
delapan …
23
delapan puluh) hari dihitung sejak 5 April 2009 yaitu paling lama
sampai dengan 3 Oktober 2009. Mengingat tanggal 3 Oktober 2009
jatuh pada hari Sabtu maka batas waktu pengawasan khusus adalah
paling lama sampai dengan hari kerja berikutnya, yaitu hari Senin
tanggal 5 Oktober 2009.
3. Larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPR dalam
pengawasan khusus yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009 tentang
Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam
Status Pengawasan Khusus, tetap berlaku sampai dengan BPR keluar
dari status pengawasan khusus.
Contoh:
BPR ”O” ditetapkan dalam status pengawasan khusus sejak tanggal 1
Mei 2009 dan sejak tanggal tersebut BPR ”O” dikenakan larangan
menghimpun dan menyalurkan dana. Dengan dikeluarkannya
Peraturan Bank Indonesia No.11/20/PBI/2009 tanggal 4 Juni 2009
tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat
Dalam Status Pengawasan Khusus yang mulai berlaku sejak tanggal 1
Juli 2009, apabila BPR ”O” masih dalam status pengawasan khusus
maka larangan tersebut tetap berlaku sampai dengan BPR ”O”
ditetapkan keluar dari status pengawasan khusus.
X. ALAMAT KORESPONDENSI
Surat menyurat BPR yang disampaikan kepada Bank Indonesia yang
berkaitan dengan status pengawasan khusus ditujukan ke alamat sebagai
berikut:
1. Bank …
24
1. Bank Indonesia u.p. Direktorat Kredit, BPR dan UMKM, Jalan M.H.
Thamrin No. 2,Jakarta 10350, bagi BPR konvensional yang bertempat
kedudukan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten/
Kotamadya Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Propinsi Banten.
2. Bank Indonesia u.p. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR yang
berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada angka 1
di atas.
XI. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 31 Juli
2009.
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, Surat Edaran Nomor 7/50/DPBPR
tanggal 1 November 2005 perihal Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank
Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus dinyatakan tidak berlaku
bagi BPR yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
RATNA E. AMIATY
DIREKTUR KREDIT, BPR DAN UMKM
DKBU
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/19/DKBU|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus </reg_title>
<set_date> 31 Juli 2009 </set_date>
<effective_date> 31 Juli 2009 </effective_date>
<replaced_reg> '7/50/DPBPR|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '11/20/PBI/2009' </related_reg>
|
No.7/ 54 /DPNP
Jakarta, 29 November 2005
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia
dalam Rupiah dan Valuta Asing
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank
Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4390) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/ 49 /PBI/2005 tanggal 29 November 2005 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 134, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4572), dipandang perlu untuk menjelaskan
lebih lanjut beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas
sebagai berikut:
I. UMUM
Stabilitas moneter merupakan hal yang sangat diperlukan dalam rangka
menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif dan stabil. Salah satu
piranti …
piranti moneter yang digunakan Bank Indonesia untuk mempertahankan
stabilitas moneter adalah melalui penerapan Giro Wajib Minimum (GWM)
kepada bank-bank di Indonesia.
Beberapa indikator perekonomian mengindikasikan perlunya dilakukan
perubahan dalam kebijakan Bank Indonesia yang terkait dengan pengaturan
likuiditas dalam rupiah, khususnya likuiditas rupiah dari sistem perbankan.
Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia memandang perlu untuk
menyempurnakan ketentuan mengenai GWM pada Bank Indonesia.
II. JASA GIRO
1. Persentase Jasa Giro
a. Sesuai dengan Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank
Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/ 49 /PBI/2005, Bank Indonesia memberikan jasa giro
sebesar 6,5% (enam setengah perseratus) pertahun terhadap bagian
saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk
pemenuhan kewajiban memelihara tambahan GWM dalam rupiah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan ayat (4).
b. Persentase jasa giro sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas
merupakan tingkat bunga efektif tahunan (effective annual rate) yang
ditentukan berdasarkan periode compounding harian selama 360 (tiga
ratus enam puluh) hari, dengan rumus sebagai berikut:
Tingkat bunga efektif tahunan = (1 + (
Tingkat bunga
tahunan
360 hari
Dengan …
))360 hari – 1
Dengan demikian, jasa giro yang diberikan terhadap bagian saldo
Rekening Giro Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk pemenuhan
kewajiban memelihara tambahan GWM dalam rupiah adalah sebesar
0,0175% perhari.
2. Perhitungan Jasa Giro
a. Jasa giro dihitung untuk setiap hari kerja berdasarkan saldo Rekening
Giro Rupiah Bank yang tercatat dan diperoleh dari sistem akunting
Bank Indonesia. Pengkreditan jasa giro pada Rekening Giro Rupiah
Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank
Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/ 49 /PBI/2005, dilakukan sebagai berikut:
1) tanggal 8 bagi jasa giro periode tanggal 1 sampai dengan tanggal
7 bulan yang sama;
2) tanggal 16 bagi jasa giro periode tanggal 8 sampai dengan tanggal
15 bulan yang sama;
3) tanggal 24 bagi jasa giro periode tanggal 16 sampai dengan
tanggal 23 bulan yang sama;
4) tanggal 1 bulan berikutnya bagi jasa giro periode tanggal 24
sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya.
b. Dalam hal tanggal-tanggal untuk pengkreditan jasa giro jatuh pada
hari libur, maka pengkreditan saldo Rekening Giro Bank dilakukan
oleh Bank Indonesia pada hari kerja berikutnya.
c. Dalam …
c. Dalam hal terjadi kekurangan atau kelebihan dalam pengkreditan
yang terkait dengan pemberian jasa giro oleh Bank Indonesia, Bank
Indonesia dapat langsung mengkredit atau mendebet rekening giro
bank yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ketentuan yang
mengatur mengenai Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
III. SANKSI PELANGGARAN GWM
1. Pendebetan Rekening Giro Bank, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib
Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta
Asing sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/ 49 /PBI/2005, sebagai akibat pembebanan sanksi
pelanggaran GWM, dilakukan pada hari kerja berikutnya setelah tanggal
terjadinya pelanggaran GWM.
2. Dalam hal tanggal-tanggal untuk pendebetan Rekening Giro Bank jatuh
pada hari libur, maka pendebetan saldo Rekening Giro Bank dilakukan
oleh Bank Indonesia pada hari kerja berikutnya.
3. Dalam hal terjadi kekurangan atau kelebihan dalam pendebetan yang
terkait dengan
pengenaan
sanksi
pelanggaran GWM oleh Bank
Indonesia, Bank Indonesia dapat langsung mendebet atau mengkredit
rekening giro bank yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam
ketentuan yang mengatur mengenai Bank Indonesia-Real Time Gross
Settlement.
IV. PERHITUNGAN …
IV. PERHITUNGAN GWM, JASA GIRO, DAN SANKSI PELANGGARAN
GWM
Contoh Kasus:
Bank A memiliki rata-rata harian Dana Pihak Ketiga (DPK) dalam rupiah
dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan
Januari sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah)
dan perhitungan besarnya LDR pada akhir masa laporan minggu kedua
adalah 80%.
Saldo Rekening Giro Rupiah Bank A di Bank Indonesia pada:
- tanggal 24 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat
triliun sembilan ratus lima puluh miliar rupiah) atau 9% dari DPK
dalam rupiah;
- tanggal 25 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat
triliun sembilan ratus lima puluh miliar rupiah) atau 9% dari DPK
dalam rupiah;
- tanggal 26 Januari adalah sebesar Rp4.565.000.000.000,00 (empat
triliun lima ratus enam puluh lima miliar rupiah) atau 8,3% dari DPK
dalam rupiah;
- tanggal 27 Januari adalah sebesar Rp5.555.000.000.000,00 (lima
triliun lima ratus lima puluh lima miliar rupiah) atau 10,1% dari DPK
dalam rupiah;
- tanggal 28 Januari adalah sebesar Rp7.051.000.000.000,00 (tujuh
triliun lima puluh satu miliar rupiah) atau 12,82% dari DPK dalam
rupiah;
- tanggal 29 Januari adalah sebesar Rp6.050.000.000.000,00 (enam
triliun lima puluh miliar rupiah) atau 11% dari DPK dalam rupiah;
- tanggal …
- tanggal 30 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat
triliun sembilan ratus lima puluh miliar rupiah) atau 9% dari DPK
dalam rupiah;
- tanggal 31 Januari adalah sebesar Rp4.950.000.000.000,00 (empat
triliun sembilan ratus lima puluh miliar rupiah) atau 9% dari DPK
dalam rupiah.
Diasumsikan tanggal 24, 25, 31 Januari, dan tanggal 1 Februari adalah
hari libur dan rata-rata suku bunga jangka waktu 1 (satu)
overnight dari JIBOR pada tanggal 26 Januari adalah sebesar 8%.
hari
1. PERHITUNGAN GWM
GWM harian yang wajib dipelihara untuk masa laporan sejak tanggal
24 sampai dengan tanggal akhir bulan Januari adalah sebesar:
a. 5% (lima perseratus) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh
lima triliun rupiah) yaitu sebesar Rp2.750.000.000.000,00 (dua
triliun tujuh
ratus lima puluh miliar rupiah), sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum
pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/ 49 /PBI/2005; ditambah dengan
b. 3% (tiga perseratus) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh
lima triliun rupiah) yaitu sebesar Rp1.650.000.000.000,00
(satu triliun enam ratus lima puluh miliar rupiah), yang merupakan
tambahan GWM berdasarkan
DPK sebagaimana dimaksud
dalam …
dalam Pasal 3 ayat (3) huruf d Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum
pada
Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah
dalam Rupiah dan Valuta Asing
terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/ 49 /PBI/2005; ditambah dengan
c. 1% (satu perseratus) dari Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh
lima triliun rupiah) yaitu sebesar Rp550.000.000.000,00 (lima ratus
lima puluh miliar rupiah), yang merupakan tambahan GWM
berdasarkan LDR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4)
huruf b Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang
Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam
Rupiah dan Valuta Asing sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 49 /PBI/2005.
2. PERHITUNGAN JASA GIRO
a. Perhitungan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29, dan
30 Januari adalah sebagai berikut:
0,0175% x bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang
merupakan kewajiban pemeliharaan tambahan GWM;
yaitu
0,0175% x Rp2.200.000.000.000,00 = Rp385.000.000,00
Saldo Rekening Giro Rupiah pada tanggal 24, 25, dan 31 Januari
tidak diberikan jasa giro, karena tanggal-tanggal tersebut jatuh pada
hari bukan hari kerja.
b. Pengkreditan …
b. Pengkreditan jasa giro untuk masing-masing tanggal 27, 28, 29,
dan 30 Januari dilakukan oleh Bank Indonesia pada Rekening Giro
Rupiah Bank pada tanggal 2 Februari, karena tanggal 1 Februari
jatuh pada hari libur. Jasa giro yang dikreditkan ke Rekening Giro
Rupiah Bank pada tanggal 2 Februari adalah sebesar:
4 x Rp385.000.000,00= Rp1.540.000.000,00
Pembulatan dalam rangka pengkreditan Rekening Giro Bank oleh
Bank Indonesia dilakukan dengan memperhatikan sistem akunting
Bank Indonesia.
3. PERHITUNGAN SANKSI PELANGGARAN GWM
a. Sanksi terhadap kekurangan pemenuhan GWM pada tanggal 26
Januari dihitung sebagai berikut:
Rp385.000.000.000,00 x 1,25 x 8 x 1 hari
360 x 100
= Rp106.944.444,44
b. Pendebetan Rekening Giro Rupiah Bank untuk sanksi atas
kekurangan GWM pada tanggal 26 Januari sebesar
Rp106.944.444,44 dilakukan pada hari kerja berikutnya, yaitu pada
tanggal 27 Januari.
Pembulatan dalam rangka pendebetan Rekening Giro Bank oleh
Bank Indonesia dilakukan dengan memperhatikan sistem akunting
Bank Indonesia.
V. PENUTUP …
V. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 7/42/DPNP tanggal 6 September 2005 tentang
Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah
dan Valuta Asing dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 1 Desember 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/54/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing </reg_title>
<set_date> 29 November 2005 </set_date>
<effective_date> 1 Desember 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '7/42/DPNP|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '7/49/PBI/2005', '6/15/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 18/29/DPM
Jakarta, 29 November 2016
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
DI INDONESIA
Perihal : Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/12/PBI/2016 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5919), perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan
mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga
perantara dalam Operasi Moneter dalam Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai perbankan, yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional.
2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh
Bank Indonesia dalam rangka pengelolaan moneter melalui OPT
dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).
3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah
kegiatan transaksi di pasar uang dan pasar valuta asing yang
dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan/atau pihak lain
dalam rangka Operasi Moneter.
4. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut
Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana Rupiah
(Lending Facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan
penempatan …
2
penempatan dana Rupiah (Deposit Facility) oleh Bank di Bank
Indonesia dalam rangka Operasi Moneter.
5. Lending Facility adalah penyediaan dana Rupiah dari Bank
Indonesia kepada Bank dalam rangka Operasi Moneter.
6. Deposit Facility adalah penempatan dana Rupiah oleh Bank di
Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter.
7. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia, SBN, dan surat berharga lain yang digunakan dalam
transaksi Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan ini.
8. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah
Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek.
9. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat
SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya
antar-Bank.
10. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah
SUN dan SBSN.
11. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat
berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga
dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan
masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Surat Utang Negara.
12. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN,
atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas penyertaan
terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang Rupiah maupun
valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Surat Berharga Syariah Negara.
13. Obligasi …
3
13. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran
bunga secara diskonto.
14. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN
adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas)
bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto.
15. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disingkat ZCB adalah Obligasi
Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto.
16. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah
Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu
atau perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual.
17. SBSN Ritel atau dapat disebut Sukuk Negara Ritel adalah SBSN
yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga
Negara Indonesia melalui agen penjual.
18. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa
kupon dan/atau secara diskonto.
19. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah
adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas)
bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau
secara diskonto.
20. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut
Transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh
peserta Operasi Moneter kepada Bank Indonesia dengan
kewajiban pembelian kembali oleh peserta Operasi Moneter sesuai
dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
21. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat
Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan
kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan
harga dan jangka waktu yang disepakati.
22. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan
Surat Berharga oleh peserta Operasi Moneter kepada Bank
Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian
kembali oleh peserta Operasi Moneter.
23. Sistem …
4
23. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga dan setelmen dana seketika.
24. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan Bank
Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta penatausahaan
surat berharga, yang dilakukan secara elektronik sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat
berharga dan setelmen dana seketika.
25. Sistem Bank Indonesia–Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan
transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga dan setelmen dana seketika.
II. SURAT BERHARGA DALAM OPERASI MONETER
1. Kriteria Surat Berharga yang dapat digunakan dalam Operasi
Moneter adalah sebagai berikut:
a. Surat Berharga dalam mata uang Rupiah:
1) diterbitkan oleh Bank Indonesia, dan/atau Negara
Republik Indonesia;
2)
3)
tercatat di BI-SSSS; dan
tidak sedang diagunkan.
b. Surat Berharga dalam valuta asing:
1) diterbitkan oleh pemerintah negara lain yang bank
sentralnya memiliki kerja sama dengan Bank Indonesia
antara …
5
antara lain dalam bentuk cross border collateral
arrangement;
2) sesuai denominasi asal negara penerbit;
3)
tercatat pada aktiva peserta Operasi Moneter yang
tercatat pada rekening surat berharga milik peserta
Operasi Moneter di lembaga kustodian yang disepakati;
4) memiliki peringkat investasi (investment grade); dan
5)
tidak sedang diagunkan.
2. Jenis Surat Berharga yang memenuhi kriteria sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 terdiri atas:
a. SBI;
b. SDBI;
c. SBN, yang terdiri atas:
1) SUN, meliputi SPN dan Obligasi Negara termasuk ZCB
dan ORI; dan
2) SBSN, meliputi SBSN Jangka Pendek dan SBSN Jangka
Panjang termasuk SBSN Ritel; dan
d. Surat berharga jangka pendek atau jangka panjang yang
diterbitkan oleh pemerintah negara lain (sovereign bond).
3. Syarat Penggunaan Surat Berharga
a. Surat Berharga dalam valuta asing sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b hanya digunakan dalam Transaksi Repo
dalam rangka OPT.
b. Untuk Transaksi Repo dalam rangka OPT dan Lending
Facility:
1) SBI
Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari
kerja pada saat second leg Transaksi Repo.
2) SDBI
Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari
kerja pada saat second leg Transaksi Repo.
3) SBN
Memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari
kerja pada saat second leg Transaksi Repo.
c. Untuk …
6
c. Untuk Transaksi Repo dalam rangka OPT dapat
menggunakan surat berharga dalam valuta asing yang
memiliki sisa jangka waktu paling singkat 30 (tiga puluh)
hari kalender pada saat second leg Transaksi Repo.
d. SBN yang diperoleh Peserta Operasi Moneter dari Bank
Indonesia dalam Transaksi Reverse Repo dapat digunakan
kembali dalam transaksi di pasar sekunder.
e. Dalam hal peserta Operasi Moneter melakukan transaksi di
pasar sekunder sebagaimana dimaksud dalam huruf d,
transaksi dimaksud dilakukan dengan tetap memperhatikan
ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang.
III. HARGA DAN HAIRCUT SURAT BERHARGA DALAM OPERASI
MONETER
1. Harga dan haircut Surat Berharga yang digunakan dalam Operasi
Moneter ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di
Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan/atau sarana lain.
2. Harga Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 1
ditetapkan sebagai berikut:
a. Harga SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan antara lain rata-rata tertimbang tingkat
diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri
SBI.
b. Harga SDBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
mempertimbangkan antara lain rata-rata tertimbang tingkat
diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri
SDBI.
c. Harga SBN dan surat berharga dalam valuta asing
ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan
antara lain harga pasar masing-masing jenis dan seri SBN
serta surat berharga dalam valuta asing (sovereign bond).
3. Haircut merupakan faktor pengurang terhadap harga Surat
Berharga.
4. Haircut terhadap Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk …
7
a. untuk SBI sebesar 0% (nol persen);
b. untuk SDBI sebesar 0% (nol persen);
c. untuk SBN yang terdiri atas:
1) SUN sebesar 5% (lima persen);
2) SBSN sebesar 6,5% (enam koma lima persen);
d. untuk surat berharga dalam valuta asing (sovereign bond)
diumumkan oleh Bank Indonesia pada tanggal
pelaksanaan transaksi.
5. Bank Indonesia dapat melakukan perubahan haircut
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dan mengumumkan
perubahan tersebut melalui Sistem BI-ETP, BI-SSSS, Sistem
Laporan Harian Bank Umum (LHBU), dan/atau sarana lain.
6. Dalam hal terjadi transaksi penjualan Surat Berharga secara
outright oleh peserta Operasi Moneter karena kegagalan setelmen
second leg Transaksi Repo atau Lending Facility, harga Surat
Berharga yang digunakan dalam perhitungan nilai setelmen
outright adalah harga Surat Berharga pada tanggal Transaksi
Outright paling tinggi sebesar harga Surat Berharga pada
transaksi first leg.
7. Dalam hal terjadi transaksi pembelian Surat Berharga secara
outright oleh peserta Operasi Moneter karena kegagalan setelmen
second leg Transaksi Reverse Repo, harga Surat Berharga yang
digunakan dalam perhitungan nilai setelmen outright adalah
harga Surat Berharga pada tanggal Transaksi Outright paling
rendah sebesar harga Surat Berharga pada transaksi first leg.
8. Dalam hal terjadi penjualan Surat Berharga dalam valuta asing
oleh Bank Indonesia karena kegagalan setelmen second leg
Transaksi Repo, harga Surat Berharga yang digunakan dalam
perhitungan adalah harga penjualan Surat Berharga dalam
valuta asing oleh Bank Indonesia pada tanggal penjualan.
IV. PERHITUNGAN …
8
IV. PERHITUNGAN NILAI SETELMEN TRANSAKSI OPERASI MONETER
MENGGUNAKAN SURAT BERHARGA DALAM RUPIAH
1. Perhitungan Nilai Setelmen Transaksi Lending Facility, Transaksi
Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah, dan Transaksi
Reverse Repo
a. Nilai setelmen Surat Berharga adalah sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang di-repo-kan atau di-reverse repo-kan.
b. Nilai setelmen dana untuk setelmen first leg dihitung sebagai
berikut:
1) SBI, SDBI, SPN, ZCB, dan SBSN Jangka Pendek
Nilai
Setelmen
First Leg
=
Nominal Surat
Berharga yang
Di-repo-kan atau
Di-reverse repo-kan
× (
Harga Surat
Berharga
−Haircut)
2) Obligasi Negara termasuk ORI dan SBSN Jangka
Panjang
Nilai
Setelmen
First Leg
= [
Nominal Surat
Berharga yang
Di-repo-kan atau
Di-reverse repo-kan
Keterangan:
Harga
Surat
Berharga
x (
Harga Surat
Berharga
-Haircut)] +
Accrued
Interest/
Imbalan
: harga Surat Berharga sebagaimana
diumumkan pada Sistem BI-ETP dan
BI-SSSS pada tanggal transaksi Lending
Facility, Transaksi Repo, atau Transaksi
Reverse Repo
Haircut
: haircut sebagaimana diumumkan dalam
Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada
transaksi Lending Facility, Transaksi
Repo, atau Transaksi Reverse Repo
Accrued
Interest
atau
Accrued
Imbalan
: hak atas kupon atau imbalan Surat
Berharga yang dihitung sejak 1 (satu)
hari sesudah tanggal pembayaran
kupon atau imbalan terakhir sampai
dengan tanggal setelmen first leg
3) Obligasi …
9
3) Obligasi Negara termasuk ORI dan SBSN Jangka
Panjang dalam hal terdapat pembayaran kupon atau
imbalan Surat Berharga pada 1 (satu) hari kerja setelah
tanggal setelmen first leg
Nilai
Setelmen
First Leg
= [
Nominal Surat
Berharga yang
Di-repo-kan atau
Di-reverse repo-kan
Keterangan :
Harga
Surat
Berharga
× (
Harga Surat
Berharga
− 𝐻𝑎𝑖rcut)] -
Accrued
Interest/
Imbalan
: harga Surat Berharga sebagaimana
diumumkan pada Sistem BI-ETP dan
BI-SSSS pada tanggal transaksi Lending
Facility, Transaksi Repo, atau Transaksi
Reverse Repo
Haircut
: haircut sebagaimana diumumkan dalam
Sistem BI-ETP dan BI-SSSS pada
transaksi Lending Facility, Transaksi
Repo, atau Transaksi Reverse Repo
Accrued
Interest
atau
Accrued
Imbalan
: hak atas kupon atau imbalan Surat
Berharga yang dihitung sejak tanggal
setelmen first leg sampai dengan tanggal
pembayaran kupon atau imbalan Surat
Berharga pada 1 (satu) hari kerja
sesudah tanggal setelmen first leg
c. Nilai setelmen dana untuk setelmen second leg dihitung
sebagai berikut:
Nilai Setelmen
Second Leg
Bunga Transaksi
Repo/Reverse Repo/
Lending Facility
=
Nilai
=
Setelmen
First Leg
Nilai
Setelmen
First Leg
+
Bunga Transaksi
Repo/Reverse Repo/
Lending Facility
Repo Rate/
x Reverse Repo Rate/ x
Lending Facility Rate
Jangka waktu
360
Keterangan …
10
Keterangan:
Jangka
waktu
: jangka waktu Lending Facility, Transaksi Repo,
atau Transaksi Reverse Repo
2. Perhitungan Nilai Setelmen Transaksi Outright
a. Nilai setelmen Surat Berharga adalah sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang ditransaksikan secara outright.
b. Nilai setelmen dana untuk transaksi pembelian atau
penjualan Surat Berharga secara outright sebagai berikut:
1) SPN, ZCB, dan SBSN Jangka Pendek
Nilai
Setelmen
Outright
=
Nominal
Surat
Berharga
×
Harga
Surat
Berharga
2) Obligasi Negara termasuk ORI, dan SBSN Jangka
Panjang
Nilai Setelmen
Outright
Keterangan:
Harga Surat
Berharga
=[
Nominal
Surat
×
Harga
Surat
Berharga Berharga
]+Accrued Interest/
Imbalan
: harga Surat Berharga sebagaimana
ditetapkan Bank Indonesia dalam hal
Transaksi Outright dilakukan dengan
mekanisme lelang, dan/atau harga
Surat Berharga berdasarkan
kesepakatan para pihak dalam hal
Transaksi Outright dilakukan dengan
mekanisme nonlelang
Accrued
Interest atau
accrued
imbalan
: hak atas kupon atau imbalan Surat
Berharga yang dihitung sejak 1 (satu)
hari sesudah tanggal pembayaran
kupon atau imbalan terakhir sampai
dengan tanggal setelmen Transaksi
Outright
3) Obligasi …
11
3) Obligasi Negara termasuk ORI, dan SBSN Jangka
Panjang Dalam Hal Terdapat Pembayaran Kupon atau
Imbalan Surat Berharga pada 1 (satu) Hari Kerja
Sesudah Tanggal Setelmen Transaksi Outright
Nilai Setelmen
Outright
Keterangan :
Harga Surat
Berharga
=[
Nominal
Surat
×
Harga
Surat
Berharga Berharga
]-Accrued Interest/
Imbalan
: harga Surat Berharga sebagaimana
ditetapkan Bank Indonesia dalam hal
Transaksi Outright dilakukan dengan
mekanisme lelang, dan/atau harga
Surat Berharga berdasarkan
kesepakatan para pihak dalam hal
Transaksi Outright dilakukan dengan
mekanisme nonlelang
Accrued
Interest atau
accrued
imbalan
: hak atas kupon atau imbalan Surat
Berharga yang dihitung sejak tanggal
setelmen Transaksi Outright sampai
dengan tanggal pembayaran kupon
atau imbalan Surat Berharga pada 1
(satu) hari kerja sesudah tanggal
Transaksi Outright
3. Accrued interest atau imbalan sebagaimana dimaksud dalam butir
1.b.2), butir 1.b.3), butir 2.b.2) dan butir 2.b.3) dihitung dengan
rumus perhitungan accrued interest atau imbalan per unit sebagai
berikut:
AI = N × ×
C
n
a
E
Keterangan:
AI : Accrued interest atau imbalan per unit
N …
12
N : Nominal Surat Berharga per unit yaitu Rp 1.000.000
(satu juta Rupiah)
C : Nilai kupon atau imbalan
n : Frekuensi pembayaran kupon atau imbalan dalam
setahun
a
: Jumlah hari sebenarnya (actual days)
E :
jumlah hari sebenarnya (actual days) yang dihitung
sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal dimulainya periode
kupon atau imbalan sampai dengan tanggal
pembayaran kupon atau imbalan berikutnya.
4. Pelunasan SBI Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption)
Dalam hal terjadi kegagalan setelmen Transaksi Repo jatuh waktu
yang menggunakan SBI atau Lending Facility jatuh waktu yang
menggunakan SBI, nilai tunai setelmen dihitung sebagai berikut:
Nilai tunai
early redemption =
Keterangan:
Nilai
nominal
Tingkat
Diskonto
Sisa
jangka
waktu
Nilai nominal × 360
360+(Tingkat diskonto × Sisa jangka waktu)
: nilai nominal SBI yang di-early redemption
: rata-rata tertimbang tingkat diskonto pada saat
SBI diterbitkan
:
jumlah hari sebenarnya (actual days) yang
dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal gagal
setelmen transaksi Operasi Moneter sampai
dengan tanggal jatuh waktu SBI (maturity date)
5. Pelunasan SDBI Sebelum Jatuh Waktu (Early Redemption)
Early redemption terhadap SDBI dilakukan dalam hal terjadi
kegagalan setelmen Transaksi Repo jatuh waktu yang
menggunakan SDBI, Lending Facility jatuh waktu yang
menggunakan SDBI, atau terjadi transaksi antara Bank dengan
pihak selain Bank yang menggunakan SDBI, dengan perhitungan
setelmen nilai tunai sebagai berikut:
Nilai …
13
Nilai tunai
Nilai nominal × 360
early redemption =
Keterangan:
Nilai
nominal
Tingkat
diskonto
Sisa jangka
waktu
360+(Tingkat diskonto × Sisa jangka waktu)
: nilai nominal SDBI yang di-early redemption
: rata-rata tertimbang tingkat diskonto pada saat
SDBI diterbitkan
: jumlah hari sebenarnya (actual days) yang
dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal
gagal setelmen transaksi Operasi Moneter
sampai dengan tanggal jatuh waktu SDBI
(maturity date)
V. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN DAN NILAI SETELMEN TRANSAKSI
OPERASI MONETER MENGGUNAKAN SURAT BERHARGA DALAM
VALUTA ASING
1. Nilai nominal Surat Berharga dalam valuta asing yang diagunkan
pada setelmen first leg dihitung sebagai berikut:
Nilai nominal
Surat Berharga dalam
valuta asing yang diagunkan
Keterangan:
Nilai setelmen
first leg
Kurs transaksi
Harga Surat
Berharga
=
Kurs
transaksi
× (
Surat Berharga −Haircut)
Harga
Nilai setelmen
first leg
: besarnya nominal Rupiah yang
dimenangkan pada saat setelmen first leg
: kurs tengah dari kurs transaksi Bank
Indonesia pada tanggal transaksi
: harga Surat Berharga sebagaimana
diumumkan pada saat pelaksanaan
transaksi untuk Surat Berharga dalam
valuta asing (sovereign bond)
Haircut …
14
Haircut
: haircut sebagaimana diumumkan oleh Bank
Indonesia pada saat pelaksanaan transaksi
untuk Surat Berharga dalam valuta asing
(sovereign bond)
2. Kurs
Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai setelmen atas
transaksi yang menggunakan Surat Berharga dalam valuta asing
adalah kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi.
3. Nilai setelmen dana untuk setelmen second leg dihitung sebagai
berikut:
Nilai
setelmen =
second leg
Bunga
Transaksi Repo =
Nilai
setelmen
first leg
Nilai
setelmen
first leg
× Repo rate ×
+
Bunga
Transaksi Repo
Jangka waktu
360
Keterangan:
Jangka waktu : jangka waktu Transaksi Repo
VI. KRITERIA DAN PERSYARATAN PESERTA DAN LEMBAGA PERANTARA
OPERASI MONETER
1. Peserta Operasi Moneter
a. Bank Indonesia menetapkan kriteria Peserta Operasi
Moneter dengan mempertimbangkan aspek kapasitas,
kapabilitas, dan reputasi.
b. Peserta Operasi Moneter dalam Rupiah adalah Bank yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) berstatus aktif sebagai peserta di Sistem BI-ETP, BI-
SSSS, dan Sistem BI-RTGS;
2) memiliki rekening giro Rupiah di Bank Indonesia;
3) memiliki rekening surat berharga di BI-SSSS; dan
4)
tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter.
c. Peserta Operasi Moneter dalam valuta asing adalah Bank
devisa, yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) memiliki rekening giro valuta asing di Bank Indonesia;
2) memiliki …
15
2) memiliki rekening giro Rupiah di Bank Indonesia;
3)
tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter; dan/atau
4) memiliki rekening surat berharga di lembaga kustodian
yang ditunjuk Bank Indonesia, untuk transaksi Operasi
Moneter dengan Surat Berharga dalam valuta asing
yang tidak ditatausahakan di Bank Indonesia.
d. Peserta Operasi Moneter wajib:
1) menyediakan:
a) dana Rupiah di rekening giro di Bank Indonesia;
dan/atau
b) Surat Berharga di rekening Surat Berharga di BI-
SSSS,
yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
transaksi Operasi Moneter; dan/atau
2) mentransfer:
a) dana valuta asing ke rekening Bank Indonesia di
bank koresponden; dan/atau
b) Surat Berharga dalam valuta asing ke rekening
Surat Berharga di Bank Indonesia atau ke rekening
surat berharga Bank Indonesia di lembaga
kustodian yang ditunjuk oleh Bank Indonesia,
yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
transaksi Operasi Moneter.
e. Peserta Operasi Moneter melakukan transaksi Operasi
Moneter untuk kepentingan diri sendiri.
f. Peserta Operasi Moneter terdiri atas Peserta OPT dan Peserta
Standing Facilities.
g. Bank Indonesia dapat menunjuk Peserta OPT yang
memenuhi kriteria yang ditetapkan Bank Indonesia untuk
mendukung pelaksanaan transaksi Operasi Moneter.
h. Penunjukan Peserta OPT sebagaimana dimaksud dalam
huruf g dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
2. Lembaga …
16
2. Lembaga Perantara
a. Lembaga perantara melakukan transaksi OPT untuk
kepentingan peserta Operasi Moneter.
b. Lembaga perantara sebagaimana dimaksud dalam huruf a
terdiri atas:
1) pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing; dan
2) perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia sebagai dealer utama.
c. Perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam butir b.2)
hanya dapat menjadi lembaga perantara dalam Transaksi
Repo, Transaksi Reverse Repo, dan transaksi pembelian atau
penjualan SBN secara outright di pasar sekunder.
d. Persyaratan lembaga perantara adalah sebagai berikut:
1) berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP; dan
2)
tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh
Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas yang
berwenang.
VII. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 17/38/DPM tanggal 16 November 2015
perihal Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga
Perantara, dalam Operasi Moneter dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada 29 November
2016.
Agar …
17
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/29/DPM|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Kriteria dan Persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter </reg_title>
<set_date> 29 November 2016 </set_date>
<effective_date> 29 November 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '17/38/DPM|SE-BI/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '18/12/PBI/2016' </related_reg>
|
No. 6/7/DPM
Jakarta, 16 Februari 2004
November 2003
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal :
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/15/PBI/2003 tanggal 14 Agustus 2003 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4317) dan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank
Indonesia – Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 20042Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363)
dipandang perlu untuk mengatur petunjuk pelaksanaan mengenai Pemberian
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan :
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah…
2
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang
melaksanakan kegiatan usaha perbankan konvensional.
2. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut FPJP
adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank yang
hanya dapat digunakan untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka
Pendek.
3. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah suatu keadaan yang
dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang
lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch).
4. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer
dana elektronik antar Peserta dalam mata uang rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara
individual.
5. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana Transaksi Dengan Bank
Indonesia termasuk penatausahaannya dan Penatausahaan Surat
Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta,
Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS.
6. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI adalah
fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank untuk
mengatasi kesulitan pendanaan yang terjadi selama jam operasional
Sistem BI-RTGS karena nilai transaksi keluar (outgoing transaction)
melalui Sistem BI-RTGS pada saat tertentu lebih besar dibandingkan
dengan saldo rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia
7. Sertifikat…
3
7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
8. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat
berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan
pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa
berlakunya.
9. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Bank, Sub-Registry
dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia.
10. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing
serta perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
11. Pusat Informasi Pasar Uang yang selanjutnya disebut PIPU adalah
suatu sistem otomasi yang menyediakan informasi yang meliputi
namun tidak terbatas pada pasar uang rupiah dan valuta asing serta
informasi lainnya yang terkait dengan pasar keuangan bagi anggota,
pelanggan dan Bank Indonesia.
II. PRINSIP-PRINSIP FPJP
1. Bank yang dapat mengajukan FPJP, termasuk dalam rangka
perpanjangan FPJP dan pengalihan FLI menjadi FPJP, adalah Bank
yang menurut penilaian Bank Indonesia memiliki tingkat kesehatan
Cukup Baik.
2. Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sedang tidak dikenakan
sanksi penghentian sementara atau permanen sebagai peserta BI-SSSS.
3. FPJP…
4
3. FPJP digunakan untuk menutup saldo giro negatif yang dialami Bank
akibat ketidakmampuan Bank dalam penyelesaian kewajiban karena
sistem kliring dan atau untuk menutup penggunaan FLI yang tidak
dapat dilunasi Bank sampai dengan waktu pre-cut off time Sistem BI-
RTGS.
4. Dalam rangka penggunaan FPJP, Bank diberikan kesempatan untuk
melakukan perpanjangan FPJP yang jatuh tempo dengan ketentuan:
a. Bank melunasi bunga FPJP jatuh waktu terlebih dahulu.
b. Dalam hal Bank tidak dapat melunasi biaya bunga FPJP jatuh
waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank dapat
memperpanjang FPJP sebesar biaya bunga FPJP jatuh waktu yang
tidak dapat dilunasi ditambah nominal FPJP jatuh waktu
(kapitalisasi biaya bunga menjadi nominal).
5. Dalam rangka perpanjangan penggunaan FPJP sebagaimana dimaksud
dalam angka 4, nominal FPJP jatuh waktu dapat ditambahkan dengan
tambahan nominal FPJP baru dengan memperhatikan ketentuan
penggunaan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
6. Tambahan nominal FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 5
diakumulasikan terhadap nominal FPJP yang sedang digunakan Bank
dan jumlah hari penggunaan FPJP.
7. Jangka waktu FPJP ditetapkan sebagai berikut:
a. Jangka waktu setiap FPJP adalah 1 (satu) hari, yang dinyatakan
dalam hari kalender. Dalam hal FPJP memiliki tanggal jatuh
waktu yang bertepatan dengan hari Sabtu, Minggu atau hari libur
maka penyelesaian FPJP jatuh waktu adalah pada hari kerja
berikutnya.
b. Jangka…
5
b. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang untuk jangka waktu 1
(satu) hari berturut-turut hingga mencapai jumlah keseluruhan
jangka waktu FPJP yang digunakan Bank mencapai 90 (sembilan
puluh) hari, termasuk hari Sabtu, Minggu atau hari libur yang
dihitung sejak pertama kali Bank memanfaatkan FPJP.
c. Bank tidak dapat memperpanjang FPJP dalam hal atas
perpanjangan FPJP dimaksud mengakibatkan terlampauinya
jangka waktu maksimum FPJP selama 90 (sembilan puluh) hari.
8. Biaya Bunga FPJP
a. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang diterima
Bank sebesar nilai tertinggi dari :
1) Rata-rata tertimbang suku bunga Pasar Uang Antar Bank
(PUAB) sesi pagi overnight pada 1 (satu) hari sebelum
permohonan FPJP atau perpanjangan FPJP atau pengalihan
FLI menjadi FPJP ditambah marjin sebesar 200 (dua ratus)
basis point; atau
2) Rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1
(satu) bulan pada lelang terakhir ditambah marjin sebesar 200
(dua ratus) basis point.
b.
Perhitungan rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sebagaimana
dimaksud dalam butir a.1) diperoleh dari angka sebagaimana
tercantum pada PIPU.
c. Dalam hal pada 1 (satu) hari sebelum permohonan FPJP atau
perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP
sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) merupakan hari libur
maka angka rata-rata tertimbang suku bunga PUAB yang
digunakan…
6
digunakan adalah angka rata-rata tertimbang suku bunga PUAB
pada hari kerja terakhir sebelum hari libur.
9. Bank wajib menjamin FPJP dengan agunan milik Bank berupa SBI dan
atau SUN dengan ketentuan:
a. Nilai jual SBI dan atau nilai pasar SUN yang diagunakan
memiliki nilai sekurang-kurangnya sebesar nominal FPJP;
b. SBI yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu sekurang-
kurangnya 3 (tiga) hari kerja;
c. SUN yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu sekurang-
kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja.
III. PENGAJUAN FPJP
1. Dalam rangka penggunaan FPJP, termasuk perpanjangan FPJP
sebagaimana dimaksud dalam butir II.4., Bank dapat mengajukan
nominal FPJP disertai dengan agunan FPJP melalui sarana BI-RTGS
dari cut off warning Sistem BI-SSSS sampai dengan 15 (lima belas)
menit setelah waktu pre cut off time Sistem BI-RTGS.
2. Pengajuan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 selanjutnya
wajib ditegaskan dengan penyampaian Surat Pengajuan FPJP
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-1 kepada Bagian Operasi
Pasar Uang (OPU), Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM), Jl. MH
Thamrin No. 2, Jakarta 10010, disertai dengan:
a. Perjanjian Kredit sebagaimana contoh dalam Lampiran-2 yang
telah dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani oleh Direksi atau
Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran
Dasar Bank yang berlaku, atau Chief Executive Officer (CEO) atau
Pejabat…
7
Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing,
dalam rangkap 2 (dua); atau
b. Dalam hal Bank mengajukan perpanjangan FPJP, Bank
menyampaikan Addendum Perjanjian Kredit sebagaimana contoh
dalam Lampiran-3 yang telah dibubuhi meterai cukup dan telah
ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan
wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang berlaku, atau
CEO atau Pejabat Bank yang berwenang bagi kantor cabang Bank
Asing, dalam rangkap 2 (dua).
c. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana contoh dalam
Lampiran-4 yang telah dibubuhi meterai cukup dan
ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan
wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang
bersangkutan atau CEO atau Pejabat Bank yang berwenang bagi
Kantor Cabang Bank Asing, dalam rangkap 2 (dua).
3. Bagi Bank yang yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia (KPBI), Surat Pengajuan FPJP sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 diberikan tembusan kepada Direktorat Pengawasan
Bank terkait.
4. Bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia (KBI) namun tidak memiliki cabang di wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia (KPBI), Surat Pengajuan FPJP beserta
lampirannya sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan
kepada KBI setempat dengan terlebih dahulu mengirimkan faksimili
Surat Pengajuan FPJP kepada Bagian OPU.
5. Dalam hal Bank memiliki FLI dan tidak dapat melunasi FLI sampai
dengan batas waktu yang ditetapkan maka nominal FLI yang tidak
dapat…
8
dapat dilunasi secara otomatis dialihkan menjadi FPJP Bank melalui
sarana BI-SSSS.
6. Dalam hal terdapat pengalihan nilai FLI yang tidak dapat dilunasi
menjadi FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 5 maka berlaku
ketentuan:
a. Apabila Bank sedang tidak menggunakan FPJP, Bank wajib
menyampaikan akta Perjanjian Kredit FPJP.
b. Apabila Bank sedang menggunakan FPJP dan melakukan
perpanjangan FPJP, Bank wajib menyampaikan Addendum
Perjanjian Kredit dengan nilai FPJP sebesar FLI yang tidak dapat
dilunasi ditambah dengan nominal perpanjangan FPJP.
c. Dalam hal Bank tidak menyampaikan akta pengikatan kredit
sebagaimana dimaksud huruf a atau huruf b selambat-lambatnya 30
(tiga puluh) menit setelah waktu pengajuan FPJP berakhir maka
pengikatan kredit dilakukan berdasarkan kuasa menandatangani
Perjanjian Kredit atau Addendum Perjanjian Kredit dalam rangka
FPJP sebagaimana tercantum dalam Perjanjian Penggunaan FLI
dan Pengagunan yang telah ditandatangani Bank.
d. Akta pengikatan agunan dalam rangka pengalihan FLI menjadi
FPJP dibuat oleh Bank Indonesia berdasarkan kuasa gadai
sebagaimana diatur dalam ketentuan FLI yang berlaku.
7. Mekanisme pengajuan FPJP melalui sarana BI-SSSS dilakukan
mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang
BI-SSSS yang berlaku.
IV. PERHITUNGAN ...
9
IV. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP
1. Perhitungan nilai agunan FPJP dilakukan sebagai berikut:
a. Dalam hal agunan berupa SBI:
1) Nilai jual SBI pada saat pengajuan permohonan FPJP awal atau
perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP
sekurang-kurangnya sebesar 100% (seratus per seratus) dari
nilai permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau
pengalihan FLI menjadi FPJP.
2) Perhitungan nilai jual SBI dihitung berdasarkan rumus:
(nilai nominal) x 360
Nilai Jual = ------------------------------------------------------
360 + (tingkat diskonto x sisa jangka waktu)
3) Tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan nilai jual
SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 2) adalah harga rata-
rata tertimbang seri SBI yang akan diagunkan di pasar
sekunder yang tercatat pada sarana BI-SSSS pada 1 (satu) hari
sebelum pengajuan FPJP awal atau perpanjangan (market
rate).
4) Contoh perhitungan nilai agunan terkait dengan nominal FPJP
yang dapat digunakan dapat dilihat pada Lampiran-5.
b. Dalam hal agunan berupa SUN :
1) Nilai pasar SUN pada saat pengajuan permohonan FPJP awal
atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP
sekurang-kurangnya sebesar 105% (seratus lima per seratus)
dari nilai permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau
pengalihan FLI menjadi FPJP.
2) Nilai …
10
2) Nilai pasar SUN sebagaimana dimaksud dalam angka 1) adalah
angka rata-rata tertimbang harga beli SUN sesuai serinya yang
terjadi pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan FPJP (T-1)
di pasar sekunder sebagaimana tercantum pada sarana BI-
SSSS.
3) Dalam hal tidak terdapat harga rata-rata tertimbang dari seri
SUN yang akan diagunkan maka digunakan harga rata-rata
tertimbang dari transaksi terakhir yang terjadi di pasar
sekunder sebagaimana tercantum pada sarana BI-SSSS.
4) Dalam hal seri SUN yang diagunkan belum ditransaksikan di
pasar sekunder maka digunakan nilai par atau nilai nominal
SUN.
5) Contoh perhitungan nilai agunan terkait dengan nominal FPJP
yang dapat digunakan Bank dapat dilihat pada Lampiran-5.
c. Dalam hal Bank menggunakan SUN dan SBI sebagai agunan FPJP
maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b
diterapkan untuk masing-masing jenis surat berharga yang
diagunkan.
2. Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan SBI dan
atau SUN yang telah diagunkan sebelumnya sepanjang nilai jual SBI
dan atau nilai pasar SUN masih memenuhi ketentuan perhitungan
nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan ketentuan sisa
jangka waktu SBI dan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.b.
dan butir II.9.c.
4. Mekanisme…
11
4. Mekanisme pengagunan SBI dan atau SUN melalui sarana BI-SSSS
dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat
Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku.
V. PERSETUJUAN FPJP
1. Bank Indonesia akan meneliti setiap pengajuan FPJP yang
disampaikan Bank setelah Bank melengkapi persyaratan yang
ditetapkan dalam Surat Edaran ini.
2. Bank Indonesia menolak permohonan FPJP yang tidak memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini.
3. Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan FPJP
kepada Bank melalui sarana BI-SSSS.
4. Dalam hal nominal FPJP yang disetujui berbeda dari nominal FPJP
yang diajukan, Bank wajib menyampaikan kembali Perjanjian Kredit
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-2 dan atau Addendum
Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-3 dan atau
Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran-4 yang telah disesuaikan dengan nominal FPJP yang
disetujui Bank Indonesia.
5. Terhadap nilai FPJP yang disetujui, Bank Indonesia akan mengkredit
rekening giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia
sebesar nominal FPJP yang disetujui melalui Sistem BI-RTGS.
VI. PELUNASAN FPJP
1. Pada tanggal FPJP jatuh waktu, Bank Indonesia mendebet rekening
giro Rupiah Bank di Bank Indonesia dengan mendahulukan
pembayaran biaya bunga FPJP kemudian pelunasan FPJP.
2. Pendebetan …
12
2. Pendebetan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan oleh
Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS sebesar biaya bunga FPJP
jatuh waktu yang dilakukan pada saat Sistem BI-SSSS dibuka dan
pendebetan sebesar nominal FPJP jatuh waktu yang dilakukan pada
pukul 16.00 WIB.
3. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia tidak
mencukupi untuk membayar biaya bunga dan atau nominal FPJP
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 sampai dengan cut off warning
Sistem BI-RTGS, Bank dapat memperpanjang FPJP sepanjang masih
memenuhi persyaratan untuk memperoleh FPJP.
4. Mekanisme pelunasan FPJP melalui sarana BI-SSSS dilakukan
mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
tentang BI-SSSS yang berlaku.
VII. EKSEKUSI AGUNAN
1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP, dalam
hal Bank tidak dapat melunasi FPJP dan atau Bank tidak dapat
memperpanjang FPJP dan atau Bank dikenakan sanksi untuk tidak
dapat memperoleh FPJP yang disebabkan Bank melakukan
pelanggaran atas ketentuan agunan dan atau penyimpangan
penggunaan FPJP.
2. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 maka
Bank Indonesia akan mengalihkan pencatatan agunan FPJP ke
rekening penampungan (special account) melalui sarana BI-SSSS.
3. Bank Indonesia akan melakukan proses eksekusi agunan pada 1 (satu)
hari kerja setelah terjadinya kondisi sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dengan cara:
a. Dalam ...
13
a. Dalam hal agunan berupa SBI, eksekusi agunan dilakukan dengan
cara pelunasan SBI sebelum jatuh waktu.
b. Dalam hal agunan berupa SUN, eksekusi agunan dilakukan
dengan cara penjualan melalui Pialang berdasarkan harga
penawaran yang terbaik.
c. Pialang sebagaimana dimaksud dalam huruf b adalah Pialang
yang dinilai aktif dalam transaksi SUN di pasar perdana dan
transaksi perdagangan SUN di pasar sekunder selama 3 (tiga)
bulan terakhir.
4. Terhadap pelaksanaan eksekusi agunan SUN sebagaimana dimaksud
dalam butir 3.b. berlaku ketentuan:
a. Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank atau perorangan
yang telah memiliki rekening penatausahaan surat berharga di Sub
Registry.
b. Pada hari pelaksanaan eksekusi agunan, Pialang memberikan
laporan kepada Bank Indonesia c.q. Bagian OPU yang meliputi
nama calon pembeli, kuantitas dan harga penawaran yang
diajukan calon pembeli selambat-lambatnya sampai dengan pukul
16.00 WIB melalui sarana BI-SSSS dan atau faksimili.
c. Bank Indonesia akan mengumumkan calon pembeli agunan yang
penawarannya diterima melalui Pialang.
d. Bank pembeli agunan atau perserorangan yang bertindak sebagai
pembeli agunan melalui Sub Registry melakukan setelmen dana
ke rekening nomor 564.000617 "Bagian OPU untuk
Penampungan Hasil Eksekusi Agunan FPJP" di Bank Indonesia
pada…
14
pada 1 (satu) hari kerja setelah diumumkan sebagai pembeli
agunan oleh Bank Indonesia
e. Berdasarkan setelmen dana sebagaimana dimaksud dalam huruf
d, Bank Indonesia memindahkan agunan FPJP dari rekening
penampungan (special account) ke rekening surat berharga milik
pembeli agunan.
5. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses penjualan agunan
adalah menjadi beban Bank penerima FPJP dan Bank Indonesia akan
melakukan pendebetan rekening giro Bank di Bank Indonesia.
6. Selama agunan belum dapat dieksekusi, Bank tetap dikenakan biaya
bunga FPJP sebesar biaya bunga FPJP terakhir.
7. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari jumlah FPJP
ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi
agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank di
Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai dimaksud.
8. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari jumlah FPJP
ditambah dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan
FPJP, Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank
Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud.
9. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk
pendebetan sebagaimana dimaksud dalam angka 8, Bank wajib
menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud
kepada Bank Indonesia.
VIII. PENGAWASAN…
15
VIII. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Bank
atas penggunaan FPJP.
2. Dalam hal Bank telah menggunakan FPJP selama 5 (lima) hari kerja
secara berturut-turut, Bank wajib menyampaikan action plan
penyelesaian FPJP kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait atau
Tim Pengawas Bank di KBI setempat.
IX. SANKSI
Bank dikenakan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan
agunan FPJP dan atau penyimpangan penggunaan FPJP berupa:
1. tidak diperkenankan memperoleh FPJP dalam jangka waktu tertentu;
dan
2. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal 52 ayat (2)
Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 antara
lain berupa teguran tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan
kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan atau pemberhentian
pengurus Bank.
X. PENUTUP
Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 5/20/DPM tanggal 23 September 2003 perihal Tata Cara
Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum dinyatakan
tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari
2004.
Agar…
16
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/7/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 16 Februari 2004 </set_date>
<effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '5/20/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> '6/2/PBI/2004', '5/15/PBI/2003' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX' </penalty_list>
|
No.14/ 30 /DInt
Jakarta, 22 Oktober 2012
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal
Pinjaman Luar Negeri Bank
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4467) sebagaimana telah beberapa kali
diubah, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/7/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5193) dan untuk memperjelas mekanisme perpanjangan (roll over)
pinjaman luar negeri jangka panjang, perlu menyisipkan 1 (satu) butir
baru di antara butir I.D.3.f dan I.D.3.g, yakni butir I.D.3.f1 dalam
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari
2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank sebagaimana telah diubah
dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/32/DInt tanggal 14
Oktober 2008 sebagai berikut :
3. Permohonan Persetujuan Masuk Pasar
a. Bank yang akan masuk pasar untuk memperoleh PLN
Jangka Panjang wajib terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari Bank Indonesia.
b. Bank ...
b. Bank yang akan masuk pasar wajib menyampaikan
permohonan persetujuan rencana masuk pasar kepada
Bank Indonesia c.q Departemen Internasional (DInt) paling
lambat 1 (satu) bulan sebelum masuk pasar dengan
mencantumkan hal-hal sebagai berikut :
1) Rencana waktu/tanggal masuk pasar.
2) Informasi terms and conditions pinjaman, meliputi :
a) mata uang, jumlah dan bentuk pinjaman;
b) pemberi pinjaman (untuk penerbitan surat utang atau
pinjaman sindikasi memperhatikan region/negara
potensial pembeli/target pembeli serta underwriter
atau lead manager);
c) hubungan dengan peminjam;
d) jangka waktu pinjaman, termasuk masa tenggang
(grace period);
e) maturity pinjaman (pokok dan bunga);
f) suku bunga indikatif pinjaman;
g) biaya-biaya dan all in cost pinjaman;
h) debt covenant;
i) lain-lain (jika terdapat hal-hal lain yang perlu
disampaikan).
3) Alasan dan tujuan melakukan pinjaman.
4) Analisis forecast cashflow yang dibuat Bank, sesuai
dengan tenor pinjaman dengan memperhatikan current
exposure Bank dan komposisi utang lainnya termasuk
dalam rupiah.
5) Analisis kesiapan risk management/assessment Bank
terhadap risiko (yang diuraikan Bank antara lain risiko
kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar).
6) Draft perjanjian pinjaman (jika ada).
Penjelasan ...
Penjelasan masing-masing item dapat disampaikan
dalam lembaran-lembaran terpisah.
Bank yang dapat mengajukan permohonan masuk pasar
sewaktu-waktu adalah Bank dalam pengawasan khusus
(special surveillance) sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan
Penetapan Status Bank.
Rencana masuk pasar yang perlu dimintakan persetujuan
termasuk rencana roll over PLN Jangka Panjang dan
rencana roll over PLN Jangka Pendek menjadi PLN Jangka
Panjang.
c. Persetujuan masuk pasar yang diberikan oleh Bank
Indonesia berlaku untuk jangka waktu selama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal persetujuan masuk pasar diberikan.
d. Bank yang belum dapat merealisasikan masuk pasarnya
dalam waktu 3 (tiga) bulan, harus melaporkan alasan
pembatalan atau penundaannya dengan menggunakan
formulir Laporan Realisasi Masuk Pasar.
e. Dalam hal melampaui 3 (tiga) bulan dan Bank tetap akan
masuk pasar maka Bank wajib meminta persetujuan
masuk pasar kembali dengan prosedur sebagaimana
ketentuan tatacara masuk pasar.
f. Bank dapat merealisasikan masuk pasar secara bertahap
sepanjang tidak melampaui jangka waktu 3 (tiga) bulan
sejak persetujuan masuk pasar diberikan oleh Bank
Indonesia.
f1. Realisasi untuk persetujuan roll over PLN Jangka Panjang
dan/atau roll over PLN Jangka Pendek menjadi PLN Jangka
Panjang dapat disesuaikan dengan jatuh tempo per tranche.
g. Apabila ...
g. Apabila permohonan ijin masuk pasar Bank ditolak, maka
sewaktu-waktu Bank dapat mengajukan permohonan ijin
masuk pasar kembali.
h. Apabila dalam pelaksanaannya Bank melakukan penarikan
dan pelunasan PLN Jangka Panjang dalam kurun waktu
kurang dari 1 (satu) tahun, maka PLN Jangka Panjang
tersebut dikategorikan sebagai PLN Jangka Pendek. Sebagai
contoh prepayment, revolving, atau penarikan dan
pelunasan bertahap yang masing-masing dilakukan dalam
kurun waktu kurang dari 1 (satu) tahun.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 22 Oktober 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARTADI A. SARWONO
DEPUTI GUBERNUR
DInt
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/30/DInt|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/1/DInt tanggal 15 Februari 2007 perihal Pinjaman Luar Negeri Bank </reg_title>
<set_date> 22 Oktober 2012 </set_date>
<effective_date> 22 Oktober 2012 </effective_date>
<changed_reg> '9/1/DInt|SE-BI/2007' </changed_reg>
<extension_of> '10/32/DInt|SE-BI/2008' </extension_of>
<related_reg> '9/1/DInt|SE-BI/2007', '7/1/PBI/2005', '10/32/DInt|SE-BI/2008', '13/7/PBI/2011' </related_reg>
|
No. 10/15/DASP
Jakarta, 27 Maret 2008
S U R A T E D A R A N
Perihal: Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia
Dalam rangka mendukung peningkatan keamanan dan kelancaran
penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dipandang
perlu melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Lampiran Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SE SKNBI) yaitu Ketentuan Mengenai Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia sebagai berikut:
1. Ketentuan Bab I butir D.9 mengenai TPPK Proximity dihapus;
2. Ketentuan Bab III butir D.1.g, butir D.2.d, butir D.3.e, butir D.4.a, butir
D.4.b dan butir D.5.g mengenai penggantian TPPK apabila terjadi
perubahan nama Bank, perubahan sebutan nama kantor Peserta, perubahan
alamat Peserta, penggabungan usaha (merger), peleburan usaha
(konsolidasi), dan perubahan Bank Konvensional menjadi Bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah diubah, serta
penggunaan istilah “private key” diganti menjadi “security key”. Disamping
itu, dalam ketentuan butir D.4.a dan butir D.4.b ditambahkan pengaturan
mengenai mekanisme pendaftaran TPK dalam hal terjadi merger dan
konsolidasi Bank;
3. Ketentuan Bab IV butir A mengenai Kewajiban dan Tanggung Jawab Bank
sebagai Peserta, khususnya terkait dengan tujuan ditetapkannya kewajiban
bagi Peserta dan konsekuensi bagi Peserta yang tidak melaksanakan
kewajiban, diubah;
4. Ketentuan …
4. Ketentuan Bab V butir B.1.b.5), butir B.2.b, butir B.3.b, dan butir C.2
mengenai Dokumen Kliring untuk Kliring Debet, khususnya terkait dengan
pencetakan Daftar DKE Yang Ditolak Per Peserta Penerima dan pencetakan
BPR-Kliring Penyerahan serta RWD-Kliring Pengembalian, diubah;
5. Ketentuan Bab VII butir A.1.b.2), butir A.2.a.5)a), butir A.2.b.2), butir
B.1.b.2), butir B.2.a.5)a)(2), butir B.2.b.2), butir C.1.b.2), dan butir C.2.b.2)
mengenai kegiatan petugas PKL di kantor PKL dalam proses
penyelenggaraan Kliring Debet serta persiapan Warkat debet dan Dokumen
Kliring untuk Kliring pengembalian oleh Peserta diubah, ketentuan butir J.3
ditambahkan ketentuan mengenai kegiatan pencocokan bundel Warkat dan
media rekam data elektronis oleh Peserta pada saat di kantor PKL, dan
ketentuan butir K.1.c mengenai ketidakhadiran Peserta pada wilayah
Kliring On-line Otomasi dan Off-line Otomasi dihapus;
6. Ketentuan Bab VIII butir A.3.b.2)b)(2) mengenai kegiatan petugas PKL di
kantor PKL dalam proses penyelenggaraan Kliring Kredit diubah;
7. Ketentuan pada Bab IX butir A.1.a, butir A.2.b, butir B.1.e, butir B.1.f,
butir B.3.e, butir B.4.a.3), butir B.4.a.4), butir B.4.b.5), dan butir B.4.b.6)
mengenai ruang lingkup kegiatan Perusahaan Jasa Kurir, persyaratan
penggunaan Perusahaan Jasa Kurir dan TPPK diubah;
8. Ketentuan pada Bab IX butir B.2 dan butir B.3.c mengenai jenis TPPK dan
bentuk TPPK dihapus;
9. Ketentuan dalam Lampiran 7.1 tentang Alasan Penolakan Warkat Debet
dan/atau DKE Debet pada Kliring Pengembalian mengenai
Penyelenggaraan Kliring Debet diubah;
10. Lampiran 9 tentang Contoh Informasi yang tercantum dalam TPPK untuk
Peserta diubah;
11. Lampiran 15 tentang Daftar Alasan Penolakan dan Sanksi Kewajiban
Membayar atas Penolakan Warkat Debet dan/atau DKE Debet diubah.
Dengan …
Dengan demikian, perubahan Lampiran SE No. 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005
perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir
dengan SE No. 9/15/DASP tanggal 29 Juni 2007 secara keseluruhan menjadi
sebagaimana terlampir, yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2008
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DYAH N.K. MAKHIJANI
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/15/DASP|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 27 Maret 2008 </set_date>
<effective_date> 1 April 2008 </effective_date>
<changed_reg> '7/26/DASP|SE-BI/2005' </changed_reg>
<extension_of> '9/15/DASP|SE-BI/2007' </extension_of>
<related_reg> '7/26/DASP|SE-BI/2005' </related_reg>
|
1
No. 18/36/DPSP
2015
Jakarta, 16 Desember 2016
S U R A T E D A R A N
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
17/32/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara
Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan
Penatausahaan Surat Berharga Negara
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008
tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4888) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/19/PBI/2015 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 274, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5763), dan dalam rangka mengantisipasi
penerbitan Surat Utang Negara dalam valuta asing dengan denominasi Euro di
Pasar Perdana domestik, perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 17/32/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara
Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat
Berharga Negara sebagai berikut:
1. Ketentuan butir III.A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
A. Ketentuan dan Persyaratan Setelmen dan Pencatatan Transaksi
SBN
1. Central Registry melaksanakan pencatatan penerbitan SBN
sesuai ketentuan dan persyaratan (term and condition)
termasuk adendum ketentuan dan persyaratan (term and
condition) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama
Menteri.
2. Pada tanggal Setelmen SBN, Central Registry melakukan
Setelmen atas:
a. hasil Lelang SBN yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia ...
2
b. transaksi SBN
Indonesia berdasarkan surat dari Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas
nama Menteri mengenai keputusan hasil lelang;
dengan Pemerintah
diselenggarakan di luar Bank Indonesia, berdasarkan
surat dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan
dan Risiko untuk dan atas nama Menteri mengenai
hasil transaksi SBN dengan Pemerintah; dan/atau
c. transaksi SBN di Pasar Sekunder berdasarkan instruksi
Setelmen dari Peserta BI-SSSS.
3. Penatausahaan SBN untuk kepentingan nasabah dilakukan
Sub-Registry berdasarkan persetujuan Central Registry
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan
surat berharga melalui BI-SSSS.
4. Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening Surat
Berharga harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan
Setelmen dan pencatatan kepemilikan SBN.
5. Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 yang tidak memiliki Rekening Giro
di Bank Indonesia harus menunjuk Bank Pembayar untuk
pelaksanaan Setelmen dana atas transaksi SBN.
6. Penunjukan Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam
angka 5 dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS.
7. Dalam hal SBN yang ditransaksikan adalah SUN dalam
valuta asing dengan denominasi Euro, Peserta menunjuk
Bank Indonesia sebagai Bank Pembayar untuk pelaksanaan
Setelmen dana atas transaksi SBN.
8. Berdasarkan penunjukan Peserta sebagaimana dimaksud
dengan angka 7, Bank Indonesia memberikan konfirmasi
atas kesediaan sebagai Bank Pembayar antara lain berisi
nomor dan nama rekening dana, SWIFT code Bank
Indonesia, nomor rekening Bank Indonesia, nama bank
koresponden ...
yang
3
koresponden Bank Indonesia, dan SWIFT code bank
koresponden.
9. Format surat penunjukan Bank Indonesia sebagai Bank
Pembayar sebagaimana dimaksud dalam angka 7 mengacu
pada Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
10. Setelmen dana atas transaksi SBN menggunakan rekening
dana di Bank Indonesia milik Peserta BI-SSSS atau Bank
Pembayar yang terdiri atas:
a. Rekening Giro Rupiah;
b. Rekening Giro valuta asing; dan/atau
c.
rekening lainnya untuk pelaksanaan Setelmen dana.
11. Pada tanggal Setelmen SBN, Peserta Transaksi dan Bank
Pembayar harus menjamin kecukupan dana pada rekening
dana Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar
sebagaimana dimaksud dalam angka 7 untuk pelaksanaan
Setelmen dana hasil transaksi SBN.
12. Pada tanggal Setelmen transaksi SBN di Pasar Sekunder,
pihak yang harus menjamin kecukupan SBN dan/atau
dana untuk pelaksanaan Setelmen adalah sebagai berikut:
a. penjual atau Sub-Registry menjamin kecukupan seri
dan nilai nominal SBN pada Rekening Surat Berharga;
dan/atau
b. pembeli atau Bank Pembayar menjamin kecukupan
dana pada rekening dana sebagaimana dimaksud
dalam angka 7 yang ditetapkan untuk pelaksanaan
Setelmen dana.
13. Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SBN atas nama
nasabah secara individual dalam sistem internal Sub-
Registry pada tanggal yang sama dengan tanggal
pelaksanaan Setelmen SBN.
2. Ketentuan butir III.B.6.b.2) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2) Pada tanggal Setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta asing
dengan cara Private Placement, Central Registry melakukan
Setelmen ...
4
Setelmen dengan prosedur sebagai berikut:
a) Setelmen Dana
(1) Setelmen dana dilakukan dengan:
(a) mendebit rekening dana Peserta dan/atau Bank
Pembayar sebagaimana dimaksud dalam butir
III.A.7 yang ditetapkan untuk pelaksanaan
Setelmen dana; dan
(b) mengkredit Rekening Giro valuta asing
Pemerintah di Bank Indonesia,
sebesar nilai Setelmen dana.
(2) Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang
ditunjuk harus menyediakan dana dalam valuta asing
pada rekening dana yang ditetapkan untuk
pelaksanaan Setelmen hasil transaksi penjualan SUN
dalam valuta asing.
(3) Dana sebagaimana dimaksud dalam angka (2) harus
telah efektif pada rekening giro di bank koresponden
Bank Indonesia, pada 1 (satu) hari kerja sebelum
tanggal Setelmen SUN dalam valuta asing, yaitu di:
(a) Federal Reserve Bank of New York, New York
untuk SUN dalam valuta asing dengan
denominasi Dolar Amerika Serikat (USD); atau
(b) The Deutsche Bundesbank, Frankfurt untuk
SUN dalam valuta asing dengan denominasi
Euro (EUR).
(4) Dalam penyediaan dana sebagaimana dimaksud
dalam angka (2), Peserta Transaksi harus
mengirimkan informasi penyetoran valuta asing
kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional
Tresuri dan Pinjaman - Divisi Penyelesaian Transaksi
Devisa melalui sarana SWIFT (MT 299).
(5) Pengiriman informasi sebagaimana dimaksud dalam
angka (4) dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal Setelmen dana pada pukul 14.00
WIB ...
5
WIB, yang paling sedikit berisi:
(a)
tanggal valuta;
(b) mata uang dan nominal;
(c) nomor rekening dana di Bank Indonesia; dan
(d) nama bank koresponden Bank Indonesia.
b) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-
Registry yang ditunjuk sebesar total nilai nominal SUN
dalam valuta asing.
3) Dalam hal saldo rekening dana Peserta Transaksi dan/atau Bank
Pembayar sebagaimana dimaksud dalam butir 2)a)(1) tidak
mencukupi untuk Setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta
asing sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (cut-
off warning BI-SSSS) maka Setelmen transaksi hasil penjualan
SUN dalam valuta asing dengan cara Private Placement yang
dilakukan oleh Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar
dinyatakan gagal.
3. Ketentuan butir III.B.7.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
b. Central Registry melakukan Setelmen hasil lelang SUN dalam
valuta asing yang dinyatakan menang pada tanggal Setelmen hasil
lelang SUN dalam valuta asing, dengan prosedur sebagai berikut:
1)
Setelmen Dana
a)
Setelmen dana dilakukan dengan:
(1) mendebit rekening dana Peserta dan/atau Bank
Pembayar sebagaimana dimaksud dalam butir
III.A.7 yang ditetapkan untuk pelaksanaan
Setelmen dana; dan
(2) mengkredit Rekening Giro valuta asing
Pemerintah di Bank Indonesia,
sebesar nilai Setelmen dana.
b)
Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang
ditunjuk harus menyediakan dana dalam valuta asing
pada rekening dana yang ditetapkan untuk
pelaksanaan ...
6
pelaksanaan Setelmen hasil transaksi lelang SUN
dalam valuta asing di Pasar Perdana.
c) Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b) harus
telah efektif pada rekening giro di bank koresponden
Bank Indonesia, pada 1 (satu) hari kerja sebelum
tanggal Setelmen SUN dalam valuta asing, yaitu di:
(1) Federal Reserve Bank of New York, New York
untuk SUN dalam valuta asing dengan
denominasi Dolar Amerika Serikat (USD); atau
(2) The Deutsche Bundesbank, Frankfurt untuk
SUN dalam valuta asing dengan denominasi
Euro (EUR).
d) Dalam penyediaan dana sebagaimana dimaksud
dalam butir c)(2), Peserta Transaksi harus
mengirimkan informasi penyetoran valuta asing
kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional
Tresuri dan Pinjaman - Divisi Penyelesaian Transaksi
Devisa melalui sarana SWIFT (MT 299).
e)
Pengiriman informasi sebagaimana dimaksud dalam
huruf d) dilakukan paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal Setelmen dana pada pukul 14.00
WIB, yang paling sedikit berisi:
(1)
tanggal valuta;
(2) mata uang dan nominal;
(3) nomor rekening dana di Bank Indonesia; dan
(4) nama bank koresponden Bank Indonesia.
(3) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-
Registry yang ditunjuk sebesar total nilai nominal SUN
dalam valuta asing yang dinyatakan menang.
4. Ketentuan butir III.E.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Prosedur pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau
pelunasan pokok/nilai nominal SBN dalam valuta asing dilakukan
dengan ...
7
dengan prosedur sebagai berikut:
a. Central Registry sebagai agen pembayar melakukan
pembayaran bunga pada tanggal pembayaran bunga
(kupon)/imbalan dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal
SUN dalam valuta asing pada tanggal jatuh tempo SUN
dalam valuta asing;
b.
pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau pelunasan
pokok/nilai nominal SUN dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dihitung berdasarkan posisi
pencatatan kepemilikan SUN dalam valuta asing di
Central Registry;
c.
perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf b
dilakukan 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal pembayaran
bunga (kupon)/imbalan dan/atau tanggal jatuh tempo
pelunasan pokok/nilai nominal SUN dalam valuta asing,
sesuai dengan ketentuan dan persyaratan (term and
condition) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama
Menteri;
d.
pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau pelunasan
pokok/nilai nominal SUN dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mendebit
Rekening Giro valuta asing Pemerintah dan mengkredit
sebesar bunga (kupon)/imbalan dan/atau pokok/nilai
nominal SUN dalam valuta asing pada rekening dana
sebagai berikut:
1) Rekening Giro valuta asing Bank untuk kepemilikan
SUN dalam valuta asing atas nama Bank tersebut;
2) Rekening Giro valuta asing Bank Pembayar yang
ditunjuk oleh Sub-Registry untuk kepemilikan SUN
dalam valuta asing atas nama nasabah Sub-Registry;
dan/atau
3)
rekening lainnya yang ditetapkan untuk pembayaran
bunga (kupon)/imbalan dan/atau pokok/nilai
nominal ...
8
nominal SUN dalam valuta asing;
e.
Sub-Registry harus melakukan pembayaran bunga
(kupon)/imbalan dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal
SUN dalam valuta asing dengan mengkredit rekening
nasabah yang tercatat di Sub-Registry sebesar bunga
(kupon)/imbalan dan/atau pokok/nilai nominal SUN dalam
valuta asing;
f.
pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf e
dilakukan oleh Sub-Registry dengan menggunakan tanggal
valuta pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau
pelunasan pokok/nilai nominal SUN dalam valuta asing
yang dilakukan oleh Bank Indonesia; dan
g.
dalam hal Bank Indonesia bertindak sebagai Bank
Pembayar untuk SUN dalam valuta asing dengan
denominasi Euro, Bank Indonesia akan meneruskan
pembayaran bunga (kupon)/imbalan dan/atau pelunasan
pokok/nilai nominal ke rekening bank koresponden Peserta.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16
Desember 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/36/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/32/DPSP tanggal 13 November 2015 perihal Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara </reg_title>
<set_date> 16 Desember 2016 </set_date>
<effective_date> 16 Desember 2016 </effective_date>
<changed_reg> '17/32/DPSP|SE-BI/2015' </changed_reg>
<related_reg> '17/32/DPSP|SE-BI/2015', '10/13/PBI/2008', '17/19/PBI/2015' </related_reg>
|
No. 16/18/DPSP
Jakarta, 28 November 2014
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PESERTA
SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
12/1/DASP tanggal 21 Januari 2010 perihal Penyelenggaraan
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/6/PBI/2008 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4820) dan dalam
rangka lebih mendorong peningkatan efisiensi sistem pembayaran
mengingat masyarakat dapat menggunakan Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia untuk transfer dana selain Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement, perlu dilakukan perubahan atas Bab III butir A.11
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal 21
Januari 2010 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement sebagai berikut:
1. Ketentuan butir a.2).e) dihapus sehingga butir a.2) berbunyi sebagai
berikut:
2) Menjamin RCC, jaringan komunikasi data leased line, dan
fasilitas dial up berfungsi dengan baik
Dalam rangka menjamin RCC, jaringan komunikasi data leased
line, dan fasilitas dial up agar dapat berfungsi dengan baik,
Penyelenggara melakukan:
a) Pengelolaan ...
2
a) Pengelolaan RCC
Kegiatan pengelolaan RCC antara lain meliputi:
(1) penentuan petugas yang berhak mengoperasikan RCC;
(2) mengelola database RCC; dan
(3) mengelola dan menetapkan parameter RCC.
b) Pengoperasian RCC
Kegiatan pengoperasian RCC meliputi:
(1) proses awal hari;
(2) proses operasional; dan
(3) proses akhir hari.
c) Pengelolaan jaringan komunikasi data leased line dan
fasilitas dial up
Pengelolaan jaringan komunikasi data leased line dan
fasilitas dial up dilakukan antara lain dengan menyediakan
petugas help desk untuk membantu apabila terjadi
permasalahan jaringan komunikasi data leased line Peserta
dan mengelola fasilitas dial up yang digunakan sebagai
jaringan komunikasi data back up.
d) Meletakkan RCC dalam ruangan tertutup dengan akses
terbatas pada pegawai-pegawai yang berwenang untuk
menggunakan RCC.
e) Dihapus.
f) Memiliki standar layanan minimum penyelenggaraan
Sistem BI-RTGS.
2. Ketentuan huruf a ditambahkan 1 (satu) angka pengaturan, yakni
angka 12) yang berbunyi sebagai berikut:
12) Menetapkan nilai nominal transaksi antar-Bank untuk
kepentingan nasabah yang dapat dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS yaitu lebih dari Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
per transaksi.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 15
Desember 2014.
Agar ...
3
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DIAH PBA LUBIS
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/18/DPSP|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/1/DASP tanggal 21 Januari 2010 perihal Penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 28 November 2014 </set_date>
<effective_date> 15 Desember 2014 </effective_date>
<changed_reg> '12/1/DASP|SE-BI/2010' </changed_reg>
<related_reg> '12/1/DASP|SE-BI/2010 | Lampiran Bab III butir A.11', '10/6/PBI/2008' </related_reg>
|
No. 15/39/DPNP
Jakarta, 17 September 2013
SURAT EDARAN
KEPADA
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal :
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
15/20/DKBU tanggal 22 Mei 2013 perihal Laporan
Bulanan Bank Perkreditan Rakyat.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/51/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor
145, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4580)
tentang Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat dan memperhatikan
permasalahan dalam penyampaian Laporan Bulanan, serta dalam rangka
menjaga kesinambungan dan kualitas data yang dikelola oleh Bank
Indonesia maka perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 15/20/DKBU tanggal 22 Mei 2013 perihal Laporan
Bulanan Bank Perkreditan Rakyat sebagai berikut:
1. Ketentuan dalam angka VII diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
VII. KETENTUAN PERALIHAN
A. Penyusunan dan penyampaian Laporan Bulanan dan/atau
Koreksi Laporan Bulanan untuk posisi sebelum bulan
November 2013 tetap berpedoman pada Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 8/7/DPBPR tanggal 23 Februari 2006
perihal . . .
2
perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/15/DKBU tanggal 11 Juni 2010
yang dilakukan secara on-line melalui fasilitas ekstranet
Bank Indonesia.
B. Dalam hal BPR Pelapor tidak dapat menyampaikan Laporan
Bulanan secara on-line sebagaimana dimaksud dalam huruf
A, BPR Pelapor dapat menyampaikan secara off-line dalam
bentuk compact disc (CD) atau media perekam data
elektronik lainnya disertai hasil validasi kepada Bank
Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR pelapor.
C. Khusus untuk posisi laporan bulan Agustus 2013,
penyampaian Laporan Bulanan dan/atau Koreksi Laporan
Bulanan sebagaimana dimaksud dalam huruf A dilakukan
paling lambat pada akhir bulan September 2013 secara on-
line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia. Dalam hal
batas waktu penyampaian pada akhir bulan September 2013
terlampaui maka BPR Pelapor dikenakan sanksi
keterlambatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/51/PBI/2005 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 145, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4580) tentang
Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat.
D. Selain menyampaikan Laporan Bulanan sebagaimana
dimaksud dalam huruf A, BPR Pelapor juga wajib melakukan
uji coba penyampaian Laporan Bulanan untuk posisi bulan
Juni sampai dengan bulan Oktober 2013 yang disampaikan
paling lambat pada setiap akhir bulan berikutnya dengan
berpedoman pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
15/20/DKBU tanggal 22 Mei 2013 perihal Laporan Bulanan
Bank Perkreditan Rakyat.
2. Ketentuan . . .
3
2. Ketentuan dalam butir VIII. A diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
A. BPR Pelapor wajib menyusun dan menyampaikan Laporan
Bulanan kepada Bank Indonesia sejak posisi bulan November
2013 dengan berpedoman pada Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 15/20/DKBU tanggal 22 Mei 2013 perihal Laporan
Bulanan Bank Perkreditan Rakyat.
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan
berlaku surut sejak tanggal 13 September 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
IRWAN LUBIS
KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN
DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/39/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/20/DKBU tanggal 22 Mei 2013 perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat. </reg_title>
<set_date> 17 September 2013 </set_date>
<effective_date> pada tanggal 17 September 2013 dan berlaku surut sejak tanggal 13 September 2013 </effective_date>
<changed_reg> '15/20/DKBU|SE-BI/2013' </changed_reg>
<related_reg> '15/20/DKBU|SE-BI/2013', '7/51/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 15/34/DPSP
Jakarta, 27 Agustus 2013
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
12/29/DASP tanggal 10 November 2010 perihal Tata
Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/29/PBI/2008 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
174, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4922)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/13/PBI/2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5147), dan penambahan jenis surat berharga yang dapat digunakan
sebagai eligible collateral pada transaksi fasilitas likuiditas intrahari,
perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
12/29/DASP tanggal 10 November 2010 perihal Tata Cara Pemberian
Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum sebagai berikut:
1. Di antara butir 12 dan butir 13 Bab I disisipkan butir 12.a yang
berbunyi sebagai berikut:
12.a. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disebut
SDBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya
antar Bank.
2. Ketentuan butir 2.a Bab II diubah sehingga butir 2 berbunyi sebagai
berikut:
2. Bank dapat menggunakan FLI jika memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Memiliki …
2
a. memiliki surat berharga yang dapat di-Repo-kan kepada
Bank Indonesia berupa SBI, SDBI, dan/atau SBN;
b. tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan sebagai Bank
peserta Sistem BI-RTGS dan/atau penghentian sebagai Bank
peserta kliring; dan
c. berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS.
3. Di antara butir 3 dan butir 4 Bab II disisipkan 3 (tiga) butir, yakni
butir 3A, butir 3B, dan butir 3C yang berbunyi sebagai berikut:
3A. Untuk Bank yang telah menandatangani Perjanjian
Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada butir 3.a, harus
menandatangani Adendum Perjanjian Penggunaan FLI
sebagaimana contoh dalam Lampiran III yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3B. Untuk Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada butir 2 dan akan menggunakan FLI namun
belum menandatangani Perjanjian Penggunaan FLI
sebagaimana dimaksud pada butir 3.a, harus menandatangani
Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana contoh dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3C. Penyampaian Adendum Perjanjian Penggunaan FLI
sebagaimana dimaksud pada butir 3A dan Perjanjian
Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada butir 3B dibuat
sebanyak 2 (dua) eksemplar sebagaimana dimaksud pada butir
3.a.1) dan butir 3.a.2) serta dilengkapi dengan dokumen
sebagaimana dimaksud pada butir 3.b atau butir 3.c.
4. Ketentuan butir 4 Bab II diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3 disampaikan dengan
surat pengantar kepada:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran (DPSP)
Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Surat Berharga
Komplek Perkantoran Bank Indonesia
Gedung D Lantai 3
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350
Dalam …
3
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan
komunikasi, akan diberitahukan melalui surat dan/atau media
lainnya.
3. Ketentuan Bab III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
III. TRANSAKSI REPO DALAM RANGKA PENGGUNAAN FLI
1. Dalam rangka penggunaan FLI, Bank melakukan transaksi
Repo dengan menggunakan surat berharga berupa SBI,
SDBI, dan/atau SBN milik Bank yang bersangkutan yang
tercatat dalam rekening perdagangan di BI-SSSS.
2. Surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir 1 harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. untuk SBI, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2
(dua) hari kerja pada saat FLI jatuh waktu;
b. untuk SDBI, memiliki sisa jangka waktu paling singkat
2 (dua) hari kerja pada saat FLI jatuh waktu; atau
c. untuk SBN, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3
(tiga) hari kerja pada saat FLI jatuh waktu.
3. Kriteria, harga, haircut, dan perhitungan nilai setelmen
untuk surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir 1
tunduk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta
dan lembaga perantara dalam operasi moneter.
4. Pelaksanaan transaksi Repo dengan menggunakan SBI,
SDBI, dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Transaksi Repo dalam rangka FLI-RTGS
1) Bank harus memindahkan SBI, SDBI, dan/atau SBN
dari rekening perdagangan ke rekening FLI-RTGS
pada BI-SSSS.
2) Pemindahan SBI, SDBI, dan/atau SBN sebagaimana
dimaksud pada butir 1) dilakukan pada saat Bank
membutuhkan FLI-RTGS (self assessment) selama
jam operasional BI-RTGS sampai dengan cut off
warning Sistem BI-RTGS.
3) SBI …
4
3) SBI, SDBI, dan/atau SBN sebagaimana dimaksud
pada butir 1) tidak dapat dipindahkan ke rekening
perdagangan selama Bank menggunakan FLI-RTGS.
4) Bank dapat memindahkan kembali SBI, SDBI,
dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1)
ke rekening perdagangan setelah Bank
menyelesaikan FLI-RTGS.
b. Transaksi Repo dalam rangka FLI-Kliring
1) Bank harus memindahkan SBI, SDBI, dan/atau SBN
dari rekening perdagangan ke rekening FLI-Kliring
dalam rangka pemenuhan kewajiban penyediaan
pendanaan awal (prefund).
2) Pemindahan SBI, SDBI, dan/atau SBN sebagaimana
dimaksud pada butir 1) dilakukan pada awal hari
sebelum Kliring Debet dimulai sesuai ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI.
3) Nilai SBI, SDBI, dan/atau SBN yang dipindahkan ke
rekening FLI-Kliring sebagaimana dimaksud pada
butir 1) adalah sebesar nilai nominal yang
dibutuhkan oleh Bank untuk memenuhi kewajiban
penyediaan pendanaan awal (prefund).
4) Bank dapat memindahkan kembali SBI, SDBI,
dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada butir 1)
ke rekening perdagangan sesuai ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI.
5. Pelaksanaan transaksi Repo dengan menggunakan SBI,
SDBI, dan/atau SBN dalam rangka FLI dilakukan dengan
tata cara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS.
4. Ketentuan butir 1.a Bab IV diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
1. Penggunaan FLI-RTGS
a. Bank dapat menggunakan FLI-RTGS sejak Sistem BI-RTGS
dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS
sepanjang Bank telah memindahkan SBI, SDBI, dan/atau
SBN …
5
SBN ke rekening FLI-RTGS sebagaimana dimaksud pada
butir III.4.a.
5. Ketentuan Bab VII diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
VII. PERLAKUAN FLI YANG TIDAK DISELESAIKAN
1. Dalam hal Bank tidak menyelesaikan penggunaan FLI
sampai dengan batas waktu pre-cut off Sistem BI–RTGS
maka terhadap nilai FLI yang tidak diselesaikan
diberlakukan sebagai transaksi Repo (first leg) dengan
jangka waktu 1 (satu) hari kerja (overnight) sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai koridor suku bunga (standing facilities).
2. Atas transaksi Repo sebagaimana dimaksud pada butir 1,
Bank dikenakan bunga Repo dengan perhitungan sebagai
berikut:
Bunga Repo = i x (t/360) x n
Keterangan:
i = suku bunga lending facility
t = jumlah hari kalender Repo SBI, SDBI, dan/atau SBN
n = nominal Repo (FLI yang tidak diselesaikan)
3. Bank Indonesia mengumumkan suku bunga lending facility
sebagaimana dimaksud pada butir 2 melalui BI-SSSS,
Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
4. Pada tanggal jatuh waktu Repo (second leg) sebagaimana
dimaksud pada butir 1, BI-SSSS secara otomatis melakukan
setelmen dengan penyelesaian transaksi per transaksi (gross
to gross) sebagai berikut:
a. melakukan setelmen dana dengan cara mendebet
rekening giro Bank sebesar nilai setelmen first leg
ditambah bunga Repo; dan
b. melakukan setelmen surat berharga dengan cara
mengkredit rekening surat berharga Bank sebesar nilai
nominal SBI, SDBI, dan/atau SBN yang di-Repo-kan.
5. Dalam hal terdapat pembayaran kupon/imbalan SBN maka
perlakuan kupon/imbalan tersebut mengikuti ketentuan
Bank …
6
Bank Indonesia yang mengatur mengenai koridor suku
bunga (standing facilities).
6. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro yang
mencukupi untuk setelmen pelunasan Repo SBI, Repo
SDBI, dan/atau Repo SBN sampai dengan cut off warning
Sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
setelmen second leg.
7. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen second leg
sebagaimana dimaksud pada butir 6, Bank Indonesia
melakukan pendebetan rekening giro Bank untuk
penyelesaian bunga Repo yang harus dibayar dan:
a. melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early
redemption) atas seri SBI dan SDBI yang di-Repo; atau
b. memperlakukan jenis, seri, dan nominal SBN yang gagal
dibeli kembali oleh Bank sebagai transaksi jual putus
(outright selling) secara otomatis melalui BI-SSSS.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
27 Agustus 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DIAH PBA LUBIS
KEPALA DEPARTEMEN
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/34/DPSP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/29/DASP tanggal 10 November 2010 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum. </reg_title>
<set_date> 27 Agustus 2013 </set_date>
<effective_date> 27 Agustus 2013 </effective_date>
<changed_reg> '12/29/DASP|SE-BI/2010' </changed_reg>
<related_reg> '12/29/DASP|SE-BI/2010', '10/29/PBI/2008', '12/13/PBI/2010' </related_reg>
|
No. 11/ 37 /DKBU
Jakarta, 31 Desember 2009
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Penetapan Penggunaan Standar Akuntansi Keuangan bagi Bank
Perkreditan Rakyat
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/20/PBI/2006
tanggal 5 Oktober 2006 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank
Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
77 DPBPR, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4646),
dipandang perlu untuk menetapkan Penggunaan Standar Akuntansi Keuangan
bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai berikut:
1. Dalam rangka peningkatan transparansi kondisi keuangan BPR dan
penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan dapat
diperbandingkan, BPR wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang relevan bagi BPR.
2. Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi BPR selama ini adalah PSAK
31 tentang Akuntansi Perbankan (PSAK 31) yang berlaku bagi seluruh
perbankan. Dengan diberlakukannya PSAK 50 Instrumen Keuangan:
Penyajian dan Pengungkapan (PSAK 50) dan PSAK 55 Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran (PSAK 55), yang menggantikan PSAK 31, maka
standar akuntansi bagi perbankan mengacu pada PSAK yang berlaku.
3. Penerapan…
3. Penerapan PSAK 50 dan PSAK 55 bagi BPR dipandang tidak sesuai dengan
karakteristik operasional BPR dan memerlukan biaya yang besar
dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh maka BPR memerlukan standar
akuntansi keuangan yang sesuai.
4. Dewan Standar Akuntasi Keuangan - Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI)
selain mengeluarkan PSAK 50 dan PSAK 55 juga menerbitkan Standar
Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP).
DSAK-IAI dalam SAK ETAP menyatakan bahwa SAK ETAP dapat
diberlakukan bagi entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan,
sepanjang otoritas berwenang mengatur penggunaan SAK ETAP dimaksud.
5. Berdasarkan hal tersebut di atas, standar akuntansi keuangan bagi BPR
menggunakan SAK ETAP.
6. Dengan diberlakukannya SAK ETAP sebagai standar akuntansi keuangan
bagi BPR, maka pedoman akuntansi atas transaksi keuangan BPR tetap
menggunakan pedoman akuntansi sebagaimana yang digunakan selama ini
sepanjang Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat (PABPR) belum
diberlakukan.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
RATNA E. AMIATY
DIREKTUR KREDIT, BPR dan UMKM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/37/DKBU|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Penetapan Penggunaan Standar Akuntansi Keuangan bagi Bank Perkreditan Rakyat </reg_title>
<set_date> 31 Desember 2009 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2010 </effective_date>
<related_reg> '8/20/PBI/2006' </related_reg>
|
No. 7/38 /DPM
Jakarta, 9 Agustus 2005
SURAT EDARAN
Perihal : Biaya Laporan Harian Bank Umum dan Biaya Pusat Informasi
Pasar Uang
Sehubungan dengan
berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/10/PBI/2005 tentang Laporan Harian Bank Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4483) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 7/12/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4499)
dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/7/DPM tanggal 29 Maret 2005
perihal Laporan Harian Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 7/16/DPM tanggal 31 Mei 2005, dipandang perlu
untuk menyusun ketentuan tentang biaya Laporan Harian Bank Umum (LHBU)
dan biaya Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) bagi Bank Pelapor dan Pelanggan
PIPU sebagai berikut:
I. Bank Pelapor
1. Bank Indonesia menyediakan hak akses terhadap sistem LHBU di Bank
Indonesia dalam jumlah tertentu kepada setiap Bank Pelapor tanpa
dikenakan biaya, baik berupa biaya lisensi maupun biaya pemeliharaan.
2. Dalam hal Bank Pelapor menambah user id untuk penggunaan hak akses
sistem LHBU, Bank Pelapor dikenakan biaya lisensi dan biaya
pemeliharaan sistem LHBU yang diatur sebagai berikut:
a. Biaya lisensi sebesar USD1,500 (seribu lima ratus US Dollar)
dikenakan 1 kali selama menggunakan hak akses sistem LHBU, untuk
setiap tambahan user id.
b. Biaya ...
2
b. Biaya pemeliharaan sistem LHBU sebesar USD300 (tiga ratus US
Dollar) dikenakan setiap tahun selama menggunakan hak akses sistem
LHBU, untuk setiap tambahan user id.
c. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b
dilakukan dalam ekuivalen mata uang Rupiah dengan menggunakan
kurs transaksi jual Bank Indonesia pada tanggal pembayaran biaya.
d. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b
dilakukan dengan mendebet rekening giro Rupiah Bank Pelapor pada
Bank Indonesia.
e. Dalam rangka pendebetan rekening giro Rupiah Bank
Pelapor
sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Bank Pelapor memberikan surat
kuasa pendebetan kepada Bank Indonesia cq. Satuan Kerja yang
membidangi manajemen informasi, sebagaimana contoh terlampir.
f. Dalam hal pendebetan rekening giro Rupiah Bank Pelapor pada Bank
Indonesia menyebabkan terjadinya saldo giro negatif maka Bank
Pelapor wajib menyetor dana sebesar biaya tersebut.
II. Pelanggan PIPU
Dalam rangka memperoleh informasi PIPU, Pelanggan PIPU dikenakan biaya
lisensi, biaya pemeliharaan sistem LHBU dan biaya perolehan informasi
PIPU yang diatur sebagai berikut:
1. Biaya lisensi untuk pertama kali menggunakan hak akses perolehan
informasi PIPU, dan setiap tambahan user id, masing-masing dikenakan
sebesar USD1,500 (seribu lima ratus US Dollar), yang dibayarkan pada
awal Perjanjian.
2. Biaya pemeliharaan sistem LHBU sebesar USD300 (tiga ratus US Dollar)
setahun untuk setiap user id, selama menggunakan hak akses sistem
LHBU, yang dibayarkan pada awal Perjanjian.
3. Biaya perolehan informasi PIPU sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta
Rupiah) sebulan untuk setiap user id, yang dibayarkan paling lambat
tanggal 5 pada bulan yang bersangkutan.
4. Pembayaran ...
3
4. Pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2
dilakukan dalam ekuivalen mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs
transaksi jual Bank Indonesia pada tanggal Perjanjian Penggunaan PIPU
atau addendum Perjanjian Penggunaan PIPU.
5. Tata cara pembayaran biaya lisensi, biaya pemeliharaan sistem LHBU dan
biaya perolehan informasi PIPU diatur dalam Perjanjian Penggunaan
PIPU.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 22 Agustus
2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/38/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Biaya Laporan Harian Bank Umum dan Biaya Pusat Informasi Pasar Uang </reg_title>
<set_date> 9 Agustus 2005 </set_date>
<effective_date> 22 Agustus 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/12/PBI/2005', '7/7/DPM|SE-BI/2005', '7/10/PBI/2005', '7/16/DPM|SE-BI/2005' </related_reg>
|
No. 12/ 3 /DASP
Jakarta, 1 Februari 2010
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Nomor 10/38/DPM tanggal 14
November 2008 perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum
Sehubungan dengan dilakukannya penyempurnaan organisasi di Bank
Indonesia, khususnya yang terkait dengan pelaksanaan fungsi setelmen dan
penatausahaan surat berharga, maka perlu untuk melakukan perubahan terhadap
ketentuan mengenai pelaksanaan pemberian fasilitas likuiditas intrahari
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Nomor 10/38/DPM tanggal 14 November
2008 sebagai berikut:
1. Ketentuan romawi I angka 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 3 disampaikan dengan surat
pengantar kepada:
Bank Indonesia
Bagian Penyelenggaraan Setelmen
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Gedung D, Lantai 3
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350.
2. Lampiran 1 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran
1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
Ketentuan …
2
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari
2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RONALD WAAS
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/3/DASP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Nomor 10/38/DPM tanggal 14 November 2008 perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 1 Februari 2010 </set_date>
<effective_date> 1 Februari 2010 </effective_date>
<changed_reg> '10/38/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg>
<related_reg> '10/38/DPM|SE-BI/2008' </related_reg>
|
No.6/ 18 /DPNP
Jakarta, 20 April 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa
Bank Melalui Internet (Internet Banking).
Sehubungan dengan semakin berkembangnya pelayanan jasa Bank
melalui internet (internet banking) dan sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292)
serta Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/164/KEP/DIR
tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan Teknologi Sistem Informasi oleh
Bank, maka dipandang perlu untuk mengatur pelaksanaan penerapan
manajemen risiko pada aktivitas internet banking dalam suatu Surat Edaran
Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
1. Internet Banking adalah salah satu pelayanan jasa Bank yang
memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan
komunikasi …
komunikasi dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan
internet, dan bukan merupakan Bank yang hanya menyelenggarakan
layanan perbankan melalui internet, sehingga pendirian dan
kegiatan Internet Only Bank tidak diperkenankan.
2. Internet Banking dapat berupa Informational Internet Banking,
Communicative Internet Banking dan Transactional Internet
Banking. Informational Internet Banking adalah pelayanan jasa
Bank kepada nasabah dalam bentuk informasi melalui jaringan
internet dan tidak melakukan eksekusi transaksi (execution of
transaction).
Communicative Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank
kepada nasabah dalam bentuk komunikasi atau melakukan interaksi
dengan Bank penyedia layanan internet banking secara terbatas dan
tidak melakukan eksekusi transaksi (execution of transaction).
Transactional Internet Banking adalah pelayanan jasa Bank kepada
nasabah untuk melakukan interaksi dengan Bank penyedia layanan
internet banking dan melakukan eksekusi transaksi (execution of
transaction).
3. Mengingat aktivitas internet banking yang mengandung risiko
tinggi adalah transactional internet banking, maka kewajiban
penerapan manajemen risiko sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran ini hanya diberlakukan bagi penyelenggaraan transactional
internet banking.
4. Ketentuan dan peraturan perundang-undangan lainnya, yaitu antara
lain Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, dan ketentuan Bank Indonesia tentang Penerapan
Prinsip …
Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) juga berlaku
dalam hubungannya dengan penyelenggaraan internet banking.
II PEDOMAN MANAJEMEN RISIKO
1. Bank yang menyelenggarakan internet banking wajib menerapkan
manajemen risiko pada aktivitas internet banking secara efektif,
yang meliputi :
a. pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;
b. sistem pengamanan (security control);
c. manajemen risiko, khususnya risiko hukum dan risiko reputasi.
2. Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam angka 1
wajib dituangkan dalam suatu kebijakan, prosedur dan pedoman
tertulis, dengan mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen
Risiko pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet
(Internet Banking), yang merupakan lampiran dan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran ini.
Pedoman penerapan manajemen risiko internet banking tersebut
merupakan bagian dari Pedoman Penerapan Manajemen Risiko
Bank secara keseluruhan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen
Risiko Bagi Bank Umum.
3. Bank yang telah melaksanakan aktivitas internet banking dan telah
memiliki kebijakan, prosedur dan atau pedoman tertulis penerapan
manajemen risiko pada aktivitas internet banking wajib
menyesuaikan dan menyempurnakan dengan berpedoman pada
Lampiran Surat Edaran ini.
4.Sesuai …
4.
Sesuai
dengan
Peraturan
Bank
Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum, penyempurnaan pedoman penerapan manajemen risiko pada
aktivitas internet banking sebagaimana dimaksud pada angka 3
wajib dilakukan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2004.
III. PELAPORAN
1. Sesuai dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan
Teknologi Sistem Informasi oleh Bank, Bank wajib menyampaikan
laporan rencana perubahan Sistem Teknologi Informasi (TSI) yang
menyangkut perubahan konfigurasi dan prosedur pengoperasian
komputer yang terkait dengan rencana penyelenggaraan internet
banking selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari kalender sebelum
pelaksanaan. Format laporan mengacu kepada Formulir Isian TSI
yang merupakan lampiran dari Surat Edaran Nomor 27/9/UPPB
tanggal 31 Maret 1995.
2. Sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19
Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum,
Bank yang menyelenggarakan aktivitas baru internet banking, wajib
melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak aktivitas tersebut efektif
dilaksanakan. Format laporan mengacu kepada Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003, yang
memuat :
a. Uraian singkat atau penjelasan dan bentuk flow chart dari
Prosedur Pelaksanaan (standar operating procedures/SOP)
internet banking;
b. Bagan …
b. Bagan Organisasi dan kewenangan satuan kerja tertentu yang
melaksanakan internet banking;
c. Hasil analisis dan identifikasi satuan kerja manajemen risiko
pada Bank terhadap risiko yang melekat pada internet banking;
d. Hasil uji coba metode pengukuran dan pemantauan risiko yang
melekat pada internet banking yang dilaksanakan oleh satuan
kerja manajemen risiko pada Bank;
e. Uraian singkat mengenai Sistem Informasi Akuntansi untuk
transaksi yang dilakukan melalui internet banking, termasuk
penjelasan singkat mengenai keterkaitan sistem informasi
akuntansi tersebut dengan sistem informasi akuntansi Bank
secara menyeluruh; dan
f. Hasil analisis aspek hukum untuk internet banking.
3. Pelaksanaan kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dikecualikan dalam hal penyelenggaraan aktivitas baru
internet banking tersebut telah efektif dilaksanakan oleh Bank
sebelum Bank menyelesaikan action plan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19
Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
4. Bagi Bank yang dikecualikan untuk menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud pada angka 3, kewajiban untuk
menyampaikan laporan realisasi rencana perubahan TSI yang
menyangkut internet banking selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari kalender setelah rencana dimaksud dilaksanakan sebagaimana
diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan
Teknologi Sistem Informasi oleh Bank tetap berlaku.
5. Laporan …
5. Laporan sebagaimana tersebut di atas disampaikan kepada Bank
Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No.2,
Jakarta 10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
Jabotabek; atau
b. Kantor Cabang Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah Jabotabek.
IV. LAIN-LAIN
1. Guna meningkatkan efektivitas penerapan manajemen risiko, Bank
wajib melakukan evaluasi dan audit secara berkala terhadap
aktivitas internet banking dengan menggunakan auditor internal
(Satuan Kerja Audit Intern/SKAI) atau auditor eksternal.
2. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan
terhadap efektivitas dan kecukupan penerapan manajemen risiko
khususnya yang berkaitan dengan aktivitas internet banking pada
Bank.
V.
SANKSI
1. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada
angka III.1 dan angka III.4 dikenakan sanksi administratif
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Surat Keputusan Direksi No.
27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan
Teknologi Sistem Informasi oleh Bank.
2. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud
dalam angka III.2 dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Pasal…
Pasal 33 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19
Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
VI. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak tanggal……………
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ttd
NELSON TAMPUBOLON
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/18/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Manajemen Risiko Pada Aktivitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet (Internet Banking). </reg_title>
<set_date> 20 April 2004 </set_date>
<related_reg> '27/164/KEP/DIR|SKDIR-BI/1995', '5/8/PBI/2003' </related_reg>
|
No. 7/ 22 /DLN
Jakarta, 7 Juli 2005
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, BADAN USAHA BUKAN BANK, DAN PERORANGAN
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/51/DLN tanggal
31 Desember 2004 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar
Negeri
Dalam rangka penyempurnaan prosedur dan batas waktu penyampaian
laporan utang luar negeri maka Surat Edaran Bank Indonesia No.6/51/DLN
tanggal 31 Desember 2004 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri,
yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank
Indonesia
No.2/22/PBI/2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 172, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4007) perlu dilakukan perubahan sebagai
berikut :
1. Pembukaan diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Sehubungan dengan penyempurnaan laporan dan sistem pelaporan, serta
perubahan batas waktu penyampaian laporan utang luar negeri dalam rangka
meningkatkan efektifitas dan efisiensi laporan utang luar negeri, dipandang
perlu untuk mengatur kembali ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Bank
Indonesia Nomor 2/22/PBI/2000 tanggal 2 Oktober 2000 tentang Kewajiban
Pelaporan Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 172; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4007), sebagai berikut :
2. Ketentuan …
2
2. Ketentuan butir III.B.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Media on line (web technology) dengan alamat :
https://www.bi.go.id/siulweb
3. Ketentuan butir III.C.1.a diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Laporan Data Pokok ULN Baru atau perubahannya wajib disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lambat 15 hari setelah penandatanganan ULN
atau penerbitan ULN dan/atau perubahannya, untuk ULN atas dasar
Perjanjian Kredit (Loan Agreement), Surat Utang (Debt Securities), Utang
Dagang (Trade Credits) dan Utang Lainnya (Other Debts).
4. Ketentuan butir III.C.1.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Dalam hal penarikan ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement),
Utang Dagang (Trade Credits), dan Utang Lainnya (Other Debts) dilakukan
sebelum tanggal penandatanganan atau penerbitan ULN, Laporan Data Pokok
ULN Baru wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 15 hari
setelah tanggal penarikan ULN.
5. Ketentuan butir III.C.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Laporan Data Realisasi ULN wajib disampaikan kepada Bank Indonesia
setiap bulan dengan batas waktu paling lambat pada tanggal 25 bulan
berikutnya.
6. Ketentuan butir III.D.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pelapor dapat menyampaikan koreksi Laporan Data Realisasi ULN sampai
dengan tanggal 25 pada bulan penyampaian laporan.
7. Ketentuan butir III.E diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Prosedur penyusunan dan penyampaian Laporan ULN kepada Bank
Indonesia, tercantum dalam Buku Panduan Teknis Sistem Informasi Utang
Luar Negeri Bank Indonesia versi 2.0 sebagaimana dimaksud pada Lampiran
14.”
8. Lampiran …
3
8. Lampiran 2 Petunjuk Pengisian Data Pokok Utang Luar Negeri, Profil
Utang Luar Negeri atas dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement) diubah
sehingga menjadi sebagaimana terlampir.
9. Lampiran 3 Petunjuk Pengisian Data Pokok Utang Luar Negeri, Profil
Utang Luar Negeri TRANCHE diubah sehingga menjadi sebagaimana
terlampir.
10. Lampiran 6 Petunjuk Pengisian Data Pokok Utang Luar Negeri, Profil
Utang Luar Negeri atas dasar Utang Lainnya (Other Debts) diubah sehingga
menjadi sebagaimana terlampir.
11. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3, angka 4, angka 5 dan
angka 6 dalam Surat Edaran ini berlaku sampai dengan 31 Desember 2005,
dan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2006 ketentuan pada angka 3, angka 4,
angka 5 dan angka 6 Surat Edaran ini diatur menjadi sebagai berikut :
a. angka 3.
Laporan Data Pokok ULN Baru atau perubahannya wajib disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lambat 10 hari setelah penandatanganan
ULN atau penerbitan ULN dan/atau perubahannya, untuk ULN atas
dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement), Surat Utang (Debt Securities),
Utang Dagang (Trade Credits) dan Utang Lainnya (Other Debts).
b. angka 4.
Dalam
hal penarikan ULN atas dasar Perjanjian Kredit (Loan
Agreement), Utang Dagang (Trade Credits), dan Utang Lainnya (Other
Debts) dilakukan sebelum tanggal penandatanganan atau penerbitan
ULN, Laporan Data Pokok ULN Baru wajib disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat 10 hari setelah tanggal penarikan ULN.
c. angka 5 …
4
c. angka 5.
Laporan Data Realisasi ULN wajib disampaikan kepada Bank Indonesia
setiap bulan dengan batas waktu paling lambat pada tanggal 10 bulan
berikutnya.
d. angka 6.
Pelapor dapat menyampaikan koreksi Laporan Data Realisasi ULN
sampai dengan tanggal 20 pada bulan penyampaian laporan.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Juli 2005
dan berlaku surut sejak tanggal 1 April 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Kusumaningtuti S. S
Direktur Luar Negeri
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/22/DLN|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/51/DLN tanggal 31 Desember 2004 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri </reg_title>
<set_date> 7 Juli 2005 </set_date>
<effective_date> 7 Juli 2005 </effective_date>
<changed_reg> '6/51/DLN|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/51/DLN|SE-BI/2004', '2/22/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 15/40/DKMP
Jakarta, 24 September 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang
Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan
Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi
Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan
Kendaraan Bermotor.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5029), Peraturan Bank
Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko
bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5247), dan dalam rangka meningkatkan
kehati-hatian bagi Bank yang melakukan aktivitas pemberian kredit atau
pembiayaan pemilikan properti, kredit atau pembiayaan konsumsi
beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor maka
perlu untuk mengatur pemberian kredit atau pembiayaan pemilikan
properti, kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti, dan kredit
atau ...
atau pembiayaan kendaraan bermotor dalam Surat Edaran Bank
Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
A. Sejalan dengan tingginya pertumbuhan kredit atau pembiayaan
pemilikan properti, kredit atau pembiayaan konsumsi beragun
properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor yang
berpotensi menimbulkan berbagai Risiko maka Bank perlu
meningkatkan kehati-hatian dalam penyaluran kredit atau
pembiayaan pemilikan properti, kredit atau pembiayaan konsumsi
beragun properti, dan kredit atau pembiayaan kendaraan
bermotor.
B. Pertumbuhan kredit atau pembiayaan pemilikan properti dan
kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti yang terlalu
tinggi dapat mendorong peningkatan harga aset properti yang
tidak mencerminkan harga yang sebenarnya sehingga
meningkatkan Risiko Kredit bagi Bank dengan eksposur kredit
atau pembiayaan properti yang besar.
C. Dalam rangka menjaga perekonomian yang produktif dan mampu
menghadapi tantangan di sektor keuangan, perlu adanya
kebijakan yang dapat memperkuat sektor keuangan untuk
meminimalisir sumber-sumber kerawanan yang mungkin timbul,
termasuk pertumbuhan kredit atau pembiayaan pemilikan
properti, kredit atau pembiayaan konsumsi beragun properti, dan
kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor yang berlebihan.
D. Kebijakan dalam rangka meningkatkan kehati-hatian Bank dalam
pemberian kredit atau pembiayaan pemilikan properti, kredit
konsumsi beragun properti, dan kredit atau pembiayaan
kendaraan bermotor, serta kebijakan untuk memperkuat
ketahanan sektor keuangan dilakukan melalui penetapan besaran
loan to value atau financing to value untuk kredit atau pembiayaan
pemilikan properti dan kredit atau pembiayaan konsumsi beragun
properti, serta down payment untuk kredit atau pembiayaan
kendaraan bermotor.
II. CAKUPAN ...
II. CAKUPAN PENGATURAN
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. Bank Umum, yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum
Konvensional termasuk Unit Usaha Syariah, dan Bank Umum
Syariah.
2. Properti terdiri dari rumah tapak, rumah susun, rumah toko, dan
rumah kantor.
3. Rumah Tapak adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat
tinggal yang merupakan kesatuan antara tanah dan bangunan
dengan bukti kepemilikan berupa surat keterangan, sertifikat,
atau akta yang dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat yang
berwenang.
4. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun
dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang
distrukturkan secara fungsional baik dalam arah horizontal
maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-
masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, antara lain
griya tawang, kondominium, apartemen, dan flat.
5. Rumah Kantor atau Rumah Toko adalah tanah berikut bangunan
yang izin pendiriannya sebagai rumah tinggal sekaligus untuk
tujuan komersial antara lain perkantoran, pertokoan, atau
gudang.
6. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti yang selanjutnya
disebut KPP atau KPP iB adalah kredit atau pembiayaan yang
diberikan bank untuk pembelian Rumah Tapak, Rumah Susun,
Rumah Toko dan/atau Rumah Kantor.
7. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah, yang selanjutnya
disebut KPR atau KPR iB, adalah kredit atau pembiayaan yang
ditujukan untuk pembelian Rumah Tapak.
8. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah Susun, yang
selanjutnya disebut KPRS atau KPRS iB, adalah kredit atau
pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian Rumah Susun.
9. Kredit ...
9. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah Kantor, yang
selanjutnya disebut KPRukan atau KPRukan iB adalah kredit atau
pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian Rumah Kantor
10. Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Rumah Toko, yang selanjutnya
disebut KPRuko atau KPRuko iB adalah kredit atau pembiayaan
yang ditujukan untuk pembelian Rumah Toko.
11. Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, yang
selanjutnya disebut KKBP atau KKBP iB adalah kredit atau
pembiayaan konsumsi di luar KPP atau KPP iB dengan agunan
berupa Properti.
12. Rasio Loan to Value atau Financing to Value, yang selanjutnya
disebut LTV atau FTV, adalah angka rasio antara nilai kredit atau
pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai
agunan berupa Properti pada saat pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan harga penilaian terakhir.
13. Musyarakah Mutanaqisah, yang selanjutnya disebut MMQ, adalah
musyarakah atau syirkah dalam rangka kepemilikan Properti
antara Bank dengan nasabah, dimana penyertaan kepemilikan
Properti oleh Bank akan berkurang yang disebabkan pembelian
secara bertahap oleh nasabah.
14. Uang Jaminan, yang selanjutnya disebut Deposit, adalah uang
yang harus diserahkan oleh nasabah kepada Bank dalam rangka
kepemilikan Properti yang dilakukan dengan akad Ijarah
Muntahiya Bittamlik (IMBT).
15. Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor, yang selanjutnya
disebut KKB atau KKB iB, adalah kredit atau pembiayaan yang
diberikan Bank untuk pembelian kendaraan bermotor.
16. Uang Muka Kredit atau Pembiayaan atau Down Payment, yang
selanjutnya disingkat DP, adalah pembayaran di muka secara
tunai yang sumber dananya berasal dari debitur atau nasabah
(self financing) dalam rangka pembelian kendaraan bermotor
melalui fasilitas kredit atau pembiayaan.
III. PENERAPAN ...
III. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN PRINSIP KEHATI-HATIAN
DALAM PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PEMILIKAN
PROPERTI, KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KONSUMSI BERAGUN
PROPERTI, DAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN
BERMOTOR
Bank yang menyalurkan KPP atau KPP iB, KKBP atau KKBP iB, dan
KKB atau KKB iB wajib:
A. menerapkan Manajemen Risiko sesuai dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009
dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah, mengingat adanya berbagai Risiko yang melekat
pada aktivitas tersebut, terutama Risiko Kredit dan Risiko
Likuiditas;
B. menyusun kebijakan dan prosedur secara tertulis yang akan
menjadi acuan dalam pemberian KPP atau KPP iB, KKBP atau
KKBP iB, dan KKB atau KKB iB dengan berpedoman pada:
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal
19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi
Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009;
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tanggal
2 November 2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah;
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tanggal
25 September 2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah;
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal
7 Desember 2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah;
5. Surat ...
5. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban
Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan
Bank bagi Bank Umum;
6. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/31/DPbS tanggal
7 Oktober 2008 perihal Produk Bank Syariah dan Unit Usaha
Syariah;
7. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/38/DPNP tanggal
31 Desember 2010 perihal Pedoman Penyusunan Standard
Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah
dalam Rangka Sekuritisasi;
8. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/6/DPNP tanggal
18 Februari 2011 perihal Pedoman Perhitungan Aset
Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan
Menggunakan Pendekatan Standar; dan
9. Surat Edaran Bank Indonesia ini.
IV. PENGATURAN LTV ATAU FTV PADA KREDIT ATAU PEMBIAYAAN
PEMILIKAN PROPERTI DAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN KONSUMSI
BERAGUN PROPERTI
A. Ruang lingkup pengaturan yang diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini mencakup KPP atau KPP iB dan KKBP atau KKBP iB.
B. Perhitungan nilai kredit atau pembiayaan dan nilai agunan dalam
perhitungan LTV atau FTV untuk :
1. Bank Umum Konvensional
a. Nilai kredit ditetapkan berdasarkan plafon kredit yang
diterima oleh debitur sebagaimana tercantum dalam
perjanjian kredit.
b. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai taksiran Bank
terhadap Properti yang menjadi agunan. Bank dalam
melakukan taksiran dapat menggunakan penilai intern
Bank atau penilai independen dengan berpedoman pada
ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas
aset Bank umum.
2. Bank ...
2. Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
a. Nilai pembiayaan berdasarkan akad murabahah atau akad
istishna’ ditetapkan berdasarkan harga pokok pembiayaan
yang diberikan kepada nasabah sebagaimana tercantum
dalam akad pembiayaan.
b. Nilai pembiayaan berdasarkan akad MMQ ditetapkan
berdasarkan penyertaan Bank dalam rangka kepemilikan
Properti sebagaimana tercantum dalam akad pembiayaan.
c. Nilai pembiayaan berdasarkan akad IMBT ditetapkan
berdasarkan hasil pengurangan harga Properti dengan
Deposit sebagaimana tercantum dalam akad pembiayaan.
d. Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai taksiran Bank
terhadap Properti yang menjadi agunan. Bank dalam
melakukan taksiran dapat menggunakan penilai intern
Bank atau penilai independen dengan berpedoman pada
ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas
aktiva bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
C. LTV atau FTV untuk Bank yang memberikan kredit atau
pembiayaan sebagaimana dalam huruf A ditetapkan paling tinggi
sebagai berikut:
1. Fasilitas kredit atau pembiayaan pertama sebesar:
a. 70% (tujuh puluh persen) untuk KPR dan KPRS, serta KPR
iB dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad
istishna’, dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh
meter persegi).
b. 80% (delapan puluh persen) untuk:
1) KPRS dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau
akad istishna’ dengan luas bangunan dari 22m2 (dua
puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh
puluh meter persegi); dan
2) KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad
IMBT dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh
meter persegi).
c. 90% ...
c. 90% (sembilan puluh persen) untuk KPRS iB berdasarkan
akad MMQ atau akad IMBT dengan luas bangunan dari
22m2 (dua puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2
(tujuh puluh meter persegi).
2. Fasilitas kredit atau pembiayaan kedua sebesar:
a. 60% (enam puluh persen) untuk KPR dan KPRS, serta KPR
iB dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad
istishna’, dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh
meter persegi).
b. 70% (tujuh puluh persen) untuk :
1) KPR dan KPR iB berdasarkan akad murabahah atau
akad istishna’, dengan luas bangunan dari 22m2 (dua
puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh
puluh meter persegi);
2) KPRS dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau
akad istishna’, dengan luas bangunan sampai dengan
70m2 (tujuh puluh meter persegi);
3) KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad
IMBT dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh
meter persegi); dan
4) KPRuko dan KPRukan, serta KPRuko iB dan KPRukan
iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’.
c. 80% (delapan puluh persen) untuk :
1) KPR iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT
dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter
persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter
persegi);
2) KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT
dengan luas bangunan sampai dengan 70m2 (tujuh
puluh meter persegi); dan
3) KPRuko iB dan KPRukan iB berdasarkan akad MMQ
atau akad IMBT.
3. Fasilitas ...
3. Fasilitas kredit atau pembiayaan ketiga dan seterusnya
sebesar:
a. 50% (lima puluh persen) untuk KPR dan KPRS, serta KPR
iB dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau akad
istishna’, dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh
meter persegi).
b. 60% (enam puluh persen) untuk :
1) KPR dan KPR iB berdasarkan akad murabahah atau
akad istishna’, dengan luas bangunan dari 22m2 (dua
puluh dua meter persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh
puluh meter persegi);
2) KPRS dan KPRS iB berdasarkan akad murabahah atau
akad istishna’, dengan luas bangunan sampai dengan
70m2 (tujuh puluh meter persegi);
3) KPR iB dan KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad
IMBT dengan luas bangunan di atas 70m2 (tujuh puluh
meter persegi); dan
4) KPRuko dan KPRukan, serta KPRuko iB dan KPRukan
iB berdasarkan akad murabahah atau akad istishna’.
c. 70% (tujuh puluh persen) untuk :
1) KPR iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT
dengan luas bangunan dari 22m2 (dua puluh dua meter
persegi) sampai dengan 70m2 (tujuh puluh meter
persegi);
2) KPRS iB berdasarkan akad MMQ atau akad IMBT
dengan luas bangunan sampai dengan 70m2 (tujuh
puluh meter persegi); dan
3) KPRuko iB dan KPRukan iB berdasarkan akad MMQ
atau akad IMBT.
4. Penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3
harus memperhitungkan seluruh fasilitas KPP atau KPP iB dan
KKBP atau KKBP iB yang telah diterima debitur atau nasabah
di Bank yang sama maupun Bank lainnya.
5. Contoh ...
5. Contoh perhitungan dan penetapan LTV atau FTV untuk :
a. KPP atau KPP iB sebagaimana tercantum pada Lampiran I;
dan
b. KKBP atau KKBP iB sebagaimana tercantum pada
Lampiran II,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
D. Dalam hal perjanjian KPP atau KPP iB antara Bank dan debitur
atau nasabah mengikat lebih dari 1 (satu) unit Properti pada saat
bersamaan dan/atau beberapa perjanjian KPP atau KPP iB
terhadap beberapa Properti yang dilakukan pada tanggal yang
sama, maka perhitungan LTV atau FTV berlaku ketentuan sebagai
berikut.
1. Bank wajib menetapkan urutan fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan urutan nilai agunan dimulai dari
nilai agunan yang paling rendah.
2. Penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam butir C.1, butir C.2, dan butir
C.3 harus memperhitungkan seluruh fasilitas KPP atau KPP iB
dan KKBP atau KKBP iB yang telah diterima debitur atau
nasabah di Bank yang sama maupun Bank lainnya.
3. Perhitungan LTV atau FTV dilakukan dengan mengacu pada
butir C.1, butir C. 2, dan butir C.3.
4. Bank memberitahukan penentuan urutan fasilitas kredit atau
pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 kepada
calon debitur atau nasabah atau debitur atau nasabah secara
tertulis.
5. Contoh penentuan urutan fasilitas kredit atau pembiayaan
sebagaimana tercantum pada Lampiran III yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
E. Dalam ...
E. Dalam rangka memenuhi ketentuan LTV atau FTV dalam Surat
Edaran ini, berlaku ketentuan sebagai berikut :
1. Bank meminta kepada calon debitur atau nasabah tambahan
dokumen berupa surat pernyataan yang paling kurang
memuat keterangan mengenai fasilitas KPP atau KPP iB
dan/atau KKBP atau KKBP iB yang sudah diterima maupun
yang sedang dalam proses pengajuan permohonan baik di
Bank yang sama maupun di Bank lain.
2. Apabila calon debitur atau nasabah tidak bersedia
menyerahkan surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 maka Bank wajib menolak permohonan fasilitas kredit
atau pembiayaan yang diajukan.
3. Bank mencantumkan klausula dalam perjanjian kredit atau
pembiayaan sebagai berikut :
“Dalam hal debitur atau nasabah menyampaikan pernyataan
yang tidak benar maka debitur atau nasabah bersedia
melaksanakan langkah-langkah yang ditetapkan oleh Bank
dalam rangka pemenuhan ketentuan Bank Indonesia
mengenai LTV atau FTV”
4. Bank memperlakukan debitur atau nasabah suami dan istri
sebagai 1 (satu) debitur atau nasabah kecuali terdapat
perjanjian pemisahan harta yang disahkan oleh notaris.
5. Dalam hal Bank memberikan :
a. fasilitas kredit tambahan dari fasilitas kredit yang masih
berjalan (top up); atau
b. fasilitas pembiayaan baru berdasarkan Properti yang
masih menjadi agunan dari fasilitas KPP iB sebelumnya;
berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan tersebut
diperlakukan sebagai pemberian kredit atau pembiayaan
baru;
b. perhitungan LTV atau FTV diperlakukan sebagai urutan
fasilitas kredit atau pembiayaan berikutnya; dan
c. jumlah ...
c. jumlah fasilitas kredit tambahan atau pembiayaan baru
yang diberikan oleh Bank paling banyak sebesar selisih
antara hasil perhitungan LTV atau FTV berdasarkan nilai
properti yang menjadi agunan dengan baki debet dari
fasilitas kredit atau pembiayaan sebelumnya yang
menggunakan agunan yang sama.
6. Contoh perhitungan dalam angka 4 dan angka 5 sebagaimana
tercantum pada Lampiran IV yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
F. Dalam rangka menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian
KPP atau KPP iB dan KKBP atau KKBP iB, Bank melakukan hal-
hal sebagai berikut :
1. Bank dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan
untuk pemenuhan uang muka pembelian Properti yang
dibiayai dengan KPP atau KPP iB dan/atau KKBP atau KKBP
iB.
2. Bank hanya dapat memberikan fasilitas KPP atau KPP iB jika
Properti yang dijadikan agunan telah tersedia secara utuh,
yaitu telah terlihat wujud fisiknya sesuai yang diperjanjikan
dan siap diserahterimakan.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2
dikecualikan untuk pemberian fasilitas KPP atau KPP iB yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. fasilitas KPP atau KPP iB merupakan fasilitas KPP atau
KPP iB pertama bagi debitur atau nasabah dari seluruh
fasilitas yang diterima baik di Bank yang sama maupun
Bank lainnya;
b. adanya perjanjian kerjasama antara Bank dengan
pengembang yang paling kurang memuat kesanggupan
pengembang untuk menyelesaikan Properti sesuai dengan
yang diperjanjikan dengan debitur atau nasabah;
c. adanya jaminan (corporate guarantee) dari pengembang
kepada Bank bahwa pengembang akan menyelesaikan
kewajiban kepada debitur atau nasabah penerima fasilitas
KPP ...
KPP atau KPP iB apabila Properti tidak dapat diselesaikan
dan/atau tidak diserahterimakan sesuai perjanjian;
d. pencairan fasilitas KPP atau KPP iB hanya dapat dilakukan
secara bertahap sesuai perkembangan pembangunan
Properti yang menjadi agunan. Laporan perkembangan
pembangunan Properti tersebut berdasarkan laporan dari:
1) pengembang, apabila nilai kredit atau pembiayaan
untuk 1 (satu) atau beberapa debitur atau nasabah
secara keseluruhan pada proyek yang sama sampai
dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau
2) penilai independen, apabila nilai kredit atau
pembiayaan untuk 1 (satu) atau beberapa debitur atau
nasabah secara keseluruhan pada proyek yang sama di
atas Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah),
yang telah diverifikasi kebenarannya oleh Bank; dan
e. apabila pengembang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan dari Bank, dan pengembang tidak dapat
menyelesaikan pembangunan Properti dalam waktu yang
telah diperjanjikan maka Bank menurunkan kualitas
kredit atau pembiayaan kepada pengembang tersebut.
4. Ketentuan dalam angka 2 dan angka 3 berlaku untuk semua
jenis dan tipe Properti.
5. Contoh penerapan ketentuan dalam angka 2 dan angka 3
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
G. Pengaturan mengenai LTV atau FTV sebagaimana dimaksud dalam
huruf C, huruf D, huruf E, dan huruf F dikecualikan terhadap KPP
atau KPP iB dalam rangka pelaksanaan Program Perumahan
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,
sepanjang didukung dengan dokumen yang menyatakan bahwa
fasilitas kredit atau pembiayaan tersebut merupakan Program
Perumahan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah.
V. PENGATURAN ...
V. PENGATURAN DOWN PAYMENT PADA KREDIT ATAU PEMBIAYAAN
KENDARAAN BERMOTOR
A. Ruang lingkup KKB atau KKB iB dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini mencakup kredit atau pembiayaan yang diberikan
Bank kepada debitur atau nasabah untuk pembelian kendaraan
bermotor.
B. DP ditetapkan sebesar persentase tertentu dari harga pembelian
kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Bank.
DP untuk Bank yang memberikan KKB atau KKB iB sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini ditetapkan sebagai
berikut:
1. DP paling rendah 25% (dua puluh lima persen), untuk
pembelian kendaraan bermotor roda dua.
2. DP paling rendah 30% (tiga puluh persen), untuk pembelian
kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan non
produktif.
3. DP paling rendah 20% (dua puluh persen), untuk pembelian
kendaraan bermotor roda tiga atau lebih untuk keperluan
produktif, yaitu apabila memenuhi salah satu syarat sebagai
berikut:
a. merupakan kendaraan yang memiliki izin untuk angkutan
orang atau barang yang dikeluarkan oleh pihak
berwenang; atau
b. diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang
memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak
berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan
operasional dari usaha yang dimilikinya.
C. Bank dilarang memberikan fasilitas kredit atau pembiayaan untuk
pemenuhan DP dari KKB atau KKB iB.
VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
A. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.E.1, butir IV.E.2, dan butir IV.E.3 dikenakan sanksi
administratif ...
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 atau
Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008
tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, berupa
teguran tertulis.
B. Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.C, butir IV.D, butir IV.E.4, butir IV.E.5, butir IV.F, butir
V.B, dan butir V.C dikenakan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank
Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 atau Pasal 11 Peraturan Bank
Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah
dan Unit Usaha Syariah, berupa teguran tertulis dan kewajiban
menyampaikan :
1. komitmen tertulis untuk tidak melakukan pelanggaran
kembali atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir
butir IV.C, butir IV.D, butir IV.E.4, butir IV.E.5, butir IV.F,
butir V.B, dan butir V.C;
2. action plan yang antara lain terdiri dari :
a. rencana perbaikan atau evaluasi terhadap Standar
Operating Procedure (SOP) termasuk batasan waktu
pelaksanaan perbaikan atau evaluasi dimaksud; dan/atau
b. upaya-upaya untuk memastikan bahwa SOP telah efektif
dijalankan,
sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan Bank Indonesia.
C. Dalam hal Bank :
1. tidak menyampaikan action plan atau tidak menyelesaikan
action plan sebagaimana dimaksud dalam huruf B; dan/atau
2. melakukan pelanggaran kembali atas ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.C, butir IV.D, butir IV.E.4, butir
IV.E.5, ...
IV.E.5, butir IV.F, butir V.B, dan butir V.C setelah action plan
disampaikan sebagaimana dimaksud dalam butir B,
dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009
atau Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008
tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
D. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf C dapat
berupa:
1. Penurunan tingkat kesehatan Bank
Penurunan tingkat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Surat Edaran Bank Indonesia ini mencakup penurunan faktor
penilaian tingkat kesehatan Bank, antara lain faktor profil
risiko dan/atau faktor Good Corporate Governance (GCG);
2. Pembekuan kegiatan usaha tertentu
Pembekuan kegiatan usaha tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini antara lain mencakup
larangan pemberian KPR atau KPR iB, KPRS atau KPRS iB,
KPRuko atau KPRuko iB, KPRukan atau KPRukan iB, KKBP
atau KKBP iB dan/atau KKB atau KKB iB untuk jangka waktu
tertentu di Bank/cabang/unit tertentu; dan/atau
3. Pencantuman Pejabat Eksekutif, anggota Direksi, anggota
Dewan Komisaris, dan/atau Pemegang Saham dalam daftar
pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam
penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan
administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
E. Pelanggaran atas kewajiban penyampaian penyesuaian kebijakan
dan prosedur sebagaimana dimaksud dalam angka VIII dikenakan
sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009
tanggal ...
tanggal 1 Juli 2009 dan Pasal 88 Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang Pelaksanaan
Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit
Usaha Syariah.
VII. KETENTUAN LAIN-LAIN
Pelaksanaan KPP iB, KKBP iB dan KKB iB oleh Bank Umum Syariah
dan Unit Usaha Syariah selain memenuhi ketentuan dalam Surat
Edaran Bank Indonesia ini, juga wajib memenuhi Prinsip Syariah
VIII. KETENTUAN PERALIHAN
Bank wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur tertulis pemberian
KPP atau KPP iB, KKBP atau KKBP iB dan/atau KKB atau KKB iB serta
menyampaikannya kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu)
bulan setelah Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku yang
dialamatkan kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank terkait, Jl. MH Thamrin No.2,
Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri setempat, bagi
Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia.
IX. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka :
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/10/DPNP tanggal
15 Maret 2012 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank
yang Melakukan Pemberian Kredit/pembiayaan Pemilikan Rumah
dan Kredit/pembiayaan Kendaraan Bermotor; dan
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/33/DPbS tanggal
27 November 2012 perihal Penerapan Kebijakan Produk
Pembiayaan Kepemilikan Rumah dan Pembiayaan Kendaraan
Bermotor bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat ...
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
30 September 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NO.15/40/DKMP TANGGAL 24 SEPTEMBER 2013
PERIHAL PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
PADA BANK YANG MELAKUKAN PEMBERIAN
KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PEMILIKAN
PROPERTI, KREDIT ATAU PEMBIAYAAN
KONSUMSI BERAGUN PROPERTI, DAN KREDIT
ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
PENETAPAN LTV ATAU FTV UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN
PEMILIKAN PROPERTI
Pengaturan LTV/FTV mengacu pada tabel sebagai berikut :
a. Untuk kredit, pembiayaan murabahah, dan pembiayaan istishna’
LTV/FTV Maksimum
Kredit/Pembiayaan
& Tipe Agunan
KPR Tipe > 70
KPRS Tipe > 70
KPR Tipe 22- 70
KPRS Tipe 22 – 70
KPRS Tipe sd 21
KP Ruko/Rukan
FK/FP 1
70%
70%
-
80%
-
-
FK/FP 2
60%
60%
70%
70%
70%
70%
b. Untuk pembiayaan MMQ dan pembiayaan IMBT
Pembiayaan
& Tipe Agunan
KPR Tipe > 70
KPRS Tipe > 70
KPR Tipe 22- 70
KPRS Tipe 22 – 70
KPRS Tipe sd 21
KP Ruko/Rukan
FP 1
80%
80%
-
90%
-
-
Keterangan :
FK = Fasilitas Kredit, FP = Fasilitas Pembiayaan
Contoh ...
70%
80%
80%
80%
80%
FK/FP 3 dst
50%
50%
60%
60%
60%
60%
LTV/FTV Maksimum
FP 2
70%
FP 3 dst
60%
60%
70%
70%
70%
70%
Contoh 1
Debitur A mendapatkan fasilitas KPR untuk pembelian rumah tapak X
dengan luas bangunan 100m2 pada bulan Januari 2012. Pada saat KPR
masih berjalan, debitur A mengajukan lagi fasilitas KPR untuk pembelian
rumah tapak Y dengan luas bangunan 150m2 pada Juni 2013. Dalam hal
ini perhitungan LTV adalah sebagai berikut :
Properti
Rumah Tapak X
Rumah Tapak Y
Fasilitas Kredit/Pembiayaan
Pertama
Kedua
LTV
70%
60%
Contoh 2
Debitur A mendapatkan fasilitas KPRS untuk pembelian apartemen X
dengan luas bangunan 60m2 pada bulan Januari 2012. Pada saat KPRS
masih berjalan, debitur A mengajukan lagi fasilitas KPRS untuk
pembelian apartemen Y dengan luas bangunan 90m2 pada Oktober 2013.
Dalam hal ini perhitungan LTV adalah sebagai berikut :
Properti
Apartemen X
Apartemen Y
Fasilitas Kredit/Pembiayaan
Pertama
Kedua
LTV
80%
60%
Contoh 3
Debitur A mendapatkan fasilitas KPRuko untuk pembelian Rumah Toko X
pada bulan Januari 2012. Pada saat KPRuko masih berjalan, debitur A
mengajukan lagi fasilitas KPRukan untuk pembelian Rumah Kantor Y
pada Juni 2013. Selanjutnya pada bulan Desember 2013, debitur A
kembali mengajukan fasilitas KPR untuk Rumah Tapak Z dengan luas
bangunan 48m2. Dalam hal ini perhitungan LTV adalah sebagai berikut :
Properti
Rumah Toko X
Rumah Kantor Y
Rumah Tapak Z
Fasilitas Kredit/Pembiayaan
Pertama
Kedua
Ketiga
LTV
Tidak dikenakan
70%
60%
Contoh ...
Contoh 4
Nasabah A mendapatkan fasilitas KPR iB dengan akad murabahah untuk
pembelian rumah tapak X dengan luas bangunan 100m2 pada bulan
Januari 2012. Pada saat KPR masih berjalan, nasabah A mengajukan lagi
KPR untuk pembelian apartemen Y dengan luas bangunan 60m2 pada
bulan Juni 2013. Selanjutnya pada bulan Desember 2013, nasabah A
kembali mengajukan KPR iB dengan akad MMQ untuk rumah toko Z.
Dalam hal ini perhitungan LTV atau FTV adalah sebagai berikut:
Properti
Rumah Tapak X
Apartemen Y
Rumah Toko Z
Fasilitas Kredit/pembiayaan
Pertama
Kedua
Ketiga
LTV/FTV
70%
70%
70%
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NO.15/40/DKMP TANGGAL 24 SEPTEMBER 2013
PERIHAL PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
PADA BANK YANG MELAKUKAN PEMBERIAN
KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PEMILIKAN
PROPERTI, KREDIT ATAU PEMBIAYAAN
KONSUMSI BERAGUN PROPERTI, DAN KREDIT
ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
PENETAPAN LTV ATAU FTV UNTUK KREDIT ATAU PEMBIAYAAN
KONSUMSI BERAGUN PROPERTI
Pengaturan LTV atau FTV untuk Kredit atau Pembiayaan Konsumsi
Beragun Properti pada dasarnya sama dengan pengaturan LTV atau FTV
untuk Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti yang perhitungannya
disesuaikan dengan jenis agunannya.
Contoh 1
Debitur A bermaksud mengajukan kredit konsumsi dengan skema
multiguna dan agunannya berupa Rumah Tapak dengan luas tanah
150m2. Pada saat kredit tersebut masih berjalan, debitur A mengajukan
lagi pembiayaan konsumsi dengan akad murabahah dengan agunan
berupa Rumah Susun dengan luas bangunan 75m2. Dalam hal ini,
perhitungan LTV adalah sebagai berikut :
Kredit/pembiayaan
Agunan
Kredit Konsumsi –
Multiguna
Pembiayaan Konsumsi –
Murabahah
Rumah Tapak
150m2
Rumah Susun
75m2
Fasilitas Kredit/
Pembiayaan
Pertama
Kedua
70%
60%
LTV/FTV
Contoh ...
Contoh 2
Debitur A memiliki 2 unit Rumah Tapak sebagai berikut :
Agunan
Rumah Tapak 1
Rumah Tapak 2
Luas Bangunan
150m2
200m2
Status KPR/KPR iB
Lunas
Baki debet
Rp500.000.000,00
Debitur A memerlukan dana sehingga mengagunkan rumah tapak 1
untuk mendapatkan fasilitas kredit konsumsi dengan skema multiguna.
Untuk memberikan fasilitas kredit konsumsi dengan skema multiguna
tersebut, Bank melakukan penilaian ulang atas Rumah Tapak 1 sehingga
diperoleh informasi bahwa harga agunan berdasarkan taksiran Bank
adalah sebesar Rp1.000.000.000,00. Sesuai dengan Surat Edaran ini,
total fasilitas kredit yang dapat diberikan bank menjadi sebagai berikut:
a. Mengingat A masih memiliki fasilitas KPR untuk Rumah Tapak 2 yang
masih berjalan, maka fasilitas kredit konsumsi dengan skema
multiguna tersebut diperlakukan sebagai fasilitas kredit kedua.
b. Kredit maksimum yang dapat diberikan untuk fasilitas kredit kedua
adalah sebesar 60% x Rp1.000.000.000,00 = Rp600.000.000,00.
Contoh 3
Nasabah A memiliki 3 unit Properti yaitu rumah tapak, kondominium, dan
rumah kantor sebagai berikut :
Agunan
Rumah Tapak
Kondominium
Rumah Kantor
Luas Bangunan
200m2
100m2
150m2
Status KPR/KPR iB
Lunas
Baki debet Rp3.000.000.000,00
Baki debet Rp1.000.000.000,00
Nasabah A mengajukan fasilitas pembiayaan dengan akad IMBT untuk
pembelian mobil mewah dengan mengagunkan rumah tapak. Untuk
memberikan fasilitas pembiayaan konsumsi tersebut, Bank melakukan
penilaian ulang atas rumah tapak sehingga diperoleh informasi bahwa
harga agunan berdasarkan taksiran bank adalah sebesar
Rp2.000.000.000,00. Sesuai dengan Surat Edaran ini, total fasilitas
pembiayaan yang dapat diberikan Bank menjadi sebagai berikut:
a. Fasilitas ...
a. Fasilitas pembiayaan konsumsi diperlakukan sebagai
pembiayaan ketiga.
fasilitas
b. Pembiayaan maksimum yang dapat diberikan untuk fasilitas
pembiayaan ketiga adalah sebesar 60% x Rp2.000.000.000,00 =
Rp1.200.000.000,00.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NO.15/40/DKMP TANGGAL 24 SEPTEMBER 2013
PERIHAL PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
PADA BANK YANG MELAKUKAN PEMBERIAN
KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PEMILIKAN
PROPERTI, KREDIT ATAU PEMBIAYAAN
KONSUMSI BERAGUN PROPERTI, DAN KREDIT
ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
PENETAPAN LTV ATAU FTV UNTUK PERJANJIAN KREDIT ATAU
PEMBIAYAAN YANG MENGIKAT LEBIH DARI 1 (SATU) PROPERTI
PADA SAAT BERSAMAAN DAN/ATAU BEBERAPA PERJANJIAN
KREDIT ATAU PEMBIAYAAN TERHADAP BEBERAPA PROPERTI DI
TANGGAL YANG SAMA
Contoh 1
Seluruh properti yang dibeli berupa rumah tapak dengan luas bangunan
di atas 70m2.
1. Debitur A bermaksud membeli 5 (lima) unit Rumah Tapak sekaligus
melalui KPR atau KPR iB dengan akad murabahah atau akad istishna’
dengan 1 perjanjian kredit sebagai berikut:
Unit
I
II
III
IV
V
Luas Bangunan
90m2
100m2
75m2
80m2
120m2
Nilai Agunan
(Rp)
180.000.000
200.000.000
150.000.000
160.000.000
240.000.000
2. Berdasarkan hasil penilaian, maka urutan fasilitas kredit atau
pembiayaan yang harus ditetapkan Bank adalah III, IV, I, II dan V.
3. Atas ...
3. Atas dasar urutan tersebut di atas, apabila debitur A tidak memiliki
Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti atau Kredit atau
Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti lainnya yang sedang berjalan,
maka perhitungan LTV atau FTV ditetapkan sebagai berikut:
Unit
Kategori
III Fasilitas kredit/pembiayaan pertama dan luas
bangunan di atas 70m2
IV Fasilitas kredit/pembiayaan kedua dan luas
bangunan di atas 70m2
I
II
Fasilitas kredit/pembiayaan ketiga dan luas
bangunan di atas 70m2
Fasilitas kredit/pembiayaan keempat dan luas
bangunan di atas 70m2
V Fasilitas kredit/pembiayaan kelima dan luas
bangunan di atas 70m2
Maksimum
LTV/FTV
70%
60%
50%
50%
50%
4. Apabila debitur telah memiliki Kredit atau Pembiayaan Pemilikan
Properti atau Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti
lainnya (baik di Bank yang sama maupun berbeda Bank), maka
penetapan urutan fasilitas kredit atau pembiayaannya dimulai setelah
urutan kredit atau pembiayaan sebelumnya.
Contoh : Debitur A pada saat pengajuan kredit atau pembiayaan
untuk membiayai pembelian rumah di angka 1, sebelumnya telah
memiliki 1 (satu) fasilitas KPR yang masih berjalan untuk sebuah
rumah. Oleh karena itu, maka perhitungan LTV atau FTV ditetapkan
sebagai berikut:
Unit
Kategori
III Fasilitas kredit/pembiayaan kedua dan luas
bangunan di atas 70m2
IV Fasilitas kredit/pembiayaan ketiga dan luas
bangunan di atas 70m2
Maksimum
LTV/FTV
60%
50%
I
II
Fasilitas kredit/pembiayaan keempat dan luas
bangunan di atas 70m2
Fasilitas kredit/pembiayaan kelima dan luas
bangunan di atas 70m2
V Fasilitas kredit/pembiayaan keenam dan luas
bangunan di atas 70m2
50%
50%
50%
5. Perhitungan LTV atau FTV sebagaimana dijelaskan di atas juga
berlaku apabila pembelian Rumah Tapak diikat oleh perjanjian kredit
yang terpisah dan dilakukan di tanggal yang sama.
Contoh 2
Seluruh Properti yang dibeli berupa Rumah Tapak dengan luas bangunan
22m2 sampai dengan 70m2.
1. Debitur B bermaksud membeli 5 (lima) unit Rumah Tapak sekaligus
melalui KPR atau KPR iB dengan akad murabahah atau akad istishna’
sebagai berikut:
Unit
I
II
III
IV
V
Luas Bangunan
60m2
45m2
22m2
70m2
56m2
Nilai Agunan
(Rp)
120.000.000
90.000.000
45.000.000
140.000.000
105.000.000
2. Berdasarkan hasil penilaian, maka urutan fasilitas kredit atau
pembiayaan yang harus ditetapkan Bank adalah III, II, V, I dan IV.
3. Atas dasar urutan tersebut di atas, apabila debitur B tidak memiliki
Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti atau Kredit atau
Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti lainnya yang sedang berjalan,
maka perhitungan LTV atau FTV ditetapkan sebagai berikut:
Unit
Kategori
III Fasilitas kredit/pembiayaan pertama dan luas
bangunan 22m2 sampai dengan 70m2
Maksimum
LTV/FTV
-
II
Fasilitas kredit/pembiayaan kedua dan luas
bangunan 22m2 sampai dengan 70m2
V Fasilitas kredit/pembiayaan ketiga dan luas
bangunan 22m2 sampai dengan 70m2
I
Fasilitas kredit/pembiayaan keempat dan luas
bangunan 22m2 sampai dengan 70m2
IV Fasilitas kredit/pembiayaan kelima dan luas
bangunan 22m2 sampai dengan 70m2
70%
60%
60%
60%
4. Apabila debitur telah memiliki Kredit atau Pembiayaan Pemilikan
Properti atau Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti
lainnya (baik di Bank yang sama maupun berbeda Bank), maka
penetapan urutan fasilitas kredit atau pembiayaannya dimulai setelah
urutan kredit atau pembiayaan sebelumnya.
Contoh : Debitur B pada saat pengajuan kredit atau pembiayaan
untuk membiayai pembelian rumah di angka 1, sebelumnya telah
memiliki 1 (satu) fasilitas KPR yang masih berjalan untuk sebuah
rumah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perhitungan LTV atau
FTV ditetapkan sebagai berikut:
Unit
Kategori
III Fasilitas kredit/pembiayaan kedua dan
luas bangunan sampai dengan 70m2
II
Fasilitas kredit/pembiayaan ketiga dan
luas bangunan sampai dengan 70m2
V Fasilitas kredit/pembiayaan keempat dan
luas bangunan sampai dengan 70m2
I
Fasilitas kredit/pembiayaan kelima dan
luas bangunan sampai dengan 70m2
IV Fasilitas kredit/pembiayaan keenam dan
luas bangunan sampai dengan 70m2
Maksimum
LTV/FTV
70%
60%
60%
60%
60%
5. Perhitungan ...
5. Perhitungan LTV atau FTV sebagaimana dijelaskan di atas juga
berlaku apabila pembelian Rumah Tapak diikat oleh perjanjian kredit
yang terpisah dan dilakukan di tanggal yang sama.
Contoh 3
Seluruh properti yang dibeli berupa Rumah Tapak dengan luas bangunan
yang bervariasi.
1. Debitur C bermaksud membeli 5 (lima) unit rumah tapak sekaligus
melalui KPR atau KPR iB dengan akad murabahah atau akad istishna’
sebagai berikut:
Unit
I
II
III
IV
V
Luas Bangunan
150m2
75m2
48m2
110m2
70m2
Nilai Agunan
(Rp)
300.000.000
150.000.000
100.000.000
220.000.000
140.000.000
2. Berdasarkan hasil penilaian, maka urutan fasilitas kredit atau
pembiayaan yang harus ditetapkan Bank adalah III, V, II, IV dan I.
3. Atas dasar urutan tersebut di atas, apabila debitur C tidak memiliki
Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti atau Kredit atau
Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti lainnya yang sedang berjalan,
maka perhitungan LTV atau FTV ditetapkan sebagai berikut :
Unit
Kategori
III Fasilitas kredit/pembiayaan pertama dan luas
bangunan 22m2 sampai dengan 70m2
V Fasilitas kredit/pembiayaan kedua dan luas
bangunan 22m2 sampai dengan 70m2
II
Fasilitas kredit/pembiayaan ketiga dan luas
bangunan di atas 70m2
IV Fasilitas kredit/pembiayaan keempat dan luas
bangunan di atas 70m2
Maksimum
LTV/FTV
-
70%
50%
50%
I
Fasilitas kredit/pembiayaan kelima dan luas
bangunan di atas 70m2
50%
4. Apabila debitur telah memiliki Kredit atau Pembiayaan Pemilikan
Properti atau Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti
lainnya (baik di Bank yang sama maupun berbeda Bank), maka
penetapan urutan fasilitas kredit atau pembiayaannya dimulai setelah
urutan kredit atau pembiayaan sebelumnya.
Contoh : Debitur C pada saat pengajuan kredit atau pembiayaan
untuk membiayai pembelian rumah di angka 1, sebelumnya telah
memiliki 1 (satu) fasilitas KPR yang masih berjalan untuk sebuah
rumah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perhitungan LTV atau
FTV ditetapkan sebagai berikut:
Unit
Kategori
III Fasilitas kredit/pembiayaan kedua dan luas
bangunan sampai dengan 70m2
V Fasilitas kredit/pembiayaan ketiga dan luas
bangunan sampai dengan 70m2
II
Fasilitas kredit/pembiayaan keempat dan luas
bangunan di atas 70m2
IV Fasilitas kredit/pembiayaan kelima dan luas
bangunan di atas 70m2
I
Fasilitas kredit/pembiayaan keenam dan luas
bangunan di atas 70m2
Maksimum
LTV/FTV
70%
60%
50%
50%
50%
5. Perhitungan LTV atau FTV sebagaimana dijelaskan di atas juga
berlaku apabila pembelian Rumah Tapak diikat oleh perjanjian kredit
yang terpisah dan dilakukan di tanggal yang sama.
Contoh ...
Contoh 4
Seluruh properti yang dibeli berupa apartemen dengan luas bangunan
yang bervariasi.
1. Nasabah D bermaksud membeli 5 (lima) unit apartemen sekaligus
melalui KPR iB dengan akad MMQ atau akad IMBT sebagai berikut:
Unit
I
II
III
IV
V
Luas Bangunan
21m2
70m2
70m2
90m2
90m2
Nilai Agunan
(Rp)
200.000.000
700.000.000
700.000.000
900.000.000
900.000.000
2. Berdasarkan hasil penilaian, maka urutan fasilitas pembiayaan yang
harus ditetapkan Bank adalah I, II, III, IV dan V.
3. Atas dasar urutan tersebut di atas, apabila nasabah D tidak memiliki
Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti atau Kredit atau
Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti lainnya yang sedang berjalan,
maka perhitungan FTV ditetapkan sebagai berikut:
Unit
Kategori
I
II
Fasilitas pembiayaan pertama dan luas
bangunan sampai dengan 21m2
Fasilitas pembiayaan kedua dan luas bangunan
22m2 sampai dengan 70m2
III Fasilitas pembiayaan ketiga dan luas bangunan
22m2 sampai dengan 70m2
IV Fasilitas pembiayaan keempat dan luas
bangunan di atas 70m2
V Fasilitas pembiayaan kelima dan luas bangunan
di atas 70m2
Maksimum
LTV / FTV
-
80%
70%
60%
60%
4. Apabila debitur telah memiliki Kredit atau Pembiayaan Pemilikan
Properti atau Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti
lainnya (baik di Bank yang sama maupun berbeda Bank), maka
penetapan ...
penetapan urutan fasilitas pembiayaannya dimulai setelah urutan
kredit atau pembiayaan sebelumnya.
Contoh : Nasabah D pada saat pengajuan pembiayaan untuk
membiayai pembelian apartemen di angka 1, sebelumnya telah
memiliki 1 (satu) fasilitas KPR yang masih berjalan untuk sebuah
rumah tapak. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perhitungan
FTV ditetapkan sebagai berikut:
Unit
Kategori
I
II
Fasilitas pembiayaan kedua dan luas bangunan
sampai dengan 21m2
Fasilitas pembiayaan ketiga dan luas bangunan
22m2 sampai dengan 70m2
III Fasilitas pembiayaan keempat dan luas
bangunan 22m2 sampai dengan 70m2
IV Fasilitas pembiayaan kelima dan luas bangunan
di atas 70m2
V Fasilitas pembiayaan keenam dan luas
bangunan di atas 70m2
Maksimum
LTV/FTV
80%
70%
70%
60%
60%
5. Perhitungan FTV sebagaimana dijelaskan di atas juga berlaku apabila
pembelian apartemen diikat oleh perjanjian kredit yang terpisah dan
dilakukan di tanggal yang sama.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NO.15/40/DKMP TANGGAL 24 SEPTEMBER 2013
PERIHAL PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
PADA BANK YANG MELAKUKAN PEMBERIAN
KREDIT ATAU PEMBIAYAAN PEMILIKAN
PROPERTI, KREDIT ATAU PEMBIAYAAN
KONSUMSI BERAGUN PROPERTI, DAN KREDIT
ATAU PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR
Contoh 1
Pada bulan Juni 2013, Bapak A bermaksud mengajukan KPRS di Bank Z
untuk membeli Rumah Susun berupa apartemen dengan luas 80m2
senilai Rp1.000.000.000,00. Atas pengajuan KPRS tersebut, Bank Z
melakukan pengecekan pada Sistem Informasi Debitur untuk memperoleh
informasi terkait fasilitas kredit atau pembiayaan yang telah diperoleh
baik Bapak A maupun istrinya yaitu Ibu B sehingga diperoleh informasi
sebagai berikut:
Agunan
Rumah Tapak 1
Rumah Tapak 2
Bank
X
Y
Debitur Tanggal Perjanjian Kredit
10 Juli 2011
A
B
16 Februari 2012
Informasi tambahan dari Bapak A :
tidak terdapat perjanjian pemisahan harta antara Bapak A dan Ibu B.
Sesuai dengan Surat Edaran ini, Bank Z menetapkan hal-hal sebagai
berikut :
a. Bapak A dan Ibu B diperlakukan sebagai 1 debitur.
b. Terhadap KPR dari Bank X atas nama Bapak A diperlakukan sebagai
fasilitas kredit pertama.
c. Terhadap KPR dari Bank Y atas nama Ibu B diperlakukan sebagai
fasilitas kredit kedua.
d. KPRS ...
d. KPRS atas nama Bapak A diperlakukan sebagai fasilitas kredit ketiga
dengan LTV maksimal sebesar 50% x Rp1.000.000.000,00 =
Rp500.000.000,00.
Contoh 2
Debitur A mendapatkan fasilitas KPR untuk pembelian rumah tapak X
dengan luas bangunan 100m2 pada bulan Januari 2011 sebesar
Rp700.000.000,00 (70% dari nilai agunan sebesar Rp1.000.000.000,00).
Pada bulan Januari 2013, baki debet debitur A adalah sebesar
Rp600.000.000,00.
Untuk memberikan tambahan fasilitas kredit tersebut, bank melakukan
penilaian ulang sehingga diperoleh informasi bahwa nilai agunan adalah
sebesar Rp1.200.000.000,00 berdasarkan taksiran bank. Sesuai dengan
Surat Edaran ini, total fasilitas kredit atau pembiayaan yang dapat
diberikan bank menjadi sebagai berikut:
a. Nilai agunan ditetapkan sebesar Rp1.200.000.000,00.
b. Tambahan fasilitas kredit (top up) diperlakukan sebagai fasilitas kredit
kedua.
c. Perhitungan maksimum LTV untuk fasilitas kredit kedua adalah
sebesar 60% x Rp1.200.000.000,00 = Rp720.000.000,00.
Tambahan fasilitas kredit yang diterima oleh debitur A adalah
Rp720.000.000,00 – Rp600.000.000,00 = Rp120.000.000,00.
Contoh 3
Pada bulan Juni 2013, A bermaksud membeli rumah susun berupa
apartemen dengan luas 80m2 senilai Rp1.000.000.000. Sehubungan
dengan pembelian tersebut, A telah melakukan perikatan jual beli dengan
pihak pengembang dan telah menyerahkan uang muka. Berdasarkan
perikatan jual beli tersebut, A mengajukan fasilitas KPRS kepada Bank
sebesar Rp700.000.000 (70% x Rp1.000.000.000). Atas pengajuan KPRS
dari A, Bank melakukan pengecekan dan diperoleh informasi sebagai
berikut :
a. Berdasarkan ...
a. Berdasarkan pernyataan A yang diverifikasi dengan data Sistem
Informasi Debitur, A pada saat pengajuan KPRS sedang menikmati
fasilitas KPR dari bank lain dengan baki debet sebesar
Rp500.000.000,00. Oleh karena itu, apabila permohonan KPRS dari A
disetujui, maka KPRS merupakan fasilitas KPP yang kedua bagi A.
b. Pembangunan apartemen akan dimulai pada bulan Desember 2013.
c. Serah terima unit apartemen akan dilakukan pada bulan Juli 2016.
Berdasarkan informasi tersebut, mengingat nantinya KPRS yang diajukan
A akan menjadi fasilitas KPP kedua bagi A, maka Bank tidak
diperkenankan memberikan fasilitas KPRS dimaksud kepada A sampai
dengan fisik apartemen telah tersedia atau fasilitas kredit pertama lunas.
Contoh 4
Pada bulan Juni 2013, A bermaksud membeli rumah susun berupa
apartemen dengan luas 80m2 senilai Rp1.000.000.000,00. Sehubungan
dengan pembelian tersebut, A telah melakukan perikatan jual beli dengan
pihak pengembang dan telah menyerahkan uang muka. Berdasarkan
perikatan jual beli tersebut, A mengajukan fasilitas KPRS kepada Bank
sebesar Rp700.000.000,00 (70% x Rp1.000.000.000,00). Atas pengajuan
KPRS dari A, Bank melakukan pengecekan dan diperoleh informasi
sebagai berikut :
a. Pembangunan apartemen akan dimulai pada bulan Desember 2013.
b. Serah terima unit apartemen akan dilakukan pada bulan Juli 2016.
c. A pernah mendapatkan fasilitas KPR dari bank lain yang statusnya
sudah lunas. Selain fasilitas KPR tersebut, A belum pernah memiliki
fasilitas kredit/pembiayaan lainnya.
Mengingat unit apartemen yang dijadikan agunan belum tersedia secara
utuh (masih inden), maka Bank memastikan bahwa pengajuan KPRS oleh
A memenuhi persyaratan yang diperlukan yang salah satunya adalah
fasilitas KPRS tersebut merupakan fasilitas KPP yang pertama bagi A.
Berdasarkan informasi tersebut di atas, mengingat fasilitas KPR dari bank
lain sudah lunas, maka saat ini A tidak memiliki fasilitas KPP/KPP iB
yang sedang berjalan. Oleh karena itu, apabila fasilitas KPRS yang
diajukan ...
diajukan A disetujui oleh Bank, maka fasilitas dimaksud akan menjadi
fasilitas KPP yang pertama bagi A. Dalam hal ini, Bank diperkenankan
memberikan fasilitas KPRS dimaksud kepada A sepanjang persyaratan
lain dalam pemberian fasilitas KPP/KPP iB dengan Properti yang dijadikan
agunan belum tersedia secara utuh telah terpenuhi.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/40/DKMP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. </reg_title>
<set_date> 24 September 2013 </set_date>
<effective_date> 30 September 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '14/10/DPNP|SE-BI/2012', '14/33/DPbS|SE-BI/2012' </replaced_reg>
<related_reg> '5/8/PBI/2003', '13/23/PBI/2011', '11/25/PBI/2009' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 11/10 /DASP
Jakarta, 13 April 2009
S U R A T E D A R A N
Perihal
: Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/11/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009…Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5000), dan dalam rangka mendukung kelancaran dan efektifitas penyelenggaraan
kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu, perlu diatur lebih lanjut
ketentuan mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan
menggunakan kartu dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
I.
PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI
PRINSIPAL (Pasal 2 ayat (4) PBI)
A. Pihak yang Dapat Melakukan Kegiatan Sebagai Prinsipal
Kegiatan sebagai Prinsipal dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga
Selain Bank.
B. Permohonan Izin Sebagai Prinsipal
Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai
Prinsipal wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia. Permohonan izin
untuk melakukan kegiatan sebagai Prinsipal disampaikan kepada Bank
Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan paling kurang harus
memuat informasi sebagai berikut:
1.
jenis kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
(APMK) yang akan diselenggarakan;
rencana waktu dimulainya kegiatan; dan
3. nama jaringan yang akan digunakan.
2.
C. Persyaratan ...
2
C. Persyaratan Dokumen Sebagai Prinsipal Berupa Bank
Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf B
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1.
fotokopi Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun berjalan yang di
dalamnya mencantumkan rencana kegiatan Bank sebagai Prinsipal;
2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat:
a. persyaratan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring,
Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang
akan menggunakan jaringan Prinsipal;
b. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara
Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja
sama dengan Prinsipal; dan
c.
rencana pelaksanaan kerjasama dengan Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain;
3. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan
kegiatan sebagai Prinsipal yang akan dilakukan, paling kurang
memuat uraian mengenai:
a. potensi pasar yang ada;
b.
c.
analisis persaingan usaha;
rencana kerjasama dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak
lain, termasuk jumlah dan namanya;
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
e. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai;
d.
4. bukti ...
3
4. bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi:
a. konsep perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis
antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain, yang antara lain memuat klausul tentang:
1) kesepakatan mengenai penggunaan jaringan Prinsipal
dalam penyelenggaraan kegiatan APMK;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3)
4)
rencana pelaksanaan kerjasama;
jangka waktu kerjasama; dan
5) prosedur dan mekanisme penyelesaian atas sengketa yang
mungkin terjadi antara para pihak;
b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti
pengaturan hak dan kewajiban Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain; dan
c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul
antara Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak
lain;
5. prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan
kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang
efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang
timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat
mengganggu kelancaran operasional sistem APMK;
6.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven
technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang
meliputi pemenuhan aspek keamanan sistem dan/atau jaringan
sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan
7. fotokopi ...
4
7.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
Prinsipal yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
D. Persyaratan Dokumen Sebagai Prinsipal Berupa Lembaga Selain Bank
Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud
pada huruf B dilampiri dokumen sebagai berikut:
1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat
rencana kegiatan sebagai Prinsipal;
2.
fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya, jika
ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus
dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang;
3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat:
a. persyaratan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring,
Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang
akan menggunakan jaringan Prinsipal;
b. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara
Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja
sama dengan Prinsipal; dan
c.
rencana pelaksanaan kerjasama dengan Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain;
4. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan
kegiatan sebagai Prinsipal yang akan dilakukan, paling kurang
memuat uraian mengenai:
a. potensi pasar yang ada;
b.
analisis persaingan usaha;
c. rencana ...
5
c.
rencana kerjasama dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak
lain, termasuk jumlah dan namanya;
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
e. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai;
d.
5. bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi:
a. konsep perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis
antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain, yang tersebut antara lain memuat klausul
tentang:
1) kesepakatan mengenai penggunaan jaringan Prinsipal
dalam penyelenggaraan kegiatan APMK;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3)
4)
rencana pelaksanaan kerjasama;
jangka waktu kerjasama; dan
5) prosedur dan mekanisme penyelesaian atas sengketa yang
mungkin terjadi antara para pihak;
b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti
pengaturan hak dan kewajiban Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain; dan
c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul
antara Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
lain;
dan/atau pihak
6. prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan
kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang
efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang
timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat
mengganggu kelancaran operasional sistem APMK;
7. fotokopi ...
6
7.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven
technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang
meliputi pemenuhan aspek keamanan sistem dan/atau jaringan
sebagaimana dimaksud pada butir VII.F;
8.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
APMK yang akan dilakukan, khusus untuk Lembaga Selain Bank
yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan
9.
rekomendasi tertulis otoritas pengawas Lembaga Selain Bank jika
Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas.
Rekomendasi tersebut paling kurang meliputi kondisi keuangan,
kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap
ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain
Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan sebagai Prinsipal
dan informasi lain tentang permasalahan-permasalahan yang
dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut.
II.
PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI
PENERBIT (Pasal 5 ayat (4) PBI)
A. Pihak yang Dapat Melakukan Kegiatan Sebagai Penerbit
Kegiatan sebagai Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank.
B. Persyaratan bagi Lembaga Selain Bank yang Akan Bertindak Sebagai
Penerbit
Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Penerbit
Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Lembaga Selain Bank yang dapat melakukan kegiatan sebagai
Penerbit Kartu Kredit adalah Lembaga Selain Bank yang telah
memperoleh izin dari Departemen Keuangan Republik Indonesia
sebagai ...
7
sebagai perusahaan pembiayaan yang secara prinsip dapat
melakukan kegiatan usaha Kartu Kredit;
2. Lembaga Selain Bank yang dapat melakukan kegiatan sebagai
Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet adalah Lembaga Selain
Bank yang mempunyai kewenangan untuk melakukan kegiatan
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berdasarkan undang-undang yang mengatur mengenai Lembaga
Selain Bank tersebut.
C. Permohonan Izin Sebagai Penerbit
Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai
Penerbit baik sebagai Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk masing-masing
kegiatan sebagai Penerbit APMK tersebut. Permohonan izin disampaikan
kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dan
paling kurang harus memuat informasi sebagai berikut:
1.
2.
jenis kegiatan APMK yang akan diselenggarakan;
rencana waktu dimulainya kegiatan; dan
3. nama produk yang akan digunakan.
D. Persyaratan Dokumen Sebagai Penerbit yang Berupa Bank
Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf C,
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1.
fotokopi RBB tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan
rencana kegiatan Bank sebagai Penerbit;
2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara calon Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi:
a. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi
Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara
Penyelesaian ...
8
Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja
sama dengan Penerbit; dan
b.
rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain;
3. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan
kegiatan sebagai Penerbit yang akan dilakukan, paling kurang
memuat uraian mengenai:
a. potensi pasar yang ada;
b.
c.
d.
segmen pasar yang akan dituju dan analisis persaingan usaha;
target jumlah Pemegang Kartu yang ingin dicapai;
rencana kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak
lain, termasuk jumlah dan namanya;
e.
f.
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
prakiraan target pendapatan yang akan dicapai;
4. bukti kesiapan perangkat hukum, meliputi:
a.
fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis
antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain
memuat klausul tentang:
1) kesepakatan antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian
Akhir, dan/atau pihak lain mengenai penyelenggaraan
kegiatan APMK;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3)
4)
rencana pelaksanaan kerjasama;
jangka waktu kerjasama; dan
5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang
mungkin terjadi antara para pihak,
Dalam hal calon Penerbit adalah kantor cabang Bank asing,
dan perjanjian yang dilakukan dengan Prinsipal merupakan
Global ...
dan/atau pihak
9
Global Agreement antara kantor pusat Bank tersebut dan
Prinsipal, maka kantor cabang Bank asing dimaksud cukup
menyampaikan fotokopi Global Agreement;
b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti
pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pemegang Kartu, dan/atau pihak lain; dan
c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul
antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pemegang Kartu,
dan/atau pihak lain;
5. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi
manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, manajemen
risiko operasional dan/atau manajemen risiko dalam penggunaan
informasi teknologi, yang berupa:
a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif
dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi:
1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses
pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari
penerbitan kartu; dan
2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama
dari prosedur pengendalian pengamanan penerbitan kartu;
b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) untuk
penerbitan kartu, paling kurang memuat pengaturan mengenai:
1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam
penerbitan kartu, seperti pembuatan dan penyampaian
Personal Identification Number (PIN), serta penyampaian
kartu kepada Pemegang Kartu;
2) pemisahan tugas antara proses permohonan, persetujuan,
dan penagihan;
3) kewenangan atau pengendalian dalam pemberian
persetujuan kepada calon Pemegang Kartu;
4) langkah- ...
10
4)
langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi)
identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi
APMK;
5) audit trail atas transaksi Pemegang Kartu;
6) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data,
catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK;
dan
7)
langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi
Pemegang Kartu;
c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional,
paling kurang memuat:
1) penyediaan informasi mengenai manfaat dan risiko
produk sebelum nasabah menjadi Pemegang Kartu; dan
2) prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery
plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business
continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan
meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian
yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu
kelancaran operasional sistem APMK;
d. Bukti kesiapan operasional, paling kurang meliputi:
1)
2)
rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya
manusia; dan
rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang
memuat informasi mengenai:
a)
lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk
kegiatan operasional; dan
b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan
software) serta jaringan yang akan digunakan;
6.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen sebagai bukti penggunaan proven technology dalam
penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan
aspek ...
11
aspek keamanan sistem dan/atau jaringan internal Penerbit
sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan
7.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
Penerbit yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
E. Persyaratan Dokumen Sebagai Penerbit yang Berupa Lembaga Selain
Bank
Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud
pada huruf C dilampiri dokumen sebagai berikut:
1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat
rencana kegiatan sebagai Penerbit;
2.
fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya jika
ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus
dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang;
3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara calon Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi:
a. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi
Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara
Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja
sama dengan Penerbit; dan
b.
rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain;
4. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan
kegiatan sebagai Penerbit yang akan dilakukan, paling kurang
memuat uraian mengenai:
a. potensi pasar yang ada;
b.
c.
segmen pasar yang akan dituju dan analisis persaingan usaha;
target jumlah Pemegang Kartu yang ingin dicapai;
d. rencana ...
12
d.
rencana kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak
lain, termasuk jumlah dan namanya;
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
f. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai;
e.
5. bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi:
a.
fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis
antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak
lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain
memuat klausul tentang:
1) kesepakatan antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian
Akhir, dan/atau pihak lain mengenai penyelenggaraan
kegiatan APMK;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3)
4)
rencana pelaksanaan kerjasama;
jangka waktu kerjasama; dan
5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang
mungkin terjadi antara para pihak;
b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti
pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pemegang Kartu, dan/atau pihak lain; dan
c. Prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul
antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pemegang Kartu,
dan/atau pihak lain;
6. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi
manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, manajemen
risiko ...
13
risiko operasional dan/atau manajemen risiko dalam penggunaan
informasi teknologi, yang berupa:
a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif
dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi:
1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses
pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari
penerbitan kartu; dan
2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama
dari prosedur pengendalian pengamanan penerbitan kartu;
b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) untuk
penerbitan kartu, paling kurang memuat pengaturan mengenai:
1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam
penerbitan kartu, seperti pembuatan dan penyampaian
PIN, serta penyampaian kartu kepada Pemegang Kartu;
2) pemisahan tugas antara proses permohonan, persetujuan,
dan penagihan;
3) kewenangan atau pengendalian dalam pemberian
persetujuan kepada calon Pemegang Kartu;
4)
langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi)
identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi
APMK;
5) audit trail atas transaksi Pemegang Kartu;
6) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data,
catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK;
dan
7)
langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi
Pemegang Kartu;
c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional,
paling kurang memuat:
1) penyediaan informasi mengenai manfaat dan risiko
produk sebelum nasabah menjadi Pemegang Kartu; dan
2) prosedur ...
14
2) prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery
plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business
continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan
meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian
yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu
kelancaran operasional sistem APMK;
d. Bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi:
1)
2)
rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya
manusia; dan
rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang
memuat informasi mengenai:
a)
lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk
kegiatan operasional; dan
b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan
software) serta jaringan yang akan digunakan;
7.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan
proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling
kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana
dimaksud pada butir VII.F;
8.
rekomendasi tertulis dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank,
jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas.
Rekomendasi dimaksud paling kurang meliputi kondisi keuangan,
kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap
ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain
Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan sebagai Penerbit
dan informasi lain tentang permasalahan-permasalahan yang
dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut; dan
9.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
Penerbit yang akan dilakukan, khusus untuk Lembaga Selain Bank
yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
III. PERSYARATAN ...
15
III. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI
ACQUIRER (Pasal 9 ayat (4) PBI)
A. Pihak yang Dapat Melakukan Kegiatan Sebagai Acquirer
Kegiatan sebagai Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet dapat
dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank.
B. Permohonan Izin Sebagai Acquirer
Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai
Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet wajib memperoleh izin dari
Bank Indonesia untuk masing-masing kegiatan sebagai Acquirer Kartu
Kredit dan/atau Kartu Debet. Permohonan izin disampaikan kepada
Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dan paling
kurang harus memuat informasi sebagai berikut:
1.
rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Acquirer;
2. nama dan jumlah Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring,
Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan
bekerjasama; dan
3. nama dan jumlah Pedagang yang akan bekerjasama.
C. Persyaratan Dokumen Sebagai Acquirer yang Berupa Bank
Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf B
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1.
fotokopi RBB tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan
rencana kegiatan Bank sebagai Acquirer;
2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara calon Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau
pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat:
a. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan
kewajiban antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pedagang dan/atau pihak lain yang bekerjasama dengan
Acquirer; dan
b. rencana ...
16
b.
rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pedagang dan/atau pihak lain.
3. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan
kegiatan sebagai Acquirer yang akan dilakukan, paling kurang
memuat uraian mengenai:
a. potensi pasar yang ada;
b.
c.
analisis persaingan usaha;
rencana kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau
pihak lain, termasuk jumlah dan namanya;
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
e. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai;
d.
4. bukti kesiapan perangkat hukum, antara lain berupa:
a.
fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis
antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pedagang,
dan/atau pihak lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut
antara lain memuat klausul tentang:
1) kesepakatan antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian
Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain mengenai
penyelenggaraan kegiatan APMK;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3)
4)
rencana pelaksanaan kerjasama;
jangka waktu kerjasama; dan
5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang
mungkin terjadi antara para pihak;
b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti
pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara ...
17
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pedagang, dan/atau pihak lain; dan
c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul
antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau
pihak lain;
5. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi
manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, dan/atau
manajemen risiko operasional, yang berupa:
a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif
dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi:
1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses
pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer; dan
2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama
dari prosedur pengendalian pengamanan dalam
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer.
b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) dari
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, paling kurang memuat
pengaturan mengenai:
1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, seperti
pengamanan data transaksi dan data Pemegang Kartu;
2)
langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi)
identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi
APMK;
3) audit trail atas transaksi APMK;
4) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data,
catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK;
dan
5) langkah ...
18
5)
langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi
Pemegang Kartu;
c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional,
paling kurang memuat penanganan keadaan darurat (disaster
recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business
continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan
meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang
tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran
operasional sistem APMK;
d. Bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi:
1)
2)
rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya
manusia; dan
rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang
memuat informasi mengenai:
a)
lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk
kegiatan operasional; dan
b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan
software) serta jaringan yang akan digunakan;
e. Bukti kesiapan manajemen risiko likuiditas, antara lain
meliputi:
1) mekanisme pemenuhan kewajiban Acquirer; dan
2) mekanisme dalam hal Acquirer mengalami gagal bayar
(failure to settle);
6.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven
technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang
meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada
butir VII.F; dan
7.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
Acquirer yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
D. Persyaratan ...
19
D. Persyaratan Dokumen Sebagai Acquirer yang Berupa Lembaga Selain
Bank
Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud
pada huruf B dilampiri dokumen sebagai berikut:
1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat
rencana kegiatan sebagai Acquirer;
2.
fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya jika
ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus
dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang;
3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring,
Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat:
a. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan
kewajiban antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pedagang, dan/atau pihak lain; dan
b.
rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pedagang, dan/atau pihak lain;
4. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan
kegiatan sebagai Acquirer yang akan dilakukan, paling kurang
memuat uraian mengenai:
a. potensi pasar yang ada;
b.
c.
analisis persaingan usaha;
d.
e.
rencana kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang,
dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya;
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
target pendapatan yang akan dicapai.
5. bukti ...
20
5. bukti kesiapan perangkat hukum, antara lain berupa:
a.
fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis
antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau
pihak lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain
memuat klausul tentang:
1) kesepakatan antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian
Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain mengenai
penyelenggaraan kegiatan APMK;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3)
4)
rencana pelaksanaan kerjasama;
jangka waktu kerjasama; dan
5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang
mungkin terjadi antara para pihak;
b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti
pengaturan hak dan kewajiban Acquirer, Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir
Pedagang dan/atau pihak lain;
c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul
antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau
pihak lain;
6. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi
manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, dan/atau
manajemen risiko operasional, yang berupa:
a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif
dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi:
1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses
pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer; dan
2) persetujuan ...
21
2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama
dari prosedur pengendalian pengamanan dalam
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer;
b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) dari
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, paling kurang memuat
pengaturan mengenai:
1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, seperti
pengamanan data transaksi dan data Pemegang Kartu;
2)
langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi)
identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi
APMK;
3) audit trail atas transaksi APMK;
4) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data,
catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK;
dan
5)
langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi
Pemegang Kartu ;
c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional,
paling kurang memuat penanganan keadaan darurat (disaster
recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business
continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan
meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang
tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran
operasional sistem APMK;
d. Bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi:
1)
2)
rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya
manusia; dan
rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang
memuat informasi mengenai:
a)
b) peralatan ...
lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk
kegiatan operasional; dan
22
b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan
software) serta jaringan yang akan digunakan;
e. bukti kesiapan manajemen risiko likuiditas, antara lain
meliputi:
1) mekanisme pemenuhan kewajiban Acquirer; dan
2) mekanisme dalam hal Acquirer mengalami gagal bayar
(failure to settle);
7.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven
technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang
meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada
butir VII.F,
8.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
Acquirer yang akan dilakukan, khusus untuk Lembaga Selain Bank
yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan
9.
rekomendasi tertulis dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank,
jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas.
Rekomendasi dimaksud paling kurang meliputi kondisi keuangan,
kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap
ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain
Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan sebagai Acquirer
dan informasi lain tentang permasalahan-permasalahan yang
dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut.
IV. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI
PENYELENGGARA KLIRING DAN/ATAU PENYELENGGARA
PENYELESAIAN AKHIR (Pasal 12 ayat (3) PBI)
A. Permohonan Izin Sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir
Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib
menyampaikan permohonan izin kepada Bank Indonesia secara tertulis
dalam ...
23
dalam Bahasa Indonesia, dan paling kurang harus memuat informasi
sebagai berikut:
1.
rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
2. nama dan jumlah Prinsipal, Penerbit, Acquirer dan/atau pihak lain
yang akan bekerjasama; dan
3. nama atau merek dagang yang akan digunakan.
B. Persyaratan Dokumen Sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang Berupa Bank
Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf A harus
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1.
fotokopi RBB tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan
rencana kegiatan Bank sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi:
a. persyaratan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain
yang akan menggunakan jasa Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
b. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan
kewajiban antara Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir;
c. manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring dan/atau
penyelenggaraan penyelesaian akhir;
d. mekanisme kliring dan/atau penyelesaian akhir; dan
e. prosedur ...
24
e. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa antara
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak
lain;
3. Prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan
kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang
efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang
timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat
mengganggu kelancaran operasional sistem APMK;
4. bukti kesiapan operasional yang paling kurang meliputi:
a.
b.
rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia;
dan
rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat
informasi mengenai:
1)
lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk
penyelenggaraan kegiatan kliring dan/atau penyelesaian
akhir; dan
2) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software)
serta jaringan yang akan digunakan;
5.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven
technology dalam penyelenggaraan kliring dan/atau penyelesaian
akhir, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan
sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan
6.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
penyelenggaraan kliring dan/atau penyelenggaraan penyelesaian
akhir yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang menjalankan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
C. Persyaratan ...
25
C. Persyaratan Dokumen Sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang Berupa Lembaga Selain Bank
Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan sebagaimana dimaksud pada
huruf B harus dilampiri dokumen sebagai berikut:
1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat
rencana kegiatan sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
2.
fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya jika
ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus
dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang;
3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi:
a. persyaratan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain
yang akan menggunakan jasa Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
b. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan
kewajiban antara Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir;
c. manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring dan/atau
penyelenggaraan penyelesaian akhir;
d. mekanisme kliring dan/atau penyelesaian akhir; dan
e. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa antara
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak
lain;
4. Prosedur ...
26
4. Prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan
kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang
efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang
timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat
mengganggu kelancaran operasional sistem APMK;
5. bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi:
a.
b.
rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia;
dan
rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat
informasi mengenai:
1)
lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk
penyelenggaraan kegiatan kliring dan/atau penyelesaian
akhir; dan
2) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software)
serta jaringan yang akan digunakan;
6.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven
technology dalam penyelenggaraan kliring dan/atau penyelesaian
akhir, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan
sebagaimana dimaksud pada butir VII.F;
7.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas APMK
yang akan diterbitkan, khusus untuk Lembaga Selain Bank yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan
8.
rekomendasi tertulis dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank
jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas.
Rekomendasi tersebut paling kurang meliputi kondisi keuangan,
kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap
ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain
Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan kliring dan/atau
penyelesaian akhir APMK dan informasi lain tentang permasalahan-
permasalahan yang dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut.
V. PEMROSESAN ...
27
V. PEMROSESAN PERIZINAN SEBAGAI PRINSIPAL, PENERBIT,
ACQUIRER,
PENYELENGGARA KLIRING, DAN/ATAU
PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR
1. Bank Indonesia memberikan izin atau penolakan secara tertulis dalam
jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung
sejak surat permohonan dan dokumen yang dipersyaratkan diterima oleh
Bank Indonesia.
2. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan secara tertulis
sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan, kebenaran dan
kesesuaian dokumen yang diajukan oleh Bank atau Lembaga Selain
Bank;
b. pemeriksaan (on site visit) ke Bank atau Lembaga Selain Bank yang
bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan
kesesuaian dokumen yang diajukan, serta untuk memastikan
kesiapan operasional, jika diperlukan; dan/atau
c. dalam hal pemohon berupa Bank, Bank Indonesia meminta
rekomendasi kepada otoritas pengawas Bank, paling kurang
meliputi kondisi keuangan, tingkat kesehatan, kesiapan operasional
dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk
informasi jika terdapat permasalahan-permasalahan yang dihadapi
Bank tersebut.
3. Berdasarkan hasil pemeriksaan administratif dokumen, hasil pemeriksaan
(on site visit), dan/atau rekomendasi otoritas pengawas Bank
sebagaimana dimaksud pada angka 2, Bank Indonesia melakukan:
a. pemberian izin, jika:
1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud pada
butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang disampaikan
pemohon ...
28
pemohon telah lengkap, benar dan sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh Bank Indonesia;
2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada
butir 2.b, menunjukan kebenaran dan kesesuaian dokumen
yang diajukan, serta kesiapan operasional; dan
3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank
merekomendasikan Bank atau Lembaga Selain Bank untuk
memperoleh izin sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir.
b. penolakan, jika:
1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud pada
butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang diajukan
pemohon tidak lengkap, tidak benar dan/atau tidak sesuai
dengan yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia;
2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada
butir 2.b, menunjukkan adanya ketidakbenaran atau
ketidaksesuaian dokumen yang diajukan dan/atau
ketidaksiapan operasional; dan/atau
3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank tidak
merekomendasikan Bank atau Lembaga Selain Bank untuk
memperoleh izin sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir.
4.
Jika terdapat hal-hal yang harus ditindaklanjuti, maka jangka waktu
pemberian izin sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat diperpanjang.
Perpanjangan jangka waktu pemberian izin tersebut diberitahukan secara
tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon.
VI. PEMBERITAHUAN ...
29
VI. PEMBERITAHUAN TANGGAL EFEKTIF DIMULAINYA KEGIATAN
SEBAGAI PRINSIPAL, PENERBIT, ACQUIRER, PENYELENGGARA
KLIRING DAN/ATAU PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR
1. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin sebagai
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib melakukan kegiatannya paling
lambat 180 (seratus delapan puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal
surat pemberian izin dari Bank Indonesia.
2. Apabila dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender
sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank atau Lembaga Selain Bank
telah melakukan kegiatannya sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
maka Bank atau Lembaga Selain Bank tersebut wajib memberitahukan
secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai tanggal efektif
dimulainya kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. Bank atau Lembaga
Selain Bank dinyatakan telah dapat melaksanakan kegiatannya secara
efektif sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir apabila jaringan atau
sistemnya telah dapat dioperasikan dan produknya telah dapat digunakan
oleh masyarakat luas sebagai APMK.
3. Apabila Bank atau Lembaga Selain Bank tidak dapat melaksanakan
kegiatannya dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari
kalender sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank atau Lembaga
Selain Bank tersebut wajib memberitahukan secara tertulis kepada Bank
Indonesia disertai dengan bukti-bukti pendukung yang memperkuat
penjelasan mengenai alasan dan kendala-kendala yang menyebabkan
belum dapat dilaksanakannya kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir.
4. Pemberitahuan ...
30
4. Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif
dimulainya kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. Sedangkan
pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya
jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sebagaimana
dimaksud pada angka 1.
VII. PENYELENGGARAAN KEGIATAN APMK
A. Prinsip Perlindungan Nasabah
1. Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan nasabah dalam
menyelenggarakan kegiatan APMK yang antara lain dilakukan
dengan menyampaikan informasi tertulis kepada Pemegang Kartu
atas APMK yang diterbitkan. Informasi tersebut wajib
menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti,
ditulis dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh Pemegang
Kartu.
2. Untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, Penerbit Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet wajib memberikan informasi tertulis kepada
Pemegang Kartu, paling kurang meliputi:
a. prosedur dan tata cara penggunaan kartu, fasilitas yang melekat
pada kartu, dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan
kartu tersebut;
b. hak dan kewajiban Pemegang Kartu, paling kurang meliputi:
1) hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang
Kartu dalam penggunaan kartunya, termasuk segala
konsekuensi/risiko yang mungkin timbul dari penggunaan
kartu, misalnya tidak memberikan PIN kepada orang lain
dan berhati-hati saat melakukan transaksi melalui mesin
ATM;
2) hak ...
31
2) hak dan tanggung jawab Pemegang Kartu dalam hal
terjadi berbagai hal yang mengakibatkan kerugian bagi
Pemegang Kartu dan/atau Penerbit, baik yang disebabkan
karena adanya pemalsuan kartu, kegagalan sistem
Penerbit, atau sebab lainnya;
3)
4)
c.
jenis dan besarnya biaya yang dikenakan; dan
tata cara dan konsekuensi jika Pemegang Kartu tidak lagi
berkeinginan menjadi Pemegang Kartu;
tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan
penggunaan kartu dan perkiraan waktu penanganan pengaduan
tersebut.
3. Untuk Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib menyampaikan
informasi tertulis kepada Pemegang Kartu yang terdiri dari seluruh
informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2, dan melakukan pula
hal-hal antara lain:
a. menyampaikan informasi umum mengenai:
1) kolektibilitas kredit (lancar, kurang lancar, diragukan,
atau macet) dan konsekuensi dari masing-masing status
kolektibilitas tersebut;
2) penggunaan jasa pihak lain di luar Penerbit untuk
melakukan penagihan, jika Penerbit menggunakannya;
dan
3)
tata cara dan dasar penghitungan bunga dan/atau denda,
serta komponen penghitungan bunga dan/atau denda,
termasuk saat bunga berhenti dihitung; dan
b. menyampaikan informasi tagihan (billing statement) secara
lengkap, akurat, dan informatif, serta dilakukan secara benar
dan tepat waktu.
4.
Informasi tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3
huruf a wajib diinformasikan kembali kepada Pemegang Kartu jika
terjadi perubahan secara umum.
5. Kewajiban ...
32
5. Kewajiban penyampaian informasi tertulis dan perubahannya
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Informasi tertulis disampaikan oleh Penerbit kepada setiap
calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu.
b. Materi yang disampaikan bersifat umum dan berlaku untuk
semua Pemegang Kartu, misalnya kriteria kolektibilitas kredit
yang diinformasikan adalah kriteria kolektibilitas yang
ditetapkan oleh Penerbit dan berlaku untuk semua Pemegang
Kartu Kreditnya.
c.
Informasi tertulis dapat disampaikan dengan menggunakan
media publik seperti brosur, leaflet, surat kabar dan/atau
website, atau dengan menggunakan media individual seperti
billing statement atau surat pemberitahuan yang langsung
disampaikan kepada setiap Pemegang Kartu.
6. Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan secara otomatis fasilitas
yang berdampak tambahan biaya yang harus ditanggung oleh
Pemegang Kartu dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu
Kredit tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu. Termasuk
persetujuan tertulis dalam hal ini adalah persetujuan tertulis yang
disampaikan melalui faksimili dan e-mail, serta kesepakatan lisan
yang dituangkan dalam catatan resmi pejabat Penerbit yang
bersangkutan.
7. Penerbit Kartu Kredit dilarang mencantumkan klausula dalam
perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu yang
memberikan peluang diberikannya suatu produk secara otomatis
kepada Pemegang Kartu, dan/atau diberikannya fasilitas-fasilitas
yang berdampak tambahan biaya, tanpa persetujuan tertulis dari
Pemegang Kartu.
Contoh klausula yang dilarang:
a. Klausula dalam perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan
Pemegang Kartu misalnya:
”Dengan ...
33
”Dengan ditandatanganinya perjanjian ini maka Penerbit
Kartu Kredit setiap saat dapat memberikan fasilitas atau
produk yang biayanya dibebankan pada kartu dan biaya
tersebut dibebankan secara otomatis kepada Pemegang
Kartu”.
b. Pernyataan dalam penawaran produk misalnya:
”Penawaran produk ini dianggap telah disetujui oleh
Pemegang Kartu apabila dalam jangka waktu 30 hari sejak
tanggal penawaran produk ini, Pemegang Kartu tidak
melakukan konfirmasi melalui telepon nomor 021-12345678”.
B. Prinsip Kehati-hatian
1. Dalam pemberian Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib
mengelola risiko sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku mengenai manajemen risiko.
2. Penerbit Kartu Kredit wajib menetapkan persentase minimum
pembayaran oleh Pemegang Kartu, paling sedikit sebesar 10%
(sepuluh per seratus) dari total tagihan. Penetapan besarnya
mínimum pembayaran dapat disesuaikan oleh Bank Indonesia
berdasarkan pertimbangan untuk menjaga kesehatan industri Kartu
Kredit dan perlindungan kepada Pemegang Kartu.
3. Untuk meningkatkan keamanan dan agar masing-masing Penerbit
dapat melakukan pengelolaan likuiditasnya dengan baik, ditetapkan
hal-hal sebagai berikut:
a. Batas paling banyak nilai nominal dana yang dapat ditransfer
antar Penerbit Kartu ATM melalui mesin ATM adalah sebesar
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per rekening
dalam satu hari dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Batas paling banyak nilai nominal dana berlaku untuk
transfer dana antar Penerbit melalui ATM dimana
rekening ...
34
rekening pengirim dan rekening penerima berada pada
Penerbit yang berbeda; dan
2) Batas paling banyak nilai nominal dana tidak berlaku
untuk transfer dana intra Penerbit kartu ATM dimana
rekening pengirim dan rekening penerima berada pada
Penerbit yang sama.
b. Batas paling banyak nilai nominal dana untuk penarikan tunai
melalui mesin ATM baik dengan kartu ATM atau Kartu Kredit
adalah sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per
rekening dalam satu hari.
C. Peningkatan Keamanan APMK
1. Penerbit wajib meningkatkan keamanan APMK guna mencegah dan
mengurangi tingkat kejahatan dibidang APMK, serta sekaligus
untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap APMK.
2. Peningkatan keamanan sebagaimana dimaksud pada angka 1
dilakukan terhadap seluruh infrastruktur teknologi yang terkait
dengan penyelenggaraan APMK, yang meliputi pengamanan pada
kartu dan pengamanan pada seluruh sistem yang digunakan untuk
memproses transaksi APMK, yaitu:
a. Peningkatan keamanan kartu dilakukan dengan menggunakan
teknologi chip (”integrated circuit”) yang mempunyai
kemampuan untuk menyimpan dan/atau memproses data,
sehingga pada kartu dapat ditambahkan aplikasi untuk
kepentingan pengamanan pemrosesan data transaksi.
b. Peningkatan keamanan mesin Electronic Data Capture (EDC)
pada Pedagang, keamanan mesin ATM, dan keamanan pada
sistem pendukung dan pemroses transaksi (back end system)
yang berada pada Penerbit, Acquirer, dan/atau third party
processor lainnya, dilakukan dengan cara menyediakan mesin
dan ...
35
dan sistem yang dapat memproses kartu dengan teknologi chip
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
c. Khusus untuk Kartu ATM dan Kartu Debet yang diterbitkan di
Indonesia, jumlah digit PIN paling sedikit 4 (empat) digit.
3. Penggunaan standar teknologi chip sebagai upaya peningkatan
keamanan kartu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Kartu Kredit, yang menggunakan jaringan internasional
(global network), standar teknologi chip dan sistem atau
aplikasi yang digunakan mengacu pada standar teknologi chip
dan sistem atau aplikasi yang berlaku dan/atau dipersyaratkan
oleh Prinsipal selaku pemegang jaringan kartu tersebut.
b. Untuk Kartu Kredit, yang menggunakan jaringan domestik
(domestic network), standar teknologi chip untuk kartu dapat
mengacu pada standar teknologi chip yang berlaku untuk kartu
yang menggunakan jaringan internasional (global network)
sebagaimana dimaksud pada huruf a. Sedangkan standar sistem
atau aplikasi (seperti EDC) yang digunakan harus disesuaikan
sedemikian rupa sehingga dapat memproses kartu dengan
teknologi chip tersebut.
c. Standar teknologi chip Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
diterbitkan di Indonesia harus mengacu pada standar teknologi
chip yang telah disepakati industri.
4. Penggunaan teknologi chip pada Kartu Kredit, Kartu ATM, dan/atau
Kartu Debet dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kartu Kredit
Seluruh Kartu Kredit yang diterbitkan oleh Penerbit di
Indonesia baik untuk kartu baru maupun penggantian kartu
lama (renewal) wajib telah menggunakan teknologi chip paling
lambat pada tanggal 31 Desember 2009. Dengan demikian per
lambat ...
36
lambat tanggal 31 Desember 2009. Dengan demikian per
1 Januari 2010 seluruh transaksi Kartu Kredit di wilayah
Indonesia yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia harus
diproses dengan menggunakan teknologi chip. Dalam hal
Kartu Kredit yang telah berteknologi chip tersebut tidak dapat
diproses untuk kepentingan transaksi, maka proses transaksi
Kartu Kredit tersebut dilarang dilanjutkan dengan
menggunakan teknologi magnetic stripe.
b. Kartu ATM dan Kartu Debet
Seluruh Kartu ATM dan Kartu Debet yang diterbitkan di
Indonesia wajib telah menggunakan teknologi chip dengan
mengacu pada standar teknis hasil kesepakatan industri
penyelenggara kartu ATM dan Kartu Debet yang waktu
implementasinya didasarkan pada hasil kesepakatan industri
Penyelenggara Kartu ATM dan Kartu Debet.
5. Penggunaan teknologi yang dapat memproses kartu dengan
teknologi chip pada sistem APMK seperti EDC, ATM, dan back end
system sebagai upaya peningkatan keamanan sistem, dilakukan
secara bertahap, sebagai berikut:
a. Acquirer Kartu Kredit wajib mengganti atau meningkatkan
keamanan pada seluruh EDC dan back end system yang
disediakan sehingga seluruh EDC dan back end system tersebut
dapat memproses transaksi dari Kartu Kredit yang
menggunakan teknologi chip paling lambat tanggal
31 Desember 2009.
b. Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dan Acquirer Kartu
Debet wajib mengganti dan meningkatkan keamanan pada
seluruh ATM, EDC, dan back end system, yang waktu
pelaksanaannya diserahkan kepada kesepakatan industri.
D. Kerjasama ...
37
D. Kerjasama Penerbit dengan Pihak Lain
1.
Jika dalam menyelenggarakan kegiatan APMK, Penerbit melakukan
kerjasama dengan pihak lain, seperti kerjasama dalam kegiatan
pencetakan kartu, personalisasi kartu, pengiriman dokumen,
pemasaran, penagihan, dan/atau pengoperasian sistem, Penerbit
harus memastikan bahwa:
a.
tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan
kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara,
mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan oleh Penerbit itu sendiri; dan
b. pihak lain tersebut menjaga keamanan dan kerahasiaan
data/informasi.
2. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan
pencetakan kartu, maka:
a. pencetakan kartu harus dilakukan pada perusahaan pencetak
kartu yang mempunyai jaminan keamanan atas keseluruhan
proses mulai dari proses pencetakan sampai dengan
diterimanya kartu oleh Penerbit.
b.
jaminan keamanan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dibuktikan dengan:
1) adanya hasil sertifikasi dari Prinsipal, jika Penerbit
merupakan pengguna jaringan Prinsipal dan Prinsipal
melakukan proses sertifikasi atas perusahaan pencetak
kartu. Dalam hal ini, Prinsipal menetapkan perusahaan
pencetak kartu yang memenuhi persyaratan untuk
melakukan pencetakan kartu, dan Prinsipal mewajibkan
Penerbit untuk mencetak kartu pada perusahaan yang
telah disertifikasi tersebut; atau
2) adanya keyakinan Penerbit mengenai keamanan proses
produksi dan proses pengiriman perusahaan pencetak
kartu, jika Penerbit merupakan pengguna jaringan
Prinsipal ...
38
Prinsipal namun Prinsipal tidak melakukan sertifikasi
kepada perusahaan pencetak kartu, atau Penerbit juga
bertindak sebagai Prinsipal. Dengan demikian, dalam hal
ini pencetakan kartu dapat dilakukan pada perusahaan
pencetak kartu manapun sepanjang Penerbit memperoleh
keyakinan mengenai keamanan proses produksi dan
proses pengiriman.
3. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan
personalisasi kartu, maka Penerbit harus memastikan bahwa
perusahaan personalisasi tunduk pada ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk kartu yang tergabung dalam jaringan Prinsipal
internasional, personalisasi kartu harus dilakukan pada
perusahaan personalisasi kartu yang telah mendapatkan
sertifikasi dari Prinsipal;
b. Untuk kartu yang tergabung dalam jaringan Prinsipal domestik,
personalisasi kartu harus dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1)
Jika Prinsipal yang bersangkutan melakukan proses
sertifikasi kepada perusahaan personalisasi, maka
personalisasi kartu wajib dilakukan pada perusahaan
personalisasi yang telah memperoleh sertifikasi dari
Prinsipal yang bersangkutan;
2)
Jika Prinsipal yang bersangkutan tidak melakukan proses
sertifikasi kepada perusahaan personalisasi, maka
personalisasi kartu wajib dilakukan pada perusahaan
personalisasi yang memiliki kemampuan untuk
melakukan personalisasi kartu secara aman, yang
dibuktikan dengan sertifikat hasil audit teknologi
informasi dari auditor independen internal atau eksternal.
4. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan
penagihan transaksi Kartu Kredit, maka:
a. penagihan ...
39
a. penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan jika
kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam
kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan
kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kolektibilitas;
b. Penerbit harus menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain
tersebut, selain harus dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan pada huruf a, juga harus dilakukan dengan cara-cara
yang tidak melanggar hukum; dan
c. dalam perjanjian kerjasama antara Penerbit dan pihak lain
untuk melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit tersebut
harus memuat klausula tentang tanggungjawab Penerbit
terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat dari
kerjasama dengan pihak lain tersebut.
5. Dalam hal Penerbit melakukan kerjasama dengan pihak lain, seperti
Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan
sarana pemrosesan transaksi APMK, maka:
a. pengoperasian sistem harus dilakukan oleh perusahaan
switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana
pemrosesan transaksi APMK yang mempunyai jaminan
keamanan atas keseluruhan proses transaksi APMK. Jaminan
keamanan tersebut dibuktikan dengan:
1) adanya hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal;
2) adanya hasil sertifikasi yang dilakukan oleh Prinsipal, jika
Penerbit merupakan anggota Prinsipal.
b. Penerbit harus memastikan bahwa Perusahaan Switching
dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan
transaksi APMK dapat menjaga kerahasiaan data, baik data
Pemegang Kartu maupun data transaksi.
6. Dalam ...
40
6. Dalam hal Penerbit bekerjasama dengan Prinsipal, Acquirer,
Perusahaan Switching, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Penerbit wajib memastikan
bahwa:
a. Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir telah memperoleh izin dari
Bank Indonesia;
b. sistem yang digunakan oleh Prinsipal, Acquirer, Perusahaan
Switching, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir tersebut memenuhi standar pengamanan
sebagaimana diwajibkan bagi Penerbit dalam Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
7. Penerbit yang merupakan Bank dalam melakukan kerjasama atau
menggunakan pihak lain untuk memproses transaksi APMK, wajib
pula memperhatikan dan memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kerjasama Bank dengan pihak lain, antara lain
ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko
dalam penggunaan teknologi informasi oleh Bank Umum.
E. Kerjasama Acquirer dengan Pedagang atau Pihak Lain
1. Dalam hal Acquirer melakukan kerjasama dengan Pedagang,
Acquirer tersebut harus memastikan bahwa:
a. bidang usaha Pedagang tidak termasuk bidang usaha yang
dilarang oleh undang-undang;
b. dalam perjanjian kerjasama antara Acquirer dan Pedagang
harus memuat klausula paling kurang mencantumkan:
1) hak dan kewajiban Acquirer dan Pedagang;
2)
larangan kepada Pedagang untuk memproses penarikan
tunai (cash withdrawal transaction) dengan menggunakan
Kartu Kredit;
3) larangan ...
41
3)
larangan kepada Pedagang untuk mengenakan biaya
tambahan (surcharge) kepada Pemegang Kartu; dan/atau
4) kewajiban kepada Pedagang untuk menjaga kerahasiaan
data/informasi mengenai transaksi dan Pemegang Kartu.
c. Pedagang mematuhi perjanjian kerjasama dengan Acquirer
sebagaimana dimaksud pada huruf b; dan
d. Pedagang memahami tata cara dan mekanisme transaksi
dengan menggunakan APMK. Dalam hal ini Acquirer
berkewajiban untuk memberikan edukasi dan pembinaan
secara berkala kepada Pedagang termasuk jika terdapat
jenis/produk APMK baru.
2. Dalam hal Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak lain, seperti
Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan
sarana pemrosesan transaksi APMK, maka:
a. pengoperasian sistem harus dilakukan oleh Perusahaan
Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana
pemrosesan transaksi APMK yang mempunyai jaminan
keamanan atas keseluruhan proses transaksi APMK. Jaminan
keamanan tersebut dibuktikan dengan:
1) adanya hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal; dan
2) adanya hasil sertifikasi yang dilakukan oleh Prinsipal, jika
Acquirer merupakan anggota Prinsipal.
b. Acquirer harus memastikan bahwa Perusahaan Switching
dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan
transaksi APMK dapat menjaga kerahasiaan data, baik data
Pemegang kartu maupun data transaksi.
3. Acquirer yang merupakan Bank jika dalam melakukan kegiatan
APMK akan bekerjasama atau menggunakan pihak lain untuk
memproses transaksi APMK, wajib pula memperhatikan dan
memenuhi ...
42
memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kerjasama Bank dengan pihak lain, antara lain ketentuan Bank
Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan
teknologi informasi oleh Bank Umum.
F. Pengelolaan Risiko Operasional
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib mengelola risiko operasional
antara lain melalui penggunaan proven technology yang paling kurang
mencakup pemenuhan aspek-aspek sebagai berikut:
1. Adanya sistem keamanan teknologi informasi yang paling kurang
memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. dua faktor otentikasi yang akan digunakan (two factors
authentication);
b. kerahasiaan data (confidentiality);
c.
integritas sistem dan data (integrity);
d. otentikasi sistem dan data (authentication);
e. pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang telah
dilakukan (non-repudiation); dan/atau
f. ketersediaan sistem (availability),
yang dilakukan secara efektif dan efisien dengan memperhatikan
kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku;
2. Adanya sistem dan prosedur untuk melakukan audit trail;
3. Adanya kebijakan dan prosedur internal untuk sistem dan Sumber
Daya Manusia (SDM); dan
4. Adanya Business Continuity Plan (BCP) yang dapat menjamin
kelangsungan penyelenggaraan APMK. BCP tersebut meliputi
tindakan preventif maupun contingency plan (termasuk penyediaan
sarana back-up) jika terjadi kondisi darurat atau gangguan yang
mengakibatkan sistem utama penyelenggaraan APMK tidak dapat
digunakan.
VIII. PERSYARATAN ...
43
VIII. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN DAN
MENYAMPAIKAN LAPORAN DALAM RANGKA PERALIHAN
PERIZINAN MELALUI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMISAHAN,
ATAU PENGAMBILALIHAN
A. Penggabungan
1. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan
kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan
penggabungan dengan Bank yang telah atau belum memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
jika Bank hasil penggabungan adalah Bank yang telah
memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank
Indonesia, maka Bank hasil penggabungan tersebut harus
melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai
rencana melanjutkan kegiatan APMK.
b.
jika Bank hasil penggabungan adalah Bank yang belum
memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank
Indonesia, maka Bank hasil penggabungan tersebut wajib
memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk
dapat melanjutkan kegiatan APMK.
2. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan
melakukan penggabungan dengan Lembaga Selain Bank yang telah
atau belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari
Bank Indonesia, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
jika Lembaga Selain Bank hasil penggabungan adalah
Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka
Lembaga Selain Bank hasil penggabungan tersebut harus
melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai
rencana melanjutkan kegiatan APMK.
b. jika ...
44
b.
jika Lembaga Selain Bank hasil penggabungan adalah
Lembaga Selain Bank yang belum memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka
Lembaga Selain Bank hasil penggabungan tersebut wajib
memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk
dapat melanjutkan kegiatan APMK.
B. Peleburan
1. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan
kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan peleburan
dengan Bank lain yang telah maupun belum memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan APMK, maka Bank hasil peleburan
tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu
untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK.
2. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan
melakukan peleburan dengan Lembaga Selain Bank lain yang telah
maupun belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK,
maka Lembaga Selain Bank hasil peleburan tersebut wajib
memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat
melanjutkan kegiatan APMK.
C. Pemisahan
1. Dalam hal Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh
izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan
melakukan pemisahan murni, maka Bank atau Lembaga Selain
Bank hasil pemisahan murni tersebut wajib memperoleh izin dari
Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan
APMK.
2. Dalam hal Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh
izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan
melakukan pemisahan tidak murni (spin off), berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. izin ...
45
a.
izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia
tetap melekat pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang
melakukan pemisahan tidak murni (spin off). Dengan demikian
Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan pemisahan
tidak murni (spin off) harus melaporkan secara tertulis kepada
Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatan
APMK.
b. Bank atau Lembaga Selain Bank hasil pemisahan tidak murni
(spin off) wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih
dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK.
D. Pengambilalihan
1. Dalam hal terjadi pengambilalihan terhadap Bank atau Lembaga
Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan
APMK dari Bank Indonesia, maka Bank atau Lembaga Selain Bank
yang akan diambilalih harus melaporkan rencana pengambilalihan
tersebut kepada Bank Indonesia.
2. Laporan rencana pengambilalihan tersebut harus dilengkapi dengan
informasi yang paling kurang meliputi latar belakang
pengambilalihan, pihak yang akan melakukan pengambilalihan,
target waktu pelaksanaan pengambilalihan, susunan pemilik
dan/atau pemegang saham pengendali setelah dilakukannya
pengambilalihan, serta rencana bisnis setelah dilakukannya
pengambilalihan khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan
kegiatan APMK seperti rencana perubahan nama, perubahan
struktur organisasi, atau perubahan sistem yang digunakan.
E. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir A.1.a., butir A.2.a., butir
C.2.a., dan butir D.1. harus disampaikan kepada Bank Indonesia , dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Laporan harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian
permohonan izin rencana penggabungan, pemisahan, atau
pengambilalihan ...
46
pengambilalihan kepada Bank Indonesia atau otoritas pengawas
Lembaga Selain Bank yang berwenang.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus dilampiri
dengan dokumen antara lain berupa rencana bisnis setelah
penggabungan, pemisahan, atau pengambilalihan termasuk rencana
penggunaan sistem dan pengembangan sistem, laporan kesiapan
infrastruktur, dan laporan hasil audit teknologi informasi dari
auditor independen dalam hal terjadi pengembangan dan/atau
penggabungan sistem yang telah ada.
F. Permohonan perizinan sebagaimana dimaksud pada butir A.1.b., butir
A.2.b., butir B.1., butir B.2., butir C.1., dan butir C.2.b., harus
disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Permohonan perizinan wajib disampaikan bersamaan dengan
penyampaian permohonan izin rencana penggabungan, peleburan,
atau pemisahan kepada Bank Indonesia atau otoritas pengawas
Lembaga Selain Bank yang berwenang.
2. Permohonan perizinan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus
dilampiri dengan dokumen yang antara lain berupa:
a.
laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh
kantor akuntan publik yang independen, untuk Lembaga Selain
Bank;
b.
rencana bisnis setelah penggabungan, peleburan, atau
pemisahan, termasuk rencana penggunaan sistem dan
pengembangan sistem;
c.
d.
laporan kesiapan infrastruktur;
laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen
dalam hal terjadi pengembangan dan/atau penggabungan
sistem yang telah ada;
e. komposisi kepemilikan saham setelah penggabungan,
peleburan, atau pemisahan, untuk Lembaga Selain Bank; dan
f. rekomendasi ...
47
f.
rekomendasi otoritas pengawas Lembaga Selain Bank, khusus
untuk Lembaga Selain Bank.
G. Pemrosesan permohonan perizinan untuk dapat melanjutkan kegiatan
APMK sehubungan dengan penggabungan, peleburan, atau pemisahan
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bank Indonesia memberikan izin atau penolakan secara tertulis
dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja
terhitung sejak dokumen yang dipersyaratkan diterima oleh Bank
Indonesia.
2. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan sebagaimana
dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan, kebenaran,
dan kesesuaian dokumen yang diajukan oleh Bank atau
Lembaga Selain Bank;
b. pemeriksaan (on site visit) ke Bank atau Lembaga Selain Bank
yang bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran
dan kesesuaian dokumen yang diajukan,
serta untuk
memastikan kesiapan operasional, jika diperlukan; dan/atau
c. dalam hal pemohon berupa Bank, Bank Indonesia meminta
rekomendasi kepada otoritas pengawas Bank, paling kurang
meliputi kondisi keuangan, tingkat kesehatan, kesiapan
operasional dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang
berlaku, termasuk informasi jika terdapat permasalahan-
permasalahan yang dihadapi Bank tersebut.
3. Dalam hal pemeriksaan administratif dokumen sebagaimana
dimaksud pada butir 2.a dan pemeriksaan (on site visit) sebagaimana
dimaksud pada butir 2.b telah dilakukan, dan dengan
mempertimbangkan rekomendasi otoritas pengawas Bank atau
Lembaga Selain Bank, Bank Indonesia melakukan:
a. pemberian ...
48
a. pemberian izin, jika
1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud
pada butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang
diajukan telah lengkap, benar dan sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh Bank Indonesia;
2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud
pada butir 2.b, menunjukan kebenaran dan kesesuaian
dokumen yang diajukan, serta kesiapan operasional; dan
3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank
merekomendasikan pelaksanaan rencana Bank atau
Lembaga Selain Bank untuk melanjutkan kegiatan
APMK.
b. penolakan, jika :
1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud
pada butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang
diajukan pemohon tidak lengkap, tidak benar, dan/atau
tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Bank
Indonesia;
2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud
pada butir 2.b, menunjukkan adanya ketidakbenaran atau
ketidaksesuaian dokumen yang diajukan dan/atau
ketidaksiapan operasional; dan/atau
3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank tidak
merekomendasikan Bank atau Lembaga Selain Bank
untuk melanjutkan kegiatan APMK.
4.
Jika terdapat hal-hal yang harus ditindaklanjuti, maka jangka waktu
pemberian izin sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat
diperpanjang. Perpanjangan jangka waktu pemberian izin tersebut
diberitahukan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon.
IX. PENGAWASAN ...
49
IX. PENGAWASAN, LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN APMK,
DAN TATA CARA PENGENAAN SANKSI DENDA
A. Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan APMK
1. Tujuan Pengawasan
Pengawasan bertujuan untuk memastikan penyelenggaraan kegiatan
APMK dilakukan secara efisien, cepat, aman dan andal dengan
memperhatikan prinsip perlindungan nasabah.
2. Obyek Pengawasan
Bank Indonesia, melakukan pengawasan terhadap kegiatan
penyelenggaraan APMK yang dilakukan oleh:
a. Prinsipal;
b. Penerbit;
c. Acquirer;
d. Penyelenggara Kegiatan Kliring APMK; dan
e. Penyelenggara Kegiatan Penyelesaian Akhir APMK.
3. Fokus Pengawasan
Pengawasan terhadap penyelenggaraan APMK difokuskan pada:
a. penerapan aspek manajemen risiko;
b. kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk
kebenaran dan ketepatan penyampaian informasi dan laporan;
dan
c. penerapan aspek perlindungan nasabah.
4. Metode Pengawasan
a. Pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan APMK
dilakukan Bank Indonesia melalui:
1) penelitian, analisis dan evaluasi, antara lain yang
didasarkan atas laporan berkala, laporan insidentil, data
dan/atau informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia
dari pihak lain, serta diskusi dengan pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada angka 2.
2) pemeriksaan ...
50
2) pemeriksaan (on site visit) terhadap pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada angka 2 untuk mencocokan
kebenaran data dengan fakta di lapangan, serta melihat
sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung dan database.
Dalam hal diperlukan, pemeriksaan (on site visit) dapat
juga dilakukan terhadap pihak-pihak yang bekerjasama
dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2.
3) pertemuan konsultasi (consultative meeting) dengan
pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2 untuk
mendapatkan informasi penyelenggaraan dan
menyampaikan saran.
4) pembinaan terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud
pada angka 2 termasuk untuk melakukan perubahan.
b. Dalam rangka pengawasan, pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada angka 2 wajib memberikan:
1) keterangan dan/atau data yang terkait dengan
penyelenggaraan APMK, baik dalam bentuk hard copy
maupun soft copy; dan
2) kesempatan melakukan pemeriksaan (on site visit) untuk
melihat penyelenggaraan APMK, sarana fisik, sistem,
aplikasi pendukung dan database.
c. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas
nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan (on site visit)
terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2.
B. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan APMK
1. Laporan Berkala
a. Laporan berkala merupakan laporan yang wajib disampaikan
baik secara tertulis dan/atau on-line dengan lengkap, benar,
akurat dan tepat waktu oleh pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada butir A.2 sesuai dengan periode masing-masing
laporan ...
51
laporan. Laporan berkala terdiri atas laporan bulanan, laporan
triwulanan, dan laporan tahunan.
b.
Jenis Laporan Berkala
Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada butir A.2 meliputi :
1) Prinsipal
a) Laporan Tahunan yang paling kurang meliputi
informasi mengenai:
(1) rencana kerja dan target 1 (satu) tahun ke depan
termasuk rencana pengembangan produk dan
kerjasama dengan pihak lain;
(2) realisasi rencana kerja tahun sebelumnya;
(3) anggota yang tergabung dalam jaringan
Prinsipal; dan
(4) jenis dan besarnya biaya yang dikenakan
kepada anggota.
b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang
dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali
dalam 3 (tiga) tahun dengan cakupan audit antara
lain meliputi:
(1) keamanan jaringan;
(2) keamanan data;
(3) keamanan aplikasi dan sistem;
(4) kontrol terhadap akses sistem dan data;
(5) monitoring dan pengujian berkala terhadap
jaringan; dan
(6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi
informasi.
2) Penerbit
a) Laporan Bulanan Penyelenggaraan Kegiatan APMK
terdiri dari:
(1) Laporan ...
52
(1) Laporan Bulanan Penerbit Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet;
(2) Laporan Bulanan Penerbit Kartu Kredit;
(3) Laporan Bulanan Fraud; dan
(4) Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu Kredit,
yaitu:
(a) Khusus Lembaga Selain Bank yang
bertindak sebagai Penerbit Kartu Kredit,
Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu
Kredit terdiri dari klasifikasi:
i. Lancar, apabila pembayaran tepat
waktu, perkembangan rekening baik
dan tidak ada tunggakan serta sesuai
dengan persyaratan kredit;
ii. Dalam Perhatian Khusus, apabila
terdapat tunggakan pembayaran
pokok dan/atau bunga sampai dengan
90 (sembilan puluh) hari;
iii. Kurang Lancar, apabila terdapat
tunggakan pembayaran pokok
dan/atau bunga yang telah
melampaui 90 (sembilan puluh) hari
kalender sampai dengan 120 (seratus
dua puluh) hari;
iv. Diragukan,
apabila
terdapat
tunggakan pembayaran pokok
dan/atau bunga yang telah
melampaui 120 (seratus dua puluh)
hari kalender sampai dengan 180
(seratus delapan puluh) hari; atau
v. Macet ...
53
v. Macet, apabila terdapat tunggakan
pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 180 (seratus delapan
puluh) hari.
(b) Khusus Bank yang bertindak sebagai
Penerbit Kartu Kredit, penyampaian
Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu
Kredit dilakukan sebagaimana diatur
dalam Surat Edaran Bank Indonesia
mengenai penilaian kualitas aktiva Bank
Umum.
b) Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian
Pengaduan Nasabah; dan
c) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang
dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali
dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan
audit antara lain meliputi:
(1) keamanan jaringan;
(2) keamanan data;
(3) keamanan aplikasi dan sistem;
(4) kontrol terhadap akses sistem dan data;
(5) monitoring dan pengujian berkala terhadap
jaringan;
(6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi
informasi.
3) Acquirer
a) Laporan Bulanan Acquirer; dan
b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang
dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali
dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan
audit antara lain meliputi:
(1) keamanan ...
54
(1) keamanan jaringan;
(2) keamanan data;
(3) keamanan aplikasi dan sistem;
(4) kontrol terhadap akses sistem dan data;
(5) monitoring dan pengujian berkala terhadap
jaringan; dan
(6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi
informasi.
4) Penyelenggara Kliring APMK
a) Laporan Triwulanan Penyelenggaraan Kegiatan
Kliring APMK.
b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang
dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali
dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan
audit antara lain meliputi:
(1) keamanan jaringan;
(2) keamanan data;
(3) keamanan aplikasi dan sistem;
(4) kontrol terhadap akses sistem dan data;
(5) monitoring dan pengujian berkala terhadap
jaringan; dan
(6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi
informasi.
5) Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK
a) Laporan Triwulanan Penyelenggaraan Kegiatan
Penyelesaian Akhir APMK; dan
b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang
dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali
dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan
audit antara lain meliputi:
(1) keamanan ...
55
(1) keamanan jaringan;
(2) keamanan data;
(3) keamanan aplikasi dan sistem;
(4) kontrol terhadap akses sistem dan data;
(5) monitoring dan pengujian berkala terhadap
jaringan; dan
(6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi
informasi
2. Laporan Insidentil
a. Laporan insidentil merupakan laporan tertulis yang wajib
disampaikan secara benar oleh pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada butir A.2 kepada Bank Indonesia baik atas
permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif sendiri pihak-
pihak tersebut. Laporan insidentil dapat dilakukan dengan
penyampaian dokumen sesuai dengan permintaan Bank
Indonesia.
b.
Jenis Laporan Insidentil
1) Laporan Rencana Kerjasama dengan Pihak Lain
a) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang
akan melakukan kerjasama dengan pihak lain wajib
menyampaikan laporan secara terulis kepada Bank
Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Laporan tertulis rencana kerjasama Prinsipal,
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir
dengan pihak lain disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kerja sebelum perjanjian kerjasama
ditandatangani;
(2) Laporan ...
56
(2) Laporan tertulis rencana kerjasama Prinsipal,
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir
dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada
angka (1), paling kurang memuat:
(a) data/informasi/profil perusahaan pihak
lain yang akan bekerjasama dengan
Prinsipal, Penerbit,
Acquirer,
Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
(b) dasar pertimbangan dilakukannya
kerjasama;
(c) tanggal efektif rencana dilaksanakannya
kerjasama; dan
(d) jangka waktu rencana pelaksanaan
kerjasama.
(3) Laporan tertulis rencana kerjasama Prinsipal,
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir
dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada
angka (1), harus dilengkapi dengan dokumen
berupa:
(a) fotokopi konsep pokok-pokok hubungan
bisnis (business arrangement) antara
Prinsipal,
Penerbit,
Acquirer,
Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir dan
pihak lain;
(b) fotokopi konsep perjanjian kerjasama
antara Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara ...
57
Penyelenggara Penyelesaian Akhir dan
pihak lain;
(c) hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen, jika pihak lain yang
bekerjasama dengan Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir
merupakan perusahaan yang menyediakan
sarana pemrosesan transaksi APMK;
(d) fotokopi hasil sertifikasi dari Prinsipal
terhadap pihak lain yang bekerjasama
dengan Penerbit atau Acquirer, jika
Penerbit atau Acquirer menjadi anggota
Prinsipal.
(e) surat pernyataan kesanggupan pihak lain
yang bekerjasama dengan Prinsipal,
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir untuk menjaga kerahasiaan data;
(f) fotokopi konsep perjanjian kerjasama
yang dilakukan oleh pihak lain dengan
pihak ketiga, jika ada.
b) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib
melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia
mengenai realisasi/pelaksanaan kerjasama dengan
pihak lain, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian
kerjasama.
2) Laporan ...
58
2) Laporan Produk Baru
a) Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet yang akan menerbitkan produk baru Kartu
Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet harus
menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bank
Indonesia paling lambat 45 (empat puluh lima) hari
kerja sebelum produk baru tersebut diterbitkan.
b) Laporan tertulis tersebut harus dilampiri dengan
dokumen paling kurang berupa:
(1) rencana bisnis; dan
(2) penjelasan karakteristik produk baru.
c) Rencana bisnis sebagaimana dimaksud pada butir
b)(1), antara lain meliputi informasi mengenai target
pendapatan yang akan dicapai dari produk baru
tersebut.
d) Penjelasan karakteristik produk baru sebagaimana
dimaksud pada butir b)(2), meliputi penjelasan alur
transaksi, upaya peningkatan keamanan sistem, dan
perbedaan produk baru dengan produk sebelumnya.
3) Laporan Insiden (incident report)
a) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK
wajib menyampaikan laporan insiden (incident
report) yakni laporan atas terjadinya gangguan pada
sistem dan upaya yang telah dilakukan untuk
menanggulanginya seperti:
(1) adanya kegagalan network dalam memproses
transaksi APMK;
(2) fraud yang terjadi.
b) Laporan insiden (incident report) tersebut di atas,
wajib disampaikan kepada Bank Indonesia sesegera
mungkin ...
59
mungkin setelah kejadian melalui telepon atau
faksimili, yang diikuti pelaporan tertulis paling
lambat 3 (tiga) hari kerja setelah kejadian.
3. Laporan tahunan Prinsipal sebagaimana dimaksud pada butir
1.b.1)a) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis
dengan hardcopy paling lambat diterima Bank Indonesia pada
tanggal 15 Februari tahun berikutnya. Apabila tanggal 15 Februari
jatuh pada hari libur maka laporan harus sudah diterima Bank
Indonesia 1 (satu) hari kerja berikutnya.
Contoh: Laporan untuk periode bulan Januari sampai dengan
Desember 2009 disampaikan paling lambat tanggal 15 Februari
2010.
4.
Jika terdapat perubahan data dan/atau informasi pada dokumen-
dokumen yang disampaikan pada saat mengajukan permohonan izin
kepada Bank Indonesia, seperti perubahan nama, alamat kantor,
perubahan pengurus (Direksi dan/atau Dewan Komisaris),
perubahan dokumen pokok-pokok hubungan bisnis, perubahan
pengaturan hak dan kewajiban para pihak, perubahan perjanjian
kerjasama dan perubahan para pihak yang bekerjasama, perubahan
prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa, maka Prinsipal,
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan Penyelenggara
Penyelesaian Akhir harus melaporkan secara tertulis perubahan
tersebut kepada Bank Indonesia, paling lambat 20 (dua puluh) hari
kerja sejak dilakukannya perubahan.
5. Untuk kepentingan pengawasan terkait dengan kegiatan
penyelenggaraan APMK, Bank Indonesia berwenang meminta data,
informasi, dan/atau laporan di luar laporan-laporan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dan angka 2.
6. Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir 1.b.2)a), butir
1.b.2)b), butir 1.b.3)a), butir 1.b.4)a) dan butir 1.b.5)a) dan sanksi
kewajiban membayar berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai laporan kantor pusat Bank Umum dan
ketentuan ...
60
ketentuan mengenai laporan penyelenggaraan kegiatan alat
pembayaran dengan menggunakan kartu oleh Bank Perkreditan
Rakyat Dan Lembaga Selain Bank.
7. Penyampaian Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi
sebagaimana dimaksud pada butir 1.b.1)b), butir 1.b.2)d), butir
1.b.3)b), butir 1.b.4)b), dan butir 1.b.5)b) harus sudah diterima oleh
Bank Indonesia paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak
Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi diterbitkan.
C. Tata Cara Pengenaan Sanksi Denda
1. Pengenaan sanksi denda terhadap Bank terkait penyelenggaraan
kegiatan APMK, dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara
mendebet rekening giro Bank di Bank Indonesia.
2. Pengenaan sanksi denda terhadap Lembaga Selain Bank terkait
dengan penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan cara menyampaikan surat pengenaan sanksi denda
kepada Lembaga Selain Bank tersebut yang antara lain berisi
informasi jumlah sanksi denda dan tata cara pembayarannya kepada
Bank Indonesia.
X. PENGEMBANGAN DAN PENYEDIAAN SISTEM APMK YANG DAPAT
SALING DIKONEKSIKAN (INTEROPERABILITY) DENGAN SISTEM
APMK LAINNYA.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi, kelancaran dan memberikan manfaat
yang lebih luas kepada nasabah dalam bertransaksi, diperlukan upaya untuk
mengembangkan sistem yang dapat saling dikoneksikan dalam memproses
transaksi APMK antara Prinsipal, Penerbit dan Acquirer yang satu dengan
Prinsipal, Penerbit dan Acquirer yang lain.
Secara teknis, hal tersebut dapat dilakukan oleh Prinsipal dengan menetapkan
aturan main dan suatu kriteria atau standar sehingga setiap Penerbit yang
menggunakan jaringan dari Prinsipal tersebut dapat memberikan fasilitas
kepada para Pemegang Kartunya untuk menggunakan akses peralatan yang
menggunakan ...
61
menggunakan tanda atau logo dari Prinsipal yang bersangkutan. Kemudahan
tersebut disamping dapat memberikan manfaat bagi Pemegang Kartu juga
memberikan penghematan proses transaksi yang dilakukan oleh pihak
Acquirer sehingga dapat dihindari investasi yang tidak perlu diantara para
Acquirer. Dalam jangka panjang penghematan biaya transaksi diharapkan
dapat menstimulasi pertumbuhan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
Penyederhanaan sistem atau aplikasi dapat dilakukan oleh pihak Prinsipal,
Penerbit dan Acquirer dengan melakukan pengembangan sistem yang dari
awalnya telah dirancang agar sistem yang dikembangkan dapat saling
membaca dengan sistem yang dikembangkan oleh pihak lain.
Langkah penyederhanaan sistem oleh para pihak dapat dilakukan melalui
kesepakatan yang dilakukan sendiri oleh industri. Untuk mendukung
pelaksanaannya Bank Indonesia dapat mewajibkan para pihak untuk mengikuti
dan menyesuaikan sistemnya yang kriteria dan persyaratannya telah menjadi
kesepakatan industri.
XI. LAIN-LAIN
A. Hal-hal yang bersifat teknis dan mikro dalam penyelenggaraan kegiatan
APMK selain yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini,
dapat diatur dan disepakati sendiri oleh industri APMK (Self Regulation
Organization - SRO). Pengaturan yang dilakukan oleh industri APMK
tersebut sebagai pelengkap dan tidak diperkenankan bertentangan dengan
ketentuan Bank Indonesia.
Dalam hal SRO telah menyepakati dan menetapkan suatu ketentuan,
maka setiap anggota yang tergabung atau pihak yang terkait dengan SRO
harus mematuhi dan mengikuti ketentuan yang telah disepakati.
B. Penyampaian permohonan izin penyelenggaraan APMK, penyampaian
laporan, informasi lainnya, dan/atau surat menyurat disampaikan oleh
kantor pusat Bank atau Lembaga Selain Bank kepada:
Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Gedung D Lantai 2, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2
Jakarta – 10350
XII. PERALIHAN ...
62
XII. PERALIHAN
A. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir sebelum diberlakukannya Surat
Edaran Bank Indonesia ini dan belum memperoleh izin atau penegasan
dari Bank Indonesia, wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia.
Pengajuan permohonan izin wajib disampaikan oleh Bank atau Lembaga
Selain Bank paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender terhitung
sejak tanggal diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Persyaratan dan tata cara memperoleh izin dari Bank Indonesia mengacu
pada Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK sebelum diberlakukannya
Surat Edaran Bank Indonesia ini dan telah memperoleh izin atau
penegasan dari Bank Indonesia wajib melaporkan kegiatannya kepada
Bank Indonesia dan melengkapi persyaratan sebagai Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir APMK paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari kalender
sejak tanggal diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini.
C. Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai Prinsipal,
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir di wilayah Republik Indonesia sebelum
diberlakukannya ketentuan ini dan belum berbadan hukum Indonesia,
wajib telah berbadan hukum Indonesia paling lambat 2 (dua) tahun sejak
tanggal diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka:
A. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/59/DASP tanggal 30 Desember
2005 perihal Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu;
B. Surat ...
63
B. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember
2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta
Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu;
C. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/18/DASP tanggal 23 Agustus
2006 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan
Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu;
D. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/20/DASP tanggal 8 Mei 2008
perihal Perubahan Kedua Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan
Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu; dan
E. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/7/DASP tanggal 21 Februari
2008 perihal Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
13 April 2009..1313 Apr...
2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SWD. MURNIASTUTI
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
64
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 1/10/DASP|SE-BI/1999 </reg_id>
<reg_title> Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring. </reg_title>
<set_date> 31 Desember 1999 </set_date>
<effective_date> 3 Januari 2000 </effective_date>
<replaced_reg> '31/4/UAK|SE-BI/1998', '31/10/UAK|SE-BI/1998' </replaced_reg>
<related_reg> '1/3/PBI/1999 | Pasal 6 ayat (2)', '1/3/PBI/1999 | Pasal 7' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 6', 'Angka 7', 'Angka 8', 'Angka 9' </penalty_list>
|
No.9/ 37 /DPU
Jakarta, 27 Desember 2007
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank Umum
di Bank Indonesia
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/14/PBI/2004 tanggal
22 Juni 2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan serta
Pemusnahan Uang Rupiah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 9/10/PBI/2007 tanggal 30 Agustus 2007, maka dipandang
perlu untuk mengatur pelaksanaan penyetoran dan penarikan uang rupiah oleh
bank umum di Bank Indonesia yang diatur sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
2. Pihak Lain adalah perusahaan yang ditunjuk oleh Bank berdasarkan
suatu perjanjian untuk mewakili Bank dalam melakukan kegiatan
penyetoran dan/atau penarikan Uang di Bank Indonesia.
3. Penyetoran . . .
3. Penyetoran Uang adalah kegiatan Bank melakukan penyetoran Uang
ke Bank Indonesia.
4. Penarikan Uang adalah kegiatan Bank melakukan penarikan Uang
yang masih layak edar (ULE) dari Bank Indonesia.
5. Uang Kertas selanjutnya disingkat UK adalah Uang dalam bentuk
lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya.
6. Uang Logam selanjutnya disingkat UL adalah Uang dalam bentuk koin
yang terbuat dari aluminium, aluminium bronze, kupronikel atau bahan
lainnya.
7. Uang Tidak Layak Edar selanjutnya disingkat UTLE adalah Uang
lusuh, Uang cacat, Uang rusak, dan Uang yang telah dicabut dan
ditarik dari peredaran.
8. Uang Lusuh adalah Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari
ukuran aslinya tetapi kondisi Uang telah berubah yang disebabkan
antara lain karena jamur, minyak, bahan kimia, coretan-coretan.
9. Uang Cacat adalah Uang hasil cetak yang spesifikasi teknisnya tidak
sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
10. Uang Rusak adalah Uang yang ukuran atau fisiknya telah berubah dari
ukuran aslinya yang antara lain karena terbakar, berlubang, hilang
sebagian, atau Uang yang ukuran fisiknya tidak berubah dari ukuran
aslinya antara lain karena robek, atau Uang yang mengerut.
11. Uang Palsu adalah benda yang bentuknya menyerupai Uang dan tidak
memiliki tanda keaslian Uang sebagaimana ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
12. Posisi Long adalah suatu kondisi dimana Bank mengalami kelebihan
likuiditas ULE dalam periode tertentu yang merupakan selisih antara
saldo kas Bank yang tersedia untuk setiap pecahan (denominasi)
tertentu dikurangi dengan kebutuhan kas Bank.
13. Posisi . . .
13. Posisi Short adalah suatu kondisi dimana Bank mengalami kekurangan
likuiditas ULE dalam periode tertentu yang merupakan selisih antara
saldo kas Bank yang tersedia untuk setiap pecahan (denominasi)
tertentu dikurangi dengan kebutuhan kas Bank.
14. Posisi Square adalah suatu kondisi dimana Bank tidak mengalami
kekurangan atau kelebihan likuiditas ULE dalam periode tertentu yang
merupakan selisih antara saldo kas Bank yang tersedia untuk setiap
pecahan (denominasi) tertentu dikurangi dengan kebutuhan kas Bank.
15. Posisi Net Long adalah suatu kondisi dimana Posisi Long lebih besar
dibandingkan dengan Posisi Short untuk pecahan (denominasi) tertentu
pada hari kerja yang sama.
16. Posisi Net Short adalah suatu kondisi dimana Posisi Short lebih besar
dibandingkan dengan Posisi Long untuk pecahan (denominasi) tertentu
pada hari kerja yang sama.
17. Hari Kerja adalah hari kerja sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.
II. PRINSIP UMUM
1. Penyetoran Uang atau Penarikan Uang dilakukan oleh Bank yang
memiliki rekening giro di Bank Indonesia.
2. Penyetoran Uang dan Penarikan Uang sebagaimana dimaksud pada
angka 1, harus dilakukan di wilayah kerja Bank Indonesia setempat.
Contoh :
1 (satu) kantor cabang Bank A di Jakarta mewakili seluruh kantor
cabang Bank A di Jakarta harus melakukan Penyetoran Uang atau
Penarikan Uang di Bank Indonesia Jakarta.
3. Dalam hal terjadi keadaan memaksa, Bank dapat melakukan
Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang sebagaimana dimaksud
pada . . .
pada angka 2, kepada Bank Indonesia di luar kantor Bank Indonesia
setempat dengan mekanisme yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Yang dimaksud dengan keadaan memaksa (force majeure) adalah
peristiwa yang secara langsung atau tidak langsung terjadi di luar
kemampuan Bank dan/atau Bank Indonesia untuk mengatasinya,
antara lain bencana alam, huru-hara, pemberontakan, perang, waktu
kerja diperpendek, gangguan jaringan listrik, gangguan jaringan
internet dan/atau dikeluarkannya Peraturan Pemerintah mengenai
keadaan bahaya, perubahan kebijakan pemerintah serta adanya
penarikan uang secara besar-besaran oleh nasabah Bank.
4. Bank melakukan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang melalui
kantor Bank yang ditunjuk sebagai koordinator Bank dalam Bank yang
sama.
Contoh :
1 (satu) kantor cabang Bank A mewakili seluruh kantor cabang Bank
A di dalam 1 (satu) wilayah kerja Bank Indonesia untuk melakukan
Penyetoran Uang atau Penarikan Uang di Bank Indonesia.
5. Bank dapat menunjuk Pihak Lain untuk melakukan Penyetoran Uang
dan/atau Penarikan Uang di Bank Indonesia.
Dalam hal Bank menunjuk Pihak Lain maka Bank menyampaikan
surat pemberitahuan berikut salinan perjanjian kerja dengan Pihak Lain
dan dokumen terkait lainnya kepada Bank Indonesia setempat.
6. Pihak Lain dapat melakukan Penyetoran Uang ke Bank Indonesia
dan/atau Penarikan Uang dari Bank Indonesia untuk lebih dari
1 (satu) Bank dengan memperhatikan batas waktu layanan kas di Bank
Indonesia yang telah ditetapkan oleh masing-masing kantor Bank
Indonesia.
7. Petugas . . .
7. Petugas Bank atau Pihak Lain dalam melakukan Penyetoran Uang atau
Penarikan Uang di Bank Indonesia harus memperlihatkan tanda
pengenal dan surat tugas atau surat penunjukan.
8. Bank dalam melakukan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang di
Bank Indonesia menggunakan alat transportasi khusus dengan
memenuhi aspek keamanan dan menyediakan jumlah petugas yang
memadai.
9. Bank dalam melakukan Penyetoran Uang di Bank Indonesia,
menyerahkan warkat Penyetoran Uang paling lambat 30 (tiga puluh)
menit sebelum berakhirnya batas waktu layanan kas yang telah
ditetapkan oleh masing-masing kantor Bank Indonesia.
10. Bank Indonesia tidak melayani kegiatan Penyetoran Uang atau
Penarikan Uang apabila Bank melakukan kegiatan tersebut melampaui
batas waktu layanan kas di Bank Indonesia yang telah ditetapkan oleh
masing-masing kantor Bank Indonesia.
11. Bank dapat melakukan kegiatan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang
melampaui batas waktu layanan kas di Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada angka 9 dan angka 10 dengan persetujuan Bank
Indonesia, apabila Bank mengalami keadaan memaksa dan alasan
tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
12. Bank hanya dapat melakukan 1 (satu) kali Penyetoran Uang atau
Penarikan Uang di Bank Indonesia dalam 1 (satu) Hari Kerja.
13. Bank dapat melakukan lebih dari 1 (satu) kali kegiatan Penyetoran
Uang dan/atau Penarikan Uang di Bank Indonesia dengan persetujuan
Bank Indonesia, apabila Bank mengalami keadaan memaksa dan
alasan tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
14. Bank . . .
14. Bank Indonesia menetapkan standarisasi ULE dan/atau UTLE yang
akan disampaikan kepada Bank sebagai pedoman untuk melakukan
penyortiran Uang antara lain untuk disetorkan kepada Bank Indonesia
dan untuk melaksanakan Transaksi Uang Kartal Antar Bank
(TUKAB).
III. KEGIATAN PENYETORAN UANG
1. Bank harus menyampaikan rencana Penyetoran Uang kepada Bank
Indonesia paling lambat pukul 16.00 waktu setempat pada 1 (satu)
Hari Kerja sebelum Penyetoran Uang.
2. Penyampaian rencana Penyetoran Uang sebagaimana dimaksud pada
angka 1 dilakukan melalui faksimili atau sistem informasi yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal faksimili atau sistem
informasi mengalami kerusakan maka rencana Penyetoran Uang dapat
disampaikan melalui sarana lain yang dapat digunakan. Format
rencana Penyetoran Uang sebagaimana contoh yang tercantum pada
Lampiran 1.
3. Kegiatan Penyetoran Uang Tidak Layak Edar
a. Bank hanya dapat menyetorkan UTLE berupa Uang Lusuh
dan/atau Uang yang telah dicabut dan ditarik dari peredaran ke
Bank Indonesia.
b. Dalam hal jumlah Uang yang telah dicabut dan ditarik dari
peredaran kurang dari 1 (satu) brood maka dilakukan melalui
loket penukaran Uang di Bank Indonesia dengan mengacu pada
ketentuan penukaran Uang rupiah yang berlaku.
c. Penukaran UTLE berupa Uang Cacat dan Uang Rusak dilakukan
melalui loket penukaran Uang di Bank Indonesia dengan
mengacu pada ketentuan penukaran Uang rupiah yang berlaku.
d. Bank . . .
d. Bank tidak dapat menyetorkan UTLE berupa Uang Lusuh yang
dicampur dengan ULE.
e. Bank harus melakukan pemilahan dan penyortiran UTLE yang
akan disetorkan ke Bank Indonesia, dengan tata cara sebagai
berikut :
1) Pemilahan dan penyortiran UK
a) UK dipilah dan disortir menurut jenis pecahan dan
tahun emisi, serta disusun searah;
b) UK yang sudah dipilah dan disortir sebagaimana
dimaksud pada huruf a), dalam jumlah 100 (seratus)
lembar dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang
sama diikat menjadi 1 (satu) pak dengan menggunakan
ban UK milik Bank yang bersangkutan yang dibubuhi
stempel nama Bank, tanggal pengolahan UK dan paraf
petugas Bank dan/atau Pihak Lain;
c) UK yang sudah diikat menjadi satu pak sebagaimana
dimaksud pada huruf b), selanjutnya diikat menjadi
1 (satu) brood yang terdiri dari 10 (sepuluh) pak
dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang sama;
d) UK yang sudah diikat menjadi 1 (satu) brood
sebagaimana dimaksud pada huruf c), selanjutnya
dikemas dalam kantong plastik transparan yang berisi
10 (sepuluh) brood dengan jenis pecahan dan tahun
emisi yang sama dan diberikan segel serta label Bank.
2) Pemilahan dan penyortiran UL
a) UL dipilah dan disortir menurut jenis pecahan dan
tahun emisi;
b) UL . . .
b) UL yang telah dipilah dan disortir sebagaimana
dimaksud pada huruf a) selanjutnya dikemas dalam
kantong plastik transparan yang berisi 500 (lima ratus)
keping dengan jenis pecahan dan tahun emisi yang
sama dan diberikan segel serta label Bank.
f. Bank harus melakukan pengemasan atas UTLE yang akan
disetorkan ke Bank Indonesia, dengan tata cara sebagai berikut :
1) Pengemasan UK
a) UK yang telah dipilah dan disortir, dalam jumlah 10
(sepuluh) brood dengan jenis pecahan dan tahun emisi
yang sama dimasukkan dalam kantong plastik
transparan, diberikan segel dan label Bank;
b) Label Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a),
terdapat informasi nama Bank, tanggal penyetoran UK,
kode UTLE, jenis pecahan, tahun emisi, jumlah
nominal dan tanda tangan petugas Bank dan/atau Pihak
Lain.
2) Pengemasan UL
a) UL yang telah dipilah dan disortir, dalam jumlah 500
(lima ratus) keping dengan jenis pecahan dan tahun
emisi yang sama dimasukkan dalam kantong plastik
transparan, diberikan segel dan label Bank;
b) Label Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a),
terdapat informasi nama Bank, tanggal penyetoran UL,
kode UTLE, jenis pecahan, tahun emisi, jumlah
nominal dan tanda tangan petugas Bank dan/atau Pihak
Lain.
4. Penetapan . . .
4. Penetapan Bank Indonesia Bahwa Bank Dapat Menyetorkan Uang
yang Masih Layak Edar
a. Bank dapat menyetorkan ULE dalam jenis pecahan dan jumlah
nominal tertentu ke Bank Indonesia apabila memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1) Likuiditas Bank-Bank untuk jenis pecahan tertentu di
wilayah kerja Bank Indonesia dalam Posisi Net Long dan
terjadi peningkatan secara terus-menerus selama
4 (empat) Hari Kerja berturut-turut, dengan jumlah minimal
net long yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan/atau
2) Likuiditas Bank-Bank untuk jenis pecahan tertentu
di wilayah kerja Bank Indonesia dalam Posisi Net Long dan
perbandingan antara jumlah Bank yang mengalami Posisi
Long dan Posisi Short adalah minimal 75% (tujuh puluh
lima per seratus) berbanding 25% (dua puluh lima per
seratus), dengan jumlah minimal net long yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
b. Bank Indonesia dapat mengatur pelaksanaan penyetoran ULE ke
Bank Indonesia, dengan memperhatikan pemenuhan persyaratan
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
c. Dalam hal Bank Indonesia menetapkan bahwa Bank dapat
menyetorkan ULE, maka Bank Indonesia menyampaikan
pemberitahuan kepada Bank-Bank mengenai jenis pecahan dan
jumlah nominal tertentu yang dapat disetorkan kepada Bank
Indonesia pada 1 (satu) Hari Kerja setelah persyaratan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dipenuhi. Bank dapat
menyetorkan ULE dalam jenis pecahan dan jumlah nominal
tertentu . . .
tertentu ke Bank Indonesia paling lama 2 (dua) Hari Kerja
terhitung setelah tanggal pemberitahuan dari Bank Indonesia.
d. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada huruf c dibuat atas
dasar informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square
yang disampaikan oleh Bank.
e. Dalam hal Bank tidak menyampaikan informasi Posisi Long,
Posisi Short dan/atau Posisi Square sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.3.a.1), maka Bank yang bersangkutan tidak
diperkenankan melakukan penyetoran ULE sebagaimana
dimaksud pada huruf c.
f.
Jenis pecahan dan jumlah nominal ULE yang akan disetorkan
dalam rencana Penyetoran Uang ke Bank Indonesia, harus sesuai
dengan jenis pecahan ULE dan/atau tidak dapat melampaui
jumlah nominal ULE yang tercantum dalam informasi Posisi
Long yang disampaikan Bank.
g. Tata cara penyetoran ULE oleh Bank sebagaimana dimaksud
pada huruf f adalah sebagai berikut :
1)
jenis pecahan Uang dalam rencana penyetoran ULE harus
sesuai dengan jenis pecahan Uang dalam informasi Posisi
Long yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.3.a.1)a) apabila tidak ada perubahan Posisi Long
pada tahap II dan tahap III; atau
2)
jenis pecahan Uang dalam rencana penyetoran ULE harus
sesuai dengan jenis pecahan Uang dalam informasi Posisi
Long yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.3.a.2)a) apabila Posisi Long hanya mengalami
perubahan pada tahap II; atau
3) jenis . . .
3)
jenis pecahan Uang dalam rencana penyetoran ULE harus
sesuai dengan jenis pecahan Uang dalam informasi Posisi
Long yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.3.a.3)a) apabila Posisi Long mengalami perubahan
pada tahap III; dan/atau
4)
jumlah nominal Uang dalam rencana penyetoran ULE tidak
dapat melampaui jumlah nominal Uang dalam informasi
Posisi Long yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud
pada angka 1) sampai dengan angka 3).
h. Dalam hal Bank dapat menyetorkan ULE ke Bank Indonesia
maka Bank harus melakukan pemilahan dan penyortiran atas
ULE yang akan disetorkan dengan tata cara sebagaimana
dimaksud pada butir 3.e dan mengemas ULE yang akan
disetorkan tersebut dengan tata cara pengemasan sebagai
berikut :
1) Pengemasan UK
a) UK yang telah dipilah dan disortir, dalam jumlah
5 (lima) brood dengan pecahan dan tahun emisi yang
sama dimasukkan dalam kantong plastik transparan,
diberikan segel dan label Bank;
b) Label Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a),
terdapat informasi nama Bank, tanggal pengolahan UK,
kode ULE, jenis pecahan, tahun emisi, jumlah nominal
dan tanda tangan petugas Bank dan/atau Pihak Lain;
c) Setiap 2 (dua) kantong plastik transparan sebagaimana
dimaksud pada huruf a) dimasukkan dalam kantong
plastik transparan, diberikan segel dan label Bank;
d) Label . . .
d) Label Bank pada kantong plastik transparan
sebagaimana dimaksud pada huruf c) terdapat
informasi nama Bank, tanggal penyetoran UK, kode
ULE, jenis pecahan, tahun emisi, jumlah nominal dan
tanda tangan petugas Bank dan/atau Pihak Lain.
2) Pengemasan UL sesuai dengan tata cara sebagaimana
dimaksud pada butir 3.f.2), dengan kode ULE pada label
Bank.
5. Bank dalam melakukan penyetoran UTLE sebagaimana dimaksud
pada angka 3 atau ULE sebagaimana dimaksud pada angka 4
ke Bank Indonesia harus memenuhi jumlah minimal tertentu sebagai
berikut :
a. UK minimal dalam jumlah kelipatan 1 (satu) brood;
b. UL minimal dalam jumlah kelipatan 1 (satu) kantong plastik
transparan.
6. Bank Indonesia menghitung Uang yang disetorkan oleh Bank secara
garis besar (per pak dan/atau brood) untuk UK dan secara garis besar
(per kantong plastik) untuk UL di loket setoran Bank Indonesia.
7. Bank Indonesia dapat melakukan penghitungan secara rinci dengan
prosentase tertentu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia atas Uang
yang disetorkan oleh Bank di loket setoran Bank Indonesia.
8. Dalam hal ditemukan selisih kurang atau selisih lebih pada waktu
dilakukan penghitungan secara garis besar sebagaimana dimaksud
pada angka 6 atau ditemukan selisih kurang atau selisih lebih pada
waktu dilakukan penghitungan secara rinci sebagaimana dimaksud
pada angka 7 maka Bank Indonesia dapat menolak Penyetoran Uang
untuk jenis pecahan dan tahun emisi yang ditemukan selisih kurang
atau selisih lebih tersebut dan dibuatkan Berita Acara Penolakan
Setoran Uang.
9. Bank . . .
9. Bank Indonesia melakukan penghitungan ulang secara rinci atas Uang
yang disetorkan oleh Bank, yang dapat disaksikan oleh petugas Bank
dan/atau Pihak Lain atas undangan Bank Indonesia atau atas
permintaan petugas Bank dan/atau Pihak Lain dengan mengajukan
surat permintaan terlebih dahulu dan disetujui oleh Bank Indonesia.
10. Petugas Bank dan/atau Pihak Lain yang akan menyaksikan
penghitungan ulang secara rinci atas Uang setoran sebagaimana
dimaksud pada angka 9, harus memenuhi ketentuan tata tertib di area
kas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal petugas Bank
dan/atau Pihak Lain tidak memenuhi ketentuan tata tertib di area kas,
maka Bank Indonesia menolak petugas Bank dan/atau Pihak Lain
tersebut untuk menyaksikan penghitungan ulang secara rinci
dimaksud.
11. Bank Indonesia akan memperhitungkan pada rekening giro Bank,
apabila dalam penghitungan ulang secara rinci atas Uang yang
disetorkan oleh Bank sebagaimana dimaksud pada angka 9, ditemukan
selisih kurang atau selisih lebih.
12. Bank selama berada di dalam lingkungan perkantoran Bank Indonesia
tidak diperkenankan untuk melakukan pengumpulan Uang yang akan
disetorkan ke Bank Indonesia.
IV. KEGIATAN PENARIKAN UANG
1. Bank harus menyampaikan rencana Penarikan Uang ke Bank
Indonesia paling lambat pukul 16.00 waktu setempat pada 1 (satu)
Hari Kerja sebelum Penarikan Uang dilakukan, melalui faksimili atau
sistem informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal
faksimili atau sistem informasi mengalami kerusakan maka rencana
Penarikan Uang dapat disampaikan melalui sarana lain yang dapat
digunakan. . .
digunakan. Format rencana Penarikan Uang sebagaimana contoh yang
tercantum pada Lampiran 2.
2.
Jenis pecahan dan jumlah nominal Uang yang akan ditarik dalam
rencana Penarikan Uang ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
pada angka 1 harus sesuai dengan jenis pecahan Uang dan/atau tidak
dapat melampaui jumlah nominal Uang yang tercantum dalam
informasi Posisi Short yang disampaikan Bank dengan pengaturan
sebagai berikut :
a.
jenis pecahan Uang dalam rencana Penarikan Uang harus sesuai
dengan jenis pecahan Uang dalam informasi Posisi Short yang
disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3.a.1)a)
apabila tidak ada perubahan Posisi Short pada tahap II dan tahap
III; atau
b.
jenis pecahan Uang dalam rencana Penarikan Uang harus sesuai
dengan jenis pecahan Uang dalam laporan Posisi Short yang
disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3.a.2)a)
apabila Posisi Short hanya mengalami perubahan pada tahap II;
atau
c.
jenis pecahan Uang dalam rencana Penarikan Uang harus sesuai
dengan jenis pecahan Uang dalam informasi Posisi Short yang
disampaikan Bank sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3.a.3)a)
apabila Posisi Short mengalami perubahan pada tahap III;
dan/atau
d.
jumlah nominal Uang dalam rencana Penarikan Uang tidak dapat
melampaui jumlah nominal Uang dalam informasi Posisi Short
yang disampaikan Bank sebagaimana dimaksud pada huruf a
sampai dengan huruf c.
3. Bank. . .
3. Bank Indonesia menentukan komposisi, jenis pecahan dan/atau tahun
emisi Uang yang akan ditarik oleh Bank dengan mempertimbangkan
persediaan Uang yang ada.
4. Dalam hal terdapat penetapan Bank Indonesia bahwa Bank dapat
melakukan penyetoran ULE ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam butir III.4.c maka Bank Indonesia dapat melakukan pembayaran
ULE hasil setoran dari Bank tanpa melalui proses hitung ulang secara
rinci oleh Bank Indonesia kepada Bank yang sama atau berbeda dalam
1 (satu) wilayah kerja Bank Indonesia, dengan kemasan Uang yang
masih utuh dan tersegel serta masih terdapat label Bank penyetor.
5. Dalam hal Bank Indonesia akan membayarkan ULE hasil setoran dari
Bank sebagaimana dimaksud pada angka 4 kepada Bank yang berbeda
maka Bank Indonesia menyampaikan informasi tertulis kepada Bank
penyetor mengenai pembayaran ULE hasil setorannya dimaksud.
6. Dalam hal terdapat penetapan Bank Indonesia bahwa Bank dapat
melakukan penyetoran ULE ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam butir III.4.c, maka seluruh Bank di wilayah kerja Bank
Indonesia setempat tidak dapat melakukan Penarikan Uang dengan
jenis pecahan dan tahun emisi tertentu yang sebelumnya disetorkan
oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.c selama 3 (tiga)
Hari Kerja terhitung setelah batas waktu Bank dapat menyetorkan
ULE pecahan tertentu sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.c.
7. Bank dalam melakukan Penarikan Uang dari Bank Indonesia harus
memenuhi jumlah minimal tertentu sebagai berikut :
a. UK minimal dalam kelipatan 1 (satu) brood;
b. UL minimal dalam kelipatan 1 (satu) kantong plastik atau dos.
8. Bank. . .
8. Bank dapat melakukan verifikasi atas kebenaran jumlah Uang yang
ditarik dari Bank Indonesia sebelum Uang tersebut dibawa keluar dari
loket bayaran Bank Indonesia.
9. Pengaturan verifikasi sebagaimana dimaksud pada angka 8
dikecualikan untuk ULE hasil setoran dari Bank tanpa melalui proses
hitung ulang secara rinci yang dibayarkan oleh Bank Indonesia kepada
Bank yang sama atau berbeda, dengan kemasan Uang yang masih utuh
dan tersegel serta masih terdapat label Bank penyetor sebagaimana
dimaksud pada angka 4.
10. Bank tidak dapat melakukan klaim atas kekurangan jumlah Uang yang
diterima dari Bank Indonesia, setelah Uang tersebut dibawa keluar dari
loket bayaran Bank Indonesia.
11. Bank selama berada di dalam lingkungan perkantoran Bank Indonesia
tidak diperkenankan untuk melakukan pembagian Uang yang telah
ditarik dari Bank Indonesia.
V. TRANSAKSI UANG KARTAL ANTAR BANK
TUKAB adalah kegiatan antar bank yang meliputi kegiatan permintaan,
penawaran dan penukaran ULE dalam rangka Bank memenuhi kebutuhan
jumlah nominal dan/atau jenis pecahan Uang.
1. Bank harus melakukan TUKAB sepanjang masih tersedia ULE
di Bank lain dalam jumlah nominal dan jenis pecahan yang sesuai
di dalam wilayah kerja Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia dapat tidak memberikan layanan Penarikan Uang
untuk pecahan tertentu kepada Bank apabila menurut pemantauan
Bank Indonesia melalui sistem informasi masih terdapat Bank lain
yang memiliki ULE dengan jumlah nominal dan pecahan tertentu yang
sesuai dengan kebutuhan Bank.
3. Tata. . .
3. Tata cara pelaksanaan TUKAB berpedoman pada kesepakatan tertulis
antar Bank (By Laws) TUKAB yang berlaku.
4. Dalam hal Bank melakukan TUKAB maka bagi Bank yang menerima
ULE dari Bank lainnya harus melakukan pembukuan melalui sistem
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS) dengan
menggunakan kode Transaction Reference Number (TRN) yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia dan mencantumkan tempat
dilakukannya transaksi sesuai dengan wilayah kerja Bank Indonesia.
5. Dalam hal TUKAB berupa penukaran Uang antar Bank, Bank tidak
perlu melakukan pembukuan melalui sistem BI RTGS sebagaimana
dimaksud pada angka 4.
6. Dalam hal Bank yang menerima pembayaran ULE hasil setoran dari
Bank yang berbeda sebagaimana dimaksud dalam butir IV.4
menemukan selisih kurang atau selisih lebih pada waktu dilakukan
penghitungan rinci maka penyelesaian selisih kurang atau selisih lebih
berpedoman pada By Laws TUKAB yang berlaku.
VI. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN INFORMASI TERKAIT KEGIATAN
PENYETORAN DAN PENARIKAN UANG
1. Laporan Proyeksi Mingguan Rencana Penyetoran dan Penarikan Uang
a. Bank harus menyampaikan laporan proyeksi mingguan rencana
Penyetoran Uang dan Penarikan Uang yang mencantumkan
jumlah nominal untuk masing-masing jenis pecahan Uang secara
benar melalui faksimili dan/atau sistem informasi yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
b. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) Hari Kerja sebelum
dimulainya minggu proyeksi dimaksud. Format laporan proyeksi
mingguan. . .
mingguan rencana Penyetoran Uang dan Penarikan Uang, dan
tata cara pengisian laporan sebagaimana contoh yang tercantum
pada Lampiran 3.
c. Deviasi dari laporan proyeksi mingguan rencana Penyetoran
Uang dan Penarikan Uang sebagaimana dimaksud pada huruf a
terhadap realisasi jumlah nominal dan setiap pecahan yang
disetorkan dan ditarik, ditetapkan maksimal sebesar 20% (dua
puluh per seratus).
d. Dalam hal laporan proyeksi mingguan rencana Penyetoran Uang
dan Penarikan Uang melampaui deviasi yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada huruf c maka Bank dianggap tidak
menyampaikan laporan proyeksi mingguan secara benar.
e. Dalam hal terjadi kondisi tertentu maka pengaturan batasan
deviasi sebagaimana dimaksud pada huruf c dapat dikecualikan
dengan disertai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan oleh
Bank dan disetujui oleh Bank Indonesia, seperti Bank yang
karena melakukan TUKAB dapat mempengaruhi jumlah deviasi
laporan proyeksi mingguan, atau adanya penetapan Bank
Indonesia bahwa Bank dapat menyetorkan ULE ke Bank
Indonesia.
2. Dalam hal sarana faksimili atau sistem informasi yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia dalam penyampaian laporan proyeksi mingguan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 mengalami kerusakan, maka
penyampaian laporan proyeksi mingguan dimaksud dapat disampaikan
melalui sarana tertulis lain yang dapat digunakan.
3.
Informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square
a. Bank harus menyampaikan informasi Posisi Long, Posisi Short
dan/atau Posisi Square kepada Bank Indonesia dalam jumlah
nominal. . .
nominal untuk masing-masing pecahan pada setiap Hari Kerja
secara benar, lengkap dan sesuai dengan batas waktu yang
ditetapkan melalui sistem informasi yang disediakan oleh Bank
Indonesia, dalam 3 (tiga) tahap :
1) Tahap I
a) Bank harus menyampaikan informasi Posisi Long,
Posisi Short dan/atau Posisi Square untuk masing-
masing pecahan dimulai sejak jam kerja di Bank
Indonesia sampai dengan paling lambat pukul 09.00
waktu setempat;
b) Setelah Bank menyampaikan informasi Posisi Long,
Posisi Short dan/atau Posisi Square sebagaimana
dimaksud pada huruf a), Bank Indonesia melakukan
klarifikasi data sepanjang diperlukan dan melakukan
rekapitulasi atas Posisi Long, Posisi Short dan/atau
Posisi Square dalam jumlah nominal untuk masing-
masing pecahan yang diterima, dan menyampaikan
hasil rekapitulasinya kepada Bank melalui sistem
informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling
lambat pukul 09.30 waktu setempat;
c) Hasil rekapitulasi informasi Posisi Long dan/atau
Posisi Short Bank sebagaimana dimaksud pada huruf
b) menunjukan kondisi likuiditas ULE dari Bank di
wilayah kerja Bank Indonesia, baik itu Posisi Net Long
maupun Posisi Net Short.
2) Tahap II
a) Bank harus menyampaikan informasi Posisi Long,
Posisi Short dan/atau Posisi Square dalam jumlah
nominal. . .
nominal untuk masing-masing pecahan sepanjang
mengalami perubahan pada tahap sebelumnya;
b) Penyampaian informasi perubahan posisi sebagaimana
dimaksud pada huruf a) kepada Bank Indonesia
dilakukan pada periode setelah berakhirnya tahap I
(pukul 09.00 sampai dengan paling lambat pukul 12.00
waktu setempat);
c) Setelah Bank menyampaikan informasi Posisi Long,
Posisi Short dan/atau Posisi Square sebagaimana
dimaksud pada huruf a), Bank Indonesia melakukan
klarifikasi data sepanjang diperlukan dan melakukan
rekapitulasi atas perubahan posisi dimaksud, serta
menyampaikan hasil rekapitulasinya (baik Bank yang
menyampaikan informasi posisi pada tahap I maupun
Bank yang menyampaikan informasi perubahan posisi
pada tahap II) kepada Bank melalui sistem informasi
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia paling lambat
pukul 13.30 waktu setempat;
d) Hasil rekapitulasi informasi Posisi Long dan Posisi
Short Bank sebagaimana dimaksud pada huruf c)
menunjukan kondisi likuiditas ULE dari Bank
di wilayah kerja Bank Indonesia, baik itu Posisi Net
Long maupun Posisi Net Short.
3) Tahap III
a) Bank harus menyampaikan informasi kepada Bank
Indonesia mengenai Posisi Long, Posisi Short dan/atau
Posisi Square dalam jumlah nominal untuk masing-
masing. . .
masing pecahan, sepanjang mengalami perubahan pada
tahap sebelumnya;
b) Penyampaian informasi perubahan posisi sebagaimana
dimaksud pada huruf a) kepada Bank Indonesia
dilakukan pada periode setelah berakhirnya tahap II
(pukul 12.00 sampai dengan paling lambat pukul 15.30
waktu setempat);
c) Setelah Bank menyampaikan informasi Posisi Long,
Posisi Short dan/atau Posisi Square sebagaimana
dimaksud pada huruf a), Bank Indonesia melakukan
klarifikasi data sepanjang diperlukan dan melakukan
rekapitulasi atas perubahan posisi dimaksud, serta
menyampaikan hasil rekapitulasinya (baik Bank yang
menyampaikan informasi posisi pada tahap I maupun
Bank yang menyampaikan informasi perubahan posisi
pada tahap II dan tahap III) kepada Bank melalui
sistem informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
paling lambat pukul 16.15 waktu setempat;
d) Hasil rekapitulasi informasi Posisi Long dan Posisi
Short Bank sebagaimana dimaksud pada huruf c)
menunjukan kondisi likuiditas ULE dari Bank di
wilayah kerja Bank Indonesia, baik itu Posisi Net Long
maupun Posisi Net Short;
e) Kondisi Posisi Net Long atau Posisi Net Short Bank
pada tahap ini dijadikan sebagai bahan pertimbangan
bagi Bank Indonesia dalam rangka menetapkan
kebijakan Penarikan ULE dan penyetoran ULE ke
Bank Indonesia.
b. Dalam. . .
b. Dalam hal sistem informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
dalam penyampaian informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau
Posisi Square sebagaimana dimaksud pada huruf a mengalami
kerusakan maka penyampaian informasi dapat disampaikan
melalui faksimili atau sarana tertulis lain yang dapat digunakan.
VII. PENGAWASAN DAN PEMBINAAN ATAS KEGIATAN
OPERASIONAL KAS BANK
1. Bank Indonesia melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap Bank
yang melakukan Penyetoran Uang dan/atau Penarikan Uang kepada
Bank Indonesia.
2. Pengawasan atas kegiatan operasional kas meliputi antara lain
kegiatan Penyetoran Uang ke dan/atau Penarikan Uang dari Bank
Indonesia, posisi kas, TUKAB dan sarana operasional kas yang
digunakan oleh Bank.
3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Bank Indonesia dapat memberikan pembinaan kepada Bank
berupa teguran tertulis dalam hal :
1) Bank melakukan pengumpulan Uang yang akan disetorkan
ke Bank Indonesia di lingkungan perkantoran Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.12;
2) Bank melakukan pembagian Uang yang telah ditarik dari
Bank Indonesia di lingkungan perkantoran Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.11;
3) Bank tidak menggunakan kode TRN yang telah ditetapkan
oleh Bank Indonesia dalam kegiatan TUKAB sebagaimana
dimaksud dalam butir V.4;
4) Bank. . .
4) Bank tidak menyampaikan laporan proyeksi mingguan,
menyampaikan laporan proyeksi mingguan secara tidak
benar atau terlambat menyampaikan laporan proyeksi
mingguan sebagaimana dimaksud dalam butir VI.1;
5) Bank tidak menyampaikan informasi, menyampaikan
informasi secara tidak benar atau terlambat menyampaikan
informasi Posisi Long, Posisi Short dan/atau Posisi Square
maupun perubahannya (apabila ada perubahan posisi)
sebagaimana dimaksud dalam butir VI.3.
b. Bank Indonesia dapat memberikan pembinaan kepada Bank
berupa penolakan kegiatan Penyetoran Uang atau Penarikan Uang
dalam hal :
1) Petugas Bank atau Pihak Lain tidak dapat memperlihatkan
tanda pengenal dan surat tugas atau surat penunjukan
sebagaimana dimaksud dalam butir II.7;
2) Bank melakukan kegiatan Penyetoran Uang atau Penarikan
Uang di luar batas waktu layanan kas di Bank Indonesia
yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir
II.9 dan butir II.10;
3) Bank melakukan kegiatan Penyetoran Uang dan/atau
Penarikan Uang lebih dari 1 (satu) kali dalam 1 (satu) Hari
Kerja sebagaimana dimaksud dalam butir II.12, maka Bank
Indonesia melakukan penolakan terhadap Penyetoran Uang
atau Penarikan Uang yang kedua;
4) Bank tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan
rencana Penyetoran Uang dalam batas waktu yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir III.1;
5) Bank. . .
5) Bank melakukan penyetoran UTLE berupa Uang Cacat,
Uang Rusak atau Uang yang telah dicabut dan ditarik dari
peredaran (dalam hal jumlah Uang yang telah dicabut dan
ditarik dari peredaran kurang dari 1 (satu) brood)
sebagaimana dimaksud dalam butir III.3.b dan butir III.3.c;
6) Bank melakukan penyetoran UTLE berupa Uang Lusuh
yang dicampur dengan ULE ke Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam butir III.3.d;
7) Bank tidak melakukan pemilahan dan penyortiran atas Uang
yang akan disetorkan ke Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam butir III.3.e;
8) Bank tidak melakukan pengemasan atas UTLE yang akan
disetorkan ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
butir III.3.f;
9) Bank melakukan penyetoran ULE di luar kebijakan Bank
Indonesia bahwa Bank dapat menyetorkan ULE
sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.c;
10) Bank menyampaikan rencana Penyetoran Uang yang tidak
sesuai dengan jenis pecahan Uang dan/atau melampaui
jumlah nominal Uang sebagaimana dimaksud dalam butir
III.4.f, maka Bank Indonesia melakukan penolakan
Penyetoran Uang sebagai berikut :
a) Bank Indonesia melakukan penolakan Penyetoran
Uang untuk jenis pecahan yang berbeda sebagaimana
dimaksud dalam butir III.4.g.1) sampai dengan butir
III.4.g.3);
b) Bank. . .
b) Bank Indonesia melakukan penolakan Penyetoran
Uang untuk kelebihan jumlah nominal Uang
sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.g.4).
11) Bank tidak melakukan pemilahan dan penyortiran dan/atau
pengemasan atas ULE yang akan disetorkan ke Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.4.h;
12) Bank melakukan penyetoran ULE atau UTLE ke Bank
Indonesia tidak sesuai dengan jumlah minimal Uang yang
dapat disetorkan sebagaimana dimaksud dalam butir III.5;
13) Bank Indonesia menemukan selisih kurang atau selisih lebih
(dalam pak/brood untuk UK atau kantong untuk UL) pada
waktu dilakukan hitung secara garis besar, atau selisih
kurang atau selisih lebih (dalam lembar untuk UK atau
keping untuk UL) pada waktu dilakukan hitung rinci
prosentase tertentu sebagaimana dimaksud dalam butir III.8,
maka Bank Indonesia melakukan penolakan terhadap jenis
pecahan dan tahun emisi yang ditemukan selisih dimaksud;
14) Bank tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan
rencana Penarikan Uang dalam batas waktu yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.1;
15) Bank menyampaikan rencana Penarikan Uang yang tidak
sesuai dengan jenis pecahan Uang dan/atau melampaui
jumlah nominal Uang sebagaimana dimaksud dalam butir
IV.2, maka Bank Indonesia melakukan penolakan Penarikan
Uang sebagai berikut :
a) Bank Indonesia melakukan penolakan Penarikan Uang
untuk jenis pecahan yang berbeda sebagaimana
dimaksud. . .
dimaksud dalam butir IV.2.a sampai dengan butir
IV.2.c;
b) Bank Indonesia melakukan penolakan Penarikan Uang
untuk kelebihan jumlah nominal Uang sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.2.d.
16) Bank melakukan Penarikan Uang selama jangka waktu
penetapan Bank Indonesia bahwa Bank dapat menyetorkan
ULE ke Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir
IV.6;
17) Bank melakukan penarikan ULE ke Bank Indonesia tidak
sesuai dengan jumlah minimal Uang yang dapat ditarik
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.7.
VIII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku sejak
tanggal 30 Juni 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDI SISWANTO
DIREKTUR PENGEDARAN UANG
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/37/DPU|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 27 Desember 2007 </set_date>
<effective_date> 30 Juni 2008 </effective_date>
<related_reg> '9/10/PBI/2007', '6/14/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 6/37/DPNP
Jakarta, 10 September 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penilaian dan Pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan
Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
-----------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4191) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4324), yang untuk selanjutnya disebut dengan UU TPPU, dan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah (Know Your
Customer Principles) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4107)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tanggal 17 Oktober 2003 (Lembaran Negara
Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara
Nomor …
Nomor 4325), yang untuk selanjutnya disebut dengan PBI KYC, serta Peraturan
Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem
Penilaian Tingkat
Indonesia Tahun 2004 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4382),
maka dalam rangka memastikan kepatuhan Bank Umum terhadap kewajiban
penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait dengan UU
TPPU, Bank Indonesia memandang perlu untuk melakukan penilaian
atas
penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain terkait dengan UU
TPPU serta mengenakan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan Bank Umum,
dengan ketentuan sebagai berikut:
I. TUJUAN DAN CARA PENILAIAN
1. Penilaian atas penerapan prinsip mengenal nasabah dan kewajiban lain
terkait dengan UU TPPU (untuk
Kesehatan Bank Umum (Lembaran Negara Republik
selanjutnya disebut dengan
Penerapan KYC dan UU TPPU) dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran menyeluruh mengenai kecukupan dan efektivitas penerapan
KYC dan UU TPPU pada setiap Bank Umum. Gambaran menyeluruh
mengenai kecukupan dan efektivitas penerapan KYC dan UU TPPU
tersebut diperlukan untuk mengetahui tingkat kepatuhan Bank Umum
terhadap ketentuan yang berlaku dan efektivitas penerapannya, serta
untuk mengidentifikasi langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.
2. Penilaian oleh Bank Indonesia dilakukan secara kualitatif atas faktor-
faktor manajemen risiko penerapan KYC dan UU TPPU dengan
pertimbangan bahwa penilaian atas faktor-faktor dimaksud dapat
memberikan gambaran menyeluruh atas penerapan KYC dan UU
TPPU oleh Bank Umum yang bersangkutan.
3. Penilaian dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia.
II. CAKUPAN …
II. CAKUPAN DAN KRITERIA PENILAIAN
1. Penilaian atas penerapan KYC dan UU TPPU pada Bank Umum
mencakup 5 (lima) faktor manajemen risiko penerapan KYC dan UU
TPPU, yakni :
a. Pengawasan Aktif oleh Pengurus;
b. Kebijakan dan Prosedur;
c. Pengendalian Intern dan Fungsi Audit Intern;
d. Sistem Informasi Manajemen; dan
e. Sumber Daya Manusia dan Pelatihan.
2. Kriteria penilaian terhadap masing-masing faktor tersebut adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini.
3. Hasil penilaian diberikan terhadap masing-masing faktor tersebut
berupa nilai 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) sesuai dengan kriteria
sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
4. Berdasarkan hasil penilaian atas masing-masing faktor tersebut, secara
kualitatif ditetapkan hasil akhir penilaian penerapan KYC dan UU
TPPU yang dituangkan dalam predikat penilaian berupa nilai 1 (satu)
sampai dengan 5 (lima) sebagai berikut :
a. Nilai 1 (satu), mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU
TPPU tergolong Sangat Baik, karena penerapannya dinilai sangat
memadai dan sangat efektif untuk mengurangi
risiko terkait
dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai
ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi
keuangan mencurigakan dan transaksi tunai kepada Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);
b. Nilai 2 (dua), mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU
TPPU tergolong Baik, karena penerapannya dinilai telah memadai
dan …
dan efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan pencucian
uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan yang
berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan
mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK;
c. Nilai 3 (tiga), mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU
TPPU tergolong Cukup Baik, karena penerapannya dinilai cukup
memadai dan cukup efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan
pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan
yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan
mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK, walaupun masih
terdapat kelemahan-kelemahan cukup signifikan;
d. Nilai 4 (empat), mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU
TPPU tergolong Kurang Baik, karena penerapannya dinilai kurang
memadai dan kurang efektif untuk mengurangi
risiko terkait
dengan pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai
ketentuan yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi
keuangan mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK dan
masih terdapat
diperbaiki;
kelemahan-kelemahan signifikan yang
harus
e. Nilai 5 (lima), mencerminkan bahwa penerapan KYC dan UU
TPPU tergolong Tidak Baik, karena penerapannya dinilai tidak
memadai dan tidak efektif untuk mengurangi risiko terkait dengan
pencucian uang dan untuk memenuhi kewajiban sesuai ketentuan
yang berlaku antara lain kewajiban pelaporan transaksi keuangan
mencurigakan dan transaksi tunai kepada PPATK.
III. TINDAK …
III. TINDAK LANJUT HASIL PENILAIAN
1. Hasil penilaian penerapan KYC dan UU TPPU diperhitungkan dalam
penilaian tingkat kesehatan Bank Umum melalui faktor manajemen.
2. Dalam hal hasil penilaian penerapan KYC dan UU TPPU adalah 5
(lima) maka selain diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan
Bank Umum melalui faktor manajemen sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, juga dikaitkan dengan pengenaan sanksi administratif berupa
penurunan tingkat kesehatan Bank Umum dan pemberhentian pengurus
Bank Umum melalui mekanisme penilaian kelayakan dan kepatutan (fit
and proper test) sebagaimana diatur dalam angka IV.2.b) dan d).
3. Hasil penilaian penerapan KYC dan UU TPPU ditatausahakan
tersendiri oleh Bank Indonesia secara terpisah dari hasil penilaian
tingkat kesehatan Bank Umum.
IV. PENGENAAN SANKSI
1. Sesuai Pasal 18 ayat (1) dan ayat (1a) PBI KYC, Bank Indonesia
mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran Pasal 13 huruf b dan
huruf c dan Pasal 14 ayat (1) PBI KYC sebagai berikut :
a) Kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per
hari keterlambatan dan setinggi-tingginya Rp30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah) dikenakan dalam hal :
1) Bank Umum terlambat menyampaikan Pedoman Prinsip
Mengenal Nasabah dan atau perubahannya kepada Bank
Indonesia;
2) Bank Umum terlambat menyampaikan laporan transaksi
keuangan mencurigakan kepada PPATK.
b) Kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dikenakan dalam hal:
1) Bank …
1) Bank Umum tidak menyampaikan Pedoman Prinsip Mengenal
Nasabah dan atau perubahannya kepada Bank Indonesia;
2) Bank Umum tidak menyampaikan laporan transaksi keuangan
mencurigakan kepada PPATK.
Pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi Bank Umum yang
terlambat menyampaikan atau tidak menyampaikan laporan transaksi
keuangan mencurigakan tersebut dilakukan setelah Bank Indonesia
memperoleh pemberitahuan dan atau konfirmasi dari PPATK.
2. Sesuai Pasal 18 ayat (2) PBI KYC, Bank Indonesia mengenakan sanksi
administratif atas pelanggaran Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 ayat (1), ayat
(2) dan ayat (3), Pasal 6, Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10,
Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 huruf a, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf
g, dan Pasal 16 PBI KYC sebagai berikut :
a) Teguran Tertulis
Teguran tertulis dikenakan dalam hal Bank Umum melakukan
pelanggaran atas satu atau lebih ketentuan dalam pasal-pasal PBI
tersebut di atas.
b) Penurunan Tingkat Kesehatan Bank Umum
Penurunan tingkat kesehatan Bank Umum menjadi satu tingkat
lebih rendah dikenakan dalam hal Bank Umum melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan dalam pasal-pasal PBI KYC
tersebut di atas dan hasil akhir penilaian atas penerapan KYC dan
UU TPPU adalah nilai 5 (lima) sebagaimana dimaksud dalam angka
II. 4.e.
Yang dimaksud dengan tingkat kesehatan Bank Umum adalah:
1) Peringkat Komposit (PK) sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang
Sistem …
Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, untuk Bank
Umum yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional;
2) Predikat Tingkat Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor
30/11/KEP/DIR tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan
Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/277/KEP/DIR,
untuk
Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip Syariah.
Penurunan tingkat kesehatan Bank Umum tersebut berlaku sampai
dengan dilakukannya perbaikan-perbaikan oleh Bank Umum yang
disertai dengan bukti-bukti perbaikan yang diyakini kebenarannya
oleh Bank Indonesia.
c) Pembekuan Kegiatan Usaha Tertentu
Pembekuan kegiatan usaha tertentu dilakukan terhadap kegiatan
usaha yang menurut penilaian Bank Indonesia merupakan kegiatan
usaha berisiko tinggi dalam hal pencucian uang namun Bank Umum
tidak menerapkan prinsip mengenal nasabah secara memadai atas
kegiatan tersebut sehingga berpotensi atau patut diduga digunakan
sebagai sarana pencucian uang.
d) Pemberhentian Pengurus Bank Umum
Pemberhentian pengurus Bank Umum melalui mekanisme penilaian
kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) dilakukan dalam hal:
1) Pengurus Bank Umum tidak melaksanakan langkah-langkah
yang diperlukan untuk memastikan ketaatan Bank Umum
terhadap ketentuan KYC dan hasil akhir penilaian penerapan
KYC dan UU TPPU adalah 5 (lima), atau
2) Pengurus …
2) Pengurus Bank Umum terlibat dalam tindak pidana pencucian
uang.
V. PENUTUP
Ketentuan bahwa hasil penilaian penerapan KYC dan UU TPPU
diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan Bank
Umum
sebagaimana dimaksud dalam angka III.1., mulai berlaku dalam penilaian
tingkat kesehatan Bank Umum sejak posisi bulan Desember 2004.
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 10 September 2004.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Ttd.
Maman H. Somantri
Deputi Gubernur
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/37/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Penilaian dan Pengenaan Sanksi atas Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan Kewajiban Lain Terkait dengan Undang-undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang </reg_title>
<set_date> 10 September 2004 </set_date>
<effective_date> 10 September 2004 </effective_date>
<related_reg> '3/10/PBI/2001', '15/UU/2002', '6/10/PBI/2004', '5/21/PBI/2003', '25/UU/2003' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No. 9/ 33 /DPNP
Jakarta, 18 Desember 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan
Memperhitungkan Risiko Pasar
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/13/PBI/2007 tanggal
1 November 2007 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4773) antara lain diatur bahwa Bank secara individual dan/atau secara
konsolidasi yang memenuhi kriteria tertentu wajib memperhitungkan Risiko
Pasar dalam perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)
dengan menggunakan Metode Standar.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur kembali ketentuan
pelaksanaan penggunaan Metode Standar dalam perhitungan KPMM Bank
Umum dengan memperhitungkan Risiko Pasar dalam suatu Surat Edaran Bank
Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. PENGGUNAAN …
I. PENGGUNAAN METODE STANDAR DALAM PERHITUNGAN
KPMM DENGAN MEMPERHITUNGKAN RISIKO PASAR
1. PERHITUNGAN RISIKO PASAR
Perhitungan Risiko Pasar mencakup perhitungan Risiko Suku Bunga
dan Risiko Nilai Tukar termasuk risiko perubahan harga option.
Bank yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam
Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/13/PBI/2007 tanggal
1 November 2007 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar, wajib
memperhitungkan Risiko Pasar. Selain itu, bagi Bank yang memenuhi
kriteria tertentu dan memiliki Perusahaan Anak yang terekspos Risiko
Ekuitas dan/atau Risiko Komoditas, selain memperhitungkan Risiko
Suku Bunga dan Risiko Nilai Tukar, perhitungan Risiko Pasar juga
memperhitungkan Risiko Ekuitas dan/atau Risiko Komoditas.
a. Perhitungan Risiko Suku Bunga
1) Perhitungan Risiko Suku Bunga dilakukan terhadap posisi
instrumen keuangan dalam Trading Book yang terekspos
Risiko Suku Bunga.
2) Perhitungan Risiko Suku Bunga meliputi Perhitungan Risiko
Spesifik dan Risiko Umum.
b. Perhitungan Risiko Nilai Tukar
1) Perhitungan Risiko Nilai Tukar dilakukan terhadap posisi
valuta asing dalam Trading Book dan Banking Book yang
terekspos Risiko Nilai Tukar.
2) Dalam …
2) Dalam perhitungan Risiko Nilai Tukar tersebut, Bank dapat
mengecualikan posisi struktural sepanjang memenuhi seluruh
persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang berlaku mengenai posisi devisa neto.
c. Perhitungan Risiko Ekuitas
1) Perhitungan Risiko Ekuitas bagi Bank secara konsolidasi
dengan Perusahaan Anak dilakukan terhadap posisi instrumen
keuangan dalam Trading Book yang terekspos Risiko Ekuitas.
2) Perhitungan Risiko Ekuitas meliputi Perhitungan Risiko
Spesifik dan Risiko Umum.
d. Perhitungan Risiko Komoditas
Perhitungan Risiko Komoditas bagi Bank secara konsolidasi
dengan Perusahaan Anak dilakukan terhadap posisi instrumen
keuangan dalam Trading Book dan Banking Book yang terekspos
Risiko Komoditas.
II. TATA CARA PERHITUNGAN BEBAN MODAL
Tata cara perhitungan beban modal untuk Risiko Suku Bunga, Risiko Nilai
Tukar, Risiko Ekuitas, dan/atau Risiko Komoditas berpedoman pada
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini.
III. TATA CARA PELAPORAN
1. Penyampaian laporan yang terkait dengan penggunaan Metode Standar
dalam perhitungan KPMM Bank Umum dengan memperhitungkan
Risiko Pasar dilakukan secara bulanan dengan mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan berkala bank umum.
2. Laporan …
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disusun sesuai format
dan tata cara yang terdapat dalam Lampiran 2 dan Lampiran 3 Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
IV. LAIN-LAIN
Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3 dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
V. PENUTUP
1. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka
pengaturan mengenai perhitungan KPMM secara konsolidasi dengan
memperhitungkan Risiko Pasar dalam Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 8/27DPNP tanggal 27 November 2006 tentang Prinsip
Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen
Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian
terhadap Perusahaan Anak disesuaikan dengan pengaturan dalam Surat
Edaran Bank Indonesia ini sejak tanggal 1 Juli 2008.
2. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 5/23/DPNP tanggal 29 September 2003
tentang Pedoman Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum dengan Perhitungan Risiko Pasar dan Pedoman
Perhitungan Posisi Devisa Neto dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
sejak tanggal 1 Juli 2008.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
sejak tanggal 1 Juli 2008.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DIREKTUR DIREKTORAT
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/33/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Pedoman Penggunaan Metode Standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar </reg_title>
<set_date> 18 Desember 2007 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2008 </effective_date>
<replaced_reg> '5/23/DPNP|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> '9/13/PBI/2007' </related_reg>
|
No. 17/44/DPM
Jakarta, 16 November 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH, DAN PIALANG
PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah
Melalui Lelang Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka
Syariah
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/12/PBI/2014 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 178, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5567) dan dalam rangka upaya penguatan
infrastruktur transaksi Operasi Moneter Syariah, perlu diatur kembali
ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara penerbitan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah melalui lelang dalam rangka operasi pasar terbuka
syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah yang selanjutnya disingkat BUS adalah
Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai perbankan syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disingkat UUS adalah Unit
Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
mengenai perbankan syariah.
4. Perusahaan pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing yang
selanjutnya disebut Pialang adalah perusahaan yang didirikan
khusus …
2
khusus untuk melakukan kegiatan jasa perantara bagi
kepentingan nasabahnya di bidang pasar uang Rupiah dan
valuta asing dengan memperoleh imbalan atas jasanya.
5. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya disingkat
SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah
berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia.
6. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam
rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar
terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip
syariah.
7. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah
kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai operasi pasar terbuka.
8. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga dan setelmen dana seketika.
9. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan
Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta
penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi,
penatausahaan surat berharga dan setelmen dana seketika.
10. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan
transaksi …
3
transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga dan setelmen dana seketika.
11. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank
Indonesia.
12. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik Bank pada BI-
SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan
kepemilikan dan setelmen atas transaksi surat berharga,
transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau transaksi pasar
keuangan.
13. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan
pengkreditan Rekening Surat Berharga dalam rangka
penatausahaan.
14. Setelmen Dana adalah adalah kegiatan pendebetan dan
pengkreditan Rekening Giro di Bank Indonesia melalui Sistem
BI-RTGS dalam rangka penatausahaan.
15. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP adalah
mekanisme setelmen transaksi dengan cara Setelmen Surat
Berharga dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan.
16. Financing to Deposit Ratio yang selanjutnya disingkat FDR
adalah rasio pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga
dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk pembiayaan
kepada bank lain, terhadap dana pihak ketiga yang mencakup
giro, tabungan, deposito dalam Rupiah dan valuta asing, tidak
termasuk antar bank.
17. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
II. KARAKTERISTIK …
4
II. KARAKTERISTIK SBIS
SBIS memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Transaksi penerbitan SBIS merupakan instrumen yang
digunakan oleh Bank Indonesia untuk absorpsi likuiditas
perbankan syariah dalam rangka OMS.
2. SBIS memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
3. Jangka waktu SBIS paling kurang 1 (satu) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari
kalendar dan dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal penyelesaian
transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu. Contoh
perhitungan jangka waktu SBIS sebagaimana tercantum pada
Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
4. SBIS diterbitkan dan ditransaksikan di Sistem BI-ETP.
5. SBIS diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di
BI-SSSS.
6. SBIS dapat diagunkan kepada Bank Indonesia.
7. SBIS tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
8. SBIS dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SBIS
jatuh waktu.
9. Bank mengajukan penawaran pembelian SBIS kepada Bank
Indonesia.
10. Persyaratan Bank yang dapat mengajukan penawaran
sebagaimana dimaksud dalam angka 9 adalah sebagai berikut:
a. memiliki FDR paling kurang 80% (delapan puluh per
seratus) berdasarkan perhitungan Otoritas Jasa Keuangan
yang diterima oleh Bank Indonesia;
b. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP, BI-SSSS, dan
Sistem BI-RTGS;
c.
tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan OMS;
d. harus memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia; dan
e. harus memiliki Rekening Surat Berharga pada BI-SSSS.
11. Dalam …
5
11. Dalam hal Bank yang mengajukan penawaran berasal dari
perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional dan data
FDR Bank tersebut belum tersedia, perhitungan FDR
sebagaimana dimaksud dalam butir 10.a menggunakan data
Loan to Deposit Ratio (LDR) dari bank umum konvensional
sebelum diubah kegiatan usahanya menjadi Bank.
12. Bank mengajukan penawaran SBIS untuk kepentingan diri
sendiri.
13. Bank dapat mengajukan penawaran lelang SBIS secara langsung
dan/atau melalui Pialang kepada Bank Indonesia melalui Sistem
BI-ETP dalam window time yang ditetapkan.
14. Pialang mengajukan penawaran pembelian SBIS untuk
kepentingan Bank.
15. Persyaratan Pialang adalah sebagai berikut:
a. berstatus aktif sebagai peserta Sistem BI-ETP; dan
b.
tidak sedang dikenakan sanksi terkait izin usaha oleh
otoritas pengawas yang berwenang.
III. IMBALAN SBIS
1. Bank Indonesia membayar imbalan atas SBIS milik Bank
sebagai berikut:
a. pada saat SBIS jatuh waktu; atau
b. sebelum jatuh waktu, dalam hal Bank tidak dapat
memenuhi kewajiban second leg transaksi repurchase
agreement (repo) SBIS sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Tata
Cara Transaksi Repurchase Agreement Sertifikat Bank
Indonesia Syariah dengan Bank Indonesia.
2. Tingkat imbalan yang diberikan mengacu kepada tingkat
diskonto atau tingkat bunga hasil lelang transaksi OPT dengan
jangka waktu yang sama yang ditransaksikan bersamaan
dengan penerbitan SBIS dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam hal lelang transaksi OPT menggunakan metode fixed
rate tender, imbalan SBIS ditetapkan sama dengan tingkat
diskonto atau tingkat bunga hasil lelang transaksi OPT.
b. Dalam …
6
b. Dalam hal lelang transaksi OPT menggunakan metode
variable rate tender, imbalan SBIS ditetapkan sama dengan
rata-rata tertimbang tingkat diskonto atau tingkat bunga
hasil lelang transaksi OPT.
3. Dalam hal pada saat yang bersamaan tidak terdapat lelang
transaksi OPT dengan jangka waktu yang sama, tingkat imbalan
yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 mengacu
kepada data terkini antara tingkat imbalan SBIS, tingkat
diskonto, atau tingkat bunga transaksi OPT dengan jangka
waktu yang sama.
4. Perhitungan imbalan SBIS dihitung berdasarkan rumus sebagai
berikut:
IV. PENGAJUAN PENAWARAN LELANG SBIS
1. Lelang SBIS dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan Bank
Indonesia.
2. Window time lelang SBIS dapat dilakukan antara pukul 08.00
WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang
ditetapkan Bank Indonesia.
3. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBIS paling
lambat sebelum pelaksanaan lelang SBIS melalui Sistem BI-ETP,
Sistem LHBU, dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
4. Pengumuman rencana lelang SBIS memuat antara lain:
a. sarana transaksi;
b. window time;
c.
d.
e.
jangka waktu;
tanggal lelang; dan/atau
tanggal dan waktu setelmen.
5. Pada …
7
5. Pada waktu pelaksanaan lelang SBIS yang ditetapkan, Bank
secara langsung dan/atau melalui Pialang mengajukan
penawaran pembelian SBIS kepada Bank Indonesia melalui
Sistem BI-ETP dalam window time yang ditetapkan.
6. Pengajuan penawaran pembelian SBIS sebagaimana dimaksud
dalam angka 4 adalah penawaran nilai nominal menurut jangka
waktu SBIS yang diterbitkan.
7. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Bank dan Pialang
paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),
dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
8. Bank dan Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran pembelian SBIS yang diajukan.
9. Bank dan Pialang dilarang membatalkan penawaran pembelian
SBIS yang telah diajukan.
V. PENETAPAN PEMENANG LELANG SBIS
1. Bank Indonesia menetapkan pemenang lelang SBIS sebagai
berikut:
a. penawaran nilai nominal yang diajukan Bank dimenangkan
seluruhnya;
b. dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Bank dapat dimenangkan sebagian dengan
perhitungan secara proporsional sesuai perhitungan Bank
Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SBIS
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang
lelang SBIS.
VI. PENGUMUMAN PEMENANG LELANG
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SBIS setelah window
time SBIS ditutup sebagai berikut:
1. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-
ETP, antara lain berupa nilai nominal dan tingkat imbalan; dan
2. secara …
8
2. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU,
dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal
seluruh penawaran yang dimenangkan dan tingkat imbalan.
VII. SETELMEN HASIL LELANG DAN PELUNASAN SBIS
1. Setelmen Hasil Lelang SBIS
a. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SBIS
paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil
lelang SBIS.
b. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah yang
mencukupi untuk setelmen hasil lelang SBIS.
c. Setelmen hasi l lelang SBIS dilakukan secara transaksi
per transaksi (gross to gross) dan DVP.
d. Bank Indonesia melakukan Setelmen Dana hasil lelang
SBIS dengan mendebet Rekening Giro Rupiah dan Setelmen
Surat Berharga dengan mengkredit Rekening Surat
Berharga, masing-masing sebesar nilai nominal SBIS.
e. Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak mencukupi
untuk memenuhi kewajiban Setelmen Dana sebagaimana
dimaksud dalam huruf d sampai dengan sebelum periode
cut-off warning Sistem BI-RTGS, sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen lelang SBIS, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan transaksi lelang SBIS.
f. Atas batalnya transaksi lelang SBIS sebagaimana dimaksud
dalam huruf e, Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter
Syariah.
g. Dalam hal pada lelang yang sama terdapat lebih dari 1
(satu) kali pembatalan transaksi SBIS, dalam rangka
perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara
mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut
dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
2. Setelmen Pelunasan SBIS
a. Pada tanggal jatuh waktu SBIS, BI-SSSS secara otomatis
melakukan setelmen pelunasan sejak Sistem BI-RTGS
dibuka …
9
dibuka sampai dengan sebelum periode cut-off warning
Sistem BI-RTGS.
b. Pelunasan SBIS sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan berdasarkan kepemilikan SBIS yang tercatat
dalam BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal
SBIS jatuh waktu.
c. Pelunasan SBIS sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan dengan cara:
1) mengkredit Rekening Giro Rupiah Bank sebesar nilai
nominal SBIS dan imbalan dalam rangka Setelmen
Dana; dan
2) mendebet Rekening Surat Berharga Bank sebesar nilai
nominal SBIS jatuh waktu dalam rangka Setelmen
Surat Berharga.
Contoh perhitungan imbalan tercantum pada Lampiran II
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
d. Dalam hal tanggal SBIS jatuh waktu jatuh pada hari libur
maka pelaksanaan setelmen pelunasan SBIS dilakukan
pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan
tambahan imbalan untuk hari libur dimaksud.
VIII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana
dimaksud dalam butir VII.1.e, Bank dikenakan sanksi berupa:
a.
teguran tertulis, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai transaksi SBIS yang dibatalkan, paling sedikit
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
untuk setiap pembatalan.
2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang
dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6
(enam) …
10
(enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari
kerja berturut-turut.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja
setelah terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro
Bank yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan hasil lelang SBIS sebagaimana dimaksud
pada butir VII.1.e melalui BI-SSSS.
Contoh pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka
1 tercantum pada Lampiran III yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
IX. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31
Maret 2008 Perihal Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah Melalui Lelang;
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/40/DPM tanggal 17
November 2008 Perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal
Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui
Lelang;
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/25/DPM tanggal 30
Agustus 2010 Perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 perihal
Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui
Lelang; dan
4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/7/DPM tanggal 14 April
2015 Perihal Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/16/DPM tanggal 31 Maret 2008 Perihal
Tata …
11
Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui
Lelang,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
16 November 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/44/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Melalui Lelang Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah </reg_title>
<set_date> 16 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '17/7/DPM|SE-BI/2015', '12/25/DPM|SE-BI/2010', '10/40/DPM|SE-BI/2008', '10/16/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '16/12/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
|
No.12/ 29 /DASP
Jakarta, 10 November 2010
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal : Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum
Sehubungan dengan penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/29/PBI/2008 Tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2008 Tahun 174, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4922) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/13/PBI/2010 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2010, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5147), perlu untuk mengatur kembali tata cara pemberian fasilitas
likuiditas intrahari bagi bank umum sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional.
2. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement.
3. Bank ...
2
3. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara
elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System.
4. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia yang selanjutnya disebut
SKNBI adalah sistem kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia.
5. Kliring Debet adalah kegiatan dalam SKNBI untuk transfer debet
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai sistem kliring nasional Bank Indonesia.
6. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI adalah
penyediaan pendanaan oleh Bank Indonesia kepada Bank dalam
kedudukan Bank sebagai peserta Sistem BI-RTGS dan peserta SKNBI,
yang dilakukan dengan cara repurchase agreement (repo) surat berharga
yang harus diselesaikan pada hari yang sama dengan hari penggunaan.
7. FLI dalam rangka RTGS yang selanjutnya disebut FLI-RTGS adalah FLI
untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi selama jam
operasional Sistem BI-RTGS.
8. FLI dalam rangka Kliring yang selanjutnya disebut FLI-Kliring adalah
FLI untuk mengatasi kesulitan pendanaan Bank yang terjadi pada saat
penyelesaian akhir atas hasil Kliring Debet.
9. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI, adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
10. Surat Utang Negara, yang selanjutnya disebut SUN, adalah surat
berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya
oleh ...
3
oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku.
11. Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disebut SBSN, atau
dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas penyertaan
terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku.
12. Surat Berharga Negara, yang selanjutnya disebut SBN, adalah SUN dan
SBSN.
13. Repurchase agreement yang selanjutnya disebut Repo adalah transaksi
penjualan surat berharga oleh Bank kepada Bank Indonesia, dengan
kewajiban pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka
waktu yang disepakati.
II. PENYEDIAAN FLI
1. Bank Indonesia menyediakan FLI kepada Bank yang meliputi FLI-RTGS
dan/atau FLI-Kliring.
2. Bank dapat menggunakan FLI jika memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. memiliki surat berharga yang dapat direpokan kepada Bank
Indonesia berupa SBI dan/atau SBN;
b.
tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan sebagai Bank peserta
Sistem BI-RTGS dan/atau penghentian sebagai Bank peserta
kliring; dan
c.
berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS.
3. Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 2
dan akan menggunakan FLI harus menyampaikan dokumen sebagai
berikut:
a. Perjanjian Penggunaan FLI sebagaimana contoh dalam Lampiran-1
sebagai dasar bagi Bank untuk menggunakan FLI sebanyak 2 (dua)
eksemplar ...
4
eksemplar sebagai berikut:
1) Satu eksemplar dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani
oleh Direksi atau pejabat Bank yang berwenang sesuai dengan
Anggaran Dasar Bank; dan
2) Satu eksemplar dibubuhi meterai cukup untuk ditandatangani
oleh Bank Indonesia.
b. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia :
1)
fotokopi anggaran dasar Bank atau perubahan terakhir yang
dilegalisir Bank, yang memuat kewenangan direksi untuk
mewakili Bank jika penandatangan perjanjian dilakukan oleh
direksi;
2)
fotokopi anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada butir 1
dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang
menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian
tidak dilakukan oleh direksi;
3)
fotokopi peraturan daerah bagi Bank yang berbadan hukum
perusahaan daerah yang memuat kewenangan direksi untuk
mewakili Bank jika penandatanganan perjanjian dilakukan
oleh direksi; atau
4)
fotokopi peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada butir
3 dan surat kuasa dari direksi kepada pejabat yang
menandatangani perjanjian jika penandatangan perjanjian
tidak dilakukan oleh direksi.
c. Bagi Bank yang kantor pusatnya berkedudukan di luar negeri :
1)
fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusatnya
yang memuat kewenangan pejabat untuk mewakili Bank jika
penandatangan perjanjian dilakukan oleh Chief Executive
Officer (CEO); atau
2)
fotokopi surat kuasa sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dan
...
5
dan surat kuasa dari CEO kepada pejabat yang diberikan
wewenang untuk menandatangani perjanjian jika
penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh CEO;
3) dalam hal penandatangan perjanjian tidak dilakukan oleh
CEO, maka surat kuasa (power of attorney) dari kantor pusat
sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus memuat hak CEO
untuk mengalihkan kewenangannya (hak substitusi).
4)
fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda
Penduduk (KTP) atau paspor dari pejabat Bank yang
berwenang untuk menandatangani perjanjian sebagaimana
dimaksud pada butir b dan butir c.
4. Dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3 disampaikan dengan
surat pengantar kepada:
Bank Indonesia
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP)
Bagian Penyelenggaraan Setelmen
Komplek Perkantoran Bank Indonesia
Gedung D, Lantai 3
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
5. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis mengenai persetujuan
atau penolakan permohonan FLI kepada Bank paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 3 diterima
oleh Bank Indonesia secara lengkap dan benar.
6. Dalam hal permohonan FLI disetujui, Bank Indonesia membuka akses
bagi Bank untuk menggunakan FLI melalui BI-SSSS.
7. Dalam hal Bank telah memiliki akses FLI sebagaimana dimaksud pada
butir 6 dan di kemudian hari Bank yang bersangkutan tidak lagi
memenuhi persyaratan FLI maka Bank Indonesia menghentikan akses
penggunaan ...
6
penggunaan FLI melalui BI-SSSS.
III. TRANSAKSI REPO DALAM RANGKA PENGGUNAAN FLI
1. Dalam rangka menggunakan FLI, Bank melakukan transaksi repo
dengan menggunakan surat berharga berupa SBI dan/atau SBN milik
Bank yang bersangkutan yang tercatat dalam rekening perdagangan di
BI-SSSS.
2. Surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir 1 harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a.
b. untuk SBN, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari
kerja pada saat FLI jatuh waktu.
3. Kriteria, harga, haircut dan perhitungan nilai setelmen untuk surat
berharga sebagaimana dimaksud pada butir 1 tunduk pada ketentuan
Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta
dan lembaga perantara dalam operasi moneter.
4. Pelaksanaan transaksi repo dengan menggunakan SBI dan/atau SBN
sebagaimana dimaksud pada butir 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Transaksi repo dalam rangka FLI-RTGS
1) Bank harus memindahkan SBI dan/atau SBN dari rekening
perdagangan ke rekening FLI-RTGS pada BI-SSSS.
2) Pemindahan SBI dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada
angka 1) dilakukan pada saat Bank membutuhkan FLI-RTGS
(self assessment) selama jam operasional BI-RTGS sampai
dengan cut off warning sistem BI-RTGS.
3) SBI dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak
dapat dipindahkan ke rekening perdagangan selama Bank
menggunakan FLI-RTGS.
4) Bank ...
untuk SBI, memiliki sisa jangka waktu paling singkat 2 (dua) hari
kerja pada saat FLI jatuh waktu; dan
7
4) Bank dapat memindahkan kembali SBI dan/atau SBN
sebagaimana dimaksud pada butir 1) ke rekening
perdagangan setelah Bank menyelesaikan FLI-RTGS.
b. Transaksi repo dalam rangka FLI-Kliring
1) Bank harus memindahkan SBI dan/atau SBN dari rekening
perdagangan ke rekening FLI-Kliring dalam rangka peme-
nuhan kewajiban penyediaan pendanaan awal (prefund).
2) Pemindahan SBI dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada
butir 1) dilakukan pada awal hari sebelum Kliring Debet
dimulai sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
3) Nilai nominal SBI dan/atau SBN sebagaimana dimaksud pada
butir 1) yang dipindahkan sesuai dengan kebutuhan untuk
memenuhi kewajiban penyediaan pendanaan awal (prefund).
4) Bank dapat memindahkan kembali SBI dan/atau SBN seba-
gaimana dimaksud pada butir 1) ke rekening perdagangan
sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai SKNBI.
5. Pelaksanaan transaksi repo dengan menggunakan SBI dan/atau SBN
dalam rangka FLI dilakukan dengan tata cara seba-gaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai BI-SSSS.
IV. PENGGUNAAN FLI
1. Penggunaan FLI-RTGS
a. Bank dapat menggunakan FLI-RTGS sejak Sistem BI-RTGS
dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sepanjang
Bank telah memindahkan SBI dan/atau SBN ke rekening FLI-
RTGS sebagaimana dimaksud pada butir III.4.a.
b. Penggunaan FLI-RTGS dilakukan secara otomatis pada saat saldo
rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi
untuk:
1) penyelesaian ...
8
1) penyelesaian transaksi keluar (outgoing transaction) sistem
BI-RTGS; dan
2) penyelesaian akhir Kliring Debet, sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai SKNBI.
2. Penggunaan FLI-Kliring
Penggunaan FLI-Kliring dilakukan secara otomatis pada saat saldo
rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk
memenuhi kewajiban Bank dalam penyelesaian akhir Kliring Debet
sepanjang Bank telah memindahkan surat berharga ke rekening FLI-
Kliring sebagaimana dimaksud pada butir III.4.b.
3. Mekanisme penggunaan FLI melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS.
V. PENYELESAIAN FLI
1. Bank wajib menyelesaikan FLI pada hari penggunaan FLI (T+0) paling
lambat sampai dengan pre cut-off time Sistem BI-RTGS.
2. Penyelesaian FLI dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap
terdapat transaksi masuk (incoming transaction) ke rekening giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia.
3. Mekanisme penyelesaian FLI melalui BI-SSSS dilakukan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia mengenai BI-SSSS.
VI. BIAYA ATAS PENGGUNAAN FLI
1. Bank Indonesia mengenakan biaya atas penggunaan FLI yang dihitung
sebagai berikut :
Nominal Penggunaan FLI x [t / (10,5 jam x 60 menit)] x i x [1/360]
Keterangan:
t
i
= waktu penggunaan FLI
= suku bunga rata-rata tertimbang Pasar Uang Antar Bank
(PUAB) Rupiah overnight pagi yang terjadi pada hari
penggunaan FLI (T+0) sebagaimana tercatat dalam Laporan
Harian ...
9
Harian Bank Umum (LHBU).
10,5 jam = jangka waktu dari mulai dibukanya jam operasional Sistem
BI-RTGS (06.30 WIB) sampai dengan cut off warning
Sistem BI-RTGS (17.00 WIB).
2. Biaya atas penggunaan FLI sebagaimana dimaksud pada butir 1 dihitung
dengan cara sebagai berikut:
a. Untuk penggunaan FLI dalam 1 (satu) jam pertama, biaya atas
penggunaan FLI dihitung berdasarkan akumulasi nilai nominal FLI
yang digunakan Bank dengan waktu penggunaan dibulatkan
menjadi 1 (satu) jam.
b. Untuk penggunaan FLI setelah 1 (satu) jam pertama sebagaimana
dimaksud pada huruf a, biaya atas penggunaan FLI dihitung sesuai
dengan posisi (outstanding) nominal FLI yang digunakan dengan
waktu penggunaan dibulatkan ke atas dalam hitungan menit
terdekat.
3. Contoh perhitungan biaya atas penggunaan FLI sebagaimana dimaksud
pada butir 2 dapat dilihat dalam Lampiran-2.
4. Pembebanan biaya atas penggunaan FLI dilakukan pada 1 (satu) hari
kerja setelah penggunaan FLI.
VII. PERLAKUAN FLI YANG TIDAK DISELESAIKAN
1. Dalam hal Bank tidak menyelesaikan FLI sampai dengan batas waktu
pre-cut off sistem BI–RTGS maka terhadap nilai FLI yang tidak
diselesaikan diberlakukan sebagai transaksi repo dengan Bank Indonesia
(first leg) dengan jangka waktu 1 (satu) hari kerja (overnight).
2. Atas transaksi repo sebagaimana dimaksud pada butir 1, Bank
dikenakan biaya repo dengan perhitungan sebagai berikut:
Biaya Repo = i x (t/360) x n
i = suku bunga lending facility
t = jumlah hari kalender repo SBI/SBN
n = nominal
...
10
n = nominal Repo (FLI yang tidak diselesaikan)
3. Bank Indonesia mengumumkan suku bunga lending facility sebagaimana
dimaksud pada butir 2 melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana
lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
4. Pada tanggal jatuh waktu repo (second leg) sebagaimana dimaksud pada
butir 1, BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen dengan
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut :
a. melakukan setelmen dana dengan cara mendebet rekening giro
Bank sebesar nilai setelmen first leg ditambah biaya repo.
b. melakukan setelmen surat berharga dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) dalam hal SBI, dilakukan dengan cara memindahkan kembali
pencatatan seri SBI yang diagunkan dari sub rekening hold
SBI ke sub rekening aktif sebesar nilai nominal Repo SBI
yang jatuh waktu.
2) dalam hal SBN, dilakukan dengan cara mengkredit rekening
surat berharga Bank sebesar nilai nominal SBN yang
direpokan.
5. Dalam hal terdapat pembayaran kupon/imbalan SBN maka perlakuan
kupon/imbalan tersebut mengikuti ketentuan Bank Indonesia mengenai
koridor suku bunga (standing facilities).
6. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro yang mencukupi
untuk setelmen pelunasan repo SBI atau repo SBN sampai dengan cut off
warning sistem BI-RTGS, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
setelmen second leg.
7. Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk pelunasan repo jatuh
waktu yang diakibatkan karena kegagalan setelmen second leg, Bank
Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. mendebet rekening giro Bank untuk penyelesaian biaya repo yang
harus ...
11
harus dibayar; dan
b. pelunasan seri SBI yang direpokan sebelum jatuh waktu (early
redemption) atau memperlakukan jenis, seri dan nominal SBN yang
gagal dibeli kembali oleh Bank sebagai transaksi jual putus
(outright selling) secara otomatis melalui BI-SSSS.
VIII. PENUTUP
Dengan diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka :
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/38/DPM tanggal 14 November
2008 perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum ; dan
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/3/DASP tanggal 1 Februari 2010
perihal perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/38/DPM
tanggal 14 November 2008 perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi
Bank Umum;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 10 November 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RONALD WAAS
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/29/DASP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 10 November 2010 </set_date>
<effective_date> 10 November 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '10/38/DPM|SE-BI/2008', '12/3/DASP|SE-BI/2010' </replaced_reg>
<related_reg> '10/29/PBI/2008', '12/13/PBI/2010' </related_reg>
|
No. 15/31/DPM
Jakarta, 27 Agustus 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 Perihal Koridor Suku
Bunga (Standing Facilities)
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5440), perlu dilakukan perubahan atas
Surat Edaran Nomor 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 perihal Koridor
Suku Bunga (Standing Facilities), sebagai berikut :
1. Ketentuan Bab I diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh
Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui
Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing
Facilities).
2. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya
disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana
rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank
dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di
Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter.
3. BI-Rate …
2
3. BI-Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan
stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia dan diumumkan kepada publik.
4. Surat Berharga adalah Surat Berharga yang memenuhi
kriteria dan persyaratan untuk transaksi lending facility
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat
berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi
Moneter.
5.
Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI
adalah Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek.
6.
Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya
disingkat SDBI adalah surat berharga dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat
diperdagangkan hanya antar Bank.
7. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN
adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah
Negara.
8. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam
mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
9. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, baik dalam mata
uang rupiah maupun valuta asing, sebagai bukti atas
penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang berlaku.
10. Obligasi …
3
10. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari
12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan
pembayaran bunga secara diskonto.
11. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat
SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12
(dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
12. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disingkat ZCB adalah
Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga
secara diskonto.
13. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah
Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada
individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia.
14. Rekening Giro adalah rekening giro rupiah Bank di Bank
Indonesia.
15. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga
Bank yang tercatat di rekening perdagangan/aktif (active)
pada Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System.
16. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi
dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya, dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan
Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
17. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu
sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-
RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya
dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
18. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya
disebut Sistem-LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada
Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan
informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank
Indonesia.
2. Ketentuan …
4
2. Ketentuan Bab III butir 2.a diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
a. Surat Berharga yang dapat direpokan adalah SBI, SDBI dan SBN
dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan
Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi
Moneter.
3. Ketentuan Bab III angka 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
7. Kegagalan Setelmen Second Leg
Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg, maka
Surat Berharga yang direpokan diperlakukan sebagai berikut :
a. Dalam hal Surat Berharga berupa SBI, Bank Indonesia
melakukan pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early
redemption) secara otomatis melalui BI-SSSS.
b. Dalam hal Surat Berharga berupa SDBI, Bank Indonesia
melakukan pelunasan SDBI sebelum jatuh waktu (early
redemption) secara otomatis melalui BI-SSSS.
c. Dalam hal Surat Berharga berupa SBN, maka transaksi yang
bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan
secara outright.
d. Perhitungan nilai setelmen dan penggunaan harga Surat
Berharga untuk transaksi penjualan secara outright adalah
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta
dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter dengan
contoh sebagaimana pada Lampiran 2.
e. Dalam hal nilai transaksi outright :
1) Rekening Giro akan didebet atau dikredit dengan
perhitungan sebagai berikut :
a) dalam hal harga pada transaksi outright lebih rendah
dari harga pada transaksi first leg setelah dikurangi
haircut, maka Rekening Giro didebet sebesar selisih
dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal
surat berharga yang direpokan;
b) dalam …
5
b) dalam hal harga pada transaksi outright lebih tinggi
dari harga pada transaksi first leg dikurangi haircut,
maka Rekening Giro dikredit sebesar selisih
dimaksud, setelah dikalikan dengan nilai nominal
surat berharga yang direpokan dan paling banyak
sebesar nilai dari haircut yang ditetapkan pada saat
first leg.
2) Rekening Giro akan dikredit sebesar accrued
interest/imbalan dari setelmen first leg sampai dengan
setelmen second leg.
3) Rekening Giro akan didebet sebesar bunga repo.
4. Ketentuan Bab V angka 1 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat
dilakukan setelmen sehingga menyebabkan batalnya transaksi
sebagaimana dimaksud pada butir III.6.a.4), butir III.6.b.3) dan
butir IV.6.a.3), Bank dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis dengan tembusan kepada:
1) Departemen Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal
sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
2)
Divisi Pengawasan Bank – Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Dalam Negeri (KPw BI DN) setempat, dalam hal
sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KPw BI DN; dan
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai nominal transaksi Bank yang dinyatakan batal,
paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
5. Menambahkan 1 (satu) contoh perhitungan pada Lampiran 1
mengenai contoh perhitungan setelmen Transaksi Lending Facility
menjadi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
6. Menambahkan …
6
6. Menambahkan 1 (satu) contoh kasus yaitu kasus 4 pada Lampiran 3
mengenai contoh pengenaan sanksi karena pembatalan transaksi
operasi moneter menjadi sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27
Agustus 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/31/DPM|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/17/DPM tanggal 6 Juli 2010 Perihal Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) </reg_title>
<set_date> 27 Agustus 2013 </set_date>
<effective_date> 27 Agustus 2013 </effective_date>
<changed_reg> '12/17/DPM|SE-BI/2010' </changed_reg>
<related_reg> '12/17/DPM|SE-BI/2010', '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 4 Angka 1' </penalty_list>
|
No.17/18/DKEM
Jakarta, 30 Juni 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA KORPORASI NONBANK DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan
Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri
Korporasi Nonbank.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5651) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5683), perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal
Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri
Korporasi Nonbank sebagai berikut:
1. Ketentuan butir I.A.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Piutang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.e diatur dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Piutang …
a. Piutang terdiri atas piutang usaha kepada Penduduk dan
bukan Penduduk yang akan jatuh waktu:
1) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sejak akhir
triwulan; dan/atau
2) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke
depan sejak akhir triwulan;
yang bersifat jual putus atau tidak dapat dikembalikan dan
setelah dikurangi penyisihan penurunan nilai.
b. Piutang usaha kepada Penduduk sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dihitung sebagai komponen Aset Valuta Asing
sepanjang telah memiliki kontrak atau perjanjian yang
ditandatangani sebelum tanggal 1 Juli 2015 sampai dengan
berakhirnya perjanjian tertulis tersebut.
c. Piutang usaha kepada Penduduk yang kontrak atau
perjanjiannya ditandatangani sejak tanggal 1 Juli 2015 dapat
tetap dihitung sebagai komponen Aset Valuta Asing sepanjang:
1) berkaitan dengan proyek infrastruktur strategis dan
mendapat persetujuan Bank Indonesia; atau
2) transaksi yang mendasarinya diperkenankan dilakukan
dalam Valuta Asing sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban
penggunaan Rupiah di wilayah negara kesatuan Republik
Indonesia.
d. Penentuan proyek infrastruktur strategis sebagaimana
dimaksud dalam butir c.1) dibuktikan dengan:
1) surat keterangan dari kementerian atau lembaga
pemerintah yang berwenang; dan
2) surat persetujuan dari Bank Indonesia.
e. Untuk …
e. Untuk piutang usaha sebagaimana dimaksud dalam butir c.2)
dibuktikan dengan surat persetujuan dari Bank Indonesia
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah negara
kesatuan Republik Indonesia.
2. Ketentuan butir I.B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
B. Kewajiban Valuta Asing
1. Kewajiban Valuta Asing merupakan seluruh kewajiban Valuta
Asing kepada Penduduk maupun bukan Penduduk termasuk
kewajiban yang berasal dari transaksi forward, swap, dan/atau
option yang akan jatuh waktu:
a. sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan sejak akhir triwulan;
dan/atau
b. lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan ke
depan sejak akhir triwulan.
2. Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu dapat tidak
diperhitungkan sebagai Kewajiban Valuta Asing jika:
a. sedang dalam proses rollover, revolving, atau refinancing,
sepanjang transaksi yang mendasarinya sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah negara kesatuan
Republik Indonesia; dan/atau
b. merupakan Kewajiban Valuta Asing dalam rangka project
financing yang akan jatuh waktu sampai dengan 6 (enam)
bulan ke depan selama telah dijamin oleh penarikan ULN
Valuta Asing dimana jadwal penarikan tersebut disesuaikan
dengan Kewajiban Valuta Asing yang harus dibayarkan dan
kegiatan transaksinya sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia …
Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan
Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Contoh:
PT A membangun proyek infrastruktur di Indonesia berupa
pembangkit tenaga listrik dengan fasilitas pembiayaan ULN
dari Bank Z di Amerika Serikat yang berjangka waktu 10
tahun. PT A memiliki serangkaian Kewajiban Valuta Asing
yang akan jatuh waktu kepada kontraktor pembangunan
proyek yakni PT B berdasarkan perjanjian yang
ditandatangani sebelum tanggal 1 Juli 2015. Untuk
memenuhi serangkaian Kewajiban Valuta Asing kepada PT B
tersebut, PT A melakukan penarikan dana ULN dari Bank Z
yang jadwal penarikannya disesuaikan dengan serangkaian
Kewajiban Valuta Asing kepada PT B.
Dalam hal ini, PT A dapat tidak memperhitungkan
serangkaian Kewajiban Valuta Asing kepada PT B yang akan
jatuh waktu sebagai Kewajiban Valuta Asing.
3. Dokumen pendukung untuk kewajiban Valuta Asing yang
sedang dalam proses rollover, revolving, atau refinancing
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a antara lain berupa:
a. notifikasi dari kreditor bahwa Kewajiban Valuta Asing
dimaksud sedang dalam proses rollover, revolving, atau
refinancing;
b. perjanjian ULN dengan klausul yang relevan; dan
c. surat persetujuan Bank Indonesia, apabila transaksi yang
mendasarinya membutuhkan persetujuan Bank Indonesia
agar dapat dilakukan dalam valuta asing sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah negara kesatuan
Republik Indonesia.
4. Dokumen …
4. Dokumen pendukung untuk kewajiban Valuta Asing dalam
rangka project financing yang dibiayai dari penarikan ULN Valuta
Asing sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b antara lain
berupa:
a. perjanjian ULN yang menunjukkan jadwal penarikan dana
pinjaman disesuaikan dengan kewajiban yang harus
dibayarkan;
b. pernyataan korporasi bahwa ULN tersebut digunakan untuk
memenuhi Kewajiban Valuta Asing yang akan jatuh waktu
sampai dengan 6 (enam) bulan ke depan; dan
c. surat persetujuan Bank Indonesia, apabila transaksi yang
mendasarinya membutuhkan persetujuan Bank Indonesia
agar dapat dilakukan dalam valuta asing sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah negara kesatuan
Republik Indonesia.
3. Ketentuan butir I.E.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
3. Dalam hal Korporasi Nonbank yang baru berdiri sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 didirikan oleh beberapa perusahaan
(joint venture), pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) dapat
menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating) pemegang saham
terbesar yang memiliki hubungan kepemilikan langsung (direct
shareholders).
Contoh:
Korporasi A didirikan oleh beberapa perusahaan (joint venture)
yaitu perusahaan domestik (Korporasi B) dan perusahaan luar
negeri (Korporasi C), dan beroperasi secara komersial pada tanggal
30 Juli 2015. Korporasi B menguasai 75% dari keseluruhan
saham Korporasi A, sisanya sebesar 25% dikuasai oleh Korporasi
C. Dalam melakukan pembiayaan, Korporasi A bermaksud
melakukan …
melakukan utang luar negeri yang berasal dari sindikasi
perbankan di luar negeri dan ditandatangani setelah tanggal 1
Januari 2016. Dalam hal ini, Korporasi A wajib memenuhi
minimum Peringkat Utang (Credit Rating) BB- dengan
menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating) yang dimiliki
Korporasi A atau menggunakan Peringkat Utang (Credit Rating)
yang dimiliki Korporasi B hingga tanggal 30 Juli 2018.
4. Ketentuan angka III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
III. KORESPONDENSI
1. Penyampaian surat, pertanyaan, dokumen pendukung,
dan/atau informasi lainnya berkaitan dengan Surat Edaran
Bank Indonesia ini ditujukan kepada :
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. MH. Thamrin No.2
Jakarta 10350
Telepon : 021-29817020, 021-29817022, 021-29817023,
021-29817025, 021-29817029, 021-29817030,
021-29817042, 021-29817053, 021-29817063,
021-29817067
Faksimili
E-mail
: 021-3800134, 021-3501974
: LLDKPPK@bi.go.id
2. Dalam hal terjadi perubahan alamat korespondensi, Bank
Indonesia akan memberitahukan melalui surat dan/atau
media lainnya.
5. Lampiran I diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
Surat …
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30
Juni 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
JUDA AGUNG
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN
EKONOMI DAN MONETER
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 17/18/DKEM TANGGAL 30 JUNI 2015
PERIHAL
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK
INDONESIA NOMOR 16/24/DKEM
TANGGAL 30 DESEMBER 2014 PERIHAL
PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN
DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR
NEGERI KORPORASI NONBANK
DAFTAR LEMBAGA PEMERINGKAT YANG DIAKUI BANK INDONESIA
UNTUK DIGUNAKAN DALAM PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN
DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK
Nama Lembaga Pemeringkat
Lembaga
Pemeringkat
Dalam
Negeri
Lembaga
Pemeringkat
Luar Negeri
PT. Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO)
PT. Fitch Ratings Indonesia
PT ICRA Indonesia
Moody’s Investors Service
Standard & Poor’s
Fitch Ratings
Japan Credit Rating Agency
Rating and Investment Information Inc.
Peringkat
Setara BB-
id BB-
BB-(idn)
[Idr]BB-
Ba3
BB-
BB-
BB-
BB-
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN
EKONOMI DAN MONETER,
JUDA AGUNG
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/18/DKEM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/24/DKEM tanggal 30 Desember 2014 perihal Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank. </reg_title>
<set_date> 30 Juni 2015 </set_date>
<effective_date> 30 Juni 2015 </effective_date>
<changed_reg> '16/24/DKEM|SE-BI/2014' </changed_reg>
<related_reg> '16/24/DKEM|SE-BI/2014', '16/21/PBI/2014', '17/3/PBI/2015' </related_reg>
|
No. 7/53/DPbS
Jakarta, 22 November 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA
Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum
Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah
Dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/13/PBI/2005 tanggal 10 Juni 2005 tentang Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum bagi Bank Umum Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4501), perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai perhitungan
kewajiban penyediaan modal minimum bagi Bank Umum Yang Melaksanakan
Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, dalam suatu Surat Edaran yang
mencakup hal-hal sebagai berikut :
I. UMUM
1. Modal merupakan salah satu faktor yang penting bagi bank syariah
dalam rangka pengembangan usaha dan menampung risiko kerugian.
Agar perbankan syariah Indonesia dapat berkembang secara sehat dan
mampu bersaing dengan perbankan internasional maka permodalan
bank syariah senantiasa harus mengikuti ukuran yang berlaku secara
internasional. Islamic Financial Services Board
(IFSB) telah
mengeluarkan pedoman permodalan yang berlaku secara internasional
dengan …
dengan memberikan kesempatan kepada masing-masing negara untuk
melakukan penyesuaian dengan memperhatikan kondisi perbankan
syariah setempat. Oleh karena itu, seperti halnya penerapan di negara-
negara lain, dalam penerapan perhitungan modal di Indonesia terdapat
beberapa penyesuaian dengan usaha yang telah dilakukan oleh dunia
perbankan di Indonesia dewasa ini.
2. Kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank didasarkan pada
risiko aktiva dalam arti luas, baik aktiva yang tercantum dalam neraca
maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin pada
kewajiban yang masih bersifat kontijen dan/atau komitmen yang
disediakan oleh bank bagi pihak ketiga maupun risiko pasar. Secara
teknis, kewajiban penyediaan modal minimum diukur dari persentase
tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
3. Bank diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8%
(delapan perseratus) dari aktiva tertimbang menurut risiko.
4. Unit Usaha Syariah (UUS) wajib menyediakan modal minimum dari
aktiva tertimbang menurut risiko dari kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah. Dalam hal modal minimum UUS kurang dari 8%
(delapan perseratus) dari aktiva tertimbang menurut risiko maka kantor
pusat bank umum konvensional dari UUS wajib menambah kekurangan
modal minimum sehingga mencapai 8% (delapan perseratus) dari aktiva
tertimbang menurut risiko.
II ASPEK PERMODALAN
1. Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia tersebut Modal
bagi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah, terdiri dari modal inti (tier 1), modal pelengkap (tier 2)
dan modal pelengkap tambahan (tier 3). Adapun rincian komponen dari
masing-masing modal tersebut adalah sebagai berikut :
1.1. Modal Inti
Modal Inti terdiri dari :
a. Modal …
a. Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif
oleh pemiliknya sebesar nominal saham. Bagi bank yang
berbentuk
hukum koperasi, modal disetor terdiri atas
simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan
sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian.
b. Cadangan tambahan modal (disclosed reserve), terdiri dari:
1) Agio saham, yaitu selisih lebih antara setoran modal yang
diterima oleh bank dengan nilai nominal saham yang
diterbitkan.
Dalam hal bank memiliki disagio maka selisih kurang
antara setoran modal yang diterima oleh bank dengan nilai
nominal saham yang diterbitkan menjadi faktor pengurang
modal inti.
2) Modal sumbangan adalah modal yang diperoleh bank dari
sumbangan. Modal yang berasal dari donasi pihak luar
yang diterima oleh bank yang berbentuk hukum koperasi
juga termasuk dalam pengertian modal sumbangan.
3) Cadangan Umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari
penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah
dikurangi pajak, dan mendapat persetujuan rapat umum
pemegang
saham atau rapat anggota sesuai dengan
ketentuan pendirian atau anggaran dasar masing-masing
bank.
4) Cadangan
tujuan, yaitu cadangan yang dibentuk dari
penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah
dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan
telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham
atau rapat anggota.
5) Laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak, yaitu
seluruh laba bersih
tahun-tahun yang
lalu setelah
diperhitungkan …
diperhitungkan pajak, dan belum ditetapkan
penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham atau
rapat anggota.
Dalam hal bank mempunyai saldo rugi tahun-tahun lalu
maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang
dari modal inti.
6) Laba tahun berjalan, yaitu laba yang diperoleh dalam
tahun buku berjalan setelah dikurangi
taksiran hutang
pajak. Jumlah laba tahun buku berjalan tersebut yang
diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50%.
Dalam hal pada tahun berjalan bank mengalami kerugian,
maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang
dari modal inti.
Dalam perhitungan laba harus dikeluarkan pengaruh
perhitungan pajak
tangguhan (deferred tax) dan
kekurangan jumlah penyisihan penghapusan aktiva
produktif (PPAP) dari jumlah yang seharusnya dibentuk
sesuai ketentuan Bank Indonesia yang merupakan
komponen biaya yang
berjalan.
dibebankan pada laba tahun
7) Selisih lebih penjabaran Laporan Keuangan kantor cabang
luar negeri akibat penggabungan laporan keuangan kantor
cabang luar negeri dengan induknya.
Dalam hal terdapat selisih kurang penjabaran Laporan
Keuangan
cabang luar negeri, maka selisih tersebut
menjadi faktor pengurang dari modal inti.
8) Dana setoran modal, yaitu dana yang telah disetor penuh
untuk tujuan penambahan modal namun belum didukung
dengan kelengkapan persyaratan untuk dapat digolongkan
sebagai modal disetor seperti pelaksanaan rapat umum
pemegang …
pemegang saham dan atau pengesahan dari instansi yang
berwenang.
9) Penurunan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia
untuk dijual merupakan faktor pengurang modal inti.
Jumlah modal inti adalah jumlah sebagaimana tersebut
pada angka 1) sampai dengan angka 9) di atas, dikurangi
dengan goodwill yang ada dalam pembukuan bank.
1.2. Modal pelengkap (Tier 2)
Secara rinci modal pelengkap dapat berupa :
1) Selisih penilaian kembali aktiva tetap yaitu nilai yang
dibentuk sebagai akibat selisih penilaian kembali aktiva tetap
milik bank yang telah mendapat persetujuan Direktorat
Jenderal Pajak. Selisih penilaian kembali aktiva tetap tidak
dapat dikapitalisasi ke dalam modal disetor dan atau
dibagikan sebagai saham bonus dan atau deviden.
2) Cadangan umum dari penyisihan penghapusan aktiva
produktif, yaitu cadangan umum yang dibentuk dengan cara
membebani laba rugi tahun berjalan, dengan maksud untuk
menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat
dari tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva
produktif.
Penyisihan penghapusan aktiva produktif yang
bersifat
cadangan umum diperhitungkan sebagai komponen modal
pelengkap maksimum sebesar 1,25% dari jumlah ATMR.
Sedangkan penyisihan penghapusan aktiva produktif yang
bersifat cadangan khusus diperhitungkan sebagai pengurang
terhadap nilai nominal dalam perhitungan ATMR.
3) Modal pinjaman yang memenuhi kriteria Bank Indonesia,
yaitu pinjaman yang didukung oleh instrumen atau warkat
yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. berdasarkan prinsip Qardh;
2. tidak ...
2. tidak dijamin oleh bank penerbit (issuer) dan sifatnya
dipersamakan dengan modal serta telah dibayar penuh;
dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik,
3. tidak
tanpa persetujuan Bank Indonesia; dan
4. mempunyai kedudukan yang
sama dengan modal
dalam hal jumlah kerugian bank melebihi saldo laba dan
cadangan-cadangan yang termasuk modal inti, meskipun
bank belum dilikuidasi.
Dalam pengertian modal pinjaman ini, untuk bank yang
berbadan hukum koperasi, pengertian modal pinjaman sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No.25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
4) Investasi Subordinasi yang dalam Laporan bulanan bank
Syariah disebut sebagai Pinjaman Subordinasi, yaitu
pinjaman yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. berdasarkan prinsip mudharabah atau musyarakah;
2. ada perjanjian tertulis antara bank dengan investor;
3. mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank
Indonesia. Dalam hubungan ini pada saat bank
mengajukan permohonan persetujuan, bank
harus
menyampaikan program pembayaran kembali investasi
subordinasi tersebut;
4. tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah
disetor penuh;
5. minimal berjangka waktu 5 (lima) tahun;
6. pelunasan sebelum
jatuh
tempo harus mendapat
persetujuan dari Bank Indonesia, dan dengan pelunasan
tersebut permodalan bank tetap sehat; dan
7. dalam hal terjadi likuidasi hak tagihnya berlaku paling
akhir dari segala pinjaman yang ada (kedudukannya sama
dengan modal).
Jumlah ...
Jumlah investasi subordinasi yang
dapat diperhitungkan
sebagai modal untuk sisa jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir
adalah jumlah investasi subordinasi dikurangi amortisasi yang
dihitung
dengan menggunakan metode garis
prorata.
Jumlah investasi subordinasi yang
lurus
atau
dapat diperhitungkan
sebagai komponen modal pelengkap maksimum sebesar 50%
(lima puluh perseratus) dari modal inti.
5) Peningkatan nilai penyertaan pada portofolio untuk dijual
setinggi-tingginya sebesar 45% (empat puluh lima
perseratus).
1.3.
Seluruh komponen modal sebagaimana dimaksud pada angka 1.1
dan angka 1.2 diperhitungkan dengan faktor pengurang berupa
seluruh penyertaan yang dilakukan Bank.
1.4.
Modal Pelengkap Tambahan (tier 3)
a. Modal pelengkap tambahan dalam perhitungan kewajiban
penyediaan modal minimum adalah investasi subordinasi
jangka pendek yang memenuhi kriteria Bank Indonesia
sebagai berikut:
1.
berdasarkan prinsip mudharabah atau musyarakah;
2. tidak dijamin oleh Bank yang bersangkutan dan telah
disetor penuh;
3. memiliki jangka waktu perjanjian sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun;
4.
tidak
ditetapkan
dapat dibayar sebelum jadwal waktu yang
dalam perjanjian pinjaman yang telah
mendapat persetujuan Bank Indonesia;
5. terdapat klausula yang mengikat (lock-in clausule) yang
menyatakan bahwa tidak dapat dilakukan penarikan
angsuran pokok, termasuk pembayaran saat jatuh tempo,
apabila pembayaran dimaksud
dapat menyebabkan
kewajiban ...
kewajiban
penyediaan modal minimum Bank tidak
memenuhi ketentuan yang berlaku;
6. terdapat perjanjian penempatan investasi subordinasi
yang jelas termasuk jadwal pelunasannya;
7. memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank
Indonesia.
b. Modal pelengkap tambahan (tier 3) dalam perhitungan
kewajiban
penyediaan modal minimum hanya dapat
digunakan untuk memperhitungkan Risiko Pasar, dengan
memenuhi batasan sebagai berikut:
1) Jumlah Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) tidak
melebihi 250% (dua ratus lima puluh per seratus) dari
bagian modal
inti (tier 1) yang dialokasikan untuk
memperhitungkan risiko pasar. Dengan pengaturan ini,
maka sekurang-kurangnya 28,5% (dua puluh delapan
setengah perseratus) dari modal inti (tier 1) yang tidak
digunakan
untuk memperhitungkan eksposur
risiko
Penyaluran Dana yang berasal dari perhitungan aktiva
tertimbang menurut risiko (ATMR), harus dialokasikan
untuk memperhitungkan risiko pasar.
Angka 28,5% berasal dari persamaan berikut :
Beban modal untuk Risiko Pasar = 100
Tier 1 yang dialokasikan untuk Risiko Pasar = x%
Tier 3 yang dialokasikan untuk Risiko Pasar = 2,5x%
x% +2,5x% = 100
3,5x% = 100
x = 100/3,5% =28,57% atau dibulatkan 28,5%.
2) Jumlah Modal Pelengkap (tier 2) dan Modal Pelengkap
Tambahan (tier 3) setinggi-tingginya 100% (seratus
perseratus) dari modal inti (tier 1).
c. Modal ...
c. Modal Pelengkap (tier 2) yang tidak digunakan untuk
memperhitungkan Risiko
kelebihan investasi subordinasi yang melampaui 50% modal
inti dapat ditambahkan untuk modal pelengkap tambahan (tier
3) sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada huruf b.
d. Investasi Subordinasi yang masuk dalam Modal Pelengkap
Tambahan (tier 3) tidak diamortisasi.
2. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) Peraturan Bank
Indonesia tersebut diatas, modal bagi UUS dari Bank yang berkantor
pusat di dalam negeri dan UUS dari kantor cabang bank asing, adalah
dana yang disisihkan oleh kantor pusat bank atau kantor cabang bank
asing untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
III. TATA CARA PERHITUNGAN KEBUTUHAN MODAL MINIMUM
1. Dasar Perhitungan Kebutuhan Modal Minimum
a. Perhitungan kebutuhan modal minimum didasarkan pada ATMR
dengan memperhitungkan risiko penyaluran dana dan risiko pasar.
Pengertian aktiva dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang
tercantum dalam neraca maupun beberapa pos dalam aktiva yang
bersifat administratif yang masih bersifat kontinjen dan/atau
komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga.
b. Dalam menghitung ATMR dengan memperhitungkan
risiko
penyaluran dana, terhadap masing-masing pos aktiva neraca
diberikan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko
yang terkandung pada aktiva itu sendiri atau bobot risiko yang
didasarkan pada golongan nasabah, penjamin serta sifat agunan.
c. Penghitungan ATMR untuk aktiva produktif dibedakan sebagai
berikut :
1) penyaluran dana dalam berbagai bentuk aktiva produktif yang
sumber dananya berasal dari dana pihak ketiga dengan prinsip
mudharabah ...
Penyaluran Dana termasuk
mudharabah mutlaqah berdasarkan sistem bagi untung atau
bagi rugi (profit and loss sharing) diberikan bobot sebesar 1%
(satu perseratus);
2) penyaluran dana dalam berbagai bentuk aktiva produktif yang
sumber dananya berasal dari modal sendiri dan atau pihak
ketiga dengan prisip wadiah, qardh dan mudharabah mutlaqah
berdasarkan sistem bagi pendapatan (revenue sharing) yang
dibedakan sebagai berikut :
a) diberikan kepada atau dijamin oleh pemerintah atau bank
sentral diberikan bobot sebesar 0% (nol perseratus);
b) diberikan kepada atau dijamin oleh bank lain diberikan
bobot sebesar 20% (dua puluh perseratus);
c) diberikan kepada atau dijamin oleh swasta penetapan bobot
berdasarkan peringkat
(rating) yang
perusahaan yang bersangkutan;
3)
penyaluran dana dalam bentuk piutang untuk kepemilikan
rumah yang
dijamin oleh hak
tanggungan pertama dan
bertujuan untuk dihuni yang sumber dananya berasal dari modal
sendiri dan atau dana pihak ketiga dengan prinsip wadiah,
qardh dan mudharabah mutlaqah berdasarkan sistem bagi
pendapatan (revenue sharing) diberikan bobot 35% (tiga puluh
lima perseratus);
4)
penyaluran dana dalam berbagai bentuk aktiva produktif yang
tidak beragunan (venture capital) yang sumber dananya dari
wadiah, modal
sendiri, qardh, dan mudharabah mutlaqah
diberikan bobot sebesar 150% (seratus lima puluh perseratus).
d. Penghitungan ATMR dengan memperhitungkan risiko pasar, hanya
dilakukan terhadap risiko nilai tukar.
2. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud pada
angka 1, maka rincian bobot risiko untuk semua aktiva Neraca adalah
sebagai berikut :
0% : ...
dimiliki oleh
0%
: 1. Kas.
2. Emas dan mata uang emas.
3. Commerative coins.
4. Penempatan pada Bank Indonesia :
4.1. Giro Wadiah pada Bank Indonesia;
4.2. SWBI;
4.3. Lainnya;
5. Penempatan/ Tagihan pada bank lain :
5.1. Pada bank sentral negara lain;
5.2.
Pada bank lain yang dijamin oleh pemerintah pusat
dan bank sentral.
6. Surat berharga yang dimiliki :
6.1. Surat Berharga Syariah yang
Pemerintah negara lain;
6.2.
diterbitkan oleh
Surat Berharga Syariah yang diterbitkan oleh bank
sentral negara lain;
6.3. Surat berharga pasar uang /pasar modal Syariah.
6.3.1. Yang diterbitkan atau dijamin oleh bank
sentral dan pemerintah pusat;
6.3.2. Yang diterbitkan atau dijamin dengan uang
kas, uang kertas asing, emas, mata uang emas,
serta giro, deposito dan tabungan pada bank
yang besangkutan, sebesar nilai dari jaminan
tersebut.
7. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada
atau dijamin :
7.1.
Bank sentral;
7.2. Pemerintah Pusat.
8. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya yang
dijamin uang kas, uang kertas asing, emas, mata uang emas,
serta...
serta giro, deposito, dan tabungan pada bank yang
bersangkutan sebesar nilai dari jaminan tersebut.
1 % : Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan, piutang, ijarah dan
bentuk penanaman lainnya yang sumber dananya berasal dari
dana pihak ketiga dengan prinsip mudharabah mutlaqah
berdasarkan sistem bagi untung atau rugi (profit and loss
sharing method).
20% : 1. Penempatan / Tagihan pada bank lain;
2. Surat berharga pasar uang/ pasar modal syariah yang
diterbitkan atau dijamin oleh bank lain, pemerintah daerah,
lembaga non departemen di Indonesia, Bank Pembangunan
Multilateral, Islamic Development Bank,BUMN dan
perusahaan pemerintah pusat negara lain.
pasar
3. Surat Berharga
uang/pasar modal Syariah
yang
diterbitkan atau dijamin oleh pihak swasta dengan peringkat
perusahaan AAA sampai dengan AA- dari pemeringkat
Standard & Poor's atau peringkat yang setara dari lembaga
pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
4. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada
atau dijamin oleh bank lain, pemerintah daerah, lembaga
non departemen di Indonesia, bank pembangunan
multilateral, Islamic Development Bank, BUMN dan
perusahaan milik pemerintah pusat negara lain;
5. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada
atau dijamin oleh pihak swasta yang memiliki peringkat
perusahaan AAA sampai dengan AA- dari pemeringkat
Standard & Poor's atau peringkat yang setara dari lembaga
pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
35% : Piutang pemilikan rumah yang dijamin oleh hak tanggungan
pertama dengan tujuan untuk dihuni.
50% ...
50%
: 1. Surat berharga pasar uang/
pasar modal Syariah yang
diterbitkan atau dijamin oleh pihak swasta dengan peringkat
perusahaan A+
sampai dengan A- dari pemeringkat
Standard & Poor's atau peringkat yang setara dari lembaga
pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
2. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada
atau dijamin oleh pihak swasta yang memiliki peringkat
perusahaan A+
sampai dengan A- dari pemeringkat
Standard & Poor's atau peringkat yang setara dari lembaga
pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
100% : 1. Surat Berharga pasar uang/ pasar modal Syariah yang
diterbitkan atau dijamin oleh pihak swasta dengan peringkat
perusahaan BBB+ sampai dengan BBB- atau BB+ sampai
dengan B- dari pemeringkat Standard & Poor's
atau
peringkat yang setara dari lembaga pemeringkat yang diakui
oleh Bank Indonesia.
2. Surat Berharga
pasar
uang/pasar modal Syariah
yang
diterbitkan atau dijamin oleh perusahaan tidak memiliki
peringkat.
3. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada
atau dijamin oleh pihak swasta yang memiliki peringkat
perusahaan BBB+ sampai dengan BBB- atau BB+ sampai
dengan B- dari pemeringkat Standard & Poor's
atau
peringkat yang setara dari lembaga pemeringkat yang diakui
oleh Bank Indonesia.
4. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada
atau dijamin oleh pihak swasta yang
peringkat.
5. Penyertaan, Aktiva istishna dalam penyelesaian, nilai buku
Aktiva Tetap dan Inventaris, Antar Kantor Aktiva dan
Rupa-rupa Aktiva.
150% ...
tidak memiliki
150% : 1. Surat Berharga pasar uang/pasar modal Syariah
yang
diterbitkan atau dijamin oleh perusahaan dengan peringkat
dibawah B- dari pemeringkat Standard & Poor's
atau
peringkat yang setara dari lembaga pemeringkat yang diakui
oleh Bank Indonesia.
2. Piutang, pembiayaan, ijarah atau tagihan lainnya kepada
atau dijamin oleh pihak swasta yang memiliki peringkat
dibawah B- dari pemeringkat Standard & Poor's
atau
peringkat yang setara dari lembaga pemeringkat yang diakui
oleh Bank Indonesia.
3. Bobot Risiko Aktiva Administratif
Perhitungan bobot risiko untuk aktiva administratif dilakukan melalui 2
(dua) tahap.
3.1. Tahap pertama
Aktiva Administratif terlebih dahulu ditetapkan faktor konversinya,
yaitu faktor tertentu yang digunakan untuk mengkonversikan
aktiva administratif ke dalam aktiva neraca yang menjadi
padanannya. Besarnya faktor konversi untuk masing-masing aktiva
administratif didasarkan pada tingkat kemungkinannya untuk
menjadi aktiva neraca yang efektif. Rincian faktor konversi aktiva
administratif baik rupiah maupun valuta asing adalah sebagai
berikut :
20% : L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C).
50% : 1. Jaminan bank yang diterbitkan bukan dalam rangka
pemberian pembiayaan atau piutang.
2. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang
disediakan kepada nasabah sampai dengan akhir
tahun takwim yang berjalan.
100% : Jaminan (termasuk standby L/C) dan risk sharing
dalam rangka pemberian pembiayaan, serta
endosemen...
endosemen atau aval surat-surat berharga berdasarkan
prinsip syariah.
3.2. Tahap Kedua
Setelah diketahui faktor konversinya maka masing-masing aktiva
administratif tersebut dikonversikan ke dalam aktiva-aktiva neraca
padanannya. Selanjutnya, untuk menghitung bobot risiko aktiva
administratif dilakukan dengan mengalikan faktor konversi dengan
bobot risiko aktiva neraca padanannya.
Atas dasar perhitungan tersebut, maka pengelompokan besarnya
bobot risiko masing-masing aktiva administratif menjadi sebagai
berikut :
0% : 1. Fasilitas yang
disediakan
Pemerintah Pusat Republik Indonesia
bagi atau dijamin oleh
dan Bank
Indonesia, serta bank sentral dan pemerintah pusat
negara lain, yang meliputi :
a. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang
disediakan untuk nasabah sampai dengan akhir
tahun takwim yang berjalan.
b. Jaminan (termasuk standby L/C) dan risk sharing
dalam rangka pemberian pembiayaan serta
endosemen atau aval surat-surat berharga
berdasarkan prinsip syariah.
c. Jaminan bank yang diterbitkan bukan dalam
rangka pemberian pembiayaan atau piutang.
d. L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby
L/C).
2. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang
disediakan kepada nasabah yang dijamin dengan
uang kas, uang kertas asing, emas, mata uang emas,
serta giro, deposito dan tabungan pada bank yang
bersangkutan ...
bersangkutan sebesar nilai jaminannya.
4%
: L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C)
dan dibuka atas permintaan bank-bank di dalam negeri
termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri, pemerintah daerah, lembaga negara non-
departemen di Indonesia, bank
pembangunan
multilateral, Islamic Development Bank, BUMN dan
pemerintah pusat negara lain, bank umum yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
yang masuk dalam bank utama (prime bank) di luar
negeri, perusahaan swasta yang memiliki rating AAA
sampai dengan AA-.
10% : 1. Fasilitas yang disediakan bagi atau dijamin oleh bank-
bank di dalam negeri termasuk kantor cabang dari
bank yang berkedudukan di luar negeri, Pemerintah
Daerah, lembaga non-departemen di Indonesia, bank-
bank pembangunan multilateral, Islamic Development
Bank, bank umum yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah yang masuk dalam bank
utama (prime bank) di luar negeri dan perusahaan
swasta yang memiliki
rating AAA sampai dengan
AA- yang meliputi :
a. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang
disediakan untuk nasabah sampai dengan akhir
tahun takwim yang berjalan;
b. Jaminan bank
yang diterbitkan bukan dalam
rangka pemberian pembiayaan.
2. L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C)
dan dibuka atas permintaan perusahaan swasta yang
memiliki rating A+ sampai dengan A-.
20% ...
20% : 1. L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C)
dan dibuka atas permintaan perusahaan yang :
a. mempunyai rating BBB+ sampai dengan BBB-;
b. mempunyai rating BB+ sampai dengan B-; dan
c. tidak mempunyai rating.
2. Jaminan (termasuk standby L/C) dan risk sharing
dalam rangka pemberian pembiayaan atau piutang
serta endosemen atau aval surat-surat berharga
berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan atas
permintaan :
a. Bank-bank
di dalam negeri termasuk kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri
b. Pemerintah Daerah di Indonesia
c. Lembaga non departemen di Indonesia
d. Bank umum yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah yang masuk dalam
bank utama (prime bank) di luar negeri.
e. Perusahaan swasta yang mempunyai rating AAA+
sampai dengan AA-
25% : 1. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang
disediakan sampai dengan akhir tahun takwin
berjalan yang disediakan bagi
mempunyai rating A+ sampai dengan A-.
2. Jaminan bank yang diterbitkan bukan dalam rangka
pembiayaan bagi
mempunyai rating A+ sampai dengan A-.
30% : L/C yang masih berlaku (tidak termasuk standby L/C)
yang dibuka atas permintaan perusahaan swasta yang
memiliki rating dibawah B-.
50% ...
perusahaan swasta yang
perusahaan yang
50% : 1. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang
disediakan sampai dengan akhir tahun takwim
berjalan yang disediakan bagi perusahaan yang :
a. mempunyai rating BBB+ sampai dengan BBB-;
b. mempunyai rating BB+ sampai dengan B-; dan
c.
tidak memiliki rating.
2. Jaminan (termasuk standby L/C) dan risk sharing
dalam
rangka pemberian pembiayaan dan atau
piutang serta endosemen atau aval surat-surat
berharga berdasarkan prinsip syariah yang
diterbitkan atas permintaan perusahaan swasta yang
mempunyai rating A+ sampai dengan A-.
3. Jaminan bukan dalam
pembiayaan yang
rangka pemberian
diterbitkan atas permintaan
perusahaan yang :
a. mempunyai rating BBB+ sampai dengan BBB-;
b. mempunyai rating BB+ sampai dengan B-; dan
c.
tidak mempunyai rating.
75% : 1. Fasilitas pembiayaan yang belum digunakan yang
disediakan sampai dengan akhir tahun takwim
berjalan yang disediakan bagi
mempunyai rating dibawah B-.
perusahaan yang
2. Jaminan bukan dalam
pembiayaan yang
100% : Jaminan
rangka pemberian
diterbitkan atas permintaan
perusahaan yang mempunyai rating dibawah B-.
(termasuk standby L/C)
dan risk sharing
dalam rangka pemberian pembiayaan dan atau piutang
serta endosemen atau aval surat-surat berharga
berdasarkan prinsip syariah yang
permintaan perusahaan yang:
diterbitkan atas
a. mempunyai ...
a. mempunyai rating BBB+ sampai dengan BBB-;
b. mempunyai rating BB+ sampai dengan B-; dan
c. tidak mempunyai rating.
150% : Jaminan (termasuk standby L/C)
dan
risk sharing
dalam rangka pemberian pembiayaan dan atau piutang
serta endosemen atau aval surat-surat berharga
berdasarkan prinsip syariah yang
diterbitkan atas
permintaan perusahaan yang mempunyai rating
dibawah B-.
4. Perhitungan Risiko Nilai Tukar (Foreign Exchange Risk)
a.
Perhitungan Risiko Nilai Tukar dilakukan terhadap posisi banking
book dalam valuta asing termasuk emas. Posisi terhadap emas
diperhitungkan sama dengan valuta asing dengan pertimbangan
bahwa pergerakan harga emas hampir sama dengan pergerakan
nilai tukar valuta asing dan Bank memperlakukan transaksi emas
sama dengan transaksi valuta asing;
b. Posisi suatu instrumen yang memiliki denominasi dalam valuta
asing selain terkena risiko penyaluran dana juga memungkinkan
Bank terkena risiko nilai tukar;
c. Beban modal untuk risiko nilai tukar didasarkan dari nilai Posisi
Devisa Neto;
d. Bank wajib memelihara Posisi Devisa Neto pada setiap hari kerja
setinggi-tingginya sebesar :
1) 20% dari modal untuk Bank yang memperhitungkan Risiko
Penyaluran Dana dalam perhitungan KPMM; atau
2) 30% dari modal untuk Bank yang selain Risiko Penyaluran
Dana juga memperhitungkan Risiko Pasar dalam perhitungan
KPMM.
e. Posisi Devisa Neto adalah angka yang merupakan penjumlahan
dari nilai absolut untuk jumlah dari :
1) selisih ...
1) selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk setiap
valuta asing; ditambah dengan;
2) selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang merupakan
komitmen maupun kontinjensi dalam rekening administratif
untuk setiap valuta asing;
yang semuanya dinyatakan dalam Rupiah.
f.
Perlakuan terhadap posisi struktural
1) Bank dapat mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia
untuk mengecualikan posisi struktural dalam valuta asing dari
perhitungan Posisi Devisa Neto;
2) Posisi struktural adalah posisi yang
sekurang-kurangnya
memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam ketentuan yang
berlaku tentang Posisi Devisa Neto bank umum;
3) Bila Bank memilih untuk mengecualikan posisi struktural
tersebut maka pengecualian tersebut harus dilakukan secara
konsisten dan memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia;
4) Dalam rangka memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia
bank wajib menyampaikan dokumen pendukung yang terkait
dengan status dari posisi struktural dan bukti pembukuan
transaksi.
contoh:
Posisi struktural berupa aktiva tetap di luar negeri perlu
didukung antara lain dengan dokumen yang berupa bukti
kepemilikan, bukti pembayaran, dan dokumen pembukuan.
5) Bank Indonesia dapat meminta tambahan dokumen kepada
bank untuk memastikan kelayakan dari suatu posisi struktural
yang akan dikecualikan dari perhitungan Posisi Devisa Neto.
5. Cara Penghitungan Kebutuhan Modal Minimum
5.1. Kebutuhan modal minimum bank untuk risiko penyaluran dana dan
risiko pasar dihitung berdasarkan penjumlahan :
a. ATMR ...
a. ATMR aktiva neraca yang diperoleh dengan cara mengalikan
nilai nominal aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko
tersebut pada angka III.2;
b. ATMR aktiva administratif yang diperoleh dengan cara
mengalikan nilai nominal rekening
bersangkutan dengan bobot risiko tersebut pada angka III.3.3.2;
c. ATMR dari risiko pasar.
5.2. Perhitungan KPMM dengan memperhitungkan Risiko Penyaluran
Dana dan Risiko Pasar dilakukan dengan formula sebagai berikut:
KPMM =
(Tier 1+Tier 2+Tier 3)- Penyertaan
ATMR (Risiko Peny Dana) + 12,5 x beban modal untuk Risiko Pasar
5.3. Sebelum mengalokasikan beban modal untuk Risiko Pasar,
Bank
wajib memenuhi KPMM untuk Risiko Penyaluran Dana yaitu
minimal sebesar 8% sesuai ketentuan yang berlaku dengan formula:
KPMM = (Tier 1+Tier 2)- Penyertaan
ATMR (Risiko Peny Dana)
= 8%
5.4. Dalam melakukan perhitungan sebagaimana dimaksud dalam angka
5.2, Bank harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut :
5.4.1. Menghitung ATMR untuk Risiko Penyaluran Dana sesuai
ketentuan yang berlaku;
5.4.2. Menghitung jumlah beban modal untuk Risiko Pasar yaitu
Risiko Nilai Tukar;
5.4.3. Menghitung Risiko Pasar yaitu Risiko Nilai Tukar dengan
cara mengkonversikan jumlah beban modal untuk Risiko
Pasar sebagaimana dimaksud dalam angka 5.4.2 menjadi
ekuivalen dengan ATMR (dikalikan dengan angka 12,5
yaitu 100/8);
5.4.4. Menjumlahkan ATMR untuk Risiko
dengan ATMR untuk Risiko Pasar;
Penyaluran Dana
5.4.5. Menghitung ...
= 8%
administratif yang
5.4.5. Menghitung modal Bank yang terdiri atas Modal Inti (tier
1), Modal Pelengkap (tier 2), dan Modal Pelengkap
Tambahan (tier 3) yang dialokasikan untuk menutup Risiko
Pasar setelah dikurangi Penyertaan;
5.4.6. Membagi total modal sebagaimana dimaksud dalam angka
5.45 dengan jumlah ATMR sebagaimana dimaksud dalam
angka 5.4.4, yang hasilnya dinyatakan dalam persentase.
5.5. Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) yang digunakan dalam
perhitungan rasio KPMM adalah sebesar yang dibutuhkan untuk
menutup Risiko Pasar.
5.6. Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) yang memenuhi persyaratan
namun tidak
digunakan dalam perhitungan rasio KPMM
sebagaimana dimaksud dalam huruf angka 5.5, dihitung sebagai
rasio kelebihan Modal Pelengkap Tambahan (excess tier 3 capital
ratio), dengan formula:
Rasio kelebihan
Modal Pelengkap =
Tambahan
kelebihan Modal Pelengkap Tambahan
ATMR (Risiko Peny.dana) + ATMR (Risiko Pasar)
IV. ILUSTRASI PERHITUNGAN RASIO KPMM
Sebagai ilustrasi perhitungan KPMM dan ATMR Bank A adalah sebagai
berikut:
1. Modal inti (tier 1) sebesar 700
2. Modal Pelengkap (tier 2) sebesar 100
3. Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) sebesar 600
4. ATMR untuk Risiko Penyaluran Dana sebesar 7500
5. Beban Modal untuk Risiko Pasar adalah 406
Langkah-langkah perhitungan Rasio KPMM dilakukan sebagai berikut:
1. Menghitung ATMR untuk Risiko Pasar dengan cara mengalikan
beban modal untuk risiko pasar dengan 12,5 sehingga menjadi 5075
(406 x 12,5)
2. Menghitung kebutuhan modal minimum untuk menutup
Risiko
Penyaluran Dana, dengan cara mengalikan ATMR untuk Risiko
Penyaluran Dana dengan 8% (rasio KPMM) sehingga menjadi 7500
x 8% = 600
3. Menghitung tier 1 dan tier 3 yang dialokasikan untuk risiko pasar,
dengan cara sebagai berikut:
a. Beban ...
a. Beban modal untuk Risiko Pasar adalah sebesar 406;
b. Jumlah tier 3 tidak melebihi 250% atau 2,5 kali bagian tier 1 yang
dialokasikan untuk Risiko Pasar , sehingga beban modal untuk
Risiko Pasar adalah 350% atau 3,5 kali bagian tier 1 yang
dialokasikan untuk Risiko Pasar;
c. Tier 1 yang dialokasikan untuk Risiko Pasar adalah 406, maka
Tier 1 yang dialokasikan untuk menutup Risiko Pasar adalah
406/3,5 = 116
d. Tier 3 adalah 406 - 116 = 290
4. Menghitung jumlah modal yang dapat digunakan (eligible) untuk
menutup Risiko Penyaluran Dana dan Risiko Pasar, sebagai berikut:
a. Bank A mengalokasikan tier 1 sebesar 500 dan tier 2 sebesar 100
untuk menutup Risiko Penyaluran Dana;
b.
c. Tier 3
Setelah memperhitungkan Risiko Penyaluran Dana, tier 1 yang
tersisa dan dapat digunakan untuk menutup Risiko Pasar adalah
sebesar 200;
yang
dapat
dialokasikan untuk menutup Risiko Pasar
adalah maksimal 250% atau 2,5 kali dari tier 1,yaitu sebesar 500;
d. Karena Bank A hanya membutuhkan Tier 1 sebesar 116 dan Tier
3 sebesar 290 untuk menutup Risiko Pasar, Bank A memiliki 84
tier 1 dan 252 tier 3 yang tersisa tetapi dapat digunakan (unused
but eligible tier 3) untuk menutup persyaratan Risiko Pasar
periode berikutnya.
V. PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Sesuai dengan Pasal 16 Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/13/PBI/2005 tanggal 10 Juni 2005 tentang Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, Bank
wajib melaporkan perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum
dengan menggunakan format sesuai Lampiran I dan Lampiran II
selambat-lambatnya tanggal 21 pada bulan berikutnya setelah laporan
yang bersangkutan.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan dalam
bentuk disket dan hasil olahan komputer kepada Bank Indonesia
dengan alamat kepada :
a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta
10110, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor ...
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat
di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
VI. LAIN – LAIN
Mengingat bahwa modal merupakan faktor penting bagi bank dalam
rangka pengembangan usaha yang sehat dan dapat menampung risiko
kerugian, maka para pemilik dan pengurus bank diminta agar:
1. Menyesuaikan rencana ekspansinya dalam batas-batas yang dapat
ditampung oleh permodalan bank.
2. Selalu melakukan pemantauan terhadap kondisi permodalan banknya
sesuai dengan ketentuan tersebut di atas dengan cara menghitung
sendiri kecukupan permodalannya sekurang-kurangnya untuk periode
bulanan dengan menggunakan data sesuai dengan laporan bulanan
yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
3. Dalam hal Bank menggunakan internal model dalam penghitungan
kebutuhan modal (Capital Charge) untuk
pemenuhan modal
minimum, maka penggunaan internal model dimaksud wajib mendapat
persetujuan Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia
VII. PENUTUP
1. Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku pada tanggal 22 November 2005
dan berlaku efektif sejak periode pelaporan sejak pelaporan data bulan
Desember 2005 yang disampaikan pada bulan Januari 2006 .
2. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka surat Edaran bank
Indonesia No.26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993 perihal Kewajiban
penyediaan modal minimum bagi bank umum tanggal 29 Mei 1993,
dinyatakan tidak berlaku.
Agar ...
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Siti Ch. Fadjrijah
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/53/DPbS|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title>
<set_date> 22 November 2005 </set_date>
<effective_date> 22 November 2005 dan berlaku efektif sejak periode pelaporan sejak pelaporan data bulan Desember 2005 yang disampaikan pada bulan Januari 2006 . </effective_date>
<replaced_reg> '26/1/BPPP|SE-BI/1993' </replaced_reg>
<related_reg> '7/13/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 6/46/DPM
Jakarta, 29 Oktober 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Bank Indonesia No.
6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan
Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank
Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal
12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), perlu dilakukan
perubahan pada beberapa butir ketentuan dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM
tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan
Pasar Uang Antar Bank, sebagai berikut:
1. Butir I.B.2 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
”2. Marjin maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah
ditetapkan sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
24 bulan
Marjin
(basis point)
Dikurangi 5 (lima)
Ditambah 0 (nol)
Ditambah 5 (lima)
Ditambah 20 (dua puluh)
Ditambah 50 (lima puluh)
dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan
pada lelang terakhir.”
2. Butir …
2
2. Butir I.B.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“4. Marjin untuk maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta
asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, 12 dan 24 bulan yang dijamin
Pemerintah masing-masing ditambah 3 (tiga) basis point di atas rata-rata
suku bunga deposito dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota
Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
3. Butir II.B diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“B. Maksimum Suku Bunga PUAB
a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah
ditetapkan sebesar 73 (tujuh puluh tiga) basis point di atas rata-rata
tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-
bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu)
bulan sebelumnya.
b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang
dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 82 (delapan puluh dua) basis point
di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi valuta
asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh
Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 29 Oktober 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SUGENG
DEPUTI DIREKTUR
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/46/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Keempat Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 29 Oktober 2004 </set_date>
<effective_date> 29 Oktober 2004 </effective_date>
<changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/11/PBI/2004 | Pasal 3', '6/20/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No.13/ 2 /DPbS
Jakarta, 31 Januari 2011
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah dalam Status Pengawasan Khusus.
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5192), perlu ditetapkan peraturan pelaksanaannya dalam Surat
Edaran Bank Indonesia yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
I. UMUM
1. Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPRS mengalami kesulitan
yang membahayakan kelangsungan usahanya maka BPRS tersebut
ditetapkan dalam status pengawasan khusus, dan untuk selanjutnya
disebut BPRS DPK.
2. BPRS dinilai mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya apabila rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) ...
2
(KPMM) kurang dari 4% (empat persen) dan/atau Cash Ratio (CR)
rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen).
3. Bank Indonesia memberitahukan mengenai penetapan BPRS DPK
melalui surat yang disampaikan secara langsung dalam pertemuan
dengan pengurus dan/atau pemegang saham BPRS yang bersangkutan,
atau secara tidak langsung melalui pos atau sarana lain.
II. UPAYA PENYEHATAN SELAMA JANGKA WAKTU
PENGAWASAN KHUSUS
1. Dalam rangka pengawasan khusus, Bank Indonesia dapat
memerintahkan BPRS dan/atau pemegang saham BPRS untuk
melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 PBI Nomor
13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap BPRS
dalam Status Pengawasan Khusus.
2. Tindakan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tersebut di atas
dilakukan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
3. Dalam rangka pengawasan khusus, BPRS DPK menyampaikan
rencana tindak (action plan) yang realistis dengan mempertimbangkan
kemampuan BPRS, yang dirinci berdasarkan langkah-langkah
penyehatan dan target waktu pelaksanaannya selama kurun waktu
pengawasan khusus untuk mencapai target rasio KPMM paling kurang
4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir
paling kurang 3% (tiga persen).
4. Dalam hal langkah penyehatan BPRS DPK dilakukan dengan cara
penambahan setoran modal maka dalam penyusunan action plan harus
memperhitungkan potensi kerugian antara lain pembentukan cadangan
PPAP yang cukup dan biaya tenaga kerja.
Selain ...
3
Selain memperhitungkan biaya-biaya tersebut di atas, untuk menjaga
kelangsungan usahanya, dalam penyusunan action plan tersebut maka
bagi:
a. BPRS DPK yang tidak dilarang melakukan penyaluran dana
perlu memperhitungkan rencana penyaluran pembiayaan baru
selama dan setelah masa pengawasan khusus.
b. BPRS DPK yang dilarang melakukan penyaluran dana perlu
memperhitungkan rencana penyaluran pembiayaan baru setelah
keluar dari pengawasan khusus.
5. BPRS DPK menyampaikan laporan atas pelaksanaan action plan
sebagaimana dimaksud pada angka 3 paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah action plan tersebut dilaksanakan. Laporan yang disampaikan
tersebut adalah setiap pelaksanaan tahapan action plan.
III. LARANGAN YANG BERKAITAN DENGAN BPRS DPK
1. Bank Indonesia menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran
dana terhadap BPRS DPK serta memberitahukan larangan tersebut
kepada BPRS yang bersangkutan apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Pada saat penetapan status dalam pengawasan khusus, BPRS
memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol
persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir
sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen).
Contoh:
Berdasarkan penelitian terhadap laporan dan pemeriksaan yang
dilakukan oleh Bank Indonesia diketahui bahwa terdapat
permasalahan keuangan yang mempengaruhi rasio KPMM
BPRS ...
4
BPRS ”A” sehingga pada tanggal 7 Februari 2011 BPRS ”A”
memiliki rasio KPMM negatif 1% (satu persen) dan CR rata-rata
selama 6 (enam) bulan terakhir 1% (satu persen).
Dengan kondisi tersebut, pada tanggal 7 Februari 2011 Bank
Indonesia:
1) menetapkan BPRS ”A” dalam status pengawasan khusus;
2) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana
bagi BPRS ”A”; dan
3) memberitahukan penetapan status pengawasan khusus serta
larangan penghimpunan dan penyaluran dana kepada BPRS
”A”.
Larangan tersebut diberlakukan sejak tanggal penetapan (7
Februari 2011) sampai dengan BPRS ”A” keluar dari status
pengawasan khusus.
Selain melakukan angka 1), 2) dan 3), pada tanggal yang sama
yaitu tanggal 7 Februari 2011 Bank Indonesia mengumumkan
penetapan status pengawasan khusus dan larangan
penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS ”A”. Pada
tanggal yang sama tersebut BPRS ”A” mengumumkan larangan
penghimpunan dan penyaluran dana. Tata cara pengumuman
mengacu pada BAB VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan
BPRS DPK.
b. Pada saat penetapan status dalam pengawasan khusus, BPRS
memiliki rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR
rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu
persen), namun selama masa pengawasan khusus mengalami
penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau
kurang …
5
kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu
persen).
Contoh:
Pada tanggal 7 Februari 2011, BPRS ”B” ditetapkan dalam status
pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio KPMM 3%
(tiga persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir 2%
(dua persen).
Dari neraca harian BPRS ”B” per tanggal 4 April 2011 (Senin)
yang diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 7 April 2011
(Kamis), diketahui kondisi keuangan BPRS ”B” mengalami
penurunan sehingga rasio KPMM BPRS menjadi sama dengan
atau kurang dari 0% (nol persen).
Berdasarkan kondisi tersebut, Bank Indonesia:
1) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana
bagi BPRS ”B” sejak tanggal 8 April 2011;
2) memberitahukan penetapan larangan tersebut kepada BPRS
”B” pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan
larangan.
Larangan tersebut diberlakukan sampai dengan BPRS ”B”
ditetapkan keluar dari status pengawasan khusus.
Selain melakukan angka 1) dan 2), pada tanggal yang sama yaitu
tanggal 8 April 2011 Bank Indonesia mengumumkan larangan
penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS ”B”. Pada
tanggal yang sama tersebut BPRS ”B” mengumumkan larangan
penghimpunan dan penyaluran dana. Tata cara pengumuman
mengacu pada BAB VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan
BPRS ...
6
BPRS DPK.
2. Larangan penghimpunan dana meliputi penghimpunan dana dalam
bentuk tabungan dan/atau deposito yang sumber dananya berasal dari:
a. Fresh money, yaitu setoran tunai dan/atau melalui transfer ke
rekening BPRS di bank lain, kecuali untuk angsuran/pelunasan
pembiayaan;
b. Pemindahbukuan selain dari:
1)
2)
akun tabungan dan/atau deposito atas nama yang sama,
akun biaya dalam rangka pembayaran gaji pengurus dan
karyawan BPRS yang bersangkutan ke akun tabungan.
Termasuk penghimpunan dana yang dilarang adalah penghimpunan
dana sebagaimana tersebut di atas yang dilakukan melalui sarana
mesin elektronik antara lain Automatic Teller Machine (ATM)/
Automatic Deposit Machine (ADM).
3. Larangan penyaluran dana meliputi penyaluran pembiayaan baru,
termasuk komitmen penyaluran pembiayaan yang belum
direalisasikan, kecuali dalam rangka restrukturisasi pembiayaan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku sepanjang dalam restrukturisasi
pembiayaan tersebut tidak terdapat penambahan plafon pembiayaan.
IV. JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS DAN
PERPANJANGAN
1.
Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan paling lama 180 (seratus
delapan puluh) hari sejak tanggal penetapan BPRS DPK oleh Bank
Indonesia. Dalam hal berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus
jatuh ...
7
jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka batas akhir jangka waktu
pengawasan khusus adalah pada hari kerja berikutnya.
2.
Jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana dimaksud pada angka
1 tersebut di atas dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka
waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak berakhirnya
jangka waktu status pengawasan khusus.
3. BPRS DPK dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka
waktu pengawasan khusus kepada Bank Indonesia paling lambat
dalam batas waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak ditetapkan
dalam status pengawasan khusus, disertai/dilampiri dengan:
a.
informasi mengenai pemenuhan persyaratan pengajuan
permohonan perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus
berupa:
1) Rasio KPMM telah meningkat paling kurang sebesar 75%
(tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai rasio
KPMM 4% (empat persen) dan rasio KPMM lebih dari 0%
(nol persen); dan/atau
2) CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir telah
meningkat paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima
persen) dari selisih untuk mencapai CR 3% (tiga persen)
dan CR lebih dari 1% (satu persen);
dilengkapi dengan dokumen pendukung terkait, misalnya berupa
bukti setoran modal apabila terdapat penambahan modal disetor.
b. komitmen Pemegang Saham Pengendali yang dituangkan dalam
surat yang menyatakan akan menambah modal disetor dalam
rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4%
(empat persen) sesuai action plan paling lambat sampai dengan
berakhirnya ...
8
berakhirnya jangka waktu perpanjangan yang diajukan, dalam
hal BPRS ditetapkan dalam status pengawasan khusus karena
rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen);
c.
alasan yang mendukung;
d. action plan yang telah disesuaikan dengan perpanjangan jangka
waktu pengawasan khusus yang diajukan;
e.
neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan
permohonan perpanjangan.
Surat permohonan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia
dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 1 yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
4. Bagi BPRS DPK yang sumber dana setoran modalnya berasal dari
APBD dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu
pengawasan khusus kepada Bank Indonesia paling lambat dalam batas
waktu 150 (seratus lima puluh) hari sejak ditetapkan dalam status
pengawasan khusus disertai/dilampiri dengan:
a.
informasi mengenai pelaksanaan action plan sejak ditetapkan
dalam status pengawasan khusus sampai dengan pengajuan
perpanjangan;
b. komitmen pemegang saham (gubernur/walikota/bupati) yang
dituangkan dalam surat yang menyatakan akan menambah modal
disetor dalam rangka meningkatkan rasio KPMM menjadi paling
kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam)
bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen) sesuai
action plan paling lambat sampai dengan berakhirnya jangka
waktu perpanjangan yang diajukan;
c. alasan ...
9
c.
alasan yang mendukung;
d. action plan yang telah disesuaikan dengan perpanjangan jangka
waktu pengawasan khusus yang diajukan;
e.
neraca harian 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pengajuan
permohonan perpanjangan.
Surat permohonan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Dalam hal jangka waktu perpanjangan yang diberikan kepada BPRS
DPK lebih pendek dibandingkan dengan jangka waktu yang diajukan
maka BPRS DPK menyesuaikan komitmen pemegang saham untuk
menambah modal disetor dalam action plan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dengan jangka waktu perpanjangan yang diberikan.
5. Perpanjangan berlaku sejak berakhirnya jangka waktu pengawasan
khusus.
Contoh:
BPRS ”C” ditetapkan dalam status pengawasan khusus pada tanggal 6
Juni 2011. Dengan demikian jangka waktu pengawasan khusus BPRS
”C” paling lama sampai dengan tanggal 2 Desember 2011. Apabila
BPRS ”C” memenuhi syarat dan bermaksud mengajukan
perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus maka permohonan
perpanjangan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia paling
lambat 150 (seratus limapuluh) hari sejak BPRS ”C” ditetapkan dalam
pengawasan khusus, yaitu tanggal 3 November 2011.
Apabila permohonan disetujui, maka jangka waktu perpanjangan
pengawasan khusus akan diberikan paling lama 180 (seratus delapan
puluh) hari sejak tanggal 3 Desember 2011.
6. Apabila ...
10
6. Apabila dalam jangka waktu pengawasan khusus pemegang saham
melakukan setoran modal sehingga BPRS DPK memenuhi kriteria
untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM
menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen), tetapi
proses penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal
tersebut yang dilakukan oleh Bank Indonesia melampaui jangka
waktu/batas akhir pengawasan khusus maka BPRS DPK belum dapat
dikeluarkan dari status pengawasan khusus, dan bagi BPRS DPK yang
dilarang melakukan penghimpunan dan penyaluran dana maka
larangan tersebut tetap berlaku. Setelah proses penelitian atas
kelengkapan dan kebenaran setoran modal selesai dilakukan, apabila
sumber setoran modal dan pemegang saham yang melakukan setoran
modal:
a. memenuhi ketentuan maka BPRS DPK dikeluarkan dari status
DPK dan larangan penghimpunan dan penyaluran dana dicabut,
b.
tidak memenuhi ketentuan maka BPRS DPK akan diberitahukan
kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan
menyelamatkan atau tidak menyelamatkan.
Contoh:
Jangka waktu pengawasan khusus BPRS ”D” paling lama sampai
dengan tanggal 21 Februari 2011. Pada tanggal 14 Februari 2011,
pemegang saham BPRS ”D” melakukan tambahan setoran modal yang
menurut perhitungan mengakibatkan rasio KPMM BPRS ”D” dan CR
rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi memenuhi kriteria
untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM
menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir menjadi paling kurang 3% (tiga persen). Proses
penelitian ...
11
penelitian atas kelengkapan dan kebenaran setoran modal tersebut
memerlukan waktu sampai dengan tanggal 24 Februari 2011.
Selama proses penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran setoran
modal BPRS ”D” yang dilakukan oleh Bank Indonesia sampai dengan
tanggal 24 Februari 2011, BPRS ”D” belum dapat dikeluarkan dari
status pengawasan khusus. Apabila BPRS ”D” tersebut dilarang
melakukan penghimpunan dan penyaluran dana maka larangan
dimaksud tetap berlaku sampai dengan BPRS ”D” dikeluarkan dari
status pengawasan khusus.
V. PENAMBAHAN DAN PENCAIRAN SETORAN MODAL PADA
ESCROW ACCOUNT
1. Penambahan modal BPRS DPK oleh pemegang saham lama maupun
pemegang saham baru ditempatkan dalam escrow account.
2. Pengertian penambahan modal dalam bentuk escrow account adalah
dana setoran modal yang ditempatkan dalam bentuk deposito pada
Bank Umum Syariah dan/atau Unit Usaha Syariah di Indonesia atas
nama ”Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. BPRS yang
bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan ”Pencairannya
hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari
Dewan Gubernur Bank Indonesia”.
3. Penambahan modal tersebut di atas disertai pernyataan dari pemegang
saham/calon pemegang saham yang melakukan setoran modal bahwa
dana setoran modal tersebut tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas
pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain dan
tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
4. Terhadap ...
12
4. Terhadap penambahan modal BPRS, Bank Indonesia melakukan
penelitian untuk memastikan bahwa penambahan modal tersebut telah
memenuhi ketentuan permodalan yang berlaku.
Dalam rangka penelitian, Bank Indonesia melakukan pemeriksaan
terhadap sumber setoran modal serta melakukan proses Fit and
Proper Test berupa penilaian administratif dan/atau wawancara
terhadap pemegang saham/calon pemegang saham/calon pemegang
saham pengendali yang melakukan setoran modal sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Dalam hal berdasarkan penelitian Bank Indonesia diketahui bahwa:
a.
setoran tambahan modal BPRS tidak memenuhi ketentuan
permodalan yang berlaku maka tambahan modal dalam pos Dana
Setoran Modal tidak dapat diperhitungkan dalam komponen
KPMM.
b.
setoran tambahan modal BPRS memenuhi ketentuan permodalan
yang berlaku maka tambahan modal dalam pos Dana Setoran
Modal diperhitungkan dalam komponen KPMM. Apabila
penambahan modal tersebut meningkatkan rasio KPMM dan CR
sehingga memenuhi kriteria untuk dikeluarkan dari pengawasan
khusus maka BPRS DPK dikeluarkan dari pengawasan khusus
tanpa menunggu penyelesaian proses hukum, yaitu proses yang
dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku dalam rangka penambahan
modal.
5. Bank Indonesia memberitahukan kepada BPRS DPK mengenai hasil
penelitian atas setoran modal sebagaimana dimaksud pada angka 4.
Dalam hal tambahan modal BPRS memenuhi ketentuan permodalan
yang berlaku sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b maka
BPRS ...
13
BPRS DPK segera melakukan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).
6. Dalam masa status pengawasan khusus, BPRS DPK dapat
mengajukan permohonan pencairan dana atas setoran modal yang
ditempatkan pada escrow account sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
7. Dalam rangka memproses permohonan pencairan dana setoran modal
BPRS DPK, apabila dipandang perlu Bank Indonesia dapat meminta
BPRS DPK yang setoran tambahan modalnya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku untuk menyampaikan risalah RUPS mengenai
penambahan setoran modal terkait.
8. Bank Indonesia memberikan persetujuan atas permohonan pencairan
dana setoran modal BPRS DPK pada escrow account baik dana
setoran modal yang memenuhi maupun tidak memenuhi ketentuan
permodalan yang berlaku. Bagi BPRS DPK yang diminta
menyampaikan risalah RUPS sebagaimana dimaksud pada angka 7,
persetujuan atas permohonan pencairan dana setoran modal diberikan
setelah BPRS DPK tersebut menyampaikan risalah RUPS.
VI. PEMBERITAHUAN KEPADA LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
(LPS) DAN PENCABUTAN IZIN USAHA
1. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPRS yang
ditetapkan dalam status pengawasan khusus, perkembangan kondisi
BPRS DPK, BPRS yang dikeluarkan dari status pengawasan khusus,
BPRS DPK yang tidak dapat disehatkan dan pencabutan izin usaha
BPRS DPK yang tidak diselamatkan.
2. Selama ...
14
2. Selama jangka waktu BPRS dalam status pengawasan khusus
termasuk perpanjangan jangka waktu pengawasan khusus apabila
diberikan perpanjangan jangka waktu, berdasarkan penilaian/evaluasi
yang dilakukan terhadap kondisi BPRS DPK, Bank Indonesia
sewaktu-waktu dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS
untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak
menyelamatkan, bagi BPRS yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Bagi BPRS yang pada saat masuk pengawasan khusus memiliki
rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata
selama 6 (enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen) dan
dalam masa pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Rasio KPMM BPRS menurun menjadi sama dengan atau
kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir menurun menjadi sama dengan atau
kurang 1% (satu persen); dan
2) Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPRS tidak mampu
meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar
4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir menjadi paling kurang sebesar 3% (tiga persen).
Contoh:
Pada saat BPRS ”E” ditetapkan dalam status pengawasan khusus
tanggal 7 Maret 2011, rasio KPMM BPRS sebesar 3% (tiga
persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar
2% (dua persen). Berdasarkan evaluasi terhadap laporan yang
disampaikan BPRS ”E” sampai dengan tanggal 2 Mei 2011
diketahui ...
15
diketahui bahwa sejak BPRS ”E” ditetapkan dalam status
pengawasan khusus kondisi BPRS ”E” terus memburuk sehingga
rasio KPMM dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir
menjadi negatif dengan kecenderungan negatif yang semakin
membesar. Berdasarkan kondisi tersebut, BPRS ”E” dinilai tidak
mampu merealisasikan action plan dan pengurus maupun
pemegang saham BPRS tidak mampu memperbaiki kondisi
BPRS.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka Bank Indonesia
dapat memberitahukan kepada LPS mengenai kondisi BPRS ”E”
yang tidak dapat disehatkan tersebut dan meminta LPS untuk
memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak
menyelamatkan.
b. Bagi BPRS yang pada saat masuk dalam pengawasan khusus
memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol
persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir
sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen) dan memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1) BPRS tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi
lebih dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir lebih dari 1% (satu persen); dan
2) Berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPRS tidak mampu
meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar
4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir paling kurang sebesar 3% (tiga persen).
Contoh:
Pada saat BPRS ”F” ditetapkan dalam status pengawasan khusus
tanggal ...
16
tanggal 7 Maret 2011, rasio KPMM BPRS sebesar negatif 20%
(dua puluh persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir sebesar negatif 2% (dua persen). Berdasarkan evaluasi
terhadap laporan yang disampaikan BPRS ”F” sejak BPRS
ditetapkan dalam status pengawasan khusus sampai dengan
laporan tanggal 2 Mei 2011 diketahui rasio KPMM dan CR rata-
rata selama 6 (enam) bulan terakhir tetap negatif dan tidak
menunjukkan adanya perbaikan. Berdasarkan kondisi tersebut,
BPRS ”F” dinilai tidak mampu merealisasikan action plan dan
pengurus maupun pemegang saham BPRS tidak mampu
memperbaiki kondisi BPRS.
Dengan mempertimbangkan kondisi BPRS ”F” tersebut maka
Bank Indonesia dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta
LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak
menyelamatkan.
3. Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk
memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan
bagi BPRS DPK yang pada saat berakhirnya masa pengawasan khusus
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a.
rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); dan/atau
b. CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga
persen).
Contoh:
BPRS ”G” ditetapkan dalam status pengawasan khusus tanggal 11
April 2011 dengan rasio KPMM sebesar 1% (satu persen) dan CR
rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sebesar 2% (dua persen).
Pada saat berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus yaitu tanggal
12 September ...
17
12 September 2011 dan tidak ada perpanjangan jangka waktu
pengawasan khusus, diketahui rasio KPMM dan CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir BPRS ”G” tidak memenuhi kriteria untuk dapat
dikeluarkan dari status pengawasan khusus yaitu rasio KPMM kurang
dari 4% (empat persen); dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
terakhir kurang dari 3% (tiga persen).
Dengan kondisi BPRS ”G” tersebut di atas maka Bank Indonesia
memberitahukan dan meminta LPS untuk memutuskan
menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPRS ”G”.
4. Dalam hal LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan
terhadap BPRS sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3, Bank
Indonesia mencabut izin usaha BPRS yang bersangkutan setelah
memperoleh pemberitahuan dari LPS mengenai keputusan bahwa LPS
tidak menyelamatkan BPRS DPK tersebut.
5. Penyelesaian lebih lanjut terhadap BPRS yang dicabut izin usahanya
oleh Bank Indonesia dilakukan oleh LPS sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
6. Bank Indonesia mengumumkan keputusan pencabutan izin usaha
BPRS kepada masyarakat. Tata cara pengumuman mengacu pada
BAB VII. Pengumuman Yang Berkaitan Dengan BPRS DPK.
VII. PENGUMUMAN YANG BERKAITAN DENGAN BPRS DPK
1. Pengumuman yang berkaitan dengan BPRS DPK dilakukan sebagai
berikut:
a. Pengumuman penetapan status BPRS DPK dilakukan oleh Bank
Indonesia pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan
status pengawasan khusus.
Contoh: ...
18
Contoh:
Pada tanggal 6 Mei 2011, BPRS ”H” ditetapkan dalam status
pengawasan khusus. Pengumuman penetapan status pengawasan
khusus BPRS ”H” dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal
yang sama yaitu tanggal 6 Mei 2011.
b. Pengumuman larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi
BPRS yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam
Bab III angka 1 dilakukan oleh Bank Indonesia dan BPRS yang
bersangkutan pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan
larangan.
Contoh:
1) Pada tanggal 10 Maret 2011, BPRS ”I” ditetapkan dalam
status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio
KPMM negatif 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir 1% (satu persen).
Dengan kondisi tersebut maka pada tanggal 10 Maret 2011
Bank Indonesia:
a) menetapkan status pengawasan khusus terhadap
BPRS ”I”,
b) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran
dana bagi BPRS ”I”,
c) memberitahukan penetapan status pengawasan khusus
serta larangan penghimpunan dan penyaluran dana
kepada BPRS ”I”, dan
d) mengumumkan ...
19
d) mengumumkan penetapan status pengawasan khusus
BPRS ”I” dan larangan penghimpunan dan
penyaluran dana bagi BPRS ”I”.
BPRS ”I” mengumumkan larangan tersebut kepada
masyarakat di seluruh kantor BPRS (KP/KC/Kantor Kas)
pada tanggal yang sama dengan tanggal penetapan larangan
yaitu tanggal 10 Maret 2011 dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4 yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2) Pada tanggal 13 Juni 2011, BPRS ”J” ditetapkan dalam
status pengawasan khusus dengan kondisi memiliki rasio
KPMM 1% (satu persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam)
bulan terakhir 2% (dua persen).
Dari neraca harian BPRS tanggal 5 Agustus 2011 (Jumat) yang
diterima oleh Bank Indonesia pada tanggal 8 Agustus 2011
(Senin), diketahui kondisi keuangan BPRS ”J” mengalami
penurunan rasio KPMM sehingga menjadi sama dengan atau
kurang dari 0% (nol persen).
Berdasarkan kondisi tersebut, pada tanggal 9 Agustus 2011 Bank
Indonesia:
a) menetapkan larangan penghimpunan dan penyaluran dana
bagi BPRS ”J”, dan
b) mengumumkan larangan tersebut.
BPRS ”J” mengumumkan larangan tersebut kepada masyarakat
di seluruh kantor BPRS (KP/KC/Kantor Kas) pada tanggal yang
sama dengan tanggal penetapan larangan yaitu tanggal 9 Agustus
2011 dengan menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam ...
20
dalam Lampiran 4 yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
c. Pengumuman penetapan BPRS yang dikeluarkan dari status
pengawasan khusus dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal
yang sama dengan tanggal penetapan disertai dengan pencabutan
larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS DPK
yang sebelumnya dilarang melakukan penghimpunan dan
penyaluran dana.
Contoh:
Pada tanggal 15 Agustus 2011, BPRS ”K” ditetapkan oleh Bank
Indonesia untuk dikeluarkan dari status pengawasan khusus.
Pengumuman BPRS ”K” dikeluarkan dari status pengawasan
khusus dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal yang sama
yaitu tanggal 15 Agustus 2011.
Dalam pengumuman tersebut disertai pula pengumuman
pencabutan larangan penghimpunan dan penyaluran dana apabila
BPRS ”K” sebelumnya dikenakan larangan penghimpunan dan
penyaluran dana.
d. Bank Indonesia mengumumkan keputusan pencabutan izin usaha
BPRS kepada masyarakat.
2. Pengumuman dilakukan pada papan pengumuman di kantor BPRS
yang mudah dilihat dan dibaca oleh masyarakat. Dalam hal dianggap
perlu, selain pengumuman di kantor BPRS, dapat pula dilakukan
pengumuman pada kantor kelurahan/kecamatan tempat kedudukan
BPRS yang bersangkutan dan/atau melalui media massa setempat
antara lain media cetak dan/atau media elektronik.
VIII. PELAPORAN ...
21
VIII. PELAPORAN
1. Dalam rangka melakukan pemantauan terhadap perkembangan
kondisi BPRS DPK dan upaya-upaya penyehatan yang dilakukan,
BPRS DPK menyampaikan kepada Bank Indonesia:
a.
neraca harian secara mingguan yang disampaikan pada hari kerja
pertama minggu berikutnya.
b. pelaksanaan action plan yang disampaikan paling lambat 5
(lima) hari kerja setelah action plan dilaksanakan. Laporan yang
disampaikan tersebut adalah setiap pelaksanaan tahapan action
plan.
Contoh:
Pada tanggal 15 Maret 2011 (Selasa), BPRS ”L” ditetapkan dalam
status pengawasan khusus. BPRS ”L” menyampaikan neraca harian
tanggal 16,17 dan 18 Maret 2011 (Rabu, Kamis dan Jum’at) pada
tanggal 21 Maret 2011 (Senin).
Pada tanggal 5 April 2011 (Selasa), BPRS ”L” melakukan
penambahan setoran modal sesuai dengan action plan. Sehubungan
dengan hal tersebut, BPRS ”L” menyampaikan laporan atas
pelaksanaan action plan disertai bukti-bukti pendukung kepada Bank
Indonesia paling lambat tanggal 12 April 2011 (Selasa), yaitu 5 (lima)
hari kerja setelah action plan dilaksanakan.
2. Bagi BPRS DPK yang jangka waktu pengawasan khususnya akan
berakhir kurang dari 5 (lima) hari kerja, penyampaian laporan neraca
harian dan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 paling lambat pada tanggal berakhirnya masa pengawasan
khusus.
Contoh: ...
22
Contoh:
Jangka waktu pengawasan khusus BPRS ”M” paling lama berakhir
pada tanggal 9 Mei 2011.
Pada tanggal 6 Mei 2011 BPRS ”M” melakukan penambahan setoran
modal sesuai action plan, maka laporan pelaksanaan action plan
berupa penambahan modal dimaksud disampaikan paling lambat
tanggal 9 Mei 2011.
3. Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap laporan-laporan yang
disampaikan oleh BPRS DPK. Dalam rangka melakukan evaluasi
tersebut, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan kepada BPRS
DPK.
IX. KETENTUAN PERALIHAN
1. Tindak lanjut penanganan terhadap BPRS yang telah ditetapkan dalam
status pengawasan khusus berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/34/PBI/2005 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap
Bank Perkreditan Rakyat dalam Status Pengawasan Khusus, dilakukan
berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tentang
Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayan Rakyat Syariah
dalam Status Pengawasan Khusus.
2.
Jangka waktu pengawasan khusus BPRS yang telah ditetapkan dalam
status pengawasan khusus berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/34/PBI/2005 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap
Bank Perkreditan Rakyat dalam Status Pengawasan Khusus,
diperhitungkan dalam jangka waktu pengawasan khusus sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tentang
Tindak ...
23
Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayan Rakyat Syariah
dalam Status Pengawasan Khusus.
Contoh:
BPRS ”N” ditetapkan dalam status pengawasan khusus sejak tanggal
5 Januari 2011. Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut Penanganan terhadap
Bank Pembiayan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus
yang mulai berlaku pada tanggal 24 Januari 2011, jangka waktu
pengawasan khusus BPRS ”N” paling lama 180 (seratus delapan
puluh) hari dihitung sejak 5 Januari 2011 yaitu paling lama sampai
dengan 3 Juli 2011. Mengingat tanggal 3 Juli 2011 jatuh pada hari
Minggu maka batas waktu pengawasan khusus adalah paling lama
sampai dengan hari kerja berikutnya, yaitu hari Senin tanggal 4 Juli
2011.
3. Larangan penghimpunan dan penyaluran dana bagi BPRS dalam
pengawasan khusus yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan
Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tentang Tindak Lanjut
Penanganan terhadap Bank Pembiayan Rakyat Syariah dalam Status
Pengawasan Khusus, tetap berlaku sampai dengan BPRS keluar dari
status pengawasan khusus.
Contoh:
BPRS ”O” ditetapkan dalam status pengawasan khusus sejak tanggal
12 Desember 2011 dan sejak tanggal tersebut BPRS ”O” dikenakan
larangan menghimpun dan menyalurkan dana. Dengan dikeluarkannya
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/6/PBI/2011 tentang Tindak
Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayan Rakyat Syariah dalam
Status Pengawasan Khusus yang mulai berlaku sejak tanggal 24
Januari 2011, apabila BPRS ”O” masih dalam status pengawasan
khusus ...
24
khusus maka larangan tersebut tetap berlaku sampai dengan BPRS
”O” ditetapkan keluar dari status pengawasan khusus.
X. ALAMAT KORESPONDENSI
Surat menyurat BPRS yang disampaikan kepada Bank Indonesia yang
berkaitan dengan status pengawasan khusus ditujukan ke alamat sebagai
berikut:
1. Bank Indonesia u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi BPRS yang bertempat kedudukan
di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Kabupaten/Kotamadya
Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Propinsi Banten.
2. Bank Indonesia u.p. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS
yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada
angka 1 di atas.
XI. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/50/DPBPR tanggal 1 November 2005 perihal Tindak Lanjut
Penanganan terhadap Bank Perkreditan Rakyat dalam Status Pengawasan Khusus
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Agar ...
25
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/2/DPbS|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Tindak Lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dalam Status Pengawasan Khusus. </reg_title>
<set_date> 31 Januari 2011 </set_date>
<effective_date> 31 Januari 2011 </effective_date>
<replaced_reg> '7/50/DPBPR|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '13/6/PBI/2011' </related_reg>
|
No. 6/48/DPM
Jakarta, 29 November 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal :
Perubahan
Kelima Atas Surat
Edaran Bank
Indonesia
No.
6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan
Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank
Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal
12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), perlu dilakukan
perubahan pada beberapa butir ketentuan dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM
tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan
Pasar Uang Antar Bank, sebagai berikut:
1. Butir I.B.2 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
”2. Marjin maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah
ditetapkan sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
24 bulan
Marjin
(basis point)
Dikurangi 5 (lima)
Ditambah 0 (nol)
Ditambah 5 (lima)
Ditambah 20 (dua puluh)
Ditambah 50 (lima puluh)
dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan
pada lelang terakhir.”
2. Butir …
2
2. Butir I.B.4 diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“4. Marjin untuk maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam valuta
asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, 12 bulan yang dijamin Pemerintah
masing-masing ditambah 4 (empat) basis point dan 24 bulan ditambah 2
(dua) basis point di atas rata-rata suku bunga deposito dalam valuta asing US
Dollar dari bank-bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR)
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama
1 (satu) bulan sebelumnya.”
3. Butir II.B diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“B. Maksimum Suku Bunga PUAB
a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah
ditetapkan sebesar 148 (seratus empat puluh delapan) basis point di atas
rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari
bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1
(satu) bulan sebelumnya.
b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang
dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 92 (sembilan puluh dua) basis
point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi
valuta asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang
dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 29 November 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/48/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kelima Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 29 November 2004 </set_date>
<effective_date> 29 November 2004 </effective_date>
<changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/11/PBI/2004 | Pasal 3', '6/20/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No. 18/24/DPM
Jakarta, 31 Oktober 2016
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
DI INDONESIA
Perihal : Operasi Pasar Terbuka
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/12/PBI/2016 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5919) dan dalam rangka penguatan infrastruktur
transaksi Operasi Moneter, perlu mengatur kembali ketentuan pelaksanaan
mengenai operasi pasar terbuka dalam Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo Rate (Bank Indonesia 7-
Day Repo Rate) yang selanjutnya disebut BI 7-Day Repo Rate
adalah suku bunga kebijakan Bank Indonesia yang
mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.
2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh
Bank Indonesia dalam rangka pengelolaan moneter melalui
OPT dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).
3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT
adalah kegiatan transaksi di pasar uang dan pasar valuta
asing yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank
dan/atau pihak lain dalam rangka Operasi Moneter.
4. Peserta …
2
4. Peserta OPT adalah Bank dan/atau pihak lain yang
memenuhi persyaratan sebagai peserta Operasi Moneter
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat
berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi
moneter.
5. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan, yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
6. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan
valuta asing, dan perusahaan efek yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat
berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam operasi
moneter.
7. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia, SBN, dan surat berharga lain yang
digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan
lembaga perantara dalam operasi moneter.
8. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI
adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek.
9. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya
disingkat SDBI adalah surat berharga dalam mata uang
Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat
diperdagangkan hanya antar-Bank.
10. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN
adalah SUN dan SBSN.
11. Surat …
3
11. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam
mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Utang
Negara.
12. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara adalah SBN yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas
penyertaan terhadap aset SBSN baik dalam mata uang
Rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara.
13. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut
Transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga
oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban
pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga
dan jangka waktu yang disepakati.
14. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat
Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan
kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai
dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
15. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term
Deposit adalah penempatan dana dalam Rupiah dan/atau
valuta asing milik Peserta OPT secara berjangka di Bank
Indonesia.
16. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian atau
penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank
Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan atau
pembelian kembali oleh Peserta OPT.
17. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank di Bank
Indonesia dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing.
18. Rekening …
4
18. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga
milik Bank pada BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau
valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam
rangka pencatatan kepemilikan dan setelmen atas transaksi
surat berharga, transaksi dengan Bank Indonesia, dan/atau
transaksi pasar keuangan.
19. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang
memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia
sebagai peserta BI-SSSS untuk melakukan fungsi
penatausahaan bagi kepentingan nasabah.
20. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur
yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik
yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara
individual, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen
dana seketika.
21. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi dengan
Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan, serta
penatausahaan surat berharga, yang dilakukan secara
elektronik, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen
dana seketika.
22. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia
dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara
elektronik, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen
dana seketika.
23. Sistem …
5
23. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya
disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada
Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan
informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank
Indonesia.
24. Transaksi Penjualan Valuta Asing terhadap Surat Berharga
Negara yang selanjutnya disebut Transaksi Valas Terhadap
SBN adalah transaksi penjualan valuta asing terhadap
Rupiah oleh Bank Indonesia dengan pembelian SBN secara
outright oleh Bank Indonesia yang dilakukan pada saat yang
bersamaan.
25. Bank Koresponden adalah bank yang memelihara rekening
giro valuta asing dalam rangka pembayaran dan/atau
penerimaan dana valuta asing ke dan/atau dari Bank.
26. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh persetujuan dari
otoritas yang berwenang untuk dapat melakukan kegiatan
usaha perbankan dalam valuta asing.
27. Transaksi Spot adalah transaksi jual atau beli antara valuta
asing terhadap Rupiah dengan penyerahan dana dilakukan
2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi.
28. Transaksi Spot Beli Bank Indonesia adalah transaksi beli
valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan
penyerahan dana dilakukan 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
transaksi.
29. Transaksi Spot Jual Bank Indonesia adalah transaksi jual
valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan
penyerahan dana dilakukan 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
transaksi.
30. Transaksi Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing
terhadap Rupiah melalui pembelian atau penjualan tunai
(spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara
berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan
counterpart yang sama serta pada tingkat harga yang dibuat
dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan.
31. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia adalah transaksi jual
valuta …
6
valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia secara
tunai (spot) dengan diikuti transaksi pembelian kembali
valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia secara
berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan
counterpart yang sama serta pada tingkat harga yang dibuat
dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan.
32. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia adalah transaksi beli
valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia secara
tunai (spot) dengan diikuti transaksi penjualan kembali
valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia secara
berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan
counterpart yang sama serta pada tingkat harga yang dibuat
dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan.
33. Standard Settlement Instruction adalah suatu pedoman
tertentu dalam melakukan transfer dana melalui sarana
telekomunikasi yang antara lain memuat nama Bank
Koresponden, nomor rekening, kode kliring, dan kode Society
for Worldwide Interbank Financial Telecommunication
(SWIFT).
34. Transaksi Forward adalah transaksi jual atau beli valuta
asing terhadap Rupiah dengan penyerahan dana dilakukan
lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi.
35. Transaksi Forward Jual Bank Indonesia adalah transaksi
jual valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia
dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari
kerja setelah tanggal transaksi.
36. Transaksi Forward Beli Bank Indonesia adalah transaksi beli
valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan
penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal transaksi.
37. Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate yang
selanjutnya disebut JISDOR adalah representasi harga spot
Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah dari transaksi antar
Bank di pasar domestik, termasuk transaksi Bank dengan
bank di luar negeri, yang informasi data transaksinya dapat
diakses …
7
diakses melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai transaksi valuta asing
terhadap Rupiah antara bank dengan pihak domestik.
38. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disingkat DVP
adalah mekanisme setelmen transaksi dengan cara setelmen
Surat Berharga dan setelmen dana dilakukan secara
bersamaan.
39. Pelunasan atau Pencairan Sebelum Jatuh Waktu yang
selanjutnya disebut Early Redemption adalah pelunasan SBI
atau SDBI sebelum jatuh waktu atau pencairan Term Deposit
sebelum jatuh waktu.
B. Bank Indonesia melaksanakan OPT di pasar uang dan pasar
valuta asing secara terintegrasi dalam rangka mencapai tujuan
Operasi Moneter yaitu untuk mendukung pencapaian stabilitas
moneter, dengan mengendalikan Suku Bunga PUAB O/N melalui
Absorpsi Likuiditas dan/atau Injeksi Likuiditas di pasar uang
Rupiah dan menjaga stabilitas nilai tukar melalui intervensi
dan/atau transaksi lainnya di pasar valuta asing.
II. PENERBITAN SBI
1. Penerbitan SBI merupakan instrumen yang digunakan Bank
Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang.
2. SBI memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah);
b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling
lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah
hari, yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal
setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu;
Contoh perhitungan jangka waktu SBI tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
d. diterbitkan dan ditransaksikan di Sistem BI-ETP;
e. diterbitkan …
8
e. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di
BI-SSSS;
f. dapat dipindahtangankan (negotiable) melalui perdagangan
di pasar sekunder antara lain dengan cara outright, pinjam-
meminjam, hibah, repurchase agreement (repo), atau
dijadikan agunan;
g. SBI yang masih dalam status agunan tidak dapat
diperdagangkan;
h. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal
SBI jatuh waktu;
i. Bank Indonesia dapat melunasi SBI sebelum jatuh waktu
(Early Redemption) berdasarkan pertimbangan terkait
strategi pengelolaan moneter; dan
j. pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (Early Redemption)
sebagaimana dimaksud dalam huruf i dilakukan dengan
persetujuan pemilik SBI.
3. Mekanisme Penerbitan SBI
a. Penerbitan SBI dilakukan dengan mekanisme lelang melalui
Sistem BI-ETP.
b. Lelang SBI dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat diskonto
lelang SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat
diskonto lelang SBI diajukan oleh Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SBI
a. Lelang SBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
b. Window time lelang SBI dapat dilakukan antara pukul 08.00
WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SBI dan
perubahannya paling lambat sebelum window time, melalui
Sistem BI-ETP, Sistem-LHBU, dan/atau sarana lain.
d. Pengumuman rencana lelang SBI memuat antara lain:
1) sarana transaksi;
2) tanggal …
9
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
jangka waktu;
5) metode lelang;
6)
7)
8)
target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode
harga beragam (variable rate tender);
tingkat diskonto SBI, apabila lelang dilakukan dengan
metode harga tetap (fixed rate tender); dan/atau
tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Lelang SBI
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SBI secara
langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
lelang SBI untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang SBI kepada Bank
Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang
ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang SBI meliputi informasi:
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode harga tetap
(fixed rate tender); atau
2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan
metode harga beragam (variable rate tender),
untuk masing-masing jangka waktu SBI yang akan
diterbitkan.
e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode harga
beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran
tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01%
(nol koma nol satu persen).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran SBI yang disampaikan kepada
Bank …
10
Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran SBI yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang SBI
a. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode harga tetap
(fixed rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung
dengan cara:
1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya; atau
2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank
Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SBI
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Dalam hal lelang SBI dilakukan dengan metode harga
beragam (variable rate tender), penetapan pemenang lelang
dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT lebih rendah dari Stop Out Rate (SOR) yang
ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran SBI yang
diajukan; atau
b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) yang
ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian penawaran
SBI yang diajukan secara proporsional sesuai
dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan
pembulatan nominal terkecil SBI sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
c. Bank …
11
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang SBI.
7. Pengumuman Hasil Lelang SBI
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SBI setelah window
time ditutup dengan cara sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-
ETP dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal,
tingkat diskonto, dan nilai tunai SBI yang dimenangkan; dan
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem-LHBU,
dan/atau sarana lain, antara lain berupa rata-rata
tertimbang tingkat diskonto SBI, Stop Out Rate (SOR),
dan/atau nilai nominal seluruh penawaran yang
dimenangkan.
8. Setelmen SBI
a. Setelmen Hasil Lelang SBI
1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SBI
paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman
hasil lelang SBI.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang
SBI.
3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang
SBI dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT sebesar nilai tunai SBI dan setelmen Surat
Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga
Peserta OPT sebesar nilai nominal SBI.
4) Nilai tunai SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount)
dengan rumus:
Nilai Tunai
SBI
Nilai Nominal x 360
=
360+(Tingkat Diskonto x Jangka Waktu)
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
Keterangan …
12
Keterangan:
Nilai Nominal
= nilai nominal SBI
dimenangkan
Tingkat Diskonto = tingkat diskonto
dimenangkan
Jangka Waktu
yang
yang
= jumlah hari yang dihitung 1
(satu) hari sesudah tanggal
setelmen lelang SBI sampai
dengan tanggal jatuh waktu
Contoh perhitungan nilai tunai dan nilai diskonto SBI
tercantum dalam Lampiran I.
5) Setelmen dana dan setelmen Surat Berharga
sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan
dengan mekanisme penyelesaian transaksi per
transaksi (gross to gross) dan DVP.
6) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah Peserta OPT
tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem
BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen
lelang SBI, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
transaksi lelang SBI yang dimenangkan Peserta OPT
yang bersangkutan.
7) Atas batalnya transaksi lelang SBI sebagaimana
dimaksud dalam angka 6), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam butir XIV.1.b.
b. Setelmen Pelunasan SBI
1) Bank Indonesia melunasi SBI jatuh waktu berdasarkan
pencatatan kepemilikan SBI yang tercatat di BI-SSSS
pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu
SBI.
2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh
waktu SBI ditetapkan sebagai hari libur oleh
Pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SBI
dilakukan pada hari kerja berikutnya, tanpa
memperhitungkan …
13
memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur
dimaksud.
3) Pada tanggal jatuh waktu SBI, Bank Indonesia
melakukan pelunasan SBI dengan cara:
a) mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SBI
sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu; dan
b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SBI
sebesar nilai nominal SBI jatuh waktu.
9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 1 (satu) Minggu Sejak
Kepemilikan SBI (Minimum Holding Period)
a. Ketentuan
1) Dalam jangka waktu 1 (satu) minggu, yaitu 7 (tujuh) hari
kalender sejak tanggal setelmen pembelian, pemilik SBI
dilarang mentransaksikan SBI yang dimilikinya dengan
pihak lain.
2) Transaksi yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) antara lain transaksi repurchase agreement
(repo), transaksi jual atau beli secara outright, pinjam-
meminjam, memberi atau menerima hibah,
memberikan atau menerima agunan.
3) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) maka Transaksi Repo sell and
buy back SBI tidak dapat dilakukan dengan jangka
waktu kurang dari 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari
kalender.
4) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI
memiliki second leg dan tidak terjadi perpindahan
kepemilikan, antara lain repo collateralized borrowing,
pengagunan (pledge), dan securities lending and
borrowing, pemilik SBI dapat
langsung
mentransaksikan kembali SBI dimaksud setelah jatuh
waktu second leg.
5) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI
memiliki …
14
memiliki second leg dan terjadi perpindahan
kepemilikan, antara lain repo sell and buyback SBI,
pemilik SBI dapat mentransaksikan kembali SBI
dimaksud dengan ketentuan sebagai berikut:
a) dalam hal second leg Transaksi Repo berhasil
dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan
kembali oleh penjual repo 1 (satu) minggu atau 7
(tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen second
leg transaksi SBI dimaksud;
b) dalam hal second leg Transaksi Repo tidak berhasil
dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan
kembali oleh pembeli repo 1 (satu) minggu atau 7
(tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen first leg
transaksi SBI dimaksud.
6) Dalam hal transfer SBI antar Sub-Registry tanpa
perpindahan kepemilikan atau transfer SBI karena
merger, akuisisi, dan konsolidasi, SBI dapat
ditransaksikan kembali 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh)
hari kalender sejak SBI dicatat di Sub-Registry awal atau
di Rekening Surat Berharga awal.
7) Larangan mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan
pihak lain dalam jangka waktu 1 (satu) minggu atau 7
(tujuh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) tidak berlaku untuk transaksi SBI oleh Peserta
OPT dengan Bank Indonesia.
8) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik
nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 7).
b. Pengawasan
1) Bank Indonesia melakukan pengawasan tidak langsung
dan/atau pemeriksaan atas pelaksanaan pembatasan
transaksi SBI selama 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari
kalender sejak kepemilikan SBI oleh Peserta OPT dan
Sub-Registry.
2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran pelaksanaan
atas …
15
atas pembatasan transaksi SBI sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, Bank Indonesia menyampaikan surat
permintaan konfirmasi kepada Peserta OPT dan/atau
Sub-Registry.
3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima
surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) menyampaikan tanggapan secara
tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga)
hari kerja setelah tanggal surat permintaan konfirmasi
dari Bank Indonesia.
4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub-
Registry tidak menyampaikan tanggapan tertulis maka
Peserta OPT dan/atau Sub-Registry dianggap
mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut.
5) Atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia akan
mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir
XIV.5.
III. PENERBITAN SDBI
1. Penerbitan SDBI merupakan instrumen yang digunakan Bank
Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang.
2. SDBI memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah);
b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama
12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari,
yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen
sampai dengan tanggal jatuh waktu;
Contoh perhitungan jangka waktu SDBI tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
c. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
d. diterbitkan …
16
d. diterbitkan dan ditransaksikan di Sistem BI-ETP;
e. diterbitkan tanpa warkat (scripless) dan ditatausahakan di
BI-SSSS;
f. hanya dapat dimiliki oleh Bank;
g. hanya dapat dipindahtangankan (negotiable) antar-Bank;
h. hanya dapat ditransaksikan antar-Bank antara lain dengan
cara outright, pinjam-meminjam, hibah,
agreement (repo), atau dijadikan agunan;
i. SDBI yang masih dalam status agunan tidak dapat
diperdagangkan;
j. dilunasi pada saat jatuh waktu sebesar nilai nominal SDBI
jatuh waktu;
k. Bank Indonesia dapat melakukan Early Redemption atas
SDBI berdasarkan pertimbangan terkait strategi pengelolaan
moneter; dan
l. Early Redemption atas SDBI sebagaimana dimaksud dalam
huruf k dilakukan dengan persetujuan pemilik SDBI.
3. Mekanisme Penerbitan SDBI
a. Penerbitan SDBI dilakukan dengan mekanisme lelang
melalui Sistem BI-ETP.
b. Lelang SDBI dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat diskonto
lelang SDBI ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat
diskonto lelang SDBI diajukan oleh Peserta OPT.
4. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang SDBI
a. Lelang SDBI dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
b. Window time lelang SDBI dapat dilakukan antara pukul
08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang SDBI dan
perubahannya paling lambat sebelum window time, melalui
Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain.
d. Pengumuman rencana lelang SDBI memuat antara lain:
1) sarana …
repurchase
17
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
jangka waktu;
5) metode lelang;
6)
7)
8)
target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode
harga beragam (variable rate tender);
tingkat diskonto SDBI, apabila lelang dilakukan dengan
metode harga tetap (fixed rate tender); dan/atau
tanggal dan waktu setelmen.
5. Pengajuan Penawaran Lelang SDBI
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang SDBI
secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
lelang SDBI untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang SDBI kepada Bank
Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang
ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang SDBI meliputi informasi:
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode harga tetap
(fixed rate tender); atau
2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan
metode harga beragam (variable rate tender),
untuk masing-masing jangka waktu SDBI yang akan
diterbitkan.
e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode harga
beragam (variable rate tender), pengajuan setiap penawaran
tingkat diskonto dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01%
(nol koma nol satu persen).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran …
18
kebenaran data penawaran SDBI yang disampaikan kepada
Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran SDBI yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
6. Penetapan Pemenang Lelang SDBI
a. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode harga tetap
(fixed rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung
dengan cara:
1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya; atau
2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank
Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil SDBI
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Dalam hal lelang SDBI dilakukan dengan metode harga
beragam (variable rate tender), penetapan pemenang lelang
dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT lebih rendah dari Stop Out Rate (SOR) yang
ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran SDBI yang
diajukan; atau
b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) yang
ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian penawaran
SDBI yang diajukan secara proporsional sesuai
dengan perhitungan Bank Indonesia, dengan
pembulatan …
19
pembulatan nominal terkecil SDBI sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang SDBI.
7. Pengumuman Hasil Lelang SDBI
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SDBI setelah window
time ditutup dengan cara sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-
ETP dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal,
tingkat diskonto dan nilai tunai SDBI yang dimenangkan;
dan
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU,
dan/atau sarana lain, antara lain berupa rata-rata
tertimbang tingkat diskonto SDBI, Stop Out Rate (SOR),
dan/atau nilai nominal seluruh penawaran yang
dimenangkan.
8. Setelmen SDBI
a. Setelmen Hasil Lelang SDBI
1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil lelang SDBI
paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman
hasil lelang SDBI.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk setelmen hasil lelang
SDBI.
3) Bank Indonesia melakukan setelmen dana hasil lelang
SDBI dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT sebesar nilai tunai SDBI dan setelmen Surat
Berharga dengan mengkredit Rekening Surat Berharga
Peserta OPT sebesar nilai nominal SDBI.
4) Nilai tunai SDBI sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount)
dengan rumus:
Nilai Tunai
SDBI
Nilai Nominal x 360
=
360+(Tingkat Diskonto x Jangka Waktu)
Nilai …
20
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
Keterangan:
Nilai Nominal
Tingkat Diskonto
Jangka Waktu
= nilai nominal SDBI yang
dimenangkan
= tingkat diskonto yang
dimenangkan
= jumlah hari yang dihitung 1
(satu) hari sesudah tanggal
setelmen lelang SDBI sampai
dengan tanggal jatuh waktu
Contoh perhitungan nilai tunai dan nilai diskonto SDBI
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
5) Setelmen dana dan setelmen Surat Berharga
sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dilakukan
dengan mekanisme penyelesaian transaksi per
transaksi (gross to gross) dan DVP.
6) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah Peserta OPT
tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem
BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen
lelang SDBI, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
transaksi lelang SDBI yang dimenangkan Peserta OPT
yang bersangkutan.
7) Atas batalnya transaksi lelang SDBI sebagaimana
dimaksud dalam angka 6), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam butir XIV.1.b.
b. Setelmen Pelunasan SDBI
1) Bank Indonesia melunasi SDBI jatuh waktu
berdasarkan pencatatan kepemilikan SDBI yang
tercatat di BI-SSSS pada 1 (satu) hari kerja sebelum
tanggal jatuh waktu SDBI.
2) Dalam …
21
2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh
waktu SDBI ditetapkan sebagai hari libur oleh
Pemerintah, pelaksanaan setelmen pelunasan SDBI
dilakukan pada hari kerja berikutnya, tanpa
memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur
dimaksud.
3) Pada tanggal jatuh waktu SDBI, Bank Indonesia
melakukan pelunasan SDBI dengan cara:
a) mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SDBI
sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu; dan
b) mendebet Rekening Surat Berharga pemilik SDBI
sebesar nilai nominal SDBI jatuh waktu.
9. Pembatasan Transaksi SDBI di Pasar Sekunder
a. Ketentuan
1) Bank dilarang memindahtangankan atau
mentransaksikan SDBI yang dimilikinya dengan pihak
selain Bank.
2) Pemindahtanganan atau transaksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) mencakup antara lain
transaksi jual atau beli secara outright, pinjam
meminjam, memberi atau menerima hibah, repurchase
agreement (repo), memberikan atau menerima agunan.
3) Bank dapat mentransaksikan SDBI dengan Bank
Indonesia.
4) Sub-Registry wajib menatausahakan SDBI milik
nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1).
b. Pengawasan
1) Bank Indonesia melakukan pengawasan tidak langsung
dan/atau pemeriksaan atas pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir a.1) oleh Bank dan
Sub Registry.
2) Atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir a.1), Bank Indonesia akan
mengenakan …
22
mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir
XIV.6.
3) Atas pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir a.1), Bank Indonesia melakukan
Early Redemption atas SDBI yang dimiliki oleh pihak
selain Bank tanpa persetujuan pemilik.
4) Perhitungan Early Redemption sebagaimana dimaksud
dalam angka 3) dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal
setelmen pemindahtanganan SDBI ke pihak selain
Bank.
5) Perhitungan Early Redemption atas SDBI adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga
perantara dalam operasi moneter.
IV. TRANSAKSI REPO SURAT BERHARGA
1. Transaksi Repo Surat Berharga merupakan instrumen yang
digunakan Bank Indonesia untuk Injeksi Likuiditas Rupiah di
pasar uang.
2. Kriteria dan persyaratan Surat Berharga yang dapat digunakan
dalam Transaksi Repo Surat Berharga adalah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan
lembaga perantara dalam operasi moneter.
3. Transaksi Repo Surat Berharga memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu terdapat
perpindahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga
(transfer of ownership);
b. memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling
lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang
dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai
dengan tanggal jatuh waktu;
c. bunga …
23
c. bunga dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di
belakang (simple interest); dan
d. hak penerimaan kupon atas Surat Berharga yang di-repo-
kan selama periode Transaksi Repo tetap merupakan milik
Peserta OPT.
4. Mekanisme Transaksi Repo Surat Berharga
a. Transaksi Repo dilakukan dengan mekanisme lelang melalui:
1) Sistem BI-ETP untuk Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam Rupiah; atau
2) sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia untuk Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam valuta asing.
b. Lelang Transaksi Repo dilakukan dengan metode sebagai
berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender), dengan suku bunga repo
(repo rate) ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender), dengan suku
bunga repo (repo rate) diajukan oleh Peserta OPT.
5. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Repo Surat
Berharga
a. Lelang Transaksi Repo dilakukan pada hari kerja yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Window time lelang Transaksi Repo dapat dilakukan antara
pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB atau
waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Repo dan perubahannya paling lambat sebelum window time
melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain.
d. Pengumuman rencana lelang Transaksi Repo memuat
antara lain:
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
jangka waktu;
5) metode lelang;
6) target …
24
6)
target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode
harga beragam (variable rate tender);
7) suku bunga repo (repo rate), apabila lelang dilakukan
dengan metode harga tetap (fixed rate tender);
8) Surat Berharga yang dapat di-repo-kan;
9) haircut; dan/atau
10) tanggal dan waktu setelmen.
e. Dalam hal Transaksi Repo menggunakan Surat Berharga
dalam valuta asing maka pengumuman rencana lelang, selain
mengumumkan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf
d, juga mengumumkan acuan harga untuk Surat Berharga
dalam valuta asing dan acuan kurs transaksi.
6. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Repo Surat Berharga
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi
Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
lelang Transaksi Repo untuk kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Repo
kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP atau sarana
dealing system dalam window time yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam Rupiah
1) Pengajuan penawaran meliputi informasi:
a) nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang
di-repo-kan, untuk lelang dengan metode harga
tetap (fixed rate tender); atau
b) nilai nominal, jenis dan seri Surat Berharga yang
di-repo-kan, dan repo rate, untuk lelang dengan
metode harga beragam (variable rate tender),
untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Repo
yang akan dilakukan.
2) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00
(satu …
25
(satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga
beragam (variable rate tender), pengajuan setiap
penawaran repo rate dilakukan dengan kelipatan
sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen).
e. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam valuta asing
1) Kurs yang digunakan dalam Transaksi Repo dengan
Surat Berharga dalam valuta asing adalah kurs tengah
dari kurs transaksi Bank Indonesia pada tanggal
transaksi.
2) Pengajuan penawaran meliputi informasi:
a) dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga
tetap (fixed rate tender), antara lain:
(1) nama Peserta OPT;
(2)
(3)
tanggal transaksi;
jangka waktu Repo;
(4) Standard Settlement Instruction;
(5)
(6) penawaran nilai nominal;
b) dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga
beragam (variable rate tender), antara lain:
(1) nama Peserta OPT;
(2)
(3)
tanggal transaksi;
jangka waktu repo;
(4) Standard Settlement Instruction;
(5)
jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo-
kan;
(6) penawaran nilai nominal; dan/atau
(7)
tingkat bunga (repo rate).
3) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00
(satu …
jenis dan seri Surat Berharga yang di-repo-
kan; dan/atau
26
(satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
4) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga
beragam (variable rate tender), pengajuan setiap
penawaran repo rate dilakukan dengan kelipatan
sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen).
5) Penawaran lelang dapat diajukan paling banyak 2 (dua)
kali untuk masing-masing jangka waktu yang
ditawarkan.
6) Dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan
Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu)
kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan
dalam window time lelang Transaksi Repo.
7) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 6) dapat
dilakukan terhadap informasi penawaran selain
informasi nama Peserta OPT dan jangka waktu
Transaksi Repo.
8) Koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan
pengajuan penawaran.
9) Peserta OPT harus mengirimkan dokumen ke Bank
Indonesia sebagai berikut:
a) surat pernyataan yang menyatakan bahwa:
(1) Surat Berharga dalam valuta asing yang di-
repo-kan merupakan aset milik Peserta OPT;
dan
(2) Peserta OPT tidak lagi memiliki SBI, SDBI,
dan SBN;
b) data terkait Surat Berharga dalam valuta asing
yang paling kurang meliputi jadwal pembayaran
kupon terakhir (last coupon date), jadwal
pembayaran kupon selanjutnya (next coupon date),
tingkat kupon (coupon rate), dan nominal kupon;
c)
surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) dilampiri dengan statement of holding atas
kepemilikan Surat Berharga dalam valuta asing di
lembaga …
27
lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia
dan Hasil Olahan Komputer (HOK) posisi
kepemilikan Surat Berharga dalam Rupiah Peserta
OPT pada posisi penutupan 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal transaksi.
Contoh surat pernyataan dan data terkait Surat
Berharga dalam valuta asing tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
10) Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 9) kepada Bank Indonesia dilakukan sebelum
penutupan window time transaksi yang dapat didahului
dengan penyampaian antara lain melalui faksimili.
Penyampaian dokumen ditujukan kepada:
Bank Indonesia - Departemen Pengelolaan Moneter c.q.
Grup Operasi Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 13
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta Pusat 10350
Faksimili
: (021) 2310347
Telepon : (021) 29818350
11) Penawaran lelang Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam valuta asing dinyatakan batal dalam
hal Peserta OPT:
a) mengajukan penawaran tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
sampai dengan angka 5);
b)
tidak melakukan koreksi sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 6) sampai
dengan angka 8);
c)
tidak menyampaikan dokumen sesuai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 9); dan/atau
d) berdasarkan pemeriksaan oleh Bank Indonesia,
surat pernyataan sebagaimana dimaksud dalam
angka 9) terbukti tidak benar.
f. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran …
28
kebenaran data penawaran lelang Transaksi Repo yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran lelang Transaksi Repo yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia.
7. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Repo Surat Berharga
a. Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam Rupiah
1) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan
pemenang lelang dihitung dengan cara:
a) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta
OPT dimenangkan seluruhnya; atau
b) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal
yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan
sebagian secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan
nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
2) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode harga beragam (variable rate tender), penetapan
pemenang lelang dihitung dengan cara:
a) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
b) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang
dimenangkan dengan cara:
(1) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT
lebih tinggi dari Stop Out Rate (SOR) yang
ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran Transaksi
Repo yang diajukan; atau
(2) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT
sama dengan Stop Out Rate (SOR) yang
ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian
penawaran Transaksi Repo yang diajukan
secara …
29
secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indonesia, dengan
pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing
1) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan
pemenang lelang dihitung dengan cara:
a) penawaran nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya; atau
b) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal
yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan
sebagian secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indonesia dengan pembulatan
ke atas dalam jutaan Rupiah terdekat.
2) Dalam hal lelang Transaksi Repo dilakukan dengan
metode harga beragam (variable rate tender), penetapan
pemenang lelang dihitung dengan cara:
a) Bank Indonesia menetapkan repo rate terendah
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
b) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang
dimenangkan dengan cara:
(1) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT
lebih tinggi dari Stop Out Rate (SOR) yang
ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran Transaksi
Repo yang diajukan; atau
(2) dalam hal repo rate yang diajukan Peserta OPT
sama dengan Stop Out Rate (SOR) yang
ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian
penawaran Transaksi Repo yang diajukan
secara proporsional
perhitungan Bank Indonesia
sesuai dengan
dengan
pembulatan …
30
pembulatan ke atas dalam jutaan Rupiah
terdekat.
Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal
pemenang Transaksi Repo menggunakan Surat
Berharga dalam valuta asing berdasarkan metode harga
tetap (fixed rate tender) dan metode harga beragam
(variable rate tender) tercantum dalam Lampiran III.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Repo.
8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo Surat Berharga
a. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam Rupiah
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Repo
setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut:
1) secara individual kepada pemenang lelang melalui
Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain, antara lain berupa
nilai nominal dan repo rate yang dimenangkan; dan
2) secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem
LHBU, dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai
nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, Stop
Out Rate (SOR), dan/atau rata-rata tertimbang repo
rate.
b. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Repo dengan Surat
Berharga dalam Valuta Asing
1) Pengumuman hasil penetapan pemenang lelang secara
keseluruhan dilakukan melalui Sistem LHBU dan/atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
antara lain berupa nilai nominal seluruh penawaran
yang dimenangkan, Stop Out Rate (SOR), dan/atau rata-
rata tertimbang repo rate.
2) Konfirmasi secara individual disampaikan kepada
pemenang lelang melalui sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa:
a) nilai nominal yang dimenangkan, nominal Surat
Berharga dalam valuta asing yang harus
dipindahkan …
31
dipindahkan ke rekening Bank Indonesia pada
lembaga kustodian yang ditunjuk Bank Indonesia,
dan repo rate yang dimenangkan;
b)
tanggal setelmen atau tanggal valuta; dan
c) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta
OPT.
3) Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga
Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 2) dilakukan sebagai berikut:
a) dalam hal Peserta OPT yang memenangkan lelang
memiliki sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan
kepada Peserta OPT yang bersangkutan; atau
b) dalam hal Peserta OPT yang memenangkan lelang
tidak memiliki sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan
dilakukan melalui Lembaga Perantara.
9. Setelmen Transaksi Repo Surat Berharga
a. Surat Berharga dalam Rupiah
1) Setelmen First Leg
a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling
lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman
hasil lelang Transaksi Repo.
b) Peserta OPT wajib memiliki Surat Berharga di
Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk
setelmen first leg.
c) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to
gross) dan DVP sebagai berikut:
(1) setelmen Surat Berharga, dengan mendebet
Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal Surat Berharga yang di-repo-kan; dan
(2) setelmen dana, dengan mengkredit Rekening
Giro Rupiah sebesar nilai setelmen first leg.
d) Perhitungan …
32
d) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga
perantara dalam operasi moneter.
e) Dalam hal Peserta OPT tidak memiliki jenis dan seri
Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
sampai dengan waktu yang ditetapkan sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-
SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi
Repo Peserta OPT yang bersangkutan.
f) Atas batalnya Transaksi Repo sebagaimana
dimaksud dalam huruf e), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam butir XIV.1.b.
2) Setelmen Second Leg
a) Pada tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen
second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai
dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-
RTGS.
b) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk setelmen second
leg.
c) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to
gross) dan DVP sebagai berikut:
(1) setelmen dana, dengan mendebet Rekening
Giro Rupiah sebesar nilai setelmen second leg;
(2) setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga sebesar nilai
nominal Surat Berharga Transaksi Repo jatuh
waktu;
(3) perhitungan …
33
(3) perhitungan nilai setelmen second leg adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kriteria dan persyaratan surat berharga,
peserta, dan lembaga perantara dalam operasi
moneter.
d) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Repo,
tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg)
ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja
berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan
bunga repo untuk hari libur dimaksud.
e) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
second leg sampai dengan sebelum periode cut-off
warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara
otomatis membatalkan Transaksi Repo second leg
Peserta OPT yang bersangkutan.
3) Kegagalan Setelmen Second Leg
Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen
second leg Transaksi Repo maka Bank Indonesia akan
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Dalam hal Surat Berharga berupa SBI dan SDBI,
Bank Indonesia melakukan Early Redemption atas
SBI dan SDBI dan mengenakan biaya Transaksi
Repo.
b) Dalam hal Surat Berharga berupa SBN, transaksi
yang bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi
penjualan secara outright oleh Peserta OPT dan
Bank Indonesia mengenakan biaya Transaksi Repo.
c) Perhitungan setelmen Transaksi Outright dan
penggunaan harga Surat Berharga Transaksi
Outright adalah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai …
34
mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga,
peserta, dan lembaga perantara dalam operasi
moneter.
d) Dalam hal terjadi Transaksi Outright
(1) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau
dikredit dengan perhitungan harga SBN
sebagai berikut:
(a) dalam hal harga pada Transaksi Outright
lebih rendah daripada harga pada
transaksi first leg setelah dikurangi
haircut maka Rekening Giro Rupiah
didebet sebesar selisih dimaksud setelah
dikalikan dengan nilai nominal SBN yang
di-repo-kan;
(b) dalam hal harga pada Transaksi Outright
lebih tinggi dari harga pada transaksi first
leg dikurangi haircut maka Rekening Giro
Rupiah Peserta OPT dikredit sebesar
selisih dimaksud setelah dikalikan
dengan nilai nominal SBN yang di-repo-
kan dan paling banyak sebesar nilai dari
haircut yang ditetapkan pada saat first
leg.
(2) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau
dikredit untuk memperhitungkan nilai
accrued interest atau imbalan sebagai berikut:
(a) dalam hal terdapat pembayaran kupon
atau imbalan yang diterima Bank
Indonesia setelah Transaksi Outright
maka Rekening Giro Rupiah dikredit
sebesar accrued interest atau imbalan
sejak tanggal setelmen first leg sampai
dengan tanggal Transaksi Outright;
(b) dalam hal terdapat pembayaran kupon
atau imbalan yang diterima Peserta OPT
pada …
35
pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
setelmen first leg maka Rekening Giro
Rupiah akan dikredit sebesar accrued
interest atau imbalan sejak tanggal
setelmen first leg sampai dengan tanggal
Transaksi Outright;
(c) dalam hal terdapat pembayaran kupon
atau imbalan yang diterima Peserta OPT
pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
Transaksi Outright maka Rekening Giro
Rupiah akan didebet sebesar accrued
interest atau imbalan yang dibayarkan
Bank Indonesia pada saat first leg
ditambah dengan accrued interest atau
imbalan sejak tanggal Transaksi Outright
sampai dengan tanggal pembayaran
kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari
kerja setelah tanggal Transaksi Outright;
(d) dalam hal terdapat pembayaran kupon
atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja
setelah tanggal setelmen first leg dan
terdapat pembayaran kupon atau
imbalan berikutnya pada 1 (satu) hari
kerja setelah tanggal Transaksi Outright,
maka Rekening Giro Rupiah akan
dikredit sebesar accrued interest atau
imbalan dari tanggal setelmen first leg
sampai dengan tanggal pembayaran
kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari
kerja setelah tanggal setelmen first leg
dan didebet sebesar accrued interest atau
imbalan dari tanggal Transaksi Outright
sampai dengan tanggal pembayaran
kupon atau imbalan pada 1 (satu) hari
kerja setelah Transaksi Outright;
(e) dalam …
36
(e) dalam hal terdapat pembayaran kupon
atau imbalan yang diterima Peserta OPT
pada tanggal Transaksi Outright maka
Rekening Giro Rupiah akan didebet
sebesar accrued interest atau imbalan
yang dibayarkan kepada Peserta OPT
pada saat first leg;
(f) dalam hal terdapat pembayaran kupon
atau imbalan yang diterima Peserta OPT
pada periode Transaksi Repo dan
terdapat pembayaran kupon atau
imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah
tanggal Transaksi Outright maka
Rekening Giro Rupiah akan didebet
sebesar accrued interest atau imbalan
yang dibayarkan kepada Peserta OPT
pada saat first leg ditambah dengan
accrued interest atau imbalan dari
tanggal Transaksi Outright sampai
dengan tanggal pembayaran kupon atau
imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah
tanggal Transaksi Outright; atau
(g) dalam hal terdapat 2 (dua) kali
pembayaran kupon atau imbalan pada
periode Transaksi Repo maka Rekening
Giro Rupiah akan didebet sebesar
accrued interest atau imbalan yang
dibayarkan kepada Peserta OPT pada
saat setelmen first leg dan dikredit
sebesar accrued interest atau imbalan
sejak pembayaran kupon terakhir pada
periode Transaksi Repo sampai dengan
tanggal Transaksi Outright.
(3) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar
bunga repo.
e) Atas …
37
e) Atas batalnya Transaksi Repo jatuh waktu
(second leg) sebagaimana dimaksud dalam
butir 2)e), Peserta OPT yang bersangkutan
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir
XIV.1.b.
b. Surat Berharga dalam Valuta Asing
1) Setelmen First Leg
a) Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai
setelmen first leg adalah kurs tengah dari kurs
transaksi Bank Indonesia pada tanggal transaksi.
b) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling
lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman
hasil lelang Transaksi Repo.
c) Setelmen Surat Berharga dilakukan Peserta OPT
dengan memindahkan Surat Berharga dengan jenis
dan seri Surat Berharga sebesar nilai nominal yang
di-repo-kan dari rekening Peserta OPT ke rekening
surat berharga Bank Indonesia pada lembaga
kustodian yang ditunjuk oleh Bank Indonesia,
pada tanggal setelmen atau tanggal valuta.
d) Perhitungan nilai nominal Surat Berharga yang
akan dipindahkan adalah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga,
peserta, dan lembaga perantara dalam operasi
moneter.
e) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia dengan
mengkredit Rekening Giro Rupiah sebesar nilai
penawaran nominal yang dimenangkan.
f) Bank Indonesia melakukan setelmen dana
sebagaimana dimaksud dalam huruf e) setelah
menerima konfirmasi dari bank kustodian bahwa
Surat Berharga dalam valuta asing yang di-repo-
kan Peserta OPT telah diterima.
g) Dalam …
38
g) Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi
kewajiban Transaksi Repo sebagaimana dimaksud
dalam huruf c), Bank Indonesia membatalkan
Transaksi Repo yang tidak didukung dengan Surat
Berharga yang mencukupi.
h) Atas batalnya Transaksi Repo sebagaimana
dimaksud dalam huruf g), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam butir XIV.1.b.
2) Setelmen Second Leg
a) Pada tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second
leg), Peserta OPT wajib menyediakan dana yang
mencukupi di Rekening Giro Rupiah untuk
setelmen second leg.
b) Setelmen second leg dilaksanakan sebagai berikut:
(1) Setelmen dana dilakukan Bank Indonesia
dengan mendebet Rekening Giro Rupiah
sebesar nilai setelmen second leg;
(2) Bank Indonesia melakukan setelmen Surat
Berharga dengan memindahkan Surat
Berharga dalam valuta asing dari rekening
Bank Indonesia ke rekening Peserta OPT di
bank kustodian yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia setelah dilakukan setelmen dana
sebagaimana dimaksud dalam angka (1);
(3) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria
dan persyaratan surat berharga, peserta, dan
lembaga perantara dalam operasi moneter.
(4) Dalam hal Bank Indonesia menerima
pembayaran kupon atau imbalan pada periode
Transaksi Repo, nilai kupon dimaksud dalam
ekuivalen Rupiah mengurangi kewajiban
Peserta OPT pada Transaksi Repo jatuh waktu
(second …
39
(second leg) dengan perhitungan sebagai
berikut:
Nilai
Setelmen =
Second Leg
Nilai
Setelmen
First Leg
+
Bunga
Repo
-
Nilai Kupon/Imbalan
yang Diterima
Bank Indonesia
(5) Perhitungan nilai kupon atau imbalan
sebagaimana dimaksud dalam angka (4)
menggunakan kurs beli dari kurs transaksi
Bank Indonesia pada tanggal valuta
penerimaan kupon.
(6) Dalam hal Bank Indonesia menerima
pembayaran kupon maka perhitungan bunga
repo sejak tanggal pembayaran kupon
didasarkan pada nilai setelmen first leg
dikurangi dengan ekuivalen penerimaan
kupon dimaksud dalam Rupiah.
c) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Repo,
tanggal Transaksi Repo jatuh waktu (second leg)
ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja
berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan
bunga repo atas hari libur dimaksud.
d) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
second leg sampai dengan sebelum periode cut-off
warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen second leg, Bank Indonesia
akan membatalkan Transaksi Repo second leg
Peserta OPT yang bersangkutan.
3) Kegagalan Setelmen Second Leg
Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen
second leg, Bank Indonesia akan melakukan hal -hal
sebagai berikut:
a) Bank …
40
a) Bank Indonesia akan menjual Surat Berharga
dalam valuta asing kepada counterparty Bank
Indonesia setelah terjadi kegagalan setelmen
second leg.
b) Kurs yang digunakan pada saat Bank Indonesia
melakukan penjualan
Surat
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) adalah kurs
beli dari kurs transaksi Bank Indonesia.
c) Selama Surat Berharga dalam valuta asing belum
terjual, Bank Indonesia akan mengenakan biaya
repo kepada Peserta OPT sampai dengan tanggal
setelmen atau tanggal valuta penjualan Surat
Berharga.
d) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam
valuta asing lebih rendah daripada nilai setelmen
first leg, Bank Indonesia akan membebankan
kekurangan dana hasil penjualan Surat Berharga
dalam valuta asing dengan mendebet Rekening
Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud.
e) Dalam hal nilai penjualan Surat Berharga dalam
valuta asing lebih tinggi daripada nilai setelmen
first leg, Bank Indonesia akan mengembalikan
kelebihan dana hasil penjualan Surat Berharga
dalam valuta asing dengan mengkredit Rekening
Giro Rupiah sebesar selisih dimaksud.
f) Rekening Giro Rupiah akan didebet sebesar bunga
repo.
g) Atas batalnya Transaksi Repo second leg
sebagaimana dimaksud dalam butir 2)d), Peserta
OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b.
10. Kupon Surat Berharga
a. Perlakuan terhadap kupon atau imbalan Surat Berharga
dalam hal terdapat kegagalan setelmen second leg dan Surat
Berharga …
Berharga
41
Berharga berupa SBN, diatur sebagai berikut:
1) Dalam hal setelah tanggal Transaksi Outright, Bank
Indonesia menerima pembayaran kupon atau imbalan
atas SBN yang di-repo-kan oleh Peserta OPT, kupon
atau imbalan yang diterima menjadi milik Bank
Indonesia.
2) Dalam hal pada tanggal Transaksi Outright, Peserta OPT
menerima pembayaran kupon atau imbalan atas SBN
yang di-repo-kan oleh Peserta OPT, Bank Indonesia
mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar kupon atau
imbalan yang diterima oleh Peserta OPT.
3) Dalam hal setelah tanggal Transaksi Outright, Peserta
OPT menerima pembayaran kupon atau imbalan atas
SBN yang di-repo-kan oleh Peserta OPT, maka pada
tanggal pembayaran kupon atau imbalan Bank
Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah sebesar
kupon atau imbalan yang diterima oleh Peserta OPT.
b. Kurs yang digunakan dalam perhitungan nilai kupon pada
Transaksi Repo dengan Surat Berharga dalam valuta asing
adalah kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia pada
tanggal penerimaan kupon.
V. TRANSAKSI REVERSE REPO SBN
1. Transaksi Reverse Repo SBN merupakan instrumen yang
digunakan Bank Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di
pasar uang.
2. Kriteria dan persyaratan SBN yang dapat digunakan dalam
Transaksi Reverse Repo SBN adalah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga
perantara dalam operasi moneter.
3. Transaksi Reverse Repo SBN memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu terdapat
perpindahan …
42
perpindahan pencatatan kepemilikan SBN (transfer of
ownership);
b. memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling
lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang
dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai
dengan tanggal jatuh waktu.
c. bunga reverse repo dihitung berdasarkan metode bunga
dibayar di belakang (simple interest); dan
d. hak penerimaan kupon atas SBN yang di-reverse-repo-kan
selama periode Transaksi Reverse Repo tetap merupakan
milik Bank Indonesia.
4. Mekanisme Transaksi Reverse Repo SBN
a. Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan mekanisme lelang
melalui Sistem BI-ETP.
b. Lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan metode
sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender), dengan suku bunga
reverse repo (RR-Rate) ditetapkan Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender), dengan suku
bunga reverse repo (RR-Rate) diajukan Peserta OPT.
5. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Reverse Repo
SBN
a. Lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan pada hari kerja
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Window time lelang Transaksi Reverse Repo dapat dilakukan
antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB,
atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Reverse Repo dan perubahannya paling lambat sebelum
window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau
sarana lain.
d. Pengumuman rencana lelang Transaksi Reverse Repo
memuat antara lain:
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) window …
43
3) window time;
4)
jangka waktu;
5) metode lelang;
6)
target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan metode
harga beragam (variable rate tender);
7) suku bunga reverse repo (RR-Rate), apabila lelang
dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender);
8) SBN yang di-reverse-repo-kan;
9) haircut; dan/atau
10) tanggal dan waktu setelmen.
6. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Reverse Repo SBN
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi
Reverse Repo secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
lelang Transaksi Reverse Repo untuk kepentingan Peserta
OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Reverse
Repo kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-ETP dalam
window time yang ditetapkan Bank Indonesia.
d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Reverse Repo antara
lain meliputi informasi:
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode harga tetap
(fixed rate tender); atau
2) nilai nominal dan suku bunga reverse repo (RR-Rate),
untuk lelang dengan metode harga beragam (variable
rate tender),
untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Reverse Repo
yang akan dilakukan.
e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga beragam
(variable …
44
(variable rate tender), pengajuan setiap penawaran suku
bunga reverse repo (RR-Rate) dilakukan dengan kelipatan
sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran lelang Transaksi Reverse Repo
yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
7. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Reverse Repo SBN
a. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan
metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan pemenang
lelang dihitung dengan cara:
1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya; atau
2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank
Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo dilakukan dengan
metode harga beragam (variable rate tender), penetapan
pemenang lelang dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan suku bunga reverse repo
(RR-Rate) tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out
Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal suku bunga reverse repo (RR-Rate) yang
diajukan Peserta OPT lebih rendah dari Stop Out
Rate (SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh penawaran
Transaksi Reverse Repo yang diajukan; atau
b) dalam hal suku bunga reverse repo (RR-Rate) yang
diajukan Peserta OPT sama dengan Stop Out Rate
(SOR) …
45
(SOR) yang ditetapkan, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh atau
sebagian penawaran Transaksi Reverse Repo yang
diajukan secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan
nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah).
c. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu)
seri SBN dalam lelang Transaksi Reverse Repo, Bank
Indonesia menentukan alokasi seri dan nominal SBN yang
dimenangkan Peserta OPT.
d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Reverse Repo.
8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Reverse Repo SBN
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Reverse
Repo setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui Sistem BI-
ETP dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal,
suku bunga reverse repo (RR-Rate), jenis dan seri SBN yang
dimenangkan; dan
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU,
dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai nominal
seluruh penawaran yang dimenangkan, Stop Out Rate (SOR),
dan/atau rata-rata tertimbang suku bunga reverse repo (RR-
Rate).
9. Setelmen Transaksi Reverse Repo SBN
a. Setelmen First Leg
1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling
lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil
lelang Transaksi Reverse Repo.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk setelmen first leg.
3) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian
transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP sebagai
berikut …
46
berikut:
a) setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro
Rupiah sebesar nilai setelmen first leg; dan
b) setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit
Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal
Surat Berharga yang dimenangkan.
4) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat
berharga, peserta, dan lembaga perantara dalam
operasi moneter.
5) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah tidak
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem
BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen
first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
Transaksi Reverse Repo Peserta OPT yang bersangkutan.
6) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo sebagaimana
dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur
dalam butir XIV.1.b.
b. Setelmen Second Leg
1) Pada tanggal Transaksi Reverse Repo jatuh waktu
(second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan
setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka
sampai dengan sebelum periode cut-off warning Sistem
BI-RTGS.
2) Peserta OPT wajib memiliki jenis dan seri SBN di
Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk
setelmen second leg.
3) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dan BI-SSSS dengan mekanisme penyelesaian
transaksi per transaksi (gross to gross) dan DVP sebagai
berikut:
a) setelmen Surat Berharga, dengan mendebet
Rekening…
47
Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal
SBN Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second
leg);
b) setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro
Rupiah sebesar nilai setelmen second leg;
c) perhitungan nilai setelmen second leg adalah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga
perantara dalam operasi moneter.
4) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Reverse Repo,
tanggal Transaksi Reverse Repo jatuh waktu (second leg)
ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja
berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan bunga
reverse repo untuk hari libur dimaksud.
5) Dalam hal jenis dan seri SBN di Rekening Surat
Berharga tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen second leg sampai dengan sebelum periode cut-
off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan Transaksi Reverse Repo jatuh waktu
(second leg) Peserta OPT yang bersangkutan.
c. Kegagalan Setelmen Second Leg
1) Dalam hal Peserta OPT gagal melakukan setelmen
second leg, Transaksi Reverse Repo diperlakukan
sebagai transaksi pembelian SBN secara outright oleh
Peserta OPT.
2) Perhitungan setelmen Transaksi Outright dan
penggunaan harga Surat Berharga Transaksi Outright
adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan surat berharga, peserta, dan lembaga
perantara dalam operasi moneter.
3) Dalam hal terjadi Transaksi Outright:
a) Rekening …
48
a) Rekening Giro Rupiah akan didebet dengan
perhitungan harga SBN sebagai berikut:
(1) dalam hal harga pada Transaksi Outright sama
dengan harga pada transaksi first leg
dikurangi haircut, Rekening Giro Rupiah
didebet sebesar haircut, setelah dikalikan
dengan nilai nominal SBN yang di-reverse-
repo-kan;
(2) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih
tinggi daripada harga pada transaksi first leg
dikurangi haircut, Rekening Giro Rupiah
didebet sebesar selisih dimaksud dan paling
sedikit sebesar nilai dari haircut yang
ditetapkan pada first leg, setelah dikalikan
dengan nilai nominal SBN yang di-reverse-
repo-kan;
(3) dalam hal harga pada Transaksi Outright lebih
rendah daripada harga pada transaksi first leg
dikurangi haircut, Rekening Giro Rupiah
didebet sebesar nilai dari haircut yang
ditetapkan pada first leg, setelah dikalikan
dengan nilai nominal SBN yang di-reverse-
repo-kan.
b) Rekening Giro Rupiah akan didebet atau dikredit
untuk memperhitungkan nilai accrued interest atau
imbalan sebagai berikut:
(1) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau
imbalan yang diterima Peserta OPT setelah
Transaksi Outright maka Rekening Giro
Rupiah didebet sebesar accrued interest atau
imbalan sebesar accrued interest atau imbalan
sejak tanggal setelmen first leg sampai dengan
tanggal Transaksi Outright;
(2) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau
imbalan yang diterima Bank Indonesia pada 1
(satu) …
49
(satu) hari kerja setelah tanggal setelmen first
leg maka Rekening Giro Rupiah akan didebet
sebesar accrued interest atau imbalan sejak
tanggal setelmen first leg sampai dengan
tanggal Transaksi Outright;
(3) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau
imbalan yang diterima Bank Indonesia pada 1
(satu) hari kerja setelah tanggal Transaksi
Outright maka Rekening Giro Rupiah akan
dikredit sebesar accrued interest atau imbalan
yang dibayarkan Peserta OPT pada saat first
leg ditambah dengan accrued interest atau
imbalan sejak tanggal Transaksi Outright
sampai dengan tanggal pembayaran kupon
atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah
tanggal Transaksi Outright;
(4) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau
imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah
tanggal setelmen first leg dan terdapat
pembayaran kupon atau imbalan berikutnya
pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
Transaksi Outright maka Rekening Giro
Rupiah akan didebet sebesar accrued interest
atau imbalan dari tanggal setelmen first leg
sampai dengan tanggal pembayaran kupon
atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah
tanggal setelmen first leg dan dikredit sebesar
accrued interest atau imbalan dari tanggal
Transaksi Outright sampai dengan tanggal
pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu)
hari kerja setelah Transaksi Ouright;
(5) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau
imbalan yang diterima Bank Indonesia pada
tanggal Transaksi Outright maka Rekening
Giro Rupiah akan dikredit sebesar accrued
interest …
50
interest atau imbalan yang dibayarkan kepada
Bank Indonesia pada saat first leg;
(6) dalam hal terdapat pembayaran kupon atau
imbalan yang diterima Bank Indonesia pada
periode Transaksi Reverse Repo dan terdapat
pembayaran kupon atau imbalan pada 1 (satu)
hari kerja setelah tanggal Transaksi Outright
maka Rekening Giro Rupiah akan dikredit
sebesar accrued interest atau imbalan yang
dibayarkan kepada Bank Indonesia pada saat
first leg ditambah dengan accrued interest atau
imbalan dari tanggal Transaksi Outright
sampai dengan tanggal pembayaran kupon
atau imbalan pada 1 (satu) hari kerja setelah
tanggal Transaksi Outright; atau
(7) dalam hal terdapat 2 (dua) kali pembayaran
kupon atau imbalan pada periode Transaksi
Reverse Repo maka Rekening Giro Rupiah
akan dikredit sebesar accrued interest atau
imbalan yang dibayarkan kepada Bank
Indonesia pada saat setelmen first leg dan
didebet sebesar accrued interest atau imbalan
sejak pembayaran kupon terakhir pada
periode Transaksi Reverse Repo sampai
dengan tanggal Transaksi Outright.
4) Atas kegagalan setelmen second leg, Peserta OPT tidak
menerima bunga reverse repo.
5) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo jatuh waktu
(second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir b.5),
Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b.
10. Kupon SBN
Perlakuan terhadap kupon/imbalan SBN dalam hal terdapat
kegagalan setelmen second leg Transaksi Reverse Repo SBN dan
Surat Berharga berupa SBN diatur sebagai berikut:
a. Dalam …
51
a. Dalam hal setelah tanggal Transaksi Outright, Peserta OPT
menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di-
reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, kupon/imbalan yang
diterima menjadi milik Peserta OPT.
b. Dalam hal pada tanggal Transaksi Outright, Bank Indonesia
menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang di-
reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia
mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar
kupon/imbalan yang diterima oleh Bank Indonesia.
c. Dalam hal setelah tanggal Transaksi Outright, Bank
Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN
yang di-reverse repo-kan oleh Bank Indonesia, pada tanggal
pembayaran kupon/imbalan Bank Indonesia mengkredit
Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar kupon/imbalan
yang diterima oleh Bank Indonesia.
VI. TRANSAKSI PEMBELIAN DAN PENJUALAN SBN SECARA OUTRIGHT
DI PASAR SEKUNDER
1. Transaksi pembelian SBN secara outright di pasar sekunder
dilakukan dalam rangka Injeksi Likuiditas Rupiah di pasar uang
dan/atau menjaga ketersediaan SBN yang diperlukan sebagai
instrumen Operasi Moneter dalam pencapaian sasaran
operasional kebijakan moneter Bank Indonesia.
2. Transaksi penjualan SBN secara outright di pasar sekunder
merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia
untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang.
3. Bank Indonesia melakukan transaksi pembelian dan penjualan
SBN secara outright di pasar sekunder dengan mekanisme lelang
atau nonlelang.
4. Bank Indonesia dapat melakukan transaksi pembelian dan
penjualan SBN secara outright di pasar sekunder pada setiap hari
kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5. Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN Secara Outright di Pasar
Sekunder dengan Mekanisme Lelang
a. Sarana …
52
a. Sarana dan Metode Lelang
1) Transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright
dengan mekanisme lelang dilakukan melalui Sistem BI-
ETP dan/atau sarana lain.
2) Lelang dilakukan dengan metode sebagai berikut:
a) harga tetap (fixed rate tender), dengan yield atau
harga transaksi pembelian dan penjualan SBN
ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau
b) harga beragam (variable rate tender), dengan yield
atau harga transaksi pembelian dan penjualan
SBN diajukan oleh Peserta OPT.
b. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang
1) Window time lelang transaksi pembelian dan penjualan
SBN dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2) Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang dan
perubahannya paling lambat sebelum window time
melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana
lain.
3) Pengumuman rencana lelang pembelian dan penjualan
SBN memuat antara lain:
a) sarana transaksi;
b)
tanggal lelang;
c) window time;
d)
e)
jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan;
target indikatif, apabila lelang dilakukan dengan
metode harga beragam (variable rate tender);
f) yield atau harga SBN, apabila lelang dilakukan
dengan metode harga tetap (fixed rate tender);
dan/atau
g)
tanggal dan waktu setelmen.
c. Pengajuan Penawaran
1) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang
pembelian dan penjualan SBN secara outright secara
langsung …
53
langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
2) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan
penawaran lelang pembelian dan penjualan SBN secara
outright untuk kepentingan Peserta OPT.
3) Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang pembelian dan
penjualan SBN secara outright kepada Bank Indonesia
melalui Sistem BI-ETP dalam window time yang
ditetapkan.
4) Pengajuan penawaran lelang pembelian dan penjualan
SBN secara outright antara lain meliputi informasi:
a) nilai nominal, untuk lelang dengan metode harga
tetap (fixed rate tender); atau
b) nilai nominal dan yield atau harga SBN, untuk
lelang dengan metode harga beragam (variable rate
tender).
5) Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
6) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga
beragam (variable rate tender), pengajuan setiap
penawaran yield dilakukan dengan kelipatan sebesar
0,01% (nol koma nol satu persen).
7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran lelang pembelian dan
penjualan SBN secara outright yang disampaikan
kepada Bank Indonesia.
8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran lelang yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia.
d. Penetapan Pemenang Lelang
1) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN secara
outright dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate
tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan
cara …
54
cara:
a) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta
OPT dimenangkan seluruhnya; atau
b) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal
yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan
sebagian secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan
nominal terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah).
2) Dalam hal lelang pembelian dan penjualan SBN secara
outright dilakukan dengan metode harga beragam
(variable rate tender), Bank Indonesia menetapkan
tingkat yield yang dapat diterima atau Stop Out Rate
(SOR), atau harga yang dapat diterima, dan penetapan
pemenang lelang dihitung dengan cara:
a) Lelang Pembelian SBN
(1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta
OPT lebih tinggi dari Stop Out Rate (SOR) atau
harga yang diajukan oleh Peserta OPT lebih
rendah dari harga yang dapat diterima,
Peserta OPT memenangkan seluruh
penawaran yang diajukan; atau
(2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta
OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) atau
harga yang diajukan oleh Peserta OPT sama
dengan harga yang dapat diterima, Peserta
OPT memenangkan seluruh atau sebagian
penawaran yang diajukan secara proporsional
sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia,
dengan pembulatan nominal berdasarkan
unit terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah).
b) Lelang Penjualan SBN
(1) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta
OPT lebih rendah dari Stop Out Rate (SOR)
atau …
55
atau harga yang diajukan oleh Peserta OPT
lebih tinggi dari harga yang dapat diterima,
Peserta OPT memenangkan
penawaran SBN yang diajukan; atau
seluruh
(2) dalam hal yield yang diajukan oleh Peserta
OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) atau
harga yang diajukan oleh Peserta OPT sama
dengan harga yang dapat diterima, Peserta
OPT memenangkan seluruh atau sebagian
penawaran yang diajukan secara proporsional
sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia,
dengan pembulatan nominal berdasarkan
unit terkecil SBN sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah).
3) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang pembelian dan penjualan SBN secara
outright.
e. Pengumuman Hasil Lelang Pembelian dan Penjualan SBN
Secara Outright
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang penjualan dan
pembelian SBN secara outright setelah window time ditutup
dengan cara sebagai berikut:
1) secara individual kepada pemenang lelang melalui
Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain, antara lain berupa
nilai nominal dan yield atau harga yang dimenangkan;
dan
2) secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem
LHBU dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai
nominal seluruh penawaran yang dimenangkan, Stop
Out Rate (SOR), dan/atau rata-rata tertimbang tingkat
yield.
6. Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN Secara Outright dengan
Mekanisme Nonlelang
a. Transaksi pembelian dan penjualan SBN secara outright
dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia dengan
Peserta …
56
Peserta OPT secara langsung atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Transaksi dilakukan melalui Sistem BI-ETP atau sarana
dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
7. Setelmen Transaksi Pembelian dan Penjualan SBN Secara
Outright Melalui Lelang dan Nonlelang
a. Peserta OPT wajib memiliki jenis dan seri SBN di Rekening
Surat Berharga yang mencukupi untuk setelmen pembelian
SBN oleh Bank Indonesia.
b. Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro Rupiah
yang mencukupi untuk setelmen penjualan SBN oleh Bank
Indonesia.
c. Setelmen pembelian dan penjualan SBN dilakukan melalui
Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme
penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan
DVP.
d. Bank Indonesia melakukan setelmen pembelian dan
penjualan SBN paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal transaksi.
Contoh perhitungan nilai dan setelmen penjualan dan
pembelian SBN tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
e. Dalam hal Peserta OPT pada transaksi pembelian SBN tidak
memiliki jenis dan seri SBN di Rekening Surat Berharga atau
pada transaksi penjualan SBN tidak memiliki dana di
Rekening Giro Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi
kewajiban setelmen pembelian dan penjualan SBN sampai
dengan sebelum periode cut-off warning Sistem BI-RTGS
sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS
secara otomatis membatalkan transaksi pembelian dan
penjualan SBN dimaksud.
f. Atas …
57
f. Atas batalnya transaksi pembelian dan penjualan SBN
sebagaimana dimaksud dalam huruf e, Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
butir XIV.1.b.
VII. TRANSAKSI VALAS TERHADAP SBN
1. Transaksi Valas Terhadap SBN merupakan instrumen yang
digunakan oleh Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai
tukar Rupiah dengan cara:
a.
b.
transaksi pembelian SBN secara outright oleh Bank
Indonesia; dan
transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank
Indonesia,
yang dilakukan pada saat bersamaan.
2. Peserta Transaksi Valas Terhadap SBN adalah Peserta OPT yang
merupakan Bank Devisa.
3. Transaksi Valas Terhadap SBN dapat dilakukan pada setiap hari
kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Jenis valuta asing dalam Transaksi Valas Terhadap SBN adalah
Dolar Amerika Serikat.
5. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Bank Indonesia melakukan Transaksi Valas Terhadap SBN
dengan mekanisme lelang.
b. Transaksi Valas Terhadap SBN dilakukan melalui sarana
dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Lelang dilakukan dengan metode lelang kurs Dolar Amerika
Serikat terhadap Rupiah (USD/IDR).
d. Bank Indonesia menetapkan harga SBN (fixing price) yang
digunakan sebagai dasar perhitungan SBN yang harus
diserahkan oleh Peserta OPT.
6. Pengumuman …
58
6. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Valas Terhadap SBN
a. Window time lelang Transaksi Valas Terhadap SBN dapat
dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul
16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
b. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang dan
perubahannya paling lambat sebelum window time, melalui
Sistem LHBU dan/atau sarana lain.
c. Pengumuman rencana lelang Transaksi Valas Terhadap SBN
memuat antara lain:
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
5)
target indikatif lelang yang meliputi target valuta asing
yang akan dijual oleh Bank Indonesia atau target
nominal SBN yang akan dibeli oleh Bank Indonesia;
jenis dan seri SBN yang akan ditransaksikan;
6) harga SBN; dan/atau
7)
tanggal dan waktu setelmen.
7. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Valas Terhadap SBN
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang Transaksi
Valas Terhadap SBN secara langsung dan/atau melalui
Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
lelang Transaksi Valas Terhadap SBN untuk kepentingan
Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang Transaksi Valas
Terhadap SBN kepada Bank Indonesia melalui sarana
dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia dalam
window time yang ditetapkan Bank Indonesia.
d. Pengajuan penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap SBN
antara lain meliputi informasi:
1) nama peserta;
2)
tanggal transaksi;
3) kurs …
59
3) kurs USD/IDR;
4)
jenis, seri, dan nominal SBN; dan/atau
5) Standard Settlement Instruction.
e. Pengajuan penawaran lelang pada Transaksi Valas Terhadap
SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) penawaran dapat diajukan lebih dari 1 (satu) kali;
2) dalam setiap penawaran hanya dapat diajukan 1 (satu)
kurs; dan
3) untuk setiap penawaran, Peserta OPT dapat
mengajukan 1 (satu) atau beberapa jenis dan seri SBN.
f. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
g. Dalam hal terjadi koreksi, Peserta OPT dan Lembaga
Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi
untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time
Transaksi Valas Terhadap SBN.
h. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf g dapat
dilakukan terhadap informasi penawaran selain informasi
nama Peserta OPT.
i. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran lelang Transaksi Valas Terhadap
SBN yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
j. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
k. Penawaran lelang pada Transaksi Valas Terhadap SBN
dinyatakan batal dalam hal Peserta OPT dan Lembaga
Perantara:
1) mengajukan penawaran di luar jenis dan seri SBN yang
diterima oleh Bank Indonesia; dan/atau
2)
tidak memenuhi ketentuan pada huruf e dan/atau
huruf f; dan
3) tidak …
60
3)
tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam
window time Transaksi Valas Terhadap SBN.
8. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Valas Terhadap SBN
a. Bank Indonesia menetapkan batas penawaran kurs
USD/IDR yang diterima Bank Indonesia.
b. Bank Indonesia menetapkan penawaran yang dimenangkan
dengan cara:
1) dalam hal kurs yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi
dari batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima
Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran Transaksi Valas
Terhadap SBN yang diajukan; atau
2) dalam hal kurs yang diajukan Peserta OPT sama dengan
batas penawaran kurs USD/IDR yang diterima Bank
Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian penawaran
Transaksi Valas Terhadap SBN yang diajukan secara
proporsional sesuai dengan perhitungan Bank
Indonesia dengan pembulatan nominal SBN terkecil
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Contoh penetapan dan perhitungan nilai nominal pemenang
Transaksi Valas Terhadap SBN tercantum dalam Lampiran V
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang Transaksi Valas Terhadap SBN.
9. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Valas Terhadap SBN
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Valas
Terhadap SBN setelah dilakukan proses penetapan pemenang
lelang dengan cara sebagai berikut:
a. mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara
keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa
nominal seluruh penawaran SBN yang masuk, nominal SBN
yang dimenangkan, nominal valuta asing yang dijual oleh
Bank …
61
Bank Indonesia, dan rata-rata tertimbang (weighted average)
kurs USD/IDR yang dimenangkan.
b. melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara
individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia antara lain berupa:
1) nominal valuta asing yang diterima Peserta OPT;
2) seri dan nominal SBN yang diterima Bank Indonesia;
3) kurs USD/IDR yang dimenangkan;
4)
tanggal valuta atau tanggal setelmen;
5) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta
OPT; dan/atau
6) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT.
c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga
Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing
system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi
akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau
2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan
dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan.
10. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN
a. Bank Indonesia melakukan setelmen Transaksi Valas
Terhadap SBN pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
transaksi.
b. Setelmen Transaksi Valas Terhadap SBN terdiri atas
setelmen pembelian SBN dan setelmen penjualan valuta
asing oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia melaksanakan setelmen penjualan valuta
asing setelah setelmen pembelian SBN berhasil diselesaikan.
d. Peserta OPT wajib menyediakan SBN di Rekening Surat
Berharga untuk setelmen pembelian SBN oleh Bank
Indonesia dan dana Rupiah di Rekening Giro Rupiah yang
mencukupi untuk setelmen penjualan valuta asing oleh
Bank Indonesia.
e. Setelmen …
62
e. Setelmen pembelian SBN oleh Bank Indonesia dilakukan
melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS.
f. Setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia
dilakukan melalui Bank Koresponden yang ditunjuk oleh
Bank Indonesia dan Sistem BI-RTGS.
g. Jenis dan seri SBN yang mencukupi sebagaimana dimaksud
dalam huruf c harus tersedia di Rekening Surat Berharga
Peserta OPT dan telah dilakukan transfer ke Rekening Surat
Berharga Bank Indonesia paling lambat pada pukul 14.00
WIB waktu Sistem BI-RTGS atau batas waktu lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tanggal setelmen
Transaksi Valas Terhadap SBN.
h. Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT sebesar nilai setelmen pembelian SBN oleh Bank
Indonesia setelah menerima transfer seluruh jenis dan seri
SBN yang menjadi kewajiban Peserta OPT.
i. Bank Indonesia mentransfer valuta asing ke rekening Peserta
OPT pada Bank Koresponden sebesar valuta asing yang
dimenangkan setelah dilakukan pendebetan Rekening Giro
Rupiah Peserta OPT untuk setelmen penjualan valuta asing
oleh Bank Indonesia.
j. Dalam hal Peserta OPT tidak melakukan transfer jenis dan
seri SBN yang cukup ke Rekening Surat Berharga Bank
Indonesia sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam huruf g, Transaksi Valas Terhadap SBN
Peserta OPT dinyatakan batal.
k. Dalam hal pada tanggal setelmen Peserta OPT tidak memiliki
dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban
setelmen penjualan valuta asing oleh Bank Indonesia,
Peserta OPT wajib membayar nominal transaksi pada hari
kerja berikutnya.
l. Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN karena Peserta
OPT tidak melakukan transfer jenis dan seri SBN yang cukup
ke Rekening Surat Berharga Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam huruf j, pada tanggal setelmen Peserta OPT
harus …
63
harus melakukan construct transfer dari rekening Surat
Berharga Bank Indonesia ke Rekening Surat Berharga
Peserta OPT atas SBN yang sebelumnya telah berhasil
ditransfer paling lambat sebelum periode cut-off warning BI-
SSSS.
m. Atas batalnya Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana
dimaksud dalam huruf j, Peserta OPT yang bersangkutan
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.1.b.
n. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat menyelesaikan
kewajibannya pada tanggal setelmen sebagaimana dimaksud
dalam huruf k, Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan
sanksi sebagaimana diatur dalam butir XIV.2.
VIII. TERM DEPOSIT RUPIAH
1. Term Deposit Rupiah merupakan penempatan dana dalam Rupiah
milik Peserta OPT secara berjangka di Bank Indonesia.
2. Term Deposit Rupiah merupakan instrumen yang digunakan Bank
Indonesia untuk Absorpsi Likuiditas Rupiah di pasar uang.
3. Term Deposit Rupiah memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama
12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang
dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai
dengan tanggal jatuh waktu;
b. dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga;
c. perhitungan bunga dengan menggunakan sistem diskonto;
d. ditatausahakan dalam BI-SSSS; dan
e. dapat dilakukan Early Redemption baik keseluruhan atau
sebagian.
4. Mekanisme Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan
mekanisme lelang melalui Sistem BI-ETP.
b. Lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan dengan
metode sebagai berikut:
1) harga …
64
1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat diskonto
transaksi Term Deposit Rupiah ditetapkan oleh Bank
Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat
diskonto transaksi Term Deposit Rupiah diajukan oleh
Peserta OPT.
5. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Term Deposit
Rupiah
a. Bank Indonesia dapat melakukan lelang transaksi Term
Deposit Rupiah pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
b. Window time lelang transaksi Term Deposit Rupiah dapat
dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul
16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi
Term Deposit Rupiah dan perubahannya paling lambat
sebelum window time melalui Sistem BI-ETP, Sistem-LHBU,
dan/atau sarana lain.
d. Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit Rupiah
memuat antara lain:
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) window time;
4)
jangka waktu;
5) metode lelang;
6)
target indikatif, apabila lelang transaksi Term Deposit
Rupiah dilaksanakan dengan metode harga beragam
(variable rate tender);
7)
tingkat diskonto, apabila lelang transaksi Term Deposit
Rupiah dilaksanakan dengan metode harga tetap (fixed
rate tender); dan/atau
8)
tanggal dan waktu setelmen.
6. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang transaksi
Term …
65
Term Deposit Rupiah secara langsung dan/atau melalui
Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
lelang transaksi Term Deposit Rupiah untuk kepentingan
Peserta OPT.
c. Peserta OPT secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara mengajukan penawaran lelang transaksi Term
Deposit Rupiah kepada Bank Indonesia melalui Sistem BI-
ETP dalam window time yang ditetapkan.
d. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit Rupiah
meliputi:
1) nilai nominal, untuk lelang dengan metode harga tetap
(fixed rate tender); atau
2) nilai nominal dan tingkat diskonto, untuk lelang dengan
metode harga beragam (variable rate tender),
untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit
Rupiah yang akan dilakukan.
e. Peserta OPT mengajukan setiap penawaran dengan nilai
nominal paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
f. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan
dengan metode harga beragam (variable rate tender),
pengajuan setiap penawaran tingkat diskonto dilakukan
dengan kelipatan sebesar 0,01% (nol koma nol satu persen).
g. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran lelang Term Deposit Rupiah yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
h. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan
penawaran lelang yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia.
7. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan
dengan metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan
pemenang lelang dihitung dengan cara:
1) penawaran …
66
1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya; atau
2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank
Indonesia, dengan pembulatan nominal terkecil sebesar
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Dalam hal lelang transaksi Term Deposit Rupiah dilakukan
dengan metode harga beragam (variable rate tender),
penetapan pemenang lelang dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT lebih rendah dari Stop Out Rate (SOR) yang
ditetapkan,
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran yang diajukan;
atau
b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) yang
ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian penawaran
yang diajukan secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indonesia, dengan pembulatan
nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang transaksi Term Deposit Rupiah.
8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term
Deposit Rupiah setelah window time ditutup, sebagai berikut:
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana
Sistem BI-ETP dan/atau sarana lain, antara lain berupa
nilai nominal dan tingkat diskonto yang dimenangkan;
dan …
67
dan
b. secara keseluruhan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU,
dan/atau sarana lain, antara lain berupa nominal seluruh
penawaran yang dimenangkan, Stop Out Rate (SOR),
dan/atau rata-rata tertimbang tingkat diskonto Term
Deposit Rupiah.
9. Setelmen Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Setelmen Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Rupiah
1) Bank Indonesia melakukan setelmen hasil
lelang
transaksi Term Deposit Rupiah paling lambat 1 (satu)
hari kerja setelah pengumuman hasil lelang transaksi
Term Deposit Rupiah.
2) Peserta OPT wajib memiliki dana di Rekening Giro
Rupiah yang mencukupi untuk memenuhi setelmen
transaksi Term Deposit Rupiah.
3) Setelmen dana transaksi Term Deposit Rupiah
dilakukan
transaksi per transaksi
dengan mekanisme penyelesaian
(gross to gross) dengan
mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar
total nilai tunai Term Deposit Rupiah.
4) Nilai tunai transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) dihitung berdasarkan
diskonto murni (true discount) dengan rumus:
Nilai Nominal x 360
Nilai
=
Tunai
360+(Tingkat Diskonto x Jangka Waktu)
Nilai
Diskonto
Keterangan:
Nilai Nominal
= Nilai Nominal - Nilai
Tunai
= nilai nominal Term Deposit
Rupiah yang dimenangkan dari
hasil lelang
Tingkat Diskonto = tingkat
diskonto
yang
dimenangkan dari hasil lelang
Jangka …
68
Jangka waktu
= jumlah hari yang dihitung 1
(satu) hari sesudah tanggal
setelmen lelang sampai dengan
tanggal transaksi Term Deposit
Rupiah jatuh waktu.
5) Dalam hal dana di Rekening Giro Rupiah Peserta OPT
tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
transaksi Term Deposit Rupiah sampai dengan waktu
yang ditetapkan
untuk setelmen sehingga
mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara
otomatis membatalkan transaksi Term Deposit Rupiah
Peserta OPT yang bersangkutan.
6) Atas batalnya transaksi Term Deposit Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT
yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam butir XIV.1.b.
b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Rupiah
1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit
Rupiah, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term
Deposit Rupiah jatuh waktu secara otomatis melalui BI-
SSSS sebesar nilai nominal Term Deposit Rupiah dengan
mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT.
2) Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit
Rupiah, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit
Rupiah ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah,
pelaksanaan setelmen jatuh waktu tersebut dilakukan
pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan
tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud.
10. Early Redemption Transaksi Term Deposit Rupiah
a. Pengajuan Early Redemption
1) Peserta OPT dapat mengajukan Early Redemption
transaksi Term Deposit Rupiah dari pukul 15.00 WIB
sampai dengan pukul 17.00 WIB.
2) Nilai nominal setiap pengajuan Early Redemption paling
kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) …
69
rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3) Pengajuan Early Redemption dilakukan melalui sarana
BI-SSSS.
b. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen pada tanggal
pengajuan Early Redemption (same day settlement) pada awal
periode pre cut-off Sistem BI-RTGS.
c. Perhitungan Nilai Early Redemption
Nilai Nominal
Nilai Tunai
Early Redemption=
Term Deposit Rupiah x 360
yang Di-Early Redeem
360 Hari + ( Term Deposit Rupiah x
RRT Diskonto
Pada Saat Diterbitkan
Nilai Nominal
Biaya=
Term Deposit Rupiah
yang Di-Early Redemption
x (
Repo Rate
Lending
Facility
- Term Deposit Rupiah ) x
RRT Diskonto
Pada Saat Diterbitkan
Sisa
Jangka
Waktu
)
Sisa Jangka Waktu
360
Nilai Setelmen
Early Redemption =
Keterangan:
RRT
Repo Rate Lending
Facility
Nilai Tunai
Early Redemption
- Biaya
= rata-rata tertimbang
= Tingkat bunga repo yang dikenakan
atas transaksi Lending Facility (BI 7-
Day Repo Rate ditambah marjin
tertentu)
IX. TERM DEPOSIT VALUTA ASING
1. Term Deposit valuta asing merupakan penempatan dana dalam
valuta asing milik Peserta OPT secara berjangka di Bank
Indonesia.
2. Term Deposit valuta asing merupakan instrumen yang digunakan
oleh Bank Indonesia untuk mengelola likuiditas valuta asing
dalam rangka mendukung stabilitas nilai tukar Rupiah.
3. Transaksi …
70
3. Transaksi Term Deposit valuta asing memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a.
jenis valuta asing yaitu Dolar Amerika Serikat;
b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama
12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang
dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai
dengan tanggal jatuh waktu;
c. dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga;
d. perhitungan bunga dengan menggunakan metode bunga
dibayar di belakang (simple interest);
e. dapat dilakukan Early Redemption baik keseluruhan atau
sebagian; dan
f. dapat dialihkan menjadi Transaksi Swap jual Dolar Amerika
Serikat terhadap Rupiah Bank Indonesia.
4. Peserta OPT yang dapat mengikuti transaksi Term Deposit valuta
asing adalah Bank Devisa.
5. Transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan pada hari kerja
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
6. Mekanisme Transaksi Term Deposit Valuta Asing
a. Transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan melalui
sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan dengan
mekanisme lelang menggunakan metode sebagai berikut:
1) harga tetap (fixed rate tender), dengan tingkat bunga
transaksi Term Deposit valuta asing ditetapkan oleh
Bank Indonesia; atau
2) harga beragam (variable rate tender), dengan tingkat
bunga transaksi Term Deposit valuta asing diajukan oleh
Peserta OPT.
7. Pendaftaran dan Pengkinian Informasi Untuk Mengikuti Lelang
Transaksi Term Deposit Valuta Asing
a. Sebelum mengikuti pelaksanaan lelang transaksi Term
Deposit valuta asing, dilakukan pendaftaran dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta …
71
1) Peserta OPT menyampaikan surat permohonan
pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term
Deposit valuta asing, yang dilengkapi dengan informasi
paling kurang sebagai berikut:
a) nama Peserta OPT;
b) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT;
c) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID) dalam
hal Peserta OPT telah memiliki Terminal Controller
Identifier (TCID);
d) dalam hal Peserta OPT memiliki rekening di Bank
Koresponden, Peserta OPT menyampaikan:
(1) nama Bank Koresponden;
(2) 1 (satu) nomor rekening Peserta OPT di Bank
Koresponden; dan
(3) Bank Identifier Code (BIC) Bank Koresponden.
e) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki rekening di
Bank Koresponden, Peserta OPT menyampaikan:
(1) nama bank perantara (intermediary bank)
yang ditunjuk untuk keperluan setelmen;
(2) 1 (satu) nomor rekening Peserta OPT di bank
perantara (intermediary bank) yang ditunjuk
untuk keperluan setelmen;
(3) Bank Identifier Code (BIC) bank perantara
(intermediary bank) yang ditunjuk untuk
keperluan setelmen;
(4) nama Bank Koresponden;
(5) 1 (satu) nomor rekening bank perantara
(intermediary bank) yang ditunjuk untuk
keperluan setelmen di Bank Koresponden; dan
(6) Bank Identifier Code (BIC) Bank Koresponden.
f) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dealer yang
berwenang melakukan transaksi Term Deposit
valuta asing; dan
g) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dari pejabat
yang membawahi dealer yang berwenang
melakukan …
72
melakukan transaksi Term Deposit valuta asing
sebagaimana dimaksud dalam huruf f).
2) Lembaga Perantara menyampaikan surat permohonan
pendaftaran untuk mengikuti lelang transaksi Term
Deposit valuta asing, yang dilengkapi dengan informasi
paling kurang sebagai berikut:
a) nama Lembaga Perantara;
b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier (TCID)
Lembaga Perantara;
c) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan broker yang
berwenang melakukan transaksi Term Deposit
valuta asing; dan
d) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan dari pejabat
yang membawahi broker yang berwenang
melakukan transaksi Term Deposit valuta asing
sebagaimana dimaksud dalam huruf c).
b. Surat permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud
dalam huruf a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
mewakili Peserta OPT atau Lembaga Perantara dan hanya
disampaikan pada saat pertama kali akan melakukan
transaksi Term Deposit valuta asing melalui surat kepada
Bank Indonesia.
Contoh surat tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
c. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut:
Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional Tresuri dan
Pinjaman
Grup Operasional Tresuri
Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. M.H Thamrin No. 2
Jakarta 10350
cc …
73
cc. Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi
Moneter
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat akan
diberitahukan melalui surat dan/atau media lain.
d. Dalam hal terjadi perubahan informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Peserta OPT dan Lembaga
Perantara menyampaikan pengkinian informasi melalui
surat dengan menggunakan contoh surat sebagaimana
dimaksud dalam huruf b.
e. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf d disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam huruf c.
f. Bank Indonesia menyampaikan persetujuan pendaftaran
untuk mengikuti lelang transaksi Term Deposit valuta asing
kepada Peserta OPT dan Lembaga Perantara melalui surat
yang memuat informasi antara lain sebagai berikut:
1) nama Peserta OPT dan/atau Lembaga Perantara;
2) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT;
3) Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta OPT
dan/atau Lembaga Perantara;
4) kode individual page yang terdiri dari active page,
historical page, dan confirmation page pada sistem
otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing;
5) Standard Settlement Instruction Peserta OPT; dan
6)
tanggal efektif untuk mengikuti lelang transaksi Term
Deposit valuta asing.
8. Pengumuman dan Pelaksanaan Lelang Transaksi Term Deposit
Valuta Asing
a. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang transaksi
Term Deposit valuta asing dan perubahannya paling lambat
sebelum window time melalui sistem otomasi lelang Operasi
Moneter valuta asing, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain.
b. Window time lelang transaksi Term Deposit valuta asing
dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan
pukul 16.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia …
74
Indonesia.
c. Pengumuman rencana lelang transaksi Term Deposit valuta
asing memuat antara lain:
1) sarana transaksi;
2)
tanggal lelang;
3) nama lelang (auction name);
4)
jangka waktu;
5) window time;
6) metode lelang;
7)
tingkat bunga, apabila lelang transaksi Term Deposit
valuta asing dilaksanakan dengan metode harga tetap
(fixed rate tender);
8)
target indikatif, apabila lelang transaksi Term Deposit
valuta asing dilaksanakan dengan metode harga
beragam (variable rate tender);
9)
tanggal setelmen (tanggal valuta); dan/atau
10) tanggal jatuh waktu.
9. Pengajuan Penawaran Lelang Transaksi Term Deposit Valuta
Asing
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran lelang transaksi
Term Deposit valuta asing secara langsung dan/atau melalui
Lembaga Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran
lelang transaksi Term Deposit valuta asing untuk
kepentingan Peserta OPT.
c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran
lelang transaksi Term Deposit valuta asing kepada Bank
Indonesia melalui sarana dealing system dan dalam window
time yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan
waktu yang tercatat pada sistem di Bank Indonesia.
d. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valuta asing
untuk lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender)
memuat informasi paling kurang sebagai berikut:
1) nama lelang (auction name);
2) penawaran nilai nominal;
3) tingkat …
75
3)
tingkat bunga sesuai dengan yang diumumkan oleh
Bank Indonesia; dan
4) Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta OPT, dalam
hal Lembaga Perantara mengajukan penawaran untuk
dan atas nama Peserta OPT,
untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit
valuta asing.
e. Pengajuan penawaran transaksi Term Deposit valuta asing
untuk lelang dengan metode harga beragam (variable rate
tender) memuat informasi paling kurang sebagai berikut:
1) nama lelang (auction name);
2) penawaran nilai nominal;
3)
tingkat bunga; dan
4) Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta OPT, dalam
hal Lembaga Perantara mengajukan penawaran untuk
dan atas nama Peserta OPT,
untuk masing-masing jangka waktu transaksi Term Deposit
valuta asing.
f. Pengajuan penawaran lelang transaksi Term Deposit valuta
asing sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan/atau huruf
e dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari Peserta
OPT paling kurang sebesar USD5,000,000.00 (lima juta
dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan
sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat);
2) dalam hal lelang transaksi Term Deposit valuta asing
dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate
tender), pengajuan setiap penawaran tingkat bunga
dilakukan dengan kelipatan 1 (satu) bps (basis point)
atau 0,01% (nol koma nol satu persen);
3) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta OPT dan
Lembaga Perantara dapat mengajukan koreksi untuk
setiap penawaran yang diajukan dalam window time
transaksi Term Deposit valuta asing;
4) koreksi …
76
4) koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dapat
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Peserta OPT dapat mengajukan koreksi terhadap
informasi penawaran selain informasi nama lelang
(auction name); dan/atau
b) Lembaga Perantara yang mengajukan penawaran
lelang Term Deposit valuta asing untuk dan atas
nama Peserta OPT dapat mengajukan koreksi
terhadap informasi penawaran selain informasi
Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta OPT
dan nama lelang (auction name);
5) koreksi penawaran harus memenuhi persyaratan
pengajuan penawaran sebagaimana dimaksud dalam
angka 1), angka 2), angka 3), dan angka 4);
6) Peserta OPT dan Lembaga Perantara harus memantau
kebenaran data penawaran transaksi Term Deposit
valuta asing yang disampaikan kepada Bank Indonesia;
7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran yang disampaikan
kepada Bank Indonesia;
8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia;
9) Lembaga Perantara harus menyampaikan informasi
kepada Peserta OPT mengenai transaksi Term Deposit
valuta asing yang telah diajukan untuk kepentingan
Peserta OPT.
10. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Term Deposit Valuta Asing
a. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga tetap (fixed
rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung dengan
cara:
1) penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT
dimenangkan seluruhnya; atau
2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian
secara …
77
secara proporsional sesuai dengan perhitungan Bank
Indonesia dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar
Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan:
a) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima
puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan
menjadi 0 (nol); dan
b) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu
dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan
menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar
Amerika Serikat).
b. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga beragam
(variable rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung
dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat bunga transaksi
Term Deposit valuta asing tertinggi yang dapat diterima
atau Stop Out Rate (SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang
dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta
OPT lebih rendah dari Stop Out Rate (SOR) yang
ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran yang diajukan;
atau
b) dalam hal tingkat bunga yang diajukan Peserta
OPT sama dengan Stop Out Rate (SOR) yang
ditetapkan, Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh atau sebagian penawaran
yang diajukan secara proporsional sesuai dengan
perhitungan Bank Indonesia dengan pembulatan
ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat
dengan ketentuan:
(1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00
(lima puluh ribu dolar Amerika Serikat)
dibulatkan menjadi 0 (nol); dan
(2) untuk …
78
(2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh
ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih
dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus
ribu dolar Amerika Serikat).
Contoh perhitungan nilai nominal dan penetapan
pemenang lelang transaksi Term Deposit valuta asing
tercantum dalam Lampiran VI.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang lelang transaksi Term Deposit valuta asing.
11. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valuta Asing
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi Term
Deposit valuta asing setelah dilakukan proses penetapan
pemenang lelang oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT dan Lembaga
Perantara melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter
valuta asing, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain berupa:
1) nilai nominal penawaran yang dimenangkan;
2)
tingkat bunga Term Deposit valuta asing, apabila
transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan dengan
metode harga tetap (fixed rate tender); dan/atau
3)
rata-rata tertimbang tingkat bunga Term Deposit valuta
asing, apabila transaksi Term Deposit valuta asing
dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate
tender).
b. secara individual kepada masing-masing pemenang lelang
melalui sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing
dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
antara lain berupa:
1)
jangka waktu;
2) nilai nominal;
3)
tingkat bunga; dan/atau
4) nominal bunga Term Deposit valuta asing,
yang dimenangkan.
c. Peserta …
79
c. Peserta OPT dapat mengakses pengumuman hasil lelang
transaksi Term Deposit valuta asing sebagaimana dimaksud
dalam huruf b dalam confirmation page pada sistem otomasi
lelang Operasi Moneter valuta asing.
12. Setelmen Transaksi Term Deposit Valuta Asing
a. Setelmen Hasil Lelang Transaksi Term Deposit Valuta Asing
1) Setelmen hasil transaksi Term Deposit valuta asing
dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal transaksi.
2) Peserta OPT menyediakan dana di rekening giro pada
Bank Koresponden atau bank perantara (intermediary
bank) yang ditunjuk untuk keperluan setelmen, yang
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen
transaksi Term Deposit valuta asing.
3) Pada tanggal setelmen, Peserta OPT wajib mentransfer
dana atas kewajiban setelmen transaksi Term Deposit
valuta asing untuk setiap penawaran atau sesuai
dengan jumlah nominal yang dimenangkan ke rekening
Bank Indonesia di Bank Koresponden.
4) Peserta OPT menyampaikan konfirmasi setelmen
transaksi Term Deposit valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) melalui SWIFT message
format MT320 atau sarana lain kepada Bank Indonesia
c.q. Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman.
5) Dalam hal Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 3),
transaksi Term Deposit valuta asing dinyatakan batal.
6) Atas batalnya transaksi Term Deposit valuta asing
sebagaimana dimaksud dalam angka 5), Peserta OPT
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam butir
XIV.3.a.
7) Dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi
penghentian sementara mengikuti kegiatan Operasi
Moneter sebagaimana dimaksud dalam butir XIV.4,
apabila pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu)
kali …
80
kali pembatalan transaksi Term Deposit valuta asing
maka pembatalan tersebut hanya dihitung sebanyak 1
(satu) kali.
b. Setelmen Jatuh Waktu Transaksi Term Deposit Valuta Asing
1) Pada tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valuta
asing, Bank Indonesia melakukan pelunasan Term
Deposit valuta asing jatuh waktu dengan melakukan
transfer ke rekening giro Peserta OPT pada Bank
Koresponden sebesar nilai tunai.
2) Nilai tunai sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Nilai Tunai = N x (1 + r
k
360
)
Keterangan:
N = nilai nominal Term Deposit valuta asing
r
= tingkat bunga yang dimenangkan
k = jangka waktu Term Deposit valuta asing
c. Dalam hal setelah terjadinya transaksi Term Deposit valuta
asing, tanggal jatuh waktu transaksi Term Deposit valuta
asing ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah,
pelaksanaan setelmen jatuh waktu tersebut dilakukan pada
hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan
bunga untuk hari libur dimaksud.
13. Early Redemption Transaksi Term Deposit Valuta Asing
a. Pengajuan Early Redemption
1) Peserta OPT dapat mengajukan Early Redemption Term
Deposit valuta asing paling cepat 3 (tiga) hari setelah
setelmen hasil lelang transaksi Term Deposit valuta
asing yang akan dilakukan Early Redemption.
2) Peserta OPT dapat mengajukan Early Redemption pada
setiap hari kerja, kecuali pada hari pelaksanaan lelang
Term Deposit valuta asing dengan jangka waktu melebihi
overnight.
3) Pengajuan …
81
3) Pengajuan Early Redemption sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) dilakukan dari pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 11.00 WIB.
4) Pengajuan dilakukan melalui sarana dealing system
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5) Pengajuan Early Redemption disertai informasi reference
number dan informasi nama lelang (auction name) pada
saat pengajuan lelang transaksi Term Deposit valuta
asing.
6) Pengajuan Early Redemption, baik keseluruhan atau
sebagian, dilakukan untuk nilai nominal penuh yang
tercantum dalam setiap deal ticket.
7) Pengajuan Early Redemption disertai informasi deal
ticket konfirmasi pada saat transaksi yang diperoleh
Peserta OPT pada saat pengumuman hasil lelang,
dengan mencantumkan informasi waktu transaksi yang
akan dilakukan Early Redemption (waktu Greenwich
Mean Time/GMT).
8) Peserta OPT yang melakukan Early Redemption Term
Deposit valuta asing memperoleh bunga secara
proporsional dengan perhitungan sebagai berikut:
Bunga=
Nominal
Early
Redemption
x
Tingkat
Bunga
k
x
360 Hari
Keterangan:
k = jangka waktu sampai dengan setelmen Early
Redemption Term Deposit valuta asing di Bank
Indonesia
9) Peserta OPT dikenakan biaya Early Redemption Term
Deposit valuta asing sebesar 10% (sepuluh persen) dari
bunga sebagaimana dimaksud dalam angka 8).
b. Setelmen …
82
b. Setelmen Early Redemption
Bank Indonesia melakukan setelmen Early Redemption pada
2 (dua) hari kerja setelah tanggal pengajuan Early
Redemption.
c. Perhitungan Nilai Early Redemption
Nilai tunai Early Redemption adalah sebesar nilai nominal
Term Deposit valuta asing yang dilakukan Early Redemption
ditambah bunga dikurangi biaya Early Redemption, dengan
rumus sebagai berikut:
Nilai
Tunai
Nilai Nominal
= Term Deposit Valas + Bunga -
Early Redemption yang Di-Early Redeem
Biaya
Early
Redemption
14. Pengalihan Transaksi Term Deposit Valuta Asing Menjadi
Transaksi Swap Jual Bank Indonesia
a. Pengajuan Pengalihan Transaksi Term Deposit Valuta Asing
Menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia
1) Dalam hal Peserta OPT membutuhkan likuiditas
Rupiah, Peserta OPT dapat mengajukan pengalihan
Term Deposit valuta asing menjadi Transaksi Swap Jual
Bank Indonesia.
2) Pengajuan pengalihan Term Deposit valuta asing
menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia
dilakukan melalui sarana dealing system yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia pada setiap hari kerja
kecuali pada hari pelaksanaan lelang Term Deposit
valuta asing dengan jangka waktu melebihi overnight.
3) Pengajuan pengalihan Term Deposit valuta asing
menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia
dilakukan untuk nilai nominal penuh yang tercantum
dalam setiap deal ticket.
4) Pengajuan pengalihan Term Deposit valuta asing
menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia sekaligus
merupakan pengajuan Early Redemption atas Term
Deposit valuta asing yang akan dialihkan.
5) Early …
83
5) Early Redemption Term Deposit valuta asing
sebagaimana dimaksud dalam angka 4) mengikuti
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 12.a.1),
butir 12.a.8), dan butir 12.a.9).
6) Transaksi Swap Jual Bank Indonesia yang berasal dari
pengalihan Term Deposit valuta asing dilakukan dengan
jangka waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
paling singkat 7 (tujuh) hari.
7) Premi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia yang
berasal dari pengalihan Term Deposit valuta asing
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
8) Peserta OPT dapat mengajukan pengalihan transaksi
Term Deposit valuta asing menjadi Transaksi Swap Jual
Bank Indonesia dari pukul 08.00 WIB sampai dengan
pukul 10.00 WIB.
9) Bank Indonesia menyampaikan informasi premi
Transaksi Swap Jual Bank Indonesia kepada Peserta
OPT pada pukul 14.00 WIB dan sekaligus meminta
Peserta OPT untuk memberikan konfirmasi.
10) Dalam hal Peserta OPT tidak menyepakati premi
Transaksi Swap Jual Bank Indonesia yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia, proses Transaksi Swap Jual Bank
Indonesia tidak dilanjutkan dan Term Deposit valuta
asing yang bersangkutan tetap diteruskan (tidak
dilakukan Early Redemption).
11) Dalam hal Peserta OPT menyepakati premi Transaksi
Swap Jual Bank Indonesia yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, Peserta OPT memberikan konfirmasi (deal
confirmation) transaksi Early Redemption Term Deposit
valuta asing dan transaksi Transaksi Swap Jual Bank
Indonesia melalui sarana dealing system yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
12) Atas transaksi pengalihan Term Deposit valuta asing
menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia, Bank
Indonesia memberikan bunga dan mengenakan biaya
kepada …
84
kepada Peserta OPT sesuai ketentuan Early Redemption
sebagaimana dimaksud dalam butir 12.a.8) dan butir
12.a.9).
b. Setelmen Pengalihan Transaksi Term Deposit Valuta Asing
menjadi Transaksi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia
1) Bank Indonesia melakukan setelmen Early Redemption
dalam rangka pengalihan Term Deposit valuta asing
menjadi Transaksi Swap Jual Bank Indonesia dengan
cara transfer bunga ke rekening giro Peserta OPT pada
Bank Koresponden setelah dikurangi biaya Early
Redemption, pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
pengajuan pengalihan.
2) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg transaksi
Transaksi Swap Jual Bank Indonesia dalam rangka
pengalihan Term Deposit valuta asing menjadi Transaksi
Swap Jual Bank Indonesia pada 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal pengajuan pengalihan dengan prosedur
sebagai berikut:
a) Bank Indonesia melakukan pencatatan pengalihan
valuta asing dari Early Redemption Term Deposit
valuta asing menjadi sumber dana untuk setelmen
valuta asing Transaksi Swap Jual Bank Indonesia.
b) Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah
sebesar ekuivalen dalam Rupiah dari nilai nominal
Term Deposit valuta asing yang dialihkan dikalikan
kurs spot yang ditetapkan pada tanggal Transaksi
Swap Jual Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam butir XI.2.c.
3) Pada tanggal setelmen second leg Transaksi Swap Jual
Bank Indonesia, Bank Indonesia melakukan setelmen
transaksi dengan prosedur sebagai berikut:
a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT sebesar nilai nominal valuta asing
Transaksi Swap Jual Bank Indonesia dikalikan
kurs …
85
kurs forward (forward rate) yang ditetapkan pada
tanggal Transaksi Swap Jual Bank Indonesia.
b) Bank Indonesia melakukan transfer valuta asing ke
rekening giro Peserta OPT di Bank Koresponden
sebesar nilai nominal valuta asing Transaksi Swap
Jual Bank Indonesia.
c) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg
Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang
cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, maka
Peserta OPT yang bersangkutan wajib membayar
nilai nominal transaksi pada hari kerja berikutnya.
d) Pembayaran nilai nominal Transaksi Swap Jual
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
huruf c) dilakukan melalui pendebetan Rekening
Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia.
e) Atas keterlambatan pemenuhan kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf c),
Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam butir XIV.3.b.
X. TRANSAKSI SPOT
1. Transaksi Spot merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank
Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dengan
cara:
a. Transaksi Spot Jual Bank Indonesia; atau
b. Transaksi Spot Beli Bank Indonesia.
2. Jenis valuta asing yang digunakan dalam Transaksi Spot adalah
Dolar Amerika Serikat.
3. Transaksi Spot dilakukan secara bilateral antara Bank Indonesia
dengan Peserta OPT secara langsung atau melalui Lembaga
Perantara.
4. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Spot adalah Bank
Devisa.
5. Transaksi …
86
5. Transaksi Spot dilakukan melalui sarana dealing system yang
digunakan Bank Indonesia.
6. Setelmen Transaksi Spot dilakukan pada 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal transaksi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Transaksi Spot Jual Bank Indonesia
1) Pada tanggal setelmen Transaksi Spot, Bank Indonesia
melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke
rekening giro Peserta OPT di Bank Koresponden sebesar
nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Spot yang
disepakati.
2) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat yang
disepakati dikalikan kurs Transaksi Spot yang
disepakati.
3) Dalam hal pada tanggal setelmen Transaksi Spot Peserta
OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk
memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib
menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk
memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja
berikutnya.
4) Pembayaran nominal Transaksi Spot sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) dilakukan melalui
pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank
Indonesia.
5) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Peserta OPT
yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam butir XIV.2.b.
b. Untuk Transaksi Spot Beli Bank Indonesia
1) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar
Amerika Serikat sebesar nilai nominal Dolar Amerika
Serikat Transaksi Spot yang disepakati ke rekening
Bank Indonesia di Bank Koresponden paling lambat
pada tanggal setelmen.
2) Pada …
87
2) Pada tanggal setelmen Transaksi Spot, Bank Indonesia
mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar
nilai nominal Dolar Amerika Serikat dikalikan kurs yang
disepakati pada saat Transaksi Spot.
3) Dalam hal pada tanggal setelmen Peserta OPT tidak
memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud
dalam angka 1), Peserta OPT wajib menyelesaikan
transfer dana Dolar Amerika Serikat pada hari kerja
berikutnya.
4) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Peserta OPT
yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam butir XIV.2.b.
XI. TRANSAKSI SWAP
1. Transaksi Swap merupakan instrumen yang digunakan oleh
Bank Indonesia untuk mendukung pengelolaan likuiditas dan
menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dengan cara:
a. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia; atau
b. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia.
2. Transaksi Swap memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.
jenis mata uang yang digunakan adalah Dolar Amerika
Serikat terhadap Rupiah;
b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama
12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang
dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai
dengan tanggal jatuh waktu;
c. kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang
digunakan dalam Transaksi Swap adalah JISDOR; dan
d. kurs forward Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang
digunakan dalam Transaksi Swap adalah kurs spot
ditambah premi swap.
3. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Swap adalah Bank
Devisa.
4. Transaksi …
88
4. Transaksi Swap dilakukan pada hari kerja yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
5. Mekanisme Transaksi Swap
a. Transaksi Swap Secara Lelang
1) Transaksi Swap secara lelang dilakukan melalui sarana
dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2) Transaksi Swap secara lelang dilakukan dengan metode
sebagai berikut:
a) harga tetap (fixed rate tender), dengan premi swap
ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau
b) harga beragam (variable rate tender), dengan premi
swap diajukan oleh Peserta OPT.
3) Pendaftaran dan Pengkinian Informasi Untuk Mengikuti
Transaksi Swap Secara Lelang
a) Sebelum mengikuti pelaksanaan Transaksi Swap
secara lelang, dilakukan pendaftaran dengan
ketentuan sebagai berikut:
(1) Peserta OPT menyampaikan surat
permohonan pendaftaran untuk mengikuti
Transaksi Swap secara lelang, yang dilengkapi
dengan informasi paling kurang sebagai
berikut:
(a) nama Peserta OPT;
(b) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT;
(c) 1 (satu) Terminal Controller Identifier
(TCID) dalam hal Peserta OPT telah
memiliki Terminal Controller Identifier
(TCID);
(d) dalam hal Peserta OPT memiliki rekening
di Bank Koresponden, Peserta OPT
menyampaikan:
i.
nama Bank Koresponden;
ii.
1 (satu) nomor rekening Peserta
OPT di Bank Koresponden; dan
iii. Bank …
89
iii.
Bank Identifier Code (BIC) Bank
Koresponden;
(e) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki
rekening di Bank Koresponden, Peserta
OPT menyampaikan:
i.
nama bank
perantara
(intermediary bank) yang ditunjuk
untuk keperluan setelmen;
ii.
1 (satu) nomor rekening Peserta
OPT di bank perantara
(intermediary bank) yang ditunjuk
untuk keperluan setelmen;
iii.
Bank Identifier Code (BIC) bank
perantara (intermediary bank) yang
ditunjuk untuk keperluan
setelmen;
iv.
v.
nama Bank Koresponden;
1 (satu) nomor rekening bank
perantara (intermediary bank) yang
ditunjuk untuk keperluan setelmen
di Bank Koresponden; dan
vi.
Bank Identifier Code (BIC) Bank
Koresponden.
(f) nomor Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT;
(g) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan
dealer yang berwenang melakukan
Transaksi Swap secara lelang; dan
(h) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan
dari pejabat yang membawahi dealer
yang berwenang melakukan Transaksi
Swap secara lelang sebagaimana
dimaksud dalam huruf (g).
(2) Lembaga Perantara menyampaikan surat
permohonan pendaftaran untuk mengikuti
Transaksi …
90
Transaksi Swap secara lelang, yang dilengkapi
dengan informasi paling kurang sebagai
berikut:
(a) nama Lembaga Perantara;
(b) 1 (satu) Terminal Controller Identifier
(TCID) Lembaga Perantara;
(c) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan
broker yang berwenang melakukan
Transaksi Swap secara lelang; dan
(d) nama, e-mail, dan contoh tanda tangan
dari pejabat yang membawahi broker
yang berwenang melakukan Transaksi
Swap secara lelang sebagaimana
dimaksud dalam huruf (c).
b) Surat permohonan pendaftaran sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang mewakili Peserta OPT atau
Lembaga Perantara dan hanya disampaikan pada
saat pertama kali akan melakukan Transaksi Swap
secara lelang melalui surat kepada Bank Indonesia.
Contoh surat tercantum dalam Lampiran VII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
c) Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b)
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
alamat sebagai berikut:
Bank Indonesia c.q. Departemen Operasional
Tresuri dan Pinjaman
Grup Operasional Tresuri
Divisi Pengelolaan Sistem dan Informasi Operasi
Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. M.H Thamrin No. 2
Jakarta 10350
cc …
91
cc. Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup
Operasi Moneter
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat
menyurat akan diberitahukan melalui surat
dan/atau media lain.
d) Dalam hal terjadi perubahan informasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf a), Peserta
OPT dan Lembaga Perantara menyampaikan
pengkinian informasi melalui surat dengan
menggunakan contoh surat sebagaimana
dimaksud dalam huruf b).
e) Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf d)
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
alamat sebagaimana dimaksud dalam huruf c).
f) Bank Indonesia menyampaikan persetujuan
pendaftaran untuk mengikuti Transaksi Swap
secara lelang kepada Peserta OPT dan Lembaga
Perantara melalui surat, yang memuat informasi
antara lain sebagai berikut:
1) nama Peserta OPT dan/atau Lembaga
Perantara;
2) Bank Identifier Code (BIC) Peserta OPT;
3) Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta
OPT dan/atau Lembaga Perantara;
4) kode individual page yang terdiri dari active
page, historical page, dan confirmation page
pada sistem otomasi lelang Operasi Moneter
valuta asing;
5) Standard Settlement Instruction Peserta OPT;
dan/atau
6)
tanggal efektif untuk mengikuti Transaksi
Swap secara lelang.
4) Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Swap Secara
Lelang
a) Bank Indonesia mengumumkan rencana Transaksi
Swap …
92
Swap secara lelang dan perubahannya paling
lambat sebelum window time, melalui sistem
otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing,
Sistem LHBU, dan/atau sarana lain.
b) Window time Transaksi Swap secara lelang dapat
dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan
pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
c) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud
dalam huruf b) dibuka sebelum penerbitan
JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR
hari kerja sebelumnya.
d) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud
dalam huruf b) dibuka setelah penerbitan JISDOR,
kurs spot yang digunakan adalah JISDOR pada
tanggal transaksi.
e) Pengumuman rencana Transaksi Swap secara
lelang antara lain meliputi:
(1)
jenis Transaksi Swap;
(2) sarana transaksi;
(3)
tanggal lelang;
(4) nama lelang (auction name);
(5)
jangka waktu;
(6) window time;
(7) metode lelang;
(8) premi swap, apabila Transaksi Swap
dilaksanakan dengan metode harga tetap
(fixed rate tender);
(9)
target indikatif, apabila Transaksi Swap
dilaksanakan dengan metode harga beragam
(variable rate tender);
(10) mata uang;
(11) kurs spot;
(12) tanggal setelmen (tanggal valuta); dan/atau
(13) tanggal jatuh waktu.
5) Pengajuan …
93
5) Pengajuan Penawaran Transaksi Swap Secara Lelang
a) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran
Transaksi Swap secara lelang secara langsung
dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan
penawaran Transaksi Swap secara lelang untuk
kepentingan Peserta OPT.
c) Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan
penawaran Transaksi Swap secara lelang kepada
Bank Indonesia melalui sarana dealing system dan
dalam window time yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia sesuai dengan waktu yang tercatat pada
sistem di Bank Indonesia.
d) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara
lelang dengan metode harga tetap (fixed rate tender)
memuat informasi paling kurang sebagai berikut:
(1) nama lelang (auction name);
(2) penawaran nilai nominal; dan
(3) Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta
OPT, dalam hal Lembaga Perantara
mengajukan penawaran untuk dan atas nama
Peserta OPT,
untuk masing-masing jangka waktu Transaksi
Swap secara lelang.
e) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara
lelang dengan metode harga beragam (variable rate
tender) memuat informasi paling kurang sebagai
berikut:
(1) nama lelang (auction name);
(2) penawaran nilai nominal;
(3) premi swap; dan
(4) Terminal Controller Identifier (TCID) Peserta
OPT, dalam hal Lembaga Perantara
mengajukan penawaran untuk dan atas nama
Peserta OPT,
untuk …
94
untuk masing-masing jangka waktu Transaksi
Swap secara lelang.
f) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara
lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf d)
dan/atau huruf e) dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
(1) pengajuan setiap penawaran nilai nominal
dari Peserta OPT paling kurang sebesar
USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika
Serikat) dan paling banyak sebesar
USD50,000,000.00 (lima puluh juta dolar
Amerika Serikat), dengan kelipatan sebesar
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat);
(2) dalam hal lelang Transaksi Swap dilakukan
dengan metode harga beragam (variable rate
tender), pengajuan setiap penawaran premi
swap dari Peserta OPT dan Lembaga
Perantara paling kurang sebesar Rp1,00 (satu
rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan
sebesar Rp1,00 (satu rupiah);
(3) dalam hal terjadi koreksi penawaran, Peserta
OPT dan Lembaga Perantara dapat
mengajukan koreksi untuk setiap penawaran
yang diajukan dalam window time Transaksi
Swap secara lelang;
(4) koreksi sebagaimana dimaksud dalam angka
(3) dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
(a) Peserta OPT dapat mengajukan koreksi
terhadap informasi penawaran selain
informasi nama lelang (auction name);
dan/atau
(b) Lembaga Perantara yang mengajukan
penawaran Transaksi Swap secara lelang
untuk …
95
untuk dan atas nama Peserta OPT dapat
mengajukan koreksi terhadap informasi
penawaran selain informasi Terminal
Controller Identifier (TCID) Peserta OPT
dan nama lelang (auction name);
(5) koreksi
penawaran harus memenuhi
persyaratan pengajuan penawaran
sebagaimana dimaksud dalam angka (1),
angka (2), angka (3), dan angka (4);
(6) Peserta OPT dan Lembaga Perantara harus
memantau kebenaran data penawaran
Transaksi Swap secara lelang yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia;
(7) Peserta OPT dan Lembaga Perantara
bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran Transaksi Swap secara lelang yang
disampaikan kepada Bank Indonesia;
(8) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia;
(9) Lembaga Perantara harus menyampaikan
informasi kepada Peserta OPT mengenai
Transaksi Swap secara lelang yang telah
diajukan untuk kepentingan Peserta OPT.
6) Penetapan Pemenang Transaksi Swap Secara Lelang
a) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga
tetap (fixed rate tender), penetapan pemenang
lelang dihitung dengan cara:
(1) penawaran nilai nominal yang diajukan
Peserta OPT dimenangkan seluruhnya; atau
(2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai
nominal yang diajukan Peserta OPT dapat
dimenangkan sebagian secara proporsional
sesuai dengan perhitungan Bank Indonesia.
b) Dalam hal lelang dilakukan dengan metode harga
beragam …
96
beragam (variable rate tender), penetapan
pemenang lelang dihitung dengan cara:
(1) Bank Indonesia menetapkan batas premi
swap yang diterima; dan
(2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang
dimenangkan dengan cara:
(a) Untuk Transaksi Swap Jual Bank
Indonesia
i. dalam hal premi swap yang diajukan
Peserta OPT lebih tinggi dari batas
penawaran premi swap yang
diterima Bank Indonesia, Peserta
OPT
yang
bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran
yang diajukan; atau
ii. dalam hal premi swap yang diajukan
Peserta OPT sama dengan batas
penawaran premi swap yang
diterima Bank Indonesia, Peserta
OPT
yang
bersangkutan
memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran yang
diajukan secara proporsional sesuai
dengan perhitungan Bank
Indonesia.
Contoh perhitungan pemenang Transaksi
Swap Jual Bank Indonesia secara lelang
tercantum dalam Lampiran VII.
(b) Untuk Transaksi Swap Beli Bank
Indonesia
i. dalam hal premi swap yang diajukan
Peserta OPT lebih rendah dari batas
penawaran premi swap yang
diterima Bank Indonesia, Peserta
OPT
yang
bersangkutan
memenangkan …
97
memenangkan seluruh penawaran
yang diajukan; atau
ii. dalam hal premi swap yang diajukan
Peserta OPT sama dengan batas
penawaran premi swap yang
diterima Bank Indonesia, Peserta
OPT
yang
bersangkutan
memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran yang
diajukan secara proporsional sesuai
dengan perhitungan Bank
Indonesia.
Contoh perhitungan pemenang Transaksi
Swap Beli Bank Indonesia secara lelang
tercantum dalam Lampiran VII.
(c) Pembulatan nominal yang dimenangkan
oleh pemenang Transaksi Swap secara
lelang dengan proporsional sebagaimana
dimaksud dalam butir a)(2), butir(2)(a)ii,
dan butir (2)(b)ii dilakukan dengan
pembulatan ke seratus ribuan Dolar
Amerika Serikat terdekat dengan
ketentuan:
i. untuk nominal kurang dari
USD50,000.00 (lima puluh ribu
dolar Amerika Serikat) dibulatkan
menjadi 0 (nol); dan
ii. untuk nominal USD50,000.00 (lima
puluh ribu dolar Amerika Serikat)
atau lebih dibulatkan menjadi
USD100,000.00 (seratus ribu dolar
Amerika Serikat).
(d) Bank Indonesia dapat menetapkan
bahwa tidak ada pemenang lelang
Transaksi Swap.
7) Pengumuman …
98
7) Pengumuman Hasil Transaksi Swap Secara Lelang
Bank Indonesia mengumumkan hasil Transaksi Swap
secara lelang setelah dilakukan proses penetapan
pemenang lelang oleh Bank Indonesia, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) secara keseluruhan kepada semua Peserta OPT
dan Lembaga Perantara melalui sistem otomasi
lelang Operasi Moneter valuta asing, Sistem LHBU,
dan/atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, antara lain berupa:
(1) nilai nominal Transaksi Swap yang
dimenangkan;
(2) premi swap per jangka waktu, apabila
Transaksi Swap dilakukan dengan metode
harga tetap (fixed rate tender); dan/atau
(3) rata-rata tertimbang (weighted average) premi
swap per jangka waktu, apabila Transaksi
Swap dilakukan dengan metode harga
beragam (variable rate tender).
b) secara individual kepada masing-masing
pemenang lelang melalui sistem otomasi lelang
Operasi Moneter valuta asing dan/atau sarana lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain
berupa:
(1)
jangka waktu;
(2) nilai nominal Transaksi Swap secara lelang
yang dimenangkan;
(3) kurs spot;
(4) kurs forward; dan/atau
(5) premi swap,
yang dimenangkan.
c) Peserta OPT dapat mengakses pengumuman hasil
lelang …
99
lelang Transaksi Swap sebagaimana dimaksud
dalam huruf b) dalam confirmation page pada
sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta
asing.
d) Peserta OPT yang telah memenangkan penawaran
dilarang melakukan pengakhiran Transaksi Swap
secara lelang sebelum jatuh waktu (early
termination).
b. Transaksi Swap Secara Nonlelang
Transaksi Swap secara nonlelang dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1)
transaksi dilakukan secara bilateral antara Bank
Indonesia dengan Peserta OPT secara langsung atau
melalui Lembaga Perantara; dan
2)
transaksi dilakukan melalui sarana dealing system yang
digunakan Bank Indonesia.
6. Setelmen Transaksi Swap
a. Untuk Transaksi Swap Jual Bank Indonesia
1) Setelmen First Leg
a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada
2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap.
b) Setelmen first leg dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
(1) Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro
Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen
first leg;
(2) Peserta OPT mentransfer dana Dolar Amerika
Serikat untuk setiap penawaran yang
dimenangkan dalam Transaksi Swap secara
lelang atau sebesar nilai yang disepakati
dalam Transaksi Swap secara nonlelang ke
rekening Bank Indonesia di Bank
Koresponden.
c) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud
dalam butir b)(1) dihitung sebesar nilai nominal
Dolar …
100
Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan dalam
Transaksi Swap secara lelang atau sebesar nilai
yang disepakati dalam Transaksi Swap nonlelang
dikalikan dengan kurs spot.
d) Dalam rangka pelaksanaan setelmen first leg
sebagaimana dimaksud dalam butir b)(2), Peserta
OPT menyampaikan konfirmasi setelmen Transaksi
Swap melalui SWIFT message format MT300 atau
sarana lain kepada Bank Indonesia c.q.
Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman.
e) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg, Peserta
OPT tidak melakukan transfer dana Dolar Amerika
Serikat sebesar nilai yang dimenangkan dalam
Transaksi Swap secara lelang atau sebesar nilai
yang disepakati dalam Transaksi Swap secara
nonlelang ke rekening Bank Indonesia di Bank
Koresponden, Peserta OPT wajib menyelesaikan
transfer dana Dolar Amerika Serikat pada hari
kerja berikutnya.
f) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf e),
Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam butir XIV.2.b.
2) Setelmen Second Leg
a) Peserta OPT menyediakan dana Rupiah yang
mencukupi di Rekening Giro Rupiah Peserta OPT
untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg
Transaksi Swap.
b) Pada tanggal setelmen second leg dilakukan hal-hal
sebagai berikut:
(1) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro
Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen
second leg;
(2) Bank Indonesia mentransfer dana Dolar
Amerika Serikat ke rekening Peserta OPT di
Bank …
101
Bank Koresponden sebesar nilai nominal
Dolar Amerika Serikat pada setelmen second
leg.
c) Nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud
dalam butir b)(1) dihitung sebesar nilai nominal
Dolar Amerika Serikat pada setelmen first leg
dikalikan kurs forward.
d) Dalam rangka pelaksanaan setelmen second leg
sebagaimana dimaksud dalam butir b)(1), Peserta
OPT menyampaikan konfirmasi setelmen Transaksi
Swap melalui SWIFT message format MT300 atau
sarana lain kepada Bank Indonesia c.q.
Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman.
e) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg,
Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang
cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen,
Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang
cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada
hari kerja berikutnya.
f) Pemenuhan kewajiban setelmen second leg
Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam
huruf e) dilakukan melalui pendebetan Rekening
Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia.
g) Atas keterlambatan penyediaan dana untuk
memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana
dimaksud dalam huruf e), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam butir XIV.2.b.
b. Untuk Transaksi Swap Beli Bank Indonesia
1) Setelmen First Leg
a) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada
2 (dua) hari kerja setelah tanggal Transaksi Swap.
b) Setelmen first leg dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
(1) Bank …
102
(1) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro
Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen
first leg;
(2) Bank Indonesia melakukan transfer dana
Dolar Amerika Serikat untuk setiap
penawaran yang dimenangkan dalam
Transaksi Swap secara lelang atau sebesar
nilai yang disepakati dalam Transaksi Swap
secara nonlelang ke rekening Peserta OPT di
Bank Koresponden.
c) Nilai setelmen first leg sebagaimana dimaksud
dalam butir b)(1) dihitung sebesar nilai nominal
Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan dalam
Transaksi Swap secara lelang atau sebesar nilai
yang disepakati dalam Transaksi Swap secara
nonlelang dikalikan dengan kurs spot.
d) Dalam rangka pelaksanaan setelmen first leg
sebagaimana dimaksud dalam butir b)(1), Peserta
OPT menyampaikan konfirmasi setelmen Transaksi
Swap melalui SWIFT message format MT300 atau
sarana lain kepada Bank Indonesia c.q.
Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman.
e) Dalam hal pada tanggal setelmen first leg Peserta
OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk
memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib
menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk
memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja
berikutnya.
f) Pemenuhan kewajiban setelmen first leg Transaksi
Swap sebagaimana dimaksud dalam huruf e)
dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro
Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia.
g) Atas …
103
g) Atas keterlambatan penyediaan dana untuk
memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana
dimaksud dalam huruf e), Peserta OPT yang
bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam butir XIV.2.b.
2) Setelmen Second Leg
a) Pada tanggal setelmen second leg dilakukan hal-hal
sebagai berikut:
(1) Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro
Rupiah Peserta OPT sebesar nilai setelmen
second leg;
(2) Peserta OPT mentransfer dana Dolar Amerika
Serikat untuk setiap penawaran yang
dimenangkan dalam Transaksi Swap secara
lelang atau sebesar nilai yang disepakati
dalam Transaksi Swap secara nonlelang ke
rekening Bank Indonesia di Bank
Koresponden.
b) Nilai setelmen second leg sebagaimana dimaksud
dalam butir a)(1) dihitung sebesar nilai nominal
Dolar Amerika Serikat yang dimenangkan dalam
Transaksi Swap secara lelang atau sebesar nilai
yang disepakati dalam Transaksi Swap secara
nonlelang dikalikan kurs forward.
c) Dalam rangka pelaksanaan setelmen second leg
sebagaimana dimaksud dalam butir a)(2), Peserta
OPT menyampaikan konfirmasi setelmen Transaksi
Swap melalui SWIFT message format MT300 atau
sarana lain kepada Bank Indonesia c.q.
Departemen Operasional Tresuri dan Pinjaman.
d) Dalam hal pada tanggal setelmen second leg,
Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam butir a)(2), Peserta
OPT wajib menyelesaikan kewajiban setelmen
melalui transfer dana Dolar Amerika Serikat pada
hari …
104
hari kerja berikutnya.
e) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf d),
Peserta OPT yang bersangkutan dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam butir XIV.2.b.
c. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Swap sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, tanggal setelmen first
leg atau tanggal setelmen second leg ditetapkan sebagai hari
libur oleh Pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada
hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan penambahan
atau pengurangan premi swap untuk hari libur dimaksud.
XII. TRANSAKSI FORWARD
1. Transaksi Forward merupakan instrumen yang digunakan oleh
Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah
dengan cara:
a. Transaksi Forward Jual Bank Indonesia; atau
b. Transaksi Forward Beli Bank Indonesia.
2. Transaksi Forward memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.
jenis valuta asing yang digunakan adalah Dolar Amerika
Serikat;
b. waktu penyerahan dana (tenor) Transaksi Forward
dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja dan paling lama 12
(dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung
sejak 1 (satu) hari setelah tanggal transaksi sampai dengan
tanggal setelmen; dan
c. kurs forward Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang
digunakan adalah kurs JISDOR pada saat transaksi
ditambah premi yang disepakati.
3. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Forward adalah
Bank Devisa.
4. Mekanisme Transaksi Forward
a. Transaksi Forward Secara Lelang
1) Transaksi …
105
1) Transaksi Forward secara lelang dilakukan melalui
sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
2) Transaksi Forward secara lelang dilakukan dengan
metode sebagai berikut:
a) harga tetap (fixed rate tender), dengan forward point
Transaksi Forward ditetapkan oleh Bank
Indonesia; atau
b) harga beragam (variable rate tender), dengan
forward point Transaksi Forward diajukan oleh
Peserta OPT.
3) Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Forward
Secara Lelang
a) Transaksi Forward secara lelang dapat dilakukan
pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
b) Window time Transaksi Forward secara lelang
dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai
dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c) Bank Indonesia mengumumkan rencana Transaksi
Forward secara lelang dan perubahannya paling
lambat sebelum window time, melalui Sistem LHBU
dan/atau sarana lain.
d) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud
dalam huruf b) dibuka sebelum penerbitan
JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR
hari kerja sebelumnya.
e) Dalam hal window time sebagaimana dimaksud
dalam huruf b) dibuka setelah penerbitan JISDOR,
kurs spot yang digunakan adalah JISDOR pada
tanggal transaksi.
f) Pengumuman rencana Transaksi Forward secara
lelang antara lain meliputi:
(1)
jenis …
106
(1)
jenis Transaksi Forward;
(2) sarana transaksi;
(3)
tanggal lelang;
(4) waktu penyerahan dana (tenor);
(5) window time;
(6) metode lelang;
(7)
tanggal setelmen atau tanggal valuta;
(8) forward point, apabila lelang dilakukan
dengan metode harga tetap (fixed rate tender);
(9)
target indikatif lelang, apabila lelang
dilakukan dengan metode harga beragam
(variable rate tender);
(10) jenis valuta; dan/atau
(11) kurs spot.
4) Pengajuan Penawaran Transaksi Forward Secara Lelang
a) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran
Transaksi Forward secara lelang secara langsung
dan/atau melalui Lembaga Perantara.
b) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan
penawaran Transaksi Forward secara lelang untuk
kepentingan Peserta OPT.
c) Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan
penawaran Transaksi Forward secara lelang
kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing
system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam
window time yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d) Pengajuan penawaran Transaksi Forward secara
lelang antara lain meliputi informasi:
(1) nama Peserta OPT;
(2)
(3)
(4)
(5)
tanggal transaksi;
tenor;
tanggal setelmen atau tanggal valuta;
jenis valuta;
(6) nilai nominal apabila lelang dengan metode
harga tetap (fixed rate tender);
(7) nilai …
107
(7) nilai nominal dan forward point apabila lelang
dengan metode harga beragam (variable rate
tender); dan/atau
(8) Standard Settlement Instruction.
e) Pengajuan penawaran Transaksi Forward secara
lelang sebagaimana dimaksud dalam huruf d)
dapat dilakukan paling banyak 2 (dua) kali untuk
masing-masing tenor yang ditawarkan.
f) Pengajuan setiap penawaran nilai nominal dari
Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling sedikit
sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat).
g) Pengajuan setiap penawaran forward point dari
Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling sedikit
sebesar Rp1,00 (satu rupiah) dan selebihnya
dengan kelipatan sebesar Rp1,00 (satu rupiah).
h) Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan
penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara
hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi
untuk setiap penawaran yang diajukan dalam
window time Transaksi Forward secara lelang.
i) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf h)
antara lain dapat dilakukan terhadap informasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf d) kecuali
informasi nama Peserta OPT dan tenor Transaksi
Forward secara lelang.
j) Dalam hal dilakukan koreksi atas jumlah
penawaran (nilai nominal) sebagaimana dimaksud
dalam huruf h), jumlah penawaran (nilai nominal)
dimaksud harus memenuhi
persyaratan
penawaran nilai nominal sebagaimana dimaksud
dalam huruf f).
k) Peserta …
108
k) Peserta OPT dan Lembaga Perantara harus
memantau kebenaran data penawaran Transaksi
Forward secara lelang yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia.
l) Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung
jawab atas kebenaran data penawaran Transaksi
Forward secara lelang yang disampaikan kepada
Bank Indonesia.
m) Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia.
n) Lembaga Perantara harus menyampaikan
informasi kepada Peserta OPT mengenai Transaksi
Forward secara lelang yang telah diajukan untuk
kepentingan Peserta OPT.
o) Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara
mengajukan penawaran yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d),
huruf e), huruf f), dan/atau huruf g), dan tidak
melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam
window time Transaksi Forward secara lelang
sebagaimana dimaksud dalam huruf h), penawaran
dimaksud dinyatakan batal.
p) Bank Indonesia dapat menolak penawaran
Transaksi Forward secara lelang yang diajukan
oleh Peserta OPT apabila Peserta OPT tidak
memiliki counterparty limit yang cukup.
5) Penetapan Pemenang Transaksi Forward Secara Lelang
a) Dalam hal Transaksi Forward secara lelang
dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate
tender), penetapan pemenang lelang dihitung
dengan cara:
(1) penawaran …
109
(1) penawaran nilai nominal yang diajukan
Peserta OPT dimenangkan seluruhnya;
atau
(2) dalam hal diperlukan, penawaran nilai
nominal yang diajukan Peserta OPT dapat
dimenangkan sebagian dengan
perhitungan secara proporsional sesuai
dengan perhitungan Bank Indonesia.
b) Dalam hal Transaksi Forward secara lelang
dilakukan dengan metode harga beragam (variable
rate tender), penetapan pemenang lelang dihitung
dengan cara:
(1) Bank Indonesia menetapkan batas forward
point yang diterima; dan
(2) Bank Indonesia menetapkan penawaran yang
dimenangkan dengan cara:
(a) Untuk Transaksi Forward Jual Bank
Indonesia:
i. dalam hal forward point yang
diajukan Peserta OPT lebih tinggi
dari batas penawaran forward point
yang diterima Bank Indonesia,
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran
yang diajukan; atau
ii. dalam hal forward point yang
diajukan Peserta OPT sama dengan
batas penawaran forward point yang
diterima Bank Indonesia, Peserta
OPT
yang
bersangkutan
memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran yang
diajukan secara proporsional sesuai
dengan perhitungan Bank
Indonesia.
(b) Untuk …
110
(b) Untuk Transaksi Forward Beli Bank
Indonesia:
i. dalam hal forward point yang
diajukan Peserta OPT lebih rendah
dari batas penawaran forward point
yang diterima Bank Indonesia,
Peserta OPT yang bersangkutan
memenangkan seluruh penawaran
yang diajukan; atau
ii. dalam hal forward point yang
diajukan Peserta OPT sama dengan
batas penawaran forward point yang
diterima Bank Indonesia, Peserta
OPT
yang
bersangkutan
memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran yang
diajukan secara proporsional sesuai
dengan perhitungan
Indonesia.
Contoh perhitungan pemenang Transaksi Forward
secara lelang tercantum dalam Lampiran VIII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
c) Pembulatan nilai nominal yang dimenangkan oleh
pemenang Transaksi Forward secara lelang dengan
perhitungan secara proporsional dilakukan dengan
pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika
Serikat terdekat dengan ketentuan:
(1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00
(lima puluh ribu dolar Amerika Serikat)
dibulatkan menjadi 0 (nol); dan
(2) untuk nominal USD50,000.00 (li`ma puluh
ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih
dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus
ribu dolar Amerika Serikat).
d) Bank …
Bank
111
d) Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak
ada pemenang Transaksi Forward secara lelang.
6) Pengumuman Hasil Transaksi Forward Secara Lelang
Bank Indonesia mengumumkan hasil Transaksi
Forward secara lelang setelah dilakukan proses
penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia,
dengan mekanisme sebagai berikut:
a) Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang
kepada semua Peserta OPT dan Lembaga Perantara
secara keseluruhan melalui Sistem LHBU
dan/atau sarana lain, antara lain berupa nilai
nominal Transaksi Forward yang dimenangkan dan
rata-rata tertimbang (weighted average) forward
point per tenor.
b) Melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang
secara individual melalui sarana dealing system
yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain
berupa:
(1) nominal lelang forward yang dimenangkan
Peserta OPT;
(2) forward point yang dimenangkan;
(3)
(4)
jangka waktu transaksi;
tanggal valuta;
(5) permintaan Standard Settlement Instruction
Peserta OPT; dan/atau
(6) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT.
c) Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui
Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf b) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
(1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana
dealing system yang ditetapkan Bank
Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui
Lembaga Perantara; atau
(2) dalam …
112
(2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana
dealing system yang ditetapkan Bank
Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada
Peserta OPT yang bersangkutan.
b. Transaksi Forward Secara Nonlelang
Transaksi Forward secara nonlelang dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1)
transaksi dilakukan secara bilateral antara Bank
Indonesia dengan Peserta OPT secara langsung atau
melalui Lembaga Perantara; dan
2)
transaksi dilakukan melalui sarana dealing system yang
digunakan Bank Indonesia.
5. Setelmen Transaksi Forward
a. Untuk Transaksi Forward Jual Bank Indonesia
1) Pada tanggal valuta Transaksi Forward, Bank Indonesia
melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke
rekening Peserta OPT di Bank Koresponden sebesar nilai
nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Forward yang
dimenangkan atau yang disepakati.
2) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat
Transaksi Forward yang dimenangkan atau yang
disepakati dikalikan kurs setelmen Transaksi Forward.
3) Kurs setelmen Transaksi Forward adalah kurs JISDOR
saat tanggal transaksi ditambah forward point yang
dimenangkan Peserta OPT untuk Transaksi Forward
secara lelang atau kurs yang disepakati untuk
Transaksi Forward secara nonlelang.
4) Dalam hal pada tanggal setelmen Transaksi Forward,
Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup
untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT
wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk
memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja
berikutnya.
5) Pembayaran …
113
5) Pembayaran nominal Transaksi Forward sebagaimana
dimaksud dalam angka 4) dilakukan melalui
pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank
Indonesia.
6) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam huruf 4), Peserta OPT
yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam butir XIV.2.b.
b. Untuk Transaksi Forward Beli Bank Indonesia
1) Pada tanggal valuta Transaksi Forward, Bank Indonesia
mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar
nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Forward
yang dimenangkan atau yang disepakati dikalikan kurs
setelmen Transaksi Forward.
2) Kurs setelmen Transaksi Forward adalah JISDOR pada
tanggal transaksi ditambah forward point yang
dimenangkan Peserta OPT untuk Transaksi Forward
secara lelang atau kurs yang disepakati untuk
Transaksi Forward secara nonlelang.
3) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar
Amerika Serikat sebesar nilai nominal Dolar Amerika
Serikat pada setelmen Transaksi Forward ke rekening
Bank Indonesia di Bank Koresponden paling lambat
pada tanggal setelmen.
4) Dalam hal pada tanggal setelmen, Peserta OPT tidak
memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud
dalam angka 3), Peserta OPT wajib menyelesaikan
transfer dana Dolar Amerika Serikat pada hari kerja
berikutnya.
5) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen
sebagaimana dimaksud dalam angka 4), Peserta OPT
yang bersangkutan dikenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam butir XIV.2.b.
c. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Forward
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, tanggal
setelmen …
114
setelmen ditetapkan sebagai hari libur oleh Pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya.
XIII. PELAKSANAAN OPT DALAM KEADAAN TIDAK NORMAL
1. Pelaksanaan Transaksi OPT Dalam Keadaan Tidak Normal Pada
OPT Rupiah
1. Pelaksanaan Transaksi OPT dalam keadaan tidak normal
pada Transaksi OPT Rupiah adalah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan Sistem Bank Indonesia – Electronic Trading
Platform (Sistem BI-ETP), penyelenggaraan penatausahaan
surat berharga melalui BI-SSSS, dan/atau penyelenggaraan
setelmen dana seketika melalui Sistem BI-RTGS.
2. Transaksi OPT Rupiah sebagaimana dimaksud pada huruf a
antara lain meliputi penerbitan SBI, penerbitan SDBI,
Transaksi Repo, Transaksi Reverse Repo, dan Term Deposit
Rupiah.
2. Pelaksanaan Transaksi OPT Dalam Keadaan Tidak Normal Pada
OPT Valuta Asing
Pelaksanaan Transaksi OPT dalam keadaan tidak normal pada
OPT Valuta Asing berupa transaksi Term Deposit Valuta Asing dan
Transaksi Swap secara lelang diatur sebagai berikut:
a. Pelaksanaan Transaksi Term Deposit Valuta Asing
1) Dalam hal terjadi keadaan tidak normal pada sistem
otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing yang
mempengaruhi kelancaran pelaksanaan lelang
transaksi Term Deposit valuta asing, Bank Indonesia
dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) menyesuaikan window time transaksi Term Deposit
valuta asing;
b) membatalkan proses lelang transaksi Term Deposit
valuta asing yang dilakukan melalui sistem otomasi
lelang Operasi Moneter valuta asing; dan/atau
c) melakukan …
115
c) melakukan transaksi Term Deposit valuta asing
secara manual.
2) Dalam hal dilakukan penyesuaian window time atau
pembatalan proses lelang sebagaimana dimaksud
dalam butir 1)a) dan butir 1)b), Bank Indonesia
menginformasikan kepada Peserta OPT melalui sistem
otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing, Sistem
LHBU dan/atau sarana lain.
3) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat
melakukan proses lelang transaksi Term Deposit valuta
asing secara manual sebagaimana dimaksud dalam
butir 1)c) melalui sarana dealing system dan/atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
misalnya e-mail atau faksimili.
4) Dalam hal Bank Indonesia menetapkan lebih dari 1
(satu) sarana transaksi yang dapat digunakan
sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Peserta OPT
dan/atau Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan
penawaran transaksi Term Deposit valuta asing melalui
1 (satu) sarana transaksi yang ditetapkan Bank
Indonesia.
5) Proses lelang transaksi Term Deposit valuta asing yang
dilakukan secara manual sebagaimana dimaksud
dalam butir 1)c) diatur dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Pengumuman Lelang
(1) Bank Indonesia mengumumkan rencana
lelang transaksi Term Deposit valuta asing
paling lambat sebelum window time transaksi
Term Deposit valuta asing yang dilakukan
secara manual melalui Sistem LHBU dan/atau
sarana lain.
(2) Window time transaksi Term Deposit valuta
asing dapat dilakukan antara pukul 08.00
WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau
waktu …
116
waktu lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
(3) Pengumuman rencana lelang transaksi Term
Deposit valuta asing memuat antara lain:
(a) sarana transaksi;
(b)
(c)
tanggal lelang;
jangka waktu;
(d) window time;
(e) metode lelang;
(f)
tingkat bunga, apabila lelang transaksi
Term Deposit valuta asing dilaksanakan
dengan metode harga tetap (fixed rate
tender);
(g)
target indikatif, apabila lelang transaksi
Term Deposit valuta asing dilaksanakan
dengan metode harga beragam (variable
rate tender);
(h) tanggal setelmen (tanggal valuta);
dan/atau
(i)
tanggal jatuh waktu.
b) Pengajuan Penawaran Lelang
(1) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran
lelang transaksi Term Deposit valuta asing
secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
(2) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan
penawaran lelang transaksi Term Deposit
valuta asing untuk kepentingan Peserta OPT.
(3) Peserta OPT dan Lembaga Perantara
mengajukan penawaran lelang transaksi Term
Deposit valuta asing kepada Bank Indonesia
melalui sarana dealing system dan/atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia dalam window time yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia sesuai dengan waktu
yang …
117
yang tercatat pada sistem di Bank Indonesia.
(4) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term
Deposit valuta asing untuk lelang dengan
metode harga tetap (fixed rate tender) meliputi
informasi antara lain:
(a) nama Peserta OPT;
(b) tanggal transaksi;
(c)
jangka waktu;
(d) tanggal jatuh waktu;
(e) Standard Settlement Instruction;
(f) penawaran nilai nominal; dan/atau
(g)
tingkat bunga sesuai dengan yang
diumumkan oleh Bank Indonesia.
(5) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term
Deposit valuta asing untuk lelang dengan
metode harga beragam (variable rate tender)
meliputi informasi antara lain:
(a) nama Peserta OPT;
(b) tanggal transaksi;
(c)
jangka waktu;
(d) tanggal jatuh waktu;
(e) Standard Settlement Instruction;
(f) penawaran nilai nominal; dan/atau
(g)
tingkat bunga.
(6) Pengajuan penawaran lelang transaksi Term
Deposit valuta asing sebagaimana dimaksud
dalam angka (4) dan/atau angka (5) dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
(a) penawaran dapat diajukan paling banyak
2 (dua) kali untuk masing-masing jangka
waktu yang ditawarkan;
(b) pengajuan setiap penawaran nilai
nominal dari Peserta OPT paling kurang
sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar
Amerika Serikat) dan selebihnya dengan
kelipatan …
118
kelipatan USD1,000,000.00 (satu juta
dolar Amerika Serikat);
(c) dalam hal lelang transaksi Term Deposit
valuta asing dilakukan dengan metode
harga beragam (variable rate tender),
pengajuan setiap penawaran tingkat
bunga dilakukan dengan kelipatan 1
(satu) bps (basis point) atau 0,01% (nol
koma nol satu persen);
(d) dalam hal terjadi koreksi penawaran,
Peserta OPT dan Lembaga Perantara
hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali
koreksi untuk setiap penawaran yang
diajukan dalam window time transaksi
Term Deposit valuta asing;
(e) koreksi sebagaimana dimaksud dalam
huruf (d) dapat dilakukan terhadap
informasi penawaran selain informasi
nama Peserta OPT dan jangka waktu
Term Deposit valuta asing;
(f) koreksi penawaran harus memenuhi
persyaratan pengajuan penawaran
sebagaimana dimaksud dalam huruf (a)
sampai dengan huruf (c);
(g) Peserta OPT dan Lembaga Perantara
harus memantau kebenaran data
penawaran transaksi Term Deposit valuta
asing yang telah disampaikan kepada
Bank Indonesia;
(h) Peserta OPT dan Lembaga Perantara
bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran yang disampaikan kepada
Bank Indonesia;
(i) Peserta OPT dan Lembaga Perantara
dilarang membatalkan penawaran yang
telah …
119
telah disampaikan kepada Bank
Indonesia;
(j) Lembaga Perantara
harus
menyampaikan informasi kepada Peserta
OPT mengenai transaksi Term Deposit
valuta asing yang telah diajukan untuk
kepentingan Peserta OPT; dan
(k) Dalam hal penawaran yang diajukan oleh
Peserta OPT dan Lembaga Perantara
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf (a) sampai dengan
huruf (f) , atau tidak melakukan koreksi
pengajuan penawaran dalam window
time transaksi Term Deposit valuta asing
maka penawaran dimaksud dinyatakan
batal.
c) Penetapan pemenang lelang transaksi Term Deposit
valuta asing sebagaimana diatur dalam butir IX.10.
d) Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Term Deposit
Valuta Asing
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang
transaksi Term Deposit valuta asing setelah
dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh
Bank Indonesia dengan mekanisme sebagai
berikut:
(1) mengumumkan hasil penetapan pemenang
lelang kepada semua Peserta OPT dan
Lembaga Perantara secara keseluruhan
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara
lain berupa:
(a) nilai nominal yang dimenangkan;
(b)
tingkat bunga Term Deposit valuta asing,
apabila transaksi Term Deposit valuta
asing …
120
asing dilakukan dengan metode harga
tetap (fixed rate tender); dan/atau
(c) rata-rata tertimbang tingkat bunga Term
Deposit valuta asing, apabila transaksi
Term Deposit valuta asing dilakukan
dengan metode harga beragam (variable
rate tender).
(2) melakukan konfirmasi kepada Peserta OPT
yang memenangkan lelang secara individual
melalui sarana dealing system dan/atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, misalnya e-mail atau faksimili,
antara lain:
(a) nominal valas dan tingkat bunga yang
dimenangkan Peserta OPT;
jangka waktu;
(b)
(c)
(d)
tanggal setelmen (tanggal valuta);
tanggal jatuh waktu; dan/atau
(e) permintaan
Standard Settlement
Instruction Peserta OPT.
(3) dalam hal penawaran lelang diajukan melalui
Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana
dimaksud dalam angka (2) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
(a) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki
sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia, konfirmasi akan
dilakukan melalui Lembaga Perantara;
atau
(b) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana
dealing system yang ditetapkan Bank
Indonesia, konfirmasi akan dilakukan
kepada Peserta OPT yang bersangkutan.
e) Setelmen transaksi Term Deposit valuta asing
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Transfer …
121
(1) Transfer dana atas kewajiban setelmen
transaksi Term Deposit valuta asing dilakukan
sesuai dengan nilai nominal yang tercantum
pada setiap deal ticket konfirmasi lelang
transaksi Term Deposit valuta asing.
(2) Setelmen transaksi Term Deposit valuta asing
dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada
sistem otomasi lelang Operasi Moneter valuta
asing dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir IX.12.
b. Pelaksanaan Transaksi Swap Secara Lelang
1) Dalam hal terjadi kondisi tidak normal pada sistem
otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing yang
mempengaruhi kelancaran pelaksanaan Transaksi
Swap secara lelang, Bank Indonesia dapat melakukan
hal-hal sebagai berikut:
a) menyesuaikan window time Transaksi Swap secara
lelang;
b) membatalkan proses Transaksi Swap secara lelang
yang dilakukan melalui sistem otomasi lelang
Operasi Moneter valuta asing; dan/atau
c) melakukan Transaksi Swap secara lelang dengan
cara manual.
2) Dalam hal dilakukan penyesuaian window time atau
pembatalan proses lelang sebagaimana dimaksud
dalam butir 1)a) dan butir 1)b), Bank Indonesia
menginformasikan kepada Peserta OPT melalui sistem
otomasi lelang Operasi Moneter valuta asing, Sistem
LHBU dan/atau sarana lain.
3) Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat
melakukan proses Transaksi Swap secara lelang dengan
cara manual sebagaimana dimaksud dalam butir 1)c)
melalui sarana dealing system dan/atau sarana lain
yang ditetapkan Bank Indonesia, misalnya e-mail atau
faksimili.
4) Dalam …
122
4) Dalam hal Bank Indonesia menetapkan lebih dari 1
(satu) sarana transaksi yang dapat digunakan
sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Peserta OPT
dan/atau Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan
penawaran Transaksi Swap secara lelang melalui 1
(satu) sarana transaksi yang ditetapkan Bank
Indonesia.
5) Proses Transaksi Swap secara lelang yang dilakukan
dengan cara manual sebagaimana dimaksud dalam
angka 3) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Pengumuman Lelang
(1) Bank Indonesia mengumumkan rencana
Transaksi Swap secara lelang paling lambat
sebelum window time Transaksi Swap yang
dilakukan dengan cara manual, melalui
Sistem LHBU dan/atau sarana lain.
(2) Window time Transaksi Swap secara lelang
dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB
sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu
lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(3) Dalam hal window time sebagaimana
dimaksud dalam angka (2) dibuka sebelum
penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan
adalah JISDOR hari kerja sebelumnya.
(4) Dalam hal window time sebagaimana
dimaksud dalam angka (2) dibuka setelah
penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan
adalah JISDOR pada tanggal transaksi.
(5) Pengumuman rencana Transaksi Swap secara
lelang memuat antara lain:
(a)
jenis Transaksi Swap;
(b) sarana transaksi;
(c)
(d)
tanggal lelang;
jangka waktu;
(e) window time;
(f) metode …
123
(f) metode lelang;
(g) premi swap, apabila lelang Transaksi
Swap dilaksanakan dengan metode harga
tetap (fixed rate tender);
(h) target indikatif, apabila lelang Transaksi
Swap dilaksanakan dengan metode harga
beragam (variable rate tender);
(i) mata uang;
(j) kurs spot;
(k) tanggal setelmen (tanggal valuta);
dan/atau
(l)
tanggal jatuh waktu.
b) Pengajuan Penawaran Lelang
(1) Peserta OPT dapat mengajukan penawaran
Transaksi Swap secara lelang dengan cara
langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
(2) Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan
penawaran Transaksi Swap secara lelang
untuk kepentingan Peserta OPT.
(3) Peserta OPT dan Lembaga Perantara
mengajukan penawaran lelang Transaksi
Swap kepada Bank Indonesia melalui sarana
dealing system dan/atau sarana lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam
window time yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia sesuai dengan waktu yang tercatat
pada sistem di Bank Indonesia.
(4) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara
lelang dengan metode harga tetap (fixed rate
tender) memuat informasi paling kurang
sebagai berikut:
(a) nama Peserta OPT;
(b)
(c)
tanggal transaksi;
jangka waktu;
(d) tanggal …
124
(d)
tanggal jatuh waktu;
(e) penawaran nilai nominal;
(f) mata uang; dan
(g) Standard Settlement Instruction.
(5) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara
lelang dengan metode harga beragam (variable
rate tender) memuat informasi paling kurang
sebagai berikut:
(a) nama Peserta OPT;
(b)
(c)
(d)
tanggal transaksi;
jangka waktu;
tanggal jatuh waktu;
(e) penawaran nilai nominal;
(f) mata uang;
(g) premi swap; dan
(h) Standard Settlement Instruction.
(6) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara
lelang sebagaimana dimaksud dalam angka (4)
dan angka (5) dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
(a) penawaran dapat diajukan paling banyak
2 (dua) kali untuk masing-masing jangka
waktu yang ditawarkan;
(b) pengajuan setiap penawaran nilai
nominal dari Peserta OPT paling kurang
sebesar USD5,000,000.00 (lima juta
dolar Amerika Serikat) dan selebihnya
dengan
kelipatan
sebesar
USD1,000,000.00 (satu juta dolar
Amerika Serikat);
(c) dalam hal Transaksi Swap secara lelang
dilakukan dengan metode harga beragam
(variable rate tender), pengajuan setiap
penawaran premi swap dari Peserta OPT
dan Lembaga Perantara paling kurang
sebesar …
125
sebesar Rp1,00 (satu rupiah) dan
selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp1,00 (satu rupiah);
(d) dalam hal terjadi koreksi penawaran,
Peserta OPT dan Lembaga Perantara
hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali
koreksi untuk setiap penawaran yang
diajukan dalam window time Transaksi
Swap secara lelang;
(e) koreksi sebagaimana dimaksud dalam
huruf (d) dapat dilakukan terhadap
informasi penawaran selain informasi
nama Peserta OPT dan jangka waktu
Transaksi Swap;
(f) koreksi penawaran harus memenuhi
persyaratan pengajuan penawaran
sebagaimana dimaksud dalam huruf (a)
sampai dengan huruf (c);
(g) Peserta OPT dan Lembaga Perantara
harus memantau kebenaran informasi
penawaran Transaksi Swap secara lelang
yang telah disampaikan kepada Bank
Indonesia;
(h) Peserta OPT dan Lembaga Perantara
bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran yang disampaikan kepada
Bank Indonesia;
(i) Peserta OPT dan Lembaga Perantara
dilarang membatalkan penawaran yang
telah disampaikan kepada Bank
Indonesia;
(j) Lembaga
Perantara
harus
menyampaikan informasi kepada Peserta
OPT mengenai Transaksi Swap secara
lelang …
126
lelang yang telah diajukan untuk
kepentingan Peserta OPT; dan
(k) dalam hal penawaran yang diajukan oleh
Peserta OPT dan Lembaga Perantara
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf (a) sampai dengan
huruf (f) atau tidak melakukan koreksi
pengajuan penawaran dalam window
time Transaksi Swap secara lelang maka
penawaran dimaksud dinyatakan batal.
c) Pengajuan penawaran Transaksi Swap secara
lelang oleh Peserta OPT atau Lembaga Perantara
dilakukan oleh pihak-pihak yang nama, e-mail, dan
contoh tanda tangannya telah ditatausahakan di
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
butir XI.5.a.3)a)(1)(g) atau butir XI.5.a.3)a)(2)(c).
d) Penetapan pemenang lelang Transaksi Swap
sebagaimana diatur dalam butir XI.5.a.6).
e) Pengumuman Hasil Transaksi Swap Secara Lelang
Bank Indonesia mengumumkan hasil Transaksi
Swap secara lelang setelah dilakukan proses
penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia
dengan mekanisme sebagai berikut:
(1) mengumumkan hasil penetapan pemenang
lelang kepada semua Peserta OPT dan
Lembaga Perantara secara keseluruhan
melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lain
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara
lain berupa:
(a) nilai nominal Transaksi Swap yang
dimenangkan;
(b) premi swap per jangka waktu, apabila
Transaksi Swap dilakukan dengan
metode harga tetap (fixed rate tender);
dan/atau
(c) rata …
127
(c) rata-rata tertimbang (weighted average)
premi swap per jangka waktu, apabila
Transaksi Swap dilakukan dengan
metode harga beragam (variable rate
tender).
(2) melakukan konfirmasi kepada Peserta OPT
yang memenangkan lelang secara individual
melalui sarana dealing system dan/atau
sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia,
misalnya e-mail atau faksimili, antara lain:
(a) nominal lelang Transaksi Swap yang
dimenangkan;
(b) premi swap yang dimenangkan;
(c) kurs spot;
(d)
(e)
(f)
jangka waktu transaksi;
tanggal valuta;
tanggal jatuh waktu;
(g) permintaan
Standard Settlement
Instruction Peserta OPT; dan/atau
(h) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT.
(3) dalam hal penawaran lelang diajukan melalui
Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana
dimaksud dalam angka (2) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
(a) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki
sarana dealing system yang ditetapkan
Bank Indonesia, konfirmasi akan
dilakukan melalui Lembaga Perantara;
atau
(b) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana
dealing system yang ditetapkan Bank
Indonesia, konfirmasi akan dilakukan
kepada Peserta OPT yang bersangkutan.
(4) Peserta OPT yang telah memenangkan
penawaran …
128
penawaran dilarang melakukan pengakhiran
Transaksi Swap secara lelang sebelum jatuh
waktu (early termination).
f) Setelmen Transaksi Swap secara lelang dalam hal
terjadi kondisi tidak normal pada sistem otomasi
lelang Operasi Moneter valuta asing dilakukan
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir XI.6.
XIV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Sanksi Transaksi OPT dalam Rupiah
a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat
memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam Rupiah,
meliputi:
1)
transaksi penerbitan SBI sebagaimana dimaksud dalam
butir II.8.a.6);
2)
transaksi penerbitan SDBI sebagaimana dimaksud
dalam butir III.8.a.6);
3) Transaksi Repo sebagaimana dimaksud dalam butir
IV.9.a.1)e), IV.9.a.2)e), IV.9.b.1)g), dan butir IV.9.b.2)d);
4) Transaksi Reverse Repo sebagaimana dimaksud dalam
butir V.9.a.5) dan butir V.9.b.5);
5) pembelian dan penjualan SBN secara outright dari Bank
Indonesia di pasar sekunder sebagaimana dimaksud
dalam butir VI.6.e;
6) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud
dalam butir VII.10.j; dan/atau
7) Transaksi Term Deposit Rupiah sebagaimana dimaksud
dalam butir VIII.9.a.5).
b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (nol koma nol satu
persen) dari nilai transaksi OPT yang dinyatakan batal,
paling …
129
paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
c. Dalam hal transaksi memiliki second leg, nilai transaksi yang
batal sebagaimana dimaksud dalam butir b.2) adalah nilai
transaksi pada saat first leg.
d. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir b.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah
terjadinya pembatalan transaksi.
e. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir b.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah Peserta OPT pada 1 (satu) hari kerja
setelah terjadinya pembatalan transaksi.
2. Sanksi Transaksi OPT dalam Valuta Asing Selain Term Deposit
Valuta Asing
a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat
memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam valuta
asing, meliputi:
1) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud
dalam butir VII.10.k;
2) Transaksi Spot sebagaimana dimaksud dalam butir
X.6.a.4) dan butir X.6.b.4);
3) Transaksi Swap sebagaimana dimaksud dalam butir
XI.6.a.1)e), butir XI.6.a.2)e), butir XI.6.b.1)e) dan butir
XI.6.b.2)d); dan/atau
4) Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam butir
XII.5.a.4) dan butir XII.5.b.4).
b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa:
1)
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar:
a)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
rata-rata suku bunga efektif Fed Fund yang berlaku
pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah
margin sebesar 200 (dua ratus) basis point
dikalikan nilai transaksi dikalikan 1/360 (satu per
tiga …
130
tiga ratus enam puluh), untuk penyelesaian
kewajiban pembayaran dalam valuta asing Dolar
Amerika Serikat;
b)
rata-rata suku bunga yang dikeluarkan oleh bank
sentral atau otoritas moneter di negara valuta yang
bersangkutan (official rate) yang berlaku pada
tanggal penyelesaian transaksi ditambah margin
sebesar 200 (dua ratus) basis point dikalikan nilai
transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus
enam puluh), untuk penyelesaian kewajiban
pembayaran dalam valuta asing non-Dolar Amerika
Serikat; atau
c)
rata-rata BI 7-Day Repo Rate yang berlaku
ditambah margin sebesar 350 (tiga ratus lima
puluh) basis point dikalikan nilai transaksi
dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh),
untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam
Rupiah.
c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir b.1) dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal setelmen.
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening
Giro Rupiah atau Rekening Giro valuta asing Peserta OPT
yang ada di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal kewajiban setelmen.
3. Sanksi Transaksi Term Deposit Valuta Asing
a. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban
setelmen yang menyebabkan batalnya transaksi Term
Deposit valuta asing sebagaimana dimaksud dalam butir
IX.12.a.5), Peserta OPT dikenakan sanksi berupa:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar suku
bunga efektif Fed Fund yang berlaku pada tanggal
penyelesaian …
131
penyelesaian transaksi ditambah margin sebesar 200
(dua ratus) basis point dikalikan nilai transaksi
dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh).
b. Dalam hal Peserta OPT tidak dapat memenuhi kewajiban
pada tanggal setelmen second leg Transaksi Swap Jual Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir IX.14.b.3)c)
maka Peserta OPT dikenakan sanksi berupa:
1)
teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir
a.1); dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar rata-rata
BI 7-Day Repo Rate yang berlaku ditambah margin
sebesar 350 (tiga ratus lima puluh) basis point dikalikan
nilai transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus
enam puluh).
c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir a.1) dan butir b.1) dilakukan paling lambat 2 (dua) hari
kerja setelah pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud
dalam butir IX.12.a.5) atau tidak terpenuhinya kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam butir IX.14.b.3)c).
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro valuta asing Peserta OPT di Bank Indonesia
paling lama 2 (dua) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
e. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir b.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia paling
lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal kewajiban
pelaksanaan setelmen.
4. Sanksi Penghentian Sementara Mengikuti Operasi Moneter
a. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter, yang terdiri
atas transaksi Operasi Pasar Terbuka dan/atau transaksi
Standing Facilities, yang ketiga kali dalam kurun waktu 6
(enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, angka 2, dan angka 3, Peserta OPT
juga …
132
juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk
mengikuti kegiatan Operasi Moneter selama 5 (lima) hari
kerja berturut-turut.
b. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan
Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam huruf a
diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah diperoleh
informasi adanya pembatalan transaksi Operasi Moneter
yang ketiga kalinya.
c. Dalam hal terdapat lebih dari 3 (tiga) kali pembatalan
transaksi Operasi Moneter dalam 1 (satu) hari, pengenaan
sanksi penghentian sementara sebagaimana dimaksud
dalam huruf a hanya memperhitungkan 3 (tiga) kali
pembatalan. Contoh pengenaan sanksi karena pembatalan
transaksi Operasi Moneter tercantum dalam Lampiran IX
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
d. Sanksi pembatasan dan/atau larangan keikutsertaan dalam
Operasi Moneter juga dapat dikenakan bagi peserta Operasi
Moneter yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai pengaturan dan pengawasan moneter dan/atau
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pengaturan dan pengawasan makroprudensial.
5. Sanksi Pelanggaran Kewajiban Minimum Holding Period SBI
a. Bank dan/atau Sub-Registry yang tidak memenuhi
ketentuan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam butir
II.9 dikenakan sanksi sebagai berikut:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (nol koma nol satu
persen) dari nilai transaksi SBI yang tidak memenuhi
ketentuan dimaksud, paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
per hari.
b. Penyampaian …
133
b. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir a.1) dilakukan setelah terlampauinya batas
waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud
dalam butir II.9.b.3).
c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah dan/atau rekening giro Bank
pembayar yang ditunjuk Sub-Registry.
6. Sanksi Pelanggaran Transaksi SDBI Antara Bank Dengan Pihak
Selain Bank di Pasar Sekunder
a. Bank dan/atau Sub-Registry yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.9
dikenakan sanksi sebagai berikut:
1)
teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
2) kewajiban membayar sebesar 0,01% (nol koma nol satu
persen) dari nilai transaksi SDBI yang tidak memenuhi
ketentuan dimaksud paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
per hari.
b. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir a.1) dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah
diketahuinya pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir III.9.
c. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir a.2) dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Rupiah dan/atau rekening giro Bank
pembayar yang ditunjuk Sub-Registry.
XV. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/37/DPM tanggal 16
November 2015 perihal Operasi Pasar Terbuka dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Surat …
134
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31
Oktober 2016
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
TTD
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/24/DPM|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 31 Oktober 2016 </set_date>
<effective_date> 31 Oktober 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '17/37/DPM|SE-BI/2015' </replaced_reg>
<related_reg> '18/12/PBI/2016' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi XIV' </penalty_list>
|
No. 8/17/DASP
Jakarta, 25 Juli 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha
Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong
---------------------------------------------------------------------------
Terjadinya bencana alam berupa gempa bumi, banjir bandang, gunung
meletus atau bencana alam lainnya dan peristiwa tak terduga atau tidak dapat
diperkirakan sebelumnya seperti kerusuhan massal yang kemunculannya bersifat
mendadak yang melanda wilayah tanah air Indonesia, selanjutnya disebut sebagai
Keadaan Darurat, telah banyak menimbulkan dampak yang merugikan baik
secara langsung maupun tidak langsung terhadap seluruh sendi-sendi kehidupan
dan salah satunya mengganggu kehidupan perekonomian di daerah yang terkena
bencana tersebut.
Adanya dampak yang mengganggu kehidupan perekonomian masyarakat
tersebut dapat berakibat pada menurunnya kemampuan masyarakat khususnya
Penarik Cek/Bilyet Giro dalam memenuhi kewajiban penyediaan dana untuk
pembayaran Cek/Bilyet Giro yang telah diterbitkan sebelum terjadinya Keadaan
Darurat. Kondisi tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan terjadinya
penolakan Cek/Bilyet Giro dengan alasan saldo tidak cukup.
Sebagai …
2
Sebagai salah satu upaya untuk mendukung pemulihan perekonomian dan
membantu mengurangi beban kesulitan masyarakat yang tertimpa musibah
khususnya bagi Penarik Cek/Bilyet Giro, dipandang perlu untuk melakukan
perubahan atas Surat Edaran Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Tata
Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong sebagaimana telah diubah dengan
Surat Edaran No.4/17/DASP tanggal 7 November 2002 sebagai berikut:
I. Di antara Angka V dan Angka VI disisipkan angka baru, yaitu Angka V.A
yang berbunyi sebagai berikut:
”V.A. Pembatalan Atas Penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong Karena Alasan
Terjadi Keadaan Darurat
1. Dalam hal terjadi penolakan Cek/Bilyet Giro karena alasan saldo
tidak cukup dan penolakan tersebut nyata-nyata timbul dan
merupakan akibat langsung dari suatu Keadaan Darurat yang
berdampak kepada Penarik, maka atas dasar adanya permohonan
dari Penarik, Tertarik dapat mengajukan permohonan kepada
Bank Indonesia yang Mewilayahi agar penolakan Cek/Bilyet Giro
tersebut tidak dikategorikan sebagai penarikan Cek/Bilyet Giro
Kosong (untuk selanjutnya disebut Permohonan Pembatalan).
2. Permohonan Pembatalan diajukan secara tertulis oleh Tertarik
kepada Bank Indonesia yang Mewilayahi dan harus melampirkan
dokumen-dokumen sekurang-kurangnya sebagai berikut:
a. Fotokopi Cek/Bilyet Giro yang dimintakan pembatalan atas
penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong;
b. Surat pernyataan Penarik yang menjelaskan hubungan antara
terjadinya penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong dengan adanya
suatu Keadaan Darurat yang berdampak langsung kepada diri
Penarik; dan
c. Surat …
3
c. Surat keterangan dari kepolisian dan/atau pejabat
pemerintahan setempat (Kepala Desa, Lurah, Camat dan/atau
Pejabat lainnya yang berwenang) yang menjelaskan bahwa
benar Penarik terkena dampak dari adanya suatu Keadaan
Darurat. Dalam hal Keadaan Darurat yang terjadi berskala
luas sehingga infrastruktur kepolisian dan/atau pemerintahan
setempat tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka surat
keterangan dimaksud tidak diperlukan.
3. Apabila dipandang perlu, Bank Indonesia dapat meminta bukti-
bukti lainnya yang mendukung adanya hubungan kausalitas
antara terjadinya penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong dengan
adanya suatu Keadaan Darurat yang dialami Penarik (bersifat
fakultatif), misalnya foto-foto yang menggambarkan terjadinya
keadaan darurat, pemberitaan media massa, dan lain-lain.
4. Permohonan Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam angka 2
hanya dapat diajukan terhadap Cek/Bilyet Giro Kosong
sebagaimana dimaksud pada angka 2.a yang memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. Tanggal penerbitan yang tertera pada Cek/Bilyet Giro Kosong
adalah tanggal sebelum terjadinya Keadaan Darurat, atau
tanggal yang sama dengan tanggal terjadinya Keadaan Darurat
tetapi waktu penerbitannya dilakukan sebelum terjadinya
Keadaan Darurat; dan
b. Penolakan Cek/Bilyet Giro Kosong dalam
Kliring
Pengembalian (retur) yang jadwal pelaksanaannya adalah
setelah terjadinya Keadaan Darurat.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 4 berlaku juga
untuk Cek yang terbukti secara materiil diberi tanggal
kemudian/mundur (post dated cheque). Pengajuan permohonan
pembatalan …
4
pembatalan oleh Tertarik terhadap Penarikan Cek Kosong yang
berasal dari Cek yang diberi tanggal kemudian/mundur harus
disertai dengan bukti-bukti yang menyatakan bahwa post dated
cheque dimaksud memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada angka 4 huruf a dan b.
6. Permohonan Pembatalan oleh Tertarik sebagaimana dimaksud
pada angka 2 dapat diajukan sepanjang nama Penarik masih
tercatat dalam Tata Usaha penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong
dan/atau dalam Daftar Hitam yang masih berlaku.
7. Permohonan Pembatalan karena Keadaan Darurat tidak
dikenakan biaya administrasi apabila permohonan disetujui oleh
Bank Indonesia.
8. Setiap Permohonan Pembatalan yang tidak disetujui oleh Bank
Indonesia dikenakan biaya administrasi sebesar Rp. 100.000,-
(seratus ribu rupiah). Pengenaan biaya administrasi tunduk pada
ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka V.3.
9. Bank Indonesia yang Mewilayahi memberikan persetujuan atau
penolakan atas Permohonan Pembatalan dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak permohonan telah dilampiri
dengan dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 2
diterima oleh Bank Indonesia secara lengkap, kecuali dalam hal:
a. Permohonan Pembatalan telah diajukan namun Permohonan
Pembatalan masih dalam proses persetujuan atau penolakan
oleh Bank Indonesia; atau
b. Infrastruktur Bank Indonesia yang Mewilayahi tidak berjalan
sebagaimana mestinya;
dapat melebihi waktu 30 (tiga puluh) hari kerja.
10. Dalam …
5
10. Dalam hal Permohonan Pembatalan disetujui Bank Indonesia,
maka apabila:
a. nama Penarik Cek/BG Kosong belum dimasukkan dalam
Daftar Hitam Bank Indonesia, Bank Indonesia yang
Mewilayahi menyampaikan surat pembatalan kepada Tertarik
bahwa penarikan Cek/BG Kosong dimaksud telah dihapus
dari Tata Usaha Cek Kosong Bank Indonesia; atau
b. dalam hal nama Penarik Cek/Bilyet
Giro kosong telah
dimasukkan dalam Daftar Hitam Bank Indonesia, Bank
Indonesia yang Mewilayahi menyampaikan surat koreksi
Daftar Hitam kepada Tertarik dan bank lainnya.
11. Bank Indonesia berwenang melakukan penelitian baik secara
langsung dan/atau secara tidak langsung atas kebenaran informasi
dan/atau dokumen yang
Permohonan Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam angka 2.”
II. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 25 Juli 2006
dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 3 Januari 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
diajukan oleh Tertarik dalam
EDI SISWANTO
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/17/DASP|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 Perihal Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong </reg_title>
<set_date> 25 Juli 2006 </set_date>
<effective_date> 25 Juli 2006, dan mempunyai daya laku surut sejak 3 Januari 2005 </effective_date>
<changed_reg> '2/10/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg>
<extension_of> '4/17/DASP|SE-BI/2002' </extension_of>
<related_reg> '2/10/DASP|SE-BI/2000', '4/17/DASP|SE-BI/2002' </related_reg>
|
No. 9/36/DPNP
Jakarta, 19 Desember 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Perizinan dan Pelaporan Bagi Bank Umum Yang
Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Pedagang Valuta Asing
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 9/11/PBI/2007 tanggal 5 September 2007 tentang Pedagang Valuta Asing
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 118, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4764), dipandang perlu
menetapkan tata cara persetujuan, pelaporan, dan pengenaan sanksi bagi
Pedagang Valuta Asing Bank, dengan ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
A. Pedagang Valuta Asing Bank Umum yang selanjutnya disebut dengan
PVA Bank Umum adalah Bank Umum Bukan Bank Devisa
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah, yang melakukan kegiatan usaha jual beli
Uang Kertas Asing (banknotes) yang selanjutnya disebut UKA dan
pembelian …
pembelian Traveller’s Cheque yang selanjutnya disebut TC, yang telah
memenuhi ketentuan dan persyaratan dalam Peraturan Bank Indonesia
No.9/11/PBI/2007 tanggal 5 September 2007 tentang Pedagang Valuta
Asing.
B.
Izin usaha sebagai PVA yang diberikan kepada kantor pusat Bank
Umum Bukan Bank Devisa, yang selanjutnya disebut BUBBD,
berlaku pula bagi kantor cabang dan kantor-kantor di bawah kantor
cabang dari BUBBD.
C. Penyampaian laporan dinyatakan telah diterima oleh Bank Indonesia
berdasarkan tanggal diterimanya di Bank Indonesia apabila
disampaikan secara langsung atau berdasarkan tanggal stempel pos
apabila disampaikan melalui kantor pos.
D. Peraturan Bank Indonesia yang dimaksudkan dalam ketentuan ini
mengacu kepada PBI No.9/11/PBI/2007 tanggal 5 September 2007 tentang
Pedagang Valuta Asing, yang selanjutnya disebut dengan PBI PVA.
II. TATA CARA PERIZINAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PVA
Tata cara pengajuan permohonan persetujuan bagi BUBBD untuk
melakukan kegiatan usaha sebagai PVA, diatur sebagai berikut:
A. BUBBD yang akan melakukan usaha sebagai PVA wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2. Rencana melakukan kegiatan usaha sebagai PVA tercantum
dalam Rencana Bisnis Bank; dan
3. Memiliki rencana kesiapan operasional.
B. Kantor …
B. Kantor pusat BUBBD mengajukan permohonan persetujuan sebagai
PVA secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan melampirkan
dokumen rencana kesiapan operasional yang memuat informasi
antara lain meliputi:
1. Keberadaan lokasi tempat usaha sesuai alamat yang diajukan;
2. Kelayakan tempat usaha;
3. Sumber daya manusia;
4. Kebijakan, sistem dan prosedur; dan
5. Sarana penunjang kegiatan usaha, paling kurang:
a. Meja counter;
b. Alat deteksi keaslian uang;
c. Tempat penyimpan uang; dan
d. Papan kurs.
C. Pengajuan permohonan persetujuan usaha sebagai PVA sebagaimana
dimaksud pada huruf B disampaikan ke alamat sebagai berikut :
1. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional atau BUBBD yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional dan juga melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), permohonan
dialamatkan kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Perizinan dan
Informasi Perbankan, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350,
sesuai dengan format pada Lampiran 1a, dengan tembusan
kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait; atau
2. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI,
disampaikan kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Perbankan
Syariah …
Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, sesuai dengan
format pada Lampiran 1b; atau
3. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, disampaikan kepada
Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat sesuai dengan format
pada Lampiran 1c.
D. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada kantor pusat
BUBBD mengenai persetujuan atau penolakan permohonan
persetujuan usaha sebagai PVA paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak permohonan diterima secara lengkap oleh Bank
Indonesia.
E. BUBBD wajib melaksanakan kegiatan usaha sebagai PVA paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak persetujuan dari Bank
Indonesia dikeluarkan. Apabila dalam jangka waktu sampai dengan
30 (tiga puluh) hari kalender, BUBBD tidak melaksanakan kegiatan
usaha sebagai PVA maka persetujuan yang diberikan oleh Bank
Indonesia dinyatakan tidak berlaku.
III. TATA CARA PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA
PVA
Tata cara pelaporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA, diatur
sebagai berikut:
A. Bagi Kantor Pusat BUBBD yang telah memperoleh persetujuan usaha
sebagai PVA
1. Pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA wajib dilaporkan
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal
pelaksanaan kegiatan PVA ke alamat sebagai berikut:
a. Bagi …
a. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang
berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada
Bank Indonesia cq. Direktorat Pengawasan Bank terkait,
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 dengan tembusan
kepada Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian
Pengaturan dan Pengawasan PVA, dan Administrasi
(PVAd);
b. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, dialamatkan
kepada KBI setempat, dengan tembusan kepada Direktorat
Pengelolaan Moneter cq. Bagian Pengaturan dan
Pengawasan PVA, dan Administrasi (PVAd).
2. Pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA sebagaimana
dimaksud pada angka 1 di atas dilaporkan sesuai dengan format
pada Lampiran 2.
B. Bagi kantor cabang dan kantor-kantor di bawah kantor cabang dari
BUBBD yang telah memperoleh persetujuan usaha sebagai PVA,
diatur sebagai berikut:
1. Kantor pusat BUBBD wajib melaporkan secara tertulis kepada
Bank Indonesia dalam hal kantor cabang dan kantor-kantor di
bawah kantor cabang dari BUBBD akan melakukan kegiatan
usaha sebagai PVA.
2. Laporan rencana pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA
sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib dilengkapi dokumen
berupa rencana kesiapan operasional.
3. Pengajuan …
3. Pengajuan laporan rencana pelaksanaan kegiatan usaha sebagai
PVA sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan
kegiatan PVA, ke alamat sebagai berikut :
a. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang
berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, dialamatkan
kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Pengawasan Bank
terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, sesuai
dengan format pada Lampiran 3a, dengan tembusan
kepada KBI setempat dalam hal kantor cabang dan
kantor-kantor di bawah kantor cabang dari BUBBD yang
akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA berada di
luar wilayah kerja KPBI; atau
b. Bagi BUBBD yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, dialamatkan
kepada KBI setempat sesuai dengan format pada
Lampiran 3b, dengan tembusan kepada Direktorat
Pengawasan Bank terkait apabila kantor cabang dan
kantor-kantor di bawah kantor cabang dari BUBBD berada
di wilayah kerja KPBI atau kepada KBI dimana kantor
cabang dan kantor-kantor di bawah kantor cabang dari
BUBBD yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai
PVA tersebut berada.
4. Laporan …
4. Laporan pelaksanaan pembukaan kegiatan usaha PVA bagi
kantor cabang dan kantor-kantor di bawah kantor cabang dari
BUBBD yang telah memperoleh izin usaha sebagai PVA
disampaikan ke alamat sebagaimana dimaksud pada angka III.A
di atas, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal
pelaksanaan kegiatan PVA.
IV. TATA CARA PENDAFTARAN ULANG
Tata cara pendaftaran ulang untuk memperoleh persetujuan sebagai PVA
Bank Umum diatur sebagai berikut:
A. Sesuai dengan ketentuan Pasal 54 ayat (2) dan Pasal 55 ayat (1) PBI,
Kantor pusat dan kantor cabang BUBBD yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah, yang
telah memperoleh izin sebagai PVA Bank Umum sebelum tanggal 5
September 2007, harus melakukan pendaftaran ulang untuk
memperoleh persetujuan sebagai PVA, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Pengajuan permohonan pendaftaran ulang dilakukan secara
tertulis dengan dilengkapi fotokopi izin usaha sebagai PVA
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, paling lambat tanggal
5 Maret 2008.
2. Dalam permohonan pendaftaran ulang yang dilakukan oleh
Kantor Pusat BUBBD, dicantumkan pula seluruh kantor dari
BUBBD baik Kantor Pusat, Kantor Cabang, maupun kantor
dibawah Kantor Cabang yang telah melakukan kegiatan usaha
sebagai PVA sebelum berlakunya PBI PVA.
3. Dalam …
3. Dalam hal kantor pusat dan kantor cabang BUBBD yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah, yang telah mendapatkan persetujuan
Bank Indonesia sebagai PVA Bank Umum sebelum tanggal
5 September 2007 tidak melakukan pendaftaran ulang sampai
dengan tanggal 5 Maret 2008 sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 di atas, maka izin usaha PVA Bank Umum dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
B. Pengajuan permohonan pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud
pada butir IV.A diatur sebagai berikut:
1. Bagi kantor pusat dan kantor cabang BUBBD yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang
berkantor pusat di wilayah kerja KPBI disampaikan kepada
Bank Indonesia c.q Direktorat Perizinan dan Informasi
Perbankan Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 dengan
tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian
Pengaturan dan Pengawasan PVA, dan Administrasi (PVAd).
2. Bagi kantor pusat dan kantor cabang BUBBD yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang
berkantor pusat di wilayah kerja KPBI disampaikan kepada
Bank Indonesia c.q Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H.
Thamrin No.2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada
Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Bagian Pengaturan dan
Pengawasan PVA, dan Administrasi (PVAd).
3. Bagi kantor pusat dan kantor cabang BUBBD yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
berdasarkan prinsip syariah yang berkantor pusat di luar wilayah
kerja …
kerja KPBI disampaikan kepada KBI setempat yang mewilayahi
PVA dimaksud dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan
Moneter cq. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA, dan
Administrasi (PVAd).
C. Surat permohonan pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada
huruf B di atas diajukan sesuai dengan format pada lampiran 4.
D. Atas pendaftaran ulang yang diajukan oleh BUBBD, Bank Indonesia
memberitahukan secara tertulis mengenai persetujuan sebagai PVA
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak permohonan diterima
secara lengkap oleh Bank Indonesia.
V.
TATA CARA PELAPORAN
A. Kantor pusat BUBBD yang melakukan kegiatan usaha sebagai PVA
wajib menyampaikan laporan berkala berupa Laporan Kegiatan Usaha
yang selanjutnya disebut LKU, yang diatur sebagai berikut:
1. Kantor pusat BUBBD yang melakukan kegiatan usaha sebagai
PVA wajib menyampaikan LKU yang meliputi laporan transaksi
penjualan dan pembelian UKA serta pembelian TC sebagaimana
contoh pada Lampiran 5a dan Lampiran 5b.
2. LKU disampaikan kepada Bank Indonesia secara berkala setiap
triwulan paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Contoh :
Laporan triwulan I (Januari, Februari dan Maret) diterima oleh
Bank Indonesia paling lambat akhir April tahun berjalan.
3. LKU yang disampaikan kepada Bank Indonesia merupakan
Laporan konsolidasi kegiatan usaha sebagai PVA dari kantor
pusat dan seluruh kantor cabang berikut kantor-kantor di bawah
kantor cabang.
4. Dalam …
4. Dalam rangka keseragaman, tata cara penyusunan LKU
mengacu pada pedoman penyusunan LKU sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 5c.
B. Selain menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A,
kantor pusat BUBBD yang melakukan kegiatan usaha sebagai PVA
wajib menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan
Laporan Transaksi Keuangan Tunai sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
C. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A dibuat secara lengkap,
benar, akurat dan distempel cap perusahaan, serta ditandatangani oleh
pengurus atau pejabat yang berwenang.
D. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A disampaikan ke Bank
Indonesia dalam bentuk disket/CD atau hardcopy yang disertai dengan
surat pengantar yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang.
E. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B
disampaikan ke alamat sebagai berikut:
1. Bagi PVA yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI
disampaikan kepada Bank Indonesia, Direktorat Pengelolaan
Moneter cq. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA, dan
Administrasi (PVAd), Jl.M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350; atau
2. Bagi PVA yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI
disampaikan kepada KBI setempat yang mewilayahi PVA
dimaksud.
F. Dalam hal tanggal berakhirnya penyampaian laporan berkala jatuh
pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur maka laporan berkala
disampaikan pada hari kerja berikutnya.
VI. PENGHENTIAN …
VI. PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PVA BANK UMUM
A. Tata cara penghentian kegiatan usaha sebagai PVA Bank Umum
diatur sebagai berikut:
1. Kantor pusat BUBBD wajib menyampaikan rencana
penghentian kegiatan usaha sebagai PVA secara tertulis kepada
Bank Indonesia.
2. Rencana penghentian kegiatan usaha sebagai PVA harus
dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. Alasan penghentian;
b. Pernyataan dari PVA Bank bahwa seluruh hak dan
kewajiban yang terkait dengan kegiatan PVA Bank
yang dilaksanakan sebelum tanggal penghentian telah
diselesaikan dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab PVA
Bank.
3. Pengajuan rencana penghentian kegiatan usaha sebagai PVA
disampaikan ke alamat sebagaimana diatur dalam angka III.A
paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal
penghentian kegiatan usaha sebagai PVA dengan menggunakan
contoh surat sebagaimana tercantum pada Lampiran 6.
B. Tata cara penghentian kegiatan usaha sebagai PVA Bank pada satu
atau lebih kantor Bank diatur sebagai berikut:
1. Pelaksanaan penghentian kegiatan usaha sebagai PVA pada
1 (satu) atau lebih kantor Bank wajib dilaporkan oleh Kantor
Pusat ke alamat sebagaimana diatur dalam angka III.A paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan
penghentian kegiatan PVA di kantor Bank dengan disertai alasan
penghentian dengan menggunakan contoh surat sebagaimana
tercantum pada Lampiran 6.
2. Dalam …
2. Dalam hal penghentian kegiatan usaha sebagai PVA dilakukan
pada kantor cabang atau kantor-kantor dibawah kantor cabang
yang berada di luar wilayah kerja KBI yang mewilayahi kantor
pusatnya, Kantor Pusat PVA Bank harus menyampaikan 1 (satu)
tembusan laporan penghentian kegiatan usaha sebagai PVA
kepada KBI setempat yang mewilayahi kantor cabang tersebut.
VII. LAIN-LAIN
A. Tata cara penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi PVA Bank
Umum mengacu pada Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan
Prinsip Mengenal Nasabah.
B. PVA Bank Umum dapat memiliki saldo harian pos aktiva
dalam valuta asing paling tinggi sebesar 20% (dua puluh per seratus)
dari modal disetor. Pengertian pos aktiva dalam valas adalah mata
uang kertas asing, uang logam asing bukan emas dan TC yang masih
berlaku, milik BUBBD yang telah memperoleh persetujuan untuk
melakukan kegiatan usaha sebagai PVA, yang dijabarkan dalam
rupiah. Saldo harian pos aktiva dalam valas dimaksud dihitung
dengan menggunakan kurs tengah harian Bank Indonesia yang dapat
dilihat di website Bank Indonesia atau Reuters pada pukul 16.00 WIB.
C.
Izin usaha untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA bagi PVA
Bank Umum dinyatakan tidak berlaku dalam hal seluruh kegiatan
usaha bank yang bersangkutan dibekukan atau izin usaha bank dicabut
oleh Bank Indonesia.
D. Sesuai ketentuan Pasal 54 ayat (1) PBI PVA, Kantor cabang
Bank Umum Devisa yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang telah
mendapatkan …
mendapatkan persetujuan Bank Indonesia sebagai PVA Bank Umum
sebelum berlakunya PBI PVA, dilaporkan oleh Kantor Pusat bank
dimaksud kepada Bank Indonesia sebagai Kantor Cabang yang
melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing.
IX. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 5/14/DPNP tanggal 11 Juli 2003 perihal Tata Cara
Perizinan dan Pelaporan Bagi Bank Umum yang Melakukan Kegiatan Usaha
sebagai Pedagang Valuta Asing dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
sejak tanggal 27 Desember 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DIREKTUR DIREKTORAT
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/36/DPNP|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Perizinan dan Pelaporan Bagi Bank Umum Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Pedagang Valuta Asing </reg_title>
<set_date> 19 Desember 2007 </set_date>
<effective_date> 27 Desember 2007 </effective_date>
<replaced_reg> '5/14/DPNP|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> '9/11/PBI/2007' </related_reg>
|
No.16/20/DSta
Jakarta, 28 November 2014
SURA T EDARA N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 Perihal
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/21/PBI/2011 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa
Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 94,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5242) dan
berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang
Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar
Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 98,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5534) serta
perlunya meningkatkan efektivitas pemantauan terhadap kegiatan Lalu
Lintas Devisa yang dilakukan melalui Bank dan dalam rangka
meningkatkan kualitas statistik Lalu Lintas Devisa, perlu dilakukan
perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu
Lintas Devisa oleh Bank sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 14/12/DSM tanggal 21 Maret 2012 sebagai
berikut:
1. Ketentuan butir IV.A.1 diubah sehingga butir IV.A berbunyi sebagai
berikut:
A. LAPORAN LLD
Laporan LLD yang wajib disampaikan Bank kepada Bank Indonesia
terdiri dari:
1. Laporan Transaksi, yaitu laporan mengenai transaksi Bank
dan …
2
dan/atau Nasabah yang mempengaruhi AFLN/KFLN Bank, dan
Rincian Transaksi Ekspor (RTE) yang disertai Dokumen
Pendukung dan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung
apabila pada Laporan Transaksi yang disampaikan Bank
terdapat transaksi terkait Ekspor Nasabah.
Cakupan Laporan Transaksi terdiri atas:
a. Transaksi di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu dolar Amerika
Serikat) atau ekuivalennya dilaporkan secara individual per
transaksi dan terperinci, yang mencakup keterangan dan
data antara lain mengenai:
1) Jenis AFLN/KFLN, status dan kategori pelaku transaksi,
hubungan keuangan antar pelaku transaksi, jenis valuta
dan nilai transaksi, tujuan transaksi, nama
penerima/pembayar, Bank pengirim/penerima, dan
keterangan transaksi.
2) Khusus untuk transaksi terkait Ekspor Nasabah, RTE
meliputi antara lain nama penerima DHE, sandi kantor
pabean, serta tanggal dan nomor pendaftaran PEB.
3) Khusus transaksi Ekspor yang memerlukan dokumen
pendukung, Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung
meliputi antara lain sandi kantor pabean, tanggal PEB,
nomor pendaftaran PEB, dan nama file.
b. Transaksi sampai dengan USD10.000,00 (sepuluh ribu dolar
Amerika Serikat) atau ekuivalennya dilaporkan secara
gabungan dan dikelompokkan antara lain menurut jenis
rekening, negara debitur/kreditur, jenis valuta, tanpa
dilengkapi dengan keterangan mengenai status dan kategori
pelaku transaksi, hubungan keuangan antarpelaku
transaksi, dan tujuan transaksi.
Dalam hal Nasabah yang melakukan transaksi sampai
dengan USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat)
atau ekuivalennya memberikan keterangan dan data
transaksi secara individual per transaksi dan terperinci,
Bank harus melaporkan transaksi dimaksud secara
individual per transaksi dan terperinci.
Perhitungan …
3
Perhitungan nilai ekuivalen USD untuk transaksi dalam mata
uang selain USD menggunakan kurs tengah akhir bulan yang
diumumkan Bank Indonesia pada PL sebelumnya.
2. Laporan Posisi, yaitu laporan mengenai posisi dan penambahan
atau pengurangan dari setiap jenis AFLN/KFLN Bank.
Cakupan Laporan Posisi meliputi antara lain keterangan dan
data mengenai negara debitur/kreditur dan jenis valuta dari
masing-masing AFLN/KFLN Bank.
Penjelasan lebih lanjut mengenai cakupan Laporan Transaksi
termasuk RTE, Dokumen Pendukung dan Daftar Penyampaian
Dokumen Pendukung, serta Laporan Posisi, adalah sebagaimana
diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
2. Ketentuan butir V.A.5.a, butir V.A.5.b, butir V.A.5.e, dan butir
V.A.7 diubah sehingga butir V.A berbunyi sebagai berikut:
A. TATA CARA PELAPORAN
1. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan
kepada Bank Indonesia oleh kantor pusat bagi Bank yang
berkantor pusat di Indonesia dan oleh kantor cabang yang
bertindak sebagai koordinator bagi Bank yang berkantor pusat
di luar Indonesia.
2. Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan secara online,
masing-masing sesuai MPL dan MPKL.
3. Apabila dalam suatu PL tertentu Bank tidak melakukan
Kegiatan LLD, Bank tetap wajib menyampaikan Laporan LLD.
4. Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka 3 berupa
laporan yang isinya nihil sebagaimana diatur dalam Petunjuk
Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank.
5. Khusus untuk Laporan LLD terkait RTE, Bank harus
menyampaikan Dokumen Pendukung untuk setiap record pada
RTE tersebut yang memenuhi kriteria tertentu, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam hal suatu record RTE terdapat selisih kurang antara
nilai …
4
nilai DHE dan Nilai PEB, penyampaian Dokumen
Pendukung diatur sebagai berikut:
1) Apabila terdapat selisih kurang yang jumlahnya lebih besar
dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah):
a) untuk Ekspor komoditas tambang dan selisih kurang
paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai
PEB, Bank tidak perlu menyampaikan Dokumen
Pendukung;
b) untuk Ekspor komoditas tambang dan selisih kurang
lebih besar dari 10% (sepuluh persen) dari nilai PEB,
Bank harus menyampaikan Dokumen Pendukung;
c) untuk Ekspor komoditas bukan tambang, Bank harus
menyampaikan Dokumen Pendukung.
2) Untuk selisih kurang yang jumlahnya paling banyak sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atau
ekuivalennya, Bank tidak perlu menyampaikan Dokumen
Pendukung.
b. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf a
meliputi antara lain surat keterangan tentang penangguhan
pembayaran dari importir dan perjanjian jual beli antara
eksportir dan importir. Penjelasan lebih lanjut mengenai
Dokumen Pendukung adalah sebagaimana diatur dalam
Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank.
c. Dokumen Pendukung disampaikan Bank dengan
menggunakan Daftar Penyampaian Dokumen Pendukung
sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan
Kegiatan LLD oleh Bank yang disampaikan dalam bentuk
softcopy.
d. Dalam hal Bank melaporkan RTE atau Bank menerima
Dokumen Pendukung untuk transaksi Ekspor dengan cara
pembayaran usance L/C, konsinyasi, pembayaran kemudian,
collection, yang jatuh temponya melebihi atau sama dengan 90
(sembilan puluh) hari setelah tanggal PEB, Bank wajib
menyampaikan Dokumen Pendukung sesuai dengan MPL.
Contoh:
Nasabah …
5
Nasabah Bank, PT A, mengirimkan barang ke luar negeri
dengan cara pembayaran menggunakan usance L/C 180
(seratus delapan puluh) hari. Selanjutnya, berdasarkan
dokumen PEB diperoleh informasi antara lain Tanggal PEB
yaitu 12 Maret 2012. PT A menyampaikan informasi PEB
beserta dokumen pendukung yaitu perjanjian penjualan dan
usance L/C kepada Bank tanggal 15 Maret 2012.
Dalam hal ini, Bank wajib menyampaikan informasi PEB PT A
dalam RTE bulan Maret 2012 beserta Dokumen Pendukungnya
pada MPL bulan April 2012.
e. Untuk RTE terkait pembayaran di muka, Bank
menyampaikan informasi PEB kepada Bank Indonesia
setelah Bank memperoleh informasi dimaksud dari Nasabah
sesuai dengan MPL. Informasi PEB dimaksud meliputi antara
lain sandi kantor pabean, nomor pendaftaran PEB, Tanggal
PEB, Nilai PEB, dan jenis valuta PEB.
Contoh:
Nasabah memperoleh informasi atas PEB yang diterbitkan
tanggal 11 Mei 2015 (hari Senin), yaitu saat barang dikirim.
Nasabah menyampaikan informasi tersebut kepada Bank
tanggal 14 Juli 2015 (hari Selasa).
Dalam hal ini, Bank menyampaikan informasi PEB PT A dalam
RTE bulan Juli 2015 pada MPL bulan Agustus 2015.
f. Bagi Bank yang telah menyampaikan RTE terkait pembayaran
dimuka, Bank wajib melengkapi RTE tersebut dengan nomor
identifikasi dan informasi mengenai PEB sebagaimana
dimaksud pada huruf e dan menyampaikannya beserta
Dokumen Pendukung kepada Bank Indonesia pada MPL
berikutnya setelah Bank memperoleh informasi PEB dari
Nasabah.
Contoh:
Nasabah Bank, PT B, menerima pembayaran dimuka pada
tanggal 20 April 2012 (hari Jum’at) dan Bank telah
menyampaikan RTE terkait informasi atas penerimaan di muka
Nasabah tersebut untuk PL bulan April 2012 yang disampaikan
bulan …
6
bulan Mei 2012 dengan nomor identifikasi tertentu, namun
belum mencakup informasi PEB yang meliputi Sandi Kantor
Pabean, Nomor Pendaftaran PEB, Tanggal PEB, dan Nilai PEB.
Selanjutnya, berdasarkan dokumen PEB yang diterbitkan
tanggal 21 Juni 2012 (hari Kamis) yaitu saat barang dikirim,
Nasabah memperoleh informasi PEB dimaksud yang kemudian
disampaikan kepada Bank tanggal 25 Juni 2012 (hari Senin)
berikut Dokumen Pendukung berupa perjanjian penjualan.
Dalam hal ini, Bank menyampaikan informasi PEB PT B dalam
RTE bulan Juni 2012 beserta Dokumen Pendukungnya pada
MPL bulan Juli 2012 dengan nomor identifikasi yang sama
dengan yang dicantumkan pada RTE bulan April 2012.
6. Dalam hal Laporan LLD terkait RTE tidak dilengkapi dengan
Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 5
maka RTE dimaksud dianggap tidak benar.
7. Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD yang disampaikan oleh
Bank kepada Bank Indonesia harus melalui pentahapan uji
pelaporan yaitu memenuhi persyaratan kuantitas dan persyaratan
kualitas sebagaimana hasil verifikasi sistem.
Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD Bank dinyatakan
telah diterima Bank Indonesia apabila telah memenuhi kedua
tahapan uji pelaporan dan adanya keterangan ’UJI KUALITAS
OK’ dalam aplikasi pelaporan LLD Bank.
Penjelasan lebih lanjut mengenai persyaratan kuantitas dan
kualitas diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD
oleh Bank.
8. Tanggal penerimaan Laporan LLD atau koreksi Laporan LLD
adalah tanggal penerimaan file laporan tersebut yang telah
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas sebagaimana
dimaksud pada angka 7.
9. Apabila Bank dalam MPL melakukan koreksi atas Laporan LLD
yang dinyatakan telah diterima sebagaimana dimaksud pada
angka 8 maka status laporan yang berlaku sesuai dengan status
koreksi laporan yang terakhir disampaikan oleh Bank kepada Bank
Indonesia.
Contoh: …
7
Contoh:
Bank telah menyampaikan laporan LLD untuk PL Juni 2012 pada
tanggal 5 Juli 2012 yang telah memenuhi persyaratan kuantitas
dan kualitas. Pada tanggal 9 Juli 2012 Bank menyampaikan
koreksi atas Laporan LLD tersebut yang telah memenuhi
persyaratan kuantitas dan kualitas. Selanjutnya, apabila pada
tanggal 15 Juli 2012 (akhir MPL) Bank kembali mengoreksi dan
sampai dengan pukul 24.00 WIB masih belum memenuhi
persyaratan kuantitas dan kualitas maka status laporan yang
berlaku adalah status laporan yang disampaikan tanggal 15 Juli
2012. Dalam hal ini Bank dinyatakan belum menyampaikan
laporan.
Selanjutnya apabila Bank menyampaikan kembali koreksi atas
Laporan LLD tersebut pada tanggal 16 Juli 2012 dan telah
memenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas maka dalam hal ini
Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan.
10. Tata cara pelaporan lebih lanjut diatur dalam Petunjuk Teknis
Pelaporan Kegiatan LLD oleh Bank.
3. Ketentuan angka VI ditambahkan 1 (satu) angka, yakni angka 7
sehingga angka VI berbunyi sebagai berikut:
VI. PROSEDUR PEROLEHAN INFORMASI
Dalam rangka mendukung kelancaran penyampaian Laporan
LLD kepada Bank Indonesia, ditetapkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Bank wajib meminta keterangan dan data kepada
Nasabah yang melakukan Kegiatan LLD melalui Bank,
baik untuk kepentingan administrasi pelaporan Bank
maupun untuk memenuhi permintaan Bank Indonesia.
2. Dalam hal suatu Kegiatan LLD melibatkan lebih dari satu
Bank di dalam negeri maka untuk mendukung kelancaran
pelaporan ditetapkan sebagai berikut:
a. Bank dapat melakukan tukar-menukar informasi yang
diperlukan untuk pelaporan Kegiatan LLD dengan
Bank lain dengan memperhatikan ketentuan yang
berlaku mengenai kerahasiaan data dan/atau
informasi …
8
informasi.
b. Tukar-menukar informasi sebagaimana dimaksud
pada huruf a harus memperhatikan batas waktu MPL.
c. Untuk keperluan komunikasi dalam rangka tukar-
menukar informasi antar Bank, setiap Bank harus
menunjuk petugas (contact person) yang bertanggung
jawab terhadap kelancaran komunikasi tersebut
dilengkapi dengan alamat e-mail, nomor telepon,
dan/atau nomor faksimili.
Penjelasan lebih lanjut mengenai pelaporan Kegiatan LLD
yang melibatkan lebih dari 1 (satu) Bank di dalam negeri
diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan LLD
oleh Bank.
3. Bank harus melakukan verifikasi terhadap keterangan
dan data yang diperoleh dari Nasabah untuk memastikan
akurasi Laporan LLD.
4. Bank harus melakukan verifikasi terhadap Dokumen
Pendukung untuk memastikan keterangan dan data yang
disampaikan Nasabah sesuai dengan Dokumen
Pendukung.
5. Bank harus memiliki sistem dan prosedur dalam perolehan
keterangan dan data serta dalam penyusunan Laporan LLD
yang dituangkan dalam suatu pedoman tertulis, sehingga
Bank dapat menyampaikan Laporan LLD dengan benar dan
tepat waktu.
6. Bank harus menunjuk petugas dan penanggung jawab untuk
menyusun, memverifikasi, dan menyampaikan Laporan LLD
kepada Bank Indonesia. Nama petugas dan penanggung jawab
tersebut termasuk perubahannya harus disampaikan kepada
Bank Indonesia melalui surat yang ditandatangani oleh
Direktur Bank atau pejabat yang berwenang.
7. Nasabah harus memberikan keterangan, data, dan/atau
dokumen pendukung kepada Bank sesuai dengan
permintaan Bank.
4. Ketentuan angka IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
IX. ALAMAT …
9
IX. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DAN/ATAU KOREKSI
LAPORAN LLD SECARA OFFLINE DAN SURAT MENYURAT
KEPADA BANK INDONESIA
Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD
secara offline dan surat menyurat kepada Bank Indonesia
diatur sebagai berikut:
1. Bagi Bank yang berkedudukan di dalam wilayah Jakarta,
Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten
ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LLD
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt.16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
2. Bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah Jakarta,
Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten
ditujukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat
sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Pelaporan
Kegiatan LLD oleh Bank.
3. Help desk untuk komunikasi melalui media elektronik:
Telepon :
Faksimili :
E-mail
:
(021) 29817410, dan (021) 29818388
(021) 3800134
lldbank@bi.go.id
Khusus komunikasi terkait sistem informasi dan jaringan,
ditujukan kepada Departemen Pengelolaan Sistem
Informasi Bank Indonesia dengan nomor telepon (021)
29818000.
5. Ketentuan pelaporan dalam Petunjuk Teknis Pelaporan Kegiatan
Lalu Lintas Devisa oleh Bank diubah sehingga Petunjuk Teknis
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank menjadi
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku untuk PL bulan
Maret …
10
Maret 2015 yang disampaikan pada bulan April 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
PERRY WARJIYO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/20/DSta|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/33/DSM tanggal 30 Desember 2011 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. </reg_title>
<set_date> 28 November 2014 </set_date>
<effective_date> PL bulan Maret 2015 yang disampaikan pada bulan April 2015 </effective_date>
<changed_reg> '13/33/DSM|SE-BI/2011' </changed_reg>
<extension_of> '14/12/DSM|SE-BI/2012' </extension_of>
<related_reg> '14/12/DSM|SE-BI/2012', '13/21/PBI/2011', '16/10/PBI/2014', '13/33/DSM|SE-BI/2011' </related_reg>
|
No. 3/6 /DPM
Jakarta, 9 Februari 2001
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Penetapan Obligasi Pemerintah Seri VR0003 ,VR0004, VR0007,
VR0009, VR0011, VR0013 dan VR0015 Untuk Diperdagangkan
Di Pasar Sekunder Serta Peningkatan Prosentase Portofolio
Obligasi Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan oleh Bank
Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/10/PBI/1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah
Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi dan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 2/10/PBI/2000 tanggal 29 Maret 2000 tentang Perubahan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 1/10/PBI/1999 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank
Umum Peserta Program Rekapitalisasi, Bank Indonesia berwenang menetapkan
dan mengumumkan jumlah, jenis dan seri Obligasi yang dapat diperdagangkan
serta meningkatkan prosentase Obligasi yang dapat diperdagangkan.
Dengan mempertimbangkan bahwa :
1. Transaksi perdagangan Obligasi di pasar sekunder oleh perbankan (termasuk
transaksi Repo) dewasa ini cenderung meningkat dan untuk mengantisipasi
penggunaan Obligasi Pemerintah oleh perbankan dalam waktu dekat bagi
keperluan-keperluan :
a. sebagai …..
a. sebagai agunan, baik dalam transaksi di pasar uang maupun dalam rangka
memperoleh Fasilitas Likuiditas Intrahari,
b. untuk melakukan asset swap atas kredit non performing loan yang telah
direstrukturisasi oleh BPPN dengan Obligasi Pemerintah yang dimiliki oleh
bank-bank peserta rekap,
c. untuk melakukan pelunasan kewajiban dengan Obligasi Pemerintah (set-off
kewajiban).
2. Untuk mengantisipasi meningkatnya permintaan dan perdagangan Obligasi
Pemerintah oleh Lembaga Keuangan Non Bank seperti Yayasan Dana Pensiun
dan Perusahaan Asuransi,
3. Untuk meningkatkan fleksibilitas pasar dalam perdagangan Obligasi
Pemerintah di pasar sekunder yang berdampak pada peningkatan likuiditas,
maka dipandang perlu untuk menambah seri Obligasi Pemerintah yang dapat
diperdagangkan di pasar sekunder dan meningkatkan prosentase Obligasi
Pemerintah yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder dengan ketentuan
sebagai berikut :
I. TAMBAHAN SERI OBLIGASI YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN
1. Obligasi Pemerintah Seri VR0003, VR0004, VR0007, VR0009, VR0011, VR0013
dan VR0015 dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
2. Bank wajib memindahbukukan Obligasi Pemerintah dimaksud diatas sebesar
jumlah nominal yang akan diperdagangkan dari portofolio investasi kedalam
portofolio perdagangan.
II. JUMLAH DAN SERI OBLIGASI YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN
1. Jumlah prosentase Obligasi yang dapat diperdagangkan yang semula
ditetapkan setinggi - tingginya sebesar 25% (dua puluh lima perseratus)
ditingkatkan menjadi setinggi-tingginya sebesar 35% (tiga puluh lima
perseratus) dari nilai keseluruhan Obligasi Pemerintah yang dibeli pada saat
Bank menerima penyertaan tunai dari Pemerintah sehubungan dengan
Program …..
Program Rekapitalisasi Bank Umum.
2. Bank wajib memindah-bukukan seluruh Obligasi Pemerintah yang akan
diperdagangkan dari portofolio investasi ke dalam portofolio perdagangan
sebesar jumlah nominalnya.
3. Obligasi Pemerintah yang dapat dipindahkan kedalam portofolio
perdagangan adalah Obligasi Pemerintah yang telah dapat diperdagangkan
pada pasar sekunder yaitu seri FR0001, FR0002, FR0003, FR0004, FR0005,
FR0006, FR0007, FR0008, FR0009, VR0001, VR0002, VR0003, VR0004 , VR0005,
VR0007, VR0009, VR0011, VR0013 dan VR0015, sebagaimana ditetapkan oleh
Bank Indonesia pada :
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/14/DPNP/2000 Tanggal 27 Juni
2000 tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0002 untuk
Diperdagangkan di Pasar Sekunder.
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/16/DPNP/2000 Tanggal 25 Juli
2000 Tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0003, FR0004 dan
FR0005 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder.
- Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/26/DPM/2000 Tanggal 8
Desember 2000 Tentang Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0006,
FR0007, FR0008 dan FR0009 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder
Serta Peningkatan Prosentase Portofolio Pemerintah Yang Dapat
Diperdagangkan.
III. TATA CARA PENGAJUAN PENAMBAHAN JUMLAH OBLIGASI YANG
DAPAT DIPERDAGANGKAN DI PASAR SEKUNDER
1. Bank wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai seri
dan tambahan jumlah dari Obligasi yang akan dipindahkan kedalam
portofolio perdagangan;
2. Surat pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, wajib dilengkapi
dengan jumlah nominal yang akan diperdagangkan;
3. Surat pelaporan……
3. Surat pelaporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 diajukan
kepada Direktorat Pengelolaan Moneter – Bank Indonesia, Gedung B – Lantai
11, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta, dengan tembusan kepada Direktorat
Pengawasan Bank terkait.
IV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 9 Februari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Tarmiden Sitorus
Deputi Direktur
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/6/DPM|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Penetapan Obligasi Pemerintah Seri VR0003 ,VR0004, VR0007, VR0009, VR0011, VR0013 dan VR0015 Untuk Diperdagangkan Di Pasar Sekunder Serta Peningkatan Prosentase Portofolio Obligasi Pemerintah Yang Dapat Diperdagangkan oleh Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi Perbankan </reg_title>
<set_date> 9 Februari 2001 </set_date>
<effective_date> 9 Februari 2001 </effective_date>
<related_reg> '1/10/PBI/1999', '2/10/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 10 / 43 /DPM
Jakarta, 5 Desember 2008
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase
Agreement dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder.
Sehubungan dengan adanya penyempurnaan Bank Indonesia - Scripless
Securities Settlement System terkait dengan implementasi kebijakan moneter dalam
pelaksanaan transaksi secara repurchase agreement dengan Bank Indonesia di pasar
sekunder serta penyempurnaan ketentuan Bank Indonesia mengenai Fasilitas
Likuiditas Intrahari, dipandang perlu untuk mengubah ketentuan BAB III dalam
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal
Transaksi Repurchase Agreement dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder
sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/24/DPM
tanggal 14 Juli 2008, sebagai berikut:
Ketentuan Bab III diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
III. PERSYARATAN DAN NILAI SURAT BERHARGA
1. Surat Berharga yang dapat direpokan adalah Surat Berharga dalam bentuk
SBI dan/atau SUN milik Bank sebagaimana tercatat dalam Rekening
Perdagangan dalam BI-SSSS.
2. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu, Surat Berharga yang direpokan harus
memiliki sisa jangka waktu:
a. paling singkat 2 (dua) hari kerja untuk SBI dan SPN; atau
b. paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja untuk Obligasi Negara termasuk
Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Zero Coupon Bond (ZCB).
3. Dalam ...
2
3. Dalam hal transaksi Repo berasal dari Fasilitas Likuiditas Intrahari yang
tidak diselesaikan, maka pada saat transaksi Repo jatuh waktu, Surat
Berharga yang direpokan harus memiliki sisa jangka waktu:
a. paling singkat 1 (satu) hari kerja untuk SBI dan SPN; atau
b. paling singkat 9 (sembilan) hari kerja untuk Obligasi Negara termasuk
Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Zero Coupon Bond (ZCB).
4. Surat Berharga yang dapat direpokan oleh Bank paling banyak sebesar nilai
nominal Surat Berharga yang dimiliki Bank.
5. Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan harga Surat Berharga yang
dapat direpokan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Harga SBI ditetapkan dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang
tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI.
b. Harga SUN ditetapkan dengan mempertimbangkan harga pasar masing-
masing jenis dan seri SUN.
6. Untuk menentukan nilai setelmen Penjualan Repo, Bank Indonesia
menetapkan besarnya Hair Cut untuk setiap jenis dan seri masing-masing
Surat Berharga.
7. Harga atas Surat Berharga yang digunakan dalam perhitungan penjualan
Surat Berharga pada tanggal transaksi Repo (first leg) sama dengan harga
atas Surat Berharga yang digunakan dalam perhitungan pembelian kembali
Surat Berharga pada tanggal transaksi Repo jatuh waktu (second leg).
8. Bank Indonesia menetapkan jenis dan/atau seri Surat Berharga yang dapat
direpokan.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 9 Desember
2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian ...
3
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/43/DPM|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder. </reg_title>
<set_date> 5 Desember 2008 </set_date>
<effective_date> 9 Desember 2008 </effective_date>
<changed_reg> '10/2/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg>
<extension_of> '10/24/DPM|SE-BI/2008' </extension_of>
<related_reg> '10/24/DPM|SE-BI/2008', '10/2/DPM|SE-BI/2008' </related_reg>
|
No.16/ 14 /DPM
Jakarta, 17 September 2014
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal
: Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank
dengan Pihak Domestik
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara
Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5581) yang selanjutnya disebut PBI, perlu diatur ketentuan
pelaksanaan mengenai Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara
Bank dengan pihak domestik dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. TRANSAKSI
1. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk kepentingan
sendiri maupun untuk kepentingan pihak domestik atas dasar
suatu kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
PBI diatur sebagai berikut:
a. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk
kepentingan sendiri adalah apabila Bank berperan sebagai
counterparty dalam bertransaksi dengan pihak domestik,
dimana kedudukan Bank dan pihak domestik setara.
Contoh …
2
Contoh:
Bank A melakukan Transaksi Spot USD/IDR sebesar
USD1,000,000.00 dengan Nasabah X. Dalam hal ini, posisi
Bank A sebagai counterparty dari Nasabah X.
b. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk
kepentingan pihak domestik adalah apabila Bank
bertransaksi atas nama pihak domestik, dimana Bank
bertindak sebagai pihak yang mewakili kepentingan pihak
domestik.
Contoh:
Nasabah A meminta kepada Bank B untuk mewakili
Nasabah A tersebut untuk melakukan transaksi dengan
Bank X, Ltd di luar negeri. Dalam hal ini, transaksi yang
terjadi adalah antara Nasabah A dengan Bank X, Ltd,
dimana posisi Bank B hanya merupakan perantara.
c. Kontrak yang terkait dengan Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah yang dilakukan Bank untuk kepentingan
sendiri paling kurang berisi:
1) nomor kontrak;
2)
tanggal transaksi dan tanggal valuta;
3) nilai nominal transaksi;
4) nama counterparty;
5) mata uang (denominasi); dan
6)
rekening bank koresponden.
d. Kontrak yang terkait dengan Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah yang dilakukan Bank untuk kepentingan
Nasabah paling kurang berisi:
1) nomor kontrak;
2) hak dan kewajiban dari kedua belah pihak (Bank dan
Nasabah) dalam hal Bank diberi kewenangan untuk
mewakili Nasabah;
3)
tanggal transaksi dan tanggal valuta;
4) nilai nominal transaksi;
5) pagu Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah;
6)
jenis valuta yang diperjualbelikan;
7) jenis …
3
7)
jenis transaksi yang digunakan;
8) besarnya komisi; dan
9)
rekening bank koresponden.
e. Dalam hal kontrak yang dilakukan Bank atas Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud
dalam huruf c dan huruf d mencantumkan penggunaan
acuan kurs dalam penyelesaian transaksi pada saat jatuh
waktu, Bank harus mengacu pada kurs referensi yang
diterbitkan Bank Indonesia.
f. Kurs referensi yang diterbitkan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam huruf e yang selanjutnya
disebut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR)
merupakan representasi harga spot Dolar Amerika Serikat
(US Dollar) terhadap Rupiah dari transaksi antar Bank di
pasar domestik termasuk transaksi Bank dengan bank di
luar negeri, yang dilaporkan Bank melalui Sistem
Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
(SISMONTAVAR).
g. JISDOR yang diterbitkan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam huruf f diatur sebagai berikut:
1) Bank Indonesia menerbitkan JISDOR setiap hari kerja
pada pukul 10.00 WIB melalui website Bank Indonesia
dan/atau media lainnya.
2) Penggunaan JISDOR berlaku untuk transaksi US
Dollar terhadap Rupiah.
2. Pedoman internal tertulis dalam melakukan Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) PBI paling kurang meliputi:
a. penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk
pelaksanaan transaksi;
b. mekanisme penyelesaian transaksi;
c. penatausahaan dokumen;
d. kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; dan
e. hal …
4
e. hal-hal lain yang harus dicantumkan dalam pedoman
internal tertulis yang terkait dengan pengaturan kewajiban
dan larangan sebagaimana dimaksud dalam PBI.
3. Contoh kewajiban penggunaan kuotasi harga (kurs) valuta asing
terhadap Rupiah yang ditetapkan oleh Bank sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) PBI sebagai berikut:
Bank A melakukan Transaksi Spot USD/IDR dengan Nasabah B.
Dalam hal ini, Bank A wajib menggunakan kuotasi harga
USD/IDR yang ditetapkan oleh Bank A, dan bukan berasal dari
Nasabah B.
4. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pedagang Valuta
Asing (PVA) dengan Underlying Transaksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 PBI diatur sebagai berikut:
a. Underlying Transaksi berupa kegiatan usaha jual beli Uang
Kertas Asing (UKA) oleh Pedagang Valuta Asing (PVA) bank
dan PVA bukan bank yang memiliki izin dari Bank
Indonesia yang masih berlaku untuk memenuhi kebutuhan
nasabah PVA;
b. Bank dapat memenuhi kebutuhan pembelian valuta asing
terhadap Rupiah yang dilakukan PVA hanya dalam bentuk
UKA;
c. Penyerahan UKA dalam penyelesaian transaksi pembelian
valuta asing terhadap Rupiah dari Bank kepada PVA harus
dilakukan secara fisik;
d. Penyerahan dana Rupiah dalam penyelesaian transaksi
pembelian valuta asing terhadap Rupiah dapat dilakukan
melalui pemindahbukuan rekening.
5. Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir 4.a
diatur sebagai berikut:
a. merupakan jumlah kebutuhan pembelian valuta asing
terhadap Rupiah dihitung berdasarkan besarnya selisih
antara total penjualan valuta asing dengan total pembelian
valuta asing (net jual) PVA kepada nasabah selama 1 (satu)
bulan …
5
bulan terakhir dari bulan dilakukannya pembelian valuta
asing terhadap Rupiah oleh PVA kepada Bank;
Contoh:
Tanggal 10 November 2014, PVA XYZ melakukan pembelian
valuta asing kepada Bank ABC sebesar USD300,000.00
dengan menggunakan dokumen Underlying Transaksi
berupa data net jual PVA XYZ kepada nasabah bulan
Oktober 2014 sebesar USD559,000.00.
Tanggal 24 November 2014, PVA XYZ melakukan pembelian
valuta asing lagi kepada Bank ABC sebesar USD150,000.00
dengan tetap menggunakan dokumen Underlying Transaksi
berupa data net jual PVA XYZ kepada nasabah bulan
Oktober 2014 sebesar USD559,000.00.
Sampai dengan akhir bulan November 2014, PVA XYZ
masih dapat melakukan pembelian valuta asing kepada
Bank sepanjang tidak melampaui sisa plafon dokumen
Underlying Transaksi berupa data net jual PVA XYZ kepada
nasabah pada bulan Oktober 2014, yaitu sebesar
USD109,000.00.
b. perhitungan net jual sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
tidak memperhitungkan transaksi jual beli UKA PVA
dengan Bank dan/atau PVA lainnya;
c. dalam hal terdapat pembelian valuta asing oleh nasabah
PVA kepada PVA dengan nilai nominal melebihi
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) atau
ekuivalen selama 1 (satu) bulan terakhir, pembelian valuta
asing terhadap Rupiah oleh nasabah PVA kepada PVA
dilengkapi dengan dokumen Underlying Transaksi dari
nasabah PVA; dan
d. dokumen Underlying Transaksi dari nasabah PVA atas
pembelian valuta asing yang dilakukan nasabah PVA
kepada PVA sesuai dengan Underlying Transaksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 PBI;
Contoh perhitungan jumlah kebutuhan pembelian valuta asing
terhadap Rupiah oleh PVA kepada Bank tercantum dalam
Lampiran …
6
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
6. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah hanya dapat dilakukan
untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif.
7. Kegiatan spekulatif sebagaimana dimaksud dalam angka 6
antara lain berupa structured product yang diatur sebagai
berikut:
a. Yang dimaksud dengan structured product adalah produk
yang dikeluarkan oleh Bank yang merupakan kombinasi
berbagai instrumen dengan Transaksi Derivatif valuta asing
terhadap Rupiah untuk tujuan mendapatkan tambahan
income (return enhancement) yang dapat mendorong
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk tujuan
spekulatif dan dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai
Rupiah.
b. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dilarang apabila
transaksi tersebut atau potensi transaksi tersebut terkait
dengan structured product, seperti Dual Currency of Deposit
(DCD) dan callable forward.
8. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah meliputi transaksi
pembelian dan penjualan dalam denominasi seluruh valuta
asing terhadap Rupiah.
9. Untuk pembelian dan penjualan valuta asing terhadap Rupiah,
selain US Dollar terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam
angka 8 (misalnya Yen terhadap Rupiah, Euro terhadap Rupiah),
menggunakan perhitungan kurs pasar sebagaimana yang lazim
dilakukan di pasar valuta asing pada saat transaksi dilakukan,
antara lain kurs yang dikeluarkan perusahaan penyedia
informasi, seperti Reuters atau Bloomberg.
10. Perhitungan kurs sebagaimana dimaksud dalam angka 9
menggunakan kurs tengah dengan perhitungan sebagai berikut:
(kurs beli+kurs jual)
2
11. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah dapat dilakukan untuk:
a. jenis …
7
a.
b.
jenis valuta asing yang sama dengan yang tercantum dalam
dokumen Underlying Transaksi; atau
jenis valuta asing yang berbeda dengan dokumen
Underlying Transaksi apabila disertai dengan dokumen yang
dapat menjelaskan alasan perbedaan tersebut.
12. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada
Bank tanpa Underlying Transaksi yang hanya dapat dilakukan
paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar
Amerika Serikat) per bulan per Nasabah atau ekuivalennya,
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perhitungan 1 (satu) bulan didasarkan pada bulan
kalender, yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender
sampai dengan tanggal berakhirnya bulan kalender.
Contoh:
Jika pada bulan November 2014 Nasabah hanya melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanpa Underlying
Transaksi 1 kali pada tanggal 24 November 2014 sebesar
USD100,000.00 maka hal tersebut diperhitungkan sebagai
maksimum jumlah yang telah digunakan dalam bulan
November 2014. Nasabah dapat kembali menggunakan
jumlah maksimum ekuivalen USD100,000.00 tersebut
selama Desember 2014.
b. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada tanggal
transaksi.
Contoh:
Pada tanggal 11 November 2014, Nasabah melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot beli sebesar USD40,000.00. Kemudian Nasabah
melakukan transaksi forward beli valuta asing terhadap
Rupiah pada tanggal 17 November 2014 sebesar
USD50,000.00 yang jatuh waktu pada tanggal 17 Desember
2014. Perhitungan transaksi pembelian valuta asing
terhadap Rupiah oleh Nasabah sampai dengan 17 November
2014 adalah USD90,000.00.
c. Perhitungan…
8
c. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi
seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang
dilakukan oleh masing-masing Nasabah secara individual
baik secara tunai maupun non tunai dalam bentuk
simpanan valuta asing.
Contoh:
Nasabah A melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah di Bank X secara tunai sebesar USD20,000.00 pada
tanggal 11 November 2014. Kemudian, pada tanggal 13
November 2014 Nasabah A melakukan konversi simpanan
Rupiah menjadi simpanan valuta asing dalam US Dollar di
Bank X sebesar USD80,000.00. Perhitungan kumulatif
transaksi yang dilakukan oleh Nasabah A di Bank X, yaitu
sebesar USD100,000.00.
d. Untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah melalui
rekening gabungan (joint account) yang dimiliki lebih dari 1
(satu) Nasabah, Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling
banyak sebesar threshold per rekening gabungan (joint
account).
Contoh:
Nasabah A dan Nasabah B memiliki joint account. Pada
tanggal 11 November 2014, Nasabah A melakukan
Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah
melalui joint account sebesar USD60,000.00. Atas transaksi
tersebut Nasabah A wajib menyampaikan dokumen
pendukung paling lambat pada tanggal 13 November 2014.
Pada tanggal 24 November 2014, Nasabah B melakukan
Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah
melalui joint account sebesar USD70,000.00. Atas pembelian
valuta asing tersebut, Nasabah B wajib menyampaikan
dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung
paling lambat pada tanggal 26 November 2014 karena
jumlah pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang
dilakukan melalui joint account pada bulan November 2014
telah …
9
telah melebihi USD100,000.00, yaitu sebanyak
USD130,000.00.
II. PENYELESAIAN TRANSAKSI
1. Kewajiban penyelesaian Transaksi Spot dengan pemindahan
dana pokok secara penuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) PBI diatur sebagai berikut:
a. pemindahan dana pokok secara penuh dilakukan secara riil
atas nilai pokok masing-masing transaksi jual dan/atau
transaksi beli yang disepakati pada awal transaksi tersebut;
b. pemindahan dana pokok tersebut didukung oleh
tersedianya sejumlah dana riil yang cukup untuk
membiayai transaksi dimaksud (good fund), dan bukan
didasarkan pada aspek pencatatan dalam pembukuan
(akuntansi); dan
c. dana pokok tersebut digunakan untuk proses penyelesaian
Transaksi Spot pada tanggal valuta, dan tercatat pada
sistem treasury Bank, yang dapat dibuktikan dari urutan
waktu setelmen.
Contoh:
Nasabah A melakukan transaksi pembelian spot US Dollar
terhadap Rupiah dengan Bank B sebesar USD1,000,000.00
pada kurs spot USD/IDR Rp11.000,00. Pada tanggal valuta,
Nasabah A wajib melakukan penyerahan dana Rupiah
melalui pemindahan dana pokok secara penuh sebesar
Rp11.000.000.000,00 secara riil pada saat proses
penyelesaian transaksi tersebut dilakukan, dan tercatat
pada sistem treasury Bank yang dapat dibuktikan
berdasarkan urutan waktu penyelesaian transaksi. Bank B
wajib melakukan penyerahan dana US Dollar melalui
pemindahan dana pokok secara penuh sebesar
USD1,000,000.00 secara riil pada saat proses penyelesaian
transaksi tersebut dilakukan, dan tercatat pada sistem
treasury Bank, yang dapat dibuktikan berdasarkan urutan
waktu penyelesaian transaksi.
2. Penyelesaian …
10
2. Penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah oleh
Nasabah kepada Bank atas perpanjangan transaksi (roll over),
percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan
pengakhiran transaksi (unwind) untuk Transaksi Derivatif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) PBI
dapat dilakukan secara netting.
Contoh penyelesaian transaksi di atas threshold yang dilakukan
secara netting sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
3. Penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah oleh
Nasabah kepada Bank atas perpanjangan transaksi (roll over),
percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan
pengakhiran transaksi (unwind) untuk Transaksi Derivatif
dengan nilai nominal paling banyak sebesar threshold
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) PBI
dapat dilakukan secara netting sepanjang didukung dengan
Underlying Transaksi Derivatif awal.
Contoh penyelesaian Transaksi Derivatif paling banyak sebesar
threshold yang dilakukan secara netting sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
III. DOKUMEN TRANSAKSI
1. Dokumen
Underlying
Transaksi
yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1) huruf a dan Pasal 12 ayat (2) huruf a PBI meliputi:
a. dokumen Underlying Transaksi bersifat final; dan
b. dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan.
2. Penilaian atas kewajaran atau kelaziman nilai nominal
Underlying Transaksi yang diajukan oleh Nasabah dilakukan
oleh Bank.
3. Dalam hal Underlying Transaksi berupa kegiatan perdagangan
barang dan jasa di dalam dan di luar negeri yang bersifat final,
dokumen Underlying Transaksi antara lain berupa fotokopi
invoice …
11
invoice, tax invoice, Letter of Credit (L/C) atau fotokopi kontrak
jasa konsultan.
4. Dalam hal Underlying Transaksi berupa kegiatan perdagangan
barang dan jasa di dalam dan di luar negeri yang berupa
perkiraan maka dokumen Underlying Transaksi antara lain
berupa perkiraan kebutuhan biaya sekolah, perkiraan
kebutuhan biaya berobat, proforma invoice, atau import
projection.
5. Rincian dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud
pada angka 3 dan angka 4 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
6. Dalam hal Underlying Transaksi adalah kegiatan investasi
berupa direct investment, portfolio investment, pinjaman, modal
dan investasi lainnya di dalam dan di luar negeri yang bersifat
final, dokumen Underlying Transaksi antara lain berupa surat
perjanjian jual beli surat berharga atau surat permintaan
penyetoran rekening saldo oleh otoritas yang berwenang.
7. Dalam hal Underlying Transaksi adalah kegiatan investasi di
dalam dan di luar negeri berupa perkiraan maka dokumen
Underlying Transaksi berupa proyeksi arus kas yang terkait
dengan proyek tertentu.
8. Rincian dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud
pada angka 6 dan angka 7 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
9. Untuk transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah di atas
threshold, dokumen yang disampaikan berupa:
a. dokumen Underlying Transaksi yang dapat
dipertanggungjawabkan baik yang bersifat final maupun
berupa perkiraan;
b. dokumen pendukung berupa:
1)
fotokopi dokumen identitas Nasabah dan fotokopi
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
2) pernyataan …
12
2) pernyataan tertulis bermaterai cukup yang
ditandatangani oleh pihak yang berwenang dari
Nasabah atau pernyataan tertulis yang authenticated
dari Nasabah yang memuat informasi mengenai:
a) keaslian dan kebenaran dokumen Underlying
Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a;
dan
b) dokumen Underlying Transaksi hanya digunakan
untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah
paling banyak sebesar nominal Underlying
Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia.
3) jumlah kebutuhan, tujuan penggunaan, dan tanggal
penggunaan valuta asing, dalam hal dokumen
Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada
huruf a berupa perkiraan.
4) Dalam hal dokumen Underlying Transaksi dimiliki oleh
Nasabah yang berbentuk badan usaha selain Bank,
pernyataan tertulis ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang dari badan usaha selain Bank.
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang dari
badan usaha selain Bank adalah:
a) pejabat yang memiliki kewenangan berdasarkan
anggaran dasar badan usaha dimaksud; atau
b) pihak yang diberi kewenangan melalui surat
kuasa oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada
huruf a).
Surat kuasa ini diperlukan untuk menandatangani
pernyataan tertulis yang terkait dengan Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan Bank.
Contoh pernyataan tertulis sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Contoh surat kuasa sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
5) Dalam …
13
5) Dalam hal dokumen Underlying Transaksi dimiliki oleh
Nasabah perorangan maka yang dimaksud dengan
pihak yang berwenang adalah dirinya sendiri atau
pihak yang diberi kuasa oleh Nasabah perorangan
dimaksud.
10. Untuk transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui
transaksi forward atau option di atas threshold, dokumen yang
disampaikan berupa:
a. dokumen Underlying
Transaksi yang dapat
dipertanggungjawabkan baik yang bersifat final maupun
berupa perkiraan; dan
b. dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis bermaterai
cukup yang ditandatangani oleh pihak yang berwenang dari
Nasabah atau pernyataan tertulis yang authenticated dari
Nasabah yang memuat informasi mengenai keaslian dan
kebenaran dokumen Underlying Transaksi sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan dokumen Underlying Transaksi
hanya digunakan untuk penjualan valuta asing terhadap
Rupiah paling banyak sebesar nominal Underlying
Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia.
c. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi sebagaimana
dimaksud pada huruf a berupa perkiraan maka di dalam
pernyataan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf b
ditambahkan informasi terkait sumber, jumlah, dan waktu
penerimaan valuta asing.
d. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi dimiliki oleh
Nasabah yang berbentuk badan usaha selain Bank maka
pernyataan tertulis ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang dari badan usaha selain Bank.
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang dari badan
usaha selain Bank adalah:
1) pejabat yang memiliki kewenangan berdasarkan
anggaran dasar badan usaha dimaksud; atau
2) pihak yang diberi kewenangan melalui surat kuasa
oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada angka 1).
Surat …
14
Surat kuasa ini diperlukan untuk menandatangani
pernyataan tertulis yang terkait dengan Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah dengan Bank.
Contoh pernyataan tertulis sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Contoh surat kuasa sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
e. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi dimiliki oleh
Nasabah perorangan maka yang dimaksud dengan pihak
yang berwenang adalah dirinya sendiri atau pihak yang
diberi kuasa oleh Nasabah perorangan dimaksud.
11. Untuk Transaksi Derivatif pembelian valuta asing terhadap
Rupiah paling banyak sebesar threshold yang akan diselesaikan
secara netting, dokumen pendukung mengacu pada dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 9 huruf b.
Contoh pernyataan tertulis sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
12. Untuk transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui
transaksi forward atau option paling banyak sebesar threshold
yang akan diselesaikan secara netting, dokumen pendukung
mengacu pada dokumen pendukung sebagaimana dimaksud
pada angka 10.
Contoh pernyataan tertulis sebagaimana tercantum dalam
Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
13. Untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak
sebesar threshold, pernyataan tertulis bermaterai cukup yang
ditandatangani oleh Nasabah yang bersangkutan untuk Nasabah
perorangan atau pihak yang berwenang dari Nasabah badan
usaha selain Bank, atau pernyataan tertulis yang authenticated
dari Nasabah berisi informasi bahwa pembelian valuta asing
terhadap …
15
terhadap Rupiah tidak melebihi threshold per bulan per Nasabah
dalam sistem perbankan di Indonesia.
Yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang dari badan
usaha selain Bank adalah:
a. pejabat yang memiliki kewenangan berdasarkan anggaran
dasar badan usaha dimaksud; atau
b. pihak yang diberi kewenangan melalui surat kuasa oleh
pejabat sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Surat kuasa ini diperlukan untuk menandatangani pernyataan
tertulis yang terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah dengan Bank.
Contoh pernyataan tertulis sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
14. Pernyataan tertulis yang authenticated sebagaimana dimaksud
pada angka 9, angka 10, dan angka 13 dapat berupa surat
elektronik resmi (official email), SWIFT message, negative
confirmation, atau sistem business internet banking.
15. Untuk Transaksi Spot, dokumen Underlying Transaksi dan/atau
dokumen pendukung dilampirkan untuk setiap transaksi pada
tanggal transaksi. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi
dan/atau dokumen pendukung tidak dapat diterima pada
tanggal transaksi maka dokumen Underlying Transaksi
dan/atau dokumen pendukung wajib diterima oleh Bank paling
lambat pada tanggal valuta.
16. Untuk Transaksi Derivatif, dokumen Underlying Transaksi
dan/atau dokumen pendukung dilampirkan untuk setiap
transaksi pada tanggal transaksi. Dalam hal dokumen
Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung tidak
dapat diterima pada tanggal transaksi maka dokumen
Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung wajib
diterima oleh Bank paling lambat pada 5 (lima) hari kerja setelah
tanggal transaksi.
Contoh …
16
Contoh 1:
Perusahaan A merupakan eksportir, dan akan melakukan
transaksi forward jual USD/IDR sebesar USD30,000,000.00
pada tanggal 2 Desember 2014 dengan tenor 3 bulan. Pada saat
transaksi
forward dilakukan, Perusahaan A wajib
menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen
pendukung paling lambat pada tanggal 9 Desember 2014, baik
apabila akan diselesaikan secara netting maupun diselesaikan
dengan pemindahan dana pokok secara penuh.
Contoh 2:
Individu B merupakan importir dan akan melakukan transaksi
forward beli USD/IDR sebesar USD80,000.00 pada tanggal 9
Desember 2014 dengan tenor 2 bulan (jatuh waktu tanggal 9
Februari 2015) dan tidak wajib menyampaikan dokumen
Underlying Transaksi. Pada tanggal 9 Januari 2015, individu B
memutuskan untuk melakukan unwind posisi forward beli di
atas dengan melakukan transaksi forward jual dengan tenor 1
bulan, jatuh waktu 9 Februari 2015. Untuk penyelesaian
transaksi ini, individu B wajib menyampaikan dokumen
Underlying Transaksi dan dokumen pendukung paling lambat
tanggal 16 Januari 2015 (5 hari kerja setelah tanggal transaksi
forward). Dalam hal sampai dengan tanggal 16 Januari 2015
individu B tidak dapat menyampaikan dokumen Underlying
Transaksi dan dokumen pendukung maka penyelesaian
transaksi forward beli dan forward jual dilakukan dengan
pemindahan dana pokok secara penuh.
17. Dalam hal Transaksi Derivatif memiliki jatuh waktu kurang dari
5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi maka penyampaian
dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung
Transaksi Derivatif dilakukan paling lambat pada tanggal jatuh
waktu.
Contoh …
17
Contoh:
Individu C melakukan transaksi forward beli USD/IDR sebesar
USD80,000.00 pada tanggal 12 Desember 2014 dengan tenor 2
bulan (jatuh waktu tanggal 12 Februari 2015) dan tidak wajib
menyampaikan dokumen Underlying Transaksi. Pada tanggal 9
Februari 2015, individu C bermaksud untuk melakukan unwind
transaksi dan diselesaikan secara netting melalui transaksi
forward jual 3 hari (jatuh waktunya sama dengan jatuh waktu
forward awal). Individu C wajib menyampaikan dokumen
Underlying Transaksi dan dokumen pendukung paling lambat
tanggal jatuh waktu transaksi forward, yaitu tanggal 12 Februari
2015. Dalam hal sampai dengan tanggal 12 Februari 2015
individu C tidak dapat menyampaikan dokumen Underlying
Transaksi dan dokumen pendukung maka penyelesaian
transaksi forward beli dan forward jual dilakukan dengan
pemindahan dana pokok secara penuh.
18. Penyampaian dokumen Underlying Transaksi dan dokumen
pendukung Transaksi Derivatif paling banyak sebesar threshold
yang akan diselesaikan secara netting, wajib diterima oleh Bank
paling lambat pada:
a.
tanggal valuta, dalam hal perpanjangan transaksi (roll over),
percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan
pengakhiran transaksi
Transaksi Spot;
b. 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi, dalam hal
perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian
transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi
(unwind) dilakukan melalui Transaksi Derivatif; atau
c.
tanggal jatuh waktu, dalam hal perpanjangan transaksi (roll
over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination),
dan pengakhiran transaksi (unwind) dilakukan melalui
Transaksi Derivatif yang memiliki jatuh waktu kurang dari
5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi.
19. Untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah oleh Nasabah
yang memiliki kriteria:
a. dokumen …
(unwind) dilakukan melalui
18
a. dokumen Underlying Transaksi yang dimiliki Nasabah
bersifat final; dan
b. Bank telah mengetahui track record Nasabah dengan baik
antara lain dari Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
yang dilakukan Nasabah secara reguler dari waktu ke
waktu.
Nasabah dapat menyampaikan dokumen pendukung berupa
fotokopi dokumen identitas Nasabah dan fotokopi Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP), dan/atau pernyataan tertulis bermaterai
cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated paling kurang
1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kalender.
Contoh:
PT A melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah
kepada Bank X pada tanggal 19 November 2014 sebesar
USD120,000.00. Atas pembelian ini Bank X wajib memastikan
PT A menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan
dokumen pendukung berupa fotokopi dokumen identitas
Nasabah dan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta
pernyataan tertulis bermaterai cukup atau pernyataan tertulis
yang authenticated.
Pada tanggal 15 Desember 2014 PT A melakukan pembelian
valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank X sebesar
USD150,000.00. Atas pembelian ini, Bank X wajib memastikan
PT A menyampaikan dokumen Underlying Transaksi.
Pada tanggal 20 Januari 2015, PT A kembali melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank X sebesar
USD130,000.00. Atas pembelian ini Bank X wajib memastikan
PT A menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan
dokumen pendukung berupa fotokopi dokumen identitas
Nasabah dan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), serta
pernyataan tertulis bermaterai cukup atau pernyataan tertulis
yang authenticated.
20. Nasabah yang melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu
dolar Amerika Serikat) per bulan, dokumen pendukung berupa
pernyataan …
19
pernyataan tertulis bermaterai cukup atau pernyataan tertulis
yang authenticated disampaikan paling kurang 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) bulan kalender.
Contoh:
Nasabah B melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah
kepada Bank Y pada tanggal 19 November 2014 sebesar
USD20,000.00. Atas pembelian ini Bank Y wajib memastikan
Nasabah B menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis
bermaterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated.
Pada tanggal 26 November 2014 Nasabah B melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank Y sebesar
USD15,000.00. Atas pembelian ini, Nasabah B tidak wajib
menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis bermaterai
cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated.
Pada tanggal 16 Desember 2014, Nasabah B melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank Y sebesar
USD10,000.00. Atas pembelian ini Bank Y wajib memastikan
Nasabah B menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis
bermaterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated.
21. Penyampaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada
angka 19 dan angka 20 dilakukan pada transaksi pertama.
22. Dalam hal Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu
dolar Amerika Serikat) secara berangsur mencapai nilai di atas
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) atau
ekuivalennya dalam 1 (satu) bulan yang sama maka dokumen
Underlying Transaksi dilampirkan untuk pembelian valuta asing
terhadap Rupiah yang melebihi USD100,000.00 (seratus ribu
dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya.
Contoh:
Pada tanggal 10 November 2014 Nasabah melakukan pembelian
valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD30,000.00. Kemudian
pada tanggal 14 November 2014 Nasabah yang sama melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD50,000.00.
Selanjutnya pada tanggal 19 November 2014 Nasabah kembali
melakukan …
20
melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar
USD60,000.00 maka transaksi pembelian yang dilakukan pada
tanggal 19 November 2014 tersebut telah melampaui
USD100,000.00. Dengan demikian untuk pembelian yang
dilakukan pada tanggal 19 November 2014 tersebut, Nasabah
menyediakan dokumen Underlying Transaksi sebesar USD
60,000.00.
23. Dalam hal terdapat jenis dokumen selain sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV dan Lampiran V, Bank dapat
mengajukan terlebih dahulu jenis dokumen tersebut kepada
Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC) untuk
dikonsultasikan kepada Bank Indonesia.
IV. LARANGAN TRANSAKSI BAGI BANK
1. Bank dilarang melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah yang terkait dengan structured product sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) PBI apabila hasil transaksi
tersebut diinvestasikan dalam structured product atau structured
product tersebut mengakibatkan adanya Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah.
2. Larangan pemberian Kredit atau Pembiayaan dalam valuta asing
dan/atau Rupiah kepada Nasabah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut:
a. Larangan pemberian Kredit atau Pembiayaan dalam valuta
asing dan/atau Rupiah kepada Nasabah tidak hanya untuk
Kredit atau Pembiayaan yang diberikan Bank secara
khusus untuk membiayai kegiatan Transaksi Derivatif
valuta asing terhadap Rupiah Nasabah, namun juga Kredit
atau Pembiayaan yang ditujukan untuk membiayai kegiatan
lain yang telah disetujui oleh Bank yang kemudian Kredit
atau Pembiayaan dimaksud digunakan oleh Nasabah untuk
membiayai Transaksi Derivatif valuta asing terhadap
Rupiah.
b. Pengecualian atas larangan pemberian Kredit atau
Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2)
PBI …
21
PBI adalah apabila Kredit atau Pembiayaan yang diberikan
Bank dalam rangka kegiatan ekspor dan/atau impor
digunakan untuk melakukan Transaksi Derivatif valuta
asing terhadap Rupiah dengan tujuan lindung nilai atas
kegiatan ekspor dan/atau impor dimaksud.
3. Larangan pemberian cerukan kepada Nasabah dalam rangka
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana
dimaksud dalam PBI Pasal 18 ayat (1) adalah apabila Bank
memberikan fasilitas pendanaan untuk penyelesaian Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan Nasabah yang memiliki
rekening maupun yang tidak memiliki rekening pada Bank
tersebut, namun pada akhir hari tanggal valuta, dana valuta
asing atau dana Rupiah yang diperjanjikan tidak dapat dilunasi
oleh Nasabah.
Contoh 1:
PT A memiliki rekening valuta asing dan rekening Rupiah di
Bank C. Pada tanggal 15 September 20XX, PT A melakukan
transaksi forward beli USD/IDR 1 bulan dengan Bank C sebesar
USD200,000.00 pada kurs USD/IDR Rp11.500,00. Pada saat
jatuh waktu (tanggal 15 Oktober 20XX), saldo Rupiah pada
rekening PT A di Bank C tidak cukup untuk membiayai secara
penuh transaksi pembelian US Dollar dimaksud, yaitu sebesar
Rp2.300.000.000,00. Setelah melakukan konfirmasi kepada PT
A bahwa dana Rupiah akan diserahkan kepada Bank C sebelum
akhir hari, Bank C melakukan penyerahan dana US Dollar
melalui pengkreditan rekening valuta asing PT A senilai
USD200,000.00. Namun, dana Rupiah yang diperkirakan akan
masuk sebelum akhir hari 15 Oktober 20XX dalam rekening
Rupiah PT A tidak terjadi. Dengan demikian, Bank C telah
memberikan cerukan kepada PT A dalam rangka Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah.
Contoh …
22
Contoh 2:
PT X tidak memiliki rekening valuta asing maupun rekening
Rupiah di Bank Y. Pada tanggal 15 September 20XX, PT X
melakukan transaksi forward jual USD/IDR 1 bulan dengan
Bank Y sebesar USD2,000,000.00 pada kurs USD/IDR
Rp11.500,00. Untuk itu Bank Y melakukan penyerahan dana
Rupiah terlebih dahulu kepada PT X sebesar
Rp23.000.000.000,00, dengan harapan pada akhir hari tanggal
valuta PT X akan menyerahkan dana sebesar USD2,000,000.00.
Namun demikian, sampai dengan akhir hari tanggal 15 Oktober
20XX PT X tidak dapat memenuhi janjinya menyerahkan dana
sebesar USD2,000,000.00. Dengan demikian, Bank Y telah
memberikan cerukan kepada PT X dalam rangka Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah.
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan Pasal 20 ayat (1) PBI
maka teguran tertulis tersebut disampaikan oleh Bank Indonesia
kepada Bank yang bersangkutan, dengan tembusan kepada
Otoritas Jasa Keuangan.
2. Dalam mengenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) PBI berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Besarnya kewajiban membayar adalah 1% (satu persen)
dari nilai nominal transaksi yang dilanggar untuk setiap
pelanggaran dengan jumlah sanksi paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Contoh 1:
Pada tanggal 5 September 20XX Nasabah melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot sebesar USD60,000.00. Kemudian pada tanggal 15
September 20XX Nasabah yang sama melakukan pembelian
valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot
sebesar …
23
sebesar USD50,000.00. Total pembelian valuta asing
terhadap Rupiah Nasabah pada bulan September 20XX
adalah USD110,000.00. Pembelian valuta asing terhadap
Rupiah tanggal 15 September 20XX, tidak didukung
dokumen Underlying Transaksi, dan dengan demikian
terdapat pelanggaran yang melebihi threshold sebesar
USD10,000.00. Kurs JISDOR tanggal 15 September 20XX
adalah Rp10.000,00. Atas pelanggaran tersebut, Bank
dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban
membayar dari nilai nominal USD10,000.00 x 1% x
Rp10.000,00 yaitu sebesar Rp1.000.000,00, dengan
pembayaran sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00.
Contoh 2:
Pada tanggal 12 September 20XX Nasabah melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward 1 bulan sebesar USD160,000.00. Sampai dengan 5
hari kerja setelah tanggal transaksi, yaitu tanggal 17
September 20XX, Nasabah tidak menyampaikan dokumen
Underlying Transaksi dan dokumen pendukung, dan
dengan demikian terdapat pelanggaran yang melebihi
threshold sebesar USD60,000.00. Kurs JISDOR tanggal 17
September 20XX adalah Rp10.000,00. Atas pelanggaran
tersebut, Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis
dan kewajiban membayar dari nilai nominal USD60,000.00
x 1% x Rp10.000,00 yaitu sebesar Rp6.000.000,00 dengan
pembayaran sanksi paling sedikit sebesar Rp
10.000.000,00.
b. Untuk pelanggaran terhadap larangan pemberian kredit
atau pembiayaan, besarnya kewajiban membayar adalah
1% (satu persen) dari nilai persetujuan kredit atau
pembiayaan yang digunakan untuk Transaksi Derivatif
dengan jumlah sanksi paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Contoh …
24
Contoh:
Pada tanggal 13 September 20XX Bank B memberikan
kredit kepada Nasabah A sebesar USD10,000,000.00 yang
digunakan untuk membiayai kegiatan Transaksi Derivatif
Nasabah A yang tidak terkait dengan kegiatan ekspor
dan/atau impor. Kurs JISDOR tanggal 13 September 20XX
adalah Rp11.000,00. Dalam hal ini, Bank B telah
melakukan pelanggaran larangan pemberian kredit untuk
membiayai kegiatan Transaksi Derivatif dan dikenakan
sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar
sebesar Rp1.100.000.000,00 yang berasal dari perhitungan
(USD10,000,000.00 x 1% x Rp11.000,00), dengan
pembayaran sanksi paling banyak sebesar Rp
1.000.000.000,00.
c. Untuk pelanggaran terhadap larangan pemberian cerukan
dan/atau fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan
cerukan, besarnya kewajiban membayar adalah 1% (satu
persen) dari nilai cerukan dan/atau fasilitas lain yang dapat
dipersamakan dengan cerukan yang diberikan oleh Bank
kepada Nasabah dengan jumlah sanksi paling sedikit
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Contoh:
PT X tidak memiliki rekening valuta asing maupun rekening
Rupiah di Bank Y. Pada tanggal 15 September 20XX, PT X
melakukan transaksi forward jual USD/IDR 1 bulan
dengan Bank Y sebesar USD2,000,000.00 pada kurs
USD/IDR Rp11.500,00. Untuk itu Bank Y melakukan
penyerahan dana Rupiah terlebih dahulu kepada PT X
sebesar Rp23.000.000.000,00, dengan harapan pada akhir
hari tanggal valuta PT X akan menyerahkan dana sebesar
USD2,000,000.00. Namun demikian, sampai dengan akhir
hari tanggal 15 Oktober 20XX waktu penyelesaian transaksi
US Dollar PT X tidak dapat memenuhi janjinya
menyerahkan dana sebesar USD2,000,000.00. Dengan
demikian …
25
demikian, Bank Y telah memberikan cerukan senilai
USD2.000.000,00 kepada PT X dalam rangka Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah. Kurs JISDOR tanggal 15
Oktober 20XX adalah Rp11.000,00. Atas pelanggaran
dimaksud Bank Y dikenakan sanksi berupa teguran tertulis
dan kewajiban membayar sebesar Rp220.000.000,00 yang
berasal dari perhitungan (USD2,000,000.00 x 1% x
Rp11.000,00).
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar dilakukan oleh
Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Rupiah
Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia.
VI. PENUTUP
1. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD tanggal
27 November 2008 perihal Pembelian Valuta Asing terhadap
Rupiah kepada Bank;
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/48/DPD tanggal
24 Desember 2008 perihal Transaksi Valuta Asing terhadap
Rupiah;
c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/12/DPD tanggal
20 April 2009 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/48/DPD tentang Transaksi Valuta
Asing terhadap Rupiah;
d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/11/DPM tanggal
21 Maret 2012 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta
Asing terhadap Rupiah kepada Bank;
e. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/3/DPM tanggal 28
Februari 2013 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian
Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank;
f. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/19/DPM tanggal
15 Mei 2013 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran
Bank …
26
Bank Indonesia Nomor 10/48/DPD perihal Transaksi
Valuta Asing terhadap Rupiah; dan
g. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/33/DPM tanggal
27 Agustus 2013 perihal Perubahan Ketiga atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal
Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 10 November 2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/14/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING
TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK
DENGAN PIHAK DOMESTIK
CONTOH PERHITUNGAN NET JUAL BERDASARKAN DATA TRANSAKSI
HARIAN JUAL BELI UKA ANTARA PVA “XYZ” DENGAN NASABAH PVA
Dalam US Dollar
NET JUAL DI LUAR
PEMBELIAN
a
Tanggal
1-Okt-20XX
2- Okt-20XX
4- Okt-20XX
8- Okt-20XX
9- Okt-20XX
10- Okt-20XX
12- Okt-20XX
15- Okt-20XX
16- Okt-20XX
18- Okt-20XX
22- Okt-20XX
23- Okt-20XX
24- Okt-20XX
29- Okt-20XX
30- Okt-20XX
Total
Total Transaksi
di luar Bank
dan PVA
Keterangan:
1) Tidak termasuk dalam perhitungan net jual.
2) Nasabah wajib melampirkan dokumen underlying pembelian sesuai ketentuan pada butir
I.5.c dan I.5.d
Nominal Nasabah
30,000
A
150,000 BANK ABC 1)
25,000
D
10,000 PVA MNO 1)
60,000
J
120,000 PVA PQR 1)
25,000 PVA JKL 1)
5,000
Q
75,000 BANK KLM 1)
120,000 PVA JKL 1)
25,000
S
75,000 BANK ABC 1)
120,000 PVA MNO 1)
110,000 BANK ABC 1)
10,000
A
960,000
155,000
PENJUALAN
b
Nominal Nasabah
35,000
120,000
B
C
I
110,000
30,000
K
L
P
R
2)
30,000 PVA PQR 1)
10,000
50,000
2)
35,000 PVA MNO 1)
80,000
140,000 PT BTA 2)
35,000 PVA PQR 1)
120,000 PVA JKL 1)
110,000 PVA PQR 1)
130,000 PT DEF 2)
9,000 W
1,044,000
714,000
559,000
TRANSAKSI DENGAN
PVA DAN BANK
(b-a)
Nominal
5,000
120,000
(25,000)
10,000
(10,000)
110,000
30,000
(5,000)
80,000
140,000
(25,000)
-
-
130,000
(1,000)
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
2
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/14/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
DOMESTIK
CONTOH PENYELESAIAN TRANSAKSI DI ATAS THRESHOLD YANG
DILAKUKAN SECARA NETTING
Contoh 1: Perpanjangan (Roll Over) Transaksi Derivatif Pihak Domestik di
atas USD1,000,000.00
Nasabah A merupakan eksportir komoditas. Pada tanggal 15 Agustus
20XX, Nasabah A melakukan ekspor dengan nilai sebesar
USD2,000,000.00 dan pada tanggal yang sama Nasabah A melakukan
transaksi forward jual USD/IDR kepada Bank B sebesar
USD2,000,000.00 dengan kurs USD/IDR Rp11.000,00 (sudah termasuk
premi) dengan jangka waktu 3 bulan, yang jatuh waktu pada tanggal 15
November 20XX. Pada saat melakukan transaksi, Nasabah A
menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung
kepada Bank B.
Pada tanggal 10 Oktober 20XX, terdapat kabar dari importir bahwa terjadi
keterlambatan pengapalan akibat cuaca buruk, sehingga pembayaran oleh
importir akan mengalami keterlambatan 1 (satu) bulan, dan baru akan
dibayar pada tanggal 15 Desember 20XX. Atas hal tersebut, pada tanggal
13 November 20XX Nasabah A meminta kepada Bank B untuk
melakukan perpanjangan (roll over) transaksi forward jual selama 1 bulan
dan jatuh waktu pada tanggal 15 Desember 20XX. Bank B
memperpanjang transaksi forward jual Nasabah A dengan cara membuka
transaksi swap beli Bank (Nasabah A buy-sell) sebesar USD2,000,000.00
dengan kurs swap USD/IDR Rp11.500,00 (sudah termasuk premi). Kurs
spot USD/IDR tanggal 13 November 20XX adalah Rp11.400,00.
Atas transaksi swap dalam rangka perpanjangan (roll over), nasabah A
tidak wajib menyerahkan dokumen Underlying Transaksi baru.
Pada …
3
Pada saat perpanjangan (roll over) dilakukan, Bank B menyelesaikan
transaksi dimaksud secara netting, dan Nasabah A membayar selisih kurs
kepada Bank B sebesar Rp800.000.000,00 yang berasal dari perhitungan
((Rp11.400,00-Rp11.000,00) X USD2,000,000.00).
Pada tanggal 15 Desember 20XX, Nasabah A menerima pembayaran dari
importir sebesar USD2,000,000.00, dan menjual kepada Bank B dengan
menggunakan kurs swap untuk perpanjangan transaksi yaitu sebesar
Rp23.000.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (Rp11.500,00 x
USD2,000,000.00).
Gambar 1
Perpanjangan (Roll Over) Transaksi Derivatif Pihak Domestik di atas
USD1,000,000.00
Contoh 2: Percepatan Penyelesaian (Early Termination) Transaksi Derivatif
Pihak Domestik di atas USD1,000,000.00
PT C merupakan eksportir komoditas. Pada tanggal 10 September 20XX,
PT C melakukan ekspor barang ke luar negeri dengan nilai nominal
USD2,000,000.00 yang akan dibayar 3 bulan kemudian pada tanggal 10
Desember 20XX. Pada tanggal yang sama, PT C melakukan hedging
forward jual kepada Bank D sebesar USD2,000,000.00 dengan kurs
forward USD/IDR Rp11.500,00 (sudah termasuk premi). PT C
menyerahkan …
4
menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung
kepada Bank Y pada tanggal 14 September 20XX.
Pada tanggal 18 November 20XX, PT C memperoleh kabar bahwa importir
akan mempercepat pembayaran atas ekspor tersebut di atas yang dibayar
pada 22 November 20XX, sehingga PT C harus melakukan early
termination atas transaksi forward jual dengan Bank D.
Pada tanggal 20 November 20XX, PT C meminta Bank D untuk melakukan
percepatan penyelesaian (early termination), dan Bank D memproses
percepatan penyelesaian (early termination) dengan cara melakukan swap
buy-sell (PT C melakukan swap sell-buy) dengan kurs swap Rp11.600,00
(kurs spot Rp11.550,00 + premi swap Rp50,00) dan jatuh waktu dengan
tanggal yang sama dengan tanggal jatuh waktu transaksi forward (10
Desember 20XX). Atas transaksi swap sell-buy dalam rangka early
termination PT C tidak wajib menyerahkan dokumen underlying baru.
Pada 2 hari kerja berikutnya, yaitu tanggal 22 November 20XX, PT C
menyerahkan dana USD kepada Bank D sebesar USD2,000,000.00 dan
menerima sebesar Rp23.100.000.000,00 yang berasal dari perhitungan
(Rp11.550,00 x USD2,000,000.00) dan diselesaikan dengan pemindahan
dana pokok secara penuh (full movement of fund). Pada saat transaksi
forward jual yang pertama jatuh waktu, Bank D menyelesaikannya secara
netting dengan second leg dari transaksi swap dengan PT C, dan PT C
membayar selisih kurs kepada Bank D sebesar Rp200.000.000,00 yang
berasal dari perhitungan ((Rp11.600,00-Rp11.500,00) x
USD2,000,000.00)).
Gambar …
5
Gambar 2
Percepatan Penyelesaian (Early Termination) Transaksi Derivatif Pihak
Domestik di atas USD1,000,000.00
Contoh 3: Pengakhiran (Unwind) Transaksi Derivatif Pihak Domestik di
atas USD1,000,000.00
PT X merupakan importir mobil. Pada tanggal 15 Agustus 20XX, PT X
melakukan impor mobil yang akan dibayar dalam 2 bulan, yaitu pada saat
kapal datang pada tanggal 15 Oktober 20XX dengan nilai nominal sebesar
USD1,500,000.00. Pada saat yang sama, PT X melakukan transaksi
forward beli kepada Bank Y sebesar USD1,500,000.00 dengan kurs
USD/IDR sebesar Rp11.000,00 (sudah termasuk premi) yang jatuh waktu
pada tanggal 15 Oktober 20XX (sama dengan jatuh waktu pembayaran).
PT X menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen
pendukung kepada Bank Y pada tanggal 18 Agustus 20XX. PT X memiliki
pilihan untuk menyelesaikan transaksi secara netting atau dengan
penyelesaian dana pokok secara penuh (full movement of funds).
Pada bulan September 20XX, Rupiah cenderung menguat sehingga kurs
forward USD/IDR pada tanggal 15 September 20XX menjadi Rp10.000,00
dan diperkirakan akan terus menguat hingga bulan berikutnya. PT X
mengambil keputusan untuk melakukan unwind posisi forward-nya pada
tanggal 15 September 20XX dengan membuka transaksi forward jual
dengan kurs USD/IDR Rp10.000,00 (sudah termasuk premi), dan
meminta kepada Bank Y untuk melakukan unwind posisi forward-nya
dengan penyelesaian secara netting. Atas transaksi forward dalam rangka
unwind PT X tidak wajib menyerahkan dokumen underlying baru.
Dari …
6
Dari penyelesaian transaksi, Bank Y menerima pembayaran sebesar
selisih kurs dari transaksi forward PT X, yaitu sebesar
Rp1.500.000.000,00 yang berasal dari perhitungan ((Rp11.000,00 -
Rp10.000,00) x USD1,500,000.00). Pada saat kapal datang pada bulan
Oktober, PT X membeli USD melalui Transaksi Spot sebesar
USD1,500,000.00 dengan kurs spot USD/IDR Rp9.500,00 dengan cara
menyerahkan Rupiah sebesar Rp14.250.000.000,00.
Gambar 3
Pengakhiran (Unwind) Transaksi Derivatif Pihak Domestik di atas
USD1,000,000.00
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
7
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/14/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
DOMESTIK
CONTOH PENYELESAIAN TRANSAKSI DERIVATIF PALING BANYAK
SEBESAR THRESHOLD YANG DILAKUKAN SECARA NETTING
Transaksi Derivatif paling banyak sebesar USD100,000.00 yang
penyelesaiannya dilakukan secara netting
Individu A melakukan transaksi forward beli sebesar USD50,000.00 pada
tanggal 15 Agustus 20XX kepada Bank B dengan kurs forward USD/IDR
Rp10.000,00 dengan tenor 3 bulan, yang akan jatuh waktu pada tanggal
15 November 20XX. Transaksi ini dilakukan dalam rangka hedging
kegiatan impor barang yang dilakukan pada bulan tersebut, namun
karena transaksinya paling banyak sebesar USD100,000.00 per bulan,
maka Individu A tidak perlu menyampaikan Underlying Transaksi.
Pada bulan November 20XX, individu A memperoleh informasi bahwa
eksportir membatalkan transaksi ekspor ke Individu A karena terjadi
bencana di negara eksportir. Individu A mengambil keputusan untuk
melakukan pengakhiran transaksi (unwind) posisi forward-nya dengan
menyelesaikan transaksi forward tersebut secara netting melalui
Transaksi Spot jual dengan kurs USD/IDR Rp9.500,00 pada tanggal 13
November 20XX. Pada saat penyelesaian transaksi tanggal 15 November
20XX, individu A menyampaikan dokumen Underlying Transaksi.
Pada saat transaksi forward jatuh waktu, Individu A membayar dana
sebesar selisih kurs transaksi forward awal dengan kurs spot saat jatuh
waktu yaitu Rp25.000.000,00 yang berasal dari perhitungan
((Rp10.000,00 - Rp9.500,00) x USD50,000.00).
Gambar …
8
Gambar 4
Transaksi Derivatif Paling Banyak Sebesar USD100,000.00 yang
Penyelesaiannya Secara Netting
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
9
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/14/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
DOMESTIK
DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK PERDAGANGAN BARANG
DAN JASA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI
A. DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI YANG BERSIFAT FINAL
1. Fotokopi kontrak jasa konsultan.
2. Fotokopi surat perjanjian kerja atau dokumen pendukung lain
antara tenaga kerja asing yang bersangkutan dengan badan
usaha.
3. Fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement) atau dokumen
utang terkait lainnya.
4. Fotokopi perjanjian royalti (royalty agreement) dengan pihak
asing yang disertai dengan dokumen pendukung lainnya.
5. Letter of Credit (L/C) dan perubahan L/C.
6. Dokumen yang bersifat tagihan atau yang menimbulkan
kewajiban pembayaran, antara lain:
a.
Invoice atau commercial invoice, dengan masa berlaku paling
lama 12 bulan setelah tanggal penerbitan invoice (baik yang
diterbitkan oleh pihak asing maupun pihak dalam negeri).
Dalam hal invoice yang digunakan telah melebihi 12 bulan
sejak tanggal penerbitan, penggunaan invoice harus
dilengkapi dengan:
1) MT 103 yang berisi informasi mengenai invoice terkait;
dan
2) pernyataan dari nasabah bahwa pembayaran valuta
asing belum pernah dilakukan atas dasar invoice
dimaksud.
b. Debit …
10
b. Debit note yang informasi di dalamnya dapat diverifikasi
oleh Bank.
c. Sales Contract/Kontrak Penjualan dengan masa berlaku
yang sesuai dengan yang tercantum dalam kontrak. Apabila
tidak ada masa berlaku di dalam kontrak, masa berlaku
paling lama 12 bulan sejak penandatanganan kontrak.
d. List of invoices yang didukung oleh pernyataan nasabah
yang berisi:
1) validitas list dimaksud;
2)
tanggung jawab nasabah untuk mengadministrasikan
invoices dimaksud; dan
3) komitmen penyediaan invoices apabila dibutuhkan oleh
Bank.
e. Billing notice atau billing/payment schedule yang dihasilkan
oleh sistem internal nasabah.
f. Faktur Pajak/Tax Invoice atau SPT untuk pembayaran
pajak.
7. Cash Management Agreement atau Standard Operating Procedure
(SOP) terkait kebijakan cash pooling dan cash sweeping, antara
kantor cabang atau subsidiary dengan kantor pusat/wilayah
nasabah sepanjang dapat diverifikasi oleh Bank.
8. Akta jual beli dan bukti kepemilikan Pihak Asing atas aset
terkait dengan penjualan aset di Indonesia yang dimiliki oleh
pihak asing yang pembelian valuta asingnya dilakukan oleh
pihak domestik yang diberi kuasa oleh Pihak Asing.
9. Dokumen penjualan valuta asing terhadap Rupiah yang berasal
dari penjualan valuta asing hasil ekspor, dengan masa berlaku
paling lama 6 bulan setelah tanggal penerbitan dokumen
penjualan valuta asing.
10. Dokumen Underlying Transaksi untuk PVA berupa net jual PVA
kepada nasabah dalam 1 bulan terakhir. Dalam hal terdapat
pembelian valuta asing oleh nasabah PVA kepada PVA dengan
nilai …
11
nilai melebihi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika
Serikat) per bulan, dilengkapi dengan pernyataan PVA yang
ditandatangani oleh pejabat berwenang dari PVA yang berisi
tanggung jawab PVA untuk mengadministrasikan dokumen
underlying transaksi dari nasabah PVA serta berkomitmen untuk
menyediakan dokumen underlying transaksi nasabah PVA
apabila dibutuhkan oleh Bank.
11. Penggunaan surat elektronik resmi atau facsimile sebagai
dokumen pendukung tambahan dari dokumen Underlying
Transaksi untuk bukti tagih sejauh Bank dapat memverifikasi
pengirim dari email atau facsimile tersebut.
B. DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI BERUPA PERKIRAAN
1. Perkiraan kebutuhan biaya sekolah dan biaya hidup di luar
negeri.
2. Perkiraan kebutuhan biaya berobat dan akomodasi.
3. Perkiraan kebutuhan biaya perjalanan dan akomodasi.
4. Proyeksi cash flow berdasarkan kebutuhan pengguna jasa travel
agent dan cadangan yang dibutuhkan, yang dibuktikan dengan
informasi rekening koran/tabungan dari usaha travel agent
tersebut.
5. Fotokopi pemberitahuan Impor Barang (PIB).
6. Fotokopi pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
7. Dokumen pembelian antara lain berupa purchase order
confirmation.
8. Proforma invoice, yang paling kurang berisi informasi tentang
nomor dan tanggal dokumen, nama pembeli/importir/penerima
barang/consignee/applicant, nama barang dan harga total
seluruh barang.
9. Sales/Import Projection yang dikeluarkan oleh nasabah (tidak
harus audited namun ditandatangani oleh pejabat berwenang
dari nasabah) untuk jangka waktu tidak lebih dari 1,5 tahun ke
depan …
12
depan terhitung sejak tanggal transaksi, dengan maksimum
nominal sebesar data historis 1 tahun sebelumnya.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
13
LAMPIRAN V
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/14/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
DOMESTIK
DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK INVESTASI BERUPA
DIRECT INVESTMENT, PORTFOLIO INVESTMENT, PINJAMAN, MODAL DAN
INVESTASI LAINNYA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI
A. DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI YANG BERSIFAT FINAL
1. Bukti kepemilikan investasi dalam valuta asing yang
diterbitkan oleh pihak yang berwenang termasuk surat
perjanjian jual beli atas investasi antara lain dalam bentuk
saham, obligasi, surat berharga lainnya, bukti pembagian
dividen, dan hasil investasi lainnya.
2. Surat permintaan penyetoran rekening saldo atas transaksi
tertentu yang dipersyaratkan oleh otoritas yang berwenang.
3. Promissory note dengan dilampirkan perjanjian kredit terkait.
4. Fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement atau dokumen
utang terkait lainnya).
5. Bukti pendukung keikutsertaan nasabah dalam tender dan
penyediaan jaminan/bank garansi dalam mata uang asing.
6. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham dengan nominal
Rupiah untuk pembayaran dividen ke pemegang saham asing.
7. Kontrak investasi kolektif untuk transaksi reksadana dalam
valuta asing.
B. DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI BERUPA PERKIRAAN
Proyeksi arus kas yang terkait dengan suatu proyek tertentu untuk
jangka waktu 3 tahun ke depan terhitung sejak tanggal transaksi,
yang dikeluarkan oleh nasabah dan ditandatangani oleh pejabat
berwenang …
14
berwenang dari nasabah (dengan menyertakan dokumen kontrak
kerja dan/atau dokumen terkait lainnya).
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
15
LAMPIRAN VI
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/14/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
DOMESTIK
CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK
PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH DI ATAS THRESHOLD
PERNYATAAN
Menunjuk PBI Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik, kami yang
bertandatangan di bawah ini:
1. Nama individu/perusahaan*)
: …………………………………..
2. Alamat individu/perusahaan
3. Nomor Pokok Wajib Pajak
4. No. Identitas (perusahaan/individu)
: .………………………………….
: .………………………………….
: …………………………………..
Dengan ini menyatakan:
1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab
terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan
secara keseluruhan tidak melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah melebihi nilai nominal Underlying Transaksi dalam sistem
perbankan di Indonesia;
2. memiliki kebutuhan valuta asing dan akan melakukan transaksi
valuta asing dengan rincian sebagai berikut **):
a. Jenis Transaksi Yang Dilakukan
b. Jumlah Kebutuhan Valuta Asing
c. Tujuan Penggunaan Valuta Asing
: …………………………..
: …………………………..
: …………………………..
d. Tanggal Dibutuhkannya Valuta Asing : ..…………………………
e. Dokumen Underlying dan/atau informasi lainnya:
………………………………………………………………………………...
Berkenaan …
16
Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan
bahwa:
1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat
dipertanggungjawabkan;
2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan isi pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi
tanggung jawab kami sepenuhnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
[kota], [tanggal, bulan, tahun]
Tanda tangan di atas materai cukup
Nama dan Jabatan:
Nama Perusahaan Yang Diwakili:
Dasar Hukum Untuk Mewakili:
Keterangan:
*) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk
resmi oleh perusahaan/badan/lembaga. Dalam hal transaksi
dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk resmi oleh
perusahaan/badan/lembaga, agar disertai dengan specimen tanda
tangan dan surat kuasa/dokumen pendelegasian wewenang.
**) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
17
LAMPIRAN VII
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/14/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
DOMESTIK
CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK
PENJUALAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH MELALUI TRANSAKSI
FORWARD ATAU OPTION DI ATAS THRESHOLD
PERNYATAAN
Menunjuk PBI Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik, kami yang
bertandatangan di bawah ini:
1. Nama individu/perusahaan*)
: …………………………………………..
2. Alamat individu/perusahaan : .………………………………………….
Dengan ini menyatakan:
1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab
terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan
secara keseluruhan tidak melakukan penjualan valuta asing terhadap
Rupiah melebihi nilai nominal Underlying Transaksi dalam sistem
perbankan di Indonesia;
2. memiliki kebutuhan untuk melakukan transaksi valuta asing dengan
rincian sebagai berikut**):
a. Sumber Valuta Asing
: …………………………………..
b. Jumlah Penerimaan Valuta Asing : …………………………………..
c. Tanggal Penerimaan Valuta Asing : ..…………………………………
d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya:
…………………………………………………………………………………..
Berkenaan …
18
Berkenaan dengan transaksi valuta asing tersebut, kami menyatakan
bahwa:
1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat
dipertanggungjawabkan;
2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan isi pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi
tanggung jawab kami sepenuhnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
[kota], [tanggal, bulan, tahun]
Tanda tangan di atas materai cukup
Nama dan Jabatan:
Nama Perusahaan Yang Diwakili:
Dasar Hukum Untuk Mewakili:
Keterangan:
*) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk
resmi oleh perusahaan/badan/lembaga. Dalam hal transaksi
dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk resmi oleh
perusahaan/badan/lembaga, agar disertai dengan specimen tanda
tangan dan surat kuasa/dokumen pendelegasian wewenang.
**) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
19
LAMPIRAN VIII
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/14/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
DOMESTIK
CONTOH SURAT KUASA
A. CONTOH SURAT KUASA UNTUK PERUSAHAAN TERBATAS (PT)
1. DALAM HAL PEMBERI KUASA ADALAH DIREKSI DAN UNTUK
MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM PEMBERIAN KUASA INI TIDAK
MEMERLUKAN PERSETUJUAN DEWAN KOMISARIS:
SURAT KUASA1
Pada hari ini, ….., tanggal ……, yang bertanda tangan di bawah ini:
1. Nama
Jabatan
Alamat
Nomor Identitas
2. Nama
Jabatan
Alamat
Nomor Identitas
: …………………………………………………..
: …………………………………………………..
: .………………………………………………….
: …………………………………………………..
: …………………………………………………..
: …………………………………………………..
: .………………………………………………….
: …………………………………………………..
bertindak berdasarkan:
dalam hal ini masing-masing bertindak dalam jabatannya tersebut selaku
Direksi PT. xxx berdasarkan Pasal ...... Anggaran Dasar PT. xxx,
berkedudukan di ...... yang Anggaran Dasarnya (beserta perubahannya)
(jika telah ada perubahan Anggaran Dasar) (berturut-turut) telah dimuat
1 Surat Kuasa ini diperlukan untuk seluruh pelaksanaan transaksi valuta asing dengan
Bank, tidak hanya terkait dengan Formulir Rencana Kebutuhan Valuta Asing.
dalam …
20
dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal ....... No......., Tambahan
Nomor ....., selanjutnya disebut PEMBERI KUASA2; atau
2. DALAM HAL PEMBERI KUASA ADALAH SALAH SATU DIREKTUR DAN
UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN HUKUM PEMBERIAN KUASA INI
MEMERLUKAN PERSETUJUAN DEWAN KOMISARIS:
CONTOH
SURAT KUASA
Pada hari ini, ….., tanggal ……, yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
Jabatan
Alamat
Nomor Identitas
: ……………………………….
: ……………………………….
: .………………………………
: ……………………………….
dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut, selaku demikian
mewakili Direksi dari dan oleh karena itu untuk dan atas nama serta sah
mewakili Perusahaan Perseroan PT xxx berkedudukan di ......,
berdasarkan Pasal ……. Anggaran Dasarnya yang dimuat dalam Akta
Notaris ………, Nomor……., tanggal……., yang termuat dalam Berita
Negara Republik Indonesia tanggal……., Nomor ……Tambahan Nomor…..,
berikut perubahan-perubahan terakhir dengan Akta Notaris……….,
Nomor………, tanggal…….. yang termuat dalam Berita Negara Republik
Indonesia tanggal……, Nomor……., Tambahan Nomor…….., dan untuk
melaksanakan tindakan hukum dalam Perjanjian ini telah mendapatkan
persetujuan tertulis dari komisaris Perseroan, sebagaimana ternyata
dalam Surat Persetujuan Tertulis tanggal….., bermeterai cukup yang
dilekatkan pada Perjanjian ini, selanjutnya disebut PEMBERI KUASA3;
atau
2 Dalam hal Pemberi Kuasa adalah Direksi.
3 Dalam hal Pemberi Kuasa berdasarkan Anggaran Dasarnya bertindak mewakili Direksi
dan harus memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris.
3. DALAM …
21
3. DALAM HAL ANGGARAN DASAR ATAU KETENTUAN INTERNAL PT
DIMAKSUD MENGATUR LAIN, AGAR RUMUSAN KOMPARISI PEMBERI
KUASA DISESUAIKAN.
Dengan ini memberikan kuasa kepada:
1. Nama Individu
Jabatan
Alamat
Nomor Identitas
2. Nama Individu
Jabatan
Alamat
Nomor Identitas
: ……………………………….
: ……………………………….
: .………………………………
: ……………………………….
: ……………………………….
: ……………………………….
: .………………………………
: ……………………………….
selanjutnya disebut sebagai PENERIMA KUASA, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama4:
--------------------------------------------KHUSUS---------------------------------
untuk dan atas nama PEMBERI KUASA menandatangani pernyataan
1. pembelian valuta asing terhadap Rupiah di atas threshold;
2. pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar
threshold;
3. penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward atau
option di atas threshold;
4. Transaksi Derivatif pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling
banyak sebesar threshold yang akan diselesaikan secara netting; dan
5. Transaksi forward atau option penjualan valuta asing terhadap Rupiah
paling banyak sebesar threshold yang akan diselesaikan secara netting.
Demikian surat kuasa ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
[kota], [tanggal, bulan, tahun]
4 Pemberian kuasa dapat diberikan kepada 1 (satu) pihak atau lebih.
PENERIMA …
22
PENERIMA KUASA
1. Nama Jelas
PEMBERI KUASA
Tanda tangan di atas materai cukup
Jabatan
2. Nama Jelas
Jabatan
Nama Jelas
Jabatan
B. UNTUK PERUSAHAAN/BADAN/LEMBAGA SELAIN PT AGAR RUMUSAN
KOMPARISI PEMBERI KUASA DISESUAIKAN DENGAN ANGGARAN DASAR
PERUSAHAAN/BADAN/LEMBAGA ATAU KETENTUAN INTERNAL
TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG DI MASING-MASING
PERUSAHAAN/BADAN/LEMBAGA.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
23
LAMPIRAN IX
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/14/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
DOMESTIK
CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK
TRANSAKSI DERIVATIF PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH
PALING BANYAK SEBESAR THRESHOLD YANG AKAN DISELESAIKAN
SECARA NETTING
PERNYATAAN
Menunjuk PBI Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik, kami yang
bertandatangan di bawahini:
1. Nama individu/perusahaan*)
2. Alamat individu/perusahaan
3. Nomor Pokok Wajib Pajak
4. No. Identitas (perusahaan/individu)
: …………………………………..
: .………………………………….
: .………………………………….
: …………………………………..
Dengan ini menyatakan:
1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung
jawab terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying
Transaksi, dan secara keseluruhan tidak melakukan pembelian
valuta asing terhadap Rupiah melebihi nilai nominal Underlying
Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia;
2. memiliki kebutuhan valuta asing dan akan melakukan transaksi
valuta asing dengan rincian sebagai berikut **):
a. Jenis Transaksi Yang Dilakukan
b. Jumlah Kebutuhan Valuta Asing
c. Tujuan Penggunaan Valuta Asing
: …………………………..
: …………………………..
: …………………………..
d. Tanggal Dibutuhkannya Valuta Asing : ..…………………………
e. Dokumen …
24
e. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya:
………………………………………………………………………………….
Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan
bahwa:
1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat
dipertanggungjawabkan;
2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi
tanggung jawab kami sepenuhnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
[kota], [tanggal, bulan, tahun]
Tanda tangan di atas materai cukup
Nama dan Jabatan:
Nama Perusahaan Yang Diwakili:
Dasar Hukum Untuk Mewakili:
Keterangan:
*) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk
resmi oleh perusahaan/badan/lembaga. Dalam hal transaksi
dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk resmi oleh
perusahaan/badan/lembaga, agar disertai dengan specimen tanda
tangan dan surat kuasa/dokumen pendelegasian wewenang.
**) Diisi dalam hal Underlying Transaksi bersifat perkiraan.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
25
LAMPIRAN X
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/14/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
DOMESTIK
CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK
TRANSAKSI FORWARD ATAU OPTION PENJUALAN VALUTA ASING
TERHADAP RUPIAH PALING BANYAK SEBESAR THRESHOLD YANG AKAN
DISELESAIKAN SECARA NETTING
PERNYATAAN
Menunjuk PBI Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik, kami yang
bertandatangan di bawah ini:
1. Nama individu/perusahaan*)
: …………..………………………………
2. Alamat individu/perusahaan : .……………..…………………………..
Dengan ini menyatakan:
1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung
jawab terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying
Transaksi, dan secara keseluruhan tidak melakukan penjualan
valuta asing terhadap Rupiah melebihi nilai nominal Underlying
Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia
2. memiliki kebutuhan untuk melakukan transaksi valuta asing dengan
rincian sebagai berikut **):
a. Sumber Valuta Asing
: …………………………………..
b. Jumlah Kebutuhan Valuta Asing : …………………………………..
c. Tanggal Penerimaan Valuta Asing: ..…………………………………
d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya:
……………………………………………………………………………………..
Berkenaan …
26
Berkenaan dengan transaksi valuta asing tersebut, kami menyatakan
bahwa:
1.
informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat
dipertanggungjawabkan;
2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan pernyataan, segala akibat hukum yang timbul menjadi
tanggung jawab kami sepenuhnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
[kota], [tanggal, bulan, tahun]
Tanda tangan di atas materai cukup
Nama dan Jabatan:
Nama Perusahaan Yang Diwakili:
Dasar Hukum Untuk Mewakili:
Keterangan:
*) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk
resmi oleh perusahaan/badan/lembaga.Dalam hal transaksi
dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk resmi oleh
perusahaan/badan/lembaga, agar disertai dengan specimen tanda
tangan dan surat kuasa/dokumen pendelegasian wewenang.
**) Diisi dalam hal Underlying Transaksi bersifat perkiraan.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
27
LAMPIRAN XI
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/14/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
DOMESTIK
CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK
PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH PALING BANYAK
SEBESAR THRESHOLD
PERNYATAAN
Menunjuk PBI Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik, kami yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama (perusahaan/individu) : ………………………………
Alamat (perusahaan/individu) : ………………………………
Dengan ini menyatakan bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku
dan pembelian valuta asing terhadap Rupiah tidak melebihi threshold per
bulan per Nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam sistem
perbankan di Indonesia.
Berkenaan dengan transaksi valuta asing tersebut, kami menyatakan
bahwa:
1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat
dipertanggungjawabkan;
2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan pernyataan, segala akibat hukum yang timbul menjadi
tanggung jawab kami sepenuhnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Tempat …
28
Tempat, Tanggal/Bulan/Tahun
Hormat Kami,
Tanda Tangan dan Cap Perusahaan*)
Nama Jelas
(Direktur/Pimpinan
Cabang/Individu)
Keterangan:
*) Bermaterai cukup
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/14/DPM|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik </reg_title>
<set_date> 17 September 2014 </set_date>
<effective_date> 10 November 2014 </effective_date>
<replaced_reg> '15/19/DPM|SE-BI/2013', '15/3/DPM|SE-BI/2013', '10/48/DPD|SE-BI/2008', '15/33/DPM|SE-BI/2013', '11/12/DPD|SE-BI/2009', '14/11/DPM|SE-BI/2012', '10/42/DPD|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '16/16/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 14/37/DPNP
Jakarta, 27 Desember 2012
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI
INDONESIA
Perihal : Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sesuai Profil Risiko dan
Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA)
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/18/PBI/2012 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 261,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5369) perlu diatur
lebih lanjut mengenai kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil
risiko dan pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) dalam
suatu Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut:
I. UMUM
A.
Sehubungan dengan semakin meningkatnya risiko Bank yang
diakibatkan oleh kompleksitas produk, jasa, dan kegiatan usaha
Bank serta sejalan dengan perkembangan metode dan teknik
pengukuran risiko pada industri keuangan dan perbankan,
perhitungan kecukupan modal perlu disesuaikan sehingga tidak
hanya ...
hanya mampu menyerap potensi kerugian yang timbul dari risiko
kredit, risiko pasar, dan risiko operasional namun juga dari risiko
lain yang material. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Bank wajib
menyediakan modal minimum sesuai profil risiko.
B.
Kecukupan modal minimum sesuai profil risiko selain bertujuan
untuk mengantisipasi potensi kerugian yang antara lain timbul dari
Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang telah
memperhitungkan risiko kredit, risiko pasar, dan risiko operasional,
juga untuk mengantisipasi potensi kerugian di masa mendatang
dari risiko-risiko yang belum sepenuhnya diperhitungkan dalam
ATMR tersebut, antara lain risiko konsentrasi, risiko likuiditas,
risiko suku bunga pada banking book (interest rate risk in banking
book), risiko hukum, risiko kepatuhan, risiko reputasi, dan risiko
stratejik, serta untuk mengantisipasi dampak penerapan skenario
stress test terhadap kecukupan modal Bank.
C.
Dalam rangka memenuhi kewajiban penyediaan modal minimum
sesuai profil risiko dimaksud, Bank wajib memiliki dan menerapkan
proses perhitungan kecukupan modal secara internal atau Internal
Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP).
D.
Kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, selain
wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko, juga wajib
memenuhi Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) minimum.
E.
Kewajiban pemenuhan CEMA minimum bagi kantor cabang dari
bank yang berkedudukan di luar negeri merupakan salah satu
bentuk respon terhadap dinamika perekonomian serta
perkembangan sektor keuangan global, dan merupakan upaya
Bank Indonesia sebagai host supervisor untuk memperkuat
permodalan ...
permodalan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri dalam rangka memelihara stabilitas sistem keuangan secara
umum dan sektor perbankan secara khusus.
II.
KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO
A.
INTERNAL CAPITAL ADEQUACY ASSESSMENT PROCESS (ICAAP)
1.
ICAAP adalah proses yang dilakukan Bank untuk menetapkan
kecukupan modal sesuai dengan profil risiko Bank, dan
penetapan strategi untuk memelihara tingkat permodalan.
2. Komponen ICAAP paling kurang mencakup:
a. Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi
Dalam melakukan pengawasan aktif, Dewan Komisaris dan
Direksi memiliki tanggung jawab paling kurang sebagai
berikut:
1) Dewan Komisaris dan Direksi bertanggung jawab
untuk:
a) memahami sifat dan tingkat risiko yang dihadapi
oleh Bank, menilai kecukupan kualitas manajemen
risiko, dan mengaitkan tingkat risiko dengan
kecukupan modal yang dimiliki Bank untuk
mengantisipasi risiko-risiko yang dihadapi dan
untuk mendukung rencana bisnis serta rencana
strategis Bank di masa mendatang; dan
b) memastikan terlaksananya ICAAP secara konsisten
dan terintegrasi dalam aktivitas operasional Bank.
2) Dewan Komisaris berwenang dan bertanggung jawab
paling kurang untuk:
a) menyetujui kebijakan, strategi, dan prosedur
pengelolaan modal Bank;
b) melakukan ...
b) melakukan kaji ulang terhadap kualitas dan
efektivitas pengelolaan modal yang dilakukan oleh
Direksi; dan
c) melakukan evaluasi berkala terhadap kualitas dan
efektivitas kebijakan, strategi, dan prosedur
pengelolaan modal serta melakukan penyesuaian
apabila diperlukan.
3) Direksi berwenang dan bertanggung jawab paling
kurang untuk:
a) menyusun kebijakan, strategi, dan prosedur
pengelolaan modal sesuai dengan ukuran,
karakteristik, kompleksitas usaha, dan tingkat
risiko Bank serta memastikan bahwa Bank
senantiasa memelihara tingkat permodalan yang
memadai untuk mengantisipasi risiko-risiko Bank;
b) mengembangkan kerangka untuk menilai tingkat
risiko yang dihadapi Bank, dan proses yang
mengaitkan tingkat risiko dengan kebutuhan
modal;
c) memastikan bahwa rencana strategis Bank
mencakup strategi pengelolaan modal yang
menggambarkan kebutuhan modal, antisipasi
belanja modal
(capital expenditure), target
permodalan yang ingin dicapai, dan sumber
permodalan yang diharapkan; dan
d) memastikan strategi, kebijakan, dan prosedur
pengelolaan modal dikomunikasikan dan
dilaksanakan secara menyeluruh (bank-wide).
b. Penilaian ...
b. Penilaian Kecukupan Modal
Dalam melakukan penilaian kecukupan modal, hal–hal yang
dilakukan paling kurang sebagai berikut:
1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang
memadai untuk memastikan bahwa seluruh risiko
telah diidentifikasi, diukur, dan dilaporkan secara
berkala kepada Dewan Komisaris dan Direksi.
Jenis risiko dan faktor-faktor yang dipertimbangkan
dalam penilaian setiap risiko mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia mengenai penilaian tingkat kesehatan
Bank Umum. Sedangkan untuk penerapan manajemen
risiko seperti proses identifikasi dan pengukuran
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai
penerapan manajemen risiko bagi Bank Umum.
2) Bank wajib memiliki metode dan proses dalam
melakukan penilaian kecukupan permodalan dengan
mengaitkan tingkat risiko dengan tingkat permodalan
yang dibutuhkan untuk menyerap potensi kerugian
dari risiko dimaksud.
3) Bank wajib menyesuaikan metode dan asumsi yang
digunakan apabila terjadi perubahan pada rencana
bisnis, profil risiko, dan faktor eksternal.
4) Bank wajib mendokumentasikan hasil pengukuran
risiko dan perhitungan tingkat permodalan yang
dibutuhkan, termasuk metode dan asumsi yang
digunakan.
c. Pemantauan dan Pelaporan
Dalam melakukan pemantauan dan pelaporan, hal–hal yang
dilakukan paling kurang sebagai berikut:
1) Bank ...
1) Bank wajib memiliki sistem informasi yang memadai
untuk memantau dan melaporkan eksposur risiko
serta mengukur dampak perubahan profil risiko
terhadap kebutuhan modal Bank.
2) Laporan profil risiko dan tingkat permodalan yang
dibutuhkan wajib disampaikan secara berkala kepada
Dewan Komisaris dan Direksi.
3) Laporan profil risiko dan tingkat permodalan yang
wajib disampaikan secara berkala kepada Dewan
Komisaris dan Direksi sebagaimana dimaksud pada
angka 2) harus dapat digunakan oleh Direksi untuk:
a) mengevaluasi tingkat risiko, kecenderungan (trend)
pergerakan risiko, dan dampaknya terhadap
tingkat permodalan;
b) mengevaluasi kewajaran metode serta sensitivitas
dan kewajaran asumsi yang digunakan dalam
pengukuran tingkat risiko dan penilaian
kecukupan modal Bank;
c) menetapkan apakah Bank memiliki modal yang
memadai sesuai profil risiko; dan
d) mengukur estimasi kebutuhan modal di masa
mendatang berdasarkan hasil penilaian profil risiko
terkini dan melakukan penyesuaian rencana
strategis Bank apabila diperlukan.
d. Pengendalian Internal
Dalam melakukan pengendalian internal, hal–hal yang
dilakukan paling kurang sebagai berikut:
1) Bank ...
1) Bank wajib memiliki sistem pengendalian intern yang
memadai untuk memastikan keandalan dari ICAAP
yang diimplementasikan.
2) Bank wajib melakukan kaji ulang ICAAP secara berkala
paling kurang 1 (satu) tahun sekali dan sewaktu-waktu
sesuai kebutuhan Bank, untuk memastikan
keandalan, akurasi, dan kewajaran dari proses
dimaksud. Proses kaji ulang dilakukan oleh pihak
internal Bank yang memiliki kompetensi yang memadai
dan independen terhadap proses penetapan
kecukupan modal.
Cakupan kaji ulang ICAAP paling kurang meliputi:
a) kesesuaian proses penilaian kecukupan modal
dengan ukuran, karakteristik, dan kompleksitas
usaha Bank;
b) keakuratan dan kelengkapan data yang digunakan
dalam proses penilaian kecukupan modal;
c) kewajaran metode dan asumsi yang digunakan
dalam proses penilaian kecukupan modal; dan
d) kewajaran skenario stress testing yang digunakan
dalam proses penilaian kecukupan modal.
B. SUPERVISORY REVIEW AND EVALUATION PROCESS (SREP)
1.
2.
SREP meliputi penilaian terhadap:
a.
b.
c.
SREP adalah proses kaji ulang yang dilakukan oleh Bank
Indonesia atas hasil ICAAP Bank.
kecukupan pengawasan aktif Dewan Komisaris dan
Direksi;
kecukupan penilaian kecukupan modal;
kecukupan pemantauan dan pelaporan; dan
d. kecukupan pengendalian internal.
C. PERHITUNGAN ...
C. PERHITUNGAN KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM
SESUAI PROFIL RISIKO
1. Bank wajib menyediakan modal minimum sesuai profil risiko,
baik secara individual maupun secara konsolidasi.
2.
Penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah sebagai
berikut:
a. 8% (delapan persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil
risiko peringkat 1 (satu);
b. 9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10%
(sepuluh persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil
risiko peringkat 2 (dua);
c. 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11%
(sebelas persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil
risiko peringkat 3 (tiga);
d. 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas
persen) dari ATMR, untuk Bank dengan profil risiko
peringkat 4 (empat) atau peringkat 5 (lima).
3.
Total ATMR merupakan penjumlahan dari ATMR untuk risiko
kredit, ATMR untuk risiko pasar, dan ATMR untuk risiko
operasional.
4. Bank Indonesia berwenang menetapkan modal minimum lebih
besar dari modal minimum sebagaimana dimaksud pada angka
2, dalam hal Bank Indonesia menilai Bank menghadapi potensi
kerugian yang membutuhkan modal lebih besar.
5. Beberapa ilustrasi perhitungan modal minimum sesuai profil
risiko adalah sebagai berikut:
Ilustrasi 1 ...
Ilustrasi 1:
Bank A memiliki total modal sebesar Rp130.000.000.000,00
(seratus tiga puluh miliar rupiah) dan total ATMR sebesar
Rp1.300.000.000.000,00 (satu triliun tiga ratus miliar rupiah),
sehingga rasio KPMM Bank A adalah sebesar 10% (sepuluh
persen). Bank A memiliki profil risiko dengan peringkat 2.
Berdasarkan hasil ICAAP dan perhitungan Bank Indonesia,
Bank A perlu menyediakan modal minimum sesuai profil risiko
sebesar 9% (sembilan persen) dari ATMR.
Dengan demikian, Bank A wajib menyediakan modal minimum
sesuai profil risiko sebesar Rp117.000.000.000,00 (seratus
tujuh belas miliar rupiah).
Dengan rasio KPMM Bank A sebesar 10% (sepuluh persen)
maka dalam hal ini Bank A telah memenuhi persyaratan
minimum rasio KPMM sesuai profil risiko, yaitu sebesar 9%
(sembilan persen).
Ilustrasi 2:
Bank B memiliki total modal sebesar Rp900.000.000.000,00
(sembilan ratus miliar rupiah) dan total ATMR sebesar
Rp9.000.000.000.000,00 (sembilan triliun rupiah), sehingga
rasio KPMM Bank B adalah 10% (sepuluh persen). Bank B
memiliki profil risiko dengan peringkat 3. Berdasarkan hasil
ICAAP, Bank memerlukan modal minimum sebesar 10%
(sepuluh persen) dari ATMR. Namun berdasarkan hasil
penilaian Bank Indonesia, Bank B memerlukan modal
minimum sebesar 11% (sebelas persen), antara lain karena
terdapat potensi kerugian yang membutuhkan modal lebih
besar.
Dengan ...
Dengan demikian, Bank B wajib menyediakan modal minimum
sesuai profil risiko sebesar Rp990.000.000.000,00 (sembilan
ratus sembilan puluh miliar rupiah).
Dengan rasio KPMM Bank B sebesar 10%, maka Bank B tidak
memenuhi persyaratan minimum rasio KPMM sesuai profil
risiko yaitu sebesar 11% (sebelas persen). Bank B memerlukan
tambahan modal paling kurang sebesar Rp90.000.000.000,00
(sembilan puluh miliar rupiah), yaitu Rp990.000.000.000,00
(sembilan ratus sembilan puluh miliar rupiah) dikurangi
Rp900.000.000.000,00 (sembilan ratus miliar rupiah).
D.
PELAPORAN
1. Bank wajib menyampaikan laporan penilaian kecukupan modal
minimum sesuai profil risiko kepada Bank Indonesia dengan
mengacu pada format sebagaimana Lampiran I paling kurang
setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan posisi akhir
bulan Desember. Laporan tersebut disampaikan bersamaan
dengan penyampaian hasil self assessment Tingkat Kesehatan
Bank sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian
tingkat kesehatan Bank Umum.
2.
Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan
kepada:
a. Departemen Pengawasan Bank, Jl. MH. Thamrin No. 2,
Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia.
III. PEMENUHAN ...
III. PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS (CEMA)
1.
CEMA adalah alokasi dana usaha kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang wajib ditempatkan pada aset
keuangan dalam jumlah dan persyaratan tertentu.
2.
Aset keuangan yang digunakan sebagai CEMA harus bebas dari
klaim pihak manapun yang dibuktikan antara lain dengan surat
pernyataan dari kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri. Surat pernyataan kantor cabang dari bank yang
berkedudukan di luar negeri disusun dengan format sebagaimana
tercantum pada Lampiran II.
3.
CEMA minimum ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari total
kewajiban bank pada setiap bulan dan paling sedikit sebesar
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah).
4.
Pemenuhan CEMA minimum sebagaimana dimaksud pada angka 3
dilakukan melalui tahapan implementasi sebagai berikut:
a. Seluruh kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar
negeri wajib memenuhi CEMA minimum sebesar 8% (delapan
persen) dari total kewajiban bank paling lambat posisi bulan
Juni 2013.
b. Dalam hal CEMA minimum sebesar 8% terhadap rata-rata total
kewajiban lebih kecil dari Rp1 Triliun sejak posisi bulan Juni
2013 sampai dengan posisi bulan November 2017, kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri tetap wajib
memenuhi CEMA minimum sebesar 8% (delapan persen) dari
total kewajiban bank.
c.
Kewajiban pemenuhan CEMA minimum paling sedikit Rp1
Triliun bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri sebagaimana dimaksud pada huruf b, berlaku sejak
posisi bulan Desember 2017.
5. Dalam ...
5. Dalam rangka kewajiban pemenuhan CEMA, kantor cabang dari
bank yang berkedudukan di luar negeri wajib menyampaikan
laporan pemenuhan CEMA minimum setiap bulan paling lambat
tanggal 8 pada bulan berikutnya setelah bulan laporan.
Contoh:
- Laporan pemenuhan CEMA bulan Januari 20xx disampaikan
paling lambat pada tanggal 8 Februari 20xx.
- Laporan pemenuhan CEMA bulan Februari 20xx disampaikan
paling lambat pada tanggal 8 Maret 20xx.
6. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan
kepada:
a.
Departemen Pengawasan Bank, Jl. MH. Thamrin No.2, Jakarta
10350, bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri, di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bagi kantor cabang dari
bank yang berkedudukan di luar negeri, di luar wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia.
7.
Laporan pemenuhan CEMA disusun dengan berpedoman pada
Lampiran III.
IV. LAIN-LAIN
Lampiran I sampai dengan Lampiran III merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
V.
PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
27 Desember 2012.
Agar ...
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULYA E. SIREGAR
KEPALA DEPARTEMEN
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/37/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Kewajiban Penyediaan Modal Minimum sesuai Profil Risiko dan Pemenuhan Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) </reg_title>
<set_date> 27 Desember 2012 </set_date>
<effective_date> 27 Desember 2012 </effective_date>
<related_reg> '14/18/PBI/2012' </related_reg>
|
No.9/9/DSM
Jakarta, 9 April 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PERUSAHAAN BUKAN LEMBAGA KEUANGAN
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003 Perihal Pelaporan
Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Perusahaan Bukan
Lembaga Keuangan
Sehubungan dengan perkembangan teknologi dan untuk meningkatkan
kualitas data maka dipandang perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003 Perihal Pelaporan
Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan
sebagai berikut:
1. Ketentuan butir II.C.4. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Cara Penyampaian Laporan
a. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir II A.1.
dan butir II A.2. dilakukan sebagai berikut:
1) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan
di Indonesia, laporan tersebut disampaikan oleh kantor pusat
dan merupakan gabungan dari kegiatan LLD yang dilakukan
oleh kantor pusat dan kantor lainnya yang berkedudukan di
Indonesia.
2) Bagi …
2) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya berkedudukan
di luar Indonesia, laporan tersebut dapat disampaikan oleh
koordinator kantor Perusahaan pelapor atau masing-masing
kantor Perusahaan pelapor yang berkedudukan di Indonesia.
b. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir II A.1.
dan butir II A.2. dilakukan melalui surat, faksimili, atau media on
line (web technology) dengan tatacara sebagai berikut:
1) Penyampaian laporan dengan surat:
a) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya
berkedudukan di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi,
Karawang, dan Propinsi Banten, laporan disampaikan
kepada:
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q.
Biro Neraca Pembayaran
Menara Syafruddin Prawiranegara, Lantai 16,
Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350
b) Bagi Perusahaan pelapor yang kantor pusatnya
berkedudukan di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor,
Bekasi, Karawang, dan Propinsi Banten, laporan
disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat
sebagaimana tercantum dalam Petunjuk Teknis (Lampiran
3).
2) Penyampaian laporan dengan faksimili:
a) Bagi Perusahaan pelapor yang berkedudukan di wilayah
Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Propinsi
Banten, laporan disampaikan kepada:
Bank…
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q.
Biro Neraca Pembayaran
Nomor Faksimili: 0-800-1501829 (bebas pulsa), (021)
3866063, (021) 3501974.
b) Bagi Perusahaan pelapor yang berkedudukan di luar
wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan
Propinsi Banten, laporan disampaikan kepada Kantor Bank
Indonesia setempat sebagaimana tercantum dalam Petunjuk
Teknis (Lampiran 3).
c) Bagi Perusahaan pelapor yang menyampaikan laporan
dengan faksimili sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan
huruf b) wajib menyampaikan pula laporan aslinya.
Laporan asli tersebut harus sudah diterima Bank Indonesia
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal pengiriman
laporan melalui faksimili.
3) Penyampaian laporan melalui media on line (web technology).
Perusahaan pelapor dapat menyampaikan laporan melalui
media on line
https://www.bi.go.id/lldperusahaan.
c. Tanggal penerimaan laporan baik yang disampaikan dengan
surat, faksimili maupun media on line (web technology) adalah
tanggal diterimanya surat, faksimili atau laporan yang
disampaikan melalui media on line (web technology) tersebut
oleh Bank Indonesia.
d. Dalam hal terjadi perubahan alamat, nomor faksimili, dan alamat
web site sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) a), b.2) a), dan
b.3) maka perubahan tersebut akan diberitahukan secara tertulis
oleh Bank Indonesia.
(web technology) dengan alamat
2. Alamat…
…..
2. Alamat sebagaimana dimaksud pada butir I.C.6.a., II.C.5.c., V.F.3.a.,
VI.D., Lampiran 1, 2, dan alamat Kantor Pusat Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3.i. diubah menjadi:
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q.
Biro Neraca Pembayaran
Menara Syafruddin Prawiranegara, Lantai 16,
Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 9 April 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
TRIONO WIDODO
DIREKTUR STATISTIK
EKONOMI DAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/9/DSM|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan </reg_title>
<set_date> 9 April 2007 </set_date>
<effective_date> 9 April 2007 </effective_date>
<changed_reg> '5/24/DSM|SE-BI/2003' </changed_reg>
<related_reg> '5/24/DSM|SE-BI/2003' </related_reg>
|
No.8/21/DInt
Jakarta, 12 Oktober 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK DEVISA
DI INDONESIA
Perihal
: Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Terkait Dengan Harga
Patokan Barang Ekspor, Fasilitas Penjaminan Dan Pembiayaan
Perdagangan Internasional, Jual Beli Devisa Hasil Ekspor Dan
Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri.
--------------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan tidak berlakunya materi yang diatur dalam beberapa
Surat Edaran Bank Indonesia yaitu yang terkait dengan harga patokan barang
ekspor, fasilitas penjaminan dan pembiayaan perdagangan internasional, jual
beli devisa hasil ekspor dan surat kredit berdokumen dalam negeri, serta untuk
memberikan kejelasan status atas peraturan-peraturan Bank Indonesia tersebut,
dipandang perlu untuk mencabut 19 (sembilan belas) Surat Edaran Bank
Indonesia.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Surat Edaran Bank Indonesia
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Surat Edaran ini yang merupakan satu
kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 12
Oktober 2006.
Agar ........
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SJAMSUL ARIFIN
DIREKTUR INTERNASIONAL
Lampiran SE. No.8/21/DInt tgl. 12 Oktober 2006
Daftar Peraturan Yang Dicabut Dengan SE BI No.8/21/ DInt
tgl. 12 Oktober 2006
1. SE BI No. 28/1/ULN tgl. 5 April 1995 Perihal Harga Patokan Barang-
Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 April s/d 30 Juni 1995.
2. SE BI No. 28/13/ULN tgl. 3 Juli 1995 Perihal Harga Patokan Barang-
Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Juli s.d 30 September 1995.
3. SE BI No. 28/24/ULN tgl. 2 Oktober 1995 Perihal Harga Patokan Barang-
Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Oktober s.d 31 Desember 1995.
4. SE BI No. 28/37/ULN tgl. 3 Januari 1996 Perihal Harga Patokan Barang-
Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Januari s/d 31 Maret 1996.
5. SE BI No. 29/1/ULN tgl. 4 April 1996 Perihal Harga Patokan Barang-
Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 April s/d 30 Juni 1996.
6. SE BI No. 29/16/ULN tgl. 2 Juli 1996 Perihal Harga Patokan Barang-
Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Juli s.d 30 September 1996.
7. SE BI No. 29/23/ULN tgl. 4 Oktober 1996 Perihal Harga Patokan Barang-
Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Oktober s/d 31 Desember 1996.
8. SE BI No. 29/37/ULN tgl. 2 Januari 1997 Perihal Harga Patokan Barang-
Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Januari s.d 31 Maret 1997.
9. SE BI No. 30/1/ULN tgl. 4 April 1997 Perihal Harga Patokan Barang-
Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 April s.d 30 Juni 1997.
10. SE BI No. 30/13/ULN tgl. 14 Juli 1997 Perihal Harga Patokan Barang-
Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Juli s.d 30 September 1997.
11. SE BI No. 30/30/ULN tgl. 6 November 1997 Perihal Harga Patokan
Barang-Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Oktober
1997.
12. SE BI No. 30/42/ULN tgl. 4 Februari 1998 Perihal Harga Patokan Barang-
Barang Ekspor (Harga FOB) periode 1 Januari 1998
s.d 31 Maret 1998.
13. SE BI No. 30/43/ULN tgl. 4 Februari 1998 Perihal Jual Beli Devisa Hasil
Ekspor Untuk Eksportir dan Eksportir Tertentu .
14. SE BI No. 30/44/ULN tgl. 4 Februari 1998 Perihal Jual Beli Devisa Hasil
Ekspor Yang Akan Datang Untuk Eksportir Tertentu.
15. SE BI No……….
s.d 31 Desember
Lampiran SE. No.8/21/DInt tgl. 12 Oktober 2006
15. SE BI No. 30/45/ULN tgl. 4 Februari 1998 Perihal Perubahan pasal 3 ayat
(3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.29/150/KEP/DIR tgl. 31
Desember 1996 tentang Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri.
16. SE BI No. 31/10/ULN tgl. 23 Juli 1998 Perihal Harga Patokan Barang-
Barang Ekspor (Harga FOB) periode 16 Juli s.d 30 September 1998.
17. SE BI No. 31/14/ULN tgl. 8 September 1998 Perihal Jaminan Pembiayaan
Perdagangan Internasional.
18. SE BI No. 31/22/ULN tgl. 22 Desember 1998 Perihal Perubahan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/89/KEP/DIR tentang Jaminan
Pembiayaan Perdagangan Internasional.
19. SE BI No. 31/26/ULN tgl. 12 Januari 1999 Perihal Penjaminan L/C dan
atau Pembiayaan L/C melalui Penempatan Dana Bank Indonesia pada Bank
Asing.
---------------
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/21/DInt|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Terkait Dengan Harga Patokan Barang Ekspor, Fasilitas Penjaminan Dan Pembiayaan Perdagangan Internasional, Jual Beli Devisa Hasil Ekspor Dan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri. </reg_title>
<set_date> 12 Oktober 2006 </set_date>
<effective_date> 12 Oktober 2006 </effective_date>
|
No. 12/ 20 /DPM
Jakarta, 2 Agustus 2010
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA PERUSAHAAN PIALANG
PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/29/DPD
tanggal 18 November 2003 perihal Perusahaan Pialang Pasar
Uang Rupiah dan Valuta Asing
Sehubungan dengan penyempurnaan organisasi di Bank Indonesia,
khususnya yang terkait dengan pengelolaan nilai tukar, perlu untuk melakukan
perubahan terhadap ketentuan mengenai alamat penyampaian surat dan laporan
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/29/DPD tanggal
18 November 2003 perihal Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta
Asing sebagai berikut:
Alamat penyampaian:
a. Surat permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada romawi I
huruf A angka 2;
b. Surat permohonan ijin usaha sebagaimana dimaksud pada romawi I huruf B
angka 2;
c. Laporan bulanan dan laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada romawi III
huruf C;
d. Surat permohonan izin perubahan kepemilikan, susunan direksi dan komisaris
sebagaimana dimaksud pada romawi IV huruf C; dan
e. Dokumen ...
2
e. Dokumen pendaftaran ulang sebagaimana dimaksud pada romawi VI huruf B;
diubah menjadi ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Direktorat Pengelolaan Moneter
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 2 Agustus 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/20/DPM|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/29/DPD tanggal 18 November 2003 perihal Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing </reg_title>
<set_date> 2 Agustus 2010 </set_date>
<effective_date> 2 Agustus 2010 </effective_date>
<changed_reg> '5/29/DPD|SE-BI/2003' </changed_reg>
<related_reg> '5/29/DPD|SE-BI/2003' </related_reg>
|
No. 3/ 33 /DPNP
Jakarta, 14 Desember 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia
------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 3/ 22 /PBI/2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang Transparansi Kondisi
Keuangan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4159),
perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia
dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Dalam
rangka peningkatan transparansi
kondisi
keuangan
Bank
dan
penyusunan laporan keuangan yang relevan, komprehensif, andal dan dapat
diperbandingkan, Bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan
berdasarkan ketentuan dan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
serta Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang ditetapkan oleh Dewan
Standar Akuntansi Keuangan.
2. Dengan …
2. Dengan ditetapkannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Nomor 31 (Revisi 2000) tentang Akuntansi Perbankan yang berlaku efektif
sejak 1 Januari 2001, dipandang perlu untuk melakukan penyesuaian terhadap
Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia yang merupakan penjabaran lebih
lanjut dari PSAK Nomor 31 dan beberapa standar akuntansi lain yang relevan
untuk industri perbankan.
3. Sehubungan dengan hal tersebut terlampir disampaikan Pedoman Akuntansi
Perbankan Indonesia Revisi 2001 untuk dijadikan pedoman
penyusunan laporan keuangan Bank.
dalam
4. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 25/2/BPPP tanggal 30 Desember 1992 perihal Pelaksanaan Standar
Khusus Akuntansi Perbankan Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini dan Pedoman Akuntansi Perbankan
Indonesia berlaku sejak tanggal 14 Desember 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Surat
MAMAN H. SOMANTRI
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/33/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia </reg_title>
<set_date> 14 Desember 2001 </set_date>
<effective_date> 14 Desember 2001 </effective_date>
<replaced_reg> '25/2/BPPP|SE-BI/1992' </replaced_reg>
<related_reg> '3/22/PBI/2001' </related_reg>
|
No. 7/59/DASP
Jakarta, 30 Desember 2005
S U R A T E D A R A N
Perihal : Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu
-----------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/52/PBI/2005 tanggal 28 Desember 2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan
Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 148, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4583), dan dalam rangka mendukung kelancaran dan efektifitas
penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, perlu
diatur lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
I.
TATA CARA
PENYELENGGARAAN KEGIATAN ALAT
PEMBAYARAN DENGAN MENGGUNAKAN KARTU (APMK)
A. Persyaratan sebagai Penyelenggara APMK
1.
Prinsipal
Prinsipal
terdiri dari Prinsipal umum dan Prinsipal khusus.
Kegiatan sebagai Prinsipal umum hanya dapat dilakukan oleh
Lembaga Selain Bank, sedangkan kegiatan sebagai Prinsipal
khusus dapat dilakukan baik oleh Bank ataupun Lembaga Selain
Bank.
Untuk …
2
Untuk bertindak sebagai Prinsipal, baik Prinsipal Kartu Kredit,
Kartu ATM, Kartu Debet, dan/atau Kartu Prabayar, Bank atau
Lembaga Selain Bank wajib terlebih dahulu melaporkan secara
tertulis rencana penyelenggaraan kegiatan sebagai Prinsipal
kepada Bank Indonesia. Laporan tertulis tersebut sekurang-
kurangnya harus memuat hal-hal sebagai berikut:
a. jenis kegiatan APMK yang akan diselenggarakan;
b. rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Prinsipal; dan
c. merek (brand name) yang digunakan.
Laporan tertulis sebagaimana tersebut di atas harus dilampiri
dokumen mengenai :
a.
profil perusahaan (company profile) Bank atau Lembaga
Selain Bank tersebut; dan
b. hubungan bisnis (business arrangement) antara Prinsipal
dengan Penerbit, khusus untuk Prinsipal umum.
Hubungan bisnis tersebut antara lain berisi tata cara
penetapan dan persyaratan menjadi Penerbit, mekanisme
settlement, dan pelaksanaan kegiatan operasional lainnya
dari penerbitan kartu merek Prinsipal umum.
2. Penerbit
a. Setiap Bank dapat bertindak sebagai Penerbit, baik
Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu Debet, dan/atau
Kartu Prabayar.
b. Lembaga Selain Bank dapat bertindak sebagai Penerbit
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Lembaga …
3
1) Lembaga Selain Bank yang dapat bertindak sebagai
Penerbit Kartu Kredit adalah Lembaga Selain Bank
yang
telah memperoleh
Keuangan Republik
kegiatan Kartu Kredit.
izin dari Departemen
Indonesia untuk menjalankan
2) Lembaga Selain Bank yang dapat bertindak sebagai
Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet adalah
Lembaga Selain Bank yang mempunyai kewenangan
untuk melakukan kegiatan penghimpunan dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan berdasarkan
undang-undang yang mengatur mengenai Lembaga
Selain Bank tersebut.
3) Lembaga Selain Bank yang dapat bertindak sebagai
Penerbit Kartu
Prabayar
yang memerlukan
persetujuan dari Bank Indonesia adalah Lembaga
Selain Bank yang :
a) berbadan hukum Indonesia dalam bentuk
Perseroan Terbatas (PT); dan
b) memiliki pengalaman dan reputasi baik dalam
penyelenggaraan Kartu Prabayar Single-purpose
single merchant atau Multi-purpose single
merchant di Indonesia paling singkat selama 2
(dua) tahun.
c. Untuk mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia,
Bank dan Lembaga Selain Bank yang akan bertindak
sebagai Penerbit sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b harus mengajukan permohonan secara tertulis
mengenai …
4
mengenai rencana penyelenggaraan kegiatan sebagai
Penerbit kepada Bank Indonesia,
sekurang-kurangnya
memuat hal-hal sebagai berikut:
1) jenis kegiatan APMK yang akan diselenggarakan;
dan
2) rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Penerbit.
Permohonan tertulis sebagaimana tersebut di atas harus
dilampiri dengan dokumen yang terdiri dari:
1) Rencana Kerja Bank yang di dalamnya
mencantumkan
rencana
2)
kegiatan
Bank sebagai
Penerbit atau rencana kerja Lembaga Selain Bank.
Fotokopi dari akta pendirian badan hukum yang telah
disahkan oleh pihak yang berwenang, khusus untuk
Lembaga Selain Bank. Fotokopi akta pendirian badan
hukum
tersebut harus pula dilegalisir
pihak/pejabat yang berwenang.
3) Hasil analisis bisnis atas penyelenggaraan kegiatan
APMK yang akan dilakukan untuk 1 (satu) tahun ke
depan, sekurang-kurangnya memuat uraian
mengenai:
a)
b)
potensi pasar yang ada;
c)
segmen pasar yang akan dituju dan analisis
persaingan usaha;
target
jumlah pemegang kartu
dicapai;
d) rencana kerjasama dengan Prinsipal dan/atau
Acquirer, termasuk jumlah dan namanya;
e) rencana …
yang ingin
oleh
5
e)
f)
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
target pendapatan yang akan dicapai.
4) Bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi:
a)
Fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok
perjanjian tertulis
antara Penerbit dengan
Prinsipal, khusus untuk Prinsipal umum.
Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara
lain memuat kesepakatan antara Prinsipal umum
dan Penerbit mengenai penggunaan merek
Prinsipal umum dalam penerbitan kartu, hak
dan kewajiban masing-masing pihak, rencana
pelaksanaan kerjasama, jangka waktu, serta
mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul.
Dalam hal calon Penerbit adalah kantor cabang
Bank asing, dan perjanjian yang dilakukan
dengan Prinsipal umum merupakan Global
Agreement antara kantor pusat Bank tersebut
dengan Prinsipal umum, maka kantor cabang
Bank asing dimaksud cukup menyampaikan
pokok-pokok perjanjian dari Global Agreement
tersebut.
b) Konsep pengaturan hak dan kewajiban para
pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban
Penerbit, Acquirer, dan Pemegang Kartu.
c) Prosedur penyelesaian sengketa yang timbul
diantara para pihak, sekurang-kurangnya
meliputi:
(1) mekanisme …
6
(1) mekanisme pengaturan atau penyelesaian
atas sengketa yang mungkin terjadi antara
Penerbit dengan Pemegang Kartu; dan
(2) mekanisme penyelesaian pengaduan
nasabah mengenai produk yang
diterbitkan, dan
d) Khusus untuk Lembaga Selain Bank, wajib pula
menyertakan rekomendasi dari otoritas yang
berwenang memberikan
izin
kelembagaan
dan/atau otoritas yang melakukan pengawasan
atas Lembaga Selain Bank tersebut.
Rekomendasi dalam hal
rekomendasi mengenai kondisi
kondisi
ini antara lain
keuangan,
kesehatan dan kepatuhan Lembaga
Selain Bank tersebut terhadap ketentuan yang
berlaku.
5)
Bukti
sekurang-kurangnya meliputi manajemen
kesiapan penerapan manajemen risiko,
risiko
likuiditas, manajemen risiko kredit, dan/atau
manajemen risiko operasional, yang berupa:
a) Ketentuan
intern
yang mengatur mengenai
pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi,
sekurang-kurangnya meliputi:
(1) Penetapan akuntabilitas, kebijakan, dan
proses pengendalian untuk mengelola
risiko yang timbul dari penerbitan kartu.
(2) Persetujuan …
7
(2)
Persetujuan
dan pengkajian ulang
terhadap aspek utama dari prosedur
pengendalian
kartu.
b) Prosedur pengendalian pengamanan (security
control)
untuk penerbitan kartu,
sekurang-
kurangnya memuat pengaturan mengenai:
(1) prosedur dan langkah pengamanan yang
dilakukan dalam penerbitan kartu, seperti
pembuatan dan penyampaian PIN, serta
penyampaian
Kartu,
kartu kepada
Pemegang
(2) pemisahan tugas antara proses aplikasi,
persetujuan, dan penagihan,
(3) kewenangan
atau
pengendalian dalam
pemberian persetujuan kepada calon
Pemegang Kartu,
(4) langkah-langkah untuk menguji keaslian
(otentikasi) identitas dan otorisasi nasabah
yang melakukan transaksi APMK,
(5) audit trail atas transaksi Pemegang Kartu,
(6) prosedur yang memadai untuk menjamin
integritas data, catatan atau arsip, dan
informasi pada transaksi APMK, dan
(7) langkah-langkah untuk melindungi
kerahasiaan informasi Pemegang Kartu.
c) Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko
operasional, sekurang-kurangnya memuat:
(1) penyediaan …
pengamanan penerbitan
8
(1) penyediaan informasi mengenai manfaat
dan
risiko produk
(2) prosedur
menjadi Pemegang Kartu, dan
perencanaan darurat (disaster
recovery plan) dan kesinambungan usaha
(business continuity plan) yang efektif
dalam mengatasi
dan meminimalkan
permasalahan yang timbul dari kejadian
yang
tidak diperkirakan, yang
dapat
mengganggu kelancaran operasional
sistem APMK.
6) Bukti
kesiapan
operasional,
sekurang-kurangnya
meliputi:
a) rencana struktur organisasi dan kesiapan
sumber daya manusia; dan
b) rencana peralatan dan sarana usaha, sekurang-
kurangnya memuat informasi mengenai:
(1) lokasi atau ruangan yang akan digunakan
untuk kegiatan operasional, dan
(2) peralatan teknis terkait sistem (hardware
dan software) serta jaringan yang akan
digunakan.
3.
Acquirer
a. Acquirer dalam penyelenggaraan kegiatan APMK terdiri
dari Financial Acquirer dan Technical Acquirer.
b. Setiap …
sebelum nasabah
9
b. Setiap Bank dapat bertindak sebagai Financial Acquirer
baik Financial Acquirer Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu
Debet, dan/atau Kartu Prabayar.
c. Lembaga Selain Bank
yang dapat bertindak sebagai
Financial Acquirer Kartu Kredit, Kartu ATM, Kartu Debet,
dan/atau Kartu Prabayar adalah Lembaga Selain Bank yang
memiliki
kewenangan
untuk melakukan
kegiatan
pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan ketentuan
yang mengatur mengenai Lembaga Selain Bank tersebut.
d. Untuk memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia, Bank
dan Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai
Financial Acquirer sebagaimana tersebut di atas harus
mengajukan permohonan secara tertulis mengenai rencana
penyelenggaraan kegiatan
sebagai Financial Acquirer
kepada Bank Indonesia, yang sekurang-kurangnya memuat
hal-hal sebagai berikut:
1) jenis
Financial Acquirer; dan
2) rencana waktu dimulainya penyelenggaraan sebagai
Financial Acquirer.
Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud di atas harus
dilampiri dengan dokumen yang terdiri dari:
1) Rencana Kerja Rencana Bank yang di dalamnya
mencantumkan
rencana
kegiatan
Bank sebagai
Financial Acquirer atau rencana kerja Lembaga
Selain Bank.
2) Fotokopi …
kegiatan APMK yang akan dilakukan oleh
10
2) Fotokopi dari akta pendirian badan hukum yang telah
disahkan oleh pihak yang berwenang, khusus untuk
Lembaga Selain Bank. Fotokopi akta pendirian badan
hukum
tersebut harus pula dilegalisir
pihak/pejabat yang berwenang.
3) Hasil analisis bisnis atas kegiatan Financial Acquirer
yang akan dilakukan untuk 1 (satu) tahun ke depan,
sekurang-kurangnya memuat :
a) potensi pasar yang ada;
b) segmen pasar yang akan dituju dan analisis
persaingan usaha;
c) rencana kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit,
dan Technical Acquirer, termasuk jumlah dan
namanya;
d) rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
e) target pendapatan yang akan dicapai.
4) Bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi:
a) fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok
perjanjian tertulis antara Financial Acquirer
dengan Penerbit dan/atau penyedia
barang
dan/atau jasa;
b) pengaturan mengenai hak dan kewajiban para
pihak seperti pengaturan hak dan kewajiban
Financial Acquirer, Penerbit,
penyedia barang dan/atau jasa.
oleh
dan/atau
c) prosedur penyelesaian sengketa yang timbul
diantara para pihak. Prosedur penyelesaian
sengketa …
11
sengketa dalam hal ini antara lain meliputi
mekanisme pengaturan atau penyelesaian atas
sengketa yang mungkin terjadi antara Financial
Acquirer dengan Penerbit dan/atau penyedia
barang dan/atau jasa; dan
d) Khusus untuk Lembaga Selain Bank, wajib pula
menyertakan rekomendasi dari otoritas yang
berwenang memberikan
izin
dan/atau otoritas yang melakukan pengawasan
atas Lembaga Selain Bank tersebut.
Rekomendasi dalam hal ini antara lain
rekomendasi mengenai kondisi
kondisi
kesehatan, dan kepatuhan Lembaga
Selain Bank tersebut terhadap ketentuan yang
berlaku.
5) Bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, yang
antara lain meliputi manajemen risiko
likuiditas,
manajemen risiko kredit, dan manajemen risiko
operasional. Dokumen kesiapan penerapan
manajemen risiko tersebut berupa
pengaturan
pengendalian pengamanan (security control) oleh
Financial Acquirer terhadap sistem yang digunakan,
yang memuat:
a) prosedur yang memadai untuk menjamin
integritas data, catatan atau arsip, dan informasi
pada transaksi APMK,
kelembagaan
keuangan,
b) langkah-langkah …
12
b)
langkah-langkah
untuk
menguji
keaslian
(otentikasi) identitas dan otorisasi nasabah yang
melakukan transaksi APMK,
c)
audit trail atas transaksi yang diproses melalui
sistem Financial Acquirer,
d) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan
data Pemegang Kartu yang diproses melalui
sistem Financial Acquirer, termasuk sistem
yang disediakan oleh Technical Acquirer
apabila
Financial Acquirer
tersebut
bekerjasama dengan Technical Acquirer,
e) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan
data Pemegang Kartu yang tersimpan pada
sistem penyedia barang dan/atau jasa
bekerjasama dengan Financial Acquirer, dan
f)
dan
(business continuity plan) yang efektif
timbul dari
kejadian yang
kesinambungan usaha
dalam
yang
prosedur perencanaan darurat (disaster
recovery plan)
mengatasi dan meminimalkan permasalahan
yang
tidak
diperkirakan yang dapat mengganggu
kelancaran operasional sistem APMK.
6) Bukti kesiapan operasional sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan butir 2.c.6).
B. Penyampaian Laporan dan Permohonan Persetujuan
Penyampaian laporan bagi Bank atau Lembaga Selain Bank
yang akan bertindak sebagai Prinsipal dan penyampaian permohonan
persetujuan …
13
persetujuan bagi Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan
bertindak sebagai Penerbit dan/atau Financial Acquirer dilakukan
oleh:
1. kantor pusat Bank atau Lembaga Selain Bank, jika Bank atau
Lembaga Selain Bank tersebut berkantor pusat di wilayah
Indonesia, atau
2. kantor cabang Bank atau kantor cabang/kantor perwakilan
Lembaga Selain Bank di Indonesia, jika Bank atau Lembaga
Selain Bank tersebut berkantor pusat di luar wilayah Indonesia.
Laporan dan permohonan persetujuan sebagaimana tersebut di atas
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagaimana
dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini.
C.
Pemrosesan Permohonan Persetujuan
Atas permohonan tertulis yang disampaikan oleh Bank atau Lembaga
Selain Bank yang akan menjadi Penerbit dan/atau Financial Acquirer,
Bank Indonesia memberikan tanggapan yang berisi penolakan atau
persetujuan.
Tata cara pemberian persetujuan untuk melakukan kegiatan APMK
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk penyelenggaraan kegiatan APMK yang permohonannya
disampaikan kepada Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran, tata cara pemberian persetujuan dilakukan
sebagai berikut:
a. Pemberian …
14
a. Pemberian tanggapan berupa persetujuan atau penolakan
dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat
puluh lima) hari kerja setelah surat permohonan beserta
dokumen diterima secara lengkap oleh Direktorat Akunting
dan Sistem Pembayaran.
b. Untuk dapat memberikan tanggapan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran melakukan hal-hal sebagai berikut:
1) pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan dan
kesesuaian dokumen yang diajukan oleh Bank atau
Lembaga Selain Bank;
2) pemeriksaan langsung (on site supervision) ke Bank
dan/atau Lembaga Selain Bank yang bersangkutan
untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dokumen
yang diajukan, jika diperlukan; dan
3) khusus untuk permohonan dari
Bank, meminta
rekomendasi kepada satuan kerja terkait di Bank
Indonesia yang menangani pengawasan perbankan atas
kondisi keuangan, tingkat kesehatan, dan kepatuhan
Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk
informasi apabila terdapat permasalahan-permasalahan
yang dihadapi Bank tersebut.
c. Dalam hal
dan
pemeriksaan
administratif dokumen dan
pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud pada butir
b.1)
butir b.2) telah dilakukan, dan
dengan
mempertimbangkan rekomendasi dari pengawas perbankan
sebagaimana dimaksud pada butir b.3) atau rekomendasi
dari …
15
dari otoritas yang berwenang memberikan izin
kelembagaan dan/atau otoritas yang melakukan
pengawasan atas
Lembaga Selain Bank, Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran melakukan:
1) Penolakan, jika hasil evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam butir b.1), butir b.2) dan/atau rekomendasi yang
ada tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan
yang
ditetapkan oleh
Bank
Indonesia
dan/atau
menunjukkan hasil yang tidak baik.
Selanjutnya Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran menyampaikan surat penolakan dengan
menyebutkan alasan penolakan disertai pengembalian
seluruh lampiran dokumen yang telah disampaikan
oleh Bank atau Lembaga Selain Bank.
Bank atau Lembaga Selain Bank yang permohonannya
ditolak dapat mengajukan kembali surat permohonan
persetujuan kepada Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran, dengan memenuhi seluruh persyaratan
dan tata cara pengajuan permohonan
sebagai Penerbit
persetujuan
dan/atau Financial Acquirer
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini; atau
2) Persetujuan, apabila hasil evaluasi sebagaimana dalam
butir b.1) dan butir b.2) memenuhi seluruh persyaratan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan rekomendasi
yang ada menunjukkan hasil baik.
Selanjutnya Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran menyampaikan surat persetujuan kepada
Bank …
16
Bank atau Lembaga Selain Bank yang bersangkutan
untuk bertindak sebagai Penerbit dan/atau Financial
Acquirer.
Khusus untuk Bank, pelaporan pengoperasian mesin ATM
kepada Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan atau
Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi dapat dilakukan setelah
adanya persetujuan penerbitan Kartu ATM oleh Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran.
2. Untuk penyelenggaraan kegiatan APMK yang dilakukan oleh
Bank umum yang melakukan kegiatan berdasarkan
penolakan
atas
prinsip
syariah (Bank Umum Syariah) atau oleh Unit Usaha Syariah
(UUS), pemberian persetujuan atau
penyelenggaraan kegiatan APMK tersebut dilakukan oleh Bank
Indonesia c.q Direktorat Perbankan Syariah dengan tata cara
sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kegiatan usaha Bank Umum Syariah dan UUS.
D. Pelaksanaan Kegiatan APMK
1. Untuk persetujuan yang diberikan oleh Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran, pelaksanaan kegiatan APMK dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila permohonan Bank atau Lembaga Selain Bank untuk
bertindak sebagai Penerbit dan/atau Financial Acquirer
disetujui, maka
(empat
puluh
dalam jangka waktu paling lambat 45
lima) hari kerja terhitung
sejak
tanggal
persetujuan diberikan, Bank atau Lembaga Selain Bank
tersebut harus melaksanakan kegiatannya sebagai Penerbit
dan/atau Financial Acquirer.
b. Apabila …
17
b. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
huruf a,
Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah
mendapat persetujuan sebagai Penerbit dan/atau Financial
Acquirer telah melaksanakan kegiatannya, Bank atau
Lembaga Selain Bank tersebut melaporkan secara tertulis
dimulainya kegiatan sebagai Penerbit dan/atau Financial
Acquirer kepada Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran.
c. Laporan tertulis sebagaimana
dimaksud pada huruf b
disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal dimulainya kegiatan tersebut.
d. Apabila setelah berakhirnya jangka waktu 45 (empat puluh
lima) hari kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a, Bank
atau Lembaga Selain Bank yang telah mendapat persetujuan
sebagai Penerbit
dan/atau Financial Acquirer belum
melaksanakan kegiatannya, Bank atau Lembaga Selain Bank
tersebut melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia
mengenai alasan belum dapat dilaksanakannya kegiatan
tersebut dan rencana waktu pelaksanaan kegiatan tersebut.
e. Laporan tertulis mengenai belum dapat dilaksanakannya
kegiatan sebagai Penerbit
sebagaimana dimaksud pada huruf d disampaikan paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung
sejak
huruf a.
tanggal
berakhirnya jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja
sebagaimana dimaksud pada
2. Untuk persetujuan yang diberikan oleh Direktorat Perbankan
Syariah, pelaksanaan kegiatan APMK oleh Bank Umum Syariah
atau UUS, dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur …
dan/atau Financial Acquirer
18
mengatur mengenai kegiatan usaha Bank Umum Syariah dan
UUS.
E.
Penundaan atau Pembatalan Persetujuan
1. Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
dapat menunda pemberlakuan persetujuan yang telah diberikan
kepada Penerbit dan/atau Financial Acquirer apabila sampai
dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada butir D.1.a,
Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut belum dapat
melaksanakan kegiatannya.
2. Selain karena kondisi sebagaimana dimaksud pada angka 1,
Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
dapat menunda persetujuan yang telah diberikan apabila kondisi
keuangan Bank memburuk, adanya rekomendasi dari otoritas
pengawas Lembaga Selain Bank untuk menunda berlakunya
persetujuan yang telah diberikan kepada Lembaga Selain Bank
tersebut, atau lemahnya manajemen risiko Bank atau Lembaga
Selain Bank yang dinilai dapat menimbulkan kerugian bagi pihak
yang terkait dalam kegiatan APMK dan/atau perekonomian
nasional.
3. Jangka waktu penundaan persetujuan oleh Bank Indonesia c.q
Direktorat Akunting
dan Sistem Pembayaran sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dan 2 ditetapkan dengan memperhatikan
kondisi Penerbit dan/atau Financial Acquirer, permasalahan
yang dihadapi oleh Penerbit dan/atau Financial Acquirer, serta
faktor lain yang terkait.
4. Penerbit
dan/atau Financial Acquirer baru dapat memulai
kegiatannya setelah mendapatkan pemberitahuan secara tertulis
mengenai …
19
mengenai pencabutan penundaan persetujuan dari Bank
Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran.
5. Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
dapat membatalkan persetujuan yang telah diberikan apabila
kondisi keuangan Bank memburuk, adanya rekomendasi dari
otoritas pengawas Lembaga Selain Bank untuk membatalkan
persetujuan yang telah diberikan kepada Lembaga Selain Bank
tersebut, atau lemahnya manajemen risiko Bank atau Lembaga
Selain Bank yang dinilai dapat menimbulkan kerugian bagi pihak
yang terkait dalam kegiatan APMK dan/atau perekonomian
nasional.
6. Penundaan atau pembatalan atas persetujuan yang telah diberikan
kepada Bank Umum Syariah atau UUS sebagai Penerbit dan/atau
Financial Acquirer dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai kegiatan usaha Bank Umum Syariah
dan UUS.
II. PENGHENTIAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN APMK
1. Penghentian kegiatan sebagai Penyelenggara dapat dilakukan oleh
Bank Indonesia atau atas permohonan dari Penyelenggara yang
bersangkutan.
2. Bank Indonesia melakukan penghentian secara tetap penyelenggaraan
kegiatan APMK dalam hal:
a. Penyelenggara kegiatan APMK tidak memenuhi ketentuan Bank
Indonesia setelah dikenakan sanksi penghentian sementara;
b. Terdapat putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
tetap
yang menghukum Penyelenggara untuk menghentikan
kegiatan …
20
kegiatan APMK yang dilakukannya atau adanya permintaan
tertulis/rekomendasi
pengawasan terhadap Penyelenggara APMK; atau
c. Adanya permintaan tertulis/rekomendasi kepada Bank Indonesia
dari otoritas pengawas yang berwenang untuk menghentikan
kegiatan usaha Penyelenggara, atau otoritas pengawas dimaksud
telah menghentikan kegiatan usaha Penyelenggara.
3. Dalam hal Penyelenggara akan menghentikan kegiatan APMK yang
dilakukannya, Penyelenggara dimaksud harus melaporkan secara
tertulis kepada Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran paling lambat 1 (satu) bulan sebelum Penyelenggara
menghentikan kegiatannya.
4. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 sekurang-kurangnya
memuat hal-hal sebagai berikut:
a.
alasan penghentian kegiatan; dan
b. mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban Penyelenggara dan
Pemegang Kartu;
5. Bank Indonesia atas dasar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
angka 2 atau atas dasar laporan penghentian kegiatan oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 3, menyampaikan
surat penegasan kepada Penyelenggara mengenai
penghentian
kegiatan tersebut dan sekaligus mencabut persetujuan yang telah
diberikan.
6.
Pelaksanaan penghentian kegiatan oleh Penyelenggara harus
dilaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia c.q Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran paling lambat 3 (tiga) hari kerja
terhitung sejak tanggal penghentian kegiatan.
7. Dalam …
dari otoritas yang berwenang melakukan
21
7. Dalam hal Penyelenggara yang telah menghentikan kegiatannya
tersebut akan menyelenggarakan kembali kegiatan APMK,
Penyelenggara tersebut harus mengajukan permohonan
sebelum melakukan kegiatannya dengan memenuhi
persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini.
tertulis
seluruh
III. LAIN-LAIN
1. Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai Penerbit
dan sekaligus sebagai Financial Acquirer, selain wajib memenuhi
persyaratan sebagai Penerbit sebagaimana dimaksud pada butir I.A.2
wajib
pula memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud butir I.A.3.
2. Permohonan persetujuan untuk Bank dan/atau Lembaga Selain Bank
yang akan bertindak sebagai Penerbit dan sekaligus sebagai Financial
Acquirer
sebagaimana dimaksud pada angka 1, dapat disampaikan
dalam satu permohonan.
3. Bank dan/atau Lembaga Selain Bank yang
telah memperoleh
persetujuan sebagai Penerbit dan akan melakukan kegiatan sebagai
Financial Acquirer dan/atau Technical Acquirer harus melaporkan
secara tertulis rencana kegiatan sebagai Financial Acquirer dan/atau
Technical Acquirer kepada Bank Indonesia.
Laporan tertulis sebagaimana tersebut di atas harus dilampiri dengan:
a. Bukti kesiapan perangkat hukum, antara lain berupa:
1) Fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian
tertulis antara:
a) Financial Acquirer dengan Penerbit lain dan penyedia
barang dan/atau jasa; atau
b) Technical Acquirer …
sebagai Financial Acquirer
22
b) Technical Acquirer dengan Penerbit lain, Financial
Acquirer lain, dan penyedia barang dan/atau jasa.
2) Pengaturan mengenai hak dan kewajiban antara:
a) Financial Acquirer dengan Penerbit lain dan penyedia
barang dan/atau jasa; atau
b) Technical Acquirer dengan Penerbit lain, Financial
Acquirer lain, dan penyedia barang dan/atau jasa.
3) Prosedur penyelesaian sengketa yang timbul diantara para
pihak.
b. Bukti kesiapan manajemen likuiditas, khusus untuk Financial
Acquirer, antara lain meliputi:
1) mekanisme pemenuhan kewajiban Financial Acquirer, dan
2) mekanisme dalam hal Financial Acquirer mengalami gagal
bayar (failure to settle).
4. Penerbit dan/atau Financial Acquirer yang akan bekerjasama dengan
Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching wajib meminta
Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching tersebut untuk
melaporkan kegiatannya secara tertulis kepada Bank Indonesia c.q
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran.
Permintaan Penerbit dan/atau Financial Acquirer tersebut dilakukan
secara tertulis atau dimuat dalam Perjanjian antara Penerbit dan/atau
Financial Acquirer dengan Technical Acquirer dan/atau Perusahaan
Switching.
5.
Laporan Technical Acquirer dan/atau Perusahaan Switching kepada
Bank Indonesia sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. rencana waktu dimulainya kerjasama;
b. nama dan jumlah Penerbit dan/atau Financial Acquirer yang telah
bekerjasama dengan Technical Acquirer dan/atau Perusahaan
Switching …
23
Switching; dan
c. bukti pemenuhan standar uji keamanan sistem dari Technical
Acquirer dan/atau Perusahaan Switching berdasarkan hasil
pemeriksaan security auditor yang independen.
6. Penyampaian Laporan
Laporan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini disampaikan
kepada:
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Bank Indonesia
Gedung D Lantai 2, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10110
IV.
KETENTUAN PERALIHAN
1. Bank dan Lembaga Selain Bank yang telah menyelenggarakan
kegiatan APMK baik sebagai Prinsipal, Penerbit, dan/atau Financial
Acquirer sebelum tanggal 28 Desember 2004 wajib melaporkan secara
tertulis kepada Bank
kegiatannya.
Indonesia mengenai
penyelenggaraan
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib memuat:
a. Profil perusahaan (company profile) dari Penyelenggara kegiatan
APMK, sekurang-kurangnya meliputi:
1) nama, tempat, dan kedudukan perusahaan,
2) bidang usaha perusahaan sesuai yang tercantum dalam Tanda
Daftar Perusahaan, khusus untuk Lembaga Selain Bank,
3) sejarah singkat perusahaan,
4)
informasi tentang
diselenggarakan, dan
kegiatan
APMK
yang telah
5) pihak …
24
5) pihak yang bekerjasama dengan Penyelenggara tersebut.
b. Khusus untuk Penyelenggara yang berupa Lembaga Selain Bank,
laporan
tersebut harus disertai pula dengan fotokopi
akta
pendirian badan hukum atau fotokopi akta pendirian badan usaha
yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang.
3. Laporan yang memuat hal-hal sebagaimana dimaksud pada angka 2
wajib telah diterima oleh Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran paling lambat tanggal 31 Januari 2006.
4. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah bertindak sebagai
Prinsipal khusus dan Lembaga Selain Bank yang telah bertindak
sebagai Prinsipal umum, yang telah memiliki
kantor
perwakilan
(representative office) di wilayah Indonesia dan akan meningkatkan
status kantornya menjadi kantor cabang wajib melaporkan secara
tertulis rencana peningkatan status kantornya tersebut kepada Bank
Indonesia.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 30 Desember 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/59/DASP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2005 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/52/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 17/ 3 /DSta
Jakarta, 6 Maret 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA KORPORASI NONBANK
DI INDONESIA
Perihal: Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam
Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 394, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5651) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/22/PBI/2014 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa dan
Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan
Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 397, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5654) serta dalam rangka meningkatkan efektivitas
pelaksanaan Peraturan Bank Indonesia tersebut, perlu diatur
ketentuan pelaksanaan mengenai pelaporan penerapan prinsip kehati-
hatian pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank dalam Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Penduduk adalah penduduk sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai lalu lintas devisa dan
sistem nilai tukar.
2. Korporasi ...
2
2. Korporasi Nonbank adalah badan usaha selain bank dan badan
lainnya.
3. Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian yang selanjutnya
disebut KPPK adalah kegiatan Korporasi Nonbank yang dilakukan
dalam rangka melaksanakan kehati-hatian untuk memitigasi
risiko nilai tukar, risiko likuiditas, dan risiko utang yang
berlebihan (overleverage) terhadap utang luar negeri yang dimiliki.
4. Utang Luar Negeri yang selanjutnya disingkat ULN adalah utang
Penduduk kepada bukan Penduduk dalam Valuta Asing dan/atau
Rupiah, termasuk di dalamnya pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah.
5. Pelapor KPPK yang selanjutnya disebut Pelapor adalah Korporasi
Nonbank Pelapor LLD yang merupakan debitur ULN.
6. Aset Valuta Asing adalah aset Valuta Asing sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan
utang luar negeri korporasi nonbank.
7. Kewajiban Valuta Asing adalah kewajiban Valuta Asing
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam
pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank.
8. Valuta Asing adalah valuta yang berdenominasi selain mata uang
Rupiah.
9. Rasio Lindung Nilai adalah rasio jumlah nilai yang
dilindungnilaikan terhadap selisih negatif antara Aset Valuta
Asing dan Kewajiban Valuta Asing.
10. Rasio Likuiditas adalah rasio Aset Valuta Asing terhadap
Kewajiban Valuta Asing.
11. Peringkat Utang (Credit Rating) adalah penilaian yang dilakukan
oleh lembaga pemeringkat untuk menggambarkan kondisi
keuangan perusahaan atau kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajibannya secara tepat waktu (credit worthiness).
12. Prosedur ...
3
12. Prosedur Atestasi adalah prosedur yang dilakukan oleh akuntan
publik independen untuk memberikan pertimbangan bahwa
asersi atau pernyataan yang disampaikan oleh Pelapor sudah
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
13. Triwulan adalah periode 3 (tiga) bulan sesuai tahun buku Pelapor.
14. Hari adalah hari kerja Bank Indonesia.
15. Jam Kerja adalah jam kerja kantor pusat Bank Indonesia, yaitu
pukul 07.10 WIB sampai dengan pukul 16.15 WIB.
II. PELAPOR
A. Pelapor meliputi:
1. berdasarkan jenis lembaga:
a. lembaga keuangan bukan bank;
b. bukan lembaga keuangan.
2. berdasarkan kepemilikan:
a. badan usaha milik negara;
b. badan usaha milik daerah;
c. badan usaha milik swasta;
d. badan lainnya.
B. Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf A hanya mencakup
Pelapor yang memiliki ULN dalam Valuta Asing.
C. Profil Pelapor
1. Pelapor yang baru pertama kali menyampaikan laporan
harus menyampaikan Profil Pelapor sesuai dengan Pedoman
Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
2. Pelapor menyampaikan perubahan Profil Pelapor setiap
terdapat perubahan Profil Pelapor.
3. Pelapor harus melakukan pengkinian Profil Pelapor pada
setiap periode laporan Triwulan I sebagai tahap awal dalam
penyampaian laporan Triwulan I.
III. JENIS ...
4
III. JENIS LAPORAN, KOREKSI LAPORAN, DAN FORMAT LAPORAN
A. JENIS LAPORAN
Laporan yang wajib disampaikan oleh Pelapor kepada Bank
Indonesia terdiri atas:
1. Laporan KPPK
a. Laporan KPPK meliputi keterangan dan data mengenai
Aset Valuta Asing dan Kewajiban Valuta Asing yang akan
jatuh waktu:
1) sampai dengan 3 (tiga) bulan ke depan; dan/atau
2) lebih dari 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan
ke depan.
b. Aset Valuta Asing terdiri atas nilai posisi kas, giro,
tabungan, deposito, piutang, persediaan, surat-surat
berharga yang dapat diperdagangkan (marketable
securities), serta tagihan yang berasal dari transaksi
forward, swap, dan/atau option, namun tidak termasuk
forward, swap, dan/atau option yang dilakukan di periode
laporan Triwulan berjalan dalam rangka pemenuhan Rasio
Lindung Nilai.
c. Kewajiban Valuta Asing terdiri atas nilai seluruh
kewajiban lancar dalam Valuta Asing kepada Penduduk
maupun bukan Penduduk yang tercatat pada laporan
posisi keuangan, serta nilai kewajiban yang berasal dari
transaksi forward, swap, dan/atau option.
2. Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi
a. Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi
meliputi:
1) keterangan dan/atau informasi yang merupakan
hasil penilaian oleh akuntan publik independen
berdasarkan Prosedur Atestasi; dan
2) Laporan KPPK yang telah dikoreksi berdasarkan hasil
Prosedur Atestasi.
b. Penilaian ...
5
b. Penilaian terhadap Laporan KPPK berdasarkan Prosedur
Atestasi harus dilakukan oleh akuntan publik
independen.
c. Prosedur Atestasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b
dilakukan dengan berpedoman pada Agreed-Upon
Procedures (AUP) sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
d. Laporan KPPK yang dinilai berdasarkan Prosedur
Atestasi adalah Laporan KPPK Triwulan IV yang telah
disampaikan sebelumnya oleh Pelapor kepada Bank
Indonesia.
3. Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating)
a. Korporasi Nonbank yang memiliki ULN baru dalam
Valuta Asing berdasarkan perjanjian kredit dan/atau
dalam bentuk surat utang wajib menyampaikan
informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating).
b. Peringkat Utang (Credit Rating) sebagaimana dimaksud
dalam huruf a berupa peringkat yang masih berlaku atas
korporasi (issuer rating) dan/atau surat utang (issue
rating) sesuai dengan jenis dan jangka waktu ULN dalam
Valuta Asing.
c. Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) disampaikan oleh Korporasi Nonbank yang
memiliki ULN dalam Valuta Asing berdasarkan
perjanjian kredit dan/atau dalam bentuk surat utang
yang ditandatangani atau diterbitkan sejak tanggal 1
Januari 2016.
4. Laporan ...
6
4. Laporan Keuangan
a. Laporan Keuangan meliputi data mengenai posisi
keuangan, laba rugi komprehensif, dan perubahan
ekuitas.
b. Laporan Keuangan terdiri atas Laporan Keuangan
triwulanan unaudited dan Laporan Keuangan tahunan
audited.
c. Laporan Keuangan triwulanan unaudited adalah laporan
mengenai posisi keuangan, laba rugi komprehensif, dan
perubahan ekuitas untuk setiap Triwulan yang tidak
diaudit oleh akuntan publik independen.
d. Laporan Keuangan tahunan audited adalah laporan
mengenai posisi keuangan, laba rugi komprehensif, dan
perubahan ekuitas untuk setiap tahun yang diaudit oleh
akuntan publik independen.
B. KOREKSI LAPORAN
1. Dalam hal terdapat kesalahan laporan yang telah
disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia, Pelapor
harus menyampaikan koreksi atas kesalahan laporan
dimaksud.
2. Koreksi terhadap laporan disampaikan secara lengkap
untuk setiap jenis laporan yang dikoreksi.
Contoh:
Pelapor telah menyampaikan Laporan KPPK Triwulan I tahun
2015, namun terdapat kesalahan pengisian nilai posisi giro.
Berdasarkan hal tersebut, Pelapor harus menyampaikan
kembali seluruh Laporan KPPK Triwulan I tahun 2015, yang
mencakup data giro yang dikoreksi dan data lainnya yang
tidak dikoreksi.
3. Koreksi laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang
terakhir diterima oleh Bank Indonesia merupakan laporan
pengganti atas laporan yang telah diterima sebelumnya.
C. FORMAT ...
7
C. FORMAT LAPORAN
Format laporan diatur dalam Pedoman Pelaporan sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.
IV. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN
A. TATA CARA PELAPORAN
Pelapor wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia
secara lengkap, benar, dan tepat waktu dengan tata cara sebagai
berikut:
1. Laporan disampaikan secara online dengan berpedoman
pada Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaporan sebagaimana
terdapat dalam website pelaporan di Bank Indonesia.
2. Laporan dapat disampaikan secara offline dalam hal:
a. terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada Hari
terakhir penyampaian laporan dan/atau koreksi laporan,
beserta dokumen pendukungnya; atau
b. terjadi keadaan memaksa (force majeure).
3. Laporan KPPK dilaporkan dalam mata uang dolar Amerika
Serikat dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia
pada akhir Triwulan, sebagaimana dapat dilihat pada
website Bank Indonesia dengan alamat http://www.bi.go.id.
4. Laporan KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan unaudited
wajib disertai dokumen pendukung berupa surat pernyataan
bahwa data yang disampaikan sesuai dengan fakta
sebenarnya yang ditandatangani paling kurang oleh direktur
keuangan atau setingkat, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
5. Bagi Pelapor yang dikecualikan dari kewajiban pemenuhan
Rasio Lindung Nilai minimum, Laporan KPPK wajib disertai
dokumen pendukung berupa:
a. fotokopi ...
8
a. fotokopi izin dari Kementerian Keuangan Republik
Indonesia untuk melakukan pembukuan dalam mata
uang dolar Amerika Serikat; dan
b. surat pernyataan bahwa rasio pendapatan ekspor
terhadap pendapatan usaha lebih besar dari 50% (lima
puluh persen) pada 1 (satu) tahun kalender sebelumnya,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran III.
6. Bagi Pelapor yang nilai posisi persediaannya diakui sebagai
Aset Valuta Asing wajib menyampaikan surat pernyataan
sebagaimana dimaksud dalam butir 5.b.
7. Dokumen pendukung berupa surat pernyataan sebagaimana
dimaksud dalam angka 4, butir 5.b., dan angka 6
disampaikan untuk setiap Triwulan laporan.
8. Dokumen pendukung berupa fotokopi izin dari Kementerian
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a.,
disampaikan untuk setiap periode laporan Triwulan I.
9. Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) wajib disertai dokumen pendukung berupa
keterangan ringkas dari lembaga pemeringkat, antara lain
mengenai informasi Peringkat Utang (Credit Rating), waktu
pemeringkatan, dan nama lembaga pemeringkat.
10. Laporan Keuangan triwulanan unaudited dan Laporan
Keuangan tahunan audited dilaporkan dalam mata uang
fungsional, yaitu mata uang pada lingkungan ekonomi
utama di mana Pelapor beroperasi.
11. Bagi Pelapor yang memiliki kelompok entitas yang berada
dalam pengendaliannya sesuai standar akuntansi yang
berlaku umum, Laporan Keuangan tahunan yang
disampaikan Pelapor meliputi Laporan Keuangan
konsolidasian audited dan Laporan Keuangan tersendiri.
12. Dalam menyampaikan Laporan Keuangan triwulanan
unaudited dan Laporan Keuangan tahunan audited, Pelapor
harus ...
9
harus menyampaikan data komparasi dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Untuk laporan posisi keuangan, data komparasi meliputi
data posisi keuangan Triwulan IV tahun sebelumnya.
Contoh:
Pada Laporan Keuangan Triwulan I tahun 2016, laporan
posisi keuangan disampaikan dengan data komparasi
Triwulan IV tahun 2015.
b. Untuk laporan laba rugi komprehensif dan laporan
perubahan ekuitas, data komparasi meliputi laba rugi
komprehensif dan perubahan ekuitas untuk periode
yang sama tahun sebelumnya.
Contoh:
Pada Laporan Keuangan Triwulan II tahun 2016, laporan
laba rugi komprehensif disampaikan dengan data
komparasi Triwulan II tahun 2015.
13. Penyampaian data komparasi dikecualikan bagi Pelapor
yang baru berdiri dan/atau belum memiliki Laporan
Keuangan pada tahun sebelumnya.
14. Laporan Keuangan tahunan audited harus disertai dokumen
pendukung berupa laporan auditor independen atas
Laporan Keuangan tahunan.
15. Pelapor menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud dalam angka 4, angka 5, angka 6, angka 9, dan
angka 14 dalam bentuk softcopy dengan format PDF, JPG,
TIFF, BMP, PNG, atau GIF.
B. MEDIA PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Laporan, koreksi laporan, dan/atau dokumen pendukung
disampaikan kepada Bank Indonesia secara online melalui
website pelaporan di Bank Indonesia dengan alamat
https://www.bi.go.id/lkpbuv2.
2. Dalam ...
10
2. Dalam hal terdapat perubahan alamat penyampaian
laporan, koreksi laporan, dan/atau dokumen pendukung,
Bank Indonesia akan menginformasikan perubahan alamat
tersebut melalui surat atau media lainnya.
3. Dalam hal penyampaian laporan, koreksi laporan, dan/atau
dokumen pendukung dilakukan secara offline maka laporan,
koreksi laporan, dan/atau dokumen pendukung dapat
disampaikan dengan menggunakan media attachment
e-mail, Compact Disc (CD), flash disk, dan/atau media
perekaman data elektronik lainnya yang disampaikan pada
Jam Kerja.
C. BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Penyampaian Laporan
a. Laporan KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan
unaudited wajib disampaikan setiap Triwulan, paling
lambat akhir bulan ketiga setelah akhir Triwulan laporan
pada akhir Jam Kerja.
Contoh 1:
Untuk Pelapor dengan tahun buku Januari-Desember,
Laporan KPPK Triwulan I tahun 2015 disampaikan paling
lambat tanggal 30 Juni 2015 pukul 16.15 WIB.
Contoh 2:
Untuk Pelapor dengan tahun buku April-Maret, Laporan
KPPK Triwulan I untuk periode 1 April s.d. 30 Juni 2015
disampaikan paling lambat tanggal 30 September 2015
pukul 16.15 WIB.
b. Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi dan
Laporan Keuangan tahunan audited wajib disampaikan
setiap tahun paling lambat akhir bulan Juni setelah
akhir tahun laporan pada akhir Jam Kerja.
Contoh 1:
Untuk Pelapor dengan tahun buku Januari-Desember,
Laporan Keuangan tahunan audited untuk periode 1
Januari ...
11
Januari sampai dengan 31 Desember 2015 disampaikan
paling lambat tanggal 30 Juni 2016 pukul 16.15 WIB.
Contoh 2:
Untuk Pelapor dengan tahun buku Juli-Juni, Laporan
KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi untuk periode 1
April 2016 sampai dengan 30 Juni 2016 (Triwulan IV)
disampaikan paling lambat tanggal 30 Juni 2017 pukul
16.15 WIB.
c. Informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) wajib disampaikan paling lambat akhir bulan
berikutnya setelah bulan ditandatanganinya atau
diterbitkannya ULN pada akhir Jam Kerja.
Contoh:
Untuk ULN yang ditandatangani pada tanggal 5 Mei 2016,
informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit
Rating) disampaikan paling lambat tanggal 30 Juni 2016
pukul 16.15 WIB.
d. Dalam hal hari terakhir penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau
huruf c jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur,
dan/atau cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, batas waktu penyampaian laporan jatuh pada
Hari berikutnya.
Contoh:
Untuk Laporan KPPK Triwulan III tahun 2016, hari
terakhir penyampaian laporan adalah hari Sabtu tanggal
31 Desember 2016. Oleh karena itu, batas waktu
penyampaian laporan jatuh pada hari Senin tanggal 2
Januari 2017 pukul 16.15 WIB.
e. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia
pada hari terakhir penyampaian laporan,
disampaikan pada Hari berikutnya secara:
1) online ...
laporan
12
1) online sampai dengan akhir Jam Kerja, jika gangguan
teknis telah dapat diatasi; atau
2) offline pada Jam Kerja, jika gangguan teknis belum
dapat diatasi.
Contoh:
Gangguan teknis jaringan di Bank Indonesia terjadi pada
tanggal 31 Maret 2016 yang merupakan hari terakhir
penyampaian Laporan Keuangan Triwulan IV tahun 2015
unaudited. Laporan dimaksud wajib disampaikan paling
lambat tanggal 1 April 2016 pukul 16.15 WIB secara
online. Apabila gangguan teknis masih berlangsung pada
tanggal 1 April 2016, laporan dimaksud disampaikan oleh
Pelapor secara offline pada tanggal 1 April 2016 pada Jam
Kerja.
f. Laporan secara online dinyatakan diterima oleh Bank
Indonesia apabila softcopy seluruh laporan berhasil
diunggah dan lolos validasi yang dibuktikan dengan
adanya tanda terima dari sistem Bank Indonesia.
g. Laporan secara offline dinyatakan diterima oleh Bank
Indonesia apabila softcopy seluruh laporan telah diterima
oleh petugas di Bank Indonesia yang dibuktikan dengan
adanya tanda terima dari Bank Indonesia.
2. Penyampaian Koreksi Laporan
a. Koreksi Laporan KPPK dan Laporan Keuangan
triwulanan unaudited harus disampaikan paling lambat
akhir bulan keempat setelah akhir Triwulan laporan
pada akhir Jam Kerja.
Contoh:
Perusahaan HI melaporkan kas dalam Laporan KPPK
Triwulan II tahun 2016 senilai USD50,000.00 (lima
puluh ribu dolar Amerika Serikat) pada tanggal 24
Agustus 2016. Mengingat nilai kas sebenarnya adalah
USD40,000.00 (empat puluh ribu dolar Amerika Serikat),
Perusahaan ...
13
Perusahan HI menyampaikan koreksi Laporan KPPK
secara online pada tanggal 14 September 2016. Jika
masih ditemukan kesalahan, Perusahaan HI masih dapat
menyampaikan koreksi secara online paling lambat
tanggal 31 Oktober 2016 pukul 16.15 WIB.
b. Koreksi Laporan Keuangan tahunan audited dan
Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi
harus disampaikan paling lambat akhir bulan Juli
setelah akhir tahun laporan pada akhir Jam Kerja.
Contoh:
Perusahaan RA melaporkan giro dalam Laporan
Keuangan
audited
tahun 2015 senilai
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) pada tanggal 13
April 2016. Mengingat nilai giro sebenarnya adalah
Rp5.500.000.000,00 (lima miliar lima ratus juta rupiah),
Perusahaan RA menyampaikan koreksi Laporan
Keuangan audited tahun 2015 secara online pada tanggal
19 Mei 2016. Jika masih ditemukan kesalahan,
Perusahaan RA masih dapat menyampaikan koreksi
secara online paling lambat tanggal 31 Juli 2016 pukul
16.15 WIB.
c. Koreksi informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang
(Credit Rating) harus disampaikan paling lambat tanggal
20 setelah bulan penyampaian laporan yang
bersangkutan pada akhir Jam Kerja.
Contoh:
Perusahaan AL menyampaikan informasi mengenai
pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) pada tanggal
7 Juni 2016 atas ULN yang ditandatangani pada tanggal
21 Mei 2016 dengan Peringkat Utang BB-. Mengingat
Peringkat Utang (Credit Rating) sebenarnya adalah BB,
Perusahaan AL menyampaikan koreksi
informasi
mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating)
secara online pada tanggal 6 Juli 2016. Jika masih
ditemukan ...
14
ditemukan kesalahan, Perusahaan AL masih dapat
menyampaikan koreksi secara online paling lambat
tanggal 20 Juli 2016 pukul 16.15 WIB.
d. Dalam hal hari terakhir penyampaian koreksi laporan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau
huruf c jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur,
dan/atau cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, batas waktu penyampaian koreksi laporan
jatuh pada Hari berikutnya.
Contoh:
Untuk Laporan KPPK Triwulan I tahun 2016, hari terakhir
penyampaian koreksi laporan adalah hari Minggu tanggal
31 Juli 2016. Oleh karena itu, batas waktu penyampaian
koreksi laporan jatuh pada hari Senin tanggal 1 Agustus
2016 pukul 16.15 WIB.
e. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia
pada hari terakhir penyampaian koreksi laporan, koreksi
laporan disampaikan pada Hari berikutnya secara:
1) online sampai dengan akhir Jam Kerja, jika gangguan
teknis telah dapat diatasi; atau
2) offline pada Jam Kerja, jika gangguan teknis belum
dapat diatasi.
Contoh:
Gangguan teknis jaringan di Bank Indonesia terjadi pada
tanggal 31 Oktober 2016 yang merupakan hari terakhir
penyampaian koreksi atas Laporan Keuangan Triwulan II
tahun 2016 unaudited. Koreksi atas laporan dimaksud
harus disampaikan paling lambat tanggal 1 November
2016 pukul 16.15 WIB secara online. Apabila gangguan
teknis masih berlangsung pada tanggal 1 November 2016,
koreksi atas laporan dimaksud disampaikan oleh Pelapor
secara offline pada tanggal 1 November 2016 dalam Jam
Kerja.
f. Koreksi ...
15
f. Koreksi
laporan disampaikan secara lengkap untuk
setiap jenis laporan yang dikoreksi.
Contoh:
Berdasarkan contoh sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, Perusahaan HI melaporkan seluruh data dalam
Laporan KPPK, baik data kas yang dikoreksi maupun
data lainnya yang tidak dikoreksi.
g. Koreksi laporan secara online dinyatakan diterima oleh
Bank Indonesia apabila softcopy seluruh koreksi laporan
berhasil diunggah dan lolos validasi yang dibuktikan
dengan adanya tanda terima dari sistem Bank Indonesia.
h. Koreksi laporan secara offline dinyatakan diterima oleh
Bank Indonesia apabila softcopy seluruh koreksi laporan
telah diterima oleh petugas di Bank Indonesia yang
dibuktikan dengan adanya tanda terima dari Bank
Indonesia.
3. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan
a. Masa keterlambatan penyampaian laporan untuk
Laporan KPPK dan Laporan Keuangan triwulanan
unaudited adalah masa setelah berakhirnya batas waktu
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam
butir C.1.a. sampai dengan akhir bulan keempat setelah
akhir Triwulan laporan pada akhir Jam Kerja.
Contoh:
Laporan KPPK Triwulan I tahun 2015 wajib disampaikan
paling lambat tanggal 30 Juni 2015. Masa keterlambatan
penyampaian laporan untuk laporan dimaksud adalah
tanggal 1 Juli 2015 sampai dengan tanggal 31 Juli 2015
pukul 16.15 WIB.
b. Masa keterlambatan penyampaian laporan untuk
Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi dan
Laporan Keuangan tahunan audited adalah masa setelah
berakhirnya batas waktu penyampaian laporan
sebagaimana ...
16
sebagaimana dimaksud dalam butir C.1.b. sampai
dengan akhir bulan Juli setelah akhir tahun laporan
pada akhir Jam Kerja.
Contoh:
Laporan Keuangan tahun 2016 audited wajib
disampaikan paling lambat pada tanggal 30 Juni 2017.
Masa keterlambatan penyampaian laporan untuk
laporan dimaksud adalah tanggal 1 Juli 2017 sampai
dengan tanggal 31 Juli 2017 pukul 16.15 WIB.
c. Masa keterlambatan penyampaian informasi mengenai
pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) adalah masa
setelah berakhirnya batas waktu penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam butir C.1.c. sampai
dengan akhir bulan setelah bulan penyampaian laporan
yang bersangkutan pada akhir Jam Kerja.
Contoh:
Untuk ULN yang ditandatangani pada tanggal 22 Januari
2016, informasi mengenai pemenuhan Peringkat Utang
(Credit Rating) wajib disampaikan paling lambat tanggal
29 Februari 2016. Masa keterlambatan penyampaian
laporan untuk laporan dimaksud adalah tanggal 1 Maret
2016 sampai dengan tanggal 31 Maret 2016 pukul 16.15
WIB.
d. Dalam hal hari terakhir masa keterlambatan
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b, atau huruf c jatuh pada hari Sabtu,
Minggu, hari libur, dan/atau cuti bersama yang
ditetapkan Bank Indonesia, batas akhir masa
keterlambatan penyampaian laporan jatuh pada Hari
berikutnya.
Contoh:
Untuk Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur
Atestasi untuk periode Triwulan IV tahun 2015, batas
akhir ...
17
akhir masa keterlambatan penyampaian laporan adalah
hari Minggu tanggal 31 Juli 2016. Oleh karena itu, batas
waktu penyampaian laporan jatuh pada hari Senin tanggal
1 Agustus 2016 pukul 16.15 WIB.
e. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia
pada hari terakhir masa keterlambatan penyampaian
laporan, laporan disampaikan pada Hari berikutnya
secara:
1) online sampai dengan akhir Jam Kerja, jika gangguan
teknis telah dapat diatasi; atau
2) offline pada Jam Kerja, jika gangguan teknis belum
dapat diatasi.
Contoh:
Gangguan teknis jaringan di Bank Indonesia terjadi pada
tanggal 31 Oktober 2016 yang merupakan hari terakhir
masa keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan
Triwulan II tahun 2016 unaudited. Laporan dimaksud
wajib disampaikan paling lambat tanggal 1 November 2016
pukul 16.15 WIB secara online. Apabila gangguan teknis
masih berlangsung pada tanggal 1 November 2016,
laporan dimaksud disampaikan oleh Pelapor secara offline
pada tanggal 1 November 2016 dalam Jam Kerja.
f. Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan
apabila Pelapor menyampaikan laporan dalam masa
keterlambatan penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf e.
4. Tidak Menyampaikan Laporan
a. Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila
sampai dengan batas akhir masa keterlambatan
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam
angka 3, Bank Indonesia belum menerima laporan dari
Pelapor.
b. Pelapor ...
18
b. Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf a tetap
harus menyampaikan laporan secara online kepada Bank
Indonesia.
V. PENELITIAN KEBENARAN LAPORAN
A. Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap kebenaran
laporan dan/atau koreksi laporan yang disampaikan Pelapor.
B. Dalam melakukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf
A, Bank Indonesia dapat melakukan hal-hal antara lain sebagai
berikut:
1. meminta penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen
pendukung, dengan atau tanpa melibatkan instansi terkait;
2. melakukan pemeriksaan langsung terhadap Pelapor;
3. meminta penjelasan dari kantor akuntan publik yang
ditunjuk oleh Pelapor untuk menjelaskan Laporan KPPK
yang telah melalui Prosedur Atestasi; dan/atau
4. menunjuk pihak lain untuk melakukan penelitian bagi Bank
Indonesia.
C. Pelapor harus memberikan bukti pembukuan, catatan, dokumen,
dan penjelasan yang diperlukan dalam rangka penelitian
kebenaran laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf B kepada
Bank Indonesia paling lama 15 (lima belas) Hari sejak tanggal
penerbitan surat permintaan.
D. Dalam hal Pelapor tidak memberikan bukti pembukuan, catatan,
dokumen, dan penjelasan sesuai jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam huruf C, laporan yang disampaikan Pelapor
kepada Bank Indonesia dinyatakan tidak benar.
VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
A. LAPORAN TIDAK LENGKAP DAN/ATAU LAPORAN TIDAK
BENAR
1. Pelapor yang menyampaikan Laporan KPPK tidak lengkap
dan/atau tidak benar dikenakan sanksi administratif
berupa ...
19
berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)
untuk setiap Laporan KPPK yang tidak lengkap dan/atau
tidak benar.
2. Laporan KPPK yang tidak lengkap sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 adalah apabila sampai dengan batas waktu
penyampaian laporan, Laporan KPPK tidak disertai dengan
dokumen pendukung berupa:
a. surat pernyataan bahwa data yang disampaikan sesuai
dengan fakta sebenarnya sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III, bagi seluruh Pelapor;
b. surat pernyataan bahwa rasio pendapatan ekspor
terhadap pendapatan usaha lebih besar dari 50% (lima
puluh persen) pada 1 (satu) tahun kalender sebelumnya
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, khusus
untuk Pelapor yang nilai posisi persediaannya diakui
sebagai Aset Valuta Asing; dan
c. fotokopi izin dari Kementerian Keuangan Republik
Indonesia untuk melakukan pembukuan dalam mata
uang dolar Amerika Serikat dan surat pernyataan bahwa
rasio pendapatan ekspor terhadap pendapatan usaha
lebih besar dari 50% (lima puluh persen) pada 1 (satu)
tahun kalender sebelumnya sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III, khusus untuk Pelapor yang
dikecualikan dari kewajiban pemenuhan Rasio Lindung
Nilai minimum.
Contoh 1:
Perusahaan DN menyampaikan Laporan KPPK Triwulan I
tahun 2016 pada tanggal 24 Mei 2016 dengan disertai
lampiran. Namun setelah diteliti oleh petugas dari Bank
Indonesia, lampiran yang disampaikan bukan merupakan
surat pernyataan bahwa data yang disampaikan sesuai
dengan fakta sebenarnya. Sampai dengan tanggal 30 Juni
2016 pukul 16.15 WIB, Pelapor belum menyampaikan
lampiran yang sesuai.
Berdasarkan ...
20
Berdasarkan contoh ini, Laporan KPPK Triwulan I tahun 2016
dinyatakan tidak lengkap dan Perusahaan DN dikenakan
sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00
(lima ratus ribu rupiah).
Contoh 2:
Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan
utang luar negeri korporasi nonbank, Perusahaan EF
dikecualikan dari kewajiban pemenuhan Rasio Lindung Nilai
minimum dikarenakan Perusahaan EF menggunakan mata
uang dolar Amerika Serikat dalam pencatatan laporan
keuangannya. Perusahaan EF menyampaikan Laporan KPPK
Triwulan I tahun 2016 pada tanggal 1 Juni 2016 disertai
surat pernyataan bahwa data yang disampaikan sesuai
dengan fakta sebenarnya dan rasio pendapatan ekspor
terhadap pendapatan usaha lebih besar dari 50% (lima puluh
persen) untuk tahun 2015. Namun, Perusahaan EF tidak
menyampaikan fotokopi izin dari Kementerian Keuangan
Republik Indonesia untuk melakukan pembukuan dalam
mata uang dolar Amerika Serikat sampai dengan batas waktu
penyampaian laporan, yaitu tanggal 30 Juni 2016 pukul
16.15 WIB.
Berdasarkan contoh ini, Laporan KPPK Triwulan I tahun 2016
dinyatakan tidak lengkap dan Perusahaan EF dikenakan
sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00
(lima ratus ribu rupiah).
3. Laporan KPPK yang tidak benar sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 adalah apabila Pelapor tidak memberikan
bukti pembukuan, catatan, dokumen, dan penjelasan dalam
rangka penelitian kebenaran laporan kepada Bank Indonesia
dalam jangka waktu yang ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam butir V.C.
Contoh: ...
21
Contoh:
Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap kebenaran
Laporan KPPK Triwulan IV tahun 2015 yang disampaikan oleh
Perusahaan TB. Bank Indonesia kemudian menyampaikan
surat permintaan kepada Perusahaan TB pada tanggal 1 Juni
2016 untuk menyampaikan bukti pendukung transaksi
lindung nilai yang dilakukan Perusahaan TB. Namun sampai
dengan tanggal 21 Juni 2016 Perusahaan TB tidak
menyampaikan bukti dimaksud (melewati 15 Hari sejak
tanggal penerbitan surat permintaan).
Berdasarkan contoh ini, Laporan KPPK Triwulan IV tahun
2015 dinyatakan tidak benar dan Perusahaan TB dikenakan
sanksi administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00
(lima ratus ribu rupiah).
4. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 tidak menghilangkan kewajiban Pelapor
untuk menyampaikan koreksi terhadap laporan yang
dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak benar.
B. TERLAMBAT MENYAMPAIKAN LAPORAN
1. Pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan KPPK,
Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi,
dan/atau Laporan Keuangan,
administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima
ratus ribu rupiah) untuk setiap Hari keterlambatan dengan
denda paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah).
2. Jumlah Hari keterlambatan dihitung mulai dari Hari setelah
berakhirnya batas waktu penyampaian laporan sampai
dengan tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia
dalam masa keterlambatan penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.3.
dikenakan sanksi
Contoh: ...
22
Contoh:
Perusahaan DR menyampaikan Laporan KPPK Triwulan IV
tahun 2015 yang diterima Bank Indonesia pada tanggal 6
April 2016. Batas waktu penyampaian laporan dimaksud
adalah tanggal 31 Maret 2016. Dengan demikian, Perusahaan
DR dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 4
(empat) Hari dan dikenakan sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
3. Pelapor yang terlambat menyampaikan informasi mengenai
pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) beserta
dokumen pendukung dikenakan sanksi administratif berupa
teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas
atau instansi yang berwenang.
4. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia dan
Pelapor menyampaikan laporan secara offline, laporan yang
disampaikan setelah Jam Kerja pada akhir batas waktu
penyampaian laporan dianggap mengalami keterlambatan
selama 1 (satu) hari.
Contoh:
Terjadi gangguan teknis berupa gangguan jaringan di Bank
Indonesia pada hari Sabtu tanggal 31 Desember 2016 yang
belum dapat diatasi sampai dengan hari Senin tanggal 2
Januari 2017. Perusahaan AZ menyampaikan Laporan
Keuangan Triwulan III tahun 2016 unaudited secara offline
melalui Compact Disc (CD) yang diterima Bank Indonesia pada
tanggal 2 Januari 2017 pukul 18.00 WIB. Sesuai ketentuan,
Perusahaan AZ harus menyampaikan laporan paling lambat
tanggal 2 Januari 2017 pukul 16.15 WIB. Dengan demikian,
Perusahaan AZ dinyatakan terlambat menyampaikan laporan
selama 1 (satu) hari karena laporan diterima setelah Jam
Kerja berakhir, sehingga Perusahaan AZ dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus
ribu rupiah).
5. Selain ...
23
5. Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda, Pelapor
yang terlambat menyampaikan Laporan KPPK beserta
dokumen pendukung, Laporan KPPK yang telah melalui
Prosedur Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Pelapor dapat
dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis
dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang
berwenang dalam hal:
a. Pelapor tidak membayar sanksi administratif berupa
denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1; atau
b. Pelapor telah dikenakan sanksi administratif berupa
denda sebanyak 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun
kalender.
C. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN
1. Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan KPPK, Laporan
KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, dan/atau
Laporan Keuangan sampai dengan berakhirnya masa
keterlambatan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
dalam butir IV.C.3 dikenakan sanksi administratif berupa
denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Contoh:
Laporan Keuangan tahun 2015 audited milik Perusahaan IS
belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 1
Agustus 2016 pukul 16.15 WIB (tanggal 31 Juli 2016 jatuh
pada hari Minggu). Sesuai ketentuan, Perusahaan IS wajib
menyampaikan Laporan Keuangan tahun 2015 audited
kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 30 Juni 2016
pukul 16.15 WIB. Oleh karena itu, Perusahaan IS dinyatakan
tidak menyampaikan laporan sehingga dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah).
2. Pelapor yang tidak menyampaikan informasi mengenai
pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) beserta
dokumen pendukung dikenakan sanksi administratif berupa
teguran ...
24
teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas
atau instansi yang berwenang.
3. Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda, Pelapor
yang tidak menyampaikan Laporan KPPK beserta dokumen
pendukung, Laporan KPPK yang telah melalui Prosedur
Atestasi, dan/atau Laporan Keuangan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, Pelapor dapat dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis dan/atau
pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang
berwenang dalam hal:
a. Pelapor tidak membayar sanksi administratif berupa
denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1; atau
b. Pelapor telah dikenakan sanksi administratif berupa
denda sebanyak 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun
kalender.
4. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 dan sanksi administratif berupa teguran
tertulis dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau
instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 dan angka 3 tidak menghilangkan kewajiban
Pelapor untuk tetap menyampaikan laporan.
D. PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
1. Pengenaan sanksi administratif berupa denda bagi Pelapor
sebagaimana dimaksud dalam huruf A, huruf B, dan huruf
C dilakukan melalui surat penetapan sanksi administratif
berupa denda dari Bank Indonesia kepada Pelapor.
2. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 didahului dengan
penerbitan surat pemberitahuan sanksi administratif berupa
denda dari Bank Indonesia kepada Pelapor.
3. Pelapor diberikan kesempatan untuk menyampaikan
tanggapan atas surat pemberitahuan sanksi administratif
berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 2.
4. Tanggapan ...
25
4. Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 diterima
oleh Bank Indonesia paling lama 15 (lima belas) Hari sejak
tanggal penerbitan surat pemberitahuan sanksi
administratif berupa denda.
5. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari
Bank Indonesia antara lain mencantumkan jenis
pelanggaran, besarnya denda yang harus dibayar, dan
rekening tujuan pembayaran sanksi administratif berupa
denda.
6. Pengenaan sanksi administratif berupa teguran tertulis
kepada Pelapor dan/atau pemberitahuan kepada otoritas
atau instansi yang berwenang dengan tembusan kepada
Pelapor disampaikan sesuai dengan jenis pelanggaran.
7. Sanksi administratif berupa denda dan/atau teguran tertulis
dan/atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi yang
berwenang,
pelanggaran ketentuan disebabkan adanya gangguan teknis
di Bank Indonesia.
E. PEMBAYARAN SANKSI ADMINISTRATIF BERUPA DENDA
1. Pembayaran sanksi
administratif berupa
denda
sebagaimana dimaksud dalam huruf A, huruf B, dan huruf
C disetorkan ke rekening Bank Indonesia.
2. Pelapor harus memberikan bukti pembayaran sanksi
administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 kepada Bank Indonesia paling lambat akhir bulan
berikutnya setelah tanggal penerbitan surat penetapan
sanksi administratif berupa denda.
Contoh:
Berdasarkan hasil pemantauan Bank Indonesia, Perusahaan
ED tidak menyampaikan Laporan KPPK Triwulan I tahun
2016. Atas tidak disampaikannya laporan tersebut, Bank
Indonesia menerbitkan surat penetapan sanksi administratif
berupa denda pada tanggal 13 September 2016 kepada
Perusahaan ...
tidak dikenakan kepada Pelapor apabila
26
Perusahaan ED. Perusahaan ED harus menyetorkan sanksi
administratif berupa denda keterlambatan ke rekening Bank
Indonesia dan menyampaikan bukti penyetoran denda
tersebut ke Bank Indonesia paling lambat tanggal 31 Oktober
2016.
VII. KEADAAN MEMAKSA
A. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga
menyebabkan keterangan dan data tidak tersedia, dikecualikan
dari kewajiban menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
dalam butir III.A untuk periode laporan pada saat keadaan
memaksa terjadi.
Contoh:
Pada bulan Maret 2016, tempat kedudukan Pelapor mengalami
kebakaran yang mengakibatkan perusahaan tidak dapat
menyusun Laporan KPPK dan Laporan Keuangan karena
kehilangan data untuk Triwulan I tahun 2016. Dalam hal ini,
Pelapor dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan
KPPK dan Laporan Keuangan Triwulan I tahun 2016.
B. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa sehingga
menyebabkan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
dalam butir III.A terhambat, dikecualikan dari kewajiban
menyampaikan laporan dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.C untuk periode laporan pada saat
keadaan memaksa terjadi.
Contoh:
Pada tanggal 15 Februari 2016 sampai dengan 29 Februari 2016,
terjadi aksi demo seluruh karyawan Perusahaan AD yang
mengakibatkan perusahaan terhambat menyampaikan informasi
mengenai pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) untuk ULN
yang ditandatangani pada tanggal 12 Januari 2016. Dalam hal
ini, Perusahaan AD dapat menyampaikan laporan dimaksud
melewati batas waktu penyampaian laporan dan tidak dikenakan
sanksi administratif.
C. Pelapor ...
27
C. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa harus segera
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank
Indonesia, dengan memberikan penjelasan mengenai keadaan
memaksa yang dialami yang paling kurang memuat:
1. jenis keadaan memaksa dengan melampirkan surat
keterangan yang dibenarkan oleh penguasa atau pejabat
dari instansi terkait di daerah setempat;
2. dampak terhadap pelaporan; dan
3. perkiraan lamanya keadaan memaksa.
D. Pelapor dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
mengenai keadaan memaksa sebagaimana dimaksud dalam huruf
C melalui kantor pusat Pelapor, kantor cabang Pelapor, atau
pihak lain yang ditunjuk Pelapor.
E. Pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa yang
terjadi selama 1 (satu) periode laporan atau lebih harus
disampaikan untuk setiap periode laporan sampai dengan
berakhirnya keadaan memaksa.
Contoh:
Daerah tempat kedudukan Pelapor mengalami gempa bumi dan
tidak dapat beroperasi selama beberapa bulan. Atas kondisi
tersebut, kantor cabang Pelapor di daerah lain menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa
kepada Kantor Pusat Bank Indonesia. Surat pemberitahuan
tersebut harus disampaikan untuk setiap periode laporan selama
Pelapor belum dapat menyampaikan laporan.
F. Pengecualian kewajiban menyampaikan laporan untuk periode
laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A berlaku dalam hal
Pelapor memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia untuk tidak
menyampaikan laporan.
G. Pelapor sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B wajib
menyampaikan laporan setelah Pelapor kembali melakukan
kegiatan operasional secara normal.
VIII. KORESPONDENSI ...
28
VIII. KORESPONDENSI DAN HELP DESK
A. Penyampaian laporan dan/atau koreksi laporan secara offline,
surat, pertanyaan, dan informasi lainnya berkaitan dengan
pelaporan ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2
c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan Lalu Lintas Devisa
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
B. Help Desk
Telepon
: 021-29817020, 021-29817022, 021-29817023,
021-29817025, 021-29817029, 021-29817030,
021-29817042, 021-29817053, 021-29817063,
021-29817067
021-500131 (call center Bank Indonesia)
Faksimili : 021-3800134, 021-3501974
E-mail
: LLDKPPK@bi.go.id
C. Dalam hal terdapat perubahan alamat surat menyurat dan
komunikasi, Bank Indonesia akan memberitahukan kepada
Pelapor melalui surat dan/atau media lainnya.
IX. KETENTUAN PENUTUP
A. Penyampaian Laporan KPPK, Laporan KPPK yang telah melalui
Prosedur Atestasi, informasi mengenai pemenuhan Peringkat
Utang (Credit Rating), dan Laporan Keuangan, serta koreksinya,
sejak tanggal 1 Januari 2015 sampai dengan tanggal 31
Desember 2015 dilakukan secara offline dengan masa koreksi 15
(lima belas) hari kalender setelah batas akhir penyampaian
laporan atau informasi.
B. Penyampaian secara online untuk Laporan KPPK, Laporan KPPK
yang telah melalui Prosedur Atestasi, informasi mengenai
pemenuhan ...
29
pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating), dan Laporan
Keuangan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2016.
C. Pengenaan sanksi bagi Pelapor terhadap Laporan KPPK, Laporan
KPPK yang telah melalui Prosedur Atestasi, dan Laporan
Keuangan mulai berlaku sejak pelaporan data Triwulan III tahun
2015.
D. Pengenaan sanksi bagi Pelapor terhadap informasi mengenai
pemenuhan Peringkat Utang (Credit Rating) mulai berlaku bagi
ULN yang ditandatangani atau diterbitkan tanggal 1 Januari
2016.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 6
Maret 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDY SULISTIOWATY
KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/3/DSta|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Pelaporan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank </reg_title>
<set_date> 6 Maret 2015 </set_date>
<effective_date> 6 Maret 2015 </effective_date>
<related_reg> '16/22/PBI/2014', '16/21/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 9/15/DASP
Jakarta, 29 Juni 2007
S U R A T E D A R A N
Perihal: Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 8/29/PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau
Bilyet Giro Kosong (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4669) dan Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 9/13/DASP tanggal 19 Juni 2007 perihal Daftar
Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong, dipandang perlu
untuk melakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai alasan penolakan atas
Warkat Debet dan/atau Data Keuangan Elektronik (DKE) yang dikliringkan
dalam Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sebagaimana dimaksud
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005
perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/10/DASP tanggal 9 April 2007.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka ketentuan mengenai alasan penolakan
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 15 tentang Daftar Alasan Penolakan dan
Sanksi Kewajiban Membayar atas Penolakan Warkat Debet dan/atau DKE Debet
diubah menjadi sebagaimana tercantum dalam lampiran Surat Edaran ini, yang
merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Juli 2007.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDI SISWANTO
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
DASP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/15/DASP|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/26/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 29 Juni 2007 </set_date>
<effective_date> 2 Juli 2007 </effective_date>
<changed_reg> '7/26/DASP|SE-BI/2005' </changed_reg>
<extension_of> '9/10/DASP|SE-BI/2007' </extension_of>
<related_reg> '8/29/PBI/2006', '9/13/DASP|SE-BI/2007', '7/26/DASP|SE-BI/2005', '9/10/DASP|SE-BI/2007' </related_reg>
|