input
stringlengths
912
558k
output
stringlengths
234
2.18k
No.11/ 18 /DPNP Jakarta, 16 Juli 2009 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pelaporan Structured Product Dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/ 26 /PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Melaksanakan Kegiatan Structured Product bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5030) maka perlu diatur lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan laporan Structured Product dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. JENIS LAPORAN Laporan Structured Product terdiri dari 2 (dua) jenis laporan, yaitu: a. Laporan Transaksi Structured Product Yang Masih Berjalan (Outstanding); dan b. Laporan Transaksi Structured Product Yang Bermasalah. Muatan dalam laporan ini mencakup laporan mengenai transaksi Structured Product yang bermasalah, yang antara lain disebabkan: 1. Nasabah tidak mampu memenuhi kewajiban sesuai perjanjian, termasuk apabila terdapat tunggakan kewajiban membayar oleh Nasabah; dan/atau 2. Terjadi perselisihan antara Bank dengan Nasabah. II. FORMAT … II. FORMAT DAN TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN Format dan tata cara penyusunan laporan Structured Product berupa Laporan Transaksi Structured Product Yang Masih Berjalan (Outstanding) sebagaimana dimaksud pada angka I huruf a berpedoman pada format dan petunjuk penyusunan Laporan Transaksi Structured Product Yang Masih Berjalan (Outstanding) sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1 dan Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini. Format dan tata cara penyusunan laporan Structured Product berupa Laporan Transaksi Structured Product Yang Bermasalah sebagaimana dimaksud pada angka I huruf b berpedoman pada format dan petunjuk penyusunan Laporan Transaksi Structured Product Yang Bermasalah sebagaimana dimaksud pada Lampiran 3 dan Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 Juli 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009 LAPORAN TRANSAKSI STRUCTURED PRODUCT YANG MASIH BERJALAN (OUTSTANDING ) BANK …………POSISI TANGGAL ………… No Nama Produk Jumlah Nasabah Komponen Non-Derivatif Instrumen Posisi 1 Nama Product 1 2 Nama Product 2 3 Nama Product 3 Total Opsi Komponen Derivatif Forward Variabel Dasar Posisi Variabel Dasar Pokok Swap Variabel Dasar Dengan Proteksi Penuh Pokok Tanpa Proteksi Leverage Non Leverage Komponen Produk Karakteristik Produk Nominal/Notional Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009 PETUNJUK PENYUSUNAN LAPORAN TRANSAKSI STRUCTURED PRODUCT YANG MASIH BERJALAN (OUTSTANDING) Umum Laporan Transaksi Structured Product Yang Masih Berjalan (Outstanding) diisi per-jenis Structured Product yang diterbitkan oleh Bank dan masih berjalan. Laporan dimaksud disusun setiap bulannya berdasarkan posisi transaksi Structured Product setiap akhir bulan laporan. Penjelasan Rincian Kolom 1. Nama Produk Adalah nama yang diberikan untuk setiap jenis Structured Product yang diterbitkan Bank 2. Jumlah Nasabah Adalah jumlah Nasabah untuk setiap jenis Structured Product yang diterbitkan Bank 3. Komponen Produk Adalah komponen instrumen yang mendasari Structured Product, yaitu: a. Komponen Non-Derivatif Adalah komponen instrumen non-derivatif yang mendasari Structured Product berupa: 1) Giro; 2) Tabungan; 3) Deposito; 4) Pinjaman; 5) Surat Berharga; 6) Lainnya. 1 Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009 b. Komponen Derivatif Adalah komponen instrumen derivatif yang mendasari Structured Product berupa: 1) Opsi Adalah instrumen derivatif berupa opsi yang terdiri dari call option dan/atau put option. Dalam mengisi kolom ini Bank memberikan keterangan atas posisi opsi yang dimiliki Bank atas Structured Product yang diterbitkan sebagai berikut: a) long call option; b) short call option; c) long put option; dan/atau d) short put option. Disamping itu, keterangan atas posisi opsi tersebut dilengkapi pula dengan keterangan variabel yang digunakan sebagai variabel dasar opsi tersebut, seperti: 1. suku bunga; dan/atau 2. nilai tukar. 2) Forward Adalah instrumen derivatif berupa forward. Dalam mengisi kolom ini Bank memberikan keterangan atas posisi forward yang dimiliki Bank atas Structured Product yang diterbitkan sebagai berikut: a) long forward; dan/atau b) short forward; Disamping itu, keterangan atas posisi forward tersebut dilengkapi pula dengan keterangan variabel yang digunakan sebagai variabel dasar forward tersebut, seperti: 1. suku bunga; dan/atau 2 Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009 2. nilai tukar. 3) Swap Adalah instrumen derivatif berupa swap. Dalam mengisi kolom ini Bank memberikan keterangan variabel yang digunakan sebagai variabel dasar swap tersebut, seperti: 1. suku bunga; dan/atau 2. nilai tukar. 4. Karakteristik Produk Adalah karateristik Structured Product yang terdiri dari: a. Pokok dengan Proteksi Penuh (Principal Protected) Yang dimaksud dengan Pokok dengan Proteksi Penuh (Principal Protected) adalah Structured Product yang diterbitkan oleh Bank disertai dengan proteksi penuh atas pokok dalam mata uang asal pada saat jatuh tempo. b. Pokok Tanpa Proteksi (Non Principal Protected) Yang dimaksud dengan Pokok Tanpa Proteksi (Non Principal Protected) adalah Structured Product selain Structured Product Pokok dengan Proteksi Penuh (Principal Protected) sebagaimana dimaksud pada huruf a. Dalam hal Structured Product termasuk kategori Pokok Tanpa Proteksi (Non Principal Protected) maka Bank harus memberikan keterangan apakah Structured Product tersebut memiliki unsur leverage atau tidak. 5. Nominal/Notional Adalah total nominal dari komponen non-derivatif Structured Product yang diterbitkan, dalam hal Structured Product merupakan kombinasi antara instrumen non-derivatif dan derivatif. Adalah total notional yang dijadikan dasar perhitungan nilai dari Structured Product yang diterbitkan, dalam hal Structured Product merupakan kombinasi derivatif dengan derivatif. 3 Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009 LAPORAN TRANSAKSI STRUCTURED PRODUCT YANG BERMASALAH BANK………...POSISI TANGGAL …………… Sisa Kerugian No Nama Produk Nama Nasabah Nominal/Notional Total Jaminan/Agunan Yang Diberikan Total Kerugian Action Plan 1 Nama Product 1 2 Nama Product 2 3 Nama Product 3 Total Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009 PETUNJUK PENYUSUNAN LAPORAN TRANSAKSI STRUCTURED PRODUCT YANG BERMASALAH Umum Laporan Transaksi Structured Product Yang Bermasalah diisi dengan individual transaksi Structured Product yang diterbitkan Bank dan mengalami permasalahan. Laporan dimaksud disusun setiap bulannya berdasarkan posisi transaksi Structured Product setiap akhir bulan laporan. Tidak termasuk yang dilaporkan dalam laporan ini adalah Structured Product bermasalah yang telah direstrukturisasi dan telah dikonversi oleh Bank menjadi pinjaman. Penjelasan Rincian Kolom 1. Nama Produk Adalah nama yang diberikan untuk Structured Product yang diterbitkan dan mengalami permasalahan 2. Nama Nasabah Adalah nama setiap Nasabah atas Structured Product sebagaimana dimaksud pada angka 1. 3. Nominal/Notional Adalah nominal dari komponen non-derivatif Structured Product yang diterbitkan, dalam hal Structured Product merupakan kombinasi antara instrumen non-derivatif dan derivatif. Adalah notional yang dijadikan dasar perhitungan nilai dari Structured Product yang diterbitkan, dalam hal Structured Product merupakan kombinasi derivatif dengan derivatif. 4. Total Jaminan/Agunan Yang Diberikan Adalah jumlah total jaminan/agunan yang diberikan Nasabah dalam transaksi Structured Product. 1 Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009 5. Total Kerugian Adalah jumlah total kerugian Bank yang timbul dari transaksi Structured Product dengan Nasabah 6. Sisa Kerugian Adalah Total Kerugian dikurangi dengan Total Jaminan/Agunan Yang Diberikan 7. Action Plan Adalah langkah-langkah yang dilakukan Bank dalam menghadapi permasalahan yang timbul dari transaksi Structured Product dengan Nasabah. 2
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/18/DPNP|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Pelaporan Structured Product </reg_title> <set_date> 16 Juli 2009 </set_date> <effective_date> 16 Juli 2009 </effective_date> <related_reg> '11/26/PBI/2009' </related_reg>
No. 3/ 14 /DSM Jakarta, 13 Juni 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA LEMBAGA KEUANGAN NON BANK DI INDONESIA Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia No.1/9/PBI/1999 tanggal 28 Oktober 1999 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank, maka dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa (LLD) oleh Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB), peraturan pelaksanaannya perlu disempurnakan sebagai berikut: I. UMUM A. Tujuan Pelaporan kegiatan LLD oleh LKNB dimaksudkan untuk memperoleh keterangan dan data mengenai kegiatan LLD secara lengkap, akurat, dan tepat waktu yang diperlukan terutama untuk penyusunan Statistik Neraca Pembayaran dan Posisi Investasi Internasional Indonesia. B. LKNB Pelapor b.1. LKNB pelapor adalah seluruh LKNB yang berbadan hukum Indonesia dan kantor cabang LKNB asing yang berkedudukan di Indonesia ... Indonesia, yang meliputi antara lain perusahaan asuransi, perusahaan efek/sekuritas, perusahaan pembiayaan, dan modal ventura, yang: b.1.1. Melakukan kegiatan LLD melalui rekening pada bank di luar negeri (Overseas Current Account), melalui perhitungan hutang-piutang antar perusahaan/kantor (Inter Company/Inter Office Account) dan sarana lain, dan atau b.1.2. Memiliki posisi Aset dan atau Kewajiban Finansial Luar Negeri (AFLN/KFLN). b.2. Bagi LKNB yang pada saat ketentuan ini diberlakukan tidak termasuk dalam butir b.1.1. dan b.1.2. wajib menyampaikan surat pemberitahuan tidak melakukan Indonesia sebagaimana contoh pada petunjuk teknis terlampir. b.3. Bagi LKNB yang pernah menyampaikan laporan kegiatan LLD, namun pada periode laporan tertentu tidak melakukan kegiatan LLD sebagaimana dimaksud dalam butir b.1.1. dan b.1.2., wajib menyampaikan Laporan Nihil sebagaimana contoh pada petunjuk teknis terlampir. II. JENIS DAN FORMAT LAPORAN A. Jenis Laporan Laporan kegiatan LLD terdiri dari Laporan Transaksi dan Laporan Posisi. Laporan tersebut merupakan laporan gabungan dari seluruh kantor operasional LKNB pelapor yang berkedudukan di Indonesia. kegiatan LLD kepada Bank 1. Laporan ... 1. Laporan Transaksi Laporan Transaksi adalah laporan yang memuat keterangan dan data mengenai: a. Penerimaan dan atau pembayaran melalui Overseas Current Account (OCA), dan atau b. Pengakuan dan penyelesaian hutang-piutang yang dilakukan secara netting antara LKNB pelapor dengan badan atau lembaga lain yang berkedudukan di luar negeri atau dengan kantor LKNB di luar negeri melalui Inter Company/Inter Office Account (ICA), dan atau c. Penerimaan dan atau pembayaran melalui sarana lain yang tidak termasuk dalam butir a dan b, seperti penerimaan dan atau pembayaran secara tunai. 2. Laporan Posisi Laporan Posisi adalah laporan mengenai posisi dan mutasi dari setiap rekening AFLN/KFLN dari LKNB pelapor per akhir periode laporan. B. Format Laporan Laporan Transaksi dan Laporan Posisi disusun berdasarkan spesifikasi format laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Masing-masing laporan terdiri dari satu atau beberapa baris (record) yang memuat keterangan dan data yang harus dilaporkan, seperti tujuan transaksi dan mitra transaksi dalam Laporan Transaksi dan jenis rekening dalam Laporan Posisi. Penjelasan ... Penjelasan lebih lanjut mengenai jenis dan format laporan sebagaimana contoh pada petunjuk teknis terlampir. III. PENYAMPAIAN LAPORAN A. Periode Laporan 1. Periode Laporan Transaksi adalah bulanan, yaitu dari tanggal 1 (satu) sampai dengan akhir bulan. 2. Periode Laporan Posisi adalah semesteran, yaitu dari bulan Januari sampai dengan bulan Juni untuk laporan semester I dan dari bulan Juli sampai dengan bulan Desember untuk laporan semester II. Laporan Posisi disampaikan bersamaan dengan Laporan Transaksi bulan terakhir pada semester yang bersangkutan. B. Masa Penyampaian Laporan (MPL) 1. MPL adalah 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya periode laporan, yaitu dari tanggal 1 (satu) sampai dengan tanggal 20 (dua puluh) pukul 16.00 waktu setempat. Contoh: - MPL untuk Laporan Transaksi periode bulan Mei 2001 adalah tanggal 1 sampai dengan 20 Juni 2001 pukul 16.00 waktu setempat. - MPL untuk Laporan Posisi semester I tahun 2001 adalah tanggal 1 sampai dengan 20 Juli 2001 pukul 16.00 waktu setempat. 2. Apabila batas akhir MPL sebagaimana dimaksud dalam butir 1 jatuh pada hari Sabtu atau hari libur, laporan dimaksud disampaikan selambat-lambatnya ... selambat-lambatnya pada hari kerja pertama berikutnya pukul 16.00 waktu setempat. C. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan (MKPL) 1. MKPL adalah masa setelah berakhirnya MPL sampai dengan akhir bulan penyampaian laporan pukul 16.00 waktu setempat, untuk periode laporan yang bersangkutan. Contoh: - MKPL untuk Laporan Transaksi periode bulan Mei 2001 adalah mulai dari tanggal 20 Juni 2001 pukul 16.01 waktu setempat sampai dengan 30 Juni 2001 pukul 16.00 waktu setempat. - MKPL untuk Laporan Posisi semester I tahun 2001 adalah mulai dari tanggal 20 Juli 2001 pukul 16.01 waktu setempat sampai dengan 31 Juli 2001 pukul 16.00 waktu setempat. 2. Apabila sampai dengan batas akhir MKPL sebagaimana dimaksud dalam butir 1 LKNB pelapor belum menyampaikan laporan, maka LKNB yang bersangkutan dinyatakan tidak menyampaikan laporan. Contoh: - Laporan Transaksi periode bulan Mei 2001 belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 30 Juni 2001 pukul 16.00 waktu setempat. - Laporan Posisi semester I tahun 2001 belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 31 Juli 2001 pukul 16.00 waktu setempat. D. Cara ... D. Cara Penyampaian Laporan Laporan Transaksi dan Laporan Posisi dapat disampaikan kepada Bank Indonesia melalui surat atau faksimili sebagai berikut: 1. Penyampaian laporan dengan surat: a. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek), laporan disampaikan kepada Bank Indonesia, Direktorat Statistik Ekonomi Moneter c.q. Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Gedung B, Lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10010. b. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di luar wilayah Jabotabek, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat. 2. Penyampaian laporan dengan faksimili: a. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di wilayah Jabotabek, laporan disampaikan kepada Bank Indonesia, Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Faksimili No. (021) 3501974. Bank Indonesia akan menyampaikan tanda terima atas setiap laporan yang masuk selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak laporan diterima. b. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di luar wilayah Jabotabek, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a. c. Bagi LKNB pelapor yang menyampaikan laporan dengan faksimili sebagaimana dimaksud dalam butir a dan b wajib menyampaikan asli laporan kepada Bank Indonesia. Asli laporan tersebut ... dan tersebut harus sudah diterima Bank Indonesia selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak tanggal pengiriman laporan melalui faksimili. IV. KOREKSI DAN KLARIFIKASI LAPORAN Dalam hal laporan yang diterima oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir III.D.1. dan III.D.2. masih tidak lengkap dan atau tidak benar, maka LKNB pelapor harus menyampaikan Laporan Koreksi dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh dalam petunjuk teknis terlampir. Laporan dinyatakan tidak lengkap apabila laporan tidak mencakup rincian data sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia. Laporan dinyatakan tidak benar apabila laporan masih mengandung kesalahan dan atau tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. LKNB pelapor dapat melakukan koreksi baik selama MPL maupun setelah MPL. Koreksi setelah MPL hanya dapat dilakukan setelah adanya surat permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia kepada LKNB pelapor. A. Selama MPL LKNB pelapor dapat melakukan koreksi atas laporan yang telah disampaikan apabila laporan tersebut tidak lengkap dan atau tidak benar. B. Setelah MPL 1. Apabila terdapat laporan tidak lengkap dan atau diindikasikan tidak benar, Bank Indonesia akan meminta klarifikasi secara tertulis kepada LKNB pelapor disertai daftar record yang tidak lengkap dan atau diindikasikan tidak benar. 2. LKNB pelapor wajib menyampaikan tanggapan secara Indonesia. tertulis selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diterima surat permintaan klarifikasi dari Bank dimaksud dapat disampaikan dengan koreksi dan atau klarifikasi (tanpa ... Tanggapan (tanpa koreksi). Tanggapan disampaikan dengan koreksi apabila laporan tidak lengkap dan atau diindikasikan tidak benar oleh Bank Indonesia diakui oleh LKNB pelapor, sehingga harus dilakukan koreksi. Sementara itu, apabila laporan yang diindikasikan tidak benar oleh Bank Indonesia dianggap benar oleh LKNB pelapor sesuai dengan keterangan dan data yang dimiliki, maka LKNB pelapor cukup memberikan klarifikasi dengan surat menyatakan bahwa laporan yang disampaikan sudah benar. 3. Apabila LKNB pelapor tidak menyampaikan tanggapan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 2, maka laporan tidak lengkap dan atau diindikasikan tidak benar dianggap diakui ketidaklengkapan dan atau ketidakbenarannya oleh LKNB pelapor, dan Bank Indonesia akan mengenakan sanksi denda laporan tidak lengkap dan atau tidak benar sesuai dengan jumlah record yang tidak lengkap dan atau tidak benar. 4. Selain meminta klarifikasi secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1, apabila diperlukan Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap LKNB pelapor. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan bekerjasama dengan instansi terkait yang mengawasi LKNB yang bersangkutan. V. SANKSI A. Laporan Tidak Lengkap dan atau Tidak Benar LKNB pelapor yang menyampaikan Laporan Transaksi tidak lengkap dan atau tidak benar sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.3. dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap record yang tidak lengkap dan atau tidak benar dengan ... yang dengan denda maksimum sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Contoh: 1. Laporan Tidak Lengkap Penerimaan melalui rekening LKNB di luar dilengkapi negeri dengan sebesar USD500,00 dari perusahaan di Singapura dalam Laporan Transaksi periode bulan Mei 2001, tidak transaksinya. tujuan 2. Laporan Tidak Benar Penerimaan premi melalui rekening LKNB di luar negeri sebesar USD500,00 dari perusahaan di Singapura dalam Laporan Transaksi periode bulan Mei 2001, dilaporkan sebagai penerimaan bunga sebesar USD5.000.000,00. Berdasarkan contoh di atas, apabila setelah dimintakan klarifikasi oleh Bank Indonesia, LKNB pelapor tidak memberikan tanggapan sampai dengan batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.2, maka atas record yang tidak lengkap dan tidak benar tersebut masing-masing dikenakan sanksi denda sebesar Rp50.000,00. B. Terlambat Menyampaikan Laporan LKNB pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan Transaksi dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan. Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai dari satu hari sejak berakhirnya MPL sampai dengan tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia dalam MKPL sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.1. Contoh: … Contoh: Laporan Transaksi periode bulan Mei 2001 diterima Bank Indonesia pada tanggal 22 Juni 2001. LKNB pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 2 hari dan dikenakan sanksi denda sebesar Rp2.000.000,00 (2 hari x Rp1.000.000,00). C. Tidak Menyampaikan Laporan 1. LKNB pelapor yang tidak menyampaikan Laporan Transaksi sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.2. dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) ditambah dengan denda keterlambatan yang dihitung mulai dari satu hari sejak berakhirnya MPL sampai dengan batas akhir MKPL. Contoh: Laporan Transaksi periode bulan Mei 2001 diterima Bank Indonesia tanggal 2 Juli 2001. LKNB pelapor dikenakan sanksi denda sebesar Rp30.000.000,00 yang terdiri dari sanksi tidak menyampaikan laporan sebesar Rp20.000.000,00 dan sanksi denda keterlambatan sebesar Rp10.000.000,00 (10 hari x Rp1.000.000,00). 2. Apabila LKNB pelapor tidak menyampaikan Laporan Transaksi selama 6 (enam) periode laporan berturut-turut atau paling lama 6 (enam) bulan, Bank Indonesia akan merekomendasikan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha kepada instansi yang berwenang setelah memberikan surat peringatan kepada LKNB yang bersangkutan. D. Pembayaran Sanksi Denda Pembayaran sanksi denda disetorkan ke rekening Kas Negara yang terdapat pada Bank Indonesia setempat nomor 501.000000. Tembusan bukti ... bukti pembayaran disampaikan kepada instansi yang mengawasi LKNB dimaksud. E. Pengenaan sanksi denda bagi LKNB sebagaimana dimaksud dalam butir A, B, dan C dilakukan setelah adanya surat penetapan sanksi secara tertulis dari Bank Indonesia dengan tembusan kepada instansi yang mengawasi LKNB. Surat penetapan sanksi secara tertulis dari Bank Indonesia antara lain mencantumkan jenis pelanggaran dan besarnya denda yang harus dibayar. VI. KETENTUAN PERALIHAN Sehubungan dengan masih dilaksanakannya proses penyempurnaan tata cara pelaporan kegiatan LLD oleh LKNB kepada Bank Indonesia, maka masa uji coba pelaksanaan pelaporan diperpanjang sampai dengan periode laporan bulan Juni 2001. Oleh karena itu, pengenaan sanksi denda diberlakukan mulai periode laporan bulan Juli 2001. Pengenaan sanksi denda untuk periode laporan bulan April sampai dengan Mei 2001 sebagaimana diatur dalam Surat Edaran No.2/23/DSM tanggal 10 November 2000 dinyatakan tidak berlaku. VII. PENUTUP A. Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No.2/23/DSM tanggal 10 November 2000 perihal Pelaporan Kegiatan LLD oleh Lembaga Keuangan Non Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. B. Pelaksanaan kewajiban pelaporan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak periode laporan bulan Juni 2001. C. Bagi ... C. Bagi LKNB pelapor yang memerlukan penjelasan lebih lanjut sehubungan dengan pelaksanaan pelaporan ini dapat menghubungi: Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bagian Statistik Neraca Pembayaran: Telp : Fax : (021) 3501974 E-mail : lldlknb@bi.go.id Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, (021) 3817606 dan 3817607 ACHJAR ILJAS DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/14/DSM|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank </reg_title> <set_date> 13 Juni 2001 </set_date> <effective_date> 13 Juni 2001 </effective_date> <replaced_reg> '2/23/DSM|SE-BI/2000' </replaced_reg> <related_reg> '1/9/PBI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V', 'Romawi IV Huruf B Angka 3' </penalty_list>
No.14/ 11 /DPM Jakarta, 21 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4921), dan sebagai upaya untuk mendukung aktivitas di sektor riil khususnya perdagangan internasional serta pendalaman pasar valuta asing domestik, perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank sebagai berikut: 1. Diantara angka 2 dan angka 3 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 2.a., yang berbunyi sebagai berikut: 2.a.Pembelian valuta asing terhadap rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PBI, hanya dapat dilakukan untuk jenis valuta asing yang sama dengan yang tercantum dalam dokumen underlying … 2 underlying, kecuali untuk valuta asing yang likuiditasnya tidak tersedia di pasar keuangan domestik. 2. Ketentuan angka 4 diubah dengan menghapus butir 4.a.7) sehingga angka 4 berbunyi sebagai berikut: 4. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank di atas USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif, dengan underlying sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) PBI, diatur sebagai berikut: a. Untuk Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 PBI, jenis underlying transaksi antara lain dapat berupa: 1) Kegiatan impor barang dan jasa; 2) Pembayaran jasa, seperti: a) Biaya sekolah di luar negeri; b) Biaya berobat ke luar negeri; c) Biaya perjalanan luar negeri untuk keperluan haji, perjalanan ibadah/wisata rohani, atau wisata lainnya; d) Pembayaran atas penggunaan jasa konsultan luar negeri; e) Pembayaran yang terkait dengan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia; 3) Pembayaran utang dalam valuta asing; 4) Pembayaran atas pembelian aset di luar negeri; 5) Kegiatan usaha pedagang valuta asing non bank yang memiliki ijin dari Bank Indonesia yang masih berlaku; 6) Kegiatan usaha travel agent; b. Untuk … 3 b. Untuk Pihak Asing sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 PBI, underlying transaksi antara lain dapat berupa pencairan aset atau investasi dalam rupiah yang dimiliki, termasuk repatriasi modal; pengembalian kredit oleh debitur; dan penghasilan dari investasinya, seperti capital gain, kupon, bunga dan dividen. 3. Ketentuan angka 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 6. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah yang meliputi transaksi spot, transaksi forward dan transaksi derivatif lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut: a. Termasuk dalam pengertian transaksi spot adalah transaksi dengan valuta today dan valuta tomorrow, yang dilakukan melalui transaksi bank notes, transfer dari rekening rupiah ke rekening valuta asing, transaksi melalui kartu kredit, transaksi melalui sistem electronic banking, atau transaksi melalui sistem phone banking. b. Transaksi forward dan transaksi derivatif lainnya meliputi namun tidak terbatas pada transaksi swap dan option. 4. Ketentuan angka 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 7. Persyaratan dokumen untuk transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan oleh Nasabah dengan nilai nominal di atas USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar) sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) PBI diatur sebagai berikut: a. Kelengkapan dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam pasal 3 ayat (2) huruf a dan c PBI wajib dilampirkan sejak tanggal 1 Desember 2008. b. Dokumen yang dipersyaratkan dilampirkan pada setiap transaksi berdasarkan tanggal transaksi. Dalam hal dokumen … 4 dokumen yang dipersyaratkan tidak dapat dilampirkan pada tanggal transaksi maka dokumen dapat disampaikan paling lambat pada tanggal valuta transaksi yang bersangkutan dengan mencantumkan tanggal transaksi. c. Untuk Nasabah: 1) Untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah yang memiliki kriteria: a) pembelian valuta asing terhadap rupiah dilakukan secara reguler dengan jumlah pembelian yang relatif tetap dari waktu ke waktu; b) pembelian valuta asing terhadap rupiah dilakukan secara bertahap untuk tujuan pembayaran kewajiban valuta asing dengan total jumlah pembelian paling banyak sebesar jumlah kebutuhan valuta asing yang tercantum dalam dokumen underlying; dan c) Nasabah telah dikenal baik oleh Bank dan Bank memiliki track record Nasabah yang bersangkutan, Nasabah melampirkan dokumen yang dipersyaratkan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kalender atau jumlah pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah telah mencapai jumlah sebesar nominal underlying sebagaimana dimaksud dalam butir 4.a., yang mana lebih dahulu terjadi. 2) Dokumen underlying transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan antara lain berupa bukti dokumen yang terkait dengan jenis underlying sebagaimana butir 4.a.: a) Untuk kegiatan impor barang dan jasa, dokumen antara lain berupa fotokopi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang … 5 berwenang, Letter of Credit (L/C), invoice dengan masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal penerbitan invoice atau sesuai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau list of invoices; (1) Dokumen underlying berupa list of invoices diatur sebagai berikut: (a) list of invoices ditandatangani oleh pihak berwenang dari Nasabah; dan (b) penyerahan list of invoices oleh Nasabah disertakan dengan invoices asli untuk kepentingan verifikasi oleh Bank dan untuk selanjutnya invoices asli tersebut dapat ditatausahakan oleh Nasabah; (2) Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyediakan invoices asli sewaktu-waktu untuk kepentingan pemeriksaan Bank (post audit). b) Untuk pembayaran jasa, dokumen diatur sebagai berikut: (1) Untuk biaya sekolah di luar negeri, dokumen antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya sekolah dan biaya hidup di luar negeri; (2) Untuk biaya berobat ke luar negeri, dokumen antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya berobat dan akomodasi; (3) Untuk biaya perjalanan luar negeri, untuk keperluan haji, perjalanan rohani/wisata rohani, atau wisata lainnya, dokumen antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya perjalanan dan akomodasi; (4) Untuk … 6 (4) Untuk pembayaran atas penggunaan jasa konsultan luar negeri, dokumen antara lain berupa fotokopi kontrak jasa konsultan; (5) Untuk pembayaran yang terkait dengan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia, dokumen antara lain berupa fotokopi surat perjanjian kerja antara tenaga kerja asing yang bersangkutan dengan badan usaha. c) Untuk pembayaran utang valuta asing yang berasal dari kreditur dalam negeri atau kreditur luar negeri, dokumen antara lain berupa fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement), atau dokumen utang terkait lainnya; d) Untuk pembayaran atas pembelian aset di luar negeri, dokumen antara lain berupa invoice pembelian aset di luar negeri; e) Untuk kegiatan usaha pedagang valuta asing (PVA) non bank yang memiliki ijin dari Bank Indonesia yang masih berlaku, dokumen antara lain berupa surat ijin usaha pedagang valuta asing dari Bank Indonesia yang masih berlaku, historical turnover berdasarkan kebutuhan nasabah PVA dan cadangan yang dibutuhkan (dengan format sebagaimana terlampir yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini); f) Untuk kegiatan usaha travel agent, dokumen antara lain berupa proyeksi cashflow berdasarkan kebutuhan pengguna jasa travel agent dan cadangan yang dibutuhkan; 3) Penilaian … 7 3) Penilaian atas kewajaran atau kelaziman nilai nominal underlying yang diajukan oleh Nasabah, dilakukan oleh Bank. 4) Fotokopi dokumen identitas Nasabah meliputi fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Ijin Mengemudi (SIM), dan NPWP perorangan untuk Nasabah perorangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 2 huruf a PBI; atau fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang dan fotokopi NPWP badan usaha untuk Nasabah badan usaha bukan Bank sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 2 huruf b PBI. 5) Pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh Nasabah yang bersangkutan untuk Nasabah perorangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 2 huruf a PBI, atau pihak yang berwenang dari Nasabah badan usaha bukan Bank sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 2 huruf b PBI, mengenai informasi kebenaran dokumen underlying dan informasi bahwa dokumen underlying hanya digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak sebesar nominal underlying dalam sistem perbankan di Indonesia. 5. Ketentuan angka 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 8. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Pihak Asing yang meliputi transaksi spot outright sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut: a. Transaksi spot outright meliputi transaksi dengan valuta today dan valuta tomorrow, yang dilakukan melalui transaksi bank notes, transfer dari rekening rupiah ke rekening … 8 rekening valuta asing, transaksi melalui sistem electronic banking, atau transaksi melalui sistem phone banking. b. Transaksi spot outright dimaksud tidak termasuk transaksi spot yang berasal dari kombinasi transaksi derivatif. 6. Ketentuan angka 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 12. Untuk transaksi pembelian valas terhadap rupiah sampai dengan USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 PBI, termasuk yang dilakukan melalui phone banking, e-banking, dan kartu kredit, secara keseluruhan wajib disertai dengan: a. surat pernyataan tertulis dari Nasabah yang bermaterai cukup atau pernyataan authenticated dari Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PBI yang disampaikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan kalender; atau b. pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dapat pula berupa surat elektronik resmi (official email), SWIFT message, tested telex, tested fax, Reuters Monitoring Dealing System (RMDS), atau negative confirmation dari Bank kepada Nasabah atau Pihak Asing yang bersangkutan, bagi yang sedang berada di luar negeri. Negative confirmation adalah konfirmasi yang disampaikan oleh Bank kepada Nasabah atau Pihak Asing, yang bila tidak ditanggapi dalam periode waktu tertentu, maka Nasabah atau Pihak Asing dianggap menyetujui isi konfirmasi tersebut. Terhadap negative confirmation sebagaimana dimaksud pada huruf b, Bank harus memastikan bahwa negative confirmation tersebut diterima oleh Nasabah atau Pihak Asing … 9 Asing dalam bentuk tanda terima yang ditandatangani oleh Nasabah atau Pihak Asing yang bersangkutan atau pihak yang ditunjuk oleh Nasabah atau Pihak Asing. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 21 Maret 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER LAMPIRAN SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 11 /DPM TANGGAL 21 MARET 2012 PERIHAL PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 10/42/DPD PERIHAL PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH KEPADA BANK FORMAT SURAT PERNYATAAN DARI PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK KOP PERUSAHAAN SURAT PERNYATAAN Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/28/PBI/2008 tanggal 12 November 2008 tentang Pembelian Valuta Asing Terhadap Rupiah kepada Bank pasal 3 ayat (2), bahwa kami : Nama PVA : ................................................................................ No. KpmIU : ................................................................................ Dengan ini menyatakan bahwa: 1. Transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah yang kami lakukan secara rata-rata tiap bulan sekitar Rp..................... (ekuivalen USD ..............................) berdasarkan data transaksi kami dengan bank dalam sistem perbankan di Indonesia selama 3 (tiga) bulan terakhir dengan rincian sebagai berikut: bulan .................... sebesar Rp. ..............................., bulan .................... sebesar Rp. ..............................., dan bulan .................... sebesar Rp. ..............................., 2. Transaksi pembelian tersebut kami perlukan untuk memenuhi kebutuhan valuta asing kami dalam bertransaksi dengan nasabah kami. Demikian surat pernyataan kami buat dengan sebenar-benarnya. Tempat ..................., Tgl/Bulan/Tahun Hormat kami, PT .................................. Ttd. dan Cap Perusahaan Materai *) Nama Jelas (Direktur/Pimpinan Cabang) *) Bermaterai cukup DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER, HENDAR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/11/DPM|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank. </reg_title> <set_date> 21 Maret 2012 </set_date> <effective_date> 21 Maret 2012 </effective_date> <changed_reg> '10/42/DPD|SE-BI' </changed_reg> <related_reg> '10/28/PBI/2008', '10/42/DPD|SE-BI' </related_reg>
No. 6/11/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM, PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING DAN PERUSAHAAN EFEK DI INDONESIA Perihal: Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang Surat Utang Negara Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/3/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Penerbitan, Penjualan dan Pembelian serta Penatausahaan Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4364), bahwa penjualan Surat Utang Negara dengan cara lelang dilakukan melalui Peserta Lelang yang terdiri dari Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Bank Indonesia berwenang melakukan seleksi calon Peserta Lelang Surat Utang Negara berdasarkan kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Sehubungan dengan itu maka Bank Indonesia perlu mengumumkan kriteria dan persyaratan Peserta Lelang Surat Utang Negara sesuai dengan ketetapan Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam surat nomor S-117/MK.01/2003 tanggal 20 Maret 2003 perihal Persetujuan mengenai Kriteria … 2 Kriteria Peserta Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan surat nomor S-443/M.K.01/2003 tanggal 4 Desember 2004 perihal Perubahan Persyaratan Perusahaan Efek Sebagai Peserta Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana, dan menetapkan tata cara pengajuan bagi Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek untuk dapat ditunjuk menjadi Peserta Lelang Surat Utang Negara. I. Kriteria dan Persyaratan Peserta Lelang 1. Yang dapat menjadi Peserta Lelang adalah Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek yang : a. berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia; dan b. tidak sedang dalam proses kepailitan di pengadilan. 2. Kriteria dan Persyaratan untuk masing-masing Peserta Lelang adalah sebagai berikut : a. Bank 1) memiliki izin kegiatan usaha yang masih berlaku sebagai Bank; 2) memenuhi persyaratan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya disebut KPMM berdasarkan ketentuan Bank Indonesia. b. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing 1) memiliki izin usaha yang masih berlaku sebagai Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing dari Bank Indonesia; 2) memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) orang tenaga ahli di bidang pasar uang; 3) aktif melakukan kegiatan di pasar uang dan atau melakukan transaksi perdagangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang tercermin dari aktivitas pengajuan penawaran dalam lelang di pasar perdana SBI 1 (satu) bulan secara kumulatif minimal 1% (satu … 3 (satu perseratus) dari total jumlah penerbitan dalam 3 (tiga) bulan terakhir. c. Perusahaan Efek 1) memiliki izin usaha yang masih berlaku dari Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam; 2) memiliki tenaga ahli yang memadai di bidang pasar modal; 3) mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun dalam kegiatan transaksi di pasar modal; 4) memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan yang selanjutnya disebut MKBD sekurang-kurangnya Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar Rupiah); 5) dalam hal Perusahaan Efek bertindak hanya sebagai perantara (pialang), memiliki MKBD sekurang-kurangnya Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar Rupiah). 3. Dalam hal Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing, dan Pedagang Efek telah memenuhi kriteria dan persyaratan serta disetujui oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia menjadi Peserta Lelang SUN, yang bersangkutan wajib menjadi Peserta Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. II. Tata Cara Pengajuan Permohonan Sebagai Peserta Lelang 1. Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I dapat mengajukan permohonan sebagaimana contoh Lampiran 1a, 1b dan 1c kepada : Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga Gedung B Lantai 12 Jl. MH. … 4 Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut : a. Bank 1) fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Bank; 2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; dan 3) keterangan mengenai posisi KPMM terakhir. b. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing 1) fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing dari Bank Indonesia; 2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; 3) daftar riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta tenaga ahli di bidang pasar uang; dan 4) bukti aktivitas kegiatan di pasar uang selama 3 (tiga) bulan terakhir. c. Perusahaan Efek 1) fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Perusahaan Efek dari Bapepam; 2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; 3) daftar riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta tenaga ahli di bidang pasar modal; dan 4) keterangan mengenai posisi MKBD terakhir. 3. Bank Indonesia melakukan seleksi atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan menyampaikan hasil seleksi calon Peserta Lelang kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah permohonan diterima secara lengkap. 4. Berdasarkan … 5 4. Berdasarkan surat keputusan dari Menteri Keuangan Republik Indonesia, Bank Indonesia memberitahukan penolakan atau persetujuan menjadi Peserta Lelang Surat Utang Negara kepada pemohon. 5. Bank Indonesia mengumumkan Peserta Lelang Surat Utang Negara yang ditunjuk melalui sarana Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System, Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) atau sarana lainnya. III. Kewajiban Pelaporan Peserta Lelang 1. Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek yang ditunjuk sebagai Peserta Lelang wajib membuat laporan bulanan yang berkaitan dengan kegiatan lelang dan atau perdagangan Surat Utang Negara sebagaimana contoh Lampiran 2. 2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan selambat- lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah berakhirnya bulan yang bersangkutan, dan ditujukan kepada : Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga Gedung B Lantai 12 Jl. MH. Thamrin No. 2 , Jakarta 10010 IV. Pengawasan Peserta Lelang Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap aktivitas Peserta Lelang dalam kegiatan lelang dan atau perdagangan Surat Utang Negara secara berkala atau selama periode 1 (satu) tahun. V. Pencabutan … 6 V. Pencabutan Penunjukan Sebagai Peserta Lelang Penunjukan Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek sebagai Peserta Lelang dapat dicabut oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia berdasarkan usulan dari Bank Indonesia dalam hal kondisi sebagai berikut terpenuhi: 1. tidak aktif dalam mengikuti lelang Surat Utang Negara dalam periode 1 (satu) tahun; 2. sedang dalam proses kepailitan di pengadilan; 3. melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Bank Indonesia dan atau pasar modal yang berlaku; 4. Peserta Lelang tidak memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I; dan atau 5. berdasarkan penilaian Bank Indonesia, terdapat potensi risiko yang diperkirakan dapat menurunkan kepercayaan pasar apabila Peserta Lelang tetap melanjutkan kegiatannya sebagai Peserta Lelang. VI. Penutup Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/5/DPM tanggal 21 Maret 2003 perihal Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang Surat Utang Negara dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/33/DPM tanggal 4 Desember 2003 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/5/DPM Tanggal 21 Maret 2003 perihal Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang Surat Utang Negara dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004. Agar … 7 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/11/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang Surat Utang Negara </reg_title> <set_date> 16 Februari 2004 </set_date> <effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date> <replaced_reg> '5/33/DPM|SE-BI/2003', '5/5/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> 'S-117/MK.01/2003|TAP-MENKEU/2003', 'S-443/M.K.01/2003|TAP-MENKEU/2004', '6/3/PBI/2004' </related_reg>
No. 13/6/DPNP Jakarta, 18 Februari 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tanggal 24 September 2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4895), selanjutnya disebut PBI KPMM, antara lain diatur bahwa Bank wajib menghitung Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Kredit. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu diatur ketentuan pelaksanaan perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Risiko Kredit adalah risiko kerugian akibat kegagalan pihak lawan (counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko Kredit mencakup Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko Kredit akibat kegagalan . . . kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) dan Risiko Kredit akibat kegagalan setelmen (settlement risk). 2. Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) timbul dari jenis transaksi yang secara umum memiliki karakteristik sebagai berikut: a. transaksi dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai pasar; b. nilai wajar dari transaksi dipengaruhi oleh pergerakan variabel pasar tertentu; c. transaksi menghasilkan pertukaran arus kas atau instrumen keuangan; d. karakteristik risiko bersifat bilateral yaitu (i) apabila nilai wajar kontrak bernilai positif maka Bank terekspos Risiko Kredit dari pihak lawan, sedangkan (ii) apabila nilai wajar kontrak bernilai negatif maka pihak lawan terekspos Risiko Kredit dari Bank. 3. Risiko Kredit akibat kegagalan setelmen (settlement risk) timbul akibat kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati dari transaksi penjualan dan/atau pembelian instrumen keuangan. 4. Sesuai PBI KPMM, dalam menghitung Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) baik secara individual maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak, Bank wajib menghitung ATMR untuk Risiko Kredit. Dalam menghitung ATMR untuk Risiko Kredit, Bank dapat menggunakan 2 (dua) jenis pendekatan, yaitu: a. Pendekatan Standar (Standardized Approach); dan/atau b. Pendekatan berdasarkan Internal Rating (Internal Rating Based Approach). Untuk . . . Untuk penerapan tahap awal, Bank wajib melakukan perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar. 5. ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar, yang selanjutnya disebut ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar, secara umum perhitungannya didasarkan pada hasil peringkat yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia. Lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia. II. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT - PENDEKATAN STANDAR A. CAKUPAN PERHITUNGAN Perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar yang wajib dihitung oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam butir I.4 mencakup: 1. Eksposur aset dalam neraca, dan kewajiban komitmen dan kontinjensi dalam transaksi rekening administratif, namun tidak termasuk: a. posisi Trading Book yang telah dihitung dalam ATMR Risiko Pasar sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai KPMM untuk Risiko Pasar; b. penyertaan yang telah diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai KPMM; c. tagihan yang akan diperhitungkan dalam eksposur sebagaimana dimaksud pada angka 2, terdiri dari: 1) tagihan derivatif dan kewajiban komitmen yang timbul dari transaksi derivatif; dan 2) tagihan . . . 2) d. tagihan reverse repo; tagihan yang timbul dari transaksi yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan yang akan diperhitungkan dalam eksposur sebagaimana dimaksud pada angka 3. 2. Eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan, antara lain transaksi derivatif over the counter (OTC) dan transaksi repo/reverse repo, baik atas posisi Trading Book maupun Banking Book. Definisi Trading Book maupun Banking Book mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai KPMM; dan/atau 3. Eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian lebih dari 4 (empat) hari kerja, yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan setelmen. Contoh transaksi antara lain transaksi penjualan atau pembelian surat berharga atau valuta asing. Meskipun ATMR hanya diperhitungkan atas transaksi yang mengalami kegagalan setelmen lebih dari 4 (empat) hari kerja, Bank wajib memantau Risiko Kredit akibat kegagalan setelmen atas transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan sejak hari pertama terjadinya kegagalan setelmen. B. TATA CARA PERHITUNGAN 1. ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar merupakan hasil perkalian antara Tagihan Bersih dengan bobot risiko, atas eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1 dan butir II.A.2. 2. Tagihan . . . 2. Tagihan Bersih atas eksposur sebagaimana dimaksud pada angka 1 mengacu pada penjelasan dalam butir II.C. 3. Bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan sebagai berikut: a. berdasarkan peringkat terkini dari debitur/pihak lawan transaksi atau surat berharga, sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1, butir II.E.2, butir II.E.3, butir II.E.4, dan butir II.E.9; b. sebesar persentase tertentu untuk kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.5, butir II.E.6, butir II.E.7, butir II.E.8, butir II.E.10, dan butir II.E.11. 4. Penetapan bobot risiko berdasarkan peringkat terkini dan persentase tertentu sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a dan butir 3.b mengacu pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7 dalam Lampiran 1. 5. Perhitungan Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3 yaitu eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) lebih dari 4 (empat) hari kerja adalah sebagai berikut: a. Untuk transaksi delivery versus payment (DvP), ATMR Risiko Kredit Pendekatan Standar diperhitungkan sebesar hasil perkalian antara (i) selisih positif antara nilai wajar transaksi dengan nilai kontrak (positive current exposure); (ii) persentase tertentu; dan (iii) 12,5 (dua belas koma lima). Persentase . . . Persentase tertentu sebagaimana dimaksud pada butir (ii) ditetapkan berdasarkan jumlah hari kerja pelampauan tanggal penyelesaian (settlement date) mengacu pada Tabel 3 dalam Lampiran 2; b. Untuk transaksi non delivery versus payment (non DvP), Risiko Kredit diperhitungkan sebagai faktor pengurang modal sebesar nilai kas atau nilai wajar instrumen keuangan yang telah diserahkan Bank. C. TAGIHAN BERSIH 1. Untuk eksposur aset dalam neraca sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1, Tagihan Bersih adalah nilai tercatat aset ditambah dengan tagihan bunga yang belum diterima (jika ada) setelah dikurangi dengan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atas aset tersebut sesuai standar akuntansi yang berlaku dan/atau penyisihan penghapusan aset khusus (PPA Khusus) sesuai ketentuan Bank Indonesia, dengan formula sebagai berikut: Tagihan Bersih = {Nilai tercatat aset + tagihan bunga yang belum diterima (jika ada)} – CKPN dan/atau PPA Khusus Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang diperhitungkan hanya CKPN atas aset yang telah teridentifikasi mengalami penurunan nilai. 2. Untuk eksposur transaksi rekening administratif sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1, Tagihan Bersih adalah hasil perkalian antara (i) nilai kewajiban komitmen atau kewajiban kontinjensi setelah dikurangi dengan penyisihan penghapusan aset khusus (PPA Khusus) sesuai ketentuan Bank Indonesia dengan . . . dengan (ii) faktor konversi kredit (FKK) sebagaimana dimaksud dalam butir II.D, dengan formula sebagai berikut: Tagihan Bersih = (nilai kewajiban komitmen atau kewajiban kontinjensi – PPA Khusus) x FKK 3. Untuk eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2, Tagihan Bersih adalah sebagai berikut: a. Untuk eksposur transaksi derivatif over the counter (OTC), merupakan: 1) penjumlahan dari nilai tercatat tagihan derivatif dan potensi eksposur di masa depan (potential future exposure), untuk transaksi derivatif dengan positif mark to market; atau 2) potensi eksposur di masa depan, untuk transaksi derivatif dengan negatif mark to market. Potensi eksposur di masa depan dihitung dari hasil perkalian nilai notional transaksi derivatif dengan persentase tertentu. Persentase tertentu ditetapkan berdasarkan variabel yang mendasari (underlying variable) dan sisa jangka waktu dari transaksi derivatif mengacu pada Tabel 2 dalam Lampiran 2. b. Untuk eksposur transaksi repo, merupakan selisih positif antara nilai tercatat bersih surat berharga yang menjadi underlying repo dengan nilai tercatat kewajiban repo. Nilai tercatat bersih surat berharga adalah nilai tercatat surat berharga setelah dikurangi dengan CKPN atas surat berharga tersebut sesuai standar akuntansi yang berlaku. Khusus . . . Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang dapat diperhitungkan hanya CKPN atas surat berharga yang telah teridentifikasi mengalami penurunan nilai. Selain itu, Risiko Kredit dari penerbit surat berharga yang menjadi underlying transaksi repo diperhitungkan pula sebagai Tagihan Bersih untuk eksposur aset dalam neraca, sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.1. c. Untuk eksposur transaksi reverse repo, merupakan nilai tercatat dari tagihan reverse repo setelah dikurangi dengan CKPN atas tagihan tersebut sesuai standar akuntansi yang berlaku. Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang diperhitungkan hanya CKPN atas tagihan yang telah teridentifikasi mengalami penurunan nilai. Untuk transaksi reverse repo, keberadaan agunan berupa surat berharga yang menjadi underlying dari transaksi reverse repo dan/atau uang tunai diperhitungkan sebagai bentuk mitigasi risiko kredit atas transaksi dimaksud. Pengakuan agunan mengikuti Pendekatan Komprehensif dalam teknik mitigasi risiko kredit - agunan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6 D. FAKTOR KONVERSI KREDIT UNTUK EKSPOSUR TRANSAKSI REKENING ADMINISTRATIF Dalam rangka menghitung Tagihan Bersih untuk eksposur transaksi rekening administratif, penetapan FKK untuk transaksi rekening administratif sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.2 adalah sebagai berikut: 1. Kewajiban . . . 1. Kewajiban komitmen yang memenuhi kriteria sebagai uncommitted sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum, diberikan FKK sebesar 0% (nol persen). 2. Kewajiban komitmen dalam bentuk L/C yang masih berlaku namun tidak termasuk standby L/C, baik terhadap Bank penerbit (issuing bank) maupun Bank yang melakukan konfirmasi (confirming bank), diberikan FKK sebesar 20% (dua puluh persen). 3. Kewajiban komitmen dengan jangka waktu perjanjian sampai dengan 1 (satu) tahun, diberikan FKK sebesar 20% (dua puluh persen). 4. Kewajiban komitmen dengan jangka waktu perjanjian lebih dari 1 (satu) tahun, diberikan FKK sebesar 50% (lima puluh persen). 5. Kewajiban kontinjensi dalam bentuk jaminan yang diterbitkan bukan dalam rangka pemberian kredit, seperti bid bonds, performance bonds, atau advance payment bonds, diberikan FKK sebesar 50% (lima puluh persen). 6. Kewajiban kontinjensi dalam bentuk: a. jaminan yang diterbitkan dalam rangka pemberian kredit atau pengambilalihan risiko gagal bayar, bank garansi dan standby L/C; atau termasuk berupa b. akseptasi, termasuk endosemen atau aval atas surat-surat berharga; diberikan FKK sebesar 100% (seratus persen). 7. Pos transaksi rekening administratif yang timbul dari transaksi derivatif tidak diberikan FKK dan perhitungan Tagihan Bersih atas eksposur tersebut dilakukan sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.3.a. E. BOBOT . . . E. BOBOT RISIKO Dalam menentukan bobot risiko, Bank wajib menggolongkan seluruh eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1 dan butir II.A.2 ke dalam kategori portofolio yang penetapannya didasarkan pada debitur atau pihak lawan transaksi sebagai berikut: 1. Tagihan Kepada Pemerintah a. Tagihan Kepada Pemerintah terdiri dari: 1) Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia yang mencakup tagihan kepada: a) Pemerintah Pusat Republik Indonesia; b) Bank Indonesia; c) Badan-badan dan lembaga-lembaga pemerintah lainnya yang seluruh pendanaan operasionalnya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pemerintah Republik Indonesia; 2) Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain yang mencakup tagihan kepada pemerintah pusat dan bank sentral negara lain; b. Bobot risiko Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir a.1), baik dalam Rupiah maupun valuta asing, adalah 0% (nol persen). c. Bobot risiko Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain sebagaimana dimaksud pada butir a.2), baik dalam mata uang negara tersebut maupun valuta asing, ditetapkan sesuai dengan peringkat internasional negara tersebut mengacu pada Tabel 1 dalam Lampiran 1. 2. Tagihan . . . 2. Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik a. Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik mencakup tagihan kepada: 1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai BUMN, kecuali BUMN berupa Bank; 2) Pemerintah Daerah (provinsi, kota, dan kabupaten) di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang- undang mengenai pemerintahan daerah; 3) Badan-badan atau lembaga-lembaga Pemerintah Republik Indonesia yang tidak memenuhi kriteria sebagai Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia. b. Bobot risiko Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 2 dalam Lampiran 1. 3. Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional a. Bank Pembangunan Multilateral merupakan lembaga keuangan internasional yang antara lain memiliki karakteristik khusus sebagai berikut: (i) didirikan atau dimiliki oleh beberapa negara; dan (ii) menyediakan pembiayaan jangka panjang, hibah, dan/atau bantuan teknis dalam rangka pembangunan. b. Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional mencakup tagihan kepada: 1) Bank Pembangunan Multilateral yang terdiri dari: a) Bank . . . a) Bank Pembangunan Multilateral tertentu yang telah ditetapkan oleh Basel Committee on Banking Supervision, yaitu World Bank Group yang terdiri dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan International Finance Corporation (IFC), Asian Development Bank (ADB), African Development Bank (AfDB), European Bank for Reconstruction and Development (EBRD), Inter-American Development Bank (IADB), European Investment Bank (EIB), European Investment Fund (EIF), Nordic Investment Bank (NIB), Caribbean Development Bank (CDB), Islamic Development Bank (IDB), dan Council of Europe Development Bank (CEDB). b) Bank Pembangunan Multilateral lainnya. 2) Lembaga Internasional yaitu Bank for International Settlements, International Monetary Fund (IMF), dan European Central Bank. c. Bobot risiko Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga Internasional mengacu pada Tabel 3 dalam Lampiran 1. 4. Tagihan Kepada Bank a. Tagihan Kepada Bank mencakup tagihan kepada: 1) bank yang beroperasi di Indonesia, yang terdiri dari bank umum, dan bank perkreditan rakyat, termasuk kantor cabang bank asing: 2) bank . . . 2) bank yang beroperasi di luar Indonesia, yang terdiri dari bank yang berbadan hukum asing dan kantor cabang dari bank yang berkantor pusat di Indonesia; 3) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai lembaga pembiayaan ekspor Indonesia. b. Tagihan Kepada Bank dibedakan menjadi: 1) Tagihan Jangka Pendek yaitu tagihan dengan jangka waktu perjanjian sampai dengan 3 (tiga) bulan, termasuk tagihan yang tidak memiliki jangka waktu jatuh tempo namun dapat ditarik sewaktu-waktu; 2) Tagihan Jangka Panjang yaitu tagihan dengan jangka waktu perjanjian lebih dari 3 (tiga) bulan. Tagihan Kepada Bank dengan jangka waktu perjanjian sampai dengan 3 (tiga) bulan namun dapat dipastikan akan diperpanjang (roll-over) sehingga keseluruhan jangka waktu menjadi lebih dari 3 (tiga) bulan, wajib digolongkan sebagai Tagihan Jangka Panjang. c. Bobot risiko Tagihan Kepada Bank, baik Tagihan Jangka Pendek maupun Tagihan Jangka Panjang, ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 4 atau Tabel 6 dalam Lampiran 1. Penggunaan Tabel tersebut mengacu pada ketentuan mengenai penggunaan peringkat jangka pendek dan peringkat jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.3.a dan butir III.B.3.b. 5. Kredit . . . 5. Kredit Beragun Rumah Tinggal a. Kredit Beragun Rumah Tinggal mencakup: 1) kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah tinggal/apartemen atau kredit konsumsi yang dijamin dengan agunan berupa rumah tinggal/apartemen (tidak termasuk rumah toko dan rumah kantor), serta memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut: a) diberikan kepada debitur perorangan; b) agunan diikat dengan hak tanggungan atau fiducia sehingga memberikan kedudukan yang diutamakan (hak preferensi) kepada Bank; c) Bank memiliki sistem dan prosedur yang memadai untuk menilai dan memantau nilai agunan secara berkala; dan d) rasio nilai kredit terhadap nilai agunan (loan-to- value) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh persen); 2) kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah tinggal dalam rangka program Pemerintah Indonesia sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan rasio nilai kredit terhadap nilai agunan (loan-to-value) paling tinggi sebesar 95% (sembilan puluh lima persen). b. Rasio loan-to-value (LTV) sebagaimana dimaksud dalam butir a.1)d) dan butir a.2) menggunakan rasio pada posisi dilakukan perhitungan ATMR. Perhitungan rasio LTV dilakukan sebagai berikut: 1) nilai kredit ditetapkan berdasarkan nilai tercatat kredit di neraca Bank pemberi kredit; 2) nilai . . . 2) nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai yang lebih rendah antara (i) nilai pengikatan agunan; dengan (ii) nilai pasar agunan yang dinilai ulang secara berkala paling lama 30 (tiga puluh) bulan sekali. Dalam hal penilaian kembali nilai pasar agunan dilakukan lebih dari 30 (tiga puluh) bulan terakhir maka agunan ditetapkan tidak memiliki nilai. c. Penilaian agunan dilakukan oleh: 1) penilai independen untuk Kredit Beragun Rumah Tinggal dengan baki debet pembiayaan lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); 2) penilai independen atau penilai intern Bank untuk Kredit Beragun Rumah Tinggal dengan baki debet pembiayaan sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); d. Bobot risiko untuk Kredit Beragun Rumah Tinggal ditetapkan sebagai berikut: 1) 35% (tiga puluh lima persen) apabila rasio LTV paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen); 2) 40% (empat puluh persen) apabila rasio LTV lebih dari 70% (tujuh puluh persen) sampai dengan 80% (delapan puluh persen); 3) 45% (empat puluh lima persen) apabila rasio LTV lebih dari 80% (delapan puluh persen) sampai dengan 95% (sembilan puluh lima persen); 6. Kredit Beragun Properti Komersial a. Kredit Beragun Properti Komersial adalah kredit yang memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut: 1) diberikan . . . 1) diberikan kepada perorangan atau badan usaha; 2) tujuan penggunaan dana untuk pembiayaan konstruksi atau pembangunan properti. Contoh: pembangunan perumahan, apartemen, rumah susun, ruang perkantoran, ruang komersial multifungsi, ruang komersial yang disewa banyak pihak, atau pergudangan; dan 3) sumber utama pembayaran kredit berasal dari arus kas dari penyewaan atau penjualan properti dimaksud. b. Bobot risiko Kredit Beragun Properti Komersial adalah 100% (seratus persen). 7. Kredit Pegawai atau Pensiunan a. Kredit Pegawai atau Pensiunan adalah kredit yang memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut: 1) diberikan kepada pegawai atau pensiunan dari pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI/POLRI, pegawai lembaga negara, atau pegawai Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD); 2) total plafon pembiayaan adalah Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk setiap pegawai atau pensiunan; 3) pegawai atau pensiunan dijamin dengan asuransi jiwa dari perusahaan asuransi yang berstatus sebagai BUMN, atau perusahaan asuransi swasta yang memiliki peringkat paling rendah peringkat investasi dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank . . . Bank Indonesia mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia; 4) pembayaran angsuran/pelunasan kredit bersumber dari gaji/pensiun berdasarkan Surat Kuasa Memotong Gaji/Pensiun kepada Bank pemberi kredit. Dalam hal pembayaran gaji/pensiun dilakukan Bank lain atau BUMN lain maka Bank pemberi kredit harus memiliki perjanjian kerja sama dengan Bank lain atau BUMN lain pembayar gaji/pensiun untuk melakukan pemotongan gaji/pensiun dalam rangka pembayaran angsuran/pelunasan kredit; dan 5) Bank pemberi kredit menyimpan asli surat pengangkatan pegawai atau surat keputusan jabatan/pangkat yang terakhir atau surat keputusan pensiun atau Kartu Registrasi Induk Pensiun (KARIP) dan polis pertanggungan asuransi jiwa debitur. b. Bobot risiko Kredit Pegawai atau Pensiunan adalah 50% (lima puluh persen). 8. Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio Ritel a. Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio Ritel merupakan tagihan yang memenuhi seluruh kriteria berikut: 1) diberikan kepada debitur yang merupakan (i) badan usaha yang memenuhi kriteria sebagai usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah, atau (ii) perorangan; 2) plafon . . . 2) plafon pembiayaan kepada debitur paling tinggi sebesar 0,2% (nol koma dua persen) dari hasil penjumlahan plafon pembiayaan untuk seluruh debitur yang merupakan (i) badan usaha dan perorangan yang memenuhi kriteria sebagai usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah dan (ii) perorangan; 3) plafon pembiayaan kepada debitur paling tinggi sebesar Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah); 4) debitur tidak tergolong sebagai 50 (lima puluh) debitur terbesar Bank; 5) 6) tagihan tidak dalam bentuk surat berharga; tagihan tidak memenuhi kriteria sebagai Kredit Beragun Rumah Tinggal, Kredit Beragun Properti Komersial, atau Kredit Pegawai atau Pensiunan. b. Bobot risiko Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio Ritel ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen). 9. Tagihan Kepada Korporasi a. Tagihan Kepada Korporasi merupakan tagihan yang tidak memenuhi kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 8. b. Bobot risiko Tagihan Kepada Korporasi ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 5 atau Tabel 6 dalam Lampiran 1. Penggunaan . . . Penggunaan Tabel tersebut mengacu pada ketentuan mengenai penggunaan peringkat jangka pendek dan peringkat jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.3.a dan butir III.B.3.c. 10. Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo a. Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo adalah seluruh tagihan sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1 sampai dengan butir II.E.9, yang telah jatuh tempo lebih dari 90 (sembilan puluh) hari, baik atas pembayaran pokok dan/atau pembayaran bunga. b. Bobot risiko Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo ditetapkan sebagai berikut: 1) 100% (seratus persen), untuk Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo yang sebelumnya tergolong sebagai Kredit Beragun Rumah Tinggal sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.5; 2) 150% (seratus lima puluh persen), untuk Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo yang sebelumnya tergolong dalam butir II.E.1, butir II.E.2, butir II.E.3, butir II.E.4, butir II.E.6, butir II.E.7, butir II.E.8, atau butir II.E.9. 11. Aset Lainnya a. Aset berupa uang tunai, emas, dan commemorative coin, diberikan bobot risiko sebesar 0% (nol persen). b. Penyertaan yang bukan merupakan faktor pengurang modal dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum, dalam bentuk: 1) penyertaan . . . 1) penyertaan kepada perusahaan keuangan yang terdaftar di bursa, diberikan bobot risiko 100% (seratus persen). 2) penyertaan kepada perusahaan keuangan yang tidak terdaftar di bursa, diberikan bobot risiko 150% (seratus lima puluh persen); 3) penyertaan modal sementara dalam rangka restrukturisasi kredit, diberikan bobot risiko 150% (seratus lima puluh persen); c. Perhitungan bobot risiko dan/atau faktor pengurang modal terhadap tagihan atau transaksi rekening administratif dalam bentuk eksposur sekuritisasi mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset bagi bank umum. Untuk tagihan eksposur sekuritisasi selain yang diatur dalam pengaturan Bank Indonesia tersebut, seperti credit link notes, maka penetapan bobot risiko didasarkan pada peringkat tagihan eksposur sekuritisasi mengacu pada Tabel 5 dalam Lampiran 1. Khusus untuk tagihan eksposur sekuritisasi yang tidak memiliki peringkat maka penetapan bobot risiko ditetapkan secara konservatif yaitu bobot risiko paling tinggi diantara bobot risiko dari aset yang mendasari dan bobot risiko dari penerbit eksposur sekuritisasi. d. Aset yang diambil alih (AYDA) diberikan bobot risiko 150% (seratus lima puluh persen). e. Aset . . . e. Aset lainnya, seperti tanah, bangunan, inventaris, dan aset tetap lainnya, setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan diberikan bobot risiko 100% (seratus persen). III. PENGGUNAAN PERINGKAT Untuk jenis kategori portofolio yang penetapan bobot risikonya didasarkan pada peringkat maka penggunaan peringkat wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: A. UMUM 1. Peringkat yang digunakan adalah peringkat terkini yang dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia. 2. Dalam satu kelompok usaha, peringkat suatu perusahaan tidak dapat digunakan untuk menetapkan bobot risiko dari perusahaan lain dalam kelompok tersebut. 3. Bank wajib memiliki pedoman dan prosedur untuk memastikan bahwa peringkat yang digunakan untuk menghitung ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar adalah peringkat terkini dan wajib memelihara dokumentasi terkait peringkat terkini yang digunakan tersebut. Dalam hal Bank Indonesia menilai bahwa peringkat yang digunakan Bank dalam penetapan bobot risiko mencerminkan risiko yang lebih rendah dari kondisi terkini atas debitur atau pihak lawan transaksi maka Bank Indonesia berwenang untuk menetapkan bobot risiko yang lebih tinggi dari yang digunakan Bank. B. TATA . . . B. TATA CARA PENGGUNAAN PERINGKAT 1. Peringkat Domestik (local rating) dan Peringkat Internasional (international rating) a. Peringkat domestik digunakan untuk penetapan bobot risiko tagihan dalam mata uang Rupiah. b. Peringkat internasional digunakan untuk penetapan bobot risiko tagihan dalam valuta asing. 2. Peringkat Surat Berharga (Issue Rating) dan Peringkat Debitur (Issuer Rating) a. Penetapan bobot risiko atas tagihan dalam bentuk surat berharga didasarkan pada peringkat dari surat berharga dimaksud (issue rating). Dalam hal surat berharga tidak memiliki peringkat maka penetapan bobot risiko didasarkan pada bobot risiko dari tagihan tanpa peringkat. b. Penetapan bobot risiko atas tagihan dalam bentuk selain surat berharga, didasarkan pada peringkat debitur (issuer rating). Dalam hal tagihan dalam bentuk selain surat berharga tidak memiliki peringkat maka penetapan bobot risiko didasarkan pada bobot risiko dari tagihan tanpa peringkat. 3. Peringkat Jangka Pendek dan Peringkat Jangka Panjang a. Peringkat jangka pendek sebagaimana dimaksud pada Tabel 6 dalam Lampiran 1 digunakan untuk penetapan bobot risiko dari surat berharga yang memiliki peringkat jangka pendek dan diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam cakupan Tagihan Kepada Bank atau Tagihan Kepada Korporasi. b. Penetapan . . . b. Penetapan bobot risiko untuk Tagihan Kepada Bank yang tergolong sebagai Tagihan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.4.b.1) namun tidak memiliki peringkat jangka pendek, mengacu pada peringkat jangka panjang sesuai Tabel 4 dalam Lampiran 1. c. Penetapan bobot risiko untuk Tagihan Kepada Korporasi yang tidak memiliki peringkat jangka pendek, mengacu pada peringkat jangka panjang sesuai Tabel 5 dalam Lampiran 1. 4. Peringkat Tunggal dan Multi Peringkat Dalam hal debitur, pihak lawan, atau instrumen keuangan: a. hanya memiliki 1 (satu) peringkat maka Bank wajib menggunakan hasil peringkat dimaksud. b. memiliki 2 (dua) peringkat dan masing-masing memberikan bobot risiko yang berbeda maka Bank wajib menggunakan peringkat yang menghasilkan bobot risiko tertinggi. c. memiliki 3 (tiga) peringkat atau lebih dan memberikan bobot risiko yang berbeda maka Bank wajib menggunakan peringkat yang menghasilkan bobot risiko terendah kedua. Contoh: Surat Berharga yang diterbitkan oleh perusahaan X dan tergolong sebagai Tagihan Kepada Korporasi memiliki peringkat AA-, A-, dan BBB+ sehingga berturut-turut setara dengan bobot risiko 20% (dua puluh persen), 50% (lima puluh persen), dan 100% (seratus persen). Untuk perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar, Bank wajib menggunakan peringkat A- yaitu peringkat yang menghasilkan bobot risiko terendah kedua yaitu 50% (lima puluh persen). IV. METODE . . . IV. METODE DAN TEKNIK MITIGASI RISIKO KREDIT A. UMUM 1. Dalam menghitung ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar, Bank dapat mengakui keberadaan agunan, garansi, penjaminan, atau asuransi kredit sebagai teknik mitigasi risiko kredit, selanjutnya disebut Teknik MRK. 2. Teknik MRK sebagaimana dimaksud pada angka 1 mencakup: a. Teknik MRK - Agunan; b. Teknik MRK - Garansi; dan/atau c. Teknik MRK - Penjaminan atau Asuransi Kredit. 3. Prinsip utama dalam pengakuan Teknik MRK adalah: a. Teknik MRK hanya diakui apabila ATMR Risiko Kredit dari eksposur yang menggunakan Teknik MRK lebih rendah dari ATMR Risiko Kredit dari eksposur tersebut yang tidak menggunakan Teknik MRK. Hasil perhitungan ATMR Risiko Kredit setelah memperhitungkan dampak Teknik MRK paling rendah sebesar nol. b. Dampak keberadaan agunan, garansi, jaminan, atau asuransi kredit yang diakui sebagai Teknik MRK tidak boleh diperhitungkan ganda dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit. Contoh: Apabila peringkat surat berharga telah memperhitungkan dampak keberadaan agunan, garansi, jaminan, atau asuransi kredit maka perhitungan ATMR Risiko Kredit atas surat berharga dimaksud tidak boleh memperhitungkan kembali keberadaan agunan, garansi, jaminan, atau asuransi kredit yang sama. c. Masa . . . c. Masa berlakunya pengikatan agunan, garansi, dan/atau jaminan, atau asuransi kredit, paling kurang sama dengan sisa jangka waktu eksposur. 4. Selain wajib memenuhi prinsip utama sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Teknik MRK juga wajib memenuhi kriteria sebagai berikut: a. seluruh dokumen agunan, garansi, jaminan, atau asuransi kredit yang digunakan dalam Teknik MRK memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku; b. Bank secara berkala melakukan review untuk memastikan bahwa agunan, garansi, jaminan, atau asuransi kredit tetap memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan c. Dokumentasi yang digunakan dalam Teknik MRK harus memuat klausula yang menetapkan jangka waktu yang wajar untuk eksekusi atau pencairan agunan, garansi, jaminan, atau asuransi kredit yang didasarkan pada terjadinya kondisi yang menyebabkan debitur tidak mampu melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian penyediaan dana (events of default). 5. Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 tidak dipenuhi, maka keberadaan MRK tidak diakui dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar. 6. Dalam rangka mengoptimalkan penggunaan Teknik MRK, Bank wajib memiliki prosedur tertulis untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul dari . . . dari penggunaan Teknik MRK, seperti risiko hukum, risiko operasional, risiko likuiditas, dan risiko pasar, termasuk prosedur untuk memastikan bahwa eksekusi agunan, garansi, jaminan, atau asuransi kredit dilakukan dalam jangka waktu yang wajar. B. TEKNIK MRK - AGUNAN 1. Pendekatan Teknik MRK - Agunan Pengakuan Teknik MRK - Agunan dapat menggunakan 2 (dua) pendekatan, yaitu: a. Pendekatan Sederhana (simple approach), untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1; atau b. Pendekatan Komprehensif (comprehensive approach), untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2. 2. Persyaratan Pengakuan a. Selain wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.3 dan butir IV.A.4, agunan yang digunakan dalam Teknik MRK - Agunan wajib memenuhi persyaratan berikut: 1) agunan tidak diterbitkan oleh debitur atau pihak lawan transaksi yang sama; dan 2) kualitas agunan tidak berkorelasi secara positif dengan kualitas eksposur; sehingga agunan dapat memberikan perlindungan yang memadai apabila debitur atau pihak lawan transaksi tidak mampu melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian penyediaan dana (events of default). Contoh: . . . Contoh: Agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan X yang memiliki keterkaitan arus kas secara signifikan dengan perusahaan Y yang merupakan debitur atau pihak lawan transaksi dari Bank, dianggap memiliki korelasi positif sehingga surat berharga tersebut tidak diakui dalam Teknik MRK – Agunan. b. Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a tidak terpenuhi maka keberadaan agunan dalam Teknik MRK - Agunan tidak diakui dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar. 3. Jenis Agunan Keuangan yang Diakui a. Jenis agunan keuangan yang diakui (eligible financial collateral) dalam Teknik MRK - Agunan baik pada Pendekatan Sederhana maupun Pendekatan Komprehensif adalah sebagai berikut: 1) uang tunai yang disimpan pada Bank penyedia dana; 2) giro, tabungan, atau deposito yang diterbitkan oleh Bank penyedia dana; 3) emas yang disimpan pada Bank penyedia dana; 4) Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang meliputi Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai surat utang negara; 5) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai surat berharga syariah negara; 6) Sertifikat . . . 6) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS); dan 7) surat-surat berharga yang diperingkat oleh Lembaga Pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia dengan peringkat minimal: a) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.a.2); b) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.2; c) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.3; d) setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.4; e) setara dengan A- jika diterbitkan oleh pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada Korporasi sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.9; f) setara A-2 untuk surat berharga jangka pendek. b. Instrumen . . . b. Instrumen yang mendasari (underlying) atau agunan dari transaksi reverse repo dapat diakui sebagai bentuk mitigasi risiko kredit atas transaksi reverse repo dimaksud sepanjang termasuk sebagai jenis agunan sebagaimana dimaksud pada huruf a. 4. Penggunaan Nilai Agunan a. Dalam mengakui dampak MRK dari jenis agunan sebagaimana dimaksud pada angka 3 terhadap perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar, Bank wajib menggunakan nilai agunan sebesar nilai yang lebih rendah antara nilai pengikatan agunan dengan nilai wajar atau nilai pasar agunan. b. Dalam hal pengikatan agunan dilakukan atas beberapa Tagihan Bersih maka nilai agunan yang dapat diakui sebagai Teknik MRK - Agunan untuk seluruh Tagihan Bersih paling tinggi sebesar nilai agunan. Contoh: Bank A memberikan kredit kepada debitur X dan debitur Y masing-masing sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dengan agunan berupa deposito senilai Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Agunan tersebut sebesar Rp400.000.000,00 diikat untuk kredit kepada debitur X dan sebesar Rp600.000.000,00 diikat untuk kredit kepada debitur Y. Dampak MRK atas agunan berupa deposito dimaksud yang digunakan untuk menghitung ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar atas debitur X adalah sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan atas . . . atas debitur Y adalah sebesar Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) 5. Teknik MRK - Agunan pada Pendekatan Sederhana Penggunaan Teknik MRK - Agunan pada Pendekatan Sederhana wajib dilakukan sebagai berikut: a. Penilaian kembali terhadap nilai wajar atau nilai pasar agunan wajib dilakukan paling kurang 1 (satu) bulan sekali. b. Perhitungan nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.4.a. wajib memperhitungkan haircut nilai tukar (Hfx) sebagai faktor pengurang sebesar 8% (delapan persen) apabila: 1) tagihan dan agunan dalam denominasi mata uang yang berbeda; atau 2) agunan dalam bentuk emas. c. Perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK – Agunan pada Pendekatan Sederhana dilakukan sebagai berikut: 1) Dampak MRK diakui menggunakan prinsip substitusi yaitu bobot risiko agunan menggantikan bobot risiko eksposur, sebagai berikut: a) Bagian dari nilai Tagihan Bersih eksposur yang mendapatkan perlindungan dari agunan, selanjutnya disebut Bagian Yang Dijamin (secured portion), dikenakan: (1) bobot risiko sebesar 0% (nol persen), apabila agunan dalam bentuk sebagaimana dimaksud . . . dimaksud pada butir IV.B.3.a.1) sampai dengan butir IV.B.3.a.6); (2) bobot risiko dari agunan, apabila agunan dalam bentuk surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.3.a.7), dengan batas bawah sebesar 20% (dua puluh persen). b) Bagian dari nilai Tagihan Bersih eksposur yang tidak mendapatkan perlindungan dari agunan, selanjutnya disebut Bagian Yang Tidak Dijamin (unsecured portion), dikenakan bobot risiko dari eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. 2) Apabila eksposur dijamin oleh beberapa jenis agunan dengan bobot risiko yang berbeda dan nilai total perlindungan agunan lebih tinggi dari nilai Tagihan Bersih eksposur maka pengakuan agunan dalam Teknik MRK – Agunan diprioritaskan menggunakan jenis agunan dengan bobot risiko dari yang terendah. 3) ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK - Agunan pada Pendekatan Sederhana merupakan penjumlahan dari: a) hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang dijamin dengan bobot risiko agunan sebagaimana dimaksud dalam butir c.1)a); dan b) hasil . . . b) hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih yang tidak dijamin dengan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada butir c.1)b). 6. Teknik MRK - Agunan pada Pendekatan Komprehensif a. Jenis dan Besaran Haircut 1) Teknik MRK - Agunan pada Pendekatan Komprehensif, dilakukan dengan cara mengurangi nilai Tagihan Bersih dengan nilai agunan, setelah memperhitungkan haircut untuk masing-masing nilai. 2) Haircut sebagaimana dimaksud pada angka 1) dilakukan sebagai berikut: a) haircut terhadap nilai Tagihan Bersih (He) merupakan faktor penambah untuk mengantisipasi peningkatan nilai Tagihan Bersih; b) haircut terhadap nilai agunan (Hc) merupakan faktor pengurang untuk mengantisipasi penurunan nilai agunan; yang disebabkan karena perubahan faktor pasar, seperti suku bunga. 3) Haircut sebagaimana dimaksud pada angka 2) mengacu pada Tabel 1 dalam Lampiran 2, dengan menggunakan asumsi: a) holding period 10 (sepuluh) hari kerja untuk Tagihan Bersih; dan b) valuasi dan/atau remargining atas Tagihan Bersih dan agunan dilakukan secara harian. 4) Dalam . . . 4) Dalam hal eksposur dan agunan dalam denominasi mata uang yang berbeda, maka nilai agunan selain dikenakan haircut sebagaimana dimaksud pada butir 2)b), juga dikenakan haircut nilai tukar (Hfx) sebesar 8% (delapan persen) dengan menggunakan asumsi: a) holding period 10 (sepuluh) hari kerja untuk Tagihan Bersih; dan b) valuasi atas agunan dilakukan secara harian. b. Penyesuaian Haircut Apabila frekuensi valuasi dan/atau remargining aktual yang dilakukan Bank berbeda dengan asumsi sebagaimana dimaksud dalam butir a.3) dan/atau butir a.4), maka haircut pada Tabel 1 dalam Lampiran 2 dan/atau butir a.4), disesuaikan dengan formula sebagai berikut: dimana: = penyesuaian haircut = haircut berdasarkan Tabel 1 dalam Lampiran 2 dan/atau butir a.4) = periode aktual pelaksanaan valuasi dan/atau remargining (dinyatakan dalam hari kerja). = asumsi holding period minimum yaitu 10 (dinyatakan dalam hari kerja). c. Perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar 1) Perhitungan . . . 1) Perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK - Agunan pada Pendekatan Komprehensif adalah hasil perkalian antara nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK dengan bobot risiko. 2) Nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK ( ) sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung dengan formula: dimana: = nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK. = nilai Tagihan Bersih sebelum pengakuan MRK. = haircut untuk Tagihan Bersih. = nilai agunan. = haircut untuk nilai agunan. = haircut untuk nilai tukar. 3) Penetapan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1) mengacu pada penetapan bobot risiko dari eksposur sesuai dengan kategori portofolio sebagaimana dimaksud pada butir II.E. C. TEKNIK . . . C. TEKNIK MRK - GARANSI 1. Persyaratan Pengakuan Selain wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.3 dan butir IV.A.4, garansi yang diakui dalam Teknik MRK - Garansi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Bank memiliki hak tagih langsung kepada pihak pemberi jaminan tanpa harus melakukan tindakan hukum terlebih dahulu terhadap debitur dalam hal terjadi events of default; b. Tagihan atau transaksi rekening administratif yang diberikan garansi harus dinyatakan secara spesifik dan jelas dalam perjanjian garansi; c. Perjanjian garansi bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); d. Garansi wajib dicairkan dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak eksposur tergolong dalam kategori portofolio Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.10; dan e. Garansi yang diterbitkan oleh pihak pemberi jaminan telah diakui sebagai kewajiban dalam pembukuan pihak pemberi jaminan. 2. Penerbit Garansi yang Diakui Dampak Teknik MRK - Garansi hanya diakui apabila pihak pemberi garansi adalah: a. pihak yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.a.1); b. pihak . . . b. pihak yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1.a.2), apabila pihak tersebut memiliki: 1) bobot risiko lebih rendah dari bobot risiko tagihan yang dijamin; dan 2) peringkat paling rendah BBB- atau yang setara; c. Bank Umum yang berbadan hukum Indonesia, kantor cabang bank asing di Indonesia, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang memiliki bobot risiko lebih rendah dari bobot risiko tagihan yang dijamin; d. bank yang berbadan hukum asing yang tergolong sebagai prime bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit; e. lembaga keuangan yang bergerak di bidang penjaminan atau asuransi yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik dan Tagihan Kepada Korporasi. 3. Perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar a. Garansi yang diakui dalam Teknik MRK - Garansi untuk perhitungan bobot risiko dari Tagihan Bersih dilakukan sebagai berikut: 1) Bagian dari Tagihan Bersih yang dijamin dengan garansi atau disebut sebagai Bagian Yang Dijamin diberikan bobot risiko pihak penerbit garansi sesuai dengan kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E; dan 2) Bagian . . . 2) Bagian dari Tagihan Bersih yang tidak dijamin dengan garansi atau disebut sebagai Bagian Yang Tidak Dijamin diberikan bobot risiko dari eksposur sesuai dengan kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. b. Dalam hal eksposur dan garansi dalam denominasi mata uang yang berbeda maka nilai garansi dikenakan haircut nilai tukar (Hfx) sebesar 8% (delapan persen) dengan formula sebagai berikut: dimana: = nilai Garansi setelah memperhitungkan haircut nilai tukar; = nilai Garansi; = haircut nilai tukar; c. Penggunaan haircut nilai tukar sebesar 8% (delapan persen) menggunakan asumsi 10 (sepuluh) hari kerja holding period dan valuasi nilai pasar secara harian. Apabila frekuensi valuasi aktual yang dilakukan Bank berbeda dengan asumsi tersebut maka Bank wajib menyesuaikan haircut nilai tukar dimaksud dengan formula sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.6.b. d. Apabila eksposur dijamin oleh beberapa penerbit garansi dengan bobot risiko yang berbeda dan nilai total perlindungan garansi lebih tinggi dari nilai Tagihan Bersih eksposur maka pengakuan garansi dalam Teknik MRK . . . MRK - Garansi diprioritaskan menggunakan garansi dari pihak penerbit garansi dengan bobot risiko dari yang terendah. e. ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK - Garansi merupakan penjumlahan dari: 1) hasil perkalian antara Bagian Yang Dijamin dengan bobot risiko dari pihak penerbit garansi sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud pada butir II.E; dan 2) hasil perkalian antara Bagian Yang Tidak Dijamin dengan bobot risiko dari eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud pada butir II.E. D. TEKNIK MRK - PENJAMINAN/ ASURANSI KREDIT Pengakuan penjaminan/asuransi kredit sebagai Teknik MRK dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar dilakukan sebagai berikut: 1. Persyaratan Pengakuan Selain wajib memenuhi persyaratan pengakuan Teknik MRK – Garansi sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.1, penjaminan/asuransi kredit yang diakui dalam Teknik MRK - Penjaminan/Asuransi Kredit wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3. 2. Penjaminan/Asuransi Kredit yang diterbitkan oleh Lembaga Penjamin atau Perusahaan Asuransi Berstatus BUMN wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. penjaminan . . . a. penjaminan/asuransi kredit diberikan terhadap kredit kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Pengertian usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah mengacu pada undang-undang yang mengatur mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah; b. skema penjaminan/asuransi kredit memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) pangsa penjaminan kredit oleh lembaga penjaminan/asuransi kredit paling kurang sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari kredit yang diberikan oleh Bank; 2) Bank wajib mengajukan klaim kepada lembaga penjaminan/asuransi kredit paling lama 1 (satu) bulan sejak terjadi tunggakan pokok, bunga, dan/atau tagihan lainnya yang menjadikan kualitas kredit paling baik dinilai “Diragukan” sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku walaupun kredit belum jatuh tempo; 3) pembayaran penjaminan/asuransi kredit paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah klaim diajukan oleh Bank dan dokumen diterima secara lengkap oleh lembaga penjaminan/asuransi kredit; 4) jangka waktu penjaminan/asuransi kredit paling kurang sama dengan jangka waktu kredit; dan 5) penjaminan/asuransi kredit bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable); Persyaratan . . . Persyaratan pada angka 1) sampai dengan angka 5) wajib dicantumkan dalam perjanjian antara Bank dengan lembaga penjaminan/asuransi kredit. c. lembaga penjaminan/asuransi kredit berstatus BUMN tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) didukung oleh dana penjaminan (modal) termasuk setoran dana dari pemerintah dengan gearing ratio yang mengacu pada ketentuan yang berlaku, paling tinggi 10 (sepuluh) kali; dan 2) mematuhi ketentuan mengenai lembaga penjaminan/asuransi kredit yang diatur oleh otoritas yang berwenang; 3. Penjaminan/Asuransi Kredit yang diterbitkan oleh Lembaga Penjamin atau Perusahaan Asuransi Berstatus Bukan BUMN wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. penjaminan/asuransi kredit diberikan terhadap kredit kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Pengertian usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah mengacu pada undang-undang yang mengatur mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah; b. c. skema penjaminan/asuransi kredit memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir IV.D.2.b; lembaga penjaminan/asuransi kredit berstatus bukan BUMN tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) pendirian . . . 1) pendirian lembaga penjaminan/asuransi kredit sesuai peraturan yang berlaku mengenai lembaga penjaminan/asuransi kredit; 2) memiliki peringkat dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia paling kurang setara dengan BBB-; 3) didukung oleh dana penjaminan (modal) dengan gearing ratio yang mengacu pada ketentuan yang berlaku, paling tinggi 10 (sepuluh) kali; 4) mematuhi ketentuan mengenai lembaga penjaminan/asuransi kredit yang diatur oleh otoritas yang berwenang; dan 5) bukan merupakan pihak terkait dari Bank kecuali keterkaitan tersebut karena hubungan kepemilikan dengan Pemerintah Daerah. Penentuan pihak terkait Bank didasarkan pada hubungan kepemilikan, hubungan kepengurusan, dan hubungan keuangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai batas maksimum pemberian kredit. 4. Perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar a. Perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK - Penjaminan/Asuransi Kredit dan memenuhi seluruh persyaratan pada butir IV.D.1, butir IV.D.2, dan butir IV.D.3 adalah sebagai berikut: 1) Bagian . . . 1) Bagian dari Tagihan Bersih yang mendapat perlindungan dari lembaga penjaminan/asuransi kredit, selanjutnya disebut Bagian Yang Dijamin, dikenakan bobot risiko sebagai berikut: a) sebesar 20% (dua puluh persen) apabila dijamin oleh lembaga penjaminan/asuransi kredit berstatus BUMN dan memenuhi seluruh kriteria sebagaimana dimaksud pada butir IV.D.2; b) sesuai dengan bobot risiko lembaga penjaminan/asuransi kredit apabila dijamin oleh lembaga penjaminan/asuransi kredit berstatus bukan BUMN dan memenuhi seluruh kriteria sebagaimana dimaksud pada butir IV.D.3. Penetapan bobot risiko tersebut didasarkan pada peringkat lembaga penjaminan/asuransi kredit sesuai kategori portofolio Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.2. 2) Bagian dari Tagihan Bersih yang tidak mendapat perlindungan dari lembaga penjaminan/asuransi kredit, selanjutnya disebut Bagian Yang Tidak Dijamin, dikenakan bobot risiko eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud pada butir II.E. 3) ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK - Penjaminan/Asuransi Kredit merupakan penjumlahan dari: a) hasil . . . a) hasil perkalian antara Bagian Yang Dijamin dengan bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam butir 1)a) atau butir 1)b); dan b) hasil perkalian antara Bagian Yang Tidak Dijamin dengan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 2). b. Perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar atas eksposur yang dijamin oleh Penjaminan/Asuransi Kredit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.1, butir IV.D.2, dan butir IV.D.3 namun memenuhi persyaratan garansi sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.1 dan butir IV.C.2 dilakukan mengacu pada perhitungan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.3. E. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT – PENDEKATAN STANDAR ATAS EKSPOSUR YANG MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS TEKNIK MRK Dalam hal eksposur Tagihan Bersih memiliki beberapa jenis Teknik MRK sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.2, maka: 1. Perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar merupakan penjumlahan: a. hasil perkalian antara (i) bagian Tagihan Bersih yang dijamin dengan Teknik MRK - Agunan dengan (ii) bobot risiko dari agunan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.5.c.1)a) dan/atau hasil perkalian antara nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK dengan bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6.c. b. hasil . . . b. hasil perkalian antara (i) bagian Tagihan Bersih yang dijamin dengan Teknik MRK - Garansi dengan (ii) bobot risiko dari pihak penerbit garansi sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.3.a.1); c. hasil perkalian antara (i) bagian Tagihan Bersih yang dijamin dengan Teknik MRK – Penjaminan/Asuransi Kredit dengan (ii) bobot risiko sebagaimana dimaksud dalam butir IV.D.4.a.1); dan d. hasil perkalian antara (i) bagian Tagihan Bersih yang tidak dijamin dengan Teknik MRK dengan (ii) bobot risiko eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud dalam butir II.E. 2. Apabila nilai total perlindungan dari MRK lebih tinggi dari nilai Tagihan Bersih maka perhitungan ATMR sebagaimana dimaksud pada angka 1 diprioritaskan menggunakan jenis Teknik MRK dengan bobot risiko dari yang terendah. V. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT – PENDEKATAN STANDAR BAGI BANK YANG MEMILIKI UNIT USAHA SYARIAH DAN/ATAU ATMR RISIKO KREDIT SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG MEMILIKI PERUSAHAAN ANAK 1. Perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individual bagi Bank yang memiliki unit usaha syariah (UUS) merupakan penjumlahan: a. ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar untuk kantor-kantor yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dengan mengacu pada angka II, angka III, dan angka IV Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan b. ATMR . . . b. ATMR Risiko Kredit untuk UUS dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; 2. Perhitungan ATMR Risiko Kredit secara konsolidasi untuk Bank yang memiliki perusahaan anak dilakukan sebagai berikut: a. Untuk Bank yang seluruh perusahaan anak beroperasi secara konvensional maka perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar secara konsolidasi didasarkan pada laporan keuangan konsolidasi yaitu penjumlahan: 1) ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individual; dan 2) ATMR Risiko Kredit untuk perusahaan anak yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional; dengan cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih, penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK sesuai pengaturan pada angka II, angka III, angka IV dan butir V.1 Surat Edaran Bank Indonesia ini, setelah mengeliminasi (set-off) transaksi antar entitas dalam kelompok usaha yang dikonsolidasi. b. Untuk Bank yang sebagian perusahaan anaknya melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, maka perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar secara konsolidasi, merupakan penjumlahan: 1) ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individual, dengan cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih, penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK sesuai pengaturan pada angka II, angka III, angka IV dan butir V.1 Surat Edaran Bank Indonesia ini; 2) ATMR . . . 2) ATMR Risiko Kredit untuk perusahaan anak yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional, dengan cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih, penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK sesuai pengaturan pada angka II, angka III, angka IV, dan butir V.1 (khusus untuk perusahaan anak berbentuk Bank) Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan 3) ATMR Risiko Kredit untuk perusahaan anak yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; setelah mengeliminasi (set-off) transaksi antar entitas dalam kelompok usaha yang dikonsolidasi. VI. PELAPORAN 1. Dalam rangka perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar, Bank wajib menyampaikan laporan sebagai berikut: a. laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individual disampaikan setiap bulan untuk posisi akhir bulan; dan b. laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara konsolidasi disampaikan setiap triwulan untuk posisi akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember, bagi bank yang memiliki perusahaan anak; dengan mengacu pada format dan pedoman pengisian dalam Lampiran 3 dan Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Laporan . . . 2. Laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Bank Indonesia secara online melalui Laporan Berkala Bank Umum. Tata cara penyampaian dan pengenaan sanksi mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum. 3. Selama pelaporan secara online sebagaimana dimaksud pada angka 2 belum dapat dilaksanakan maka Bank wajib menyampaikan laporan secara offline paling lambat: a. tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan laporan untuk laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit Bank secara individual sebagaimana dimaksud pada butir 1.a; b. tanggal terakhir bulan berikutnya setelah akhir masing-masing triwulan untuk Laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit Bank secara konsolidasi, sebagaimana dimaksud pada butir 1.b; 4. Apabila tanggal penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a dan butir 3.b jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya. 5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 6. Bank yang tidak menyampaikan laporan atau menyampaikan laporan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4, dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Peraturan . . . Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tanggal 24 September 2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. VII. LAIN-LAIN Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka: 1. Perhitungan ATMR Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM secara konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November 2006 tentang Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak, mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran ini, sejak tanggal 2 Januari 2012. 2. Ketentuan-ketentuan berupa: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/1/BPPP tanggal 29 Mei 1993 perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum; b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/12/DPNP tanggal 12 Juni 2000 perihal Penilaian Aktiva Produktif dalam Penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko; c. Surat . . . c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/3/DPNP tanggal 30 Januari 2006 perihal Perubahan Penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko untuk Kredit Usaha Kecil, Kredit Pemilikan Rumah, dan Kredit Pegawai/Pensiunan; d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/1/DPNP tanggal 21 Januari 2009 perihal Perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko untuk Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/6/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar </reg_title> <set_date> 18 Februari 2011 </set_date> <effective_date> 2 Januari 2012 </effective_date> <replaced_reg> '11/1/DPNP|SE-BI/2009', '2/12/DPNP|SE-BI/2000', '26/1/BPPP|SE-BI/1993', '8/3/DPNP|SE-BI/2006' </replaced_reg> <related_reg> '10/15/PBI/2008' </related_reg>
1 No. 17/34/DPSP Jakarta, 13 November 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA-REAL TIME GROSS SETTLEMENT Perihal : Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5762), perlu diatur ketentuan mengenai perlindungan nasabah dalam pelaksanaan transfer dana melalui Sistem Bank Indonesia- Real Time Gross Settlement sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual. 2. Penyelenggara Sistem BI-RTGS yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah Bank Indonesia yang menyelenggarakan sistem dalam kegiatan Setelmen Dana seketika melalui Sistem BI-RTGS. 3. Peserta Sistem BI-RTGS yang selanjutnya disebut sebagai Peserta adalah pihak yang telah memenuhi persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari Penyelenggara sebagai peserta dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS. 4. Setelmen... 2 4. Setelmen Dana adalah proses penyelesaian akhir transaksi keuangan melalui pendebitan dan pengkreditan Rekening Setelmen Dana. 5. Rekening Setelmen Dana adalah rekening Peserta pada Sistem BI- RTGS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia untuk pelaksanaan Setelmen Dana. II. TATACARA PENGISIAN PERINTAH TRANSFER DANA 1. Perintah transfer dana yang dibuat oleh nasabah pengirim paling kurang memuat: a. b. c. identitas nasabah pengirim; identitas nasabah penerima; identitas Peserta penerima; d. jumlah dana yang ditransfer; e. f. tanggal perintah transfer dana; dan informasi lain yang menurut peraturan perundang- undangan yang mengatur mengenai transfer dana wajib dicantumkan dalam perintah transfer dana. 2. Identitas nasabah pengirim sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dan identitas nasabah penerima dana sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b paling kurang memuat nama dan nomor rekening. 3. Identitas Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c paling kurang memuat nama Peserta penerima dan lokasi/kota kantor Peserta penerima. 4. Dalam hal nasabah pengirim atau nasabah penerima tidak memiliki rekening pada Peserta, identitas sebagaimana dimaksud dalam angka 2 paling kurang memuat nama dan alamat. III. TANGGUNG JAWAB PESERTA PENGIRIM 1. Kelengkapan Pengisian Perintah Transfer Dana Peserta pengirim harus mensyaratkan kepada nasabah pengirim untuk mengisi formulir perintah transfer dana sebagaimana dimaksud... 3 dimaksud dalam butir II.1 secara lengkap dan benar serta memperhatikan ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang berlaku antara lain ketentuan yang mengatur mengenai prinsip mengenal nasabah, peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan, dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai transfer dana. 2. Pengiriman Instruksi Setelmen Dana kepada Peserta Penerima a. Dalam hal Peserta pengirim telah melakukan pengaksepan untuk meneruskan perintah transfer dana dari nasabah pengirim, Peserta pengirim wajib meneruskan perintah transfer dana dalam bentuk instruksi Setelmen Dana, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pengiriman instruksi Setelmen Dana kepada Peserta penerima dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan perintah transfer dana dari nasabah pengirim. 2) Pengiriman instruksi Setelmen Dana pada tanggal yang sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1) wajib dilakukan oleh Peserta pengirim sesegera mungkin paling lama 1 (satu) jam sejak pengaksepan perintah transfer dana. 3) Peserta pengirim dianggap telah melakukan pengaksepan perintah transfer dana apabila Peserta pengirim telah: a) melakukan pendebitan rekening nasabah pengirim; b) menerbitkan instruksi Setelmen Dana yang dimaksudkan untuk melaksanakan perintah transfer dari nasabah pengirim; atau c) menyampaikan pemberitahuan pengaksepan kepada nasabah pengirim melalui media yang disepakati. 4) Dalam... 4 4) Dalam hal perintah transfer dana dari nasabah diterima oleh Peserta pengirim: a) kurang dari 1 (satu) jam sebelum berakhirnya periode waktu pengiriman instruksi Setelmen Dana untuk kepentingan nasabah ditutup dan Peserta pengirim tidak mempunyai cukup waktu untuk meneruskan perintah transfer dana; atau b) setelah berakhirnya jam layanan nasabah yang ditetapkan oleh Peserta, Peserta pengirim wajib mengirimkan instruksi Setelmen Dana kepada Peserta penerima pada hari kerja berikutnya paling lama 1 (satu) jam setelah jam operasional Sistem BI-RTGS dimulai. b. Pendebitan rekening nasabah pengirim harus dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pengiriman instruksi Setelmen Dana oleh Peserta pengirim. c. Dalam hal pendebitan rekening nasabah dilakukan lebih awal dari tanggal pengiriman instruksi Setelmen Dana, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim terhitung sejak tanggal pendebitan rekening nasabah pengirim sampai tanggal Peserta pengirim mengirimkan instruksi Setelmen Dana ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points. d. Kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak berlaku apabila dana yang akan ditransfer berasal dari setoran tunai. e. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, dan kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c dihitung berdasarkan hari kalender. f. Contoh perhitungan pembayaran jasa, bunga, dan kompensasi adalah sebagai berikut: Nasabah... 5 Nasabah memberikan perintah transfer dana pada hari Jumat tanggal 20 November 2015 dalam jam layanan nasabah dimana Peserta pengirim mempunyai cukup waktu untuk meneruskan perintah transfer dana tersebut pada tanggal yang sama. Namun demikian, Peserta pengirim baru dapat melakukan penerusan perintah transfer dana pada hari Senin tanggal 23 November 2015. Apabila rekening nasabah pengirim telah didebit pada hari Jumat tanggal 20 November 2015, Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi selama 3 (tiga) hari ditambah dengan tingkat kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points, dengan perhitungan sebagai berikut: 3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah pengirim dana +2)% x 1/365 x nominal dana yang telah didebit. 3. Penanganan Instruksi Setelmen Dana yang Tidak Diproses oleh Penyelenggara a. Dalam hal Peserta pengirim telah mendebit rekening nasabah pengirim dan telah mengirimkan instruksi Setelmen Dana, namun instruksi Setelmen Dana yang bersangkutan tidak diproses oleh Penyelenggara karena instruksi Setelmen Dana tidak memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan setelmen dana seketika melalui Sistem BI-RTGS maka Peserta pengirim wajib membuat dan mengirimkan kembali instruksi Setelmen Dana tersebut: 1) pada tanggal yang sama; atau 2) pada hari kerja berikutnya paling lama 1 (satu) jam setelah jam operasional Sistem BI-RTGS dimulai. b. Dalam hal pengiriman kembali instruksi Setelmen Dana dilakukan pada hari kerja berikutnya sebagaimana dimaksud pada butir a.2), Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim... 6 pengirim, terhitung sejak tanggal pendebitan rekening nasabah pengirim sampai tanggal Peserta pengirim meneruskan kembali instruksi Setelmen Dana tersebut. c. Ketentuan kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak berlaku apabila dana yang akan ditransfer berasal dari setoran tunai. d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dihitung berdasarkan hari kalender. e. Contoh perhitungan jasa, bunga, dan kompensasi adalah sebagai berikut: Nasabah memberikan perintah transfer dana kepada Peserta pengirim pada hari Rabu tanggal 18 November 2015 dalam jam layanan nasabah dan Peserta pengirim mengirimkan instruksi Setelmen Dana kepada Peserta penerima pada tanggal yang sama. Namun demikian, instruksi Setelmen Dana tersebut tidak diproses oleh Penyelenggara karena alasan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Peserta pengirim kemudian mengirimkan kembali instruksi Setelmen Dana kepada Peserta penerima pada hari Kamis tanggal 19 November 2015. Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi selama 1 (satu) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 1 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah pengirim dana x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. 4. Kesesuaian Instruksi Setelmen Dana dengan Perintah Transfer Dana a. Dalam hal Peserta pengirim mengirimkan instruksi Setelmen Dana yang tidak sesuai dengan perintah transfer dana yang dibuat oleh nasabah pengirim, Peserta pengirim wajib mengirimkan kembali instruksi Setelmen Dana baru atas beban Peserta pengirim sesuai dengan perintah transfer dana nasabah pengirim. b. Pengiriman... 7 b. Pengiriman kembali instruksi Setelmen Dana baru sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib dilakukan: 1) pada tanggal yang sama dengan tanggal diketahuinya ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada huruf a; atau 2) pada hari kerja berikutnya paling lama 1 (satu) jam setelah jam operasional Sistem BI-RTGS dimulai, tanpa menunggu pengembalian dana dari Peserta penerima atau nasabah penerima yang tidak berhak. c. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah pengirim, terhitung sejak tanggal pendebitan rekening nasabah pengirim sampai tanggal Peserta pengirim mengirimkan instruksi Setelmen Dana yang baru. d. Contoh perhitungan jasa, bunga, dan kompensasi adalah sebagai berikut: Nasabah pengirim memberikan perintah transfer dana pada hari Jumat tanggal 20 November 2015 dan pengiriman instruksi Setelmen Dana kepada Peserta penerima oleh Peserta pengirim dilakukan pada tanggal yang sama, namun Peserta pengirim melakukan kesalahan pada pembuatan instruksi Setelmen Dana yang mengakibatkan dana ditujukan kepada nasabah yang tidak berhak. Apabila rekening nasabah pengirim telah didebit pada hari Jumat tanggal 20 November 2015 dan Peserta pengirim baru mengirimkan instruksi Setelmen Dana yang baru pada hari Jumat tanggal 27 November 2015 maka Peserta pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi untuk 7 (tujuh) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 7 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah pengirim dana x 1/365 x nominal dana yang didebit. 5. Penanganan... 8 5. Penanganan Instruksi Setelmen Dana yang Dikembalikan oleh Peserta Penerima a. Untuk nasabah pengirim yang memiliki rekening di Peserta pengirim 1) Dalam hal Peserta pengirim telah mengirimkan instruksi Setelmen Dana sesuai dengan perintah transfer dana dari nasabah pengirim, namun Peserta penerima mengembalikan instruksi Setelmen Dana karena alasan tertentu, Peserta pengirim wajib melakukan pengkreditan rekening nasabah pengirim pada tanggal yang sama dengan tanggal pengembalian instruksi Setelmen Dana. 2) Dalam hal pengkreditan dana tidak dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal pengembalian instruksi Setelmen Dana, berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah pengirim yang berhak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.d dan butir 2.e; b) Jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak tanggal seharusnya dilakukan pengkreditan rekening nasabah pengirim sampai tanggal pelaksanaan pengkreditan pada rekening nasabah pengirim. b. Untuk nasabah pengirim yang tidak memiliki rekening di Peserta pengirim 1) Peserta pengirim harus mengirim pemberitahuan dengan surat atau sarana lainnya kepada nasabah pengirim mengenai dikembalikannya instruksi Setelmen Dana, yang merupakan dasar bagi nasabah pengirim untuk mengambil kembali dana di Peserta pengirim. 2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan: a) pada... 9 a) pada tanggal yang sama dengan tanggal pengembalian instruksi Setelmen Dana oleh Peserta penerima; atau b) paling lambat hari kerja berikutnya, apabila: (1) jam layanan nasabah Peserta pengirim telah berakhir; atau (2) lokasi kantor Peserta pengirim tempat nasabah pengirim melakukan transaksi berada di wilayah dengan sarana komunikasi dan transportasi yang tidak mendukung. IV. TANGGUNG JAWAB PESERTA PENERIMA 1. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima Dalam hal Peserta penerima melakukan pengaksepan atas instruksi Setelmen Dana yang diterima dari Peserta pengirim, Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk nasabah penerima yang memiliki rekening di Peserta penerima 1) Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah penerima pada tanggal yang sama dengan Penyelenggara melakukan Setelmen Dana. 2) Penerusan dana kepada nasabah penerima sebagaimana dimaksud dalam angka 1) wajib dilakukan sesegera mungkin atau paling lama 1 (satu) jam sejak instruksi Setelmen dana diterima oleh Peserta penerima. 3) Apabila Peserta penerima tidak meneruskan dana kepada nasabah penerima sebagaimana dimaksud dalam angka 1) maka: a) Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah penerima sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah penerima ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points; dan b) jasa... 10 b) jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal valuta pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima. 4) Ketentuan kewajiban penambahan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir 3)a) tidak berlaku bagi Peserta penerima yang menunda pelaksanaan kewajiban pengkreditan atas permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, dan pengadilan. Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank, ketentuan yang mengatur mengenai penerapan prinsip mengenal nasabah, serta peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, khususnya yang terkait dengan pemantauan atas transaksi keuangan mencurigakan. 5) Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam angka 3) adalah berdasarkan hari kalender. 6) Contoh pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi: Peserta penerima memperoleh instruksi Setelmen Dana pada hari Jumat tanggal 20 November 2015. Namun demikian, Peserta penerima melakukan penerusan dana pada hari Senin tanggal 23 November 2015 dengan menggunakan tanggal valuta yang sama dengan tanggal pengkreditan dana ke rekening nasabah penerima. Dengan demikian, Peserta penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi kepada Peserta pengirim untuk 3 (tiga) hari ditambah kompensasi sebesar 200 basis points, dengan perhitungan sebagai berikut: 3... 11 3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. b. Untuk nasabah penerima yang tidak memiliki rekening di Peserta penerima 1) Peserta penerima harus mengirim pemberitahuan dengan surat atau sarana lainnya kepada nasabah penerima mengenai telah tersedianya dana hasil transfer dana, yang merupakan dasar bagi nasabah penerima untuk mengambil dana di Peserta penerima. 2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan: a) pada tanggal yang sama dengan tanggal pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima; atau b) paling lambat hari kerja berikutnya, apabila: (1) jam layanan nasabah Peserta penerima telah berakhir; atau (2) lokasi kantor Peserta penerima tempat nasabah penerima melakukan transaksi berada di wilayah dengan sarana komunikasi dan transportasi yang tidak mendukung. 3) Peserta penerima harus mengembalikan dana kepada Peserta pengirim segera dan tanpa menunda, dalam hal: a) pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak dapat disampaikan kepada nasabah penerima atau terdapat hal lain yang menyebabkan pemberitahuan tidak dapat disampaikan kepada nasabah penerima; dan/atau b) nasabah penerima tidak menarik dana dalam jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi sistem pembayaran. 2. Penanganan... 12 2. Penanganan Kekeliruan dalam Penerusan Dana a. Dalam hal Peserta pengirim telah mengirimkan instruksi Setelmen Dana sesuai dengan perintah transfer dana dari nasabah pengirim, namun Peserta penerima melakukan pengkreditan dana kepada nasabah penerima yang berbeda dari yang tercantum dalam instruksi Setelmen Dana, Peserta penerima wajib melakukan pengkreditan dana ke rekening nasabah penerima yang berhak pada tanggal yang sama dengan tanggal diketahuinya kekeliruan tanpa menunggu pengembalian dana dari nasabah penerima yang tidak berhak. b. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta penerima harus membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah penerima yang berhak sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah penerima tersebut ditambah dengan tingkat kompensasi sebesar 200 (dua ratus) basis points; 2) jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak tanggal seharusnya rekening nasabah penerima yang berhak dikredit sampai dengan tanggal pelaksanaan pengkreditan pada rekening nasabah penerima yang berhak. c. Ketentuan kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak berlaku apabila dana yang akan ditransfer berasal dari setoran tunai. d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dihitung berdasarkan hari kalender. e. Contoh pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi adalah sebagai berikut: Peserta penerima memperoleh Instruksi Setelmen Dana pada hari Rabu tanggal 18 November 2015. Namun demikian... 13 demikian Peserta penerima melakukan kekeliruan dalam penerusan dana sehingga mengakibatkan dana diterima oleh nasabah yang tidak berhak. Apabila Peserta penerima meneruskan dana kepada nasabah yang berhak pada hari Rabu tanggal 25 November 2015 maka Peserta penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah yang berhak untuk 7 (tujuh) hari, dengan perhitungan sebagai berikut: 7 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana yang ditransfer. 3. Pengembalian Dana dari Peserta Penerima kepada Peserta Pengirim a. Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi, Peserta penerima tidak dapat meneruskan dana kepada nasabah penerima, Peserta penerima harus segera mengembalikan dana kepada Peserta pengirim. b. Dalam hal Peserta pengirim mengajukan permintaan kepada Peserta penerima untuk mengembalikan dana karena alasan tertentu antara lain instruksi Setelmen Dana tidak sesuai dengan perintah transfer dana sehingga dana diterima oleh nasabah penerima yang tidak berhak, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Dalam hal Peserta penerima belum meneruskan dana sesuai dengan perintah transfer dana dari Peserta pengirim, Peserta penerima harus segera mengembalikan dana kepada Peserta pengirim atau paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permintaan dari Peserta pengirim. 2) Dalam hal Peserta penerima telah meneruskan dana sesuai dengan perintah transfer dana dari Peserta pengirim: a) Peserta penerima wajib memberikan tanggapan kepada Peserta pengirim paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permintaan pengembalian dana dari Peserta pengirim. b) Tanggapan... 14 b) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dilakukan dengan mempertimbangkan pembebasan tanggung jawab (indemnity) yang diterima dari Peserta pengirim dan kebijakan serta ketentuan internal Peserta penerima. c. Dalam hal Peserta penerima tidak dapat langsung mengembalikan dana sesuai dengan permintaan Peserta pengirim sebagaimana dimaksud dalam butir b.2), Peserta pengirim melakukan penagihan dana yang salah kirim tersebut secara langsung kepada nasabah penerima yang tidak berhak. d. Apabila terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Peserta penerima harus membantu Peserta pengirim dengan cara memberikan data yang terkait dengan: 1) pengkreditan rekening nasabah penerima yang tidak berhak; dan 2) identitas nasabah penerima yang tidak berhak yang tercatat dalam administrasi Peserta penerima. e. Dalam hal Peserta penerima dapat menarik kembali dana dari nasabah penerima yang tidak berhak, pengembalian dana kepada Peserta pengirim sebesar jumlah dana yang dapat ditarik kembali oleh Peserta penerima. f. Kewajiban Peserta penerima untuk melakukan pengembalian dana atau memberikan tanggapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya berlaku dalam hal permintaan pengembalian dana dari Peserta pengirim diterima paling lama 60 (enam puluh) hari kalender sejak tanggal pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta penerima di Penyelenggara. g. Apabila setelah jangka waktu 60 (enam puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam huruf f terlampaui, terdapat permintaan dari Peserta pengirim untuk melakukan pengembalian dana atau memberikan tanggapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta... 15 1) Peserta penerima dapat menolak atau menerima permintaan tersebut dan disampaikan kepada Peserta pengirim paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal permintaan pengembalian dana dari Peserta pengirim. 2) Dalam hal Peserta penerima menolak permintaan pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam angka 1), Peserta pengirim dapat melakukan penagihan dana secara langsung kepada nasabah penerima yang tidak berhak. 3) Apabila terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 2), Peserta penerima harus membantu Peserta pengirim antara lain dengan cara memberikan data yang terkait dengan: a) pengkreditan rekening nasabah penerima yang tidak berhak; dan b) identitas nasabah penerima yang tidak berhak yang tercatat dalam administrasi Peserta penerima. h. Dalam hal Peserta penerima menyetujui permintaan Peserta pengirim untuk mengembalikan dana sebagaimana dimaksud dalam huruf g maka pengembalian dana sebesar seluruh dana yang ditarik kembali sebagaimana dimaksud dalam huruf e. V. PENGUMUMAN BIAYA DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM BI- RTGS 1. Peserta wajib mengumumkan secara tertulis di setiap kantor Peserta mengenai: a. biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang dibebankan oleh Penyelenggara kepada Peserta termasuk perubahannya; dan b. biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang dibebankan oleh Peserta kepada nasabah termasuk perubahannya. 2. Pengumuman... 16 2. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib diletakkan di setiap kantor Peserta pada tempat yang mudah dilihat oleh nasabah. 3. Penyelenggara dapat mengumumkan biaya transaksi dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS yang dibebankan oleh Peserta kepada nasabah. 4. Dalam rangka pengumuman biaya transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 3, Peserta harus menyampaikan kepada Penyelenggara mengenai besarnya biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang dibebankan kepada nasabah dengan alamat: Bank Indonesia Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Penatausahaan Surat Berharga Gedung D Lantai 3 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 5. Dalam hal terdapat perubahan nama departemen, divisi, dan/atau alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 4, maka Penyelenggara memberitahukan perubahan tersebut melalui surat dan/atau sarana lainnya. 6. Dalam hal terdapat perubahan biaya transaksi dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS yang dikenakan oleh Peserta kepada nasabah, Peserta harus menyampaikan perubahan tersebut kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 4 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak penyesuaian biaya transaksi. VI. JAM LAYANAN NASABAH PENGGUNA JASA SISTEM BI-RTGS Dalam menetapkan jam layanan nasabah pengguna Sistem BI-RTGS, Peserta harus mengacu pada jam layanan yang ditetapkan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan setelmen dana seketika... 17 seketika melalui Sistem BI-RTGS, dengan mempertimbangkan waktu yang diperlukan Peserta untuk menyelesaikan transaksi melalui Sistem BI-RTGS. VII. LAIN-LAIN Untuk bank syariah dan unit usaha syariah, ketentuan mengenai jasa, bunga, atau kompensasi dalam Surat Edaran ini disesuaikan dengan prinsip syariah yang berlaku. VIII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Peserta pengirim yang tidak memenuhi kewajiban pengiriman instruksi Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam butir III.2.a.2) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 2. Peserta penerima yang tidak memenuhi kewajiban penerusan dana kepada nasabah penerima sebagaimana dimaksud dalam butir IV.1.a.2) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat berharga, dan setelmen dana seketika. 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak periode pemantauan berakhir, dengan cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta. IX. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/10/DASP tanggal 5 Maret 2008 perihal Pelaksanaan Transaksi Melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) dalam rangka Perlindungan kepada Nasabah Peserta dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. Agar... 18 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/34/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 13 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <replaced_reg> '10/10/DASP|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '17/18/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
No. 14/ 35 /DPNP Jakarta, 10 Desember 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5353), perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM 1. Publikasi Laporan Tahunan Bank dimaksudkan untuk memberikan informasi berkala mengenai kondisi Bank secara menyeluruh, termasuk perkembangan usaha dan kinerja Bank serta kelompok usaha. Seluruh informasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi kondisi keuangan Bank kepada publik dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan. 2. Laporan ... 2. Laporan Tahunan selain disampaikan kepada pemegang saham, wajib disampaikan paling kurang kepada Bank Indonesia dan lembaga lain yang berkepentingan terhadap perkembangan usaha Bank, seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), lembaga pemeringkat di Indonesia, asosiasi perbankan di Indonesia, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), 2 (dua) lembaga penelitian di bidang ekonomi dan keuangan, dan 2 (dua) majalah ekonomi dan keuangan. Sedangkan laporan tahunan tertentu hanya wajib disampaikan kepada Bank Indonesia. Batas waktu penyampaian Laporan Tahunan dan laporan tahunan tertentu paling lama 5 (lima) bulan setelah Tahun Buku berakhir. 3. Laporan Tahunan wajib disusun untuk 1 (satu) Tahun Buku dan disajikan paling kurang dengan perbandingan 1 (satu) Tahun Buku sebelumnya. 4. Laporan Tahunan wajib dicantumkan dalam website Bank paling lama 1 (satu) hari kerja setelah batas waktu penyampaian Laporan Tahunan, dan dipelihara dalam website Bank paling kurang untuk 2 (dua) periode laporan berturut- turut. 5. Laporan Tahunan Bank harus disusun dalam Bahasa Indonesia. Dalam hal Laporan Tahunan juga dibuat selain dalam Bahasa Indonesia, baik dalam dokumen yang sama maupun terpisah, maka Laporan Tahunan dimaksud harus memuat informasi yang sama. 6. Mata uang yang digunakan dalam Laporan Tahunan adalah Rupiah. II. CAKUPAN ... II. CAKUPAN LAPORAN TAHUNAN Laporan Tahunan paling kurang mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Informasi Umum Informasi Umum dalam Laporan Tahunan paling kurang memuat: a. kepengurusan, yang meliputi susunan anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan pejabat eksekutif beserta jabatan dan ringkasan riwayat hidupnya; b. rincian kepemilikan, berupa nama pemilik dan persentase kepemilikan saham; c. perkembangan usaha Bank dan kelompok usaha Bank, yang memuat data mengenai: 1) ikhtisar data keuangan penting, yang paling kurang mencakup pendapatan bunga bersih, laba operasional, laba sebelum pajak, laba bersih, laba bersih per saham, aset produktif, dana pihak ketiga, pinjaman diterima, total biaya dana (cost of fund), modal sendiri, jumlah lembar saham yang ditempatkan dan disetor; dan 2) rasio keuangan yang wajib disajikan, yang paling kurang mencakup rasio keuangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi dan publikasi laporan Bank. d. strategi dan kebijakan manajemen dalam pengembangan usaha Bank; e. laporan manajemen yang memuat informasi mengenai pengelolaan Bank oleh pengurus dalam rangka good corporate governance, dan paling kurang mencakup: 1) struktur organisasi; 2) aktivitas utama; 3) teknologi ... 3) teknologi informasi; 4) jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk penyaluran kredit kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); 5) tingkat suku bunga penghimpunan dan penyediaan dana; 6) perkembangan perekonomian dan target pasar; 7) jaringan kerja dan mitra usaha baik di dalam dan/atau di luar negeri; 8) jumlah, jenis, dan lokasi kantor; 9) kepemilikan Direksi, Komisaris, dan pemegang saham dalam kelompok usaha Bank; 10) perubahan-perubahan penting yang terjadi di Bank dan kelompok usaha Bank dalam tahun yang bersangkutan; 11) hal-hal penting yang diperkirakan terjadi di masa mendatang; dan 12) sumber daya manusia, meliputi jumlah, struktur pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia. 2. Laporan Keuangan Tahunan Laporan Keuangan Tahunan paling kurang mencakup: a. Laporan Keuangan Bank yang telah diaudit oleh Akuntan Publik, yang meliputi: 1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); 2) Laporan Laba Rugi Komprehensif; 3) Laporan Perubahan Ekuitas; 4) Laporan Arus Kas; dan 5) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi mengenai Komitmen dan Kontinjensi. b. Bagi ... b. Bagi Bank yang memiliki Perusahaan Anak, selain Laporan Keuangan Bank secara individual sebagaimana dimaksud pada huruf a, Laporan Keuangan Tahunan juga mencakup Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh Akuntan Publik, yang merupakan konsolidasi Laporan Keuangan Bank dan Perusahaan Anak, yang paling kurang terdiri atas: 1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); 2) Laporan Laba Rugi Komprehensif; 3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan 4) Komitmen dan Kontinjensi. c. Bagi Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha, selain laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, Bank juga wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan yang terdiri atas: 1) Laporan Keuangan Perusahaan Induk yang telah diaudit oleh Akuntan Publik, yang merupakan hasil konsolidasi dari seluruh perusahaan di dalam kelompok usaha sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku, yang paling kurang meliputi: a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b) Laporan Laba Rugi Komprehensif; c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan d) Komitmen dan Kontinjensi; 2) Laporan Keuangan Perusahaan Induk di Bidang Keuangan, yang telah diaudit oleh Akuntan Publik, yang merupakan hasil konsolidasi dari seluruh perusahaan di dalam kelompok bidang keuangan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku, dan paling kurang meliputi: a) Laporan ... a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca); b) Laporan Laba Rugi Komprehensif; c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan d) Komitmen dan Kontinjensi. Dalam hal kelompok usaha tidak memiliki Perusahaan Induk di Bidang Keuangan maka laporan keuangan yang disampaikan adalah Laporan Keuangan Perusahaan Induk yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. 3. Opini dari Akuntan Publik Opini dari Akuntan Publik antara lain memuat pendapat atas Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 4. Pengungkapan Permodalan serta Pengungkapan Eksposur Risiko dan Penerapan Manajemen Risiko Bank a. Pengungkapan permodalan serta pengungkapan eksposur risiko dan penerapan manajemen risiko bertujuan untuk meningkatkan transparansi kepada publik dengan menetapkan persyaratan pengungkapan minimum, sehingga publik dapat menilai profil risiko dan kecukupan permodalan Bank. b. Bank harus memiliki kebijakan tertulis yang disetujui oleh Direksi mengenai pengungkapan sebagaimana diatur dalam angka ini. Kebijakan antara lain terkait dengan isi pengungkapan yang akan dilaporkan dan pengendalian internal dalam proses pengungkapan. c. Pengungkapan dilakukan dengan mengacu pada Pedoman pengungkapan sebagaimana tercantum dalam lampiran, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Pengungkapan ... Pengungkapan informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a, terdiri atas: a. Pengungkapan Permodalan Pengungkapan paling kurang mencakup: 1) Pengungkapan kualitatif, yang antara lain memuat informasi tentang: a) Struktur permodalan yang memuat penjelasan mengenai instrumen modal yang diterbitkan oleh Bank antara lain: karakteristik, jangka waktu instrumen, fitur opsi beli, fitur step-up, tingkat imbal hasil, dan peringkat (apabila tersedia); dan b) Kecukupan permodalan yang berisi penjelasan mengenai pendekatan yang digunakan Bank dalam menilai kecukupan modal untuk mendukung aktivitas yang dilakukan, baik saat ini maupun yang akan datang. 2) Pengungkapan kuantitatif mengenai struktur permodalan Bank sebagaimana dimaksud pada Tabel 1.a dan Tabel 1.b. b. Pengungkapan Eksposur Risiko dan Penerapan Manajemen Risiko Pengungkapan paling kurang mencakup: 1) Pengungkapan mengenai penerapan Manajemen Risiko Bank secara umum, yang mencakup informasi mengenai: a) Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; b) Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; c) Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta Sistem Informasi Manajemen Risiko; dan d) Sistem pengendalian intern yang menyeluruh. 2) Pengungkapan ... 2) Pengungkapan mengenai eksposur risiko dan penerapan Manajemen Risiko Bank secara khusus, yang terdiri dari: a) Risiko Kredit, yang mencakup: (1) Pengungkapan umum, yang terdiri dari: (a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup antara lain: i. organisasi manajemen risiko kredit; informasi mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko kredit, termasuk: i.1 i.2 strategi manajemen risiko kredit untuk aktivitas yang memiliki eksposur risiko kredit yang signifikan; i.3 kebijakan pengelolaan risiko konsentrasi kredit; dan i.4 mekanisme pengukuran pengendalian risiko kredit. ii. definisi tagihan yang telah jatuh tempo dan tagihan yang mengalami penurunan nilai/impairment; dan iii. penjelasan mengenai pendekatan yang digunakan untuk pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) individual dan kolektif, serta metode statistik yang digunakan dalam perhitungan CKPN. (b) Pengungkapan kuantitatif sebagaimana dimaksud pada Tabel 2.1.a sampai dengan Tabel 2.6.b, yang mencakup: i. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Wilayah sebagaimana Tabel 2.1.a dan Tabel 2.1.b; ii. Pengungkapan ... dan ii. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sisa Jangka Waktu Kontrak sebagaimana Tabel 2.2.a dan Tabel 2.2.b; iii. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Sektor Ekonomi sebagaimana Tabel 2.3.a dan Tabel 2.3.b; iv. Pengungkapan Tagihan dan Pencadangan Berdasarkan Wilayah sebagaimana Tabel 2.4.a dan Tabel 2.4.b; v. Pengungkapan Tagihan dan Pencadangan Berdasarkan Sektor Ekonomi sebagaimana Tabel 2.5.a dan Tabel 2.5.b; dan vi. Pengungkapan Rincian Mutasi Cadangan Kerugian Penurunan Nilai sebagaimana Tabel 2.6.a dan Tabel 2.6.b. (2) Pengungkapan Risiko Kredit dengan Pendekatan Standar, yang terdiri dari: (a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup: i. informasi mengenai kebijakan penggunaan peringkat dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit; ii. iii. iv. kategori portofolio yang menggunakan peringkat; lembaga pemeringkat yang digunakan; dan pengungkapan risiko kredit pihak lawan (counterparty credit risk), termasuk jenis instrumen mitigasi yang lazim diterima/diserahkan oleh Bank. (b) Pengungkapan ... (b) Pengungkapan kuantitatif sebagaimana dimaksud pada Tabel 3.1.a sampai dengan Tabel 3.2.c.2, yang mencakup: i. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Kategori Portofolio dan Skala Peringkat sebagaimana Tabel 3.1.a dan Tabel 3.1.b; dan ii. Pengungkapan Risiko Kredit Pihak Lawan (Counterparty Credit Risk) sebagaimana Tabel 3.2.a, Tabel 3.2.b.1, Tabel 3.2.b.2, Tabel 3.2.c.1, dan Tabel 3.2.c.2. (3) Pengungkapan Mitigasi Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan Standar, yang terdiri dari: (a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup: i. informasi mengenai kebijakan Bank untuk jenis agunan utama yang diterima; ii. kebijakan, prosedur, dan proses untuk menilai dan mengelola agunan; iii. pihak-pihak utama pemberi jaminan/garansi dan kelayakan kredit (creditworthiness) dari pihak-pihak tersebut; dan iv. informasi tingkat konsentrasi yang ditimbulkan dari penggunaan teknik mitigasi risiko kredit. (b) Pengungkapan kuantitatif sebagaimana dimaksud pada Tabel 4.1.a sampai dengan Tabel 4.2.b, yang mencakup: i. Pengungkapan ... i. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan Bobot Risiko setelah Memperhitungkan Dampak Mitigasi Risiko Kredit sebagaimana Tabel 4.1.a dan Tabel 4.1.b; dan ii. Pengungkapan Tagihan Bersih dan Teknik Mitigasi Risiko Kredit sebagaimana Tabel 4.2.a dan Tabel 4.2.b. (4) Pengungkapan Sekuritisasi Aset, yang terdiri dari: (a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup antara lain: i. pengungkapan umum manajemen risiko, yang mencakup hal-hal seperti tujuan Bank melakukan aktivitas sekuritisasi aset, sejauh mana aktivitas sekuritisasi aset yang dilakukan dapat memindahkan risiko kredit dari Bank ke pihak lain atas transaksi yang menjadi underlying aktivitas sekuritisasi aset, fungsi yang dijalankan Bank dalam aktivitas sekuritisasi aset, dan penjelasan mengenai keterlibatan Bank dalam setiap fungsi; ii. ringkasan kebijakan akuntansi untuk aktivitas sekuritisasi aset, yang mencakup antara lain transaksi yang diperlakukan sebagai penjualan atau pendanaan, pengakuan keuntungan dari aktivitas sekuritisasi, dan asumsi yang digunakan untuk menilai ada tidaknya keterlibatan berkelanjutan dari aktivitas sekuritisasi, termasuk ... termasuk perubahan dari periode sebelumnya dan dampak dari perubahan dimaksud; dan iii. nama lembaga pemeringkat yang digunakan dalam aktivitas sekuritisasi aset dan eksposur sekuritisasi aset yang diperingkat oleh lembaga pemeringkat dimaksud. (b) Pengungkapan kuantitatif sebagaimana dimaksud pada Tabel 5.1.a sampai dengan Tabel 5.2.b, yang mencakup: i. Pengungkapan Transaksi Sekuritisasi sebagaimana Tabel 5.1.a dan Tabel 5.1.b; dan ii. Ringkasan Aktivitas Transaksi Sekuritisasi dimana Bank Bertindak sebagai Kreditur Asal sebagaimana Tabel 5.2.a dan Tabel 5.2.b. (5) Pengungkapan kuantitatif Perhitungan ATMR Risiko Kredit Pendekatan Standar sebagaimana dimaksud pada Tabel 6.1.1 sampai dengan Tabel 6.2.7. b) Risiko Pasar, yang mencakup: (1) Perhitungan risiko pasar dengan menggunakan Metode Standar, yang antara lain terdiri atas: (a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup antara lain: i. informasi mengenai penerapan manajemen risiko termasuk: i.1 organisasi manajemen risiko pasar; i.2 pengelolaan ... i.2 pengelolaan portofolio trading book dan banking book serta metodologi valuasi yang digunakan; dan i.3 mekanisme pengukuran risiko pasar untuk keperluan pemantauan risiko secara periodik maupun untuk perhitungan kecukupan modal, baik pada banking book maupun trading book. ii. cakupan portofolio (trading dan banking book) yang diperhitungkan dalam Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); dan iii. langkah-langkah dan rencana dalam mengantisipasi risiko pasar atas transaksi mata uang asing baik karena perubahan kurs maupun fluktuasi suku bunga, termasuk penjelasan mengenai semua penyediaan dana dan ikatan tanpa proteksi atau lindung nilai, serta utang yang suku bunganya berfluktuasi atau yang tidak ditentukan terlebih dahulu. (b) Pengungkapan kuantitatif yang paling kurang mencakup pengungkapan risiko pasar menggunakan metode standar sebagaimana dimaksud pada Tabel 7.1. (2) Perhitungan risiko pasar dengan menggunakan Model Internal, yang terdiri atas: (a) Pengungkapan ... (a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup antara lain: i. informasi mengenai penerapan manajemen risiko, termasuk: i.1 organisasi manajemen risiko pasar; i.2 pengelolaan portofolio trading book serta metodologi valuasi yang digunakan; dan i.3 mekanisme pengukuran risiko pasar untuk keperluan pemantauan risiko secara periodik maupun untuk perhitungan kecukupan modal pada trading book. ii. portofolio yang tercakup dalam Model Internal dan kebijakan valuasi yang digunakan untuk menghitung posisi dalam trading book; iii. untuk setiap portofolio yang dicakup oleh Model Internal diungkapkan karakteristik model yang digunakan, deskripsi stress testing yang digunakan terhadap portofolio dan deskripsi pendekatan yang digunakan untuk backtesting/validasi terhadap akurasi dan konsistensi Model Internal dan proses pengembangan model; iv. portofolio yang menggunakan Model Internal yang telah disetujui oleh Bank Indonesia; dan v. jumlah ... v. jumlah frekuensi penyimpangan antara Value at Risk (VaR) dan kerugian aktual selama periode laporan. (b) Pengungkapan kuantitatif, yang paling kurang mencakup pengungkapan risiko pasar dengan menggunakan model internal (Value at Risk/ VaR) sebagaimana Tabel 7.2.a dan Tabel 7.2.b. c) Risiko Operasional, yang mencakup: (1) Pengungkapan kualitatif, yang antara lain mencakup informasi mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko operasional, termasuk: (a) organisasi manajemen risiko operasional; (b) mekanisme yang digunakan Bank untuk mengidentifikasi dan mengukur risiko operasional; dan (c) mekanisme untuk memitigasi risiko operasional. (2) Pengungkapan kuantitatif mengenai risiko operasional, sebagaimana dimaksud pada Tabel 8.1.a dan Tabel 8.1.b. d) Risiko Likuiditas, yang mencakup: (1) Pengungkapan kualitatif, yang antara lain mencakup informasi mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas, termasuk: (a) organisasi manajemen risiko likuiditas; (b) indikator peringatan dini permasalahan likuiditas; dan (c) mekanisme ... (c) mekanisme pengukuran dan pengendalian risiko likuiditas. (2) Pengungkapan kuantitatif mengenai risiko likuiditas, yang paling kurang mencakup: (a) Pengungkapan Profil Maturitas Rupiah sebagaimana dimaksud pada Tabel 9.1.a dan Tabel 9.1.b; dan (b) Pengungkapan Profil Maturitas Valas sebagaimana dimaksud pada Tabel 9.2.a dan Tabel 9.2.b. e) Risiko Hukum, yang berisi pengungkapan kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko hukum yang antara lain mencakup: (1) organisasi manajemen risiko hukum; dan (2) mekanisme pengendalian risiko hukum. f) Risiko Stratejik, yang mengungkapkan informasi kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko stratejik yang antara lain mencakup: (1) organisasi manajemen risiko stratejik; (2) kebijakan yang memungkinkan Bank untuk dapat mengidentifikasi dan merespon perubahan lingkungan bisnis, baik eksternal maupun internal; dan (3) mekanisme untuk mengukur kemajuan yang dicapai dari rencana bisnis yang ditetapkan. g) Risiko Kepatuhan, yang mengungkapkan informasi kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko kepatuhan yang antara lain mencakup: (1) organisasi ... (1) organisasi manajemen risiko kepatuhan; (2) strategi manajemen risiko dan efektivitas penerapan manajemen risiko untuk risiko kepatuhan, terutama dalam rangka memastikan penyusunan kebijakan dan prosedur telah sesuai dengan standar yang berlaku secara umum, ketentuan, dan/atau peraturan perundang- undangan yang berlaku; dan (3) mekanisme pemantauan dan pengendalian risiko kepatuhan. h) Risiko Reputasi, yang mengungkapkan informasi kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko reputasi yang antara lain mencakup: (1) organisasi manajemen risiko reputasi, termasuk pelaksanaan manajemen risiko untuk risiko reputasi oleh unit-unit terkait (Corporate Secretary, Humas, dan unit bisnis terkait); (2) kebijakan dan mekanisme dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholders) untuk mengendalikan risiko reputasi; dan (3) pengelolaan risiko reputasi pada saat krisis. 5. Aspek Transparansi sesuai Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a dan butir 2.b wajib dilengkapi dengan seluruh aspek pengungkapan (disclosure) sebagaimana dipersyaratkan untuk laporan keuangan publikasi triwulanan. Pengungkapan ... Pengungkapan tersebut paling kurang mencakup: a. transaksi spot dan transaksi derivatif; b. jumlah dan kualitas aset produktif dan informasi lainnya, antara lain untuk: 1) penyediaan dana kepada pihak terkait; 2) penyediaan dana kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); 3) kredit yang memerlukan perhatian khusus (antara lain kredit yang direstrukturisasi dan kredit properti); dan jumlah cadangan penyisihan kerugian; 4) c. rasio keuangan Bank, antara lain: 1) persentase pelanggaran dan pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); dan rasio Posisi Devisa Neto (PDN); dan 2) d. perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). 6. Aspek Pengungkapan yang terkait dengan Kelompok Usaha Bank wajib memuat informasi yang terkait dengan kegiatan di dalam kelompok usaha, yang terdiri atas: a. struktur kelompok usaha Bank, yang paling kurang terdiri atas: 1) struktur kelompok usaha Bank, yang disajikan mulai dari Bank, perusahaan anak, perusahaan afiliasi, perusahaan induk di bidang keuangan, dan/atau perusahaan induk sampai dengan pemegang saham pengendali terakhir (ultimate shareholder); 2) struktur keterkaitan kepengurusan dalam kelompok usaha Bank; dan 3) pemegang ... 3) pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang saham lain (shareholders acting in concert). Pengertian pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang saham lain adalah pemegang saham perorangan atau perusahaan/badan hukum yang memiliki tujuan bersama yaitu mengendalikan Bank, berdasarkan atau tidak berdasarkan suatu perjanjian. b. transaksi antara Bank dengan pihak-pihak berelasi dalam kelompok usaha Bank, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) informasi transaksi dengan pihak-pihak berelasi disajikan baik yang dilakukan Bank maupun yang dilakukan oleh setiap perusahaan atau badan hukum di dalam kelompok usaha Bank yang bergerak di bidang keuangan; 2) pihak-pihak yang berelasi adalah pihak-pihak sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku; 3) jenis transaksi dengan pihak-pihak yang berelasi, antara lain meliputi: a) kepemilikan silang (cross shareholdings); b) transaksi dari suatu kelompok usaha yang bertindak untuk kepentingan kelompok usaha yang lain; c) pengelolaan likuiditas jangka pendek dalam kelompok usaha; d) penyediaan dana yang diberikan atau diterima oleh perusahaan lain dalam satu kelompok usaha; e) eksposur kepada pemegang saham mayoritas antara lain dalam bentuk pinjaman, komitmen dan kontinjensi; dan f) pembelian, ... f) pembelian, penjualan dan/atau penyewaan aset dengan perusahaan lain dalam suatu kelompok usaha, termasuk yang dilakukan dengan repurchase agreement. c. pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap perusahaan atau badan hukum yang berada dalam satu kelompok usaha dengan Bank kepada debitur yang telah memperoleh penyediaan dana dari Bank. 7. Aspek Pengungkapan sesuai Standar Akuntansi Keuangan Aspek pengungkapan (disclosure) lain sebagaimana diwajibkan dalam Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, dalam hal belum tercakup dalam angka 1 sampai dengan angka 6 di atas. 8. Informasi Lain Cakupan dalam informasi lain terdiri dari: a. aset Bank yang dijaminkan; b. transaksi-transaksi penting lainnya dalam jumlah yang signifikan; dan c. informasi kejadian penting setelah tanggal laporan Akuntan Publik (subsequent event). III. LAPORAN TAHUNAN TERTENTU YANG WAJIB DISAMPAIKAN KEPADA BANK INDONESIA 1. Selain menyampaikan Laporan Tahunan, Bank yang merupakan bagian dari kelompok usaha dan/atau Bank yang memiliki Perusahaan Anak, wajib menyampaikan laporan tahunan tertentu kepada Bank Indonesia yang paling kurang mencakup: a. Laporan ... a. Laporan tahunan Perusahaan Induk dan laporan tahunan Perusahaan Induk di Bidang Keuangan; b. Laporan tahunan pemegang saham langsung yang memiliki saham mayoritas atau laporan tahunan perusahaan yang melakukan pengendalian langsung kepada Bank; dan c. Laporan tahunan Perusahaan Anak. 2. Apabila kelompok usaha tidak memiliki Perusahaan Induk di Bidang Keuangan, maka laporan tahunan tertentu yang wajib disampaikan oleh Bank adalah laporan tahunan Perusahaan Induk. 3. Apabila kelompok usaha tidak memiliki laporan tahunan Perusahaan Induk dan laporan tahunan Perusahaan Induk di Bidang Keuangan, maka laporan tahunan tertentu yang wajib disampaikan oleh Bank adalah laporan keuangan tahunan Perusahaan Induk dan laporan keuangan tahunan Perusahaan Induk di Bidang Keuangan. 4. Apabila kelompok usaha tidak memiliki perusahaan induk di bidang keuangan dan tidak memiliki laporan tahunan Perusahaan Induk maka laporan tahunan tertentu yang wajib disampaikan oleh Bank adalah laporan keuangan tahunan Perusahaan Induk. 5. Batas waktu penyampaian laporan tahunan atau laporan keuangan tahunan Perusahaan Induk dan Perusahaan Induk di Bidang Keuangan kepada Bank Indonesia mengacu pada angka IV. IV. BATAS ... IV. BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN TAHUNAN DAN LAPORAN TAHUNAN TERTENTU 1. Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam angka II wajib disampaikan paling lama 5 (lima) bulan setelah Tahun Buku berakhir. 2. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan Tahunan, apabila Bank menyampaikan Laporan Tahunan kepada Bank Indonesia setelah batas akhir waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan paling lama 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian laporan. 3. Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan Tahunan apabila: a. Bank belum menyampaikan Laporan Tahunan; dan/atau b. Bank belum menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan yang diaudit oleh Akuntan Publik yang terdaftar di Bank Indonesia sampai dengan berakhirnya batas waktu keterlambatan sebagaimana dimaksud pada angka 2. Contoh: Untuk Laporan Tahunan yang berakhir pada bulan Desember 2012: a. batas akhir waktu penyampaian : 31 Mei 2013 b. terlambat menyampaikan c. tidak menyampaikan : 1 Juni s.d. 30 Juni 2013 : 1 Juli 2013 seterusnya. 4. Bank yang dinyatakan tidak menyampaikan Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud pada angka 3 tetap wajib menyampaikan Laporan Tahunan. 5. Batas ... dan 5. Batas waktu penyampaian laporan tahunan tertentu mengacu pada ketentuan angka 1 sampai dengan angka 4. V. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN Laporan Tahunan Bank dan laporan tahunan tertentu sebagaimana dimaksud dalam angka II dan angka III, disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Departemen Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat atau Kantor Cabang Bank Asing yang berada di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. VI. PENUTUP 1. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/31/DPNP tanggal 14 Desember 2001, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; 2. Ketentuan penyampaian Laporan Tahunan dan laporan tahunan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku terhadap penyampaian Laporan Tahunan dan laporan tahunan tertentu Tahun Buku 2012. Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 10 Desember 2012. Agar ... Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULYA E. SIREGAR KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN DPNP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/35/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 10 Desember 2012 </set_date> <effective_date> 10 Desember 2012 </effective_date> <replaced_reg> '3/31/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg> <related_reg> '14/14/PBI/2012' </related_reg>
No. 4/15/DASP Jakarta, 30 Sptember 2002 S U R A T E D A R A N Kepada S E M U A B A N K DI INDONESIA Perihal : Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Elektronik Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal, perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan dari penyelenggaraan Kliring Lokal secara Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 PBI tersebut. I. PENGERTIAN UMUM 1. Penyelenggaraan Kliring Lokal secara elektronik yang selanjutnya disebut Kliring Elektronik adalah penyelenggaraan Kliring Lokal yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring didasarkan pada Data Keuangan Elektronik yang selanjutnya disebut DKE disertai dengan penyampaian Warkat Penyelenggara untuk diteruskan kepada Peserta Penerima; Peserta kepada 2. Salinan … 2 2. Salinan Warkat adalah reproduksi dari Warkat yang telah diproses dalam Kliring dan direkam dalam bentuk image; 3. Bundel Warkat Kliring yang selanjutnya disebut Bundel Warkat adalah kumpulan Warkat dengan jumlah lembar dan nominal tertentu yang disertai Dokumen Kliring; 4. Sistem Pusat Komputer Kliring Elektronik yang selanjutnya disebut SPKE adalah seperangkat sistem komputer pada Penyelenggara yang berfungsi menerima dan mengolah DKE serta menghasilkan informasi hasil perhitungan Kliring dan informasi Kliring lainnya; 5. Terminal Peserta Kliring yang selanjutnya disebut TPK adalah suatu perangkat sistem komputer yang dipasang di Peserta untuk mengirim DKE ke SPKE serta menerima informasi hasil perhitungan Kliring dan informasi Kliring lainnya; 6. Jaringan Komunikasi Data yang selanjutnya disebut JKD adalah seperangkat sistem yang berfungsi sebagai sarana penghubung antara TPK dengan SPKE; 7. Peserta Langsung Aktif yang selanjutnya disebut PLA adalah Peserta yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan Bundel Warkat kepada Penyelenggara serta menerima hasil perhitungan Kliring dan Warkat dari Penyelenggara dengan menggunakan identitas Peserta yang bersangkutan; 8. Peserta Langsung Pasif yang selanjutnya disebut PLP adalah Peserta yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan Bundel Warkat kepada Penyelenggara melalui dan menggunakan identitas PLA, tetapi dapat menerima hasil perhitungan Kliring dan Warkat dari Penyelenggara identitas Peserta yang bersangkutan; dengan menggunakan 9. Peserta Tidak Langsung yang selanjutnya disebut PTL adalah Peserta yang … 3 yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan Bundel Warkat kepada Penyelenggara melalui dan menggunakan identitas PLA, serta menerima hasil perhitungan Kliring dan Warkat dari Penyelenggara dengan menggunakan identitas PLA atau PLP; 10. Peserta Pengirim adalah PLA yang mengirimkan DKE ke SPKE dan menyampaikan Bundel Warkat kepada Penyelenggara; 11. Peserta Penerima adalah Peserta Langsung yang menerima Warkat dan hasil perhitungan Kliring dari Penyelenggara; 12. Laporan Selisih Data Kliring adalah suatu laporan yang berisi hasil perbandingan antara DKE yang diterima SPKE dengan data hasil proses Warkat pada mesin baca-pilah (reader-sorter) Penyelenggara; 13. Password adalah rangkaian alpha numeric yang bersifat rahasia untuk digunakan dalam melakukan akses ke sistem TPK dan atau SPKE; 14. Petugas Kliring adalah petugas Peserta yang dapat merupakan petugas internal Bank atau petugas jasa kurir yang diberi kuasa atau wewenang tertentu untuk mewakili Peserta dalam Kliring Lokal. II. PENYELENGGARA Penyelenggara Kliring Elektronik adalah Bank Indonesia. III. KEPESERTAAN A. Peserta 1. Bank yang berkantor di suatu Wilayah Kliring yang telah menerapkan Kliring Elektronik dapat menjadi Peserta dengan persetujuan Penyelenggara. 2. Status kepesertaan dalam penyelenggaraan Kliring Elektronik dikategorikan menjadi : a. PLA … 4 a. PLA; b. PLP; c. PTL. 3. Bank yang menjadi Peserta wajib menunjuk paling sedikit 1 (satu) kantor Bank sebagai PLA. 4. Bank Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah wajib menunjuk paling sedikit 1(satu) Kantor Cabang Syariah sebagai PLA. 5. Dalam hal Kantor Cabang Syariah akan menjadi PLP atau PTL atau Kantor Cabang Pembantu Syariah akan menjadi PTL maka Kantor Cabang Syariah atau Kantor Cabang Pembantu Syariah tersebut wajib menginduk pada Kantor Cabang Syariah yang telah menjadi PLA. B. Persyaratan menjadi Peserta 1. Persyaratan untuk menjadi PLA atau PLP a. Kantor Bank yang dapat menjadi PLA adalah : 1) Kantor Pusat dari Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Bank Indonesia; 2) Kantor Cabang yang telah memperoleh izin pembukaan kantor dari Bank Indonesia; 3) Kantor Cabang dari Bank yang Kantor Pusatnya berkedudukan di luar negeri yang telah memperoleh izin pembukaan kantor dari Bank Indonesia; 4) Kantor Cabang Pembantu dari Bank yang Kantor Pusatnya berkedudukan di luar negeri yang telah memperoleh izin pembukaan kantor Indonesia; dari Bank 5) Kantor … 5 5) Kantor Cabang Pembantu dari Bank yang Kantor Pusatnya berkedudukan di dalam negeri yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk beroperasi di Wilayah Kliring yang berbeda dari Kantor Cabang induknya. b. Kantor Bank yang dapat menjadi PLP adalah : 1) Kantor Pusat dari Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Bank Indonesia; 2) Kantor Cabang yang telah memperoleh izin pembukaan kantor dari Bank Indonesia; 3) Kantor Cabang dari Bank yang Kantor Pusatnya berkedudukan di luar negeri yang telah memperoleh izin pembukaan kantor dari Bank Indonesia; 4) Kantor Cabang Pembantu dari Bank yang Kantor Pusatnya berkedudukan di luar negeri yang telah memperoleh izin pembukaan kantor dari Indonesia. c. PLA wajib menyediakan kelengkapan TPK, yang terdiri dari : 1) perangkat lunak aplikasi TPK; 2) perangkat lunak sistem; 3) perangkat keras; 4) JKD cadangan (dial up); dan 5) sarana back-up TPK, dengan sekurang-kurangnya memenuhi spesifikasi sebagaimana dalam Lampiran 1. d. Lokasi kantor Bank yang memungkinkan Bank tersebut untuk … Bank 6 untuk mengikuti Kliring secara tertib sesuai jadwal Kliring Lokal yang ditetapkan. 2. Persyaratan untuk menjadi PTL a. Kantor Bank yang dapat menjadi PTL adalah : 1) Kantor Pusat dari Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Bank Indonesia; 2) Kantor Cabang yang telah memperoleh izin pembukaan kantor dari Bank Indonesia; 3) Kantor Cabang Pembantu dari Bank yang Kantor Pusatnya berkedudukan di luar negeri yang telah memperoleh izin pembukaan kantor Indonesia; dari 4) Kantor Cabang Pembantu dari Bank yang Kantor Pusatnya berkedudukan di dalam negeri yang telah memperoleh izin pembukaan kantor dari Indonesia. b. Kantor Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a menginduk pada kantor lain yang merupakan Bank yang sama dan telah menjadi Peserta Langsung di Wilayah Kliring yang sama. 3. Sandi Peserta Terhadap PLA dan PLP diberikan sandi Peserta sedangkan untuk PTL tidak diberikan sehingga menggunakan sandi Peserta milik kantor induknya yang menjadi PLA atau PLP. Penetapan sandi Peserta dilakukan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi. Bank Bank C. Tata … 7 C. Tata cara menjadi Peserta Tata cara keikutsertaan Bank atau kantor Bank dalam Kliring Elektronik diatur sebagai berikut. 1. Dengan memperhatikan persyaratan pada huruf B.1., Bank atau kantor Bank mengajukan surat permohonan kepada Penyelenggara untuk menjadi Peserta dengan melampirkan : a. foto kopi surat izin usaha Bank atau surat izin pembukaan kantor Bank; b. formulir Data Keanggotaan Kliring Elektronik sebagaimana dalam Lampiran 2 yang telah diisi secara lengkap; c. foto kopi surat persetujuan penggunaan Warkat dan Dokumen Kliring. Berkaitan dengan hal tersebut terhadap Bank baru yang telah memperoleh izin prinsip dalam rangka pendirian Bank dapat segera mengajukan permohonan persetujuan Warkat dan Dokumen Kliring kepada Bank Indonesia dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Warkat, Dokumen Kliring, dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. Dalam hal ini, khusus untuk mendapatkan persetujuan atas Warkat dan Dokumen Kliring yang akan digunakan, untuk pengisian sandi Peserta pada spesimen Warkat dan Dokumen Kliring menggunakan sandi yang ditentukan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi. 2. Dalam surat permohonan tersebut kantor Bank yang bersangkutan sekaligus dapat mengajukan kantor lain yang akan menjadi … 8 menjadi PLP atau PTL, dengan memperhatikan ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara permohonan menjadi PLP atau PTL. 3. Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada Bank atau kantor Bank pemohon mengenai keputusan untuk menyetujui atau menolak permohonan kepesertaan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap. 4. Apabila Penyelenggara memutuskan untuk menyetujui permohonan kepesertaan maka dalam pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam angka 3, sekaligus disampaikan informasi sebagai berikut : a. persetujuan prinsip keikutsertaan Bank atau kantor Bank yang bersangkutan dalam Kliring Elektronik; b. penyampaian identitas Peserta berupa sandi Peserta, khusus untuk Bank atau kantor Bank yang berstatus PLA dan PLP; c. kewajiban calon Peserta untuk melakukan pelaksanaan pemasangan JKD dan aplikasi TPK di tempat Bank atau kantor Bank yang berstatus PLA; d. kewajiban calon Peserta untuk menyampaikan : 1) contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara sebanyak 2 (dua) lembar; 2) 2 (dua) disket ukuran 3.5” (90mm) untuk merekam aplikasi Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL) dalam kegiatan Kliring pengembalian, khusus untuk Bank atau … 9 atau kantor Bank yang berstatus PLA dan PLP; 3) 2 (dua) disket ukuran 3.5” (90 mm) untuk merekam aplikasi program buku sandi yang berisi daftar PLA dan PLP yang terdaftar pada Penyelenggara. e. persyaratan lainnya yang diperlukan oleh Penyelenggara. 5. Khusus untuk PLA, setelah JKD Bank atau kantor Bank terhubung dengan SPKE di Penyelenggara, Bank atau kantor Bank menyampaikan surat kepada Penyelenggara perihal kesiapan untuk mengikuti Kliring dengan disertai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 4.d dan 4.e serta tembusan Berita Acara pemasangan JKD dan aplikasi perangkat lunak sistem TPK. 6. Setelah semua persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 4.d, 4.e dan 5 dipenuhi maka kepada Peserta yang bersangkutan akan diberikan : a. surat persetujuan yang memuat tanggal aktivasi TPK sekaligus tanggal efektif bagi PLA atau tanggal efektif keikutsertaan Kliring bagi PLP atau PTL; b. Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) untuk PLA dan PLP. Ketentuan tentang TPPK diatur secara tersendiri dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik; c. 2 (dua) disket ukuran 3.5" (90 mm) yang berisi rekaman aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian sebagaimana dimaksud dalam angka 4.d.2); d. 2 (dua) … 10 d. 2 (dua) disket ukuran 3.5" (90 mm) yang berisi rekaman aplikasi program buku sandi sebagaimana dimaksud dalam angka 4.d.3); e. sistem pengendalian TPK Kliring Elektronik, bagi PLA, dalam amplop tertutup yang terdiri dari : 1) logon table; 2) transmission ID dan Password. Pengambilan sistem pengendalian TPK sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan 2) hanya dapat dilakukan oleh Pimpinan Kantor Bank yang bersangkutan. Dalam hal Pimpinan Kantor Bank yang bersangkutan berhalangan, maka pengambilan sistem pengendalian TPK tersebut dapat dilakukan oleh pejabat atau pegawai bank yang ditunjuk dengan menggunakan surat kuasa bermeterai cukup dan menggunakan kertas berlogo bank yang bersangkutan. 7. Tanggal efektif keikutsertaan Peserta dalam Kliring adalah 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak Peserta yang bersangkutan memenuhi semua persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 4.d dan 4.e untuk PLP atau PTL, serta angka 4.d, 4.e dan 5 untuk PLA. 8. Penyelenggara mengumumkan secara tertulis kepada seluruh Peserta mengenai keikutsertaan Peserta tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya dengan mencantumkan fotokopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan. D. Perubahan nama, pemindahan alamat, perubahan status kantor dan status kepesertaan 1. Perubahan nama Peserta a. Perubahan … 11 a. Perubahan nama Peserta wajib dilaporkan secara tertulis kepada Penyelenggara segera setelah mendapat surat persetujuan perubahan nama Peserta dengan melampirkan : 1) foto kopi dokumen penetapan penggunaan izin usaha dengan nama yang baru dari Bank Indonesia; 2) contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan; 3) foto kopi surat persetujuan penggunaan Warkat dan Dokumen Kliring dengan nama baru; 4) 2 (dua) disket ukuran 3.5" (90 mm) yang berisi rekaman aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian. b. Setelah semua kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. dipenuhi oleh Peserta maka kepada Peserta yang bersangkutan akan diberikan : 1) surat persetujuan perubahan nama Peserta; 2) TPPK untuk Petugas Kliring bagi PLA dan PLP; 3) 2 (dua) disket ukuran 3.5" (90 mm) berisi rekaman aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian. c. Penyelenggara mengumumkan secara tertulis kepada seluruh Peserta mengenai setiap perubahan nama Peserta tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif berlakunya nama Peserta yang baru disertai foto kopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan. 2. Perubahan sebutan nama kantor Peserta Perubahan sebutan nama kantor Peserta di luar perubahan nama Peserta … 12 Peserta yang tidak diikuti dengan pemindahan alamat wajib dilaporkan secara tertulis dengan melampirkan : a. foto kopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan; b. 2 (dua) disket ukuran 3.5” (90 mm) berisi rekaman aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian. 3. Pemindahan alamat Peserta Pemindahan alamat Peserta wajib dilaporkan secara tertulis kepada Penyelenggara segera setelah mendapat surat persetujuan pemindahan alamat Peserta dengan melampirkan : a. foto kopi dokumen persetujuan pemindahan alamat dari Bank Indonesia; b. foto kopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan, sebanyak 2 (dua) lembar dalam hal pemindahan alamat tersebut mengakibatkan perubahan sebutan nama kantor; c. 2 (dua) disket ukuran 3.5” (90 mm) berisi rekaman aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian. 4. Perubahan status kantor dan atau status kepesertaan Perubahan status kantor Peserta dapat diikuti atau tidak diikuti dengan perubahan status kepesertaannya. a. Perubahan status kantor Peserta yang diikuti dengan perubahan status kepesertaan : 1) PLA dengan status Kantor Cabang yang kemudian berubah menjadi Kantor Cabang Pembantu, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PTL sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang telah … 13 telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama; 2) PLP dengan status Kantor Cabang yang kemudian berubah menjadi Kantor Cabang Pembantu, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PLA sepanjang terdapat izin dari Bank Indonesia untuk menjadi KCP di Wilayah Kliring yang berbeda dengan kantor induknya serta tidak ada PLA dan PLP lainnya dari Bank yang sama pada Wilayah Kliring yang sama; 3) PLP dengan status Kantor Cabang yang kemudian berubah menjadi Kantor Cabang Pembantu, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PTL; 4) PTL dengan status Kantor Cabang yang kemudian berubah menjadi Kantor Cabang Pembantu, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PLA sepanjang memperoleh izin atau persetujuan dari Bank Indonesia untuk menjadi Kantor Cabang Pembantu di Wilayah Kliring yang berbeda dari Kantor Cabang induknya serta tidak ada PLA dan PLP lainnya dari Bank yang sama pada Wilayah Kliring yang sama; 5) PLA dengan status Kantor Cabang Pembantu sebagaimana dimaksud dalam angka III.B.1.a yang kemudian berubah menjadi Kantor Cabang, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PLP sepanjang di Wilayah Kliring yang sama terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang telah menjadi PLA; 6) PLA… 14 6) PLA dengan status Kantor Cabang Pembantu sebagaimana dimaksud dalam angka III.B.1.a yang kemudian berubah menjadi Kantor Cabang, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PTL sepanjang di Wilayah Kliring tersebut terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang telah menjadi PLA; 7) PTL dengan status Kantor Cabang Pembantu yang kemudian berubah menjadi Kantor Cabang, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PLA; 8) PTL dengan status Kantor Cabang Pembantu yang kemudian berubah menjadi Kantor Cabang, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PLP. Daftar perubahan status kantor Peserta yang diikuti dengan perubahan status kepesertaan adalah sebagaimana dalam Lampiran 3a. b. Perubahan status kantor Peserta yang tidak diikuti dengan perubahan status kepesertaan : 1) PLA dengan status Kantor Cabang yang kemudian berubah menjadi Kantor Cabang Pembantu, dapat mengikuti Kliring dengan status kepesertaan yang sama sepanjang memperoleh izin atau persetujuan dari Bank Indonesia untuk menjadi Kantor Cabang Pembantu di Wilayah Kliring yang berbeda dari Kantor Cabang induknya serta tidak ada PLA dan PLP lainnya dari Bank yang sama pada Wilayah Kliring yang sama; 2) PTL dengan status Kantor Cabang yang kemudian berubah … 15 berubah menjadi Kantor Cabang Pembantu, dapat mengikuti Kliring dengan status kepesertaan yang sama; 3) PLA dengan status Kantor Cabang Pembantu sebagaimana dimaksud dalam angka III.B.1.a yang kemudian berubah menjadi Kantor Cabang, dapat mengikuti Kliring dengan status kepesertaan yang sama; 4) PTL dengan status Kantor Cabang Pembantu yang kemudian berubah menjadi Kantor Cabang, dapat mengikuti Kliring dengan status kepesertaan yang sama. Daftar perubahan status kantor Peserta yang tidak diikuti dengan perubahan status kepesertaan adalah sebagaimana dalam Lampiran 3b. c. Perubahan status kepesertaan yang tidak diikuti perubahan status kantor Peserta Dalam hal perubahan status kepesertaan tidak diikuti perubahan status kantor, maka Peserta tersebut wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut : 1) PLA dengan status Kantor Pusat, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PLP atau PTL sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama; 2) PLP dengan status Kantor Pusat, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PLA atau PTL; 3) PTL… 16 3) PTL dengan status Kantor Pusat, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PLA atau PLP; 4) PLA dengan status Kantor Cabang, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PLP atau sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama; 5) PLP dengan status Kantor Cabang dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PLA atau PTL; 6) PTL dengan status Kantor Cabang, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PLA atau PLP; 7) PLA dengan status Kantor Cabang Pembantu, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PTL sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama; 8) PTL dengan status Kantor Cabang Pembantu, dapat mengubah status kepesertaannya menjadi PLA sepanjang memperoleh izin atau persetujuan dari Bank Indonesia untuk menjadi Kantor Cabang Pembantu di Wilayah Kliring yang berbeda dari Kantor Cabang induknya serta tidak ada PLA dan PLP lainnya. Daftar perubahan status kepesertaan yang tidak diikuti perubahan status kantor Peserta adalah sebagaimana dalam Lampiran 3c. d. Dalam hal perubahan status kantor Peserta diikuti dengan perubahan status kepesertaannya sebagaimana dimaksud dalam… PTL 17 dalam huruf a., maka Peserta tersebut wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Penyelenggara dengan melampirkan foto kopi izin dari Bank Indonesia mengenai perubahan status kantor yang bersangkutan. e. Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada kantor Bank pemohon mengenai keputusan untuk menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf d. dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap. f. Dalam hal perubahan status kantor Peserta tidak diikuti dengan perubahan status kepesertaannya dimaksud dalam huruf b. maka Peserta sebagaimana tersebut wajib melaporkan secara tertulis perubahan status kantornya kepada Penyelenggara dengan melampirkan : 1) foto kopi izin dari Bank Indonesia mengenai perubahan status kantor; 2) contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara sebanyak 2 (dua) lembar. g. Dalam hal perubahan status kepesertaan tidak diikuti perubahan status kantor Peserta sebagaimana dimaksud dalam huruf c., maka Peserta tersebut wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Penyelenggara; h. Penyelenggara … 18 h. Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada kantor Bank pemohon mengenai keputusan untuk menyetujui atau menolak permohonan perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. dan c. dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah surat permohonan diterima secara lengkap. i. Dalam hal Bank atau kantor Bank disetujui untuk mengubah status kepesertaan, Penyelenggara memberitahukan melalui surat kepada yang bersangkutan mengenai : 1) persetujuan perubahan status kepesertaan Bank atau kantor Bank yang bersangkutan dalam Elektronik; Kliring 2) penyampaian identitas Peserta berupa sandi Peserta, khusus untuk Bank atau kantor Bank yang berstatus PLA dan PLP; 3) kewajiban untuk melakukan pelaksanaan pemasangan JKD dan aplikasi TPK di tempat Bank atau kantor Bank yang berstatus PLA; 4) kewajiban untuk menyampaikan contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara sebanyak 2 (dua) lembar; 5) persyaratan lainnya yang diperlukan oleh Penyelenggara. j. Setelah JKD Bank atau Kantor Bank terhubung dengan SPKE di Penyelenggara, Bank atau kantor Bank menyampaikan … 19 menyampaikan surat kepada Penyelenggara kesiapan untuk mengikuti kliring dengan perihal disertai persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf i.4) dan i.5) serta tembusan Berita Acara pemasangan JKD dan aplikasi perangkat lunak sistem TPK. k. Setelah semua kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam huruf j. dipenuhi oleh Peserta maka kepada Peserta yang bersangkutan akan diberikan : 1) Surat persetujuan aktivasi TPK, bagi PLA; 2) TPPK untuk Petugas Kliring, bagi PLA dan PLP; 3) Disket ukuran 3.5" (90 mm) sebanyak 4 (empat) disket masing-masing 2 (dua) disket berisi rekaman aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian dan 2 (dua) disket berisi rekaman aplikasi program buku sandi sejumlah PLA dan PLP yang terdaftar pada Penyelenggara, bagi Bank atau kantor Bank yang disetujui untuk mengubah status kepesertaan dari PTL menjadi PLP atau PLA; 4) Sistem pengendalian TPK Kliring Elektronik, bagi PLA, dalam amplop tertutup yang terdiri dari : a) logon table; b) transmission ID dan Password. Pengambilan sistem pengendalian TPK sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan b) hanya dapat dilakukan oleh Pimpinan Kantor Bank yang bersangkutan. Dalam hal Pimpinan Kantor Bank yang bersangkutan berhalangan, maka pengambilan sistem … 20 sistem pengendalian TPK tersebut dapat dilakukan oleh pejabat atau pegawai bank yang ditunjuk dengan menggunakan surat kuasa bermeterai cukup dan menggunakan kertas berlogo bank yang bersangkutan. l. Tanggal efektif perubahan status kepesertaan adalah 15 (lima belas) hari kerja setelah persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 3.j dipenuhi. m. Penyelenggara mengumumkan secara tertulis kepada seluruh Peserta mengenai setiap perubahan nama Peserta, alamat, status kantor dan status kepesertaan tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal efektif berlakunya perubahan Peserta yang baru disertai foto kopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan. n. Dalam hal Peserta mengalami perubahan nama, status kantor dan status kepesertaan, maka Peserta yang bersangkutan diberi kelonggaran paling lama 3 (tiga) bulan untuk melakukan penyesuaian atas Warkat dan Dokumen Kliring terhitung sejak tanggal efektif berlakunya perubahan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. IV. WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING Warkat dan Dokumen Kliring yang digunakan dalam Kliring Elektronik wajib memenuhi spesifikasi teknis sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Warkat, Dokumen Kliring, dan Pencetakannya pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. A. Warkat Warkat yang dapat diperhitungkan dalam Kliring Elektronik adalah : 1. Cek… 21 1. Cek; 2. Bilyet Giro; 3. Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT); 4. Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT); 5. Nota Debet; 6. Nota Kredit. B. Dokumen Kliring Dokumen Kliring pada dasarnya merupakan dokumen yang berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan Kliring Elektronik. 1. Jenis Dokumen Kliring Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring Elektronik adalah : a. Bukti Penyerahan Warkat Debet - Kliring Penyerahan (BPWD); b. Bukti Penyerahan Warkat Kredit - Kliring Penyerahan (BPWK); c. Lembar Substitusi; d. Kartu Batch; e. Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Pengembalian (BPRWKP). 2. Penggunaan Dokumen Kliring a. BPWD digunakan sebagai tanda bukti penyerahan Warkat debet untuk setiap Bundel Warkat dari Petugas Kliring kepada Penyelenggara pada kegiatan Kliring penyerahan. b. BPWK digunakan sebagai tanda bukti penyerahan Warkat kredit untuk setiap Bundel Warkat dari Petugas Kliring kepada Penyelenggara pada kegiatan Kliring penyerahan. c. Bukti … 22 c. Bukti Penyerahan Warkat (BPW) sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b masing-masing dibuat dalam rangkap 2 (carbonized) oleh Peserta Pengirim dengan ketentuan sebagai berikut : 1) lembar asli yang diisi dengan informasi dalam bentuk MICR code line, yang merupakan Bukti Penyerahan Warkat oleh Petugas Kliring kepada Penyelenggara atas setiap Bundel Warkat yang disampaikan dan ditandatangani oleh Peserta pada kolom tanda tangan yang telah tersedia; 2) lembar kedua (tembusan) setelah diparaf oleh Penyelenggara akan diserahkan kembali kepada Petugas Kliring yang menyerahkan Bundel Warkat sebagai bukti bahwa Penyelenggara telah menerima Bundel Warkat dari Petugas Kliring. d. Lembar Substitusi digunakan dalam Kliring penyerahan sebagai tempat menempelkan bukti penjumlahan nominal dari Warkat (add-list) yang diserahkan kepada Penyelenggara. Pada Lembar Substitusi dicantumkan jumlah nominal yang sama dengan hasil penjumlahan seluruh Warkat pada Bundel Warkat yang bersangkutan. e. Kartu Batch merupakan sarana untuk mengetahui jumlah keseluruhan nominal Bundel Warkat dari masing-masing Peserta dan sebagai sarana kontrol dalam proses Kliring. Kartu Batch terdiri dari Kartu Batch Warkat Debet (KBWD) dan Kartu Batch Warkat Kredit (KBWK); sebagai tanda bukti penyerahan rekaman … f. BPRWKP digunakan 23 rekaman Warkat Kliring pengembalian untuk setiap Bundel Warkat dari Petugas Kliring kepada BPRWKP merupakan hasil cetak komputer Penyelenggara. dengan menggunakan aplikasi SOKL yang dicetak dalam rangkap 2 (dua) oleh Peserta Pengirim dengan ketentuan sebagai berikut : 1) lembar asli merupakan tanda bukti rekaman Warkat oleh Petugas Kliring Penyelenggara atas setiap Bundel Warkat penyerahan kepada yang disampaikan dan ditandatangani oleh Peserta pada kolom tanda tangan yang telah tersedia; 2) lembar kedua (tembusan) setelah diparaf oleh Penyelenggara akan diserahkan kembali kepada Petugas Kliring yang disertai rekaman Warkat sebagai bukti bahwa Penyelenggara telah menerima Bundel Warkat dari Petugas Kliring dan memproses rekaman Warkat. C. Jenis angka dan simbol MICR code line pada Warkat dan Dokumen Kliring 1. Angka dan simbol yang tercetak pada clear band (MICR code line) merupakan rangkaian informasi yang dibutuhkan dalam sistem Kliring Elektronik. 2. Pada clear band hanya terdapat pencetakan MICR code line. Cetakan-cetakan dan atau coretan-coretan lainnya tidak diperkenankan. 3. MICR code line pada Warkat yang wajib dicantumkan dalam clear band terdiri dari : a. Nomor … 24 a. Nomor Warkat b. Sandi Peserta c. Nomor Rekening d. Sandi Transaksi : 6 (enam) digit; : 7 (tujuh) digit; : 10 (sepuluh) digit; : 2 (dua) digit; e. Nilai Nominal Warkat : 14 (empat belas) digit. 4. Jenis angka dan simbol MICR yang digunakan dalam MICR code line pada Warkat dan Dokumen Kliring harus sesuai dan memenuhi spesifikasi untuk angka dan simbol MICR E-13B sebagaimana ditentukan oleh ISO 1004:1995, yang terdiri dari : a. 10 (sepuluh) digit angka, dari 0 (nol) sampai dengan 9 (sembilan) yang digunakan untuk mengisi informasi pada MICR code line, yaitu : 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 ; b. 4 (empat) simbol spesial sebagaimana dalam Lampiran 4. 5. Kualitas MICR code line harus memenuhi persyaratan kualitas sebagai berikut: a. menggunakan pita MICR yang memenuhi ISO 1004:1995; b. baris MICR code line harus rata (tidak naik turun); c. pencantuman angka dan simbol domestik MICR code line tidak boleh cacat. D. Pencantuman MICR Code Line pada Warkat Pencantuman MICR code line pada Warkat meliputi : 1. Nomor Warkat Nomor Warkat disediakan untuk nomor seri pada Cek dan Bilyet Giro serta nomor urut atau nomor registrasi pada Warkat lainnya. Meskipun demikian Bank dapat pula menggunakannya untuk identitas … 25 identitas Warkat lainnya, misalnya nomor urut atau nomor registrasi dan lain-lain untuk Warkat selain Cek atau selain Bilyet Giro. Untuk keperluan nomor Warkat disediakan 6 (enam) digit angka. Pencantuman nomor Warkat yang kurang dari 6 (enam) digit, harus diawali dengan angka “0” (nol). Sedangkan untuk nomor Warkat yang melebihi 6 (enam) digit hanya dicantumkan 6 (enam) digit terakhir. Di sebelah kiri dan kanan nomor Warkat tersebut harus diisi dengan simbol domestik. 2. Sandi Peserta Sandi Peserta disediakan untuk sandi Bank dan sandi kantor penerima Warkat. Untuk keperluan sandi Peserta disediakan 7 (tujuh) digit angka, yang terdiri dari : a. 3 (tiga) digit pertama untuk sandi Bank; b. 3 (tiga) digit berikut untuk sandi kantor Peserta; c. 1 (satu) digit terakhir untuk angka penguji. Antara 3 (tiga) digit sandi Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan 4 (empat) digit terakhir sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan c dipisahkan oleh identitas simbol garis pendek dan diakhiri dengan identitas simbol Bank. 3. Nomor Rekening Nomor rekening disediakan untuk nomor rekening nasabah pada Peserta Penerima paling banyak 10 (sepuluh) digit angka, yang sistematikanya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing Peserta. Pencantuman nomor rekening yang kurang dari 10 (sepuluh) digit, diawali dengan angka “0” (nol). Sedangkan untuk nomor rekening yang melebihi 10 (sepuluh) digit hanya dicantumkan 10 (sepuluh) digit terakhir. Dalam hal nomor rekening … 26 rekening menggunakan karakter spesial (non numeric) maka pengisian MICR dilakukan dengan menggunakan angka “0000000001” dan khusus untuk Nota Kredit diisi secara lengkap nama serta nomor rekening penerima pada Warkat. Nomor rekening ini diakhiri dengan simbol domestik. 4. Sandi Transaksi Untuk keperluan statistik bagi pihak Penyelenggara, sandi transaksi diatur sebagai berikut : a. sandi transaksi disediakan untuk identitas jenis Warkat dan atau jenis transaksi yang terdapat di dalamnya; b. dalam sandi transaksi disediakan 2 (dua) digit angka dengan pengaturan sebagai berikut : 1) 00 sampai dengan 09 untuk Cek; 2) 10 sampai dengan 19 untuk Bilyet Giro; 3) 20 sampai dengan 29 untuk WBUT; 4) 30 sampai dengan 39 untuk SBPT; 5) 40 sampai dengan 49 untuk Nota Debet, dengan ketentuan : a) sandi transaksi 40 sampai dengan 49 kecuali sandi transaksi 45, untuk transaksi Kliring dengan nilai nominal paling tinggi Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah); b) sandi transaksi 45, untuk transaksi Kliring dengan nilai nominal di atas Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah) dan digunakan untuk transaksi-transaksi sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai … 27 mengenai Penggunaan Nota Debet Kliring. dalam 6) 50 sampai dengan 59 untuk Nota Kredit, dengan pengaturan sebagai berikut : a) sandi transaksi 50, untuk : (1) transaksi antar Bank untuk keuntungan nasabah yang pelaksanaannya mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Jadwal Kliring dan Tanggal Valuta Penyelesaian Akhir, Sistem Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat atau Data Keuangan Elektronik; dan (2) transaksi antar Bank selain transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB), Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS), transaksi valuta asing antar Bank dan atau transaksi Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) atau Surat Berharga Pasar Uang (SBPU); b) sandi transaksi 53, untuk transaksi valuta asing antar bank; c) sandi transaksi 55, untuk transaksi Sertifikat Bank Indonesia (SBI), SWBI, atau SBPU. 5. Nilai Nominal Informasi mengenai nilai nominal tidak dicetak secara preprinted. Pencantumannya dilakukan oleh Peserta yang memperhitungkan Warkat, dengan mempergunakan peralatan khusus … 28 khusus yang disebut MICR encoder atau reader-encoder dengan ketentuan sebagai berikut : a. nilai nominal disediakan untuk pencantuman nilai nominal yang tertera pada Warkat. Untuk keperluan tersebut disediakan 14 (empat belas) digit angka termasuk 2 (dua) digit nilai sen dalam satuan mata uang Rupiah (Rp); b. pencantuman nilai nominal yang kurang dari 14 (empat belas) digit harus diawali dengan angka “0” (nol) dan nilai nominal setiap Warkat kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu trilyun Rupiah). Nilai nominal sebagaimana dimaksud di atas diapit oleh 2 (dua) simbol nominal pada bagian kiri dan kanannya. Cara pencantuman MICR code line pada Warkat adalah sebagaimana dalam Lampiran 5a sampai dengan Lampiran 5j E. Pencantuman MICR Code Line dan informasi lainnya pada Dokumen Kliring Informasi lengkap yang dicantumkan pada Dokumen Kliring oleh Peserta Pengirim adalah : 1. BPW Dalam BPW dicantumkan informasi sebagai berikut : a. Stempel Kliring yang memuat informasi mengenai identitas Peserta Pengirim (nama dan sandi Peserta) serta tanggal Kliring yang sama dengan Stempel Kliring pada Warkat; b. jumlah nilai nominal Bundel Warkat; c. nama dan tanda tangan pejabat atau petugas Bank yang menyerahkan Warkat kepada Penyelenggara; d. MICR code line pada clear band BPW yang terdiri dari : 1) 6 (enam) … 29 1) 6 (enam) digit nomor Warkat, terdiri dari : a) 3 (tiga) digit pertama diisi dengan angka 000; b) 3 (tiga) digit terakhir diisi dengan 3 (tiga) digit pertama sandi Bank Peserta Pengirim. Di sebelah kiri dan kanan nomor Warkat tersebut harus diisi dengan simbol domestik; 2) 7 (tujuh) digit sandi Peserta atau kantor Peserta, terdiri dari : a) 3 (tiga) digit pertama diisi dengan 3 (tiga) digit sandi kantor Peserta Pengirim seperti yang tertera pada Stempel Kliring (tanpa angka penguji); b) 4 (empat) digit terakhir diisi dengan angka 9999. Antara 3 (tiga) digit sandi kantor Peserta Pengirim sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan 4 (empat) digit terakhir sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dipisah oleh identitas simbol garis pendek dan diakhiri dengan identitas simbol Bank; 3) 10 (sepuluh) digit nomor rekening tidak perlu diisi; 4) 2 (dua) digit sandi transaksi pada BPWD diisi dengan angka 60 dan pada BPWK diisi dengan angka 61; 5) 14 (empat belas) digit nilai nominal diisi dengan jumlah keseluruhan nominal dalam Rupiah termasuk 2 (dua) digit untuk sen dari seluruh Warkat yang diserahkan dengan BPW yang bersangkutan. Jumlah keseluruhan nominal diapit oleh simbol nominal pada bagian kiri dan kanannya; 6) Apabila … 30 6) Apabila terjadi kesalahan encode pada BPW maka perbaikannya dilakukan dengan menggunakan BPW baru. 2. Lembar Substitusi Dalam Lembar Substitusi dicantumkan informasi sebagai berikut : a. Stempel Kliring yang memuat informasi mengenai identitas Peserta Pengirim (nama dan sandi Peserta) serta tanggal Kliring yang sama dengan Stempel Kliring pada BPW dan Warkat; b. add-list dilekatkan pada bagian kiri atas Lembar Substitusi, sehingga jumlah keseluruhan nominal dapat langsung terlihat oleh petugas Penyelenggara; c. jumlah keseluruhan nominal Warkat dalam bentuk MICR code line di bagian kanan bawah harus sama dengan jumlah keseluruhan nominal yang terdapat pada BPW. 3. Kartu Batch Dalam Kartu Batch dicantumkan informasi sebagai berikut : a. Stempel Kliring pada Kartu Batch harus sama dengan Stempel Kliring pada BPW, Lembar Substitusi dan Warkat, yang memuat informasi mengenai identitas Pengirim (nama dan sandi Peserta) serta tanggal Kliring ; Peserta b. Jumlah keseluruhan nominal Bundel Warkat; c. Pencantuman informasi dalam bentuk MICR code line pada clear band Kartu Batch terdiri atas : 1) 6 (enam) digit nomor Warkat, terdiri dari : a) 3 (tiga) digit pertama diisi dengan angka 000; b) 3 (tiga) … 31 b) 3 (tiga) digit terakhir diisi dengan 3 (tiga) digit pertama sandi Peserta Pengirim. di sebelah kiri dan kanan nomor Warkat tersebut harus diisi dengan simbol domestik. 2) 7 (tujuh) digit sandi Bank atau kantor Peserta, terdiri dari : a) 3 (tiga) digit pertama diisi dengan 3 (tiga) digit sandi kantor Peserta Pengirim seperti yang tertera pada Stempel Kliring (tanpa angka penguji); b) 4 (empat) digit terakhir diisi dengan angka 9999; Antara 3 (tiga) digit sandi kantor Peserta Pengirim sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan 4 (empat) digit terakhir sebagaimana dimaksud dalam huruf b) dipisahkan oleh identitas simbol garis pendek dan diakhiri dengan identitas simbol bank. 3) 10 (sepuluh) digit nomor rekening tidak perlu diisi; 4) 2 (dua) digit sandi transaksi diisi dengan angka 96; 5) 14 (empat belas) digit nilai nominal diisi dengan jumlah keseluruhan nominal dalam Rupiah termasuk 2 (dua) digit untuk sen dari seluruh Warkat yang diserahkan dengan BPW yang bersangkutan. Jumlah keseluruhan nominal diapit oleh simbol nominal pada bagian kiri dan kanannya; 6) Apabila terjadi kesalahan encode pada Kartu Batch maka perbaikannya dilakukan dengan menggunakan Kartu Batch baru. Cara … 32 Cara pencantuman MICR code line pada Dokumen Kliring sebagaimana terdapat dalam Lampiran 6a sampai dengan Lampiran 7b. F. Hal-hal yang perlu diperhatikan Dalam mencantumkan informasi sebagaimana tersebut di atas, agar diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. pencantuman nilai nominal pada Cek atau Bilyet Giro oleh Peserta Pengirim tidak tumpang tindih dengan informasi yang tercetak sebelumnya (preprinted); 2. simbol spesial sebagaimana dalam Lampiran 4 harus selalu tercantum secara lengkap pada setiap Warkat; 3. diantara digit angka pada setiap informasi MICR code line tidak boleh terdapat spasi kosong. V. STEMPEL KLIRING DAN TANDA PENGENAL PETUGAS KLIRING (TPPK) A. Stempel Kliring 1. Dalam penyelenggaraan Kliring Elektronik, Peserta wajib memiliki 2 (dua) jenis stempel yaitu Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan. a. PLA 1) Stempel Kliring memuat : a) kata ″KLIRING″; b) tanggal, bulan, dan tahun pada saat Warkat dikliringkan; c) nomor sandi PLA; d) kata … 33 d) kata ″PLA″; dan e) nama atau nama singkatan kantor Bank yang lazim digunakan. 2) Stempel Kliring Dibatalkan memuat : a) kata ″STEMPEL KLIRING DIBATALKAN″; b) nama atau nama singkatan kantor Bank yang lazim digunakan; c) kolom untuk tanda tangan pejabat. b. PLP 1) Stempel Kliring memuat : a) kata ″KLIRING″; b) tanggal, bulan, dan tahun pada saat Warkat dikliringkan; c) nomor sandi PLA; d) nama atau nama singkatan kantor Bank yang lazim digunakan; dan e) kata ″PLP″. 2) Stempel Kliring Dibatalkan memuat : a) kata ″STEMPEL KLIRING DIBATALKAN″; b) nama atau nama singkatan kantor Bank yang lazim digunakan; c) kolom untuk tanda tangan pejabat. c. PTL 1) Stempel Kliring memuat : a) kata ″KLIRING″; b) tanggal, bulan, dan tahun pada saat Warkat dikliringkan; c) nomor … 34 c) nomor sandi PLA; d) nama kantor induknya; e) nama atau nama singkatan kantor Bank yang lazim digunakan; dan kata ″PTL″. f) 2) Stempel Kliring Dibatalkan memuat : a) kata ″STEMPEL KLIRING DIBATALKAN″; b) nama kantor induknya; c) nama atau nama singkatan kantor Bank yang lazim digunakan; d) kolom untuk tanda tangan pejabat. Bentuk dan ukuran Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan serta contoh format penyampaian sebagaimana dimaksud dalam angka III.C.4.d sesuai dalam Lampiran 8. 2. PTL dapat menggunakan Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan kantor induknya yang berada dalam Wilayah Kliring yang sama; 3. Stempel Kliring Dibatalkan digunakan untuk membatalkan Stempel Kliring yang tertera pada Warkat. Pembubuhan Stempel Kliring Dibatalkan dilakukan dengan cara menyilang di atas Stempel Kliring yang dibatalkan dan ditandatangani oleh Pejabat yang berwenang; 4. Peserta dapat menggunakan teknologi komputer dalam pembubuhan Stempel Kliring pada Warkat dan Dokumen Kliring sepanjang bentuk dan ukuran yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara; 5. Penggunaan … 35 5. Penggunaan Stempel Kliring mengacu kepada Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal. B. Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) Untuk menyerahkan dan menerima Warkat serta laporan hasil proses Kliring, Petugas Kliring wajib menggunakan kartu identitas berupa TPPK yang dikeluarkan oleh Penyelenggara. Tata cara memperoleh TPPK, spesifikasi, penggunaan, dan ketentuan lain yang terkait dengan TPPK adalah sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring yang menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik. VI. TATA CARA PENYELENGGARAAN KLIRING ELEKTRONIK A. Prosedur 1. Kliring penyerahan a. Kegiatan di tempat Peserta, meliputi : 1) melakukan start up paling lambat 30 (tiga puluh) menit setelah Penyelenggara membuka SPKE; 2) mempersiapkan Warkat dengan cara : a) memisahkan Warkat menurut jenis transaksinya yaitu Warkat debet dan Warkat kredit; b) mencantumkan informasi MICR code line pada clear band Warkat dan Dokumen Kliring; 3) membubuhkan Stempel Kliring kantor Peserta yang bersangkutan … 36 bersangkutan pada bagian depan setiap Warkat dan Dokumen Kliring dengan ketentuan sebagai berikut : a) Stempel Kliring tidak boleh mengenai clear band; b) Stempel Kliring tidak boleh menutupi angka nominal; c) Stempel Kliring pada Dokumen Kliring harus sama dengan Stempel Kliring pada Warkat; 4) melakukan perekaman data Warkat ke dalam sistem TPK dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam “Buku Manual Aplikasi TPK”. Buku manual ini akan disampaikan kepada PLA pada saat pemasangan aplikasi TPK; 5) menyusun Bundel Warkat berikut Dokumen Kliring dengan urutan sebagai berikut : a) Bundel Warkat debet terdiri dari : (1) BPWD; (2) Lembar kedua BPWD; (3) Lembar Substitusi yang dilampiri add-list; (4) Kartu Batch Warkat Debet; dan (5) Warkat debet yang bersangkutan. b) Bundel Warkat kredit terdiri dari : (1) BPWK; (2) Lembar kedua BPWK; (3) Lembar Substitusi yang dilampiri add-list; (4) Kartu Batch Warkat Kredit; dan (5) Warkat kredit yang bersangkutan. 6) setiap … 37 6) setiap Bundel Warkat paling banyak terdiri dari 200 (dua ratus) lembar Warkat atau jumlah keseluruhan nominal Warkat dalam 1 (satu) Kartu Batch kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu trilyun Rupiah). Dengan demikian, meskipun lembar Warkat dalam Bundel Warkat belum mencapai 200 (dua ratus) lembar namun jika jumlah keseluruhan nominal Warkat dalam 1 (satu) Kartu Batch sama dengan atau melebihi Rp1.000.000.000.000,00 (satu trilyun Rupiah), maka Warkat dalam Bundel tersebut harus dibuat dalam 2 (dua) Bundel Warkat atau lebih; 7) mengirim batch DKE ke SPKE dengan ketentuan sebagai berikut : a) b) batch DKE yang dikirim ke SPKE telah diperiksa dan dalam keadaan seimbang (jumlah nominal keseluruhan rincian DKE sama dengan jumlah nominal batch DKE); Peserta (yang diwakili Administrator atau petugas oleh yang System ditunjuk) memasukkan kombinasi angka rahasia (sequence number dan validation code), transmission ID serta Password yang terdaftar di SPKE untuk dapat melakukan pengiriman batch DKE atau query informasi dari SPKE; c) pengiriman batch DKE ke SPKE sesuai jadwal Kliring Elektronik secara bertahap; d) Peserta memeriksa status keberhasilan pelaksanaan … 38 pelaksanaan pengiriman batch DKE berdasarkan konfirmasi (acknowledgment) elektronis dari SPKE. Batch DKE yang berhasil diterima SPKE akan diberi status TACK (transmission acknowledged). Dalam hal pengiriman batch DKE tersebut mengalami kegagalan atau tidak sempurna, Peserta dapat melakukan pengiriman ulang sepanjang memenuhi jadwal yang telah ditetapkan; e) Untuk memperlancar pelaksanaan Kliring Elektronik maka sebelum melakukan proses End Of Day (EOD) seluruh Peserta harus melakukan pengecekan terhadap hasil pengiriman DKE yang dikirimkan melalui TPK. Dalam hal terdapat perbedaan antara pengiriman DKE dari TPK dengan penerimaan DKE oleh SPKE maka Peserta harus segera melaporkan kepada help desk Penyelenggara sebelum berakhirnya batas waktu pengiriman DKE; f) Peserta menjamin bahwa DKE yang diterima oleh SPKE sesuai dengan Warkat yang disampaikan ke Penyelenggara. Segala risiko yang timbul akibat ketidaksesuaian antara DKE dengan Warkat menjadi tanggung jawab penuh Peserta Pengirim; g) DKE yang diterima SPKE dianggap sebagai data yang sah dan tidak dapat dibatalkan oleh Peserta … 39 Peserta. Apabila terdapat transaksi DKE yang melanggar ketentuan Bank Indonesia, Penyelenggara dapat membatalkan pembukuan perhitungan DKE dengan cara melakukan koreksi langsung ke rekening giro Bank Peserta yang bersangkutan di Bank Indonesia diluar mekanisme proses Kliring. Pemberitahuan pembatalan dan koreksi dimaksud dilakukan secara tertulis kepada Peserta Pengirim dan Peserta Penerima. 8) Menyampaikan Bundel Warkat ke Penyelenggara, dengan ketentuan sebagai berikut : a) Peserta wajib menyampaikan Bundel Warkat ke Penyelenggara apabila batch DKE bersangkutan telah dikirim dan diterima SPKE; yang b) Peserta dilarang menyampaikan Warkat ke Penyelenggara apabila DKE tidak diterima oleh SPKE karena akan menimbulkan selisih sebagaimana dimaksud dalam angka VI.D; c) Setiap Bundel Warkat yang dikirim ke Penyelenggara harus dalam keadaan seimbang (jumlah nominal keseluruhan rincian DKE sama dengan jumlah nominal batch DKE), telah diperiksa susunan, keabsahan dan kelengkapan Warkat serta Dokumen Kliringnya. b. Kegiatan di tempat Penyelenggara meliputi : 1) Petugas Kliring mencantumkan waktu penyerahan Bundel … 40 Bundel Warkat dengan cara memasukkan lembar pertama dan kedua BPW ke dalam mesin penera waktu (time stamps); 2) Petugas Kliring menyerahkan Bundel Warkat, media rekaman data (bagi Peserta yang memerlukan) dan bukti penyerahan media rekaman data sebagaimana Lampiran 9 ke loket yang tersedia dalam jadwal yang telah ditetapkan dengan menunjukkan TPPK; 3) Petugas loket memeriksa kelengkapan dan pengisian Dokumen Kliring dalam setiap Bundel Warkat. Apabila Dokumen Kliring telah memenuhi persyaratan kelengkapan dan pengisian maka petugas loket membubuhkan paraf pada BPW, kemudian mengembalikan lembar kedua BPW dan bukti penyerahan media rekaman data (bagi Peserta yang memerlukan) kepada Petugas Kliring sebagai tanda terima; 4) Dalam hal persyaratan kelengkapan dan pengisian Dokumen Kliring sebagaimana dalam angka 3) tidak dipenuhi maka petugas loket akan membatalkan time stamps dengan mencoret dan membubuhkan paraf disertai alasan pembatalan; 5) Penyelenggara memproses setiap Bundel Warkat yang telah diserahkan tersebut untuk didistribusikan kepada Petugas Kliring. Terhadap setiap Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah (Warkat reject) diatur sesuai prosedur sebagaimana dalam Lampiran 10; 6) Petugas Kliring menerima Warkat yang telah diproses berikut … 41 berikut laporan hasil proses Kliring dan media rekaman data (bagi Peserta yang memerlukan) pada jadwal yang ditetapkan; 7) Setelah batas waktu transmit DKE berakhir, sistem secara otomatis akan melakukan perhitungan Kliring berdasarkan DKE yang diterima SPKE. Selanjutnya hasil perhitungan tersebut dapat diakses Peserta secara on line melalui TPK. c. Kegiatan di kantor Peserta setelah menerima Warkat dan laporan hasil proses Kliring dari Penyelenggara meliputi : 1) meneliti dan mencocokkan antara Warkat yang diterima dengan Daftar Data Keuangan Elektronik Kliring Penyerahan yang Diterima (KNB-SKE(X)- 1201/SKE(X)- 1201); 2) meneliti dan mencocokkan total nominal pada lembar kedua BPW sebagaimana dimaksud pada angka b.3) serta jumlah lembar warkat yang diserahkan dengan Daftar Data Keuangan Elektronik Kliring Penyerahan yang Diserahkan 1205); (KNB-SKE(X)-1205/SKE(X)- 3) memeriksa Laporan Selisih Data Kliring Penyerahan Menurut Peserta Pengirim 0071/SKE(X)-0071) dan Laporan Penyerahan Menurut Peserta SKE(X)-0071/SKE(X)-0072); Data Penerima (KNB-SKE(X)- Kliring (KNB- 4) apabila setelah dilakukan penelitian dan pencocokan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), 2) dan 3) di atas … 42 atas, ditemukan adanya selisih atau perbedaan antara laporan hasil proses Kliring berdasarkan DKE dengan Warkat Masuk berupa: a) b) Missing item; Unlisted item; dan atau c) Error encoding; maka penyelesaiannya dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan selisih Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka VI.D; 5) melaporkan dengan segera kepada Penyelenggara dalam hal terdapat perbedaan atau perubahan atas Warkat dan laporan hasil Kliring yang diterima. Sementara proses penyelesaian sedang dilakukan, Peserta wajib mengambil langkah-langkah pengamanan untuk tidak melakukan pembayaran. Apabila terdapat dugaan yang kuat bahwa telah terjadi penyalahgunaan Warkat maka Peserta yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada Peserta lawan transaksi untuk menunda pencairan dananya. 2. Kliring pengembalian (Retur) a. Kegiatan di Kantor Peserta meliputi : 1) menetapkan DKE yang ditolak dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Nota Debet dalam Kliring dan Surat Edaran Bank Indonesia Tata Usaha Penarikan Cek dan atau Bilyet Giro Kosong; 2) merekam… yang mengatur mengenai 43 2) merekam DKE setiap Warkat debet yang ditolak ke dalam disket utama dan cadangan dengan menggunakan aplikasi SOKL; 3) mencetak hasil rekaman DKE sebagaimana dimaksud dalam angka 2) yaitu : a) BPRWKP rangkap 2 (dua); b) Daftar Warkat Kliring pengembalian menurut Bank Penerima; c) Surat Keterangan Penolakan (SKP) dalam rangkap 2 (dua), yaitu 1 (satu) lembar untuk nasabah dilampirkan pada Warkat dan 1 (satu) lembar lainnya untuk arsip Peserta; d) Daftar Warkat yang Ditolak dengan Alasan Kosong sebagai pengganti tembusan SKP untuk Penyelenggara. Pembuatan dokumen-dokumen dimaksud berpedoman pada Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi; 4) meneliti kebenaran data yang direkam kemudian membubuhkan tanda tangan dan mencantumkan nama jelas Petugas Peserta Pengirim serta Stempel Kliring pada dokumen-dokumen sebagaimana dalam angka 3). Kesalahan DKE yang direkam ke dalam disket merupakan tanggung jawab Peserta yang bersangkutan; 5) pengembalian Warkat debet yang ditolak dilakukan melalui … dimaksud 44 melalui Kliring pengembalian yang merupakan satu kesatuan siklus dengan Kliring penyerahan yang bersangkutan; 6) pengembalian Warkat kredit yang ditolak dilakukan melalui Kliring penyerahan berikutnya segera setelah diketahui adanya kesalahan dengan menerbitkan Warkat baru; 7) dalam hal Warkat ditolak karena diduga terdapat suatu tindak pidana sesuai dengan surat keterangan dari Kepolisian, maka Peserta Penerima disamping merekam DKE dimaksud juga melakukan hal-hal sebagai berikut : a) menahan Warkat tersebut dan membuat surat keterangan penahanan dalam rangkap 3 (tiga), yang menyatakan bahwa Peserta yang bersangkutan telah menerima serta menahan Warkat tersebut, karena diduga ada hubungannya dengan suatu tindak pidana sesuai dengan surat bukti lapor dari Kepolisian; b) surat keterangan penahanan Warkat tersebut di atas dengan dilampiri foto kopi surat bukti lapor dari Kepolisian dan foto kopi Warkat yang bersangkutan, disampaikan : (1) asli kepada penyetor melalui Pengirim; Peserta (2) 1 (satu) tembusan Pengirim; kepada Peserta (3) 1 (satu) … 45 (3) 1 (satu) tembusan kepada Penyelenggara. Contoh Surat Keterangan Penahanan Warkat sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dalam Lampiran 11. huruf a) adalah b. Kegiatan di tempat Penyelenggara meliputi : 1) Petugas Kliring mencantumkan waktu penyerahan Bundel Warkat dengan cara memasukkan lembar pertama dan lembar kedua BPRWKP ke dalam mesin penera waktu (time stamps) yang disediakan oleh Penyelenggara; 2) Petugas Kliring menyerahkan disket, BPRWKP, 3) Petugas loket memeriksa BPRWKP; Warkat yang ditolak, Daftar Warkat yang Ditolak dengan Alasan Kosong, dan Daftar Warkat Kliring Pengembalian menurut Peserta Penerima serta SKP kepada Penyelenggara dengan menunjukkan TPPK; kelengkapan pengisian 4) Dalam hal BPRWKP tidak memenuhi persyaratan kelengkapan pengisian sebagaimana dimaksud dalam angka 3) maka petugas loket akan membatalkan time stamps dengan mencoret dan membubuhkan paraf disertai alasan pembatalan; 5) Dalam hal BPRWKP telah memenuhi persyaratan kelengkapan pengisian sebagaimana dimaksud dalam angka 3) maka Penyelenggara melakukan penggabungan data Kliring pengembalian; proses penggabungan proses 6) Apabila dalam data Kliring pengembalian … 46 pengembalian sebagaimana dimaksud dalam angka 5), disket yang disampaikan oleh Petugas Kliring tidak dapat dibaca atau terdapat kekeliruan maka Petugas Kliring wajib segera mengganti disket dimaksud dengan disket cadangan dan menyerahkannya kepada petugas Penyelenggara dalam jadwal Kliring pengembalian yang ditetapkan; 7) Petugas Kliring menerima disket dan lembar kedua BPRWKP yang telah diparaf oleh Penyelenggara; petugas 8) Penyelenggara memproses data Kliring pengembalian dan memilah Warkat yang disertai SKP menurut Peserta Penerima; 9) Penyelenggara mencetak laporan hasil Kliring pengembalian; 10) Penyelenggara mencocokkan Warkat yang disertai SKP dengan laporan hasil Kliring pengembalian; 11) Dalam hal hasil pencocokan sebagaimana dimaksud dalam angka 10) terdapat perbedaan maka Penyelenggara akan memberitahukan dengan surat kepada Peserta terkait; 12) Penyelenggara mendistribusikan Warkat, SKP dan laporan hasil Kliring pengembalian kepada Petugas Kliring. c. Kegiatan di kantor Peserta setelah menerima Warkat dan laporan hasil proses Kliring dari Penyelenggara adalah meneliti dan mencocokkan laporan hasil proses Kliring dengan … 47 dengan data Warkat yang diserahkan maupun fisik Warkat yang diterima. B. Hal-hal yang wajib diperhatikan oleh Peserta dalam pelaksanaan kegiatan Kliring 1. Dalam Kliring penyerahan a. Melakukan penelitian atas Warkat sebelum Warkat diserahkan kepada Penyelenggara. Dalam hal ini Peserta wajib meneliti dan bertanggung jawab terhadap keabsahan, kelengkapan, dan kebenaran jumlah lembar serta nominal Warkat yang tercantum pada Dokumen Kliring. Jumlah nominal yang tercantum pada bukti penyerahan maupun pada Kartu Batch harus sama dengan jumlah nominal keseluruhan Warkat berdasarkan add-list (bukti penjumlahan mesin hitung) yang dilampirkan pada Lembar Substitusi; b. Penyelenggara tidak bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran jumlah lembar serta nominal Warkat dan Dokumen Kliring; c. Menggunakan user ID, Password dan logon table secara benar dan bertanggung jawab serta menjaga kerahasiaan; d. Melakukan penatausahaan, pemeliharaan dan pengawasan terhadap Warkat, Dokumen Kliring, serta menjaga kualitas MICR, TPK, mesin encoder atau reader-encoder yang dimiliki agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan; e. Menjaga kondisi fisik Warkat agar tidak lusuh, basah atau rusak. Pada setiap Warkat dalam Bundel Warkat tidak boleh … 48 boleh terdapat benda yang dapat mengganggu proses pengolahan Warkat tersebut seperti paper-clips, staples, dan sebagainya; f. Tidak mengkliringkan Warkat dari Wilayah Kliring lain; g. Melakukan pencocokan antara jumlah yang tertulis pada Warkat dengan jumlah yang dihasilkan oleh mesin encoder; h. Add-list yang diserahkan kepada Penyelenggara adalah add-list yang dibuat atas dasar jumlah yang tertulis pada Warkat. Susunan Warkat wajib dilakukan sesuai dengan urutan nilai nominal pada add-list; i. Melakukan pencocokan antara jumlah Bundel Warkat yang diserahkan dengan jumlah keseluruhan nominal yang tercantum pada lembar kedua BPW yang diterima dari Penyelenggara terutama apabila penyerahan Warkat dilakukan oleh perusahaan jasa kurir; j. Meningkatkan ketelitian dalam melakukan encode pada Warkat dan Dokumen Kliring; k. Sandi Peserta pada BPW dan Kartu Batch harus sama dengan sandi Peserta pada Stempel Kliring dan TPPK; l. BPW wajib dibubuhi tanda tangan dan nama jelas Petugas Kliring internal Bank yang menyerahkan; m. Petugas Kliring yang menerima Warkat dan atau laporan hasil proses Kliring milik Peserta lain, wajib segera memberitahukan dan menyerahkan kepada Peserta yang seharusnya menerima serta melaporkan kepada Penyelenggara pada hari yang sama. 2. Dalam… 49 2. Dalam Kliring pengembalian a. Menggunakan identitas PLA induknya dalam menyerahkan Warkat pada Kliring pengembalian bagi PLP atau PTL; b. Disket yang disampaikan kepada Penyelenggara bebas dari virus dan atau tidak rusak atau cacat. Untuk menghindari terjadinya kerusakan pada disket, Peserta hendaknya secara berkala mengganti disket yang sudah digunakan untuk proses Kliring dengan disket baru; c. Untuk menghindari kemungkinan terhambatnya kelancaran proses Kliring, Peserta wajib merekam data Kliring pengembalian ke dalam disket utama dan disket cadangan yang masing-masing berwarna hitam untuk disket utama dan warna lain untuk disket cadangan; d. Jumlah lembar dan jumlah keseluruhan nominal Warkat pada BPRWKP harus sama dengan jumlah keseluruhan lembar dan jumlah nominal data Warkat pada disket; e. Petugas Kliring yang menerima Warkat dan atau laporan hasil proses Kliring milik Peserta lain, wajib segera memberitahukan dan menyerahkan kepada Peserta yang seharusnya menerima serta melaporkan kepada Penyelenggara pada hari yang sama. 3. Sistem TPK a. Peserta menggunakan perangkat keras dan lunak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan Penyelenggara; b. Peserta melakukan perjanjian dengan pendukung sistem untuk memberikan jaminan purna jual demi kepastian dan kelancaran pelaksanaan Kliring Elektronik … para vendor 50 Elektronik; c. Peserta dilarang menerima dan atau melakukan perubahan- perubahan dalam bentuk dan cara apapun terhadap spesifikasi TPK dimaksud tanpa persetujuan tertulis dari Penyelenggara. 4. Perjanjian Guest Bank Peserta dapat membuat perjanjian kerjasama yang bersifat timbal balik sebagai Guest Bank dengan Peserta lain, untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya kerusakan perangkat TPK dan atau JKD yang dapat mengganggu kelancaran kegiatan Kliring. Tembusan perjanjian dimaksud disampaikan kepada Penyelenggara. C. Dasar Perhitungan Kliring Elektronik Perhitungan Kliring Elektronik didasarkan atas DKE yang diterima oleh Penyelenggara. D. Selisih Data Kliring 1. Laporan Selisih Data Kliring a. Laporan Selisih Data Kliring diberikan kepada Peserta Penerima maupun Peserta Pengirim. Dalam hal Laporan Selisih Data Kliring menunjukkan adanya selisih antara DKE dengan data hasil proses Warkat, Peserta yang bersangkutan menindaklanjuti selisih Kliring dimaksud agar tidak menimbulkan kerugian bagi Peserta atau pihak yang terkait; b. Laporan Selisih Data Kliring diterbitkan secara harian dan didistribusikan kepada PLA dan PLP bersamaan dengan penyampaian Warkat dan laporan hasil proses Kliring lainnya. 2. Penyebab … 51 2. Penyebab Selisih Data Kliring dan Tata Cara Penyelesaiannya a. Penyebab Selisih Data Kliring Selisih Data Kliring dapat disebabkan antara lain karena : 1) DKE diterima Penyelenggara sedangkan Warkat tidak diterima Penyelenggara (missing item); 2) DKE tidak diterima Penyelenggara sedangkan Warkat diterima Penyelenggara (unlisted item); 3) Terdapat kesalahan pada MICR code line (error encoding). b. Tata Cara Penyelesaian Selisih Data Kliring Penyelesaian selisih data Kliring dilakukan secara bilateral, multilateral antar Peserta yang bersangkutan atau pemindahbukuan oleh Penyelenggara. Peserta bertanggung jawab penuh atas penyelesaian selisih data Kliring tersebut. 1) Penyelesaian Missing Item a) Missing item karena kesalahan dan atau kelalaian Peserta Pengirim (1) Peserta yang mengirimkan batch DKE ke SPKE tetapi tidak disertai Pengirim dengan penyampaian Warkat ke Penyelenggara wajib menyerahkan Warkat dimaksud secara langsung kepada Peserta yang seharusnya menerima Warkat dimaksud paling lambat 2 (dua) jam sebelum batas akhir waktu penyerahan Warkat dalam Kliring pengembalian; (2) Dalam… 52 (2) Dalam hal Warkat tersebut tidak dapat disampaikan kepada Peserta yang seharusnya menerima Warkat dalam batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam angka (1) maka penyelesaiannya dilakukan sebagai berikut : (a) Terhadap missing item Warkat Debet Peserta yang seharusnya menerima Warkat wajib menolak DKE yang tidak disertai oleh Warkat dalam mekanisme Kliring pengembalian (retur) dengan cara sebagaimana dimaksud dalam angka VI.A.2, dan melampirkan foto kopi Laporan Selisih Data Kliring yang menunjukkan missing item dimaksud pada SKP dengan alasan penolakan Warkat tidak diterima; (b) Terhadap missing item Warkat Kredit Peserta yang seharusnya menerima Warkat dapat menyelesaikan permasalahannya sesuai dengan kesepakatan Peserta yang mengirimkan DKE dimaksud atau menolak DKE dalam Kliring penyerahan hari berikutnya dengan cara menerbitkan Warkat kredit untuk untung … 53 untung Peserta Pengirim. b) Missing item karena adanya pembatalan transaksi oleh Penyelenggara (1) Penyelenggara melakukan pembatalan terhadap pembukuan perhitungan DKE sesuai dengan prosedur Warkat reject dan penyelesaian Kliring sebagaimana dimaksud Lampiran 10; penanganan selisih dalam (2) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam angka (1) akan diberitahukan oleh Penyelenggara kepada Peserta Pengirim dan Peserta Penerima, bersamaan dengan distribusi Warkat dan laporan hasil proses Kliring. Contoh formulir sebagaimana dalam Lampiran 12. 2) Penyelesaian Unlisted Item Penyelenggara tidak memperhitungkan Warkat yang tidak disertai dengan DKE. Peserta yang mengirim Warkat tanpa DKE wajib menarik kembali Warkat dimaksud dari Peserta Penerima secara langsung pada hari yang sama. 3) Penyelesaian Error Encoding a) Dalam hal Warkat tidak sesuai dengan DKE yang diterima, Peserta Penerima menyelesaikannya secara bilateral Peserta Pengirim dengan atau menolaknya melalui mekanisme … 54 mekanisme Kliring; b) Dalam hal DKE dari Warkat yang mengalami error encoding dimaksud ditolak maka tata cara penolakan sesuai dengan ketentuan mengenai prosedur Kliring pengembalian. E. Fasilitas Kliring Fasilitas yang disediakan oleh Penyelenggara kepada setiap Peserta dalam Kliring Elektronik meliputi : 1. Informasi Hasil Kliring Informasi hasil Kliring diperoleh Peserta dalam bentuk : a. elektronik yang dapat diakses secara elektronis oleh Peserta dari Penyelenggara, melalui : 1) TPK meliputi informasi : a) Daftar Sandi Kliring Peserta Kliring Elektronik; b) Daftar DKE yang dikirim Peserta ke SPKE; c) Hasil Kliring penyerahan. 2) Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) meliputi informasi : a) Informasi Hasil Kliring penyerahan; b) Informasi Hasil Kliring pengembalian. 3) sarana elektronik lainnya yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersendiri. b. laporan tercetak yang diperoleh Peserta dari Penyelenggara pada saat distribusi Warkat dan laporan hasil proses Kliring, meliputi : 1) Laporan Harian a) Kliring Penyerahan Nominal Besar (1) KNB-SKE… 55 (1) KNB-SKE(X)-1201 Daftar Data Keuangan Elektronik Kliring Penyerahan Nominal Besar yang Diterima; (2) KNB-SKE(X)-1202 Bilyet Saldo Kliring Penyerahan Nominal Besar Secara Elektronik; (3) KNB-SKE(X)-1205 Daftar Data Keuangan Elektronik Kliring Penyerahan Nominal Besar yang Diserahkan; (4) KNB-SKE(X)-1208 Hasil Kliring Penyerahan Nominal Besar Secara Elektronik; (5) KNB-SKE(X)-0071 Laporan Selisih Data Kliring Penyerahan Nominal Besar Menurut Peserta Pengirim; (6) KNB-SKE(X)-0072 Laporan Selisih Data Kliring Penyerahaan Nominal Besar Menurut Peserta Penerima. b) Kliring Penyerahan Ritel (1) SKE(X)-1201 Daftar Data Keuangan Elektronik Kliring Penyerahan Ritel yang Diterima; (2) (3) SKE (X)-1202 Bilyet Saldo Kliring Penyerahan Ritel Secara Elektronik; SKE(X)-1205 Daftar Data Keuangan Elektronik Kliring Penyerahan Ritel yang Diserahkan; (4) SKE(X) … 56 (4) SKE(X)-1208 Hasil Kliring Penyerahan Ritel Secara Elektronik; (5) PKE(X)-3104 Kewajiban Membayar Atas Warkat Kliring Penyerahan Ritel Ditolak Mesin Baca Pilah per Peserta Pengirim; (6) PKE(X)-3105 Kewajiban Membayar Atas Cek/Bilyet Giro Kliring Penyerahan Ritel yang Ditolak Mesin Baca Pilah per Peserta Penerima; (7) SKE(X)-0071 Laporan Selisih Data Kliring Penyerahan Ritel Menurut Peserta Pengirim; (8) SKE(X)-0072 Laporan Selisih Data Kliring Penyerahan Ritel Menurut Penerima; Peserta (9) SKE(X)-1211 Daftar Data Keuangan Elektronik Kredit Kliring Penyerahan Ritel yang Diterima. c) Kliring Pengembalian Nominal Besar (1) (2) RNB-1204 Rekapitulasi Pengembalian Nominal Besar; (3) RNB-1208 Hasil Kliring Pengembalian Nominal Besar. d) Kliring Pengembalian Ritel (1) SOKR… RNB-1202 Bilyet Saldo Kliring Pengembalian Nominal Besar; Kliring yang 57 (1) SOKR-1202 Bilyet Saldo Kliring Pengembalian Ritel; (2) SOKR-1204 Rekapitulasi Pengembalian Ritel; Kliring (3) SOKR-1208 Hasil Kliring Pengembalian Ritel. 2) Laporan Bulanan a) Kliring Penyerahan Nominal Besar KNB-SKE(X)-3122 Rincian Biaya Proses DKE Kliring Penyerahan Nominal Besar Rekening Peserta di Bank Indonesia; per b) Kliring Pengembalian Nominal Besar RNB-3122 Rincian Biaya Proses DKE Kliring Pengembalian Nominal Besar per Rekening Peserta di Bank Indonesia; c) Kliring Penyerahan Ritel (1) PKE(X)-3110 Rincian Kewajiban Membayar Atas Warkat Kliring Penyerahan Ritel yang Ditolak Mesin Baca Pilah per Rekening Peserta di Bank Indonesia; (2) SKE(X)-3122 Rincian Biaya Proses DKE Kliring Penyerahan Ritel per Rekening Peserta di Bank Indonesia. d) Kliring Pengembalian Ritel SOKR-3122 Rincian Biaya Proses DKE Kliring Pengembalian Ritel per Rekening Peserta di Bank Indonesia; e) Administrasi … 58 e) Administrasi SKE(X)-3124 Rincian Biaya Administrasi Dalam Kliring Elektronik per Rekening Peserta di Bank Indonesia. Huruf (X) dalam sandi laporan tersebut di atas menunjukkan singkatan Penyelenggara Kliring Elektronik di Wilayah Kliring setempat. Misalnya untuk Wilayah Kliring Lokal Jakarta, Daftar Data Keuangan Elektronik Kliring Penyerahan Ritel yang Diterima akan menggunakan kode SKEJ-1201. c. Data Hasil Kliring dalam bentuk media rekam (tape atau cartridge) Penyelenggara menyediakan informasi data Warkat yang diterima dalam bentuk rekaman data bagi Peserta yang telah melakukan otomasi pada sistem akuntansinya dalam bentuk tape atau cartridge. Spesifikasi format file yang terekam dalam tape atau cartridge sebagaimana Lampiran 13. 2. Salinan Warkat dan Permintaan Ulang atas Laporan Hasil Proses Kliring a. Penyelenggara dapat menyediakan Salinan Warkat yang telah diproses dan permintaan ulang atas laporan hasil proses Kliring. Permintaan Salinan Warkat dan atau permintaan ulang atas laporan hasil proses Kliring dimaksud dilakukan secara tertulis oleh Pejabat Peserta dengan menyebutkan alasan permintaan. Khusus untuk permintaan Salinan Warkat, Peserta diwajibkan melampirkan … 59 melampirkan foto kopi lembar laporan hasil proses Kliring yang menunjukkan adanya data Warkat dimaksud. Dalam hal Salinan Warkat tidak dapat diberikan karena terjadi kerusakan pada mesin Penyelenggara, maka sebagai pengganti Salinan Warkat, Penyelenggara memberikan surat keterangan bahwa Warkat tersebut telah diproses. Contoh format permohonan Salinan Warkat dan atau laporan hasil proses Kliring dan Tanda Terima Pengambilan Salinan Warkat/laporan hasil proses Kliring sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 14a dengan Lampiran 14c; sampai b. Peserta Penerima menggunakan Salinan Warkat untuk melakukan : 1) pembukuan ke rekening nasabah dengan ketentuan untuk Cek dan Bilyet Giro setelah mendapat konfirmasi dari nasabah yang bersangkutan, sedangkan untuk Warkat selain Cek dan Bilyet Giro setelah mendapatkan konfirmasi dari Pengirim; Peserta 2) penolakan Warkat dalam Kliring pengembalian karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong dan Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring; 3) dalam hal Salinan Warkat telah dibukukan atau dibayar oleh Peserta Penerima maka Warkat dimaksud … 60 dimaksud tidak dapat dikliringkan kembali dalam Kliring penyerahan. Peserta Penerima wajib memblokir Cek dan atau Bilyet Giro yang telah diterbitkan Salinan Warkatnya untuk dasar penolakan Peserta Pengirim. 3. Investigasi selisih Penyelenggara menyediakan fasilitas investigasi selisih yaitu fasilitas untuk melakukan penelitian terhadap ketidaksesuaian antara laporan hasil proses Kliring dengan : a. DKE atau data Warkat yang disampaikan Peserta kepada Penyelenggara; dan atau b. Warkat yang diterima Peserta dari Penyelenggara. Permintaan terhadap fasilitas investigasi selisih dilakukan melalui telepon oleh pejabat atau Petugas Peserta, untuk selanjutnya ditegaskan secara tertulis melalui surat atau faksimili oleh pejabat Peserta yang bersangkutan dengan melampirkan tembusan BPW dan laporan hasil proses Kliring atau data pendukung lainnya. Permintaan untuk melakukan investigasi selisih hanya dapat diajukan oleh Peserta dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja setelah hasil Kliring dibukukan oleh Bank Indonesia. Ketentuan batas waktu tersebut tidak berlaku apabila terdapat indikasi tindak pidana. 4. Pengujian kualitas MICR code line Peserta dapat meminta bantuan Penyelenggara untuk menguji kualitas MICR code line apabila tingkat reject Warkatnya menurut penilaian Peserta cukup tinggi. Permintaan pengujian kualitas … 61 kualitas MICR code line disampaikan secara tertulis melalui surat oleh Peserta kepada Penyelenggara dengan menyertakan spesimen Warkat sebanyak 100 (seratus) lembar. F. Perusahaan Jasa Kurir Kegiatan tertentu dalam proses Kliring dapat diwakilkan kepada petugas perusahaan jasa kurir. Ruang lingkup kegiatan, persyaratan, dan tata cara penggunaan perusahaan jasa kurir adalah sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik. VII. BIAYA KLIRING Setiap Peserta dikenakan biaya yang jenis dan besarnya ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Biaya Kliring. VIII. JADWAL KLIRING LOKAL Jadwal Kliring Lokal ditetapkan dan diumumkan secara tertulis oleh Penyelenggara. IX. SARANA DAN PENGAMANAN A. Sarana Sistem Kliring Elektronik 1. Aplikasi TPK a. Karakteristik aplikasi TPK 1) Aplikasi sistem TPK melayani proses operasional sehubungan transaksi Kliring di kantor Peserta, yang meliputi down load data tabel sandi Peserta dari SPKE… 62 SPKE, encoding, perekaman data, reject re-entry, balancing, transmit data, dan query; 2) Aplikasi sistem TPK bersifat unik dan dirancang dengan struktur pengamanan bertingkat untuk menjamin keamanan, keabsahan dan kerahasiaan DKE yang dikirim Peserta ke SPKE. b. Aplikasi sistem TPK pada Peserta dapat menggunakan mesin reader-encoder atau mesin encoder; c. Peserta yang tidak menggunakan mesin reader-encoder, perekaman DKE dilakukan secara manual dan pencantuman MICR code line pada Warkat menggunakan mesin encoder; 2. Jenis Aplikasi Sistem TPK Aplikasi sistem TPK terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu : a. Single User Merupakan aplikasi sistem TPK yang hanya dapat digunakan oleh 1 (satu) orang pengguna saja. b. Multi User Merupakan aplikasi sistem TPK yang dapat digunakan oleh 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) pengguna secara bersamaan. Peserta dapat memilih salah satu jenis aplikasi sistem TPK tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing Peserta. Spesifikasi teknis minimum aplikasi sistem TPK tersebut sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1. 3. JKD JKD disediakan oleh Bank Indonesia untuk mengirim DKE dari TPK… 63 TPK ke SPKE. Perlengkapan yang dibutuhkan dalam jaringan komunikasi tersebut adalah: a. Perlengkapan Komunikasi Data Utama Penyelenggara menyediakan perlengkapan komunikasi data utama yang bersifat Dedicated line berupa Data Over Voice (DOV) atau Very Small Apperture Terminal (VSAT); b. Perlengkapan Komunikasi Data Cadangan Peserta menyediakan perlengkapan komunikasi data cadangan berupa modem dial up, dengan spesifikasi dan setting sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 dan saluran telepon langsung yang disediakan oleh masing- masing Peserta. Sambungan komunikasi data cadangan digunakan apabila sambungan komunikasi data utama mengalami gangguan. Biaya sehubungan dengan pemasangan dan penggunaan perangkat komunikasi data utama ditanggung oleh Indonesia, sedangkan biaya yang timbul sehubungan dengan penggunaan komunikasi data cadangan ditanggung oleh Peserta. B. Pengamanan Pengamanan sistem TPK dan SPKE terdiri dari: 1. Pengamanan Perangkat Keras TPK a. Bank Sistem TPK merupakan suatu sistem yang berdiri sendiri dan bersifat tertutup serta ditujukan khusus menunjang Kliring dan dilarang digunakan untuk aplikasi lain; b. Peserta … untuk 64 b. Peserta wajib membuat sistem dan prosedur baku intern untuk pengamanan dan pengawasan atas penggunaan seluruh fasilitas TPK. Hal ini untuk mencegah dan menghindari kemungkinan penyalahgunaan oleh pihak yang tidak berhak. 2. Pengamanan Perangkat Lunak TPK a. Pengamanan Pengelolaan Sistem Sistem TPK dikelola oleh System Administrator yang merupakan pejabat Peserta yang berwenang. System Administrator terdiri dari System Administrator 1 (SYSADM 1) dan System Administrator 2 (SYSADM 2) yang secara bersama-sama melakukan fungsi-fungsi antara lain mendaftarkan, mengubah atau menghapus kewenangan Peserta di TPK; b. Pengamanan Akses terhadap Penggunaan Aplikasi Untuk akses ke TPK, Peserta menggunakan User-ID dan Password. Masa pakai password secara sistem dibatasi selama 90 (sembilan puluh) hari. Peserta dapat melakukan perubahan password secara berkala sebelum masa pakai berakhir; c. Pengamanan Pengiriman DKE 1) Petugas Peserta dalam melakukan akses ke SPKE wajib memasukkan kombinasi angka dari logon table (validation code dan sequence number) dan transmission ID serta transmission Password yang bersifat rahasia; 2) Kombinasi angka dalam logon table hanya dapat digunakan … 65 digunakan 1 (satu) kali untuk setiap akses yang berhasil dari TPK ke SPKE. Logon table tersebut diterbitkan oleh Penyelenggara dengan 2000 (dua ribu) kombinasi angka untuk setiap kali penerbitan. Peserta dapat mengajukan permintaan logon table baru secara tertulis kepada Penyelenggara sebelum logon table lama habis digunakan, dengan mencantumkan kombinasi terakhir yang sudah digunakan; 3) Dalam hal batch DKE tidak sama dengan jumlah nominal keseluruhan rincian DKE (unbalanced), maka sistem atau aplikasi TPK akan menolak. d. Pengamanan JKD Untuk meningkatkan keamanan JKD digunakan : 1) Dedicated line, yang digunakan secara khusus untuk 1 (satu) sistem TPK; 2) Encryptor; dan 3) Identitas logical unit dan phisycal unit yang bersifat unik untuk menjamin kerahasiaan dan keabsahan DKE. e. Pengamanan Lainnya 1) Sistem TPK dapat menghasilkan laporan mengenai aktivitas penggunaan TPK; 2) Sistem TPK memiliki fasilitas untuk melakukan back up DKE. X. KEADAAN… 66 X. KEADAAN DARURAT A. Pada TPK dan atau JKD Dalam hal Peserta tidak dapat mengirimkan DKE yang disebabkan adanya gangguan teknis pada perangkat TPK, JKD dan atau kegiatan operasional kantornya yang disebabkan oleh kondisi force majeur, Peserta dapat mengirimkan DKE ke SPKE dengan menggunakan sistem back up Kliring berupa : 1. Dial up telephone Dial up telephone merupakan suatu jaringan komunikasi alternatif yang dapat digunakan oleh Peserta apabila terjadi kerusakan pada JKD utama. Untuk dapat menggunakan jaringan alternatif ini, peralatan yang dibutuhkan adalah : a. Pesawat telepon; b. Sambungan telepon langsung; c. Modem. Untuk menggunakan fasilitas ini Peserta menghubungi help desk SKE di Penyelenggara dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15a. Apabila kondisi saluran komunikasi telah berjalan normal maka Peserta menghubungi help desk SKE kembali untuk mengalihkan saluran komunikasi ke leased line dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15b; 2. Back up TPK Back up TPK merupakan suatu perangkat TPK yang digunakan untuk melakukan pengiriman DKE oleh Peserta apabila terjadi gangguan dan atau kerusakan pada software dan hardware TPK utama; 3. Guest … 67 3. Guest Bank Guest Bank merupakan fasilitas yang memungkinkan Peserta menggunakan TPK Peserta lain pada Bank yang berbeda dengan tetap menggunakan identitas masing-masing Peserta. B. Pada SPKE/Penyelenggara Dalam hal SPKE tidak berfungsi karena gangguan teknis pada perangkat SPKE atau JKD, Penyelenggara dapat melakukan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Rencana Penanggulangan Segera Atas Keadaan Darurat. XII. SANKSI 1. Dalam hal Peserta melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka VI.B.3.c, Peserta dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan kewenangan penggunaan TPK. Pencabutan tersebut mengakibatkan Peserta yang bersangkutan tidak dapat mengirim DKE ke SPKE, tetapi wajib menerima perhitungan DKE dari Peserta lain. Kewenangan penggunaan TPK akan diberikan kembali apabila Peserta telah memenuhi spesifikasi TPK yang Penyelenggara dan menyampaikan surat pernyataan mengulangi pelanggaran tersebut; untuk ditetapkan tidak 2. Penyelenggara tidak akan memproses Warkat apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Penyelenggara. XIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka : 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/11/UPB tanggal 19 November 1981 perihal Pelaksanaan Kliring Lokal di Jakarta; 2. Surat … 68 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 19/27/UPG tanggal 10 Maret 1987 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal di Jakarta; 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 25/100/UPG tanggal 24 November 1992 perihal Biaya Cetak Buku Nomor Sandi Peserta Kliring Jakarta; 4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/8A/UASP tanggal 18 Agustus 1998 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Elektronik; 5. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/13/UASP tanggal 1 September 1998 perihal Penyelenggaraan Elektronik; Kliring dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ttd Lokal Secara MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN Lampiran 1 MEREK MESIN READER-ENCODER SERTA SISTEM DAN SARANA BACK-UP TPK A. Merek Mesin Reader-Encoder yang Direkomendasikan dan Kompatibel dengan Sistem TPK. 1. FUJI SYSTEM FZ4102 2. MKL 100 M 3. NCR 7731 4. UNYSIS ENC 9600 5. WALTHER MCS90 B. Sistem dan Sarana Back-up TPK KETERANGAN Perangkat Keras SINGLE USER MULTI USER 1. Personal Computer a. Pentium 133 MHz b. 16 MB RAM 256 KB cache c. 1.2 GB Harddisk and above d. EISA Bus (support ISA) e. IDE CD-ROM 6 speed and above f. 1.44 MB floppy drive g. 2 serial ports h. 1 paralel port i. 14” SVGA monitor 2. Printer a. Dot matrix printer (SCO Compatible Required) b. 80 column width c. Tractor Feeder 1. Personal Computer a. Pentium 166 MHz b. 32 MB RAM 256 KB cache c. 1.7 GB Harddisk and above d. EISA Bus (Support ISA) e. IDE CD-ROM 6 speed and above f. 1.44 MB floppy drive g. 2 serial ports h. 1 paralel port i. 14” SVGA monitor 2. Printer a. Dot matrix printer (SCO Compatible Required) b. 80 column width c. Tractor Feeder KETERANGAN SINGLE USER 3. Reader-Encoder a. MICR/Reader b. MICR Encoder c. Autofeeder d. Sort Pocket-Dual Sort Pocket e. Matrix Endoser 4. CLEO SNA Card MULTI USER 3. Reader-Encoder a. MICR/OCR Reader b. MICR Encoder c. Autofeeder d. Sort Pocket-Dual Sort Pocket e. Matrix Endoser 4. CLEO SNA Card 5. Specialix Card a. SI/XIO ISA Card b. MTA IDX 8 Ports (recommended) 6. Terminal dengan PC 101 keyboard a. Emulate Vt 220 b. Support 25 lines Perangkat Lunak 1. SCO UNIX a. Open Server Enterprise System Release 5.0.4. b. 5 user license/English/ CD-Media 2. C-ISAM Runtime Version 7.22 – CD Media 3. SNA CLEO Software a. PU 2.1. Engine b. APPC Runtime License c. Diskette Media 1. SCO UNIX a. Open Server Enterprise System Release 5.0.4. b. 5 user license/English/ CD-Media 2. C-ISAM Runtime Version 7.22 – CD Media 3. SNA CLEO Software a. PU 2.1. Engine b. APPC Runtime License c. Diskette Media C. Spesifikasi dan Setting Modem. 1. Saluran 2. Protocol 3. Type 4. Clock 5. Mode 6. DSR 7. RTS 8. CTS 9. DTR 2W dial/switched network Synchronous V34 atau V32 Internal Origin On/True/High Normal Normal On/True/High *) atau DTR dial/Tail/Normal **) Catatan : - *) Sambungan berlangsung terus menerus sampai diputuskan secara manual. - **) Sambungan berlangsung hanya selama pengiriman/penerimaan data. - Istilah-istilah di atas tidak dimaksudkan untuk membakukan suatu merek modem tertentu, oleh karena itu dimungkinkan untuk adanya istilah dan atau parameter yang berbeda dari modem dengan merek yang berbeda pula. Lampiran 2 DATA KEANGGOTAAN KLIRING ELEKTRONIK A. Nama Bank : ………………………………………..……………………… B. Nama Kantor : ………………………………………..……………………… C. Status : Kantor Pusat/Kantor Cabang/Kantor Cabang Pembantu *) D. Sandi Kliring : ………………….. (7 (tujuh) digit) E. Alamat Jalan : Gedung : ……………………..………………………… Lantai : .................................. (lokasi sie. Kliring) : ......................................................................... …………………….……….………………… Telepon : ……………...……… (direct line sie. Kliring) ………………..….… Fax. : …………………...… F. Contact Officer untuk masalah Kliring Elektronik : 1. Nama Jabatan : ……………………………………. : ……………………………………. Telepon : ……………………………………. Fax. : ……………………………………. 2. Nama Jabatan : ……………………………………. : ……………………………………. Telepon : ……………………………………. Fax. : ……………………………………. G. Pejabat Bank yang akan menjadi System Administrator TPK 1. Nama : ……………………………………. Jabatan: ……………………………………. 2. Nama : ……………………………………. Jabatan: ……………………………………. H. Kebutuhan perangkat sistem TPK : 1. Jenis sistem TPK yang dibutuhkan **) a. Single User (only one user); b. Multi Users (up to 5 users). 2. Jenis mesin Reader-Encoder yang digunakan **) : a. Unysis; b. MKL; c. Walther; d. NCR; e. Fuji. 3. Jenis PC yang akan digunakan sebagai server : Jenis Processor RAM HD CD ROM : ……………………… Speed : …………………… : ……………………… Cache : …………………… : ……………………… Disk Drive : …………………… : ……………………… 4. Merk/Jenis Multiport : …………... 5. Perkiraan tanggal kesiapan perangkat keras dan lunak (SCO Unix, C-ISAM, SNA Cleo) untuk Kliring Elektronik (selain aplikasi TPK) : ................... I. Kebutuhan penunjang Kliring Elektronik, yaitu : 1. Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) **) a. Untuk Petugas Kliring Bank; atau b. Untuk Petugas Jasa Kurir. Khusus TPPK untuk Petugas Jasa Kurir, pengajuannya wajib dilakukan secara tertulis dengan menggunakan surat sebagaimana contoh pada Lampiran 2a. 2. Aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring Pengembalian (retur). **) a. Ya b. Tidak 3. Aplikasi buku sandi : **) a. Tidak; b. Ya. 4. Media rekaman data hasil Kliring **) a. Tidak; b. Ya, berupa : 1) Tape; 2) Cartridge. Jakarta, …………………….. PT Bank …...….…………… ------------------------------ *) coret pilihan yang tidak diperlukan **) lingkari pilihan yang digunakan Lampiran 2a No. …………………. Kepada Bank Indonesia Bagian Kliring Jakarta Jl. M.H. Thamrin No.2 J A K A R T A Jakarta, ……………… Perihal : Penunjukan Perusahaan Jasa Kurir Untuk Menyerahkan Menerima Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dan serta Permohonan TPPK Untuk Petugas Perusahaan Jasa Kurir ---------------------------------------------------------------------------------- Dengan ini diberitahukan bahwa kami telah menunjuk dan menguasakan kepada PT. ……………………………………………………… untuk menyerahkan Warkat Kliring dan menerima Warkat Kliring serta Laporan Hasil Kliring kepada dan dari Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal itu, kami mengharapkan bantuan Saudara agar petugas- petugas dari perusahaan tersebut dapat diberikan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK). Atas perhatian dan bantuan Saudara, kami ucapkan terima kasih. Bank ………………………………… Sandi ………………………………… Lampiran 3a A. PERUBAHAN STATUS KANTOR PESERTA YANG DIIKUTI DENGAN PERUBAHAN STATUS KEPESERTAAN Status Perubahan Status No. Syarat Kantor Kepesertaan 1. KC 2. KC Kantor Kepesertaan PLA KCP PTL Bila terdapat kantor lain dari bank tersebut yang telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama. PLP KCP PLA Ada izin dari Bank Indonesia untuk menjadi KCP di wilayah kliring yang berbeda dengan kantor induknya serta tidak ada PLA dan PLP lainnya dari Bank yang sama pada wilayah kliring yang sama. 3. KC 4. KC PLP KCP PTL - Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PTL dilampiri fotokopi perizinan perubahan status kantor dari Bank Indonesia. Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PLA dilampiri fotokopi perizinan perubahan status kantor dari Bank Indonesia. Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PTL dilampiri fotokopi perizinan perubahan status kantor dari Bank Indonesia. PTL KCP PLA Ada izin dari Bank Indonesia untuk menjadi KCP di wilayah kliring yang berbeda dengan kantor induknya serta tidak ada PLA dan PLP lainnya dari Bank yang sama pada wilayah kliring yang sama. 5. KCP PLA KC PLP Bila terdapat kantor lain dari bank tersebut yang telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama. Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PLA dilampiri fotokopi perizinan perubahan status kantor dari Bank Indonesia. Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PLP dilampiri fotokopi perizinan perubahan status kantor dari Bank Indonesia. Kewajiban 6. KCP 7. KCP 8. KCP PLA KC PTL PTL PTL Bila terdapat kantor lain dari bank tersebut yang telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama. KC PLA KC PLP - Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PTL dilampiri fotokopi perizinan perubahan status kantor dari Bank Indonesia. Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PLA dilampiri fotokopi perizinan perubahan status kantor dari Bank Indonesia. - Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PLP dilampiri fotokopi perizinan perubahan status kantor dari Bank Indonesia. Keterangan : 1. KC = Kantor Cabang 2. KCP = Kantor Cabang Pembantu Lampiran 3b B. PERUBAHAN STATUS KANTOR PESERTA YANG TIDAK DIIKUTI DENGAN PERUBAHAN STATUS KEPESERTAAN Status Perubahan Status No. 1. KC Kantor Kepesertaan PLA Kantor KCP Kepesertaan Syarat Kewajiban PLA Ada izin dari Bank Indonesia untuk menjadi KCP di wilayah kliring yang berbeda dengan kantor induknya serta tidak ada PLA dan PLP lainnya dari Bank yang sama pada wilayah kliring yang sama. 2. KC PTL KCP PTL - Melaporkan secara tertulis perubahan status kantor, dilampiri serta dibatalkan. Melaporkan secara tertulis perubahan status kantor, dilampiri fotokopi perizinan perubahan status kantor dari Bank Indonesia dan contoh stempel kliring serta stempel kliring dibatalkan. 3. KCP PLA KC PLA - Melaporkan secara tertulis perubahan status kantor, dilampiri fotokopi perizinan perubahan status kantor dari Bank Indonesia dan contoh stempel kliring serta stempel kliring dibatalkan. 4. KCP PTL KC PTL - Melaporkan secara tertulis perubahan status kantor, dilampiri fotokopi perizinan perubahan status kantor dari Bank Indonesia dan contoh stempel kliring serta stempel kliring dibatalkan. Keterangan : 1. KC = Kantor Cabang 2. KCP = Kantor Cabang Pembantu fotokopi perizinan perubahan status kantor dari Bank Indonesia dan contoh stempel kliring stempel kliring Lampiran 3c C. PERUBAHAN STATUS KEPESERTAAN YANG TIDAK DIIKUTI DENGAN PERUBAHAN STATUS KANTOR PESERTA Status Perubahan Status No. 1. KP 2. KP 3. KP 4. KC 5. KC 6. KC 7. KCP 8. KCP Kantor Kepesertaan PLA PLP PTL PLA PLP PTL Kantor Kepesertaan Syarat KP PLP/PTL Bila terdapat kantor lain dari bank tersebut yang telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama. - KP PLA/PTL KP PLA/PLP - KC PLP/PTL Bila terdapat kantor lain dari bank tersebut yang telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama. - - Kewajiban Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PLP/PTL. Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PLA/PTL. Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PLA/PLP. Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PLP/PTL. KC PLA/PTL KC PLA/PLP PLA KCP PTL KCP PTL Bila terdapat kantor lain dari bank tersebut yang telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama. PLA Ada izin dari Bank Indonesia untuk menjadi KCP di wilayah kliring yang berbeda dengan kantor induknya serta tidak ada PLA dan PLP lainnya dari Bank yang sama pada wilayah kliring yang sama. Keterangan : 1. KC = Kantor Cabang 2. KCP = Kantor Cabang Pembantu Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PLA/PTL. Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PLA/PLP. Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PTL. Mengajukan permohonan secara tertulis untuk menjadi PLA. Lampiran 4 A. 4 (empat) simbol spesial MICR code line pada Warkat dan Dokumen Kliring. 1. 2. 3. 4. sebagai identitas simbol Nominal; sebagai identitas simbol Domestik; sebagai identitas simbol Bank; dan sebagai identitas simbol Garis Pendek. B. Contoh pencantuman nilai nominal dalam angka MICR. Nilai nominal Rp 2.000.000,00 dicantumkan dalam angka MICR : C. Ilustrasi pencantuman informasi lengkap dalam Warkat D. Ilustrasi pencantuman informasi lengkap dalam Dokumen Kliring. Lampiran 5a CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND CEK BANK ABC CEK No. 000001 Logo Bank CABANG RATU PLAZA KEBAYORAN BARU ……………,………………………. Atas penyerahan cek ini bayarlah kepada ………………………………………………………….…... atau pembawa uang sejumlah rupiah (dalam huruf) ..…………………………………………………………………………………… ...…………………………………………………………………………………………Rp. PT. XYZ Jl. Fatahilah No. 3 Jakarta Pusat Tanda tangan (dan cap Perusahaan)  ψ ζζζζζζ  ψ ζζζ Sandi Bank (3) Nomor Seri Warkat (6)   ζζζζ :ζζζζζζζζζζ  Nomor Rekening Nasabah (10) Sandi Kantor Bank + angka penguji (3) + (1) Sandi Transaksi (2)  ψ ζζ ψ ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ ψ Nilai Nominal ( 14) Lampiran 5b CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND BILYET GIRO BANK ABC Logo Bank CABANG RATU PLAZA KEBAYORAN BARU dana atas beban rekening kami sejumlah Rp. BILYET GIRO No. 000001 ……………,………………………. Diminta kepada Saudara supaya pada tanggal……………………………………………………………………….. memindahkan kepada rekening …………………………… pada Bank ……………………………………………………………. dengan permintaan supaya bank ini mengkreditkan rekening nasabah tersebut diatas sejumlah rupiah (dalam huruf) ………………………………………………………………………………………………………………………… PT. XYZ Jl. Fatahhilah No. 3 Jakarta Pusat Clear Band   ζ ζζζζζζ   ζ Tanda tangan & stempel jangan melewati garis ini ζζζ ψ ψ  ζζζζ ψ: ζζζζζζζζζζ   ζ ζζ ψ  ψ Tanda tangan (dan cap Perusahaan) ζζζζζζζζζζζζζζ ψ  ψ Sandi Bank (3) Nomor Rekening Nasabah (10) Nomor Seri Warkat (6) Sandi Kantor Bank + Angka Penguji (3) + (1) Sandi Transaksi (2) Nilai Nominal (14) Lampiran 5c CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND WESEL BANK UNTUK TRANSFER BANK ABC Logo Bank CABANG RATU PLAZA KEBAYORAN BARU WESEL No. 000001 ……………,………………………. Atas penunjukan surat wesel PERTAMA ini (jika wesel KEDUA yang sebunyi dan setanggal belum dibayar), diminta supaya membayar kepada ………………………………………………………………………………………………... atau order uang sejumlah …………………………………………………………….. Rp. BANK ABC Kepada Bank …………………… …………………… di ……………………  ψ ζζζζζζ  ψ ζζζ Sandi Bank (3) Nomor Seri Warkat (6)   ζζζζ :ζζζζζζζζζζ  Nomor Rekening Nasabah (10) Sandi Kantor Bank + angka penguji (3) + (1) Sandi Transaksi (2)  ψ ζζ ψ Meterai ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ ψ Nilai Nominal ( 14) Lampiran 5d CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND WESEL BANK UNTUK TRANSFER BANK ABC Logo Bank CABANG RATU PLAZA KEBAYORAN BARU WESEL No. 000001 ……………,………………………. ……………………(………..) hari sesudah ditunjukkan hendaklah membayar untuk surat wesel PERTAMA ini (jika wesel KEDUA yang sebunyi dan setanggal belum dibayar), kepada …………………………………………………...atau order uang sejumlah ………………………………………………………………….. Rp. BANK ABC Kepada Bank …………………… …………………… di ……………………  ψ ζζζζζζ  ψ ζζζ Sandi Bank (3) Nomor Seri Warkat (6)   ζζζζ :ζζζζζζζζζζ  Nomor Rekening Nasabah (10) Sandi Kantor Bank + angka penguji (3) + (1) Sandi Transaksi (2)  ψ ζζ ψ Meterai ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ ψ Nilai Nominal ( 14) Lampiran 5e CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND WESEL BANK UNTUK TRANSFER BANK ABC Logo Bank CABANG RATU PLAZA KEBAYORAN BARU WESEL No. 000001 ……………,………………………. Pada tanggal ………………………….. hendaklah membayar untuk surat wesel PERTAMA ini (jika wesel KEDUA yang sebunyi dan setanggal belum dibayar), kepada …………………………………………………………………...atau order uang sejumlah ………………………………………………………………….. Rp. BANK ABC Kepada Bank …………………… …………………… di ……………………  ψ ζζζζζζ  ψ ζζζ Sandi Bank (3) Nomor Seri Warkat (6)   ζζζζ :ζζζζζζζζζζ  Nomor Rekening Nasabah (10) Sandi Kantor Bank + angka penguji (3) + (1) Sandi Transaksi (2)  ψ ζζ ψ Meterai ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ ψ Nilai Nominal ( 14) Lampiran 5f CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND WESEL BANK UNTUK TRANSFER BANK ABC Logo Bank CABANG RATU PLAZA KEBAYORAN BARU WESEL No. 000001 ……………,………………………. ………..……….. (……) hari sesudah tanggal ini hendaklah membayar untuk surat wesel PERTAMA ini (jika wesel KEDUA yang sebunyi dan setanggal belum dibayar), kepada ..…………………………………………………...atau order uang sejumlah ………………………………………………………………….. Rp. BANK ABC Kepada Bank …………………… …………………… di ……………………  ❙❙ ❙ ζζζζζζ  ❙❙ ❙ ζζζ Sandi Bank (3) Nomor Seri Warkat (6)   ζζζζ :ζζζζζζζζζζ  Nomor Rekening Nasabah (10) Sandi Kantor Bank + angka penguji (3) + (1) Sandi Transaksi (2)  ❙❙❙ ζζ ❙ Meterai ❙❙❙ ζζζζζζζζζζζζζζ ❙ ❙❙❙ Nilai Nominal ( 14) Lampiran 5g CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND SURAT BUKTI PENERIMAAN TRANSFER Halaman muka BANK ABC Logo Bank CABANG RATU PLAZA KEBAYORAN BARU PEMBERITAHUAN KIRIMAN UANG No. 000001 ……………,………………………. P.U.S/P.U.T No. : ……………………………………….. tanggal ……………………………………………………. Kepada : ………………………………………………………………………………………………………………… Diberitahukan, bahwa kami telah menerima kiriman uang untuk Saudara sbb : Sejumlah : ……..…………………………………………………………….. Rp. Bank Pengirim : …………………………………………………………………….. Bank ABC Atas Permintaan : …………………………………………………………………….. Berita (Lihat penjelasan di halaman belakang formulir ini)    ψ ζζζζζζ  ψ ζζζ Sandi Bank (3) Nomor Seri Warkat (6)  ζζζζ :ζζζζζζζζζζ Nomor Rekening Nasabah (10) Sandi Kantor Bank + angka penguji (3) + (1) Sandi Transaksi (2)  ψ ζζ ψ : …………………………………………………………………….. ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ ψ Nilai Nominal ( 14) Lampiran 5h SURAT BUKTI PENERIMAAN TRANSFER Halaman belakang UNTUK PENERIMAAN MELALUI KAS ATAU DIKLIRINGKAN Jumlah yang tercantum pada halaman muka surat ini sebesar Rp. …………………………………….. (………………………………………………………………………………………………………….) telah diterima. ………………,……………………. Catatan : Besarnya meterai sesuai ketentuan Bea Meterai No. …………………. Lampiran 5i CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND NOTA DEBET BANK ABC Logo Bank CABANG RATU PLAZA KEBAYORAN BARU NOTA DEBET No. 000001 ……………,………………………. Kepada : ……………………………………………………….….…………………………………………………….. Kami debet rekening Saudara valuta ………………………………………… sejumlah Rp. berhubung dengan : …………………………………………………………………….. ……………………….………………………………………………………………… terbilang : …………………………………………………………………………………………... …………………………………………………………………………………………… BANK ABC Tanda tangan yang berwenang  ψ ζζζζζζ  ψ ζζζ Sandi Bank (3) Nomor Seri Warkat (6)   ζζζζ :ζζζζζζζζζζ  Nomor Rekening Nasabah (10) Sandi Kantor Bank + angka penguji (3) + (1) Sandi Transaksi (2)  ψ ζζ ψ ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ ψ Nilai Nominal ( 14) CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND NOTA KREDIT Lampiran 5j Warna merah BANK ABC CABANG RATU PLAZA KEBAYORAN BARU NOTA KREDIT No. 000001 ……………,………………………. Kepada : …………………………………………………….….……….…sejumlah Rp. Terbilang : …………………………………………………………………………………………………………….. Untuk No. Rekening : ……………………….………………………………………………………………… Atas Permintaan : …………………………………………………………………………………………... Keterangan : …………………………………………………………………………………………… BANK ABC Tanda tangan yang berwenang  ψ ζζζζζζ  ψ ζζζ Sandi Bank (3) Nomor Seri Warkat Kliring (6) Logo Bank   ζζζζ :ζζζζζζζζζζ  Nomor Rekening Nasabah (10) Sandi Kantor Bank + angka penguji (3) + (1) Sandi Transaksi (2)  ψ ζζ ψ ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ ψ : ………………………………………………….…………………………………………………………….. Nilai Nominal ( 14) Lampiran 6a CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND BUKTI PENYERAHAN WARKAT DEBET Lembar I (Pertama) BUKTI PENYERAHAN WARKAT DEBET – KLIRING PENYERAHAN Logo Bank Penerbit NAMA BANK KANTOR BANK Bersama ini kami serahkan satu bundel bacth Warkat Kliring Debet – Kliring Penyerahan Rp. untuk kredit rekening kami pada Bank Indonesia. Yang Menyerahkan (Peserta) 1. Kami mengetahui bahwa Penyelenggara tidak melakukan pemeriksaan terhadap keabsahan Dokumen dan Warkat Kliring yang diserahkan. 2. Kami mengijinkan Penyelenggara untuk menyesuaikan jumlah nominal rupiah apabila terdapat perbedaan dengan hasil proses pada Penyelenggara.  ψ ζζζζζζ  ψ ζζζ Isi 3 digit pertama Sandi Bank   ζζζζ :  Isi “9999” identitas Kartu Batch Isi “96” Sandi Transaksi Isi “ 000” Isi 3 digit kedua Sandi Kantor Bank ( tanpa angka penguji) Warna Hijau  ψ Nama & Tanda tangan ζζ ψ (Paraf) ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ Isi jumlah Nominal dari Warkat yang dilampirkan ψ Yang Menerima (Penyelenggara) No. 000001 ……………..,……………………. Lampiran 6b CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND BUKTI PENYERAHAN WARKAT KREDIT Lembar I (Pertama) BUKTI PENYERAHAN WARKAT KREDIT – KLIRING PENYERAHAN No. 000001 Logo Bank Penerbit NAMA BANK KANTOR BANK Bersama ini kami serahkan satu bundel bacth Warkat Kliring Kredit – Kliring Penyerahan Rp. untuk debet rekening kami pada Bank Indonesia. Yang Menyerahkan (Peserta) 1. Kami mengetahui bahwa Penyelenggara tidak melakukan pemeriksaan terhadap keabsahan Dokumen dan Warkat Kliring yang diserahkan. 2. Kami mengijinkan Penyelenggara untuk menyesuaikan jumlah nominal rupiah apabila terdapat perbedaan dengan hasil proses pada Penyelenggara.  ψ ζζζζζζ  ψ ζζζ Isi 3 digit pertama Sandi Bank   ζζζζ :  Isi “9999” identitas Kartu Batch Isi “96” Sandi Transaksi Isi “ 000” Isi 3 digit kedua Sandi Kantor Bank ( tanpa angka penguji) Warna Merah  ψ Nama & Tanda tangan ζζ ψ (Paraf) ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ Isi jumlah Nominal dari Warkat yang dilampirkan ψ Yang Menerima (Penyelenggara) ……………..,……………………. Lampiran 7a CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND KARTU BATCH WARKAT DEBET Lubang Kartu Batch KARTU BATCH WARKAT DEBET Logo Bank Penerbit NAMA BANK KANTOR BANK  ψ ζζζζζζ  ψ ζζζ Isi 3 digit pertama Sandi Bank   ζζζζ :   ψ ζζ ψ Isi “9999” identitas Kartu Batch Isi “96” Sandi Transaksi Isi “ 000” Isi 3 digit kedua Sandi Kantor Bank ( tanpa angka penguji) Warna Hijau ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ Isi jumlah Nominal dari Warkat yang dilampirkan ψ Lampiran 7b CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND KARTU BATCH WARKAT KREDIT Lubang Kartu Batch KARTU BATCH WARKAT KREDIT Logo Bank Penerbit NAMA BANK KANTOR BANK  ψ ζζζζζζ  ψ ζζζ Isi 3 digit pertama Sandi Bank   ζζζζ :   ψ ζζ ψ Isi “9999” identitas Kartu Batch Isi “96” Sandi Transaksi Isi “ 000” Isi 3 digit kedua Sandi Kantor Bank ( tanpa angka penguji) Warna Hijau ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ Isi jumlah Nominal dari Warkat yang dilampirkan ψ Lampiran 8 CONTOH STEMPEL KLIRING DAN STEMPEL KLIRING DIBATALKAN 1. PESERTA LANGSUNG AKTIF a. Untuk Kantor Pusat 5 cm K L I R I N G Tgl. : 111 - 0012 Bank DKI Kantor Pusat (PLA) b. Untuk Kantor Cabang (KC) 5 cm K L I R I N G Tgl. : 111 - 0054 Bank DKI KC Matraman (PLA) 21/2 cm Bank DKI KC. Matraman 21/2 cm Bank DKI Kantor Pusat 6 cm STEMPEL KLIRING DIBATALKAN 11/2 cm 6 cm STEMPEL KLIRING DIBATALKAN 11/2 cm 2. PESERTA LANGSUNG PASIF Misalnya Bank DKI KC Pintu Besar nomor sandi Peserta 111 – 0119 dengan status kepesertaan sebagai PLP menggunakan identitas pengiriman DKE dari kantor PLA-nya misalnya Bank DKI Kantor Pusat sandi bank 111 - 0012. 5 cm K L I R I N G Tgl. : 111 - 0012 Bank DKI KC.Pintu Besar (PLP) 21/2 cm Bank DKI KC. Pintu Besar 6 cm STEMPEL KLIRING DIBATALKAN 11/2 cm 3. PESERTA TIDAK LANGSUNG a. Untuk Kantor Cabang Misalnya Bank DKI KC. Tanah Abang, nomor sandi Peserta 111 – 0203 dengan status kepesertaan sebagai PTL menginduk pada Bank DKI Kantor Pusat nomor sandi Peserta 111 – 0012 dengan status kepesertaan sebagai PLA. 5 cm K L I R I N G Tgl. : 111 - 0012 Bank DKI Kantor Pusat KC. Tanah Abang (PTL) 21/2 cm 6 cm STEMPEL KLIRING DIBATALKAN Bank DKI Kantor Pusat KC. Tanah Abang 11/2 cm b. Untuk Kantor Cabang Pembantu (KCP) Misalnya Bank DKI KCP. Pluit dengan status sebagai PTL menginduk pada Bank DKI KC. Pintu Besar nomor sandi Peserta 111 – 0119 dengan status kepesertaan sebagai PLP dan pengiriman DKE menggunakan identitas Bank DKI Kantor Pusat nomor sandi Peserta 111 – 0012 (PLA). 5 cm K L I R I N G Tgl. : 111 - 0012 Bank DKI KC. Pintu Besar KCP Pluit (PTL) 21/2 cm 6 cm STEMPEL KLIRING DIBATALKAN Bank DKI KC. Pintu Besar KCP Pluit 11/2 cm Lampiran 9 L O G O B A N K PT BANK AAA 999 0012 Jl. Braga No. 950 Bandung BUKTI PENYERAHAN MEDIA REKAMAN DATA Bersama ini kami sampaikan …… buah disket sebagai media rekaman data Warkat yang diterima. Yang Menerima : Kota, tanggal, bulan, tahun Yang Menyerahkan : (…………………………………………..) tanda tangan, nama jelas dan stempel bank *) Coret yang tidak perlu Lampiran 10 PENANGANAN WARKAT REJECT DAN SELISIH WARKAT KLIRING SERTA PROSEDUR PENYELESAIANNYA DALAM SISTEM KLIRING ELEKTRONIK A. PENANGANAN WARKAT REJECT DAN PENYELESAIAN SELISIH KLIRING No Kriteria Warkat Reject Penanganan atas Warkat Reject 1. Atas perintah satuan kerja lain di Bank Indonesia Tidak diproses Penyelesaian Selisih Kliring Dilakukan koreksi pembukuan oleh Bank Indonesia lambatnya pada hari berikutnya. selambat- kerja Keterangan 1. Transaksi DKE dibatalkan 2. Warkat dikembalikan Pengirim 3. Dikenakan biaya DKE sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak dikenakan biaya reject. 2. Melanggar ketentuan dalam SE No.1/10/DASP Nota Tidak diproses tanggal Debet 31 Desember 1999 perihal Penggunaan Dalam Kliring Dilakukan koreksi pembukuan oleh Bank Indonesia lambatnya pada hari berikutnya. selambat- kerja 1. Transaksi DKE dibatalkan 2. Warkat dikembalikan Pengirim kepada Peserta 3. Dikenakan biaya DKE sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak dikenakan biaya reject. 4. Dikenakan kewajiban membayar sesuai ketentuan yang berlaku terhadap Peserta Pengirim. 3. – Warkat Inkaso – Sandi Tidak Dikenal Tidak diproses Dilakukan koreksi pembukuan oleh Bank Indonesia lambatnya pada hari berikutnya. selambat- kerja 1. Transaksi DKE dibatalkan 2. Warkat dikembalikan Pengirim kepada Peserta 3. Dikenakan biaya DKE sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak dikenakan biaya reject. kepada Peserta No Kriteria Warkat Reject Penanganan atas Warkat Reject 4. Pencantuman informasi dalam bentuk MICR Code Line pada clear band : - salah; - - bertumpuk yang meliputi : 1. Nomor Seri tidak sempurna terbaca oleh mesin baca pilah; Dilakukan koreksi data Warkat pada sistem oleh Bank Indonesia 2. Sandi Bank Peserta Tidak diproses - 1. Transaksi DKE diperhitungkan 2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject sesuai ketentuan yang berlaku. Dilakukan secara bilateral antar Peserta 1. Transaksi DKE dibatalkan 2. Warkat dikembalikan Pengirim kepada Peserta 3. Dikenakan biaya DKE dan tidak dikenakan biaya reject sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Nomor Rekening Dilakukan koreksi data Warkat pada sistem oleh Bank Indonesia, - Nomor Rekening dapat dibaca dengan jelas, akan diisi sesuai yang tercantum dalam Warkat, - Nomor Rekening tidak dibaca dengan jelas, akan diisi “0000000001” 4. Sandi Transaksi Dilakukan koreksi data Warkat pada sistem oleh Bank Indonesia sesuai dengan jenis Warkat. 5. Nominal Dilakukan koreksi data Warkat pada sistem oleh Bank Indonesia sesuai dengan nominal yang tercantum yang Warkat. - 1. Transaksi DKE dibatalkan 2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject sesuai ketentuan yang berlaku. - 1. Transaksi DKE dibatalkan 2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject sesuai ketentuan yang berlaku. - 1. Transaksi DKE dibatalkan 2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject sesuai ketentuan yang berlaku. Penyelesaian Selisih Kliring Keterangan No Kriteria Warkat Reject Penanganan atas Warkat Reject 5. Informasi dalam bentuk MICR code line pada clear band tidak dicantumkan, meliputi : 1. Nomor Seri Penyelesaian Selisih Kliring Keterangan Dilakukan pengisian data Warkat pada sistem oleh Bank Indonesia - 1. Transaksi DKE diperhitungkan 2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject sesuai ketentuan yang berlaku. 2. Sandi Bank Peserta Tidak diproses Dilakukan koreksi pembukuan oleh Bank Indonesia lambatnya pada hari berikutnya. 3. Nomor Rekening 4. Sandi Transaksi Dilakukan pengisian angka “0000000001” pada sistem oleh Bank Indonesia. Dilakukan pengisian data Warkat oleh Bank Indonesia 5. Nominal dengan jenis Warkat Tidak diproses sesuai Dilakukan koreksi pembukuan oleh Bank Indonesia lambatnya pada hari berikutnya. selambat- kerja selambat- kerja 1. Transaksi DKE dibatalkan 2. Warkat dikembalikan Pengirim 3. Dikenakan biaya DKE sesuai kepada Peserta ketentuan yang berlaku dan tidak dikenakan biaya reject. - 1. Transaksi DKE diperhitungkan 2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject sesuai ketentuan yang berlaku. - 1. Transaksi DKE diperhitungkan 2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject sesuai ketentuan yang berlaku 1. Transaksi DKE dibatalkan 2. Warkat dikembalikan Pengirim kepada Peserta 3. Dikenakan biaya DKE sesuai ketentuan yang berlaku dan tidak dikenakan biaya reject. B. SELISIH WARKAT KLIRING DAN PROSEDUR PENYELESAIANNYA Penanganan Selisih Kliring Jenis Selisih Kliring Jumlah Warkat tidak sama dengan yang terdapat pada addlist : 1. Warkat kurang; 2. Warkat Lebih Koreksi batch Tidak diproses - Dilakukan secara bilateral antar peserta Transaksi diproses sesuai dengan jumlah Warkat yang dikirim 1. Warkat dikembalikan kepada Peserta Pengirim 2. Dikenakan biaya DKE sesuai ketentuan yang berlaku dan t dikenakan biaya reject Bank Indonesia Peserta Keterangan Lampiran 11 LOGO BANK No. ……………. SURAT KETERANGAN PENAHANAN WARKAT Sudah terima dari Bank ………………………… dalam perhitungan Kliring pada tanggal ………………………… sebanyak …….. lembar Warkat berupa : No. Jenis Warkat Nomor Seri Nominal Tgl. Penarikan Warkat tersebut kami tahan untuk dilakukan penelitian dan diteruskan kepada yang berwajib karena diduga ada hubungannya dengan tindak pidana, sesuai dengan Surat Keterangan Lapor dari Kepolisian (foto kopi terlampir). Kota, tanggal, bulan, tahun Bank ………………… Lampiran 12 BANK INDONESIA No. FORMULIR WARKAT YANG TIDAK DIPERHITUNGKAN Kepada PT Bank … …………….. Bersama ini kami beritahukan bahwa ……………………(…………….) lembar Warkat dari batch (Debet/Kredit) Saudara yang berjumlah nominal Rp ……………… kami perhitungkan menjadi sebesar Rp ………………….. karena terdapat kesalahan sebagai berikut *): 1. Sandi kliring tidak dikenal/Warkat inkaso/Warkat BBO**); 2. Kesalahan pada : encode/addlist/batch/sandi transaksi/nominal**); 3. Warkat kurang/lebih**); 4. Sandi bank/sandi transaksi/nominal tidak diencode**); 5. MICR tidak memenuhi standar**); 6. Melanggar ketentuan penggunaan Nota Debet dalam Kliring; 7. Nominal Warkat tidak memenuhi ketentuan jadwal Kliring; 8. Penghentian dari Peserta; ./. Foto kopi addlist/Warkat/batch terlampir *) lingkari sesuai dengan kesalahan; **) coret yang tidak perlu. BAGIAN KLIRING JAKARTA/SEKSI KLIRING ………….. Kota, tanggal, bulan, tahun. Lampiran 13 FORMAT TAPE / CARTRIDGE A. TATA LETAK FILE KOMPUTER 1. Nama file 2. Deskripsi : 3. Panjang Record : 4. Faktor Blok : 5. Unit Standard 6. Label - External - Internal 7. Organisasi 8. Density 9. Urutan Record : : XXX (sandi 3 digit pertama) nama peserta. : “KLIRING JAKARTA” : : : Sequential 1600 BPI User Header Label, Data dan User Trailer Label. : CLMASUK Data warkat kliring penerimaan per peserta penerima. 70 karakter 20 (file tape) : Tape EBCDIC B. DATA NO. DESKRIPSI 1. Sandi Aplikasi 2. Sandi File 3. Tanggal Kliring 4. Nomor Urut Record 5. Nomor Urut R/S NAMA FIELD APL Fill FORMAT JML POSISI CATATAN A 2 1 - N 2 3 - 2 4 Isi “CL” Isi “04” TGLKLRG N 6 5 - 10 Format : TTBBHH NOURUT N 5 11 - 15 Key field NOURRS N 8 16 - 23 6. Nomor Warkat Kliring NOWARK N 6 24 - 29 7. Sandi Peserta Penerima BANKTRM N 7 30 - 36 8. Nomor Rekening 9. Sandi Transaksi NOREK TRANS 10. Nilai Nominal N 10 37 - 46 N 2 47 - 48 Isi : “00” – “59” NOMINAL N 14,2 49 - 62 11. Sandi Peserta Pengirim BANKKRM N 7 63 - 69 12. Filler - X 1 70 blank C. User Header Label : Record Length = 80 NO. DESKRIPSI 1. Sandi Record 2. Sandi Peserta 3. Tanggal Kliring 4. Filler NAMA FIELD FORMAT JML POSISI CATATAN SANREC AN 4 SANTA 1 - N 7 5 - 4 11 TGLKLRG N 6 12 - 17 Format : TTBBHH - X 63 18 - 80 Blank Isi : “UHL1” D. User Trailer Label NO. DESKRIPSI 1. Sandi Record 2. Jumlah Warkat D 3. Jumlah Nominal Warkat D 4. Jumlah Warkat K 5. Jumlah Nominal Warkat K 6. Filler : Record Length = 80 NAMA FIELD FORMAT JML POSISI CATATAN SANREC AN 4 JMLWKTD N 5 1 - 5 - 4 9 JMLNOMD N 14,2 10 - 23 JMLWKTK N 5 24 - 28 JMLNOMK N 14,2 29 - 42 - X 38 43 - 80 Isi : “UTL1” Lampiran 14a No. …………………. Kepada Yth. …….*) Jakarta, ……………… Perihal : Permohonan Salinan Warkat Sehubungan kekurangan penerimaan warkat yang diproses pada kliring tanggal ………………………………., kami mohon bantuannya untuk dapat diberikan Salinan Warkat Debet/Kredit sebagaimana terlampir. No. Seri Warkat No. Rekening Nominal Rp. : …………………………………. : : …………………………………. …………………………………. Sandi Bank Pengirim Sandi Bank Penerima ./. : …………………………………. : …………………………………. Terlampir fotokopi laporan SKEJ 1201 sebagai data pendukung. Demikian permohonan ini kami buat, atas kerjasamannya diucapkan terima kasih. Pejabat Bank (…………………………………………..) tanda tangan, nama jelas dan stempel bank *) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi Lampiran 14b No. …………………. Kepada Yth. …….*) Jakarta, ……………… Perihal : Laporan Hasil Kliring Sehubungan kekurangan laporan hasil kliring yang diproses pada kliring tanggal ………………………………., kami mohon bantuannya untuk dapat diberikan Salinan Warkat Debet/Kredit sebagaimana terlampir. Kode Laporan Sandi : …………………………………. : …………………………………. Demikian permohonan ini kami buat, atas kerjasamannya diucapkan terima kasih. Pejabat Bank (…………………………………………..) tanda tangan, nama jelas dan stempel bank *) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi Lampiran 14c TANDA TERIMA PENGAMBILAN SALINAN WARKAT/LAPORAN **) Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Petugas Nama Bank/Sandi Jabatan Alamat Bank Telepon : ………………………………….. : ………………………………….. : ………………………………….. : ………………………………….. : ………………………………….. Telah menerima salinan warkat dan atau laporan hasil kliring**) sebagaimana yang tercantum dalam surat permohonan kami kepada Bank Indonesia. Segala bentuk penggunaan atas salinan warkat dan atau laporan hasil kliring**) tersebut menjadi tanggung jawab nama dan bank tersebut di atas. Jakarta, ..................................................... (…………………………………………..) tanda tangan, nama jelas dan stempel bank Tanda terima dibuat dalam rangkap 2 (dua) : 1. Lembar asli untuk untuk Bank Indonesia. 2. Lembar tembusan untuk Bank yang bersangkutan. **) Coret yang tidak perlu Lampiran 15a 1. Prosedur dial-up Bank tidak bisa transmit data - cek prosedur pengiriman data - cek sambungan pada peralatan setempat - perbaiki/koreksi - transmit data tidak ya benar/baik ya A Hubungi BI Bank Indonesia - cek peralatan/sistem di BI - re-activated port - hubungi bank - transmit data Bank - tunggu instruksi dari BI - transmit data berhasil ya transmit data ke BI ya berhasil ya tidak Hubungi Bank Indonesia untuk diap-up/back-up Bank Indonesia - konfirmasi line problem dengan lintasarta. - siapkan port untuk diap-up. - tentukan dan beritahukan nomor telepon pada bank untuk diap-up. - menginformasikan kepada Peserta Kliring Elektronik dengan pooling address selain C1 untuk melakukan prosedur penggantian pooling address. Bank - pindahkan kabel data/RS-232 dari modem DOV ke modem dial-up. - dial ke Bank Indonesia dengan nomor yang telah ditentukan oleh BI. - transmit ke BI. - melakukan penggantian pooling address sesuai pemberitahuan petugas helpdesk Kliring Eketronik selesai A saluran baik tidak tidak Hubungi Lintasarta untuk perbaikan/pemeriksanaan ya benar/normal tidak tidak cek kondisi/status modem DOV benar/baik Lampiran 15b 2. Prosedur Kembali ke leased line (DOV) Saluran selesai diperbaiki Lintasarta hubungi Bank Indonesia Lintasarta hubungi Bank Bank Indonesia Bank - konfirmasi waktu pelaksanaan dengan bank; - bebaskan port dial-up; - aktifkan port semula (leased-line); - informasi kepada Peserta untuk mengganti pooling address (apabila diperlukan). - konfirmasi waktu pelaksanaan dengan BI; - pindahkan kabel data/RS-232 dari modem dial-up ke modem DOV; - melakukan prosedur perubahan pooling address; - transmit data ke BI. Selesai
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/15/DASP|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Elektronik </reg_title> <set_date> 30 September 2002 </set_date> <replaced_reg> '31/13/UASP|SE-BI/1998', '25/100/UPG|SE-BI/1992', '31/8A/UASP|SE-BI/1998', '14/11/UPB|SE-BI/1981', '19/27/UPG|SE-BI/1987' </replaced_reg> <related_reg> '1/3/PBI/1999', '2/14/PBI/2000' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi XII' </penalty_list>
No. 18/38/DKMP Jakarta, 28 Desember 2016 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP Tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 235, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5478) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/14/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 174, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5921), dan dalam rangka penyesuaian organisasi satuan kerja di Bank Indonesia, perlu melakukan perubahan keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional, sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia: a. Nomor 17/47/DKEM tanggal 30 November 2015; b. Nomor 18/3/DKEM tanggal 15 Maret 2016; dan c. Nomor 18/18/DKMP tanggal 22 Agustus 2016; sebagai … 2 sebagai berikut: 1. Ketentuan butir VI.9, butir VI.10, dan butir VI.11 diubah, sehingga angka VI berbunyi sebagai berikut: VI. PELAPORAN 1. Bank wajib menyampaikan Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan kepada Bank Indonesia setiap bulan sebagai dasar perhitungan GWM LFR dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan oleh Bank melalui email kepada Bank Indonesia sampai dengan data surat berharga yang diterbitkan Bank untuk perhitungan LFR disediakan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia. 3. Surat berharga yang digunakan sebagai dasar perhitungan GWM LFR dan dilaporkan ke Bank Indonesia adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank yang memenuhi kriteria sebagai berikut: a. diterbitkan dalam bentuk Medium Term Notes (MTN), Floating Rate Notes (FRN), dan obligasi selain obligasi subordinasi; b. ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum (public offering); c. memiliki peringkat yang diterbitkan lembaga pemeringkat dengan peringkat paling kurang setara dengan peringkat investasi; d. dimiliki bukan Bank baik penduduk dan bukan penduduk; dan e. ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek Indonesia. 4. Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana dimaksud dalam butir 3.c. adalah lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh otoritas pengawas Bank sesuai ketentuan yang berlaku. 5. Bank … 3 5. Bank yang tidak menerbitkan surat berharga atau menerbitkan surat berharga namun tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 tetap diwajibkan menyampaikan Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan berupa laporan nihil. 6. Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 5 wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. 7. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila Bank menyampaikan laporan setelah batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 sampai dengan 5 (lima) hari kerja berikutnya. 8. Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila Bank belum menyampaikan laporan sampai dengan berakhirnya batas waktu keterlambatan penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 7. 9. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 5 disampaikan melalui email kepada: a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia, dengan alamat email sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 10. Bank … 4 10. Bank harus menyampaikan secara tertulis mengenai nama petugas dan penanggung jawab yang ditunjuk untuk menyusun dan menyampaikan laporan, serta alamat email pengirim laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 5, termasuk apabila terdapat perubahannya, kepada: a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 11. Dalam hal penyampaian laporan melalui email sebagaimana dimaksud dalam angka 9 tidak dapat dilakukan, Bank menyampaikan laporan dalam bentuk softcopy dan hardcopy kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 12. Batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 11 mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam angka 6 dan angka 7. 2. Ketentuan … 5 2. Ketentuan angka IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: IX. KORESPONDENSI TERKAIT GWM Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank Indonesia dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Dalam hal: a. Bank mengajukan permohonan kelonggaran atas kewajiban pemenuhan GWM Primer dalam rangka merger atau konsolidasi; b. OJK mengajukan permintaan kelonggaran atas pemenuhan ketentuan GWM LFR terhadap Bank yang sedang dikenakan pembatasan kegiatan usaha; atau c. OJK mengajukan permintaan agar Bank dalam status pengawasan tertentu yang sedang dikenakan pembatasan kegiatan usaha berupa penyaluran kredit UMKM tidak dikenakan pengurangan jasa giro, maka permohonan atau permintaan tersebut disampaikan kepada Bank Indonesia dan dialamatkan kepada: 1) Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau 2) Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 2. Dalam hal Bank menyampaikan pemberitahuan tertulis bahwa Bank tutup pada hari yang ditetapkan libur secara fakultatif maka pemberitahuan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan libur secara fakultatif dengan alamat: a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor … 6 berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 3. Perhitungan KPMM Bank hasil merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.3.a.2)b) disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. b. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 3. Lampiran II mengenai Daftar Alamat Email Penyampaian Laporan Surat Berharga yang Diterbitkan Bank diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2017. Agar … 7 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ERWIN RIJANTO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/38/DKMP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP Tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. </reg_title> <set_date> 28 Desember 2016 </set_date> <effective_date> 1 Januari 2017 </effective_date> <changed_reg> '17/17/DKMP|SE-BI/2015' </changed_reg> <extension_of> '17/47/DKEM|SE-BI/2015', '18/3/DKEM|SE-BI/2016', '18/18/DKMP|SE-BI/2016' </extension_of> <related_reg> '17/17/DKMP|SE-BI/2015', '15/15/PBI/2013', '18/14/PBI/2016', '17/47/DKEM|SE-BI/2015', '18/3/DKEM|SE-BI/2016', '18/18/DKMP|SE-BI/2016' </related_reg>
No. 2/ 16/DPNP Jakarta, 25 Juli 2000 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0003, FR0004 dan FR0005 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia No. 1/10/PBI/1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi dan Peraturan Bank Indonesia No. 2/10/PBI/2000 tanggal 29 Maret 2000 tentang Perubahan Peraturan Bank Indonesia No. 1/10/PBI/2000 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi, khususnya Pasal 3 ayat (2) yang menetapkan bahwa Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan jenis dan seri Obligasi yang dapat diperdagangkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia, maka dipandang perlu untuk menetapkan seri Obligasi Pemerintah yang dapat diperdagangkan sebagai tambahan terhadap seri Obligasi yang telah ada dalam suatu Surat Edaran. Sehubungan dengan perkembangan kebutuhan pasar, maka Bank Indonesia menetapkan tambahan Obligasi Pemerintah yang dapat diperdagangkan di pasar sekunder sebagai berikut: I. TAMBAHAN … I. TAMBAHAN SERI OBLIGASI YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN 1. Obligasi Pemerintah seri FR0003, FR0004 dan FR0005 dapat diperdagangkan di pasar sekunder. 2. Jumlah Obligasi seri FR0003, FR0004 dan FR0005 yang akan diperdagangkan setinggi-tingginya sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari nilai keseluruhan Obligasi yang dibeli pada saat Bank menerima penyertaan tunai dari Pemerintah sehubungan dengan Program Rekapitalisasi Bank Umum dikurangi outstanding Obligasi yang telah dicatat dalam portofolio perdagangan. 3. Bank wajib memindahbukukan seluruh Obligasi Pemerintah seri FR0003, FR0004 dan FR0005 yang dimiliki sebesar jumlah nominal untuk diperdagangkan tersebut dari portofolio investasi ke dalam portofolio perdagangan. II. TATA CARA PENGAJUAN OBLIGASI SERI FR0003, FR0004 dan FR0005 UNTUK DIPERDAGANGKAN DI PASAR SEKUNDER 1. Bank wajib melaporkan Obligasi seri FR0003, FR0004 dan FR0005 yang akan diperdagangkan. 2. Surat pelaporan tersebut diajukan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter, Jl. MH. Thamrin No 2 Jakarta, Gedung B Lantai 13, Bank Indonesia dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait. Surat pelaporan tersebut wajib dilengkapi dengan jumlah nominal yang akan diperdagangkan. III. PENUTUP … III. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 25 Juli 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA DJOKO SARWONO DEPUTI DIREKTUR DPNP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/16/DPNP|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0003, FR0004 dan FR0005 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder </reg_title> <set_date> 25 Juli 2000 </set_date> <effective_date> 25 Juli 2000 </effective_date> <related_reg> '1/10/PBI/2000', '1/10/PBI/1999', '2/10/PBI/2000' </related_reg>
No. 15/14/DPNP Jakarta, 24 April 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4629) tentang Laporan Berkala Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/19/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5240) dan memperhatikan adanya tambahan informasi yang diperlukan terkait dengan penerapan perhitungan kewajiban penyediaan modal mínimum serta penerapan transparansi informasi suku bunga dasar kredit, maka perlu dilakukan perubahan ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum sebagai berikut: 1. Format mengenai Risiko Spesifik – Eksposur Surat Berharga (Trading Book) sebagaimana dimaksud dalam Formulir-9.a diubah menjadi sebagaimana terlampir. 2. Format dan penjelasan mengenai Perhitungan Suku Bunga Dasar Kredit Rupiah (Prime Lending Rate) sebagaimana dimaksud dalam Formulir-14 diubah menjadi sebagaimana terlampir. Formulir … Formulir-9.a dan Formulir-14 adalah Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Formulir-14 mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan April 2013, yang disampaikan pada periode penyampaian I bulan Mei 2013. Formulir-9.a mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan Juni 2013, yang disampaikan pada periode penyampaian I bulan Juli 2013. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 24 April 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULYA E. SIREGAR KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/14/DPNP|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Perizinan dan Pelaporan Bagi Bank Umum Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Pedagang Valuta Asing. </reg_title> <set_date> 11 Juli 2003 </set_date> <effective_date> 11 Juli 2003 </effective_date> <replaced_reg> '31/7/UOPM|SE-BI/1998' </replaced_reg> <related_reg> '5/2/PBI/2003' </related_reg>
No. 13/ 27/DPM Jakarta, 1 Desember 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH DAN LEMBAGA PERANTARA Perihal : Tata Cara Transaksi Reverse Repo Surat Berharga Syariah Negara Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 4944) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/24/PBI/2011 tanggal 1 Desember 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 119), perlu untuk menyusun ketentuan mengenai tata cara transaksi reverse repo Surat Berharga Syariah Negara dengan Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan : 1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. 2. Bank Umum Syariah adalah Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan Syariah yang berlaku. 3. Unit ... 2 3. Unit Usaha Syariah adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan Syariah yang berlaku. 4. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan valuta asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama. 5. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah. 6. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 7. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 8. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah. 9. Haircut adalah faktor pengurang harga SBSN yang ditetapkan Bank Indonesia. 10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Sistem BI-RTGS. 11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat ... 3 surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. 12. Transaksi Reverse Repo SBSN adalah transaksi pembelian SBSN oleh Bank dari Bank Indonesia, dengan janji penjualan kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 13. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata uang rupiah di Bank Indonesia. 14. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga milik Bank yang digunakan untuk mencatat kepemilikan surat berharga di Central Registry yang dapat diperdagangkan. 15. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 16. Financing to Deposit Ratio yang selanjutnya disingkat FDR adalah rasio pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain, terhadap dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, deposito dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk antar bank. 17. Marjin adalah tingkat keuntungan (profit rate) dalam setahun (per annum) yang disepakati oleh para pihak yang melakukan Transaksi Reverse Repo SBSN. II. TRANSAKSI REVERSE REPO SBSN 1. Transaksi Reverse Repo SBSN merupakan transaksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pengurangan likuiditas Bank atau kontraksi moneter. 2. Karakteristik Transaksi Reverse Repo SBSN : a. Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan akad al bai’ (jual beli) yang disertai dengan al wa’d (janji) oleh Bank kepada Bank Indonesia, dalam dokumen terpisah, untuk menjual ... 4 menjual kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu yang disepakati. b. Jangka waktu Transaksi Reverse Repo SBSN paling singkat 1 (satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. c. Harga SBSN ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di BI-SSSS dan/atau sarana lainnya dengan mempertimbangkan antara lain harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN. d. Bank Indonesia menetapkan besarnya Haircut untuk masing- masing jenis dan seri SBSN dalam rangka penentuan nilai setelmen Transaksi Reverse Repo SBSN (first leg). e. Haircut akan diumumkan oleh Bank Indonesia melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. f. Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN diperhitungkan pada saat setelmen second leg Transaksi Reverse Repo SBSN. g. Hak penerimaan kupon atau imbalan atas SBSN yang di-reverse repo-kan selama periode Transaksi Reverse Repo SBSN tetap merupakan milik Bank Indonesia. 3. SBSN yang dapat di-reverse repo-kan terdiri dari SBSN Jangka Panjang dan SBSN Jangka Pendek. 4. Dokumen Transaksi Reverse Repo SBSN a. Bank dapat mengajukan Transaksi Reverse Repo SBSN setelah menandatangani Janji (Wa’d) Untuk Menjual Kembali SBSN Dalam Rangka Transaksi Reverse Repo SBSN yang telah dibubuhi meterai cukup sebagaimana contoh yang tercantum pada Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. b. Janji (wa’d) sebagaimana dimaksud pada huruf a ditandatangani oleh Direksi Bank atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang oleh Direksi dengan Surat Kuasa untuk mengajukan Transaksi Reverse Repo SBSN. c. Janji ... Da 5 c. Janji (wa’d) sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada Bank Indonesia disertai dokumen pendukung yang dipersyaratkan. d. Dokumen pendukung yang diperlukan pada saat penandatanganan janji (wa’d) meliputi : 1) fotokopi Anggaran Dasar Bank; dan 2) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor Direksi, Chief Executive Officer (CEO) dan/atau Pejabat Bank yang diberi kuasa untuk menandatangani Janji (wa’d). e. Janji (wa’d) yang telah ditandatangani berlaku seterusnya sepanjang tidak ada perubahan isi janji dan data dokumen pendukung. f. Dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf d disampaikan dengan surat pengantar kepada : Direktur Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11 Jl M.H Thamrin No.2 Jakarta -10350 5. Bank dapat mengikuti Transaksi Reverse Repo SBSN dengan ketentuan sebagai berikut: a. Persyaratan yang harus dipenuhi: 1) memiliki FDR paling kurang 80% (delapan puluh per seratus) berdasarkan perhitungan Bank Indonesia; 2) berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS; 3) tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS; 4) memiliki Rekening Giro; dan 5) memiliki Rekening Surat Berharga. b. Bank dapat mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. c. Bank ... 6 c. Bank mengajukan Transaksi Reverse Repo SBSN kepada Bank Indonesia untuk kepentingan diri sendiri. d. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN untuk kepentingan Bank. 6. Metode Transaksi Reverse Repo SBSN: a. Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan mekanisme lelang melalui BI-SSSS. b. Pelaksanaan lelang Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan metode sebagai berikut : 1) Harga Tetap (fixed rate tender) dengan Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Harga Beragam (variable rate tender) dengan Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN diajukan Bank dan Lembaga Perantara. 7. Pengumuman dan pelaksanaan Transaksi Reverse Repo SBSN : a. Transaksi Reverse Repo SBSN dapat dilakukan pada setiap hari kerja. b. Window time Transaksi Reverse Repo SBSN dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Reverse Repo SBSN paling lambat sebelum window time melalui BI-SSSS, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia. d. Pengumuman rencana lelang Transaksi Reverse Repo SBSN memuat antara lain: 1) tanggal lelang; 2) jangka waktu dan tanggal jatuh waktu; 3) metode lelang; 4) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender); 5) Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN (apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender); 6) jenis ... 7 6) jenis dan seri SBSN yang dapat di-reverse repo-kan; 7) Haircut; 8) window time; dan 9) tanggal dan waktu setelmen. 8. Pengajuan Penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN a. Bank secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. b. Pengajuan penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN antara lain meliputi : 1) nilai nominal transaksi untuk lelang dengan metode fixed rate tender; atau 2) nilai nominal transaksi dan Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN untuk lelang dengan metode variable rate tender; untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Reverse Repo SBSN yang akan dilakukan. c. Pengajuan penawaran kuantitas dari Bank dan Lembaga Perantara paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). d. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender, pengajuan penawaran Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). e. Bank dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN yang disampaikan kepada Bank Indonesia. f. Bank dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. b. Pe 9. Penetapan ... 8 9. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Reverse Repo SBSN a. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan metode fixed rate tender maka penetapan kuantitas Transaksi Reverse Repo SBSN yang dimenangkan dihitung dengan cara : 1) penawaran kuantitas yang diajukan oleh Bank dimenangkan seluruhnya; atau 2) dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan oleh Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). b. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan metode variable rate tender maka penetapan kuantitas Transaksi Reverse Repo SBSN yang dimenangkan dihitung dengan cara : 1) Bank Indonesia menetapkan Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN tertinggi yang dapat diterima (Stop Out Rate/SOR); dan 2) Bank Indonesia menetapan kuantitas yang dimenangkan dengan cara : a) dalam hal Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN yang diajukan Bank lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Bank yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN yang diajukan; dan b) dalam hal Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN yang diajukan Bank sama dengan SOR yang ditetapkan maka Bank yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). terkecil sebesar Contoh ... 9 Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang Transaksi Reverse Repo SBSN berdasarkan metode fixed rate tender dan variable rate tender terdapat pada Lampiran 2 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu) seri SBSN dalam lelang Transaksi Reverse Repo SBSN, Bank Indonesia menentukan alokasi seri dan nominal SBSN yang dimenangkan Bank. d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang lelang Transaksi Reverse Repo SBSN. 10. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Reverse Repo SBSN Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Reverse Repo SBSN setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut : a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS, antara lain berupa nilai nominal, Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN, jenis dan seri SBSN yang dimenangkan; dan b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya antara lain berupa nominal seluruh penawaran yang masuk, kisaran penawaran Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN (bid rate) dan rata-rata tertimbang Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN. III. SETELMEN TRANSAKSI REVERSE REPO SBSN 1. Setelmen Transaksi Reverse Repo SBSN melalui BI-SSSS dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross) dan delivery versus payment (DVP). 2. Setelmen Transaksi Reverse Repo SBSN terdiri dari : a. Setelmen First Leg 1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Transaksi Reverse Repo SBSN. 2) Bank ... 10 2) Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk setelmen first leg. 3) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI- SSSS sebagai berikut : a) Setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro Bank sebesar nilai setelmen first leg; dan b) Setelmen surat berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang dimenangkan. 4) Nilai setelmen first leg dihitung sebagai berikut : a) Dalam hal SBSN Jangka Panjang  setelmen Nilai first leg = Berharga yang × d - reverse       setelmen Nilai first leg Keterangan : Harga Berharga i repo - kan b) Dalam hal SBSN Jangka Pendek Nominal Surat Berharga yang =     × d -i reverse repo - kan Surat Nominal Surat    Berharga H Surat arga - Haircut              Berharga H Surat arga - Haircut        : Harga Surat Berharga sebagaimana diumumkan pada BI-SSSS pada tanggal Transaksi Reverse Repo SBSN. Haircut : Haircut sebagaimana diumumkan pada BI-SSSS pada Transaksi Reverse Repo SBSN Accrued kupon atau imbalan : - Accrued kupon atau imbalan dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal pembayaran kupon atau imbalan terakhir sampai ... Accrued + imbalan kupon/ 11 sampai dengan tanggal setelmen first leg. - Perhitungan accrued kupon atau imbalan SBSN didasarkan pada jumlah hari yang sebenarnya (actual per actual). 5) Dalam hal dana di Rekening Giro Bank tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Reverse Repo SBSN. 6) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada angka 5), Bank dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. 7) Dalam hal pada lelang yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan Transaksi Reverse Repo SBSN (first leg), dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen Second Leg 1) Pada tanggal Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut- off warning Sistem BI-RTGS. 2) Bank wajib memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi dalam Rekening Surat Berharga untuk setelmen second leg. 3) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS sebagai berikut : a) Setelmen surat berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang di- reverse repo-kan. b) Setelmen ... 12 b) Setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro Bank sebesar nilai setelmen second leg. c) Nilai setelmen second leg dihitung sebagai berikut : ilai s ond leg ec setelmen Nilai = setelmen Nilai first leg dimana : Nilai Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN adalah jumlah keuntungan Bank sesuai jangka waktu Transaksi Reverse Repo SBSN. d) Dalam hal Bank menerima pembayaran kupon atau imbalan pada periode Transaksi Reverse Repo SBSN, maka kupon atau imbalan dimaksud mengurangi kewajiban Bank Indonesia di second leg dengan perhitungan sebagai berikut: N Marjin + Transaksi ReverseR SBSN epo e) Dalam hal Bank menerima pembayaran kupon atau imbalan, maka perhitungan nilai Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN sejak tanggal pembayaran kupon atau imbalan didasarkan pada nilai setelmen first leg dikurangi dengan penerimaan kupon atau imbalan dimaksud. ta 4) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Reverse Repo SBSN tanggal Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan nilai Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN untuk hari libur dimaksud. 5) Dalam hal jenis dan seri surat berharga di Rekening Surat Berharga tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS ... 4. Da 13 BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second leg). 6) Kegagalan setelmen second leg : a) Dalam hal bank gagal melakukan setelmen second leg maka Transaksi Reverse Repo SBSN diperlakukan sebagai transaksi pembelian secara outright oleh Bank. b) Perhitungan nilai setelmen transaksi pembelian SBSN secara outright oleh Bank sebagai berikut : (1) SBSN Jangka Pendek (2) SBSN Jangka Panjang Keterangan : Harga SBSN : Accrued kupon atau imbalan Harga SBSN pada transaksi first leg. : Hak atas kupon atau imbalan SBSN yang dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal pembayaran kupon atau imbalan terakhir sampai dengan tanggal setelmen outright. c) Rekening Giro Bank akan didebet sebesar nilai Haircut sebagaimana ditetapkan dalam transaksi first leg. d) Rekening Giro Bank akan didebet sebesar nilai accrued kupon atau imbalan sejak tanggal transaksi first leg sampai dengan tanggal second leg. e) Atas ... 14 e) Atas kegagalan setelmen second leg, Bank Indonesia tidak membayarkan Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN kepada Bank. f) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir b.5), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter Syariah. g) Dalam hal pada hari yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) kali pembatalan Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second leg), dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut hanya dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 7) Kupon atau Imbalan SBSN Dalam hal Bank menerima pembayaran kupon atau imbalan setelah Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second leg) maka Bank Indonesia akan mendebet Rekening Giro sebesar nilai kupon atau imbalan dimaksud pada tanggal penerimaan kupon atau imbalan. IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Transaksi Reverse Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada butir III.2.a.5) dan butir III.2.b.5), Bank dikenakan sanksi berupa : a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada : 1) Direktorat Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Tim Pengawas Bank, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; b) kewajiban ... 1) D 15 b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal Transaksi Reverse Repo SBSN yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan c. dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada butir III.2.b.5) dan dalam hal harga pasar SBSN pada saat second leg lebih tinggi dari harga pada transaksi first leg, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban membayar sebesar selisih harga pada transaksi second leg dan harga pada transaksi first leg, setelah dikalikan dengan nominal SBSN yang di-reverse repo-kan. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir 1.a dan pemberitahuan sanksi larangan mengajukan reverse repo sebagaimana dimaksud pada butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir 1.b dan sanksi tambahan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan reverse repo. V. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 2011 Agar ... 16 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/27/DPM|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Transaksi Reverse Repo Surat Berharga Syariah Negara Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah </reg_title> <set_date> 1 Desember 2011 </set_date> <effective_date> 1 Desember 2011 </effective_date> <related_reg> '10/36/PBI/2008', '13/24/PBI/2011' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No. 7/47/DASP Jakarta, S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Batasan Nilai Nominal Per Transaksi Antar Bank untuk Kepentingan Nasabah melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sehubungan dengan Hari Libur Nasional Tertentu. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/8/PBI/2004 tanggal 11 Maret 2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4373) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/13/PBI/2004 tanggal 9 Juni 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4387), Penyelenggara mempunyai kewajiban untuk menjamin Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) berfungsi dengan baik. Berkenaan dengan hal tersebut di atas dan sehubungan dengan terjadinya peningkatan volume transaksi pembayaran antar Bank melalui Sistem BI-RTGS yang sangat signifikan pada periode waktu tertentu, seperti menjelang dan setelah Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru maka untuk menjaga kelancaran kegiatan operasional Sistem BI-RTGS dipandang perlu untuk melakukan pembatasan nilai nominal per transaksi yang dapat dilakukan melalui Sistem BI-RTGS pada 13 Oktober 2005 periode … periode tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini yaitu sebagai berikut: 1. Transaksi antar Peserta untuk kepentingan nasabah yang menggunakan TRN IFT00000 bagi Bank, dan BIRBI540 bagi Bank Indonesia, dengan batasan nilai nominal per transaksi di bawah Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah), tidak dapat dilakukan melalui Sistem BI-RTGS. 2. Bagi transaksi antar Peserta untuk kepentingan nasabah yang berupa transaksi multiple credit, batasan nilai nominal per transaksi untuk setiap rekening penerima dana yang dituju ditetapkan sesuai dengan batasan nilai nominal per transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 3. Batasan nilai nominal per transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2, berlaku untuk periode transaksi yang Penyelesaian Akhirnya dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2005 sampai dengan tanggal 9 November 2005 dan tanggal 19 Desember 2005 sampai dengan tanggal 30 Desember 2005. 4. Agar transaksi antar Peserta untuk kepentingan nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 dapat tetap dilakukan oleh Bank maka transaksi tersebut dapat diselesaikan melalui kliring penyerahan sesuai dengan jadwal yang akan diumumkan oleh penyelenggara kliring. 5. Berkaitan dengan ketentuan pembatasan nilai nominal per transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2, seluruh Peserta harus mengumumkan hal tersebut kepada nasabahnya sebelum tanggal 24 Oktober 2005. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/45/DASP tanggal 25 Oktober 2004 tentang Batasan Nominal Transaksi Antar Bank Untuk Kepentingan Nasabah Melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sehubungan Dengan Hari Libur Nasional Tertentu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat … Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 13 Oktober 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/47/DASP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Batasan Nilai Nominal Per Transaksi Antar Bank untuk Kepentingan Nasabah melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sehubungan dengan Hari Libur Nasional Tertentu. </reg_title> <set_date> 13 Oktober 2005 </set_date> <effective_date> 13 Oktober 2005 </effective_date> <replaced_reg> '6/45/DASP|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '6/8/PBI/2004', '6/13/PBI/2004' </related_reg>
No. 3/ 4 /DASP Jakarta, 23 Januari 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Jenis dan Batasan Nominal Warkat serta Jadwal Penyelenggaraan Kliring Lokal di Jakarta _______________________________________________ Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal (PBI No. 1/3/PBI/1999) sebagaimana telah diubah dengan perubahan terakhir Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia No. 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal (PBI No. 2/14/PBI/2000), ditetapkan bahwa penyelenggaraan Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut dan dengan diimplementasikannya sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/1/UASP tanggal 13 Agustus 1999 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal dan Transaksi Pasar Uang Antar Bank di Jakarta sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/3/DASP tanggal 29 Oktober 1999 perihal Penyempurnaan SE No. 1/1/UASP tanggal… tanggal 13 Agustus 1999 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal dan Transaksi Pasar Uang Antar Bank di Jakarta perlu dilakukan penyesuaian. Sehubungan dengan hal tersebut bersama ini disampaikan ketentuan penyelenggaraan Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal sistem Otomasi dan Elektronik di Jakarta sebagai berikut : I. PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL A. Kliring Nominal Besar 1. Kliring Penyerahan Nominal Besar a. Kegiatan Kliring Penyerahan Nominal Besar menggunakan Sistem Otomasi. b. Warkat yang dapat dikliringkan hanya Warkat Debet, dengan nilai nominal Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) ke atas, dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam SE No. 1/10/DASP tanggal 31 Desember 1999 perihal Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring. 2. Kliring Pengembalian Nominal Besar a. Kegiatan b. Kliring Pengembalian Nominal Besar menggunakan sistem Semi Otomasi. Pengembalian Warkat Debet Kliring Penyerahan Nominal Besar yang ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik hanya dapat dilakukan pada kegiatan Kliring Pengembalian Nominal Besar tanggal valuta hari yang sama. B. Kliring Ritel 1. Kliring Penyerahan Ritel a. Kegiatan Kliring Penyerahan Ritel menggunakan Sistem Otomasi dan Sistem Elektronik yang akan berjalan paralel sampai ... sampai dengan batas waktu yang akan ditetapkan kemudian oleh Penyelenggara. b. Warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) yang dapat dikliringkan meliputi : 1) Warkat atau DKE Kredit dengan nilai nominal di bawah Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 2) Warkat atau DKE Debet dengan nilai nominal di bawah Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam SE No. 1/10/DASP tanggal 31 Desember 1999 perihal Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring. 2. Kliring Pengembalian Ritel a. b. Kegiatan Kliring Pengembalian Ritel menggunakan Sistem Semi Otomasi. Pengembalian Warkat Debet Kliring Penyerahan Ritel yang ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik hanya dapat dilakukan pada kegiatan Kliring Pengembalian Ritel tanggal valuta hari kerja berikutnya. Jenis dan batasan nominal serta jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal sebagaimana tersebut di atas adalah sebagaimana dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2. II. TRANSAKSI PASAR UANG ANTAR BANK Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) baik berupa penempatan dana maupun pelunasannya dilarang dilakukan melalui kegiatan Kliring Nominal Besar maupun Kliring Ritel. III. INFORMASI DINI HASIL KLIRING LOKAL Bank dapat mengetahui secara dini informasi hasil Kliring Lokal pada waktu penyediaan informasi dalam jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal sebagaimana ... sebagaimana tersebut di atas, dengan menggunakan fasilitas Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) di Bank Indonesia, yang meliputi informasi sebagai berikut : 1. Informasi Hasil Kliring Penyerahan Nominal Besar Informasi Hasil Kliring Penyerahan Nominal Besar memuat informasi mengenai saldo penyelesaian akhir Kliring Penyerahan Nominal Besar. 2. Informasi Hasil Kliring Pengembalian Nominal Besar Informasi Hasil Kliring Pengembalian Nominal Besar memuat informasi mengenai saldo Kliring Pengembalian Nominal Besar dan rincian Warkat Kliring Pengembalian Nominal Besar yang diterima oleh setiap Peserta. 3. Informasi Hasil Kliring Penyerahan Ritel Informasi Hasil Kliring Penyerahan Ritel memuat informasi mengenai saldo Penyelesaian Akhir Hasil Kliring Ritel. 4. Informasi Hasil Kliring Pengembalian Ritel Informasi Hasil Kliring Pengembalian Ritel memuat informasi mengenai saldo Kliring Pengembalian Ritel dan rincian Warkat Kliring Pengembalian Ritel yang diterima oleh setiap Peserta. III. LAPORAN HASIL KLIRING Dari kegiatan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir sebagaimana dimaksud pada angka I, Penyelenggara akan menerbitkan berbagai macam Laporan Hasil Kliring untuk setiap peserta sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia untuk masing-masing sistem Kliring. IV. KEADAAN DARURAT Apabila proses Kliring di Penyelenggara (sistem Elektronik dan sistem Otomasi) tidak dapat diselesaikan sesuai jadwal karena adanya suatu keadaan darurat, maka penyelesaian akhir hasil Kliring akan dilakukan paling... paling lambat pada hari kerja berikutnya. Penyelenggara akan memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai waktu penyelesaian akhir hasil Kliring tersebut melalui pengumuman. V. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka : 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/1/UASP tanggal 13 Agustus 1999 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal dan Transaksi Pasar Uang Antar Bank di Jakarta; 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/3/DASP tanggal 29 Oktober 1999 perihal Penyempurnaan SE No. 1/1/UASP tanggal 13 Agustus 1999 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal dan Transaksi Pasar Uang Antar Bank di Jakarta; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 5 Februari 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA HARMAIN SALIM DEPUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN Lampiran 1 JADWAL KLIRING LOKAL DAN PENYELESAIAN AKHIR TRANSAKSI PEMBAYARAN ANTAR BANK ATAS HASIL KLIRING LOKAL DI JAKARTA NO. KEGIATAN* 1. KLIRING PENYERAHAN NOMINAL BESAR 1. Penyerahan Warkat secara OKJ 2. Penyediaan Informasi 3. Penyelesaian Akhir ke sistem BI-RTGS 4. Distribusi Warkat dan laporan 2. KLIRING PENYERAHAN RITEL 1. Penyerahan Warkat OKJ** 2. Transmit DKE SKEJ 3. Penyerahan Warkat SKEJ 4. Penyediaan Informasi 5. Penyelesaian Akhir ke sistem BI-RTGS 6. Distribusi warkat & Laporan 3. KLIRING PENGEMBALIAN NOMINAL BESAR 1. Penyerahan Warkat & Disket 2. Penyediaan Informasi 3. Penyelesaian Akhir ke sistem BI-RTGS 4. Distribusi Warkat & Laporan 4. KLIRING PENGEMBALIAN RITEL 1. Penyerahan Warkat & Disket 2. Penyediaan Informasi 3. Penyelesaian Akhir ke sistem BI-RTGS 4. Distribusi Warkat & Laporan * OKJ DKE SKEJ : Otomasi Kliring Jakarta : Data Keuangan Elektronik : Sistem Kliring Elektronik Jakarta BI-RTGS : Bank Indonesia Real Time Gross Settlement ** Khusus hari Jumat jadwal T+ 0 menjadi pukul 10.30 – 14.00 WIB T+0 T+1 08.30 – 10.30 12.00 – 13.00 12.00 – 13.00 13.15 - - - - 10.30 - 13.30 10.30 - 15.00 14.00 - 16.00 16.30 16.30 18.00 - 19.00 - - - - - 06.00 - 08.00 14.30 - 16.00 16.30 16.30 18.00 - 19.00 - - - - - - - - 08.30 - 10.30 12.00 – 13.00 12.00 – 13.00 13.15 Lampiran 2 JENIS DAN BATASAN NOMINAL NO KEGIATAN 1. KLIRING PENYERAHAN NOMINAL BESAR JENIS WARKAT/ DKE* BATASAN NOMINAL Cek Bilyet Giro WBUT SBPT Nota Debet** 2. KLIRING PENYERAHAN RITEL Cek Bilyet Giro WBUT SBPT Nota Debet** Nota Kredit 3. KLIRING PENGEMBALIAN NOMINAL BESAR Cek Bilyet Giro WBUT SBPT Nota Debet** 4. KLIRING PENGEMBALIAN RITEL Cek Bilyet Giro WBUT SBPT Nota Debet** * WBUT : Wesel Bank Untuk Transfer SBPT : Surat Bukti Penerimaan Transfer ** Batasan nominal Nota Debet yang dapat dikliringkan wajib memperhatikan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/10/DASP tanggal 31 Desember 1999 perihal Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring. ≥ Rp 100 Juta ≥ Rp 100 Juta ≥ Rp 100 Juta ≥ Rp 100 Juta ≥ Rp 100 Juta < Rp 100 Juta < Rp 100 Juta < Rp 100 Juta < Rp 100 Juta < Rp 100 Juta < Rp 1 Milyar ≥ Rp 100 Juta ≥ Rp 100 Juta ≥ Rp 100 Juta ≥ Rp 100 Juta ≥ Rp 100 Juta < Rp 100 Juta < Rp 100 Juta < Rp 100 Juta < Rp 100 Juta < Rp 100 Juta
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/4/DASP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Jenis dan Batasan Nominal Warkat serta Jadwal Penyelenggaraan Kliring Lokal di Jakarta </reg_title> <set_date> 23 Januari 2001 </set_date> <effective_date> 5 Februari 2001 </effective_date> <replaced_reg> '1/3/DASP|SE-BI/1999', '1/1/UASP|SE-BI/1999' </replaced_reg> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999', '1/3/DASP|SE-BI/1999', '1/1/UASP|SE-BI/1999' </related_reg>
No.15/3/DPM Jakarta, 28 Februari 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4921), dan sebagai salah satu upaya untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD tanggal 27 November 2008 perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/11/DPM tanggal 21 Maret 2012 sebagai berikut: 1. Ketentuan angka 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank di atas USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif… 2 spekulatif, dengan underlying sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) PBI, diatur sebagai berikut: a. Untuk Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 PBI, jenis underlying transaksi antara lain dapat berupa: 1) Kegiatan impor barang dan jasa; 2) Pembayaran jasa, seperti: a) Biaya sekolah di luar negeri; b) Biaya berobat ke luar negeri; c) Biaya perjalanan luar negeri untuk keperluan haji, perjalanan ibadah/wisata rohani, atau wisata lainnya; d) Pembayaran atas penggunaan jasa konsultan luar negeri; e) Pembayaran yang terkait dengan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia; 3) Pembayaran utang dalam valuta asing; 4) Pembayaran atas pembelian aset di luar negeri; 5) Kegiatan usaha jual beli uang kertas asing (UKA) oleh pedagang valuta asing (PVA) Bank dan PVA bukan Bank yang memiliki ijin dari Bank Indonesia yang masih berlaku untuk memenuhi kebutuhan nasabah PVA, dengan ketentuan: a) Bank dapat memenuhi kebutuhan pembelian valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan PVA hanya dalam bentuk UKA; b) Penyerahan UKA dalam penyelesaian transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah dari Bank kepada PVA harus dilakukan secara fisik; c) Penyerahan … 3 c) Penyerahan dana rupiah dalam penyelesaian transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah dapat dilakukan melalui pemindahbukuan rekening. 6) Kegiatan usaha travel agent; b. Nasabah yang merupakan penyelenggara transfer dana tunduk pada pengaturan pembelian valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan oleh Nasabah yang bukan merupakan PVA. c. Untuk Pihak Asing sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 PBI, underlying transaksi antara lain dapat berupa pencairan aset atau investasi dalam rupiah yang dimiliki, termasuk repatriasi modal; pengembalian kredit oleh debitur; dan penghasilan dari investasinya, seperti capital gain, kupon, bunga dan dividen. 2. Ketentuan angka 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 7. Persyaratan dokumen untuk transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan oleh Nasabah dengan nilai nominal di atas USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) PBI diatur sebagai berikut: a. Kelengkapan dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan huruf c PBI wajib dilampirkan sejak tanggal 1 Desember 2008. b. Dokumen yang dipersyaratkan dilampirkan pada setiap transaksi berdasarkan tanggal transaksi. Dalam hal dokumen yang dipersyaratkan tidak dapat dilampirkan pada tanggal transaksi maka dokumen dapat disampaikan paling lambat pada tanggal valuta transaksi yang bersangkutan dengan mencantumkan tanggal transaksi. c. Untuk Nasabah: 1) Untuk … 4 1) Untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah yang memiliki kriteria: a) pembelian valuta asing terhadap rupiah dilakukan secara reguler dengan jumlah pembelian yang relatif tetap dari waktu ke waktu; b) pembelian valuta asing terhadap rupiah dilakukan secara bertahap untuk tujuan pembayaran kewajiban valuta asing dengan total jumlah pembelian paling banyak sebesar jumlah kebutuhan valuta asing yang tercantum dalam dokumen underlying; dan c) Nasabah telah dikenal baik oleh Bank dan Bank memiliki track record Nasabah yang bersangkutan, Nasabah melampirkan dokumen yang dipersyaratkan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kalender atau jumlah pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah telah mencapai jumlah sebesar nominal underlying sebagaimana dimaksud dalam butir 4.a. yang mana lebih dahulu terjadi. 2) Dokumen underlying transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan antara lain berupa bukti dokumen yang terkait dengan jenis underlying sebagaimana dimaksud dalam butir 4.a.: a) Untuk kegiatan impor barang dan jasa, dokumen antara lain berupa fotokopi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, Letter of Credit (L/C), invoice dengan masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal penerbitan invoice atau sesuai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau list of invoices; (1) Dokumen … 5 (1) Dokumen underlying berupa list of invoices diatur sebagai berikut: (a) list of invoices ditandatangani oleh pihak berwenang dari Nasabah; dan (b) penyerahan list of invoices oleh Nasabah disertakan dengan invoices asli untuk kepentingan verifikasi oleh Bank dan untuk selanjutnya invoices asli tersebut dapat ditatausahakan oleh Nasabah. (2) Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyediakan invoices asli sewaktu-waktu untuk kepentingan pemeriksaan Bank (post audit). b) Untuk pembayaran jasa, dokumen diatur sebagai berikut: (1) Untuk biaya sekolah di luar negeri, dokumen antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya sekolah dan biaya hidup di luar negeri; (2) Untuk biaya berobat ke luar negeri, dokumen antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya berobat dan akomodasi; (3) Untuk biaya perjalanan luar negeri, untuk keperluan haji, perjalanan rohani/wisata rohani, atau wisata lainnya, dokumen antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya perjalanan dan akomodasi; (4) Untuk pembayaran atas penggunaan jasa konsultan luar negeri, dokumen antara lain berupa fotokopi kontrak jasa konsultan; (5) Untuk … 6 (5) Untuk pembayaran yang terkait dengan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia, dokumen antara lain berupa fotokopi surat perjanjian kerja antara tenaga kerja asing yang bersangkutan dengan badan usaha. c) Untuk pembayaran utang valuta asing yang berasal dari kreditur dalam negeri atau kreditur luar negeri, dokumen antara lain berupa fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement), atau dokumen utang terkait lainnya; d) Untuk pembayaran atas pembelian aset di luar negeri, dokumen antara lain berupa invoice pembelian aset di luar negeri; e) Untuk kegiatan usaha PVA Bank dan PVA bukan Bank yang memiliki ijin dari Bank Indonesia yang masih berlaku, dokumen antara lain berupa: (1) Fotokopi surat ijin usaha PVA dari Bank Indonesia yang masih berlaku; (2) Surat pernyataan bermeterai cukup yang ditandatangani pihak berwenang PVA yang berisi informasi mengenai kebenaran dokumen underlying dan informasi bahwa dokumen underlying hanya digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak sebesar nominal underlying dalam sistem perbankan di Indonesia; (3) Surat permohonan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank dengan contoh surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari … 7 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang berisi informasi mengenai jumlah kebutuhan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Jumlah kebutuhan pembelian valuta asing terhadap rupiah dihitung berdasarkan besarnya selisih antara total penjualan valuta asing dengan total pembelian valuta asing (net jual) PVA kepada nasabah selama 1 (satu) bulan terakhir dari bulan dilakukannya pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh PVA kepada Bank; Contoh: Tanggal 7 Mei 2013 PVA ”XYZ” melakukan pembelian valuta asing kepada Bank ”ABC” sebesar USD300,000.00 (tiga ratus ribu US Dollar) dengan menggunakan dokumen underlying berupa data net jual PVA ”XYZ” kepada nasabah bulan April 2013 sebesar USD 559,000.00 (lima ratus lima puluh sembilan ribu US Dollar). Tanggal 23 Mei 2013 PVA ”XYZ” melakukan pembelian valuta asing lagi kepada Bank ”ABC” sebesar USD150,000.00 (seratus lima puluh ribu US Dollar) dengan tetap menggunakan dokumen underlying berupa data net jual PVA ”XYZ” kepada nasabah bulan April 2013 sebesar USD 559,000.00 (lima ratus lima puluh sembilan ribu US Dollar). Sampai … 8 Sampai dengan akhir bulan Mei 2013, PVA ”XYZ” masih dapat melakukan pembelian valuta asing kepada Bank sepanjang tidak melampaui sisa plafon dokumen underlying berupa data net jual PVA ”XYZ” kepada nasabah pada bulan April 2013, yaitu sebesar USD109,000.00 (seratus sembilan ribu US Dollar). (b) Perhitungan net jual sebagaimana dimaksud pada huruf (a) di atas, tidak memperhitungkan transaksi jual beli UKA PVA dengan Bank dan/atau PVA lainnya; (c) Perhitungan net jual sebagaimana dimaksud pada huruf (a) di atas, dilengkapi dengan dokumen berupa fotokopi data rekapitulasi transaksi jual beli harian PVA dengan nasabah selama 1 (satu) bulan terakhir; (d) Dalam hal terdapat pembelian valuta asing oleh nasabah PVA kepada PVA dengan nilai nominal melebihi USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen selama 1 (satu) bulan terakhir, surat permohonan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank dilengkapi dengan dokumen underlying transaksi dari nasabah PVA atas pembelian valuta asing nasabah tersebut kepada PVA dan disertai fotokopi identitas nasabah; (e) Dokumen underlying transaksi dari nasabah PVA atas pembelian valuta asing yang dilakukan … 9 dilakukan nasabah PVA kepada PVA sebagaimana dimaksud pada huruf (d) antara lain sebagaimana dimaksud dalam butir 7.c.2).a), butir 7.c.2).b), butir 7.c.2).c), butir 7.c.2).d), dan/atau butir 7.c.2).f). Contoh perhitungan jumlah kebutuhan pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh PVA kepada Bank sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; f) Untuk kegiatan usaha travel agent, dokumen antara lain berupa proyeksi cashflow berdasarkan kebutuhan pengguna jasa travel agent dan cadangan yang dibutuhkan. 3) Penilaian atas kewajaran atau kelaziman nilai nominal underlying yang diajukan oleh Nasabah, dilakukan oleh Bank. 4) Fotokopi dokumen identitas Nasabah meliputi fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Ijin Mengemudi (SIM), dan NPWP perorangan untuk Nasabah perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a PBI; atau fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang dan fotokopi NPWP badan usaha untuk Nasabah badan usaha bukan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf b PBI. 5) Pernyataan tertulis bermeterai cukup yang ditandatangani oleh Nasabah yang bersangkutan untuk Nasabah perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a PBI, atau pihak yang berwenang dari … 10 dari Nasabah badan usaha bukan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf b PBI, mengenai informasi kebenaran dokumen underlying dan informasi bahwa dokumen underlying hanya digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak sebesar nominal underlying dalam sistem perbankan di Indonesia. Ketentuan butir 4.a.5) dan butir 7.c.2).e) mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2013. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 18 Maret 2013 . Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/3/DPM|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank. </reg_title> <set_date> 28 Februari 2013 </set_date> <effective_date> 18 Maret 2013 </effective_date> <changed_reg> '10/42/DPD|SE-BI/2008' </changed_reg> <extension_of> '14/11/DPM|SE-BI/2012' </extension_of> <related_reg> '10/28/PBI/2008', '14/11/DPM|SE-BI/2012', '10/42/DPD|SE-BI/2008' </related_reg>
1 No. 13/ 29 /DPNP Jakarta, 9 Desember 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang Melakukan Layanan Nasabah Prima Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292) tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5029) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5247) tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, serta potensi meningkatnya profil risiko perbankan, khususnya risiko operasional, risiko hukum dan risiko reputasi dalam praktek penyediaan layanan perbankan dengan keistimewaan tertentu kepada suatu segmen nasabah tertentu, maka perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai penerapan . . . 2 penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan aktivitas layanan nasabah prima dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Yang dimaksud dengan Bank Umum dalam Surat Edaran ini, yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 2. Yang dimaksud dengan Layanan Nasabah Prima dalam Surat Edaran ini, yang selanjutnya disebut LNP, adalah bagian dari kegiatan usaha Bank dalam menyediakan layanan terkait produk dan/atau aktivitas dengan keistimewaan tertentu bagi Nasabah Prima. 3. Yang dimaksud dengan Nasabah Prima dalam Surat Edaran ini adalah perseorangan yang memenuhi kriteria atau persyaratan tertentu yang ditetapkan Bank untuk dapat memperoleh layanan atau menggunakan fasilitas Bank dengan keistimewaan tertentu dibandingkan dengan nasabah lain pada umumnya. 4. Dalam melakukan aktivitas LNP, Bank mengacu pada peraturan-peraturan antara lain sebagai berikut: a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009; b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah; c. Peraturan . . . 3 c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah; d. Peraturan Bank IndonesiaNo.11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum; e. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah; dan f. Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mengenai produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan oleh Bank. 5. Bank yang melakukan LNP wajib memiliki kebijakan tertulis sebagai acuan dalam melakukan LNP yang paling kurang mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Persyaratan Nasabah Prima Bank menetapkan kriteria atau persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh nasabah untuk dapat diperlakukan sebagai Nasabah Prima. b. Ruang lingkup produk dan/atau aktivitas Bank Bank menetapkan ruang lingkup produk dan/atau aktivitas yang dapat ditawarkan dalam LNP dengan memperhatikan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mengenai produk dan/atau aktivitas Bank. c. Cakupan keistimewaan LNP Bank menetapkan cakupan keistimewaan layanan yang dapat diberikan kepada Nasabah Prima baik berupa layanan keuangan maupun non keuangan dengan tetap memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait. d. Nama . . . 4 d. Nama layanan dan pengelompokan Nasabah Prima Dalam melakukan LNP, Bank harus menetapkan nama layanan (brand name) tertentu. Dalam hal Bank melakukan pengelompokan Nasabah Prima, maka Bank harus menetapkan secara jelas perbedaan keistimewaan layanan untuk setiap kelompok Nasabah Prima. II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO Dalam melakukan LNP, selain menerapkan manajemen risiko secara umum sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai manajemen risiko, Bank harus menerapkan manajemen risiko pada aspek-aspek tertentu sebagai berikut: 1. Aspek pendukung keistimewaan layanan Dalam melakukan LNP, Bank harus menerapkan manajemen risiko pada aspek pendukung keistimewaan layanan yang paling kurang mencakup : a. Sumber daya manusia Bank harus memastikan tersedianya sumber daya manusia yang memadai dari sisi kualitas dan kuantitas sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas LNP. Hal tersebut perlu didukung dengan antara lain adanya penetapan persyaratan dan kualifikasi untuk jabatan tertentu dalam melakukan LNP, penetapan wewenang dan tanggung jawab yang jelas, penerapan prinsip know your employee, sistem remunerasi yang jelas dan transparan, dan kebijakan pengendalian risiko yang terkait dengan manajemen sumber daya manusia antara lain rekrutmen, promosi, rotasi, mutasi, dan cuti. b. Operasional . . . 5 b. Operasional LNP Dalam rangka melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir I.5, Bank wajib memiliki prosedur tertulis untuk kegiatan operasional LNP yang mencakup setiap produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan kepada Nasabah Prima. Penetapan prosedur khusus pada LNP harus memenuhi ketentuan yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko terutama pada aspek pengendalian intern dan ketentuan yang mengatur mengenai anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU dan PPT). c. Penawaran produk dan/atau aktivitas Dalam menetapkan jenis produk dan/atau aktivitas yang akan ditawarkan dalam LNP kepada masing-masing Nasabah Prima, Bank wajib mempertimbangkan kesesuaian spesifikasi, karakteristik, dan risiko dari produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan dengan karakteristik dan profil Nasabah Prima. d. Teknologi informasi Dalam pengoperasian LNP, selain memiliki sumber daya manusia yang memadai, Bank perlu memiliki infrastruktur lain yang memadai antara lain berupa teknologi informasi. Dari sisi penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi, Bank paling kurang harus dapat menghasilkan laporan yang akurat dan komprehensif dalam melakukan LNP baik untuk kepentingan Bank maupun Nasabah Prima serta memastikan keamanan data dan informasi yang ada. 2. Aspek . . . 6 2. Aspek transparansi, edukasi, dan perlindungan nasabah Dalam melaksanakan LNP, selain mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi informasi produk bank, edukasi, dan perlindungan nasabah, Bank juga wajib melaksanakan paling kurang hal-hal sebagai berikut: a. Menjelaskan mengenai spesifikasi LNP Bank wajib menjelaskan nama LNP, masing-masing kelompok Nasabah Prima dalam LNP dan kriterianya beserta cakupan layanan keistimewaan yang diberikan, serta karakteristik termasuk risiko dari produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan kepada Nasabah Prima. b. Memastikan kejelasan hubungan antara Bank dan Nasabah Prima Hubungan antara bank dan Nasabah Prima dalam LNP harus didasarkan pada kesepakatan tertulis yang paling kurang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta tata cara penyelesaian apabila terjadi perselisihan. c. Memastikan kejelasan kewenangan pelaku transaksi Bank wajib memiliki suatu mekanisme yang bertujuan untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan oleh Nasabah Prima yang bersangkutan atau kuasa yang mewakili Nasabah Prima tersebut sesuai kesepakatan tertulis dengan Nasabah Prima. d. Menyampaikan informasi secara berkala Bank wajib menginformasikan secara berkala posisi atau eksposur masing-masing Nasabah Prima berdasarkan kesepakatan tertulis dengan Nasabah Prima. III. LAIN-LAIN . . . 7 III. LAIN-LAIN 1. Dalam rangka pengelolaan dan pemantauan risiko terkait kegiatan LNP, Bank wajib menatausahakan data, dokumen atau warkat terkait transaksi keuangan dan aktivitas Nasabah Prima dalam LNP antara lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen perusahaan, ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai APU dan PPT, dan kebijakan dan prosedur intern Bank. Mengenai data yang wajib ditatausahakan antara lain meliputi jumlah nasabah, volume produk yang dijual, kantor yang memberikan layanan, dan informasi terkait lainnya yang selalu dikinikan secara berkala. 2. Penyusunan kebijakan LNP sebagaimana dimaksud dalam butir I.5 dan penerapan manajemen risiko dalam kegiatan LNP sebagaimana dimaksud dalam angka II paling kurang mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan LNP, yang merupakan lampiran dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Bank yang akan melakukan LNP yang memenuhi kriteria sebagai aktivitas baru, harus menyampaikan laporan rencana pelaksanaan aktivitas baru yang diatur sebagai berikut: a. bagi bank umum konvensional, mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia tentang Pelaporan Produk atau Aktivitas Baru; b. bagi bank umum syariah, mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan produk atau aktivitas baru. 4. Bank . . . 8 4. Bank yang telah melakukan LNP sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku wajib: a. melakukan gap analysis untuk pemenuhan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini terhadap: 1) kebijakan LNP; dan 2) penerapan manajemen risiko pada aspek tertentu; b. menyusun action plan untuk menyempurnakan kebijakan LNP dan penerapan manajemen risiko yang memiliki gap; c. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia yang meliputi: 1) hasil pelaksanaan gap analysis dan action plan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b paling lama 3 (tiga) bulan setelah Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku; dan 2) realisasi action plan paling lambat akhir Juni 2012. 5. Dalam hal terdapat gap atas prosedur LNP tertentu, maka Bank wajib segera melakukan mitigasi risiko atas gap tersebut dalam melakukan LNP, tanpa menunggu realisasi action plan sebagaimana dimaksud pada butir 4.c.2). 6. Laporan sebagaimana pada butir 4.c disampaikan kepada: a. Direktorat yang melakukan pengawasan Bank, Bank Indonesia, Menara Radius Prawiro, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. IV. SANKSI . . . 9 IV. SANKSI 1. Bank yang melanggar ketentuan yang terkait dengan manajemen risiko, APU dan PPT, atau transparansi produk sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini masing-masing dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam: a. Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009, bagi Bank Umum Konvensional; b. Pasal 30 Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, bagi Bank Umum Syariah; c. Pasal 50 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum; atau d. Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah. 2. Selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank yang melanggar kewajiban pelaporan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini diatur sebagai berikut: a. bagi Bank Umum Konvensional yang melanggar kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir III.3 dan III.4.c Surat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 Peraturan . . . 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009; atau b. bagi Bank Umum Syariah yang melanggar kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir III.3 Surat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. V. PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 9 Desember 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR DPNP/DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/29/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah </reg_title> <set_date> 13 Desember 2001 </set_date> <effective_date> 13 Desember 2001 </effective_date> <related_reg> '3/23/PBI/2001', '3/10/PBI/2001' </related_reg>
No. 7/11/DPM Jakarta, 31 Maret 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kesembilan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No.6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/11/PBI/2005 tanggal 31 Maret 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 34 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4491), perlu dilakukan perubahan pada beberapa butir ketentuan dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagai berikut: 1. Butir I.B.2. diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “2. Marjin maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah ditetapkan sebesar: Jangka Waktu Simpanan 1 bulan 3 bulan 6 bulan 12 bulan 24 bulan Marjin (basis point) Ditambah 0 (nol) Ditambah 5 (lima) Ditambah 10 (sepuluh) Ditambah 25 (dua puluh lima) Ditambah 55 (lima puluh lima) dari … 2 dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan pada lelang terakhir.” 2. Butir I.B.4. diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “4. Marjin untuk maksimum suku bunga simpanan pihak ketiga dalam valuta asing US Dollar berjangka waktu 1, 3, 6, 12 bulan yang dijamin Pemerintah masing-masing ditambah 2 (dua) basis point sedangkan yang berjangka waktu 24 bulan ditambah 1 (satu) basis point, di atas rata-rata suku bunga deposito dalam US Dollar dari bank-bank anggota Jakarta Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” 3. Butir II.B. diubah sehingga menjadi sebagai berikut: “B. Maksimum Suku Bunga PUAB a. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan 0 (nol) basis point dari rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank- bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. b. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 173 (seratus tujuh puluh tiga) basis point dibawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 2005. Agar … 3 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/11/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kesembilan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No.6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 31 Maret 2005 </set_date> <effective_date> 31 Maret 2005 </effective_date> <changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/11/PBI/2004 | Pasal 3', '7/11/PBI/2005', '6/20/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No. 12/17/DPM Jakarta, 6 Juli 2010 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tanggal 2 Juli 2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) dan dalam rangka menjaga suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) jangka waktu 1 (satu) hari (overnight), perlu ditetapkan ketentuan mengenai Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) dalam Surat Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 2. Koridor … 2 2. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. 3. BI-Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. 4. Surat Berharga adalah Surat Berharga yang memenuhi kriteria dan persyaratan untuk transaksi lending facility sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan surat berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter. 5. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 6. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 7. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah Surat Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 8. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 9. Obligasi … 3 9. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 10. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 11. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disebut ZCB adalah Obligasi Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 12. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau perseorangan Warga Negara Indonesia. 13. Rekening Giro adalah rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia. 14. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Bank yang tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) pada Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System. 15. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya, dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 16. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 17. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem- LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. II. KARAKTERISTIK … 4 II. KARAKTERISTIK STANDING FACILITIES 1. Standing Facilities merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk injeksi dan absorpsi likuiditas rupiah di pasar uang. 2. Standing Facilities terdiri dari : a. Penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank (lending facility); dan b. Penempatan dana rupiah oleh Bank di Bank Indonesia (deposit facility). 3. Standing Facilities disediakan Bank Indonesia pada setiap hari kerja Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas Bank Indonesia. 4. Window time Standing Facilities dari pukul 16.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB. 5. Pengajuan transaksi Standing Facilities dilakukan melalui BI-SSSS. 6. Jangka waktu Standing Facilities adalah 1 (satu) hari kerja (overnight). 7. Jumlah hari dalam perhitungan Standing Facilities dihitung berdasarkan hari kalender. 8. Bank Indonesia mengumumkan transaksi Standing Facilities melalui BI- SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya sebelum window time Standing Facilities. 9. Dalam hal terdapat perubahan window time, seri dan jenis Surat Berharga, haircut, repo rate dan tingkat diskonto, pengumuman dilakukan sebelum window time Standing Facilities. 10. Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu Standing Facilities ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan bunga repo atau diskonto atas tambahan jangka waktu transaksi Standing Facilities. 11. Setelmen … 5 11. Setelmen Standing Facilities dilakukan pada tanggal transaksi (same day settlement) segera setelah pre cut-off Sistem BI-RTGS. Pada saat Standing Facilities jatuh waktu, setelmen dilakukan pada tanggal jatuh waktu sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS. 12. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro dan/atau Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen Standing Facilities. 13. Bank Indonesia menatausahakan Standing Facilities pada Rekening Surat Berharga di BI-SSSS. 14. Bank bertanggung jawab atas kebenaran data pengajuan Standing Facilities yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 15. Bank dilarang membatalkan pengajuan Standing Facilities yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. III. LENDING FACILITY 1. Prinsip Transaksi a. Transaksi lending facility dilakukan dengan mekanisme repurchase agreement (repo) Surat Berharga, yaitu penjualan Surat Berharga oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan kewajiban pembelian kembali oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. b. Transaksi lending facility dengan mekanisme repo Surat Berharga dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu terdapat perpindahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga (transfer of ownership). c. Transaksi lending facility dilakukan dengan mekanisme non lelang. 2. Surat … 6 2. Surat Berharga a. Surat Berharga yang dapat direpokan adalah SBI dan SBN dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter. b. Surat Berharga yang dapat direpokan paling banyak sebesar nilai nominal Surat Berharga yang dimiliki Bank, yang tercatat di Rekening Surat Berharga. 3. Suku Bunga Repo (Repo Rate) a. Bank Indonesia mengenakan bunga repo atas transaksi lending facility sebesar BI-Rate ditambah marjin tertentu. b. Bunga repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang (simple interest). 4. Pengumuman Lending Facility Bank Indonesia mengumumkan transaksi lending facility, yang mencakup antara lain : a. window time; b. jangka waktu; c. repo rate; dan d. waktu setelmen. 5. Pengajuan Transaksi a. Bank mengajukan transaksi lending facility kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan. b. Pengajuan transaksi lending facility oleh Bank mencakup antara lain nilai nominal, seri dan jenis Surat Berharga yang direpokan. 6. Setelmen … 7 6. Setelmen Transaksi a. Setelmen first leg 1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada tanggal transaksi (same day settlement) segera setelah pre cut-off Sistem BI-RTGS. 2) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS dengan mekanisme Delivery Versus Payment (DVP) secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut : a) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan. b) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro sebesar nilai setelmen first leg. c) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter dengan contoh sebagaimana pada Lampiran 1. 3) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri Surat Berharga di Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen first leg, maka BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lending facility yang tidak didukung dengan Surat Berharga yang mencukupi. 4) Atas batalnya transaksi lending facility sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 5) Terkait dengan penghitungan jumlah batalnya transaksi lending facility, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan setelmen first leg pada hari yang sama, batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. b. Setelmen … 8 b. Setelmen second leg 1) Pada tanggal jatuh waktu lending facility (second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI- RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS. 2) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI- SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut : a) Setelmen Dana, dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai setelmen second leg, yang dihitung sebagai berikut : setelmen Nilai s ond leg ec Keterangan: Bunga Lending F R poe = acility = setelmen Nilai first leg setelmen Nilai first leg b) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan. c) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter dengan contoh sebagaimana pada Lampiran 1. 3) Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi lending facility jatuh waktu (second leg). 4) Dalam … Bunga + Lending Fa R poe cility × rate R poe × Jangka waktu 360 9 4) Dalam hal terdapat pembatalan sebagaimana dimaksud dalam butir 3), pada saat second leg Bank Indonesia mendebet Rekening Giro sebesar kewajiban pembayaran bunga repo lending facility. 5) Atas batalnya transaksi lending facility jatuh waktu (second leg) sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 6) Terkait dengan penghitungan jumlah batalnya transaksi lending facility, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan setelmen second leg pada hari yang sama, batalnya transaksi dihitung sebanyak 1 (satu) kali. 7. Kegagalan Setelmen Second Leg Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg, maka Surat Berharga yang direpokan diperlakukan sebagai berikut : a. Dalam hal Surat Berharga berupa SBI, Bank Indonesia melakukan pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) secara otomatis melalui BI-SSSS. b. Dalam hal Surat Berharga berupa SBN, maka transaksi yang bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright. c. Perhitungan nilai setelmen dan penggunaan harga Surat Berharga untuk transaksi penjualan secara outright adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter dengan contoh sebagaimana pada Lampiran 2. d. Dalam hal nilai transaksi outright : 1) lebih kecil dari kewajiban setelmen second leg, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro sebesar selisih nilai kewajiban setelmen second leg dengan nilai transaksi outright. 2) lebih … 10 2) lebih besar dari nilai kewajiban setelmen second leg, maka Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro sebesar selisih nilai kewajiban setelmen second leg dengan nilai transaksi outright. 8. Kupon Surat Berharga a. Dalam hal SBN yang direpokan dalam lending facility memiliki kupon/imbalan, maka hak atas penerimaan kupon/imbalan dimaksud merupakan milik Bank. b. Dalam hal setelah berakhirnya transaksi lending facility Bank Indonesia menerima kupon/imbalan atas SBN yang direpokan oleh Bank, maka Bank Indonesia pada tanggal penerimaan kupon/imbalan mengkredit Rekening Giro yang bersangkutan sebesar kupon/imbalan yang diterima. c. Perlakuan kupon/imbalan dalam hal terdapat kegagalan setelmen second leg dan Surat Berharga diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright: 1) Dalam hal setelah tanggal transaksi outright Bank Indonesia menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang direpokan Bank, maka kupon/imbalan yang diterima menjadi milik Bank Indonesia. 2) Dalam hal pada tanggal transaksi outright Bank menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang direpokan, maka perhitungan transaksi outright tidak memperhitungkan accrued interest/imbalan sejak tanggal setelmen first leg sampai dengan tanggal setelmen outright. 3) Dalam hal setelah tanggal transaksi outright Bank menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang direpokan, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro yang bersangkutan sebesar accrued interest/imbalan sejak tanggal transaksi outright sampai dengan tanggal pembayaran kupon/imbalan. IV. DEPOSIT … 11 IV. DEPOSIT FACILITY 1. Prinsip Transaksi a. Transaksi deposit facility dilakukan dengan cara penempatan dana rupiah oleh Bank secara berjangka di Bank Indonesia. b. Transaksi deposit facility dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan Surat Berharga. c. Transaksi deposit facility dilakukan dengan meknaisme non lelang. 2. Tingkat Diskonto a. Transaksi deposit facility dilakukan dengan sistem diskonto dengan tingkat diskonto sebesar BI-Rate dikurangi marjin tertentu. b. Nilai tunai transaksi deposit facility dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) sebagai berikut : N Tunai = ilai N Nominal x 360 ilai 360 + (Tingkat Diskonto x J Waktu) angka c. Nilai diskonto transaksi deposit facility dihitung sebagai berikut : Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai 3. Pengumuman Deposit Facility Bank Indonesia mengumumkan transaksi deposit facility, yang mencakup antara lain : a. window time; b. jangka waktu; c. tingkat diskonto; dan d. waktu setelmen. 4. Pengajuan Transaksi a. Bank mengajukan transaksi deposit facility kepada Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan dengan menyebutkan nilai nominal transaksi. b. Nilai … 12 b. Nilai nominal setiap pengajuan transaksi deposit facility paling kurang sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 5. Pengumuman Hasil Transaksi Setelah window time ditutup, Bank Indonesia mengumumkan hasil transaksi deposit facility secara individual kepada Bank melalui BI-SSSS, antara lain berupa nilai tunai dan nilai diskonto. 6. Setelmen Transaksi a. Setelmen transaksi 1) Bank Indonesia melakukan setelmen deposit facility pada tanggal transaksi (same day settlement) segera setelah pre cut-off Sistem BI- RTGS. 2) Setelmen deposit facility dilakukan secara gabungan untuk setiap Bank melalui sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai tunai total transaksi deposit facility Bank yang bersangkutan. 3) Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen deposit facility sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi deposit facility. 4) Atas batalnya transaksi deposit facility sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. b. Setelmen jatuh waktu deposit facility Pada tanggal jatuh waktu deposit facility, Bank Indonesia melakukan pelunasan deposit facility secara otomatis melalui BI-SSSS sebesar nilai nominal deposit facility dengan mengkredit Rekening Giro. V. TATA … 13 V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat dilakukan setelmen sehingga menyebabkan batalnya transaksi sebagaimana dimaksud pada butir III.6.a.4), butir III.6.b.3) dan butir IV.6.a.3), Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Tim Pengawas Bank-Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal transaksi Bank yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter, yang meliputi transaksi Operasi Pasar Terbuka dan transaksi Standing Facilities, yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank juga dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 5. Sanksi … 14 5. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diberlakukan mulai 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti transaksi moneter sebagaimana pada Lampiran 3. VI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka : 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/5/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI); 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/4/DPM tanggal 1 Februari 2005 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 6/5/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI); 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement Dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder; 4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/24/DPM tanggal 14 Juli 2008 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement Dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder; dan 5. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/43/DPM tanggal 5 Desember 2008 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement Dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan … 15 Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 7 Juli 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/17/DPM|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) </reg_title> <set_date> 6 Juli 2010 </set_date> <effective_date> 7 Juli 2010 </effective_date> <replaced_reg> '10/24/DPM|SE-BI/2008', '7/4/DPM|SE-BI/2005', '10/2/DPM|SE-BI/2008', '10/43/DPM|SE-BI/2008', '6/5/DPM|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '12/11/PBI/2010' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No.7/ 1 /DPM Jakarta, SURAT EDARAN Kepada BANK UMUM DAN PIALANG Perihal : Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/33/PBI/2004 tanggal 31 Desember 2004 tentang Perubahan Kedua Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4463) yang merupakan perubahan kedua dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4243), dipandang perlu untuk menyusun ketentuan tentang pelaksanaan transaksi Fine Tune Operation dalam rangka Operasi Pasar Terbuka dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut. I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Pialang ... 3 Januari 2005 2 2. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing dan perusahaan efek yang ditunjuk Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai peserta lelang Surat Utang Negara di pasar perdana. 3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut dengan OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter. 4. Fine Tune Operation yang selanjutnya disebut FTO adalah transaksi dalam rangka OPT yang dilakukan sewaktu-waktu oleh Bank Indonesia apabila diperlukan untuk mempengaruhi likuiditas perbankan secara jangka pendek pada waktu, jumlah dan harga transaksi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 5. Fine Tune Kontraksi yang selanjutnya disebut FTK adalah transaksi fine tune dalam rangka penyerapan likuiditas perbankan secara jangka pendek. 6. Fine Tune Ekspansi yang selanjutnya disebut FTE adalah transaksi fine tune dalam rangka penambahan likuiditas perbankan secara jangka pendek. 7. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 8. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut dengan BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 9. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia dan atau Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah yang ditatatusahakan dalam BI-SSSS dalam rekening perdagangan. 10. Sertifikat ... 3 10. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 11. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku. 12. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Repo adalah transaksi penjualan bersyarat Surat Berharga oleh Bank dengan kewajiban pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 13. Harga Repo Surat Berharga adalah harga Surat Berharga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan besarnya hair cut atas harga pasar Surat Berharga dan dinyatakan dalam persen. 14. Hair cut adalah marjin yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai faktor pengurang harga pasar Surat Berharga. 15. Nilai Penjualan SBI Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang diterima Bank penjual SBI secara Repo yang dihitung sebesar hasil perkalian antara kuantitas transaksi Repo yang dimenangkan Bank dengan Harga Repo SBI. 16. Nilai Penjualan SUN Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang diterima Bank penjual SUN secara Repo yang dihitung sebesar hasil perkalian antara kuantitas transaksi Repo yang dimenangkan Bank dengan Harga Repo SUN, ditambah dengan nilai bunga berjalan (accrued interest) yang dihitung sejak tanggal pembayaran kupon terakhir sampai dengan tanggal transaksi Repo kecuali transaksi Repo dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pembayaran kupon. 17. Nilai Pembelian Kembali SBI Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang harus dikembalikan Bank penjual SBI secara Repo yang dihitung sebesar Nilai ... 4 Nilai Penjualan SBI Repo jatuh waktu ditambah bunga Repo yang harus dibayar. 18. Nilai Pembelian Kembali SUN Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang harus dikembalikan Bank penjual SUN secara Repo yang dihitung sebesar Nilai Penjualan Repo SUN jatuh waktu ditambah bunga Repo yang harus dibayar, dikurangi dengan kupon yang diterima Bank Indonesia apabila terdapat pembayaran kupon selama jangka waktu transaksi Repo. 19. Setelmen Fine Tune adalah setelmen yang terdiri dari setelmen dana dan atau setelmen surat berharga. 20. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antara Bank Indonesia dengan Bank pemilik rekening giro Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 21. Setelmen Surat Berharga adalah perpindahan Surat Berharga antara Bank Indonesia dengan Bank pemilik rekening Surat Berharga di Central Registry melalui sarana BI-SSSS. 22. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi Fine Tune dengan cara Setelmen Surat Berharga melalui BI-SSSS dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS. 23. Pusat Informasi Pasar Uang yang selanjutnya disebut PIPU adalah suatu sistem otomasi yang menyediakan informasi yang meliputi namun tidak terbatas pada pasar uang Rupiah dan valuta asing serta informasi lainnya yang terkait dengan pasar keuangan bagi anggota, pelanggan dan Bank Indonesia. II. MEKANISME UMUM PELAKSANAAN TRANSAKSI FTO A. Mekanisme Transaksi FTO 1. Bank Indonesia melakukan transaksi FTO sewaktu-waktu apabila diperlukan dengan mekanisme lelang melalui sarana BI-SSSS. 2. Mekanisme ... 5 2. Mekanisme lelang transaksi FTO dilakukan dengan metode: a. Harga tetap (fixed rate) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto atau suku bunga (repo rate) transaksi FTO. b. Harga beragam (variable rate) Bank dan atau Pialang mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat diskonto atau suku bunga (repo rate) transaksi FTO. 3. Transaksi FTO memiliki jangka waktu 1 (satu) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari. Dalam hal tanggal jatuh waktu transaksi FTO bertepatan dengan hari libur maka tanggal jatuh waktu transaksi dimaksud ditetapkan pada hari kerja berikutnya. B. Waktu Pelaksanaan Transaksi FTO 1. Transaksi FTO dapat dilakukan antara pukul sebagai berikut: a. Pukul 08.00WIB - 12.00WIB untuk transaksi FTO sesi pagi. b. Pukul 13.00WIB - 16.00WIB untuk transaksi FTO sesi sore. 2. Dalam rangka transaksi FTO sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank Indonesia akan mengumumkan rencana transaksi FTO sebelum waktu transaksi (window time) FTO dibuka melalui BI-SSSS dan PIPU. C. Peserta Transaksi 1. Pihak yang dapat melakukan transaksi FTO untuk selanjutnya disebut Peserta Lelang adalah: a. Bank Umum yang mengajukan penawaran untuk kepentingan sendiri; b. Pialang yang mengajukan penawaran untuk kepentingan Bank Umum. 2. Pialang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. yang ditetapkan dapat mengikuti transaksi FTO adalah: a. Pialang ... 6 a. Pialang pasar uang rupiah dan valuta asing untuk seluruh transaksi FTO. b. Perusahaan Efek yang ditunjuk Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai peserta lelang SUN di pasar perdana untuk transaksi FTE. 3. Peserta Lelang tidak dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT dan atau sanksi diberhentikan sementara (suspend) atau diberhentikan secara permanen (close) sebagai peserta BI- SSSS. D. Setelmen 1. Bank Indonesia melakukan Setelmen Fine Tune segera setelah Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi FTO melalui BI-SSSS yang terhubung langsung dengan Sistem BI-RTGS pada tanggal transaksi (same day settlement) dengan prinsip DVP. 2. Bank yang mengajukan penawaran transaksi FTO wajib memiliki saldo rekening giro dalam Rupiah di Bank Indonesia atau saldo rekening perdagangan Surat Berharga di Central Registry yang mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen Fine Tune yang ditentukan. 3. Batas waktu Setelmen Fine Tune sebagaimana dimaksud dalam angka 2 ditetapkan sebagai berikut : a. Pukul 13.00 WIB untuk transaksi FTO sesi pagi. b. Waktu cut off warning BI-SSSS atau BI-RTGS untuk transaksi FTO pada sesi sore. 4. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro atau saldo rekening perdagangan Surat Berharga yang mencukupi sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 3 maka Setelmen Fine Tune sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibatalkan oleh sistem dan Bank dikenakan sanksi OPT. III. JENIS ... 7 III. JENIS TRANSAKSI FTO A. Transaksi Fine Tune Kontraksi (FTK) 1. Ditransaksikan dengan sistem diskonto dengan perhitungan jumlah hari berdasarkan hari kalender. 2. Nilai tunai transaksi dihitung dengan rumus : Kuantitas transaksi FTK x 360 hari Nilai Tunai = ------------------------------------------------------------ [ 360 hari + (tingkat diskonto x jangka waktu) ] B. Transaksi Fine Tune Ekspansi (FTE) 1. FTE dilakukan melalui transaksi perdagangan SBI atau SUN secara Repo berdasarkan prinsip penjualan Surat Berharga untuk dibeli kembali (sell and buy back) dengan pengaturan sebagai berikut: a. Surat Berharga milik Bank yang dijual secara Repo (first leg) akan dipindahbukukan pencatatan kepemilikannya ke rekening perdagangan Surat Berharga Bank Indonesia (transfer of ownership). b. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu (second leg), Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib membeli kembali Surat Berharga yang direpokan ke Bank Indonesia. c. Dalam hal Bank gagal membeli kembali Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf b, maka penyelesaian transaksi dilakukan dengan cara: 1) dalam hal jenis Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf b berupa SBI maka SBI yang gagal dibeli kembali oleh Bank dilunasi sebelum jatuh waktu (early redemption); 2) dalam hal jenis Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf b berupa SUN maka SUN yang gagal dibeli kembali oleh Bank diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright (jual putus) dari Bank penjual Repo ke Bank Indonesia. 3) penyelesaian ... 8 3) penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) tidak mengurangi kewajiban Bank untuk membayar repo rate transaksi FTE. 2. Ditransaksikan dengan metode simple interest dengan perhitungan jumlah hari berdasarkan hari kalender. 3. Penggunaan SBI dalam transaksi FTE dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bank Indonesia mengumumkan harga dan seri SBI yang dapat direpokan melalui BI-SSSS bersamaan dengan pengumuman transaksi. b. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu (second leg), SBI masih memiliki sisa jangka waktu 2 hari kerja. c. Harga Repo SBI ditetapkan sebesar harga SBI dikurangi Hair Cut yang ditetapkan sebesar 0% (nol perseratus). d. Harga SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf c. dihitung dengan rumus: Nominal unit terkecil x 360 hari Harga SBI = ------------------------------------------------- x 100% [360 + (RRT x sisa jangka waktu SBI)] dimana : - Nominal unit terkecil SBI sebesar Rp1.000.000,- (satu juta Rupiah); - RRT adalah rata-rata tertimbang tingkat diskonto (dalam persen) yang terjadi pada waktu penerbitan seri SBI; - Sisa jangka waktu SBI dihitung dari tanggal pengajuan transaksi Repo sampai dengan tanggal jatuh waktu SBI (maturity date). e. Harga pembelian kembali SBI Repo jatuh waktu ditetapkan sama dengan Harga Repo SBI. f. Setelmen ... 9 f. Setelmen Fine Tune pada saat penjualan SBI secara Repo (first leg) terdiri dari: 1) Setelmen Dana sebesar Nilai Penjualan SBI Repo. 2) Setelmen Surat Berharga sebesar nilai nominal SBI Repo yang dimenangkan Bank. g. Setelmen Fine Tune pada saat pembelian kembali SBI (second leg) terdiri dari: 1) Setelmen Dana sebesar Nilai Pembelian Kembali SBI Repo. 2) Setelmen Surat Berharga sebesar nilai nominal SBI direpokan. yang 4. Penggunaan SUN dalam transaksi FTE dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bank Indonesia mengumumkan harga dan seri SUN yang dapat direpokan melalui BI-SSSS bersamaan dengan pengumuman transaksi. b. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu (second leg), SUN masih memiliki sisa jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja. c. Harga Repo SUN ditetapkan dengan mempertimbangkan data harga perdagangan SUN di pasar sekunder dikurangi dengan Hair Cut tertentu. Contoh perhitungan Hair Cut dalam penentuan Harga Repo dapat dilihat dalam Lampiran-1. d. Data harga perdagangan SUN yang digunakan dalam perhitungan Harga Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf c adalah data harga perdagangan SUN yang terjadi dalam kurun waktu 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) bulan sebagaimana terdapat dalam sarana PIPU, Bloomberg dan atau sarana lainnya. e. Setelmen Fine Tune pada saat penjualan SUN secara Repo (first leg) terdiri dari: 1) Setelmen ... 10 1) Setelmen Dana sebesar Nilai Penjualan SUN Repo. 2) Setelmen Surat Berharga sebesar nilai nominal SUN Repo yang dimenangkan Bank. f. Setelmen Fine Tune pada saat pembelian kembali SUN (second leg) terdiri dari: 1) Setelmen Dana sebesar Nilai Pembelian Kembali SUN Repo. 2) Setelmen Surat Berharga sebesar nilai nominal SUN Repo yang direpokan. g. Dalam hal selama SUN direpokan terdapat pembayaran kupon maka hak penerimaan atas kupon dari SUN yang sedang direpokan menjadi milik Bank Indonesia. IV. TATA CARA TRANSAKSI FINE TUNE KONTRAKSI (FTK) A. Pengajuan Penawaran Lelang FTK 1. Bank Indonesia cq. Bagian Operasi Pasar Uang - Direktorat Pengelolaan Moneter (OPU-DPM) mengumumkan rencana transaksi FTK dengan atau tanpa target indikatif kuantitas transaksi kepada Peserta Lelang selambat- lambatnya sebelum window time transaksi FTK dibuka melalui sarana BI- SSSS dan PIPU. 2. Pengumuman rencana transaksi FTK antara lain meliputi: a. window time lelang; b. jangka waktu FTK; c. tingkat diskonto FTK (apabila ditransaksikan dengan metode lelang fixed rate). d. batas waktu Setelmen Fine Tune. 3. Dalam ... 11 3. Dalam window time yang ditetapkan, Peserta Lelang mengajukan penawaran transaksi FTK melalui sarana BI-SSSS antara lain meliputi kuantitas transaksi dan tingkat diskonto FTK. 4. Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap Bank, baik secara langsung atau melalui Pialang, sekurang-kurangnya sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) yang berlaku untuk setiap 1 (satu) jangka waktu dan tingkat diskonto FTK yang diajukan Bank. 5. Dalam hal transaksi FTK menggunakan metode lelang variabel rate maka kelipatan tingkat diskonto untuk setiap penawaran dan jangka waktu FTK ditetapkan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). B. Penetapan Pemenang Lelang FTK 1. Setelah waktu pelaksanaan lelang ditutup, Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang FTK secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana BI-SSSS dan secara keseluruhan melalui sarana BI-SSSS dan PIPU. 2. Dalam hal mekanisme lelang FTK dilakukan dengan metode lelang fixed rate maka penetapan kuantitas transaksi FTK yang dimenangkan Bank dapat dihitung dengan cara: a. Penawaran FTK yang diajukan Bank diterima seluruhnya; Atau b. Perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta Rupiah). 3. Dalam hal mekanisme lelang FTK dilakukan dengan metode lelang variable rate maka penetapan kuantitas transaksi FTK yang dimenangkan Bank dilakukan sebagai berikut : a. Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto FTK tertinggi yang dapat diterima. b. Penetapan ... 12 b. Penetapan kuantitas transaksi FTK yang dimenangkan Bank dihitung dengan cara: 1) dalam hal tingkat diskonto penawaran lebih rendah dari tingkat FTK yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran FTK yang diajukan; 2) dalam hal tingkat diskonto penawaran sama dengan tingkat diskonto FTK yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank yang bersangkutan dapat memperoleh seluruh penawaran FTK yang diajukan atau sebagian dari penawaran FTK sebesar hasil perhitungan secara proporsional. 4. Contoh penerapan lelang FTK dan perhitungan setelmen transaksi FTK berdasarkan metode lelang fixed rate dan variable rate dapat dilihat dalam Lampiran-2 dan Lampiran-3. 5. Bank Indonesia dapat membatalkan seluruh kuantitas penawaran transaksi FTK apabila penawaran tingkat diskonto FTK yang terbentuk dari hasil lelang secara keseluruhan berada diluar batas kewajaran Bank Indonesia. C. Setelmen Transaksi dan Pelunasan FTK 1. Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang – Direktorat Pengelolaan Moneter (PTPU-DPM) melakukan Setelmen Fine Tune melalui BI-SSSS yang terhubung dengan Sistem BI-RTGS dengan mendebet rekening giro Rupiah milik Bank di Bank Indonesia sebesar nilai tunai transaksi FTK. 2. Setelmen FTK sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan mekanisme penyelesaian per keseluruhan transaksi (gross to net). 3. Bank ... 13 3. Bank wajib menyediakan dana untuk pendebetan rekening giro sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan batas waktu sebagai berikut: a. pukul 13.00 WIB untuk transaksi FTK yang dimenangkan Bank pada sesi pagi. b. cut off warning Sistem BI-RTGS untuk transaksi FTK yang dimenangkan Bank pada sesi sore. 4. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro dalam Rupiah yang mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam angka 3 maka sistem secara otomatis membatalkan seluruh transaksi FTK yang dimenangkan Bank dalam 1 (satu) window time transaksi fine tune. 5. Atas batalnya transaksi FTK sebagaimana dimaksud dalam angka 4, Bank dikenakan sanksi OPT. 6. Transaksi FTK yang telah berhasil dilakukan Setelmen Dana akan dicatat BI-SSSS dalam pencatatan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI). 7. Pada tanggal jatuh waktu FTK, Bank Indonesia melakukan pelunasan transaksi FTK secara otomatis melalui sarana BI-SSSS sebesar nilai nominal transaksi FTK. V. TATA CARA TRANSAKSI FINE TUNE EKSPANSI (FTE) MELALUI TRANSAKSI PERDAGANGAN SBI ATAU SUN SECARA REPO A. Pengajuan Penawaran Lelang FTE 1. Bank Indonesia cq. Bagian OPU-DPM mengumumkan rencana transaksi FTE dengan atau tanpa target indikatif kuantitas transaksi kepada Peserta Lelang selambat-lambatnya sebelum window time transaksi FTE dibuka melalui sarana BI-SSSS dan PIPU. 2. Pengumuman ... 14 2. Pengumuman rencana transaksi FTE antara lain meliputi: a. jangka waktu Repo; b. window time lelang; c. seri dan Harga Repo Surat Berharga (maksimum 10 seri Surat Berharga); d. suku bunga repo (repo rate) FTE apabila ditransaksikan dengan metode lelang fixed rate; e. batas waktu Setelmen Fine Tune. 3. Dalam window time yang ditetapkan, Peserta Lelang mengajukan penawaran transaksi FTE melalui sarana BI-SSSS antara lain meliputi kuantitas transaksi, repo rate dan jenis/seri Surat Berharga yang direpokan. 4. Pengajuan penawaran kuantitas transaksi FTE dari setiap Bank sekurang- kurangnya sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah), yang berlaku untuk setiap 1 (satu) jangka waktu transaksi dan repo rate yang diajukan Bank. 5. Dalam hal transaksi FTE menggunakan metode lelang variable rate maka kelipatan repo rate untuk setiap penawaran dan jangka waktu Repo ditetapkan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu). B. Penetapan Pemenang Lelang FTE 1. Setelah waktu pelaksanaan lelang ditutup, Bank Indonesia mengumumkan hasil transaksi FTE secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana BI-SSSS dan secara keseluruhan melalui sarana BI-SSSS dan PIPU. 2. Dalam hal mekanisme transaksi FTE dilakukan dengan metode lelang fixed rate maka penetapan kuantitas yang dimenangkan oleh Bank dapat dihitung dengan cara: a. Penawaran ... 15 a. Penawaran transaksi FTE yang diajukan Bank diterima seluruhnya; atau b. Perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal berdasarkan unit terkecil Surat Berharga sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta Rupiah). 3. Dalam hal mekanisme transaksi FTE dilakukan dengan metode lelang variable rate maka penetapan kuantitas transaksi Repo dilakukan dengan cara: a. Bank Indonesia menetapkan suku bunga FTE (repo rate) terendah yang dapat diterima. b. Penetapan kuantitas transaksi FTE yang dimenangkan Bank dihitung dengan cara: 1) dalam hal repo rate FTE yang ditawarkan Bank lebih tinggi dari repo rate yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran FTE yang diajukan; 2) dalam hal repo rate FTE yang ditawarkan Bank sama dengan repo rate yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank yang bersangkutan dapat memperoleh seluruh penawaran Repo yang diajukan atau sebagian dari penawaran Repo sebesar hasil perhitungan secara proporsional. 4. Contoh penerapan dan perhitungan setelmen transaksi FTE dengan menggunakan SBI dan SUN masing-masing berdasarkan metode lelang fixed rate dan variable rate dapat dilihat dalam Lampiran-4 sampai dengan Lampiran-7. 5. Bank ... 16 5. Bank Indonesia dapat membatalkan seluruh kuantitas penawaran transaksi Repo apabila penawaran repo rate yang terbentuk dari hasil lelang secara keseluruhan berada diluar batas kewajaran. C. Setelmen Transaksi dan Pelunasan Transaksi FTE 1. Setelmen Penjualan Surat Berharga (first leg) a. Bank Indonesia cq. Bagian PTPU-DPM melakukan Setelmen Fine Tune melalui BI-SSSS yang terhubung dengan Sistem BI-RTGS dengan cara: i. mendebet rekening perdagangan Surat Berharga milik Bank di Central Registry sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan; dan ii. mengkredit rekening giro Bank dalam Rupiah di Bank Indonesia sebesar Nilai Penjualan SBI atau SUN Repo. b. Setelmen FTE sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross). c. Bank wajib menyediakan Surat Berharga yang mencukupi untuk pendebetan rekening perdagangan Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam butir a.i. sampai dengan batas waktu sebagai berikut: i. pukul 13.00 WIB untuk transaksi FTE yang dimenangkan Bank pada sesi pagi. ii. cut off warning Sistem BI-SSSS untuk transaksi FTE yang dimenangkan Bank pada sesi sore. d. Dalam hal Bank tidak memiliki seri Surat Berharga yang mencukupi sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf c, sistem secara otomatis membatalkan transaksi penjualan Surat Berharga yang tidak memiliki nilai nominal yang mencukupi. e. Atas ... 17 e. Atas batalnya penjualan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Bank dikenakan sanksi OPT. 2. Setelmen Pembelian Kembali Surat Berharga (second leg) a. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu, sarana BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen pembelian kembali Surat Berharga oleh Bank dengan cara: i. mendebet rekening giro Bank dalam Rupiah di Bank Indonesia sebesar Nilai Pembelian Kembali SBI atau SUN Repo; dan ii. mengkredit rekening perdagangan Surat Berharga milik Bank di Central Registry sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan pada saat first leg. b. Bank wajib menyediakan saldo rekening giro yang mencukupi untuk pendebetan rekening giro sebagaimana dimaksud dalam butir a.i. sampai dengan waktu cut off warning Sistem BI-RTGS. c. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro dalam Rupiah yang mencukupi sampai dengan batas waktu setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf b, sistem secara otomatis membatalkan pembelian kembali SBI atau SUN Repo. d. Atas batalnya pembelian kembali Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Bank dikenakan sanksi OPT. e. Dalam hal jenis Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf c adalah SBI maka BI-SSSS secara otomatis akan melakukan pelunasan seri SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) pada tanggal Repo jatuh waktu sebesar nilai nominal SBI yang direpokan sebagaimana dimaksud dalam butir a.ii. f. Dalam hal jenis Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf c adalah SUN maka BI-SSSS secara otomatis akan mengalihkan transaksi ... 18 transaksi untuk seri SUN yang gagal dibeli kembali sebagai transaksi jual putus (outright selling) sebesar nilai nominal SUN yang direpokan sebagaimana dimaksud dalam butir a.ii. g. Dengan pembatalan transaksi pembelian kembali SBI atau SUN Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf c maka Bank Indonesia akan mendebet kembali rekening giro Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sebesar bunga Repo yang harus dibayar Bank melalui Sistem BI-RTGS. VI. MEKANISME PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal terdapat pembatalan transaksi FTK sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.4. dan pembatalan transaksi FTE yang dapat terjadi pada saat penjualan Surat Berharga secara Repo (first leg) atau pembelian kembali Surat Berharga secara Repo (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir V.C.1.d. dan butir V.C.2.c., Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi OPT berupa: a. teguran tertulis dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Tim Pengawas Bank - Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI, dan b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nominal transaksi FTK atau FTE yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah); dan c. pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam hal Bank dikenakan teguran tertulis untuk ketiga kalinya dalam ... 19 dalam jangka waktu 6 (enam) bulan karena pembatalan transaksi kegiatan OPT. 2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. dan pemberitahuan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 3. Sistem BI-SSSS akan menghitung secara otomatis besarnya sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. dan membebankannya melalui rekening giro Rupiah milik Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 3 Januari 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/1/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 3 Januari 2005 </set_date> <effective_date> 3 Januari 2005 </effective_date> <related_reg> '4/9/PBI/2002', '6/33/PBI/2004' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI', 'Romawi II Huruf D Angka 4' 'Romawi IV Huruf C Angka 5', 'Romawi V Huruf C Angka 1 Huruf e', 'Romawi V Huruf C Angka 2 Huruf d' </penalty_list>
No. 11/ 24 /DPbS Jakarta, 29 September 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5005), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. PERUBAHAN KEGIATAN USAHA A. PERSYARATAN PERMOHONAN IZIN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA Permohonan izin perubahan kegiatan usaha diajukan oleh Bank Umum Konvensional dengan menggunakan format surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut: 1. rancangan akta perubahan anggaran dasar yang paling kurang memuat: a. nama dan tempat kedudukan; b. penegasan bahwa bank melaksanakan kegiatan usaha Bank Umum Syariah; c. modal ... 2 c. modal (dalam hal terjadi perubahan); d. kepemilikan (dalam hal terjadi perubahan); e. aturan tentang pengangkatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, dan anggota DPS yang harus memperoleh persetujuan Bank Indonesia terlebih dahulu; f. aturan mengenai jumlah, kewenangan, tanggung jawab, tugas, dan persyaratan lainnya Dewan Komisaris, Direksi, dan DPS yang harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; g. aturan tentang rapat umum pemegang saham yang menetapkan bahwa tugas manajemen, remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukan dan biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal lainnya yang harus sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia; dan h. aturan mengenai rapat umum pemegang saham yang harus dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama. Rancangan akta perubahan anggaran dasar dapat dimintakan persetujuan kepada instansi yang berwenang bersamaan dengan permohonan izin perubahan kegiatan usaha kepada Bank Indonesia. Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang segera disampaikan kepada Bank Indonesia sebagai kelengkapan dokumen permohonan izin. 2. risalah rapat umum pemegang saham; 3. daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing- masing kepemilikan saham, dalam hal terjadi perubahan kepemilikan: a. dalam hal calon pemegang saham adalah perorangan maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1) pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm; 2) fotokopi ... 3 2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor yang masih berlaku; 3) riwayat hidup (curriculum vitae); 4) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah melakukan tindakan fraud (penipuan, penggelapan, dan/atau kecurangan) di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, serta tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan; 5) dalam hal calon pemegang saham perorangan sebagai PSP maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut: a) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; b) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan bersedia untuk mengatasi kesulitan modal maupun likuiditas Bank Umum Syariah; c) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki hutang yang bermasalah; dan d) daftar kekayaan dan sumber pendapatan serta jumlah hutang yang dimiliki sesuai dengan laporan pajak; b. dalam hal calon pemegang saham adalah badan hukum maka harus ... 4 harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1) akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat pengesahan dari instansi berwenang termasuk bagi badan hukum asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asal badan hukum tersebut; 2) dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) sampai dengan angka 4) dari: a) masing-masing anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi dalam hal bentuk badan hukum adalah Perseroan Terbatas; atau b) masing-masing anggota pengurus dalam hal bentuk badan hukum selain Perseroan Terbatas; 3) persetujuan dari otoritas yang berwenang di negara asal, bagi badan hukum asing; 4) daftar pemegang saham dan jumlah nominal kepemilikannya; 5) laporan keuangan badan hukum yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan posisi paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal pengajuan permohonan izin perubahan kegiatan usaha. Dalam hal badan hukum tersebut masih dalam proses audit maka laporan keuangan yang disampaikan adalah laporan keuangan audited 1 (satu) tahun sebelumnya dan laporan keuangan unaudited bulan terakhir; 6) dalam hal calon pemegang saham badan hukum sebagai PSP maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut: a) informasi ... 5 a) informasi mengenai pemegang saham badan hukum sampai dengan penanggung jawab terakhir (ultimate shareholders); b) surat pernyataan pribadi dari: i. masing-masing anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan Terbatas; atau ii. masing-masing anggota pengurus dari badan hukum dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya selain Perseroan Terbatas; yang menyatakan bahwa masing-masing tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan. c) surat pernyataan yang menyatakan bahwa badan hukum tersebut bersedia untuk mengatasi kesulitan modal maupun likuiditas Bank Umum Syariah yang ditandatangani oleh anggota Direksi atau pengurus yang berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan. Dalam hal Bank Umum Syariah merupakan bagian dari kelompok usaha yang dimiliki oleh suatu badan hukum, maka surat pernyataan dimaksud harus ditandatangani ... 6 ditandatangani pula oleh penanggung jawab terakhir dari badan hukum tersebut (ultimate shareholders); d) surat pernyataan bahwa badan hukum tidak memiliki hutang yang bermasalah, yang ditandatangani oleh anggota Direksi atau pengurus dari badan hukum yang bersangkutan; dan e) proyeksi laporan keuangan untuk jangka waktu paling kurang 3 (tiga) tahun. c. dalam hal calon pemegang saham adalah pemerintah pusat atau pemerintah daerah, maka harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1) surat keterangan yang mencantumkan nama pejabat yang berwenang mewakili pemerintah; 2) dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) dan angka 2) dari pejabat yang berwenang mewakili pemerintah; 3) dokumen yang menyebutkan sumber dana dalam rangka pendirian Bank Umum Syariah (dalam hal terdapat penambahan modal disetor); dan 4) dalam hal pemegang saham pemerintah sebagai PSP maka harus dilampiri dokumen berupa surat pernyataan yang menyatakan bahwa pemerintah bersedia untuk mengatasi kesulitan modal maupun likuiditas Bank Umum Syariah yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili pemerintah. 4. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan anggota DPS, baik yang berasal dari anggota Dewan Komisaris dan Direksi Bank Umum Konvensional yang telah ada maupun yang baru dicalonkan, disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. pas foto ... 7 a. pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm; b. fotokopi KTP atau paspor yang masih berlaku; c. riwayat hidup (curriculum vitae); d. fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) dari instansi yang berwenang bagi warga negara asing yang menjadi calon anggota Dewan Komisaris dan bermaksud menetap di Indonesia dan/atau calon anggota Direksi; e. fotokopi surat izin bekerja dari instansi berwenang bagi warga negara asing yang menjadi calon anggota Dewan Komisaris dan/atau Direksi; f. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang menyatakan tidak pernah melakukan tindakan fraud (penipuan, penggelapan, dan/atau kecurangan) di bidang perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, tidak pernah dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan; g. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang menyatakan bahwa tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan hukum lain yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan; h. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki hutang yang bermasalah; i. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan pelatihan mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang perbankan syariah yang pernah diikuti calon anggota Dewan Komisaris ... 8 Komisaris dan calon anggota Direksi sesuai dengan persyaratan kompetensi; j. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan pelatihan dan/atau Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang syariah mu’amalah dan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum yang pernah diikuti calon anggota DPS; k. surat pernyataan dari masing-masing calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi dan calon anggota DPS bahwa yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap jabatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai Bank Umum Syariah; l. surat pernyataan dari masing-masing calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi bahwa yang bersangkutan memiliki atau tidak memiliki hubungan keluarga dengan calon anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi lainnya sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance); m. surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak memiliki saham melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari modal disetor pada perusahaan lain; dan n. surat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia bagi calon anggota DPS. 5. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan Bank Umum Syariah (dalam hal terdapat penambahan modal disetor): a. tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau b. tidak ... 9 b. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money laundering). Dalam hal calon pemegang saham Bank Umum Syariah berbentuk badan hukum, maka surat pernyataan ditandatangani oleh pengurus yang berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan. 6. rencana struktur organisasi dan nama-nama Pejabat Eksekutif; 7. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi; 8. rencana bisnis (business plan) yang paling kurang memuat: a. rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan penyaluran dana serta strategi pencapaiannya; dan b. proyeksi neraca bulanan dan laporan laba rugi kumulatif bulanan, selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak Bank Umum Syariah beroperasi; 9. laporan keuangan awal sebagai sebuah Bank Umum Syariah yang menunjukkan laba rugi tahun berjalan dan laba rugi tahun lalu memiliki saldo Rp.0,00 (nol rupiah) atau nihil; 10. rencana korporasi (corporate plan) berupa rencana strategis jangka panjang dalam rangka mencapai tujuan Bank Umum Syariah; 11. pedoman manajemen risiko termasuk pedoman risk control system, rencana sistem pengendalian intern, rencana sistem teknologi informasi yang digunakan, dan pedoman mengenai pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance); 12. sistem dan prosedur kerja yang lengkap dan komprehensif yang digunakan dalam kegiatan operasional Bank Umum Syariah; 13. rencana penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank terhadap nasabah yang tidak bersedia menjadi nasabah Bank Umum Syariah; 14. bukti kesiapan operasional paling kurang berupa: a. kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung kantor dan tata letak ruangan; b. dokumen ... 10 b. dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem informasi yang meliputi antara lain core banking system dan informasi mengenai jaringan telekomunikasi; c. bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas gedung kantor antara lain berupa bukti hak atas tanah atau surat perjanjian sewa; dan d. contoh formulir/warkat berlogo iB yang akan digunakan untuk operasional Bank Umum Syariah; 15. jaringan kantor bank beserta lokasi yang akan dijadikan kantor Bank Umum Syariah, yang meliputi antara lain kantor pusat, kantor cabang, kantor cabang pembantu, kantor kas dan kantor pelayanan kas. B. PELAKSANAAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA Laporan pelaksanaan perubahan kegiatan usaha disampaikan dengan menggunakan format surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 disertai dengan bukti pengumuman pelaksanaan perubahan kegiatan usaha dalam surat kabar yang mempunyai peredaran nasional. II. PENYAMPAIAN PERSYARATAN PERMOHONAN IZIN DAN PELAPORAN PELAKSANAAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA KEPADA BANK INDONESIA Permohonan izin dan/atau penyampaian laporan perubahan kegiatan usaha diajukan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: a. Direktorat Perbankan Syariah - Bank Indonesia, Jl. M. H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank Umum Konvensional atau Bank Umum Syariah yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi; atau b. Kantor ... 11 b. Kantor Bank Indonesia setempat dengan tembusan kepada Direktorat Perbankan Syariah - Bank Indonesia, bagi Bank Umum Konvensional atau Bank Umum Syariah yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. III. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 29 September 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/24/DPbS|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Syariah </reg_title> <set_date> 29 September 2009 </set_date> <effective_date> 29 September 2009 </effective_date> <related_reg> '11/15/PBI/2009' </related_reg>
No. 12/ 28 /DASP Jakarta, 10 November 2010 SURAT EDARAN Kepada SEMUA PESERTA BANK INDONESIA – SCRIPLESS SECURITIES SETTLEMENT SYSTEM DI INDONESIA Perihal : Penyelenggaraan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/2/PBI/2008 tentang Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4809) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/12/PBI/2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5146), Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141), dan adanya penyempurnaan organisasi di Bank Indonesia, perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai penyelenggaraan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System sebagai berikut: I. Pengertian Umum 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan ... 2 Perbankan Syariah. 2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan/atau pihak lain dalam rangka Operasi Moneter. 4. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana rupiah (lending facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah (deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi Moneter. 5. Instrumen Operasi Moneter adalah instrumen yang digunakan dalam rangka OPT dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) serta ditatausahakan pada Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 6. Fasilitas Pendanaan adalah penyediaan dana yang dapat berupa pemberian kredit atau pembiayaan dari Bank Indonesia kepada Bank yang penatausahaannya dilakukan melalui Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 7. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku. 8. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud dalam ... 3 dalam Undang-Undang yang berlaku. 9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 10. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, pemerintah dan/atau lembaga lain, yang ditatausahakan dalam Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System. 11. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 12. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan Sistem BI-RTGS. 13. Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah transaksi yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka kegiatan Operasi Moneter, Fasilitas Pendanaan, transaksi SBN untuk dan atas nama pemerintah dan/atau transaksi lainnya melalui BI-SSSS. 14. Penatausahaan Surat Berharga adalah kegiatan yang mencakup pencatatan kepemilikan, kliring dan setelmen serta pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga. 15. Penyelenggara BI-SSSS yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah pihak pengelola BI-SSSS yang menyelenggarakan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan penatausahaannya serta Penatausahaan Surat Berharga. 16. Peserta BI-SSSS yang selanjutnya disebut Peserta adalah pengguna BI- SSSS yang memenuhi persyaratan dan/atau disetujui oleh Bank Indonesia ... 4 Indonesia untuk melakukan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau Penatausahaan Surat Berharga. 17. Peserta Lelang SBN adalah Bank dan/atau lembaga keuangan lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai dealer utama untuk dapat ikut serta dalam lelang SBN. 18. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Peserta yang memiliki rekening Surat Berharga di BI-SSSS. 19. Sub Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. 20. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening Surat Berharga melalui BI-SSSS dalam rangka penatausahaan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga. 21. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening giro dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia melalui Sistem BI - RTGS dalam rangka penatausahaan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS. 22. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana. 23. Free of Payment yang selanjutnya disebut FoP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga dilakukan melalui BI-SSSS, sedangkan Setelmen Dana dilakukan tidak secara bersamaan dengan Setelmen Surat Berharga atau tanpa Setelmen Dana. 24. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik Peserta tertentu di BI- SSSS untuk mencatat kepemilikan Surat Berharga dan/atau Instrumen Operasi Moneter. 25. Rekening ... 5 25. Rekening Giro adalah rekening dalam mata uang Rupiah yang ditatausahakan di Bank Indonesia yang digunakan dalam rangka pelaksanaan BI-SSSS. 26. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk sebagai Bank untuk melakukan pembayaran dan/atau penerimaan dana oleh Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS. 27. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, aplikasi maupun sarana pendukung BI- SSSS yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS. 28. Keadaan Darurat (force majeure) adalah situasi atau kondisi yang terjadi sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kelancaran pelaksanaan BI-SSSS dan terjadi di luar kekuasaan serta kemampuan Penyelenggara dan/atau Peserta sehingga BI-SSSS tidak dapat dioperasikan sebagaimana mestinya, yang meliputi antara lain bencana alam, kebakaran, pemogokan, huru-hara, pemberontakan, sabotase, perang dan/atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. 29. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas BI-SSSS di lokasi Penyelenggara yang disediakan bagi Peserta sebagai cadangan dalam hal Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang menyebabkan Peserta tidak dapat mempergunakan BI-SSSS di lokasi Peserta. 30. Perjanjian Penggunaan BI-SSSS antara Penyelenggara dan Peserta yang selanjutnya disebut Perjanjian adalah kesepakatan tertulis antara Penyelenggara dengan Peserta yang memuat hak dan kewajiban masing- masing pihak. 31. Authenticator Text adalah suatu sarana pengaman (security) dan berfungsi sebagai test key dengan masa berlaku selama periode tertentu, yang menghubungkan BI-SSSS antara Peserta dengan Penyelenggara. 32. Administrative ... 6 32. Administrative Messages adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari Penyelenggara kepada Peserta atau sebaliknya atau antar Peserta. II. Penyelenggaraan BI-SSSS A. Tujuan Penyelenggaraan BI-SSSS Penyelenggaraan BI-SSSS memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan penatausahannya serta Penatausahaan Surat Berharga. 2. Menyediakan sarana setelmen transaksi Surat Berharga yang aman, akurat, terpercaya, dan cepat bagi Bank dan pelaku pasar lainnya untuk mengurangi resiko setelmen. 3. Menyediakan informasi transaksi, setelmen transaksi Surat Berharga dan informasi lainnya dalam rangka mendukung pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dan pengelolaan SBN oleh pemerintah. B. Organisasi Penyelenggara 1. Penyelenggara adalah Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) melakukan pengelolaan operasional BI-SSSS, Penatausahaan Surat Berharga, transaksi FLI/ FLIS, setelmen transaksi FLI/FLIS. 3. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM) menyelenggarakan kegiatan : a. Transaksi Dengan Bank Indonesia kecuali Fasilitas Pendanaan yang berupa Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) / Fasilitas Likuiditas Intrahari berdasarkan prinsip Syariah (FLIS) ; dan b. setelmen Transaksi Dengan Bank Indonesia kecuali setelmen SBN ... 7 SBN dan setelmen Fasilitas Pendanaan yang berupa FLI/FLIS. C. Tugas dan Wewenang Penyelenggara 1. Pengelolaan Operasional BI-SSSS Dalam pengelolaan operasional BI-SSSS, Penyelenggara memiliki tugas dan wewenang antara lain sebagai berikut : a. Menyediakan dan menjaga sarana dan prasarana, dalam rangka kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS; b. Menetapkan ketentuan dan prosedur operasional BI-SSSS dalam keadaan normal; c. Memberlakukan prosedur dan rencana mengatasi Keadaan Darurat (contingency plan) dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat (force majeure); d. Menetapkan waktu operasional penyelenggaraan BI-SSSS; e. Menetapkan, mengenakan dan mengubah biaya penggunaan BI-SSSS; f. Melakukan pengawasan terhadap Peserta atas penggunaan BI-SSSS; g. Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta; dan h. Melakukan perubahan status kepesertaan. 2. Kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia Dalam kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia, Penyelenggara memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut : a. Menyelenggarakan transaksi (lelang/non lelang) untuk dan atas nama Bank Indonesia dan pihak lain yaitu pemerintah cq. Kementerian Keuangan dan/atau lembaga lain sesuai persetujuan ... 8 persetujuan Bank Indonesia. b. Menyelenggarakan transaksi (lelang/non lelang) sesuai persyaratan dan/atau ketentuan yang ditetapkan oleh pihak- pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a. 3. Kegiatan Penatausahaan Dalam kegiatan penatausahaan yang terdiri dari penatausahaan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga, Penyelenggara melakukan tugas dan wewenang dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pelaksanaan Setelmen 1) Penyelenggara melakukan setelmen Transaksi Dengan Bank Indonesia dan setelmen transaksi Surat Berharga di pasar sekunder antar Peserta. 2) Pelaksanaan setelmen dilakukan secara DVP atau FoP. 3) Dalam kegiatan setelmen sebagaimana dimaksud pada angka 1), Penyelenggara berwenang mendebet Rekening Giro dan/atau Rekening Surat Berharga Peserta. 4) Setelmen hanya dapat dilakukan apabila saldo pada Rekening Giro dan/atau Rekening Surat Berharga Peserta mencukupi untuk pelaksanaan setelmen. 5) Pelaksanaan setelmen yang telah dilakukan di BI-SSSS atas beban Rekening Giro dan/atau Rekening Surat Berharga Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 4), bersifat final dan tidak dapat dibatalkan. 6) Penyelenggara melakukan pengenaan sanksi kewajiban membayar kepada peserta Operasi Moneter yang gagal melakukan ... 9 melakukan setelmen karena saldo pada Rekening Surat Berharga dan/atau saldo pada Rekening Giro tidak mencukupi. 7) Penyelenggara melakukan prosedur penyelesaian Surat Berharga sesuai ketentuan terkait mengenai Operasi Moneter, Fasilitas Pendanaan, dan/atau transaksi SBN untuk dan atas nama pemerintah. 8) Penyelenggara berwenang untuk melakukan early termination dengan tidak meneruskan setelmen transaksi kedua (second leg) atas transaksi Surat Berharga di pasar sekunder antar Peserta yang memiliki dua proses setelmen yaitu antara lain transaksi repo, agunan (pledge), dan pinjam meminjam Surat Berharga (securities borrowing and lending). 9) Pelaksanaan early termination oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 8) dilakukan berdasarkan permintaan salah satu Peserta yang bertransaksi, keputusan lembaga pengawas yang berwenang, keputusan pengadilan dan/atau lembaga arbitrase yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. b. Pencatatan Kepemilikan (Registrasi) 1) Penyelenggara melakukan pencatatan atau perubahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga/Instrumen Operasi Moneter dan penatausahaan agunan atas Fasilitas Pendanaan pada Rekening Surat Berharga Peserta berdasarkan pelaksanaan setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf a. 2) Penyelenggara menyediakan informasi terkait pencatatan kepemilikan ... 10 kepemilikan Surat Berharga. c. Pelaksanaan Pembayaran 1) Penyelenggara melakukan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan, serta pelunasan pokok/nominal Surat Berharga, Instrumen Operasi Moneter kepada Peserta pemilik Surat Berharga. 2) Dalam kegiatan pembayaran sebagaimana dimaksud pada angka 1), Penyelenggara berwenang mendebet Rekening Giro Peserta yang menjadi penerbit Surat Berharga/Instrumen Operasi Moneter. D. Waktu Operasional BI-SSSS 1. Hari dan Jam Operasional BI-SSSS a. Penyelenggara menetapkan operasional BI-SSSS yang mencakup hari dan jam operasional. b. Penyelenggara menetapkan operasional BI-SSSS setiap hari kerja, kecuali ditetapkan lain. c. Jam operasional BI-SSSS mengikuti jam operasional Sistem BI-RTGS kecuali cut-off BI-SSSS yang dilakukan lebih awal dari cut-off Sistem BI-RTGS. d. Jam operasional sebagaimana dimaksud pada huruf c diatur dengan ketentuan sebagai berikut: BI-SSSS BI-RTGS System opening Pukul 06.30 WIB Pukul 06.30 WIB Cut-off warning Pukul 17.00 WIB Pukul 17.00 WIB BI-SSSS ... 11 BI-SSSS Pre-cut off Cut-off e. BI-RTGS Pukul 18.00 WIB Pukul 18.00 WIB Pukul 18.30 WIB Pukul 19.00 WIB Jam operasional BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada huruf d berlaku dalam kondisi normal dan dapat diubah oleh Penyelenggara sebagaimana diatur lebih lanjut pada angka 2. f. Dalam hal hari operasional BI-SSSS ditetapkan lain dan/atau jam operasional BI-SSSS diubah, Penyelenggara memberitahukan hal tersebut kepada seluruh Peserta melalui sarana BI-SSSS (Administrative Messages) dan/atau sarana informasi lainnya. 2. Perubahan Jam Operasional BI-SSSS a. Jam operasional BI-SSSS dapat diubah oleh Penyelenggara berdasarkan hal-hal sebagai berikut : 1) Berdasarkan kebijakan Penyelenggara a) Perubahan jam operasional berdasarkan kebijakan Penyelenggara dapat berupa perpanjangan atau pengurangan jam operasional. b) Penyelenggara dapat melakukan perubahan jam operasional termasuk window time transaksi. c) Perubahan jam operasional sebagaimana dimaksud pada huruf a) dan huruf b) dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan antara lain: (1) adanya gangguan pada BI-SSSS dan/atau Sistem BI-RTGS; dan/atau (2) adanya ... 12 (2) adanya kebijakan Penyelenggara yang menyebabkan perubahan jam operasional. 2) Berdasarkan permintaan Peserta a) Perubahan jam operasional berdasarkan permintaan Peserta hanya dapat berupa perpanjangan jam operasional. b) Perpanjangan jam operasional dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan penambahan jam operasional untuk melaksanakan Setelmen Surat Berharga. c) Perpanjangan jam operasional sebagaimana dimaksud pada huruf b) dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : (1) Bagi Peserta yang juga peserta Sistem BI- RTGS Pengajuan permohonan dilakukan secara tertulis kepada penyelenggara Sistem BI- RTGS sesuai ketentuan mengenai Sistem BI- RTGS yang berlaku. (2) Bagi Peserta Sub Registry Pengajuan permohonan dilakukan oleh Bank Pembayar yang telah ditunjuk oleh Peserta Sub Registry kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS sesuai ketentuan mengenai Sistem BI-RTGS yang berlaku. d) Perpanjangan jam operasional BI-SSSS atas permintaan Peserta dikenakan biaya sesuai ketentuan ... 13 ketentuan mengenai Sistem BI-RTGS. E. Biaya Penggunaan BI-SSSS Penyelenggara mengenakan biaya terhadap Peserta atas penggunaan BI- SSSS dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jenis Biaya Jenis biaya dalam penggunaan BI-SSSS terdiri dari: a. Biaya Transaksi Dengan Bank Indonesia, yaitu biaya pengajuan Transaksi Dengan Bank Indonesia yang dilakukan Peserta, termasuk pengajuan dalam hal terdapat pembatalan transaksi (cancellation) dan/atau perubahan (amendment). b. Biaya setelmen, yang terdiri dari : 1) biaya setelmen atas Transaksi Dengan Bank Indonesia; dan 2) biaya setelmen atas transaksi Surat Berharga di pasar sekunder antar Peserta. c. Biaya permohonan informasi kepada Penyelenggara dan biaya pengiriman Administrative Messages. d. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank. 2. Penetapan Biaya Transaksi, Setelmen dan Permohonan Informasi Penetapan besarnya biaya untuk jenis biaya sebagaimana dimaksud pada butir 1.a, huruf b dan huruf c, diatur sebagai berikut: a. Besarnya biaya dapat dibedakan berdasarkan jam operasional pengajuan transaksi, pelaksanaan setelmen dan/atau permohonan informasi yaitu jam normal dan jam sibuk (peak hour). b. Pembagian ... 14 b. Pembagian jam transaksi dengan window time sesuai ketentuan sebagai berikut : 1) Jam normal adalah periode dari jam pembukaan transaksi sampai dengan pre-closing; dan 2) peak hour adalah periode dari pre-closing sampai dengan closing. c. Pembagian jam operasional untuk pelaksanaan Setelmen Surat Berharga dan permohonan informasi sesuai ketentuan sebagai berikut : 1) Jam normal adalah periode dari jam pembukaan BI-SSSS sampai dengan sebelum pukul 15.00 WIB; dan 2) peak hour adalah periode dari pukul 15.00 WIB sampai dengan cut-off BI-SSSS. 3. Penetapan Biaya Fasilitas Guest Bank Penetapan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank sebagaimana dimaksud pada butir 1.d, diatur sebagai berikut: a. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank dihitung berdasarkan durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank yang mengacu pada waktu sistem start-up sampai dengan sistem shut-down. b. Durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank dihitung ber- dasarkan akumulasi penggunaan Fasilitas Guest Bank dalam 1 (satu) hari dengan pembulatan waktu 1 (satu) jam ke atas sebagaimana contoh perhitungan dalam Lampiran 1. c. Dalam hal terjadi gangguan jaringan internal di Bank Indonesia pada saat penggunaan Fasilitas Guest Bank, Penyelenggara dapat menyesuaikan durasi penggunaan Fasilitas ... 15 Fasilitas Guest Bank. d. Dalam hal terjadi Keadaan Darurat, Penyelenggara dapat membebaskan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank terhadap Peserta. 4. Biaya a. Biaya BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. Dalam hal terdapat perubahan biaya, Penyelenggara mengumumkan perubahan dimaksud kepada Peserta melalui Administrative Messages dan/atau sarana lainnya. b. Bank Indonesia dapat menentukan lain pengenaan biaya BI- SSSS bagi Kementerian Keuangan atau lembaga lainnya yang disetujui Bank Indonesia menjadi Peserta. 5. Perhitungan dan Pembebanan Biaya Perhitungan dan pembebanan biaya penggunaan BI-SSSS oleh Penyelenggara kepada Peserta diatur sebagai berikut : a. Perhitungan jumlah biaya dilakukan oleh Penyelenggara pada setiap akhir hari untuk masing-masing Peserta. b. Penyelenggara membebankan biaya sebagaimana dimaksud pada huruf a pada 1 (satu) hari kerja berikutnya, dengan mendebet Rekening Giro Peserta atau Bank Pembayar yang ditunjuk Peserta. 6. Pembebanan Biaya oleh Peserta Kepada Nasabah Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS, Peserta dapat mengenakan biaya kepada nasabah dengan ketentuan ... 16 ketentuan sebagai berikut: a. Peserta mengenakan biaya kepada nasabah dalam jumlah yang wajar. b. Peserta mengumumkan besarnya biaya penggunaan BI-SSSS yang ditetapkan Penyelenggara dan besarnya biaya penggunaan BI-SSSS yang dibebankan oleh Peserta kepada nasabah. c. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan secara tertulis di setiap kantor Peserta pada tempat yang mudah dilihat oleh nasabah. F. Pembebasan Tanggung Jawab Penyelenggara Peserta membebaskan Penyelenggara dari tuntutan kerugian yang timbul dan/atau yang akan timbul yang dialami Peserta atau pihak ketiga akibat terlambat atau tidak terlaksananya transaksi, setelmen transaksi Surat Berharga, pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga dan/atau sebab lainnya yang timbul. Keterlambatan atau tidak terlaksananya transaksi, Setelmen Surat Berharga, pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga dimaksud disebabkan antara lain oleh: 1. pengiriman Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau instruksi setelmen transaksi Surat Berharga oleh Peserta kepada Penyelenggara dilakukan oleh pejabat yang tidak berwenang; 2. kesalahan data Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau instruksi setelmen Surat Berharga yang dikirimkan oleh Peserta kepada Penyelenggara; 3. gangguan jaringan komunikasi dan/atau sistem pada Peserta yang mengakibatkan penolakan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan keterlambatan ... 17 keterlambatan setelmen transaksi Surat Berharga; 4. ketidakmampuan atau keterlambatan pengisian dana oleh Peserta sebagai penerbit Surat Berharga pada Rekening Giro yang mengakibatkan tidak terbayar atau terlambatnya pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu kepada Peserta pemilik Surat Berharga; 5. early termination oleh Penyelenggara yang dilakukan melalui BI- SSSS sebagaimana dimaksud pada butir C.3.a.8); dan 6. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat baik yang dialami oleh Penyelenggara maupun Peserta. III. Kepesertaan A. Jenis Peserta 1. Pihak-pihak yang dapat menjadi Peserta adalah : a. Bank Indonesia; b. Kementerian Keuangan; c. Bank; d. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian; e. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing; f. Perusahaan Efek; g. Pialang pasar modal; atau h. Lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. 2. Berdasarkan fungsi Peserta, pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dibedakan sebagai berikut : a. Penerbit Surat Berharga, yaitu Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan/atau lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia ... 18 Indonesia; b. Peserta Operasi Moneter, yaitu Bank dan/atau pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; c. Lembaga perantara dalam kegiatan Operasi Moneter; d. Peserta Fasilitas Pendanaan, yaitu Bank; e. Peserta Lelang SBN, yaitu Bank dan Perusahaan Efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama, Lembaga Penjamin Simpanan dan Bank Indonesia. f. Pemilik Rekening Surat Berharga di Central Registry, antara lain Kementerian Keuangan, Bank, Sub Registry dan lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia. 3. Berdasarkan kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS, pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat dibedakan sebagai berikut: a. Peserta Sistem BI-RTGS Peserta Sistem BI-RTGS adalah Peserta pemilik Rekening Giro untuk pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran kewajiban lainnya terkait dengan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan penatausahaan melalui BI-SSSS. b. Bukan Peserta Sistem BI-RTGS Bukan peserta Sistem BI-RTGS adalah Peserta yang tidak memiliki Rekening Giro sehingga pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran kewajiban lainnya dilakukan melalui Bank Pembayar. 4. Berdasarkan tipe kepesertaan di BI-SSSS, Peserta dapat dibedakan menjadi: a. Peserta ... 19 a. Peserta Langsung (Principal Member) Peserta Langsung (Principal Member) adalah Peserta yang dapat melakukan koneksi secara langsung ke sistem Penyelenggara. b. Peserta Tidak Langsung (Subsidiary Member) Peserta Tidak Langsung (Subsidiary Member) adalah Peserta tambahan dari Peserta Langsung yang melakukan koneksi ke sistem Penyelenggara melalui Peserta Langsung. B. Persyaratan Menjadi Peserta Pihak-pihak yang menjadi Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Memiliki sarana dan prasarana sesuai persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2. 2. Berdasarkan jenis Peserta, calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Telah menjadi peserta dalam Sistem BI-RTGS, dalam hal calon Peserta adalah Bank; b. Telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Sub Registry, dalam hal calon Peserta adalah Sub Registry; c. Telah mengajukan permohonan menjadi Peserta Lelang SBN/ telah ditunjuk menjadi Dealer Utama/ ditetapkan sebagai Peserta Lelang SBN, dalam hal calon Peserta adalah Bank, Perusahaan Efek atau lembaga lain yang dapat menjadi Peserta Lelang SBN; dan/atau d. Telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dalam hal calon Peserta ... 20 Peserta adalah Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing. 3. Bagi calon Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS antara lain Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, Perusahaan Efek, pialang pasar modal dan/atau Sub Registry harus menunjuk Bank Pembayar dengan ketentuan sebagai berikut : a. Penunjukan Bank Pembayar dilakukan dalam rangka : 1) Pembebanan biaya BI-SSSS; 2) Pembebanan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran ketentuan Bank Indonesia, antara lain ketentuan mengenai Operasi Moneter; 3) Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga; dan/atau 4) Penerimaan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu. b. Bank Pembayar yang ditunjuk harus memberikan konfirmasi penunjukan sebagai Bank Pembayar sebagaimana contoh dalam Lampiran 3 kepada Penyelenggara melalui calon Peserta. c. Bagi calon Peserta Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, Perusahaan Efek dan pialang pasar modal harus menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar guna pembebanan biaya BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1). d. Bagi calon Peserta Sub Registry harus menunjuk Bank Pembayar dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Calon Peserta Sub Registry harus menunjuk 1 (satu) Bank ... 21 Bank Pembayar dalam rangka : a) pembebanan biaya BI-SSSS; b) pelaksanaan Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga; c) pembebanan sanksi kewajiban membayar atas pelanggaran ketentuan Bank Indonesia; dan d) penerimaan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh waktu, sebagaimana dimaksud pada huruf a. e. Calon Peserta Sub Registry dapat memilih paling banyak 9 (sembilan) Bank Pembayar lainnya dalam rangka Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga sebagaimana dimaksud pada butir a.2) untuk kepentingan nasabah. f. Dalam hal Bank Pembayar ditunjuk untuk melaksanakan Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada butir a.2), Bank Pembayar dimaksud melakukan pengelolaan data batas Setelmen Dana (settlement limit) bagi Peserta yang menunjuk. 4. Bank Indonesia dapat menentukan lain persyaratan bagi lembaga lain yang disetujui Bank Indonesia menjadi Peserta. C. Prosedur Permohonan Menjadi Peserta 1. Peserta Sistem BI-RTGS a. Calon Peserta sebagai peserta Sistem BI-RTGS yang juga berfungsi sebagai peserta Operasi Moneter, Peserta Lelang SBN dan/atau pemilik Rekening Surat Berharga di Central Registry mengajukan surat permohonan, sebagaimana contoh dalam ... 22 dalam Lampiran 4, kepada Penyelenggara dengan alamat sebagai berikut: Bank Indonesia Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran cq. Bagian Penyelenggaraan Setelmen Gedung D, Lantai 3 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 b. Calon Peserta yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) harus menyampaikan tembusan permohonan tersebut kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a harus dilengkapi dengan : 1) Informasi Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran 5; 2) 3) 4) fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan perubahannya; fotokopi akta notaris yang memuat susunan pengurus perusahaan terakhir; dan fotokopi surat permohonan menjadi Peserta Lelang SBN atau penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri Keuangan bagi Peserta Lelang SBN. Dalam hal calon Peserta belum dapat melampirkan surat penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri Keuangan, calon Peserta dimaksud harus menyampaikan surat penunjukan tersebut kepada Penyelenggara segera setelah menerima surat penunjukan dimaksud. d. Peserta harus menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana ... 23 sebagaimana dimaksud pada huruf c secara lengkap dan benar. e. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat melakukan kunjungan ke lokasi calon Peserta guna melakukan pengecekan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir B.1. f. Berdasarkan surat permohonan dan dokumen pendukung serta hasil pengecekan ke lokasi calon Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau penolakan kepada calon Peserta. g. Dalam hal permohonan calon Peserta tidak disetujui, surat pemberitahuan penolakan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada huruf f disertai keterangan mengenai alasan tidak disetujuinya permohonan calon Peserta dimaksud. h. Calon Peserta yang telah disetujui sebagai Peserta menyampaikan Perjanjian kepada Penyelenggara sebagaimana contoh dalam Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam rangkap 2 (dua). i. Dalam hal calon Peserta adalah Bank yang memiliki kegiatan usaha secara konvensional, Unit Usaha Syariah (UUS), dan/atau Sub Registry, maka Perjanjian sebagaimana dimaksud pada huruf h dibuat secara terpisah. j. Peserta menerima 1 (satu) eksemplar Perjanjian yang telah ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia yang berwenang. k. Penyelenggara melakukan instalasi aplikasi BI-SSSS dan memberikan Petunjuk Pemakaian BI-SSSS kepada Peserta. l. Penyelenggara memberikan pelatihan penggunaan BI-SSSS kepada ... 24 kepada petugas Peserta. m. Dalam hal calon Peserta yang telah menerima surat pemberitahuan persetujuan, sebagaimana dimaksud pada huruf f, tidak menyampaikan Perjanjian dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat persetujuan maka persetujuan sebagai Peserta dianggap batal dan permohonan sebagai Peserta harus diajukan ulang. 2. Sub Registry a. Calon Peserta yang telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Sub Registry mengajukan surat permohonan, sebagaimana contoh dalam Lampiran 4, kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir C.1.a. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus dilengkapi dengan : 1) Informasi Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran 5; 2) fotokopi perubahan Anggaran Dasar perusahaan dan akta notaris yang memuat susunan pengurus perusahaan dalam hal terdapat perubahan setelah persetujuan permohonan sebagai Sub Registry; 3) surat konfirmasi Bank Pembayar sebagaimana contoh dalam Lampiran 3; dan 4) fotokopi surat persetujuan menjadi Sub Registry dari Bank Indonesia. c. Sub Registry harus menyampaikan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf b secara lengkap dan benar ... 25 benar. d. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat melakukan kunjungan ke lokasi Sub Registry guna melakukan pengecekan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir B.1. e. Berdasarkan surat permohonan dan dokumen pendukung serta hasil pengecekan ke lokasi Sub Registry, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau penolakan kepada Sub Registry. f. Dalam hal permohonan tidak disetujui, surat pemberitahuan penolakan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada huruf e disertai keterangan mengenai alasan tidak disetujuinya permohonan calon Peserta dimaksud. g. Sub Registry yang telah disetujui sebagai Peserta menyampaikan Perjanjian kepada Penyelenggara sebagaimana contoh dalam Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam rangkap 2 (dua). h. Sub Registry menerima 1 (satu) eksemplar Perjanjian yang telah ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia yang berwenang. i. Sub Registry yang memilih menjadi Peserta Langsung (Principal Member) dan telah disetujui menjadi Peserta menyerahkan data Authenticator Text 1, 2 dan 3 kepada Penyelenggara Authenticator Text Lampiran 7. sesuai prosedur pengelolaan data sebagaimana dimaksud dalam j. Penyelenggara melakukan instalasi aplikasi BI-SSSS dan memberikan ... 26 memberikan Petunjuk Pemakaian BI-SSSS kepada Sub Registry. k. Penyelenggara memberikan pelatihan penggunaan BI-SSSS kepada petugas Sub Registry. l. Dalam hal calon Peserta yang telah menerima surat pemberitahuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf e, tidak menyampaikan Perjanjian dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat persetujuan maka persetujuan sebagai Peserta dianggap batal dan permohonan sebagai Peserta harus diajukan ulang. 3. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing dan Perusahaan Efek a. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing dan Perusahaan Efek mengajukan surat permohonan sebagaimana contoh dalam Lampiran 4, kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir C.1.a. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus dilengkapi dengan : 1) Informasi Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran 5; 2) 3) 4) 5) fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan perubahannya; fotokopi akta notaris yang memuat susunan pengurus perusahaan terakhir; surat konfirmasi Bank Pembayar sebagaimana contoh dalam Lampiran 3; dan/atau fotokopi surat permohonan menjadi Peserta Lelang SBN atau ... 27 atau penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri Keuangan bagi Peserta Lelang SBN. Dalam hal calon Peserta belum dapat melampirkan surat penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri Keuangan, calon Peserta dimaksud harus menyampaikan surat penunjukan tersebut kepada Penyelenggara segera setelah menerima surat penunjukan dimaksud. 6) fotokopi surat persetujuan menjadi Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing dari Bank Indonesia bagi Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing. c. Peserta harus menyampaikan dokumen pendukung seba- gaimana dimaksud pada huruf b secara lengkap dan benar. d. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat melakukan kunjungan ke lokasi calon Peserta guna melakukan pengecekan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir B.1. e. Berdasarkan surat permohonan dan dokumen pendukung serta hasil pengecekan ke lokasi calon Peserta, Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau penolakan kepada calon Peserta. f. Dalam hal surat permohonan atau persetujuan sebagaimana dimaksud pada butir b.5) ditolak atau dicabut oleh Menteri Keuangan, Penyelenggara membatalkan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf e. g. Dalam hal permohonan tidak disetujui, surat pemberitahuan penolakan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada huruf e, disertai keterangan mengenai alasan tidak disetujuinya ... 28 disetujuinya permohonan calon Peserta dimaksud. h. Calon Peserta yang telah disetujui sebagai Peserta menyampaikan Perjanjian kepada Penyelenggara sebagaimana contoh dalam Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dalam rangkap 2 (dua). i. Calon Peserta menerima 1 (satu) eksemplar Perjanjian yang telah ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia yang berwenang. j. Calon Peserta sebagai Peserta Langsung (Principal Member) yang telah disetujui menjadi Peserta menyerahkan data Authenticator Text 1,2 dan 3 kepada Penyelenggara sesuai prosedur pengelolaan data Authenticator Text sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 7. k. Penyelenggara melakukan instalasi aplikasi BI-SSSS dan memberikan Petunjuk Pemakaian BI-SSSS kepada Peserta. l. Penyelenggara memberikan pelatihan penggunaan BI-SSSS kepada petugas Peserta. m. Dalam hal calon Peserta yang telah menerima surat pemberitahuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada huruf e, tidak menyampaikan Perjanjian dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat persetujuan maka persetujuan sebagai Peserta dianggap batal dan permohonan sebagai Peserta harus diajukan ulang. 4. Kementerian Keuangan Prosedur menjadi Peserta bagi Kementerian Keuangan dapat disepakati tersendiri antara Bank Indonesia sebagai Penyelenggara dengan Kementerian Keuangan sebagai Peserta. 5. Lembaga ... 29 5. Lembaga Lain a. Lembaga lain yang ingin menjadi Peserta dan memiliki fungsi Peserta sebagaimana butir A.2, mengajukan surat permohonan kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada butir C.1.a. b. Setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia, calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir B.1 dan/atau prosedur administrasi yang ditetapkan oleh Penyelenggara. D. Kewajiban Peserta 1. Peserta wajib : a. menjaga kelancaran dan keamanan dalam penggunaan BI- SSSS; b. bertanggung jawab atas kebenaran transaksi, instruksi transaksi dan/atau setelmen, serta seluruh informasi yang dikirim Peserta kepada Penyelenggara melalui BI-SSSS; c. memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan ketentuan terkait; dan d. memenuhi Perjanjian maupun kesepakatan tertulis antar Peserta (Bye-Laws) dengan tetap mengacu kepada Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada angka 1, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut : a. memelihara sistem dan menjaga keamanan BI-SSSS sesuai dengan standar pemeliharaan dan keamanan minimum; b. menyediakan prosedur tertulis dalam pelaksanaan operasional BI-SSSS ... 30 BI-SSSS; c. menyediakan prosedur dan sistem cadangan (back-up) untuk menjamin kelangsungan operasional BI-SSSS dalam Keadaan Tidak Normal atau Keadaan Darurat; dan d. memenuhi prosedur administrasi terkait penggunaan BI-SSSS antara lain dengan melakukan kegiatan sebagai berikut : (1) Pengkinian Data atau Informasi Peserta melakukan perubahan data atau informasi yang telah disampaikan kepada Penyelenggara dengan prosedur sebagai berikut: a) Peserta menyampaikan perubahan data atau informasi dengan menggunakan formulir Informasi Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran 5. b) Perubahan data atau informasi dimaksud disampaikan kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif berlakunya perubahan dimaksud. (2) Pengelolaan Data Batas Setelmen Dana (Settlement Limit) Peserta yang ditunjuk sebagai Bank Pembayar oleh Sub Registry melakukan input dan pengkinian data batas Setelmen Dana (settlement limit) pada BI-SSSS. (3) Pengelolaan Data Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) Peserta yang menunjuk Peserta lain sebagai perantara (broker) dalam rangka pelaksanaan penawaran transaksi, melakukan ... 31 melakukan input dan pengkinian data broker bidding limit pada BI-SSSS. (4) Pengelolaan Data Authenticator Text Peserta Langsung dan Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS melakukan pengelolaan data Authenticator Text pada BI-SSSS. Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2 sesuai prosedur dalam Pedoman Penyelenggaraan BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 7. E. Status dan Prosedur Perubahan Status Kepesertaan 1. Jenis Status Peserta a. Status kepesertaan BI-SSSS terdiri dari : 1) Aktif (active) Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh kegiatan sesuai dengan jenis dan fungsi Peserta. 2) Dibekukan (freeze) Peserta dengan status dibekukan tidak dapat melakukan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau setelmen transaksi Surat Berharga, kecuali kegiatan untuk memperoleh informasi yang terdapat dalam BI- SSSS. 3) Ditutup (closed) Peserta dengan status ditutup tidak dapat melakukan seluruh kegiatan operasional BI-SSSS. b. Status kepesertaan dibekukan sebagaimana dimaksud pada butir a.2) dikecualikan bagi Peserta sebagai penerbit Surat Berharga ... 32 Berharga dan Sub Registry. 2. Hubungan Status Kepesertaan BI-SSSS dengan Sistem BI-RTGS Dalam hal Peserta adalah peserta Sistem BI-RTGS berlaku ketentuan status kepesertaan BI-SSSS sebagai berikut : a. Perubahan status Peserta menjadi dibekukan atau ditutup tidak menyebabkan perubahan status kepesertaan pada Sistem BI-RTGS. b. Perubahan status peserta Sistem BI-RTGS menjadi dibekukan atau ditutup menyebabkan perubahan status kepesertaan yang sama pada BI-SSSS. c. Perubahan status Peserta menjadi ditangguhkan (suspend) pada Sistem BI-RTGS tidak menyebabkan perubahan status kepesertaan pada BI-SSSS. d. Dalam hal status kepesertaan pada BI-SSSS aktif dan status kepesertaan pada Sistem BI-RTGS ditangguhkan (suspend), Peserta tidak dapat melakukan setelmen pembelian Surat Berharga secara DVP karena Setelmen Dana tidak dapat dilakukan melalui Sistem BI-RTGS. 3. Prosedur Perubahan Status Kepesertaan a. Penyebab Perubahan Status Kepesertaan 1) Perubahan status kepesertaan atas permintaan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Peserta. a) Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Peserta adalah : (1) Bank Indonesia untuk pengawasan terhadap Peserta ... 33 Peserta yang merupakan Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, serta Sub Registry; (2) Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) untuk pengawasan terhadap Peserta yang merupakan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) dan Perusahaan Efek; (3) Lembaga pengawas lain atau lembaga pengawas sebagaimana dimaksud pada angka (1) dan angka (2) untuk pengawasan terhadap Peserta yang tidak termasuk pada angka (1) dan angka (2). b) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan dari: (1) status aktif menjadi dibekukan atau sebaliknya; (2) status dibekukan menjadi ditutup; atau (3) status aktif menjadi ditutup. c) Perubahan status kepesertaan dapat diajukan oleh lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Peserta dengan alasan sebagai berikut : (1) Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang; atau (2) Berdasarkan keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang dapat mengakibatkan perubahan status kepesertaan. 2) Perubahan ... 34 2) Perubahan status kepesertaan atas permintaan Peserta Perubahan status kepesertaan dari status aktif menjadi ditutup atas permintaan Peserta dapat diajukan oleh Peserta yang melakukan proses merger atau konsolidasi, atau berdasarkan alasan lainnya. 3) Perubahan status kepesertaan oleh Penyelenggara Perubahan status kepesertaan oleh Penyelenggara dapat dilakukan dari status aktif menjadi ditutup karena pencabutan surat persetujuan sebagai Peserta Lelang SBN atau pencabutan penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri Keuangan . b. Persyaratan Penutupan Peserta Dalam hal akan dilakukan penutupan status Peserta, sebelumnya Peserta harus menyelesaikan seluruh kewajibannya, termasuk pelunasan Fasilitas Pendanaan yang diperoleh dari Bank Indonesia dan transaksi second leg yang belum jatuh waktu dan menihilkan saldo Rekening Surat Berharga Peserta. Dalam hal penihilan saldo Rekening Surat Berharga tidak dapat dilakukan oleh Peserta, maka Peserta mengajukan permohonan penihilan kepada Penyelenggara: Bank Indonesia Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bagian Penyelenggaraan Setelmen Gedung D, Lantai 3 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 c. Permohonan Perubahan Status Kepesertaan 1) Lembaga ... 35 1) Lembaga Pengawas yang berwenang sebagaimana dimaksud pada butir a.1)a) atau Peserta sebagaimana dimaksud pada butir a.2) mengajukan surat permohonan perubahan status kepesertaan kepada: Bank Indonesia Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bagian Penyelenggaraan Setelmen Gedung D, Lantai 3 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) memuat antara lain hal-hal sebagai berikut : a) nama Peserta dan jenis perubahan status yang diminta; b) tanggal efektif perubahan status kepesertaan; dan c) alasan perubahan status kepesertaan. 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus melampirkan dokumen pendukung sesuai dengan alasan perubahan status kepesertaan, sebagai berikut: a) salinan keputusan pengadilan yang dapat mengakibatkan perubahan status kepesertaan dalam BI-SSSS, dalam hal perubahan status kepesertaan diajukan karena alasan sebagaimana dimaksud pada butir a.1)c)(2); b) surat keputusan izin merger atau konsolidasi dari lembaga yang berwenang, dalam hal permohonan diajukan karena alasan merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud pada butir a.2); atau c) dokumen ... 36 c) dokumen terkait lainnya untuk alasan perubahan status kepesertaan yang dilakukan berdasarkan alasan lain. 4) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut : a) mengubah status Peserta di BI-SSSS; b) melakukan penihilan Rekening Surat Berharga Peserta dalam hal terdapat permohonan kepada Penyelenggara untuk melakukan penihilan sebagaimana dimaksud pada huruf b. c) mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada Peserta yang bersangkutan mengenai perubahan status kepesertaan beserta alasannya; dan d) mengumumkan perubahan status kepesertaan kepada seluruh Peserta melalui BI-SSSS (Administrative Messages) atau sarana lainnya pada hari pemberlakuan perubahan status kepesertaan dimaksud. IV. Pengawasan Peserta A. Ruang Lingkup Pengawasan 1. Penyelenggara berwenang melakukan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban Peserta sebagaimana dimaksud pada butir III.D. 2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut : a. Pengawasan tidak langsung, dengan cara melakukan pemantauan ... 37 pemantauan / analisis atas kegiatan Peserta melalui sistem pada Penyelenggara atau berdasarkan data/informasi yang diperoleh Penyelenggara dari Peserta atau pihak lain; dan b. Pengawasan langsung, dengan cara melakukan pemeriksaan ke lokasi kegiatan usaha Peserta. B. Pengawasan Tidak Langsung 1. Pengawasan tidak langsung dilakukan oleh Penyelenggara secara berkesinambungan. 2. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat meminta Peserta untuk menyampaikan dokumen dan/atau laporan tertulis terkait pelaksanaan operasional BI-SSSS. 3. Dalam hal terdapat temuan bahwa Peserta tidak/belum memenuhi kewajiban, Penyelenggara menyampaikan hasil temuan dimaksud melalui surat kepada Peserta untuk ditindaklanjuti. 4. Berdasarkan surat dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada angka 3, Peserta wajib melaksanakan tindak lanjut dan melaporkan secara tertulis kepada Penyelenggara. 5. Dalam hal terdapat hasil temuan yang memerlukan pemeriksaan ke lokasi kegiatan usaha Peserta, Penyelenggara dapat melakukan pengawasan langsung. C. Pengawasan Langsung 1. Penyelenggara melakukan pengawasan langsung/pemeriksaan ke lokasi kegiatan usaha Peserta sewaktu-waktu apabila diperlukan. 2. Tujuan pengawasan langsung/pemeriksaan adalah untuk memastikan Peserta telah memenuhi kewajiban sebagai Peserta, antara lain: a. kesesuaian ... 38 a. kesesuaian sistem dan prosedur operasional BI-SSSS yang ada di Peserta dengan ketentuan Penyelenggara; dan b. kepatuhan Peserta terhadap ketentuan Penyelenggara dan Perjanjian. 3. Dalam melaksanakan pengawasan langsung/pemeriksaan, Penyelenggara dapat menugaskan pihak lain yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidang audit teknologi informasi untuk melakukan pengawasan langsung dengan tetap menjaga kerahasiaan sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Dalam rangka pengawasan langsung/pemeriksaan, Peserta wajib memberikan kepada Penyelenggara : a. segala keterangan dan penjelasan mengenai pelaksanaan BI-SSSS, termasuk data elektronik, warkat, disposisi, dan dokumen tertulis lainnya; b. kesempatan untuk melakukan pengawasan langsung/pemeriksaan terhadap sarana fisik dan aplikasi pendukung lainnya ; dan c. bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran atas dokumen dan keterangan yang diberikan oleh Peserta. 5. Prosedur pelaksanaan pengawasan langsung/pemeriksaan dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Petugas pemeriksa menyampaikan surat introduksi pemeriksaan kepada Peserta yang akan diperiksa. b. Sebelum pengawasan langsung/pemeriksaan berakhir, petugas pemeriksa melakukan klarifikasi dan konfirmasi dengan pejabat berwenang perusahaan Peserta atau pimpinan Peserta atas ... 39 atas hasil pemeriksaan. c. Setelah pengawasan langsung/pemeriksaan berakhir, petugas pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan dan menyampaikan laporan tersebut kepada Peserta. d. Peserta wajib melakukan tindak lanjut atas temuan dalam pengawasan langsung/pemeriksaan dan melaporkan secara tertulis atas tindak lanjut kepada Penyelenggara. e. Apabila diperlukan, Penyelenggara dapat melakukan pengawasan langsung/pemeriksaan kembali untuk memastikan kebenaran laporan tindak lanjut. V. Pengenaan Sanksi Berdasarkan hasil pengawasan, Penyelenggara mengenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis kepada Peserta dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Penyelenggara mengenakan sanksi kepada Peserta yang melanggar ketentuan mengenai BI-SSSS dan/atau tidak memenuhi kewajiban dalam Perjanjian Penggunaan BI-SSSS. 2. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan berdasarkan hasil pengawasan langsung dan/atau pengawasan tidak langsung oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada butir IV. 3. Penyelenggara menyampaikan surat teguran tertulis kepada Peserta dengan tembusan kepada lembaga pengawas terkait. VI. Ketentuan Penutup Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka: 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/21/DPM tanggal 23 Mei 2008 perihal Penyelenggaraan Bank Indonesia –Scripless Securities Settlement System ... 40 System; dan 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/23/DPM tanggal 25 Agustus 2009 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/21/DPM tanggal 23 Mei 2008 perihal Penyelenggaraan Bank Indonesia –Scripless Securities Settlement System, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 10 November 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RONALD WAAS DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/28/DASP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System. </reg_title> <set_date> 10 November 2010 </set_date> <effective_date> 10 November 2010 </effective_date> <replaced_reg> '11/23/DPM|SE-BI/2009', '10/21/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg> <related_reg> '12/12/PBI/2010', '12/11/PBI/2010', '10/2/PBI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V', 'Romawi II Huruf C Angka 3 Huruf a Butir 6)', 'Romawi III Huruf B Angka 3 Huruf a Butir 2)', 'Romawi III Huruf B Angka 3 Huruf d Butir 1) Huruf c)' </penalty_list>
No. 3/ 12 /DLN Jakarta, 8 Juni 2001 SURAT EDARAN Kepada BANK, BADAN USAHA BUKAN BANK, DAN PERORANGAN DI INDONESIA Perihal : Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/20/DLN tanggal 9 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri Dalam rangka penyempurnaan prosedur penyampaian laporan utang luar negeri (ULN) sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/20/DLN tanggal 9 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri, perlu ditetapkan perubahan terhadap Surat Edaran dimaksud sebagai berikut : 1. Angka II huruf A butir 3 diubah menjadi sebagai berikut : “Utang dagang yang wajib dilaporkan adalah utang luar negeri yang timbul dalam rangka perdagangan internasional baik dengan L/C maupun tanpa L/C yang berjangka waktu diatas 6 (enam) bulan. Bagi bank, utang dagang yang wajib dilaporkan adalah utang dagang dengan L/C maupun tanpa L/C yang telah menjadi kewajiban bank seperti wesel yang telah diakseptasi oleh bank. Bagi swasta non bank, utang dagang yang wajib dilaporkan adalah utang dagang tanpa L/C di luar yang menjadi kewajiban bank” 2. Angka II huruf B butir 1.a. diubah menjadi sebagai berikut: “Data penerima ULN dan atau perubahannya, mencakup informasi mengenai: nama, alamat, kota, kode pos, propinsi, negara, nomor telepon, nomor faksimili, bentuk usaha… 1 usaha, kepemilikan, kepemilikan asing, grup perusahaan, nama grup, nama yang dapat dihubungi, alamat email” a.1. ULN atas dasar perjanjian kredit menggunakan formulir F-01.1 butir A sebagaimana dilampirkan dalam Surat Edaran ini (Lampiran 1). a.2. ULN atas dasar surat berharga menggunakan formulir F-02.1 butir A sebagaimana dilampirkan dalam Surat Edaran ini (Lampiran 2). a.3. ULN atas dasar utang dagang menggunakan formulir F-03 butir A sebagaimana dilampirkan dalam Surat Edaran ini (Lampiran 5).” 3. Angka II huruf B butir 1.b. diubah menjadi sebagai berikut: “b.1. Data ULN atas dasar perjanjian kredit mencakup informasi mengenai : status, tanggal penandatanganan, valuta dan nominal komitmen, jangka waktu, masa tenggang dan tanggal jatuh waktu, tingkat bunga, total biaya/fee, jadwal penarikan, jadwal pembayaran, penggunaan, bentuk ikatan pinjaman, sektor ekonomi, lokasi proyek, nama pemberi pinjaman, negara pemberi pinjaman, jenis usaha pemberi pinjaman dan status pemberi pinjaman, nomor referensi dan lain-lain sebagaimana tercantum dalam formulir F-01.1 butir B (lampiran 1). b.2. Data ULN atas dasar surat berharga mencakup informasi mengenai : Jenis surat berharga, tanggal penerbitan, valuta penerbitan, jangkawaktu dan tanggal jatuh waktu, bunga/diskonto/kupon, total biaya/fee, rencana pembayaran, penggunaan, sektor ekonomi, lokasi proyek, negara tempat surat berharga diterbitkan, nomor referensi, dan lain-lain sebagaimana tercantum dalam formulir F-02.1 butir B (lampiran 2). b.3. Data ULN atas dasar utang dagang atau perjanjian lainnya mencakup informasi mengenai : nomor referensi, bulan timbulnya ULN, bulan jatuh waktu ULN, valuta dan jumlah ULN, status pemberi pinjaman, nama dan negara pemberi pinjaman sebagaimana tercantum dalam formulir F-03 butir B.1. (lampiran 5).” Angka…. 2 4. Angka II huruf B butir 2. diubah menjadi sebagai berikut: “Data realisasi ULN, terdiri dari : a. Data realisasi ULN atas dasar perjanjian kredit mencakup informasi mengenai : periode laporan, kode penerima, nama penerima, nomor referensi, tanggal realisasi penarikan dan pembayaran ULN pada bulan laporan, jenis penarikan, valuta penarikan, nominal realisasi penarikan, jumlah ekuivalen dalam valuta perjanjian, kumulatif dalam valuta perjanjian, jenis dan valuta pembayaran, nominal realisasi pembayaran, jumlah ekuivalen dalam valuta perjanjian, kumulatif dalam valuta perjanjian, jenis tunggakan, jumlah tunggakan menurut valuta perjanjian pada bulan laporan, kumulatif s.d bulan laporan, dan posisi utang menurut valuta perjanjian pada akhir bulan laporan sebagaimana tercantum dalam formulir F-01.2 (lampiran 3). b. Data realisasi ULN atas dasar surat berharga mencakup informasi mengenai : periode laporan, kode penerbit, nama penerbit, nomor referensi, tanggal pembayaran ULN pada bulan laporan, jenis pembayaran, valuta pembayaran, nominal pembayaran, jumlah ekuivalen dalam valuta penerbitan, jenis dan jumlah yang tidak dapat dibayar (default) menurut valuta penerbitan, dan posisi surat berharga menurut valuta penerbitan pada akhir bulan laporan sebagaimana tercantum dalam formulir F-02.2 (lampiran 4). c. Data realisasi ULN atas dasar utang dagang mencakup informasi mengenai : nomor referensi, valuta pembayaran, jumlah pembayaran dalam bulan laporan, dan posisi ULN pada akhir bulan laporan sebagaimana tercantum dalam formulir F-03 butir B.2. (lampiran 5).” 5. “Formulir laporan data pokok ULN dan atau perubahannya, dan formulir laporan realisasi ULN sebagaimana dimaksud pada butir 3 dan 4 tersebut di atas terlampir dalam Surat Edaran ini”. 4. Angka… 3 6. Angka III huruf A butir 4 diubah menjadi sebagai berikut: “Laporan data penerima dan realisasi ULN atas dasar utang dagang, wajib disampaikan kepada Bank Indonesia setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.” 7. Angka III huruf B butir 7 diubah menjadi sebagai berikut: “Laporan ULN disampaikan kepada Bank Indonesia berupa: a. Hard copy untuk laporan data pokok ULN dan atau perubahannya. b. Disket untuk laporan data realisasi ULN. Penyampaian laporan dimaksud dapat dilakukan dengan pos, kurir atau jasa ekspedisi.” 8. “Tata cara pelaporan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada butir 5 dan 7 tersebut di atas, diatur sebagai berikut ; a. Untuk laporan data pokok ULN dan atau perubahannya : - Bagi pelapor yang masih memiliki ULN, wajib menyampaikan laporan sesuai format laporan sebagaimana tercantum dalam lampiran 1, 2, dan 5 Surat Edaran ini, bersamaan dengan laporan data realisasi ULN bulan Juni 2001. - Bagi pelapor yang memiliki ULN baru dan belum melaporkan ke Bank Indonesia, wajib menyampaikan laporan sesuai format laporan sebagaimana tercantum dalam lampiran 1,2, dan 5 Surat Edaran ini paling lambat tanggal 16 Juli 2001 b. Untuk laporan data realisasi ULN, selain wajib menyampaikan disket laporan, pelapor wajib pula menyampaikan hard copy dari hasil olahan program laporan untuk data realisasi ULN bulan Mei dan Juni 2001. Untuk periode bulan berikutnya, pelapor hanya menyampaikan disket laporan. Petunjuk teknis pengisian… 4 pengisian laporan dengan menggunakan disket tercantum dalam buku panduan Bank Indonesia Sistem Informasi Utang Luar negeri (BI-SIUL) sebagaimana terlampir 9. Angka III huruf B butir 8 diubah menjadi sebagai berikut: “Tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka III butir A.1 s.d 5 ditetapkan sebagai berikut: a. Untuk pengiriman dengan menggunakan jasa kurir atau ekspedisi adalah sesuai dengan tanggal penerimaan di Bank Indonesia. b. Untuk pengiriman dengan pos adalah sesuai dengan tanggal stempel pos.” 10. Angka IV huruf A butir 4 diubah menjadi sebagai berikut: “Pelapor dapat menyampaikan koreksi sampai dengan tanggal 25 bulan penyampaian laporan. Koreksi disampaikan dengan formulir yang sama dengan membubuhkan kata “KOREKSI” pada setiap lembar formulir laporan. Penyampaian koreksi yang melampaui batas waktu penyampaian laporan koreksi dikenai sanksi administratif sebagaimana tercantum pada butir IV A.1.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 8 Juni 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA DLN 5 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.3/ 12 /DLN tanggal 8 Juni 2001 Lampiran 1 -------------------------------------------------------------------------------- PETUNJUK PENGISIAN DATA POKOK UTANG LUAR NEGERI Atas Dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement). ( F-01.1 ) A. DATA PENERIMA 1. Diisi nama bank, badan usaha bukan bank atau perorangan penerima ULN. 2. Diisi alamat lengkap dan jelas domisili bank, badan usaha bukan bank atau perorangan. 3. Diisi lengkap. 4. Diisi lengkap. 5. Diisi lengkap. 6. Diisi lengkap untuk kantor cabang bank di luar negeri dari bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia. 7. Diisi lengkap; kode negara, kode area dan nomor. 8. Diisi lengkap; kode negara, kode area dan nomor. 9. Pilih bentuk usaha perusahaan: a. untuk Lembaga Keuangan atau b. untuk Bukan Lembaga Keuangan. Jika Lembaga Keuangan pilih Bank atau Bukan Bank. 10. Pilih jenis kepemilikan; a BUMN, b BUMD, c Yayasan/koperasi, d Perorangan dan e BUMS. Jika BUMS pilih 1 untuk BUMS Nasional, 2 BUMS asing dan 3 BUMS campuran. 11. Pilih boks yang sesuai. Jika ada kepemilikan asing cantumkan porsi(%)nya. 12. Beri tanda “X” pada kolom yang sesuai. Jika YA lanjutkan ke nomor 14. 13. Diisi oleh Bank Indonesia 14. Diisi dengan nama group. 15. Diisi nama petugas yang dapat dihubungi untuk informasi laporan. 16. Diisi oleh Bank Indonesia. 17. Diisi alamat email jika ada. B. DATA ULN 1. Diisi dengan status Utang Luar Negeri. ULN baru: beri tanda “X” pada kolom “baru”. Perubahan di luar skim restrukturisasi: beri tanda “X” pada kolom “perubahan” dan sebutkan pada kolom yang tersedia bentuk perubahannya. Misalnya perubahan suku bunga dan jangka waktu. Restrukturisasi ULN: beri tanda “X” pada kolom “restrukturisasi” dan beri tanda “X” pada salah satu bentuk restrukturisasi. 2. Diisi dengan tanggal, bulan dan tahun penandatanganan perjanjian ULN. 3. Diisi dengan valuta dan nominal komitmen ULN sesuai perjanjian kredit. 4. Diisi dengan jangka waktu dalam tahun dan bulan. Masa tenggang dalam tahun dan bulan. Tanggal jatuh waktu dalam format tanggal yang tersedia. 5. a. Pilih a jika bunga tetap (fixed), b jika bunga mengambang (floating). Isi suku bunga pada boks yang sesuai. 2 boks pertama diisi angka %, 3 boks terakhir diisi 3 digit dibelakang koma. Apabila tingkat bunga mengambang diisi angka % di 6 Lanj. Lampiran 1 atas atau di bawah tingkat bunga dasar yang berlaku di pasar internasional. Contoh 1,5 % di atas LIBOR diisi 01,500 % di atas LIBOR. b. Diisi dengan valuta dan nominal. 6. Buat jadwal penarikan sesuai dengan tabel yang tersedia. Kolom (1) diisi nomor urut, kolom (2) diisi diisi rencana tanggal penarikan, kolom (3) pilih angka 1 untuk penarikan tunai, angka 2 untuk penarikan dalam bentuk barang dan angka 3 apabila penarikan dalam bentuk jasa. Kolom (4) diisi valuta penarikan, kolom (5) diisi nominal rencana penarikan. Jika tabel tidak cukup jadwal penarikan dapat dibuat terpisah dan dilampirkan. 7. Buat jadwal pelunasan sesuai dengan tabel yang tersedia. Kolom (1) diisi nomor urut, kolom (2) diisi diisi rencana tanggal pelunasan, kolom (3) pilih angka 1 untuk pelunasan pokok, angka 2 untuk pelunasan bunga. Kolom (4) diisi valuta pelunasan, kolom (5) diisi nominal rencana pelunasan. Jika tabel tidak cukup jadwal pelunasan dapat dibuat terpisah dan dilampirkan. 8. Diisi dengan tujuan penggunaan ULN. Beri tanda “X” pada boks yang sesuai. Jika “lainnya” sebutkan tujuan penggunaannya. 9. Beri tanda “X” pada boks yang sesuai. Jika “lainnya” sebutkan bentuk ikatan pinjaman. 10. Pilih salah satu. Beri tanda “X” pada boks yang sesuai. 11. Diisi sesuai dengan tabel yang tersedia. Kolom (1) diisi nomor urut, kolom (2) diisi nama kota lokasi proyek, kolom (3) diisi propinsi lokasi proyek. Kolom (5) diisi untuk lokasi proyek diluar Indonesia. Jika tabel tidak cukup dapat dibuat terpisah dan dilampirkan. 12. Diisi nama pemberi pinjaman, apabila pinjaman sindikasi sebutkan nama agen/lead. 13. Diisi dengan negara domisili pemberi pinjaman. Contoh: Bank Of Tokyo Mitsubishi, Singapura maka negara pemberi pinjamannya adalah Singapura. 14. Pilih salah satu dan beri tanda “X” pada boks yang sesuai. Jika “lainnya” sebutkan. 15. Pilih salah satu. Beri tanda “X” pada kolom yang sesuai. Jika “lainnya” sebutkan. - Perusahaan Induk : saham di perusahaan penerima pinjaman ? 10%. - Perusahaan Afiliasi : penerima pinjaman memiliki saham perusahaan pemberi pinjaman. 16. Jika angka 1 diisi dengan “perubahan” atau “restrukturisasi”, maka nomor referensi lama pinjaman terkait harus diisi. Apabila terdapat lebih dari 1 nomor referensi harap dilampirkan tabel. 17. Diisi informasi lain yang terkait dengan perjanjian kredit (apabila ada). 7 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.3/ 12 /DLN tanggal 8 Juni 2001 Lampiran 2 -------------------------------------------------------------------------------- PETUNJUK PENGISIAN DATA POKOK UTANG LUAR NEGERI Atas Dasar Surat Berharga (F-02.1) A. DATA PENERBIT 1. Diisi nama bank, badan usaha bukan bank atau perorangan penerima ULN. 2. Diisi alamat lengkap dan jelas domisili bank, badan usaha bukan bank atau perorangan. 3. Diisi lengkap. 4. Diisi lengkap. 5. Diisi lengkap. 6. Diisi lengkap untuk kantor cabang bank di luar negeri dari bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia. 7. Diisi lengkap; kode negara, kode area dan nomor. 8. Diisi lengkap; kode negara, kode area dan nomor. 9. Pilih bentuk usaha perusahaan: a. untuk Lembaga Keuangan atau b. untuk Bukan Lembaga Keuangan. Jika Lembaga Keuangan pilih Bank atau Bukan Bank. 10. Pilih jenis kepemilikan; a BUMN, b BUMD, c Yayasan/koperasi, d Perorangan dan e BUMS. Jika BUMS, pilih 1 untuk BUMS Nasional, 2 BUMS asing dan 3 BUMS campuran. 11. Pilih boks yang sesuai. Jika ada kepemilikan asing cantumkan porsi(%)nya. 12. Beri tanda “X” pada kolom yang sesuai. Jika YA lanjutkan ke nomor 14. 13. Diisi oleh Bank Indonesia 14. Diisi dengan nama group. 15 Diisi nama petugas yang dapat dihubungi untuk informasi laporan. 16. Diisi oleh Bank Indonesia. 17. Diisi alamat email jika ada. B. DATA UTANG LUAR NEGERI 1. Pilih salah satu. Beri tanda “X” pada kolom yang sesuai. Jika “lainnya” sebutkan. 2. Diisi dengan tanggal, bulan, tahun penerbitan surat berharga. 3. Diisi dengan valuta dan jumlah nominal surat berharga yang diterbitkan. 4. Diisi dengan jangka waktu dalam tahun dan bulan dan Tanggal jatuh waktu dalam format tanggal yang tersedia. 5. a. Pilih a jika bunga tetap (fixed), b jika bunga mengambang (floating). Isi suku bunga pada boks yang sesuai. 2 boks pertama diisi angka %, 3 boks terakhir diisi 3 digit dibelakang koma. Apabila tingkat bunga mengambang diisi angka % di atas atau di bawah tingkat bunga dasar yang berlaku di pasar internasional. Contoh 1,5 % di atas LIBOR diisi 01,500 % di atas LIBOR. b. Diisi dengan valuta dan nominal. 6. Buat jadwal pembayaran sesuai dengan tabel yang tersedia. Kolom (1) diisi nomor urut, kolom (2) diisi diisi rencana tanggal pembayaran, kolom (3) pilih angka 1 untuk 8 Lanj. Lampiran 2 pembayaran pokok, angka 2 untuk pembayaran bunga/kupon. Kolom (4) diisi valuta pembayaran, kolom (5) diisi nominal rencana pembayaran. Jika tabel tidak cukup jadwal pembayaran dapat dibuat terpisah dan dilampirkan. 7. Diisi dengan tujuan penggunaan ULN. Beri tanda “X” pada boks yang sesuai. Jika “lainnya” sebutkan tujuan penggunaannya. 8. Pilih salah satu. Beri tanda “X” pada boks yang sesuai. 9. Diisi sesuai dengan tabel yang tersedia. Kolom (1) diisi nomor urut, kolom (2) diisi nama kota lokasi proyek, kolom (3) diisi propinsi lokasi proyek. Kolom (5) diisi untuk lokasi proyek diluar Indonesia. Jika tabel tidak cukup dapat dibuat terpisah dan dilampirkan. 10. Diisi dengan negara dimana surat berharga diterbitkan. 11. Diisi oleh Bank Indonesia. 12. Diisi informasi lain yang terkait dengan surat berharga (apabila ada). 9 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.3/ 12 /DLN tanggal 8 Juni 2001 Lampiran 5 -------------------------------------------------------------------------------- PETUNJUK PENGISIAN DATA POKOK DAN REALISASI UTANG LUAR NEGERI Atas Dasar Utang Dagang atau Perjanjian Lainnya (F-03) A. DATA PENERIMA 1. Diisi nama bank, badan usaha bukan bank atau perorangan penerima ULN. 2. Diisi alamat lengkap dan jelas domisili bank, badan usaha bukan bank atau perorangan. 3. Diisi lengkap. 4. Diisi lengkap. 5. Diisi lengkap. 6. Diisi lengkap untuk kantor cabang bank di luar negeri dari bank yang kantor pusatnya berkedudukan di Indonesia. 7. Diisi lengkap; kode negara, kode area dan nomor. 8. Diisi lengkap; kode negara, kode area dan nomor. 9. Pilih bentuk usaha perusahaan: a. untuk Lembaga Keuangan atau b. untuk Bukan Lembaga Keuangan. Jika Lembaga Keuangan pilih Bank atau Bukan Bank. 10. Pilih jenis kepemilikan; a BUMN, b BUMD, c Yayasan/koperasi, d Perorangan dan e BUMS. Jika BUMS pilih 1 untuk BUMS Nasional, 2 BUMS asing dan 3 BUMS campuran. 11. Pilih boks yang sesuai. Jika ada kepemilikan asing cantumkan porsi(%)nya. 12. Beri tanda “X” pada kolom yang sesuai. Jika YA lanjutkan ke nomor 14. 13. Diisi oleh Bank Indonesia 14. Diisi dengan nama group. 15. Diisi nama petugas yang dapat dihubungi untuk informasi laporan. 16. Diisi oleh Bank Indonesia. 17. Diisi alamat email jika ada. B. DATA UTANG LUAR NEGERI 1. Data Pokok ULN Kolo m 1. 2. 3. 4. 5. 6. Petunjuk Pengisian Diisi nomor urut Diisi bulan timbulnya ULN (sejak terhitung terutang) Diisi bulan jatuh waktu ULN. Diisi valuta ULN. Diisi Jumlah nominal ULN. Diisi status pemberi pinjaman; pilih angka yang sesuai dari 1, 2 atau 3 Perusahaan Induk Perusahaan Afiliasi : saham di perusahaan penerima pinjaman ? 10%. : penerima pinjaman memiliki saham perusahaan 10 Lanj. Lampiran 5 pemberi pinjaman. 7. 8. Diisi lengkap nama pemberi pinjaman. Diisi dengan negara domisili pemberifasilitas utang dagang. Contoh : Bank Of Tokyo Mitsubishi, Singapura maka negara pemberi pinjamannya adalah Singapura. 2. Realisasi ULN Kolo m 1. 2. 3. 4. Petunjuk Pengisian Diisi dengan nomor referensi yang sesuai dengan butir B.1.1. Diisi dengan valuta pembayaran. Diisi dengan nominal pembayaran pada bulan laporan Diisi dengan saldo utang dagang pada akhir periode laporan. 11 12 DLN 13
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/12/DLN|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/20/DLN tanggal 9 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri </reg_title> <set_date> 8 Juni 2001 </set_date> <effective_date> 8 Juni 2001 </effective_date> <changed_reg> '2/20/DLN|SE-BI/2000' </changed_reg> <related_reg> '2/20/DLN|SE-BI/2000' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 10' </penalty_list>
No. 9/22/DASP Jakarta, 1 Oktober 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PESERTA SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT (BI-RTGS) DAN SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA (SKNBI) DI INDONESIA Perihal : Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Penerapan Treasury Single Account Dalam rangka melakukan pengelolaan keuangan negara (cash management) yang lebih efektif dan efisien, Pemerintah telah menerapkan Treasury Single Account (TSA) secara bertahap pada beberapa Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dengan melibatkan Peserta Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) dan Peserta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) untuk melakukan transaksi dalam rangka TSA melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI. Sehubungan dengan akan diterapkannya TSA pada seluruh KPPN di Indonesia, dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Pelaksanaan Uji Coba Treasury Single Account Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.6/8/PBI/2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4373) sebagaimana telah diubah dengan PBI No.6/13/PBI/2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4387) dan PBI No. 7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4516), sebagai berikut : I. PELAKSANA… I. PELAKSANA TSA 1. Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan Republik Indonesia, menetapkan Bank dan Pihak Selain Bank yang merupakan mitra kerja KPPN sebagai pelaksana TSA. 2. Penetapan Bank dan Pihak Selain Bank sebagai pelaksana TSA sebagaimana dimaksud pada angka 1 diberitahukan secara tertulis oleh Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan Republik Indonesia, kepada Bank Indonesia. 3. Dalam penerapan TSA, Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen Keuangan Republik Indonesia melibatkan Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Peserta SKNBI sebagai berikut: a. Kantor Pusat Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Kantor Pusat Peserta SKNBI yang menjadi mitra kerja KPPN; b. Kantor Cabang Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Kantor Cabang Peserta SKNBI yang menjadi mitra kerja KPPN sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan c. Kantor lainnya dari Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Kantor lainnya dari Peserta SKNBI yang melakukan transaksi terkait penerapan TSA. II. JENIS TRANSAKSI, PENGGUNAAN TRANSACTION REFERENCE NUMBER (TRN) DAN SANDI TRANSAKSI DALAM PENERAPAN TSA 1. Jenis transaksi, penggunaan TRN, dan sandi transaksi dalam rangka penerapan TSA diatur sebagaimana tercantum pada Lampiran Surat Edaran ini. 2. Peserta Sistem BI-RTGS yang melakukan transaksi dalam rangka penerapan TSA harus menggunakan TRN serta mengisi payment detail yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana tercantum pada Lampiran Surat Edaran ini. 3. Peserta SKNBI yang melakukan transaksi dalam rangka penerapan TSA harus menggunakan sandi transaksi serta mengisi keterangan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana tercantum pada Lampiran Surat Edaran ini. III. PENGENAAN BIAYA TRANSAKSI TSA Pengenaan biaya transaksi TSA diatur sebagai berikut : 1. Peserta… 1. Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI yang melakukan transaksi dengan menggunakan TRN atau sandi transaksi dalam rangka penerapan TSA sebagaimana dimaksud pada butir II.1 dikenakan biaya transaksi sebesar Rp0,00 (nol rupiah) per transaksi. 2. Dalam hal Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 menggunakan TRN atau sandi transaksi selain TRN atau sandi transaksi yang tercantum pada Lampiran Surat Edaran ini, maka Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI tersebut dikenakan biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai biaya dalam penggunaan Sistem BI-RTGS dan biaya dalam penyelenggaraan SKNBI. 3. Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI yang menggunakan TRN atau sandi transaksi dalam rangka TSA selain untuk transaksi TSA dikenakan biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai biaya dalam penggunaan Sistem BI-RTGS dan biaya dalam penyelenggaraan SKNBI, ditambah dengan biaya administrasi sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) per transaksi. 4. Pengenaan biaya transaksi dan biaya administrasi sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan dengan cara mendebet Rekening Giro Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI di Bank Indonesia pada saat Bank Indonesia mengetahui adanya kesalahan penggunaan TRN dan/atau sandi transaksi. IV. MASA TRANSISI SISTEM 1. Khusus untuk transaksi TSA yang dilakukan melalui SKNBI, mekanisme pembebanan biaya transaksi Rp0,00 (nol rupiah) dilakukan sebagai berikut : a. Bank yang melakukan transaksi TSA melalui SKNBI dikenakan biaya transaksi kliring kredit sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai biaya dalam penyelenggaraan SKNBI. b. Bank… b. Bank Indonesia mengembalikan biaya transaksi kliring kredit sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Bank yang dilakukan pada awal bulan berikutnya. 2. Mekanisme sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan paling lambat sampai dengan akhir Desember 2008. 3. Dalam hal pelimpahan pajak belum dilakukan setiap hari namun dilakukan pada hari kerja tertentu maka TRN BIRSA501 belum dapat digunakan sehingga pelimpahan pajak tetap menggunakan TRN dan dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Sistem BI-RTGS. V. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia No.8/20/DASP tanggal 11 Oktober 2006 perihal Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Pelaksanaan Uji Coba Treasury Single Account Pemerintah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DYAH N.K. MAKHIJANI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/22/DASP|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Penerapan Treasury Single Account </reg_title> <set_date> 1 Oktober 2007 </set_date> <effective_date> 1 Oktober 2007 </effective_date> <replaced_reg> '8/20/DASP|SE-BI/2006' </replaced_reg> <related_reg> '6/8/PBI/2004', '7/18/PBI/2005', '6/13/PBI/2004' </related_reg>
No.12/ 31 /DASP Jakarta, 10 November 2010 SURAT EDARAN Kepada BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Perihal : Tata Cara Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008 tanggal 21 Agustus 2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888), Keputusan Menteri Keuangan Nomor 215/KMK.08/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Penunjukan Bank Indonesia Sebagai Agen Penata Usaha, Agen Pembayar, dan Agen Lelang Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Bookbuilding di Pasar Perdana Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.08/2008 tanggal 16 Desember 2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.08/2009 tanggal 2 Februari 2009 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana Dalam Negeri Dengan Cara Lelang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.08/2009 tanggal 17 April 2009 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Penempatan langsung (Private Placement) dan dilakukannya penyempurnaan organisasi di Bank Indonesia khususnya terkait dengan pelaksanaan fungsi penatausahaan surat berharga, perlu untuk mengatur kembali tata cara lelang dan penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai ... 2 sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan: 1. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, dalam mata uang rupiah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN. 2. SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 3. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 4. SBSN Ritel atau yang selanjutnya disebut Sukuk Negara Ritel adalah SBSN yang dijual kepada individu atau orang perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual. 5. Bookbuilding adalah kegiatan penjualan SBSN kepada pihak melalui agen penjual, dimana agen penjual mengumpulkan pemesanan pembelian dalam periode penawaran yang telah ditentukan. 6. Lelang SBSN adalah penjualan SBSN di pasar perdana yang diikuti oleh peserta lelang, Bank Indonesia, dan/atau Lembaga Penjamin Simpanan dengan cara mengajukan penawaran pembelian kompetitif (competitive bidding) dan/atau penawaran pembelian non-kompetitif (non-competitive bidding) dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya, melalui sistem yang disediakan agen lelang. 7. Penempatan Langsung, yang selanjutnya disebut Private Placement, adalah kegiatan penerbitan dan penjualan SBSN yang dilakukan oleh pemerintah kepada pihak, dengan ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) SBSN sesuai kesepakatan. 8. Penatausahaan SBSN adalah kegiatan yang mencakup kliring dan setelmen ... 3 setelmen, pencatatan kepemilikan, serta agen pembayar imbalan dan nilai nominal SBSN. 9. Pihak adalah orang perseorangan, atau kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. 10. Agen Penjual adalah : a. perusahaan efek yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang atas nama Menteri Keuangan guna melaksanakan penjualan SBSN dengan cara Bookbuilding; atau b. bank dan/atau perusahaan efek yang ditunjuk untuk melaksanakan penjualan Sukuk Negara Ritel. 11. Peserta Lelang adalah bank, perusahaan efek, dan anggota dealer utama yang ditunjuk Menteri Keuangan sebagai peserta Lelang SBSN di pasar perdana dalam negeri. 12. Agen Lelang adalah pihak yang menyediakan sistem untuk penyelenggaraan lelang dalam rangka penjualan SBSN di pasar perdana dalam negeri. 13. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 14. Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek. 15. Dealer Utama adalah Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Dealer Utama. 16. Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disebut LPS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 17. Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan SBSN ... 4 SBSN, yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan berakhirnya periode SBSN. 18. Nilai Nominal adalah nilai SBSN atas nama Bank dan/atau Sub-Registry yang tercatat dalam BI-SSSS. 19. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian, yang memenuhi persyaratan dan disetujui Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga termasuk SBSN untuk kepentingan nasabah. 20. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBSN untuk pertama kali. 21. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SBSN yang telah dijual di Pasar Perdana. 22. Penawaran Pembelian Kompetitif adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan : a. volume dan tingkat imbal hasil (yield) yang diinginkan penawar, dalam hal Lelang SBSN dengan pembayaran imbalan tetap (fixed coupon) atau pembayaran imbalan secara diskonto; atau b. volume dan harga (price) yang diinginkan penawar, dalam hal Lelang SBSN dengan imbalan mengambang (floating coupon). 23. Penawaran Pembelian Non-Kompetitif adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan : a. b. volume tanpa harga yang diinginkan penawar, dalam hal Lelang SBSN dengan pembayaran imbalan mengambang. 24. Imbal Hasil (Yield) adalah keuntungan yang diharapkan oleh investor dalam persentase per tahun. 25. Harga Beragam (Multiple Price) adalah harga yang dibayarkan oleh masing-masing pemenang Lelang SBSN sesuai dengan harga penawaran yang diajukannya. 26. Harga Seragam (Uniform Price) adalah tingkat harga yang sama yang dibayarkan ... volume tanpa tingkat imbal hasil yang diinginkan penawar, dalam hal Lelang SBSN dengan pembayaran imbalan tetap atau pembayaran imbalan secara diskonto; atau 5 dibayarkan oleh seluruh pemenang Lelang SBSN. 27. Harga/Imbal Hasil Rata-Rata Tertimbang (Weighted Average Price/Yield) adalah harga/Imbal Hasil yang dihitung dari hasil bagi antara jumlah dari perkalian masing-masing volume SBSN dengan harga/ Imbal Hasil yang dimenangkan dan total volume SBSN yang terjual. 28. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 29. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS. 30. Peserta BI-SSSS adalah pengguna BI-SSSS yang memenuhi persyaratan dan/atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan kegiatan transaksi dengan Bank Indonesia dan/atau penatausahaan surat berharga. 31. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut LHBU adalah laporan yang disusun dan disampaikan oleh Bank pelapor secara harian kepada Bank Indonesia. 32. Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. II. TATA CARA LELANG SBSN DI PASAR PERDANA A. Ketentuan dan Persyaratan Lelang 1. Pihak dan LPS dapat membeli SBSN di Pasar Perdana baik untuk SBSN Jangka Pendek maupun SBSN Jangka Panjang. 2. Bank Indonesia dapat membeli SBSN di Pasar Perdana hanya untuk SBSN Jangka Pendek. 3. Pembelian SBSN di Pasar Perdana oleh Bank Indonesia dan LPS hanya dapat dilakukan untuk dan atas nama dirinya sendiri. 4. Bank ... 6 4. Bank Indonesia dan LPS menyampaikan penawaran pembelian SBSN secara langsung. 5. Pihak menyampaikan penawaran pembelian SBSN melalui Peserta Lelang. 6. Peserta Lelang yang menyampaikan penawaran pembelian SBSN untuk dan atas nama Pihak menyampaikan penawarannya dengan cara: a. Penawaran Pembelian Kompetitif, dalam hal penawaran pembelian SBSN Jangka Pendek; dan b. Penawaran Pembelian Kompetitif dan/atau Penawaran Pembelian Non-Kompetitif, dalam hal penawaran pembelian SBSN Jangka Panjang. 7. Peserta Lelang yang menyampaikan penawaran pembelian SBSN untuk dan atas nama diri sendiri dan/atau melalui Peserta Lelang lain, hanya dapat melakukan Penawaran Pembelian Kompetitif. 8. Bank Indonesia dan LPS hanya dapat menyampaikan Penawaran Pembelian Non-Kompetitif. 9. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SBSN adalah BI-SSSS. 10. Dalam hal Bank mengajukan penawaran pembelian SBSN melalui Peserta Lelang maka Bank yang bersangkutan harus menetapkan batas maksimum nominal penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi Peserta Lelang SBSN yang ditunjuk. 11. Peserta Lelang selain Bank yang mengajukan penawaran pembelian SBSN harus menunjuk Sub-Registry untuk melakukan setelmen dan penatausahaan hasil Lelang SBSN. 12. Sub-Registry sebagaimana dimaksud pada butir 11, harus menetapkan batas maksimum nominal penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi Peserta Lelang untuk kepentingan nasabah Sub- Registry. B. Persiapan Lelang 1. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBSN paling lambat ... 7 lambat 1 (satu) Hari Kerja sebelum hari pelaksanaan lelang melalui BI-SSSS dan LHBU atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 2. Pengumuman rencana Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada butir 1 paling kurang memuat : a. jenis dan seri; b. Peserta Lelang; c. waktu pelaksanaan lelang; d. e. f. g. h. i. tanggal penerbitan; tanggal setelmen; tanggal jatuh waktu; jenis mata uang; dan j. waktu pengumuman hasil lelang. C. Pelaksanaan Lelang 1. Penawaran Lelang SBSN dilakukan dari pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. 2. Penawaran volume dan tingkat Imbal Hasil atau harga dalam Penawaran Pembelian Kompetitif dan Penawaran Pembelian Non- Kompetitif dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. penawaran volume paling rendah 1.000 (seribu) unit atau Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah); b. penawaran tingkat Imbal Hasil diajukan dengan kelipatan 1/32 (satu per tiga puluh dua) atau 0,03125 (tiga ribu seratus dua puluh lima per seratus ribu) untuk Imbalan tetap dan SBSN tanpa kupon (zero coupon bond), sedangkan penawaran harga diajukan dengan kelipatan 0,05% (lima per sepuluh ribu) untuk Imbalan mengambang. 3. Peserta ... jumlah indikatif yang ditawarkan; jangka waktu; 8 3. Peserta Lelang, LPS dan/atau Bank Indonesia bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian SBSN yang diajukannya. 4. Peserta Lelang, LPS dan/atau Bank Indonesia yang telah mengajukan penawaran tidak dapat membatalkan penawarannya. D. Penentuan Pemenang Lelang 1. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan menetapkan hasil Lelang SBSN di Pasar Perdana yang mencakup Nilai Nominal yang dimenangkan, tingkat Imbalan dan/atau diskonto, serta jenis dan nilai aset SBSN pada tanggal pelaksanaan lelang. 2. Penetapan hasil lelang sebagaimana dimaksud pada butir 1 berupa penerimaan seluruh atau sebagian, atau penolakan seluruh penawaran Lelang SBSN yang masuk. 3. Penetapan harga/Imbal Hasil SBSN bagi pemenang lelang dengan Penawaran Pembelian Kompetitif dilakukan dengan metode Harga Beragam atau dengan metode Harga Seragam. 4. Penetapan harga SBSN bagi pemenang lelang dengan Penawaran Pembelian Non-Kompetitif dilakukan berdasarkan Harga/Imbal Hasil Rata-Rata Tertimbang dari hasil lelang Penawaran Pembelian Kompetitif. E. Pengumuman Hasil Lelang 1. Berdasarkan penetapan hasil Lelang SBSN di Pasar Perdana dari Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan, Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SBSN melalui BI-SSSS dan LHBU atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia paling lambat pada akhir hari pelaksanaan Lelang SBSN. 2. Pengumuman hasil Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada butir 1 paling kurang memuat kuantitas keseluruhan yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat Imbalan dan/atau diskonto. 3. Bank Indonesia menyampaikan hasil Lelang SBSN kepada masing- masing Peserta Lelang melalui BI-SSSS paling kurang memuat nama ... 9 nama pemenang, Nilai Nominal yang dimenangkan dan tingkat Imbalan dan/atau diskonto. 4. Dalam hal Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan melakukan pembatalan Lelang SBSN atau menolak seluruh penawaran pembelian Lelang SBSN, Bank Indonesia mengumumkan pembatalan atau penolakan tersebut melalui BI-SSSS dan LHBU atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. III. TATA CARA PENATAUSAHAAN SBSN A. Setelmen Penerbitan SBSN dengan cara Lelang 1. Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN berdasarkan penetapan hasil pemenang Lelang SBSN oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Setelmen hasil Lelang SBSN Jangka Pendek dilakukan paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang (T+2); b. Setelmen hasil Lelang SBSN Jangka Panjang dilakukan paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang (T+5). 2. Jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari kalender dan dihitung sejak 1(satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. 3. Dalam pelaksanaan setelmen hasil Lelang SBSN atas nama nasabah, Sub-Registry harus menunjuk Bank pembayar yang memiliki rekening giro rupiah di Bank Indonesia untuk pelaksanaan setelmen dana. 4. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil Lelang SBSN pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut : a. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia melalui Sistem BI- RTGS, serta mengkredit rekening giro rupiah Pemerintah di Bank ... 10 Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. b. Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit rekening surat berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar total Nilai Nominal SBSN yang dimenangkan. 5. Pada hari yang sama dengan hari pengkreditan rekening surat berharga Peserta BI-SSSS, Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SBSN atas nama nasabah pemenang SBSN secara individual pada sistem Sub-Registry. 6. Berdasarkan setelmen hasil pemenang Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada butir 4, Bank Indonesia melakukan pencatatan penerbitan SBSN. 7. Pencatatan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada butir 6, dilakukan sesuai ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan. 8. Bank pembayar harus menjamin kecukupan dana pada rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SBSN. 9. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 4.a tidak mencukupi untuk melunasi seluruh atau sebagian kewajibannya sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen seluruh hasil Lelang SBSN yang dilakukan melalui Bank pembayar dinyatakan gagal. 10. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kegagalan setelmen transaksi sebagaimana dimaksud pada butir 9 kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. B. Setelmen Penerbitan SBSN dengan cara Bookbuilding 1. Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN berdasarkan penetapan hasil penjualan SBSN oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan, paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal penetapan hasil penjualan SBSN (T+2). 2. Perhitungan ... 11 2. Perhitungan harga setelmen per unit SBSN yang diterbitkan dengan cara Bookbuilding dilakukan berdasarkan metode penetapan harga yang tercantum dalam memorandum informasi yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan. 3. Jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari kalender dan dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu. 4. Agen Penjual bertanggung jawab terhadap setelmen seluruh pemesanan pembelian masing-masing Pihak yang pemesanan pembeliannya telah memperoleh penjatahan. 5. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil penjualan SBSN pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut: a. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia melalui Sistem BI- RTGS, serta mengkredit rekening giro rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. b. Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit rekening surat berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar total Nilai Nominal SBSN yang dimenangkan. 6. Berdasarkan setelmen hasil penjualan SBSN sebagaimana dimaksud pada butir 5, Bank Indonesia melakukan pencatatan penerbitan SBSN. 7. Pencatatan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada butir 6 dilakukan sesuai ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan. 8. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 5.a tidak mencukupi untuk melunasi seluruh atau sebagian kewajibannya sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen seluruh hasil penjatahan SBSN yang dilakukan melalui Bank pembayar dinyatakan gagal. 9. Bank ... 12 9. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kegagalan setelmen transaksi sebagaimana dimaksud pada butir 8 kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. C. Setelmen Penerbitan Sukuk Negara Ritel 1. Bank Indonesia melakukan setelmen Sukuk Negara Ritel berdasarkan penetapan hasil penjualan dan penjatahan Sukuk Negara Ritel oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan, paling lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal penetapan hasil penjualan dan penjatahan Sukuk Negara Ritel (T+2). 2. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil penjualan dan penjatahan Sukuk Negara Ritel pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut: a. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia melalui Sistem BI- RTGS, serta mengkredit rekening giro rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen; dan b. Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit rekening surat berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar total Nilai Nominal Sukuk Negara Ritel yang dimenangkan. 3. Pada hari yang sama dengan hari pengkreditan rekening surat berharga Peserta BI-SSSS, Sub-Registry : a. wajib mencatat kepemilikan Sukuk Negara Ritel atas nama investor yang memperoleh penjatahan Sukuk Negara Ritel secara individual pada sistem Sub-Registry; dan b. mengirimkan daftar rincian individual investor Sukuk Negara Ritel kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran yang mencakup Account Identifier (AId), nama nasabah, securities code, status investor, tipe investor dan nominal transaksi melalui sarana pelaporan yang ditentukan oleh Bank Indonesia dalam ketentuan yang mengatur ... 13 mengatur mengenai Sub-Registry. 4. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 2.a tidak mencukupi untuk melunasi seluruh atau sebagian kewajibannya sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen seluruh hasil penjatahan Sukuk Negara Ritel yang dilakukan melalui Bank pembayar dinyatakan gagal. 5. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kegagalan setelmen transaksi sebagaimana dimaksud pada butir 4 kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. D. Setelmen Hasil Penjualan SBSN Dengan Cara Private Placement 1. Setelmen hasil penjualan SBSN dengan cara Private Placement dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja dan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal kesepakatan transaksi. 2. Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana. 3. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai berikut: a. Pencatatan melakukan pencatatan penerbitan SBSN hasil penjualan secara Private Placement yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan. b. Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar nilai setelmen. c. Setelmen Surat Berharga Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan, setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk ... 14 ditunjuk sebesar nilai nominal SBSN. d. Setelmen Surat Berharga Dinyatakan Gagal Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen transaksi Private Placement dimaksud dinyatakan gagal. E. Pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN 1. Bank Indonesia melakukan pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN berdasarkan posisi kepemilikan SBSN yang tercatat di BI-SSSS pada 2 (dua) Hari Kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN (T-2). 2. Pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN dilakukan pada tanggal jatuh waktu atau pada Hari Kerja berikutnya apabila tanggal jatuh waktu bertepatan dengan hari libur dengan perhitungan sesuai terms and conditions yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan. 3. Pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN dilakukan dengan mendebet rekening giro rupiah Pemerintah di Bank Indonesia dan mengkredit rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia sebesar Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN. 4. Pada hari yang sama dengan hari pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN oleh Bank Indonesia, Sub-Registry wajib meneruskan pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN kepada investor yang tercatat di Sub-Registry. F. Transaksi SBSN di Pasar Sekunder Prosedur setelmen transaksi SBSN di pasar sekunder dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. IV. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/27/DPM tanggal 21 Agustus 2008 ... 15 2008 perihal Tata Cara Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara; 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/6/DPM tanggal 10 Februari 2009 perihal Tata Cara Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara Ritel sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/2/DPM tanggal 22 Januari 2010; dan 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/22/DPM tanggal 12 Agustus 2009 perihal Tata Cara Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 10 November 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RONALD WAAS DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/31/DASP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara </reg_title> <set_date> 10 November 2010 </set_date> <effective_date> 10 November 2010 </effective_date> <replaced_reg> '12/2/DPM|SE-BI/2010', '11/6/DPM|SE-BI/2009', '10/27/DPM|SE-BI/2008', '11/22/DPM|SE-BI/2009' </replaced_reg> <related_reg> '11/PMK.08/2009|PER-MENKEU/2009', '215/KMK.08/2008|KEP-MENKEU/2008', '118/PMK.08/2008|PER-MENKEU/2008', '75/PMK.08/2009|PER-MENKEU/2009', '10/13/PBI/2008', '218/PMK.08/2008|PER-MENKEU/2008' </related_reg>
No.6 / 24 / DPNP Jakarta, 28 Juni 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pencabutan atas beberapa Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing 6/ 15 Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor /PBI/2004 tanggal 28 Juni 2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 55 , Tambahan Lembaran Negara Nomor 4390 ), maka dipandang perlu untuk mencabut beberapa Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing: 1. Surat Edaran Nomor 28/10/UPPB tanggal 14 Desember 1995 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing; 2. Surat Edaran Nomor 30/10/UPPB tanggal 20 Oktober 1997 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing; 3. Surat … 3. Surat Edaran Nomor 31/02/UPPB tanggal 6 April 1998 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing; 4. Surat Edaran Nomor 31/7/UPPB tanggal 1 Juli 1998 tentang Tatacara Penyediaan Fasilitas Diskonto, Perhitungan Sanksi Kewajiban Membayar Atas Pelanggaran Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Bunga Saldo Giro Negatif pada Bank Indonesia, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/24/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Pencabutan atas beberapa Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing </reg_title> <set_date> 28 Juni 2004 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2004 </effective_date> <replaced_reg> '28/10/UPPB|SE-BI/1995', '30/10/UPPB|SE-BI/1997', '31/02/UPPB|SE-BI/1998', '31/7/UPPB|SE-BI/1998' </replaced_reg> <related_reg> '6/15/PBI/2004' </related_reg>
No.13/ 26 /DPNP Jakarta, 30 November 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/8/DPNP tanggal 28 Maret 2011 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/23/PBI/2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) serta dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan maka perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/8/DPNP tanggal 28 Maret 2011 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test), sebagai berikut: 1. Ketentuan dalam butir III.A.3.c diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “ c. tindakan melanggar prinsip kehati-hatian di bidang perbankan dan/atau asas-asas perbankan yang sehat, yang meliputi: 1) Melakukan perbuatan atau tindakan yang melanggar prinsip kehati-hatian di bidang perbankan dan/atau asas-asas perbankan yang sehat, yang antara lain: a) pemberian kredit yang tidak didasarkan pada prinsip pemberian kredit yang sehat; b) penyediaan . . . b) penyediaan dana yang melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); c) penyediaan dana kepada pihak atau sektor atau kegiatan yang dilarang oleh ketentuan; dan/atau 2) tidak melakukan perbuatan atau tindakan yang menjadi tugas dan/atau tanggung jawabnya sehingga mengakibatkan terjadinya pelanggaran prinsip kehati- hatian di bidang perbankan, penerapan manajemen risiko, pelaksanaan Good Corporate Governance, penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, dan/atau asas-asas perbankan yang sehat. Prinsip kehati-hatian di bidang perbankan dan/atau asas- asas perbankan yang sehat termasuk namun tidak terbatas pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum, posisi devisa neto, batas maksimum pemberian kredit, kualitas aktiva dan giro wajib minimum.’’ 2. Ketentuan dalam butir III.B.3.a diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: “ a. Pelaku Yang dimaksud dengan Pelaku adalah: 1) orang yang memerintahkan, menyuruh melakukan atau mengusulkan; 2) orang yang menyetujui, turut serta menyetujui, atau menandatangani; 3) orang yang melakukan; 4) orang yang turut serta melakukan berdasarkan perintah, baik dengan atau tanpa tekanan, dan yang bersangkutan patut mengetahui atau patut menduga bahwa perintah tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku; 5) orang . . . 5) orang yang melakukan suatu perbuatan karena adanya janji atau imbalan tertentu; dan/atau 6) orang yang tidak melakukan perbuatan atau tindakan yang menjadi tugas dan/atau tanggung jawabnya sehingga mengakibatkan terjadinya pelanggaran dan/atau penyimpangan. ’’ Ketentuan di dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 November 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, WIMBOH SANTOSO DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/26/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/8/DPNP tanggal 28 Maret 2011 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) </reg_title> <set_date> 30 November 2011 </set_date> <effective_date> 30 November 2011 </effective_date> <changed_reg> '13/8/DPNP|SE-BI/2011' </changed_reg> <related_reg> '12/23/PBI/2010', '13/8/DPNP|SE-BI/2011' </related_reg>
No. 2/ 9 /DASP Jakarta, 8 Juni 2000 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Biaya Kliring Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/4/PBI/2000 tanggal 11 Februari 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, bahwa Penyelenggara dapat mengenakan biaya Kliring Lokal kepada Peserta. Berkaitan dengan hal tersebut dalam Pasal 14 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia dimaksud ditetapkan bahwa biaya Kliring Lokal dapat terdiri dari biaya administrasi, biaya proses, dan biaya lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kliring Lokal dan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam Surat Edaran ini diatur lebih lanjut ketentuan mengenai jenis dan besarnya biaya Kliring Lokal yang dapat dikenakan kepada setiap Peserta dalam masing-masing sistem Kliring sebagai berikut. I. JENIS DAN BESARNYA BIAYA KLIRING A. KLIRING LOKAL SECARA ELEKTRONIK 1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara elektronik terdiri… 2 terdiri dari : a. biaya administrasi sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan yang dibebankan kepada setiap Peserta Langsung Aktif (PLA) dan Peserta Langsung Pasif (PLP); b. biaya proses yang terdiri dari : 1) biaya proses Warkat Kliring Penyerahan sebesar Rp 500,00 (lima ratus rupiah) per Data Kliring Elektronis (DKE); 2) biaya proses Warkat Kliring Pengembalian sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) per DKE. 2. Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) sebesar Rp 17.500,00 (tujuh belas ribu lima ratus rupiah) untuk TPPK yang dilengkapi dengan magnetic stripe dan Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) untuk TPPK yang tanpa magnetic stripe. 3. Dalam hal terdapat Warkat yang ditolak oleh mesin dan jumlah Warkat yang ditolak tersebut melebihi 2% (dua persen) dari Warkat yang diserahkan maka Peserta yang bersangkutan dikenakan biaya pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah (reject) sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah) per Warkat. Sesuai dengan peranan Peserta dalam pencantuman sandi Magnetic Ink Character Recognition (MICR), pengenaan biaya diatur sebagai berikut : a. Dikenakan kepada Peserta yang menyerahkan Warkat, apabila Warkat tidak terbaca karena : 1) pencantuman sandi MICR nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro; 2) pencantuman semua jenis MICR pada Warkat selain Cek … 3 Cek dan Bilyet Giro. b. Dikenakan kepada Peserta yang menerima Warkat, apabila Warkat tidak terbaca karena pencantuman sandi MICR selain nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro. B. KLIRING LOKAL SECARA OTOMASI 1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi terdiri dari : a. biaya administrasi sebesar Rp 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per bulan yang dibebankan kepada setiap Peserta Langsung maupun Peserta Tidak Langsung. b. biaya proses yang terdiri dari : 1) biaya proses Warkat Kliring Penyerahan sebesar Rp 500,00 (lima ratus rupiah) per Warkat. Khusus untuk Warkat kredit pada Kliring Penyerahan Nominal Besar di Jakarta, biaya proses Warkat sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per Warkat; 2) biaya proses Warkat Kliring Pengembalian sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) per Warkat. 2. Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) sebesar Rp 17.500,00 (tujuh belas ribu lima ratus rupiah) untuk TPPK yang dilengkapi dengan magnetic stripe dan Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) untuk TPPK yang tanpa magnetic stripe. 3. Dalam hal terdapat Warkat yang ditolak oleh mesin dan jumlah Warkat yang ditolak melebihi 2% (dua persen) dari Warkat yang diserahkan maka Peserta yang bersangkutan dikenakan biaya pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah (reject) sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah) per Warkat … 4 per Warkat. Sesuai dengan peranan Peserta dalam pencantuman sandi MICR, pengenaan biaya pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah (reject) diatur sebagai berikut : a. Dikenakan kepada Peserta yang menyerahkan Warkat, apabila Warkat tidak terbaca karena : 1) pencantuman sandi MICR nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro; 2) pencantuman semua jenis MICR pada Warkat selain Cek dan Bilyet Giro. b. Dikenakan kepada Peserta yang menerima Warkat, apabila Warkat tidak terbaca karena pencantuman sandi MICR selain nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro. Ketentuan biaya reject sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk Warkat nominal besar. C. KLIRING LOKAL SECARA SEMI OTOMASI 1. Setiap Peserta baik sebagai Peserta Langsung maupun Peserta Tidak Langsung dikenakan biaya yang terdiri dari : a. b. biaya Kliring Penyerahan sebesar Rp 250,00 (dua ratus lima puluh rupiah) per Warkat; biaya Kliring Pengembalian sebesar Rp 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah) per Warkat. 2. Khusus untuk Peserta Kliring Lokal yang Penyelenggaranya adalah pihak lain yang mendapat persetujuan Bank Indonesia, pengenaan biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1 hanya berlaku apabila Penyelenggara Kliring Lokal tersebut memenuhi ketentuan dalam angka I.C.4 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain untuk Menyelenggarakan … 5 Menyelenggarakan Kliring Lokal di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia. D. KLIRING LOKAL SECARA MANUAL Mengingat jumlah Warkat yang dipertukarkan dalam Kliring Lokal secara manual yang dilakukan oleh Penyelenggara yang bukan Bank Indonesia tidak terlalu besar, dan disamping itu Penyelenggara masih menerima bantuan biaya dari Bank Indonesia maka Penyelenggara Kliring Lokal secara Manual tidak dapat mengenakan biaya apapun kepada Peserta Kliring Lokal. II. BIAYA TAMBAHAN PADA SISTEM KLIRING ELEKTRONIK, OTOMASI DAN SEMI OTOMASI 1. Biaya sebagaimana dimaksud dalam angka I sudah termasuk biaya untuk pencetakan laporan bagi peserta yang berkaitan dengan hasil proses Kliring dan Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka III.B. Dalam hal Peserta melakukan permintaan ulang atas laporan hasil proses kliring dan Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kliring tersebut, Peserta dikenakan biaya sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per laporan. 2. Permintaan ulang atas laporan hasil proses kliring dan Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat diproses oleh Penyelenggara apabila diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterbitkannya laporan dan Daftar Rincian Pembebanan Biaya tersebut. III. PENGHITUNGAN DAN PEMBEBANAN BIAYA PADA SISTEM KLIRING ELEKTRONIK, OTOMASI DAN SEMI OTOMASI A. Penyelenggara menghitung biaya sebagaimana dimaksud dalam angka I dan II setiap akhir bulan dan membebankan biaya tersebut pada … 6 pada minggu pertama bulan berikutnya dengan cara sebagai berikut : 1. Mendebet rekening Peserta yang berada di Penyelenggara untuk Kliring Lokal yang diselenggarakan Bank Indonesia; 2. Menerbitkan Nota Debet atas beban Peserta melalui Kliring untuk Kliring Lokal yang diselenggarakan oleh pihak lain yang disetujui Bank Indonesia. B. Penyelenggara menerbitkan Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kliring setelah melakukan pendebetan rekening Bank kepada masing-masing Bank. Daftar Rincian dimaksud disampaikan kepada masing-masing Bank bersamaan dengan pengambilan Warkat dan laporan hasil Kliring . IV. PENGENAAN BIAYA OLEH PESERTA KEPADA NASABAH Mengingat dalam Penyelenggaraan Kliring Lokal baik secara elektronik, otomasi, maupun semi otomasi Peserta dikenakan biaya oleh Penyelenggara, maka untuk mendukung kelancaran pelaksanaan Kliring Peserta dapat mengenakan biaya yang wajar kepada nasabahnya. Dalam hal Peserta mengenakan biaya Kliring kepada nasabah maka Peserta wajib mengumumkan jenis dan besarnya biaya tersebut secara tertulis di Kantor Peserta pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah. V. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka : 1. Halaman 2 huruf B Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/16/UASP tanggal 16 September 1998 perihal Penyempurnaan Ketentuan Otomasi Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Ketentuan Pembakuan Warkat Kliring; 2. Halaman 5 angka 6 dan Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/1/UASP tanggal 13 Agustus 1999 perihal Penyelenggaraan Kliring … 7 Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal dan Transaksi Pasar Uang Antar Bank di Jakarta, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARMAIN SALIM DEPUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/9/DASP|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Biaya Kliring </reg_title> <set_date> 8 Juni 2000 </set_date> <effective_date> 1 Juli 2000 </effective_date> <replaced_reg> '31/16/UASP|SE-BI/1998 | Halaman 2 huruf B', '1/1/UASP|SE-BI/1999 | Halaman 5 angka 6 dan Lampiran 3' </replaced_reg> <related_reg> '1/3/PBI/1999', '2/4/PBI/2000 | Pasal 14 Ayat (1)' </related_reg>
No.8/ 9 /DPbS Jakarta, 1 Maret 2006 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/5/DPbS Tanggal 8 Februari 2005 perihal Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Dengan semakin berkembangnya produk dan jasa di perbankan syariah, dan semakin banyaknya pengajuan permohonan izin produk dan jasa baru dari perbankan syariah kepada Bank Indonesia, diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai kriteria produk dan jasa baru yang harus dimintakan izin kepada Bank Indonesia serta mekanisme pengajuan izin atas produk dan jasa baru kepada Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/5/DPbS tanggal 8 Februari 2005 perihal Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagai berikut: I. PERUBAHAN BEBERAPA KETENTUAN A. Ketentuan dalam angka I diubah sehingga keseluruhan angka I berbunyi sebagai berikut: I. UMUM … I. UMUM 1. Pengajuan permohonan izin atau rencana dan atau penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut wajib menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Surat Edaran ini. 2. Dalam hal format permohonan izin atau rencana dan atau laporan pelaksanaan tidak diatur secara khusus dalam Surat Edaran ini maka pembuatan format tersebut diserahkan kepada masing-masing Bank. 3. Laporan hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah kepada Direksi, Komisaris, Dewan Syariah Nasional dan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 untuk periode Juni dan Desember wajib disampaikan kepada Bank Indonesia masing-masing selambat- lambatnya 2 (dua) bulan sejak berakhirnya periode laporan. 4. Sesuai dengan Pasal 38 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004, produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan harus mendapatkan persetujuan Bank Indonesia. Produk dan jasa baru yang harus dimintakan persetujuan kepada Bank Indonesia adalah: a. produk dan jasa baru yang belum ada izin pada saat izin usaha Bank diberikan oleh Bank Indonesia; b. produk dan jasa baru yang sudah ada sebelumnya di Bank syariah lain, namun terdapat perbedaan karakteristik terhadap produk yang sudah ada; atau c. produk dan jasa baru yang merupakan turunan dari produk dan jasa yang sudah ada. 5. Pengajuan … 5. Pengajuan permohonan persetujuan produk dan jasa baru oleh Bank kepada Bank Indonesia harus disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi surat kepada Dewan Syariah Nasional tentang permohonan fatwa terhadap produk dan jasa baru; b. opini syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap produk dan jasa baru; c. penjelasan tentang rancang produk dan jasa baru yang menguraikan karakteristik, skema transaksi, proses akuntansi, pihak yang berkewenangan, infrastruktur yang diperlukan dan analisis risiko produk dan jasa tersebut; d. draft atau pokok-pokok ketentuan dalam akad atau kontrak keuangan; dan e. informasi dan atau dokumen lainnya yang dinilai relevan dan berguna untuk menilai manfaat serta risiko produk dan jasa tersebut. 6. Bank harus melakukan presentasi kepada Bank Indonesia dalam rangka mendapatkan izin atas produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan. B. Ketentuan dalam angka II.2 diubah dengan menambahkan permohonan persetujuan produk dan jasa baru sehingga keseluruhan angka II.2 berbunyi sebagai berikut: 2. Pengajuan rencana dan atau laporan kepada Bank Indonesia meliputi: a. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4. b. Laporan Perubahan Komposisi Kepemilikan Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 5. c. Laporan … c. Laporan Perubahan Modal Dasar Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 6. d. Laporan Pengangkatan Direksi, Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8. e. Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 9. Syariah Bank, f. Laporan Pengangkatan Pejabat Eksekutif dan atau Pemimpin Kantor Cabang Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 10. g. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 12. Bank, h. Rencana Pembukaan Kantor dibawah Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 13. i. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor dibawah Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 14. j. Rencana Pembukaan Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15. k. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 16. l. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang/Kantor Operasional Lainnya/Kantor Perwakilan/Kantor Non Operasional, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 19. m. Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 21. n. Rencana Pemindahan Alamat Kantor dibawah Kantor Cabang/Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 22. o. Laporan … o. Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor dibawah Kantor Cabang/Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 23. p. Rencana Pemindahan Alamat Kantor Cabang/Kantor Perwakilan/Jenis-jenis Kantor Lainnya di Luar Negeri, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 24. q. Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor Cabang/Kantor Perwakilan/Jenis-jenis Kantor Lainnya di Luar Negeri, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 25. r. Permohonan Perubahan Nama Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 26. s. Laporan Pelaksanaan Perubahan Nama Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 27. t. Laporan Pelaksanaan Pengalihan Izin Usaha Bank dari Badan Hukum Lama kepada Badan Hukum Baru, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 30. u. Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 33. v. Rencana Penutupan Kantor dibawah Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 34. w. Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor dibawah Kantor Cabang, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 35. x. Rencana Penghentian Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 36. y. Laporan Pelaksanaan Penghentian Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 37. z. Laporan … z. Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang/Kantor Operasional Lainnya di Luar Negeri, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 40. aa. Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang/Kantor Yang Tidak Bersifat Operasional Lainnya di Luar Negeri, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 41. bb. Permohonan Persetujuan Produk dan Jasa Baru, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 42. II. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, H A R I S M A N DIREKTUR PERBANKAN SYARIAH
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/9/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/5/DPbS Tanggal 8 Februari 2005 perihal Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title> <set_date> 1 Maret 2006 </set_date> <effective_date> 1 Maret 2006 </effective_date> <changed_reg> '7/5/DPbS|SE-BI/2005' </changed_reg> <related_reg> '7/5/DPbS|SE-BI/2005' </related_reg>
No. 15/12/DASP Jakarta, 8 April 2013 SURAT EDARAN Kepada BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Perihal : Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008 tanggal 21 Agustus 2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/2/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4809) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/12/PBI/2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5146), serta adanya Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang transaksi Surat Utang Negara secara langsung, Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang penjualan Surat Utang Negara dengan cara private placement di Pasar Perdana dalam negeri, dan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur Lelang Surat Utang Negara Dalam Mata Uang Rupiah dan Valuta Asing di Pasar Perdana Domestik, perlu untuk mengatur kembali petunjuk pelaksanaan mengenai tata cara lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan penatausahaan Surat Utang Negara dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN … I. KETENTUAN UMUM 1. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. 2. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 3. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 4. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi Negara yang dijual kepada individu atau orang perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual. 5. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melakukan kegiatan secara konvensional. 6. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 7. Dealer Utama adalah Bank dan/atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri sebagai Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Sistem Dealer Utama. 8. Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disingkat LPS adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 9. Peserta Transaksi adalah pihak yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dapat melakukan transaksi SUN dengan Pemerintah secara langsung. 10. Lelang adalah Lelang SUN dan Lelang SUN Tambahan. 11. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SUN untuk pertama kali yang dilakukan di wilayah Indonesia dengan cara Lelang. 12. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah dijual di Pasar Perdana. 13. Lelang SUN adalah penjualan SUN di Pasar Perdana oleh Pemerintah … Pemerintah yang dilakukan dengan mekanisme lelang. 14. Lelang SUN Tambahan (Greenshoe Option) yang selanjutnya disebut Lelang SUN Tambahan adalah penjualan SUN di Pasar Perdana dalam mata uang rupiah dengan cara lelang yang dilaksanakan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang SUN. 15. Imbal Hasil (Yield) adalah keuntungan yang diharapkan oleh investor dalam persentase per tahun. 16. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) yang diinginkan penawar. 17. Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non Competitive Bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume tanpa tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) yang diinginkan penawar. 18. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 19. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS. 20. Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) adalah pemberian wewenang dari Bank atau Sub-Registry melalui BI-SSSS kepada Peserta Transaksi Lelang SUN untuk dapat melakukan penawaran per hari dalam Lelang SUN untuk dan atas nama Bank atau nasabah Sub-Registry, paling tinggi sebesar jumlah limit bidding yang diberikan. 21. Penatausahaan SUN adalah kegiatan yang mencakup pencatatan kepemilikan, kliring dan setelmen serta agen pembayar bunga (kupon) dan pokok SUN. 22. Central … 22. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta BI- SSSS yang memiliki Rekening Surat Berharga di BI-SSSS. 23. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga, termasuk SUN dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk kepentingan nasabah. 24. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 25. Free of Payment yang selanjutnya disingkat FoP adalah setelmen transaksi surat berharga dengan cara setelmen surat berharga dilakukan melalui BI-SSSS, sedangkan setelmen dana dilakukan tidak secara bersamaan dengan setelmen surat berharga atau tanpa setelmen dana. 26. Lelang Pembelian Kembali SUN yang selanjutnya disebut Lelang Buyback adalah pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau dengan cara penukaran (debt switching) dalam suatu masa penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. 27. Fasilitas Peminjaman SUN adalah fasilitas yang diberikan oleh Menteri kepada Dealer Utama untuk melakukan peminjaman SUN sesuai tata cara yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku. 28. Transaksi SUN Secara Langsung adalah penjualan SUN di Pasar Perdana, atau pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder, yang dilakukan oleh Pemerintah dengan Dealer Utama, Bank Indonesia, atau LPS, secara langsung melalui fasilitas dealing room pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang-Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 29. Private Placement adalah kegiatan penjualan SUN di Pasar Perdana dalam negeri yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pihak yang disetujui oleh Pemerintah, dengan ketentuan dan persyaratan (terms and conditions) SUN sesuai kesepakatan. 30. Bank … 30. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk oleh Peserta Transaksi untuk melakukan pembayaran dan/atau penerimaan dana dalam rangka setelmen transaksi SUN. 31. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik peserta BI-SSSS tertentu di BI-SSSS untuk mencatat kepemilikan surat berharga dan/atau instrumen untuk pengelolaan moneter. 32. Rekening Giro adalah rekening giro dalam mata uang rupiah yang ditatausahakan di Bank Indonesia yang digunakan dalam rangka pelaksanaan BI-SSSS. II. Tata Cara Lelang A. Ketentuan dan Persyaratan 1. Peserta Transaksi: a. pada transaksi Lelang SUN: Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS. b. pada transaksi Lelang SUN Tambahan: Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS yang menyampaikan Penawaran Pembelian Nonkompetitif dalam Lelang SUN. 2. Peserta Transaksi dapat mengajukan penawaran dengan ketentuan sebagai berikut: a. Lelang SUN: 1) Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS untuk SPN. 2) Dealer Utama dan/atau LPS untuk Obligasi Negara. b. Lelang SUN Tambahan: 1) Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS yang menyampaikan Penawaran Pembelian Nonkompetitif untuk SPN. 2) Dealer Utama dan/atau LPS yang menyampaikan Penawaran Pembelian Nonkompetitif untuk Obligasi Negara. 3. Dealer Utama yang dapat mengikuti Lelang adalah Dealer Utama yang ditunjuk oleh Menteri untuk mengikuti Lelang dan sedang tidak dikenakan sanksi tidak boleh mengikuti … mengikuti Lelang. 4. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran Lelang atas nama diri sendiri dan/atau atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku. 5. LPS mengajukan penawaran Lelang hanya untuk dan atas nama diri sendiri. 6. Lelang SUN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pengajuan penawaran Lelang SUN dilakukan dengan mengajukan Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non Competitive Bidding) dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. b. Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran Lelang SUN untuk dan atas nama diri sendiri, baik secara langsung maupun melalui Dealer Utama lain maka penawaran hanya dapat dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding). c. Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran Lelang SUN untuk dan atas nama pihak lain maka pengajuan penawaran dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut: 1) pengajuan penawaran pada lelang SPN dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding); 2) pengajuan penawaran pada lelang Obligasi Negara dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non Competitive Bidding). d. Bank Indonesia dapat mengajukan penawaran Lelang SUN berupa SPN dengan persyaratan sebagai berikut : 1) penawaran dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer Utama; 2) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non Competitive Bidding). e. LPS … e. LPS dapat mengajukan penawaran Lelang SUN berupa SPN dan Obligasi Negara dengan persyaratan sebagai berikut: 1) penawaran dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer Utama; 2) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non Competitive Bidding). f. Lelang SUN dilaksanakan pada hari Selasa pada pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB dan/atau pada hari kerja dan waktu lain yang ditetapkan Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. Setiap perubahan jadwal Lelang SUN diumumkan oleh Bank Indonesia melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. g. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SUN adalah BI-SSSS. h. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang SUN melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. i. Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang SUN melalui Dealer Utama maka Bank yang bersangkutan harus menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi Dealer Utama. j. Peserta Transaksi selain Bank yang mengajukan penawaran Lelang SUN harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SUN. k. Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SUN, harus menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi Peserta Transaksi untuk kepentingan nasabah Sub-Registry. l. Penetapan … l. Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) sebagaimana dimaksud pada huruf i dan huruf k, harus diatur dalam suatu perjanjian antara Bank atau Sub-Registry dengan Dealer Utama. 7. Lelang SUN Tambahan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bank Indonesia mengadakan Lelang SUN Tambahan berdasarkan rencana Lelang SUN Tambahan yang ditetapkan oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. b. Lelang SUN Tambahan dilaksanakan pada pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB dan/atau pada hari kerja dan waktu lain yang ditetapkan Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. Setiap perubahan jadwal Lelang SUN Tambahan diumumkan oleh Bank Indonesia melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. c. Bank Indonesia dapat mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan berupa SPN dengan persyaratan sebagai berikut: 1) penawaran dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer Utama; 2) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non Competitive Bidding). d. LPS dapat mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan berupa SPN dan Obligasi Negara dengan persyaratan sebagai berikut : 1) penawaran dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer Utama; 2) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non Competitive Bidding). e. pengajuan penawaran pada Lelang SUN Tambahan dibatasi paling banyak sebesar Penawaran Pembelian Nonkompetitif yang tidak dimenangkan dalam Lelang … Lelang SUN. f. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SUN Tambahan adalah BI-SSSS. g. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang SUN Tambahan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. h. Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan melalui Dealer Utama maka Bank yang bersangkutan harus menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi Dealer Utama. i. Peserta Transaksi selain Bank yang mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SUN. j. Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SUN Tambahan, harus menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi Peserta Transaksi untuk kepentingan nasabah Sub-Registry. k. Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) sebagaimana dimaksud pada huruf h dan huruf j, harus diatur dalam suatu perjanjian antara Bank atau Sub-Registry dengan Dealer Utama. B. Pelaksanaan Lelang 1. Sebelum pelaksanaan Lelang, Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. 2. Pengumuman rencana Lelang SUN paling kurang memuat antara lain: a. jenis dan seri SUN; b. tanggal pelaksanaan Lelang SUN; c. target … c. target indikatif yang ditawarkan; d. tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo; e. mata uang; f. waktu pembukaan dan penutupan penawaran; g. waktu pengumuman hasil Lelang SUN; h. tanggal setelmen; i. alokasi untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non Competitive Bidding) dalam hal dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan nonkompetitif; dan j. daftar nama peserta Lelang SUN. 3. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SUN Tambahan pada saat penetapan hasil Lelang SUN oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang kepada Bank Indonesia, LPS dan peserta Lelang SUN Tambahan. 4. Pengumuman rencana Lelang SUN Tambahan sebagaimana dimaksud pada angka 3 paling kurang memuat antara lain: a. jenis dan seri SUN; b. daftar nama peserta Lelang SUN Tambahan; c. tanggal dan waktu pelaksanaan Lelang SUN Tambahan; dan d. Harga/Imbal Hasil (Yield) rata-rata tertimbang Lelang SUN. 5. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN, Peserta Transaksi mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) atau penawaran kuantitas untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non Competitive Bidding). 6. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN Tambahan, peserta Lelang SUN Tambahan mengajukan penawaran kuantitas. 7. Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding), dengan ketentuan sebagai berikut: a. pengajuan penawaran kuantitas dari masing-masing Peserta Transaksi paling rendah 1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan selebihnya … selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); b. penawaran diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) diajukan dengan kelipatan 1/100 (satu per seratus) atau 0,01 (satu per seratus); c. penawaran harga (price) diajukan dengan kelipatan 0,05% (lima per sepuluh ribu). 8. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non Competitive Bidding), pengajuan penawaran kuantitas dilakukan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 7.a. 9. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian. 10. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran tidak dapat membatalkan penawarannya. C. Penentuan Pemenang Lelang 1. Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menetapkan hasil Lelang SUN yang mencakup antara lain pemenang Lelang SUN, nilai nominal dan tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price). 2. Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menetapkan hasil Lelang SUN Tambahan yang mencakup antara lain pemenang Lelang SUN Tambahan dan nilai nominal. D. Pengumuman Hasil Lelang 1. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang yang telah ditetapkan oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank Indonesia pada akhir hari pelaksanaan Lelang. 2. Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil Lelang SUN sebagaimana dimaksud pada angka 1 dengan ketentuan sebagai berikut: a. kepada seluruh Peserta Transaksi paling kurang memuat: 1) jenis … 1) jenis dan seri SUN; 2) mata uang; 3) kuantitas lelang secara keseluruhan; 4) tingkat bunga; 5) rata-rata tertimbang tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price); dan 6) tanggal jatuh tempo. b. kepada masing-masing pemenang Lelang SUN melalui BI-SSSS paling kurang memuat: 1) nama pemenang; 2) nilai nominal; dan 3) tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price). 3. Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil Lelang SUN Tambahan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dengan ketentuan sebagai berikut: a. kepada seluruh Peserta Transaksi paling kurang memuat seri SUN dan nilai nominal; b. kepada masing-masing pemenang Lelang SUN Tambahan melalui BI-SSSS paling kurang memuat nama pemenang dan nilai nominal yang dimenangkan. III. TATA CARA PENATAUSAHAAN SUN A. Ketentuan dan Persyaratan 1. Bank Indonesia melaksanakan pencatatan penerbitan SUN sesuai syarat dan ketentuan (terms and conditions) atau adendum syarat dan ketentuan (addendum terms and conditions) yang ditetapkan oleh Menteri. 2. Pada tanggal setelmen, Bank Indonesia melakukan setelmen SUN berdasarkan surat dari Menteri mengenai keputusan hasil Lelang, penjatahan SUN dan/atau hasil transaksi SUN yang transaksinya tidak dilakukan melalui BI-SSSS. 3. Peserta Transaksi selain Bank harus menunjuk Sub- Registry untuk pelaksanaan setelmen SUN dan pencatatan kepemilikan SUN. 4. Sub-Registry … 4. Sub-Registry yang ditunjuk oleh Peserta Transaksi selain Bank, menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana. 5. Peserta Transaksi dan Bank Pembayar yang ditunjuk harus menjamin kecukupan dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana hasil transaksi dengan Pemerintah yang dilakukan secara lelang maupun non lelang pada tanggal setelmen. 6. Peserta Transaksi dan Sub-Registry yang ditunjuk harus menjamin kecukupan seri dan nilai nominal SUN pada Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub- Registry untuk pelaksanaan setelmen surat berharga hasil transaksi dengan Pemerintah yang dilakukan secara lelang maupun non lelang pada tanggal setelmen. 7. Setelah pelaksanaan setelmen SUN, Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SUN atas nama nasabah secara individual pada sistem internal Sub-Registry pada hari yang sama. B. Setelmen 1. Setelmen Hasil Lelang a. Setelmen hasil Lelang dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setelmen Lelang SUN dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang SUN (T+5). 2) Setelmen Lelang SUN Tambahan dilakukan pada tanggal yang sama dengan pelaksanaan setelmen Lelang SUN sebagaimana dimaksud pada angka 1). b. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil pemenang Lelang pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi … Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar nilai setelmen. 2) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sebesar total nilai nominal SUN yang dimenangkan. c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI- RTGS maka setelmen transaksi hasil Lelang yang dilakukan melalui Peserta Transaksi atau Bank Pembayar yang ditunjuk tersebut dinyatakan gagal. 2. Setelmen Hasil Lelang Buyback a. Setelmen hasil Lelang Buyback dilakukan pada 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang (T+3) mulai pukul 10.00 WIB atau sesuai waktu yang ditentukan Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. b. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Lelang Buyback dengan cara tunai a) Melakukan pendebetan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub- Registry yang ditunjuk sampai dengan batas waktu setelmen surat berharga di BI-SSSS, sebesar jumlah seri dan nilai nominal SUN yang dibeli kembali oleh Pemerintah. b) Melakukan pengkreditan Rekening Surat Berharga Pemerintah atau melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) atas seri SUN yang dibeli kembali oleh Pemerintah. c) Melakukan pendebetan Rekening Giro Pemerintah dan pengkreditan Rekening Giro Peserta … Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk sebesar nilai setelmen. 2) Setelmen Lelang Buyback dengan cara penukaran (debt switching) a) Melakukan pendebetan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub- Registry yang ditunjuk sampai batas waktu setelmen surat berharga di BI-SSSS, sebesar jumlah seri dan nilai nominal SUN yang dibeli kembali oleh Pemerintah. b) Melakukan pengkreditan Rekening Surat Berharga Pemerintah atau melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) atas seri SUN yang dibeli kembali oleh Pemerintah. c) Melakukan pencatatan penerbitan SUN seri penukar dan pengkreditan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub- Registry yang ditunjuk. d) Lelang Buyback dapat menyebabkan terjadi selisih tunai atas beban Pemerintah atau atas beban Peserta Transaksi. e) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban Pemerintah, Bank Indonesia melakukan setelmen dana melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Pemerintah dan mengkredit Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk sebesar selisih tunai. f) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban Peserta Transaksi, Bank Indonesia melakukan setelmen dana melalui Sistem BI- RTGS dengan mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk dan mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar selisih tunai. c. Dalam … c. Dalam hal Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk tidak mencukupi untuk setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir b.1)a) dan butir b.2)a) maka yang bersangkutan harus menyelesaikan setelmen dimaksud pada jangka waktu paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak tanggal setelmen awal. d. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak dapat dipenuhi maka transaksi yang bersangkutan dinyatakan gagal. 3. Setelmen Fasilitas Peminjaman SUN a. Setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SUN kepada Peserta Transaksi dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah permohonan disetujui oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang (T+2). b. Setelmen pengembalian SUN yang dipinjamkan dan yang dijaminkan dalam rangka pemberian Fasilitas Peminjaman SUN kepada Peserta Transaksi dilakukan pada tanggal berakhirnya batas waktu peminjaman. c. Prosedur setelmen Fasilitas Peminjaman SUN dilakukan sebagai berikut: 1) Setelmen Pemberian Fasilitas Peminjaman SUN Pada tanggal setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SUN dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Peserta Transaksi membayar biaya peminjaman SUN (lending fee) melalui Sistem BI-RTGS ke Rekening Giro Pemerintah No. 500.000003980 ”Menteri Keuangan Penerimaan Penerbitan Surat Berharga Negara”. b) Peserta Transaksi menyampaikan bukti pembayaran biaya peminjaman SUN sebagaimana dimaksud pada huruf a) kepada Bank Indonesia cq. Departemen Akunting dan … dan Sistem Pembayaran - Divisi Layanan Jasa Perbankan (LJP): Gedung D, Lantai 4 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta-10350 Telepon: 021-381 7160/021-381 4188 Faksimili: 021-3501949 Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. c) Peserta Transaksi atau Sub-Registry yang ditunjuk dan Bank Indonesia atas nama Pemerintah melakukan setelmen pemindahan seri SUN yang dijaminkan melalui BI-SSSS dengan mekanisme transfer secara FoP dari Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk ke Rekening Surat Berharga Pemerintah, sebesar nilai nominal seri SUN yang dijaminkan paling lambat sebelum cut-off warning BI-SSSS. d) Setelah setelmen jaminan sebagaimana dimaksud pada huruf c) berhasil, Bank Indonesia melakukan pencatatan penerbitan seri SUN yang dipinjam dan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk, sebesar nilai nominal SUN yang dipinjam. 2) Setelmen Pengembalian Peminjaman SUN Pada tanggal setelmen pengembalian peminjaman SUN dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Bank Indonesia melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) seri SUN yang dipinjam oleh Peserta Transaksi dengan mendebet Rekening Surat Berharga Peserta … Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk, sebesar nilai nominal SUN yang dipinjam paling lambat pukul 14.00 WIB atau sesuai waktu yang ditentukan Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. b) setelah pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) sebagaimana dimaksud pada huruf a) berhasil, Peserta Transaksi atau Sub- Registry yang ditunjuk dan Bank Indonesia atas nama Pemerintah melakukan setelmen pemindahan seri SUN yang dijaminkan dengan mekanisme transfer secara FoP dari Rekening Surat Berharga Pemerintah ke Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk, sebesar nilai nominal SUN yang dijaminkan, paling lambat sebelum cut-off warning BI- SSSS. c) dalam hal setelmen sebagaimana dimaksud pada huruf a) tidak dapat dilakukan maka setelmen pengembalian dipinjamkan dinyatakan gagal. SUN yang 3) Perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN a) Dalam hal Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang menyetujui perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN maka pada tanggal setelmen dilakukan hal-hal sebagai berikut: (1) prosedur setelmen pengembalian peminjaman SUN sebagaimana dimaksud pada angka 2) tidak dilaksanakan; dan (2) Peserta Transaksi membayar biaya perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN sesuai prosedur sebagaimana dimaksud pada … pada butir 1)a) dan menyampaikan bukti pembayaran sesuai prosedur sebagaimana dimaksud pada butir 1)b). b) pengembalian peminjaman SUN yang diperpanjang dilakukan sesuai prosedur setelmen sebagaimana dimaksud pada angka 2). 4) Proses Penyelesaian Jaminan a) Atas setelmen pengembalian SUN yang dipinjamkan dinyatakan gagal sebagaimana dimaksud pada butir 2)c), Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dapat melakukan penawaran penukaran SUN yang dijaminkan dengan SUN yang dipinjamkan kepada Peserta Transaksi lainnya. b) Berdasarkan transaksi penukaran SUN oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang sebagaimana dimaksud pada huruf a), Bank Indonesia atas nama Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan Peserta Transaksi sebagai lawan transaksi melakukan setelmen melalui BI-SSSS dengan cara transfer FoP. c) Dalam hal terdapat selisih tunai dari transaksi pertukaran SUN sebagaimana dimaksud pada huruf b), penyelesaian pembayaran dilakukan secara bilateral antara Peserta Transaksi yang membeli jaminan dengan Peserta Transaksi yang gagal setelmen. 4. Setelmen ORI a. Setelmen ORI dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah penetapan hasil penjatahan ORI di Pasar Perdana (T+2). b. Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana. c. Pada … c. Pada tanggal setelmen, Bank Indonesia melakukan setelmen penerbitan ORI sebagai berikut: 1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar nilai setelmen. 2) Setelmen Surat Berharga Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan, setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Sub-Registry yang ditunjuk oleh investor individual pembeli ORI sebesar nilai penjatahan ORI. d. Dalam hal dana pada Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen ORI sebagaimana dimaksud pada butir c.2) tidak dilakukan. 5. Setelmen Hasil Transaksi SUN Secara Langsung a. Setelmen hasil Transaksi SUN Secara Langsung dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan transaksi (T+2). b. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai berikut: 1) Transaksi Penjualan SUN di Pasar Perdana Secara Langsung a) Melakukan pencatatan penerbitan SUN hasil Transaksi SUN Secara Langsung yang ditetapkan oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. b) Melakukan setelmen sebagai berikut: (1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit … mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar nilai setelmen. (2) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sebesar nilai nominal SUN. 2) Transaksi Pembelian Kembali SUN Di Pasar Sekunder Secara Langsung a) Setelmen Surat Berharga (1) Mendebet Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sebesar nilai nominal seri SUN yang dijual kepada Pemerintah. (2) Melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) atas seri SUN yang dibeli kembali oleh Pemerintah. b) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI- RTGS dengan mendebet Rekening Giro Pemerintah dan mengkredit Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk sebesar nilai setelmen. c) Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI- RTGS sebagaimana dimaksud pada butir b.1)b)(1) atau Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk tidak mencukupi untuk setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud pada butir b.2)a)(1) maka setelmen Transaksi SUN Secara Langsung dinyatakan gagal. 6. Setelmen Hasil Penjualan SUN Dengan Cara Private Placement a. Setelmen … a. Setelmen hasil penjualan SUN dengan cara Private Placement dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja dan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal kesepakatan transaksi. b. Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen dana. c. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai berikut: 1) melakukan pencatatan penerbitan SUN hasil penjualan secara Private Placement yang ditetapkan oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. 2) melakukan setelmen sebagai berikut: a) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI- RTGS dengan mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro Pemerintah sebesar nilai setelmen. b) Setelmen Surat Berharga Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan, setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sebesar nilai nominal SUN. 3) Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen transaksi Private Placement dimaksud dinyatakan gagal. C. Prosedur Pembayaran Kupon dan/atau Pelunasan Pokok 1. Pembayaran kupon dan/atau pelunasan pokok SUN didasarkan pada posisi pencatatan kepemilikan SUN di Central Registry pada 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu pembayaran kupon dan/atau pokok SUN (T-2). 2. Bank … 2. Bank Indonesia sebagai agen pembayar melakukan pembayaran kupon pada tanggal jatuh waktu pembayaran kupon dan pembayaran pokok SUN pada tanggal jatuh waktu SUN. 3. Pembayaran kupon atau pokok SUN dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Pemerintah dan mengkredit sebesar nilai kupon dan/atau nilai pokok SUN pada: a. Rekening Giro Bank untuk kepemilikan SUN atas nama Bank tersebut; dan/atau b. Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry untuk kepemilikan SUN atas nama nasabah Sub-Registry. 4. Pada hari yang sama Bank Indonesia melakukan pembayaran kupon dan/atau pelunasan pokok SUN, Sub- Registry wajib melakukan pembayaran kupon dan/atau pokok SUN dengan mengkredit rekening nasabah yang tercatat di Sub-Registry, sebesar nilai kupon dan/atau pokok SUN. D. Setelmen Transaksi SUN di Pasar Sekunder 1. Transaksi SUN yang dilakukan di Pasar Sekunder antara lain transaksi jual/beli putus (outright), transaksi penjualan dengan janji untuk membeli kembali (repurchase agreement atau repo), transaksi penjaminan SUN (agunan), dan/atau transaksi peminjaman SUN dengan jaminan surat berharga lainnya (securities lending and borrowing). 2. Prosedur setelmen transaksi SUN di Pasar Sekunder sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS. IV. Ketentuan Penutup Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia No.11/32/DPM tanggal 7 Desember 2009 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/30/DASP tanggal … tanggal 10 November 2010 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8 April 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BOEDI ARMANTO KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/12/DASP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title> <set_date> 8 April 2013 </set_date> <effective_date> 8 April 2013 </effective_date> <replaced_reg> '12/30/DASP|SE-BI/2010', '11/32/DPM|SE-BI/2009' </replaced_reg> <related_reg> '10/13/PBI/2008', '12/12/PBI/2010', '10/2/PBI/2008' </related_reg>
No.3/3 /BKr Jakarta, 16 Januari 2001 S U R A T E D A R A N Kepada BANK UMUM DAN BANK PERKREDITAN RAKYAT Perihal : Proyek Kredit Mikro Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro, maka perlu dilakukan pengaturan pelaksanaan Proyek Kredit Mikro sebagai berikut : A. TATA CARA KEIKUTSERTAAN DALAM PROYEK KREDIT MIKRO (PKM) 1. Pelaksana proyek adalah Kantor Bank Indonesia (KBI) yang berada di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Daerah Istimewa Aceh, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bali, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Bengkulu dan Lampung. 2. Lembaga yang dapat menjadi peserta PKM adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang berada di wilayah KBI sebagaimana disebut pada butir 1 di atas. 3. KBI menyeleksi BPR dan LPSM di wilayah kerjanya berdasarkan persyaratan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia No.3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 dan hasilnya diberitahukan kepada yang bersangkutan, sedangkan BPD tidak diseleksi karena keikutsertaannya dalam PKM berfungsi sebagai penerus kredit kepada LPSM. 4. Dalam ….. 4. Dalam hal BPR berminat bekerjasama langsung dengan LPSM untuk melakukan pemantauan penggunaan kredit dan pembinaan terhadap kelompok nasabah pengusaha mikro, maka LPSM dapat menerima imbalan dari BPR, yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. B. TATA CARA PENGAJUAN KREDIT 1. Kredit PKM digunakan untuk : a. pembelian komputer dan kendaraan bermotor baru ; b. dipinjamkan kepada pengusaha mikro baru baik perorangan maupun yang tergabung dalam kelompok. Yang dimaksud dengan nasabah mikro baru adalah nasabah mikro yang baru pertama kali mendapat kredit dari BPR peserta PKM meskipun nasabah tersebut sudah pernah memperoleh kredit dari lembaga keuangan lainnya ; 2. BPD dan BPR mengajukan permohonan kredit ke KBI setempat dengan melampiri rincian kebutuhan kredit untuk masing-masing kategori tersebut di atas. 3. Dalam hal peraturan BPD tidak memungkinkan dana dari KBI ditarik langsung oleh kantor-kantor cabangnya maka permohonan tersebut diajukan oleh kantor pusatnya kepada KBI setempat. 4. Apabila permohonan tersebut disetujui, KBI menerbitkan Akad Penerusan Pinjaman (APP) yang ditandatangani KBI dan bank peserta PKM, selanjutnya bank peserta PKM menyerahkan Aksep sebagai jaminan kredit kepada KBI. 5. BPR dapat mengajukan tambahan kredit apabila kredit yang diterima telah disalurkan seluruhnya. Tambahan kredit dipergunakan untuk nasabah mikro baru dan atau nasabah mikro ulangan. Yang dimaksud dengan nasabah mikro ulangan adalah nasabah mikro yang sudah melunasi ….. melunasi kredit dalam rangka PKM pada BPR yang bersangkutan dan kembali mengajukan kredit. 6. Apabila permohonan tambahan kredit disetujui, maka KBI menerbitkan APP baru atau addendum APP yang ditandatangani KBI dan bank peserta PKM, selanjutnya bank peserta PKM menyerahkan Aksep baru sebagai jaminan kredit kepada KBI. 7. Penerbitan APP baru atau addendum APP sebagaimana dimaksud pada angka 6 tergantung kepada penilaian KBI atas kebutuhan BPD atau BPR, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Dalam hal jangka waktu tambahan kredit adalah lima tahun, maka dipergunakan APP baru terhitung sejak tanggal penandatanganan APP tersebut. b. Dalam hal jangka waktu tambahan kredit adalah sama dengan sisa jangka waktu kredit APP lama, maka dipergunakan addendum APP. Selanjutnya Aksep baru harus dibuat baik jika memakai APP baru maupun memakai APP lama untuk menyesuaikan jumlah kredit BPD atau BPR setiap kali memperoleh tambahan. C. TATA CARA PENARIKAN KREDIT 1. Atas dasar APP dan Aksep yang telah ditandatangani, BPD dan BPR mengajukan permohonan penarikan kredit ke KBI setempat maksimal sebesar penyediaan kredit yang telah disetujui. 2. Penarikan kredit PKM dapat dilakukan oleh BPD atau BPR sepanjang telah memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Untuk BPD 1) Menyerahkan surat kuasa kepada KBI setempat untuk mendebet rekening giro BPD di KBI dalam rangka pembayaran : a) angsuran pokok; b) bunga ….. b) bunga; c) sanksi kewajiban membayar; dan d) sanksi kewajiban pengembalian kredit yang tidak disalurkan. 2) Menyerahkan daftar LPSM peserta PKM beserta kebutuhan kreditnya. b. Untuk BPR 1) Membuka rekening giro atau tabungan pada bank umum untuk keperluan menampung dana maupun melunasi kredit PKM. 2) Menyerahkan surat kuasa kepada KBI setempat yang diketahui oleh bank umum tempat BPR membuka rekening untuk mendebet rekening giro atau rekening tabungan BPR yang ada di bank umum tersebut dalam rangka pembayaran : a) angsuran pokok; b) bunga; c) sanksi kewajiban membayar; dan d) sanksi kewajiban pengembalian kredit yang tidak disalurkan. 3) Menyerahkan daftar kebutuhan kreditnya. 3. KBI melakukan pelimpahan kredit dengan cara : a. mengkredit dana ke rekening giro kantor BPD yang ada di KBI ; b. mentransfer dana ke rekening giro atau tabungan BPR di bank umum yang ditunjuk oleh BPR. 4. Realisasi pembelian komputer dan kendaraan bermotor harus dilakukan paling lambat 1 bulan setelah tanggal pelimpahan dari KBI kepada BPR dan BPD. Bukti asli pengeluaran tersebut agar disimpan untuk bahan pemeriksaan. D. PEMBAYARAN ….. D. PEMBAYARAN ANGSURAN POKOK DAN BUNGA 1. Pembayaran angsuran pokok dan pembayaran bunga dilakukan pada akhir triwulan takwim yang telah ditetapkan yaitu tanggal 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember dengan cara : a. mendebet rekening giro kantor BPD yang ada di KBI ; b. mendebet rekening giro atau tabungan BPR di bank umum yang ditunjuk oleh BPR yang bersangkutan, berdasarkan surat kuasa dari BPR kepada KBI yang diketahui oleh bank umum tersebut. 2. Dalam hal pelimpahan kredit dari KBI kepada BPD dan BPR dilakukan kurang dari 30 hari sebelum akhir triwulan yang bersangkutan, maka pembayaran angsuran pokok dan bunga dilakukan pada akhir triwulan berikutnya. E. PENGENAAN SANKSI Pelaksanaan sanksi sebagaimana diatur pada Pasal 23 No.3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 adalah sebagai berikut : 1. KBI setempat memberitahukan secara tertulis kepada BPD atau BPR yang menyatakan bahwa bank yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya tepat pada waktunya dan oleh karenanya dikenakan sanksi. 2. KBI setempat mendebet : a. rekening giro BPD di KBI ; atau b. rekening giro atau tabungan BPR yang ada di bank umum yang ditunjuk oleh BPR. F. PELAPORAN Laporan yang wajib disampaikan oleh lembaga peserta kepada KBI setempat adalah sebagai berikut : 1. Kantor Pusat BPD Laporan triwulanan dengan tembusan kepada Unit Pelaksana Proyek (UPP) ….. ./. (UPP) di Tim Penelitian dan Pengembangan – Biro Kredit. Bank Indonesia. Jl. M.H. Thamrin No.2. Jakarta Pusat, paling lambat tanggal 21 bulan berikutnya yang berisi jumlah seluruh kredit yang telah direalisasikan untuk LPSM melalui seluruh kantornya. Laporan tersebut sesuai dengan formulir 1 terlampir. ./. 2. Kantor Cabang BPD Laporan bulanan dengan tembusan kepada KP BPD paling lambat tanggal 14 bulan berikutnya yang berisi jumlah kredit per kategori yang telah diteruskan kepada LPSM beserta saldo debet kreditnya. Laporan tersebut sesuai dengan formulir 2 dan 3 terlampir. 3. BPR ./. Laporan bulanan paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya yang berisi jumlah realisasi kumulatif dan saldo debet kredit per kategori, disertai rincian kolektibilitas kredit kepada nasabah pengusaha mikro dan rincian realisasi kredit kepada nasabah pengusaha mikro baru dalam bulan laporan. Dalam laporan tersebut selain nasabah pengusaha mikro baru juga dilaporkan nasabah ulangan yaitu nasabah mikro yang pernah menerima kredit mikro dalam rangka PKM di bank yang bersangkutan. Khusus laporan realisasi pembelian komputer dan kendaraan bermotor agar disertai fotokopi bukti pembelian barang. Laporan tersebut sesuai dengan formulir 4, 5, 6 dan 7 terlampir. G. PENUTUP Dengan berlakunya ketentuan dalam Surat Edaran ini maka Surat Edaran No.31/1/UK tanggal 5 Mei 1998 tentang Proyek Kredit Mikro dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal penandatanganan. Agar ….. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA ABDUL AZIS KEPALA BIRO KREDIT BKr/TPP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/3/BKr|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Proyek Kredit Mikro </reg_title> <set_date> 16 Januari 2001 </set_date> <effective_date> 16 Januari 2001 </effective_date> <replaced_reg> '31/1/UK|SE-BI/1998' </replaced_reg> <related_reg> '3/1/PBI/2001' </related_reg>
No. 4/ 3 /DASP Jakarta, 11 Februari 2002 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan SE No. 2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Biaya Kliring Sehubungan dengan diimplementasikannya Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ) bagi penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Elektronik dan Otomasi, maka ketentuan dalam SE No. 2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Biaya Kliring perlu disesuaikan menjadi sebagai berikut. 1. Menambah ketentuan baru pada angka I.A mengenai Jenis dan Besarnya Biaya Kliring Pada Kliring Lokal Secara Elektronik yang dijadikan angka 4, yang berbunyi sebagai berikut : “4. Bagi Peserta yang memanfaatkan SIKJJ dikenakan biaya sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan.” 2. Menambah ketentuan baru pada angka I.B mengenai Jenis dan Besarnya Biaya Kliring Pada Kliring Lokal Secara Otomasi yang dijadikan angka 4, yang berbunyi sebagai berikut : “4. Bagi Peserta yang memanfaatkan SIKJJ dikenakan biaya sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan.” 3. Menambah… 3. Menambah ketentuan baru pada angka II mengenai Biaya Tambahan Pada Sistem Kliring Elektronik, Otomasi, dan Semi Otomasi yang dijadikan angka 3, yang berbunyi sebagai berikut : “3. Dalam hal Peserta mengajukan permintaan salinan warkat atas warkat yang telah diproses dalam Kliring maka Peserta yang bersangkutan dikenakan biaya sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah) per lembar.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 11Februari 2002. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARMAIN SALIM DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/3/DASP|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Perubahan SE No. 2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Biaya Kliring </reg_title> <set_date> 11 Februari 2002 </set_date> <effective_date> 11 Februari 2002 </effective_date> <changed_reg> '2/9/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg> <related_reg> '2/9/DASP|SE-BI/2000' </related_reg>
No.9/8/DPM Jakarta, 30 Maret 2007 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/5/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4715) dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/7/DPM tanggal 30 Maret 2007 perihal Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Syariah, UUS, atau Bank Konvensional dapat melakukan transaksi menggunakan Instrumen PUAS dengan akad mudharabah. Sehubungan dengan hal tersebut dipandang perlu untuk mengatur mengenai Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank sebagai berikut. I. UMUM 1. Bank Konvensional adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. 2. Bank Syariah adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan … 2 dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS adalah: a. unit kerja di kantor pusat Bank Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah; atau b. unit kerja di kantor cabang dari Bank Konvensional yang berkedudukan di luar negeri yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah. 4. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarbank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing. 5. Instrumen PUAS adalah instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau UUS yang digunakan sebagai sarana transaksi di PUAS. 6. Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank yang selanjutnya disebut dengan Sertifikat IMA adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau UUS yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS dengan akad mudharabah. 7. Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya. 8. Penerbit Sertifikat IMA adalah Bank Syariah atau UUS. 9. Pembeli Sertifikat IMA adalah Bank Syariah, UUS atau Bank Konvensional. 10. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut LHBU adalah laporan yang disusun dan disampaikan oleh bank pelapor secara harian kepada Bank Indonesia. II. KARAKTERISTIK … 3 II. KARAKTERISTIK DAN PERSYARATAN Sertifikat IMA mempunyai karakteristik dan persyaratan sebagai berikut: 1. Diterbitkan dengan menggunakan akad Mudharabah; 2. Dapat diterbitkan baik dalam rupiah maupun valuta asing; 3. Dapat diterbitkan dengan atau tanpa warkat (scripless), dengan sekurang- kurangnya mencantumkan informasi sebagai berikut : a. nilai nominal investasi; b. nisbah bagi hasil; c. jangka waktu investasi; d. indikasi tingkat imbalan Sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada bulan terakhir; 4. Berjangka waktu satu hari (O/N) sampai dengan 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari; 6. Dapat diperdagangkan (tradable) sepanjang belum jatuh waktu. III. MEKANISME TRANSAKSI 1. Bank Syariah atau UUS dapat menerbitkan Sertifikat IMA. 2. Bank Syariah, UUS, atau Bank Konvensional dapat membeli Sertifikat IMA. 3. Penerbit Sertifikat IMA menginformasikan kepada Pembeli Sertifikat IMA antara lain: a. nilai nominal investasi; b. nisbah bagi hasil; c. jangka waktu investasi; d. indikasi tingkat imbalan Sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada bulan terakhir. 4. Dalam hal terjadi pemindahtanganan Sertifikat IMA, Pembeli Sertifikat IMA terakhir harus memberitahukan kepada Penerbit Sertifikat IMA. Hal ini dimaksudkan agar memudahkan Penerbit Sertifikat IMA dalam membayar nominal investasi pada saat jatuh waktu dan pembayaran imbalan. IV. PENYELESAIAN …… 4 IV. PENYELESAIAN TRANSAKSI 1. Pada saat Sertifikat IMA diterbitkan, Pembeli Sertifikat IMA melakukan transfer dana ke rekening Penerbit Sertifikat IMA sebesar nominal Sertifikat IMA. 2. Pada saat Sertifikat IMA jatuh waktu, Penerbit Sertifikat IMA melakukan transfer dana ke rekening Pembeli Sertifikat IMA sebesar nominal Sertifikat IMA. 3. Pembayaran imbalan dilakukan pada setiap hari kerja pertama bulan berikutnya. V. PELAPORAN Penerbit Sertifikat IMA dan Pembeli Sertifikat IMA melaporkan transaksi Sertifikat IMA kepada Bank Indonesia melalui sistem LHBU sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai LHBU. VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 30 Maret 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/8/DPM|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank </reg_title> <set_date> 30 Maret 2007 </set_date> <effective_date> 30 Maret 2007 </effective_date> <related_reg> '9/5/PBI/2007', '9/7/DPM|SE-BI/2007' </related_reg>
No. 6/40/DPM Jakarta, 30 September 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), perlu dilakukan perubahan pada butir II.B dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank, menjadi sebagai berikut: “B. Maksimum Suku Bunga PUAB a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 56 (lima puluh enam) basis point di atas rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya. b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 67 (enam puluh tujuh) basis point di bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi valuta asing dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.” Ketentuan … 2 Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 30 September 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SUGENG DEPUTI DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/40/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title> <set_date> 30 September 2004 </set_date> <effective_date> 30 September 2004 </effective_date> <changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/11/PBI/2004 | Pasal 3', '6/20/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No. 1/ 9 /DSM Jakarta, 28 Desember 1999 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 1/9/PBI/1999 tanggal 28 Oktober 1999 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank, perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai pelaporan kegiatan lalu lintas devisa oleh bank sebagai berikut: I. UMUM A. Tujuan Pelaporan kegiatan lalu lintas devisa oleh bank dimaksudkan untuk memperoleh keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa secara lengkap, akurat dan tepat waktu yang diperlukan terutama untuk penyusunan Statistik Neraca Pembayaran dan Posisi Investasi Internasional Indonesia. B. Bank pelapor Bank pelapor adalah seluruh kantor pusat bank umum yang berbadan hukum Indonesia dan kantor cabang bank asing yang berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan lalu lintas devisa. Laporan yang disampaikan kepada Bank Indonesia merupakan laporan gabungan dari seluruh….. seluruh kantor operasional bank pelapor yang berkedudukan di Indonesia. C. Ruang lingkup pelaporan Ruang lingkup pelaporan mencakup seluruh kegiatan lalu lintas devisa melalui bank, baik untuk kepentingan bank pelapor maupun nasabah, yang meliputi: 1. Laporan transaksi, yaitu laporan mengenai transaksi yang mempengaruhi posisi aset dan kewajiban finansial luar negeri bank pelapor, meliputi: a) Penerimaan dari luar negeri dan pembayaran ke luar negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing, b) Penerimaan dari bukan penduduk dan pembayaran kepada bukan penduduk di dalam negeri, baik dalam rupiah maupun valuta asing, c) Penerimaan dan pembayaran di dalam negeri antar penduduk dalam valuta asing seperti uang kertas asing (bank notes), cek perjalanan (travellers’ cheque), dan wesel ekspor yang diambil alih. 2. Laporan posisi, yaitu laporan mengenai posisi aset dan kewajiban finansial luar negeri bank pelapor yang mencakup seluruh tagihan (claims) dan kewajiban kepada bukan penduduk baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri. D. Sumber data laporan Sumber data laporan berasal dari bank pelapor dan nasabah. II. CAKUPAN….. II. CAKUPAN DAN FORMAT LAPORAN A. Cakupan Laporan 1. Laporan transaksi Cakupan laporan transaksi terdiri atas: a) Transaksi di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu Dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya Untuk setiap transaksi di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu Dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya dilaporkan secara terinci yang antara lain mencakup keterangan mengenai pelaku dan hubungan keuangan antar pelaku transaksi serta tujuan transaksi. b) Transaksi sampai dengan USD10.000,00 (sepuluh ribu Dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya Untuk transaksi sampai dengan USD10.000,00 (sepuluh ribu Dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya dilaporkan secara gabungan (lump sum) tanpa harus dilengkapi dengan keterangan mengenai pelaku dan hubungan keuangan antar pelaku transaksi serta tujuan transaksi. Perhitungan ekuivalen USD untuk transaksi dalam mata uang selain USD menggunakan kurs tengah yang diumumkan oleh Bank Indonesia pada akhir bulan laporan sebelumnya. 2. Laporan posisi Laporan posisi meliputi posisi awal, mutasi dan posisi akhir dari setiap jenis aset dan kewajiban finansial luar negeri bank pelapor yang dirinci menurut negara debitur dan kreditur bukan penduduk dan jenis valuta. Rincian mengenai cakupan laporan transaksi dan laporan posisi serta penjelasannya terdapat pada petunjuk teknis terlampir. B. Format…. B. Format laporan Laporan transaksi dan laporan posisi disusun dalam bentuk sandi-sandi dan disampaikan dalam format ASCII (American Standard Code for Information Interchange). Spesifikasi format laporan transaksi dan laporan posisi serta penjelasannya terdapat pada petunjuk teknis terlampir. III. LAPORAN KOREKSI Laporan koreksi adalah laporan pengganti atas laporan yang tidak lengkap dan atau tidak benar, baik untuk laporan transaksi maupun laporan posisi. Laporan koreksi disusun sesuai dengan format dari laporan yang digantikannya. Dalam hal ini, pengertian mengenai laporan yang tidak lengkap dan atau tidak benar dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Laporan tidak lengkap apabila laporan yang telah disampaikan oleh bank pelapor tidak memenuhi cakupan laporan sebagaimana yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam petunjuk teknis terlampir. Contoh: Laporan transaksi untuk penerimaan dana di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu Dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya tidak dilengkapi dengan keterangan mengenai pelaku transaksi atau keterangan lainnya. 2. Laporan tidak benar apabila laporan yang telah disampaikan oleh bank pelapor masih mengandung kesalahan atau tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Dalam pengertian ini termasuk pula transaksi yang seharusnya dilaporkan akan tetapi tidak disampaikan oleh bank pelapor kepada Bank Indonesia. Contoh: Laporan transaksi untuk pengiriman dana sebesar JPY120.000.000,00 (seratus….. (seratus dua puluh juta Yen) dilaporkan hanya sebesar JPY120.000,00 (seratus dua puluh ribu Yen). IV. PROSEDUR PELAPORAN A. Periode dan masa penyampaian laporan 1. Laporan disampaikan kepada Bank Indonesia setiap bulan paling lambat satu bulan setelah berakhirnya periode laporan, pukul 16.00 WIB. Apabila batas waktu penyampaian laporan tersebut jatuh pada hari Sabtu atau hari libur, laporan dimaksud disampaikan pada hari kerja sebelumnya. Contoh: Laporan periode bulan Maret 2000 disampaikan paling lambat pada akhir bulan April 2000, pukul 16.00 WIB. 2. Bank pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila laporan disampaikan melewati batas akhir masa penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas sampai dengan akhir bulan berikutnya. Contoh: Laporan periode bulan Maret 2000 disampaikan pada tanggal 1 Mei sampai dengan 31 Mei 2000. 3. Bank pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila laporan belum diterima oleh Bank Indonesia sampai dengan batas waktu sebagaimana disebutkan pada butir 2 di atas. Contoh: Laporan periode bulan Maret 2000 belum diterima oleh Bank Indonesia sampai dengan akhir bulan Mei 2000. 4. Bank pelapor dinyatakan menyampaikan laporan tidak lengkap apabila….. apabila sampai dengan batas akhir masa penyampaian laporan tidak mengganti laporan yang disampaikan sebelumnya yang memenuhi kriteria tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam angka III.1 dengan menggunakan laporan koreksi. Contoh: Laporan periode bulan Maret 2000 yang disampaikan tidak lengkap tidak diganti dengan laporan koreksi sampai dengan akhir bulan April 2000. 5. Bank pelapor dinyatakan menyampaikan laporan tidak benar apabila sampai dengan batas akhir masa penyampaian laporan tidak mengganti laporan yang disampaikan sebelumnya yang memenuhi kriteria tidak benar sebagaimana dimaksud dalam angka III.2, dengan menggunakan laporan koreksi. Contoh: Laporan periode bulan Maret 2000 yang disampaikan tidak benar tidak diganti dengan laporan koreksi sampai dengan akhir bulan April 2000. B. Cara penyampaian laporan 1. Laporan disampaikan oleh bank pelapor kepada Bank Indonesia secara on-line melalui jaringan ekstranet Bank Indonesia. 2. Bagi bank pelapor yang tidak dapat atau terdapat kendala dalam penyampaian laporan secara on-line sebagaimana disebutkan pada butir 1, dapat menyampaikan laporan secara off-line dengan menggunakan disket atau media lainnya setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia. 3. Laporan yang disampaikan melewati batas akhir masa penyampaian laporan hanya dapat disampaikan secara off-line dengan menggunakan disket. 4. Penyampaian….. 4. Penyampaian laporan kepada Bank Indonesia dilakukan oleh petugas yang telah diberi wewenang oleh bank pelapor. 5. Bank pelapor menunjuk pejabat yang bertanggung jawab terhadap laporan yang wajib disampaikan kepada Bank Indonesia. 6. Petugas yang menyampaikan laporan dan pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana disebutkan pada butir 4 dan butir 5, termasuk apabila ada pergantian, dilaporkan secara tertulis kepada Bagian Statistik Neraca Pembayaran Bank Indonesia. 7. Uraian lebih lanjut mengenai cara penyampaian laporan terdapat pada petunjuk teknis terlampir. V. SANKSI A. Sanksi bagi bank pelapor yang terlambat menyampaikan laporan 1. Sanksi bagi bank pelapor yang terlambat menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.2 adalah berupa denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah) untuk setiap hari keterlambatan. 2. Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai satu hari setelah berakhirnya masa penyampaian laporan sampai dengan tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia. Tanggal diterimanya laporan adalah: a. Tanggal penerimaan data di Bank Indonesia untuk laporan yang disampaikan secara on-line, b. Tanggal penerimaan surat di Bank Indonesia untuk laporan yang disampaikan secara off-line. B. Sanksi bagi bank pelapor yang tidak menyampaikan laporan Sanksi bagi bank pelapor yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana….. sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.3 adalah berupa denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) ditambah dengan denda keterlambatan. C. Sanksi bagi bank pelapor yang menyampaikan laporan tidak lengkap dan atau tidak benar Sanksi bagi bank pelapor yang menyampaikan laporan tidak lengkap dan atau tidak benar sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.4 dan butir IV.A.5 adalah berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu Rupiah) untuk setiap field yang tidak lengkap dan atau tidak benar dengan maksimum denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah). Pengertian field dimaksud adalah rincian dari cakupan laporan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam petunjuk teknis terlampir. D. Sanksi bagi bank pelapor yang tidak menyampaikan laporan selama 6 periode berturut-turut atau paling lama 6 bulan Bank pelapor yang tidak menyampaikan laporan selama 6 periode berturut-turut atau paling lama 6 bulan dapat dikenakan sanksi berupa pencabutan izin usaha bank pelapor, dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Sebelum sanksi tersebut dikenakan bank pelapor akan diberikan peringatan secara tertulis. E. Pembebanan sanksi denda Pembebanan sanksi denda sebagaimana tersebut di atas dilakukan dengan cara mendebet rekening giro bank pelapor di Bank Indonesia. VI. PEMBERIAN….. VI. PEMBERIAN KETERANGAN DAN DATA DARI NASABAH KEPADA BANK PELAPOR Untuk memenuhi pelaporan kepada Bank Indonesia, bank pelapor dapat meminta keterangan dan data kepada nasabah yang melakukan kegiatan lalu lintas devisa melalui bank pelapor sesuai dengan prosedur yang berlaku pada bank pelapor bersangkutan. Sebagai acuan dalam memperoleh keterangan dan data dari nasabah, bank pelapor dapat melihat contoh formulir pada petunjuk teknis terlampir. Nasabah yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan dan data dimaksud kepada bank pelapor, dapat dikenakan sanksi pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-undang No. 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. VII. PENUTUP A. Pelaksanaan kewajiban pelaporan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2000 untuk periode laporan bulan Maret 2000. B. Untuk memberikan kesempatan kepada bank pelapor dalam melakukan uji coba pelaksanaan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa kepada Bank Indonesia, pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada butir V, mulai diberlakukan untuk periode laporan bulan Juni 2000. C. Bagi bank pelapor yang memerlukan penjelasan lebih lanjut sehubungan dengan pelaksanaan pelaporan ini dapat menghubungi: Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Bank Indonesia: - Telp - Fax - E-mail : (021) 381-8322, 381-8323, 381-8379, dan 381-8388 : (021) 380-0134 : SNP@bi.go.id Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 28 Desember 1999. Agar….. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA ACHJAR ILJAS Deputi Gubernur
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 1/9/DSM|SE-BI/1999 </reg_id> <reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank. </reg_title> <set_date> 28 Desember 1999 </set_date> <effective_date> 28 Desember 1999 </effective_date> <related_reg> '1/9/PBI/1999' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V', 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 7/44/DPD Jakarta, 15 September 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.7/23/DPD tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank ________________________________________________________________ Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tanggal 14 Juni 2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4504) dan mempertimbangkan efisiensi pelaksanaan kegiatan Transfer Rupiah kepada Pihak Asing serta efisiensi terhadap kelengkapan dokumen dalam rangka hedging, maka dipandang perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran No.7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank sebagai berikut : 1. Ketentuan angka 5 huruf b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : b. Penerimaan Transfer Rupiah oleh Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan nilai lebih dari Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), baik satu transaksi maupun beberapa transaksi untuk Pihak Asing yang sama dalam satu hari, Bank wajib memiliki jenis kegiatan ekonomi yang mendasari (underlying transaction) Transfer Rupiah tersebut dan dilengkapi dengan … 2 dengan dokumen pendukung dari Pihak Asing, yang ditetapkan paling kurang sebagai berikut : 1) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka divestasi Penyertaan Langsung di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a.1) adalah berupa bukti penjualan saham. 2) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka penjualan Surat Berharga dalam rupiah oleh Pihak Asing termasuk penjualan SBI dan penjualan saham sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a.2) adalah berupa bukti konfirmasi penjualan Surat Berharga, antara lain berupa SWIFT message, Tested Telex, Tested Fax, Reuters Monitor Dealing System (RMDS). 3) Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan pembagian dividen berupa bukti kepemilikan saham dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham tentang pembagian dividen. Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan pembayaran kupon dilengkapi dengan bukti kepemilikan Surat Berharga. 4) Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan penerimaan pembayaran piutang Pihak Asing dalam rupiah, termasuk dalam rangka restrukturisasi utang sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a.3) adalah bukti perjanjian kredit. 5) Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan penjualan wesel ekspor Pihak Asing melalui transaksi L/C dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a.4) antara lain berupa wesel, invoice, atau Bill of Lading (B/L); 6) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka penjualan wesel atas dasar SKBDN sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a.5) antara lain berupa wesel, invoice, atau B/L antar pulau; Rupiah 7) Untuk Transfer dalam rangka penjualan barang dan jasa di Indonesia termasuk penerimaan penghasilan/gaji sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a.6) adalah bukti antara lain berupa faktur transaksi jual beli barang dan jasa atau perjanjian kontrak kerja 2. Ketentuan … 3 2. Ketentuan angka 8 huruf d diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : d. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan oleh Pihak Asing, wajib disertai dengan surat pernyataan yang bersifat authenticated yang dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya sekurang-kurangnya mencakup : 1) Nama dan identitas Pihak Asing; 2) Nama Bank; 3) Nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak Asing dengan Bank dalam rangka hedging atas suatu underlying; 4) Pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas underlying tidak digunakan sebagai underlying bagi Transaksi Derivatif lainnya baik dengan Bank yang sama maupun dengan Bank lain. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 15 September 2005 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ASLIM TADJUDDIN DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/44/DPD|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.7/23/DPD tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank </reg_title> <set_date> 15 September 2005 </set_date> <effective_date> 15 September 2005 </effective_date> <changed_reg> '7/23/DPD|SE-BI/2005' </changed_reg> <related_reg> '7/14/PBI/2005', '7/23/DPD|SE-BI/2005' </related_reg>
No. 10/ 34 / DPbS Jakarta, 22 Oktober 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tanggal 25 September 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4898), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas usaha, Bank Umum Syariah yang selanjutnya disebut BUS dan Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS perlu menjaga kelangsungan usahanya, antara lain dengan meningkatkan kemampuan dan efektivitas dalam mengelola risiko kredit dari aktivitas Pembiayaan (credit risk) serta meminimalkan potensi kerugian. 2. Sebagai salah satu upaya untuk meminimalkan potensi kerugian yang disebabkan oleh Pembiayaan bermasalah, BUS dan UUS dapat melakukan Restrukturisasi Pembiayaan terhadap nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran dan masih memiliki prospek … 2 prospek usaha yang baik serta mampu memenuhi kewajiban setelah restrukturisasi. 3. Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya; b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS; dan/atau c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan Pembiayaan yang tidak terbatas pada rescheduling atau reconditioning, antara lain meliputi: 1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan BUS atau UUS; 2) konversi akad Pembiayaan; 3) konversi Pembiayaan menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah; 4) konversi Pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara pada perusahaan nasabah. 4. Dalam melaksanakan Restrukturisasi Pembiayaan, BUS dan UUS harus menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah serta prinsip akuntansi yang berlaku. II. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR Kebijakan dan prosedur Restrukturisasi Pembiayaan mencakup paling kurang hal-hal sebagai berikut: 1. Penetapan satuan kerja khusus untuk menangani Restrukturisasi Pembiayaan. 2. Penetapan … 3 2. Penetapan limit wewenang memutus Pembiayaan yang direstrukturisasi. 3. Kriteria Pembiayaan yang dapat direstrukturisasi. 4. Sistem dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi Pembiayaan, termasuk penetapan penyerahan Pembiayaan yang akan direstrukturisasi kepada satuan kerja khusus dan penyerahan kembali Pembiayaan yang telah berhasil direstrukturisasi kepada satuan kerja pengelola Pembiayaan. 5. Sistem informasi manajemen Pembiayaan yang direstrukturisasi. III. SATUAN KERJA KHUSUS 1. Pembentukan satuan kerja khusus Restrukturisasi Pembiayaan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing BUS dan UUS. 2. Pejabat atau pegawai yang melakukan Restrukturisasi Pembiayaan harus berbeda dengan pejabat atau pegawai yang terlibat dalam pemberian Pembiayaan. 3. Keputusan Restrukturisasi Pembiayaan harus dilakukan oleh pejabat yang kedudukannya lebih tinggi dari pejabat yang memutuskan pemberian Pembiayaan. 4. Dalam hal keputusan pemberian Pembiayaan dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan tertinggi sesuai anggaran dasar perusahaan, maka keputusan Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan oleh pejabat yang kedudukannya setingkat dengan pejabat yang memutuskan pemberian Pembiayaan. IV. PELAKSANAAN 1. Pembiayaan yang akan direstrukturisasi dianalisis berdasarkan: a. prospek usaha nasabah dan/atau kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas untuk nasabah Pembiayaan usaha produktif; atau b. kemampuan … 4 b. kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas untuk nasabah Pembiayaan non produktif. 2. Pembiayaan kepada pihak terkait yang akan direstrukturisasi dianalisis oleh konsultan keuangan independen yang memiliki izin usaha dan reputasi yang baik. 3. Analisis yang dilakukan BUS atau UUS dan konsultan keuangan independen terhadap Pembiayaan yang direstrukturisasi dan setiap tahapan dalam pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan didokumentasikan secara lengkap dan jelas. 4. Restrukturisasi Pembiayaan dituangkan dalam addendum akad Pembiayaan dan/atau melakukan akad Pembiayaan yang baru mengikuti karakteristik masing-masing bentuk Pembiayaan. 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3 dan angka 4 juga diterapkan dalam hal dilakukan Restrukturisasi Pembiayaan yang kedua dan ketiga. V. PENERAPAN PRINSIP SYARIAH 1. BUS dan UUS dapat mengenakan ganti rugi (ta’widh) kepada nasabah dalam rangka Restrukturisasi Pembiayaan. 2. Ganti rugi ditetapkan sebesar biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yang seharusnya dibayarkan oleh nasabah dan bukan potensi kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss/al-furshah al-dha-i’ah). 3. Perubahan-perubahan yang disepakati antara BUS atau UUS dengan nasabah dalam Restrukturisasi Pembiayaan, termasuk penetapan ganti rugi harus dituangkan dalam addendum akad Pembiayaan. 4. Dalam hal Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan melalui konversi akad maka harus dibuat akad Pembiayaan baru. VI. TATACARA … 5 VI. TATACARA RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN Semua jenis Pembiayaan dapat dilakukan restrukturisasi sebagaimana dimaksud pada butir I angka 3 dengan memperhatikan karakteristik masing- masing bentuk Pembiayaan, sebagai berikut: 1. Piutang Murabahah dan Piutang Istishna’ Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah dan piutang istishna’ dapat dilakukan restrukturisasi dengan cara: a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat Pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. c. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi piutang murabahah atau piutang istishna’ sebesar sisa kewajiban nasabah menjadi ijarah muntahiyyah bittamlik atau mudharabah atau musyarakah. Konversi piutang dimaksud dilakukan sebagai berikut: 1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah atau piutang istishna’ dengan memperhitungkan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’. Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah kewajiban nasabah dengan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’, maka diakui sebagai berikut: a) apabila … 6 a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada jumlah kewajiban nasabah, maka BUS atau UUS mengakui kerugian sebesar selisih tersebut; b) apabila nilai wajar lebih besar daripada jumlah kewajiban nasabah, maka selisih nilai tersebut diakui sebagai uang muka ijarah muntahiyyah bittamlik atau menambah porsi modal nasabah untuk musyarakah atau mengurangi modal mudharabah dari BUS atau UUS. 2) Obyek murabahah atau istishna’ sebelumnya menjadi dasar untuk pembuatan akad Pembiayaan baru. 3) BUS atau UUS melakukan akad Pembiayaan baru dengan mempertimbangkan kondisi nasabah antara lain golongan nasabah, jenis usaha, kemampuan membayar (cash flow) nasabah. Pembuatan akad Pembiayaan baru dalam rangka restrukturisasi mengikuti ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan prinsip syariah. 4) BUS atau UUS mencantumkan kronologis akad Pembiayaan sebelumnya dalam akad Pembiayaan baru. d. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah. Penempatan dalam bentuk Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah dalam rangka restrukturisasi dilakukan sebagai berikut: 1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah atau piutang istishna’. 2) BUS atau UUS membuat akad mudharabah atau musyarakah dengan nasabah atas Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah yang diterbitkan oleh nasabah atas dasar proyek yang dibiayai. 3) BUS … 7 3) BUS atau UUS memiliki Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah paling tinggi sebesar sisa kewajiban nasabah. e. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi Penyertaan Modal Sementara. Penyertaan Modal Sementara dalam rangka restrukturisasi dilakukan sebagai berikut: 1) Penyertaan Modal Sementara hanya dapat dilakukan pada nasabah yang merupakan badan usaha berbentuk hukum Perseroan Terbatas. 2) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah atau piutang istishna’. 3) BUS atau UUS membuat akad musyarakah dengan nasabah untuk Penyertaan Modal Sementara sesuai kesepakatan dengan nasabah atas usaha yang dilakukan. 4) BUS atau UUS melakukan Penyertaan Modal Sementara paling tinggi sebesar sisa kewajiban nasabah. Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi piutang murabahah atau piutang istishna’ sebagaimana dimaksud pada butir VI.1 huruf a sampai dengan huruf e merupakan jumlah pokok dan margin yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi. 2. Piutang Salam Pembiayaan dalam bentuk piutang salam dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara: a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo penyerahan barang salam tanpa mengubah spesifikasi dan kekurangan jumlah barang yang harus diserahkan nasabah kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan … 8 b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat– syarat Pembiayaan antara lain spesifikasi barang, jumlah, jangka waktu, jadwal penyerahan, pemberian potongan piutang dan/atau lainnya tanpa menambah nilai barang yang harus diserahkan nasabah kepada BUS atau UUS. c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana. Restrukturisasi yang dilakukan dengan penambahan dana oleh BUS atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan dengan baik. 3. Piutang Qardh Pembiayaan dalam bentuk piutang qardh dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara: a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat– syarat pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi pembiayaan qardh sebagaimana dalam butir VI.3 huruf a dan huruf b merupakan jumlah pokok yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi. 4. Mudharabah … 9 4. Mudharabah dan Musyarakah Pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara: a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat– syarat pembiayaan antara lain nisbah bagi hasil, jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian potongan pokok dan/atau lainnya tanpa menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana. Restrukturisasi yang dilakukan dengan penambahan dana oleh BUS atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali berjalan dengan baik. d. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah. Penempatan dalam bentuk Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah dalam rangka restrukturisasi dilakukan sebagai berikut: 1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk mudharabah atau musyarakah. 2) BUS atau UUS membuat akad mudharabah atau musyarakah dengan nasabah untuk Surat Berharga Berjangka Waktu Menengah yang diterbitkan oleh nasabah atas dasar proyek yang dibiayai. 3) BUS atau UUS memiliki Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah paling tinggi sebesar sisa kewajiban nasabah. e. Penataan … 10 e. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi Penyertaan Modal Sementara. Penyertaan Modal Sementara dalam rangka restrukturisasi dilakukan sebagai berikut: 1) Penyertaan Modal Sementara hanya dapat dilakukan pada nasabah yang merupakan badan usaha berbentuk hukum Perseroan Terbatas. 2) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk mudharabah atau musyarakah. 3) BUS atau UUS membuat akad musyarakah dengan nasabah untuk Penyertaan Modal Sementara sesuai kesepakatan dengan nasabah atas usaha yang dilakukan. 4) BUS atau UUS melakukan Penyertaan Modal Sementara sebesar sisa kewajiban nasabah. Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi akad Pembiayaan dalam bentuk mudharabah atau musyarakah sebagaimana dimaksud dalam butir VI.4 huruf a, huruf b, huruf d dan huruf e merupakan jumlah pokok yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi. 5. Ijarah dan Ijarah Muntahiyyah Bittamlik Pembiayaan dalam bentuk ijarah dan ijarah muntahiyyah bittamlik dapat dilakukan restrukturisasi dengan cara: a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan, dan BUS atau UUS dapat menetapkan kembali besarnya ujrah yang harus dibayar nasabah dengan kondisi sebagai berikut: 1) Aktiva ijarah dimiliki oleh BUS atau UUS Jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan umur ekonomis aktiva ijarah. 2) Aktiva … 11 2) Aktiva ijarah bukan milik BUS atau UUS Jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan berakhirnya hak penggunaan aktiva ijarah. b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat Pembiayaan antara lain jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian potongan ujrah dan/atau lainnya, dan BUS atau UUS dapat menetapkan kembali ujrah yang harus dibayar nasabah, dengan kondisi sebagai berikut: 1) Aktiva ijarah dimiliki oleh BUS atau UUS Dalam hal BUS atau UUS memberikan perpanjangan jangka waktu, maka jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan umur ekonomis aktiva ijarah. 2) Aktiva ijarah bukan milik BUS atau UUS Dalam hal BUS atau UUS memberikan perpanjangan jangka waktu, maka jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan berakhirnya hak penggunaan aktiva ijarah. c. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi akad ijarah atau akad ijarah muntahiyyah bittamlik menjadi mudharabah atau musyarakah. Konversi pembiayaan terhadap aktiva ijarah yang dimiliki oleh BUS atau UUS dilakukan sebagai berikut: 1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk ijarah atau ijarah muntahiyyah bittamlik dengan memperhitungkan nilai wajar aktiva ijarah. Dalam hal terdapat perbedaan antara nilai wajar aktiva ijarah dengan nilai buku aktiva ijarah ditambah tunggakan angsuran ijarah, maka diakui sebagai berikut: a) apabila … 12 a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada nilai buku ditambah tunggakan angsuran ijarah, maka BUS atau UUS mengakui kerugian sebesar selisih tersebut; b) apabila nilai wajar lebih besar daripada nilai buku ditambah tunggakan angsuran ijarah, maka BUS atau UUS mengakui keuntungan yang ditangguhkan sebesar selisih tersebut dan diamortisasi selama masa akad mudharabah atau musyarakah. 2) BUS atau UUS membuat akad Pembiayaan baru dengan mempertimbangkan kondisi nasabah antara lain golongan nasabah, jenis usaha, kemampuan membayar (cash flow) nasabah. Pembuatan akad Pembiayaan baru dalam rangka restrukturisasi wajib mengikuti ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan prinsip syariah. 3) BUS atau UUS mencatat pembiayaan dalam bentuk mudharabah atau musyarakah sebesar nilai wajar aktiva ijarah. 4) BUS atau UUS mencantumkan kronologis akad Pembiayaan sebelumnya dalam akad Pembiayaan baru. d. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi Penyertaan Modal Sementara. Penyertaan Modal Sementara dalam rangka restrukturisasi dilakukan sebagai berikut: 1) Penyertaan Modal Sementara hanya dapat dilakukan pada nasabah yang merupakan badan usaha yang berbentuk hukum Perseroan Terbatas. 2) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk ijarah atau ijarah muntahiyyah bittamlik dengan memperhitungkan nilai wajar aktiva ijarah. Dalam … 13 Dalam hal terdapat perbedaan antara nilai wajar aktiva ijarah dengan nilai buku aktiva ijarah ditambah tunggakan angsuran ijarah, maka diakui sebagai berikut: a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada nilai buku ditambah tunggakan angsuran ijarah, maka BUS atau UUS mengakui kerugian sebesar selisih tersebut; b) apabila nilai wajar lebih besar daripada nilai buku ditambah tunggakan angsuran ijarah, maka BUS atau UUS mengakui keuntungan yang ditangguhkan sebesar selisih tersebut dan diamortisasi selama masa Penyertaan Modal Sementara. 3) BUS atau UUS membuat akad musyarakah dengan nasabah untuk Penyertaan Modal Sementara sesuai kesepakatan dengan nasabah atas usaha yang dilakukan. 4) BUS atau UUS melakukan Penyertaan Modal Sementara sebesar nilai wajar aktiva ijarah. 6. Ijarah Multijasa Pembiayaan multijasa dalam bentuk ijarah dapat dilakukan proses restrukturisasi dengan cara: a. Penjadwalan kembali (rescheduling). Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. b. Persyaratan kembali (reconditioning). Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat Pembiayaan antara lain jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian potongan piutang dan/atau lainnya tanpa menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS. VII. PENUTUP … 14 VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22 Oktober 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/34/DPbS|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah </reg_title> <set_date> 22 Oktober 2008 </set_date> <effective_date> 22 Oktober 2008 </effective_date> <related_reg> '10/18/PBI/2008' </related_reg>
No. 13/ 15 /DPbS Jakarta, 30 Mei 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal: Laporan Bulanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/9/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4478) tentang Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5027) tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866) serta dalam rangka meningkatkan transparansi informasi keuangan kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) wajib menyampaikan Laporan Bulanan beserta koreksinya kepada Bank Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan tentang penyusunan dan pelaporan Laporan Bulanan BPRS dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM ... 2 I. UMUM 1. Laporan Bulanan BPRS disampaikan kepada Bank Indonesia dalam rangka penyusunan laporan dan informasi serta statistik perbankan yang dipergunakan untuk kepentingan pengaturan dan pengawasan BPRS, dan kepentingan manajemen masing-masing BPRS. 2. BPRS menyusun Laporan Bulanan BPRS dengan mengacu pada Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPRS. 3. Dengan adanya pengembangan aplikasi Laporan Bulanan BPRS maka penyusunan dan penyampaian Laporan Bulanan BPRS kepada Bank Indonesia secara on-line dilakukan dengan menggunakan aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS. 4. BPRS Pelapor adalah BPRS atau kantor pusat BPRS bagi BPRS yang memiliki kantor cabang. 5. Bagi BPRS Pelapor yang memiliki kantor cabang, laporan keuangan yang disampaikan kepada Bank Indonesia mencakup laporan keuangan konsolidasi kantor pusat dan kantor cabang BPRS beserta rinciannya. 6. Dalam hal Laporan Bulanan BPRS disampaikan secara off-line, tanggal penerimaan Laporan Bulanan BPRS adalah tanggal stempel pos untuk yang dikirim via pos atau tanda terima dari jasa ekspedisi atau tanggal tanda terima Bank Indonesia apabila disampaikan secara langsung. II. SARANA DAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG DIPERLUKAN Sarana dan Sumber Daya Manusia yang diperlukan dalam rangka penyusunan dan penyampaian Laporan Bulanan BPRS adalah: 1. Personal Computer dengan memenuhi konfigurasi minimal software dan hardware sebagaimana dimaksud dalam buku mengenai Tata Cara... 3 Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS. 2. Pegawai BPRS yang dapat mengoperasikan serta memahami komputer, untuk menyusun dan melakukan verifikasi Laporan Bulanan BPRS. 3. Penanggung jawab yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi ulang dan menyampaikan Laporan Bulanan BPRS ke Bank Indonesia. Verifikasi ulang oleh penanggung jawab diperlukan untuk meyakini kebenaran Laporan Bulanan BPRS sebelum dikirimkan kepada Bank Indonesia. 4. Pedoman tertulis tentang sistem dan prosedur konversi laporan keuangan intern ke Laporan Bulanan BPRS. 5. Sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer yang digunakan dan seluruh data Laporan Bulanan BPRS. 6. Back up data Laporan Bulanan BPRS yang ditatausahakan dengan baik. III. FORMAT LAPORAN BULANAN DAN TATA CARA PELAPORAN 1. Format Laporan Bulanan BPRS dan tata cara penyusunan laporan diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPRS sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Tata cara pengoperasian aplikasi Laporan Bulanan BPRS terdapat dalam buku mengenai Tata Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS yang disampaikan kepada BPRS. IV. PENYAMPAIAN ... 4 IV. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LAPORAN 1. Laporan Bulanan BPRS dan/atau koreksinya disampaikan kepada Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau sarana teknologi lainnya paling lama tanggal 21 (dua puluh satu) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan. 2. Laporan Bulanan BPRS dan/atau koreksinya disampaikan kepada Bank Indonesia secara off-line dengan menggunakan disket atau cd- rom dan hasil cetak komputer (hard copy) sebanyak 1 (satu) set disertai hasil validasi dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, paling lama pukul 16.00 WIB; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling lama pukul 16.00 waktu setempat. 3. Dalam hal terjadi kerusakan disket atau cd-rom yang telah disampaikan ke Bank Indonesia secara off-line, BPRS Pelapor menyampaikan ulang disket atau cd-rom Laporan Bulanan BPRS. 4. BPRS menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia untuk mendapatkan pengecualian penyampaian Laporan Bulanan secara on-line dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, paling lama pukul 16.00 WIB; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a, paling lama pukul 16.00 waktu setempat. V. TATA ... 5 V. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR 1. Pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dilakukan dengan cara transfer ke rekening Bank Indonesia melalui: a. Kliring Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446.980 - ”Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS”, dan pada kolom keterangan dicantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPRS XXX atas kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan bulanan dan/atau koreksi laporan bulanan periode BB-TTTT”. b. BI-RTGS Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446.980 - ”Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS”, dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan pada kolom keterangan dicantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPRS XXX atas kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan bulanan dan/atau koreksi laporan bulanan periode BB-TTTT”. 2. BPRS Pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1. kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl.M.H.Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350 atau melalui Faksimili Nomor 021-3447620, 021- 3501990, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi. b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. VI. ALAMAT ... 6 VI. ALAMAT PENYAMPAIAN PERTANYAAN DAN INFORMASI Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan : 1. Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS disampaikan kepada Help Desk Bank Indonesia dengan alamat Jl.M.H.Thamrin Nomor 2 Jakarta10350, Telepon Nomor 021-3818000 (Hunting), Fax No. 021-3866071, email address : helpdesk@bi.go.id. 2. Ketentuan Laporan Bulanan BPRS disampaikan kepada : a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl.M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta10350, Telepon Nomor 021-3818749, 021-3818513, Faksimili Nomor 021-3447620, 021-3501989, email address : dpbs@bi.go.id bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi. b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. VII. LAIN LAIN Dalam rangka kelancaran penyampaian Laporan Bulanan BPRS, BPRS Pelapor wajib mengkinikan: a. nama pegawai dan penanggungjawab yang ditunjuk untuk menyusun dan menyampaikan Laporan Bulanan BPRS; b. nomor telepon yang digunakan untuk penyampaian Laporan Bulanan BPRS. VIII. PENUTUP Kewajiban penyampaian Laporan Bulanan BPRS secara online sebagaimana dimaksud pada butir IV.1 mulai berlaku sejak pelaporan data bulan ... 7 bulan Mei 2011 yang disampaikan pada bulan Juni 2011. Dengan diberlakukannya Surat Edaran Ini maka : a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/13/DPbS tanggal 11 April 2005 perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah; dan b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/17/DPbS tanggal 8 Agustus 2007 perihal Perubahan atas Surat Edaran Nomor 7/13/DPbS perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Mei 2011 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/15/DPbS|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Laporan Bulanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. </reg_title> <set_date> 30 Mei 2011 </set_date> <effective_date> 30 Mei 2011 </effective_date> <replaced_reg> '7/13/DPbS|SE-BI/2005', '9/17/DPbS|SE-BI/2007' </replaced_reg> <related_reg> '20/UU/2008', '7/9/PBI/2005', '11/23/PBI/2009' </related_reg>
No. 15/7/DPNP Jakarta, 8 Maret 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Berdasarkan Modal Inti Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 286, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5384), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Berdasarkan Modal Inti dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Pembukaan Jaringan Kantor Bank perlu didukung dengan kemampuan keuangan yang memadai, antara lain tercermin pada ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor Bank (Theoretical Capital). B. Selain ... B. Selain itu, dalam rangka perimbangan penyebaran Jaringan Kantor, Bank didorong untuk melakukan perluasan ke wilayah yang kurang terlayani oleh jasa perbankan, guna mendukung upaya pengembangan pembangunan nasional. II. RUANG LINGKUP A. Jaringan Kantor Bank dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini adalah: 1. kantor Bank di dalam negeri yang meliputi Kantor Cabang, Kantor Wilayah yang melakukan kegiatan operasional, Kantor Cabang Pembantu, Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan operasional, atau Kantor Kas; 2. kantor Bank di luar negeri yang meliputi Kantor Cabang, atau jenis kantor lainnya yang bersifat operasional di luar negeri, dan Kantor Perwakilan apabila melakukan kegiatan operasional; 3. Kantor Cabang Pembantu dan Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu atau Kantor Kas dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional. sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Umum. B. Pembukaan Jaringan Kantor dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini adalah pembukaan kantor Bank termasuk pembukaan kantor Bank yang berasal dari pemindahan alamat atau perubahan status kantor Bank. C. Pemindahan alamat kantor Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf B tidak termasuk pemindahan alamat kantor Bank pada zona yang sama dan tidak terdapat peningkatan status kantor Bank. III. PENETAPAN … III. PENETAPAN ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA A. Dalam rangka Pembukaan Jaringan Kantor di dalam negeri, Bank Indonesia mengelompokkan seluruh wilayah provinsi di Indonesia menjadi 6 (enam) zona, yaitu Zona 1 sampai dengan Zona 6. B. Pembagian zona sebagaimana dimaksud dalam huruf A ditetapkan berdasarkan analisis tingkat kejenuhan Bank dan pemerataan pembangunan dalam masing-masing zona, antara lain menggunakan parameter pertumbuhan pendapatan domestik bruto, pertumbuhan pendapatan domestik regional bruto, kinerja penyaluran dan penghimpunan dana yang dikaitkan dengan populasi di setiap provinsi. C. Zona 1 menunjukkan zona yang paling jenuh sedangkan Zona 6 menunjukkan zona paling tidak jenuh. Untuk setiap zona ditetapkan suatu besaran koefisien, dengan angka koefisien tertinggi yaitu 5 untuk zona yang paling jenuh dan angka koefisien terendah yaitu 0,5 untuk zona yang paling tidak jenuh. D. Pembukaan Jaringan Kantor Bank di luar negeri dikelompokkan ke dalam Zona 1. E. Pengelompokan provinsi di masing-masing zona dapat dievaluasi dan dikinikan. F. Dalam hal terdapat provinsi baru hasil pemekaran maka provinsi tersebut mengikuti zona provinsi asal sebelum pemekaran. G. Daftar zona dan koefisien dari masing-masing zona adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. IV. PENETAPAN ... IV. PENETAPAN BIAYA INVESTASI PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM A. Bank Indonesia menetapkan biaya investasi pembukaan jaringan kantor berdasarkan jenis kantor Bank untuk masing- masing Bank berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Rincian biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. B. Biaya investasi untuk pembukaan Kantor Cabang Pembantu dari bank yang berkedudukan di luar negeri disetarakan dengan biaya investasi untuk pembukaan Kantor Cabang. C. Besarnya biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor dapat dievaluasi dan dikinikan. V. PERHITUNGAN ALOKASI MODAL INTI BANK UMUM A. Bank memperhitungkan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor untuk kantor yang sudah ada (existing) dan untuk rencana Pembukaan Jaringan Kantor yang baru. B. Perhitungan alokasi Modal Inti diperoleh dari hasil perkalian antara koefisien zona untuk lokasi Jaringan Kantor Bank dengan biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sesuai jenis kantor untuk masing-masing BUKU, dengan perhitungan sebagai berikut: TC = Kz x B TC = Alokasi Modal Inti di suatu zona Kz = Koefisien masing-masing zona B = Biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sesuai jenis kantor untuk masing-masing BUKU Contoh ... Contoh perhitungan alokasi Modal Inti sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan Lampiran IV. VI. PERHITUNGAN KETERSEDIAAN ALOKASI MODAL INTI BANK UMUM A. Bank yang akan mengajukan rencana Pembukaan Jaringan Kantor, wajib mencantumkan perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) dengan menggunakan Modal Inti posisi akhir bulan September. B. Bank Indonesia akan menilai pula posisi Modal Inti Bank pada saat Bank mengajukan permohonan rencana Pembukaan Jaringan Kantor kepada Bank Indonesia. C. Ketersediaan alokasi Modal Inti dilakukan berdasarkan perhitungan sebagai berikut: n E M TC ∑( p=1 TC = − ETC M TC JKE p × JKE ) p = Ketersediaan alokasi Modal Inti = Modal Inti = Jumlah alokasi Modal Inti di suatu zona = Jumlah Jaringan Kantor Bank yang ada (existing) pada suatu zona Contoh perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti sebagaimana tercantum dalam Lampiran V. D. Berdasarkan ... D. Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf C, dalam hal: 1. Bank dengan nilai ketersediaan alokasi Modal Inti yang positif, memiliki kelebihan kapasitas Modal Inti yang dapat dialokasikan untuk membuka Jaringan Kantor. 2. Bank dengan nilai ketersediaan alokasi Modal Inti yang negatif, tidak memiliki kelebihan kapasitas Modal Inti yang dapat dialokasikan untuk membuka Jaringan Kantor. E. Persyaratan ketersediaan alokasi Modal Inti tidak berlaku untuk: 1. pembukaan Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan operasional khusus penyaluran kredit kepada UMK; atau 2. Pembukaan Jaringan Kantor bagi Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya. F. Dalam memperhitungkan ketersediaan alokasi Modal Inti, Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) memperhitungkan pula ketersediaan alokasi Modal Inti untuk Jaringan Kantor UUS. G. Perhitungan mengenai ketersediaan alokasi Modal Inti untuk UUS sebagaimana dimaksud dalam huruf F mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan UUS berdasarkan Modal Inti. VII. PENETAPAN JUMLAH PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM A. Bank yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor dapat melakukan pembukaan Jaringan Kantor dengan jumlah sesuai dengan ketersediaan alokasi Modal Inti. B. Bank ... B. Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf A dapat memperoleh insentif tambahan jumlah Pembukaan Jaringan Kantor apabila Bank menyalurkan kredit kepada: a. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) paling rendah 20% (dua puluh persen) dari total portofolio kredit; dan/atau b. Usaha Mikro dan Kecil (UMK) paling rendah 10% (sepuluh persen) dari total portofolio kredit. C. Bank yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan namun tidak memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor, dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor apabila: 1. Bank menyalurkan kredit kepada: a. UMKM paling rendah 20% (dua puluh persen) dari total portofolio kredit; atau b. UMK paling rendah 10% (sepuluh persen) dari total portofolio kredit; dan 2. Bank melakukan pemupukan modal yang dapat berasal dari alokasi laba dan/atau tambahan setoran modal. D. Selain mempertimbangkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf A, huruf B, dan huruf C, Bank Indonesia juga mempertimbangkan pencapaian tingkat efisiensi Bank yang antara lain diukur melalui rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan rasio Net Interest Margin (NIM) untuk menetapkan jumlah Pembukaan Jaringan Kantor Bank. E. Perhitungan pencapaian penyaluran kredit kepada UMKM dan/atau UMK yang digunakan dalam rencana Pembukaan Jaringan Kantor pada RBB menggunakan data UMKM dan/atau UMK posisi akhir bulan September. F. Bank … F. Bank Indonesia akan menilai pencapaian tingkat efisiensi Bank sebagaimana dimaksud pada huruf D dan pencapaian penyaluran kredit kepada UMKM dan/atau UMK sebagaimana dimaksud pada huruf E, baik pada saat penilaian rencana Pembukaan Jaringan Kantor dalam RBB maupun pada saat Bank mengajukan permohonan rencana Pembukaan Jaringan Kantor kepada Bank Indonesia. VIII. PERIMBANGAN PENYEBARAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM PADA ZONA TERTENTU Dalam rangka meningkatkan pemerataan Jaringan Kantor Bank, Pembukaan Jaringan Kantor Bank oleh BUKU 3 atau BUKU 4 diatur sebagai berikut: A. Pembukaan 3 (tiga) Kantor Cabang (KC) di Zona 1 atau Zona 2 wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6. B. Pembukaan 3 (tiga) Kantor Cabang Pembantu (KCP) di Zona 1 atau Zona 2 wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KCP atau 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6. C. Kewajiban pembukaan KC atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B dapat berupa KC atau KCP yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah. D. Kewajiban pembukaan KC atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 sebagaimana dimaksud pada huruf C, tetap harus memperhitungkan ketersediaan alokasi Modal Inti. E. Perhitungan 3 (tiga) KC atau 3 (tiga) KCP di Zona 1 atau Zona 2 sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B dihitung secara kumulatif sejak berlakunya ketentuan ini. Contoh ... Contoh: Bank A (BUKU 4) pada tahun 2014 melakukan pembukaan 2 (dua) KC di Zona 1 dan pada tahun 2015 Bank A melakukan pembukaan 4 (empat) KC di Zona 1. Dengan demikian, Bank A harus membuka 2 (dua) KC di Zona 5 atau Zona 6. F. Bank yang mempunyai kewajiban untuk membuka KC dan/atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B namun belum merealisasikan kewajiban pembukaan KC dan/atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 tidak dapat melakukan pembukaan KC atau KCP di Zona 1, Zona 2, Zona 3 dan Zona 4. G. Kewajiban Pembukaan Jaringan Kantor sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B, tidak berlaku bagi Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan melakukan pembukaan KC atau KCP di Zona 1 atau Zona 2 yang merupakan wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya. Contoh: Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang berkantor pusat di provinsi DKI Jakarta (Zona 1) dan termasuk BUKU 3, apabila akan membuka 3 (tiga) KC di provinsi DKI Jakarta, Bank dimaksud tidak wajib membuka 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6. H. Wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf G meliputi pula provinsi hasil pemekaran wilayah sepanjang Pemerintah Daerah provinsi hasil pemekaran wilayah belum memiliki saham mayoritas pada Bank yang berkantor pusat di provinsi hasil pemekaran. Contoh: Bank A (BUKU 3) merupakan Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang berkantor pusat di Provinsi ... Provinsi X yang berada pada Zona 2. Terjadi pemekaran wilayah pada Provinsi X menjadi Provinsi X dan Provinsi X1. Dalam hal Bank A akan membuka 3 (tiga) KC di Provinsi X1, Bank A tidak wajib membuka 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6, sepanjang Pemerintah Daerah Provinsi X1 belum memiliki saham mayoritas pada Bank yang berkantor pusat di Provinsi X1. IX. LAIN-LAIN A. Prosedur, tata cara dan persyaratan lainnya untuk memperoleh izin atau penegasan Pembukaan Jaringan Kantor Bank dari Bank Indonesia juga wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai: 1. Bank Umum; atau 2. tata cara persyaratan dan tata cara pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri. B. Lampiran I sampai dengan Lampiran V merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. X. PERALIHAN A. Bank Umum yang telah memiliki Jaringan Kantor di dalam dan luar negeri sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku, dapat tetap mengoperasikan Jaringan Kantor tersebut. B. Bank wajib menyesuaikan rencana Pembukaan Jaringan Kantor Bank untuk tahun 2013 dengan memperhitungkan alokasi Modal Inti. C. Penyesuaian rencana Pembukaan Jaringan Kantor tahun 2013 sebagaimana dimaksud dalam huruf B, wajib dicantumkan dalam revisi RBB tahun 2013 dan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat akhir bulan Juni 2013, dengan alamat sebagai ... sebagai berikut: 1. Departemen Pengawasan Bank, Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. D. Dasar perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti, untuk pertama kali menggunakan Modal Inti posisi akhir bulan Desember 2012. E. Bank yang telah mengajukan permohonan rencana Pembukaan Jaringan Kantor sebelum revisi RBB sebagaimana dimaksud dalam huruf C, tetap ditindaklanjuti sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Jaringan Kantor untuk Bank Umum. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 8 Maret 2013 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULYA E. SIREGAR KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN DPNP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/7/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Berdasarkan Modal Inti </reg_title> <set_date> 8 Maret 2013 </set_date> <effective_date> 8 Maret 2013 </effective_date> <related_reg> '14/26/PBI/2012' </related_reg>
No. 17/29/DPM Jakarta, 26 Oktober 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA DI INDONESIA Perihal: Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5440) dan dalam rangka untuk mengelola aliran modal serta menjaga keseimbangan penawaran dan permintaan di pasar forward, perlu dilakukan perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/8/DPM tanggal 20 Mei 2015 dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: 1. Ketentuan butir I.A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities). 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah adalah … 2 adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka Operasi Moneter. 3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional. 5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan valuta asing, dan perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 6. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, Surat Berharga Negara dan surat berharga lain yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter. 7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 8. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank. 9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara … 3 Negara. 10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Utang Negara. 11. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah Negara. 12. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 13. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati. 14. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term Deposit adalah penempatan dana dalam Rupiah dan/atau valuta asing milik Peserta OPT secara berjangka di Bank Indonesia. 15. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali oleh Peserta OPT. 16. Rekening Giro adalah rekening giro milik Peserta OPT di Bank Indonesia. 17. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Peserta … 4 Peserta OPT yang tercatat di rekening perdagangan atau aktif di Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System. 18. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan nasabah. 19. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara, dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement. 20. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara individual. 21. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 22. Transaksi Penjualan Valuta Asing Terhadap Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut Transaksi Valas Terhadap SBN adalah transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Bank Indonesia dengan pembelian SBN secara outright oleh Bank Indonesia yang dilakukan pada saat yang bersamaan. 23. Bank Koresponden adalah bank tempat pemeliharaan rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran dan/atau penerimaan dana valuta asing ke atau dari Bank. 24. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat penunjukan dari otoritas yang berwenang untuk dapat melakukan … 5 melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. 25. Transaksi Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap Rupiah melalui pembelian atau penjualan tunai (spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 26. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia adalah transaksi jual valuta asing oleh Bank Indonesia melalui penjualan tunai (spot) dengan diikuti transaksi pembelian kembali valuta asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 27. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia adalah transaksi beli valuta asing oleh Bank Indonesia melalui pembelian tunai (spot) dengan diikuti transaksi penjualan kembali valuta asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan. 28. Standard Settlement Instruction adalah suatu pedoman tertentu dalam melakukan transfer dana melalui sarana telekomunikasi yang antara lain memuat nama Bank Koresponden, nomor rekening, kode kliring, dan kode Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). 29. Transaksi Forward adalah transaksi jual atau beli antara valuta asing terhadap Rupiah dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 30. Transaksi Forward Jual Bank Indonesia adalah transaksi jual valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 31. Transaksi … 6 31. Transaksi Forward Beli Bank Indonesia adalah transaksi beli valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. 32. Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate yang selanjutnya disebut JISDOR adalah reperesentasi harga spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah dari transaksi antar Bank di pasar domestik termasuk transaksi Bank dengan bank di luar negeri, yang informasi data transaksinya dapat diakses melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. 2. Ketentuan butir II.9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 1 (satu) Minggu Sejak Kepemilikan SBI (Minimum Holding Period) a. Ketentuan 1) Dalam jangka waktu 1 (satu) minggu yaitu 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen pembelian, pemilik SBI dilarang mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan pihak lain. 2) Transaksi SBI yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam angka 1) antara lain transaksi repo, transaksi outright, hibah, dan pengagunan. 3) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) maka transaksi repo sell and buy back SBI tidak dapat dilakukan dengan jangka waktu kurang dari 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender. 4) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan tidak terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo collateralized borrowing, pengagunan (pledge), dan securities lending and borrowing, pemilik SBI dapat langsung mentransaksikan … 7 mentransaksikan kembali SBI dimaksud setelah jatuh waktu second leg. 5) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI memiliki second leg dan terjadi perpindahan kepemilikan, antara lain repo sell and buyback SBI, pemilik SBI dapat mentransaksikan kembali SBI dimaksud dengan ketentuan sebagai berikut: a) Dalam hal second leg Transaksi Repo berhasil dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh penjual repo 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen second leg transaksi SBI dimaksud. b) Dalam hal second leg Transaksi Repo tidak berhasil dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan kembali oleh pembeli repo 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen first leg transaksi SBI dimaksud. 6) Dalam hal transfer SBI antar Sub-Registry tanpa perpindahan kepemilikan atau transfer SBI karena merger, akuisisi, dan konsolidasi, SBI dapat ditransaksikan kembali 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak SBI dicatat di Sub-Registry awal atau di Rekening Surat Berharga awal. 7) Larangan mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan pihak lain dalam jangka waktu 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak berlaku untuk transaksi SBI oleh Peserta OPT dengan Bank Indonesia. 8) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik nasabahnya dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan angka 7). b. Pengawasan … 8 b. Pengawasan 1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau pengawasan langsung atas pelaksanaan pembatasan transaksi SBI selama 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak kepemilikan SBI oleh Peserta OPT dan Sub-Registry. 2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran pelaksanaan pembatasan transaksi SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia menyampaikan surat permintaan konfirmasi kepada Peserta OPT dan/atau Sub-Registry. 3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) menyampaikan tanggapan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat konfirmasi dari Bank Indonesia. 4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub- Registry tidak menyampaikan tanggapan tertulis maka Peserta OPT dan/atau Sub-Registry dianggap mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut. 5) Atas pelanggaran pelaksanaan pembatasan transaksi SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter. 3. Ketentuan butir X.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Transaksi Swap memiliki karakteristik sebagai berikut: a. jenis valuta asing dalam Transaksi Swap adalah Dolar Amerika Serikat; b. Transaksi Swap dapat memiliki jangka waktu 1 (satu) hari sampai dengan 1 (satu) tahun, yang dihitung 1 (satu) hari setelah … 9 setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; dan c. kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang digunakan dalam Transaksi Swap adalah JISDOR. 4. Di antara Bab X dan Bab XI disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab XA sehingga berbunyi sebagai berikut: XA. TRANSAKSI FORWARD DENGAN METODE LELANG 1. Transaksi Forward dilakukan dalam rangka mendukung pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional kebijakan moneter dengan cara: a. Transaksi Forward Jual Bank Indonesia; atau b. Transaksi Forward Beli Bank Indonesia. 2. Transaksi Forward memiliki karakteristik sebagai berikut: a. jenis valuta asing dalam Transaksi Forward adalah Dolar Amerika Serikat; b. waktu penyerahan dana (tenor) Transaksi Forward dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal transaksi sampai dengan tanggal setelmen; dan c. kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang digunakan dalam Transaksi Forward adalah JISDOR 3. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Forward adalah Bank Devisa. 4. Metode Transaksi a. Transaksi Forward dengan mekanisme lelang dilakukan melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Mekanisme lelang dilakukan dengan metode sebagai berikut: 1) metode harga tetap (fixed rate tender), dengan forward point Transaksi Forward ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) metode harga beragam (variable rate tender), dengan … 10 dengan forward point Transaksi Forward diajukan oleh Peserta OPT. 5. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Forward a. Transaksi Forward dapat dilakukan pada setiap hari kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Window time Transaksi Forward dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi Forward paling lambat sebelum window time, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya. d. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf b dibuka sebelum penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR hari kerja sebelumnya. e. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam huruf b dibuka setelah penerbitan JISDOR, kurs spot yang digunakan adalah JISDOR pada tanggal transaksi. f. Pengumuman rencana lelang Transaksi Forward antara lain meliputi: 1) sarana transaksi; 2) 3) tanggal lelang; tenor; 4) window time; 5) metode lelang; 6) tanggal setelmen atau tanggal valuta; 7) forward point, apabila lelang dilakukan dengan metode fixed rate tender; 8) 9) target indikatif lelang, apabila lelang dilakukan dengan metode variable rate tender; jenis valuta; dan 10) kurs spot. 6. Pengajuan Penawaran a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi Forward … 11 Forward secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara. b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan penawaran Transaksi Forward untuk kepentingan Peserta OPT. c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Forward kepada Bank Indonesia melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d. Pengajuan penawaran Transaksi Forward antara lain meliputi informasi: 1) nama Peserta OPT; 2) 3) 4) 5) tanggal transaksi; tenor; tanggal setelmen atau tanggal valuta; jenis valuta; 6) nilai nominal, apabila lelang dengan metode fixed rate tender; 7) nilai nominal dan forward point, apabila lelang dengan metode variable rate tender; dan 8) Standard Settlement Instruction. e. Pengajuan penawaran Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam huruf d dapat diajukan paling banyak 2 (dua) kali untuk masing-masing tenor yang ditawarkan. f. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling sedikit sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). g. Pengajuan penawaran forward point dari Peserta OPT dan Lembaga Perantara paling sedikit sebesar Rp1,00 (satu rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar Rp1,00 (satu rupiah). h. Dalam … 12 h. Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan penawaran, Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap penawaran yang diajukan dalam window time Transaksi Forward. i. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf h antara lain dapat dilakukan terhadap informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d kecuali informasi nama Peserta OPT dan tenor Transaksi Forward. j. Dalam hal dilakukan koreksi atas jumlah penawaran (nilai nominal) sebagaimana dimaksud dalam huruf h, jumlah penawaran (nilai nominal) dimaksud harus memenuhi penawaran nilai nominal sebagaimana dimaksud dalam huruf f. k. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran Transaksi Forward yang disampaikan kepada Bank Indonesia. l. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. m. Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan penawaran yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, huruf e, huruf f, atau huruf g dan tidak melakukan koreksi pengajuan penawaran dalam window time Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam huruf h, penawaran dimaksud dinyatakan batal. n. Bank Indonesia dapat menolak penawaran Transaksi Forward yang diajukan oleh Peserta OPT apabila Peserta OPT tidak memiliki counterparty limit yang cukup. 7. Penetapan Pemenang Transaksi Forward a. Dalam hal Transaksi Forward dilakukan dengan metode lelang fixed rate tender, penetapan penawaran Transaksi Forward yang dimenangkan dihitung dengan cara … 13 cara: 1) Untuk Transaksi Forward Jual Bank Indonesia a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional. 2) Untuk Transaksi Forward Beli Bank Indonesia a) Penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dimenangkan seluruhnya. b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan Peserta OPT dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional. b. Dalam hal Transaksi Forward dilakukan dengan metode lelang variable rate tender, penetapan penawaran Transaksi Forward yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan batas forward point yang diterima. 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal penawaran yang dimenangkan dengan cara: a) Untuk Transaksi Forward Jual Bank Indonesia (1) dalam hal forward point yang diajukan Peserta OPT lebih tinggi dari batas penawaran forward point yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Forward yang diajukan; atau (2) dalam hal forward point yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran forward point yang diterima Bank … 14 Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Forward yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional. b) Untuk Transaksi Forward Beli Bank Indonesia (1) dalam hal forward point yang diajukan Peserta OPT lebih rendah dari batas penawaran forward point yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh penawaran Transaksi Forward yang diajukan; atau (2) dalam hal forward point yang diajukan Peserta OPT sama dengan batas penawaran forward point yang diterima Bank Indonesia, Peserta OPT yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari penawaran Transaksi Forward yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional. c. Pembulatan nilai nominal yang dimenangkan oleh pemenang lelang Transaksi Forward dengan perhitungan secara proporsional dilakukan dengan pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat terdekat dengan ketentuan: 1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan menjadi 0 (nol); dan 2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat). d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang … 15 pemenang lelang Transaksi Forward. 8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Forward Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Forward, setelah dilakukan proses penetapan pemenang lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai berikut: a. Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang secara keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal Transaksi Forward yang dimenangkan dan rata-rata tertimbang (weighted average) forward point per tenor. b. Melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara individual melalui sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa: 1) nominal lelang Transaksi Forward yang dimenangkan Peserta OPT; 2) forward point yang dimenangkan; 3) 4) tenor transaksi; tanggal valuta; 5) permintaan Standard Settlement Instruction Peserta OPT; dan 6) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta OPT. c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga Perantara; atau 2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia, konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT yang bersangkutan. 9. Setelmen … 16 9. Setelmen Transaksi Forward a. Untuk Lelang Forward Jual Bank Indonesia 1) Pada tanggal valuta Transaksi Forward, Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Peserta OPT di Bank Koresponden sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan. 2) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan dikalikan kurs setelmen Transaksi Forward. 3) Kurs setelmen Transaksi Forward adalah JISDOR saat tanggal transaksi ditambah forward point yang dimenangkan Peserta OPT. 4) Dalam hal pada tanggal setelmen Transaksi Forward, Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen, Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada hari kerja berikutnya. 5) Pembayaran nominal Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dilakukan melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta OPT di Bank Indonesia. 6) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 4), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. b. Untuk Lelang Forward Beli Bank Indonesia 1) Pada tanggal valuta Transaksi Forward, Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan dikalikan kurs setelmen Transaksi Forward. 2) Kurs … 17 2) Kurs setelmen Transaksi Forward adalah JISDOR pada tanggal transaksi ditambah forward point yang dimenangkan Peserta OPT. 3) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat sebesar nilai nominal Dolar Amerika Serikat pada setelmen Transaksi Forward ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden paling lambat pada tanggal setelmen. 4) Dalam hal pada tanggal setelmen, Peserta OPT tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika Serikat pada hari kerja berikutnya. 5) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 4), Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Operasi Moneter. c. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, tanggal setelmen ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya. 5. Ketentuan butir XI.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Sanksi Transaksi OPT Dalam Valuta Asing Selain Term Deposit Valas a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam valuta asing, meliputi: 1) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud dalam butir VI.10.j; 2) Transaksi Swap dengan metode lelang sebagaimana dimaksud dalam butir X.9.a.1)d), butir X.9.a.2)d), butir X.9.b.1)d), dan butir X.9.b.2)d); dan/atau 3) Transaksi … 18 3) Transaksi Forward dengan metode lelang sebagaimana dimaksud dalam butir XA.9.a.4) dan butir XA.9.b.4). b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa: 1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan; dan 2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar: a) suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) bps (basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta Dolar Amerika Serikat; b) suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral atau otoritas moneter di negara valuta yang bersangkutan (official rate) yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) bps (basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta asing non Dolar Amerika Serikat; atau c) suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate) yang berlaku ditambah 200 (dua ratus) bps (basis point) dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam Rupiah. c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal setelmen. d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah atau Rekening Giro valuta asing Peserta OPT yang ada di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal kewajiban setelmen. 6. Menambah … 19 6. Menambah 1 (satu) lampiran mengenai contoh perhitungan pemenang Transaksi Forward sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Terhadap SBI yang diterbitkan sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.a Surat Edaran Bank Indonesia ini. Transaksi atas SBI yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini yang merupakan bagian dari transaksi yang telah dilakukan sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku, tetap tunduk pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir II.9 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/8/DPM tanggal 20 Mei 2015 sampai dengan transaksi yang bersangkutan jatuh waktu. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 26 Oktober 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, DODDY ZULVERDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/29/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka </reg_title> <set_date> 26 Oktober 2015 </set_date> <effective_date> 26 Oktober 2015 </effective_date> <changed_reg> '16/23/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg> <extension_of> '17/8/DPM|SE-BI/2015' </extension_of> <related_reg> '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010', '17/8/DPM|SE-BI/2015', '16/23/DPM|SE-BI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 5 Angka 2' </penalty_list>
No. 6/39/DASP Jakarta, 16 September 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Biaya Kliring Sebagai salah satu pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3873), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88), Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai biaya Kliring dalam bentuk Surat Edaran Bank Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, dengan digunakannya Tanda Pengenal dalam penyelenggaraan Kliring Lokal yang terintegrasi dengan sistem keamanan secara elektronik di Kantor Pusat Bank Indonesia dan Kantor Bank Indonesia yang dilakukan secara bertahap, dan rencana penyediaan Fasilitas Perekaman Data Hasil Kliring Dalam Bentuk Compact Disk (Fasilitas CD Kliring), perlu dilakukan perubahan pengaturan dalam ketentuan mengenai biaya Kliring dimaksud. Sehubungan … 2 Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, perlu dilakukan penyesuaian atas pengaturan biaya Kliring, sebagai berikut. I. JENIS DAN BESARNYA BIAYA A. Kliring Lokal Secara Elektronik 1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara elektronik terdiri dari: a. biaya administrasi sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan yang dibebankan kepada setiap Peserta Langsung Aktif (PLA) dan Peserta Langsung Pasif (PLP); b. biaya proses terdiri dari: 1) biaya proses Warkat Kliring penyerahan sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per Data Keuangan Elektronik (DKE); 2) biaya proses Warkat Kliring pengembalian sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per DKE. 2. Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah), baik untuk TPPK Proximity yang dilengkapi magnetic stripe maupun yang tidak dilengkapi magnetic stripe. 3. Dalam hal terdapat Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah (Warkat reject) dan jumlahnya melebihi 2% (dua perseratus) dari Warkat yang bersangkutan dikenakan biaya Warkat reject sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per Warkat dengan ketentuan sebagai berikut: a. Apabila Warkat reject disebabkan oleh: diserahkan, Peserta yang 1) pencantuman … 3 1) pencantuman informasi dalam bentuk Magnetic Ink Character Recognition (MICR) pada nilai nominal Cek dan Bilyet Giro; dan 2) pencantuman semua informasi dalam bentuk MICR pada Warkat selain Cek dan Bilyet Giro, biaya Warkat reject menyerahkan Warkat. dikenakan kepada Peserta yang b. Apabila Warkat reject disebabkan oleh pencantuman informasi dalam bentuk MICR selain nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro, biaya Warkat reject dikenakan kepada Peserta yang menerima Warkat. Dalam hal Warkat reject melebihi 2% (dua perseratus), perhitungan biaya Warkat reject dilakukan atas dasar seluruh Warkat reject yang diproses pada hari tersebut. Ketentuan biaya Warkat reject sebagaimana dimaksud di atas tidak berlaku untuk Warkat Kliring penyerahan nominal besar. 4. Bagi Peserta yang memanfaatkan fasilitas Sistem Informasi Kliring Jarak Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan. 5. Bagi Peserta yang memanfaatkan Fasilitas CD Kliring dikenakan biaya dengan ketentuan sebagai berikut : a. Pengguna Tetap dikenakan biaya sebesar Rp20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) per CD. b. Pengguna Tidak Tetap dikenakan biaya sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per CD. c. Permintaan perekaman ulang CD Kliring dikenakan biaya sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per CD. Jauh (SIKJJ) dikenakan biaya sebesar B. Kliring … 4 B. Kliring Lokal Secara Otomasi 1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi terdiri dari: a. biaya administrasi sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per bulan yang dibebankan kepada setiap Peserta Langsung maupun Peserta Tidak Langsung. b. biaya proses terdiri dari: 1) biaya proses Warkat Kliring penyerahan sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per Warkat. 2) biaya proses Warkat Kliring pengembalian sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per DKE. 2. Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan TPPK sebagai berikut: a. TPPK Proximity baik yang dilengkapi dengan magnetic stripe maupun yang tidak dilengkapi magnetic stripe, masing-masing dikenakan biaya penggantian yang sama sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah); b. TPPK tanpa Proximity yang dilengkapi dengan magnetic stripe dikenakan biaya penggantian sebesar Rp17.500,00 (tujuh belas ribu lima ratus rupiah), sedangkan TPPK tanpa Proximity yang tidak dilengkapi dengan magnetic stripe dikenakan biaya penggantian sebesar Rp5.000,00 (lima ribu rupiah). 3. Dalam hal terdapat Warkat reject melebihi 2% (dua perseratus) dari Warkat yang diserahkan, Peserta yang dikenakan biaya Warkat reject sebesar Rp1.000,00 rupiah) per Warkat dengan ketentuan sebagai berikut: bersangkutan (seribu a. Apabila … 5 a. Apabila Warkat reject disebabkan oleh: 1) pencantuman informasi dalam bentuk MICR pada nilai nominal Cek dan Bilyet Giro; dan 2) pencantuman semua informasi dalam bentuk MICR pada Warkat selain Cek dan Bilyet Giro, biaya Warkat reject menyerahkan Warkat. dikenakan kepada Peserta yang b. Apabila Warkat reject disebabkan oleh pencantuman informasi dalam bentuk MICR selain nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro, biaya Warkat reject dikenakan kepada Peserta yang menerima Warkat. Dalam hal Warkat reject melebihi 2% (dua perseratus), perhitungan biaya Warkat reject dilakukan atas dasar seluruh Warkat reject yang diproses pada hari tersebut. Ketentuan biaya Warkat reject sebagaimana dimaksud di atas tidak berlaku untuk Warkat Kliring penyerahan nominal besar. 4. Bagi Peserta yang memanfaatkan fasilitas SIKJJ dikenakan biaya sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan. 5. Bagi Peserta yang memanfaatkan Fasilitas CD Kliring dikenakan biaya dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pengguna Tetap dikenakan biaya sebesar Rp20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) per CD. b. Pengguna Tidak Tetap CD Kliring dikenakan biaya sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per CD. c. Permintaan perekaman ulang CD Kliring dikenakan biaya sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per CD. C. Kliring … 6 C. Kliring Lokal Secara Semi Otomasi 1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara semi otomasi terdiri dari: a. biaya Kliring penyerahan sebesar Rp500,00 (lima ratus rupiah) per DKE; b. biaya Kliring pengembalian sebesar Rp5.000,00 (lima ribu rupiah) per DKE. 2. Khusus untuk Peserta Kliring Lokal yang Penyelenggaranya adalah pihak lain yang mendapat persetujuan Bank Indonesia, pengenaan biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1 hanya berlaku apabila Penyelenggara Kliring Lokal tersebut memenuhi ketentuan dalam butir I.C.4 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain untuk Menyelenggarakan Kliring Lokal di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/25/DASP tanggal 28 November 2001 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain untuk Menyelenggarakan Kliring Lokal di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia. 3. Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda Pengenal Wakil Peserta Kliring (TPWPK) sebagai berikut: a. TPWPK Proximity dikenakan biaya penggantian sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah); b. TPWPK tanpa Proximity dikenakan biaya penggantian sebesar Rp5.000,00 (lima ribu rupiah). D. Kliring … 7 D. Kliring Lokal Secara Manual Mengingat jumlah Warkat yang dipertukarkan dalam Kliring Lokal secara manual yang dilakukan oleh Penyelenggara yang bukan Bank Indonesia tidak terlalu besar dan disamping itu Penyelenggara masih menerima bantuan biaya dari Bank Indonesia maka Penyelenggara Kliring Lokal secara Manual tidak dapat mengenakan biaya apapun kepada Peserta. II. BIAYA LAIN PADA SISTEM KLIRING ELEKTRONIK, OTOMASI, DAN SEMI OTOMASI A. Dalam hal Peserta melakukan permintaan ulang atas laporan hasil Kliring dan daftar rincian pembebanan biaya Kiring, Peserta dikenakan biaya sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per laporan. B. Permintaan ulang atas laporan hasil Kliring dan daftar rincian pembebanan biaya Kliring sebagaimana dimaksud dalam huruf A dapat diproses oleh Penyelenggara apabila diajukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterbitkannya laporan hasil Kliring dan daftar rincian pembebanan biaya tersebut. C. Dalam hal Peserta pada penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi dan elektronik mengajukan permintaan Salinan Warkat maka Peserta yang bersangkutan dikenakan biaya sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah) per lembar. III. PENGHITUNGAN DAN PEMBEBANAN BIAYA PADA SISTEM KLIRING ELEKTRONIK, OTOMASI, DAN SEMI OTOMASI A. Penyelenggara menghitung biaya sebagaimana dimaksud dalam angka I dan II lambat minggu pertama bulan berikutnya dengan cara sebagai berikut: 1. setiap akhir bulan dan pembebanannya dilakukan paling Mendebet … 8 1. Mendebet Rekening Giro Peserta yang berada di Penyelenggara untuk Kliring Lokal yang diselenggarakan Bank Indonesia. 2. Menerbitkan Nota Debet atas beban Peserta melalui Kliring untuk Kliring Lokal yang diselenggarakan oleh pihak lain yang disetujui Bank Indonesia. B. Penyelenggara menerbitkan daftar rincian pembebanan biaya Kliring setelah melakukan pendebetan Rekening Giro Peserta kepada masing- masing Peserta. Daftar rincian pembebanan biaya Kliring tersebut disediakan oleh Penyelenggara untuk diambil oleh masing-masing Peserta bersamaan dengan pengambilan Warkat dan laporan hasil Kliring. IV. PENGENAAN BIAYA OLEH PESERTA KEPADA NASABAH 1. Mengingat dalam Penyelenggaraan Kliring Lokal baik Penyelenggara maka untuk mendukung secara elektronik, otomasi, maupun semi otomasi Peserta dikenakan biaya oleh kelancaran penyelenggaraan Kliring, Peserta dapat mengenakan biaya kepada masing-masing nasabah. 2. Peserta wajib mengumumkan besarnya biaya Kliring yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pengumuman dilakukan secara tertulis di setiap kantor Peserta pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah. V. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/13/DASP tanggal 24 September 2002 perihal Biaya Kliring dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan … 9 Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 September 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/39/DASP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Biaya Kliring </reg_title> <set_date> 16 September 2004 </set_date> <effective_date> 16 September 2004 </effective_date> <replaced_reg> '4/13/DASP|SE-BI/2002' </replaced_reg> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
No.9/1/DInt Jakarta, 15 Februari 2007 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pinjaman Luar Negeri Bank Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/1/PBI/2005 tanggal 10 Januari 2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4467), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut : I. A. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabangnya di luar negeri dan kantor cabang bank asing di Indonesia. 2. Pinjaman Luar Negeri Bank yang untuk selanjutnya disebut PLN adalah semua bentuk pinjaman atau kewajiban Bank kepada bukan penduduk dalam valuta asing maupun rupiah dan surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan oleh Bank. 3. Bukan ... 3. Bukan Penduduk adalah orang, badan hukum atau badan lainnya yang tidak berdomisili di Indonesia atau berdomisili di Indonesia kurang dari 1 (satu) tahun dan kegiatan utamanya tidak di Indonesia. 4. PLN Jangka Pendek adalah PLN dengan jangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun, serta giro, deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 5. PLN Jangka Panjang adalah PLN dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun. 6. Modal Bank adalah : a. modal inti dan modal pelengkap bagi Bank yang berkantor pusat di Indonesia; atau b. dana bersih kantor pusat dan kantor lainnya di luar negeri (Net Head Office Fund) bagi kantor cabang bank asing, sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. 7. Dana Usaha adalah dana bersih kantor pusat bank asing pada kantor cabangnya di Indonesia yang merupakan komponen modal untuk kantor cabang bank asing sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Persyaratan dan Tatacara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Perwakilan Bank Asing. B. PRINSIP UMUM 1. PLN yang dilakukan oleh kantor cabang bank di luar negeri (KCLN) termasuk dalam perhitungan PLN kantor pusat Bank di Indonesia. 2. Orang, badan hukum atau badan lainnya dianggap sebagai Bukan Penduduk apabila : a. tidak berdomisili di Indonesia atau berdomisili di Indonesia kurang dari 1 (satu) tahun, dan b. kegiatan utamanya tidak di Indonesia. Sebagai ... Sebagai contoh : Kantor Perwakilan dari lembaga/perusahaan/bank asing yang berdomisili di Indonesia dianggap sebagai Bukan Penduduk. 3. PLN dapat berupa : a. Pinjaman baik dalam rupiah maupun valuta asing dari Bukan Penduduk yang dilakukan berdasarkan perjanjian pinjaman (loan agreement); b. Surat berharga baik dalam rupiah maupun valuta asing yang diterbitkan di pasar keuangan internasional; c. Surat berharga baik dalam rupiah maupun valuta asing yang dijual secara over the counter (OTC) kepada Bukan Penduduk. OTC sebagaimana dimaksud di atas adalah transaksi penjualan surat berharga yang dilakukan secara private placement tidak melalui bursa pasar keuangan, tetapi penjualan secara langsung yang dilakukan secara bilateral antara Bank dengan Bukan Penduduk pada saat penerbitan. d. Surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan di pasar keuangan dalam negeri; e. Surat berharga dalam valuta asing yang dijual secara OTC kepada penduduk; f. Kewajiban dalam bentuk giro, deposito, tabungan, call money dan kewajiban lainnya kepada Bukan Penduduk baik dalam rupiah maupun valuta asing. Contoh kewajiban lainnya sebagaimana dimaksud di atas adalah : 1) kewajiban yang timbul dari transaksi repo penjualan Surat-Surat Berharga (SSB) yang diterbitkan oleh Bukan Penduduk (offshore). 2) kewajiban yang timbul dari transaksi derivatif yang tercatat dalam on balance sheet. g. Bentuk ... g. Bentuk kewajiban dan surat berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f berdasarkan prinsip syariah. Surat berharga sebagaimana dimaksud di atas dapat berupa Bond, Commercial Paper, Promissory Notes, Medium Terms Notes (MTN), Floating Rate Notes (FRN), Negotiable Certificate Deposit (NCD) dan bentuk surat berharga lainnya. Surat berharga sebagaimana dimaksud dalam butir b, c, d dan e yang diperhitungkan sebagai PLN adalah surat berharga pada saat penerbitan. C. PLN JANGKA PENDEK 1. Bank dapat memperoleh PLN Jangka Pendek tanpa persetujuan dari Bank Indonesia. 2. Bank wajib membatasi posisi saldo harian PLN Jangka Pendek paling tinggi 30% (tiga puluh perseratus) dari modal bank termasuk yang dimiliki oleh kantor cabangnya di luar negeri. 3. Pembatasan posisi saldo harian PLN Jangka Pendek sebagaimana dimaksud pada angka 2 dikecualikan terhadap : a. PLN Jangka Pendek dari Pemegang Saham Pengendali dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas Bank. PLN Jangka Pendek dari Pemegang Saham Pengendali dimaksud dikecualikan mengingat Pemegang Saham Pengendali mempunyai kewajiban untuk membantu Bank apabila Bank mengalami kesulitan likuiditas. Yang dimaksud dengan Pemegang Saham Pengendali adalah Pemegang Saham Pengendali sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Bank Umum yang berlaku. Yang dimaksud dengan kesulitan likuiditas adalah kesulitan memenuhi kewajiban jangka pendek yang disebabkan oleh terjadinya ... terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch) baik valas maupun rupiah, tidak termasuk dalam rangka kegiatan ekspansi usaha. b. Dana Usaha kantor cabang bank asing di Indonesia sampai dengan paling tinggi 100% (seratus perseratus) dari Dana Usaha yang dinyatakan (declared Dana Usaha). c. Giro, tabungan dan deposito milik perwakilan negara asing serta lembaga internasional, termasuk anggota stafnya. Perwakilan negara asing termasuk juga perwakilan pemerintah daerah negara asing yang mewakili secara resmi pemerintah daerah negara asing tersebut dalam melakukan tugasnya. Lembaga internasional termasuk antara lain International Monetary Fund (IMF), World Bank dan lembaga internasional lainnya sejenis yang kegiatannya bersifat nirlaba. d. Giro milik Bukan Penduduk yang digunakan untuk kegiatan investasi di Indonesia. Deposito, tabungan dan lainnya yang sejenis diluar giro milik Bukan Penduduk yang digunakan untuk kegiatan investasi tidak termasuk yang dikecualikan. 4. PLN Jangka Pendek yang diperpanjang (roll over) tetap merupakan PLN Jangka Pendek. Dalam hal akan diperpanjang lebih dari 1 (satu) tahun maka akan diperlakukan sebagai PLN Jangka Panjang baru yang harus mengikuti prosedur berdasarkan ketentuan yang berlaku. D. PLN JANGKA PANJANG 1. Pengertian masuk pasar dibedakan untuk masing-masing jenis instrumen PLN Jangka Panjang sebagai berikut: a. untuk ... a. untuk perjanjian pinjaman adalah pada saat perjanjian ditandatangani; b. untuk surat berharga yang diterbitkan di bursa adalah pada saat dilakukan penawaran resmi di pasar (public expose); c. untuk surat berharga melalui private placement antara lain dalam bentuk MTN, FRN atau Credit Link Notes (CLN) adalah pada saat surat berharga diterbitkan. 2. Rencana Masuk Pasar a. Bank yang akan masuk pasar untuk memperoleh PLN Jangka Panjang wajib mencantumkan rencana masuk pasar dimaksud dalam Rencana Bisnis Bank. Rencana Bisnis Bank adalah rencana bisnis sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Rencana Bisnis Bank Umum. b. Rencana masuk pasar yang dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank termasuk rencana roll over PLN Jangka Panjang yang sudah direalisasikan oleh Bank. 3. Permohonan Persetujuan Masuk Pasar a. Bank yang akan masuk pasar untuk memperoleh PLN Jangka Panjang wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. b. Bank yang akan masuk pasar wajib menyampaikan permohonan persetujuan rencana masuk pasar kepada Bank Indonesia c.q Direktorat Internasional (DInt) paling lambat 1 (satu) bulan sebelum masuk pasar dengan mencantumkan hal-hal sebagai berikut : 1) Rencana waktu/tanggal masuk pasar 2) Informasi terms and conditions pinjaman, meliputi : a) mata … a) mata uang, jumlah dan bentuk pinjaman; b) pemberi pinjaman (untuk penerbitan surat utang atau pinjaman sindikasi memperhatikan region/negara potensial pembeli/target pembeli serta underwriter atau lead manager); c) hubungan dengan peminjam; d) jangka waktu pinjaman, termasuk masa tenggang (grace period); e) maturity pinjaman (pokok dan bunga); f) suku bunga indikatif pinjaman; g) biaya-biaya dan all in cost pinjaman; h) debt covenant; i) lain-lain (jika terdapat hal-hal lain yang perlu disampaikan). 3) Alasan dan tujuan melakukan pinjaman 4) Analisis forecast cashflow yang dibuat Bank, sesuai dengan tenor pinjaman dengan memperhatikan current exposure Bank dan komposisi utang lainnya termasuk dalam rupiah. 5) Analisis kesiapan risk management/assessment Bank terhadap risiko (yang diuraikan Bank antara lain risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar). 6) Draft perjanjian pinjaman (jika ada) Penjelasan masing-masing item dapat disampaikan dalam lembaran-lembaran terpisah. Bank yang dapat mengajukan permohonan masuk pasar sewaktu- waktu adalah Bank dalam pengawasan khusus (special surveillance) sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank. Rencana masuk pasar yang perlu dimintakan persetujuan termasuk rencana roll over PLN Jangka Panjang dan rencana roll over PLN Jangka Pendek menjadi PLN Jangka Panjang. c. Persetujuan… c. Persetujuan masuk pasar yang diberikan oleh Bank Indonesia berlaku untuk jangka waktu selama 3 (tiga) bulan sejak tanggal persetujuan masuk pasar diberikan. d. Bank yang belum dapat merealisasikan masuk pasarnya dalam waktu 3 (tiga) bulan, harus melaporkan alasan pembatalan atau penundaannya dengan menggunakan formulir Laporan Realisasi Masuk Pasar. e. Dalam hal melampaui 3 (tiga) bulan dan Bank tetap akan masuk pasar maka Bank wajib meminta persetujuan masuk pasar kembali dengan prosedur sebagaimana ketentuan tatacara masuk pasar. f. Bank dapat merealisasikan masuk pasar secara bertahap sepanjang tidak melampaui jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak persetujuan masuk pasar diberikan oleh Bank Indonesia. g. Apabila permohonan ijin masuk pasar Bank ditolak, maka sewaktu- waktu Bank dapat mengajukan permohonan ijin masuk pasar kembali. h. Apabila dalam pelaksanaannya Bank melakukan penarikan dan pelunasan PLN Jangka Panjang dalam kurun waktu kurang dari 1 (satu) tahun, maka PLN Jangka Panjang tersebut dikategorikan sebagai PLN Jangka Pendek. Sebagai contoh prepayment, revolving, atau penarikan dan pelunasan bertahap yang masing-masing dilakukan dalam kurun waktu kurang dari 1 (satu) tahun. II. TATACARA PENYAMPAIAN LAPORAN MASUK PASAR : A. Bank wajib menyampaikan laporan masuk pasar kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat Internasional/Bagian Analisis Pinjaman Luar Negeri dan Hubungan Investor (APHI), Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350 dengan … dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank (DPB) terkait, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah masuk pasar. B. Laporan masuk pasar disampaikan secara tertulis dengan menggunakan contoh surat Laporan Realisasi Masuk Pasar, yang antara lain mencakup: 1. tanggal masuk pasar; 2. jumlah masuk pasar; 3. suku bunga; 4. terms and condition; 5. kreditur C. Dalam hal terdapat perbedaan antara rencana masuk pasar dengan realisasi masuk pasar termasuk perbedaan terms and condition, Bank wajib mengemukakan perbedaan dan alasan terjadinya perbedaan tersebut. Perbedaan terms and condition antara lain mencakup bentuk pinjaman, currency, jumlah pinjaman, suku bunga, maturity profile, biaya-biaya lain dan debt covenants. D. Penyampaian Laporan masuk pasar dilakukan secara tertulis dan terpisah dengan penyampaian laporan utang luar negeri secara online melalui Sistem Informasi Utang Luar Negeri sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri. III. SANKSI A. Jenis Pelanggaran 1. Bank yang posisi saldo harian PLN Jangka Pendek lebih dari 30% (tiga puluh perseratus) dari modal bank akan dikenakan sanksi kewajiban … kewajiban membayar sebesar 1% (satu perseratus) pertahun dari jumlah kelebihan perhari. 2. Kantor cabang bank asing yang memelihara posisi harian Dana Usaha kurang dari 90% (sembilan puluh perseratus) dari declared Dana Usaha yang telah ditetapkan, akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 1% (satu perseratus) pertahun dari jumlah kekurangan perhari. 3. Bank yang masuk pasar untuk memperoleh PLN Jangka Panjang tanpa persetujuan Bank Indonesia, akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 2%0 (dua perseribu) dari jumlah pinjaman yang diterima. 4. Bank yang menerima PLN Jangka Panjang lebih besar dari rencana jumlah PLN Jangka Panjang yang telah disetujui Bank Indonesia, akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 2%0 (dua perseribu) dari kelebihan jumlah yang telah disetujui oleh Bank Indonesia. 5. Bank yang menyampaikan laporan masuk pasar dengan jangka waktu lebih dari 7 (tujuh) hari kerja setelah masuk pasar, akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) perhari kerja dan paling tinggi Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah). 6. Apabila terdapat perubahan yang mendasar berkaitan dengan terms and conditions dan Bank tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa : a. Surat teguran; dan atau b. Larangan melakukan PLN untuk jangka waktu tertentu B. Mekanisme … B. Mekanisme Pengenaan Sanksi 1. Dalam rangka pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka III.A, Bank Indonesia akan memberitahukan kepada Bank secara tertulis dengan menyebutkan: a. Bentuk pelanggaran b. Besarnya sanksi kewajiban membayar, dan c. Perhitungan besarnya kewajiban membayar. 2. Bank diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan atas pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Bank Indonesia. 3. Dalam hal sampai dengan berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2 Bank tidak menyampaikan tanggapan atau tanggapan yang disampaikan Bank tidak dapat diterima oleh Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan mengenakan sanksi dengan mendebet saldo rekening giro Rupiah Bank yang ada di Bank Indonesia. 4. Bank Indonesia dapat memberikan keringanan atau penghapusan pengenaan sanksi setelah melakukan analisa dan mempertimbangkan aspek micro dan macro prudential atas tanggapan, data-data dan dokumen pendukung yang disampaikan oleh Bank. IV. LAIN-LAIN Ketentuan dalam Surat Edaran ini tidak berlaku untuk kewajiban Bank dalam rangka perdagangan internasional sepanjang kewajiban tersebut didukung oleh bukti-bukti transaksi yang mendasarinya (underlying transaction) secara memadai. Kewajiban Bank dalam rangka perdagangan internasional meliputi antara lain L/C, usance L/C, red clause L/C, stand by L/C, dan lainnya yang sejenis. Kewajiban Bank dalam rangka perdagangan internasional … internasional lainnya yang sejenis meliputi pula non L/C atau transaksi yang cara pembayarannya menggunakan inkaso, collection, telegraphic transfer, tidak termasuk fasilitas pembiayaan pada saat preshipment. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 15 Februari 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARTADI A. SARWONO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/1/DInt|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Pinjaman Luar Negeri Bank </reg_title> <set_date> 15 Februari 2007 </set_date> <effective_date> 15 Februari 2007 </effective_date> <related_reg> '7/1/PBI/2005' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
1 No. 18/40/DPSP Jakarta, 30 Desember 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/9/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5704) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/5/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5876) serta berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 248, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5951) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/29/PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4669) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/43/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 296, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5986), perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia sebagai berikut: 1. Diantara ... 2 1. Diantara angka 3 dan angka 4 dalam butir VII.A disisipkan 1 (satu) angka, yakni angka 3A sehingga butir VII.A.3A berbunyi sebagai berikut: 3A. Warkat Debit berupa cek dan/atau bilyet giro sebagaimana dimaksud dalam angka 3 harus diserahkan oleh nasabah penerima atau pihak yang menerima kuasa dari nasabah penerima kepada Peserta pengirim. 2. Ketentuan butir VII.A.5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 5. Nilai nominal Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka 3 ditetapkan sebagai berikut: a. nilai nominal untuk setiap Warkat Debit berupa cek dan/atau bilyet giro paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); dan b. nilai nominal untuk setiap Warkat Debit berupa nota debit dan Warkat Debit lainnya yang telah disetujui oleh Penyelenggara untuk dikliringkan, tidak dibatasi. 3. Ketentuan butir VII.B.7.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: b. Penolakan Warkat Debit karena Diblokir dan/atau Diduga terkait dengan Tindak Pidana Dalam hal Warkat Debit ditolak karena diblokir dan/atau diduga terkait dengan tindak pidana, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta penerima harus menahan Warkat Debit dan membuat surat keterangan yang menyatakan bahwa Peserta penerima telah menerima serta menahan Warkat Debit karena: a) Warkat Debit tersebut pernah dinyatakan hilang atau dicuri berdasarkan surat keterangan dari kepolisian; dan/atau b) terdapat indikasi pemalsuan sehingga wajib dilakukan verifikasi; 2) surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan oleh Peserta penerima kepada Peserta pengirim pada saat Kliring Pengembalian, dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.12a yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; 3) Peserta ... 3 3) Peserta pengirim menginformasikan secara tertulis mengenai penahanan Warkat Debit tersebut kepada nasabah penagih dengan melampirkan copy surat keterangan penahanan sebagaimana dimaksud dalam angka 2); 4) untuk penahanan Warkat Debit yang dilakukan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam butir 1)b), berlaku ketentuan sebagai berikut: a) verifikasi dilakukan paling lama sampai dengan 1 (satu) hari kerja berikutnya; b) verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan antara lain dengan: i. pengecekan fisik Warkat Debit dengan mengacu pada standar keamanan yang digunakan; ii. pengecekan data pada Warkat Debit; iii. konfirmasi kepada nasabah, apabila diperlukan; dan/atau iv. mekanisme lain sesuai dengan ketentuan internal Peserta penerima; c) dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a) menunjukkan bahwa indikasi pemalsuan tidak terbukti, Peserta penerima wajib menindaklanjuti dengan cara: i. melaksanakan pemindahbukuan melalui mekanisme transfer dana apabila Warkat Debit memenuhi persyaratan untuk dilaksanakan pemindahbukuan; atau ii. menolak Warkat Debit disertai dengan pengembalian fisik Warkat Debit apabila tidak memenuhi persyaratan untuk dilaksanakan pemindahbukuan dengan alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.11 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; d) penyampaian ... 4 d) penyampaian hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c) kepada Peserta pengirim mengacu pada format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.12b yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; e) hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d) dibuat sebanyak 2 (dua) rangkap dan disampaikan paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak tanggal penahanan Warkat Debit; f) Peserta pengirim menyampaikan secara tertulis mengenai hasil verifikasi dengan melampirkan 1 (satu) rangkap dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf d) kepada nasabah penagih. g) dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a) menunjukkan bahwa indikasi pemalsuan terbukti, Peserta penerima wajib menindaklanjuti dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong. 4. Ketentuan Butir XIII.J.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 3. Koordinator PWD selain Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan triwulanan mengenai penggunaan bantuan keuangan dan iuran Perwakilan Peserta dalam pelaksanaan pertukaran Warkat Debit paling lama 7 (tujuh) hari kerja pertama pada bulan berikutnya dengan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.33 kepada: 1) seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang bersangkutan; 2) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.a, untuk Koordinator PWD selain Bank Indonesia yang berada di wilayah kantor pusat Bank Indonesia; dan 3) KPwDN untuk Koordinator PWD selain Bank Indonesia yang berada di Wilayah KPwDN. 5. Ketentuan ... 5 5. Ketentuan butir XIV.B.2.b.2) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2) Biaya Warkat Debit reject sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.6) dihitung dan dibebankan oleh Koordinator PWD yang melakukan pertukaran Warkat Debit secara otomasi dengan ketentuan sebagai berikut: a) Warkat Debit reject adalah Warkat Debit dalam Kliring Penyerahan yang tidak dapat diproses secara otomasi; b) biaya Warkat Debit reject harian dibebankan apabila jumlah Warkat Debit reject harian yang diserahkan oleh Peserta pengirim atau diterima oleh Peserta penerima masing-masing lebih dari 2% (dua persen) dari total Warkat Debit yang diserahkan atau diterima; c) dalam hal jumlah Warkat Debit reject harian lebih besar dari 2% (dua persen) dari total Warkat Debit yang diserahkan oleh Peserta pengirim atau diterima oleh Peserta penerima maka biaya Warkat Debit reject harian yang dibebankan adalah biaya atas kelebihan dari 2% (dua persen) sebagaimana dimaksud dalam butir XII.D.2.d dikalikan dengan jumlah lembar Warkat Debit yang diserahkan atau diterima; dan d) pelaksanaan pembebanan biaya Warkat Debit reject sebagaimana dimaksud dalam huruf c) sebagai berikut: (1) biaya Warkat Debit reject yang dibebankan kepada Peserta pengirim dilakukan terhadap Warkat Debit reject pada field nominal; dan (2) biaya Warkat Debit reject yang dibebankan kepada Peserta penerima dilakukan terhadap Warkat Debit reject pada field nomor seri, sandi kliring, nomor rekening, dan kode transaksi. 6. Lampiran II.5, Lampiran II.11, Lampiran II.12, Lampiran II.16, Lampiran II.21, dan Lampiran II.36 diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.5, Lampiran II.11, Lampiran II.12a, Lampiran II.12b, Lampiran II.16, Lampiran II.21, dan Lampiran II.36 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat ... 6 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2017. 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/40/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 30 Desember 2016 </set_date> <effective_date> 1 April 2017 </effective_date> <changed_reg> '18/7/DPSP|SE-BI/2016' </changed_reg> <related_reg> '8/29/PBI/2006', '18/43/PBI/2016', '18/41/PBI/2016', '18/7/DPSP|SE-BI/2016', '18/5/PBI/2016', '17/9/PBI/2015' </related_reg>
No. 11/10 /DASP Jakarta, 13 April 2009 S U R A T E D A R A N Perihal : Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009…Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000), dan dalam rangka mendukung kelancaran dan efektifitas penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu, perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu dalam Surat Edaran Bank Indonesia. I. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI PRINSIPAL (Pasal 2 ayat (4) PBI) A. Pihak yang Dapat Melakukan Kegiatan Sebagai Prinsipal Kegiatan sebagai Prinsipal dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank. B. Permohonan Izin Sebagai Prinsipal Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Prinsipal wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia. Permohonan izin untuk melakukan kegiatan sebagai Prinsipal disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan paling kurang harus memuat informasi sebagai berikut: 1. jenis kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang akan diselenggarakan; rencana waktu dimulainya kegiatan; dan 3. nama jaringan yang akan digunakan. 2. C. Persyaratan ... 2 C. Persyaratan Dokumen Sebagai Prinsipal Berupa Bank Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf B dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan rencana kegiatan Bank sebagai Prinsipal; 2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat: a. persyaratan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan menggunakan jaringan Prinsipal; b. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja sama dengan Prinsipal; dan c. rencana pelaksanaan kerjasama dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; 3. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan sebagai Prinsipal yang akan dilakukan, paling kurang memuat uraian mengenai: a. potensi pasar yang ada; b. c. analisis persaingan usaha; rencana kerjasama dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya; rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan e. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai; d. 4. bukti ... 3 4. bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi: a. konsep perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, yang antara lain memuat klausul tentang: 1) kesepakatan mengenai penggunaan jaringan Prinsipal dalam penyelenggaraan kegiatan APMK; 2) hak dan kewajiban masing-masing pihak; 3) 4) rencana pelaksanaan kerjasama; jangka waktu kerjasama; dan 5) prosedur dan mekanisme penyelesaian atas sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak; b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; dan c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul antara Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; 5. prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; 6. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sistem dan/atau jaringan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan 7. fotokopi ... 4 7. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan Prinsipal yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. D. Persyaratan Dokumen Sebagai Prinsipal Berupa Lembaga Selain Bank Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf B dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat rencana kegiatan sebagai Prinsipal; 2. fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya, jika ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang; 3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat: a. persyaratan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan menggunakan jaringan Prinsipal; b. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja sama dengan Prinsipal; dan c. rencana pelaksanaan kerjasama dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; 4. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan sebagai Prinsipal yang akan dilakukan, paling kurang memuat uraian mengenai: a. potensi pasar yang ada; b. analisis persaingan usaha; c. rencana ... 5 c. rencana kerjasama dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya; rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan e. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai; d. 5. bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi: a. konsep perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, yang tersebut antara lain memuat klausul tentang: 1) kesepakatan mengenai penggunaan jaringan Prinsipal dalam penyelenggaraan kegiatan APMK; 2) hak dan kewajiban masing-masing pihak; 3) 4) rencana pelaksanaan kerjasama; jangka waktu kerjasama; dan 5) prosedur dan mekanisme penyelesaian atas sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak; b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; dan c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul antara Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, lain; dan/atau pihak 6. prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; 7. fotokopi ... 6 7. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sistem dan/atau jaringan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; 8. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan APMK yang akan dilakukan, khusus untuk Lembaga Selain Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan 9. rekomendasi tertulis otoritas pengawas Lembaga Selain Bank jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas. Rekomendasi tersebut paling kurang meliputi kondisi keuangan, kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan sebagai Prinsipal dan informasi lain tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut. II. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI PENERBIT (Pasal 5 ayat (4) PBI) A. Pihak yang Dapat Melakukan Kegiatan Sebagai Penerbit Kegiatan sebagai Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank. B. Persyaratan bagi Lembaga Selain Bank yang Akan Bertindak Sebagai Penerbit Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Lembaga Selain Bank yang dapat melakukan kegiatan sebagai Penerbit Kartu Kredit adalah Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin dari Departemen Keuangan Republik Indonesia sebagai ... 7 sebagai perusahaan pembiayaan yang secara prinsip dapat melakukan kegiatan usaha Kartu Kredit; 2. Lembaga Selain Bank yang dapat melakukan kegiatan sebagai Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet adalah Lembaga Selain Bank yang mempunyai kewenangan untuk melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berdasarkan undang-undang yang mengatur mengenai Lembaga Selain Bank tersebut. C. Permohonan Izin Sebagai Penerbit Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Penerbit baik sebagai Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk masing-masing kegiatan sebagai Penerbit APMK tersebut. Permohonan izin disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dan paling kurang harus memuat informasi sebagai berikut: 1. 2. jenis kegiatan APMK yang akan diselenggarakan; rencana waktu dimulainya kegiatan; dan 3. nama produk yang akan digunakan. D. Persyaratan Dokumen Sebagai Penerbit yang Berupa Bank Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf C, dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi RBB tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan rencana kegiatan Bank sebagai Penerbit; 2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara calon Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi: a. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian ... 8 Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja sama dengan Penerbit; dan b. rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; 3. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan sebagai Penerbit yang akan dilakukan, paling kurang memuat uraian mengenai: a. potensi pasar yang ada; b. c. d. segmen pasar yang akan dituju dan analisis persaingan usaha; target jumlah Pemegang Kartu yang ingin dicapai; rencana kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya; e. f. rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan prakiraan target pendapatan yang akan dicapai; 4. bukti kesiapan perangkat hukum, meliputi: a. fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain memuat klausul tentang: 1) kesepakatan antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain mengenai penyelenggaraan kegiatan APMK; 2) hak dan kewajiban masing-masing pihak; 3) 4) rencana pelaksanaan kerjasama; jangka waktu kerjasama; dan 5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak, Dalam hal calon Penerbit adalah kantor cabang Bank asing, dan perjanjian yang dilakukan dengan Prinsipal merupakan Global ... dan/atau pihak 9 Global Agreement antara kantor pusat Bank tersebut dan Prinsipal, maka kantor cabang Bank asing dimaksud cukup menyampaikan fotokopi Global Agreement; b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pemegang Kartu, dan/atau pihak lain; dan c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pemegang Kartu, dan/atau pihak lain; 5. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, manajemen risiko operasional dan/atau manajemen risiko dalam penggunaan informasi teknologi, yang berupa: a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi: 1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari penerbitan kartu; dan 2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan penerbitan kartu; b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) untuk penerbitan kartu, paling kurang memuat pengaturan mengenai: 1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam penerbitan kartu, seperti pembuatan dan penyampaian Personal Identification Number (PIN), serta penyampaian kartu kepada Pemegang Kartu; 2) pemisahan tugas antara proses permohonan, persetujuan, dan penagihan; 3) kewenangan atau pengendalian dalam pemberian persetujuan kepada calon Pemegang Kartu; 4) langkah- ... 10 4) langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi APMK; 5) audit trail atas transaksi Pemegang Kartu; 6) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data, catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK; dan 7) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi Pemegang Kartu; c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional, paling kurang memuat: 1) penyediaan informasi mengenai manfaat dan risiko produk sebelum nasabah menjadi Pemegang Kartu; dan 2) prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; d. Bukti kesiapan operasional, paling kurang meliputi: 1) 2) rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat informasi mengenai: a) lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk kegiatan operasional; dan b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan; 6. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek ... 11 aspek keamanan sistem dan/atau jaringan internal Penerbit sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan 7. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan Penerbit yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. E. Persyaratan Dokumen Sebagai Penerbit yang Berupa Lembaga Selain Bank Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf C dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat rencana kegiatan sebagai Penerbit; 2. fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya jika ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang; 3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara calon Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi: a. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja sama dengan Penerbit; dan b. rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain; 4. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan sebagai Penerbit yang akan dilakukan, paling kurang memuat uraian mengenai: a. potensi pasar yang ada; b. c. segmen pasar yang akan dituju dan analisis persaingan usaha; target jumlah Pemegang Kartu yang ingin dicapai; d. rencana ... 12 d. rencana kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya; rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan f. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai; e. 5. bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi: a. fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain memuat klausul tentang: 1) kesepakatan antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain mengenai penyelenggaraan kegiatan APMK; 2) hak dan kewajiban masing-masing pihak; 3) 4) rencana pelaksanaan kerjasama; jangka waktu kerjasama; dan 5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak; b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pemegang Kartu, dan/atau pihak lain; dan c. Prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pemegang Kartu, dan/atau pihak lain; 6. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, manajemen risiko ... 13 risiko operasional dan/atau manajemen risiko dalam penggunaan informasi teknologi, yang berupa: a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi: 1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari penerbitan kartu; dan 2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan penerbitan kartu; b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) untuk penerbitan kartu, paling kurang memuat pengaturan mengenai: 1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam penerbitan kartu, seperti pembuatan dan penyampaian PIN, serta penyampaian kartu kepada Pemegang Kartu; 2) pemisahan tugas antara proses permohonan, persetujuan, dan penagihan; 3) kewenangan atau pengendalian dalam pemberian persetujuan kepada calon Pemegang Kartu; 4) langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi APMK; 5) audit trail atas transaksi Pemegang Kartu; 6) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data, catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK; dan 7) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi Pemegang Kartu; c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional, paling kurang memuat: 1) penyediaan informasi mengenai manfaat dan risiko produk sebelum nasabah menjadi Pemegang Kartu; dan 2) prosedur ... 14 2) prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; d. Bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi: 1) 2) rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat informasi mengenai: a) lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk kegiatan operasional; dan b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan; 7. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; 8. rekomendasi tertulis dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank, jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas. Rekomendasi dimaksud paling kurang meliputi kondisi keuangan, kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan sebagai Penerbit dan informasi lain tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut; dan 9. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan Penerbit yang akan dilakukan, khusus untuk Lembaga Selain Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. III. PERSYARATAN ... 15 III. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI ACQUIRER (Pasal 9 ayat (4) PBI) A. Pihak yang Dapat Melakukan Kegiatan Sebagai Acquirer Kegiatan sebagai Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank. B. Permohonan Izin Sebagai Acquirer Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk masing-masing kegiatan sebagai Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet. Permohonan izin disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dan paling kurang harus memuat informasi sebagai berikut: 1. rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Acquirer; 2. nama dan jumlah Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerjasama; dan 3. nama dan jumlah Pedagang yang akan bekerjasama. C. Persyaratan Dokumen Sebagai Acquirer yang Berupa Bank Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf B dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi RBB tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan rencana kegiatan Bank sebagai Acquirer; 2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara calon Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat: a. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan kewajiban antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain yang bekerjasama dengan Acquirer; dan b. rencana ... 16 b. rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain. 3. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan sebagai Acquirer yang akan dilakukan, paling kurang memuat uraian mengenai: a. potensi pasar yang ada; b. c. analisis persaingan usaha; rencana kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya; rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan e. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai; d. 4. bukti kesiapan perangkat hukum, antara lain berupa: a. fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain memuat klausul tentang: 1) kesepakatan antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain mengenai penyelenggaraan kegiatan APMK; 2) hak dan kewajiban masing-masing pihak; 3) 4) rencana pelaksanaan kerjasama; jangka waktu kerjasama; dan 5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak; b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara ... 17 Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain; dan c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain; 5. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, dan/atau manajemen risiko operasional, yang berupa: a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi: 1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer; dan 2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer. b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) dari pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, paling kurang memuat pengaturan mengenai: 1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, seperti pengamanan data transaksi dan data Pemegang Kartu; 2) langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi APMK; 3) audit trail atas transaksi APMK; 4) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data, catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK; dan 5) langkah ... 18 5) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi Pemegang Kartu; c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional, paling kurang memuat penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; d. Bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi: 1) 2) rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat informasi mengenai: a) lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk kegiatan operasional; dan b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan; e. Bukti kesiapan manajemen risiko likuiditas, antara lain meliputi: 1) mekanisme pemenuhan kewajiban Acquirer; dan 2) mekanisme dalam hal Acquirer mengalami gagal bayar (failure to settle); 6. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan 7. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan Acquirer yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. D. Persyaratan ... 19 D. Persyaratan Dokumen Sebagai Acquirer yang Berupa Lembaga Selain Bank Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf B dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat rencana kegiatan sebagai Acquirer; 2. fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya jika ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang; 3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat: a. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan kewajiban antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain; dan b. rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain; 4. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan kegiatan sebagai Acquirer yang akan dilakukan, paling kurang memuat uraian mengenai: a. potensi pasar yang ada; b. c. analisis persaingan usaha; d. e. rencana kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya; rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan target pendapatan yang akan dicapai. 5. bukti ... 20 5. bukti kesiapan perangkat hukum, antara lain berupa: a. fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain memuat klausul tentang: 1) kesepakatan antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain mengenai penyelenggaraan kegiatan APMK; 2) hak dan kewajiban masing-masing pihak; 3) 4) rencana pelaksanaan kerjasama; jangka waktu kerjasama; dan 5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak; b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti pengaturan hak dan kewajiban Acquirer, Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir Pedagang dan/atau pihak lain; c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain; 6. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, dan/atau manajemen risiko operasional, yang berupa: a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi: 1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer; dan 2) persetujuan ... 21 2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama dari prosedur pengendalian pengamanan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer; b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) dari pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, paling kurang memuat pengaturan mengenai: 1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, seperti pengamanan data transaksi dan data Pemegang Kartu; 2) langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi) identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi APMK; 3) audit trail atas transaksi APMK; 4) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data, catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK; dan 5) langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi Pemegang Kartu ; c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional, paling kurang memuat penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; d. Bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi: 1) 2) rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat informasi mengenai: a) b) peralatan ... lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk kegiatan operasional; dan 22 b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan; e. bukti kesiapan manajemen risiko likuiditas, antara lain meliputi: 1) mekanisme pemenuhan kewajiban Acquirer; dan 2) mekanisme dalam hal Acquirer mengalami gagal bayar (failure to settle); 7. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F, 8. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan Acquirer yang akan dilakukan, khusus untuk Lembaga Selain Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan 9. rekomendasi tertulis dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank, jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas. Rekomendasi dimaksud paling kurang meliputi kondisi keuangan, kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan sebagai Acquirer dan informasi lain tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut. IV. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI PENYELENGGARA KLIRING DAN/ATAU PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR (Pasal 12 ayat (3) PBI) A. Permohonan Izin Sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib menyampaikan permohonan izin kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam ... 23 dalam Bahasa Indonesia, dan paling kurang harus memuat informasi sebagai berikut: 1. rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; 2. nama dan jumlah Prinsipal, Penerbit, Acquirer dan/atau pihak lain yang akan bekerjasama; dan 3. nama atau merek dagang yang akan digunakan. B. Persyaratan Dokumen Sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang Berupa Bank Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf A harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. fotokopi RBB tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan rencana kegiatan Bank sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; 2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi: a. persyaratan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain yang akan menggunakan jasa Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; b. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan kewajiban antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; c. manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring dan/atau penyelenggaraan penyelesaian akhir; d. mekanisme kliring dan/atau penyelesaian akhir; dan e. prosedur ... 24 e. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain; 3. Prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; 4. bukti kesiapan operasional yang paling kurang meliputi: a. b. rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat informasi mengenai: 1) lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan kliring dan/atau penyelesaian akhir; dan 2) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan; 5. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan kliring dan/atau penyelesaian akhir, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan 6. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan penyelenggaraan kliring dan/atau penyelenggaraan penyelesaian akhir yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. C. Persyaratan ... 25 C. Persyaratan Dokumen Sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang Berupa Lembaga Selain Bank Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf B harus dilampiri dokumen sebagai berikut: 1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat rencana kegiatan sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; 2. fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya jika ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang; 3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi: a. persyaratan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain yang akan menggunakan jasa Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; b. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan kewajiban antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; c. manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring dan/atau penyelenggaraan penyelesaian akhir; d. mekanisme kliring dan/atau penyelesaian akhir; dan e. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain; 4. Prosedur ... 26 4. Prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran operasional sistem APMK; 5. bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi: a. b. rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia; dan rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat informasi mengenai: 1) lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan kliring dan/atau penyelesaian akhir; dan 2) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software) serta jaringan yang akan digunakan; 6. fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven technology dalam penyelenggaraan kliring dan/atau penyelesaian akhir, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; 7. fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas APMK yang akan diterbitkan, khusus untuk Lembaga Selain Bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan 8. rekomendasi tertulis dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas. Rekomendasi tersebut paling kurang meliputi kondisi keuangan, kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan kliring dan/atau penyelesaian akhir APMK dan informasi lain tentang permasalahan- permasalahan yang dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut. V. PEMROSESAN ... 27 V. PEMROSESAN PERIZINAN SEBAGAI PRINSIPAL, PENERBIT, ACQUIRER, PENYELENGGARA KLIRING, DAN/ATAU PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR 1. Bank Indonesia memberikan izin atau penolakan secara tertulis dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak surat permohonan dan dokumen yang dipersyaratkan diterima oleh Bank Indonesia. 2. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan, kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank; b. pemeriksaan (on site visit) ke Bank atau Lembaga Selain Bank yang bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan, serta untuk memastikan kesiapan operasional, jika diperlukan; dan/atau c. dalam hal pemohon berupa Bank, Bank Indonesia meminta rekomendasi kepada otoritas pengawas Bank, paling kurang meliputi kondisi keuangan, tingkat kesehatan, kesiapan operasional dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi jika terdapat permasalahan-permasalahan yang dihadapi Bank tersebut. 3. Berdasarkan hasil pemeriksaan administratif dokumen, hasil pemeriksaan (on site visit), dan/atau rekomendasi otoritas pengawas Bank sebagaimana dimaksud pada angka 2, Bank Indonesia melakukan: a. pemberian izin, jika: 1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud pada butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang disampaikan pemohon ... 28 pemohon telah lengkap, benar dan sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia; 2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada butir 2.b, menunjukan kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan, serta kesiapan operasional; dan 3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank merekomendasikan Bank atau Lembaga Selain Bank untuk memperoleh izin sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. b. penolakan, jika: 1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud pada butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang diajukan pemohon tidak lengkap, tidak benar dan/atau tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia; 2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada butir 2.b, menunjukkan adanya ketidakbenaran atau ketidaksesuaian dokumen yang diajukan dan/atau ketidaksiapan operasional; dan/atau 3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank tidak merekomendasikan Bank atau Lembaga Selain Bank untuk memperoleh izin sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. 4. Jika terdapat hal-hal yang harus ditindaklanjuti, maka jangka waktu pemberian izin sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat diperpanjang. Perpanjangan jangka waktu pemberian izin tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon. VI. PEMBERITAHUAN ... 29 VI. PEMBERITAHUAN TANGGAL EFEKTIF DIMULAINYA KEGIATAN SEBAGAI PRINSIPAL, PENERBIT, ACQUIRER, PENYELENGGARA KLIRING DAN/ATAU PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR 1. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib melakukan kegiatannya paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal surat pemberian izin dari Bank Indonesia. 2. Apabila dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank atau Lembaga Selain Bank telah melakukan kegiatannya sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir, maka Bank atau Lembaga Selain Bank tersebut wajib memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. Bank atau Lembaga Selain Bank dinyatakan telah dapat melaksanakan kegiatannya secara efektif sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir apabila jaringan atau sistemnya telah dapat dioperasikan dan produknya telah dapat digunakan oleh masyarakat luas sebagai APMK. 3. Apabila Bank atau Lembaga Selain Bank tidak dapat melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank atau Lembaga Selain Bank tersebut wajib memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia disertai dengan bukti-bukti pendukung yang memperkuat penjelasan mengenai alasan dan kendala-kendala yang menyebabkan belum dapat dilaksanakannya kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. 4. Pemberitahuan ... 30 4. Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. Sedangkan pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sebagaimana dimaksud pada angka 1. VII. PENYELENGGARAAN KEGIATAN APMK A. Prinsip Perlindungan Nasabah 1. Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan nasabah dalam menyelenggarakan kegiatan APMK yang antara lain dilakukan dengan menyampaikan informasi tertulis kepada Pemegang Kartu atas APMK yang diterbitkan. Informasi tersebut wajib menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti, ditulis dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh Pemegang Kartu. 2. Untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib memberikan informasi tertulis kepada Pemegang Kartu, paling kurang meliputi: a. prosedur dan tata cara penggunaan kartu, fasilitas yang melekat pada kartu, dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan kartu tersebut; b. hak dan kewajiban Pemegang Kartu, paling kurang meliputi: 1) hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang Kartu dalam penggunaan kartunya, termasuk segala konsekuensi/risiko yang mungkin timbul dari penggunaan kartu, misalnya tidak memberikan PIN kepada orang lain dan berhati-hati saat melakukan transaksi melalui mesin ATM; 2) hak ... 31 2) hak dan tanggung jawab Pemegang Kartu dalam hal terjadi berbagai hal yang mengakibatkan kerugian bagi Pemegang Kartu dan/atau Penerbit, baik yang disebabkan karena adanya pemalsuan kartu, kegagalan sistem Penerbit, atau sebab lainnya; 3) 4) c. jenis dan besarnya biaya yang dikenakan; dan tata cara dan konsekuensi jika Pemegang Kartu tidak lagi berkeinginan menjadi Pemegang Kartu; tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan penggunaan kartu dan perkiraan waktu penanganan pengaduan tersebut. 3. Untuk Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib menyampaikan informasi tertulis kepada Pemegang Kartu yang terdiri dari seluruh informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2, dan melakukan pula hal-hal antara lain: a. menyampaikan informasi umum mengenai: 1) kolektibilitas kredit (lancar, kurang lancar, diragukan, atau macet) dan konsekuensi dari masing-masing status kolektibilitas tersebut; 2) penggunaan jasa pihak lain di luar Penerbit untuk melakukan penagihan, jika Penerbit menggunakannya; dan 3) tata cara dan dasar penghitungan bunga dan/atau denda, serta komponen penghitungan bunga dan/atau denda, termasuk saat bunga berhenti dihitung; dan b. menyampaikan informasi tagihan (billing statement) secara lengkap, akurat, dan informatif, serta dilakukan secara benar dan tepat waktu. 4. Informasi tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3 huruf a wajib diinformasikan kembali kepada Pemegang Kartu jika terjadi perubahan secara umum. 5. Kewajiban ... 32 5. Kewajiban penyampaian informasi tertulis dan perubahannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut: a. Informasi tertulis disampaikan oleh Penerbit kepada setiap calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu. b. Materi yang disampaikan bersifat umum dan berlaku untuk semua Pemegang Kartu, misalnya kriteria kolektibilitas kredit yang diinformasikan adalah kriteria kolektibilitas yang ditetapkan oleh Penerbit dan berlaku untuk semua Pemegang Kartu Kreditnya. c. Informasi tertulis dapat disampaikan dengan menggunakan media publik seperti brosur, leaflet, surat kabar dan/atau website, atau dengan menggunakan media individual seperti billing statement atau surat pemberitahuan yang langsung disampaikan kepada setiap Pemegang Kartu. 6. Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan secara otomatis fasilitas yang berdampak tambahan biaya yang harus ditanggung oleh Pemegang Kartu dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu Kredit tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu. Termasuk persetujuan tertulis dalam hal ini adalah persetujuan tertulis yang disampaikan melalui faksimili dan e-mail, serta kesepakatan lisan yang dituangkan dalam catatan resmi pejabat Penerbit yang bersangkutan. 7. Penerbit Kartu Kredit dilarang mencantumkan klausula dalam perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu yang memberikan peluang diberikannya suatu produk secara otomatis kepada Pemegang Kartu, dan/atau diberikannya fasilitas-fasilitas yang berdampak tambahan biaya, tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu. Contoh klausula yang dilarang: a. Klausula dalam perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu misalnya: ”Dengan ... 33 ”Dengan ditandatanganinya perjanjian ini maka Penerbit Kartu Kredit setiap saat dapat memberikan fasilitas atau produk yang biayanya dibebankan pada kartu dan biaya tersebut dibebankan secara otomatis kepada Pemegang Kartu”. b. Pernyataan dalam penawaran produk misalnya: ”Penawaran produk ini dianggap telah disetujui oleh Pemegang Kartu apabila dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal penawaran produk ini, Pemegang Kartu tidak melakukan konfirmasi melalui telepon nomor 021-12345678”. B. Prinsip Kehati-hatian 1. Dalam pemberian Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib mengelola risiko sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai manajemen risiko. 2. Penerbit Kartu Kredit wajib menetapkan persentase minimum pembayaran oleh Pemegang Kartu, paling sedikit sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari total tagihan. Penetapan besarnya mínimum pembayaran dapat disesuaikan oleh Bank Indonesia berdasarkan pertimbangan untuk menjaga kesehatan industri Kartu Kredit dan perlindungan kepada Pemegang Kartu. 3. Untuk meningkatkan keamanan dan agar masing-masing Penerbit dapat melakukan pengelolaan likuiditasnya dengan baik, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: a. Batas paling banyak nilai nominal dana yang dapat ditransfer antar Penerbit Kartu ATM melalui mesin ATM adalah sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per rekening dalam satu hari dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Batas paling banyak nilai nominal dana berlaku untuk transfer dana antar Penerbit melalui ATM dimana rekening ... 34 rekening pengirim dan rekening penerima berada pada Penerbit yang berbeda; dan 2) Batas paling banyak nilai nominal dana tidak berlaku untuk transfer dana intra Penerbit kartu ATM dimana rekening pengirim dan rekening penerima berada pada Penerbit yang sama. b. Batas paling banyak nilai nominal dana untuk penarikan tunai melalui mesin ATM baik dengan kartu ATM atau Kartu Kredit adalah sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per rekening dalam satu hari. C. Peningkatan Keamanan APMK 1. Penerbit wajib meningkatkan keamanan APMK guna mencegah dan mengurangi tingkat kejahatan dibidang APMK, serta sekaligus untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap APMK. 2. Peningkatan keamanan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan terhadap seluruh infrastruktur teknologi yang terkait dengan penyelenggaraan APMK, yang meliputi pengamanan pada kartu dan pengamanan pada seluruh sistem yang digunakan untuk memproses transaksi APMK, yaitu: a. Peningkatan keamanan kartu dilakukan dengan menggunakan teknologi chip (”integrated circuit”) yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan/atau memproses data, sehingga pada kartu dapat ditambahkan aplikasi untuk kepentingan pengamanan pemrosesan data transaksi. b. Peningkatan keamanan mesin Electronic Data Capture (EDC) pada Pedagang, keamanan mesin ATM, dan keamanan pada sistem pendukung dan pemroses transaksi (back end system) yang berada pada Penerbit, Acquirer, dan/atau third party processor lainnya, dilakukan dengan cara menyediakan mesin dan ... 35 dan sistem yang dapat memproses kartu dengan teknologi chip sebagaimana dimaksud pada huruf a. c. Khusus untuk Kartu ATM dan Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia, jumlah digit PIN paling sedikit 4 (empat) digit. 3. Penggunaan standar teknologi chip sebagai upaya peningkatan keamanan kartu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk Kartu Kredit, yang menggunakan jaringan internasional (global network), standar teknologi chip dan sistem atau aplikasi yang digunakan mengacu pada standar teknologi chip dan sistem atau aplikasi yang berlaku dan/atau dipersyaratkan oleh Prinsipal selaku pemegang jaringan kartu tersebut. b. Untuk Kartu Kredit, yang menggunakan jaringan domestik (domestic network), standar teknologi chip untuk kartu dapat mengacu pada standar teknologi chip yang berlaku untuk kartu yang menggunakan jaringan internasional (global network) sebagaimana dimaksud pada huruf a. Sedangkan standar sistem atau aplikasi (seperti EDC) yang digunakan harus disesuaikan sedemikian rupa sehingga dapat memproses kartu dengan teknologi chip tersebut. c. Standar teknologi chip Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia harus mengacu pada standar teknologi chip yang telah disepakati industri. 4. Penggunaan teknologi chip pada Kartu Kredit, Kartu ATM, dan/atau Kartu Debet dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kartu Kredit Seluruh Kartu Kredit yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia baik untuk kartu baru maupun penggantian kartu lama (renewal) wajib telah menggunakan teknologi chip paling lambat pada tanggal 31 Desember 2009. Dengan demikian per lambat ... 36 lambat tanggal 31 Desember 2009. Dengan demikian per 1 Januari 2010 seluruh transaksi Kartu Kredit di wilayah Indonesia yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia harus diproses dengan menggunakan teknologi chip. Dalam hal Kartu Kredit yang telah berteknologi chip tersebut tidak dapat diproses untuk kepentingan transaksi, maka proses transaksi Kartu Kredit tersebut dilarang dilanjutkan dengan menggunakan teknologi magnetic stripe. b. Kartu ATM dan Kartu Debet Seluruh Kartu ATM dan Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia wajib telah menggunakan teknologi chip dengan mengacu pada standar teknis hasil kesepakatan industri penyelenggara kartu ATM dan Kartu Debet yang waktu implementasinya didasarkan pada hasil kesepakatan industri Penyelenggara Kartu ATM dan Kartu Debet. 5. Penggunaan teknologi yang dapat memproses kartu dengan teknologi chip pada sistem APMK seperti EDC, ATM, dan back end system sebagai upaya peningkatan keamanan sistem, dilakukan secara bertahap, sebagai berikut: a. Acquirer Kartu Kredit wajib mengganti atau meningkatkan keamanan pada seluruh EDC dan back end system yang disediakan sehingga seluruh EDC dan back end system tersebut dapat memproses transaksi dari Kartu Kredit yang menggunakan teknologi chip paling lambat tanggal 31 Desember 2009. b. Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dan Acquirer Kartu Debet wajib mengganti dan meningkatkan keamanan pada seluruh ATM, EDC, dan back end system, yang waktu pelaksanaannya diserahkan kepada kesepakatan industri. D. Kerjasama ... 37 D. Kerjasama Penerbit dengan Pihak Lain 1. Jika dalam menyelenggarakan kegiatan APMK, Penerbit melakukan kerjasama dengan pihak lain, seperti kerjasama dalam kegiatan pencetakan kartu, personalisasi kartu, pengiriman dokumen, pemasaran, penagihan, dan/atau pengoperasian sistem, Penerbit harus memastikan bahwa: a. tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Penerbit itu sendiri; dan b. pihak lain tersebut menjaga keamanan dan kerahasiaan data/informasi. 2. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan pencetakan kartu, maka: a. pencetakan kartu harus dilakukan pada perusahaan pencetak kartu yang mempunyai jaminan keamanan atas keseluruhan proses mulai dari proses pencetakan sampai dengan diterimanya kartu oleh Penerbit. b. jaminan keamanan sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuktikan dengan: 1) adanya hasil sertifikasi dari Prinsipal, jika Penerbit merupakan pengguna jaringan Prinsipal dan Prinsipal melakukan proses sertifikasi atas perusahaan pencetak kartu. Dalam hal ini, Prinsipal menetapkan perusahaan pencetak kartu yang memenuhi persyaratan untuk melakukan pencetakan kartu, dan Prinsipal mewajibkan Penerbit untuk mencetak kartu pada perusahaan yang telah disertifikasi tersebut; atau 2) adanya keyakinan Penerbit mengenai keamanan proses produksi dan proses pengiriman perusahaan pencetak kartu, jika Penerbit merupakan pengguna jaringan Prinsipal ... 38 Prinsipal namun Prinsipal tidak melakukan sertifikasi kepada perusahaan pencetak kartu, atau Penerbit juga bertindak sebagai Prinsipal. Dengan demikian, dalam hal ini pencetakan kartu dapat dilakukan pada perusahaan pencetak kartu manapun sepanjang Penerbit memperoleh keyakinan mengenai keamanan proses produksi dan proses pengiriman. 3. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan personalisasi kartu, maka Penerbit harus memastikan bahwa perusahaan personalisasi tunduk pada ketentuan sebagai berikut: a. Untuk kartu yang tergabung dalam jaringan Prinsipal internasional, personalisasi kartu harus dilakukan pada perusahaan personalisasi kartu yang telah mendapatkan sertifikasi dari Prinsipal; b. Untuk kartu yang tergabung dalam jaringan Prinsipal domestik, personalisasi kartu harus dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jika Prinsipal yang bersangkutan melakukan proses sertifikasi kepada perusahaan personalisasi, maka personalisasi kartu wajib dilakukan pada perusahaan personalisasi yang telah memperoleh sertifikasi dari Prinsipal yang bersangkutan; 2) Jika Prinsipal yang bersangkutan tidak melakukan proses sertifikasi kepada perusahaan personalisasi, maka personalisasi kartu wajib dilakukan pada perusahaan personalisasi yang memiliki kemampuan untuk melakukan personalisasi kartu secara aman, yang dibuktikan dengan sertifikat hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal. 4. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit, maka: a. penagihan ... 39 a. penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan jika kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kolektibilitas; b. Penerbit harus menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain tersebut, selain harus dilakukan dengan memperhatikan ketentuan pada huruf a, juga harus dilakukan dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum; dan c. dalam perjanjian kerjasama antara Penerbit dan pihak lain untuk melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit tersebut harus memuat klausula tentang tanggungjawab Penerbit terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat dari kerjasama dengan pihak lain tersebut. 5. Dalam hal Penerbit melakukan kerjasama dengan pihak lain, seperti Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK, maka: a. pengoperasian sistem harus dilakukan oleh perusahaan switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK yang mempunyai jaminan keamanan atas keseluruhan proses transaksi APMK. Jaminan keamanan tersebut dibuktikan dengan: 1) adanya hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal; 2) adanya hasil sertifikasi yang dilakukan oleh Prinsipal, jika Penerbit merupakan anggota Prinsipal. b. Penerbit harus memastikan bahwa Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK dapat menjaga kerahasiaan data, baik data Pemegang Kartu maupun data transaksi. 6. Dalam ... 40 6. Dalam hal Penerbit bekerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Perusahaan Switching, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Penerbit wajib memastikan bahwa: a. Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir telah memperoleh izin dari Bank Indonesia; b. sistem yang digunakan oleh Prinsipal, Acquirer, Perusahaan Switching, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir tersebut memenuhi standar pengamanan sebagaimana diwajibkan bagi Penerbit dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 7. Penerbit yang merupakan Bank dalam melakukan kerjasama atau menggunakan pihak lain untuk memproses transaksi APMK, wajib pula memperhatikan dan memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kerjasama Bank dengan pihak lain, antara lain ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh Bank Umum. E. Kerjasama Acquirer dengan Pedagang atau Pihak Lain 1. Dalam hal Acquirer melakukan kerjasama dengan Pedagang, Acquirer tersebut harus memastikan bahwa: a. bidang usaha Pedagang tidak termasuk bidang usaha yang dilarang oleh undang-undang; b. dalam perjanjian kerjasama antara Acquirer dan Pedagang harus memuat klausula paling kurang mencantumkan: 1) hak dan kewajiban Acquirer dan Pedagang; 2) larangan kepada Pedagang untuk memproses penarikan tunai (cash withdrawal transaction) dengan menggunakan Kartu Kredit; 3) larangan ... 41 3) larangan kepada Pedagang untuk mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada Pemegang Kartu; dan/atau 4) kewajiban kepada Pedagang untuk menjaga kerahasiaan data/informasi mengenai transaksi dan Pemegang Kartu. c. Pedagang mematuhi perjanjian kerjasama dengan Acquirer sebagaimana dimaksud pada huruf b; dan d. Pedagang memahami tata cara dan mekanisme transaksi dengan menggunakan APMK. Dalam hal ini Acquirer berkewajiban untuk memberikan edukasi dan pembinaan secara berkala kepada Pedagang termasuk jika terdapat jenis/produk APMK baru. 2. Dalam hal Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak lain, seperti Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK, maka: a. pengoperasian sistem harus dilakukan oleh Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK yang mempunyai jaminan keamanan atas keseluruhan proses transaksi APMK. Jaminan keamanan tersebut dibuktikan dengan: 1) adanya hasil audit teknologi informasi dari auditor independen internal atau eksternal; dan 2) adanya hasil sertifikasi yang dilakukan oleh Prinsipal, jika Acquirer merupakan anggota Prinsipal. b. Acquirer harus memastikan bahwa Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK dapat menjaga kerahasiaan data, baik data Pemegang kartu maupun data transaksi. 3. Acquirer yang merupakan Bank jika dalam melakukan kegiatan APMK akan bekerjasama atau menggunakan pihak lain untuk memproses transaksi APMK, wajib pula memperhatikan dan memenuhi ... 42 memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kerjasama Bank dengan pihak lain, antara lain ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh Bank Umum. F. Pengelolaan Risiko Operasional Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib mengelola risiko operasional antara lain melalui penggunaan proven technology yang paling kurang mencakup pemenuhan aspek-aspek sebagai berikut: 1. Adanya sistem keamanan teknologi informasi yang paling kurang memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: a. dua faktor otentikasi yang akan digunakan (two factors authentication); b. kerahasiaan data (confidentiality); c. integritas sistem dan data (integrity); d. otentikasi sistem dan data (authentication); e. pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang telah dilakukan (non-repudiation); dan/atau f. ketersediaan sistem (availability), yang dilakukan secara efektif dan efisien dengan memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku; 2. Adanya sistem dan prosedur untuk melakukan audit trail; 3. Adanya kebijakan dan prosedur internal untuk sistem dan Sumber Daya Manusia (SDM); dan 4. Adanya Business Continuity Plan (BCP) yang dapat menjamin kelangsungan penyelenggaraan APMK. BCP tersebut meliputi tindakan preventif maupun contingency plan (termasuk penyediaan sarana back-up) jika terjadi kondisi darurat atau gangguan yang mengakibatkan sistem utama penyelenggaraan APMK tidak dapat digunakan. VIII. PERSYARATAN ... 43 VIII. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN DAN MENYAMPAIKAN LAPORAN DALAM RANGKA PERALIHAN PERIZINAN MELALUI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMISAHAN, ATAU PENGAMBILALIHAN A. Penggabungan 1. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan penggabungan dengan Bank yang telah atau belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. jika Bank hasil penggabungan adalah Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka Bank hasil penggabungan tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatan APMK. b. jika Bank hasil penggabungan adalah Bank yang belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka Bank hasil penggabungan tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK. 2. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan penggabungan dengan Lembaga Selain Bank yang telah atau belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. jika Lembaga Selain Bank hasil penggabungan adalah Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka Lembaga Selain Bank hasil penggabungan tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatan APMK. b. jika ... 44 b. jika Lembaga Selain Bank hasil penggabungan adalah Lembaga Selain Bank yang belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka Lembaga Selain Bank hasil penggabungan tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK. B. Peleburan 1. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan peleburan dengan Bank lain yang telah maupun belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK, maka Bank hasil peleburan tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK. 2. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan peleburan dengan Lembaga Selain Bank lain yang telah maupun belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK, maka Lembaga Selain Bank hasil peleburan tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK. C. Pemisahan 1. Dalam hal Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan pemisahan murni, maka Bank atau Lembaga Selain Bank hasil pemisahan murni tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK. 2. Dalam hal Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan pemisahan tidak murni (spin off), berlaku ketentuan sebagai berikut: a. izin ... 45 a. izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia tetap melekat pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan pemisahan tidak murni (spin off). Dengan demikian Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan pemisahan tidak murni (spin off) harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatan APMK. b. Bank atau Lembaga Selain Bank hasil pemisahan tidak murni (spin off) wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK. D. Pengambilalihan 1. Dalam hal terjadi pengambilalihan terhadap Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan diambilalih harus melaporkan rencana pengambilalihan tersebut kepada Bank Indonesia. 2. Laporan rencana pengambilalihan tersebut harus dilengkapi dengan informasi yang paling kurang meliputi latar belakang pengambilalihan, pihak yang akan melakukan pengambilalihan, target waktu pelaksanaan pengambilalihan, susunan pemilik dan/atau pemegang saham pengendali setelah dilakukannya pengambilalihan, serta rencana bisnis setelah dilakukannya pengambilalihan khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan APMK seperti rencana perubahan nama, perubahan struktur organisasi, atau perubahan sistem yang digunakan. E. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir A.1.a., butir A.2.a., butir C.2.a., dan butir D.1. harus disampaikan kepada Bank Indonesia , dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Laporan harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian permohonan izin rencana penggabungan, pemisahan, atau pengambilalihan ... 46 pengambilalihan kepada Bank Indonesia atau otoritas pengawas Lembaga Selain Bank yang berwenang. 2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus dilampiri dengan dokumen antara lain berupa rencana bisnis setelah penggabungan, pemisahan, atau pengambilalihan termasuk rencana penggunaan sistem dan pengembangan sistem, laporan kesiapan infrastruktur, dan laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen dalam hal terjadi pengembangan dan/atau penggabungan sistem yang telah ada. F. Permohonan perizinan sebagaimana dimaksud pada butir A.1.b., butir A.2.b., butir B.1., butir B.2., butir C.1., dan butir C.2.b., harus disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Permohonan perizinan wajib disampaikan bersamaan dengan penyampaian permohonan izin rencana penggabungan, peleburan, atau pemisahan kepada Bank Indonesia atau otoritas pengawas Lembaga Selain Bank yang berwenang. 2. Permohonan perizinan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus dilampiri dengan dokumen yang antara lain berupa: a. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik yang independen, untuk Lembaga Selain Bank; b. rencana bisnis setelah penggabungan, peleburan, atau pemisahan, termasuk rencana penggunaan sistem dan pengembangan sistem; c. d. laporan kesiapan infrastruktur; laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen dalam hal terjadi pengembangan dan/atau penggabungan sistem yang telah ada; e. komposisi kepemilikan saham setelah penggabungan, peleburan, atau pemisahan, untuk Lembaga Selain Bank; dan f. rekomendasi ... 47 f. rekomendasi otoritas pengawas Lembaga Selain Bank, khusus untuk Lembaga Selain Bank. G. Pemrosesan permohonan perizinan untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK sehubungan dengan penggabungan, peleburan, atau pemisahan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bank Indonesia memberikan izin atau penolakan secara tertulis dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak dokumen yang dipersyaratkan diterima oleh Bank Indonesia. 2. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan, kebenaran, dan kesesuaian dokumen yang diajukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank; b. pemeriksaan (on site visit) ke Bank atau Lembaga Selain Bank yang bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan, serta untuk memastikan kesiapan operasional, jika diperlukan; dan/atau c. dalam hal pemohon berupa Bank, Bank Indonesia meminta rekomendasi kepada otoritas pengawas Bank, paling kurang meliputi kondisi keuangan, tingkat kesehatan, kesiapan operasional dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk informasi jika terdapat permasalahan- permasalahan yang dihadapi Bank tersebut. 3. Dalam hal pemeriksaan administratif dokumen sebagaimana dimaksud pada butir 2.a dan pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada butir 2.b telah dilakukan, dan dengan mempertimbangkan rekomendasi otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank, Bank Indonesia melakukan: a. pemberian ... 48 a. pemberian izin, jika 1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud pada butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang diajukan telah lengkap, benar dan sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia; 2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada butir 2.b, menunjukan kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan, serta kesiapan operasional; dan 3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank merekomendasikan pelaksanaan rencana Bank atau Lembaga Selain Bank untuk melanjutkan kegiatan APMK. b. penolakan, jika : 1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud pada butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang diajukan pemohon tidak lengkap, tidak benar, dan/atau tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia; 2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada butir 2.b, menunjukkan adanya ketidakbenaran atau ketidaksesuaian dokumen yang diajukan dan/atau ketidaksiapan operasional; dan/atau 3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank tidak merekomendasikan Bank atau Lembaga Selain Bank untuk melanjutkan kegiatan APMK. 4. Jika terdapat hal-hal yang harus ditindaklanjuti, maka jangka waktu pemberian izin sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat diperpanjang. Perpanjangan jangka waktu pemberian izin tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon. IX. PENGAWASAN ... 49 IX. PENGAWASAN, LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN APMK, DAN TATA CARA PENGENAAN SANKSI DENDA A. Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan APMK 1. Tujuan Pengawasan Pengawasan bertujuan untuk memastikan penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan secara efisien, cepat, aman dan andal dengan memperhatikan prinsip perlindungan nasabah. 2. Obyek Pengawasan Bank Indonesia, melakukan pengawasan terhadap kegiatan penyelenggaraan APMK yang dilakukan oleh: a. Prinsipal; b. Penerbit; c. Acquirer; d. Penyelenggara Kegiatan Kliring APMK; dan e. Penyelenggara Kegiatan Penyelesaian Akhir APMK. 3. Fokus Pengawasan Pengawasan terhadap penyelenggaraan APMK difokuskan pada: a. penerapan aspek manajemen risiko; b. kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk kebenaran dan ketepatan penyampaian informasi dan laporan; dan c. penerapan aspek perlindungan nasabah. 4. Metode Pengawasan a. Pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan Bank Indonesia melalui: 1) penelitian, analisis dan evaluasi, antara lain yang didasarkan atas laporan berkala, laporan insidentil, data dan/atau informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia dari pihak lain, serta diskusi dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2. 2) pemeriksaan ... 50 2) pemeriksaan (on site visit) terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2 untuk mencocokan kebenaran data dengan fakta di lapangan, serta melihat sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung dan database. Dalam hal diperlukan, pemeriksaan (on site visit) dapat juga dilakukan terhadap pihak-pihak yang bekerjasama dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2. 3) pertemuan konsultasi (consultative meeting) dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2 untuk mendapatkan informasi penyelenggaraan dan menyampaikan saran. 4) pembinaan terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2 termasuk untuk melakukan perubahan. b. Dalam rangka pengawasan, pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2 wajib memberikan: 1) keterangan dan/atau data yang terkait dengan penyelenggaraan APMK, baik dalam bentuk hard copy maupun soft copy; dan 2) kesempatan melakukan pemeriksaan (on site visit) untuk melihat penyelenggaraan APMK, sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung dan database. c. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan (on site visit) terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2. B. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan APMK 1. Laporan Berkala a. Laporan berkala merupakan laporan yang wajib disampaikan baik secara tertulis dan/atau on-line dengan lengkap, benar, akurat dan tepat waktu oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada butir A.2 sesuai dengan periode masing-masing laporan ... 51 laporan. Laporan berkala terdiri atas laporan bulanan, laporan triwulanan, dan laporan tahunan. b. Jenis Laporan Berkala Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada butir A.2 meliputi : 1) Prinsipal a) Laporan Tahunan yang paling kurang meliputi informasi mengenai: (1) rencana kerja dan target 1 (satu) tahun ke depan termasuk rencana pengembangan produk dan kerjasama dengan pihak lain; (2) realisasi rencana kerja tahun sebelumnya; (3) anggota yang tergabung dalam jaringan Prinsipal; dan (4) jenis dan besarnya biaya yang dikenakan kepada anggota. b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun dengan cakupan audit antara lain meliputi: (1) keamanan jaringan; (2) keamanan data; (3) keamanan aplikasi dan sistem; (4) kontrol terhadap akses sistem dan data; (5) monitoring dan pengujian berkala terhadap jaringan; dan (6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi informasi. 2) Penerbit a) Laporan Bulanan Penyelenggaraan Kegiatan APMK terdiri dari: (1) Laporan ... 52 (1) Laporan Bulanan Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; (2) Laporan Bulanan Penerbit Kartu Kredit; (3) Laporan Bulanan Fraud; dan (4) Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu Kredit, yaitu: (a) Khusus Lembaga Selain Bank yang bertindak sebagai Penerbit Kartu Kredit, Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu Kredit terdiri dari klasifikasi: i. Lancar, apabila pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit; ii. Dalam Perhatian Khusus, apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 90 (sembilan puluh) hari; iii. Kurang Lancar, apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender sampai dengan 120 (seratus dua puluh) hari; iv. Diragukan, apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 120 (seratus dua puluh) hari kalender sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari; atau v. Macet ... 53 v. Macet, apabila terdapat tunggakan pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari. (b) Khusus Bank yang bertindak sebagai Penerbit Kartu Kredit, penyampaian Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu Kredit dilakukan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia mengenai penilaian kualitas aktiva Bank Umum. b) Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian Pengaduan Nasabah; dan c) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan audit antara lain meliputi: (1) keamanan jaringan; (2) keamanan data; (3) keamanan aplikasi dan sistem; (4) kontrol terhadap akses sistem dan data; (5) monitoring dan pengujian berkala terhadap jaringan; (6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi informasi. 3) Acquirer a) Laporan Bulanan Acquirer; dan b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan audit antara lain meliputi: (1) keamanan ... 54 (1) keamanan jaringan; (2) keamanan data; (3) keamanan aplikasi dan sistem; (4) kontrol terhadap akses sistem dan data; (5) monitoring dan pengujian berkala terhadap jaringan; dan (6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi informasi. 4) Penyelenggara Kliring APMK a) Laporan Triwulanan Penyelenggaraan Kegiatan Kliring APMK. b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan audit antara lain meliputi: (1) keamanan jaringan; (2) keamanan data; (3) keamanan aplikasi dan sistem; (4) kontrol terhadap akses sistem dan data; (5) monitoring dan pengujian berkala terhadap jaringan; dan (6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi informasi. 5) Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK a) Laporan Triwulanan Penyelenggaraan Kegiatan Penyelesaian Akhir APMK; dan b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan audit antara lain meliputi: (1) keamanan ... 55 (1) keamanan jaringan; (2) keamanan data; (3) keamanan aplikasi dan sistem; (4) kontrol terhadap akses sistem dan data; (5) monitoring dan pengujian berkala terhadap jaringan; dan (6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi informasi 2. Laporan Insidentil a. Laporan insidentil merupakan laporan tertulis yang wajib disampaikan secara benar oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada butir A.2 kepada Bank Indonesia baik atas permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif sendiri pihak- pihak tersebut. Laporan insidentil dapat dilakukan dengan penyampaian dokumen sesuai dengan permintaan Bank Indonesia. b. Jenis Laporan Insidentil 1) Laporan Rencana Kerjasama dengan Pihak Lain a) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang akan melakukan kerjasama dengan pihak lain wajib menyampaikan laporan secara terulis kepada Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Laporan tertulis rencana kerjasama Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan pihak lain disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum perjanjian kerjasama ditandatangani; (2) Laporan ... 56 (2) Laporan tertulis rencana kerjasama Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada angka (1), paling kurang memuat: (a) data/informasi/profil perusahaan pihak lain yang akan bekerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir; (b) dasar pertimbangan dilakukannya kerjasama; (c) tanggal efektif rencana dilaksanakannya kerjasama; dan (d) jangka waktu rencana pelaksanaan kerjasama. (3) Laporan tertulis rencana kerjasama Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada angka (1), harus dilengkapi dengan dokumen berupa: (a) fotokopi konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement) antara Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir dan pihak lain; (b) fotokopi konsep perjanjian kerjasama antara Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara ... 57 Penyelenggara Penyelesaian Akhir dan pihak lain; (c) hasil audit teknologi informasi dari auditor independen, jika pihak lain yang bekerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir merupakan perusahaan yang menyediakan sarana pemrosesan transaksi APMK; (d) fotokopi hasil sertifikasi dari Prinsipal terhadap pihak lain yang bekerjasama dengan Penerbit atau Acquirer, jika Penerbit atau Acquirer menjadi anggota Prinsipal. (e) surat pernyataan kesanggupan pihak lain yang bekerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir untuk menjaga kerahasiaan data; (f) fotokopi konsep perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh pihak lain dengan pihak ketiga, jika ada. b) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai realisasi/pelaksanaan kerjasama dengan pihak lain, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian kerjasama. 2) Laporan ... 58 2) Laporan Produk Baru a) Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang akan menerbitkan produk baru Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet harus menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum produk baru tersebut diterbitkan. b) Laporan tertulis tersebut harus dilampiri dengan dokumen paling kurang berupa: (1) rencana bisnis; dan (2) penjelasan karakteristik produk baru. c) Rencana bisnis sebagaimana dimaksud pada butir b)(1), antara lain meliputi informasi mengenai target pendapatan yang akan dicapai dari produk baru tersebut. d) Penjelasan karakteristik produk baru sebagaimana dimaksud pada butir b)(2), meliputi penjelasan alur transaksi, upaya peningkatan keamanan sistem, dan perbedaan produk baru dengan produk sebelumnya. 3) Laporan Insiden (incident report) a) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK wajib menyampaikan laporan insiden (incident report) yakni laporan atas terjadinya gangguan pada sistem dan upaya yang telah dilakukan untuk menanggulanginya seperti: (1) adanya kegagalan network dalam memproses transaksi APMK; (2) fraud yang terjadi. b) Laporan insiden (incident report) tersebut di atas, wajib disampaikan kepada Bank Indonesia sesegera mungkin ... 59 mungkin setelah kejadian melalui telepon atau faksimili, yang diikuti pelaporan tertulis paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah kejadian. 3. Laporan tahunan Prinsipal sebagaimana dimaksud pada butir 1.b.1)a) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis dengan hardcopy paling lambat diterima Bank Indonesia pada tanggal 15 Februari tahun berikutnya. Apabila tanggal 15 Februari jatuh pada hari libur maka laporan harus sudah diterima Bank Indonesia 1 (satu) hari kerja berikutnya. Contoh: Laporan untuk periode bulan Januari sampai dengan Desember 2009 disampaikan paling lambat tanggal 15 Februari 2010. 4. Jika terdapat perubahan data dan/atau informasi pada dokumen- dokumen yang disampaikan pada saat mengajukan permohonan izin kepada Bank Indonesia, seperti perubahan nama, alamat kantor, perubahan pengurus (Direksi dan/atau Dewan Komisaris), perubahan dokumen pokok-pokok hubungan bisnis, perubahan pengaturan hak dan kewajiban para pihak, perubahan perjanjian kerjasama dan perubahan para pihak yang bekerjasama, perubahan prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa, maka Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir harus melaporkan secara tertulis perubahan tersebut kepada Bank Indonesia, paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak dilakukannya perubahan. 5. Untuk kepentingan pengawasan terkait dengan kegiatan penyelenggaraan APMK, Bank Indonesia berwenang meminta data, informasi, dan/atau laporan di luar laporan-laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2. 6. Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir 1.b.2)a), butir 1.b.2)b), butir 1.b.3)a), butir 1.b.4)a) dan butir 1.b.5)a) dan sanksi kewajiban membayar berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan kantor pusat Bank Umum dan ketentuan ... 60 ketentuan mengenai laporan penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu oleh Bank Perkreditan Rakyat Dan Lembaga Selain Bank. 7. Penyampaian Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi sebagaimana dimaksud pada butir 1.b.1)b), butir 1.b.2)d), butir 1.b.3)b), butir 1.b.4)b), dan butir 1.b.5)b) harus sudah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi diterbitkan. C. Tata Cara Pengenaan Sanksi Denda 1. Pengenaan sanksi denda terhadap Bank terkait penyelenggaraan kegiatan APMK, dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Bank di Bank Indonesia. 2. Pengenaan sanksi denda terhadap Lembaga Selain Bank terkait dengan penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara menyampaikan surat pengenaan sanksi denda kepada Lembaga Selain Bank tersebut yang antara lain berisi informasi jumlah sanksi denda dan tata cara pembayarannya kepada Bank Indonesia. X. PENGEMBANGAN DAN PENYEDIAAN SISTEM APMK YANG DAPAT SALING DIKONEKSIKAN (INTEROPERABILITY) DENGAN SISTEM APMK LAINNYA. Dalam rangka meningkatkan efisiensi, kelancaran dan memberikan manfaat yang lebih luas kepada nasabah dalam bertransaksi, diperlukan upaya untuk mengembangkan sistem yang dapat saling dikoneksikan dalam memproses transaksi APMK antara Prinsipal, Penerbit dan Acquirer yang satu dengan Prinsipal, Penerbit dan Acquirer yang lain. Secara teknis, hal tersebut dapat dilakukan oleh Prinsipal dengan menetapkan aturan main dan suatu kriteria atau standar sehingga setiap Penerbit yang menggunakan jaringan dari Prinsipal tersebut dapat memberikan fasilitas kepada para Pemegang Kartunya untuk menggunakan akses peralatan yang menggunakan ... 61 menggunakan tanda atau logo dari Prinsipal yang bersangkutan. Kemudahan tersebut disamping dapat memberikan manfaat bagi Pemegang Kartu juga memberikan penghematan proses transaksi yang dilakukan oleh pihak Acquirer sehingga dapat dihindari investasi yang tidak perlu diantara para Acquirer. Dalam jangka panjang penghematan biaya transaksi diharapkan dapat menstimulasi pertumbuhan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Penyederhanaan sistem atau aplikasi dapat dilakukan oleh pihak Prinsipal, Penerbit dan Acquirer dengan melakukan pengembangan sistem yang dari awalnya telah dirancang agar sistem yang dikembangkan dapat saling membaca dengan sistem yang dikembangkan oleh pihak lain. Langkah penyederhanaan sistem oleh para pihak dapat dilakukan melalui kesepakatan yang dilakukan sendiri oleh industri. Untuk mendukung pelaksanaannya Bank Indonesia dapat mewajibkan para pihak untuk mengikuti dan menyesuaikan sistemnya yang kriteria dan persyaratannya telah menjadi kesepakatan industri. XI. LAIN-LAIN A. Hal-hal yang bersifat teknis dan mikro dalam penyelenggaraan kegiatan APMK selain yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, dapat diatur dan disepakati sendiri oleh industri APMK (Self Regulation Organization - SRO). Pengaturan yang dilakukan oleh industri APMK tersebut sebagai pelengkap dan tidak diperkenankan bertentangan dengan ketentuan Bank Indonesia. Dalam hal SRO telah menyepakati dan menetapkan suatu ketentuan, maka setiap anggota yang tergabung atau pihak yang terkait dengan SRO harus mematuhi dan mengikuti ketentuan yang telah disepakati. B. Penyampaian permohonan izin penyelenggaraan APMK, penyampaian laporan, informasi lainnya, dan/atau surat menyurat disampaikan oleh kantor pusat Bank atau Lembaga Selain Bank kepada: Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Gedung D Lantai 2, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta – 10350 XII. PERALIHAN ... 62 XII. PERALIHAN A. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir sebelum diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini dan belum memperoleh izin atau penegasan dari Bank Indonesia, wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia. Pengajuan permohonan izin wajib disampaikan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini. Persyaratan dan tata cara memperoleh izin dari Bank Indonesia mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK sebelum diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini dan telah memperoleh izin atau penegasan dari Bank Indonesia wajib melaporkan kegiatannya kepada Bank Indonesia dan melengkapi persyaratan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sejak tanggal diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini. C. Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir di wilayah Republik Indonesia sebelum diberlakukannya ketentuan ini dan belum berbadan hukum Indonesia, wajib telah berbadan hukum Indonesia paling lambat 2 (dua) tahun sejak tanggal diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini. XIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka: A. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/59/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu; B. Surat ... 63 B. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu; C. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/18/DASP tanggal 23 Agustus 2006 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu; D. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/20/DASP tanggal 8 Mei 2008 perihal Perubahan Kedua Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu; dan E. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/7/DASP tanggal 21 Februari 2008 perihal Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 13 April 2009..1313 Apr... 2009. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SWD. MURNIASTUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN 64
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 11/10/DASP|SE-BI/2009 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu </reg_title> <set_date> 13 April 2009 </set_date> <effective_date> 13 April 2009 </effective_date> <replaced_reg> '10/7/DASP|SE-BI/2008', '7/59/DASP|SE-BI/2005', '8/18/DASP|SE-BI/2006', '10/20/DASP|SE-BI/2008', '7/60/DASP|SE-BI/2005' </replaced_reg> <related_reg> '11/11/PBI/2009' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IX Huruf C' </penalty_list>
No. 12/24/DPM Jakarta, 30 Agustus 2010 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/44/DPM tanggal 10 Desember 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4944) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/17/PBI/2010 tanggal 30 Agustus 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 107) serta dalam rangka penyelarasan ketentuan operasi moneter, beberapa ketentuan dan Lampiran 3 dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/44/DPM tanggal 10 Desember 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan dalam romawi III angka 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: III. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN 1. SBSN milik Bank yang dapat direpokan adalah: a. tercatat... 2 a. tercatat dalam Rekening Perdagangan di BI-SSSS; dan b. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja yang dihitung 1 (satu) hari setelah Repo SBSN jatuh tempo. 2. Ketentuan dalam romawi V angka 3 huruf b.8) ditambah sehingga berbunyi sebagai berikut: V. SETELMEN 8) Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk penyelesaian Repo SBSN jatuh tempo yang diakibatkan karena pembatalan setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro melalui Sistem BI- RTGS untuk setelmen biaya Repo SBSN yang harus dibayar; dan b) Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN yang batal dilakukan setelmen, dengan cara memperlakukan jenis dan seri SBSN yang batal dibeli kembali oleh Bank sebagai transaksi jual putus (outright selling) secara otomatis melalui BI-SSSS. c) Dalam hal nilai transaksi outright: 1). Lebih kecil dari kewajiban setelmen second leg, maka Bank Indonesia mendebet Rekening Giro sebesar selisih nilai kewajiban setelmen second leg dengan nilai transaksi outright. 2). Lebih besar dari nilai kewajiban setelmen second leg, maka Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro sebesar selisih nilai kewajiban setelmen second leg dengan nilai transaksi outright. 3. Ketentuan... 3 3. Ketentuan dalam romawi VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: VI. SANKSI 1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Repo SBSN sebagaimana dimaksud pada butir V.3.a.5) dan V.3.b.5), Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada: 1) Direktorat Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau 2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Tim Pengawas Bank, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai nominal Repo SBSN yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada butir VI.1, dalam hal Bank melakukan transaksi Repo SBSN dan/atau transaksi OMS lainnya yang dinyatakan batal sebanyak tiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut. 3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada butir VI.1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud pada butir VI.2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi. 4. Pengenaan... 4 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada butir VI.1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan setelmen Repo SBSN. 4. Lampiran 3 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 Agustus 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/24/DPM|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/44/DPM tanggal 10 Desember 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 30 Agustus 2010 </set_date> <effective_date> 30 Agustus 2010 </effective_date> <changed_reg> '10/44/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg> <related_reg> '12/17/PBI/2010', '10/36/PBI/2008', '10/44/DPM|SE-BI/2008' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 3 Romawi VI' </penalty_list>
No. 6 / 47 / DPM Jakarta, 29 Oktober 2004 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder Dalam rangka pengaturan waktu pelaksanaan transaksi perdagangan Sertifikat Bank Indonesia secara repo yang lebih fleksibel maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4243), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/4/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4365), Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4244), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/5/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun … 2 Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4366), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363), dipandang perlu untuk diatur kembali sebagai berikut: Di antara angka III.3 dan angka III.4 disisipkan butir 3.a., yang berbunyi sebagai berikut : “3.a. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat menetapkan Waktu Pelaksanaan Transaksi SBI Repo yang berbeda dengan Waktu Pelaksanaan Transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 3 yang akan diumumkan melalui sarana BI-SSSS dan atau sarana lainnya.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku pada tanggal 29 Oktober 2004 dan berlaku surut sejak tanggal 15 Oktober 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/47/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder </reg_title> <set_date> 29 Oktober 2004 </set_date> <effective_date> 29 Oktober 2004, dan berlaku surut sejak tanggal 15 Oktober 2004. </effective_date> <changed_reg> '6/17/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/17/DPM|SE-BI/2004', '6/2/PBI/2004', '6/4/PBI/2004', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
No.6/8/DPM Jakarta, 16 Februari 2004 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/6 /PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4367) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 perihal Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363), dipandang perlu untuk menyusun ketentuan pelaksanaan pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) sebagai berikut: I. PERSYARATAN BANK UNTUK MENGGUNAKAN FLI 1. Bank dapat memperoleh FLI setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan sebagai berikut : a. memiliki tingkat kesehatan minimal cukup baik yaitu Bank yang masih beroperasi; b. memiliki surat berharga yang dapat diagunkan berupa SBI dan atau SUN; c. tidak … 2 c. tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan (suspend) sebagai Peserta Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Peserta Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS); d. tidak sedang dikenakan sanksi tidak dapat memperoleh Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). 2. Dalam rangka pembukaan akses Bank untuk menggunakan FLI dalam sarana BI-SSSS, Bank wajib menyampaikan dokumen pendukung penggunaan FLI berupa: a. Perjanjian Penggunaan FLI dan Pengagunan sebagaimana contoh dalam Lampiran-1 yang telah dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani oleh pejabat Bank sebagai dasar bagi Bank untuk memanfaatkan FLI selama jam operasional Sistem BI-RTGS; b. Fotokopi anggaran dasar Bank atau kuasa dari Kantor Pusat Bank Asing (power of attorney) bagi kantor cabang Bank asing yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Bank; c. Fotokopi identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin Mengemudi (SIM) atau paspor direksi, Chief Executive Officer (CEO) dan atau pejabat Bank yang diberi kuasa untuk menandatangani Perjanjian Penggunaan FLI dan Pengagunan sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang masih berlaku. 3. Dokumen pendukung FLI sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan melalui surat pengantar kepada Bagian Operasi Pasar Uang (OPU), Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM), Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10010, dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank (DPwB) terkait atau Tim Pengawas Bank terkait di Kantor Bank Indonesia (KBI) yang mewilayahinya. 4. Bank Indonesia … 3 4. Bank Indonesia menolak penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud angka 2 dari Bank yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 5. Bank Indonesia akan membuka akses bagi Bank untuk menggunakan FLI melalui sarana BI-SSSS selambat-lambatnya pada 1 (satu) hari kerja setelah Bank melengkapi seluruh dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2. 6. Dalam hal Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 maka Bank Indonesia menghentikan akses Bank untuk dapat menggunakan FLI melalui sarana BI-SSSS. 7. Dalam hal terjadi perubahan susunan pengurus Bank yang mengakibatkan terjadinya perubahan kewenangan penandatanganan dalam dokumen perjanjian sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang telah ditandatangani Bank sebelumnya maka Bank yang telah memiliki akses penggunaan FLI wajib memperbaharui dan menyampaikan kembali dokumen perjanjian kepada Bagian OPU pada tanggal yang sama dengan terjadinya perubahan susunan pengurus Bank dimaksud. 8. Dalam hal Bank tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 maka Bank dikenakan sanksi. II. AGUNAN FLI 1. Bank dapat menggunakan FLI sebesar nilai SBI dan atau SUN milik Bank yang diagunkan dalam rekening pengagunan melalui sarana BI-SSSS selama jam operasional Sistem BI-RTGS. 2. Perhitungan nilai jual SBI dan atau nilai pasar SUN serta sisa jangka waktu SBI dan atau SUN yang dapat diagunkan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tunduk pada ketentuan perhitungan nilai jual SBI dan atau nilai pasar … 4 pasar SUN serta sisa jangka waktu SBI dan atau SUN sebagaimana dimaksud dalam ketentuan tentang FPJP Bagi Bank Umum yang berlaku. 3. Dalam hal Bank telah melunasi FLI yang digunakan maka Bank dapat memindahkan SBI dan atau SUN yang diagunkan dalam rekening pengagunan ke rekening perdagangan milik Bank melalui sarana BI-SSSS. 4. Mekanisme pengagunan SBI dan atau SUN dalam rangka FLI melalui sarana BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. III. PENGGUNAAN DAN PELUNASAN FLI 1. Penggunaan FLI dimulai sejak jam operasional Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS dan hanya dapat digunakan setelah Bank memindahkan SBI dan atau SUN milik Bank dari rekening perdagangan ke rekening pengagunan dalam sarana BI-SSSS. 2. Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS pada saat saldo Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melakukan transaksi keluar (outgoing transaction) sepanjang kekurangan tersebut tidak melebihi nilai FLI. 3. Pelunasan FLI dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap terdapat transaksi masuk (incoming transaction) yang mengkredit rekening giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. 4. Bank dapat memindahkan kembali SBI dan atau SUN yang diagunkan dari rekening pengagunan ke rekening perdagangan milik Bank dalam sarana BI-SSSS apabila Bank telah melunasi FLI yang digunakannya. 5. Bank yang menggunakan FLI wajib melunasi FLI pada hari penggunaan FLI (T+0) selambat-lambatnya sampai dengan pre cut-off time Sistem BI- RTGS dan biaya penggunaan FLI. 6. Bank … 5 6. Bank dikenakan biaya bunga penggunaan FLI sebagaimana dimaksud dalam angka 5 yang dihitung sebagai berikut: Nominal Penggunaan FLI x [T/(10,5 jam x 60 menit)] x i x [1/360 ] Keterangan: T i = waktu penggunaan FLI (dalam menit). = suku bunga rata-rata tertimbang PUAB overnight Pagi pada 1 hari sebelum penggunaan FLI (T-1). 10,5 jam = jangka waktu dari mulai dibukanya jam operasional Sistem BI-RTGS (06.30 WIB) sampai dengan cut off warning sistem BI-RTGS (17.00 WIB). 7. Pembebanan biaya bunga FLI sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah penggunaan FLI. 8. Mekanisme penggunaan dan pelunasan FLI melalui sarana BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. IV. PENGALIHAN FLI MENJADI FPJP 1. Dalam hal Bank tidak melunasi FLI sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir III.5. maka terhadap nilai FLI yang tidak dilunasi diberlakukan sebagai FPJP dan agunan yang tercatat dalam sarana BI-SSSS dijadikan sebagai agunan FPJP. 2. Dengan pengalihan FLI menjadi FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 maka: a. Bank menundukkan diri pada ketentuan FPJP Bagi Bank Umum yang berlaku antara lain meliputi kewajiban penyampaian akta pengikatan kredit, tata cara pelunasan, eksekusi agunan, pengawasan dan sanksi atas penggunaan FPJP; dan b. agunan FLI diberlakukan sebagai agunan FPJP. V. PENGAWASAN … 6 V. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank atas penggunaan FLI, baik selama periode diterimanya FLI maupun setelah FLI jatuh waktu. 2. Bank wajib memberikan data dan informasi secara lengkap dan benar sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/6/PBI/2000 tanggal 21 Februari 2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank. VI. SANKSI Dalam hal Bank tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir I.7, Bank dikenakan sanksi berupa: 1. kewajiban membayar sebanyak 2 (dua) kali biaya bunga FLI yang telah dikenakan kepada Bank untuk FLI yang digunakan setelah tanggal terjadinya perubahan susunan pengurus Bank sampai dengan tanggal penyampaian kembali Perjanjian Penggunaan FLI dan Pengagunan yang telah diperbaharui yang akan dibebankan pada rekening giro Rupiah milik Bank di Bank Indonesia; dan atau 2. tidak dapat menggunakan FLI sampai dengan Bank menyampaikan kembali Perjanjian Penggunaan FLI dan Pengagunan yang telah diperbaharui. VII. PENUTUP Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/27/DPM tanggal 13 Desember 2000 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/21/DPM tanggal 3 September 2001 perihal Perubahan Atas Surat … 7 Surat Edaran Nomor 2/27/DPM tanggal 13 Desember 2000 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/8/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 16 Februari 2004 </set_date> <effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date> <replaced_reg> '3/21/DPM|SE-BI/2001', '2/27/DPM|SE-BI/2000' </replaced_reg> <related_reg> '6/2/PBI/2004', '6/6/PBI/2004' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 9/21/DPM Jakarta, 26 September 2007 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM Tanggal 16 Februari 2004 Perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum Dalam rangka penyempurnaan metode perhitungan nilai agunan Surat Utang Negara dan Sertifikat Bank Indonesia yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum, sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/33/DPM tanggal 3 Agustus 2005 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/2003 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4317) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/21/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4518), dipandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM tanggal 16 Februari 2004 sebagai berikut : 1. Ketentuan butir I.8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 8. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN, adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, yang terdiri atas Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara. 2. Di antara .... 2 2. Di antara butir I.8. dan butir I.9. disisipkan 2 (dua) butir ketentuan, yakni butir 8A. dan 8B. yang berbunyi sebagai berikut: 8A. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto. 8B. Obligasi Negara yang selanjutnya disebut ON adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 3. Ketentuan butir II.9. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : 9. Bank wajib menjamin FPJP dengan agunan milik bank berupa SBI dan/atau SUN dengan ketentuan: a. Nilai jual SBI dan/atau nilai pasar SUN yang diagunkan ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagaimana ketentuan butir IV.1. b. SBI yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu paling kurang 3 (tiga) hari kerja; c. SUN yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu paling kurang 10 (sepuluh) hari kerja. 4. Ketentuan angka IV diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : IV. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP 1. Perhitungan nilai agunan FPJP adalah sebagai berikut : a. Dalam hal agunan berupa SBI : 1) Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai jual SBI pada saat pengajuan permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP. 2) Nilai agunan ditetapkan paling kurang sebesar 100% (seratus per seratus) dari nilai permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP. 3) Nilai .... 3 3) Nilai jual SBI sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung berdasarkan harga setiap seri SBI yang dihitung secara otomatis oleh sarana BI-SSSS. 4) Harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indoensia berdasarkan harga teoritis SBI yang mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu. 5) Contoh perhitungan nilai agunan FPJP sebagaimana tercantum pada Lampiran-5. b. Dalam hal agunan berupa SUN: 1) Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pasar SUN yang berlaku pada saat pengajuan permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP. 2) Nilai agunan ditetapkan paling kurang sebesar 105% (seratus lima per seratus) dari nilai permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP. 3) Nilai pasar SUN sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung berdasarkan harga setiap seri SUN yang dihitung secara otomatis oleh sarana BI-SSSS. 4) Harga setiap seri SUN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: a) SUN dalam bentuk SPN : (1) Harga SPN ditetapkan berdasarkan harga teoritis SPN yang mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan, sisa jangka waktu dan pajak atas diskonto setiap seri SPN. (2) Dalam hal pemerintah melakukan penerbitan kembali (re- opening) seri SPN yang telah diterbitkan sebelumnya, maka rata-rata tertimbang tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan .... 4 perhitungan harga teoritis SPN sebagaimana angka (1) adalah rata-rata tertimbang tingkat diskonto hasil lelang re-opening SPN terakhir. b) SUN dalam bentuk ON : (1) Harga ON dengan sistem kupon ditetapkan berdasarkan harga rata-rata tertimbang transaksi perdagangan ON sesuai serinya yang setelmennya terjadi pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan FPJP (T-1) atau berdasarkan harga teoritis ON dalam hal seri ON tidak memiliki data transaksi di pasar sekunder pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan FPJP (T-1). (2) Harga ON tanpa kupon (zero coupon bond) ditetapkan berdasarkan harga teoritis ON tanpa kupon yang mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap serinya. (3) Dalam hal pemerintah melakukan penerbitan kembali (re- opening) seri ON tanpa kupon, maka rata-rata tertimbang tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan harga teoritis sebagaimana angka (2) adalah rata-rata tertimbang tingkat diskonto hasil lelang re-opening terakhir. 5) Contoh perhitungan nilai agunan FPJP sebagaimana tercantum pada Lampiran-5. c. Dalam hal Bank menggunakan SBI dan SUN sebagai agunan FPJP, maka ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b diterapkan untuk masing-masing jenis surat berharga yang diagunkan. Contoh perhitungan nilai agunan FPJP dalam bentuk SBI dan SUN sebagaimana tercantum pada Lampiran-5. 2 .... 5 2. Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan SBI dan/atau SUN yang telah diagunkan sebelumnya, sepanjang nilai jual SBI dan/atau nilai pasar SUN masih memenuhi ketentuan perhitungan nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan ketentuan sisa jangka waktu SBI dan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.b. dan butir II.9.c. 3. Mekanisme pengagunan SBI dan/atau SUN melalui sarana BI-SSSS dilakukan sesuai tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku. 5. Contoh perhitungan dalam Lampiran-5 diubah menjadi sebagaimana tercantum pada Lampiran-5 Surat Edaran ini. 6. Semua penyebutan unit kerja Bagian Operasi Pasar Uang (OPU), Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM), Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10010 sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum yang sudah ada sebelum Surat Edaran ini diberlakukan, harus dibaca menjadi Biro Operasi Moneter (BOpM), Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM), Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 26 September 2007. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDDY SULAEMAN YUSUF DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER DPM
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 9/21/DPM|SE-BI/2007 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM Tanggal 16 Februari 2004 Perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 26 September 2007 </set_date> <effective_date> 26 September 2007 </effective_date> <changed_reg> '6/7/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <extension_of> '7/33/DPM|SE-BI/2005' </extension_of> <related_reg> '6/7/DPM|SE-BI/2004', '7/21/PBI/2005', '5/15/PBI/2003', '7/33/DPM|SE-BI/2005' </related_reg>
No.16/15/DPM Jakarta, 17 September 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5582) yang selanjutnya disebut PBI, perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. TRANSAKSI 1. Badan hukum asing atau lembaga asing yang memiliki kegiatan yang bersifat nirlaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 huruf c PBI antara lain ASEAN Secretary, World Bank dan Asian Development Bank. 2. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah atas dasar suatu kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut: a. Dalam hal kontrak yang dilakukan Bank atas Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah mencantumkan penggunaan acuan kurs dalam penyelesaian transaksi pada saat jatuh waktu … 2 waktu, Bank harus mengacu kepada kurs referensi yang diterbitkan Bank Indonesia. b. Kurs referensi yang diterbitkan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang selanjutnya disebut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) merupakan representasi harga spot Dolar Amerika Serikat (US Dollar) terhadap Rupiah dari transaksi antar Bank di pasar domestik termasuk transaksi Bank dengan bank di luar negeri, yang dilaporkan Bank melalui Sistem Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah (SISMONTAVAR). c. JISDOR yang diterbitkan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf b diatur sebagai berikut: 1) Bank Indonesia menerbitkan JISDOR setiap hari kerja pada pukul 10.00 WIB melalui website Bank Indonesia dan/atau media lainnya. 2) Penggunaan JISDOR berlaku untuk transaksi US Dollar terhadap Rupiah. 3. Pedoman internal tertulis dalam melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PBI paling kurang meliputi: a. penetapan wewenang dan tanggung jawab dalam pelaksanaan transaksi; b. mekanisme penyelesaian transaksi; c. penatausahaan dokumen; d. kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan e. hal-hal lain yang harus dicantumkan dalam pedoman internal tertulis yang terkait dengan pengaturan kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam PBI. 4. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif. 5. Kegiatan … 3 5. Kegiatan spekulatif sebagaimana dimaksud dalam angka 4 antara lain berupa structured product yang diatur sebagai berikut: a. yang dimaksud dengan structured product adalah produk yang dikeluarkan oleh Bank yang merupakan kombinasi berbagai instrumen dengan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap Rupiah untuk tujuan mendapatkan tambahan income (return enhancement) yang dapat mendorong Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk tujuan spekulatif dan dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai Rupiah. b. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dilarang apabila transaksi tersebut atau potensi transaksi tersebut terkait dengan structured product, seperti Dual Currency of Deposit (DCD), dan callable forward. 6. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah meliputi transaksi pembelian dan penjualan dalam denominasi seluruh valuta asing terhadap Rupiah. 7. Untuk pembelian dan penjualan valuta asing terhadap Rupiah, selain US Dollar terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 6 (misalnya Yen terhadap Rupiah, Euro terhadap Rupiah), menggunakan perhitungan kurs pasar sebagaimana yang lazim dilakukan di pasar valuta asing pada saat transaksi dilakukan, antara lain kurs yang dikeluarkan perusahaan penyedia informasi, seperti Reuters atau Bloomberg. 8. Perhitungan kurs sebagaimana dimaksud dalam angka 7 menggunakan kurs tengah dengan perhitungan sebagai berikut: kurs beli+kurs jual 2 9. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah dapat dilakukan untuk: a. b. jenis valuta asing yang sama dengan yang tercantum dalam dokumen Underlying Transaksi; atau jenis valuta asing yang berbeda dengan dokumen Underlying Transaksi apabila disertai dengan dokumen yang dapat menjelaskan alasan perbedaan tersebut. 10. Pembelian … 4 10. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank tanpa Underlying Transaksi yang hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan per Pihak Asing atau ekuivalennya, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Perhitungan 1 (satu) bulan didasarkan pada bulan kalender, yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender sampai dengan tanggal berakhirnya bulan kalender. Contoh: Jika pada bulan November 2014 Pihak Asing hanya melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi 1 (satu) kali pada tanggal 25 November 2014 sebesar USD100,000.00 maka hal tersebut diperhitungkan sebagai maksimum jumlah yang telah digunakan dalam bulan November 2014. Pihak Asing dapat kembali menggunakan jumlah maksimum ekuivalen USD100,000.00 tersebut selama periode Desember 2014. b. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada tanggal transaksi. Contoh: Pada tanggal 11 November 2014, Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot beli sebesar USD40,000.00. Kemudian Pihak Asing kembali melakukan Transaksi Spot beli valuta asing terhadap Rupiah pada tanggal 30 November 2014 sebesar USD50,000.00 yang jatuh waktu pada tanggal 2 Desember 2014. Perhitungan transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing sampai dengan 30 November 2014 adalah USD90,000.00. c. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang dilakukan oleh masing-masing Pihak Asing secara individual baik secara tunai maupun non tunai dalam bentuk simpanan valuta asing. Contoh … 5 Contoh: Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah di Bank Y secara tunai sebesar USD20,000.00 pada tanggal 11 November 2014. Kemudian, pada tanggal 15 November 2014 Pihak Asing melakukan konversi simpanan Rupiah menjadi simpanan valuta asing dalam US Dollar di Bank Y sebesar USD80,000.00. Perhitungan kumulatif transaksi yang dilakukan oleh Pihak Asing di Bank Y, yaitu sebesar USD100,000.00. d. Untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah melalui rekening gabungan (joint account) yang dimiliki lebih dari 1 (satu) Pihak Asing, Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar threshold per rekening gabungan (joint account). Contoh: Pihak Asing A dan B memiliki joint account. Pada tanggal 10 November 2014, Pihak Asing A melakukan Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint account sebesar USD 60,000.00. Atas transaksi tersebut Pihak Asing A wajib menyampaikan dokumen pendukung paling lambat pada tanggal 12 November 2014. Pada tanggal 24 November 2014, Pihak Asing B melakukan Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint account sebesar USD 70,000.00. Atas pembelian valuta asing tersebut, Pihak Asing B wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung paling lambat pada tanggal 26 November 2014 karena jumlah pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan melalui joint account pada bulan November 2014 telah melebihi USD100,000.00, yaitu sebanyak USD130,000.00. 11. Transaksi Derivatif atas investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 PBI, diatur sebagai berikut: a. Untuk Transaksi Derivatif atas realisasi investasi: 1) telah … 6 1) telah terjadi aliran dana dari Pihak Asing untuk penyelesaian transaksi kegiatan investasi dimaksud; 2) nilai Transaksi Derivatif untuk investasi paling banyak sebesar nilai realisasi investasi yang tercantum dalam dokumen Underlying Transaksi; dan 3) jangka waktu Transaksi Derivatif paling singkat 1 (satu) minggu dan paling lama sama dengan jangka waktu investasi; Contoh: Pihak Asing melakukan pembelian saham sebesar Rp100.000.000,00 pada tanggal transaksi 10 November 2014 dengan tanggal valuta pembelian saham pada 13 November 2014 dan berencana untuk melakukan Transaksi Derivatif atas saham tersebut. Bank dapat memenuhi kebutuhan Transaksi Derivatif Pihak Asing atas pembelian saham yang telah direalisasikan tersebut dengan transaksi forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu, sepanjang saham dimiliki Pihak Asing paling singkat sampai dengan tanggal 20 November 2014. Dalam hal ini Transaksi Derivatif dilakukan pada tanggal 13 November 2014 dengan tanggal jatuh waktu paling singkat 20 November 2014. b. Untuk Transaksi Derivatif atas investasi yang masih dalam proses: 1) telah terjadi aliran dana dari Pihak Asing atas rencana investasi dimaksud; 2) Pihak Asing yang bersangkutan telah tercatat sebagai investor atas investasi dimaksud; 3) nilai Transaksi Derivatif paling banyak sebesar nilai rencana investasi yang tercantum dalam dokumen Underlying Transaksi; dan 4) jangka … 7 4) jangka waktu Transaksi Derivatif paling singkat 1 (satu) minggu dan paling lama sama dengan jangka waktu proses penyelesaian investasi dimaksud. Contoh 1: Transaksi Derivatif atas kegiatan investasi yang masih dalam proses penyelesaian dimana Pihak Asing telah memiliki dana Rupiah yang cukup untuk penyelesaian transaksi kegiatan investasi dimaksud: Contoh 1.a: Pihak Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) akan menyelenggarakan Initial Public Offering (IPO) saham PT JKL dengan persyaratan sebagai berikut: Tanggal efektif: 10 November 2014 Tanggal penawaran: 17 sampai dengan 21 November 2014 Tanggal penjatahan: 24 November 2014 Tanggal pengembalian dana: 25 November 2014 Tanggal distribusi: 25 November 2014 Tanggal listing di bursa: 26 November 2014 Pada tanggal penawaran, para investor dipersyaratkan untuk menyetor dana Rupiah sebesar nilai penawaran yang diajukan. Berdasarkan informasi IPO tersebut, Pihak Asing melakukan penawaran saham PT JKL sebesar Rp250.000.000,00. Pada tanggal 18 November 2014, Pihak Asing menyetor dana sebesar Rp250.000.000,00 dalam rangka memenuhi persyaratan IPO dan berencana untuk melakukan Transaksi Derivatif atas setoran dana tersebut. Bank dapat memenuhi kebutuhan Transaksi Derivatif Pihak Asing atas setoran dana dimaksud dengan transaksi forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp250.000.000,00 dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu. Dalam hal ini, Transaksi Derivatif dilakukan pada tanggal 18 November 2014 dengan tanggal … 8 tanggal jatuh waktu 25 November 2014, dimana tanggal jatuh waktu tersebut merupakan tanggal penyelesaian transaksi pembelian saham tersebut. Contoh 1.b: Apabila dalam penawaran Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam Contoh 1, Pihak Asing dimaksud tidak berhasil memperoleh saham, dan kemudian Pihak Asing yang bersangkutan mendapatkan dana Rupiahnya kembali pada tanggal 25 November 2014. Dana Rupiah tersebut dapat digunakan untuk menyelesaikan transaksi forward jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar Rp250.000.000,00 yang telah dilakukan sebelumnya. Contoh 2: Transaksi Derivatif atas kegiatan investasi yang masih dalam proses penyelesaian dimana Transaksi Derivatif dilakukan untuk pendanaan kegiatan investasi yang bersangkutan: Pihak Asing melakukan pembelian Obligasi Negara tenor 5 (lima) tahun sebesar Rp150.000.000,00 pada tanggal transaksi 10 November 2014 dengan tanggal setelmen pembelian Obligasi Negara pada 13 November 2014 dan akan dimiliki sampai dengan tanggal 10 Desember 2014. Atas kepemilikan Obligasi Negara tersebut, Pihak Asing berencana untuk melakukan Transaksi Derivatif. Bank dapat memenuhi kebutuhan Transaksi Derivatif Pihak Asing atas pembelian Obligasi Negara tersebut melalui transaksi swap jual USD/IDR Bank kepada Pihak Asing (Bank beli USD/IDR pada first leg dan jual USD/IDR pada second leg) sebesar Rp150.000.000,00. Dalam hal ini, transaksi dapat dilakukan pada tanggal 11 November 2014 dengan tanggal valuta (first leg) pada 13 November 2014 dan tanggal jatuh waktu (second leg) pada 10 Desember 2014 yang akan digunakan untuk repatriasi … 9 repatriasi. Dana Rupiah yang diperoleh pada tanggal 13 November 2014 dipergunakan untuk melakukan setelmen Obligasi Negara tersebut. 12. Transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah Bank dengan Pihak Asing dalam rangka penyelesaian transaksi kegiatan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 PBI, diatur sebagai berikut: a. jangka waktu transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing sama dengan jangka waktu penyelesaian transaksi kegiatan investasi; dan b. tanggal dimulainya transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing maupun berakhirnya transaksi forward beli dimaksud sama dengan tanggal dimulainya dan berakhirnya penyelesaian transaksi kegiatan investasi. Contoh: Pihak Asing (global broker, global custody, atau pemodal asing) melakukan transaksi pembelian saham pada tanggal 17 November 2014 dengan penyelesaian transaksi pembelian saham pada tanggal 20 November 2014. Pihak Asing membutuhkan dana Rupiah dalam rangka penyelesaian transaksi pembelian saham tersebut. Dalam hal ini, Bank dapat memenuhi kebutuhan Pihak Asing dengan melakukan transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah Bank kepada Pihak Asing pada tanggal transaksi 17 November 2014 untuk jatuh waktu pada tanggal 20 November 2014. 13. Transaksi Derivatif atas penghasilan dari investasi yang jumlah dan waktu penerimaannya dapat dipastikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 PBI, diatur sebagai berikut: a. dana Rupiah yang telah diterima atau yang akan diterima oleh Pihak Asing dari hasil investasi yang dapat dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya dapat menjadi Underlying Transaksi; b. jangka … 10 b. jangka waktu Transaksi Derivatif paling singkat 1 (satu) minggu; dan c. nilai nominal Transaksi Derivatif paling banyak sama dengan nilai penghasilan investasi yang telah diterima atau yang akan diterima. 14. Dalam hal Pihak Asing akan menerima penghasilan investasi berupa dividen, yang belum dapat dipastikan waktu dan jumlah penerimaannya, Pihak Asing dapat melakukan Transaksi Derivatif dengan Underlying Transaksi berupa estimasi penerimaan dividen untuk penghasilan atas investasi yang belum dapat dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya. 15. Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak Asing untuk penghasilan investasi berupa dividen, yang belum dapat dipastikan waktu dan jumlah penerimaannya, paling banyak sebesar nilai: a. estimasi penerimaan dividen; b. dividen yang telah diterima; dan/atau c. dividen yang akan diterima. 16. Penentuan nilai estimasi penerimaan dividen dapat menggunakan: a. data persentase pembagian dividen terhadap laba tahun sebelumnya sebagai dasar perhitungan estimasi pembagian dividen tahun terakhir dengan memperhitungkan laba tahun terakhir yang tercantum pada laporan keuangan unaudited atau audited serta jumlah lembar saham yang dimiliki Pihak Asing; Contoh: Pada tahun 2013 PT A memperoleh laba sebesar Rp200.000.000.000,00. Dividen yang dibagikan pada tahun 2013 tersebut adalah sebesar Rp100.000.000.000,00. Proporsi dividen untuk tahun 2013 adalah sebesar: Rp100.000.000.000,00 Rp200.000.000.000,00 =50% Pada tahun 2014 PT A memperoleh laba sebesar Rp250.000.000.000,00. Dengan mengacu kepada pembagian… 11 pembagian dividen pada tahun 2013 maka estimasi dividen yang akan dibagikan pada tahun 2014 adalah sebesar: 50% x Rp250.000.000.000,00=Rp125.000.000.000,00. Saham PT A yang beredar adalah sebanyak 1.000 lembar. Dengan demikian, perhitungan dividen per saham tahun 2014 adalah: Rp125.000.000.000,00 1.000 =Rp125.000.000,00 Apabila Pihak Asing memiliki saham sebanyak 500 lembar maka estimasi penerimaan dividen Pihak Asing tersebut adalah sebesar: 50% x Rp125.000.000,00=Rp62.500.000.000,00. b. data pembagian dividen yang tercantum pada laporan keuangan audited tahun terakhir; dan/atau c. informasi resmi lainnya yang dikeluarkan oleh perusahaan. 17. Dalam hal selama periode Transaksi Derivatif terdapat keputusan manajemen perusahaan mengenai kepastian jumlah dan waktu penerimaan penghasilan dari investasi berupa dividen, Bank wajib melakukan penyesuaian Transaksi Derivatif Pihak Asing atas jumlah nominal dan jangka waktu Transaksi Derivatif dengan dokumen Underlying Transaksi, misalnya informasi pembayaran dividen atas kepemilikan saham (corporate action entitlement document), bukti jumlah kepemilikan saham yang memiliki hak atas dividen yang disertai dengan informasi hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 18. Mekanisme penyesuaian Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud dalam angka 17 dalam hal terdapat keputusan manajemen yang menyatakan bahwa: a. realisasi dividen yang akan diterima lebih besar daripada nilai estimasi dividen, Bank dapat melakukan Transaksi Derivatif baru Pihak Asing secara kumulatif paling banyak sebesar nilai realisasi dividen yang diterima Pihak Asing; b. realisasi dividen yang akan diterima lebih kecil daripada nilai estimasi dividen, Bank wajib melakukan penyesuaian Transaksi … 12 Transaksi Derivatif Pihak Asing sehingga nilai Transaksi Derivatif paling banyak sebesar realisasi dividen; c. tidak terdapat pembagian dividen yang akan diterima Pihak Asing, Bank wajib membatalkan Transaksi Derivatif Pihak Asing; atau d. jangka waktu pembayaran dividen menjadi lebih cepat dari jangka waktu Transaksi Derivatif, Bank wajib melakukan penyesuaian atas jangka waktu Transaksi Derivatif Pihak Asing menjadi sesuai dengan tanggal pembayaran dividen. 19. Penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam angka 18 dapat dilakukan melalui perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian (early termination), atau pengakhiran transaksi (unwind) paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal keputusan RUPS. 20. Kredit atau Pembiayaan dalam bentuk sindikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b PBI merupakan Kredit atau Pembiayaan yang diberikan oleh lebih dari 1 (satu) bank. Apabila pemberian Kredit atau Pembiayaan sindikasi beranggotakan Bank di dalam negeri dan bank di luar negeri maka kontribusi bank di luar negeri secara total harus lebih besar dari kontribusi Bank di dalam negeri. 21. Cerukan intrahari Rupiah dan valuta asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e PBI, diatur sebagai berikut: a. cerukan intrahari diberikan kepada penerima dana yang tercantum dalam dokumen konfirmasi dan dilaksanakan pada tanggal valuta pembayaran yang tercantum dalam konfirmasi dimaksud; b. nilai dana yang akan diterima yang tercantum pada dokumen konfirmasi dimaksud, ditambah dengan saldo rekening penerima dana sekurang-kurangnya sama atau lebih besar dari nilai transaksi pembayaran yang dilaksanakan; c. transaksi … 13 c. transaksi pembayaran dilakukan setelah dokumen konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima terlebih dahulu; dan d. penerimaan dana sebagaimana tercantum dalam dokumen konfirmasi harus direalisasikan pada tanggal pembayaran dilaksanakan. 22. Perhitungan nilai ekuivalen valuta asing ke dalam nilai Rupiah untuk nominal Transfer Rupiah ke rekening yang dimiliki Pihak Asing dan/atau yang dimiliki secara gabungan (joint account) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a PBI menggunakan kurs JISDOR. II. PENYELESAIAN TRANSAKSI 1. Kewajiban penyelesaian Transaksi Spot dengan pemindahan dana pokok secara penuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut: a. pemindahan dana pokok secara penuh dilakukan secara riil atas nilai pokok masing-masing transaksi jual dan/atau transaksi beli yang disepakati pada awal transaksi tersebut; b. pemindahan dana pokok tersebut didukung oleh tersedianya sejumlah dana riil yang cukup untuk membiayai transaksi dimaksud (good fund), dan bukan didasarkan pada aspek pencatatan dalam pembukuan (akuntansi); dan c. dana pokok tersebut digunakan untuk proses setelmen Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah pada tanggal valuta, dan tercatat pada sistem treasury Bank, yang dapat dibuktikan dari urutan waktu setelmen. Contoh: Pihak Asing melakukan transaksi pembelian spot USD terhadap Rupiah dengan Bank B sebesar USD1,000,000.00 pada kurs spot USD/IDR Rp11.000,00. Pada tanggal valuta, Pihak Asing wajib melakukan penyerahan dana IDR melalui pergerakan dana pokok secara penuh sebesar Rp11.000.000.000,00 secara riil pada saat proses penyelesaian … 14 penyelesaian transaksi tersebut dilakukan, dan tercatat pada sistem treasury Bank yang dapat dibuktikan berdasarkan urutan waktu penyelesaian transaksi. Bank B wajib melakukan penyerahan dana US Dollar melalui pergerakan dana pokok secara penuh sebesar USD1,000,000.00 secara riil pada saat proses penyelesaian transaksi tersebut dilakukan, dan tercatat pada sistem treasury Bank, yang dapat dibuktikan berdasarkan urutan waktu penyelesaian transaksi. 2. Penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank atas perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) PBI dapat dilakukan secara netting. Contoh penyelesaian transaksi di atas threshold yang dilakukan secara netting sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank atas perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) PBI dapat dilakukan secara netting sepanjang didukung dengan Underlying Transaksi Derivatif awal. Contoh penyelesaian transaksi dengan nilai nominal paling banyak sebesar USD1,000,000.00 yang dilakukan secara netting sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Penyelesaian transaksi dalam rangka penyesuaian Transaksi Derivatif atas penghasilan investasi berupa dividen dapat dilakukan secara netting. III. DOKUMEN … 15 III. DOKUMEN TRANSAKSI 1. Dokumen Underlying Transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a dan Pasal 23 ayat (1) huruf a PBI meliputi: a. dokumen Underlying Transaksi bersifat final; dan b. dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan. 2. Penilaian atas kewajaran atau kelaziman nilai nominal Underlying Transaksi yang diajukan oleh Pihak Asing dilakukan oleh Bank. 3. Dalam hal Underlying Transaksi adalah kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri yang bersifat final maka dokumen Underlying Transaksi antara lain berupa invoice, list of invoices, atau tax invoice. 4. Dalam hal Underlying Transaksi adalah kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri berupa perkiraan maka dokumen Underlying Transaksi antara lain berupa proyeksi arus kas yang dikeluarkan oleh Pihak Asing untuk tujuan pembayaran biaya operasional dari representative office Badan Hukum Asing. 5. Rincian dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan angka 4 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 6. Dalam hal Underlying Transaksi adalah kegiatan investasi berupa foreign direct investment, portfolio investment, pinjaman, modal dan investasi lainnya di dalam dan di luar negeri yang bersifat final, dokumen Underlying Transaksi antara lain berupa bukti konfirmasi penjualan dan pembelian Surat Berharga, bukti perjanjian kredit, atau bukti pendukung keikutsertaan Pihak Asing dalam tender dan penyediaan jaminan/bank garansi dalam mata uang Rupiah. 7. Dalam hal Underlying Transaksi adalah kegiatan investasi di dalam dan di luar negeri yang berupa perkiraan maka dokumen Underlying Transaksi antara lain Memorandum of Understanding dan/atau Agreement untuk pembelian dan penjualan aset di dalam … 16 dalam negeri dalam rangka merger dan/atau akuisisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan dokumen estimasi mengenai dividen yang akan diterima. 8. Rincian dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 6 dan angka 7 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 9. Untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot dengan nilai nominal di atas USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) maka dokumen yang disampaikan Pihak Asing kepada Bank berupa: a. dokumen Underlying Transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan, baik yang bersifat final maupun yang berupa perkiraan; dan b. dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang authenticated dari Pihak Asing yang memuat informasi mengenai: 1) keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a; 2) penggunaan dokumen Underlying Transaksi hanya untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia; dan 3) jumlah kebutuhan, tujuan penggunaan, dan tanggal penggunaan valuta asing, dalam hal dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa perkiraan. Contoh pernyataan tertulis yang authenticated adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 10. Untuk pembelian valuta asing melalui Transaksi Spot paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat), pernyataan tertulis yang authenticated dari Pihak Asing memuat informasi bahwa pembelian valuta asing terhadap Rupiah … 17 Rupiah tidak melebihi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan per Pihak Asing dalam sistem perbankan di Indonesia. Contoh pernyataan tertulis yang authenticated adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 11. Untuk Transaksi Derivatif dengan nilai nominal di atas USD1.000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) maka dokumen yang disampaikan Pihak Asing kepada Bank berupa: a. dokumen Underlying Transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan, baik yang bersifat final maupun yang berupa perkiraan; dan b. dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang authenticated dari Pihak Asing yang memuat informasi mengenai: 1) keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a; 2) penggunaan dokumen Underlying Transaksi hanya untuk Transaksi Derivatif paling banyak sebesar nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia; 3) jumlah kebutuhan, tujuan penggunaan, dan tanggal penggunaan valuta asing, dalam hal dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa perkiraan pembelian valuta asing terhadap Rupiah; dan 4) sumber, jumlah, dan waktu penerimaan valuta asing, dalam hal dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa perkiraan penjualan valuta asing terhadap Rupiah. Contoh pernyataan tertulis yang authenticated adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII dan Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 12. Untuk … 18 12. Untuk Transaksi Derivatif paling banyak sebesar USD1.000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) yang diselesaikan secara netting maka dokumen pendukung mengacu pada dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 11. Contoh pernyataan tertulis yang authenticated adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX dan Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 13. Pernyataan tertulis yang authenticated sebagaimana dimaksud pada angka 9, angka 10, dan angka 11 dapat berupa surat elektronik resmi (official email), SWIFT message, negative confirmation, atau sistem business internet banking. 14. Untuk Transaksi Spot di atas USD100.000,00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat), dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung dilampirkan untuk setiap transaksi pada tanggal transaksi. Apabila dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung tidak dapat diterima pada tanggal transaksi maka dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung wajib diterima oleh Bank paling lambat pada tanggal valuta. 15. Dalam hal Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) secara berangsur mencapai nilai di atas USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya dalam 1 (satu) bulan yang sama maka dokumen Underlying Transaksi dilampirkan untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang melebihi USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya. Contoh: Pada tanggal 10 November 2014 Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD30,000.00. Kemudian pada tanggal 14 November 2014 Pihak Asing yang sama melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD50,000.00. Selanjutnya pada tanggal 19 November 2014 … 19 2014 Pihak Asing kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD60,000.00 maka transaksi pembelian yang dilakukan pada tanggal 19 November 2014 tersebut telah melampaui USD100,000.00. Dengan demikian untuk pembelian yang dilakukan pada tanggal 19 November 2014 tersebut, Pihak Asing menyediakan dokumen Underlying Transaksi sebesar USD60,000.00. 16. Untuk Transaksi Derivatif di atas USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat), dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung dilampirkan pada tanggal transaksi. Apabila dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung tidak dapat diterima pada tanggal transaksi maka dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung wajib diterima oleh Bank paling lambat pada 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi. Contoh: Pihak Asing akan melakukan investasi penyertaan langsung dan akan melakukan transaksi forward jual USD/IDR dengan Bank sebesar USD30,000,000.00 pada tanggal 18 November 2014 dengan tenor 3 bulan. Pada saat transaksi forward dilakukan, Bank wajib memastikan bahwa Pihak Asing menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung paling lambat pada tanggal 25 November 2014, baik Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah akan diselesaikan secara netting maupun diselesaikan secara pemindahan dana pokok secara penuh. 17. Dalam hal Transaksi Derivatif memiliki Underlying Transaksi berupa kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri yang memiliki jatuh waktu kurang dari 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi, dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung Transaksi Derivatif wajib diterima oleh Bank paling lambat pada tanggal jatuh waktu. 18. Penyampaian dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung Transaksi Derivatif paling banyak sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) yang akan diselesaikan … 20 diselesaikan secara netting, wajib diterima oleh Bank paling lambat: a. pada tanggal valuta, dalam hal perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) dilakukan melalui Transaksi Spot; b. 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi, dalam hal perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) dilakukan melalui Transaksi Derivatif; atau c. pada tanggal jatuh waktu, dalam hal perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) dilakukan melalui Transaksi Derivatif yang memiliki jatuh waktu kurang dari 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi untuk Transaksi Derivatif yang memiliki Underlying Transaksi berupa kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri. Contoh: Pihak Asing melakukan transaksi forward beli USD/IDR sebesar USD800,000.00 pada tanggal 19 November 2014 dengan tenor 1 (satu) bulan jatuh waktu tanggal 19 Desember 2014 dan tidak wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi. Pada tanggal 16 Desember 2014, Pihak Asing bermaksud untuk melakukan unwind transaksi dan diselesaikan secara netting melalui transaksi forward jual 3 hari (jatuh waktunya sama dengan jatuh waktu forward awal yaitu tanggal 19 Desember 2014. Bank wajib memastikan Pihak Asing untuk menyampaikan dokumen Underlying Transaksi atas forward beli USD/IDR sebesar USD800,000.00 dan dokumen pendukung paling lambat tanggal jatuh waktu transaksi forward yaitu 19 Desember 2014. Dalam hal Bank tidak menerima dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung dari Pihak Asing maka penyelesaian … 21 penyelesaian transaksi forward beli dan forward jual dilakukan dengan pemindahan dana pokok secara penuh. 19. Untuk Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing yang memiliki kriteria: a. dokumen Underlying Transaksi yang dimiliki Pihak Asing bersifat final; dan b. Bank telah mengetahui track record Pihak Asing dengan baik antara lain dari Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan Pihak Asing secara reguler dari waktu ke waktu. Bank yang melakukan fungsi kustodian dapat menerima dokumen pendukung dari Pihak Asing paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kalender. Contoh: Pihak Asing ABC Ltd melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank X yang merupakan bank kustodian pada tanggal 13 November 2014 sebesar USD1,200,000.00. Atas transaksi ini Bank X wajib memastikan ABC Ltd. menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung pernyataan tertulis yang authenticated. Pada tanggal 19 Desember 2014 ABC Ltd melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank X sebesar USD1,500,000.00. Atas penjualan ini, Bank X wajib memastikan ABC Ltd menyampaikan dokumen Underlying Transaksi. Pada tanggal 20 Januari 2015, ABC Ltd kembali melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank X sebesar USD1,300,000.00. Atas penjualan ini Bank X wajib memastikan ABC Ltd menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang authenticated. 20. Untuk Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing yang memiliki kriteria: a. dokumen Underlying Transaksi yang dimiliki Pihak Asing bersifat final; dan b. Bank … 22 b. Bank telah mengetahui track record Pihak Asing dengan baik antara lain dari Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan Pihak Asing secara reguler dari waktu ke waktu. Bank yang tidak melakukan fungsi kustodian dapat menerima dokumen pendukung dari Pihak Asing paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan kalender. 21. Pihak Asing yang melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan, dokumen pendukung disampaikan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan kalender. Contoh: Pihak Asing C melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot kepada Bank Y pada tanggal 19 November 2014 sebesar USD20,000.00. Atas pembelian ini Bank Y wajib memastikan Pihak Asing C menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis yang authenticated. Pada tanggal 26 November 2014 Pihak Asing C melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot kepada Bank Y sebesar USD15,000.00. Atas pembelian ini, Pihak Asing C tidak wajib menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis yang authenticated. Pada tanggal 16 Desember 2014, Pihak Asing C melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot kepada Bank Y sebesar USD10,000.00. Atas pembelian ini Bank Y wajib memastikan Pihak Asing C menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis yang authenticated. 22. Penyampaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka 19, angka 20, dan angka 21 dilakukan pada transaksi pertama. 23. Dalam hal terdapat jenis dokumen Underlying Transaksi selain sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan Lampiran IV, Bank dapat mengajukan terlebih dahulu jenis dokumen tersebut kepada … 23 kepada Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC) untuk dikonsultasikan kepada Bank Indonesia. IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Dalam hal Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 ayat (1) PBI maka surat teguran tertulis tersebut disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Bank yang bersangkutan, dengan tembusan kepada Otoritas Jasa Keuangan. 2. Dalam mengenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 PBI berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Besarnya kewajiban membayar adalah 1% (satu persen) dari nilai nominal transaksi yang dilanggar dengan jumlah sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Contoh: Pada tanggal 5 September 20XX Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD60,000.00 di Bank A. Kemudian pada tanggal 15 September 20XX Pihak Asing yang sama melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD50,000.00 di Bank A. Total pembelian valuta asing terhadap Rupiah Pihak Asing pada bulan September 20XX di Bank A adalah USD110,000.00. Atas pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanggal 15 September 20XX, Bank A tidak meminta Pihak Asing untuk memberikan dokumen Underlying Transaksi, dan dengan demikian terdapat pelanggaran yang melebihi threshold sebesar USD10,000.00. Atas pelanggaran tersebut, Bank A dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar yang dihitung dari nilai nominal USD10,000.00 x 1%, yaitu USD100.00 (jika kurs JISDOR pada tanggal 15 September 20XX adalah Rp10.000,00 maka ekuivalen perhitungan … 24 perhitungan sanksi adalah Rp1.000.000,00) tetapi minimal sanksi yang harus dibayar adalah sebesar Rp10.000.000,00. b. Pengenaan sanksi kewajiban membayar dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. V. PENUTUP 1. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank; b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/44/DPD tanggal 15 September 2005 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank; c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/22/DPM tanggal 8 Agustus 2012 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank; dan d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/5/DPM tanggal 8 April 2014 perihal Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 2. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 10 November 2014. Agar … 25 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER LAMPIRAN I SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING CONTOH PENYELESAIAN TRANSAKSI DI ATAS THRESHOLD YANG DILAKUKAN SECARA NETTING Contoh 1: Perpanjangan (Roll Over) Transaksi Derivatif Pihak Asing di atas USD1,000,000.00 Pihak Asing A Ltd. merupakan investor portofolio. Pada tanggal 15 Agustus 20XX, A Ltd melakukan investasi saham di Bursa Efek Indonesia dengan nilai sebesar USD3,000,000.00, dan pada tanggal yang sama A Ltd melakukan transaksi forward beli USD/IDR kepada Bank B sebesar USD3,000,000.00 dengan kurs forward USD/IDR Rp11.000,00 (sudah termasuk premi) dengan jangka waktu 1 (satu) bulan, jatuh waktu pada tanggal 15 September 20XX. Pada saat melakukan transaksi, A Ltd menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung kepada Bank B. Pada tanggal 13 September 20XX, A Ltd bermaksud untuk meneruskan investasinya di Indonesia, sehingga A Ltd memperpanjang posisi forward beli USD/IDR kepada Bank B selama 1 (satu) bulan menjadi jatuh waktu tanggal 15 Oktober 20XX. Bank B memperpanjang transaksi forward jual kepada A Ltd dengan cara membuka transaksi swap jual (buy-sell) USD/IDR (A Ltd sell-buy) sebesar USD3,000,000.00 dengan kurs spot USD/IDR Rp11.400,00 dan kurs forward USD/IDR Rp11.500,00 pada tanggal 13 September 20XX. Pada saat perpanjangan dilakukan, Bank B menyelesaikan transaksi dimaksud secara netting, dan Bank B membayar selisih kurs kepada A Ltd sebesar Rp1.200.000.000,00 yang berasal dari perhitungan ((Rp11.400,00-Rp11.000,00) x USD3,000,000.00). Pada tanggal 15 Oktober 20XX, A Ltd menjual sahamnya di Indonesia, dan melakukan pembayaran kepada Bank B sebesar Rp … 2 Rp34.500.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (Rp11.500,00 x USD3,000,000.00) dan menerima dari Bank B sebesar USD3,000,000.00. Gambar 1 Perpanjangan (Roll Over) Transaksi Derivatif Pihak Asing di atas USD1,000,000.00 Contoh 2: Percepatan Penyelesaian (Early Termination) Transaksi Derivatif Pihak Asing di atas USD1,000,000.00 Mr.G merupakan investor saham, dan melakukan investasi saham di Indonesia pada tanggal 10 Agustus 20XX dengan cara menjual spot USD5,000,000.00 kepada Bank A dengan kurs spot USD/IDR Rp10.000,00. Pada saat yang sama Mr.G melakukan transaksi forward beli untuk hedging atas posisi tersebut sebesar USD5,000,000.00 dengan kurs forward USD/IDR Rp10.500,00 (sudah termasuk premi) dengan tenor 3 bulan (jatuh waktu 10 November 20XX). Pada tanggal 12 Agustus 20XX, Mr.G menyerahkan USD5,000,000.00 kepada Bank A dan menerima Rp50.000.000.000,00 untuk diinvestasikan. Pada tanggal 20 September 20XX, terjadi perubahan kondisi fundamental di pasar keuangan global, sehingga Mr. G menjual sahamnya (outflow) dengan setelmen 3 hari (23 September 20XX). Pada hari berikutnya (21 September 20XX), Mr. G meminta kepada Bank A untuk melakukan early termination posisi forward beli Mr.G, sehingga Bank A akan membuka transaksi swap beli (sell-buy) USD/IDR sebesar USD5,000,000.00 dengan kurs swap Rp … 3 Rp11.000,00 (kurs spot Rp10.900,00 + premi swap Rp100,00) dengan Mr. G (Mr. G buy-sell). Pada tanggal 23 September 20XX, Mr.G menerima dana Rupiah sebesar Rp55.000.000.000,00 dari hasil penjualan sahamnya, dan menjual kepada Bank A, sehingga Mr.G menerima USD5,000,000.00 yang berasal dari perhitungan (Rp55.000.000.000,00÷Rp11.000,00). Pada saat second leg dari transaksi swap jatuh waktu (10 November 20XX), Bank A menyelesaikan transaksi forward beli awal dengan second leg transaksi swap dimaksud secara netting, dan Bank A membayar selisih kurs sebesar Rp2.500.000.000,00 yang berasal dari perhitungan ((Rp11.000,00 - Rp10.500,00) x USD5,000,000.00). Gambar 2 Percepatan Penyelesaian (Early Termination) Transaksi Derivatif Pihak Asing di atas USD1,000,000.00 Contoh 3: Pengakhiran (Unwind) Transaksi Derivatif Pihak Asing di atas USD1,000,000.00 Pihak Asing Y Ltd merupakan investor obligasi. Pada tanggal 15 September 20XX, Y Ltd melakukan investasi di Surat Berharga Negara (SBN) dengan nilai sebesar ekuivalen USD10,000,000.00 dengan jangka waktu investasi 3 (tiga) bulan (15 Desember 20XX), dan pada tanggal yang sama Y Ltd melakukan transaksi swap beli (Y Ltd sell-buy) USD/IDR kepada Bank C sebesar USD10,000,000.00 dengan kurs swap beli USD … 4 USD/IDR Rp10.000,00 (sudah termasuk premi swap) dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan, jatuh waktu pada tanggal 15 Desember 20XX. Pada saat melakukan transaksi, Y Ltd menyerahkan dokumen Underlying Transaksi kepada Bank C. Pada tanggal 17 September 20XX, Y Ltd menyerahkan dana USD10,000,000.00 dan menerima Rp100.000.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (Rp10.000,00 x USD10,000,000.00) dari Bank C, dan dana Rupiah tersebut diinvestasikan oleh Y Ltd. Pada bulan November 20XX, Rupiah cenderung menguat sehingga kurs forward USD/IDR menjadi Rp9.500,00 (sudah termasuk premi) dan diperkirakan akan terus menguat hingga bulan berikutnya. Y Ltd mengambil keputusan untuk melakukan unwind posisi swap beli Y Ltd pada tanggal 10 November 20XX, dimana Y Ltd meminta kepada Bank C untuk melakukan unwind posisi second leg swap beli Y Ltd di atas melalui transaksi forward jual Y Ltd kepada Bank C yang jatuh waktunya 15 Desember 20XX, dan menyelesaikannya secara netting. Dari penyelesaian transaksi, Bank C menerima pembayaran dari Y Ltd sebesar selisih kurs yaitu Rp5.000.000.000,00 yang berasal dari perhitungan ((Rp10.000,00 - Rp9.500,00) x USD10,000,000.00). Pada tanggal 12 Desember 20XX SBN yang dimiliki dijual dengan setelmen 3 hari (15 Desember 20XX), dan kemudian pada tanggal 13 Desember 20XX, Y Ltd membeli USD10,000,000.00 secara spot dengan kurs Rp9.000,00. Pada tanggal 15 Desember 20XX, Y Ltd menerima USD10,000,000.00, dan membayar sebesar Rp90.000.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (Rp9.000,00x USD10,000,000.00). Gambar … 5 Gambar 3 Pengakhiran (Unwind) Transaksi Derivatif Pihak Asing di atas USD1,000,000.00 KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 6 LAMPIRAN II SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING CONTOH PERHITUNGAN TRANSAKSI PALING BANYAK SEBESAR THRESHOLD YANG DILAKUKAN SECARA NETTING Perpanjangan Transaksi Derivatif Pihak Asing Paling Banyak Sebesar Threshold Pihak Asing X Ltd merupakan investor portofolio. Pada tanggal 13 Agustus 20XX, X Ltd melakukan investasi saham di Bursa Efek Indonesia dengan nilai sebesar ekuivalen USD500,000.00 dengan tanggal setelmen investasi 16 Agustus 20XX. Pada tanggal 14 Agustus 20XX, atas investasi saham tersebut X Ltd menjual USD500,000.00 dan menerima Rp5.500.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (Rp11.000,00 x USD500,000.00) melalui transaksi spot untuk penyelesaian investasi saham. Pada tanggal 16 Agustus 20XX, atas investasi sahamnya X Ltd melakukan transaksi forward beli USD/IDR kepada Bank B sebesar USD500,000.00 dengan kurs forward beli USD/IDR Rp11.000,00 (sudah termasuk premi) dengan jangka waktu 1 bulan (jatuh waktu pada tanggal 16 September 20XX). Pada saat melakukan transaksi, X Ltd tidak perlu menyerahkan dokumen Underlying Transaksi kepada Bank B karena transaksinya paling banyak sebesar threshold kewajiban Underlying Transaksi. Pada tanggal 11 September 20XX, X Ltd bermaksud untuk meneruskan investasinya di Indonesia, sehingga X Ltd meminta kepada Bank B untuk memperpanjang posisi forward beli USD/IDR selama 1 (satu) bulan menjadi jatuh waktu tanggal 16 Oktober 20XX. Kurs spot USD/IDR pada tanggal 14 September 20XX Rp11.400,00. Bank B memperpanjang transaksi forward beli X Ltd dengan cara membuka transaksi swap jual Bank (X Ltd sell-buy) USD/IDR X Ltd sebesar USD500,000.00 dengan kurs spot USD/IDR Rp11.400,00 dan kurs swap USD/IDR Rp11.500,00. Pada … 7 Pada tanggal 14 September 20XX. Pada saat perpanjangan dilakukan, X Ltd menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung, Bank B menyelesaikan transaksi dimaksud secara netting. Pada tanggal 16 September 20XX, Bank B membayar selisih kurs kepada X Ltd sebesar Rp200.000.000,00 yang berasal dari perhitungan ((Rp11.400,00 -Rp11.000,00) x USD500,000.00). Pada tanggal 16 Oktober 20XX, X Ltd menjual sahamnya di Indonesia, dan melakukan pembayaran kepada Bank B sebesar Rp5.750.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (Rp11.500,00 x USD500,000.00), dan menerima dari Bank B sebesar USD500,000.00. Gambar 4 Transaksi Derivatif Paling Banyak Sebesar Threshold yang Dilakukan Secara Netting KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 8 LAMPIRAN III SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK PERDAGANGAN BARANG DAN JASA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI A. Dokumen Underlying Transaksi yang Bersifat Final 1. Bukti kegiatan ekspor barang dari Indonesia dan impor barang ke Indonesia, antara lain Letter of Credit (L/C), wesel, dan invoice. 2. Perdagangan dalam negeri yang menggunakan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). 3. Dokumen yang bersifat tagihan atau yang menimbulkan kewajiban pembayaran, antara lain: a. invoice atau commercial invoice, dengan masa berlaku paling lama 12 bulan setelah tanggal penerbitan invoice (baik yang diterbitkan oleh pihak asing maupun pihak dalam negeri). b. List of invoices yang didukung oleh surat pernyataan yang authenticated dari Pihak Asing yang berisi: 1) validitas list dimaksud; 2) tanggung jawab Pihak Asing untuk mengadministrasikan invoices dimaksud; dan 3) komitmen penyediaan invoices apabila dibutuhkan oleh Bank. c. Billing notice atau billing/payment schedule yang dihasilkan oleh sistem internal dari Pihak Asing. d. Faktur Pajak / Tax Invoice atau Surat Pemberitahuan Tagihan (SPT) untuk pembayaran pajak. 4. Beban operasional dari representative office Badan Hukum asing antara lain berupa pembayaran gaji dan tagihan rekening utilities (telepon, listrik, gas, air). 5. Perjanjian … 9 5. Perjanjian pembukaan vostro Pihak Asing dengan Bank untuk tujuan remitansi, MT299, atau MT599 yang berisi pernyataan dari bank koresponden bahwa dana yang ada akan dipergunakan untuk tujuan remitansi. 6. Statement melalui RMDS dan/atau SWIFT terkait tujuan pembelian valuta asing untuk memfasilitasi pembelian valuta asing untuk tujuan remitansi. B. Dokumen Underlying Transaksi Berupa Perkiraan 1. Proyeksi arus kas yang dikeluarkan oleh Pihak Asing (ditandatangani oleh pejabat berwenang dari Pihak Asing) untuk tujuan pembayaran beban operasional dari representative office Badan Hukum asing antara lain berupa pembayaran gaji dan tagihan rekening utilities (telepon, listrik, gas, air). 2. Settlement agreement dan sales/purchase order confirmation. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 10 LAMPIRAN IV SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK FOREIGN DIRECT INVESTMENT, PORTFOLIO INVESTMENT, PINJAMAN, MODAL DAN INVESTASI LAINNYA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI A. Dokumen Underlying Transaksi yang Bersifat Final 1. Bukti konfirmasi penjualan atau pembelian Surat Berharga, antara lain berupa trade confirmation yang disampaikan melalui SWIFT message, Tested Telex, Reuters Monitoring Dealing System (RMDS), atau Bloomberg ticket. 2. Bukti kepemilikan investasi, antara lain saham, obligasi dan surat berharga lainnya,dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terkait pembagian dividen atau dokumen terkait pembagian hasil investasi. 3. Bukti perjanjian kredit beserta perubahannya. 4. Bukti keikutsertaan Pihak Asing dalam tender dan penyediaan jaminan dalam mata uang Rupiah. 5. Dokumen yang terkait dengan pembagian waris seperti bukti penjualan harta waris dan bukti hubungan keluarga dengan pemberi waris (seperti kartu keluarga) terkait dengan ahli waris yang telah menetap di luar negeri sebagai permanent resident (yang didukung dengan dokumen terkait). 6. Akta jual beli, perjanjian sewa menyewa, dan/atau bukti kepemilikan Pihak Asing atas aset terkait dengan penjualan aset di Indonesia yang dimiliki oleh pihak asing yang pembelian valuta asingnya dilakukan oleh pihak domestik yang diberi kuasa oleh Pihak Asing. B. Dokumen … 11 B. Dokumen Underlying Transaksi Berupa Perkiraan 1. Memorandum of Understanding dan/atau Agreement untuk pembelian dan penjualan aset di dalam negeri dalam rangka merger dan akuisisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2. Dokumen estimasi mengenai dividen yang akan diterima yang dilengkapi dengan: a. b. laporan keuangan unaudited atau audited yang terkait; informasi resmi lainnya yang dikeluarkan oleh perusahaan; dan c. bukti kepemilikan atas investasi. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 12 LAMPIRAN V SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH MELALUI TRANSAKSI SPOT DI ATAS USD100,000.00 PERNYATAAN Menunjuk PBI Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, kami yang bertandatangan di bawah ini: 1. Nama individu/perusahaan*) 2. Alamat individu/perusahaan : ……………………………… : .…………………………….. Dengan ini menyatakan: 1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan secara keseluruhan tidak melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot melebihi nilai nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia; 2. memiliki kebutuhan valuta asing dan akan melakukan transaksi valuta asing dengan rincian sebagai berikut **): a. Jumlah Kebutuhan Valuta Asing : ……………………………… b. Tujuan Penggunaan Valuta Asing : ……………………………… c. Tanggal Penggunaan Valuta Asing : ..……………………………. d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya: …………………………………………………………………………………… Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan bahwa: 1. informasi … 13 1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. [kota], [tanggal, bulan, tahun] Nama dan Jabatan: Nama Perusahaan yang Diwakili: Dasar Hukum untuk Mewakili: Keterangan: *) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga. **) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 14 LAMPIRAN VI SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH MELALUI TRANSAKSI SPOT PALING BANYAK SEBESAR USD100,000.00 PERNYATAAN Menunjuk PBI Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, kami yang bertandatangan di bawah ini: 1. Nama individu/perusahaan*) : ……………………………… 2. Alamat individu/perusahaan : .…………………………….. Dengan ini menyatakan bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku dan pembelian valuta asing terhadap Rupiah tidak melebihi threshold per bulan per Pihak Asing sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam sistem perbankan di Indonesia. Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan bahwa: 1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian … 15 Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. [kota], [tanggal, bulan, tahun] Nama dan Jabatan: Nama Perusahaan yang Diwakili: Dasar Hukum untuk Mewakili: Keterangan: *) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga. **) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 16 LAMPIRAN VII SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH MELALUI TRANSAKSI DERIVATIF DI ATAS USD1,000,000.00 PERNYATAAN Menunjuk PBI Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, kami yang bertandatangan di bawah ini: 1. Nama individu/perusahaan*) 2. Alamat individu/perusahaan : ……………………………… : .…………………………….. Dengan ini menyatakan: 1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan secara keseluruhan tidak melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Derivatif melebihi nilai nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia; 2. memiliki kebutuhan valuta asing dan akan melakukan transaksi valuta asing dengan rincian sebagai berikut **): a. Jumlah Kebutuhan Valuta Asing : ……………………………… b. Tujuan Penggunaan Valuta Asing : ……………………………… c. Tanggal Penggunaan Valuta Asing : ..……………………………. d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya: …………………………………………………………………………………… Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan bahwa: 1. informasi … 17 1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. [kota], [tanggal, bulan, tahun] Nama dan Jabatan: Nama Perusahaan yang Diwakili: Dasar Hukum untuk Mewakili: Keterangan: *) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga. **) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 18 LAMPIRAN VIII SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK PENJUALAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH MELALUI TRANSAKSI DERIVATIF DI ATAS USD1,000,000.00 PERNYATAAN Menunjuk PBI Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, kami yang bertandatangan di bawah ini: 1. Nama individu/perusahaan*) 2. Alamat individu/perusahaan : ……………………………… : .…………………………….. Dengan ini menyatakan: 1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan secara keseluruhan tidak melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Derivatif melebihi nilai nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia; 2. memiliki kebutuhan untuk melakukan transaksi valuta asing terhadap Rupiah dengan rincian sebagai berikut **): a. Sumber Valuta Asing : ……………………………… b. Jumlah Penerimaan Valuta Asing : ……………………………… c. Tanggal Penerimaan Valuta Asing : ..……………………………. d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya: ………………………………………………………………………………….. Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan bahwa: 1. informasi … 19 1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. [kota], [tanggal, bulan, tahun] Namadan Jabatan: Nama Perusahaan yang Diwakili: Dasar Hukum untuk Mewakili: Keterangan: *) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga. **) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 20 LAMPIRAN IX SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED TRANSAKSI DERIVATIF PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH PALING BANYAK SEBESAR USD1,000,000.00 YANG AKAN DISELESAIKAN SECARA NETTING PERNYATAAN Menunjuk PBI Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, kami yang bertandatangan di bawah ini: 1. Nama individu/perusahaan*) 2. Alamat individu/perusahaan : ……………………………… : .…………………………….. Dengan ini menyatakan: 1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan secara keseluruhan tidak melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Derivatif melebihi nilai nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia; 2. memiliki kebutuhan valuta asing dan akan melakukan transaksi valuta asing dengan rincian sebagai berikut **): a. Jumlah Kebutuhan Valuta Asing : ……………………………… b. Tujuan Penggunaan Valuta Asing : ……………………………… c. Tanggal Dibutuhkannya Valuta Asing: ..……………………………. d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya: …………………………………………………………………………………... Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan bahwa: 1. informasi … 21 1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. [kota], [tanggal, bulan, tahun] Nama dan Jabatan: Nama Perusahaan yang Diwakili: Dasar Hukum untuk Mewakili: Keterangan: *) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga. **) Diisi dalam hal Underlying Transaksi bersifat perkiraan. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 22 LAMPIRAN X SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/15/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED TRANSAKSI DERIVATIF PENJUALAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH PALING BANYAK SEBESAR USD1,000,000.00 YANG AKAN DISELESAIKAN SECARA NETTING PERNYATAAN Menunjuk PBI Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, kami yang bertandatangan di bawah ini: 1. Nama individu/perusahaan*) 2. Alamat individu/perusahaan : ……………………………… : .…………………………….. Dengan ini menyatakan: 1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan secara keseluruhan tidak melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Derivatif melebihi nilai nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia; 2. memiliki kebutuhan untuk melakukan transaksi valuta asing terhadap Rupiah dengan rincian sebagai berikut **): a. Sumber Valuta Asing : ……………………………………… b. Jumlah Penerimaan Valuta Asing: ……………………………………… c. Tanggal Penerimaan Valuta Asing: ..……………………………………. d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya: ………………………………………………………………………………... Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan bahwa: 1. informasi … 23 1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat dipertanggungjawabkan; 2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. [kota], [tanggal, bulan, tahun] Nama dan Jabatan: Nama Perusahaan yang Diwakili: Dasar Hukum untuk Mewakili: Keterangan: *) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh perusahaan/badan/lembaga. **) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/15/DPM|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing </reg_title> <set_date> 17 September 2014 </set_date> <effective_date> 10 November 2014 </effective_date> <replaced_reg> '7/44/DPD|SE-BI/2005', '14/22/DPM|SE-BI/2012', '7/23/DPD|SE-BI/2005', '16/5/DPM|SE-BI/2014' </replaced_reg> <related_reg> '16/17/PBI/2014' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No. 8/30/DPBPR Jakarta, 12 Desember 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat ------------------------------------------------------------------------------- Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/20/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4646), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran sebagai berikut: I. UMUM 1. Dalam rangka pemantauan keadaan usaha Bank Perkreditan Rakyat (BPR) oleh publik, BPR diwajibkan untuk menyampaikan laporan dan/ atau informasi sesuai dengan waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Bentuk laporan dan/atau informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi. 3. Laporan … 2 3. Laporan Tahunan disusun antara lain untuk memberikan gambaran lengkap mengenai kinerja BPR dalam kurun waktu satu tahun. 4. Laporan Keuangan Publikasi disusun antara lain untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan hasil usaha BPR serta informasi keuangan lainnya secara triwulanan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perkembangan usaha BPR. 5. Penyajian Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi BPR didasarkan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan, Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI), serta ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, agar laporan tersebut dapat diperbandingkan. 6. Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi disusun dalam Bahasa Indonesia. Dalam hal laporan dimaksud juga dibuat selain dalam Bahasa Indonesia, baik dalam dokumen yang sama atau terpisah, maka Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi tersebut wajib memuat informasi yang sama. 7. Angka-angka dalam laporan disajikan dalam mata uang rupiah dan dalam ribuan rupiah. 8. Laporan Keuangan Publikasi disampaikan oleh kantor pusat BPR. II. LAPORAN TAHUNAN 1. Laporan Tahunan, mencakup: a. Informasi Umum, paling sedikit mencantumkan: 1) kepengurusan … 3 1) kepengurusan, meliputi susunan anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta jabatan dan ringkasan riwayat hidupnya; 2) kepemilikan, berupa nama pemilik dan besaran serta komposisi kepemilikan; 3) perkembangan usaha BPR, yang memuat: a) ikhtisar data keuangan penting, paling sedikit mencakup pendapatan dan beban operasional, pendapatan dan beban non operasional, laba sebelum Pajak Penghasilan (PPh), taksiran PPh dan laba bersih. b) rasio keuangan, disajikan paling sedikit mencakup rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP), rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Return on Asset (ROA). 4) strategi dan kebijakan manajemen dalam mengelola dan mengembangkan usaha BPR, termasuk informasi mengenai manajemen risiko yang paling sedikit mencakup identifikasi risiko dan pengendalian risiko; 5) laporan manajemen yang menyajikan informasi mengenai pengelolaan BPR dalam rangka good corporate governance, mencakup: a) struktur organisasi; b) aktivitas utama; c) teknologi informasi, jika ada; d) perkembangan dan target pasar; e. jaringan … 4 e) f) jaringan kerja dan mitra usaha; jumlah, jenis dan lokasi kantor; g) kepemilikan oleh anggota Direksi, Dewan Komisaris dan Pemegang Saham dalam kelompok usaha BPR dan perubahan kepemilikan dari tahun sebelumnya, jika ada; h) sumber daya manusia (SDM), meliputi jumlah dan tingkat pendidikan, serta kegiatan pengembangan SDM; i) kebijakan pemberian gaji dan fasilitas bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris termasuk bonus, tantiem dan fasilitas lainnya; dan j) perubahan-perubahan penting lainnya yang terjadi di BPR dan/atau di kelompok usaha BPR yang mempengaruhi operasional BPR dalam tahun yang bersangkutan, jika ada. b. Laporan Keuangan Tahunan, terdiri dari: 1) Neraca; 2) Laporan Laba Rugi; 3) Laporan Arus Kas; 4) Laporan Perubahan Ekuitas; dan 5) Catatan atas laporan keuangan, termasuk informasi mengenai Komitmen dan Kontinjensi. 2. Pengungkapan (disclosure) dalam Laporan Tahunan wajib dilakukan sesuai dengan PSAK yang relevan, PAPI dan ketentuan Bank Indonesia untuk memenuhi aspek transparansi. Pengungkapan … 5 Pengungkapan tersebut paling sedikit terdiri dari: a. Laporan Keuangan yang meliputi Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, catatan atas laporan keuangan, termasuk informasi mengenai Komitmen dan Kontinjensi; b. Jumlah aktiva produktif dan kualitasnya, baik kepada pihak terkait maupun kepada pihak tidak terkait; c. Jumlah aktiva produktif yang telah direstrukturisasi dan informasi lain tentang aktiva produktif yang direstrukturisasi selama periode berjalan; d. Klasifikasi aktiva produktif menurut jangka waktu; e. Beberapa rasio keuangan seperti Non Performing Loans (NPL) neto, KPMM, LDR dan ROA; f. Karakteristik kegiatan usaha dan jasa utama yang disediakan; dan g. Informasi lain yang mencakup: 1) Transaksi-transaksi dalam jumlah yang signifikan; dan 2) Kejadian penting setelah tanggal laporan Akuntan Publik (subsequent event), khusus bagi BPR yang memenuhi persyaratan untuk diaudit oleh Akuntan Publik. III. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI 1. Penjelasan Umum a. Laporan Keuangan Publikasi diumumkan untuk laporan keuangan posisi akhir bulan Maret, Juni, September dan Desember. b. Format … 6 b. Format Laporan Keuangan Publikasi sesuai dengan Lampiran 2, Lampiran 3, Lampiran 4 dan Lampiran 5. c. Pos-pos yang memiliki saldo nihil dalam format Laporan Keuangan Publikasi tetap wajib diisi dengan memberi garis pendek (-) pada pos yang bersangkutan. d. Pengisian kolom ”pemilik BPR” dalam format Laporan Keuangan Publikasi, nama Pemegang Saham yang wajib dicantumkan adalah perorangan atau perusahaan yang memiliki saham paling sedikit sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari modal BPR, termasuk Pemegang Saham Pengendali, sebagai berikut: 1) Dalam hal jumlah Pemegang Saham kurang atau sama dengan 10 (sepuluh) orang maka seluruh Pemegang Saham dicantumkan. 2) Dalam hal jumlah Pemegang Saham lebih dari 10 (sepuluh) orang, tidak terdapat Pemegang Saham yang memiliki paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) saham dan bukan merupakan Pemegang Saham Pengendali, maka yang dicantumkan adalah nama 9 (sembilan) Pemegang Saham dengan kepemilikan terbesar dan selebihnya diisi dengan ”lain-lain” sehingga jumlah keseluruhan 100% (seratus perseratus). e. Penyajian Laporan Keuangan Publikasi. 1) Laporan Keuangan Publikasi merupakan laporan gabungan antara kantor pusat BPR dengan seluruh kantor BPR yang bersangkutan. 2) Laporan Keuangan Publikasi disajikan paling sedikit dalam bentuk perbandingan dengan laporan pada periode yang sama tahun sebelumnya. 3) Posisi … 7 3) Posisi pembanding wajib disajikan sesuai format yang sama dengan posisi Laporan Keuangan Publikasi yang diumumkan. 4) Khusus untuk perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi Laporan, maka penyajian posisi pembanding wajib mengacu kepada PSAK Nomor 25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar dan Perubahan Kebijakan Akuntansi. 2. Pengungkapan (disclosure) dalam Laporan Keuangan Publikasi wajib dilakukan sesuai dengan PSAK yang relevan, PAPI dan ketentuan Bank Indonesia untuk memenuhi aspek transparansi. Pengungkapan tersebut paling sedikit terdiri dari: a. Laporan Keuangan yang meliputi Neraca, Laporan Laba Rugi serta Laporan Komitmen dan Kontinjensi; b. KAP dan informasi lainnya yang terdiri dari: 1) penempatan pada bank lain; 2) kredit yang diberikan dan kualitasnya, baik kepada pihak terkait maupun pihak tidak terkait; 3) jumlah Aktiva Produktif; 4) beberapa rasio keuangan seperti NPL (neto), KPMM, LDR dan ROA; 5) Susunan pengurus dan komposisi Pemegang Saham, termasuk Pemegang Saham Pengendali; 6) Nama … 8 6) Nama Kantor Akuntan Publik yang mengaudit dan nama Akuntan Publik yang bertanggung jawab dalam audit BPR (partner in charge), bagi BPR yang diaudit oleh Akuntan Publik. 3. Tata cara pengisian Laporan Keuangan Publikasi berpedoman pada Lampiran 1 tentang Penjelasan Pengisian Laporan Keuangan Publikasi yang disusun berdasarkan Laporan Bulanan BPR. 4. Aplikasi Laporan Keuangan Publikasi terintegrasi dalam aplikasi Laporan Bulanan BPR. 5. Prosedur pengoperasian aplikasi Laporan Keuangan Publikasi berpedoman pada Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry dan Petunjuk Teknis Aplikasi Web BPR, yang merupakan lampiran dari Surat Edaran perihal Laporan Bulanan BPR. IV. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR Pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dilakukan oleh kantor pusat BPR secara tunai atau non tunai dengan cara sebagai berikut: 1. Pembayaran secara tunai a. bagi BPR yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, menyetor kepada Bagian Pengelolaan Uang Keluar (BPUK), b. bagi … 9 b. bagi BPR yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a, menyetor kepada Kantor Bank Indonesia, pada setiap hari kerja, waktu layanan kas, pukul 08.00 s.d 12.00 waktu setempat untuk hari Senin s.d. Kamis atau pukul 08.00 s.d 11.30 waktu setempat untuk hari Jumat, untuk untung rekening nomor 566.000447 – ”Rekening Antara Sehubungan dengan Penerimaan Sanksi Administratif BPR”. 2. Pembayaran secara non tunai a. Kliring Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000447 – ”Rekening Antara Sehubungan dengan Penerimaan Sanksi Administratif BPR”, dengan mencantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX” pada kolom keterangan. b. BI-RTGS Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000447 – ”Rekening Antara Sehubungan dengan Penerimaan Sanksi Administratif BPR” dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan pada kolom keterangan dicantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX”. 3. BPR menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan BPR cq. Bagian Informasi, Dokumentasi dan Administrasi Pengawasan BPR (IDABPR), Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 bagi BPR yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi. b. Kantor … 10 b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR, bagi BPR yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. V. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN 1. Laporan Tahunan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada Bab IV angka 3. 2. Laporan Keuangan Publikasi wajib disampaikan kepada Bank Indonesia secara on line melalui fasilitas jaringan ekstranet Bank Indonesia. Untuk BPR yang memenuhi kriteria dikecualikan menyampaikan Laporan Bulanan secara on line maka laporan disampaikan secara off line dalam bentuk rekaman data (softcopy) berupa disket atau compact disk dengan alamat sebagaimana dimaksud pada Bab IV angka 3. 3. Guntingan surat kabar yang berisi Laporan Keuangan Publikasi atau fotokopi Laporan Keuangan Publikasi yang ditempelkan pada papan pengumuman BPR disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dimaksud pada Bab IV angka 3. VI. KETENTUAN PERALIHAN Khusus untuk pengisian Laporan Keuangan Publikasi posisi akhir tahun 2006, kolom perbandingan diisi oleh BPR dengan meng-entry data keuangan posisi akhir tahun 2005. VII. PENUTUP … 11 VII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Nomor 27/5/UPPB tanggal 25 Januari 1995 perihal Laporan Keuangan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku bagi BPR. Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 12 Desember 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR DPBPR Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran 1 PENJELASAN PENGISIAN LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI YANG DISUSUN BERDASARKAN LAPORAN BULANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT NERACA AKTIVA 1. Kas Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 100 Aktiva Neraca yaitu uang kartal yang ada dalam kas berupa uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia. Commemorative coins/notes milik BPR yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dilaporkan pada pos Rupa-rupa Aktiva. 2. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 110 Aktiva Neraca yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan dengan sistem diskonto oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek. SBI tersebut dilaporkan sebesar nilai nominalnya. 3. Antarbank Aktiva (ABA) Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 120 Aktiva Neraca yaitu semua jenis simpanan/tagihan BPR dalam rupiah kepada bank lain di Indonesia antara lain giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito dan kredit yang diberikan. Khusus untuk sertifikat deposito dilaporkan sebesar nominalnya dikurangi dengan bunga yang belum diamortisasi. Pos ini dibedakan antara ABA pada Bank Umum dan BPR. 4. Kredit yang diberikan Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 130 Aktiva Neraca yaitu baki debet pemberian kredit oleh BPR kepada pihak ketiga bukan bank, termasuk kredit kepada pengurus dan pegawai BPR. Pos ini dibedakan antara pihak terkait dan pihak tidak terkait dengan bank. Lampiran 1 - hal. 1 dari 9 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 5. Penyisihan penghapusan aktiva produktif Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 140 Aktiva Neraca yaitu penyisihan yang dibentuk untuk menutup kemungkinan risiko kerugian yang timbul sebagai akibat dari tidak dapat diterima kembali sebagian atau seluruh kredit yang diberikan maupun dana yang ditempatkan di bank lain selain giro, sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) BPR. Pos ini digunakan juga untuk menampung penerimaan kembali aktiva produktif yang telah dihapusbuku. 6. Aktiva dalam valuta asing Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 150 Aktiva Neraca yaitu mata uang kertas asing, uang logam asing bukan emas dan travellers cheque yang masih berlaku, milik BPR yang melakukan kegiatan money changer, yang dijabarkan dalam rupiah. Pos ini hanya diisi oleh BPR yang memperoleh izin untuk melakukan kegiatan money changer dari Bank Indonesia. 7. Aktiva tetap dan inventaris Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan dari sandi 161 dan sandi 165 dikurangi sandi 162 dan sandi 166 Aktiva Neraca yaitu penjumlahan aktiva tetap dan inventaris milik BPR dikurangi akumulasi penyusutan gedung dan inventaris. 8. Aktiva Lain-Lain Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 180 Aktiva Neraca yaitu saldo rekening-rekening aktiva lainnya yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari pos 1 sampai dengan 7 di atas. Dalam pos ini dimasukkan pula commemorative coins/notes yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. P A S I V A 1. Kewajiban-kewajiban yang segera dapat dibayar Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 200 Pasiva Neraca yaitu semua kewajiban BPR yang segera dapat ditagih oleh pemiliknya dan harus segera dibayar. Kredit yang diberikan yang bersaldo kredit harus dilaporkan ke dalam pos ini. Termasuk dilaporkan pada pos ini adalah bunga deposito berjangka yang secara efektif telah menjadi kewajiban BPR namun belum dibayar kepada nasabah. Lampiran 1 - hal. 2 dari 9 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 2. Tabungan Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 210 Pasiva Neraca yaitu simpanan- simpanan dari pihak ketiga bukan bank pada BPR yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan/atau alat yang dipersamakan dengan itu. Pos ini dibedakan atas tabungan milik pihak terkait dan tidak terkait. 3. Deposito berjangka Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 220 Pasiva Neraca yaitu simpanan milik pihak ketiga bukan bank yang penarikannya dapat dilakukan menurut suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian. Pos ini dibedakan atas deposito milik pihak terkait dan tidak terkait. 4. Kewajiban kepada Bank Indonesia Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 230 Pasiva Neraca yaitu kewajiban kepada Bank Indonesia. 5. Antarbank pasiva Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 240 Pasiva Neraca yaitu semua jenis kewajiban BPR kepada bank lain antara lain tabungan, deposito berjangka dan pinjaman yang diterima. 6. Pinjaman yang diterima Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan dari sandi 256 dan 257 dari sandi Pasiva Neraca yaitu pinjaman dengan jangka waktu sampai dengan 3 bulan dan pinjaman dengan jangka waktu lebih dari 3 bulan. 7. Pinjaman subordinasi Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 251 Pasiva Neraca yaitu pinjaman subordinasi yang diterima oleh BPR. 8. Rupa-rupa pasiva Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 270 Pasiva Neraca yaitu saldo rekening pasiva lainnya yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam salah satu dari pos 1 sampai dengan 7 dan 9. Pada pos ini dimasukkan pula pinjaman yang diterima BPR dari pihak ketiga bukan bank dalam rangka penerusan kredit tetapi belum disalurkan kepada nasabah. Lampiran 1 - hal. 3 dari 9 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 9. Ekuitas a. Modal dasar Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini sandi 281 Pasiva Neraca yaitu jumlah modal atau simpanan pokok dan simpanan wajib (bagi BPR yang berbadan hukum koperasi) yang tercantum dalam anggaran dasar Kantor Pusat BPR. b. Modal yang belum disetor Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 282 Pasiva Neraca yaitu jumlah modal atau simpanan pokok dan simpanan wajib yang belum disetor. c. Agio Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 283 Pasiva Neraca yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh BPR sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya. d. Disagio Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 284 Pasiva Neraca yaitu selisih kurang setoran modal yang diterima oleh BPR sebagai akibat harga saham yang lebih rendah dari nilai nominalnya. e. Modal sumbangan Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 285 Pasiva Neraca yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham. Modal yang berasal dari donasi pihak luar yang diterima oleh BPR yang berbentuk hukum koperasi juga termasuk dalam pengertian modal sumbangan. f. Modal pinjaman Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 287 Pasiva Neraca yaitu modal atau pinjaman yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat seperti modal atau hutang dengan ciri-ciri sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) BPR. Untuk BPR yang berbadan hukum koperasi, pengertian modal pinjaman sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No.25 tahun 1992 tentang Perkoperasian. Lampiran 1 - hal. 4 dari 9 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- g. Dana setoran modal Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 288 Pasiva Neraca yaitu dana setoran modal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai KPMM BPR. h. Cadangan revaluasi aktiva tetap Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 289 Pasiva Neraca yaitu nilai yang dibentuk sebagai akibat dari selisih penilaian kembali aktiva tetap milik BPR setelah memperoleh persetujuan dari instansi yang berwenang. i. Cadangan umum Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 291 Pasiva Neraca yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih (setelah dikurangi pajak) yang dimaksudkan untuk memperkuat modal. j. Cadangan tujuan Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 293 Pasiva Neraca yaitu bagian laba bersih (setelah dikurangi pajak) yang disisihkan untuk tujuan tertentu. k. Laba yang ditahan Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan dari sandi 295, 302 dan 303 Pasiva Neraca yaitu penjumlahan dari laba yang ditahan dan laba/rugi tahun lalu. l. Laba/rugi tahun berjalan Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah jumlah dari pos laba/rugi tahun berjalan dalam perhitungan laba/rugi pada Lampiran 3. LAPORAN KOMITMEN DAN KONTINJENSI KOMITMEN 1. Fasilitas pinjaman yang diterima dan belum ditarik Yang dimasukkan ke dalam rekening ini adalah sandi 320 rekening-rekening administratif yaitu fasilitas pinjaman yang diterima dan belum ditarik oleh BPR. Lampiran 1 - hal. 5 dari 9 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 2. Fasilitas kredit kepada nasabah yang belum ditarik Yang dimasukkan ke dalam rekening ini adalah sandi 340 rekening-rekening administratif yaitu fasilitas kredit yang disediakan oleh BPR bagi nasabahnya dan belum ditarik. 3. Lain-lain Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah lain-lain komitmen yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu pos komitmen angka 1 dan 2 tersebut di atas. KONTINJENSI 1. Pendapatan bunga dalam penyelesaian Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan posisi sandi 331 dan 339 dari sandi rekening-rekening administratif yaitu bunga atas penananaman dana BPR yang kualitasnya tergolong Kurang Lancar, Diragukan atau Macet namun hingga saat pelaporan masih belum diterima pembayarannya. 2. Lain-lain Yang dimasukkan kedalam pos ini adalah lain-lain kontinjensi yang tidak dapat dimasukkan ke dalam pos kontinjensi pada angka 1 di atas. PERHITUNGAN LABA RUGI PENDAPATAN 1. Pendapatan Operasional a. Bunga Yang dimasukkan ke dalam pos ini penjumlahan sandi 112,113,114,115,116,120 dan 129 dari sandi rincian Laba-Rugi yaitu pendapatan bunga dari kegiatan usaha BPR, baik dari pihak ketiga bukan bank maupun bank lain. b. Provisi dan Komisi Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah posisi sandi 131 dan 139 dari sandi rincian Laba-Rugi yaitu pendapatan provisi dan komisi yang diterima oleh BPR. Lampiran 1 - hal. 6 dari 9 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- c. Lainnya Yang dimasukkan kedalam pos ini adalah sandi 149 yaitu pendapatan operasional lainnya yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu pos angka 1 dan 2 tersebut di atas. 2. Jumlah pendapatan operasional Merupakan penjumlahan dari angka 1 huruf a, huruf b dan huruf c. 3. Pendapatan non operasional Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 290 Rincian Laba Rugi yaitu semua pendapatan yang berasal dari kegiatan yang bukan merupakan kegiatan utama BPR. 4. Jumlah Pendapatan Merupakan penjumlahan dari angka 2 dan angka 3. BEBAN 5. Beban Operasional a. Beban bunga yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan sandi 161 sampai dengan 181 Rincian Laba Rugi yaitu beban bunga atas dana yang diperoleh BPR, baik dari pihak ketiga bukan bank maupun bank lain. b. Beban administrasi dan umum Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan dari sandi 190, 210, 220, 230, 243, 245 dan 250 Rincian Laba Rugi, yaitu premi asuransi, sewa, pajak-pajak, pemeliharaan dan perbaikan, penyusutan aktiva tetap dan inventaris, beban yang ditangguhkan serta barang dan jasa. c. Beban personalia Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan sandi 201, 206 dan 209 Rincian Laba Rugi yaitu gaji, upah, honorarium, biaya pendidikan dan lainnya. d. Penyisihan aktiva produktif Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 241 Rincian Laba Rugi yaitu biaya penyisihan penghapusan aktiva produktif. Lampiran 1 - hal. 7 dari 9 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- e. Beban operasional lainnya Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 269 Rincian Laba Rugi yaitu beban operasional selain yang telah dilaporkan diatas. 6. Jumlah beban operasional Merupakan penjumlahan dari angka 1 sampai dengan angka 5. 7. Beban non operasional Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 300 Rincian Laba Rugi yaitu biaya yang dikeluarkan atas kegiatan yang bukan merupakan kegiatan utama BPR. 8. Jumlah beban Merupakan penjumlahan dari angka 6 dan angka 7. 9. Laba/rugi sebelum Pajak Penghasilan (PPh) Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 330 atau 340 Rincian Laba Rugi yaitu selisih positif atau selisih negatif dari seluruh pendapatan operasional dan non operasional dikurangi beban operasional dan non operasional. 10.Taksiran pajak penghasilan Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 350 Rincian Laba Rugi yaitu taksiran pajak penghasilan tahun berjalan sesuai ketentuan yang menjadi beban laba tahun berjalan. 11. Laba/rugi tahun berjalan Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 360 atau 370 Rincian Laba/Rugi yaitu laba bersih tahun berjalan (setelah dikurangi taksiran pajak penghasilan) atau rugi tahun berjalan. PENJELASAN PENGISIAN FORMULIR KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN INFORMASI LAINNYA 1. Penempatan pada bank lain Yang dimasukkan ke dalam pos ini seluruh penempatan pada bank lain selain giro yang dikelompokkan berdasarkan kualitas penempatan pada bank lain tersebut. Lampiran 1 - hal. 8 dari 9 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 2. Kredit yang diberikan Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah kredit yang diberikan oleh BPR, tidak termasuk yang diberikan kepada bank lain. Pos ini dibedakan atas kredit yang diberikan kepada pihak terkait dan pihak tidak terkait dan dikelompokkan berdasarkan kualitas kredit yang diberikan. 3. Jumlah aktiva produktif Merupakan penjumlahan dari angka 1 dan angka 2. 4. NPL (neto) Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah perbandingan antara kredit yang diberikan (kualitas KL, D dan M) setelah dikurangi PPAP dengan jumlah kredit yang diberikan. 5. KPMM Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah perbandingan antara jumlah modal bank dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai KPMM BPR. 6. LDR Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah perbandingan antara kredit yang diberikan oleh BPR dengan dana yang diterima sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai Penilaian Tingkat Kesehatan BPR. 7. ROA Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah perbandingan antara laba sebelum pajak dalam 12 (dua belas) bulan terakhir dibandingkan dengan rata-rata Volume Usaha dalam periode yang sama sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai Penilaian Tingkat Kesehatan BPR. 8. Pengisian pengurus dan pemilik BPR sesuai administrasi Bank Indonesia. Lampiran 1 - hal. 9 dari 9 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran 2 NERACA PT/PD/KOP *) BANK PERKREDITAN RAKYAT ……… Tanggal ………….. No. A K T I V A 1 Kas 2 Sertifikat Bank Indonesia 3 Antarbank Aktiva a. Pada bank umum b. Pada BPR 4 Kredit yang diberikan a. Pihak terkait b. Pihak tidak terkait 5 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif -/- 6 Aktiva dalam valuta asing 7 Aktiva Tetap dan Inventaris a. Tanah dan gedung b. Akumulasi penyusutan gedung -/- c. Inventaris d. Akumulasi penyusutan inventaris -/- 8 Aktiva Lain-Lain J U M L A H A K T I V A P A S I V A 1 Kewajiban-kewajiban yang segera dapat dibayar 2 Tabungan a. Pihak terkait b. Pihak tidak terkait 3 Deposito berjangka c. Pihak terkait d. Pihak tidak terkait 4 Kewajiban kepada Bank Indonesia 5 Antarbank Pasiva 6 Pinjaman Yang Diterima 7 Pinjaman Subordinasi 8 Rupa-rupa Pasiva 9 Ekuitas a. Modal Dasar b. Modal yang belum disetor -/- c. Agio d. Disagio -/- e. Modal Sumbangan f. Modal Pinjaman g. Dana Setoran Modal h. Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap Lampiran 2 - hal. 1 dari 2 Pos – Pos Posisi Posisi yang sama Tanggal laporan tahun sebelumnya Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- No. Pos – Pos i. Cadangan Umum j. Cadangan Tujuan k. Laba yang ditahan l. Laba/rugi tahun berjalan J UM L A H P A S I V A Posisi Posisi yang sama Tanggal laporan tahun sebelumnya Lampiran 2 - hal. 2 dari 2 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran 3 LAPORAN LABA RUGI PT/PD/KOP *) BANK PERKREDITAN RAKYAT ……… Periode …………….. POS – POS PENDAPATAN Pendapatan Operasional − Bunga − provisi dan komisi − lainnya Jumlah Pendapatan operasional Pendapatan non Operasional Jumlah Pendapatan BEBAN Beban operasional − beban bunga − beban administrasi dan umum − beban personalia − penyisihan aktiva produktif − beban operasional lainnya Jumlah beban operasional Beban non operasional Jumlah Beban Laba/rugi sebelum Pajak Penghasilan (PPh) Taksiran Pajak Penghasilan Laba/rugi tahun berjalan Periode Tanggal laporan Periode yang sama tahun sebelumnya Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran 4 LAPORAN KOMITMEN DAN KONTINJENSI PT/PD/KOP *) BANK PERKREDITAN RAKYAT ……… Tanggal ………… POS – POS KOMITMEN 1. Fasilitas pinjaman yang diterima dan belum ditarik 2. Fasilitas kredit kepada nasabah yang belum ditarik 3. Lain-lain Jumlah Komitmen KONTINJENSI 1. Pendapatan bunga dalam penyelesaian 2. Lain-lain Jumlah Kontinjensi Posisi tanggal laporan Posisi yang sama tahun sebelumnya Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran 5 KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN INFORMASI LAINNYA KETERANGAN PT/PD/KOP *) BANK PERKREDITAN RAKYAT ……… Tanggal ………… Posisi tanggal laporan L 1. Penempatan pada bank lain 2. Kredit yang diberikan a. Kepada pihak terkait b. Kepada pihak tidak terkait 3. Jumlah aktiva produktif 4. NPL net (%) 5. Rasio KPMM (%) 6. Loan to Deposit Ratio/LDR (%) 7. Return on Asset/ROA (%) PENGURUS BANK Dewan Komisaris: 1. ………… 2. ………… 3. dst. Direksi: 1. ………… 2. ………… 3. dst. *Nama Kantor Akuntan Publik PEMILIK BANK 1. ………. ………. (…%) 2. ………. ………. (…%) 3. dst. Pemegang Saham Pengendali 1. ………………….. 2. ………………….. 3. dst. : *Akuntan Publik yang Menandatangani laporan : Catatan: * BPR dengan total asset Rp10 milyar atau lebih wajib mencantumkan nama Kantor Akuntan Publik dan nama Akuntan Publik yang bertanggungjawab terhadap audit (partner in-charge) ………………, ………………. Direksi PT/PD/Kop BPR ……….. ……………… ..…………… KL D M Jumlah
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/30/DPBPR|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat </reg_title> <set_date> 12 Desember 2006 </set_date> <effective_date> 12 Desember 2006 </effective_date> <replaced_reg> '27/5/UPPB|SE-BI/1995' </replaced_reg> <related_reg> '8/20/PBI/2006' </related_reg>
No.17/ 23 /DPM Jakarta, 30 September 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5581), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/13/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5736), yang selanjutnya disebut PBI, perlu melakukan perubahan ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik, sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia: a. Nomor 17/15/DPM tanggal 12 Juni 2015; dan b. Nomor 17/20/DPM tanggal 28 Agustus 2015, sebagai berikut: 1. Ketentuan butir I.12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 12. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Bank tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling banyak: a. sebesar … 2 ` a. sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan per Nasabah melalui Transaksi Spot; b. sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan per Nasabah melalui Transaksi Derivatif. 2. Setelah ketentuan butir I.12 ditambahkan 1 (satu) butir, yaitu butir I.13 yang berbunyi sebagai berikut: 13. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Bank dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Perhitungan 1 (satu) bulan didasarkan pada bulan kalender, yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender sampai dengan tanggal berakhirnya bulan kalender. Contoh: Pada tanggal 2 November 20xx, Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD10,000.00. Pada tanggal 4 November 20xx, Nasabah kembali melakukan melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD15,000.00 dan melalui transaksi forward sebesar USD30,000.00. Selanjutnya pada tanggal 6 November 20xx, Nasabah kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward sebesar USD70,000.00. Seluruh transaksi tersebut telah mencapai batas maksimum yang diperhitungkan sebagai transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi pada bulan November 20xx, yaitu Transaksi Spot sebesar USD25,000.00 dan Transaksi Derivatif sebesar USD100,000.00. Nasabah dapat kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi melalui Transaksi Spot dan Transaksi Derivatif paling banyak sebesar threshold pada bulan berikutnya. b. Perhitungan nominal transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah didasarkan pada jenis transaksi (Transaksi Spot dan Transaksi Derivatif). Contoh: … 3 ` Contoh: Pada tanggal 11 November 20xx, Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD10,000.00. Kemudian Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward pada tanggal 17 November 20xx sebesar USD20,000.00. Pada tanggal 18 November 20xx, Nasabah kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD15,000.00 dan melalui transaksi call option sebesar USD40,000.00. Perhitungan transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah pada akhir bulan November 20xx adalah sebesar USD25,000.00 melalui Transaksi Spot dan sebesar USD60,000.00 melalui Transaksi Derivatif (forward dan option). c. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang dilakukan oleh masing-masing Nasabah baik secara tunai maupun non tunai dalam bentuk simpanan valuta asing. Contoh: Nasabah A melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah di Bank X melalui Transaksi Spot sebesar USD5,000.00 pada tanggal 11 November 20xx. Kemudian, pada tanggal 13 November 20xx Nasabah A melakukan konversi simpanan Rupiah menjadi simpanan valuta asing dalam US Dollar dengan cara pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot di Bank X sebesar USD20,000.00. Selanjutnya, pada tanggal 14 November 20xx Nasabah A melakukan lagi konversi simpanan Rupiah menjadi simpanan valuta asing dalam US Dollar dengan cara pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward di Bank X sebesar USD30,000.00. Perhitungan kumulatif transaksi Nasabah A pada akhir bulan November 20xx adalah sebesar USD25,000.00 untuk pembelian melalui Transaksi … 4 ` Transaksi Spot dan sebesar USD30,000.00 untuk pembelian melalui Transaksi Derivatif (forward). d. Untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah melalui rekening gabungan (joint account) yang dimiliki lebih dari 1 (satu) Nasabah, jumlah nominal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dihitung per rekening gabungan (joint account). Contoh: Nasabah A dan Nasabah B memiliki joint account. Pada tanggal 11 November 20xx, Nasabah A melakukan Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint account sebesar USD15,000.00. Atas transaksi tersebut, Nasabah A tidak wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi. Pada tanggal 24 November 20xx, Nasabah B melakukan Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint account yang sama sebesar USD20,000.00. Atas pembelian valuta asing tersebut, Nasabah B wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung paling lambat pada tanggal 26 November 20xx karena jumlah pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan melalui joint account pada bulan November 20xx telah melebihi USD25,000.00, yaitu sebesar USD35,000.00. 3. Ketentuan butir III.20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 20. Nasabah yang melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar threshold yaitu USD25,000.00 untuk Transaksi Spot dan USD100,000.00 untuk Transaksi Derivatif per bulan per Nasabah, dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis bermeterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated disampaikan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan kalender. Contoh: Nasabah B melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot kepada Bank Y pada tanggal 19 November 20xx sebesar USD5,000.00. Atas pembelian ini, Bank Y wajib meminta … 5 ` meminta Nasabah B untuk menyampaikan dokumen berupa pernyataan tertulis bermeterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated. Selanjutnya, pada tanggal 26 November 20xx Nasabah B melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot kepada Bank Y sebesar USD3,000.00. Atas pembelian ini, Nasabah B tidak wajib menyampaikan kepada Bank Y dokumen berupa pernyataan tertulis bermeterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated karena telah disampaikan pada transaksi sebelumnya (19 November 20xx). Pada tanggal 16 Desember 20xx, Nasabah B melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot kepada Bank Y sebesar USD5,000.00. Atas pembelian ini, Bank Y wajib memastikan Nasabah B menyampaikan kembali dokumen berupa pernyataan tertulis bermeterai cukup atau pernyataan tertulis yang authenticated mengingat transaksi dilakukan dalam bulan yang berbeda. 4. Ketentuan butir III.22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 22. Dalam hal Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah secara berangsur (bertahap) sehingga melebihi threshold yaitu USD25,000.00 untuk Transaksi Spot dan USD100,000.00 untuk Transaksi Derivatif dalam 1 (satu) bulan yang sama, maka dokumen Underlying Transaksi disampaikan untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang melebihi threshold. Contoh: a. Pada tanggal 10 November 20xx Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD5,000.00. Kemudian pada tanggal 14 November 20xx, Nasabah yang sama melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD10,000.00. Selanjutnya, pada tanggal 19 November 20xx Nasabah kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD32,500.00. Pembelian … 6 ` Pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot yang dilakukan pada tanggal 19 November 20xx tersebut telah melampaui batas maksimal pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi Spot tanpa Underlying Transaksi sebesar USD25,000.00. Dengan demikian untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot yang dilakukan pada tanggal 19 November 20xx tersebut, Bank wajib meminta Nasabah untuk menyediakan dokumen Underlying Transaksi sebesar USD32,500.00. b. Pada tanggal 12 November 20xx Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward sebesar USD40,000.00. Kemudian, pada tanggal 17 November 20xx Nasabah yang sama melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi call option sebesar USD50,000.00. Selanjutnya, pada tanggal 21 November 20xx Nasabah kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward sebesar USD22,500.00. Pembelian yang dilakukan pada tanggal 21 November 20xx tersebut telah melampaui batas maksimal pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Derivatif tanpa Underlying Transaksi sebesar USD100,000.00. Dengan demikian untuk pembelian melalui transaksi forward yang dilakukan pada tanggal 21 November 20xx tersebut, Bank wajib meminta Nasabah untuk menyampaikan dokumen Underlying Transaksi sebesar USD22,500.00. 5. Ketentuan butir V.2.a diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. Dalam mengenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) PBI berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Besarnya kewajiban membayar adalah 1% (satu persen) dari nilai nominal transaksi yang dilanggar untuk setiap pelanggaran dengan jumlah sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 … 7 ` Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Contoh 1: Pada tanggal 5 September 20xx Nasabah A melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD15,000.00. Kemudian, pada tanggal 15 September 20xx Nasabah A melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD15,000.00. Total pembelian valuta asing terhadap Rupiah Nasabah A pada bulan September 20XX adalah sebesar USD30,000.00. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah pada tanggal 15 September 20xx, tidak didukung dengan dokumen Underlying Transaksi, sehingga terdapat pelanggaran karena total Transaksi Spot melebihi threshold sebesar USD5,000.00 tanpa didukung dengan dokumen Underlying Transaksi. Kurs JISDOR tanggal 15 September 20xx adalah Rp10.000,00. Atas pelanggaran tersebut, Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar dari nilai nominal USD5,000.00 x 1% x Rp10.000,00 yaitu sebesar Rp500.000,00. Namun demikian, karena dalam PBI diatur bahwa sanksi kewajiban membayar paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 maka Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp10.000.000,00. Contoh 2: Pada tanggal 12 September 20xx, Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward 1 bulan sebesar USD160,000.00. Sampai dengan 5 hari kerja setelah tanggal transaksi, yaitu tanggal 17 September 20xx, Nasabah tidak menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung, sehingga terdapat pelanggaran karena total transaksi forward melebihi threshold sebesar USD60,000.00 tanpa didukung dengan dokumen Underlying Transaksi. Kurs JISDOR tanggal 17 September 20xx adalah Rp10.000,00. Atas … 8 ` Atas pelanggaran tersebut, Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar dari nilai nominal USD60,000.00 x 1% x Rp10.000,00 yaitu sebesar Rp6.000.000,00. Namun demikian, karena dalam PBI diatur bahwa sanksi kewajiban membayar paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 maka Bank dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp10.000.000,00. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30 September 2015 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MIRZA ADITYASWARA DEPUTI GUBERNUR SENIOR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/23/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik. </reg_title> <set_date> 30 September 2015 </set_date> <effective_date> 30 September 2015 </effective_date> <changed_reg> '16/14/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg> <extension_of> '17/15/DPM|SE-BI/2015', '17/20/DPM|SE-BI/2015' </extension_of> <related_reg> '17/13/PBI/2015', '16/14/DPM|SE-BI/2014', '16/16/PBI/2014', '17/15/DPM|SE-BI/2015', '17/20/DPM|SE-BI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Angka 5 Angka 2' </penalty_list>
No.3/19/DPNP Jakarta, 14 Agustus 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal: Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah Menunjuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan atas Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/5/PBI/2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 23; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4082) serta memperhatikan Surat Badan Penyehatan Perbankan Nasional kepada Bank Indonesia Nomor PROG- 2345/BPPN/0700 tanggal 28 Juli 2000 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank Yang Dijamin oleh Pemerintah, dengan ini diberitahukan bahwa marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin oleh Pemerintah: - dalam Rupiah ditetapkan sebesar 400 (empat ratus) basis point; sedangkan - dalam valuta asing ditetapkan sebesar 100 (seratus) basis point, di atas rata-rata suku bunga deposito berjangka dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/1/DPNP tanggal 5 Januari 2001 perihal Perubahan atas Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 14 Agustus 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar maklum. BANK INDONESIA MAMAN H. SOMANTRI DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN DPNP.
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/19/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah </reg_title> <set_date> 14 Agustus 2001 </set_date> <effective_date> 14 Agustus 2001 </effective_date> <replaced_reg> '3/1/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg> <related_reg> '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998', '3/5/PBI/2001', 'PROG-2345/BPPN/0700|SRT-BPPN/2000' </related_reg>
No.13/ 25/DPNP Jakarta, 25 November 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 29/02/UPPB tanggal 31 Juli 1996 perihal Tatacara Penerimaan, Penatausahaan, Pelaporan Setoran Penerimaan Negara dan Pengenaan Sanksi Sehubungan dengan kedudukan dan kewenangan Bank Indonesia untuk menetapkan peraturan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962) dan telah dilakukannya perubahan atas ketentuan instansi yang mendasari penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 29/02/UPPB tanggal 31 Juli 1996 perihal Tatacara Penerimaan, Penatausahan, Pelaporan Setoran Penerimaan Negara dan Pengenaan Sanksi, perlu untuk mencabut Surat Edaran Bank Indonesia dimaksud. Berdasarkan… Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Surat Edaran Bank Indonesia No. 29/02/UPPB tanggal 31 Juli 1996 perihal Tatacara Penerimaan, Penatausahaan, Pelaporan Setoran Penerimaan Negara dan Pengenaan Sanksi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 25 November 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, WIMBOH SANTOSO DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/25/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 29/02/UPPB tanggal 31 Juli 1996 perihal Tatacara Penerimaan, Penatausahaan, Pelaporan Setoran Penerimaan Negara dan Pengenaan Sanksi </reg_title> <set_date> 25 November 2011 </set_date> <effective_date> 25 November 2011 </effective_date> <replaced_reg> '29/02/UPPB|SE-BI/1996' </replaced_reg> <related_reg> '23/UU/1999', '6/UU/2009', '2/PERPPU/2008', '29/02/UPPB|SE-BI/1996' </related_reg>
No. 3/ 7 /DLN Jakarta, 9 Maret 2001 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DEVISA DI INDONESIA Perihal: Pencabutan Surat Edaran No. 5/163/ULN tanggal 30 Januari 1973 tentang Laporan Mutasi Bulanan Rekening-rekening PMA, Rupiah PMA dan Dics Rupiah. ----------------------------------------------------------------------------------- Dalam rangka penyederhanaan laporan bank-bank kepada Bank Indonesia, dengan ini diberitahukan bahwa Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/163/ULN tanggal 30 Januari 1973 tentang Laporan Mutasi Bulanan Rekening-rekening PMA, Rupiah PMA dan Dics Rupiah dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 9 Maret 2001. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA VERONICA W. SULISTYO DEPUTI DIREKTUR DLN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/7/DLN|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Pencabutan Surat Edaran No. 5/163/ULN tanggal 30 Januari 1973 tentang Laporan Mutasi Bulanan Rekening-rekening PMA, Rupiah PMA dan Dics Rupiah. </reg_title> <set_date> 9 Maret 2001 </set_date> <effective_date> 9 Maret 2001 </effective_date> <replaced_reg> '5/163/ULN|SE-BI/1973' </replaced_reg>
No. 4/ 11 /DASP Jakarta, 13 Agustus 2002 S U R A T E D A R A N Perihal : Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 2/24/PBI/2000 tanggal 17 November 2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern sebagaimana telah diubah dengan PBI Nomor 3/11/PBI/2001 tanggal 20 Juni 2001 antara lain diatur bahwa untuk memperlancar transaksi pembayaran antar Bank, pemerintah dan pihak-pihak lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia menyediakan fasilitas pembukaan Rekening Giro kepada pihak-pihak dimaksud. Dengan berlakunya PBI tersebut maka segala hal yang terkait dengan hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia baik dalam Rekening Giro Rupiah maupun dalam Rekening Giro Valas dengan pihak-pihak tersebut di atas, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam PBI dimaksud. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu diatur lebih lanjut prosedur dan tata cara mengenai hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan pihak ekstern sebagai berikut. I. KETENTUAN UMUM 1. Pihak yang dapat membuka Rekening Giro di Bank Indonesia adalah : a. Bank; b. c. Instansi pemerintah; Lembaga keuangan internasional; d. Lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia. 2. Pihak yang dapat membuka Rekening Giro di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dapat pula membuka Rekening Giro khusus, antara lain berupa Escrow Account dan Blocked Account. 3. Bank yang dapat membuka Rekening Giro di Bank Indonesia adalah setingkat kantor pusat dan kantor cabang. Dalam hal dilakukan sentralisasi Rekening Giro Bank maka hanya kantor pusat Bank yang dapat membuka Rekening Giro di Bank Indonesia. Khusus bagi Bank yang menjalankan kegiatan sebagai Bank konvensional dan Bank syariah, maka masing-masing unit usaha konvensional dan unit usaha syariah dapat membuka Rekening Giro baik Rekening Giro Rupiah maupun Rekening Giro Valas. 4. Instansi pemerintah meliputi pemerintah pusat dan pemerintah daerah sepanjang Rekening Giro yang bersangkutan digunakan untuk menampung dan atau mengelola dana yang terkait dengan pelaksanaan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). Khusus untuk instansi pemerintah pusat terdiri dari departemen dan lembaga non departemen serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam pengertian instansi pemerintah ini tidak termasuk bendaharawan rutin dan bendaharawan proyek. 5. Lembaga keuangan internasional adalah lembaga-lembaga yang tujuan pembentukannya untuk meningkatkan kerja sama internasional di bidang ekonomi dan atau keuangan dimana Pemerintah Republik Indonesia atau Bank Indonesia menjadi anggota didalamnya, atau lembaga keuangan tersebut memberi bantuan keuangan kepada Pemerintah Republik Indonesia atau Bank Indonesia dan lembaga tersebut mensyaratkan pembukaan rekening pada Bank Indonesia. Pada saat ini lembaga keuangan internasional tersebut antara lain International Monetary Funds (IMF), Asian Development Bank (ADB), International Bank for Restructuring Development (IBRD) dan International Development Agency (IDA). 6. Lembaga lain yang dapat membuka Rekening Giro di Bank Indonesia yaitu sepanjang : a. Diperlukan dalam rangka transisi tugas Bank Indonesia di bidang perbankan, dan di bidang perkreditan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Lembaga yang terkait tugas Bank Indonesia di bidang perbankan antara lain Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN); b. Terkait dengan tugas Bank Indonesia dalam bidang moneter, perbankan dan sistem pembayaran. Lembaga tersebut antara lain penyelenggara kliring di luar bank umum, penyelenggara switching, lembaga penjamin simpanan dan instansi pemerintah di luar angka 4. 7. Pemegang Rekening Giro terdiri dari : a. Di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), untuk Rekening Giro Rupiah dan Rekening Giro Valas antara lain : 1) Kantor pusat Bank dan unit usaha syariah serta kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri, yang berada di wilayah kliring Jakarta; 2) Kantor cabang Bank yang kantor pusatnya berada di wilayah kliring Kantor Bank Indonesia (KBI); 3) Instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah; 4) Lembaga keuangan internasional; 5) Lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia. b. Di KBI, untuk Rekening Giro Rupiah antara lain : 1) Kantor pusat Bank, unit usaha syariah dan kantor cabang Bank serta kantor cabang pembantu dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri, yang berada di wilayah kliring KBI, kecuali bagi KBI yang telah menggunakan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS); 2) Instansi pemerintah daerah yang berada di wilayah KBI. 8. Rekening Giro pada Bank Indonesia tidak dapat dibuka dalam bentuk rekening gabungan (joint account). Yang dimaksud rekening gabungan adalah rekening yang dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) pihak, misalnya antara Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Departemen Keuangan. 9. Bank Indonesia tidak memberikan jasa giro atas Rekening Giro yang ditatausahakan di Bank Indonesia. II. TATA CARA PEMBUKAAN REKENING GIRO A. Penyampaian Permohonan Pembukaan Rekening Giro 1. Permohonan pembukaan Rekening Giro diajukan oleh Direksi Bank atau pejabat yang berwenang secara tertulis sesuai dengan contoh formulir permohonan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1.a dan 1.b kepada : a. Bagian Penyelesaian Transaksi Rupiah (PTR) - Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP), Bank Indonesia, Jalan MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010, untuk pembukaan Rekening Giro Rupiah; b. Bagian Akunting Devisa (AkDv) - DASP, Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin No. 2 Jakarta 10010, untuk pembukaan Rekening Giro Valas; c. KBI, untuk pembukaan Rekening Giro Rupiah di KBI. 2. Permohonan pembukaan Rekening Giro yang penggunaannya untuk tujuan khusus, disampaikan terlebih dahulu kepada satuan kerja yang berkaitan dengan Pemegang Rekening Giro tersebut. Selanjutnya satuan kerja tersebut akan meneruskan permohonan pembukaan Rekening Giro kepada DASP dengan tembusan kepada Bagian PTR - DASP untuk Rekening Giro Rupiah atau Bagian AkDv - DASP untuk Rekening Giro Valas, Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10010. Contoh : permohonan pembukaan Rekening Giro yang digunakan untuk menampung dan menyalurkan pinjaman luar negeri disampaikan kepada Direktorat Luar Negeri Bank Indonesia. 3. Permohonan pembukaan Rekening Giro, baik untuk Rekening Giro Rupiah maupun Rekening Giro Valas sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2, disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Bagi Bank, dengan melampirkan : 1) Foto kopi dokumen yang telah dilegalisasi (dinyatakan sesuai dengan aslinya) oleh Direksi atau pejabat yang berwenang, berupa : a) Akte pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar berikut perubahan- perubahannya yang telah mendapat pengesahan oleh instansi yang berwenang termasuk bagi badan hukum asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara asal badan hukum tersebut; b) Surat izin dari instansi yang berwenang tentang pembukaan kantor pusat dan kantor cabang Bank; c) Surat keputusan dari instansi d) yang berwenang di bidang perbankan tentang peningkatan status Bank menjadi bank devisa, khusus untuk pembukaan Rekening Giro Valas yang diajukan oleh suatu Bank yang berkedudukan di dalam negeri; Surat Kuasa dari kantor pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri (power of attorney) kepada pejabat Bank yang telah mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia (bagi kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri) beserta terjemahan resmi dalam Bahasa Indonesia; e) Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia/instansi yang berwenang mengeluarkan izin usaha Bank. 2) a) Foto kopi dokumen yang tidak dilegalisasi, berupa : Kartu identitas diri dari Direksi berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM) atau paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan Izin Departemen Tenaga Kerja bagi Warga Negara Asing; b) (NPWP) atas nama Bank. b. melampirkan : Foto kopi dokumen, berupa : 1) Surat Keputusan Menteri atau pejabat yang berwenang atas penunjukan pejabat yang berwenang melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia; Bagi instansi pemerintah, dengan Nomor Pokok Wajib Pajak 2) Loan Agreement, untuk pembukaan Rekening Giro dalam rangka pinjaman luar negeri. c. Bagi lembaga keuangan internasional, dengan melampirkan : Foto kopi dokumen, berupa : 1) 2) Surat keterangan atau pengangkatan bagi anggota pengurus dan kuasanya; Kode teleks dari lembaga keuangan internasional yang bersangkutan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan hubungan Rekening Giro; 3) Spesimen Tanda Tangan, untuk pejabat dan kuasanya yang berwenang untuk melakukan penandatanganan dokumen dan atau penarikan Rekening Giro, apabila diperlukan. d. Bagi lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia, dengan melampirkan : 1) Foto kopi dokumen yang telah dilegalisasi (dinyatakan sesuai dengan aslinya) oleh Direksi atau pejabat yang berwenang, berupa : a) Dasar pendirian lembaga lain tersebut; b) Surat keterangan atau pengangkatan bagi anggota pengurus dan para kuasanya. 2) Foto kopi dokumen yang tidak dilegalisasi, yaitu: a) Kartu identitas diri berupa KTP atau paspor, KITAS, dan Izin Departemen Tenaga Kerja bagi Warga Negara Asing dari Direksi atau pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia; b) lain tersebut. Asli dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b (apabila diperlukan), dan huruf d, wajib diperlihatkan kepada petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan foto kopi dokumen dimaksud. B. Persetujuan atau Penolakan atas Permohonan Pembukaan Rekening Giro 1. Bank Indonesia menyetujui permohonan pembukaan Rekening Giro NPWP atas nama lembaga apabila pemohon telah melengkapi persyaratan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf A. 3. 2. Bank Indonesia menolak permohonan pembukaan Rekening Giro apabila pemohon : a. tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf A. 3.; atau b. telah memiliki rekening di Bank Indonesia dan mutasi- mutasi yang akan dilakukan melalui rekening-rekening yang bersangkutan dapat ditampung dalam rekening yang telah ada. 3. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada pemohon mengenai persetujuan atau penolakan atas permohonan pembukaan Rekening Giro beserta alasannya. 4. Dalam keadaan darurat, Bank Indonesia dapat membuka Rekening Giro untuk kepentingan pemohon sebelum pemohon melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf A.3. sepanjang menurut pertimbangan Bank Indonesia pemohon memenuhi kriteria sebagai pihak yang dapat memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia. 5. Berdasarkan persetujuan dari Bank Indonesia atas permohonan pembukaan Rekening Giro, dilakukan hal-hal sebagai berikut : a. Bagi Bank : 1) Pemegang Rekening Giro menandatangani surat penegasan yang bermeterai cukup yang menyatakan telah mengetahui dan tunduk pada ketentuan Bank Indonesia tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern. 2) Pemegang Rekening Giro menyampaikan : a) Tangan sebagaimana contoh dalam Lampiran 2 untuk Direksi Bank atau pejabat yang berwenang (bagi kantor Bank dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri) serta kuasanya yang berwenang untuk melakukan penandatanganan dokumen dan atau penarikan Rekening Giro; b) Asli dokumen berupa : (1) Surat Kuasa Penarikan Cek Bank Indonesia (Cek BI) dan atau Bilyet Giro Bank Indonesia (BG BI); (2) Surat Kuasa Pengambilan buku Cek BI dan BG BI; (3) Surat Kuasa Pengambilan Rekening Koran; (4) Surat Kuasa Penyerahan Authenticator Text (AT) peserta dan Pengambilan AT penyelenggara (apabila Surat Pemberitahuan Pembuatan Spesimen Tanda diperlukan); Contoh surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b) angka (1) sampai dengan angka (4) sebagaimana pada Lampiran 3.a, 3.b, 3.c dan 3.d c) Contoh stempel yang digunakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan dalam hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia, bagi Bank yang mempersyaratkan pembubuhan stempel pada warkat. Sedangkan bagi Bank yang tidak mempersyaratkannya, wajib menyampaikan surat pernyataan kepada Bank Indonesia bahwa warkat tersebut tidak perlu dibubuhi stempel. d) Foto kopi surat yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang, berupa : (1) Surat pengangkatan pejabat Bank/pemimpin cabang dari kantor pusat Bank; (2) Surat keputusan dari instansi yang berwenang di bidang perbankan bagi pejabat Bank yang pengangkatannya memerlukan persetujuan dari instansi tersebut. e) Foto kopi kartu identitas diri berupa KTP, SIM atau paspor, KITAS, dan Izin Departemen Tenaga Kerja bagi Warga Negara Asing, dari pejabat dan petugas yang diberi kuasa untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan hubungan Rekening Giro antara Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern di Bank Indonesia. b. Bagi instansi pemerintah 1) Pemegang Rekening Giro menandatangani surat penegasan yang bermeterai cukup yang menyatakan telah mengetahui dan tunduk pada ketentuan Bank Indonesia tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern. 2) Pemegang Rekening Giro menyampaikan : a) b) Surat Pemberitahuan Pembuatan Spesimen Tanda Tangan sebagaimana contoh dalam Lampiran 2 untuk pejabat yang berwenang dan kuasanya yang berwenang untuk melakukan penandatanganan dokumen dan atau penarikan Rekening Giro; Asli dokumen berupa : (1) Surat Kuasa/Surat Keputusan/Surat Menteri/Pejabat yang berwenang atas penunjukan pejabat yang berwenang untuk melakukan penarikan Cek BI dan atau BG BI; (2) Surat Kuasa Pengambilan buku Cek BI dan atau BG BI; (3) Surat Kuasa Pengambilan Rekening Koran; Contoh surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b) angka (1) sampai dengan angka (3) sebagaimana pada Lampiran 3.a, 3.b dan 3.c c) Contoh stempel yang digunakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan dalam hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia, apabila dipersyaratkan pembubuhan stempel pada warkat. Namun apabila tidak dipersyaratkan, harus dibuat surat pernyataan kepada Bank Indonesia bahwa warkat tersebut tidak perlu dibubuhi stempel. c. Bagi lembaga keuangan internasional : Pemegang Rekening Giro menandatangani surat penegasan yang bermeterai cukup yang menyatakan telah mengetahui dan tunduk pada ketentuan Bank Indonesia tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern, apabila diperlukan. d. Bagi lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia : 1) Pemegang Rekening Giro menandatangani surat penegasan sebagaimana contoh dalam Lampiran 2 yang bermeterai cukup yang menyatakan telah mengetahui dan tunduk pada ketentuan Bank Indonesia tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern. 2) Pemegang Rekening Giro menyampaikan : a) Surat Pemberitahuan Pembuatan Spesimen Tanda Tangan sebagaimana contoh dalam Lampiran 2 untuk pejabat yang berwenang dan kuasanya yang berwenang untuk melakukan penandatanganan dokumen dan atau penarikan Rekening Giro; b) Asli dokumen berupa : (1) (2) (3) Surat Kuasa Penarikan Cek BI dan atau BG BI; Surat Kuasa Pengambilan buku Cek BI dan atau BG BI; Surat Kuasa Pengambilan Rekening Koran; Contoh surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b) angka (1) sampai dengan angka (3) sebagaimana pada Lampiran 3.a, 3.b dan 3.c. Dalam hal lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia adalah instansi pemerintah, Surat Kuasa sebagaimana dimaksud dalam huruf b) angka (1) sampai dengan (3) dapat berupa Surat Keputusan/Surat Menteri/Pejabat yang berwenang atas penunjukan pejabat yang berwenang untuk melakukan penarikan. c) Contoh stempel yang digunakan dalam rangka pelaksanaan kegiatan dalam hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia, apabila dipersyaratkan pembubuhan stempel pada warkat. Namun apabila tidak dipersyaratkan, wajib menyampaikan surat pernyataan kepada Bank Indonesia bahwa warkat tersebut tidak perlu dibubuhi stempel. Contoh surat penegasan sebagaimana dimaksud dalam angka 5 huruf a sampai dengan huruf d sebagaimana pada Lampiran 4. III. SPESIMEN TANDA TANGAN A. Pembuatan Spesimen Tanda Tangan 1. Yang diwajibkan untuk membuat Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia adalah : a. Pemegang Rekening Giro, yang diwakili oleh Direksi Bank atau pejabat yang berwenang dari instansi pemerintah, lembaga keuangan internasional atau lembaga lain; b. Penerima kuasa dari Pemegang Rekening Giro yang berwenang untuk melakukan penarikan lebih dari 1 (satu) kali penarikan; c. Penerima kuasa dari pihak yang diberi kuasa dengan hak substitusi oleh Pemegang Rekening Giro, khusus untuk melakukan penarikan lebih dari 1 (satu) kali penarikan. Bagi penarik Rekening Giro yang diberi kuasa hanya untuk melakukan 1 (satu) kali penarikan tidak perlu membuat Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia. 2. Pihak-pihak yang melakukan pembuatan Spesimen Tanda Tangan sebagaimana dimaksud dalam huruf A.1. masing-masing wajib membuat 3 (tiga) Spesimen Tanda Tangan pada setiap lembar formulir khusus yang disediakan oleh Bank Indonesia dan dibuat rangkap 2 (dua) atau 3 (tiga) sesuai dengan kebutuhan masing-masing kantor Bank Indonesia. 3. Bagi Bank, pembuatan Spesimen Tanda Tangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan di hadapan pejabat Bank Indonesia. 4. Bagi lembaga keuangan internasional, Spesimen Tanda Tangan disampaikan bersamaan dengan permohonan pembukaan Rekening Giro. 5. Jumlah penarik Rekening Giro yang wajib membuat Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia dan disetujui oleh Bank Indonesia ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan memperhatikan keperluan Pemegang Rekening Giro. 6. Pemegang Rekening Giro yang memiliki lebih dari 1 (satu) Rekening Giro wajib memiliki Spesimen Tanda Tangan untuk masing-masing Rekening Giro dimaksud, misalnya Departemen Keuangan memiliki lebih dari 1 (satu) rekening untuk proyek yang berbeda maka untuk setiap rekening wajib dilengkapi Spesimen Tanda Tangan. 7. Dalam hal terdapat perbedaan nama yang tercantum pada kartu identitas diri dengan nama yang tercantum pada dokumen yang dipersyaratkan dan atau perbedaan tanda tangan yang tercantum pada kartu identitas diri dengan Spesimen Tanda Tangan, maka yang bersangkutan wajib membuat pernyataan tertulis yang ditandatangani di atas meterai cukup dan diketahui oleh pejabat yang berwenang yang mempunyai Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia. B. Perubahan Data Spesimen Tanda Tangan 1. Perubahan data Spesimen Tanda Tangan dilakukan karena adanya perubahan tanda tangan dan atau kewenangan dari pejabat yang sama. 2. Perubahan data Spesimen Tanda Tangan wajib diberitahukan secara tertulis oleh Pemegang Rekening Giro kepada Bank Indonesia. 3. Dalam hal terdapat perubahan tanda tangan dari pejabat yang sama, maka yang bersangkutan wajib membuat Spesimen Tanda Tangan baru sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf A. 4. Dalam hal Pemegang Rekening Giro tidak memberitahukan perubahan data Spesimen Tanda Tangan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, maka data yang telah ada dianggap masih berlaku. C. Pencabutan Spesimen Tanda Tangan 1. Pencabutan Spesimen Tanda Tangan dilakukan karena adanya pencabutan kewenangan dari pihak yang memiliki Spesimen Tanda Tangan. 2. Pencabutan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia oleh Pemegang Rekening Giro atau pihak pemberi kuasa sebelumnya. 3. Dalam hal Pemegang Rekening Giro tidak memberitahukan pencabutan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, maka Spesimen Tanda Tangan yang telah ada dianggap masih berlaku. 4. Pencabutan kewenangan berlaku efektif terhitung sejak tanggal yang ditetapkan dalam surat pemberitahuan perihal pencabutan Spesimen Tanda Tangan. Dalam hal surat pemberitahuan diterima setelah tanggal yang ditetapkan, maka tanggal berlakunya pencabutan kewenangan sesuai dengan tanggal diterimanya surat oleh Bank Indonesia. IV. A. 1. 2. PENYETORAN KE REKENING GIRO Ketentuan Penyetoran ke Rekening Giro Penyetoran ke Rekening Giro adalah setiap penambahan dana atau pengkreditan pada Rekening Giro. Penyetoran ke Rekening Giro dilakukan sebagai berikut : a. Penyetoran ke Rekening Giro Rupiah dilakukan secara tunai, pemindahbukuan atau transfer. Dalam hal ini yang dimaksud dengan transfer termasuk transaksi antar kantor dan kliring; b. 3. Penyetoran ke Rekening Giro Valas dilakukan secara pemindahbukuan atau transfer. B. Penyetoran ke Rekening Giro Rupiah dan ke Rekening Giro Valas dapat dilakukan oleh Pemegang Rekening Giro atau oleh bukan Pemegang Rekening Giro. Tata Cara Penyetoran ke Rekening Giro Rupiah 1. Penyetoran ke Rekening Giro Bank a. Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. b. Penyetoran tidak melalui Sistem BI-RTGS 1) Penyetoran tunai dilakukan dengan formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI-405 (BIASA) langsung melalui Satuan Kerja Kas di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pengedaran uang; 2) Penyetoran dengan pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan sarana berupa BG BI atau formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI-405 (BIASA) yang dilampiri dengan Cek atau Bilyet Giro (BG) yang diperoleh Pemegang Rekening Giro dari Bank lain; 3) Penyetoran dengan transfer dilakukan dengan menggunakan BG BI serta menggunakan SWIFT atau teleks. 2. Penyetoran ke Rekening Giro instansi pemerintah a. Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. b. Penyetoran tidak melalui Sistem BI-RTGS 1) Penyetoran tunai dilakukan dengan formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI- 405 (BIASA) langsung melalui Satuan Kerja Kas di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pengedaran uang; 2) Penyetoran dengan pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan sarana berupa BG BI atau formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI- 405 (BIASA) yang dilampiri dengan Cek atau BG yang diperoleh Pemegang Rekening Giro dari Bank; 3) Penyetoran dengan transfer dilakukan dengan menggunakan BG BI atau formulir warkat standar intern Bank Indonesia yang dilampiri dengan surat permintaan transfer; 3. Penyetoran ke Rekening Giro lembaga keuangan internasional a. Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS b. Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. Penyetoran tidak melalui Sistem BI-RTGS 1) Penyetoran secara tunai dilakukan dengan formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI- 405 (BIASA) langsung melalui Satuan Kerja Kas di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pengedaran uang; 2) Penyetoran dengan pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan sarana berupa BG BI atau formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI- 405 (BIASA) yang dilampiri dengan Cek atau BG yang diperoleh dari Bank; 3) BG BI; Penyetoran dengan cara transfer dilakukan dengan menggunakan sarana : a) b) Warkat standar intern Bank Indonesia yang dibuat oleh satuan kerja yang berkaitan dengan Pemegang Rekening Giro lembaga keuangan internasional, yang didasarkan atas teleks atau surat permintaan transfer dari Pemegang Rekening Giro tersebut; c) Surat Perintah Membayar (SPM) apabila dilakukan oleh Departemen Keuangan. 4. Penyetoran ke Rekening Giro lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia a. Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. b. Penyetoran tidak melalui Sistem BI-RTGS 1) Penyetoran secara tunai dilakukan dengan formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI-405 (BIASA) langsung melalui Satuan Kerja Kas di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang pengedaran uang; 2) Penyetoran dengan pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan sarana Rekening Giro Rupiah berupa BG BI atau formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI-405 (BIASA) yang dilampiri dengan Cek atau BG yang diperoleh dari Bank; 3) Penyetoran dengan transfer dilakukan dengan menggunakan BG BI atau formulir warkat standar intern Bank Indonesia yang dilampiri dengan surat permintaan transfer apabila diperlukan. C. Tata Cara Penyetoran ke Rekening Giro Valas 1. Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. 2. Penyetoran tidak melalui Sistem BI-RTGS a. Penyetoran dengan pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan sarana Rekening Giro Valas berupa SWIFT atau warkat standar intern Bank Indonesia yang dibuat oleh satuan kerja yang berkaitan dengan Pemegang Rekening Giro, yang didasarkan atas teleks atau surat permintaan transfer dari Pemegang Rekening Giro tersebut. Khusus untuk rekening obligo, pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan Surat Perintah Membayar Giro Bank (SPMGB). b. Penyetoran dengan transfer dilakukan dengan menggunakan SWIFT atau warkat standar intern Bank Indonesia yang dibuat oleh satuan kerja yang berkaitan dengan Pemegang Rekening Giro, yang didasarkan atas teleks dari Pemegang Rekening Giro tersebut. V. PENARIKAN REKENING GIRO A. 1. Ketentuan dan Persyaratan Penarikan Penarikan Rekening Giro dapat dilakukan oleh Pemegang Rekening Giro atau pihak-pihak yang diberi kuasa oleh Pemegang Rekening Giro baik dengan hak substitusi maupun tanpa hak substitusi. 2. 3. Pemegang Rekening Giro bertanggung jawab atas penyalahgunaan sarana penarikan Rekening Giro. Bank Indonesia bertanggung jawab atas kebenaran pembukuan transaksi sesuai dengan perintah penarikan Rekening Giro. 4. Kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat diberikan untuk melakukan 1 (satu) kali penarikan atau lebih dari 1 (satu) kali penarikan. Dalam hal kuasa diberikan untuk 1 (satu) kali penarikan maka penerima kuasa atau penerima kuasa substitusi tidak perlu membuat Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia. Dalam hal kuasa diberikan untuk melakukan lebih dari 1 (satu) kali penarikan maka penerima kuasa atau penerima kuasa substitusi tersebut wajib membuat Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia. 5. Surat kuasa yang diberikan oleh Pemegang Rekening Giro dianggap masih berlaku selama tidak ada pemberitahuan tertulis yang secara resmi telah diterima oleh Bagian PTR, Bagian AkDv atau KBI mengenai perubahan atau pencabutan surat kuasa tersebut. 6. Pemegang Rekening Giro dapat mensyaratkan 7. bahwa setiap penarikan Rekening Giro dengan menggunakan warkat pembukuan harus ditandatangani oleh lebih dari 1 (satu) orang. Dalam hal penarikan Rekening Giro dilakukan dengan menggunakan Warkat Pembukuan maka Bank Indonesia melakukan pencocokan antara tanda tangan yang tercantum dalam Warkat Pembukuan dengan Spesimen Tanda Tangan yang disampaikan oleh Pemegang Rekening Giro kepada Bank Indonesia. 8. Dalam hal penarikan Rekening Giro dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik maka Bank Indonesia tidak melakukan pencocokan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam angka 7, tetapi kegiatan pencocokan tersebut dilakukan dengan cara lain yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersendiri. 9. Dalam hal terdapat persyaratan bahwa penarikan Rekening Giro khusus wajib memperoleh persetujuan dari instansi tertentu, maka pejabat dari instansi tersebut wajib membuat Spesimen Tanda Tangan. 10. Persyaratan tambahan dalam pelaksanaan penarikan Rekening Giro, wajib disampaikan kepada Bank Indonesia pada saat permohonan pembukaan Rekening Giro. 11. Bank Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap pemenuhan persyaratan tambahan yang ditetapkan oleh Pemegang Rekening Giro untuk pelaksanaan penarikan Rekening Giro, kecuali untuk Rekening Giro khusus. B. Tata Cara Penarikan Rekening Giro Rupiah 1. Penarikan Rekening Giro Bank Sarana yang digunakan untuk melakukan penarikan Rekening Giro Rupiah adalah Cek BI, BG BI, sarana elektronik, atau sarana lain dengan ketentuan sebagai berikut : a. Cek BI Dalam menggunakan sarana Cek BI, berlaku ketentuan sebagai berikut : 1) Cek BI wajib diisi secara lengkap sesuai dengan ketentuan formal cek yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD); 2) Cek BI hanya akan dibayarkan apabila telah diisi secara lengkap sesuai dengan ketentuan formal cek pada saat diserahkan kepada Satuan Kerja Kas di Bank Indonesia; 3) Sebelum lembaran Cek BI dalam buku Cek BI digunakan, Pemegang Rekening Giro wajib menyerahkan kepada Bank Indonesia lembar pertama buku Cek BI yang telah ditandatangani oleh Pemegang Rekening Giro atau penerima kuasa yang telah memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia. Lembar pertama buku Cek BI merupakan bukti yang menunjukkan bahwa Pemegang Rekening Giro telah menerima dari Bank Indonesia 1 (satu) buku Cek BI dengan jumlah helai dan nomor seri warkat sesuai dengan yang tercantum pada buku Cek BI tersebut; 4) Dalam hal Pemegang Rekening Giro tidak menyerahkan lembar pertama buku Cek BI sebagaimana dimaksud dalam angka 3) maka Cek BI tersebut tidak dapat digunakan untuk melakukan penarikan atas Rekening Giro; 5) Penarikan Rekening Giro dengan menggunakan Cek BI dilakukan pada jadwal layanan kas yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. BG BI Dalam menggunakan sarana BG BI, berlaku ketentuan sebagai berikut : 1) BG BI diisi sesuai dengan ketentuan formal BG BI yang berlaku; 2) BG BI hanya akan diperhitungkan apabila telah diisi secara lengkap sesuai dengan ketentuan formal BG BI pada saat diserahkan kepada Bank Indonesia atau kepada penerima dana yang kemudian menyetorkan kepada Satuan Kerja Akunting Bank Indonesia; 3) Penarikan Rekening Giro dengan menggunakan BG BI hanya ditujukan kepada 1 (satu) penerima dana; 4) Sebelum lembaran BG BI dalam buku BG BI digunakan, Pemegang Rekening Giro wajib menyerahkan kepada Bank Indonesia lembar pertama buku BG BI yang telah ditandatangani oleh Pemegang Rekening Giro atau penerima kuasa yang memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia. Lembar pertama buku BG BI merupakan bukti yang menunjukkan bahwa Pemegang Rekening Giro telah menerima dari Bank Indonesia satu buku BG BI dengan jumlah helai dan nomor seri warkat sesuai dengan yang tercantum pada buku BG BI tersebut; 5) Dalam hal Pemegang Rekening Giro tidak menyerahkan lembar pertama buku BG BI sebagaimana dimaksud dalam angka 4) maka BG BI tersebut tidak dapat digunakan untuk melakukan penarikan atas Rekening Giro; 6) Penarikan atas beban Rekening Giro dengan menggunakan BG BI dilakukan sesuai dengan jadwal pelayanan loket akunting yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. c. Sarana Elektronik Dalam menggunakan sarana elektronik, berlaku ketentuan sebagai berikut : 1) Penarikan dengan menggunakan sarana elektronik hanya dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang telah menjadi anggota dari sistem yang menggunakan sarana elektronik yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia; 2) Tatacara dan prosedur penggunaan sarana elekronik diatur tersendiri dalam ketentuan yang mengatur mengenai sistem elektronik. d. Sarana Lainnya Sarana lain dalam penarikan Rekening Giro antara lain berupa teleks atau telepon yang dilengkapi dengan angka rahasia disertai faksimili yang dilengkapi dengan angka rahasia yang digunakan sebagai pembukuan hasil kliring yang digunakan oleh Bank penyelenggara kliring lokal di tempat yang tidak terdapat KBI. 2. Penarikan Rekening Giro instansi pemerintah a. Sarana yang digunakan untuk melakukan penarikan Rekening Giro Rupiah adalah Cek BI, BG BI, sarana elektronik, atau sarana lain. b. Tata cara penggunaan Cek BI, BG BI, dan sarana elektronik untuk penarikan Rekening Giro oleh instansi pemerintah adalah sebagaimana diatur dalam angka 1 huruf a, huruf b. 1), 2), 4) dan 5) serta huruf c. c. Penarikan Rekening Giro dengan menggunakan BG BI dimungkinkan untuk ditujukan kepada beberapa penerima dana yang rincian penerima dana dan nominalnya tercantum dalam lampiran BG BI tersebut. Nominal yang tercantum dalam BG BI tersebut merupakan jumlah keseluruhan dari nominal dalam lampiran. d. Sarana lain yang digunakan untuk penarikan Rekening Giro oleh instansi pemerintah berupa sarana penarikan Rekening Giro yang telah distandarisasi oleh pemerintah dan telah disetujui oleh Bank Indonesia. Warkat standar yang saat ini telah diterbitkan oleh Departemen Keuangan yang dapat diterima oleh Bank Indonesia sebagai sarana pembebanan Rekening Giro instansi tersebut antara lain terdiri dari : 1) SPMGB adalah warkat standar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dan KPKN yang sekota dengan KBI; 2) Surat Perintah Bayar-Surat Perintah Membayar (SPB-SPM) adalah warkat standar yang diterbitkan oleh KPKN yang tidak sekota dengan KBI (KPKN non-Bank Indonesia). 3) Surat permintaan pemindahan dana dalam valuta asing dari instansi pemerintah yang memerlukan tindak lanjut dari Bank Indonesia berupa konversi nominal dari valuta asing ke dalam rupiah. e. Penarikan Rekening Giro dengan menggunakan SPMGB hanya ditujukan kepada 1 (satu) penerima dana. f. Dalam hal sarana lain yang digunakan adalah warkat yang bukan merupakan sarana sebagaimana dimaksud dalam huruf d maka surat tersebut wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Warkat tersebut sekurang-kurangnya memuat klausula sebagai berikut : a) perintah bayar; b) nomor dan nama Rekening Giro yang didebet di Bank Indonesia dan atau nomor dan nama Rekening Giro yang dikredit di Bank Indonesia; c) nomor, nama Rekening Giro dan Pemegang Rekening Giro pada Bank yang dituju; nominal dan terbilang. d) 2) Warkat dibuat dengan spesifikasi sebagai berikut : a) b) kertas surat yang distandardisasi sesuai ketentuan intern instansi yang bersangkutan; terdapat logo dari instansi yang bersangkutan. 3) Contoh warkat yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) sebelum digunakan wajib terlebih dahulu disampaikan sebanyak 3 (tiga) lembar kepada DASP Bank Indonesia cq. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (Biro PSPN) untuk mendapatkan persetujuan. 4) Dalam hal Bank Indonesia telah menyetujui contoh warkat sebagaimana dimaksud dalam angka 3), maka Bank Indonesia akan menyampaikan pemberitahuan atas persetujuan tersebut dengan melampirkan 1 (satu) lembar contoh warkat dimaksud. 3. Penarikan Rekening Giro lembaga keuangan internasional a. Sarana yang digunakan untuk melakukan penarikan Rekening Giro Rupiah adalah Cek BI, BG BI, sarana elektronik, atau sarana lain. b. Tata cara penggunaan Cek BI, BG BI, dan sarana elektronik untuk penarikan Rekening Giro oleh lembaga keuangan internasional adalah sebagaimana diatur dalam angka 1 huruf a, huruf b, dan huruf c. c. Sarana lain yang digunakan untuk melakukan penarikan Rekening Giro Rupiah adalah warkat standar intern Bank Indonesia yang dibuat oleh satuan kerja yang berkaitan dengan Pemegang Rekening Giro lembaga keuangan internasional, yang didasarkan atas teleks atau surat permintaan transfer dari Pemegang Rekening Giro tersebut; 4. Penarikan Rekening Giro lembaga lain a. Sarana yang digunakan untuk melakukan penarikan Rekening Giro Rupiah oleh lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia adalah Cek BI, BG BI, sarana elektronik, atau sarana lain; b. Tata cara penggunaan Cek BI, BG BI, sarana elektronik, atau sarana lain adalah sebagaimana diatur dalam angka 1 huruf a, huruf b, huruf c dan angka 2 huruf f. C. Tata Cara Penarikan Rekening Giro Valas 1. Penarikan Rekening Giro Bank a. Penarikan Rekening Giro Valas hanya dapat dilakukan melalui pemindahbukuan dengan menggunakan sarana SWIFT atau teleks; b. Permintaan penarikan Rekening Giro Valas dapat dilaksanakan apabila permintaan dimaksud telah diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal valuta. 2. Penarikan Rekening Giro instansi pemerintah Penarikan Rekening Giro Valas oleh Departemen Keuangan dilakukan dengan menggunakan sarana : a. SPMGB adalah warkat standar yang diterbitkan oleh KPKN yang sekota dengan KBI dan DJA dalam rangka melakukan pembayaran kepada rekanan atau pihak lainnya atas beban rekening yang bersangkutan atau untuk diperhitungkan dengan rekening khusus. Bentuk/format SPMGB yang digunakan untuk penarikan Rekening Giro Valas wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia; b. SPB-SPM adalah warkat standar yang diterbitkan oleh KPKN yang tidak sekota dengan KBI (non-BI) dalam rangka melakukan pembayaran kepada rekanan atau pihak lainnya yang selanjutnya diperhitungkan dengan rekening khusus di KPBI. Bentuk/format SPMGB yang digunakan untuk penarikan Rekening Giro Valas wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia; c. Surat Perintah Membayar Rekening Khusus (SPMRK) adalah warkat yang diterbitkan oleh DJA yang disampaikan ke KPBI untuk membebani rekening khusus dalam valuta asing. Bentuk/format SPMRK yang digunakan untuk penarikan Rekening Giro Valas wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia. d. Surat Kuasa membayar atas beban rekening khusus untuk Letter of Credit (SPMRK L/C) adalah warkat yang diterbitkan oleh DJA yang disampaikan kepada KPBI untuk membebani rekening khusus untuk Letter of Credit. Bentuk/format SPMRK L/C wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia. Untuk instansi pemerintah di luar Departemen Keuangan, penarikan terhadap Rekening Giro Valas dilakukan dengan menggunakan sarana warkat yang distandarisasi yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam huruf B angka 2 huruf f. 3. Penarikan Rekening Giro lembaga keuangan internasional Penarikan Rekening Giro Valas oleh lembaga keuangan internasional hanya dapat dilakukan melalui pemindahbukuan dengan menggunakan sarana SWIFT atau warkat standar intern Bank Indonesia yang dibuat oleh satuan kerja yang berkaitan dengan Pemegang Rekening Giro lembaga keuangan internasional, yang didasarkan atas teleks dari Pemegang Rekening Giro tersebut. 4. Penarikan Rekening Giro lembaga lain Penarikan Rekening Giro Valas oleh lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia, dilakukan melalui pemindahbukuan dengan menggunakan sarana SWIFT atau teleks. VI. PENGGUNAAN CEK BI/BG BI DAN CARA MEMPEROLEH BUKU CEK BI/BG BI 1. Cek BI hanya dapat digunakan untuk keperluan penarikan tunai atas beban Rekening Giro Rupiah. 2. BG BI digunakan untuk keperluan pemindahan dana dari satu Rekening Giro Rupiah ke Rekening Giro Rupiah lainnya. 3. Cek BI dan BG BI dicetak sesuai dengan spesifikasi warkat sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya pada Perusahaan Pencetakan Dokumen Sekuriti yang berlaku. 4. Dalam hal penarikan atas Rekening Giro dilakukan dengan menggunakan Cek BI atau BG BI maka buku Cek BI atau BG BI dapat diperoleh di Bank Indonesia sesuai dengan kebutuhan. 5. Permintaan buku Cek BI atau BG BI wajib dilakukan oleh orang yang berwenang melakukan penarikan atas Rekening Giro dan mempunyai Spesimen Tanda Tangan yang masih berlaku di Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Bagi pihak-pihak yang baru pertama kali mengajukan permohonan pembukaan Rekening Giro, permintaan buku Cek BI atau BG BI dilakukan dengan cara mengisi formulir khusus permintaan buku Cek BI atau BG BI sebagaimana contoh dalam Lampiran 5; b. Bagi Pemegang Rekening Giro yang telah memiliki Rekening Giro, permintaan buku Cek BI atau BG BI dilakukan dengan cara mengisi formulir khusus permintaan buku cek atau bilyet giro yang terdapat di dalam buku Cek BI atau BG BI. Dalam hal formulir khusus tersebut hilang atau rusak, maka permintaan buku Cek BI atau BG BI berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 6. Pengambilan buku Cek BI atau BG BI wajib dilakukan oleh orang yang berwenang melakukan penarikan atas Rekening Giro dan mempunyai Spesimen Tanda Tangan yang masih berlaku di Bank Indonesia atau oleh orang yang diberi kuasa khusus secara tertulis dan bermeterai cukup. 7. Pemegang Rekening Giro bertanggung jawab atas segala macam penyalahgunaan dari tiap-tiap helai Cek BI dan atau BG BI oleh pihak- pihak yang tidak berhak serta segala akibat yang ditimbulkan atas penyalahgunaan tersebut. 8. Bank Indonesia tidak memproses Cek BI atau BG BI yang terdapat perbedaan nominal antara yang tertulis dalam angka dengan yang tertulis dalam huruf. 9. Penulisan nominal dalam angka dan huruf tidak dapat dilakukan pencoretan atau perubahan. 10. Kesalahan dalam pengetikan atau penulisan dalam Cek BI atau BG BI (dokumen) yang dijadikan sebagai Warkat Pembukuan selain perbedaan nominal angka dan huruf sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dapat dikoreksi dengan cara : a. Mencoret data yang salah dengan menggunakan ballpoint dan sejenisnya dan tidak diperkenankan menggunakan correction fluid/paper (alat untuk melakukan koreksi tulisan); b. Menulis data yang benar di tempat kosong di dekat data yang telah dicoret; c. Penarik memberikan tanda tangan di dekat data yang dicoret. Dalam hal penarik lebih dari satu orang, maka tanda tangan dilakukan sesuai dengan jumlah penarik. 11. Bank Indonesia akan menolak Cek BI atau BG BI yang ditandatangani oleh penarik Rekening Giro yang hak tandatangannya sudah tidak berlaku lagi. 12. Apabila terdapat Cek BI atau BG BI yang tidak digunakan oleh Pemegang Rekening Giro maka Pemegang Rekening Giro melaporkan kepada Bank Indonesia secara tertulis dengan memuat nomor seri Cek BI atau BG BI dan alasan tentang tidak digunakannya Cek BI atau BG BI tersebut. 13. Apabila terdapat Cek BI atau BG BI yang hilang maka Pemegang Rekening Giro wajib segera melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia dengan disertai surat keterangan kehilangan dari instansi yang berwenang atau kepolisian. Dalam hal laporan tersebut tidak disertai surat keterangan kehilangan dari instansi yang berwenang maka pelaporan tersebut dianggap tidak ada. 14. Penulisan Cek BI atau BG BI dilarang menggunakan mesin tik elektrik. VII. PERUBAHAN NAMA DAN NOMOR REKENING GIRO 1. 2. Perubahan Rekening Giro hanya dapat dilakukan apabila terdapat perubahan nomor rekening atau nama rekening. Perubahan nomor Rekening Giro hanya dapat dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal ini akan dilakukan sehubungan dengan adanya perubahan dalam kebijakan intern Bank Indonesia. 3. Perubahan nama Rekening Giro hanya dapat dilakukan atas dasar permohonan tertulis yang ditandatangani oleh Pemegang Rekening Giro dengan melampirkan fotokopi dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang yang memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia. 4. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 diajukan kepada Bagian PTR - DASP untuk Rekening Giro Rupiah atau Bagian AkDv - DASP untuk Rekening Giro Valas, Bank Indonesia, Jalan MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 atau Kantor Bank Indonesia (KBI). 5. Bank Indonesia akan memberitahukan kepada Pemegang Rekening Giro dan pihak lain yang terkait apabila perubahan nomor dan nama Rekening Giro telah dilakukan dan mulai berlaku. 6. Untuk Rekening Giro yang pembukaannya dilakukan melalui satuan kerja terkait, perubahan nama diajukan melalui satuan kerja tersebut. 7. Dalam hal Pemegang Rekening Giro tidak memberitahukan setiap perubahan maka data yang telah dilaporkan kepada Bank Indonesia dianggap masih berlaku. VIII. PENUTUPAN REKENING GIRO A. Permohonan 1. Bank Indonesia setiap saat dapat menutup Rekening Giro baik atas permintaan tertulis dari Pemegang Rekening Giro, pihak berwenang yang terkait dengan Rekening Giro yang bersangkutan antara lain lembaga yang berwenang di bidang pengawasan Bank, maupun atas dasar pertimbangan Bank Indonesia. 2. Permintaan penutupan Rekening Giro oleh Pemegang Rekening Giro atau pihak berwenang yang terkait dengan Rekening Giro yang bersangkutan, dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Pemegang Rekening Giro, yang diwakili oleh Direksi Bank, pejabat yang berwenang atau diberi kuasa untuk menutup Rekening Giro, atau pihak berwenang yang terkait dengan Rekening Giro yang bersangkutan mengajukan permohonan penutupan Rekening Giro b. secara tertulis kepada Bagian PTR-DASP untuk Rekening Giro Rupiah, atau Bagian AkDv-DASP untuk Rekening Giro Valas, Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010 atau KBI, dengan mengemukakan alasan penutupan Rekening Giro; Permohonan penutupan Rekening Giro yang pembukaannya dilakukan melalui satuan kerja terkait, disampaikan terlebih dahulu kepada satuan kerja tersebut. Selanjutnya satuan kerja tersebut akan meneruskan permohonan penutupan rekening kepada DASP dengan tembusan kepada Bagian PTR-DASP untuk Rekening Giro Rupiah, atau Bagian AkDv-DASP untuk Rekening Giro Valas, Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010 atau KBI. B. Proses Persetujuan/Penolakan 1. Penutupan Rekening Giro berdasarkan permintaan dari Pemegang Rekening Giro atau pihak berwenang yang terkait dengan Rekening Giro yang bersangkutan, wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia melakukan penutupan Rekening Giro dengan mempertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut : a. Apabila pada satu kantor Bank Indonesia (KPBI dan KBI) Pemegang Rekening Giro memiliki lebih dari 1 (satu) Rekening Giro dan mutasi-mutasi yang dilakukan dapat ditampung pada salah satu rekening yang ada; b. Pemegang Rekening Giro tidak mempunyai keterkaitan tugas dengan Bank Indonesia; c. Rekening Giro tidak aktif selama 2 (dua) tahun. Apabila dalam jangka waktu 1,5 (satu setengah) tahun rekening tersebut tidak aktif, maka Bank Indonesia akan memberitahukan kepada yang bersangkutan secara tertulis mengenai hal tersebut dan sekaligus C. meminta yang bersangkutan untuk menutup Rekening Gironya. Selanjutnya apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah pemberitahuan itu tidak ada jawaban maka Rekening Giro tersebut akan ditutup tanpa pemberitahuan sebelumnya. Untuk rekening khusus atas nama Pemerintah yang berkaitan dengan pinjaman luar negeri, pelaksanaan penutupan rekening giro terlebih dahulu wajib memperhatikan waktu berakhirnya loan agreement dan saldo rekening khusus dimaksud. Tata Cara Penutupan 1. Bank Indonesia akan memberitahukan secara tertulis kepada Pemegang Rekening Giro mengenai penutupan Rekening Giro yang dilakukan baik atas permintaan Pemegang Rekening Giro atau pihak berwenang yang terkait dengan Rekening Giro yang bersangkutan maupun berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia. 2. Atas Rekening Giro yang akan ditutup, Bank Indonesia akan memindahkan saldo Rekening Giro dimaksud pada rekening tertentu yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia sementara menunggu penyelesaian lebih lanjut dengan Pemegang Rekening Giro. Untuk rekening khusus pemerintah, pemindahan saldo rekening terlebih dahulu perlu meminta persetujuan dari Departemen Keuangan Republik Indonesia. 3. Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran atau KBI akan menutup Rekening Giro setelah seluruh hak dan kewajiban Pemegang Rekening Giro di Bank Indonesia telah diselesaikan. 4. Penutupan rekening giro dilakukan setelah Rekening Giro bersaldo nihil. 5. Setelah penutupan Rekening Giro, Cek BI atau BG BI yang masih beredar tidak dapat diperhitungkan lagi atas beban atau untung Rekening Giro dimaksud. 6. Sisa buku Cek BI atau BG BI yang belum terpakai dan masih berada pada Pemegang Rekening Giro tidak perlu dikembalikan kepada Bank Indonesia. Segala risiko yang terjadi akibat penyalahgunaan Cek BI atau BG BI merupakan tanggung jawab Pemegang Rekening Giro. 7. Bank Indonesia melakukan pembatalan seluruh sisa buku Cek BI atau BG BI dan pencabutan seluruh Spesimen Tanda tangan setelah dilakukan penutupan Rekening Giro. 8. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis mengenai penutupan Rekening Giro kepada Pemegang Rekening Giro yang ditutup dan pihak lain yang terkait. IX. REKENING GIRO KHUSUS Rekening Giro khusus adalah Rekening Giro Rupiah atau Rekening Giro Valas yang persyaratan dan tata cara pembukaan, penyetoran, penarikan dan penutupannya diatur secara khusus. A. Ketentuan dan Persyaratan Umum 1. Rekening Giro khusus antara lain berupa Escrow Account dan Blocked Account. 2. Escrow Account yaitu rekening yang dibuka secara khusus untuk tujuan tertentu guna menampung dana yang dipercayakan kepada Bank Indonesia berdasarkan persyaratan tertentu sesuai dengan perjanjian tertulis. 3. Blocked Account yaitu rekening yang karena suatu hal untuk sementara diblokir dananya sehingga tidak dapat ditarik/dicairkan sampai diperoleh keputusan yang jelas. 4. Rekening Giro khusus lainnya adalah Rekening Giro Rupiah atau Rekening Giro Valas yang persyaratan dan tata cara pembukaan, penyetoran, penarikan dan penutupannya diatur secara khusus dalam surat atau perjanjian tertulis dan tidak tergolong sebagai Escrow Account. B. Escrow Account 1. Pihak yang dapat membuka Escrow Account Escrow Account dibuka oleh Pemegang Rekening Giro pada Bank Indonesia. 2. Persyaratan Pembukaan a. Pembukaan Escrow Account didasarkan atas adanya persyaratan tertentu, antara lain berupa kesepakatan antara para pihak yang terkait yang melatarbelakangi pembukaan Rekening Giro tersebut; b. Tata cara pembukaan Escrow Account wajib memenuhi persyaratan umum pembukaan Rekening Giro sebagaimana diatur dalam angka II; c. 3. Perjanjian Hak dan kewajiban para pihak yang terkait dengan Escrow Account dituangkan dalam perjanjian. Perjanjian tersebut sekurang- Pemegang Escrow Account wajib membuat Spesimen Tanda Tangan. kurangnya meliputi : a. b. rekening; c. d. e. f. g. Hak dan kewajiban para pihak; Tata cara penyetoran; Tata cara penarikan; Jangka waktu pembukaan rekening; Tata cara penutupan rekening. Dalam perumusan materi perjanjian tersebut di atas pada prinsipnya mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk Rekening Giro secara umum. Namun demikian apabila terdapat hal-hal khusus yang belum diatur atau tidak dapat diterapkan dalam pembukaan Escrow Account, maka para pihak dapat menetapkan persyaratan tertentu yang disepakati kedua pihak dalam perjanjian tersebut. Misalnya dalam penggunaan sarana penarikan Escrow Account dalam Valas, Pemegang Rekening Giro melakukan penarikan dengan sarana surat. 4. Penyetoran ke Escrow Account Tata cara dan sarana penyetoran ke Escrow Account sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi Rekening Giro sebagaimana diatur dalam angka IV atau perjanjian antara para pihak yang terkait. 5. Penarikan Escrow Account Tata cara penarikan Escrow Account sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi Rekening Giro sebagaimana diatur dalam angka V atau perjanjian antara para pihak yang terkait. 6. Penutupan Escrow Account Tata cara penutupan Escrow Account sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi Rekening Giro sebagaimana diatur dalam angka VIII Latar belakang pembukaan; Obyek perjanjian atau tujuan khusus pembukaan C. atau perjanjian antara para pihak yang terkait. Blocked Account 1. Pihak yang Dapat Membuka Blocked Account Blocked Account dibuka atas permintaan dari Pemegang Rekening Giro karena ada suatu hal yang terkait dengan kepentingan Bank Indonesia, untuk memblokir dana pada rekening tersebut. 2. Persyaratan Pembukaan Blocked Account a. permintaan Pemegang Pembukaan Blocked Account dilakukan atas Rekening Giro terhadap Rekening Giro yang telah ada di Bank Indonesia; b. Pembukaan tersebut dilakukan setelah adanya perintah tertulis dari satuan kerja terkait di Bank Indonesia untuk memblokir Rekening Giro dimaksud karena ada suatu hal tertentu. 3. Proses Pembukaan dan Pengelolaan Blocked Account a. Dana untuk Blocked Account berasal dari Rekening Giro terkait. Dengan dibukanya Blocked Account, Rekening Giro awal yang tidak diblokir tetap ada. Dengan demikian untuk Pemegang Rekening Giro yang sama terdapat dua Rekening Giro yaitu Rekening Giro yang tidak diblokir dan Blocked Account; b. Besarnya Blocked Account ditetapkan oleh Pemegang Rekening Giro sesuai dengan permintaan tertulis dari satuan kerja terkait di Bank Indonesia; c. Pada Blocked Account tidak diperbolehkan adanya mutasi berupa penarikan atau pencairan dana; d. Dalam hal terdapat penerimaan dana setoran yang ditujukan ke Rekening Giro awal, dana tersebut akan segera dipindahbukukan ke Blocked Account oleh satuan kerja pengelola rekening di Bank Indonesia atas dasar perintah dari pemegang Blocked Account. Dengan demikian dalam hal dana dalam Blocked Account telah mencapai jumlah yang ditetapkan satuan kerja terkait di Bank Indonesia, satuan kerja pengelola rekening di Bank Indonesia tidak perlu memindahbukukan dana setoran tersebut; e. Pemblokiran atas Blocked Account dilakukan sampai dengan adanya pemberitahuan tertulis dari Pemegang Rekening Giro sesuai dengan pernyataan tertulis dari satuan kerja terkait di Bank Indonesia. 4. Penarikan Blocked Account a. Penarikan Blocked Account ke Rekening Giro awal dapat dilakukan oleh Pemegang Rekening Giro setelah diperoleh keputusan yang jelas dari satuan kerja terkait di Bank Indonesia; b. Dalam hal telah diperoleh keputusan yang jelas sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Pemegang Rekening Giro wajib segera meminta satuan kerja pengelola rekening untuk memindahbukukan kembali seluruh saldo giro yang ada di Blocked Account ke Rekening Giro awal atau dipindahkan ke rekening lainnya. c. Tata cara penarikan dan sarana yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi Rekening Giro sebagaimana diatur dalam angka V atau sesuai dengan permintaan tertulis dari satuan kerja terkait di Bank Indonesia. 5. Penutupan Blocked Account a. Penutupan Blocked Account dilakukan satuan kerja pengelola rekening berdasarkan permintaan Pemegang Rekening Giro setelah saldo Blocked Account nihil; b. Tata cara penutupan Blocked Account sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi Rekening Giro sebagaimana diatur dalam angka VIII. X. REKENING KORAN Rekening Koran adalah laporan yang memuat posisi dan mutasi atas transaksi yang terjadi pada Rekening Giro. A. Rekening Giro Rupiah Rekening Koran untuk Rekening Giro Rupiah yang diterbitkan untuk Pemegang Rekening Giro meliputi Rekening Koran harian, Rekening Koran bulanan dan Rekening Koran akhir tahun. Tata cara yang berkaitan dengan Rekening Koran diatur sebagai berikut. 1. Yang Belum Menggunakan Sistem BI-RTGS a. Rekening Koran harian 1) Setiap akhir hari kerja, Bank Indonesia mencetak Rekening Koran harian. 2) Rekening Koran harian memuat transaksi-transaksi yang terjadi pada hari yang bersangkutan. Rekening Koran harian hanya akan tercetak apabila terdapat mutasi pada rekening tersebut. 3) Rekening Koran harian dapat diambil oleh Pemegang Rekening Giro atau kuasanya paling lambat 1 (satu) minggu setelah tanggal Rekening Koran. b. Rekening Koran bulanan 1) Setiap akhir hari kerja pada setiap akhir bulan, Bank Indonesia mencetak Rekening Koran bulanan. 2) Rekening koran bulanan memuat 3) transaksi-transaksi yang terjadi selama periode bulan yang bersangkutan. Rekening Koran bulanan tetap akan tercetak walaupun tidak terdapat mutasi pada rekening tersebut. Rekening Koran bulanan dapat diambil oleh Pemegang Rekening Giro atau kuasanya paling lambat 1 (satu) minggu setelah tanggal Rekening Koran. c. Rekening Koran akhir tahun 1) Setiap akhir hari kerja pada akhir bulan Desember, Bank Indonesia mencetak Rekening Koran akhir tahun. 2) Rekening Koran akhir tahun memuat transaksi-transaksi yang terjadi pada hari kerja pada akhir bulan Desember. Rekening Koran akhir tahun tetap akan tercetak walaupun tidak terdapat mutasi pada rekening tersebut. 3) Rekening Koran akhir tahun diambil oleh Pemegang Rekening Giro paling lambat 1 (satu) minggu setelah tanggal Rekening Koran. 2. Yang Telah Menggunakan Sistem BI-RTGS a. Rekening Koran harian 1) Setiap akhir hari kerja sistem BI-RTGS mencetak Rekening Koran yang dapat dilakukan oleh masing-masing Peserta Sistem BI-RTGS melalui RTGS Terminal (RT) yang tersedia di masing-masing Peserta. 2) Rekening Koran harian memuat transaksi-transaksi yang terjadi pada hari yang bersangkutan. Rekening Koran harian hanya akan tercetak apabila terdapat mutasi pada rekening tersebut. b. Rekening Koran akhir tahun 1) Setiap akhir hari kerja pada akhir bulan Desember, Bank Indonesia mencetak Rekening Koran akhir tahun. 2) Rekening koran akhir tahun memuat transaksi-transaksi yang terjadi pada tanggal akhir bulan Desember. Rekening Koran akhir tahun hanya akan tercetak apabila terdapat mutasi pada rekening tersebut. 3) Bagi Peserta Sistem BI-RTGS yang tidak melakukan transaksi pada akhir hari kerja bulan Desember, maka Rekening Koran akhir tahun adalah Rekening Koran harian yang tercetak pada hari kerja terakhir bulan Desember dimana terdapat mutasi pada rekening tersebut. 4) Rekening Koran akhir tahun diambil B. oleh Pemegang Rekening Giro selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah tanggal Rekening Koran. Rekening Giro Valas Rekening Koran untuk Rekening Giro Valas yang diterbitkan untuk Pemegang Rekening Giro meliputi Rekening Koran mingguan dan Rekening Koran akhir tahun. 1. Rekening Koran mingguan a. Setiap minggu pada tanggal neraca, Bank Indonesia mencetak Rekening Koran mingguan. b. Rekening Koran mingguan memuat transaksi-transaksi yang terjadi selama periode minggu tersebut. Rekening Koran mingguan tetap tercetak walaupun tidak terdapat mutasi pada rekening tersebut karena adanya pembukuan perhitungan selisih kurs neraca lama dengan neraca baru. c. Rekening Koran mingguan dapat diambil oleh Pemegang Rekening Giro paling lambat 1 (satu) minggu setelah tanggal Rekening Koran. 2. Rekening Koran akhir tahun a. Setiap akhir hari kerja pada tanggal neraca akhir bulan Desember Bank Indonesia mencetak Rekening Koran akhir tahun. b. Rekening Koran akhir tahun memuat mutasi dari transaksi- transaksi yang terjadi selama periode minggu terakhir bulan Desember. Rekening Koran akhir tahun tetap akan tercetak walaupun tidak terdapat mutasi pada rekening tersebut karena adanya pembukuan perhitungan selisih kurs neraca lama dengan neraca baru. c. Rekening Koran akhir tahun disampaikan kepada Pemegang Rekening Giro paling lambat 1 (satu) minggu setelah tanggal Rekening Koran. C. Klausula dalam Rekening Koran Akhir Tahun 1. Rekening Koran akhir tahun untuk Rekening Giro Rupiah memuat klausula sebagai berikut : “Penegasan saldo Rekening Koran Saudara yang ditutup pada akhir tahun ini menunjukkan saldo seperti yang tertera pada tembusan Rekening Koran yang ditandatangani dan bermeterai cukup. Jika saldo ini tidak disetujui, harap diberitahukan segera dengan surat tersendiri. Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal penutupan Rekening Koran, Kami tidak menerima pemberitahuan dari Saudara maka saudara dianggap menyetujui saldo rekening dimaksud. Catatan : Debet Kredit = Hutang kepada Bank Indonesia = Piutang kepada Bank Indonesia.” 2. Rekening Koran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibubuhi stempel tanda tangan pejabat Bank Indonesia di atas meterai cukup. 3. Pemegang Rekening Giro wajib menghubungi Bank Indonesia apabila dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal penutupan periode laporan Pemegang Rekening Giro tidak menerima tembusan Rekening Koran. 4. Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal penutupan periode laporan Pemegang Rekening Giro tidak menghubungi Bank Indonesia maka Pemegang Rekening Giro dianggap telah menerima Rekening Koran. D. Permintaan Informasi Saldo Rekening Giro Permintaan informasi saldo Rekening Giro dapat dilakukan dengan permohonan secara tertulis yang ditandatangani oleh Pemegang Rekening Giro atau pejabat yang diberi kuasa dan memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia. Permohonan tersebut harus menyebutkan alasan yang mendasari permintaan dimaksud. Surat yang memuat Informasi Saldo Rekening Giro tersebut dikenakan bea meterai sesuai ketentuan yang berlaku. E. Tata Cara pengambilan Laporan Rekening Koran Pengambilan Rekening Koran dilakukan oleh Pemegang Rekening Giro atau orang yang diberi kuasa untuk mengambil Rekening Koran, pada hari kerja berikutnya setelah pencetakan Rekening Koran pukul 08.00- 15.00 waktu setempat di Bagian PTR-DASP untuk Rekening Giro Rupiah dan di Bagian AkDv-DASP untuk Rekening Giro Valas, Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10010 atau di Satuan Kerja Akunting di KBI. F. Perbedaan Data 1. Dalam hal terdapat perbedaan antara data pada Rekening Koran dengan data yang ada pada Pemegang Rekening Giro maka Pemegang Rekening Giro wajib melaporkan perbedaan tersebut kepada Bank Indonesia paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua) minggu setelah tanggal pencetakan Rekening Koran tersebut. 2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1 Pemegang Rekening Giro tidak melaporkan adanya perbedaan maka data yang ada pada Bank Indonesia merupakan data yang benar. 3. Rekening Koran sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang sama dengan laporan yang disimpan di Bank Indonesia merupakan alat bukti yang sah dan otentik. XI. BIAYA-BIAYA A. Biaya Administrasi 1. Bank sebagai Pemegang Rekening Giro Rupiah yang belum menggunakan Sistem BI-RTGS, dikenakan biaya administrasi berupa biaya provisi administrasi pencetakan Rekening Koran yang dibebankan setiap akhir bulan. 2. Bank sebagai Pemegang Rekening Giro Valas dikenakan biaya administrasi berupa biaya provisi administrasi pencetakan Rekening Koran yang dibebankan setiap akhir bulan. B. Biaya Transfer 1. Setiap transaksi pemindahan dana dari salah satu Rekening Giro ke rekening lainnya di kantor Bank Indonesia yang berbeda atau ke luar Bank Indonesia dikenakan biaya transfer. 2. Transfer dana dalam Rupiah dan valuta asing yang dilakukan oleh Bank dan lembaga lain yang bukan instansi pemerintah selain BUMN dikenakan biaya transfer. C. Biaya Perolehan Buku Blanko Cek BI dan atau BG BI 1. Biaya perolehan buku blanko Cek BI dan atau BG BI diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Biaya Perolehan Buku Blanko Cek BI dan atau BG BI; 2. Instansi pemerintah selain BUMN tidak dikenakan biaya perolehan buku blanko Cek BI dan atau BG BI. D. Biaya Administrasi dan Transfer Untuk yang Menggunakan Sarana Elektronik Sistem BI-RTGS Pengenaan biaya administrasi dan biaya transfer bagi pihak yang menggunakan Sistem BI-RTGS dilakukan sesuai Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur perihal Biaya dalam Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. E. Pembebanan Biaya Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf A, huruf B, huruf C dan huruf D dibebankan secara langsung ke Rekening Giro yang bersangkutan di Bank Indonesia. F. Biaya 1. Besarnya biaya administrasi dan biaya transfer sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B untuk Rekening Giro Rupiah adalah sebagai berikut: a. Yang belum menggunakan Sistem BI- RTGS 1) Biaya administrasi Rekening Koran sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah)/bulan; 2) Biaya transaksi transfer dana dalam negeri sebesar Rp15.000, 00 (lima belas ribu rupiah)/transaksi. b. RTGS Besarnya biaya yang dikenakan sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur perihal Biaya dalam Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. 2. Besarnya biaya administrasi dan biaya transfer sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan B untuk Rekening Giro Valas adalah sebagai berikut : a. Biaya administrasi sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah)/bulan; b. Biaya transaksi sebesar Rp. 32.500,00 (tiga puluh dua ribu lima ratus rupiah)/transaksi. XII. LAIN-LAIN 1. Perubahan Data Bank Pemegang Rekening Giro Karena Alasan Merger, Konsolidasi atau Akuisisi a. Merger dan Akuisisi 1) Dengan terjadinya merger atau akuisisi maka Bank hasil merger atau akuisisi berwenang untuk melakukan segala pengurusan Yang telah menggunakan Sistem BI- administrasi yang berkaitan dengan Rekening Giro Bank peserta merger atau akuisisi; 2) Dengan adanya Bank hasil merger atau akuisisi maka Rekening Giro seluruh peserta merger atau akuisisi ditutup, kecuali Rekening Giro Bank hasil merger atau akuisisi. 3) Penutupan Rekening Giro peserta merger atau akuisisi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilakukan berdasarkan permintaan dari masing-masing Bank peserta merger atau akuisisi. Pemindahan saldo dilakukan dengan cara masing- masing peserta merger atau akuisisi melakukan pemindahan saldo Rekening Giro yang bersangkutan ke Rekening Giro Bank hasil merger atau akuisisi. 4) Spesimen Tanda Tangan Bank hasil merger atau akuisisi yang telah ditatausahakan di Bank Indonesia tetap berlaku sepanjang tidak terdapat penegasan dari Bank hasil merger atau akuisisi mengenai perubahan atau penggantian atas spesimen tersebut. b. Konsolidasi 1) Dengan terjadinya konsolidasi maka Bank yang ditunjuk oleh peserta konsolidasi mengajukan permohonan pembukaan Rekening Giro kepada Bank Indonesia sesuai dengan tata cara yang diatur dalam Surat Edaran ini. 2) Dengan terdapatnya Bank hasil konsolidasi maka dilakukan penutupan Rekening Giro seluruh peserta konsolidasi. 3) Penutupan Rekening Giro peserta konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilakukan berdasarkan permintaan dari masing-masing peserta konsolidasi. Pemindahan saldo dilakukan dengan cara masing-masing peserta konsolidasi melakukan pemindahan saldo Rekening Giro yang bersangkutan ke Rekening Giro Bank hasil konsolidasi. 4) Guna melakukan penarikan dan hal-hal lain terkait dengan Rekening Giro maka Bank hasil konsolidasi wajib membuat Spesimen Tanda Tangan dengan prosedur sebagaimana diatur dalam angka III. 2. Perubahan data Pemegang Rekening Giro karena alasan lain Dalam hal terjadi perubahan : a. susunan direksi Bank atau pejabat yang berwenang dan atau para pemegang kuasa dari pihak-pihak tersebut yang mengakibatkan perubahan kewenangan penandatanganan dokumen yang terkait dengan pelaksanaan hubungan Rekening Giro dengan Bank Indonesia; b. alamat kantor Pemegang Rekening Giro; c. contoh stempel, Pemegang Rekening Giro wajib memberitahukan dan menyampaikan dokumen yang telah diperbaharui yang berkaitan dengan perubahan tersebut di atas kepada Bagian PTR-DASP, Bagian AkDv-DASP atau KBI sesuai dengan jenis Rekening Giro yang dimiliki oleh Pemegang Rekening Giro sebagaimana dimaksud dalam angka II.A.3. 3. Pencantuman Nama dalam Dokumen yang Disampaikan kepada Bank Indonesia. Pencantuman nama dalam dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan Rekening Giro yang disampaikan kepada Bank Indonesia, harus sesuai dengan nama yang tercantum dalam identitas yang bersangkutan. Dalam hal terdapat perbedaan, maka harus disertai dengan surat pernyataan yang menjelaskan adanya perbedaan tersebut. 4. Koreksi karena kesalahan pembukuan Dalam hal terdapat permintaan pemindahan dana dalam rangka koreksi oleh instansi pemerintah maka perintah untuk melakukan koreksi tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan surat. XIII. 1. KETENTUAN PERALIHAN Rekening Giro Rupiah dan atau Rekening Giro Valas milik pihak-pihak yang dapat memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran ini yang sudah ada pada saat berlakunya Surat Edaran dimaksud, tetap diakui sebagai Rekening Giro yang sah. 2. Bagi pihak-pihak yang telah memiliki Rekening Giro sebelum diberlakukannya Surat Edaran ini dan memenuhi persyaratan sebagai pihak yang dapat menjadi Pemegang Rekening Giro berdasarkan Surat Edaran dimaksud, dianggap telah menjadi Pemegang Rekening Giro, sehingga tidak perlu mengajukan permohonan pembukaan Rekening Giro kembali. 3. Sarana penarikan Rekening Giro Rupiah yang telah distandarisasi dan digunakan oleh instansi pemerintah sebelum berlakunya Surat Edaran ini diakui sebagai sarana penarikan yang sah sehingga tidak memerlukan persetujuan Bank Indonesia. XIV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. BANK INDONESIA MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/11/DASP|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern </reg_title> <set_date> 13 Agustus 2002 </set_date> <effective_date> 13 Agustus 2002 </effective_date> <related_reg> '3/11/PBI/2001', '2/24/PBI/2000' </related_reg>
No.16/ 19 /DPM Jakarta, 28 November 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM tanggal 28 Januari 2014 perihal Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5480) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/19/PBI/2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5583), dan dalam rangka pendalaman pasar valuta asing domestik yang salah satunya dilakukan melalui pengembangan transaksi swap dalam rangka lindung nilai kepada Bank Indonesia, perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM tanggal 28 Januari 2014 perihal Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia sebagai berikut: 1. Ketentuan butir A.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1. Dokumen underlying milik Bank dalam Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/19/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank ... 2 Bank Indonesia (yang selanjutnya disebut PBI), diatur sebagai berikut: a. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk perjanjian kredit maka dokumen underlying berupa perjanjian kredit (loan agreement) antara Bank dengan kreditur Bank. b. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk penerbitan surat utang maka dokumen underlying antara lain berupa laporan penjualan surat utang yang dikeluarkan oleh global custody. c. Dalam hal Underlying Transaksi berupa dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) maka dokumen underlying diatur sebagai berikut: 1) Untuk dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) yang tidak mengalami perubahan maka dokumen underlying berupa surat dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) dari kantor pusat Bank atau dari Bank kepada otoritas yang berwenang. 2) Untuk dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) yang mengalami perubahan maka dokumen underlying berupa surat persetujuan otoritas yang berwenang atas perubahan dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) yang disampaikan kantor pusat Bank atau Bank. 2. Ketentuan butir B.4.c. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: c. Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia 1) Bank mengajukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia secara langsung tanpa melalui lembaga perantara. 2) Pengajuan transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dilakukan melalui RMDS atau sarana komunikasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3) Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia memuat informasi paling kurang sebagai berikut: a) nama Bank; b) jangka ... 3 b) jangka waktu dan nominal Underlying Transaksi yang tercantum pada Kontrak Lindung Nilai; c) tanggal transaksi; d) tanggal valuta; e) jangka waktu Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia; f) tanggal jatuh waktu; g) nilai nominal; h) nomor rekening valas Bank di bank koresponden; dan i) nomor rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia. 4) Setiap pengajuan Kontrak Lindung Nilai, sebagaimana dimaksud dalam butir 4.b disertai juga dengan informasi yang berisi pernyataan Bank bahwa seluruh persyaratan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia telah dipenuhi. 5) Dalam hal Bank melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan Underlying Transaksi berupa dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) tanpa informasi jangka waktu atas dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) maka pernyataan sebagaimana dimaksud dalam angka 4) ditambahkan informasi terkait jangka waktu dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha). 6) Contoh pernyataan Bank mengenai pemenuhan persyaratan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dan angka 5) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 7) Setelah diterimanya pengajuan Kontrak Lindung Nilai sebagaimana dimaksud dalam butir b.3) dan pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank Indonesia akan memberikan nomor referensi kepada Bank untuk setiap Kontrak Lindung Nilai. 8) Pengajuan nominal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia paling kurang sebesar USD10,000,000.00 (sepuluh... 4 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan selanjutnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat). 9) Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan transaksi, Bank hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang diajukan dalam window time Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 10) Dalam hal dilakukan koreksi atas nilai nominal sebagaimana dimaksud dalam angka 9), nilai nominal dimaksud harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 8). 11) Bank bertanggung jawab atas kebenaran data Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang disampaikan kepada Bank Indonesia. 12) Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia tidak dapat dibatalkan oleh Bank. 13) Kontrak Lindung Nilai berakhir apabila Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia telah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan oleh Bank. 14) Bank Indonesia dapat menolak pengajuan Kontrak Lindung Nilai dan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 3. Ketentuan huruf C diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: C. PERPANJANGAN KONTRAK LINDUNG NILAI DAN PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Bank dapat mengajukan: a. perpanjangan Kontrak Lindung Nilai; dan/atau b. perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 2. Bank Indonesia menerima perpanjangan Kontrak Lindung Nilai dan/atau perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang diajukan oleh Bank. 3. Jangka ... 5 3. Jangka waktu perpanjangan Kontrak Lindung Nilai paling lama sama dengan sisa jangka waktu Underlying Transaksi, dengan perpanjangan kontrak paling lama 3 (tiga) tahun. 4. Jangka waktu perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia adalah 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, 12 (dua belas) bulan, atau sesuai dengan sisa jangka waktu Kontrak Lindung Nilai, dengan perpanjangan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas bulan). 5. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Kontrak Lindung Nilai kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut: a. Bank harus memiliki peringkat komposit paling rendah 3 (tiga); dan b. Bank wajib memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (5) PBI. 6. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia diatur sebagai berikut: a. Bank harus memiliki peringkat komposit paling rendah 3 (tiga); dan b. Bank wajib memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (6) PBI. 7. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Kontrak Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melakukan perpanjangan pada 2 (dua) hari kerja sebelum Kontrak Lindung Nilai jatuh waktu. 8. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melakukan transaksi perpanjangan pada 2 (dua) hari kerja sebelum Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia jatuh waktu. 9. Bank yang mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan jangka waktu yang sesuai dengan sisa jangka waktu Kontrak Lindung Nilai selain 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, 12 (dua belas) bulan dengan perpanjangan paling singkat 3 (tiga) bulan dan... 6 dan paling lama 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, pengajuan perpanjangan dimaksud dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) menit setelah window time transaksi dibuka oleh Bank Indonesia. 10. Terhadap pengajuan perpanjangan yang diajukan Bank sebagaimana dimaksud dalam angka 9, Bank Indonesia akan menginformasikan premi swap sesuai jangka waktu yang diajukan Bank langsung kepada Bank melalui RMDS atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia selama window time transaksi. 11. Bank yang mengajukan perpanjangan Kontrak Lindung Nilai melakukan prosedur yang sama dengan pengajuan pada awal Kontrak Lindung Nilai sebagaimana diatur dalam butir B.4.b. 12. Bank yang mengajukan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melakukan prosedur yang sama dengan pengajuan pada awal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir B.4.c. angka 1) sampai dengan angka 3), dan angka 8) sampai dengan angka 12). 13. Bank yang mengajukan perpanjangan Kontrak Lindung Nilai dan/atau perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia harus menginformasikan nomor referensi Kontrak Lindung Nilai yang telah diberikan Bank Indonesia kepada Bank pada saat diterimanya pengajuan Kontrak Lindung Nilai awal. 14. Setelmen perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dapat dilakukan secara netting, termasuk pada saat perpanjangan Kontrak Lindung Nilai. 15. Dalam hal Bank akan melakukan penyelesaian perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia secara netting sebagaimana dimaksud dalam angka 14, Bank harus menginformasikan cara penyelesaian dimaksud pada saat pengajuan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 16. Bank ... 7 16. Bank Indonesia meminta Bank untuk melakukan konfirmasi atas pengajuan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melalui RMDS atau sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang memuat informasi paling kurang sebagai berikut : a. nominal transaksi; b. jangka waktu transaksi; c. tanggal valuta dan tanggal jatuh waktu; d. kurs JISDOR; e. kurs forward; f. premi swap; g. penyelesaian transaksi dengan cara full movement atau netting; h. nilai nominal netting baik dalam Dolar Amerika Serikat maupun dalam Rupiah, jika penyelesaian dilakukan secara netting; i. nomor rekening Bank di bank koresponden; dan j. nomor rekening giro Bank di Bank Indonesia. 17. Setelmen secara netting untuk perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia termasuk pada saat perpanjangan Kontrak Lindung Nilai meliputi: a. netting untuk nilai nominal yang sama pada setiap perpanjangan; b. netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap perpanjangan; atau c. netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank atau dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) Bank pada setiap periode perpanjangan. 18. Setelmen netting untuk nilai nominal yang sama pada setiap perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 17.a dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Nilai setelmen netting untuk nominal Rupiah dihitung sebagai berikut: Nilai... 8 Nilai nominal dolar Amerika Serikat x Kurs setelmen 2 Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia awal - Kurs setelmen 1 saat perpanjangan b. Dalam hal perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf a menghasilkan selisih negatif maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. c. Dalam hal perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf a menghasilkan selisih positif maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang sama sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 19. Setelmen netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir17.b dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Nilai setelmen netting untuk Dolar Amerika Serikat dihitung sebagai berikut: Nilai nominal dolar Amerika Serikat saat Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia awal − Nilai nominal dolar Amerika Serikat saat perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia b. Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika Serikat ke rekening Bank di bank koresponden sebesar nilai setelmen netting sebagaimana dimaksud dalam huruf a. c. Nilai setelmen netting untuk Rupiah dihitung sebagai berikut: Nilai nominal dolar Amerika Serikat saat Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia awal × Kurs setelmen 2 Indonesia awal * + + + + , Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank − Nilai nominal dolar Amerika Serikat saat perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia × Kurs 1 saat perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia * + + + + , d. Dalam... 9 d. Dalam hal perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf c menghasilkan selisih positif maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf c. e. Dalam hal perhitungan sebagimana dimaksud dalam huruf c menghasilkan selisih negatif maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf c. Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap perpanjangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran V dan Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 20. Setelmen netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank atau nilai dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) Bank pada setiap periode perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir 17.c dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut: a. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk perjanjian kredit maka nilai perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia disesuaikan dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank yang telah berubah sesuai dengan jadwal pembayaran cicilan Pinjaman Luar Negeri Bank kepada kreditur. b. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar Negeri Bank dalam bentuk penerbitan surat utang maka nilai perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia disesuaikan dengan nilai outstanding surat utang yang diterbitkan Bank. c. Dalam hal Underlying Transaksi berupa dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) maka nilai perpanjangan... 10 perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia disesuaikan dengan nilai dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha). d. Mekanisme perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank atau nilai dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) Bank pada setiap periode perpanjangan, mengacu pada mekanisme perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam angka 19. Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank atau dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) Bank pada setiap periode perpanjangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 21. Contoh format deal conversation di RMDS terkait pengajuan Kontrak Lindung Nilai, Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, perpanjangan Kontrak Lindung Nilai, dan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Ketentuan huruf D diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: D. PENIADAAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Bank Indonesia dapat meniadakan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, kecuali dalam rangka perpanjangan Kontrak Lindung Nilai dan/atau perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. 2. Pengumuman peniadaan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, akan diumumkan Bank Indonesia paling... 11 paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal peniadaan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melalui sistem LHBU atau sarana informasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 28 November 2014 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, FILIANINGSIH HENDARTA KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER LAMPIRAN II SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/19/DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014 PERIHAL PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA. Contoh Pernyataan Bank Mengenai Pemenuhan Persyaratan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia Bersama ini Bank D menyatakan bahwa Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang kami lakukan telah memenuhi seluruh persyaratan yang diatur dalam ketentuan mengenai Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia. Contoh Pernyataan Bank Mengenai Pemenuhan Persyaratan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan Underlying Transaksi berupa Dana Usaha yang Dinyatakan (Declared Dana Usaha) Bersama ini Bank D menyatakan bahwa Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang kami lakukan telah memenuhi seluruh persyaratan yang diatur dalam ketentuan mengenai Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, dengan Underlying Transaksi berupa dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) dengan jangka waktu xxx tahun. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 2 LAMPIRAN III SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/19 /DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014 PERIHAL PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sama pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta. 2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 10 Februari 2015. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 12 Februari 2015. 5. Kurs JISDOR 10 Februari 2015: Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 12 Februari 2016. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 10 Februari 2016. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 12 Februari 2016. 5. Kurs JISDOR 10 Februari 2016 : Rp12.500,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 12 Februari 2016: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 miliar. 2. Saat perpanjangan Transaksi Swap,perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 12 Februari 2016: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD20 juta. b. Bank... 3 b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD20 juta = Rp250 miliar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 12 Februari 2016: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD20 juta = USD0. b. Setelmen Rp = Rp258 miliar – Rp250 miliar = Rp8 miliar. Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank pada tanggal 12 Februari 2016 sebesar Rp8 miliar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 4 LAMPIRAN IV SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/19/DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014 PERIHAL PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sama pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia saat Perpanjangan Kontrak Lindung Nilai KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta. 2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 1 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 10 Februari 2015. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 12 Februari 2015. 5. Kurs JISDOR 10 Februari 2015 : Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 12 Februari 2016. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN KONTRAK LINDUNG NILAI DAN PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan Kontrak Lindung Nilai: 12 bulan. 2. Jangka waktu perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia: 12 bulan. 3. Nominal: USD20 juta. 4. Tanggal transaksi perpanjangan: 10 Februari 2016. 5. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 12 Februari 2016. 6. Kurs JISDOR 10 Februari 2016: Rp13.000,00. 7. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 12 Februari 2016: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 miliar. 2. Saat... 5 2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 12 Februari 2016: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD20 juta. b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp13.000,00 x USD20 juta = Rp260 miliar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 12 Februari 2016: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD20 juta = USD0. b. Setelmen Rp = Rp258 miliar – Rp260 miliar = (Rp2 miliar). Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka Bank Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank pada tanggal 12 Februari 2016 sebesar Rp2 miliar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 6 LAMPIRAN V SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/19/DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014 PERIHAL PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Lebih Kecil pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta. 2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 10 Februari 2015. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 12 Februari 2015. 5. Kurs JISDOR 10 Februari 2015: Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 12 Februari 2016. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan. 2. Nominal: USD15 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 10 Februari 2016. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 12 Februari 2016. 5. Kurs JISDOR 10 Februari 2016: Rp12.500,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu,perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 12 Februari 2016: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 miliar. 2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 12 Februari 2016: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD15 juta. b. Bank... 7 b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD15 juta = Rp187,5 miliar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 12 Februari 2016: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD15 juta = USD5 juta. b. Setelmen Rp = Rp258 miliar – Rp187,5 miliar = Rp70,5 miliar. Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka: a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank koresponden sebesar USD5 juta. b. Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp70,5 miliar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 8 LAMPIRAN VI SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/19/DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014 PERIHAL PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Lebih Kecil pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta. 2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 1 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 10 Februari 2015. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 12 Februari 2015. 5. Kurs JISDOR 10 Februari 2015: Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 12 Februari 2016. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN KONTRAK LINDUNG NILAI DAN PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan Kontrak Lindung Nilai: 12 bulan. 2. Jangka waktu perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia: 12 bulan. 3. Nominal: USD19 juta. 4. Tanggal transaksi perpanjangan: 10 Februari 2016. 5. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 12 Februari 2016. 6. Kurs JISDOR 10 Februari 2016: Rp14.000,00. 7. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu,perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 12 Februari 2016: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 miliar. 2. Saat perpanjangan Transaksi swap,perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 12 Februari 2016: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD19 juta. b. Bank... 9 b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp14.000,00 x USD19 juta = Rp266 miliar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 12 Februari 2016: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD19 juta = USD1 juta. b. Setelmen Rp = Rp258 miliar – Rp266 miliar = (Rp8 miliar). Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka: a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank koresponden sebesar USD1 juta. b. Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp8 miliar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 10 LAMPIRAN VII SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/19/DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014 PERIHAL PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sesuai dengan Nilai Outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada Setiap Periode Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia KONTRAK LINDUNG NILAI 1. Jadwal pembayaran cicilan Pinjaman Luar Negeri Bank: USD10 juta setiap tahun selama 2 tahun. 2. Nominal Kontrak Lindung Nilai: a. USD20 juta untuk tahun pertama. b. USD10 juta untuk tahun kedua. 3. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun. TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu:12 bulan. 2. Nominal: USD20 juta. 3. Tanggal transaksi: 10 Februari 2015. 4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 12 Februari 2015. 5. Kurs spot 10 Februari 2015: Rp12.000,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00. 7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 12 Februari 2016. 8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00. PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA 1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan. 2. Nominal: USD10 juta. 3. Tanggal transaksi perpanjangan: 10 Februari 2016. 4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 12 Februari 2016. 5. Kurs spot 10 Februari 2016: Rp12.500,00. 6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00. SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Perhitungan Setelmen 1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap 1 pada tanggal 12 Februari 2016: a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta. b. Bank... 11 b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 + Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 miliar. 3. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg swap 2 pada tanggal 12 Februari 2016: a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD10 juta. b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD10 juta = Rp125 miliar. Setelmen Transaksi Setelmen netting pada tanggal 12 Februari 2016: a. Setelmen USD = USD20 juta – USD10 juta = USD10 juta. b. Setelmen Rp = Rp258 miliar – Rp125 miliar = Rp133 miliar. Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka: a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank koresponden sebesar USD10 juta. b. Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp133 miliar. KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA 12 LAMPIRAN VIII SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/19/DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014 PERIHAL PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA Contoh Format Deal Conversation di RMDS 1. Pengajuan Kontrak Lindung Nilai dan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia Awal BERSAMA INI BANK XXXX MENYATAKAN BAHWA TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA TELAH MEMENUHI SELURUH PERSYARATAN YANG DIATUR DALAM KETENTUAN MENGENAI TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA KONTRAK LINDUNG NILAI A. NAMA BANK BANK XXXX B. JANGKA WAKTU 2 TAHUN C. UNDERLYING KONTRAK TRANSAKSI SWAP BANK XXXX DENGAN PT XYZ ATAS PINJAMAN LUAR NEGERI PT XYZ D. NILAI NOMINAL USD100 JUTA TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA A. NAMA BANK BANK XXXX B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD100 JUTA C. TANGGAL TRANSAKSI 10 FEBRUARI 2015 D. TANGGAL VALUTA 12 FEBRUARI 2015 E. JANGKA WAKTU 12 BULAN F. TANGGAL JATUH WAKTU 12 FEBRUARI 2016 G. NILAI NOMINAL USD100 JUTA H. NOMOR REKENING USD FED RESERVE BK OF NY, NY AC 02108XXXXX BIC CODE FRNYUSXX I. NOMOR REKENING IDR RTGS XXX-XXX-XXX Selanjutnya Bank Indonesia akan memberikan nomor referensi Kontrak Lindung Nilai kepada Bank NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001 2. Pengajuan Perpanjangan Kontrak Lindung Nilai dan Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia PERPANJANGAN KONTRAK LINDUNG NILAI A. NAMA BANK BANK XXXX B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD100 JUTA C. UNDERLYING KONTRAK TRANSAKSI SWAP BANK XXXX DENGAN PT XYZ ATAS PINJAMAN LUAR NEGERI PT XYZ D. NILAI NOMINAL USD100 JUTA E. NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001 PERPANJANGAN... 13 PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA A. NAMA BANK BANK XXXX B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD100 JUTA C. TANGGAL TRANSAKSI 10 FEBRUARI 2016 D. TANGGAL VALUTA 12 FEBRUARI 2016 E. JANGKA WAKTU 12 BULAN F. TANGGAL JATUH WAKTU 13 FEBRUARI 2017 G. NILAI NOMINAL USD100 JUTA H. NOMOR REKENING USD FED RESERVE BK OF NY, NY AC 02108XXXXX BIC CODE FRNYUSXX I. NOMOR REKENING IDR RTGS XXX-XXX-XXX J. NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001 KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER, FILIANINGSIH HENDARTA
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/19/DPM|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM tanggal 28 Januari 2014 perihal Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. </reg_title> <set_date> 28 November 2014 </set_date> <effective_date> 28 November 2014 </effective_date> <changed_reg> '16/2/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg> <related_reg> '16/2/DPM|SE-BI/2014', '15/17/PBI/2013', '16/19/PBI/2014' </related_reg>
No.7/52/DPbS Jakarta, 22 November 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat Syariah Dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/47/PBI/2005 tanggal 14 November 2005 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4564), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat Syariah dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut : I. UMUM 1. Dalam rangka pemantauan keadaan usaha Bank termasuk BPRS oleh publik, BPRS diwajibkan untuk menyampaikan laporan dan atau informasi Indonesia. sesuai dengan waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank 2. Bentuk penyampaian laporan dan atau informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah Laporan Tahunan …. Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan. 3. Laporan Tahunan disusun antara lain untuk memberikan gambaran lengkap mengenai kinerja BPRS dalam kurun waktu satu tahun. 4. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan disusun antara lain untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil usaha BPRS serta informasi keuangan lainnya secara triwulanan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan perkembangan usaha BPRS. 5. Penyajian Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan BPRS didasarkan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang relevan untuk perbankan syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI), serta ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, agar dapat diperbandingkan. 6. Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan disusun dalam Bahasa Indonesia, dalam hal laporan dimaksud juga dibuat selain dalam Bahasa Indonesia baik dalam dokumen yang sama atau terpisah, maka Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan tersebut harus memuat informasi yang sama. 7. Angka-angka dalam laporan disajikan dalam mata uang rupiah dan dalam ribuan rupiah. II. LAPORAN TAHUNAN 1. Laporan Tahunan mencakup : a. Informasi Umum Informasi …. Informasi umum paling sedikit mencakup : 1) kepengurusan, meliputi susunan Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas Syariah beserta jabatan dan ringkasan hidupnya ; riwayat 2) rincian kepemilikan saham, berupa nama pemilik dan besaran kepemilikan ; 3) perkembangan usaha BPRS, dalam hal terdapat kelompok usaha BPRS maka termasuk perkembangannya yang memuat data mengenai : a) Ikhtisar data keuangan penting paling sedikit mencakup pendapatan penyaluran dana, laba rugi bersih, laba operasi, laba sebelum pajak, aktiva produktif, sumber dana dan komposisinya, pembiayaan dan komposisinya, modal sendiri, jumlah lembar saham yang ditempatkan dan disetor ; dan b) Rasio keuangan yang mencakup wajib disajikan paling sedikit Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Non Performing Financing (NPF), Return On Equity (ROE), dan Return On Asset (ROA). 4) strategi dan kebijakan manajemen yang digunakan dalam pengelolaan dan pengembangan usaha BPRS, termasuk informasi mengenai manajemen risiko mencakup yang paling sedikit identifikasi risiko (risk identification) dan pengendalian risiko (risk controlling); 5) laporan …. 5) laporan manajemen yang menyajikan informasi mengenai pengelolaan BPRS oleh pengurus atau manajemen dalam rangka good corporate governance, dan paling sedikit mencakup : a) struktur organisasi ; b) aktivitas utama ; c) d) jenis produk e) f) g) teknologi informasi, jika ada ; dan jasa yang realisasi bagi hasil/imbalan ; perkembangan dan target pasar ; jaringan kerja dan mitra usaha ; h) jumlah, jenis dan lokasi kantor ; i) kepemilikan Direksi, Komisaris dan pemegang ditawarkan, termasuk penyaluran Kredit Usaha Kecil (KUK) ; saham dalam kelompok usaha BPRS, dan perubahan dari tahun sebelumnya, jika ada ; j) perubahan-perubahan penting yang terjadi di BPRS dan kelompok usaha BPRS dalam tahun yang bersangkutan, jika ada ; k) sumber daya manusia, meliputi jumlah, kegiatan pendidikan, pelatihan dan pengembangan SDM ; dan l) pengungkapan kebijakan yang mencakup fees and salaries/gaji bagi Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas Syariah … Syariah (DPS) di BPRS termasuk bonus, tantiem dan atau fasilitas lainnya. b. Laporan Keuangan Tahunan Laporan Keuangan Tahunan meliputi : 1) Neraca ; 2) Laporan Laba Rugi ; 3) Laporan Arus Kas; 4) Laporan Perubahan Ekuitas ; 5) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi mengenai Komitmen dan Kontinjensi ; 6) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, jika ada ; 7) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infak, dan Shadaqah (ZIS) ; dan 8) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh . 2. Aspek Transparansi sesuai PSAK untuk perbankan syariah, PAPSI dan ketentuan Bank Indonesia. Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam memenuhi seluruh aspek angka 1, wajib pengungkapan (disclosure) sebagaimana ditetapkan dalam PSAK untuk perbankan syariah, PAPSI dan ketentuan Bank Indonesia. Pengungkapan … Pengungkapan tersebut paling sedikit terdiri dari : a) Laporan Keuangan yang meliputi Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, Catatan atas laporan keuangan, termasuk informasi tentang Komitmen dan Kontijensi , Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, jika ada , Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infak dan Shadaqah (ZIS) , serta Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh ; b) Jumlah aktiva produktif yang mempunyai hubungan istimewa ; aktiva produktif yang diberikan kepada pihak yang c) Jumlah aktiva produktif yang telah direstrukturisasi dan informasi lain tentang direstrukturisasi selama periode berjalan; d) Klasifikasi aktiva produktif menurut jangka waktu, kualitas aktiva produktif ; e) Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang dibentuk Produktif (PPAP) yang wajib dibentuk ; f) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) ; g) Beberapa rasio keuangan BPRS ; h) Karakteristik kegiatan usaha BPRS dan jasa utama yang disediakan ; i) Tugas dan wewenang Dewan Pengawas Syariah dalam melakukan pengawasan Syariah atas operasional BPRS berdasarkan fatwa dan ketentuan lainnya ; dan j) Informasi …. telah dibandingkan dengan Penyisihan Penghapusan Aktiva j) Informasi Lain yang mencakup : a. Transaksi-transaksi penting lainnya dalam jumlah yang signifikan; b. Informasi kejadian penting setelah tanggal laporan Akuntan Publik (subsequent event), khusus bagi BPRS yang memenuhi persyaratan untuk diaudit oleh Akuntan Publik. III. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI TRIWULANAN. 1. Umum a. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan diumumkan untuk laporan keuangan posisi akhir bulan Maret, Juni, September dan Desember. b. Format Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan merupakan standar minimal yang wajib dipenuhi. Apabila terdapat pos yang jumlahnya material dan tidak terdapat dalam format tersebut, BPRS dapat menyajikan pos tersebut secara tersendiri, namun apabila pos dimaksud jumlahnya tidak material dapat digabungkan dengan pos lain yang sejenis. c. Pos-pos yang memiliki saldo nihil dalam format Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan tetap harus dicantumkan dengan memberi garis pendek (-) pada pos yang bersangkutan. d. Untuk pengisian pemilik BPRS dalam format Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan posisi akhir bulan Juni dan Desember, nama pemegang saham yang wajib dicantumkan adalah perorangan atau perusahaan yang memiliki saham sebesar 10 % (sepuluh perseratus) atau …. atau lebih dari modal BPRS. e. Penyajian Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan : 1) Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan merupakan laporan gabungan antara kantor pusat BPRS dengan seluruh kantor BPRS yang bersangkutan. 2) Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan disajikan paling sedikit dalam bentuk perbandingan dengan laporan pada periode yang sama tahun sebelumnya. 3) Posisi pembanding hendaknya disajikan sesuai format yang sama dengan posisi Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan yang diumumkan. 4) Khusus untuk perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam posisi Laporan, maka penyajian posisi pembanding hendaknya mengacu kepada PSAK Nomor 25 tentang Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar dan Perubahan Kebijakan Akuntansi. 5) Angka-angka dalam laporan disajikan dalam mata uang rupiah dan dalam ribuan rupiah. 2. Aspek Transparansi sesuai PSAK untuk perbankan syariah, PAPSI dan ketentuan Bank Indonesia. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan wajib memenuhi seluruh aspek pengungkapan (disclosure) sebagaimana ditetapkan dalam PSAK untuk perbankan syariah, PAPSI dan ketentuan Bank Indonesia. Pengungkapan …. Pengungkapan tersebut paling sedikit terdiri dari : a. Laporan Keuangan yang meliputi Neraca , Laporan Laba Rugi serta Komitmen dan Kontinjensi ; b. Kualitas Aktiva Produktif dan informasi lainnya yang terdiri dari : 1) Aktiva produktif kepada pihak terkait. 2) Kolektibilitas aktiva produktif. 3) Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang wajib dibentuk. 4) Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang telah dibentuk. 5) Komposisi pemegang saham, susunan pengurus dan Dewan Pengawas Syariah. c. Tabel Distribusi Bagi Hasil ; d. Khusus laporan keuangan publikasi triwulanan posisi akhir bulan Juni dan Desember, Laporan Keuangan yang disajikan selain paling sedikit sama dengan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan c, juga wajib menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infak dan Shadaqah (ZIS), Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh, serta Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, jika ada IV. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR 1. Pembayaran sanksi kewajiban membayar ke Bank Indonesia dilakukan dengan cara transfer ke rekening Bank Indonesia. Transfer dimaksud dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : a. Kliring …. a. Kliring Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000.446 – Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS, dan pada kolom keterangan dicantumkan pembayaran sanksi kewajiban membayar. b. BI-RTGS Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446 – Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan pada keterangan dicantumkan pembayaran sanksi kewajiban membayar. 2. Fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat : a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl.M.H.Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010, Telp. 381-8778, 381-8513, atau melalui Fax Nomor 350-1990, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi. b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan diluar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. V. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN Laporan Keuangan Tahunan, serta guntingan surat kabar yang berisikan Laporan Keuangan Publikasi atau fotokopi Laporan Keuangan Publikasi yang …. yang ditempelkan pada papan pengumuman serta disket yang berisi Laporan Keuangan Publikasi disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat : a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. VI. PENUTUP Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/52/DPbS|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat Syariah </reg_title> <set_date> 22 November 2005 </set_date> <effective_date> 22 November 2005 </effective_date> <related_reg> '7/47/PBI/2005' </related_reg>
No.18/32/DPSP Jakarta, 29 November 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Bilyet Giro Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 248, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5951), perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai bilyet giro dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: A. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan bank umum syariah termasuk unit usaha syariah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. B. Rekening Giro adalah rekening giro Rupiah yang dananya dapat ditarik setiap saat dengan menggunakan cek dan/atau Bilyet Giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan. C. Bilyet Giro adalah surat perintah dari Penarik kepada Bank Tertarik untuk melakukan pemindahbukuan sejumlah dana kepada rekening Penerima. D. Penarik adalah pemilik Rekening Giro yang menerbitkan Bilyet Giro. E. Penerima adalah pemilik rekening yang disebutkan namanya dalam Bilyet Giro untuk menerima sejumlah dana. F. Bank Tertarik adalah Bank yang diperintahkan oleh Penarik untuk melakukan pemindahbukuan sejumlah dana dengan menggunakan Bilyet Giro. G. Bank ... 2 G. Bank Penerima adalah Bank yang menatausahakan rekening Penerima. H. Tenggang Waktu Pengunjukan adalah jangka waktu berlakunya Bilyet Giro. I. Tenggang Waktu Efektif adalah jangka waktu yang disediakan oleh Penarik kepada Penerima untuk meminta pelaksanaan perintah dalam Bilyet Giro kepada Bank Tertarik. J. Tanggal Penarikan adalah tanggal yang tercantum pada Bilyet Giro dan merupakan tanggal diterbitkannya Bilyet Giro. K. Tanggal Efektif adalah tanggal yang tercantum pada Bilyet Giro dan merupakan tanggal mulai berlakunya perintah pemindahbukuan. II. TATA CARA PEMENUHAN SYARAT FORMAL BILYET GIRO A. Syarat Formal Bilyet Giro Bilyet Giro harus memenuhi syarat formal sebagai berikut: 1. nama “Bilyet Giro” dan nomor Bilyet Giro; 2. nama Bank Tertarik; 3. perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk memindahbukukan sejumlah dana atas beban Rekening Giro Penarik; 4. nama dan nomor rekening Penerima; 5. nama Bank Penerima; 6. jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka maupun dalam huruf secara lengkap; 7. Tanggal Penarikan; 8. Tanggal Efektif; 9. nama jelas Penarik; dan 10. tanda tangan Penarik. B. Pemenuhan Syarat Formal oleh Bank Tertarik 1. Bank Tertarik wajib memenuhi syarat formal Bilyet Giro sebagaimana dimaksud dalam butir A.1, butir A.2, dan butir A.3 secara lengkap pada saat pencetakan Bilyet Giro. 2. Pemenuhan syarat formal sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. pemenuhan ... 3 a. pemenuhan syarat formal dilakukan pada saat pencetakan warkat Bilyet Giro; b. pemenuhan syarat formal dilakukan dalam bahasa Indonesia dan dapat ditambahkan padanan katanya dalam Bahasa Inggris; dan c. khusus untuk pemenuhan syarat formal berupa nomor Bilyet Giro, dapat dilakukan oleh perusahaan percetakan dokumen sekuriti pada saat pencetakan warkat Bilyet Giro atau oleh Bank Tertarik sebelum diserahkan kepada nasabah. C. Pemenuhan Syarat Formal oleh Penarik 1. Penarik wajib memenuhi syarat formal Bilyet Giro sebagaimana dimaksud dalam butir A.4 sampai dengan butir A.10 secara lengkap pada saat penerbitan Bilyet Giro. 2. Pemenuhan syarat formal secara lengkap pada saat penerbitan Bilyet Giro sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan sebelum Bilyet Giro diserahkan oleh Penarik kepada Penerima. 3. Pemenuhan syarat formal sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dalam bahasa Indonesia serta dapat ditambahkan padanan katanya dalam bahasa Inggris. 4. Pemenuhan syarat formal berupa jumlah dana yang dipindahbukukan sebagaimana dimaksud dalam butir A.6 dilakukan dalam mata uang Rupiah. 5. Pemenuhan syarat formal berupa Tanggal Efektif sebagaimana dimaksud dalam butir A.8 harus berada dalam Tenggang Waktu Pengunjukan, yaitu berada dalam tenggang waktu 70 (tujuh puluh) hari sejak Tanggal Penarikan. 6. Pemenuhan syarat formal berupa nama jelas Penarik sebagaimana dimaksud dalam butir A.9 diatur sebagai berikut: a. pencantuman nama jelas Penarik dapat dilakukan oleh Bank Tertarik melalui personalisasi nasabah; b. personalisasi ... 4 b. personalisasi nasabah sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan pada saat penerbitan buku Bilyet Giro sebelum diserahkan kepada nasabah; c. personalisasi nasabah sebagaimana dimaksud dalam huruf b paling sedikit memuat nama Penarik sesuai dengan yang ditatausahakan oleh Bank Tertarik; d. nama jelas Penarik tidak wajib dicantumkan apabila warkat Bilyet Giro telah dilakukan personalisasi nasabah oleh Bank Tertarik; dan e. dalam hal Penarik adalah badan hukum dan/atau badan usaha dan belum dilakukan personalisasi, nama jelas Penarik adalah nama badan hukum dan/atau badan usaha pemilik Rekening Giro. 7. Pemenuhan syarat formal berupa tanda tangan Penarik sebagaimana dimaksud dalam butir A.10 diatur sebagai berikut: a. tanda tangan dilakukan oleh Penarik dengan menggunakan tanda tangan basah; b. pengisian tanda tangan basah sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan langsung oleh Penarik sesuai dengan spesimen tanda tangan yang ditatausahakan oleh Bank Tertarik; c. untuk Penarik berupa badan hukum dan/atau badan usaha, tanda tangan dilakukan oleh: 1) pihak yang berwenang mewakili badan hukum dan/atau badan usaha; atau 2) pihak yang diberi kuasa oleh pihak yang berwenang mewakili badan hukum dan/atau badan usaha, yang nama dan spesimen tanda tangannya ditatausahakan pada Bank Tertarik; dan d. tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c dapat dilengkapi dengan cap atau stempel sesuai dengan perjanjian pembukaan Rekening Giro. D. Pedoman ... 5 D. Pedoman pemenuhan syarat formal sebagaimana dimaksud dalam huruf A mengacu pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. III. KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PENGGUNAAN BILYET GIRO A. Dalam Penggunaan Bilyet Giro, Bank Tertarik wajib: 1. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.1 pada saat pencetakan Bilyet Giro; 2. menatausahakan Rekening Giro Penarik; 3. menatausahakan Bilyet Giro yang diberikan kepada Penarik; 4. melakukan verifikasi atas Bilyet Giro yang ditarik oleh Penarik, paling sedikit berupa: a. pengecekan keaslian Bilyet Giro yang diterima berdasarkan standar keamanan yang telah ditetapkan; b. pengecekan kelengkapan pemenuhan syarat formal Bilyet Giro yang diterima sebagaimana dimaksud dalam butir II.A; c. konfirmasi kepada Penarik dalam rangka pelaksanaan perintah pemindahbukuan, apabila diperlukan; d. pengecekan kesesuaian antara tanda tangan Penarik yang tercantum pada Bilyet Giro dengan spesimen tanda tangan yang ditatausahakan oleh Bank Tertarik; dan e. verifikasi kewenangan pihak yang menandatangani Bilyet Giro dengan spesimen tanda tangan yang ditatausahakan oleh Bank Tertarik; 5. melaksanakan perintah pemindahbukuan sejumlah dana sesuai dengan perintah dalam Bilyet Giro dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal hasil verifikasi Bilyet Giro sesuai dengan ketentuan dan saldo dalam Rekening Giro Penarik mencukupi maka pemindahbukuan sejumlah dana dilakukan sesuai dengan perintah dalam Bilyet Giro; atau b. dalam ... 6 b. dalam hal hasil verifikasi Bilyet Giro sesuai dengan ketentuan namun saldo dalam Rekening Giro Penarik tidak mencukupi maka pemindahbukuan sejumlah dana tidak dapat dilakukan dan berlaku ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong; 6. menindaklanjuti pemblokiran pembayaran Bilyet Giro berdasarkan surat permohonan dari Penarik dan/atau pihak yang berwenang; 7. melakukan penolakan Bilyet Giro, dengan ketentuan sebagai berikut: a. penolakan Bilyet Giro dilakukan dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 4 menunjukkan Bilyet Giro yang diterbitkan tidak memenuhi ketentuan; dan b. penolakan Bilyet Giro dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.3; dan 8. menatausahakan penggunaan Bilyet Giro, paling sedikit mengenai: a. jumlah lembar Bilyet Giro yang: 1) dicetak oleh Bank Tertarik; 2) didistribusikan kepada nasabah; 3) diproses melalui loket Bank Tertarik dan kliring; dan 4) ditolak melalui loket Bank Tertarik dan kliring beserta alasannya; dan b. penyalahgunaan Bilyet Giro. B. Dalam penggunaan Bilyet Giro, Penarik: 1. harus mengisi syarat formal Bilyet Giro secara lengkap pada saat penerbitan Bilyet Giro dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.1; 2. wajib menyediakan dana yang cukup pada saat Bilyet Giro diunjukkan kepada Bank Tertarik dalam Tenggang Waktu Efektif, yaitu sejak Tanggal Efektif sampai dengan berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan; dan 3. harus ... 7 3. harus menginformasikan dan meminta kepada Bank Tertarik untuk melakukan pemblokiran pembayaran Bilyet Giro yang hilang, dicuri, atau rusak. C. Dalam penggunaan Bilyet Giro, Penerima harus: 1. memastikan pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A, butir II.B.1, butir II.C.1, dan butir II.C.5 terhadap Bilyet Giro yang diterima dari Penarik, antara lain dengan cara memeriksa, meneliti, dan memastikan bahwa syarat formal Bilyet Giro telah dipenuhi secara lengkap; 2. menolak Bilyet Giro yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A, butir II.B.1, butir II.C.1, dan butir II.C.5; dan 3. meminta Penarik untuk melakukan pemblokiran atas Bilyet Giro yang diterima, antara lain dalam hal Bilyet Giro yang telah diterima oleh Penerima hilang, dicuri, atau rusak. D. Dalam penggunaan Bilyet Giro, Bank Penerima wajib: 1. memastikan pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A, butir II.B.1, butir II.C.1, dan butir II.C.5 terhadap Bilyet Giro yang diterima dari Penerima; 2. melakukan verifikasi atas Bilyet Giro yang diterima dari Penerima, paling sedikit berupa: a. pengecekan jumlah koreksi yang tercantum di dalam Bilyet Giro; b. pengecekan masa berlaku Bilyet Giro; dan c. memastikan pihak yang mengunjukkan Bilyet Giro merupakan Penerima atau pihak yang memperoleh kuasa dari Penerima; 3. meneruskan Bilyet Giro kepada Bank Tertarik dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 sesuai dengan ketentuan; 4. melakukan penolakan Bilyet Giro, dengan ketentuan sebagai berikut: a. penolakan ... 8 a. penolakan Bilyet Giro dilakukan dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 menunjukkan Bilyet Giro yang diterbitkan tidak memenuhi ketentuan; dan b. penolakan Bilyet Giro dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.2; 5. memindahbukukan sejumlah dana yang diterima dari Bank Tertarik ke rekening Penerima; dan 6. menyampaikan informasi kepada Penerima dalam hal Bilyet Giro ditolak oleh Bank Tertarik disertai dengan alasan penolakan. IV. KOREKSI BILYET GIRO A. Dalam hal terdapat kesalahan penulisan dalam Bilyet Giro, Penarik harus melakukan koreksi. B. Tata cara koreksi kesalahan penulisan sebagaimana dimaksud dalam huruf A diatur sebagai berikut: 1. koreksi kesalahan penulisan dalam Bilyet Giro harus dilakukan dalam hal terdapat kesalahan penulisan pada: a. nama Penerima; b. nomor rekening Penerima; c. nama Bank Penerima; d. jumlah dana yang dipindahbukukan dalam angka; e. jumlah dana yang dipindahbukukan dalam huruf; f. Tanggal Penarikan; g. Tanggal Efektif; dan/atau h. nama jelas Penarik; 2. koreksi kesalahan penulisan dalam butir 1.a sampai dengan butir 1.h, masing-masing dianggap sebagai 1 (satu) kali koreksi; 3. dalam hal terdapat koreksi kembali pada koreksi kesalahan penulisan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, dianggap sebagai penambahan jumlah koreksi; 4. koreksi ... 9 4. koreksi kesalahan penulisan dilakukan dengan cara mencoret tulisan yang salah dan melakukan perbaikan penulisan apabila diperlukan; 5. setiap koreksi kesalahan penulisan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 harus ditandatangani oleh Penarik di tempat kosong yang terdekat dengan tulisan yang dikoreksi; dan 6. perbaikan penulisan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 harus dilakukan oleh Penarik di tempat kosong yang terdekat dengan tulisan yang dikoreksi. C. Koreksi kesalahan penulisan sebagaimana dimaksud dalam huruf A dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf B. V. PENOLAKAN DAN PENAHANAN BILYET GIRO A. Penolakan Bilyet Giro 1. Penolakan Bilyet Giro dilakukan dengan alasan yang terdiri atas: a. tidak memenuhi syarat formal Bilyet Giro sebagaimana dimaksud dalam butir II.A; b. pencantuman Tanggal Efektif tidak dalam Tenggang Waktu Pengunjukan; c. terdapat koreksi yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B; d. diunjukkan tidak dalam Tenggang Waktu Efektif, yaitu sebelum Tanggal Efektif atau setelah berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan; e. syarat formal Bilyet Giro diduga diisi oleh pihak lain selain Penarik; f. Bilyet Giro diblokir pembayarannya; g. tanda tangan tidak sesuai dengan spesimen tanda tangan yang ditatausahakan oleh Bank Tertarik; h. Bilyet Giro diduga palsu atau dimanipulasi; i. Rekening Giro Penarik telah ditutup; dan/atau j. tidak tersedia dana yang cukup pada Rekening Giro Penarik. 2. Bank ... 10 2. Bank Penerima wajib menolak Bilyet Giro dalam hal Bilyet Giro memenuhi alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a sampai dengan butir 1.e. 3. Bank Tertarik wajib menolak Bilyet Giro dalam hal Bilyet Giro memenuhi alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 4. Penolakan Bilyet Giro oleh Bank Tertarik dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a, butir 1.b, butir 1.d, butir 1.f, dan butir 1.h, dilakukan tanpa memperhatikan ketersediaan dana dalam Rekening Giro Penarik. 5. Dalam hal penolakan Bilyet Giro dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.j, Penerima dapat mengunjukkan kembali Bilyet Giro terhitung sejak tanggal terjadinya penolakan sampai dengan berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan. 6. Penatausahaan penolakan Bilyet Giro mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong. B. Penahanan Bilyet Giro 1. Bank Tertarik yang melakukan penolakan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1.h wajib menahan dan menunda pembayaran Bilyet Giro yang diduga palsu atau isi Bilyet Giro diduga dimanipulasi. 2. Penahanan dan penundaan pembayaran Bilyet Giro sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib ditindaklanjuti dengan verifikasi paling lama sampai dengan 1 (satu) hari kerja berikutnya. 3. Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 menunjukkan bahwa indikasi pemalsuan tidak terbukti, Bilyet Giro diproses sesuai dengan ketentuan. 4. Mekanisme penahanan Bilyet Giro sebagaimana dimaksud dalam angka 1 mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong. VI. PEMBATALAN ... 11 VI. PEMBATALAN DAN PEMBLOKIRAN PEMBAYARAN BILYET GIRO A. Pembatalan Bilyet Giro Penarik tidak dapat membatalkan Bilyet Giro selama Tenggang Waktu Pengunjukan. B. Pemblokiran Pembayaran Bilyet Giro 1. Penarik dapat melakukan pemblokiran pembayaran Bilyet Giro dengan alasan antara lain: a. hilang atau dicuri; dan/atau b. Bilyet Giro tidak dapat digunakan antara lain karena rusak. 2. Pemblokiran pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a harus disertai dengan surat keterangan dari kepolisian. 3. Pemblokiran pembayaran sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b harus disertai dengan Bilyet Giro yang rusak. 4. Tata cara pemblokiran pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong. VII. SPESIFIKASI WARKAT BILYET GIRO A. Warkat Bilyet Giro wajib memenuhi spesifikasi rancang bangun dan standar keamanan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. B. Standar keamanan sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling sedikit menggunakan 5 (lima) unsur pengaman. C. Spesifikasi rancang bangun dan standar keamanan sebagaimana dimaksud dalam huruf A mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan transfer dana dan kliring berjadwal oleh Bank Indonesia. D. Rancang bangun sebagaimana dimaksud dalam huruf A mengacu pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VIII. KETENTUAN ... 12 VIII. KETENTUAN PENUTUP Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995 perihal Bilyet Giro, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2017. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/32/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Bilyet Giro </reg_title> <set_date> 29 November 2016 </set_date> <effective_date> 1 April 2017 </effective_date> <replaced_reg> '28/32/UPG|SE-BI/1995' </replaced_reg> <related_reg> '18/41/PBI/2016' </related_reg>
No. 7/63/DPBPR Jakarta, 30 Desember 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Sistem Informasi Debitur Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tentang Sistem Informasi Debitur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4477), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM 1. Pelapor adalah Kantor Pusat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang memenuhi ketentuan Informasi Debitur (SID) yang berlaku. 2. Penyelenggaraan SID dimaksudkan untuk membantu Pelapor dalam memperlancar proses penyediaan dana, mempermudah penerapan manajemen risiko, dan melakukan identifikasi kualitas Debitur untuk memenuhi ketentuan yang berlaku. 3. Guna mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan agar SID dapat menghasilkan informasi yang berkualitas, Pelapor diwajibkan untuk: a. menyampaikan … mengenai Sistem 2 a. menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank Indonesia setiap bulan untuk posisi akhir bulan secara benar, lengkap, terkini dan tepat waktu; b. melakukan dan menyampaikan koreksi atas Laporan Debitur kepada Bank Indonesia dalam hal Laporan Debitur yang telah disampaikan oleh Pelapor memenuhi ketentuan yang berlaku, baik yang ditemukan oleh Pelapor sendiri, oleh Bank Indonesia maupun oleh pihak lain; c. bertanggung jawab atas isi dan ketepatan waktu penyampaian Laporan Debitur dimaksud. 4. Untuk menciptakan keseragaman dalam penyusunan Laporan Debitur perlu ditetapkan suatu Pedoman Penyusunan Laporan Debitur bagi BPR sebagaimana terlampir, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. kepada Bank Indonesia tidak II. PELAPOR 1. Pelapor yang wajib menyampaikan Laporan Debitur dalam SID sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini adalah : a. BPR yang memiliki total aset (sepuluh miliar rupiah) atau lebih, dan b. BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), yang telah mendapat persetujuan dari Bank Indonesia sebagai Pelapor SID, 2. Total aset sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah total aset Pelapor berdasarkan laporan bulanan sejak posisi Januari 2006. 3. BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dapat menjadi pelapor SID dengan cara mengajukan permohonan untuk menjadi pelapor SID kepada: a. Direktorat … sebesar Rp10.000.000.000,00 3 a. Direktorat Pengawasan BPR (DPBPR)/Direktorat Perbankan Syariah (DPbS) bagi Pelapor yang berada di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi, atau b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Pelapor yang berada di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a. tembusan kepada Direktorat Perizinan dengan dan Informasi Perbankan (DPIP), c.q. Pusat Informasi Kredit dan mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. 4. BPR yang telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Pelapor wajib mengikuti persyaratan dan tatacara pelaporan SID sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 7/8/PBI/2005 tentang SID dan ketentuan pelaksanaannya. 5. BPR yang telah menjadi Pelapor tidak dapat mengundurkan diri dari keikutsertaan dalam pelaporan SID. 6. Dalam hal Pelapor melakukan merger atau konsolidasi, maka Kantor Pelapor peserta merger atau konsolidasi menyampaikan Laporan Debitur sampai dengan proses merger atau konsolidasi selesai. Setelah proses merger atau konsolidasi tersebut selesai, kewajiban penyampaian Laporan Debitur dilakukan oleh kantor BPR Pelapor hasil merger atau konsolidasi tersebut. III. SISTEM DAN PROSEDUR PENYAMPAIAN LAPORAN DAN PENERIMAAN INFORMASI DEBITUR 1. Dalam rangka menjamin kebenaran, kelengkapan, kekinian isi Laporan Debitur dan ketepatan waktu penyampaian Laporan Debitur, serta keamanan penerimaan informasi Debitur, Pelapor harus memiliki sistem dan prosedur yang dituangkan dalam suatu pedoman tertulis … 4 tertulis yang disetujui oleh Direksi dan diketahui oleh Komisaris Pelapor, yang sekurang-kurangnya memuat: a. wewenang dan tanggung jawab petugas yang diberi akses untuk menyusun Laporan Debitur; b. wewenang dan tanggung jawab petugas yang diberi akses untuk melakukan verifikasi atas keabsahan dan kelengkapan Laporan Debitur yang terkini, sebelum disampaikan kepada Bank Indonesia; c. wewenang dan tanggung jawab petugas yang diberi akses untuk mengajukan permohonan dan menerima informasi Debitur dari Bank Indonesia. 2. Pelapor harus melakukan pengamanan terhadap sistem dan teknologi informasi di Kantor Pelapor yang terkait dengan SID di Bank Indonesia termasuk melakukan langkah-langkah pengamanan alur/proses pengiriman Laporan Debitur dari sistem komputer Pelapor ke Bank Indonesia dan penerimaan informasi Debitur dari Bank Indonesia. IV. LAPORAN DEBITUR DAN INFORMASI DEBITUR 1. Laporan Debitur disampaikan oleh Kantor Pusat BPR yang bersangkutan dan meliputi seluruh fasilitas penyediaan dana dan laporan keuangan debitur, baik di Kantor Pusat maupun di Kantor Cabang. 2. Laporan Debitur yang disampaikan mencakup: a. identitas Debitur: 1) bagi Debitur perorangan, antara lain berisi nama, nomor Kartu Tanda Penduduk (KTP), nama gadis ibu kandung, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Debitur … 5 Debitur yang diwajibkan menurut undangan yang berlaku; peraturan perundang- 2) bagi Debitur perusahaan atau badan, antara lain berisi nama, nomor akta pendirian, NPWP dan informasi keterkaitan Debitur dari sisi kepengurusan, kepemilikan, dan hubungan keuangan; b. informasi pengurus dan pemilik perusahaan atau badan, antara lain berisi informasi mengenai nama, alamat, NPWP, jabatan pengurus dan pemilik dan pangsa (persentase) kepemilikan; c. informasi fasilitas penyediaan dana yang diterima oleh Debitur, antara lain berisi informasi mengenai jenis penyediaan dana, jumlah fasilitas yang diberikan dan kolektibilitas; Informasi penyediaan dana tersebut meliputi pula fasilitas penyediaan dana yang telah dihapusbuku, dihapustagih, dan yang diselesaikan dengan cara pengambilalihan agunan atau penyelesaian melalui pengadilan, dalam waktu satu tahun terakhir yang disampaikan dalam Laporan Debitur yang pertama. d. informasi agunan, antara lain berisi informasi mengenai bukti (status) kepemilikan, nilai agunan, nama pemilik agunan, lokasi agunan, dan jenis pengikatan; e. informasi penjamin, antara lain berisi identitas penjamin seperti nama, alamat, dan identitas (Kartu Tanda Penduduk/akte pendirian) dari penjamin, serta persentase penyediaan dana yang dijamin; bagian fasilitas f. informasi keuangan debitur bagi nasabah perusahaan/badan yang menerima fasilitas sebesar rupiah) atau lebih. Informasi keuangan debitur antara lain berisi data yang berasal dari neraca dan laba rugi serta posisi laporan keuangan. 3. Pelapor … Rp5.000.000.000,00 (lima miliar 6 3. Pelapor yang telah memenuhi kewajiban pelaporan dapat meminta informasi Debitur dari Bank Indonesia. Debitur harus dilakukan secara on line. 4. Informasi Debitur yang disediakan kepada Pelapor meliputi antara lain: a. identitas Debitur; b. pengurus dan pemilik; c. fasilitas penyediaan dana yang diterima Debitur; d. agunan; e. penjamin; dan f. kolektibilitas. Permintaan informasi V. PENANGGUNGJAWAB LAPORAN DEBITUR DAN INFORMASI DEBITUR 1. Dalam rangka penyampaian Laporan Debitur dan permohonan permintaan informasi Debitur, Pelapor menunjuk petugas operator/pelaksana dan/atau pejabat penanggungjawab dengan wewenang dan tanggung jawab: a. menyusun dan menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank Indonesia; b. melakukan verifikasi atas keabsahan dan kelengkapan Laporan Debitur yang terkini sebelum disampaikan kepada Bank Indonesia; c. mengajukan permohonan dan menerima informasi Debitur dari Bank Indonesia. 2. Pelapor selanjutnya memberitahukan secara tertulis: a. nama, nomor telepon, nomor faksimili, dan alamat e-mail petugas dan/atau penanggung jawab Laporan Debitur; b. nama … 7 b. nama, nomor telepon, nomor faksimili, dan alamat e-mail petugas dan/atau penanggung jawab yang berwenang meminta dan menerima informasi Debitur; kepada DPIP c.q. Pusat Informasi Kredit, dengan tembusan kepada: a. DPBPR/DPbS bagi Pelapor yang berada di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi, atau b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Pelapor yang berada di luar sebagaimana dimaksud pada huruf a. 3. Setiap petugas dan/atau penanggungjawab yang telah diberi wewenang tersebut harus menjaga dan bertanggung jawab atas kerahasiaan password dan user-id masing-masing. VI. FORMAT LAPORAN DAN TATA CARA PELAPORAN Format laporan, tata cara pengisian, dan penyusunan Laporan Debitur berpedoman pada Pedoman Penyusunan Laporan Debitur bagi BPR yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. VII. PERIODE PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LAPORAN DEBITUR 1. Pelapor wajib menyampaikan Laporan Debitur setiap bulan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya tanggal 12 setelah berakhirnya bulan Laporan Debitur yang bersangkutan. 2. Sesuai dengan Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/8/PBI/2005 tentang SID, Pelapor wajib melakukan koreksi atas Laporan Debitur yang tidak memenuhi ketentuan, baik yang ditemukan … 8 ditemukan oleh Pelapor sendiri maupun yang ditemukan oleh Bank Indonesia. Dalam hal terdapat perbedaan antara Bank Indonesia dan Pelapor berkaitan dengan data Laporan Debitur yang disampaikan maka yang diberlakukan adalah yang ditetapkan Indonesia. 3. Koreksi atas Laporan Debitur yang tidak memenuhi ketentuan dan ditemukan oleh Pelapor sendiri wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 12 setelah berakhirnya bulan Laporan Debitur yang bersangkutan. oleh Bank VIII. PROSEDUR PENYAMPAIAN LAPORAN LAPORAN DEBITUR 1. DAN KOREKSI Pelapor wajib menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi atas Laporan Debitur kepada Bank Indonesia secara on line. Penyampaian secara on line dilakukan dengan cara mengirim atau mentransfer rekaman data Laporan Debitur atau koreksi atas Laporan Debitur secara langsung melalui fasilitas komunikasi/jaringan ekstranet atau saluran komunikasi lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi atas Laporan Debitur dapat dilakukan secara off line dengan menggunakan media perekaman seperti disket atau compact disc, dalam hal: a. Pelapor berkedudukan di daerah yang belum memiliki fasilitas telekomunikasi atau mengalami keadaan memaksa (force majeure), seperti kebakaran, kerusuhan massa, perang, sabotase, serta bencana alam seperti banjir dan gempa bumi; b. Pelapor … 9 b. Pelapor baru memulai kegiatan operasional, dengan batas waktu paling lama 2 (dua) bulan setelah melakukan kegiatan operasional; atau c. Pelapor mengalami gangguan teknis dalam menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi atas Laporan Debitur, seperti gangguan jaringan telekomunikasi atau pemadaman aliran listrik yang berkepanjangan yang harus disertai keterangan tertulis dari pejabat Pelapor. 3. Pelapor dinyatakan telah menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi atas Laporan Debitur pada tanggal diterimanya Laporan dan/atau koreksi atas Laporan Debitur oleh Bank Indonesia. a. Penyampaian secara on line Apabila Laporan Debitur dan/atau koreksi atas Laporan Debitur disampaikan secara on line maka Pelapor akan menerima tanda bukti penyampaian dan pengkinian Laporan Debitur dan/atau koreksi atas Laporan Debitur, yang tercetak secara otomatis pada komputer Pelapor setelah Pelapor selesai menyampaikan dan mengkinikan Laporan Debitur dan/atau menyampaikan koreksi atas Laporan Debitur. b. Penyampaian secara off line Untuk Laporan Debitur dan/atau koreksi atas Laporan Debitur yang disampaikan secara off line maka Pelapor akan menerima tanda bukti penerimaan Laporan Debitur dan/atau koreksi atas Laporan Debitur dari Bank Indonesia apabila Pelapor menyampaikan secara langsung, atau tanda bukti penerimaan/cap pos apabila disampaikan melalui pos. IX. SANKSI … 10 IX. SANKSI Tata cara pengenaan sanksi kewajiban membayar terhadap Pelapor: 1. Pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pembayaran secara tunai: 1) bagi Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, menyetor kepada (BPUK), Bagian Pengelolaan Uang Kas 2) bagi Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada angka 1), menyetor kepada Kantor Bank Indonesia setempat, pada setiap hari kerja, waktu layanan kas, pukul 08.00 s.d 12.00 waktu setempat (hari Senin s.d. Kamis) atau pukul 08.00 s.d 11.30 waktu setempat (hari Jumat), untuk rekening nomor 3040.500.00.470.0 - “Penerimaan sanksi administratif”. b. Pembayaran secara non tunai: 1) Kliring Pelapor melakukan transfer melalui kantor bank umum yang berada di wilayah kerja Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor dan kantor bank umum dimaksud, dengan mencantumkan “pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX” pada kolom keterangan. 2) BI-RTGS Pelapor melakukan transfer melalui kantor bank umum yang berada di wilayah kerja Bank Indonesia yang mewilayahi Pelapor dan kantor bank umum mencantumkan Transaction Reference Number dimaksud dengan (TRN) BIRBK566 … Keluar 11 BIRBK566 dan pada 2. kolom keterangan dicantumkan “pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX”. Pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Bank Indonesia. X. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN DEBITUR DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN DEBITUR SECARA OFF LINE Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara off line disampaikan kepada DPIP c.q. Pusat Informasi Kredit, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110, dengan tembusan kepada: 1. DPBPR/DPbS, bagi Pelapor yang berada di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, atau 2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Pelapor yang berada di luar wilayah sebagaimana dimaksud pada angka 1. XI. PENYAMPAIAN PERTANYAAN 1. Pertanyaan yang berkaitan dengan Laporan Debitur dan informasi Debitur disampaikan kepada DPIP c.q. Pusat Informasi Kredit, Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110. 2. Pertanyaan yang berkaitan dengan aplikasi dan otomasi SID disampaikan kepada Help Desk Bank Indonesia melalui e-mail kepada hdbi@bi.go.id dan/atau telepon 021-3818000. Surat … 12 Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 30 Desember 2005 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, IRMAN DJAJA DALIMI DIREKTUR PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DPBPR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/63/DPBPR|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Sistem Informasi Debitur </reg_title> <set_date> 30 Desember 2005 </set_date> <effective_date> 30 Desember 2005 </effective_date> <related_reg> '7/8/PBI/2005' </related_reg>
No. 10/ 36 /DPbS Jakarta, 22 Oktober 2008 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/24/PBI/2008 tanggal 16 Oktober 2008 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4909), dipandang perlu untuk mengubah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, sebagai berikut : 1. Ketentuan butir III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : III. KUALITAS SURAT BERHARGA Surat Berharga Syariah dapat digolongkan menjadi surat berharga yang …. yang diakui berdasarkan nilai pasar yaitu berupa surat berharga yang tersedia untuk dijual (Available For Sale) dan/atau untuk diperdagangkan (Trading), dan surat berharga yang diakui berdasarkan harga perolehan yaitu untuk surat berharga yang dimiliki hingga jatuh tempo (Hold To Maturity). Selain itu, dalam rangka mengakomodasi karakteristik tertentu dari surat berharga yang tersedia di pasar yang dapat dimiliki oleh Bank, terdapat juga surat berharga yang dihubungkan atau dijamin dengan aset tertentu yang mendasari dan surat berharga yang diterbitkan dan/atau diendos oleh bank lain. Penilaian kualitas Surat Berharga Syariah secara umum ditetapkan berdasarkan faktor-faktor : peringkat yang dimiliki dari Surat Berharga Syariah atau aset yang mendasari Surat Berharga Syariah tersebut; kewajiban pembayaran yang dilakukan dalam waktu dan jumlah yang tepat sesuai perjanjian; waktu jatuh tempo dari Surat Berharga Syariah; dan kualitas penerbit Surat Berharga Syariah yang bersangkutan. Sebagai contoh, dalam hal penerbit Surat Berharga Syariah adalah bank, maka penetapan kualitas Surat Berharga Syariah didasarkan pada kualitas penempatan dari bank yang bersangkutan. Peringkat investasi dalam penetapan kualitas Surat Berharga Syariah mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh Bank Indonesia. Peringkat untuk Surat Berharga Syariah perusahaan Indonesia yang diperdagangkan di bursa efek terkemuka di luar negeri yang paling kurang setara dengan bursa efek di Indonesia, adalah peringkat Surat Berharga Syariah yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri tersebut. Dalam hal tidak terdapat peringkat untuk Surat Berharga Syariah yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri tersebut, maka mengacu pada peringkat dari Surat Berharga Syariah yang relatif sejenis yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau didasarkan atas ketentuan …. ketentuan penilaian kualitas penyediaan dana dalam hal perusahaan tersebut tidak menerbitkan Surat Berharga Syariah di Indonesia. 2. Mencabut Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 22 Oktober 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 10/36/DPbS|SE-BI/2008 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title> <set_date> 22 Oktober 2008 </set_date> <effective_date> 22 Oktober 2008 </effective_date> <changed_reg> '8/22/DPbS|SE-BI/2006' </changed_reg> <related_reg> '10/24/PBI/2008', '8/22/DPbS|SE-BI/2006', '8/21/PBI/2006' </related_reg>
No. 12/39/DPbS Jakarta, 31 Desember 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/29/PBI/2009 tanggal 7 Juli 2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5033), maka perlu diatur lebih lanjut ketentuan pelaksanaan mengenai fasilitas pendanaan jangka pendek syariah bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009; 2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah; 3. Rasio ... 2 3. Rasio Kebutuhan Kas adalah perhitungan kebutuhan kas BPRS yang didasarkan pada perbandingan antara alat likuid berupa kas, dan antarbank aktiva yang tidak diblokir yaitu giro, tabungan dan deposito jatuh tempo dengan kewajiban likuid berupa kewajiban segera, simpanan dana nasabah tidak terkait yaitu tabungan dan deposito jatuh tempo serta antarbank pasiva tidak terkait yaitu tabungan dan deposito jatuh tempo; 4. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah, yang selanjutnya disebut FPJPS adalah fasilitas pendanaan berdasarkan Prinsip Syariah dari Bank Indonesia kepada BPRS untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek yang dialami oleh BPRS; 5. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami BPRS yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch); 6. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek; 7. Surat Utang Negara, yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya; 8. Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disebut SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan Prinsip Syariah, dalam mata uang Rupiah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN; 9. Obligasi Syariah Korporasi atau dapat disebut Sukuk Korporasi adalah surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha swasta dan ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI); 10. Pembiayaan ... 3 10. Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. II. PERSYARATAN PERMOHONAN FPJPS 1. BPRS yang dapat mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank Indonesia adalah BPRS yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek dan memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai yang memadai. 2. BPRS sebagaimana dimaksud pada butir 1 harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. peringkat komposit tingkat kesehatan menurut hasil penilaian Bank Indonesia, paling kurang 3 (PK-3) selama 2 (dua) periode terakhir; b. peringkat faktor manajemen tingkat kesehatan menurut hasil penilaian Bank Indonesia, paling kurang C selama 2 (dua) periode terakhir; dan c. memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari kalender terakhir. 3. BPRS memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari kalender terakhir, apabila jumlah seluruh penerimaan kas lebih kecil dibandingkan dengan jumlah seluruh pengeluaran kas pada hari yang sama, selama 14 (empat belas) hari kalender terakhir sebelum tanggal permohonan FPJPS. Perhitungan kas harian negatif tidak termasuk untuk hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional. 4. Jenis agunan dalam permohonan FPJPS berupa aset Pembiayaan milik BPRS atau surat berharga yang dimiliki oleh pemegang saham BPRS. Aset Pembiayaan milik BPRS atau surat berharga yang dimiliki oleh pemegang saham BPRS, yang akan dipergunakan sebagai agunan FPJPS harus bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak sedang dijaminkan ... 4 dijaminkan kepada pihak lain. Surat berharga milik pemegang saham BPRS hanya dapat digunakan sebagai agunan FPJPS apabila aset Pembiayaan yang dimiliki BPRS tidak mencukupi untuk menjadi agunan FPJPS. 5. BPRS wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJPS apabila objek yang dijadikan sebagai agunan FPJPS ternyata diketahui tidak memenuhi persyaratan sebagai agunan FPJPS. III. KARAKTERISTIK FPJPS 1. Jumlah FPJPS FPJPS diberikan kepada BPRS dalam bentuk plafon paling banyak sebesar kebutuhan dana untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen). Contoh: Pada tanggal 20 Januari 2010, BPRS mengajukan permohonan FPJPS sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah). Rasio Kebutuhan Kas BPRS pada tanggal 20 Januari 2010 adalah sebesar 3% (tiga persen), dengan perhitungan sebagai berikut: Pos-pos Tertentu Nominal (dalam ribuan Rp) A. ASET LANCAR 1. Kas 2. Antarbank Aktiva (yang tidak diblokir) a. Giro b. Tabungan c. Deposito jatuh tempo JUMLAH ASET LANCAR B. KEWAJIBAN LANCAR 1. Kewajiban Segera 2. Simpanan dana nasabah (tidak terkait) a. Deposito jatuh tempo b. Tabungan 3. Antarbank Pasiva (tidak terkait) a. Deposito jatuh tempo b. Tabungan JUMLAH KEWAJIBAN LANCAR Rasio Kebutuhan Kas ( A : B) x 100% 10,000 400 15,300 1,000 26,700 15,000 75,000 550,000 75,000 175,000 890,000 3.00% Jumlah ... 5 Jumlah plafon FPJPS yang dapat diberikan kepada BPRS adalah sebesar (10%-3%) x Rp890.000.000,00 = Rp62.300.000,00 (enam puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah). Dengan adanya FPJPS tersebut, maka jumlah aset lancar BPRS menjadi sebesar Rp89.000.000,00 (delapan puluh sembilan juta rupiah) dan Rasio Kebutuhan Kas mencapai 10% (sepuluh persen). 2. Jangka waktu FPJPS a. Jangka waktu setiap FPJPS adalah paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender. Dalam hal tanggal jatuh tempo FPJPS jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur nasional, maka penyelesaian FPJPS dilakukan pada hari kerja berikutnya. b. Jangka waktu FPJPS dapat diperpanjang secara berturut-turut dengan jangka waktu masing-masing paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender, sehingga jangka waktu keseluruhan FPJPS paling lama adalah 90 (sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak pertama kali BPRS menerima FPJPS. Contoh: Perjanjian pemberian FPJPS ditandatangani pada tanggal 1 Desember 2009 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJPS adalah pada tanggal 30 Desember 2009. Apabila BPRS mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender dan atas permohonan perpanjangan FPJPS tersebut disetujui oleh Bank Indonesia, maka tanggal jatuh tempo FPJPS adalah pada tanggal 29 Januari 2010. Apabila BPRS mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS kedua untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender dan atas permohonan perpanjangan FPJPS tersebut disetujui oleh Bank Indonesia ... 6 Indonesia, maka tanggal jatuh tempo FPJPS adalah pada tanggal 28 Februari 2010. Mengingat tanggal 28 Februari 2010 jatuh pada hari Minggu, maka penyelesaian FPJPS dilakukan pada hari Senin tanggal 1 Maret 2010. 3. Agunan FPJPS a. Agunan berupa aset Pembiayaan 1) Kriteria aset Pembiayaan yang dapat digunakan sebagai agunan FPJPS adalah sebagai berikut: a) memiliki akad Pembiayaan yang masih berlaku selama jangka waktu FPJPS; b) memiliki kolektibilitas lancar selama paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir; c) memiliki agunan; d) bukan merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait dengan BPRS; dan e) memiliki saldo pokok Pembiayaan tidak melebihi plafon pembiayaan dan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) yang berlaku bagi BPRS. 2) Nilai agunan dalam bentuk aset Pembiayaan paling kurang sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari plafon FPJPS yang dihitung berdasarkan saldo pokok aset Pembiayaan. 3) Kolektibilitas Pembiayaan pada butir 1) huruf b) didasarkan pada laporan bulanan yang disampaikan BPRS kepada Bank Indonesia. Kualitas Pembiayaan yang dilaporkan dalam laporan bulanan BPRS harus telah menyesuaikan dengan hasil pemeriksaan Bank Indonesia. 4) Agunan atas Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir 1) huruf c), berupa: ‘a) aktiva ... 7 a) aktiva tetap antara lain berupa tanah dan/atau bangunan; atau b) aktiva tidak tetap antara lain berupa kendaraan bermotor, surat keputusan pengangkatan/pensiun pegawai. 5) Penentuan besarnya saldo pokok aset Pembiayaan dalam perhitungan agunan FPJPS disesuaikan dengan jenis akad Pembiayaan antara BPRS dengan nasabah, sebagai berikut: a) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah adalah sebesar saldo piutang dikurangi dengan saldo margin yang ditangguhkan, yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-04 (Daftar Rincian Piutang Murabahah); b) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Salam adalah sebesar saldo piutang yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-05 (Daftar Rincian Piutang Salam); c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Istishna’ adalah sebesar saldo piutang dikurangi dengan saldo margin yang ditangguhkan yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-06 (Daftar Rincian Piutang Istishna’); d) Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah atau Musyarakah adalah sebesar saldo pembiayaan yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-07 (Daftar Rincian Pembiayaan); e) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah sebesar harga perolehan aktiva Ijarah dikurangi akumulasi penyusutan/amortisasi, yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-08 (Daftar Rincian Ijarah); f) Transaksi ... 8 f) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh adalah sebesar saldo piutang yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-09 (Daftar Rincian Pembiayaan); g) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk transaksi multijasa adalah sebesar saldo piutang dikurangi dengan pendapatan multijasa yang ditangguhkan, yang dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-20 (Daftar Rincian Piutang Transaksi Multijasa). Format laporan Bulanan BPRS sebagaimana dimaksud dalam huruf a) sampai dengan huruf g) merujuk pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan bulanan BPRS. Contoh perhitungan nilai aset Pembiayaan sebagai agunan FPJPS: BPRS mengajukan permohonan pemberian FPJPS sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Jumlah saldo pokok Pembiayaan yang diserahkan sebagai agunan FPJPS adalah piutang Murabahah dengan saldo pokok sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah), pembiayaan Musyarakah dengan saldo pokok sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan Ijarah dengan saldo pokok sebesar Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah), (komposisi jenis akad Pembiayaan dapat berubah-ubah). 6) BPRS wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS, dalam hal terjadi penurunan kolektibilitas aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud butir 3.a. 1) b) dan/atau penurunan nilai agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir 3 a. 2). b. Agunan berupa surat berharga yang dimiliki oleh pemegang saham BPRS Surat ... 9 Surat berharga milik pemegang saham BPRS yang dapat dijadikan sebagai agunan FPJPS adalah SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi). 1) Agunan berupa SBI a) Nilai agunan didasarkan pada nilai jual SBI pada saat permohonan FPJPS. b) Nilai agunan pada butir a) ditetapkan paling kurang sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJPS. c) Nilai jual SBI dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBI sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS. d) Harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri SBI. e) Sisa jangka waktu SBI pada saat FPJPS jatuh tempo adalah paling singkat 2 (dua) hari kerja Contoh perhitungan nilai agunan SBI: SBI 3 bulan dengan seri IDBIxxxxxxxxx dengan karakteristik: nilai nominal Rp50.000.000,00, rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat penerbitan 7,83333%, sisa jangka waktu 58 hari, dengan harga 98,75369 (sebagaimana tercantum dalam BI- SSSS). Perhitungan Nilai Jual SBI dihitung berdasarkan harga setiap seri SBI: Nilai Jual SBI = Rp50.000.000,00 x 98,75369% = Rp49.376.845,00. Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar Rp49.376.845,00. 2) Agunan ... 10 2) Agunan berupa SBSN atau SUN a) Nilai agunan didasarkan pada nilai pasar SBSN atau SUN pada saat permohonan. b) Nilai agunan pada butir a) ditetapkan paling kurang sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon FPJPS saat permohonan FPJPS. c) Nilai pasar dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap seri SBSN atau SUN sebagaimana tercantum dalam BI- SSSS. d) Harga setiap seri SBSN atau SUN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan mempertimbangkan harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN atau SUN yang diagunkan. e) Sisa jangka waktu SBSN atau SUN pada saat FPJPS jatuh tempo adalah paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja. Contoh perhitungan nilai agunan SBSN: SBSN seri IFRxxxx dengan karakteristik : 100 unit (nilai nominal 100 juta), sisa jangka waktu 1500 hari, dengan harga 92,01250% (sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS). Nilai Pasar SBSN yang dimiliki dihitung sebagai berikut: = Rp100.000.000,00 x 92,01250% = Rp92.012.500,00 Nilai agunan (cash value) ditetapkan sebesar 105% dari Nilai Pasar SBSN, yaitu : Rp92.012.500,00 x 100/105 = Rp87.630.952,38. Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar Rp87.630.952,38. Contoh perhitungan nilai agunan SUN: (1) Obligasi Negara (ON) seri FRxxxx dengan karakteristik: 50 unit (nilai nominal Rp50 juta), sisa jangka waktu 3.686 hari ... 11 hari, dengan harga 108,05988% (sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS). (2) ON seri ZCxxxx (zero coupon bond) dengan karakteristik: 50 unit (nilai nominal Rp50 juta), sisa jangka waktu 527 hari, dengan harga 89,19250% (sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS). (3) SPN seri SPNxxxxxxxxxx dengan karakteristik: 50 unit (nilai nominal Rp50 juta), sisa jangka waktu 351 hari, dengan harga 93,99088% (sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS). Nilai Pasar SUN dihitung sebagai berikut: (1) Nilai Pasar ON = Rp50.000.000,00 x 108,05988% = Rp54.029.940,00 (2) Nilai Pasar ONzc = Rp50.000.000,00 x 89,19250% = Rp44.596.250,00 (3) Nilai Pasar SPN = Rp50.000.000,00 x 93,99088% = Rp46.995.440,00 Jumlah Nilai Pasar SUN (a+b+c) = Rp145.621.630,00 Nilai agunan (cash value) ditetapkan sebesar 105% dari Nilai Pasar SUN, yaitu : = {( Rp54.029.940,00 + Rp44.596.250,00 + Rp46.995.440,00 ) x 100/105} = Rp138.687.266,67. Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar Rp138.687.266,67. 3) Agunan berupa Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) a) Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) yang dapat dijadikan sebagai agunan FPJPS harus memenuhi kriteria sebagai berikut: i. memiliki ... 12 i. memiliki sisa jangka waktu paling kurang 90 (sembilan puluh) hari pada saat permohonan FPJPS; ii. aktif diperdagangkan, yaitu pernah diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir; dan iii. memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat (notch) teratas pada 1 (satu) tahun terakhir berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. b) Nilai agunan didasarkan pada nilai pasar Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) pada saat permohonan FPJPS. c) Nilai agunan ditetapkan paling kurang sebesar: i. 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon FPJPS pada saat permohonan FPJPS untuk Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dengan peringkat teratas; ii. 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon FPJPS pada saat permohonan FPJPS untuk Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dengan peringkat kedua teratas; dan iii. 145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon FPJPS pada saat permohonan FPJPS untuk Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dengan peringkat ketiga teratas. d) Nilai pasar Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dihitung berdasarkan harga transaksi terkini di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir. Contoh ... 13 Contoh perhitungan nilai agunan Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi): (1) Obligasi Syariah Korporasi PT. ABC tahun 2006 seri xx dengan karakteristik : nilai nominal Rp100 juta, sisa jangka waktu 3.686 hari, dengan harga 100,930%, rating peringkat teratas (misal idAAA). (2) Obligasi Syariah Korporasi PT. XYZ tahun 2005 seri xx dengan karakteristik : nilai nominal Rp100 juta, sisa jangka waktu 527 hari, dengan harga 93,303%, rating peringkat kedua teratas (misal idAA+). (3) Obligasi Syariah Korporasi PT. JKL tahun 2005 seri xx dengan karakteristik : nilai nominal Rp100 juta, sisa jangka waktu 351 hari, dengan harga 90,500%, rating peringkat ketiga teratas (misal idAA). Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi dihitung sebagai berikut: (1) Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi PT. ABC tahun 2006 seri xx = Rp100.000.000,00 x 100,930% = Rp100.930.000,00 (2) Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi PT. XYZ tahun 2005 seri xx = Rp100.000.000,00 x 93,303% = Rp93.303.000,00 (3) Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi PT. JKL tahun 2005 seri xx = Rp100.000.000,00 x 90,500% = Rp90.500.000,00 Nilai agunan (cash value) ditetapkan sebesar : = {(Rp100.930.000,00 x 100/135) + (Rp93.303.000,00 x 100/140) + (Rp90.500.000,00 x 100/145)} = = Rp203.821.756,07 Total ... 14 Total nilai agunan sebesar Rp203.821.756,07 Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar Rp203.821.756,07 4. Imbalan FPJPS Bank Indonesia mengenakan imbalan atas FPJPS yang diterima oleh BPRS yang dihitung berdasarkan jumlah pokok FPJPS, tingkat realisasi imbalan, nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia dan jumlah hari penggunaan FPJPS. Rumus perhitungan besarnya imbalan FPJPS adalah sebagai berikut: X = P x R x k x t/360 dimana: X : Besarnya imbalan yang diterima Bank Indonesia; P : Jumlah pokok FPJPS; R : Realisasi tingkat imbalan sebelum didistribusikan periode terakhir pada BPRS penerima FPJPS. Realisasi tingkat imbalan didasarkan pada laporan keuangan publikasi terakhir yang disampaikan BPRS kepada Bank Indonesia setiap triwulan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan BPRS. k : Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia, yang ditetapkan sebesar 90% (sembilan puluh persen); dan t : Jumlah hari penggunaan FPJPS. Perhitungan jumlah hari penggunaan FPJPS dihitung berdasarkan hari kalender tidak termasuk perpanjangan masa penyelesaian FPJPS karena jatuh tempo FPJPS tersebut bertepatan dengan hari Sabtu, Minggu dan/atau hari libur nasional. Contoh ... 15 Contoh 1: Pada tanggal 1 Januari 2010 BPRS mendapatkan FPJPS dari Bank Indonesia sebesar Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu 10 (sepuluh) hari atau jatuh tempo pada tanggal 10 Januari 2010. Dengan demikian sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan BPRS, laporan keuangan publikasi triwulanan posisi terakhir yang diterima oleh Bank Indonesia, adalah posisi bulan September 2009 sebagai berikut: Tabel Distribusi Bagi Hasil (dalam ribuan Rp) Jenis Penghimpunan C. Giro Wadiah D. Tabungan Mudharabah E. Deposito Mudharabah - 1 bulan - 3 bulan - 6 bulan - 12 bulan TOTAL Realisasi tingkat imbalan sebelum didistribusikan (R) Saldo Rata-Rata 0 1.000.000 2.000.000 3.000.000 2.500.000 1.500.000 10.000.000 = 83.333 / 10.000.000 x 12 x 100% = 10% Perhitungan nilai imbalan FPJPS adalah sebagai berikut: P = Rp100.000.000,00 R = 10% k = 90% t = 10 Jumlah ... Pendapatan yang harus dibagi hasil 0 10.000 16.000 25.000 18.000 14.333 83.333 16 Jumlah imbalan FPJPS: = Rp100.000.000,00 x 10% x 90% x 10/360 = Rp250.000,00 Contoh 2: Pada tanggal 19 Maret 2010 BPRS (yang laporan keuangannya tidak wajib diaudit oleh Akuntan Publik) mendapatkan FPJPS dari Bank Indonesia sebesar Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender atau jatuh tempo pada tanggal 17 April 2010 (hari Sabtu). Penyelesaian FPJPS dilakukan pada hari kerja berikutnya, yaitu pada hari Senin tanggal 19 April 2010. Dengan demikian sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan BPRS, laporan keuangan publikasi triwulanan posisi terakhir yang diterima oleh Bank Indonesia adalah posisi bulan Desember 2009 sebagai berikut: Tabel Distribusi Bagi Hasil (dalam ribuan Rp) Jenis Penghimpunan A. Giro Wadiah B. Tabungan Mudharabah C. Deposito Mudharabah - 1 bulan - 3 bulan - 6 bulan - 12 bulan TOTAL Realisasi tingkat imbalan sebelum didistribusikan (R) Saldo Rata-Rata 0 1.000.000 2.000.000 3.000.000 2.500.000 1.500.000 10.000.000 = 83.333 / 10.000.000 x 12 x 100% = 10% Perhitungan ... Pendapatan yang harus dibagi hasil 0 10.000 16.000 25.000 18.000 14.333 83.333 17 Perhitungan jumlah hari penggunaan FPJPS: Jumlah hari penggunaan dihitung dari tanggal 19 Maret 2010 sampai dengan 17 April 2010 atau sebanyak 30 (tiga puluh) hari. Karena tanggal 17 April 2010 adalah hari Sabtu, maka penyelesaian FPJPS dilakukan pada hari kerja berikutnya, yaitu pada hari Senin tanggal 19 April 2010, dengan jumlah hari penggunaan tetap sebanyak 30 (tiga puluh) hari, dan bukan 32 (tiga puluh dua) hari. Perhitungan nilai imbalan FPJPS adalah sebagai berikut: P = Rp100.000.000,00 R = 10% k = 90% t = 30 (bukan 32) Jumlah imbalan FPJPS: = Rp100.000.000,00 x 10% x 90% x 30/360 = Rp750.000,00 IV. TATACARA PENGAJUAN PERMOHONAN FPJPS 1. BPRS mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank Indonesia pada setiap hari kerja dengan surat sebagaimana contoh pada Lampiran-1, disertai dengan dokumen: a. surat pernyataan bahwa BPRS mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek disertai dengan: 1) penjelasan penyebab dan upaya yang telah dilakukan, sebagaimana contoh pada Lampiran-2 dan Lampiran-2a (surat pernyataan dan laporan arus kas ditandatangani oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku); dan 2) fotokopi laporan kas harian yang ditandatangani pejabat berwenang dan neraca harian selama 14 (empat belas) hari; b. surat ... 18 b. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJPS tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, dan memenuhi seluruh persyaratan agunan FPJPS sesuai butir II. 4, sebagaimana contoh pada Lampiran-3 (surat pernyataan ditandatangani oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku); c. surat pernyataan mengenai kesanggupan membayar segala kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo, sebagaimana contoh pada Lampiran-4 (surat pernyataan ditandatangani oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP), komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku); d. surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas pembiayaan dan agunan yang menyertainya, sebagaimana contoh pada Lampiran-5 (surat pernyataan ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar BPRS yang berlaku); e. surat kuasa dari BPRS kepada Bank Indonesia untuk melakukan pendebetan seluruh rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya dalam rangka pembayaran segala kewajiban BPRS terkait FPJPS, sebagaimana contoh pada Lampiran-6 (surat kuasa ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar BPRS yang berlaku); Apabila terjadi perubahan rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya, maka surat kuasa yang telah disampaikan wajib diperbaharui. f. perhitungan Rasio Kebutuhan Kas pada tanggal permohonan pemberian FPJPS dan proyeksi Rasio Kebutuhan Kas setelah tanggal permohonan sampai dengan berakhirnya jangka waktu permohonan FPJPS, sebagaimana contoh pada Lampiran-7 (perhitungan ... 19 (perhitungan Rasio Kebutuhan Kas ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku); g. daftar agunan FPJPS sesuai dengan jenisnya, yaitu: 1) aset Pembiayaan sebagaimana contoh pada Lampiran-8 (juga digunakan sebagai lampiran dari Akta Jaminan Fidusia); dan/atau 2) surat berharga milik pemegang saham BPRS sebagaimana contoh pada Lampiran-8a (juga digunakan sebagai lampiran dari Akta Gadai). (dokumen daftar agunan FPJPS ditandatangani oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku); h. dokumen agunan sesuai dengan jenis agunan FPJPS yang diserahkan BPRS, yaitu: 1) untuk agunan dalam bentuk aset Pembiayaan: a) asli akad Pembiayaan antara BPRS dan nasabah; b) asli pengikatan agunan atas akad Pembiayaan antara BPRS dan nasabah secara notariil atau di bawah tangan; dan c) bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan atas Pembiayaan BPRS. 2) untuk agunan dalam bentuk surat berharga yang dimiliki pemegang saham BPRS: a) bukti bahwa SBI, SUN, dan/atau SBSN telah diagunkan (pledge) oleh Sub Registry di BI-SSSS berupa bukti print- out yang disertai dengan informasi Account Identifier Database (AID) dari pemegang saham BPRS dan nama Sub Registry-nya; dan/atau b) bukti konfirmasi pemblokiran agunan dari KSEI dan hasil pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank ... 20 Bank Indonesia, dalam hal surat berharga berbentuk Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi). i. konsep akta perjanjian dan pengikatan agunan FPJPS yang akan ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai dengan anggaran dasar BPRS bersangkutan dan pejabat Bank Indonesia di hadapan Notaris, yaitu: 1) Akta Perjanjian Pemberian FPJPS, sebagaimana contoh pada Lampiran-9; 2) Akta Jaminan Fidusia, dalam hal agunan berupa aset Pembiayaan, sebagaimana contoh pada Lampiran-11; 3) Akta Gadai, dalam hal agunan berupa surat berharga yang dimiliki pemegang saham BPRS berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) sebagaimana contoh pada Lampiran-10. j. nama dan nomor rekening BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang akan digunakan sebagai alat pengkreditan BPRS terkait dengan penerimaan FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran-15; dan k. surat kuasa dari pemegang saham BPRS kepada BPRS mengenai penyerahan surat berharga sebagai agunan FPJPS dalam hal FPJPS menggunakan agunan surat berharga milik pemegang saham BPRS sebagaimana contoh pada Lampiran-16. 2. Mekanisme pengagunan SBI, SUN dan/atau SBSN, dilakukan sesuai dengan mekanisme setelmen transaksi agunan (pledge) pada ketentuan BI-SSSS dengan counterparty Bank Indonesia (INDOIDJA930). V. PERJANJIAN ... 21 V. PERJANJIAN PEMBERIAN DAN PENGIKATAN AGUNAN FPJPS 1. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh persyaratan FPJPS yang diajukan BPRS dan analisis kondisi likuiditas BPRS. 2. Dalam hal pengajuan FPJPS disetujui Bank Indonesia, maka: a. Bank Indonesia dan BPRS menandatangani perjanjian pemberian FPJPS, Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia. b. Bank Indonesia mencairkan FPJPS dengan mengkreditkan rekening BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang telah ditunjuk BPRS. c. Bank Indonesia membebankan seluruh biaya dalam rangka pembuatan perjanjian pemberian dan pengikatan agunan FPJPS dengan mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya. 3. Obyek jaminan fidusia yang diagunkan BPRS kepada Bank Indonesia mencakup: a. hak tagih BPRS yang timbul dari akad Pembiayaan antara BPRS dengan nasabah; dan b. segala pendapatan yang diperoleh dari hak tagih BPRS antara lain namun tidak terbatas pada pendapatan margin, sewa (ujrah), atau bagi hasil dan klaim asuransi Pembiayaan. 4. Pengikatan agunan dalam bentuk fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. 5. Pengikatan agunan secara gadai dan/atau secara fidusia dilakukan bersamaan dengan penandatangan perjanjian pemberian FPJPS. 6. Penetapan jangka waktu pengikatan agunan FPJPS berupa surat berharga yang dimiliki pemegang saham BPRS adalah SBI, SUN, SBSN, dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) sebagai berikut: a. jatuh ... 22 a. jatuh tempo pengikatan agunan FPJPS untuk SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) adalah 10 (sepuluh) hari kerja setelah FPJPS jatuh tempo. b. dalam hal terjadi pelunasan FPJPS pada saat jatuh tempo maka pengikatan agunan FPJPS berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi), dapat dilepas (release) pada 1 (satu) hari kerja setelah FPJPS dilunasi. 7. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses perjanjian pemberian dan pengikatan agunan FPJPS menjadi beban BPRS penerima FPJPS. 8. Dalam hal pengajuan FPJPS tidak disetujui Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan memberitahukan secara tertulis penolakan pemberian FPJPS kepada BPRS. VI. TATA CARA PENGAJUAN TAMBAHAN PLAFON FPJPS 1. BPRS penerima FPJPS dapat mengajukan tambahan plafon FPJPS untuk memenuhi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPRS, dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Rasio Kebutuhan Kas pada saat pengajuan tambahan plafon FPJPS kurang dari 10% (sepuluh persen); b. memiliki agunan yang mencukupi dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan; dan c. jangka waktu penggunaan FPJPS termasuk perpanjangannya belum melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender. 2. Jangka waktu setiap penambahan plafon FPJPS adalah sampai dengan jatuh tempo FPJPS. Contoh: FPJPS diberikan pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJPS adalah tanggal 30 Desember 2008. Tambahan plafon FPJPS diberikan kepada BPRS ... 23 BPRS pada tanggal 15 Desember 2008, maka jatuh tempo tambahan plafon FPJPS adalah tetap pada tanggal 30 Desember 2008. 3. Permohonan tambahan plafon FPJPS kepada Bank Indonesia pada setiap hari kerja dengan surat sebagaimana contoh pada Lampiran-1a, disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. laporan arus kas selama 14 hari kalender terakhir sebelum tanggal permohonan tambahan plafon FPJPS, sebagaimana contoh pada Lampiran-2a (laporan arus kas ditandatangani oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku); b. perhitungan Rasio Kebutuhan Kas pada tanggal permohonan tambahan plafon FPJPS dan proyeksi Rasio Kebutuhan Kas setelah tanggal permohonan tambahan plafon sampai dengan berakhirnya jangka waktu FPJPS yang sedang dimintakan tambahan plafon, sebagaimana contoh pada Lampiran-7 (perhitungan Rasio Kebutuhan Kas ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku); c. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJPS tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, sebagaimana butir IV.1.b. (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS); d. surat pernyataan mengenai kesanggupan membayar segala kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo sebagaimana butir IV.1.c; e. surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas pembiayaan dan agunan yang menyertainya, sebagaimana butir IV.1.d; f. daftar agunan FPJPS sebagaimana butir IV.1.g sesuai dengan jenis agunan FPJPS yang diserahkan BPRS (dalam hal terjadi perubahan agunan ... 24 agunan FPJPS); g. dokumen agunan sebagaimana butir IV.1.h, sesuai dengan jenis agunan FPJPS yang diserahkan BPRS (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS); h. surat kuasa dari pemegang saham BPRS kepada BPRS mengenai penyerahan surat berharga sebagai agunan FPJPS sebagaimana butir IV.1.k (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS dalam bentuk surat berharga milik pemegang saham BPRS); dan i. konsep akta addendum perjanjian pemberian FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran-9a. 4. Dalam rangka pengajuan tambahan plafon FPJPS, BPRS dapat menggunakan agunan yang telah diagunkan atas FPJPS sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih mencukupi dan memenuhi persyaratan. 5. Dalam hal pengajuan tambahan plafon FPJPS diikuti dengan perubahan agunan, maka ketentuan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir II.5, butir III.3 dan pengikatan agunan sebagaimana dimaksud pada butir V harus dipenuhi BPRS. 6. Tambahan plafon FPJPS akan diakumulasikan dengan jumlah FPJPS yang belum dilunasi BPRS. Tambahan plafon FPJPS yang dapat diberikan paling banyak sebesar kebutuhan dana untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen). 7. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh persyaratan pengajuan tambahan plafon FPJPS yang diajukan BPRS dan analisis kondisi likuiditas BPRS. 8. Dalam hal pengajuan tambahan plafon FPJPS disetujui Bank Indonesia, maka: a. Bank Indonesia dan BPRS menandatangani: 1) addendum perjanjian pemberian FPJPS; 2) Akta ... 25 2) Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia, dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS; b. Bank Indonesia mencairkan tambahan FPJPS dengan mengkreditkan rekening BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang telah ditunjuk BPRS. c. Bank Indonesia membebankan seluruh biaya dalam rangka pembuatan addendum perjanjian dan pengikatan agunan FPJPS dengan mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya. 9. Dalam hal pengajuan tambahan plafon FPJPS tidak disetujui Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan memberitahukan secara tertulis penolakan atas pengajuan penambahan plafon FPJPS kepada BPRS. VII. TATACARA PENGAJUAN PERMOHONAN PERPANJANGAN FPJPS 1. BPRS dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS kepada Bank Indonesia apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. BPRS akan melunasi imbalan atas FPJPS yang akan diperpanjang pada saat jatuh tempo; b. BPRS diperkirakan tidak dapat memenuhi Rasio Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen) dalam jangka waktu tertentu setelah FPJPS jatuh tempo; dan c. agunan masih mencukupi dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. 2. Surat permohonan perpanjangan FPJPS diterima oleh Bank Indonesia paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJPS. 3. Dalam rangka perpanjangan FPJPS, BPRS secara bersamaan dapat mengajukan tambahan plafon FPJPS. 4. Permohonan ... 26 4. Permohonan perpanjangan FPJPS diajukan oleh BPRS kepada Bank Indonesia pada setiap hari kerja dengan surat sebagaimana contoh pada Lampiran-1b, disertai dengan dokumen: a. laporan arus kas selama 14 hari kalender terakhir sebelum tanggal permohonan perpanjangan FPJPS, sebagaimana contoh pada Lampiran-2a (laporan arus kas ditandatangani oleh komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku); b. perhitungan perkiraan Rasio Kebutuhan Kas pada saat FPJPS jatuh tempo dan proyeksi Rasio Kebutuhan Kas setelah jatuh tempo sampai dengan berakhirnya jangka waktu perpanjangan FPJPS, sebagaimana contoh pada Lampiran-7 (perhitungan Rasio Kebutuhan Kas ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku); c. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJPS tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, sebagaimana butir IV.1.b. (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS); d. surat pernyataan mengenai kesanggupan membayar segala kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo sebagaimana butir IV.1.c; e. surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas pembiayaan dan agunan yang menyertainya, sebagaimana butir IV.1.d; f. daftar agunan FPJPS sebagaimana butir IV.1.g sesuai dengan jenis agunan FPJPS yang diserahkan BPRS (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS); g. dokumen agunan sebagaimana butir IV.1.h, sesuai dengan jenis agunan FPJPS yang diserahkan BPRS (dalam hal terjadi perubahan agunan ... 27 agunan FPJPS); h. surat kuasa dari pemegang saham BPRS kepada BPRS mengenai penyerahan surat berharga sebagai agunan FPJPS sebagaimana butir IV.1.k (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS dalam bentuk surat berharga milik pemegang saham BPRS); dan i. konsep akta addendum perjanjian pemberian FPJPS sebagaimana contoh pada Lampiran-9a. 5. Dalam rangka pengajuan perpanjangan FPJPS, BPRS dapat menggunakan agunan yang telah diagunkan atas FPJPS sebelumnya, sepanjang agunan dimaksud masih mencukupi dan memenuhi persyaratan. 6. Dalam hal pengajuan perpanjangan FPJPS diikuti dengan perubahan agunan, maka ketentuan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir II.5, butir III.3 dan pengikatan agunan sebagaimana dimaksud pada butir V harus dipenuhi BPRS. 7. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh persyaratan pengajuan perpanjangan FPJPS yang diajukan BPRS dan analisis kondisi likuiditas BPRS. 8. Dalam hal pengajuan perpanjangan FPJPS disetujui Bank Indonesia, maka: a. BPRS melunasi imbalan atas FPJPS yang telah jatuh tempo; b. Bank Indonesia dan BPRS menandatangani: 1) addendum perjanjian pemberian FPJPS; 2) Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia, dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS; c. Bank Indonesia mencairkan FPJPS dengan mengkreditkan rekening BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang telah ditunjuk BPRS, dalam hal terdapat penambahan plafon FPJPS; dan d. Bank Indonesia membebankan seluruh biaya dalam rangka pembuatan ... 28 pembuatan addendum perjanjian dan pengikatan agunan FPJPS dengan mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya. 9. Dalam hal pengajuan perpanjangan FPJPS tidak disetujui Bank Indonesia, maka Bank Indonesia akan memberitahukan secara tertulis penolakan atas perpanjangan FPJPS kepada BPRS. VIII. PENATAUSAHAAN DAN PEMANTAUAN AGUNAN FPJPS 1. Agunan berupa aset Pembiayaan a. Penatausahaan dokumen aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS dilakukan oleh Bank Indonesia c.q. Direktorat Perbankan Syariah atau Kantor Bank Indonesia sesuai dengan tempat kedudukan kantor pusat BPRS. b. Bank Indonesia dapat meminta BPRS penerima FPJPS atau pihak lain untuk menyimpan dan menatausahakan dokumen aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS. c. dalam hal dokumen aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS disimpan oleh BPRS penerima FPJPS, maka BPRS harus: 1) memelihara kelengkapan dan keakuratannya; dan 2) menyampaikan dengan segera dokumen dimaksud kepada Bank Indonesia atau pihak lain, sesuai dengan permintaan Bank Indonesia. d. Bank Indonesia melakukan pemantauan nilai agunan FPJPS berupa aset Pembiayaan, antara lain berdasarkan laporan BPRS yang diterima Bank Indonesia seperti laporan kolektibilitas harian aset Pembiayaan ataupun berdasarkan hasil pemeriksaan. e. dalam hal berdasarkan penilaian dan pemantauan Bank Indonesia, aset Pembiayaan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai FPJPS BPRS, BPRS ... 29 BPRS wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS sehingga nilai aset Pembiayaan paling kurang sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari plafon FPJPS yang telah disetujui. f. dalam hal agunan yang diserahkan BPRS untuk menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai FPJPS BPRS, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah/bank umum lain yang ditunjuk sebesar selisih pencairan FPJPS dengan kekurangan nilai agunan FPJPS yang dipersyaratkan paling kurang 150%. 2. Agunan berupa surat berharga milik pemegang saham BPRS a. penatausahaan surat berharga milik pemegang saham BPRS yang menjadi agunan FPJPS dilakukan oleh Bank Indonesia, sesuai dengan batas kewenangan penatausahaan surat berharga yang dimiliki Bank Indonesia. b. BPRS melakukan penilaian terhadap agunan FPJPS yang berbentuk surat berharga milik pemegang saham BPRS secara harian dan menyampaikan hasil penilaian dimaksud paling lambat pukul 12.00 waktu setempat kepada : 1) Bank Indonesia cq. Tim Pengawasan BPRS - DPbS; atau 2) KBI setempat dalam hal BPRS berada di wilayah kerja KBI. c. hasil penilaian dicocokkan dengan penilaian yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dan dalam hal terjadi perbedaan yang digunakan adalah hasil penilaian Bank Indonesia. d. dalam hal berdasarkan penilaian Bank Indonesia, agunan FPJPS tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai FPJPS bagi BPRS, BPRS wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS paling kurang sebesar ... 30 sebesar plafon FPJPS yang disetujui, dan penambahan dan/atau penggantian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut : 1) BPRS menyampaikan perubahan daftar aset yang menjadi agunan FPJPS; 2) BPRS menyampaikan bukti pengagunan (pledge) SBI, SUN dan/atau SBSN milik pemegang saham BPRS berupa print out hasil pengagunan oleh Sub Registry di BI-SSSS berupa bukti print-out yang disertai dengan informasi Account Identifier Database (AID) dari pemegang saham BPRS dan nama Sub Registry-nya; 3) BPRS menyampaikan konfirmasi pemblokiran Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dari KSEI dan hasil pemeringkatan Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia; 4) BPRS menyampaikan surat kuasa pengagunan dari pemegang saham kepada BPRS atas tambahan dan/atau penggantian surat berharga; 5) Perubahan daftar aset, bukti pengagunan, konfirmasi pemblokiran, dan surat kuasa pemegang saham disampaikan kepada Bank Indonesia cq. Tim Pengawasan BPRS – DPbS atau KBI setempat dalam hal BPRS berada di wilayah kerja KBI. e. dalam hal agunan yang diserahkan BPRS untuk menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai FPJPS BPRS, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah/bank umum lain yang ditunjuk sebesar selisih pencairan FPJPS dengan kekurangan nilai agunan FPJPS. IX. PELUNASAN ... 31 IX. PELUNASAN FPJPS 1. BPRS harus menyediakan dana dalam jumlah yang cukup pada rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh tempo FPJPS. 2. Pada tanggal FPJPS jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening BPRS penerima FPJPS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya dengan mendahulukan pembayaran beban imbalan FPJPS kemudian pelunasan pokok FPJPS. 3. Dalam hal saldo rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk pembayaran seluruh beban imbalan dan/atau pokok FPJPS dan BPRS tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJPS, maka Bank Indonesia akan melakukan eksekusi agunan. 4. Dalam hal BPRS melakukan pelunasan FPJPS lebih cepat dari jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian pemberian FPJPS, maka: a. BPRS menyampaikan surat permohonan kepada Bank Indonesia paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pelunasan FPJPS dipercepat, yang ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku; b. Bank Indonesia mendebet rekening BPRS penerima FPJPS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya sebesar pokok dan beban imbalan FPJPS sampai dengan tanggal pelunasan FPJPS. Contoh: Pada tanggal 28 Januari 2010 BPRS mendapatkan FPJPS dari Bank Indonesia sebesar Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender yaitu jatuh tempo pada tanggal 26 Februari 2010. BPRS ... 32 BPRS akan melakukan pelunasan FPJPS lebih cepat yaitu pada tanggal 8 Februari 2010 dan BPRS telah mengajukan surat permohonan pelunasan FPJPS pada tanggal 7 Februari 2010. Laporan keuangan publikasi triwulanan posisi terakhir yang diterima oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan BPRS, adalah posisi bulan September 2009 dan diketahui realisasi tingkat imbalan BPRS sebelum didistribusikan adalah sebesar 10%. Perhitungan nilai imbalan FPJPS adalah sebagai berikut: P = Rp100.000.000,00 R = 10% k = 90% t = 12 (28 Januari s.d 8 Februari 2010) Jumlah imbalan FPJPS: = Rp100.000.000,00 x 10% x 90% x 12/360 = Rp300.000,00 Jumlah pelunasan FPJPS: = nominal pokok + imbalan FPJPS = Rp100.000.000,00 + Rp300.000,00 = Rp100.300.000,00 X. EKSEKUSI AGUNAN FPJPS 1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJPS dalam hal FPJPS jatuh tempo dan saldo rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk membayar beban imbalan dan/atau pokok FPJPS serta BPRS tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan FPJPS. 2. Dalam ... 33 2. Dalam hal agunan berupa aset Pembiayaan, eksekusi agunan dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara sebagai berikut: a. menjual hak tagih secara langsung atau melalui lembaga lelang; atau b. memberi kuasa kepada BPRS untuk melaksanakan penjualan hak tagih. 3. Dalam hal agunan berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi), eksekusi agunan dilakukan oleh Bank Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi sebagaimana dimaksud pada butir 1 dengan cara sebagai berikut: a. Agunan berupa SBI Eksekusi agunan dilakukan dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh tempo (early redemption). b. Agunan berupa SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) 1) eksekusi agunan dilakukan dengan cara penjualan agunan melalui pialang berdasarkan harga penawaran yang terbaik; 2) setelmen penjualan agunan sebagaimana dimaksud pada butir 1) dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah penjualan agunan (T+2); 3) dalam hal pialang tidak berhasil melakukan penjualan sampai dengan 5 (lima) hari kerja setelah FPJPS jatuh tempo, maka agunan BPRS yang tidak terjual akan tetap menjadi agunan FPJPS sampai dengan BPRS dapat melunasi nilai pokok FPJPS ditambah beban imbalan FPJPS dan biaya lain yang terkait dengan pemberian FPJPS. 4. Eksekusi agunan SBSN sebagaimana dimaksud dalam butir 3 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: ‘a. calon ... 34 a. calon pembeli agunan dapat merupakan bank atau perorangan yang telah memiliki rekening penatausahaan surat berharga di Sub Registry. b. pada hari pelaksanaan eksekusi agunan, pialang memberikan laporan kepada Bank Indonesia c.q. BOpM-DPM yang meliputi nama calon pembeli, kuantitas dan harga penawaran yang diajukan calon pembeli paling lambat sampai dengan pukul 16.00 WIB melalui BI-SSSS dan/atau faksimili. c. Bank Indonesia akan mengumumkan calon pembeli agunan yang penawarannya diterima melalui pialang. d. bank pembeli agunan atau perorangan yang bertindak sebagai pembeli agunan melalui Sub Registry melakukan setelmen pada 1 (satu) hari kerja setelah diumumkan sebagai pembeli agunan oleh Bank Indonesia. 5. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJPS. 6. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses eksekusi agunan menjadi beban BPRS penerima FPJPS dan Bank Indonesia akan melakukan pendebetan rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya. 7. Selama pelaksanaan eksekusi belum selesai dan/atau FPJPS belum dilunasi, BPRS tetap dikenakan beban imbalan FPJPS yang besarnya dihitung berdasarkan pokok FPJPS yang belum dilunasi dengan tingkat imbalan FPJPS terakhir. 8. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari jumlah pokok FPJPS ditambah dengan akumulasi beban imbalan FPJPS dan biaya eksekusi agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah sebesar kelebihan nilai dimaksud. 9. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari jumlah pokok FPJPS ditambah dengan akumulasi beban imbalan dan biaya eksekusi agunan FPJPS ... 35 FPJPS, Bank Indonesia mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya sebesar kekurangan nilai dimaksud. 10. Dalam hal saldo rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana ketentuan butir 9, BPRS wajib menyetor tambahan dana ke rekening tersebut untuk menutup kekurangan nilai dimaksud. XI. PELAPORAN FPJPS 1. BPRS penerima FPJPS wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan (action plan) untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah perjanjian atau addendum perjanjian pemberian FPJPS ditandatangani. 2. BPRS penerima FPJPS wajib menyampaikan laporan secara mingguan kepada Bank Indonesia, berupa hardcopy dan softcopy yang terdiri dari: a. Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas harian, sebagaimana contoh pada Lampiran-12; b. Kolektibilitas harian aset Pembiayaan yang dijaminkan, sebagaimana contoh pada Lampiran-13; dan c. Penggunaan FPJPS harian, sebagaimana contoh pada Lampiran-14. 3. Laporan FPJPS mingguan disampaikan pada hari ke-8, hari ke-15 , hari ke-22, hari ke-29, dan/atau hari ke-31 setelah tanggal pencairan FPJPS, sesuai dengan jangka waktu FPJPS. 4. Laporan terakhir FPJPS disampaikan pada hari ke-31 atau 1 (satu) hari setelah tanggal jatuh tempo FPJPS sesuai dengan jangka waktu FPJPS. Laporan terakhir FPJPS yang disampaikan BPRS kepada Bank Indonesia berupa laporan Rasio Kebutuhan Kas dan laporan penggunaan ... 36 penggunaan FPJPS harian sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a dan 2.c. 5. Apabila tanggal laporan sebagaimana dimaksud pada butir 3 dan butir 4 jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu atau hari libur nasional, maka laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya. Contoh 1: BPRS menerima pencairan FPJPS pada hari Jum’at, tanggal 15 Januari 2010 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender. Laporan mingguan yang disampaikan adalah sebagai berikut: a) Laporan FPJPS pertama (hari ke-8) disampaikan pada hari Jum’at, tanggal 22 Januari 2010 untuk periode tanggal 15 s.d 21 Januari 2010. b) Laporan FPJPS kedua (hari ke-15) disampaikan pada hari Jum’at, tanggal 29 Januari 2010 untuk periode tanggal 22 s.d 28 Januari 2010. c) Laporan FPJPS ketiga (hari ke-22) disampaikan pada hari Jum’at, tanggal 5 Februari 2010 untuk periode tanggal 29 Januari s.d 4 Februari 2010. d) Laporan FPJPS keempat (hari ke-29) disampaikan pada hari Jum’at, tanggal 12 Februari 2010 untuk periode tanggal 5 s.d 11 Februari 2010. e) Laporan FPJPS kelima (hari ke-31) disampaikan pada hari Senin, tanggal 15 Februari 2010 untuk periode tanggal 12 s.d 13 Februari 2010 (hari ke-31 jatuh pada hari Minggu, sehingga laporan disampaikan pada hari Senin berikutnya). Contoh 2: BPRS menerima pencairan FPJPS pada tanggal 15 Januari 2010 dengan jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender. Laporan mingguan yang disampaikan adalah sebagai berikut: a) Laporan ... 37 a) Laporan FPJPS pertama (hari ke-8) disampaikan pada hari Jum’at, tanggal 22 Januari 2010 untuk periode tanggal 15 s.d 21 Januari 2010. b) Laporan FPJPS kedua (hari ke-15) disampaikan pada hari Jum’at, tanggal 29 Januari 2010 untuk periode tanggal 22 s.d 28 Januari 2010. c) Laporan FPJPS ketiga (hari ke-16) disampaikan pada hari Senin, tanggal 1 Februari 2010 untuk tanggal 29 Januari 2010 (hari ke-15 jatuh pada hari Sabtu, sehingga laporan disampaikan pada hari Senin berikutnya). XII. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap BPRS atas kebenaran dokumen dan data/informasi yang disampaikan BPRS serta penggunaan FPJPS, termasuk pemeriksaan atas agunan FPJPS yang disampaikan oleh BPRS. 2. Bank Indonesia dapat meminta BPRS untuk melakukan tindakan tertentu guna penyelesaian kesulitan pendanaan jangka pendek BPRS atau tidak melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan pendanaan jangka pendek BPRS. XIII. KEPUTUSAN ATAS PERMOHONAN, PENAMBAHAN, DAN/ATAU PERPANJANGAN FPJPS SERTA ALAMAT PENYAMPAIAN PERMOHONAN, PENAMBAHAN, PERPANJANGAN DAN/ATAU LAPORAN FPJPS 1. Surat dan/atau dokumen dalam rangka permohonan, penambahan, perpanjangan dan/atau laporan FPJPS oleh BPRS disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Bank ... 38 a. Bank Indonesia up. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten; atau b. Bank Indonesia up. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana pada butir 1, dengan tembusan kepada Direktorat Perbankan Syariah. 2. Keputusan atas permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan FPJPS yang diajukan BPRS dilakukan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia yang membidangi berdasarkan rekomendasi Direktur Direktorat Perbankan Syariah atau Pemimpin Kantor Bank Indoensia sesuai dengan tempat kedudukan BPRS. XIV. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR DPbS
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/39/DPbS|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah </reg_title> <set_date> 31 Desember 2010 </set_date> <effective_date> 31 Desember 2010 </effective_date> <related_reg> '11/29/PBI/2009' </related_reg>
No. 3/ 28 /DASP Jakarta, 12 Desember 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DAN PERUSAHAAN JASA KURIR, DI INDONESIA Perihal : Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik Sebagaimana diatur dalam Pasal 19 huruf d Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, dalam penyelenggaraan Kliring Lokal Peserta wajib menunjuk petugas Kliring untuk mewakili Peserta dalam kegiatan Kliring Lokal. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 19 huruf d tersebut diatur bahwa yang dimaksud dengan petugas Kliring adalah petugas Peserta yang dapat merupakan petugas internal Bank dan atau petugas jasa kurir yang diberi kuasa atau wewenang tertentu untuk mewakili Peserta dalam Kliring Lokal. Sehubungan dengan itu, maka dipandang perlu untuk mengatur lebih lanjut ketentuan tentang penggunaan jasa kurir sebagai salah satu petugas Kliring dan … 2 dan penggunaan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) sebagai identitas petugas Kliring baik dalam penyelenggaraan Kliring secara otomasi maupun elektronik dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. 2. Perusahaan Jasa Kurir adalah badan usaha yang memberikan jasa di bidang penyampaian barang dan atau dokumen; Petugas Kliring adalah petugas Peserta yang dapat merupakan petugas internal Bank atau petugas jasa kurir yang diberi kuasa atau wewenang tertentu untuk mewakili Peserta dalam Kliring Lokal; 3. 4. Petugas Internal Bank adalah pegawai Peserta yang ditunjuk oleh Peserta untuk mewakili Peserta dalam kegiatan Kliring; Petugas Jasa Kurir adalah pegawai Perusahaan Jasa Kurir yang diberi kuasa untuk mewakili Peserta dalam kegiatan Kliring; 5. Tanda Pengenal Petugas Kliring yang untuk selanjutnya disebut TPPK adalah identitas yang wajib digunakan oleh Petugas Kliring dalam mengikuti kegiatan Kliring. II. PENGGUNAAN JASA KURIR A. Ruang Lingkup Kegiatan Kegiatan Peserta dalam Kliring yang dapat diwakili oleh Perusahaan Jasa Kurir berupa kegiatan : 1. penyerahan dan penerimaan Warkat; 2. penerimaan laporan hasil proses Kliring; dan 3. penerimaan pengumuman serta surat-surat yang bersifat tidak rahasia yang disampaikan oleh Penyelenggara. Pembubuhan … 3 Pembubuhan tanda tangan atau Stempel Kliring pada Dokumen Kliring tidak dapat diwakilkan kepada Perusahaan Jasa Kurir. Dengan demikian apabila pada saat penyerahan Warkat kepada Penyelenggara terdapat Dokumen Kliring yang belum dibubuhi tanda tangan dan atau Stempel Kliring oleh Peserta, Petugas Jasa Kurir tidak dapat membubuhkan tanda tangan dan atau Stempel Kliring yang seharusnya dibubuhkan oleh Peserta dimaksud. B. Persyaratan Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir 1. Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir harus memperhatikan faktor efisiensi, keamanan, dan kecepatan dalam penyampaian Warkat dan Dokumen Kliring, dengan tidak mengurangi jam pelayanan Bank kepada nasabah. 2. Dalam hal Peserta menggunakan Perusahaan Jasa Kurir maka seluruh kegiatan penyerahan dan penerimaan Warkat serta laporan hasil proses Kliring harus dilakukan oleh Petugas Jasa Kurir. Penyerahan dan atau penerimaan Warkat dan atau laporan hasil proses Kliring oleh Petugas Internal Bank hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat, dengan pemberitahuan secara tertulis kepada Penyelenggara pada saat Petugas Internal Bank yang bersangkutan melakukan penyerahan atau penerimaan Warkat serta laporan hasil Kliring. Surat pemberitahuan tersebut harus ditandatangani oleh Pimpinan Kantor Peserta dengan menyertakan alasannya. C. Persyaratan Perusahaan Jasa Kurir Perusahaan Jasa Kurir yang dapat ditunjuk oleh Peserta harus berbentuk Perseroan Terbatas dan terdaftar di departemen yang membidangi … 4 membidangi perindustrian dan perdagangan sebagai Perusahaan Jasa Kurir yang dibuktikan dengan Tanda Daftar Perusahaan yang masih berlaku. D. Tata Cara Penggunaan Jasa Kurir 1. Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir harus didasarkan pada perjanjian antara Peserta dengan Perusahaan Jasa Kurir, yang antara lain memuat pengaturan mengenai hal-hal sebagai berikut : a. Kewajiban Petugas Jasa Kurir untuk mencocokkan jumlah lembar bukti penyerahan Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan jumlah batch yang diterima dari Penyelenggara. b. Kewajiban Perusahaan Jasa Kurir untuk melakukan tindakan-tindakan yang dapat mencegah kemungkinan terjadinya penyalahgunaan ataupun kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan Peserta, nasabah maupun masyarakat luas baik secara langsung maupun tidak langsung. c. Kewajiban Perusahaan Jasa Kurir untuk memperhatikan aspek keamanan dalam penggunaan sarana yang dipakai dalam pengemasan Warkat dan atau Dokumen Kliring. d. Pemberian kuasa dari Peserta kepada Perusahaan Jasa Kurir untuk menyerahkan dan menerima Warkat dan laporan hasil proses Kliring kepada dan dari Penyelenggara. 2. Penunjukan dan atau penggantian Perusahaan Jasa Kurir wajib diberitahukan kepada Penyelenggara paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal efektif penggunaan Perusahaan Jasa Kurir oleh Peserta dengan melampirkan fotokopi surat perjanjian sebagaimana dimaksud dalam angka 1. E. Kewajiban … 5 E. Kewajiban Peserta 1. Peserta wajib melengkapi Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan data yang diperlukan antara lain tanda tangan, nama jelas, Stempel Kliring, dan encode pada Dokumen Kliring sebelum memberikan kepada Petugas Jasa Kurir. 2. Peserta wajib menyerahkan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang akan dikliringkan kepada Petugas Jasa Kurir dalam waktu yang telah disepakati antara Peserta dan Perusahaan Jasa Kurir. 3. Peserta bertanggung jawab penuh terhadap segala kerugian yang timbul akibat tindakan Petugas Jasa Kurir yang merugikan nasabah Peserta maupun Peserta lainnya. Dalam kaitan ini apabila tindakan Petugas Jasa Kurir yang merugikan nasabah Peserta atau Peserta lainnya tersebut sedang dilakukan penyelidikan atau penyidikan, maka sambil menunggu keputusan mengenai masalah tersebut, Peserta wajib melaksanakan transaksi kliring dari nasabah Peserta dimaksud. 4. Peserta wajib melaporkan secara tertulis kepada Penyelenggara langkah-langkah yang telah dilakukan atas penyelesaian permasalahan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan wajib memberikan keterangan apabila diminta oleh Penyelenggara. 5. Peserta wajib memberikan pengarahan kepada Petugas Jasa Kurir untuk mentaati segala tata tertib selama berada di tempat penyelenggaraan Kliring. Sehubungan dengan hal tersebut apabila dalam pelaksanaan kegiatan Kliring Petugas Jasa Kurir melanggar tata tertib, maka Penyelenggara dapat meminta Peserta untuk mengganti Petugas Jasa Kurir dan atau Perusahaan Jasa Kurir tersebut. III. TANDA … 6 III. TANDA PENGENAL PETUGAS KLIRING (TPPK) A. Penggunaan TPPK 1. TPPK yang digunakan oleh Petugas Kliring merupakan TPPK yang sah yang dikeluarkan oleh Penyelenggara dan sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. 2. Petugas Kliring wajib memakai TPPK dan kartu identitas pegawai yang menggunakan foto selama berada di ruangan Kliring dan area kantor Bank Indonesia. 3. Petugas Kliring wajib menunjukkan TPPK yang berlaku dalam menyampaikan dan mengambil Warkat serta laporan hasil proses Kliring dari dan kepada Penyelenggara. 4. 5. Peserta dan Perusahaan Jasa Kurir bertanggung jawab atas penggunaan TPPK yang dimilikinya. Perusahaan Jasa Kurir dan atau Peserta wajib melaporkan perkembangan penyelesaian permasalahan manipulasi dalam Kliring sampai dengan masalah tersebut dianggap selesai oleh para pihak yang merasa dirugikan. B. Biaya Pembuatan TPPK Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan TPPK, termasuk pembuatan TPPK untuk Petugas Jasa Kurir, yang besar dan tata cara pembebanannya dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Biaya Kliring. Biaya tersebut dikenakan pula terhadap penggantian TPPK karena rusak maupun hilang. C. Tata Cara Memperoleh TPPK 1. TPPK untuk Petugas Internal Bank a. Peserta akan memperoleh TPPK untuk Petugas Internal Bank secara otomatis apabila permohonannya sebagai Peserta dalam penyelenggaraan … 7 penyelenggaraan Kliring secara elektronik (SKE) atau penyelenggaraan Kliring secara otomasi (SKO) disetujui oleh Penyelenggara, kecuali apabila sejak semula Peserta menginformasikan akan menggunakan Perusahaan Jasa Kurir. b. Cara pemberian TPPK kepada Peserta adalah sebagai berikut : 1) Bagi Peserta SKO, TPPK hanya dapat diberikan kepada kantor Peserta Langsung. Masing-masing Peserta memperoleh maksimum 2 (dua) buah TPPK. 2) Bagi Peserta SKE, TPPK diberikan kepada Peserta Langsung Aktif (PLA) dan Peserta Langsung Pasif (PLP). Masing-masing Peserta tersebut memperoleh maksimum 2 (dua) buah TPPK. 2. TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir a. Untuk memperoleh TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir, Peserta wajib mengajukan permohonan secara tertulis yang dilakukan bersamaan dengan pemberitahuan mengenai penunjukan Perusahaan Jasa Kurir sebagaimana dimaksud dalam angka II.D.2. Permohonan tersebut dapat diajukan bersamaan dengan permohonan untuk menjadi Peserta Kliring. b. Setiap Perusahaan Jasa Kurir hanya boleh memiliki TPPK maksimum sebanyak 2 (dua) buah dari masing-masing Peserta. c. TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir diberikan kepada Peserta pada tanggal efektif penggunaan Perusahaan Jasa Kurir tersebut. Dalam hal Peserta yang telah memiliki TPPK menunjuk Perusahaan Jasa Kurir, maka Peserta yang bersangkutan … 8 bersangkutan wajib mengembalikan TPPK yang dimiliki kepada Penyelenggara pada tanggal efektif penggunaan Perusahaan Jasa Kurir. Penyelenggara tidak akan memberikan TPPK yang baru (TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir) sebelum TPPK yang lama (TPPK untuk Petugas Internal Bank) dikembalikan. 3. Peserta atau (Perusahaan Jasa Kurir) yang kehilangan TPPK baik TPPK untuk Petugas Internal Bank atau TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir wajib segera memberitahukan secara tertulis kepada Penyelenggara dengan melampirkan surat keterangan kehilangan penggantian. dari Kepolisian untuk mendapatkan 4. Penggantian TPPK yang Rusak Dalam hal TPPK, baik TPPK untuk Petugas Internal Bank maupun TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir rusak Peserta dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengganti TPPK tersebut. Penyelenggara tidak akan memberi TPPK baru sebelum TPPK yang rusak dikembalikan. D. Spesifikasi TPPK Spesifikasi TPPK ditetapkan oleh masing-masing Penyelenggara dan diumumkan secara tertulis kepada seluruh Peserta. IV. SANKSI 1. Penyelenggara menolak Warkat yang akan diserahkan oleh dan atau tidak menyerahkan Warkat dan laporan hasil proses Kliring kepada Petugas Kliring apabila: a. Petugas … 9 a. b. Petugas Kliring tidak dapat menunjukkan TPPK sebagaimana dimaksud dalam angka III; Peserta tidak atau belum melaporkan penggunaan Perusahaan Jasa Kurir kepada Penyelenggara namun sudah menggunakan Petugas Jasa Kurir dalam kegiatan penyerahan dan penerimaan Warkat serta laporan hasil proses Kliring. 2. Dalam hal menurut penilaian Penyelenggara, kinerja suatu Perusahaan Jasa Kurir dapat merugikan Peserta dan kepentingan nasabah Peserta, Penyelenggara dapat menolak Warkat yang akan diserahkan oleh dan atau tidak menyerahkan Warkat dan laporan hasil proses Kliring kepada Petugas Kliring dari Perusahaan Jasa Kurir tersebut. Selanjutnya kegiatan penyerahan Warkat dan pengambilan Warkat serta laporan hasil proses Kliring dilaksanakan sendiri oleh Petugas Peserta. 3. Dalam hal Peserta tidak memenuhi permintaan Penyelenggara untuk mengganti Petugas Jasa Kurir dan atau Perusahaan Jasa Kurir sebagaimana dimaksud dalam angka II.E.5 maka Penyelenggara dapat menolak Warkat yang akan diserahkan oleh dan atau tidak menyerahkan Warkat dan laporan hasil proses Kliring kepada Petugas Kliring dari Perusahaan Jasa Kurir tersebut. Selanjutnya kegiatan penyerahan Warkat dan pengambilan Warkat serta laporan hasil proses Kliring dilaksanakan sendiri oleh Petugas Peserta. V. LAIN-LAIN 1. Untuk menunjang kelancaran kegiatan Kliring, Peserta agar memperhitungkan waktu yang dipergunakan dalam proses penyerahan sehingga apabila terdapat Warkat dan atau Dokumen Kliring yang kurang … 10 kurang lengkap, Petugas Kliring dapat menyelesaikan dalam batas waktu yang telah ditetapkan. 2. Untuk keamanan dan efektivitas dalam penggunaan Perusahaan Jasa Kurir, Peserta wajib mempertimbangkan jumlah Peserta lain yang telah dilayani oleh Perusahaan Jasa Kurir tersebut dan kredibilitas perusahaan serta pengurusnya. VI. KETENTUAN PERALIHAN 1. Peserta yang pada saat berlakunya Surat Edaran ini telah memiliki TPPK untuk Petugas Internal Bank dapat menggunakan TPPK dimaksud sepanjang telah memenuhi ketentuan dalam angka III.C.1 dan III.D 2. Peserta yang pada saat berlakunya Surat Edaran ini telah menggunakan jasa Perusahaan Jasa Kurir wajib memenuhi ketentuan penunjukan Perusahaan Jasa Kurir sebagaimana dimaksud dalam angka II.C dan II.D paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini. 3. Peserta wajib memenuhi ketentuan mengenai penggunaan kartu identitas pegawai yang menggunakan foto bagi Petugas Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka III.A.2 paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini. 4. Peserta yang menggunakan jasa Perusahaan Jasa Kurir wajib memenuhi ketentuan TPPK sebagaimana dimaksud dalam angka III.C.2 dan III.D paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini. Sebelum Peserta dapat memenuhi ketentuan angka III.C.2 dan III.D, dalam hal petugas Jasa Kurir melakukan penyerahan dan penerimaan … 11 penerimaan Warkat dan atau Dokumen Kliring serta laporan hasil Kliring maka yang bersangkutan wajib melampirkan daftar nama dan Sandi Peserta yang bersangkutan. VII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2002. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARMAIN SALIM DEPUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/28/DASP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik </reg_title> <set_date> 12 Desember 2001 </set_date> <effective_date> 2 Januari 2002 </effective_date> <related_reg> '1/3/PBI/1999', '2/14/PBI/2000 | Pasal 19 huruf d' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No. 3/20/DASP Jakarta, 31 Agustus 2001 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement ----------------------------------------------------------------------------- Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/24/PBI/2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 205; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4025) dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, maka untuk menyelaraskan jam operasional Sistem BI-RTGS dengan berbagai kegiatan operasional di satuan-satuan kerja Bank Indonesia, khususnya pelaksanaan kebijakan moneter Bank Indonesia perlu diadakan perubahan mengenai ketentuan yang mengatur jam operasional Sistem BI-RTGS dan batas waktu untuk masing-masing jenis transaksi yang dapat diproses melalui Sistem BI-RTGS dalam suatu Surat Edaran Bank Ind onesia. 1. Ketentuan angka IV.A diubah, sehingga angka IV.A seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “ A. Kegiatan Selama Jam Operasional Sistem BI-RTGS. 1. Waktu RCC buka sampai dengan cut off warning. Transaksi… Transaksi-transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang dapat dilakukan dalam periode ini meliputi transaksi sebagaimana dalam Lampiran 2. Pelaksanaan pengiriman transfer dana melebihi waktu sebagaimana dalam Lampiran 2 secara otomatis akan ditolak oleh sistem. Apabila dalam jangka waktu 15 menit RT tidak dapat melakukan log-on ke RCC melalui sarana komunikasi leased line maka Peserta tersebut harus segera menghubungi Help -desk Bank Indonesia untuk meminta pengalihan menjadi sarana komunikasi dial up. 2. Waktu antara cut off warning sampai dengan pre cut off. Dalam periode ini terdapat beberapa kegiatan sebagai berikut : a. Seluruh Peserta memperoleh informasi secara otomatis dari RCC mengenai posisi saldo Rekening Giro setelah Settlement hasil kliring; b. Bank Indonesia melakukan special gridlock resolution, yaitu menyelesaikan seluruh Sistem Antrian Peserta berdasarkan kecukupan dana masing-masing transaksi; c. Bank diberikan kesempatan untuk melakukan transfer dana antar Bank dalam rangka menutupi kekurangan likuiditasnya (Interbank Cover Position). Pada saat cut off warning, transaksi yang masuk ke dalam Sistem Antrian akan ditolak secara otomatis oleh sistem, sedangkan transaksi yang telah berada pada Sistem Antrian akan dibekukan (freeze). Transfer dana yang masuk pada periode antara cut off warning dengan pre cut off tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan antrian tersebut. 3. Waktu antara pre cut off sampai dengan cut off time. Dalam periode waktu tersebut Bank Indonesia melakukan pemenuhan… pemenuhan dana Bank (BI Cover Position) dengan cara melakukan proses pendanaan jangka pendek atas dasar permohonan Peserta yang telah diajukan sebelumnya. 4. Cut off time. Pada saat cut off time, seluruh transaksi yang dikirimkan melalui RT tidak dapat diproses, dan transaksi dalam Sistem Antrian yang telah berada dalam kondisi freeze akan dibatalkan. Selanjutnya RCC melakukan pengiriman data mengenai posisi akhir hari ke seluruh Peserta secara otomatis. 5. Perpanjangan Jam Operasional Sistem BI-RTGS. Jam Opersional Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 berlaku dalam kondisi normal, namun waktu tersebut dapat berubah atau diperpanjang dalam hal : a. Permintaan Peserta Peserta dapat mengajukan permintaan perpanjangan Jam Operasional Sistem BI-RTGS dalam hal terjadi kondisi darurat pada Lokasi Produksi atau terdapat kerusakan pada RT Peserta sehingga waktu yang tersedia untuk melakukan transaksi menjadi terbatas. Permohonan perpanjangan Jam Opersional Sistem BI-RTGS dilakukan paling lambat 2 (dua) jam sebelum cut off warning melalui fasilitas Administrative Messages dalam Sistem BI- RTGS. Lamanya perpanjangan waktu maksimal adalah 1 (satu) jam. Apabila dalam Jam Operasional Sistem BI-RTGS tersebut telah terdapat 1 (satu) Peserta yang mengajukan perpanjangan Jam Operasional maka Peserta lainnya tidak dapat mengajukan perpanjangan… perpanjangan Jam Operasional. Persetujuan Penyelenggara atas perpanjangan Jam Operasional diberitahukan melalui fasilitas Administrative Messages dalam Sistem BI-RTGS. b. Kebijakan Bank Indonesia Perpanjangan Jam Operasional Sistem BI-RTGS dapat dilakukan atas dasar kebijakan Bank Indonesia dalam hal : 1) Adanya kerusakan pada Sistem BI-RTGS; 2) Terjadi keterlambatan waktu pembukuan hasil kliring; 3) Terdapat suatu kebijakan yang menyebabkan Bank Indonesia harus melakukan pembukuan melebihi Jam Operasional Sistem BI-RTGS. Dalam hal terdapat perpanjangan atau perubahan Jam Operasional Sistem BI-RTGS maka RCC akan memberitahukan kepada seluruh Peserta melalui fasilitas Administrative Messages.“ 6. Pemutusan hubungan dengan RCC sebelum cut off time. Peserta dimungkinkan memutuskan hubungan dengan RCC (log-off) pada saat periode cut off warning sepanjang semua transaksi baik outgoing maupun incoming payment telah di-settle dan hasilnya sesuai dengan catatan intern masing-masing Peserta. 2. Ketentuan angka VI.3 diubah, sehingga angka VI.3 seluruhnya menjadi berbunyi sebagai berikut : “ 3. Pedoman Umum sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. Halaman VI.9 Pedoman Umum diubah menjadi berbunyi sebagaimana terlampir. “ Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 3 September 2001. Agar… Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARMAIN SALIM DEPUTI DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN DASP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/20/DASP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title> <set_date> 31 Agustus 2001 </set_date> <effective_date> 3 September 2001 </effective_date> <changed_reg> '2/24/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg> <related_reg> '2/24/DASP|SE-BI/2000', '2/24/PBI/2000' </related_reg>
1 No. 17/32/DPSP 2015 Jakarta, 13 November 2015 SURAT EDARAN Perihal : Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/19/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 274, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5763) dan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5762), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai tata cara lelang surat berharga negara di pasar perdana dan penatausahaan surat berharga negara dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara. 2. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun dalam valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. 3. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian ... 2 bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang Rupiah maupun mata uang asing. 4. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. 5. SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 6. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 7. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 8. SBSN Ritel yang selanjutnya disebut Sukuk Negara Ritel adalah SBSN yang dijual kepada individu atau orang perseorangan warga negara Indonesia melalui agen penjual. 9. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan Bank Umum Syariah termasuk Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 10. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. 11. Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disingkat LPS adalah Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai lembaga penjamin simpanan. 12. Peserta Transaksi adalah pihak yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan dapat melakukan transaksi SUN dan/atau SBSN dengan Pemerintah secara langsung. 13. Dealer Utama adalah Bank dan/atau perusahaan efek yang ditunjuk oleh Menteri sebagai Dealer Utama sebagaimana 14. dimaksud ... 3 14. dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai dealer utama. 15. Peserta Lelang adalah Bank dan perusahaan efek yang ditunjuk Menteri sebagai peserta Lelang SBSN di pasar perdana dalam negeri. 16. Peserta BI-SSSS adalah pihak-pihak yang memenuhi persyaratan dan telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia untuk menjadi peserta dalam penyelenggaraan BI-SSSS. 17. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBN untuk pertama kali. 18. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SBN yang telah dijual di Pasar Perdana. 19. Lelang SBN adalah penjualan SBN di Pasar Perdana domestik oleh Pemerintah yang dilakukan dengan mekanisme lelang. 20. Lelang SBN Tambahan (Greenshoe Option) yang selanjutnya disebut Lelang SBN Tambahan adalah penjualan SBN di Pasar Perdana dalam mata uang Rupiah dengan cara lelang yang dilaksanakan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang SBN. 21. Imbal Hasil (Yield) adalah keuntungan yang diharapkan oleh investor dalam persentase per tahun. 22. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) yang diinginkan penawar. 23. Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume tanpa tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) yang diinginkan penawar. 24. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik. 25. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana Penatausahaan Transaksi dan Penatausahaan Surat ... 4 Surat Berharga yang dilakukan secara elektronik. 26. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual. 27. Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) adalah batas paling tinggi nominal penawaran yang diberikan oleh Peserta Transaksi kepada Peserta Transaksi lain untuk dapat melakukan penawaran per hari untuk dan atas nama Peserta Transaksi yang memberikan batas nominal penawaran. 28. Penatausahaan SBN adalah kegiatan yang mencakup pencatatan kepemilikan, kliring, dan Setelmen serta pembayaran bunga/kupon atau imbalan serta pelunasan pokok/nominal SBN. 29. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi Penatausahaan SBN bagi kepentingan Peserta pada BI-SSSS. 30. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia sebagai Peserta BI- SSSS untuk melakukan fungsi Penatausahaan SBN bagi kepentingan nasabah. 31. Setelmen adalah proses penyelesaian akhir transaksi SBN melalui pendebitan dan pengkreditan Rekening Giro dan/atau Rekening Surat Berharga dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia. 32. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disingkat Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara harian termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari Bank Indonesia. 33. Lelang Pembelian Kembali SBN yang selanjutnya disebut Lelang Buyback adalah pembelian kembali SBN di Pasar Sekunder oleh Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau dengan cara penukaran (debt switching) dalam suatu masa penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. 34. Fasilitas Peminjaman SUN adalah fasilitas yang diberikan oleh Menteri kepada Dealer Utama untuk melakukan peminjaman SUN sesuai tata cara yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai dealer utama. 35. Transaksi ... 5 35. Transaksi SBN Secara Langsung adalah penjualan SBN di Pasar Perdana atau pembelian kembali SBN di Pasar Sekunder yang dilakukan oleh Pemerintah dengan Dealer Utama, Bank Indonesia, atau LPS secara langsung melalui fasilitas dealing room pada Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 36. Private Placement adalah kegiatan penjualan SBN di Pasar Perdana dalam negeri yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pihak yang disetujui oleh Pemerintah, dengan ketentuan dan persyaratan SBN sesuai kesepakatan. 37. Bank Pembayar adalah peserta Sistem BI-RTGS yang memiliki Rekening Giro dalam Rupiah dan/atau valuta asing di Bank Indonesia dan ditunjuk oleh Peserta Transaksi dan/atau Sub- Registry untuk melakukan pembayaran dan penerimaan dana dalam rangka Setelmen transaksi SBN. 38. Rekening Surat Berharga adalah rekening Peserta BI-SSSS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan Setelmen atas transaksi SBN, transaksi dengan Bank Indonesia, transaksi pasar keuangan, dan/atau fasilitas likuiditas intrahari. 39. Rekening Giro adalah Rekening Giro sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai rekening giro di Bank Indonesia. II. TATA CARA LELANG A. Lelang SBN dalam Rupiah 1. Ketentuan dan Persyaratan a. Bank Indonesia menyelenggarakan Lelang SBN dalam Rupiah berdasarkan rencana yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri. b. Peserta Transaksi dalam Lelang SBN dikelompokkan sebagai berikut: 1) Peserta Transaksi pada Lelang SUN dalam Rupiah adalah: a) Dealer Utama; b) Bank ... 6 b) Bank Indonesia; dan/atau c) LPS. 2) Peserta Transaksi pada Lelang SBSN dalam Rupiah adalah: a) Peserta Lelang; b) Bank Indonesia; dan/atau c) LPS. c. Peserta Transaksi dapat mengajukan penawaran dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta Transaksi untuk Lelang SUN dalam Rupiah adalah: 1) Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS untuk SPN. 2) Dealer Utama dan/atau LPS untuk Obligasi Negara. 2) Peserta Transaksi untuk Lelang SBSN dalam Rupiah adalah: a) Peserta Lelang, Bank Indonesia, dan/atau LPS untuk SBSN jangka pendek. b) Peserta Lelang dan/atau LPS untuk SBSN jangka panjang. d. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran Lelang SUN dalam Rupiah atas nama diri sendiri dan/atau atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai lelang surat utang negara dalam mata uang Rupiah dan valuta asing di pasar perdana domestik. e. Peserta Lelang dapat mengajukan penawaran Lelang SBSN dalam Rupiah atas nama diri sendiri dan/atau atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penerbitan dan penjualan surat berharga syariah negara di pasar perdana dalam negeri dengan cara lelang. f. Bank Indonesia dan LPS mengajukan penawaran Lelang SBN dalam Rupiah hanya untuk dan atas nama diri ... 7 diri sendiri. g. Lelang SBN dalam Rupiah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Penawaran Lelang SBN dalam Rupiah dilakukan dengan mengajukan Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non- competitive Bidding) dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. 2) Pengajuan penawaran Lelang SBN dalam Rupiah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Dalam hal Dealer Utama atau Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang SBN dalam Rupiah untuk dan atas nama diri sendiri, baik secara langsung maupun melalui Dealer Utama lain atau Peserta Lelang lain maka penawaran hanya dapat dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding). b) Dalam hal Dealer Utama atau Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang SBN dalam Rupiah untuk dan atas nama pihak lain selain Dealer Utama atau Peserta Lelang maka pengajuan penawaran dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut: (1) pengajuan penawaran pada lelang SPN dan SBSN jangka pendek dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding); dan (2) pengajuan penawaran pada lelang Obligasi Negara dan SBSN jangka panjang dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau Penawaran ... Penawaran ... 8 Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). 3) Bank Indonesia dapat mengajukan penawaran Lelang SBN dalam Rupiah berupa SPN dan SBSN jangka pendek, namun hanya untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). 4) LPS dapat mengajukan penawaran Lelang SBN dalam Rupiah namun hanya untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). 5) Lelang SBN dalam Rupiah dilakukan pada hari Selasa antara pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB pada hari kerja dan waktu lain yang ditetapkan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri. 6) Dalam hal terdapat perubahan jadwal pelaksanaan Lelang SBN dalam Rupiah, Bank Indonesia mengumumkan perubahan jadwal pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud dalam angka 5) melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. 7) Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SBN dalam Rupiah adalah Sistem BI-ETP atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 8) Dalam hal Dealer Utama atau Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang SBN dalam Rupiah untuk dan atas nama Dealer Utama atau Peserta Lelang lain dan pihak lain maka Dealer Utama atau Peserta Lelang yang bersangkutan dan Bank Pembayar yang ditunjuk harus memperhatikan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari. 9) Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) sebagaimana dimaksud dalam angka ... 9 angka 8) harus diatur dalam suatu perjanjian antara Bank dengan Dealer Utama atau Peserta Lelang. 2. Pelaksanaan Lelang SBN dalam Rupiah a. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBN dalam Rupiah paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang SBN dalam Rupiah melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, laman (website) Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. b. Pengumuman rencana Lelang SBN dalam Rupiah paling kurang memuat: 1) 2) 3) 4) jenis dan seri; tanggal pelaksanaan lelang; target indikatif yang ditawarkan; tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo; 5) mata uang; 6) waktu pembukaan dan penutupan penawaran; 7) waktu pengumuman hasil lelang; 8) tanggal Setelmen; 9) alokasi untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding), dalam hal dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan nonkompetitif untuk lelang SUN dalam Rupiah; dan 10) daftar nama Peserta Transaksi. c. Pada hari pelaksanaan Lelang SBN dalam Rupiah, Peserta Transaksi mengajukan penawaran nominal dan tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) atau penawaran nominal untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). d. Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SBN dalam Rupiah untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding), dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pengajuan... 10 1) pengajuan penawaran nominal dari masing- masing Peserta Transaksi paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); 2) dalam hal lelang SUN dalam Rupiah, penawaran diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) diajukan dengan kelipatan 1/100 (satu per seratus) atau 0,01 (nol koma nol satu); 3) dalam hal lelang SBSN dalam Rupiah, penawaran tingkat Imbal Hasil (Yield) diajukan dengan kelipatan 1/32 (satu per tiga puluh dua) atau 0,03125 (tiga ribu seratus dua puluh lima per seratus ribu) untuk imbalan tetap dan SBSN tanpa kupon (zero coupon bond); dan 4) penawaran harga (price) diajukan dengan kelipatan 0,05% (nol koma nol lima persen). e. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SBN dalam Rupiah untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding), pengajuan penawaran nominal dilakukan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir d.1). f. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian Lelang SBN dalam Rupiah. g. Peserta Transaksi dapat melakukan koreksi atas setiap penawaran pembelian yang diajukan dalam periode waktu (window time) transaksi Lelang SBN dalam Rupiah. h. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran pembelian Lelang SBN dalam Rupiah tidak dapat membatalkan penawaran. 3. Penentuan Pemenang Lelang SBN dalam Rupiah Pada tanggal pelaksanaan lelang Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri menetapkan hasil Lelang SBN dalam Rupiah yang mencakup: a. pemenang ... 11 a. pemenang lelang; b. nilai nominal; c. tingkat imbal Hasil (Yield) atau harga (price) untuk lelang SUN dalam Rupiah atau tingkat imbalan dan/atau diskonto untuk lelang SBSN dalam Rupiah; dan d. jenis dan nilai aset SBSN untuk lelang SBSN dalam Rupiah. 4. Pengumuman Hasil Lelang SBN dalam Rupiah a. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SBN dalam Rupiah yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, laman (website) Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank Indonesia pada akhir hari pelaksanaan Lelang SBN dalam Rupiah. b. Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil Lelang SBN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Kepada seluruh Peserta Transaksi paling kurang memuat: a) jenis dan seri; b) mata uang; c) kuantitas lelang secara keseluruhan; d) e) tingkat bunga, tingkat imbalan atau tingkat diskonto; f) rata-rata tertimbang tingkat imbalan dan/atau diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield), atau harga (price); dan tanggal jatuh tempo. 2) Kepada setiap pemenang Lelang SBN dalam Rupiah melalui Sistem BI-ETP paling kurang memuat: a) nama pemenang; b) nilai nominal yang dimenangkan; dan c) tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield), atau harga (price). c. Dalam ... 12 c. Dalam hal Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri menetapkan tidak ada pemenang lelang, Bank Indonesia mengumumkan penetapan tersebut melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, dan/atau sarana lain yang digunakan Bank Indonesia. B. Lelang SBN Tambahan 1. Ketentuan dan Persyaratan a. Bank Indonesia menyelenggarakan Lelang SBN Tambahan berdasarkan rencana yang ditetapkan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri. b. Lelang SBN Tambahan dilaksanakan pada hari kerja antara pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri. c. Dalam hal Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri menetapkan waktu lain sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Bank Indonesia mengumumkan perubahan tersebut melalui Sistem LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. d. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SBN Tambahan adalah Sistem BI-ETP atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. e. Peserta Transaksi dapat mengajukan penawaran Lelang SBN Tambahan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Lelang SUN Tambahan a) Peserta Transaksi pada Lelang SUN Tambahan adalah Peserta Transaksi Lelang SUN dalam Rupiah yang telah menyampaikan Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) pada lelang SUN. b) Penawaran ... 13 b) Penawaran pembelian dilakukan dengan mengajukan volume penawaran SUN. c) Peserta Transaksi yang dapat mengajukan penawaran adalah sebagai berikut: 1) Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS menyampaikan Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) untuk SPN. 2) Dealer Utama dan/atau LPS menyampaikan Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) untuk Obligasi Negara. d) Pengajuan penawaran dibatasi paling banyak sebesar Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) yang tidak dimenangkan. e) Dealer Utama dapat mengajukan penawaran Lelang SUN Tambahan atas nama diri sendiri dan/atau atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai lelang surat utang negara dalam mata uang Rupiah dan valuta asing di pasar perdana domestik. 2) Lelang SBSN Tambahan a) Peserta Transaksi pada Lelang SBSN Tambahan adalah Bank Indonesia, LPS, dan/atau Peserta Lelang yang menyampaikan penawaran pembelian dalam Lelang SBSN. b) Penawaran pembelian dalam Lelang SBSN Tambahan dilakukan dengan penawaran pembelian nonkompetitif (Non-Competitive Bidding). c) Total penawaran pembelian setiap peserta Lelang SBSN Tambahan dibatasi paling tinggi sebesar total penawaran pembelian setiap peserta ... 14 peserta pada Lelang SBSN untuk seri SBSN yang ditawarkan dalam Lelang SBSN Tambahan. d) Penawaran pembelian dalam Lelang SBSN Tambahan untuk SBSN Jangka Pendek hanya dapat diikuti oleh Bank Indonesia. 2. Pelaksanaan Lelang SBN Tambahan a. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBN Tambahan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, laman (website) Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia, setelah penetapan hasil Lelang SBN dalam Rupiah oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri. b. Pengumuman rencana Lelang SBN Tambahan paling kurang memuat: 1) jenis dan seri; 2) daftar nama peserta Lelang SBN Tambahan; 3) 4) tanggal dan waktu pelaksanaan Lelang SBN Tambahan; dan rata-rata tertimbang tingkat imbalan dan/atau diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield), atau harga (price). c. Pada hari pelaksanaan Lelang SBN Tambahan, Peserta Transaksi mengajukan penawaran nominal. d. Pengajuan penawaran nominal sebagaimana dimaksud dalam huruf c mengacu pada ketentuan dalam butir A.2.d.1). e. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian Lelang SBN Tambahan. f. Peserta Transaksi dapat melakukan koreksi atas setiap penawaran pembelian yang diajukan dalam periode waktu (window time) transaksi Lelang SBN Tambahan. g. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran pembelian Lelang SBN Tambahan tidak dapat membatalkan ... 15 membatalkan penawaran. 3. Penentuan Pemenang Lelang SBN Tambahan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri menetapkan hasil Lelang SBN Tambahan yang paling kurang mencakup nama pemenang dan nilai nominal. 4. Pengumuman Hasil Lelang SBN Tambahan a. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SBN Tambahan yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, laman (website) Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia pada akhir hari pelaksanaan Lelang SBN Tambahan. b. Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil Lelang SBN Tambahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan ketentuan sebagai berikut: 1) kepada seluruh Peserta Transaksi paling kurang memuat seri SBN dan nilai nominal; dan 2) kepada setiap pemenang Lelang SBN Tambahan melalui Sistem BI-ETP paling kurang memuat nama pemenang dan nilai nominal yang dimenangkan. C. Tata Cara Lelang SUN dalam Valuta Asing 1. Ketentuan dan Persyaratan a. Bank Indonesia menyelenggarakan lelang SUN dalam valuta asing berdasarkan rencana yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri. b. Pihak yang dapat membeli SUN dalam valuta asing dalam lelang adalah: 1) orang perseorangan warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia; 2) perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi baik dari Indonesia ataupun asing, yang didirikan atau bertempat kedudukan ... 16 kedudukan di wilayah Republik Indonesia; atau 3) LPS. c. Para pihak sebagaimana dimaksud dalam butir b.1) dan butir b.2) dapat membeli SUN dalam valuta asing dengan ketentuan sebagai berikut: 1) memenuhi persyaratan administrasi; dan 2) teregistrasi dalam daftar investor residen, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai lelang surat utang negara dalam mata uang Rupiah dan valuta asing di pasar perdana domestik. d. Para pihak yang telah memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c mengikuti lelang SUN dalam valuta asing melalui Dealer Utama. e. Peserta Transaksi lelang SUN dalam valuta asing adalah Dealer Utama dan/atau LPS. f. Peserta Transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf e dapat mengajukan penawaran untuk SPN dan/atau Obligasi Negara dalam valuta asing. g. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran pembelian lelang SUN dalam valuta asing atas nama diri sendiri dan/atau atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai lelang surat utang negara dalam mata uang Rupiah dan valuta asing di pasar perdana domestik. h. LPS mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta asing hanya untuk dan atas nama diri sendiri. i. Lelang SUN dalam valuta asing dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Penawaran lelang SUN dalam valuta asing dilakukan dengan mengajukan Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) dalam suatu periode waktu ... 17 waktu (window time) penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya. 2) Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran lelang SUN dalam valuta asing untuk dan atas nama diri sendiri, baik secara langsung maupun melalui Dealer Utama lain maka penawaran hanya dapat dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding). 3) Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran lelang SUN dalam valuta asing untuk dan atas nama pihak lain maka pengajuan penawaran dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut: a) penawaran pada lelang SPN dalam valuta asing dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding); dan b) penawaran pada lelang Obligasi Negara dalam valuta asing dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). 4) LPS dapat mengajukan penawaran lelang SUN dalam valuta asing berupa SPN dan Obligasi Negara dalam valuta asing dengan persyaratan sebagai berikut: a) penawaran dilakukan secara langsung tanpa melalui Dealer Utama; dan b) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). 5) Lelang SUN dalam valuta asing dilaksanakan pada hari Senin antara pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 11.00 WIB atau pada hari kerja dan waktu lain yang ditetapkan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri. 6) Dalam ... 18 6) Dalam hal terdapat perubahan jadwal lelang SUN dalam valuta asing, Bank Indonesia mengumumkan perubahan jadwal pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud dalam angka 5) melalui Bloomberg, Sistem LHBU, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. 7) Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran lelang SUN dalam valuta asing adalah terminal Bloomberg atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 8) Dalam hal Bank mengajukan penawaran lelang SUN dalam valuta asing melalui Dealer Utama, Bank yang bersangkutan harus menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari untuk lelang SUN dalam valuta asing bagi Dealer Utama. 9) Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga yang mengajukan penawaran lelang SUN dalam valuta asing harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan Setelmen hasil lelang SUN dalam valuta asing. 10) Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan Setelmen hasil lelang SUN dalam valuta asing harus menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari untuk lelang SUN dalam valuta asing bagi Peserta Transaksi untuk kepentingan nasabah Sub-Registry. 11) Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari untuk lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 8) dan angka 10) harus diatur dalam suatu perjanjian antara Bank atau Sub-Registry dengan Dealer Utama. 12) Peserta Transaksi harus menyampaikan penawaran lelang SUN dalam valuta asing dengan informasi ... 19 informasi yang lengkap dan benar berdasarkan dokumen instruksi transaksi. 13) Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian lelang SUN dalam valuta asing. 2. Pelaksanaan Lelang SUN dalam Valuta Asing a. Sebelum pelaksanaan lelang SUN dalam valuta asing, Bank Indonesia mengirimkan surat permintaan kepada Peserta Transaksi untuk menyampaikan paling banyak 2 (dua) nama pegawai yang ditunjuk untuk melakukan transaksi lelang SUN dalam valuta asing melalui terminal Bloomberg. b. Berdasarkan surat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Peserta Transaksi menyampaikan nama pegawai yang ditunjuk untuk melakukan transaksi lelang SUN dalam valuta asing melalui surat dan dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile, dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Surat dan faksimile sebagaimana dimaksud dalam huruf b disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: Bank Indonesia Departemen Pengelolaan Moneter (DPM) Grup Operasi Moneter (GOpM) Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 13 Jl. M. H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 Telepon 021-29818350 dan 021-29818351 Faksimile 021-2310347. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan sarana komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. d. Dalam ... 20 d. Dalam hal terjadi perubahan atau pergantian pegawai yang ditunjuk untuk melakukan transaksi lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Peserta Transaksi menyampaikan pengkinian data melalui surat kepada Bank Indonesia – Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi Moneter dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I. e. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang SUN dalam valuta asing dengan pemberitahuan kepada pegawai yang telah ditunjuk oleh Peserta Transaksi melalui terminal Bloomberg, pengumuman melalui Sistem LHBU, laman (website) Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. f. Pengumuman rencana lelang SUN dalam valuta asing paling kurang memuat: 1) 2) 3) 4) jenis dan seri; tanggal pelaksanaan lelang; target indikatif yang ditawarkan; tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo; 5) mata uang; 6) waktu pembukaan dan penutupan penawaran; 7) waktu pengumuman hasil lelang; 8) tanggal Setelmen; 9) alokasi untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding), dalam hal dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan nonkompetitif; dan 10) daftar nama Peserta Transaksi lelang. g. Dalam hal dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan lelang nonkompetitif, lelang dimaksud dilakukan pada 2 (dua) lelang yang berbeda yaitu lelang kompetitif dan lelang nonkompetitif. h. Pada ... 21 h. Pada hari pelaksanaan lelang SUN dalam valuta asing, Peserta Transaksi mengajukan penawaran sebagai berikut: 1) Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) memuat informasi yaitu: a) penawaran kuantitas; b) tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price); dan c) kode investor yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko - Kementerian Keuangan Republik Indonesia, yang terdiri atas 7 (tujuh) angka dengan format penulisan xxx-yyyy. Contoh penulisan kode investor: 123-0000 123 : 3 (tiga) angka pertama merupakan informasi kode Peserta BI-SSSS; dan 0000 : 4 (empat) angka terakhir merupakan informasi nomor investor non-Bank atau diisi dengan “0000” dalam hal investor adalah Bank. 2) Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non- competitive Bidding) memuat informasi sebagai berikut: a) penawaran kuantitas; dan b) kode investor sebagaimana dimaksud dalam butir 1)c). i. Peserta Transaksi mengajukan penawaran lelang SUN dalam valuta asing untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding), dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pengajuan penawaran nominal dari setiap Peserta Transaksi paling sedikit USD100,000.00 (seratus ribu Dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan USD10,000.00 (sepuluh ribu Dolar Amerika Serikat); 2) penawaran ... 22 2) penawaran diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) diajukan dengan kelipatan 1/100 (satu per seratus) atau 0,01 (nol koma nol satu); dan 3) penawaran harga (price) diajukan dengan kelipatan 0,05% (nol koma nol lima persen). j. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran lelang SUN dalam valuta asing untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding), pengajuan penawaran nominal dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir i.1). k. Peserta Transaksi dapat melakukan koreksi atas setiap penawaran Lelang SUN dalam valuta asing yang diajukan dalam periode waktu (window time) transaksi lelang SUN dalam valuta asing. l. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran lelang SUN dalam valuta asing tidak dapat membatalkan penawaran. 3. Penentuan Pemenang Lelang SUN dalam Valuta Asing Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri menetapkan hasil lelang SUN dalam valuta asing yang paling kurang mencakup: a. pemenang lelang; b. nilai nominal; dan c. tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price). 4. Pengumuman Hasil Lelang Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SUN dalam valuta asing yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kepada seluruh Peserta Transaksi 1) Pengumuman hasil lelang SUN dalam valuta asing dilakukan melalui Sistem LHBU, laman (website) Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang ... 23 yang digunakan oleh Bank Indonesia pada akhir hari pelaksanaan lelang SUN dalam valuta asing. 2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat: a) jenis dan seri; b) mata uang; c) kuantitas lelang secara keseluruhan; d) e) tingkat bunga; f) rata-rata tertimbang tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price); dan tanggal jatuh tempo. b. Kepada masing-masing pemenang lelang SUN dalam valuta asing 1) Pengumuman hasil lelang SUN dalam valuta asing dilakukan melalui terminal Bloomberg kepada masing-masing pegawai yang ditunjuk oleh Peserta Transaksi yang dimenangkan pada Lelang SUN dalam valuta asing. 2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat: a) nama pemenang; b) nilai nominal; dan c) tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price). 5. Keadaan Tidak Normal di Peserta Transaksi a. Dalam hal terjadi gangguan pada terminal dan/atau jaringan Bloomberg yang dimiliki Peserta Transaksi yang menyebabkan Peserta Transaksi tidak dapat mengajukan penawaran lelang SUN dalam valuta asing, Peserta Transaksi yang bersangkutan dapat menggunakan fasilitas back-up terminal Bloomberg yang ada di Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta Transaksi mengajukan permohonan penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg disertai dengan informasi data penawaran lelang SUN ... 24 SUN dalam valuta asing. 2) Permohonan yang disertai dengan informasi data penawaran lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan melalui surat dan dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile, dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3) Penyampaian surat melalui faksimile dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) menit sebelum penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg. 4) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat: a) permohonan penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg; b) alasan menggunakan fasilitas back-up terminal Bloomberg; dan c) pernyataan bahwa Peserta Transaksi yang bersangkutan membebaskan Bank Indonesia dari tanggung jawab atas segala kerugian yang timbul pada Peserta Transaksi (indemnity) sehubungan dengan penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg. 5) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 4) ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta Transaksi yang telah memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia. 6) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 5) ditujukan kepada Bank Indonesia - Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi Moneter dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c. dengan tembusan kepada: Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran c.q. Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Surat ... 25 Surat Berharga Gedung D, Lantai 3 Jl. M. H. Thamrin No.2 Jakarta-10350 Telepon 021-29818888 Faksimile 021-3501868. 7) Penawaran lelang SUN dalam valuta asing yang diajukan oleh Peserta Transaksi melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg harus sesuai dengan informasi data penawaran lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 1). 8) Segera setelah penawaran selesai dilakukan, Peserta Transaksi menyampaikan data penawaran lelang SUN dalam valuta asing yang telah diajukan melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg kepada Bank Indonesia untuk dicocokkan dengan informasi data penawaran lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam angka 1). 9) Peserta Transaksi yang mengajukan penawaran lelang SUN dalam valuta asing melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg tidak dapat melakukan perubahan data penawaran yang telah diajukan. 10) Pegawai yang ditunjuk oleh Peserta Transaksi untuk mengajukan penawaran lelang SUN dalam valuta asing melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg bertanggung jawab atas kebenaran dan kesesuaian data penawaran lelang SUN dalam valuta asing yang diajukan. 11) Bank Indonesia dapat menetapkan batas waktu penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg, dalam hal jumlah Peserta Transaksi yang mengajukan permohonan melebihi jumlah terminal yang tersedia. b. Peserta ... 26 b. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan transaksi melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg sebagaimana dimaksud dalam huruf a. III. TATA CARA PENATAUSAHAAN SBN A. Ketentuan dan Persyaratan Setelmen dan Pencatatan Transaksi SBN 1. Central Registry melaksanakan pencatatan penerbitan SBN sesuai ketentuan dan persyaratan (term and condition) atau adendum ketentuan dan persyaratan (term and condition) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri. 2. Pada tanggal Setelmen SBN, Central Registry melakukan Setelmen atas: a. hasil Lelang SBN yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia berdasarkan surat dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri mengenai keputusan hasil lelang; b. transaksi SBN dengan Pemerintah yang diselenggarakan di luar Bank Indonesia, berdasarkan surat dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri mengenai hasil transaksi SBN dengan Pemerintah; dan/atau c. transaksi SBN di Pasar Sekunder berdasarkan instruksi Setelmen dari Peserta BI-SSSS. 3. Penatausahaan SBN untuk kepentingan nasabah dilakukan Sub-Registry berdasarkan persetujuan Central Registry sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 4. Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan Setelmen dan pencatatan kepemilikan SBN. 5. Peserta ... 27 5. Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam angka 4 yang tidak memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia harus menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan Setelmen dana atas transaksi SBN. 6. Setelmen dana atas transaksi SBN menggunakan Rekening Giro di Bank Indonesia milik Peserta BI-SSSS atau Bank Pembayar yang terdiri atas: a. Rekening Giro Rupiah; dan b. Rekening Giro valuta asing dalam denominasi Dolar Amerika Serikat (USD). 7. Penunjukan Bank Pembayar dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 8. Pada tanggal Setelmen SBN, Peserta Transaksi dan Bank Pembayar harus menjamin kecukupan dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar untuk pelaksanaan Setelmen dana hasil transaksi SBN dengan Pemerintah. 9. Pada tanggal Setelmen transaksi SBN di Pasar Sekunder, pihak yang harus menjamin kecukupan SBN dan/atau dana untuk pelaksanaan Setelmen adalah sebagai berikut: a. penjual atau Sub-Registry menjamin kecukupan seri dan nilai nominal SBN pada Rekening Surat Berharga; dan/atau b. pembeli atau Bank Pembayar menjamin kecukupan dana pada Rekening Giro. 10. Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SBN atas nama nasabah secara individual dalam sistem internal Sub- Registry pada tanggal yang sama dengan tanggal pelaksanaan Setelmen SBN. B. Pelaksanaan Setelmen atas Transaksi SUN dengan Pemerintah 1. Setelmen Hasil Lelang SUN dalam Rupiah yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia a. Setelmen ... 28 a. Setelmen hasil lelang SUN dalam Rupiah dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setelmen lelang SUN dalam Rupiah dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang SUN dalam Rupiah. 2) Setelmen lelang SUN Tambahan dalam Rupiah dilakukan pada tanggal yang sama dengan pelaksanaan Setelmen lelang SUN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 1). b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan Setelmen hasil lelang SUN dalam Rupiah dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar serta mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. 2) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry sebesar total nilai nominal SUN dalam Rupiah yang dimenangkan. c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak mencukupi untuk Setelmen sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI-SSSS) maka Setelmen hasil lelang SUN dan/atau lelang SUN tambahan dalam Rupiah yang dilakukan melalui Rekening Giro Peserta Transaksi atau Bank Pembayar dinyatakan gagal. 2. Setelmen Hasil Lelang Buyback SUN dalam Rupiah yang Diselenggarakan di Luar Bank Indonesia a. Setelmen hasil Lelang Buyback yang diselenggarakan di luar Bank Indonesia dilakukan pada 3 (tiga) hari kerja ... 29 kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang mulai pukul 10.00 WIB atau sesuai waktu yang ditentukan Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri. b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan Setelmen hasil Lelang Buyback sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Lelang Buyback dengan cara tunai a) Central Registry melakukan pendebitan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry sampai dengan batas waktu Setelmen SBN (awal periode cut-off warning BI-SSSS) sebesar jumlah seri dan nilai nominal SUN dalam Rupiah yang dibeli kembali oleh Pemerintah. b) Central Registry melakukan pengkreditan Rekening Surat Berharga Pemerintah atau melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) atas seri SUN dalam Rupiah yang dibeli kembali oleh Pemerintah. c) Central Registry melakukan pendebitan Rekening Giro Rupiah Pemerintah dan pengkreditan Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar di Bank Indonesia sebesar nilai Setelmen. 2) Setelmen Lelang Buyback dengan cara penukaran (debt switching) a) Central Registry melakukan pendebitan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry di Bank Indonesia sampai batas waktu Setelmen surat berharga (awal periode cut-off warning BI-SSSS) sebesar jumlah seri dan nilai nominal SUN dalam Rupiah yang dibeli kembali oleh Pemerintah. b) Central... 30 b) Central Registry melakukan pengkreditan Rekening Surat Berharga Pemerintah atau melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) atas seri SUN dalam Rupiah yang dibeli kembali oleh Pemerintah. c) Central Registry melakukan pencatatan penerbitan SUN dalam Rupiah seri penukar dan pengkreditan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry. d) Dalam pelaksanaan Lelang Buyback dapat menyebabkan terjadi selisih tunai atas beban Pemerintah atau atas beban Peserta Transaksi. Setelmen atas selisih tunai dilakukan sebagai berikut: (1) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban Pemerintah, Central Registry melakukan Setelmen dana dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Pemerintah dan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar di Bank Indonesia sebesar selisih tunai. (2) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban Peserta Transaksi, Central Registry melakukan Setelmen dana dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar selisih tunai. c. Dalam hal Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry tidak mencukupi untuk Setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud dalam butir b.1)a) dan butir b.2)a) maka Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry harus menyelesaikan Setelmen ... 31 Setelmen dimaksud dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak tanggal Setelmen awal. d. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak dipenuhi sampai batas waktu Setelmen surat berharga (awal periode cut-off warning BI-SSSS) maka Setelmen hasil Lelang Buyback dinyatakan gagal. 3. Setelmen Fasilitas Peminjaman SBN a. Setelmen atas transaksi pemberian Fasilitas Peminjaman SBN kepada Dealer Utama dilakukan dalam 2 (dua) hari kerja setelah permohonan disetujui oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. b. Setelmen pengembalian SBN yang dipinjamkan dan yang dijaminkan dalam rangka pemberian Fasilitas Peminjaman SBN kepada Dealer Utama dilakukan pada tanggal berakhirnya batas waktu peminjaman. c. Setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SBN pada tanggal Setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SBN dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Central Registry melakukan Setelmen dana atas biaya peminjaman (lending fee) SBN dengan mendebit Rekening Giro Dealer Utama atau Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Giro Pemerintah di Bank Indonesia, sebesar biaya peminjaman (lending fee) SBN. 2) Dalam hal Setelmen dana atas biaya peminjaman (lending fee) SBN sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berhasil, Setelmen Surat berharga dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a) Central Registry melakukan Setelmen atas peminjaman SBN yang dijaminkan oleh Dealer Utama atau Sub-Registry dan SBN yang dipinjamkan oleh Pemerintah dengan jenis transaksi securities lending and borrowing. b) Dalam... 32 b) Dalam hal Setelmen sebagaimana dimaksud dalam huruf a) berhasil dilakukan maka Central Registry melakukan Setelmen penerbitan SBN yang dipinjamkan dengan mendebit Rekening Surat Berharga Pemerintah dan mengkredit Rekening Surat berharga Dealer Utama atau Sub-Registry, sebesar nilai nominal seri SBN yang dipinjamkan. d. Pada saat jatuh waktu peminjaman SBN dilakukan Setelmen pengembalian peminjaman SBN dengan prosedur sebagai berikut: 1) Pelaksanaan Setelmen atas jenis transaksi securities lending and borrowing jatuh waktu (second leg), Central Registry melakukan hal-hal sebagai berikut: a) untuk SBN yang dipinjamkan, dilakukan dengan mendebit Rekening Surat Berharga Dealer Utama atau Sub-Registry dan mengkredit Rekening Surat Berharga Pemerintah sebesar nilai nominal SBN yang dipinjamkan; dan b) untuk SBN yang dijaminkan, dilakukan dengan mendebit Rekening Surat Berharga Pemerintah dan mengkredit Rekening Surat Berharga Dealer Utama atau Sub-Registry sebesar nilai nominal SBN yang dijaminkan. 2) Dalam hal Setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 1) berhasil dilakukan, Central Registry melakukan pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) atas seri SBN yang dipinjamkan, sebesar nilai nominal SBN yang dilunasi. 3) Dalam hal Setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 1) tidak dapat dilakukan maka Setelmen ... 33 Setelmen pengembalian SBN yang dipinjamkan dinyatakan gagal. e. Setelmen Perpanjangan Fasilitas Peminjaman SBN dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: 1) Dalam hal Dealer Utama telah memperoleh persetujuan untuk memperpanjang fasilitas peminjaman SBN dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri, dilakukan prosedur Setelmen dana atas pembayaran biaya peminjaman (lending fee) SBN sebagaimana dimaksud pada butir c.1). 2) Pada saat jatuh waktu perpanjangan peminjaman SBN, pengembalian peminjaman SBN dilakukan sesuai prosedur sebagaimana dimaksud pada huruf d. f. Penyelesaian Jaminan SBN Dalam hal Setelmen pengembalian SBN yang dipinjamkan dinyatakan gagal dan Pemerintah telah menetapkan pelunasan seluruh atau sebagian SBN yang dijaminkan, Central Registry melakukan: 1) pelunasan sebelum jatuh waktu (early redemption) sebesar nilai SBN yang ditetapkan Pemerintah untuk dilunasi. 2) mendebit Rekening Setelmen Dana Dealer Utama atau Bank Pembayar sebesar selisih kurang nilai pasar SBN, dalam hal nilai pasar untuk SBN yang dinyatakan lunas lebih kecil dari nilai pasar SBN yang dipinjamkan. 4. Setelmen Obligasi Negara yang Dijual kepada Investor Ritel a. Setelmen atas transaksi Obligasi Negara yang dijual kepada investor ritel dilakukan dalam 2 (dua) hari kerja setelah penetapan hasil penjatahan Obligasi Negara di Pasar Perdana oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri. b. Pada ... 34 b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan Setelmen penerbitan Obligasi Negara yang dijual kepada investor ritel sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Bank Pembayar dan mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. 2) Setelmen Surat Berharga Dalam hal Setelmen dana berhasil, Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Sub-Registry sebesar nilai penjatahan. c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Bank Pembayar tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI- SSSS) maka Setelmen SBN tidak dilakukan. 5. Setelmen Hasil Transaksi SUN Secara Langsung dalam Rupiah a. Setelmen hasil transaksi SUN secara langsung dalam Rupiah dilakukan dalam 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan transaksi. b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan Setelmen transaksi SUN secara langsung dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan prosedur sebagai berikut: 1) Penjualan SUN dalam Rupiah di Pasar Perdana Secara Langsung a) Central Registry melakukan pencatatan penerbitan SUN dalam Rupiah atas hasil transaksi SUN secara langsung yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri. b) Central ... 35 b) Central Registry melakukan Setelmen sebagai berikut: (1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar serta mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. (2) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry sebesar nilai nominal SUN dalam Rupiah. 2) Pembelian Kembali SUN dalam Rupiah di Pasar Sekunder Secara Langsung a) Setelmen Surat Berharga (1) Central Registry melakukan pendebitan Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau sebesar nilai nominal seri SUN dalam Rupiah yang dijual kepada Pemerintah. (2) Central Registry melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo (early redemption) atas seri SUN dalam Rupiah yang dibeli kembali oleh Pemerintah. b) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Pemerintah dan mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak mencukupi sampai ... Sub-Registry 36 sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI-SSSS) sebagaimana dimaksud dalam butir b.1)b)(1) atau Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry tidak mencukupi untuk Setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud dalam butir b.1)b)(2) maka Setelmen transaksi SUN dalam Rupiah secara langsung dinyatakan gagal. 6. Setelmen Hasil Penjualan SUN dengan Cara Private Placement a. Setelmen Hasil Penjualan SUN dalam Rupiah dengan Cara Private Placement 1) Setelmen hasil penjualan SUN dalam Rupiah dengan cara Private Placement dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal kesepakatan transaksi. 2) Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan Setelmen hasil penjualan SUN dalam Rupiah dengan cara Private Placement sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dengan prosedur sebagai berikut: a) Central Registry melakukan pencatatan penerbitan SUN hasil penjualan secara Private Placement yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri. b) Central Registry melakukan Setelmen sebagai berikut: (1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar serta mengkredit Rekening Giro Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. (2) Setelmen ... 37 (2) Setelmen Surat Berharga Dalam hal Setelmen dana berhasil dilakukan, Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry sebesar nilai nominal SUN. 3) Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI- SSSS) maka Setelmen transaksi Private Placement dinyatakan gagal. b. Setelmen Hasil Penjualan SUN dalam Valuta Asing dengan Cara Private Placement 1) Setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta asing dengan cara Private Placement dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal kesepakatan. 2) Pada tanggal Setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta asing dengan cara Private Placement, Central Registry melakukan Setelmen dengan prosedur sebagai berikut: a) Setelmen Dana (1) Setelmen dana dilakukan dengan mendebit Rekening Giro valuta asing Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar serta mengkredit Rekening Giro valuta asing Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. (2) Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk harus menyediakan dana dalam denominasi Dolar Amerika Serikat (USD) untuk pelaksanaan Setelmen hasil transaksi penjualan ... 38 penjualan SUN dalam valuta asing dengan cara Private Placement. (3) Dana sebagaimana dimaksud dalam angka (2) harus telah efektif pada rekening giro di bank koresponden Bank Indonesia di New York (Federal Reserve Bank of New York) dalam 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal Setelmen SUN dalam valuta asing, dalam hal penyediaan dana dilakukan melalui rekening giro Bank Indonesia di bank koresponden di New York. b) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry sebesar total nilai nominal SUN dalam valuta asing. 3) Dalam hal saldo Rekening Giro valuta asing Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam butir 2)a)(1) tidak mencukupi untuk Setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta asing sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (cut-off warning BI-SSSS) maka Setelmen transaksi hasil penjualan SUN dalam valuta asing dengan cara Private Placement yang dilakukan oleh Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar dinyatakan gagal. 7. Setelmen Hasil Lelang SUN dalam Valuta Asing yang Diselenggarakan oleh Bank Indonesia a. Setelmen hasil lelang SUN dalam valuta asing dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang SUN dalam valuta asing. b. Pada tanggal Setelmen hasil pemenang lelang SUN dalam valuta asing, Central Registry melakukan Setelmen hasil lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana ... 39 sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana a) Setelmen dana dilakukan dengan mendebit Rekening Giro valuta asing Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar serta mengkredit Rekening Giro valuta asing Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. b) Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk harus menyediakan dana dalam denominasi Dolar Amerika Serikat (USD) untuk pelaksanaan Setelmen hasil transaksi lelang SUN dalam valuta asing di Pasar Perdana. c) Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b) harus telah efektif pada rekening giro di bank koresponden Bank Indonesia di New York (Federal Reserve Bank of New York) pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal Setelmen SUN dalam valuta asing, dalam hal penyediaan dana dilakukan melalui rekening giro Bank Indonesia di bank koresponden di New York. 2) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk sebesar total nilai nominal SUN dalam valuta asing yang dimenangkan. c. Dalam hal saldo Rekening Giro valuta asing Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam butir b.1).a) tidak mencukupi untuk Setelmen lelang SUN dalam valuta asing sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI-SSSS) maka Setelmen transaksi hasil lelang yang dilakukan oleh Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar dinyatakan gagal. C. Pelaksanaan ... 40 C. Pelaksanaan Setelmen atas Transaksi SBSN dengan Pemerintah 1. Setelmen Hasil Lelang SBSN yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia a. Setelmen hasil lelang SBSN yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Setelmen hasil lelang SBSN Jangka Pendek dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang. 2) Setelmen hasil lelang SBSN Jangka Panjang dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang. 3) Setelmen hasil lelang SBSN tambahan dilakukan pada tanggal yang sama dengan pelaksanaan Setelmen hasil lelang SBSN Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam angka 1) atau Setelmen hasil lelang SBSN Jangka Panjang sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Setelmen hasil lelang SBSN dimaksud. b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan Setelmen hasil lelang SBSN sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar serta mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. 2) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry sebesar total nilai nominal SBSN yang dimenangkan. c. Dalam ... 41 c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI-SSSS) maka Setelmen atas hasil lelang SBSN yang dilakukan melalui Rekening Giro Peserta Transaksi atau Bank Pembayar tersebut dinyatakan gagal. 2. Setelmen Hasil Penjualan SBSN dengan cara Bookbuilding a. Setelmen hasil penjualan SBSN dengan cara bookbuilding dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal penetapan hasil penjualan SBSN. b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan Setelmen hasil penjualan SBSN dengan cara bookbuilding sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Bank Pembayar, serta mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. 2) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Sub-Registry sebesar total nilai nominal SBSN yang dimenangkan. c. Berdasarkan Setelmen hasil penjualan SBSN, Central Registry melakukan pencatatan penerbitan SBSN sesuai ketentuan dan persyaratan (term and condition) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri. d. Dalam hal dana pada Rekening Giro Bank Pembayar tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI-SSSS) maka Setelmen hasil lelang SBSN yang dilakukan melalui Rekening Giro Bank ... 42 Bank Pembayar dinyatakan gagal. 3. Setelmen Hasil Penjualan Sukuk Negara Ritel a. Setelmen Sukuk Negara Ritel dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah tanggal penetapan hasil penjualan Sukuk Negara Ritel. b. Paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal Setelmen, Bank Pembayar menyampaikan surat konfirmasi pendebitan Rekening Giro untuk kepentingan pembeli yang tidak memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia, sesuai dengan ketentuan dan prosedur penunjukan Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. c. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan Setelmen hasil penjualan Sukuk Negara Ritel sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Bank Pembayar serta mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. 2) Setelmen Surat Berharga Dalam hal Setelmen dana berhasil, Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry sebesar total nilai nominal Sukuk Negara Ritel yang dimenangkan. d. Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Bank Pembayar tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI- SSSS) maka Setelmen Surat Berharga tidak dilakukan. 4. Setelmen ... 43 4. Setelmen Hasil Penjualan SBSN dengan cara Private Placement a. Setelmen hasil penjualan SBSN dengan cara Private Placement dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal kesepakatan. b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan Setelmen hasil penjualan SBSN dengan cara Private Placement sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan prosedur sebagai berikut: 1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebit Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar serta mengkredit Rekening Giro Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai setelmen. 2) Setelmen Surat Berharga Dalam hal Setelmen dana berhasil dilakukan, Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry sebesar nilai nominal SBSN. c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI-SSSS) maka Setelmen transaksi Private Placement dinyatakan gagal. D. Setelmen Transaksi SBN Antar-Peserta di Pasar Sekunder 1. Central Registry melakukan Setelmen atas transaksi SBN antar-Peserta di Pasar Sekunder. 2. Ketentuan dan prosedur Setelmen atas transaksi SBN antar Peserta di Pasar Sekunder melalui BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. E. Prosedur... 44 E. Prosedur Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan dan/atau Pelunasan Pokok/Nominal SBN 1. Prosedur pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan/atau pelunasan pokok/nominal SBN dalam Rupiah dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. Central Registry melakukan pembayaran kupon/bunga atau imbalan pada tanggal pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan/atau pelunasan pokok/nominal SBN pada tanggal jatuh tempo SBN. b. Pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan/atau pelunasan pokok/nominal SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung berdasarkan posisi kepemilikan SBN pada tanggal batas waktu penetapan penerima sesuai dengan ketentuan dan persyaratan (term and condition) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri. c. Pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan/atau pelunasan pokok/nominal SBN sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Pemerintah dan mengkredit Rekening Giro Rupiah pemilik SBN atau Bank Pembayar sebesar nilai kupon/bunga atau imbalan dan/atau nilai pelunasan pokok/nominal SBN. d. Sub-Registry harus meneruskan pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan/atau pelunasan pokok/nominal SBN kepada nasabah pemilik surat berharga pada tanggal yang sama dengan tanggal pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan/atau pelunasan pokok/nominal SBN oleh Central Registry. 2. Prosedur pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan/atau pelunasan pokok/nominal SBN dalam valuta asing dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. Central Registry sebagai agen pembayar melakukan pembayaran bunga pada tanggal pembayaran bunga dan ... 45 dan pelunasan pokok SUN dalam valuta asing pada tanggal jatuh tempo SUN dalam valuta asing. b. Pembayaran bunga dan/atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam huruf a dihitung berdasarkan posisi pencatatan kepemilikan SUN dalam valuta asing di Central Registry dalam 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal pembayaran bunga dan/atau tanggal jatuh tempo pelunasan pokok SUN dalam valuta asing, sesuai dengan ketentuan dan persyaratan (term and condition) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri. c. Pembayaran bunga atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mendebit Rekening Giro valuta asing Pemerintah dan mengkredit sebesar nilai bunga dan/atau nilai pokok SUN dalam valuta asing pada: 1) Rekening Giro valuta asing Bank untuk kepemilikan SUN dalam valuta asing atas nama Bank tersebut; dan/atau 2) Rekening Giro valuta asing Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry untuk kepemilikan SUN dalam valuta asing atas nama nasabah Sub-Registry. d. Sub-Registry wajib melakukan pembayaran bunga dan/atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing dengan mengkredit rekening nasabah yang tercatat di Sub-Registry sebesar nilai bunga dan/atau nilai pokok SUN dalam valuta asing. e. Kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan oleh Sub-Registry dengan menggunakan tanggal valuta pembayaran bunga dan/atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing yang dilakukan Bank Indonesia. F. Penyediaan ... 46 F. Penyediaan Data, Informasi, dan Pelaporan 1. Central Registry menyediakan data dan/atau informasi pencatatan kepemilikan SBN kepada: a. pemilik SBN yang ditatausahakan oleh Central Registry; dan b. Sub-Registry, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 2. Central Registry menyampaikan laporan Penatausahaan SBN kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko. 3. Sub-Registry menyampaikan laporan pencatatan kepemilikan SBN atas nama nasabah kepada Central Registry sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. IV. KETENTUAN PENUTUP 1. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka: a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/14/DASP tanggal 18 April 2012 perihal Tata Cara Penerbitan dan Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara; b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara; c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/8/DPSP tanggal 20 Mei 2014 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara; dan d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/22/DPSP tanggal 31 Agustus 2015 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara ... 47 Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 2. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 2015. ……\ ………………. 2015 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BRAMUDIJA HADINOTO KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/32/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara </reg_title> <set_date> 13 November 2015 </set_date> <effective_date> 16 November 2015 </effective_date> <replaced_reg> '14/14/DASP|SE-BI/2012', '17/22/DPSP|SE-BI/2015', '15/46/DPSP|SE-BI/2013', '16/8/DPSP|SE-BI/2014' </replaced_reg> <related_reg> '10/13/PBI/2008', '17/19/PBI/2015', '17/18/PBI/2015' </related_reg>
No. 14/4/DPNP Jakarta, 25 Januari 2012 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Bank Umum Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/27/PBI/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5267) diatur bahwa Bank wajib memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas serta wajib merencanakan pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat dan/atau penutupan kantor secara memadai sebagai bagian dari penerapan tata kelola yang baik (good corporate governance). Selanjutnya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi laporan yang terkait dengan Pejabat Eksekutif dan laporan pelaksanaan pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat dan/atau penutupan kantor maka laporan dimaksud disampaikan secara online melalui mekanisme dan format sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan kantor pusat bank umum. Oleh karena itu perlu mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai Bank Umum dalam Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. Umum … I. UMUM 1. Kondisi persaingan yang semakin tajam memaksa perbankan nasional aktif dalam menciptakan peluang-peluang yang dapat meningkatkan pelayanan kepada nasabah antara lain melalui perluasan produk/jasa, pasar dan jaringan kantor Bank; 2. Sebagai regulator, Bank Indonesia berkepentingan untuk melindungi nasabah dan memelihara kelangsungan usaha Bank. Sehubungan dengan hal tersebut Bank diwajibkan untuk menyampaikan permohonan izin atau laporan kepada Bank Indonesia sebelum dan/atau setelah Bank melakukan perluasan produk/jasa, pasar dan jaringan kantor Bank; 3. Pengajuan permohonan izin atau rencana dan/atau penyampaian laporan oleh Bank kepada Bank Indonesia tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan format pada lampiran, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO Dalam rangka penerapan manajemen risiko terkait anggota Direksi, Dewan Komisaris, Pejabat Eksekutif serta pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat dan/atau penutupan kantor Bank, Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang paling kurang mencakup: 1. persyaratan dan tata cara pemilihan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan Pejabat Eksekutif; dan 2. perencanaan pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat dan/atau penutupan kantor Bank dengan memperhatikan … memperhatikan: visi dan misi Bank, penilaian potensi ekonomi, penilaian kinerja kantor Bank, dan realisasi tahun sebelumnya atas rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan kantor Bank. Penyusunan kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada angka 1 berpedoman pada anggaran dasar Bank, ketentuan Bank Indonesia, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko Bank secara keseluruhan. III. PEJABAT EKSEKUTIF Pengangkatan, pemberhentian atau penggantian Pejabat Eksekutif wajib dilaporkan oleh Bank kepada Bank Indonesia. Apabila berdasarkan penelitian dan penilaian Bank Indonesia, Pejabat Eksekutif dimaksud memiliki rekam jejak negatif, maka Bank wajib segera membatalkan pengangkatan dan mengganti pejabat yang bersangkutan. Dalam rangka penelitian dan penilaian dimaksud, apabila dipandang perlu Bank Indonesia dapat melakukan wawancara untuk klarifikasi dan konfirmasi guna memastikan kelayakan yang bersangkutan. IV. KAJIAN RENCANA PEMBUKAAN, PERUBAHAN STATUS, PEMINDAHAN ALAMAT DAN/ATAU PENUTUPAN KANTOR BANK DALAM RENCANA BISNIS BANK 1. Bank wajib menyusun kajian sebagai dasar untuk menetapkan rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat dan/atau penutupan kantor Bank dengan berpedoman pada Lampiran 6. 2. Bank … 2. Bank wajib mencantumkan kajian tersebut dalam lampiran rencana bisnis bank terkait rencana pengembangan dan/atau perubahan jaringan kantor sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai rencana bisnis bank. V. KANTOR WILAYAH DAN KANTOR FUNGSIONAL YANG MELAKUKAN KEGIATAN OPERASIONAL Kegiatan operasional adalah kegiatan penghimpunan dan/atau penyaluran dana dengan melakukan satu atau lebih kegiatan di bawah ini: a. penerimaan nasabah; b. penerimaan/pengeluaran kas; c. pemrosesan permohonan penyaluran/penghimpunan dana; atau d. memberikan keputusan atas permohonan penyaluran/ penghimpunan dana. VI. KEGIATAN PAMERAN Kegiatan pameran yang dilakukan dalam rangka promosi, tidak bersifat permanen, dan hanya menerima setoran awal/titipan kas sesuai persyaratan setoran minimal pembukaan rekening tidak termasuk dalam Kegiatan Pelayanan Kas sehingga tidak perlu dilaporkan kepada Bank Indonesia. Dengan demikian, seandainya persyaratan setoran awal minimal dalam pembukaan rekening tabungan adalah sebesar Rp.500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah), maka setoran awal yang boleh diterima Bank adalah sebesar Rp.500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah). Apabila Bank menerima setoran awal lebih dari Rp.500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah) maka kegiatan tersebut tidak dapat digolongkan sebagai kegiatan pameran, tetapi sebagai Kegiatan Pelayanan Kas. Dalam … Dalam hal kegiatan pameran dilaksanakan dalam jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari maka kegiatan tersebut tidak dapat digolongkan sebagai kegiatan pameran, tetapi sebagai Kegiatan Pelayanan Kas. VII. PERUBAHAN NAMA BANK Perubahan nama Bank wajib dilakukan mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku, termasuk ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi di luar Bank Indonesia antara lain Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam hal instansi terkait sebagaimana dimaksud di atas mengeluarkan dokumen persetujuan perubahan nama Bank, maka dokumen persetujuan dimaksud disampaikan kepada Bank Indonesia bersamaan dengan pengajuan permohonan perubahan nama Bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank Umum. VIII. RENCANA PERUBAHAN JARINGAN KANTOR DALAM RENCANA BISNIS BANK 1. Bank yang akan melaksanakan pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan jaringan kantor Bank yang meliputi Kantor Wilayah, Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Kantor Fungsional, Kantor Kas dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas wajib mencantumkan rencana dimaksud dalam Rencana Bisnis Bank pada bagian Rencana Perubahan Jaringan Kantor. 2. Rencana alamat lokasi pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan Kantor Wilayah, Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Kantor Fungsional, Kantor Kas dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas sebagaimana … sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilaporkan sebagai berikut: a) dalam hal rencana lokasi kantor berada di wilayah propinsi DKI Jakarta, paling kurang menyebutkan nama propinsi DKI Jakarta. b) dalam hal rencana lokasi kantor berada di luar wilayah propinsi DKI Jakarta maka paling kurang menyebutkan nama kabupaten/ kotamadya dimana lokasi kantor akan dibuka dan/atau dipindahkan. IX. LAPORAN PELAKSANAAN PERUBAHAN JARINGAN KANTOR DALAM LAPORAN REALISASI RENCANA BISNIS BANK TRIWULANAN 1. Bank yang telah melaksanakan pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan jaringan kantor Bank yang meliputi Kantor Wilayah, Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Kantor Fungsional, Kantor Kas dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas wajib mencantumkan pelaksanaan dimaksud dalam Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank triwulanan. 2. Informasi pelaksanaan perubahan jaringan kantor Bank dalam Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank triwulanan wajib menyebutkan alamat lengkap lokasi: a) pembukaan Kantor Kas dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas; b) pemindahan Kantor Wilayah, Kantor Kas, Kegiatan Pelayanan Kas, dan/atau Kantor Fungsional yang tidak melakukan kegiatan operasional; dan/atau c) penutupan Kantor Wilayah, Kantor Kas, dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas. X. FORMAT … X. FORMAT SURAT PERMOHONAN IZIN ATAU RENCANA DAN LAPORAN 1. Pengajuan permohonan izin atau rencana dan/atau penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut wajib diajukan oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana dalam Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 37 sesuai jenis peruntukannya dengan berpedoman kepada tata cara penyampaian surat dan tembusan sebagaimana diatur dalam Lampiran A. 2. Dalam hal format lampiran tidak diatur secara khusus dalam Surat Edaran ini, maka format penyampaian pengajuan permohonan atau rencana dan/atau penyampaian laporan diserahkan kepada masing-masing Bank. XI. PENYAMPAIAN PERMOHONAN IZIN ATAU RENCANA DAN LAPORAN 1. Penyampaian permohonan izin yang diajukan kepada Gubernur Bank Indonesia/Pimpinan Bank Indonesia, Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP), dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350. 2. Penyampaian laporan pelaksanaan yang diajukan kepada Bank Indonesia, Up. Direktorat Pengawasan Bank (DPB), dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350. 3. Penyampaian permohonan izin dan laporan pelaksanaan yang diajukan kepada Pimpinan Bank Indonesia dan/atau Bank Indonesia, Up. Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia dialamatkan dengan mengacu kepada pembagian wilayah … wilayah kerja kantor Bank Indonesia pada Lampiran B. 4. Penyampaian rencana yang diajukan kepada Bank Indonesia Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP) dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja kantor Bank Indonesia pada Lampiran B. 5. Penyampaian permohonan izin dan laporan lainnya selain sebagaimana dimaksud dalam angka IX.1, dialamatkan kepada Bank Indonesia Up. Direktorat Pengawasan Bank (DPB), Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja kantor Bank Indonesia pada Lampiran B. 6. Bank wajib menyampaikan laporan dalam bentuk softcopy posisi 31 Desember 2011 untuk: a. Laporan seluruh Pejabat Eksekutif yang menjabat dengan berpedoman pada Lampiran 34 dan Lampiran 34.a ; dan b. Laporan Seluruh Jenis Kantor Bank dengan berpedoman pada Lampiran 36, yang disampaikan paling lambat tanggal 6 Februari 2012 kepada Bank Indonesia dengan alamat: Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP) Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. 7. Penyampaian laporan pelaksanaan pada angka 2 dan angka 3 tidak berlaku bagi laporan pengangkatan, pemberhentian, penggantian … penggantian, atau pengangkatan sementara Pejabat Eksekutif serta laporan pelaksanaan pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat dan/atau penutupan kantor Bank. Laporan pengangkatan, pemberhentian, penggantian, atau pengangkatan sementara Pejabat Eksekutif serta laporan pelaksanaan pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat dan/atau penutupan kantor Bank disampaikan melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum. XII. PENYAMPAIAN LAPORAN PADA MASA PERALIHAN 1. Penyampaian laporan pengangkatan, pemberhentian atau penggantian Pejabat Eksekutif serta laporan pelaksanaan pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat dan/atau penutupan kantor Bank melalui laporan kantor pusat bank umum efektif berlaku pada tanggal 2 Januari 2012. 2. Selama laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 belum dapat disampaikan kepada Bank Indonesia melalui laporan kantor pusat bank umum maka laporan tersebut wajib disampaikan secara offline setiap bulan paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya dengan berpedoman pada Lampiran 35, Lampiran 35.a, dan Lampiran 37 kepada Bank Indonesia dengan alamat: Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP) ke Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. XIII. LAIN-LAIN Lampiran dalam Surat Edaran ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. XIV. PENUTUP … XIV. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/5/DPNP tanggal 28 Januari 2009 perihal Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku pada tanggal 25 Januari 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, WIMBOH SANTOSO DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/4/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Bank Umum </reg_title> <set_date> 25 Januari 2012 </set_date> <effective_date> 25 Januari 2012 </effective_date> <replaced_reg> '11/5/DPNP|SE-BI/2009' </replaced_reg> <related_reg> '13/27/PBI/2011', '11/1/PBI/2009' </related_reg>
No. 18/25/DPU Oktober 2016 Jakarta, 2 November 2016 S U R A T E D A R A N Perihal : Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/15/PBI/2016 tentang Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5923), perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggara jasa pengolahan Uang Rupiah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM A. Definisi 1. Pengolahan Uang Rupiah adalah setiap kegiatan usaha yang menyangkut fisik Uang Rupiah yang dilakukan oleh Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah. 2. Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah yang selanjutnya disingkat PJPUR adalah BUJP yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk melakukan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah. 3. Badan Usaha Jasa Pengamanan yang selanjutnya disingkat BUJP adalah badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank yang telah memperoleh izin sebagai penyelenggara jasa kawal angkut uang dan barang berharga dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. B. Jenis Kegiatan Jasa Pengolahan Uang Rupiah Jenis kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah terdiri atas: 1. distribusi Uang Rupiah; 2. pemrosesan Uang Rupiah; 3. penyimpanan . . . 3. penyimpanan Uang Rupiah di khazanah; dan/atau 4. pengisian, pengambilan, dan/atau pemantauan kecukupan Uang Rupiah pada antara lain Automated Teller Machine (ATM), Cash Deposit Machine (CDM), dan/atau Cash Recycling Machine (CRM). II. TATA CARA DAN PROSES PERIZINAN UNTUK MENJADI PENYELENGGARA JASA PENGOLAHAN UANG RUPIAH BAGI BADAN USAHA JASA PENGAMANAN Persyaratan, tata cara, dan proses untuk memperoleh izin sebagai PJPUR diatur sebagai berikut: A. Persyaratan Menjadi PJPUR 1. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh izin dari Bank Indonesia diatur sebagai berikut: a. berbadan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas; b. menggunakan sarana, prasarana, dan/atau infrastruktur yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan masing-masing jenis kegiatan Pengolahan Uang Rupiah; c. memiliki kondisi dan/atau kinerja keuangan yang sehat; d. memiliki pengurus perusahaan dengan integritas dan reputasi yang baik; dan e. memiliki izin operasional sebagai BUJP yang masih berlaku dari Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 harus dilengkapi dengan dokumen dan/atau persyaratan sebagai berikut: a. Dokumen terkait kelembagaan dan kondisi keuangan yang terdiri atas: 1) fotokopi izin operasional sebagai BUJP yang masih berlaku dari Kepolisian Negara Republik Indonesia; 2) fotokopi . . . 2) fotokopi akta pendirian dan anggaran dasar badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas dan perubahannya yang telah memperoleh pengesahan dari instansi yang berwenang; 3) fotokopi surat keterangan domisili badan usaha yang masih berlaku; 4) fotokopi identitas komisaris dan direksi; 5) fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas/Tetap yang masih berlaku berkewarganegaraan asing; 6) dokumen yang menggambarkan struktur organisasi yang memuat susunan direksi, komisaris, dan pemegang saham; 7) surat pernyataan dari masing-masing komisaris dan direksi bahwa yang bersangkutan: a) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi pemegang saham, anggota komisaris, atau anggota direksi yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum tanggal pengajuan permohonan; b) tidak pernah dihukum atas tindak pidana di bidang perbankan, keuangan, dan/atau pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; c) tidak memiliki kredit macet sesuai data dalam sistem informasi debitur pada saat pengajuan permohonan; dan d) tidak masuk dalam daftar hitam nasional penarik cek/bilyet giro kosong yang ditatausahakan Bank Indonesia pada saat pengajuan permohonan, dengan . . . bagi pengurus dengan mengacu pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; 8) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak pemohon; 9) Surat Keterangan Fiskal dari pemohon yang telah memperoleh pengesahan dari instansi yang berwenang; dan 10) dokumen yang menjelaskan kondisi keuangan pemohon berupa: a) laporan keuangan (audited) pemohon terakhir, bagi pemohon yang telah berdiri selama 1 (satu) tahun atau lebih; atau b) laporan keuangan (audited) yang disertai pernyataan tertulis dari anggota direksi atau pejabat yang berwenang mewakili pemohon dengan mengacu pada Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini, bagi pemohon yang telah berdiri kurang dari 1 (satu) tahun. b. Dokumen terkait kesiapan operasional yang terdiri atas: 1) fotokopi standar operasional dan prosedur Pengolahan Uang Rupiah; 2) bukti kesiapan operasional dalam bentuk profil perusahaan (company profile) dengan mengacu pada Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; 3) fotokopi bukti kelulusan pelatihan pemrosesan Uang Rupiah dari Bank Indonesia yang harus dimiliki oleh paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari seluruh jumlah sumber daya manusia yang melakukan pemrosesan Uang Rupiah . . . Rupiah, untuk pemohon yang mengajukan izin kegiatan jasa pemrosesan Uang Rupiah; 4) konsep perjanjian tertulis dengan pengguna jasa PJPUR terkait penyelenggaraan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah, yang paling sedikit memuat klausul tentang: a) ruang lingkup pekerjaan; b) jangka waktu perjanjian; c) nilai pekerjaan dan cara pembayaran; d) kesepakatan mengenai ukuran dan standar pelaksanaan pekerjaan (service level agreement); e) hak dan kewajiban para pihak; f) asuransi; g) kepatuhan para pihak terhadap ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kegiatan Pengolahan Uang Rupiah; h) kerahasiaan; i) kriteria atau kondisi pengakhiran perjanjian sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian (early termination); j) sanksi; dan k) penyelesaian perselisihan. 5) fotokopi perjanjian antara pemohon dengan pihak yang bekerja sama dengan pemohon terkait penyiapan sarana dan prasarana kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah; dan 6) kebijakan dan prosedur tertulis penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan yang dapat menggangu kelancaran operasional penyelenggaraan . . . penyelenggaraan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah. c. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b harus disampaikan dalam bahasa Indonesia. B. Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin sebagai PJPUR 1. Untuk memperoleh izin dari Bank Indonesia, BUJP yang akan menjadi PJPUR yang selanjutnya disebut sebagai pemohon harus menyampaikan permohonan izin kepada Bank Indonesia yang paling sedikit harus memuat informasi sebagai berikut: a. jenis kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah yang akan diselenggarakan; dan b. narahubung (contact person) dan/atau penanggung jawab (person in charge) pemohon yang dapat dihubungi. 2. Pemohon dapat mengajukan izin sebagai PJPUR secara sekaligus atau sebagian dari jenis kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir I.B. 3. Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan ditandatangani oleh anggota direksi atau pejabat yang berwenang mewakili pemohon dengan mengacu pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. C. Proses Perizinan 1. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan atas permohonan yang diajukan oleh pemohon, Bank Indonesia melakukan: a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan, kebenaran, dan kesesuaian dokumen yang diajukan oleh pemohon; b. wawancara dengan komisaris dan direksi pemohon, apabila diperlukan; dan c. pemeriksaan . . . c. pemeriksaan lokasi ke tempat usaha pemohon untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan, serta untuk memastikan kesiapan operasional. 2. Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan mengenai hasil penelitian pemenuhan persyaratan dan kesesuaian dokumen permohonan izin, paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. 3. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 memuat mengenai: a. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi tempat usaha, dalam hal persyaratan dan kesesuaian dokumen permohonan izin usaha telah dipenuhi; b. pemohon harus memenuhi persyaratan dan kesesuaian dokumen dimaksud paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia, dalam hal persyaratan dan kesesuaian dokumen permohonan belum dipenuhi; dan/atau c. pemohon harus melakukan penyelesaian atau melakukan penggantian komisaris dan direksi, dalam hal komisaris dan direksi tercantum dalam daftar kredit macet dan/atau daftar hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan dari Bank Indonesia. Dalam hal pemohon tidak dapat memenuhi dan/atau menyesuaikan persyaratan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c maka permohonan dinyatakan batal. 4. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi tempat usaha pemohon untuk memastikan kesesuaian lokasi yang tercantum dalam dokumen permohonan izin dengan kondisi . . . kondisi di lapangan, kelayakan lokasi, dan kesiapan operasional. 5. Dalam hal proses perizinan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 telah dilakukan, Bank Indonesia memberikan tanggapan berupa persetujuan atau penolakan permohonan. 6. Tanggapan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 5 disampaikan secara tertulis paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan dinyatakan lengkap. 7. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dapat diperpanjang dengan pemberitahuan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon. 8. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan izin maka pemberian izin diberikan kepada pemohon dengan menerbitkan keputusan pemberian izin sebagai PJPUR. 9. Pemohon yang permohonan izinnya ditolak oleh Bank Indonesia dapat mengajukan permohonan izin kembali setelah jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal ditolaknya permohonan izin. 10. Permohonan izin kembali sebagaimana dimaksud dalam angka 9 hanya dapat dilakukan sebanyak 2 (dua) kali selama 1 (satu) tahun, sejak tanggal penolakan permohonan yang pertama. D. Laporan Tanggal Efektif Dimulainya Kegiatan 1. PJPUR yang telah memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam butir C.8 wajib menyelenggarakan kegiatannya paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal surat pemberian izin dari Bank Indonesia. 2. PJPUR yang telah menyelenggarakan kegiatannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia mengenai tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai PJPUR. 3. Laporan . . . 3. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan: a. paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal efektif dimulainya kegiatan sebagai PJPUR; dan b. dilengkapi dengan dokumen yang diperlukan, seperti perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani dan polis asuransi untuk Pengolahan Uang Rupiah. 4. PJPUR yang telah memperoleh izin namun tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia paling sedikit memuat: a. uraian rencana kerja sama dengan pengguna jasa PJPUR; dan b. uraian kendala yang dihadapi yang mengakibatkan belum dapat dilaksanakannya kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah. 5. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 disampaikan paling lama 10 (sepuluh) hari setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 6. Dalam hal Bank Indonesia menilai PJPUR tidak mampu melaksanakan kegiatan jasa sebagai PJPUR berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, Bank Indonesia berwenang membatalkan izin PJPUR yang bersangkutan. E. Pembukaan Kantor Cabang 1. Kantor Cabang merupakan bagian dari PJPUR yang dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah berupa distribusi Uang Rupiah, pemrosesan Uang Rupiah, penyimpanan Uang Rupiah di khazanah, dan/atau pengisian, pengambilan, dan/atau pemantauan kecukupan Uang Rupiah di ATM, CDM, dan/atau CRM sesuai izin yang diperoleh PJPUR. 2. PJPUR . . . 2. PJPUR harus menyampaikan permohonan pembukaan Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Bank Indonesia sebagai berikut: a. Surat permohonan pembukaan Kantor Cabang paling sedikit berisi informasi mengenai: 1) nama dan/atau alamat Kantor Cabang; dan 2) tanggal rencana dibukanya Kantor Cabang. b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilengkapi dokumen sebagai berikut: 1) analisis bisnis terkait pembukaan Kantor Cabang; 2) fotokopi izin perluasan kegiatan usaha yang masih berlaku dari Kepolisian Negara Republik Indonesia; 3) fotokopi surat keterangan domisili Kantor Cabang yang masih berlaku; 4) fotokopi identitas pengurus Kantor Cabang; 5) dokumen yang menjelaskan susunan pengurus Kantor Cabang; 6) fotokopi standar operasional dan prosedur Pengolahan Uang Rupiah di Kantor Cabang; dan 7) fotokopi polis asuransi untuk kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah di Kantor Cabang. 3. Dalam rangka memberikan persetujuan pembukaan Kantor Cabang kepada PJPUR, Bank Indonesia melakukan: a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan, kebenaran, dan kesesuaian dokumen yang diajukan oleh PJPUR; dan b. pemeriksaan lokasi Kantor Cabang PJPUR untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan serta untuk memastikan kesiapan operasional antara lain kesiapan sarana, prasarana . . . prasarana dan infrastruktur, sumber daya manusia, dan pengamanan. 4. Selain pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 3, dalam rangka memberikan persetujuan pembukaan Kantor Cabang PJPUR, Bank Indonesia memperhatikan penilaian terhadap hasil pengawasan PJPUR. 5. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 telah dilakukan, Bank Indonesia memberikan tanggapan berupa meminta PJPUR untuk melengkapi dokumen permohonan, persetujuan permohonan, atau penolakan permohonan. 6. Tanggapan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 5 disampaikan secara tertulis paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. 7. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dapat diperpanjang dengan pemberitahuan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon. 8. PJPUR yang telah memperoleh persetujuan pembukaan Kantor Cabang wajib menyelenggarakan kegiatannya paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal surat pemberian persetujuan dari Bank Indonesia. 9. PJPUR wajib melaporkan kegiatan operasional Kantor Cabang yang telah menyelenggarakan kegiatannya. 10. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 9 disampaikan: a. paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal efektif dibukanya Kantor Cabang; dan b. dilengkapi dengan dokumen yang diperlukan, seperti bukti telah dibukanya Kantor Cabang dan perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani. 11. PJPUR . . . 11. PJPUR yang telah memperoleh persetujuan pembukaan Kantor Cabang namun tidak melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 8 wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia paling sedikit berisi: a. uraian rencana kerja sama dengan pengguna jasa PJPUR; dan b. uraian kendala yang dihadapi yang mengakibatkan belum dapat dilaksanakannya kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah di Kantor Cabang. F. Status Izin dalam rangka Penggabungan, Peleburan, Pemisahan, atau Pengambilalihan 1. Penggabungan Dalam hal terjadi penggabungan maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal PJPUR melakukan penggabungan dengan PJPUR lain maka PJPUR hasil penggabungan harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia apabila akan melanjutkan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah; dan b. dalam hal PJPUR melakukan penggabungan dengan BUJP, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) dalam hal hasil penggabungan adalah PJPUR maka PJPUR hasil penggabungan harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia apabila akan melanjutkan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah; dan 2) dalam hal hasil penggabungan adalah BUJP maka BUJP hasil penggabungan harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah. 2. Peleburan . . . 2. Peleburan Dalam hal terjadi peleburan maka perusahaan hasil peleburan harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah. 3. Pemisahan a. Dalam hal PJPUR melakukan pemisahan murni maka perusahaan hasil pemisahan murni harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah. b. Dalam hal PJPUR melakukan pemisahan tidak murni (spin off), berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) PJPUR yang melakukan pemisahan tidak murni (spin off) tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai pemisahan tidak murni (spin off) tersebut; dan 2) perusahaan hasil pemisahan tidak murni (spin off) harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah. 4. Pengambilalihan Dalam hal terjadi pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perseroan terbatas maka PJPUR yang diambil alih tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai pengambilalihan tersebut. G. Penghentian Kegiatan Usaha Kantor Pusat dan/atau Penutupan Kantor Cabang Atas Permintaan PJPUR 1. Penghentian Kegiatan Usaha Kantor Pusat a. PJPUR memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana penghentian kegiatan usaha kantor pusat PJPUR disertai dengan alasan penghentian kegiatan usaha tersebut paling lama . . . lama 30 (tiga puluh) hari sebelum penghentian kegiatan usaha kantor pusat PJPUR. b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a mengacu pada contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini dan dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: 1) 2) asli izin kegiatan usaha sebagai PJPUR; asli surat persetujuan pembukaan Kantor Cabang, apabila ada; 3) fotokopi risalah Rapat Umum Pemegang Saham mengenai penghentian kegiatan usaha kantor pusat PJPUR; dan 4) surat pernyataan bermeterai cukup dari pengurus dan/atau pemegang saham bahwa penyelesaian kewajiban yang terkait dengan PJPUR telah diselesaikan dan apabila terdapat tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung jawab pengurus dan/atau pemegang saham. c. Bank Indonesia menerbitkan keputusan mengenai pencabutan izin usaha sebagai PJPUR setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. d. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PJPUR tentang penerbitan keputusan mengenai pencabutan izin sebagai PJPUR sebagaimana dimaksud dalam huruf c. 2. Penutupan Kantor Cabang a. PJPUR memberitahukan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai rencana penutupan Kantor Cabang PJPUR disertai dengan alasan penutupan tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari sebelum penutupan Kantor Cabang PJPUR. b. Pemberitahuan . . . b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a mengacu pada contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini dan dilengkapi dokumen sebagai berikut: 1) keputusan direksi mengenai penghentian kegiatan usaha Kantor Cabang PJPUR; 2) surat pernyataan bermeterai cukup dari direksi bahwa penyelesaian seluruh kewajiban yang terkait dengan kegiatan usaha Kantor Cabang PJPUR diambil alih oleh kantor pusat PJPUR; dan 3) asli surat persetujuan pembukaan Kantor Cabang PJPUR. c. Bank Indonesia menerbitkan surat penghentian kegiatan Kantor Cabang setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. d. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada PJPUR mengenai penerbitan surat penghentian kegiatan Kantor Cabang. H. Pencantuman dalam Daftar PJPUR dan Publikasi Bank Indonesia membuat daftar yang mencantumkan identitas PJPUR dan mempublikasikannya, antara lain melalui website Bank Indonesia. III. PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGOLAHAN UANG RUPIAH OLEH PENYELENGGARA JASA PENGOLAHAN UANG RUPIAH A. Standar Sarana, Prasarana, dan/atau Infrastuktur 1. PJPUR wajib menggunakan sarana, prasarana, dan/atau infrastruktur yang memenuhi standar sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Dalam hal terdapat perubahan dan/atau penambahan mesin yang digunakan untuk kegiatan pemrosesan Uang Rupiah . . . Rupiah, PJPUR harus melaporkannya kepada Bank Indonesia. 3. Bank Indonesia dapat melakukan pengujian terhadap mesin sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan/atau mesin yang telah digunakan dalam kegiatan pemrosesan Uang Rupiah. B. Standar Pengemasan Uang Rupiah Dalam penyelenggaraan kegiatan pemrosesan Uang Rupiah, PJPUR wajib memenuhi standar pengemasan Uang Rupiah sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. C. Standar Kualitas Uang Rupiah 1. Dalam rangka memenuhi kebutuhan Uang Rupiah di masyarakat dalam kondisi yang layak edar, PJPUR wajib memenuhi standar kualitas Uang Rupiah sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2. Standar kualitas Uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan oleh Bank Indonesia kepada Bank dan PJPUR melalui pemberitahuan tertulis dan/atau media informasi lainnya. D. Informasi Baru terkait Profil Perusahaan (Company Profile) 1. PJPUR harus menyampaikan informasi baru terkait profil perusahaan (company profile) dengan menggunakan format dokumen sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini kepada Bank Indonesia. 2. Profil perusahaan (company profile) sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan setiap 6 (enam) bulan yang dimulai sejak tanggal disetujuinya permohonan izin sebagai PJPUR oleh Bank Indonesia yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang mewakili PJPUR. 3. Penyampaian . . . 3. Penyampaian profil perusahaan (company profile) sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya. Dalam hal tanggal 15 jatuh pada hari libur maka profil perusahaan (company profile) tersebut disampaikan pada hari kerja berikutnya. E. Pendaftaran PJPUR yang Melakukan Kegiatan Pembawaan Uang Kertas Asing 1. PJPUR yang telah memiliki izin untuk melakukan kegiatan jasa distribusi Uang Rupiah, dapat melakukan kegiatan pembawaan uang kertas asing ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia. 2. PJPUR yang akan melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus menyampaikan surat permohonan pendaftaran kepada Bank Indonesia yang ditandatangani oleh anggota direksi atau pejabat yang berwenang mewakili PJPUR dengan mengacu pada Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Dalam hal PJPUR telah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, surat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilampiri dengan perjanjian kerja sama dengan pengguna jasa PJPUR. 4. Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan mengenai pendaftaran PJPUR untuk melakukan kegiatan pembawaan uang kertas asing paling lama 5 (lima) hari kerja sejak surat permohonan pendaftaran diterima oleh Bank Indonesia. F. Penerapan Manajemen Risiko 1. PJPUR harus memiliki dan menerapkan manajemen risiko secara efektif. 2. Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam angka 1 paling sedikit melalui: a. pengawasan aktif oleh komisaris dan direksi; b. kecukupan kebijakan dan prosedur; c. kecukupan . . . c. kecukupan proses identifikasi dan mitigasi risiko; dan d. pengendalian intern. 3. Pengawasan aktif oleh komisaris dan direksi PJPUR sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a paling sedikit melalui: a. evaluasi komisaris terhadap pertanggungjawaban direksi atas pelaksanaan kebijakan manajemen risiko; dan b. penyusunan kebijakan dan strategi manajemen risiko secara tertulis dan komprehensif. 4. Kebijakan dan prosedur manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b paling sedikit melalui: a. adanya kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang dapat menjamin kelangsungan penyelenggaraan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah yang meliputi tindakan preventif maupun contingency plan jika terjadi kondisi darurat; dan b. penetapan risiko yang terkait dengan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah. 5. PJPUR harus melakukan proses identifikasi dan mitigasi risiko sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c terhadap faktor risiko (risk factor) dari masing-masing jenis kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah sesuai dengan izin kegiatan yang dimiliki. 6. PJPUR harus melaksanakan sistem pengendalian intern secara efektif terhadap pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi PJPUR sebagaimana dimaksud dalam butir 2.d, yang paling sedikit mencantumkan: a. penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan kebijakan dan prosedur manajemen risiko; b. struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah; c. pelaporan . . . c. pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat waktu; d. kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan PJPUR terhadap ketentuan perundang-undangan; dan e. dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap prosedur operasional, cakupan, dan temuan audit, serta tanggapan terhadap hasil audit. 7. Penilaian terhadap sistem pengedalian intern dalam penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam angka 6 harus dilakukan oleh unit kerja audit intern. IV. PENGAWASAN PENYELENGGARA JASA PENGOLAHAN UANG RUPIAH A. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap PJPUR dengan tujuan untuk memastikan tata kelola penyelenggaraan jasa Pengolahan Uang Rupiah yang baik dengan mengacu pada ketentuan perundang-undangan. B. Pengawasan terhadap PJPUR meliputi pengawasan secara tidak langsung dan pengawasan langsung. C. Pengawasan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf B dapat dilakukan melalui penelitian yang didasarkan atas: 1. laporan berkala; 2. laporan insidental; 3. keterangan; 4. penjelasan; 5. rekaman; dan/atau 6. dokumen, yang diperoleh Bank Indonesia dari PJPUR dan/atau pihak yang bekerja sama dengan PJPUR. D. Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf B dilakukan melalui pemeriksaan umum dan/atau pemeriksaan khusus. E. Pemeriksaan . . . E. Pemeriksaan umum sebagaimana dimaksud dalam huruf D paling sedikit berupa: 1. pemenuhan ketentuan Bank Indonesia terkait Pengolahan Uang Rupiah, dengan memperhatikan aspek paling sedikit: a. standar pelayanan minimal dan perlindungan konsumen; b. sarana, prasarana, dan infrastruktur; c. sumber daya manusia; d. manajemen risiko dan tata kelola; e. kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah; dan f. kapasitas usaha, volume usaha, dan pangsa pasar. 2. kebenaran laporan berkala, laporan insidental, keterangan, penjelasan, rekaman, dan/atau dokumen terkait pelaksanaan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah yang disampaikan kepada Bank Indonesia; dan 3. penerapan kebijakan manajemen intern. F. Pemeriksaan khusus sebagaimana dimaksud dalam huruf D dapat dilakukan apabila menurut penilaian Bank Indonesia terdapat hal tertentu yang perlu ditindaklanjuti, termasuk dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan umum atau adanya permintaan dari otoritas terkait. G. Dalam pelaksanaan pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf D, PJPUR harus memberikan kepada pemeriksa, antara lain: 1. data kegiatan, laporan keuangan, dan data pendukung lainnya; 2. akses untuk melakukan observasi terhadap aktivitas operasional dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatannya; dan/atau 3. keterangan, penjelasan, rekaman, dan/atau dokumen terkait pelaksanaan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah. H. Bank Indonesia dapat melakukan pembinaan terhadap PJPUR antara lain melalui pertemuan konsultasi untuk mendorong perubahan . . . perubahan atau perbaikan dalam penyelenggaraan jasa Pengolahan Uang Rupiah. I. Dalam pelaksanaan pengawasan langsung terhadap PJPUR, Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain yang bertindak untuk dan atas nama Bank Indonesia. J. Pengawasan langsung yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud dalam huruf I dilengkapi dengan surat penugasan dari Bank Indonesia. K. Pihak lain yang ditugaskan melakukan pengawasan langsung sebagaimana dimaksud dalam huruf I wajib menjaga kerahasiaan dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan yang diperoleh dari hasil pengawasan. L. PJPUR bertanggung jawab atas kebenaran dokumen, data, informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan yang disampaikan kepada Bank Indonesia. V. PELAPORAN PENYELENGGARA JASA PENGOLAHAN UANG RUPIAH A. Kantor pusat PJPUR wajib menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia. B. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A meliputi: 1. Laporan Berkala Laporan berkala wajib disampaikan oleh PJPUR secara benar, lengkap, dan sesuai batas waktu yang ditetapkan kepada Bank Indonesia yaitu: a. laporan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah yang meliputi: 1) Laporan Kegiatan Distribusi Uang Rupiah; 2) Laporan Kegiatan Pemrosesan Uang Rupiah; 3) Laporan Kegiatan Penyimpanan Uang Rupiah di Khazanah; dan/atau 4) Laporan Kegiatan Pengisian, Pengambilan, dan/atau Pemantauan Kecukupan Uang Rupiah. Contoh . . . Contoh format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini; b. laporan keuangan yang meliputi: 1) Laporan Posisi Keuangan; 2) Laporan Laba Rugi; dan 3) Laporan Perubahan Ekuitas. Laporan keuangan merupakan laporan posisi akhir tahun berjalan yang diaudit oleh auditor eksternal; dan c. laporan hasil audit meliputi: 1) laporan hasil audit internal yang dilakukan oleh tim audit yang independen dengan cakupan paling sedikit audit kepatuhan terhadap pelaksanaan bisnis proses kegiatan PJPUR, pemenuhan pelatihan terhadap sumber daya manusia yang dimiliki, dan tingkat kepatuhan terhadap ketentuan Bank Indonesia dan ketentuan internal; dan 2) laporan hasil audit yang dilakukan oleh pengguna jasa PJPUR. 2. Laporan Insidental Laporan insidental antara lain: a. laporan atas terjadinya gangguan pada sarana, prasarana dan/atau infrastruktur serta upaya yang telah dilakukan untuk menanggulanginya, antara lain: 1) kegagalan pada sarana, prasarana, dan/atau infrastruktur dalam kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah; 2) kebakaran gedung; 3) perampokan (baik di dalam/luar gedung); 4) kecelakaan kendaraan yang mengganggu operasional PJPUR; dan/atau 5) kegagalan . . . 5) kegagalan penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan); d. laporan atas terjadinya fraud yang paling sedikit berisi informasi sebagai berikut: 1) kronologis; dan 2) dampak kerugian yang diakibatkan oleh fraud tersebut baik yang terjadi pada kegiatan distribusi Uang Rupiah, pemrosesan Uang Rupiah, penyimpanan Uang Rupiah di khazanah, maupun pada saat pengisian, pengambilan, dan/atau pemantauan kecukupan Uang Rupiah dari ATM, CDM, dan/atau CRM; dan b. laporan lainnya yang sewaktu-waktu diminta Bank Indonesia. C. Periode dan tata cara penyampaian laporan berkala Periode dan tata cara penyampaian laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam butir B.1 diatur sebagai berikut: 1. laporan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a wajib disampaikan secara bulanan melalui sistem aplikasi online pelaporan Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya. Dalam hal tanggal 15 jatuh pada hari libur maka laporan tersebut disampaikan pada hari kerja berikutnya; 2. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b wajib disampaikan secara tahunan melalui sistem aplikasi online pelaporan Bank Indonesia paling lambat pada tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Dalam hal tanggal 30 Juni jatuh pada hari libur maka laporan tersebut disampaikan pada hari kerja berikutnya; 3. laporan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a dan laporan keuangan . . . keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b, dibuat secara konsolidasi yang meliputi laporan kantor pusat dan Kantor Cabang; dan 4. laporan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.c wajib disampaikan secara tahunan melalui dokumen cetak (hardcopy) paling lambat pada tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Dalam hal tanggal 30 Juni jatuh pada hari libur maka laporan tersebut disampaikan pada hari kerja berikutnya. D. Laporan insidental sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.a dan butir B.2.b wajib disampaikan melalui dokumen cetak (hardcopy) paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah terjadinya insiden. E. Dalam hal telah terdapat sistem aplikasi online pelaporan Bank Indonesia namun terjadi gangguan terhadap sistem dimaksud maka PJPUR menyampaikan laporan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b dalam bentuk dokumen cetak (hardcopy) dan dokumen digital (softcopy) melalui media penyimpanan, sesuai dengan periode penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 dan butir C.2. PJPUR harus menyampaikan kembali laporan dimaksud melalui sistem aplikasi online pelaporan Bank Indonesia apabila sistem telah berjalan normal. F. Dalam hal belum terdapat sistem aplikasi online pelaporan Bank Indonesia maka PJPUR menyampaikan laporan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b dalam bentuk dokumen cetak (hardcopy) dan dokumen digital (softcopy) melalui media penyimpanan, sesuai dengan periode penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 dan butir C.2. G. Penyampaian . . . G. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf F harus disampaikan pada pukul 07.30-16.00 WIB dan dibuktikan dengan penerimaan dari Bank Indonesia. VI. PERUBAHAN DOKUMEN PERIZINAN PJPUR harus memberitahukan kepada Bank Indonesia dalam hal terjadi: A. Perubahan Nama Perseroan Terbatas 1. Pemberitahuan perubahan nama Perseroan Terbatas ditandatangani oleh anggota direksi atau pejabat yang berwenang mewakili PJPUR dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi akta perubahan anggaran dasar; b. fotokopi persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang; dan c. keputusan mengenai pemberian izin PJPUR dan persetujuan Kantor Cabang PJPUR yang dimiliki. 3. Apabila seluruh persyaratan dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2 telah dipenuhi dan lengkap, Bank Indonesia menerbitkan keputusan mengenai perubahan nama PJPUR. B. Perubahan Dewan Komisaris dan/atau Direksi 1. Pemberitahuan perubahan anggota komisaris dan/atau anggota direksi ditandatangani oleh anggota direksi atau pejabat yang berwenang mewakili PJPUR dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi akta perubahan anggaran dasar; b. fotokopi . . . b. fotokopi persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang; c. fotokopi identitas komisaris dan/atau direksi yang baru; d. fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas/Tetap yang masih berlaku bagi komisaris dan/atau direksi berkewarganegaraan asing; e. Surat Keterangan Fiskal yang telah memperoleh pengesahan dari instansi yang berwenang; dan f. asli surat pernyataan dari masing-masing komisaris dan/atau direksi bahwa yang bersangkutan: 1) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi komisaris dan/atau direksi yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan suatu badan usaha dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum tanggal pemberitahuan; 2) tidak pernah dihukum atas tindak pidana di bidang perbankan, keuangan, dan/atau pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap; 3) tidak memiliki kredit macet sesuai data dalam sistem informasi debitur pada tanggal pemberitahuan; dan 4) tidak masuk dalam daftar hitam nasional penarik cek/bilyet giro kosong yang ditatausahakan Bank Indonesia pada tanggal pemberitahuan. 3. Bank Indonesia melakukan penelitian setelah dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. 4. Apabila berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud dalam angka 3 Bank Indonesia menemukan ketidaksesuaian, Bank Indonesia berwenang meminta PJPUR . . . PJPUR untuk mengganti komisaris dan/atau direksi PJPUR. C. Perubahan Alamat Kantor Pusat dan Kantor Cabang PJPUR 1. Pemberitahuan perubahan alamat kantor pusat dan/atau Kantor Cabang ditandatangani oleh anggota direksi atau pejabat yang berwenang mewakili PJPUR dengan menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Pemberitahuan perubahan alamat kantor pusat dan/atau Kantor Cabang harus disertai dengan dokumen sebagai berikut: a. fotokopi surat keterangan domisili PJPUR yang baru dari instansi yang berwenang; b. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama PJPUR, fotokopi surat perjanjian sewa, atau bentuk bukti lainnya atas penggunaan tempat usaha yang baru; c. fotokopi cetak biru (blue print) bangunan kantor pusat dan/atau Kantor Cabang PJPUR yang baru; d. surat pernyataan bermeterai cukup yang ditandatangani anggota direksi atau pejabat yang mewakili PJPUR bahwa perubahan alamat tidak mengurangi kemampuan operasional PJPUR; e. dalam hal perubahan alamat kantor pusat PJPUR menyebabkan perubahan tempat kedudukan badan hukum maka PJPUR menyampaikan: 1) fotokopi akta perubahan anggaran dasar; dan 2) fotokopi persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang. 3. PJPUR dapat mengubah status kantor pusat PJPUR menjadi Kantor Cabang atau sebaliknya dengan ketentuan sebagai berikut: a. PJPUR memberitahukan perubahan status kantor pusat ke Kantor Cabang atau sebaliknya; b. pemberitahuan . . . b. pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disertai dengan alasan dan tujuan perubahan status dimaksud, serta dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam angka 2; dan c. perubahan status kantor pusat ke Kantor Cabang PJPUR dapat dilakukan dengan memperhatikan kesiapan operasional antara lain sarana, prasarana, dan infrastruktur, sumber daya manusia, dan pengamanan. 4. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan lokasi untuk memastikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3. 5. PJPUR baru dapat melakukan kegiatan operasional sehubungan dengan perubahan alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 setelah mendapat pemberitahuan dari Bank Indonesia. VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI A. PJPUR yang melanggar ketentuan mengenai penyelenggaraan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah dan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif berupa: 1. teguran tertulis; 2. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan usaha; dan/atau 3. pencabutan izin. B. PJPUR yang mengoperasikan Kantor Cabang tanpa persetujuan Bank Indonesia dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan Kantor Cabang dimaksud. C. Apabila PJPUR belum melakukan penghentian sementara sebagaimana dimaksud dalam huruf B dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat penghentian sementara . . . sementara yang dikeluarkan Bank Indonesia maka PJPUR dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin. D. PJPUR yang tidak menyampaikan laporan berkala sampai dengan berakhirnya batas waktu penyampaian laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir V.C, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf A, juga dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per laporan per periode. E. Dalam hal Bank Indonesia menemukan adanya Uang Rupiah palsu dalam kegiatan pemrosesan Uang Rupiah, Bank Indonesia mengenakan sanksi kewajiban membayar kepada PJPUR sebanyak 5 (lima) kali dari total nilai nominal Uang Rupiah yang dipalsukan. F. Pelaksanaan pemenuhan sanksi kewajiban membayar dilakukan dengan cara pembayaran ke rekening Bank Indonesia yang ditunjuk. G. Pihak yang dikenakan sanksi atas pelanggaran kewajiban penyampaian laporan, keterangan, dan/atau data tetap wajib menyampaikan laporan, keterangan, dan/atau data yang diminta oleh Bank Indonesia. H. Selain mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia dapat menyampaikan informasi dan/atau rekomendasi kepada otoritas terkait untuk pengenaan sanksi kepada PJPUR dalam hal pengenaan sanksi merupakan kewenangan otoritas lain. VIII. KORESPONDENSI A. Penyampaian permohonan, laporan, dan/atau surat menyurat disampaikan dalam bahasa Indonesia kepada Bank Indonesia dengan alamat: 1. Pemohon atau PJPUR mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka II, informasi baru terkait profil perusahaan (company profile) sebagaimana dimaksud dalam angka III, pemberitahuan sebagaimana dimaksud . . . dimaksud dalam angka VI, dan laporan sebagaimana dimaksud dalam butir IX.D.1 disampaikan kepada: Departemen Pengelolaan Uang Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Gedung C lantai 7 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. 2. PJPUR menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka V disampaikan kepada: Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Gedung D lantai 8 Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. B. Dalam hal terjadi perubahan alamat sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. IX. KETENTUAN PERALIHAN A. BUJP yang telah memiliki kerja sama dengan pengguna jasa PJPUR sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah harus segera mengajukan permohonan izin sebagai PJPUR kepada Bank Indonesia paling lama 9 (sembilan) bulan setelah berlakunya Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah ini. B. Dalam hal BUJP yang akan mengajukan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf A telah memiliki Kantor Cabang, permohonan persetujuan pembukaan Kantor Cabang dapat diajukan bersamaan dengan permohonan izin pembukaan kantor pusat. C. BUJP sebagaimana dimaksud dalam huruf A, selain wajib melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2, juga harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut: 1. konsep perjanjian sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.b.4) diubah menjadi fotokopi perjanjian kerja sama dengan pengguna jasa PJPUR; 2. PJPUR . . . 2. PJPUR harus menyertakan fotokopi polis asuransi atas kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah; dan 3. fotokopi bukti kelulusan pelatihan pemrosesan Uang Rupiah dari Bank Indonesia yang harus dimiliki oleh paling sedikit 10% (sepuluh persen) sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.b.3) dihitung dari masing- masing jumlah sumber daya manusia pada kantor pusat dan Kantor Cabang yang melakukan pemrosesan Uang Rupiah. D. BUJP yang telah memiliki kerja sama penyelenggaraan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah baik yang belum maupun yang telah mengajukan permohonan izin harus: 1. menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam butir V.B.1.a; dan 2. memenuhi persyaratan terkait standar kualitas Uang Rupiah dalam Pengolahan Uang Rupiah, persyaratan keamanan, efisiensi, dan mitigasi risiko serta memperhatikan aspek perlindungan konsumen. E. Selama proses permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam huruf A, BUJP diperbolehkan mewakili Bank untuk melakukan kegiatan penyetoran dan/atau penarikan Uang Rupiah di Bank Indonesia. F. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf D menjadi pertimbangan Bank Indonesia dalam pemberian izin kepada BUJP sebagai PJPUR. X. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 2 November 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian . . . Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SUHAEDI KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN UANG
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/25/DPU|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah </reg_title> <set_date> 2 November 2016 </set_date> <effective_date> 2 November 2016 </effective_date> <related_reg> '18/15/PBI/2016' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
No.7/25/DPNP Jakarta, 18 Juli 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal: Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah ----------------------------------------------------------------------- Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4475), Bank wajib menetapkan kebijakan dan memiliki prosedur tertulis tentang transparansi informasi Produk Bank dan transparansi penggunaan data pribadi Nasabah. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan tentang penyusunan kebijakan dan prosedur dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: I. UMUM 1. Kewajiban Bank untuk melakukan transparansi informasi Produk Bank mencakup kewajiban menyediakan dan menyampaikan informasi baik mengenai produk yang diterbitkan Bank maupun produk lembaga keuangan lain yang dipasarkan melalui Bank. 2. Informasi ... 2. Informasi yang disediakan Bank harus mengungkapkan karakteristik Produk Bank secara memadai, terutama mengenai manfaat, risiko, dan biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank tersebut. 3. Dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat kepada Bank dan melindungi kepentingan Nasabah, penggunaan data pribadi Nasabah untuk tujuan komersial harus dilakukan secara transparan dan dilakukan berdasarkan persetujuan tertulis dari Nasabah. 4. Penggunaan data pribadi Nasabah untuk tujuan komersial perlu dilakukan berdasarkan persetujuan tertulis dari Nasabah untuk mengurangi potensi tuntutan hukum kepada Bank dalam hal Nasabah merasa hak-hak pribadinya tidak dilindungi oleh Bank. II. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR TRANSPARANSI INFORMASI PRODUK BANK 1. Direksi Bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan transparansi informasi Produk Bank yang sekurang-kurangnya memuat kewajiban Bank untuk: a. menyediakan informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh mengenai karakteristik Produk Bank, baik untuk produk/jasa yang diterbitkan secara langsung oleh Bank maupun produk/jasa yang diterbitkan dan atau dikelola oleh lembaga keuangan lain dan dipasarkan oleh Bank; b. menyediakan informasi mengenai karakteristik Produk Bank yang dituangkan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; c. menyampaikan informasi mengenai karakteristik Produk Bank kepada Nasabah secara lisan dan atau tertulis; d. memperhatikan ... d. memperhatikan etika penyampaian informasi, antara lain dengan tidak membandingkan suatu Produk Bank dengan produk sejenis dari Bank lain dan secara jelas menyebutkan nama produk dan atau nama Bank lain tersebut; e. memperhatikan kebenaran dan akurasi informasi melalui penyediaan dan penyampaian informasi yang sesuai dengan karakteristik Produk Bank yang sesungguhnya dan selalu diperbaharui sesuai dengan perubahan, penambahan, dan atau pengurangan yang dilakukan pada karakteristik Produk Bank; f. memperhatikan tata letak (layout) dan cara pengungkapan informasi yang singkat, jelas, sistematis dan utuh; g. menggunakan jenis dan ukuran huruf yang mudah dibaca dan warna tulisan yang kontras dengan warna latar; h. meminta Nasabah untuk menandatangani formulir yang memuat klausula yang menyatakan bahwa Nasabah telah memahami dan menyetujui segala persyaratan pemanfaatan Produk Bank, termasuk manfaat, risiko, dan biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank tersebut; i. memberitahukan setiap perubahan, penambahan, dan atau pengurangan pada karakteristik Produk Bank kepada setiap Nasabah yang sedang memanfaatkan Produk Bank baik secara tertulis kepada setiap Nasabah dan atau melalui pengumuman; dan j. menyediakan informasi tertulis mengenai karakteristik Produk Bank di setiap Kantor Bank pada lokasi yang mudah diakses oleh Nasabah. 2. Dalam hal Bank menyediakan informasi mengenai karakteristik Produk Bank dalam bahasa lain selain bahasa Indonesia, maka yang dijadikan pedoman baku adalah informasi yang disediakan dalam bahasa Indonesia. 3. Dalam ... 3. Dalam hal perubahan, penambahan, dan atau pengurangan pada angka 1 huruf i diatas terkait dengan karakteristik Produk Bank yang frekuensi perubahan, penambahan dan atau pengurangannya relatif rendah maka Bank memberitahukan perubahan, penambahan, dan atau pengurangan karakteristik Produk Bank tersebut kepada setiap Nasabah secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum perubahan, penambahan, dan atau pengurangan karakteristik tersebut berlaku. Sebagai contoh, perubahan suku bunga kredit, nisbah bagi hasil, dan atau perubahan limit kartu kredit harus diberitahukan secara tertulis kepada setiap Nasabah debitur paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum perubahan tersebut mulai berlaku. 4. Dalam hal perubahan, penambahan, dan atau pengurangan pada angka 1 huruf i di atas terkait dengan karakteristik Produk Bank yang memiliki frekuensi perubahan, penambahan, dan atau pengurangan cukup tinggi, pemberitahuan kepada Nasabah dapat dilakukan melalui pengumuman tertulis pada Kantor Bank dan atau tempat-tempat lainnya yang dapat diakses dan dibaca secara mudah oleh Nasabah. Sebagai contoh, perubahan suku bunga atau nisbah bagi hasil tabungan cukup diumumkan pada papan pengumuman di setiap Kantor Bank. 5. Informasi yang disediakan dan disampaikan Bank kepada Nasabah sekurang-kurangnya memuat: a. Nama Produk Bank, yaitu sebutan komersial yang digunakan sebagai identitas suatu Produk Bank. b. Jenis Produk Bank, yaitu pengelompokan produk dan atau jasa yang diterbitkan Bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, seperti tabungan, deposito, kredit/pembiayaan, dan produk dan atau jasa lembaga keuangan lain yang dipasarkan oleh Bank seperti reksa dana dan bancassurance. c. Manfaat ... c. Manfaat dan risiko Produk Bank, yaitu potensi keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh atau ditanggung oleh Nasabah selama masa pemanfaatan Produk Bank. d. Persyaratan dan tatacara penggunaan Produk Bank, yaitu mekanisme dan atau prosedur yang harus dipenuhi Nasabah untuk dapat memanfaatkan Produk Bank. Informasi yang disampaikan antara lain meliputi: 1) dokumen-dokumen yang harus dipersiapkan Nasabah untuk dapat membuka rekening, menggunakan fasilitas, maupun membeli Produk Bank; dan 2) tatacara yang dapat ditempuh Nasabah apabila menghadapi permasalahan dalam pemanfaatan Produk Bank. e. Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank, yaitu beban finansial yang harus dibayar Nasabah sehubungan dengan pemanfaatan Produk Bank, antara lain biaya administrasi, biaya provisi, denda, dan penalti. f. Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margin keuntungan. 1) Perhitungan bunga Perhitungan bunga dalam hal ini adalah cara-cara perhitungan yang digunakan Bank untuk menetapkan besarnya bunga yang harus dibayar atau diterima Nasabah. Informasi mengenai perhitungan bunga antara lain meliputi: a) metode penghitungan bunga, antara lain flat dan efektif; b) sifat perhitungan bunga, yaitu tetap (fixed) atau mengambang (floating); dan c) jumlah hari yang digunakan untuk menghitung besarnya bunga. 2) Perhitungan ... 2) Perhitungan bagi hasil dan margin keuntungan Perhitungan bagi hasil dan margin keuntungan dalam hal ini adalah cara-cara perhitungan yang kegiatan digunakan oleh Bank melaksanakan usaha berdasarkan prinsip syariah untuk menetapkan besarnya bagi hasil dan margin keuntungan Bank yang harus dibayar Nasabah dan atau besarnya bagi hasil yang akan diterima Nasabah. Informasi mengenai perhitungan bagi hasil dan margin keuntungan antara lain meliputi: a) metode bagi hasil yang digunakan, yaitu profit loss sharing atau revenue sharing; b) nisbah bagi hasil untuk Bank dan Nasabah; dan c) besarnya persentase margin keuntungan Bank. g. Jangka waktu berlakunya Produk Bank, yaitu periode atau masa pemanfaatan Produk Bank oleh Nasabah yang ditetapkan oleh Bank atau lembaga keuangan lain yang menerbitkan dan atau mengelola Produk Bank tersebut. Selain hal tersebut, informasi mengenai jangka waktu berlakunya Produk Bank antara lain juga meliputi: 1) kemungkinan penghentian pemanfaatan Produk Bank sebelum jangka waktu yang ditetapkan berakhir dan konsekuensi yang akan ditanggung oleh Nasabah, seperti denda dan atau penalti; dan 2) perpanjangan jangka waktu pemanfaatan Produk Bank, termasuk informasi mengenai perubahan, penambahan, dan atau pengurangan pada karakteristik Produk Bank. yang h. Penerbit ... h. Penerbit (issuer/originator) Produk Bank, yaitu pihak-pihak yang menerbitkan dan atau mengelola Produk Bank. Informasi mengenai penerbit Produk Bank antara lain meliputi keterangan mengenai identitas penerbit dan atau pengelola Produk Bank, hubungan hukum antara Bank dengan penerbit dan atau pengelola Produk Bank dan Nasabah, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai perjanjian kerjasama antara Bank dengan penerbit dan atau pengelola Produk Bank tersebut. 6. Dalam hal jenis Produk Bank yang diinformasikan merupakan produk penghimpunan dana, maka informasi yang mencantumkan pula penjelasan mengenai cakupan dan sejauhmana program penjaminan berlaku pada Produk Bank dimaksud. Sebagai contoh, apabila Bank memasarkan suatu produk asuransi maka Bank harus memberikan informasi kepada Nasabah bahwa produk asuransi yang dipasarkan oleh Bank tersebut tidak termasuk dalam cakupan program penjaminan. 7. Direksi Bank berdasarkan kebijakan yang telah disetujui Komisaris menetapkan prosedur tertulis transparansi informasi Produk Bank yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut: a. Pejabat dan atau petugas Bank yang menangani pelayanan Nasabah memberikan penjelasan mengenai karakteristik Produk Bank secara lisan dan atau tertulis kepada Nasabah dan atau calon Nasabah yang akan memanfaatkan Produk Bank tersebut. Penjelasan secara lisan harus memperhatikan kelengkapan informasi yang disampaikan, terutama yang terkait dengan risiko dan biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank. disediakan Bank b. Pejabat ... b. Pejabat dan atau petugas Bank meminta konfirmasi kepada Nasabah mengenai kejelasan informasi karakteristik Produk Bank yang disampaikan dan pemahaman Nasabah mengenai Produk Bank tersebut. c. Pejabat dan atau petugas Bank meminta tanda tangan Nasabah pada lembar aplikasi pemanfaatan Produk Bank sebagaimana terdapat dalam contoh pada Lampiran 1 yang antara lain menyatakan bahwa: 1) Pejabat dan atau petugas Bank telah menjelaskan karakteristik Produk Bank secara utuh; dan 2) Nasabah telah mengerti dan memahami penjelasan mengenai karakteristik Produk Bank yang diberikan oleh pejabat dan atau petugas Bank. III. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR TRANSPARANSI PENGGUNAAN DATA PRIBADI NASABAH 1. Direksi Bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan transparansi penggunaan data pribadi Nasabah yang sekurang-kurangnya memuat kewajiban Bank untuk: a. mendapatkan persetujuan tertulis dari Nasabah dalam hal Bank akan memberikan dan atau menyebarluaskan data pribadi Nasabah kepada pihak lain di luar badan hukum Bank untuk tujuan komersial, kecuali ditetapkan lain dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku; dan b. menjelaskan secara tertulis dan atau lisan kepada Nasabah mengenai tujuan dan konsekuensi dari pemberian persetujuan terhadap permintaan tertulis pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi Nasabah sebagaimana dimaksud pada huruf a. 2. Dalam ... 2. Dalam hal Nasabah Bank merupakan suatu badan hukum, maka pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi pihak yang ditunjuk mewakili badan hukum tersebut memerlukan persetujuan tertulis dari yang bersangkutan. Sebagai contoh, data pribadi “AAA” dan “BBB” sebagai pihak yang ditunjuk mewakili perusahaan “CCC” yang menjadi Nasabah Bank “DDD” termasuk dalam kategori data pribadi yang memerlukan persetujuan tertulis untuk dapat diberikan dan atau disebarluaskan kepada pihak lain. 3. Permintaan persetujuan tertulis tidak boleh memuat klausula yang secara sepihak dapat digunakan oleh Bank untuk menyatakan bahwa Nasabah telah memberikan persetujuannya jika tidak memberikan tanda, tulisan, dan atau tanda tangan pada lembaran permintaan persetujuan tertulis yang diajukan Bank. 4. Data pribadi Nasabah yang memerlukan persetujuan tertulis Nasabah untuk dapat diberikan dan atau disebarluaskan kepada pihak lain diluar badan hukum Bank untuk tujuan komersial adalah: a. Nama Nasabah; b. Alamat; c. Tanggal lahir dan atau umur; d. Nomor telepon; e. Nama ibu kandung; dan f. Keterangan lain yang merupakan identitas pribadi dan lazim diberikan Nasabah kepada Bank dalam pemanfaatan Produk Bank. 5. Termasuk dalam pengertian pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi Nasabah kepada pihak lain diluar badan hukum Bank untuk tujuan komersial adalah pemberian data pribadi Nasabah kepada pihak lain yang melakukan kerjasama dengan Bank. Sebagai ... Sebagai contoh, Bank yang melakukan kerjasama dengan perusahaan asuransi wajib meminta persetujuan tertulis dari Nasabah terlebih dahulu sebelum menyerahkan data pribadi Nasabah tersebut kepada perusahaan asuransi dimaksud. 6. Pemberian Data Pribadi Nasabah oleh Bank kepada pihak lain dalam rangka pengalihan dan atau penjualan aktiva Bank tidak termasuk dalam pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi Nasabah yang memerlukan persetujuan Nasabah terlebih dahulu. Sebagai contoh, transaksi anjak piutang dan atau sekuritisasi aset yang menyebabkan pemberian data pribadi Nasabah kepada pihak lain tidak termasuk dalam pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi yang memerlukan persetujuan tertulis dari Nasabah yang bersangkutan. 7. Dalam hal Bank akan menggunakan data pribadi seseorang dan atau sekelompok orang yang diperoleh dari pihak lain untuk tujuan pemasaran Produk Bank maka penggunaan data pribadi tersebut harus didukung dengan pernyataan tertulis dari pihak lain tersebut yang sekurang- kurangnya memuat pernyataan bahwa seseorang dan atau sekelompok orang yang data pribadinya diberikan kepada Bank tidak berkeberatan atas penyebarluasan data pribadinya untuk tujuan komersial. Contoh pernyataan tertulis yang harus dimiliki Bank terdapat dalam Lampiran 2. 8. Direksi Bank berdasarkan kebijakan yang telah disetujui Komisaris menetapkan prosedur tertulis transparansi penggunaan data pribadi Nasabah yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Pejabat dan atau petugas Bank menjelaskan kepada Nasabah yang akan memanfaatkan Produk Bank bahwa data pribadi yang diserahkan kepada Bank: 1) hanya ... 1) hanya akan digunakan untuk kepentingan internal Bank dan atau sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; atau 2) akan diberikan dan atau disebarluaskan kepada pihak lain diluar badan hukum Bank untuk tujuan komersial apabila disetujui secara tertulis oleh Nasabah. b. Dalam hal Bank akan memberikan dan atau menyebarluaskan data pribadi Nasabah kepada pihak lain diluar badan hukum Bank, pejabat dan atau petugas Bank: 1) mengajukan permintaan persetujuan secara tertulis kepada Nasabah; dan 2) memberikan penjelasan kepada Nasabah mengenai tujuan dan konsekuensi pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi tersebut. c. Pejabat dan atau petugas Bank meminta Nasabah memberikan tanda, tulisan dan atau tanda tangan pada lembar permintaan persetujuan tertulis, sebagaimana contoh yang tercantum pada lampiran 3, sebagai bukti persetujuan Nasabah kepada Bank untuk memberikan dan atau menyebarluaskan data pribadinya kepada pihak lain. IV. PENUTUP Penyediaan informasi tertulis mengenai karakteristik Produk Bank yang telah ada sebelum tanggal 20 Juli 2005 harus disesuaikan dengan ketentuan dalam Surat Edaran ini paling lambat tanggal 1 Januari 2006. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 20 Juli 2005. Agar ... Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/25/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah </reg_title> <set_date> 18 Juli 2005 </set_date> <effective_date> 20 Juli 2005 </effective_date> <related_reg> '7/6/PBI/2005' </related_reg>
No. 13 / 21 /DSM Jakarta, 15 Agustus 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA LEMBAGA BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Lembaga Bukan Bank Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/15/PBI/2011 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Lembaga Bukan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5222), perlu untuk diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai pemantauan kegiatan lalu lintas devisa lembaga bukan bank, sebagai berikut: I. UMUM Pelaporan kegiatan lalu lintas devisa oleh Lembaga Bukan Bank (LBB) dimaksudkan untuk memperoleh keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa secara benar dan tepat waktu yang diperlukan untuk penyusunan Statistik Neraca Pembayaran Indonesia, Statistik Posisi Investasi Internasional Indonesia, dan statistik lainnya. II. PENGERTIAN 1. Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disebut LLD adalah perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk termasuk … 2 termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk. 2. Kegiatan Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disebut Kegiatan LLD adalah kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk. 3. Aset Finansial Luar Negeri yang selanjutnya disebut AFLN adalah aktiva penduduk terhadap bukan penduduk baik dalam valuta asing maupun rupiah, antara lain dalam bentuk kas dalam valuta asing, simpanan pada bukan penduduk, piutang dagang atau usaha dengan bukan penduduk, kepemilikan surat berharga yang diterbitkan oleh bukan penduduk, dan penyertaan modal pada bukan penduduk. 4. Kewajiban Finansial Luar Negeri yang selanjutnya disebut KFLN adalah pasiva penduduk terhadap bukan penduduk baik dalam valuta asing maupun rupiah, antara lain dalam bentuk simpanan milik bukan penduduk, utang dagang atau usaha dengan bukan penduduk, kepemilikan bukan penduduk pada surat berharga yang diterbitkan penduduk, pinjaman dari bukan penduduk, dan ekuitas dari bukan penduduk. 5. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan yang berlaku. 6. Lembaga Bukan Bank yang selanjutnya disebut LBB adalah lembaga selain bank yang berstatus Penduduk, yang meliputi: a. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan tentang Badan Usaha Milik Negara yang berlaku. b. Badan … 3 b. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disebut BUMD adalah badan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan tentang perusahaan dan lembaga keuangan daerah yang berlaku. c. Badan Usaha Milik Swasta yang selanjutnya disebut BUMS adalah badan usaha yang tidak termasuk dalam pengertian BUMN dan BUMD yang berkedudukan di Indonesia, baik yang berbentuk badan hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum. d. Badan lainnya yang bukan merupakan badan usaha baik berbentuk badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum, antara lain Yayasan, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lembaga pendidikan yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat. 7. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa LBB yang menjalankan kegiatan usaha sebagai perantara keuangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 8. Laporan Kegiatan LLD yang selanjutnya disebut Laporan LLD adalah laporan atas kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan kewajiban finansial antara Penduduk dan bukan Penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar Penduduk. 9. Pelapor adalah LBB yang memenuhi kriteria sebagai Pelapor dan melakukan Kegiatan LLD. 10. Periode Laporan yang selanjutnya disebut PL adalah periode data tanggal 1 sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan yang akan dilaporkan pada bulan berikutnya. 11. Batas Waktu Penyampaian Laporan yang selanjutnya disebut BWPL adalah tanggal dan jam paling lama disampaikannya Laporan LLD. 12. Batas … 4 12. Batas Waktu Penyampaian Koreksi Laporan yang selanjutnya disebut BWPKL adalah tanggal dan jam paling lama disampaikannya koreksi Laporan LLD. 13. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan yang selanjutnya disebut MKPL adalah periode waktu Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan LLD. 14. Hari Kerja adalah hari kerja Bank Indonesia setempat sesuai dengan kedudukan LBB Pelapor. 15. Jam Kerja adalah jam kerja Bank Indonesia setempat sesuai dengan kedudukan LBB Pelapor. III. LEMBAGA BUKAN BANK (LBB) PELAPOR 1. Pelapor meliputi LBB yang memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut: a. BUMN; b. BUMD yang memiliki utang luar negeri; c. Lembaga Keuangan Non Bank; d. Perusahaan Publik; e. Perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan minyak dan gas; f. Perusahaan yang memiliki kegiatan ekspor dan/atau impor barang; g. Perusahaan yang bergerak di sektor jasa; h. Perusahaan penanaman modal asing; i. BUMS yang memiliki utang luar negeri; j. Badan Lainnya yang memiliki utang luar negeri; atau k. Pelapor di luar huruf a sampai dengan huruf j yang memiliki total aset atau omset penjualan bruto selama 1 (satu) tahun, jumlah yang lebih dahulu dicapai, paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). 2. Utang … 5 2. Utang luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi utang luar negeri sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban pelaporan utang luar negeri. 3. Total aset atau omset sebagaimana dimaksud pada butir 1.k didasarkan pada laporan keuangan terakhir yang telah diaudit. 4. Dalam hal laporan keuangan terakhir yang telah diaudit sebagaimana dimaksud pada angka 3 belum tersedia, maka yang digunakan adalah laporan keuangan terakhir yang belum diaudit. 5. Pelapor wajib melaporkan Kegiatan LLD sebagaimana tercatat pada laporan keuangan dan pembukuan seperti neraca dan laba rugi serta off balance sheet Pelapor. 6. Pelapor sebagaimana dimaksud pada butir 1.k yang mengalami penurunan total aset atau omset penjualan bruto 1 (satu) tahun sehingga menjadi kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), tetap wajib menyampaikan Laporan LLD sepanjang masih melakukan Kegiatan LLD sebagaimana dimaksud dalam butir II.2. 7. LBB yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 1. namun tidak melakukan Kegiatan LLD, harus menyampaikan Surat Pernyataan Tidak Melakukan Kegiatan LLD bermeterai cukup sebagaimana format pada Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini disertai laporan keuangan Perusahaan. 8. LBB yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada butir 1.k harus menyampaikan Surat Pernyataan Tidak Memenuhi Batasan Aset atau Omset bermeterai cukup sebagaimana format pada Lampiran 2 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini disertai laporan keuangan Perusahaan. IV. LAPORAN … 6 IV. LAPORAN LLD, KOREKSI LAPORAN LLD, DAN FORMAT PELAPORAN LLD 1. JENIS LAPORAN LLD Laporan LLD yang wajib disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia terdiri dari: a. Laporan transaksi perdagangan barang, jasa dan transaksi lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk. Laporan meliputi seluruh transaksi penjualan dan/atau pembelian barang dan/atau jasa dengan bukan Penduduk, perolehan dan/atau pemberian hibah dari/kepada bukan Penduduk, serta transaksi lainnya dengan bukan Penduduk, sebagaimana tercatat pada laporan keuangan dan pembukuan Pelapor. b. Laporan posisi dan perubahan AFLN. Laporan meliputi posisi dan penambahan atau pengurangan dari seluruh aktiva yang merupakan klaim terhadap bukan Penduduk sebagaimana tercatat pada laporan keuangan dan pembukuan Pelapor yang meliputi: 1) Rekening giro di bank luar negeri; 2) Piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk; 3) Surat berharga yang diterbitkan oleh bukan Penduduk yang tidak disimpan pada kustodian dalam negeri, termasuk surat berharga yang diterbitkan oleh bukan Penduduk yang dimiliki oleh Pelapor yang menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian; 4) Penyertaan pada bukan Penduduk, antara lain penyertaan modal, tagihan dividen, dan laba ditahan; 5) Tanah dan bangunan di luar negeri; 6) Aset lainnya pada bukan Penduduk antara lain kas dalam valuta asing, simpanan lainnya, pinjaman yang diberikan, pembayaran di muka, dan tagihan lainnya; 7) Tagihan … 7 7) Tagihan derivatif pada bukan Penduduk. Termasuk di dalam pelaporan posisi dan perubahan AFLN adalah kegiatan yang mengakibatkan nilai AFLN menjadi negatif. c. Laporan posisi dan perubahan ekuitas luar negeri dan kewajiban lain yang terkait. Laporan meliputi posisi dan penambahan atau pengurangan ekuitas luar negeri dan kewajiban terkait antara lain modal disetor dari bukan Penduduk, kewajiban dividen kepada bukan Penduduk, dan laba ditahan dari bukan Penduduk sebagaimana tercatat pada laporan keuangan dan pembukuan Pelapor. d. Laporan posisi dan perubahan kewajiban derivatif luar negeri. Laporan meliputi posisi dan penambahan atau pengurangan kewajiban derivatif kepada bukan Penduduk sebagaimana tercatat pada laporan keuangan dan pembukuan Pelapor. e. Laporan posisi komitmen dan kontinjensi luar negeri. Laporan meliputi posisi yang menjadi tagihan dan/atau kewajiban komitmen dan/atau kontinjensi kepada bukan Penduduk yang tercatat pada off-balance sheet Pelapor antara lain posisi pembelian dan/atau penjualan spot dan derivatif yang masih berjalan, garansi yang diterima dan/atau diberikan, dan fasilitas pinjaman dari dan/atau kepada bukan Penduduk yang belum ditarik. f. Laporan posisi surat berharga milik Nasabah kustodian. Laporan meliputi posisi surat berharga Penduduk yang dimiliki bukan Penduduk dan/atau surat berharga bukan Penduduk yang dimiliki Penduduk yang tercatat pada Pelapor yang menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian, beserta hasil investasi yang diakui pada PL seperti bunga dan dividen. 2. KOREKSI … 8 2. KOREKSI LAPORAN LLD a. Dalam hal terdapat kesalahan Laporan LLD yang telah disampaikan oleh Pelapor kepada Bank Indonesia, Pelapor harus menyampaikan koreksi atas kesalahan Laporan LLD yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia. b. Koreksi terhadap Laporan LLD disampaikan secara lengkap untuk setiap jenis laporan yang dikoreksi. Contoh penyampaian koreksi secara lengkap: Perusahaan pembiayaan telah menyampaikan laporan penyertaan pada bukan Penduduk sebanyak 4 (empat) baris (record), namun terdapat kesalahan pengisian sandi negara investee (anak perusahaan) pada baris ke-2 laporan. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan pembiayaan wajib menyampaikan kembali laporan penyertaan pada bukan Penduduk sebanyak 4 (empat) baris (record) dengan sandi negara investee yang telah dikoreksi pada baris ke-2 laporan. c. Koreksi Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada huruf b yang terakhir diterima oleh Bank Indonesia merupakan laporan pengganti atas laporan yang diterima sebelumnya. 3. FORMAT PELAPORAN LLD a. Format laporan diatur dalam Pedoman Pelaporan Kegiatan LLD LBB sebagaimana Lampiran 3 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. b. Masing-masing laporan terdiri dari satu atau beberapa baris (record) dan masing-masing baris memuat kolom (field) keterangan dan data yang harus dilaporkan seperti sandi transaksi dan sandi mitra transaksi. Contoh: … 9 Contoh: Laporan piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk memiliki 7 (tujuh) kolom (field) yaitu kolom jangka waktu, negara, sektor institusi, hubungan keuangan, jenis valuta, nilai posisi akhir, dan nilai transaksi. Apabila dalam 1 (satu) PL Pelapor memiliki 3 (tiga) posisi piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk, laporan piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk dinyatakan memiliki 3 (tiga) baris (record). V. PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN LLD 1. TATA CARA PELAPORAN a. Tata cara pelaporan diatur dalam Petunjuk Teknis Aplikasi LLD LBB sebagaimana Lampiran 4 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. b. Pelapor menyampaikan seluruh Kegiatan LLD yang dilakukan selama PL. c. Apabila dalam suatu PL tertentu Pelapor tidak melakukan Kegiatan LLD, Pelapor wajib menyampaikan laporan dengan isi nihil sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Aplikasi LLD LBB sebagaimana Lampiran 4. d. Apabila Pelapor tidak lagi melakukan Kegiatan LLD, Pelapor harus menyampaikan Surat Pernyataan Tidak Lagi Melakukan Kegiatan LLD sebagaimana Lampiran 5 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini disertai laporan keuangan Pelapor. e. Dalam hal Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf d melakukan Kegiatan LLD kembali, Pelapor wajib menyampaikan Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada angka IV. f. Bagi … 10 f. Bagi Pelapor yang memiliki banyak kantor cabang, Laporan LLD merupakan gabungan dari seluruh kantor cabang di Indonesia. Contoh pelaporan bagi perusahaan yang memiliki banyak cabang: Perusahaan perkebunan karet PT. X yang berkantor pusat di Medan memiliki 2 (dua) kantor cabang yaitu di Pekanbaru dan Bandar Lampung. PT. X menyampaikan 1 (satu) Laporan LLD yang merupakan gabungan dari Kegiatan LLD yang dilakukan kantor pusat Medan, kantor cabang Pekanbaru, dan kantor cabang Bandar Lampung. Contoh perusahaan berbentuk grup: Perusahaan pertambangan PT. Y merupakan holding company yang memiliki 3 (tiga) anak perusahaan yakni PT. A , PT. B , dan PT. C . Laporan LLD disampaikan secara terpisah oleh induk perusahaan dan masing-masing anak perusahaan. 2. MEDIA PENYAMPAIAN LAPORAN a. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan kepada Bank Indonesia secara online dengan menggunakan media internet pada website pelaporan LLD di Bank Indonesia dengan alamat https://www.bi.go.id/lkpbuv2. b. Dalam hal pada hari terakhir penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia yang mengakibatkan Pelapor tidak dapat menyampaikan Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD secara online, maka Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan secara offline pada Hari Kerja berikutnya menggunakan attachment e-mail, compact disk (CD), flash disk, dan/atau media perekaman data elektronik lainnya dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka VIII. c. Apabila … 11 c. Apabila pada Hari Kerja berikutnya gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada huruf b telah dapat diatasi, maka Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan secara online. d. Laporan LLD secara online dinyatakan diterima oleh Bank Indonesia apabila seluruh laporan lolos verifikasi yang dibuktikan dengan adanya tanda terima dari sistem Bank Indonesia. e. Laporan LLD secara offline dinyatakan diterima oleh Bank Indonesia apabila softcopy seluruh laporan berhasil di-upload dan lolos verifikasi yang dibuktikan dengan adanya tanda terima dari sistem Bank Indonesia. Contoh penyampaian laporan offline: Pada hari Senin, tanggal 10 September 2012 terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia sehingga Pelapor menyampaikan Laporan LLD yang terdiri dari 3 (tiga) jenis laporan secara offline pada hari Selasa, tanggal 11 September 2012 dengan mengirimkan softcopy laporan melalui e-mail. Setelah mengirimkan e-mail Pelapor segera melakukan konfirmasi melalui telepon kepada petugas LLD di Bank Indonesia untuk memastikan bahwa e-mail yang berisi softcopy laporan telah diterima oleh Bank Indonesia. Selanjutnya Pelapor melakukan konfirmasi melalui telepon atau e-mail kepada petugas LLD di Bank Indonesia atau pengecekan pada website pelaporan LLD pada saat gangguan teknis telah diatasi untuk memastikan seluruh laporan (3 (tiga) laporan) telah berhasil di-upload dan lolos verifikasi serta memperoleh/mencetak tanda terima. 3. PERIODE LAPORAN (PL) a. Laporan LLD disampaikan secara berkala setiap bulan. b. Data… 12 b. Data yang disampaikan dalam PL mencakup data transaksi LLD yang dilakukan sejak tanggal 1 sampai dengan akhir bulan dan data posisi LLD akhir bulan. 4. BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN (BWPL) DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN (BWPKL) a. Laporan LLD disampaikan sebagai berikut: 1) Laporan LLD secara online wajib disampaikan paling lama tanggal 10 pukul 24.00 Waktu Indonesia Barat (WIB) setelah berakhirnya PL. 2) Apabila hari terakhir penyampaian Laporan LLD secara online jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, BWPL tidak berubah. Contoh penyampaian laporan secara online di Provinsi Papua Barat: Laporan LLD PL Oktober 2012 disampaikan paling lama hari Sabtu, tanggal 10 November 2012 pukul 24.00 WIB atau hari Minggu, tanggal 11 November 2012 pukul 02.00 Waktu Indonesia Timur (WIT). 3) Apabila terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari terakhir penyampaian Laporan LLD secara online, pelaporan disampaikan sebagai berikut: a) Jika gangguan teknis dapat diatasi sebelum pukul 24.00 WIB maka penyampaian Laporan LLD dilakukan secara online. b) Jika gangguan teknis belum dapat diatasi sampai dengan pukul 24.00 WIB maka penyampaian Laporan LLD dilakukan pada Hari Kerja berikutnya secara: (1) online jika gangguan teknis telah dapat diatasi; atau (2) offline … 13 (2) offline dalam Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat jika gangguan teknis belum dapat diatasi. Contoh penyampaian laporan secara offline di Provinsi Nusa Tenggara Barat: Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada hari Jum’at, tanggal 10 Agustus 2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB atau hari Sabtu, tanggal 11 Agustus 2012, pukul 01.00 Waktu Indonesia Tengah (WITA). Laporan LLD wajib disampaikan pada hari Senin, tanggal 13 Agustus 2012 secara online. Apabila gangguan teknis masih berlangsung pada tanggal 13 Agustus 2012, pelaporan wajib dilakukan secara offline dalam Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat. b. Koreksi terhadap Laporan LLD disampaikan sebagai berikut: 1) Koreksi terhadap Laporan LLD secara online harus disampaikan paling lama tanggal 15 pukul 24.00 WIB setelah berakhirnya PL. Contoh penyampaian koreksi: Perusahaan Sekuritas melaporkan kepemilikan deposito pada bank di Singapura pada laporan aset lainnya pada bukan Penduduk untuk PL Oktober 2012 pada tanggal 7 November 2012. Berdasarkan konfirmasi Bank Indonesia, selain memiliki deposito, ternyata perusahaan juga memiliki simpanan (pooling account) pada grup perusahaan di Hong Kong yang belum dilaporkan. Sehubungan dengan hal tersebut, pada tanggal 9 November 2012 perusahaan menyampaikan koreksi laporan aset lainnya pada bukan Penduduk. Selanjutnya karena terdapat kesalahan pada pengisian jangka waktu simpanan (pooling account), pada tanggal 12 November 2012 perusahaan mengirimkan kembali koreksi laporan tersebut. 2) Apabila … 14 2) Apabila hari terakhir penyampaian koreksi Laporan LLD secara online jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, BWPKL tidak berubah. Contoh penyampaian koreksi laporan secara online di Provinsi Kalimantan Timur: Koreksi Laporan LLD PL Agustus 2012 disampaikan paling lama hari Sabtu, tanggal 15 September 2012 pukul 24.00 WIB atau hari Minggu, tanggal 16 September 2012 pukul 01.00 WITA. 3) Apabila terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari terakhir penyampaian koreksi Laporan LLD secara online, maka koreksi Laporan LLD disampaikan sebagai berikut: a) Jika gangguan teknis dapat diatasi sebelum pukul 24.00 WIB maka penyampaian koreksi Laporan LLD dilakukan secara online. b) Jika gangguan teknis belum dapat diatasi sampai dengan pukul 24.00 WIB maka penyampaian koreksi Laporan LLD dilakukan pada Hari Kerja berikutnya secara: (1) online jika gangguan teknis telah dapat diatasi; atau (2) offline dalam Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat jika gangguan teknis belum dapat diatasi. Contoh penyampaian koreksi laporan secara offline di Provinsi Sulawesi Barat: Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada hari Sabtu, tanggal 15 September 2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB atau hari Minggu, tanggal 16 September 2012 pukul 01.00 WITA. Koreksi terhadap Laporan LLD harus disampaikan paling lama hari Senin, tanggal 17 September 2012 secara online … 15 online. Apabila gangguan teknis masih berlangsung pada 17 September 2012, pelaporan dilakukan secara offline dalam Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat. 5. MASA KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN LAPORAN (MKPL) a. MKPL adalah masa setelah berakhirnya BWPL sebagaimana dimaksud pada butir 4.a sampai dengan akhir bulan pukul 24.00 WIB. b. Apabila batas akhir MKPL jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka batas akhir MKPL tidak berubah. Contoh Batas akhir MKPL di Provinsi Lampung: Batas akhir MKPL untuk Laporan LLD PL Agustus 2012 adalah hari Minggu, tanggal 30 September 2012 pukul 24.00 WIB. c. Apabila pada batas akhir MKPL terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia, maka batas akhir MKPL: 1) Tidak berubah, jika gangguan teknis dapat diatasi sebelum pukul 24.00 WIB. 2) Berubah menjadi pada Hari Kerja berikutnya, jika gangguan teknis belum dapat diatasi sampai dengan pukul 24.00 WIB. Contoh: Laporan LLD perusahaan di Provinsi Sumatera Utara. Gangguan teknis terjadi pada hari Jum’at, tanggal 31 Agustus 2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB, maka MKPL untuk PL Juli 2012 berakhir pada hari Senin, tanggal 3 September 2012 . d. Dalam hal batas akhir MKPL berubah menjadi pada Hari Kerja berikutnya sebagaimana dimaksud pada butir c.2 maka penyampaian Laporan … 16 Laporan LLD dilakukan secara offline dalam Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat. Contoh: Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam contoh butir c.2 maka penyampaian Laporan LLD PL Juli 2012 dilakukan secara offline hari Senin, tanggal 3 September 2012 dalam Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat. 6. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN LLD a. Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD apabila sampai dengan batas akhir MKPL sebagaimana dimaksud pada angka 5, Bank Indonesia belum menerima Laporan LLD dari Pelapor. b. Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf a tetap harus menyampaikan Laporan LLD secara offline. 7. PENELITIAN KEBENARAN LAPORAN a. Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap kebenaran Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD Pelapor. b. Penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain. c. Bank Indonesia dapat menyampaikan surat permintaan informasi, bukti pembukuan, catatan, dan dokumen lain. d. Pelapor harus menyampaikan informasi, bukti pembukuan, catatan, dan dokumen lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada huruf c paling lama 14 (empat belas) Hari Kerja sejak tanggal diterimanya surat permintaan. e. Dalam … 17 e. Dalam hal Pelapor tidak menindaklanjuti surat permintaan dengan penyampaian bukti-bukti sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf d, maka Laporan LLD yang disampaikan Pelapor kepada Bank Indonesia dinyatakan tidak benar. 8. PERUBAHAN ALAMAT PELAPOR LLD a. Dalam hal Pelapor pindah alamat dari wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) ke wilayah kerja Kantor Bank Indonesia (KBI) atau sebaliknya, Pelapor harus terlebih dahulu menyampaikan surat pemberitahuan ke KPBI dengan tembusan kepada KBI yang akan dituju atau KBI yang sebelumnya menerima Laporan LLD. b. Dalam hal Pelapor pindah alamat dari satu wilayah kerja KBI ke wilayah kerja KBI lainnya, Pelapor harus terlebih dahulu menyampaikan surat pemberitahuan ke KBI yang sebelumnya menerima Laporan LLD dari Pelapor dengan tembusan kepada KPBI dan KBI yang akan dituju. c. Dalam hal Pelapor pindah alamat namun tetap dalam wilayah kerja KPBI atau KBI, Pelapor harus terlebih dahulu menyampaikan surat pemberitahuan ke KPBI atau KBI setempat. VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. LAPORAN TIDAK BENAR a. Pelapor yang menyampaikan Laporan LLD tidak benar dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap baris (record) yang tidak benar dengan denda paling banyak sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). b. Yang dimaksud dengan setiap baris (record) yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada huruf a pada laporan rekening giro di bank luar negeri dan laporan transaksi perdagangan barang, jasa, dan transaksi … 18 transaksi lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk adalah jika pada baris (record) transaksi yang bersangkutan terdapat satu atau lebih kolom (field) yang diisi secara tidak lengkap dan/atau tidak akurat. Contoh laporan rekening giro di bank luar negeri: Perusahaan Y di Indonesia membayar pembelian barang melalui rekening gironya pada bank di Singapura (SG) sebesar USD150.000 (seratus lima puluh ribu Dolar US) kepada perusahaan afiliasi- pemegang saham non SPV di India (IN). Rekening giro perusahaan menggunakan valuta USD dengan saldo awal rekening giro pada bulan tersebut adalah USD2.000.000 (dua juta Dolar US) dan mutasi selama bulan tersebut hanya pembayaran pembelian barang tersebut di atas. Perusahaan Y menyampaikan Laporan LLD sebagai berikut: 1) Saldo laporan rekening giro di luar negeri berupa negara domisili (SG), jenis valuta (USD), saldo awal (2.000.000) dan saldo akhir (1.985.000). Sandi No Rek OA Val Domisili Aw Ak 1 21111 USD SG 2000000 1985000 2) Transaksi laporan rekening giro di luar negeri, berupa sandi jenis transaksi impor (101100T), sandi negara mitra transaksi (ID), sandi hubungan keuangan (12), dan nilai transaksi (15.000). Tgl Sandi Sandi No Rek LN Neg Trans Trans Keu Hub Neg Penerima / Pembayar 1 21111 101100T 20120710 ID 12 ID 15000 Nilai Berdasarkan contoh tersebut terdapat kesalahan pengisian yaitu: Jns Neg Saldo Saldo 1) Saldo … 19 1) Saldo akhir pada laporan rekening giro yang diisi 1.985.000 seharusnya 1.850.000. Sandi No Rek OA Val Domisili Aw Ak 1 21111 USD SG 2000000 1850000 2) Transaksi pada laporan rekening giro: a) Sandi jenis transaksi impor yang diisi 101100T seharusnya 201200T. b) Nilai transaksi yang diisi 15.000 seharusnya 150.000. c) Negara mitra transaksi yang diisi ID seharusnya IN. Neg No Sandi Rek LN Sandi Trans Tgl Trans Neg 1 21111 201200T 20120710 IN Hub Keu 12 Penerima / Pembayar Nilai IN 150000 Laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu) baris (record). Perusahaan Y dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk 1 (satu) kesalahan tersebut. Contoh laporan transaksi perdagangan barang, jasa, dan transaksi lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk: Dalam rangka impor, perusahaan C di Indonesia menggunakan sarana transportasi laut milik Australia dengan biaya senilai AUD100.000 (seratus ribu Dolar Australia). Perusahaan C menyampaikan laporan transaksi perdagangan barang, jasa, dan transaksi lainnya antara Penduduk dan Bukan Penduduk meliputi sandi jenis transaksi (102501T- Jasa penunjang transportasi laut), sandi negara mitra transaksi (AU), sandi hubungan keuangan (41), jenis valuta (USD), dan nilai transaksi (100.000). No … Jns Neg Saldo Saldo 20 No Jns Trans Neg Hub Keu Jns Val Nilai No Ref 1 102501T AU 41 USD 100000 1 Berdasarkan contoh tersebut terdapat kesalahan pengisian yaitu: a) sandi jenis transaksi yang diisi 102501T (Jasa penunjang transportasi laut) seharusnya 202201T (Jasa transportasi barang dalam rangka ekspor dan impor menggunakan transportasi laut), b) jenis valuta yang diisi USD seharusnya AUD. Jns No Trans Neg Hub Keu 1 202201T AU 41 Jns Val Nilai No Ref AUD 100000 1 Laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu) baris (record) dan dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk kesalahan tersebut. c. Yang dimaksud dengan setiap baris (record) yang tidak benar sebagaimana dimaksud pada huruf a pada laporan selain laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b adalah jika pada baris (record) posisi yang bersangkutan terdapat satu atau lebih kolom (field) yang diisi secara tidak lengkap dan/atau tidak akurat. Contoh laporan piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk: Perusahaan D di Indonesia melakukan ekspor dengan jangka waktu pembayaran 16 bulan kepada perusahaan satu grup di Thailand senilai USD100.000 (seratus ribu Dolar US). Kegiatan tersebut menyebabkan posisi piutang berjangka waktu 16 bulan kepada buyer tersebut menjadi USD900.000 (sembilan ratus Dolar US). Perusahaan D menyampaikan Laporan LLD sebagai berikut: 1) Posisi piutang dagang atau usaha dengan jangka waktu “12” (jangka pendek), negara mitra “TH” (Thailand), sektor institusi ”9500” … 21 “9500” (perusahaan), hubungan keuangan “31” (grup), jenis valuta “USD” (US Dollar), dan nilai posisi akhir “900.000”. Jk No Wkt Neg Sekt Inst Hub Keu Jns Val No Doc 1 12 TH 9500 31 USD 1705201200 1123456789 Saldo Aw Saldo Ak 825000 900000 2) Transaksi piutang dagang atau usaha kepada bukan penduduk dengan nilai debit “75.000”. No Wkt Jk Neg Sekt Inst Hub Keu Jns Val No Doc 1 12 TH 9500 31 USD 1705201200 1123456789 Sandi Trans Cara byr Bank DN Bank LN Tgl Trans 140001A RLN - 21111 20120831 75000 Berdasarkan contoh tersebut terdapat kesalahan pengisian yaitu: 1) Jangka waktu piutang dagang atau usaha kepada bukan penduduk yang diisi “12” (jangka pendek) seharusnya “11” (jangka panjang). No Jk Wkt Neg Sekt Inst Hub Keu Jns Val No Doc 1 11 TH 9500 31 USD 1705201200 1123456789 Saldo Aw Saldo Ak 825000 925000 2) Nilai debit transaksi piutang dagang atau usaha kepada bukan penduduk yang diisi “75.000” seharusnya “100.000”. No Jk Wkt Neg Sekt Inst Hub Keu Jns Val No Doc 1 11 TH 9500 31 USD 1705201200 1123456789 Sandi Trans Cara byr Bank DN Bank LN Tgl Trans 140001A RLN - 21111 20120831 100000 Laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu) baris (record) dan dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk kesalahan tersebut. 2. TERLAMBAT MENYAMPAIKAN LAPORAN LLD a. Pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan LLD dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap hari … Nilai Nilai 22 hari keterlambatan dengan denda paling banyak sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). b. Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai dari hari setelah berakhirnya BWPL sampai dengan tanggal diterimanya Laporan LLD oleh Bank Indonesia dalam MKPL sebagaimana dimaksud pada butir V.5. Contoh keterlambatan laporan online: Laporan tanah dan bangunan di luar negeri untuk PL Januari 2012 diterima Bank Indonesia pada tanggal 29 Februari 2012. Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 19 (sembilan belas) hari dan dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). c. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia dan Pelapor menyampaikan Laporan LLD secara offline, Laporan LLD yang disampaikan pada akhir BWPL setelah Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat dianggap mengalami keterlambatan selama 1 (satu) hari. Contoh keterlambatan laporan offline di Provinsi Sulawesi Utara: Terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari Rabu, tanggal 10 Oktober 2012 yang belum dapat diatasi sampai dengan hari Kamis, tanggal 11 Oktober 2012 . Laporan transaksi perdagangan barang dan jasa serta transaksi lainnya untuk PL September 2012 secara offline melalui CD diterima Bank Indonesia pada tanggal 11 Oktober 2012 pukul 19.00 WITA. Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 1 (satu) hari karena laporan diterima setelah Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat berakhir sehingga dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 3. TIDAK … 23 3. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN LLD a. Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan LLD sampai dengan berakhirnya MKPL sebagaimana dimaksud pada butir V.5 dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). Contoh tidak menyampaikan laporan di Provinsi Kalimantan Selatan: Laporan rekening giro di bank luar negeri untuk PL Januari 2012 belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 29 Februari 2012, maka Pelapor dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). b. Sanksi yang berlaku pada huruf a tidak menghilangkan kewajiban Pelapor untuk menyampaikan Laporan LLD. c. Bagi Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan LLD selama 6 (enam) PL berturut-turut, selain dikenai denda sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pelapor juga dikenai surat teguran dari Bank Indonesia dengan tembusan kepada instansi yang terkait. 4. PENGENAAN SANKSI DENDA a. Pengenaan sanksi bagi Pelapor sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, dan angka 3 dilakukan dengan surat penetapan sanksi denda secara tertulis dari Bank Indonesia dengan tembusan kepada Kantor Kas Negara. b. Surat penetapan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada huruf a didahului dengan surat pemberitahuan sanksi denda. c. Surat penetapan sanksi secara tertulis dari Bank Indonesia antara lain mencantumkan jenis pelanggaran dan besarnya denda yang harus dibayar. 5. PEMBAYARAN … 24 5. PEMBAYARAN SANKSI DENDA a. Pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, dan angka 3 disetorkan ke rekening Kas Negara yang terdapat pada Bank Indonesia. b. Pelapor harus memberikan tembusan bukti pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada Bank Indonesia paling lama: 1) Untuk Laporan Tidak Benar, yaitu akhir bulan berikutnya setelah surat penetapan sanksi diterima oleh Pelapor. Contoh: Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia dan sesuai pengakuan Pelapor, terdapat 5 baris (record) dalam Laporan LLD PL Agustus 2012 yang tidak benar. Atas ketidakbenaran tersebut, Bank Indonesia menyampaikan surat penetapan sanksi denda yang diterima Pelapor pada tanggal 25 September 2012. Untuk itu, Pelapor harus menyetor sanksi denda ketidakbenaran laporan ke rekening Kas Negara yang terdapat pada Bank Indonesia dan menyampaikan tembusan bukti penyetoran denda tersebut ke Bank Indonesia paling lama tanggal 31 Oktober 2012. 2) Untuk Laporan Terlambat, yaitu akhir bulan berikutnya setelah surat penetapan sanksi diterima oleh Pelapor. Contoh: Perusahaan terlambat menyampaikan Laporan LLD untuk PL Maret 2012 yaitu pada tanggal 17 April 2012. Atas keterlambatan tersebut, Bank Indonesia menyampaikan surat penetapan sanksi denda keterlambatan Laporan LLD yang diterima Pelapor pada tanggal 25 April 2012. Pelapor harus menyetor sanksi denda keterlambatan ke rekening Kas Negara yang terdapat pada Bank Indonesia dan menyampaikan tembusan bukti penyetoran denda tersebut ke Bank Indonesia paling lama tanggal 31 Mei 2012. 3) Untuk … 25 3) Untuk Tidak Menyampaikan Laporan, yaitu pada akhir bulan yang sama dengan diterimanya surat penetapan sanksi oleh Pelapor. Contoh: Perusahaan belum menyampaikan Laporan LLD untuk PL Januari 2012 sampai dengan tanggal 29 Februari 2012. Bank Indonesia menyampaikan surat penetapan sanksi denda keterlambatan Laporan LLD yang diterima Pelapor pada tanggal 1 Maret 2012. Selanjutnya Pelapor harus menyetor sanksi denda dimaksud ke rekening Kas Negara yang terdapat pada Bank Indonesia dan menyampaikan tembusan bukti penyetoran denda tersebut ke Bank Indonesia paling lama tanggal 31 Maret 2012. c. Apabila Bank Indonesia belum menerima tembusan bukti pembayaran sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada huruf b maka Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan kepada Kantor Kas Negara dengan tembusan kepada Pelapor. VII. PENYAMPAIAN LAPORAN DALAM KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE) 1. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) selama satu periode penyampaian laporan atau lebih, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan LLD. Contoh: Pada bulan Agustus 2012 wilayah tempat kedudukan Pelapor mengalami banjir besar yang mengakibatkan perusahaan tidak dapat beroperasi selama 12 (dua belas) hari, sejak tanggal 2 sampai dengan tanggal 13 Agustus 2012. Akibat terjadinya banjir tersebut, Pelapor dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan LLD untuk PL Juli 2012. 2. Pelapor … 26 2. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) kurang dari satu periode penyampaian laporan, dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan LLD dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir V.4. Contoh: Pada tanggal 5 sampai dengan 8 November 2012 terjadi aksi demo seluruh karyawan perusahaan yang mengakibatkan perusahaan tidak dapat beroperasi. Akibat terjadinya demo tersebut, Pelapor dapat menyampaikan Laporan LLD untuk PL Oktober 2012 setelah BWPL dan tidak dikenai denda. 3. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) harus segera menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan disertai penjelasan mengenai keadaan memaksa (force majeure) yang dialami. 4. Penjelasan secara tertulis paling kurang memuat: a. jenis keadaan memaksa (force majeure) dengan melampirkan surat keterangan yang dibenarkan oleh penguasa atau pejabat dari instansi terkait di daerah setempat; b. dampak terhadap Pelaporan LLD; dan c. perkiraan lamanya keadaan memaksa (force majeure). 5. Pelapor dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa (force majeure) melalui kantor pusat Pelapor, kantor cabang Pelapor, atau pihak lain yang ditunjuk Pelapor. 6. Pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa (force majeure) yang terjadi selama satu periode penyampaian laporan atau lebih, harus disampaikan untuk setiap periode sampai dengan berakhirnya keadaan memaksa (force majeure). Contoh … 27 Contoh: Daerah tempat kedudukan Pelapor mengalami gempa bumi dan tidak dapat beroperasi selama beberapa bulan. Atas kondisi tersebut, kantor cabang Pelapor di daerah lain menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa (force majeure) kepada kantor Bank Indonesia. Surat Pemberitahuan tersebut harus disampaikan setiap bulan selama Pelapor belum dapat menyampaikan Laporan LLD. 7. Pelapor sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 wajib menyampaikan Laporan LLD setelah Pelapor kembali melakukan kegiatan operasional secara normal. 8. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) sebagaimana dimaksud pada angka 2 wajib menyampaikan Laporan LLD sampai dengan batas akhir MKPL. Contoh: Pada tanggal 8 Oktober 2012 kantor Pelapor mengalami kebakaran dan baru dapat beroperasi secara normal pada tanggal 10 Oktober 2012 sehingga mengakibatkan Pelapor tidak dapat menyampaikan Laporan LLD secara tepat waktu. Pelapor dapat menyampaikan Laporan LLD untuk PL September 2012 sampai dengan batas akhir MKPL pada tanggal 31 Oktober 2012. Apabila sampai dengan batas akhir MKPL pelapor tidak menyampaikan Laporan LLD, maka akan dikenai sanksi tidak menyampaikan Laporan LLD. VIII. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN DAN/ATAU KOREKSI LAPORAN OFFLINE, PERTANYAAN, SURAT, DAN INFORMASI LAINNYA Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD secara offline, surat, pertanyaan, dan informasi lainnya berkaitan dengan pelaporan diatur sebagai berikut: 1. Bagi … 28 1. Bagi Pelapor yang berkedudukan: a. di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten ditujukan kepada: Bank Indonesia Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Biro Neraca Pembayaran Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16 Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 b. di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi Banten ditujukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat sebagaimana terdapat dalam Pedoman Pelaporan Kegiatan LLD sebagaimana Lampiran 3. 2. Help Desk LLD: Telepon : 021-3817040, 021-3817041, 021-3817469, 021-3817606, 021-3817607, 0-800-1501969 (bebas pulsa), Faksimili : 021-3866063, 021-3501974, 0-800-1501829 (bebas pulsa), E-mail : lldlknb@bi.go.id, lldperusahaan@bi.go.id IX. KETENTUAN PERALIHAN 1. Khusus untuk data sampai dengan PL Desember 2011, Pelapor wajib menyampaikan Laporan LLD sebagaimana diatur pada angka IV Surat Edaran Bank Indonesia ini dan Laporan LLD sebagaimana diatur dalam ketentuan sebagai berikut: a. Surat Edaran Nomor 5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Nomor … 29 Nomor 9/9/DSM tanggal 9 April 2007 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan. b. Surat Edaran Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Lembaga Keuangan Non Bank sebagaimana telah diubah terakhir dengan Surat Edaran Nomor 9/34/DSM tanggal 18 Desember 2007 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Lembaga Keuangan Non Bank. 2. Untuk data PL bulan Juni 2011 yang disampaikan pada bulan Juli 2011 sampai dengan data PL bulan Juni 2012 yang disampaikan pada bulan Juli 2012, BWPL LLD paling lama tanggal 15 bulan berikutnya dan BWPKL LLD paling lama tanggal 20 bulan berikutnya. X. PENUTUP 1. Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka VI mulai berlaku untuk data PL bulan Januari 2012 yang disampaikan pada bulan Februari 2012. 2. Ketentuan mengenai BWPL LLD dan BWPKL LLD sebagaimana dimaksud pada butir V.4 mulai berlaku untuk Laporan LLD dan koreksi Laporan LLD data PL bulan Juli 2012 yang disampaikan pada bulan Agustus 2012. 3. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka: a. Surat Edaran Nomor 5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan; b. Surat … 30 b. Surat Edaran Nomor 9/9/DSM tanggal 9 April 2007 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan; c. Surat Edaran Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Lembaga Keuangan Non Bank; d. Surat Edaran Nomor 5/1/DSM tanggal 30 Januari 2003 perihal Perubahan atas Surat Edaran Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Lembaga Keuangan Non Bank; dan e. Surat Edaran Nomor 9/34/DSM tanggal 18 Desember 2007 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Lembaga Keuangan Non Bank, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak data PL bulan Januari 2012 yang disampaikan bulan Februari 2012. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 15 Agustus 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARTADI A. SARWONO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/21/DSM|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Lembaga Bukan Bank </reg_title> <set_date> 15 Agustus 2011 </set_date> <effective_date> 15 Agustus 2011 </effective_date> <replaced_reg> '5/24/DSM|SE-BI/2003', '9/9/DSM|SE-BI/2007', '3/14/DSM|SE-BI/2001', '5/1/DSM|SE-BI/2003', '9/34/DSM|SE-BI/2007' </replaced_reg> <related_reg> '13/15/PBI/2011' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 4/ 20 /DPM Jakarta, 18 November 2002 SURAT EDARAN Perihal : Tata Cara Penerbitan, Perdagangan dan Penatausahaan Sertifikat Bank Indonesia Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/ 9 / PBI/2002 tanggal 18 November 2002 perihal Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4243) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/ 10 / PBI/2002 tanggal 18 November 2002 perihal Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4244), dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai tata cara penerbitan, perdagangan Sertifikat Bank Indonesia sebagai berikut: dan penatausahaan I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha perbankan konvensional; 2. Operasi ….. 2 2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter; 3. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek; 4. Lelang SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter; 5. Pialang adalah pialang pasar uang dan perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia; 6. Stop-out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto tertinggi yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target kuantitas SBI yang akan dijual Bank Indonesia; 7. Automatic Bidding System yang selanjutnya disebut ABS adalah sistem penawaran dana dan surat berharga dari Bank atau Pialang dalam rangka OPT secara on-line dan real time; 8. Transaksi SBI yang dilakukan secara Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut SBI-Repo adalah SBI yang dijual secara bersyarat berupa kewajiban membeli kembali oleh pihak penjual sesuai dengan harga dan jangka waktu yang ditetapkan; 9. Transaksi SBI secara Outright yang selanjutnya disebut SBI-Outright adalah transaksi pembelian atau penjualan SBI secara lepas atau putus tanpa kewajiban untuk menjual atau membeli kembali; 10. Rekening Penatausahaan SBI adalah rekening surat berharga yang digunakan untuk mencatat kepemilikan SBI di Central Registry, terdiri dari Rekening Perdagangan SBI dan Rekening Agunan SBI; 11. Rekening ….. 3 11. Rekening Perdagangan SBI adalah rekening surat berharga yang digunakan untuk menampung pencatatan kepemilikan SBI yang dapat diperdagangkan. 12. Rekening Agunan SBI adalah rekening surat berharga yang digunakan untuk menampung pencatatan kepemilikan SBI yang diagunkan. 13 Rekening Giro adalah rekening dana Rupiah milik Bank di Bank Indonesia; 14. Bank Indonesia-Sistem Penatausahaan SBI yang selanjutnya disebut BI- SPS adalah sistem yang dikelola oleh Bank Indonesia untuk penyelesaian transaksi yang mencakup Penyelesaian Pembayaran dan Penyelesaian Surat Berharga, serta pencatatan kepemilikan SBI; 15. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah mekanisme penyelesaian transaksi melalui Penyelesaian Surat Berharga yang dilakukan bersamaan dengan Penyelesaian Pembayaran di dalam BI-SPS; 16. Free of Payment yang selanjutnya disebut FoP adalah mekanisme penyelesaian transaksi dimana Penyelesaian Surat Berharga yang dilakukan di dalam BI-SPS, sedangkan Penyelesaian Pembayaran dilakukan di luar BI-SPS; 17. Penyelesaian Surat Berharga (securities settlement) adalah perpindahan kepemilikan surat berharga dari pihak penjual ke pihak pembeli dalam Rekening Perdagangan SBI masing-masing pihak sesuai perintah pemindahan dari pihak penjual; 18. Penyelesaian Pembayaran (fund settlement) adalah perpindahan dana dari pihak pembeli ke pihak penjual surat berharga dalam Rekening Giro masing-masing pihak sesuai perintah pembayaran dari pihak pembeli; 19. Book Entry Registry yang selanjutnya disebut BER adalah suatu sistem pencatatan kepemilikan Surat Berharga tanpa warkat (scripless) yang dilakukan dalam suatu jurnal secara elektronis; 20. Central….. 4 20. Central Registry adalah fungsi yang dilakukan oleh Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang-Direktorat Pengelolaan Moneter (PTPU-DPM), Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, untuk melakukan pencatatan kepemilikan surat berharga dengan menggunakan BER untuk kepentingan Bank dan Sub-Registry; 21. Sub-Registry adalah fungsi yang dilakukan oleh Bank atau pihak bukan Bank yang ditunjuk Bank Indonesia untuk melakukan pencatatan kepemilikan surat berharga dengan menggunakan Book Entry Registry (BER) untuk kepentingan nasabah non-bank pembeli / pemilik SBI; 22. Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga yang selanjutnya disebut KPS adalah bukti pencatatan kepemilikan SBI yang diterbitkan oleh Central Registry; 23. Surat Keterangan Surat Berharga Yang Diagunkan yang selanjutnya disebut SKSD adalah bukti pengagunan SBI yang diterbitkan oleh Central Registry; 24. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana secara elektronik antar Bank dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan per transaksi secara individual sesuai dengan ketentuan yang berlaku. II. PENERBITAN SBI A. Karakteristik 1. SBI memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah). 2. Jangka waktu SBI terdiri dari 1 (satu) bulan, 2 (dua) bulan, 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, dan 12 (dua belas) bulan, yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan ….. 5 dengan tanggal jatuh tempo. Perhitungan jangka waktu SBI sebagaimana contoh pada lampiran 1. 3. Perhitungan diskonto SBI dilakukan atas dasar rumus diskonto murni (true discount) sebagai berikut: Nilai Nominal x 360 Nilai Tunai = --------------------------------------------------------- 360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)} Nilai Diskonto = Nilai Nominal - Nilai Tunai Perhitungan Nilai Diskonto SBI sebagaimana contoh pada lampiran 2. 4. SBI diterbitkan tanpa warkat SBI (scripless). 5. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder. B. Prinsip dan Persyaratan 1. SBI diterbitkan melalui mekanisme lelang. 2. Lelang SBI dilakukan berdasarkan target kuantitas dengan memperhatikan tingkat suku bunga/diskonto yang terjadi. 3. Lelang SBI dilaksanakan setiap hari Rabu, atau pada hari kerja berikutnya atau hari kerja lain apabila hari Rabu adalah hari libur. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat mengadakan lelang SBI tambahan pada hari kerja lain. 4. Jatuh waktu SBI ditetapkan jatuh pada hari Kamis atau hari kerja berikutnya apabila hari Kamis adalah hari libur. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat menetapkan jatuh waktu pada hari kerja lain. 5. Bank Indonesia mengumumkan rencana target kuantitas lelang berupa target indikatif selambat-lambatnya pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang SBI melalui sarana ABS dan atau Pusat Informasi ….. 6 Informasi Pasar Uang (PIPU) dan atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia. 6. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran lelang SBI adalah sarana ABS. 7. Pihak yang dapat mengikuti lelang SBI yang selanjutnya disebut Peserta Lelang (bidder) dibedakan menjadi: a. Peserta Langsung yaitu Bank dan Pialang yang telah memiliki sarana ABS dan melakukan transaksi langsung Indonesia dalam lelang SBI dengan ketentuan: 1) Bank untuk kepentingan sendiri dan atau Bank lain; 2) Pialang untuk kepentingan pihak lain (Bank). b. Peserta Tidak Langsung yaitu Bank yang tidak memiliki sarana ABS. 8. Peserta Langsung wajib menyampaikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) nama pejabat yang berwenang (authorized dealer) untuk melakukan transaksi lelang SBI dan User Unique Identification (UUID) dari masing-masing pejabat yang bersangkutan kepada Bagian Operasi Pasar Uang (OPU), Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM), Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, dengan menggunakan Formulir 1.a sebagaimana contoh pada lampiran 3-a. 9. Dalam hal terjadi perubahan pejabat yang berwenang (authorized dealer) dan atau UUID sebagaimana dimaksud pada angka 8, Peserta Langsung wajib melaporkan perubahan tersebut kepada Bagian OPU yang memuat 3 (tiga) nama pejabat yang berwenang dan UUID-nya, dengan menggunakan Formulir 1.b sebagaimana contoh pada lampiran 3-b. Laporan dimaksud wajib disampaikan ke Bank Indonesia selambat- lambatnya ….. dengan Bank 7 lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum pejabat yang bersangkutan melakukan transaksi lelang SBI. 10. Peserta Langsung wajib menjaga keamanan penggunaan UUID serta bertanggung jawab penuh atas transaksi lelang SBI yang diajukan kepada Bank Indonesia. 11. Sebelum melakukan transaksi SBI, Bank dan Pialang wajib menandatangani Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud lampiran 4 yang menyatakan tunduk dan mengikatkan diri pada segala ketentuan yang terkait dengan transaksi SBI yang diberlakukan oleh Bank Indonesia. 12. Pihak yang melakukan transaksi SBI wajib memiliki Rekening Penatausahaan SBI dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bank yang berfungsi sebagai Sub-Registry wajib memiliki dua Rekening Penatausahaan SBI di Central Registry, masing-masing untuk kepentingan sendiri dan untuk kepentingan pihak lain (Sub- Registry); b. Bank yang tidak berfungsi sebagai Sub-Registry wajib memiliki satu Rekening Penatausahaan SBI di Central Registry untuk kepentingan sendiri; c. Pihak bukan Bank yang berfungsi sebagai Sub-Registry wajib memiliki satu Rekening Penatausahaan SBI di Central Registry untuk kepentingan pihak lain; d. Pihak lain wajib memiliki Rekening Penatausahaan SBI di Sub- Registry. 13. Tata cara pembukaan Rekening Penatausahaan SBI di Central Registry dilakukan sebagaimana diatur dalam Romawi V butir A, sedangkan tata cara ….. dalam 8 cara pembukaan Rekening Penatausahaan SBI di Sub-Registry diatur oleh masing-masing Sub-Registry yang bersangkutan. 14. Bank wajib memiliki saldo yang mencukupi pada Rekening Giro untuk penyelesaian transaksi SBI di pasar perdana dengan ketentuan: a. Bank yang mengajukan penawaran langsung bertanggung jawab terbatas pada jumlah SBI untuk kepentingan sendiri; dan b. Bank yang mengajukan penawaran melalui Bank lain atau Pialang bertanggung jawab atas jumlah SBI yang diajukan untuk kepentingan Bank yang bersangkutan. 15. Penyelesaian transaksi Lelang SBI di pasar perdana dilaksanakan pada hari kerja berikutnya setelah hari pelaksanaan lelang SBI (one-day settlement). C. Tata Cara Pelaksanaan Lelang SBI 1. Pada hari pelaksanaan Lelang SBI, Peserta Langsung mengajukan penawaran lelang melalui sarana ABS dari pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB kepada Bagian OPU. 2. Penawaran lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas dilakukan oleh: a. Kantor Pusat Bank: 1) bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); 2) bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia (KBI) namun tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI. b. Kantor ….. 9 b. Kantor cabang Bank yang berada di wilayah kerja KPBI, bagi bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI. Penunjukan kantor cabang Bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bagian OPU selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum transaksi SBI dan tetap berlaku sampai ada surat pencabutan penunjukan dimaksud. c. Pialang. 3. Bank yang tidak memiliki ABS dapat mengikuti lelang SBI sebagai Peserta Tidak Langsung dengan mengajukan penawaran melalui Peserta Langsung sebagaimana dimaksud dalam butir B.7.a. di atas. Bank dimaksud wajib menyampaikan konfirmasi kepada Bagian OPU selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) menit setelah jam penutupan lelang melalui Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau telepon yang ditegaskan dengan faksimili dengan menggunakan formulir sebagaimana terlampir dalam lampiran 5. 4. Bank atau Pialang yang mengajukan penawaran lelang untuk kepentingan pihak lain (Bank) wajib menyampaikan Daftar Rincian Permohonan Lelang SBI kepada Bagian OPU selambat-lambatnya 15 (lima belas) menit setelah jam penutupan lelang dengan menggunakan format sebagaimana terlampir dalam lampiran 7 melalui sarana electronic mail (email) ABS. 5. Penawaran lelang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 mencakup penawaran kuantitas dan tingkat diskonto menurut jangka waktu dengan ketentuan sebagai berikut: a. pengajuan penawaran kuantitas dari masing-masing Bank dan Pialang sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) unit atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan selebihnya dengan kelipatan ….. 10 kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); b. penawaran tingkat diskonto diajukan dengan kelipatan 0,0625% (enam ratus dua puluh lima per satu juta). 6. Bank atau Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran lelang SBI yang diajukan, dan Pialang dilarang mengajukan penawaran lelang untuk kepentingan diri sendiri. 7. Peserta Lelang SBI yang telah mengajukan penawaran dilarang membatalkan penawarannya. 8. Penetapan pemenang Lelang SBI dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal penawaran tingkat diskonto lebih rendah dari SOR, Peserta Lelang yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran kuantitas SBI yang diajukan; b. dalam hal penawaran tingkat diskonto sama dengan SOR, Peserta Lelang yang bersangkutan dapat memperoleh seluruh penawaran kuantitas SBI yang diajukan atau sebagian dari penawaran kuantitas SBI sebesar hasil perhitungan secara proporsional. Contoh perhitungan penetapan pemenang lelang SBI disajikan dalam Lampiran 6. 9. Bank Indonesia dapat menyesuaikan realisasi kuantitas hasil Lelang SBI atau membatalkan seluruh kuantitas hasil Lelang SBI dalam hal SOR yang akan terbentuk dari hasil Lelang SBI terkait dengan target kuantitas berada di luar batas kewajaran. 10. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang berupa kuantitas keseluruhan dan rata-rata tertimbang tingkat diskonto pemenang lelang melalui ….. 11 melalui sarana ABS, PIPU atau sarana lainnya pada hari pelaksanaan lelang selambat-lambatnya pukul 16.30 WIB. 11. Bank Indonesia memberitahukan hasil lelang berupa kuantitas dan tingkat diskonto SBI kepada Peserta Langsung yang memenangkan lelang SBI melalui sarana ABS pada hari pelaksanaan lelang. 12. Tata cara pengajuan Lelang SBI melalui sarana ABS mengikuti mekanisme dalam Standard Operating Procedure (SOP) ABS sebagaimana diatur dalam Lampiran 7. III. PERDAGANGAN SBI DI PASAR SEKUNDER A. Perdagangan SBI-Repo dengan Bank Indonesia 1. Prinsip dalam Perdagangan SBI-Repo dengan Bank Indonesia a. Bank Indonesia melakukan transaksi SBI secara Repo hanya dengan Bank. b. SBI yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia adalah SBI milik Bank yang bersangkutan dan memiliki sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 4 (empat) hari. c. Jumlah SBI milik Bank yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia sebanyak-banyaknya 25% dari rata-rata kuantitas SBI yang dimenangkan Bank untuk kepentingannya sendiri dalam 3 (tiga) kali lelang SBI terakhir yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Contoh perhitungan SBI yang dapat direpokan kepada Bank Indonesia terdapat dalam Lampiran 8. d. Jangka waktu Repo adalah 1 (satu) hari kerja. e. Tingkat ….. 12 e. Tingkat diskonto Repo adalah sebesar nilai tertinggi dari: 1) rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sesi pagi jangka waktu 1 (satu) hari pada 1 (satu) hari kerja sebelum transaksi ditambah 200 (dua ratus) basis points; atau 2) rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir ditambah 200 (dua ratus) basis points. Contoh perhitungan tingkat diskonto SBI-Repo sebagaimana terdapat pada Lampiran 9. f. Penyelesaian transaksi SBI-Repo dilaksanakan pada hari transaksi SBI-Repo (same-day settlement) melalui mekanisme DVP. g. Bank yang mengajukan transaksi SBI-Repo wajib memiliki saldo Rekening Perdagangan SBI yang mencukupi untuk keperluan penyelesaian transaksi SBI-Repo. 2. Tata Cara Transaksi SBI-Repo dengan Bank Indonesia a. Pada hari transaksi SBI-Repo, Bank mengajukan permohonan transaksi SBI-Repo melalui RMDS atau telepon yang ditegaskan dengan faksimili kepada Bagian OPU dari pukul 15.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. b. Permohonan transaksi SBI-Repo sebagaimana dimaksud dalam butir a di atas dilakukan oleh: 1) Kantor Pusat Bank: a) bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; b) bagi ….. 13 b) bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI namun tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI. 2) Kantor Cabang Bank yang berada di wilayah kerja KPBI, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI sebagaimana yang telah ditunjuk dalam transaksi lelang SBI dan tetap berlaku sampai ada surat pencabutan penunjukan dimaksud. c. Pengajuan transaksi SBI-Repo Bank selanjutnya ditegaskan dengan penyampaian Surat Permohonan Pemindahan Registrasi-Repo (SPPR-Repo) selambat-lambatnya sampai dengan pukul 17.30 waktu setempat dengan menggunakan formulir BER-13 sebagaimana contoh Lampiran 21. d. SPPR-Repo sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas disampaikan kepada: 1) Central Registry oleh: a) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; b) kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI. 2) Central Registry melalui KBI setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI. e. Dalam hal data dalam formulir SPPR-Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak lengkap dan atau salah, Bank Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Bank untuk dilengkapi dan atau diperbaiki dan selanjutnya disampaikan kembali selambat- lambatnya ….. 14 lambatnya pukul 17.30 waktu setempat. Permohonan transaksi SBI- Repo yang sudah disetujui namun tidak dilengkapi dengan SPPR- Repo yang disyaratkan dinyatakan batal. f. Pemberitahuan persetujuan atau penolakan atas pengajuan SBI- Repo disampaikan kepada Bank oleh Bagian OPU melalui sarana RMDS atau telepon yang ditegaskan dengan faksimili. B. Perdagangan SBI-Repo dan SBI-Outright Antar Bank/Sub-Registry 1. Prinsip dan tata cara pelaksanaan perdagangan SBI-Repo dan SBI- Outright antar Bank/Sub-Registry diserahkan pada kesepakatan para pelaku transaksi yang bersangkutan. 2. Penyelesaian transaksi SBI-Repo dan SBI-Outright antar Bank/Sub- Registry dapat dilakukan melalui Bank Indonesia. IV. SISTEM PENATAUSAHAAN SBI Bank Indonesia menatausahakan SBI dengan menggunakan BI-SPS yang terdiri dari sistem pencatatan kepemilikan SBI dan sistem penyelesaian transaksi yang terdiri dari Penyelesaian Pembayaran dan Penyelesaian Surat Berharga, termasuk pelunasan pokok SBI. A. Prinsip Pencatatan Kepemilikan SBI 1. Bank Indonesia melalui BI-SPS menatausahakan kepemilikan SBI baik yang diperoleh dari transaksi SBI di pasar perdana, maupun transaksi SBI di pasar sekunder yang meliputi transaksi SBI-Repo antara Bank dengan Bank Indonesia, transaksi SBI-Repo antar Bank/Sub-Registry serta transaksi SBI-Outright antar Bank/Sub-Registry. 2. Pencatatan ….. 15 2. Pencatatan kepemilikan SBI dilakukan oleh Bank Indonesia dengan prinsip two-tier system yang terdiri dari Central Registry dan Sub- Registry yang dilakukan dengan menggunakan sistem BER. 3. Kepemilikan SBI di Central Registry dan Sub-Registry dicatat dalam Rekening Penatausahaan SBI yang terdiri dari Rekening Perdagangan SBI dan Rekening Agunan SBI. 4. Sub-Registry tidak diperbolehkan untuk memelihara Rekening Penatausahaan SBI untuk kepentingan diri sendiri, pengurus, pemegang saham dan pengelola Sub-Registry termasuk manajemen dan pegawai pengelola Sub-Registry. 5. Nasabah non Bank yang membeli SBI di pasar sekunder termasuk yang melakukan transaksi repo wajib memiliki Rekening Penatausahaan SBI di Sub-Registry. Untuk nasabah dari bank bukan Sub-Registry, pembukaan Rekening Penatausahaan SBI di Sub-Registry dapat dilakukan melalui Bank yang bersangkutan. 6. Sub-Registry wajib memberitahukan kepada nasabah non bank yang memiliki Rekening Penatausahaan SBI bahwa yang dicatat dalam penatausahaan SBI di Sub-Registry adalah nama pemilik SBI 7. Sub-Registry wajib mencatat nama pemilik SBI dalam penatausahaan SBI. Dalam hal pemilik SBI adalah nasabah Bank lain, pencatatan nama pemilik SBI pada Sub-Registry dapat dilakukan dengan cara mencantumkan nama Bank qq. nama pemilik SBI yang bersangkutan. B. Prinsip Penyelesaian Transaksi SBI 1. Mekanisme penyelesaian transaksi SBI melalui BI-SPS dilakukan secara transaksi per transaksi (gross settlement) yang dapat dibedakan menjadi DVP dan FoP. 2. Bank ….. 16 2. Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi SBI untuk transaksi SBI di pasar perdana, transaksi SBI di pasar sekunder mencakup transaksi SBI-Repo dan transaksi SBI-Outright, serta pengagunan SBI. 3. Penyelesaian transaksi SBI di pasar perdana dan transaksi SBI-Repo antara Bank dengan Bank Indonesia dilakukan melalui mekanisme DVP. 4. Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi SBI di pasar sekunder baik secara DVP maupun FoP yang mencakup: a. transaksi antar Bank; b. transaksi antar Sub-Registry untuk kepentingan nasabahnya; c. transaksi antara Bank dengan Sub-Registry untuk kepentingan nasabahnya. 5. Penyelesaian transaksi antar Bank/Sub-Registry dilakukan dengan ketentuan: a. melalui mekanisme DVP untuk transaksi SBI-Repo; b. melalui mekanisme DVP atau FoP untuk transaksi SBI-Outright. 6. Dalam rangka Penyelesaian Pembayaran atas transaksi SBI dengan Bank Indonesia, Bank Indonesia berwenang untuk mendebet Rekening Giro Bank yang berkewajiban menyelesaikan transaksi Lelang SBI. 7. Penyelesaian transaksi Lelang SBI di pasar perdana dilaksanakan pada hari kerja berikutnya setelah hari pelaksanaan lelang SBI (one-day settlement), sedangkan penyelesaian transaksi SBI di pasar sekunder dilakukan pada hari yang sama (same-day settlement). 8. Pada saat penyelesaian transaksi SBI di pasar sekunder, SBI yang bersangkutan wajib memiliki sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 3 (tiga) ….. 17 (tiga) hari kerja untuk transaksi Outright dan sekurang-kurangnya 4 (empat) hari kerja untuk transaksi repo. 9. Dalam rangka Penyelesaian Pembayaran SBI untuk transaksi nasabah di Pasar Sekunder, Sub-Registry wajib menunjuk Bank untuk melakukan Penyelesaian Pembayaran. V. PENCATATAN KEPEMILIKAN SBI A. Tata Cara Pembukaan Rekening Penatausahaan SBI 1. Di Central Registry a. Bank dan Sub-Registry wajib membuka Rekening Penatausahaan SBI dengan mengajukan surat permohonan pembukaan Rekening Penatausahaan SBI kepada Central Registry. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib disertai dengan: 1) Data Bank/Sub-Registry dengan menggunakan formulir BER- 01 sebagaimana contoh Lampiran 10; 2) Contoh stempel Bank/Sub-Registry dan contoh tandatangan pejabat Bank/Sub-Registry yang berwenang untuk melakukan penyelesaian transaksi SBI masing-masing sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dan sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang dengan menggunakan formulir BER-02 dan BER-03 sebagaimana contoh Lampiran 11 dan 12; 3) Data petugas yang berwenang untuk mengambil dilengkapi dengan bukti identitas diri. KPS 2. Di Sub-Registry ….. 18 2. Di Sub-Registry a. Nasabah bukan Bank wajib membuka Rekening Penatausahaan SBI dengan mengajukan surat permohonan pembukaan Rekening Penatausahaan SBI kepada Sub-Registry. b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disertai dengan persyaratan yang diatur oleh masing-masing Sub-Registry. c. Bank bukan Sub-Registry dapat mengajukan permohonan pembukaan Rekening Penatausahaan SBI kepada Sub-Registry untuk kepentingan nasabahnya. B. Tata Cara Pencatatan Kepemilikan SBI 1. Pencatatan kepemilikan SBI dilakukan di Central Registry dan Sub- Registry. 2. Central Registry dan Sub-Registry menerbitkan KPS yang memuat saldo Rekening Penatausahaan SBI sebagai bukti pencatatan kepemilikan SBI. 3. KPS sebagaimana dimaksud pada angka 2, diterbitkan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Setiap terjadi mutasi/perubahan pencatatan kepemilikan dalam Rekening Penatausahaan SBI, baik Rekening Perdagangan SBI maupun Rekening Agunan SBI, Central Registry dan Sub-Registry menerbitkan KPS Harian pada hari yang sama, yang memuat mutasi kepemilikan dan posisi dalam Rekening Penatausahaan SBI yang bersangkutan; b. Pada setiap akhir bulan, Central Registry dan Sub-Registry menerbitkan KPS Bulanan yang memuat posisi Penatausahaan SBI; c. Format ….. Rekening 19 c. Format KPS yang diterbitkan oleh Central Registry untuk KPS sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, menggunakan formulir BER-04 dan BER-05 sebagaimana format pada Lampiran 13 dan Lampiran 14; d. Format KPS yang diterbitkan oleh Sub-Registry untuk KPS sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, menggunakan format yang ditetapkan oleh masing-masing Sub-Registry. 4. Bank dan Sub-Registry wajib mengambil KPS Harian dan KPS Bulanan di Central Registry masing-masing pada 1 (satu) dan 2 (dua) hari kerja setelah tanggal penerbitan KPS. Central Registry tidak bertanggung jawab atas KPS yang tidak diambil. 5. Sub-Registry wajib menyampaikan KPS Harian dan KPS Bulanan yang diterbitkannya kepada pemilik SBI. Dalam hal pemilik SBI membuka Rekening Penatausahaan SBI melalui Bank bukan Sub-Registry, Sub- Registry dapat menyampaikan KPS Harian dan KPS Bulanan dimaksud kepada pemilik SBI melalui Bank yang bersangkutan. Tata cara penyampaian KPS Harian dan KPS Bulanan dilakukan sesuai dengan pengaturan yang ditetapkan oleh masing-masing Sub-Registry. 6. KPS milik Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI, disampaikan langsung oleh Central Registry kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan melalui pos yang didahului dengan faksimili. 7. Dalam hal terjadi perbedaan pencatatan kepemilikan SBI antara Central Registry dengan Bank atau Sub-Registry, Bank dan Sub- Registry wajib memberikan tanggapan atas perbedaan tersebut kepada Central Registry selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah batas waktu pengambilan KPS sebagaimana dimaksud dalam angka ….. 20 angka 4 di atas dengan menggunakan formulir BER-06 sebagaimana contoh Lampiran 15. 8. Dalam hal Bank dan Sub-Registry telah melaporkan perbedaan pencatatan sebagaimana dimaksud pada angka 7, Bank Indonesia selambat-lambatnya dalam 5 (lima) hari kerja setelah tanggal penerimaan laporan dimaksud akan memberikan jawaban. 9. Dalam hal Bank dan Sub-Registry tidak menyampaikan keberatan atas KPS sebagaimana dimaksud dalam angka 7, Bank dan Sub-Registry dianggap setuju dengan pencatatan kepemilikan SBI di Central Registry. VI. PENYELESAIAN TRANSAKSI SBI DI PASAR PERDANA 1. Penyelesaian Pembayaran transaksi SBI dilakukan dengan cara mendebet sebesar nilai nominal SBI dan kemudian mengkredit sebesar nilai diskonto SBI pada Rekening Giro Bank pembeli SBI melalui Sistem BI-RTGS dengan ketentuan : a. Bank yang mengajukan penawaran langsung bertanggung jawab terbatas pada jumlah SBI untuk kepentingan sendiri; dan b. Bank yang mengajukan penawaran melalui Bank lain atau Pialang bertanggung jawab atas jumlah SBI yang diajukan untuk kepentingan Bank yang bersangkutan. 2. Bersamaan dengan Penyelesaian Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas, Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan cara mengkredit Rekening Perdagangan SBI milik Bank pembeli SBI sebesar nilai nominal SBI. 3. Dalam hal pada hari penyelesaian transaksi, saldo Rekening Giro Bank tidak mencukupi untuk menutup pendebetan sebesar nilai nominal SBI yang ….. 21 yang dimenangkan Bank pembeli SBI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 di atas, seluruh hasil lelang SBI yang dimenangkan Bank yang bersangkutan dinyatakan batal. VII. PENYELESAIAN TRANSAKSI SBI DI PASAR SEKUNDER A. Tata Cara Penyelesaian Transaksi SBI-Repo 1. Transaksi SBI-Repo dengan Bank Indonesia a. Pada hari penyelesaian transaksi SBI-Repo: 1) Penyelesaian Pembayaran dilakukan dengan mengkredit sebesar nilai nominal SBI-Repo dan mendebet sebesar nilai diskonto SBI-Repo pada Rekening Giro Bank yang menjual SBI secara Repo. 2) Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan mendebet Rekening Perdagangan SBI milik Bank yang menjual SBI sebesar nilai nominal SBI-Repo. b. Dalam hal saldo Rekening Perdagangan SBI milik Bank penjual SBI-Repo tidak mencukupi, transaksi SBI-Repo dinyatakan batal. c. Dalam hal transaksi SBI-Repo dinyatakan batal, Bank dapat mengambil formulir SPPR-Repo yang telah dicap “BATAL” pada 1 (satu) hari kerja setelah hari pembatalan transaksi SBI-Repo di Bagian PTPU atau KBI setempat. d. Pada saat SBI-Repo jatuh waktu: 1) Penyelesaian Pembayaran dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank penjual SBI-Repo sebesar nilai nominal SBI-Repo yang jatuh waktu. 2) Penyelesaian ….. 22 2) Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Perdagangan SBI milik Bank penjual SBI-Repo sebesar nilai nominal SBI-Repo. e. Dalam hal pada saat jatuh waktu transaksi SBI-Repo, saldo Rekening Giro Bank penjual SBI-Repo tidak mencukupi untuk menutup pendebetan sebesar nilai nominal SBI-Repo yang jatuh waktu, SBI yang direpokan dinyatakan lunas sebelum jatuh waktu. Untuk sisa jangka waktu sampai dengan SBI jatuh waktu, Bank yang bersangkutan dikenakan tingkat diskonto sebesar tingkat diskonto SBI-Repo. 2. Transaksi SBI-Repo Antar Bank/Sub-Registry a. Bank untuk kepentingan sendiri atau nasabah bukan Bank, atau Sub-Registry untuk kepentingan nasabah bukan Bank, yang membeli SBI-Repo menyerahkan SPPP-Repo dengan menggunakan formulir BER-14 sebagaimana contoh Lampiran 22 dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat kepada: 1) Bagian PTPU oleh: a) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; b) kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI. 2) Bagian PTPU melalui KBI setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI. b. Dalam…. 23 b. Dalam hal transaksi SBI-Repo dilakukan untuk kepentingan nasabah bukan Bank, SPPP-Repo yang disampaikan oleh Bank wajib menunjuk Sub-Registry yang menatausahakan SBI milik nasabah yang bersangkutan untuk Penyelesaian Surat Berharga. c. Dalam hal formulir SPPP-Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas disampaikan oleh Sub-Registry, formulir SPPP- Repo tersebut wajib dilengkapi dengan konfirmasi dari Bank yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran dengan cara membubuhkan tandatangan pejabat Bank yang berwenang dan stempel Bank pada formulir SPPP-Repo sebagai persetujuan pendebetan Rekening Giro Bank yang bersangkutan. d. Bank untuk kepentingan sendiri atau nasabah bukan Bank, atau Sub-Registry untuk kepentingan nasabah bukan Bank, yang menjual SBI-Repo menyerahkan SPPR-Repo dengan menggunakan formulir BER-13 sebagaimana contoh Lampiran 21 dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat kepada: 1) Central Registry oleh: a) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; b) kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI. 2) Central Registry melalui KBI setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI. e. Dalam ….. 24 e. Dalam hal transaksi SBI-Repo dilakukan untuk kepentingan nasabah bukan Bank, SPPR-Repo yang disampaikan oleh Bank wajib disertai dengan konfirmasi dari Sub-Registry yang menatausahakan SBI milik nasabah yang bersangkutan untuk mendebet Rekening Perdagangan SBI nasabah. f. Dalam hal data dalam formulir SPPP-Repo sebagaimana dimaksud pada huruf a dan formulir SPPR-Repo sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak lengkap dan atau salah, Bank Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Bank atau Sub- Registry melalui telepon atau faksimili untuk dilengkapi dan atau diperbaiki dan selanjutnya disampaikan kembali selambat- lambatnya pukul 16.00 waktu setempat pada hari yang sama. g. Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan mendebet Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-Registry yang menjual SBI-Repo dan mengkredit Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-Registry yang membeli SBI-Repo masing-masing sebesar nilai nominal SBI-Repo. h. Penyelesaian Pembayaran dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry yang membeli SBI-Repo dan mengkredit Rekening Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry yang menjual SBI-Repo masing-masing sebesar nilai transaksi SBI-Repo. i. Dalam hal saldo Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub- Registry yang menjual SBI-Repo untuk melakukan Penyelesaian Surat Berharga tidak mencukupi sampai dengan pukul 17.00 WIB, transaksi SBI-Repo dinyatakan batal. j. Dalam ….. 25 j. Dalam hal saldo Rekening Giro Bank yang membeli SBI atau Bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry untuk melakukan Penyelesaian Pembayaran tidak mencukupi sampai dengan pukul 17.00 WIB, transaksi SBI-Repo dinyatakan batal. k. Dalam hal transaksi SBI-Repo dinyatakan batal, Bank atau Sub- Registry dapat mengambil formulir SPPR-Repo dan SPPP-Repo yang telah dicap “BATAL” pada 1 (satu) hari kerja setelah hari pembatalan transaksi SBI-Repo di Bagian PTPU atau KBI setempat. l. Pada saat SBI-Repo jatuh waktu: 1) Penyelesaian Pembayaran dilakukan dengan pendebetan Rekening Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry yang menjual SBI-Repo dan pengkreditan Rekening Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry yang membeli SBI-Repo masing-masing sebesar nilai nominal SBI-Repo. 2) Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan pendebetan Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-Registry yang membeli SBI-Repo dan pengkreditan Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-Registry yang menjual SBI-Repo masing- masing sebesar nilai nominal SBI-Repo. 3) Dalam hal saldo Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub- Registry pembeli SBI-Repo dan atau saldo Rekening Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry penjual SBI-Repo tidak mencukupi untuk pelunasan SBI-Repo sampai dengan pukul 17.00 WIB, maka penyelesaian transaksi jatuh waktu transaksi SBI-Repo dimaksud dinyatakan batal dan transaksi SBI-Repo ….. 26 SBI-Repo dinyatakan sebagai transaksi Outright dan bersifat final. m. Dalam hal pembelian kembali SBI-Repo dilakukan sebelum jatuh waktu, berlaku ketentuan sebagai berikut : 1) Terdapat kesepakatan antara penjual SBI-Repo dan pembeli SBI-Repo. 2) Penjual SBI-Repo dan pembeli SBI-Repo menyampaikan surat permohonan untuk melakukan penyelesaian transaksi SBI atas pembelian kembali SBI-Repo sebelum jatuh waktu masing-masing dengan menggunakan formulir BER-15 formulir BER-16 sebagaimana contoh Lampiran 23 dan 24, dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 16.00 waktu setempat kepada : a) Central Registry, dalam hal pemohon adalah Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI atau Bank yang memiliki kantor pusat di wilayah kerja KBI dan memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI, atau Sub-Registry; b) Central Registry melalui KBI setempat, dalam hal pemohon adalah Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI namun tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI. 3) Penyelesaian Pembayaran dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry yang menjual SBI-Repo dan mengkredit Rekening Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry yang membeli SBI- Repo ….. 27 Repo masing-masing sebesar jumlah pembayaran SBI-Repo sebelum jatuh waktu. 4) Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan mendebet Rekening Perdagangan SBI milik Bank atau Sub-Registry yang membeli SBI-Repo dan mengkredit Rekening Perdagangan SBI milik Bank atau Sub-Registry yang menjual SBI-Repo masing-masing sebesar nilai nominal SBI-Repo. 5) Dalam hal saldo Rekening Perdagangan SBI milik Bank atau Sub-Registry pembeli SBI-Repo dan atau saldo Rekening Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry penjual SBI-Repo tidak mencukupi untuk pelunasan SBI-Repo sampai dengan pukul 17.00 WIB, penyelesaian transaksi SBI-Repo sebelum jatuh waktu dimaksud dinyatakan batal. B. Tata Cara Penyelesaian Transaksi SBI-Outright 1. Transaksi SBI-Outright secara DVP a. Bank untuk kepentingan sendiri atau nasabah bukan Bank, atau Sub-Registry untuk kepentingan nasabah bukan Bank, yang membeli SBI-Outright menyerahkan SPPP-DVP dengan menggunakan formulir BER-11 sebagaimana contoh Lampiran 19 dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat kepada : 1) Bagian PTPU oleh: a) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; b) kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI. 2) Bagian ….. 28 2) Bagian PTPU melalui KBI setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI. b. Dalam hal transaksi SBI-Outright dilakukan untuk kepentingan nasabah bukan Bank, SPPP-Outright yang disampaikan oleh Bank wajib menunjuk Sub-Registry yang menatausahakan SBI milik nasabah yang bersangkutan untuk Penyelesaian Surat Berharga. c. Dalam hal formulir SPPP-DVP sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas disampaikan oleh Sub-Registry, formulir SPPP- DVP tersebut wajib dilengkapi dengan konfirmasi dari Bank yang ditunjuk untuk melakukan pembayaran dengan cara membubuhkan tandatangan pejabat Bank yang berwenang dan stempel Bank pada formulir SPPP-DVP sebagai persetujuan pendebetan Rekening Giro Bank yang bersangkutan. d. Bank untuk kepentingan sendiri atau nasabah bukan Bank, atau Sub-Registry untuk kepentingan nasabah bukan Bank, yang menjual SBI-Outright menyerahkan SPPR-DVP dengan menggunakan formulir BER-10 sebagaimana contoh Lampiran 18 dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat kepada Central Registry dengan cara penyampaian sebagaimana diatur dalam butir a di atas. e. Dalam hal transaksi SBI-Outright dilakukan untuk kepentingan nasabah bukan Bank, SPPR-DVP yang disampaikan oleh Bank wajib disertai dengan konfirmasi dari Sub-Registry yang menatausahakan SBI milik nasabah yang bersangkutan untuk mendebet Rekening Perdagangan SBI nasabah. f. Dalam ….. 29 f. Dalam hal data dalam formulir SPPP-DVP sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan formulir SPPR-DVP sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak lengkap dan atau salah, Bank Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Bank atau Sub-Registry melalui telepon atau faksimili untuk dilengkapi dan atau diperbaiki dan selanjutnya disampaikan kembali selambat- lambatnya pukul 16.00 waktu setempat pada hari yang sama. g. Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan mendebet Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-Registry yang menjual SBI-Outright dan mengkredit Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-Registry yang membeli SBI-Outright masing-masing sebesar nilai nominal SBI-Outright. h. Penyelesaian Pembayaran dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry yang membeli SBI-Outright dan mengkredit Rekening Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry yang menjual SBI-Outright masing- masing sebesar nilai transaksi SBI-Outright. i. Dalam hal saldo Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub- Registry yang menjual SBI-Outright untuk melakukan Penyelesaian Surat Berharga tidak mencukupi sampai dengan pukul 17.00 WIB, transaksi SBI-Outright dinyatakan batal. j. Dalam hal saldo Rekening Giro Bank yang membeli SBI atau Bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry untuk melakukan Penyelesaian Pembayaran tidak mencukupi sampai dengan pukul 17.00 WIB, transaksi SBI-Outright dinyatakan batal. k. Dalam hal transaksi SBI-Outright dinyatakan batal, Bank dan atau Sub-Registry dapat mengambil formulir SPPR-DVP atau SPPP- DVP….. 30 DVP yang telah dicap “BATAL” pada 1 (satu) hari kerja setelah hari pembatalan transaksi SBI di Bagian PTPU atau KBI setempat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a. 2. Transaksi SBI-Outright secara FoP a. Bank untuk kepentingan sendiri atau nasabah bukan Bank, atau Sub-Registry untuk kepentingan nasabah bukan Bank, yang menjual SBI-Outright menyerahkan SPPR-FoP dengan menggunakan formulir BER-12 sebagaimana contoh Lampiran 20 dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat kepada: 1) Central Registry oleh: a) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; b) kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI. 2) Central Registry melalui KBI setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI. b. Dalam hal data dalam formulir SPPR-FoP sebagaimana dimaksud dalam huruf a tidak lengkap dan atau salah, Bank Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Bank atau Sub-Registry melalui telepon atau faksimili untuk dilengkapi dan atau diperbaiki dan selanjutnya disampaikan kembali selambat- lambatnya pukul 16.00 waktu setempat pada hari yang sama. c. Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan mendebet Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-Registry yang menjual SBI ….. 31 SBI dan mengkredit Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub- Registry yang membeli SBI-Outright masing-masing sebesar nilai nominal SBI-Outright. d. Dalam hal saldo Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub- Registry yang menjual SBI-Outright untuk melakukan Penyelesaian Surat Berharga tidak mencukupi sampai dengan pukul 17.00 WIB, transaksi SBI-Outright dinyatakan batal. e. Dalam hal transaksi SBI dinyatakan batal, Bank dan atau Sub- Registry dapat mengambil formulir SPPR-FoP yang telah dicap “BATAL” secepat-cepatnya pada 1 (satu) hari kerja setelah hari pembatalan transaksi SBI di Bagian PTPU atau KBI setempat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a. VIII.TATA CARA PENCATATAN PENGAGUNAN SBI A. Prinsip dalam Pengagunan SBI 1. Pemilik SBI yang tercatat pada Central Registry atau Sub-Registry dapat mengagunkan SBI yang dimiliki. 2. Selama masa pengagunan, SBI yang tercatat dalam Rekening Agunan di Central Registry dan Sub-Registry tidak dapat diagunkan dan diperdagangkan lagi. 3. Jumlah SBI yang akan diagunkan tidak melebihi saldo SBI yang terdapat pada Rekening Perdagangan SBI. 4. Pada saat jangka waktu agunan SBI berakhir, SBI yang bersangkutan masih memiliki sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari kerja. B. Tata ….. 32 B. Tata Cara Pencatatan Pengagunan SBI di Central Registry 1. Pengagunan oleh Bank a. Bank menyampaikan Permohonan Penerbitan SKSD (PP-SKSD) dengan menggunakan formulir BER-08 sebagaimana contoh Lampiran 16 kepada Central Registry dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. b. Dalam hal formulir belum diisi secara lengkap dan atau salah, Central Registry memberitahukan kepada Bank untuk mengambil formulir dimaksud untuk dilengkapi dan atau diperbaiki dan selanjutnya disampaikan kembali kepada Central Registry selambat-lambatnya pukul 17.00 WIB pada hari yang sama. c. Berdasarkan PP-SKSD, Central Registry pada hari yang sama: 1) memindahkan SBI dari Rekening Perdagangan ke Rekening Agunan. 2) menerbitkan SKSD dengan menggunakan formulir BER-09 sebagaimana contoh Lampiran 17. d. SKSD sebagaimana dimaksud dalam butir c.2) wajib diambil pada hari yang sama di Central Registry. Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI, SKSD disampaikan oleh Central Registry kepada kantor pusat Bank yang bersangkutan melalui KBI setempat, yang didahului dengan faksimili SKSD dimaksud. e. Pada hari kerja berikutnya setelah berakhirnya periode pengagunan, Central Registry secara otomatis melakukan pemindahan SBI dari Rekening Agunan ke Rekening Perdagangan. f. Bank ….. 33 f. Bank pemberi agunan atau pihak lain penerima agunan dapat mengajukan permohonan penglepasan agunan SBI sebelum berakhirnya periode pengagunan kepada Central Registry dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB, dengan persyaratan sebagai berikut: 1) pihak pemberi agunan SBI menyampaikan surat permohonan penglepasan agunan SBI dengan dilampiri SKSD asli; atau 2) pihak penerima agunan SBI menyampaikan surat permohonan penglepasan agunan SBI dan pemindahan kepemilikan SBI untuk penerima agunan dengan dilampiri SKSD asli, Surat Permintaan Perpindahan Registrasi Surat Berharga FoP (SPPR-FoP) dari pihak pemberi agunan dan surat kuasa yang ditandatangani oleh kedua belah pihak untuk memindahkan kepemilikan SBI dari pemberi agunan kepada penerima agunan. g. Berdasarkan permohonan penglepasan agunan SBI sebagaimana tersebut pada butir f, Central Registry melakukan pemindahan SBI dari Rekening Agunan ke Rekening Perdagangan. 2. Pengagunan oleh Nasabah Sub-Registry a. Berdasarkan laporan pengagunan SBI sebagaimana dimaksud pada butir C.3. di bawah, Central Registry pada hari yang sama memindahkan SBI milik Sub-Registry dari Rekening Perdagangan ke Rekening Agunan. b. Pada satu hari kerja setelah berakhirnya periode pengagunan, Central Registry memindahkan secara otomatis SBI yang diagunkan dari Rekening Agunan ke Rekening Perdagangan. c. Dalam ….. 34 c. Dalam hal terjadi pelepasan agunan sebelum berakhirnya periode pengagunan, Central Registry pada hari yang sama memindahkan SBI yang diagunkan dari Rekening Agunan ke Rekening Perdagangan berdasarkan laporan pelepasan agunan sebagaimana dimaksud pada butir C.6 di bawah. C. Tata Cara Pencatatan Pengagunan SBI di Sub-Registry 1. Nasabah pemilik SBI pada Sub-Registry wajib menyampaikan PP- SKSD kepada Sub-Registry. 2. Berdasarkan PP-SKSD, Sub-Registry pada hari yang sama: a. memindahkan SBI dari Rekening Perdagangan ke Rekening Agunan; b. menerbitkan SKSD dengan menggunakan formulir BER-09 sebagaimana contoh pada lampiran 17. 3. Pada hari kerja yang sama, Sub-Registry wajib menyampaikan laporan pengagunan SBI kepada Central Registry selambat-lambatnya pukul 16.30 WIB. 4. Pada saat pengagunan berakhir, Sub-Registry secara otomatis melakukan pemindahan SBI dari Rekening Agunan ke Rekening Perdagangan. 5. Nasabah Sub-Registry pemberi agunan atau pihak lain penerima agunan dapat mengajukan permohonan penglepasan agunan SBI sebelum berakhirnya periode pengagunan kepada Sub-Registry dengan persyaratan sebagai berikut : a. pihak pemberi agunan SBI menyampaikan surat permohonan penglepasan agunan SBI dengan dilampiri SKSD asli; atau b. pihak….. 35 b. pihak penerima agunan SBI menyampaikan surat permohonan penglepasan agunan SBI dan pemindahan kepemilikan SBI dengan dilampiri SKSD asli, SPPR-FoP dari pihak pemberi agunan dan surat kuasa yang ditandatangani oleh kedua belah pihak untuk memindahkan kepemilikan SBI dari pemberi agunan kepada penerima agunan. 6. Pada hari kerja yang sama, Sub-Registry wajib menyampaikan kepada Central Registry mengenai laporan penglepasan agunan sebelum berakhirnya periode pengagunan tersebut pada angka 4 di atas selambat-lambatnya pukul 17.00 WIB. IX. TATA CARA PELUNASAN SBI 1. Bank Indonesia melunasi SBI yang jatuh waktu sebesar nilai nominal SBI pada tanggal jatuh waktu SBI. 2. Pembayaran nilai nominal SBI dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan saldo posisi akhir hari Rekening Perdagangan SBI di Central Registry pada 3 (tiga) hari sebelum tanggal jatuh waktu SBI (T-3). 3. Central Registry menerbitkan surat konfirmasi jatuh waktu SBI kepada Bank dan Sub-Registry yang tercatat pada Rekening Perdagangan SBI pada akhir hari T-3 dengan menggunakan formulir BER-17 sebagaimana contoh Lampiran 25, yang selanjutnya dapat diambil pada awal hari kerja berikutnya (T-2) di Central Registry. 4. Dalam hal terdapat perbedaan posisi Rekening Perdagangan SBI antara Central Registry dengan Bank atau Sub-Registry, perbedaan tersebut wajib dilaporkan kepada Central Registry dengan menggunakan formulir BER-06 sebagaimana contoh Lampiran 15 selambat-lambatnya pada pukul 16.00 WIB 2 (dua) hari kerja sebelum jatuh waktu SBI (T-2). 5. Central….. 36 5. Central Registry memberikan tanggapan atas laporan sebagaimana dimaksud pada angka 4 pada 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh waktu SBI (T-1) dan dianggap final. 6. Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 4, Bank dan Sub-Registry tidak melaporkan perbedaan posisi Rekening Perdagangan SBI, perhitungan posisi SBI sebagaimana dimaksud pada angka 3 dianggap final. 7. Central Registry menggunakan posisi SBI sebagaimana dimaksud pada angka 3 atau angka 6 sebagai dasar pelunasan SBI kecuali ada pembuktian lain di kemudian hari yang dapat diterima Central Registry. 8. Pembayaran SBI sebesar nilai nominal dilakukan pada saat tanggal jatuh waktu (T-0) dengan ketentuan sebagai berikut: a. untuk SBI milik Bank dilakukan dengan mengkredit Rekening Giro Bank pemilik SBI, atau; b. untuk SBI milik nasabah (non Bank) dilakukan dengan mengkredit Rekening Giro Bank yang membawahi Sub-Registry yang bersangkutan. Selanjutnya Sub-Registry membayarkan dana pembayaran SBI dimaksud kepada pemilik SBI. 9. Pada saat jatuh waktu SBI, Rekening Perdagangan SBI milik Bank dan Sub-Registry yang jatuh waktu didebet sebesar nilai nominal sesuai dengan posisi pada angka 7 di atas secara otomatis. 10. Sub-Registry melalui Bank yang ditunjuk wajib melakukan pembayaran nilai nominal SBI yang jatuh waktu pada hari yang sama (T-0) kepada nasabah yang tercatat pada Sub-Registry. X. MEKANISME….. 37 X. MEKANISME PENGENAAN SANKSI A. Pengenaan Sanksi Penerbitan SBI di Pasar Perdana 1. Dalam hal Peserta Lelang SBI tidak memenuhi tata cara transaksi lelang SBI sebagaimana dimaksud pada Romawi II.C, penawaran Lelang SBI yang bersangkutan dinyatakan batal. 2. Dalam hal penawaran lelang dinyatakan batal sebagaimana dimaksud angka 1 di atas, Bank atau Pialang yang bersangkutan dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis, dan b. pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam hal Bank yang bersangkutan membatalkan penawaran untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. 3. Dalam hal transaksi pembelian SBI di pasar perdana dinyatakan batal karena saldo Rekening Giro Bank tidak mencukupi sebagaimana dimaksud pada Romawi VI.3, Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis; dan b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nilai nominal transaksi SBI yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan c. penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam hal transaksi pembelian SBI yang bersangkutan dinyatakan batal untuk yang ketiga kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan. 4. Pengenaan ….. 38 4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada angka 3 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan. B. Pengenaan Sanksi Transaksi SBI-Repo dengan Bank Indonesia 1. Dalam hal Peserta SBI-Repo tidak memenuhi tata cara transaksi SBI- Repo dengan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada Romawi III.A.2, penawaran SBI-Repo yang bersangkutan dinyatakan batal. 2. Dalam hal penawaran SBI-Repo dinyatakan batal sebagaimana dimaksud angka 1 di atas, Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis, dan b. pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam hal Bank yang bersangkutan membatalkan penawaran untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. 3. Atas batalnya transaksi SBI-Repo karena saldo Rekening Perdagangan SBI tidak mencukupi sebagaimana dimaksud Romawi VII butir A.1.b., Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis; dan b. kewajiban membayar sebesar 10/00 nominal transaksi SBI-Repo atau sebanyak-banyaknya 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah); dan Bank telah dikenakan (satu per seribu) dari nilai Rp c. penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam hal sebagaimana dimaksud dalam butir a dan b sebanyak 3 (tiga) kali dalam 6 (enam) bulan. 4. Atas….. sanksi 39 4. Atas batalnya transaksi pelunasan transaksi SBI-Repo dengan Bank Indonesia karena saldo Rekening Giro Bank tidak mencukupi sebagaimana dimaksud pada Romawi VII butir A.1.e, Bank dikenakan sanksi berupa: a. teguran tertulis; dan b. kewajiban membayar sebesar 10/00 nominal transaksi SBI-Repo atau sebanyak-banyaknya 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah); dan (satu per seribu) dari nilai Rp c. penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima) hari kerja dalam hal Bank telah dikenakan sanksi a dan b sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan. 5. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan 4 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. C. Pengenaan Sanksi Transaksi SBI-Repo Antar Bank/Sub-Registry 1. Atas batalnya transaksi SBI-Repo Antar Bank/Sub-Registry karena saldo Rekening Perdagangan SBI Bank/Sub-Registry dan atau Rekening Giro Bank/Bank yang ditunjuk Sub-Registry tidak mencukupi sebagaimana dimaksud pada Romawi VII butir A.2.g, Bank/Sub-Registry yang bersangkutan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta Rupiah) pada 1 (satu) hari kerja berikutnya yang dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank/Bank yang membawahi Sub-Registry yang bersangkutan. 2. Atas batalnya transaksi pelunasan SBI-Repo Antar Bank/Sub-Registry karena saldo Rekening Perdagangan SBI Bank/Sub-Registry dan atau Rekening….. 40 Rekening Giro Bank/Bank yang ditunjuk Sub-Registry tidak mencukupi sebagaimana dimaksud pada Romawi VII. butir A.2.l.3) dan Romawi VII butir A.2.m.5), Bank/Sub-Registry yang bersangkutan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta Rupiah) pada 1 (satu) hari kerja berikutnya yang dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank/Bank yang membawahi Sub-Registry yang bersangkutan. D. Pengenaan Sanksi Transaksi SBI-Outright secara DVP Antar Bank/Sub- Registry Atas batalnya transaksi SBI-Outright secara DVP karena saldo Rekening Perdagangan SBI Bank/Sub-Registry dan atau Rekening Giro Bank/Bank yang ditunjuk Sub-Registry tidak mencukupi sebagaimana dimaksud Romawi VII butir B.1.i dan j, Bank/Sub-Registry yang bersangkutan dikenakan kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta Rupiah) pada 1 (satu) hari kerja berikutnya yang dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank/Bank yang membawahi Sub-Registry yang bersangkutan. E. Pengenaan Sanksi Transaksi SBI-Outright secara FoP Antar Bank/Sub- Registry Atas batalnya transaksi SBI-Outright secara FoP karena saldo Rekening Perdagangan SBI Bank/Sub-Registry tidak mencukupi sebagaimana dimaksud pada Romawi VII butir B.2.d, Bank/Sub-Registry yang bersangkutan dikenakan kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta Rupiah) pada 1 (satu) hari kerja berikutnya yang dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank/Bank yang membawahi Sub- Registry yang bersangkutan. XI. CONTINGENCY….. 41 XI. CONTINGENCY PLAN Dalam hal terjadi gangguan pada sistem yang terkait dengan sarana ABS yang disebabkan oleh hal-hal di luar kendali Bank Indonesia, tata cara pelaksanaan transaksi dilakukan sebagaimana SOP ABS dalam lampiran 7. XII. KONDISI DILUAR TANGGUNG JAWAB BANK INDONESIA Bank Indonesia sebagai Central Registry tidak bertanggung jawab atas tidak terlaksananya transaksi dan atau kerugian yang mungkin timbul yang disebabkan antara lain namun tidak terbatas pada: 1. Keterlambatan informasi atau ketidak-akuratan data yang diterima oleh Bank Indonesia mengenai pejabat yang berwenang dari Bank atau Sub- Registry untuk melakukan perintah penyelesaian transaksi SBI. 2. Keadaan bencana alam, kebakaran, banjir, tidak berfungsinya sistem kelistrikan secara nasional/regional, taufan, pemogokan, embargo, perang, invasi, huru hara, revolusi, terorisme, dan berbagai gangguan alam serta kemasyarakatan lainnya yang dapat mengganggu jalannya transaksi SBI, penyelesaian transaksi SBI, dan penyelesaian administrasi. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 25 November 2002. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA Ttd TARMIDEN SITORUS DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-1 Perhitungan Jangka Waktu SBI Contoh perhitungan jangka waktu SBI 1 (satu) bulan dengan data sebagai berikut: Tanggal Lelang Tanggal Penyelesaian Transaksi Lelang Tanggal Lelang April 2002 Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu 1 2 3 4 8 15 22 29 9 16 23 30 10 17 24 1 11 18 25 2 Jatuh Tempo Untuk SBI dengan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana contoh di atas, jangka waktu yang dinyatakan dalam hari dihitung dari tanggal 5 April 2002 atau satu hari sejak tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo atau 28 (dua puluh delapan) hari. 5 12 19 26 3 6 13 20 27 7 14 21 28 Tanggal Penyelesaian Transaksi : 3 April 2002 : 4 April 2002 Tanggal Penyelesaian Transaksi Jatuh Tempo : 2 Mei 2002 Mulai Hitung Hari Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN - 2 Perhitungan diskonto SBI berdasar rumus diskonto murni (true discount). Misal: Tanggal lelang Nilai Nominal SBI Tingkat Diskonto Tanggal Jatuh Tempo Jangka Waktu SBI : 3 April 2002 : Rp500 milyar : 15% : 2 Mei 2002 : 1 bulan (28 hari) Nilai Tunai dapat dihitung sebagai berikut: (Nilai Nominal) x 360 Nilai Tunai = --------------------------------------------------------- 360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)} (Rp500.000.000,00) x 360 = --------------------------------------------------------- 360 + { (15%) x (28)} = Rp494.233.937,40 Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai Nilai Diskonto = Rp 500.000.000,00 – Rp494.233.937,40 = Rp 5.766.062,60 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-3.a Formulir 1-a BI-SPS Daftar Pejabat Yang Berwenang Melakukan Transaksi Lelang SBI dengan Menggunakan Sarana ABS Nomor : Nama Bank/Peserta Daftar pejabat yang berwenang melakukan transaksi Lelang SBI dengan menggunakan sarana ABS: No. N a m a 1. 2. 3. . Jabatan Resmi UUID Tanda Tangan Pejabat yang Berwenang : Formulir disahkan oleh pejabat yang berwenang dan bertindak atas nama perusahaan sesuai AD/ART Perusahaan disertai stempel perusahaan. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-3.b Formulir 1-b BI-SPS Perubahan Daftar Pejabat Yang Berwenang Melakukan Transaksi Lelang SBI dengan Menggunakan Sarana ABS Nomor : Nama Bank/Peserta Daftar lama pejabat yang berwenang: No. N a m a 1. 2. 3. Daftar baru pejabat yang berwenang No. N a m a 1 2 3 Jabatan Resmi UUID Jabatan Resmi UUID Tanda Tangan Pejabat yang Berwenang : Formulir disahkan oleh pejabat yang berwenang dan bertindak atas nama perusahaan sesuai AD/ART Perusahaan disertai stempel perusahaan. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-4 SURAT PERNYATAAN Pada hari ini, …………….. tanggal …… bulan ………….. tahun dua ribu dua, bertempat di Jakarta, kami yang bertanda tangan dibawah ini*): N a m a : …………………………………………. Jabatan : …………………………………………. Alamat : …………………………………………. No. Identitas : …………………………………………. (foto copy KTP/ SIM/ Paspor terlampir) dan N a m a : …………………………………………. Jabatan : …………………………………………. Alamat : …………………………………………. No. Identitas : …………………………………………. (foto copy KTP/ SIM/ Paspor terlampir) dalam hal ini bertindak mewakili PT. Bank …………………….. menyatakan bahwa PT. Bank ………………………. tunduk dan mengikatkan diri pada segala ketentuan yang terkait dengan pelaksanaan transaksi OPT yang diberlakukan oleh Bank Indonesia. Demikian Surat Pernyataan ini kami buat dengan sadar dan benar. Hormat kami, Meterai dan Stempel Perusahaan Pejabat yang Berwenang Pejabat yang Berwenang Mengetahui: Dewan Komisaris *) Dua atau lebih pejabat yang berwenang dan bertindak atas nama perusahaan sesuai AD/ART Perusahaan berlaku (dilampirkan). yang Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-5 K O N F I R M A S I P E N A W A R A N L E L A N G Kepada : B A N K I N D O N E S I A c.q. Bagian Operasi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 Dari : Bank ……………………………… Perihal : Konfirmasi Penawaran Lelang SBI Dengan ini kami menyampaikan konfirmasi mengenai pengajuan penawaran lelang SBI melalui Bank/Pialang Pasar Modal/Uang : (Diisi Nama Bank/Pialang) untuk lelang SBI tanggal: ……………………… Apabila pengajuan penawaran kami diterima maka untuk penyelesaian transaksi dapat didebet pada Rekening Giro kami di Bank Indonesia. Adapun total penawaran lelang yang kami ajukan adalah sebagai berikut: No. Jangka Waktu Tingkat Diskonto Total Penawaran Jumlah: Demikian kami sampaikan konfirmasi penawaran lelang SBI dan terima kasih atas perhatiannya. Jakarta, ………………………. Nama Bank Tanda tangan; dan Nama pejabat yang berwenang. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-6 Contoh Perhitungan Hasil Lelang SBI SOR dan Multiple Price Target indikatif Rincian penawaran NO NOMINAL (RP MILIAR) 1 2 3 4 50 50 1.250 2.000 7 250 8 2.000 4.500 4.750 1.500 6.250 0,7 450 500 6,9 250 750 10,3 27,6 5 500 2.500 34,5 6 62,1 65,5 86,2 9 750 7.000 96,6 10 250 7.250 100,0 13,625 13,750 13,750 14,000 14,000 14,000 13,625 13,738 13,742 13,903 13,923 13,957 13,969 13,999 14,012  KUMULATIF (RP MILIAR) : Rp 6 Triliun : P E N A W A R A N KUMULATIF (%) DISKONTO (%) RRT (%) H A S I L NOMINAL DIMENANGKAN (RP MILIAR) KUMULATIF (RP MILIAR) 14,000 13,959 239 14,000 14,250 14,375 50 50 450 500 250 750 1.193 1.943 477 2.420 1.909 4.330 4.568 1.432 6.000 0 6.000 0 6.000 Jumlah penawaran yang masuk melebihi target indikatif, maka tidak semua peserta memenangkan lelang. Pemenang lelang ditentukan sebagai berikut: 1. Pemenang lelang adalah peserta yang mengajukan penawaran dengan diskonto yang sama atau lebih kecil dari SOR (stop-out rate) yaitu 14%. Dengan demikian pemenang lelang adalah peserta yang mengajukan penawaran diskonto sama atau lebih kecil dari 14%, yaitu peserta 1 s.d. peserta 8; 2. Peserta 4 s.d. peserta 8 memenangkan lelang secara proposional sesuai bobot jumlah penawaran masing-masing dibandingkan jumlah penawaran untuk diskonto 14%. Rincian jumlah yang dimenangkan secara proporsional dapat dilihat pada tabel kanan atas. Contoh perhitungan untuk Nilai Nominal yang dimenangkan Peserta 4 adalah sebagai berikut: Peserta 4 = (1.250 ÷ 5.500) x (6.000 – 750) = Rp1.193 milyar Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-7 STANDARD OPERATING PROCEDURE AUTOMATIC BIDDING SYSTEM (SOP-ABS) BANK INDONESIA LELANG SBI DIREKTORAT PENGELOLAAN MONETER Perhatian : Gambar yang menunjukkan layar ABS Bloomberg merupakan hak milik/hak paten sepenuhnya dari Bloomberg LP yang digunakan sebagai contoh dalam SOP ini untuk mempermudah penggunaan sistem ABS. 1 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- BAB 1 MEMBUKA DAN MENUTUP SISTEM ABS Merupakan langkah awal yang dilakukan setiap memulai atau akan mengakhiri penggunaan sistem Bloomberg. Petugas atau pejabat yang berwenang harus memiliki username dan password yang diberikan oleh Bloomberg dengan cara mendaftarkan diri melalui terminal Bloomberg yang terdapat pada masing-masing Peserta Langsung. Harap diperhatikan bahwa setiap Petugas/Dealer harus memelihara dan menjaga username dan password-nya masing-masing. Hal ini diperlukan mengingat masa berlaku username dan password adalah selama 8 (delapan) minggu sejak pemakaian terakhir. 1.1. Petugas/Pejabat yang Berwenang Yaitu dealer yang telah mendaftarkan diri dan telah diotorisasi oleh Bank Indonesia (Enabled Authorized Dealers). Setiap bank mempunyai maksimal 3 (tiga) Enabled Authorized Dealer yang dapat masuk pada menu utama ABS. 1.2. Prosedur Pelaksanaan 1. Buka sistem LOGIN NAME PASSWORD kemudian tekan tombol <GO> atau enter. 2. Masuk ke menu ABS Tik INTS <GO> pada pojok kiri atas screen Bloomberg. Akan muncul menu pilihan yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan. 3. Merubah Password Password dapat diubah melalui menu UUF <GO>. Ketik password lama, masukkan password yang baru. 4. Tutup sistem Dengan cara mengetik kata LOGOFF <GO> pada pojok kiri atas screen Bloomberg, atau menekan tombol CONN DFLT (tombol warna merah) pada keyboard Bloomberg. user password 2 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- BAB 2 PENGUMUMAN RENCANA LELANG SBI Bank Indonesia mengumumkan rencana target kuantitas lelang berupa target indikatif selambat-lambatnya pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang SBI. 2.1. Tata Cara Melihat Pengumuman Lelang SBI : 1. Buka sistem Bloomberg. 2. Akan terlihat tanda e-mail message Bloomberg yang berkedip yang menandakan adanya pengumuman. 3. Klik tanda berkedip tersebut atau tik MSG <GO> kemudian pilih pesan dari Bank Indonesia. Pesan akan mencakup : • Tender Name • Tender Number • Bids begin • Close • Results • Settlement • Issue • Amount (Amt) • Free Format Text : Jenis lelang (misal : Lelang SBI Bank Indonesia) : Nomor register yang secara otomatis dibuat oleh Bloomberg. : Tanggal (mm/dd/yy) dan waktu (WIB) transaksi dimulai : Tanggal (mm/dd/yy) dan waktu (WIB) transaksi ditutup : Waktu (WIB) pengumuman hasil transaksi : Tanggal (mm/dd/yy) penyelesaian transaksi : Sekuritas/surat berharga yang dilelang. Misal : INDOTB 0 mm/dd/yy (Menunjukkan tanggal jatuh tempo SBI) : Menunjukkan jumlah target indikatif lelang. Tanda M = 000 (ribuan) MM = 000000 (jutaan) : Informasi tambahan yang berhubungan dengan lelang SBI (pilihan/optional). Gambar : screen ABS pengumuman lelang SBI 3 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- BAB 3 PELAKSANAAN LELANG SBI 3.1. Prosedur Pelaksanaan Lelang SBI 1. Masuk ke menu utama ABS dengan mengetik INTS <GO> kemudian pilih menu yang diinginkan pada sisi Primary Dealers atau tik INMT <GO>. Layar komputer akan menampilkan semua daftar tender surat berharga (List of Tender), sebagaimana gambar di bawah ini : 2. Pilih/klik jenis transaksi yang dimaksud atau dengan cara mengetik nomor urut transaksi tersebut dan tekan <GO>. 3. Layar komputer akan menampilkan “Multiple Bid Entry” yang merupakan kolom/field untuk pengisian permohonan lelang, yang juga berisi informasi : • nama/jenis sekuritas, • tanggal jatuh tempo, • target indikatif lelang, • waktu penutupan lelang, • reference yield, • sisa waktu lelang yang tersedia. Jika waktu lelang berakhir, pesan sisa waktu akan berubah menjadi pesan “expired”. 4 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- Gambar : layar ABS Multiple Bid Entry 4. Mengisi tabel “Multiple Bid Entry” dengan cara: a. Kolom AMT : untuk mengisi jumlah nominal penawaran lelang. M berarti dalam ribuan rupiah (000 Rupiah), MM berarti dalam jutaan Rupiah (000000 Rupiah). Contoh: apabila kolom AMT tertulis AMT (MM) dan peserta akan mengajukan nominal Rp 1 milyar, maka peserta memasukkan jumlah 1000. b. Kolom Discount : untuk mengisi tingkat diskonto yang diajukan dengan kelipatan tingkat diskonto 0,0625%. c. Kolom Spread : tidak perlu diisi. d. Baris Note : untuk mengisi informasi nama bank atau pihak lain (jika ada). 5. Mengirim permohonan. Setelah mengisi secara lengkap dan benar pada setiap halaman “Multiple Bid Entry”, tekan <GO> diikuti dengan 99 <GO> untuk mengirim data permohonan lelang. Apabila data permohonan lebih dari satu halaman, maka sebelum pindah ke halaman berikutnya harus didahului dengan menekan <GO> diikuti dengan 99 <GO>. Setiap ada penambahan data transaksi, HARUS dengan cara mengisi pada baris isian (field row) berikutnya. JANGAN mengubah data pada jumlah yang telah terkirim dan berstatus kirim (sent). 6. Melihat ringkasan permohonan lelang. Semua permohonan lelang yang telah dikirim dapat dilihat dengan cara meng- klik atau mengetik BAUC <GO> dari menu utama INTS. Rincian transaksi secara individual dapat dilihat dengan cara meng-klik/sorot transaksi individual dimaksud. Fasilitas ini dapat dicetak sebagai bukti deal ticket untuk kepentingan back office atau audit trial. 5 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- Gambar : layar ABS ringkasan transaksi pada menu BAUC. Gambar : screen ABS detail transaksi (dapat digunakan sebagai deal ticket) 3.2. Prosedur Pengiriman Data Rincian Transaksi. Data permohonan dari Peserta Lelang yang masuk akan diterima oleh Bank Indonesia dalam bentuk jumlah total (global amount) per tingkat diskonto per Bank/Pialang. Oleh karena itu setiap Peserta Lelang yang mengajukan permohonan Lelang SBI untuk kepentingan pihak lain, wajib menyertakan “Daftar Rincian Permohonan Lelang SBI” dalam format excel yang harus dikirim selambat- lambatnya 15 menit setelah tutup waktu lelang SBI, dengan cara sebagai berikut : 6 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- 1. Mengisi “Daftar Rincian Permohonan Lelang SBI” dalam format excel (template). Program entry data rincian ini dibuat dengan menggunakan program Excel versi MS 2000 bernama RINCIAN.XLS. Program ini dapat dijalankan dari Diskdrive maupun dari Hardisk. Isi form dengan lengkap dan benar sesuai dengan kolom yang tersedia, dengan cara : a. Jalankan program Excel, buka file RINCIAN.xls b. Apabila pada komputer yang digunakan terpasang program antivirus, maka sistem akan memberitahu pada kotak pesan, pilih Enable Macros. klik disini c. Isi semua data dengan ketentuan sebagai berikut : Field Data Ketentuan Tender Number Sesuai dengan Tender Number transaksi berjalan yang diberikan oleh ABS Bloomberg Nama Pialang/Bank Untuk Pialang isi dengan nama pialang yang bersangkutan. Bagi Bank yang berfungsi untuk meneruskan transaksi bank lain, isi dengan nama bank yang bersangkutan. Bank Pembayar Isi dengan nama Bank yang akan di debet sebagai bank pembayar. Nama Nasabah Dikosongkan No. Nasabah Dikosongkan Sub-Registry Dikosongkan, pilih tanda ‘-‘ Nominal Jangka Waktu Isi Nilai Nominal dalam jutaan rupiah Tingkat Diskonto Isi dengan Tingkat Diskonto. Penulisan angka desimal dipisahkan dengan tanda titik. Isi dengan salah satu jangka waktu yang sesuai (misalnya 28 atau 91 hari) Jumlah digit Numeric(3) - - - - - Numeric Numeric(6) Numeric(2) 7 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- Gunakan tombol Tab untk berpindah ke field data berikutnya. d. Setelah semua data spreadsheet Data_RincianPeserta. Dengan demikian apabila terisi klik tombol Add, data akan ter-copy ke akan melakukan perubahan atau koreksi data nasabah, harus dengan cara mengaktifkan kembali kotak dialog. JANGAN merubah dan menghapus data secara langsung pada sheet data_rincian peserta. e. Apabila masih ada data nasabah lain ulangi langkah c dan d, bila tidak ada tekan tombol X pada pojok kanan atas kotak dialog untuk menutup. Pastikan bahwa jumlah yang tertera pada sheet data_rincian peserta, sheet SPLS dan data pada ABS adalah sama. f. Apabila ingin mengaktifkan kembali kotak dialog pada sheet Dialog, klik kanan pada mouse diikuti dengan klik pilihan Run Dialog. Kotak dialog dapat segera digunakan untuk mengisi data selanjutnya. g. Simpan data file dengan nama lain (save as) dan isi dengan nama file yang spesifik yaitu : SBItenor-nama singkat bank/pialang(5karakter)- ddmmyy.xls (contoh : SBI28-abcde-03032002). Dengan demikian, satu file hanya memuat data satu jangka waktu saja. h. Tombol-tombol lain yang ada pada form ini adalah : • Tombol Remove : digunakan untuk menghapus satu record data • Tombol Previous : digunakan untuk menuju ke data sebelumnya • Tombol Next : digunakan untuk menuju ke data berikutnya. 2. Kirim file yang telah disimpan melalui Bloomberg e-mail kepada Bank Indonesia. Pada layar Bloomberg, klik kanan pada mouse, kemudian pilih Send File untuk proses up load file excel dalam bentuk attachment. 8 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- 3. Temukan dan buka file yang telah disimpan seperti pada butir 1.g. untuk melakukan proses up-loading. Proses up-load file dapat dilakukan secara sekaligus dengan cara memilih beberapa file yang akan di up-load. 4. Setelah proses up loading tersebut selesai yang ditandai dengan pesan bar berwarna hijau, tik PFM <GO>. Pada layar, muncul menu PERSONAL FILE MANAGER. 5. Pilih file yang akan dikirim pada daftar file, sambil menekan (klik) mouse, pilih SEND FILE VIA MESSAGE. 6. Pada kolom yang tersedia, tik alamat Bank Indonesia pada Bloomberg message : BANK INDONESIA <GO> kemudian pilih/klik BANK INDONESIA MMK- OPERATION. Agar tidak perlu melakukan pengiriman e-mail berulang kali sebanyak jumlah file yang akan dikirim, e-mail Bloomberg dapat mengirim file attachment sekaligus (multiple attachment), dengan cara memilih (klik) file yang telah di-upload pada kotak sebelah kiri. File yang terpilih akan berubah warna menjadi kuning. 7. Subject pada menu message diisi: SBI(tenor)-NamaBank/Pialang–dd/mm/yy. 8. Tekan <GO> diikuti angka 1 <GO> untuk mengirim. Bank yang mengajukan permohonan lelang SBI, HANYA untuk dan atas nama diri sendiri, TIDAK PERLU mengisi dan mengirim file excel data rincian transaksi, namun cukup mengisi data transaksi pada terminal ABS Bloomberg. 9 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- BAB 4 PENGUMUMAN HASIL LELANG 4.1. Pengumuman hasil Lelang SBI secara umum (summary result) dapat dilihat segera setelah hasil lelang di finalisasi oleh Bank Indonesia yang ditandai dengan e-mail message yang berkedip (blinking). Gunakan pilihan INRS <GO> pada menu utama INTS. Gambar : layar ABS summary result 4.2. Peserta Lelang dapat melihat hasil Lelang SBI secara individu dengan cara : a. Masuk menu INTS <GO> kemudian pilih INAL <GO> pada kelompok Primary Dealers. b. Pilih/klik transaksi yang diinginkan pada “List of Tender”. c. Pilih jenis SBI (securities) yang diinginkan sesuai jangka waktu. d. Pilih 2 <GO> untuk “Post Allocation”. Selanjutnya peserta transaksi dapat melihat jumlah nominal permohonan yang dimenangkan (amount awarded angka yang berwarna putih). Jumlah yang dimenangkan dapat secara penuh atau sebagian (proporsional). 10 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- Gambar : layar ABS melihat hasil lelang SBI per individu bank 4.3. Melihat Rincian Hasil Lelang Per Bank Masing-masing peserta transaksi dapat melihat rincian hasil lelang secara individual berupa nilai nominal yang dimenangkan, nilai tunai dan nilai diskonto. Hasil lelang SBI secara rinci ini akan dikirim oleh Bank Indonesia Bagian OPU- DPM melalui Bloomberg e-mail pada menu MSG <GO> yang ditandai dengan e- mail message yang berkedip. Pilih kiriman message yang berasal dari Bank Indonesia, kemudian ketik 97 <GO> untuk proses down load attachment file dari Bank Indonesia. 11 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- BAB 5 RENCANA KONTINJENSI (ABS OUTAGE PROCEDURES) 5.1. Definisi dan langkah umum pelaksanaan 1. Rencana kontinjensi merupakan prosedur standar yang disusun untuk menghadapi kemungkinan adanya gangguan yang menyebabkan terjadinya kegagalan dalam pelaksanaan kegiatan OPT yang terotomasi. 2. Gangguan yang menyebabkan terjadinya kegagalan dimaksud dapat terjadi pada sistem dan/atau saluran komunikasi. 3. Bloomberg Helpdesk di Singapore bertindak sebagai pusat informasi dua arah pada semua level gangguan yang dilaporkan oleh User (Bank Indonesia dan peserta ABS). Setelah menerima laporan kerusakan dan memetakan permasalahan yang terjadi, Bloomberg Helpdesk akan memberikan alternatif solusi penyelesaian gangguan beserta toleransi waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian gangguan tersebut (Estimated Time Arrival/ETA). 4. Bank Indonesia akan menentukan pilihan kegiatan yang harus dilakukan berdasarkan alternatif solusi dari Bloomberg Helpdesk dan menginformasikannya kepada semua peserta transaksi melalui Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon). 5. Alternatif pilihan kegiatan sesuai dengan tingkatannya terdiri dari : a. Memperpanjang window time OPT b. Menggunakan sistem manual (RMDS dan Telepon) 6. Bank Indonesia mengumumkan terjadinya gangguan kepada seluruh peserta transaksi melalui Bloomberg (PIPU/RMDS/Telepon). Message atau sarana 5.2. Jenis-jenis gangguan dan kegiatan penanggulangan 5.2.1 Gangguan pada Bloomberg auto-ex host Merupakan gangguan yang terjadi pada server Bond Auction System Bloomberg di New York yang menyebabkan tidak berfungsinya ABS. Prosedur yang dilakukan adalah: 1. Bloomberg Console Room di New York akan menghubungi Bloomberg Helpdesk di Singapore dan memberikan informasi mengenai kapan sistem akan kembali berfungsi. 2. Bloomberg Helpdesk akan menghubungi memberitahukan adanya gangguan dan ETA. 3. Bank Indonesia akan menentukan langkah kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihan alternatif seperti tersebut pada sub bab 5.1. butir 5. 4. Bank Indonesia mengumumkan kepada peserta ABS melalui Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon). 12 Bank Indonesia untuk lainnya Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- 5.2.2. Bank Indonesia dan/atau Peserta Transaksi tidak dapat menjalankan fungsi-fungsi pada ABS. Merupakan gangguan yang terjadi dimana fungsi-fungsi pada ABS tidak dapat dijalankan oleh Bank Indonesia dan/atau Peserta Transaksi. Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Peserta transaksi menghubungi Bloomberg Helpdesk atau dapat menghubungi Bank Indonesia yang kemudian meneruskan laporan gangguan tersebut kepada Bloomberg Helpdesk. 2. Bloomberg Helpdesk akan menghubungi Console Room untuk kemudian menemukan dan memperbaiki gangguan yang terjadi serta memberitahukan ETA yang paling memungkinkan. 3. Bank Indonesia akan menentukan langkah kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihan alternatif seperti tersebut pada sub bab 5.1. butir 5. 4. Bank Indonesia mengumumkan kepada peserta ABS melalui Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon). 5.2.3. Gangguan pada saluran komunikasi Peserta Transaksi Merupakan gangguan pada saluran komunikasi leasedline (DOV) yang menyebabkan hubungan antara BI dan Peserta Transaksi dengan host Bloomberg tidak dapat berjalan dengan baik sehingga Peserta Transaksi tidak dapat melakukan entry data kedalam ABS. Gangguan ini dapat dibagi menjadi 2 klasifikasi : A. Gangguan yang bersifat menyeluruh (mayor) Merupakan gangguan yang terjadi pada hampir seluruh Peserta Transaksi yang diperkirakan akan mengganggu kelancaran pelaksanaan OPT secara keseluruhan. Prosedur yang dilakukan adalah berikut: 1. Setelah mendapat laporan gangguan dari Peserta sebagai Transaksi, Bloomberg Helpdesk akan menghubungi Bank Indonesia untuk memberitahukan klasifikasi gangguan dan ETA. 2. Bank Indonesia akan menentukan langkah kegiatan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihan alternatif seperti tersebut pada sub bab 5.1 butir 5. 3. Bank Indonesia mengumumkan kepada peserta transaksi melalui Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon). 13 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- B. Gangguan yang bersifat minor Merupakan gangguan yang terjadi pada sebagian kecil Peserta Transaksi sehingga tidak dapat melakukan entry data kedalam ABS. Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Peserta transaksi melaporkan gangguan tersebut kepada Bloomberg Helpdesk yang selanjutnya meneruskan laporan tersebut kepada Bank Indonesia yang disertai dengan pemberitahuan mengenai klasifikasi gangguan dan ETA. 2. Apabila sampai dengan 1 jam sebelum tutup waktu lelang SBI perbaikan belum selesai, maka Bank Indonesia dapat menyarankan agar Peserta Transaksi mengajukan data penawaran lelang SBI melalui pialang atau bank lain. 14 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-8 Contoh perhitungan jumlah SBI yang dapat direpokan kepada Bank Indonesia: Bank XIX berpartisipasi mengikuti lelang SBI dalam 3 (tiga) kali lelang SBI terakhir yang diselenggarakan Bank Indonesia. Dari tiga kali lelang tersebut, hasil lelang yang dimenangkan (untuk semua tenor) Bank XIX adalah sebagai berikut: Lelang I : 0 Lelang II : Rp550 milyar Lelang III : Rp450 milyar Apabila Bank XIX bermaksud merepokan SBI yang dimilikinya ke Bank Indonesia, maka jumlah SBI yang dapat direpokan ke Bank Indonesia adalah sebesar: (0 + Rp550 milyar+ Rp350 milyar) ------------------------------------------- x 25% = Rp 75 milyar 3 Keterangan : Apabila Bank tidak ikut lelang pada salah satu atau lebih dari 3 (tiga) lelang terakhir yang diselenggarakan Bank Indonesia, maka jumlah SBI yang dimenangkan Bank pada setiap lelang yang tidak diikutinya dianggap 0 (nol). Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN 9 Contoh perhitungan tingkat diskonto SBI Repo: Penentuan tingkat diskonto SBI Repo ditentukan dari mana yang lebih tinggi dari perhitungan di bawah ini: a. Apabila rata-rata tertimbang suku bungan PUAB pagi hari jangka waktu 1 (satu) hari pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya adalah 13,74% maka untuk perhitungan tingkat diskonto SBI Repo ditambah 200 basis points: 13,74% + 200/100 % = 15,74% b. Apabila tingkat diskonto lelang SOR SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir yang diselenggarakan Bank Indonesia adalah 13,750%, maka untuk perhitungan tingkat diskonto SBI Repo ditambah 200 basis points: 13,750% + 200/100 % = 15,75% Dari kedua perhitungan tersebut di atas, penentuan tingkat diskonto SBI Repo menggunakan perhitungan pada point b. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 --------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran-10 BI-SPS Informasi Pemohon Rekening Penatausahaan SBI Nomor: Rekening Baru Perubahan Rekening Nama Pemegang Rekening SBI No. Rekening SBI (Diisi oleh Central Registry) Contact Person / No. Telepon/No. fax : JENIS PESERTA Bank TIPE REKENING Perdagangan Sub Registry Lainnya ALAMAT SURAT MENYURAT Agunan / Collateral Lainnya INSTRUKSI BANK PEMBAYAR / PENERIMA Nama Peserta (Bank / Sub-Registry)*) Nama Bank yang ditunjuk Sub-Registry Kode/No. Rek. Giro Bank di BI-RTGS *) Apabila peserta adalah Sub-Registry maka wajib menunjuk bank dengan melampirkan formulir BER-03 (lampiran 12). TANDA TANGAN Tanda tangan Pejabat Berwenang Meterai + Stempel Perusahaan Tanggal: BER-01 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran-11 BI-SPS Contoh Tandatangan dan Stempel Perusahaan Untuk Penyelesaian Transaksi Kepemilikan SBI Nomor : Contoh tanda tangan pejabat yang berwenang Tambahan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang Nama Pemilik Rekening SBI Nomor Rekening SBI Daftar pejabat yang berwenang melakukan perintah atas pemindahan kepemilikan Rekening SBI Pada: N a m a Jabatan Resmi Contoh Tanda Tangan Penandatanganan dilakukan oleh : “……..orang” (diisi sesuai dengan kebijakan perusahaan) dari pejabat yang berwenang di atas, yang bertindak atas nama perusahaan sesuai dengan stempel perusahaan sebagaimana dicontohkan di bawah. Contoh Stempel Perusahaan BER-02 Lampiran-12 BI-SPS Contoh Tandatangan dan Stempel Perusahaan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- Untuk Penyelesaian Dana di Rekening Giro BI-RTGS Nomor : Contoh tanda tangan pejabat yang berwenang Tambahan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang Nama Bank Pemegang Rekening Giro di Bank Indonesia (peserta BI-RTGS) Kode/Nomor Rekening Giro di BI-RTGS Daftar pejabat yang berwenang melakukan perintah atas pendebetan Rekening Giro BI-RTGS di Bank Indonesia di atas sehubungan dengan transaksi SBI : N a m a Jabatan Resmi Contoh Tanda Tangan Penandatanganan dilakukan oleh : “……..orang” (diisi sesuai kebijakan perusahaan) dari pejabat yang berwenang di atas, yang bertindak atas nama perusahaan sesuai dengan stempel perusahaan sebagaimana dicontohkan di bawah Contoh Stempel Perusahaan Tanda Tangan Pejabat yang Berwenang : BER-03 Lampiran-13 Bank Indonesia Central Registry Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- KONFIRMASI PENCATATAN SURAT BERHARGA (Harian) Kepada : (Nama dan alamat pemegang rekening) Nomor Rekening SBI : Mohon mengkutip nomor rekening ini pada seluruh transaksi, surat-menyurat dan apabila membutuhkan konfirmasi [Nama Pemegang Rekening SBI] [Tipe Rekening] Saldo SBI di bawah ini dicatat atas nama pemegang rekening tersebut di atas pada [tanggal] Rincian SBI Mutasi No Deskripsi Transaksi Seri …… Seri ……. Tingkat diskonto Jatuh Waktu Rujukan Transaksi Saldo Awal Debit Kredit Saldo Akhir Total Jakarta,……… Central Registry Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Bank Indonesia BER-04 Lampiran-14 Bank Indonesia Central Registry Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- KONFIRMASI PENCATATAN SURAT BERHARGA (Bulanan) Kepada: [Nama dan alamat pemegang rekening ] Nomor Rekening SBI: Mohon mengkutip nomor rekening ini pada semua transaksi, surat menyurat dan jika membutuhkan konfirmasi [Nama Pemegang Rekening SBI] [Tipe Rekening] Saldo SBI di bawah ini dicatat atas nama pemegang rekening tersebut di atas pada [tanggal] Rincian SBI Saldo No. Seri Tingkat Diskonto Jatuh Waktu Rp xx.xxx.xxx.xx Rp xx.xxx.xxx.xx Rp xx.xxx.xxx.xx T O T A L Rp xx.xxx.xxx.xx Jakarta,……… Central Registry Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Bank Indonesia BER-05 Lampiran-15 Nama Bank/Sub Registry HASIL REKONSILIASI POSISI Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- CENTRAL REGISTRY DENGAN BANK ATAU SUB-REGISTRY Kepada: Central Registry [Nama] [Nomor Rekening SBI] [Tipe Rekening] Berdasarkan atas KPS Harian/Bulanan tanggal : ________ dengan saldo Rp___________ dibandingkan dengan laporan pencatatan kami pada tanggal yang sama menunjukkan saldo sebesar Rp_____________, sehingga terdapat perbedaan sebesar Rp ________________, pada rincian transaksi berikut: Tanggal Rujukan Transaksi Keterangan/Transaksi Jumlah Total Rp Jakarta,……… Bank/Sub Registry TTD Pejabat Berwenang BER-06 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-16 BI-SPS Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga Yang Diagunkan (PP-SKSD) Nomor : Kepada : Central Registry Kami : Pemberi Agunan No. Rekening SBI di Central Registry Dengan ini mengajukan permohonan kepada Central Registry untuk menerbitkan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD), untuk diagunkan kepada pihak penerima agunan sebagai berikut : Penerima Agunan Alamat Dan untuk memindahkan seluruh kepemilikan Kami dari rekening Perdagangan ke rekening Agunan, atas SBI sebagai berikut : Seri SBI Tanggal Jatuh Waktu Nilai Nominal yang Diagunkan Rp Tanggal Penerbitan SKSD Tanggal Jatuh Waktu SKSD ……….., tgl/bln/thn Tanda tangan Pejabat berwenang Meterai + stempel Perusahaan BER-08 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-17 SURAT KETERANGAN SURAT BERHARGA YANG DIAGUNKAN (SKSD) Nomor Kepada (“Penerima Agunan”) (Nama Pemegang Rekening SBI) No. Rekening SBI : Mohon rekening mengutip nomor ini pada semua transaksi, surat menyurat dan jika membutuhkan informasi Surat ini menunjukkan bahwa nilai nominal SBI telah diagunkan oleh pemilik rekening sejak (tanggal) sampai dengan dan termasuk (tanggal) untuk untung Penerima Agunan. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan agunan ini, maka tuntutan harus diajukan kepada Registry sebelum berakhirnya masa berlakuknya SKSD. Surat ini dinyatakan tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD. Rincian SBI Seri SBI Tingkat Diskonto : : Tanggal Jatuh Tempo : Rp. Jumlah Nominal Jakarta, …………… Central Registry Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Bank Indonesia Catatan : 1. Dokumen ini adalah dokumen berharga. Harus dipelihara dengan aman. 2. Dalam hal lembaran asli dikembalikan kepada Registry sebelum tanggal berakhir SKSD oleh Pemegang Rekening, maka surat berharga harus diserahkan kembali kepada Pemegang Rekening. 3. Dalam hal lembaran asli dikembalikan kepada Registry sebelum tanggal berakhir SKSD oleh Penerima Agunan dengan Surat Kuasa pengalihan hak kepemilikan dari Pemegang Rekening, maka kepemilikan surat berharga akan beralih kepada Penerima Agunan. 4. Dokumen ini tidak dapat diperdagangkan. BER-09 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN 18 BI-SPS Surat Permohonan Perpindahan Registrasi - DVP Nomor : Kepada : Central Registry (Bagian PTPU) Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan sendiri/nasabah* meminta Saudara untuk memindahkan kepemilikan SBI dari : Nama Bank Penjual/Sub-Registry* No. Rekening SBI di Central Registry Nama Nasabah** kepada : Nama Bank Pembeli/Sub-Registry* No. Rekening SBI di Central Registry Nama Nasabah** Dengan syarat bahwa kepemilikan SBI tidak akan dipindahkan kecuali pihak pembeli telah melunasi pembayaran sesuai dengan persyaratan dari : Nama Bank Pembayar No. Rekening Giro Kepada : Nama Bank Penerima Dana No. Rekening Giro Atas transaksi SBI sebagai berikut : Seri SBI Tgl. jatuh waktu SBI Nilai Nominal Tingkat Diskonto Transaksi Nilai Transaksi Tanggal Transaksi ……….., tgl/bln/thn Pengesahan Sub-Registry*** Tanda tangan Pejabat berwenang + stempel Perusahaan Keterangan : * Coret yang tidak perlu ** Diisi apabila pembeli/penjual adalah Sub-Registry atau Bank atas kepentingan nasabah ***Diisi apabila Bank penjual bertindak atas kepentingan nasabah. BER-10 Tanda tangan Pejabat berwenang Meterai + stempel Perusahaan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-19 BI-SPS Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran - DVP Nomor : Kepada : Bagian PTPU Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan sendiri/nasabah* memerintahkan Saudara untuk memindahkan dana dari : Nama Bank Pembayar No. Rekening Giro Bank kepada : Nama Bank Penerima dana No. Rekening Giro Bank Dengan syarat bahwa pembayaran tidak akan dilakukan kecuali SBI telah diserahkan dari : Nama Bank Penjual/Sub-Registry* No. Rekening SBI di Central Registry Nama nasabah** Kepada : Nama Bank Pembeli/Sub-Registry* No. Rekening SBI di Central Registry Nama nasabah** Atas transaksi SBI sebagai berikut : Seri SBI Tgl. jatuh waktu SBI Nilai Nominal Tingkat Diskonto Transaksi Nilai Transaksi Tanggal Transaksi ……….., tgl/bln/thn Pengesahan Bank Pembayar*** Tanda tangan Pejabat berwenang + stempel Perusahaan Keterangan : * Tanda tangan Pejabat berwenang Meterai + stempel Perusahaan Coret yang tidak perlu ** Diisi apabila pembeli/penjual adalah Sub-Registry atau Bank atas kepentingan nasabah ***Diisi apabila Bank Pembeli/Sub-Registry berbeda dengan Bank Pembayar BER-11 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-20 BI-SPS Surat Permohonan Perpindahan Registrasi – Free of Payment Nomor : Kepada : Central Registry (Bagian PTPU) Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan sendiri/nasabah* meminta Saudara untuk memindahkan kepemilikan SBI dari : Nama Bank Penjual/Sub-Registry* No. Rekening SBI di Central Registry Nama Nasabah** kepada : Nama Bank Pembeli/Sub-Registry* No. Rekening SBI di Central Registry Nama Nasabah** Atas transaksi SBI sebagai berikut : Seri SBI Tgl. jatuh waktu SBI Nilai Nominal Tingkat Diskonto Transaksi Nilai Transaksi Tanggal Transaksi ……….., tgl/bln/thn Pengesahan Sub-Registry*** Tanda tangan Pejabat berwenang + stempel Perusahaan Keterangan : * Coret yang tidak perlu ** Diisi apabila pembeli/penjual adalah Sub-Registry atau Bank atas kepentingan nasabah ***Diisi apabila Bank penjual bertindak atas kepentingan nasabah Tanda tangan Pejabat berwenang Meterai + stempel Perusahaan BER-12 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN 21 BI-SPS Surat Permohonan Perpindahan Registrasi - Repo Nomor : Kepada : Bagian PTPU Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan sendiri/nasabah* meminta Saudara untuk memindahkan kepemilikan SBI dari : Nama Bank Penjual/Sub-Registry* No. Rekening SBI di Central Registry Nama nasabah** Kepada : Nama Bank Pembeli/Sub-Registry* No. Rekening SBI di Central Registry Nama nasabah** Dengan syarat bahwa kepemilikan SBI tidak akan dipindahkan kecuali pihak pembeli telah melunasi pembayaran sesuai dengan persyaratan dari : Nama Bank Pembayar No. Rekening Giro Bank Kepada : Nama Bank Penerima dana No. Rekening Giro Bank Atas transaksi SBI sebagai berikut : Seri SBI Tgl. jatuh waktu SBI Nilai Nominal Tingkat Diskonto Transaksi Nilai Transaksi Tanggal Transaksi Selanjutnya kami mohon pembalikan transaksi ini atas dasar prinsip DVP dengan mengkredit Rekening SBI kami sebesar jumlah nominal tersebut di atas setelah Rekening Giro Kami didebet sebagai berikut : Bank Penerima Dana No. Rekening Giro Tanggal SBI Repo Jatuh Waktu Nilai Pembayaran SBI Repo Jatuh Waktu Dalam hal pada saat jatuh waktu repo saldo rekening giro Bank Kami di BI dan atau saldo Rekening SBI counterparty tidak mencukupi sehingga tidak dapat dilakukan penyelesaian transaksi maka Kami sepakat menganggap sebagai penyelesaian transaksi outright. ……….., tgl/bln/thn Pengesahan Sub-Registry*** Tanda tangan Pejabat berwenang + stempel Perusahaan Keterangan : * Coret yang tidak perlu ** Diisi apabila pembeli/penjual adalah Sub-Registry atau Bank atas kepentingan nasabah ***Diisi apabila Bank penjual bertindak atas kepentingan nasabah BER-13 Tanda tangan Pejabat berwenang Meterai + stempel Perusahaan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN 22 BI-SPS Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran - Repo Nomor : Kepada : Bagian PTPU Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan sendiri/nasabah* memerintahkan Saudara untuk memindahkan dana dari : Nama Bank Pembayar No. Rekening Giro Bank Kepada : Nama Bank Penerima dana No. Rekening Giro Bank Dengan syarat bahwa pembayaran tidak akan dilakukan kecuali SBI telah diserahkan dari : Nama Bank Penjual/Sub-Registry* No. Rekening SBI di Central Registry Nama nasabah** Kepada : Nama Bank Pembeli/Sub-Registry* No. Rekening SBI di Central Registry Nama nasabah** Atas transaksi SBI sebagai berikut : Seri SBI Tgl. jatuh waktu SBI Nilai Nominal Tingkat Diskonto Transaksi Nilai Transaksi Tanggal Transaksi Selanjutnya kami mohon pembalikan transaksi ini atas dasar prinsip DVP dengan mendebet Rekening SBI kami sebesar jumlah nominal tersebut di atas setelah kami menerima dana sebagai berikut : Bank Penerima Dana No. Rekening Giro Tanggal Jatuh Waktu SBI Repo Nilai Pembayaran SBI Repo Jatuh Waktu Dalam hal pada saat jatuh waktu repo saldo Rekening SBI Kami dan atau saldo rekening giro counterparty di BI tidak mencukupi sehingga tidak dapat dilakukan penyelesaian transaksi, maka Kami sepakat menganggap transaksi outright. sebagai Pengesahan Bank Pembayar*** Tanda tangan Pejabat berwenang + stempel Perusahaan Keterangan : * Coret yang tidak perlu ** Diisi apabila pembeli/penjual adalah Sub-Registry atau Bank atas kepentingan nasabah ***Diisi apabila Bank Pembeli/Sub-Registry berbeda dengan Bank Pembayar BER-14 penyelesaian ……….., tgl/bln/thn Tanda tangan Pejabat berwenang Meterai + stempel Perusahaan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-23 BI-SPS Surat Permohonan Penyelesaian Kepemilikan SBI – Repo Sebelum Jatuh Waktu Nomor : Kepada : Central Registry Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan sendiri/nasabah* mengajukan permohonan perubahan pembalikan transaksi SBI Repo atas SPPR-Repo Kami No……… tanggal ………… (fotocopy terlampir), menjadi sebagai berikut : Nilai Pembayaran SBI Repo Jatuh Waktu Rp Tanggal SBI Repo Jatuh Waktu ……….., tgl/bln/thn Pengesahan Sub-Registry Counterparty Keterangan : Tanda tangan Pejabat berwenang + stempel Perusahaan * Coret yang tidak perlu Tanda tangan Pejabat berwenang Meterai + stempel Perusahaan BER-15 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- LAMPIRAN-24 BI-SPS Surat Permohonan Penyelesaian Dana SBI – Repo Sebelum Jatuh Waktu Nomor : Kepada : Bagian PTPU Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan sendiri/nasabah* mengajukan permohonan perubahan pembalikan transaksi SBI Repo atas SPPP-Repo Kami No……… tanggal ………… (fotocopy terlampir), menjadi sebagai berikut : Nilai Pembayaran SBI Repo Jatuh Waktu Rp Tanggal SBI Repo Jatuh Waktu ……….., tgl/bln/thn Pengesahan Bank Counterparty Keterangan : Tanda tangan Pejabat berwenang + stempel Perusahaan * Coret yang tidak perlu Tanda tangan Pejabat berwenang Meterai + stempel Perusahaan BER-16 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002 ----------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran-25 Central Registry PEMBERITAHUAN PELUNASAN SBI JATUH WAKTU Kepada: Sub-Registry [Nama Sub Registry] [Nomor Rekening SBI] [Tipe Rekening] Pelunasan SBI yang tercatat di Central Registry yang akan dilakukan pada [tanggal] dengan cara pengkreditan oleh Bank Indonesia pada rekening [nama bank][kode/no.rek.giro di BI] pada Bank Indonesia adalah sebagai berikut : Rincian SBI No. Seri Tingkat Diskonto Jatuh Waktu Nominal Nominal Rp xx.xxx.xxx.xx Rp xx.xxx.xxx.xx Rp xx.xxx.xxx.xx T O T A L Jakarta,……… Sub Registry [TTD Pejabat Berwenang] BER-17
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/20/DPM|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Penerbitan, Perdagangan dan Penatausahaan Sertifikat Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 18 November 2002 </set_date> <effective_date> 25 November 2002 </effective_date> <related_reg> '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
No. 8/ 31 /DPBPR Jakarta,12 Desember 2006 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Bank Perkreditan Rakyat ------------------------------ Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/26/PBI/2006 tanggal 8 November 2006 tentang Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4656), selanjutnya disebut PBI, perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan mengenai kelembagaan Bank Perkreditan Rakyat, selanjutnya disebut BPR, dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut: I. UMUM 1. Pengajuan permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau penyampaian laporan kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia dan/atau Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam PBI menggunakan lampiran yang ditetapkan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. 2. Dalam … 2 2. Dalam hal format permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau penyampaian laporan tidak diatur secara khusus dalam Surat Edaran ini maka format tersebut diserahkan kepada masing-masing BPR. 3. Perhitungan hari dalam rangka pengajuan permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam PBI didasarkan pada hari kalender. II. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL 1. Tata cara dan pelaporan perubahan Anggaran Dasar BPR karena perubahan kepemilikan tunduk kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Bagi BPR berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT), perubahan Anggaran Dasar wajib dinotariilkan dan dilaporkan kepada instansi yang berwenang. Bukti pelaporan perubahan tersebut berbentuk hasil cetak (print out) melalui Sistem Informasi Badan Hukum (Sisminbakum) atau tanda terima dari instansi yang berwenang. Bagi BPR berbadan hukum Perusahaan Daerah (PD) dan Koperasi, perubahan Anggaran Dasar dan pelaporannya dilakukan sesuai Peraturan Daerah atau ketentuan Perkoperasian yang berlaku. 2. BPR menyampaikan laporan perubahan kepemilikan sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah dipenuhinya aspek ekonomis dan aspek yuridis atas perubahan kepemilikan dimaksud. Yang dimaksud dengan pemenuhan aspek ekonomis dan aspek yuridis adalah: a. aspek … 3 a. b. aspek ekonomis berupa setoran modal oleh pemegang saham BPR yang telah efektif, dan aspek yuridis berupa pengesahan perubahan kepemilikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota dan perubahan Anggaran Dasar tersebut telah dilaporkan kepada instansi yang berwenang. III. PERSYARATAN ANGGOTA/CALON ANGGOTA DIREKSI DAN PEMENUHAN SERTIFIKASI KELULUSAN 1. Calon anggota Direksi yang belum berpengalaman di bidang operasional perbankan wajib mengikuti magang paling singkat selama 3 (tiga) bulan pada BPR di bidang pendanaan dan/atau perkreditan dan memiliki sertifikat kelulusan dari Lembaga Sertifikasi. 2. Pemenuhan persyaratan administratif berupa sertifikat kelulusan bagi calon anggota Direksi dalam rangka permohonan persetujuan prinsip pendirian BPR diatur sebagai berikut: a. paling sedikit 1 (satu) orang calon anggota Direksi wajib memiliki sertifikat kelulusan, bagi permohonan yang diajukan dalam kurun waktu 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2008. b. setiap calon anggota Direksi wajib memiliki sertifikat kelulusan, bagi permohonan yang diajukan sejak tanggal 1 Januari 2009. 3. Pemenuhan persyaratan administratif berupa sertifikat kelulusan bagi calon anggota Direksi BPR di BPR yang telah melakukan kegiatan usaha diatur sebagai berikut: a. calon … 4 a. calon anggota Direksi yang diajukan dalam kurun waktu 1 Januari 2007 sampai dengan tanggal 31 Desember 2008 tidak wajib memiliki sertifikat kelulusan dalam hal BPR telah memiliki paling sedikit 1 (satu) orang anggota Direksi yang bersertifikat. b. calon anggota Direksi yang diajukan sejak tanggal 1 Januari 2009 wajib memiliki sertifikat kelulusan. 4. Pemberitahuan hasil kelulusan ujian yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi berlaku sebagai bukti pemenuhan kewajiban memiliki sertifikat kelulusan. IV. PEMBUKAAN KANTOR BPR DAN KEGIATAN DI LUAR KANTOR 1. Kantor Cabang Dalam rangka pembukaan Kantor Cabang, BPR wajib memiliki teknologi informasi yang memadai. Termasuk dalam pengertian teknologi informasi yang memadai adalah BPR memiliki aplikasi dan/atau sarana yang dibutuhkan dalam pencatatan transaksi kegiatan usaha BPR dan mampu menghasilkan laporan keuangan secara gabungan pada hari yang sama. 2. Kegiatan Kas di Luar Kantor a. Kas Mobil, Kas Terapung dan Payment Point 1) Kegiatan kas di luar kantor dengan menggunakan kas mobil, kas terapung dan payment point adalah kegiatan pelayanan kas meliputi: a) menerima angsuran kredit, b). menerima … 5 b) menerima setoran dan melayani penarikan tabungan bagi nasabah, c) menerima titipan dana dalam rangka pembukaan rekening tabungan atau deposito, d) menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon, air dan lainnya, e) pencairan kredit, tidak termasuk proses persetujuan kredit. 2) Kegiatan kas di luar kantor dengan menggunakan kas mobil, kas terapung dan payment point tidak diperkenankan melakukan kegiatan pelayanan kas selain yang disebut pada angka 1. b. Anjungan Tunai Mandiri (ATM) 1) Kegiatan kas di luar kantor dengan menggunakan ATM tunduk kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu (APMK) dan peraturan pelaksanaannya. 2) Dalam hal kegiatan kas di luar kantor dilakukan dengan menggunakan ATM yang diselenggarakan sendiri oleh BPR maka BPR hanya dapat bertindak sebagai prinsipal, penerbit dan technical acquirer (pihak yang menyediakan sarana yang diperlukan dalam pemrosesan kegiatan kas di luar kantor menggunakan ATM). 3) BPR … 6 3) BPR yang akan bertindak sebagai penerbit kartu ATM wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia, dengan mengajukan permohonan kepada Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP) dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan BPR (DPBPR) atau Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, mengenai rencana penyelenggaraan kegiatan kas di luar kantor dengan menggunakan ATM dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penyelenggaraan APMK. Apabila selain bertindak sebagai penerbit kartu ATM, BPR yang bersangkutan sekaligus akan bertindak pula sebagai prinsipal dan/atau technical acquirer maka kegiatan sebagai prinsipal dan/atau technical acquirer tersebut wajib terlebih dahulu dilaporkan kepada DASP. Penyampaian permohonan persetujuan sebagai penerbit dan pelaporan sebagai prinsipal dan/atau technical acquirer dimaksud dapat dilakukan dalam satu dokumen secara bersamaan. 4) Dalam hal kegiatan kas di luar kantor dilakukan dengan menggunakan ATM yang diselenggarakan melalui kerjasama dengan bank umum maka BPR dapat bertindak sebagai penerbit kartu ATM atau bukan penerbit kartu ATM (co-branding). 5) Dalam … 7 5) Dalam hal BPR akan bertindak sebagai penerbit kartu ATM maka BPR wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Bank Indonesia dengan mengajukan permohonan kepada DASP dengan tembusan kepada DPBPR atau KBI setempat, dengan ketentuan sebagai berikut: (a) Kegiatan penerbitan kartu oleh BPR tunduk kepada ketentuan Bank Indonesia mengenai APMK sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1). (b) Bank umum mitra BPR bertindak sebagai technical acquirer. (c) BPR dapat bergabung dalam jaringan bersama ATM (shared ATM) melalui bank umum mitra BPR atau merupakan anggota tidak langsung shared ATM. (d) Kerjasama antara BPR dan bank umum harus dituangkan dalam perjanjian kerjasama pemanfaatan jaringan ATM bank umum oleh BPR. 6) Dalam hal BPR bertindak bukan sebagai penerbit kartu ATM (co-branding) maka BPR wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Bank Indonesia dengan mengajukan permohonan kepada DPBPR atau KBI setempat dengan ketentuan sebagai berikut: (a) ATM merupakan produk bank umum, sementara BPR merupakan marketing agent. (b) Hak, kewajiban dan risiko sebagai penerbit kartu melekat pada bank umum dan tidak dapat diserahkan atau dialihkan kepada BPR. (c) Penyelesaian … 8 (c) Penyelesaian pengaduan nasabah (complaint handling) merupakan kewajiban Bank Umum penerbit kartu ATM. (d) Perjanjian antara nasabah dengan BPR tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerjasama BPR dengan bank umum (co-branding agreement). (e) Perjanjian co-branding paling sedikit memuat: (1) Hak dan kewajiban bank umum sebagai penerbit kartu, (2) Hak dan kewajiban BPR sebagai mitra bank umum (co-brand partner), (3) Mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah BPR sebagai pemegang kartu ATM kepada bank umum sebagai penerbit kartu ATM baik secara langsung maupun melalui BPR, dan (4) Mekanisme penyelesaian transaksi antara bank umum dan BPR. 3. Kegiatan Promosi Dalam rangka promosi, BPR dapat menerima titipan dana untuk melayani pembukaan rekening (tidak melayani transaksi kas lainnya) sepanjang: a. terdapat mekanisme untuk meyakinkan nasabah bahwa penerima titipan adalah orang yang memiliki otorisasi, b. jumlah dana yang dititipkan relatif kecil/wajar sebagai saldo awal pembukaan rekening, c. nasabah … 9 c. nasabah memperoleh informasi secara tertulis bahwa dana tersebut merupakan titipan yang belum merupakan setoran efektif karena penyelesaiannya dilakukan oleh kantor terdekat, dan d. kegiatan dimaksud dilaporkan kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan kegiatan. V. TATA CARA PENETAPAN PENGGUNAAN IZIN USAHA DENGAN NAMA BARU 1. Permohonan penetapan penggunaan izin usaha yang dimiliki BPR dengan nama yang baru diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak persetujuan perubahan nama dan disertai dengan: a. alasan perubahan nama, dan b. akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi berwenang. 2. Bank Indonesia memberikan persetujuan penggunaan izin usaha dengan nama yang baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan berikut dokumen yang dipersyaratkan diterima secara lengkap. 3. BPR wajib mengumumkan pelaksanaan perubahan nama kepada masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan paling lambat 20 (dua puluh) hari sejak tanggal persetujuan dari Bank Indonesia dan menyampaikan bukti pengumuman dimaksud paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pengumuman. VI. PEMENUHAN … 10 VI. PEMENUHAN MODAL DISETOR SECARA BERTAHAP 1. Sanksi berupa larangan penyediaan dana baru bagi BPR yang melanggar ketentuan pemenuhan modal disetor secara bertahap, tidak berlaku bagi pencairan atas fasilitas kredit yang telah disetujui. 2. Dalam rangka pemenuhan sanksi berupa penutupan jaringan kantor, penghentian kegiatan kas di luar kantor dan penghentian kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA), BPR harus mencantumkan langkah-langkah pemenuhan sanksi tersebut dalam suatu rencana kegiatan tersendiri yang terpisah dari rencana kerja tahunan. 3. Semua sanksi yang telah dikenakan akibat pelanggaran ketentuan pemenuhan modal disetor secara bertahap menjadi hapus apabila BPR telah memindahkan alamat kantor ke wilayah yang sesuai dengan tahapan pemenuhan modal disetor. VII. PERIZINAN 1. Sistem dan Prosedur Kerja Dalam rangka memenuhi persyaratan izin usaha, BPR harus menyampaikan standar operasional dan prosedur kerja yang sekurang- kurangnya meliputi: a. Personalia, b. Uraian tugas dan tanggung jawab pengurus dan pegawai, c. Pengawasan internal, d. Pengelolaan kas, e. Penanaman dana dan pemberian kredit, f. Penghimpunan … 11 f. Penghimpunan dana, g. Pembukuan, dan h. Pengelolaan dan penyimpanan dokumen. 2. ANALISIS POTENSI DAN KELAYAKAN a. Analisis potensi dan kelayakan dalam rangka pendirian BPR, pembukaan Kantor Cabang BPR, dan pemindahan alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang BPR dapat dilakukan sendiri oleh pemohon atau oleh konsultan dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 40. b. Analisis atas potensi dan kelayakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, antara lain meliputi penilaian terhadap: 1) aspek demografi dan ekonomi wilayah; 2) 3) jumlah dan pertumbuhan lembaga perbankan, termasuk lembaga keuangan mikro; rencana kegiatan usaha yang mencakup sumber dana dan penyaluran dana serta langkah-langkah yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; 4) proyeksi keuangan setiap bulan untuk 3 (tiga) tahun pertama, sejak BPR melakukan kegiatan operasional; dan 5) perencanaan sumber daya manusia. c. Penilaian Bank Indonesia atas analisis studi kelayakan didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut: 1) Aspek Non Ekonomis, yang terdiri dari : (a) aspek umum, dan (b) aspek … 12 (b) aspek manajemen. 2) Aspek Ekonomis, yang terdiri dari: (a) aspek pemasaran (1) competitive advantage, (2) potensi dana pihak ketiga, (3) potensi kredit UKM, (4) persaingan kredit, (5) persaingan dana pihak ketiga, dan (6) target pasar. (b) aspek keuangan (1) Profitability Index (PI) Penilaian PI bertujuan untuk menilai risiko yang dihadapi BPR dalam menjalankan usahanya. PI merupakan perbandingan antara nilai akumulasi Present Value (PV) dengan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh BPR dalam menjalankan usahanya. (2) Internal Rate of Return (IRR) Penilaian IRR bertujuan untuk mengetahui tingkat hasil pengembalian internal (tingkat keuntungan) dari BPR yang akan didirikan. IRR merupakan tingkat bunga yang menyamakan investasi awal (I) dengan nilai tunai (PV) dari arus kas masa datang. (3) Break … 13 (3) Break Event Point (BEP) Penilaian BEP menunjukkan ukuran atau skala bisnis sehingga perusahaan mencapai titik impas. (4) Capital Adequacy Ratio (CAR) Penilaian CAR dilakukan berdasarkan jumlah modal yang dimiliki BPR yang dihitung berdasarkan persentase tertentu dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan BPR dalam menyediakan modal minimum dalam rangka pengembangan usaha dan menanggung risiko kerugian. (5) Return on Asset (ROA) Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh penghasilan terhadap operasi bisnis dan menjadi ukuran keefektifan manajemen. Dihitung berdasarkan laba sebelum pajak selama 12 bulan terakhir dibandingkan dengan rata-rata volume usaha dalam periode yang sama (6) Biaya Operasi/Pendapatan Operasi (BOPO) Penilaian BOPO bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi operasional BPR yang dihitung berdasarkan perbandingan antara Biaya Operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap Pendapatan … 14 Pendapatan Operasional dalam periode yang sama. (7) Non Performing Loan (NPL) Penilaian NPL bertujuan untuk mengetahui jumlah nominal kredit dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet. 3. FORMAT PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN, PENGAJUAN RENCANA DAN PENYAMPAIAN LAPORAN a. Pengajuan permohonan izin kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia meliputi: 1) Permohonan Persetujuan Prinsip Pendirian BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1; dan 2) Permohonan Izin Usaha BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2. b. Pengajuan permohonan izin kepada Bank Indonesia meliputi: 1) Permohonan Persetujuan Pencairan Deposito, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3; 2) Permohonan Persetujuan Perubahan Kepemilikan BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5; 3) Permohonan Persetujuan Calon Anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 9; 4) Permohonan … 15 4) Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 13; 5) Permohonan Izin Operasional Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 14; 6) Permohonan Izin Penerbitan Kartu ATM, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 19; 7) Permohonan Izin Kerjasama Penyelenggaraan ATM dengan Bank Umum, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 20; 8) Permohonan Persetujuan Prinsip Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang keluar wilayah kabupaten/kota atau provinsi, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 21; 9) Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang dalam wilayah kabupaten/kota yang sama, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 22; 10) Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 23; 11) Permohonan Penetapan Penggunaan Izin Usaha yang Dimiliki BPR dengan Nama yang Baru, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 28; 12) Permohonan … 16 12) Permohonan Persetujuan Prinsip Perubahan Bentuk Badan Hukum, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 30; 13) Permohonan Pengalihan Izin Usaha BPR dari Badan Hukum Lama kepada Badan Hukum Baru, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 31; 14) Permohonan Penutupan Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 33; dan 15) Permohonan Penutupan Kantor Sementara, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 37. c. Pengajuan rencana kepada Bank Indonesia meliputi: 1) Rencana Pembukaan Kantor Kas, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 16; 2) Rencana Pemindahan Alamat Kantor Kas, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 25; dan 3) Rencana Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 35. d. Penyampaian laporan kepada Bank Indonesia meliputi: 1) Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4; 2) Laporan Perubahan Kepemilikan BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 6; 3) Laporan … 17 3) Laporan Perubahan Komposisi Kepemilikan BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 7; 4) Laporan Perubahan Modal Dasar BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8; 5) Laporan Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10; 6) Laporan Pengangkatan/Penggantian Pejabat Eksekutif BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 11; 7) Laporan Pemberhentian Pejabat Eksekutif BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 12; 8) Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 15; 9) Laporan Pembukaan Kantor Kas, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 17; 10) Laporan Pembukaan Kegiatan Kas di Luar Kantor, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 18; 11) Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 24; 12) Laporan … 18 12) Laporan Pemindahan Alamat Kantor Kas, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 26; 13) Laporan Pemindahan Alamat Kegiatan Kas di Luar Kantor, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 27; 14) Laporan Pengumuman Perubahan Nama BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 29; 15) Laporan Pelaksanaan Pengumuman Perubahan Bentuk Badan Hukum Baru BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 32; 16) Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 34; 17) Laporan Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 36; 18) Laporan Pengumuman Penutupan Sementara Kantor, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 38; dan 19) Laporan Pelaksanaan Penutupan dan Pembukaan Kembali Kantor, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 39. e. Batas waktu penyampaian laporan oleh BPR dibuktikan sebagai berikut: 1) berdasarkan … 19 1) berdasarkan stempel pos atau tanda terima jasa ekspedisi apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan jasa ekspedisi; dan 2) berdasarkan tanggal penerimaan laporan oleh Bank Indonesia apabila laporan disampaikan secara langsung. 4. ALAMAT PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN, PENGAJUAN RENCANA DAN/ATAU PENYAMPAIAN LAPORAN a. Permohonan pendirian BPR ditujukan kepada: 1) Dewan Gubernur Bank Indonesia u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPR yang akan didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten. 2) Dewan Gubernur Bank Indonesia u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR yang akan didirikan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia pada Lampiran 41. b. Permohonan selain untuk pendirian BPR, pengajuan rencana dan penyampaian laporan ditujukan kepada: 1) Bank Indonesia u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPR yang akan didirikan di wilayah … 20 wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten. 2) Bank Indonesia u.p. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam angka 1), dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia pada Lampiran 41. VIII. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 12 Desember 2006. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Nomor 6/33/DPBPR tanggal 13 Agustus 2004 perihal Bank Perkreditan Rakyat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, SITI CH. FADJRIJAH DEPUTI GUBERNUR DPBPR Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 1 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No.2 JAKARTA 10110 Up. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat Perihal : Permohonan Persetujuan Prinsip Pendirian BPR Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk memperoleh persetujuan prinsip pendirian Bank Perkreditan Rakyat dengan rencana nama ……………………………….. yang berkedudukan di ………………… Kabupaten/Kota …………….… Untuk melengkapi permohonan dimaksud bersama ini kami sampaikan: 1. Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar. 2. Daftar calon pemegang saham/calon anggota *) disertai dokumen yang dipersyaratkan. 3. Daftar calon anggota Direksi dan dewan Komisaris disertai dokumen yang dipersyaratkan. 4. Rencana struktur organisasi dan jumlah personalia. 5. Analisis atas potensi dan kelayakan pendirian BPR, yang meliputi penilaian terhadap: a. aspek demografi dan ekonomi wilayah; b. jumlah dan pertumbuhan lembaga perbankan, termasuk lembaga keuangan mikro; c. rencana kegiatan usaha yang mencakup sumber dana dan penyaluran dana serta langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud; d. proyeksi keuangan setiap bulanan untuk 3 (tiga) tahun pertama, sejak BPR melakukan kegiatan operasional; dan e. perencanaan sumber daya manusia; 6. Rencana sistem dan prosedur kerja. 7. Fotokopi bilyet deposito sebesar Rp. …………………… (……..………..….) atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. ………………………………….. untuk pendirian BPR ……………………….…….. yang merupakan ……. % (…………. perseratus) dari modal disetor minimum yang dipersyaratkan, yang telah berisi keterangan bahwa pencairan hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia. 8. Surat … Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lanjutan Lampiran 1 8. Surat pernyataan dari calon pemegang saham/anggota *) bahwa setoran modal: a. b. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. Demikian permohonan kami. Nama dan tandatangan calon pemilik tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan atau pihak lain; dan cc : Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten) Keterangan: *) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 2 ……………..,………………… No. : Lamp : Kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No.2 JAKARTA 10110 Up. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat Perihal : Permohonan Izin Usaha BPR Menunjuk surat Bank Indonesia Nomor …….. tanggal ………. perihal persetujuan prinsip BPR dengan ini kami: Nama BPR : ………………. Alamat : ………………. mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin usaha Bank Perkreditan Rakyat. Untuk melengkapi permohonan dimaksud, bersama ini kami sampaikan: 1. Akta pendirian BPR termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang. 2. Daftar pemegang saham/anggota *) disertai dokumen yang dipersyaratkan**). 3. Daftar susunan anggota Direksi dan dewan Komisaris disertai dokumen yang dipersyaratkan **). 4. Susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja, termasuk susunan personalia. 5. Fotokopi bilyet deposito sebesar Rp. …………………… (……..………..….) atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. ………………………………….. untuk pendirian BPR ……………………….…….. yang merupakan ……. % (…………. perseratus) dari modal disetor minimum yang dipersyaratkan, yang telah berisi keterangan bahwa pencairan hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia. 6. Surat pernyataan dari pemegang saham/anggota *) bahwa setoran modal: a. tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan atau pihak lain; dan b. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang. 7. Bukti … Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lanjutan Lampiran 2 7. Bukti kesiapan operasional, antara lain berupa: a. daftar aktiva tetap dan inventaris; b. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa gedung kantor yang didukung oleh bukti kepemilikan dari pihak yang menyewakan; c. foto gedung kantor dan tata letak ruangan; d. contoh formulir/ warkat yang akan digunakan untuk operasional BPR; e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR cc : Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten) Keterangan: *) coret yang tidak perlu **) apabila terdapat perubahan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 3 ……………..,…………….…… No. Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Persetujuan Pencairan Deposito Berdasarkan Surat Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor ………. tanggal ………… perihal pemberian izin usaha BPR …………….., dengan ini kami mengajukan permohonan persetujuan pencairan Deposito dari modal disetor BPR ……. yang berada pada Bank …………….. dengan alamat …………………. Rincian Deposito tersebut adalah sebagai berikut : No. No. Seri Deposito/No Rekening 1. 2. … ... Atas Nama Dewan Gubernur QQ Total Dana tersebut akan kami pergunakan untuk operasional BPR …………………… Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Nominal (Rp) : Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 4 ……………..,…………….…… No. Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha BPR Menunjuk Surat Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor ……….…. tanggal …….… tentang Pemberian Izin Usaha BPR …………….., dengan ini dilaporkan bahwa kami telah memulai kegiatan usaha pada tanggal ………....... Demikian agar maklum. DIREKSI BPR : Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas), dengan tembusan kepada DPBPR Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 5 ……………..,…………….…… No. : Lampiran: Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Persetujuan Perubahan Kepemilikan BPR Dengan ini kami mengajukan permohonan perubahan kepemilikan BPR yang diakibatkan oleh pengalihan saham/penambahan pemegang saham baru dan/atau pengeluaran saham baru **) dengan keterangan sebagai berikut: A. Kepemilikan BPR saat ini: No. Nama Pemilik Jumlah Lembar Saham Jumlah Nominal (dalam ribuan Rp) 1. 2. Dst Jumlah B. Rencana kepemilikan BPR yang baru: No. Nama Pemilik Jumlah Lembar Saham 1. 2. Dst Jumlah Untuk melengkapi permohonan tersebut, dengan ini kami sampaikan dokumen yang dipersyaratkan dari calon pemegang saham/calon anggota **). Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Jumlah Nominal (dalam ribuan Rp) Prosentase (%) Prosentase (%) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 6 ……………..,…………….…… No. Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Perubahan Kepemilikan BPR Menunjuk surat persetujuan Bank Indonesia Nomor ……… tanggal ………, dengan ini kami laporkan bahwa berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham/rapat anggota**) tanggal ..............., telah dilakukan perubahan kepemilikan BPR yang diakibatkan pengalihan saham/penambahan pemegang saham baru dan/atau pengeluaran saham baru**) dengan keterangan sebagai berikut: B. Komposisi kepemilikan BPR yang lama: No. 1. 2. Dst Jumlah C. Komposisi kepemilikan BPR yang baru: No. 1. 2. Dst Jumlah Terlampir kami sampaikan dokumen yang dipersyaratkan dalam pelaporan perubahan kepemilikan. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Nama Pemilik Jumlah Lembar Saham Jumlah Nominal (dalam ribuan Rp) Prosentase (%) Nama Pemilik Jumlah Lembar Saham Jumlah Nominal (dalam ribuan Rp) Prosentase (%) : Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 7 ……………..,…………….…… No. Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Perubahan Komposisi Kepemilikan BPR Dengan ini kami laporkan bahwa pada tanggal ………telah dilakukan perubahan komposisi kepemilikan BPR yang diakibatkan adanya penambahan modal disetor/tanpa penambahan modal disetor **) sebagai berikut: C. Kepemilikan BPR sebelum perubahan: No. Nama Pemilik Jumlah Lembar Saham 1. 2. Dst Jumlah D. Kepemilikan BPR setelah perubahan: No. 1. 2. Dst Jumlah Terlampir kami sampaikan dokumen yang dipersyaratkan Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Nama Pemilik Jumlah Lembar Saham Jumlah Nominal (dalam ribuan Rp) Prosentase (%) Jumlah Nominal (dalam ribuan Rp) Prosentase (%) : Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 8 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Perubahan Modal Dasar BPR Sehubungan dengan perubahan modal dasar BPR, dengan ini kami sampaikan: 1. risalah rapat umum pemegang saham/ rapat anggota **) 2. perubahan anggaran dasar dari instansi berwenang yang kami terima dari Notaris pada tanggal ………………………. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 9 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Persetujuan Calon Anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris BPR **) Dengan ini kami mengajukan calon anggota Direksi dan/atau dewan Komisaris BPR**) sebagai berikut: 1. Direksi: Nama ……………….. ………………. 2. Dewan Komisaris: Nama ……………….. ………………. ………………. Jabatan ……………………………. ……………………………. Jabatan ……………………………. ……………………………. ……………………………. Terlampir kami sampaikan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan. Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 10 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris BPR**) Dengan ini kami beritahukan bahwa berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham/rapat anggota **) pada tanggal ……. telah diangkat anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris **) dengan susunan sebagai berikut: Pengurus Direksi Dewan Komisaris Untuk melengkapi laporan ini, terlampir kami sampaikan risalah rapat umum pemegang saham/risalah rapat anggota **), perubahan anggaran dasar yang telah dinotariilkan serta bukti pelaporan perubahan anggaran dasar kepada instansi yang berwenang. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Jabatan Nama Pengurus Lama Baru Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 11 ……………..,…………….…… No. Kepada Bank Indonesia Up. *) yaitu: Nama Perihal : Laporan Pengangkatan/Penggantian **) Pejabat Eksekutif BPR Dengan ini kami melaporkan pengangkatan/penggantian **) Pejabat Eksekutif BPR Jabatan ……………….. ……………………………. Terlampir kami sampaikan surat pengangkatan dan pemberian kuasa sebagai Pejabat Eksekutif (bagi Pemimpin Cabang) dari Direksi BPR, disertai dokumen yang dipersyaratkan. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR : Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 12 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pemberhentian Pejabat Eksekutif BPR Menunjuk surat Bank Indonesia No………..tanggal ……….. tentang penolakan pengangkatan Pejabat Eksekutif, dengan ini kami laporkan pemberhentian Pejabat Eksekutif sebagai berikut: Nama ……………….. ……………….. ……………….. Pejabat Eksekutif BPR. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Jabatan terhitung sejak ……………………………. ……………… ……………………………. ……………… ……………………………. ……………… Terlampir kami sampaikan fotokopi surat pemberhentian yang bersangkutan sebagai Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 13 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang Dengan ini kami mengajukan permohonan persetujuan prinsip pembukaan Kantor Cabang dengan alamat ……………. Kabupaten/Kota .................., sesuai dengan rencana kerja tahunan BPR kami. Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan: 1. analisis potensi dan kelayakan pembukaan Kantor Cabang sebagai berikut: a. seluruh aspek analisis potensi/kejenuhan b. aspek penetapan lokasi, sasaran pasar yang jelas dan perencanaan SDM 2. bukti setoran modal **). Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) apabila diperlukan. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 14 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Izin Operasional Kantor Cabang Sehubungan dengan surat Bank Indonesia No. ………. tanggal ……… perihal persetujuan prinsip pembukaan Kantor Cabang, dengan ini kami mengajukan permohonan izin operasional Kantor Cabang dengan alamat ……………. Kabupaten/Kota ………….. Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan rencana persiapan operasional antara lain berupa: a. daftar aktiva tetap dan inventaris; b. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa gedung kantor atau nota kesepakatan penggunaan gedung kantor; c. foto gedung kantor dan tata letak ruangan. Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 15 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang Berdasarkan surat Bank Indonesia nomor ………….. tanggal …………..perihal izin operasional Kantor Cabang dengan ini kami laporkan bahwa Kantor Cabang kami di ……………………….. telah beroperasi sejak tanggal ………………….. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 16 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Rencana Pembukaan Kantor Kas Sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan, dengan ini kami mengajukan rencana pembukaan Kantor Kas di ……………….. Kabupaten/Kota ……………………. Sebagai bahan pertimbangan, terlampir kami sampaikan bukti kesiapan Kantor Kas berupa: a. daftar aktiva tetap dan inventaris; b. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa gedung kantor atau nota kesepakatan penggunaan gedung kantor; c. foto gedung kantor dan tata letak ruangan; Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 17 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pembukaan Kantor Kas Sehubungan dengan surat Bank Indonesia No. ……….. tanggal ……… perihal penegasan pembukaan Kantor Kas, dengan ini kami laporkan bahwa kami telah melaksanakan pembukaan Kantor Kas di …………. Kabupaten/Kota …………... sejak tanggal ……….. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 18 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pembukaan Kegiatan Kas di Luar Kantor Sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan, dengan ini kami laporkan pembukaan Kegiatan Kas di Luar Kantor sebagai berikut: No Jenis Pelayanan Kas**) 1 Kas mobil/kas terapung 2 Payment Point 3 Anjungan Tunai Mandiri Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Lokasi Sejak Tanggal Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 19 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Perihal : Permohonan Izin Penerbitan Kartu ATM Dengan ini kami mengajukan permohonan izin untuk memperoleh persetujuan penerbitan Kartu ATM. Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan *): 1. Rencana Kerja Tahunan. 2. Hasil analisis bisnis atas penyelenggaraan Kegiatan Kas di Luar Kantor menggunakan ATM yang akan dilakukan untuk 1 (satu) tahun kedepan. 3. Bukti kesiapan perangkat hukum. 4. Bukti kesiapan penerapan manajemen risiko. 5. Bukti kesiapan operasional. Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR cc : Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) Keterangan : *) Kelengkapan persyaratan mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/59/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 20 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Izin Kerjasama Penyelenggaraan ATM dengan Bank Umum Dengan ini kami mengajukan permohonan izin untuk memperoleh persetujuan kerjasama penyelenggaraan Kegiatan Kas di Luar Kantor dengan menggunakan ATM yang diselenggarakan melalui kerjasama dengan Bank ……. Untuk melengkapi permohonan dimaksud bersama ini kami sampaikan **): 1. Rencana Kerja Tahunan. 2. Hasil analisis bisnis atas penyelenggaraan Kegiatan Kas di Luar Kantor menggunakan ATM yang akan dilakukan untuk 1 (satu) tahun kedepan. 3. Fotokopi perjanjian kerjasama penyelenggaraan ATM. 4. Bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, sekurang-kurangnya meliputi risiko likuiditas, risiko operasional dan risiko reputasi. Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) Kelengkapan persyaratan mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/59/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 21 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Persetujuan Prinsip Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang **) Dengan ini kami mengajukan permohonan persetujuan prinsip pemindahan alamat kantor pusat/Kantor Cabang **) yang semula beralamat di ......... Kabupaten/Kota ……. menjadi beralamat di ……… Kabupaten/Kota ………., dengan alasan ……………… Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan: 1. rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban kantor pusat/Kantor Cabang **) ; 2. analisis atas potensi dan kelayakan pendirian kantor pusat/Kantor Cabang **) di tempat kedudukan yang baru yang mencakup: a. seluruh aspek analisis potensi/kejenuhan b. aspek penetapan lokasi, sasaran pasar yang jelas dan perencanaan SDM; 3. bukti setoran modal ***). Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu ***)apabila diperlukan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 22 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang**) Berdasarkan surat Bank Indonesia No…………tanggal……….perihal persetujuan prinsip pemindahan alamat kantor pusat/Kantor Cabang **), dengan ini kami mengajukan permohonan izin efektif pemindahan alamat kantor dimaksud. Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan dokumen berupa: 1. bukti pengumuman kepada masyarakat; 2. bukti kesiapan kantor termasuk sarananya, antara lain berupa: a. daftar aktiva tetap dan inventaris; b. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa gedung kantor yang didukung oleh bukti kepemilikan dari pihak yang menyewakan; c. foto gedung kantor dan tata letak ruangan; d. contoh formulir/ warkat; e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 23 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang **) Dengan ini kami mengajukan permohonan izin efektif pemindahan alamat kantor pusat/Kantor Cabang **) yang semula beralamat di .…...…………… menjadi beralamat di ………………………. dengan alasan ……………………………… Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan: 1. alasan pemindahan alamat kantor; 2. bukti pengumuman kepada masyarakat ; 3. rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban; 4. bukti kesiapan kantor termasuk sarananya, antara lain berupa: a. daftar aktiva tetap dan inventaris; b. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa gedung kantor yang didukung oleh bukti kepemilikan dari pihak yang menyewakan; c. foto gedung kantor dan tata letak ruangan; d. contoh formulir/ warkat; e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 24 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang**) Berdasarkan surat Bank Indonesia Nomor………..tanggal………..tentang izin efektif pemindahan alamat kantor pusat/Kantor Cabang **), dengan ini kami laporkan perpindahan alamat kantor pusat/Kantor Cabang **) pada tanggal ……………… dengan data sebagai berikut : Alamat lama : …… Kabupaten/Kota ……. Telp. …… Telex …….. Fax ………. Alamat baru : …… Kabupaten/Kota ……. Telp. …… Telex …….. Fax ………. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 25 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Rencana Pemindahan Alamat Kantor Kas Dengan ini kami beritahukan bahwa pada tanggal ……………. kami akan melaksanakan pemindahan Kantor Kas dengan data sebagai berikut: Alamat lama : …… Kabupaten/Kota ……. Telp. …… Telex …….. Fax ………. Alamat baru : …… Kabupaten/Kota ……. Telp. …… Telex …….. Fax ………. dengan alasan …………………………………. Sebagai bahan pertimbangan, terlampir kami sampaikan bukti kesiapan Kantor Kas di tempat yang baru. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 26 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pemindahan Alamat Kantor Kas Sehubungan dengan surat Bank Indonesia No. ……… tanggal ………..perihal penegasan pemindahan alamat Kantor Kas, dengan ini kami memberitahukan bahwa pada tanggal ……………. kami telah melaksanakan pemindahan Kantor Kas dengan data sebagai berikut : Alamat lama : …… Kabupaten/Kota ……. Telp. …… Telex …….. Fax ………. Alamat baru : …… Kabupaten/Kota ……. Telp. …… Telex …….. Fax ………. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 27 ……………..,…………….…… No. Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pemindahan Alamat Kegiatan Kas di Luar Kantor Dengan ini kami laporkan pemindahan alamat Kegiatan Kas di Luar Kantor sebagai berikut: No Kegiatan Kas**) 1 Payment Point 2 Anjungan Tunai Mandiri Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Lokasi Lama Lokasi Baru Sejak Tanggal : Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) Coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 28 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Penetapan Penggunaan Izin Usaha yang Dimiliki BPR dengan Nama yang Baru Dengan ini kami beritahukan bahwa BPR kami telah memperoleh pengesahan perubahan nama dari instansi berwenang, dari yang semula bernama …………….berubah menjadi ………….……….. sejak tanggal ………… dengan alasan ……………. Berkenaan dengan hal tersebut di atas kami mohon kepada Bank Indonesia untuk memberlakukan izin usaha PT/PD/Kop **) BPR ……….………. (nama BPR lama) kepada PT/PD/Kop **) BPR …………………… Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini kami sampaikan akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang dan contoh formulir/warkat yang akan digunakan. Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 29 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pengumuman Perubahan Nama BPR Sehubungan dengan surat Bank Indonesia No……… tanggal……….. perihal persetujuan penetapan penggunaan izin usaha BPR dengan nama baru, dari yang semula bernama PT/PD/Kop **) BPR …….. menjadi PT/PD/Kop **) BPR ……….., dengan ini kami sampaikan bukti pengumuman perubahan nama berupa guntingan surat kabar/foto kopi pengumuman di kantor BPR. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) Coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 30 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Persetujuan Prinsip Perubahan Bentuk Badan Hukum Dengan ini kami mengajukan permohonan persetujuan prinsip perubahan bentuk badan hukum BPR dari …………. menjadi ……………. dengan alasan ……………… Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan: 1. rancangan akta pendirian badan hukum baru termasuk anggaran dasar; 2. rencana pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama kepada badan hukum baru; 3. daftar calon anggota Direksi dan dewan Komisaris disertai dokumen yang diperlukan; 4. data kepemilikan disertai dokumen yang diperlukan. Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 31 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Pengalihan Izin Usaha BPR dari Badan Hukum Lama kepada Badan Hukum Baru Sehubungan dengan surat Bank Indonesia No. ………. tanggal ……….. perihal persetujuan prinsip perubahan bentuk badan hukum BPR dari PT/PD/Kop**) menjadi PT/PD/Kop**), dengan ini kami mengajukan permohonan pengalihan izin usaha dari PT/PD/Kop **) BPR ……….. menjadi PT/PD/Kop **) BPR ……………. Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan rencana persiapan operasional antara lain berupa: 1. akta pendirian badan hukum baru termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi berwenang; 2. daftar calon anggota Direksi dan dewan Komisaris disertai dokumen yang dipersyaratkan, dalam hal terjadi penggantian; 3. data kepemilikan disertai dokumen yang dipersyaratkan, dalam hal terjadi perubahan; 4. akta berita acara pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama kepada badan hukum baru; 5. risalah rapat umum pemegang saham atau rapat anggota badan hukum lama yang menyetujui perubahan bentuk hukum dan pembubaran badan hukum lama. Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 32 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pelaksanaan Pengumuman Perubahan Bentuk Badan Hukum Baru BPR Sehubungan dengan surat Bank Indonesia No. ………. tanggal ………perihal persetujuan perubahan bentuk badan hukum baru BPR, dengan ini kami beritahukan bahwa kami telah mengumumkan perubahan bentuk badan hukum baru BPR. Terlampir bukti pengumuman perubahan bentuk badan hukum baru BPR berupa guntingan surat kabar/pengumuman di seluruh kantor BPR. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 33 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Penutupan Kantor Cabang Dengan ini kami mengajukan permohonan penutupan Kantor Cabang yang beralamat di ……………………… Kabupaten/Kota ……………………. dengan alasan …………………………………………… Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan bukti penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban Kantor Cabang kepada nasabah serta pihak-pihak lain. Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 34 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang Berdasarkan surat Bank Indonesia No. …………. tanggal ………… perihal izin penutupan kantor cabang BPR, dengan ini kami laporkan bahwa Kantor Cabang BPR kami yang beralamat di ………………... Kabupaten/Kota …………. telah kami tutup sejak tanggal ……….. Untuk tertibnya bersama ini kami sampaikan bukti pengumuman berupa guntingan surat kabar/foto kopi pengumuman di seluruh kantor BPR. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 35 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Rencana Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR **) Dengan ini kami beritahukan bahwa kami akan melakukan penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR **) yaitu: No. Jenis **) 1 Kantor Kas 2 Kas mobil/kas terapung 3 Payment Point 4 Anjungan Tunai Mandiri dengan alasan ………. (sebutkan masing-masing). Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Lokasi Pada Tanggal Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 36 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR **) Dengan ini kami beritahukan bahwa kami telah melakukan penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR **) yaitu: No. Jenis **) 1 Kantor Kas 2 Kas mobil/kas terapung 3 Payment Point 4 Anjungan Tunai Mandiri Terlampir kami sampaikan bukti pengumuman mengenai rencana penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR**) berupa guntingan surat kabar/foto kopi pengumuman di seluruh kantor BPR sebelum pelaksanan penutupan dimaksud. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Lokasi Pada Tanggal Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 37 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Permohonan Penutupan Kantor Sementara Dengan ini kami mengajukan permohonan penutupan kantor pusat/Kantor Cabang**) yang beralamat di ……….…….. Kabupaten/Kota ……..…….. dengan alasan …….………………..…, selama ……….. hari. Selanjutnya kami akan membuka kembali kantor pusat/Kantor Cabang**) dimaksud pada tanggal ……………… Demikian permohonan kami. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 38 ……………..,…………….…… No. : Lamp : Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pengumuman Penutupan Sementara Kantor Menunjuk surat Bank Indonesia No. …………. tanggal ………… perihal persetujuan penutupan sementara kantor pusat/Kantor Cabang **) dengan ini kami sampaikan bukti pengumuman penutupan sementara kantor pusat/Kantor Cabang **) yang beralamat di …………………… Kabupaten/Kota ……………….. Demikian agar maklum. DIREKSI BPR Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 39 ……………..,…………….…… No. Kepada Bank Indonesia Up. *) Perihal : Laporan Pelaksanaan Penutupan dan Pembukaan Kembali Kantor Menunjuk surat Bank Indonesia No. …………. tanggal ………… perihal persetujuan penutupan sementara kantor pusat/Kantor Cabang **) dengan ini kami melaporkan pelaksanaan penutupan sementara kantor pusat/Kantor Cabang **) yang beralamat di ……………… Kabupaten/Kota …………….. sejak tanggal ……… sampai dengan tanggal ……….. dan telah dibuka kembali sejak tanggal ……………… Demikian agar maklum. DIREKSI BPR : Keterangan: *) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR) (bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten); atau Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas) **) coret yang tidak perlu Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 40 ANALISIS POTENSI DAN KELAYAKAN A ANALISIS POTENSI 1 Demografi dalam 2 tahun terakhir (kabupaten/kota) a. Jumlah penduduk; b. Jumlah penduduk yg bekerja; c. Pertumbuhan penduduk d. Kepadatan penduduk 2 Ekonomi wilayah (kabupaten/kota) a. Perbandingan antara perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/kota dengan perkembangan PDRB propinsi, sekurang-kurangnya selama 2 tahun terakhir; b. Pendapatan per kapita, sekurang-kurangnya selama 2 tahun terakhir; c. Sektor ekonomi potensial penyumbang PDRB; d. Jumlah dan pertumbuhan pengusaha kecil (terinci menurut sektor ekonomi) 3 Jumlah dan pertumbuhan kelembagaan, sekurang-kurangnya selama 3 tahun terakhir (Kabupaten/Kota) a. KC/KCP Bank umum, b. BPR c. BRI Unit, termasuk unit layanan mikro dan lembaga sejenis. d. KSP dan lembaga keuangan mikro lainnya, apabila ada 4 Data Perbankan, sekurang-kurangnya selama 3 tahun terakhir (Kabupaten/Kota) a. Jumlah dan pertumbuhan tabungan dan deposito bank umum b. Jumlah dan pertumbuhan tabungan dan deposito BRI Unit c. Jumlah dan pertumbuhan tabungan dan deposito BPR d. Jumlah dan pertumbuhan Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Umum e. Jumlah dan pertumbuhan Kredit BPR f. Jumlah dan pertumbuhan Kupedes untuk BRI Unit Desa dan kredit umum untuk BRI Unit Kota (KCP BRI) 5 Data Lembaga Keuangan Mikro (Kabupaten/Kota), sekurang-kurangnya selama 3 tahun terakhir a. Jumlah dan pertumbuhan simpanan KSP dan lembaga keuangan mikro lainnya apabila ada b. Jumlah dan pertumbuhan pinjaman KSP dan lembaga keuangan mikro lainnya apabila ada Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lanjutan Lampiran 40 B ANALISIS KELAYAKAN 1 Penetapan lokasi a. Status kepemilikan gedung (beli/sewa) b. Informasi lokasi strategis (kedekatan dengan pasar, sekolah, pusat industri, pasar, perumahan) dalam 2 tahun terakhir (kabupaten/kota) 2 Sasaran pasar yg jelas a. Sumber dana (fokus jumlah dan sasaran penghimpunan dana, misalnya pedagang, pelajar, pegawai) b. Penanaman dana (calon penerima dana yang potensial misalnya, kecil, pedagang, buruh, pegawai)lokasi 3 Proyeksi keuangan, selama 3 tahun secara bulanan meliputi: a. arus kas b. neraca c. laba rugi d. NPL (dalam nominal) e. BEP f. Rasio ROA g. Rasio BOPO h. Rasio CAR selama 7 tahun secara tahunan, meliputi: i. Profitability Index j. Internal Rate of Return Asumsi : pendapatan, biaya, permodalan *) 4 Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM) a. Jumlah b. Kualifikasi (pendidikan, pengalaman kerja di perbankan, range gaji pengurus dan pegawai) c. Rencana pengembangan dan pelatihan 5 Persiapan sistem dan prosedur (sistem teknologi informasi, sistem akuntansi, perencanaan Standard Operating Procedure/SOP) *) termasuk informasi mengenai perkembangan rata-rata suku bunga perbankan (Bank Umum, BPR, BRI Unit Desa dan KSP dengan lembaga keuangan mikro lainnya) Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 Lampiran 41 WILAYAH KERJA KANTOR PUSAT DAN KANTOR BANK INDONESIA No Nama Kantor 1 Kantor Pusat Bank Indonesia 2 KBI Ambon Alamat Kantor Jl. MH. Thamrin No.2 Jakarta 10350 Jl. Raya Pattimura No.7 Ambon 3 KBI Balikpapan 4 KBI Banda Aceh Jl. Jend. Sudirman No.20, Balikpapan 76111 Jl. Cut Meutia No.15, Banda Aceh 5 KBI Bandarlampung Jl. Hasanuddin No.38, Bandar Lampung 35211 6 KBI Bandung Jl. Braga No.108, Bandung 40111 7 KBI Banjarmasin Jl. Lambung Mangkurat No.15, Banjarmasin 70111 8 KBI Batam 9 KBI Bengkulu 10 KBI Cirebon 11 KBI Denpasar 12 KBI Jayapura 13 KBI Jambi 14 KBI Jember Jl. Engku Putri Batam Centre, Batam 29432 Jl. Jend. Ahmad Yani, Bengkulu Jl. Yos Sudarso No.5-7, Cirebon Jl. W.R. Supratman 1, Denpasar Jl. Dr. Sam Ratulangi No.9, Jayapura Jl. Jend, Ahmad Yani, Telanaipura Jl. Gajah Mada No.224, Jember Wilayah Kerja DKI Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten, Kabupaten Buru, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Maluku Tenggara, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Kota Ambon. Kabupaten Pasir, Kota Balikpapan Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Pidie, Kota Banda Aceh, Kota Sabang Provinsi Lampung Kabupaten/Kota Bandung, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten/Kota Sukabumi, Kabupaten Sumedang Provinsi Kalimantan Selatan Kabupaten Karimun, Kabupaten Kepulauan Riau Timur, Kabupaten Natuna, Kota Batam Provinsi Bengkulu Kabupaten/Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka Provinsi Bali Provinsi Irian Jaya Provinsi Jambi Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupaten Situbondo Halaman 1 dari 3 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 No Nama Kantor Alamat Kantor 15 KBI Kediri Jl. Brawijaya No.2, Kediri Wilayah Kerja Kabupaten/Kota Blitar, Kabupaten/Kota Kediri, Kabupaten/Kota Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung 16 KBI Kendari 17 KBI Kupang Jl. Sultan Hasanuddin No. 150, Kendari 93122 Jl. Tom Pello No.2, Kupang 18 KBI Lhokseumawe Jl. Merdeka No.1, Lhokseumawe 24312 19 KBI Makassar 20 KBI Malang Jl. Jend. Sudirman No.3, Makasar Jl. Merdeka Utara No.7 / Jl. Merdeka Timur No.1, Malang 21 KBI Mataram Jl. Pejanggik No.2, Mataram 83126 22 KBI Medan Jl. Balai Kota No.4, Medan Provinsi Sulawesi Tenggara Provinsi Nusa Tenggara Timur Kabupaten Aceh Jeumpa, Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tenggara, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Utara. Provinsi Sulawesi Selatan Kabupaten Lumajang, Kabupaten/Kota Malang, Kabupaten/Kota Pasuruan, Kabupaten/Kota Probolinggo Provinsi Nusa Tenggara Barat Kabupaten Asahan, Kabupaten Dairi, Kabupaten Deliserdang, Kabupaten Karo, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Langkat, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Binjai, Kota Medan, Kota Pematang Siantar, Kota Tanjung Balai, Kota Tebingtinggi 23 KBI Manado 24 KBI Padang Jl. 17 Agustus, Manado Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo Jl. Jend. Sudirman No.22, Padang 25 KBI Palangka Raya Jl. Diponegoro No.17, Palangkaraya 73111 26 KBI Palembang 27 KBI Palu 28 KBI Pekanbaru Jl. Jend. Sudirman No.510, Palembang Jl. Sam Ratulangi No.23, Palu Jl. Jend. Sudirman No.464, Pekanbaru Provinsi Sumatera Barat Provinsi Kalimantan Tengah Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Rokan hulu, Kabupaten Siak, Kota Halaman 2 dari 3 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006 No Nama Kantor Alamat Kantor 29 KBI Pontianak 30 KBI Purwokerto 31 KBI Samarinda Jl. Rahadi Usman No.3, Pontianak Jl. Jend. Gatot Subroto No. 98, Purwokerto 53116 Jl. Gajah Mada No.1, Samarinda Wilayah Kerja Dumai, Kota Pekanbaru. Provinsi Kalimantan Barat Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Purbalingga Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Bulungan Selatan, Kabupaten Bulungan Timur, Kabupaten Kutai, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kota Bontang, Kota Samarinda, Kota Tarakan 32 KBI Semarang Jl. Imam Bardjo SH No.4, Semarang Kabupaten Blora, Kabupaten Brebes, Kabupaten Demak, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Jepara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Kendal, Kabupaten Kudus, Kabupaten/Kota Magelang, Kabupaten Pati, Kabupaten/Kota Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Rembang, Kabupaten/Kota Semarang, Kabupaten/Kota Tegal, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Wonosobo, Kota Salatiga 33 KBI Sibolga 34 KBI Solo Jl. Kapten Maruli Sitorus No.8, Sibolga 22513 Jl. Jend. Sudirman No.4, Solo 35 KBI Surabaya Jl. Pahlawan No.105, Surabaya Kabupaten Nias, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir, Kota Sibolga. Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karang Anyar, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kota Solo Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Gresik, Kabupaten Jombang, Kabupaten Lamongan, Kabupaten/Kota Mojokerto, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Tuban, Kota Surabaya 36 KBI Tasikmalaya 37 KBI Ternate 38 KBI Yogyakarta Jl. Sutisna Senjaya No.19, Tasikmalaya 46112 Jl. Panembahan Senopati No.4-6, Yogyakarta 55121 Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya Jl. Jos Sudarso, Ternate Provinsi Maluku Utara Daerah Istimewa Yogyakarta Halaman 3 dari 3
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 8/31/DPBPR|SE-BI/2006 </reg_id> <reg_title> Bank Perkreditan Rakyat </reg_title> <set_date> 12 Desember 2006 </set_date> <effective_date> 12 Desember 2006 </effective_date> <replaced_reg> '6/33/DPBPR|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '8/26/PBI/2006' </related_reg>
No. 6/19/DPBPR Jakarta, 22 April 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) --------------------------------------------------------------------------- Berkenaan dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/23/PBI/2003 tanggal 23 Oktober 2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) Bagi Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4328), maka perlu ditetapkan Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana terdapat dalam lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini. Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Bank Perkreditan Rakyat tersebut merupakan acuan standar minimum yang wajib dipenuhi oleh Bank Perkreditan Rakyat dalam menyusun Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Ketentuan ... Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA SOEWARNO Deputi Direktur
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/19/DPBPR|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) </reg_title> <set_date> 22 April 2004 </set_date> <effective_date> 22 April 2004 </effective_date> <related_reg> '5/23/PBI/2003' </related_reg>
No. 13/ 23 /DPNP Jakarta, 25 Oktober 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan atas Surat Edaran No. 5/21/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5029), Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor … Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5184), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4602), serta dalam rangka meningkatkan efektivitas penerapan dan harmonisasi dengan ketentuan- ketentuan tersebut di atas, maka perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, sebagai berikut: 1. Ketentuan angka 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 3. Penyempurnaan pedoman penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan paling lambat tanggal 30 November 2011 dan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diselesaikannya penyempurnaan pedoman tersebut. 2. Ketentuan angka 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 4. Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, paling kurang memuat: a. Penerapan Manajemen Risiko Secara Umum, yang mencakup mengenai pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko, serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan sistem pengendalian intern yang menyeluruh. b. Penerapan Manajemen Risiko untuk Masing-Masing Risiko, yang mencakup penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing Risiko yang meliputi 8 (delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko … Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. c. Penilaian Profil Risiko, yang mencakup penilaian terhadap Risiko inheren dan penilaian terhadap kualitas penerapan Manajemen Risiko yang mencerminkan sistem pengendalian Risiko (risk control system), baik untuk Bank secara individual maupun untuk Bank secara konsolidasi. Penilaian tersebut dilakukan terhadap 8 (delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Dalam melakukan penilaian profil Risiko, Bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. 3. Lampiran 1, Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7 diubah sehingga menjadi Lampiran 1, Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Ketentuan dalam angka 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 9. Pelaporan Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko, Bank wajib menyampaikan laporan sebagai berikut: a. Laporan Profil Risiko 1) Bank wajib menyampaikan laporan profil Risiko baik secara individual maupun secara konsolidasi kepada Bank Indonesia secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September, dan Desember, yang disajikan secara komparatif dengan posisi triwulan … triwulan sebelumnya paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah akhir bulan laporan. 2) Format dan isi laporan profil Risiko berpedoman pada Lampiran 5 dan Lampiran 6 Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3) Laporan profil Risiko yang disampaikan oleh Bank kepada Bank Indonesia wajib memuat substansi yang sama dengan laporan profil Risiko yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen Risiko kepada Direktur Utama dan Komite Manajemen Risiko. Mekanisme penilaian profil Risiko, penetapan tingkat Risiko dan penetapan peringkat profil Risiko mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum. b. Laporan Produk dan Aktivitas Baru Cakupan, format, dan cara penyampaian mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan produk atau aktivitas baru. c. Laporan lain dalam hal terdapat kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan Bank. Dalam hal ini, kondisi Bank tersebut antara lain dapat berupa: 1) Bank telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam status Bank dalam pengawasan intensif atau Bank dalam pengawasan khusus; 2) Bank memiliki eksposur Risiko Pasar dan Risiko Likuiditas yang sangat signifikan; dan/atau 3) kondisi eksternal (pasar) mengalami fluktuasi yang sangat tajam dan cenderung tidak mampu dikendalikan oleh Bank. Laporan … Laporan ini bersifat insidentil yang disampaikan kepada Bank Indonesia berdasarkan kondisi terkini Bank yang memiliki eksposur tertentu dan hasil penilaian Bank Indonesia terhadap Bank tersebut. d. Laporan lain terkait penerapan Manajemen Risiko, antara lain laporan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas 1) Dalam rangka pemantauan likuiditas, Bank wajib menyampaikan laporan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas kepada Bank Indonesia, yang terdiri dari: a) Laporan Proyeksi Arus Kas dalam rangka pengelolaan posisi likuiditas dan Risiko Likuiditas harian sebagaimana dimaksud dalam butir II. C. 3. c. 4). c). (2) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko yang merupakan Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini; dan b) Laporan Profil Maturitas dalam rangka mengukur Risiko Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam butir II. C. 3. c. 2). d). (2) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko yang merupakan Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini, baik dalam rupiah maupun valuta asing. 2) Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud dalam butir 1). a) mencakup data proyeksi arus kas selama 1 (satu) minggu berikutnya yang dipetakan secara harian. Laporan tersebut disampaikan secara mingguan yaitu setiap hari Jumat sesuai dengan format internal Bank. Contoh: Bank wajib menyampaikan Laporan Proyeksi Arus Kas pada hari Jumat tanggal 7 Oktober 2011 yang mencakup proyeksi arus … arus kas hari Senin tanggal 10 Oktober 2011 sampai dengan hari Jumat tanggal 14 Oktober 2011. Dalam hal hari Jumat jatuh pada hari libur, maka laporan disampaikan pada hari kerja sebelumnya. 3) Format Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud pada angka 2) mencakup paling kurang pos-pos neraca dan pos-pos rekening administratif yang memiliki transaksi yang signifikan sesuai dengan karakteristik, kegiatan usaha, dan kompleksitas Bank serta harus dilakukan secara konsisten. Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyesuaikan format Laporan Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Bank Indonesia. Dalam hal Bank mengubah format Laporan Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Bank Indonesia, Bank wajib menginformasikan alasan perubahan tersebut kepada Bank Indonesia. 4) Laporan Profil Maturitas sebagaimana dimaksud dalam butir 1).b) disampaikan kepada Bank Indonesia secara bulanan dengan cakupan dan format sesuai Lampiran 7 Surat Edaran Bank Indonesia ini. Tata cara penyampaian laporan Profil Maturitas kepada Bank Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala Bank Umum. 5) Selama format Laporan Profil Maturitas dalam laporan Berkala Bank Umum (LBBU) belum sesuai dengan format pada Lampiran 7 Surat Edaran Bank Indonesia ini, Bank tetap wajib menyampaikan Laporan Profil Maturitas sesuai dengan format dalam … dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala Bank Umum yang berlaku. 6) Laporan Proyeksi Arus Kas dan Laporan Profil Maturitas disampaikan kepada Bank Indonesia secara on-line yaitu: a) Laporan Proyeksi Arus Kas melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU); b) Laporan Profil Maturitas melalui LBBU. 7) Selama Laporan Proyeksi Arus Kas belum dapat disampaikan secara on-line melalui LKPBU, laporan tersebut wajib disampaikan secara offline oleh Bank kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: a) Direktorat Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b) Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 8) Selain penyampaian laporan yang diwajibkan sebagaimana dimaksud pada angka 1), Bank Indonesia dalam kondisi tertentu dapat mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan yang terkait dengan penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas diluar waktu yang ditetapkan dan/atau laporan lain selain yang wajib disampaikan secara berkala. Contoh laporan lain selain yang wajib disampaikan secara berkala adalah laporan proyeksi arus kas dalam rangka pengukuran Risiko sebagaimana dimaksud … dimaksud dalam butir II. C. 3. c. 2). d). (3) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko dan laporan stress testing sebagaimana dimaksud dalam butir II. C. 3. c. 2). d). (4) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko yang merupakan Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini. e. Laporan lain terkait dengan penerbitan produk atau pelaksanaan aktivitas tertentu, antara lain laporan pelaksanaan aktivitas berkaitan dengan reksadana, laporan pelaksanaan kerjasama pemasaran dengan perusahaan asuransi (bancassurance). Cakupan, format, dan cara penyampaian mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 5. Ketentuan Penutup 1. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/16/DPNP tanggal 6 Juli 2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas dan ketentuan pelaksanaan lainnya yang terkait dengan Penerapan Manajemen Risiko yang bertentangan dengan pengaturan dalam Surat Edaran ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku bagi Bank Umum Konvensional, kecuali untuk ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka IV dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/16/DPNP tanggal 6 Juli 2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas. 2. Ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka IV dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/16/DPNP tanggal 6 Juli 2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku pada tanggal 31 Desember 2011 bagi Bank Umum Konvensional. 3. Ketentuan … 3. Ketentuan mengenai Lampiran 1, Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7 sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 2011. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 25 Oktober 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 3/23/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id> <reg_title> Laporan Berkala Bank Umum </reg_title> <set_date> 30 Oktober 2001 </set_date> <effective_date> 30 Oktober 2001 </effective_date> <related_reg> '3/17/PBI/2001' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
No. 4/13/DASP Jakarta, 24 September 2002 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Biaya Kliring Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, antara lain ditetapkan bahwa biaya Kliring Lokal dapat terdiri dari biaya administrasi, biaya proses, dan biaya lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kliring Lokal dan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. Berkenaan dengan diturunkannya batas nominal warkat atau data keuangan elektronik kredit yang dapat diselesaikan melalui Kliring telah mengakibatkan pengalihan sebagian transaksi dari Sistem Kliring ke Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penyesuaian mengenai besarnya biaya dalam penggunaan Sistem Kliring menjadi sebagai berikut : I. JENIS… I. JENIS DAN BESARNYA BIAYA A. Kliring Lokal Secara Elektronik 1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara elektronik terdiri dari : a. biaya administrasi sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan yang dibebankan kepada setiap Peserta Langsung Aktif (PLA) dan Peserta Langsung Pasif (PLP); b. biaya proses terdiri dari : 1) biaya proses Warkat Kliring Penyerahan sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per Data Keuangan Elektronis (DKE); 2) biaya proses Warkat Kliring Pengembalian sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per DKE. 2. Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) sebesar Rp. 17.500,00 (tujuh belas ribu lima ratus rupiah) untuk TPPK yang dilengkapi dengan magnetic stripe dan Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) untuk TPPK tanpa magnetic stripe. 3. Dalam hal terdapat Warkat yang ditolak oleh mesin dan jumlah Warkat yang ditolak tersebut melebihi 2% (dua persen) dari Warkat yang diserahkan maka Peserta yang bersangkutan dikenakan biaya pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah (reject) sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per Warkat. Sesuai dengan peranan Peserta dalam pencantuman sandi Magnetic Ink Character Recognition (MICR), pengenaan biaya diatur sebagai berikut : a. Dikenakan kepada Peserta yang menyerahkan Warkat, apabila Warkat tidak terbaca karena : 1) pencantuman sandi MICR nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro; 2) pencantuman… 2) pencantuman semua jenis MICR pada Warkat selain Cek dan Bilyet Giro. b. Dikenakan kepada Peserta yang menerima Warkat, apabila Warkat tidak terbaca karena pencantuman sandi MICR selain nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro. Ketentuan biaya reject sebagaimana dimaksud di atas tidak berlaku untuk Warkat nominal besar. 4. Bagi Peserta yang memanfaatkan Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ) dikenakan biaya sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan. B. Kliring Lokal Secara Otomasi 1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi terdiri dari : a. biaya administrasi sebesar Rp. 25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per bulan yang dibebankan kepada setiap Peserta Langsung maupun Peserta Tidak Langsung. b. biaya proses terdiri dari : 1) biaya proses Warkat Kliring Penyerahan sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per Warkat. 2) biaya proses Warkat Kliring Pengembalian sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per DKE. 2. Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan TPPK sebesar Rp. 17.500,00 (tujuh belas ribu lima ratus rupiah) untuk TPPK yang dilengkapi dengan magnetic stripe dan Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) untuk TPPK tanpa magnetic stripe. 3. Dalam hal terdapat Warkat yang ditolak oleh mesin dan jumlah Warkat yang ditolak melebihi 2% (dua persen) dari Warkat yang diserahkan maka Peserta yang bersangkutan dikenakan biaya pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah (reject) sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per Warkat. Sesuai dengan peranan Peserta dalam pencantuman sandi MICR, pengenaan… pengenaan biaya pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah (reject) diatur sebagai berikut : a. Dikenakan kepada Peserta yang menyerahkan Warkat, apabila Warkat tidak terbaca karena : 1) pencantuman sandi MICR nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro; 2) pencantuman semua jenis MICR pada Warkat selain Cek dan Bilyet Giro. b. Dikenakan kepada Peserta yang menerima Warkat, apabila Warkat tidak terbaca karena pencantuman sandi MICR selain nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro. Ketentuan biaya reject sebagaimana dimaksud di atas tidak berlaku untuk Warkat nominal besar. 4. Bagi Peserta yang memanfaatkan SIKJJ dikenakan biaya sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan. C. Kliring Lokal Secara Semi Otomasi 1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara semi otomasi terdiri dari : a. biaya Kliring Penyerahan sebesar Rp. 500,00 (lima ratus rupiah) per DKE; b. biaya Kliring Pengembalian sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) per DKE. 2. Khusus untuk Peserta Kliring Lokal yang Penyelenggaranya adalah pihak lain yang mendapat persetujuan Bank Indonesia, pengenaan biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1 hanya berlaku apabila Penyelenggara Kliring Lokal tersebut memenuhi ketentuan dalam angka I.C.4 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain untuk Menyelenggarakan Kliring Lokal di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia. D. Kliring… D. Kliring Lokal Secara Manual Mengingat jumlah Warkat yang dipertukarkan dalam Kliring Lokal secara manual yang dilakukan oleh Penyelenggara yang bukan Bank Indonesia tidak terlalu besar, dan disamping itu Penyelenggara masih menerima bantuan biaya dari Bank Indonesia maka Penyelenggara Kliring Lokal secara Manual tidak dapat mengenakan biaya apapun kepada Peserta Kliring Lokal. II. BIAYA TAMBAHAN PADA SISTEM KLIRING ELEKTRONIK, OTOMASI DAN SEMI OTOMASI A. Biaya sebagaimana dimaksud dalam angka I sudah termasuk biaya untuk pencetakan laporan bagi peserta yang berkaitan dengan hasil proses Kliring dan Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka III.B. Dalam hal Peserta melakukan permintaan ulang atas laporan hasil proses Kliring dan Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kiring tersebut, Peserta dikenakan biaya sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per laporan. B. Permintaan ulang atas laporan hasil proses Kliring dan Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat diproses oleh Penyelenggara apabila diajukan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterbitkannya laporan dan Daftar Rincian Pembebanan Biaya tersebut. C. Dalam hal Peserta mengajukan permintaan salinan Warkat atas Warkat yang telah diproses dalam Kliring maka Peserta yang bersangkutan dikenakan biaya sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per lembar. III. PENGHITUNGAN DAN PEMBEBANAN BIAYA PADA SISTEM KLIRING ELEKTRONIK, OTOMASI DAN SEMI OTOMASI A. Penyelenggara menghitung biaya sebagaimana dimaksud dalam angka I dan II setiap akhir bulan dan membebankan biaya tersebut paling lambat… lambat minggu pertama bulan berikutnya dengan cara sebagai berikut : 1. Mendebet rekening Peserta yang berada di Penyelenggara untuk Kliring Lokal yang diselenggarakan Bank Indonesia. 2. Menerbitkan Nota Debet atas beban Peserta melalui Kliring untuk Kliring Lokal yang diselenggarakan oleh pihak lain yang disetujui Bank Indonesia. B. Penyelenggara menerbitkan Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kliring setelah melakukan pendebetan rekening Bank kepada masing-masing Bank. Daftar Rincian dimaksud disampaikan kepada masing-masing Bank bersamaan dengan pengambilan Warkat dan laporan hasil Kliring. IV. PENGENAAN BIAYA OLEH PESERTA KEPADA NASABAH Mengingat dalam Penyelenggaraan Kliring Lokal baik secara elektronik, otomasi, maupun semi otomasi Peserta dikenakan biaya oleh Penyelenggara, maka untuk mendukung kelancaran pelaksanaan Kliring, Peserta dapat mengenakan biaya yang wajar kepada nasabahnya. Peserta wajib mengumumkan besarnya biaya Kliring yang ditetapkan oleh Bank Indonesia serta besarnya biaya Kliring yang dibebankan oleh Peserta kepada nasabahnya. Pengumuman dilakukan secara tertulis di setiap kantor Peserta pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah. IV. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka : 1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Biaya Kliring, 2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/3/DASP tanggal 11 Februari 2002 perihal Perubahan SE No. 2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Biaya Kliring, dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Oktober 2002. Agar… Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/13/DASP|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Biaya Kliring </reg_title> <set_date> 24 September 2002 </set_date> <effective_date> 1 Oktober 2002 </effective_date> <replaced_reg> '2/9/DASP|SE-BI/2000', '4/3/DASP|SE-BI/2002' </replaced_reg> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
No. 7/ 8 /DPNP Jakarta, 31 Maret 2005 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Indonesia Diakui Bank Dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/12/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Market Risk), Bab II angka 1 huruf a Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/23/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang Pedoman Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Market Risk) dan Pedoman Perhitungan Posisi Devisa Neto Bank Umum, Pasal 14 dan Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum serta Bab III Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum diatur mengenai lembaga pemeringkat (rating agency) dan peringkat yang dapat digunakan untuk menentukan kategori Kualifikasi (Qualifying) dan menetapkan kualitas terhadap penempatan Bank dalam bentuk surat berharga. Sehubungan ... Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu diatur lebih lanjut mengenai kriteria penilaian terhadap lembaga pemeringkat, pengkinian daftar lembaga pemeringkat, lembaga pemeringkat dan peringkat minimum yang diakui serta hal-hal lain yang berkaitan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok pengaturan sebagai berikut: I. UMUM 1. Lembaga pemeringkat merupakan salah satu elemen penting dalam operasional pasar keuangan yang perannya semakin meningkat sejalan dengan pesatnya perkembangan pasar keuangan global. 2. Peran lembaga pemeringkat dalam mendukung operasional suatu sistem keuangan antara lain untuk membantu terciptanya transparansi pasar keuangan dan mendorong investasi yang efisien yang dapat mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi. 3. Lembaga pemeringkat yang dapat dipertimbangkan sebagai lembaga pemeringkat yang pemeringkat yang memenuhi kriteria penilaian (eligibility criteria). 4. Peringkat minimum yang diakui Bank Indonesia merupakan peringkat investasi tertentu yang ditetapkan Bank Indonesia. 5. Bank Indonesia melakukan pengkinian terhadap daftar lembaga pemeringkat dan peringkat minimum yang diakui berdasarkan hasil penilaian dan pemantauan terhadap lembaga pemeringkat dimaksud. II. KRITERIA PENILAIAN LEMBAGA PEMERINGKAT 1. PRINSIP UMUM Prinsip umum dalam menetapkan kriteria penilaian lembaga pemeringkat antara lain: a. Kriteria ... diakui oleh Bank Indonesia adalah lembaga a. Kriteria penilaian yang ditetapkan tidak menghambat perkembangan industri pemeringkatan namun diharapkan dapat menstimulasi kompetisi yang sehat yang selanjutnya diharapkan dapat mendorong terciptanya disiplin pasar (market discipline). b. Kriteria penilaian ditujukan untuk mendorong pemeringkat menghasilkan peringkat yang kredibel. agar lembaga c. Kriteria penilaian ditetapkan sesuai dengan standar dan praktek internasional untuk mendukung terciptanya konsistensi diantara regulator, khususnya dalam melakukan penilaian dan pengakuan terhadap lembaga pemeringkat yang berskala regional maupun internasional. d. Beberapa standar, prinsip dan kode etik yang berlaku secara internasional yang menjadi acuan dalam menetapkan kriteria penilaian antara lain kriteria yang ditetapkan dalam dokumen International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards (A Revised Framework) oleh Basel Committee on Banking Supervision dari Bank for International Settlements. 2. KRITERIA PENILAIAN Kriteria yang menjadi acuan dalam melakukan penilaian terhadap lembaga pemeringkat adalah: a. Independensi Kriteria ini digunakan untuk menilai tingkat independensi atau kebebasan lembaga pemeringkat dari segala bentuk kepentingan, seperti kepentingan ekonomi, sosial dan politik, baik secara langsung maupun tidak langsung diterbitkan. b. Obyektivitas ... terhadap hasil pemeringkatan yang b. Obyektivitas Kriteria ini digunakan untuk menilai tingkat obyektivitas dan efektivitas proses pemeringkatan, metodologi yang digunakan dan dikembangkan, kewajaran dan konsistensi kriteria pemeringkatan dalam setiap proses penilaian dan penetapan peringkat dari suatu perusahaan (borrower) atau suatu penerbitan surat berharga (issuance). c. Akses oleh Publik Internasional (Transparansi) Kriteria ini digunakan untuk menilai keterbukaan lembaga pemeringkat atas seluruh informasi yang terkait dengan hasil pemeringkatan, termasuk asumsi dan latar belakang penerbitan hasil pemeringkatan kepada publik. d. Pengungkapan Publik (Disclosures) Kriteria ini digunakan untuk menilai pengungkapan segala sesuatu mengenai lembaga pemeringkat tersebut sehingga memungkinkan publik maupun regulator melakukan penilaian terhadap independensi, obyektivitas, kapabilitas, operasional pemeringkat, serta pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku. lembaga e. Sumber Daya (Resources) Kriteria ini digunakan untuk menilai kemampuan lembaga pemeringkat dalam mengelola usaha penyediaan jasa pemeringkatan, baik dari aspek sumber daya manusia (human resources) maupun aspek sumber daya keuangan (financial resources) yang memungkinkan lembaga pemeringkat beroperasi secara independen dan profesional. f. Kredibilitas ... f. Kredibilitas Kriteria ini digunakan untuk menilai pengakuan dan akseptabilitas oleh pasar terhadap keberadaan lembaga pemeringkat sebagai penyedia jasa pemeringkatan yang kredibel. III. PENGKINIAN DAFTAR LEMBAGA PEMERINGKAT 1. Bank Indonesia melakukan pengkinian atas daftar lembaga pemeringkat yang diakui dan peringkat minimum berdasarkan hasil penilaian dan pemantauan terhadap pemenuhan kriteria penilaian yang ditetapkan baik secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. 2. Untuk keperluan pemantauan sebagaimana dimaksud pada angka 1 tersebut di atas, Bank Indonesia dapat meminta agar lembaga pemeringkat menyampaikan laporan kinerja keuangan tahunan yang telah diaudit. Disamping itu Bank Indonesia dapat meminta informasi secara tertulis mengenai setiap perubahan yang bersifat material, antara lain perubahan struktur organisasi atau manajemen, formasi analis pemeringkat, prosedur pemeringkatan, serta kinerja keuangan yang dapat mempengaruhi kemampuan lembaga pemeringkat dalam menghasilkan peringkat yang kredibel atau informasi lain apabila diperlukan. 3. Lembaga pemeringkat dapat dikeluarkan dari daftar lembaga pemeringkat yang diakui atau peringkat minimum dapat dinaikkan apabila memenuhi kondisi berikut: a. Lembaga pemeringkat tidak memenuhi sebagian atau seluruh kriteria penilaian; b. Lembaga ... b. Lembaga pemeringkat secara sengaja memberikan informasi yang keliru (misleading); c. Lembaga pemeringkat terbukti atau patut diduga terlibat dalam perbuatan melawan hukum antara lain menciptakan pasar semu atau insider trading, mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia atau non-publikasi mengenai kondisi perusahaan yang diperingkat kepada pihak lain tanpa persetujuan terlebih dahulu, melakukan negosiasi untuk menghasilkan peringkat yang lebih tinggi dari yang seharusnya, dan melakukan kompetisi yang tidak sehat antara lain dengan cara menawarkan pemberian peringkat yang lebih baik kepada klien lembaga pemeringkat lain; dan atau d. Lembaga pemeringkat melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait. 4. Berdasarkan penilaian pemenuhan kriteria terhadap permohonan pendaftaran lembaga pemeringkat untuk kepentingan pemeringkatan atas surat berharga yang dimiliki memasukkan lembaga pemeringkat dimaksud dalam daftar lembaga pemeringkat yang diakui. IV. LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT MINIMUM YANG DIAKUI 1. Peringkat Investasi. a. Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/12/PBI/2003 tanggal 17 Juli 2003 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Market Risk) dan Bab II angka 1 huruf a Surat Edaran Bank Indonesia Nomor ... Bank, Bank Indonesia dapat Nomor 5/23/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang Pedoman Perhitungan Kewajiban Umum Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar Penyediaan Modal Minimum Bank (Market Risk) dan Pedoman Perhitungan Posisi Devisa Neto Bank Umum antara lain mengatur mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat investasi yang dapat digunakan untuk menggolongkan surat berharga yang (Qualifying). dimiliki Bank dalam kategori Kualifikasi b. Pasal 14 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Bab III Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, antara lain mengatur bahwa kualitas: 1) surat berharga yang tidak aktif diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan atau tidak memiliki informasi nilai pasar secara transparan; atau 2) surat berharga yang diakui berdasarkan harga perolehan, ditetapkan Lancar sepanjang surat berharga dimaksud memiliki peringkat investasi, kupon atau kewajiban lain yang sejenis dibayar dalam jumlah dan waktu yang tepat sesuai perjanjian, serta surat berharga belum jatuh tempo. c. Terkait dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, lembaga pemeringkat dan peringkat minimum yang diakui Bank Indonesia sebagai peringkat investasi adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran I. 2. Selanjutnya ... 2. Selanjutnya, menunjuk Pasal 14 ayat (2) huruf b dan Pasal 15 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, surat berharga akan digolongkan dalam kualitas Kurang Lancar apabila surat berharga dimaksud memiliki peringkat paling kurang 1 (satu) tingkat dibawah peringkat investasi, tidak terdapat penundaan pembayaran kupon atau kewajiban lain yang sejenis dan belum jatuh tempo. Peringkat paling kurang 1 (satu) tingkat dibawah peringkat investasi yang diakui Bank Indonesia adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran II. 3. Untuk surat berharga yang diakui berdasarkan nilai pasar, sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, salah satu kriteria untuk menggolongkan surat berharga dalam kualitas Lancar adalah keaktifan surat berharga tersebut diperdagangkan di bursa efek di Indonesia, termasuk apabila surat berharga diperdagangkan di luar bursa efek (over the counter) dan dicatatkan di bursa efek, sepanjang volume transaksi perdagangan surat berharga signifikan dan wajar (arms length transaction) dalam 10 (sepuluh) hari kerja terakhir sebelum tanggal laporan. V. LAIN-LAIN 1. Permohonan pendaftaran lembaga pemeringkat sebagaimana dimaksud pada Bab III angka 4 di atas diajukan secara tertulis kepada Bank Indonesia up. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110. 2. Penggunaan ... 2. Penggunaan jasa lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia oleh Bank menjadi tanggung jawab Bank yang bersangkutan. VI. KETENTUAN PENUTUP Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka: a. Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/23/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang Pedoman Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Market Risk) dan Pedoman Perhitungan Posisi Devisa Neto Bank Umum; dan b. Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MAMAN H. SOMANTRI DEPUTI GUBERNUR Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/ 8 / DPNP tanggal 31 Maret 2005 Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Investasi Dalam Rangka Menggolongkan Surat Berharga yang Dimiliki Bank Dalam Kategori Kualifikasi (Qualifying) dan Dinilai Lancar Peringkat Minimum Lembaga Pemeringkat Surat Berharga Jangka Pendek Standard and Poor’s Fitch Ratings Moody’s P-3 A-3 F3 Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Kasnic Credit Rating Indonesia idA4 Surat Berharga Jangka Menengah dan Jangka Panjang Baa3 BBB- BBB- idBBB- K-4 BBB- Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/ 8 / DPNP tanggal 31 Maret 2005 Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Minimum Dalam Rangka Menggolongkan Surat Berharga yang Dimiliki Bank Dinilai Kurang Lancar Peringkat Minimum Lembaga Pemeringkat Surat Berharga Jangka Pendek Standard and Poor’s Fitch Ratings Moody’s NP B B Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Kasnic Credit Rating Indonesia idB K-5 Surat Berharga Jangka Menengah dan Jangka Panjang Ba1 BB+ BB+ idBB+ BB+
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/8/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 31 Maret 2005 </set_date> <effective_date> 31 Maret 2005 </effective_date> <replaced_reg> '5/23/DPNP|SE-BI/2003 | Lampiran 2', '7/3/DPNP|SE-BI/2005 | Lampiran 2' </replaced_reg> <related_reg> '5/12/PBI/2003 | Pasal 12', '5/23/DPNP|SE-BI/2003 | Bab II angka 1 huruf a', '7/2/PBI/2005 | Pasal 14 dan Pasal 15', '7/3/DPNP|SE-BI/2005 | Bab III' </related_reg>
No. 13/ 22 /DASP Jakarta, 18 Oktober 2011 S U R A T E D A R A N Perihal : Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, dalam rangka meningkatkan keamanan dalam penyelenggaraan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dan mendukung terwujudnya sistem Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) yang dapat saling dikoneksikan (interoperability), perlu diimplementasikan teknologi chip dan penggunaan Personal Identification Number (PIN) sebagai sarana autentikasi dalam setiap proses transaksi pembayaran dengan menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. Industri Penyelenggara Kartu ATM dan/atau Kartu Debet telah menyepakati standar teknologi chip untuk dipergunakan pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet serta sarana pemrosesnya. Sehubungan dengan itu, perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai implementasi teknologi chip dan penggunaan PIN pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dalam Surat Edaran Bank Indonesia. I. IMPLEMENTASI TEKNOLOGI CHIP DAN PIN UNTUK KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET Penggunaan standar teknologi chip dan PIN sebagai upaya untuk meningkatkan keamanan penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: A. Penggunaan … 2 A. Penggunaan Teknologi Chip 1. Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia beserta sarana pemrosesnya wajib menggunakan standar teknologi chip yang telah disepakati oleh industri dan disetujui oleh Bank Indonesia. 2. Kewajiban penggunaan standar teknologi chip berlaku bagi seluruh Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia, termasuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang telah menggunakan standar teknologi chip lainnya. B. Penggunaan PIN 1. Jumlah digit PIN yang wajib diimplementasikan untuk seluruh Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia paling kurang 6 (enam) digit. 2. Penggunaan PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagaimana dimaksud pada angka 1 sebagai sarana autentikasi merupakan pengganti tanda tangan Pemegang Kartu sebagai sarana autentikasi. C. Penambahan sarana autentikasi selain chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. II. KEWAJIBAN PENERBIT KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET Dalam rangka implementasi teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, Penerbit wajib: A. Menyampaikan informasi secara tertulis kepada Pemegang Kartu, paling kurang mengenai: 1. kewajiban Pemegang Kartu untuk mengembalikan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berteknologi pita magnetik (magnetic stripe) atau yang telah menggunakan standar teknologi chip lainnya yang masih digunakan Pemegang Kartu untuk diganti oleh Penerbit dengan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berteknologi chip sesuai standar … 3 standar yang telah disepakati oleh industri dan disetujui oleh Bank Indonesia dengan menggunakan PIN paling kurang 6 (enam) digit. 2. tata cara bagi Pemegang Kartu untuk melakukan penggantian Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud pada angka 1, paling kurang meliputi: a. penggantian Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dilakukan oleh Pemegang Kartu dengan mendatangi kantor atau tempat yang ditunjuk oleh Penerbit sebagai tempat penggantian; b. persyaratan dokumen yang harus dibawa dan/atau dilengkapi oleh Pemegang Kartu; c. daftar rincian alamat kantor atau tempat lain yang ditunjuk oleh Penerbit untuk melakukan penggantian Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; d. jenis dan besarnya biaya jika Penerbit membebankan biaya penggantian Kartu ATM dan/atau Kartu Debet kepada Pemegang Kartu; e. f. jangka waktu penyelesaian penggantian Kartu ATM dan/atau Kartu Debet; dan konsekuensi tidak dapat digunakannya Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berteknologi pita magnetik atau standar teknologi chip lainnya apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf e Pemegang Kartu belum melakukan penggantian Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang lama. 3. tanggung jawab Penerbit dan Pemegang Kartu ATM dan/atau Kartu Debet terhadap hal-hal yang mengakibatkan kerugian bagi Pemegang Kartu dan/atau Penerbit yang disebabkan karena adanya pemalsuan kartu, pemalsuan data, kegagalan sistem Penerbit atau pihak lain yang bekerja sama dengan Penerbit, penyalahgunaan kartu, kelalaian mengamankan PIN, atau sebab lainnya. 4. tata … 4 4. tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan penggunaan kartu dan perkiraan waktu penanganan pengaduan tersebut sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelesaian pengaduan nasabah. 5. hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang Kartu dalam penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berteknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagai sarana autentikasi. B. Memiliki prosedur penanganan permasalahan dan penyelesaiannya atas pengaduan Pemegang Kartu yang terkait dengan pihak lain yang bekerja sama dengan Penerbit, seperti Prinsipal, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan pihak lainnya yang sesuai dengan pedoman yang dikeluarkan oleh self-regulatory organization di bidang sistem pembayaran. III. BATAS WAKTU IMPLEMENTASI TEKNOLOGI CHIP DAN PIN KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET A. Kewajiban untuk implementasi teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagaimana dimaksud pada butir I.A dan butir I.B, baik untuk kartu baru maupun penggantian kartu lama dilakukan paling lama tanggal 31 Desember 2015, sehingga terhitung sejak tanggal 1 Januari 2016 setiap Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia dan digunakan untuk transaksi di Indonesia wajib diproses dengan menggunakan teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit. B. Penerbit, Acquirer, Prinsipal, Penyelenggara Kliring dan Penyelenggara Penyelesaian Akhir (untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut “Penyelenggara”) Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib menyesuaikan atau meningkatkan keamanan sarana pemroses pada mesin Electronic Data Capture (EDC), mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM), serta sistem pendukung dan pemroses transaksi (back end system) yang dapat memproses … 5 memproses Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berteknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit, paling lama tanggal 31 Desember 2015. C. Dalam hal Penerbit telah mengimplementasikan standar teknologi chip lebih awal dari tanggal 31 Desember 2015, maka implementasi standar teknologi chip tersebut wajib dilakukan bersamaan dengan implementasi PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagai sarana autentikasi. IV. PELAPORAN RENCANA DAN PROGRES IMPLEMENTASI TEKNOLOGI CHIP DAN PIN KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET Dalam rangka pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban implementasi teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia, diatur kewajiban pelaporan dengan ketentuan sebagai berikut: A. Penyelenggara Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia berupa: 1. laporan rencana dan progres implementasi standar chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penyelenggara Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib menyampaikan laporan tertulis rencana implementasi standar teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit, paling lama tanggal 31 Desember 2011 dengan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini. b. Penyelenggara Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib menyampaikan laporan tertulis progres implementasi standar chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit kepada Bank Indonesia secara triwulanan dengan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini. c. Terhitung … 6 c. terhitung sejak tanggal 1 Januari 2015, laporan progres implementasi sebagaimana dimaksud pada huruf b wajib disampaikan secara bulanan. d. laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c wajib diterima Bank Indonesia paling lama setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah berakhirnya periode laporan. e. apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur maka laporan wajib diterima Bank Indonesia paling lambat pada hari kerja berikutnya. 2. laporan penyelesaian implementasi standar chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, yang wajib disampaikan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal selesainya implementasi. B. Penyelenggara Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang telah selesai mengimplementasikan standar teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit pada seluruh Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dan telah melaporkannya kepada Bank Indonesia, tidak wajib menyampaikan laporan progres implementasi standar chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagaimana dimaksud pada butir A.1.b dan butir A.1.c. C. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A dan/atau informasi lainnya dalam rangka implementasi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berteknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit disampaikan kepada: Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Gedung D Lantai 2, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta - 10350 V. LAIN-LAIN … 7 V. LAIN-LAIN A. Dalam hal Penerbit telah mengimplementasikan teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit untuk seluruh Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkannya, maka pemrosesan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet tersebut tidak dapat dilakukan secara off-line. B. Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2016, di wilayah Republik Indonesia: 1. setiap transaksi dari Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia wajib diproses dengan menggunakan standar teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini; sedangkan 2. setiap transaksi dari Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh Penerbit di luar Indonesia dapat diproses sesuai dengan teknologi yang digunakan. Dalam hal Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak dapat diproses untuk kepentingan transaksi, maka proses transaksi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet tersebut tidak dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi selain chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. VI. PERALIHAN A. Pihak yang memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagai Penyelenggara Kartu ATM dan/atau Kartu Debet setelah berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini wajib mengimplementasikan standar teknologi chip dan penggunaan PIN paling kurang 6 (enam) digit sejak pihak tersebut efektif melaksanakan kegiatan Kartu ATM dan/atau Kartu Debetnya. B. Pihak yang telah mengajukan permohonan izin dan telah melengkapi seluruh persyaratan dokumen perizinan sebagai Penyelenggara Kartu ATM dan/atau Kartu Debet sebelum berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, namun baru memperoleh izin sebagai Penyelenggara Kartu ATM … 8 ATM dan/atau Kartu Debet dari Bank Indonesia setelah berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, wajib mengimplementasikan standar teknologi chip dan penggunaan PIN paling kurang 6 (enam) digit paling lama 31 Desember 2012, sehingga terhitung sejak tanggal 1 Januari 2013 setiap Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan dan digunakan untuk transaksi di Indonesia wajib diproses dengan menggunakan teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit. VII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka pengaturan tentang peningkatan keamanan untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Edaran Bank Indonesia ini. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 18 Oktober 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RONALD WAAS DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/22/DASP|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia. </reg_title> <set_date> 18 Oktober 2011 </set_date> <effective_date> 18 Oktober 2011 </effective_date> <related_reg> '11/11/PBI/2009', '11/10/DASP|SE-BI/2009' </related_reg>
No.6/49/DPU Jakarta, 14 Desember 2004 SURAT EDARAN Perihal : Permintaan Klarifikasi oleh Masyarakat dan Bank atas Uang yang Diragukan Keasliannya dan Laporan Penemuan Uang Palsu oleh Bank Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/14/PBI/2004 tanggal 22 Juni 2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran, Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4388), dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai Permintaan Klarifikasi oleh Masyarakat dan Bank atas Uang yang Diragukan Keasliannya dan Laporan Penemuan Uang Palsu oleh Bank, sebagai berikut : I. KETENTUAN UMUM Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan : 1. Uang adalah uang rupiah. 2. Uang Palsu adalah benda yang bentuknya menyerupai Uang dan tidak memiliki tanda keaslian Uang sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing. 4. Kantor … 4. Kantor Cabang Bank Asing adalah kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri berdasarkan hukum asing atau berkantor pusat di luar negeri, yang secara langsung atau tidak langsung bertanggungjawab kepada kantor pusat bank yang bersangkutan dan mempunyai alamat serta tempat kedudukan di Indonesia. 5. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank. II. KLARIFIKASI ATAS UANG YANG DIRAGUKAN KEASLIANNYA 1. Permintaan klarifikasi oleh masyarakat a. Masyarakat yang menemukan Uang yang diragukan keasliannya dapat mengajukan permintaan klarifikasi kepada : 1) Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengedaran Uang dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi masyarakat yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta, Provinsi Banten, Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Karawang, Kota Depok; atau 2) Kantor Bank Indonesia setempat, bagi masyarakat yang berdomisili di luar wilayah DKI Jakarta, Provinsi Banten, Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Karawang, Kota Depok. Daftar alamat Kantor Bank Indonesia sebagaimana Lampiran 1. b. Permintaan klarifikasi kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan cara : 1) menyampaikan surat permintaan klarifikasi yang ditandatangani oleh pihak yang meminta klarifikasi yang contohnya tertera pada Lampiran 2; 2) menyampaikan … 2) menyampaikan fisik Uang yang diragukan keasliannya; dan 3) menandatangani berita acara serah terima Uang yang diragukan keasliannya dalam rangkap 2 (dua) yang contohnya tertera pada Lampiran 3. 2. Permintaan klarifikasi oleh Bank a. Bank yang menemukan Uang yang diragukan keasliannya dapat mengajukan permintaan klarifikasi kepada : 1) Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengedaran Uang dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi kantor Bank yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta, Provinsi Banten, Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Karawang, Kota Depok; atau 2) Kantor Bank Indonesia setempat, bagi kantor Bank yang b. Bank berkedudukan di luar wilayah DKI Jakarta, Provinsi Banten, Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten Karawang, Kota Depok. Daftar alamat Kantor Bank Indonesia sebagaimana Lampiran 1. yang mengajukan permintaan klarifikasi kepada Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib : 1) mencatat identitas lengkap Nasabah yang menyerahkan, menyetorkan, atau menukarkan Uang Bank yang diragukan keasliannya, dan memberikan tanda terima Uang yang diragukan keasliannya kepada Nasabah; 2) menjaga kondisi fisik Uang yang diragukan keasliannya; dan 3) menjaga agar Uang yang diragukan keasliannya tidak beredar kembali. Kewajiban … Kewajiban sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak berlaku dalam hal Uang yang diragukan keasliannya ditemukan oleh Bank dalam kegiatan pengolahan Uang. c. Permintaan klarifikasi kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan dengan : 1) menyampaikan surat permintaan klarifikasi yang ditandatangani oleh pimpinan kantor Bank yang bersangkutan yang contohnya tertera pada Lampiran 4; 2) menyampaikan fisik Uang yang diragukan keasliannya; dan 3) menandatangani berita acara serah terima Uang yang diragukan keasliannya dalam rangkap 2 (dua) yang ditandatangani oleh pimpinan kantor Bank yang bersangkutan yang contohnya tertera pada Lampiran 5. III. INFORMASI HASIL PENELITIAN ATAS UANG YANG DIRAGUKAN KEASLIANNYA 1. Bank Indonesia menyampaikan informasi hasil penelitian atas Uang yang diragukan keasliannya kepada pihak yang mengajukan permintaan klarifikasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permintaan klarifikasi secara lengkap dan benar. 2. Dalam hal permintaan klarifikasi diajukan oleh kantor Bank, Bank Indonesia mengirimkan tembusan informasi hasil penelitian atas Uang yang diragukan keasliannya kepada kantor pusat Bank atau Kantor Cabang Bank Asing. 3. Batas waktu penyampaian informasi hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dikesampingkan apabila dalam melakukan penelitian atas Uang yang pemeriksaan secara laboratoris. 4. Bank … diragukan keasliannya diperlukan 4. Bank Indonesia memberitahukan hal sebagaimana dimaksud pada angka 3 kepada pihak yang mengajukan permintaan klarifikasi. 5. Bank diragukan keasliannya kepada wajib menginformasikan hasil penelitian atas Uang Nasabah yang yang menyerahkan, menyetorkan, atau menukarkan Uang yang diragukan keasliannya. IV. TINDAK LANJUT TERHADAP UANG YANG DIRAGUKAN KEASLIANNYA 1. Berdasarkan hasil penelitian atas Uang yang diragukan keasliannya, Bank Indonesia : a. memberikan penggantian atas Uang yang diragukan keasliannya yang dinyatakan asli, yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan cara : 1) tunai, dalam hal pihak yang meminta klarifikasi adalah masyarakat; atau 2) mengkredit rekening Bank yang bersangkutan, dalam hal pihak yang meminta klarifikasi adalah Bank. b. tidak memberikan penggantian atas Uang keasliannya yang dinyatakan palsu. Kepolisian Negara Republik yang diragukan 2. Uang Palsu hasil penelitian dilaporkan dan diserahkan oleh Bank Indonesia kepada Indonesia ketentuan yang berlaku. 3. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian atas Uang yang diragukan keasliannya dinyatakan asli oleh Bank memberikan penggantian Uang kepada Nasabah. Indonesia, maka Bank sesuai V. LAPORAN … V. LAPORAN PENEMUAN UANG PALSU 1. Penyampaian Laporan a. Kantor pusat Bank atau Kantor Cabang Bank Asing wajib menyampaikan Laporan Penemuan Uang Palsu secara bulanan, yang selanjutnya disebut Laporan, secara benar, lengkap, dan tepat waktu kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengedaran Uang dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 yang contohnya tertera pada Lampiran 6, yang datanya bersumber dari : 1) hasil penelitian atas Uang yang diragukan keasliannya pada bulan yang bersangkutan; dan/atau 2) pemberitahuan oleh Bank Indonesia pada bulan yang bersangkutan atas penemuan Uang Palsu yang berasal dari setoran kantor Bank. b. Dalam hal Bank tidak memiliki data sebagaimana dimaksud pada huruf a, Bank tidak perlu menyampaikan Laporan. c. Laporan yang disampaikan oleh kantor pusat Bank atau Kantor Cabang Bank Asing kepada Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan Laporan gabungan dari seluruh kantor Bank yang berkedudukan di Indonesia. 2. Tata cara penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatur sebagai berikut : a. Laporan 1) Laporan dari kantor pusat Bank atau Kantor Cabang Bank Asing diterima oleh Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat tanggal 14 (empat belas) bulan berikutnya, misalnya : data bulan Februari 2005 diterima paling lambat tanggal 14 Maret 2005. 2) Kantor … 2) Kantor pusat Bank atau Kantor Cabang Bank Asing dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan apabila Laporan diterima oleh Kantor Pusat Bank Indonesia melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan akhir bulan setelah berakhirnya bulan Laporan yang bersangkutan, misalnya: data bulan Februari 2005 diterima mulai tanggal 15 Maret 2005 sampai dengan tanggal 31 Maret 2005. 3) Kantor pusat Bank atau Kantor Cabang Bank Asing dinyatakan tidak menyampaikan Laporan apabila Laporan diterima oleh Kantor Pusat Bank Indonesia melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada angka 2), misalnya : data bulan Februari 2005 diterima setelah akhir bulan Maret 2005. b. Dalam hal tanggal batas waktu diterimanya Laporan oleh Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur nasional atau hari libur setempat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, maka Laporan disampaikan pada hari kerja sebelumnya. VI. SANKSI ADMINISTRATIF Kantor pusat Bank atau Kantor Cabang Bank Asing yang terlambat menyampaikan Laporan atau tidak menyampaikan Laporan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis. VII. LAIN-LAIN Ketentuan klarifikasi dalam rangka pembawaan Uang rupiah dari luar negeri tunduk pada ketentuan pembawaan Uang keluar atau masuk wilayah pabean Republik Indonesia yang berlaku. VIII. KETENTUAN … VIII. KETENTUAN PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia No.10/4 UPPB tanggal 3 Agustus 1977 perihal Tata Cara Pelaporan Penemuan Uang Rupiah Palsu atau Dimanipulasikan atau Diragukan Keasliannya dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Februari 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, LUCKY FATHUL A.H. DIREKTUR PENGEDARAN UANG
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/49/DPU|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Permintaan Klarifikasi oleh Masyarakat dan Bank atas Uang yang Diragukan Keasliannya dan Laporan Penemuan Uang Palsu oleh Bank </reg_title> <set_date> 14 Desember 2004 </set_date> <effective_date> 1 Februari 2005 </effective_date> <replaced_reg> '10/4/UPPB|SE-BI/1997' </replaced_reg> <related_reg> '6/14/PBI/2004' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 18/22/DKSP Jakarta, 27 September 2016 S U R A T E D A R A N Perihal: Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5001) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/17/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5925) dan dalam rangka perluasan ekosistem Layanan Keuangan Digital (LKD) serta kebutuhan penyaluran bantuan sosial secara non tunai untuk mendukung keuangan inklusif dan sebagai upaya mendorong peningkatan transaksi non tunai, perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD) dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Latar Belakang 1. Dalam rangka menjangkau dan memperluas penyediaan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang belum tersentuh jasa sistem pembayaran dan keuangan formal (unbanked) dan yang telah terhubung dengan jasa sistem pembayaran dan keuangan formal sebagai nasabah penabung namun belum memanfaatkannya secara optimal karena berbagai faktor (underbanked), diperlukan inovasi penggunaan Uang Elektronik sebagai salah satu instrumen dalam … 2 dalam LKD melalui kerja sama dengan pihak ketiga dalam bentuk keagenan. 2. Perluasan penyediaan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan tersebut merupakan inisiatif Bank Indonesia dalam mendukung Strategi Nasional Keuangan Inklusif, yang ditujukan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan individu atau rumah tangga, serta mengurangi kemiskinan dan pemerataan pendapatan. 3. Salah satu bentuk perluasan penyediaan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan dilakukan melalui kerja sama Penerbit dengan Agen LKD. Oleh karena itu, perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan LKD dalam rangka keuangan inklusif melalui Agen LKD. B. Pengertian 1. Layanan Keuangan Digital yang selanjutnya disingkat LKD adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif. 2. Agen LKD adalah pihak ketiga yang bekerjasama dengan Penerbit dan bertindak untuk dan atas nama Penerbit dalam memberikan LKD. 3. Agen LKD Badan Hukum adalah badan usaha berbadan hukum dan/atau penyelenggara transfer dana yang bekerjasama dengan Penerbit dan bertindak untuk dan atas nama Penerbit dalam memberikan LKD. 4. Agen LKD Individu adalah perseorangan atau badan usaha yang tidak berbadan hukum yang bekerjasama dengan Penerbit dan bertindak untuk dan atas nama Penerbit dalam memberikan LKD. 5. Penyelenggara LKD adalah Penerbit yang telah memperoleh persetujuan untuk menyelenggarakan LKD. 6. Diproses … 3 6. Diproses Secara Online adalah proses transaksi yang terkoneksi secara langsung dengan sentral sistem komputer Penyelenggara LKD untuk melakukan otorisasi dan validasi sebelum dimulainya proses transaksi agar penyelesaian transaksi LKD dapat dilakukan secara real time dan/atau near real time dan tersedia notifikasi status transaksi segera setelah terjadi transaksi keuangan. II. PERSYARATAN DAN PENGAJUAN PERMOHONAN SEBAGAI PENYELENGGARA LKD A. Persyaratan sebagai Penyelenggara LKD 1. Kegiatan sebagai Penyelenggara LKD dapat dilakukan oleh Penerbit berupa Bank atau Lembaga Selain Bank. 2. Penyelenggaraan LKD oleh Bank dapat dilakukan melalui Agen LKD Badan Hukum dan Agen LKD Individu. 3. Bank yang dapat mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan LKD melalui Agen LKD Individu adalah: a. Bank Umum dengan kategori Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 3 atau 4; atau b. Bank Pembangunan Daerah kategori Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 1 dan 2 yang memiliki sistem teknologi informasi yang memadai, serta profil mandat penyaluran program bantuan sosial. 4. Penyelenggaraan LKD oleh Lembaga Selain Bank hanya dapat dilakukan melalui Agen LKD Badan Hukum. 5. Bank dan Lembaga Selain Bank yang melakukan kegiatan sebagai Penyelenggara LKD wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia. 6. Bank atau Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan LKD harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. berbadan hukum Indonesia dalam bentuk perseroan terbatas; dan b. memenuhi … 4 b. memenuhi kesiapan operasional paling kurang meliputi: 1) memiliki kesiapan manajemen risiko yang memadai dalam penyelenggaraan LKD; 2) memiliki teknologi informasi yang memadai untuk mendukung penyelenggaraan LKD yang antara lain dibuktikan dengan hasil audit teknologi informasi oleh pihak independen; dan 3) memiliki unit kerja tersendiri yang bertanggung jawab untuk menangani kegiatan LKD yang didukung oleh perangkat dan sumber daya manusia yang memadai untuk melakukan fungsi paling kurang: a) manajemen risiko; b) kepatuhan atas ketentuan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT); c) pengelolaan Agen LKD; dan d) perlindungan konsumen. 7. Persyaratan dokumen bagi Bank dan Lembaga Selain Bank yang mengajukan permohonan sebagai penyelenggara LKD mengacu pada Bab I Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Pengajuan Permohonan sebagai Penyelenggara LKD bagi Bank dan Lembaga Selain Bank 1. Permohonan sebagai Penyelenggara LKD a. Permohonan sebagai Penyelenggara LKD disampaikan oleh Penerbit kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan memuat informasi mengenai rencana penyelenggaraan kegiatan LKD untuk 2 (dua) tahun ke depan. b. Penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum rencana … 5 rencana kegiatan LKD dilaksanakan untuk pertama kali. c. Penyampaian rencana penyelenggaraan kegiatan LKD melalui Agen LKD sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Bab I Lampiran. 2. Dalam hal permohonan sebagai Penyelenggara LKD diajukan bersamaan dengan permohonan izin sebagai Penerbit, permohonan pengajuan Penyelenggara LKD dilakukan dengan mengacu pada pengaturan sebagaimana dimaksud dalam angka 1. III. PEMROSESAN PERMOHONAN PERSETUJUAN SEBAGAI PENYELENGGARA LKD A. Bank Indonesia melakukan pemrosesan terhadap permohonan sebagai Penyelenggara LKD dengan tahapan sebagai berikut: 1. Pemeriksaan administratif terhadap dokumen rencana penyelenggaraan LKD yang disampaikan oleh pemohon, meliputi: a. pemeriksaan kelengkapan dokumen; dan b. pemeriksaan kesesuaian dokumen. 2. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dokumen yang disampaikan tidak lengkap, Bank Indonesia mengembalikan dokumen tersebut kepada pemohon. 3. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan kesesuaian dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b terdapat ketidaksesuaian persyaratan dokumen yang disampaikan oleh pemohon, pemohon harus menyampaikan dokumen yang telah disesuaikan kepada Bank Indonesia paling lama 45 (empat puluh lima) hari kalender sejak tanggal surat pemberitahuan yang pertama kali disampaikan oleh Bank Indonesia mengenai ketidaksesuaian persyaratan dokumen tersebut. 4. Dalam … 6 4. Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 3, pemohon belum menyampaikan dokumen yang telah disesuaikan, Bank Indonesia menolak permohonan sebagai Penyelenggara LKD. 5. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan lapangan (on site visit) untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang diajukan serta kesiapan operasional pemohon. B. Berdasarkan hasil pemrosesan permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia: 1. menyetujui permohonan sebagai Penyelenggara LKD; atau 2. menolak permohonan sebagai Penyelenggara LKD. C. Persetujuan atau penolakan permohonan sebagai Penyelenggara LKD sebagaimana dimaksud dalam huruf B disampaikan secara tertulis oleh Bank Indonesia. D. Bank Indonesia dapat memberikan kemudahan kepada Penerbit yang telah memperoleh izin, atas proses persetujuan penyelenggaraan LKD dalam rangka penggunaan dan perluasan penggunaan Uang Elektronik untuk program yang terkait kebijakan nasional. Kemudahan diberikan dengan tetap memperhatikan risiko penyelenggaraan kegiatan LKD. IV. REALISASI PENYELENGGARAAN KEGIATAN LKD A. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh persetujuan sebagai Penyelenggara LKD sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1 wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan LKD paling lama 60 (enam puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal surat persetujuan dari Bank Indonesia. B. Penyelenggara LKD yang telah menyelenggarakan LKD sebagaimana dimaksud dalam huruf A harus menyampaikan laporan realisasi penyelenggaraan LKD secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif dimulainya penyelenggaraan LKD. C. Laporan … 7 C. Laporan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf B paling kurang memuat informasi dan penjelasan mengenai tanggal efektif penyelenggaraan serta jumlah dan lokasi Agen LKD. D. Dalam hal Penyelenggara LKD tidak menyelenggarakan kegiatan LKD dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf A maka persetujuan yang telah diberikan oleh Bank Indonesia dinyatakan batal dan tidak berlaku. V. PENYELENGGARAAN LKD A. Produk dan Layanan 1. Jenis Uang Elektronik yang digunakan dalam penyelenggaraan LKD adalah Uang Elektronik registered berbasis server (server based) yang menggunakan sarana antara lain mobile atau kartu. 2. Dalam rangka menyediakan kemudahan dan kenyamanan layanan, penyediaan layanan Uang Elektronik dalam rangka LKD yang menggunakan sarana dan perangkat teknologi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berlaku ketentuan sebagai berikut: a. memiliki fitur menu layanan dengan karakteristik sederhana dan mudah dimengerti; b. memiliki fitur layanan bantuan; dan c. memiliki standar mengenai: 1) fitur menu utama, yang paling kurang meliputi layanan informasi saldo, Pengisian Ulang (top-up), pembayaran tagihan, pengiriman uang, dan Tarik Tunai; dan 2) tahapan proses transaksi menggunakan fitur menu utama, antar Penyelenggara LKD. 3. Penyelenggara LKD harus menyampaikan notifikasi atas setiap konfirmasi proses dan status penyelesaian transaksi keuangan. B. Penggunaan … 8 B. Penggunaan Nomor Telepon Genggam sebagai Nomor Uang Elektronik. Dalam hal nomor telepon genggam digunakan sebagai nomor Uang Elektronik, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Calon Pemegang wajib menyampaikan nomor telepon genggam kepada Penyelenggara LKD baik secara langsung maupun melalui Agen LKD sebagai tambahan data identitas. 2. Penyelenggara LKD atau Agen LKD wajib menjelaskan informasi penggunaan nomor telepon genggam sebagai bukti kepemilikan dan identitas Uang Elektronik kepada calon Pemegang. 3. Penyelenggara LKD harus memastikan Uang Elektronik terhubung dengan data informasi elektronik Pemegang (customer information file). C. Registrasi LKD 1. Uang Elektronik yang digunakan dalam penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD adalah Uang Elektronik registered yang diproses secara online. 2. Perolehan Uang Elektronik sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diajukan oleh: a. calon Pemegang melalui proses registrasi; atau b. institusi/lembaga Pemerintah atau lembaga lain untuk kepentingan tertentu melalui proses registrasi secara massal (bulk registration). 3. Tata cara pemrosesan registrasi oleh Penyelenggara LKD harus memenuhi prinsip mengenal nasabah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT). D. Tata Cara Registrasi LKD oleh Calon Pemegang 1. Proses registrasi sebagaimana dimaksud dalam butir C.2.a dilakukan melalui Agen LKD atau dilakukan sendiri oleh calon Pemegang (self registration). 2. Mekanisme … 9 2. Mekanisme proses registrasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diatur sebagai berikut: a. Untuk registrasi yang dilakukan melalui Agen LKD, registrasi dilakukan secara elektronik (e-registration). Dalam hal perangkat dan teknologi tidak memungkinkan untuk melakukan registrasi secara elektronik, maka registrasi dilakukan secara manual. b. Untuk registrasi yang dilakukan sendiri oleh calon Pemegang (self registration), registrasi dilakukan secara elektronik (e-registration). 3. Pemegang hanya dapat memiliki paling banyak 2 (dua) Uang Elektronik untuk setiap Penerbit yang diperoleh melalui Agen LKD. 4. Persetujuan atas registrasi melalui Agen LKD tetap menjadi wewenang dan tanggung jawab Penyelenggara LKD. 5. Proses persetujuan atau penolakan registrasi dilakukan oleh Penyelenggara LKD dengan melakukan verifikasi data dan dokumen identitas calon Pemegang yang disampaikan oleh Agen LKD. 6. Informasi mengenai persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud dalam angka 5 disampaikan kepada Agen LKD dan calon Pemegang melalui notifikasi paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak data dan dokumen identitas calon Pemegang diterima oleh Penyelenggara LKD. 7. Penyampaian notifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dilakukan dengan menggunakan pesan singkat (short message service) atau sarana lainnya. 8. Dalam hal registrasi calon Pemegang ditolak oleh Penyelenggara LKD maka calon Pemegang akan mendapatkan pemberitahuan mengenai alasan penolakan melalui surat atau sarana lainnya. 9. Dalam melakukan registrasi Uang Elektronik, Penyelenggara LKD wajib paling kurang menerapkan prosedur Customer Due Diligence (CDD) yang lebih sederhana. 10. Penerapan … 10 10. Penerapan prosedur Customer Due Diligence (CDD) yang lebih sederhana, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penerapan prosedur Customer Due Deligence (CDD) yang lebih sederhana dilakukan melalui proses pencatatan data identitas, identifikasi, verifikasi, dan pemantauan yang disederhanakan terhadap calon Pemegang dan/atau Pemegang. b. Data identitas calon Pemegang sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling kurang mencakup informasi: 1) nama; 2) tempat dan tanggal lahir; 3) alamat; 4) nomor dokumen identitas; dan 5) nama ibu kandung. c. Penyampaian informasi identitas sebagaimana dimaksud dalam huruf b wajib didukung dengan dokumen identitas atau dokumen lainnya sebagai pengganti dokumen identitas yang dapat memberikan keyakinan kepada Penyelenggara LKD tentang profil calon Pemegang. d. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf c antara lain: 1) dokumen identitas yang dapat berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau paspor yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia; atau 2) dokumen lainnya yang berupa: a) kartu pengenal peserta program Pemerintah; b) surat keterangan tertulis dari Kelurahan atau Kepala Desa tempat calon Pemegang berdomisili yang dilengkapi dengan foto calon Pemegang; atau c) kartu tanda pelajar bagi calon Pemegang yang belum memenuhi syarat untuk memiliki Kartu … 11 Kartu Tanda Penduduk (KTP) disertai dengan dokumen identitas dan surat persetujuan dari orang tua atau pihak lain yang bertanggung jawab terhadap calon Pemegang tersebut. 11. Apabila dalam menyelenggarakan LKD, Penyelenggara LKD menemukan kondisi: a. terdapat ketidaksesuaian profil calon Pemegang; b. terdapat calon Pemegang yang merupakan Politically Exposed Person (PEP); dan/atau c. terdapat dugaan terjadi transaksi pencucian uang dan/atau pendanaan terorisme, Penyelenggara LKD wajib melaksanakan prosedur Customer Due Diligence (CDD) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 12. Registrasi secara elektronik (e-registration) sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diatur sebagai berikut: a. Registrasi melalui Agen LKD 1) Registrasi secara elektronik (e-registration) dilakukan melalui pengisian formulir elektronik (e- form) yang disediakan oleh Penyelenggara LKD pada perangkat elektronik Agen LKD. 2) Proses registrasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 10.d secara elektronik (e-document). 3) Pengiriman formulir elektronik (e-form) sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan dokumen elektronik (e-document) sebagaimana dimaksud dalam angka 2) kepada Penyelenggara LKD dilakukan melalui perangkat elektronik Agen LKD. 4) Dalam rangka memproses persetujuan atau penolakan registrasi, Penyelenggara LKD wajib melakukan proses verifikasi data dan identitas calon … 12 calon Pemegang yang disampaikan secara elektronik. 5) Dalam rangka mendukung proses verifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 4), sistem Penyelenggara LKD paling kurang memiliki kemampuan: a) melakukan verifikasi lokasi Agen LKD berdasarkan koordinat Global Positioning System (GPS) atau keabsahan registrasi elektronik dari Agen LKD; dan b) membatasi waktu pengiriman dokumen elektronik (e-document) sebagaimana dimaksud dalam angka 2) untuk registrasi. b. Registrasi yang dilakukan sendiri oleh calon Pemegang (Self Registration) 1) Registrasi secara elektronik (e-registration) dilakukan sendiri oleh calon Pemegang (self registration) melalui pengisian formulir elektronik (e-form) pada perangkat elektronik calon Pemegang dan/atau penggunaan teknologi lainnya untuk memastikan identitas calon Pemegang antara lain berupa sidik jari, retina, pemindai wajah, dan pemindai suara. 2) Proses registrasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus dilengkapi dengan identitas calon Pemegang antara lain berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK), nomor Surat Izin Mengemudi (SIM), atau nomor Paspor. 3) Dalam memfasilitasi registrasi yang dilakukan sendiri oleh calon Pemegang (self registration), sistem Penyelenggara LKD harus terhubung dengan data kependudukan yang dikelola oleh otoritas terkait. 4) Dalam rangka memproses persetujuan atau penolakan registrasi, Penyelenggara LKD wajib melakukan … 13 melakukan proses verifikasi data dan identitas calon Pemegang yang disampaikan secara elektronik. 5) Berdasarkan notifikasi persetujuan dari Penyelenggara LKD sebagaimana dimaksud dalam angka 7, untuk pertama kali Pemegang hanya dapat melakukan transaksi di Agen LKD. 6) Kewajiban transaksi untuk pertama kali di Agen LKD sebagaimana dimaksud dalam angka 5) dilakukan dalam rangka pelaksanaan Customer Due Diligence (CDD) melalui pertemuan langsung (face to face). 7) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 6) dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak notifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 7 diberikan. 8) Dalam hal kewajiban pertemuan langsung (face to face) sebagaimana dimaksud dalam angka 6) tidak dipenuhi maka berlaku fasilitas dan batas nilai uang pada Uang Elektronik unregistered sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Uang Elektronik. 13. Dalam hal registrasi secara elektronik (e-registration) tidak dapat dilakukan sehingga registrasi dilakukan secara manual sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Registrasi secara manual dilakukan melalui pengisian formulir yang disediakan oleh Penyelenggara LKD di lokasi Agen LKD. b. Formulir yang telah diisi sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan oleh Agen LKD kepada Penyelenggara LKD. c. Dalam … 14 c. Dalam rangka memproses persetujuan atau penolakan registrasi, Penyelenggara LKD wajib melakukan verifikasi data dan identitas calon Pemegang. E. Tata Cara Registrasi secara Massal (Bulk Registration) 1. Registrasi secara massal (bulk registration) hanya dapat dilakukan dalam hal terdapat hubungan antara institusi/lembaga Pemerintah atau lembaga lain dengan calon Pemegang dan dalam rangka: a. penyaluran bantuan Pemerintah; b. pembayaran gaji dan manfaat kepada karyawan; c. kepentingan pendidikan, antara lain beasiswa dan pembayaran uang sekolah; atau d. kepentingan lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia dalam rangka pengembangan keuangan inklusif. 2. Registrasi secara massal (bulk registration) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Registrasi dilakukan dengan didukung data identitas calon Pemegang yang telah dijamin akurasi dan kebenarannya oleh institusi/lembaga pemilik atau pengelola data, yang dibuktikan dengan dokumen berupa: 1) surat penyataan dari institusi/lembaga pemilik atau pengelola data yang menjamin kebenaran data; atau 2) surat perjanjian kerja sama antara lembaga dengan Penyelenggara LKD yang di dalamnya memuat klausula mengenai jaminan kebenaran data. b. Permohonan registrasi secara massal (bulk registration), data identitas calon Pemegang, dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan oleh institusi/lembaga Pemerintah atau lembaga lain kepada Penyelenggara LKD. c. Berdasarkan … 15 c. Berdasarkan data identitas calon Pemegang yang telah dijamin akurasi dan kebenarannya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara LKD menyampaikan notifikasi persetujuan kepada Pemegang dengan menggunakan pesan singkat (short message service) atau sarana lainnya. d. Berdasarkan notifikasi persetujuan dari Penyelenggara LKD sebagaimana dimaksud dalam huruf c, untuk pertama kali Pemegang hanya dapat melakukan transaksi di Agen LKD. e. Kewajiban transaksi untuk pertama kali di Agen LKD sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan dalam rangka: 1) pelaksanaan Customer Due Diligence (CDD) melalui verifikasi dokumen dengan pertemuan langsung (face to face); dan 2) melengkapi data bagi Pemegang yang identitasnya belum lengkap. f. Dalam hal terdapat data identitas calon Pemegang yang belum lengkap dalam rangka penyaluran bantuan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a maka Penyelenggara LKD harus melengkapi data Pemegang pada periode penyaluran bantuan berikutnya. g. Dalam hal terdapat data identitas calon Pemegang yang belum lengkap dalam rangka pembayaran gaji dan manfaat kepada karyawan, serta untuk kepentingan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dan butir 1.c maka penyelenggara LKD harus melengkapi data bagi Pemegang yang identitasnya belum lengkap. F. Kerahasiaan Data 1. Dalam rangka registrasi Uang Elektronik sebagaimana dimaksud dalam huruf C, huruf D dan huruf E, Penyelenggara … 16 Penyelenggara LKD dan Agen LKD wajib menjaga kerahasiaan data yang disampaikan oleh calon Pemegang. 2. Dalam rangka menjaga kerahasiaan data sebagaimana dimaksud dalam angka 1, maka formulir registrasi harus memuat pernyataan bahwa: a. penyampaian identitas hanya dipergunakan untuk keperluan registrasi oleh Penyelenggara LKD; dan b. calon Pemegang mengetahui dan menyetujui bahwa penyampaian identitas kepada Penyelenggara LKD dapat diketahui oleh Agen LKD. G. Batas Nilai Uang Elektronik Dalam Rangka LKD 1. Batas nilai Uang Elektronik dalam rangka LKD paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 2. Batas nilai transaksi Uang Elektronik dalam rangka LKD dalam 1 (satu) bulan paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah). 3. Untuk nilai Uang Elektronik dalam rangka LKD yang diperoleh melalui registrasi yang dilakukan sendiri oleh calon Pemegang (self registration) berlaku ketentuan sebagai berikut: a. batas nilai Uang Elektronik paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) sepanjang belum dilakukan prosedur pertemuan langsung (face to face); dan b. batas nilai transaksi penarikan tunai yang dapat dilakukan pertama kali pada Agen LKD paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah). H. Biaya Layanan 1. Agen LKD dapat mengenakan biaya layanan kepada Pemegang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Uang Elektronik. 2. Tata cara dan besarnya biaya layanan yang dapat dikenakan oleh Agen LKD kepada Pemegang sebagaimana dimaksud … 17 dimaksud dalam angka 1 harus dimuat dalam perjanjian kerja sama antara Agen LKD dan Penyelenggara LKD. 3. Biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib diinformasikan kepada Pemegang secara jelas dan transparan. I. Penerapan Manajemen Risiko 1. Penyelenggara LKD harus menerapkan manajemen risiko secara efektif dalam penyelenggaraan LKD. 2. Penyelenggara LKD harus menerapkan manajemen risiko dalam penyelenggaraan LKD yang paling kurang mencakup hal-hal sebagai berikut: a. penetapan limit transaksi baik di Agen LKD maupun di Pemegang dan monitoringnya; b. perluasan fungsi, cakupan, standard operating procedure (SOP), dan kemampuan sumber daya manusia terkait pengendalian intern kegiatan pengelolaan dan pengawasan Agen LKD. J. Penggunaan Sistem Teknologi Informasi 1. Penyelenggara LKD harus memiliki sistem teknologi informasi yang andal dan aman sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Uang Elektronik. 2. Dalam penyelenggaraan LKD, sistem teknologi informasi yang digunakan paling kurang harus memiliki kemampuan untuk: a. mendukung proses registrasi secara elektronik; b. menyampaikan informasi transaksi secara terenkripsi; c. menyampaikan notifikasi atas setiap transaksi Pemegang segera setelah transaksi terjadi; d. mendukung interkoneksi antar Penyelenggara LKD; e. membatasi transaksi Pemegang secara otomatis (auto limit) sesuai dengan batas nilai Uang Elektronik dan nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf G; dan f. memberlakukan … 18 f. memberlakukan batas waktu (time-out) proses transaksi. 3. Penyelenggara LKD harus memastikan bahwa perangkat yang digunakan oleh Agen LKD seperti telepon genggam, komputer, dan alat baca (reader) telah memenuhi standar yang ditetapkan oleh Penyelenggara LKD. K. Transparansi 1. Penyelenggara LKD harus menyediakan informasi mengenai LKD kepada calon Pemegang dan Pemegang secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan lengkap dan jelas. 2. Informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 paling kurang meliputi: a. identitas Agen LKD berupa tanda pengenal dan sertifikat penunjukan sebagai Agen LKD; b. jenis layanan dan biaya layanan; c. manfaat dan risiko produk yang ditawarkan, seperti manfaat dapat melakukan transfer dengan cepat dan mudah, serta risiko jika Personal Identification Number (PIN) tidak dijaga kerahasiaannya; d. tata cara penggunaan fitur LKD; e. cara mengidentifikasi Agen LKD resmi; dan f. nomor telepon dan alamat kantor Penyelenggara LKD yang ditunjuk untuk menangani pengaduan. Format tanda pengenal, daftar jenis layanan dan sertifikat penunjukan Agen LKD sebagaimana tertuang dalam Bab III dan Bab IV Lampiran. 3. Penyelenggara LKD memublikasikan daftar Agen LKD melalui website Penyelenggara LKD yang paling kurang memuat informasi: a. nama penanggung jawab dan nama usaha atau toko; b. nomor unik Agen LKD; dan c. alamat lokasi Agen LKD. 4. Penyelenggara … 19 4. Penyelenggara LKD wajib memastikan bahwa Agen LKD menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada calon Pemegang. L. Edukasi Penyelenggara LKD dan/atau Agen LKD wajib melakukan edukasi kepada calon Pemegang dan Pemegang paling kurang mengenai informasi penyelenggaraan LKD sebagaimana dimaksud dalam huruf K. M. Penanganan Pengaduan 1. Penyelenggara LKD wajib menindaklanjuti dan menyelesaikan setiap pengaduan yang disampaikan oleh Pemegang. 2. Penyampaian pengaduan oleh Pemegang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. pengaduan dapat disampaikan kepada dan diselesaikan oleh Agen LKD sepanjang bersifat umum dan dinilai dapat ditindaklanjuti langsung oleh Agen LKD; dan/atau b. pengaduan disampaikan melalui Agen LKD untuk diteruskan kepada Penyelenggara LKD. N. Pelaksanaan Uji Coba Calon Penyelenggara LKD dapat melakukan kegiatan uji coba dalam rangka penyelenggaraan LKD dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Calon Penyelenggara LKD yang dapat melakukan uji coba adalah: a. calon Penyelenggara LKD yang telah memiliki izin sebagai Penerbit Uang Elektronik; atau b. calon Penyelenggara LKD yang mengajukan permohonan sebagai Penyelenggara LKD bersamaan dengan permohonan izin sebagai Penerbit Uang Elektronik. 2. Calon Penyelenggara LKD sebagaimana dimaksud dalam angka … 20 angka 1 wajib mengajukan surat permohonan mengenai rencana kegiatan uji coba kepada Bank Indonesia untuk mendapatkan persetujuan. 3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 wajib disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum pelaksanaan uji coba dan paling kurang memuat: a. rencana kerja uji coba termasuk wilayah uji coba; b. contigency plan atas pelaksanaan uji coba; dan c. mekanisme penyelesaian kewajiban kepada masyarakat apabila jangka waktu uji coba berakhir atau dihentikan sebelum berakhirnya jangka waktu uji coba. 4. Pelaksanaan uji coba dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. uji coba dilakukan paling banyak di 3 (tiga) kecamatan; b. batas nilai Uang Elektronik dan batas nilai transaksi dalam 1 (satu) bulan mengacu pada ketentuan Uang Elektronik unregistered sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Uang Elektronik; dan c. uji coba dilakukan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 6 (enam) bulan dengan persetujuan Bank Indonesia. 5. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Bank Indonesia dapat menyetujui atau menolak permohonan uji coba. 6. Bank Indonesia atau calon Penyelenggara LKD dapat menghentikan pelaksanaan uji coba sebelum jangka waktu uji coba berakhir. 7. Dalam hal dilakukan penghentian uji coba sebagaimana dimaksud dalam angka 6 atau jangka waktu uji coba telah berakhir, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. calon Penyelenggara LKD melaporkan hasil uji coba kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja … 21 kerja sejak uji coba dihentikan atau jangka waktu uji coba berakhir; dan b. calon Penyelenggara LKD wajib menyelesaikan kewajiban kepada masyarakat paling lama 1 (satu) bulan setelah uji coba dihentikan dalam hal terdapat kewajiban yang harus diselesaikan. VI. KERJA SAMA PENYELENGGARA LKD DENGAN AGEN LKD A. Persyaratan Agen LKD 1. Pihak yang dapat menjadi Agen LKD dapat berupa: a. penyelenggara transfer dana; b. badan usaha berbadan hukum Indonesia; dan/atau c. individu, antara lain orang-perorangan, badan usaha tidak berbadan hukum, dan badan usaha milik desa. 2. Agen LKD sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. memiliki kemampuan dan kelayakan usaha, integritas, dan reputasi di wilayah operasionalnya; b. memiliki usaha yang sedang berjalan dengan lokasi usaha tetap paling singkat 2 (dua) tahun, dengan persyaratan sebagai berikut: 1) bagi calon Agen LKD Individu berlaku ketentuan sebagai berikut: a) untuk penduduk setempat, harus dibuktikan dengan identitas kependudukan; atau b) untuk bukan penduduk setempat namun memiliki lokasi usaha di Kelurahan/Desa tersebut, harus dibuktikan dengan surat keterangan dari Kelurahan/Desa tempat lokasi usaha; 2) bagi calon Agen LKD berupa badan usaha yang berbadan hukum, harus dibuktikan dengan dokumen resmi antara lain Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Perusahaan (TDP); atau Tanda Daftar c. lulus … 22 c. lulus proses uji tuntas (due diligence) oleh Penyelenggara LKD; dan d. menempatkan deposit pada Penyelenggara LKD dengan jumlah sesuai yang ditetapkan Penyelenggara LKD untuk aktivitas transaksi pada Agen LKD. B. Layanan Agen LKD 1. Layanan yang dilakukan oleh Agen LKD meliputi: a. fasilitator registrasi Pemegang; b. Pengisian Ulang (top-up); c. pembayaran atas tagihan yang bersifat rutin atau berkala seperti tagihan listrik, tagihan air, tagihan telepon, angsuran kredit atau pembiayaan, premi asuransi, dan/atau tagihan lainnya; d. Tarik Tunai; e. penyaluran program bantuan sosial atau subsidi Pemerintah kepada masyarakat seperti bantuan sosial kepada masyarakat sangat miskin, bantuan pembiayaan pendidikan, dan subsidi bantuan pembiayaan kesehatan; dan/atau f. fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. 2. Layanan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b, butir 1.c, dan butir 1.d dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Agen LKD Badan Hukum dapat melayani Pemegang dari seluruh Penyelenggara LKD; dan b. Agen LKD Individu dapat melayani Pemegang dari seluruh Penyelenggara LKD sepanjang Penyelenggara LKD tersebut bekerjasama dengan Agen LKD Individu. 3. Layanan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.f dapat dilakukan dengan mekanisme persetujuan sebagai berikut: a. Penyelenggara LKD menyampaikan rencana pemberian fasilitas lain paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sebelum pelaksanaan pemberian fasilitas lain tersebut melalui surat kepada Bank Indonesia. b. Surat … 23 b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilampiri dokumen yang terkait dengan aspek rencana bisnis kegiatan LKD, analisis dan kesiapan operasional atas fasilitas lain yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Bab II Lampiran. c. Bank Indonesia memberikan persetujuan atas rencana pemberian fasilitas lain sebagaimana dimaksud dalam huruf a setelah mempertimbangkan antara lain kelengkapan dokumen yang disampaikan, kesiapan implementasi, dan aspek lainnya. C. Penunjukan Agen LKD 1. Penunjukan sebagai Agen LKD dilakukan oleh Penyelenggara LKD dengan tahapan sebagai berikut: a. uji tuntas (due diligence); dan b. pelatihan dan edukasi. 2. Penyelenggara LKD harus mempunyai standard operating procedure (SOP) untuk pelaksanaan uji tuntas (due diligence) sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 3. Pelaksanaan uji tuntas (due diligence) sebagaimana dimaksud dalam angka 1 mencakup aspek: a. kemampuan dan kelayakan usaha; b. integritas; dan c. reputasi, dengan rincian sebagaimana dimaksud dalam Bab III Lampiran. 4. Penyelenggara LKD menetapkan calon Agen LKD yang lulus uji tuntas (due diligence) setelah mempertimbangkan pemenuhan aspek uji tuntas (due diligence) sebagaimana dimaksud dalam angka 3. 5. Penyelenggara LKD harus memberikan pelatihan dan edukasi kepada calon Agen LKD yang telah lulus uji tuntas (due diligence), dengan materi pelatihan dan edukasi sebagaimana dimaksud dalam Bab III Lampiran. 6. Penyelenggara … 24 6. Penyelenggara LKD menerbitkan sertifikat penunjukan sebagai Agen LKD kepada calon Agen LKD yang telah lulus uji tuntas (due diligence) dan telah mengikuti pelatihan dan edukasi. 7. Sertifikat penunjukan sebagaimana dimaksud dalam angka 6 mengacu pada format sebagaimana dimaksud dalam Bab III Lampiran. 8. Penyelenggara LKD dan Agen LKD menandatangani perjanjian kerja sama dengan cakupan sebagaimana dimaksud dalam Bab III Lampiran, setelah penerbitan sertifikat penunjukan sebagaimana dimaksud dalam angka 6. D. Operasionalisasi Agen LKD 1. Penyelenggara LKD harus menyediakan petunjuk manual operasional yang diperlukan oleh Agen LKD guna menjamin kelancaran dan keamanan pelayanan kepada Pemegang. 2. Penyelenggara LKD harus memastikan Agen LKD mematuhi petunjuk manual operasional sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 3. Penyelenggara LKD harus menyediakan perlengkapan operasional untuk mendukung Agen LKD seperti tanda pengenal sebagai Agen LKD dan perangkat pencatatan transaksi oleh Agen LKD. 4. Petunjuk manual operasional sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan perlengkapan operasional sebagaimana dimaksud dalam angka 3 mengacu pada Bab IV Lampiran. 5. Penyelenggara LKD harus memastikan kesiapan layanan pendukung antara lain pengamanan fisik uang baik di lokasi Agen LKD maupun selama perjalanan antara lokasi Agen LKD dan kantor Penyelenggara LKD yang ditunjuk. 6. Penyelenggara LKD dapat mengikutsertakan Agen LKD dalam program asuransi jiwa atas beban Penyelenggara LKD. 7. Penyelenggara LKD melakukan kegiatan pemasaran atas layanan dan Agen LKD yang bekerja sama dengan Penyelenggara … 25 Penyelenggara LKD dalam rangka memperluas penggunaan LKD oleh masyarakat. E. Penghentian Kerja Sama 1. Dalam hal kerja sama penyelenggaraan LKD dihentikan, Penyelenggara LKD menyampaikan informasi tersebut dalam laporan bulanan kepada Bank Indonesia. 2. Penghentian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat dilakukan atas permintaan Bank Indonesia. 3. Dalam hal dilakukan penghentian kerja sama, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Penyelenggara LKD harus mengumumkan penghentian kerja sama penyelenggaraan LKD kepada Pemegang dan masyarakat setempat. b. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: 1) paling kurang disampaikan secara tertulis melalui media yang sesuai; 2) diumumkan di tempat usaha Agen LKD; dan 3) dilakukan sebelum kerja sama dihentikan. c. Penyelenggara LKD harus memastikan terpenuhinya hak dan kewajiban semua pihak baik Penyelenggara LKD, Agen LKD dan Pemegang akibat penghentian kerja sama penyelenggaraan LKD, dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kalender sejak penghentian kerja sama tersebut. d. Penyelenggara LKD harus segera menarik tanda pengenal Agen LKD setelah dilakukan penghentian kerja sama. F. Pemindahan Lokasi 1. Pemindahan lokasi kegiatan usaha Agen LKD hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Penyelenggara LKD. 2. Pemindahan … 26 2. Pemindahan lokasi kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat dilakukan sepanjang lokasi yang baru masih berada dalam 1 (satu) Kelurahan atau Desa. 3. Agen LKD harus menginformasikan pemindahan lokasi kegiatan usaha kepada Pemegang melalui pengumuman di tempat usaha Agen LKD yang lama maupun lokasi yang baru paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan pemindahan lokasi kegiatan usaha. VII. PENGAWASAN OLEH PENYELENGGARA LKD TERHADAP AGEN LKD A. Penyelenggara LKD harus melakukan pengawasan terhadap kegiatan Agen LKD. B. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling kurang mencakup aspek: 1. kinerja Agen LKD, antara lain aktivitas transaksi dan pengelolaan likuiditas; 2. pemenuhan ketentuan penyelenggaraan LKD, antara lain kecukupan likuiditas Agen LKD, penerusan pengaduan Pemegang, penempatan informasi dan tanda pengenal Agen LKD di lokasi operasional seperti sertifikat, informasi produk dan layanan keuangan beserta biaya layanan dan papan atau alat komunikasi lainnya; 3. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait lainnya antara lain Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) serta perlindungan konsumen; 4. kepatuhan terhadap petunjuk manual operasional Agen LKD; dan 5. pemenuhan perjanjian kerja sama. C. Penyelenggara LKD harus memastikan kelangsungan kegiatan LKD dalam hal terdapat keadaan memaksa (force majeur) yang mengakibatkan Agen LKD tidak dapat beroperasi. VIII. PENGAWASAN … 27 VIII. PENGAWASAN OLEH BANK INDONESIA TERHADAP PENYELENGGARAAN LKD A. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Penyelenggara LKD melalui: 1. penelitian, analisis, dan evaluasi yang didasarkan atas laporan kepada Bank Indonesia; dan/atau 2. pemeriksaan langsung (on site visit). B. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan kepada Agen LKD. C. Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf B, Agen LKD harus memberikan keterangan, data, dan/atau informasi yang diminta oleh Bank Indonesia. D. Berdasarkan hasil pengawasan dan/atau pemeriksaan, Bank Indonesia dapat menetapkan tindak lanjut pengawasan berupa pembinaan dan/atau pengenaan sanksi kepada Penyelenggara LKD. IX. LAPORAN PENYELENGGARAAN LKD A. Penyelenggara LKD wajib menyampaikan laporan berupa: 1. laporan bulanan; dan 2. laporan insidental, secara lengkap, benar, akurat, dan tepat waktu. B. Laporan Bulanan Laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 adalah laporan penyelenggaraan kegiatan LKD sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan Bank dan Lembaga Selain Bank. C. Laporan Insidental 1. Laporan insidental sebagaimana dimaksud dalam butir A.2 merupakan laporan tertulis yang disampaikan oleh Penyelenggara LKD kepada Bank Indonesia baik atas permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif Penyelenggara LKD. 2. Laporan … 28 2. Laporan insidental yang disampaikan oleh Penyelenggara LKD adalah laporan insiden yang berdampak signifikan, antara lain dalam hal terdapat: a. kegagalan jaringan (network) dalam memproses transaksi Uang Elektronik melalui Agen LKD; b. fraud yang terjadi dalam kegiatan penyelenggaraan LKD, paling kurang meliputi informasi terkait: 1) kronologis; dan 2) dampak kerugian yang diakibatkan. D. Penyampaian Laporan 1. Penyampaian laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam huruf B dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bagi Penyelenggara LKD berupa Bank, penyampaian laporan dilakukan secara online dengan format, tata cara penyampaian, dan tata cara pengenaan sanksi pelaporan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU). b. Bagi Penyelenggara LKD berupa Lembaga Selain Bank, penyampaian laporan dilakukan secara online dengan format, tata cara penyampaian, dan tata cara pengenaan sanksi pelaporan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Selain Bank Umum (LSBU). 2. Penyampaian laporan insidental sebagaimana dimaksud dalam huruf C dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. disampaikan kepada Bank Indonesia cq. Departemen Surveilans Sistem Keuangan; dan b. penyampaian laporan dilakukan dengan jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah kejadian. X. TATA … 29 X. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF A. Penyelenggara LKD yang melanggar ketentuan mengenai penyelenggaraan LKD sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Uang Elektronik (Electronic Money) dan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Uang Elektronik (Electronic Money). B. Dalam mengenakan dan/atau menerapkan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. tingkat kesalahan dan/atau pelanggaran; dan 2. akibat yang ditimbulkan terhadap aspek kelancaran dan keamanan sistem pembayaran, khususnya terhadap kegiatan Uang Elektronik dan LKD, aspek perlindungan konsumen, aspek Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT), serta aspek lainnya. C. Pengenaan sanksi denda atau kewajiban membayar, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bagi Penyelenggara LKD berupa Bank, besarnya denda atau kewajiban membayar berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU). 2. Bagi Penyelenggara LKD berupa Lembaga Selain Bank, besarnya denda atau kewajiban membayar berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu Dan Uang Elektronik (Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank (LSBU). 3. Dalam hal Penyelenggara LKD berupa Bank maka pengenaan sanksi berupa denda atau kewajiban membayar dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebit rekening giro Penyelenggara LKD di Bank Indonesia. 4. Dalam … 30 4. Dalam hal Penyelenggara LKD berupa Lembaga Selain Bank maka pengenaan sanksi berupa denda atau kewajiban membayar dilakukan melalui transfer dana ke rekening Bank Indonesia. Besarnya denda atau kewajiban membayar dan nomor rekening ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam surat pengenaan sanksi. XI. KORESPONDENSI Penyampaian rencana penyelenggaraan kegiatan LKD, laporan, informasi lainnya, dan/atau surat menyurat, diatur sebagai berikut: 1. Permohonan sebagai Penyelenggara LKD bagi calon Penerbit yang belum memperoleh izin sebagai Penerbit Uang Elektronik dari Bank Indonesia dan laporan pelaksanaan uji coba dalam rangka penyelenggaraan LKD disampaikan kepada: Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Gedung D Lantai 5, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. 2. Permohonan sebagai Penyelenggara LKD dan laporan penyelenggaraan LKD bagi Penerbit yang telah memperoleh izin sebagai Penerbit Uang Elektronik dari Bank Indonesia disampaikan kepada: Bank Indonesia cq. Departemen Surveilans Sistem Keuangan Gedung D Lantai 8, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350 XII. PENUTUP A. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/12/DPAU tanggal 22 Juli 2014 perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital Dalam Rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen Layanan Keuangan Digital Individu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. B. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 September 2016. Agar … 31 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, ENI V. PANGGABEAN KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/22/DKSP|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital </reg_title> <set_date> 27 September 2016 </set_date> <effective_date> 27 September 2016 </effective_date> <replaced_reg> '16/12/DPAU|SE-BI/2014' </replaced_reg> <related_reg> '18/17/PBI/2016', '11/12/PBI/2009' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
No. 5/15 /DASP Jakarta, 18 Juli 2003 S U R A T E D A R A N Perihal : Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 139) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88) serta dikeluarkannya Surat Edaran Badan Intelijen Negara - Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu Nomor SE-001/P3DS/X/2002 1 Oktober 2002 tentang Ketetapan Persyaratan Minimal Spesifikasi Teknis Warkat dan Dokumen Kliring dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/16/DASP tanggal 21 Oktober 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang Berasal dari Luar Wilayah Kliring, dipandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan mengenai Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti, sebagai berikut. I. PEMBAKUAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING A. WARKAT Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan atas beban atau untuk untung rekening nasabah atau Bank melalui Kliring Lokal. Untuk keseragaman dalam penyelenggaraan Kliring Lokal, Warkat wajib memenuhi spesifikasi teknis berupa kualitas kertas, ukuran, rancang bangun (format) dan mutu cetakan. 1. JENIS … 2 1. JENIS WARKAT Jenis Warkat yang dibakukan untuk diperhitungkan dalam Kliring adalah: a. Cek adalah Cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) termasuk jenis-jenis Cek seperti Cek Deviden, Cek Perjalanan, Cek Pemberian atau Cinderamata, Cek Bank Indonesia dan jenis-jenis Cek lainnya yang penggunaannya dalam Kliring disetujui oleh Bank Indonesia; b. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada Bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang disebutkan namanya, termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia (BGBI); c. Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT) adalah wesel sebagaimana diatur dalam KUHD yang diterbitkan oleh Bank khusus untuk sarana transfer; d. Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT) adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada Bank Peserta penerima dana transfer melalui Kliring Lokal; e. Nota Debet adalah Warkat yang digunakan untuk menagih dana pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang menyampaikan Warkat tersebut. Nota Debet yang dikliringkan hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu oleh Bank yang menyampaikan Nota Debet kepada Bank yang akan menerima Nota Debet tersebut; dan f. Nota Kredit adalah Warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang menerima Warkat tersebut. Warkat dinyatakan dalam mata uang rupiah serta telah jatuh waktu pada saat dikliringkan. 2. SPESIFIKASI … 3 2. SPESIFIKASI TEKNIS WARKAT a. Setiap Warkat yang digunakan dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara Manual, Semi Otomasi, Otomasi dan Elektronik wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut. 1) Kertas Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi “The London Clearing Bank’s Paper Specification No. 1” (CBS-1), dengan memenuhi standar sebagai berikut: a) berat kertas (gramatur) : 95 +/- 5 % g/M2; b) ketebalan : antara 105 micron sampai dengan 135 micron; c) memuat tanda air (watermark) double tone berupa logo perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring; d) kepekaan bahan kimia terhadap jenis kertas CBS-1, antara lain basa (alkaline), asam (acid), pelarut (solvent) dan oxidizer; e) serat-serat pengaman sebagai berikut : (1) serat tak tampak (invisible) di bawah cahaya biasa dan berpendar warna biru, hijau dan kuning di bawah sinar ultra violet; (2) serat tampak (visible) berwarna merah di bawah cahaya biasa dan berpendar berwarna merah di bawah sinar ultra violet; f) kekasaran permukaan (roughness top) dengan Metoda Bendtsen : 150 ml/menit maksimum; g) kekakuan (stiffness) dengan Metoda Kenly sebagai berikut: (1) MD (machine direction) : 7.9 mN minimum; (2) CD (cross direction) : 3.1 mN minimum; h) daya … 4 h) daya tembus udara (air permeance) dengan Metoda Bendtsen : 450 ml/menit minimum; i) daya tahan sobekan (internal tear resistance) sebagai berikut : (1) MD (machine direction) : 705 mN minimum; (2) CD (cross direction) : 705 mN minimum. 2) Ukuran Ukuran Warkat yang digunakan merupakan ukuran seragam untuk semua jenis Warkat, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 ¾ (dua tiga per empat) inci. Khusus untuk Nota Kredit, dapat pula digunakan ukuran panjang 8 (delapan) inci dan ukuran lebar 3 ? (tiga dua per tiga) inci. 3) Rancang Bangun Pembakuan Warkat tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam Warkat Peserta. Namun demikian untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Warkat maupun sandi atau informasi yang tercantum di dalamnya maka rancang bangun Warkat wajib memenuhi hal-hal sebagai berikut: a) nama dan logo Bank penerbit dicetak lebih jelas daripada cetakan lainnya pada Warkat dimaksud dan ditempatkan pada bagian atas Warkat; b) nomor seri Warkat dicetak dan ditempatkan pada bagian atas Warkat; c) ruangan untuk menuliskan nilai nominal dalam angka dicantumkan di sebelah kanan sejajar dengan baris nilai nominal dalam huruf, sehingga nilai nominal pada Warkat dapat terlihat jelas; d) ruangan … 5 d) ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas cukup luas serta ditempatkan di sebelah kanan bawah di atas clear band; e) penggunaan komposisi warna antara latar belakang Warkat dan tulisan pada Warkat yang digunakan pada seluruh sistem penyelenggaraan Kliring Lokal, agar cukup kontras sedemikian rupa, sehingga apabila Warkat diproses pada sistem Otomasi atau Elektronik, tulisan pada hasil reproduksi image Warkat atas Warkat yang sebelumnya telah direkam gambarnya dalam penyelenggaraan Kliring dengan menggunakan mesin baca pilah (reader sorter) dapat dibaca dengan jelas; f) disain sekuriti latar belakang Warkat paling sedikit terdiri dari 2 (dua) fitur disain sekuriti seperti guillosche, roschette, numismatic (line relief) atau raster sekuriti lain seperti raster anti fotokopi; g) nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring dicantumkan secara vertikal pada sisi sebelah kiri atau kanan Warkat; h) dalam hal diperlukan personalisasi nasabah maka ruangan untuk pencantuman nama, alamat, dan atau identitas lainnya dari nasabah penarik Cek dan atau Bilyet Giro ditempatkan di sebelah kiri bawah sejajar dengan tanda tangan. Contoh personalisasi nasabah pada Cek dan Bilyet Giro sebagaimana dalam Lampiran 1.a dan 1.b. 4) Tinta yang digunakan dalam Warkat memenuhi spesifikasi sebagai berikut : a) untuk … 6 a) untuk mencetak Magnetic Ink Character Recognition E-13B (MICR) code line yang digunakan dalam Kliring Sistem Otomasi dan Elektronik, harus memenuhi standar ISO 1004:1995; b) untuk mencetak latar belakang Warkat paling sedikit harus menggunakan 2 (dua) tinta sekuriti. Salah satu tinta sekuriti tersebut merupakan tinta tak tampak (invisible ink) yang akan berpendar apabila disinari dengan cahaya ultra violet. Lokasi cetakan tinta tak tampak meliputi daerah: (1) tempat penulisan tanggal penerbitan Warkat; (2) tempat penulisan angka nominal; (3) tempat penulisan terbilang angka nominal; dan (4) tempat tanda tangan penarik/penerbit Warkat; c) untuk mencetak nomorator Warkat harus menggunakan tinta penetrasi merah dan fluorescent hijau/kuning. 5) Clear Band Clear band adalah ruang kosong pada bagian bawah setiap Warkat selebar ? (lima per delapan) inci diukur dari sisi bagian bawah Warkat dan disediakan khusus untuk pengisian angka dan simbol MICR code line. Khusus untuk Warkat yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Manual dan Semi Otomasi, pengisian MICR code line pada clear band dapat dilakukan sehingga penandatanganan dan penulisan nama penarik Warkat dilarang melewati clear band. Hal ini dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap adanya kemungkinan Warkat tersebut dikliringkan pada penyelenggaraan Kliring Warkat Luar Wilayah dengan sistem Otomasi atau Elektronik. 6) Batas … 7 6) Batas Clear Band Batas clear band dengan bagian lain dari Warkat berupa garis atau perbedaan warna pada posisi ? (lima per delapan) inci dari sisi bagian bawah Warkat. 7) Pembedaan Warna Untuk mempermudah mengenali dan membedakan Warkat dalam pengolahan di tempat Peserta Pengirim, Penyelenggara maupun Peserta Penerima, maka pada sudut kanan atas semua Warkat Nota Kredit harus diberi tanda dengan bentuk segitiga siku-siku berwarna merah tua, dengan ukuran sisi tegak masing-masing 1½ (satu setengah) centimeter. 8) Pertinggal (Cheque Stub) Untuk keperluan administrasi atas penarikan atau penerbitan Cek dan atau Bilyet Giro, pada setiap lembar Warkat ditambahkan lembar pertinggal yang ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas Warkat, diadministrasikan di bagian depan/belakang bundel Warkat atau berupa carbonized paper. 9) Perforasi Untuk menghindari kerusakan pada waktu pengolahan oleh mesin reader sorter dan atau MICR encoder/reader-encoder, perforasi untuk memisahkan Warkat dengan lembar pertinggal ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas Warkat. Dalam hal digunakan Continuous Form Cheque, perforasinya disesuaikan dengan kebutuhan dan wajib dilakukan secara deep cut. Selain itu lem perekat dilarang digunakan pada Warkat, kecuali apabila ditujukan untuk menjilid blanko Warkat yang telah diperforasi. b. Contoh … 8 b. Contoh rancang bangun dan format Warkat pada huruf a sebagaimana dalam Lampiran 2.a, 2.b, 2.c, 2.d, 2.e, 2.f.1), 2.f.2), 2.f.3) dan 2.f.4). 3. SARANA PENUNJANG WARKAT Sarana penunjang Warkat berupa stiker hanya digunakan bagi penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik. Stiker digunakan untuk mengoreksi kesalahan yang terjadi pada MICR code line dengan cara menutup informasi MICR code line yang salah secara sempurna dan meng-encode kembali informasi MICR code line yang benar. Penggunaan stiker wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. ukuran stiker tidak melebihi ruang clear band yang telah ditetapkan; b. stiker menutupi MICR code line yang salah dengan ketebalan yang memadai sehingga tidak mengganggu pembacaan MICR code line hasil koreksi oleh mesin reader sorter; c. stiker dapat dipergunakan hanya satu kali dalam setiap Warkat; d. stiker tidak diperkenankan digunakan untuk mengoreksi kesalahan encode pada Dokumen Kliring. B. DOKUMEN KLIRING Dokumen Kliring pada dasarnya merupakan dokumen kontrol dan berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan Kliring. 1. JENIS DOKUMEN KLIRING Jenis Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring adalah sebagai berikut: a. Dalam sistem Otomasi dan Elektronik adalah : 1) Bukti Penyerahan Warkat (BPWD); Debet - Kliring Penyerahan 2) Bukti … 9 2) Bukti Penyerahan Warkat (BPWK); Kredit - Kliring Penyerahan 3) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat - Kliring Pengembalian (BPRWKP); 4) Lembar Substitusi; 5) Kartu Batch Warkat Debet (KBWD); 6) Kartu Batch Warkat Kredit (KBWK). b. Dalam sistem Semi Otomasi adalah: 1) Bukti Rekaman Warkat Penyerahan Kliring (BRWPKP); 2) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Penerima; 3) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Pengirim; 4) Bukti Rekaman Warkat Tolakan Kliring Pengembalian; 5) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Penerima; 6) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Pengirim; 7) Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong. c. Dalam sistem Manual adalah Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian. 2. SPESIFIKASI TEKNIS DOKUMEN KLIRING a. Dokumen Kliring Sistem Otomasi dan Elektronik Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut: 1) BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK a) Kertas Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi CBS-1, dengan memenuhi standar sebagai berikut: Penyerahan (1) berat … 10 (1) berat kertas (gramatur) : 95 +/- 5 % g/M2; (2) ketebalan : antara 105 micron sampai dengan 135 micron; (3) memuat tanda air (watermark) double tone berupa logo perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring; (4) kepekaan bahan kimia terhadap jenis kertas CBS-1, antara lain basa (alkaline), asam (acid), pelarut (solvent) dan oxidizer; (5) serat-serat pengaman sebagai berikut : (a) serat tak tampak (invisible) di bawah cahaya biasa dan berpendar warna biru, hijau dan kuning di bawah sinar ultra violet; (b) serat tampak (visible) berwarna merah di bawah cahaya biasa dan berpendar berwarna merah di bawah sinar ultra violet; (6) kekasaran permukaan (roughness top) dengan Metoda Bendtsen : 150 ml/menit maksimum; (7) kekakuan (stiffness) dengan Metoda Kenly sebagai berikut : (a) MD (machine direction) : 7.9 mN minimum; (b) CD (cross direction) : 3.1 mN minimum; (8) daya tembus udara (air permeance) dengan Metoda Bendtsen : 450 ml/menit minimum; (9) daya tahan sobekan (internal tear resistance) sebagai berikut : (a) MD (machine direction) : 705 mN minimum; (b) CD (cross direction) : 705 mN minimum; b) Ukuran … 11 b) Ukuran Ukuran Dokumen Kliring yang digunakan merupakan ukuran seragam untuk semua jenis BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 ¾ (dua tiga per empat) inci. c) Rancang Bangun Pembakuan BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam Dokumen Kliring Peserta. Namun demikian untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Dokumen Kliring maupun sandi/informasi yang tercantum di dalamnya, rancang bangun BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK wajib memenuhi hal-hal sebagai berikut: (1) Nama dan Logo Bank Penerbit Pada BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK dicantumkan nama dan logo Bank penerbit yang dicetak lebih jelas dibandingkan cetakan lainnya dan ditempatkan pada sisi kiri atas BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK. (2) Nomor Seri Pada BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK dicantumkan nomor seri yang digunakan sebagai sarana kontrol penggunaan Dokumen Kliring tersebut. Nomor seri tersebut dicantumkan pada sisi kanan atas BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK dimaksud. (3) Nilai Nominal Pada BPWD dan BPWK disediakan ruangan untuk nilai nominal yang cukup luas dan ditempatkan di sebelah … 12 sebelah kanan atas di atas ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas yang menyerahkan sehingga nilai nominal pada BPWD dan BPWK dimaksud dapat terlihat dengan jelas. (4) Ruangan Tanda Tangan Pada BPWD dan BPWK disediakan ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas yang menyerahkan yang cukup luas dan ditempatkan di sebelah kanan bawah di atas clear band. (5) Pembedaan Warna Untuk mempermudah mengenali dan membedakan Dokumen Kliring dalam pengolahan di Penyelenggara, maka pada bagian atas: (a) BPWD dan KBWD diberi warna hijau; (b) BPWK dan KBWK diberi warna merah tua, dengan ukuran lebar 1 (satu) centimeter. (6) Disain Sekuriti Pada Latar Belakang Disain sekuriti pada latar belakang BPWD dan BPWK paling sedikit terdiri dari 2 (dua) fitur disain sekuriti seperti guillosche, roschette, numismatic (line relief) atau raster sekuriti lain seperti raster anti fotokopi. (7) Nama Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti Pada sisi sebelah kiri diatas clear band BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK dapat dicantumkan nama perusahaan percetakan sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring; (8) Clear … 13 (8) Clear Band Clear band adalah ruang kosong pada bagian bawah BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK selebar ? (lima per delapan) inci diukur dari sisi bagian bawah Warkat dan disediakan khusus untuk pencetakan angka dan simbol MICR. (9) Batas Clear Band Batas clear band dengan bagian lain dari Dokumen Kliring berupa garis atau perbedaan warna pada posisi ? (lima perdelapan) inci dari sisi bagian bawah Dokumen Kliring. d) Tinta yang digunakan dalam Dokumen Kliring memenuhi spesifikasi sebagai berikut : (1) untuk mencetak MICR code line, harus memenuhi standar ISO 1004:1995; (2) untuk mencetak latar belakang Dokumen Kliring, paling sedikit harus menggunakan 2 (dua) tinta sekuriti. Salah satu tinta sekuriti tersebut merupakan tinta tak tampak (invisible ink) yang akan berpendar apabila disinari dengan cahaya ultra violet. Lokasi cetakan tinta tak tampak meliputi daerah: (a) tempat penulisan tanggal penerbitan Dokumen Kliring; (b) tempat penulisan angka nominal; (c) tempat penulisan terbilang angka nominal; dan (d) tempat tanda tangan Peserta dan Penyelenggara. (3) untuk mencetak nomorator Dokumen Kliring harus menggunakan tinta penetrasi merah dan fluorescent hijau/kuning. 2) BPRWKP … 14 2) BPRWKP dan BRWPKP BPRWKP dan BRWPKP merupakan cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem Semi Otomasi. BPRWKP dan BRWPKP dibuat rangkap 2 (dua), dengan lembar kedua menggunakan carbonized paper. 3) Lembar Substitusi Lembar Substitusi dapat menggunakan kertas HVS minimal 60 g/M2 warna putih, tanpa mencantumkan logo dan nama Bank, dengan ukuran panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 ¾ (dua tiga per empat) inci. b. Dokumen Kliring sistem Semi Otomasi Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Semi Otomasi merupakan cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem Semi Otomasi. c. Dokumen Kliring sistem Manual Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Manual wajib memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut: 1) Kertas Kualitas kertas yang digunakan untuk lembar pertama adalah jenis kertas HVS minimal 60 g/M2 warna putih, sedangkan untuk lembar kedua dan ketiga menggunakan carbonized paper. 2) Ukuran Ukuran Dokumen Kliring berupa Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian yang digunakan yaitu panjang 27 (dua puluh tujuh) centimeter dan lebar 8 ½ (delapan setengah) centimeter. 3) Rancang … 15 3) Rancang Bangun Pembakuan Dokumen Kliring tidak dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum dalam Dokumen Kliring Peserta, melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Dokumen Kliring maupun sandi/informasi yang tercantum didalamnya. Rancang bangun Dokumen Kliring wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) Nama Bank Penerbit Pada bagian atas Dokumen Kliring harus dicantumkan nama Bank penerbit yang dicetak lebih jelas dibandingkan cetakan lainnya dan ditempatkan pada sudut kiri atas. b) Keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/ Pengembalian Pada bagian tengah atas Dokumen Kliring tercantum keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/ Pengembalian. c) Keterangan Debet/Kredit Keterangan Debet/Kredit dicantumkan di bawah keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian. d) Nilai Nominal Ruangan nilai nominal pada Dokumen Kliring dibuat cukup luas sehingga nilai nominal dapat terlihat secara jelas. e) Tanda Tangan dan Nama Jelas Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas yang menyerahkan dan yang menerima dibuat cukup luas dan ditempatkan di bagian bawah dan bersebelahan. d. Contoh … 16 d. Contoh format Dokumen Kliring pada huruf a dan c sebagaimana dalam Lampiran 3.a, 3.b, 3.c, 3.d, 3.e, 3.f dan 3.g. II. PENCETAKAN, PENGADAAN SERTA PERSETUJUAN PENGGUNAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING A. PENCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING 1. Pencetakan Warkat Kliring wajib dilakukan oleh perusahaan percetakan dokumen sekuriti (security printing) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring. 2. Pencetakan Dokumen Kliring untuk sistem Otomasi dan Elektronik (BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK) wajib dilakukan oleh perusahaan percetakan dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 3. Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan 2 yang dicetak oleh perusahaan percetakan selain oleh perusahaan percetakan dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dianggap tidak berlaku sebagai Warkat dan Dokumen Kliring. B. PENGADAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING 1. Tanggung jawab pengadaan Warkat dan Dokumen Kliring diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing Peserta. 2. Pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti hanya dapat dilakukan atas permintaan Peserta yang bersangkutan. Dengan demikian perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring dilarang menerima permintaan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring dari pihak yang bukan merupakan Peserta. C. PERSETUJUAN … 17 C. PERSETUJUAN PENGGUNAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING OLEH BANK INDONESIA 1. Peserta wajib meminta dan memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia apabila akan melakukan pembuatan dan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) yang merupakan pencetakan: a. untuk pertama kalinya; b. untuk perubahan atas Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) yang telah disetujui penggunaannya oleh Bank Indonesia, yang antara lain meliputi perubahan : 1) nama Peserta; 2) logo; dan atau 3) disain Warkat Peserta yang bukan merupakan personalisasi nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.3)h); atau c. pemesanan baru pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang berbeda oleh Peserta. 2. Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Kantor Pusat Peserta (yang dimaksud Kantor Pusat Peserta adalah termasuk Kantor Cabang Bank yang Kantor Pusatnya berkedudukan di luar negeri) menyampaikan surat permohonan persetujuan kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan ketentuan sebagai berikut: a. surat permohonan persetujuan wajib dilampiri dengan: 1) 125 (seratus dua puluh lima) lembar spesimen Warkat untuk masing-masing jenis Warkat yang digunakan dalam sistem Manual dan Semi Otomasi; dan atau 2) 125 (seratus dua puluh lima) lembar spesimen Warkat untuk masing-masing jenis Warkat dan atau spesimen Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) yang digunakan dalam sistem Otomasi dan Elektronik. Dalam … 18 Dalam hal Warkat yang digunakan Peserta pada sistem Manual dan atau Semi Otomasi serta sistem Otomasi dan atau Elektronik mempunyai spesifikasi teknis Warkat yang sama, Kantor Pusat Peserta hanya wajib menyampaikan 125 (seratus dua puluh lima) lembar spesimen Warkat (minimal terdiri dari Warkat Cek, Bilyet Giro, Nota Debet dan Nota Kredit) sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a.2). Demikian pula dalam hal Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a.2) yang digunakan Peserta pada sistem Otomasi dan Elektronik mempunyai spesifikasi teknis Dokumen Kliring yang sama, Peserta hanya wajib menyampaikan 125 (seratus dua puluh lima) lembar spesimen Dokumen Kliring; b. khusus untuk permohonan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring yang disebabkan oleh adanya perubahan nama peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b.1), maka surat permohonan persetujuan beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a wajib disampaikan dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal perubahan nama Peserta dimaksud disetujui oleh Bank Indonesia c.q Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan. Dalam hal Kantor Pusat Peserta tidak melakukan pencetakan seluruh Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) secara sekaligus pada saat yang sama, pengajuan surat permohonan persetujuan dimaksud dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali sesuai dengan jenis Warkat dan atau Dokumen Kliring yang dicetaknya sepanjang masih dalam masa tenggang waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud di atas; c. surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 wajib sekurang-kurangnya memuat informasi: 1) jenis Warkat dan atau Dokumen Kliring yang akan dicetak; 2) nama … 19 2) nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang akan mencetak Warkat dan atau Dokumen Kliring. 3. Spesimen Warkat dan atau Spesimen Dokumen Kliring yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a.1) dan atau 2.a.2), diuji kesesuaiannya dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2 dan atau I.B.2. 4. Peserta wajib mencantumkan informasi dalam bentuk MICR code line pada clear band untuk spesimen Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a.2) guna diuji dengan mesin reader sorter, dan pada bagian muka 5 (lima) dari spesimen Warkat diantaranya ditambahkan data informasi tertulis yang sama dengan data dummy pada MICR code line untuk dilakukan uji reproduksi spesimen Warkat dalam bentuk image. Tata cara pencantuman informasi MICR code line dilakukan sesuai dengan tata cara pencantuman MICR code line sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penyelenggaraan Kliring Lokal secara Otomasi atau Elektronik, dengan pedoman tambahan sebagai berikut: a. Spesimen Warkat 1) Kolom Nomor Warkat, diisi dengan data dummy yang bukan angka “000000” (6 (enam) digit); 2) Kolom Sandi Bank/Peserta, diisi dengan sandi Kliring Bank/Peserta yang masih berlaku bagi Peserta yang bersangkutan. Khusus bagi Bank baru yang telah memperoleh izin prinsip dalam rangka pendirian namun belum memiliki sandi Kliring atau telah memiliki sandi Kliring namun belum berlaku efektif dalam Kliring atau bagi perusahaan percetakan dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam angka IV.B.1, pengisian nomor sandi Peserta Kliring pada spesimen Warkat menggunakan … 20 menggunakan nomor sandi khusus untuk uji coba Warkat dan Dokumen Kliring yaitu angka 888-9993 (7 (tujuh) digit); 3) Kolom Nomor Rekening, diisi dengan data dummy yang bukan angka “0000000000” (10 (sepuluh) digit); 4) Kolom Sandi Transaksi, diisi dengan sandi transaksi yang sesuai dengan jenis Warkat, yaitu : a) 00 sampai dengan 09 untuk Cek (2 (dua) digit); b) 10 sampai dengan 19 untuk Bilyet Giro (2 (dua) digit); c) 20 sampai dengan 29 untuk WBUT (2 (dua) digit); d) 30 sampai dengan 39 untuk SBPT (2 (dua) digit); e) 40 sampai dengan 49 untuk Nota Debet (2 (dua) digit); f) 50 sampai dengan 59 untuk Nota Kredit (2 (dua) digit); 5) Kolom Nilai Nominal Warkat, diisi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000” (14 (empat belas) digit). Khusus untuk nilai nominal Warkat Nota Debet diisi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000” (14 (empat belas) digit) dengan nilai nominal maksimal Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Sedangkan untuk nilai nominal Warkat Nota Kredit diisi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000” (14 (empat belas) digit) dengan nilai nominal maksimal disesuaikan dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai batasan nilai nominal Warkat Kliring. b. Spesimen Dokumen Kliring 1) Kolom Nomor Warkat, 3 (tiga) digit pertama diisi dengan angka “000” dan 3 (tiga) digit terakhir diisi dengan 3 (tiga) digit pertama sandi Peserta yang masih berlaku. Khusus bagi Bank baru yang telah memperoleh izin prinsip dalam rangka pendirian namun belum memiliki sandi Kliring atau telah memiliki … 21 memiliki sandi Kliring namun belum berlaku efektif dalam Kliring, 3 (tiga) digit terakhir nomor Warkat dimaksud diisi dengan angka “888”; 2) Kolom Sandi Bank, 3 (tiga) digit pertama diisi dengan sandi kantor Peserta dan 4 (empat) digit terakhir diisi dengan angka “9999”. Khusus bagi Bank baru yang telah memperoleh izin prinsip dalam rangka pendirian namun belum memiliki Sandi Kliring atau telah memiliki sandi Kliring namun belum berlaku efektif dalam Kliring, 3 (tiga) digit pertama kolom sandi Bank dimaksud diisi dengan angka “999”; 3) Kolom Nomor Rekening, tidak perlu dilakukan pengisian (dibiarkan kosong); 4) Kolom Sandi Transaksi, diisi dengan angka “60” (2 (dua) digit) untuk BPWD, angka “61” (2 (dua) digit) untuk BPWK, dan angka “96” (2 (dua) digit) untuk KBWD/KBWK; 5) Kolom Nilai Nominal Warkat, diisi dengan data dummy yang bukan angka “00000000000000” (14 (empat belas) digit). 5. Spesimen Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a.2) yang telah diberi pencantuman MICR code line sebagaimana dimaksud dalam angka 4 dianggap memenuhi syarat pengujian dengan mesin reader sorter apabila: a. tingkat penolakan Warkat dan atau Dokumen Kliring berupa KBWD dan atau KBWK setinggi-tingginya sampai dengan 2% (dua perseratus); dan b. reproduksi spesimen Warkat yang telah diambil rekaman gambarnya menunjukkan hasil yang baik yaitu tulisan pada reproduksi Warkat dapat terlihat cukup jelas. 6. Hasil pengujian terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, 3, 4 dan atau 5 diberitahukan kepada Kantor Pusat Peserta … 22 Peserta yang bersangkutan, untuk menentukan apakah spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring yang diuji tersebut dapat disetujui untuk dicetak dan dipergunakan dalam kegiatan Kliring Lokal, dengan ketentuan: a. pemberitahuan tersebut disampaikan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak spesimen sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a.1) dan atau 2.a.2) diterima secara lengkap dan benar oleh Bank Indonesia yang mewilayahi; b. dalam hal spesimen sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a.1) dan atau 2.a.2) yang diuji tersebut tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam angka 2, 3, 4 dan atau 5 maka Bank Indonesia yang mewilayahi menyampaikan surat penolakan dan mengembalikan seluruh spesimen kepada Kantor Pusat Peserta untuk diperbaiki/diperbaharui. Kantor Pusat Peserta kemudian dapat menyampaikan kembali surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan melampirkan spesimen yang telah diperbaiki/diperbaharui; c. dalam hal spesimen yang diuji tersebut menunjukkan bahwa spesimen telah memenuhi persyaratan pengujian sebagaimana dimaksud dalam angka 2, 3, 4 dan atau 5, Bank Indonesia yang mewilayahi menyampaikan surat persetujuan kepada Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan untuk dapat melakukan pemesanan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring sesuai kebutuhan; d. penyampaian surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf c, dilampiri dengan spesimen yang telah diuji masing-masing sebanyak : 1) 3 (tiga) lembar spesimen Warkat untuk sistem Manual dan atau Semi Otomasi; dan atau 2) 3 (tiga) lembar spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring untuk sistem Otomasi dan atau Elektronik. Adapun … 23 Adapun 122 (seratus dua puluh dua) lembar sisa spesimen setiap jenis Warkat dan atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan atau 2), digunakan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi sebagai arsip dan didistribusikan ke seluruh kantor Bank Indonesia (termasuk Kantor Pusat Bank Indonesia) dan Penyelenggara di daerah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia lainnya untuk digunakan sebagai arsip. 7. Kantor Pusat Peserta setiap periode 6 (enam) bulan dalam setiap tahun wajib menyampaikan laporan tertulis dengan menggunakan surat kepada Kantor Pusat Bank Indonesia mengenai Warkat dan atau Dokumen Kliring yang telah dipesan pada periode 6 (enam) bulan sebelumnya, yaitu periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni dan periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember, dengan ketentuan sebagai berikut: a. laporan wajib memuat : 1) nama Bank; 2) periode laporan; 3) tanggal pemesanan; 4) nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti; dan 5) jenis dan jumlah lembar Warkat dan atau Dokumen Kliring yang dipesan oleh Peserta kepada perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring selama periode 6 (enam) bulan sebelumnya, dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 4; b. dalam hal pada kurun waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam angka 7, Kantor Pusat Peserta tidak melakukan pemesanan/pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring maka Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan tetap diwajibkan menyampaikan laporan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan sesuai dengan format Lampiran 5; c. penyampaian … 24 c. penyampaian laporan periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Juli bulan berikutnya, sedangkan penyampaian laporan periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Januari bulan berikutnya. Dalam hal tanggal 25 tersebut di atas adalah hari libur maka batas waktu pelaporan tersebut dihitung pada tanggal hari kerja berikutnya; d. penyampaian laporan tersebut ditujukan kepada : Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran, Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bank Indonesia, Gedung D Lantai 9, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010. 8. Dalam hal Kantor Pusat Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 7 berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, maka Kantor Pusat Peserta tersebut wajib menyampaikan tembusan surat dan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 7 kepada Bank Indonesia yang mewilayahi. 9. Peserta yang perubahan atas Warkat dan atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b telah disetujui penggunaannya oleh Bank Indonesia, diberi kelonggaran untuk menyesuaikan Warkat dan Dokumen Kliring yang berlaku secara serempak di seluruh penyelenggaraan Kliring Lokal di Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak : a. tanggal surat persetujuan penggunaan nama Peserta yang baru dalam Kliring Lokal dikeluarkan oleh Penyelenggara untuk Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan; atau b. tanggal surat persetujuan perubahan logo Bank dan atau disain Warkat yang bukan merupakan personalisasi nasabah dikeluarkan oleh … 25 oleh Bank Indonesia yang mewilayahi untuk Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan. 10. Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam angka 2, 8, dan 9.b adalah : a. Bank Indonesia c.q. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (Biro PSPN) – Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran untuk Peserta yang Kantor Pusatnya berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang, Bogor, Karawang dan Bekasi, dengan alamat surat : Bank Indonesia – Biro PSPN, Gedung D Lantai 8 Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta 10010; b. Kantor Bank Indonesia setempat untuk Peserta yang Kantor Pusatnya berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a. III. CARA PENULISAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING Untuk mengurangi risiko pemalsuan Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) maka dalam penulisan Warkat dan Dokumen Kliring tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut. A. WARKAT KLIRING 1. Pencantuman nilai nominal harus ditulis secara lengkap dengan angka dan huruf dalam Bahasa Indonesia. 2. Penulisan dalam mengisi Warkat disarankan untuk menggunakan ballpoint pen atau mesin tik non elektrik. 3. Dalam menandatangani Warkat disarankan dengan menggunakan ballpoint pen. 4. Tambahan … 26 4. Tambahan penulisan nilai nominal dengan cheque-writer (protectograph) dianggap tidak ada karena dapat menimbulkan bermacam-macam penafsiran, misalnya timbul perbedaan penafsiran dalam hal angka dan huruf yang ditulis oleh penarik berbeda dengan cheque-writer (protectograph). 5. Terhadap Cek dan Bilyet Giro maupun Warkat lainnya dianjurkan untuk tidak menggunakan flourescent pen. Penggunaan flourescent pen baik terhadap Cek dan Bilyet Giro maupun Warkat lainnya akan menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan penulisan. Disamping itu, penggunaan alat tersebut pada angka rupiah dapat menimbulkan cahaya sehingga akan menyulitkan penelitian dalam hal terjadi perubahan nilai nominal. Dalam hal masih terdapat Warkat yang menggunakan fluorescent pen maka sebelum Bank melakukan pembayaran hendaknya terlebih dahulu menghubungi nasabah yang bersangkutan untuk konfirmasi. 6. Pengisian Cek, Bilyet Giro, dan Warkat lainnya hanya diperkenankan menggunakan huruf latin kecuali untuk tanda tangan. Dengan demikian Bank-bank tidak diperkenankan untuk menerima Cek, Bilyet Giro, dan Warkat lainnya yang pengisiannya tidak menggunakan huruf latin. B. DOKUMEN KLIRING 1. Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Elektronik, Otomasi dan Manual mengacu pada cara penulisan Warkat sebagaimana dimaksud dalam huruf A, kecuali huruf A.1 dan huruf A.6. Dalam Dokumen Kliring nilai nominalnya hanya ditulis dengan angka saja. 2. Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Semi Otomasi merupakan cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem Semi Otomasi. IV. PERUSAHAAN … 27 IV. PERUSAHAAN PERCETAKAN DOKUMEN SEKURITI PENCETAK WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING A. PERSYARATAN Perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang dapat memperoleh penetapan dari Bank Indonesia untuk melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring wajib memenuhi sekurang-kurangnya persyaratan sebagai berikut: 1. Mempunyai izin operasional dari instansi yang berwenang sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti; 2. Menggunakan kertas CBS-1 yang bertanda air (water mark) logo perusahaan yang bersangkutan sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.1)c) dan I.B.2.a.1)a)(3); 3. Mempunyai mesin disain sekuriti, mesin cetak sekuriti dan mesin cetak penomoran untuk mencetak MICR code line. Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak berlaku untuk Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERUM PERURI). B. TATA CARA PENETAPAN 1. Untuk memperoleh penetapan guna mencetak Warkat dan Dokumen Kliring, perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf A wajib mengajukan surat permohonan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan melampirkan: a. fotokopi izin operasional sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang masih berlaku dari instansi yang berwenang yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pos; b. daftar mesin dan atau peralatan yang dipunyai untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam huruf A.3 dengan menyebutkan kapasitas mesin dimaksud; c. fotokopi … 28 c. fotokopi sertifikat pengujian kertas CBS-1 yang masih berlaku dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa (Balai Besar Selulosa) yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pos, yang memuat informasi mengenai ciri-ciri kertas yang memenuhi standar sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.1) atau I.B.2.a.1)a); d. spesimen kertas CBS-1 untuk Warkat dan atau Dokumen Kliring yang bertanda air (water mark) perusahaan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.1)c) dan I.B.2.a.1)a)(3) dan telah memiliki sertifikat pengujian kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam huruf c, masing-masing dengan ukuran : 1) 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar; dan 2) 7 (tujuh) inci x 2¾ (dua tiga per empat) inci sebanyak 100 (seratus) lembar yang telah diberi MICR code line sesuai dengan tata cara pencantuman informasi MICR code line sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.4.a. 2. Setelah surat permohonan dan lampirannya sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diterima secara lengkap, Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran melakukan: a. pemeriksaan langsung (on site supervision) ke perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran data dalam lampiran surat permohonan dimaksud; dan b. pengujian spesimen kertas CBS-1 pada mesin reader sorter Bank Indonesia. Spesimen dianggap memenuhi syarat pengujian dengan mesin reader sorter apabila tingkat penolakan spesimen setinggi- tingginya sampai dengan 2% (dua perseratus). 3. Dalam hal kegiatan pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a dan 2.b telah dilakukan, Bank Indonesia c.q Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran akan melakukan: a. penolakan … 29 a. penolakan, apabila hasil kegiatan pemeriksaan dan pengujian dimaksud menunjukkan hasil tidak baik atau tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan Bank Indonesia; atau b. persetujuan, apabila hasil kegiatan pemeriksaan serta pengujian dimaksud menunjukkan hasil baik atau memenuhi keseluruhan persyaratan yang ditetapkan Bank Indonesia. 4. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditolak oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 3.a, Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan dengan disertai pengembalian seluruh lampiran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang bersangkutan. 5. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disetujui oleh Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai berikut: a. mengeluarkan keputusan penetapan perusahaan percetakan dokumen sekuriti dimaksud sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring dalam Keputusan Direktur Akunting dan Sistem Pembayaran; b. menyampaikan keputusan penetapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang bersangkutan dengan menggunakan surat; c. menyampaikan fotokopi keputusan penetapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Badan Intelijen Negara - Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu dengan menggunakan surat; d. mengumumkan … 30 d. mengumumkan penetapan perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan menggunakan Pengumuman Bank Indonesia kepada Kantor Pusat Peserta di seluruh Indonesia. 6. Pemberian surat persetujuan atau penolakan untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 3, dilakukan Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat permohonan dan lampirannya sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diterima Bank Indonesia secara lengkap. 7. Surat keputusan penetapan perusahaan percetakan dokumen sekuriti sebagai perusahaan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 5.a, berlaku sepanjang : a. izin operasional perusahaan percetakan dokumen sekuriti dari instansi yang berwenang masih berlaku; dan b. perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan Bank Indonesia. 8. Dalam hal terdapat perpanjangan berlakunya izin operasional perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring dari instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam huruf A.1, perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring wajib menyampaikan fotokopi izin operasional tersebut kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak dikeluarkan perpanjangan izin operasional dimaksud. C. KEWAJIBAN PERUSAHAAN PERCETAKAN DOKUMEN SEKURITI PENCETAK WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING Perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring wajib : 1. mencetak … 31 1. mencetak Warkat dan Dokumen Kliring sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam angka I.A.2 dan I.B.2 dan pedoman pengamanan pencetakan dokumen sekuriti yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) selaku Ketua Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) yang berlaku; 2. melaksanakan sendiri segala pekerjaan yang berkaitan dengan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring (prinsip Do It Yourself/Under One Roof). Dengan demikian perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat Dan Dokumen Kliring dilarang untuk mensubkontrakkan atau mengalihkan pekerjaan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring tersebut ke perusahaan percetakan dokumen sekuriti lain atau menerima pengalihan pekerjaan dari perusahaan percetakan dokumen sekuriti lain; 3. melakukan pengujian kertas CBS-1 ke Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa (Balai Besar Selulosa) atas setiap kertas CBS-1 baru yang akan digunakan untuk mencetak Warkat dan Dokumen Kliring Peserta yang merupakan perubahan atau penggantian atas kertas CBS-1 lama karena adanya perubahan atau penggantian : a. produsen kertas CBS-1; atau b. tanda air (water mark) logo perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang bersangkutan; 4. melaporkan hasil pengujian kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam angka 3 yang telah memenuhi standar Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.1) atau I.B.2.a.1)a) kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan menggunakan surat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal surat Balai Besar Selulosa kepada perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat Dan Dokumen Kliring yang bersangkutan perihal hasil pengujian kertas CBS-1, dengan melampirkan: a. fotokopi … 32 a. fotokopi sertifikat pengujian kertas CBS-1 baru dari Balai Besar Selulosa sebagaimana dimaksud dalam angka 3 yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pos, yang memuat informasi mengenai ciri- ciri kertas yang memenuhi standar sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.1) atau I.B.2.a.1)a); b. spesimen kertas CBS-1 untuk Warkat dan atau Dokumen Kliring yang bertanda air (water mark) perusahaan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.1)c) dan I.B.2.a.1)a)(3) yang telah memiliki sertifikat pengujian kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam huruf a, masing-masing dengan ukuran 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar untuk didistribusikan kepada seluruh Penyelenggara di Kantor Bank Indonesia; 5. setiap periode 6 (enam) bulan dalam setiap tahun, menyampaikan laporan tertulis dengan menggunakan surat kepada Kantor Pusat Bank Indonesia mengenai Warkat dan atau Dokumen Kliring yang telah dipesan Kantor Pusat Peserta pada periode 6 (enam) bulan sebelumnya, yaitu periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni dan periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember, dengan ketentuan: a. laporan wajib memuat : 1) nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti; 2) periode laporan; 3) tanggal pemesanan; 4) nama Bank; 5) jenis dan jumlah lembar Warkat dan atau Dokumen Kliring yang dipesan oleh Peserta kepada perusahaan percetakan dokumen sekuriti selama periode 6 (enam) bulan sebelumnya, dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 6; b. dalam hal pada kurun waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam angka 5, Kantor Pusat Peserta tidak melakukan pemesanan/pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring, maka perusahaan … 33 perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang bersangkutan tetap diwajibkan menyampaikan laporan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan sesuai dengan format dalam Lampiran 7; c. penyampaian laporan periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Juli bulan berikutnya, sedangkan penyampaian laporan periode bulan Juli sampai dengan bulan Desember dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Januari bulan berikutnya. Dalam hal tanggal 25 tersebut di atas adalah hari libur maka batas waktu pelaporan tersebut dihitung pada hari kerja berikutnya; d. penyampaian laporan tersebut ditujukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia: Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran, Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran - Bank Indonesia, Gedung D Lantai 9, Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010; 6. menyampaikan tembusan surat dan laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 5 kepada kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Kantor Pusat Peserta tersebut, dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti menerima pesanan dari Kantor Pusat Peserta yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. D. PENGAWASAN Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dapat melakukan pengawasan secara langsung dan tidak langsung terhadap Peserta dan perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring. Termasuk dalam pengawasan tersebut adalah melakukan pengujian secara sampling terhadap Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) Peserta untuk mengetahui kesesuaiannya dengan … 34 dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2 dan I.B.2. V. SANKSI 1. Peserta yang Warkat dan atau Dokumen Kliringnya tidak memenuhi persyaratan spesifikasi teknis Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2 dan I.B.2 dikenakan sanksi sebagai berikut : a. Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan dikenakan sanksi oleh Bank Indonesia yang mewilayahi berupa kewajiban membayar sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah); dan b. kewajiban mengganti Warkat dan atau Dokumen Kliring yang tidak memenuhi persyaratan spesifikasi dengan Warkat dan atau Dokumen Kliring sesuai dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2 dan I.B.2, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan surat pengenaan sanksi oleh Bank Indonesia. 2. Kantor Pusat Peserta dan atau Peserta yang melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring selain kepada perusahaan percetakan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka II.A.1, dikenakan sanksi sebagai berikut: a. Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan dikenakan sanksi oleh Bank Indonesia yang mewilayahi berupa kewajiban membayar sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah); dan b. kewajiban untuk mengganti Warkat dan atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dengan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang baru yang dicetak pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang telah memperoleh penetapan dari Bank Indonesia, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak diterbitkan surat pengenaan sanksi oleh Bank Indonesia. 3. Dalam … 35 3. Dalam hal Kantor Pusat Peserta dan atau Peserta tidak melaksanakan penggantian Warkat dan atau Dokumen Kliring dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b dan atau 2.b, Bank Indonesia yang mewilayahi Kantor Pusat Peserta mengenakan sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk setiap hari keterlambatan sampai dengan diterimanya surat dari Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan yang disertai lampiran berupa Warkat dan atau Dokumen Kliring sesuai dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2 dan I.B.2 yang dicetak pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka II.A.1. 4. Dalam hal Kantor Pusat Peserta dalam melakukan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring tidak meminta dan memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.1, Bank Indonesia yang mewilayahi mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari terhitung sejak tanggal pencetakan dimaksud sampai dengan tanggal surat persetujuan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi. 5. Dalam hal Kantor Pusat Peserta menyampaikan surat permohonan persetujuan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang melampaui batas waktu masa tenggang 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.2.b, Bank Indonesia yang mewilayahi mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan sampai dengan tanggal surat persetujuan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring untuk perubahan nama Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.1.b.1) dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi untuk seluruh Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.6.c. 6. Dalam hal Kantor Pusat Peserta terlambat atau belum menyampaikan laporan setiap periode 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.7, Bank … 36 Bank Indonesia yang mewilayahi mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan sampai dengan tanggal Peserta menyampaikan laporan. 7. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring terlambat atau belum menyampaikan laporan perubahan produsen kertas atau tanda air (water mark) logo perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.C.4, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Khusus perusahaan yang belum menyampaikan laporan, yang bersangkutan tetap diwajibkan untuk menyampaikan laporan tersebut. 8. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring terlambat atau belum menyampaikan fotokopi perpanjangan berlakunya ijin operasional sebagaimana dimaksud dalam angka IV.B.8, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). 9. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat Dan Dokumen Kliring terlambat atau belum menyampaikan laporan setiap periode 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.C.5, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Khusus perusahaan yang belum menyampaikan laporan, yang bersangkutan tetap diwajibkan untuk menyampaikan laporan tersebut. 10. Dalam hal Kantor Pusat Peserta atau perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring menyampaikan laporan yang tidak sesuai dengan contoh format laporan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran … 37 Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6 atau Lampiran 7, maka Bank Indonesia yang mewilayahi mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) per laporan yang tidak sesuai dimaksud. 11. Dalam hal Kantor Pusat Peserta dan atau perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring menyampaikan laporan yang tidak akurat maka Bank Indonesia yang mewilayahi mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap kesalahan data. 12. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring tidak memenuhi ketentuan atau kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka II.B.2, IV.C.1, IV.C.2, IV.C.3, IV.C.6, V.7, V.8, dan atau V.9, maka kepada perusahaan percetakan sekuriti yang bersangkutan Bank Indonesia dapat mengenakan sanksi penghentian penunjukan sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring. VI. LAIN-LAIN 1. Dalam hal instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam angka IV.A.1 mencabut atau tidak memperpanjang izin operasional perusahaan percetakan dokumen sekuriti maka surat keputusan Bank Indonesia yang menetapkan perusahaan percetakan dokumen sekuriti dimaksud sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka IV.B.5.a secara otomatis menjadi tidak berlaku. 2. Pelunasan bea meterai pada Warkat Cek dan Bilyet Giro yang diperhitungkan dalam Kliring, wajib dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. untuk Peserta Kliring Lokal dengan sistem Manual dan Semi Otomasi, dilakukan dengan menggunakan meterai tempel, menggunakan mesin teraan meterai atau pencantuman tanda Bea Meterai Lunas; b. untuk … 38 b. untuk Peserta Kliring Lokal dengan sistem Otomasi dan Elektronik dilakukan dengan pencantuman tanda Bea Meterai Lunas; c. untuk Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah, dilakukan dengan pencetakan tanda Bea Meterai Lunas atau menggunaan mesin teraan meterai, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. 3. Untuk pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka V.1.a, V.2.a, V.3, V.4, V.5, V.6, dan V.11, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran atau Bank Indonesia yang mewilayahi menghitung sanksi kewajiban membayar dimaksud pada setiap akhir bulan dan membebankannya paling lambat minggu pertama bulan berikutnya dengan cara mendebet rekening Kantor Pusat Peserta yang berada di Bank Indonesia. 4. Untuk pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi perusahaan percetakan dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam angka V.7, V.8, V.9, V.10, V.11 dan atau V.12, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran menyampaikan surat pengenaan sanksi kewajiban membayar kepada perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang bersangkutan yang antara lain berisi informasi jumlah sanksi kewajiban membayar dimaksud dan tata cara pembayarannya kepada Bank Indonesia. 5. Bank-bank di daerah yang tidak terdapat kegiatan Kliring Lokal apabila hendak memberikan fasilitas Cek dan Bilyet Giro bagi nasabahnya dapat melakukan pencetakan Cek dan Bilyet Giro dengan mengacu pada persyaratan dan rancang bangun Cek dan Bilyet Giro berdasarkan Surat Edaran ini. 6. Warkat berupa Cek dan Bilyet Giro tidak dapat digunakan untuk sarana penarikan rekening giro dalam mata uang asing, baik dalam mata uang asal maupun konversinya dalam mata uang rupiah. 7. Penggunaan bahan baku Warkat dan Dokumen Kliring diutamakan menggunakan produk dalam negeri. VII. KETENTUAN … 39 VII. KETENTUAN PERALIHAN 1. Warkat dan Dokumen Kliring lama yang telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia pada saat diberlakukannya Surat Edaran ini masih dapat digunakan dalam penyelenggaraan Kliring. 2. Lembar kedua BPRWKP dan BRWPKP masih dapat dicetak pada kertas non carbonized sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal berlakunya Surat Edaran ini. 3. Perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah ada pada saat berlakunya Surat Edaran ini wajib segera menyampaikan kepada Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional spesimen kertas CBS-1 sesuai dengan spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini, yang telah memperoleh sertifikat pengujian dari Balai Besar Selulosa masing-masing ukuran : a. 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar; dan b. 7 inci x 2 ¾ inci sebanyak 100 (seratus) lembar yang telah diberi MICR code line sesuai dengan tata cara pencantuman informasi MICR code line sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.4. 4. Penyampaian laporan periode 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.7 dan IV.C.5 untuk periode Januari sampai dengan Juni 2003 disampaikan bersamaan dengan penyampaian laporan untuk periode Juli sampai dengan Desember 2003, yaitu paling lambat pada tanggal 25 Januari 2004. Dalam hal tanggal 25 tersebut di atas adalah hari libur maka batas waktu pelaporan tersebut dihitung pada hari kerja berikutnya. VIII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka : 1. ketentuan mengenai penggunaan Warkat, Dokumen Kliring dan Formulir Kliring lama sehubungan dengan perubahan nama Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka IV.C.1.c.1) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor … 40 Nomor 2/7/DASP tanggal 24 Februari 2000 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Manual; 2. ketentuan mengenai penggunaan Warkat lama sehubungan dengan perubahan nama Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka IV.C.1.c.1) Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/8/DASP tanggal 4 Mei 2000 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi; 3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/27/DASP tanggal 12 Desember 2001 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti; dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2003 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. MOHAMAD ISHAK DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/15/DASP|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. </reg_title> <set_date> 18 Juli 2003 </set_date> <effective_date> 1 Agustus 2003 </effective_date> <replaced_reg> '2/7/DASP|SE-BI/2000 | angka IV.C.1.c.1)', '3/27/DASP|SE-BI/2001', '2/8/DASP|SE-BI/2000 | angka IV.C.1.c.1)' </replaced_reg> <related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999', 'SE-001/P3DS/X/2002|SE-BIN-BOTASUPAL/2002', '4/16/DASP|SE-BI/2002' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No.17/49/DPM Jakarta, 21 Desember 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DEVISA DI INDONESIA Perihal : Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5581), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/15/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 223, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5743), yang selanjutnya disebut PBI, dan dalam rangka memberikan penjelasan lebih lanjut atas pelaksanaan PBI, perlu melakukan perubahan keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik, sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia: a. Nomor 17/15/DPM tanggal 12 Juni 2015; b. Nomor 17/20/DPM tanggal 28 Agustus 2015; dan c. Nomor 17/23/DPM tanggal 30 September 2015, sebagai berikut: 1. Di antara… 2 1. Di antara ketentuan butir I.5 dan butir I.6 disisipkan 3 (tiga) butir, yakni butir I.5A, butir I.5B, dan butir I.5C yang berbunyi sebagai berikut: 5A. Investasi dalam bentuk Surat Berharga Bank Indonesia dalam valuta asing tidak dapat digunakan sebagai Underlying Transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah baik melalui Transaksi Spot dan/atau Transaksi Derivatif. 5B. Underlying Transaksi berupa pemberian kredit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf c PBI diatur sebagai berikut: a. Fasilitas pemberian kredit termasuk pemberian kredit antarnasabah yang belum ditarik, tidak dapat menjadi Underlying Transaksi. b. Dalam hal Nasabah melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan menggunakan Underlying Transaksi berupa kredit termasuk pemberian kredit antarnasabah baik dalam bentuk tunai maupun barang yang telah ditarik, nominal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah paling banyak sama dengan nominal kredit yang telah ditarik. Contoh: Pada tanggal 10 Januari 20xx, PT B mendapatkan komitmen kredit valuta asing sebesar USD50,000,000.00 dari C Ltd. di luar negeri yang merupakan perusahaan afiliasi PT B. Kredit valuta asing tersebut diberikan dalam bentuk tunai dan barang. Pada tanggal 1 Februari 20xx, PT B melakukan penarikan pinjaman dari C Ltd. dalam bentuk tunai sebesar USD10,000,000.00 dan dalam bentuk barang sebesar USD5,000,000.00. Atas penarikan kredit ini, PT B dapat melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward untuk kepentingan lindung nilai kredit tersebut paling banyak sebesar jumlah dari kredit yang ditarik dalam bentuk tunai dan barang, yaitu USD15,000,000.00. c. Dalam … 3 c. Dalam hal Nasabah melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan menggunakan Underlying Transaksi berupa kredit termasuk pemberian kredit antarnasabah yang telah ditarik, jatuh waktu Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah paling lama sama dengan jatuh waktu pelunasan kredit yang ditarik tersebut. Contoh: Pada tanggal 2 Januari 20xx, PT A melakukan penarikan kredit valuta asing dari Bank X sebesar USD2,000,000.00 dengan jatuh waktu pelunasan kredit pada tanggal 30 Juni 20xx. PT A dapat melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward paling banyak sebesar USD2,000,000.00 dengan jatuh waktu transaksi forward paling lama sama dengan tanggal pelunasan kredit yaitu tanggal 30 Juni 20xx. 5C. Underlying Transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward berupa kepemilikan dana valuta asing di dalam negeri dan/atau di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) PBI diatur sebagai berikut: a. Nominal transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward paling banyak sebesar saldo dan/atau jumlah kepemilikan dana valuta asing di dalam negeri dan/atau di luar negeri. Contoh: Nasabah A memiliki deposito valuta asing di Bank X sebesar USD20,000,000.00. Berdasarkan Underlying Transaksi berupa deposito valuta asing tersebut, Nasabah A dapat melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward paling banyak sebesar USD20,000,000.00. b. Dalam hal dana valuta asing ditempatkan pada instrumen yang memiliki tanggal jatuh waktu antara lain berupa deposito dan/atau Negotiable Certificate of Deposit (NCD), jatuh waktu penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward … 4 forward paling lama sama dengan jatuh waktu penempatan dana tersebut. Contoh: Nasabah A memiliki deposito dalam valuta asing yang akan jatuh waktu pada tanggal 31 Maret 20xx. Atas kepemilikan deposito dalam valuta asing tersebut, Nasabah A dapat melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward dengan jatuh waktu paling lama tanggal 31 Maret 20xx. c. Dalam hal dana valuta asing ditempatkan pada instrumen yang tidak memiliki tanggal jatuh waktu antara lain berupa tabungan atau giro, jatuh waktu penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward tidak dibatasi. Contoh: Pada tanggal 2 Januari 20xx, Nasabah A memiliki rekening valuta asing dalam bentuk tabungan sebesar USD20,000,000.00. Atas kepemilikan dana valuta asing tersebut, pada tanggal 2 Januari 20xx nasabah A dapat melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward sebesar USD12,000,000.00 yang jatuh waktu pada tanggal 2 Februari 20xx dan sebesar USD8,000,000.00 yang jatuh waktu pada tanggal 2 Juni 20xx. d. Dalam hal kepemilikan dana valuta asing berupa instrumen yang tidak memiliki tanggal jatuh waktu sebagaimana dimaksud dalam butir c, saldo rekening valuta asing pada instrumen tersebut paling kurang sama dengan nominal penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward untuk sepanjang waktu transaksi forward dimaksud. Contoh: Pada tanggal 5 Februari 20xx, PT B memiliki tabungan dalam valuta asing sebesar USD6,000,000.00. Pada tanggal yang sama, PT. B melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward sebesar USD6,000,000.00 dengan jangka waktu 1 bulan. PT B harus memiliki saldo tabungan … 5 tabungan valuta asing dengan jumlah paling kurang USD6,000,000.00 selama 1 bulan ke depan sampai dengan transaksi forward tersebut jatuh waktu. 2. Setelah ketentuan butir I.13 ditambahkan 1 (satu) butir, yakni butir I.14 yang berbunyi sebagai berikut: 14. Penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Derivatif oleh Nasabah kepada Bank tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling banyak: a. sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per transaksi per Nasabah melalui transaksi forward; b. sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per transaksi per Nasabah melalui transaksi option. 3. Di antara ketentuan butir II.2 dan butir II.3 disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir II.2A yang berbunyi sebagai berikut: 2A. Penyelesaian transaksi secara netting atas perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) tidak dapat dilakukan untuk transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Bank dengan menggunakan Underlying Transaksi berupa kepemilikan dana valuta asing di dalam negeri dan di luar negeri. Contoh: Nasabah A melakukan transaksi forward jual dengan tenor 1 bulan sebesar USD10,000,000.00 pada tanggal 15 Januari 20xx kepada Bank C dengan forward rate USD/IDR Rp13.000,00. Atas transaksi tersebut, Nasabah A menggunakan simpanan valuta asing pada Bank sebagai Underlying Transaksi. Setelah transaksi berjalan 2 minggu, nilai tukar Rupiah melemah hingga mencapai kurs spot USD/IDR Rp13.500,00, Nasabah A ingin melakukan pengakhiran transaksi (unwind) atas transaksi tersebut secara netting. Penyelesaian secara netting atas transaksi tersebut tidak dapat dilakukan. 4. Setelah … 6 4. Setelah ketentuan butir II.3 ditambahkan 1 (satu) butir, yakni butir II.4 yang berbunyi sebagai berikut: 4. Kewajiban pemindahan dana pokok secara penuh untuk penyelesaian penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada Bank melalui transaksi forward dengan nominal transaksi paling banyak sebesar jumlah tertentu (threshold) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) PBI diatur sebagai berikut: a. Kewajiban penyelesaian dengan pemindahan dana pokok secara penuh dilakukan pada saat jatuh waktu transaksi forward jual. b. Dalam hal sebelum berakhirnya kontrak transaksi forward jual awal dilakukan perpanjangan transaksi (roll over) atau percepatan penyelesaian transaksi (early termination), kewajiban penyelesaian dengan pemindahan dana pokok secara penuh dilakukan pada saat berakhirnya kontrak perpanjangan transaksi (roll over) atau kontrak percepatan penyelesaian transaksi (early termination). c. Penyelesaian penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward paling banyak sejumlah threshold tidak dapat dilakukan melalui pengakhiran transaksi (unwind) karena tidak terdapat pemindahan dana pokok secara penuh. d. Perpanjangan transaksi (roll over) atau percepatan penyelesaian transaksi (early termination) sebagaimana dimaksud dalam huruf b dapat dilakukan sepanjang didukung oleh Underlying Transaksi dari transaksi forward jual awal. Contoh 1: Perpanjangan transaksi (roll over) penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward dengan nominal transaksi paling banyak sebesar threshold. Nasabah A merupakan eksportir barang-barang kerajinan. Pada tanggal 15 Januari 20xx, Nasabah A melakukan ekspor dengan nilai sebesar USD4,000,000.00 yang akan dibayar pada saat barang diterima yaitu pada tanggal 15 April 20xx. Atas … 7 Atas penerimaan tersebut, pada tanggal 15 Januari 20xx Nasabah A melakukan transaksi forward jual USD/IDR kepada Bank B sebesar USD4,000,000.00 dengan forward rate USD/IDR Rp13.000,00 dan jangka waktu 3 bulan (jatuh waktu pada tanggal 15 April 20xx) dengan hanya menyerahkan dokumen pendukung. Nasabah A mengalami kesulitan dalam produksi sehingga terjadi keterlambatan pengiriman barang yang berdampak terhadap keterlambatan pembayaran dari importir di luar negeri. Pembayaran baru akan diterima pada tanggal 15 Mei 20xx. Atas keterlambatan tersebut, pada tanggal 13 April 20xx Nasabah A meminta kepada Bank B untuk melakukan perpanjangan (roll over) transaksi forward jual awal selama 1 bulan dengan jatuh waktu pada tanggal 15 Mei 20xx. Nasabah A memperpanjang transaksi forward jual awal dengan cara membuka transaksi swap buy-sell kepada Bank sebesar USD4,000,000.00 dengan swap rate USD/IDR Rp13.300,00. Kurs spot USD/IDR tanggal 13 April 20xx adalah Rp13.100,00. Atas transaksi swap buy-sell dalam rangka perpanjangan (roll over) tersebut, Nasabah A wajib menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dari Transaksi Derivatif awal. Pada saat perpanjangan transaksi (roll over) dilakukan, Nasabah A membayar selisih kurs kepada Bank B sebesar Rp400.000.000,00 yang berasal dari perhitungan ((Rp13.100,00-Rp13.000,00) X USD4,000,000.00). Pada tanggal 15 Mei 20xx (yang merupakan tanggal jatuh waktu kontrak perpanjangan transaksi forward), Nasabah A menyerahkan USD4,000,000.00, kepada Bank B untuk penyelesaian kontrak dan menerima Rupiah sebesar Rp.53.200.000.000,00 (Rp13.300,00 x USD4,000,000.00). Contoh 2 … 8 • • • • • • Contoh 2: Percepatan penyelesaian transaksi (early termination) penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward dengan nominal transaksi paling banyak sebesar threshold. PT C merupakan eksportir kerajinan. Pada tanggal 10 Januari 20xx, PT C melakukan ekspor barang ke luar negeri dengan nilai nominal sebesar USD2,000,000.00 yang pembayarannya akan diterima 3 bulan kemudian yaitu pada tanggal 10 April 20xx. Pada tanggal yang sama, PT C melakukan lindung nilai dengan transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank D sebesar USD2,000,000.00 dengan forward rate USD/IDR Rp13.000,00 dengan hanya menyerahkan dokumen pendukung. Pada awal Maret 20xx, lini produksi PT C melakukan percepatan produksi sehingga dapat melakukan pengiriman barang 1 bulan lebih cepat sehingga pembayaran dapat diterima lebih cepat menjadi tanggal 10 Maret 20xx. Dengan mempertimbangkan percepatan penerimaan tersebut, pada tanggal 8 Maret 20xx, PT C meminta Bank D untuk melakukan percepatan penyelesaian transaksi (early termination) sebesar USD2,000,000.00 dengan melakukan swap sell-buy dengan kurs spot Rp13.100 dan swap rate Rp13.200,00. Atas transaksi swap tersebut, PT C wajib menyerahkan dokumen Underlying Transaksi atas transaksi forward jual awal. Pada … 9 Pada tanggal 10 Maret 20xx, PT C menyerahkan dana valuta asing sebesar USD2,000,000.00 kepada Bank D dan menerima dana Rupiah sebesar Rp26.200.000.000,00 (Rp13.100,00 x USD2,000,000.00) yang diselesaikan dengan pemindahan dana pokok secara penuh (full movement of fund). Pada tanggal 10 April 20xx dimana transaksi forward jual jatuh waktu, PT C menyerahkan dana Rupiah kepada Bank D sebesar Rp400,000,000.00 ((Rp13.200,00 – Rp13.000,00) x USD2,000,000.00). • • • • • • • Contoh 3: Penyelesaian penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward paling banyak sejumlah threshold tidak dapat dilakukan melalui pengakhiran transaksi (unwind) karena tidak terdapat pemindahan dana pokok secara penuh. Nasabah A melakukan transaksi forward jual dengan tenor 1 bulan sebesar USD2,000,000.00 pada tanggal 15 Januari 20xx kepada Bank C dengan forward rate USD/IDR Rp13.000,00 dan hanya menyampaikan dokumen pendukung. Setelah transaksi berjalan 2 minggu, nilai tukar Rupiah melemah hingga mencapai kurs spot USD/IDR Rp13.500,00, Nasabah A ingin melakukan pengakhiran transaksi (unwind) atas transaksi tersebut tanpa melakukan pemindahan dana pokok secara penuh. Hal tersebut tidak dapat dilakukan. 5. Di antara … 10 5. Di antara ketentuan butir III.1 dan butir III.2 disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir III.1A yang berbunyi sebagai berikut: 1A. Dokumen tagihan dalam valuta asing dari transaksi yang diwajibkan menggunakan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) PBI diatur sebagai berikut: a. Transaksi yang diwajibkan menggunakan Rupiah mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. Dokumen tagihan dalam valuta asing dari transaksi yang dikecualikan dari kewajiban penggunaan Rupiah dapat dijadikan sebagai dokumen Underlying Transaksi dengan melampirkan fotokopi persetujuan pengecualian kewajiban penggunaan Rupiah dari Bank Indonesia. 6. Di antara ketentuan butir III.2 dan butir III.3 disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir III.2A yang berbunyi sebagai berikut: 2A. Bank harus menerapkan prosedur dan sistem pengendalian dokumen (document control/procedure) untuk memastikan agar: a. dokumen yang telah digunakan Nasabah sebagai Underlying Transaksi dari Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tertentu dapat digunakan untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang lain sepanjang tidak melampaui nilai nominal Underlying Transaksi. Contoh: Pada bulan Januari 20xx, Nasabah X melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward sebesar USD5,000,000.00 kepada Bank A. Atas transaksi tersebut, Nasabah X menyerahkan dokumen Underlying Transaksi berupa dokumen pembayaran lisensi kepada principal di luar negeri sebesar USD7,000,000.00. Transaksi dilakukan di kantor cabang Bank A di Jakarta. Pada bulan Februari 20xx, Nasabah X kembali berencana untuk melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui … 11 melalui transaksi forward dengan Underlying Transaksi yang sama melalui kantor cabang Bank A di Surabaya. Nasabah X hanya dapat melakukan transaksi forward beli sebesar USD2,000,000.00 karena belum melebihi nominal Underlying Transaksi. Dalam situasi ini, prosedur dan sistem kontrol dokumen yang dimiliki oleh Bank harus berjalan efektif dalam memastikan bahwa dokumen yang telah digunakan Nasabah sebagai Underlying Transaksi dari Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah tertentu tidak digunakan untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang lain hingga melampaui nilai nominal Underlying Transaksi. b. Apabila dalam satu rangkaian aktivitas ekonomi terdapat beberapa jenis dokumen Underlying Transaksi maka yang dapat digunakan sebagai dokumen untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah adalah salah satu dari dokumen Underlying Transaksi tersebut. Contoh: Pada bulan Februari 20xx, Nasabah Y yang merupakan importir makanan dan minuman memesan barang dan menerbitkan purchase order kepada penjual di luar negeri. Nasabah Y melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah dengan menggunakan dokumen Underlying Transaksi berupa purchase order tersebut. Atas pembelian barang tersebut, Nasabah Y memperoleh invoice yang diterbitkan penjual di luar negeri. Atas invoice tersebut, Nasabah Y bermaksud melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah meskipun sebelumnya telah melakukan pembelian dengan menggunakan dokumen Underlying Transaksi berupa purchase order. Nasabah Y tidak dapat melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah dengan menggunakan invoice karena telah menggunakan dokumen Underlying Transaksi berupa purchase order yang berasal dari satu rangkaian kegiatan ekonomi yang sama. Dalam… 12 Dalam situasi ini, prosedur dan sistem kontrol dokumen yang dimiliki oleh Bank harus berjalan efektif dalam memastikan bahwa dokumen Underlying Transaksi, misalnya berupa purchase order dan invoice dari kegiatan ekonomi yang sama, tidak dapat digunakan sebagai dokumen Underlying Transaksi atas Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang berbeda. 7. Di antara ketentuan butir III.4 dan butir III.5 disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir III.4A yang berbunyi sebagai berikut: 4A. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi merupakan bukti tagihan atas kegiatan pembelian barang dari luar negeri (impor), Bank harus memastikan Nasabah menyampaikan dokumen yang menunjukkan bahwa barang dimaksudkan untuk masuk dan diterima di wilayah pabean Indonesia. 8. Di antara ketentuan butir III.5 dan butir III.6 disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir III.5A yang berbunyi sebagai berikut: 5A. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi atas kegiatan perdagangan dan investasi berupa list of invoices, Bank harus memastikan ketersediaan invoices yang terdapat dalam list of invoices. 9. Di antara ketentuan butir III.8 dan butir III.9 disisipkan 1 (satu) butir, yakni butir III.8A yang berbunyi sebagai berikut: 8A. Dokumen Underlying Transaksi atas kepemilikan dana valuta asing di dalam negeri dan di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) PBI antara lain berupa buku tabungan, rekening koran, bilyet deposito, dan bukti kepemilikan NCD. 10. Lampiran II dihapus. 11. Lampiran IV diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 12. Lampiran V diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Bank … 13 Bank yang telah melakukan transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward di bawah jumlah tertentu (threshold) sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/15/PBI/2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 223, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5743) tetap dapat meneruskan transaksi dimaksud sampai dengan jatuh waktu transaksi berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5581) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/13/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5736). Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam: a. butir III.2A mengenai prosedur dan sistem pengendalian dokumen; b. butir III.4A mengenai dokumen yang menunjukkan bahwa barang dimaksudkan untuk masuk dan diterima di wilayah pabean Indonesia; c. butir III.5A mengenai ketersediaan invoices yang terdapat dalam list of invoices; d. Lampiran IV Dokumen Underlying Transaksi untuk Perdagangan Barang dan Jasa di Dalam Negeri dan di Luar Negeri; e. Lampiran V Dokumen Underlying Transaksi untuk Investasi Berupa Direct Investment, Portfolio Investment, Pinjaman, Modal dan Investasi Lainnya di Dalam dan di Luar Negeri; mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2016. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diterbitkan dan berlaku surut sejak tanggal 7 Oktober 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian … 14 Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MIRZA ADITYASWARA DEPUTI GUBERNUR SENIOR 15 LAMPIRAN IV SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 17/49/DPM TANGGAL 21 DESEMBER 2015 PERIHAL PERUBAHAN KEEMPAT ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK PERDAGANGAN BARANG DAN JASA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI A. Dokumen Underlying Transaksi yang Bersifat Final 1. Fotokopi kontrak jasa konsultan. 2. Fotokopi surat perjanjian kerja atau dokumen pendukung lain antara tenaga kerja asing yang bersangkutan dengan badan usaha. 3. Dokumen kredit yang terdiri dari: a. fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement) atau dokumen terkait lainnya yang dapat menunjukkan jadwal dan jumlah pembayaran; dan b. fotokopi bukti penarikan kredit yang dapat menunjukkan adanya penarikan dana, antara lain mutasi rekening dari kreditur kepada debitur atau bukti perintah transfer dana berupa MT 103. 4. Fotokopi perjanjian royalti (royalty agreement) dengan pihak asing yang disertai dengan dokumen pendukung lainnya. 5. Letter of Credit (L/C) dan perubahan L/C. 6. Dokumen yang bersifat tagihan atau yang menimbulkan kewajiban pembayaran, antara lain: a. Invoice atau commercial invoice dengan masa berlaku sampai dengan tanggal jatuh waktu (due date) invoice atau commercial invoice dimaksud. Dalam hal invoice telah melebihi tanggal jatuh waktu, invoice tersebut dapat digunakan … 16 digunakan paling lama 3 bulan sejak tanggal jatuh waktu dengan melengkapi: 1) MT 103 yang berisi informasi mengenai invoice terkait; dan 2) pernyataan dari Nasabah bahwa pembayaran valuta asing belum pernah dilakukan atas dasar invoice dimaksud. b. Nota debet (debit note) yang informasi di dalamnya dapat diverifikasi oleh Bank. c. Sales Contract/Kontrak Penjualan yang memiliki masa berlaku dan nominal yang sesuai dengan yang tercantum dalam kontrak. d. List of invoices yang didukung oleh pernyataan Nasabah yang berisi: 1) validitas list dimaksud; 2) tanggung jawab Nasabah untuk mengadministrasikan invoices dimaksud; dan 3) komitmen penyediaan invoices apabila dibutuhkan oleh Bank. e. Tagihan dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh eksportir di luar negeri yang dilengkapi dengan dokumen yang mendukung kebenaran dan keabsahan transaksi, yang mencakup informasi sebagai berikut: 1) bukti penagihan dalam mata uang Rupiah dan perintah pembayarannya dalam valuta asing yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan (perjanjian) dan/atau invoice; 2) identitas pihak yang menerima pembayaran dalam valuta asing berupa eksportir di luar negeri atau pihak asing lainnya yang ditunjuk oleh eksportir di luar negeri; 3) kurs konversi pada tanggal transfer dana; dan 4) bukti kegiatan transfer dana sesuai dengan informasi pada angka 1) sampai dengan angka 3). 7. Akta jual beli dan bukti kepemilikan pihak asing atas aset terkait dengan penjualan aset di Indonesia yang dimiliki oleh pihak asing yang pembelian valuta asingnya dilakukan oleh pihak … 17 pihak domestik yang diberi kuasa oleh pihak asing. Selanjutnya, dana valuta asing tersebut harus ditransfer kepada rekening pihak asing yang memberi kuasa dan dibuktikan dengan dokumen transfer valuta asing. 8. Dokumen penjualan valuta asing terhadap Rupiah yang berasal dari penjualan valuta asing hasil ekspor, dengan masa berlaku paling lama 12 bulan setelah tanggal transaksi (transaction date) penjualan valuta asing. 9. Dokumen Underlying Transaksi untuk Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) berupa net jual KUPVA kepada nasabah dalam 1 bulan terakhir. Dokumen Underlying Transaksi tersebut dilengkapi dengan pernyataan yang ditandatangani oleh pejabat berwenang dari KUPVA yang berisi komitmen KUPVA untuk: a. mengadministrasikan dokumen jual beli dan/atau dokumen Underlying Transaksi dari nasabah KUPVA; b. menyediakan dokumen Underlying Transaksi nasabah KUPVA apabila dibutuhkan oleh Bank dalam hal terdapat pembelian valuta asing oleh nasabah KUPVA kepada KUPVA dengan nilai melebihi USD25,000.00 (dua puluh lima dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan. 10. Fotokopi Pemberitahuan Impor Barang (PIB). 11. Fotokopi Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB). Surat elektronik resmi atau facsimile sebagai informasi tambahan dari dokumen Underlying Transaksi berupa bukti tagih dapat digunakan sepanjang Bank dapat memverifikasi pengirim dari email atau facsimile tersebut. B. Dokumen Underlying Transaksi Berupa Perkiraan 1. Proyeksi arus kas (cash flow) untuk kegiatan perdagangan internasional (ekspor impor) dan kegiatan usaha jasa travel agent untuk jangka waktu 1 tahun ke depan, yang disusun oleh Nasabah dan ditandatangani oleh pejabat berwenang dari Nasabah (dengan… 18 (dengan menyertakan dokumen terkait lainnya). Proyeksi tersebut paling kurang berisi rincian sumber penerimaan dan pengeluaran valuta asing yang menunjukkan selisih bersih kekurangan/kelebihan valuta asing secara bulanan. 2. Dokumen pembelian antara lain berupa purchase order yang telah dikonfirmasi oleh penjual dan selanjutnya dilengkapi dengan bukti pengiriman barang. 3. Perkiraan kebutuhan biaya sekolah dan biaya hidup di luar negeri yang ditandatangani di atas meterai oleh Nasabah. 4. Perkiraan kebutuhan biaya berobat dan akomodasi yang ditandatangani di atas meterai oleh Nasabah. 5. Perkiraan kebutuhan biaya perjalanan dan akomodasi yang ditandatangani di atas meterai oleh Nasabah. BANK INDONESIA, MIRZA ADITYASWARA DEPUTI GUBERNUR SENIOR 19 LAMPIRAN V SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 17/49/DPM TANGGAL 21 DESEMBER 2015 PERIHAL PERUBAHAN KEEMPAT ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK INVESTASI BERUPA DIRECT INVESTMENT, PORTFOLIO INVESTMENT, PINJAMAN, MODAL DAN INVESTASI LAINNYA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI A. Dokumen Underlying Transaksi yang Bersifat Final 1. Bukti kepemilikan investasi dalam valuta asing yang diterbitkan oleh pihak yang berwenang termasuk surat perjanjian jual beli atas investasi antara lain dalam bentuk saham, obligasi, surat berharga lainnya, bukti pembagian dividen, dan hasil investasi lainnya. 2. Surat permintaan penyetoran rekening saldo atas transaksi tertentu yang dipersyaratkan oleh otoritas yang berwenang. 3. Dokumen kredit yang terdiri dari: a. fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement) atau dokumen terkait lainnya yang dapat menunjukkan jadwal dan jumlah pembayaran, dan b. fotokopi bukti penarikan kredit yang dapat menunjukkan adanya penarikan dana, antara lain mutasi rekening dari kreditur kepada debitur atau bukti perintah transfer dana berupa MT 103. 4. Bukti keikutsertaan Nasabah dalam tender dan penyediaan jaminan/bank garansi dalam mata uang asing. 5. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham dan tambahan dokumen lain yang menggambarkan besarnya nominal Rupiah untuk pembayaran dividen ke pemegang saham asing. 6. Kontrak … 20 6. Kontrak investasi kolektif untuk transaksi reksadana dalam valuta asing. B. Dokumen Underlying Transaksi Berupa Perkiraan Proyeksi arus kas yang terkait dengan suatu proyek tertentu untuk jangka waktu 3 tahun ke depan terhitung sejak tanggal transaksi, yang disusun oleh Nasabah dan ditandatangani oleh pejabat berwenang dari Nasabah (dengan menyertakan dokumen kontrak kerja dan/atau dokumen terkait lainnya). BANK INDONESIA, MIRZA ADITYASWARA DEPUTI GUBERNUR SENIOR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/49/DPM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik </reg_title> <set_date> 21 Desember 2015 </set_date> <effective_date> 21 Desember 2015 dan berlaku surut sejak tanggal 7 Oktober 2015 </effective_date> <changed_reg> '16/14/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg> <extension_of> '17/15/DPM|SE-BI/2015', '17/20/DPM|SE-BI/2015', '17/23/DPM|SE-BI/2015' </extension_of> <related_reg> '17/15/PBI/2015', '16/14/DPM|SE-BI/2014', '16/16/PBI/2014', '17/15/DPM|SE-BI/2015', '17/20/DPM|SE-BI/2015', '17/23/DPM|SE-BI/2015' </related_reg>
No. 6/ 29 /DPM Jakarta, 12 Juli 2004 SURAT EDARAN Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/1/DPM Tanggal 16 Februari 2004 Perihal Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System Sehubungan dengan penyempurnaan Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System, perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/1/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363), menjadi sebagai berikut : 1. Ketentuan butir III.C.2.b.2)a) pada halaman 13 diubah, sehingga menjadi sebagai berikut : “a) Informasi Peserta BI-SSSS sebagaimana contoh dalam Lampiran 2a, termasuk lampiran konfirmasi dari Bank Pembayar untuk melakukan setelmen pembayaran atas kewajiban biaya penggunaan BI-SSSS sebagaimana contoh format 2 dalam Lampiran 2b.” 2. Ketentuan butir III.D.2 pada halaman 15 dihapuskan, sehingga ketentuan butir III. D seluruhnya menjadi sebagai berikut : “ Dalam hal terdapat perubahan data Peserta BI-SSSS, yang bersangkutan wajib menyampaikan data perubahan kepada Penyelenggara Penatausahaan selambat- … 2 selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan dengan menggunakan formulir Informasi Peserta BI-SSSS sebagaimana contoh dalam Lampiran 2a.” 3. Ketentuan butir IV.B.2 pada halaman 22 ditambah butir f, sebagai berikut : “f. Bagi Peserta Sub-Registry dapat melakukan pengiriman data posisi individual nasabah ke SCC melalui menu Supervisory – Upload Report Data.” 4. Ketentuan butir V.A.1 pada halaman 24 diubah, sehingga menjadi sebagai berikut : “1. Penetapan Broker Bidding Limit oleh Bank Peserta BI-SSSS a. Bank Peserta BI-SSSS dapat menunjuk perantara (broker) yaitu Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing dan atau Perusahaan Efek, untuk melakukan pengajuan penawaran lelang SBI dan atau transaksi OPT untuk bersangkutan. dan atas nama yang b. Bank Peserta BI-SSSS dapat menunjuk perantara (broker) sebagai peserta lelang SUN yaitu Bank lain, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing dan atau Perusahaan Efek, untuk melakukan pengajuan penawaran lelang SUN untuk dan atas nama yang bersangkutan. c. Dalam hal Bank Peserta BI-SSSS menunjuk broker sebagaimana dimaksud dalam butir a dan b, Bank wajib menetapkan batas maksimum nominal penawaran (broker bidding limit) per hari bagi broker dimaksud. d. Penetapan broker bidding limit sebagaimana dimaksud dalam butir c, wajib diatur dalam perjanjian tersendiri antara Bank dengan broker … 3 broker dengan format perjanjian diserahkan kepada masing-masing pihak sesuai dengan kebutuhan. e. Perjanjian penetapan broker bidding limit merupakan pemberian wewenang dari Bank kepada broker untuk melakukan penawaran (bidding) per hari dalam lelang Surat Berharga dan atau transaksi OPT untuk dan atas nama Bank, maksimum sebesar jumlah limit bidding yang diberikan. f. Bank melakukan pengelolaan broker bidding limit dalam BI-SSSS untuk pengajuan penawaran lelang Surat Berharga dan atau transaksi OPT. g. Pengelolaan broker bidding limit sebagaimana dimaksud dalam butir f, dilakukan Bank melalui ST pada menu Supervisory – Member Bidding Limit.” 5. Ketentuan butir V.A.2 pada halaman 25 diubah, sehingga menjadi sebagai berikut : “2. Penetapan Broker Bidding Limit oleh Sub-Registry a. Nasabah Sub-Registry wajib menunjuk perantara (broker) yaitu Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing dan atau Perusahaan Efek, untuk melakukan pengajuan penawaran lelang SUN. b. Dalam hal nasabah Sub-Registry menunjuk broker sebagaimana dimaksud dalam butir a, maka Sub-Registry wajib menetapkan batas maksimum nominal penawaran (broker bidding limit) per hari bagi broker dimaksud sesuai jumlah penawaran lelang SUN untuk dan atas nama nasabahnya. c. Penetapan … semua broker yang ditunjuk sebagai perantara dalam 4 c. Penetapan broker bidding limit sebagaimana dimaksud dalam butir b, wajib diatur dalam perjanjian tersendiri antara Sub-Registry yang mewakili nasabah dengan broker dengan format perjanjian diserahkan kepada masing-masing pihak sesuai dengan kebutuhan. d. Perjanjian penetapan broker bidding limit merupakan pemberian wewenang dari Sub-Registry kepada broker untuk melakukan penawaran (bidding) per hari dalam lelang Surat Berharga untuk dan atas nama nasabah Sub-Registry, maksimum sebesar jumlah limit bidding yang diberikan. e. Sub-Registry melakukan pengelolaan broker bidding limit dalam BI-SSSS untuk semua broker yang ditunjuk sebagai perantara dalam pengajuan penawaran lelang Surat Berharga untuk dan atas nama nasabah. f. Pengelolaan broker bidding limit sebagaimana dimaksud dalam butir e, dilakukan Sub-Registry melalui ST pada menu Supervisory- Member Bidding Limit.” 6. Lampiran 2a dan Lampiran 2b diubah sehingga menjadi sebagaimana terlampir, serta Lampiran 2c dan Lampiran 2d dihapus. 7. Ketentuan butir V.C.5.a.6)b) pada halaman 43 diubah, sehingga menjadi sebagai berikut : “b) Setelah jangka waktu 4 (empat) jam dalam Sistem Antrian, transaksi yang belum matching dan atau yang telah matching akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem.” 8. Ketentuan … 5 8. Ketentuan butir V.C.5.f. pada halaman 53 ditambah butir 9) sebagai berikut : “9) Dalam hal Sub-Registry melakukan setelmen transaksi pledge Surat Berharga untuk dan atas nama nasabah maka Sub-Registry wajib membuat: a) Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) sebagai bukti pencatatan pengagunan bagi nasabah sebagai penerima agunan; atau b) Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga (KPS) yang memuat informasi perpindahan dan perubahan pencatatan kepemilikan Surat Berharga, termasuk pencatatan pengagunan, bagi nasabah sebagai pemberi agunan.” 9. Ketentuan butir VII.A.6 pada halaman 66 diubah, sehingga menjadi sebagai berikut : “6. Pengiriman data dan laporan Peserta Sub-Registry wajib mengirimkan data laporan posisi individual nasabah dan transaksi Surat Berharga antar nasabahnya yang tidak diinput dalam BI-SSSS, kepada Penyelenggara Penatausahaan cq. Central Registry melalui menu Supervisory-Upload Report Data dan atau sarana informasi lainnya.” 10. Ketentuan butir VII.A pada halaman 67 ditambah butir 9 sebagai berikut : “9. Informasi broker bidding limit Peserta BI-SSSS yang ditunjuk sebagai perantara (broker) memperoleh informasi broker bidding limit yang diberikan oleh peserta lain pada menu Database – Member File.” Ketentuan … 6 Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 19 Juli 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/29/DPM|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/1/DPM Tanggal 16 Februari 2004 Perihal Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System </reg_title> <set_date> 12 Juli 2004 </set_date> <effective_date> 19 Juli 2004 </effective_date> <changed_reg> '6/1/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/2/PBI/2004', '6/1/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No. 12/35/DPNP Jakarta, 23 Desember 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) Sehubungan dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat atas produk asuransi, yang diikuti dengan peningkatan pemasaran produk asuransi melalui aktivitas kerjasama pemasaran antara perusahaan asuransi dengan Bank (bancassurance), dan dengan melihat perkembangan yang terjadi, maka diperlukan beberapa penyesuaian terkait pengaturan mengenai bancassurance. Hal ini diperlukan mengingat selain bermanfaat, bancassurance juga berpotensi menimbulkan berbagai Risiko bagi Bank, terutama Risiko Hukum dan Risiko Reputasi. Untuk itu, dalam rangka mendukung perkembangan pasar keuangan, meningkatkan penerapan Manajemen Risiko oleh Bank, melindungi kepentingan nasabah Bank, dan sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur hal - hal yang terkait dengan pemasaran produk asuransi melalui kerjasama dengan . . . dengan Bank (bancassurance), serta sebagai pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4292) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5029), dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang melakukan aktivitas kerjasama pemasaran dengan perusahaan asuransi (bancassurance) dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM 1. Yang dimaksud dengan aktivitas kerjasama pemasaran antara Bank dengan perusahaan asuransi yang selanjutnya disebut bancassurance dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini adalah aktivitas kerjasama antara Bank dengan perusahaan asuransi dalam rangka memasarkan produk asuransi melalui Bank. Aktivitas kerjasama ini diklasifikasikan dalam 3 (tiga) model bisnis sebagai berikut: a. Referensi Referensi merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi, dengan Bank berperan hanya mereferensikan atau merekomendasikan suatu produk asuransi kepada nasabah. Peran Bank dalam melakukan pemasaran terbatas sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi dari perusahaan . . . perusahaan asuransi mitra Bank kepada nasabah atau menyediakan akses kepada perusahaan asuransi untuk menawarkan produk asuransi kepada nasabah. Aktivitas ini dapat dibedakan sebagai berikut: 1) Referensi dalam Rangka Produk Bank Bank mereferensikan atau merekomendasikan produk asuransi yang menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan kepada nasabah. Persyaratan keberadaan produk asuransi tersebut dimaksudkan untuk kepentingan dan perlindungan kepada Bank atas Risiko terkait dengan produk yang diterbitkan atau jasa yang dilaksanakan oleh Bank kepada nasabah. Dalam hal ini, pada hakikatnya produk asuransi juga untuk melindungi debitur sebagai pihak tertanggung meskipun dalam polis dicantumkan banker’s clause karena Bank sebagai penerima manfaat. Contoh produk Bank yang mempersyaratkan keberadaan asuransi adalah: a) Kredit pemilikan rumah yang disertai kewajiban asuransi kebakaran terhadap rumah atau bangunan yang dibiayai oleh Bank serta asuransi jiwa terhadap nasabah peminjam (debitur). b) Kredit kendaraan bermotor yang disertai kewajiban asuransi kerugian terhadap kendaraan bermotor yang dibiayai oleh Bank. c) Kredit . . . c) Kredit kepada pegawai/pensiunan yang disertai kewajiban asuransi jiwa terhadap nasabah peminjam (debitur). 2) Referensi Tidak dalam Rangka Produk Bank Bank mereferensikan produk asuransi yang tidak menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan kepada nasabah. Aktivitas kerjasama pemasaran ini dapat dilakukan melalui: a) Bank meneruskan brosur, leaflet, dan/atau hal-hal sejenis yang memuat penawaran, informasi, dan/atau penjelasan dari perusahaan asuransi mitra Bank atas suatu produk asuransi kepada nasabah Bank, baik secara tatap muka maupun melalui surat dan media elektronik, termasuk menggunakan website Bank. Dalam hal nasabah memerlukan informasi lebih lanjut atau bermaksud membeli produk asuransi yang direferensikan melalui pemasaran tersebut, maka Bank harus mengarahkan nasabah ke perusahaan asuransi mitra Bank yang bersangkutan. b) Bank menyediakan ruangan di dalam lingkungan kantor Bank yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi mitra Bank dalam rangka pemasaran produk asuransi (in-branch sales) kepada nasabah. c) Bank . . . c) Bank menyediakan data nasabah yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi mitra Bank dalam rangka pemasaran produk asuransi dengan mematuhi prinsip- prinsip sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.3. b. Kerjasama Distribusi Kerjasama distribusi merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi, dengan Bank berperan memasarkan produk asuransi dengan cara memberikan penjelasan mengenai produk asuransi tersebut secara langsung kepada nasabah. Penjelasan dari Bank dapat dilakukan melalui tatap muka dengan nasabah dan/atau dengan menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan website Bank. Peran Bank tidak hanya sebagai perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi dari perusahaan asuransi mitra Bank kepada nasabah, tetapi Bank juga memberikan penjelasan secara langsung yang terkait dengan produk asuransi seperti karakteristik, manfaat, dan Risiko dari produk yang dipasarkan dan meneruskan minat atau permintaan pembelian produk asuransi dari nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank. c. Integrasi Produk Integrasi produk merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran produk asuransi, dengan Bank berperan memasarkan produk asuransi . . . asuransi kepada nasabah dengan cara melakukan modifikasi dan/atau menggabungkan produk asuransi dengan produk Bank. Aktivitas kerjasama pemasaran ini dilakukan oleh Bank dengan cara menawarkan atau menjual bundled product kepada nasabah melalui tatap muka dan/atau dengan menggunakan sarana komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan website Bank. Dengan demikian, peran Bank tidak hanya meneruskan dan memberikan penjelasan yang terkait dengan produk asuransi kepada nasabah, tetapi juga menindaklanjuti aplikasi nasabah atas bundled product, termasuk yang terkait dengan produk asuransi kepada perusahaan asuransi mitra Bank. 2. Bank yang melakukan bancassurance harus mematuhi ketentuan terkait yang berlaku di bidang perbankan dan perasuransian, antara lain ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan manajemen risiko, rahasia bank, transparansi informasi produk, dan ketentuan otoritas pengawas perasuransian terutama yang terkait dengan bancassurance. 3. Dalam melakukan bancassurance, Bank dilarang menanggung atau turut menanggung Risiko yang timbul dari produk asuransi yang ditawarkan. Segala Risiko dari produk asuransi tersebut menjadi tanggungan perusahaan asuransi mitra Bank. 4. Bank yang melakukan bancassurance hanya dibolehkan memasarkan produk asuransi yang dinyatakan dalam perjanjian kerjasama antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank. 5. Produk . . . 5. Produk asuransi yang dinyatakan dalam perjanjian kerjasama adalah produk yang telah tercatat di Bapepam dan LK, serta telah memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan untuk dipasarkan melalui bancassurance. II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM RANGKA BANCASSURANCE A. Umum 1. Bank yang melakukan bancassurance wajib menerapkan Manajemen Risiko sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum dan Surat Edaran Bank Indonesia ini, mengingat Bank menghadapi berbagai Risiko yang melekat pada aktivitas tersebut, terutama Risiko Hukum dan Risiko Reputasi. 2. Bank wajib menyusun kebijakan dan prosedur secara tertulis mengenai bancassurance dengan berpedoman pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 dan Surat Edaran Bank Indonesia ini. B. Penerapan Manajemen Risiko dalam Beberapa Aspek Utama pada Bancassurance 1. Penetapan Perusahaan Asuransi yang Menjadi Mitra Bank Bank wajib melakukan penilaian terhadap perusahaan asuransi yang menjadi mitra Bank dalam bancassurance dengan memenuhi paling kurang hal-hal sebagai berikut: a. Perusahaan . . . a. Perusahaan asuransi yang dapat dijadikan mitra Bank adalah perusahaan asuransi yang memiliki tingkat solvabilitas paling kurang sesuai dengan ketentuan yang berlaku berdasarkan data terkini dari Bapepam dan LK. b. Bank wajib memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra Bank telah memperoleh surat persetujuan dari Menteri Keuangan untuk melakukan bancassurance. c. Bank wajib memantau, menganalisa, dan mengevaluasi kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra Bank secara berkala paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi perubahan kondisi kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra Bank yang diketahui melalui berbagai sumber informasi. d. Bank wajib mengakhiri kerjasama sebelum berakhirnya perjanjian atau tidak memperpanjang kerjasama apabila: 1) perusahaan asuransi mitra Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan/atau 2) menurunnya reputasi perusahaan asuransi mitra Bank yang secara signifikan akan mempengaruhi profil Risiko Bank. e. Dalam hal Bank mengakhiri kerjasama sebagaimana dimaksud pada huruf d, Bank wajib: 1) menghentikan pemasaran produk asuransi yang dimuat dalam perjanjian kerjasama dimaksud; dan 2) menginformasikan . . . 2) menginformasikan kelanjutan penyelesaian hak dan kewajiban nasabah sehubungan dengan produk asuransi yang telah dipasarkan. f. Dalam hal produk asuransi yang dipasarkan terkait dengan unit link, Bank wajib memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra Bank memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) telah memenuhi persyaratan terkait unit link sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi; 2) mencatat dan mengelola secara khusus kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi mitra Bank yang bersumber dari investasi produk unit link; dan 3) melaksanakan hal-hal lain yang diperlukan agar dana investasi yang dipercayakan oleh nasabah dikelola secara optimal, profesional, dan independen. 2. Penyusunan Perjanjian Kerjasama Perjanjian kerjasama dalam rangka bancassurance antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank, wajib disusun dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut : a. Kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak (Bank dan perusahaan asuransi mitra Bank), terutama adanya klausula yang menyatakan tanggung jawab masing-masing pihak dalam melakukan bancassurance, antara lain sebagai berikut: 1) Untuk . . . 1) Untuk model bisnis Referensi dan/atau Kerjasama Distribusi, Bank tidak menanggung Risiko atas produk asuransi yang dijual. 2) Untuk model bisnis Integrasi Produk, Bank hanya bertanggung jawab sebatas Risiko dari produk Bank. b. Klausula khusus terkait dengan model bisnis dan/atau fitur khusus produk asuransi untuk model bisnis Kerjasama Distribusi terkait produk unit link, yaitu antara lain perusahaan asuransi mitra Bank harus mencatat dan mengelola secara khusus kekayaan dan kewajiban perusahaan asuransi yang bersumber dari investasi produk unit link. c. Setiap perjanjian bancassurance hanya dapat memuat secara spesifik 1 (satu) model bisnis untuk 1 (satu) produk asuransi atau 1 (satu) bundled product yang dipasarkan. d. Jangka waktu perjanjian. e. Kejelasan tanggung jawab masing-masing pihak yaitu Bank atau perusahaan asuransi mitra Bank dalam melaksanakan kewajiban customer due diligence (CDD) atau know your customer (KYC). f. Penetapan klausula yang memuat kondisi yang menyebabkan berakhirnya perjanjian kerjasama, termasuk klausula yang memungkinkan Bank menghentikan kerjasama sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.1.d atau atas perintah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.4.g. g. Kejelasan . . . g. Kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing pihak (Bank atau perusahaan asuransi mitra Bank), termasuk kewajiban kepada pihak tertanggung dan/atau pihak penerima manfaat, apabila perjanjian kerjasama berakhir, baik karena berakhirnya jangka waktu perjanjian kerjasama maupun karena dihentikan sebagaimana dimaksud pada huruf f. h. Kejelasan batas tanggung jawab Bank dan perusahaan asuransi mitra Bank pada setiap produk yang dipasarkan apabila terjadi perselisihan dengan nasabah. i. Kewajiban para pihak untuk menjaga kerahasiaan data nasabah. 3. Penggunaan Data Nasabah a. Dalam menggunakan data nasabah, Bank harus memenuhi ketentuan: 1) Pasal 40 dan Pasal 44A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 juncto Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pemberian perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank. 2) Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah. Berdasarkan . . . Berdasarkan ketentuan di atas, dalam bancassurance, Bank hanya dapat memberikan data pribadi nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank sepanjang telah terdapat persetujuan tertulis dari nasabah. b. Dalam melakukan bancasssurance, Bank dan perusahaan asuransi mitra Bank wajib menerapkan customer due dilligence atau know your customer principle sesuai ketentuan yang berlaku. 4. Penerapan Prinsip Perlindungan Nasabah. a. Dalam melakukan bancassurance, Bank wajib menerapkan prinsip-prinsip transparansi dengan menjelaskan secara lisan dan tertulis kepada nasabah antara lain sebagai berikut: 1) Asuransi yang dipasarkan bukan merupakan produk dan tanggung jawab Bank serta tidak termasuk dalam cakupan program penjaminan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan perundang-undangan mengenai lembaga penjamin simpanan, meskipun terdapat logo dan/atau atribut Bank dalam brosur atau dokumen pemasaran (marketing) lainnya yang digunakan dalam model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk. 2) Penggunaan . . . 2) Penggunaan logo dan/atau atribut Bank lainnya dalam brosur atau dokumen pemasaran (marketing) lainnya yang digunakan dalam model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk sebagaimana dimaksud pada angka 1) hanya bertujuan untuk menunjukkan adanya kerjasama antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank. 3) Karakteristik asuransi mencakup antara lain fitur, Risiko, manfaat, biaya-biaya asuransi, persyaratan kepesertaan, dan prosedur klaim oleh nasabah. b. Bank harus memastikan bahwa logo dan atribut Bank tidak dicantumkan dalam polis asuransi. c. Untuk asuransi yang bersifat kolektif, setiap nasabah harus memperoleh tanda kepesertaan. Dalam hal Bank yang menerbitkan tanda kepesertaan, maka tanda kepesertaan tersebut harus menyatakan secara jelas bahwa Risiko asuransi menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi. d. Bank harus transparan kepada nasabah mengenai biaya- biaya yang harus dibayar, termasuk apabila dalam premi asuransi yang harus dibayar terdapat perhitungan komponen biaya lain seperti biaya provisi, biaya administrasi, dan/atau komisi yang diberikan perusahaan asuransi mitra Bank kepada Bank dalam rangka bancassurance. e. Khusus . . . e. Khusus untuk bancassurance melalui model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk: 1) Bank harus memastikan bahwa nasabah telah memahami penjelasan mengenai manfaat dan Risiko produk baik yang dilakukan secara lisan maupun tertulis sebagaimana tercantum dalam dokumen pemasaran/ penawaran. 2) Pernyataan nasabah bahwa nasabah telah memahami manfaat dan Risiko produk sebagaimana dimaksud pada angka 1) harus dituangkan dalam dokumen tertulis yang terpisah, dibuat dalam bahasa Indonesia, dan ditandatangani oleh nasabah dengan menggunakan tanda tangan basah. 3) Bank harus memastikan bahwa pihak nasabah yang menandatangani dokumen tertulis merupakan pihak yang berwenang menandatangani. f. Bank harus memastikan bahwa produk asuransi yang dipasarkan telah memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perasuransian antara lain: 1) kriteria produk dan/atau persyaratan produk; dan 2) kewajiban pelaporan produk. g. Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk menghentikan bancassurance dalam hal berdasarkan evaluasi Bank Indonesia, dilaksanakan: bancassurance yang 1) tidak . . . 1) tidak sesuai dengan rencana pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance yang dilaporkan kepada Bank Indonesia dan/atau persetujuan bancassurance dari Menteri Keuangan dan/atau pencatatan produk asuransi dari Bapepam dan LK; 2) berpotensi berdampak negatif terhadap kinerja Bank; dan/atau 3) tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. h. Sejak Bank diperintahkan menghentikan bancassurance sebagaimana dimaksud pada huruf g, maka Bank: 1) dilarang melanjutkan pemasaran atas produk bancassurance dimaksud; dan 2) bertanggung jawab kepada nasabah sebatas kewajiban Bank sesuai perjanjian antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank. C. Penerapan Manajemen Risiko pada Setiap Model Bisnis Bancassurance 1. Referensi Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B, Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model bisnis Referensi sebagai berikut: a. Dalam melakukan model bisnis berupa Referensi dalam Rangka Produk Bank sebagaimana dimaksud dalam butir I.1.a.1): 1) Untuk . . . 1) Untuk mengakomodasi kebebasan nasabah Bank dalam memilih produk asuransi yang diwajibkan, Bank harus menawarkan pilihan produk asuransi dimaksud paling kurang dari 3 (tiga) perusahaan asuransi mitra Bank yang 1 (satu) diantaranya dapat merupakan Pihak Terkait Bank. Definisi Pihak Terkait mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit. 2) Produk asuransi yang direferensikan terbatas hanya merupakan produk asuransi yang bersifat proteksi/perlindungan dan produk asuransi tersebut merupakan persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan bagi nasabah. b. Dalam melakukan model bisnis berupa Referensi Tidak dalam Rangka Produk Bank sebagaimana dimaksud dalam butir I.1.a.2) yang dilakukan antara lain melalui in-branch sales sebagaimana dimaksud dalam butir I.1.a.2)b), perusahaan asuransi mitra Bank yang menggunakan ruangan/counter/meja yang disediakan Bank harus tetap menunjukkan nama perusahaan asuransi mitra Bank secara jelas pada ruangan/counter/meja yang digunakan. Selain itu, pegawai asuransi yang melakukan pemasaran pada ruangan/counter/meja tersebut harus tetap menggunakan identitas pegawai perusahaan asuransi mitra Bank dan tidak diperkenankan memakai seragam yang sama dengan pegawai Bank. 2. Kerjasama . . . 2. Kerjasama Distribusi Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B, Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model bisnis Kerjasama Distribusi sebagai berikut: a. Bank harus memiliki unit kerja khusus bancassurance atau pejabat yang ditunjuk khusus untuk bertanggungjawab atas bancassurance di Bank, dengan cakupan tugas melakukan pengembangan, pemasaran, dan pengelolaan bancassurance. b. Pegawai Bank yang menangani bancassurance wajib memenuhi kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku antara lain: 1) memiliki sertifikasi keagenan yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait; dan 2) telah memperoleh pelatihan mengenai produk asuransi yang akan dipasarkan. c. Pegawai marketing atau customer service Bank dapat melakukan penawaran awal produk asuransi dalam bancassurance namun penjelasan lengkap atas produk asuransi tersebut dan tindak lanjut penawaran harus dilakukan oleh Pegawai Bank yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf b. d. Bank bertanggung jawab hanya sampai dengan penawaran produk asuransi, sedangkan proses underwriting, penerbitan polis, perubahan polis, klaim, dan perbuatan lain yang terkait dengan . . . dengan produk asuransi tetap harus dilaksanakan dan merupakan tanggung jawab dari perusahaan asuransi mitra Bank. e. Bank hanya diperkenankan melakukan Kerjasama Distribusi terkait dengan: 1) produk asuransi yang bersifat proteksi/perlindungan; dan/atau 2) produk unit link. f. Bank yang melakukan Kerjasama Distribusi produk unit link sebagaimana dimaksud dalam butir e.2) wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) memiliki unit kerja khusus bancassurance; 2) mencantumkan klausula dalam perjanjian kerjasama yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi mitra Bank bertanggung jawab secara penuh atas pengelolaan dana investasi produk unit link tersebut; 3) menyatakan secara jelas bahwa pengelolaan dana investasi produk unit link dilakukan dan merupakan tanggung jawab perusahaan asuransi dalam dokumen yang memberikan penjelasan manfaat dan Risiko produk unit link sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.4.e.1); 4) Produk yang dipasarkan terbatas pada produk unit link yang memiliki strategi investasi pasar uang dan/atau strategi investasi pendapatan tetap sesuai ketentuan mengenai produk unit link yang diatur oleh otoritas pengawas perasuransian. 5) Selain . . . 5) Selain memiliki kualifikasi sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.2.b, pegawai Bank yang menangani produk unit link wajib memiliki keahlian dan sertifikasi keagenan khusus produk unit link. 6) Kegiatan pemasaran produk unit link harus dilakukan oleh pegawai Bank. g. Bank wajib menjaga kecukupan jumlah pegawai yang memiliki sertifikasi keagenan di setiap kantor yang melakukan bancassurance. 3. Integrasi Produk Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B, Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model bisnis Integrasi Produk sebagai berikut: a. Bundled product yang dipasarkan tetap harus dapat dipisahkan atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan bagian produk yang menjadi Risiko perusahaan asuransi mitra Bank sehingga Risiko masing-masing dapat diidentifikasi, diukur, dipantau, dan dikendalikan. b. Bank hanya diperkenankan melakukan Integrasi Produk terkait dengan produk asuransi yang bersifat proteksi/ perlindungan. c. Dalam hal pemasaran dilakukan menggunakan sarana komunikasi seperti melalui surat, media elektronik, dan website Bank, maka sarana tersebut hanya sebagai media pengenalan . . . pengenalan awal mengenai bundled product dan proses selanjutnya tetap harus melalui tatap muka dengan nasabah untuk penjelasan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada huruf d. d. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah secara lisan dan tertulis atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan bagian yang menjadi Risiko perusahaan asuransi mitra Bank, serta hak dan kewajiban Bank, perusahaan asuransi mitra Bank, dan nasabah. e. Nasabah secara individual harus mendapatkan polis asuransi atau tanda bukti kepesertaan dalam hal nasabah diikutsertakan dalam produk asuransi kolektif sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.4.c f. Bank wajib membentuk unit kerja khusus bancassurance dengan tugas melakukan pengembangan, pemasaran, dan pengelolaan bundled product. Dalam hal Bank melakukan bancassurance dengan model bisnis lainnya, maka unit kerja ini juga sekaligus menangani bancassurance dalam bentuk model bisnis lainnya tersebut. g. Pejabat dan/atau pegawai yang tergabung dalam unit kerja khusus bancassurance wajib memenuhi kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku antara lain: 1) memiliki sertifikasi keagenan yang dikeluarkan oleh asosiasi terkait; dan 2) telah memperoleh pelatihan mengenai asuransi yang akan dipasarkan. h. Bank . . . h. Bank hanya diperkenankan mulai melakukan pemasaran, apabila perusahaan asuransi mitra Bank telah memperoleh persetujuan bancassurance dengan model bisnis Integrasi Produk dari Menteri Keuangan dan/atau pencatatan bundled product dari Bapepam dan LK. i. Masa pertanggungan asuransi paling kurang harus sama dengan jangka waktu produk yang dibeli oleh nasabah. j. Bank wajib menjaga kecukupan jumlah pegawai yang memiliki sertifikasi keagenan di setiap kantor yang melakukan bancassurance. k. Nama produk yang merupakan bundled product harus mencerminkan bahwa produk tersebut merupakan gabungan produk Bank dan produk asuransi. III. PELAPORAN A. Laporan Aktivitas Baru Bancassurance 1. Bank yang pertama kali melakukan bancassurance wajib mencantumkan rencana bancassurance sebagai aktivitas baru dalam Rencana Bisnis Bank tahun yang sama dengan tahun rencana pelaksanaan aktivitas. Kewajiban menyusun Rencana Bisnis Bank mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai rencana bisnis bank umum. Format pencantuman laporan aktivitas baru berupa bancassurance dalam Rencana Bisnis Bank mengacu pada Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini. 2. Bank . . . 2. Bank yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 atau sebelumnya telah melakukan bancassurance, wajib menyampaikan laporan untuk setiap pelaksanaan bancassurance yang telah memenuhi kriteria aktivitas baru kepada Bank Indonesia yang terdiri dari: a. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance; dan b. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance. 3. Aktivitas berupa bancassurance ditetapkan sebagai aktivitas baru apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Bank sebelumnya tidak pernah melakukan bancassurance; atau b. Bank sebelumnya telah melakukan bancassurance namun dilakukan pengembangan yang mengubah atau meningkatkan Risiko tertentu bagi Bank terkait dengan bancassurance yang dilakukan, antara lain: perubahan model bisnis, perubahan perusahaan asuransi mitra, perubahan premi, perubahan manfaat, perubahan jangka waktu, perubahan nama produk, perubahan syarat, dan perubahan lainnya, yang memerlukan persetujuan dari Menteri Keuangan dan/atau pelaporan kepada Bapepam dan LK terkait dengan produk asuransi yang ditawarkan. 4. Penyampaian . . . 4. Penyampaian Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a dilakukan sebagai berikut: a. Laporan wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance. b. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan format pada Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini, paling kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: 1) informasi umum yang antara lain memuat tujuan, gambaran potensial nasabah, analisa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats/ SWOT) bancassurance, produk asuransi yang dipasarkan serta model bisnis yang akan dilaksanakan; 2) penilaian dan analisa solvabilitas serta perizinan perusahaan asuransi mitra Bank; 3) analisa manfaat dan biaya (cost and benefit analysis); 4) Manajemen Risiko yang meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap Risiko yang melekat atas aktivitas berupa bancassurance; 5) prosedur pelaksanaan (standard operating procedure/SOP), organisasi dan kewenangan pelaksanaan bancassurance dengan memperhatikan pengaturan mengenai penerapan manajemen risiko; 6) kesiapan . . . 6) kesiapan unit kerja khusus bancassurance dan/atau pejabat yang bertanggung jawab atas bancassurance serta kesiapan sumber daya manusia pemasaran bancassurance; 7) hasil analisa aspek hukum dan aspek kepatuhan mengenai bancassurance; 8) kesiapan sistem informasi Bank terkait bancassurance; 9) kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Teroris (APU dan PPT); 10) dokumen yang terkait dengan aktivitas berupa bancassurance antara lain konsep perjanjian kerjasama dengan perusahaan asuransi mitra Bank; 11) dokumen dalam rangka transparansi kepada nasabah yang meliputi antara lain brosur, leaflet, dan/atau formulir aplikasi; dan 12) surat persetujuan kerjasama bancassurance dari Menteri Keuangan dan surat pernyataan pencatatan produk asuransi dari Bapepam dan LK. Dalam hal surat persetujuan dari Menteri Keuangan dan/atau surat pernyataan pencatatan dari Bapepam dan LK belum diterbitkan, Bank dapat menyampaikan kepada Bank Indonesia bukti permohonan persetujuan dan pencatatan tersebut. Setelah surat persetujuan kerjasama bancassurance dan surat pernyataan pencatatan produk asuransi telah diterbitkan, Bank wajib menyampaikannya kepada Bank Indonesia. c. Bank . . . c. Bank dapat melaksanakan bancassurance 1 (satu) hari setelah menerima penegasan dari Bank Indonesia. Penegasan dari Bank Indonesia diberikan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia termasuk surat persetujuan dan surat pencatatan yang sudah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada butir.b.12). 5. Dalam hal Bank belum melakukan aktivitas baru berupa bancassurance setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penegasan dari Bank Indonesia maka surat penegasan dimaksud dinyatakan tidak berlaku dan Bank harus menyampaikan kembali Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sesuai ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. 6. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b wajib disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance paling kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut: a. Nama dan jenis produk serta model bisnis yang dilakukan; b. tanggal pelaksanaan aktivitas baru yaitu tanggal produk asuransi pertama kali mulai dipasarkan dan dapat dimanfaatkan oleh nasabah; dan c. kesesuaian . . . c. kesesuaian aktivitas baru berupa bancassurance yang dilaksanakan dengan Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance yang telah disampaikan. 7. Bank dinyatakan telah merealisasikan aktivitas baru berupa bancassurance pada saat Bank sudah memasarkan produk asuransi dan fungsi Bank dalam bancassurance sudah dapat dimanfaatkan oleh nasabah. B. Laporan Berkala Bancassurance 1. Bank yang melakukan bancassurance wajib menyusun Laporan Berkala Bancassurance secara bulanan. 2. Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Bank Indonesia setiap 3 (tiga) bulan atau triwulanan yang meliputi posisi setiap akhir bulan untuk periode 3 (tiga) bulan berturut-turut dengan menggunakan format sesuai Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Penyampaian Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari setelah akhir bulan ke-3 (tiga) dari triwulan yang bersangkutan. Yang dimaksud akhir triwulan adalah akhir bulan Maret, Juni, September, dan Desember. Untuk pertama kali, Laporan Berkala Bancassurance disampaikan untuk posisi akhir bulan Juni 2011. Dalam . . . Dalam hal tanggal 15 (lima belas) adalah hari libur maka laporan disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah hari libur dimaksud. C. Penyampaian Laporan 1. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.2.a dan Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.2.b disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat: a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. 2. Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1 disampaikan secara on-line melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum (LKPBU) kepada Bank Indonesia dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Laporan Kantor Pusat Bank Umum. 3. Selama Laporan Berkala Bancassurance belum dapat disampaikan secara on-line melalui LKPBU, laporan tersebut wajib disampaikan secara off-line kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: a. Direktorat . . . a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan c.q. Biro Stabilitas Sistem Keuangan, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350. IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Pelanggaran atas penerapan Manajemen Risiko sebagaimana dimaksud dalam angka II Surat Edaran ini dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009, antara lain berupa: a. teguran tertulis; b. penurunan tingkat kesehatan Bank; c. pembekuan kegiatan usaha tertentu; d. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; dan/atau e. pemberhentian pengurus Bank. 2. Pelanggaran . . . 2. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.4, dan butir III.A.6 dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009. V. KETENTUAN PERALIHAN 1. Pemasaran produk asuransi dan/atau bundled product yang telah dilakukan oleh Bank sebelum berlakunya Surat Edaran ini dan masih berjalan, dinyatakan sebagai bancassurance sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran ini sepanjang telah disesuaikan. 2. Terhadap produk asuransi dan/atau bundled product sebagaimana dimaksud pada angka 1 yang tidak dapat disesuaikan dan/atau bertentangan dengan Surat Edaran ini, Bank wajib melakukan hal-hal sebagai berikut: a. segera menghentikan penjualan produk tersebut dan/atau mengalihkan sepenuhnya kepada perusahaan asuransi mitra Bank yang bersangkutan; b. melakukan hal-hal yang diperlukan terkait dengan kelanjutan produk yang telah dijual melalui bancassurance untuk kepentingan nasabah sesuai yang telah diperjanjikan antara Bank, perusahaan asuransi mitra Bank, dan/atau nasabah sampai dengan berakhirnya masa pertanggungan asuransi dan/atau jangka . . . jangka waktu produk Bank. Terhadap produk asuransi dan/atau bundled product yang telah berjalan tersebut, Bank dilarang melakukan aktivitas yang terkait dengan perpanjangan jangka waktu dan/atau penambahan nilai kontrak; dan c. menjelaskan kembali kepada nasabah secara lisan dan tertulis atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan bagian yang menjadi Risiko perusahaan asuransi mitra Bank, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak. 3. Bank yang telah melakukan bancassurance namun pelaksanaan aspek utama bancassurance belum sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam ketentuan ini wajib menyesuaikan paling lambat 6 (enam) bulan sejak Surat Edaran ini berlaku. 4. Bank yang telah memiliki kebijakan dan prosedur tertulis penerapan Manajemen Risiko pada bancassurance sebelum Surat Edaran ini berlaku, wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur tersebut paling lambat 6 (enam) bulan sejak Surat Edaran ini berlaku. VI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/43/DPNP tanggal 7 Oktober 2004 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 23 Desember 2010. Agar . . . Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Bserita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, MULIAMAN D. HADAD DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/35/DPNP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) </reg_title> <set_date> 23 Desember 2010 </set_date> <effective_date> 23 Desember 2010 </effective_date> <replaced_reg> '6/43/DPNP|SE-BI/2004' </replaced_reg> <related_reg> '5/8/PBI/2003', '11/25/PBI/2009' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
No.7/4/DPM Jakarta, 1 Februari 2005 November 2003 SURAT EDARAN Kepada BANK, PERANTARA PEDAGANG EFEK, DAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 6/5/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4243) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/33/PBI/2004 tanggal 31 Desember 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4463), dipandang perlu untuk mengubah beberapa butir dalam Surat Edaran Nomor 6/5/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) sebagai berikut: I. Mengubah ketentuan butir II.A.1. sehingga butir II.A.1. seluruhnya berbunyi sebagai berikut: “1. Jangka waktu FASBI maksimum 14 (empat belas) hari dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu.” II. Menambahkan … 2 II. Menambahkan ketentuan butir II.B dengan satu ketentuan baru yaitu angka 12, yang berbunyi sebagai berikut: “12. Dalam hal tanggal jatuh waktu transaksi FASBI bertepatan dengan hari libur maka tanggal jatuh waktu transaksi FASBI dimaksud ditetapkan pada hari kerja berikutnya.” Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2005. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 7/4/DPM|SE-BI/2005 </reg_id> <reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 6/5/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) </reg_title> <set_date> 1 Februari 2005 </set_date> <effective_date> 1 Februari 2005 </effective_date> <changed_reg> '6/5/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg> <related_reg> '6/33/PBI/2004', '4/9/PBI/2002', '6/5/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
No. 12/10/DPM 2010 Jakarta, 30 Maret 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK DI INDONESIA Perihal : Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/3/PBI/2010 tanggal 1 Maret 2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5118), perlu ditetapkan Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank sebagaimana terdapat dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank tersebut merupakan acuan standar minimum yang wajib dipenuhi oleh Pedagang Valuta Asing Bukan Bank dalam menyusun Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme. Ketentuan . . . 2 Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 30 Maret 2010. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDAR DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/10/DPM|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank </reg_title> <set_date> 30 Maret 2010 </set_date> <effective_date> 30 Maret 2010 </effective_date> <related_reg> '12/3/PBI/2010' </related_reg>
No. 13/ 19 /DSM Jakarta, 10 Juni 2011 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Syariah Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/26/PBI/2003 tentang Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 4336) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/12/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5203), perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Syariah sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/5/DSM tanggal 13 Februari 2008 sebagai berikut: 1.Ketentuan ... 1. Ketentuan Bab IV diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: IV. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LAPORAN 1. Penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan kepada Bank Indonesia yang dilakukan secara online melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau melalui saluran telepon khusus ke Remote Access Server (RAS) Bank Indonesia, diatur dalam Petunjuk Teknis Penyusunan Laporan Bulanan Bank Umum Syariah yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Nomor 5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Syariah. 2. Tata cara penyampaian Laporan kepada Bank Indonesia: a. Bank Pelapor menyampaikan Laporan baik secara online maupun offline dengan menggunakan sandi Bank Pelapor. b. Untuk keperluan pelaporan, sebelum melakukan kegiatan operasional, Bank Pelapor mengajukan surat permohonan untuk memperoleh: 1) sandi Bank Pelapor dengan melampirkan izin pembukaan kantor Bank dari Bank Indonesia; 2) user ID dan password Remote Access Server (RAS); dan 3) user ID dan password aplikasi, dengan melampirkan nama petugas dan penanggung jawab Laporan. c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf b disampaikan kepada Bank Indonesia, Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Tim Statistik Moneter, Keuangan, dan Fiskal, Menara Sjafruddin Prawiranegara, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350. d. Bank Indonesia menyampaikan secara tertulis sandi Bank Pelapor, user ID dan password Remote Access Server (RAS), serta user ID dan password aplikasi kepada Bank. e. Bank... e. Bank Pelapor dapat menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan secara offline dalam hal sebagai berikut: 1) Bank Pelapor berkedudukan di daerah yang belum tersedia fasilitas komunikasi, sehingga tidak memungkinkan untuk menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan secara online; 2) Bank Pelapor baru dibuka, dalam batas waktu paling lama 2 (dua) bulan setelah melakukan kegiatan operasional; dan/atau 3) Bank Pelapor mengalami gangguan teknis dalam menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan, dengan disertai pemberitahuan tertulis kepada Bank Indonesia mengenai sebab-sebab terjadinya gangguan teknis tersebut. f. Bank Pelapor juga dapat menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan secara offline apabila terdapat gangguan teknis dan/atau gangguan lainnya pada sistem atau jaringan telekomunikasi di Bank Indonesia. Bank Indonesia memberitahukan mengenai terjadinya gangguan tersebut secara tertulis atau dengan menggunakan sarana lain kepada Bank Pelapor. g. Penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan kepada Bank Indonesia secara offline dilakukan dengan menggunakan disket atau compact disk (CD) dan hasil cetak komputer (hard copy) disertai dengan pemberitahuan tertulis alasan penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan secara offline yang ditujukan kepada: 1) Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Tim Statistik Moneter, Keuangan, dan Fiskal, Menara Sjafruddin Prawiranegara, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350, bagi Bank Pelapor yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2) Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia. 2. Ketentuan... 2. Ketentuan Bab V diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: V. ALAMAT PENYAMPAIAN PERTANYAAN DAN INFORMASI 1. Pertanyaan yang berkaitan dengan teknis dan cara pelaporan, program data entry, serta materi Laporan disampaikan kepada Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Tim Statistik Moneter, Keuangan, dan Fiskal, Menara Sjafruddin Prawiranegara, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350. 2. Pertanyaan yang berkaitan dengan materi Laporan disampaikan kepada Direktorat Perbankan Syariah, Menara Radius Prawiro, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350. 3. Pertanyaan yang berkaitan dengan aplikasi dan otomasi Laporan disampaikan kepada Help Desk Teknologi Informasi Bank Indonesia, Jl.M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350, Telp. 021-3818000 (Hunting), email address: helpdesk@bi.go.id. 4. Bagi Bank Pelapor yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia, pertanyaan yang berkaitan dengan teknis dan cara pelaporan, program data entry, serta materi Laporan, dapat disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 10 Juni 2011. Agar... Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HARTADI A. SARWONO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 13/19/DSM|SE-BI/2011 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Syariah </reg_title> <set_date> 10 Juni 2011 </set_date> <effective_date> 10 Juni 2011 </effective_date> <changed_reg> '5/31/DSM|SE-BI/2003' </changed_reg> <extension_of> '10/5/DSM|SE-BI/2008' </extension_of> <related_reg> '5/26/PBI/2003', '13/12/PBI/2011', '5/31/DSM|SE-BI/2003', '10/5/DSM|SE-BI/2008' </related_reg>
No.15/ 41 /DKMP Jakarta, 1 Oktober 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dan Giro Wajib Minimum berdasarkan Loan to Deposit Ratio dalam Rupiah. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5158) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/7/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5446), dipandang perlu untuk mengatur kembali mengenai tata cara perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dan Giro Wajib Minimum berdasarkan Loan to Deposit Ratio dalam Rupiah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/7/PBI/2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, tata cara pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) Sekunder dalam Rupiah diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. B. Sesuai ... B. Sesuai dengan Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/7/PBI/2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing, tata cara pemenuhan Giro Wajib Minimum berdasarkan Loan to Deposit Ratio (GWM LDR) dalam Rupiah diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia. II. CAKUPAN PENGATURAN A. GWM Sekunder dalam Rupiah Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. GWM Sekunder adalah cadangan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank berupa Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Deposito Bank Indonesia, Surat Berharga Negara, dan/atau Excess Reserve, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). 2. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 3. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SDBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya antar Bank. 4. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam mata uang Rupiah dan Surat Berharga Syariah Negara dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. 5. Surat ... 5. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah SUN sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, yang terdiri dari Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara, namun terbatas hanya dalam mata uang Rupiah. 6. Obligasi Negara yang selanjutnya disingkat ON adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. 7. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. 8. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN adalah SBSN sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai Surat Berharga Syariah Negara yang terdiri atas SBSN Jangka Panjang dan SBSN Jangka Pendek namun terbatas hanya dalam mata uang Rupiah. 9. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 10. SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto. 11. Excess Reserve adalah kelebihan saldo Rekening Giro Rupiah Bank dari GWM Primer dan GWM LDR yang wajib dipelihara di Bank Indonesia. 12. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI- SSSS dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). 13. Sub-rekening ... 13. Sub-rekening Investasi pada BI-SSSS adalah sub-rekening untuk menampung pencatatan kepemilikan surat berharga yang diperoleh peserta Bank dalam rangka program pemerintah antara lain program rekapitalisasi perbankan terbatas hanya dalam mata uang Rupiah. 14. Sub-rekening Perdagangan atau aktif pada BI-SSSS adalah sub-rekening untuk menampung pencatatan kepemilikan surat berharga yang dapat diperdagangkan baik yang berasal dari Sub-rekening Investasi maupun hasil pembelian surat berharga di pasar perdana dan di pasar sekunder. B. GWM LDR dalam Rupiah Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. GWM LDR adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia sebesar persentase dari DPK yang dihitung berdasarkan selisih antara LDR yang dimiliki oleh Bank dengan LDR Target. 2. Loan to Deposit Ratio yang selanjutnya disingkat LDR adalah rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada Bank lain, terhadap DPK yang mencakup giro, tabungan, dan deposito dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk dana antar Bank. 3. LDR Target adalah kisaran rasio LDR yang dibatasi oleh batas bawah dan batas atas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam rangka perhitungan GWM LDR. 4. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya disingkat KPMM adalah rasio perbandingan antara modal dengan aset tertimbang menurut risiko sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bank umum. 5. KPMM Insentif adalah KPMM yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam rangka perhitungan GWM LDR. 6. Parameter... 6. Parameter Disinsentif Bawah adalah parameter pengali yang digunakan dalam perhitungan GWM LDR bagi Bank yang memiliki LDR kurang dari batas bawah LDR Target. 7. Parameter Disinsentif Atas adalah parameter pengali yang digunakan dalam perhitungan GWM LDR bagi Bank yang memiliki LDR lebih dari batas atas LDR Target. III. TATA CARA PERHITUNGAN GWM SEKUNDER DALAM RUPIAH Tata cara perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah ditetapkan sebagai berikut: A. Pemenuhan GWM Sekunder dalam Rupiah Pemenuhan GWM Sekunder dalam Rupiah ditetapkan sebagai berikut: 1. sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari DPK dalam Rupiah sampai dengan tanggal 30 September 2013; 2. sebesar 3% (tiga persen) dari DPK dalam Rupiah sejak tanggal 1 Oktober 2013 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2013; 3. sebesar 3,5% (tiga koma lima persen) dari DPK dalam Rupiah sejak tanggal 1 November 2013 sampai dengan tanggal 1 Desember 2013; dan 4. sebesar 4% (empat persen) dari DPK dalam Rupiah sejak tanggal 2 Desember 2013. B. Komponen yang diperhitungkan 1. Komponen yang diperhitungkan sebagai cadangan dalam pemenuhan GWM Sekunder dalam Rupiah adalah: a. SBI untuk seluruh jangka waktu. b. SDBI untuk seluruh jangka waktu. c. SBN yang mencakup: 1) SUN berupa ON dan/atau SPN, untuk seluruh jenis dan jangka waktu, tidak termasuk SUN yang tidak dapat diperdagangkan (untradeable); dan 2) SBSN berupa SBSN Jangka Panjang dan/atau SBSN Jangka Pendek untuk seluruh jenis dan jangka waktu, tidak termasuk SBSN yang tidak dapat diperdagangkan (untradeable). d. Excess Reserve. 2. SBI ... 2. SBI, SDBI, dan SBN yang dapat diperhitungkan dalam pemenuhan GWM Sekunder dalam Rupiah adalah SBI, SDBI, dan/atau SBN milik Bank yang tercatat pada rekening surat berharga Bank di BI-SSSS, yaitu dalam: a. Sub-rekening Investasi; dan/atau b. Sub-rekening Perdagangan atau aktif, namun tidak termasuk SBI, SDBI, dan/atau SBN milik Bank yang tercatat pada rekening surat berharga sub-registry. C. Sumber Data dan Nilai yang Digunakan 1. Penetapan jumlah SBI, SDBI, dan SBN yang dimiliki Bank dilakukan berdasarkan data yang tercatat pada rekening surat berharga Bank di BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir B.2 pada posisi akhir hari, yaitu pada saat cut off time BI-SSSS. 2. Nilai SBI, SDBI, dan SBN yang digunakan dalam perhitungan GWM Sekunder adalah nilai pasar (market value) yang tercantum di BI-SSSS untuk SBI, SDBI, dan SBN dimaksud. D. Perhitungan Pemenuhan GWM Sekunder dalam Rupiah Pemenuhan GWM Sekunder dalam Rupiah dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess Reserve milik Bank yang tercatat di Bank Indonesia setiap akhir hari dalam 1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya. Formula perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah adalah sebagai berikut: SBI + SDBI+ SBN + Excess Reserve Rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya x 100% E. Contoh Perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah Contoh perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah mengacu pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. IV. TATA ... IV. TATA CARA PERHITUNGAN GWM LDR DALAM RUPIAH Tata cara perhitungan GWM LDR dalam Rupiah ditetapkan sebagai berikut: A. Besaran dan Parameter GWM LDR dalam Rupiah Besaran dan parameter yang digunakan dalam perhitungan GWM LDR dalam Rupiah ditetapkan sebagai berikut: 1. Batas bawah LDR Target sebesar 78% (tujuh puluh delapan persen). 2. Batas atas LDR Target: a. sebesar 100% (seratus persen) sampai dengan tanggal 1 Desember 2013; dan b. sebesar 92% (sembilan puluh dua persen) sejak tanggal 2 Desember 2013. 3. KPMM Insentif sebesar 14% (empat belas persen). 4. Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1 (nol koma satu). 5. Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2 (nol koma dua). B. Sumber Data dan Nilai yang Digunakan Perhitungan LDR Bank diperoleh dari pos-pos neraca mingguan yang disampaikan Bank kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan berkala bank umum. C. Perhitungan Pemenuhan GWM LDR dalam Rupiah Perhitungan pemenuhan GWM LDR dalam Rupiah dilakukan sebagai berikut: 1. Dalam hal LDR Bank berada dalam kisaran LDR Target maka GWM LDR Bank adalah sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam Rupiah. 2. Dalam hal LDR Bank lebih kecil dari batas bawah LDR Target maka GWM LDR merupakan hasil perkalian antara Parameter Disinsentif Bawah, selisih antara batas bawah LDR Target dan LDR Bank, dan DPK dalam Rupiah, dengan rumus perhitungan sebagai berikut: GWM LDR = Parameter Disinsentif Bawah x (Batas bawah LDR Target - LDR Bank) x DPK dalam Rupiah 3. Dalam ... 3. Dalam hal LDR Bank lebih besar dari batas atas LDR Target dan KPMM Bank lebih kecil dari KPMM Insentif maka GWM LDR merupakan hasil perkalian antara Parameter Disinsentif Atas, selisih antara LDR Bank dan batas atas LDR Target, dan DPK dalam Rupiah, dengan rumus perhitungan sebagai berikut: GWM LDR = Parameter Disinsentif Atas x (LDR Bank – batas atas LDR Target) x DPK dalam Rupiah 4. Dalam hal LDR Bank lebih besar dari batas atas LDR Target dan KPMM Bank sama atau lebih besar dari KPMM Insentif, maka GWM LDR Bank adalah sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam Rupiah. D. Contoh Perhitungan GWM LDR dalam Rupiah Contoh perhitungan GWM LDR dalam Rupiah mengacu pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR A. Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/7/PBI/2013. B. Perhitungan sanksi kewajiban membayar bagi Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah, dilakukan dengan formula sebagai berikut: Kekurangan GWM x 125% x suku bunga JIBOR x hari kerja 360 x 100 C. Suku bunga JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate) yang digunakan sebagaimana dimaksud dalam huruf B adalah rata-rata suku bunga JIBOR dalam Rupiah jangka waktu 1 (satu) hari (overnight) pada hari terjadinya pelanggaran. D. Contoh ... D. Contoh perhitungan sanksi kewajiban membayar bagi Bank yang melanggar pemenuhan GWM mengacu pada Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VI. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/29/DPNP tanggal 16 Oktober 2009 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dalam Rupiah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober 2013 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/41/DKMP|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dan Giro Wajib Minimum berdasarkan Loan to Deposit Ratio dalam Rupiah. </reg_title> <set_date> 1 Oktober 2013 </set_date> <effective_date> 1 Oktober 2013 </effective_date> <replaced_reg> '11/29/DPNP|SE-BI/2009' </replaced_reg> <related_reg> '12/19/PBI/2010', '15/7/PBI/2013' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 2/27/DPM Jakarta, 13 Desember 2000 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum. Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/26/PBI/2000 tanggal 13 Desember 2000 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 232, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4035), maka perlu diatur tata cara pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum. I. PERSYARATAN UMUM FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI 1. Bank yang dapat mengajukan permohonan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) kepada Bank Indonesia adalah Bank Peserta yang memperkirakan akan mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Sangat Pendek. 2. Bank Peserta yang mengajukan permohonan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 wajib memenuhi persyaratan: a. tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan (suspend) sebagai Bank Peserta; dan b. tidak sedang dikenakan sanksi tidak dapat memperoleh Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). 3. FLI … 2 3. FLI wajib dijamin dengan agunan milik Bank berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan/atau Obligasi Pemerintah, yang nilainya sekurang- kurangnya sebesar nilai FLI. 4. FLI yang diajukan oleh Bank Peserta maksimum 2 (dua) kali dari perkiraan nilai transaksi terbesar yang menjadi kewajiban Bank Peserta pada hari penggunaan FLI (T+0), diluar transaksi yang merupakan kewajiban Bank Peserta kepada Bank Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia. 5. Nilai FLI yang dapat diberikan adalah sebesar permohonan FLI yang diajukan oleh Bank Peserta sesuai dengan persetujuan Bank Indonesia. II. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN, PENGGUNAAN DAN PELUNASAN FLI A. Persyaratan Administrasi FLI Dalam hal Bank Peserta akan memanfaatkan FLI untuk pertama kali, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Bank Peserta wajib menyampaikan kepada Bagian Administrasi Pasar Uang (AdmP)-Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM), Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2. Jakarta 10110, berupa: a. specimen tandatangan direksi sesuai dengan Anggaran Dasar Bank dan/atau pejabat Bank yang diberi kuasa oleh direksi sesuai dengan Anggaran Dasar Bank; atau b. specimen tandatangan Chief Executive Officer (CEO) dan/atau pejabat Bank yang diberi kuasa oleh CEO bagi Kantor Cabang Bank Asing; dan c. contoh … 3 c. contoh stempel Bank Peserta atau surat pernyataan bagi Bank Peserta yang tidak menggunakan stempel; dan d. fotokopi Anggaran Dasar Bank atau kuasa dari Kantor Pusat Bank Asing (power of attorney) bagi Kantor Cabang Bank Asing yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Bank; dan e. fotokopi identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk atau Surat Izin Mengemudi atau Paspor direksi, CEO dan/atau pejabat Bank yang diberi kuasa sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a dan b; dan f. surat kuasa bermeterai cukup dari direksi atau CEO kepada pejabat Bank yang diberi wewenang untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan FLI. 2. Dalam hal terjadi perubahan susunan pengurus yang mengakibatkan perubahan kewenangan penandatanganan dokumen sebagaimana dimaksud butir 1, Bank Peserta wajib memperbaharui dokumen yang terkait dengan perubahan dimaksud. B. Permohonan FLI 1. Bank Peserta mengajukan permohonan FLI secara tertulis dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh Lampiran 1 dari pukul 09.00 sampai dengan 17.00 WIB pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari penggunaan FLI (T-1) kepada Bagian AdmP -DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank (DPwB) terkait. 2. Permohonan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia tidak dapat dibatalkan oleh Bank Peserta. 3. Penyampaian … 4 3. Penyampaian surat permohonan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 wajib disertai dengan: a. bukti agunan berupa Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD)-SBI yang wajib disertai dengan Bilyet Depot Simpanan (BDS) SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.4.a dan butir IV.A.5.a; dan b. fotokopi bukti perkiraan transaksi keluar (outgoing transaction) terbesar pada hari penggunaan FLI (T+0) yang telah dinyatakan sesuai aslinya oleh Bank Peserta, diluar transaksi kewajiban Bank Peserta kepada Bank Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia, antara lain berupa: fotokopi deal ticket dan fotokopi warkat deposito jatuh waktu; dan c. Perjanjian Kredit Dalam Rangka Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana contoh Lampiran 2 yang bermeterai cukup dan dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang telah ditandatangani oleh direksi atau CEO atau pejabat Bank yang diberi kuasa sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1.a dan butir II.A.1.b; dan d. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana contoh Lampiran 3 yang bermeterai cukup dan dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang telah ditandatangani oleh direksi atau CEO atau pejabat Bank yang diberi kuasa sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1.a dan butir II.A.1.b. 3. Dalam hal Bank Peserta menyerahkan permohonan FLI melewati batas waktu yang ditetapkan sebagaimana diatur dalam butir 1, maka Bank Indonesia menolak permohonan FLI dimaksud. 4. Dalam … 5 4. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan FLI, maka Bank Indonesia memasukkan nilai FLI untuk setiap Bank Peserta pada terminal RTGS Central Computer (RCC) di Bank Indonesia selambat-lambatnya pukul 08.30 WIB pada hari penggunaan FLI (T+0). 5. Bank Peserta dapat mengetahui FLI yang disetujui sebagaimana dimaksud dalam butir 4 pada terminal RTGS (RT) fungsi MEMBER OWN TOTALS pilihan SUPERVISORY. 6. Bank Indonesia menolak permohonan FLI yang diajukan oleh Bank Peserta apabila: a. nilai agunan tidak cukup atau agunan tidak memenuhi persyaratan; dan/atau b. nilai FLI yang diajukan oleh Bank Peserta lebih besar dari 2 (dua) kali perkiraan nilai transaksi terbesar yang menjadi kewajiban Bank Peserta pada hari penggunaan FLI (T+0) sebagaimana dimaksud dalam butir I.3; dan/atau c. Bank Peserta sedang dikenakan sanksi penangguhan (suspend) sebagai Bank Peserta dan/atau sanksi penghentian sementara penggunaan FPJP; dan/atau d. permohonan FLI dan dokumen pendukung tidak lengkap dan tidak diisi dengan benar; dan/atau e. nama dan tandatangan pejabat Bank Peserta serta stempel Bank Peserta pada dokumen permohonan FLI tidak sesuai dengan data yang dimiliki oleh Bank Indonesia. 7. Dalam hal permohonan FLI ditolak, maka: a. Bank … 6 a. Bank Indonesia memberitahukan penolakan dimaksud yang disertai dengan alasan penolakan melalui sarana faksimili selambat-lambatnya pukul 20.00 WIB pada hari pengajuan permohonan FLI (T-1); dan b. Bank Peserta yang bersangkutan wajib mengambil kembali SKSD-SBI beserta BDS-SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah, Perjanjian Kredit Dalam Rangka Fasilitas Likuiditas Intrahari, Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai melalui pigeon hole di Bagian AdmP-DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, pada 1 (satu) hari kerja setelah hari pengajuan permohonan FLI (T+0). C. Penggunaan FLI 1. Bank Peserta hanya dapat menggunakan FLI pada hari penggunaan FLI (T+0) dari pukul 08.30 sampai dengan 18.00 WIB atau sampai dengan cut-off warning sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. 2. Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS pada saat saldo rekening giro Rupiah Bank Peserta di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melakukan transaksi keluar (outgoing transaction) sepanjang kekurangan tersebut tidak melebihi nilai FLI. 3. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga sebesar 0% (nol per seratus) kepada Bank Peserta atas penggunaan FLI. 4. Besarnya biaya bunga sebagaimana dimaksud pada butir 3 dapat berubah setiap saat dengan pemberitahuan melalui Surat Edaran Bank Indonesia. D. Pelunasan … 7 D. Pelunasan FLI 1. Pelunasan FLI yang telah digunakan dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap terdapat transaksi masuk (incoming transaction) yang mengkredit rekening giro Rupiah Bank Peserta yang bersangkutan di Bank Indonesia. 2. Bank Peserta yang menggunakan FLI wajib melunasi FLI selambat-lambatnya pada hari penggunaan FLI (T+0) pukul 19.00 WIB atau pre cut-off sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. 3. Dalam hal FLI telah dilunasi, Bank Peserta yang bersangkutan wajib mengambil kembali SKSD-SBI beserta BDS-SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah melalui pigeon hole di Bagian AdmP- DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, pada 1 (satu) hari kerja setelah hari penggunaan FLI (T+1). 4. Dalam hal Bank Peserta tidak melunasi FLI sampai dengan batas waktu pelunasan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 2 karena kegagalan Sistem BI-RTGS, maka pelunasan FLI dilakukan selambat-lambatnya pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya sepanjang Sistem BI-RTGS telah berjalan secara normal. III. PENGALIHAN FLI MENJADI FPJP 1. Dalam hal Bank Peserta tidak melunasi FLI sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir II.D.2, maka terhadap nilai FLI yang tidak dilunasi diberlakukan sebagai FPJP. 2. Dengan pengalihan FLI menjadi FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 1, maka: a. Bank … 8 a. Bank Peserta menundukkan diri pada ketentuan FPJP yang berlaku antara lain mengenai tata cara pelunasan, eksekusi agunan, pengawasan, dan sanksi atas penggunaan FPJP; dan b. agunan FLI diberlakukan sebagai agunan FPJP. IV. AGUNAN FLI A. Persyaratan dan Nilai Agunan 1. Agunan FLI berupa SBI dan/atau Obligasi Pemerintah harus bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain dan/atau untuk fasilitas kredit lainnya dari Bank Indonesia. 2. Bank dilarang untuk memperjualbelikan dan/atau menjaminkan kembali surat berharga yang masih berada dalam status sebagai agunan FLI kecuali dalam rangka memperoleh FPJP. 3. Bank wajib mengganti agunan FLI apabila agunan FLI tidak memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dan butir 2. 4. Dalam hal agunan berupa SBI, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. bukti agunan berupa SKSD-SBI yang disertai dengan BDS-SBI yang dikeluarkan oleh Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang (PTPU)-DPM, Bank Indonesia dan/atau Kantor Bank Indonesia (KBI); b. SKSD-SBI memiliki jangka waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) hari kerja pada 1 (satu) hari kerja setelah hari penggunaan FLI (T+1); c. sisa … 9 c. sisa jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari dan selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari pada 1 (satu) hari kerja setelah hari penggunaan FLI (T+1); d. nilai jual SBI yang diagunkan sekurang-kurangnya 100% (seratus per seratus) dari nilai FLI pada hari pengajuan permohonan FLI (T-1); e. nilai jual SBI dihitung berdasarkan rumus: Nilai Nominal x 360 Nilai Jual = ------------------------------------------------------------ 360 + (Tingkat Diskonto x Sisa Jangka Waktu) Yang dimaksud dengan Nilai Nominal adalah nilai nominal SBI yang diserahkan sebagai agunan FLI. Yang dimaksud Tingkat Diskonto adalah nilai tertinggi dari tingkat diskonto SBI bersangkutan pada saat penerbitan atau tingkat diskonto rata-rata tertimbang SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan permohonan FLI (T-2). Yang dimaksud dengan Sisa Jangka Waktu adalah sisa jangka waktu dalam hari yang dihitung sejak tanggal pengajuan permohonan FLI (T-1) sampai dengan tanggal SBI jatuh waktu. Contoh Perhitungan: Permohonan: - Bukti perkiraan transaksi terbesar = Rp49,5 miliar. - Nilai FLI yang diajukan = 2 x Rp49,5 miliar = Rp99 miliar. - Nilai nominal SBI yang diserahkan = Rp 100 miliar. - Sisa jangka waktu SBI = 20 hari. - Tingkat … 10 - Tingkat diskonto SBI yang diagunkan pada saat penerbitan = 12%. - Tingkat diskonto rata-rata tertimbang SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir = 13,75%. Perhitungan Nilai Agunan: Rp100.000.000.000 x 360 Nilai Jual SBI = ---------------------------------- = Rp 99.241.902.136,46 360 + (13,75% x 20) Kesimpulan: Dengan demikian, permohonan FLI dapat disetujui karena nilai jual SBI yang dijadikan agunan (Rp99.241.902.136,46) melebihi nilai pengajuan permohonan FLI (Rp99.000.000.000,00). 5. Dalam hal agunan berupa Obligasi Pemerintah, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. bukti agunan berupa SKSD-Obligasi Pemerintah yang dikeluarkan oleh Central Registry c.q. Bagian PTPU-DPM, Bank Indonesia; b. SKSD-Obligasi Pemerintah memiliki jangka waktu sekurang- kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja pada 1 (satu) hari kerja setelah hari penggunaan FLI (T+1); c. sisa jangka waktu Obligasi Pemerintah sekurang-kurangnya 15 (lima belas) hari pada 1 (satu) hari kerja setelah hari penggunaan FLI (T+1); d. nilai pasar Obligasi Pemerintah yang diagunkan sekurang- kurangnya 115% (seratus lima belas per seratus) dari nilai FLI pada hari pengajuan permohonan FLI (T-1); e. nilai … 11 e. nilai pasar Obligasi Pemerintah adalah rata-rata tertimbang harga beli Obligasi Pemerintah sesuai serinya dari transaksi terakhir yang terjadi di pasar sekunder sebagaimana tercatat dalam Pusat Informasi Pasar Uang pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan permohonan FLI (T-2). Dalam hal seri Obligasi Pemerintah belum ditransaksikan di pasar sekunder, maka nilai pasar dihitung berdasarkan nilai par atau nilai nominal Obligasi Pemerintah. Contoh Perhitungan: Permohonan: - Bukti perkiraan transaksi terbesar = Rp49,5 miliar. - Nilai FLI yang diajukan = 2 x Rp49,5 miliar = Rp99 miliar. - Nilai nominal Obligasi Pemerintah = Rp100 miliar. - Sisa jangka waktu Obligasi Pemerintah = 20 hari. - Rata-rata tertimbang harga beli Obligasi Pemerintah = 98. Perhitungan Nilai Agunan: Nilai Pasar Obligasi Pemerintah = Rp100.000.000.000,00 x 98% = Rp98.000.000.000,00 Nilai Agunan Obligasi Pemerintah = Rp98.000.000.000,00 x (100/115) = Rp85.217.391.304,35 Kesimpulan: Dengan demikian, permohonan FLI tidak dapat disetujui karena nilai agunan berupa Obligasi Pemerintah yang diserahkan oleh Bank Peserta (Rp85.217.391.304,35) lebih kecil daripada nilai pengajuan permohonan FLI (Rp99.000.000.000,00). B. Tata … 12 B. Tata Cara Memperoleh SKSD 1. SKSD-SBI a. Bank Peserta mengajukan surat permohonan SKSD-SBI secara tertulis dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh Lampiran 4 dari pukul 09.00 sampai dengan 17.00 WIB kepada Bagian PTPU-DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta. b. Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Kliring Lokal Jakarta, permohonan SKSD-SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf a diajukan dari pukul 09.00 sampai dengan 15.00 waktu setempat kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat c.q. Seksi Pelaksana Kebijakan Moneter. c. Penyampaian surat permohonan SKSD-SBI wajib disertai dengan BDS-SBI. d. Pada hari pengajuan permohonan SKSD-SBI, Bank dapat mengajukan permohonan pemecahan BDS-SBI sesuai dengan jumlah SBI yang diagunkan dalam rangka FLI. e. Dalam hal pemecahan BDS-SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf d mengakibatkan penerbitan warkat SBI baru, maka Bank dikenakan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. f. SKSD-SBI yang telah diterbitkan tidak dapat dibatalkan pada hari yang sama dengan tanggal penerbitan SKSD-SBI. g. Bank dapat mengambil SKSD-SBI sebagaimana contoh Lampiran 5 melalui pigeon hole di Bagian PTPU-DPM, Bank Indonesia, atau di KBI setempat. 2. SKSD- … 13 2. SKSD-Obligasi Pemerintah a. Tata cara penerbitan SKSD-Obligasi Pemerintah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/2/PBI/2000 tanggal 21 Januari 2000 tentang Penatausahaan dan Perdagangan Obligasi Pemerintah, dan Surat Edaran Bank Indonesia perihal Tata Cara Pencatatan Kepemilikan dan Penyelesaian Transaksi Obligasi Pemerintah. b. Dalam rangka FLI, Bank dapat mengajukan SKSD-Obligasi Pemerintah sebagaimana contoh Lampiran 6 kepada Central Registry c.q. Bagian PTPU-DPM, Bank Indonesia, dari pukul 09.00 sampai dengan 17.00 WIB. c. SKSD-Obligasi Pemerintah yang telah diterbitkan tidak dapat dibatalkan pada hari yang sama dengan tanggal penerbitan SKSD-Obligasi Pemerintah. d. Bank dapat mengambil SKSD-Obligasi Pemerintah sebagaimana contoh Lampiran 7 melalui pigeon hole di Bagian PTPU-DPM, Bank Indonesia. V. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank Peserta atas penggunaan FLI baik selama periode diterimanya FLI maupun setelah FLI jatuh waktu. 2. Bank wajib memberikan data dan informasi secara lengkap dan benar sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/6/PBI/2000 tanggal 21 Februari 2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank. VI. SANKSI … 14 VI. SANKSI Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir V.1 diketahui bahwa Bank Peserta mengajukan permohonan FLI berdasarkan bukti perkiraan transaksi keluar (outgoing transaction) terbesar sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.3.b yang tidak benar dan/atau tidak mengganti agunan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.3, maka Bank Peserta dimaksud dikenakan sanksi berupa: a. penangguhan (suspend) sebagai Bank Peserta selama waktu tertentu; dan b. kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) untuk setiap pelanggaran; dan c. sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA TARMIDEN SITORUS DEPUTI DIREKTUR 15 Lampiran 1 Kepada Bagian Administrasi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta, 10110 Perihal : Permohonan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) ---------------------------------------------------------- Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/26/PBI/2000 tanggal 13 Desember 2000, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan FLI sebesar Rp … … … … … … ( …………………………………………). Dalam hal FLI tidak dapat dilunasi sampai dengan batas waktu pelunasan yang ditetapkan, maka permohonan ini diberlakukan sebagai permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebesar FLI yang tidak dapat dilunasi. Sehubungan dengan hal tersebut, terlampir kami sampaikan SKSD-SBI yang disertai dengan BDS-SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah*), dan fotokopi bukti perkiraan transaksi terbesar pada hari penggunaan FLI (T+0). Data tersebut kami sampaikan dengan sebenarnya. Apabila dikemudian hari terbukti data tersebut di atas tidak benar, kami bersedia untuk mempertanggung- jawabkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikian permohonan kami. …………., ………… (tempat, tanggal) tandatangan pejabat bank Stempel Bank ttd Meterai --------------------------------- Nama Pejabat Bank cc.: Direktorat Pengawasan Bank terkait, Bank Indonesia. *) coret yang tidak perlu. 16 Lampiran 2 PERJANJIAN KREDIT DALAM RANGKA FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertandatangan di bawah ini : 1. .………………………………… , Pimpinan, Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, bertempat tinggal di Jakarta bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA; (Ctt. : Sesuai dengan pendelegasian wewenang yang diatur dalam Peraturan Dewan Gubenur, apabila sudah ada. Jika belum ada, harus dengan Surat Kuasa dari Gubernur) 2. …………………………………. , Direktur Bank ……………, bertempat tinggal di …………………. bertindak dalam jabatannya untuk dan atas atas nama Bank ………….. yang diberi kuasa sesuai dengan Anggaran Dasar Nomor …………., yang selanjutnya disebut sebagai PIHAK KEDUA, (Ctt. : Dengan persetujuan komisaris apabila dalam anggaran dasar diminta). menyatakan sepakat untuk mengadakan Perjanjian Fasilitas Likuiditas Intrahari dalam rangka mengatasi kesulitan pendanaan jangka sangat pendek sebagai peserta Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut: Pasal 1 PIHAK PERTAMA memberikan Fasilitas Likuiditas Intrahari kepada PIHAK KEDUA sebesar Rp………………. (……………… rupiah), yang berlaku dari pukul 08.30 sampai dengan 18.00 WIB pada tanggal …………….. 17 Pasal 2 (1) Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA didasarkan pada permohonan PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA dan sepanjang PIHAK KEDUA memenuhi persyaratan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang berlaku. (2) Nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 setinggi- tingginya sebesar 2 (dua) kali dari perkiraan transaksi keluar (outgoing transaction) terbesar pada hari penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang merupakan kewajiban PIHAK KEDUA yang diperkirakan oleh PIHAK KEDUA akan terjadi pada hari penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diajukan oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA. Pasal 3 Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari oleh PIHAK KEDUA dilakukan secara otomatis melalui Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement pada saat saldo rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA lebih kecil daripada transaksi keluar (outgoing transaction) yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA. Pasal 4 (1) PIHAK PERTAMA tidak membatasi penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari untuk jenis-jenis transaksi tertentu yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA. (2) Dalam hal PIHAK PERTAMA membatasi penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari untuk jenis-jenis transaksi tertentu, maka PIHAK KEDUA dilarang menggunakan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diperoleh dari PIHAK PERTAMA diluar peruntukan yang ditetapkan dalam ketentuan Fasilitas Likuiditas Intrahari. 18 Pasal 5 (1) Atas Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, PIHAK KEDUA memberikan kepada PIHAK PERTAMA agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah yang dimiliki PIHAK KEDUA dengan rincian ……. (2) Pengikatan agunan Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan dengan akta gadai yang dibuat dalam perjanjian tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian ini. Pasal 6 (1) Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari kepada PIHAK KEDUA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dikenakan biaya bunga sebesar 0% (nol per seratus). (2) Dalam hal PIHAK PERTAMA menetapkan ketentuan pengenaan biaya bunga dan/atau biaya lainnya dalam rangka Fasilitas Likuiditas Intrahari, pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari dikenakan biaya bunga dan/atau biaya lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 7 (1) Untuk pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, PIHAK PERTAMA berwenang menggunakan dana dari setiap terdapat transaksi masuk (incoming transaction) yang mengkredit rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA secara otomatis melalui melalui Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement sampai dengan batas waktu pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari sebesar Fasilitas Likuiditas Intrahari yang digunakan. (2) Dalam hal PIHAK KEDUA tidak melunasi nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari sampai dengan batas waktu pelunasan yang ditetapkan, maka terhadap nilai Fasilitas 19 Likuiditas Intrahari yang diterima PIHAK KEDUA dari PIHAK PERTAMA yang tidak dilunasi diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. Pasal 8 (1) Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang berasal dari Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) diberikan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA untuk jangka waktu 1 (satu) hari atau overnight. (2) Nilai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA sebesar nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari yang tidak dapat dilunasi sampai dengan batas waktu pelunasan yang ditetapkan. Pasal 9 Dengan diberlakukannya Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek terhadap Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), PIHAK KEDUA berkewajiban memenuhi ketentuan yang berlaku mengenai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. Pasal 10 Surat berharga PIHAK KEDUA yang diagunkan PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA guna pemenuhan persyaratan Fasilitas Likuiditas Intrahari diberlakukan sebagai agunan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. Pasal 11 20 Untuk pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang telah diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), PIHAK PERTAMA berwenang melakukan pendebetan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA pada tanggal jatuh waktu Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. Pasal 12 (1) Dalam hal menurut perkiraan yang wajar dari PIHAK KEDUA dan/atau perkiraan yang wajar dari PIHAK PERTAMA pendebetan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA oleh PIHAK PERTAMA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 mengakibatkan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA bersaldo negatif, PIHAK KEDUA dengan ini memberikan kuasa khusus yang tidak dapat dicabut kembali oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, untuk menjual agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 10, serta mengambil hasil penjualan agunan tersebut untuk pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari PIHAK KEDUA yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek. (2) Dalam hal hasil penjualan agunan tidak dapat melunasi Fasilitas Likuiditas Intrahari yang telah diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diperoleh PIHAK KEDUA ditambah dengan bunga Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya penjualan agunan, maka PIHAK KEDUA wajib melunasi kekurangannya dari harta kekayaan PIHAK KEDUA. (3) Dalam hal hasil penjualan agunan lebih besar dari jumlah Fasilitas Likuiditas Intrahari yang telah diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diperoleh PIHAK KEDUA ditambah dengan bunga Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya penjualan agunan, maka PIHAK PERTAMA mengkredit rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA sebesar nilai kelebihan dimaksud. Pasal 13 21 Atas pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari yang telah diberlakukan sebagai Pendanaan Jangka Pendek ini, PIHAK KEDUA tidak dikenakan biaya provisi. Pasal 14 Mengenai perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para pihak memilih domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di ……….., dalam rangkap 2 (dua), masing-masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. ………….., ……….(tempat & tanggal) PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA 22 Lampiran 3 AKTA PENGIKATAN AGUNAN SECARA GADAI BANK …….. - BANK INDONESIA Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertandatangan di bawah ini : 1. …………………………………. , Direktur Bank ……………, bertempat tinggal di …………………. bertindak dalam jabatannya untuk dan atas atas nama Bank ………….. yang diberi kuasa sesuai dengan Anggaran Dasar Nomor …………., yang selanjutnya disebut sebagai PEMBERI GADAI; (Ctt. : Dengan persetujuan Komisaris apabila dalam Anggaran Dasar diminta) 2. .………………………………… , Pimpinan Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, bertempat tinggal di Jakarta bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank Indonesia, yang selanjutnya disebut sebagai PENERIMA GADAI; (Ctt. : Sesuai dengan pendelegasian wewenang yang diatur dalam Peraturan Dewan Gubenur, apabila sudah ada. Jika belum ada, harus dengan Surat Kuasa dari Gubernur) dengan terlebih dahulu menerangkan: a. bahwa PEMBERI GADAI telah mendapatkan Fasilitas Likuiditas Intrahari dari PENERIMA GADAI sebesar Rp…… (……) dan dengan berdasarkan ketentuan dan 23 persyaratan sebagaimana diuraikan dalam Perjanjian Kredit, tanggal …., yang untuk selanjutnya disebut Perjanjian Pokok; b. bahwa Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana diperjanjikan dalam Perjanjian Pokok dapat diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dalam hal Fasilitas Likuiditas Intrahari tidak dilunasi sampai dengan batas waktu pelunasan yang telah diperjanjikan dalam Perjanjian Pokok; c. bahwa menurut ketentuan Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI diwajibkan untuk memberikan agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah; d. bahwa PEMBERI GADAI menyatakan telah memiliki Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah yang digadaikan sebagaimana Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan terlampir yang terdiri dari : - ……………… senilai ……………… - ………………. senilai ……………… - dst. yang selanjutnya disebut SURAT BERHARGA. e. bahwa guna memenuhi persyaratan Perjanjian Pokok dan agar PEMBERI GADAI dapat menjamin pembayaran kembali segala hutangnya kepada PENERIMA GADAI karena Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau karena Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya bunga yang harus dibayar sebagaimana dimuat dalam Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI menyatakan menggadaikan dan dengan demikian menyerahkan kepada PENERIMA GADAI SURAT BERHARGA tersebut di atas sebagaimana tercantum dalam Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan dengan jumlah nilai nominal sebesar Rp ………………… ( …….. rupiah) dan jumlah nilai pasar sebesar Rp ……….. (………….. rupiah); dan PENERIMA GADAI menyatakan menerima baik gadai SURAT BERHARGA tersebut. 24 Selanjutnya para pihak tetap dalam kedudukannya di atas menyatakan bahwa gadai SURAT BERHARGA ini dilangsungkan dan diterima dengan ketentuan dan syarat sebagai berikut: Pasal 1 (1) Penyerahan hak atas SURAT BERHARGA tersebut di atas beserta SURAT BERHARGA yang bersangkutan sebagaimana tercantum dalam pencatatan kepemilikan SURAT BERHARGA tersebut oleh PEMBERI GADAI dinyatakan berlaku terhitung sejak penandatanganan perjanjian ini. (2) Dalam hal penggadaian SURAT BERHARGA memerlukan pemblokiran dari lembaga yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA, Perjanjian Gadai ini dinyatakan berlaku terhitung sejak tanggal surat pemblokiran dari lembaga yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA yang digadaikan perihal pemblokiran SURAT BERHARGA. Pasal 2 Apabila pada saat jatuh waktu hutang sebagaimana tersebut dalam premisse perjanjian ini pada huruf a di atas PEMBERI GADAI tidak membayar hutangnya tersebut kepada PENERIMA GADAI, maka PENERIMA GADAI berhak mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/21/DPM tanggal 30 Oktober 2000 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum; dan untuk itu PENERIMA GADAI berhak mengambil hasil penjualan SURAT BERHARGA tersebut sebagai pembayaran atas seluruh hutang PEMBERI GADAI kepada PENERIMA GADAI. Pasal 3 Apabila untuk pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diperlukan kuasa, dengan ini PEMBERI GADAI memberikan kuasa kepada PENERIMA GADAI, khusus, untuk mencairkan 25 atau menjual SURAT BERHARGA tersebut; dan kuasa tersebut dinyatakan tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa (PEMBERI GADAI) dengan alasan apapun juga sesuai ketentuan yang berlaku, sepanjang PEMBERI GADAI belum melunasi seluruh hutangnya sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian ini pada huruf a di atas kepada PENERIMA GADAI. Pasal 4 Apabila hasil dari pencairan atau penjualan atas SURAT BERHARGA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lebih besar dari nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Pendek yang diterima oleh PEMBERI GADAI, biaya bunga dan biaya eksekusi agunan, maka yang dapat diambil oleh PENERIMA GADAI adalah sebesar jumlah dimaksud; sedang kelebihannya harus dikembalikan oleh PENERIMA GADAI kepada PEMBERI GADAI. Pasal 5 Apabila Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diterima oleh PEMBERI GADAI telah terbayar lunas tanpa perlu adanya pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA yang digadaikan dan Perjanjian Pokok telah berakhir, maka PENERIMA GADAI menyerahkan kembali semua SURAT BERHARGA yang digadaikan dengan perjanjian ini kepada PEMBERI GADAI sesuai dengan kepemilikannya; dan gadai SURAT BERHARGA ini menjadi berhenti dengan sendirinya (gugur). Pasal 6 Gadai SURAT BERHARGA ini diberikan untuk menjamin hutang-hutang PEMBERI GADAI, baik yang timbul karena Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Pokok, 26 yang disediakan oleh PENERIMA GADAI sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian ini huruf e di atas, maupun yang timbul karena kewajiban-kewajiban lain yang terbeban pada PEMBERI GADAI karena biaya bunga, dan/atau biaya pencairan agunan yang harus dibayar kepada PENERIMA GADAI. Pasal 7 Mengenai Perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para pihak memilih domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di …………, dalam rangkap 2 (dua) , masing-masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. ………, ………(tempat & tanggal) PENERIMA GADAI PEMBERI GADAI 27 Lampiran 4 Kepada *) Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta, 10110 Perihal : Permohonan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) SBI -------------------------------------------------------------------------------------------- Dengan ini kami mengajukan permohonan penerbitan SKSD -SBI untuk diagunkan kepada Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengelolaan Moneter untuk digunakan dalam rangka memperoleh Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia, dan untuk memblokir seluruh kepemilikan saya/kami atas SBI dengan perincian sebagai berikut **): Tanggal BDS-SBI Nomor BDS-SBI : : Rincian SBI dan Nominal : dengan jangka waktu ……. hari sejak tanggal …….. sampai dengan tanggal ……… Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengajukan permohonan untuk melakukan pemecahan BDS-SBI dengan perincian sebagai berikut ***): Permohonan Pemecahan BDS-SBI Rincian BDS-SBI Awal Tanggal BDS-SBI: Nomor BDS-SBI Jumlah Nominal : : Demikian permohonan kami. ….…..., ........ (tempat, tanggal) Direksi/CEO/Pejabat Bank yang berwenang (Nama Bank…..) ttd Meterai BDS-SBI #1 untuk diagunkan Rincian SBI dan Nominal: BDS-SBI #2 Rincian SBI dan Nominal: 28 *) Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kliring Jakarta, permohonan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia setempat. **) Dalam hal permohonan SKSD-SBI tidak disertai dengan pemecahan BDS-SBI. ***) Dalam hal permohonan SKSD-SBI disertai dengan pemecahan BDS-SBI. 29 Lampiran 5 B A N K I N D O N E S I A Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan - Sertifikat Bank Indonesia (SKSD-SBI) No. : Kepada : Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 ("Nama Bank Pemilik Sertifikat Bank Indonesia") Surat ini menunjukan bahwa nilai nominal Sertifikat Bank Indonesia (SBI) telah diagunkan oleh pemilik SBI sejak xx xxxx xxx sampai dengan xx xxxx xxx untuk untung Penerima Agunan. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan Agunan ini, maka tuntutan harus diajukan kepada Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank Indonesia, sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku SKSD-SBI. Surat ini dinyatakan tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD-SBI. Rincian SBI Tanggal BDS : Nomor BDS : Nomor Seri Lembar : : Jumlah Nominal Jakarta, xx xxxx xxx 30 Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Bank Indonesia 31 Lampiran 6 BI-SKRIP Pemohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) Nomor _________ Kepada : Saya/Kami: PIHAK PEMBERI AGUNAN Nama Pemegang Rekening Surat Berharga Diisi dengan pemilik rekening di central registry Alamat : No. Telp : Dengan ini mengajukan permohonan kepada Sub-Registry/Central Registry untuk menerbitkan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD), untuk diagunkan kepada pihak penerima agunan sebagai berikut: PIHAK PENERIMA AGUNAN Nama Alamat Nomor Rekening Surat Berharga Diisi dengan no di central registry Dan untuk memblokir seluruh kepemilikan Saya/Kami atas surat berharga sebagai berikut : Seri Surat Berharga Tanggal Jatuh Waktu Nilai nominal yang akan diagunkan Tanggal Jatuh Waktu SKSD Rp Sejak tanggal penerbitan sampai dengan tanggal jatuh waktu SKSD. Tanda tangan Pemberi Agunan Stempel Perusahaan Tanggal: 32 Lampiran 7 B A N K I N D O N E S I A Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) No. : Kepada : Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 ("Nama Bank Pemegang Rekening") Surat ini menunjukan bahwa nilai nominal Obligasi Pemerintah telah diagunkan oleh pemegang rekening sejak xx xxxx xxx sampai dengan xx xxxx xxx untuk untung Penerima Agunan. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan Agunan ini, maka tuntutan harus diajukan kepada Central Registry sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku SKSD. Surat ini dinyatakan tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD. Rincian Surat Berharga Seri Obligasi : Kupon Obligasi Tanggal Jatuh Jumlah Nominal : : Jakarta, xx xxxx xxx Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang Bank Indonesia 33
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/27/DPM|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum. </reg_title> <set_date> 13 Desember 2000 </set_date> <effective_date> 13 Desember 2000 </effective_date> <related_reg> '2/26/PBI/2000' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
No. 5/20./DPM Jakarta, 23 September 2003 SURAT EDARAN Perihal : Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/2003 tanggal 14 Agustus 2003 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4317), dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk pelaksanaan mengenai Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan : 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha perbankan konvensional. 2. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut FPJP adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada Bank yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek. 3. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang … yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch). 4. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI adalah fasilitas pendanaan selama jam operasional Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement, berupa suatu nilai maksimum tertentu yang disediakan oleh Bank Indonesia untuk Bank Peserta Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement, guna mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Sangat Pendek dalam rangka mendukung kelancaran sistem pembayaran nasional. 5. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 6. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. 7. Sistem Book Entry Registry yang selanjutnya disebut Sistem BER adalah suatu sistem pencatatan kepemilikan Surat Berharga tanpa warkat (scripless) yang dilakukan dalam suatu jurnal secara elektronis. 8. Central Registry adalah Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter, yang melakukan fungsi pencatatan kepemilikan surat berharga termasuk SUN untuk kepentingan Bank, Sub-Registry, dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia untuk memiliki rekening surat berharga di Central Registry. 9. Surat … 9. Surat Keterangan Surat Berharga Yang Diagunkan yang selanjutnya disebut SKSD adalah bukti pengagunan SBI dan atau SUN yang diterbitkan oleh Central Registry. 10. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana secara elektronik antar Bank dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan seketika per transaksi secara individual. 11. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang dan valuta asing serta perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. 12. Pusat Informasi Pasar Uang yang selanjutnya disebut PIPU adalah suatu sistem otomasi yang menyediakan informasi pasar uang rupiah dan valuta asing serta informasi lainnya yang terkait dengan pasar keuangan bagi anggota, pelanggan dan Bank Indonesia. 13. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga yang dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia. II. TATA CARA PENGAJUAN DAN PERPANJANGAN FPJP SERTA PENGALIHAN FLI MENJADI FPJP A. Bank yang dapat mengajukan FPJP, termasuk dalam rangka perpanjangan FPJP dan pengalihan FLI menjadi FPJP, adalah Bank yang masih beroperasi. B. Penggunaan FPJP Awal 1. Penggunaan FPJP awal bertujuan untuk menutup saldo giro negatif yang dialami Bank dalam penyelesaian kliring dan atau … atau menutup penggunaan FLI yang tidak dapat dilunasi Bank. 2. Dalam rangka penggunaan FPJP, Bank mengajukan surat permohonan FPJP secara tertulis sebagaimana contoh dalam Lampiran-1 dari pukul 17.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB. Sementara itu, pengalihan FLI menjadi FPJP diatur lebih lanjut dalam butir D. 3. Surat permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan kepada: a. Bagian Operasi Pasar Uang (OPU), DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10010, oleh: 1) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) dan kantor cabang Bank asing di wilayah kerja KPBI dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank (DPwB) terkait; 2) kantor cabang Bank di wilayah kerja KPBI bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI dengan tembusan kepada Tim Pengawas Bank terkait di KBI. b. Bagian OPU melalui KBI setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI dengan tembusan kepada Tim Pengawas Bank terkait di KBI. 4. Surat permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 3 wajib disertai dengan: a. Bukti pengagunan surat berharga berupa SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN sebagaimana contoh dalam Lampiran-2 dan Lampiran-3 yang diterbitkan Central Registry. b. Perjanjian … b. Perjanjian Kredit sebagaimana contoh dalam Lampiran-4 yang telah dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang berlaku, atau Chief Executive Officer (CEO) atau Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, dalam rangkap 2 (dua). c. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana contoh dalam Lampiran-5 yang telah dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan atau CEO atau Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, dalam rangkap 2 (dua). 5. Bank wajib menyampaikan contoh specimen tandatangan Direksi Bank atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan, atau CEO atau Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, berikut perubahannya dalam hal terjadi perubahan tandatangan dan atau pejabat yang berwenang, kepada : a. Bagian OPU, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, kantor cabang Bank asing di wilayah kerja KPBI dan kantor cabang Bank di wilayah kerja KPBI bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI. b. KBI setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI namun tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI. C. Perpanjangan … C. Perpanjangan Penggunaan FPJP 1. Pada saat FPJP jatuh waktu, Bank dapat memperpanjang nominal FPJP dengan ketentuan Bank melunasi biaya bunga atas FPJP jatuh waktu terlebih dahulu. 2. Dalam hal Bank tidak dapat melunasi biaya bunga FPJP jatuh waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank dapat memperpanjang FPJP sebesar biaya bunga FPJP jatuh waktu yang tidak dapat dilunasi ditambah nominal FPJP jatuh waktu (kapitalisasi biaya bunga menjadi nominal). 3. Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank mengajukan surat permohonan FPJP secara tertulis sebagaimana contoh dalam Lampiran-1 dengan waktu dan tata cara penyampaian sesuai dengan butir II.B. disertai dengan bukti agunan berupa SKSD- SBI dan atau SKSD-SUN sebagaimana contoh dalam Lampiran-2 dan Lampiran-3, dalam hal diperlukan perubahan SKSD. 4. Permohonan perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 3 selanjutnya wajib ditegaskan dengan penyampaian: a. Addendum Perjanjian Kredit sebagaimana contoh dalam Lampiran-6 yang telah dibubuhi meterai cukup dan telah ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang berlaku, atau CEO atau Pejabat Bank yang berwenang bagi kantor cabang Bank Asing, dalam rangkap 2 (dua). b. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai yang telah dibubuhi meterai cukup dan telah ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan atau CEO atau Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing … Asing, sebagaimana contoh dalam Lampiran-5, dalam rangkap 2 (dua), dalam hal terdapat perubahan agunan. 5. Pada saat perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2, Bank dapat mengajukan tambahan nominal FPJP sebesar saldo giro negatif akibat penyelesaian kliring dan atau kewajiban pelunasan FLI yang terjadi pada hari yang bersangkutan sebagai berikut: a. Tambahan nominal FPJP untuk menutup saldo giro negatif akibat penyelesaian kliring disatukan dengan permohonan perpanjangan FPJP yang sedang digunakan. b. Tambahan nominal FPJP atas penggunaan FLI yang tidak dapat dilunasi dilakukan secara otomatis sebesar penggunaan FLI yang tidak dapat dilunasi Bank sampai dengan pre cut off time Sistem BI-RTGS. 6. Tambahan nominal FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a. dan atau butir 5.b. diakumulasikan terhadap nominal FPJP yang sedang digunakan Bank. D. Pengalihan FLI yang tidak dilunasi Bank menjadi FPJP 1. Pengalihan nominal FLI menjadi FPJP dilakukan secara otomatis berdasarkan posisi penggunaan FLI yang tidak dapat dilunasi sampai dengan pre cut off time Sistem BI-RTGS, sepanjang Bank belum menggunakan FPJP selama 90 hari berturut-turut. 2. SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN sebagai bukti pengagunan atas FLI dijadikan sebagai bukti pengagunan dalam rangka FPJP. 3. Dalam kondisi Bank sedang menggunakan FPJP dan melakukan perpanjangan atas FPJP jatuh waktu maka nilai FLI yang dialihkan menjadi FPJP diakumulasikan terhadap nilai … nilai FPJP yang digunakan Bank sebagaimana dimaksud dalam butir C.6. 4. Dalam hal nilai agunan dalam rangka FLI yang kemudian dialihkan menjadi agunan FPJP tidak memiliki nilai yang mencukupi maka Bank wajib menyampaikan tambahan agunan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud butir V.12 dan butir VI.5. E. Jangka waktu FPJP 1. Jangka waktu setiap FPJP adalah 1 (satu) hari, yang dinyatakan dalam hari kalender. Dalam hal FPJP memiliki tanggal jatuh waktu yang bertepatan dengan hari Sabtu, Minggu atau hari libur maka penyelesaian FPJP jatuh waktu adalah pada hari kerja berikutnya. 2. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang selama 1 (satu) hari secara berturut-turut hingga mencapai jumlah keseluruhan jangka waktu FPJP yang digunakan Bank mencapai 90 (sembilan puluh) hari, termasuk hari Sabtu, Minggu atau hari libur yang dihitung sejak pertama kali Bank memanfaatkan FPJP. 3. Bank tidak dapat memperpanjang FPJP dalam hal atas perpanjangan FPJP dimaksud mengakibatkan terlampauinya jangka waktu maksimum FPJP selama 90 (sembilan puluh) hari. III. BIAYA BUNGA FPJP 1. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang diterima Bank sebesar nilai tertinggi dari : a. Rata-rata tertimbang suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sesi pagi overnight pada 1 (satu) hari sebelum permohonan … permohonan FPJP atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP ditambah marjin sebesar 200 (dua ratus) basis point; atau b. Rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada lelang terakhir ditambah marjin sebesar 200 (dua ratus) basis point. 2. Perhitungan rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. diperoleh dari angka sebagaimana tercantum pada PIPU. 3. Dalam hal pada 1 (satu) hari sebelum permohonan FPJP atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. merupakan hari libur maka angka rata-rata tertimbang suku bunga PUAB yang digunakan adalah angka rata-rata tertimbang suku bunga PUAB pada hari kerja terakhir sebelum hari libur. IV. PERSYARATAN DAN NILAI AGUNAN FPJP 1. Bank wajib menjamin FPJP dengan agunan milik Bank yang dipersyaratkan berupa SBI dan atau SUN yang memiliki nilai jual SBI dan atau nilai pasar SUN sekurang-kurangnya sebesar nominal FPJP. 2. Surat berharga berupa SBI dan atau SUN sebagaimana dimaksud dalam angka 1 ditatausahakan dalam Sistem BER oleh Central Registry. 3. Bukti pengagunan surat berharga sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berupa SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN diterbitkan oleh Central Registry. 4. Pada saat jatuh waktu SKSD, agunan masih memiliki sisa jangka waktu sebagai berikut: a. Sisa … a. Sisa jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 3 (hari) hari kerja. b. Sisa jangka waktu SUN sekurang-kurangnya 2 (dua) hari kerja. 5. Perhitungan nilai agunan dilakukan sebagai berikut: a. Dalam hal agunan berupa SBI: 1) Nilai jual SBI pada saat pengajuan permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP sekurang-kurangnya sebesar 100% (seratus per seratus) dari nilai permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP. 2) Perhitungan nilai jual SBI dihitung berdasarkan rumus: (nilai nominal) x 360 Nilai Jual = ---------------------------------------------------- 360 + (tingkat diskonto x sisa jangka waktu) 3) Penggunaan tingkat diskonto SBI dalam perhitungan nilai jual SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 2) adalah tingkat diskonto SBI menurut hasil lelang SBI per jangka waktu yang terakhir diadakan oleh Bank Indonesia. 4) Contoh perhitungan nilai agunan terkait dengan nominal FPJP yang dapat digunakan dapat dilihat pada Lampiran- 7. b. Dalam hal agunan berupa SUN : 1) Nilai pasar SUN pada saat pengajuan permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP sekurang-kurangnya sebesar 105% (seratus lima per seratus) dari nilai permohonan FPJP awal … awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP. 2) Nilai pasar SUN sebagaimana dimaksud dalam angka 1) diperoleh dari rata-rata tertimbang harga beli SUN sesuai serinya yang terjadi pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan FPJP (T-1) di pasar sekunder sebagaimana diumumkan Bank Indonesia melalui PIPU pada setiap hari kerja. 3) Dalam hal tidak terdapat harga rata-rata tertimbang dari seri SUN yang akan diagunkan pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP maka digunakan harga rata-rata tertimbang dari transaksi terakhir yang terjadi di pasar sekunder sebagaimana diumumkan dalam PIPU. 4) Dalam hal seri SUN yang diagunkan belum ditransaksikan di pasar sekunder maka digunakan nilai par atau nilai nominal SUN. 5) Contoh perhitungan nilai agunan terkait dengan nominal FPJP yang dapat digunakan Bank dapat dilihat pada Lampiran-7. c. Dalam hal Bank menggunakan SUN dan SBI sebagai agunan FPJP maka ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b diterapkan untuk masing-masing jenis surat berharga yang diagunkan. 6. Dalam rangka pengajuan perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan SBI dan atau SUN yang telah diagunkan sebelumnya sepanjang nilai jual SBI dan atau nilai pasar SUN serta … serta sisa jangka waktu agunan masih memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.4. 7. Dalam hal menurut perhitungan Bank Indonesia agunan yang diserahkan Bank tidak cukup untuk menutup nominal FPJP atau sisa jangka waktu agunan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.4., Bank wajib memberikan tambahan agunan atau mengganti agunan dimaksud dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud butir V.12 dan butir VI.5. V. TATA CARA PENGAJUAN DAN PENERBITAN SKSD 1. Dalam rangka FPJP, Bank mengajukan surat Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga Diagunkan (PP- SKSD) SBI dan atau PP-SKSD SUN dalam rangka Permohonan FPJP sebagaimana contoh dalam Lampiran-8 dan Lampiran-9 dari pukul 08.00 sampai dengan 17.00 WIB. 2. PP-SKSD sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada: a. Central Registry cq. Bagian PTPU, DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta, oleh: 1) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI; 2) kantor cabang Bank Asing di wilayah kerja KPBI; 3) kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI; b. Central Registry melalui KBI setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI. 3. Masa … 3. Masa berlaku SKSD ditentukan oleh Bank dengan memperhatikan sisa jangka waktu SBI dan atau SUN yang akan diagunkan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.4. 4. Berdasarkan PP-SKSD, Central Registry melakukan: a. Pemindahan SBI dan atau SUN dari Rekening Perdagangan ke Rekening Agunan yang tercatat dalam Sistem Book Entry Registry. b. Penerbitan SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh dalam Lampiran-2 dan Lampiran-3. 5. SKSD yang telah diterbitkan dapat diambil Bank pemohon pada hari yang sama di Central Registry untuk kemudian dilampirkan dalam surat pengajuan FPJP. 6. Bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI, SKSD asli disampaikan oleh Central Registry kepada Bagian OPU. Selanjutnya, Bank pemohon menerima fotocopy SKSD dimaksud yang disampaikan oleh Central Registry melalui KBI. 7. Pada 1 (satu) hari kerja setelah berakhirnya periode pengagunan, Central Registry secara otomatis melakukan pemindahan SBI dan atau SUN dari Rekening Agunan ke Rekening Perdagangan. 8. SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN yang telah diterbitkan Central Registry oleh Bank Indonesia tidak dapat dibatalkan pada hari yang sama dengan penerbitan SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN. 9. Bank dapat menggunakan SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN yang sama dalam rangka perpanjangan FPJP dan atau pengalihan FLI menjadi FPJP sepanjang SKSD dimaksud masih berlaku selambat-lambatnya sampai dengan tanggal FPJP jatuh waktu. 10. Dalam … 10. Dalam hal Bank akan menggunakan SKSD yang sama sebagaimana dimaksud angka 9 namun SKSD dimaksud memiliki tanggal jatuh waktu yang sama dengan tanggal pengajuan perpanjangan FPJP maka Bank wajib memperpanjang jangka waktu SKSD dimaksud dengan mengajukan PP-SKSD sebagaimana dimaksud dalam angka 1. 11. Penerbitan SKSD atas pengajuan PP-SKSD sebagaimana dimaksud angka 10 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. 12. Dalam hal berdasarkan penelitian Bank Indonesia, agunan dalam SKSD yang telah diserahkan ke Bank Indonesia memiliki: a. nilai agunan lebih kecil dari nilai FPJP yang digunakan Bank; dan atau b. sisa jangka waktu dari seri agunan tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.4; maka Bank dapat mengajukan PP-SKSD kepada Central Registry selambat-lambatnya pukul 18.30 WIB. 13. Dalam hal Bank belum mengajukan PP-SKSD dalam rangka perpanjangan SKSD sebagaimana dimaksud dalam angka 10, Bank masih dapat menyampaikan PP-SKSD kepada Central Registry selambat-lambatnya pukul 18.30 WIB. 14. Dalam hal nilai agunan FPJP lebih besar dari nominal FPJP, Bank dapat mengajukan Permohonan Penglepasan Agunan Sebelum Jatuh Waktu dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh dalam Lampiran-10. VI. PERSETUJUAN … VI. PERSETUJUAN FPJP 1. Bank Indonesia akan memproses setiap pengajuan FPJP awal atau perpanjangan FPJP setelah Bank melengkapi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini. 2. Bank Indonesia menolak permohonan FPJP yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini. 3. Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan FPJP kepada Bank pemohon melalui faksimili atau Reuters Monitoring Dealing System (RMDS). 4. Bank Indonesia mengkredit rekening giro rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia sebesar nominal FPJP yang disetujui melalui Sistem BI-RTGS. 5. Dalam hal nominal FPJP yang disetujui berbeda dari nominal FPJP yang diajukan, Bank wajib menyampaikan kembali Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud Lampiran-4 dan atau Addendum Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud Lampiran- 6 dan atau Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana dimaksud Lampiran-5 yang telah disesuaikan dengan nominal FPJP yang disetujui Bank Indonesia. VII. TATA CARA PELUNASAN FPJP 1. Pada tanggal FPJP jatuh waktu, Bank Indonesia mendebet rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI- RTGS dengan mendahulukan biaya bunga FPJP kemudian nominal FPJP. 2. Pendebetan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 masing- masing dilakukan sebagai berikut: a. biaya bunga FPJP dilakukan mulai pukul 09.00 WIB sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS ; dan b. nominal … b. nominal FPJP dilakukan mulai pukul 16.00 WIB sampai dengan cut off warning Sistem BI-RTGS. 3. Dalam hal saldo rekening giro Bank tidak mencukupi untuk membayar biaya bunga dan atau nominal FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Bank dapat memperpanjang FPJP sebesar biaya bunga dan atau nominal FPJP jatuh waktu sebagaimana dimaksud dalam butir II.C. VIII. EKSEKUSI AGUNAN 1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP, dalam hal Bank tidak dapat melunasi FPJP dan atau Bank tidak dapat memperpanjang FPJP dan atau Bank dikenakan sanksi untuk tidak dapat memperoleh FPJP yang disebabkan Bank melakukan pelanggaran atas ketentuan agunan dan atau penyimpangan penggunaan FPJP. 2. Proses eksekusi agunan dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dengan cara: a. Dalam hal agunan berupa SBI: 1) eksekusi agunan dilakukan dengan cara pelunasan SBI sebelum jatuh waktu. 2) Bank Indonesia memperhitungkan pengembalian diskonto SBI yang telah dibayar dimuka untuk selanjutnya dilakukan pendebetan melalui rekening giro Bank sebesar nilai pengembalian diskonto SBI dimaksud. b. Dalam hal agunan berupa SUN: 1) eksekusi agunan dilakukan dengan cara penjualan melalui Pialang. 2) Bank … 2) Bank wajib menyerahkan Surat Permohonan Pemindahan Registrasi (SPPR) Delivery Versus Payment (DVP) sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-11 kepada Bank Indonesia atas seri SUN yang akan dilakukan eksekusi disertai dengan surat kuasa dari Bank kepada Bank Indonesia untuk melakukan pemindahan rekening surat berharga. 3) dalam hal SKSD dari agunan yang sedang dilakukan eksekusi jatuh waktu, Bank Indonesia berwenang memperpanjang jangka waktu SKSD. 3. Terhadap pelaksanaan eksekusi agunan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b. berlaku ketentuan: a. Bank Indonesia melakukan eksekusi melalui Pialang berdasarkan harga yang ditetapkan Bank Indonesia. Harga dimaksud adalah harga indikasi yang diperoleh dari harga rata-rata tertimbang terakhir yang terjadi di pasar sekunder dari seri SUN yang akan dieksekusi sebagaimana diumumkan di PIPU. b. Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank atau perorangan sepanjang memiliki rekening penatausahaan surat berharga di Sub Registry. c. Pialang diberikan wewenang untuk langsung melakukan eksekusi agunan kepada calon pembeli yang berminat membeli SUN pada tingkat harga yang lebih tinggi atau sama dengan harga penawaran yang ditetapkan Bank Indonesia. d. Dalam hal tidak terdapat calon pembeli sebagaimana dimaksud huruf c, Pialang wajib memberikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai penawaran harga yang diajukan … diajukan calon pembeli melalui faksimili atau RMDS untuk mendapatkan persetujuan Bank Indonesia. e. Pembeli agunan menyampaikan Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran (SPPP) DVP kepada Bagian PTPU sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-12, guna menyetorkan penyelesaian pembayaran agunan ke dalam rekening nomor 564.000617 "Bagian OPU untuk Penampungan Hasil Eksekusi Agunan FPJP" di Bank Indonesia. 4. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses penjualan agunan adalah menjadi beban Bank dan Bank Indonesia akan melakukan pendebetan rekening giro Bank di Bank Indonesia. 5. Selama agunan belum dapat dieksekusi, Bank tetap dikenakan biaya bunga FPJP sebesar biaya bunga FPJP terakhir. 6. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari jumlah FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya eksekusi agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai dimaksud. 7. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari jumlah FPJP ditambah dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi agunan FPJP, Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud. 8. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk pendebetan sebagaimana dimaksud dalam angka 7, Bank wajib menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan dimaksud kepada Bank Indonesia. IX. PENGAWASAN … IX. PENGAWASAN 1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan khusus terhadap Bank atas penggunaan FPJP. 2. Dalam hal Bank telah menggunakan FPJP selama 5 (lima) hari kerja secara berturut-turut, Bank wajib menyampaikan action plan penyelesaian FPJP kepada Direktorat Pengawasan Bank terkait atau Tim Pengawas Bank di KBI setempat. X. SANKSI Bank dikenakan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan agunan FPJP dan atau penyimpangan penggunaan FPJP berupa: 1. tidak diperkenankan memperoleh FPJP dalam jangka waktu tertentu; dan 2. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal 52 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 antara lain berupa teguran tertulis, larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha tertentu dan atau pemberhentian pengurus Bank. Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/21/DPM tanggal 30 Oktober 2000 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 23 September 2003. Agar … Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, Ttd. BUDI MULYA DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran-1 Nomor: Kepada *) Bagian Operasi Pasar Uang Direktorat Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Jl. MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010 Perihal : Permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) ------------------------------------------------------------------- Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/2003 tanggal 14 Agustus 2003 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum, dengan ini kami mengajukan permohonan FPJP untuk jangka waktu 1 (satu) hari dari ………… sampai dengan …………... sebesar Rp .......................................... (terbilang : ....................................) untuk menutup saldo giro negatif yang disebabkan kewajiban kliring pada hari ini / perpanjangan FPJP jatuh waktu pada hari ini. Nilai nominal FPJP dimaksud adalah belum memperhitungkan kewajiban kami untuk pelunasan penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) Bank kami yang jatuh waktu pada hari ini. (apabila ada) Dalam kaitan ini, terlampir kami sampaikan Surat Keterangan Surat Berharga Yang Diagunkan (SKSD) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan atau Surat Utang Negara (SUN) sebagaimana terlampir sebagai agunan FPJP dan dokumen pendukung lainnya yang dipersyaratkan. Data tersebut kami sampaikan dengan sebenarnya. Apabila di kemudian hari terbukti data tersebut kami sampaikan tidak benar, kami bersedia untuk mempertanggung- jawabkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Demikian permohonan kami. Komisaris (Nama Bank….) ttd ---------------- (Komisaris) ….…..., ........ (tempat, tanggal) Direksi (Nama Bank…..) Meterai dan ttd ------------- (Direktur/Setingkat Direktur) cc. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Bank Indonesia/Tim Pengawas Bank terkait di Kantor Bank Indonesia *) Bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia namun tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, permohonan disampaikan melalui Kantor Bank Indonesia setempat cq Seksi Pelaksana Kebijakan Moneter dengan tembusan kepada Tim Pengawasan Bank setempat. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran-2 SURAT KETERANGAN SURAT BERHARGA YANG DIAGUNKAN (SKSD) Nomor Kepada Bank Indonesia (Nama Pemberi Agunan) No. Rekening SBI : Surat ini menunjukkan bahwa nilai nominal SBI telah diagunkan oleh Pemberi Agunan rekening sejak tanggal ….. sampai dengan dan termasuk tanggal …. untuk untung Bank Indonesia. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan agunan ini, maka tuntutan harus diajukan kepada Registry sebelum berakhirnya masa berlakunya SKSD. Surat ini dinyatakan tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD. Rincian SBI Seri SBI Tingkat Diskonto : : Tanggal Jatuh Tempo : Rp. Jumlah Nominal Jakarta, …………… Central Registry Catatan : a. Dokumen ini adalah dokumen berharga. Harus dipelihara dengan aman. b. Dalam hal lembaran asli dikembalikan kepada Registry sebelum tanggal berakhir SKSD oleh Penerima Agunan dengan Surat Kuasa pengalihan hak kepemilikan dari Pemegang Rekening, maka kepemilikan surat berharga akan beralih kepada Penerima Agunan. c. Dokumen ini tidak dapat diperdagangkan. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran-3 SURAT KETERANGAN SURAT BERHARGA YANG DIAGUNKAN (SKSD) Nomor Kepada Bank Indonesia (Nama Pemegang Rekening Surat Berharga) No. Rekening Surat Berharga : Surat ini menunjukkan bahwa nilai nominal surat berharga telah diagunkan oleh pemilik rekening sejak tanggal ….. sampai dengan dan termasuk tanggal …. untuk untung Bank Indonesia. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan agunan ini, maka tuntutan harus diajukan kepada Registry sebelum berakhirnya masa berlakunya SKSD. Surat ini dinyatakan tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD. Rincian Surat Berharga Seri Surat Berharga : Tingkat Kupon : Tanggal Jatuh Tempo : Rp. Jumlah Nominal Jakarta, …………… Central Registry Catatan : 1. Dokumen ini adalah dokumen berharga. Harus dipelihara dengan aman. 2. Dalam hal lembaran asli dikembalikan kepada Registry sebelum tanggal berakhir SKSD oleh Pemegang Rekening, maka surat berharga harus diserahkan kembali kepada Pemegang Agunan. 3. Dalam hal lembaran asli dikembalikan kepada Registry sebelum tanggal berakhir SKSD oleh Penerima Agunan dengan Surat Kuasa pengalihan hak kepemilikan dari Pemegang Rekening, maka kepemilikan surat berharga akan beralih kepada Penerima Agunan. 4. Hak untuk menerima pembayaran kupon akan tetap berada pada Pemegang Rekening selama masa berlakunya SKSD ini. 5. Dokumen ini tidak dapat diperdagangkan. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran-4 PERJANJIAN KREDIT DALAM RANGKA FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK Nomor:……… Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertanda tangan di bawah ini : 1. …………………; Direktur Direktorat ………../Pemimpin Bank Indonesia ………, bertempat tinggal di ……., dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut untuk dan atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia, dan dengan demikian mewakili Bank Indonesia yang berkedudukan di Jakarta berdasarkan Pasal 39 Undang-undang No. 23 tahun 1999, selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA--------- 2. …………………; Direktur Utama/Direktur perseroan yang akan ditunjuk dibawah ini,bertempat tinggal di ………, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut, demikian berdasarkan Pasal …… Anggaran dasar perseroan terbatas PT. Bank ………., berkedudukan di ……. Yang Anggaran Dasarnya (beserta perubahannya) (jika telah ada perubahan Anggaran Dasar) (berturut-turut) telah dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal ……..No. ……..., Tambahan nomor ……, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA--------- Jika komparan bertindak harus ada surat kuasa dari komisaris maka komparisi adalah sebagai berikut : 2. …………………; Direktur Utama/Direktur perseroan yang akan ditunjuk dibawah ini,bertempat tinggal di ………, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut, demikian berdasarkan Pasal …… Anggaran dasar perseroan terbatas PT. Bank ………., berkedudukan di ……. Yang Anggaran Dasarnya (beserta perubahannya) (jika telah ada perubahan Anggaran Dasar) (berturut-turut) telah dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal ……..No. ……..., Tambahan nomor ……, dan untuk melaksanakan tindakan hukum yang tercantum dalam perjanjian ini telah mendapatkan persetujuan tertulis dari Komisaris perseroan tersebut, sebagai ternyata dalam surat persetujuan tertulis tanggal ……..yang bermeterai cukup, selanjutnya disebut PIHAK KEDUA---------------- Kedua belah pihak menyatakan sepakat untuk mengadakan Perjanjian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dalam rangka mengatasi kesulitan jangka pendek sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/2003 tanggal 14 Agustus 2003 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum, dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut : Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Pasal 1 PIHAK PERTAMA menyediakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi PIHAK KEDUA untuk jangka waktu 1 (satu) hari sebesar Rp………………. (……………… rupiah), yang berlaku dari tanggal …………….. sampai dengan tanggal ……………... Pasal 2 (1) Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib dijamin oleh PIHAK KEDUA dengan agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Surat Utang Negara yang dimiliki oleh PIHAK KEDUA, yang memiliki nilai jual sekurang- kurangnya sebesar 100% dari nominal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek untuk Sertifikat Bank Indonesia atau nilai pasar sekurang-kurangnya sebesar 105% dari nominal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek untuk Surat Utang Negara. (2) Pengikatan agunan dilakukan dengan gadai yang akan dibuat dalam perjanjian tersendiri yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini. Pasal 3 (1) PIHAK KEDUA dapat memanfaatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek yang disebabkan oleh sistem kliring dan atau pemakaian fasilitas dalam rangka Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement; b. memiliki agunan yang mencukupi baik nilai maupun jangka waktunya; c. belum memanfaatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek selama 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut. (2) Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebesar: a. kebutuhan dana yang disebabkan oleh sistem kliring dan atau pemakaian fasilitas dalam rangka Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement yang tidak dapat dilunasi PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA yang terjadi pada hari permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek diajukan; dan b. kebutuhan dana sebagaimana dimaksud huruf a termasuk biaya bunga atas FPJP tersebut yang tidak dapat dilunasi PIHAK KEDUA pada saat FPJP jatuh waktu; dan c. tambahan kebutuhan dana yang disebabkan oleh sistem kliring dan atau pemakaian fasilitas dalam rangka Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement yang tidak dapat dilunasi PIHAK KEDUA yang terjadi pada hari permohonan perpanjangan FPJP. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Pasal 4 Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikenakan biaya bunga sebesar …% (terbilang …. per seratus) per tahun. Pasal 5 Pelunasan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dilakukan dengan cara PIHAK PERTAMA melakukan pendebetan rekening giro PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA pada tanggal jatuh waktu Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang bersangkutan sebesar Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek ditambah biaya bunga yang menjadi kewajiban PIHAK KEDUA. Pasal 6 (1) Apabila dana yang tersedia pada rekening giro PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA tidak mencukupi untuk pelunasan FPJP sebagaimana dimaksud pasal 5 dan atau PIHAK KEDUA tidak mengajukan perpanjangan FPJP dan atau permohonan perpanjangan FPJP PIHAK KEDUA tidak disetujui PIHAK PERTAMA, PIHAK KEDUA dengan ini memberi kuasa khusus dengan hak substitusi yang tidak dapat dicabut kembali oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, untuk mencairkan agunan dan mengambil hasil pencairan tersebut untuk pelunasan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek PIHAK KEDUA. (2) Dalam hal nilai pencairan agunan sebagaimana dimaksud ayat (1) lebih kecil dari kewajiban pelunasan FPJP PIHAK KEDUA sebagaimana dimaksud Pasal 5, PIHAK KEDUA wajib menyetorkan kekurangan kewajiban pelunasan dimaksud kepada PIHAK PERTAMA. Pasal 7 Atas pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek ini, kepada PIHAK KEDUA tidak dikenakan biaya provisi. Pasal 8 Mengenai perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para pihak memilih domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Pasal 9 Perubahan atas pasal 1 dan pasal 4 dilakukan melalui suatu Addendum Perjanjian Kredit. Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di ……….., dalam rangkap 2 (dua), masing-masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. ………….., ………. (tempat & tanggal) PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA Meterai Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran -5 AKTA PENGIKATAN AGUNAN SECARA GADAI BANK …….. - BANK INDONESIA Nomor:……… Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertanda tangan di bawah ini : 1. …………………, Direktur Utama/Direktur perseroan yang akan ditunjuk dibawah ini,bertempat tinggal di ………, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut, demikian berdasarkan Pasal …… Anggaran dasar perseroan terbatas PT. Bank ………., berkedudukan di ……. Yang Anggaran Dasarnya (beserta perubahannya) (jika telah ada perubahan Anggaran Dasar) (berturut-turut) telah dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal ……..No. ……..., Tambahan nomor ……, selanjutnya disebut PEMBERI GADAI--------- Jika komparan bertindak harus ada surat kuasa dari komisaris maka komparisi adalah sebagai berikut : 1. …………………; Direktur Utama/Direktur perseroan yang akan ditunjuk dibawah ini,bertempat tinggal di ………, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut, demikian berdasarkan Pasal …… Anggaran dasar perseroan terbatas PT. Bank ………., berkedudukan di ……. Yang Anggaran Dasarnya (beserta perubahannya) (jika telah ada perubahan Anggaran Dasar) (berturut-turut) telah dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal ……..No. ……..., Tambahan nomor ……, dan untuk melaksanakan tindakan hukum yang tercantum dalam perjanjian ini telah mendapatkan persetujuan tertulis dari Komisaris perseroan tersebut, sebagai ternyata dalam surat persetujuan tertulis tanggal ……..yang bermeterai cukup, selanjutnya disebut PEMBERI GADAI---------------- 2. …………………; Direktur Direktorat ………../Pemimpin Bank Indonesia ………, bertempat tinggal di ……., dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut untuk dan atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia, dan dengan demikian mewakili Bank Indonesia yang berkedudukan di Jakarta berdasarkan Pasal 39 Undang-undang No. 23 tahun 1999, selanjutnya disebut PENERIMA GADAI--------- Kedua belah pihak dengan terlebih dahulu menerangkan: a. bahwa PEMBERI GADAI telah mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dari PENERIMA GADAI sebesar Rp…… (……) dan dengan berdasarkan ketentuan dan persyaratan sebagaimana diuraikan dalam Perjanjian Kredit nomor .... tanggal …., Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- termasuk Addendum Perjanjian Kredit nomor .... tanggal ...., yang untuk selanjutnya disebut Perjanjian Pokok. b. bahwa menurut ketentuan Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI diwajibkan untuk memberikan agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Surat Utang Negara; c. bahwa PEMBERI GADAI menyatakan telah memiliki Sertifikat Bank Indonesia dan atau Surat Utang Negara yang akan digadaikan sebagaimana tercantum dalam Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) yang terdiri dari : - SKSD No.……………… senilai ……………… - SKSD No.………………. senilai ……………… - SKSD No......................... senilai ....................... yang akan diperpanjang masa berlakunya berdasarkan Permohonan Pengajuan Surat Keterangan Surat Berharga Diagunkan yang Diagunkan (PP-SKSD) tanggal............ (khusus dalam hal Bank melakukan perpanjangan FPJP dengan menggunakan SKSD yang sama namun SKSD dimaksud jatuh tempo pada tanggal pengajuan perpanjangan FPJP) - dst. yang selanjutnya disebut SURAT BERHARGA. d. bahwa guna memenuhi persyaratan Perjanjian Pokok dan agar PEMBERI GADAI dapat menjamin pembayaran kembali segala hutangnya kepada PENERIMA GADAI karena Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya bunga yang harus dibayar maksimum sebagaimana dimuat dalam Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI menyatakan menggadaikan dan dengan demikian menyerahkan kepada PENERIMA GADAI SURAT BERHARGA tersebut di atas sebagaimana tercantum dalam Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan dengan jumlah nilai nominal sebesar Rp ………………… ( …….. rupiah) dan jumlah nilai pasar sebesar Rp ……….. (………….. rupiah); dan PENERIMA GADAI menyatakan menerima baik gadai SURAT BERHARGA tersebut. e. bahwa PEMBERI GADAI menjamin bahwa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Surat Utang Negara yang diberikan sebagai jaminan dengan Perjanjian Jaminan Gadai ini adalah benar-benar haknya PEMBERI GADAI, semata-mata bebas dari sitaan, tidak sedang digadaikan atau dipertanggungkan secara apapun juga kepada orang atau pihak lain terlebih dahulu, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa dan oleh karenanya PENERIMA GADAI dibebaskan oleh PEMBERI GADAI dari segala tuntutan apapun juga dari pihak lain. Selanjutnya para pihak tetap dalam kedudukannya di atas menyatakan bahwa gadai SURAT BERHARGA ini dilangsungkan dan diterima dengan ketentuan dan syarat sebagai berikut : Pasal 1 (1) Penyerahan hak atas SURAT BERHARGA tersebut di atas beserta SURAT BERHARGA yang bersangkutan sebagaimana tercantum dalam pencatatan kepemilikan surat berharga tersebut oleh PEMBERI GADAI dinyatakan berlaku terhitung sejak penandatanganan perjanjian ini. (2) Dalam hal penggadaian SURAT BERHARGA memerlukan pemblokiran dari lembaga yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA, maka PEMBERI Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- GADAI dengan ini memberi kuasa khusus dengan hak substitusi kepada PENERIMA GADAI untuk memberitahukan kepada lembaga yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA yang digadaikan perihal pemblokiran SURAT BERHARGA. (3) Dalam hal penggadaian SURAT BERHARGA memerlukan pemblokiran dari lembaga yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA, Perjanjian Gadai ini dinyatakan berlaku terhitung sejak tanggal surat pemblokiran dari lembaga yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA diterima PENERIMA GADAI. Pasal 2 Apabila PEMBERI GADAI lalai membayar hutangnya sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian ini pada butir d di atas kepada PENERIMA GADAI, maka PENERIMA GADAI berhak mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/ /DPM tanggal xx September 2000 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum; dan untuk itu PENERIMA GADAI berhak mengambil hasil penjualan SURAT BERHARGA tersebut sebagai pembayaran atas seluruh hutang PEMBERI GADAI kepada PENERIMA GADAI. Pasal 3 Apabila untuk pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diperlukan kuasa, dengan ini PEMBERI GADAI memberikan kuasa dengan hak susbtitusi kepada PENERIMA GADAI: a. untuk mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA tersebut; b. memperpanjang jangka waktu SKSD SURAT BERHARGA; dan kuasa tersebut dinyatakan tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa (PEMBERI GADAI) dengan alasan apapun juga sesuai ketentuan yang berlaku, sepanjang PEMBERI GADAI belum melunasi seluruh hutangnya sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian ini pada butir d di atas kepada PENERIMA GADAI dan/atau PEMBERI GADAI masih bermaksud menggunakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dari PENERIMA GADAI. Pasal 4 Apabila hasil dari pencairan atau penjualan atas SURAT BERHARGA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lebih besar dari jumlah Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diterima oleh PEMBERI GADAI, biaya bunga dan biaya administrasi dan/atau biaya pencairan agunan, maka yang dapat diambil oleh PENERIMA GADAI adalah sebesar jumlah dimaksud; sedang kelebihannya harus dikembalikan oleh PENERIMA GADAI kepada PEMBERI GADAI. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Pasal 5 Apabila Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diterima PEMBERI GADAI telah terbayar lunas tanpa perlu adanya pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA yang digadaikan dan Perjanjian Pokok telah berakhir, maka PENERIMA GADAI wajib menyerahkan kembali semua SURAT BERHARGA yang digadaikan dengan Perjanjian ini kepada PEMBERI GADAI sesuai dengan kepemilikannya; dan gadai SURAT BERHARGA ini menjadi berhenti dengan sendirinya (gugur). Pasal 6 (1) Gadai SURAT BERHARGA ini diberikan untuk menjamin hutang-hutang PEMBERI GADAI, baik yang timbul karena Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang disediakan oleh PENERIMA GADAI sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian ini butir d di atas, maupun yang timbul karena kewajiban-kewajiban lain yang terbeban pada PEMBERI GADAI karena biaya bunga, biaya administrasi, dan atau biaya pencairan agunan yang harus dibayar kepada PENERIMA GADAI. (2) Pemberi Gadai setuju bahwa besarnya jumlah tagihan yang dijamin dengan jaminan gadai ini adalah sebagaimana yang tercatat pada Penerima Gadai dan diterima sebagai alat bukti yang sempurna. Pasal 7 Perjanjian ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Kredit No. …… dengan addendum No. ........... Pasal 8 Mengenai Perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para pihak memilih domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di …………, dalam rangkap 2 (dua) , masing-masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. ………, ………(tempat & tanggal) PENERIMA GADAI PEMBERI GADAI Meterai Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran-6 ADDENDUM PERJANJIAN KREDIT DALAM RANGKA FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK (FPJP) Nomor: ………. Menunjuk Perjanjian Kredit Dalam Rangka Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek/ Addendum Perjanjian Kredit Dalam Rangka Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek nomor ………… tanggal .............., dengan ini PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat untuk melakukan perubahan Perjanjian Kredit dimaksud dan atau Addendum Perjanjian Kredit dimaksud sebagai berikut: 1. Jumlah Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek menjadi sebesar Rp .......................…. (terbilang ...........................…), yang berlaku dari tanggal …………….. sampai dengan tanggal ……………... 2. Suku bunga dikenakan menjadi sebesar …..% (………. per seratus) per tahun. Untuk pengikatan agunan dalam rangka penggunaan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud diatas, PIHAK KEDUA menyampaikan Akta Pengikatan Agunan secara Gadai nomor .... tanggal...... Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di ……….., dalam rangkap 2 (dua), masing- masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama. ………….., ………. (tempat & tanggal) PIHAK PERTAMA PIHAK KEDUA Meterai Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran-7 Contoh Perhitungan Nilai Agunan Dalam Rangka FPJP I. Perhitungan Nilai Jual SBI Bank mengagunkan 3 seri SBI dengan total nilai nominal sebesar Rp225 miliar dengan rincian sebagai berikut: - SBI 1 bulan seri A dengan karakteristik nilai nominal Rp100 miliar, tingkat diskonto pada saat penerbitan = 9,375%, sisa jangka waktu = 20 hari - SBI 1 bulan seri B : Rp75 miliar, 9,25%, 15 hari - SBI 3 bulan seri C : Rp50 miliar, 10,00%, 10 hari Data rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI berdasarkan lelang terakhir yang diadakan Bank Indonesia adalah: - SBI 1 bulan: 9,52% - SBI 3 bulan: 9,74% Maka nilai jual SBI adalah: Rp100 miliar x 360 Rp75 miliar x 360 360 + (9,52% x 15 hari) Rp50 miliar x 360 ------------------------- + ------------------------- + -------------------------- = 360 + (9,52% x 20 hari) 360 + (9,74% x 10 hari) Rp99.473.893.629,250 + Rp74.703.675.420,831 + Rp49.865.087.236,200 = Rp224.042.656.286,280 Dengan demikian nilai maksimum FPJP yang dapat diberikan kepada Bank adalah Rp224.042.656.286,280 II. Perhitungan Nilai Pasar Surat Utang Negara (SUN) Bank mengagunkan SUN yang memiliki nilai nominal sebesar Rp100 miliar. Rata-rata tertimbang (rrt) harga SUN = 107,5 maka nilai pasar SUN adalah Rp100 miliar x 1,075 = Rp107,5 miliar. sehingga nilai maksimum FPJP yang dapat diberikan kepada Bank adalah: Rp107,5 miliar x 100/105 = Rp101.904.761.904,762. Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- III. Perhitungan Nilai Jual SBI dan SUN Bank mengagunkan 2 seri SBI dan 2 seri SUN dengan total nilai nominal sebesar Rp300 miliar dengan rincian sebagai berikut: - SBI 1 bulan seri A dengan karakteristik nilai nominal Rp100 miliar, tingkat diskonto pada saat penerbitan = 9,375%, sisa jangka waktu = 20 hari - SBI 3 bulan seri B : Rp75 miliar, 9,25%, 15 hari - SUN seri C : Rp65 miliar, harga rrt 105 - SUN seri D : Rp60 miliar, harga rrt 107 Data rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI berdasarkan lelang terakhir yang diadakan Bank Indonesia adalah: - SBI 1 bulan: 9,52% - SBI 3 bulan: 9,74% - Nilai jual SBI adalah: Rp100 miliar x 360 Rp75 miliar x 360 ------------------------- + ------------------------- = Rp 174.170.748.891,643 360 + (9,52% x 20 hari) 360 + (9,74% x 15 hari) - Nilai jual SUN adalah: 100 (Rp65 miliar x 105) x ----- + (Rp60 miliar x 107) x 105 100 ----- = Rp 126.142.857.142,857 105 Total nilai jual SBI dan SUN adalah: Rp 174.170.748.891,643 + Rp 126.142.857.142,857 = Rp300.313.606.034,500 Dengan demikian nilai maksimum FPJP yang dapat diberikan kepada Bank adalah Rp300.313.606.034,500 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran-8 Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga Yang Diagunkan (PP-SKSD) Nomor : Kepada : Central Registry Kami : Pemberi Agunan No. Rekening SBI di Central Registry Dengan ini mengajukan permohonan kepada Central Registry untuk menerbitkan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD), untuk diagunkan kepada pihak penerima agunan sebagai berikut : Penerima Agunan Alamat Bank Indonesia Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta Dan untuk memindahkan kepemilikan Kami dari Rekening Perdagangan ke Rekening Agunan, atas SBI sebagai berikut : Seri SBI Tanggal Jatuh Waktu SBI Nilai Nominal yang Diagunkan Tanggal Penerbitan SKSD Tanggal Jatuh Waktu SKSD ……….., tgl/bln/thn Tanda tangan Pejabat berwenang Meterai + stempel Perusahaan Rp Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran-9 Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (PP-SKSD) Nomor _________ Kepada : Central Registry cq. Bag. PTPU Saya/Kami: PIHAK PEMBERI AGUNAN Nama Pemegang Rekening Surat Berharga (Nama Peserta Bank/Sub Reigistry di Central Registry) Nomor Rekening Surat Berharga Contact Person / Nomor Telp/Fax Dengan ini mengajukan permohonan kepada Central Registry untuk menerbitkan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD), untuk diagunkan kepada pihak penerima agunan sebagai berikut: PIHAK PENERIMA AGUNAN Nama Bank Indonesia Alamat Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10010 Dan untuk memindahkan seluruh kepemilikan Saya/Kami dari rekening perdagangan ke rekening collateral, atas surat berharga sebagai berikut : Jenis Surat Berharga Seri Surat Berharga Tanggal Jatuh Waktu (Obligasi Pemerintah) (FR/VR) Nilai nominal yang diagunkan Tanggal Jatuh Waktu SKSD Tanggal Penerbitan SKSD Tanda tangan Pejabat yang Berwenang : Meterai + Stempel Perusahaan (Tanggal jatuh waktu surat berharga) Rp (Tanggal settlemen) Tanggal Pengajuan Formulir: Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran-10 Surat Permohonan Penglepasan Pengagunan Sebelum Jatuh Waktu Nomor : Kepada : Central Registry cq. Bagian PTPU Kami Bank/Sub-Registry….. dengan ini meminta Saudara untuk melakukan penglepasan pengagunan SBI/SUN sebelum jatuh waktu pada rekening SBI/SUN kami sebagai berikut : Nomor rekening SBI/SUN di Central Registry Seri SBI/SUN yang diagunkan Tanggal penglepasan agunan Nilai Nominal yang Diagunkan Tingkat Diskonto/Kupon Tanggal Penerbitan SKSD Tanggal Jatuh Waktu SKSD ……….., tgl/bln/thn Tanda tangan Pejabat berwenang Meterai + stempel Perusahaan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran 11 BI-SKRIP Surat Permohonan Perpindahan Registrasi – DVP Nomor : Kepada : Saya/Kami: PENJUAL Nama Pemegang Rekening Surat Berharga di Central Registry : (Nama peserta /SR ) Nama Nasabah di Sub Registry : (Nama pemegang rekening surat berharga) Dengan ini memindahkan kepemilikan Surat Berharga kepada PEMBELI Nama Pemegang Rekening Surat Berharga di Central Registry : (Nama peserta/ SR ) Nama Nasabah di Sub-Registry : (Nama pemegang rekening surat berharga) Seluruh kepemilikan saya/kami dan hak penerimaan pembayaran kupon atas surat berharga berikut : Jenis Surat Berharga Seri Surat Berharga Tanggal Jatuh Waktu Nilai Nominal Nilai Transaksi Tgl Setelmen Tgl.Transaksi (Obligasi Pemerintah) (FR/VR) (Tgl.jatuh waktu Obligasi Pemerintah) Rp Rp Accrued Interest Rp Tgl.Pemindahan Kepemilikan OP di Central Registry Dengan syarat bahwa surat berharga tidak akan dipindahtangankan, kecuali pihak pembeli telah melunasi pembayaran sesuai dengan persyaratan sebagai berikut : Jumlah Pembayaran Bank Penerima Pembayaran No. Rek. Giro Bank Penerima di BI Tanda Tangan Pejabat yang Berwenang : Meterai + Stempel Perusahaan Rp (jlh yg.dibayarkan melalui BI-RTGS) (Bank yg.ditunjuk utk menerima / membayar transaksi) Nomor Rekening Surat Berharga di Central Registry : Contact Person / Telepon/Fax : Central Registry cq. Bagian PTPU Nomor Rekening Surat Berharga di Central Registry: Tanggal Pengajuan Formulir: Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------- Lampiran 12 BI-SKRIP Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran – DVP Nomor : Kepada : Saya/Kami : Bagian PTPU PEMBELI / PIHAK PEMBAYAR Nama Bank Pembayar / Pemegang Rekening Giro di BI-RTGS : (Nama peserta bank atau Sub Registry di Central Registry) Nama Pembeli / Sub Registry Pembeli Surat Berharga : (Nama pemilik rekening surat berharga) Kode/Nomor Rek.Giro di BI-RTGS : Contact Person / Telepon/Fax : Dengan ini memindahkan dana kepada PENJUAL / PIHAK PENERIMA DANA Nama Penjual Bank Penerima )No. Rek Surat Berharga di Central Registry Kode/Nomor Rekening Giro di BI-RTGS Jumlah (dalam huruf) (jlh yg dibayarkan melalui BI-RTGS dalam huruf) (Pemilik surat berharga) (Bank yg ditunjuk untuk menerima pembayaran transaksi) Rp. Dengan syarat bahwa pembayaran tidak akan dilakukan kecuali surat berharga telah diserahkan ke rekening surat berharga Saya/Kami : Nama Pembeli Nama Registry Nomor Rekening Surat Berharga Untuk surat berharga sebagai berikut : Jenis Surat Berharga Seri Surat Berharga Tanggal Jatuh Waktu Nilai Nominal Nilai Transaksi Tgl Setelmen Tgl.Transaksi (diisi Central Registry atau nama Sub Registry) No. rek. surat berharga di Central Registry (Obligasi Pemerintah) (FR/VR) (Tgl.jatuh waktu Obligasi Pemerintah) Rp Rp Accrued Interest Tgl.Pemindahan Kepemilikan OP di Central Registry Rp PENGESAHAN BANK YANG DITUNJUK MELAKUKAN PEMBAYARAN : Tanda Tangan Pejabat Berwenang : Meterai + Stempel Perusahaan (Khusus ditandatangani bila pejabat yang berwenang untuk melakukan pemindahan Portofolio dan pembayaran berbeda) Tanggal Pengajuan Formulir : Tanda Tangan Pejabat Berwenang : Meterai + Stempel Perusahaan Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003 -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 5/20/DPM|SE-BI/2003 </reg_id> <reg_title> Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title> <set_date> 23 September 2003 </set_date> <effective_date> 23 September 2003 </effective_date> <replaced_reg> '2/21/DPM|SE-BI/2000' </replaced_reg> <related_reg> '5/15/PBI/2003' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
No. 6/ 12 /DPNP Jakarta, 26 Februari 2004 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah Menunjuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan atas Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/5/PBI/2001 tanggal 22 Maret 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 23,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4082) serta memperhatikan Surat Badan Penyehatan Perbankan Nasional kepada Bank Indonesia Nomor PROG-2345/BPPN/0700 tanggal 28 Juli 2000 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin oleh Pemerintah, maka ketentuan mengenai marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin oleh Pemerintah diubah menjadi sebagai berikut: Jenis Deposito Jangka waktu dalam Rupiah (basis point) 1 bulan 3 bulan 6 bulan 12 bulan 24 bulan Pasar Uang Antar Bank 18 (delapan belas) 20 (dua puluh) 21 (dua puluh satu) 23 (dua puluh tiga) 19 (sembilan belas) 42 (empat puluh dua) dalam valuta asing (basis point) 8 (delapan) 8 (delapan) 8 (delapan) 8 (delapan) 12 (dua belas) 0 (nol) di atas … -2- di atas rata-rata suku bunga deposito berjangka dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Indonesia Nomor 5/25/DPNP tanggal 23 Oktober 2003 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Maret 2004. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. Edaran Bank BANK INDONESIA Ttd. SWD. MURNIASTUTI KEPALA BIRO PENELITIAN DAN PENGATURAN BANK
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 6/12/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id> <reg_title> Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah </reg_title> <set_date> 26 Februari 2004 </set_date> <effective_date> 1 Maret 2004 </effective_date> <replaced_reg> '5/25/DPNP|SE-BI/2003' </replaced_reg> <related_reg> '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998', '3/5/PBI/2001', 'PROG-2345/BPPN/0700|SRT-BPPN/2000' </related_reg>
No. 12 / 11 /DPNP Jakarta, 31 Maret 2010 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia Sehubungan dengan telah diimplementasikannya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 50 (Revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan dan PSAK Nomor 55 (Revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran sejak 1 Januari 2010 dan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/40/PBI/2008 tanggal 24 Desember 2008 tentang Laporan Bulanan Bank Umum sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/2/PBI/2010 tanggal 5 Februari 2010 maka perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005, sebagai berikut: 1. Seluruh . . . 1. Seluruh lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005 diubah menjadi Lampiran 1, Lampiran 1a, Lampiran 2, Lampiran 2a, Lampiran 3, Lampiran 3a, Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 5a, Lampiran 6, Lampiran 6a, Lampiran 7, Lampiran 8, Lampiran 9, Lampiran 10, Lampiran 11, Lampiran 12, Lampiran 13, dan Lampiran 14 sebagaimana terlampir. 2. Lampiran-lampiran sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Ketentuan dalam butir II.1.d diubah menjadi sebagaimana berikut: “Pos-pos yang memiliki saldo nihil dalam format Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan yang diumumkan di surat kabar tetap harus dicantumkan dengan memberi garis pendek (-) pada pos yang bersangkutan, kecuali ditetapkan secara khusus dalam Lampiran”. 4. Ketentuan dalam butir II.1.h diubah menjadi sebagai berikut: “Bagi Bank Umum Konvensional yang juga memiliki kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, selain menyajikan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan sesuai ketentuan ini juga menyajikan informasi keuangan syariah sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan, serta Laporan Tertentu, yang berlaku bagi Bank Umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS).” 5. Ketentuan dalam butir II.2 diubah menjadi sebagai berikut: ”II.2. Cakupan a. Laporan . . . a. Laporan yang wajib disajikan dalam Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan sekurang-kurangnya terdiri dari: 1) Neraca 2) Perhitungan Laba Rugi 3) Daftar Komitmen dan Kontijensi 4) Transaksi Spot dan Derivatif 5) Kualitas Aset Produktif dan Informasi lainnya 6) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum 7) Rasio Keuangan Format yang digunakan ditetapkan sesuai format pada Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7. b. Dalam penyusunan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank wajib berpedoman pada pedoman penyusunan sebagai berikut: 1) Pedoman Penyusunan Neraca 2) Pedoman Penyusunan Perhitungan Laporan Laba Rugi 3) Pedoman Penyusunan Daftar Komitmen dan Kontijensi 4) Pedoman Penyusunan Laporan Transaksi Spot dan Derivatif 5) Pedoman Penyusunan Laporan Kualitas Aset Produktif dan Informasi Lainnya 6) Pedoman Perhitungan Modal 7) Pedoman Perhitungan Rasio Keuangan Pedoman yang digunakan ditetapkan sesuai format pada Lampiran 8, Lampiran 9, Lampiran 10, Lampiran 11, Lampiran 12, Lampiran 13, dan Lampiran 14”. 6. Perlakuan . . . 6. Perlakuan akuntansi untuk pos-pos dalam Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Laporan Keuangan Publikasi Bulanan didasarkan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku, Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) serta ketentuan dan pedoman terkait yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 7. Sehubungan dengan implementasi PSAK Nomor 50 (Revisi 2006) dan PSAK Nomor 55 (Revisi 2006), Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan posisi Maret, Juni, September, dan Desember 2009 yang disajikan sebagai informasi komparatif Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan posisi Maret, Juni, September, dan Desember 2010 disesuaikan dengan format dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini tanpa perlu dinyatakan kembali (restatement). Untuk itu Bank wajib mengungkapkan standar akuntansi yang digunakan untuk masing-masing periode. 8. Penyajian Laporan Keuangan Publikasi dengan menggunakan format sebagaimana diatur dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini dilakukan sejak laporan posisi bulan Januari 2010. Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 2010 dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2010. Agar . . . Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HALIM ALAMSYAH DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/11/DPNP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 31 Maret 2010 </set_date> <effective_date> 31 Maret 2010 dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2010 </effective_date> <changed_reg> '3/30/DPNP|SE-BI/2001' </changed_reg> <extension_of> '7/10/DPNP|SE-BI/2005' </extension_of> <replaced_reg> '7/10/DPNP|SE-BI/2005', '3/30/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg> <related_reg> '10/40/PBI/2008', '12/2/PBI/2010', '7/10/DPNP|SE-BI/2005', '3/30/DPNP|SE-BI/2001' </related_reg>
No.18/5/DSta Jakarta, 6 April 2016 S UR A T EDA R A N Kepada SEMUA DEBITUR UTANG LUAR NEGERI DI INDONESIA Perihal: Penerimaan Devisa Utang Luar Negeri Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5534) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/23/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 374, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5814), perlu mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai kewajiban penerimaan Devisa Utang Luar Negeri dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia, dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh persetujuan dari otoritas yang berwenang untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia, namun tidak termasuk kantor cabang luar negeri dari Bank yang berkantor pusat di Indonesia. 3. Penduduk ... 2 3. Penduduk adalah penduduk sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar. 4. Utang Luar Negeri yang selanjutnya disingkat ULN adalah utang Penduduk kepada bukan Penduduk dalam valuta asing. 5. Debitur ULN adalah perorangan, badan hukum bukan bank, dan badan lainnya yang memiliki ULN. 6. Devisa ULN yang selanjutnya disingkat DULN adalah devisa yang diperoleh Debitur ULN dari penarikan ULN. 7. Pelapor DULN adalah Debitur ULN. 8. Hari adalah hari kerja Bank Indonesia. 9. Dokumen Pendukung adalah dokumen yang membuktikan: a. penerimaan DULN telah dilakukan melalui Bank Devisa; b. penyebab terjadinya selisih kurang antara nilai setiap penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan nilai setiap penarikan ULN; atau c. penyebab terjadinya selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan nilai komitmen ULN. 10. Penjelasan Tertulis adalah pernyataan pihak perusahaan yang menjelaskan adanya selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan nilai komitmen ULN. II. KEWAJIBAN PENERIMAAN DULN 1. Setiap penarikan DULN wajib diterima oleh Debitur ULN melalui Bank Devisa. 2. Penerimaan DULN sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib dilaporkan oleh Debitur ULN kepada Bank Indonesia. 3. Kewajiban sebagaimana diatur dalam angka 1 berlaku bagi DULN berbentuk dana yang berasal dari: a. ULN berdasarkan perjanjian kredit (loan agreement) dalam bentuk nonrevolving; b. ULN berdasarkan surat utang (debt securities). 4. Kewajiban ... 3 4. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 3 juga termasuk DULN yang berasal dari selisih antara nilai ULN baru dengan tujuan refinancing, terhadap nilai ULN lama. 5. ULN baru sebagaimana dimaksud dalam angka 4 meliputi ULN berdasarkan perjanjian kredit (loan agreement) dan surat utang (debt securities). 6. ULN lama sebagaimana dimaksud dalam angka 4 meliputi ULN berdasarkan perjanjian kredit (loan agreement), surat utang (debt securities), dan utang dagang (trade credit) dalam bentuk barang. 7. 8. 9. Nilai setiap penerimaan DULN harus sama dengan nilai setiap penarikan ULN. Nilai akumulasi penerimaan DULN harus sama dengan nilai komitmen ULN. Nilai komitmen ULN sebagaimana dimaksud dalam angka 8 berupa nominal ULN yang tercantum dalam dokumen perjanjian kredit (loan agreement) atau nominal yang tercantum dalam surat utang (debt securities). III. PENYAMPAIAN LAPORAN SERTA JENIS DAN KETENTUAN TERKAIT DOKUMEN PENDUKUNG DAN PENJELASAN TERTULIS A. Penyampaian Laporan Penerimaan DULN 1. Penerimaan DULN yang dilaporkan kepada Bank Indonesia disampaikan melalui laporan realisasi dan posisi ULN sebagaimana diatur dalam: a. Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan kegiatan lalu lintas devisa dan pelaporan kegiatan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan ULN korporasi nonbank; dan b. Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan kegiatan lalu lintas devisa berupa realisasi dan posisi ULN. 2. Debitur ULN harus menyampaikan informasi penerimaan DULN kepada Bank Devisa secara akurat, bahwa transaksi penerimaan (incoming transfer) yang terjadi merupakan penerimaan DULN dari penarikan ULN yang dilakukan. B. Jenis ... 4 B. Jenis dan Ketentuan terkait Dokumen Pendukung dan Penjelasan Tertulis 1. Dokumen Pendukung yang Membuktikan Penerimaan DULN melalui Bank Devisa a. Penyampaian laporan penerimaan DULN sebagaimana dimaksud dalam huruf A harus disertai Dokumen Pendukung yang dapat membuktikan bahwa penerimaan DULN telah dilakukan melalui Bank Devisa, antara lain berupa bukti transfer dan/atau SWIFT message, yang berisikan informasi paling kurang nama Bank Devisa, tanggal penerimaan DULN, nilai nominal penerimaan DULN, nama penerima dana, dan nama pengirim dana. b. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal penarikan ULN. Contoh: PT AB memperoleh ULN dalam bentuk surat utang (debt securities) dengan menerbitkan obligasi di Singapura pada tanggal 5 Oktober 2016 sebesar USD5.000.000,00 (lima juta dolar Amerika Serikat) dan menerima DULN- nya melalui Bank Devisa pada tanggal tersebut. Dalam hal ini, PT AB harus menyampaikan Dokumen Pendukung yang dapat membuktikan bahwa penerimaan DULN telah dilakukan melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 15 November 2016. c. Dalam hal Pelapor DULN tidak menyampaikan Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Pelapor DULN dianggap tidak melakukan penerimaan DULN melalui Bank Devisa. Contoh: PT CD memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit (loan ... 5 (loan agreement) pada tanggal 1 Juni 2016 sebesar USD10.000.000,00 (sepuluh juta dolar Amerika Serikat). PT CD melakukan penarikan ULN pada tanggal 7 Juni 2016 dan menerima DULN-nya melalui Bank Devisa pada tanggal tersebut. PT CD harus menyampaikan Dokumen Pendukung yang dapat membuktikan bahwa penerimaan DULN telah dilakukan melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 15 Juli 2016. Apabila PT CD baru menyampaikan Dokumen Pendukung kepada Bank Indonesia pada tanggal 1 Agustus 2016, maka PT CD dianggap tidak melakukan penerimaan DULN melalui Bank Devisa. 2. Dokumen Pendukung yang Membuktikan Selisih Kurang antara Nilai Penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan Nilai Penarikan ULN a. Dalam hal nilai setiap penerimaan DULN melalui Bank Devisa lebih kecil dari nilai setiap penarikan ULN dengan selisih kurang lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), nilai penerimaan DULN dianggap sama dengan nilai penarikan ULN apabila Debitur ULN menyampaikan Dokumen Pendukung yang memadai kepada Bank Indonesia. b. Dalam hal selisih kurang sebagaimana dimaksud dalam huruf a berjumlah paling banyak ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), nilai penerimaan DULN dianggap sama dengan nilai penarikan ULN. Dalam hal ini, Debitur ULN tidak perlu menyampaikan Dokumen Pendukung. c. Dalam hal valuta penerimaan DULN melalui Bank Devisa sama dengan valuta penarikan ULN, besarnya selisih kurang antara nilai penerimaan DULN dengan nilai penarikan ULN dikonversikan ke Rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan penarikan ULN. Contoh ... 6 Contoh: PT EF memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit (loan agreement) pada tanggal 20 Mei 2016 dari kreditor GH di Singapura sebesar SGD5.000.000,00 (lima juta dolar Singapura), dengan batas akhir ULN tanggal 31 Desember 2017. PT EF melakukan penarikan ULN sebanyak 2 (dua) kali, yaitu tanggal 15 Juni 2016 dan tanggal 18 Agustus 2016, masing-masing sebesar SGD2.000.000,00 (dua juta dolar Singapura) dan SGD3.000.000,00 (tiga juta dolar Singapura). Untuk penarikan ULN pertama, nilai penerimaan DULN di Bank Devisa (setelah dikurangi biaya provisi dan biaya lainnya) tercatat sebesar SGD1.990.000,00 (satu juta sembilan ratus sembilan puluh ribu dolar Singapura). Untuk penarikan ULN pertama, selisih kurang antara nilai penerimaan DULN dengan nilai penarikan ULN, dengan perhitungan konversi ke Rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia tanggal 30 Juni 2016 (dengan asumsi Rp9.500,00/SGD), adalah sebesar (SGD2.000.000,00 x Rp9.500,00/SGD) (SGD1.990.000,00 x Rp9.500,00/SGD) Rp95.000.000,00. - = Dengan demikian, PT EF harus menyampaikan Dokumen Pendukung yang memadai untuk membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang tersebut. d. Dalam hal terdapat perbedaan antara valuta penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan valuta penarikan ULN, besarnya selisih kurang antara nilai penerimaan DULN dengan nilai penarikan ULN dihitung setelah nilai masing-masing valuta dikonversikan ke Rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan penarikan ULN. Contoh: PT IJ memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit (loan agreement) pada tanggal 5 September 2016 dari kreditor ... 7 kreditor KL di Jerman sebesar EUR1.000.000,00 (satu juta euro) dan ditarik sekaligus dalam mata uang dolar Amerika Serikat pada tanggal dimaksud. Nilai penerimaan DULN di Bank Devisa (setelah dikurangi biaya provisi dan biaya lainnya) tercatat sebesar USD1.150.000,00 (satu juta seratus lima puluh ribu dolar Amerika Serikat). Dalam hal ini, selisih kurang antara nilai penerimaan DULN dengan nilai penarikan ULN, dengan perhitungan konversi ke Rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia tanggal 30 September 2016 (dengan asumsi Rp15.400,00/EUR dan Rp13.300,00/USD), adalah sebesar (EUR1.000.000,00 x Rp15.400,00/EUR) – (USD1.150.000,00 x Rp13.300,00/USD) = Rp105.000.000,00. Dengan demikian, PT IJ harus menyampaikan Dokumen Pendukung yang memadai untuk membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang tersebut. e. Dalam hal valuta penerimaan DULN melalui Bank Devisa dan/atau valuta penarikan ULN tidak terdapat dalam daftar kurs yang diumumkan Bank Indonesia, besarnya selisih kurang antara nilai penerimaan DULN dengan nilai penarikan ULN dihitung dengan cara sebagai berikut: 1) nilai penerimaan DULN dan/atau nilai penarikan ULN dalam masing-masing valuta dikonversikan ke Dolar Amerika Serikat menggunakan kurs tengah Reuters pada akhir bulan penarikan ULN; dan 2) hasil konversi dalam Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dikonversikan ke Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan penarikan ULN untuk dihitung selisihnya. Contoh ... 8 Contoh: PT MN memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit (loan agreement) pada tanggal 11 Agustus 2016 sebesar INR50.000.000,00 (lima puluh juta rupee India) dan ditarik sekaligus dalam mata uang dolar Amerika Serikat pada tanggal tersebut. Nilai penerimaan DULN di Bank Devisa (setelah dikurangi biaya provisi dan biaya lainnya) tercatat sebesar USD725.000,00 (tujuh ratus dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat). Dalam hal ini, selisih kurang antara nilai penerimaan DULN dengan nilai penarikan ULN, dengan perhitungan konversi ke Rupiah menggunakan kurs tengah Reuters tanggal 31 Agustus 2016 (dengan asumsi USD0,015/INR) dan kurs tengah Bank Indonesia tanggal 31 Agustus 2016 (dengan asumsi Rp13.400,00/USD), adalah sebesar (INR50.000,000.00 x USD0,015/INR (USD725.000,00 x Rp335.000.000,00. x Rp13.400,00/USD) Rp13.400,00/USD) – = Dengan demikian, PT MN wajib menyampaikan Dokumen Pendukung yang memadai untuk membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang tersebut. f. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a dinilai memadai apabila dapat membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang antara nilai penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan nilai penarikan ULN. g. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a, antara lain berupa surat pernyataan atau notifikasi dari bank (bank statement), kreditor (creditor statement), atau debitur yang disetujui oleh kreditor, yang dapat membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang antara nilai penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan nilai penarikan ULN, antara lain karena adanya ... 9 adanya biaya konsultan, biaya provisi, dan biaya transfer. h. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat akhir bulan berikutnya setelah tanggal penarikan ULN. Contoh: PT MN pada contoh sebagaimana dimaksud dalam huruf e wajib menyampaikan Dokumen Pendukung paling lambat tanggal 30 September 2016. i. Dalam hal Pelapor DULN tidak menyampaikan Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam huruf h, Pelapor DULN dianggap tidak melakukan penerimaan DULN melalui Bank Devisa. Contoh: PT OP memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit (loan agreement) pada tanggal 7 Oktober 2016. PT OP melakukan penarikan ULN pada tanggal 10 Oktober 2016 dan penerimaan DULN telah dilakukan melalui Bank Devisa pada tanggal tersebut. Selisih kurang antara nilai penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan nilai penarikan ULN adalah sebesar ekuivalen Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Atas selisih kurang tersebut, PT OP wajib menyampaikan Dokumen Pendukung untuk membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang tersebut paling lambat tanggal 30 November 2016. Apabila PT OP baru menyampaikan Dokumen Pendukung kepada Bank Indonesia pada tanggal 1 Desember 2016, maka PT OP dianggap tidak melakukan penerimaan DULN melalui Bank Devisa sebesar ekuivalen Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3. Dokumen ... 10 3. Dokumen Pendukung dan Penjelasan Tertulis yang Membuktikan Selisih Kurang antara Nilai Akumulasi Penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan Nilai Komitmen ULN a. Dalam hal nilai akumulasi penerimaan DULN melalui Bank Devisa lebih kecil dari nilai komitmen ULN dengan selisih kurang lebih besar dari ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), Debitur ULN harus menyampaikan Penjelasan Tertulis dan Dokumen Pendukung yang memadai kepada Bank Indonesia. b. Dalam hal selisih kurang sebagaimana dimaksud dalam huruf a berjumlah paling banyak ekuivalen Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), Debitur ULN tidak perlu menyampaikan Penjelasan Tertulis dan Dokumen Pendukung. c. Nilai akumulasi penerimaan DULN sebagaimana dimaksud dalam huruf a termasuk pula nilai penerimaan DULN nihil. d. Dalam hal valuta penerimaan DULN sama dengan valuta komitmen ULN, besarnya selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN dihitung dengan cara sebagai berikut: 1) nilai setiap penerimaan DULN dikonversikan ke Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan setiap penarikan ULN; 2) seluruh nilai penerimaan DULN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dijumlahkan sampai dengan penarikan ULN terakhir dalam jangka waktu ULN untuk mendapatkan nilai akumulasi penerimaan DULN; 3) nilai komitmen ULN dikonversikan ke Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan penandatanganan awal perjanjian kredit (loan agreement) atau penerbitan surat utang (debt securities); dan 4) selisih ... 11 4) selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN diperoleh dari hasil pengurangan antara hasil perhitungan konversi sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dengan hasil penjumlahan sebagaimana dimaksud dalam angka 2). Contoh: PT QR memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit (loan agreement) pada tanggal 6 Juni 2016 dari kreditor ST di Singapura sebesar SGD50.000,00 (lima puluh ribu dolar Singapura). Diperjanjikan bahwa penarikan dilakukan sebanyak 2 (dua) kali sampai dengan berakhirnya jangka waktu ULN, yaitu tanggal 30 Juni 2017. PT QR melakukan penarikan ULN sebanyak 2 (dua) kali, yaitu tanggal 19 Agustus 2016 dan tanggal 18 Oktober 2016. Penerimaan DULN yang tercatat pada Bank Devisa masing-masing sebesar SGD20.000,00 (dua puluh ribu dolar Singapura) dan SGD22.000,00 (dua puluh dua ribu dolar Singapura). Sampai dengan akhir Juni 2017, PT QR tidak melakukan penarikan tambahan terhadap ULN tersebut. Dalam hal ini, selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN dihitung sebagai berikut: No. (1) Uraian (2) 1. Penerimaan DULN 19 Agustus 2016 2. Penerimaan DULN SGD22.000, 00 Nilai (dalam Valas) (3) SGD20.000, 00 Kurs (4) Rp9.400,00/ SGD (asumsi kurs 31 Agustus 2016) Rp9.300,00/ SGD Rp204.600.000, 00 18 ... Nilai (dalam Rupiah) (5) = (3) x (4) Rp188.000.000, 00 12 18 Oktober 2016 3. Komitmen ULN SGD50.000, 00 (asumsi kurs 31 Oktober 2016) Rp9.300,00/ SGD (asumsi kurs 30 Juni 2016) Selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN adalah sebesar Rp465.000.000,00 – (Rp188.000.000,00 + Rp204.600.000,00) = Rp72.400.000,00. Dengan demikian, PT QR harus menyampaikan Penjelasan Tertulis dan Dokumen Pendukung yang memadai untuk membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang tersebut. e. Dalam hal terdapat perbedaan antara valuta penerimaan DULN dengan valuta komitmen ULN, besarnya selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN dihitung dengan cara sebagai berikut: 1) Rp465.000.000, 00 nilai setiap penerimaan DULN dikonversikan ke Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan setiap penarikan ULN; 2) seluruh nilai penerimaan DULN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dijumlahkan sampai dengan penarikan ULN terakhir dalam jangka waktu ULN untuk mendapatkan nilai akumulasi penerimaan DULN; 3) nilai komitmen ULN dikonversikan ke Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan penandatanganan awal perjanjian kredit (loan agreement) atau penerbitan surat utang (debt securities); dan 4) selisih ... 13 4) selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN diperoleh dari hasil pengurangan antara hasil perhitungan konversi sebagaimana dimaksud dalam angka 3) dengan hasil penjumlahan sebagaimana dimaksud dalam angka 2). Contoh: PT UV memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit (loan agreement) pada tanggal 27 September 2016 dari kreditor WX di Singapura sebesar SGD250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu dolar Singapura). Diperjanjikan bahwa penarikan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali sampai dengan berakhirnya jangka waktu ULN, yaitu tanggal 31 Desember 2017. PT UV melakukan penarikan ULN sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu tanggal 27 September 2016, tanggal 15 November 2016, dan tanggal 28 Maret 2017, dalam mata uang dolar Amerika Serikat. Penerimaan DULN yang tercatat pada Bank Devisa masing-masing sebesar USD70.000,00 (tujuh puluh ribu dolar Amerika Serikat), USD70.000,00 (tujuh puluh ribu dolar Amerika Serikat), dan USD28.000,00 (dua puluh delapan ribu dolar Amerika Serikat). Dalam hal ini, selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dan nilai komitmen ULN dihitung sebagai berikut: No. (1) Uraian (2) 1. Penerimaan DULN 27 September 2016 Nilai (dalam Valas) (3) USD70.000, 00 Kurs (4) Rp13.300,00/ USD (asumsi kurs 30 September 2016) Nilai (dalam Rupiah) (5) = (3) x (4) Rp931.000.000, 00 2. Penerimaan ... 14 2. Penerimaan DULN 15 November 2016 3. Penerimaan DULN 28 Maret 2017 4. Komitmen ULN SGD250.000, 00 USD28.000, 00 USD70.000, 00 Rp13.200,00/ USD (asumsi kurs 30 November 2016) Rp13.000,00/ USD (asumsi kurs 31 Maret 2017) Rp9.000,00 /SGD (asumsi kurs 30 September 2016) Rp 2.250.000.000, 00 Rp364.000.000, 00 Rp924.000.000, 00 Selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN adalah sebesar Rp2.250.000.000,00 – (Rp931.000.000,00 + Rp924.000.000,00 + Rp364.000.000,00) = Rp31.000.000,00. Dengan demikian, PT UV tidak perlu menyampaikan Penjelasan Tertulis dan Dokumen Pendukung untuk membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang tersebut. f. Dalam hal valuta penerimaan DULN dan/atau valuta komitmen ULN tidak terdapat dalam daftar kurs yang diumumkan Bank Indonesia, besarnya selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN dihitung dengan cara sebagai berikut: 1) nilai setiap penerimaan DULN yang valutanya tidak terdapat dalam kurs yang diumumkan Bank Indonesia dikonversikan ke Dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs tengah Reuters pada akhir bulan setiap penarikan ULN; 2) hasil ... 15 2) hasil konversi dalam Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dikonversikan ke Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan setiap penarikan ULN; 3) seluruh nilai hasil konversi dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dijumlahkan sampai dengan penarikan ULN terakhir dalam jangka waktu ULN untuk mendapatkan nilai akumulasi penerimaan DULN; 4) nilai komitmen ULN yang valutanya tidak terdapat dalam kurs yang diumumkan Bank Indonesia dikonversikan ke Dolar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs tengah Reuters pada akhir bulan penandatanganan awal perjanjian kredit (loan agreement) atau penerbitan surat utang (debt securities); 5) hasil konversi dalam Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dikonversikan ke Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan penandatanganan awal perjanjian kredit (loan agreement) atau penerbitan surat utang (debt securities); dan 6) selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN diperoleh dari hasil pengurangan antara hasil perhitungan konversi sebagaimana dimaksud dalam angka 5) dengan hasil penjumlahan sebagaimana dimaksud dalam angka 3). Contoh: PT YZ memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit (loan agreement) pada tanggal 13 September 2016 dari kreditor AC di India sebesar INR200.000.000,00 (dua ratus juta rupee India). Diperjanjikan bahwa penarikan dilakukan ... 16 dilakukan sebanyak 2 (dua) kali sampai dengan berakhirnya jangka waktu ULN, yaitu tanggal 30 November 2017. PT YZ melakukan penarikan ULN sebanyak 2 (dua) kali, yaitu tanggal 21 November 2016 dan tanggal 7 Juni 2017. Penerimaan DULN yang tercatat pada Bank Devisa masing-masing sebesar INR137.000.000,00 (seratus tiga puluh juta rupee India) dan INR48.500.000,00 (empat puluh delapan juta lima ratus ribu rupee India). Dalam hal ini, selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN dihitung sebagai berikut: No. (1) Uraian (2) 1. Penerimaan DULN 21 November 2016 Nilai (dalam Valas) (3) INR 137.000.000, 00 Kurs (4) USD0,015/ INR Rp13.200,00/ USD (asumsi kurs 30 November 2016) 2. Penerimaan DULN 7 Juni 2017 INR 48.500.000, 00 USD0,014/ INR Rp12.800,00/ USD (asumsi kurs 30 Juni 2017) 3. Komitmen ULN INR 200.000.000, 00 USD0,015/ INR Rp13.200,00/ USD Rp 39.600.000.000, 00 Rp 8.691.200.000, 00 Nilai (dalam Rupiah) (5) = (3) x (4) Rp 27.126.000,000, 00 (asumsi ... 17 (asumsi kurs 30 September 2016) Selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN adalah sebesar (Rp39.600.000.000,00) – (Rp27.126.000,000,00 + Rp8.947.200.000,00) = Rp3.526.800.000,00. Dengan demikian, PT YZ harus menyampaikan Penjelasan Tertulis dan Dokumen Pendukung untuk membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang tersebut. g. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a dinilai memadai apabila dapat membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN. h. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a antara lain berupa surat pernyataan atau notifikasi dari bank (bank statement), kreditor (creditor statement), atau debitur yang disetujui oleh kreditor, yang dapat membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN, antara lain karena adanya biaya konsultan, biaya provisi, dan biaya transfer. i. Penjelasan Tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf a ditandatangani paling kurang oleh direktur keuangan atau setingkat, dengan menggunakan contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. j. Penjelasan Tertulis dan Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu ULN. Contoh ... 18 Contoh: PT YZ pada contoh sebagaimana dimaksud dalam huruf f wajib menyampaikan Dokumen Pendukung paling lambat tanggal 29 November 2017. 4. Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b, butir 2.h, dan butir 3.j jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan/atau cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, Dokumen Pendukung dan Penjelasan Tertulis yang dibutuhkan disampaikan pada Hari berikutnya. Contoh: PT BD memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit (loan agreement) pada tanggal 20 April 2016. PT BD melakukan penarikan ULN pada tanggal 25 April 2016 dan penerimaan DULN telah dilakukan melalui Bank Devisa pada tanggal tersebut. Batas waktu penyampaian Dokumen Pendukung penerimaan DULN tersebut seharusnya pada tanggal 15 Mei 2016, namun karena tanggal 15 Mei 2016 jatuh pada hari Minggu, maka batas waktu penyampaian Dokumen Pendukung penerimaan DULN menjadi hari Senin tanggal 16 Mei 2016. 5. Dokumen Pendukung dan Penjelasan Tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a, butir 2.a, dan butir 3.a dapat disampaikan kepada Bank Indonesia dalam bentuk softcopy dengan format PDF, JPG, TIFF, BMP, PNG, atau GIF, melalui email atau media lainnya. IV. KETENTUAN LAIN-LAIN 1. Bank Indonesia dapat meminta informasi kepada Debitur ULN berupa keterangan secara lisan dan/atau tertulis, dengan dilengkapi penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen lain yang diperlukan, dengan atau tanpa melibatkan instansi terkait. 2. Dalam hal terdapat permasalahan terkait penerapan kewajiban penerimaan DULN yang berdampak strategis, Bank Indonesia dapat mengambil kebijakan tertentu dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan Devisa ... 19 Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/23/PBI/2015, serta peraturan perundang-undangan lainnya. V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI A. Sanksi Administratif Berupa Denda 1. Pelapor DULN yang tidak melakukan penerimaan DULN melalui Bank Devisa sebagaimana dimaksud dalam butir II.1 dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari setiap nilai penarikan ULN yang tidak melalui Bank Devisa, dengan nominal paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Contoh: PT CE memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit (loan agreement) dari kreditor DF di Australia sebesar ekuivalen Rp400.000.000.000,00 (empat ratus miliar rupiah) pada tanggal 1 Juli 2016, dan ditarik secara penuh di bulan tersebut. Nilai penerimaan DULN di Bank Devisa (setelah dikurangi biaya provisi dan biaya lainnya) hanya tercatat sebesar ekuivalen Rp350.000.000.000,00 (tiga ratus lima puluh miliar rupiah). Dengan demikian, terdapat selisih kurang antara nilai penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan nilai penarikan ULN sebesar ekuivalen Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan tidak dapat dijelaskan oleh PT CE. Berdasarkan contoh ini, PT CE dianggap tidak melakukan penerimaan DULN melalui Bank Devisa sebesar Rp50.000.000.000.00 (lima puluh miliar rupiah). Dalam hal ini, PT CE dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 0,25% x Rp50.000.000.000,00 = Rp125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah). Mengingat maksimum sanksi administratif berupa denda paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), PT CE dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 2. Pengenaan ... 20 2. Pengenaan sanksi administratif berupa denda bagi Pelapor DULN sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dilakukan melalui surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia kepada Pelapor DULN. 3. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 2 didahului dengan penerbitan surat pemberitahuan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia kepada Pelapor DULN. 4. Pelapor DULN diberikan kesempatan untuk menyampaikan tanggapan secara tertulis atas surat pemberitahuan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 3. 5. Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diterima oleh Bank Indonesia paling lama 15 (lima belas) Hari sejak tanggal surat pemberitahuan sanksi administratif berupa denda. 6. Bank Indonesia menerbitkan surat penetapan sanksi administratif berupa denda dalam hal: a. Pelapor DULN tidak menyampaikan tanggapan atas surat pemberitahuan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 5; atau b. Bank Indonesia tidak menyetujui alasan dari tanggapan yang disampaikan oleh Pelapor DULN sebagaimana dimaksud dalam angka 5. 7. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 6 antara lain mencantumkan jenis pelanggaran, besarnya denda yang harus dibayar, batas waktu pembayaran denda, batas waktu penerimaan DULN secara keseluruhan, dan rekening tujuan pembayaran sanksi administratif berupa denda. 8. Pembayaran ... 21 8. Pembayaran Sanksi Administratif Berupa Denda a. Pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disetorkan ke rekening Bank Indonesia. b. Pelapor DULN harus memberikan bukti pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Bank Indonesia paling lambat akhir bulan berikutnya setelah tanggal surat penetapan sanksi administratif berupa denda. Contoh: Bank Indonesia pada tanggal 23 Agustus 2016 menerbitkan surat penetapan sanksi administratif berupa denda atas pelanggaran kewajiban penerimaan DULN yang dilakukan oleh PT EG. Dalam hal ini, PT EG harus membayarkan sanksi administratif berupa denda ke rekening Bank Indonesia dan menyampaikan bukti pembayaran denda tersebut kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 30 September 2016. B. Pembebasan Sanksi Administratif Berupa Denda 1. Pelapor DULN yang telah dikenakan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 dapat diberikan pembebasan sanksi administratif berupa denda. 2. Pembebasan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diberikan dalam hal: a. Pelapor DULN menyampaikan surat permohonan pembebasan pengenaan sanksi administratif berupa denda dengan mengacu pada contoh sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang disertai dengan bukti pemenuhan kewajiban penerimaan DULN melalui Bank Devisa, antara lain berupa fotokopi SWIFT message dan bank statement; dan b. berdasarkan ... 22 b. berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Pelapor DULN tidak melakukan pelanggaran terhadap pemenuhan kewajiban penerimaan DULN melalui Bank Devisa. 3. Permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan diterbitkannya surat penetapan sanksi administratif berupa denda. Contoh: Bank Indonesia pada tanggal 15 Juli 2016 menerbitkan surat penetapan sanksi administratif berupa denda atas pelanggaran kewajiban penerimaan DULN yang dilakukan oleh PT FH. Dalam hal ini, PT FH dapat menyampaikan permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 31 Agustus 2016. 4. Bank Indonesia tidak akan memproses pengajuan permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a, dalam hal: a. Permohonan melewati akhir bulan berikutnya setelah diterbitkannya surat penetapan sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 3. Contoh: PT FH pada contoh sebagaimana dimaksud dalam angka 3 di atas dapat menyampaikan permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 31 Agustus 2016. Apabila PT FH menyampaikan permohonan pada tanggal 1 September 2016, Bank Indonesia tidak akan memproses permohonan tersebut. b. Permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a. 5. Bank Indonesia melakukan penelitian atas bukti pemenuhan kewajiban penerimaan DULN melalui Bank Devisa sebagaimana ... 23 sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a. yang disampaikan oleh Pelapor DULN. 6. Dalam hal Pelapor DULN terbukti tidak melakukan pelanggaran kewajiban penerimaan DULN melalui Bank Devisa, Bank Indonesia akan menginformasikan secara tertulis kepada Pelapor DULN bahwa: a. Pelapor DULN dibebaskan dari kewajiban membayar sanksi administratif berupa denda; dan b. denda dikembalikan oleh Bank Indonesia, dalam hal Pelapor DULN telah melakukan pembayaran sanksi administratif berupa denda. 7. Dalam hal Pelapor DULN terbukti melakukan pelanggaran kewajiban penerimaan DULN melalui Bank Devisa, Bank Indonesia menyampaikan: a. surat penolakan terhadap permohonan pembebasan sanksi administratif berupa denda kepada Pelapor DULN dan penegasan kewajiban membayar sanksi administratif berupa denda; atau b. surat penetapan sanksi administratif berupa denda yang baru jika terdapat koreksi terhadap nominal sanksi administratif berupa denda yang telah disampaikan sebelumnya oleh Bank Indonesia. C. Sanksi Administratif selain Denda 1. Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda, Pelapor DULN yang melakukan pelanggaran kewajiban penerimaan DULN melalui Bank Devisa dapat dikenakan sanksi administratif berupa: a. teguran tertulis; dan/atau b. pemberitahuan kepada kreditor yang bersangkutan di luar negeri dan/atau instansi yang berwenang. 2. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dikenakan kepada Pelapor DULN dalam hal Pelapor DULN yang telah dikenakan sanksi administratif berupa denda: a. tidak ... 24 a. tidak membayar sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir A.1; dan/atau b. belum menerima DULN secara keseluruhan melalui Bank Devisa sebagaimana dimaksud dalam butir II.1. 3. Sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a diberikan setelah berakhirnya jangka waktu permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda. 4. Pemberitahuan kepada: a. kreditor yang bersangkutan di luar negeri; dan/atau b. instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b diberikan dalam hal Pelapor DULN telah dikenakan sanksi administratif berupa denda sebanyak 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun kalender dan tidak memperoleh pembebasan sanksi administratif berupa denda dari Bank Indonesia. 5. Sanksi administratif berupa pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, diberikan setelah berakhirnya jangka waktu permohonan pembebasan sanksi administratif berupa denda yang ke-3 (ketiga) dalam 1 (satu) tahun kalender. 6. Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b antara lain: a. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bagi korporasi BUMN; dan/atau b. Otoritas Jasa Keuangan (OJK). D. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 dan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan/atau pemberitahuan kepada kreditor yang bersangkutan di luar negeri dan/atau instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam butir C.1 tidak menggugurkan kewajiban penerimaan DULN melalui Bank Devisa. VI. KORESPONDENSI ... 25 VI. KORESPONDENSI DAN HELP DESK 1. Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini ditujukan kepada: Bank Indonesia Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2 c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LLD Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16 Jalan M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350 2. Help Desk Telepon : 021-29814077, 021-29814219, 021-29814556, 021-29814572, 021-29814650, 021-29814657, 021-29814926, 021-29815174, 021-29815870, 021-29815871, 021-29815875, 021-29816036, 021-29817606, 021-29818126, 021-29818127, 021-29810000 ext. 2122, 2134, 2138, 2166 Faksimile : 021-2311936 E-mail : LLDULN@bi.go.id 3. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat-menyurat dan komunikasi, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. VII. KETENTUAN PERALIHAN Kewajiban penerimaan DULN yang berasal dari perjanjian ULN yang ditandatangani sebelum tanggal 2 Januari 2016 tetap mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/10/DSta tanggal 26 Mei 2014 perihal Penarikan Devisa Utang Luar Negeri sampai dengan berakhirnya perjanjian ULN dimaksud, kecuali untuk penerimaan DULN yang berasal dari penambahan plafon ULN karena adanya perubahan perjanjian (amendemen) yang ditandatangani sejak tanggal 2 Januari 2016. VIII. KETENTUAN ... 26 VIII. KETENTUAN PENUTUP 1. Ketentuan pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam butir V mulai berlaku untuk penarikan ULN yang dilakukan sejak tanggal 1 Maret 2016 atas perjanjian ULN yang ditandatangani sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/23/PBI/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 374, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5814). 2. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/10/DSta tanggal 26 Mei 2014 perihal Penarikan Devisa Utang Luar Negeri dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 3. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 6 April 2016. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDY SULISTIOWATY KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 18/5/DSta|SE-BI/2016 </reg_id> <reg_title> Penerimaan Devisa Utang Luar Negeri </reg_title> <set_date> 6 April 2016 </set_date> <effective_date> 6 April 2016 </effective_date> <replaced_reg> '16/10/DSta|SE-BI/2014' </replaced_reg> <related_reg> '16/10/PBI/2014', '17/23/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 17/48/DPD Jakarta, 7 Desember 2015 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK DI INDONESIA Perihal : Penerbitan, Tata Cara Lelang, dan Penatausahaan Surat Berharga Bank Indonesia dalam Valuta Asing Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/17/PBI/2015 tentang Surat Berharga Bank Indonesia dalam Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 264, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5753), perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penerbitan, tata cara lelang, dan penatausahaan Surat Berharga Bank Indonesia dalam Valuta Asing dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. KETENTUAN UMUM 1. Surat Berharga Bank Indonesia dalam Valuta Asing yang selanjutnya disebut SBBI Valas adalah surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. 2. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan telah memperoleh izin dari otoritas yang berwenang untuk melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. 3. Peserta Lelang adalah pihak yang dapat melakukan transaksi Lelang SBBI Valas dengan Bank Indonesia. 4. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI- SSSS. 5. Pasar… 2 5. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBBI Valas untuk pertama kali. 6. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SBBI Valas yang telah dijual di Pasar Perdana. 7. Lelang SBBI Valas adalah penjualan SBBI Valas di Pasar Perdana oleh Bank Indonesia yang dilakukan dengan mekanisme lelang. 8. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume dan tingkat diskonto yang diinginkan penawar. 9. Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Noncompetitive Bidding) adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume tanpa tingkat diskonto yang diinginkan penawar. 10. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga, termasuk SBBI Valas untuk kepentingan nasabah. 11. Bank Pembayar adalah Bank yang memiliki Rekening Giro Valas di Bank Indonesia untuk melakukan pembayaran dan/atau penerimaan dana dalam rangka setelmen transaksi SBBI Valas. 12. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik Bank dan/atau Sub-Registry di Bank Indonesia untuk mencatat kepemilikan SBBI Valas. 13. Rekening Giro dalam Valuta Asing yang selanjutnya disebut Rekening Giro Valas adalah rekening giro Bank dalam valuta asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dan digunakan untuk penyelesaian akhir transaksi SBBI Valas. II. PENERBITAN SBBI VALAS 1. Jenis valuta asing dalam penerbitan SBBI Valas adalah Dolar Amerika Serikat (USD). 2. SBBI Valas memiliki karakteristik sebagai berikut: a. satuan unit sebesar USD1,000.00 (seribu Dolar Amerika Serikat); b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama… 3 c. lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu; d. diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat (scripless); e. dapat diperdagangkan (tradable); f. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto; g. nilai tunai SBBI Valas dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus sebagai berikut: nilai nominal x 360 nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai nilai tunai = 360 + (tingkat diskonto x jangka waktu) h. SBBI Valas yang masih dalam status agunan tidak dapat diperdagangkan; i. SBBI Valas dilunasi sebesar nilai nominal pada saat jatuh waktu; dan j. Bank Indonesia dapat melunasi SBBI Valas sebelum jatuh waktu (early redemption) yang dilakukan dengan persetujuan pemilik SBBI Valas. III. TATA CARA LELANG SBBI VALAS 1. Ketentuan dan Persyaratan a. Peserta Lelang adalah Bank yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan transaksi Lelang SBBI Valas; 2) harus memiliki akses sistem Lelang SBBI Valas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 3) harus memiliki Rekening Giro Valas di Bank Indonesia; 4) harus memiliki Rekening Surat Berharga di BI-SSSS; dan 5) wajib menyediakan dana yang cukup di Rekening Giro Valas untuk penyelesaian kewajiban pada waktu penyelesaian… 4 penyelesaian transaksi. b. Peserta Lelang dapat mengajukan penawaran Lelang SBBI Valas atas nama diri sendiri dan/atau atas nama pihak lain. c. Peserta Lelang dapat mengajukan Lelang SBBI Valas paling banyak sebesar USD100,000,000.00 (seratus juta Dolar Amerika Serikat) per pengajuan penawaran. d. Peserta Lelang dapat mengajukan lebih dari 1 (satu) kali penawaran Lelang SBBI Valas pada saat Lelang SBBI Valas. e. Metode Lelang SBBI Valas dilakukan sebagai berikut: 1) Harga tetap (fixed rate tender) Tingkat diskonto Lelang SBBI Valas ditetapkan oleh Bank Indonesia; atau 2) Harga beragam (variable rate tender) Tingkat diskonto Lelang SBBI Valas diajukan oleh Peserta Lelang. f. Penawaran pembelian SBBI Valas dapat dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding). g. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) dilakukan pada metode lelang harga beragam (variable rate tender). h. Penetapan tingkat diskonto bagi pemenang lelang dengan Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) dapat dilakukan berdasarkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto hasil lelang Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding). i. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBBI Valas paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang SBBI Valas, melalui terminal Bloomberg, sistem Laporan Harian Bank Umum, website Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. j. Pelaksanaan Lelang SBBI Valas dilakukan melalui terminal Bloomberg… 5 Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. k. Dalam hal Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang SBBI Valas untuk kepentingan pembeli SBBI Valas selain untuk kepentingan Peserta Lelang, maka Peserta Lelang harus memperhatikan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) yang telah disepakati antara pembeli SBBI Valas dengan Peserta Lelang. l. Pembeli SBBI Valas yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SBBI Valas. m. Pembeli SBBI Valas yang tidak memiliki Rekening Giro Valas atau Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam huruf l harus menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang SBBI Valas. n. Prosedur penunjukan Bank Pembayar mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI- SSSS. o. Peserta Lelang harus menyampaikan penawaran Lelang SBBI Valas dengan informasi yang lengkap dan benar berdasarkan dokumen instruksi transaksi. 2. Pelaksanaan Lelang SBBI Valas a. Sebelum pelaksanaan Lelang SBBI Valas, Bank Indonesia mengirimkan surat permintaan kepada Peserta Lelang untuk menyampaikan paling sedikit 2 (dua) nama pegawai yang akan ditunjuk untuk melakukan transaksi Lelang SBBI Valas melalui terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. b. Berdasarkan surat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Peserta Lelang menyampaikan nama pegawai yang ditunjuk untuk melakukan transaksi Lelang SBBI Valas melalui surat sebagaimana contoh pada Lampiran I dan penyampaiannya dapat didahului melalui faksimile. c. Surat dan faksimile sebagaimana dimaksud dalam huruf b disampaikan… 6 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut: Bank Indonesia Departemen Pengelolaan Devisa (DPD) c.q. Divisi Pengelolaan Sistem Tresuri dan Manajemen Intern (PSAd) Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 7 Jl. M.H Thamrin No.2 Jakarta 10350 Nomor Faksimile 021-3864934 Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau media lainnya. d. Dalam hal terjadi perubahan atau pergantian pegawai yang ditunjuk untuk melakukan transaksi Lelang SBBI Valas sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Peserta Lelang menyampaikan pengkinian data melalui surat kepada Bank Indonesia - DPD c.q. PSAd dengan menggunakan contoh pada Lampiran I. e. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBBI Valas paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan Lelang SBBI Valas melalui terminal Bloomberg kepada pegawai Peserta Lelang yang telah ditunjuk, sistem Laporan Harian Bank Umum, website Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia. f. Pengumuman rencana Lelang SBBI Valas paling kurang memuat antara lain: 1) jenis dan seri; 2) 3) tanggal pelaksanaan Lelang SBBI Valas; target indikatif yang ditawarkan dalam hal Lelang SBBI Valas dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender); 4) tingkat diskonto penawaran dalam hal Lelang SBBI Valas dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender… 7 tender); 5) tanggal penerbitan dan tanggal jatuh waktu; 6) mata uang; 7) waktu pembukaan dan penutupan penawaran (window time); 8) waktu pengumuman hasil Lelang SBBI Valas; 9) tanggal setelmen; 10) alokasi untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) dalam hal Lelang SBBI Valas dilakukan dengan metode lelang harga beragam (variable rate tender); dan 11) daftar nama Peserta Lelang. g. Pada hari pelaksanaan Lelang SBBI Valas, Peserta Lelang mengajukan penawaran sebagai berikut: 1) Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) yang memuat: a) penawaran kuantitas; b) tingkat diskonto; dan c) participant code BI-SSSS yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. (1) Dalam hal Peserta Lelang mengajukan atas nama diri sendiri, participant code yang digunakan adalah participant code Peserta Lelang. (2) Dalam hal Peserta Lelang mengajukan atas nama Bank bukan Peserta Lelang, participant code yang digunakan adalah participant code Bank bukan Peserta Lelang. (3) Dalam hal Peserta Lelang mengajukan atas nama Pembeli SBBI Valas yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga, participant code yang digunakan adalah participant code Sub- Registry… 8 Registry. 2) Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding) yang memuat sebagai berikut: a) penawaran kuantitas; dan b) participant code BI-SSSS yang mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. (1) Dalam hal Peserta Lelang mengajukan atas nama diri sendiri, participant code yang digunakan adalah participant code Peserta Lelang. (2) Dalam hal Peserta Lelang mengajukan atas nama Bank bukan Peserta Lelang, participant code yang digunakan adalah participant code Bank bukan Peserta Lelang. (3) Dalam hal Peserta Lelang mengajukan atas nama Pembeli SBBI Valas yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga, participant code yang digunakan adalah participant code Sub- Registry. h. Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang SBBI Valas untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding), dengan ketentuan sebagai berikut: 1) pengajuan penawaran kuantitas dari masing-masing Peserta Lelang paling rendah 100 (seratus) unit atau USD100,000.00 (seratus ribu Dolar Amerika Serikat) dan selebihnya dengan kelipatan USD1,000.00 (seribu Dolar Amerika Serikat); dan 2) penawaran diskonto diajukan dengan kelipatan 0,1 bps (nol koma satu basis point) atau 0,001% (satu perseratus ribu). i. Dalam hal Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang SBBI Valas untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non- competitive… 9 competitive Bidding), pengajuan penawaran kuantitas dilakukan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir h.1). j. Peserta Lelang bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran pembelian Lelang SBBI Valas. k. Peserta Lelang yang telah mengajukan penawaran Lelang SBBI Valas tidak dapat membatalkan penawarannya. l. Peserta Lelang dapat melakukan koreksi atas pengajuan penawaran Lelang SBBI Valas selama window time. m. Dalam hal terjadi gangguan pada sistem Lelang SBBI Valas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tanggal pelaksanaan Lelang SBBI Valas, Bank Indonesia dapat menyatakan pelaksanaan Lelang SBBI Valas ditunda atau dibatalkan. n. Dalam hal tanggal jatuh waktu SBBI Valas ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen transaksi dimaksud dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari libur dimaksud. 3. Penetapan Pemenang Lelang SBBI Valas a. Dalam hal Lelang SBBI Valas dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate tender), penetapan SBBI Valas yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Penawaran nilai nominal yang diajukan oleh Peserta Lelang dimenangkan seluruhnya. 2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang diajukan oleh Peserta Lelang dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil SBBI Valas sebesar USD1,000.00 (seribu Dolar Amerika Serikat). b. Dalam hal Lelang SBBI Valas dilakukan dengan metode harga beragam (variable rate tender), penetapan SBBI Valas yang dimenangkan dihitung dengan cara: 1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR); 2) Bank… 10 2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal SBBI Valas yang dimenangkan dengan cara: a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta Lelang SBBI Valas lebih rendah dari SOR yang ditetapkan, Peserta Lelang yang bersangkutan memenangkan seluruh SBBI Valas yang diajukan; dan b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta Lelang sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta Lelang yang bersangkutan memenangkan seluruh atau sebagian dari SBBI Valas yang diajukan sebesar hasil perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil SBBI Valas sebesar USD1.000,00 (seribu Dolar Amerika Serikat). Contoh penetapan perhitungan kuantitas pemenang Lelang SBBI Valas berdasarkan metode harga tetap (fixed rate tender) dan harga beragam (variable rate tender) sebagaimana tercantum dalam Lampiran III. c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang Lelang SBBI Valas. 4. Pengumuman Hasil Lelang Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SBBI Valas setelah window time ditutup dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kepada seluruh Peserta Lelang 1) Pengumuman hasil Lelang SBBI Valas melalui sistem Laporan Harian Bank Umum, website Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh Bank Indonesia kepada seluruh Peserta Lelang pada akhir hari pelaksanaan Lelang SBBI Valas. 2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat: a) jenis dan seri; b) mata uang; c) kuantitas… 11 c) kuantitas Lelang SBBI Valas secara keseluruhan; d) e) rata-rata tertimbang tingkat diskonto; dan tanggal jatuh waktu. b. Kepada masing-masing Pemenang Lelang SBBI Valas 1) Pengumuman hasil Lelang SBBI Valas melalui terminal Bloomberg dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia kepada masing-masing pegawai yang ditunjuk oleh Peserta Lelang yang dimenangkan pada Lelang SBBI Valas. 2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1) paling kurang memuat: a) pemenang Lelang SBBI Valas; b) nilai nominal yang dimenangkan; dan c) tingkat diskonto. 5. Kondisi Gangguan di Peserta Lelang a. Dalam hal terjadi gangguan pada terminal dan/atau jaringan Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang dimiliki Peserta Lelang, yang menyebabkan Peserta Lelang tidak dapat mengajukan penawaran Lelang SBBI Valas maka Peserta Lelang yang bersangkutan dapat menggunakan fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang ada di Bank Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Peserta Lelang mengajukan permohonan penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang disertai dengan informasi data penawaran Lelang SBBI Valas, yang akan diajukan melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 2) Permohonan yang disertai dengan informasi data penawaran Lelang SBBI Valas sebagaimana dimaksud dalam angka 1) disampaikan melalui surat dengan menggunakan… 12 menggunakan contoh sebagaimana tercantum pada Lampiran II dan dapat disampaikan terlebih dahulu melalui faksimile paling lambat 30 (tiga puluh) menit sebelum penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2) ditujukan kepada Bank Indonesia - DPD c.q. PSAd dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c. 4) Fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang akan digunakan oleh Peserta Lelang yang mengajukan permohonan penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, terletak di: Ruang Guest Bank Bank Indonesia – DPD c.q. PSAd dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c. 5) Penawaran Lelang SBBI Valas yang diajukan oleh Peserta Lelang melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia harus sesuai dengan informasi data penawaran Lelang SBBI Valas sebagaimana dimaksud dalam angka 1). 6) Segera setelah penawaran selesai dilakukan, Peserta Lelang menyampaikan data penawaran Lelang SBBI Valas yang telah diajukan melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia kepada Bank Indonesia, untuk dicocokkan dengan informasi data penawaran Lelang SBBI Valas sebagaimana dimaksud dalam angka 1). 7) Peserta… 13 7) Peserta Lelang yang mengajukan penawaran Lelang SBBI Valas melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia tidak dapat melakukan perubahan data penawaran yang telah diajukan. 8) Petugas yang ditunjuk oleh Peserta Lelang untuk mengajukan penawaran Lelang SBBI Valas melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, bertanggung jawab atas kebenaran dan kesesuaian data penawaran Lelang SBBI Valas yang diajukan. 9) Bank Indonesia dapat menetapkan batas waktu penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, dalam hal jumlah Peserta Lelang yang mengajukan permohonan melebihi jumlah terminal yang tersedia. b. Peserta Lelang bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan transaksi melalui back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf a. IV. TATA CARA PENATAUSAHAAN SBBI VALAS 1. Ketentuan dan Persyaratan a. Penatausahaan SBBI Valas dilakukan oleh Bank Indonesia menggunakan BI-SSSS. b. Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi (setelmen) atas hasil Lelang SBBI Valas di Pasar Perdana dan atas hasil transaksi SBBI Valas di Pasar Sekunder. c. Pelaksanaan setelmen atas transaksi SBBI Valas sebagaimana dimaksud pada huruf b, dilakukan dengan mendebit atau mengkredit: 1) Rekening… 14 1) Rekening Giro Valas dalam denominasi Dolar Amerika Serikat (USD); dan/atau 2) Rekening Surat Berharga. d. Kecukupan dana pada Rekening Giro Valas untuk pelaksanaan setelmen memperhitungkan: 1) saldo efektif Rekening Giro Valas posisi akhir hari pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal setelmen SBBI Valas; dan 2) hasil pelaksanaan setelmen transaksi surat berharga dalam valuta asing melalui BI-SSSS pada tanggal setelmen. e. Dalam hal penyediaan dana pada Rekening Giro Valas sebagaimana dimaksud dalam butir d.1), dilakukan melalui rekening giro Bank Indonesia di bank koresponden di New York maka penyetoran dana dalam valuta asing harus telah efektif pada rekening giro di bank koresponden Bank Indonesia di Federal Reserve Bank of New York, paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal setelmen SBBI Valas. f. Pelaksanaan penatausahaan SBBI Valas dilakukan dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 2. Pelaksanaan Setelmen Hasil Lelang SBBI Valas a. Peserta Lelang wajib menyediakan dana yang cukup di Rekening Giro Valas untuk penyelesaian kewajiban pada waktu penyelesaian transaksi. b. Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf a termasuk dana yang harus disediakan oleh Bank bukan Peserta Lelang dan Bank Pembayar. c. Setelmen hasil Lelang SBBI Valas dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang SBBI Valas. d. Pada tanggal pelaksanaan setelmen hasil Lelang SBBI Valas… 15 Valas, dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Setelmen Dana Setelmen dana dilakukan dengan mendebit: a) Rekening Giro Valas Peserta Lelang, dalam hal pembeli SBBI Valas adalah Peserta Lelang; b) Rekening Giro Valas Bank bukan Peserta Lelang, dalam hal pembeli SBBI Valas adalah Bank bukan Peserta Lelang; atau c) Rekening Giro Valas Bank Pembayar, dalam hal pembeli SBBI Valas tidak memiliki Rekening Giro Valas, sebesar nilai setelmen dana. 2) Setelmen Surat Berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit: a) Rekening Surat Berharga Peserta Lelang, dalam hal pembeli SBBI Valas adalah Peserta Lelang; b) Rekening Surat Berharga Bank bukan Peserta Lelang, dalam hal pembeli SBBI Valas adalah Bank bukan Peserta Lelang; atau c) Rekening Surat Berharga Sub-Registry, dalam hal pembeli SBBI Valas tidak memiliki Rekening Surat Berharga, sebesar nilai nominal SBBI Valas yang dimenangkan. e. Dalam hal saldo Rekening Giro Valas Peserta Lelang, Bank bukan Peserta Lelang, atau Bank Pembayar tidak mencukupi untuk setelmen Lelang SBBI Valas maka setelmen hasil Lelang SBBI Valas dinyatakan gagal sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 3. Setelmen Transaksi SBBI Valas di Pasar Sekunder Ketentuan dan prosedur setelmen atas transaksi SBBI Valas di Pasar… 16 di Pasar Sekunder, dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS. 4. Pelunasan Pokok SBBI Valas a. Bank Indonesia melakukan pelunasan pokok SBBI Valas pada tanggal jatuh waktu SBBI Valas atau sebelum tanggal jatuh waktu pelunasan SBBI Valas. b. Pelunasan pokok SBBI Valas sebagaimana dimaksud dalam huruf a, berdasarkan posisi pencatatan kepemilikan SBBI Valas di BI-SSSS pada 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu pelunasan pokok SBBI Valas. c. Bank Indonesia melakukan setelmen pelunasan pokok SBBI Valas sebagaimana dimaksud dalam huruf a sebagai berikut: 1) Setelmen dana Setelmen dana dilakukan dengan mengkredit sebesar nilai pokok SBBI Valas pada: a) Rekening Giro Valas Bank untuk kepemilikan SBBI Valas atas nama Bank tersebut; dan/atau b) Rekening Giro Valas Bank Pembayar yang ditunjuk oleh Sub-Registry untuk kepemilikan SBBI Valas atas nama nasabah. 2) Setelmen surat berharga Setelmen surat berharga dilakukan dengan mendebit sebesar nilai nominal SBBI Valas yang dilunasi pada: a) Rekening Surat Berharga Bank untuk kepemilikan SBBI Valas atas nama Bank tersebut; dan/atau b) Rekening Surat Berharga Sub-Registry untuk kepemilikan SBBI Valas atas nama nasabah. V. TATA… 17 V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI 1. Transaksi hasil Lelang yang gagal sebagaimana butir IV.2.e dinyatakan batal dan Peserta Lelang dikenakan sanksi. 2. Sanksi bagi Peserta Lelang yang transaksinya dinyatakan batal sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berupa: a. teguran tertulis; dan b. kewajiban membayar yang dihitung atas dasar: 1) suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta Dolar Amerika Serikat, paling sedikit sebesar ekuivalen Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar ekuivalen Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); atau 2) suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral atau otoritas moneter di negara valuta yang bersangkutan (official rate) yang berlaku pada tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus) basis point dikalikan nominal transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta asing non Dolar Amerika Serikat, paling sedikit sebesar ekuivalen Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar ekuivalen Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Contoh perhitungan pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV. 3. Dalam hal Peserta Lelang dikenakan pembatalan transaksi sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Peserta Lelang juga dikenakan sanksi berupa penghentian sementara mengikuti Lelang… 18 Lelang SBBI Valas untuk 2 (dua) Lelang SBBI Valas berikutnya. 4. Pembatalan transaksi sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut sebagaimana dimaksud dalam angka 3, dilakukan dalam 3 (tiga) periode Lelang SBBI Valas yang berbeda. 5. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah transaksi dinyatakan batal. 6. Penyelesaian sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bank Indonesia mendebit Rekening Giro Valas Peserta Lelang di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja setelah transaksi dinyatakan batal. b. Perhitungan penyelesaian sanksi kewajiban membayar dalam valuta asing non Dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b.2) menggunakan kurs indikasi Reuters pukul 08.00 WIB pada tanggal pembebanan sanksi. VI. KETENTUAN LAIN-LAIN Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VII. KETENTUAN PENUTUP Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 7 Desember 2015.… Agar… 19 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, BUDIANTO KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN DEVISA
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/48/DPD|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Penerbitan, Tata Cara Lelang, dan Penatausahaan Surat Berharga Bank Indonesia dalam Valuta Asing </reg_title> <set_date> 7 Desember 2015 </set_date> <effective_date> 7 Desember 2015 </effective_date> <related_reg> '17/17/PBI/2015' </related_reg> <penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
No. 16/ 7 /DSta Jakarta, 22 April 2014 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/37/DSta tanggal 5 September 2013 perihal Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/4/PBI/2013 tentang Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5437), dan dalam rangka penyempurnaan kamus data maka perlu dilakukan perubahan atas Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/37/DSta tanggal 5 September 2013 perihal Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/47/DSta tanggal 2 Desember 2013 sebagai berikut: 1. Lampiran 3 Daftar Base Item Pada Kamus Data diubah menjadi Lampiran 3 Daftar Base Item dan Aturan Validasi Bisnis Pada Kamus Data. 2. Lampiran 4 Daftar Validasi Bisnis Kamus Data dihapus. 3. Lampiran 3 dan Lampiran 4 sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 4. Ketentuan ... 2 4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3 mulai berlaku sejak pelaporan data bulan April 2014 yang disampaikan pada bulan Mei 2014. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22 April 2014.1 Mei 2014.aaaaaaaaaaaaaaa Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, PERRY WARJIYO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 16/7/DSta|SE-BI/2014 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/37/DSta tanggal 5 September 2013 perihal Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. </reg_title> <set_date> 22 April 2014 </set_date> <effective_date> 22 April 2014 </effective_date> <changed_reg> '15/37/DSta|SE-BI/2013' </changed_reg> <extension_of> '15/47/DSta|SE-BI/2013' </extension_of> <related_reg> '15/47/DSta|SE-BI/2013', '15/4/PBI/2013', '15/37/DSta|SE-BI/2013 | Lampiran II' </related_reg>
No. 17/2/DSta Jakarta, 27 Januari 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4629) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/19/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5240), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 223, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5469) maka perlu melakukan perubahan keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia: a. Nomor 10/26/DPNP tanggal 15 Juli 2008; b. Nomor 14/8/DPNP tanggal 6 Maret 2012; c. Nomor 15/14/DPNP tanggal 24 April 2013, sebagai berikut: 1. Ketentuan… 2 1. Ketentuan butir VI.2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 2. LBBU yang disampaikan melewati periode penyampaian yang ditetapkan, disampaikan dalam bentuk compact disc atau media perekaman data elektronik lainnya dan hasil cetak komputer (hard copy) kepada: a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan u.p. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia. 2. Mengubah Formulir 9.i – Perhitungan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Formulir 9.j – Perhitungan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Secara Konsolidasi dalam Lampiran – Pedoman Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), dengan: a. menghapus pos rincian sandi 29090; dan b. menambah pos rincian yaitu sandi 29100, sandi 29105, sandi 29110, sandi 29111, sandi 29112, sandi 29120, sandi 29200, sandi 29300, sandi 29400, sandi 29500, sandi 29510, sandi 29520, sandi 29530, sandi 29540, sandi 29550, sandi 29600, sandi 29700, sandi 29800, sandi 29810, sandi 29820, sandi 29830, dan sandi 29900, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Formulir 9.i - Perhitungan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan Januari 2015 yang disampaikan pada periode penyampaian I bulan Februari 2015. Formulir 9.j – Perhitungan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Secara Konsolidasi mulai berlaku untuk data posisi akhir triwulan I 2015 yang disampaikan pada periode penyampaian III bulan April 2015.2014. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 Januari 2015. Agar … 3 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDY SULISTIOWATY KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/2/DSta|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum. </reg_title> <set_date> 27 Januari 2015 </set_date> <effective_date> 27 Januari 2015 </effective_date> <changed_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006' </changed_reg> <extension_of> '10/26/DPNP|SE-BI/2008', '14/8/DPNP|SE-BI/2012', '15/14/DPNP|SE-BI/2013' </extension_of> <related_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006', '8/12/PBI/2006', '13/19/PBI/2011', '15/12/PBI/2013', '10/26/DPNP|SE-BI/2008', '14/8/DPNP|SE-BI/2012', '15/14/DPNP|SE-BI/2013' </related_reg>
No. 15/ 8/DPbS Jakarta, 27 Maret 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Berdasarkan Modal Inti. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 286, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5384), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah berdasarkan Modal Inti dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut: I. UMUM A. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. B. Pembukaan Jaringan Kantor Bank perlu didukung dengan kemampuan keuangan yang memadai, antara lain tercermin pada ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor Bank (Theoretical Capital), dengan tetap mempertimbangkan pengembangan perbankan syariah ke depan. C. Selain … C. Selain itu, dalam rangka perimbangan penyebaran Jaringan Kantor, Bank didorong untuk melakukan perluasan ke wilayah yang kurang terlayani oleh jasa perbankan, guna mendukung upaya pengembangan pembangunan nasional. II. RUANG LINGKUP A. Jaringan Kantor Bank dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini adalah: 1. kantor Bank di dalam negeri yang meliputi Kantor Cabang, Kantor Wilayah yang melakukan kegiatan operasional, Kantor Cabang Pembantu, Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan operasional, atau Kantor Kas; 2. kantor Bank di luar negeri yang meliputi Kantor Cabang atau jenis kantor lainnya yang bersifat operasional di luar negeri, dan Kantor Perwakilan apabila melakukan kegiatan operasional; 3. Kantor Cabang Pembantu dan Kantor di bawah Kantor Cabang Pembantu atau Kantor Kas dari bank yang berkedudukan di luar negeri yang melakukan kegiatan operasional, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah. B. Pembukaan Jaringan Kantor dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini adalah pembukaan kantor Bank termasuk pembukaan kantor Bank yang berasal dari pemindahan alamat atau perubahan status kantor Bank. C. Pemindahan … C. Pemindahan alamat kantor Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf B tidak termasuk pemindahan alamat kantor Bank pada zona yang sama dan tidak terdapat peningkatan status kantor Bank. D. Delivery channel dan layanan syariah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah, tidak diperhitungkan sebagai Pembukaan Jaringan Kantor Bank. III. PENETAPAN ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA A. Dalam rangka Pembukaan Jaringan Kantor di dalam negeri, Bank Indonesia mengelompokkan seluruh wilayah provinsi di Indonesia menjadi 6 (enam) zona, yaitu Zona 1 sampai dengan Zona 6. B. Pembagian zona sebagaimana dimaksud dalam huruf A ditetapkan berdasarkan analisis tingkat kejenuhan Bank dan pemerataan pembangunan dalam masing-masing zona. Parameter yang digunakan untuk melakukan analisis antara lain adalah pertumbuhan pendapatan domestik bruto, pertumbuhan pendapatan domestik regional bruto, kinerja penyaluran dan penghimpunan dana yang dikaitkan dengan populasi di setiap provinsi. C. Zona 1 menunjukkan zona yang paling jenuh sedangkan Zona 6 menunjukkan zona yang paling tidak jenuh. Untuk setiap zona ditetapkan suatu besaran koefisien, dengan angka koefisien tertinggi yaitu 5 untuk zona yang paling jenuh dan angka koefisien terendah yaitu 0,5 untuk zona yang paling tidak jenuh. D. Pembukaan Jaringan Kantor Bank di luar negeri dikelompokkan ke dalam Zona 1. E. Pengelompokan … E. Pengelompokan provinsi di masing-masing zona dapat dievaluasi dan dikinikan. F. Dalam hal terdapat provinsi baru hasil pemekaran maka provinsi tersebut mengikuti zona provinsi asal sebelum pemekaran. G. Daftar zona dan koefisien dari masing-masing zona adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I. IV. PENETAPAN BIAYA INVESTASI PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK A. Bank Indonesia menetapkan biaya investasi pembukaan jaringan kantor berdasarkan jenis kantor Bank berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Rincian biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sebagaimana tercantum dalam Lampiran II. B. Biaya investasi untuk pembukaan Kantor Cabang Pembantu dari bank yang berkedudukan di luar negeri disetarakan dengan biaya investasi untuk pembukaan Kantor Cabang. C. Pengelompokan BUKU untuk Unit Usaha Syariah (UUS) didasarkan pada Modal Inti Bank Umum Konvensional yang menjadi induknya. D. Besarnya biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor dapat dievaluasi dan dikinikan. V. PERHITUNGAN ALOKASI MODAL INTI BANK BANK A. Bank memperhitungkan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor untuk kantor yang sudah ada (existing) dan untuk rencana Pembukaan Jaringan Kantor yang baru. B. Kantor … B. Kantor Bank yang sudah ada (existing) sebagaimana dimaksud dalam huruf A adalah kantor yang telah berdiri selama kurang atau sama dengan 2 (dua) tahun. C. Perhitungan alokasi Modal Inti diperoleh dari hasil perkalian antara koefisien zona untuk lokasi Jaringan Kantor Bank dengan biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sesuai jenis kantor untuk masing-masing BUKU, dengan perhitungan sebagai berikut: TC = Kz x B TC = Alokasi Modal Inti di suatu zona Kz = Koefisien masing-masing zona B = Biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sesuai jenis kantor untuk masing-masing BUKU Contoh perhitungan alokasi Modal Inti sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan Lampiran IV. D. Perhitungan alokasi Modal Inti untuk UUS menggunakan Modal Inti Bank Umum Konvensional yang menjadi induknya. VI. PERHITUNGAN KETERSEDIAAN ALOKASI MODAL INTI BANK A. Bank yang akan mengajukan rencana Pembukaan Jaringan Kantor, wajib mencantumkan perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) dengan menggunakan Modal Inti posisi akhir bulan September. B. Bank Indonesia akan menilai pula posisi Modal Inti Bank pada saat Bank mengajukan permohonan rencana Pembukaan Jaringan Kantor kepada Bank Indonesia. C. Ketersediaan alokasi Modal Inti dilakukan berdasarkan perhitungan sebagai berikut: ETC … n E M TC JKE ) p1 TC  ( ETC M TC JKE p  p = Ketersediaan alokasi Modal Inti = Modal Inti = Jumlah alokasi Modal Inti di suatu zona = Jumlah Jaringan Kantor Bank yang ada (existing) pada suatu zona Contoh perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti sebagaimana tercantum dalam Lampiran V. D. Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam huruf C, dalam hal: 1. Bank dengan nilai ketersediaan alokasi Modal Inti yang positif, memiliki kelebihan kapasitas Modal Inti yang dapat dialokasikan untuk membuka Jaringan Kantor. 2. Bank dengan nilai ketersediaan alokasi Modal Inti yang negatif, tidak memiliki kelebihan kapasitas Modal Inti yang dapat dialokasikan untuk membuka Jaringan Kantor. E. Persyaratan ketersediaan alokasi Modal Inti tidak berlaku untuk: 1. pembukaan Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan operasional khusus penyaluran pembiayaan kepada UMK; atau 2. Pembukaan Jaringan Kantor bagi Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dalam wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya. F. Perhitungan … F. Perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti untuk UUS diperhitungkan dalam ketersediaan alokasi Modal Inti Bank Umum Konvensional yang menjadi induknya dengan mengacu pada penetapan biaya investasi sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A dan penetapan Jaringan Kantor existing sebagaimana dimaksud dalam butir V.B. VII. PENETAPAN JUMLAH PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK A. Bank yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor dengan jumlah sesuai dengan ketersediaan alokasi Modal Inti. Persyaratan pemenuhan tingkat kesehatan untuk UUS didasarkan pada penilaian tingkat kesehatan Bank Umum Konvensional yang menjadi induknya. B. Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf A dapat memperoleh insentif tambahan jumlah Pembukaan Jaringan Kantor apabila Bank menyalurkan pembiayaan kepada: 1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) paling rendah 20% (dua puluh persen) dari total portofolio pembiayaan; dan/atau 2. Usaha Mikro dan Kecil (UMK) paling rendah 10% (sepuluh persen) dari total portofolio pembiayaan. Penilaian pencapaian penyaluran pembiayaan kepada UMKM atau UMK untuk UUS dihitung dengan menggunakan jumlah penyaluran pembiayaan dan kredit kepada UMKM atau UMK yang dilakukan UUS dan Bank Umum Konvensional yang menjadi induknya secara konsolidasi. C. Bank … C. Bank yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan namun tidak memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis kantor, dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor apabila: 1. Bank menyalurkan pembiayaan kepada: a. UMKM paling rendah 20% (dua puluh persen) dari total portofolio pembiayaan; atau b. UMK paling rendah 10% (sepuluh persen) dari total portofolio pembiayaan; dan 2. Bank melakukan pemupukan modal yang dapat berasal dari alokasi laba dan/atau tambahan setoran modal. D. Selain mempertimbangkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam huruf A, huruf B, dan huruf C, Bank Indonesia juga mempertimbangkan pencapaian tingkat efisiensi Bank yang antara lain diukur melalui rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) dan rasio Net Operating Margin (NOM) untuk menetapkan jumlah Pembukaan Jaringan Kantor Bank yang dapat disetujui. Khusus untuk UUS, penilaian pencapaian tingkat efisiensi (rasio BOPO dan Net Interest Margin) dihitung menggunakan pencapaian rasio efisiensi UUS dan Bank Umum Konvensional yang menjadi induknya secara konsolidasi. E. Perhitungan pencapaian penyaluran pembiayaan kepada UMKM atau UMK yang digunakan dalam pengajuan rencana Pembukaan Jaringan Kantor pada RBB menggunakan data UMKM dan/atau UMK posisi akhir bulan September. F. Bank … F. Bank Indonesia akan menilai pencapaian tingkat efisiensi Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf D dan pencapaian penyaluran pembiayaan kepada UMKM dan/atau UMK sebagaimana dimaksud dalam huruf E, baik pada saat penilaian rencana Pembukaan Jaringan Kantor dalam RBB maupun pada saat Bank mengajukan permohonan rencana Pembukaan Jaringan Kantor kepada Bank Indonesia. VIII. PERIMBANGAN PENYEBARAN JARINGAN KANTOR BANK PADA ZONA TERTENTU Dalam rangka meningkatkan pemerataan Jaringan Kantor Bank, Pembukaan Jaringan Kantor Bank oleh BUKU 3 atau BUKU 4 diatur sebagai berikut: A. Pembukaan 3 (tiga) Kantor Cabang (KC) di Zona 1 atau Zona 2 wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6. B. Pembukaan 3 (tiga) Kantor Cabang Pembantu (KCP) di Zona 1 atau Zona 2 wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KCP atau 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6. C. Kewajiban pembukaan KC atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B untuk Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS dengan ketentuan: 1. Dalam hal pembukaan 3 (tiga) KC atau KCP di Zona 1 atau Zona 2 merupakan kantor konvensional maka kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KC atau KCP berupa KC atau KCP konvensional atau syariah. 2. Dalam … … 2. Dalam hal pembukaan 3 (tiga) KC atau KCP di Zona 1 atau Zona 2 merupakan kantor syariah maka kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KC atau KCP syariah. D. Kewajiban pembukaan KC atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 sebagaimana dimaksud dalam huruf A, huruf B, dan huruf C, tetap harus memperhitungkan kecukupan alokasi Modal Inti. E. Perhitungan 3 (tiga) KC atau 3 (tiga) KCP di Zona 1 atau Zona 2 sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B dihitung secara kumulatif sejak berlakunya ketentuan ini. Contoh: Bank A (BUKU 4) pada tahun 2014 melakukan pembukaan 2 (dua) KC di Zona 1 dan pada tahun 2015 Bank A melakukan pembukaan 4 (empat) KC di Zona 1. Dengan demikian, Bank A harus membuka 2 (dua) KC di Zona 5 dan/atau Zona 6. F. Bank yang mempunyai kewajiban untuk membuka KC dan/atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B namun belum merealisasikan kewajiban pembukaan KC dan/atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 tidak dapat melakukan pembukaan KC atau KCP di Zona 1, Zona 2, Zona 3, dan Zona 4. G. Kewajiban Pembukaan Jaringan Kantor sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B, tidak berlaku bagi Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan melakukan pembukaan KC atau KCP di Zona 1 atau Zona 2 yang merupakan wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya. Contoh … … Contoh: Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang berkantor pusat di provinsi DKI Jakarta (Zona 1) dan termasuk BUKU 3, apabila akan membuka 3 (tiga) KC di provinsi DKI Jakarta, Bank Umum dimaksud tidak wajib membuka 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6. H. Wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf G meliputi pula provinsi hasil pemekaran wilayah, sepanjang Pemerintah Daerah provinsi hasil pemekaran wilayah tersebut belum memiliki saham mayoritas pada Bank yang berkantor pusat di provinsi hasil pemekaran. Contoh: Bank A (BUKU 3) merupakan Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang berkantor pusat di Provinsi X yang berada pada Zona 2. Terjadi pemekaran wilayah pada Provinsi X menjadi Provinsi X dan Provinsi X1. Dalam hal Bank A akan membuka 3 (tiga) KC di Provinsi X1, Bank A tidak wajib membuka 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6, sepanjang Pemerintah Daerah Provinsi X1 belum memiliki saham mayoritas pada Bank yang berkantor pusat di Provinsi X1. IX. LAIN-LAIN A. Prosedur, tatacara dan persyaratan lainnya untuk memperoleh izin atau penegasan Pembukaan Jaringan Kantor Bank dari Bank Indonesia juga wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai: 1. Bank .… … 1. Bank Umum Syariah; atau 2. Unit Usaha Syariah. B. Lampiran I sampai dengan Lampiran V merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini. X. PERALIHAN A. Bank yang telah memiliki Jaringan Kantor di dalam dan luar negeri sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku, dapat tetap mengoperasikan Jaringan Kantor tersebut. B. Bank wajib menyesuaikan rencana Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum untuk tahun 2013 dengan memperhitungkan alokasi Modal Inti. C. Penyesuaian rencana Pembukaan Jaringan Kantor tahun 2013 sebagaimana dimaksud dalam huruf B, wajib dicantumkan dalam revisi RBB tahun 2013 dan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat akhir bulan Juni 2013, dengan alamat sebagai berikut: 1. Departemen Perbankan Syariah, Jalan M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. D. Dasar perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti dalam revisi RBB tahun 2013 menggunakan Modal Inti posisi akhir bulan Desember 2012. E. Bank .… … E. Bank yang telah mengajukan permohonan rencana Pembukaan Jaringan Kantor sebelum revisi RBB sebagaimana dimaksud dalam huruf C, tetap ditindaklanjuti sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Jaringan Kantor untuk Bank. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27 Maret 2013 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDY SETIADI KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH DPbS LAMPIRAN I SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8/ DPbS TANGGAL 27 MARET 2013 PERIHAL PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH BERDASARKAN MODAL INTI Zona 1 Koefisien = 5 DKI Jakarta Luar Negeri Zona 2 Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 3 Zona 4 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Kepulauan Riau Sumatera Utara Koefisien = 2 Kalimantan Timur Riau Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Zona 5 Koefisien = 1 Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Selatan Jambi Sumatera Barat Zona 6 Koefisien = 0,5 Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Tengah Bangka Belitung Gorontalo Lampung Sulawesi Selatan Bengkulu Papua Sulawesi Barat Maluku Utara Kalimantan Barat Maluku Sulawesi Tenggara Papua Barat Kalimantan Utara DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH, EDY SETIADI LAMPIRAN II SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 /DPbS TANGGAL 27 MARET 2013 PERIHAL PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH BERDASARKAN MODAL INTI BIAYA INVESTASI PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK Jenis Kantor Kantor Cabang Kantor Wilayah yang Bersifat Operasional Kantor Cabang Pembantu Kantor Fungsional yang Melakukan Kegiatan Operasional Kantor Kas Kantor lainnya yang bersifat operasional di luar negeri atau Kantor Perwakilan apabila melakukan kegiatan operasional Biaya Investasi Pembukaan Jaringan Kantor pada BUKU 1 dan BUKU 2 Rp3.000.000.000,00 Rp3.000.000.000,00 Rp1.500.000.000,00 Rp1.500.000.000,00 Rp500.000.000,00 Rp500.000.000,00 Biaya Investasi Pembukaan Jaringan Kantor pada BUKU 3 dan BUKU 4 Rp10.000.000.000,00 Rp10.000.000.000,00 Rp 4.000.000.000,00 Rp 4.000.000.000,00 Rp 2.000.000.000,00 Rp 2.000.000.000,00 DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH, EDY SETIADI LAMPIRAN III SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 /DPbS TANGGAL 27 MARET 2013 PERIHAL PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH BERDASARKAN MODAL INTI CONTOH PENGHITUNGAN ALOKASI MODAL INTI UNTUK PEMBUKAAN KANTOR CABANG BANK BUKU 3 ATAU BUKU 4 Biaya Investasi Zona 1 2 3 4 5 6 Provinsi DKI Jakarta Jawa Timur Kepulauan Riau Kalimantan Tengah Nanggroe Aceh Darussalam Nusa Tenggara Timur Pembukaan Kantor Cabang (1) Rp10.000.000.000,00 Rp10.000.000.000,00 Rp10.000.000.000,00 Rp10.000.000.000,00 Rp10.000.000.000,00 Rp10.000.000.000,00 Koefisien (2) 5 4 3 2 1 0,5 Alokasi Modal Inti (3 = 1 x 2) Rp50.000.000.000,00 Rp40.000.000.000,00 Rp30.000.000.000,00 Rp20.000.000.000,00 Rp10.000.000.000,00 Rp5.000.000.000,00 DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH, EDY SETIADI LAMPIRAN IV SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 /DPbS TANGGAL 27 MARET 2013 PERIHAL PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH BERDASARKAN MODAL INTI CONTOH PENGHITUNGAN JUMLAH ALOKASI MODAL INTI UNTUK PEMBUKAAN KANTOR CABANG BANK BUKU 1 ATAU BUKU 2 Biaya Investasi Zona 1 2 3 4 5 6 Provinsi DKI Jakarta Jawa Timur Kepulauan Riau Kalimantan Tengah Nanggroe Aceh Darussalam Nusa Tenggara Timur Pembukaan Kantor Cabang (1) Rp3.000.000.000,00 Rp3.000.000.000,00 Rp3.000.000.000,00 Rp3.000.000.000,00 Rp3.000.000.000,00 Rp3.000.000.000,00 Koefisien (2) 5 4 3 2 1 0,5 Alokasi Modal Inti (3 = 1 x 2) Rp15.000.000.000,00 Rp12.000.000.000,00 Rp9.000.000.000,00 Rp6.000.000.000,00 Rp3.000.000.000,00 Rp1.500.000.000,00 DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH, EDY SETIADI LAMPIRAN V SURAT EDARAN BANK INDONESIA NOMOR 15/ 8 /DPbS TANGGAL 27 MARET 2013 PERIHAL PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH BERDASARKAN MODAL INTI CONTOH PENGHITUNGAN KECUKUPAN KETERSEDIAAN ALOKASI MODAL INTI Bank A dengan Modal Inti Rp800.000.000.000,00 (BUKU 1) dengan PK TKS 2 dalam 1 tahun terakhir, dan memiliki Jaringan Kantor yang telah berdiri kurang atau sama dengan 2 tahun sebagai berikut: 13 KC (8 di DKI Jakarta dan 5 di Jawa Tengah), 10 KCP (5 di DKI Jakarta serta 5 di Jawa Tengah), dan 10 KK (4 di DKI Jakarta dan 6 di Jawa Tengah). Apabila Bank A merencanakan untuk membuka 1 KC di Jawa Tengah, perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti sebagai berikut: Jenis Kantor KC KCP KK Zona 1 2 1 2 1 2 Provinsi DKI Jakarta Jawa Tengah DKI Jakarta Jawa Tengah DKI Jakarta Jawa Tengah Biaya Investasi Pembukaan Jaringan Kantor (1) Rp3.000.000.000,00 Rp3.000.000.000,00 Rp1.500.000.000,00 Rp1.500.000.000,00 Rp500.000.000,00 Rp500.000.000,00 Total Alokasi Modal Inti untuk kantor yang sudah ada (existing) Ketersediaan Alokasi Modal Inti untuk rencana Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Jumlah Alokasi Modal Inti yang Dibutuhkan untuk membuka 1 KC di Jawa Tengah adalah: Rp3.000.000.000,00x4x1 = Rp12.000.000.000,00 Koefisien (2) 5 4 5 4 5 4 Jumlah Kantor (Existing) (3) 8 5 5 5 4 6 Jumlah Alokasi Modal Inti (4 = 1 x 2 x3) Rp120.000.000.000,00 Rp60.000.000.000,00 Rp37.500.000.000,00 Rp30.000.000.000,00 Rp10.000.000.000,00 Rp12.000.000.000,00 Rp269.500.000.000,00 Rp530.500.000.000,00 Kesimpulan: Bank A memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti yang mencukupi untuk membuka 1 (satu) KC di Jawa Tengah sesuai dengan rencana dan masih memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sebesar Rp518.500.000.000,00 yang dapat dipergunakan untuk membuka Jaringan Kantor lainnya. DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH, EDY SETIADI
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/8/DPbS|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Berdasarkan Modal Inti. </reg_title> <set_date> 27 Maret 2013 </set_date> <effective_date> 27 Maret 2013 </effective_date> <related_reg> '14/26/PBI/2012' </related_reg>
No. 2/ 6 /DASP Jakarta, 11 Februari 2000 S U R A T E D A R A N Perihal : Penyempurnaan SE No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/ 4 /PBI/2000 tanggal 11 Februari 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 Tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, dengan ini diberitahukan bahwa dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia dimaksud maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti disempurnakan menjadi sebagai berikut : 1. Ketentuan angka I.2.a.2 mengenai Spesifikasi Teknis Warkat yang berkaitan dengan ukuran ditambah ketentuan baru sebagai berikut : “Khusus untuk Nota Kredit, dapat pula digunakan ukuran panjang 8 (delapan) inci dan lebar 3 2/3 (tiga dua per tiga) inci.” 2. Ketentuan angka I.2.a.5 mengenai Spesifikasi Teknis Warkat yang berkaitan dengan Garis Batas diubah menjadi sebagai berikut : “Batas clear band dengan bagian lain dari warkat dapat berupa garis atau perbedaan warna pada posisi 5/8 (lima perdelapan) inci dari batas bawah Warkat.” 3. Ketentuan … 2 3. Ketentuan angka II.C.9 mengenai Pencetakan, Pengadaan serta Persetujuan Penggunaan Warkat dan Dokumen Kliring yang berkaitan dengan pelaporan pemesanan Warkat diubah menjadi sebagai berikut : “Peserta wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bank Indonesia c.q Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (Biro PSPN) mengenai Warkat dan Dokumen Kliring yang telah dipesan pada kurun waktu 1 (satu) tahun sebelumnya. Laporan tersebut dilakukan pada minggu pertama bulan Januari yang memuat : a. jenis dan jumlah Warkat dan Dokumen Kliring yang dipesan selama 1 (satu) tahun; b. tanggal pemesanan yang dilakukan; c. nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti." 4. Ketentuan angka IV.A mengenai Persyaratan setelah angka 3 ditambah ketentuan baru sebagai berikut : “Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak berlaku untuk Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERUM PERURI).” 5. Ketentuan angka IV.B mengenai Tata Cara Penetapan setelah angka 5 ditambah ketentuan baru dalam angka 6 dan angka 7 sebagai berikut : “ 6. Warkat berupa Cek dan Bilyet Giro yang sudah dicetak sebelum berlakunya Surat Edaran ini, setelah batas waktu sebagaimana dimaksud dalam angka VI.1 dan VI.2 masih dapat digunakan untuk transaksi pembayaran atau pemindahbukuan yang pelaksanaannya dilakukan tidak melalui Kliring Lokal. 7. Kewajiban pelaporan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana … 3 sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.9 mulai diberlakukan untuk pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring selama tahun 2000, yang pelaporannya dilakukan pada minggu pertama bulan Januari tahun 2001.” 6. Ketentuan angka IV.C.2 mengenai Kewajiban Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti Pencetak Warkat dan Dokumen Kliring pada akhir kalimat ditambah ketentuan baru sebagai berikut : “atau menerima pengalihan pekerjaan dari perusahaan percetakan dokumen sekuriti lain;” 7. Ketentuan angka VI.1 mengenai Lain-lain diubah menjadi sebagai berikut : “Peserta Kliring Lokal dengan sistem Manual dan Semi Otomasi wajib menggunakan Warkat dan Dokumen Kliring yang memenuhi spesifikasi teknis sesuai dicetak pada ketentuan dengan Surat Edaran ini dan perusahaan percetakan dokumen sekuriti paling lambat tanggal 23 Juni 2000.” 8. Ketentuan angka VI.3 ditambah ketentuan baru sebagai berikut : “Ketentuan mengenai kewajiban untuk mengajukan permohonan ulang guna memperoleh penetapan Bank Indonesia tidak berlaku bagi PERUM PERURI.” 9. Lampiran 1 dan Lampiran 3 diubah menjadi Lampiran 1 (Revisi) dan Lampiran 3 (Revisi) sebagaimana terlampir. 10. Lampiran di tambah 1 (satu) lampiran baru dengan nama “PEDOMAN RANCANG BANGUN PEMBAKUAN NOTA KREDIT UKURAN 8 x 3 2/3 INCI” sebagai lampiran 1a. Ketentuan … 4 Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 11 Februari 2000. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, AULIA POHAN DEPUTI GUBERNUR DASP
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 2/6/DASP|SE-BI/2000 </reg_id> <reg_title> Penyempurnaan SE No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. </reg_title> <set_date> 11 Februari 2000 </set_date> <effective_date> 11 Februari 2000 </effective_date> <related_reg> '1/7/DASP|SE-BI/1999', '2/4/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
No. 12/ 34 /DASP Jakarta, 22 Desember 2010 S U R A T E D A R A N Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP tanggal 24 Maret 2010 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam rangka meningkatkan keamanan, kelancaran, dan efisiensi penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), perlu untuk melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP tanggal 24 Maret 2010 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, sebagai berikut: 1. Menambahkan judul Lampiran yaitu Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia dan Daftar Isi Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia; 2. Mengubah ketentuan Bab I huruf D mengenai pengertian umum, dengan menambahkan 2 (dua) angka yakni angka 11 mengenai Penyelesaian Akhir (settlement) dan angka 12 mengenai Penyelesaian Akhir Secara Periodik Kliring Kredit; 3. Mengubah ketentuan Bab II butir B.2.d mengenai fasilitas penyelenggaraan SKNBI; 4. Mengubah ketentuan Bab II butir C.10 mengenai pemeriksaan internal serta butir C.11 mengenai penyampaian laporan hasil pemeriksaan internal dan security audit; 5. Menghapus ketentuan Bab II huruf D mengenai pengenaan biaya dalam penyelenggaraan SKNBI dan huruf E mengenai penetapan jadwal penyelenggaraan SKNBI; 6. Mengubah … 2 6. Mengubah ketentuan Bab III: a. butir C.1.c dengan menambahkan 1 (satu) angka, yakni angka 8) mengenai fotokopi surat pemberitahuan sandi Pelaporan Laporan Bank Umum; dan b. butir C.8.c mengenai pemberitahuan secara tertulis kepada kantor bank; 7. Mengubah ketentuan Bab IV butir A.5. mengenai pemeriksaan internal dan butir A.6. mengenai laporan hasil security audit; 8. Mengubah ketentuan Bab V butir B.1.a. mengenai jenis dokumen kliring; 9. Menghapus ketentuan Bab V butir B.1.b.3), butir B.2.a.3), butir D.3.b mengenai Lembar Substitusi dan butir D.2.d.2)f) mengenai sandi transaksi lainnya; 10. Mengubah ketentuan Bab VI butir G dengan menyisipkan 1 (satu) angka di antara angka 2 dan angka 3, yakni angka 2A mengenai cash prefund yang tidak dikembalikan ke rekening giro Bank; 11. Mengubah ketentuan Bab VII mengenai Penyelenggaraan Kliring Debet; 12. Mengubah ketentuan Bab VIII mengenai Penyelenggaraan Kliring Kredit; 13. Menyisipkan 2 (dua) bab di antara Bab VIII dan Bab IX, yakni Bab VIIIA mengenai Jadwal Penyelenggaraan SKNBI dan Bab VIIIB mengenai Biaya Penyelenggaraan SKNBI; 14. Menghapus ketentuan Bab XII butir B.2.b.4) mengenai mekanisme penyelenggaraan kliring debet untuk Wilayah Kliring On-line Otomasi dan Kliring Off-line Otomasi; 15. Mengubah Bab XII butir B.2.b.5) mengenai mekanisme penyelenggaraan Kliring Debet untuk Wilayah Kliring On-line Manual dan Off-line Manual; 16. Mengubah Lampiran 2.3 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia mengenai Ruang Lingkup Pemeriksaan Internal Oleh PKL Selain BI; 17. Mengubah … 3 17. Mengubah Lampiran 2.4 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia mengenai Ruang Lingkup Security Audit Oleh PKL Selain BI; 18. Menyisipkan Lampiran di antara Lampiran 3.9 dan Lampiran 3.10 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yakni Lampiran 3.9.a mengenai Contoh Surat Pemberitahuan dari PKL kepada PKN Mengenai Tanggal Efektif Sebagai Peserta Dalam Penyelenggaraan SKNBI; 19. Mengubah Lampiran 4.2 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia mengenai Ruang Lingkup Pemeriksaan Internal Oleh Bank Sebagai Peserta; 20. Mengubah Lampiran 4.3 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia mengenai Ruang Lingkup Security Audit Oleh Bank Sebagai Peserta; 21. Mengubah Lampiran 7.4 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia mengenai Jenis Laporan Kliring Debet; 22. Menghapuskan Lampiran 7.5 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia mengenai Penanganan Warkat Debet Reject dan Penyelesaian Selisih Kliring serta Implikasi Pengenaan Biaya Reject; 23. Mengubah Lampiran 7.6 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia mengenai Contoh Formulir Pengembalian Warkat Debet yang Direject; 24. Menyisipkan 4 (empat) lampiran di antara Lampiran 8 dan Lampiran 9 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yakni Lampiran 8.1 mengenai Jenis Transaksi Kliring Kredit, Lampiran 8A.1 mengenai Contoh Pengumuman Jadwal SKNBI Oleh PKL, Lampiran 8A.2 mengenai Contoh Pengumuman Jadwal SKNBI Oleh PKN dan Lampiran 8B mengenai Pengenaan Biaya Warkat Debet yang Tertolak (Reject) oleh Mesin Baca Pilah. Lampiran … 4 Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP tanggal 24 Maret 2010 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia secara keseluruhan menjadi Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagaimana terlampir, yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka : a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/28/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal Biaya dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/16/DASP tanggal 6 Agustus 2007; dan b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/9/DASP tanggal 24 Maret 2010 perihal Jadwal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 7 Januari 2011. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, RONALD WAAS DIREKTUR AKUNTING DAN SISTEM PEMBAYARAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 12/34/DASP|SE-BI/2010 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP tanggal 24 Maret 2010 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title> <set_date> 22 Desember 2010 </set_date> <effective_date> 7 Januari 2011 </effective_date> <changed_reg> '12/8/DASP|SE-BI/2010' </changed_reg> <replaced_reg> '12/9/DASP|SE-BI/2010', '7/28/DASP|SE-BI/2005', '9/16/DASP|SE-BI/2007' </replaced_reg> <related_reg> '12/8/DASP|SE-BI/2010' </related_reg>
No. 14/ 25 /DPbS Jakarta, 12 September 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH DI INDONESIA Perihal : Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/6/PBI/2012 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5322), yang selanjutnya disebut PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai uji kemampuan dan kepatutan, sebagai berikut: I. UMUM Sebagaimana diatur dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, uji kemampuan dan kepatutan dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap: 1. Calon … 1. Calon Pemegang Saham Pengendali (PSP), calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS yang telah ditetapkan sejak awal hanya akan menjabat sebagai Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing (FPT new entry). Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebelum yang bersangkutan menjadi PSP atau menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah, Direktur UUS yang telah ditetapkan sejak awal hanya akan menjabat sebagai Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing. 2. PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS, dan Pejabat Eksekutif UUS, serta pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing (FPT existing). Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai kembali kemampuan dan kepatutan terhadap pihak yang menjadi PSP atau yang sedang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS, dan Pejabat Eksekutif UUS, serta pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing. 3. Pihak yang sudah tidak menjadi atau tidak menjabat sebagai pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2, namun yang bersangkutan ditengarai terlibat atau bertanggung jawab terhadap perbuatan atau tindakan yang sedang dalam proses uji kemampuan dan kepatutan pada Bank Syariah, UUS, atau Kantor Perwakilan Bank Asing (FPT existing). Uji … Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai perbuatan atau tindakan yang bersangkutan pada saat menjadi PSP, atau menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS, Pejabat Eksekutif UUS, serta pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, dimana perbuatan atau tindakan tersebut merupakan obyek uji kemampuan dan kepatutan (FPT existing). II. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN TERHADAP CALON PSP, CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DAN CALON ANGGOTA DIREKSI BANK SYARIAH, CALON DIREKTUR UUS, DAN CALON PEMIMPIN KANTOR PERWAKILAN BANK ASING (FPT NEW ENTRY) A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Faktor yang dinilai dalam uji kemampuan dan kepatutan meliputi: a. Integritas dan kelayakan keuangan bagi calon PSP Bank Syariah. Calon PSP wajib memenuhi persyaratan integritas dan kelayakan keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 dan Pasal 8 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan. Terkait dengan salah satu persyaratan integritas bagi calon PSP yaitu memiliki komitmen terhadap pengembangan operasional Bank Syariah yang sehat, calon PSP wajib menyampaikan rencana pengembangan operasional Bank Syariah yang sehat … sehat, yang paling kurang memuat arah dan strategi pengembangan Bank Syariah, dan rencana penguatan permodalan Bank Syariah untuk jangka waktu paling kurang 3 (tiga) tahun. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta pernyataan tertulis yang berisi komitmen untuk tidak melakukan pengalihan kepemilikan sahamnya di Bank Syariah dalam jangka waktu tertentu. b. Integritas, kompetensi dan reputasi keuangan bagi calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing. Calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing wajib memenuhi persyaratan integritas, kompetensi dan reputasi keuangan sebagaimana diatur dalam Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan. 2. Pihak yang wajib mengikuti uji kemampuan dan kepatutan adalah: a. Calon PSP, meliputi: 1) orang dan/atau badan hukum yang akan melakukan pembelian, menerima hibah, menerima hak waris atau bentuk lain pengalihan hak atas saham Bank Syariah sehingga akan menjadi PSP; 2) pemegang … 2) pemegang saham Bank Syariah yang tidak tergolong sebagai PSP (non PSP) yang melakukan pembelian saham Bank Syariah, menerima hibah saham Bank Syariah, menerima hak waris atau bentuk lain pengalihan hak atas saham Bank Syariah, sehingga menjadi PSP; 3) non PSP yang melakukan penambahan setoran modal sehingga menjadi PSP; 4) non PSP namun menurut Bank Indonesia dinilai melakukan Pengendalian Bank Syariah; 5) orang dan/atau badan hukum yang digolongkan sebagai pengendali Bank Syariah karena adanya perubahan struktur kelompok usaha Bank Syariah; 6) orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP pada “Bank Syariah hasil penggabungan” (merger); 7) orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP “Bank Syariah hasil peleburan” (konsolidasi); dan 8) orang dan/atau badan hukum yang akan menjadi PSP “Bank Syariah hasil perubahan kegiatan usaha” (konversi); b. Calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, meliputi: 1) orang … 1) orang yang belum pernah menjadi anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing; 2) orang yang sedang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi pada Bank Syariah lain atau Direktur UUS lain atau pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing lain, dengan memperhatikan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai rangkap jabatan; 3) mantan anggota Dewan Komisaris dan mantan anggota Direksi Bank Syariah, mantan Direktur UUS, dan mantan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, yang dicalonkan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi pada Bank Syariah yang sama atau pada Bank Syariah lain atau Direktur UUS pada UUS yang sama atau pada UUS lain atau pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing pada Kantor Perwakilan Bank Asing yang sama atau pada Kantor Perwakilan Bank Asing lain; 4) anggota … 4) anggota Dewan Komisaris Bank Syariah yang akan beralih jabatan menjadi anggota Direksi pada Bank Syariah yang sama; 5) anggota Dewan Komisaris BUS yang akan beralih jabatan menjadi Komisaris Independen pada BUS yang sama; 6) anggota Direksi BUS yang akan beralih jabatan menjadi Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan pada BUS yang sama; 7) anggota Direksi Bank Syariah yang akan beralih jabatan menjadi anggota Dewan Komisaris pada Bank Syariah yang sama; 8) anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi Bank Syariah yang akan beralih jabatan ke jabatan yang lebih tinggi pada Bank Syariah yang sama, antara lain meliputi: a) anggota Dewan Komisaris Bank Syariah yang akan diangkat menjadi komisaris utama/wakil komisaris utama atau yang setara dengan itu pada Bank Syariah yang sama; b) anggota Direksi Bank Syariah yang akan diangkat menjadi direktur utama/wakil direktur utama atau yang setara dengan itu pada Bank Syariah yang sama; 9) anggota Dewan Komisaris Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS yang akan beralih jabatan menjadi Direktur UUS dengan wewenang … wewenang dan tanggungjawab hanya untuk mengelola kegiatan usaha UUS; 10) anggota Direksi Bank Umum Konvensional atau kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional, yang memiliki UUS yang akan beralih jabatan menjadi Direktur UUS dengan wewenang dan tanggungjawab hanya untuk mengelola kegiatan usaha UUS; 11) orang yang akan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi pada “Bank Syariah hasil penggabungan” yang berasal dari “Bank Syariah yang melakukan penggabungan”; 12) orang yang akan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi pada “Bank Syariah hasil penggabungan” yang berasal dari “Bank Syariah yang menerima penggabungan (surviving bank)” termasuk perpanjangan jabatan; 13) orang yang akan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi “Bank Syariah hasil peleburan” yang berasal dari “Bank Syariah yang melakukan peleburan”; 14) orang yang akan menjadi anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi “Bank Syariah hasil perubahan kegiatan usaha” yang berasal dari “bank konvensional yang melakukan perubahan … perubahan kegiatan usaha menjadi Bank Syariah”; dan 15) orang yang dicalonkan menjadi pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing; Uji kemampuan dan kepatutan tidak dilakukan terhadap perpanjangan jabatan bagi anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing kecuali perpanjangan jabatan sebagaimana dimaksud dalam angka 12). Termasuk dalam pengertian perpanjangan jabatan adalah setiap penugasan kembali dalam jabatan yang sama, baik sebelum maupun sesudah masa jabatan yang bersangkutan berakhir. Perpanjangan jabatan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing dilaporkan kepada Bank Indonesia dengan alamat penyampaian sebagaimana diatur dalam butir III.D. B. Persyaratan Administratif terhadap Calon PSP 1. Permohonan Bank Syariah untuk memperoleh persetujuan atas calon PSP disampaikan kepada Bank Indonesia dilengkapi dengan dokumen persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan dan ketentuan lain yang mengatur mengenai persyaratan pemegang saham Bank Syariah, yaitu: a. ketentuan … a. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BUS; b. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BPRS; c. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syariah; d. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri; e. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pembelian saham bank umum; f. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara merger, konsolidasi dan akuisisi BUS; dan g. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara merger, konsolidasi dan akuisisi BPRS. Rincian dokumen persyaratan administratif adalah sebagai berikut: - - - - Lampiran 1a, untuk calon PSP perorangan BUS; Lampiran 1b, untuk calon PSP badan hukum BUS; Lampiran 1c, untuk calon PSP pemerintah BUS; Lampiran 1d, untuk calon PSP perorangan BPRS; - Lampiran 1e … - - - Lampiran 1e, untuk calon PSP badan hukum BPRS; Lampiran 1f, untuk calon PSP pemerintah BPRS; Lampiran 2, Daftar Riwayat Hidup untuk calon PSP; 2. Persyaratan laporan keuangan 3 (tiga) tahun buku terakhir dari calon PSP badan hukum paling kurang terdiri dari laporan neraca dan perhitungan laba rugi beserta penjelasannya yang telah diaudit oleh Akuntan Publik. Laporan keuangan tersebut disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. 3. Selain dokumen persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank Syariah juga menyampaikan Daftar Isian sebagaimana berikut: - Lampiran 1a.1, untuk calon PSP perorangan BUS; - Lampiran 1b.1, untuk calon PSP badan hukum BUS; - - - - Lampiran 1c.1, untuk calon PSP pemerintah BUS; Lampiran 1d.1, untuk calon PSP perorangan BPRS; Lampiran 1e.1, untuk calon PSP badan hukum BPRS; Lampiran 1f.1, untuk calon PSP pemerintah BPRS; Daftar Isian diisi secara lengkap dan ditandatangani oleh calon PSP atau calon Pemegang Saham Pengendali Terakhir (PSPT). C. Persyaratan … C. Persyaratan Administratif terhadap Calon Anggota Dewan Komisaris dan Calon Anggota Direksi Bank Syariah, Calon Direktur UUS, dan Calon Pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing Permohonan untuk memperoleh persetujuan atas calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing disampaikan kepada Bank Indonesia dengan dilengkapi dokumen persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan dan ketentuan lain yang mengatur mengenai persyaratan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, yaitu: 1. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BUS; 2. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai UUS; 3. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BPRS; 4. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi bank syariah; 5. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar negeri; 6. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan fungsi kepatuhan bank umum; dan 7. ketentuan … 7. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaksanaan good corporate governance bagi BUS dan UUS. Rincian dokumen persyaratan administratif adalah sebagai berikut: - Lampiran 1g, untuk calon Dewan Komisaris BUS; - - - - - - Lampiran 1h, untuk calon Direksi BUS dan calon Direktur UUS; Lampiran 1i, untuk calon Direktur Kepatuhan BUS; Lampiran 1j, untuk calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing; Lampiran 1k, untuk calon Dewan Komisaris BPRS; Lampiran 1l, untuk calon Direksi BPRS; Lampiran 2, Daftar Riwayat Hidup untuk calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, calon Direktur Kepatuhan BUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, D. Dokumen Pendukung Persyaratan Administratif Dalam hal menurut penilaian Bank Indonesia dianggap perlu, pihak yang diuji wajib menyampaikan dokumen pendukung atas dokumen persyaratan administratif yang dipersyaratkan. Dokumen permohonan yang disampaikan Bank Syariah, UUS atau Kantor Perwakilan Bank Asing dinyatakan telah lengkap, apabila seluruh dokumen persyaratan administratif dan dokumen pendukungnya telah diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia. E. Tata … E. Tata Cara dan Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Tata cara uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur dalam Pasal 10, Pasal 23, Pasal 46 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 47 ayat (1), Pasal 49 ayat (1) dan Pasal 52 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan dilakukan terhadap calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing melalui: a. penelitian administratif; dan b. wawancara. 2. Penelitian administratif dalam rangka uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a adalah sebagai berikut: a. Calon PSP Dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan integritas dan kelayakan keuangan calon PSP Bank Syariah dilakukan penelitian, meliputi: 1) dokumen persyaratan administratif; 2) catatan administrasi Bank Indonesia antara lain berupa rekam jejak (track record), Daftar Tidak Lulus (DTL), dan Daftar Kredit Macet (DKM); 3) catatan administrasi Bank Indonesia mengenai proses uji kemampuan dan kepatutan new entry maupun existing pada bank yang sedang dilakukan oleh Bank Indonesia; dan 4) informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia dalam rangka pengawasan bank. b. Calon … b. Calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing Dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan integritas, kompetensi dan reputasi keuangan calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing dilakukan penelitian, meliputi: 1) dokumen persyaratan administratif; 2) catatan administrasi Bank Indonesia antara lain berupa rekam jejak (track record), Daftar Tidak Lulus (DTL), dan Daftar Kredit Macet (DKM); 3) catatan administrasi Bank Indonesia mengenai proses uji kemampuan dan kepatutan (FPT new entry maupun FPT existing) pada bank yang sedang dilakukan oleh Bank Indonesia; dan 4) informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia dalam rangka pengawasan Bank Syariah atau UUS. 3. Wawancara dalam rangka uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dalam rangka konfirmasi atas informasi yang telah diperoleh Bank Indonesia dan/atau untuk menggali informasi lebih lanjut dari pihak yang diuji untuk memperoleh keyakinan atas terpenuhinya persyaratan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan, dan/atau kompetensi, dengan ketentuan sebagai berikut: a. wawancara … a. wawancara wajib dilakukan terhadap calon PSP; b. wawancara terhadap calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing dilakukan apabila: 1) pihak yang diuji akan menjabat sebagai Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan (hanya berlaku bagi BUS); 2) pihak yang diuji akan menjabat sebagai Komisaris Independen (hanya berlaku bagi BUS); dan/atau 3) diperlukan klarifikasi atau penjelasan lebih lanjut dari pihak yang diuji. 4. Penetapan hasil penilaian uji kemampuan dan kepatutan adalah sebagai berikut: a. calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing yang memperoleh predikat Lulus dinyatakan memenuhi persyaratan untuk menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, pada Bank Syariah, UUS, dan Kantor Perwakilan Bank Asing yang mengajukan pencalonan; b. calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing yang memperoleh predikat Tidak Lulus dinyatakan tidak ... tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, pada Bank Syariah, UUS, atau Kantor Perwakilan Bank Asing yang mengajukan pencalonan; c. hasil uji kemampuan dan kepatutan berupa persetujuan (predikat Lulus) atau penolakan (predikat Tidak Lulus) atas permohonan calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing disampaikan secara tertulis kepada Bank Syariah, UUS, dan Kantor Perwakilan Bank Asing yang mengajukan pencalonan. Hasil uji kemampuan dan kepatutan dapat disampaikan juga kepada pihak yang berkepentingan, antara lain Pemerintah dan/atau Lembaga Penjamin Simpanan; d. dalam hal calon PSP yang memperoleh predikat Tidak Lulus telah memiliki saham pada Bank Syariah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan maka yang bersangkutan: 1) dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai PSP pada Bank Syariah yang bersangkutan; dan 2) wajib mengalihkan kepemilikan saham yang telah dibeli kepada pihak lain; e. dalam … e. dalam hal calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS yang telah ditetapkan sejak awal hanya akan menjabat sebagai Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing memperoleh predikat Tidak Lulus namun telah mendapat persetujuan dan diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing oleh RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) PBI Uji Kemampuan dan kepatutan, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) yang bersangkutan dilarang melakukan tindakan sebagai anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi pada Bank Syariah yang bersangkutan, Direktur UUS yang bersangkutan, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing yang bersangkutan; 2) bagi calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah yang berasal dari peralihan jabatan sebagaimana dimaksud pada butir A.2.b.4) sampai dengan A.2.b.8), yang bersangkutan masih dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi pada Bank Syariah dimaksud sepanjang tidak terdapat indikasi permasalahan integritas, reputasi keuangan dan/atau kompetensi, dimana perbuatan atau tindakan tersebut merupakan obyek … obyek uji kemampuan dan kepatutan (FPT existing); 3) bagi calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing yang berasal dari Pejabat Eksekutif yang sedang menjabat pada Bank Syariah dan UUS yang sama, yang bersangkutan masih dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Pejabat Eksekutif pada Bank Syariah dan UUS dimaksud sepanjang tidak terdapat indikasi permasalahan integritas, reputasi keuangan dan/atau kompetensi, dimana perbuatan atau tindakan tersebut merupakan obyek uji kemampuan dan kepatutan (FPT existing); 4) bagi calon Direktur UUS yang telah ditetapkan sejak awal hanya akan menjabat sebagai Direktur UUS yang berasal dari peralihan jabatan sebagaimana dimaksud pada butir A.2.b.9) dan A.2.b.10), yang bersangkutan masih dapat menjalankan tugas dan fungsinya sebagai anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi pada Bank Umum Konvensional dimaksud sepanjang yang bersangkutan memenuhi persyaratan sebagai anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Umum Konvensional sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Umum. Bank … Bank Indonesia dapat melakukan uji kemampuan dan kepatutan dalam rangka penilaian kembali terhadap pihak sebagaimana dimaksud dalam angka 2) sampai dengan angka 4). F. Alamat Penyampaian Permohonan Surat permohonan berikut dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf B, huruf C dan huruf D di atas disampaikan kepada: 1. Departemen Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BUS, UUS, BPRS dan Kantor Perwakilan Bank Asing yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; 2. Departemen Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BUS dan UUS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat; atau 3. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. III. UJI … III. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN TERHADAP PSP, ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, ANGGOTA DIREKSI DAN PEJABAT EKSEKUTIF BANK SYARIAH, DIREKTUR UUS DAN PEJABAT EKSEKUTIF UUS, DAN PEMIMPIN KANTOR PERWAKILAN BANK ASING (FPT EXISTING) A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak sebagaimana dimaksud dalam butir I.2 meliputi pihak yang menjadi PSP atau sedang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, yang terindikasi memiliki permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29 atau Pasal 49 ayat (3) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan; 2. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan dilakukan setiap saat apabila berdasarkan bukti, data dan informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan (off site supervision dan/atau on site supervision) maupun informasi lainnya, terdapat indikasi: a. permasalahan integritas dan/atau kelayakan keuangan pada PSP Bank Syariah; b. permasalahan integritas, reputasi keuangan dan/atau kompetensi pada anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing; atau c. pelanggaran … c. pelanggaran atau penyimpangan kegiatan Kantor Perwakilan Bank Asing yang dilakukan oleh pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing. 3. Permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi adalah permasalahan yang terkait dengan: a. tindakan menyembunyikan dan/atau mengaburkan pelanggaran dari suatu ketentuan atau kondisi keuangan dan/atau transaksi yang sebenarnya, antara lain: 1) pencatatan palsu dan/atau transaksi fiktif baik yang dilakukan pada sisi aktiva maupun pasiva Bank Syariah atau UUS termasuk transaksi pada rekening administratif; 2) penggelapan atau manipulasi; 3) praktek bank dalam bank; 4) praktek pembukuan dan/atau laporan keuangan Bank Syariah atau UUS yang tidak benar dan secara material berpengaruh terhadap keadaan keuangan Bank Syariah atau UUS sehingga mengakibatkan penilaian yang keliru terhadap Bank Syariah atau UUS (window dressing); 5) pembobolan teknologi sistem informasi Bank Syariah atau UUS; dan/atau 6) menghilangkan atau merusak catatan pembukuan dan/atau dokumen pendukung transaksi … transaksi atau catatan pembukuan Bank Syariah atau UUS; b. tindakan memberikan keuntungan secara tidak wajar kepada pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS, Dewan Pengawas Syariah Bank Syariah dan UUS, pegawai, dan/atau pihak lain yang dapat merugikan atau mengurangi keuntungan Bank Syariah atau UUS, antara lain: 1) transaksi valuta asing yang tidak wajar dan merugikan Bank Syariah atau UUS dan/atau mengurangi potensi keuntungan Bank Syariah atau UUS; 2) penjualan dan/atau pembelian harta milik Bank Syariah atau UUS dengan harga yang tidak wajar dibandingkan harga pasar; dan/atau 3) pemberian fasilitas yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku kepada anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS, Dewan Pengawas Syariah Bank Syariah dan UUS, dan/atau pegawai Bank Syariah atau UUS; c. tindakan melanggar prinsip kehati–hatian di bidang perbankan dan/atau asas-asas perbankan yang sehat, yang meliputi: 1). melakukan … 1) melakukan perbuatan atau tindakan yang melanggar prinsip kehati-hatian di bidang perbankan dan/atau asas-asas perbankan yang sehat, antara lain: a) pemberian pembiayaan yang tidak didasarkan pada prinsip pemberian pembiayaan yang sehat; b) penyediaan dana yang melanggar Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); c) penyediaan dana kepada pihak atau sektor atau kegiatan yang dilarang oleh ketentuan; dan/atau 2) tidak melakukan perbuatan atau tindakan yang menjadi tugas dan/atau tanggung jawabnya sehingga mengakibatkan terjadinya pelanggaran prinsip kehati-hatian di bidang perbankan, penerapan manajemen risiko, pelaksanaan Good Corporate Governance, penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme, dan/atau asas-asas perbankan yang sehat. Prinsip kehati-hatian di bidang perbankan dan/atau asas-asas perbankan yang sehat termasuk namun tidak terbatas pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum, posisi devisa neto, Batas Maksimum Penyaluran Dana, kualitas aktiva dan giro wajib minimum; d. tindakan … d. tindakan melanggar Prinsip Syariah di bidang perbankan syariah, antara lain: 1) melakukan praktek bunga dalam kegiatan operasional; 2) membiayai usaha yang tidak sesuai dengan Prinsip Syariah; dan/atau 3) menjalankan produk/jasa yang tidak didukung dengan fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI; e. terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang telah diputus oleh pengadilan dan telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde). Tindak Pidana Tertentu adalah tindak pidana asal yang disebut dalam undang-undang yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang, yaitu tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika/ psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana 4 (empat) tahun atau lebih; f. terbukti menyebabkan Bank Syariah atau UUS mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya atau dapat membahayakan industri … industri perbankan. Yang dimaksud dengan menyebabkan Bank Syariah atau UUS mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya atau dapat membahayakan industri perbankan, antara lain adalah tindakan yang: 1) memanfaatkan Bank Syariah atau UUS untuk membiayai kepentingan sendiri dan/atau kelompok usahanya; dan/atau 2) melanggar ketentuan dan/atau komitmen kepada Bank Indonesia atau Pemerintah, yang menyebabkan Bank Syariah atau UUS ditempatkan dalam pengawasan intensif atau pengawasan khusus, diambil alih Pemerintah/Lembaga Penjamin Simpanan, dibekukan kegiatan usahanya dan/atau dicabut ijin usahanya; g. terbukti tidak melaksanakan perintah Bank Indonesia untuk melakukan dan/atau tidak melakukan tindakan tertentu (cease and desist order), dalam rangka perbaikan dan/atau penyehatan Bank Syariah atau UUS; h. terbukti memiliki kredit/pembiayaan macet. Khusus untuk kartu kredit/syariah card, pengertian kredit/pembiayaan macet tidak termasuk tagihan yang berasal dari annual fee, biaya administrasi dan/atau tagihan lainnya yang bukan berasal dari transaksi pemakaian kartu kredit/syariah card; i. terbukti dinyatakan pailit dan/atau menjadi pemegang saham, anggota dewan komisaris atau anggota … anggota direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; j. PSP tidak melakukan upaya-upaya yang diperlukan apabila Bank Syariah menghadapi kesulitan permodalan maupun likuiditas, misalnya tidak melakukan upaya penambahan setoran modal Bank Syariah atau tidak melakukan upaya mencari investor baru; k. anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi Bank Syariah atau Direktur UUS tidak mampu melakukan pengelolaan strategis dalam rangka pengembangan Bank Syariah atau UUS yang sehat. Penilaian didasarkan pada tugas dan tanggung jawab dari setiap jabatan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Direktur UUS, sesuai uraian tugas yang ada pada Bank Syariah atau UUS yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan kemampuan untuk melakukan pengelolaan strategis antara lain adalah kemampuan untuk menginterpretasikan visi dan misi Bank Syariah atau UUS, mengantisipasi perkembangan perekonomian, keuangan dan perbankan, menganalisa situasi industri perbankan dan sektor industri yang dibiayai; l. menolak memberikan komitmen dan/atau tidak memenuhi komitmen yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia dan/atau instansi lain yang berwenang. Komitmen yang dimaksud antara lain adalah: 1) komitmen … 1) komitmen dalam rangka penyehatan Bank Syariah atau UUS; 2) komitmen untuk tidak mengulangi tindakan atau perbuatan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan/atau huruf c; atau 3) komitmen untuk tidak melakukan dan/atau mengulangi perbuatan dan/atau tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 atau Pasal 49 ayat (3) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan (bagi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, atau Pejabat Eksekutif yang pernah memiliki predikat Tidak Lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan dan telah menjalani masa sanksi sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (1), Pasal 41 ayat (4) huruf a dan Pasal 41 ayat (5) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan). 4. Pelanggaran terhadap kegiatan usaha yang dilarang untuk Kantor Perwakilan Bank Asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang dilakukan atau melibatkan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing. B. Tata Cara Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan dilakukan setiap saat dalam rangka penilaian kembali apabila berdasarkan bukti, data dan/atau informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan maupun informasi lainnya terdapat indikasi permasalahan integritas, kelayakan … kelayakan keuangan, reputasi keuangan, dan/atau kompetensi. 2. Uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dilakukan dengan langkah-langkah: a. klarifikasi bukti, data dan informasi kepada pihak- pihak yang diuji; b. penetapan dan penyampaian hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan kepada pihak yang diuji; c. tanggapan dari pihak yang diuji terhadap hasil sementara uji kemampuan dan kepatutan; dan d. penetapan dan pemberitahuan hasil akhir uji kemampuan dan kepatutan kepada pihak yang diuji. 3. Penetapan hasil uji kemampuan dan kepatutan dilakukan berdasarkan tingkat keterlibatan atau peranan pihak yang diuji terhadap permasalahan atau tindakan pelanggaran yang dilakukan, dikategorikan menjadi: a. Pelaku Yang dimaksud dengan Pelaku adalah: 1) orang yang memerintahkan, menyuruh melakukan atau mengusulkan; 2) orang yang menyetujui, turut serta menyetujui, atau menandatangani; 3) orang yang melakukan; 4) orang … 4) orang yang turut serta melakukan suatu perbuatan berdasarkan perintah, baik dengan atau tanpa tekanan, dan yang bersangkutan patut mengetahui atau patut menduga bahwa perintah tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku; 5) orang yang melakukan suatu perbuatan karena adanya janji atau imbalan tertentu; dan/atau 6) orang yang tidak melakukan perbuatan atau tindakan yang menjadi tugas dan/atau tanggung jawabnya sehingga mengakibatkan terjadinya pelanggaran dan/atau penyimpangan. b. Pelaku Pembantu Yang dimaksud dengan Pelaku Pembantu adalah orang yang karena melaksanakan tugas, jabatan dan/atau adanya suatu perintah dari pihak lain, baik dengan atau tanpa tekanan, melakukan atau turut serta melakukan suatu perbuatan, dan yang bersangkutan patut mengetahui atau patut menduga bahwa perbuatan atau perintah yang dilakukan tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, namun yang bersangkutan telah berusaha untuk menolak melakukan perbuatan atau perintah tersebut. C. Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan beserta Konsekuensinya 1. Pihak yang ditetapkan dengan predikat Lulus memenuhi persyaratan untuk tetap menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank Syariah … Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing. 2. Pihak yang dikategorikan sebagai Pelaku Pembantu dapat ditetapkan predikat Lulus apabila yang bersangkutan menyampaikan surat pernyataan yang berisi komitmen untuk tidak mengulangi tindakan pelanggaran di masa yang akan datang. Pelanggaran atas komitmen dimaksud menjadi dasar untuk dilakukan uji kemampuan dan kepatutan kepada yang bersangkutan. 3. Pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus dilarang: a. menjadi PSP pada seluruh Bank Syariah; b. menjadi pemegang saham lebih dari 10% (sepuluh persen) pada seluruh Bank Syariah; c. menjadi pemegang saham pada Bank Umum Konvensional atau Bank Perkreditan Rakyat; dan/atau d. bertindak sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, Direktur UUS, Pejabat Eksekutif, atau pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing pada industri perbankan, sejak tanggal surat penetapan Bank Indonesia. 4. Jangka waktu larangan terhadap pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus sebagaimana dimaksud dalam angka 3 adalah sebagai berikut: - Lampiran 3a, untuk PSP Bank Syariah; - Lampiran 3b … - Lampiran 3b, untuk anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan/atau Pejabat Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing. 5. Dalam hal pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus sebagaimana dimaksud dalam angka 3 juga merupakan pemegang saham pada bank lain, yang bersangkutan juga wajib mengalihkan kepemilikan sahamnya pada bank lain tersebut, dengan ketentuan sebagai berikut: a. jika bank lain tersebut adalah BUS atau BPRS maka yang bersangkutan wajib menurunkan kepemilikan sahamnya menjadi paling banyak 10% (sepuluh persen), dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia. Dalam hal tidak dialihkan dalam jangka waktu dimaksud maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan; b. jika bank lain tersebut adalah Bank Umum Konvensional maka yang bersangkutan wajib mengalihkan kepemilikan sahamnya dengan jumlah saham, jangka waktu, dan tata cara pengalihan sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Umum Konvensional; c. jika bank lain tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat maka yang bersangkutan wajib mengalihkan kepemilikan … kepemilikan sahamnya dengan jumlah saham, jangka waktu, dan tata cara pengalihan sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Perkreditan Rakyat. 6. PSP yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus dan tidak menurunkan kepemilikan sahamnya menjadi paling banyak 10% (sepuluh persen) dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan maka dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya batas waktu tersebut, yang bersangkutan wajib menyerahkan surat kuasa menjual saham kepada: a. pihak yang ditunjuk oleh PSP dengan persetujuan Bank Indonesia; b. pihak yang ditunjuk Bank Indonesia; atau c. Bank Indonesia dengan hak substitusi. 7. Surat kuasa menjual sebagaimana dimaksud dalam angka 6 dibuat dalam bentuk akta notariil yang paling kurang memuat: a. memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk menjual atau mengalihkan saham kepada pihak lain; b. menerima/menyetujui segala keputusan atas penjualan atau pengalihan saham yang dilakukan oleh penerima kuasa; c. membebaskan penerima kuasa atas segala akibat hukum yang timbul dari penjualan atau pengalihan saham dimaksud; d. pemberi … d. pemberi kuasa tidak akan mencabut surat kuasa menjual yang telah diberikan kepada penerima kuasa; dan e. segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan surat kuasa menjual, menjadi beban pemberi kuasa. 8. Hak PSP yang dinyatakan Tidak Lulus terhadap pembagian deviden, berlaku ketentuan sebagai berikut: a. yang bersangkutan masih berhak menerima pembagian deviden untuk periode paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia tersebut. Dalam hal pembagian deviden untuk periode tersebut dilakukan setelah 6 (enam) bulan sejak penetapan Tidak Lulus maka yang bersangkutan hanya menerima pembagian deviden setelah memperhitungkan biaya pelaksanaan surat kuasa menjual; b. apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf a terlampaui dan PSP tidak menurunkan kepemilikan sahamnya atau menurunkan kepemilikan sahamnya kepada pihak yang memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat kedua termasuk kepada kelompok usahanya maka pembayaran deviden yang diterima paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen), sisanya ditunda sampai dengan yang bersangkutan mengalihkan kepemilikan sahamnya sesuai dengan ketentuan. 9. Dalam … 9. Dalam hal pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus sebagaimana dimaksud dalam angka 3 sedang menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif pada bank lain, UUS lain, dan Kantor Perwakilan Bank Asing lain, maka berlaku ketentuan sebagai berikut: a. jika bank lain tersebut adalah BUS atau BPRS maka yang bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif sejak tanggal surat penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia. BUS atau BPRS lain tersebut wajib menindaklanjuti pemberhentian anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan Bank Indonesia, berupa: 1) melaksanakan RUPS untuk memberhentikan (pengukuhan) anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus; atau 2) menerbitkan surat keputusan pemberhentian bagi Pejabat Eksekutif yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus; b. jika bank lain tersebut adalah UUS maka yang bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai Direktur UUS atau Pejabat Eksekutif UUS sejak tanggal surat penetapan Tidak Lulus oleh Bank Indonesia. Bank … Bank Umum Konvensional atau kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang memiliki UUS lain tersebut wajib menindaklanjuti pemberhentian Direktur UUS atau Pejabat Eksekutif UUS dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan Bank Indonesia, berupa: 1) melaksanakan RUPS untuk memberhentikan Direktur UUS yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus; atau 2) menerbitkan surat keputusan pemberhentian bagi Pejabat Eksekutif UUS yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus; c. jika bank lain tersebut adalah Bank Umum Konvensional maka tindak lanjut pemberhentian bagi anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif dimaksud mengacu kepada ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Umum Konvensional; d. jika bank lain tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat maka tindak lanjut pemberhentian bagi anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau Pejabat Eksekutif dimaksud mengacu kepada ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Perkreditan Rakyat. D. Alamat … D. Alamat Penyampaian Penyampaian klarifikasi dan tanggapan dari pihak yang diuji dalam proses uji kemampuan dan kepatutan, penyampaian surat pernyataan dan laporan BUS, UUS, BPRS dan Kantor Perwakilan Bank Asing disampaikan kepada: 1. Departemen Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BUS, UUS, BPRS dan Kantor Perwakilan Bank Asing yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau 2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi BUS, UUS dan BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. IV. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN TERHADAP PIHAK YANG SUDAH TIDAK MENJADI PSP ATAU SUDAH TIDAK MENJABAT SEBAGAI ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, ANGGOTA DIREKSI DAN PEJABAT EKSEKUTIF BANK SYARIAH, DIREKTUR UUS DAN PEJABAT EKSEKUTIF UUS, DAN PEMIMPIN KANTOR PERWAKILAN BANK ASING A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan 1. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak sebagaimana dimaksud dalam butir I.3, meliputi pihak yang pada saat menjadi PSP atau menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif pada suatu Bank Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, diindikasikan terlibat atau bertanggung jawab dalam permasalahan integritas, kelayakan keuangan … keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 atau Pasal 49 ayat (3) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, namun pada saat dilakukan uji kemampuan dan kepatutan, yang bersangkutan: a) telah menjadi pemegang saham bank lain atau bekerja pada bank lain atau Kantor Perwakilan Bank Asing lain; atau b) tidak lagi menjadi pemegang saham bank atau tidak lagi bekerja pada bank atau Kantor Perwakilan Bank Asing. 2. Ketentuan mengenai cakupan uji kemampuan dan kepatutan adalah sebagaimana butir III.A.2 sampai dengan butir III.A.4. B. Tata Cara Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan Tata cara pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan mengacu pada butir III.B. C. Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan beserta Konsekuensinya 1. Pihak yang ditetapkan dengan predikat Lulus dan sedang menjadi pemegang saham bank lain atau bekerja pada bank lain atau Kantor Perwakilan Bank Asing lain dinyatakan memenuhi persyaratan untuk tetap menjadi PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing. 2. Pihak … 2. Pihak yang dikategorikan sebagai Pelaku Pembantu dapat ditetapkan predikat Lulus apabila yang bersangkutan menyampaikan surat pernyataan yang berisi komitmen untuk tidak mengulangi tindakan pelanggaran di masa yang akan datang. Pelanggaran atas komitmen dimaksud menjadi dasar untuk dilakukan uji kemampuan dan kepatutan kepada yang bersangkutan. 3. Pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus dan sedang menjadi pemegang saham bank lain atau bekerja pada bank lain atau Kantor Perwakilan Bank Asing lain maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.3 sampai dengan III.C.9. V. LAPORAN RENCANA PERUBAHAN STRUKTUR KELOMPOK USAHA Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan mencakup seluruh pihak yang terkait dengan BUS dari segi pengendalian sampai dengan PSPT. Contoh pelaporan rencana perubahan struktur kelompok usaha adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4. Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dalam butir III.D. VI. KETENTUAN … VI. KETENTUAN LAIN-LAIN Lampiran 1a sampai dengan Lampiran 4 merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. VII. PENUTUP Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/6/DPbS tanggal 8 Maret 2010 perihal Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 12 September 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, EDY SETIADI KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/25/DPbS|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah </reg_title> <set_date> 12 September 2012 </set_date> <effective_date> 12 September 2012 </effective_date> <replaced_reg> '12/6/DPbS|SE-BI/2010' </replaced_reg> <related_reg> '14/6/PBI/2012' </related_reg>
No. 14/ 8 /DPNP Jakarta, 6 Maret 2012 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum. Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4629) tentang Laporan Berkala Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/19/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5240) dan dalam rangka menyesuaikan dengan format laporan bulanan bank umum, dan melengkapi informasi terkait penerapan manajemen risiko untuk risiko likuiditas, maka perlu dilakukan perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/26/DPNP tanggal 15 Juli 2008, sebagai berikut: 1. Ketentuan … 1. Ketentuan dalam angka IV ditambah 2 (dua) angka, yakni angka 8 dan angka 9, sehingga angka IV berbunyi sebagai berikut: 1. Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan, dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah Data LBBU mengenai Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan, dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor Bank di Indonesia. 2. Maturity Profile Data LBBU mengenai Maturity Profile memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri. 3. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) Data LBBU mengenai BMPK yang terdiri dari Laporan Pelanggaran BMPK, Laporan Pelampauan BMPK, dan Laporan Penyediaan Dana, memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri (Bank secara individual) dan gabungan antara Bank dengan Perusahaan Anak (Bank secara konsolidasi). 4. Kredit yang direstrukturisasi Data LBBU mengenai Kredit yang direstrukturisasi memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri. 5. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dengan memperhitungkan Risiko Pasar Data LBBU mengenai KPMM dengan memperhitungkan Risiko Pasar memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang … cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri (Bank secara individual) dan gabungan antara Bank dengan Perusahaan Anak (Bank secara konsolidasi). 6. Deposan dan Debitur Inti Data LBBU mengenai Deposan dan Debitur Inti memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri. 7. Sensitivity to Market Risk Data LBBU mengenai Sensitivity to Market Risk memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri. 8. Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit Data LBBU mengenai aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri (Bank secara individual) dan gabungan antara Bank dengan Perusahaan Anak (Bank secara konsolidasi). 9. Suku Bunga Dasar Kredit Data LBBU mengenai suku bunga dasar kredit memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri. 2. Ketentuan dalam angka V ditambah 2 (dua) angka, yakni angka 8 dan angka 9, sehingga angka V berbunyi sebagai berikut: 1. Format LBBU untuk data Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan, dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah adalah sesuai dengan format dalam Formulir-1, Formulir-2, dan Formulir-3 Pedoman Penyusunan LBBU. 2. Format … 2. Format LBBU untuk data Maturity Profile adalah sesuai dengan format dalam Formulir-4a dan Formulir-4b Pedoman Penyusunan LBBU. 3. Format LBBU untuk data BMPK adalah sesuai dengan format dalam Formulir-5a, Formulir-5b, Formulir-6a, Formulir-6b, Formulir-7a, dan Formulir-7b Pedoman Penyusunan LBBU. 4. Format LBBU untuk data Kredit yang direstrukturisasi adalah sesuai dengan format dalam Formulir-8 Pedoman Penyusunan LBBU. 5. Format LBBU untuk data Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan memperhitungkan Risiko Pasar adalah sesuai dengan format dalam Formulir-9a, Formulir-9b, Formulir-9c, Formulir-9d, Formulir-9e, Formulir-9f, Formulir-9g, Formulir-9h, Formulir-9i, Formulir-9j, Formulir-9k, Formulir-9l, Formulir-9m, dan Formulir-9n Pedoman Penyusunan LBBU. 6. Format LBBU untuk data Deposan dan Debitur Inti adalah sesuai dengan format dalam Formulir-10 Pedoman Penyusunan LBBU. 7. Format LBBU untuk data Sensitivity to Market Risk adalah sesuai dengan format dalam Formulir-11 dan Formulir-12 Pedoman Penyusunan LBBU. 8. Format LBBU untuk data aset tertimbang menurut risiko untuk risiko kredit adalah sesuai dengan Formulir-13a, Formulir-13b, Formulir-13c, Formulir-13d, Formulir-13e, Formulir-13f, dan Formulir-13g Pedoman Penyusunan LBBU. 9. Format LBBU untuk data suku bunga dasar kredit adalah sesuai dengan Formulir-14 Pedoman Penyusunan LBBU. 3. Ketentuan … 3. Ketentuan dalam Butir VII.1.b diubah sehingga angka VII berbunyi sebagai berikut: Apabila dalam pelaksanaan penyusunan dan penyampaian LBBU terdapat hal-hal yang kurang jelas, Bank dapat menyampaikan pertanyaan kepada Bank Indonesia sebagai berikut: 1. Bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia, pertanyaan diajukan kepada: a. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, mengenai Formulir-1, Formulir-2, dan Formulir-3; b. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, mengenai Formulir-4a sampai dengan Formulir-14. 2. Bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia, pertanyaan diajukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat. 3. Hal-hal yang berkaitan dengan aplikasi dan otomasi sistem penyampaian laporan, pertanyaan diajukan kepada Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, up. Tim Statistik Moneter, Keuangan dan Fiskal. 4. Format dan penjelasan mengenai Laporan Neraca Mingguan Pada Tanggal Akhir Periode Data Laporan sebagaimana dimaksud dalam Formulir 2 diubah menjadi sebagaimana terlampir. 5. Format dan penjelasan mengenai Laporan Maturity Profile (rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Formulir-4a dan Laporan Maturity Profile (valas) sebagaimana dimaksud dalam Formulir-4b diubah menjadi sebagaimana terlampir. 6. Format mengenai perhitungan rasio kewajiban penyediaan modal mínimum sebagaimana dimaksud dalam Formulir-9.i dan perhitungan rasio kewajiban penyediaan modal mínimum (konsolidasi) sebagaimana dimaksud dalam Formulir-9.j diubah menjadi sebagaimana terlampir. Formulir … Formulir-2, Formulir-4a, Formulir-4b, Formulir-9i, Formulir-9j, Formulir-13a, Formulir-13b, Formulir-13c, Formulir-13d, Formulir- 13e, Formulir-13f, Formulir-13g, dan Formulir-14 adalah Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Butir II.B.2, Butir II.B.3, dan Lampiran I dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/5/DPNP tanggal 8 Februari 2011 perihal Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Maret 2012. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, WIMBOH SANTOSO DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 14/8/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum. </reg_title> <set_date> 6 Maret 2012 </set_date> <effective_date> 24 Maret 2012 </effective_date> <changed_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006' </changed_reg> <extension_of> '10/26/DPNP|SE-BI/2008' </extension_of> <replaced_reg> '13/5/DPNP|SE-BI/2011 | Butir II.B.2, Butir II.B.3, dan Lampiran I' </replaced_reg> <related_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006', '8/12/PBI/2006', '13/19/PBI/2011', '10/26/DPNP|SE-BI/2008' </related_reg>
No. 4/1/DPBPR Jakarta, 24 Januari 2002 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Penetapan Status Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pengawasan Khusus Dan Pembekuan Kegiatan Usaha Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/15/PBI/2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4141) tanggal 21 September 2001 tentang Penetapan Status Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pengawasan Khusus Dan Pembekuan Kegiatan Usaha sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/24/PBI/2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4163) tanggal 24 Desember 2001, maka perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan mengenai Penetapan Status Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pengawasan Khusus Dan Pembekuan Kegiatan Usaha dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut: A. UMUM 1. Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPR mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka BPR tersebut ditetapkan dalam pengawasan khusus Bank Indonesia berdasarkan laporan bulanan hasil pemeriksaan Bank Indonesia. Penetapan Status laporan… BPR dalam pengawasan khusus berlaku sejak tanggal surat pemberitahuan penetapan status. Pemberitahuan dimaksud dapat dilakukan secara langsung dalam pertemuan dengan pengurus dan atau pemegang saham BPR yang bersangkutan, atau secara tidak langsung dengan surat tercatat. 2. Bank Indonesia menetapkan BPR dengan status BBKU sepanjang memenuhi salah satu kriteria yang telah ditetapkan. Penetapan status BBKU berlaku sejak tanggal dikeluarkan Surat Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia. Pemberitahuan penetapan status BBKU dimaksud dapat dilakukan secara langsung dalam pertemuan dengan pengurus dan atau pemegang saham BPR yang bersangkutan atau secara tidak langsung dengan surat tercatat. II. BPR DALAM PENGAWASAN KHUSUS A. TINDAKAN YANG DILAKUKAN OLEH PEMEGANG SAHAM DAN ATAU PENGURUS BPR DALAM JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS 1. Dalam rangka pengawasan khusus, Bank Indonesia dapat memerintahkan pemegang saham dan atau Pengurus BPR untuk melakukan satu atau lebih tindakan berupa : a. penambahan modal, maka jumlah tambahan modal adalah sebesar jumlah yang dibutuhkan untuk mencapai Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sekurang- kurangnya 4% (empat perseratus) dan Cash Ratio (CR) rata- rata selama 6 (enam) bulan terakhir sekurang-kurangnya 3% (tiga perseratus); b. penggantian anggota dewan komisaris dan atau anggota b. penggantian… direksi, maka penggantiannya harus memperoleh izin Bank Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku; c. penghapusbukuan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian BPR dengan modalnya, maka pelaksanaannya dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku; d. merger atau konsolidasi, maka BPR hasil merger atau konsolidasi wajib mencapai Rasio KPMM sekurang- kurangnya 4% (empat perseratus) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sekurang-kurangnya 3% (tiga perseratus). Apabila merger atau konsolidasi diikuti dengan penambahan modal, maka dana tambahan modal dimaksud ditempatkan dalam bentuk tabungan atau deposito pada bank umum di Indonesia atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia qq. salah seorang pemilik BPR yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan bahwa penarikannya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Bank Indonesia dan disertai pernyataan bahwa dana yang digunakan tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan atau pihak lain di Indonesia serta tidak berasal dari hasil kegiatan yang melanggar hukum, dan dilengkapi dengan surat pernyataan bahwa dana tambahan modal tidak berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip Syariah bagi BPR Syariah; e. menjual BPR kepada pihak lain, maka pembeli tersebut disyaratkan bersedia mengambilalih seluruh kewajiban BPR e. menjual… tersebut dan bersedia menambah modal BPR sehingga mencapai Rasio KPMM sekurang-kurangnya 4% (empat perseratus) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sekurang-kurangnya 3% (tiga perseratus). Apabila pembelian BPR tersebut diikuti dengan penambahan modal, maka dana tambahan modal dimaksud ditempatkan dalam bentuk tabungan atau deposito pada bank umum di Indonesia atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia qq. salah seorang pemilik BPR yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan bahwa penarikannya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Bank Indonesia dan disertai dengan pernyataan bahwa dana yang digunakan tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan atau pihak lain di Indonesia serta tidak berasal dari hasil kegiatan yang melanggar hukum, dan dilengkapi dengan surat pernyataan bahwa dana tambahan modal tidak berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip Syariah bagi BPR Syariah; f. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR kepada pihak lain, maka pelaksanaanya dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku; g. menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban BPR kepada pihak lain, maka pelaksanaanya dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku. 2. Tindakan yang harus dilakukan oleh BPR ditetapkan oleh Bank Indonesia berdasarkan kebutuhan obyektif dalam rangka mengatasi 2. Tindakan… kesulitan yang dihadapi BPR. 3. Dalam hal pelaksanaan dari tindakan yang diperintahkan oleh Bank Indonesia memerlukan perizinan dari Bank Indonesia, maka BPR yang bersangkutan wajib memenuhinya sesuai ketentuan yang berlaku 4. BPR wajib menyampaikan persetujuan/penolakan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya persetujuan/penolakan dimaksud, tetapi tidak melampaui jangka waktu pengawasan khusus. B. JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS 1. Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal pemberitahuan oleh Bank Indonesia kepada BPR dan tidak dapat diperpanjang. Dalam hal akhir jangka waktu pengawasan khusus jatuh pada hari libur maka akhir jangka waktu pengawasan khusus adalah pada hari kerja berikutnya. 2. Apabila dalam periode pengawasan khusus, pemegang saham dan atau BPR melakukan tindakan-tindakan yang menyebabkan rasio KPMM dan CR rata-rata selama 6 bulan terakhir yang disyaratkan dapat dicapai sebelum 6 (enam) bulan, maka sisa jangka waktu pengawasan khusus digunakan untuk menyelesaikan proses hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Perpanjangan untuk penyelesaian proses hukum dapat diberikan dengan mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya pada akhir jangka waktu pengawasan khusus disertai alasan yang mendasari. Contoh : BPR ditetapkan dalam pengawasan khusus pada tanggal dengan… 17 Oktober 2001. Pada tanggal 10 November 2001 pemegang saham melakukan setoran modal, merger, konsolidasi atau menjual BPR kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban, yang mengakibatkan perubahan anggaran dasar memerlukan persetujuan instansi yang berwenang. Pada tanggal 17 April 2002 BPR memiliki Rasio KPMM 4,2% (empat koma dua perseratus) dan rata-rata CR selama 6 (enam) bulan terakhir 6% (enam perseratus). Apabila sampai dengan tanggal 17 April 2002 BPR belum memperoleh persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang, maka BPR wajib mengajukan permohonan perpanjangan penyelesaian proses hukum kepada Bank Indonesia. 3. Tanggal penerimaan permohonan perpanjangan penyelesaian proses hukum adalah : a. tanggal tanda terima Indonesia, atau apabila diantar langsung ke Bank b. tanggal stempel pos atau tanggal tanda terima dari jasa pengiriman surat. C. BERAKHIRNYA STATUS BPR DALAM PENGAWASAN KHUSUS 1. BPR dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus apabila Rasio KPMM mencapai sekurang-kurangnya 4% (empat perseratus) atau lebih dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan C. BERAKHIRNYA… terakhir mencapai sekurang-kurangnya 3% (tiga perseratus) atau lebih dan telah menyelesaikan proses hukum. 2. Bank Indonesia mengirimkan surat pemberitahuan kepada BPR mengenai berakhirnya status dalam pengawasan khusus. 3. Dengan berakhirnya status pengawasan khusus, maka dalam rangka mengefektifkan tambahan modal yang telah ditempatkan dalam rekening penampungan (escrow account), BPR dapat mengajukan permohonan pencairan dana dari rekening tabungan atau deposito pada bank umum di Indonesia, kepada Bank Indonesia. III. BPR DALAM STATUS BBKU A. PENETAPAN STATUS BBKU 1. BPR ditetapkan dalam status BBKU apabila kondisi BPR selama dalam masa pengawasan khusus memburuk sehingga rasio KPMM menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol perseratus) dan atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi kurang dari 1% (satu perseratus). 2. BPR ditetapkan dalam status BBKU apabila kondisi BPR setelah berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus dan selama penyelesaian proses hukum memburuk sehingga rasio KPMM menjadi kurang dari 4% (empat perseratus) dan atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi kurang dari 3% (tiga perseratus). Contoh : BPR ditetapkan dalam pengawasan khusus pada tanggal 17 Oktober 2001. Pada tanggal 10 November 2001 pemegang saham melakukan setoran modal, merger, konsolidasi atau menjual BPR kepada pembeli yang bersedia mengambil alih rata-rata… seluruh kewajiban sehingga mengakibatkan perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan instansi yang berwenang. Pada tanggal 17 April 2002 BPR memiliki Rasio KPMM 4,2% (empat koma dua perseratus) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir 6% (enam perseratus), namun belum memperoleh persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang. Selanjutnya, berdasarkan permohonan yang diajukan BPR, Bank Indonesia memberikan perpanjangan jangka waktu penyelesaian proses hukum selama 60 hari. Apabila pada akhir bulan April 2002 kondisi BPR memburuk sehingga Rasio KPMM menjadi 3,8% (tiga koma delapan perseratus) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi 4% (empat perseratus), maka BPR ditetapkan dalam status BBKU. 3. BPR yang tidak menyampaikan fotokopi tanda terima permohonan dari instansi yang berwenang sampai dengan berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus dianggap tidak melakukan proses hukum sehingga ditetapkan dalam status BBKU. 4. Pemberitahukan penetapan status BBKU dilakukan dengan Surat Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia, melalui pertemuan antara Bank Indonesia dan pihak BPR atau dengan surat tercatat. Pengumuman Surat Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia kepada masyarakat dilakukan melalui surat kabar harian setempat atau papan pengumuman di kantor BPR atau kantor kecamatan/kelurahan tempat kedudukan BPR yang bersangkutan atau media elektronik. B. PENGAMBILALIHAN BPR YANG BERSTATUS BBKU pertemuan… 1. Pengambilalihan seluruh hak dan kewajiban BBKU oleh calon investor dimungkinkan sepanjang dilakukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal BBKU dengan ketentuan sebagai berikut : a. memenuhi persyaratan sebagai pemilik BPR; b. mengembalikan seluruh dana Pemerintah yang digunakan dalam rangka program Penjaminan; c. mengambilalih dan menyelesaikan seluruh hak dan kewajiban BBKU; d. menyetor dana yang dibutuhkan untuk memenuhi ketentuan Rasio KPMM sekurang-kurangnya 8% (delapan perseratus) ke dalam rekening penampungan di bank umum di Indonesia dalam bentuk tabungan atau deposito atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia qq salah seorang calon pemilik BPR yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan bahwa penarikannya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Bank Indonesia dan disertai dengan pernyataan bahwa dana yang digunakan tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan atau pihak lain di Indonesia serta tidak berasal dari hasil kegiatan yang melanggar hukum, dan dilengkapi dengan surat pernyataan bahwa dana tambahan modal tidak berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip Syariah bagi BPR Syariah. Penyetoran dana dilakukan setelah calon investor memenuhi persyaratan sebagai pemilik BPR 2. Jangka waktu pengambilalihan oleh calon investor sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak termasuk jangka waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan dalam proses hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang Indonesia… berlaku. 3. Dalam hal pada saat berakhirnya jangka waktu BBKU, proses hukum dalam rangka pengambilalihan belum dapat diselesaikan, maka jangka waktu pengambilalihan dapat diperpanjang dengan menyampaikan permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian proses hukum kepada Bank Indonesia. Pengajuan permohonan dimaksud disertai dengan alasan yang mendasari dan disampaikan selambat-lambatnya pada tanggal berakhirnya jangka waktu BBKU. Dalam hal jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal BBKU berakhir pada hari libur, maka akhir jangka waktu adalah pada hari kerja berikutnya. 4. Tanggal penerimaan permohonan perpanjangan penyelesaian proses hukum adalah : a. tanggal tanda terima apabila diantar langsung ke Bank Indonesia, atau b. tanggal stempel pos atau tanggal tanda terima dari jasa pengiriman surat. Contoh : BPR dibekukan kegiatan usahanya (BBKU) pada tanggal 17 Oktober 2001. Pada tanggal 11 Desember 2001 BBKU mengajukan permohonan pengambilalihan dari calon investor yang bersedia menyelesaikan seluruh kewajiban BBKU dan menambah modal untuk memenuhi ketentuan Rasio KPMM sekurang-kurangnya 8% (delapan perseratus). Dalam hal permohonan pengambilalihan telah disetujui oleh Bank Indonesia, calon investor wajib memenuhi hal-hal sebagai berikut: Contoh… a. menyetor dana sebesar kewajiban BPR yang telah dibayar oleh pemerintah dalam rangka Program Penjaminan selambat-lambatnya pada tanggal 17 April 2002. b. menyetor dana yang dibutuhkan untuk memenuhi ketentuan Rasio KPMM minimal 8% (delapan perseratus) selambat-lambatnya pada tanggal 17 April 2002. c. setoran dana sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b., ditempatkan dalam tabungan atau deposito pada bank umum atas nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia qq salah seorang calon pemilik BPR yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Bank Indonesia dan disertai pernyataan bahwa dana yang digunakan tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan atau pihak lain di Indonesia serta tidak berasal dari hasil kegiatan yang melanggar hukum serta dilengkapi dengan surat pernyataan bahwa dana tambahan modal tidak berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip Syariah bagi BPR Syariah. d. menyampaikan fotokopi tanda terima permohonan penyelesaian proses hukum selambat-lambatnya pada tanggal 17 April 2002. Calon investor yang sampai dengan tanggal 17 April 2002 belum dapat menyelesaikan proses hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dapat mengajukan melanggar… permohonan perpanjangan jangka waktu pengambilalihan seluruh hak dan kewajiban BBKU disertai fotokopi tanda terima permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf d. Bank Indonesia akan memproses pencabutan izin usaha BPR apabila calon investor tidak dapat memenuhi seluruh persyaratan tersebut di atas sampai dengan tanggal 17 April 2002. IV. LAIN-LAIN 1. Kriteria BPR yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha adalah termasuk kantor BPR yang sudah tidak ada, tutup atau beralih fungsi. 2. Kriteria pemilik dan atau pengurus tidak diketahui keberadaannya adalah apabila lebih dari setengah pemilik dan atau pengurus tidak diketahui keberadaannya. V. ALAMAT KORESPONDENSI Surat-surat BPR kepada Bank Indonesia yang berkaitan dengan pelaksanaan pengawasan khusus dan pembekuan kegiatan usaha ditujukan ke alamat sebagai berikut: a. U.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR konvensional yang berlokasi di wilayah DKI Jakarta Raya, Kabupaten/Kotamadya Bogor, Tangerang, Bekasi, Karawang, Serang, Pandeglang dan Lebak b. U.p. Biro Perbankan Syariah dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR Syariah yang berlokasi di wilayah DKI Jakarta Raya, Kabupaten/Kotamadya Bogor, Tangerang, Bekasi, Karawang, Serang, Pandeglang dan Lebak c. U.p. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPR yang berada di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dengan ditujukan… mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia sebagaimana terlampir. VI. PENUTUP Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 24 Januari 2002. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA ANWAR NASUTION DEPUTI GUBERNUR SENIOR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 4/1/DPBPR|SE-BI/2002 </reg_id> <reg_title> Penetapan Status Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pengawasan Khusus Dan Pembekuan Kegiatan Usaha </reg_title> <set_date> 24 Januari 2002 </set_date> <effective_date> 24 Januari 2002 </effective_date> <related_reg> '3/15/PBI/2001', '3/24/PBI/2001' </related_reg>
No. 17/47/DKEM Jakarta, 30 November 2015 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 235, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5478) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/21/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 286, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5769), perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional sebagai berikut: 1. Ketentuan butir II.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: II. TATA CARA PERHITUNGAN GWM PRIMER Tata cara perhitungan GWM Primer diatur sebagai berikut: 1. GWM Primer ditetapkan sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari DPK dalam Rupiah. 2. Lampiran… 2. Lampiran III mengenai Contoh Perhitungan GWM dalam Rupiah dan Perhitungan Sanksi Kewajiban Membayar diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. 3. Lampiran IV mengenai Contoh Perhitungan GWM bagi Bank yang Melakukan Merger diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 2015. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, PERRY WARJIYO DEPUTI GUBERNUR
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 17/47/DKEM|SE-BI/2015 </reg_id> <reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. </reg_title> <set_date> 30 November 2015 </set_date> <effective_date> 1 Desember 2015 </effective_date> <changed_reg> '17/17/DKMP|SE-BI/2015' </changed_reg> <related_reg> '17/21/PBI/2015', '17/17/DKMP|SE-BI/2015', '15/15/PBI/2013' </related_reg>
No. 15/48/DSta Jakarta, 2 Desember 2013 S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum. Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/8/PBI/2011 tentang Laporan Harian Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5194), Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5440), maka perlu dilakukan perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum sebagai berikut: 1. Ketentuan Bab III butir A.3 diubah, sehingga Bab III butir A berbunyi sebagai berikut: A. Data Transaksional 1. Pasar Uang Antar Bank (PUAB), terdiri dari: 1. PUAB pagi rupiah; 2. PUAB sore rupiah; 3. PUAB valuta asing; dan 4. PUAB luar negeri. 2. Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS). 3. Perdagangan … 2 3. Perdagangan surat berharga di pasar sekunder. 4. Transaksi valuta asing,terdiri dari: a. Transaksi tod/tom/spot; b. Transaksi derivatif berupa forward, swap, option; dan c. Transaksi derivatif lainnya selain sebagaimana dimaksud pada huruf b. 2. Ketentuan dalam Bab V butir E.1 diubah, sehingga Bab V butir E.1 menjadi berbunyi sebagai berikut: 1. Dalam hal Bank Pelapor mengalami gangguan teknis sehingga tidak dapat menyampaikan data dan/atau koreksi LHBU secara on-line, Bank Pelapor memberitahukan secara lisan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan segera setelah mengalami gangguan sebelum batas waktu laporan dan wajib ditegaskan secara tertulis pada Hari Kerja yang sama. 3. Ketentuan dalam Bab V butir E.2 diubah, sehingga Bab V butir E.2 menjadi berbunyi sebagai berikut: 2. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 1, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dan disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350. 4. Ketentuan dalam Bab V butir E.4 diubah, sehingga Bab V butir E.4 menjadi berbunyi sebagai berikut: 4. Bagi Bank Pelapor yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, selain menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada angka 2, juga wajib menyampaikan tembusan pemberitahuan dimaksud kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri yang mewilayahi Bank Pelapor. 5. Ketentuan dalam Bab V butir E.5 diubah, sehingga Bab V butir E.5 menjadi berbunyi sebagai berikut: 5. Bank Pelapor yang tidak dapat menyampaikan data dan/atau koreksi LHBU secara on-line karena gangguan teknis atau gangguan lainnya pada sistem dan/atau jaringan komunikasi di Bank Pelapor maupun di Bank Indonesia wajib menyampaikan data dan/atau koreksi LHBU secara off-line kepada: a.Bank … 3 a. Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350, bagi Bank Pelapor yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia atau yang memiliki kantor cabang di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri yang mewilayahi, bagi Bank Pelapor yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a. 6. Ketentuan dalam Bab V butir E.8 diubah, sehingga Bab V butir E.8 menjadi berbunyi sebagai berikut: 8. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 5 ditandatangani oleh pejabat dan/atau instansi yang berwenang dan disampaikan kepada: a. Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350 bagi Bank Pelapor yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia atau yang memiliki kantor cabang di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia. b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri yang mewilayahi, bagi Bank Pelapor yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a. 7. Ketentuan dalam Bab VI butir 5 diubah, sehingga Bab VI butir 5 menjadi berbunyi sebagai berikut: 5. Untuk penambahan user id sebagaimana dimaksud pada angka 4, Bank Pelapor mengajukan permohonan secara tertulis yang ditujukan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Statistik, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350. 8. Ketentuan dalam Bab VIII butir 1.b diubah, sehingga Bab VIII butir 1 menjadi berbunyi sebagai berikut: 1. Tata cara menjadi Pelanggan LHBU diatur sebagai berikut: a. Calon Pelanggan LHBU mengajukan permohonan menjadi Pelanggan LHBU secara tertulis kepada Bank Indonesia sebagaimana contoh pada Lampiran 3. b. Permohonan … 4 b. Permohonan menjadi Pelanggan LHBU sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Statistik, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta, 10350. c. Bank Indonesia memberitahuan secara tertulis kepada calon pelanggan LHBU mengenai disetujui atau tidak disetujuinya permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam jangka waktu 10 (sepuluh) Hari Kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. d. Dalam hal permohonan disetujui oleh Bank Indonesia, calon Pelanggan LHBU harus menandatangani Perjanjian Penggunaan LHBU dengan Bank Indonesia sebagaimana contoh pada Lampiran 4. 9. Mengubah Form 301 dalam butir II Penjelasan Formulir dan Cakupan Informasi Yang Dilaporkan pada Lampiran 1 Pedoman Penyusunan Laporan Harian Bank Umum, menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. 10. Mengubah Form 301 dalam butir III Penjelasan Pengisian Field atau Kolom pada Lampiran 1 Pedoman Penyusunan Laporan Harian Bank Umum, menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1. 11. Mengubah Form 301 dalam Bab 2 Sistem Validasi – Lampiran 2 Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan Harian Bank Umum, menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2. 12. Mengubah Form 301 dalam Bab 5 Template dan Spesifikasi – Lampiran 2 Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan Harian Bank Umum, menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2. 13. Mengubah Lampiran 3 Contoh Surat Permohonan Menjadi Pelanggan LHBU, menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3. 14. Mengubah Lampiran 4 Contoh Perjanjian Penggunaan Laporan Harian Bank Umum Antara Bank Indonesia Dengan Pelanggan, menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4. 15. Lampiran 1 sebagaimana dimaksud pada angka 9 dan angka 10, Lampiran 2 sebagaimana dimaksud pada angka 11 dan angka 12, Lampiran 3 sebagaimana dimaksud pada angka 13, dan Lampiran 4 sebagaimana dimaksud pada angka 14 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini. Surat … 5 Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 Desember 2013. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, HENDY SULISTIOWATY KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
<reg_type> SE-BI </reg_type> <reg_id> 15/48/DSta|SE-BI/2013 </reg_id> <reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum. </reg_title> <set_date> 2 Desember 2013 </set_date> <effective_date> 16 Desember 2013 </effective_date> <changed_reg> '13/3/DPM|SE-BI/2011' </changed_reg> <related_reg> '13/3/DPM|SE-BI/2011', '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010', '13/8/PBI/2011' </related_reg>