input
stringlengths 912
558k
| output
stringlengths 234
2.18k
|
---|---|
No.11/ 18 /DPNP
Jakarta, 16 Juli 2009
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Pelaporan Structured Product
Dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/ 26 /PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam
Melaksanakan Kegiatan Structured Product bagi Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5030) maka perlu diatur lebih lanjut mengenai tata
cara penyusunan laporan Structured Product dalam suatu Surat Edaran Bank
Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I.
JENIS LAPORAN
Laporan Structured Product terdiri dari 2 (dua) jenis laporan, yaitu:
a. Laporan Transaksi Structured Product Yang Masih Berjalan
(Outstanding); dan
b. Laporan Transaksi Structured Product Yang Bermasalah.
Muatan dalam laporan ini mencakup laporan mengenai transaksi
Structured Product yang bermasalah, yang antara lain disebabkan:
1. Nasabah tidak mampu memenuhi kewajiban sesuai perjanjian,
termasuk apabila terdapat tunggakan kewajiban membayar oleh
Nasabah; dan/atau
2. Terjadi perselisihan antara Bank dengan Nasabah.
II. FORMAT …
II. FORMAT DAN TATA CARA PENYUSUNAN LAPORAN
Format dan tata cara penyusunan laporan Structured Product berupa
Laporan Transaksi Structured Product Yang Masih Berjalan (Outstanding)
sebagaimana dimaksud pada angka I huruf a berpedoman pada format dan
petunjuk penyusunan Laporan Transaksi Structured Product Yang Masih
Berjalan (Outstanding) sebagaimana dimaksud pada Lampiran 1 dan
Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Format dan tata cara penyusunan laporan Structured Product berupa
Laporan Transaksi Structured Product Yang Bermasalah sebagaimana
dimaksud pada angka I huruf b berpedoman pada format dan petunjuk
penyusunan Laporan Transaksi Structured Product Yang Bermasalah
sebagaimana dimaksud pada Lampiran 3 dan Lampiran 4 Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16 Juli 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009
LAPORAN TRANSAKSI STRUCTURED PRODUCT YANG MASIH BERJALAN (OUTSTANDING ) BANK …………POSISI TANGGAL …………
No
Nama Produk
Jumlah
Nasabah
Komponen Non-Derivatif
Instrumen
Posisi
1 Nama Product 1
2 Nama Product 2
3 Nama Product 3
Total
Opsi
Komponen Derivatif
Forward
Variabel
Dasar
Posisi
Variabel
Dasar
Pokok
Swap
Variabel
Dasar
Dengan
Proteksi
Penuh
Pokok Tanpa Proteksi
Leverage
Non
Leverage
Komponen Produk
Karakteristik Produk
Nominal/Notional
Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009
PETUNJUK PENYUSUNAN
LAPORAN TRANSAKSI STRUCTURED PRODUCT YANG MASIH
BERJALAN (OUTSTANDING)
Umum
Laporan Transaksi Structured Product Yang Masih Berjalan (Outstanding) diisi
per-jenis Structured Product yang diterbitkan oleh Bank dan masih berjalan.
Laporan dimaksud disusun setiap bulannya berdasarkan posisi transaksi
Structured Product setiap akhir bulan laporan.
Penjelasan Rincian Kolom
1. Nama Produk
Adalah nama yang diberikan untuk setiap jenis Structured Product yang
diterbitkan Bank
2. Jumlah Nasabah
Adalah jumlah Nasabah untuk setiap jenis Structured Product yang
diterbitkan Bank
3. Komponen Produk
Adalah komponen instrumen yang mendasari Structured Product, yaitu:
a. Komponen Non-Derivatif
Adalah komponen instrumen non-derivatif yang mendasari Structured
Product berupa:
1) Giro;
2) Tabungan;
3) Deposito;
4) Pinjaman;
5) Surat Berharga;
6) Lainnya.
1
Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009
b. Komponen Derivatif
Adalah komponen instrumen derivatif yang mendasari Structured Product
berupa:
1) Opsi
Adalah instrumen derivatif berupa opsi yang terdiri dari call option
dan/atau put option.
Dalam mengisi kolom ini Bank memberikan keterangan atas posisi
opsi yang dimiliki Bank atas Structured Product yang diterbitkan
sebagai berikut:
a) long call option;
b) short call option;
c) long put option; dan/atau
d) short put option.
Disamping itu, keterangan atas posisi opsi tersebut dilengkapi pula
dengan keterangan variabel yang digunakan sebagai variabel dasar
opsi tersebut, seperti:
1. suku bunga; dan/atau
2. nilai tukar.
2) Forward
Adalah instrumen derivatif berupa forward.
Dalam mengisi kolom ini Bank memberikan keterangan atas posisi
forward yang dimiliki Bank atas Structured Product yang diterbitkan
sebagai berikut:
a) long forward; dan/atau
b) short forward;
Disamping itu, keterangan atas posisi forward tersebut dilengkapi pula
dengan keterangan variabel yang digunakan sebagai variabel dasar
forward tersebut, seperti:
1. suku bunga; dan/atau
2
Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009
2. nilai tukar.
3) Swap
Adalah instrumen derivatif berupa swap.
Dalam mengisi kolom ini Bank memberikan keterangan variabel yang
digunakan sebagai variabel dasar swap tersebut, seperti:
1. suku bunga; dan/atau
2. nilai tukar.
4. Karakteristik Produk
Adalah karateristik Structured Product yang terdiri dari:
a. Pokok dengan Proteksi Penuh (Principal Protected)
Yang dimaksud dengan Pokok dengan Proteksi Penuh (Principal
Protected) adalah Structured Product yang diterbitkan oleh Bank disertai
dengan proteksi penuh atas pokok dalam mata uang asal pada saat jatuh
tempo.
b. Pokok Tanpa Proteksi (Non Principal Protected)
Yang dimaksud dengan Pokok Tanpa Proteksi (Non Principal Protected)
adalah Structured Product selain Structured Product Pokok dengan
Proteksi Penuh (Principal Protected) sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Dalam hal Structured Product termasuk kategori Pokok Tanpa Proteksi
(Non Principal Protected) maka Bank harus memberikan keterangan
apakah Structured Product tersebut memiliki unsur leverage atau tidak.
5. Nominal/Notional
Adalah total nominal dari komponen non-derivatif Structured Product yang
diterbitkan, dalam hal Structured Product merupakan kombinasi antara
instrumen non-derivatif dan derivatif.
Adalah total notional yang dijadikan dasar perhitungan nilai dari Structured
Product yang diterbitkan, dalam hal Structured Product merupakan
kombinasi derivatif dengan derivatif.
3
Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009
LAPORAN TRANSAKSI STRUCTURED PRODUCT YANG BERMASALAH BANK………...POSISI TANGGAL ……………
Sisa Kerugian
No
Nama Produk
Nama Nasabah
Nominal/Notional
Total Jaminan/Agunan
Yang Diberikan
Total Kerugian
Action Plan
1 Nama Product 1
2 Nama Product 2
3 Nama Product 3
Total
Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009
PETUNJUK PENYUSUNAN
LAPORAN TRANSAKSI STRUCTURED PRODUCT YANG
BERMASALAH
Umum
Laporan Transaksi Structured Product Yang Bermasalah diisi dengan individual
transaksi Structured Product yang diterbitkan Bank dan mengalami
permasalahan. Laporan dimaksud disusun setiap bulannya berdasarkan posisi
transaksi Structured Product setiap akhir bulan laporan. Tidak termasuk yang
dilaporkan dalam laporan ini adalah Structured Product bermasalah yang telah
direstrukturisasi dan telah dikonversi oleh Bank menjadi pinjaman.
Penjelasan Rincian Kolom
1. Nama Produk
Adalah nama yang diberikan untuk Structured Product yang diterbitkan dan
mengalami permasalahan
2. Nama Nasabah
Adalah nama setiap Nasabah atas Structured Product sebagaimana dimaksud
pada angka 1.
3. Nominal/Notional
Adalah nominal dari komponen non-derivatif Structured Product yang
diterbitkan, dalam hal Structured Product merupakan kombinasi antara
instrumen non-derivatif dan derivatif.
Adalah notional yang dijadikan dasar perhitungan nilai dari Structured
Product yang diterbitkan, dalam hal Structured Product merupakan
kombinasi derivatif dengan derivatif.
4. Total Jaminan/Agunan Yang Diberikan
Adalah jumlah total jaminan/agunan yang diberikan Nasabah dalam transaksi
Structured Product.
1
Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/ 18 /DPNP tanggal 16 Juli 2009
5. Total Kerugian
Adalah jumlah total kerugian Bank yang timbul dari transaksi Structured
Product dengan Nasabah
6. Sisa Kerugian
Adalah Total Kerugian dikurangi dengan Total Jaminan/Agunan Yang
Diberikan
7. Action Plan
Adalah langkah-langkah yang dilakukan Bank dalam menghadapi
permasalahan yang timbul dari transaksi Structured Product dengan Nasabah.
2
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/18/DPNP|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Pelaporan Structured Product </reg_title>
<set_date> 16 Juli 2009 </set_date>
<effective_date> 16 Juli 2009 </effective_date>
<related_reg> '11/26/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 3/ 14 /DSM
Jakarta, 13 Juni 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA LEMBAGA KEUANGAN NON BANK
DI INDONESIA
Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga
Keuangan Non Bank
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia No.1/9/PBI/1999 tanggal
28 Oktober 1999 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan
Lembaga Keuangan Non Bank, maka dalam rangka meningkatkan efektivitas
pelaksanaan pelaporan kegiatan Lalu Lintas Devisa (LLD) oleh Lembaga
Keuangan Non Bank (LKNB), peraturan pelaksanaannya perlu disempurnakan
sebagai berikut:
I.
UMUM
A. Tujuan
Pelaporan kegiatan LLD oleh LKNB dimaksudkan untuk memperoleh
keterangan dan data mengenai kegiatan LLD secara lengkap, akurat, dan
tepat waktu yang diperlukan terutama untuk penyusunan Statistik
Neraca Pembayaran dan Posisi Investasi Internasional Indonesia.
B. LKNB Pelapor
b.1. LKNB pelapor
adalah seluruh LKNB yang berbadan hukum
Indonesia dan kantor cabang LKNB asing yang berkedudukan di
Indonesia ...
Indonesia, yang meliputi antara lain
perusahaan asuransi,
perusahaan efek/sekuritas, perusahaan pembiayaan, dan modal
ventura, yang:
b.1.1. Melakukan kegiatan LLD melalui rekening pada bank di
luar negeri (Overseas Current Account), melalui
perhitungan hutang-piutang antar perusahaan/kantor (Inter
Company/Inter Office Account) dan sarana lain, dan atau
b.1.2. Memiliki posisi Aset dan atau Kewajiban Finansial Luar
Negeri (AFLN/KFLN).
b.2. Bagi LKNB yang pada saat ketentuan ini diberlakukan tidak
termasuk dalam butir b.1.1. dan b.1.2. wajib menyampaikan surat
pemberitahuan tidak
melakukan
Indonesia sebagaimana contoh pada petunjuk teknis terlampir.
b.3. Bagi LKNB yang pernah menyampaikan laporan kegiatan LLD,
namun pada periode laporan tertentu tidak melakukan kegiatan
LLD sebagaimana dimaksud dalam butir b.1.1. dan b.1.2., wajib
menyampaikan Laporan Nihil sebagaimana contoh pada petunjuk
teknis terlampir.
II. JENIS DAN FORMAT LAPORAN
A. Jenis Laporan
Laporan kegiatan LLD terdiri dari Laporan Transaksi dan Laporan
Posisi. Laporan tersebut merupakan laporan gabungan dari seluruh
kantor operasional LKNB pelapor yang berkedudukan di Indonesia.
kegiatan LLD kepada Bank
1. Laporan ...
1. Laporan Transaksi
Laporan Transaksi adalah laporan yang memuat keterangan dan data
mengenai:
a. Penerimaan dan atau pembayaran melalui Overseas Current
Account (OCA), dan atau
b. Pengakuan dan penyelesaian hutang-piutang yang dilakukan
secara netting antara LKNB pelapor dengan badan atau lembaga
lain yang berkedudukan di luar negeri atau dengan kantor LKNB
di luar negeri melalui Inter Company/Inter Office Account (ICA),
dan atau
c. Penerimaan dan atau pembayaran melalui sarana lain yang tidak
termasuk dalam butir a dan b, seperti penerimaan dan atau
pembayaran secara tunai.
2. Laporan Posisi
Laporan Posisi adalah laporan mengenai posisi dan mutasi dari setiap
rekening AFLN/KFLN dari LKNB pelapor per akhir periode laporan.
B. Format Laporan
Laporan Transaksi dan Laporan Posisi disusun berdasarkan spesifikasi
format laporan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Masing-masing
laporan terdiri dari satu atau beberapa baris (record) yang memuat
keterangan dan data yang harus dilaporkan, seperti tujuan transaksi dan
mitra transaksi dalam Laporan Transaksi dan jenis rekening dalam
Laporan Posisi.
Penjelasan ...
Penjelasan lebih lanjut mengenai jenis dan format laporan sebagaimana
contoh pada petunjuk teknis terlampir.
III. PENYAMPAIAN LAPORAN
A. Periode Laporan
1. Periode Laporan Transaksi adalah bulanan, yaitu dari tanggal 1
(satu) sampai dengan akhir bulan.
2. Periode Laporan Posisi adalah semesteran, yaitu dari bulan Januari
sampai dengan bulan Juni untuk laporan semester I dan dari bulan
Juli sampai dengan bulan Desember untuk laporan semester II.
Laporan Posisi disampaikan bersamaan dengan Laporan Transaksi
bulan terakhir pada semester yang bersangkutan.
B. Masa Penyampaian Laporan (MPL)
1. MPL adalah 20 (dua puluh) hari
setelah berakhirnya periode
laporan, yaitu dari tanggal 1 (satu) sampai dengan tanggal 20 (dua
puluh) pukul 16.00 waktu setempat.
Contoh:
- MPL untuk Laporan Transaksi periode bulan Mei 2001 adalah
tanggal 1 sampai dengan 20 Juni 2001 pukul 16.00 waktu
setempat.
- MPL untuk Laporan Posisi semester I tahun 2001 adalah
tanggal 1 sampai dengan 20 Juli 2001 pukul 16.00 waktu
setempat.
2. Apabila batas akhir MPL sebagaimana dimaksud dalam butir 1 jatuh
pada hari Sabtu atau hari libur, laporan dimaksud disampaikan
selambat-lambatnya ...
selambat-lambatnya pada hari kerja pertama berikutnya pukul 16.00
waktu setempat.
C. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan (MKPL)
1. MKPL adalah masa setelah berakhirnya MPL sampai dengan akhir
bulan penyampaian laporan pukul 16.00 waktu setempat, untuk
periode laporan yang bersangkutan.
Contoh:
- MKPL untuk Laporan Transaksi periode bulan Mei 2001 adalah
mulai dari tanggal 20 Juni 2001 pukul 16.01 waktu setempat
sampai dengan 30 Juni 2001 pukul 16.00 waktu setempat.
- MKPL untuk Laporan Posisi semester I tahun 2001 adalah mulai
dari tanggal 20 Juli 2001 pukul 16.01 waktu setempat sampai
dengan 31 Juli 2001 pukul 16.00 waktu setempat.
2. Apabila sampai dengan batas akhir MKPL sebagaimana dimaksud
dalam butir 1 LKNB pelapor belum menyampaikan laporan, maka
LKNB yang bersangkutan dinyatakan
tidak menyampaikan
laporan.
Contoh:
- Laporan Transaksi periode bulan Mei 2001 belum diterima Bank
Indonesia sampai dengan tanggal 30 Juni 2001 pukul 16.00 waktu
setempat.
- Laporan Posisi semester I tahun 2001 belum diterima Bank
Indonesia sampai dengan tanggal 31 Juli 2001 pukul 16.00 waktu
setempat.
D. Cara ...
D. Cara Penyampaian Laporan
Laporan Transaksi dan Laporan Posisi dapat disampaikan kepada Bank
Indonesia melalui surat atau faksimili sebagai berikut:
1. Penyampaian laporan dengan surat:
a. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di wilayah Jakarta,
Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek), laporan disampaikan
kepada Bank Indonesia, Direktorat Statistik
Ekonomi
Moneter c.q. Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Gedung B,
Lantai 14, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10010.
b. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di
luar
wilayah
Jabotabek, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia
setempat.
2. Penyampaian laporan dengan faksimili:
a. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di wilayah Jabotabek,
laporan disampaikan kepada Bank Indonesia, Direktorat Statistik
Ekonomi dan Moneter c.q. Bagian Statistik Neraca Pembayaran,
Faksimili
No. (021) 3501974. Bank Indonesia
akan
menyampaikan tanda terima atas setiap laporan yang masuk
selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak laporan diterima.
b. Bagi LKNB pelapor yang berkedudukan di luar wilayah
Jabotabek, laporan disampaikan kepada Kantor Bank Indonesia
setempat dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir a.
c. Bagi LKNB pelapor yang menyampaikan
laporan dengan
faksimili sebagaimana dimaksud dalam butir a dan b wajib
menyampaikan asli laporan kepada Bank Indonesia. Asli laporan
tersebut ...
dan
tersebut harus sudah diterima Bank Indonesia selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari sejak tanggal pengiriman laporan melalui faksimili.
IV. KOREKSI DAN KLARIFIKASI LAPORAN
Dalam hal laporan yang diterima oleh Bank Indonesia
sebagaimana
dimaksud dalam butir III.D.1. dan III.D.2. masih tidak lengkap dan atau tidak
benar, maka LKNB pelapor harus menyampaikan Laporan Koreksi dengan
menggunakan formulir sebagaimana contoh dalam petunjuk teknis terlampir.
Laporan dinyatakan tidak lengkap apabila laporan tidak mencakup rincian
data sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia. Laporan dinyatakan tidak
benar apabila laporan masih mengandung kesalahan dan atau tidak sesuai
dengan fakta yang sebenarnya.
LKNB pelapor dapat melakukan koreksi baik selama MPL maupun setelah
MPL. Koreksi setelah MPL hanya dapat dilakukan setelah adanya surat
permintaan klarifikasi dari Bank Indonesia kepada LKNB pelapor.
A. Selama MPL
LKNB pelapor dapat melakukan koreksi atas
laporan yang telah
disampaikan apabila laporan tersebut tidak lengkap dan atau tidak benar.
B. Setelah MPL
1. Apabila terdapat laporan tidak lengkap dan atau diindikasikan tidak
benar, Bank Indonesia akan meminta klarifikasi
secara
tertulis
kepada LKNB pelapor disertai daftar record yang tidak lengkap dan
atau diindikasikan tidak benar.
2. LKNB pelapor wajib menyampaikan tanggapan secara
Indonesia.
tertulis
selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diterima
surat permintaan klarifikasi dari Bank
dimaksud dapat disampaikan dengan koreksi dan atau klarifikasi
(tanpa ...
Tanggapan
(tanpa koreksi). Tanggapan disampaikan dengan koreksi apabila
laporan tidak lengkap dan atau diindikasikan tidak benar oleh Bank
Indonesia diakui oleh LKNB pelapor, sehingga harus dilakukan
koreksi. Sementara itu, apabila laporan yang diindikasikan tidak
benar oleh Bank Indonesia dianggap benar oleh LKNB pelapor
sesuai dengan keterangan dan data yang dimiliki, maka LKNB
pelapor cukup memberikan klarifikasi
dengan
surat
menyatakan bahwa laporan yang disampaikan sudah benar.
3. Apabila LKNB pelapor tidak menyampaikan tanggapan dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 2, maka laporan
tidak lengkap dan atau diindikasikan tidak benar dianggap diakui
ketidaklengkapan dan atau ketidakbenarannya oleh LKNB pelapor,
dan Bank Indonesia akan mengenakan sanksi denda laporan tidak
lengkap dan atau tidak benar sesuai dengan jumlah record yang tidak
lengkap dan atau tidak benar.
4. Selain meminta klarifikasi secara tertulis sebagaimana dimaksud
dalam butir 1, apabila diperlukan Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan terhadap LKNB pelapor. Pemeriksaan tersebut dapat
dilakukan bekerjasama dengan instansi terkait yang mengawasi
LKNB yang bersangkutan.
V. SANKSI
A. Laporan Tidak Lengkap dan atau Tidak Benar
LKNB pelapor yang menyampaikan Laporan Transaksi tidak lengkap
dan atau tidak benar
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.3.
dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah) untuk setiap record yang tidak lengkap dan atau tidak benar
dengan ...
yang
dengan denda maksimum sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah).
Contoh:
1. Laporan Tidak Lengkap
Penerimaan melalui rekening LKNB di luar
dilengkapi
negeri
dengan
sebesar
USD500,00 dari perusahaan di Singapura dalam Laporan Transaksi
periode bulan Mei 2001, tidak
transaksinya.
tujuan
2. Laporan Tidak Benar
Penerimaan premi melalui rekening LKNB di luar negeri sebesar
USD500,00 dari perusahaan di Singapura dalam Laporan Transaksi
periode bulan Mei 2001, dilaporkan sebagai penerimaan bunga
sebesar USD5.000.000,00.
Berdasarkan contoh di atas, apabila setelah dimintakan klarifikasi oleh
Bank Indonesia, LKNB pelapor tidak memberikan tanggapan sampai
dengan batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.B.2, maka atas record yang tidak lengkap dan tidak benar
tersebut masing-masing dikenakan sanksi denda sebesar Rp50.000,00.
B. Terlambat Menyampaikan Laporan
LKNB pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan Transaksi
dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah) untuk setiap hari keterlambatan. Jumlah hari keterlambatan
dihitung mulai dari satu hari sejak berakhirnya MPL sampai dengan
tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia dalam MKPL
sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.1.
Contoh: …
Contoh:
Laporan Transaksi periode bulan Mei 2001 diterima Bank Indonesia
pada tanggal 22 Juni 2001. LKNB pelapor dinyatakan terlambat
menyampaikan laporan selama 2 hari dan dikenakan sanksi denda
sebesar Rp2.000.000,00 (2 hari x Rp1.000.000,00).
C. Tidak Menyampaikan Laporan
1. LKNB pelapor yang
tidak menyampaikan Laporan Transaksi
sebagaimana dimaksud dalam butir III.C.2. dikenakan sanksi berupa
denda sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) ditambah
dengan denda keterlambatan yang dihitung mulai dari satu hari sejak
berakhirnya MPL sampai dengan batas akhir MKPL.
Contoh:
Laporan Transaksi periode bulan Mei 2001 diterima Bank Indonesia
tanggal 2 Juli 2001. LKNB pelapor dikenakan sanksi denda sebesar
Rp30.000.000,00 yang terdiri dari sanksi tidak menyampaikan
laporan sebesar Rp20.000.000,00 dan sanksi denda keterlambatan
sebesar Rp10.000.000,00 (10 hari x Rp1.000.000,00).
2. Apabila LKNB pelapor tidak menyampaikan Laporan Transaksi
selama 6 (enam) periode laporan berturut-turut atau paling lama 6
(enam) bulan, Bank Indonesia akan merekomendasikan
sanksi
administratif berupa pencabutan izin usaha kepada instansi yang
berwenang setelah memberikan surat peringatan kepada LKNB yang
bersangkutan.
D. Pembayaran Sanksi Denda
Pembayaran sanksi denda disetorkan ke rekening Kas Negara yang
terdapat pada Bank Indonesia setempat nomor 501.000000. Tembusan
bukti ...
bukti pembayaran disampaikan kepada instansi yang mengawasi LKNB
dimaksud.
E. Pengenaan sanksi denda bagi LKNB sebagaimana dimaksud dalam butir
A, B, dan C dilakukan setelah adanya surat penetapan sanksi secara
tertulis dari Bank Indonesia dengan tembusan kepada instansi yang
mengawasi LKNB. Surat penetapan sanksi secara tertulis dari Bank
Indonesia antara lain mencantumkan jenis pelanggaran dan besarnya
denda yang harus dibayar.
VI. KETENTUAN PERALIHAN
Sehubungan dengan masih dilaksanakannya proses penyempurnaan tata
cara pelaporan kegiatan LLD oleh LKNB kepada Bank Indonesia, maka
masa uji coba pelaksanaan pelaporan diperpanjang sampai dengan periode
laporan bulan Juni 2001. Oleh karena itu, pengenaan sanksi denda
diberlakukan mulai periode laporan bulan Juli 2001. Pengenaan sanksi
denda untuk periode laporan bulan April sampai dengan Mei 2001
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran No.2/23/DSM tanggal 10
November 2000 dinyatakan tidak berlaku.
VII. PENUTUP
A. Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia No.2/23/DSM tanggal 10 November 2000 perihal Pelaporan
Kegiatan LLD oleh Lembaga Keuangan Non Bank dinyatakan tidak
berlaku lagi.
B. Pelaksanaan kewajiban pelaporan dalam Surat Edaran ini mulai
berlaku sejak periode laporan bulan Juni 2001.
C. Bagi ...
C.
Bagi LKNB pelapor yang memerlukan penjelasan lebih lanjut
sehubungan dengan pelaksanaan pelaporan ini dapat menghubungi:
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Bagian Statistik Neraca Pembayaran:
Telp :
Fax : (021) 3501974
E-mail :
lldlknb@bi.go.id
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
(021) 3817606 dan 3817607
ACHJAR ILJAS
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/14/DSM|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Lembaga Keuangan Non Bank </reg_title>
<set_date> 13 Juni 2001 </set_date>
<effective_date> 13 Juni 2001 </effective_date>
<replaced_reg> '2/23/DSM|SE-BI/2000' </replaced_reg>
<related_reg> '1/9/PBI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V', 'Romawi IV Huruf B Angka 3' </penalty_list>
|
No.14/ 11 /DPM
Jakarta, 21 Maret 2012
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap
Rupiah kepada Bank.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah
kepada Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4921),
dan sebagai upaya untuk mendukung aktivitas di sektor riil khususnya
perdagangan internasional serta pendalaman pasar valuta asing
domestik, perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap
Rupiah kepada Bank sebagai berikut:
1. Diantara angka 2 dan angka 3 disisipkan 1 (satu) angka yakni
angka 2.a., yang berbunyi sebagai berikut:
2.a.Pembelian valuta asing terhadap rupiah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (2) PBI, hanya dapat dilakukan untuk jenis
valuta asing yang sama dengan yang tercantum dalam dokumen
underlying …
2
underlying, kecuali untuk valuta asing yang likuiditasnya tidak
tersedia di pasar keuangan domestik.
2. Ketentuan angka 4 diubah dengan menghapus butir 4.a.7) sehingga
angka 4 berbunyi sebagai berikut:
4. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau
Pihak Asing kepada Bank di atas USD100,000.00 (seratus ribu
US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak
Asing hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat
spekulatif, dengan underlying sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) PBI, diatur sebagai berikut:
a. Untuk Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 2 PBI, jenis underlying transaksi antara lain dapat
berupa:
1) Kegiatan impor barang dan jasa;
2) Pembayaran jasa, seperti:
a) Biaya sekolah di luar negeri;
b) Biaya berobat ke luar negeri;
c) Biaya perjalanan luar negeri untuk keperluan haji,
perjalanan ibadah/wisata rohani, atau wisata
lainnya;
d) Pembayaran atas penggunaan jasa konsultan luar
negeri;
e) Pembayaran yang terkait dengan penggunaan tenaga
kerja asing di Indonesia;
3) Pembayaran utang dalam valuta asing;
4) Pembayaran atas pembelian aset di luar negeri;
5) Kegiatan usaha pedagang valuta asing non bank yang
memiliki ijin dari Bank Indonesia yang masih berlaku;
6) Kegiatan usaha travel agent;
b. Untuk …
3
b. Untuk Pihak Asing sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka
3 PBI, underlying transaksi antara lain dapat berupa
pencairan aset atau investasi dalam rupiah yang dimiliki,
termasuk repatriasi modal; pengembalian kredit oleh
debitur; dan penghasilan dari investasinya, seperti capital
gain, kupon, bunga dan dividen.
3. Ketentuan angka 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
6. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah yang
meliputi transaksi spot, transaksi forward dan transaksi
derivatif lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
PBI diatur sebagai berikut:
a. Termasuk dalam pengertian transaksi spot adalah transaksi
dengan valuta today dan valuta tomorrow, yang dilakukan
melalui transaksi bank notes, transfer dari rekening rupiah
ke rekening valuta asing, transaksi melalui kartu kredit,
transaksi melalui sistem electronic banking, atau transaksi
melalui sistem phone banking.
b. Transaksi forward dan transaksi derivatif lainnya meliputi
namun tidak terbatas pada transaksi swap dan option.
4. Ketentuan angka 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
7. Persyaratan dokumen untuk transaksi pembelian valuta asing
terhadap rupiah yang dilakukan oleh Nasabah dengan nilai
nominal di atas USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar)
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) PBI diatur
sebagai berikut:
a. Kelengkapan dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam
pasal 3 ayat (2) huruf a dan c PBI wajib dilampirkan sejak
tanggal 1 Desember 2008.
b. Dokumen yang dipersyaratkan dilampirkan pada setiap
transaksi berdasarkan tanggal transaksi. Dalam hal
dokumen …
4
dokumen yang dipersyaratkan tidak dapat dilampirkan pada
tanggal transaksi maka dokumen dapat disampaikan paling
lambat pada tanggal valuta transaksi yang bersangkutan
dengan mencantumkan tanggal transaksi.
c. Untuk Nasabah:
1) Untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh
Nasabah yang memiliki kriteria:
a) pembelian valuta asing terhadap rupiah dilakukan
secara reguler dengan jumlah pembelian yang relatif
tetap dari waktu ke waktu;
b) pembelian valuta asing terhadap rupiah dilakukan
secara bertahap untuk tujuan pembayaran kewajiban
valuta asing dengan total jumlah pembelian paling
banyak sebesar jumlah kebutuhan valuta asing yang
tercantum dalam dokumen underlying; dan
c) Nasabah telah dikenal baik oleh Bank dan Bank
memiliki track record Nasabah yang bersangkutan,
Nasabah melampirkan dokumen yang dipersyaratkan 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun kalender atau jumlah
pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah
telah mencapai jumlah sebesar nominal underlying
sebagaimana dimaksud dalam butir 4.a., yang mana
lebih dahulu terjadi.
2) Dokumen
underlying transaksi yang dapat
dipertanggungjawabkan antara lain berupa bukti
dokumen yang terkait dengan jenis underlying
sebagaimana butir 4.a.:
a) Untuk kegiatan impor barang dan jasa, dokumen
antara lain berupa fotokopi Pemberitahuan Impor
Barang (PIB) yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang …
5
berwenang, Letter of Credit (L/C), invoice dengan
masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan setelah
tanggal penerbitan invoice atau sesuai dengan tanggal
jatuh tempo pembayaran, atau list of invoices;
(1) Dokumen underlying berupa list of invoices diatur
sebagai berikut:
(a) list of invoices ditandatangani oleh pihak
berwenang dari Nasabah; dan
(b) penyerahan list of invoices oleh Nasabah
disertakan dengan invoices asli untuk
kepentingan verifikasi oleh Bank dan untuk
selanjutnya invoices asli tersebut dapat
ditatausahakan oleh Nasabah;
(2) Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk
menyediakan invoices asli sewaktu-waktu untuk
kepentingan pemeriksaan Bank (post audit).
b) Untuk pembayaran jasa, dokumen diatur sebagai
berikut:
(1) Untuk biaya sekolah di luar negeri, dokumen
antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya
sekolah dan biaya hidup di luar negeri;
(2) Untuk biaya berobat ke luar negeri, dokumen
antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya
berobat dan akomodasi;
(3) Untuk biaya perjalanan luar negeri, untuk
keperluan haji, perjalanan rohani/wisata rohani,
atau wisata lainnya, dokumen antara lain berupa
perkiraan kebutuhan biaya perjalanan dan
akomodasi;
(4) Untuk …
6
(4) Untuk pembayaran atas penggunaan jasa
konsultan luar negeri, dokumen antara lain
berupa fotokopi kontrak jasa konsultan;
(5) Untuk pembayaran yang terkait dengan
penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia,
dokumen antara lain berupa fotokopi surat
perjanjian kerja antara tenaga kerja asing yang
bersangkutan dengan badan usaha.
c) Untuk pembayaran utang valuta asing yang berasal
dari kreditur dalam negeri atau kreditur luar negeri,
dokumen antara lain berupa fotokopi surat perjanjian
kredit (loan agreement), atau dokumen utang terkait
lainnya;
d) Untuk pembayaran atas pembelian aset di luar
negeri, dokumen antara lain berupa invoice
pembelian aset di luar negeri;
e) Untuk kegiatan usaha pedagang valuta asing (PVA)
non bank yang memiliki ijin dari Bank Indonesia
yang masih berlaku, dokumen antara lain berupa
surat ijin usaha pedagang valuta asing dari Bank
Indonesia yang masih berlaku, historical turnover
berdasarkan kebutuhan nasabah PVA dan cadangan
yang dibutuhkan (dengan format sebagaimana
terlampir yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini);
f) Untuk kegiatan usaha travel agent, dokumen antara
lain berupa proyeksi
cashflow berdasarkan
kebutuhan pengguna jasa travel agent dan cadangan
yang dibutuhkan;
3) Penilaian …
7
3) Penilaian atas kewajaran atau kelaziman nilai nominal
underlying yang diajukan oleh Nasabah, dilakukan oleh
Bank.
4) Fotokopi dokumen identitas Nasabah meliputi fotokopi
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Ijin Mengemudi
(SIM), dan NPWP perorangan untuk Nasabah perorangan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 2 huruf a
PBI; atau fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)
yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang dan fotokopi
NPWP badan usaha untuk Nasabah badan usaha bukan
Bank sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 2
huruf b PBI.
5) Pernyataan tertulis bermaterai cukup yang
ditandatangani oleh Nasabah yang bersangkutan untuk
Nasabah perorangan sebagaimana dimaksud pada Pasal
1 angka 2 huruf a PBI, atau pihak yang berwenang dari
Nasabah badan usaha bukan Bank sebagaimana
dimaksud pada Pasal 1 angka 2 huruf b PBI, mengenai
informasi kebenaran dokumen underlying dan informasi
bahwa dokumen underlying hanya digunakan untuk
pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak
sebesar nominal underlying dalam sistem perbankan di
Indonesia.
5. Ketentuan angka 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
8. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Pihak Asing yang
meliputi transaksi spot outright sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut:
a. Transaksi spot outright meliputi transaksi dengan valuta
today dan valuta tomorrow, yang dilakukan melalui
transaksi bank notes, transfer dari rekening rupiah ke
rekening …
8
rekening valuta asing, transaksi melalui sistem electronic
banking, atau transaksi melalui sistem phone banking.
b. Transaksi spot outright dimaksud tidak termasuk transaksi
spot yang berasal dari kombinasi transaksi derivatif.
6. Ketentuan angka 12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
12. Untuk transaksi pembelian valas terhadap rupiah sampai
dengan USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen
per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 PBI, termasuk yang dilakukan melalui
phone banking, e-banking, dan kartu kredit, secara keseluruhan
wajib disertai dengan:
a. surat pernyataan tertulis dari Nasabah yang bermaterai
cukup atau pernyataan authenticated dari Pihak Asing
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 PBI yang
disampaikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan kalender;
atau
b. pernyataan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dapat
pula berupa surat elektronik resmi (official email), SWIFT
message, tested telex, tested fax, Reuters Monitoring Dealing
System (RMDS), atau negative confirmation dari Bank kepada
Nasabah atau Pihak Asing yang bersangkutan, bagi yang
sedang berada di luar negeri.
Negative confirmation adalah konfirmasi yang disampaikan
oleh Bank kepada Nasabah atau Pihak Asing, yang bila tidak
ditanggapi dalam periode waktu tertentu, maka Nasabah
atau Pihak Asing dianggap menyetujui isi konfirmasi
tersebut.
Terhadap negative confirmation sebagaimana dimaksud pada
huruf b, Bank harus memastikan bahwa negative
confirmation tersebut diterima oleh Nasabah atau Pihak
Asing …
9
Asing dalam bentuk tanda terima yang ditandatangani oleh
Nasabah atau Pihak Asing yang bersangkutan atau pihak
yang ditunjuk oleh Nasabah atau Pihak Asing.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 21
Maret 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
LAMPIRAN
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 14/ 11 /DPM TANGGAL 21 MARET 2012
PERIHAL PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 10/42/DPD PERIHAL PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH KEPADA BANK
FORMAT SURAT PERNYATAAN DARI PEDAGANG VALUTA ASING
BUKAN BANK
KOP PERUSAHAAN
SURAT PERNYATAAN
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/28/PBI/2008 tanggal 12
November 2008 tentang Pembelian Valuta Asing Terhadap Rupiah kepada Bank pasal
3 ayat (2), bahwa kami :
Nama PVA : ................................................................................
No. KpmIU : ................................................................................
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah yang kami lakukan secara
rata-rata tiap bulan sekitar Rp.....................
(ekuivalen USD
..............................) berdasarkan data transaksi kami dengan bank dalam
sistem perbankan di Indonesia selama 3 (tiga) bulan terakhir dengan rincian
sebagai berikut:
bulan .................... sebesar Rp. ...............................,
bulan .................... sebesar Rp. ..............................., dan
bulan .................... sebesar Rp. ...............................,
2. Transaksi pembelian tersebut kami perlukan untuk memenuhi kebutuhan
valuta asing kami dalam bertransaksi dengan nasabah kami.
Demikian surat pernyataan kami buat dengan sebenar-benarnya.
Tempat ..................., Tgl/Bulan/Tahun
Hormat kami,
PT ..................................
Ttd. dan Cap Perusahaan
Materai *)
Nama Jelas
(Direktur/Pimpinan Cabang)
*) Bermaterai cukup
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER,
HENDAR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/11/DPM|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank. </reg_title>
<set_date> 21 Maret 2012 </set_date>
<effective_date> 21 Maret 2012 </effective_date>
<changed_reg> '10/42/DPD|SE-BI' </changed_reg>
<related_reg> '10/28/PBI/2008', '10/42/DPD|SE-BI' </related_reg>
|
No. 6/11/DPM
Jakarta, 16 Februari 2004
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM,
PERUSAHAAN PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
DAN
PERUSAHAAN EFEK
DI INDONESIA
Perihal: Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta
Lelang Surat Utang Negara
Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/3/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Penerbitan, Penjualan dan
Pembelian serta Penatausahaan Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4364),
bahwa penjualan Surat Utang Negara dengan cara lelang dilakukan melalui
Peserta Lelang yang terdiri dari Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah
dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia tersebut di atas, Bank Indonesia
berwenang melakukan seleksi calon Peserta Lelang Surat Utang Negara
berdasarkan kriteria dan persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Republik Indonesia. Sehubungan dengan itu maka Bank Indonesia perlu
mengumumkan kriteria dan persyaratan Peserta Lelang Surat Utang Negara
sesuai dengan ketetapan Menteri Keuangan Republik Indonesia dalam surat
nomor S-117/MK.01/2003 tanggal 20 Maret 2003 perihal Persetujuan mengenai
Kriteria …
2
Kriteria Peserta Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan surat nomor
S-443/M.K.01/2003 tanggal 4 Desember 2004 perihal Perubahan Persyaratan
Perusahaan Efek Sebagai Peserta Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana,
dan menetapkan tata cara pengajuan bagi Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang
Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek untuk dapat ditunjuk menjadi
Peserta Lelang Surat Utang Negara.
I. Kriteria dan Persyaratan Peserta Lelang
1. Yang dapat menjadi Peserta Lelang adalah Bank, Perusahaan Pialang
Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan Perusahaan Efek yang :
a. berkedudukan di dalam wilayah hukum Indonesia; dan
b. tidak sedang dalam proses kepailitan di pengadilan.
2. Kriteria dan Persyaratan untuk masing-masing Peserta Lelang adalah
sebagai berikut :
a. Bank
1) memiliki izin kegiatan usaha yang masih berlaku sebagai Bank;
2) memenuhi persyaratan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
yang selanjutnya disebut KPMM berdasarkan ketentuan Bank
Indonesia.
b. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing
1) memiliki izin usaha yang masih berlaku sebagai Perusahaan
Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing dari Bank Indonesia;
2) memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) orang tenaga ahli di bidang
pasar uang;
3) aktif melakukan kegiatan di pasar uang dan atau melakukan
transaksi perdagangan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang
tercermin dari aktivitas pengajuan penawaran dalam lelang di
pasar perdana SBI 1 (satu) bulan secara kumulatif minimal 1%
(satu …
3
(satu perseratus) dari total jumlah penerbitan dalam 3 (tiga) bulan
terakhir.
c. Perusahaan Efek
1) memiliki izin usaha yang masih berlaku dari Badan Pengawas
Pasar Modal yang selanjutnya disebut Bapepam;
2) memiliki tenaga ahli yang memadai di bidang pasar modal;
3) mempunyai pengalaman sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun
dalam kegiatan transaksi di pasar modal;
4) memiliki Modal Kerja Bersih Disesuaikan yang selanjutnya disebut
MKBD sekurang-kurangnya Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
Rupiah);
5) dalam hal Perusahaan Efek bertindak hanya sebagai perantara
(pialang), memiliki MKBD sekurang-kurangnya
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar Rupiah).
3. Dalam hal Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing, dan
Pedagang Efek telah memenuhi kriteria dan persyaratan serta disetujui
oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia menjadi Peserta Lelang SUN,
yang bersangkutan wajib menjadi Peserta Bank Indonesia-Scripless
Securities Settlement System.
II. Tata Cara Pengajuan Permohonan Sebagai Peserta Lelang
1. Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan
Perusahaan Efek yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam angka I dapat mengajukan permohonan sebagaimana contoh
Lampiran 1a, 1b dan 1c kepada :
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga
Gedung B Lantai 12
Jl. MH. …
4
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
2. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib dilengkapi
dengan dokumen sebagai berikut :
a. Bank
1) fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Bank;
2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya; dan
3) keterangan mengenai posisi KPMM terakhir.
b. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing
1) fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Perusahaan Pialang
Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing dari Bank Indonesia;
2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya;
3) daftar riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta
tenaga ahli di bidang pasar uang; dan
4) bukti aktivitas kegiatan di pasar uang selama 3 (tiga) bulan terakhir.
c. Perusahaan Efek
1) fotokopi surat izin kegiatan usaha sebagai Perusahaan Efek dari
Bapepam;
2) fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahannya;
3) daftar riwayat pekerjaan atau keahlian dari anggota Direksi serta
tenaga ahli di bidang pasar modal; dan
4) keterangan mengenai posisi MKBD terakhir.
3. Bank Indonesia melakukan seleksi atas permohonan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan menyampaikan hasil seleksi calon Peserta
Lelang kepada Menteri Keuangan Republik Indonesia selambat-lambatnya
1 (satu) minggu setelah permohonan diterima secara lengkap.
4. Berdasarkan …
5
4. Berdasarkan surat keputusan dari Menteri Keuangan Republik Indonesia,
Bank Indonesia memberitahukan penolakan atau persetujuan menjadi
Peserta Lelang Surat Utang Negara kepada pemohon.
5. Bank Indonesia mengumumkan Peserta Lelang Surat Utang Negara yang
ditunjuk melalui sarana Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement
System, Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) atau sarana lainnya.
III. Kewajiban Pelaporan Peserta Lelang
1. Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dan
Perusahaan Efek yang ditunjuk sebagai Peserta Lelang wajib membuat
laporan bulanan yang berkaitan dengan kegiatan lelang dan atau
perdagangan Surat Utang Negara sebagaimana contoh Lampiran 2.
2. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan selambat-
lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah berakhirnya bulan yang
bersangkutan, dan ditujukan kepada :
Bank Indonesia – Direktorat Pengelolaan Moneter
cq. Tim Pengembangan Penatausahaan Surat Berharga
Gedung B Lantai 12
Jl. MH. Thamrin No. 2 ,
Jakarta 10010
IV. Pengawasan Peserta Lelang
Bank Indonesia melakukan evaluasi terhadap aktivitas Peserta Lelang dalam
kegiatan lelang dan atau perdagangan Surat Utang Negara secara berkala atau
selama periode 1 (satu) tahun.
V. Pencabutan …
6
V. Pencabutan Penunjukan Sebagai Peserta Lelang
Penunjukan Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing,
dan Perusahaan Efek sebagai Peserta Lelang dapat dicabut oleh Menteri
Keuangan Republik Indonesia berdasarkan usulan dari Bank Indonesia dalam
hal kondisi sebagai berikut terpenuhi:
1. tidak aktif dalam mengikuti lelang Surat Utang Negara dalam periode 1
(satu) tahun;
2. sedang dalam proses kepailitan di pengadilan;
3. melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Bank Indonesia dan atau pasar
modal yang berlaku;
4. Peserta Lelang tidak memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka I; dan atau
5. berdasarkan penilaian Bank Indonesia, terdapat potensi risiko yang
diperkirakan dapat menurunkan kepercayaan pasar apabila Peserta Lelang
tetap melanjutkan kegiatannya sebagai Peserta Lelang.
VI. Penutup
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 5/5/DPM tanggal 21 Maret 2003 perihal Kriteria dan Persyaratan serta
Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang Surat Utang Negara dan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 5/33/DPM tanggal 4 Desember 2003 perihal
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/5/DPM Tanggal 21
Maret 2003 perihal Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan
Peserta Lelang Surat Utang Negara dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004.
Agar …
7
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/11/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Kriteria dan Persyaratan serta Tata Cara Penunjukan Peserta Lelang Surat Utang Negara </reg_title>
<set_date> 16 Februari 2004 </set_date>
<effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '5/33/DPM|SE-BI/2003', '5/5/DPM|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> 'S-117/MK.01/2003|TAP-MENKEU/2003', 'S-443/M.K.01/2003|TAP-MENKEU/2004', '6/3/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 13/6/DPNP
Jakarta, 18 Februari 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk
Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tanggal
24 September 2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 135,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4895), selanjutnya
disebut PBI KPMM, antara lain diatur bahwa Bank wajib menghitung Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Kredit.
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu diatur ketentuan pelaksanaan
perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan
Standar dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan pokok-pokok
ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Risiko Kredit adalah risiko kerugian akibat kegagalan pihak lawan
(counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko Kredit mencakup
Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko Kredit akibat
kegagalan . . .
kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk) dan Risiko Kredit
akibat kegagalan setelmen (settlement risk).
2. Risiko Kredit akibat kegagalan pihak lawan (counterparty credit risk)
timbul dari jenis transaksi yang secara umum memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a.
transaksi dipengaruhi oleh pergerakan nilai wajar atau nilai
pasar;
b. nilai wajar dari transaksi dipengaruhi oleh pergerakan variabel
pasar tertentu;
c.
transaksi menghasilkan pertukaran arus kas atau instrumen
keuangan;
d. karakteristik risiko bersifat bilateral yaitu (i) apabila nilai wajar
kontrak bernilai positif maka Bank terekspos Risiko Kredit dari
pihak lawan, sedangkan (ii) apabila nilai wajar kontrak bernilai
negatif maka pihak lawan terekspos Risiko Kredit dari Bank.
3. Risiko Kredit akibat kegagalan setelmen (settlement risk) timbul
akibat kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan pada
tanggal penyelesaian (settlement date) yang telah disepakati dari
transaksi penjualan dan/atau pembelian instrumen keuangan.
4. Sesuai PBI KPMM, dalam menghitung Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum (KPMM) baik secara individual maupun secara konsolidasi
dengan Perusahaan Anak, Bank wajib menghitung ATMR untuk
Risiko Kredit. Dalam menghitung ATMR untuk Risiko Kredit, Bank
dapat menggunakan 2 (dua) jenis pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan Standar (Standardized Approach); dan/atau
b. Pendekatan berdasarkan Internal Rating (Internal Rating Based
Approach).
Untuk . . .
Untuk penerapan tahap awal, Bank wajib melakukan perhitungan
ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan
Standar.
5. ATMR untuk Risiko Kredit dengan menggunakan Pendekatan
Standar, yang selanjutnya disebut ATMR Risiko Kredit - Pendekatan
Standar, secara umum perhitungannya didasarkan pada hasil peringkat
yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui Bank
Indonesia. Lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank Indonesia.
II. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT - PENDEKATAN STANDAR
A. CAKUPAN PERHITUNGAN
Perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar yang wajib
dihitung oleh Bank sebagaimana dimaksud dalam butir I.4 mencakup:
1. Eksposur aset dalam neraca, dan kewajiban komitmen dan
kontinjensi dalam transaksi rekening administratif, namun tidak
termasuk:
a. posisi Trading Book yang telah dihitung dalam ATMR
Risiko Pasar sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai KPMM untuk Risiko Pasar;
b. penyertaan yang telah diperhitungkan sebagai faktor
pengurang modal sesuai ketentuan Bank Indonesia
mengenai KPMM;
c.
tagihan yang akan diperhitungkan dalam eksposur
sebagaimana dimaksud pada angka 2, terdiri dari:
1)
tagihan derivatif dan kewajiban komitmen yang
timbul dari transaksi derivatif; dan
2) tagihan . . .
2)
d.
tagihan reverse repo;
tagihan yang timbul dari transaksi yang mengalami
kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen keuangan
yang akan diperhitungkan dalam eksposur sebagaimana
dimaksud pada angka 3.
2. Eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat kegagalan
pihak lawan, antara lain transaksi derivatif over the counter
(OTC) dan transaksi repo/reverse repo, baik atas posisi Trading
Book maupun Banking Book. Definisi Trading Book maupun
Banking Book mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai KPMM; dan/atau
3. Eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen
keuangan yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau
instrumen keuangan pada tanggal penyelesaian lebih dari 4
(empat) hari kerja, yang menimbulkan Risiko Kredit akibat
kegagalan setelmen. Contoh transaksi antara lain transaksi
penjualan atau pembelian surat berharga atau valuta asing.
Meskipun ATMR hanya diperhitungkan atas transaksi yang
mengalami kegagalan setelmen lebih dari 4 (empat) hari kerja,
Bank wajib memantau Risiko Kredit akibat kegagalan setelmen
atas transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan
sejak hari pertama terjadinya kegagalan setelmen.
B. TATA CARA PERHITUNGAN
1. ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar merupakan
hasil perkalian antara Tagihan Bersih dengan bobot risiko,
atas eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1 dan
butir II.A.2.
2. Tagihan . . .
2. Tagihan Bersih atas eksposur sebagaimana dimaksud pada
angka 1 mengacu pada penjelasan dalam butir II.C.
3. Bobot risiko sebagaimana dimaksud pada angka 1 ditetapkan
sebagai berikut:
a. berdasarkan peringkat terkini dari debitur/pihak lawan
transaksi atau surat berharga, sesuai kategori portofolio
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1, butir II.E.2, butir
II.E.3, butir II.E.4, dan butir II.E.9;
b.
sebesar persentase tertentu untuk kategori portofolio
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.5, butir II.E.6, butir
II.E.7, butir II.E.8, butir II.E.10, dan butir II.E.11.
4. Penetapan bobot risiko berdasarkan peringkat terkini dan
persentase tertentu sebagaimana dimaksud dalam butir 3.a dan
butir 3.b mengacu pada Tabel 1, Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4,
Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7 dalam Lampiran 1.
5. Perhitungan Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM
untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.3 yaitu
eksposur transaksi penjualan atau pembelian instrumen keuangan
yang mengalami kegagalan penyerahan kas dan/atau instrumen
keuangan pada tanggal penyelesaian (settlement date) lebih dari
4 (empat) hari kerja adalah sebagai berikut:
a. Untuk transaksi delivery versus payment (DvP), ATMR
Risiko Kredit Pendekatan Standar diperhitungkan sebesar
hasil perkalian antara (i) selisih positif antara nilai wajar
transaksi dengan nilai kontrak (positive current exposure);
(ii) persentase tertentu; dan (iii) 12,5 (dua belas koma
lima).
Persentase . . .
Persentase tertentu sebagaimana dimaksud pada butir (ii)
ditetapkan berdasarkan jumlah hari kerja pelampauan
tanggal penyelesaian (settlement date) mengacu pada
Tabel 3 dalam Lampiran 2;
b. Untuk transaksi non delivery versus payment (non DvP),
Risiko Kredit diperhitungkan sebagai faktor pengurang
modal sebesar nilai kas atau nilai wajar instrumen
keuangan yang telah diserahkan Bank.
C. TAGIHAN BERSIH
1. Untuk eksposur aset dalam neraca sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.1, Tagihan Bersih adalah nilai tercatat aset ditambah
dengan tagihan bunga yang belum diterima (jika ada) setelah
dikurangi dengan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN)
atas aset tersebut sesuai standar akuntansi yang berlaku dan/atau
penyisihan penghapusan aset khusus (PPA Khusus) sesuai
ketentuan Bank Indonesia, dengan formula sebagai berikut:
Tagihan Bersih = {Nilai tercatat aset + tagihan bunga yang
belum diterima (jika ada)} – CKPN dan/atau
PPA Khusus
Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang
diperhitungkan hanya CKPN atas aset yang telah teridentifikasi
mengalami penurunan nilai.
2. Untuk eksposur transaksi rekening administratif sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.1, Tagihan Bersih adalah hasil
perkalian antara (i) nilai kewajiban komitmen atau kewajiban
kontinjensi setelah dikurangi dengan penyisihan penghapusan
aset khusus (PPA Khusus) sesuai ketentuan Bank Indonesia
dengan . . .
dengan (ii) faktor konversi kredit (FKK) sebagaimana dimaksud
dalam butir II.D, dengan formula sebagai berikut:
Tagihan Bersih = (nilai kewajiban komitmen atau kewajiban
kontinjensi – PPA Khusus) x FKK
3. Untuk eksposur yang menimbulkan Risiko Kredit akibat
kegagalan pihak lawan sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.2, Tagihan Bersih adalah sebagai berikut:
a. Untuk eksposur transaksi derivatif over the counter (OTC),
merupakan:
1) penjumlahan dari nilai tercatat tagihan derivatif dan
potensi eksposur di masa depan (potential future
exposure), untuk transaksi derivatif dengan positif
mark to market; atau
2) potensi eksposur di masa depan, untuk transaksi
derivatif dengan negatif mark to market.
Potensi eksposur di masa depan dihitung dari hasil
perkalian nilai notional transaksi derivatif dengan
persentase tertentu.
Persentase tertentu ditetapkan berdasarkan variabel
yang mendasari (underlying variable) dan sisa jangka
waktu dari transaksi derivatif mengacu pada Tabel 2 dalam
Lampiran 2.
b. Untuk eksposur transaksi repo, merupakan selisih positif
antara nilai tercatat bersih surat berharga yang menjadi
underlying repo dengan nilai tercatat kewajiban repo.
Nilai tercatat bersih surat berharga adalah nilai tercatat
surat berharga setelah dikurangi dengan CKPN atas surat
berharga tersebut sesuai standar akuntansi yang berlaku.
Khusus . . .
Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang
dapat diperhitungkan hanya CKPN atas surat berharga yang
telah teridentifikasi mengalami penurunan nilai.
Selain itu, Risiko Kredit dari penerbit surat berharga yang
menjadi underlying transaksi repo diperhitungkan pula
sebagai Tagihan Bersih untuk eksposur aset dalam neraca,
sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.1.
c. Untuk eksposur transaksi reverse repo, merupakan nilai
tercatat dari tagihan reverse repo setelah dikurangi dengan
CKPN atas tagihan tersebut sesuai standar akuntansi yang
berlaku.
Khusus untuk CKPN yang dibentuk secara kolektif, yang
diperhitungkan hanya CKPN atas tagihan yang telah
teridentifikasi mengalami penurunan nilai.
Untuk transaksi reverse repo, keberadaan agunan berupa
surat berharga yang menjadi underlying dari transaksi
reverse repo dan/atau uang tunai diperhitungkan sebagai
bentuk mitigasi risiko kredit atas transaksi dimaksud.
Pengakuan agunan mengikuti Pendekatan Komprehensif
dalam teknik mitigasi risiko kredit - agunan sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.B.6
D. FAKTOR KONVERSI KREDIT UNTUK EKSPOSUR TRANSAKSI
REKENING ADMINISTRATIF
Dalam rangka menghitung Tagihan Bersih untuk eksposur transaksi
rekening administratif, penetapan FKK untuk transaksi rekening
administratif sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.2 adalah sebagai
berikut:
1. Kewajiban . . .
1. Kewajiban komitmen yang memenuhi kriteria sebagai
uncommitted sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penilaian kualitas aset bank umum, diberikan FKK
sebesar 0% (nol persen).
2. Kewajiban komitmen dalam bentuk L/C yang masih berlaku
namun tidak termasuk standby L/C, baik terhadap Bank
penerbit (issuing bank) maupun Bank yang melakukan
konfirmasi (confirming bank), diberikan FKK sebesar 20% (dua
puluh persen).
3. Kewajiban komitmen dengan jangka waktu perjanjian sampai
dengan 1 (satu) tahun, diberikan FKK sebesar 20% (dua puluh
persen).
4. Kewajiban komitmen dengan jangka waktu perjanjian lebih dari
1 (satu) tahun, diberikan FKK sebesar 50% (lima puluh persen).
5. Kewajiban kontinjensi dalam bentuk jaminan yang diterbitkan
bukan dalam rangka pemberian kredit, seperti bid bonds,
performance bonds, atau advance payment bonds, diberikan
FKK sebesar 50% (lima puluh persen).
6. Kewajiban kontinjensi dalam bentuk:
a.
jaminan yang diterbitkan dalam rangka pemberian kredit
atau pengambilalihan risiko gagal bayar,
bank garansi dan standby L/C; atau
termasuk berupa
b.
akseptasi, termasuk endosemen atau aval atas surat-surat
berharga;
diberikan FKK sebesar 100% (seratus persen).
7. Pos transaksi rekening administratif yang timbul dari transaksi
derivatif tidak diberikan FKK dan perhitungan Tagihan Bersih
atas eksposur tersebut dilakukan sebagaimana dimaksud dalam
butir II.C.3.a.
E. BOBOT . . .
E. BOBOT RISIKO
Dalam menentukan bobot risiko, Bank wajib menggolongkan seluruh
eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1 dan butir II.A.2
ke dalam kategori portofolio yang penetapannya didasarkan pada
debitur atau pihak lawan transaksi sebagai berikut:
1. Tagihan Kepada Pemerintah
a. Tagihan Kepada Pemerintah terdiri dari:
1) Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia yang
mencakup tagihan kepada:
a) Pemerintah Pusat Republik Indonesia;
b) Bank Indonesia;
c) Badan-badan dan lembaga-lembaga pemerintah
lainnya yang seluruh pendanaan operasionalnya
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) Pemerintah Republik Indonesia;
2) Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain yang
mencakup tagihan kepada pemerintah pusat dan bank
sentral negara lain;
b. Bobot risiko Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia
sebagaimana dimaksud pada butir a.1), baik dalam Rupiah
maupun valuta asing, adalah 0% (nol persen).
c. Bobot risiko Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain
sebagaimana dimaksud pada butir a.2), baik dalam mata
uang negara tersebut maupun valuta asing, ditetapkan
sesuai dengan peringkat internasional negara tersebut
mengacu pada Tabel 1 dalam Lampiran 1.
2. Tagihan . . .
2. Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik
a. Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik mencakup tagihan
kepada:
1) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang mengenai BUMN,
kecuali BUMN berupa Bank;
2) Pemerintah Daerah (provinsi, kota, dan kabupaten) di
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-
undang mengenai pemerintahan daerah;
3) Badan-badan atau lembaga-lembaga Pemerintah
Republik Indonesia yang tidak memenuhi kriteria
sebagai Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia.
b. Bobot risiko Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik
ditetapkan sesuai peringkat dengan mengacu pada Tabel 2
dalam Lampiran 1.
3. Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan Lembaga
Internasional
a. Bank Pembangunan Multilateral merupakan lembaga
keuangan internasional yang antara lain memiliki
karakteristik khusus sebagai berikut: (i) didirikan atau
dimiliki oleh beberapa negara; dan (ii) menyediakan
pembiayaan jangka panjang, hibah, dan/atau bantuan teknis
dalam rangka pembangunan.
b. Tagihan Kepada Bank Pembangunan Multilateral dan
Lembaga Internasional mencakup tagihan kepada:
1) Bank Pembangunan Multilateral yang terdiri dari:
a) Bank . . .
a) Bank Pembangunan Multilateral tertentu yang
telah ditetapkan oleh Basel Committee on
Banking Supervision, yaitu World Bank Group
yang terdiri dari International Bank for
Reconstruction and Development (IBRD) dan
International Finance Corporation (IFC),
Asian Development Bank (ADB), African
Development Bank (AfDB), European Bank for
Reconstruction and Development (EBRD),
Inter-American Development Bank (IADB),
European Investment Bank (EIB),
European Investment Fund (EIF), Nordic
Investment Bank (NIB), Caribbean Development
Bank (CDB), Islamic Development Bank (IDB),
dan Council of Europe Development Bank
(CEDB).
b) Bank Pembangunan Multilateral lainnya.
2) Lembaga Internasional yaitu Bank for International
Settlements, International Monetary Fund (IMF), dan
European Central Bank.
c. Bobot risiko Tagihan Kepada Bank Pembangunan
Multilateral dan Lembaga Internasional mengacu pada
Tabel 3 dalam Lampiran 1.
4. Tagihan Kepada Bank
a. Tagihan Kepada Bank mencakup tagihan kepada:
1) bank yang beroperasi di Indonesia, yang terdiri dari
bank umum, dan bank perkreditan rakyat, termasuk
kantor cabang bank asing:
2) bank . . .
2) bank yang beroperasi di luar Indonesia, yang terdiri
dari bank yang berbadan hukum asing dan kantor
cabang dari bank yang berkantor pusat di Indonesia;
3) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai lembaga pembiayaan ekspor Indonesia.
b. Tagihan Kepada Bank dibedakan menjadi:
1) Tagihan Jangka Pendek yaitu tagihan dengan jangka
waktu perjanjian sampai dengan 3 (tiga) bulan,
termasuk tagihan yang tidak memiliki jangka waktu
jatuh tempo namun dapat ditarik sewaktu-waktu;
2) Tagihan Jangka Panjang yaitu tagihan dengan jangka
waktu perjanjian lebih dari 3 (tiga) bulan.
Tagihan Kepada Bank dengan jangka waktu
perjanjian sampai dengan 3 (tiga) bulan namun dapat
dipastikan akan diperpanjang (roll-over) sehingga
keseluruhan jangka waktu menjadi lebih dari 3 (tiga)
bulan, wajib digolongkan sebagai Tagihan Jangka
Panjang.
c. Bobot risiko Tagihan Kepada Bank, baik Tagihan Jangka
Pendek maupun Tagihan Jangka Panjang, ditetapkan sesuai
peringkat dengan mengacu pada Tabel 4 atau Tabel 6
dalam Lampiran 1.
Penggunaan Tabel tersebut mengacu pada ketentuan
mengenai penggunaan peringkat jangka pendek dan
peringkat jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam
butir III.B.3.a dan butir III.B.3.b.
5. Kredit
. . .
5. Kredit Beragun Rumah Tinggal
a. Kredit Beragun Rumah Tinggal mencakup:
1) kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah
tinggal/apartemen atau kredit konsumsi yang dijamin
dengan agunan berupa rumah tinggal/apartemen
(tidak termasuk rumah toko dan rumah kantor), serta
memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut:
a) diberikan kepada debitur perorangan;
b)
agunan diikat dengan hak tanggungan atau
fiducia sehingga memberikan kedudukan yang
diutamakan (hak preferensi) kepada Bank;
c) Bank memiliki sistem dan prosedur yang
memadai untuk menilai dan memantau nilai
agunan secara berkala; dan
d)
rasio nilai kredit terhadap nilai agunan (loan-to-
value) paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh
persen);
2) kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah tinggal
dalam rangka program Pemerintah Indonesia sesuai
peraturan perundangan yang berlaku dan rasio nilai
kredit terhadap nilai agunan (loan-to-value) paling
tinggi sebesar 95% (sembilan puluh lima persen).
b. Rasio loan-to-value (LTV) sebagaimana dimaksud dalam
butir a.1)d) dan butir a.2) menggunakan rasio pada posisi
dilakukan perhitungan ATMR. Perhitungan rasio LTV
dilakukan sebagai berikut:
1) nilai kredit ditetapkan berdasarkan nilai tercatat kredit
di neraca Bank pemberi kredit;
2) nilai
. . .
2) nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai yang lebih
rendah antara (i) nilai pengikatan agunan; dengan (ii)
nilai pasar agunan yang dinilai ulang secara berkala
paling lama 30 (tiga puluh) bulan sekali. Dalam hal
penilaian kembali nilai pasar agunan dilakukan lebih
dari 30 (tiga puluh) bulan terakhir maka agunan
ditetapkan tidak memiliki nilai.
c. Penilaian agunan dilakukan oleh:
1) penilai independen untuk Kredit Beragun Rumah
Tinggal dengan baki debet pembiayaan lebih dari
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);
2) penilai independen atau penilai intern Bank untuk
Kredit Beragun Rumah Tinggal dengan baki debet
pembiayaan sampai dengan Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah);
d. Bobot risiko untuk Kredit Beragun Rumah Tinggal
ditetapkan sebagai berikut:
1) 35% (tiga puluh lima persen) apabila rasio LTV
paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen);
2) 40% (empat puluh persen) apabila rasio LTV lebih
dari 70% (tujuh puluh persen) sampai dengan 80%
(delapan puluh persen);
3) 45% (empat puluh lima persen) apabila rasio LTV
lebih dari 80% (delapan puluh persen) sampai dengan
95% (sembilan puluh lima persen);
6. Kredit Beragun Properti Komersial
a. Kredit Beragun Properti Komersial adalah kredit yang
memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut:
1) diberikan . . .
1) diberikan kepada perorangan atau badan usaha;
2)
tujuan penggunaan dana untuk pembiayaan konstruksi
atau pembangunan properti.
Contoh: pembangunan perumahan, apartemen, rumah
susun, ruang perkantoran, ruang komersial
multifungsi, ruang komersial yang disewa banyak
pihak, atau pergudangan; dan
3)
sumber utama pembayaran kredit berasal dari arus kas
dari penyewaan atau penjualan properti dimaksud.
b. Bobot risiko Kredit Beragun Properti Komersial adalah
100% (seratus persen).
7. Kredit Pegawai atau Pensiunan
a. Kredit Pegawai atau Pensiunan adalah kredit yang
memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut:
1) diberikan kepada pegawai atau pensiunan dari
pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI/POLRI,
pegawai lembaga negara, atau pegawai Badan Usaha
Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD);
2)
total plafon pembiayaan adalah Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) untuk setiap pegawai atau
pensiunan;
3) pegawai atau pensiunan dijamin dengan asuransi jiwa
dari perusahaan asuransi yang berstatus sebagai
BUMN, atau perusahaan asuransi swasta yang
memiliki peringkat paling rendah peringkat
investasi dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh
Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank . . .
Bank Indonesia mengenai lembaga pemeringkat dan
peringkat yang diakui Bank Indonesia;
4) pembayaran angsuran/pelunasan kredit bersumber
dari gaji/pensiun berdasarkan Surat Kuasa Memotong
Gaji/Pensiun kepada Bank pemberi kredit. Dalam hal
pembayaran gaji/pensiun dilakukan Bank lain atau
BUMN lain maka Bank pemberi kredit harus
memiliki perjanjian kerja sama dengan Bank lain atau
BUMN lain pembayar gaji/pensiun untuk melakukan
pemotongan gaji/pensiun dalam rangka pembayaran
angsuran/pelunasan kredit; dan
5) Bank pemberi kredit menyimpan asli surat
pengangkatan pegawai atau surat keputusan
jabatan/pangkat yang terakhir atau surat keputusan
pensiun atau Kartu Registrasi Induk Pensiun (KARIP)
dan polis pertanggungan asuransi jiwa debitur.
b. Bobot risiko Kredit Pegawai atau Pensiunan adalah 50%
(lima puluh persen).
8. Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio Ritel
a. Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Portofolio
Ritel merupakan tagihan yang memenuhi seluruh kriteria
berikut:
1) diberikan kepada debitur yang merupakan (i) badan
usaha yang memenuhi kriteria sebagai usaha mikro
dan usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai usaha
mikro, kecil, dan menengah, atau (ii) perorangan;
2) plafon . . .
2) plafon pembiayaan kepada debitur paling tinggi
sebesar 0,2% (nol koma dua persen) dari hasil
penjumlahan plafon pembiayaan untuk seluruh
debitur yang merupakan (i) badan usaha dan
perorangan yang memenuhi kriteria sebagai
usaha mikro dan usaha kecil sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah dan (ii)
perorangan;
3) plafon pembiayaan kepada debitur paling tinggi
sebesar Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah);
4) debitur tidak tergolong sebagai 50 (lima puluh)
debitur terbesar Bank;
5)
6)
tagihan tidak dalam bentuk surat berharga;
tagihan tidak memenuhi kriteria sebagai Kredit
Beragun Rumah Tinggal, Kredit Beragun Properti
Komersial, atau Kredit Pegawai atau Pensiunan.
b. Bobot risiko Tagihan Kepada Usaha Mikro, Usaha Kecil,
dan Portofolio Ritel ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh
lima persen).
9. Tagihan Kepada Korporasi
a. Tagihan Kepada Korporasi merupakan tagihan yang tidak
memenuhi kategori portofolio sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 sampai dengan angka 8.
b. Bobot risiko Tagihan Kepada Korporasi ditetapkan sesuai
peringkat dengan mengacu pada Tabel 5 atau Tabel 6
dalam Lampiran 1.
Penggunaan . . .
Penggunaan Tabel tersebut mengacu pada ketentuan
mengenai penggunaan peringkat jangka pendek dan
peringkat jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam
butir III.B.3.a dan butir III.B.3.c.
10. Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo
a. Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo adalah seluruh tagihan
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.1 sampai dengan
butir II.E.9, yang telah jatuh tempo lebih dari 90 (sembilan
puluh) hari, baik atas pembayaran pokok dan/atau
pembayaran bunga.
b. Bobot risiko Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo ditetapkan
sebagai berikut:
1) 100% (seratus persen), untuk Tagihan Yang Telah
Jatuh Tempo yang sebelumnya tergolong sebagai
Kredit Beragun Rumah Tinggal sebagaimana
dimaksud dalam butir II.E.5;
2) 150% (seratus lima puluh persen), untuk Tagihan
Yang Telah Jatuh Tempo yang sebelumnya tergolong
dalam butir II.E.1, butir II.E.2, butir II.E.3, butir
II.E.4, butir II.E.6, butir II.E.7, butir II.E.8, atau butir
II.E.9.
11. Aset Lainnya
a. Aset berupa uang tunai, emas, dan commemorative coin,
diberikan bobot risiko sebesar 0% (nol persen).
b. Penyertaan yang bukan merupakan faktor pengurang modal
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kewajiban penyediaan modal minimum, dalam bentuk:
1) penyertaan . . .
1) penyertaan kepada perusahaan keuangan yang
terdaftar di bursa, diberikan bobot risiko 100%
(seratus persen).
2) penyertaan kepada perusahaan keuangan yang tidak
terdaftar di bursa, diberikan bobot risiko 150%
(seratus lima puluh persen);
3) penyertaan modal sementara dalam rangka
restrukturisasi kredit, diberikan bobot risiko 150%
(seratus lima puluh persen);
c. Perhitungan bobot risiko dan/atau faktor pengurang modal
terhadap tagihan atau transaksi rekening administratif
dalam bentuk eksposur sekuritisasi mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai prinsip
kehati-hatian dalam aktivitas sekuritisasi aset bagi bank
umum.
Untuk tagihan eksposur sekuritisasi selain yang diatur
dalam pengaturan Bank Indonesia tersebut, seperti credit
link notes, maka penetapan bobot risiko didasarkan pada
peringkat tagihan eksposur sekuritisasi mengacu pada
Tabel 5 dalam Lampiran 1. Khusus untuk tagihan eksposur
sekuritisasi yang tidak memiliki peringkat maka penetapan
bobot risiko ditetapkan secara konservatif yaitu bobot
risiko paling tinggi diantara bobot risiko dari aset yang
mendasari dan bobot risiko dari penerbit eksposur
sekuritisasi.
d. Aset yang diambil alih (AYDA) diberikan bobot risiko
150% (seratus lima puluh persen).
e. Aset
. . .
e. Aset lainnya, seperti tanah, bangunan, inventaris, dan aset
tetap lainnya, setelah dikurangi dengan akumulasi
penyusutan diberikan bobot risiko 100% (seratus persen).
III. PENGGUNAAN PERINGKAT
Untuk jenis kategori portofolio yang penetapan bobot risikonya didasarkan
pada peringkat maka penggunaan peringkat wajib memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
A. UMUM
1. Peringkat yang digunakan adalah peringkat terkini yang
dikeluarkan oleh lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank
Indonesia sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui Bank
Indonesia.
2. Dalam satu kelompok usaha, peringkat suatu perusahaan tidak
dapat digunakan untuk menetapkan bobot risiko dari perusahaan
lain dalam kelompok tersebut.
3. Bank wajib memiliki pedoman dan prosedur untuk memastikan
bahwa peringkat yang digunakan untuk menghitung ATMR
Risiko Kredit - Pendekatan Standar adalah peringkat terkini dan
wajib memelihara dokumentasi terkait peringkat terkini yang
digunakan tersebut.
Dalam hal Bank Indonesia menilai bahwa peringkat yang
digunakan Bank dalam penetapan bobot risiko mencerminkan
risiko yang lebih rendah dari kondisi terkini atas debitur atau
pihak lawan transaksi maka Bank Indonesia berwenang untuk
menetapkan bobot risiko yang lebih tinggi dari yang digunakan
Bank.
B. TATA . . .
B. TATA CARA PENGGUNAAN PERINGKAT
1. Peringkat Domestik (local rating) dan Peringkat Internasional
(international rating)
a. Peringkat domestik digunakan untuk penetapan bobot
risiko tagihan dalam mata uang Rupiah.
b. Peringkat internasional digunakan untuk penetapan bobot
risiko tagihan dalam valuta asing.
2. Peringkat Surat Berharga (Issue Rating) dan Peringkat Debitur
(Issuer Rating)
a. Penetapan bobot risiko atas tagihan dalam bentuk surat
berharga didasarkan pada peringkat dari surat berharga
dimaksud (issue rating).
Dalam hal surat berharga tidak memiliki peringkat maka
penetapan bobot risiko didasarkan pada bobot risiko dari
tagihan tanpa peringkat.
b. Penetapan bobot risiko atas tagihan dalam bentuk selain
surat berharga, didasarkan pada peringkat debitur (issuer
rating).
Dalam hal tagihan dalam bentuk selain surat berharga tidak
memiliki peringkat maka penetapan bobot risiko
didasarkan pada bobot risiko dari tagihan tanpa peringkat.
3. Peringkat Jangka Pendek dan Peringkat Jangka Panjang
a. Peringkat jangka pendek sebagaimana dimaksud pada
Tabel 6 dalam Lampiran 1 digunakan untuk penetapan
bobot risiko dari surat berharga yang memiliki peringkat
jangka pendek dan diterbitkan oleh pihak yang termasuk
dalam cakupan Tagihan Kepada Bank atau Tagihan Kepada
Korporasi.
b. Penetapan . . .
b. Penetapan bobot risiko untuk Tagihan Kepada Bank yang
tergolong sebagai Tagihan Jangka Pendek sebagaimana
dimaksud dalam butir II.E.4.b.1) namun tidak memiliki
peringkat jangka pendek, mengacu pada peringkat jangka
panjang sesuai Tabel 4 dalam Lampiran 1.
c. Penetapan bobot risiko untuk Tagihan Kepada Korporasi
yang tidak memiliki peringkat jangka pendek, mengacu
pada peringkat jangka panjang sesuai Tabel 5 dalam
Lampiran 1.
4. Peringkat Tunggal dan Multi Peringkat
Dalam hal debitur, pihak lawan, atau instrumen keuangan:
a.
hanya memiliki 1 (satu) peringkat maka Bank wajib
menggunakan hasil peringkat dimaksud.
b. memiliki 2 (dua) peringkat dan masing-masing
memberikan bobot risiko yang berbeda maka Bank wajib
menggunakan peringkat yang menghasilkan bobot risiko
tertinggi.
c. memiliki 3 (tiga) peringkat atau lebih dan memberikan
bobot risiko yang berbeda maka Bank wajib menggunakan
peringkat yang menghasilkan bobot risiko terendah kedua.
Contoh: Surat Berharga yang diterbitkan oleh perusahaan X
dan tergolong sebagai Tagihan Kepada Korporasi memiliki
peringkat AA-, A-, dan BBB+ sehingga berturut-turut
setara dengan bobot risiko 20% (dua puluh persen), 50%
(lima puluh persen), dan 100% (seratus persen). Untuk
perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar,
Bank wajib menggunakan peringkat A- yaitu peringkat
yang menghasilkan bobot risiko terendah kedua yaitu
50% (lima puluh persen).
IV. METODE . . .
IV. METODE DAN TEKNIK MITIGASI RISIKO KREDIT
A. UMUM
1. Dalam menghitung ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar,
Bank dapat mengakui keberadaan agunan, garansi, penjaminan,
atau asuransi kredit sebagai teknik mitigasi risiko kredit,
selanjutnya disebut Teknik MRK.
2. Teknik MRK sebagaimana dimaksud pada angka 1 mencakup:
a. Teknik MRK - Agunan;
b. Teknik MRK - Garansi; dan/atau
c. Teknik MRK - Penjaminan atau Asuransi Kredit.
3. Prinsip utama dalam pengakuan Teknik MRK adalah:
a. Teknik MRK hanya diakui apabila ATMR Risiko Kredit
dari eksposur yang menggunakan Teknik MRK lebih
rendah dari ATMR Risiko Kredit dari eksposur tersebut
yang tidak menggunakan Teknik MRK.
Hasil perhitungan ATMR Risiko Kredit setelah
memperhitungkan dampak Teknik MRK paling rendah
sebesar nol.
b. Dampak keberadaan agunan, garansi, jaminan, atau
asuransi kredit yang diakui sebagai Teknik MRK tidak
boleh diperhitungkan ganda dalam perhitungan ATMR
Risiko Kredit.
Contoh: Apabila peringkat surat berharga telah
memperhitungkan dampak keberadaan agunan, garansi,
jaminan, atau asuransi kredit maka perhitungan ATMR
Risiko Kredit atas surat berharga dimaksud tidak boleh
memperhitungkan kembali keberadaan agunan, garansi,
jaminan, atau asuransi kredit yang sama.
c. Masa . . .
c. Masa berlakunya pengikatan agunan, garansi, dan/atau
jaminan, atau asuransi kredit, paling kurang sama dengan
sisa jangka waktu eksposur.
4. Selain wajib memenuhi prinsip utama sebagaimana dimaksud
dalam angka 3, Teknik MRK juga wajib memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a.
seluruh dokumen agunan, garansi, jaminan, atau asuransi
kredit yang digunakan dalam Teknik MRK memenuhi
persyaratan sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku;
b. Bank secara berkala melakukan review untuk memastikan
bahwa agunan, garansi, jaminan, atau asuransi kredit tetap
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada huruf a;
dan
c. Dokumentasi yang digunakan dalam Teknik MRK harus
memuat klausula yang menetapkan jangka waktu yang
wajar untuk eksekusi atau pencairan agunan, garansi,
jaminan, atau asuransi kredit yang didasarkan pada
terjadinya kondisi yang menyebabkan debitur tidak mampu
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian
penyediaan dana (events of default).
5. Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan
angka 4 tidak dipenuhi, maka keberadaan MRK tidak diakui
dalam perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar.
6. Dalam rangka mengoptimalkan penggunaan Teknik MRK, Bank
wajib memiliki prosedur tertulis untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang timbul
dari
. . .
dari penggunaan Teknik MRK, seperti risiko hukum, risiko
operasional, risiko likuiditas, dan risiko pasar, termasuk prosedur
untuk memastikan bahwa eksekusi agunan, garansi, jaminan,
atau asuransi kredit dilakukan dalam jangka waktu yang wajar.
B. TEKNIK MRK - AGUNAN
1. Pendekatan Teknik MRK - Agunan
Pengakuan Teknik MRK - Agunan dapat menggunakan 2 (dua)
pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan Sederhana (simple approach), untuk eksposur
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1; atau
b. Pendekatan Komprehensif (comprehensive approach),
untuk eksposur sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.2.
2. Persyaratan Pengakuan
a. Selain wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada butir IV.A.3 dan butir IV.A.4, agunan yang digunakan
dalam Teknik MRK - Agunan wajib memenuhi persyaratan
berikut:
1)
agunan tidak diterbitkan oleh debitur atau pihak lawan
transaksi yang sama; dan
2) kualitas agunan tidak berkorelasi secara positif
dengan kualitas eksposur;
sehingga agunan dapat memberikan perlindungan yang
memadai apabila debitur atau pihak lawan transaksi tidak
mampu melaksanakan kewajibannya sesuai dengan
perjanjian penyediaan dana (events of default).
Contoh: . . .
Contoh:
Agunan berupa surat berharga yang diterbitkan oleh
perusahaan X yang memiliki keterkaitan arus kas secara
signifikan dengan perusahaan Y yang merupakan debitur
atau pihak lawan transaksi dari Bank, dianggap memiliki
korelasi positif sehingga surat berharga tersebut tidak
diakui dalam Teknik MRK – Agunan.
b. Apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a
tidak terpenuhi maka keberadaan agunan dalam Teknik
MRK - Agunan tidak diakui dalam perhitungan ATMR
Risiko Kredit – Pendekatan Standar.
3.
Jenis Agunan Keuangan yang Diakui
a.
Jenis agunan keuangan yang diakui (eligible financial
collateral) dalam Teknik MRK - Agunan baik pada
Pendekatan Sederhana maupun Pendekatan Komprehensif
adalah sebagai berikut:
1) uang tunai yang disimpan pada Bank penyedia dana;
2) giro, tabungan, atau deposito yang diterbitkan oleh
Bank penyedia dana;
3)
emas yang disimpan pada Bank penyedia dana;
4) Surat Utang Negara (SUN) yang diterbitkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia yang meliputi
Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
mengenai surat utang negara;
5) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang mengenai surat
berharga syariah negara;
6) Sertifikat
. . .
6) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS); dan
7)
surat-surat berharga yang diperingkat oleh Lembaga
Pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia dengan
peringkat minimal:
a)
setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak
yang termasuk dalam Tagihan Kepada
Pemerintah Negara Lain sebagaimana dimaksud
dalam butir II.E.1.a.2);
b)
setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak
yang termasuk dalam Tagihan Kepada Entitas
Sektor Publik sebagaimana dimaksud dalam
butir II.E.2;
c)
setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh
pihak yang termasuk dalam Tagihan Kepada
Bank Pembangunan Multilateral sebagaimana
dimaksud dalam butir II.E.3;
d)
setara dengan BBB- jika diterbitkan oleh pihak
yang termasuk dalam Tagihan Kepada Bank
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.4;
e)
setara dengan A- jika diterbitkan oleh pihak
yang termasuk dalam Tagihan Kepada
Korporasi sebagaimana dimaksud dalam butir
II.E.9;
f)
setara A-2 untuk surat berharga jangka pendek.
b. Instrumen . . .
b.
Instrumen yang mendasari (underlying) atau agunan dari
transaksi reverse repo dapat diakui sebagai bentuk mitigasi
risiko kredit atas transaksi reverse repo dimaksud
sepanjang termasuk sebagai jenis agunan sebagaimana
dimaksud pada huruf a.
4. Penggunaan Nilai Agunan
a. Dalam mengakui dampak MRK dari jenis agunan
sebagaimana dimaksud pada angka 3 terhadap perhitungan
ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar, Bank wajib
menggunakan nilai agunan sebesar nilai yang lebih rendah
antara nilai pengikatan agunan dengan nilai wajar atau nilai
pasar agunan.
b. Dalam hal pengikatan agunan dilakukan atas beberapa
Tagihan Bersih maka nilai agunan yang dapat diakui
sebagai Teknik MRK - Agunan untuk seluruh Tagihan
Bersih paling tinggi sebesar nilai agunan.
Contoh:
Bank A memberikan kredit kepada debitur X dan debitur Y
masing-masing sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)
dengan agunan berupa deposito senilai Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah). Agunan tersebut sebesar
Rp400.000.000,00 diikat untuk kredit kepada debitur X dan
sebesar Rp600.000.000,00 diikat untuk kredit kepada
debitur Y. Dampak MRK atas agunan berupa deposito
dimaksud yang digunakan untuk menghitung ATMR
Risiko Kredit - Pendekatan Standar atas debitur X adalah
sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan
atas . . .
atas debitur Y adalah sebesar Rp600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah)
5. Teknik MRK - Agunan pada Pendekatan Sederhana
Penggunaan Teknik MRK - Agunan pada Pendekatan Sederhana
wajib dilakukan sebagai berikut:
a. Penilaian kembali terhadap nilai wajar atau nilai pasar
agunan wajib dilakukan paling kurang 1 (satu) bulan sekali.
b. Perhitungan nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.B.4.a. wajib memperhitungkan haircut nilai tukar
(Hfx) sebagai faktor pengurang sebesar 8% (delapan
persen) apabila:
1)
tagihan dan agunan dalam denominasi mata uang
yang berbeda; atau
2)
agunan dalam bentuk emas.
c. Perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar
atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK –
Agunan pada Pendekatan Sederhana dilakukan sebagai
berikut:
1) Dampak MRK diakui menggunakan prinsip substitusi
yaitu bobot risiko agunan menggantikan bobot risiko
eksposur, sebagai berikut:
a) Bagian dari nilai Tagihan Bersih eksposur yang
mendapatkan perlindungan dari agunan,
selanjutnya disebut Bagian Yang Dijamin
(secured portion), dikenakan:
(1) bobot risiko sebesar 0% (nol persen),
apabila agunan dalam bentuk sebagaimana
dimaksud . . .
dimaksud pada butir IV.B.3.a.1) sampai
dengan butir IV.B.3.a.6);
(2) bobot risiko dari agunan, apabila agunan
dalam bentuk surat berharga sebagaimana
dimaksud pada butir IV.B.3.a.7), dengan
batas bawah sebesar 20% (dua puluh
persen).
b) Bagian dari nilai Tagihan Bersih eksposur yang
tidak mendapatkan perlindungan dari agunan,
selanjutnya disebut Bagian Yang Tidak Dijamin
(unsecured portion), dikenakan bobot risiko dari
eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana
dimaksud dalam butir II.E.
2) Apabila eksposur dijamin oleh beberapa jenis agunan
dengan bobot risiko yang berbeda dan nilai total
perlindungan agunan lebih tinggi dari nilai Tagihan
Bersih eksposur maka pengakuan agunan dalam
Teknik MRK – Agunan diprioritaskan menggunakan
jenis agunan dengan bobot risiko dari yang terendah.
3) ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar atas
eksposur yang telah memperhitungkan Teknik
MRK - Agunan pada Pendekatan Sederhana
merupakan penjumlahan dari:
a) hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih
yang dijamin dengan bobot risiko agunan
sebagaimana dimaksud dalam butir c.1)a); dan
b) hasil
. . .
b) hasil perkalian antara bagian Tagihan Bersih
yang tidak dijamin dengan bobot risiko
sebagaimana dimaksud pada butir c.1)b).
6. Teknik MRK - Agunan pada Pendekatan Komprehensif
a.
Jenis dan Besaran Haircut
1) Teknik MRK - Agunan pada Pendekatan
Komprehensif, dilakukan dengan cara mengurangi
nilai Tagihan Bersih dengan nilai agunan, setelah
memperhitungkan haircut untuk masing-masing nilai.
2) Haircut sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dilakukan sebagai berikut:
a) haircut terhadap nilai Tagihan Bersih (He)
merupakan faktor penambah untuk
mengantisipasi peningkatan nilai Tagihan
Bersih;
b) haircut terhadap nilai agunan (Hc) merupakan
faktor pengurang untuk mengantisipasi
penurunan nilai agunan;
yang disebabkan karena perubahan faktor pasar,
seperti suku bunga.
3) Haircut sebagaimana dimaksud pada angka 2)
mengacu pada Tabel 1 dalam Lampiran 2, dengan
menggunakan asumsi:
a) holding period 10 (sepuluh) hari kerja untuk
Tagihan Bersih; dan
b) valuasi dan/atau remargining atas Tagihan
Bersih dan agunan dilakukan secara harian.
4) Dalam . . .
4) Dalam hal eksposur dan agunan dalam denominasi
mata uang yang berbeda, maka nilai agunan selain
dikenakan haircut sebagaimana dimaksud pada butir
2)b), juga dikenakan haircut nilai tukar (Hfx) sebesar
8% (delapan persen) dengan menggunakan asumsi:
a) holding period 10 (sepuluh) hari kerja untuk
Tagihan Bersih; dan
b) valuasi atas agunan dilakukan secara harian.
b. Penyesuaian Haircut
Apabila frekuensi valuasi dan/atau remargining aktual
yang dilakukan Bank berbeda dengan asumsi sebagaimana
dimaksud dalam butir a.3) dan/atau butir a.4), maka haircut
pada Tabel 1 dalam Lampiran 2 dan/atau butir a.4),
disesuaikan dengan formula sebagai berikut:
dimana:
= penyesuaian haircut
= haircut berdasarkan Tabel 1 dalam Lampiran 2
dan/atau butir a.4)
= periode aktual pelaksanaan valuasi dan/atau
remargining (dinyatakan dalam hari kerja).
= asumsi holding period minimum yaitu 10
(dinyatakan dalam hari kerja).
c. Perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar
1) Perhitungan . . .
1) Perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan
Standar atas eksposur yang telah memperhitungkan
Teknik MRK - Agunan pada Pendekatan
Komprehensif adalah hasil perkalian antara nilai
Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK dengan
bobot risiko.
2) Nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan MRK ( )
sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung
dengan formula:
dimana:
= nilai Tagihan Bersih setelah pengakuan
MRK.
= nilai Tagihan Bersih sebelum pengakuan
MRK.
= haircut untuk Tagihan Bersih.
= nilai agunan.
= haircut untuk nilai agunan.
= haircut untuk nilai tukar.
3) Penetapan bobot risiko sebagaimana dimaksud pada
angka 1) mengacu pada penetapan bobot risiko dari
eksposur sesuai dengan kategori portofolio
sebagaimana dimaksud pada butir II.E.
C. TEKNIK . . .
C. TEKNIK MRK - GARANSI
1. Persyaratan Pengakuan
Selain wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam butir IV.A.3 dan butir IV.A.4, garansi yang diakui dalam
Teknik MRK - Garansi wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Bank memiliki hak tagih langsung kepada pihak pemberi
jaminan tanpa harus melakukan tindakan hukum terlebih
dahulu terhadap debitur dalam hal terjadi events of default;
b. Tagihan atau transaksi rekening administratif yang
diberikan garansi harus dinyatakan secara spesifik dan jelas
dalam perjanjian garansi;
c. Perjanjian garansi bersifat tanpa syarat (unconditional) dan
tidak dapat dibatalkan (irrevocable);
d. Garansi wajib dicairkan dalam jangka waktu paling lambat
90 (sembilan puluh) hari sejak eksposur tergolong dalam
kategori portofolio Tagihan Yang Telah Jatuh Tempo
sebagaimana dimaksud dalam butir II.E.10; dan
e. Garansi yang diterbitkan oleh pihak pemberi jaminan telah
diakui sebagai kewajiban dalam pembukuan pihak pemberi
jaminan.
2. Penerbit Garansi yang Diakui
Dampak Teknik MRK - Garansi hanya diakui apabila pihak
pemberi garansi adalah:
a.
pihak yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio
Tagihan Kepada Pemerintah Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam butir II.E.1.a.1);
b. pihak . . .
b. pihak yang termasuk dalam cakupan kategori portofolio
Tagihan Kepada Pemerintah Negara Lain sebagaimana
dimaksud dalam butir II.E.1.a.2), apabila pihak tersebut
memiliki:
1) bobot risiko lebih rendah dari bobot risiko tagihan
yang dijamin; dan
2) peringkat paling rendah BBB- atau yang setara;
c. Bank Umum yang berbadan hukum Indonesia, kantor
cabang bank asing di Indonesia, dan Lembaga Pembiayaan
Ekspor Indonesia yang memiliki bobot risiko lebih rendah
dari bobot risiko tagihan yang dijamin;
d. bank yang berbadan hukum asing yang tergolong sebagai
prime bank sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit;
e.
lembaga keuangan yang bergerak di bidang penjaminan
atau asuransi yang termasuk dalam cakupan kategori
portofolio Tagihan Kepada Entitas Sektor Publik dan
Tagihan Kepada Korporasi.
3. Perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar
a. Garansi yang diakui dalam Teknik MRK - Garansi untuk
perhitungan bobot risiko dari Tagihan Bersih dilakukan
sebagai berikut:
1) Bagian dari Tagihan Bersih yang dijamin dengan
garansi atau disebut sebagai Bagian Yang Dijamin
diberikan bobot risiko pihak penerbit garansi sesuai
dengan kategori portofolio sebagaimana dimaksud
dalam butir II.E; dan
2) Bagian . . .
2) Bagian dari Tagihan Bersih yang tidak dijamin
dengan garansi atau disebut sebagai Bagian Yang
Tidak Dijamin diberikan bobot risiko dari eksposur
sesuai dengan kategori portofolio sebagaimana
dimaksud dalam butir II.E.
b. Dalam hal eksposur dan garansi dalam denominasi mata
uang yang berbeda maka nilai garansi dikenakan haircut
nilai tukar (Hfx) sebesar 8% (delapan persen) dengan
formula sebagai berikut:
dimana:
= nilai Garansi setelah memperhitungkan haircut
nilai tukar;
= nilai Garansi;
= haircut nilai tukar;
c. Penggunaan haircut nilai tukar sebesar 8% (delapan
persen) menggunakan asumsi 10 (sepuluh) hari kerja
holding period dan valuasi nilai pasar secara harian.
Apabila frekuensi valuasi aktual yang dilakukan Bank
berbeda dengan asumsi tersebut maka Bank wajib
menyesuaikan haircut nilai tukar dimaksud dengan formula
sebagaimana dimaksud pada butir IV.B.6.b.
d. Apabila eksposur dijamin oleh beberapa penerbit garansi
dengan bobot risiko yang berbeda dan nilai total
perlindungan garansi lebih tinggi dari nilai Tagihan
Bersih eksposur maka pengakuan garansi dalam Teknik
MRK . . .
MRK - Garansi diprioritaskan menggunakan garansi dari
pihak penerbit garansi dengan bobot risiko dari yang
terendah.
e. ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar atas eksposur
yang telah memperhitungkan Teknik MRK - Garansi
merupakan penjumlahan dari:
1) hasil perkalian antara Bagian Yang Dijamin dengan
bobot risiko dari pihak penerbit garansi sesuai
kategori portofolio sebagaimana dimaksud pada butir
II.E; dan
2) hasil perkalian antara Bagian Yang Tidak Dijamin
dengan bobot risiko dari eksposur sesuai kategori
portofolio sebagaimana dimaksud pada butir II.E.
D. TEKNIK MRK - PENJAMINAN/ ASURANSI KREDIT
Pengakuan penjaminan/asuransi kredit sebagai Teknik MRK dalam
perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar dilakukan
sebagai berikut:
1. Persyaratan Pengakuan
Selain wajib memenuhi persyaratan pengakuan Teknik MRK –
Garansi sebagaimana dimaksud dalam butir IV.C.1,
penjaminan/asuransi kredit yang diakui dalam Teknik MRK -
Penjaminan/Asuransi Kredit wajib memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan angka 3.
2. Penjaminan/Asuransi Kredit yang diterbitkan oleh Lembaga
Penjamin atau Perusahaan Asuransi Berstatus BUMN wajib
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. penjaminan . . .
a.
penjaminan/asuransi kredit diberikan terhadap kredit
kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
Pengertian usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah
mengacu pada undang-undang yang mengatur mengenai
usaha mikro, kecil, dan menengah;
b.
skema penjaminan/asuransi kredit memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1) pangsa penjaminan kredit oleh lembaga
penjaminan/asuransi kredit paling kurang sebesar
70% (tujuh puluh persen) dari kredit yang diberikan
oleh Bank;
2) Bank wajib mengajukan klaim kepada lembaga
penjaminan/asuransi kredit paling lama 1 (satu) bulan
sejak terjadi tunggakan pokok, bunga, dan/atau
tagihan lainnya yang menjadikan kualitas kredit
paling baik dinilai “Diragukan” sesuai ketentuan
Bank Indonesia yang berlaku walaupun kredit belum
jatuh tempo;
3) pembayaran penjaminan/asuransi kredit paling lambat
15 (lima belas) hari kerja setelah klaim diajukan oleh
Bank dan dokumen diterima secara lengkap oleh
lembaga penjaminan/asuransi kredit;
4)
jangka waktu penjaminan/asuransi kredit paling
kurang sama dengan jangka waktu kredit; dan
5) penjaminan/asuransi kredit bersifat tanpa syarat
(unconditional) dan tidak dapat dibatalkan
(irrevocable);
Persyaratan . . .
Persyaratan pada angka 1) sampai dengan angka 5) wajib
dicantumkan dalam perjanjian antara Bank dengan lembaga
penjaminan/asuransi kredit.
c.
lembaga penjaminan/asuransi kredit berstatus BUMN
tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) didukung oleh dana penjaminan (modal) termasuk
setoran dana dari pemerintah dengan gearing ratio
yang mengacu pada ketentuan yang berlaku, paling
tinggi 10 (sepuluh) kali; dan
2) mematuhi ketentuan mengenai
lembaga
penjaminan/asuransi kredit yang diatur oleh otoritas
yang berwenang;
3. Penjaminan/Asuransi Kredit yang diterbitkan oleh Lembaga
Penjamin atau Perusahaan Asuransi Berstatus Bukan BUMN
wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
penjaminan/asuransi kredit diberikan terhadap kredit
kepada usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
Pengertian usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah
mengacu pada undang-undang yang mengatur mengenai
usaha mikro, kecil, dan menengah;
b.
c.
skema penjaminan/asuransi kredit memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada butir IV.D.2.b;
lembaga penjaminan/asuransi kredit berstatus bukan
BUMN tersebut memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) pendirian . . .
1) pendirian lembaga penjaminan/asuransi kredit sesuai
peraturan yang berlaku mengenai lembaga
penjaminan/asuransi kredit;
2) memiliki peringkat dari lembaga pemeringkat yang
diakui oleh Bank Indonesia paling kurang setara
dengan BBB-;
3) didukung oleh dana penjaminan (modal) dengan
gearing ratio yang mengacu pada ketentuan yang
berlaku, paling tinggi 10 (sepuluh) kali;
4) mematuhi ketentuan mengenai
lembaga
penjaminan/asuransi kredit yang diatur oleh otoritas
yang berwenang; dan
5) bukan merupakan pihak terkait dari Bank kecuali
keterkaitan tersebut karena hubungan kepemilikan
dengan Pemerintah Daerah.
Penentuan pihak terkait Bank didasarkan pada
hubungan kepemilikan, hubungan kepengurusan, dan
hubungan keuangan sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai
batas maksimum pemberian kredit.
4. Perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar
a. Perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar
atas eksposur yang telah memperhitungkan Teknik MRK -
Penjaminan/Asuransi Kredit dan memenuhi seluruh
persyaratan pada butir IV.D.1, butir IV.D.2, dan butir
IV.D.3 adalah sebagai berikut:
1) Bagian . . .
1) Bagian dari Tagihan Bersih yang mendapat
perlindungan dari lembaga penjaminan/asuransi
kredit, selanjutnya disebut Bagian Yang Dijamin,
dikenakan bobot risiko sebagai berikut:
a)
sebesar 20% (dua puluh persen) apabila dijamin
oleh lembaga penjaminan/asuransi kredit
berstatus BUMN dan memenuhi seluruh kriteria
sebagaimana dimaksud pada butir IV.D.2;
b)
sesuai dengan bobot risiko lembaga
penjaminan/asuransi kredit apabila dijamin oleh
lembaga penjaminan/asuransi kredit berstatus
bukan BUMN dan memenuhi seluruh kriteria
sebagaimana dimaksud pada butir IV.D.3.
Penetapan bobot risiko tersebut didasarkan pada
peringkat lembaga penjaminan/asuransi kredit
sesuai kategori portofolio Tagihan Kepada
Entitas Sektor Publik sebagaimana dimaksud
dalam butir II.E.2.
2) Bagian dari Tagihan Bersih yang tidak mendapat
perlindungan dari lembaga penjaminan/asuransi
kredit, selanjutnya disebut Bagian Yang Tidak
Dijamin, dikenakan bobot risiko eksposur sesuai
kategori portofolio sebagaimana dimaksud pada butir
II.E.
3) ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar atas
eksposur yang telah memperhitungkan Teknik
MRK - Penjaminan/Asuransi Kredit merupakan
penjumlahan dari:
a) hasil
. . .
a) hasil perkalian antara Bagian Yang Dijamin
dengan bobot risiko sebagaimana dimaksud
dalam butir 1)a) atau butir 1)b); dan
b) hasil perkalian antara Bagian Yang Tidak
Dijamin dengan bobot risiko sebagaimana
dimaksud pada angka 2).
b. Perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar
atas eksposur yang dijamin oleh Penjaminan/Asuransi
Kredit yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.D.1, butir IV.D.2, dan butir
IV.D.3 namun memenuhi persyaratan garansi sebagaimana
dimaksud dalam butir IV.C.1 dan butir IV.C.2 dilakukan
mengacu pada perhitungan sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.C.3.
E. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT – PENDEKATAN
STANDAR ATAS EKSPOSUR YANG MENGGUNAKAN
BEBERAPA JENIS TEKNIK MRK
Dalam hal eksposur Tagihan Bersih memiliki beberapa jenis Teknik
MRK sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.2, maka:
1. Perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar
merupakan penjumlahan:
a.
hasil perkalian antara (i) bagian Tagihan Bersih yang
dijamin dengan Teknik MRK - Agunan dengan (ii) bobot
risiko dari agunan sebagaimana dimaksud dalam butir
IV.B.5.c.1)a) dan/atau hasil perkalian antara nilai Tagihan
Bersih setelah pengakuan MRK dengan bobot risiko
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B.6.c.
b. hasil
. . .
b. hasil perkalian antara (i) bagian Tagihan Bersih yang
dijamin dengan Teknik MRK - Garansi dengan (ii) bobot
risiko dari pihak penerbit garansi sebagaimana dimaksud
dalam butir IV.C.3.a.1);
c.
hasil perkalian antara (i) bagian Tagihan Bersih yang
dijamin dengan Teknik MRK – Penjaminan/Asuransi
Kredit dengan (ii) bobot risiko sebagaimana dimaksud
dalam butir IV.D.4.a.1); dan
d. hasil perkalian antara (i) bagian Tagihan Bersih yang tidak
dijamin dengan Teknik MRK dengan (ii) bobot risiko
eksposur sesuai kategori portofolio sebagaimana dimaksud
dalam butir II.E.
2. Apabila nilai total perlindungan dari MRK lebih tinggi dari nilai
Tagihan Bersih maka perhitungan ATMR sebagaimana
dimaksud pada angka 1 diprioritaskan menggunakan jenis
Teknik MRK dengan bobot risiko dari yang terendah.
V. PERHITUNGAN ATMR RISIKO KREDIT – PENDEKATAN STANDAR
BAGI BANK YANG MEMILIKI UNIT USAHA SYARIAH DAN/ATAU
ATMR RISIKO KREDIT SECARA KONSOLIDASI BAGI BANK YANG
MEMILIKI PERUSAHAAN ANAK
1. Perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individual bagi
Bank yang memiliki unit usaha syariah (UUS) merupakan
penjumlahan:
a. ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar untuk kantor-kantor
yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dengan
mengacu pada angka II, angka III, dan angka IV Surat Edaran
Bank Indonesia ini; dan
b. ATMR . . .
b. ATMR Risiko Kredit untuk UUS dengan mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum bagi bank yang menjalankan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah;
2. Perhitungan ATMR Risiko Kredit secara konsolidasi untuk Bank yang
memiliki perusahaan anak dilakukan sebagai berikut:
a. Untuk Bank yang seluruh perusahaan anak beroperasi secara
konvensional maka perhitungan ATMR Risiko Kredit -
Pendekatan Standar secara konsolidasi didasarkan pada laporan
keuangan konsolidasi yaitu penjumlahan:
1) ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individual; dan
2) ATMR Risiko Kredit untuk perusahaan anak yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional;
dengan cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih,
penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK sesuai pengaturan
pada angka II, angka III, angka IV dan butir V.1 Surat Edaran
Bank Indonesia ini, setelah mengeliminasi (set-off) transaksi
antar entitas dalam kelompok usaha yang dikonsolidasi.
b. Untuk Bank yang sebagian perusahaan anaknya melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, maka perhitungan
ATMR Risiko Kredit – Pendekatan Standar secara konsolidasi,
merupakan penjumlahan:
1) ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara individual, dengan
cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih,
penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK sesuai
pengaturan pada angka II, angka III, angka IV dan butir
V.1 Surat Edaran Bank Indonesia ini;
2) ATMR . . .
2) ATMR Risiko Kredit untuk perusahaan anak yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional, dengan
cakupan eksposur yang diperhitungkan, Tagihan Bersih,
penetapan bobot risiko, dan pengakuan MRK sesuai
pengaturan pada angka II, angka III, angka IV, dan butir
V.1 (khusus untuk perusahaan anak berbentuk Bank) Surat
Edaran Bank Indonesia ini; dan
3) ATMR Risiko Kredit untuk perusahaan anak yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kewajiban penyediaan modal minimum bagi
bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah;
setelah mengeliminasi (set-off) transaksi antar entitas dalam
kelompok usaha yang dikonsolidasi.
VI. PELAPORAN
1. Dalam rangka perhitungan ATMR Risiko Kredit – Pendekatan
Standar, Bank wajib menyampaikan laporan sebagai berikut:
a.
laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara
individual disampaikan setiap bulan untuk posisi akhir bulan;
dan
b.
laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit untuk Bank secara
konsolidasi disampaikan setiap triwulan untuk posisi akhir bulan
Maret, Juni, September, dan Desember, bagi bank yang memiliki
perusahaan anak;
dengan mengacu pada format dan pedoman pengisian dalam Lampiran
3 dan Lampiran 4 Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Laporan . . .
2. Laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit - Pendekatan Standar
sebagaimana dimaksud pada angka 1 disampaikan kepada Bank
Indonesia secara online melalui Laporan Berkala Bank Umum. Tata
cara penyampaian dan pengenaan sanksi mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala bank umum.
3. Selama pelaporan secara online sebagaimana dimaksud pada angka 2
belum dapat dilaksanakan maka Bank wajib menyampaikan laporan
secara offline paling lambat:
a.
tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah bulan laporan
untuk laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit Bank secara
individual sebagaimana dimaksud pada butir 1.a;
b.
tanggal terakhir bulan berikutnya setelah akhir masing-masing
triwulan untuk Laporan perhitungan ATMR Risiko Kredit Bank
secara konsolidasi, sebagaimana dimaksud pada butir 1.b;
4. Apabila tanggal penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam
butir 3.a dan butir 3.b jatuh pada hari Sabtu atau hari libur maka
laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya.
5. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di luar
wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
6. Bank yang tidak menyampaikan laporan atau menyampaikan laporan
tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3
dan angka 4, dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 36
Peraturan . . .
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/15/PBI/2008 tanggal
24 September 2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum.
VII. LAIN-LAIN
Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, dan Lampiran 4 Surat Edaran Bank
Indonesia ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
VIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka:
1. Perhitungan ATMR Risiko Kredit dalam rangka perhitungan KPMM
secara konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam butir III.B.1) Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 8/27/DPNP tanggal 27 November
2006 tentang Prinsip Kehati-hatian dan Laporan dalam rangka
Penerapan Manajemen Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang
Melakukan Pengendalian terhadap Perusahaan Anak, mengikuti
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran ini, sejak
tanggal 2 Januari 2012.
2. Ketentuan-ketentuan berupa:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 26/1/BPPP tanggal
29 Mei 1993 perihal Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
bagi Bank Umum;
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/12/DPNP tanggal
12 Juni 2000 perihal Penilaian Aktiva Produktif dalam
Penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko;
c. Surat
. . .
c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/3/DPNP tanggal
30 Januari 2006 perihal Perubahan Penghitungan Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko untuk Kredit Usaha Kecil, Kredit
Pemilikan Rumah, dan Kredit Pegawai/Pensiunan;
d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/1/DPNP tanggal
21 Januari 2009 perihal Perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut
Risiko untuk Kredit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
2 Januari 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/6/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar </reg_title>
<set_date> 18 Februari 2011 </set_date>
<effective_date> 2 Januari 2012 </effective_date>
<replaced_reg> '11/1/DPNP|SE-BI/2009', '2/12/DPNP|SE-BI/2000', '26/1/BPPP|SE-BI/1993', '8/3/DPNP|SE-BI/2006' </replaced_reg>
<related_reg> '10/15/PBI/2008' </related_reg>
|
1
No. 17/34/DPSP
Jakarta, 13 November 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PESERTA
SISTEM BANK INDONESIA-REAL TIME GROSS SETTLEMENT
Perihal : Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana
melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat
Berharga dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5762), perlu diatur ketentuan mengenai perlindungan
nasabah dalam pelaksanaan transfer dana melalui Sistem Bank Indonesia-
Real Time Gross Settlement sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual.
2. Penyelenggara Sistem BI-RTGS yang selanjutnya disebut
Penyelenggara adalah Bank Indonesia yang menyelenggarakan
sistem dalam kegiatan Setelmen Dana seketika melalui Sistem
BI-RTGS.
3. Peserta Sistem BI-RTGS yang selanjutnya disebut sebagai Peserta
adalah pihak yang telah memenuhi persyaratan dan telah
memperoleh persetujuan dari Penyelenggara sebagai peserta dalam
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS.
4. Setelmen...
2
4. Setelmen Dana adalah proses penyelesaian akhir transaksi
keuangan melalui pendebitan dan pengkreditan Rekening
Setelmen Dana.
5. Rekening Setelmen Dana adalah rekening Peserta pada Sistem BI-
RTGS dalam mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia untuk pelaksanaan Setelmen
Dana.
II. TATACARA PENGISIAN PERINTAH TRANSFER DANA
1. Perintah transfer dana yang dibuat oleh nasabah pengirim
paling kurang memuat:
a.
b.
c.
identitas nasabah pengirim;
identitas nasabah penerima;
identitas Peserta penerima;
d. jumlah dana yang ditransfer;
e.
f.
tanggal perintah transfer dana; dan
informasi lain yang menurut peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai transfer dana wajib
dicantumkan dalam perintah transfer dana.
2.
Identitas nasabah pengirim sebagaimana dimaksud dalam butir
1.a dan identitas nasabah penerima dana sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.b paling kurang memuat nama dan
nomor rekening.
3.
Identitas Peserta penerima sebagaimana dimaksud dalam butir
1.c paling kurang memuat nama Peserta penerima dan
lokasi/kota kantor Peserta penerima.
4. Dalam hal nasabah pengirim atau nasabah penerima tidak
memiliki rekening pada Peserta, identitas sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 paling kurang memuat nama dan
alamat.
III. TANGGUNG JAWAB PESERTA PENGIRIM
1. Kelengkapan Pengisian Perintah Transfer Dana
Peserta pengirim harus mensyaratkan kepada nasabah pengirim
untuk mengisi formulir perintah transfer dana sebagaimana
dimaksud...
3
dimaksud dalam butir II.1 secara lengkap dan benar serta
memperhatikan ketentuan yang berlaku. Ketentuan yang
berlaku antara lain ketentuan yang mengatur mengenai prinsip
mengenal nasabah, peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang, khususnya terkait dengan pemantauan
atas transaksi keuangan mencurigakan, dan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai transfer dana.
2. Pengiriman Instruksi Setelmen Dana kepada Peserta Penerima
a. Dalam hal Peserta pengirim telah melakukan pengaksepan
untuk meneruskan perintah transfer dana dari nasabah
pengirim, Peserta pengirim wajib meneruskan perintah
transfer dana dalam bentuk instruksi Setelmen Dana,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Pengiriman instruksi Setelmen Dana kepada Peserta
penerima dilakukan pada tanggal yang sama dengan
tanggal penerimaan perintah transfer dana dari
nasabah pengirim.
2) Pengiriman instruksi Setelmen Dana pada tanggal yang
sama sebagaimana dimaksud dalam angka 1) wajib
dilakukan oleh Peserta pengirim sesegera mungkin
paling lama 1 (satu) jam sejak pengaksepan perintah
transfer dana.
3) Peserta pengirim dianggap telah melakukan
pengaksepan perintah transfer dana apabila Peserta
pengirim telah:
a) melakukan pendebitan rekening nasabah
pengirim;
b) menerbitkan instruksi Setelmen Dana yang
dimaksudkan untuk melaksanakan perintah
transfer dari nasabah pengirim; atau
c) menyampaikan pemberitahuan pengaksepan
kepada nasabah pengirim melalui media yang
disepakati.
4) Dalam...
4
4) Dalam hal perintah transfer dana dari nasabah
diterima oleh Peserta pengirim:
a) kurang dari 1 (satu) jam sebelum berakhirnya
periode waktu pengiriman instruksi Setelmen
Dana untuk kepentingan nasabah ditutup dan
Peserta pengirim tidak mempunyai cukup waktu
untuk meneruskan perintah transfer dana; atau
b) setelah berakhirnya jam layanan nasabah yang
ditetapkan oleh Peserta,
Peserta pengirim wajib mengirimkan instruksi
Setelmen Dana kepada Peserta penerima pada hari
kerja berikutnya paling lama 1 (satu) jam setelah jam
operasional Sistem BI-RTGS dimulai.
b. Pendebitan rekening nasabah pengirim harus dilakukan
pada tanggal yang sama dengan tanggal pengiriman
instruksi Setelmen Dana oleh Peserta pengirim.
c. Dalam hal pendebitan rekening nasabah dilakukan lebih
awal dari tanggal pengiriman instruksi Setelmen Dana,
Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga, atau
kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai dengan
tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk
jenis rekening nasabah pengirim terhitung sejak tanggal
pendebitan rekening nasabah pengirim sampai tanggal
Peserta pengirim mengirimkan instruksi Setelmen Dana
ditambah dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi
sebesar 200 (dua ratus) basis points.
d. Kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak berlaku
apabila dana yang akan ditransfer berasal dari setoran
tunai.
e. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, dan kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf c dihitung
berdasarkan hari kalender.
f. Contoh perhitungan pembayaran jasa, bunga, dan
kompensasi adalah sebagai berikut:
Nasabah...
5
Nasabah memberikan perintah transfer dana pada hari
Jumat tanggal 20 November 2015 dalam jam layanan
nasabah dimana Peserta pengirim mempunyai cukup waktu
untuk meneruskan perintah transfer dana tersebut pada
tanggal yang sama. Namun demikian, Peserta pengirim
baru dapat melakukan penerusan perintah transfer dana
pada hari Senin tanggal 23 November 2015. Apabila
rekening nasabah pengirim telah didebit pada hari Jumat
tanggal 20 November 2015, Peserta pengirim wajib
memberikan jasa, bunga, atau kompensasi selama 3 (tiga)
hari ditambah dengan tingkat kompensasi sebesar 200 (dua
ratus) basis points, dengan perhitungan sebagai berikut:
3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening
nasabah pengirim dana +2)% x 1/365 x nominal dana yang
telah didebit.
3. Penanganan Instruksi Setelmen Dana yang Tidak Diproses oleh
Penyelenggara
a. Dalam hal Peserta pengirim telah mendebit rekening
nasabah pengirim dan telah mengirimkan instruksi
Setelmen Dana, namun instruksi Setelmen Dana yang
bersangkutan tidak diproses oleh Penyelenggara karena
instruksi Setelmen Dana tidak memenuhi ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
setelmen dana seketika melalui Sistem BI-RTGS maka
Peserta pengirim wajib membuat dan mengirimkan kembali
instruksi Setelmen Dana tersebut:
1) pada tanggal yang sama; atau
2) pada hari kerja berikutnya paling lama 1 (satu) jam
setelah jam operasional Sistem BI-RTGS dimulai.
b. Dalam hal pengiriman kembali instruksi Setelmen Dana
dilakukan pada hari kerja berikutnya sebagaimana
dimaksud pada butir a.2), Peserta pengirim wajib
membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah
pengirim sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening nasabah
pengirim...
6
pengirim, terhitung sejak tanggal pendebitan rekening
nasabah pengirim sampai tanggal Peserta pengirim
meneruskan kembali instruksi Setelmen Dana tersebut.
c. Ketentuan kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau
kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak
berlaku apabila dana yang akan ditransfer berasal dari
setoran tunai.
d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dihitung
berdasarkan hari kalender.
e. Contoh perhitungan jasa, bunga, dan kompensasi adalah
sebagai berikut:
Nasabah memberikan perintah transfer dana kepada
Peserta pengirim pada hari Rabu tanggal 18 November 2015
dalam jam layanan nasabah dan Peserta pengirim
mengirimkan instruksi Setelmen Dana kepada Peserta
penerima pada tanggal yang sama. Namun demikian,
instruksi Setelmen Dana tersebut tidak diproses oleh
Penyelenggara karena alasan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a. Peserta pengirim kemudian mengirimkan kembali
instruksi Setelmen Dana kepada Peserta penerima pada
hari Kamis tanggal 19 November 2015. Peserta pengirim
wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi selama 1
(satu) hari, dengan perhitungan sebagai berikut:
1 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening
nasabah pengirim dana x 1/365 x nominal dana yang
ditransfer.
4. Kesesuaian Instruksi Setelmen Dana dengan Perintah Transfer
Dana
a. Dalam hal Peserta pengirim mengirimkan instruksi
Setelmen Dana yang tidak sesuai dengan perintah transfer
dana yang dibuat oleh nasabah pengirim, Peserta pengirim
wajib mengirimkan kembali instruksi Setelmen Dana baru
atas beban Peserta pengirim sesuai dengan perintah
transfer dana nasabah pengirim.
b. Pengiriman...
7
b. Pengiriman kembali instruksi Setelmen Dana baru
sebagaimana dimaksud dalam huruf a wajib dilakukan:
1) pada tanggal yang sama dengan tanggal diketahuinya
ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada huruf a;
atau
2) pada hari kerja berikutnya paling lama 1 (satu) jam
setelah jam operasional Sistem BI-RTGS dimulai,
tanpa menunggu pengembalian dana dari Peserta penerima
atau nasabah penerima yang tidak berhak.
c. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam
huruf b, Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada nasabah pengirim sesuai dengan
tingkat jasa, bunga, atau kompensasi yang berlaku untuk
jenis rekening nasabah pengirim, terhitung sejak tanggal
pendebitan rekening nasabah pengirim sampai tanggal
Peserta pengirim mengirimkan instruksi Setelmen Dana
yang baru.
d. Contoh perhitungan jasa, bunga, dan kompensasi adalah
sebagai berikut:
Nasabah pengirim memberikan perintah transfer dana pada
hari Jumat tanggal 20 November 2015 dan pengiriman
instruksi Setelmen Dana kepada Peserta penerima oleh
Peserta pengirim dilakukan pada tanggal yang sama,
namun Peserta pengirim melakukan kesalahan pada
pembuatan instruksi Setelmen Dana yang mengakibatkan
dana ditujukan kepada nasabah yang tidak berhak.
Apabila rekening nasabah pengirim telah didebit pada hari
Jumat tanggal 20 November 2015 dan Peserta pengirim
baru mengirimkan instruksi Setelmen Dana yang baru pada
hari Jumat tanggal 27 November 2015 maka Peserta
pengirim wajib memberikan jasa, bunga, atau kompensasi
untuk 7 (tujuh) hari, dengan perhitungan sebagai berikut:
7 hari x jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening
nasabah pengirim dana x 1/365 x nominal dana yang
didebit.
5. Penanganan...
8
5. Penanganan Instruksi Setelmen Dana yang Dikembalikan oleh
Peserta Penerima
a. Untuk nasabah pengirim yang memiliki rekening di Peserta
pengirim
1) Dalam hal Peserta pengirim telah mengirimkan
instruksi Setelmen Dana sesuai dengan perintah
transfer dana dari nasabah pengirim, namun Peserta
penerima mengembalikan instruksi Setelmen Dana
karena alasan tertentu, Peserta pengirim wajib
melakukan pengkreditan rekening nasabah pengirim
pada tanggal yang sama dengan tanggal pengembalian
instruksi Setelmen Dana.
2) Dalam hal pengkreditan dana tidak dilakukan pada
tanggal yang sama dengan tanggal pengembalian
instruksi Setelmen Dana, berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a) Peserta pengirim wajib membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada nasabah pengirim yang
berhak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.d dan butir 2.e;
b) Jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak
tanggal seharusnya dilakukan pengkreditan
rekening nasabah pengirim sampai tanggal
pelaksanaan pengkreditan pada rekening nasabah
pengirim.
b. Untuk nasabah pengirim yang tidak memiliki rekening di
Peserta pengirim
1) Peserta pengirim harus mengirim pemberitahuan
dengan surat atau sarana lainnya kepada nasabah
pengirim mengenai dikembalikannya instruksi
Setelmen Dana, yang merupakan dasar bagi nasabah
pengirim untuk mengambil kembali dana di Peserta
pengirim.
2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
disampaikan:
a) pada...
9
a) pada tanggal yang sama dengan tanggal
pengembalian instruksi Setelmen Dana oleh
Peserta penerima; atau
b) paling lambat hari kerja berikutnya, apabila:
(1) jam layanan nasabah Peserta pengirim telah
berakhir; atau
(2)
lokasi kantor Peserta pengirim tempat
nasabah pengirim melakukan transaksi
berada di wilayah dengan sarana komunikasi
dan transportasi yang tidak mendukung.
IV. TANGGUNG JAWAB PESERTA PENERIMA
1. Penerusan Dana kepada Nasabah Penerima
Dalam hal Peserta penerima melakukan pengaksepan atas
instruksi Setelmen Dana yang diterima dari Peserta pengirim,
Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada nasabah
penerima dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk nasabah penerima yang memiliki rekening di Peserta
penerima
1) Peserta penerima wajib meneruskan dana kepada
nasabah penerima pada tanggal yang sama dengan
Penyelenggara melakukan Setelmen Dana.
2) Penerusan dana kepada nasabah penerima
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) wajib
dilakukan sesegera mungkin atau paling lama 1 (satu)
jam sejak instruksi Setelmen dana diterima oleh
Peserta penerima.
3) Apabila Peserta penerima tidak meneruskan dana
kepada nasabah penerima sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) maka:
a) Peserta penerima wajib membayar jasa, bunga,
atau kompensasi kepada nasabah penerima
sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau
kompensasi yang berlaku untuk jenis rekening
nasabah penerima ditambah dengan tingkat jasa,
bunga, atau kompensasi sebesar 200 (dua ratus)
basis points; dan
b) jasa...
10
b)
jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak 1
(satu) hari setelah tanggal valuta pengkreditan
Rekening Setelmen Dana Peserta penerima.
4) Ketentuan kewajiban penambahan tingkat jasa, bunga,
atau kompensasi sebagaimana dimaksud dalam butir
3)a) tidak berlaku bagi Peserta penerima yang
menunda pelaksanaan kewajiban pengkreditan atas
permintaan pihak yang berwenang atau atas dasar
ketentuan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan “pihak yang berwenang” antara
lain adalah kepolisian, kejaksaan, Pusat Pelaporan dan
Analisa Transaksi Keuangan, dan pengadilan.
Yang dimaksud “ketentuan yang berlaku” antara lain
adalah ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian
kredit valuta asing oleh Bank, ketentuan yang
mengatur mengenai penerapan prinsip mengenal
nasabah, serta peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang, khususnya yang terkait
dengan pemantauan atas transaksi keuangan
mencurigakan.
5) Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau
kompensasi sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
adalah berdasarkan hari kalender.
6) Contoh pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi:
Peserta penerima memperoleh instruksi Setelmen Dana
pada hari Jumat tanggal 20 November 2015. Namun
demikian, Peserta penerima melakukan penerusan
dana pada hari Senin tanggal 23 November 2015
dengan menggunakan tanggal valuta yang sama
dengan tanggal pengkreditan dana ke rekening
nasabah penerima. Dengan demikian, Peserta
penerima wajib memberikan jasa, bunga, atau
kompensasi kepada Peserta pengirim untuk 3 (tiga)
hari ditambah kompensasi sebesar 200 basis points,
dengan perhitungan sebagai berikut:
3...
11
3 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis
rekening nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal
dana yang ditransfer.
b. Untuk nasabah penerima yang tidak memiliki rekening di
Peserta penerima
1) Peserta penerima harus mengirim pemberitahuan
dengan surat atau sarana lainnya kepada nasabah
penerima mengenai telah tersedianya dana hasil
transfer dana, yang merupakan dasar bagi nasabah
penerima untuk mengambil dana di Peserta penerima.
2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
disampaikan:
a) pada tanggal yang sama dengan tanggal
pengkreditan Rekening Setelmen Dana Peserta
penerima; atau
b) paling lambat hari kerja berikutnya, apabila:
(1) jam layanan nasabah Peserta penerima telah
berakhir; atau
(2)
lokasi kantor Peserta penerima tempat
nasabah penerima melakukan transaksi
berada di wilayah dengan sarana komunikasi
dan transportasi yang tidak mendukung.
3) Peserta penerima harus mengembalikan dana kepada
Peserta pengirim segera dan tanpa menunda, dalam
hal:
a) pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) tidak dapat disampaikan kepada
nasabah penerima atau terdapat hal lain yang
menyebabkan pemberitahuan tidak dapat
disampaikan kepada nasabah penerima; dan/atau
b) nasabah penerima tidak menarik dana dalam
jangka waktu yang ditetapkan berdasarkan
peraturan yang dikeluarkan oleh asosiasi sistem
pembayaran.
2. Penanganan...
12
2. Penanganan Kekeliruan dalam Penerusan Dana
a. Dalam hal Peserta pengirim telah mengirimkan instruksi
Setelmen Dana sesuai dengan perintah transfer dana dari
nasabah pengirim, namun Peserta penerima melakukan
pengkreditan dana kepada nasabah penerima yang berbeda
dari yang tercantum dalam instruksi Setelmen Dana,
Peserta penerima wajib melakukan pengkreditan dana ke
rekening nasabah penerima yang berhak pada tanggal yang
sama dengan tanggal diketahuinya kekeliruan tanpa
menunggu pengembalian dana dari nasabah penerima yang
tidak berhak.
b. Dalam hal terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta penerima harus membayar jasa, bunga, atau
kompensasi kepada nasabah penerima yang berhak
sesuai dengan tingkat jasa, bunga, atau kompensasi
yang berlaku untuk jenis rekening nasabah penerima
tersebut ditambah dengan tingkat kompensasi sebesar
200 (dua ratus) basis points;
2)
jasa, bunga, atau kompensasi dihitung sejak tanggal
seharusnya rekening nasabah penerima yang berhak
dikredit sampai dengan tanggal pelaksanaan
pengkreditan pada rekening nasabah penerima yang
berhak.
c. Ketentuan kewajiban pembayaran jasa, bunga, atau
kompensasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b tidak
berlaku apabila dana yang akan ditransfer berasal dari
setoran tunai.
d. Perhitungan pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dihitung
berdasarkan hari kalender.
e. Contoh pembayaran jasa, bunga, atau kompensasi adalah
sebagai berikut:
Peserta penerima memperoleh Instruksi Setelmen Dana
pada hari Rabu tanggal 18 November 2015. Namun
demikian...
13
demikian Peserta penerima melakukan kekeliruan dalam
penerusan dana sehingga mengakibatkan dana diterima
oleh nasabah yang tidak berhak.
Apabila Peserta penerima meneruskan dana kepada
nasabah yang berhak pada hari Rabu tanggal 25 November
2015 maka Peserta penerima wajib memberikan jasa,
bunga, atau kompensasi kepada nasabah yang berhak
untuk 7 (tujuh) hari, dengan perhitungan sebagai berikut:
7 hari x (jasa, bunga, atau kompensasi untuk jenis rekening
nasabah penerima + 2)% x 1/365 x nominal dana yang
ditransfer.
3. Pengembalian Dana dari Peserta Penerima kepada Peserta
Pengirim
a. Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi, Peserta penerima
tidak dapat meneruskan dana kepada nasabah penerima,
Peserta penerima harus segera mengembalikan dana
kepada Peserta pengirim.
b. Dalam hal Peserta pengirim mengajukan permintaan
kepada Peserta penerima untuk mengembalikan dana
karena alasan tertentu antara lain instruksi Setelmen Dana
tidak sesuai dengan perintah transfer dana sehingga dana
diterima oleh nasabah penerima yang tidak berhak, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Dalam hal Peserta penerima belum meneruskan dana
sesuai dengan perintah transfer dana dari Peserta
pengirim, Peserta penerima harus segera
mengembalikan dana kepada Peserta pengirim atau
paling lama 1 (satu) hari kerja setelah permintaan dari
Peserta pengirim.
2) Dalam hal Peserta penerima telah meneruskan dana
sesuai dengan perintah transfer dana dari Peserta
pengirim:
a) Peserta penerima wajib memberikan tanggapan
kepada Peserta pengirim paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak tanggal permintaan pengembalian
dana dari Peserta pengirim.
b) Tanggapan...
14
b) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam huruf a)
dilakukan dengan mempertimbangkan
pembebasan tanggung jawab (indemnity) yang
diterima dari Peserta pengirim dan kebijakan serta
ketentuan internal Peserta penerima.
c. Dalam hal Peserta penerima tidak dapat langsung
mengembalikan dana sesuai dengan permintaan Peserta
pengirim sebagaimana dimaksud dalam butir b.2), Peserta
pengirim melakukan penagihan dana yang salah kirim
tersebut secara langsung kepada nasabah penerima yang
tidak berhak.
d. Apabila terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam huruf
c, Peserta penerima harus membantu Peserta pengirim
dengan cara memberikan data yang terkait dengan:
1) pengkreditan rekening nasabah penerima yang tidak
berhak; dan
2)
identitas nasabah penerima yang tidak berhak yang
tercatat dalam administrasi Peserta penerima.
e. Dalam hal Peserta penerima dapat menarik kembali dana
dari nasabah penerima yang tidak berhak, pengembalian
dana kepada Peserta pengirim sebesar jumlah dana yang
dapat ditarik kembali oleh Peserta penerima.
f. Kewajiban Peserta penerima untuk melakukan
pengembalian dana atau memberikan tanggapan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b hanya berlaku
dalam hal permintaan pengembalian dana dari Peserta
pengirim diterima paling lama 60 (enam puluh) hari
kalender sejak tanggal pengkreditan Rekening Setelmen
Dana Peserta penerima di Penyelenggara.
g. Apabila setelah jangka waktu 60 (enam puluh) hari
kalender sebagaimana dimaksud dalam huruf f terlampaui,
terdapat permintaan dari Peserta pengirim untuk
melakukan pengembalian dana atau memberikan
tanggapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta...
15
1) Peserta penerima dapat menolak atau menerima
permintaan tersebut dan disampaikan kepada Peserta
pengirim paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
tanggal permintaan pengembalian dana dari Peserta
pengirim.
2) Dalam hal Peserta penerima menolak permintaan
pengembalian dana sebagaimana dimaksud dalam
angka 1), Peserta pengirim dapat melakukan
penagihan dana secara langsung kepada nasabah
penerima yang tidak berhak.
3) Apabila terjadi kondisi sebagaimana dimaksud dalam
angka 2), Peserta penerima harus membantu Peserta
pengirim antara lain dengan cara memberikan data
yang terkait dengan:
a) pengkreditan rekening nasabah penerima yang
tidak berhak; dan
b)
identitas nasabah penerima yang tidak berhak
yang tercatat dalam administrasi Peserta
penerima.
h. Dalam hal Peserta penerima menyetujui permintaan Peserta
pengirim untuk mengembalikan dana sebagaimana
dimaksud dalam huruf g maka pengembalian dana sebesar
seluruh dana yang ditarik kembali sebagaimana dimaksud
dalam huruf e.
V. PENGUMUMAN BIAYA DALAM PENYELENGGARAAN SISTEM BI-
RTGS
1. Peserta wajib mengumumkan secara tertulis di setiap kantor
Peserta mengenai:
a. biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang dibebankan
oleh Penyelenggara kepada Peserta termasuk
perubahannya; dan
b. biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang dibebankan
oleh Peserta kepada nasabah termasuk perubahannya.
2. Pengumuman...
16
2. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib
diletakkan di setiap kantor Peserta pada tempat yang mudah
dilihat oleh nasabah.
3. Penyelenggara dapat mengumumkan biaya transaksi dalam
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS yang dibebankan oleh Peserta
kepada nasabah.
4. Dalam rangka pengumuman biaya transaksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 3, Peserta harus menyampaikan kepada
Penyelenggara mengenai besarnya biaya transaksi melalui
Sistem BI-RTGS yang dibebankan kepada nasabah dengan
alamat:
Bank Indonesia
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan Penatausahaan
Surat Berharga
Gedung D Lantai 3
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
5. Dalam hal terdapat perubahan nama departemen, divisi,
dan/atau alamat sebagaimana dimaksud dalam angka 4, maka
Penyelenggara memberitahukan perubahan tersebut melalui
surat dan/atau sarana lainnya.
6. Dalam hal terdapat perubahan biaya transaksi dalam
penyelenggaraan Sistem BI-RTGS yang dikenakan oleh Peserta
kepada nasabah, Peserta harus menyampaikan perubahan
tersebut kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
penyesuaian biaya transaksi.
VI. JAM LAYANAN NASABAH PENGGUNA JASA SISTEM BI-RTGS
Dalam menetapkan jam layanan nasabah pengguna Sistem BI-RTGS,
Peserta harus mengacu pada jam layanan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan setelmen dana
seketika...
17
seketika melalui Sistem BI-RTGS, dengan mempertimbangkan waktu
yang diperlukan Peserta untuk menyelesaikan transaksi melalui
Sistem BI-RTGS.
VII. LAIN-LAIN
Untuk bank syariah dan unit usaha syariah, ketentuan mengenai
jasa, bunga, atau kompensasi dalam Surat Edaran ini disesuaikan
dengan prinsip syariah yang berlaku.
VIII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Peserta pengirim yang tidak memenuhi kewajiban pengiriman
instruksi Setelmen Dana sebagaimana dimaksud dalam butir
III.2.a.2) dikenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan surat
berharga, dan setelmen dana seketika.
2. Peserta penerima yang tidak memenuhi kewajiban penerusan
dana kepada nasabah penerima sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.1.a.2) dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan transaksi, penatausahaan
surat berharga, dan setelmen dana seketika.
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 dan angka 2 dilakukan paling lambat 14 (empat
belas) hari kerja sejak periode pemantauan berakhir, dengan
cara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta.
IX. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka
Surat Edaran Bank Indonesia No. 10/10/DASP tanggal 5 Maret 2008
perihal Pelaksanaan Transaksi Melalui Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement (Sistem BI-RTGS) dalam rangka Perlindungan
kepada Nasabah Peserta dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 16 November 2015.
Agar...
18
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/34/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perlindungan Nasabah dalam Pelaksanaan Transfer Dana melalui Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 13 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '10/10/DASP|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '17/18/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VIII' </penalty_list>
|
No. 14/ 35 /DPNP
Jakarta, 10 Desember 2012
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL
DI
INDONESIA
Perihal : Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan
Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 14/14/PBI/2012 tentang Transparansi dan Publikasi Laporan
Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 199,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5353), perlu
mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai Laporan Tahunan Bank
Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank
Indonesia dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
1. Publikasi Laporan Tahunan Bank dimaksudkan untuk
memberikan informasi berkala mengenai kondisi Bank secara
menyeluruh, termasuk perkembangan usaha dan kinerja
Bank serta kelompok usaha. Seluruh informasi tersebut
diharapkan dapat meningkatkan transparansi kondisi
keuangan Bank kepada publik dan menjaga kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga perbankan.
2. Laporan ...
2. Laporan Tahunan selain disampaikan kepada pemegang
saham, wajib disampaikan paling kurang kepada Bank
Indonesia dan lembaga lain yang berkepentingan terhadap
perkembangan usaha Bank, seperti Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI), lembaga pemeringkat di
Indonesia, asosiasi perbankan di Indonesia, Lembaga
Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), 2 (dua) lembaga
penelitian di bidang ekonomi dan keuangan, dan 2 (dua)
majalah ekonomi dan keuangan. Sedangkan laporan tahunan
tertentu hanya wajib disampaikan kepada Bank Indonesia.
Batas waktu penyampaian Laporan Tahunan dan laporan
tahunan tertentu paling lama 5 (lima) bulan setelah Tahun
Buku berakhir.
3. Laporan Tahunan wajib disusun untuk 1 (satu) Tahun Buku
dan disajikan paling kurang dengan perbandingan 1 (satu)
Tahun Buku sebelumnya.
4. Laporan Tahunan wajib dicantumkan dalam website Bank
paling lama 1 (satu) hari kerja setelah batas waktu
penyampaian Laporan Tahunan, dan dipelihara dalam website
Bank paling kurang untuk 2 (dua) periode laporan berturut-
turut.
5. Laporan Tahunan Bank harus disusun dalam Bahasa
Indonesia. Dalam hal Laporan Tahunan juga dibuat selain
dalam Bahasa Indonesia, baik dalam dokumen yang sama
maupun terpisah, maka Laporan Tahunan dimaksud harus
memuat informasi yang sama.
6. Mata uang yang digunakan dalam Laporan Tahunan adalah
Rupiah.
II. CAKUPAN ...
II. CAKUPAN LAPORAN TAHUNAN
Laporan Tahunan paling kurang mencakup hal-hal sebagai
berikut:
1. Informasi Umum
Informasi Umum dalam Laporan Tahunan paling kurang
memuat:
a. kepengurusan, yang meliputi susunan anggota Dewan
Komisaris, Direksi, dan pejabat eksekutif beserta jabatan
dan ringkasan riwayat hidupnya;
b. rincian kepemilikan, berupa nama pemilik dan persentase
kepemilikan saham;
c. perkembangan usaha Bank dan kelompok usaha Bank, yang
memuat data mengenai:
1) ikhtisar data keuangan penting, yang paling kurang
mencakup pendapatan bunga bersih, laba operasional,
laba sebelum pajak, laba bersih, laba bersih per saham,
aset produktif, dana pihak ketiga, pinjaman diterima,
total biaya dana (cost of fund), modal sendiri, jumlah
lembar saham yang ditempatkan dan disetor; dan
2) rasio keuangan yang wajib disajikan, yang paling kurang
mencakup rasio keuangan sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi dan
publikasi laporan Bank.
d. strategi dan kebijakan manajemen dalam pengembangan
usaha Bank;
e.
laporan manajemen yang memuat informasi mengenai
pengelolaan Bank oleh pengurus dalam rangka good
corporate governance, dan paling kurang mencakup:
1) struktur organisasi;
2) aktivitas utama;
3) teknologi ...
3) teknologi informasi;
4) jenis produk dan jasa yang ditawarkan, termasuk
penyaluran kredit kepada debitur Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM);
5) tingkat suku bunga penghimpunan dan penyediaan dana;
6) perkembangan perekonomian dan target pasar;
7) jaringan kerja dan mitra usaha baik di dalam dan/atau di
luar negeri;
8) jumlah, jenis, dan lokasi kantor;
9) kepemilikan Direksi, Komisaris, dan pemegang saham
dalam kelompok usaha Bank;
10) perubahan-perubahan penting yang terjadi di Bank dan
kelompok usaha Bank dalam tahun yang bersangkutan;
11) hal-hal penting yang diperkirakan terjadi di masa
mendatang; dan
12) sumber daya manusia, meliputi jumlah, struktur
pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya
manusia.
2. Laporan Keuangan Tahunan
Laporan Keuangan Tahunan paling kurang mencakup:
a. Laporan Keuangan Bank yang telah diaudit oleh Akuntan
Publik, yang meliputi:
1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
2) Laporan Laba Rugi Komprehensif;
3) Laporan Perubahan Ekuitas;
4) Laporan Arus Kas; dan
5) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi
mengenai Komitmen dan Kontinjensi.
b. Bagi ...
b. Bagi Bank yang memiliki Perusahaan Anak, selain Laporan
Keuangan Bank secara individual sebagaimana dimaksud
pada huruf a, Laporan Keuangan Tahunan juga mencakup
Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh
Akuntan Publik, yang merupakan konsolidasi Laporan
Keuangan Bank dan Perusahaan Anak, yang paling kurang
terdiri atas:
1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
2) Laporan Laba Rugi Komprehensif;
3) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
4) Komitmen dan Kontinjensi.
c. Bagi Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok
usaha, selain laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dan huruf b, Bank juga wajib menyampaikan Laporan
Keuangan Tahunan yang terdiri atas:
1) Laporan Keuangan Perusahaan Induk yang telah diaudit
oleh Akuntan Publik, yang merupakan hasil konsolidasi
dari seluruh perusahaan di dalam kelompok usaha sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku, yang paling
kurang meliputi:
a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b) Laporan Laba Rugi Komprehensif;
c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d) Komitmen dan Kontinjensi;
2) Laporan Keuangan Perusahaan Induk di Bidang
Keuangan, yang telah diaudit oleh Akuntan Publik, yang
merupakan hasil konsolidasi dari seluruh perusahaan di
dalam kelompok bidang keuangan sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku, dan paling kurang meliputi:
a) Laporan ...
a) Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
b) Laporan Laba Rugi Komprehensif;
c) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
d) Komitmen dan Kontinjensi.
Dalam hal kelompok usaha tidak memiliki Perusahaan
Induk di Bidang Keuangan maka laporan keuangan yang
disampaikan adalah Laporan Keuangan Perusahaan Induk
yang telah diaudit oleh Akuntan Publik.
3. Opini dari Akuntan Publik
Opini dari Akuntan Publik antara lain memuat pendapat atas
Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2.
4. Pengungkapan Permodalan serta Pengungkapan Eksposur
Risiko dan Penerapan Manajemen Risiko Bank
a. Pengungkapan permodalan serta pengungkapan eksposur
risiko dan penerapan manajemen risiko bertujuan untuk
meningkatkan
transparansi
kepada
publik
dengan
menetapkan persyaratan pengungkapan minimum, sehingga
publik dapat menilai profil risiko dan kecukupan
permodalan Bank.
b. Bank harus memiliki kebijakan tertulis yang disetujui oleh
Direksi mengenai pengungkapan sebagaimana diatur dalam
angka ini. Kebijakan antara lain terkait dengan isi
pengungkapan yang akan dilaporkan dan pengendalian
internal dalam proses pengungkapan.
c. Pengungkapan dilakukan dengan mengacu pada Pedoman
pengungkapan sebagaimana tercantum dalam lampiran,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
Pengungkapan ...
Pengungkapan informasi sebagaimana dimaksud pada huruf a,
terdiri atas:
a. Pengungkapan Permodalan
Pengungkapan paling kurang mencakup:
1) Pengungkapan kualitatif, yang antara lain memuat
informasi tentang:
a) Struktur permodalan yang memuat penjelasan
mengenai instrumen modal yang diterbitkan oleh Bank
antara lain: karakteristik, jangka waktu instrumen,
fitur opsi beli, fitur step-up, tingkat imbal hasil, dan
peringkat (apabila tersedia); dan
b) Kecukupan permodalan yang berisi penjelasan
mengenai pendekatan yang digunakan Bank dalam
menilai kecukupan modal untuk mendukung aktivitas
yang dilakukan, baik saat ini maupun yang akan
datang.
2) Pengungkapan kuantitatif mengenai struktur permodalan
Bank sebagaimana dimaksud pada Tabel 1.a dan Tabel
1.b.
b. Pengungkapan Eksposur Risiko dan Penerapan Manajemen
Risiko
Pengungkapan paling kurang mencakup:
1) Pengungkapan mengenai penerapan Manajemen Risiko
Bank secara umum, yang mencakup informasi mengenai:
a) Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;
b) Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit;
c) Kecukupan proses identifikasi, pengukuran,
pemantauan, dan pengendalian risiko, serta Sistem
Informasi Manajemen Risiko; dan
d) Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.
2) Pengungkapan ...
2) Pengungkapan mengenai eksposur risiko dan penerapan
Manajemen Risiko Bank secara khusus, yang terdiri dari:
a) Risiko Kredit, yang mencakup:
(1) Pengungkapan umum, yang terdiri dari:
(a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup antara
lain:
i.
organisasi manajemen risiko kredit;
informasi mengenai penerapan manajemen
risiko untuk risiko kredit, termasuk:
i.1
i.2 strategi manajemen risiko kredit untuk
aktivitas yang memiliki eksposur risiko
kredit yang signifikan;
i.3 kebijakan pengelolaan risiko konsentrasi
kredit; dan
i.4 mekanisme
pengukuran
pengendalian risiko kredit.
ii. definisi tagihan yang telah jatuh tempo dan
tagihan yang mengalami penurunan
nilai/impairment; dan
iii. penjelasan mengenai pendekatan yang
digunakan untuk pembentukan Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) individual
dan kolektif, serta metode statistik yang
digunakan dalam perhitungan CKPN.
(b) Pengungkapan kuantitatif sebagaimana
dimaksud pada Tabel 2.1.a sampai dengan Tabel
2.6.b, yang mencakup:
i. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan
Wilayah sebagaimana Tabel 2.1.a dan
Tabel 2.1.b;
ii. Pengungkapan ...
dan
ii. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan
Sisa Jangka Waktu Kontrak sebagaimana
Tabel 2.2.a dan Tabel 2.2.b;
iii. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan
Sektor Ekonomi sebagaimana Tabel 2.3.a
dan Tabel 2.3.b;
iv. Pengungkapan Tagihan dan Pencadangan
Berdasarkan Wilayah sebagaimana Tabel
2.4.a dan Tabel 2.4.b;
v. Pengungkapan Tagihan dan Pencadangan
Berdasarkan Sektor Ekonomi sebagaimana
Tabel 2.5.a dan Tabel 2.5.b; dan
vi. Pengungkapan Rincian Mutasi Cadangan
Kerugian Penurunan Nilai sebagaimana
Tabel 2.6.a dan Tabel 2.6.b.
(2) Pengungkapan Risiko Kredit dengan Pendekatan
Standar, yang terdiri dari:
(a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup:
i.
informasi mengenai kebijakan penggunaan
peringkat dalam perhitungan Aset
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk
risiko kredit;
ii.
iii.
iv.
kategori portofolio yang menggunakan
peringkat;
lembaga pemeringkat yang digunakan; dan
pengungkapan risiko kredit pihak lawan
(counterparty credit risk), termasuk jenis
instrumen mitigasi yang lazim
diterima/diserahkan oleh Bank.
(b) Pengungkapan ...
(b) Pengungkapan kuantitatif sebagaimana
dimaksud pada Tabel 3.1.a sampai dengan Tabel
3.2.c.2, yang mencakup:
i. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan
Kategori Portofolio dan Skala Peringkat
sebagaimana Tabel 3.1.a dan Tabel 3.1.b;
dan
ii. Pengungkapan Risiko Kredit Pihak Lawan
(Counterparty Credit Risk) sebagaimana
Tabel 3.2.a, Tabel 3.2.b.1, Tabel 3.2.b.2,
Tabel 3.2.c.1, dan Tabel 3.2.c.2.
(3) Pengungkapan Mitigasi Risiko Kredit dengan
menggunakan Pendekatan Standar, yang terdiri
dari:
(a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup:
i.
informasi mengenai kebijakan Bank untuk
jenis agunan utama yang diterima;
ii. kebijakan, prosedur, dan proses untuk
menilai dan mengelola agunan;
iii. pihak-pihak
utama
pemberi
jaminan/garansi dan kelayakan kredit
(creditworthiness) dari pihak-pihak tersebut;
dan
iv.
informasi
tingkat konsentrasi yang
ditimbulkan dari penggunaan teknik
mitigasi risiko kredit.
(b) Pengungkapan kuantitatif sebagaimana
dimaksud pada Tabel 4.1.a sampai dengan Tabel
4.2.b, yang mencakup:
i. Pengungkapan ...
i. Pengungkapan Tagihan Bersih Berdasarkan
Bobot Risiko setelah Memperhitungkan
Dampak Mitigasi Risiko Kredit sebagaimana
Tabel 4.1.a dan Tabel 4.1.b; dan
ii. Pengungkapan Tagihan Bersih dan Teknik
Mitigasi Risiko Kredit sebagaimana Tabel
4.2.a dan Tabel 4.2.b.
(4) Pengungkapan Sekuritisasi Aset, yang terdiri dari:
(a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup antara
lain:
i. pengungkapan umum manajemen risiko,
yang mencakup hal-hal seperti tujuan Bank
melakukan aktivitas sekuritisasi aset,
sejauh mana aktivitas sekuritisasi aset yang
dilakukan dapat memindahkan risiko kredit
dari Bank ke pihak lain atas transaksi yang
menjadi underlying aktivitas sekuritisasi
aset, fungsi yang dijalankan Bank dalam
aktivitas sekuritisasi aset, dan penjelasan
mengenai keterlibatan Bank dalam setiap
fungsi;
ii.
ringkasan kebijakan akuntansi untuk
aktivitas sekuritisasi aset, yang mencakup
antara lain transaksi yang diperlakukan
sebagai penjualan atau pendanaan,
pengakuan keuntungan dari aktivitas
sekuritisasi, dan asumsi yang digunakan
untuk menilai ada tidaknya keterlibatan
berkelanjutan dari
aktivitas
sekuritisasi,
termasuk ...
termasuk perubahan dari periode
sebelumnya dan dampak dari perubahan
dimaksud; dan
iii. nama lembaga pemeringkat yang digunakan
dalam aktivitas sekuritisasi aset dan
eksposur sekuritisasi aset yang diperingkat
oleh lembaga pemeringkat dimaksud.
(b) Pengungkapan kuantitatif sebagaimana
dimaksud pada Tabel 5.1.a sampai dengan Tabel
5.2.b, yang mencakup:
i. Pengungkapan Transaksi Sekuritisasi
sebagaimana Tabel 5.1.a dan Tabel 5.1.b;
dan
ii. Ringkasan Aktivitas Transaksi Sekuritisasi
dimana Bank Bertindak sebagai Kreditur
Asal sebagaimana Tabel 5.2.a dan Tabel
5.2.b.
(5) Pengungkapan kuantitatif Perhitungan ATMR
Risiko Kredit Pendekatan Standar sebagaimana
dimaksud pada Tabel 6.1.1 sampai dengan Tabel
6.2.7.
b) Risiko Pasar, yang mencakup:
(1) Perhitungan risiko pasar dengan menggunakan
Metode Standar, yang antara lain terdiri atas:
(a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup antara
lain:
i.
informasi mengenai penerapan manajemen
risiko termasuk:
i.1 organisasi manajemen risiko pasar;
i.2 pengelolaan ...
i.2 pengelolaan portofolio trading book dan
banking book serta metodologi valuasi
yang digunakan; dan
i.3 mekanisme pengukuran risiko pasar
untuk keperluan pemantauan risiko
secara periodik maupun untuk
perhitungan kecukupan modal, baik
pada banking book maupun trading
book.
ii. cakupan portofolio (trading dan banking
book) yang diperhitungkan dalam Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM); dan
iii.
langkah-langkah dan rencana dalam
mengantisipasi risiko pasar atas transaksi
mata uang asing baik karena perubahan
kurs maupun fluktuasi suku bunga,
termasuk penjelasan mengenai semua
penyediaan dana dan ikatan tanpa proteksi
atau lindung nilai, serta utang yang suku
bunganya berfluktuasi atau yang tidak
ditentukan terlebih dahulu.
(b) Pengungkapan kuantitatif yang paling kurang
mencakup pengungkapan risiko pasar
menggunakan metode standar sebagaimana
dimaksud pada Tabel 7.1.
(2) Perhitungan risiko pasar dengan menggunakan
Model Internal, yang terdiri atas:
(a) Pengungkapan ...
(a) Pengungkapan kualitatif, yang mencakup antara
lain:
i.
informasi mengenai penerapan manajemen
risiko, termasuk:
i.1 organisasi manajemen risiko pasar;
i.2 pengelolaan portofolio trading book serta
metodologi valuasi yang digunakan;
dan
i.3 mekanisme pengukuran risiko pasar
untuk keperluan pemantauan risiko
secara periodik maupun untuk
perhitungan kecukupan modal pada
trading book.
ii. portofolio yang tercakup dalam Model
Internal dan kebijakan valuasi yang
digunakan untuk menghitung posisi dalam
trading book;
iii. untuk setiap portofolio yang dicakup oleh
Model Internal diungkapkan karakteristik
model yang digunakan, deskripsi stress
testing yang digunakan terhadap portofolio
dan deskripsi pendekatan yang digunakan
untuk
backtesting/validasi
terhadap
akurasi dan konsistensi Model Internal dan
proses pengembangan model;
iv. portofolio yang menggunakan Model
Internal yang telah disetujui oleh Bank
Indonesia; dan
v. jumlah ...
v.
jumlah frekuensi penyimpangan antara
Value at Risk (VaR) dan kerugian aktual
selama periode laporan.
(b) Pengungkapan kuantitatif, yang paling kurang
mencakup pengungkapan risiko pasar dengan
menggunakan model internal (Value at Risk/
VaR) sebagaimana Tabel 7.2.a dan Tabel 7.2.b.
c) Risiko Operasional, yang mencakup:
(1) Pengungkapan kualitatif, yang antara lain
mencakup informasi mengenai penerapan
manajemen risiko untuk risiko operasional,
termasuk:
(a) organisasi manajemen risiko operasional;
(b) mekanisme yang digunakan Bank untuk
mengidentifikasi dan mengukur risiko
operasional; dan
(c) mekanisme untuk memitigasi risiko operasional.
(2) Pengungkapan kuantitatif mengenai risiko
operasional, sebagaimana dimaksud pada Tabel
8.1.a dan Tabel 8.1.b.
d) Risiko Likuiditas, yang mencakup:
(1) Pengungkapan kualitatif, yang antara lain
mencakup informasi mengenai penerapan
manajemen risiko untuk risiko likuiditas,
termasuk:
(a) organisasi manajemen risiko likuiditas;
(b) indikator peringatan dini permasalahan
likuiditas; dan
(c) mekanisme ...
(c) mekanisme pengukuran dan pengendalian risiko
likuiditas.
(2) Pengungkapan kuantitatif mengenai risiko
likuiditas, yang paling kurang mencakup:
(a) Pengungkapan Profil Maturitas Rupiah
sebagaimana dimaksud pada Tabel 9.1.a dan
Tabel 9.1.b; dan
(b) Pengungkapan Profil Maturitas Valas
sebagaimana dimaksud pada Tabel 9.2.a dan
Tabel 9.2.b.
e) Risiko Hukum, yang berisi pengungkapan kualitatif
mengenai penerapan manajemen risiko untuk risiko
hukum yang antara lain mencakup:
(1) organisasi manajemen risiko hukum; dan
(2) mekanisme pengendalian risiko hukum.
f) Risiko Stratejik, yang mengungkapkan informasi
kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko
untuk risiko stratejik yang antara lain mencakup:
(1) organisasi manajemen risiko stratejik;
(2) kebijakan yang memungkinkan Bank untuk dapat
mengidentifikasi dan merespon perubahan
lingkungan bisnis, baik eksternal maupun internal;
dan
(3) mekanisme untuk mengukur kemajuan yang
dicapai dari rencana bisnis yang ditetapkan.
g) Risiko Kepatuhan, yang mengungkapkan informasi
kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko
untuk risiko kepatuhan yang antara lain mencakup:
(1) organisasi ...
(1) organisasi manajemen risiko kepatuhan;
(2) strategi manajemen risiko dan efektivitas
penerapan manajemen risiko untuk risiko
kepatuhan, terutama dalam rangka memastikan
penyusunan kebijakan dan prosedur telah sesuai
dengan standar yang berlaku secara umum,
ketentuan, dan/atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku; dan
(3) mekanisme pemantauan dan pengendalian risiko
kepatuhan.
h) Risiko Reputasi, yang mengungkapkan informasi
kualitatif mengenai penerapan manajemen risiko
untuk risiko reputasi yang antara lain mencakup:
(1) organisasi manajemen risiko reputasi, termasuk
pelaksanaan manajemen risiko untuk risiko
reputasi oleh unit-unit terkait (Corporate Secretary,
Humas, dan unit bisnis terkait);
(2) kebijakan dan mekanisme dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kepada nasabah
dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholders)
untuk mengendalikan risiko reputasi; dan
(3) pengelolaan risiko reputasi pada saat krisis.
5. Aspek Transparansi sesuai Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan
Laporan Keuangan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam
butir 2.a dan butir 2.b wajib dilengkapi dengan seluruh aspek
pengungkapan (disclosure) sebagaimana dipersyaratkan untuk
laporan keuangan publikasi triwulanan.
Pengungkapan ...
Pengungkapan tersebut paling kurang mencakup:
a. transaksi spot dan transaksi derivatif;
b. jumlah dan kualitas aset produktif dan informasi lainnya,
antara lain untuk:
1) penyediaan dana kepada pihak terkait;
2) penyediaan dana kepada debitur Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah (UMKM);
3) kredit yang memerlukan perhatian khusus (antara lain
kredit yang direstrukturisasi dan kredit properti); dan
jumlah cadangan penyisihan kerugian;
4)
c. rasio keuangan Bank, antara lain:
1) persentase pelanggaran dan pelampauan Batas
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); dan
rasio Posisi Devisa Neto (PDN); dan
2)
d. perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM).
6. Aspek Pengungkapan yang terkait dengan Kelompok Usaha
Bank wajib memuat informasi yang terkait dengan kegiatan di
dalam kelompok usaha, yang terdiri atas:
a. struktur kelompok usaha Bank, yang paling kurang terdiri
atas:
1) struktur kelompok usaha Bank, yang disajikan mulai
dari Bank, perusahaan anak, perusahaan afiliasi,
perusahaan induk di bidang keuangan, dan/atau
perusahaan induk sampai dengan pemegang saham
pengendali terakhir (ultimate shareholder);
2) struktur keterkaitan kepengurusan dalam kelompok
usaha Bank; dan
3) pemegang ...
3) pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang
saham lain (shareholders acting in concert). Pengertian
pemegang saham yang bertindak atas nama pemegang
saham lain adalah pemegang saham perorangan atau
perusahaan/badan hukum yang memiliki tujuan
bersama yaitu mengendalikan Bank, berdasarkan atau
tidak berdasarkan suatu perjanjian.
b. transaksi antara Bank dengan pihak-pihak berelasi dalam
kelompok usaha Bank, dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1)
informasi transaksi dengan pihak-pihak berelasi
disajikan baik yang dilakukan Bank maupun yang
dilakukan oleh setiap perusahaan atau badan hukum
di dalam kelompok usaha Bank yang bergerak di bidang
keuangan;
2) pihak-pihak yang berelasi adalah pihak-pihak
sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku;
3)
jenis transaksi dengan pihak-pihak yang berelasi,
antara lain meliputi:
a) kepemilikan silang (cross shareholdings);
b) transaksi dari suatu kelompok usaha yang
bertindak untuk kepentingan kelompok usaha yang
lain;
c) pengelolaan likuiditas jangka pendek dalam
kelompok usaha;
d) penyediaan dana yang diberikan atau diterima oleh
perusahaan lain dalam satu kelompok usaha;
e) eksposur kepada pemegang saham mayoritas antara
lain dalam bentuk pinjaman, komitmen dan
kontinjensi; dan
f) pembelian, ...
f) pembelian, penjualan dan/atau penyewaan aset
dengan perusahaan lain dalam suatu kelompok
usaha, termasuk yang dilakukan dengan repurchase
agreement.
c. pemberian penyediaan dana, komitmen maupun fasilitas
lain yang dapat dipersamakan dengan itu dari setiap
perusahaan atau badan hukum yang berada dalam satu
kelompok usaha dengan Bank kepada debitur yang telah
memperoleh penyediaan dana dari Bank.
7. Aspek Pengungkapan sesuai Standar Akuntansi Keuangan
Aspek pengungkapan (disclosure) lain sebagaimana diwajibkan
dalam Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, dalam hal
belum tercakup dalam angka 1 sampai dengan angka 6 di atas.
8. Informasi Lain
Cakupan dalam informasi lain terdiri dari:
a. aset Bank yang dijaminkan;
b. transaksi-transaksi penting lainnya dalam jumlah yang
signifikan; dan
c. informasi kejadian penting setelah tanggal laporan Akuntan
Publik (subsequent event).
III. LAPORAN TAHUNAN TERTENTU YANG WAJIB DISAMPAIKAN
KEPADA BANK INDONESIA
1. Selain menyampaikan Laporan Tahunan, Bank yang
merupakan bagian dari kelompok usaha dan/atau Bank yang
memiliki Perusahaan Anak, wajib menyampaikan laporan
tahunan tertentu kepada Bank Indonesia yang paling kurang
mencakup:
a. Laporan ...
a. Laporan tahunan Perusahaan Induk dan laporan tahunan
Perusahaan Induk di Bidang Keuangan;
b. Laporan tahunan pemegang saham langsung yang memiliki
saham mayoritas atau laporan tahunan perusahaan yang
melakukan pengendalian langsung kepada Bank; dan
c. Laporan tahunan Perusahaan Anak.
2. Apabila kelompok usaha tidak memiliki Perusahaan Induk di
Bidang Keuangan, maka laporan tahunan tertentu yang wajib
disampaikan oleh Bank adalah laporan tahunan Perusahaan
Induk.
3. Apabila kelompok usaha tidak memiliki laporan tahunan
Perusahaan Induk dan laporan tahunan Perusahaan Induk di
Bidang Keuangan, maka laporan tahunan tertentu yang wajib
disampaikan oleh Bank adalah laporan keuangan tahunan
Perusahaan Induk dan laporan keuangan tahunan Perusahaan
Induk di Bidang Keuangan.
4. Apabila kelompok usaha tidak memiliki perusahaan induk di
bidang keuangan dan tidak memiliki laporan tahunan
Perusahaan Induk maka laporan tahunan tertentu yang wajib
disampaikan oleh Bank adalah laporan keuangan tahunan
Perusahaan Induk.
5. Batas waktu penyampaian laporan tahunan atau laporan
keuangan tahunan Perusahaan Induk dan Perusahaan Induk di
Bidang Keuangan kepada Bank Indonesia mengacu pada angka
IV.
IV. BATAS ...
IV. BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN TAHUNAN DAN
LAPORAN TAHUNAN TERTENTU
1. Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam angka II wajib
disampaikan paling lama 5 (lima) bulan setelah Tahun Buku
berakhir.
2. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan Tahunan,
apabila Bank menyampaikan Laporan Tahunan kepada Bank
Indonesia setelah batas akhir waktu penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan paling
lama 1 (satu) bulan sejak batas akhir waktu penyampaian
laporan.
3. Bank dinyatakan tidak menyampaikan Laporan Tahunan
apabila:
a. Bank belum menyampaikan Laporan Tahunan; dan/atau
b. Bank belum menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan
yang diaudit oleh Akuntan Publik yang terdaftar di Bank
Indonesia
sampai dengan berakhirnya batas waktu keterlambatan
sebagaimana dimaksud pada angka 2.
Contoh:
Untuk Laporan Tahunan yang berakhir pada bulan Desember
2012:
a. batas akhir waktu penyampaian : 31 Mei 2013
b. terlambat menyampaikan
c. tidak menyampaikan
: 1 Juni s.d. 30 Juni 2013
: 1 Juli
2013
seterusnya.
4. Bank yang dinyatakan tidak menyampaikan Laporan Tahunan
sebagaimana dimaksud pada angka 3 tetap wajib
menyampaikan Laporan Tahunan.
5. Batas ...
dan
5. Batas waktu penyampaian laporan tahunan tertentu mengacu
pada ketentuan angka 1 sampai dengan angka 4.
V. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN
Laporan Tahunan Bank dan laporan tahunan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam angka II dan angka III, disampaikan
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Departemen Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta
10350, bagi Bank yang berkantor pusat atau Kantor Cabang
Bank Asing yang berada di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia.
VI. PENUTUP
1. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku,
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/31/DPNP tanggal 14
Desember 2001, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;
2. Ketentuan penyampaian Laporan Tahunan dan laporan
tahunan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
Bank Indonesia ini mulai berlaku terhadap penyampaian
Laporan Tahunan dan laporan tahunan tertentu Tahun Buku
2012.
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 10 Desember 2012.
Agar ...
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULYA E. SIREGAR
KEPALA DEPARTEMEN
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
DPNP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/35/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Laporan Tahunan Bank Umum dan Laporan Tahunan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 10 Desember 2012 </set_date>
<effective_date> 10 Desember 2012 </effective_date>
<replaced_reg> '3/31/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg>
<related_reg> '14/14/PBI/2012' </related_reg>
|
No. 4/15/DASP
Jakarta, 30 Sptember 2002
S U R A T E D A R A N
Kepada
S E M U A B A N K
DI INDONESIA
Perihal : Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Elektronik
Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring
Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil
Kliring Lokal, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan
Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas
Hasil Kliring Lokal, perlu ditetapkan ketentuan
pelaksanaan
dari
penyelenggaraan Kliring Lokal secara Elektronik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 PBI tersebut.
I. PENGERTIAN UMUM
1. Penyelenggaraan Kliring Lokal secara elektronik yang selanjutnya
disebut Kliring Elektronik adalah penyelenggaraan Kliring Lokal yang
dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan Bilyet Saldo Kliring
didasarkan pada Data Keuangan Elektronik yang selanjutnya disebut
DKE disertai dengan penyampaian Warkat
Penyelenggara untuk diteruskan kepada Peserta Penerima;
Peserta
kepada
2. Salinan …
2
2. Salinan Warkat adalah reproduksi dari Warkat yang telah diproses
dalam Kliring dan direkam dalam bentuk image;
3. Bundel Warkat Kliring yang selanjutnya disebut Bundel Warkat
adalah kumpulan Warkat dengan jumlah lembar dan nominal tertentu
yang disertai Dokumen Kliring;
4. Sistem Pusat Komputer Kliring Elektronik yang selanjutnya disebut
SPKE adalah seperangkat sistem komputer pada Penyelenggara yang
berfungsi menerima dan mengolah DKE serta menghasilkan informasi
hasil perhitungan Kliring dan informasi Kliring lainnya;
5. Terminal Peserta Kliring yang selanjutnya disebut TPK adalah suatu
perangkat sistem komputer yang dipasang di Peserta untuk mengirim
DKE ke SPKE serta menerima informasi hasil perhitungan Kliring
dan informasi Kliring lainnya;
6. Jaringan Komunikasi Data yang selanjutnya disebut JKD adalah
seperangkat sistem yang berfungsi sebagai sarana penghubung antara
TPK dengan SPKE;
7. Peserta Langsung Aktif yang selanjutnya disebut PLA adalah Peserta
yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan
menyampaikan Bundel Warkat kepada Penyelenggara serta menerima
hasil perhitungan Kliring dan Warkat dari Penyelenggara dengan
menggunakan identitas Peserta yang bersangkutan;
8. Peserta Langsung Pasif yang selanjutnya disebut PLP adalah Peserta
yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan
menyampaikan Bundel Warkat kepada Penyelenggara melalui dan
menggunakan identitas PLA, tetapi dapat menerima hasil perhitungan
Kliring dan Warkat dari Penyelenggara
identitas Peserta yang bersangkutan;
dengan menggunakan
9. Peserta Tidak Langsung yang selanjutnya disebut PTL adalah Peserta
yang …
3
yang mempunyai kewenangan untuk mengirimkan DKE ke SPKE dan
menyampaikan Bundel Warkat kepada Penyelenggara melalui dan
menggunakan identitas PLA, serta menerima hasil perhitungan Kliring
dan Warkat dari Penyelenggara dengan menggunakan identitas PLA
atau PLP;
10. Peserta Pengirim adalah PLA yang mengirimkan DKE ke SPKE dan
menyampaikan Bundel Warkat kepada Penyelenggara;
11. Peserta Penerima adalah Peserta Langsung yang menerima Warkat
dan hasil perhitungan Kliring dari Penyelenggara;
12. Laporan Selisih Data Kliring adalah suatu laporan yang berisi hasil
perbandingan antara DKE yang diterima SPKE dengan data hasil
proses Warkat pada mesin baca-pilah (reader-sorter) Penyelenggara;
13. Password adalah rangkaian alpha numeric yang bersifat rahasia untuk
digunakan dalam melakukan akses ke sistem TPK dan atau SPKE;
14. Petugas Kliring adalah petugas Peserta yang dapat merupakan petugas
internal Bank atau petugas jasa kurir yang diberi kuasa atau
wewenang tertentu untuk mewakili Peserta dalam Kliring Lokal.
II. PENYELENGGARA
Penyelenggara Kliring Elektronik adalah Bank Indonesia.
III. KEPESERTAAN
A. Peserta
1. Bank yang berkantor di suatu Wilayah Kliring yang telah
menerapkan Kliring Elektronik dapat menjadi Peserta dengan
persetujuan Penyelenggara.
2. Status kepesertaan dalam penyelenggaraan Kliring Elektronik
dikategorikan menjadi :
a. PLA …
4
a. PLA;
b. PLP;
c. PTL.
3. Bank yang menjadi Peserta wajib menunjuk paling sedikit 1
(satu) kantor Bank sebagai PLA.
4. Bank Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah wajib
menunjuk paling sedikit 1(satu) Kantor Cabang Syariah sebagai
PLA.
5. Dalam hal Kantor Cabang Syariah akan menjadi PLP atau PTL
atau Kantor Cabang Pembantu Syariah akan menjadi PTL maka
Kantor Cabang Syariah atau Kantor Cabang Pembantu Syariah
tersebut wajib menginduk pada Kantor Cabang Syariah yang
telah menjadi PLA.
B. Persyaratan menjadi Peserta
1. Persyaratan untuk menjadi PLA atau PLP
a. Kantor Bank yang dapat menjadi PLA adalah :
1) Kantor Pusat dari Bank yang telah memperoleh izin
usaha dari Bank Indonesia;
2) Kantor Cabang yang telah memperoleh izin
pembukaan kantor dari Bank Indonesia;
3) Kantor Cabang dari Bank yang Kantor Pusatnya
berkedudukan di luar negeri yang telah memperoleh
izin pembukaan kantor dari Bank Indonesia;
4) Kantor Cabang Pembantu dari Bank yang Kantor
Pusatnya berkedudukan di luar negeri yang telah
memperoleh izin pembukaan kantor
Indonesia;
dari
Bank
5) Kantor …
5
5) Kantor Cabang Pembantu dari Bank yang Kantor
Pusatnya berkedudukan di dalam negeri yang telah
memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk
beroperasi di Wilayah Kliring yang berbeda dari
Kantor Cabang induknya.
b. Kantor Bank yang dapat menjadi PLP adalah :
1) Kantor Pusat dari Bank yang telah memperoleh izin
usaha dari Bank Indonesia;
2) Kantor Cabang yang telah memperoleh izin
pembukaan kantor dari Bank Indonesia;
3) Kantor Cabang dari Bank yang Kantor Pusatnya
berkedudukan di luar negeri yang telah memperoleh
izin pembukaan kantor dari Bank Indonesia;
4) Kantor Cabang Pembantu dari Bank yang Kantor
Pusatnya berkedudukan di luar negeri yang telah
memperoleh izin pembukaan kantor
dari
Indonesia.
c. PLA wajib menyediakan kelengkapan TPK, yang terdiri
dari :
1) perangkat lunak aplikasi TPK;
2) perangkat lunak sistem;
3) perangkat keras;
4) JKD cadangan (dial up); dan
5) sarana back-up TPK,
dengan sekurang-kurangnya memenuhi spesifikasi
sebagaimana dalam Lampiran 1.
d. Lokasi kantor Bank yang memungkinkan Bank tersebut
untuk …
Bank
6
untuk mengikuti Kliring secara tertib sesuai jadwal Kliring
Lokal yang ditetapkan.
2. Persyaratan untuk menjadi PTL
a. Kantor Bank yang dapat menjadi PTL adalah :
1) Kantor Pusat dari Bank yang telah memperoleh izin
usaha dari Bank Indonesia;
2) Kantor Cabang yang telah memperoleh izin
pembukaan kantor dari Bank Indonesia;
3) Kantor Cabang Pembantu dari Bank yang Kantor
Pusatnya berkedudukan di luar negeri yang telah
memperoleh izin pembukaan kantor
Indonesia;
dari
4) Kantor Cabang Pembantu dari Bank yang Kantor
Pusatnya berkedudukan di dalam negeri yang telah
memperoleh izin pembukaan kantor
dari
Indonesia.
b. Kantor Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf a
menginduk pada kantor lain yang merupakan Bank yang
sama dan telah menjadi Peserta Langsung di Wilayah
Kliring yang sama.
3. Sandi Peserta
Terhadap PLA dan PLP diberikan sandi Peserta sedangkan untuk
PTL tidak diberikan sehingga menggunakan sandi Peserta milik
kantor induknya yang menjadi PLA atau PLP. Penetapan sandi
Peserta dilakukan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi.
Bank
Bank
C. Tata …
7
C. Tata cara menjadi Peserta
Tata cara keikutsertaan Bank atau kantor Bank dalam Kliring
Elektronik diatur sebagai berikut.
1. Dengan memperhatikan persyaratan pada huruf B.1., Bank atau
kantor Bank mengajukan surat
permohonan
kepada
Penyelenggara untuk menjadi Peserta dengan melampirkan :
a. foto kopi surat izin usaha Bank atau surat izin pembukaan
kantor Bank;
b.
formulir Data Keanggotaan Kliring Elektronik
sebagaimana dalam Lampiran 2 yang telah diisi secara
lengkap;
c. foto kopi surat persetujuan penggunaan Warkat dan
Dokumen Kliring. Berkaitan dengan hal tersebut terhadap
Bank baru yang telah memperoleh izin prinsip dalam
rangka pendirian Bank dapat segera mengajukan
permohonan persetujuan Warkat dan Dokumen Kliring
kepada Bank Indonesia dengan tata cara sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Warkat, Dokumen Kliring, dan Pencetakannya
Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. Dalam hal
ini, khusus untuk mendapatkan persetujuan atas Warkat
dan Dokumen Kliring yang akan digunakan, untuk
pengisian sandi Peserta pada spesimen Warkat dan
Dokumen Kliring menggunakan sandi yang ditentukan oleh
Bank Indonesia yang mewilayahi.
2. Dalam surat permohonan tersebut kantor Bank yang
bersangkutan sekaligus dapat mengajukan kantor lain yang akan
menjadi …
8
menjadi PLP atau PTL, dengan memperhatikan ketentuan
mengenai persyaratan dan tata cara permohonan menjadi PLP
atau PTL.
3. Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada Bank atau
kantor Bank pemohon mengenai keputusan untuk menyetujui
atau menolak permohonan kepesertaan dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah surat permohonan
diterima secara lengkap.
4. Apabila Penyelenggara memutuskan untuk menyetujui
permohonan kepesertaan maka dalam pemberitahuan
tertulis
sebagaimana dimaksud dalam angka 3, sekaligus disampaikan
informasi sebagai berikut :
a. persetujuan prinsip keikutsertaan Bank atau kantor Bank
yang bersangkutan dalam Kliring Elektronik;
b. penyampaian identitas Peserta berupa sandi Peserta, khusus
untuk Bank atau kantor Bank yang berstatus PLA dan PLP;
c. kewajiban calon Peserta untuk melakukan pelaksanaan
pemasangan JKD dan aplikasi TPK di tempat Bank atau
kantor Bank yang berstatus PLA;
d. kewajiban calon Peserta untuk menyampaikan :
1) contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan dengan menggunakan formulir yang telah
ditetapkan oleh Penyelenggara sebanyak 2 (dua)
lembar;
2) 2 (dua) disket ukuran 3.5” (90mm) untuk merekam
aplikasi Semi Otomasi Kliring Lokal (SOKL) dalam
kegiatan Kliring pengembalian, khusus untuk Bank
atau …
9
atau kantor Bank yang berstatus PLA dan PLP;
3) 2 (dua) disket ukuran 3.5” (90 mm) untuk merekam
aplikasi program buku sandi yang berisi daftar PLA
dan PLP yang terdaftar pada Penyelenggara.
e. persyaratan lainnya yang diperlukan oleh Penyelenggara.
5. Khusus untuk PLA, setelah JKD Bank atau kantor Bank
terhubung dengan SPKE di Penyelenggara, Bank atau kantor
Bank menyampaikan surat kepada Penyelenggara perihal
kesiapan untuk mengikuti Kliring dengan disertai persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam angka 4.d dan 4.e serta tembusan
Berita Acara pemasangan JKD dan aplikasi perangkat lunak
sistem TPK.
6. Setelah semua persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka
4.d, 4.e dan 5 dipenuhi maka kepada Peserta yang bersangkutan
akan diberikan :
a. surat persetujuan yang memuat tanggal aktivasi TPK
sekaligus tanggal efektif bagi PLA atau tanggal efektif
keikutsertaan Kliring bagi PLP atau PTL;
b. Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) untuk PLA dan
PLP. Ketentuan tentang TPPK diatur
secara
tersendiri
dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal
Petugas Kliring (TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring
yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik;
c. 2 (dua) disket ukuran 3.5" (90 mm) yang berisi rekaman
aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian
sebagaimana dimaksud dalam angka 4.d.2);
d. 2 (dua) …
10
d. 2 (dua) disket ukuran 3.5" (90 mm) yang berisi rekaman
aplikasi program buku sandi sebagaimana dimaksud dalam
angka 4.d.3);
e. sistem pengendalian TPK Kliring Elektronik, bagi PLA,
dalam amplop tertutup yang terdiri dari :
1) logon table;
2) transmission ID dan Password.
Pengambilan sistem
pengendalian TPK
sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) dan 2) hanya dapat dilakukan
oleh Pimpinan Kantor Bank yang bersangkutan. Dalam hal
Pimpinan Kantor Bank yang bersangkutan berhalangan,
maka pengambilan sistem pengendalian TPK tersebut dapat
dilakukan oleh pejabat atau pegawai bank yang ditunjuk
dengan menggunakan surat kuasa bermeterai cukup dan
menggunakan kertas berlogo bank yang bersangkutan.
7. Tanggal efektif keikutsertaan Peserta dalam Kliring adalah 15
(lima belas) hari kerja terhitung sejak Peserta yang bersangkutan
memenuhi semua persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
angka 4.d dan 4.e untuk PLP atau PTL, serta angka 4.d, 4.e dan 5
untuk PLA.
8. Penyelenggara mengumumkan secara tertulis kepada seluruh
Peserta mengenai keikutsertaan Peserta tersebut paling lambat 2
(dua) hari kerja sebelum tanggal efektif keikutsertaannya dengan
mencantumkan fotokopi contoh Stempel Kliring dan Stempel
Kliring Dibatalkan.
D. Perubahan nama, pemindahan alamat, perubahan status kantor dan
status kepesertaan
1. Perubahan nama Peserta
a. Perubahan …
11
a. Perubahan nama Peserta wajib dilaporkan secara tertulis
kepada Penyelenggara segera setelah mendapat
surat
persetujuan perubahan nama Peserta dengan melampirkan :
1) foto kopi dokumen penetapan penggunaan izin usaha
dengan nama yang baru dari Bank Indonesia;
2) contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan;
3) foto kopi surat persetujuan penggunaan Warkat dan
Dokumen Kliring dengan nama baru;
4) 2 (dua) disket ukuran 3.5" (90 mm) yang berisi
rekaman aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring
pengembalian.
b. Setelah semua kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a. dipenuhi oleh Peserta maka kepada Peserta yang
bersangkutan akan diberikan :
1) surat persetujuan perubahan nama Peserta;
2) TPPK untuk Petugas Kliring bagi PLA dan PLP;
3) 2 (dua) disket ukuran 3.5" (90 mm) berisi rekaman
aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian.
c. Penyelenggara mengumumkan secara tertulis kepada
seluruh Peserta mengenai setiap perubahan nama Peserta
tersebut paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal
efektif berlakunya nama Peserta yang baru disertai foto
kopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan.
2. Perubahan sebutan nama kantor Peserta
Perubahan sebutan nama kantor Peserta di luar perubahan nama
Peserta …
12
Peserta yang tidak diikuti dengan pemindahan alamat wajib
dilaporkan secara tertulis dengan melampirkan :
a. foto kopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan;
b. 2 (dua) disket ukuran 3.5” (90 mm) berisi rekaman aplikasi
SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian.
3. Pemindahan alamat Peserta
Pemindahan alamat Peserta wajib dilaporkan secara
tertulis
kepada Penyelenggara segera setelah mendapat surat persetujuan
pemindahan alamat Peserta dengan melampirkan :
a. foto kopi dokumen persetujuan pemindahan alamat dari
Bank Indonesia;
b. foto kopi contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan, sebanyak 2 (dua) lembar dalam
hal
pemindahan alamat tersebut mengakibatkan perubahan
sebutan nama kantor;
c. 2 (dua) disket ukuran 3.5” (90 mm) berisi rekaman aplikasi
SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian.
4. Perubahan status kantor dan atau status kepesertaan
Perubahan status kantor Peserta dapat diikuti atau tidak diikuti
dengan perubahan status kepesertaannya.
a. Perubahan status kantor Peserta
yang
diikuti
dengan
perubahan status kepesertaan :
1) PLA dengan status Kantor Cabang yang kemudian
berubah menjadi Kantor Cabang Pembantu, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi PTL
sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang
telah …
13
telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama;
2) PLP dengan status Kantor Cabang yang kemudian
berubah menjadi Kantor Cabang Pembantu, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi PLA
sepanjang terdapat izin dari Bank Indonesia untuk
menjadi KCP di Wilayah Kliring yang berbeda
dengan kantor induknya serta tidak ada PLA dan PLP
lainnya dari Bank yang sama pada Wilayah Kliring
yang sama;
3) PLP dengan status Kantor Cabang yang kemudian
berubah menjadi Kantor Cabang Pembantu, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi PTL;
4) PTL dengan status Kantor Cabang yang kemudian
berubah menjadi Kantor Cabang Pembantu, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi PLA
sepanjang memperoleh izin atau persetujuan dari
Bank Indonesia untuk menjadi Kantor Cabang
Pembantu di Wilayah Kliring yang berbeda dari
Kantor Cabang induknya serta tidak ada PLA dan
PLP lainnya dari Bank yang sama pada Wilayah
Kliring yang sama;
5) PLA dengan status Kantor Cabang
Pembantu
sebagaimana dimaksud dalam angka III.B.1.a yang
kemudian berubah menjadi Kantor Cabang, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi
PLP
sepanjang di Wilayah Kliring yang sama terdapat
kantor lain dari Bank tersebut yang telah menjadi
PLA;
6) PLA…
14
6) PLA dengan status Kantor Cabang
Pembantu
sebagaimana dimaksud dalam angka III.B.1.a yang
kemudian berubah menjadi Kantor Cabang, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi PTL
sepanjang di Wilayah Kliring tersebut terdapat kantor
lain dari Bank tersebut yang telah menjadi PLA;
7) PTL dengan status Kantor Cabang Pembantu yang
kemudian berubah menjadi Kantor Cabang, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi PLA;
8) PTL dengan status Kantor Cabang Pembantu yang
kemudian berubah menjadi Kantor Cabang, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi PLP.
Daftar perubahan status kantor Peserta yang diikuti dengan
perubahan status kepesertaan adalah sebagaimana dalam
Lampiran 3a.
b. Perubahan status kantor Peserta yang tidak diikuti dengan
perubahan status kepesertaan :
1) PLA dengan status Kantor Cabang yang kemudian
berubah menjadi Kantor Cabang Pembantu, dapat
mengikuti Kliring dengan status kepesertaan yang
sama sepanjang memperoleh izin atau persetujuan
dari Bank Indonesia untuk menjadi Kantor Cabang
Pembantu di Wilayah Kliring yang berbeda dari
Kantor Cabang induknya serta tidak ada PLA dan
PLP lainnya dari Bank yang sama pada Wilayah
Kliring yang sama;
2) PTL dengan status Kantor Cabang yang kemudian
berubah …
15
berubah menjadi Kantor Cabang Pembantu, dapat
mengikuti Kliring dengan status kepesertaan yang
sama;
3) PLA dengan status Kantor Cabang
Pembantu
sebagaimana dimaksud dalam angka III.B.1.a yang
kemudian berubah menjadi Kantor Cabang, dapat
mengikuti Kliring dengan status kepesertaan yang
sama;
4) PTL dengan status Kantor Cabang Pembantu yang
kemudian berubah menjadi Kantor Cabang, dapat
mengikuti Kliring dengan status kepesertaan yang
sama.
Daftar perubahan status kantor Peserta yang tidak diikuti
dengan perubahan status kepesertaan adalah sebagaimana
dalam Lampiran 3b.
c. Perubahan status kepesertaan yang tidak diikuti perubahan
status kantor Peserta
Dalam hal perubahan status kepesertaan tidak diikuti
perubahan status kantor, maka Peserta tersebut
wajib
mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Penyelenggara dengan ketentuan sebagai berikut :
1) PLA dengan status Kantor Pusat, dapat mengubah
status kepesertaannya menjadi PLP
atau
PTL
sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang
telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama;
2) PLP dengan status Kantor Pusat, dapat mengubah
status kepesertaannya menjadi PLA atau PTL;
3) PTL…
16
3) PTL dengan status Kantor Pusat, dapat mengubah
status kepesertaannya menjadi PLA atau PLP;
4) PLA dengan status Kantor Cabang, dapat mengubah
status kepesertaannya menjadi PLP
atau
sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang
telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama;
5) PLP dengan status Kantor Cabang dapat mengubah
status kepesertaannya menjadi PLA atau PTL;
6) PTL dengan status Kantor Cabang, dapat mengubah
status kepesertaannya menjadi PLA atau PLP;
7) PLA dengan status Kantor Cabang Pembantu, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi PTL
sepanjang terdapat kantor lain dari Bank tersebut yang
telah menjadi PLA di Wilayah Kliring yang sama;
8) PTL dengan status Kantor Cabang Pembantu, dapat
mengubah status kepesertaannya menjadi PLA
sepanjang memperoleh izin atau persetujuan dari
Bank Indonesia untuk menjadi Kantor Cabang
Pembantu di Wilayah Kliring yang berbeda dari
Kantor Cabang induknya serta tidak ada PLA dan
PLP lainnya.
Daftar perubahan status kepesertaan yang tidak diikuti
perubahan status kantor Peserta adalah sebagaimana dalam
Lampiran 3c.
d. Dalam hal perubahan status kantor Peserta diikuti dengan
perubahan status kepesertaannya sebagaimana dimaksud
dalam…
PTL
17
dalam huruf a., maka Peserta tersebut wajib mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Penyelenggara dengan
melampirkan foto kopi izin dari Bank Indonesia mengenai
perubahan status kantor yang bersangkutan.
e. Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada
kantor Bank pemohon mengenai keputusan untuk
menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf d. dalam jangka waktu paling lama
7 (tujuh) hari kerja setelah surat permohonan diterima
secara lengkap.
f. Dalam hal perubahan status kantor Peserta tidak diikuti
dengan perubahan status
kepesertaannya
dimaksud dalam huruf b. maka Peserta
sebagaimana
tersebut wajib
melaporkan secara tertulis perubahan status kantornya
kepada Penyelenggara dengan melampirkan :
1) foto kopi izin dari Bank Indonesia mengenai
perubahan status kantor;
2) contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan dengan menggunakan formulir yang telah
ditetapkan oleh Penyelenggara sebanyak 2 (dua)
lembar.
g. Dalam hal perubahan status kepesertaan tidak diikuti
perubahan status kantor Peserta sebagaimana dimaksud
dalam huruf c., maka Peserta tersebut wajib mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Penyelenggara;
h. Penyelenggara …
18
h. Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada
kantor Bank pemohon mengenai keputusan untuk
menyetujui atau menolak permohonan perubahan status
kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. dan c.
dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah
surat permohonan diterima secara lengkap.
i. Dalam hal Bank atau kantor Bank disetujui
untuk
mengubah status kepesertaan, Penyelenggara
memberitahukan melalui surat kepada yang bersangkutan
mengenai :
1) persetujuan perubahan status kepesertaan Bank atau
kantor Bank yang bersangkutan dalam
Elektronik;
Kliring
2) penyampaian identitas Peserta berupa sandi Peserta,
khusus untuk Bank atau kantor Bank yang berstatus
PLA dan PLP;
3) kewajiban untuk melakukan pelaksanaan pemasangan
JKD dan aplikasi TPK di tempat Bank atau kantor
Bank yang berstatus PLA;
4) kewajiban untuk menyampaikan
contoh
Stempel
Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan yang telah
ditetapkan oleh Penyelenggara sebanyak 2 (dua)
lembar;
5)
persyaratan lainnya yang diperlukan oleh
Penyelenggara.
j. Setelah JKD Bank atau Kantor Bank terhubung dengan
SPKE di Penyelenggara, Bank
atau
kantor
Bank
menyampaikan …
19
menyampaikan surat kepada
Penyelenggara
kesiapan untuk mengikuti kliring dengan
perihal
disertai
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf i.4) dan
i.5) serta tembusan Berita Acara pemasangan JKD dan
aplikasi perangkat lunak sistem TPK.
k. Setelah semua kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam
huruf j. dipenuhi oleh Peserta maka kepada Peserta yang
bersangkutan akan diberikan :
1) Surat persetujuan aktivasi TPK, bagi PLA;
2) TPPK untuk Petugas Kliring, bagi PLA dan PLP;
3) Disket ukuran 3.5" (90 mm) sebanyak 4 (empat)
disket masing-masing 2 (dua) disket berisi rekaman
aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring pengembalian
dan 2 (dua) disket berisi rekaman aplikasi program
buku sandi sejumlah PLA dan PLP yang terdaftar
pada Penyelenggara, bagi Bank atau kantor Bank
yang disetujui untuk mengubah status kepesertaan
dari PTL menjadi PLP atau PLA;
4) Sistem pengendalian TPK Kliring Elektronik, bagi
PLA, dalam amplop tertutup yang terdiri dari :
a)
logon table;
b) transmission ID dan Password.
Pengambilan sistem pengendalian TPK sebagaimana
dimaksud dalam huruf a) dan b) hanya dapat
dilakukan oleh Pimpinan Kantor Bank yang
bersangkutan. Dalam hal
Pimpinan Kantor Bank
yang bersangkutan berhalangan, maka pengambilan
sistem …
20
sistem pengendalian TPK tersebut dapat dilakukan
oleh pejabat atau pegawai bank yang ditunjuk dengan
menggunakan surat kuasa bermeterai cukup dan
menggunakan kertas berlogo bank yang bersangkutan.
l. Tanggal efektif perubahan status kepesertaan adalah 15
(lima belas) hari kerja setelah persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka 3.j dipenuhi.
m. Penyelenggara mengumumkan secara tertulis kepada
seluruh Peserta mengenai setiap perubahan nama Peserta,
alamat, status kantor dan status kepesertaan tersebut paling
lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal
efektif
berlakunya perubahan Peserta yang baru disertai foto kopi
contoh Stempel Kliring dan Stempel Kliring Dibatalkan.
n. Dalam hal Peserta mengalami perubahan nama, status
kantor dan status kepesertaan, maka Peserta yang
bersangkutan diberi kelonggaran paling lama 3 (tiga) bulan
untuk melakukan penyesuaian atas Warkat dan Dokumen
Kliring terhitung sejak tanggal efektif berlakunya
perubahan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
IV. WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
Warkat dan Dokumen Kliring yang digunakan dalam Kliring Elektronik
wajib memenuhi spesifikasi teknis sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai Warkat, Dokumen Kliring, dan Pencetakannya
pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti.
A. Warkat
Warkat yang dapat diperhitungkan dalam Kliring Elektronik adalah :
1. Cek…
21
1. Cek;
2. Bilyet Giro;
3. Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT);
4. Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT);
5. Nota Debet;
6. Nota Kredit.
B. Dokumen Kliring
Dokumen Kliring pada dasarnya merupakan dokumen yang berfungsi
sebagai alat bantu dalam proses perhitungan Kliring Elektronik.
1. Jenis Dokumen Kliring
Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring
Elektronik adalah :
a. Bukti Penyerahan Warkat Debet - Kliring Penyerahan
(BPWD);
b. Bukti Penyerahan Warkat Kredit - Kliring Penyerahan
(BPWK);
c. Lembar Substitusi;
d. Kartu Batch;
e. Bukti Penyerahan Rekaman Warkat Kliring Pengembalian
(BPRWKP).
2. Penggunaan Dokumen Kliring
a. BPWD digunakan sebagai tanda bukti penyerahan Warkat
debet untuk setiap Bundel Warkat dari Petugas Kliring
kepada Penyelenggara pada kegiatan Kliring penyerahan.
b. BPWK digunakan sebagai tanda bukti penyerahan Warkat
kredit untuk setiap Bundel Warkat dari Petugas Kliring
kepada Penyelenggara pada kegiatan Kliring penyerahan.
c. Bukti …
22
c. Bukti Penyerahan Warkat (BPW) sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan b masing-masing dibuat dalam rangkap
2 (carbonized) oleh Peserta Pengirim dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) lembar asli yang diisi dengan informasi dalam bentuk
MICR code line, yang merupakan Bukti Penyerahan
Warkat oleh Petugas Kliring kepada Penyelenggara
atas setiap Bundel Warkat yang disampaikan dan
ditandatangani oleh Peserta pada kolom tanda tangan
yang telah tersedia;
2) lembar kedua (tembusan) setelah diparaf oleh
Penyelenggara akan diserahkan kembali kepada
Petugas Kliring yang menyerahkan Bundel Warkat
sebagai bukti bahwa Penyelenggara telah menerima
Bundel Warkat dari Petugas Kliring.
d. Lembar Substitusi digunakan dalam Kliring penyerahan
sebagai tempat menempelkan bukti penjumlahan nominal
dari Warkat (add-list) yang diserahkan kepada
Penyelenggara. Pada Lembar
Substitusi
dicantumkan
jumlah nominal yang sama dengan hasil penjumlahan
seluruh Warkat pada Bundel Warkat yang bersangkutan.
e. Kartu Batch merupakan sarana untuk mengetahui jumlah
keseluruhan nominal Bundel Warkat dari masing-masing
Peserta dan sebagai sarana kontrol dalam proses Kliring.
Kartu Batch terdiri dari Kartu Batch Warkat Debet
(KBWD) dan Kartu Batch Warkat Kredit (KBWK);
sebagai
tanda
bukti
penyerahan
rekaman …
f. BPRWKP digunakan
23
rekaman Warkat Kliring pengembalian untuk setiap Bundel
Warkat dari Petugas Kliring kepada
BPRWKP merupakan hasil cetak komputer
Penyelenggara.
dengan
menggunakan aplikasi SOKL yang dicetak dalam rangkap
2 (dua) oleh Peserta Pengirim dengan ketentuan sebagai
berikut :
1) lembar asli merupakan tanda
bukti
rekaman Warkat oleh Petugas Kliring
Penyelenggara atas setiap Bundel Warkat
penyerahan
kepada
yang
disampaikan dan ditandatangani oleh Peserta pada
kolom tanda tangan yang telah tersedia;
2) lembar kedua (tembusan) setelah diparaf oleh
Penyelenggara akan diserahkan kembali kepada
Petugas Kliring yang disertai rekaman Warkat sebagai
bukti bahwa Penyelenggara telah menerima Bundel
Warkat dari Petugas Kliring dan memproses rekaman
Warkat.
C. Jenis angka dan simbol MICR code line pada Warkat dan Dokumen
Kliring
1. Angka dan simbol yang tercetak pada clear band (MICR code
line) merupakan rangkaian informasi yang dibutuhkan dalam
sistem Kliring Elektronik.
2. Pada clear band hanya terdapat pencetakan MICR code line.
Cetakan-cetakan dan atau coretan-coretan lainnya tidak
diperkenankan.
3. MICR code line pada Warkat yang wajib dicantumkan dalam
clear band terdiri dari :
a. Nomor …
24
a. Nomor Warkat
b. Sandi Peserta
c. Nomor Rekening
d. Sandi Transaksi
: 6 (enam) digit;
: 7 (tujuh) digit;
: 10 (sepuluh) digit;
: 2 (dua) digit;
e. Nilai Nominal Warkat : 14 (empat belas) digit.
4. Jenis angka dan simbol MICR yang digunakan dalam MICR code
line pada Warkat dan Dokumen Kliring harus sesuai dan
memenuhi spesifikasi untuk angka dan simbol MICR E-13B
sebagaimana ditentukan oleh ISO 1004:1995, yang terdiri dari :
a. 10 (sepuluh) digit angka, dari 0 (nol) sampai dengan 9
(sembilan) yang digunakan untuk mengisi informasi pada
MICR code line, yaitu : 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 ;
b. 4 (empat) simbol spesial sebagaimana dalam Lampiran 4.
5. Kualitas MICR code line harus memenuhi persyaratan kualitas
sebagai berikut:
a. menggunakan pita MICR yang memenuhi ISO 1004:1995;
b. baris MICR code line harus rata (tidak naik turun);
c. pencantuman angka dan simbol domestik MICR code line
tidak boleh cacat.
D. Pencantuman MICR Code Line pada Warkat
Pencantuman MICR code line pada Warkat meliputi :
1. Nomor Warkat
Nomor Warkat disediakan untuk nomor seri pada Cek dan Bilyet
Giro serta nomor urut atau nomor registrasi pada Warkat lainnya.
Meskipun demikian Bank dapat pula menggunakannya untuk
identitas …
25
identitas Warkat lainnya, misalnya nomor urut atau nomor
registrasi dan lain-lain untuk Warkat selain Cek atau selain
Bilyet Giro. Untuk keperluan nomor Warkat disediakan 6 (enam)
digit angka. Pencantuman nomor Warkat yang kurang dari 6
(enam) digit, harus diawali dengan angka “0” (nol). Sedangkan
untuk nomor Warkat yang melebihi 6 (enam) digit hanya
dicantumkan 6 (enam) digit terakhir. Di sebelah kiri dan kanan
nomor Warkat tersebut harus diisi dengan simbol domestik.
2. Sandi Peserta
Sandi Peserta disediakan untuk sandi Bank dan sandi kantor
penerima Warkat. Untuk keperluan sandi Peserta disediakan 7
(tujuh) digit angka, yang terdiri dari :
a. 3 (tiga) digit pertama untuk sandi Bank;
b. 3 (tiga) digit berikut untuk sandi kantor Peserta;
c. 1 (satu) digit terakhir untuk angka penguji.
Antara 3 (tiga) digit sandi Bank sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan 4 (empat) digit terakhir sebagaimana dimaksud
dalam huruf b dan c dipisahkan oleh identitas simbol garis
pendek dan diakhiri dengan identitas simbol Bank.
3. Nomor Rekening
Nomor rekening disediakan untuk nomor rekening nasabah pada
Peserta Penerima paling banyak 10 (sepuluh) digit angka, yang
sistematikanya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
Peserta. Pencantuman nomor rekening yang kurang dari 10
(sepuluh) digit, diawali dengan angka “0” (nol). Sedangkan
untuk nomor rekening yang melebihi 10 (sepuluh) digit hanya
dicantumkan 10
(sepuluh)
digit terakhir. Dalam hal nomor
rekening …
26
rekening menggunakan karakter spesial (non numeric) maka
pengisian MICR dilakukan dengan menggunakan angka
“0000000001” dan khusus untuk Nota Kredit diisi secara
lengkap nama serta nomor rekening penerima pada Warkat.
Nomor rekening ini diakhiri dengan simbol domestik.
4. Sandi Transaksi
Untuk keperluan statistik bagi pihak Penyelenggara, sandi
transaksi diatur sebagai berikut :
a. sandi transaksi disediakan untuk identitas jenis Warkat dan
atau jenis transaksi yang terdapat di dalamnya;
b. dalam sandi transaksi disediakan 2 (dua) digit angka
dengan pengaturan sebagai berikut :
1) 00 sampai dengan 09 untuk Cek;
2) 10 sampai dengan 19 untuk Bilyet Giro;
3) 20 sampai dengan 29 untuk WBUT;
4) 30 sampai dengan 39 untuk SBPT;
5) 40 sampai dengan 49 untuk Nota Debet, dengan
ketentuan :
a) sandi transaksi 40 sampai dengan 49 kecuali
sandi transaksi 45, untuk transaksi Kliring
dengan nilai nominal paling tinggi Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta Rupiah);
b) sandi transaksi 45, untuk transaksi Kliring
dengan nilai nominal di atas Rp. 10.000.000,00
(sepuluh juta Rupiah) dan digunakan untuk
transaksi-transaksi sebagaimana diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur
mengenai …
27
mengenai Penggunaan Nota Debet
Kliring.
dalam
6) 50 sampai dengan 59 untuk Nota Kredit, dengan
pengaturan sebagai berikut :
a) sandi transaksi 50, untuk :
(1) transaksi antar Bank untuk keuntungan
nasabah yang pelaksanaannya mengacu
pada Surat Edaran Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Jadwal Kliring dan
Tanggal Valuta Penyelesaian
Akhir,
Sistem
Penyelenggaraan Kliring Lokal
serta Jenis dan Batasan Nominal Warkat
atau Data Keuangan Elektronik; dan
(2) transaksi antar Bank selain transaksi Pasar
Uang Antar Bank (PUAB), Pasar Uang
Antar Bank Syariah (PUAS), transaksi
valuta asing antar Bank dan atau transaksi
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
atau Surat Berharga Pasar Uang (SBPU);
b) sandi transaksi 53, untuk transaksi valuta asing
antar bank;
c) sandi transaksi 55, untuk transaksi Sertifikat
Bank Indonesia (SBI), SWBI, atau SBPU.
5. Nilai Nominal
Informasi mengenai nilai nominal tidak
dicetak
secara
preprinted. Pencantumannya dilakukan oleh Peserta yang
memperhitungkan Warkat, dengan mempergunakan
peralatan
khusus …
28
khusus yang disebut MICR encoder atau reader-encoder dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. nilai nominal disediakan untuk pencantuman nilai nominal
yang tertera pada Warkat. Untuk keperluan tersebut
disediakan 14 (empat belas) digit angka termasuk 2 (dua)
digit nilai sen dalam satuan mata uang Rupiah (Rp);
b. pencantuman nilai nominal yang kurang dari 14 (empat
belas) digit harus diawali dengan angka “0” (nol) dan nilai
nominal setiap Warkat kurang dari
Rp1.000.000.000.000,00 (satu trilyun Rupiah).
Nilai nominal sebagaimana dimaksud di atas diapit oleh 2 (dua)
simbol nominal pada bagian kiri dan kanannya.
Cara pencantuman MICR code line pada Warkat adalah sebagaimana
dalam Lampiran 5a sampai dengan Lampiran 5j
E. Pencantuman MICR Code Line dan informasi lainnya pada Dokumen
Kliring
Informasi lengkap yang dicantumkan pada Dokumen Kliring oleh
Peserta Pengirim adalah :
1. BPW
Dalam BPW dicantumkan informasi sebagai berikut :
a. Stempel Kliring yang memuat informasi mengenai identitas
Peserta Pengirim (nama dan sandi Peserta) serta tanggal
Kliring yang sama dengan Stempel Kliring pada Warkat;
b. jumlah nilai nominal Bundel Warkat;
c. nama dan tanda tangan pejabat atau petugas Bank yang
menyerahkan Warkat kepada Penyelenggara;
d. MICR code line pada clear band BPW yang terdiri dari :
1) 6 (enam) …
29
1) 6 (enam) digit nomor Warkat, terdiri dari :
a) 3 (tiga) digit pertama diisi dengan angka 000;
b) 3 (tiga) digit terakhir diisi dengan 3 (tiga) digit
pertama sandi Bank Peserta Pengirim.
Di sebelah kiri dan kanan nomor Warkat tersebut
harus diisi dengan simbol domestik;
2) 7 (tujuh) digit sandi Peserta atau kantor Peserta,
terdiri dari :
a) 3 (tiga) digit pertama diisi dengan 3 (tiga) digit
sandi kantor Peserta Pengirim seperti
yang
tertera pada Stempel Kliring (tanpa angka
penguji);
b) 4 (empat) digit terakhir diisi dengan angka 9999.
Antara 3 (tiga) digit sandi kantor Peserta Pengirim
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan 4 (empat)
digit terakhir sebagaimana dimaksud dalam huruf b)
dipisah oleh identitas simbol garis pendek dan
diakhiri dengan identitas simbol Bank;
3) 10 (sepuluh) digit nomor rekening tidak perlu diisi;
4) 2 (dua) digit sandi transaksi pada BPWD diisi dengan
angka 60 dan pada BPWK diisi dengan angka 61;
5) 14 (empat belas) digit nilai nominal diisi dengan
jumlah keseluruhan nominal dalam Rupiah termasuk
2 (dua) digit untuk sen dari seluruh Warkat yang
diserahkan dengan BPW yang bersangkutan. Jumlah
keseluruhan nominal diapit oleh simbol nominal pada
bagian kiri dan kanannya;
6) Apabila …
30
6) Apabila terjadi kesalahan encode pada BPW maka
perbaikannya dilakukan dengan menggunakan BPW
baru.
2. Lembar Substitusi
Dalam Lembar Substitusi dicantumkan informasi sebagai
berikut :
a. Stempel Kliring yang memuat informasi mengenai identitas
Peserta Pengirim (nama dan sandi Peserta) serta tanggal
Kliring yang sama dengan Stempel Kliring pada BPW dan
Warkat;
b.
add-list dilekatkan pada bagian kiri atas Lembar Substitusi,
sehingga jumlah keseluruhan nominal dapat langsung
terlihat oleh petugas Penyelenggara;
c. jumlah keseluruhan nominal Warkat dalam bentuk MICR
code line di bagian kanan bawah harus sama dengan jumlah
keseluruhan nominal yang terdapat pada BPW.
3. Kartu Batch
Dalam Kartu Batch dicantumkan informasi sebagai berikut :
a. Stempel Kliring pada Kartu Batch harus sama dengan
Stempel Kliring pada BPW, Lembar Substitusi dan Warkat,
yang memuat informasi mengenai identitas
Pengirim (nama dan sandi Peserta) serta tanggal Kliring ;
Peserta
b. Jumlah keseluruhan nominal Bundel Warkat;
c. Pencantuman informasi dalam bentuk MICR code line pada
clear band Kartu Batch terdiri atas :
1) 6 (enam) digit nomor Warkat, terdiri dari :
a) 3 (tiga) digit pertama diisi dengan angka 000;
b) 3 (tiga) …
31
b) 3 (tiga) digit terakhir diisi dengan 3 (tiga) digit
pertama sandi Peserta Pengirim.
di sebelah kiri dan kanan nomor Warkat tersebut
harus diisi dengan simbol domestik.
2) 7 (tujuh) digit sandi Bank atau kantor Peserta, terdiri
dari :
a) 3 (tiga) digit pertama diisi dengan 3 (tiga) digit
sandi kantor Peserta Pengirim seperti
yang
tertera pada Stempel Kliring (tanpa angka
penguji);
b) 4 (empat) digit terakhir diisi dengan angka 9999;
Antara 3 (tiga) digit sandi kantor Peserta Pengirim
sebagaimana dimaksud dalam huruf a) dan 4 (empat)
digit terakhir sebagaimana dimaksud dalam huruf b)
dipisahkan oleh identitas simbol garis pendek dan
diakhiri dengan identitas simbol bank.
3) 10 (sepuluh) digit nomor rekening tidak perlu diisi;
4) 2 (dua) digit sandi transaksi diisi dengan angka 96;
5) 14 (empat belas) digit nilai nominal diisi dengan
jumlah keseluruhan nominal dalam Rupiah termasuk
2 (dua) digit untuk sen dari seluruh Warkat yang
diserahkan dengan BPW yang bersangkutan. Jumlah
keseluruhan nominal diapit oleh simbol nominal pada
bagian kiri dan kanannya;
6) Apabila terjadi kesalahan encode pada Kartu Batch
maka perbaikannya dilakukan dengan menggunakan
Kartu Batch baru.
Cara …
32
Cara pencantuman MICR code line pada Dokumen Kliring
sebagaimana terdapat dalam Lampiran 6a sampai dengan Lampiran
7b.
F. Hal-hal yang perlu diperhatikan
Dalam mencantumkan informasi sebagaimana tersebut di atas, agar
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. pencantuman nilai nominal pada Cek atau Bilyet Giro oleh
Peserta Pengirim tidak tumpang tindih dengan informasi yang
tercetak sebelumnya (preprinted);
2. simbol spesial sebagaimana dalam Lampiran 4 harus selalu
tercantum secara lengkap pada setiap Warkat;
3. diantara digit angka pada setiap informasi MICR code line tidak
boleh terdapat spasi kosong.
V. STEMPEL KLIRING DAN TANDA PENGENAL PETUGAS KLIRING
(TPPK)
A. Stempel Kliring
1. Dalam penyelenggaraan Kliring Elektronik, Peserta wajib
memiliki 2 (dua) jenis stempel yaitu Stempel Kliring dan
Stempel Kliring Dibatalkan.
a. PLA
1) Stempel Kliring memuat :
a) kata ″KLIRING″;
b) tanggal, bulan, dan tahun pada saat Warkat
dikliringkan;
c) nomor sandi PLA;
d) kata …
33
d) kata ″PLA″; dan
e) nama atau nama singkatan kantor Bank yang
lazim digunakan.
2) Stempel Kliring Dibatalkan memuat :
a) kata ″STEMPEL KLIRING DIBATALKAN″;
b) nama atau nama singkatan kantor Bank yang
lazim digunakan;
c) kolom untuk tanda tangan pejabat.
b. PLP
1) Stempel Kliring memuat :
a) kata ″KLIRING″;
b) tanggal, bulan, dan tahun pada saat Warkat
dikliringkan;
c) nomor sandi PLA;
d) nama atau nama singkatan kantor Bank yang
lazim digunakan; dan
e) kata ″PLP″.
2) Stempel Kliring Dibatalkan memuat :
a) kata ″STEMPEL KLIRING DIBATALKAN″;
b) nama atau nama singkatan kantor Bank yang
lazim digunakan;
c) kolom untuk tanda tangan pejabat.
c. PTL
1) Stempel Kliring memuat :
a) kata ″KLIRING″;
b) tanggal, bulan, dan tahun pada saat Warkat
dikliringkan;
c) nomor …
34
c) nomor sandi PLA;
d) nama kantor induknya;
e) nama atau nama singkatan kantor Bank yang
lazim digunakan; dan
kata ″PTL″.
f)
2) Stempel Kliring Dibatalkan memuat :
a) kata ″STEMPEL KLIRING DIBATALKAN″;
b) nama kantor induknya;
c) nama atau nama singkatan kantor Bank yang
lazim digunakan;
d) kolom untuk tanda tangan pejabat.
Bentuk dan ukuran Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan serta contoh format penyampaian sebagaimana
dimaksud dalam angka III.C.4.d sesuai dalam Lampiran 8.
2. PTL dapat menggunakan Stempel Kliring dan Stempel Kliring
Dibatalkan kantor induknya yang berada dalam Wilayah Kliring
yang sama;
3. Stempel Kliring Dibatalkan digunakan untuk membatalkan
Stempel Kliring yang tertera pada Warkat. Pembubuhan Stempel
Kliring Dibatalkan dilakukan dengan cara menyilang di atas
Stempel Kliring yang dibatalkan dan ditandatangani oleh Pejabat
yang berwenang;
4. Peserta dapat menggunakan teknologi komputer
dalam
pembubuhan Stempel Kliring pada Warkat dan Dokumen
Kliring sepanjang bentuk dan ukuran yang digunakan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Penyelenggara;
5. Penggunaan …
35
5. Penggunaan Stempel Kliring mengacu kepada Peraturan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Penyelenggaraan Kliring
Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar
Bank atas Hasil Kliring Lokal.
B. Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK)
Untuk menyerahkan dan menerima Warkat serta laporan hasil proses
Kliring, Petugas Kliring wajib menggunakan kartu identitas berupa
TPPK yang dikeluarkan oleh Penyelenggara. Tata cara memperoleh
TPPK, spesifikasi, penggunaan, dan ketentuan lain yang terkait
dengan TPPK adalah sebagaimana ditetapkan dalam Surat Edaran
Bank Indonesia yang mengatur mengenai Penggunaan Jasa Kurir dan
Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dalam Penyelenggaraan
Kliring yang menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik.
VI. TATA CARA PENYELENGGARAAN KLIRING ELEKTRONIK
A. Prosedur
1. Kliring penyerahan
a. Kegiatan di tempat Peserta, meliputi :
1) melakukan start up paling lambat 30 (tiga puluh)
menit setelah Penyelenggara membuka SPKE;
2) mempersiapkan Warkat dengan cara :
a) memisahkan Warkat menurut jenis transaksinya
yaitu Warkat debet dan Warkat kredit;
b) mencantumkan informasi MICR code line pada
clear band Warkat dan Dokumen Kliring;
3) membubuhkan Stempel Kliring kantor Peserta yang
bersangkutan …
36
bersangkutan pada bagian depan setiap Warkat dan
Dokumen Kliring dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Stempel Kliring tidak boleh mengenai clear
band;
b) Stempel Kliring tidak boleh menutupi angka
nominal;
c) Stempel Kliring pada Dokumen Kliring harus
sama dengan Stempel Kliring pada Warkat;
4) melakukan perekaman data Warkat ke dalam sistem
TPK dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam
“Buku Manual Aplikasi TPK”. Buku manual ini akan
disampaikan kepada PLA pada saat pemasangan
aplikasi TPK;
5) menyusun Bundel Warkat berikut Dokumen Kliring
dengan urutan sebagai berikut :
a) Bundel Warkat debet terdiri dari :
(1) BPWD;
(2) Lembar kedua BPWD;
(3) Lembar Substitusi yang dilampiri add-list;
(4) Kartu Batch Warkat Debet; dan
(5) Warkat debet yang bersangkutan.
b) Bundel Warkat kredit terdiri dari :
(1) BPWK;
(2) Lembar kedua BPWK;
(3) Lembar Substitusi yang dilampiri add-list;
(4) Kartu Batch Warkat Kredit; dan
(5) Warkat kredit yang bersangkutan.
6) setiap …
37
6) setiap Bundel Warkat paling banyak terdiri dari 200
(dua ratus) lembar Warkat atau jumlah keseluruhan
nominal Warkat dalam 1 (satu) Kartu Batch kurang
dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu trilyun Rupiah).
Dengan demikian, meskipun lembar Warkat dalam
Bundel Warkat belum mencapai 200 (dua ratus)
lembar namun jika jumlah keseluruhan nominal
Warkat dalam 1 (satu) Kartu Batch sama dengan atau
melebihi Rp1.000.000.000.000,00 (satu
trilyun
Rupiah), maka Warkat dalam Bundel tersebut harus
dibuat dalam 2 (dua) Bundel Warkat atau lebih;
7) mengirim batch DKE ke SPKE dengan ketentuan
sebagai berikut :
a)
b)
batch DKE yang dikirim ke SPKE telah
diperiksa dan dalam keadaan seimbang (jumlah
nominal keseluruhan rincian DKE sama dengan
jumlah nominal batch DKE);
Peserta (yang diwakili
Administrator atau petugas
oleh
yang
System
ditunjuk)
memasukkan kombinasi angka rahasia
(sequence number dan validation code),
transmission ID serta Password yang terdaftar di
SPKE untuk dapat melakukan pengiriman batch
DKE atau query informasi dari SPKE;
c) pengiriman batch DKE ke SPKE sesuai jadwal
Kliring Elektronik secara bertahap;
d) Peserta memeriksa status keberhasilan
pelaksanaan …
38
pelaksanaan pengiriman batch DKE berdasarkan
konfirmasi (acknowledgment) elektronis
dari
SPKE. Batch DKE yang berhasil diterima SPKE
akan diberi status TACK (transmission
acknowledged). Dalam hal pengiriman batch
DKE tersebut mengalami kegagalan atau tidak
sempurna, Peserta dapat melakukan pengiriman
ulang sepanjang memenuhi jadwal yang telah
ditetapkan;
e) Untuk memperlancar pelaksanaan Kliring
Elektronik maka sebelum melakukan proses End
Of Day (EOD) seluruh Peserta harus melakukan
pengecekan terhadap hasil pengiriman DKE
yang dikirimkan melalui TPK. Dalam hal
terdapat perbedaan antara pengiriman DKE dari
TPK dengan penerimaan DKE oleh SPKE maka
Peserta harus segera melaporkan kepada help
desk Penyelenggara sebelum berakhirnya batas
waktu pengiriman DKE;
f) Peserta menjamin bahwa DKE yang diterima
oleh SPKE sesuai dengan Warkat yang
disampaikan ke Penyelenggara. Segala risiko
yang timbul akibat ketidaksesuaian antara DKE
dengan Warkat menjadi tanggung jawab penuh
Peserta Pengirim;
g) DKE yang diterima SPKE dianggap sebagai data
yang sah dan tidak dapat dibatalkan oleh
Peserta …
39
Peserta. Apabila terdapat transaksi DKE yang
melanggar ketentuan Bank
Indonesia,
Penyelenggara dapat membatalkan pembukuan
perhitungan DKE dengan
cara melakukan
koreksi langsung ke rekening giro Bank Peserta
yang bersangkutan di Bank Indonesia
diluar
mekanisme proses Kliring. Pemberitahuan
pembatalan dan koreksi dimaksud dilakukan
secara tertulis kepada Peserta Pengirim dan
Peserta Penerima.
8) Menyampaikan Bundel Warkat ke Penyelenggara,
dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Peserta wajib menyampaikan Bundel Warkat ke
Penyelenggara apabila batch DKE
bersangkutan telah dikirim dan diterima SPKE;
yang
b) Peserta dilarang menyampaikan Warkat ke
Penyelenggara apabila DKE tidak diterima oleh
SPKE karena akan menimbulkan selisih
sebagaimana dimaksud dalam angka VI.D;
c) Setiap Bundel Warkat yang dikirim
ke
Penyelenggara harus dalam keadaan seimbang
(jumlah nominal keseluruhan rincian DKE sama
dengan jumlah nominal batch DKE), telah
diperiksa susunan, keabsahan dan kelengkapan
Warkat serta Dokumen Kliringnya.
b. Kegiatan di tempat Penyelenggara meliputi :
1) Petugas Kliring mencantumkan waktu
penyerahan
Bundel …
40
Bundel Warkat dengan cara memasukkan lembar
pertama dan kedua BPW ke dalam mesin penera
waktu (time stamps);
2) Petugas Kliring menyerahkan Bundel Warkat, media
rekaman data (bagi Peserta yang memerlukan) dan
bukti penyerahan media rekaman data sebagaimana
Lampiran 9 ke loket yang tersedia dalam jadwal yang
telah ditetapkan dengan menunjukkan TPPK;
3) Petugas loket memeriksa kelengkapan dan pengisian
Dokumen Kliring dalam setiap Bundel Warkat.
Apabila Dokumen Kliring telah
memenuhi
persyaratan kelengkapan dan pengisian maka petugas
loket membubuhkan paraf pada BPW, kemudian
mengembalikan lembar kedua BPW dan bukti
penyerahan media rekaman data (bagi Peserta yang
memerlukan) kepada Petugas Kliring sebagai tanda
terima;
4) Dalam hal persyaratan kelengkapan dan pengisian
Dokumen Kliring sebagaimana dalam angka 3) tidak
dipenuhi maka petugas loket akan membatalkan time
stamps dengan mencoret dan membubuhkan paraf
disertai alasan pembatalan;
5) Penyelenggara memproses setiap Bundel Warkat yang
telah diserahkan tersebut untuk didistribusikan kepada
Petugas Kliring. Terhadap setiap Warkat yang tidak
terbaca oleh mesin baca pilah (Warkat reject) diatur
sesuai prosedur sebagaimana dalam Lampiran 10;
6) Petugas Kliring menerima Warkat yang telah diproses
berikut …
41
berikut laporan hasil proses Kliring dan media
rekaman data (bagi Peserta yang memerlukan) pada
jadwal yang ditetapkan;
7) Setelah batas waktu transmit DKE berakhir, sistem
secara otomatis akan melakukan perhitungan Kliring
berdasarkan DKE yang diterima SPKE. Selanjutnya
hasil perhitungan tersebut dapat diakses Peserta
secara on line melalui TPK.
c. Kegiatan di kantor Peserta setelah menerima Warkat dan
laporan hasil proses Kliring dari Penyelenggara meliputi :
1) meneliti dan mencocokkan antara Warkat yang
diterima dengan Daftar Data Keuangan Elektronik
Kliring Penyerahan yang Diterima (KNB-SKE(X)-
1201/SKE(X)- 1201);
2) meneliti dan mencocokkan total nominal pada lembar
kedua BPW sebagaimana dimaksud pada angka b.3)
serta jumlah lembar warkat yang diserahkan dengan
Daftar Data Keuangan Elektronik Kliring Penyerahan
yang Diserahkan
1205);
(KNB-SKE(X)-1205/SKE(X)-
3) memeriksa Laporan Selisih Data Kliring Penyerahan
Menurut Peserta Pengirim
0071/SKE(X)-0071) dan Laporan
Penyerahan Menurut Peserta
SKE(X)-0071/SKE(X)-0072);
Data
Penerima
(KNB-SKE(X)-
Kliring
(KNB-
4) apabila setelah dilakukan penelitian dan pencocokan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1), 2) dan 3) di
atas …
42
atas, ditemukan adanya selisih atau perbedaan antara
laporan hasil proses Kliring berdasarkan DKE dengan
Warkat Masuk berupa:
a)
b)
Missing item;
Unlisted item; dan atau
c) Error encoding;
maka penyelesaiannya dilakukan dengan berpedoman
pada ketentuan selisih Kliring sebagaimana dimaksud
dalam angka VI.D;
5) melaporkan dengan segera kepada Penyelenggara
dalam hal terdapat perbedaan atau perubahan atas
Warkat dan laporan hasil Kliring yang diterima.
Sementara proses penyelesaian sedang
dilakukan,
Peserta wajib mengambil langkah-langkah
pengamanan untuk tidak melakukan pembayaran.
Apabila terdapat dugaan yang kuat bahwa telah terjadi
penyalahgunaan Warkat maka
Peserta
yang
bersangkutan wajib memberitahukan kepada Peserta
lawan transaksi untuk menunda pencairan dananya.
2. Kliring pengembalian (Retur)
a. Kegiatan di Kantor Peserta meliputi :
1) menetapkan DKE yang ditolak dengan berpedoman
pada ketentuan sebagaimana diatur
dalam
Surat
Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Penggunaan Nota Debet dalam Kliring dan Surat
Edaran Bank Indonesia
Tata Usaha Penarikan Cek dan atau Bilyet Giro
Kosong;
2) merekam…
yang mengatur mengenai
43
2) merekam DKE setiap Warkat debet yang ditolak ke
dalam disket utama dan cadangan dengan
menggunakan aplikasi SOKL;
3) mencetak hasil rekaman DKE sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) yaitu :
a) BPRWKP rangkap 2 (dua);
b) Daftar Warkat Kliring pengembalian menurut
Bank Penerima;
c) Surat Keterangan Penolakan (SKP) dalam
rangkap 2 (dua), yaitu 1 (satu) lembar untuk
nasabah dilampirkan pada Warkat dan 1 (satu)
lembar lainnya untuk arsip Peserta;
d) Daftar Warkat yang Ditolak dengan Alasan
Kosong sebagai pengganti tembusan SKP untuk
Penyelenggara.
Pembuatan dokumen-dokumen dimaksud berpedoman
pada Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara
Semi Otomasi;
4) meneliti kebenaran data yang direkam kemudian
membubuhkan tanda tangan dan mencantumkan nama
jelas Petugas Peserta Pengirim serta Stempel Kliring
pada dokumen-dokumen sebagaimana
dalam angka 3). Kesalahan DKE yang direkam ke
dalam disket merupakan tanggung jawab Peserta yang
bersangkutan;
5) pengembalian Warkat debet yang ditolak dilakukan
melalui …
dimaksud
44
melalui Kliring pengembalian yang merupakan satu
kesatuan siklus dengan Kliring penyerahan yang
bersangkutan;
6) pengembalian Warkat kredit yang ditolak dilakukan
melalui Kliring penyerahan berikutnya segera setelah
diketahui adanya kesalahan dengan menerbitkan
Warkat baru;
7) dalam hal Warkat ditolak karena diduga terdapat
suatu tindak pidana sesuai dengan surat keterangan
dari Kepolisian, maka Peserta Penerima disamping
merekam DKE dimaksud juga melakukan hal-hal
sebagai berikut :
a) menahan Warkat tersebut dan membuat surat
keterangan penahanan dalam rangkap 3 (tiga),
yang menyatakan bahwa Peserta
yang
bersangkutan telah menerima serta menahan
Warkat tersebut, karena diduga
ada
hubungannya dengan suatu tindak pidana sesuai
dengan surat bukti lapor dari Kepolisian;
b) surat keterangan penahanan Warkat tersebut di
atas dengan dilampiri foto kopi surat bukti lapor
dari Kepolisian dan foto kopi Warkat yang
bersangkutan, disampaikan :
(1) asli kepada penyetor melalui
Pengirim;
Peserta
(2) 1 (satu) tembusan
Pengirim;
kepada
Peserta
(3) 1 (satu) …
45
(3) 1 (satu) tembusan kepada Penyelenggara.
Contoh Surat Keterangan Penahanan Warkat
sebagaimana dimaksud dalam
sebagaimana dalam Lampiran 11.
huruf a) adalah
b. Kegiatan di tempat Penyelenggara meliputi :
1) Petugas Kliring mencantumkan waktu penyerahan
Bundel Warkat dengan cara memasukkan lembar
pertama dan lembar kedua BPRWKP ke dalam mesin
penera waktu (time stamps) yang disediakan oleh
Penyelenggara;
2) Petugas Kliring
menyerahkan disket, BPRWKP,
3) Petugas loket memeriksa
BPRWKP;
Warkat yang ditolak, Daftar Warkat yang Ditolak
dengan Alasan Kosong, dan Daftar Warkat Kliring
Pengembalian menurut Peserta Penerima serta SKP
kepada Penyelenggara dengan menunjukkan TPPK;
kelengkapan
pengisian
4) Dalam hal BPRWKP tidak memenuhi persyaratan
kelengkapan pengisian sebagaimana dimaksud dalam
angka 3) maka petugas loket akan membatalkan time
stamps dengan mencoret dan membubuhkan paraf
disertai alasan pembatalan;
5) Dalam hal BPRWKP telah memenuhi persyaratan
kelengkapan pengisian sebagaimana dimaksud dalam
angka 3) maka Penyelenggara melakukan
penggabungan data Kliring pengembalian;
proses penggabungan
proses
6) Apabila dalam
data Kliring
pengembalian …
46
pengembalian sebagaimana dimaksud dalam angka
5), disket yang disampaikan oleh Petugas Kliring
tidak dapat dibaca atau terdapat kekeliruan maka
Petugas Kliring wajib segera mengganti disket
dimaksud dengan disket cadangan dan
menyerahkannya kepada petugas
Penyelenggara
dalam jadwal Kliring pengembalian yang ditetapkan;
7) Petugas Kliring menerima disket dan lembar kedua
BPRWKP yang telah diparaf oleh
Penyelenggara;
petugas
8) Penyelenggara memproses data Kliring pengembalian
dan memilah Warkat yang disertai SKP menurut
Peserta Penerima;
9) Penyelenggara mencetak laporan hasil Kliring
pengembalian;
10) Penyelenggara mencocokkan Warkat yang disertai
SKP dengan laporan hasil Kliring pengembalian;
11) Dalam hal hasil pencocokan sebagaimana dimaksud
dalam angka 10) terdapat perbedaan maka
Penyelenggara akan memberitahukan dengan surat
kepada Peserta terkait;
12) Penyelenggara mendistribusikan Warkat, SKP dan
laporan hasil Kliring pengembalian kepada Petugas
Kliring.
c. Kegiatan di kantor Peserta setelah menerima Warkat dan
laporan hasil proses Kliring dari Penyelenggara adalah
meneliti dan mencocokkan laporan hasil proses Kliring
dengan …
47
dengan data Warkat yang diserahkan maupun fisik Warkat
yang diterima.
B. Hal-hal yang wajib diperhatikan oleh Peserta dalam pelaksanaan
kegiatan Kliring
1. Dalam Kliring penyerahan
a. Melakukan penelitian atas Warkat sebelum Warkat
diserahkan kepada Penyelenggara. Dalam hal ini Peserta
wajib meneliti dan bertanggung jawab terhadap keabsahan,
kelengkapan, dan kebenaran jumlah lembar serta nominal
Warkat yang tercantum pada Dokumen Kliring. Jumlah
nominal yang tercantum pada bukti penyerahan maupun
pada Kartu Batch harus sama dengan jumlah nominal
keseluruhan Warkat
berdasarkan
add-list
(bukti
penjumlahan mesin hitung) yang dilampirkan pada Lembar
Substitusi;
b. Penyelenggara tidak bertanggung jawab atas keabsahan dan
kebenaran jumlah lembar serta nominal Warkat
dan
Dokumen Kliring;
c. Menggunakan user ID, Password dan logon table secara
benar dan bertanggung jawab serta menjaga kerahasiaan;
d. Melakukan penatausahaan, pemeliharaan dan pengawasan
terhadap Warkat, Dokumen Kliring, serta menjaga kualitas
MICR, TPK, mesin encoder atau reader-encoder yang
dimiliki agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang
tidak berkepentingan;
e. Menjaga kondisi fisik Warkat agar tidak lusuh, basah atau
rusak. Pada setiap Warkat dalam Bundel Warkat tidak
boleh …
48
boleh terdapat benda yang dapat mengganggu proses
pengolahan Warkat tersebut seperti paper-clips, staples,
dan sebagainya;
f. Tidak mengkliringkan Warkat dari Wilayah Kliring lain;
g. Melakukan pencocokan antara jumlah yang tertulis pada
Warkat dengan jumlah yang dihasilkan oleh mesin
encoder;
h.
Add-list yang diserahkan kepada Penyelenggara adalah
add-list yang dibuat atas dasar jumlah yang tertulis pada
Warkat. Susunan Warkat wajib dilakukan sesuai dengan
urutan nilai nominal pada add-list;
i. Melakukan pencocokan antara jumlah Bundel Warkat yang
diserahkan dengan jumlah keseluruhan nominal yang
tercantum pada lembar kedua BPW yang diterima dari
Penyelenggara terutama apabila penyerahan Warkat
dilakukan oleh perusahaan jasa kurir;
j. Meningkatkan ketelitian dalam melakukan encode pada
Warkat dan Dokumen Kliring;
k. Sandi Peserta pada BPW dan Kartu Batch harus sama
dengan sandi Peserta pada Stempel Kliring dan TPPK;
l. BPW wajib dibubuhi tanda tangan dan nama jelas Petugas
Kliring internal Bank yang menyerahkan;
m. Petugas Kliring yang menerima Warkat dan atau laporan
hasil proses Kliring milik Peserta lain, wajib segera
memberitahukan dan menyerahkan kepada Peserta yang
seharusnya menerima serta melaporkan kepada
Penyelenggara pada hari yang sama.
2. Dalam…
49
2. Dalam Kliring pengembalian
a. Menggunakan identitas PLA induknya dalam menyerahkan
Warkat pada Kliring pengembalian bagi PLP atau PTL;
b. Disket yang disampaikan kepada Penyelenggara bebas dari
virus dan atau tidak rusak atau cacat. Untuk menghindari
terjadinya kerusakan pada disket, Peserta hendaknya secara
berkala mengganti disket yang sudah digunakan untuk
proses Kliring dengan disket baru;
c. Untuk menghindari kemungkinan terhambatnya kelancaran
proses Kliring, Peserta wajib merekam
data
Kliring
pengembalian ke dalam disket utama dan disket cadangan
yang masing-masing berwarna hitam untuk disket utama
dan warna lain untuk disket cadangan;
d. Jumlah lembar dan jumlah keseluruhan nominal Warkat
pada BPRWKP harus sama dengan jumlah keseluruhan
lembar dan jumlah nominal data Warkat pada disket;
e. Petugas Kliring yang menerima Warkat dan atau laporan
hasil proses Kliring milik Peserta lain, wajib segera
memberitahukan dan menyerahkan kepada Peserta yang
seharusnya menerima serta melaporkan kepada
Penyelenggara pada hari yang sama.
3. Sistem TPK
a. Peserta menggunakan perangkat keras dan lunak sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan Penyelenggara;
b. Peserta melakukan perjanjian dengan
pendukung sistem untuk memberikan jaminan purna jual
demi
kepastian
dan
kelancaran
pelaksanaan
Kliring
Elektronik …
para vendor
50
Elektronik;
c. Peserta dilarang menerima dan atau melakukan perubahan-
perubahan dalam bentuk dan cara apapun terhadap
spesifikasi TPK dimaksud tanpa persetujuan tertulis dari
Penyelenggara.
4. Perjanjian Guest Bank
Peserta dapat membuat perjanjian kerjasama yang bersifat timbal
balik sebagai Guest Bank dengan Peserta lain, untuk
mengantisipasi kemungkinan timbulnya
kerusakan
perangkat
TPK dan atau JKD yang dapat mengganggu kelancaran kegiatan
Kliring. Tembusan perjanjian dimaksud disampaikan kepada
Penyelenggara.
C. Dasar Perhitungan Kliring Elektronik
Perhitungan Kliring Elektronik didasarkan atas DKE yang diterima
oleh Penyelenggara.
D. Selisih Data Kliring
1. Laporan Selisih Data Kliring
a. Laporan Selisih Data Kliring diberikan kepada Peserta
Penerima maupun Peserta Pengirim.
Dalam hal Laporan
Selisih Data Kliring menunjukkan adanya selisih antara
DKE dengan data hasil proses Warkat, Peserta yang
bersangkutan menindaklanjuti selisih
Kliring dimaksud
agar tidak menimbulkan kerugian bagi Peserta atau pihak
yang terkait;
b. Laporan Selisih Data Kliring diterbitkan secara harian dan
didistribusikan kepada PLA dan PLP bersamaan dengan
penyampaian Warkat dan laporan hasil proses Kliring
lainnya.
2. Penyebab …
51
2. Penyebab Selisih Data Kliring dan Tata Cara Penyelesaiannya
a. Penyebab Selisih Data Kliring
Selisih Data Kliring dapat disebabkan antara lain karena :
1) DKE diterima Penyelenggara sedangkan Warkat tidak
diterima Penyelenggara (missing item);
2) DKE tidak diterima Penyelenggara sedangkan Warkat
diterima Penyelenggara (unlisted item);
3) Terdapat kesalahan pada MICR code line (error
encoding).
b. Tata Cara Penyelesaian Selisih Data Kliring
Penyelesaian selisih data Kliring dilakukan secara bilateral,
multilateral antar Peserta yang bersangkutan atau
pemindahbukuan oleh Penyelenggara.
Peserta
bertanggung jawab penuh atas penyelesaian selisih data
Kliring tersebut.
1) Penyelesaian Missing Item
a) Missing item karena kesalahan dan atau
kelalaian Peserta Pengirim
(1) Peserta yang mengirimkan batch DKE ke
SPKE tetapi tidak disertai
Pengirim
dengan
penyampaian Warkat ke Penyelenggara
wajib menyerahkan Warkat
dimaksud
secara langsung kepada Peserta yang
seharusnya menerima Warkat dimaksud
paling lambat 2 (dua) jam sebelum batas
akhir waktu penyerahan Warkat dalam
Kliring pengembalian;
(2) Dalam…
52
(2) Dalam hal Warkat tersebut tidak dapat
disampaikan kepada Peserta yang
seharusnya menerima Warkat dalam batas
waktu yang ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam
angka
(1)
maka
penyelesaiannya dilakukan sebagai berikut :
(a) Terhadap missing item Warkat Debet
Peserta yang seharusnya menerima
Warkat wajib menolak DKE yang
tidak disertai oleh Warkat dalam
mekanisme Kliring pengembalian
(retur) dengan cara sebagaimana
dimaksud dalam angka VI.A.2, dan
melampirkan foto kopi Laporan
Selisih Data Kliring yang
menunjukkan missing item dimaksud
pada SKP dengan alasan penolakan
Warkat tidak diterima;
(b) Terhadap missing item Warkat Kredit
Peserta yang seharusnya menerima
Warkat dapat menyelesaikan
permasalahannya sesuai
dengan
kesepakatan Peserta yang
mengirimkan DKE dimaksud atau
menolak DKE dalam
Kliring
penyerahan hari berikutnya dengan
cara menerbitkan Warkat kredit untuk
untung …
53
untung Peserta Pengirim.
b) Missing item karena adanya pembatalan
transaksi oleh Penyelenggara
(1)
Penyelenggara melakukan pembatalan
terhadap pembukuan perhitungan DKE
sesuai dengan prosedur
Warkat reject dan penyelesaian
Kliring sebagaimana dimaksud
Lampiran 10;
penanganan
selisih
dalam
(2) Pembatalan sebagaimana dimaksud dalam
angka (1) akan diberitahukan oleh
Penyelenggara kepada Peserta Pengirim
dan Peserta Penerima, bersamaan dengan
distribusi Warkat dan laporan hasil proses
Kliring. Contoh formulir sebagaimana
dalam Lampiran 12.
2) Penyelesaian Unlisted Item
Penyelenggara tidak memperhitungkan Warkat yang
tidak disertai dengan DKE. Peserta yang mengirim
Warkat tanpa DKE wajib menarik kembali Warkat
dimaksud dari Peserta Penerima secara langsung pada
hari yang sama.
3) Penyelesaian Error Encoding
a) Dalam hal Warkat tidak sesuai dengan DKE
yang diterima, Peserta Penerima
menyelesaikannya secara bilateral
Peserta Pengirim
dengan
atau menolaknya melalui
mekanisme …
54
mekanisme Kliring;
b) Dalam hal DKE dari Warkat yang mengalami
error encoding dimaksud ditolak maka tata cara
penolakan sesuai dengan ketentuan mengenai
prosedur Kliring pengembalian.
E. Fasilitas Kliring
Fasilitas yang disediakan oleh Penyelenggara kepada setiap Peserta
dalam Kliring Elektronik meliputi :
1. Informasi Hasil Kliring
Informasi hasil Kliring diperoleh Peserta dalam bentuk :
a. elektronik yang dapat diakses secara elektronis oleh Peserta
dari Penyelenggara, melalui :
1) TPK meliputi informasi :
a) Daftar Sandi Kliring Peserta Kliring Elektronik;
b) Daftar DKE yang dikirim Peserta ke SPKE;
c) Hasil Kliring penyerahan.
2) Pusat Informasi Pasar Uang (PIPU) meliputi
informasi :
a) Informasi Hasil Kliring penyerahan;
b) Informasi Hasil Kliring pengembalian.
3) sarana elektronik lainnya yang diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia tersendiri.
b. laporan tercetak yang diperoleh Peserta dari Penyelenggara
pada saat distribusi Warkat dan laporan hasil proses
Kliring, meliputi :
1) Laporan Harian
a) Kliring Penyerahan Nominal Besar
(1) KNB-SKE…
55
(1) KNB-SKE(X)-1201 Daftar Data Keuangan
Elektronik Kliring Penyerahan Nominal
Besar yang Diterima;
(2) KNB-SKE(X)-1202 Bilyet Saldo Kliring
Penyerahan Nominal Besar Secara
Elektronik;
(3) KNB-SKE(X)-1205 Daftar Data Keuangan
Elektronik Kliring Penyerahan Nominal
Besar yang Diserahkan;
(4) KNB-SKE(X)-1208 Hasil
Kliring
Penyerahan Nominal Besar Secara
Elektronik;
(5) KNB-SKE(X)-0071 Laporan Selisih Data
Kliring Penyerahan Nominal Besar
Menurut Peserta Pengirim;
(6) KNB-SKE(X)-0072 Laporan Selisih Data
Kliring Penyerahaan Nominal Besar
Menurut Peserta Penerima.
b) Kliring Penyerahan Ritel
(1)
SKE(X)-1201 Daftar Data Keuangan
Elektronik Kliring Penyerahan Ritel yang
Diterima;
(2)
(3)
SKE (X)-1202 Bilyet Saldo Kliring
Penyerahan Ritel Secara Elektronik;
SKE(X)-1205 Daftar Data Keuangan
Elektronik Kliring Penyerahan Ritel yang
Diserahkan;
(4) SKE(X) …
56
(4) SKE(X)-1208 Hasil Kliring Penyerahan
Ritel Secara Elektronik;
(5) PKE(X)-3104 Kewajiban Membayar Atas
Warkat Kliring Penyerahan
Ritel
Ditolak Mesin Baca Pilah per Peserta
Pengirim;
(6) PKE(X)-3105 Kewajiban Membayar
Atas Cek/Bilyet Giro Kliring Penyerahan
Ritel yang Ditolak Mesin Baca Pilah per
Peserta Penerima;
(7) SKE(X)-0071 Laporan Selisih Data
Kliring Penyerahan Ritel Menurut Peserta
Pengirim;
(8) SKE(X)-0072 Laporan Selisih Data Kliring
Penyerahan Ritel Menurut
Penerima;
Peserta
(9)
SKE(X)-1211 Daftar Data Keuangan
Elektronik Kredit Kliring Penyerahan Ritel
yang Diterima.
c) Kliring Pengembalian Nominal Besar
(1)
(2) RNB-1204 Rekapitulasi
Pengembalian Nominal Besar;
(3) RNB-1208 Hasil Kliring Pengembalian
Nominal Besar.
d) Kliring Pengembalian Ritel
(1) SOKR…
RNB-1202 Bilyet Saldo Kliring
Pengembalian Nominal Besar;
Kliring
yang
57
(1)
SOKR-1202 Bilyet Saldo Kliring
Pengembalian Ritel;
(2) SOKR-1204 Rekapitulasi
Pengembalian Ritel;
Kliring
(3) SOKR-1208 Hasil Kliring Pengembalian
Ritel.
2) Laporan Bulanan
a) Kliring Penyerahan Nominal Besar
KNB-SKE(X)-3122 Rincian Biaya Proses DKE
Kliring Penyerahan Nominal Besar
Rekening Peserta di Bank Indonesia;
per
b) Kliring Pengembalian Nominal Besar
RNB-3122 Rincian Biaya Proses DKE Kliring
Pengembalian Nominal Besar per Rekening
Peserta di Bank Indonesia;
c) Kliring Penyerahan Ritel
(1) PKE(X)-3110 Rincian Kewajiban
Membayar Atas Warkat Kliring
Penyerahan Ritel yang Ditolak Mesin Baca
Pilah per Rekening Peserta di Bank
Indonesia;
(2) SKE(X)-3122 Rincian Biaya Proses DKE
Kliring Penyerahan Ritel per Rekening
Peserta di Bank Indonesia.
d) Kliring Pengembalian Ritel
SOKR-3122 Rincian Biaya Proses DKE Kliring
Pengembalian Ritel per Rekening Peserta di
Bank Indonesia;
e) Administrasi …
58
e) Administrasi
SKE(X)-3124 Rincian Biaya Administrasi
Dalam Kliring Elektronik per Rekening Peserta
di Bank Indonesia.
Huruf (X) dalam sandi laporan tersebut di atas
menunjukkan singkatan Penyelenggara Kliring Elektronik
di Wilayah Kliring setempat. Misalnya untuk Wilayah
Kliring Lokal Jakarta, Daftar Data Keuangan Elektronik
Kliring Penyerahan Ritel yang Diterima akan
menggunakan kode SKEJ-1201.
c. Data Hasil Kliring dalam bentuk media rekam (tape atau
cartridge)
Penyelenggara menyediakan informasi data Warkat yang
diterima dalam bentuk rekaman data bagi Peserta yang
telah melakukan otomasi pada sistem akuntansinya dalam
bentuk tape atau cartridge. Spesifikasi format file yang
terekam dalam tape atau cartridge sebagaimana Lampiran
13.
2. Salinan Warkat dan Permintaan Ulang atas Laporan Hasil Proses
Kliring
a. Penyelenggara dapat menyediakan Salinan Warkat yang
telah diproses dan permintaan ulang atas laporan hasil
proses Kliring. Permintaan Salinan Warkat dan atau
permintaan ulang atas laporan hasil proses Kliring
dimaksud dilakukan secara tertulis oleh Pejabat Peserta
dengan menyebutkan alasan permintaan. Khusus untuk
permintaan
Salinan
Warkat, Peserta diwajibkan
melampirkan …
59
melampirkan foto kopi lembar laporan hasil proses Kliring
yang menunjukkan adanya data Warkat dimaksud. Dalam
hal Salinan Warkat tidak dapat diberikan karena terjadi
kerusakan pada mesin Penyelenggara, maka sebagai
pengganti Salinan Warkat, Penyelenggara memberikan
surat keterangan bahwa Warkat tersebut telah diproses.
Contoh format permohonan Salinan Warkat dan atau
laporan hasil proses Kliring dan Tanda Terima
Pengambilan Salinan Warkat/laporan hasil proses Kliring
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 14a
dengan Lampiran 14c;
sampai
b. Peserta Penerima menggunakan Salinan Warkat untuk
melakukan :
1) pembukuan ke rekening nasabah dengan ketentuan
untuk Cek dan Bilyet Giro setelah mendapat
konfirmasi dari nasabah yang bersangkutan,
sedangkan untuk Warkat selain Cek dan Bilyet Giro
setelah mendapatkan konfirmasi dari
Pengirim;
Peserta
2) penolakan Warkat dalam Kliring
pengembalian
karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Surat
Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Tata
Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong dan Surat
Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring;
3) dalam hal Salinan Warkat telah dibukukan atau
dibayar oleh Peserta Penerima maka Warkat
dimaksud …
60
dimaksud tidak dapat dikliringkan kembali dalam
Kliring penyerahan. Peserta Penerima wajib
memblokir Cek dan atau Bilyet Giro yang telah
diterbitkan Salinan Warkatnya untuk dasar penolakan
Peserta Pengirim.
3. Investigasi selisih
Penyelenggara menyediakan fasilitas investigasi selisih yaitu
fasilitas untuk melakukan penelitian terhadap ketidaksesuaian
antara laporan hasil proses Kliring dengan :
a. DKE atau data Warkat yang disampaikan Peserta kepada
Penyelenggara; dan atau
b. Warkat yang diterima Peserta dari Penyelenggara.
Permintaan terhadap fasilitas investigasi selisih dilakukan
melalui telepon oleh pejabat atau Petugas Peserta, untuk
selanjutnya ditegaskan secara tertulis melalui surat atau faksimili
oleh pejabat Peserta yang bersangkutan dengan melampirkan
tembusan BPW dan laporan hasil proses Kliring atau data
pendukung lainnya.
Permintaan untuk melakukan investigasi selisih hanya dapat
diajukan oleh Peserta dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja
setelah hasil Kliring dibukukan oleh Bank Indonesia. Ketentuan
batas waktu tersebut tidak berlaku apabila terdapat indikasi
tindak pidana.
4. Pengujian kualitas MICR code line
Peserta dapat meminta bantuan Penyelenggara untuk menguji
kualitas MICR code line apabila
tingkat reject Warkatnya
menurut penilaian Peserta cukup tinggi. Permintaan pengujian
kualitas …
61
kualitas MICR code line disampaikan secara tertulis melalui
surat oleh Peserta kepada Penyelenggara dengan menyertakan
spesimen Warkat sebanyak 100 (seratus) lembar.
F. Perusahaan Jasa Kurir
Kegiatan tertentu dalam proses Kliring dapat diwakilkan kepada
petugas perusahaan jasa kurir. Ruang lingkup kegiatan, persyaratan,
dan tata cara penggunaan perusahaan jasa kurir adalah sebagaimana
ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring
(TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem
Otomasi dan Elektronik.
VII. BIAYA KLIRING
Setiap Peserta dikenakan biaya yang jenis dan besarnya ditetapkan dalam
Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Biaya Kliring.
VIII. JADWAL KLIRING LOKAL
Jadwal Kliring Lokal ditetapkan dan diumumkan secara tertulis oleh
Penyelenggara.
IX. SARANA DAN PENGAMANAN
A. Sarana Sistem Kliring Elektronik
1. Aplikasi TPK
a. Karakteristik aplikasi TPK
1) Aplikasi sistem TPK melayani proses operasional
sehubungan transaksi Kliring di kantor Peserta,
yang meliputi down load data tabel sandi Peserta dari
SPKE…
62
SPKE, encoding, perekaman data, reject re-entry,
balancing, transmit data, dan query;
2) Aplikasi sistem TPK bersifat unik dan dirancang
dengan struktur pengamanan bertingkat untuk
menjamin keamanan, keabsahan dan kerahasiaan
DKE yang dikirim Peserta ke SPKE.
b. Aplikasi sistem TPK pada Peserta dapat menggunakan
mesin reader-encoder atau mesin encoder;
c. Peserta yang tidak menggunakan mesin reader-encoder,
perekaman DKE dilakukan secara manual
dan
pencantuman MICR code line pada Warkat menggunakan
mesin encoder;
2. Jenis Aplikasi Sistem TPK
Aplikasi sistem TPK terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu :
a.
Single User
Merupakan aplikasi sistem TPK yang hanya dapat
digunakan oleh 1 (satu) orang pengguna saja.
b. Multi User
Merupakan aplikasi sistem TPK yang dapat digunakan oleh
1 (satu) sampai dengan 5 (lima) pengguna secara
bersamaan.
Peserta dapat memilih salah satu jenis aplikasi sistem TPK
tersebut sesuai dengan kebutuhan masing-masing
Peserta.
Spesifikasi teknis minimum aplikasi sistem TPK tersebut
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1.
3. JKD
JKD disediakan oleh Bank Indonesia untuk mengirim DKE dari
TPK…
63
TPK ke SPKE.
Perlengkapan yang dibutuhkan dalam jaringan komunikasi
tersebut adalah:
a. Perlengkapan Komunikasi Data Utama
Penyelenggara menyediakan perlengkapan komunikasi data
utama yang bersifat Dedicated line berupa Data Over
Voice (DOV) atau Very Small Apperture Terminal
(VSAT);
b. Perlengkapan Komunikasi Data Cadangan
Peserta menyediakan perlengkapan komunikasi data
cadangan berupa modem dial up, dengan spesifikasi dan
setting sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 dan
saluran telepon langsung yang disediakan oleh masing-
masing Peserta. Sambungan komunikasi
data cadangan
digunakan apabila sambungan komunikasi data utama
mengalami gangguan.
Biaya sehubungan dengan pemasangan dan penggunaan
perangkat komunikasi data utama ditanggung
oleh
Indonesia, sedangkan biaya yang timbul sehubungan dengan
penggunaan komunikasi data cadangan ditanggung oleh Peserta.
B. Pengamanan
Pengamanan sistem TPK dan SPKE terdiri dari:
1. Pengamanan Perangkat Keras TPK
a.
Bank
Sistem TPK merupakan suatu sistem yang berdiri sendiri
dan bersifat tertutup serta ditujukan khusus
menunjang Kliring dan dilarang digunakan untuk aplikasi
lain;
b. Peserta …
untuk
64
b. Peserta wajib membuat sistem dan prosedur baku intern
untuk pengamanan dan pengawasan atas
penggunaan
seluruh fasilitas TPK. Hal ini untuk mencegah dan
menghindari kemungkinan penyalahgunaan oleh pihak
yang tidak berhak.
2. Pengamanan Perangkat Lunak TPK
a. Pengamanan Pengelolaan Sistem
Sistem TPK dikelola oleh System Administrator yang
merupakan pejabat Peserta
yang
berwenang. System
Administrator terdiri dari System Administrator 1
(SYSADM 1) dan System Administrator 2 (SYSADM 2)
yang secara bersama-sama melakukan fungsi-fungsi antara
lain mendaftarkan, mengubah atau menghapus kewenangan
Peserta di TPK;
b. Pengamanan Akses terhadap Penggunaan Aplikasi
Untuk akses ke TPK, Peserta menggunakan User-ID dan
Password. Masa pakai password secara sistem dibatasi
selama 90 (sembilan puluh) hari. Peserta dapat melakukan
perubahan password secara berkala sebelum masa pakai
berakhir;
c. Pengamanan Pengiriman DKE
1) Petugas Peserta dalam melakukan akses ke SPKE
wajib memasukkan kombinasi angka dari logon table
(validation code dan sequence number) dan
transmission ID serta transmission Password yang
bersifat rahasia;
2) Kombinasi
angka dalam logon table hanya
dapat
digunakan …
65
digunakan 1 (satu) kali untuk setiap akses yang
berhasil dari TPK ke SPKE. Logon table tersebut
diterbitkan oleh Penyelenggara dengan 2000 (dua
ribu) kombinasi angka untuk setiap kali penerbitan.
Peserta dapat mengajukan permintaan logon table
baru secara tertulis kepada Penyelenggara sebelum
logon table lama habis digunakan,
dengan
mencantumkan kombinasi terakhir yang sudah
digunakan;
3) Dalam hal batch DKE tidak sama dengan jumlah
nominal keseluruhan rincian DKE (unbalanced),
maka sistem atau aplikasi TPK akan menolak.
d. Pengamanan JKD
Untuk meningkatkan keamanan JKD digunakan :
1)
Dedicated line, yang digunakan secara khusus untuk 1
(satu) sistem TPK;
2) Encryptor; dan
3) Identitas logical unit dan phisycal unit yang bersifat
unik untuk menjamin kerahasiaan dan keabsahan
DKE.
e. Pengamanan Lainnya
1) Sistem TPK dapat menghasilkan laporan mengenai
aktivitas penggunaan TPK;
2) Sistem TPK memiliki fasilitas untuk melakukan back
up DKE.
X. KEADAAN…
66
X. KEADAAN DARURAT
A. Pada TPK dan atau JKD
Dalam hal Peserta tidak dapat mengirimkan DKE yang disebabkan
adanya gangguan teknis pada perangkat TPK, JKD dan atau kegiatan
operasional kantornya yang disebabkan oleh kondisi force majeur,
Peserta dapat mengirimkan DKE ke SPKE dengan menggunakan
sistem back up Kliring berupa :
1.
Dial up telephone
Dial up telephone merupakan suatu jaringan komunikasi
alternatif yang dapat digunakan oleh Peserta apabila terjadi
kerusakan pada JKD utama. Untuk dapat menggunakan jaringan
alternatif ini, peralatan yang dibutuhkan adalah :
a. Pesawat telepon;
b. Sambungan telepon langsung;
c. Modem.
Untuk menggunakan fasilitas ini Peserta menghubungi help desk
SKE di Penyelenggara dengan prosedur sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 15a. Apabila kondisi saluran komunikasi telah
berjalan normal maka Peserta menghubungi help desk SKE
kembali untuk mengalihkan saluran komunikasi ke leased line
dengan prosedur sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15b;
2. Back up TPK
Back up TPK merupakan suatu perangkat TPK yang digunakan
untuk melakukan pengiriman DKE oleh Peserta apabila terjadi
gangguan dan atau kerusakan pada software dan hardware TPK
utama;
3. Guest …
67
3. Guest Bank
Guest Bank merupakan fasilitas yang memungkinkan Peserta
menggunakan TPK Peserta lain pada Bank yang berbeda dengan
tetap menggunakan identitas masing-masing Peserta.
B. Pada SPKE/Penyelenggara
Dalam hal SPKE tidak berfungsi karena gangguan teknis pada
perangkat SPKE atau JKD, Penyelenggara dapat melakukan hal-hal
sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Rencana Penanggulangan Segera Atas Keadaan
Darurat.
XII. SANKSI
1. Dalam hal Peserta melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
angka VI.B.3.c, Peserta dikenakan sanksi administratif
berupa
pencabutan kewenangan penggunaan TPK. Pencabutan tersebut
mengakibatkan Peserta yang bersangkutan tidak dapat mengirim DKE
ke SPKE, tetapi wajib menerima perhitungan DKE dari Peserta lain.
Kewenangan penggunaan TPK akan diberikan kembali apabila
Peserta telah memenuhi spesifikasi
TPK
yang
Penyelenggara dan menyampaikan surat pernyataan
mengulangi pelanggaran tersebut;
untuk
ditetapkan
tidak
2. Penyelenggara tidak akan memproses Warkat apabila tidak memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
XIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka :
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/11/UPB tanggal 19
November 1981 perihal Pelaksanaan Kliring Lokal di Jakarta;
2. Surat …
68
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 19/27/UPG tanggal 10 Maret
1987 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal di Jakarta;
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 25/100/UPG tanggal 24
November 1992 perihal Biaya Cetak Buku Nomor Sandi Peserta
Kliring Jakarta;
4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/8A/UASP tanggal 18 Agustus
1998 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Elektronik;
5. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 31/13/UASP tanggal 1
September 1998 perihal Penyelenggaraan
Elektronik;
Kliring
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ttd
Lokal
Secara
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
Lampiran 1
MEREK MESIN READER-ENCODER SERTA SISTEM DAN SARANA BACK-UP TPK
A. Merek Mesin Reader-Encoder yang Direkomendasikan dan Kompatibel dengan
Sistem TPK.
1. FUJI SYSTEM FZ4102
2. MKL 100 M
3. NCR 7731
4. UNYSIS ENC 9600
5. WALTHER MCS90
B. Sistem dan Sarana Back-up TPK
KETERANGAN
Perangkat Keras
SINGLE USER
MULTI USER
1. Personal Computer
a. Pentium 133 MHz
b. 16 MB RAM 256 KB
cache
c. 1.2 GB Harddisk and
above
d. EISA Bus (support ISA)
e. IDE CD-ROM 6 speed
and above
f. 1.44 MB floppy drive
g. 2 serial ports
h. 1 paralel port
i. 14” SVGA monitor
2. Printer
a. Dot matrix printer (SCO
Compatible Required)
b. 80 column width
c. Tractor Feeder
1. Personal Computer
a. Pentium 166 MHz
b. 32 MB RAM 256 KB
cache
c. 1.7 GB Harddisk and
above
d. EISA Bus (Support ISA)
e. IDE CD-ROM 6 speed
and above
f. 1.44 MB floppy drive
g. 2 serial ports
h. 1 paralel port
i. 14” SVGA monitor
2. Printer
a. Dot matrix printer (SCO
Compatible Required)
b. 80 column width
c. Tractor Feeder
KETERANGAN
SINGLE USER
3. Reader-Encoder
a. MICR/Reader
b. MICR Encoder
c. Autofeeder
d. Sort Pocket-Dual Sort
Pocket
e. Matrix Endoser
4. CLEO SNA Card
MULTI USER
3. Reader-Encoder
a. MICR/OCR Reader
b. MICR Encoder
c. Autofeeder
d. Sort Pocket-Dual Sort
Pocket
e. Matrix Endoser
4. CLEO SNA Card
5. Specialix Card
a. SI/XIO ISA Card
b. MTA IDX 8 Ports
(recommended)
6. Terminal dengan PC 101
keyboard
a. Emulate Vt 220
b. Support 25 lines
Perangkat Lunak 1. SCO UNIX
a. Open Server Enterprise
System Release 5.0.4.
b. 5 user license/English/
CD-Media
2. C-ISAM Runtime Version
7.22 – CD Media
3. SNA CLEO Software
a. PU 2.1. Engine
b. APPC Runtime License
c. Diskette Media
1. SCO UNIX
a. Open Server Enterprise
System Release 5.0.4.
b. 5 user license/English/
CD-Media
2. C-ISAM Runtime Version
7.22 – CD Media
3. SNA CLEO Software
a. PU 2.1. Engine
b. APPC Runtime License
c. Diskette Media
C. Spesifikasi dan Setting Modem.
1. Saluran
2. Protocol
3. Type
4. Clock
5. Mode
6. DSR
7. RTS
8. CTS
9. DTR
2W dial/switched network
Synchronous
V34 atau V32
Internal
Origin
On/True/High
Normal
Normal
On/True/High *) atau
DTR dial/Tail/Normal **)
Catatan :
- *) Sambungan berlangsung terus menerus sampai diputuskan secara manual.
- **) Sambungan berlangsung hanya selama pengiriman/penerimaan data.
-
Istilah-istilah di atas tidak dimaksudkan untuk membakukan suatu merek
modem tertentu, oleh karena itu dimungkinkan untuk adanya istilah dan
atau parameter yang berbeda dari modem dengan merek yang berbeda pula.
Lampiran 2
DATA KEANGGOTAAN KLIRING ELEKTRONIK
A. Nama Bank
: ………………………………………..………………………
B. Nama Kantor : ………………………………………..………………………
C. Status
: Kantor Pusat/Kantor Cabang/Kantor Cabang Pembantu *)
D. Sandi Kliring : ………………….. (7 (tujuh) digit)
E. Alamat
Jalan
: Gedung : ……………………..…………………………
Lantai
: .................................. (lokasi sie. Kliring)
: .........................................................................
…………………….……….…………………
Telepon : ……………...……… (direct line sie. Kliring)
………………..….…
Fax.
: …………………...…
F. Contact Officer untuk masalah Kliring Elektronik :
1. Nama
Jabatan
: …………………………………….
: …………………………………….
Telepon : …………………………………….
Fax.
: …………………………………….
2. Nama
Jabatan
: …………………………………….
: …………………………………….
Telepon : …………………………………….
Fax.
: …………………………………….
G. Pejabat Bank yang akan menjadi System Administrator TPK
1. Nama : …………………………………….
Jabatan: …………………………………….
2. Nama : …………………………………….
Jabatan: …………………………………….
H. Kebutuhan perangkat sistem TPK :
1. Jenis sistem TPK yang dibutuhkan **)
a. Single User (only one user);
b. Multi Users (up to 5 users).
2. Jenis mesin Reader-Encoder yang digunakan **) :
a. Unysis;
b. MKL;
c. Walther;
d. NCR;
e.
Fuji.
3. Jenis PC yang akan digunakan sebagai server :
Jenis Processor
RAM
HD
CD ROM
: ……………………… Speed : ……………………
: ……………………… Cache : ……………………
: ……………………… Disk Drive : ……………………
: ………………………
4. Merk/Jenis Multiport : …………...
5. Perkiraan tanggal kesiapan perangkat keras dan lunak (SCO Unix, C-ISAM, SNA
Cleo) untuk Kliring Elektronik (selain aplikasi TPK)
: ...................
I. Kebutuhan penunjang Kliring Elektronik, yaitu :
1. Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) **)
a. Untuk Petugas Kliring Bank; atau
b. Untuk Petugas Jasa Kurir.
Khusus TPPK untuk Petugas Jasa Kurir, pengajuannya wajib dilakukan
secara tertulis dengan menggunakan surat sebagaimana contoh pada
Lampiran 2a.
2. Aplikasi SOKL untuk kegiatan Kliring Pengembalian (retur). **)
a. Ya
b. Tidak
3. Aplikasi buku sandi : **)
a. Tidak;
b. Ya.
4. Media rekaman data hasil Kliring **)
a. Tidak;
b. Ya, berupa :
1) Tape;
2) Cartridge.
Jakarta, ……………………..
PT Bank …...….……………
------------------------------
*)
coret pilihan yang tidak diperlukan
**) lingkari pilihan yang digunakan
Lampiran 2a
No. ………………….
Kepada Bank Indonesia
Bagian Kliring Jakarta
Jl. M.H. Thamrin No.2
J A K A R T A
Jakarta, ………………
Perihal
: Penunjukan Perusahaan Jasa Kurir Untuk Menyerahkan
Menerima
Tanda
Pengenal Petugas Kliring
(TPPK)
dan
serta
Permohonan TPPK Untuk Petugas Perusahaan Jasa Kurir
----------------------------------------------------------------------------------
Dengan ini diberitahukan bahwa kami telah menunjuk dan menguasakan kepada
PT. ……………………………………………………… untuk menyerahkan Warkat
Kliring dan menerima Warkat Kliring serta Laporan Hasil Kliring kepada dan dari Bank
Indonesia.
Sehubungan dengan hal itu, kami mengharapkan bantuan Saudara agar petugas-
petugas dari perusahaan tersebut dapat diberikan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK).
Atas perhatian dan bantuan Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Bank …………………………………
Sandi …………………………………
Lampiran 3a
A. PERUBAHAN STATUS KANTOR PESERTA YANG DIIKUTI DENGAN PERUBAHAN STATUS KEPESERTAAN
Status Perubahan Status
No.
Syarat
Kantor Kepesertaan
1. KC
2. KC
Kantor
Kepesertaan
PLA KCP PTL Bila terdapat kantor lain dari bank
tersebut yang telah menjadi PLA di
Wilayah Kliring yang sama.
PLP
KCP PLA Ada izin dari Bank Indonesia untuk
menjadi KCP di wilayah kliring yang
berbeda dengan kantor induknya
serta tidak ada PLA dan PLP lainnya
dari Bank yang sama pada wilayah
kliring yang sama.
3. KC
4. KC
PLP
KCP PTL
-
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PTL dilampiri
fotokopi perizinan perubahan status
kantor dari Bank Indonesia.
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PLA dilampiri
fotokopi perizinan perubahan status
kantor dari Bank Indonesia.
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PTL dilampiri
fotokopi perizinan perubahan status
kantor dari Bank Indonesia.
PTL KCP PLA Ada izin dari Bank Indonesia untuk
menjadi KCP di wilayah kliring yang
berbeda dengan kantor induknya
serta tidak ada PLA dan PLP lainnya
dari Bank yang sama pada wilayah
kliring yang sama.
5. KCP
PLA KC
PLP Bila terdapat kantor lain dari bank
tersebut yang telah menjadi PLA di
Wilayah Kliring yang sama.
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PLA dilampiri
fotokopi perizinan perubahan status
kantor dari Bank Indonesia.
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PLP dilampiri
fotokopi perizinan perubahan status
kantor dari Bank Indonesia.
Kewajiban
6. KCP
7. KCP
8. KCP
PLA KC
PTL
PTL
PTL Bila terdapat kantor lain dari bank
tersebut yang telah menjadi PLA di
Wilayah Kliring yang sama.
KC PLA
KC
PLP
-
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PTL dilampiri
fotokopi perizinan perubahan status
kantor dari Bank Indonesia.
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PLA dilampiri
fotokopi perizinan perubahan status
kantor dari Bank Indonesia.
-
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PLP dilampiri
fotokopi perizinan perubahan status
kantor dari Bank Indonesia.
Keterangan :
1. KC = Kantor Cabang
2. KCP = Kantor Cabang Pembantu
Lampiran 3b
B. PERUBAHAN STATUS KANTOR PESERTA YANG TIDAK DIIKUTI DENGAN PERUBAHAN STATUS KEPESERTAAN
Status Perubahan Status
No.
1. KC
Kantor Kepesertaan
PLA
Kantor
KCP
Kepesertaan
Syarat Kewajiban
PLA Ada izin dari Bank Indonesia
untuk menjadi KCP di wilayah
kliring yang berbeda dengan
kantor induknya serta tidak ada
PLA dan PLP lainnya dari Bank
yang sama pada wilayah kliring
yang sama.
2.
KC
PTL
KCP PTL
-
Melaporkan secara tertulis perubahan
status kantor, dilampiri
serta
dibatalkan.
Melaporkan secara tertulis perubahan
status kantor, dilampiri fotokopi
perizinan perubahan status kantor dari
Bank Indonesia dan contoh stempel
kliring serta stempel kliring
dibatalkan.
3. KCP
PLA
KC
PLA
-
Melaporkan secara tertulis perubahan
status kantor, dilampiri fotokopi
perizinan perubahan status kantor dari
Bank Indonesia dan contoh stempel
kliring serta stempel kliring
dibatalkan.
4. KCP
PTL
KC
PTL
-
Melaporkan secara tertulis perubahan
status kantor, dilampiri fotokopi
perizinan perubahan status kantor dari
Bank Indonesia dan contoh stempel
kliring serta stempel kliring
dibatalkan.
Keterangan :
1. KC = Kantor Cabang
2. KCP = Kantor Cabang Pembantu
fotokopi
perizinan perubahan status kantor dari
Bank Indonesia dan contoh stempel
kliring
stempel kliring
Lampiran 3c
C. PERUBAHAN STATUS KEPESERTAAN YANG TIDAK DIIKUTI DENGAN PERUBAHAN STATUS KANTOR PESERTA
Status Perubahan Status
No.
1. KP
2. KP
3. KP
4. KC
5. KC
6. KC
7. KCP
8. KCP
Kantor Kepesertaan
PLA
PLP
PTL
PLA
PLP
PTL
Kantor
Kepesertaan
Syarat
KP PLP/PTL Bila terdapat kantor lain dari bank
tersebut yang telah menjadi PLA di
Wilayah Kliring yang sama.
-
KP PLA/PTL
KP PLA/PLP
-
KC PLP/PTL Bila terdapat kantor lain dari bank
tersebut yang telah menjadi PLA di
Wilayah Kliring yang sama.
-
-
Kewajiban
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PLP/PTL.
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PLA/PTL.
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PLA/PLP.
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PLP/PTL.
KC PLA/PTL
KC PLA/PLP
PLA KCP
PTL
KCP
PTL Bila terdapat kantor lain dari bank
tersebut yang telah menjadi PLA di
Wilayah Kliring yang sama.
PLA Ada izin dari Bank Indonesia untuk
menjadi KCP di wilayah kliring yang
berbeda dengan kantor induknya
serta tidak ada PLA dan PLP lainnya
dari Bank yang sama pada wilayah
kliring yang sama.
Keterangan :
1. KC = Kantor Cabang
2. KCP = Kantor Cabang Pembantu
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PLA/PTL.
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PLA/PLP.
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PTL.
Mengajukan permohonan secara
tertulis untuk menjadi PLA.
Lampiran 4
A. 4 (empat) simbol spesial MICR code line pada Warkat dan Dokumen
Kliring.
1.
2.
3.
4.
sebagai identitas simbol Nominal;
sebagai identitas simbol Domestik;
sebagai identitas simbol Bank; dan
sebagai identitas simbol Garis Pendek.
B. Contoh pencantuman nilai nominal dalam angka MICR.
Nilai nominal Rp 2.000.000,00 dicantumkan dalam angka MICR :
C. Ilustrasi pencantuman informasi lengkap dalam Warkat
D. Ilustrasi pencantuman informasi lengkap dalam Dokumen Kliring.
Lampiran 5a
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND CEK
BANK ABC
CEK No. 000001
Logo Bank
CABANG RATU PLAZA
KEBAYORAN BARU
……………,……………………….
Atas penyerahan cek ini bayarlah kepada ………………………………………………………….…... atau pembawa
uang sejumlah rupiah (dalam huruf) ..……………………………………………………………………………………
...…………………………………………………………………………………………Rp.
PT. XYZ
Jl. Fatahilah No. 3
Jakarta Pusat
Tanda tangan (dan cap Perusahaan)
ψ
ζζζζζζ
ψ
ζζζ
Sandi Bank
(3)
Nomor Seri
Warkat (6)
ζζζζ :ζζζζζζζζζζ
Nomor Rekening Nasabah
(10)
Sandi Kantor Bank
+ angka penguji
(3) + (1)
Sandi Transaksi
(2)
ψ
ζζ ψ
ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ
ψ
Nilai Nominal
( 14)
Lampiran 5b
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND BILYET GIRO
BANK ABC
Logo Bank
CABANG RATU PLAZA
KEBAYORAN BARU
dana
atas
beban
rekening
kami
sejumlah
Rp.
BILYET GIRO No. 000001
……………,……………………….
Diminta kepada Saudara supaya pada tanggal………………………………………………………………………..
memindahkan
kepada rekening …………………………… pada Bank …………………………………………………………….
dengan permintaan supaya bank ini mengkreditkan rekening nasabah tersebut diatas sejumlah rupiah (dalam huruf)
…………………………………………………………………………………………………………………………
PT. XYZ
Jl. Fatahhilah No. 3
Jakarta Pusat
Clear Band
ζ
ζζζζζζ
ζ
Tanda tangan & stempel jangan melewati garis ini
ζζζ ψ ψ
ζζζζ ψ: ζζζζζζζζζζ
ζ
ζζ ψ
ψ
Tanda tangan (dan cap Perusahaan)
ζζζζζζζζζζζζζζ ψ
ψ
Sandi Bank
(3)
Nomor Rekening
Nasabah
(10)
Nomor Seri Warkat
(6)
Sandi Kantor Bank +
Angka Penguji
(3) + (1)
Sandi Transaksi
(2)
Nilai Nominal
(14)
Lampiran 5c
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND
WESEL BANK UNTUK TRANSFER
BANK ABC
Logo Bank
CABANG RATU PLAZA
KEBAYORAN BARU
WESEL No. 000001
……………,……………………….
Atas penunjukan surat wesel PERTAMA ini (jika wesel KEDUA yang sebunyi dan setanggal belum dibayar), diminta
supaya membayar kepada ………………………………………………………………………………………………...
atau order uang sejumlah …………………………………………………………….. Rp.
BANK ABC
Kepada Bank ……………………
……………………
di ……………………
ψ
ζζζζζζ
ψ
ζζζ
Sandi Bank
(3)
Nomor Seri
Warkat (6)
ζζζζ :ζζζζζζζζζζ
Nomor Rekening Nasabah
(10)
Sandi Kantor Bank
+ angka penguji
(3) + (1)
Sandi Transaksi
(2)
ψ
ζζ ψ
Meterai
ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ
ψ
Nilai Nominal
( 14)
Lampiran 5d
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND
WESEL BANK UNTUK TRANSFER
BANK ABC
Logo Bank
CABANG RATU PLAZA
KEBAYORAN BARU
WESEL No. 000001
……………,……………………….
……………………(………..) hari sesudah ditunjukkan hendaklah membayar untuk surat wesel PERTAMA ini (jika wesel
KEDUA yang sebunyi dan setanggal belum dibayar), kepada …………………………………………………...atau
order uang sejumlah ………………………………………………………………….. Rp.
BANK ABC
Kepada Bank ……………………
……………………
di ……………………
ψ
ζζζζζζ
ψ
ζζζ
Sandi Bank
(3)
Nomor Seri
Warkat (6)
ζζζζ :ζζζζζζζζζζ
Nomor Rekening Nasabah
(10)
Sandi Kantor Bank
+ angka penguji
(3) + (1)
Sandi Transaksi
(2)
ψ
ζζ ψ
Meterai
ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ
ψ
Nilai Nominal
( 14)
Lampiran 5e
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND
WESEL BANK UNTUK TRANSFER
BANK ABC
Logo Bank
CABANG RATU PLAZA
KEBAYORAN BARU
WESEL No. 000001
……………,……………………….
Pada tanggal ………………………….. hendaklah membayar untuk surat wesel PERTAMA ini (jika wesel KEDUA yang
sebunyi dan setanggal belum dibayar), kepada …………………………………………………………………...atau
order uang sejumlah ………………………………………………………………….. Rp.
BANK ABC
Kepada Bank ……………………
……………………
di ……………………
ψ
ζζζζζζ
ψ
ζζζ
Sandi Bank
(3)
Nomor Seri
Warkat (6)
ζζζζ :ζζζζζζζζζζ
Nomor Rekening Nasabah
(10)
Sandi Kantor Bank
+ angka penguji
(3) + (1)
Sandi Transaksi
(2)
ψ
ζζ ψ
Meterai
ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ
ψ
Nilai Nominal
( 14)
Lampiran 5f
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND
WESEL BANK UNTUK TRANSFER
BANK ABC
Logo Bank
CABANG RATU PLAZA
KEBAYORAN BARU
WESEL No. 000001
……………,……………………….
………..……….. (……) hari sesudah tanggal ini hendaklah membayar untuk surat wesel PERTAMA ini (jika wesel
KEDUA yang sebunyi dan setanggal belum dibayar), kepada ..…………………………………………………...atau
order uang sejumlah ………………………………………………………………….. Rp.
BANK ABC
Kepada Bank ……………………
……………………
di ……………………
❙❙ ❙
ζζζζζζ
❙❙ ❙
ζζζ
Sandi Bank
(3)
Nomor Seri
Warkat (6)
ζζζζ :ζζζζζζζζζζ
Nomor Rekening Nasabah
(10)
Sandi Kantor Bank
+ angka penguji
(3) + (1)
Sandi Transaksi
(2)
❙❙❙
ζζ ❙
Meterai
❙❙❙ ζζζζζζζζζζζζζζ ❙
❙❙❙
Nilai Nominal
( 14)
Lampiran 5g
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR
BAND
SURAT BUKTI PENERIMAAN TRANSFER
Halaman muka
BANK ABC
Logo Bank
CABANG RATU PLAZA
KEBAYORAN BARU
PEMBERITAHUAN KIRIMAN UANG
No. 000001
……………,……………………….
P.U.S/P.U.T No. : ……………………………………….. tanggal …………………………………………………….
Kepada : …………………………………………………………………………………………………………………
Diberitahukan, bahwa kami telah menerima kiriman uang untuk Saudara sbb :
Sejumlah : ……..…………………………………………………………….. Rp.
Bank Pengirim : ……………………………………………………………………..
Bank ABC
Atas Permintaan : ……………………………………………………………………..
Berita
(Lihat penjelasan di halaman belakang formulir ini)
ψ
ζζζζζζ
ψ
ζζζ
Sandi Bank
(3)
Nomor Seri
Warkat (6)
ζζζζ :ζζζζζζζζζζ
Nomor Rekening Nasabah
(10)
Sandi Kantor Bank
+ angka penguji
(3) + (1)
Sandi Transaksi
(2)
ψ
ζζ ψ
: ……………………………………………………………………..
ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ
ψ
Nilai Nominal
( 14)
Lampiran 5h
SURAT BUKTI PENERIMAAN TRANSFER
Halaman belakang
UNTUK PENERIMAAN MELALUI KAS ATAU DIKLIRINGKAN
Jumlah yang tercantum pada halaman muka surat ini sebesar Rp. ……………………………………..
(………………………………………………………………………………………………………….)
telah diterima.
………………,…………………….
Catatan :
Besarnya meterai sesuai ketentuan
Bea Meterai No. ………………….
Lampiran 5i
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND
NOTA DEBET
BANK ABC
Logo Bank
CABANG RATU PLAZA
KEBAYORAN BARU
NOTA DEBET No. 000001
……………,……………………….
Kepada : ……………………………………………………….….……………………………………………………..
Kami debet rekening Saudara valuta ………………………………………… sejumlah Rp.
berhubung dengan : ……………………………………………………………………..
……………………….…………………………………………………………………
terbilang : …………………………………………………………………………………………...
……………………………………………………………………………………………
BANK ABC
Tanda tangan yang berwenang
ψ
ζζζζζζ
ψ
ζζζ
Sandi Bank
(3)
Nomor Seri
Warkat (6)
ζζζζ :ζζζζζζζζζζ
Nomor Rekening Nasabah
(10)
Sandi Kantor Bank
+ angka penguji
(3) + (1)
Sandi Transaksi
(2)
ψ
ζζ ψ
ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ
ψ
Nilai Nominal
( 14)
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND NOTA KREDIT
Lampiran 5j
Warna merah
BANK ABC
CABANG RATU PLAZA
KEBAYORAN BARU
NOTA KREDIT No. 000001
……………,……………………….
Kepada : …………………………………………………….….……….…sejumlah Rp.
Terbilang : ……………………………………………………………………………………………………………..
Untuk
No. Rekening : ……………………….…………………………………………………………………
Atas Permintaan : …………………………………………………………………………………………...
Keterangan
: ……………………………………………………………………………………………
BANK ABC
Tanda tangan yang berwenang
ψ
ζζζζζζ
ψ
ζζζ
Sandi Bank
(3)
Nomor Seri
Warkat Kliring
(6)
Logo Bank
ζζζζ :ζζζζζζζζζζ
Nomor Rekening Nasabah
(10)
Sandi Kantor Bank
+ angka penguji
(3) + (1)
Sandi Transaksi
(2)
ψ
ζζ ψ
ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ
ψ
: ………………………………………………….……………………………………………………………..
Nilai Nominal
( 14)
Lampiran 6a
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND
BUKTI PENYERAHAN WARKAT DEBET
Lembar I (Pertama)
BUKTI PENYERAHAN WARKAT DEBET – KLIRING PENYERAHAN
Logo Bank
Penerbit
NAMA BANK
KANTOR BANK
Bersama ini kami serahkan satu bundel bacth Warkat Kliring Debet – Kliring Penyerahan Rp.
untuk kredit rekening kami pada Bank Indonesia.
Yang Menyerahkan
(Peserta)
1. Kami mengetahui bahwa Penyelenggara
tidak melakukan
pemeriksaan
terhadap keabsahan Dokumen dan Warkat Kliring yang diserahkan.
2. Kami mengijinkan Penyelenggara untuk menyesuaikan jumlah nominal rupiah
apabila terdapat perbedaan dengan hasil proses pada Penyelenggara.
ψ
ζζζζζζ
ψ
ζζζ
Isi 3 digit
pertama
Sandi Bank
ζζζζ :
Isi “9999”
identitas Kartu
Batch
Isi “96”
Sandi Transaksi
Isi “ 000”
Isi 3 digit kedua
Sandi Kantor Bank
( tanpa angka penguji)
Warna Hijau
ψ
Nama & Tanda tangan
ζζ ψ
(Paraf)
ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ
Isi jumlah Nominal dari Warkat
yang dilampirkan
ψ
Yang Menerima
(Penyelenggara)
No. 000001
……………..,…………………….
Lampiran 6b
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND
BUKTI PENYERAHAN WARKAT KREDIT
Lembar I (Pertama)
BUKTI PENYERAHAN WARKAT KREDIT – KLIRING PENYERAHAN No. 000001
Logo Bank
Penerbit
NAMA BANK
KANTOR BANK
Bersama ini kami serahkan satu bundel bacth Warkat Kliring Kredit – Kliring Penyerahan Rp.
untuk debet rekening kami pada Bank Indonesia.
Yang Menyerahkan
(Peserta)
1. Kami mengetahui bahwa Penyelenggara
tidak melakukan
pemeriksaan
terhadap keabsahan Dokumen dan Warkat Kliring yang diserahkan.
2. Kami mengijinkan Penyelenggara untuk menyesuaikan jumlah nominal rupiah
apabila terdapat perbedaan dengan hasil proses pada Penyelenggara.
ψ
ζζζζζζ
ψ
ζζζ
Isi 3 digit
pertama
Sandi Bank
ζζζζ :
Isi “9999”
identitas Kartu
Batch
Isi “96”
Sandi Transaksi
Isi “ 000”
Isi 3 digit kedua
Sandi Kantor Bank
( tanpa angka penguji)
Warna Merah
ψ
Nama & Tanda tangan
ζζ ψ
(Paraf)
ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ
Isi jumlah Nominal dari Warkat
yang dilampirkan
ψ
Yang Menerima
(Penyelenggara)
……………..,…………………….
Lampiran 7a
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND
KARTU BATCH WARKAT DEBET
Lubang Kartu Batch
KARTU BATCH WARKAT DEBET
Logo Bank
Penerbit
NAMA BANK
KANTOR BANK
ψ
ζζζζζζ
ψ
ζζζ
Isi 3 digit
pertama
Sandi Bank
ζζζζ :
ψ
ζζ ψ
Isi “9999”
identitas Kartu
Batch
Isi “96”
Sandi Transaksi
Isi “ 000”
Isi 3 digit kedua
Sandi Kantor Bank
( tanpa angka penguji)
Warna Hijau
ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ
Isi jumlah Nominal dari Warkat
yang dilampirkan
ψ
Lampiran 7b
CONTOH PENCANTUMAN MICR CODE LINE PADA CLEAR BAND
KARTU BATCH WARKAT KREDIT
Lubang Kartu Batch
KARTU BATCH WARKAT KREDIT
Logo Bank
Penerbit
NAMA BANK
KANTOR BANK
ψ
ζζζζζζ
ψ
ζζζ
Isi 3 digit
pertama
Sandi Bank
ζζζζ :
ψ
ζζ ψ
Isi “9999”
identitas Kartu
Batch
Isi “96”
Sandi Transaksi
Isi “ 000”
Isi 3 digit kedua
Sandi Kantor Bank
( tanpa angka penguji)
Warna Hijau
ψ ζζζζζζζζζζζζζζ ψ
Isi jumlah Nominal dari Warkat
yang dilampirkan
ψ
Lampiran 8
CONTOH STEMPEL KLIRING DAN STEMPEL KLIRING DIBATALKAN
1. PESERTA LANGSUNG AKTIF
a. Untuk Kantor Pusat
5 cm
K L I R I N G
Tgl. :
111 - 0012
Bank DKI Kantor Pusat (PLA)
b. Untuk Kantor Cabang (KC)
5 cm
K L I R I N G
Tgl. :
111 - 0054
Bank DKI KC Matraman (PLA)
21/2 cm
Bank DKI
KC. Matraman
21/2 cm
Bank DKI
Kantor Pusat
6 cm
STEMPEL KLIRING DIBATALKAN
11/2 cm
6 cm
STEMPEL KLIRING DIBATALKAN
11/2 cm
2. PESERTA LANGSUNG PASIF
Misalnya Bank DKI KC Pintu Besar nomor sandi Peserta 111 – 0119 dengan status
kepesertaan sebagai PLP menggunakan identitas pengiriman DKE dari kantor PLA-nya
misalnya Bank DKI Kantor Pusat sandi bank 111 - 0012.
5 cm
K L I R I N G
Tgl. :
111 - 0012
Bank DKI KC.Pintu Besar (PLP)
21/2 cm
Bank DKI
KC. Pintu Besar
6 cm
STEMPEL KLIRING DIBATALKAN
11/2 cm
3. PESERTA TIDAK LANGSUNG
a. Untuk Kantor Cabang
Misalnya Bank DKI KC. Tanah Abang, nomor sandi Peserta 111 – 0203 dengan
status kepesertaan sebagai PTL menginduk pada Bank DKI Kantor Pusat nomor
sandi Peserta 111 – 0012 dengan status kepesertaan sebagai PLA.
5 cm
K L I R I N G
Tgl. :
111 - 0012
Bank DKI Kantor Pusat
KC. Tanah Abang (PTL)
21/2 cm
6 cm
STEMPEL KLIRING DIBATALKAN
Bank DKI Kantor Pusat
KC. Tanah Abang
11/2 cm
b. Untuk Kantor Cabang Pembantu (KCP)
Misalnya Bank DKI KCP. Pluit dengan status sebagai PTL menginduk pada Bank
DKI KC. Pintu Besar nomor sandi Peserta 111 – 0119 dengan status kepesertaan
sebagai PLP dan pengiriman DKE menggunakan identitas Bank DKI Kantor Pusat
nomor sandi Peserta 111 – 0012 (PLA).
5 cm
K L I R I N G
Tgl. :
111 - 0012
Bank DKI KC. Pintu Besar
KCP Pluit (PTL)
21/2 cm
6 cm
STEMPEL KLIRING DIBATALKAN
Bank DKI KC. Pintu Besar
KCP Pluit
11/2 cm
Lampiran 9
L O G O
B A N K
PT BANK AAA
999 0012
Jl. Braga No. 950
Bandung
BUKTI PENYERAHAN MEDIA REKAMAN DATA
Bersama ini kami sampaikan …… buah disket sebagai media rekaman data Warkat
yang diterima.
Yang Menerima :
Kota, tanggal, bulan, tahun
Yang Menyerahkan :
(…………………………………………..)
tanda tangan, nama jelas dan stempel bank
*) Coret yang tidak perlu
Lampiran 10
PENANGANAN WARKAT REJECT DAN SELISIH WARKAT KLIRING
SERTA PROSEDUR PENYELESAIANNYA DALAM SISTEM KLIRING ELEKTRONIK
A. PENANGANAN WARKAT REJECT DAN PENYELESAIAN SELISIH KLIRING
No Kriteria Warkat Reject Penanganan atas Warkat
Reject
1.
Atas perintah satuan kerja
lain di Bank Indonesia
Tidak diproses
Penyelesaian Selisih Kliring
Dilakukan koreksi pembukuan
oleh Bank Indonesia
lambatnya pada hari
berikutnya.
selambat-
kerja
Keterangan
1. Transaksi DKE dibatalkan
2. Warkat dikembalikan
Pengirim
3.
Dikenakan biaya DKE sesuai ketentuan
yang berlaku dan tidak dikenakan biaya
reject.
2. Melanggar ketentuan dalam
SE No.1/10/DASP
Nota
Tidak diproses
tanggal
Debet
31 Desember 1999 perihal
Penggunaan
Dalam Kliring
Dilakukan koreksi pembukuan
oleh Bank Indonesia
lambatnya pada hari
berikutnya.
selambat-
kerja
1. Transaksi DKE dibatalkan
2.
Warkat dikembalikan
Pengirim
kepada
Peserta
3. Dikenakan biaya DKE sesuai ketentuan
yang berlaku dan tidak dikenakan biaya
reject.
4. Dikenakan kewajiban membayar
sesuai
ketentuan yang berlaku terhadap Peserta
Pengirim.
3. – Warkat Inkaso
– Sandi Tidak Dikenal
Tidak diproses
Dilakukan koreksi pembukuan
oleh Bank Indonesia
lambatnya pada hari
berikutnya.
selambat-
kerja
1. Transaksi DKE dibatalkan
2.
Warkat dikembalikan
Pengirim
kepada
Peserta
3. Dikenakan biaya DKE sesuai ketentuan
yang berlaku dan tidak dikenakan biaya
reject.
kepada
Peserta
No Kriteria Warkat Reject Penanganan atas Warkat
Reject
4.
Pencantuman informasi
dalam bentuk MICR Code
Line pada clear band :
- salah;
-
- bertumpuk
yang meliputi :
1. Nomor Seri
tidak sempurna terbaca
oleh mesin baca pilah;
Dilakukan koreksi data Warkat
pada sistem oleh Bank Indonesia
2. Sandi Bank Peserta
Tidak diproses
-
1. Transaksi DKE diperhitungkan
2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject
sesuai ketentuan yang berlaku.
Dilakukan secara bilateral antar
Peserta
1. Transaksi DKE dibatalkan
2.
Warkat dikembalikan
Pengirim
kepada
Peserta
3. Dikenakan biaya DKE dan tidak dikenakan
biaya reject sesuai ketentuan yang
berlaku.
3. Nomor Rekening
Dilakukan koreksi data Warkat
pada sistem oleh Bank Indonesia,
- Nomor Rekening dapat dibaca
dengan jelas, akan diisi sesuai
yang tercantum dalam Warkat,
- Nomor Rekening tidak dibaca
dengan jelas, akan diisi
“0000000001”
4. Sandi Transaksi
Dilakukan koreksi data Warkat
pada sistem oleh Bank Indonesia
sesuai dengan jenis Warkat.
5. Nominal
Dilakukan koreksi data Warkat
pada sistem oleh Bank Indonesia
sesuai dengan nominal yang
tercantum yang Warkat.
-
1. Transaksi DKE dibatalkan
2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject
sesuai ketentuan yang berlaku.
-
1. Transaksi DKE dibatalkan
2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject
sesuai ketentuan yang berlaku.
-
1. Transaksi DKE dibatalkan
2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject
sesuai ketentuan yang berlaku.
Penyelesaian Selisih Kliring
Keterangan
No Kriteria Warkat Reject Penanganan atas Warkat
Reject
5.
Informasi dalam
bentuk
MICR code line pada clear
band tidak dicantumkan,
meliputi :
1. Nomor Seri
Penyelesaian Selisih Kliring
Keterangan
Dilakukan pengisian data Warkat
pada sistem oleh Bank Indonesia
-
1. Transaksi DKE diperhitungkan
2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject
sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Sandi Bank Peserta
Tidak diproses
Dilakukan koreksi pembukuan
oleh Bank Indonesia
lambatnya pada hari
berikutnya.
3. Nomor Rekening
4. Sandi Transaksi
Dilakukan pengisian angka
“0000000001” pada sistem oleh
Bank Indonesia.
Dilakukan pengisian data Warkat
oleh Bank Indonesia
5. Nominal
dengan jenis Warkat
Tidak diproses
sesuai
Dilakukan koreksi pembukuan
oleh Bank Indonesia
lambatnya pada hari
berikutnya.
selambat-
kerja
selambat-
kerja
1. Transaksi DKE dibatalkan
2.
Warkat dikembalikan
Pengirim
3. Dikenakan biaya DKE sesuai
kepada Peserta
ketentuan
yang berlaku dan tidak dikenakan biaya
reject.
-
1. Transaksi DKE diperhitungkan
2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject
sesuai ketentuan yang berlaku.
-
1. Transaksi DKE diperhitungkan
2. Dikenakan biaya DKE dan biaya reject
sesuai ketentuan yang berlaku
1. Transaksi DKE dibatalkan
2.
Warkat dikembalikan
Pengirim
kepada
Peserta
3. Dikenakan biaya DKE sesuai ketentuan
yang berlaku dan tidak dikenakan biaya
reject.
B. SELISIH WARKAT KLIRING DAN PROSEDUR PENYELESAIANNYA
Penanganan Selisih Kliring
Jenis Selisih Kliring
Jumlah Warkat tidak sama dengan yang terdapat
pada addlist :
1. Warkat kurang;
2. Warkat Lebih
Koreksi batch
Tidak diproses
-
Dilakukan secara bilateral antar
peserta
Transaksi diproses sesuai dengan
jumlah Warkat yang dikirim
1. Warkat dikembalikan kepada
Peserta Pengirim
2. Dikenakan biaya DKE sesuai
ketentuan yang berlaku dan t
dikenakan biaya reject
Bank Indonesia
Peserta
Keterangan
Lampiran 11
LOGO
BANK
No. …………….
SURAT KETERANGAN PENAHANAN WARKAT
Sudah terima dari Bank ………………………… dalam perhitungan Kliring pada
tanggal ………………………… sebanyak …….. lembar Warkat berupa :
No. Jenis Warkat
Nomor Seri
Nominal
Tgl. Penarikan
Warkat tersebut kami tahan untuk dilakukan penelitian dan diteruskan kepada yang
berwajib karena diduga ada hubungannya dengan tindak pidana, sesuai dengan Surat
Keterangan Lapor dari Kepolisian (foto kopi terlampir).
Kota, tanggal, bulan, tahun
Bank …………………
Lampiran 12
BANK INDONESIA
No.
FORMULIR WARKAT YANG TIDAK DIPERHITUNGKAN
Kepada
PT Bank …
……………..
Bersama ini kami beritahukan bahwa ……………………(…………….) lembar
Warkat dari batch (Debet/Kredit) Saudara yang berjumlah nominal Rp ………………
kami perhitungkan menjadi sebesar Rp ………………….. karena terdapat kesalahan
sebagai berikut *):
1. Sandi kliring tidak dikenal/Warkat inkaso/Warkat BBO**);
2. Kesalahan pada : encode/addlist/batch/sandi transaksi/nominal**);
3. Warkat kurang/lebih**);
4. Sandi bank/sandi transaksi/nominal tidak diencode**);
5. MICR tidak memenuhi standar**);
6. Melanggar ketentuan penggunaan Nota Debet dalam Kliring;
7. Nominal Warkat tidak memenuhi ketentuan jadwal Kliring;
8. Penghentian dari Peserta;
./.
Foto kopi addlist/Warkat/batch terlampir
*) lingkari sesuai dengan kesalahan;
**) coret yang tidak perlu.
BAGIAN KLIRING JAKARTA/SEKSI KLIRING …………..
Kota, tanggal, bulan, tahun.
Lampiran 13
FORMAT TAPE / CARTRIDGE
A. TATA LETAK FILE KOMPUTER
1. Nama file
2. Deskripsi
:
3. Panjang Record :
4. Faktor Blok
:
5. Unit Standard
6. Label
- External
- Internal
7. Organisasi
8. Density
9. Urutan Record
:
: XXX (sandi 3 digit pertama) nama peserta.
: “KLIRING JAKARTA”
:
:
:
Sequential
1600 BPI
User Header Label, Data dan User Trailer Label.
: CLMASUK
Data warkat kliring penerimaan per peserta penerima.
70 karakter
20 (file tape)
: Tape EBCDIC
B. DATA
NO. DESKRIPSI
1. Sandi Aplikasi
2. Sandi File
3. Tanggal Kliring
4. Nomor Urut Record
5. Nomor Urut R/S
NAMA
FIELD
APL
Fill
FORMAT JML POSISI CATATAN
A 2 1 -
N 2 3 -
2
4
Isi “CL”
Isi “04”
TGLKLRG N 6 5 - 10 Format :
TTBBHH
NOURUT N 5 11 - 15 Key field
NOURRS N 8 16 - 23
6. Nomor Warkat Kliring NOWARK N 6 24 - 29
7. Sandi Peserta Penerima BANKTRM N 7 30 - 36
8. Nomor Rekening
9. Sandi Transaksi
NOREK
TRANS
10. Nilai Nominal
N 10 37 - 46
N 2 47 - 48 Isi :
“00” – “59”
NOMINAL N 14,2 49 - 62
11. Sandi Peserta Pengirim BANKKRM N 7 63 - 69
12. Filler
-
X 1
70
blank
C. User Header Label
: Record Length = 80
NO. DESKRIPSI
1. Sandi Record
2. Sandi Peserta
3. Tanggal Kliring
4. Filler
NAMA
FIELD
FORMAT JML POSISI CATATAN
SANREC AN 4
SANTA
1 -
N 7 5 -
4
11
TGLKLRG N 6 12 - 17 Format :
TTBBHH
-
X 63 18 - 80 Blank
Isi :
“UHL1”
D. User Trailer Label
NO. DESKRIPSI
1. Sandi Record
2. Jumlah Warkat D
3. Jumlah Nominal
Warkat D
4. Jumlah Warkat K
5. Jumlah Nominal
Warkat K
6. Filler
: Record Length = 80
NAMA
FIELD
FORMAT JML POSISI CATATAN
SANREC AN 4
JMLWKTD N 5
1 -
5 -
4
9
JMLNOMD N 14,2 10 - 23
JMLWKTK N 5 24 - 28
JMLNOMK N 14,2 29 - 42
-
X 38 43 - 80
Isi :
“UTL1”
Lampiran 14a
No. ………………….
Kepada Yth.
…….*)
Jakarta, ………………
Perihal
:
Permohonan Salinan Warkat
Sehubungan kekurangan penerimaan warkat
yang diproses pada kliring tanggal
………………………………., kami mohon bantuannya untuk dapat diberikan Salinan
Warkat Debet/Kredit sebagaimana terlampir.
No. Seri Warkat
No. Rekening
Nominal Rp.
: ………………………………….
:
:
………………………………….
………………………………….
Sandi Bank Pengirim
Sandi Bank Penerima
./.
: ………………………………….
: ………………………………….
Terlampir fotokopi laporan SKEJ 1201 sebagai data pendukung.
Demikian permohonan ini kami buat, atas kerjasamannya diucapkan terima kasih.
Pejabat Bank
(…………………………………………..)
tanda tangan, nama jelas dan stempel bank
*) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi
Lampiran 14b
No. ………………….
Kepada Yth.
…….*)
Jakarta, ………………
Perihal
: Laporan Hasil Kliring
Sehubungan kekurangan laporan hasil kliring yang diproses pada kliring tanggal
………………………………., kami mohon bantuannya untuk dapat diberikan Salinan
Warkat Debet/Kredit sebagaimana terlampir.
Kode Laporan
Sandi
: ………………………………….
:
………………………………….
Demikian permohonan ini kami buat, atas kerjasamannya diucapkan terima kasih.
Pejabat Bank
(…………………………………………..)
tanda tangan, nama jelas dan stempel bank
*) Disesuaikan dengan Bank Indonesia yang mewilayahi
Lampiran 14c
TANDA TERIMA PENGAMBILAN SALINAN WARKAT/LAPORAN **)
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Petugas
Nama Bank/Sandi
Jabatan
Alamat Bank
Telepon
: …………………………………..
: …………………………………..
: …………………………………..
: …………………………………..
: …………………………………..
Telah menerima salinan warkat dan atau laporan hasil kliring**) sebagaimana yang
tercantum dalam surat permohonan kami kepada Bank Indonesia. Segala bentuk
penggunaan atas salinan warkat dan atau laporan hasil kliring**) tersebut menjadi
tanggung jawab nama dan bank tersebut di atas.
Jakarta, .....................................................
(…………………………………………..)
tanda tangan, nama jelas dan stempel bank
Tanda terima dibuat dalam rangkap 2 (dua) :
1. Lembar asli untuk untuk Bank Indonesia.
2. Lembar tembusan untuk Bank yang bersangkutan.
**) Coret yang tidak perlu
Lampiran 15a
1. Prosedur dial-up
Bank tidak bisa transmit data
- cek prosedur pengiriman data
- cek sambungan pada peralatan setempat
- perbaiki/koreksi
- transmit data
tidak
ya
benar/baik
ya
A
Hubungi BI
Bank Indonesia
- cek peralatan/sistem di BI
- re-activated port
- hubungi bank
- transmit data
Bank
- tunggu instruksi dari BI
- transmit data
berhasil
ya
transmit data ke BI
ya
berhasil
ya
tidak
Hubungi Bank Indonesia untuk diap-up/back-up
Bank Indonesia
- konfirmasi line problem dengan lintasarta.
- siapkan port untuk diap-up.
- tentukan dan beritahukan nomor telepon pada bank untuk diap-up.
- menginformasikan kepada Peserta Kliring Elektronik dengan pooling
address selain C1 untuk melakukan prosedur penggantian pooling
address.
Bank
- pindahkan kabel data/RS-232 dari modem DOV ke modem dial-up.
- dial ke Bank Indonesia dengan nomor yang telah ditentukan oleh BI.
- transmit ke BI.
- melakukan penggantian pooling address sesuai pemberitahuan petugas
helpdesk Kliring Eketronik
selesai
A
saluran baik
tidak
tidak
Hubungi Lintasarta untuk perbaikan/pemeriksanaan
ya
benar/normal
tidak
tidak
cek kondisi/status modem DOV
benar/baik
Lampiran 15b
2. Prosedur Kembali ke leased line (DOV)
Saluran selesai diperbaiki
Lintasarta hubungi Bank Indonesia
Lintasarta hubungi Bank
Bank Indonesia
Bank
- konfirmasi waktu pelaksanaan
dengan bank;
- bebaskan port dial-up;
- aktifkan port semula (leased-line);
- informasi kepada Peserta untuk
mengganti pooling address (apabila
diperlukan).
- konfirmasi waktu pelaksanaan dengan BI;
- pindahkan kabel data/RS-232 dari modem
dial-up ke modem DOV;
- melakukan prosedur perubahan pooling
address;
- transmit data ke BI.
Selesai
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/15/DASP|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Elektronik </reg_title>
<set_date> 30 September 2002 </set_date>
<replaced_reg> '31/13/UASP|SE-BI/1998', '25/100/UPG|SE-BI/1992', '31/8A/UASP|SE-BI/1998', '14/11/UPB|SE-BI/1981', '19/27/UPG|SE-BI/1987' </replaced_reg>
<related_reg> '1/3/PBI/1999', '2/14/PBI/2000' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi XII' </penalty_list>
|
No. 18/38/DKMP
Jakarta, 28 Desember 2016
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
17/17/DKMP Tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro
Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing
bagi Bank Umum Konvensional.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah
dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 235, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5478) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/14/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 174, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5921),
dan dalam rangka penyesuaian organisasi satuan kerja di Bank Indonesia,
perlu melakukan perubahan keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib
Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum
Konvensional, sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat
Edaran Bank Indonesia:
a. Nomor 17/47/DKEM tanggal 30 November 2015;
b. Nomor 18/3/DKEM tanggal 15 Maret 2016; dan
c. Nomor 18/18/DKMP tanggal 22 Agustus 2016;
sebagai …
2
sebagai berikut:
1. Ketentuan butir VI.9, butir VI.10, dan butir VI.11 diubah, sehingga
angka VI berbunyi sebagai berikut:
VI. PELAPORAN
1. Bank wajib menyampaikan Laporan Surat Berharga Yang
Diterbitkan kepada Bank Indonesia setiap bulan sebagai
dasar perhitungan GWM LFR dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
2. Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 disampaikan oleh Bank melalui
email kepada Bank Indonesia sampai dengan data surat
berharga yang diterbitkan Bank untuk perhitungan LFR
disediakan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia.
3. Surat berharga yang digunakan sebagai dasar perhitungan
GWM LFR dan dilaporkan ke Bank Indonesia adalah surat
berharga yang diterbitkan oleh Bank yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. diterbitkan dalam bentuk Medium Term Notes (MTN),
Floating Rate Notes (FRN), dan obligasi selain obligasi
subordinasi;
b. ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum
(public offering);
c. memiliki peringkat yang diterbitkan lembaga
pemeringkat dengan peringkat paling kurang setara
dengan peringkat investasi;
d. dimiliki bukan Bank baik penduduk dan bukan
penduduk; dan
e. ditatausahakan di Kustodian Sentral Efek Indonesia.
4. Lembaga pemeringkat dan peringkat sebagaimana dimaksud
dalam butir 3.c. adalah lembaga pemeringkat dan peringkat
yang diakui oleh otoritas pengawas Bank sesuai ketentuan
yang berlaku.
5. Bank …
3
5. Bank yang tidak menerbitkan surat berharga atau
menerbitkan surat berharga namun tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 tetap
diwajibkan menyampaikan Laporan Surat Berharga Yang
Diterbitkan berupa laporan nihil.
6. Laporan Surat Berharga Yang Diterbitkan oleh Bank
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 5 wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 10
(sepuluh) hari kerja pada bulan berikutnya setelah
berakhirnya bulan laporan.
7. Bank dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila
Bank menyampaikan laporan setelah batas waktu
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 6
sampai dengan 5 (lima) hari kerja berikutnya.
8. Bank dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila Bank
belum menyampaikan laporan sampai dengan berakhirnya
batas waktu keterlambatan penyampaian laporan
sebagaimana dimaksud dalam angka 7.
9. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 5
disampaikan melalui email kepada:
a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia; atau
b. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan
kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat,
bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia,
dengan alamat email sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
10. Bank …
4
10. Bank harus menyampaikan secara tertulis mengenai nama
petugas dan penanggung jawab yang ditunjuk untuk
menyusun dan menyampaikan laporan, serta alamat email
pengirim laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan
angka 5, termasuk apabila terdapat perubahannya, kepada:
a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia; atau
b. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan
kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat,
bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia.
11. Dalam hal penyampaian laporan melalui email sebagaimana
dimaksud dalam angka 9 tidak dapat dilakukan, Bank
menyampaikan laporan dalam bentuk softcopy dan hardcopy
kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia; atau
b. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan
kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat,
bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia.
12. Batas waktu penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
dalam angka 11 mengikuti ketentuan sebagaimana diatur
dalam angka 6 dan angka 7.
2. Ketentuan …
5
2. Ketentuan angka IX diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
IX. KORESPONDENSI TERKAIT GWM
Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank
Indonesia dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam hal:
a. Bank mengajukan permohonan kelonggaran atas
kewajiban pemenuhan GWM Primer dalam rangka
merger atau konsolidasi;
b. OJK mengajukan permintaan kelonggaran atas
pemenuhan ketentuan GWM LFR terhadap Bank yang
sedang dikenakan pembatasan kegiatan usaha; atau
c. OJK mengajukan permintaan agar Bank dalam status
pengawasan tertentu yang sedang dikenakan
pembatasan kegiatan usaha berupa penyaluran kredit
UMKM tidak dikenakan pengurangan jasa giro,
maka permohonan atau permintaan tersebut disampaikan
kepada Bank Indonesia dan dialamatkan kepada:
1) Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia; atau
2) Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan
kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat,
bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia.
2. Dalam hal Bank menyampaikan pemberitahuan tertulis
bahwa Bank tutup pada hari yang ditetapkan libur secara
fakultatif maka pemberitahuan disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum
pelaksanaan libur secara fakultatif dengan alamat:
a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang
berkantor …
6
berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia; atau
b. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan
kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat,
bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia.
3. Perhitungan KPMM Bank hasil merger atau konsolidasi
sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.3.a.2)b)
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia.
b. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan c.q.
Divisi Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jalan M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan
kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat,
bagi Bank yang berkantor pusat selain di wilayah kerja
kantor pusat Bank Indonesia.
3. Lampiran II mengenai Daftar Alamat Email Penyampaian Laporan
Surat Berharga yang Diterbitkan Bank diubah sehingga menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2017.
Agar …
7
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ERWIN RIJANTO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/38/DKMP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP Tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. </reg_title>
<set_date> 28 Desember 2016 </set_date>
<effective_date> 1 Januari 2017 </effective_date>
<changed_reg> '17/17/DKMP|SE-BI/2015' </changed_reg>
<extension_of> '17/47/DKEM|SE-BI/2015', '18/3/DKEM|SE-BI/2016', '18/18/DKMP|SE-BI/2016' </extension_of>
<related_reg> '17/17/DKMP|SE-BI/2015', '15/15/PBI/2013', '18/14/PBI/2016', '17/47/DKEM|SE-BI/2015', '18/3/DKEM|SE-BI/2016', '18/18/DKMP|SE-BI/2016' </related_reg>
|
No. 2/ 16/DPNP
Jakarta, 25 Juli 2000
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal:
Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0003, FR0004 dan
FR0005 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia No.
1/10/PBI/1999 tanggal 3 Desember 1999 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah
Bagi Bank Umum Peserta Program Rekapitalisasi dan Peraturan Bank Indonesia
No. 2/10/PBI/2000 tanggal 29 Maret 2000 tentang Perubahan Peraturan Bank
Indonesia No. 1/10/PBI/2000 tentang Portofolio Obligasi Pemerintah Bagi Bank
Umum Peserta Program Rekapitalisasi, khususnya Pasal 3 ayat (2) yang
menetapkan bahwa Bank Indonesia menetapkan dan mengumumkan jenis dan seri
Obligasi yang dapat diperdagangkan dengan Surat Edaran Bank Indonesia, maka
dipandang perlu untuk menetapkan seri Obligasi Pemerintah yang dapat
diperdagangkan sebagai tambahan terhadap seri Obligasi yang telah ada dalam
suatu Surat Edaran.
Sehubungan dengan perkembangan kebutuhan pasar, maka Bank Indonesia
menetapkan tambahan Obligasi Pemerintah yang dapat diperdagangkan di pasar
sekunder sebagai berikut:
I. TAMBAHAN …
I.
TAMBAHAN SERI OBLIGASI YANG DAPAT DIPERDAGANGKAN
1. Obligasi Pemerintah seri FR0003, FR0004 dan FR0005 dapat
diperdagangkan di pasar sekunder.
2. Jumlah Obligasi seri FR0003, FR0004 dan FR0005 yang akan
diperdagangkan setinggi-tingginya sebesar 10% (sepuluh perseratus)
dari nilai keseluruhan Obligasi yang dibeli pada saat Bank menerima
penyertaan tunai dari Pemerintah sehubungan dengan Program
Rekapitalisasi Bank Umum dikurangi outstanding Obligasi yang telah
dicatat dalam portofolio perdagangan.
3. Bank wajib memindahbukukan seluruh Obligasi Pemerintah seri
FR0003, FR0004 dan FR0005 yang dimiliki sebesar jumlah nominal
untuk diperdagangkan tersebut dari portofolio investasi ke dalam
portofolio perdagangan.
II. TATA CARA PENGAJUAN OBLIGASI SERI FR0003, FR0004 dan
FR0005 UNTUK DIPERDAGANGKAN DI PASAR SEKUNDER
1. Bank wajib melaporkan Obligasi seri FR0003, FR0004 dan FR0005
yang akan diperdagangkan.
2. Surat pelaporan tersebut diajukan kepada Direktorat Pengelolaan
Moneter, Jl. MH. Thamrin No 2 Jakarta, Gedung B Lantai 13, Bank
Indonesia dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank
terkait. Surat pelaporan tersebut wajib dilengkapi dengan jumlah
nominal yang akan diperdagangkan.
III. PENUTUP …
III. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 25 Juli 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
DJOKO SARWONO
DEPUTI DIREKTUR
DPNP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/16/DPNP|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Penetapan Obligasi Pemerintah Seri FR0003, FR0004 dan FR0005 untuk Diperdagangkan di Pasar Sekunder </reg_title>
<set_date> 25 Juli 2000 </set_date>
<effective_date> 25 Juli 2000 </effective_date>
<related_reg> '1/10/PBI/2000', '1/10/PBI/1999', '2/10/PBI/2000' </related_reg>
|
No. 15/14/DPNP
Jakarta, 24 April 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal
Laporan Berkala Bank Umum.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/12/PBI/2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4629) tentang
Laporan Berkala Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/19/PBI/2011 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5240) dan memperhatikan adanya tambahan
informasi yang diperlukan terkait dengan penerapan perhitungan
kewajiban penyediaan modal mínimum serta penerapan transparansi
informasi suku bunga dasar kredit, maka perlu dilakukan perubahan
ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal
12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum sebagai berikut:
1. Format mengenai Risiko Spesifik – Eksposur Surat Berharga (Trading
Book) sebagaimana dimaksud dalam Formulir-9.a diubah menjadi
sebagaimana terlampir.
2. Format dan penjelasan mengenai Perhitungan Suku Bunga Dasar
Kredit Rupiah (Prime Lending Rate) sebagaimana dimaksud dalam
Formulir-14 diubah menjadi sebagaimana terlampir.
Formulir …
Formulir-9.a dan Formulir-14 adalah Lampiran yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Formulir-14 mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan April
2013, yang disampaikan pada periode penyampaian I bulan Mei 2013.
Formulir-9.a mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan Juni
2013, yang disampaikan pada periode penyampaian I bulan Juli 2013.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 24 April 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULYA E. SIREGAR
KEPALA DEPARTEMEN
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/14/DPNP|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Perizinan dan Pelaporan Bagi Bank Umum Yang Melakukan Kegiatan Usaha Sebagai Pedagang Valuta Asing. </reg_title>
<set_date> 11 Juli 2003 </set_date>
<effective_date> 11 Juli 2003 </effective_date>
<replaced_reg> '31/7/UOPM|SE-BI/1998' </replaced_reg>
<related_reg> '5/2/PBI/2003' </related_reg>
|
No. 13/ 27/DPM
Jakarta, 1 Desember 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH, UNIT USAHA SYARIAH
DAN LEMBAGA PERANTARA
Perihal
: Tata Cara Transaksi Reverse Repo Surat Berharga
Syariah Negara Dengan Bank Indonesia Dalam
Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/36/PBI/2008 tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi
Moneter Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
197, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
4944) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/24/PBI/2011 tanggal 1 Desember 2011 tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008 tanggal 10
Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 119), perlu untuk menyusun
ketentuan mengenai tata cara transaksi reverse repo Surat Berharga
Syariah Negara dengan Bank Indonesia dalam rangka Operasi Pasar
Terbuka Syariah dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan :
1. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
2. Bank Umum Syariah adalah Bank Umum Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan Syariah yang
berlaku.
3. Unit ...
2
3. Unit Usaha Syariah adalah Unit Usaha Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perbankan Syariah yang
berlaku.
4. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang rupiah dan valuta
asing, dan pialang pasar modal yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama.
5. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN
adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip
syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN
dalam mata uang rupiah.
6. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari
12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon
dan/atau secara diskonto.
7. SBSN Jangka Pendek atau Surat Perbendaharaan Negara Syariah
adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas)
bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara
diskonto.
8. Operasi Moneter Syariah yang selanjutnya disingkat OMS adalah
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka
pengendalian moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan
penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah.
9. Haircut adalah faktor pengurang harga SBSN yang ditetapkan Bank
Indonesia.
10. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana
elektronik antar peserta dalam mata uang rupiah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Sistem BI-RTGS.
11. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan penatausahaan
surat ...
3
surat berharga secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS.
12. Transaksi Reverse Repo SBSN adalah transaksi pembelian SBSN
oleh Bank dari Bank Indonesia, dengan janji penjualan kembali oleh
Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
13. Rekening Giro adalah rekening giro milik Bank dalam mata uang
rupiah di Bank Indonesia.
14. Rekening Surat Berharga adalah rekening surat berharga milik Bank
yang digunakan untuk mencatat kepemilikan surat berharga di
Central Registry yang dapat diperdagangkan.
15. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia
secara harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan
pengumuman dari Bank Indonesia.
16. Financing to Deposit Ratio yang selanjutnya disingkat FDR adalah
rasio pembiayaan yang diberikan kepada pihak ketiga dalam rupiah
dan valuta asing, tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain,
terhadap dana pihak ketiga yang mencakup giro, tabungan, deposito
dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk antar bank.
17. Marjin adalah tingkat keuntungan (profit rate) dalam setahun (per
annum) yang disepakati oleh para pihak yang melakukan Transaksi
Reverse Repo SBSN.
II. TRANSAKSI REVERSE REPO SBSN
1. Transaksi Reverse Repo SBSN merupakan transaksi yang dilakukan
oleh Bank Indonesia dalam rangka pengurangan likuiditas Bank
atau kontraksi moneter.
2. Karakteristik Transaksi Reverse Repo SBSN :
a. Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan menggunakan
akad al bai’ (jual beli) yang disertai dengan al wa’d (janji) oleh
Bank kepada Bank Indonesia, dalam dokumen terpisah, untuk
menjual ...
4
menjual kembali SBSN dalam jangka waktu dan harga tertentu
yang disepakati.
b. Jangka waktu Transaksi Reverse Repo SBSN paling singkat 1
(satu) hari dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan
dalam hari yang dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal
setelmen sampai dengan tanggal jatuh waktu.
c. Harga SBSN ditetapkan dan diumumkan oleh Bank Indonesia di
BI-SSSS dan/atau sarana lainnya dengan mempertimbangkan
antara lain harga pasar masing-masing jenis dan seri SBSN.
d. Bank Indonesia menetapkan besarnya Haircut untuk masing-
masing jenis dan seri SBSN dalam rangka penentuan nilai
setelmen Transaksi Reverse Repo SBSN (first leg).
e. Haircut akan diumumkan oleh Bank Indonesia melalui BI-SSSS,
Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
f. Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN diperhitungkan pada saat
setelmen second leg Transaksi Reverse Repo SBSN.
g. Hak penerimaan kupon atau imbalan atas SBSN yang di-reverse
repo-kan selama periode Transaksi Reverse Repo SBSN tetap
merupakan milik Bank Indonesia.
3. SBSN yang dapat di-reverse repo-kan terdiri dari SBSN Jangka
Panjang dan SBSN Jangka Pendek.
4. Dokumen Transaksi Reverse Repo SBSN
a. Bank dapat mengajukan Transaksi Reverse Repo SBSN setelah
menandatangani Janji (Wa’d) Untuk Menjual Kembali SBSN
Dalam Rangka Transaksi Reverse Repo SBSN yang telah
dibubuhi meterai cukup sebagaimana contoh yang tercantum
pada Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
b. Janji (wa’d) sebagaimana dimaksud pada huruf a ditandatangani
oleh Direksi Bank atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang
oleh Direksi dengan Surat Kuasa untuk mengajukan Transaksi
Reverse Repo SBSN.
c. Janji ...
Da
5
c. Janji (wa’d) sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan
kepada Bank Indonesia disertai dokumen pendukung yang
dipersyaratkan.
d. Dokumen pendukung yang diperlukan pada saat
penandatanganan janji (wa’d) meliputi :
1) fotokopi Anggaran Dasar Bank; dan
2) fotokopi identitas diri yang masih berlaku berupa Kartu
Tanda Penduduk (KTP) atau paspor Direksi, Chief Executive
Officer (CEO) dan/atau Pejabat Bank yang diberi kuasa
untuk menandatangani Janji (wa’d).
e. Janji (wa’d) yang telah ditandatangani berlaku seterusnya
sepanjang tidak ada perubahan isi janji dan data dokumen
pendukung.
f. Dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf d
disampaikan dengan surat pengantar kepada :
Direktur Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lantai 11
Jl M.H Thamrin No.2
Jakarta -10350
5. Bank dapat mengikuti Transaksi Reverse Repo SBSN dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Persyaratan yang harus dipenuhi:
1) memiliki FDR paling kurang 80% (delapan puluh per seratus)
berdasarkan perhitungan Bank Indonesia;
2) berstatus aktif sebagai peserta BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS;
3) tidak dalam masa pengenaan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan OMS;
4) memiliki Rekening Giro; dan
5) memiliki Rekening Surat Berharga.
b. Bank dapat mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo
SBSN secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara.
c. Bank ...
6
c. Bank mengajukan Transaksi Reverse Repo SBSN kepada Bank
Indonesia untuk kepentingan diri sendiri.
d. Lembaga Perantara mengajukan penawaran Transaksi Reverse
Repo SBSN untuk kepentingan Bank.
6. Metode Transaksi Reverse Repo SBSN:
a. Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan dengan mekanisme
lelang melalui BI-SSSS.
b. Pelaksanaan lelang Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan
dengan metode sebagai berikut :
1) Harga Tetap (fixed rate tender) dengan Marjin Transaksi
Reverse Repo SBSN ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2) Harga Beragam (variable rate tender) dengan Marjin
Transaksi Reverse Repo SBSN diajukan Bank dan Lembaga
Perantara.
7. Pengumuman dan pelaksanaan Transaksi Reverse Repo SBSN :
a. Transaksi Reverse Repo SBSN dapat dilakukan pada setiap hari
kerja.
b. Window time Transaksi Reverse Repo SBSN dapat dilakukan
antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang Transaksi
Reverse Repo SBSN paling lambat sebelum window time melalui
BI-SSSS, Sistem LHBU, dan/atau sarana lainnya yang
ditetapkan Bank Indonesia.
d. Pengumuman rencana lelang Transaksi Reverse Repo SBSN
memuat antara lain:
1) tanggal lelang;
2) jangka waktu dan tanggal jatuh waktu;
3) metode lelang;
4) target indikatif (apabila lelang dilakukan dengan metode
variable rate tender);
5) Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN (apabila lelang
dilakukan dengan metode fixed rate tender);
6) jenis ...
7
6) jenis dan seri SBSN yang dapat di-reverse repo-kan;
7) Haircut;
8) window time; dan
9) tanggal dan waktu setelmen.
8. Pengajuan Penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN
a. Bank secara langsung dan/atau melalui Lembaga Perantara
mengajukan penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN kepada
Bank Indonesia melalui BI-SSSS dalam window time yang
ditetapkan.
b. Pengajuan penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN antara lain
meliputi :
1) nilai nominal transaksi untuk lelang dengan metode fixed
rate tender; atau
2) nilai nominal transaksi dan Marjin Transaksi Reverse Repo
SBSN untuk lelang dengan metode variable rate tender;
untuk masing-masing jangka waktu Transaksi Reverse Repo
SBSN yang akan dilakukan.
c. Pengajuan penawaran kuantitas dari Bank dan Lembaga
Perantara paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
d. Dalam hal lelang dilakukan dengan metode variable rate tender,
pengajuan penawaran Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN
dilakukan dengan kelipatan sebesar 0,01% (satu per sepuluh
ribu).
e. Bank dan Lembaga Perantara bertanggung jawab atas kebenaran
data penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN yang disampaikan
kepada Bank Indonesia.
f. Bank dan Lembaga Perantara dilarang membatalkan penawaran
yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia.
b. Pe
9. Penetapan ...
8
9. Penetapan Pemenang Lelang Transaksi Reverse Repo SBSN
a. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan
dengan metode fixed rate tender maka penetapan kuantitas
Transaksi Reverse Repo SBSN yang dimenangkan dihitung
dengan cara :
1) penawaran kuantitas yang diajukan oleh Bank dimenangkan
seluruhnya; atau
2) dalam hal diperlukan, penawaran kuantitas yang diajukan
oleh Bank dapat dimenangkan sebagian dengan perhitungan
secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
b. Dalam hal lelang Transaksi Reverse Repo SBSN dilakukan
dengan metode variable rate tender maka penetapan kuantitas
Transaksi Reverse Repo SBSN yang dimenangkan dihitung
dengan cara :
1) Bank Indonesia menetapkan Marjin Transaksi Reverse Repo
SBSN tertinggi yang dapat diterima (Stop Out Rate/SOR); dan
2) Bank Indonesia menetapan kuantitas yang dimenangkan
dengan cara :
a) dalam hal Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN yang
diajukan Bank lebih rendah dari SOR yang ditetapkan,
Bank yang bersangkutan memenangkan seluruh
penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN yang diajukan;
dan
b) dalam hal Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN yang
diajukan Bank sama dengan SOR yang ditetapkan maka
Bank yang bersangkutan memenangkan seluruh atau
sebagian dari penawaran Transaksi Reverse Repo SBSN
yang diajukan dengan perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan nominal
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
terkecil sebesar
Contoh ...
9
Contoh penetapan dan perhitungan kuantitas pemenang
Transaksi Reverse Repo SBSN berdasarkan metode fixed rate
tender dan variable rate tender terdapat pada Lampiran 2
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
c. Dalam hal Bank Indonesia menawarkan lebih dari 1 (satu) seri
SBSN dalam lelang Transaksi Reverse Repo SBSN, Bank
Indonesia menentukan alokasi seri dan nominal SBSN yang
dimenangkan Bank.
d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada pemenang
lelang Transaksi Reverse Repo SBSN.
10. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Reverse Repo SBSN
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi Reverse Repo
SBSN setelah window time ditutup dengan cara sebagai berikut :
a. secara individual kepada pemenang lelang melalui BI-SSSS,
antara lain berupa nilai nominal, Marjin Transaksi Reverse Repo
SBSN, jenis dan seri SBSN yang dimenangkan; dan
b. secara keseluruhan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya antara lain berupa nominal seluruh penawaran
yang masuk, kisaran penawaran Marjin Transaksi Reverse Repo
SBSN (bid rate) dan rata-rata tertimbang Marjin Transaksi
Reverse Repo SBSN.
III. SETELMEN TRANSAKSI REVERSE REPO SBSN
1. Setelmen Transaksi Reverse Repo SBSN melalui BI-SSSS dilakukan
dengan mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to
gross) dan delivery versus payment (DVP).
2. Setelmen Transaksi Reverse Repo SBSN terdiri dari :
a. Setelmen First Leg
1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg paling lambat 1
(satu) hari kerja setelah pengumuman hasil lelang Transaksi
Reverse Repo SBSN.
2) Bank ...
10
2) Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro yang mencukupi
untuk setelmen first leg.
3) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-
SSSS sebagai berikut :
a) Setelmen dana, dengan mendebet Rekening Giro Bank
sebesar nilai setelmen first leg; dan
b) Setelmen surat berharga, dengan mengkredit Rekening
Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang
dimenangkan.
4) Nilai setelmen first leg dihitung sebagai berikut :
a) Dalam hal SBSN Jangka Panjang
setelmen
Nilai
first leg
= Berharga yang ×
d - reverse
setelmen
Nilai
first leg
Keterangan :
Harga
Berharga
i
repo - kan
b) Dalam hal SBSN Jangka Pendek
Nominal Surat
Berharga yang
=
×
d -i
reverse repo - kan
Surat
Nominal Surat
Berharga
H Surat
arga
- Haircut
Berharga
H Surat
arga
- Haircut
: Harga Surat Berharga sebagaimana
diumumkan pada BI-SSSS pada
tanggal Transaksi Reverse Repo
SBSN.
Haircut
: Haircut sebagaimana diumumkan
pada BI-SSSS pada Transaksi
Reverse Repo SBSN
Accrued kupon atau
imbalan
:
- Accrued kupon atau imbalan
dihitung sejak 1 (satu) hari
sesudah tanggal pembayaran
kupon atau imbalan terakhir
sampai ...
Accrued
+
imbalan
kupon/
11
sampai dengan tanggal setelmen
first leg.
- Perhitungan accrued kupon atau
imbalan SBSN didasarkan pada
jumlah hari yang sebenarnya
(actual per actual).
5) Dalam hal dana di Rekening Giro Bank tidak mencukupi
untuk memenuhi kewajiban setelmen sampai dengan cut off
warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan
setelmen first leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
Transaksi Reverse Repo SBSN.
6) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo SBSN sebagaimana
dimaksud pada angka 5), Bank dikenai sanksi sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi
Moneter Syariah.
7) Dalam hal pada lelang yang sama terdapat lebih dari 1 (satu)
kali pembatalan Transaksi Reverse Repo SBSN (first leg),
dalam rangka perhitungan pengenaan sanksi penghentian
sementara mengikuti kegiatan OMS, pembatalan transaksi
tersebut dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
b. Setelmen Second Leg
1) Pada tanggal Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu
(second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan setelmen
second leg sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-
off warning Sistem BI-RTGS.
2) Bank wajib memiliki jenis dan seri SBSN yang mencukupi
dalam Rekening Surat Berharga untuk setelmen second leg.
3) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan
BI-SSSS sebagai berikut :
a) Setelmen surat berharga, dengan mendebet Rekening
Surat Berharga sebesar nilai nominal SBSN yang di-
reverse repo-kan.
b) Setelmen ...
12
b) Setelmen dana, dengan mengkredit Rekening Giro Bank
sebesar nilai setelmen second leg.
c) Nilai setelmen second leg dihitung sebagai berikut :
ilai
s ond leg
ec
setelmen
Nilai
=
setelmen
Nilai
first leg
dimana :
Nilai Marjin Transaksi Reverse Repo SBSN adalah jumlah
keuntungan Bank sesuai jangka waktu Transaksi Reverse
Repo SBSN.
d) Dalam hal Bank menerima pembayaran kupon atau
imbalan pada periode Transaksi Reverse Repo SBSN,
maka kupon atau imbalan dimaksud mengurangi
kewajiban Bank Indonesia di second leg dengan
perhitungan sebagai berikut:
N Marjin
+ Transaksi ReverseR SBSN
epo
e) Dalam hal Bank menerima pembayaran kupon atau
imbalan, maka perhitungan nilai Marjin Transaksi
Reverse Repo SBSN sejak tanggal pembayaran kupon
atau imbalan didasarkan pada nilai setelmen first leg
dikurangi dengan penerimaan kupon atau imbalan
dimaksud.
ta
4) Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Reverse Repo SBSN
tanggal Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second
leg) ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah,
pelaksanaan setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya
tanpa memperhitungkan tambahan nilai Marjin Transaksi
Reverse Repo SBSN untuk hari libur dimaksud.
5) Dalam hal jenis dan seri surat berharga di Rekening Surat
Berharga tidak mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen second leg sampai dengan cut off warning Sistem
BI-RTGS ...
4. Da
13
BI-RTGS sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen
second leg, BI-SSSS secara otomatis membatalkan
Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second leg).
6) Kegagalan setelmen second leg :
a) Dalam hal bank gagal melakukan setelmen second leg
maka Transaksi Reverse Repo SBSN diperlakukan
sebagai transaksi pembelian secara outright oleh Bank.
b) Perhitungan nilai setelmen transaksi pembelian SBSN
secara outright oleh Bank sebagai berikut :
(1) SBSN Jangka Pendek
(2) SBSN Jangka Panjang
Keterangan :
Harga SBSN :
Accrued kupon
atau imbalan
Harga SBSN pada transaksi first
leg.
: Hak atas kupon atau imbalan SBSN
yang dihitung sejak 1 (satu) hari
sesudah tanggal pembayaran
kupon atau imbalan terakhir
sampai dengan tanggal setelmen
outright.
c) Rekening Giro Bank akan didebet sebesar nilai Haircut
sebagaimana ditetapkan dalam transaksi first leg.
d) Rekening Giro Bank akan didebet sebesar nilai accrued
kupon atau imbalan sejak tanggal transaksi first leg
sampai dengan tanggal second leg.
e) Atas ...
14
e) Atas kegagalan setelmen second leg, Bank Indonesia
tidak membayarkan Marjin Transaksi Reverse Repo
SBSN kepada Bank.
f) Atas batalnya Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu
(second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir b.5),
Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter
Syariah.
g) Dalam hal pada hari yang sama terdapat lebih dari 1
(satu) kali pembatalan Transaksi Reverse Repo SBSN
jatuh waktu (second leg), dalam rangka perhitungan
pengenaan sanksi penghentian sementara mengikuti
kegiatan OMS, pembatalan transaksi tersebut hanya
dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
7) Kupon atau Imbalan SBSN
Dalam hal Bank menerima pembayaran kupon atau imbalan
setelah Transaksi Reverse Repo SBSN jatuh waktu (second
leg) maka Bank Indonesia akan mendebet Rekening Giro
sebesar nilai kupon atau imbalan dimaksud pada tanggal
penerimaan kupon atau imbalan.
IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Transaksi Reverse Repo
SBSN sebagaimana dimaksud pada butir III.2.a.5) dan butir
III.2.b.5), Bank dikenakan sanksi berupa :
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada :
1) Direktorat Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan
kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Tim Pengawas
Bank, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI;
b) kewajiban ...
1) D
15
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu)
dari nilai nominal Transaksi Reverse Repo SBSN yang
dinyatakan batal, paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan
c. dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada
huruf b, dalam hal Bank melakukan transaksi OMS yang
dinyatakan batal sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6
(enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5 (lima) hari
kerja berturut-turut.
2. Dalam hal terjadi pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud
pada butir III.2.b.5) dan dalam hal harga pasar SBSN pada saat
second leg lebih tinggi dari harga pada transaksi first leg, selain
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank
dikenakan sanksi tambahan berupa kewajiban membayar sebesar
selisih harga pada transaksi second leg dan harga pada transaksi
first leg, setelah dikalikan dengan nominal SBSN yang di-reverse
repo-kan.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
butir 1.a dan pemberitahuan sanksi larangan mengajukan reverse
repo sebagaimana dimaksud pada butir 1.c dilakukan pada 1 (satu)
hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
pada butir 1.b dan sanksi tambahan sebagaimana dimaksud pada
angka 2 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank pada 1
(satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan reverse repo.
V. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal
1 Desember 2011
Agar ...
16
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/27/DPM|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Transaksi Reverse Repo Surat Berharga Syariah Negara Dengan Bank Indonesia Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka Syariah </reg_title>
<set_date> 1 Desember 2011 </set_date>
<effective_date> 1 Desember 2011 </effective_date>
<related_reg> '10/36/PBI/2008', '13/24/PBI/2011' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No. 7/47/DASP
Jakarta,
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Batasan Nilai Nominal Per Transaksi Antar Bank untuk
Kepentingan Nasabah melalui Sistem Bank Indonesia Real
Time Gross Settlement Sehubungan dengan Hari Libur
Nasional Tertentu.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/8/PBI/2004 tanggal
11 Maret 2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 28, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4373) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/13/PBI/2004 tanggal 9 Juni 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4387), Penyelenggara mempunyai
kewajiban untuk menjamin Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(Sistem BI-RTGS) berfungsi dengan baik.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas dan sehubungan dengan terjadinya
peningkatan volume transaksi pembayaran antar Bank melalui Sistem BI-RTGS
yang sangat signifikan pada periode waktu tertentu, seperti menjelang dan setelah
Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru maka untuk menjaga kelancaran kegiatan
operasional Sistem BI-RTGS dipandang perlu untuk melakukan pembatasan nilai
nominal per transaksi yang dapat dilakukan melalui Sistem BI-RTGS pada
13 Oktober 2005
periode …
periode tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini yaitu sebagai
berikut:
1.
Transaksi antar Peserta untuk kepentingan nasabah yang menggunakan
TRN IFT00000 bagi Bank, dan BIRBI540 bagi Bank Indonesia, dengan
batasan nilai nominal per transaksi di bawah Rp25.000.000,00 (dua puluh
lima juta rupiah), tidak dapat dilakukan melalui Sistem BI-RTGS.
2.
Bagi transaksi antar Peserta untuk kepentingan nasabah yang berupa
transaksi multiple credit, batasan nilai nominal per transaksi untuk setiap
rekening penerima dana yang dituju ditetapkan sesuai dengan batasan nilai
nominal per transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
3.
Batasan nilai nominal per transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dan angka 2, berlaku untuk periode transaksi yang Penyelesaian Akhirnya
dilakukan pada
tanggal 24 Oktober 2005 sampai
dengan
tanggal
9 November 2005 dan tanggal 19 Desember 2005 sampai dengan tanggal
30 Desember 2005.
4.
Agar transaksi antar Peserta untuk kepentingan nasabah sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan angka 2 dapat tetap dilakukan oleh Bank
maka transaksi tersebut dapat diselesaikan melalui kliring penyerahan
sesuai dengan jadwal yang akan diumumkan oleh penyelenggara kliring.
5.
Berkaitan dengan ketentuan pembatasan nilai nominal per transaksi
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2, seluruh Peserta harus
mengumumkan hal tersebut kepada nasabahnya sebelum tanggal 24
Oktober 2005.
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran
Bank Indonesia No. 6/45/DASP tanggal 25 Oktober 2004 tentang Batasan
Nominal Transaksi Antar Bank Untuk Kepentingan Nasabah Melalui Sistem
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sehubungan Dengan Hari Libur
Nasional Tertentu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat …
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 13 Oktober 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
DASP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/47/DASP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Batasan Nilai Nominal Per Transaksi Antar Bank untuk Kepentingan Nasabah melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement Sehubungan dengan Hari Libur Nasional Tertentu. </reg_title>
<set_date> 13 Oktober 2005 </set_date>
<effective_date> 13 Oktober 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '6/45/DASP|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '6/8/PBI/2004', '6/13/PBI/2004' </related_reg>
|
No. 3/ 4 /DASP
Jakarta, 23 Januari 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal
:
Jenis dan Batasan Nominal Warkat serta Jadwal
Penyelenggaraan Kliring Lokal di Jakarta
_______________________________________________
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal
13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir
Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal (PBI
No. 1/3/PBI/1999) sebagaimana telah diubah dengan perubahan terakhir
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia No. 1/3/PBI/1999 tentang
Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran
Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal (PBI No. 2/14/PBI/2000), ditetapkan bahwa
penyelenggaraan Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran
Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank
Indonesia.
Berkaitan dengan hal tersebut dan dengan diimplementasikannya sistem
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), maka Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 1/1/UASP tanggal 13 Agustus 1999 perihal
Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran
Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal dan Transaksi Pasar Uang Antar Bank di
Jakarta sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
1/3/DASP tanggal 29 Oktober 1999 perihal Penyempurnaan SE No. 1/1/UASP
tanggal…
tanggal 13 Agustus 1999 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal serta
Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal
dan Transaksi Pasar Uang Antar Bank di Jakarta perlu dilakukan penyesuaian.
Sehubungan dengan hal tersebut bersama ini disampaikan ketentuan
penyelenggaraan Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran
Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal sistem Otomasi dan Elektronik di Jakarta
sebagai berikut :
I. PENYELENGGARAAN KLIRING LOKAL
A. Kliring Nominal Besar
1.
Kliring Penyerahan Nominal Besar
a.
Kegiatan Kliring Penyerahan Nominal Besar menggunakan
Sistem Otomasi.
b. Warkat yang dapat dikliringkan hanya Warkat Debet,
dengan nilai nominal Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) ke atas, dengan tetap memperhatikan ketentuan
dalam SE No. 1/10/DASP tanggal 31 Desember 1999
perihal Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring.
2.
Kliring Pengembalian Nominal Besar
a.
Kegiatan
b.
Kliring Pengembalian Nominal Besar
menggunakan sistem Semi Otomasi.
Pengembalian Warkat Debet Kliring Penyerahan Nominal
Besar yang ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik
hanya dapat dilakukan pada kegiatan Kliring Pengembalian
Nominal Besar tanggal valuta hari yang sama.
B. Kliring Ritel
1.
Kliring Penyerahan Ritel
a.
Kegiatan Kliring Penyerahan Ritel menggunakan Sistem
Otomasi dan Sistem Elektronik yang akan berjalan paralel
sampai ...
sampai dengan batas waktu yang akan ditetapkan kemudian
oleh Penyelenggara.
b.
Warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) yang dapat
dikliringkan meliputi :
1) Warkat atau DKE Kredit dengan nilai nominal di
bawah Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
2) Warkat atau DKE Debet dengan nilai nominal di
bawah Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam SE
No. 1/10/DASP tanggal 31 Desember 1999 perihal
Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring.
2.
Kliring Pengembalian Ritel
a.
b.
Kegiatan Kliring Pengembalian Ritel menggunakan Sistem
Semi Otomasi.
Pengembalian Warkat Debet Kliring Penyerahan Ritel yang
ditolak pembayarannya oleh Bank Tertarik hanya dapat
dilakukan pada kegiatan Kliring Pengembalian Ritel
tanggal valuta hari kerja berikutnya.
Jenis dan batasan nominal serta jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal
sebagaimana tersebut di atas adalah sebagaimana dalam Lampiran 1
dan Lampiran 2.
II. TRANSAKSI PASAR UANG ANTAR BANK
Transaksi Pasar Uang Antar Bank (PUAB) baik berupa penempatan dana
maupun pelunasannya dilarang dilakukan melalui kegiatan Kliring Nominal
Besar maupun Kliring Ritel.
III. INFORMASI DINI HASIL KLIRING LOKAL
Bank dapat mengetahui secara dini informasi hasil Kliring Lokal pada
waktu penyediaan informasi dalam jadwal penyelenggaraan Kliring Lokal
sebagaimana ...
sebagaimana tersebut di atas, dengan menggunakan fasilitas Pusat
Informasi Pasar Uang (PIPU) di Bank Indonesia, yang meliputi informasi
sebagai berikut :
1.
Informasi Hasil Kliring Penyerahan Nominal Besar
Informasi Hasil Kliring Penyerahan Nominal Besar memuat informasi
mengenai saldo penyelesaian akhir Kliring Penyerahan Nominal
Besar.
2.
Informasi Hasil Kliring Pengembalian Nominal Besar
Informasi Hasil Kliring Pengembalian Nominal Besar memuat
informasi mengenai saldo Kliring Pengembalian Nominal Besar dan
rincian Warkat Kliring Pengembalian Nominal Besar yang diterima
oleh setiap Peserta.
3.
Informasi Hasil Kliring Penyerahan Ritel
Informasi Hasil Kliring Penyerahan Ritel memuat informasi mengenai
saldo Penyelesaian Akhir Hasil Kliring Ritel.
4.
Informasi Hasil Kliring Pengembalian Ritel
Informasi Hasil Kliring Pengembalian Ritel memuat informasi
mengenai saldo Kliring Pengembalian Ritel dan rincian Warkat
Kliring Pengembalian Ritel yang diterima oleh setiap Peserta.
III. LAPORAN HASIL KLIRING
Dari kegiatan Kliring Lokal dan Penyelesaian
Akhir
sebagaimana
dimaksud pada angka I, Penyelenggara akan menerbitkan berbagai macam
Laporan Hasil Kliring untuk setiap peserta sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran Bank Indonesia untuk masing-masing sistem Kliring.
IV. KEADAAN DARURAT
Apabila proses Kliring di Penyelenggara (sistem Elektronik dan sistem
Otomasi) tidak dapat diselesaikan sesuai jadwal karena adanya suatu
keadaan darurat, maka penyelesaian akhir hasil Kliring akan dilakukan
paling...
paling lambat pada
hari kerja berikutnya.
Penyelenggara akan
memberitahukan kepada seluruh Peserta mengenai waktu penyelesaian
akhir hasil Kliring tersebut melalui pengumuman.
V. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka :
1.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/1/UASP tanggal 13 Agustus
1999 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir
Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal dan
Transaksi Pasar Uang Antar Bank di Jakarta;
2.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/3/DASP tanggal 29 Oktober
1999 perihal Penyempurnaan SE No. 1/1/UASP tanggal 13 Agustus
1999 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir
Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal dan
Transaksi Pasar Uang Antar Bank di Jakarta;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 5 Februari 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
HARMAIN SALIM
DEPUTI DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
Lampiran 1
JADWAL KLIRING LOKAL DAN PENYELESAIAN AKHIR TRANSAKSI
PEMBAYARAN ANTAR BANK ATAS HASIL KLIRING LOKAL
DI JAKARTA
NO.
KEGIATAN*
1. KLIRING PENYERAHAN NOMINAL
BESAR
1. Penyerahan Warkat secara OKJ
2. Penyediaan Informasi
3. Penyelesaian Akhir ke sistem BI-RTGS
4. Distribusi Warkat dan laporan
2. KLIRING PENYERAHAN RITEL
1. Penyerahan Warkat OKJ**
2. Transmit DKE SKEJ
3. Penyerahan Warkat SKEJ
4. Penyediaan Informasi
5. Penyelesaian Akhir ke sistem BI-RTGS
6. Distribusi warkat & Laporan
3. KLIRING PENGEMBALIAN NOMINAL
BESAR
1. Penyerahan Warkat & Disket
2. Penyediaan Informasi
3. Penyelesaian Akhir ke sistem BI-RTGS
4. Distribusi Warkat & Laporan
4. KLIRING PENGEMBALIAN RITEL
1. Penyerahan Warkat & Disket
2. Penyediaan Informasi
3. Penyelesaian Akhir ke sistem BI-RTGS
4. Distribusi Warkat & Laporan
* OKJ
DKE
SKEJ
: Otomasi Kliring Jakarta
: Data Keuangan Elektronik
: Sistem Kliring Elektronik Jakarta
BI-RTGS : Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
** Khusus hari Jumat jadwal T+ 0 menjadi pukul 10.30 – 14.00 WIB
T+0
T+1
08.30 – 10.30
12.00 – 13.00
12.00 – 13.00
13.15
-
-
-
-
10.30 - 13.30
10.30 - 15.00
14.00 - 16.00
16.30
16.30
18.00 - 19.00
-
-
-
-
-
06.00 - 08.00
14.30 - 16.00
16.30
16.30
18.00 - 19.00
-
-
-
-
-
-
-
-
08.30 - 10.30
12.00 – 13.00
12.00 – 13.00
13.15
Lampiran 2
JENIS DAN BATASAN NOMINAL
NO
KEGIATAN
1. KLIRING PENYERAHAN
NOMINAL BESAR
JENIS WARKAT/ DKE* BATASAN NOMINAL
Cek
Bilyet Giro
WBUT
SBPT
Nota Debet**
2. KLIRING PENYERAHAN
RITEL
Cek
Bilyet Giro
WBUT
SBPT
Nota Debet**
Nota Kredit
3. KLIRING PENGEMBALIAN
NOMINAL BESAR
Cek
Bilyet Giro
WBUT
SBPT
Nota Debet**
4. KLIRING PENGEMBALIAN
RITEL
Cek
Bilyet Giro
WBUT
SBPT
Nota Debet**
* WBUT : Wesel Bank Untuk Transfer
SBPT : Surat Bukti Penerimaan Transfer
** Batasan nominal Nota Debet yang dapat dikliringkan wajib memperhatikan ketentuan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 1/10/DASP tanggal 31 Desember 1999 perihal
Penggunaan Nota Debet Dalam Kliring.
≥ Rp 100 Juta
≥ Rp 100 Juta
≥ Rp 100 Juta
≥ Rp 100 Juta
≥ Rp 100 Juta
< Rp 100 Juta
< Rp 100 Juta
< Rp 100 Juta
< Rp 100 Juta
< Rp 100 Juta
< Rp 1 Milyar
≥ Rp 100 Juta
≥ Rp 100 Juta
≥ Rp 100 Juta
≥ Rp 100 Juta
≥ Rp 100 Juta
< Rp 100 Juta
< Rp 100 Juta
< Rp 100 Juta
< Rp 100 Juta
< Rp 100 Juta
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/4/DASP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Jenis dan Batasan Nominal Warkat serta Jadwal Penyelenggaraan Kliring Lokal di Jakarta </reg_title>
<set_date> 23 Januari 2001 </set_date>
<effective_date> 5 Februari 2001 </effective_date>
<replaced_reg> '1/3/DASP|SE-BI/1999', '1/1/UASP|SE-BI/1999' </replaced_reg>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999', '1/3/DASP|SE-BI/1999', '1/1/UASP|SE-BI/1999' </related_reg>
|
No.15/3/DPM
Jakarta, 28 Februari 2013
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing
terhadap Rupiah kepada Bank.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah
kepada Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4921),
dan sebagai salah satu upaya untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah, perlu untuk melakukan perubahan atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD tanggal 27 November 2008
perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank
sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
14/11/DPM tanggal 21 Maret 2012 sebagai berikut:
1. Ketentuan angka 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau
Pihak Asing kepada Bank di atas USD100,000.00 (seratus ribu
US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak
Asing hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat
spekulatif…
2
spekulatif, dengan underlying sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) PBI, diatur sebagai berikut:
a. Untuk Nasabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 2 PBI, jenis underlying transaksi antara lain dapat
berupa:
1) Kegiatan impor barang dan jasa;
2) Pembayaran jasa, seperti:
a) Biaya sekolah di luar negeri;
b) Biaya berobat ke luar negeri;
c) Biaya perjalanan luar negeri untuk keperluan haji,
perjalanan ibadah/wisata rohani, atau wisata
lainnya;
d) Pembayaran atas penggunaan jasa konsultan luar
negeri;
e) Pembayaran yang terkait dengan penggunaan tenaga
kerja asing di Indonesia;
3) Pembayaran utang dalam valuta asing;
4) Pembayaran atas pembelian aset di luar negeri;
5) Kegiatan usaha jual beli uang kertas asing (UKA) oleh
pedagang valuta asing (PVA) Bank dan PVA bukan Bank
yang memiliki ijin dari Bank Indonesia yang masih
berlaku untuk memenuhi kebutuhan nasabah PVA,
dengan ketentuan:
a) Bank dapat memenuhi kebutuhan pembelian valuta
asing terhadap rupiah yang dilakukan PVA hanya
dalam bentuk UKA;
b) Penyerahan UKA dalam penyelesaian transaksi
pembelian valuta asing terhadap rupiah dari Bank
kepada PVA harus dilakukan secara fisik;
c) Penyerahan …
3
c) Penyerahan dana rupiah dalam penyelesaian
transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah
dapat dilakukan melalui pemindahbukuan rekening.
6) Kegiatan usaha travel agent;
b. Nasabah yang merupakan penyelenggara transfer dana
tunduk pada pengaturan pembelian valuta asing terhadap
rupiah yang dilakukan oleh Nasabah yang bukan
merupakan PVA.
c. Untuk Pihak Asing sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka
3 PBI, underlying transaksi antara lain dapat berupa
pencairan aset atau investasi dalam rupiah yang dimiliki,
termasuk repatriasi modal; pengembalian kredit oleh
debitur; dan penghasilan dari investasinya, seperti capital
gain, kupon, bunga dan dividen.
2. Ketentuan angka 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
7. Persyaratan dokumen untuk transaksi pembelian valuta asing
terhadap rupiah yang dilakukan oleh Nasabah dengan nilai
nominal di atas USD100,000.00 (seratus ribu US Dollar)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) PBI diatur
sebagai berikut:
a. Kelengkapan dokumen sebagaimana dipersyaratkan dalam
Pasal 3 ayat (2) huruf a dan huruf c PBI wajib dilampirkan
sejak tanggal 1 Desember 2008.
b. Dokumen yang dipersyaratkan dilampirkan pada setiap
transaksi berdasarkan tanggal transaksi. Dalam hal
dokumen yang dipersyaratkan tidak dapat dilampirkan pada
tanggal transaksi maka dokumen dapat disampaikan paling
lambat pada tanggal valuta transaksi yang bersangkutan
dengan mencantumkan tanggal transaksi.
c. Untuk Nasabah:
1) Untuk …
4
1) Untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh
Nasabah yang memiliki kriteria:
a) pembelian valuta asing terhadap rupiah dilakukan
secara reguler dengan jumlah pembelian yang relatif
tetap dari waktu ke waktu;
b) pembelian valuta asing terhadap rupiah dilakukan
secara bertahap untuk tujuan pembayaran kewajiban
valuta asing dengan total jumlah pembelian paling
banyak sebesar jumlah kebutuhan valuta asing yang
tercantum dalam dokumen underlying; dan
c) Nasabah telah dikenal baik oleh Bank dan Bank
memiliki track record Nasabah yang bersangkutan,
Nasabah melampirkan dokumen yang dipersyaratkan 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun kalender atau jumlah
pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah
telah mencapai jumlah sebesar nominal underlying
sebagaimana dimaksud dalam butir 4.a. yang mana lebih
dahulu terjadi.
2) Dokumen
underlying transaksi yang dapat
dipertanggungjawabkan antara lain berupa bukti
dokumen yang terkait dengan jenis underlying
sebagaimana dimaksud dalam butir 4.a.:
a) Untuk kegiatan impor barang dan jasa, dokumen
antara lain berupa fotokopi Pemberitahuan Impor
Barang (PIB) yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang, Letter of Credit (L/C), invoice dengan
masa berlaku paling lama 6 (enam) bulan setelah
tanggal penerbitan invoice atau sesuai dengan tanggal
jatuh tempo pembayaran, atau list of invoices;
(1) Dokumen …
5
(1) Dokumen underlying berupa list of invoices diatur
sebagai berikut:
(a) list of invoices ditandatangani oleh pihak
berwenang dari Nasabah; dan
(b) penyerahan list of invoices oleh Nasabah
disertakan dengan invoices asli untuk
kepentingan verifikasi oleh Bank dan untuk
selanjutnya invoices asli tersebut dapat
ditatausahakan oleh Nasabah.
(2) Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk
menyediakan invoices asli sewaktu-waktu untuk
kepentingan pemeriksaan Bank (post audit).
b) Untuk pembayaran jasa, dokumen diatur sebagai
berikut:
(1) Untuk biaya sekolah di luar negeri, dokumen
antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya
sekolah dan biaya hidup di luar negeri;
(2) Untuk biaya berobat ke luar negeri, dokumen
antara lain berupa perkiraan kebutuhan biaya
berobat dan akomodasi;
(3) Untuk biaya perjalanan luar negeri, untuk
keperluan haji, perjalanan rohani/wisata rohani,
atau wisata lainnya, dokumen antara lain berupa
perkiraan kebutuhan biaya perjalanan dan
akomodasi;
(4) Untuk pembayaran atas penggunaan jasa
konsultan luar negeri, dokumen antara lain
berupa fotokopi kontrak jasa konsultan;
(5) Untuk …
6
(5) Untuk pembayaran yang terkait dengan
penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia,
dokumen antara lain berupa fotokopi surat
perjanjian kerja antara tenaga kerja asing yang
bersangkutan dengan badan usaha.
c) Untuk pembayaran utang valuta asing yang berasal
dari kreditur dalam negeri atau kreditur luar negeri,
dokumen antara lain berupa fotokopi surat perjanjian
kredit (loan agreement), atau dokumen utang terkait
lainnya;
d) Untuk pembayaran atas pembelian aset di luar
negeri, dokumen antara lain berupa invoice
pembelian aset di luar negeri;
e) Untuk kegiatan usaha PVA Bank dan PVA bukan
Bank yang memiliki ijin dari Bank Indonesia yang
masih berlaku, dokumen antara lain berupa:
(1) Fotokopi surat ijin usaha PVA dari Bank Indonesia
yang masih berlaku;
(2) Surat pernyataan bermeterai cukup yang
ditandatangani pihak berwenang PVA yang berisi
informasi mengenai kebenaran dokumen
underlying dan informasi bahwa dokumen
underlying hanya digunakan untuk pembelian
valuta asing terhadap rupiah paling banyak
sebesar nominal underlying dalam sistem
perbankan di
Indonesia;
(3) Surat permohonan pembelian valuta asing
terhadap rupiah kepada Bank dengan contoh
surat sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari …
7
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang berisi
informasi mengenai jumlah kebutuhan pembelian
valuta asing terhadap rupiah kepada Bank dengan
ketentuan sebagai berikut:
(a) Jumlah kebutuhan pembelian valuta asing
terhadap rupiah dihitung berdasarkan
besarnya selisih antara total penjualan valuta
asing dengan total pembelian valuta asing (net
jual) PVA kepada nasabah selama 1 (satu)
bulan terakhir dari bulan dilakukannya
pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh
PVA kepada Bank;
Contoh:
Tanggal 7 Mei 2013 PVA ”XYZ” melakukan
pembelian valuta asing kepada Bank ”ABC”
sebesar USD300,000.00 (tiga ratus ribu US
Dollar) dengan menggunakan dokumen
underlying berupa data net jual PVA ”XYZ”
kepada nasabah bulan April 2013 sebesar USD
559,000.00 (lima ratus lima puluh sembilan
ribu US Dollar).
Tanggal 23 Mei 2013 PVA ”XYZ” melakukan
pembelian valuta asing lagi kepada Bank
”ABC” sebesar USD150,000.00 (seratus lima
puluh ribu US Dollar) dengan tetap
menggunakan dokumen underlying berupa
data net jual PVA ”XYZ” kepada nasabah bulan
April 2013 sebesar USD 559,000.00 (lima ratus
lima puluh sembilan ribu US Dollar).
Sampai …
8
Sampai dengan akhir bulan Mei 2013, PVA
”XYZ” masih dapat melakukan pembelian
valuta asing kepada Bank sepanjang tidak
melampaui sisa plafon dokumen underlying
berupa data net jual PVA ”XYZ” kepada
nasabah pada bulan April 2013, yaitu sebesar
USD109,000.00 (seratus sembilan ribu US
Dollar).
(b) Perhitungan net jual sebagaimana dimaksud
pada huruf (a) di atas, tidak memperhitungkan
transaksi jual beli UKA PVA dengan Bank
dan/atau PVA lainnya;
(c) Perhitungan net jual sebagaimana dimaksud
pada huruf (a) di atas, dilengkapi dengan
dokumen berupa fotokopi data rekapitulasi
transaksi jual beli harian PVA dengan nasabah
selama 1 (satu) bulan terakhir;
(d) Dalam hal terdapat pembelian valuta asing
oleh nasabah PVA kepada PVA dengan nilai
nominal melebihi USD100,000.00 (seratus ribu
US Dollar) atau ekuivalen selama
1 (satu) bulan terakhir, surat permohonan
pembelian valuta asing terhadap rupiah
kepada Bank dilengkapi dengan dokumen
underlying transaksi dari nasabah PVA atas
pembelian valuta asing nasabah tersebut
kepada PVA dan disertai fotokopi identitas
nasabah;
(e) Dokumen
underlying transaksi dari
nasabah PVA atas pembelian valuta asing yang
dilakukan …
9
dilakukan nasabah PVA kepada PVA
sebagaimana dimaksud pada huruf (d) antara
lain sebagaimana dimaksud dalam butir
7.c.2).a), butir 7.c.2).b), butir 7.c.2).c), butir
7.c.2).d), dan/atau butir 7.c.2).f).
Contoh perhitungan jumlah kebutuhan pembelian
valuta asing terhadap rupiah oleh PVA kepada
Bank sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini;
f) Untuk kegiatan usaha travel agent, dokumen antara
lain berupa proyeksi
cashflow berdasarkan
kebutuhan pengguna jasa travel agent dan cadangan
yang dibutuhkan.
3) Penilaian atas kewajaran atau kelaziman nilai nominal
underlying yang diajukan oleh Nasabah, dilakukan oleh
Bank.
4) Fotokopi dokumen identitas Nasabah meliputi fotokopi
Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Ijin Mengemudi
(SIM), dan NPWP perorangan untuk Nasabah perorangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a
PBI; atau fotokopi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)
yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang dan fotokopi
NPWP badan usaha untuk Nasabah badan usaha bukan
Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2
huruf b PBI.
5) Pernyataan tertulis bermeterai cukup yang
ditandatangani oleh Nasabah yang bersangkutan untuk
Nasabah perorangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 2 huruf a PBI, atau pihak yang berwenang
dari …
10
dari Nasabah badan usaha bukan Bank sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf b PBI, mengenai
informasi kebenaran dokumen underlying dan informasi
bahwa dokumen underlying hanya digunakan untuk
pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak
sebesar nominal underlying dalam sistem perbankan di
Indonesia.
Ketentuan butir 4.a.5) dan butir 7.c.2).e) mulai berlaku pada
tanggal 1 Mei 2013.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
18 Maret 2013 .
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/3/DPM|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank. </reg_title>
<set_date> 28 Februari 2013 </set_date>
<effective_date> 18 Maret 2013 </effective_date>
<changed_reg> '10/42/DPD|SE-BI/2008' </changed_reg>
<extension_of> '14/11/DPM|SE-BI/2012' </extension_of>
<related_reg> '10/28/PBI/2008', '14/11/DPM|SE-BI/2012', '10/42/DPD|SE-BI/2008' </related_reg>
|
1
No. 13/ 29 /DPNP
Jakarta, 9 Desember 2011
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum yang
Melakukan Layanan Nasabah Prima
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/8/PBI/2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4292)
tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5029)
dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 103, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5247) tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, serta potensi
meningkatnya profil risiko perbankan, khususnya risiko operasional,
risiko hukum dan risiko reputasi dalam praktek penyediaan layanan
perbankan dengan keistimewaan tertentu kepada suatu segmen
nasabah tertentu, maka perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai
penerapan . . .
2
penerapan manajemen risiko pada bank yang melakukan aktivitas
layanan nasabah prima dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia,
dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Yang dimaksud dengan Bank Umum dalam Surat Edaran ini,
yang selanjutnya disebut Bank, adalah Bank Umum yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau
Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
2. Yang dimaksud dengan Layanan Nasabah Prima dalam Surat
Edaran ini, yang selanjutnya disebut LNP, adalah bagian dari
kegiatan usaha Bank dalam menyediakan layanan terkait
produk dan/atau aktivitas dengan keistimewaan tertentu bagi
Nasabah Prima.
3. Yang dimaksud dengan Nasabah Prima dalam Surat Edaran
ini adalah perseorangan yang memenuhi kriteria atau
persyaratan tertentu yang ditetapkan Bank untuk dapat
memperoleh layanan atau menggunakan fasilitas Bank
dengan keistimewaan tertentu dibandingkan dengan nasabah
lain pada umumnya.
4. Dalam melakukan aktivitas LNP, Bank mengacu pada
peraturan-peraturan antara lain sebagai berikut:
a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009;
b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tentang
Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan
Data Pribadi Nasabah;
c. Peraturan . . .
3
c. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008
tentang Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah;
d. Peraturan Bank IndonesiaNo.11/28/PBI/2009 tentang
Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Umum;
e. Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011
tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah; dan
f. Peraturan perundang-undangan lain yang mengatur
mengenai produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan
oleh Bank.
5. Bank yang melakukan LNP wajib memiliki kebijakan tertulis
sebagai acuan dalam melakukan LNP yang paling kurang
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Persyaratan Nasabah Prima
Bank menetapkan kriteria atau persyaratan tertentu
yang harus dipenuhi oleh nasabah untuk dapat
diperlakukan sebagai Nasabah Prima.
b. Ruang lingkup produk dan/atau aktivitas Bank
Bank menetapkan ruang lingkup produk dan/atau
aktivitas yang dapat ditawarkan dalam LNP dengan
memperhatikan ketentuan Bank Indonesia dan
peraturan perundang-undangan lain yang mengatur
mengenai produk dan/atau aktivitas Bank.
c. Cakupan keistimewaan LNP
Bank menetapkan cakupan keistimewaan layanan yang
dapat diberikan kepada Nasabah Prima baik berupa
layanan keuangan maupun non keuangan dengan tetap
memperhatikan kepatuhan terhadap ketentuan Bank
Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang
terkait.
d. Nama . . .
4
d. Nama layanan dan pengelompokan Nasabah Prima
Dalam melakukan LNP, Bank harus menetapkan nama
layanan (brand name) tertentu. Dalam hal Bank
melakukan pengelompokan Nasabah Prima, maka Bank
harus menetapkan secara jelas perbedaan keistimewaan
layanan untuk setiap kelompok Nasabah Prima.
II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
Dalam melakukan LNP, selain menerapkan manajemen risiko
secara umum sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai manajemen risiko, Bank harus
menerapkan manajemen risiko pada aspek-aspek tertentu sebagai
berikut:
1. Aspek pendukung keistimewaan layanan
Dalam melakukan LNP, Bank harus menerapkan manajemen
risiko pada aspek pendukung keistimewaan layanan yang
paling kurang mencakup :
a. Sumber daya manusia
Bank harus memastikan tersedianya sumber daya
manusia yang memadai dari sisi kualitas dan kuantitas
sesuai dengan karakteristik dan kompleksitas LNP. Hal
tersebut perlu didukung dengan antara lain adanya
penetapan persyaratan dan kualifikasi untuk jabatan
tertentu dalam melakukan LNP, penetapan wewenang
dan tanggung jawab yang jelas, penerapan prinsip know
your employee, sistem remunerasi yang jelas dan
transparan, dan kebijakan pengendalian risiko yang
terkait dengan manajemen sumber daya manusia antara
lain rekrutmen, promosi, rotasi, mutasi, dan cuti.
b. Operasional
. . .
5
b. Operasional LNP
Dalam rangka melaksanakan kebijakan yang telah
ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam butir I.5, Bank
wajib memiliki prosedur tertulis untuk kegiatan
operasional LNP yang mencakup setiap produk dan/atau
aktivitas yang ditawarkan kepada Nasabah Prima.
Penetapan prosedur khusus pada LNP harus memenuhi
ketentuan yang mengatur mengenai penerapan
manajemen risiko terutama pada aspek pengendalian
intern dan ketentuan yang mengatur mengenai anti
pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme
(APU dan PPT).
c. Penawaran produk dan/atau aktivitas
Dalam menetapkan jenis produk dan/atau aktivitas yang
akan ditawarkan dalam LNP kepada masing-masing
Nasabah Prima, Bank wajib mempertimbangkan
kesesuaian spesifikasi, karakteristik, dan risiko dari
produk dan/atau aktivitas yang ditawarkan dengan
karakteristik dan profil Nasabah Prima.
d. Teknologi informasi
Dalam pengoperasian LNP, selain memiliki sumber daya
manusia yang memadai, Bank perlu memiliki
infrastruktur lain yang memadai antara lain berupa
teknologi informasi. Dari sisi penerapan manajemen
risiko dalam penggunaan teknologi informasi, Bank
paling kurang harus dapat menghasilkan laporan yang
akurat dan komprehensif dalam melakukan LNP baik
untuk kepentingan Bank maupun Nasabah Prima serta
memastikan keamanan data dan informasi yang ada.
2. Aspek . . .
6
2. Aspek transparansi, edukasi, dan perlindungan nasabah
Dalam melaksanakan LNP, selain mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai transparansi
informasi produk bank, edukasi, dan perlindungan nasabah,
Bank juga wajib melaksanakan paling kurang hal-hal sebagai
berikut:
a. Menjelaskan mengenai spesifikasi LNP
Bank wajib menjelaskan nama LNP, masing-masing
kelompok Nasabah Prima dalam LNP dan kriterianya
beserta cakupan layanan keistimewaan yang diberikan,
serta karakteristik termasuk risiko dari produk dan/atau
aktivitas yang ditawarkan kepada Nasabah Prima.
b. Memastikan kejelasan hubungan antara Bank dan
Nasabah Prima
Hubungan antara bank dan Nasabah Prima dalam LNP
harus didasarkan pada kesepakatan tertulis yang paling
kurang memuat hak dan kewajiban masing-masing
pihak, serta tata cara penyelesaian apabila terjadi
perselisihan.
c. Memastikan kejelasan kewenangan pelaku transaksi
Bank wajib memiliki suatu mekanisme yang bertujuan
untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan oleh
Nasabah Prima yang bersangkutan atau kuasa yang
mewakili Nasabah Prima tersebut sesuai kesepakatan
tertulis dengan Nasabah Prima.
d. Menyampaikan informasi secara berkala
Bank wajib menginformasikan secara berkala posisi atau
eksposur masing-masing Nasabah Prima berdasarkan
kesepakatan tertulis dengan Nasabah Prima.
III. LAIN-LAIN . . .
7
III. LAIN-LAIN
1. Dalam rangka pengelolaan dan pemantauan risiko terkait
kegiatan LNP, Bank wajib menatausahakan data, dokumen
atau warkat terkait transaksi keuangan dan aktivitas
Nasabah Prima dalam LNP antara lain berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai dokumen
perusahaan, ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai APU dan PPT, dan kebijakan dan prosedur intern
Bank. Mengenai data yang wajib ditatausahakan antara lain
meliputi jumlah nasabah, volume produk yang dijual, kantor
yang memberikan layanan, dan informasi terkait lainnya yang
selalu dikinikan secara berkala.
2. Penyusunan kebijakan LNP sebagaimana dimaksud dalam
butir I.5 dan penerapan manajemen risiko dalam kegiatan
LNP sebagaimana dimaksud dalam angka II paling kurang
mengacu pada Pedoman Penerapan Manajemen Risiko pada
Bank yang Melakukan LNP, yang merupakan lampiran dan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
3. Bank yang akan melakukan LNP yang memenuhi kriteria
sebagai aktivitas baru, harus menyampaikan laporan rencana
pelaksanaan aktivitas baru yang diatur sebagai berikut:
a. bagi bank umum konvensional, mengacu pada Surat
Edaran Bank Indonesia tentang Pelaporan Produk atau
Aktivitas Baru;
b. bagi bank umum syariah, mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan
produk atau aktivitas baru.
4. Bank . . .
8
4. Bank yang telah melakukan LNP sebelum Surat Edaran Bank
Indonesia ini berlaku wajib:
a. melakukan gap analysis untuk pemenuhan ketentuan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini terhadap:
1) kebijakan LNP; dan
2) penerapan manajemen risiko pada aspek tertentu;
b. menyusun action plan untuk menyempurnakan
kebijakan LNP dan penerapan manajemen risiko yang
memiliki gap;
c. menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia yang
meliputi:
1) hasil pelaksanaan gap analysis dan action plan
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b
paling lama 3 (tiga) bulan setelah Surat Edaran
Bank Indonesia ini berlaku; dan
2)
realisasi action plan paling lambat akhir Juni 2012.
5. Dalam hal terdapat gap atas prosedur LNP tertentu, maka
Bank wajib segera melakukan mitigasi risiko atas gap
tersebut dalam melakukan LNP, tanpa menunggu realisasi
action plan sebagaimana dimaksud pada butir 4.c.2).
6. Laporan sebagaimana pada butir 4.c disampaikan kepada:
a. Direktorat yang melakukan pengawasan Bank, Bank
Indonesia, Menara Radius Prawiro, Jl. M.H. Thamrin
Nomor 2, Jakarta, 10350, bagi Bank yang berkantor
pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia;
atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana dimaksud
pada huruf a.
IV. SANKSI
. . .
9
IV. SANKSI
1. Bank yang melanggar ketentuan yang terkait dengan
manajemen risiko, APU dan PPT, atau transparansi produk
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini masing-masing
dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam:
a. Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009, bagi
Bank Umum Konvensional;
b. Pasal 30 Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/23/PBI/2011 tentang Penerapan Manajemen Risiko
Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, bagi
Bank Umum Syariah;
c. Pasal 50 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/28/PBI/2009 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
bagi Bank Umum; atau
d. Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/6/PBI/2005 tentang Transparansi Informasi Produk
Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
2. Selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada angka 1, Bank yang melanggar kewajiban pelaporan
dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini diatur sebagai
berikut:
a. bagi Bank Umum Konvensional yang melanggar
kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada
butir III.3 dan III.4.c Surat Edaran Bank Indonesia ini
dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 33
Peraturan . . .
10
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009; atau
b. bagi Bank Umum Syariah yang melanggar kewajiban
pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir III.3 Surat
Edaran Bank Indonesia ini dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) Peraturan
Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
V. PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 9
Desember 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
DPNP/DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/29/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah </reg_title>
<set_date> 13 Desember 2001 </set_date>
<effective_date> 13 Desember 2001 </effective_date>
<related_reg> '3/23/PBI/2001', '3/10/PBI/2001' </related_reg>
|
No. 7/11/DPM
Jakarta, 31 Maret 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal
:
Perubahan Kesembilan Atas Surat Edaran Bank Indonesia
No.6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan
Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank
Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal 12
April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383) sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/11/PBI/2005 tanggal 31
Maret 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 34
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4491), perlu dilakukan
perubahan pada beberapa butir ketentuan dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM
tanggal 26 April 2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan
Pasar Uang Antar Bank sebagai berikut:
1. Butir I.B.2. diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“2. Marjin maksimum suku bunga Simpanan Pihak Ketiga dalam Rupiah
ditetapkan sebesar:
Jangka Waktu
Simpanan
1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
24 bulan
Marjin
(basis point)
Ditambah 0 (nol)
Ditambah 5 (lima)
Ditambah 10 (sepuluh)
Ditambah 25 (dua puluh lima)
Ditambah 55 (lima puluh lima)
dari …
2
dari rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 3 (tiga) bulan
pada lelang terakhir.”
2. Butir I.B.4. diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“4. Marjin untuk maksimum suku bunga simpanan pihak ketiga dalam valuta
asing US Dollar berjangka waktu 1, 3,
6, 12 bulan yang dijamin
Pemerintah masing-masing ditambah 2 (dua) basis point sedangkan yang
berjangka waktu 24 bulan ditambah 1 (satu) basis point, di atas rata-rata
suku bunga deposito dalam US Dollar dari bank-bank anggota Jakarta
Inter Bank Offered Rates (JIBOR) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
menurut jangka waktu tertentu selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
3. Butir II.B. diubah sehingga menjadi sebagai berikut:
“B. Maksimum Suku Bunga PUAB
a. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang
dijamin Pemerintah ditetapkan 0 (nol) basis point dari rata-rata
tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-
bank anggota JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1
(satu) bulan sebelumnya.
b. Marjin untuk maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam
US Dollar yang dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 173 (seratus
tujuh puluh tiga) basis point dibawah rata-rata tertimbang suku bunga
PUAB overnight dalam valuta asing US Dollar dari bank-bank anggota
JIBOR yang ditetapkan oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan
sebelumnya.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 2005.
Agar …
3
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/11/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kesembilan Atas Surat Edaran Bank Indonesia No.6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 31 Maret 2005 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 2005 </effective_date>
<changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/11/PBI/2004 | Pasal 3', '7/11/PBI/2005', '6/20/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No. 12/17/DPM
Jakarta, 6 Juli 2010
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal : Koridor Suku Bunga (Standing Facilities)
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tanggal 2 Juli 2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5141) dan dalam rangka menjaga suku bunga pasar
uang antar bank (PUAB) jangka waktu 1 (satu) hari (overnight), perlu ditetapkan
ketentuan mengenai Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) dalam Surat
Edaran Bank Indonesia, sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar
Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).
2. Koridor …
2
2. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut
Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana rupiah (lending
facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah
(deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi
Moneter.
3. BI-Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan stance
kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan
kepada publik.
4. Surat Berharga adalah Surat Berharga yang memenuhi kriteria dan
persyaratan untuk transaksi lending facility sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kriteria dan
persyaratan surat berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi
Moneter.
5. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah Surat
Berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
6. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah Surat
Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
7. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah Surat
Berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah
maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya
oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
8. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN, atau
dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan
prinsip syariah, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing,
sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
9. Obligasi …
3
9. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua
belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara
diskonto.
10. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN
yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan
pembayaran bunga secara diskonto.
11. Zero Coupon Bond yang selanjutnya disebut ZCB adalah Obligasi
Negara tanpa kupon, dengan pembayaran bunga secara diskonto.
12. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah Obligasi
Negara yang pada pasar perdana dijual kepada individu atau
perseorangan Warga Negara Indonesia.
13. Rekening Giro adalah rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia.
14. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga Bank yang
tercatat di rekening perdagangan/aktif (active) pada Bank Indonesia-
Scripless Securities Settlement System.
15. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya, dan penatausahaan surat berharga secara
elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan
Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
16. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana
elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara
individual.
17. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut Sistem-
LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank Indonesia secara
harian, termasuk penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman
dari Bank Indonesia.
II. KARAKTERISTIK …
4
II. KARAKTERISTIK STANDING FACILITIES
1. Standing Facilities merupakan instrumen yang digunakan oleh Bank
Indonesia untuk injeksi dan absorpsi likuiditas rupiah di pasar uang.
2. Standing Facilities terdiri dari :
a. Penyediaan dana rupiah dari Bank Indonesia kepada Bank (lending
facility); dan
b. Penempatan dana rupiah oleh Bank di Bank Indonesia (deposit
facility).
3. Standing Facilities disediakan Bank Indonesia pada setiap hari kerja
Bank Indonesia, termasuk pada hari kerja terbatas Bank Indonesia.
4. Window time Standing Facilities dari pukul 16.00 WIB sampai dengan
pukul 18.00 WIB.
5. Pengajuan transaksi Standing Facilities dilakukan melalui BI-SSSS.
6. Jangka waktu Standing Facilities adalah 1 (satu) hari kerja (overnight).
7. Jumlah hari dalam perhitungan Standing Facilities dihitung berdasarkan
hari kalender.
8. Bank Indonesia mengumumkan transaksi Standing Facilities melalui BI-
SSSS, Sistem-LHBU dan/atau sarana lainnya sebelum window time
Standing Facilities.
9. Dalam hal terdapat perubahan window time, seri dan jenis Surat
Berharga, haircut, repo rate dan tingkat diskonto, pengumuman
dilakukan sebelum window time Standing Facilities.
10. Dalam hal setelah terjadinya transaksi, tanggal jatuh waktu Standing
Facilities ditetapkan sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan
setelmen dilakukan pada hari kerja berikutnya tanpa memperhitungkan
bunga repo atau diskonto atas tambahan jangka waktu transaksi
Standing Facilities.
11. Setelmen …
5
11. Setelmen Standing Facilities dilakukan pada tanggal transaksi (same day
settlement) segera setelah pre cut-off Sistem BI-RTGS. Pada saat
Standing Facilities jatuh waktu, setelmen dilakukan pada tanggal jatuh
waktu sejak Sistem BI-RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning
Sistem BI-RTGS.
12. Bank wajib memiliki dana di Rekening Giro dan/atau Surat Berharga di
Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi kewajiban
setelmen Standing Facilities.
13. Bank Indonesia menatausahakan Standing Facilities pada Rekening
Surat Berharga di BI-SSSS.
14. Bank bertanggung jawab atas kebenaran data pengajuan Standing
Facilities yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
15. Bank dilarang membatalkan pengajuan Standing Facilities yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia.
III. LENDING FACILITY
1. Prinsip Transaksi
a. Transaksi lending facility dilakukan dengan mekanisme repurchase
agreement (repo) Surat Berharga, yaitu penjualan Surat Berharga oleh
Bank kepada Bank Indonesia dengan kewajiban pembelian kembali
oleh Bank sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
b. Transaksi lending facility dengan mekanisme repo Surat Berharga
dilakukan dengan prinsip sell and buy back, yaitu terdapat perpindahan
pencatatan kepemilikan Surat Berharga (transfer of ownership).
c. Transaksi lending facility dilakukan dengan mekanisme non lelang.
2. Surat …
6
2. Surat Berharga
a. Surat Berharga yang dapat direpokan adalah SBI dan SBN dengan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga,
peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter.
b. Surat Berharga yang dapat direpokan paling banyak sebesar nilai
nominal Surat Berharga yang dimiliki Bank, yang tercatat di Rekening
Surat Berharga.
3. Suku Bunga Repo (Repo Rate)
a. Bank Indonesia mengenakan bunga repo atas transaksi lending facility
sebesar BI-Rate ditambah marjin tertentu.
b. Bunga repo dihitung berdasarkan metode bunga dibayar di belakang
(simple interest).
4. Pengumuman Lending Facility
Bank Indonesia mengumumkan transaksi lending facility, yang mencakup
antara lain :
a. window time;
b. jangka waktu;
c. repo rate; dan
d. waktu setelmen.
5. Pengajuan Transaksi
a. Bank mengajukan transaksi lending facility kepada Bank Indonesia
melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan.
b. Pengajuan transaksi lending facility oleh Bank mencakup antara lain
nilai nominal, seri dan jenis Surat Berharga yang direpokan.
6. Setelmen …
7
6. Setelmen Transaksi
a. Setelmen first leg
1) Bank Indonesia melakukan setelmen first leg pada tanggal transaksi
(same day settlement) segera setelah pre cut-off Sistem BI-RTGS.
2) Setelmen first leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-SSSS
dengan mekanisme Delivery Versus Payment (DVP) secara
transaksi per transaksi (gross to gross) sebagai berikut :
a) Setelmen Surat Berharga, dengan mendebet Rekening Surat
Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan.
b) Setelmen Dana, dengan mengkredit Rekening Giro sebesar nilai
setelmen first leg.
c) Perhitungan nilai setelmen first leg adalah sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara
dalam Operasi Moneter dengan contoh sebagaimana pada
Lampiran 1.
3) Dalam hal Bank tidak memiliki jenis dan seri Surat Berharga di
Rekening Surat Berharga yang mencukupi untuk memenuhi
kewajiban setelmen sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen
first leg, maka BI-SSSS secara otomatis membatalkan transaksi
lending facility yang tidak didukung dengan Surat Berharga yang
mencukupi.
4) Atas batalnya transaksi lending facility sebagaimana dimaksud
dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter.
5) Terkait dengan penghitungan jumlah batalnya transaksi lending
facility, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan
setelmen first leg pada hari yang sama, batalnya transaksi dihitung
sebanyak 1 (satu) kali.
b. Setelmen …
8
b. Setelmen second leg
1) Pada tanggal jatuh waktu lending facility (second leg), BI-SSSS
secara otomatis melakukan setelmen second leg sejak Sistem BI-
RTGS dibuka sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS.
2) Setelmen second leg dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dan BI-
SSSS dengan mekanisme DVP secara transaksi per transaksi (gross
to gross) sebagai berikut :
a) Setelmen Dana, dengan mendebet Rekening Giro sebesar nilai
setelmen second leg, yang dihitung sebagai berikut :
setelmen
Nilai
s ond leg
ec
Keterangan:
Bunga
Lending F
R poe
=
acility
=
setelmen
Nilai
first
leg
setelmen
Nilai
first
leg
b) Setelmen Surat Berharga, dengan mengkredit Rekening Surat
Berharga sebesar nilai nominal Surat Berharga yang direpokan.
c) Perhitungan nilai setelmen second leg adalah sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan
persyaratan Surat Berharga, peserta dan lembaga perantara
dalam Operasi Moneter dengan contoh sebagaimana pada
Lampiran 1.
3) Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro yang
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen second leg sampai
dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS sehingga mengakibatkan
kegagalan setelmen second leg, BI-SSSS secara otomatis
membatalkan transaksi lending facility jatuh waktu (second leg).
4) Dalam …
Bunga
+
Lending Fa
R poe
cility
×
rate
R poe
×
Jangka waktu
360
9
4) Dalam hal terdapat pembatalan sebagaimana dimaksud dalam butir
3), pada saat second leg Bank Indonesia mendebet Rekening Giro
sebesar kewajiban pembayaran bunga repo lending facility.
5) Atas batalnya transaksi lending facility jatuh waktu (second leg)
sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang
Operasi Moneter.
6) Terkait dengan penghitungan jumlah batalnya transaksi lending
facility, dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) kali kegagalan
setelmen second leg pada hari yang sama, batalnya transaksi
dihitung sebanyak 1 (satu) kali.
7. Kegagalan Setelmen Second Leg
Dalam hal Bank gagal melakukan setelmen second leg, maka Surat
Berharga yang direpokan diperlakukan sebagai berikut :
a. Dalam hal Surat Berharga berupa SBI, Bank Indonesia melakukan
pelunasan SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) secara otomatis
melalui BI-SSSS.
b. Dalam hal Surat Berharga berupa SBN, maka transaksi yang
bersangkutan diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright.
c. Perhitungan nilai setelmen dan penggunaan harga Surat Berharga untuk
transaksi penjualan secara outright adalah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai kriteria dan persyaratan Surat
Berharga, peserta dan lembaga perantara dalam Operasi Moneter
dengan contoh sebagaimana pada Lampiran 2.
d. Dalam hal nilai transaksi outright :
1) lebih kecil dari kewajiban setelmen second leg, maka Bank
Indonesia mendebet Rekening Giro sebesar selisih nilai kewajiban
setelmen second leg dengan nilai transaksi outright.
2) lebih …
10
2) lebih besar dari nilai kewajiban setelmen second leg, maka Bank
Indonesia mengkredit Rekening Giro sebesar selisih nilai kewajiban
setelmen second leg dengan nilai transaksi outright.
8. Kupon Surat Berharga
a. Dalam hal SBN yang direpokan dalam lending facility memiliki
kupon/imbalan, maka hak atas penerimaan kupon/imbalan dimaksud
merupakan milik Bank.
b. Dalam hal setelah berakhirnya transaksi lending facility Bank Indonesia
menerima kupon/imbalan atas SBN yang direpokan oleh Bank, maka
Bank Indonesia pada tanggal penerimaan kupon/imbalan mengkredit
Rekening Giro yang bersangkutan sebesar kupon/imbalan yang
diterima.
c. Perlakuan kupon/imbalan dalam hal terdapat kegagalan setelmen
second leg dan Surat Berharga diperlakukan sebagai transaksi penjualan
secara outright:
1) Dalam hal setelah tanggal transaksi outright Bank Indonesia
menerima pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang direpokan
Bank, maka kupon/imbalan yang diterima menjadi milik Bank
Indonesia.
2) Dalam hal pada tanggal transaksi outright Bank menerima
pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang direpokan, maka
perhitungan transaksi outright tidak memperhitungkan accrued
interest/imbalan sejak tanggal setelmen first leg sampai dengan
tanggal setelmen outright.
3) Dalam hal setelah tanggal transaksi outright Bank menerima
pembayaran kupon/imbalan atas SBN yang direpokan, maka Bank
Indonesia mendebet Rekening Giro yang bersangkutan sebesar accrued
interest/imbalan sejak tanggal transaksi outright sampai dengan tanggal
pembayaran kupon/imbalan.
IV. DEPOSIT …
11
IV. DEPOSIT FACILITY
1. Prinsip Transaksi
a. Transaksi deposit facility dilakukan dengan cara penempatan dana
rupiah oleh Bank secara berjangka di Bank Indonesia.
b. Transaksi deposit facility dilakukan tanpa disertai dengan penerbitan
Surat Berharga.
c. Transaksi deposit facility dilakukan dengan meknaisme non lelang.
2. Tingkat Diskonto
a. Transaksi deposit facility dilakukan dengan sistem diskonto dengan
tingkat diskonto sebesar BI-Rate dikurangi marjin tertentu.
b. Nilai tunai transaksi deposit facility dihitung berdasarkan diskonto
murni (true discount) sebagai berikut :
N Tunai =
ilai
N Nominal x 360
ilai
360 + (Tingkat Diskonto x J Waktu)
angka
c. Nilai diskonto transaksi deposit facility dihitung sebagai berikut :
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
3. Pengumuman Deposit Facility
Bank Indonesia mengumumkan transaksi deposit facility, yang mencakup
antara lain :
a. window time;
b. jangka waktu;
c. tingkat diskonto; dan
d. waktu setelmen.
4. Pengajuan Transaksi
a. Bank mengajukan transaksi deposit facility kepada Bank Indonesia
melalui BI-SSSS dalam window time yang ditetapkan dengan
menyebutkan nilai nominal transaksi.
b. Nilai …
12
b. Nilai nominal setiap pengajuan transaksi deposit facility paling kurang
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan
kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
5. Pengumuman Hasil Transaksi
Setelah window time ditutup, Bank Indonesia mengumumkan hasil
transaksi deposit facility secara individual kepada Bank melalui BI-SSSS,
antara lain berupa nilai tunai dan nilai diskonto.
6. Setelmen Transaksi
a. Setelmen transaksi
1) Bank Indonesia melakukan setelmen deposit facility pada tanggal
transaksi (same day settlement) segera setelah pre cut-off Sistem BI-
RTGS.
2) Setelmen deposit facility dilakukan secara gabungan untuk setiap
Bank melalui sistem BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro
sebesar nilai tunai total transaksi deposit facility Bank yang
bersangkutan.
3) Dalam hal Bank tidak memiliki dana di Rekening Giro yang
mencukupi untuk memenuhi kewajiban setelmen deposit facility
sehingga mengakibatkan kegagalan setelmen, BI-SSSS secara
otomatis membatalkan transaksi deposit facility.
4) Atas batalnya transaksi deposit facility sebagaimana dimaksud
dalam angka 3), Bank dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia tentang Operasi Moneter.
b. Setelmen jatuh waktu deposit facility
Pada tanggal jatuh waktu deposit facility, Bank Indonesia melakukan
pelunasan deposit facility secara otomatis melalui BI-SSSS sebesar nilai
nominal deposit facility dengan mengkredit Rekening Giro.
V. TATA …
13
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal Bank tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat dilakukan
setelmen sehingga menyebabkan batalnya transaksi sebagaimana
dimaksud pada butir III.6.a.4), butir III.6.b.3) dan butir IV.6.a.3), Bank
dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi
diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Tim Pengawas Bank-Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam
hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja KBI; dan
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari nilai
nominal transaksi Bank yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a
dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
3. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang
bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya pembatalan
transaksi.
4. Atas batalnya transaksi Operasi Moneter, yang meliputi transaksi Operasi
Pasar Terbuka dan transaksi Standing Facilities, yang ketiga kali dalam
kurun waktu 6 (enam) bulan, selain dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, Bank juga dikenakan sanksi penghentian
sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter selama 5 (lima) hari
kerja berturut-turut.
5. Sanksi …
14
5. Sanksi penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan Operasi Moneter
sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diberlakukan mulai 1 (satu) hari
kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
Contoh pengenaan sanksi penghentian sementara untuk mengikuti transaksi
moneter sebagaimana pada Lampiran 3.
VI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka :
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/5/DPM tanggal 16 Februari 2004
perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia
dalam Rupiah (FASBI);
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/4/DPM tanggal 1 Februari 2005
perihal Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 6/5/DPM tanggal 16 Februari
2004 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank
Indonesia dalam Rupiah (FASBI);
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008
perihal Transaksi Repurchase Agreement Dengan Bank Indonesia di Pasar
Sekunder;
4. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/24/DPM tanggal 14 Juli 2008
perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/2/DPM
tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase Agreement Dengan
Bank Indonesia di Pasar Sekunder; dan
5. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/43/DPM tanggal 5 Desember
2008 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
10/2/DPM tanggal 31 Januari 2008 perihal Transaksi Repurchase
Agreement Dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan …
15
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 7 Juli 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/17/DPM|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) </reg_title>
<set_date> 6 Juli 2010 </set_date>
<effective_date> 7 Juli 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '10/24/DPM|SE-BI/2008', '7/4/DPM|SE-BI/2005', '10/2/DPM|SE-BI/2008', '10/43/DPM|SE-BI/2008', '6/5/DPM|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '12/11/PBI/2010' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No.7/ 1 /DPM
Jakarta,
SURAT EDARAN
Kepada
BANK UMUM DAN PIALANG
Perihal : Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations Dalam Rangka Operasi
Pasar Terbuka
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/33/PBI/2004 tanggal 31 Desember 2004 tentang Perubahan Kedua Peraturan Bank
Indonesia tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4463) yang merupakan perubahan kedua dari Peraturan Bank Indonesia Nomor
4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4243), dipandang perlu untuk menyusun ketentuan tentang
pelaksanaan transaksi Fine Tune Operation dalam rangka Operasi Pasar Terbuka
dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut.
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melakukan kegiatan usaha
secara konvensional.
2. Pialang ...
3 Januari 2005
2
2. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing dan
perusahaan efek yang ditunjuk Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai
peserta lelang Surat Utang Negara di pasar perdana.
3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut dengan OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank dan
pihak lain dalam rangka pengendalian moneter.
4. Fine Tune Operation yang selanjutnya disebut FTO adalah transaksi dalam
rangka OPT yang dilakukan sewaktu-waktu oleh Bank Indonesia apabila
diperlukan untuk mempengaruhi likuiditas perbankan secara jangka pendek
pada waktu, jumlah dan harga transaksi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5. Fine Tune Kontraksi yang selanjutnya disebut FTK adalah transaksi fine tune
dalam rangka penyerapan likuiditas perbankan secara jangka pendek.
6. Fine Tune Ekspansi yang selanjutnya disebut FTE adalah transaksi fine tune
dalam rangka penambahan likuiditas perbankan secara jangka pendek.
7. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut
dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik antar
peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang penyelesaiannya
dilakukan secara seketika per transaksi secara individual.
8. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut dengan BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia
termasuk
penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara
elektronik dan terhubung langsung antara peserta, penyelenggara dan Sistem
BI-RTGS.
9. Surat Berharga adalah Sertifikat Bank Indonesia dan atau Surat Utang Negara
dalam mata uang Rupiah yang ditatatusahakan dalam BI-SSSS dalam
rekening perdagangan.
10. Sertifikat ...
3
10. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga
dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek.
11. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga yang
berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing
yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang yang berlaku.
12. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut Repo adalah
transaksi penjualan bersyarat Surat Berharga oleh Bank dengan kewajiban
pembelian kembali sesuai dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
13. Harga Repo Surat Berharga adalah harga Surat Berharga yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia dengan mempertimbangkan besarnya hair cut atas harga
pasar Surat Berharga dan dinyatakan dalam persen.
14. Hair cut adalah marjin yang ditetapkan Bank Indonesia sebagai faktor
pengurang harga pasar Surat Berharga.
15. Nilai Penjualan SBI Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang diterima
Bank penjual SBI secara Repo yang dihitung sebesar hasil perkalian antara
kuantitas transaksi Repo yang dimenangkan Bank dengan Harga Repo SBI.
16.
Nilai Penjualan SUN Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang diterima
Bank penjual SUN secara Repo yang dihitung sebesar hasil perkalian antara
kuantitas transaksi Repo yang dimenangkan Bank dengan Harga Repo SUN,
ditambah dengan nilai bunga berjalan (accrued interest) yang dihitung sejak
tanggal pembayaran kupon terakhir sampai dengan tanggal transaksi Repo
kecuali transaksi Repo dilakukan pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal
pembayaran kupon.
17. Nilai Pembelian Kembali SBI Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang
harus dikembalikan Bank penjual SBI secara Repo yang dihitung sebesar
Nilai ...
4
Nilai Penjualan SBI Repo jatuh waktu ditambah bunga Repo yang harus
dibayar.
18. Nilai Pembelian Kembali SUN Repo adalah jumlah dana dalam Rupiah yang
harus dikembalikan Bank penjual SUN secara Repo yang dihitung sebesar
Nilai Penjualan Repo SUN jatuh waktu ditambah bunga Repo yang harus
dibayar, dikurangi dengan kupon yang diterima Bank Indonesia apabila
terdapat pembayaran kupon selama jangka waktu transaksi Repo.
19. Setelmen Fine Tune adalah setelmen yang terdiri dari setelmen dana dan atau
setelmen surat berharga.
20. Setelmen Dana adalah perpindahan dana antara Bank Indonesia dengan Bank
pemilik rekening giro Rupiah di Bank Indonesia melalui Sistem BI-RTGS.
21. Setelmen Surat Berharga adalah perpindahan Surat Berharga antara Bank
Indonesia dengan Bank pemilik rekening Surat Berharga di Central Registry
melalui sarana BI-SSSS.
22. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen
transaksi Fine Tune dengan cara Setelmen Surat Berharga melalui BI-SSSS
dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di Bank Indonesia melalui
Sistem BI-RTGS.
23. Pusat Informasi Pasar Uang yang selanjutnya disebut PIPU adalah suatu
sistem otomasi yang menyediakan informasi yang meliputi namun tidak
terbatas pada pasar uang Rupiah dan valuta asing serta informasi lainnya yang
terkait dengan pasar keuangan bagi anggota, pelanggan dan Bank Indonesia.
II. MEKANISME UMUM PELAKSANAAN TRANSAKSI FTO
A. Mekanisme Transaksi FTO
1. Bank Indonesia melakukan transaksi FTO sewaktu-waktu apabila
diperlukan dengan mekanisme lelang melalui sarana BI-SSSS.
2. Mekanisme ...
5
2. Mekanisme lelang transaksi FTO dilakukan dengan metode:
a. Harga tetap (fixed rate)
Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto atau suku bunga (repo
rate) transaksi FTO.
b. Harga beragam (variable rate)
Bank dan atau Pialang mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat
diskonto atau suku bunga (repo rate) transaksi FTO.
3. Transaksi FTO memiliki jangka waktu 1 (satu) hari sampai dengan 14
(empat belas) hari. Dalam hal tanggal jatuh waktu transaksi FTO
bertepatan dengan hari libur maka tanggal jatuh waktu transaksi dimaksud
ditetapkan pada hari kerja berikutnya.
B. Waktu Pelaksanaan Transaksi FTO
1. Transaksi FTO dapat dilakukan antara pukul sebagai berikut:
a. Pukul 08.00WIB - 12.00WIB untuk transaksi FTO sesi pagi.
b. Pukul 13.00WIB - 16.00WIB untuk transaksi FTO sesi sore.
2. Dalam rangka transaksi FTO sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank
Indonesia akan mengumumkan rencana transaksi FTO sebelum waktu
transaksi (window time) FTO dibuka melalui BI-SSSS dan PIPU.
C. Peserta Transaksi
1. Pihak yang dapat melakukan transaksi FTO untuk selanjutnya disebut
Peserta Lelang adalah:
a. Bank Umum yang mengajukan penawaran untuk kepentingan sendiri;
b. Pialang yang mengajukan penawaran untuk kepentingan Bank Umum.
2. Pialang sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. yang ditetapkan dapat
mengikuti transaksi FTO adalah:
a. Pialang ...
6
a. Pialang pasar uang rupiah dan valuta asing untuk seluruh transaksi
FTO.
b. Perusahaan Efek yang ditunjuk Menteri Keuangan Republik Indonesia
sebagai peserta lelang SUN di pasar perdana untuk transaksi FTE.
3. Peserta Lelang tidak dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk
mengikuti kegiatan OPT dan atau sanksi diberhentikan sementara
(suspend) atau diberhentikan secara permanen (close) sebagai peserta BI-
SSSS.
D. Setelmen
1. Bank Indonesia melakukan Setelmen Fine Tune segera setelah Bank
Indonesia mengumumkan hasil lelang transaksi FTO melalui BI-SSSS
yang terhubung langsung dengan Sistem BI-RTGS pada tanggal transaksi
(same day settlement) dengan prinsip DVP.
2. Bank yang mengajukan penawaran transaksi FTO wajib memiliki saldo
rekening giro dalam Rupiah di Bank Indonesia atau saldo rekening
perdagangan Surat Berharga di Central Registry yang mencukupi sampai
dengan batas waktu Setelmen Fine Tune yang ditentukan.
3. Batas waktu Setelmen Fine Tune sebagaimana dimaksud dalam angka 2
ditetapkan sebagai berikut :
a. Pukul 13.00 WIB untuk transaksi FTO sesi pagi.
b. Waktu cut off warning BI-SSSS atau BI-RTGS untuk transaksi FTO
pada sesi sore.
4. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro atau saldo rekening
perdagangan Surat Berharga yang mencukupi sampai dengan batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 maka Setelmen Fine Tune
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibatalkan oleh sistem dan Bank
dikenakan sanksi OPT.
III. JENIS ...
7
III. JENIS TRANSAKSI FTO
A. Transaksi Fine Tune Kontraksi (FTK)
1. Ditransaksikan dengan sistem diskonto dengan perhitungan jumlah hari
berdasarkan hari kalender.
2. Nilai tunai transaksi dihitung dengan rumus :
Kuantitas transaksi FTK x 360 hari
Nilai Tunai = ------------------------------------------------------------
[ 360 hari + (tingkat diskonto x jangka waktu) ]
B. Transaksi Fine Tune Ekspansi (FTE)
1. FTE dilakukan melalui transaksi perdagangan SBI atau SUN secara Repo
berdasarkan prinsip penjualan Surat Berharga untuk dibeli kembali (sell
and buy back) dengan pengaturan sebagai berikut:
a. Surat Berharga milik Bank yang dijual secara Repo (first leg) akan
dipindahbukukan pencatatan kepemilikannya ke rekening perdagangan
Surat Berharga Bank Indonesia (transfer of ownership).
b. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu (second leg), Bank sebagaimana
dimaksud dalam huruf a wajib membeli kembali Surat Berharga yang
direpokan ke Bank Indonesia.
c. Dalam hal Bank gagal membeli kembali Surat Berharga sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, maka penyelesaian transaksi dilakukan
dengan cara:
1) dalam hal jenis Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf
b berupa SBI maka SBI yang gagal dibeli kembali oleh Bank
dilunasi sebelum jatuh waktu (early redemption);
2) dalam hal jenis Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf
b berupa SUN maka SUN yang gagal dibeli kembali oleh Bank
diperlakukan sebagai transaksi penjualan secara outright (jual
putus) dari Bank penjual Repo ke Bank Indonesia.
3) penyelesaian ...
8
3) penyelesaian transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan
angka 2) tidak mengurangi kewajiban Bank untuk membayar repo
rate transaksi FTE.
2. Ditransaksikan dengan metode simple interest dengan perhitungan jumlah
hari berdasarkan hari kalender.
3. Penggunaan SBI dalam transaksi FTE dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Bank Indonesia mengumumkan harga dan seri SBI yang dapat
direpokan melalui BI-SSSS bersamaan dengan pengumuman transaksi.
b. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu (second leg), SBI masih memiliki
sisa jangka waktu 2 hari kerja.
c. Harga Repo SBI ditetapkan sebesar harga SBI dikurangi Hair Cut
yang ditetapkan sebesar 0% (nol perseratus).
d. Harga SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf c. dihitung dengan
rumus:
Nominal unit terkecil x 360 hari
Harga SBI = ------------------------------------------------- x 100%
[360 + (RRT x sisa jangka waktu SBI)]
dimana :
- Nominal unit terkecil SBI sebesar Rp1.000.000,- (satu juta
Rupiah);
- RRT adalah rata-rata tertimbang tingkat diskonto (dalam persen)
yang terjadi pada waktu penerbitan seri SBI;
- Sisa jangka waktu SBI dihitung dari tanggal pengajuan transaksi
Repo sampai dengan tanggal jatuh waktu SBI (maturity date).
e. Harga pembelian kembali SBI Repo jatuh waktu ditetapkan sama
dengan Harga Repo SBI.
f. Setelmen ...
9
f. Setelmen Fine Tune pada saat penjualan SBI secara Repo (first leg)
terdiri dari:
1) Setelmen Dana sebesar Nilai Penjualan SBI Repo.
2) Setelmen Surat Berharga sebesar nilai nominal SBI Repo yang
dimenangkan Bank.
g. Setelmen Fine Tune pada saat pembelian kembali SBI (second leg)
terdiri dari:
1) Setelmen Dana sebesar Nilai Pembelian Kembali SBI Repo.
2) Setelmen Surat Berharga sebesar nilai nominal SBI
direpokan.
yang
4. Penggunaan SUN dalam transaksi FTE dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Bank Indonesia mengumumkan harga dan seri SUN yang dapat
direpokan melalui BI-SSSS bersamaan dengan pengumuman transaksi.
b. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu (second leg), SUN masih
memiliki sisa jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja.
c. Harga Repo SUN ditetapkan dengan mempertimbangkan data harga
perdagangan SUN di pasar sekunder dikurangi dengan Hair Cut
tertentu. Contoh perhitungan Hair Cut dalam penentuan Harga Repo
dapat dilihat dalam Lampiran-1.
d. Data harga perdagangan SUN yang digunakan dalam perhitungan
Harga Repo sebagaimana dimaksud dalam huruf c adalah data harga
perdagangan SUN yang terjadi dalam kurun waktu 1 (satu) sampai
dengan 3 (tiga) bulan sebagaimana terdapat dalam sarana PIPU,
Bloomberg dan atau sarana lainnya.
e. Setelmen Fine Tune pada saat penjualan SUN secara Repo (first leg)
terdiri dari:
1) Setelmen ...
10
1) Setelmen Dana sebesar Nilai Penjualan SUN Repo.
2) Setelmen Surat Berharga sebesar nilai nominal SUN Repo yang
dimenangkan Bank.
f. Setelmen Fine Tune pada saat pembelian kembali SUN (second leg)
terdiri dari:
1) Setelmen Dana sebesar Nilai Pembelian Kembali SUN Repo.
2) Setelmen Surat Berharga sebesar nilai nominal SUN Repo yang
direpokan.
g. Dalam hal selama SUN direpokan terdapat pembayaran kupon maka
hak penerimaan atas kupon dari SUN yang sedang direpokan menjadi
milik Bank Indonesia.
IV. TATA CARA TRANSAKSI FINE TUNE KONTRAKSI (FTK)
A. Pengajuan Penawaran Lelang FTK
1. Bank Indonesia cq. Bagian Operasi Pasar Uang - Direktorat Pengelolaan
Moneter (OPU-DPM) mengumumkan rencana transaksi FTK dengan atau
tanpa target indikatif kuantitas transaksi kepada Peserta Lelang selambat-
lambatnya sebelum window time transaksi FTK dibuka melalui sarana BI-
SSSS dan PIPU.
2. Pengumuman rencana transaksi FTK antara lain meliputi:
a. window time lelang;
b. jangka waktu FTK;
c. tingkat diskonto FTK (apabila ditransaksikan dengan metode lelang
fixed rate).
d. batas waktu Setelmen Fine Tune.
3. Dalam ...
11
3. Dalam window time yang
ditetapkan, Peserta Lelang mengajukan
penawaran transaksi FTK melalui sarana BI-SSSS antara lain meliputi
kuantitas transaksi dan tingkat diskonto FTK.
4. Pengajuan penawaran kuantitas dari setiap Bank, baik secara langsung
atau melalui Pialang, sekurang-kurangnya sebesar Rp1.000.000.000,00
(satu miliar Rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00
(seratus juta Rupiah) yang berlaku untuk setiap 1 (satu) jangka waktu dan
tingkat diskonto FTK yang diajukan Bank.
5. Dalam hal transaksi FTK menggunakan metode lelang variabel rate maka
kelipatan tingkat diskonto untuk setiap penawaran dan jangka waktu FTK
ditetapkan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
B. Penetapan Pemenang Lelang FTK
1. Setelah waktu pelaksanaan lelang ditutup, Bank Indonesia mengumumkan
hasil lelang FTK secara individual kepada pemenang lelang melalui sarana
BI-SSSS dan secara keseluruhan melalui sarana BI-SSSS dan PIPU.
2. Dalam hal mekanisme lelang FTK dilakukan dengan metode lelang fixed
rate maka penetapan kuantitas transaksi FTK yang dimenangkan Bank
dapat dihitung dengan cara:
a. Penawaran FTK yang diajukan Bank diterima seluruhnya; Atau
b. Perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal terkecil
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta Rupiah).
3. Dalam hal mekanisme lelang FTK dilakukan dengan metode lelang
variable rate maka penetapan kuantitas transaksi FTK yang dimenangkan
Bank dilakukan sebagai berikut :
a. Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto FTK tertinggi yang dapat
diterima.
b. Penetapan ...
12
b. Penetapan kuantitas transaksi FTK yang dimenangkan Bank dihitung
dengan cara:
1) dalam hal tingkat diskonto penawaran lebih rendah dari tingkat
FTK yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank
yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran FTK yang
diajukan;
2) dalam hal tingkat diskonto penawaran sama dengan tingkat
diskonto FTK yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, Bank yang bersangkutan dapat memperoleh seluruh penawaran
FTK yang diajukan atau sebagian dari penawaran FTK sebesar
hasil perhitungan secara proporsional.
4. Contoh penerapan lelang FTK dan perhitungan setelmen transaksi FTK
berdasarkan metode lelang fixed rate dan variable rate dapat dilihat dalam
Lampiran-2 dan Lampiran-3.
5. Bank Indonesia dapat membatalkan seluruh kuantitas penawaran transaksi
FTK apabila penawaran tingkat diskonto FTK yang terbentuk dari hasil
lelang secara keseluruhan berada diluar batas kewajaran Bank Indonesia.
C. Setelmen Transaksi dan Pelunasan FTK
1. Bank Indonesia cq. Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang –
Direktorat Pengelolaan Moneter (PTPU-DPM) melakukan Setelmen Fine
Tune melalui BI-SSSS yang terhubung dengan Sistem BI-RTGS dengan
mendebet rekening giro Rupiah milik Bank di Bank Indonesia sebesar
nilai tunai transaksi FTK.
2. Setelmen FTK sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan
mekanisme penyelesaian per keseluruhan transaksi (gross to net).
3. Bank ...
13
3. Bank wajib menyediakan dana untuk pendebetan rekening giro
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan batas waktu sebagai
berikut:
a. pukul 13.00 WIB untuk transaksi FTK yang dimenangkan Bank pada
sesi pagi.
b. cut off warning Sistem BI-RTGS untuk transaksi FTK yang
dimenangkan Bank pada sesi sore.
4. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro dalam Rupiah yang
mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen Dana sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 maka sistem secara otomatis membatalkan
seluruh transaksi FTK yang dimenangkan Bank dalam 1 (satu) window
time transaksi fine tune.
5. Atas batalnya transaksi FTK sebagaimana dimaksud dalam angka 4, Bank
dikenakan sanksi OPT.
6. Transaksi FTK yang telah berhasil dilakukan Setelmen Dana akan dicatat
BI-SSSS dalam pencatatan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI).
7. Pada tanggal jatuh waktu FTK, Bank Indonesia melakukan pelunasan
transaksi FTK secara otomatis melalui sarana BI-SSSS sebesar nilai
nominal transaksi FTK.
V. TATA CARA TRANSAKSI FINE TUNE EKSPANSI
(FTE) MELALUI
TRANSAKSI PERDAGANGAN SBI ATAU SUN SECARA REPO
A. Pengajuan Penawaran Lelang FTE
1. Bank Indonesia cq. Bagian OPU-DPM mengumumkan rencana transaksi
FTE dengan atau tanpa target indikatif kuantitas transaksi kepada Peserta
Lelang selambat-lambatnya sebelum window time transaksi FTE dibuka
melalui sarana BI-SSSS dan PIPU.
2. Pengumuman ...
14
2. Pengumuman rencana transaksi FTE antara lain meliputi:
a. jangka waktu Repo;
b. window time lelang;
c. seri dan Harga Repo Surat Berharga (maksimum 10 seri Surat
Berharga);
d. suku bunga repo (repo rate) FTE apabila ditransaksikan dengan
metode lelang fixed rate;
e. batas waktu Setelmen Fine Tune.
3. Dalam window time yang
ditetapkan, Peserta Lelang mengajukan
penawaran transaksi FTE melalui sarana BI-SSSS antara lain meliputi
kuantitas transaksi, repo rate dan jenis/seri Surat Berharga yang
direpokan.
4. Pengajuan penawaran kuantitas transaksi FTE dari setiap Bank sekurang-
kurangnya sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah) dan
selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah),
yang berlaku untuk setiap 1 (satu) jangka waktu transaksi dan repo rate
yang diajukan Bank.
5. Dalam hal transaksi FTE menggunakan metode lelang variable rate maka
kelipatan repo rate untuk setiap penawaran dan jangka waktu Repo
ditetapkan sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu).
B. Penetapan Pemenang Lelang FTE
1. Setelah waktu pelaksanaan lelang ditutup, Bank Indonesia mengumumkan
hasil transaksi FTE secara individual kepada pemenang lelang melalui
sarana BI-SSSS dan secara keseluruhan melalui sarana BI-SSSS dan
PIPU.
2. Dalam hal mekanisme transaksi FTE dilakukan dengan metode lelang
fixed rate maka penetapan kuantitas yang dimenangkan oleh Bank dapat
dihitung dengan cara:
a. Penawaran ...
15
a. Penawaran transaksi FTE yang diajukan Bank diterima seluruhnya;
atau
b. Perhitungan secara proporsional dengan pembulatan nominal
berdasarkan unit terkecil Surat Berharga sebesar Rp 1.000.000,00 (satu
juta Rupiah).
3. Dalam hal mekanisme transaksi FTE dilakukan dengan metode lelang
variable rate maka penetapan kuantitas transaksi Repo dilakukan dengan
cara:
a. Bank Indonesia menetapkan suku bunga FTE (repo rate) terendah
yang dapat diterima.
b. Penetapan kuantitas transaksi FTE yang dimenangkan Bank dihitung
dengan cara:
1) dalam hal repo rate FTE yang ditawarkan Bank lebih tinggi dari
repo rate yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
Bank yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran FTE yang
diajukan;
2) dalam hal repo rate FTE yang ditawarkan Bank sama dengan repo
rate yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank
yang bersangkutan dapat memperoleh seluruh penawaran Repo
yang diajukan atau sebagian dari penawaran Repo sebesar hasil
perhitungan secara proporsional.
4. Contoh penerapan dan perhitungan setelmen transaksi FTE dengan
menggunakan SBI dan SUN masing-masing berdasarkan metode lelang
fixed rate dan variable rate dapat dilihat dalam Lampiran-4 sampai
dengan Lampiran-7.
5. Bank ...
16
5. Bank Indonesia dapat membatalkan seluruh kuantitas penawaran transaksi
Repo apabila penawaran repo rate yang terbentuk dari hasil lelang secara
keseluruhan berada diluar batas kewajaran.
C. Setelmen Transaksi dan Pelunasan Transaksi FTE
1. Setelmen Penjualan Surat Berharga (first leg)
a. Bank Indonesia cq. Bagian PTPU-DPM melakukan Setelmen Fine
Tune melalui BI-SSSS yang terhubung dengan Sistem BI-RTGS
dengan cara:
i. mendebet rekening perdagangan Surat Berharga milik Bank di
Central Registry sebesar nilai nominal Surat Berharga yang
direpokan; dan
ii. mengkredit rekening giro Bank dalam Rupiah di Bank Indonesia
sebesar Nilai Penjualan SBI atau SUN Repo.
b. Setelmen FTE sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan
mekanisme penyelesaian transaksi per transaksi (gross to gross).
c. Bank wajib menyediakan Surat Berharga yang mencukupi untuk
pendebetan rekening
perdagangan Surat Berharga sebagaimana
dimaksud dalam butir a.i. sampai dengan batas waktu sebagai berikut:
i. pukul 13.00 WIB untuk transaksi FTE yang dimenangkan Bank
pada sesi pagi.
ii. cut off warning Sistem BI-SSSS untuk transaksi FTE yang
dimenangkan Bank pada sesi sore.
d. Dalam hal Bank tidak memiliki seri Surat Berharga yang mencukupi
sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf c,
sistem
secara otomatis membatalkan transaksi penjualan Surat
Berharga yang tidak memiliki nilai nominal yang mencukupi.
e. Atas ...
17
e. Atas batalnya penjualan sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Bank
dikenakan sanksi OPT.
2. Setelmen Pembelian Kembali Surat Berharga (second leg)
a. Pada saat transaksi Repo jatuh waktu, sarana BI-SSSS secara otomatis
melakukan setelmen pembelian kembali Surat Berharga oleh Bank
dengan cara:
i. mendebet rekening giro Bank dalam Rupiah di Bank Indonesia
sebesar Nilai Pembelian Kembali SBI atau SUN Repo; dan
ii. mengkredit rekening perdagangan Surat Berharga milik Bank di
Central Registry sebesar nilai nominal Surat Berharga yang
direpokan pada saat first leg.
b. Bank wajib menyediakan saldo rekening giro yang mencukupi untuk
pendebetan rekening giro sebagaimana dimaksud dalam butir a.i.
sampai dengan waktu cut off warning Sistem BI-RTGS.
c. Dalam hal Bank tidak memiliki saldo rekening giro dalam Rupiah
yang mencukupi sampai dengan batas waktu setelmen sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, sistem secara otomatis membatalkan
pembelian kembali SBI atau SUN Repo.
d. Atas batalnya pembelian kembali Surat Berharga sebagaimana
dimaksud dalam huruf c, Bank dikenakan sanksi OPT.
e. Dalam hal jenis Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf c
adalah SBI maka BI-SSSS secara otomatis akan melakukan pelunasan
seri SBI sebelum jatuh waktu (early redemption) pada tanggal Repo
jatuh waktu sebesar nilai nominal SBI yang direpokan sebagaimana
dimaksud dalam butir a.ii.
f. Dalam hal jenis Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf c
adalah SUN maka BI-SSSS secara otomatis akan mengalihkan
transaksi ...
18
transaksi untuk seri SUN yang gagal dibeli kembali sebagai transaksi
jual putus (outright selling) sebesar nilai nominal SUN yang direpokan
sebagaimana dimaksud dalam butir a.ii.
g. Dengan pembatalan transaksi pembelian kembali SBI atau SUN Repo
sebagaimana dimaksud dalam huruf c maka Bank Indonesia akan
mendebet kembali rekening giro Bank yang bersangkutan di Bank
Indonesia sebesar bunga Repo yang harus dibayar Bank melalui Sistem
BI-RTGS.
VI. MEKANISME PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal terdapat pembatalan transaksi FTK sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.C.4. dan pembatalan transaksi FTE yang dapat terjadi pada saat
penjualan Surat Berharga secara Repo (first leg) atau pembelian kembali
Surat Berharga secara Repo (second leg) sebagaimana dimaksud dalam butir
V.C.1.d. dan butir V.C.2.c., Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi OPT
berupa:
a. teguran tertulis dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Pengawasan Bank yang terkait, dalam hal sanksi diberikan
kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Tim Pengawas Bank - Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, dalam
hal sanksi diberikan kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja KBI, dan
b. kewajiban membayar sebesar 10/00 (satu per seribu) dari nominal transaksi
FTK atau FTE yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah); dan
c. pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5 (lima)
hari kerja dalam hal Bank dikenakan teguran tertulis untuk ketiga kalinya
dalam ...
19
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan karena pembatalan transaksi kegiatan
OPT.
2. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a.
dan pemberitahuan sanksi pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan
OPT sebagaimana dimaksud dalam butir 1.c dilakukan pada 1 (satu) hari
kerja setelah terjadinya pembatalan transaksi.
3. Sistem BI-SSSS akan menghitung secara otomatis besarnya sanksi kewajiban
membayar sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b. dan membebankannya
melalui rekening giro Rupiah milik Bank yang bersangkutan di Bank
Indonesia melalui Sistem BI-RTGS pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 3 Januari 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/1/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Pelaksanaan Transaksi Fine Tune Operations Dalam Rangka Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 3 Januari 2005 </set_date>
<effective_date> 3 Januari 2005 </effective_date>
<related_reg> '4/9/PBI/2002', '6/33/PBI/2004' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI', 'Romawi II Huruf D Angka 4' 'Romawi IV Huruf C Angka 5', 'Romawi V Huruf C Angka 1 Huruf e', 'Romawi V Huruf C Angka 2 Huruf d' </penalty_list>
|
No. 11/ 24 /DPbS
Jakarta, 29 September 2009
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank
Umum Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/15/PBI/2009 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi
Bank Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5005), perlu diatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum
Konvensional Menjadi Bank Umum Syariah dalam Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut:
I. PERUBAHAN KEGIATAN USAHA
A. PERSYARATAN PERMOHONAN IZIN PERUBAHAN KEGIATAN
USAHA
Permohonan izin perubahan kegiatan usaha diajukan oleh Bank Umum
Konvensional dengan menggunakan format surat sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 1 dan didukung dengan dokumen sebagai berikut:
1. rancangan akta perubahan anggaran dasar yang paling kurang
memuat:
a. nama dan tempat kedudukan;
b. penegasan bahwa bank melaksanakan kegiatan usaha Bank
Umum Syariah;
c. modal ...
2
c. modal (dalam hal terjadi perubahan);
d. kepemilikan (dalam hal terjadi perubahan);
e. aturan tentang pengangkatan anggota Dewan Komisaris, anggota
Direksi, dan anggota DPS yang harus memperoleh persetujuan
Bank Indonesia terlebih dahulu;
f. aturan mengenai jumlah, kewenangan, tanggung jawab, tugas,
dan persyaratan lainnya Dewan Komisaris, Direksi, dan DPS
yang harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
g. aturan tentang rapat umum pemegang saham yang menetapkan
bahwa tugas manajemen, remunerasi Dewan Komisaris dan
Direksi, laporan pertanggungjawaban tahunan, penunjukan dan
biaya jasa akuntan publik, penggunaan laba, dan hal-hal lainnya
yang harus sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia; dan
h. aturan mengenai rapat umum pemegang saham yang harus
dipimpin oleh Presiden Komisaris atau Komisaris Utama.
Rancangan akta perubahan anggaran dasar dapat dimintakan
persetujuan kepada instansi yang berwenang bersamaan dengan
permohonan izin perubahan kegiatan usaha kepada Bank Indonesia.
Perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi yang
berwenang segera disampaikan kepada Bank Indonesia sebagai
kelengkapan dokumen permohonan izin.
2. risalah rapat umum pemegang saham;
3. daftar calon pemegang saham berikut rincian besarnya masing-
masing kepemilikan saham, dalam hal terjadi perubahan
kepemilikan:
a. dalam hal calon pemegang saham adalah perorangan maka harus
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1) pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm;
2) fotokopi ...
3
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor yang
masih berlaku;
3) riwayat hidup (curriculum vitae);
4) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan tidak pernah melakukan tindakan fraud
(penipuan, penggelapan, dan/atau kecurangan) di bidang
perbankan, keuangan, dan usaha lainnya, serta tidak pernah
dihukum karena terbukti melakukan tindak pidana kejahatan;
5) dalam hal calon pemegang saham perorangan sebagai PSP
maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut:
a) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak
pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan
Komisaris, atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau
pengurus dari badan hukum lainnya yang dinyatakan
bersalah sehingga menyebabkan suatu perseroan
dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit
berdasarkan penetapan pengadilan dalam jangka waktu 5
(lima) tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan
permohonan;
b) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan bersedia untuk mengatasi kesulitan modal
maupun likuiditas Bank Umum Syariah;
c) surat pernyataan pribadi yang menyatakan bahwa yang
bersangkutan tidak memiliki hutang yang bermasalah;
dan
d) daftar kekayaan dan sumber pendapatan serta jumlah
hutang yang dimiliki sesuai dengan laporan pajak;
b. dalam hal calon pemegang saham adalah badan hukum maka
harus ...
4
harus dilampiri dokumen sebagai berikut:
1) akta pendirian badan hukum, yang memuat anggaran dasar
berikut perubahan-perubahan yang telah mendapat
pengesahan dari instansi berwenang termasuk bagi badan
hukum asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara
asal badan hukum tersebut;
2) dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1)
sampai dengan angka 4) dari:
a) masing-masing anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi dalam hal bentuk badan hukum adalah Perseroan
Terbatas; atau
b) masing-masing anggota pengurus dalam hal bentuk
badan hukum selain Perseroan Terbatas;
3) persetujuan dari otoritas yang berwenang di negara asal, bagi
badan hukum asing;
4) daftar pemegang saham dan jumlah nominal
kepemilikannya;
5) laporan keuangan badan hukum yang telah diaudit oleh
akuntan publik dengan posisi paling lama 6 (enam) bulan
sebelum tanggal pengajuan permohonan izin perubahan
kegiatan usaha.
Dalam hal badan hukum tersebut masih dalam proses audit
maka laporan keuangan yang disampaikan adalah laporan
keuangan audited 1 (satu) tahun sebelumnya dan laporan
keuangan unaudited bulan terakhir;
6) dalam hal calon pemegang saham badan hukum sebagai PSP
maka harus dilampiri tambahan dokumen sebagai berikut:
a) informasi ...
5
a)
informasi mengenai pemegang saham badan hukum
sampai dengan penanggung jawab terakhir (ultimate
shareholders);
b)
surat pernyataan pribadi dari:
i. masing-masing anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi dari badan hukum dimaksud dalam
hal bentuk badan hukumnya adalah Perseroan
Terbatas; atau
ii. masing-masing anggota pengurus dari badan hukum
dimaksud dalam hal bentuk badan hukumnya selain
Perseroan Terbatas;
yang menyatakan bahwa masing-masing tidak pernah
dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pemegang
saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota
Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari badan
hukum lainnya yang dinyatakan bersalah sehingga
menyebabkan suatu perseroan dan/atau badan hukum
lainnya dinyatakan pailit berdasarkan penetapan
pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir
sebelum tanggal pengajuan permohonan.
c)
surat pernyataan yang menyatakan bahwa badan
hukum tersebut bersedia untuk mengatasi kesulitan
modal maupun likuiditas Bank Umum Syariah yang
ditandatangani oleh anggota Direksi atau pengurus
yang berwenang mewakili badan hukum yang
bersangkutan.
Dalam hal Bank Umum Syariah merupakan bagian dari
kelompok usaha yang dimiliki oleh suatu badan
hukum, maka surat pernyataan dimaksud harus
ditandatangani ...
6
ditandatangani pula oleh penanggung jawab terakhir
dari badan hukum tersebut (ultimate shareholders);
d)
surat pernyataan bahwa badan hukum tidak memiliki
hutang yang bermasalah, yang ditandatangani oleh
anggota Direksi atau pengurus dari badan hukum yang
bersangkutan; dan
e) proyeksi laporan keuangan untuk jangka waktu paling
kurang 3 (tiga) tahun.
c. dalam hal calon pemegang saham adalah pemerintah pusat atau
pemerintah daerah, maka harus dilampiri dokumen sebagai
berikut:
1) surat keterangan yang mencantumkan nama pejabat yang
berwenang mewakili pemerintah;
2) dokumen sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1) dan
angka 2) dari pejabat yang berwenang mewakili
pemerintah;
3) dokumen yang menyebutkan sumber dana dalam rangka
pendirian Bank Umum Syariah (dalam hal terdapat
penambahan modal disetor); dan
4) dalam hal pemegang saham pemerintah sebagai PSP maka
harus dilampiri dokumen berupa surat pernyataan yang
menyatakan bahwa pemerintah bersedia untuk mengatasi
kesulitan modal maupun likuiditas Bank Umum Syariah
yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
mewakili pemerintah.
4. daftar calon anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan anggota
DPS, baik yang berasal dari anggota Dewan Komisaris dan Direksi
Bank Umum Konvensional yang telah ada maupun yang baru
dicalonkan, disertai dengan dokumen sebagai berikut:
a. pas foto ...
7
a. pas foto 1 (satu) bulan terakhir ukuran 4 x 6 cm;
b. fotokopi KTP atau paspor yang masih berlaku;
c. riwayat hidup (curriculum vitae);
d. fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin
Tinggal Tetap (KITAP) dari instansi yang berwenang bagi warga
negara asing yang menjadi calon anggota Dewan Komisaris dan
bermaksud menetap di Indonesia dan/atau calon anggota Direksi;
e. fotokopi surat izin bekerja dari instansi berwenang bagi warga
negara asing yang menjadi calon anggota Dewan Komisaris
dan/atau Direksi;
f. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang
menyatakan tidak pernah melakukan tindakan fraud (penipuan,
penggelapan, dan/atau kecurangan) di bidang perbankan,
keuangan, dan usaha lainnya, tidak pernah dihukum karena
terbukti melakukan tindak pidana kejahatan;
g. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon yang
menyatakan bahwa tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak
pernah menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris,
atau anggota Direksi dari perseroan dan/atau pengurus dari
badan hukum lain yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu
perseroan dan/atau badan hukum lainnya dinyatakan pailit
berdasarkan keputusan pengadilan dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun terakhir sebelum tanggal pengajuan permohonan;
h. surat pernyataan pribadi dari masing-masing calon anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi yang menyatakan bahwa
yang bersangkutan tidak memiliki hutang yang bermasalah;
i. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan
pelatihan mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang
perbankan syariah yang pernah diikuti calon anggota Dewan
Komisaris ...
8
Komisaris dan calon anggota Direksi sesuai dengan persyaratan
kompetensi;
j. surat keterangan atau sertifikat dari lembaga pendidikan dan
pelatihan dan/atau Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama
Indonesia mengenai pendidikan dan/atau pelatihan di bidang
syariah mu’amalah dan di bidang perbankan dan/atau keuangan
secara umum yang pernah diikuti calon anggota DPS;
k. surat pernyataan dari masing-masing calon anggota Dewan
Komisaris, calon anggota Direksi dan calon anggota DPS bahwa
yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan rangkap jabatan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai
Bank Umum Syariah;
l. surat pernyataan dari masing-masing calon anggota Dewan
Komisaris dan calon anggota Direksi bahwa yang bersangkutan
memiliki atau tidak memiliki hubungan keluarga dengan calon
anggota Dewan Komisaris dan/atau calon anggota Direksi
lainnya sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan
tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance);
m. surat pernyataan dari anggota Direksi bahwa yang bersangkutan
baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama tidak memiliki
saham melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari modal disetor
pada perusahaan lain; dan
n. surat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama
Indonesia bagi calon anggota DPS.
5. surat pernyataan dari pemegang saham bahwa sumber dana yang
digunakan dalam rangka kepemilikan Bank Umum Syariah (dalam
hal terdapat penambahan modal disetor):
a. tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam
bentuk apapun dari bank dan/atau pihak lain; dan/atau
b. tidak ...
9
b. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang (money
laundering).
Dalam hal calon pemegang saham Bank Umum Syariah berbentuk
badan hukum, maka surat pernyataan ditandatangani oleh pengurus
yang berwenang mewakili badan hukum yang bersangkutan.
6. rencana struktur organisasi dan nama-nama Pejabat Eksekutif;
7. studi kelayakan mengenai peluang pasar dan potensi ekonomi;
8. rencana bisnis (business plan) yang paling kurang memuat:
a. rencana kegiatan usaha yang mencakup penghimpunan dan
penyaluran dana serta strategi pencapaiannya; dan
b. proyeksi neraca bulanan dan laporan laba rugi kumulatif
bulanan, selama 12 (dua belas) bulan yang dimulai sejak Bank
Umum Syariah beroperasi;
9. laporan keuangan awal sebagai sebuah Bank Umum Syariah yang
menunjukkan laba rugi tahun berjalan dan laba rugi tahun lalu
memiliki saldo Rp.0,00 (nol rupiah) atau nihil;
10. rencana korporasi (corporate plan) berupa rencana strategis jangka
panjang dalam rangka mencapai tujuan Bank Umum Syariah;
11. pedoman manajemen risiko termasuk pedoman risk control system,
rencana sistem pengendalian intern, rencana sistem teknologi
informasi yang digunakan, dan pedoman mengenai pelaksanaan tata
kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance);
12. sistem dan prosedur kerja yang lengkap dan komprehensif yang
digunakan dalam kegiatan operasional Bank Umum Syariah;
13. rencana penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank terhadap
nasabah yang tidak bersedia menjadi nasabah Bank Umum Syariah;
14. bukti kesiapan operasional paling kurang berupa:
a. kesiapan gedung dan peralatan kantor termasuk foto gedung
kantor dan tata letak ruangan;
b. dokumen ...
10
b. dokumen yang menunjukkan kesiapan teknologi sistem
informasi yang meliputi antara lain core banking system dan
informasi mengenai jaringan telekomunikasi;
c. bukti kepemilikan atau dokumen penguasaan atas gedung kantor
antara lain berupa bukti hak atas tanah atau surat perjanjian
sewa; dan
d. contoh formulir/warkat berlogo iB yang akan digunakan untuk
operasional Bank Umum Syariah;
15. jaringan kantor bank beserta lokasi yang akan dijadikan kantor Bank
Umum Syariah, yang meliputi antara lain kantor pusat, kantor
cabang, kantor cabang pembantu, kantor kas dan kantor pelayanan
kas.
B. PELAKSANAAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA
Laporan pelaksanaan perubahan kegiatan usaha disampaikan dengan
menggunakan format surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2
disertai dengan bukti pengumuman pelaksanaan perubahan kegiatan
usaha dalam surat kabar yang mempunyai peredaran nasional.
II. PENYAMPAIAN PERSYARATAN PERMOHONAN IZIN DAN
PELAPORAN PELAKSANAAN PERUBAHAN KEGIATAN USAHA
KEPADA BANK INDONESIA
Permohonan izin dan/atau penyampaian laporan perubahan kegiatan usaha
diajukan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai berikut:
a. Direktorat Perbankan Syariah - Bank Indonesia, Jl. M. H. Thamrin No.2
Jakarta 10350, bagi Bank Umum Konvensional atau Bank Umum Syariah
yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok,
Karawang, dan Bekasi; atau
b. Kantor ...
11
b. Kantor Bank Indonesia setempat dengan tembusan kepada Direktorat
Perbankan Syariah - Bank Indonesia, bagi Bank Umum Konvensional
atau Bank Umum Syariah yang berkedudukan di luar wilayah
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
III. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 29 September 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/24/DPbS|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Syariah </reg_title>
<set_date> 29 September 2009 </set_date>
<effective_date> 29 September 2009 </effective_date>
<related_reg> '11/15/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 12/ 28 /DASP
Jakarta, 10 November 2010
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA PESERTA
BANK INDONESIA – SCRIPLESS SECURITIES SETTLEMENT SYSTEM
DI INDONESIA
Perihal
: Penyelenggaraan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement
System.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/2/PBI/2008 tentang
Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4809) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/12/PBI/2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 93,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5146), Peraturan Bank
Indonesia Nomor 12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5141), dan adanya penyempurnaan organisasi di Bank Indonesia,
perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai penyelenggaraan Bank
Indonesia-Scripless Securities Settlement System sebagai berikut:
I. Pengertian Umum
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 termasuk kantor
cabang bank asing di Indonesia dan Bank Umum Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan ...
2
Perbankan Syariah.
2. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia dalam rangka pengendalian moneter melalui Operasi Pasar
Terbuka dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities).
3. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
Bank dan/atau pihak lain dalam rangka Operasi Moneter.
4. Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) yang selanjutnya disebut
Standing Facilities adalah kegiatan penyediaan dana rupiah (lending
facility) dari Bank Indonesia kepada Bank dan penempatan dana rupiah
(deposit facility) oleh Bank di Bank Indonesia dalam rangka Operasi
Moneter.
5.
Instrumen Operasi Moneter adalah instrumen yang digunakan dalam
rangka OPT dan Koridor Suku Bunga (Standing Facilities) serta
ditatausahakan pada Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement
System.
6. Fasilitas Pendanaan adalah penyediaan dana yang dapat berupa
pemberian kredit atau pembiayaan dari Bank Indonesia kepada Bank
yang penatausahaannya dilakukan melalui Bank Indonesia-Scripless
Securities Settlement System.
7. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat berharga
yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun
valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara
Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku.
8. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disebut SBSN, atau
dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang diterbitkan berdasarkan
prinsip syariah, sebagai bukti atas penyertaan terhadap aset SBSN, baik
dalam mata uang rupiah maupun valuta asing, sebagaimana dimaksud
dalam ...
3
dalam Undang-Undang yang berlaku.
9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disebut SBN adalah Surat Utang
Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
10. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia, pemerintah dan/atau lembaga lain, yang ditatausahakan dalam
Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System.
11. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana elektronik
antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang Rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara
individual.
12. Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya dan penatausahaan Surat Berharga secara
elektronik dan terhubung langsung antara Peserta, Penyelenggara dan
Sistem BI-RTGS.
13. Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah transaksi yang dilakukan oleh
Bank Indonesia dalam rangka kegiatan Operasi Moneter, Fasilitas
Pendanaan, transaksi SBN untuk dan atas nama pemerintah dan/atau
transaksi lainnya melalui BI-SSSS.
14. Penatausahaan Surat Berharga adalah kegiatan yang mencakup
pencatatan kepemilikan, kliring dan setelmen serta pembayaran kupon
(bunga) atau imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga.
15. Penyelenggara BI-SSSS yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah
pihak pengelola BI-SSSS yang menyelenggarakan kegiatan Transaksi
Dengan Bank Indonesia dan penatausahaannya serta Penatausahaan
Surat Berharga.
16. Peserta BI-SSSS yang selanjutnya disebut Peserta adalah pengguna BI-
SSSS yang memenuhi persyaratan dan/atau disetujui oleh Bank
Indonesia ...
4
Indonesia untuk melakukan kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia
dan/atau Penatausahaan Surat Berharga.
17. Peserta Lelang SBN adalah Bank dan/atau lembaga keuangan lain yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai dealer utama untuk dapat ikut
serta dalam lelang SBN.
18. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan Peserta yang memiliki
rekening Surat Berharga di BI-SSSS.
19. Sub Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia
melakukan fungsi Penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan
nasabah.
20. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan
rekening Surat Berharga melalui BI-SSSS dalam rangka penatausahaan
Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga.
21. Setelmen Dana adalah kegiatan pendebetan dan pengkreditan rekening
giro dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia melalui Sistem BI -
RTGS dalam rangka penatausahaan Transaksi Dengan Bank Indonesia
dan Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS.
22. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah setelmen
transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga dilakukan
bersamaan dengan Setelmen Dana.
23. Free of Payment yang selanjutnya disebut FoP adalah setelmen transaksi
Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat Berharga dilakukan melalui
BI-SSSS, sedangkan Setelmen Dana dilakukan tidak secara bersamaan
dengan Setelmen Surat Berharga atau tanpa Setelmen Dana.
24. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik Peserta tertentu di BI-
SSSS untuk mencatat kepemilikan Surat Berharga dan/atau Instrumen
Operasi Moneter.
25. Rekening ...
5
25. Rekening Giro adalah rekening dalam mata uang Rupiah yang
ditatausahakan di Bank Indonesia yang digunakan dalam rangka
pelaksanaan BI-SSSS.
26. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang ditunjuk
sebagai Bank untuk melakukan pembayaran dan/atau penerimaan dana
oleh Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS.
27. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang terjadi sebagai
akibat adanya gangguan atau kerusakan pada perangkat keras, perangkat
lunak, jaringan komunikasi, aplikasi maupun sarana pendukung BI-
SSSS yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS.
28. Keadaan Darurat (force majeure) adalah situasi atau kondisi yang terjadi
sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang secara langsung maupun
tidak langsung mempengaruhi kelancaran pelaksanaan BI-SSSS dan
terjadi di luar kekuasaan serta kemampuan Penyelenggara dan/atau
Peserta sehingga BI-SSSS tidak dapat dioperasikan sebagaimana
mestinya, yang meliputi antara lain bencana alam, kebakaran,
pemogokan, huru-hara, pemberontakan, sabotase, perang dan/atau
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
29. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas BI-SSSS di lokasi Penyelenggara
yang disediakan bagi Peserta sebagai cadangan dalam hal Keadaan Tidak
Normal dan/atau Keadaan Darurat yang menyebabkan Peserta tidak
dapat mempergunakan BI-SSSS di lokasi Peserta.
30. Perjanjian Penggunaan BI-SSSS antara Penyelenggara dan Peserta yang
selanjutnya disebut Perjanjian adalah kesepakatan tertulis antara
Penyelenggara dengan Peserta yang memuat hak dan kewajiban masing-
masing pihak.
31. Authenticator Text adalah suatu sarana pengaman (security) dan
berfungsi sebagai test key dengan masa berlaku selama periode tertentu,
yang menghubungkan BI-SSSS antara Peserta dengan Penyelenggara.
32. Administrative ...
6
32. Administrative Messages adalah suatu fasilitas yang digunakan untuk
menyampaikan informasi dari Penyelenggara kepada Peserta atau
sebaliknya atau antar Peserta.
II. Penyelenggaraan BI-SSSS
A. Tujuan Penyelenggaraan BI-SSSS
Penyelenggaraan BI-SSSS memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan Transaksi
Dengan Bank Indonesia dan penatausahannya serta Penatausahaan
Surat Berharga.
2. Menyediakan sarana setelmen transaksi Surat Berharga yang aman,
akurat, terpercaya, dan cepat bagi Bank dan pelaku pasar lainnya
untuk mengurangi resiko setelmen.
3. Menyediakan informasi transaksi, setelmen transaksi Surat
Berharga dan informasi lainnya dalam rangka mendukung
pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia dan
pengelolaan SBN oleh pemerintah.
B. Organisasi Penyelenggara
1. Penyelenggara adalah Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
(DASP) melakukan pengelolaan operasional BI-SSSS,
Penatausahaan Surat Berharga, transaksi FLI/ FLIS, setelmen
transaksi FLI/FLIS.
3. Bank Indonesia cq. Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM)
menyelenggarakan kegiatan :
a. Transaksi Dengan Bank Indonesia kecuali Fasilitas Pendanaan
yang berupa Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) / Fasilitas
Likuiditas Intrahari berdasarkan prinsip Syariah (FLIS) ; dan
b.
setelmen Transaksi Dengan Bank Indonesia kecuali setelmen
SBN ...
7
SBN dan setelmen Fasilitas Pendanaan yang berupa
FLI/FLIS.
C. Tugas dan Wewenang Penyelenggara
1. Pengelolaan Operasional BI-SSSS
Dalam pengelolaan operasional BI-SSSS, Penyelenggara memiliki
tugas dan wewenang antara lain sebagai berikut :
a. Menyediakan dan menjaga sarana dan prasarana, dalam
rangka kelancaran penyelenggaraan BI-SSSS;
b. Menetapkan ketentuan dan prosedur operasional BI-SSSS
dalam keadaan normal;
c. Memberlakukan prosedur dan rencana mengatasi Keadaan
Darurat (contingency plan) dalam hal terjadi Keadaan Tidak
Normal dan/atau Keadaan Darurat (force majeure);
d. Menetapkan waktu operasional penyelenggaraan BI-SSSS;
e. Menetapkan, mengenakan dan mengubah biaya penggunaan
BI-SSSS;
f. Melakukan pengawasan terhadap Peserta atas penggunaan
BI-SSSS;
g. Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta; dan
h. Melakukan perubahan status kepesertaan.
2. Kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia
Dalam kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia, Penyelenggara
memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan transaksi (lelang/non lelang) untuk dan
atas nama Bank Indonesia dan pihak lain yaitu pemerintah cq.
Kementerian Keuangan dan/atau lembaga lain sesuai
persetujuan ...
8
persetujuan Bank Indonesia.
b. Menyelenggarakan transaksi (lelang/non lelang) sesuai
persyaratan dan/atau ketentuan yang ditetapkan oleh pihak-
pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a.
3. Kegiatan Penatausahaan
Dalam kegiatan penatausahaan yang terdiri dari penatausahaan
Transaksi Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat
Berharga, Penyelenggara melakukan tugas dan wewenang dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Pelaksanaan Setelmen
1) Penyelenggara melakukan setelmen Transaksi Dengan
Bank Indonesia dan setelmen transaksi Surat Berharga di
pasar sekunder antar Peserta.
2) Pelaksanaan setelmen dilakukan secara DVP atau FoP.
3) Dalam kegiatan setelmen sebagaimana dimaksud pada
angka 1), Penyelenggara berwenang mendebet Rekening
Giro dan/atau Rekening Surat Berharga Peserta.
4) Setelmen hanya dapat dilakukan apabila saldo pada
Rekening Giro dan/atau Rekening Surat Berharga
Peserta mencukupi untuk pelaksanaan setelmen.
5) Pelaksanaan setelmen yang telah dilakukan di BI-SSSS
atas beban Rekening Giro dan/atau Rekening Surat
Berharga Peserta sebagaimana dimaksud pada angka 4),
bersifat final dan tidak dapat dibatalkan.
6) Penyelenggara melakukan pengenaan sanksi kewajiban
membayar kepada peserta Operasi Moneter yang gagal
melakukan ...
9
melakukan setelmen karena saldo pada Rekening Surat
Berharga dan/atau saldo pada Rekening Giro tidak
mencukupi.
7) Penyelenggara melakukan prosedur penyelesaian Surat
Berharga sesuai ketentuan terkait mengenai Operasi
Moneter, Fasilitas Pendanaan, dan/atau transaksi SBN
untuk dan atas nama pemerintah.
8) Penyelenggara berwenang untuk melakukan early
termination dengan tidak meneruskan setelmen transaksi
kedua (second leg) atas transaksi Surat Berharga di pasar
sekunder antar Peserta yang memiliki dua proses
setelmen yaitu antara lain transaksi repo, agunan
(pledge), dan pinjam meminjam Surat Berharga
(securities borrowing and lending).
9) Pelaksanaan early termination oleh Penyelenggara
sebagaimana dimaksud pada angka 8) dilakukan
berdasarkan permintaan salah satu Peserta yang
bertransaksi, keputusan lembaga pengawas yang
berwenang, keputusan pengadilan dan/atau lembaga
arbitrase yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
b. Pencatatan Kepemilikan (Registrasi)
1) Penyelenggara melakukan pencatatan atau perubahan
pencatatan kepemilikan Surat Berharga/Instrumen
Operasi Moneter dan penatausahaan agunan atas
Fasilitas Pendanaan pada Rekening Surat Berharga
Peserta berdasarkan pelaksanaan setelmen sebagaimana
dimaksud pada huruf a.
2) Penyelenggara menyediakan informasi terkait pencatatan
kepemilikan ...
10
kepemilikan Surat Berharga.
c. Pelaksanaan Pembayaran
1) Penyelenggara melakukan pembayaran kupon (bunga)
atau imbalan, serta pelunasan pokok/nominal Surat
Berharga, Instrumen Operasi Moneter kepada Peserta
pemilik Surat Berharga.
2) Dalam kegiatan pembayaran sebagaimana dimaksud
pada angka 1), Penyelenggara berwenang mendebet
Rekening Giro Peserta yang menjadi penerbit Surat
Berharga/Instrumen Operasi Moneter.
D. Waktu Operasional BI-SSSS
1. Hari dan Jam Operasional BI-SSSS
a. Penyelenggara menetapkan operasional BI-SSSS yang
mencakup hari dan jam operasional.
b. Penyelenggara menetapkan operasional BI-SSSS setiap hari
kerja, kecuali ditetapkan lain.
c.
Jam operasional BI-SSSS mengikuti jam operasional
Sistem BI-RTGS kecuali cut-off BI-SSSS yang dilakukan
lebih awal dari cut-off Sistem BI-RTGS.
d.
Jam operasional sebagaimana dimaksud pada huruf c diatur
dengan ketentuan sebagai berikut:
BI-SSSS
BI-RTGS
System opening Pukul 06.30 WIB Pukul 06.30 WIB
Cut-off warning Pukul 17.00 WIB Pukul 17.00 WIB
BI-SSSS ...
11
BI-SSSS
Pre-cut off
Cut-off
e.
BI-RTGS
Pukul 18.00 WIB Pukul 18.00 WIB
Pukul 18.30 WIB Pukul 19.00 WIB
Jam operasional BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada huruf
d berlaku dalam kondisi normal dan dapat diubah oleh
Penyelenggara sebagaimana diatur lebih lanjut pada angka 2.
f. Dalam hal hari operasional BI-SSSS ditetapkan lain dan/atau
jam operasional BI-SSSS diubah, Penyelenggara
memberitahukan hal tersebut kepada seluruh Peserta melalui
sarana BI-SSSS (Administrative Messages) dan/atau sarana
informasi lainnya.
2. Perubahan Jam Operasional BI-SSSS
a.
Jam operasional BI-SSSS dapat diubah oleh Penyelenggara
berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
1) Berdasarkan kebijakan Penyelenggara
a) Perubahan jam operasional berdasarkan kebijakan
Penyelenggara dapat berupa perpanjangan atau
pengurangan jam operasional.
b) Penyelenggara dapat melakukan perubahan jam
operasional termasuk window time transaksi.
c) Perubahan jam operasional sebagaimana dimaksud
pada huruf a) dan huruf b) dapat dilakukan
berdasarkan pertimbangan antara lain:
(1) adanya gangguan pada BI-SSSS dan/atau
Sistem BI-RTGS; dan/atau
(2) adanya ...
12
(2) adanya kebijakan Penyelenggara yang
menyebabkan perubahan jam operasional.
2) Berdasarkan permintaan Peserta
a) Perubahan jam operasional berdasarkan permintaan
Peserta hanya dapat berupa perpanjangan jam
operasional.
b) Perpanjangan jam operasional dapat dilakukan
berdasarkan kebutuhan penambahan jam
operasional untuk melaksanakan Setelmen Surat
Berharga.
c) Perpanjangan jam operasional sebagaimana
dimaksud pada huruf b) dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :
(1) Bagi Peserta yang juga peserta Sistem BI-
RTGS
Pengajuan permohonan dilakukan secara
tertulis kepada penyelenggara Sistem BI-
RTGS sesuai ketentuan mengenai Sistem BI-
RTGS yang berlaku.
(2) Bagi Peserta Sub Registry
Pengajuan permohonan dilakukan oleh Bank
Pembayar yang telah ditunjuk oleh Peserta
Sub Registry kepada penyelenggara Sistem
BI-RTGS sesuai ketentuan mengenai Sistem
BI-RTGS yang berlaku.
d) Perpanjangan jam operasional BI-SSSS atas
permintaan Peserta dikenakan biaya sesuai
ketentuan ...
13
ketentuan mengenai Sistem BI-RTGS.
E. Biaya Penggunaan BI-SSSS
Penyelenggara mengenakan biaya terhadap Peserta atas penggunaan BI-
SSSS dengan ketentuan sebagai berikut:
1.
Jenis Biaya
Jenis biaya dalam penggunaan BI-SSSS terdiri dari:
a. Biaya Transaksi Dengan Bank Indonesia, yaitu biaya
pengajuan Transaksi Dengan Bank Indonesia yang dilakukan
Peserta, termasuk pengajuan dalam hal terdapat pembatalan
transaksi (cancellation) dan/atau perubahan (amendment).
b. Biaya setelmen, yang terdiri dari :
1) biaya setelmen atas Transaksi Dengan Bank Indonesia;
dan
2) biaya setelmen atas transaksi Surat Berharga di pasar
sekunder antar Peserta.
c. Biaya permohonan informasi kepada Penyelenggara dan biaya
pengiriman Administrative Messages.
d. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank.
2. Penetapan Biaya Transaksi, Setelmen dan Permohonan Informasi
Penetapan besarnya biaya untuk jenis biaya sebagaimana dimaksud
pada butir 1.a, huruf b dan huruf c, diatur sebagai berikut:
a. Besarnya biaya dapat dibedakan berdasarkan jam operasional
pengajuan transaksi, pelaksanaan setelmen dan/atau
permohonan informasi yaitu jam normal dan jam sibuk (peak
hour).
b. Pembagian ...
14
b. Pembagian jam transaksi dengan window time sesuai
ketentuan sebagai berikut :
1)
Jam normal adalah periode dari jam pembukaan
transaksi sampai dengan pre-closing; dan
2) peak hour adalah periode dari pre-closing sampai
dengan closing.
c. Pembagian jam operasional untuk pelaksanaan Setelmen Surat
Berharga dan permohonan informasi sesuai ketentuan sebagai
berikut :
1)
Jam normal adalah periode dari jam pembukaan
BI-SSSS sampai dengan sebelum pukul 15.00 WIB; dan
2) peak hour adalah periode dari pukul 15.00 WIB sampai
dengan cut-off BI-SSSS.
3. Penetapan Biaya Fasilitas Guest Bank
Penetapan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank sebagaimana
dimaksud pada butir 1.d, diatur sebagai berikut:
a. Biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank dihitung berdasarkan
durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank yang mengacu pada
waktu sistem start-up sampai dengan sistem shut-down.
b. Durasi penggunaan Fasilitas Guest Bank dihitung ber-
dasarkan akumulasi penggunaan Fasilitas Guest Bank dalam 1
(satu) hari dengan pembulatan waktu 1 (satu) jam ke atas
sebagaimana contoh perhitungan dalam Lampiran 1.
c. Dalam hal terjadi gangguan jaringan internal di Bank
Indonesia pada saat penggunaan Fasilitas Guest Bank,
Penyelenggara dapat menyesuaikan durasi penggunaan
Fasilitas ...
15
Fasilitas Guest Bank.
d. Dalam hal terjadi Keadaan Darurat, Penyelenggara dapat
membebaskan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank
terhadap Peserta.
4. Biaya
a. Biaya BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan
angka 3 ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran
1. Dalam hal terdapat perubahan biaya, Penyelenggara
mengumumkan perubahan dimaksud kepada Peserta melalui
Administrative Messages dan/atau sarana lainnya.
b. Bank Indonesia dapat menentukan lain pengenaan biaya BI-
SSSS bagi Kementerian Keuangan atau lembaga lainnya yang
disetujui Bank Indonesia menjadi Peserta.
5. Perhitungan dan Pembebanan Biaya
Perhitungan dan pembebanan biaya penggunaan BI-SSSS oleh
Penyelenggara kepada Peserta diatur sebagai berikut :
a. Perhitungan jumlah biaya dilakukan oleh Penyelenggara pada
setiap akhir hari untuk masing-masing Peserta.
b. Penyelenggara membebankan biaya sebagaimana dimaksud
pada huruf a pada 1 (satu) hari kerja berikutnya, dengan
mendebet Rekening Giro Peserta atau Bank Pembayar yang
ditunjuk Peserta.
6. Pembebanan Biaya oleh Peserta Kepada Nasabah
Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan Transaksi
Dengan Bank Indonesia dan Penatausahaan Surat Berharga melalui
BI-SSSS, Peserta dapat mengenakan biaya kepada nasabah dengan
ketentuan ...
16
ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta mengenakan biaya kepada nasabah dalam jumlah
yang wajar.
b. Peserta mengumumkan besarnya biaya penggunaan BI-SSSS
yang ditetapkan Penyelenggara dan besarnya biaya
penggunaan BI-SSSS yang dibebankan oleh Peserta kepada
nasabah.
c. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan
secara tertulis di setiap kantor Peserta pada tempat yang
mudah dilihat oleh nasabah.
F. Pembebasan Tanggung Jawab Penyelenggara
Peserta membebaskan Penyelenggara dari tuntutan kerugian yang timbul
dan/atau yang akan timbul yang dialami Peserta atau pihak ketiga akibat
terlambat atau tidak terlaksananya transaksi, setelmen transaksi Surat
Berharga, pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai
pokok/nominal Surat Berharga dan/atau sebab lainnya yang timbul.
Keterlambatan atau tidak terlaksananya transaksi, Setelmen Surat
Berharga, pembayaran kupon (bunga) atau imbalan dan nilai
pokok/nominal Surat Berharga dimaksud disebabkan antara lain oleh:
1. pengiriman Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau instruksi
setelmen transaksi Surat Berharga oleh Peserta kepada
Penyelenggara dilakukan oleh pejabat yang tidak berwenang;
2. kesalahan data Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau instruksi
setelmen Surat Berharga yang dikirimkan oleh Peserta kepada
Penyelenggara;
3. gangguan jaringan komunikasi dan/atau sistem pada Peserta yang
mengakibatkan penolakan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan
keterlambatan ...
17
keterlambatan setelmen transaksi Surat Berharga;
4. ketidakmampuan atau keterlambatan pengisian dana oleh Peserta
sebagai penerbit Surat Berharga pada Rekening Giro yang
mengakibatkan tidak terbayar atau terlambatnya pembayaran kupon
(bunga) atau imbalan dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga
pada saat jatuh waktu kepada Peserta pemilik Surat Berharga;
5.
early termination oleh Penyelenggara yang dilakukan melalui BI-
SSSS sebagaimana dimaksud pada butir C.3.a.8); dan
6. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat baik yang
dialami oleh Penyelenggara maupun Peserta.
III. Kepesertaan
A.
Jenis Peserta
1. Pihak-pihak yang dapat menjadi Peserta adalah :
a. Bank Indonesia;
b. Kementerian Keuangan;
c. Bank;
d. Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian;
e. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing;
f. Perusahaan Efek;
g. Pialang pasar modal; atau
h. Lembaga lain yang disetujui oleh Bank Indonesia.
2. Berdasarkan fungsi Peserta, pihak-pihak sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Penerbit Surat Berharga, yaitu Bank Indonesia, Kementerian
Keuangan, dan/atau lembaga lain yang disetujui oleh Bank
Indonesia ...
18
Indonesia;
b. Peserta Operasi Moneter, yaitu Bank dan/atau pihak lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia;
c. Lembaga perantara dalam kegiatan Operasi Moneter;
d. Peserta Fasilitas Pendanaan, yaitu Bank;
e. Peserta Lelang SBN, yaitu Bank dan Perusahaan Efek yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai Dealer Utama,
Lembaga Penjamin Simpanan dan Bank Indonesia.
f. Pemilik Rekening Surat Berharga di Central Registry, antara
lain Kementerian Keuangan, Bank, Sub Registry dan lembaga
lain yang disetujui oleh Bank Indonesia.
3. Berdasarkan kepesertaan dalam Sistem BI-RTGS, pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat dibedakan sebagai
berikut:
a. Peserta Sistem BI-RTGS
Peserta Sistem BI-RTGS adalah Peserta pemilik Rekening
Giro untuk pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran
kewajiban lainnya terkait dengan Transaksi Dengan Bank
Indonesia dan penatausahaan melalui BI-SSSS.
b. Bukan Peserta Sistem BI-RTGS
Bukan peserta Sistem BI-RTGS adalah Peserta yang tidak
memiliki Rekening Giro sehingga pelaksanaan Setelmen Dana
dan/atau pembayaran kewajiban lainnya dilakukan melalui
Bank Pembayar.
4. Berdasarkan tipe kepesertaan di BI-SSSS, Peserta dapat dibedakan
menjadi:
a. Peserta ...
19
a. Peserta Langsung (Principal Member)
Peserta Langsung (Principal Member) adalah Peserta yang
dapat melakukan koneksi secara langsung ke sistem
Penyelenggara.
b. Peserta Tidak Langsung (Subsidiary Member)
Peserta Tidak Langsung (Subsidiary Member) adalah Peserta
tambahan dari Peserta Langsung yang melakukan koneksi ke
sistem Penyelenggara melalui Peserta Langsung.
B. Persyaratan Menjadi Peserta
Pihak-pihak yang menjadi Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1. Memiliki sarana dan prasarana sesuai persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2.
2. Berdasarkan jenis Peserta, calon Peserta harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Telah menjadi peserta dalam Sistem BI-RTGS, dalam hal
calon Peserta adalah Bank;
b. Telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Sub Registry,
dalam hal calon Peserta adalah Sub Registry;
c. Telah mengajukan permohonan menjadi Peserta Lelang SBN/
telah ditunjuk menjadi Dealer Utama/ ditetapkan sebagai
Peserta Lelang SBN, dalam hal calon Peserta adalah Bank,
Perusahaan Efek atau lembaga lain yang dapat menjadi
Peserta Lelang SBN; dan/atau
d. Telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Perusahaan
Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing, dalam hal calon
Peserta ...
20
Peserta adalah Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan
Valuta Asing.
3. Bagi calon Peserta yang bukan peserta Sistem BI-RTGS antara lain
Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing,
Perusahaan Efek, pialang pasar modal dan/atau Sub Registry harus
menunjuk Bank Pembayar dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Penunjukan Bank Pembayar dilakukan dalam rangka :
1) Pembebanan biaya BI-SSSS;
2) Pembebanan sanksi kewajiban membayar atas
pelanggaran ketentuan Bank Indonesia, antara lain
ketentuan mengenai Operasi Moneter;
3) Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga; dan/atau
4) Penerimaan pembayaran kupon (bunga) atau imbalan
dan nilai pokok/nominal Surat Berharga pada saat jatuh
waktu.
b. Bank Pembayar yang ditunjuk harus memberikan konfirmasi
penunjukan sebagai Bank Pembayar sebagaimana contoh
dalam Lampiran 3 kepada Penyelenggara melalui calon
Peserta.
c. Bagi calon Peserta Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah
dan Valuta Asing, Perusahaan Efek dan pialang pasar modal
harus menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar guna pembebanan
biaya BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1).
d. Bagi calon Peserta Sub Registry harus menunjuk Bank
Pembayar dengan ketentuan sebagai berikut :
1) Calon Peserta Sub Registry harus menunjuk 1 (satu)
Bank ...
21
Bank Pembayar dalam rangka :
a) pembebanan biaya BI-SSSS;
b) pelaksanaan Setelmen Dana atas transaksi Surat
Berharga;
c) pembebanan sanksi kewajiban membayar atas
pelanggaran ketentuan Bank Indonesia; dan
d) penerimaan pembayaran kupon (bunga) atau
imbalan dan nilai pokok/nominal Surat Berharga
pada saat jatuh waktu,
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
e. Calon Peserta Sub Registry dapat memilih paling banyak 9
(sembilan) Bank Pembayar lainnya dalam rangka Setelmen
Dana atas transaksi Surat Berharga sebagaimana dimaksud
pada butir a.2) untuk kepentingan nasabah.
f. Dalam hal Bank Pembayar ditunjuk untuk melaksanakan
Setelmen Dana sebagaimana dimaksud pada butir a.2), Bank
Pembayar dimaksud melakukan pengelolaan data batas
Setelmen Dana (settlement limit) bagi Peserta yang menunjuk.
4. Bank Indonesia dapat menentukan lain persyaratan bagi lembaga
lain yang disetujui Bank Indonesia menjadi Peserta.
C. Prosedur Permohonan Menjadi Peserta
1. Peserta Sistem BI-RTGS
a. Calon Peserta sebagai peserta Sistem BI-RTGS yang juga
berfungsi sebagai peserta Operasi Moneter, Peserta Lelang
SBN dan/atau pemilik Rekening Surat Berharga di Central
Registry mengajukan surat permohonan, sebagaimana contoh
dalam ...
22
dalam Lampiran 4, kepada Penyelenggara dengan alamat
sebagai berikut:
Bank Indonesia
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
cq. Bagian Penyelenggaraan Setelmen
Gedung D, Lantai 3
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
b. Calon Peserta yang berkantor pusat di luar wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) harus menyampaikan
tembusan permohonan tersebut kepada Kantor Bank
Indonesia (KBI) setempat.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a harus
dilengkapi dengan :
1)
Informasi Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran
5;
2)
3)
4)
fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan perubahannya;
fotokopi akta notaris yang memuat susunan pengurus
perusahaan terakhir; dan
fotokopi surat permohonan menjadi Peserta Lelang SBN
atau penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri
Keuangan bagi Peserta Lelang SBN. Dalam hal calon
Peserta belum dapat melampirkan surat penunjukan
sebagai Dealer Utama oleh Menteri Keuangan, calon
Peserta dimaksud harus menyampaikan surat
penunjukan tersebut kepada Penyelenggara segera
setelah menerima surat penunjukan dimaksud.
d. Peserta harus menyampaikan dokumen pendukung
sebagaimana ...
23
sebagaimana dimaksud pada huruf c secara lengkap dan
benar.
e. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat melakukan
kunjungan ke lokasi calon Peserta guna melakukan
pengecekan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada butir B.1.
f. Berdasarkan surat permohonan dan dokumen pendukung serta
hasil pengecekan ke lokasi calon Peserta, Penyelenggara
menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau
penolakan kepada calon Peserta.
g. Dalam hal permohonan calon Peserta tidak disetujui, surat
pemberitahuan penolakan oleh Penyelenggara sebagaimana
dimaksud pada huruf f disertai keterangan mengenai alasan
tidak disetujuinya permohonan calon Peserta dimaksud.
h. Calon Peserta yang telah disetujui sebagai Peserta
menyampaikan Perjanjian kepada Penyelenggara sebagaimana
contoh dalam Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang dalam rangkap 2 (dua).
i. Dalam hal calon Peserta adalah Bank yang memiliki kegiatan
usaha secara konvensional, Unit Usaha Syariah (UUS),
dan/atau Sub Registry, maka Perjanjian sebagaimana
dimaksud pada huruf h dibuat secara terpisah.
j. Peserta menerima 1 (satu) eksemplar Perjanjian yang telah
ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia yang berwenang.
k. Penyelenggara melakukan instalasi aplikasi BI-SSSS dan
memberikan Petunjuk Pemakaian BI-SSSS kepada Peserta.
l. Penyelenggara memberikan pelatihan penggunaan BI-SSSS
kepada ...
24
kepada petugas Peserta.
m. Dalam hal calon Peserta yang telah menerima surat
pemberitahuan persetujuan, sebagaimana dimaksud pada
huruf f, tidak menyampaikan Perjanjian dalam jangka waktu 1
(satu) bulan sejak tanggal surat persetujuan maka persetujuan
sebagai Peserta dianggap batal dan permohonan sebagai
Peserta harus diajukan ulang.
2. Sub Registry
a. Calon Peserta yang telah disetujui oleh Bank Indonesia
menjadi Sub Registry mengajukan surat permohonan,
sebagaimana contoh dalam Lampiran 4, kepada
Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud pada
butir C.1.a.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
harus dilengkapi dengan :
1) Informasi Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran
5;
2) fotokopi perubahan Anggaran Dasar perusahaan dan
akta notaris yang memuat susunan pengurus perusahaan
dalam hal terdapat perubahan setelah persetujuan
permohonan sebagai Sub Registry;
3) surat konfirmasi Bank Pembayar sebagaimana contoh
dalam Lampiran 3; dan
4) fotokopi surat persetujuan menjadi Sub Registry dari
Bank Indonesia.
c. Sub Registry harus menyampaikan dokumen pendukung
sebagaimana dimaksud pada huruf b secara lengkap dan
benar ...
25
benar.
d. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat melakukan
kunjungan ke lokasi Sub Registry guna melakukan
pengecekan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada butir B.1.
e. Berdasarkan surat permohonan dan dokumen pendukung serta
hasil pengecekan ke lokasi Sub Registry, Penyelenggara
menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau
penolakan kepada Sub Registry.
f. Dalam hal permohonan tidak disetujui, surat pemberitahuan
penolakan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada
huruf e disertai keterangan mengenai alasan tidak disetujuinya
permohonan calon Peserta dimaksud.
g. Sub Registry yang telah disetujui sebagai Peserta
menyampaikan Perjanjian kepada Penyelenggara sebagaimana
contoh dalam Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang dalam rangkap 2 (dua).
h. Sub Registry menerima 1 (satu) eksemplar Perjanjian yang
telah ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia yang
berwenang.
i.
Sub Registry yang memilih menjadi Peserta Langsung
(Principal Member) dan telah disetujui menjadi Peserta
menyerahkan data Authenticator Text 1, 2 dan 3 kepada
Penyelenggara
Authenticator Text
Lampiran 7.
sesuai prosedur pengelolaan data
sebagaimana dimaksud dalam
j. Penyelenggara melakukan instalasi aplikasi BI-SSSS dan
memberikan ...
26
memberikan Petunjuk Pemakaian BI-SSSS kepada Sub
Registry.
k. Penyelenggara memberikan pelatihan penggunaan BI-SSSS
kepada petugas Sub Registry.
l. Dalam hal calon Peserta yang telah menerima surat
pemberitahuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada
huruf e, tidak menyampaikan Perjanjian dalam jangka waktu
1 (satu) bulan sejak tanggal surat persetujuan maka
persetujuan sebagai Peserta dianggap batal dan permohonan
sebagai Peserta harus diajukan ulang.
3. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing dan
Perusahaan Efek
a. Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing dan
Perusahaan Efek mengajukan surat permohonan sebagaimana
contoh dalam Lampiran 4, kepada Penyelenggara dengan
alamat sebagaimana dimaksud pada butir C.1.a.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
harus dilengkapi dengan :
1)
Informasi Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran
5;
2)
3)
4)
5)
fotokopi Anggaran Dasar perusahaan dan perubahannya;
fotokopi akta notaris yang memuat susunan pengurus
perusahaan terakhir;
surat konfirmasi Bank Pembayar sebagaimana contoh
dalam Lampiran 3; dan/atau
fotokopi surat permohonan menjadi Peserta Lelang SBN
atau ...
27
atau penunjukan sebagai Dealer Utama oleh Menteri
Keuangan bagi Peserta Lelang SBN. Dalam hal calon
Peserta belum dapat melampirkan surat penunjukan
sebagai Dealer Utama oleh Menteri Keuangan, calon
Peserta dimaksud harus menyampaikan surat
penunjukan tersebut kepada Penyelenggara segera
setelah menerima surat penunjukan dimaksud.
6)
fotokopi surat persetujuan menjadi Perusahaan Pialang
Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing dari Bank
Indonesia bagi Perusahaan Pialang Pasar Uang Rupiah
dan Valuta Asing.
c. Peserta harus menyampaikan dokumen pendukung seba-
gaimana dimaksud pada huruf b secara lengkap dan benar.
d. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat melakukan
kunjungan ke lokasi calon Peserta guna melakukan
pengecekan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud
pada butir B.1.
e. Berdasarkan surat permohonan dan dokumen pendukung serta
hasil pengecekan ke lokasi calon Peserta, Penyelenggara
menyampaikan surat pemberitahuan persetujuan atau
penolakan kepada calon Peserta.
f. Dalam hal surat permohonan atau persetujuan sebagaimana
dimaksud pada butir b.5) ditolak atau dicabut oleh Menteri
Keuangan, Penyelenggara membatalkan surat persetujuan
sebagaimana dimaksud pada huruf e.
g. Dalam hal permohonan tidak disetujui, surat pemberitahuan
penolakan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada
huruf e, disertai keterangan mengenai alasan tidak
disetujuinya ...
28
disetujuinya permohonan calon Peserta dimaksud.
h. Calon Peserta yang telah disetujui sebagai Peserta
menyampaikan Perjanjian kepada Penyelenggara sebagaimana
contoh dalam Lampiran 6 yang telah ditandatangani oleh
pejabat yang berwenang dalam rangkap 2 (dua).
i. Calon Peserta menerima 1 (satu) eksemplar Perjanjian yang
telah ditandatangani oleh pejabat Bank Indonesia yang
berwenang.
j. Calon Peserta sebagai Peserta Langsung (Principal Member)
yang telah disetujui menjadi Peserta menyerahkan data
Authenticator Text 1,2 dan 3 kepada Penyelenggara sesuai
prosedur pengelolaan data Authenticator Text sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 7.
k. Penyelenggara melakukan instalasi aplikasi BI-SSSS dan
memberikan Petunjuk Pemakaian BI-SSSS kepada Peserta.
l. Penyelenggara memberikan pelatihan penggunaan BI-SSSS
kepada petugas Peserta.
m. Dalam hal calon Peserta yang telah menerima surat
pemberitahuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada
huruf e, tidak menyampaikan Perjanjian dalam jangka waktu
1 (satu) bulan sejak tanggal surat persetujuan maka
persetujuan sebagai Peserta dianggap batal dan permohonan
sebagai Peserta harus diajukan ulang.
4. Kementerian Keuangan
Prosedur menjadi Peserta bagi Kementerian Keuangan dapat
disepakati tersendiri antara Bank Indonesia sebagai Penyelenggara
dengan Kementerian Keuangan sebagai Peserta.
5. Lembaga ...
29
5. Lembaga Lain
a. Lembaga lain yang ingin menjadi Peserta dan memiliki fungsi
Peserta sebagaimana butir A.2, mengajukan surat permohonan
kepada Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud
pada butir C.1.a.
b. Setelah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia, calon
Peserta harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada butir B.1 dan/atau prosedur administrasi yang
ditetapkan oleh Penyelenggara.
D. Kewajiban Peserta
1. Peserta wajib :
a. menjaga kelancaran dan keamanan dalam penggunaan BI-
SSSS;
b. bertanggung jawab atas kebenaran transaksi, instruksi
transaksi dan/atau setelmen, serta seluruh informasi yang
dikirim Peserta kepada Penyelenggara melalui BI-SSSS;
c. memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan ketentuan terkait;
dan
d. memenuhi Perjanjian maupun kesepakatan tertulis antar
Peserta (Bye-Laws) dengan tetap mengacu kepada Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
2. Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada
angka 1, Peserta melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. memelihara sistem dan menjaga keamanan BI-SSSS sesuai
dengan standar pemeliharaan dan keamanan minimum;
b. menyediakan prosedur tertulis dalam pelaksanaan operasional
BI-SSSS ...
30
BI-SSSS;
c. menyediakan prosedur dan sistem cadangan (back-up) untuk
menjamin kelangsungan operasional BI-SSSS dalam Keadaan
Tidak Normal atau Keadaan Darurat; dan
d. memenuhi prosedur administrasi terkait penggunaan BI-SSSS
antara lain dengan melakukan kegiatan sebagai berikut :
(1) Pengkinian Data atau Informasi
Peserta melakukan perubahan data atau informasi yang
telah disampaikan kepada Penyelenggara dengan
prosedur sebagai berikut:
a) Peserta menyampaikan perubahan data atau
informasi dengan menggunakan formulir Informasi
Peserta sebagaimana contoh dalam Lampiran 5.
b) Perubahan data atau informasi dimaksud
disampaikan kepada Penyelenggara paling lambat
1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif
berlakunya perubahan dimaksud.
(2) Pengelolaan Data Batas Setelmen Dana (Settlement
Limit)
Peserta yang ditunjuk sebagai Bank Pembayar oleh
Sub Registry melakukan input dan pengkinian data batas
Setelmen Dana (settlement limit) pada BI-SSSS.
(3) Pengelolaan Data Batas Paling Tinggi Nominal
Penawaran (Broker Bidding Limit)
Peserta yang menunjuk Peserta lain sebagai perantara
(broker) dalam rangka pelaksanaan penawaran transaksi,
melakukan ...
31
melakukan input dan pengkinian data broker bidding
limit pada BI-SSSS.
(4) Pengelolaan Data Authenticator Text
Peserta Langsung dan Peserta yang bukan peserta
Sistem BI-RTGS melakukan pengelolaan data
Authenticator Text pada BI-SSSS.
Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada angka 2 sesuai
prosedur dalam Pedoman Penyelenggaraan BI-SSSS sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 7.
E. Status dan Prosedur Perubahan Status Kepesertaan
1.
Jenis Status Peserta
a. Status kepesertaan BI-SSSS terdiri dari :
1) Aktif (active)
Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh
kegiatan sesuai dengan jenis dan fungsi Peserta.
2) Dibekukan (freeze)
Peserta dengan status dibekukan tidak dapat melakukan
kegiatan Transaksi Dengan Bank Indonesia dan/atau
setelmen transaksi Surat Berharga, kecuali kegiatan
untuk memperoleh informasi yang terdapat dalam BI-
SSSS.
3) Ditutup (closed)
Peserta dengan status ditutup tidak dapat melakukan
seluruh kegiatan operasional BI-SSSS.
b. Status kepesertaan dibekukan sebagaimana dimaksud pada
butir a.2) dikecualikan bagi Peserta sebagai penerbit Surat
Berharga ...
32
Berharga dan Sub Registry.
2. Hubungan Status Kepesertaan BI-SSSS dengan Sistem BI-RTGS
Dalam hal Peserta adalah peserta Sistem BI-RTGS berlaku
ketentuan status kepesertaan BI-SSSS sebagai berikut :
a. Perubahan status Peserta menjadi dibekukan atau ditutup tidak
menyebabkan perubahan status kepesertaan pada Sistem
BI-RTGS.
b. Perubahan status peserta Sistem BI-RTGS menjadi dibekukan
atau ditutup menyebabkan perubahan status kepesertaan yang
sama pada BI-SSSS.
c. Perubahan status Peserta menjadi ditangguhkan (suspend)
pada Sistem BI-RTGS tidak menyebabkan perubahan status
kepesertaan pada BI-SSSS.
d. Dalam hal status kepesertaan pada BI-SSSS aktif dan status
kepesertaan pada Sistem BI-RTGS ditangguhkan (suspend),
Peserta tidak dapat melakukan setelmen pembelian Surat
Berharga secara DVP karena Setelmen Dana tidak dapat
dilakukan melalui Sistem BI-RTGS.
3. Prosedur Perubahan Status Kepesertaan
a. Penyebab Perubahan Status Kepesertaan
1) Perubahan status kepesertaan atas permintaan lembaga
yang berwenang melakukan pengawasan terhadap
Peserta.
a) Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan
terhadap Peserta adalah :
(1) Bank Indonesia untuk pengawasan terhadap
Peserta ...
33
Peserta yang merupakan Bank, Perusahaan
Pialang Pasar Uang Rupiah dan Valuta Asing,
serta Sub Registry;
(2) Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-LK) untuk pengawasan
terhadap Peserta yang merupakan Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) dan
Perusahaan Efek;
(3) Lembaga pengawas lain atau lembaga
pengawas sebagaimana dimaksud pada angka
(1) dan angka (2) untuk pengawasan terhadap
Peserta yang tidak termasuk pada angka (1)
dan angka (2).
b) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan dari:
(1) status aktif menjadi dibekukan atau
sebaliknya;
(2) status dibekukan menjadi ditutup; atau
(3) status aktif menjadi ditutup.
c) Perubahan status kepesertaan dapat diajukan oleh
lembaga yang berwenang melakukan pengawasan
terhadap Peserta dengan alasan sebagai berikut :
(1) Berdasarkan hasil pengawasan yang
dilakukan oleh lembaga yang berwenang;
atau
(2) Berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap yang dapat
mengakibatkan perubahan status kepesertaan.
2) Perubahan
...
34
2) Perubahan status kepesertaan atas permintaan Peserta
Perubahan status kepesertaan dari status aktif menjadi
ditutup atas permintaan Peserta dapat diajukan oleh
Peserta yang melakukan proses merger atau konsolidasi,
atau berdasarkan alasan lainnya.
3) Perubahan status kepesertaan oleh Penyelenggara
Perubahan status kepesertaan oleh Penyelenggara dapat
dilakukan dari status aktif menjadi ditutup karena
pencabutan surat persetujuan sebagai Peserta Lelang
SBN atau pencabutan penunjukan sebagai Dealer Utama
oleh Menteri Keuangan .
b. Persyaratan Penutupan Peserta
Dalam hal akan dilakukan penutupan status Peserta,
sebelumnya Peserta harus menyelesaikan seluruh
kewajibannya, termasuk pelunasan Fasilitas Pendanaan yang
diperoleh dari Bank Indonesia dan transaksi second leg yang
belum jatuh waktu dan menihilkan saldo Rekening Surat
Berharga Peserta.
Dalam hal penihilan saldo Rekening Surat Berharga tidak
dapat dilakukan oleh Peserta, maka Peserta mengajukan
permohonan penihilan kepada Penyelenggara:
Bank Indonesia
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Bagian Penyelenggaraan Setelmen
Gedung D, Lantai 3
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
c. Permohonan Perubahan Status Kepesertaan
1) Lembaga ...
35
1) Lembaga Pengawas yang berwenang sebagaimana
dimaksud pada butir a.1)a) atau Peserta sebagaimana
dimaksud pada butir a.2) mengajukan surat
permohonan perubahan status kepesertaan kepada:
Bank Indonesia
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Bagian Penyelenggaraan Setelmen
Gedung D, Lantai 3
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
memuat antara lain hal-hal sebagai berikut :
a) nama Peserta dan jenis perubahan status yang
diminta;
b)
tanggal efektif perubahan status kepesertaan; dan
c) alasan perubahan status kepesertaan.
3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
harus melampirkan dokumen pendukung sesuai dengan
alasan perubahan status kepesertaan, sebagai berikut:
a)
salinan keputusan pengadilan yang dapat
mengakibatkan perubahan status kepesertaan
dalam BI-SSSS, dalam hal perubahan status
kepesertaan diajukan karena alasan sebagaimana
dimaksud pada butir a.1)c)(2);
b)
surat keputusan izin merger atau konsolidasi dari
lembaga yang berwenang, dalam hal permohonan
diajukan karena alasan merger atau konsolidasi
sebagaimana dimaksud pada butir a.2); atau
c) dokumen ...
36
c) dokumen terkait lainnya untuk alasan perubahan
status kepesertaan yang dilakukan berdasarkan
alasan lain.
4) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud
pada angka 1), Penyelenggara melakukan hal-hal
sebagai berikut :
a) mengubah status Peserta di BI-SSSS;
b) melakukan penihilan Rekening Surat Berharga
Peserta dalam hal terdapat permohonan kepada
Penyelenggara untuk melakukan penihilan
sebagaimana dimaksud pada huruf b.
c) mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada
Peserta yang bersangkutan mengenai perubahan
status kepesertaan beserta alasannya; dan
d) mengumumkan perubahan status kepesertaan
kepada seluruh Peserta melalui BI-SSSS
(Administrative Messages) atau sarana lainnya
pada hari pemberlakuan perubahan status
kepesertaan dimaksud.
IV. Pengawasan Peserta
A. Ruang Lingkup Pengawasan
1. Penyelenggara berwenang melakukan pengawasan terhadap
pemenuhan kewajiban Peserta sebagaimana dimaksud pada butir
III.D.
2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat dilakukan
dengan metode sebagai berikut :
a. Pengawasan tidak langsung, dengan cara melakukan
pemantauan
...
37
pemantauan / analisis atas kegiatan Peserta melalui sistem
pada Penyelenggara atau berdasarkan data/informasi yang
diperoleh Penyelenggara dari Peserta atau pihak lain; dan
b. Pengawasan langsung, dengan cara melakukan pemeriksaan
ke lokasi kegiatan usaha Peserta.
B. Pengawasan Tidak Langsung
1. Pengawasan tidak langsung dilakukan oleh Penyelenggara secara
berkesinambungan.
2. Dalam hal diperlukan Penyelenggara dapat meminta Peserta untuk
menyampaikan dokumen dan/atau laporan tertulis terkait
pelaksanaan operasional BI-SSSS.
3. Dalam hal terdapat temuan bahwa Peserta tidak/belum memenuhi
kewajiban, Penyelenggara menyampaikan hasil temuan dimaksud
melalui surat kepada Peserta untuk ditindaklanjuti.
4. Berdasarkan surat dari Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada
angka 3, Peserta wajib melaksanakan tindak lanjut dan melaporkan
secara tertulis kepada Penyelenggara.
5. Dalam hal terdapat hasil temuan yang memerlukan pemeriksaan ke
lokasi kegiatan usaha Peserta, Penyelenggara dapat melakukan
pengawasan langsung.
C. Pengawasan Langsung
1. Penyelenggara melakukan pengawasan langsung/pemeriksaan ke
lokasi kegiatan usaha Peserta sewaktu-waktu apabila diperlukan.
2. Tujuan pengawasan langsung/pemeriksaan adalah untuk
memastikan Peserta telah memenuhi kewajiban sebagai Peserta,
antara lain:
a. kesesuaian ...
38
a. kesesuaian sistem dan prosedur operasional BI-SSSS yang
ada di Peserta dengan ketentuan Penyelenggara; dan
b. kepatuhan Peserta terhadap ketentuan Penyelenggara dan
Perjanjian.
3. Dalam melaksanakan pengawasan langsung/pemeriksaan,
Penyelenggara dapat menugaskan pihak lain yang memiliki
keahlian dan kompetensi di bidang audit teknologi informasi untuk
melakukan pengawasan langsung dengan tetap menjaga
kerahasiaan sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Dalam rangka pengawasan langsung/pemeriksaan, Peserta wajib
memberikan kepada Penyelenggara :
a.
segala keterangan dan penjelasan mengenai pelaksanaan
BI-SSSS, termasuk data elektronik, warkat, disposisi, dan
dokumen tertulis lainnya;
b. kesempatan
untuk melakukan
pengawasan
langsung/pemeriksaan terhadap sarana fisik dan aplikasi
pendukung lainnya ; dan
c. bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh
kebenaran atas dokumen dan keterangan yang diberikan oleh
Peserta.
5. Prosedur pelaksanaan pengawasan langsung/pemeriksaan dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Petugas pemeriksa menyampaikan surat introduksi
pemeriksaan kepada Peserta yang akan diperiksa.
b. Sebelum pengawasan langsung/pemeriksaan berakhir, petugas
pemeriksa melakukan klarifikasi dan konfirmasi dengan
pejabat berwenang perusahaan Peserta atau pimpinan Peserta
atas ...
39
atas hasil pemeriksaan.
c. Setelah pengawasan langsung/pemeriksaan berakhir, petugas
pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan dan
menyampaikan laporan tersebut kepada Peserta.
d. Peserta wajib melakukan tindak lanjut atas temuan dalam
pengawasan langsung/pemeriksaan dan melaporkan secara
tertulis atas tindak lanjut kepada Penyelenggara.
e. Apabila diperlukan, Penyelenggara dapat melakukan
pengawasan
langsung/pemeriksaan kembali untuk
memastikan kebenaran laporan tindak lanjut.
V. Pengenaan Sanksi
Berdasarkan hasil pengawasan, Penyelenggara mengenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis kepada Peserta dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Penyelenggara mengenakan sanksi kepada Peserta yang melanggar
ketentuan mengenai BI-SSSS dan/atau tidak memenuhi kewajiban dalam
Perjanjian Penggunaan BI-SSSS.
2. Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan
berdasarkan hasil pengawasan langsung dan/atau pengawasan tidak
langsung oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud pada butir IV.
3. Penyelenggara menyampaikan surat teguran tertulis kepada Peserta
dengan tembusan kepada lembaga pengawas terkait.
VI. Ketentuan Penutup
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka:
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/21/DPM tanggal 23 Mei 2008
perihal Penyelenggaraan Bank Indonesia –Scripless Securities Settlement
System ...
40
System; dan
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/23/DPM tanggal 25 Agustus
2009 perihal Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
10/21/DPM tanggal 23 Mei 2008 perihal Penyelenggaraan Bank
Indonesia –Scripless Securities Settlement System,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 10 November 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RONALD WAAS
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/28/DASP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Bank Indonesia - Scripless Securities Settlement System. </reg_title>
<set_date> 10 November 2010 </set_date>
<effective_date> 10 November 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '11/23/DPM|SE-BI/2009', '10/21/DPM|SE-BI/2008' </replaced_reg>
<related_reg> '12/12/PBI/2010', '12/11/PBI/2010', '10/2/PBI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V', 'Romawi II Huruf C Angka 3 Huruf a Butir 6)', 'Romawi III Huruf B Angka 3 Huruf a Butir 2)', 'Romawi III Huruf B Angka 3 Huruf d Butir 1) Huruf c)' </penalty_list>
|
No. 3/ 12 /DLN
Jakarta, 8 Juni 2001
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, BADAN USAHA BUKAN BANK, DAN PERORANGAN
DI INDONESIA
Perihal :
Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/20/DLN tanggal 9
Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri
Dalam rangka penyempurnaan prosedur penyampaian laporan utang luar negeri
(ULN) sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/20/DLN tanggal 9
Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri, perlu ditetapkan
perubahan terhadap Surat Edaran dimaksud sebagai berikut :
1. Angka II huruf A butir 3 diubah menjadi sebagai berikut :
“Utang dagang yang wajib dilaporkan adalah utang luar negeri yang timbul dalam
rangka perdagangan internasional baik dengan L/C maupun tanpa L/C yang berjangka
waktu diatas 6 (enam) bulan. Bagi bank, utang dagang yang wajib dilaporkan adalah
utang dagang dengan L/C maupun tanpa L/C yang telah menjadi kewajiban bank
seperti wesel yang telah diakseptasi oleh bank. Bagi swasta non bank, utang dagang
yang wajib dilaporkan adalah utang dagang tanpa L/C di luar yang menjadi kewajiban
bank”
2. Angka II huruf B butir 1.a. diubah menjadi sebagai berikut:
“Data penerima ULN dan atau perubahannya, mencakup informasi mengenai: nama,
alamat, kota, kode pos, propinsi, negara, nomor telepon, nomor faksimili, bentuk
usaha…
1
usaha, kepemilikan, kepemilikan asing, grup perusahaan, nama grup, nama yang
dapat dihubungi, alamat email”
a.1. ULN atas dasar perjanjian kredit menggunakan formulir F-01.1 butir A
sebagaimana dilampirkan dalam Surat Edaran ini (Lampiran 1).
a.2. ULN atas dasar surat berharga menggunakan formulir F-02.1 butir A
sebagaimana dilampirkan dalam Surat Edaran ini (Lampiran 2).
a.3. ULN atas dasar utang dagang menggunakan formulir F-03 butir A sebagaimana
dilampirkan dalam Surat Edaran ini (Lampiran 5).”
3. Angka II huruf B butir 1.b. diubah menjadi sebagai berikut:
“b.1. Data ULN atas dasar perjanjian kredit mencakup informasi mengenai : status,
tanggal penandatanganan, valuta dan nominal komitmen, jangka waktu, masa
tenggang dan tanggal jatuh waktu, tingkat bunga, total biaya/fee, jadwal
penarikan, jadwal pembayaran, penggunaan, bentuk ikatan pinjaman, sektor
ekonomi, lokasi proyek, nama pemberi pinjaman, negara pemberi pinjaman,
jenis usaha pemberi pinjaman dan status pemberi pinjaman, nomor referensi dan
lain-lain sebagaimana tercantum dalam formulir F-01.1 butir B (lampiran 1).
b.2. Data ULN atas dasar surat berharga mencakup informasi mengenai : Jenis surat
berharga, tanggal penerbitan, valuta penerbitan, jangkawaktu dan tanggal jatuh
waktu, bunga/diskonto/kupon, total biaya/fee, rencana pembayaran, penggunaan,
sektor ekonomi, lokasi proyek, negara tempat surat berharga diterbitkan, nomor
referensi, dan lain-lain sebagaimana tercantum dalam formulir F-02.1 butir B
(lampiran 2).
b.3. Data ULN atas dasar utang dagang atau perjanjian lainnya mencakup informasi
mengenai : nomor referensi, bulan timbulnya ULN, bulan jatuh waktu ULN,
valuta dan jumlah ULN, status pemberi pinjaman, nama dan negara pemberi
pinjaman sebagaimana tercantum dalam formulir F-03 butir B.1. (lampiran 5).”
Angka….
2
4. Angka II huruf B butir 2. diubah menjadi sebagai berikut:
“Data realisasi ULN, terdiri dari :
a. Data realisasi ULN atas dasar perjanjian kredit mencakup informasi mengenai :
periode laporan, kode penerima, nama penerima, nomor referensi, tanggal
realisasi penarikan dan pembayaran ULN pada bulan laporan, jenis penarikan,
valuta penarikan, nominal realisasi penarikan, jumlah ekuivalen dalam valuta
perjanjian, kumulatif dalam valuta perjanjian, jenis dan valuta pembayaran,
nominal realisasi pembayaran, jumlah ekuivalen dalam valuta perjanjian,
kumulatif dalam valuta perjanjian, jenis tunggakan, jumlah tunggakan menurut
valuta perjanjian pada bulan laporan, kumulatif s.d bulan laporan, dan posisi
utang menurut valuta perjanjian pada akhir bulan laporan sebagaimana tercantum
dalam formulir F-01.2 (lampiran 3).
b. Data realisasi ULN atas dasar surat berharga mencakup informasi mengenai :
periode laporan, kode penerbit, nama penerbit, nomor referensi,
tanggal
pembayaran ULN pada bulan laporan, jenis pembayaran, valuta pembayaran,
nominal pembayaran, jumlah ekuivalen dalam valuta penerbitan, jenis dan jumlah
yang tidak dapat dibayar (default) menurut valuta penerbitan, dan posisi surat
berharga menurut valuta penerbitan pada akhir bulan laporan sebagaimana
tercantum dalam formulir F-02.2 (lampiran 4).
c. Data realisasi ULN atas dasar utang dagang mencakup informasi mengenai :
nomor referensi, valuta pembayaran, jumlah pembayaran dalam bulan laporan,
dan posisi ULN pada akhir bulan laporan sebagaimana tercantum dalam formulir
F-03 butir B.2. (lampiran 5).”
5. “Formulir laporan data pokok ULN dan atau perubahannya, dan formulir laporan
realisasi ULN sebagaimana dimaksud pada butir 3 dan 4 tersebut di atas terlampir
dalam Surat Edaran ini”.
4. Angka…
3
6. Angka III huruf A butir 4 diubah menjadi sebagai berikut:
“Laporan data penerima dan realisasi ULN atas dasar utang dagang, wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya.”
7. Angka III huruf B butir 7 diubah menjadi sebagai berikut:
“Laporan ULN disampaikan kepada Bank Indonesia berupa:
a. Hard copy untuk laporan data pokok ULN dan atau perubahannya.
b. Disket untuk laporan data realisasi ULN.
Penyampaian laporan dimaksud dapat dilakukan dengan pos, kurir atau jasa
ekspedisi.”
8. “Tata cara pelaporan dengan menggunakan format sebagaimana dimaksud pada butir
5 dan 7 tersebut di atas, diatur sebagai berikut ;
a. Untuk laporan data pokok ULN dan atau perubahannya :
- Bagi pelapor yang masih memiliki ULN, wajib menyampaikan laporan
sesuai format laporan sebagaimana tercantum dalam lampiran 1, 2, dan 5
Surat Edaran ini, bersamaan dengan laporan data realisasi ULN bulan Juni
2001.
- Bagi pelapor yang memiliki ULN baru dan belum melaporkan ke Bank
Indonesia, wajib menyampaikan laporan sesuai format laporan sebagaimana
tercantum dalam lampiran 1,2, dan 5 Surat Edaran ini paling lambat tanggal
16 Juli 2001
b. Untuk laporan data realisasi ULN, selain wajib menyampaikan disket laporan,
pelapor wajib pula menyampaikan hard copy dari hasil olahan program laporan
untuk data realisasi ULN bulan Mei dan Juni 2001. Untuk periode bulan
berikutnya, pelapor hanya menyampaikan disket laporan. Petunjuk teknis
pengisian…
4
pengisian laporan dengan menggunakan disket tercantum dalam buku panduan
Bank Indonesia Sistem Informasi Utang Luar negeri (BI-SIUL) sebagaimana
terlampir
9. Angka III huruf B butir 8 diubah menjadi sebagai berikut:
“Tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada
angka III butir A.1 s.d 5 ditetapkan sebagai berikut:
a. Untuk pengiriman dengan menggunakan jasa kurir atau ekspedisi adalah sesuai
dengan tanggal penerimaan di Bank Indonesia.
b. Untuk pengiriman dengan pos adalah sesuai dengan tanggal stempel pos.”
10. Angka IV huruf A butir 4 diubah menjadi sebagai berikut:
“Pelapor dapat menyampaikan koreksi sampai dengan tanggal 25 bulan penyampaian
laporan. Koreksi disampaikan dengan formulir yang sama dengan membubuhkan kata
“KOREKSI” pada setiap lembar formulir laporan. Penyampaian koreksi yang
melampaui batas waktu penyampaian laporan koreksi dikenai sanksi administratif
sebagaimana tercantum pada butir IV A.1.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 8 Juni 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
DLN
5
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.3/ 12 /DLN tanggal 8 Juni 2001
Lampiran 1
--------------------------------------------------------------------------------
PETUNJUK PENGISIAN
DATA POKOK UTANG LUAR NEGERI
Atas Dasar Perjanjian Kredit (Loan Agreement).
( F-01.1 )
A. DATA PENERIMA
1. Diisi nama bank, badan usaha bukan bank atau perorangan penerima ULN.
2. Diisi alamat lengkap dan jelas domisili bank, badan usaha bukan bank atau
perorangan.
3. Diisi lengkap.
4. Diisi lengkap.
5. Diisi lengkap.
6. Diisi lengkap untuk kantor cabang bank di luar negeri dari bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di Indonesia.
7. Diisi lengkap; kode negara, kode area dan nomor.
8. Diisi lengkap; kode negara, kode area dan nomor.
9. Pilih bentuk usaha perusahaan: a. untuk Lembaga Keuangan atau b. untuk Bukan
Lembaga Keuangan. Jika Lembaga Keuangan pilih Bank atau Bukan Bank.
10. Pilih jenis kepemilikan; a BUMN, b BUMD, c Yayasan/koperasi, d Perorangan dan e
BUMS. Jika BUMS pilih 1 untuk BUMS Nasional, 2 BUMS asing dan 3 BUMS
campuran.
11. Pilih boks yang sesuai. Jika ada kepemilikan asing cantumkan porsi(%)nya.
12. Beri tanda “X” pada kolom yang sesuai. Jika YA lanjutkan ke nomor 14.
13. Diisi oleh Bank Indonesia
14. Diisi dengan nama group.
15. Diisi nama petugas yang dapat dihubungi untuk informasi laporan.
16. Diisi oleh Bank Indonesia.
17. Diisi alamat email jika ada.
B. DATA ULN
1. Diisi dengan status Utang Luar Negeri. ULN baru: beri tanda “X” pada kolom “baru”.
Perubahan di luar skim restrukturisasi: beri tanda “X” pada kolom “perubahan” dan
sebutkan pada kolom yang tersedia bentuk perubahannya. Misalnya perubahan suku
bunga dan jangka waktu. Restrukturisasi ULN: beri tanda “X” pada kolom
“restrukturisasi” dan beri tanda “X” pada salah satu bentuk restrukturisasi.
2. Diisi dengan tanggal, bulan dan tahun penandatanganan perjanjian ULN.
3. Diisi dengan valuta dan nominal komitmen ULN sesuai perjanjian kredit.
4. Diisi dengan jangka waktu dalam tahun dan bulan. Masa tenggang dalam tahun dan
bulan. Tanggal jatuh waktu dalam format tanggal yang tersedia.
5. a. Pilih a jika bunga tetap (fixed), b jika bunga mengambang (floating). Isi suku
bunga pada boks yang sesuai. 2 boks pertama diisi angka %, 3 boks terakhir diisi
3 digit dibelakang koma. Apabila tingkat bunga mengambang diisi angka % di
6
Lanj. Lampiran 1
atas atau di bawah tingkat bunga dasar yang berlaku di pasar internasional.
Contoh 1,5 % di atas LIBOR diisi 01,500 % di atas LIBOR.
b. Diisi dengan valuta dan nominal.
6. Buat jadwal penarikan sesuai dengan tabel yang tersedia. Kolom (1) diisi nomor urut,
kolom (2) diisi diisi rencana tanggal penarikan, kolom (3) pilih angka 1 untuk
penarikan tunai, angka 2 untuk penarikan dalam bentuk barang dan angka 3 apabila
penarikan dalam bentuk jasa. Kolom (4) diisi valuta penarikan, kolom (5) diisi
nominal rencana penarikan. Jika tabel tidak cukup jadwal penarikan dapat dibuat
terpisah dan dilampirkan.
7. Buat jadwal pelunasan sesuai dengan tabel yang tersedia. Kolom (1) diisi nomor urut,
kolom (2) diisi diisi rencana tanggal pelunasan, kolom (3) pilih angka 1 untuk
pelunasan pokok, angka 2 untuk pelunasan bunga. Kolom (4) diisi valuta pelunasan,
kolom (5) diisi nominal rencana pelunasan. Jika tabel tidak cukup jadwal pelunasan
dapat dibuat terpisah dan dilampirkan.
8. Diisi dengan tujuan penggunaan ULN. Beri tanda “X” pada boks yang sesuai. Jika
“lainnya” sebutkan tujuan penggunaannya.
9. Beri tanda “X” pada boks yang sesuai. Jika “lainnya” sebutkan bentuk ikatan
pinjaman.
10. Pilih salah satu. Beri tanda “X” pada boks yang sesuai.
11. Diisi sesuai dengan tabel yang tersedia. Kolom (1) diisi nomor urut, kolom (2) diisi
nama kota lokasi proyek, kolom (3) diisi propinsi lokasi proyek. Kolom (5) diisi
untuk lokasi proyek diluar Indonesia. Jika tabel tidak cukup dapat dibuat terpisah dan
dilampirkan.
12. Diisi nama pemberi pinjaman, apabila pinjaman sindikasi sebutkan nama agen/lead.
13. Diisi dengan negara domisili pemberi pinjaman. Contoh: Bank Of Tokyo Mitsubishi,
Singapura maka negara pemberi pinjamannya adalah Singapura.
14. Pilih salah satu dan beri tanda “X” pada boks yang sesuai. Jika “lainnya” sebutkan.
15. Pilih salah satu. Beri tanda “X” pada kolom yang sesuai. Jika “lainnya” sebutkan.
- Perusahaan Induk
: saham di perusahaan penerima pinjaman ? 10%.
- Perusahaan Afiliasi : penerima pinjaman memiliki saham perusahaan pemberi
pinjaman.
16. Jika angka 1 diisi dengan “perubahan” atau “restrukturisasi”, maka nomor referensi
lama pinjaman terkait harus diisi. Apabila terdapat lebih dari 1 nomor referensi harap
dilampirkan tabel.
17. Diisi informasi lain yang terkait dengan perjanjian kredit (apabila ada).
7
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.3/ 12 /DLN tanggal 8 Juni 2001
Lampiran 2
--------------------------------------------------------------------------------
PETUNJUK PENGISIAN
DATA POKOK UTANG LUAR NEGERI
Atas Dasar Surat Berharga
(F-02.1)
A. DATA PENERBIT
1. Diisi nama bank, badan usaha bukan bank atau perorangan penerima ULN.
2. Diisi alamat lengkap dan jelas domisili bank, badan usaha bukan bank atau
perorangan.
3. Diisi lengkap.
4. Diisi lengkap.
5. Diisi lengkap.
6. Diisi lengkap untuk kantor cabang bank di luar negeri dari bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di Indonesia.
7. Diisi lengkap; kode negara, kode area dan nomor.
8. Diisi lengkap; kode negara, kode area dan nomor.
9. Pilih bentuk usaha perusahaan: a. untuk Lembaga Keuangan atau b. untuk Bukan
Lembaga Keuangan. Jika Lembaga Keuangan pilih Bank atau Bukan Bank.
10. Pilih jenis kepemilikan; a BUMN, b BUMD, c Yayasan/koperasi, d Perorangan dan e
BUMS. Jika BUMS, pilih 1 untuk BUMS Nasional, 2 BUMS asing dan 3 BUMS
campuran.
11. Pilih boks yang sesuai. Jika ada kepemilikan asing cantumkan porsi(%)nya.
12. Beri tanda “X” pada kolom yang sesuai. Jika YA lanjutkan ke nomor 14.
13. Diisi oleh Bank Indonesia
14. Diisi dengan nama group.
15 Diisi nama petugas yang dapat dihubungi untuk informasi laporan.
16. Diisi oleh Bank Indonesia.
17. Diisi alamat email jika ada.
B. DATA UTANG LUAR NEGERI
1. Pilih salah satu. Beri tanda “X” pada kolom yang sesuai. Jika “lainnya” sebutkan.
2. Diisi dengan tanggal, bulan, tahun penerbitan surat berharga.
3. Diisi dengan valuta dan jumlah nominal surat berharga yang diterbitkan.
4. Diisi dengan jangka waktu dalam tahun dan bulan dan Tanggal jatuh waktu dalam
format tanggal yang tersedia.
5. a. Pilih a jika bunga tetap (fixed), b jika bunga mengambang (floating). Isi suku
bunga pada boks yang sesuai. 2 boks pertama diisi angka %, 3 boks terakhir diisi
3 digit dibelakang koma. Apabila tingkat bunga mengambang diisi angka % di
atas atau di bawah tingkat bunga dasar yang berlaku di pasar internasional.
Contoh 1,5 % di atas LIBOR diisi 01,500 % di atas LIBOR.
b. Diisi dengan valuta dan nominal.
6. Buat jadwal pembayaran sesuai dengan tabel yang tersedia. Kolom (1) diisi nomor
urut, kolom (2) diisi diisi rencana tanggal pembayaran, kolom (3) pilih angka 1 untuk
8
Lanj. Lampiran 2
pembayaran pokok, angka 2 untuk pembayaran bunga/kupon. Kolom (4) diisi valuta
pembayaran, kolom (5) diisi nominal rencana pembayaran. Jika tabel tidak cukup
jadwal pembayaran dapat dibuat terpisah dan dilampirkan.
7. Diisi dengan tujuan penggunaan ULN. Beri tanda “X” pada boks yang sesuai. Jika
“lainnya” sebutkan tujuan penggunaannya.
8. Pilih salah satu. Beri tanda “X” pada boks yang sesuai.
9. Diisi sesuai dengan tabel yang tersedia. Kolom (1) diisi nomor urut, kolom (2) diisi
nama kota lokasi proyek, kolom (3) diisi propinsi lokasi proyek. Kolom (5) diisi
untuk lokasi proyek diluar Indonesia. Jika tabel tidak cukup dapat dibuat terpisah dan
dilampirkan.
10. Diisi dengan negara dimana surat berharga diterbitkan.
11. Diisi oleh Bank Indonesia.
12. Diisi informasi lain yang terkait dengan surat berharga (apabila ada).
9
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No.3/ 12 /DLN tanggal 8 Juni 2001
Lampiran 5
--------------------------------------------------------------------------------
PETUNJUK PENGISIAN
DATA POKOK DAN REALISASI UTANG LUAR NEGERI
Atas Dasar Utang Dagang atau Perjanjian Lainnya
(F-03)
A. DATA PENERIMA
1. Diisi nama bank, badan usaha bukan bank atau perorangan penerima ULN.
2. Diisi alamat lengkap dan jelas domisili bank, badan usaha bukan bank atau
perorangan.
3. Diisi lengkap.
4. Diisi lengkap.
5. Diisi lengkap.
6. Diisi lengkap untuk kantor cabang bank di luar negeri dari bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di Indonesia.
7. Diisi lengkap; kode negara, kode area dan nomor.
8. Diisi lengkap; kode negara, kode area dan nomor.
9. Pilih bentuk usaha perusahaan: a. untuk Lembaga Keuangan atau b. untuk Bukan
Lembaga Keuangan. Jika Lembaga Keuangan pilih Bank atau Bukan Bank.
10. Pilih jenis kepemilikan; a BUMN, b BUMD, c Yayasan/koperasi, d Perorangan dan
e BUMS. Jika BUMS pilih 1 untuk BUMS Nasional, 2 BUMS asing dan 3 BUMS
campuran.
11. Pilih boks yang sesuai. Jika ada kepemilikan asing cantumkan porsi(%)nya.
12. Beri tanda “X” pada kolom yang sesuai. Jika YA lanjutkan ke nomor 14.
13. Diisi oleh Bank Indonesia
14. Diisi dengan nama group.
15. Diisi nama petugas yang dapat dihubungi untuk informasi laporan.
16. Diisi oleh Bank Indonesia.
17. Diisi alamat email jika ada.
B. DATA UTANG LUAR NEGERI
1. Data Pokok ULN
Kolo
m
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Petunjuk Pengisian
Diisi nomor urut
Diisi bulan timbulnya ULN (sejak terhitung terutang)
Diisi bulan jatuh waktu ULN.
Diisi valuta ULN.
Diisi Jumlah nominal ULN.
Diisi status pemberi pinjaman; pilih angka yang sesuai dari 1, 2 atau 3
Perusahaan Induk
Perusahaan Afiliasi
: saham di perusahaan penerima pinjaman ? 10%.
: penerima pinjaman memiliki saham perusahaan
10
Lanj. Lampiran 5
pemberi pinjaman.
7.
8.
Diisi lengkap nama pemberi pinjaman.
Diisi dengan negara domisili pemberifasilitas utang dagang.
Contoh : Bank Of Tokyo Mitsubishi, Singapura maka negara pemberi
pinjamannya adalah Singapura.
2. Realisasi ULN
Kolo
m
1.
2.
3.
4.
Petunjuk Pengisian
Diisi dengan nomor referensi yang sesuai dengan butir B.1.1.
Diisi dengan valuta pembayaran.
Diisi dengan nominal pembayaran pada bulan laporan
Diisi dengan saldo utang dagang pada akhir periode laporan.
11
12
DLN
13
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/12/DLN|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/20/DLN tanggal 9 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri </reg_title>
<set_date> 8 Juni 2001 </set_date>
<effective_date> 8 Juni 2001 </effective_date>
<changed_reg> '2/20/DLN|SE-BI/2000' </changed_reg>
<related_reg> '2/20/DLN|SE-BI/2000' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 10' </penalty_list>
|
No. 9/22/DASP
Jakarta, 1 Oktober 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PESERTA
SISTEM BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT (BI-RTGS)
DAN SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA (SKNBI)
DI INDONESIA
Perihal : Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam
Rangka Penerapan Treasury Single Account
Dalam rangka melakukan pengelolaan keuangan negara (cash management)
yang lebih efektif dan efisien, Pemerintah telah menerapkan Treasury Single
Account (TSA) secara bertahap pada beberapa Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN) dengan melibatkan Peserta Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (Sistem BI-RTGS) dan Peserta Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) untuk melakukan transaksi dalam rangka TSA melalui Sistem BI-RTGS
dan SKNBI.
Sehubungan dengan akan diterapkannya TSA pada seluruh KPPN di Indonesia,
dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai Penetapan Biaya
Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Pelaksanaan Uji Coba Treasury Single
Account Pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia
(PBI) No.6/8/PBI/2004 tentang Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4373) sebagaimana telah diubah dengan PBI
No.6/13/PBI/2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4387) dan PBI No.
7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2005 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4516), sebagai berikut :
I. PELAKSANA…
I.
PELAKSANA TSA
1. Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen
Keuangan Republik Indonesia, menetapkan Bank dan Pihak Selain Bank
yang merupakan mitra kerja KPPN sebagai pelaksana TSA.
2. Penetapan Bank dan Pihak Selain Bank sebagai pelaksana TSA
sebagaimana dimaksud pada angka 1 diberitahukan secara tertulis oleh
Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Departemen
Keuangan Republik Indonesia, kepada Bank Indonesia.
3. Dalam penerapan TSA, Pemerintah c.q. Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Departemen Keuangan Republik Indonesia melibatkan
Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Peserta SKNBI sebagai berikut:
a. Kantor Pusat Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Kantor Pusat
Peserta SKNBI yang menjadi mitra kerja KPPN;
b. Kantor Cabang Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Kantor Cabang
Peserta SKNBI yang menjadi mitra kerja KPPN sebagaimana
dimaksud pada huruf a; dan
c. Kantor lainnya dari Peserta Sistem BI-RTGS dan/atau Kantor
lainnya dari Peserta SKNBI yang melakukan transaksi terkait
penerapan TSA.
II.
JENIS TRANSAKSI, PENGGUNAAN TRANSACTION REFERENCE
NUMBER (TRN) DAN SANDI TRANSAKSI DALAM PENERAPAN TSA
1.
Jenis transaksi, penggunaan TRN, dan sandi transaksi dalam rangka
penerapan TSA diatur sebagaimana tercantum pada Lampiran Surat
Edaran ini.
2. Peserta Sistem BI-RTGS yang melakukan transaksi dalam rangka
penerapan TSA harus menggunakan TRN serta mengisi payment detail
yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana tercantum pada
Lampiran Surat Edaran ini.
3. Peserta SKNBI yang melakukan transaksi dalam rangka penerapan TSA
harus menggunakan sandi transaksi serta mengisi keterangan yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana tercantum pada Lampiran
Surat Edaran ini.
III. PENGENAAN BIAYA TRANSAKSI TSA
Pengenaan biaya transaksi TSA diatur sebagai berikut :
1. Peserta…
1. Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI yang melakukan transaksi
dengan menggunakan TRN atau sandi transaksi dalam rangka penerapan
TSA sebagaimana dimaksud pada butir II.1 dikenakan biaya transaksi
sebesar Rp0,00 (nol rupiah) per transaksi.
2. Dalam hal Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 menggunakan TRN atau sandi transaksi selain
TRN atau sandi transaksi yang tercantum pada Lampiran Surat Edaran
ini, maka Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI tersebut
dikenakan biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai biaya dalam penggunaan Sistem BI-RTGS dan biaya dalam
penyelenggaraan SKNBI.
3. Peserta Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI yang menggunakan TRN
atau sandi transaksi dalam rangka TSA selain untuk transaksi TSA
dikenakan biaya transaksi melalui Sistem BI-RTGS dan SKNBI
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai biaya
dalam penggunaan Sistem BI-RTGS dan biaya dalam penyelenggaraan
SKNBI, ditambah dengan biaya administrasi sebesar Rp 5.000,00 (lima
ribu rupiah) per transaksi.
4. Pengenaan biaya transaksi dan biaya administrasi sebagaimana dimaksud
pada angka 3 dilakukan dengan cara mendebet Rekening Giro Peserta
Sistem BI-RTGS atau Peserta SKNBI di Bank Indonesia pada saat Bank
Indonesia mengetahui adanya kesalahan penggunaan TRN dan/atau sandi
transaksi.
IV. MASA TRANSISI SISTEM
1. Khusus untuk transaksi TSA yang dilakukan melalui SKNBI, mekanisme
pembebanan biaya transaksi Rp0,00 (nol rupiah) dilakukan sebagai
berikut :
a. Bank yang melakukan transaksi TSA melalui SKNBI dikenakan
biaya transaksi kliring kredit sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai biaya dalam penyelenggaraan
SKNBI.
b. Bank…
b. Bank Indonesia mengembalikan biaya transaksi kliring kredit
sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada Bank yang dilakukan
pada awal bulan berikutnya.
2. Mekanisme sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan paling
lambat sampai dengan akhir Desember 2008.
3. Dalam hal pelimpahan pajak belum dilakukan setiap hari namun
dilakukan pada hari kerja tertentu maka TRN BIRSA501 belum dapat
digunakan sehingga pelimpahan pajak tetap menggunakan TRN dan
dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan yang berlaku mengenai Sistem
BI-RTGS.
V. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia
No.8/20/DASP tanggal 11 Oktober 2006 perihal Penetapan Biaya Penggunaan
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Pelaksanaan Uji Coba Treasury
Single Account Pemerintah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada
tanggal 1 Oktober 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DYAH N.K. MAKHIJANI
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/22/DASP|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Penetapan Biaya Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Dalam Rangka Penerapan Treasury Single Account </reg_title>
<set_date> 1 Oktober 2007 </set_date>
<effective_date> 1 Oktober 2007 </effective_date>
<replaced_reg> '8/20/DASP|SE-BI/2006' </replaced_reg>
<related_reg> '6/8/PBI/2004', '7/18/PBI/2005', '6/13/PBI/2004' </related_reg>
|
No.12/ 31 /DASP
Jakarta, 10 November 2010
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA
DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Perihal : Tata Cara Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Syariah
Negara
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/13/PBI/2008 tanggal 21 Agustus 2008 tentang Lelang dan Penatausahaan Surat
Berharga Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4888), Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 215/KMK.08/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Penunjukan
Bank Indonesia Sebagai Agen Penata Usaha, Agen Pembayar, dan Agen Lelang
Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Dalam Negeri, Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 118/PMK.08/2008 tanggal 15 Agustus 2008 tentang Penerbitan
dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan Cara Bookbuilding di Pasar
Perdana Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.08/2008
tanggal 16 Desember 2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga
Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 11/PMK.08/2009 tanggal 2 Februari 2009 tentang Penerbitan dan Penjualan
Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana Dalam Negeri Dengan Cara
Lelang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.08/2009 tanggal 17 April
2009 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Dengan
Cara Penempatan langsung (Private Placement) dan dilakukannya penyempurnaan
organisasi di Bank Indonesia khususnya terkait dengan pelaksanaan fungsi
penatausahaan surat berharga, perlu untuk mengatur kembali tata cara lelang dan
penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara dalam Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai ...
2
sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan:
1. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN, atau
dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, dalam mata uang rupiah, sebagai
bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN.
2. SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat Perbendaharaan Negara
Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua
belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau secara
diskonto.
3. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa kupon dan/atau
secara diskonto.
4. SBSN Ritel atau yang selanjutnya disebut Sukuk Negara Ritel adalah
SBSN yang dijual kepada individu atau orang perseorangan warga
negara Indonesia melalui agen penjual.
5. Bookbuilding adalah kegiatan penjualan SBSN kepada pihak melalui
agen penjual, dimana agen penjual mengumpulkan pemesanan pembelian
dalam periode penawaran yang telah ditentukan.
6. Lelang SBSN adalah penjualan SBSN di pasar perdana yang diikuti oleh
peserta lelang, Bank Indonesia, dan/atau Lembaga Penjamin Simpanan
dengan cara mengajukan penawaran pembelian kompetitif (competitive
bidding) dan/atau penawaran pembelian non-kompetitif (non-competitive
bidding) dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan
dan diumumkan sebelumnya, melalui sistem yang disediakan agen
lelang.
7. Penempatan Langsung, yang selanjutnya disebut Private Placement,
adalah kegiatan penerbitan dan penjualan SBSN yang dilakukan oleh
pemerintah kepada pihak, dengan ketentuan dan persyaratan (terms and
conditions) SBSN sesuai kesepakatan.
8. Penatausahaan SBSN adalah kegiatan yang mencakup kliring dan
setelmen ...
3
setelmen, pencatatan kepemilikan, serta agen pembayar imbalan dan nilai
nominal SBSN.
9. Pihak adalah orang perseorangan, atau kumpulan orang dan/atau
kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun
bukan badan hukum.
10. Agen Penjual adalah :
a.
perusahaan efek yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang atas nama Menteri Keuangan guna melaksanakan penjualan
SBSN dengan cara Bookbuilding; atau
b. bank dan/atau perusahaan efek yang ditunjuk untuk melaksanakan
penjualan Sukuk Negara Ritel.
11. Peserta Lelang adalah bank, perusahaan efek, dan anggota dealer utama
yang ditunjuk Menteri Keuangan sebagai peserta Lelang SBSN di pasar
perdana dalam negeri.
12. Agen Lelang adalah pihak yang menyediakan sistem untuk
penyelenggaraan lelang dalam rangka penjualan SBSN di pasar perdana
dalam negeri.
13. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum
Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah.
14. Perusahaan Efek adalah perusahaan efek sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang
melakukan kegiatan usaha sebagai penjamin emisi efek.
15. Dealer Utama adalah Dealer Utama sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Dealer Utama.
16. Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disebut LPS adalah
lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang tentang Lembaga
Penjamin Simpanan.
17. Imbalan adalah pembayaran yang dapat berupa sewa, bagi hasil atau
margin, atau bentuk pembayaran lainnya sesuai dengan akad penerbitan
SBSN ...
4
SBSN, yang diberikan kepada pemegang SBSN sampai dengan
berakhirnya periode SBSN.
18. Nilai Nominal adalah nilai SBSN atas nama Bank dan/atau Sub-Registry
yang tercatat dalam BI-SSSS.
19. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian, yang memenuhi persyaratan dan disetujui Bank Indonesia
melakukan fungsi penatausahaan surat berharga termasuk SBSN untuk
kepentingan nasabah.
20. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBSN untuk
pertama kali.
21. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SBSN yang telah dijual di
Pasar Perdana.
22. Penawaran Pembelian Kompetitif adalah pengajuan penawaran
pembelian dengan mencantumkan :
a.
volume dan tingkat imbal hasil (yield) yang diinginkan penawar,
dalam hal Lelang SBSN dengan pembayaran imbalan tetap (fixed
coupon) atau pembayaran imbalan secara diskonto; atau
b. volume dan harga (price) yang diinginkan penawar, dalam hal
Lelang SBSN dengan imbalan mengambang (floating coupon).
23. Penawaran Pembelian Non-Kompetitif adalah pengajuan penawaran
pembelian dengan mencantumkan :
a.
b. volume tanpa harga yang diinginkan penawar, dalam hal Lelang
SBSN dengan pembayaran imbalan mengambang.
24. Imbal Hasil (Yield) adalah keuntungan yang diharapkan oleh investor
dalam persentase per tahun.
25. Harga Beragam (Multiple Price) adalah harga yang dibayarkan oleh
masing-masing pemenang Lelang SBSN sesuai dengan harga penawaran
yang diajukannya.
26. Harga Seragam (Uniform Price) adalah tingkat harga yang sama yang
dibayarkan ...
volume tanpa tingkat imbal hasil yang diinginkan penawar, dalam
hal Lelang SBSN dengan pembayaran imbalan tetap atau
pembayaran imbalan secara diskonto; atau
5
dibayarkan oleh seluruh pemenang Lelang SBSN.
27. Harga/Imbal Hasil Rata-Rata Tertimbang (Weighted Average
Price/Yield) adalah harga/Imbal Hasil yang dihitung dari hasil bagi
antara jumlah dari perkalian masing-masing volume SBSN dengan
harga/ Imbal Hasil yang dimenangkan dan total volume SBSN yang
terjual.
28. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana
elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah yang
penyelesaiannya dilakukan secara seketika per transaksi secara
individual.
29. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya
disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan Bank Indonesia
termasuk penatausahaannya dan penatausahaan surat berharga secara
elektronik dan terhubung langsung antara peserta BI-SSSS,
penyelenggara BI-SSSS dan Sistem BI-RTGS.
30. Peserta BI-SSSS adalah pengguna BI-SSSS yang memenuhi persyaratan
dan/atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan kegiatan
transaksi dengan Bank Indonesia dan/atau penatausahaan surat berharga.
31. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut LHBU adalah
laporan yang disusun dan disampaikan oleh Bank pelapor secara harian
kepada Bank Indonesia.
32. Hari Kerja adalah hari operasional sistem pembayaran yang
diselenggarakan oleh Bank Indonesia.
II. TATA CARA LELANG SBSN DI PASAR PERDANA
A. Ketentuan dan Persyaratan Lelang
1. Pihak dan LPS dapat membeli SBSN di Pasar Perdana baik untuk
SBSN Jangka Pendek maupun SBSN Jangka Panjang.
2. Bank Indonesia dapat membeli SBSN di Pasar Perdana hanya untuk
SBSN Jangka Pendek.
3. Pembelian SBSN di Pasar Perdana oleh Bank Indonesia dan LPS
hanya dapat dilakukan untuk dan atas nama dirinya sendiri.
4. Bank ...
6
4. Bank Indonesia dan LPS menyampaikan penawaran pembelian
SBSN secara langsung.
5. Pihak menyampaikan penawaran pembelian SBSN melalui Peserta
Lelang.
6. Peserta Lelang yang menyampaikan penawaran pembelian SBSN
untuk dan atas nama Pihak menyampaikan penawarannya dengan
cara:
a. Penawaran Pembelian Kompetitif, dalam hal penawaran
pembelian SBSN Jangka Pendek; dan
b. Penawaran Pembelian Kompetitif dan/atau Penawaran
Pembelian Non-Kompetitif, dalam hal penawaran pembelian
SBSN Jangka Panjang.
7. Peserta Lelang yang menyampaikan penawaran pembelian SBSN
untuk dan atas nama diri sendiri dan/atau melalui Peserta Lelang
lain, hanya dapat melakukan Penawaran Pembelian Kompetitif.
8. Bank Indonesia dan LPS hanya dapat menyampaikan Penawaran
Pembelian Non-Kompetitif.
9. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran Lelang SBSN
adalah BI-SSSS.
10. Dalam hal Bank mengajukan penawaran pembelian SBSN melalui
Peserta Lelang maka Bank yang bersangkutan harus menetapkan
batas maksimum nominal penawaran (Broker Bidding Limit) per
hari bagi Peserta Lelang SBSN yang ditunjuk.
11. Peserta Lelang selain Bank yang mengajukan penawaran pembelian
SBSN harus menunjuk Sub-Registry untuk melakukan setelmen dan
penatausahaan hasil Lelang SBSN.
12. Sub-Registry sebagaimana dimaksud pada butir 11, harus
menetapkan batas maksimum nominal penawaran (Broker Bidding
Limit) per hari bagi Peserta Lelang untuk kepentingan nasabah Sub-
Registry.
B. Persiapan Lelang
1. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBSN paling
lambat ...
7
lambat 1 (satu) Hari Kerja sebelum hari pelaksanaan lelang melalui
BI-SSSS dan LHBU atau sarana lain yang ditetapkan Bank
Indonesia.
2. Pengumuman rencana Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada
butir 1 paling kurang memuat :
a.
jenis dan seri;
b. Peserta Lelang;
c. waktu pelaksanaan lelang;
d.
e.
f.
g.
h.
i.
tanggal penerbitan;
tanggal setelmen;
tanggal jatuh waktu;
jenis mata uang; dan
j. waktu pengumuman hasil lelang.
C. Pelaksanaan Lelang
1. Penawaran Lelang SBSN dilakukan dari pukul 10.00 WIB sampai
dengan pukul 12.00 WIB atau waktu lain yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
2. Penawaran volume dan tingkat Imbal Hasil atau harga dalam
Penawaran Pembelian Kompetitif dan Penawaran Pembelian Non-
Kompetitif dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penawaran volume paling rendah 1.000 (seribu) unit atau Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan selebihnya dengan
kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah);
b. penawaran tingkat Imbal Hasil diajukan dengan kelipatan
1/32 (satu per tiga puluh dua) atau 0,03125 (tiga ribu seratus
dua puluh lima per seratus ribu) untuk Imbalan tetap dan
SBSN tanpa kupon (zero coupon bond), sedangkan penawaran
harga diajukan dengan kelipatan 0,05% (lima per sepuluh
ribu) untuk Imbalan mengambang.
3. Peserta ...
jumlah indikatif yang ditawarkan;
jangka waktu;
8
3. Peserta Lelang, LPS dan/atau Bank Indonesia bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran pembelian SBSN yang diajukannya.
4. Peserta Lelang, LPS dan/atau Bank Indonesia yang telah
mengajukan penawaran tidak dapat membatalkan penawarannya.
D. Penentuan Pemenang Lelang
1. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri
Keuangan menetapkan hasil Lelang SBSN di Pasar Perdana yang
mencakup Nilai Nominal yang dimenangkan, tingkat Imbalan
dan/atau diskonto, serta jenis dan nilai aset SBSN pada tanggal
pelaksanaan lelang.
2. Penetapan hasil lelang sebagaimana dimaksud pada butir 1 berupa
penerimaan seluruh atau sebagian, atau penolakan seluruh
penawaran Lelang SBSN yang masuk.
3. Penetapan harga/Imbal Hasil SBSN bagi pemenang lelang dengan
Penawaran Pembelian Kompetitif dilakukan dengan metode Harga
Beragam atau dengan metode Harga Seragam.
4. Penetapan harga SBSN bagi pemenang lelang dengan Penawaran
Pembelian Non-Kompetitif dilakukan berdasarkan Harga/Imbal
Hasil Rata-Rata Tertimbang dari hasil lelang Penawaran Pembelian
Kompetitif.
E. Pengumuman Hasil Lelang
1. Berdasarkan penetapan hasil Lelang SBSN di Pasar Perdana dari
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri
Keuangan, Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SBSN
melalui BI-SSSS dan LHBU atau sarana lain yang ditetapkan Bank
Indonesia paling lambat pada akhir hari pelaksanaan Lelang SBSN.
2. Pengumuman hasil Lelang SBSN sebagaimana dimaksud pada
butir 1 paling kurang memuat kuantitas keseluruhan yang
dimenangkan dan rata-rata tertimbang tingkat Imbalan dan/atau
diskonto.
3. Bank Indonesia menyampaikan hasil Lelang SBSN kepada masing-
masing Peserta Lelang melalui BI-SSSS paling kurang memuat
nama ...
9
nama pemenang, Nilai Nominal yang dimenangkan dan tingkat
Imbalan dan/atau diskonto.
4. Dalam hal Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas
nama Menteri Keuangan melakukan pembatalan Lelang SBSN atau
menolak seluruh penawaran pembelian Lelang SBSN, Bank
Indonesia mengumumkan pembatalan atau penolakan tersebut
melalui BI-SSSS dan LHBU atau sarana lain yang ditetapkan Bank
Indonesia.
III. TATA CARA PENATAUSAHAAN SBSN
A. Setelmen Penerbitan SBSN dengan cara Lelang
1. Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN berdasarkan penetapan
hasil pemenang Lelang SBSN oleh Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang untuk dan atas nama Menteri Keuangan, dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. Setelmen hasil Lelang SBSN Jangka Pendek dilakukan paling
lambat 2 (dua) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang
(T+2);
b. Setelmen hasil Lelang SBSN Jangka Panjang dilakukan
paling lambat 5 (lima) Hari Kerja setelah tanggal pelaksanaan
lelang (T+5).
2.
Jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari kalender dan
dihitung sejak 1(satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan
tanggal jatuh waktu.
3. Dalam pelaksanaan setelmen hasil Lelang SBSN atas nama
nasabah, Sub-Registry harus menunjuk Bank pembayar yang
memiliki rekening giro rupiah di Bank Indonesia untuk pelaksanaan
setelmen dana.
4. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil Lelang SBSN pada
tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut :
a. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro
rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia melalui Sistem BI-
RTGS, serta mengkredit rekening giro rupiah Pemerintah di
Bank ...
10
Bank Indonesia sebesar nilai setelmen.
b. Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit
rekening surat berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry
sebesar total Nilai Nominal SBSN yang dimenangkan.
5. Pada hari yang sama dengan hari pengkreditan rekening surat
berharga Peserta BI-SSSS, Sub-Registry wajib mencatat
kepemilikan SBSN atas nama nasabah pemenang SBSN secara
individual pada sistem Sub-Registry.
6. Berdasarkan setelmen hasil pemenang Lelang SBSN sebagaimana
dimaksud pada butir 4, Bank Indonesia melakukan pencatatan
penerbitan SBSN.
7. Pencatatan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada butir 6,
dilakukan sesuai ketentuan dan persyaratan (terms and conditions)
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk
dan atas nama Menteri Keuangan.
8. Bank pembayar harus menjamin kecukupan dana pada rekening
giro rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia untuk pelaksanaan
setelmen hasil Lelang SBSN.
9. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 4.a tidak mencukupi
untuk melunasi seluruh atau sebagian kewajibannya sampai dengan
cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen seluruh hasil
Lelang SBSN yang dilakukan melalui Bank pembayar dinyatakan
gagal.
10. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kegagalan setelmen
transaksi sebagaimana dimaksud pada butir 9 kepada Menteri
Keuangan cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
B. Setelmen Penerbitan SBSN dengan cara Bookbuilding
1. Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN berdasarkan penetapan
hasil penjualan SBSN oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
untuk dan atas nama Menteri Keuangan, paling lambat 2 (dua) Hari
Kerja setelah tanggal penetapan hasil penjualan SBSN (T+2).
2. Perhitungan ...
11
2. Perhitungan harga setelmen per unit SBSN yang diterbitkan dengan
cara Bookbuilding dilakukan berdasarkan metode penetapan harga
yang tercantum dalam memorandum informasi yang diterbitkan
oleh Menteri Keuangan.
3.
Jangka waktu SBSN dinyatakan dalam jumlah hari kalender dan
dihitung sejak 1 (satu) hari setelah tanggal setelmen sampai dengan
tanggal jatuh waktu.
4. Agen Penjual bertanggung jawab terhadap setelmen seluruh
pemesanan pembelian masing-masing Pihak yang pemesanan
pembeliannya telah memperoleh penjatahan.
5. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil penjualan SBSN pada
tanggal setelmen dengan prosedur sebagai berikut:
a. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro
rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia melalui Sistem BI-
RTGS, serta mengkredit rekening giro rupiah Pemerintah di
Bank Indonesia sebesar nilai setelmen.
b. Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit
rekening surat berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry
sebesar total Nilai Nominal SBSN yang dimenangkan.
6. Berdasarkan setelmen hasil penjualan SBSN sebagaimana
dimaksud pada butir 5, Bank Indonesia melakukan pencatatan
penerbitan SBSN.
7. Pencatatan penerbitan SBSN sebagaimana dimaksud pada butir 6
dilakukan sesuai ketentuan dan persyaratan (terms and conditions)
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk
dan atas nama Menteri Keuangan.
8. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 5.a tidak mencukupi
untuk melunasi seluruh atau sebagian kewajibannya sampai dengan
cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen seluruh hasil
penjatahan SBSN yang dilakukan melalui Bank pembayar
dinyatakan gagal.
9. Bank ...
12
9. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kegagalan setelmen
transaksi sebagaimana dimaksud pada butir 8 kepada Menteri
Keuangan cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
C. Setelmen Penerbitan Sukuk Negara Ritel
1. Bank Indonesia melakukan setelmen Sukuk Negara Ritel
berdasarkan penetapan hasil penjualan dan penjatahan Sukuk
Negara Ritel oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan
atas nama Menteri Keuangan, paling lambat 2 (dua) Hari Kerja
setelah tanggal penetapan hasil penjualan dan penjatahan Sukuk
Negara Ritel (T+2).
2. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil penjualan dan penjatahan
Sukuk Negara Ritel pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai
berikut:
a. Setelmen dana dilakukan dengan mendebet rekening giro
rupiah Bank pembayar di Bank Indonesia melalui Sistem BI-
RTGS, serta mengkredit rekening giro rupiah Pemerintah di
Bank Indonesia sebesar nilai setelmen; dan
b. Setelmen surat berharga dilakukan dengan mengkredit
rekening surat berharga Peserta BI-SSSS di Central Registry
sebesar total Nilai Nominal Sukuk Negara Ritel yang
dimenangkan.
3. Pada hari yang sama dengan hari pengkreditan rekening surat
berharga Peserta BI-SSSS, Sub-Registry :
a. wajib mencatat kepemilikan Sukuk Negara Ritel atas nama
investor yang memperoleh penjatahan Sukuk Negara Ritel
secara individual pada sistem Sub-Registry; dan
b. mengirimkan daftar rincian individual investor Sukuk Negara
Ritel kepada Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran yang mencakup Account Identifier (AId),
nama nasabah, securities code, status investor, tipe investor
dan nominal transaksi melalui sarana pelaporan yang
ditentukan oleh Bank Indonesia dalam ketentuan yang
mengatur ...
13
mengatur mengenai Sub-Registry.
4. Dalam hal saldo rekening giro rupiah Bank pembayar di Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada butir 2.a tidak mencukupi
untuk melunasi seluruh atau sebagian kewajibannya sampai dengan
cut-off warning Sistem BI-RTGS maka setelmen seluruh hasil
penjatahan Sukuk Negara Ritel yang dilakukan melalui Bank
pembayar dinyatakan gagal.
5. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kegagalan setelmen
transaksi sebagaimana dimaksud pada butir 4 kepada Menteri
Keuangan cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
D. Setelmen Hasil Penjualan SBSN Dengan Cara Private Placement
1. Setelmen hasil penjualan SBSN dengan cara Private Placement
dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja dan paling lambat 5 (lima)
hari kerja setelah tanggal kesepakatan transaksi.
2. Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar untuk
pelaksanaan setelmen dana.
3. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur sebagai
berikut:
a. Pencatatan
melakukan pencatatan penerbitan SBSN hasil penjualan
secara Private Placement yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri
Keuangan.
b. Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS dengan
mendebet Rekening Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank
Pembayar yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro
Pemerintah sebesar nilai setelmen.
c. Setelmen Surat Berharga
Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan, setelmen surat
berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry yang
ditunjuk ...
14
ditunjuk sebesar nilai nominal SBSN.
d. Setelmen Surat Berharga Dinyatakan Gagal
Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk tidak mencukupi
sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS maka
setelmen transaksi Private Placement dimaksud dinyatakan
gagal.
E. Pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN
1. Bank Indonesia melakukan pembayaran Imbalan dan/atau Nilai
Nominal SBSN berdasarkan posisi kepemilikan SBSN yang tercatat
di BI-SSSS pada 2 (dua) Hari Kerja sebelum tanggal jatuh waktu
pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN (T-2).
2. Pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN dilakukan pada
tanggal jatuh waktu atau pada Hari Kerja berikutnya apabila
tanggal jatuh waktu bertepatan dengan hari libur dengan
perhitungan sesuai terms and conditions yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang untuk dan atas nama Menteri
Keuangan.
3. Pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN dilakukan
dengan mendebet rekening giro rupiah Pemerintah di Bank
Indonesia dan mengkredit rekening giro rupiah Bank pembayar di
Bank Indonesia sebesar Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN.
4. Pada hari yang sama dengan hari pembayaran Imbalan dan/atau
Nilai Nominal SBSN oleh Bank Indonesia, Sub-Registry wajib
meneruskan pembayaran Imbalan dan/atau Nilai Nominal SBSN
kepada investor yang tercatat di Sub-Registry.
F. Transaksi SBSN di Pasar Sekunder
Prosedur setelmen transaksi SBSN di pasar sekunder dilakukan sesuai
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-SSSS.
IV. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/27/DPM tanggal 21 Agustus
2008 ...
15
2008 perihal Tata Cara Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara;
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/6/DPM tanggal 10 Februari
2009 perihal Tata Cara Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara
Ritel sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 12/2/DPM tanggal 22 Januari 2010; dan
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/22/DPM tanggal 12 Agustus
2009 perihal Tata Cara Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga
Syariah Negara;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
pada tanggal 10 November 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RONALD WAAS
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/31/DASP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara </reg_title>
<set_date> 10 November 2010 </set_date>
<effective_date> 10 November 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '12/2/DPM|SE-BI/2010', '11/6/DPM|SE-BI/2009', '10/27/DPM|SE-BI/2008', '11/22/DPM|SE-BI/2009' </replaced_reg>
<related_reg> '11/PMK.08/2009|PER-MENKEU/2009', '215/KMK.08/2008|KEP-MENKEU/2008', '118/PMK.08/2008|PER-MENKEU/2008', '75/PMK.08/2009|PER-MENKEU/2009', '10/13/PBI/2008', '218/PMK.08/2008|PER-MENKEU/2008' </related_reg>
|
No.6 / 24 / DPNP
Jakarta, 28 Juni 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Pencabutan atas beberapa Surat Edaran Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Giro Wajib Minimum Bank Umum pada
Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
6/ 15
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
/PBI/2004 tanggal 28 Juni 2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank
Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 55 , Tambahan Lembaran
Negara Nomor
4390
), maka dipandang perlu untuk mencabut beberapa Surat
Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Giro Wajib Minimum Bank
Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing:
1. Surat Edaran Nomor 28/10/UPPB tanggal 14 Desember 1995 tentang Giro
Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan
Valuta Asing;
2. Surat Edaran Nomor 30/10/UPPB tanggal 20 Oktober 1997 tentang Giro
Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan
Valuta Asing;
3. Surat …
3. Surat Edaran Nomor 31/02/UPPB tanggal 6 April 1998 tentang Giro Wajib
Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta
Asing;
4. Surat Edaran Nomor 31/7/UPPB tanggal 1 Juli 1998 tentang Tatacara
Penyediaan Fasilitas Diskonto, Perhitungan Sanksi Kewajiban Membayar
Atas Pelanggaran Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan Bunga Saldo
Giro Negatif pada Bank Indonesia,
dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 1 Juli 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/24/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Pencabutan atas beberapa Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing </reg_title>
<set_date> 28 Juni 2004 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '28/10/UPPB|SE-BI/1995', '30/10/UPPB|SE-BI/1997', '31/02/UPPB|SE-BI/1998', '31/7/UPPB|SE-BI/1998' </replaced_reg>
<related_reg> '6/15/PBI/2004' </related_reg>
|
No.13/ 26 /DPNP
Jakarta, 30 November 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 13/8/DPNP tanggal 28 Maret 2011 tentang
Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/23/PBI/2010 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and
Proper Test) serta dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan uji
kemampuan dan kepatutan maka perlu dilakukan perubahan terhadap
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/8/DPNP tanggal 28 Maret
2011 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test),
sebagai berikut:
1. Ketentuan dalam butir III.A.3.c diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“ c. tindakan melanggar prinsip kehati-hatian di bidang
perbankan dan/atau asas-asas perbankan yang sehat, yang
meliputi:
1) Melakukan perbuatan atau tindakan yang melanggar
prinsip kehati-hatian di bidang perbankan dan/atau
asas-asas perbankan yang sehat, yang antara lain:
a) pemberian kredit yang tidak didasarkan pada
prinsip pemberian kredit yang sehat;
b) penyediaan . . .
b) penyediaan dana yang melanggar Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK);
c) penyediaan dana kepada pihak atau sektor atau
kegiatan yang dilarang oleh ketentuan; dan/atau
2)
tidak melakukan perbuatan atau tindakan yang menjadi
tugas dan/atau tanggung jawabnya sehingga
mengakibatkan terjadinya pelanggaran prinsip kehati-
hatian di bidang perbankan, penerapan manajemen
risiko, pelaksanaan Good Corporate Governance,
penerapan program anti pencucian uang dan
pencegahan pendanaan terorisme, dan/atau asas-asas
perbankan yang sehat.
Prinsip kehati-hatian di bidang perbankan dan/atau asas-
asas perbankan yang sehat termasuk namun tidak terbatas
pada ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum, posisi devisa neto, batas
maksimum pemberian kredit, kualitas aktiva dan giro wajib
minimum.’’
2. Ketentuan dalam butir III.B.3.a diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
“ a. Pelaku
Yang dimaksud dengan Pelaku adalah:
1) orang yang memerintahkan, menyuruh melakukan atau
mengusulkan;
2) orang yang menyetujui, turut serta menyetujui, atau
menandatangani;
3) orang yang melakukan;
4) orang yang turut serta melakukan berdasarkan perintah,
baik dengan atau tanpa tekanan, dan yang bersangkutan
patut mengetahui atau patut menduga bahwa perintah
tersebut bertentangan dengan ketentuan yang berlaku;
5) orang . . .
5) orang yang melakukan suatu perbuatan karena adanya
janji atau imbalan tertentu; dan/atau
6) orang yang tidak melakukan perbuatan atau tindakan
yang menjadi tugas dan/atau tanggung jawabnya
sehingga mengakibatkan terjadinya pelanggaran
dan/atau penyimpangan. ’’
Ketentuan di dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai
berlaku pada tanggal 30 November 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
WIMBOH SANTOSO
DIREKTUR PENELITIAN
DAN PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/26/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/8/DPNP tanggal 28 Maret 2011 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) </reg_title>
<set_date> 30 November 2011 </set_date>
<effective_date> 30 November 2011 </effective_date>
<changed_reg> '13/8/DPNP|SE-BI/2011' </changed_reg>
<related_reg> '12/23/PBI/2010', '13/8/DPNP|SE-BI/2011' </related_reg>
|
No. 2/ 9 /DASP
Jakarta, 8 Juni 2000
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal :
Biaya Kliring
Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia
Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan
Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas
Hasil Kliring Lokal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 2/4/PBI/2000 tanggal 11 Februari 2000 tentang Perubahan
Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan
Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas
Hasil Kliring Lokal, bahwa Penyelenggara dapat mengenakan biaya Kliring
Lokal kepada Peserta. Berkaitan dengan hal tersebut dalam Pasal 14 ayat (2)
Peraturan Bank Indonesia dimaksud ditetapkan bahwa biaya Kliring Lokal
dapat terdiri dari biaya administrasi, biaya proses, dan biaya lain yang
berkaitan dengan penyelenggaraan Kliring Lokal dan diatur lebih lanjut dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dalam Surat Edaran ini diatur
lebih lanjut ketentuan mengenai jenis dan besarnya biaya Kliring Lokal yang
dapat dikenakan kepada setiap Peserta dalam masing-masing sistem Kliring
sebagai berikut.
I. JENIS DAN BESARNYA BIAYA KLIRING
A. KLIRING LOKAL SECARA ELEKTRONIK
1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara elektronik
terdiri…
2
terdiri dari :
a.
biaya administrasi sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu
rupiah) per bulan yang dibebankan kepada setiap Peserta
Langsung Aktif (PLA) dan Peserta Langsung Pasif
(PLP);
b.
biaya proses yang terdiri dari :
1) biaya proses Warkat Kliring Penyerahan sebesar
Rp 500,00 (lima ratus rupiah) per Data Kliring
Elektronis (DKE);
2) biaya proses Warkat Kliring Pengembalian sebesar
Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) per DKE.
2.
Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda
Pengenal Petugas Kliring (TPPK) sebesar Rp 17.500,00 (tujuh
belas ribu lima ratus rupiah) untuk TPPK yang dilengkapi
dengan magnetic stripe dan Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah)
untuk TPPK yang tanpa magnetic stripe.
3. Dalam hal terdapat Warkat yang ditolak oleh mesin dan jumlah
Warkat yang ditolak tersebut melebihi 2% (dua persen) dari
Warkat yang diserahkan maka Peserta yang bersangkutan
dikenakan biaya pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh
mesin baca pilah (reject) sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah)
per Warkat. Sesuai dengan peranan Peserta dalam
pencantuman sandi Magnetic Ink Character Recognition
(MICR), pengenaan biaya diatur sebagai berikut :
a. Dikenakan kepada Peserta yang menyerahkan Warkat,
apabila Warkat tidak terbaca karena :
1) pencantuman sandi MICR nilai nominal pada Cek
dan Bilyet Giro;
2) pencantuman semua jenis MICR pada Warkat selain
Cek …
3
Cek dan Bilyet Giro.
b. Dikenakan kepada Peserta yang menerima Warkat,
apabila Warkat tidak terbaca karena pencantuman sandi
MICR selain nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro.
B. KLIRING LOKAL SECARA OTOMASI
1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi
terdiri dari :
a.
biaya administrasi sebesar Rp 25.000,00 (dua puluh lima
ribu rupiah) per bulan yang dibebankan kepada setiap
Peserta Langsung maupun Peserta Tidak Langsung.
b.
biaya proses yang terdiri dari :
1) biaya proses Warkat Kliring Penyerahan sebesar
Rp 500,00 (lima ratus rupiah) per Warkat.
Khusus untuk Warkat kredit pada Kliring
Penyerahan Nominal Besar di Jakarta, biaya proses
Warkat sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah)
per Warkat;
2) biaya proses Warkat Kliring Pengembalian sebesar
Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah) per Warkat.
2. Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda
Pengenal Petugas Kliring (TPPK) sebesar Rp 17.500,00 (tujuh
belas ribu lima ratus rupiah) untuk TPPK yang dilengkapi
dengan magnetic stripe dan Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah)
untuk TPPK yang tanpa magnetic stripe.
3. Dalam hal terdapat Warkat yang ditolak oleh mesin dan
jumlah Warkat yang ditolak melebihi 2% (dua persen) dari
Warkat yang diserahkan maka Peserta yang bersangkutan
dikenakan biaya pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh
mesin baca pilah (reject) sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah)
per Warkat …
4
per Warkat. Sesuai dengan peranan Peserta dalam
pencantuman sandi MICR, pengenaan biaya pemrosesan
Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah (reject) diatur
sebagai berikut :
a. Dikenakan kepada Peserta yang menyerahkan Warkat,
apabila Warkat tidak terbaca karena :
1) pencantuman sandi MICR nilai nominal pada Cek
dan Bilyet Giro;
2) pencantuman semua jenis MICR pada Warkat selain
Cek dan Bilyet Giro.
b. Dikenakan kepada Peserta yang menerima Warkat,
apabila Warkat tidak terbaca karena pencantuman sandi
MICR selain nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro.
Ketentuan biaya reject sebagaimana dimaksud pada angka 3
tidak berlaku untuk Warkat nominal besar.
C. KLIRING LOKAL SECARA SEMI OTOMASI
1. Setiap Peserta baik sebagai Peserta Langsung maupun Peserta
Tidak Langsung dikenakan biaya yang terdiri dari :
a.
b.
biaya Kliring Penyerahan sebesar Rp 250,00 (dua ratus
lima puluh rupiah) per Warkat;
biaya Kliring Pengembalian sebesar Rp 2.500,00 (dua
ribu lima ratus rupiah) per Warkat.
2. Khusus untuk Peserta Kliring Lokal yang Penyelenggaranya
adalah pihak lain yang mendapat persetujuan Bank Indonesia,
pengenaan biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1
hanya berlaku apabila Penyelenggara Kliring Lokal tersebut
memenuhi ketentuan dalam angka I.C.4 Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 1/4/DASP tanggal 29 November 1999
perihal Pemberian Persetujuan Terhadap Pihak Lain untuk
Menyelenggarakan …
5
Menyelenggarakan Kliring Lokal di Daerah yang Tidak
Terdapat Kantor Bank Indonesia.
D. KLIRING LOKAL SECARA MANUAL
Mengingat jumlah Warkat yang dipertukarkan dalam Kliring
Lokal secara manual yang dilakukan oleh Penyelenggara yang
bukan Bank Indonesia tidak terlalu besar, dan disamping itu
Penyelenggara masih menerima bantuan biaya dari Bank Indonesia
maka Penyelenggara Kliring Lokal secara Manual tidak dapat
mengenakan biaya apapun kepada Peserta Kliring Lokal.
II. BIAYA TAMBAHAN PADA SISTEM KLIRING ELEKTRONIK,
OTOMASI DAN SEMI OTOMASI
1. Biaya sebagaimana dimaksud dalam angka I sudah termasuk biaya
untuk pencetakan laporan bagi peserta yang berkaitan dengan
hasil proses Kliring dan Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kliring
sebagaimana dimaksud dalam angka III.B. Dalam hal Peserta
melakukan permintaan ulang atas laporan hasil proses kliring dan
Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kliring tersebut, Peserta
dikenakan biaya sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per
laporan.
2. Permintaan ulang atas laporan hasil proses kliring dan Daftar
Rincian Pembebanan Biaya Kliring sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dapat diproses oleh Penyelenggara apabila diajukan dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterbitkannya
laporan dan Daftar Rincian Pembebanan Biaya tersebut.
III. PENGHITUNGAN DAN PEMBEBANAN BIAYA PADA SISTEM
KLIRING ELEKTRONIK, OTOMASI DAN SEMI OTOMASI
A. Penyelenggara menghitung biaya sebagaimana dimaksud dalam
angka I dan II setiap akhir bulan dan membebankan biaya tersebut
pada …
6
pada minggu pertama bulan berikutnya dengan cara sebagai
berikut :
1. Mendebet rekening Peserta yang berada di Penyelenggara
untuk Kliring Lokal yang diselenggarakan Bank Indonesia;
2. Menerbitkan Nota Debet atas beban Peserta melalui Kliring
untuk Kliring Lokal yang diselenggarakan oleh pihak lain
yang disetujui Bank Indonesia.
B. Penyelenggara menerbitkan Daftar Rincian Pembebanan Biaya
Kliring setelah melakukan pendebetan rekening Bank kepada
masing-masing Bank. Daftar Rincian dimaksud disampaikan kepada
masing-masing Bank bersamaan dengan pengambilan Warkat dan
laporan hasil Kliring .
IV. PENGENAAN BIAYA OLEH PESERTA KEPADA NASABAH
Mengingat dalam Penyelenggaraan Kliring Lokal baik secara elektronik,
otomasi, maupun semi
otomasi
Peserta
dikenakan biaya
oleh Penyelenggara, maka untuk mendukung kelancaran pelaksanaan
Kliring Peserta dapat mengenakan biaya yang wajar kepada nasabahnya.
Dalam hal Peserta mengenakan biaya Kliring kepada nasabah maka
Peserta wajib mengumumkan jenis dan besarnya biaya tersebut secara
tertulis di Kantor Peserta pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah.
V. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka :
1. Halaman 2 huruf B Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
31/16/UASP tanggal 16 September 1998 perihal Penyempurnaan
Ketentuan Otomasi Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Ketentuan
Pembakuan Warkat Kliring;
2. Halaman 5 angka 6 dan Lampiran 3 Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 1/1/UASP tanggal 13 Agustus 1999 perihal Penyelenggaraan
Kliring …
7
Kliring Lokal serta Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran
Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal dan Transaksi Pasar Uang
Antar Bank di Jakarta,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARMAIN SALIM
DEPUTI DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/9/DASP|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Biaya Kliring </reg_title>
<set_date> 8 Juni 2000 </set_date>
<effective_date> 1 Juli 2000 </effective_date>
<replaced_reg> '31/16/UASP|SE-BI/1998 | Halaman 2 huruf B', '1/1/UASP|SE-BI/1999 | Halaman 5 angka 6 dan Lampiran 3' </replaced_reg>
<related_reg> '1/3/PBI/1999', '2/4/PBI/2000 | Pasal 14 Ayat (1)' </related_reg>
|
No.8/ 9 /DPbS
Jakarta, 1 Maret 2006
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/5/DPbS Tanggal 8
Februari 2005 perihal Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah
Dengan semakin berkembangnya produk dan jasa di perbankan syariah, dan
semakin banyaknya pengajuan permohonan izin produk dan jasa baru dari perbankan
syariah kepada Bank Indonesia, diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai kriteria
produk dan jasa baru yang harus dimintakan izin kepada Bank Indonesia serta
mekanisme pengajuan izin atas produk dan jasa baru kepada Bank Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 7/5/DPbS tanggal 8 Februari 2005 perihal Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagai berikut:
I. PERUBAHAN BEBERAPA KETENTUAN
A. Ketentuan dalam angka I diubah sehingga keseluruhan angka I berbunyi
sebagai berikut:
I. UMUM …
I. UMUM
1. Pengajuan permohonan izin atau rencana dan atau penyampaian
laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tersebut
wajib menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran
Surat Edaran ini.
2. Dalam hal format permohonan izin atau rencana dan atau laporan
pelaksanaan tidak diatur secara khusus dalam Surat Edaran ini maka
pembuatan format tersebut diserahkan kepada masing-masing Bank.
3. Laporan hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah kepada
Direksi, Komisaris, Dewan Syariah Nasional dan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/24/PBI/2004 untuk periode Juni dan Desember wajib
disampaikan kepada Bank Indonesia masing-masing selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan sejak berakhirnya periode laporan.
4. Sesuai dengan Pasal 38 Peraturan Bank
Indonesia Nomor
6/24/PBI/2004, produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan harus
mendapatkan persetujuan Bank Indonesia. Produk dan jasa baru
yang harus dimintakan persetujuan kepada Bank Indonesia adalah:
a. produk dan jasa baru yang belum ada izin pada saat izin usaha
Bank diberikan oleh Bank Indonesia;
b. produk dan jasa baru yang sudah ada sebelumnya di Bank
syariah lain, namun terdapat perbedaan karakteristik terhadap
produk yang sudah ada; atau
c. produk dan jasa baru yang merupakan turunan dari produk dan
jasa yang sudah ada.
5. Pengajuan …
5. Pengajuan permohonan persetujuan produk dan jasa baru oleh Bank
kepada Bank Indonesia harus disertai dengan dokumen sebagai
berikut:
a. fotokopi surat kepada Dewan Syariah Nasional tentang
permohonan fatwa terhadap produk dan jasa baru;
b. opini syariah dari Dewan Pengawas Syariah Bank terhadap
produk dan jasa baru;
c. penjelasan tentang rancang produk dan jasa baru yang
menguraikan karakteristik, skema transaksi, proses akuntansi,
pihak yang berkewenangan, infrastruktur yang diperlukan dan
analisis risiko produk dan jasa tersebut;
d. draft atau pokok-pokok ketentuan dalam akad atau kontrak
keuangan; dan
e. informasi dan atau dokumen lainnya yang dinilai relevan dan
berguna untuk menilai manfaat serta risiko produk dan jasa
tersebut.
6. Bank harus melakukan presentasi kepada Bank Indonesia dalam
rangka mendapatkan izin atas produk dan jasa baru yang akan
dikeluarkan.
B. Ketentuan dalam angka II.2 diubah dengan menambahkan permohonan
persetujuan produk dan jasa baru sehingga keseluruhan angka II.2 berbunyi
sebagai berikut:
2. Pengajuan rencana dan atau laporan kepada Bank Indonesia meliputi:
a. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha Bank, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 4.
b. Laporan Perubahan Komposisi Kepemilikan Bank, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 5.
c. Laporan …
c. Laporan Perubahan Modal Dasar Bank, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 6.
d. Laporan Pengangkatan Direksi, Dewan Komisaris dan Dewan
Pengawas Syariah Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 8.
e. Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 9.
Syariah Bank,
f. Laporan Pengangkatan Pejabat Eksekutif dan atau Pemimpin Kantor
Cabang Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 10.
g. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 12.
Bank,
h. Rencana Pembukaan Kantor dibawah Kantor Cabang, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 13.
i. Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor dibawah Kantor Cabang,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 14.
j. Rencana Pembukaan Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 15.
k. Laporan Pelaksanaan Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 16.
l. Laporan Pelaksanaan Pembukaan
Kantor Cabang/Kantor
Operasional Lainnya/Kantor Perwakilan/Kantor Non Operasional,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 19.
m. Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor
Cabang Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 21.
n. Rencana Pemindahan Alamat Kantor dibawah Kantor
Cabang/Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 22.
o. Laporan …
o. Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor dibawah Kantor
Cabang/Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 23.
p. Rencana Pemindahan Alamat Kantor Cabang/Kantor
Perwakilan/Jenis-jenis Kantor Lainnya di Luar Negeri, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 24.
q. Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor Cabang/Kantor
Perwakilan/Jenis-jenis Kantor Lainnya di Luar Negeri, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 25.
r. Permohonan Perubahan Nama Bank, sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 26.
s. Laporan Pelaksanaan Perubahan Nama Bank, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 27.
t. Laporan Pelaksanaan Pengalihan Izin Usaha Bank dari Badan
Hukum Lama kepada Badan Hukum Baru, sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 30.
u. Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang Bank, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 33.
v. Rencana Penutupan Kantor dibawah Kantor Cabang, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 34.
w. Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor dibawah Kantor Cabang,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 35.
x. Rencana Penghentian Kegiatan Kas di Luar Kantor Bank,
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 36.
y. Laporan Pelaksanaan Penghentian Kegiatan Kas di Luar Kantor
Bank, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 37.
z. Laporan …
z. Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang/Kantor Operasional
Lainnya di Luar Negeri, sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 40.
aa. Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang/Kantor Yang Tidak
Bersifat Operasional Lainnya di Luar Negeri, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 41.
bb. Permohonan Persetujuan Produk dan Jasa Baru, sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran 42.
II. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Maret
2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
H A R I S M A N
DIREKTUR PERBANKAN SYARIAH
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/9/DPbS|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/5/DPbS Tanggal 8 Februari 2005 perihal Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title>
<set_date> 1 Maret 2006 </set_date>
<effective_date> 1 Maret 2006 </effective_date>
<changed_reg> '7/5/DPbS|SE-BI/2005' </changed_reg>
<related_reg> '7/5/DPbS|SE-BI/2005' </related_reg>
|
No. 15/12/DASP
Jakarta, 8 April 2013
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, PERUSAHAAN EFEK, DEALER UTAMA
DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN
Perihal : Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana
dan Penatausahaan Surat Utang Negara
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/13/PBI/2008 tanggal 21 Agustus 2008 tentang Lelang dan
Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4888) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/2/PBI/2008 tanggal 4 Februari 2008 tentang Bank Indonesia-Scripless
Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4809) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/12/PBI/2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5146),
serta adanya Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang
transaksi Surat Utang Negara secara langsung, Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur tentang penjualan Surat Utang Negara dengan
cara private placement di Pasar Perdana dalam negeri, dan Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur Lelang Surat Utang Negara Dalam Mata
Uang Rupiah dan Valuta Asing di Pasar Perdana Domestik, perlu untuk
mengatur kembali petunjuk pelaksanaan mengenai tata cara lelang Surat
Utang Negara di Pasar Perdana dan penatausahaan Surat Utang Negara
dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN …
I. KETENTUAN UMUM
1. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata
uang rupiah yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh
Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
2. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN
adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas)
bulan, dengan pembayaran bunga secara diskonto.
3. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran
bunga secara diskonto.
4. Obligasi Negara Ritel yang selanjutnya disebut ORI adalah
Obligasi Negara yang dijual kepada individu atau orang
perseorangan Warga Negara Indonesia melalui agen penjual.
5. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 yang melakukan kegiatan secara konvensional.
6. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
7. Dealer Utama adalah Bank dan/atau perusahaan efek yang
ditunjuk oleh Menteri sebagai Dealer Utama sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
mengenai Sistem Dealer Utama.
8. Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disingkat LPS
adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
9. Peserta Transaksi adalah pihak yang berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan dapat melakukan transaksi SUN dengan
Pemerintah secara langsung.
10. Lelang adalah Lelang SUN dan Lelang SUN Tambahan.
11. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SUN
untuk pertama kali yang dilakukan di wilayah Indonesia dengan
cara Lelang.
12. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah
dijual di Pasar Perdana.
13. Lelang SUN adalah penjualan SUN di Pasar Perdana oleh
Pemerintah …
Pemerintah yang dilakukan dengan mekanisme lelang.
14. Lelang SUN Tambahan (Greenshoe Option) yang selanjutnya
disebut Lelang SUN Tambahan adalah penjualan SUN di Pasar
Perdana dalam mata uang rupiah dengan cara lelang yang
dilaksanakan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
pelaksanaan Lelang SUN.
15. Imbal Hasil (Yield) adalah keuntungan yang diharapkan oleh
investor dalam persentase per tahun.
16. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) adalah
pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume
dan tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) yang diinginkan
penawar.
17. Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non Competitive Bidding)
adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan
volume tanpa tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) yang
diinginkan penawar.
18. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem
transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS dalam
mata uang rupiah yang penyelesaiannya dilakukan secara
seketika per transaksi secara individual.
19. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik dan terhubung
langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-SSSS dan
Sistem BI-RTGS.
20. Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit)
adalah pemberian wewenang dari Bank atau Sub-Registry
melalui BI-SSSS kepada Peserta Transaksi Lelang SUN untuk
dapat melakukan penawaran per hari dalam Lelang SUN untuk
dan atas nama Bank atau nasabah Sub-Registry, paling tinggi
sebesar jumlah limit bidding yang diberikan.
21. Penatausahaan SUN adalah kegiatan yang mencakup
pencatatan kepemilikan, kliring dan setelmen serta agen
pembayar bunga (kupon) dan pokok SUN.
22. Central …
22. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
penatausahaan surat berharga untuk kepentingan peserta BI-
SSSS yang memiliki Rekening Surat Berharga di BI-SSSS.
23. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan
kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui
oleh Bank Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat
berharga, termasuk SUN dan Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) untuk kepentingan nasabah.
24. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
25. Free of Payment yang selanjutnya disingkat FoP adalah setelmen
transaksi surat berharga dengan cara setelmen surat berharga
dilakukan melalui BI-SSSS, sedangkan setelmen dana dilakukan
tidak secara bersamaan dengan setelmen surat berharga atau
tanpa setelmen dana.
26. Lelang Pembelian Kembali SUN yang selanjutnya disebut Lelang
Buyback adalah pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder oleh
Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau
dengan cara penukaran (debt switching) dalam suatu masa
penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya.
27. Fasilitas Peminjaman SUN adalah fasilitas yang diberikan oleh
Menteri kepada Dealer Utama untuk melakukan peminjaman
SUN sesuai tata cara yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang berlaku.
28. Transaksi SUN Secara Langsung adalah penjualan SUN di Pasar
Perdana, atau pembelian kembali SUN di Pasar Sekunder, yang
dilakukan oleh Pemerintah dengan Dealer Utama, Bank
Indonesia, atau LPS, secara langsung melalui fasilitas dealing
room pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang-Kementerian
Keuangan Republik Indonesia.
29. Private Placement adalah kegiatan penjualan SUN di Pasar
Perdana dalam negeri yang dilakukan oleh Pemerintah dengan
pihak yang disetujui oleh Pemerintah, dengan ketentuan dan
persyaratan (terms and conditions) SUN sesuai kesepakatan.
30. Bank …
30. Bank Pembayar adalah Bank peserta Sistem BI-RTGS yang
ditunjuk oleh Peserta Transaksi untuk melakukan pembayaran
dan/atau penerimaan dana dalam rangka setelmen
transaksi SUN.
31. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik peserta
BI-SSSS tertentu di BI-SSSS untuk mencatat kepemilikan surat
berharga dan/atau instrumen untuk pengelolaan moneter.
32. Rekening Giro adalah rekening giro dalam mata uang rupiah
yang ditatausahakan di Bank Indonesia yang digunakan dalam
rangka pelaksanaan BI-SSSS.
II. Tata Cara Lelang
A. Ketentuan dan Persyaratan
1. Peserta Transaksi:
a. pada transaksi Lelang SUN: Dealer Utama, Bank
Indonesia, dan/atau LPS.
b. pada transaksi Lelang SUN Tambahan: Dealer Utama,
Bank Indonesia, dan/atau LPS yang menyampaikan
Penawaran Pembelian Nonkompetitif dalam Lelang
SUN.
2. Peserta Transaksi dapat mengajukan penawaran dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Lelang SUN:
1) Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS
untuk SPN.
2) Dealer Utama dan/atau LPS untuk Obligasi
Negara.
b. Lelang SUN Tambahan:
1) Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS
yang menyampaikan Penawaran Pembelian
Nonkompetitif untuk SPN.
2) Dealer Utama dan/atau LPS yang menyampaikan
Penawaran Pembelian Nonkompetitif untuk
Obligasi Negara.
3. Dealer Utama yang dapat mengikuti Lelang adalah Dealer
Utama yang ditunjuk oleh Menteri untuk mengikuti Lelang
dan sedang tidak dikenakan sanksi tidak boleh
mengikuti …
mengikuti Lelang.
4. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran Lelang atas
nama diri sendiri dan/atau atas nama pihak lain sesuai
Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku.
5. LPS mengajukan penawaran Lelang hanya untuk dan atas
nama diri sendiri.
6. Lelang SUN dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengajuan penawaran Lelang SUN dilakukan dengan
mengajukan Penawaran Pembelian Kompetitif
(Competitive Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non Competitive Bidding) dalam suatu
periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan
diumumkan sebelumnya.
b. Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran
Lelang SUN untuk dan atas nama diri sendiri, baik
secara langsung maupun melalui Dealer Utama lain
maka penawaran hanya dapat dilakukan dengan cara
Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding).
c. Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran
Lelang SUN untuk dan atas nama pihak lain maka
pengajuan penawaran dilakukan dengan persyaratan
sebagai berikut:
1) pengajuan penawaran pada lelang SPN dilakukan
dengan cara Penawaran Pembelian Kompetitif
(Competitive Bidding);
2) pengajuan penawaran pada lelang Obligasi Negara
dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian
Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau
Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non
Competitive Bidding).
d. Bank Indonesia dapat mengajukan penawaran Lelang
SUN berupa SPN dengan persyaratan sebagai berikut :
1) penawaran dilakukan secara langsung tanpa
melalui Dealer Utama;
2) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non Competitive Bidding).
e. LPS …
e. LPS dapat mengajukan penawaran Lelang SUN berupa
SPN dan Obligasi Negara dengan persyaratan sebagai
berikut:
1) penawaran dilakukan secara langsung tanpa
melalui Dealer Utama;
2) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non Competitive Bidding).
f.
Lelang SUN dilaksanakan pada hari Selasa pada pukul
10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB dan/atau
pada hari kerja dan waktu lain yang ditetapkan
Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang.
Setiap perubahan jadwal Lelang SUN diumumkan oleh
Bank Indonesia melalui Sistem LHBU dan/atau sarana
komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia.
g. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran
Lelang SUN adalah BI-SSSS.
h. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan
Lelang SUN melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau
sarana komunikasi lain yang digunakan Bank
Indonesia.
i. Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang SUN
melalui Dealer Utama maka Bank yang bersangkutan
harus menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal
Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi Dealer
Utama.
j.
Peserta Transaksi selain Bank yang mengajukan
penawaran Lelang SUN harus menunjuk
Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang
SUN.
k. Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan
setelmen hasil Lelang SUN, harus menetapkan Batas
Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit)
per hari bagi Peserta Transaksi untuk kepentingan
nasabah Sub-Registry.
l. Penetapan …
l.
Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran
(Broker Bidding Limit) sebagaimana dimaksud pada
huruf i dan huruf k, harus diatur dalam suatu
perjanjian antara Bank atau Sub-Registry dengan
Dealer Utama.
7. Lelang SUN Tambahan dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Bank Indonesia mengadakan Lelang SUN Tambahan
berdasarkan rencana Lelang SUN Tambahan yang
ditetapkan oleh Menteri cq. Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang.
b. Lelang SUN Tambahan dilaksanakan pada pukul 10.00
WIB sampai dengan pukul 12.00 WIB dan/atau pada
hari kerja dan waktu lain yang ditetapkan Menteri cq.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang. Setiap
perubahan jadwal Lelang SUN Tambahan diumumkan
oleh Bank Indonesia melalui Sistem LHBU dan/atau
sarana komunikasi lain yang digunakan Bank
Indonesia.
c. Bank Indonesia dapat mengajukan penawaran Lelang
SUN Tambahan berupa SPN dengan persyaratan
sebagai berikut:
1) penawaran dilakukan secara langsung tanpa
melalui Dealer Utama;
2) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non Competitive Bidding).
d. LPS dapat mengajukan penawaran Lelang SUN
Tambahan berupa SPN dan Obligasi Negara dengan
persyaratan sebagai berikut :
1) penawaran dilakukan secara langsung tanpa
melalui Dealer Utama;
2) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non Competitive Bidding).
e. pengajuan penawaran pada Lelang SUN Tambahan
dibatasi paling banyak sebesar Penawaran Pembelian
Nonkompetitif yang tidak dimenangkan dalam
Lelang …
Lelang SUN.
f. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran
Lelang SUN Tambahan adalah BI-SSSS.
g. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan
Lelang SUN Tambahan melalui BI-SSSS, Sistem LHBU
dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan
Bank Indonesia.
h. Dalam hal Bank mengajukan penawaran Lelang SUN
Tambahan melalui Dealer Utama maka Bank yang
bersangkutan harus menetapkan Batas Paling Tinggi
Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari bagi
Dealer Utama.
i.
Peserta Transaksi selain Bank yang mengajukan
penawaran Lelang SUN Tambahan harus menunjuk
Sub-Registry untuk pelaksanaan setelmen hasil Lelang
SUN.
j. Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan
setelmen hasil Lelang SUN Tambahan, harus
menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran
(Broker Bidding Limit) per hari bagi Peserta Transaksi
untuk kepentingan nasabah Sub-Registry.
k. Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran
(Broker Bidding Limit) sebagaimana dimaksud pada
huruf h dan huruf j, harus diatur dalam suatu
perjanjian antara Bank atau Sub-Registry dengan
Dealer Utama.
B. Pelaksanaan Lelang
1. Sebelum pelaksanaan
Lelang, Bank Indonesia
mengumumkan rencana Lelang melalui BI-SSSS, Sistem
LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan
Bank Indonesia.
2. Pengumuman rencana Lelang SUN paling kurang memuat
antara lain:
a.
jenis dan seri SUN;
b. tanggal pelaksanaan Lelang SUN;
c. target …
c. target indikatif yang ditawarkan;
d. tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo;
e. mata uang;
f. waktu pembukaan dan penutupan penawaran;
g. waktu pengumuman hasil Lelang SUN;
h. tanggal setelmen;
i.
alokasi untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non Competitive Bidding) dalam hal dilakukan
kombinasi lelang kompetitif dan nonkompetitif; dan
j. daftar nama peserta Lelang SUN.
3. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SUN
Tambahan pada saat penetapan hasil Lelang SUN oleh
Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang kepada
Bank Indonesia, LPS dan peserta Lelang SUN Tambahan.
4. Pengumuman rencana Lelang SUN Tambahan sebagaimana
dimaksud pada angka 3 paling kurang memuat antara lain:
a. jenis dan seri SUN;
b. daftar nama peserta Lelang SUN Tambahan;
c. tanggal dan waktu pelaksanaan Lelang SUN
Tambahan; dan
d. Harga/Imbal Hasil (Yield) rata-rata tertimbang Lelang
SUN.
5. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN, Peserta Transaksi
mengajukan penawaran kuantitas dan tingkat diskonto
atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) untuk
Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) atau
penawaran kuantitas untuk Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non Competitive Bidding).
6. Pada hari pelaksanaan Lelang SUN Tambahan, peserta
Lelang SUN Tambahan mengajukan penawaran kuantitas.
7. Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SUN
untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive
Bidding), dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pengajuan penawaran kuantitas dari masing-masing
Peserta Transaksi paling rendah 1.000 (seribu) unit
atau Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan
selebihnya …
selebihnya dengan kelipatan 100 (seratus) unit atau
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
b. penawaran diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield)
diajukan dengan kelipatan 1/100 (satu per seratus)
atau 0,01 (satu per seratus);
c. penawaran harga (price) diajukan dengan kelipatan
0,05% (lima per sepuluh ribu).
8. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran
Lelang untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non
Competitive Bidding), pengajuan penawaran kuantitas
dilakukan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
butir 7.a.
9. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran pembelian.
10. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran tidak
dapat membatalkan penawarannya.
C. Penentuan Pemenang Lelang
1. Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
menetapkan hasil Lelang SUN yang mencakup antara lain
pemenang Lelang SUN, nilai nominal dan tingkat diskonto
atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price).
2. Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
menetapkan hasil Lelang SUN Tambahan yang mencakup
antara lain pemenang Lelang SUN Tambahan dan nilai
nominal.
D. Pengumuman Hasil Lelang
1. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang yang telah
ditetapkan oleh Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang melalui BI-SSSS, Sistem LHBU dan/atau sarana
komunikasi lain yang digunakan oleh Bank Indonesia pada
akhir hari pelaksanaan Lelang.
2. Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil Lelang
SUN sebagaimana dimaksud pada angka 1 dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. kepada seluruh Peserta Transaksi paling kurang
memuat:
1) jenis …
1) jenis dan seri SUN;
2) mata uang;
3) kuantitas lelang secara keseluruhan;
4) tingkat bunga;
5) rata-rata tertimbang tingkat diskonto, tingkat
Imbal Hasil (Yield) atau harga (price); dan
6) tanggal jatuh tempo.
b. kepada masing-masing pemenang Lelang SUN melalui
BI-SSSS paling kurang memuat:
1) nama pemenang;
2) nilai nominal; dan
3) tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield) atau
harga (price).
3. Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil Lelang
SUN Tambahan sebagaimana dimaksud pada angka 1
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. kepada seluruh Peserta Transaksi paling kurang
memuat seri SUN dan nilai nominal;
b. kepada masing-masing pemenang Lelang SUN
Tambahan melalui BI-SSSS paling kurang memuat
nama pemenang dan nilai nominal yang dimenangkan.
III. TATA CARA PENATAUSAHAAN SUN
A. Ketentuan dan Persyaratan
1. Bank Indonesia melaksanakan pencatatan penerbitan SUN
sesuai syarat dan ketentuan (terms and conditions) atau
adendum syarat dan ketentuan (addendum terms and
conditions) yang ditetapkan oleh Menteri.
2. Pada tanggal setelmen, Bank Indonesia melakukan
setelmen SUN berdasarkan surat dari Menteri mengenai
keputusan hasil Lelang, penjatahan SUN dan/atau hasil
transaksi SUN yang transaksinya tidak dilakukan melalui
BI-SSSS.
3. Peserta Transaksi selain Bank harus menunjuk Sub-
Registry untuk pelaksanaan setelmen SUN dan pencatatan
kepemilikan SUN.
4. Sub-Registry …
4. Sub-Registry yang ditunjuk oleh Peserta Transaksi selain
Bank, menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan
setelmen dana.
5. Peserta Transaksi dan Bank Pembayar yang ditunjuk harus
menjamin kecukupan dana pada Rekening Giro Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar untuk pelaksanaan
setelmen dana hasil transaksi dengan Pemerintah yang
dilakukan secara lelang maupun non lelang pada tanggal
setelmen.
6. Peserta Transaksi dan Sub-Registry yang ditunjuk harus
menjamin kecukupan seri dan nilai nominal SUN pada
Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-
Registry untuk pelaksanaan setelmen surat berharga hasil
transaksi dengan Pemerintah yang dilakukan secara lelang
maupun non lelang pada tanggal setelmen.
7. Setelah pelaksanaan setelmen SUN, Sub-Registry wajib
mencatat kepemilikan SUN atas nama nasabah secara
individual pada sistem internal Sub-Registry pada hari yang
sama.
B. Setelmen
1. Setelmen Hasil Lelang
a. Setelmen hasil Lelang dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Setelmen Lelang SUN dilakukan paling lambat 5
(lima) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan
Lelang SUN (T+5).
2) Setelmen Lelang SUN Tambahan dilakukan pada
tanggal yang sama dengan pelaksanaan setelmen
Lelang SUN sebagaimana dimaksud pada angka
1).
b. Bank Indonesia melakukan setelmen hasil pemenang
Lelang pada tanggal setelmen dengan prosedur sebagai
berikut:
1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem
BI-RTGS dengan mendebet Rekening Giro Peserta
Transaksi …
Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang
ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro
Pemerintah sebesar nilai setelmen.
2) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk
sebesar total nilai nominal SUN yang
dimenangkan.
c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk tidak
mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-
RTGS maka setelmen transaksi hasil Lelang yang
dilakukan melalui Peserta Transaksi atau Bank
Pembayar yang ditunjuk tersebut dinyatakan gagal.
2. Setelmen Hasil Lelang Buyback
a. Setelmen hasil Lelang Buyback dilakukan pada 3 (tiga)
hari kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang (T+3)
mulai pukul 10.00 WIB atau sesuai waktu yang
ditentukan Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang.
b. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur
sebagai berikut:
1) Setelmen Lelang Buyback dengan cara tunai
a) Melakukan pendebetan Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-
Registry yang ditunjuk sampai dengan batas
waktu setelmen surat berharga di BI-SSSS,
sebesar jumlah seri dan nilai nominal SUN
yang dibeli kembali oleh Pemerintah.
b) Melakukan pengkreditan Rekening Surat
Berharga Pemerintah atau melakukan
pelunasan sebelum jatuh tempo (early
redemption) atas seri SUN yang dibeli kembali
oleh Pemerintah.
c) Melakukan pendebetan Rekening Giro
Pemerintah dan pengkreditan Rekening Giro
Peserta …
Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar
yang ditunjuk sebesar nilai setelmen.
2) Setelmen Lelang Buyback dengan cara penukaran
(debt switching)
a) Melakukan pendebetan Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-
Registry yang ditunjuk sampai batas waktu
setelmen surat berharga di BI-SSSS, sebesar
jumlah seri dan nilai nominal SUN yang dibeli
kembali oleh Pemerintah.
b) Melakukan pengkreditan Rekening Surat
Berharga Pemerintah atau melakukan
pelunasan sebelum jatuh tempo (early
redemption) atas seri SUN yang dibeli kembali
oleh Pemerintah.
c) Melakukan pencatatan penerbitan SUN seri
penukar dan pengkreditan Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-
Registry yang ditunjuk.
d) Lelang Buyback dapat menyebabkan terjadi
selisih tunai atas beban Pemerintah atau atas
beban Peserta Transaksi.
e) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban
Pemerintah, Bank Indonesia melakukan
setelmen dana melalui Sistem BI-RTGS
dengan mendebet Rekening Giro Pemerintah
dan mengkredit Rekening Giro Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang
ditunjuk sebesar selisih tunai.
f) Dalam hal terjadi selisih tunai atas beban
Peserta Transaksi, Bank Indonesia
melakukan setelmen dana melalui Sistem BI-
RTGS dengan mendebet Rekening Giro
Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar
yang ditunjuk dan mengkredit Rekening Giro
Pemerintah sebesar selisih tunai.
c. Dalam …
c. Dalam hal Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi
dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk tidak mencukupi
untuk setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud
pada butir b.1)a) dan butir b.2)a) maka yang
bersangkutan harus menyelesaikan setelmen
dimaksud pada jangka waktu paling lambat 2 (dua)
hari kerja sejak tanggal setelmen awal.
d. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada
huruf c tidak dapat dipenuhi maka transaksi yang
bersangkutan dinyatakan gagal.
3. Setelmen Fasilitas Peminjaman SUN
a. Setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SUN kepada
Peserta Transaksi dilakukan pada 2 (dua) hari kerja
setelah permohonan disetujui oleh Menteri cq. Direktur
Jenderal Pengelolaan Utang (T+2).
b. Setelmen pengembalian SUN yang dipinjamkan dan
yang dijaminkan dalam rangka pemberian Fasilitas
Peminjaman SUN kepada Peserta Transaksi dilakukan
pada tanggal berakhirnya batas waktu peminjaman.
c. Prosedur setelmen Fasilitas Peminjaman SUN
dilakukan sebagai berikut:
1) Setelmen Pemberian Fasilitas Peminjaman SUN
Pada tanggal setelmen pemberian Fasilitas
Peminjaman SUN dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
a) Peserta Transaksi membayar biaya
peminjaman SUN (lending fee) melalui Sistem
BI-RTGS ke Rekening Giro Pemerintah No.
500.000003980
”Menteri Keuangan
Penerimaan Penerbitan Surat Berharga
Negara”.
b) Peserta Transaksi menyampaikan bukti
pembayaran biaya peminjaman SUN
sebagaimana dimaksud pada huruf a) kepada
Bank Indonesia cq. Departemen Akunting
dan …
dan Sistem Pembayaran - Divisi Layanan
Jasa Perbankan (LJP):
Gedung D, Lantai 4
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta-10350
Telepon: 021-381 7160/021-381 4188
Faksimili: 021-3501949
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat
menyurat dan komunikasi akan
diberitahukan melalui surat dan/atau media
lainnya.
c) Peserta Transaksi atau Sub-Registry yang
ditunjuk dan Bank Indonesia atas nama
Pemerintah melakukan setelmen pemindahan
seri SUN yang dijaminkan melalui BI-SSSS
dengan mekanisme transfer secara FoP dari
Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi
dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk ke
Rekening Surat Berharga Pemerintah,
sebesar nilai nominal seri SUN yang
dijaminkan paling lambat sebelum cut-off
warning BI-SSSS.
d) Setelah setelmen jaminan sebagaimana
dimaksud pada huruf c) berhasil, Bank
Indonesia melakukan pencatatan penerbitan
seri SUN yang dipinjam dan mengkredit
Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi
dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk,
sebesar nilai nominal SUN yang dipinjam.
2) Setelmen Pengembalian Peminjaman SUN
Pada tanggal setelmen pengembalian peminjaman
SUN dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Bank Indonesia melakukan pelunasan
sebelum jatuh tempo (early redemption) seri
SUN yang dipinjam oleh Peserta Transaksi
dengan mendebet Rekening Surat Berharga
Peserta …
Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry
yang ditunjuk, sebesar nilai nominal SUN
yang dipinjam paling lambat pukul 14.00
WIB atau sesuai waktu yang ditentukan
Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang.
b) setelah pelunasan sebelum jatuh tempo (early
redemption) sebagaimana dimaksud pada
huruf a) berhasil, Peserta Transaksi atau Sub-
Registry yang ditunjuk dan Bank Indonesia
atas nama Pemerintah melakukan setelmen
pemindahan seri SUN yang dijaminkan
dengan mekanisme transfer secara FoP dari
Rekening Surat Berharga Pemerintah ke
Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi
dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk,
sebesar nilai nominal SUN yang dijaminkan,
paling lambat sebelum cut-off warning BI-
SSSS.
c) dalam hal setelmen sebagaimana dimaksud
pada huruf a) tidak dapat dilakukan maka
setelmen pengembalian
dipinjamkan dinyatakan gagal.
SUN yang
3) Perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN
a) Dalam hal Menteri cq. Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang menyetujui perpanjangan
Fasilitas Peminjaman SUN maka pada
tanggal setelmen dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
(1) prosedur setelmen pengembalian
peminjaman SUN sebagaimana
dimaksud pada angka 2) tidak
dilaksanakan; dan
(2) Peserta Transaksi membayar biaya
perpanjangan Fasilitas Peminjaman SUN
sesuai prosedur sebagaimana dimaksud
pada …
pada butir 1)a) dan menyampaikan bukti
pembayaran
sesuai
prosedur
sebagaimana dimaksud pada butir 1)b).
b) pengembalian peminjaman SUN yang
diperpanjang dilakukan sesuai prosedur
setelmen sebagaimana dimaksud pada
angka 2).
4) Proses Penyelesaian Jaminan
a) Atas setelmen pengembalian SUN yang
dipinjamkan dinyatakan gagal sebagaimana
dimaksud pada butir 2)c), Menteri cq.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dapat
melakukan penawaran penukaran SUN yang
dijaminkan dengan SUN yang dipinjamkan
kepada Peserta Transaksi lainnya.
b) Berdasarkan transaksi penukaran SUN oleh
Menteri cq. Direktur Jenderal Pengelolaan
Utang sebagaimana dimaksud pada huruf a),
Bank Indonesia atas nama Menteri cq.
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan
Peserta Transaksi sebagai lawan transaksi
melakukan setelmen melalui BI-SSSS dengan
cara transfer FoP.
c) Dalam hal terdapat selisih tunai dari
transaksi pertukaran SUN sebagaimana
dimaksud pada huruf b), penyelesaian
pembayaran dilakukan secara bilateral
antara Peserta Transaksi yang membeli
jaminan dengan Peserta Transaksi yang gagal
setelmen.
4. Setelmen ORI
a. Setelmen ORI dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah
penetapan hasil penjatahan ORI di Pasar Perdana
(T+2).
b. Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar
untuk pelaksanaan setelmen dana.
c. Pada …
c. Pada tanggal setelmen, Bank Indonesia melakukan
setelmen penerbitan ORI sebagai berikut:
1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dengan mendebet Rekening Giro Bank Pembayar
yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening Giro
Pemerintah sebesar nilai setelmen.
2) Setelmen Surat Berharga
Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan,
setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Sub-Registry
yang ditunjuk oleh investor individual pembeli ORI
sebesar nilai penjatahan ORI.
d. Dalam hal dana pada Rekening Giro Bank Pembayar
yang ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off
warning Sistem BI-RTGS maka setelmen ORI
sebagaimana dimaksud pada butir c.2) tidak
dilakukan.
5. Setelmen Hasil Transaksi SUN Secara Langsung
a. Setelmen hasil Transaksi SUN Secara Langsung
dilakukan pada 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
pelaksanaan transaksi (T+2).
b. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur
sebagai berikut:
1) Transaksi Penjualan SUN di Pasar Perdana Secara
Langsung
a) Melakukan pencatatan penerbitan SUN hasil
Transaksi SUN Secara Langsung yang
ditetapkan oleh Menteri cq. Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang.
b) Melakukan setelmen sebagai berikut:
(1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem
BI-RTGS dengan mendebet Rekening
Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank
Pembayar yang ditunjuk, serta
mengkredit …
mengkredit Rekening Giro Pemerintah
sebesar nilai setelmen.
(2) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan
dengan mengkredit Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi dan/atau
Sub-Registry yang ditunjuk sebesar nilai
nominal SUN.
2) Transaksi Pembelian Kembali SUN Di Pasar
Sekunder Secara Langsung
a) Setelmen Surat Berharga
(1) Mendebet Rekening Surat Berharga
Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry
yang ditunjuk sebesar nilai nominal seri
SUN yang dijual kepada Pemerintah.
(2) Melakukan pelunasan sebelum jatuh
tempo (early redemption) atas seri SUN
yang dibeli kembali oleh Pemerintah.
b) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS dengan mendebet Rekening Giro
Pemerintah dan mengkredit Rekening Giro
Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar
yang ditunjuk sebesar nilai setelmen.
c) Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar yang ditunjuk tidak
mencukupi sampai dengan cut-off warning Sistem BI-
RTGS sebagaimana dimaksud pada butir b.1)b)(1) atau
Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi dan/atau
Sub-Registry yang ditunjuk tidak mencukupi untuk
setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud pada
butir b.2)a)(1) maka setelmen Transaksi SUN Secara
Langsung dinyatakan gagal.
6. Setelmen Hasil Penjualan SUN Dengan Cara Private
Placement
a. Setelmen …
a. Setelmen hasil penjualan SUN dengan cara Private
Placement dilakukan paling cepat 2 (dua) hari kerja
dan paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal
kesepakatan transaksi.
b. Peserta Transaksi dapat menunjuk Bank Pembayar
untuk pelaksanaan setelmen dana.
c. Bank Indonesia melakukan setelmen dengan prosedur
sebagai berikut:
1) melakukan pencatatan penerbitan SUN hasil
penjualan secara
Private Placement yang
ditetapkan oleh Menteri cq. Direktur Jenderal
Pengelolaan Utang.
2) melakukan setelmen sebagai berikut:
a) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-
RTGS dengan mendebet Rekening Giro
Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar
yang ditunjuk, serta mengkredit Rekening
Giro Pemerintah sebesar nilai setelmen.
b) Setelmen Surat Berharga
Dalam hal setelmen dana berhasil dilakukan,
setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry yang
ditunjuk sebesar nilai nominal SUN.
3) Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar yang
ditunjuk tidak mencukupi sampai dengan cut-off
warning Sistem BI-RTGS maka setelmen transaksi
Private Placement dimaksud dinyatakan gagal.
C. Prosedur Pembayaran Kupon dan/atau Pelunasan Pokok
1. Pembayaran kupon dan/atau pelunasan pokok SUN
didasarkan pada posisi pencatatan kepemilikan SUN di
Central Registry pada 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal
jatuh waktu pembayaran kupon dan/atau pokok SUN
(T-2).
2. Bank …
2. Bank Indonesia sebagai agen pembayar melakukan
pembayaran kupon pada tanggal jatuh waktu pembayaran
kupon dan pembayaran pokok SUN pada tanggal jatuh
waktu SUN.
3. Pembayaran kupon atau pokok SUN dilakukan dengan
mendebet Rekening Giro Pemerintah dan mengkredit
sebesar nilai kupon dan/atau nilai pokok SUN pada:
a. Rekening Giro Bank untuk kepemilikan SUN atas
nama Bank tersebut; dan/atau
b. Rekening Giro Bank Pembayar yang ditunjuk oleh
Sub-Registry untuk kepemilikan SUN atas nama
nasabah Sub-Registry.
4. Pada hari yang sama Bank Indonesia melakukan
pembayaran kupon dan/atau pelunasan pokok SUN, Sub-
Registry wajib melakukan pembayaran kupon dan/atau
pokok SUN dengan mengkredit rekening nasabah yang
tercatat di Sub-Registry, sebesar nilai kupon dan/atau
pokok SUN.
D. Setelmen Transaksi SUN di Pasar Sekunder
1. Transaksi SUN yang dilakukan di Pasar Sekunder antara
lain transaksi jual/beli putus (outright), transaksi penjualan
dengan janji untuk membeli kembali (repurchase agreement
atau repo), transaksi penjaminan SUN (agunan), dan/atau
transaksi peminjaman SUN dengan jaminan surat berharga
lainnya (securities lending and borrowing).
2. Prosedur setelmen transaksi SUN di Pasar Sekunder
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan sesuai
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
BI-SSSS.
IV. Ketentuan Penutup
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia No.11/32/DPM tanggal 7 Desember 2009 perihal
Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan
Penatausahaan Surat Utang Negara sebagaimana telah diubah
dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/30/DASP
tanggal …
tanggal 10 November 2010 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
8 April 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BOEDI ARMANTO
KEPALA DEPARTEMEN AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/12/DASP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara </reg_title>
<set_date> 8 April 2013 </set_date>
<effective_date> 8 April 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '12/30/DASP|SE-BI/2010', '11/32/DPM|SE-BI/2009' </replaced_reg>
<related_reg> '10/13/PBI/2008', '12/12/PBI/2010', '10/2/PBI/2008' </related_reg>
|
No.3/3 /BKr
Jakarta, 16 Januari 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
BANK UMUM DAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
Perihal : Proyek Kredit Mikro
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.3/1/PBI/2001 tanggal 4
Januari 2001 tentang Proyek Kredit Mikro, maka perlu dilakukan pengaturan
pelaksanaan Proyek Kredit Mikro sebagai berikut :
A. TATA CARA KEIKUTSERTAAN DALAM PROYEK KREDIT
MIKRO (PKM)
1. Pelaksana proyek adalah Kantor Bank Indonesia (KBI) yang berada di
wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat,
Kalimantan Selatan, Daerah Istimewa Aceh, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bali, Riau, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Utara, Bengkulu dan Lampung.
2. Lembaga yang dapat menjadi peserta PKM adalah Bank Pembangunan
Daerah (BPD), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Lembaga
Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM) yang berada di wilayah KBI
sebagaimana disebut pada butir 1 di atas.
3. KBI menyeleksi BPR dan LPSM di wilayah kerjanya berdasarkan
persyaratan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia
No.3/1/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 dan hasilnya diberitahukan kepada
yang bersangkutan, sedangkan BPD tidak diseleksi karena keikutsertaannya
dalam PKM berfungsi sebagai penerus kredit kepada LPSM.
4. Dalam …..
4. Dalam hal BPR berminat bekerjasama langsung dengan LPSM untuk
melakukan pemantauan penggunaan kredit dan pembinaan terhadap
kelompok nasabah pengusaha mikro, maka LPSM dapat menerima imbalan
dari BPR, yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak.
B. TATA CARA PENGAJUAN KREDIT
1. Kredit PKM digunakan untuk :
a. pembelian komputer dan kendaraan bermotor baru ;
b. dipinjamkan kepada pengusaha mikro baru baik perorangan maupun
yang tergabung dalam kelompok. Yang dimaksud dengan nasabah
mikro baru adalah nasabah mikro yang baru pertama kali mendapat
kredit dari BPR peserta PKM meskipun nasabah tersebut sudah
pernah memperoleh kredit dari lembaga keuangan lainnya ;
2. BPD dan BPR mengajukan permohonan kredit ke KBI setempat dengan
melampiri rincian kebutuhan kredit untuk masing-masing kategori
tersebut di atas.
3. Dalam hal peraturan BPD tidak memungkinkan dana dari KBI ditarik
langsung oleh kantor-kantor cabangnya maka permohonan tersebut
diajukan oleh kantor pusatnya kepada KBI setempat.
4. Apabila permohonan tersebut disetujui, KBI menerbitkan Akad
Penerusan Pinjaman (APP) yang ditandatangani KBI dan bank peserta
PKM, selanjutnya bank peserta PKM menyerahkan Aksep sebagai
jaminan kredit kepada KBI.
5. BPR dapat mengajukan tambahan kredit apabila kredit yang diterima
telah disalurkan seluruhnya. Tambahan kredit dipergunakan untuk
nasabah mikro baru dan atau nasabah mikro ulangan. Yang dimaksud
dengan nasabah mikro ulangan adalah nasabah mikro yang sudah
melunasi …..
melunasi kredit dalam rangka PKM pada BPR yang bersangkutan dan
kembali mengajukan kredit.
6. Apabila permohonan tambahan kredit disetujui, maka KBI menerbitkan
APP baru atau addendum APP yang ditandatangani KBI dan bank peserta
PKM, selanjutnya bank peserta PKM menyerahkan Aksep baru sebagai
jaminan kredit kepada KBI.
7. Penerbitan APP baru atau addendum APP sebagaimana dimaksud pada
angka 6 tergantung kepada penilaian KBI atas kebutuhan BPD atau BPR,
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Dalam hal jangka waktu tambahan kredit adalah lima tahun, maka
dipergunakan APP baru terhitung sejak tanggal penandatanganan APP
tersebut.
b. Dalam hal jangka waktu tambahan kredit adalah sama dengan sisa
jangka waktu kredit APP lama, maka dipergunakan addendum APP.
Selanjutnya Aksep baru harus dibuat baik jika memakai APP baru
maupun memakai APP lama untuk menyesuaikan jumlah kredit BPD atau
BPR setiap kali memperoleh tambahan.
C. TATA CARA PENARIKAN KREDIT
1. Atas dasar APP dan Aksep yang telah ditandatangani, BPD dan BPR
mengajukan permohonan penarikan kredit ke KBI setempat maksimal
sebesar penyediaan kredit yang telah disetujui.
2. Penarikan kredit PKM dapat dilakukan oleh BPD atau BPR sepanjang
telah memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Untuk BPD
1) Menyerahkan surat kuasa kepada KBI setempat untuk mendebet
rekening giro BPD di KBI dalam rangka pembayaran :
a) angsuran pokok;
b) bunga …..
b) bunga;
c) sanksi kewajiban membayar; dan
d) sanksi kewajiban pengembalian kredit yang tidak disalurkan.
2) Menyerahkan daftar LPSM peserta PKM beserta kebutuhan
kreditnya.
b. Untuk BPR
1) Membuka rekening giro atau tabungan pada bank umum untuk
keperluan menampung dana maupun melunasi kredit PKM.
2) Menyerahkan surat kuasa kepada KBI setempat yang diketahui
oleh bank umum tempat BPR membuka rekening untuk mendebet
rekening giro atau rekening tabungan BPR yang ada di bank umum
tersebut dalam rangka pembayaran :
a) angsuran pokok;
b) bunga;
c) sanksi kewajiban membayar; dan
d) sanksi kewajiban pengembalian kredit yang tidak disalurkan.
3) Menyerahkan daftar kebutuhan kreditnya.
3. KBI melakukan pelimpahan kredit dengan cara :
a. mengkredit dana ke rekening giro kantor BPD yang ada di KBI ;
b. mentransfer dana ke rekening giro atau tabungan BPR di bank umum
yang ditunjuk oleh BPR.
4. Realisasi pembelian komputer dan kendaraan bermotor harus dilakukan
paling lambat 1 bulan setelah tanggal pelimpahan dari KBI kepada BPR
dan BPD. Bukti asli pengeluaran tersebut agar disimpan untuk bahan
pemeriksaan.
D. PEMBAYARAN …..
D. PEMBAYARAN ANGSURAN POKOK DAN BUNGA
1. Pembayaran angsuran pokok dan pembayaran bunga dilakukan pada akhir
triwulan takwim yang telah ditetapkan yaitu tanggal 31 Maret, 30 Juni,
30 September, dan 31 Desember dengan cara :
a. mendebet rekening giro kantor BPD yang ada di KBI ;
b. mendebet rekening giro atau tabungan BPR di bank umum yang
ditunjuk oleh BPR yang bersangkutan, berdasarkan surat kuasa dari
BPR kepada KBI yang diketahui oleh bank umum tersebut.
2. Dalam hal pelimpahan kredit dari KBI kepada BPD dan BPR dilakukan
kurang dari 30 hari sebelum akhir triwulan yang bersangkutan, maka
pembayaran angsuran pokok dan bunga dilakukan pada akhir triwulan
berikutnya.
E. PENGENAAN SANKSI
Pelaksanaan sanksi sebagaimana diatur pada Pasal 23 No.3/1/PBI/2001
tanggal 4 Januari 2001 adalah sebagai berikut :
1. KBI setempat memberitahukan secara tertulis kepada BPD atau BPR
yang menyatakan bahwa bank yang bersangkutan tidak dapat memenuhi
kewajibannya tepat pada waktunya dan oleh karenanya dikenakan sanksi.
2. KBI setempat mendebet :
a. rekening giro BPD di KBI ; atau
b. rekening giro atau tabungan BPR yang ada di bank umum yang
ditunjuk oleh BPR.
F. PELAPORAN
Laporan yang wajib disampaikan oleh lembaga peserta kepada KBI setempat
adalah sebagai berikut :
1. Kantor Pusat BPD
Laporan triwulanan dengan tembusan kepada Unit Pelaksana Proyek
(UPP) …..
./.
(UPP) di Tim Penelitian dan Pengembangan – Biro Kredit. Bank
Indonesia. Jl. M.H. Thamrin No.2. Jakarta Pusat, paling lambat tanggal
21 bulan berikutnya yang berisi jumlah seluruh kredit yang telah
direalisasikan untuk LPSM melalui seluruh kantornya. Laporan tersebut
sesuai dengan formulir 1 terlampir.
./.
2. Kantor Cabang BPD
Laporan bulanan dengan tembusan kepada KP BPD paling lambat
tanggal 14 bulan berikutnya yang berisi jumlah kredit per kategori yang
telah diteruskan kepada LPSM beserta saldo debet kreditnya. Laporan
tersebut sesuai dengan formulir 2 dan 3 terlampir.
3. BPR
./.
Laporan bulanan paling lambat tanggal 7 bulan berikutnya yang berisi
jumlah realisasi kumulatif dan saldo debet kredit per kategori, disertai
rincian kolektibilitas kredit kepada nasabah pengusaha mikro dan
rincian realisasi kredit kepada nasabah pengusaha mikro baru dalam
bulan laporan. Dalam laporan tersebut selain nasabah pengusaha mikro
baru juga dilaporkan nasabah ulangan yaitu nasabah mikro yang pernah
menerima kredit mikro dalam rangka PKM di bank yang bersangkutan.
Khusus laporan realisasi pembelian komputer dan kendaraan bermotor
agar disertai fotokopi bukti pembelian barang. Laporan tersebut sesuai
dengan formulir 4, 5, 6 dan 7 terlampir.
G. PENUTUP
Dengan berlakunya ketentuan dalam Surat Edaran ini maka Surat Edaran
No.31/1/UK tanggal 5 Mei 1998 tentang Proyek Kredit Mikro dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal penandatanganan.
Agar …..
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
ABDUL AZIS
KEPALA BIRO KREDIT
BKr/TPP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/3/BKr|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Proyek Kredit Mikro </reg_title>
<set_date> 16 Januari 2001 </set_date>
<effective_date> 16 Januari 2001 </effective_date>
<replaced_reg> '31/1/UK|SE-BI/1998' </replaced_reg>
<related_reg> '3/1/PBI/2001' </related_reg>
|
No. 4/ 3 /DASP
Jakarta, 11 Februari 2002
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan SE No. 2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Biaya
Kliring
Sehubungan dengan diimplementasikannya Sistem Informasi Kliring Jarak
Jauh (SIKJJ) bagi penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Elektronik dan Otomasi,
maka ketentuan dalam SE No. 2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Biaya
Kliring perlu disesuaikan menjadi sebagai berikut.
1. Menambah ketentuan baru pada angka I.A mengenai Jenis dan Besarnya
Biaya Kliring Pada Kliring Lokal Secara Elektronik yang dijadikan angka 4,
yang berbunyi sebagai berikut :
“4. Bagi Peserta yang memanfaatkan SIKJJ dikenakan biaya sebesar Rp
100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan.”
2. Menambah ketentuan baru pada angka I.B mengenai Jenis dan Besarnya
Biaya Kliring Pada Kliring Lokal Secara Otomasi yang dijadikan angka 4,
yang berbunyi sebagai berikut :
“4. Bagi Peserta yang memanfaatkan SIKJJ dikenakan biaya sebesar Rp
100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan.”
3. Menambah…
3. Menambah ketentuan baru pada angka II mengenai Biaya Tambahan Pada
Sistem Kliring Elektronik, Otomasi, dan Semi Otomasi yang dijadikan angka
3, yang berbunyi sebagai berikut :
“3. Dalam hal Peserta mengajukan permintaan salinan warkat atas warkat
yang telah diproses dalam Kliring maka Peserta yang bersangkutan
dikenakan biaya sebesar Rp 1.000,00 (seribu rupiah) per lembar.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 11Februari 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARMAIN SALIM
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
DASP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/3/DASP|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Perubahan SE No. 2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal Biaya Kliring </reg_title>
<set_date> 11 Februari 2002 </set_date>
<effective_date> 11 Februari 2002 </effective_date>
<changed_reg> '2/9/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg>
<related_reg> '2/9/DASP|SE-BI/2000' </related_reg>
|
No.9/8/DPM
Jakarta, 30 Maret 2007
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal
: Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/5/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan
Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 53,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4715) dan Surat Edaran
Bank Indonesia No. 9/7/DPM tanggal 30 Maret 2007 perihal Pasar Uang Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Syariah, UUS, atau Bank Konvensional dapat
melakukan transaksi menggunakan Instrumen PUAS dengan akad mudharabah.
Sehubungan dengan hal tersebut dipandang perlu untuk mengatur mengenai
Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank sebagai berikut.
I. UMUM
1. Bank Konvensional adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional.
2. Bank Syariah adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan …
2
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, yang melaksanakan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
3. Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS adalah:
a. unit kerja di kantor pusat Bank Konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor cabang syariah dan atau unit syariah; atau
b. unit kerja di kantor cabang dari Bank Konvensional yang berkedudukan
di luar negeri yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang
pembantu syariah dan atau unit syariah.
4. Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah yang selanjutnya disebut
PUAS adalah kegiatan transaksi keuangan jangka pendek antarbank
berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing.
5. Instrumen PUAS adalah instrumen keuangan berdasarkan prinsip syariah
yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau UUS yang digunakan sebagai sarana
transaksi di PUAS.
6. Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank yang selanjutnya disebut dengan
Sertifikat IMA adalah sertifikat yang diterbitkan oleh Bank Syariah atau
UUS yang digunakan sebagai sarana investasi jangka pendek di PUAS
dengan akad mudharabah.
7. Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal)
kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu,
dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and
loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua
belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya.
8. Penerbit Sertifikat IMA adalah Bank Syariah atau UUS.
9. Pembeli Sertifikat IMA adalah Bank Syariah, UUS atau Bank Konvensional.
10. Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disebut LHBU adalah laporan
yang disusun dan disampaikan oleh bank pelapor secara harian kepada Bank
Indonesia.
II. KARAKTERISTIK …
3
II. KARAKTERISTIK DAN PERSYARATAN
Sertifikat IMA mempunyai karakteristik dan persyaratan sebagai berikut:
1. Diterbitkan dengan menggunakan akad Mudharabah;
2. Dapat diterbitkan baik dalam rupiah maupun valuta asing;
3. Dapat diterbitkan dengan atau tanpa warkat (scripless), dengan sekurang-
kurangnya mencantumkan informasi sebagai berikut :
a. nilai nominal investasi;
b. nisbah bagi hasil;
c. jangka waktu investasi;
d. indikasi tingkat imbalan Sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada
bulan terakhir;
4. Berjangka waktu satu hari (O/N) sampai dengan 365 (tiga ratus enam puluh
lima) hari;
6. Dapat diperdagangkan (tradable) sepanjang belum jatuh waktu.
III. MEKANISME TRANSAKSI
1. Bank Syariah atau UUS dapat menerbitkan Sertifikat IMA.
2. Bank Syariah, UUS, atau Bank Konvensional dapat membeli Sertifikat
IMA.
3. Penerbit Sertifikat IMA menginformasikan kepada Pembeli Sertifikat IMA
antara lain:
a. nilai nominal investasi;
b. nisbah bagi hasil;
c. jangka waktu investasi;
d. indikasi tingkat imbalan Sertifikat IMA sebelum didistribusikan pada
bulan terakhir.
4. Dalam hal terjadi pemindahtanganan Sertifikat IMA, Pembeli Sertifikat IMA
terakhir harus memberitahukan kepada Penerbit Sertifikat IMA. Hal ini
dimaksudkan agar memudahkan Penerbit Sertifikat IMA dalam membayar
nominal investasi pada saat jatuh waktu dan pembayaran imbalan.
IV. PENYELESAIAN ……
4
IV. PENYELESAIAN TRANSAKSI
1. Pada saat Sertifikat IMA diterbitkan, Pembeli Sertifikat IMA melakukan
transfer dana ke rekening Penerbit Sertifikat IMA sebesar nominal Sertifikat
IMA.
2. Pada saat Sertifikat IMA jatuh waktu, Penerbit Sertifikat IMA melakukan
transfer dana ke rekening Pembeli Sertifikat IMA sebesar nominal Sertifikat
IMA.
3. Pembayaran imbalan dilakukan pada setiap hari kerja pertama bulan
berikutnya.
V. PELAPORAN
Penerbit Sertifikat IMA dan Pembeli Sertifikat IMA melaporkan transaksi
Sertifikat IMA kepada Bank Indonesia melalui sistem LHBU sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai LHBU.
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak
tanggal 30 Maret 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/8/DPM|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank </reg_title>
<set_date> 30 Maret 2007 </set_date>
<effective_date> 30 Maret 2007 </effective_date>
<related_reg> '9/5/PBI/2007', '9/7/DPM|SE-BI/2007' </related_reg>
|
No. 6/40/DPM
Jakarta, 30 September 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal :
Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM
Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan
Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank
Menunjuk Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/11/PBI/2004 tanggal
12 April 2004 tentang Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar
Uang Antar Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 39,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4383), perlu dilakukan
perubahan pada butir II.B dalam Surat Edaran Nomor 6/20/DPM tanggal 26 April
2004 perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang
Antar Bank, menjadi sebagai berikut:
“B. Maksimum Suku Bunga PUAB
a. Maksimum suku bunga PUAB dalam Rupiah yang dijamin Pemerintah
ditetapkan sebesar 56 (lima puluh enam) basis point di atas rata-rata
tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi dalam Rupiah dari bank-bank
anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia selama 1 (satu) bulan
sebelumnya.
b. Maksimum suku bunga PUAB dalam valuta asing dalam US Dollar yang
dijamin Pemerintah ditetapkan sebesar 67 (enam puluh tujuh) basis point di
bawah rata-rata tertimbang suku bunga PUAB overnight pagi valuta asing
dalam US Dollar dari bank-bank anggota JIBOR yang dipilih oleh Bank
Indonesia selama 1 (satu) bulan sebelumnya.”
Ketentuan …
2
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 30 September 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SUGENG
DEPUTI DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/40/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/20/DPM Tanggal 26 April 2004 Perihal Suku Bunga Penjaminan Simpanan Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank </reg_title>
<set_date> 30 September 2004 </set_date>
<effective_date> 30 September 2004 </effective_date>
<changed_reg> '6/20/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/11/PBI/2004 | Pasal 3', '6/20/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No. 1/ 9 /DSM
Jakarta, 28 Desember 1999
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 1/9/PBI/1999 tanggal 28
Oktober 1999 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan
Lembaga Keuangan Non Bank, perlu ditetapkan ketentuan pelaksanaan
mengenai pelaporan kegiatan lalu lintas devisa oleh bank sebagai berikut:
I. UMUM
A. Tujuan
Pelaporan kegiatan lalu lintas devisa oleh bank dimaksudkan untuk
memperoleh keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa
secara lengkap, akurat dan tepat waktu yang diperlukan terutama untuk
penyusunan Statistik Neraca Pembayaran dan Posisi Investasi
Internasional Indonesia.
B. Bank pelapor
Bank pelapor adalah seluruh kantor pusat bank umum yang berbadan
hukum Indonesia dan kantor cabang bank asing yang berkedudukan di
Indonesia, yang melakukan kegiatan lalu lintas devisa. Laporan yang
disampaikan kepada Bank Indonesia merupakan laporan gabungan dari
seluruh…..
seluruh kantor operasional bank pelapor yang berkedudukan di
Indonesia.
C. Ruang lingkup pelaporan
Ruang lingkup pelaporan mencakup seluruh kegiatan lalu lintas devisa
melalui bank, baik untuk kepentingan bank pelapor maupun nasabah,
yang meliputi:
1. Laporan transaksi, yaitu laporan mengenai transaksi yang
mempengaruhi posisi aset dan kewajiban finansial luar negeri bank
pelapor, meliputi:
a) Penerimaan dari luar negeri dan pembayaran ke luar negeri, baik
dalam rupiah maupun valuta asing,
b) Penerimaan dari bukan penduduk dan pembayaran kepada bukan
penduduk di dalam negeri, baik dalam rupiah maupun valuta
asing,
c) Penerimaan dan pembayaran di dalam negeri antar penduduk
dalam valuta asing seperti uang kertas asing (bank notes), cek
perjalanan (travellers’ cheque), dan wesel ekspor yang diambil
alih.
2. Laporan posisi, yaitu laporan mengenai posisi aset dan kewajiban
finansial luar negeri bank pelapor yang mencakup seluruh tagihan
(claims) dan kewajiban kepada bukan penduduk baik yang berada di
dalam negeri maupun di luar negeri.
D. Sumber data laporan
Sumber data laporan berasal dari bank pelapor dan nasabah.
II. CAKUPAN…..
II. CAKUPAN DAN FORMAT LAPORAN
A. Cakupan Laporan
1. Laporan transaksi
Cakupan laporan transaksi terdiri atas:
a) Transaksi di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu Dollar Amerika
Serikat) atau ekuivalennya
Untuk setiap transaksi di atas USD10.000,00 (sepuluh ribu Dollar
Amerika Serikat) atau ekuivalennya dilaporkan secara terinci yang
antara lain mencakup keterangan mengenai pelaku dan hubungan
keuangan antar pelaku transaksi serta tujuan transaksi.
b) Transaksi sampai dengan USD10.000,00 (sepuluh ribu Dollar
Amerika Serikat) atau ekuivalennya
Untuk transaksi sampai dengan USD10.000,00 (sepuluh ribu
Dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya dilaporkan secara
gabungan (lump sum) tanpa harus dilengkapi dengan keterangan
mengenai pelaku dan hubungan keuangan antar pelaku transaksi
serta tujuan transaksi.
Perhitungan ekuivalen USD untuk transaksi dalam mata uang selain
USD menggunakan kurs tengah yang diumumkan oleh Bank
Indonesia pada akhir bulan laporan sebelumnya.
2. Laporan posisi
Laporan posisi meliputi posisi awal, mutasi dan posisi akhir dari
setiap jenis aset dan kewajiban finansial luar negeri bank pelapor
yang dirinci menurut negara debitur dan kreditur bukan penduduk dan
jenis valuta.
Rincian mengenai cakupan laporan transaksi dan laporan posisi serta
penjelasannya terdapat pada petunjuk teknis terlampir.
B. Format….
B. Format laporan
Laporan transaksi dan laporan posisi disusun dalam bentuk sandi-sandi
dan disampaikan dalam format ASCII (American Standard Code for
Information Interchange). Spesifikasi format laporan transaksi dan
laporan posisi serta penjelasannya terdapat pada petunjuk teknis
terlampir.
III. LAPORAN KOREKSI
Laporan koreksi adalah laporan pengganti atas laporan yang tidak
lengkap dan atau tidak benar, baik untuk laporan transaksi maupun
laporan posisi. Laporan koreksi disusun sesuai dengan format dari laporan
yang digantikannya. Dalam hal ini, pengertian mengenai laporan yang
tidak lengkap dan atau tidak benar dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Laporan tidak lengkap apabila laporan yang telah disampaikan oleh
bank pelapor tidak memenuhi cakupan laporan sebagaimana yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam petunjuk teknis terlampir.
Contoh:
Laporan transaksi untuk penerimaan dana di atas USD10.000,00
(sepuluh ribu Dollar Amerika Serikat) atau ekuivalennya tidak
dilengkapi dengan keterangan mengenai pelaku transaksi atau
keterangan lainnya.
2. Laporan tidak benar apabila laporan yang telah disampaikan oleh bank
pelapor masih mengandung kesalahan atau tidak sesuai dengan fakta
yang sebenarnya. Dalam pengertian ini termasuk pula transaksi yang
seharusnya dilaporkan akan tetapi tidak disampaikan oleh bank
pelapor kepada Bank Indonesia.
Contoh:
Laporan transaksi untuk pengiriman dana sebesar JPY120.000.000,00
(seratus…..
(seratus dua puluh juta Yen) dilaporkan hanya sebesar JPY120.000,00
(seratus dua puluh ribu Yen).
IV. PROSEDUR PELAPORAN
A. Periode dan masa penyampaian laporan
1. Laporan disampaikan kepada Bank Indonesia setiap bulan paling
lambat satu bulan setelah berakhirnya periode laporan, pukul 16.00
WIB. Apabila batas waktu penyampaian laporan tersebut jatuh pada
hari Sabtu atau hari libur, laporan dimaksud disampaikan pada hari
kerja sebelumnya.
Contoh:
Laporan periode bulan Maret 2000 disampaikan paling lambat pada
akhir bulan April 2000, pukul 16.00 WIB.
2. Bank pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan laporan apabila
laporan disampaikan melewati batas akhir masa penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas sampai dengan
akhir bulan berikutnya.
Contoh:
Laporan periode bulan Maret 2000 disampaikan pada tanggal 1 Mei
sampai dengan 31 Mei 2000.
3. Bank pelapor dinyatakan tidak menyampaikan laporan apabila
laporan belum diterima oleh Bank Indonesia sampai dengan batas
waktu sebagaimana disebutkan pada butir 2 di atas.
Contoh:
Laporan periode bulan Maret 2000 belum diterima oleh Bank
Indonesia sampai dengan akhir bulan Mei 2000.
4. Bank pelapor dinyatakan menyampaikan laporan tidak lengkap
apabila…..
apabila sampai dengan batas akhir masa penyampaian laporan tidak
mengganti laporan yang disampaikan sebelumnya yang memenuhi
kriteria tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam angka III.1
dengan menggunakan laporan koreksi.
Contoh:
Laporan periode bulan Maret 2000 yang disampaikan tidak lengkap
tidak diganti dengan laporan koreksi sampai dengan akhir bulan April
2000.
5. Bank pelapor dinyatakan menyampaikan laporan tidak benar apabila
sampai dengan batas akhir masa penyampaian laporan tidak
mengganti laporan yang disampaikan sebelumnya yang memenuhi
kriteria tidak benar sebagaimana dimaksud dalam angka III.2, dengan
menggunakan laporan koreksi.
Contoh:
Laporan periode bulan Maret 2000 yang disampaikan tidak benar
tidak diganti dengan laporan koreksi sampai dengan akhir bulan April
2000.
B. Cara penyampaian laporan
1. Laporan disampaikan oleh bank pelapor kepada Bank Indonesia
secara on-line melalui jaringan ekstranet Bank Indonesia.
2. Bagi bank pelapor yang tidak dapat atau terdapat kendala dalam
penyampaian laporan secara on-line sebagaimana disebutkan pada
butir 1, dapat menyampaikan laporan secara off-line dengan
menggunakan disket atau media lainnya setelah mendapat
persetujuan Bank Indonesia.
3. Laporan yang disampaikan melewati batas akhir masa penyampaian
laporan hanya dapat disampaikan secara off-line dengan
menggunakan disket.
4. Penyampaian…..
4. Penyampaian laporan kepada Bank Indonesia dilakukan oleh
petugas yang telah diberi wewenang oleh bank pelapor.
5. Bank pelapor menunjuk pejabat yang bertanggung jawab terhadap
laporan yang wajib disampaikan kepada Bank Indonesia.
6. Petugas yang menyampaikan laporan dan pejabat yang bertanggung
jawab sebagaimana disebutkan pada butir 4 dan butir 5, termasuk
apabila ada pergantian, dilaporkan secara tertulis kepada Bagian
Statistik Neraca Pembayaran Bank Indonesia.
7. Uraian lebih lanjut mengenai cara penyampaian laporan terdapat
pada petunjuk teknis terlampir.
V. SANKSI
A. Sanksi bagi bank pelapor yang terlambat menyampaikan laporan
1. Sanksi bagi bank pelapor yang terlambat menyampaikan laporan
sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.2 adalah berupa denda
sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta Rupiah) untuk setiap hari
keterlambatan.
2. Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai satu hari setelah
berakhirnya masa penyampaian laporan sampai dengan tanggal
diterimanya laporan oleh Bank Indonesia. Tanggal diterimanya
laporan adalah:
a. Tanggal penerimaan data di Bank Indonesia untuk laporan yang
disampaikan secara on-line,
b. Tanggal penerimaan surat di Bank Indonesia untuk laporan yang
disampaikan secara off-line.
B. Sanksi bagi bank pelapor yang tidak menyampaikan laporan
Sanksi bagi bank pelapor yang tidak menyampaikan laporan
sebagaimana…..
sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.3 adalah berupa denda
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) ditambah dengan
denda keterlambatan.
C. Sanksi bagi bank pelapor yang menyampaikan laporan tidak lengkap
dan atau tidak benar
Sanksi bagi bank pelapor yang menyampaikan laporan tidak lengkap
dan atau tidak benar sebagaimana dimaksud pada butir IV.A.4 dan
butir IV.A.5 adalah berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu
Rupiah) untuk setiap field yang tidak lengkap dan atau tidak benar
dengan maksimum denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
Rupiah). Pengertian field dimaksud adalah rincian dari cakupan laporan
yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam petunjuk teknis
terlampir.
D. Sanksi bagi bank pelapor yang tidak menyampaikan laporan selama 6
periode berturut-turut atau paling lama 6 bulan
Bank pelapor yang tidak menyampaikan laporan selama 6 periode
berturut-turut atau paling lama 6 bulan dapat dikenakan sanksi berupa
pencabutan izin usaha bank pelapor, dengan memperhatikan ketentuan
yang berlaku. Sebelum sanksi tersebut dikenakan bank pelapor akan
diberikan peringatan secara tertulis.
E. Pembebanan sanksi denda
Pembebanan sanksi denda sebagaimana tersebut di atas dilakukan
dengan cara mendebet rekening giro bank pelapor di Bank Indonesia.
VI. PEMBERIAN…..
VI. PEMBERIAN KETERANGAN DAN DATA DARI NASABAH KEPADA BANK
PELAPOR
Untuk memenuhi pelaporan kepada Bank Indonesia, bank pelapor dapat
meminta keterangan dan data kepada nasabah yang melakukan
kegiatan lalu lintas devisa melalui bank pelapor sesuai dengan prosedur
yang berlaku pada bank pelapor bersangkutan. Sebagai acuan dalam
memperoleh keterangan dan data dari nasabah, bank pelapor dapat
melihat contoh formulir pada petunjuk teknis terlampir.
Nasabah yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan dan data
dimaksud kepada bank pelapor, dapat dikenakan sanksi pidana denda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 Undang-undang No. 24 tahun 1999
tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.
VII. PENUTUP
A. Pelaksanaan kewajiban pelaporan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku
sejak tanggal 1 April 2000 untuk periode laporan bulan Maret 2000.
B. Untuk memberikan kesempatan kepada bank pelapor dalam melakukan
uji coba pelaksanaan pelaporan kegiatan lalu lintas devisa kepada Bank
Indonesia, pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada butir
V, mulai diberlakukan untuk periode laporan bulan Juni 2000.
C. Bagi bank pelapor yang memerlukan penjelasan lebih lanjut sehubungan
dengan pelaksanaan pelaporan ini dapat menghubungi:
Bagian Statistik Neraca Pembayaran, Bank Indonesia:
- Telp
- Fax
- E-mail
: (021) 381-8322, 381-8323, 381-8379, dan 381-8388
: (021) 380-0134
: SNP@bi.go.id
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 28 Desember
1999.
Agar…..
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
ACHJAR ILJAS
Deputi Gubernur
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 1/9/DSM|SE-BI/1999 </reg_id>
<reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Oleh Bank. </reg_title>
<set_date> 28 Desember 1999 </set_date>
<effective_date> 28 Desember 1999 </effective_date>
<related_reg> '1/9/PBI/1999' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V', 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 7/44/DPD
Jakarta, 15 September 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.7/23/DPD tentang
Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh
Bank
________________________________________________________________
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tanggal 14 Juni
2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing
oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 50,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4504) dan
mempertimbangkan efisiensi pelaksanaan kegiatan Transfer Rupiah kepada Pihak
Asing serta efisiensi terhadap kelengkapan dokumen dalam rangka hedging, maka
dipandang perlu untuk melakukan perubahan atas Surat Edaran No.7/23/DPD
tanggal 8 Juli 2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit
Valuta Asing oleh Bank sebagai berikut :
1. Ketentuan angka 5 huruf b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
b. Penerimaan Transfer Rupiah oleh Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dengan nilai lebih dari Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah),
baik satu transaksi maupun beberapa transaksi untuk Pihak Asing yang sama
dalam satu hari, Bank wajib memiliki
jenis kegiatan ekonomi yang
mendasari (underlying transaction) Transfer Rupiah tersebut dan dilengkapi
dengan …
2
dengan dokumen pendukung dari Pihak Asing, yang ditetapkan paling
kurang sebagai berikut :
1) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka divestasi Penyertaan Langsung di
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a.1) adalah berupa bukti
penjualan saham.
2) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka penjualan Surat Berharga dalam
rupiah oleh Pihak Asing termasuk penjualan SBI dan penjualan saham
sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a.2) adalah berupa bukti konfirmasi
penjualan Surat Berharga, antara lain berupa SWIFT message, Tested
Telex, Tested Fax, Reuters Monitor Dealing System (RMDS).
3) Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan pembagian dividen berupa
bukti kepemilikan saham dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham
tentang pembagian dividen. Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan
pembayaran kupon dilengkapi dengan bukti kepemilikan Surat Berharga.
4) Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan penerimaan pembayaran
piutang Pihak Asing dalam rupiah, termasuk dalam rangka restrukturisasi
utang sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a.3) adalah bukti perjanjian
kredit.
5) Untuk Transfer Rupiah yang terkait dengan penjualan wesel ekspor Pihak
Asing melalui transaksi L/C dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam
butir 5.a.4) antara lain berupa wesel, invoice, atau Bill of Lading (B/L);
6) Untuk Transfer Rupiah dalam rangka penjualan wesel atas dasar SKBDN
sebagaimana dimaksud dalam butir 5.a.5) antara lain berupa wesel,
invoice, atau B/L antar pulau;
Rupiah
7) Untuk
Transfer
dalam
rangka penjualan barang dan jasa di
Indonesia termasuk penerimaan penghasilan/gaji sebagaimana dimaksud
dalam butir 5.a.6) adalah bukti antara lain berupa faktur transaksi jual beli
barang dan jasa atau perjanjian kontrak kerja
2. Ketentuan …
3
2. Ketentuan angka 8 huruf d diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
d. Transaksi Derivatif dalam rangka hedging yang dilakukan oleh Pihak Asing,
wajib disertai dengan surat pernyataan yang bersifat authenticated yang
dibuat oleh Pihak Asing yang bersangkutan, yang isinya sekurang-kurangnya
mencakup :
1) Nama dan identitas Pihak Asing;
2) Nama Bank;
3) Nilai nominal Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak Asing dengan
Bank dalam rangka hedging atas suatu underlying;
4) Pernyataan tertulis dari Pihak Asing bahwa hedging atas underlying tidak
digunakan sebagai underlying bagi Transaksi Derivatif lainnya baik
dengan Bank yang sama maupun dengan Bank lain.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 15 September 2005
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ASLIM TADJUDDIN
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/44/DPD|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No.7/23/DPD tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank </reg_title>
<set_date> 15 September 2005 </set_date>
<effective_date> 15 September 2005 </effective_date>
<changed_reg> '7/23/DPD|SE-BI/2005' </changed_reg>
<related_reg> '7/14/PBI/2005', '7/23/DPD|SE-BI/2005' </related_reg>
|
No. 10/ 34 / DPbS
Jakarta, 22 Oktober 2008
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
10/18/PBI/2008 tanggal 25 September 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan
bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4898), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat
Edaran Bank Indonesia dengan pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Sejalan dengan meningkatnya kompleksitas usaha, Bank Umum Syariah
yang selanjutnya disebut BUS dan Unit Usaha Syariah yang selanjutnya
disebut UUS perlu menjaga kelangsungan usahanya, antara lain dengan
meningkatkan kemampuan dan efektivitas dalam mengelola risiko kredit
dari aktivitas Pembiayaan (credit risk) serta meminimalkan potensi
kerugian.
2. Sebagai salah satu upaya untuk meminimalkan potensi kerugian yang
disebabkan oleh Pembiayaan bermasalah, BUS dan UUS dapat
melakukan Restrukturisasi Pembiayaan terhadap nasabah yang
mengalami penurunan kemampuan pembayaran dan masih memiliki
prospek …
2
prospek usaha yang baik serta mampu memenuhi kewajiban setelah
restrukturisasi.
3. Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan jadwal
pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktunya;
b. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau
seluruh persyaratan Pembiayaan, antara lain perubahan jadwal
pembayaran, jumlah angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian
potongan sepanjang tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang
harus dibayarkan kepada BUS atau UUS; dan/atau
c. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan persyaratan
Pembiayaan yang tidak terbatas pada rescheduling atau
reconditioning, antara lain meliputi:
1) penambahan dana fasilitas Pembiayaan BUS atau UUS;
2) konversi akad Pembiayaan;
3) konversi Pembiayaan menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka
Waktu Menengah;
4) konversi Pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara pada
perusahaan nasabah.
4. Dalam melaksanakan Restrukturisasi Pembiayaan, BUS dan UUS harus
menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah serta prinsip
akuntansi yang berlaku.
II. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Kebijakan dan prosedur Restrukturisasi Pembiayaan mencakup paling
kurang hal-hal sebagai berikut:
1. Penetapan satuan kerja khusus untuk menangani Restrukturisasi
Pembiayaan.
2. Penetapan …
3
2. Penetapan limit wewenang memutus Pembiayaan yang direstrukturisasi.
3. Kriteria Pembiayaan yang dapat direstrukturisasi.
4. Sistem dan Standard Operating Procedure Restrukturisasi Pembiayaan,
termasuk penetapan penyerahan Pembiayaan yang akan direstrukturisasi
kepada satuan kerja khusus dan penyerahan kembali Pembiayaan yang
telah berhasil direstrukturisasi kepada satuan kerja pengelola
Pembiayaan.
5. Sistem informasi manajemen Pembiayaan yang direstrukturisasi.
III. SATUAN KERJA KHUSUS
1. Pembentukan satuan kerja khusus Restrukturisasi Pembiayaan
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing BUS dan
UUS.
2. Pejabat atau pegawai yang melakukan Restrukturisasi Pembiayaan harus
berbeda dengan pejabat atau pegawai yang terlibat dalam pemberian
Pembiayaan.
3. Keputusan Restrukturisasi Pembiayaan harus dilakukan oleh pejabat
yang kedudukannya lebih tinggi dari pejabat yang memutuskan
pemberian Pembiayaan.
4. Dalam hal keputusan pemberian Pembiayaan dilakukan oleh pihak yang
memiliki kewenangan tertinggi sesuai anggaran dasar perusahaan, maka
keputusan Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan oleh pejabat yang
kedudukannya setingkat dengan pejabat yang memutuskan pemberian
Pembiayaan.
IV. PELAKSANAAN
1. Pembiayaan yang akan direstrukturisasi dianalisis berdasarkan:
a. prospek usaha nasabah dan/atau kemampuan membayar sesuai
proyeksi arus kas untuk nasabah Pembiayaan usaha produktif; atau
b. kemampuan …
4
b. kemampuan membayar sesuai proyeksi arus kas untuk nasabah
Pembiayaan non produktif.
2. Pembiayaan kepada pihak terkait yang akan direstrukturisasi dianalisis
oleh konsultan keuangan independen yang memiliki izin usaha dan
reputasi yang baik.
3. Analisis yang dilakukan BUS atau UUS dan konsultan keuangan
independen terhadap Pembiayaan yang direstrukturisasi dan setiap
tahapan dalam pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan
didokumentasikan secara lengkap dan jelas.
4. Restrukturisasi Pembiayaan dituangkan dalam addendum akad
Pembiayaan dan/atau melakukan akad Pembiayaan yang baru mengikuti
karakteristik masing-masing bentuk Pembiayaan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, angka 3 dan
angka 4 juga diterapkan dalam hal dilakukan Restrukturisasi
Pembiayaan yang kedua dan ketiga.
V. PENERAPAN PRINSIP SYARIAH
1. BUS dan UUS dapat mengenakan ganti rugi (ta’widh) kepada nasabah
dalam rangka Restrukturisasi Pembiayaan.
2. Ganti rugi ditetapkan sebesar biaya riil yang dikeluarkan dalam rangka
penagihan hak yang seharusnya dibayarkan oleh nasabah dan bukan
potensi kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena
adanya peluang yang hilang (opportunity loss/al-furshah al-dha-i’ah).
3. Perubahan-perubahan yang disepakati antara BUS atau UUS dengan
nasabah dalam Restrukturisasi Pembiayaan, termasuk penetapan ganti
rugi harus dituangkan dalam addendum akad Pembiayaan.
4. Dalam hal Restrukturisasi Pembiayaan dilakukan melalui konversi akad
maka harus dibuat akad Pembiayaan baru.
VI. TATACARA …
5
VI. TATACARA RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN
Semua jenis Pembiayaan dapat dilakukan restrukturisasi sebagaimana
dimaksud pada butir I angka 3 dengan memperhatikan karakteristik masing-
masing bentuk Pembiayaan, sebagai berikut:
1. Piutang Murabahah dan Piutang Istishna’
Pembiayaan dalam bentuk piutang murabahah dan piutang istishna’
dapat dilakukan restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah
yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS.
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat
Pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah
angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang
tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan
kepada BUS atau UUS.
c. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi
piutang murabahah atau piutang istishna’ sebesar sisa kewajiban
nasabah menjadi ijarah muntahiyyah bittamlik atau mudharabah atau
musyarakah.
Konversi piutang dimaksud dilakukan sebagai berikut:
1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk
piutang murabahah atau piutang
istishna’ dengan
memperhitungkan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’.
Dalam hal terdapat perbedaan antara jumlah kewajiban nasabah
dengan nilai wajar obyek murabahah atau istishna’, maka diakui
sebagai berikut:
a) apabila …
6
a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada jumlah kewajiban
nasabah, maka BUS atau UUS mengakui kerugian sebesar
selisih tersebut;
b) apabila nilai wajar lebih besar daripada jumlah kewajiban
nasabah, maka selisih nilai tersebut diakui sebagai uang muka
ijarah muntahiyyah bittamlik atau menambah porsi modal
nasabah untuk musyarakah atau mengurangi modal
mudharabah dari BUS atau UUS.
2) Obyek murabahah atau istishna’ sebelumnya menjadi dasar
untuk pembuatan akad Pembiayaan baru.
3) BUS atau UUS melakukan akad Pembiayaan baru dengan
mempertimbangkan kondisi nasabah antara lain golongan
nasabah, jenis usaha, kemampuan membayar (cash flow) nasabah.
Pembuatan akad Pembiayaan baru dalam rangka restrukturisasi
mengikuti ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan prinsip syariah.
4) BUS atau UUS mencantumkan kronologis akad Pembiayaan
sebelumnya dalam akad Pembiayaan baru.
d. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi
menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah.
Penempatan dalam bentuk Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu
Menengah dalam rangka restrukturisasi dilakukan sebagai berikut:
1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk
piutang murabahah atau piutang istishna’.
2) BUS atau UUS membuat akad mudharabah atau musyarakah
dengan nasabah atas Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu
Menengah yang diterbitkan oleh nasabah atas dasar proyek yang
dibiayai.
3) BUS …
7
3) BUS atau UUS memiliki Surat Berharga Syariah Berjangka
Waktu Menengah paling tinggi sebesar sisa kewajiban nasabah.
e. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi
menjadi Penyertaan Modal Sementara.
Penyertaan Modal Sementara dalam rangka restrukturisasi dilakukan
sebagai berikut:
1) Penyertaan Modal Sementara hanya dapat dilakukan pada
nasabah yang merupakan badan usaha berbentuk hukum
Perseroan Terbatas.
2) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk
piutang murabahah atau piutang istishna’.
3) BUS atau UUS membuat akad musyarakah dengan nasabah
untuk Penyertaan Modal Sementara sesuai kesepakatan dengan
nasabah atas usaha yang dilakukan.
4) BUS atau UUS melakukan Penyertaan Modal Sementara paling
tinggi sebesar sisa kewajiban nasabah.
Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi piutang murabahah atau
piutang istishna’ sebagaimana dimaksud pada butir VI.1 huruf a sampai
dengan huruf e merupakan jumlah pokok dan margin yang belum
dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi.
2. Piutang Salam
Pembiayaan dalam bentuk piutang salam dapat dilakukan proses
restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo penyerahan barang salam tanpa mengubah spesifikasi
dan kekurangan jumlah barang yang harus diserahkan nasabah
kepada BUS atau UUS.
b. Persyaratan …
8
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat–
syarat Pembiayaan antara lain spesifikasi barang, jumlah, jangka
waktu, jadwal penyerahan, pemberian potongan piutang dan/atau
lainnya tanpa menambah nilai barang yang harus diserahkan nasabah
kepada BUS atau UUS.
c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana.
Restrukturisasi yang dilakukan dengan penambahan dana oleh BUS
atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat
kembali berjalan dengan baik.
3. Piutang Qardh
Pembiayaan dalam bentuk piutang qardh dapat dilakukan proses
restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah
yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS.
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat–
syarat pembiayaan antara lain perubahan jadwal pembayaran, jumlah
angsuran, jangka waktu dan/atau pemberian potongan sepanjang
tidak menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan
kepada BUS atau UUS.
Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi pembiayaan qardh
sebagaimana dalam butir VI.3 huruf a dan huruf b merupakan jumlah
pokok yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan
restrukturisasi.
4. Mudharabah …
9
4. Mudharabah dan Musyarakah
Pembiayaan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah dapat
dilakukan proses restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah
yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS.
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
Restrukturisasi yang dilakukan dengan menetapkan kembali syarat–
syarat pembiayaan antara lain nisbah bagi hasil, jumlah angsuran,
jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian potongan pokok
dan/atau lainnya tanpa menambah sisa kewajiban nasabah yang harus
dibayarkan kepada BUS atau UUS.
c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana.
Restrukturisasi yang dilakukan dengan penambahan dana oleh BUS
atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat
kembali berjalan dengan baik.
d. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi
menjadi Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu Menengah.
Penempatan dalam bentuk Surat Berharga Syariah Berjangka Waktu
Menengah dalam rangka restrukturisasi dilakukan sebagai berikut:
1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk
mudharabah atau musyarakah.
2) BUS atau UUS membuat akad mudharabah atau musyarakah
dengan nasabah untuk Surat Berharga Berjangka Waktu
Menengah yang diterbitkan oleh nasabah atas dasar proyek yang
dibiayai.
3) BUS atau UUS memiliki Surat Berharga Syariah Berjangka
Waktu Menengah paling tinggi sebesar sisa kewajiban nasabah.
e. Penataan …
10
e. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi
menjadi Penyertaan Modal Sementara.
Penyertaan Modal Sementara dalam rangka restrukturisasi dilakukan
sebagai berikut:
1) Penyertaan Modal Sementara hanya dapat dilakukan pada
nasabah yang merupakan badan usaha berbentuk hukum
Perseroan Terbatas.
2) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk
mudharabah atau musyarakah.
3) BUS atau UUS membuat akad musyarakah dengan nasabah
untuk Penyertaan Modal Sementara sesuai kesepakatan dengan
nasabah atas usaha yang dilakukan.
4) BUS atau UUS melakukan Penyertaan Modal Sementara sebesar
sisa kewajiban nasabah.
Sisa kewajiban nasabah dalam restrukturisasi akad Pembiayaan dalam
bentuk mudharabah atau musyarakah sebagaimana dimaksud dalam
butir VI.4 huruf a, huruf b, huruf d dan huruf e merupakan jumlah pokok
yang belum dibayar oleh nasabah pada saat dilakukan restrukturisasi.
5. Ijarah dan Ijarah Muntahiyyah Bittamlik
Pembiayaan dalam bentuk ijarah dan ijarah muntahiyyah bittamlik
dapat dilakukan restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo Pembiayaan, dan BUS atau UUS dapat menetapkan
kembali besarnya ujrah yang harus dibayar nasabah dengan kondisi
sebagai berikut:
1) Aktiva ijarah dimiliki oleh BUS atau UUS
Jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan umur
ekonomis aktiva ijarah.
2) Aktiva …
11
2) Aktiva ijarah bukan milik BUS atau UUS
Jangka waktu perpanjangan paling lama sampai dengan
berakhirnya hak penggunaan aktiva ijarah.
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat
Pembiayaan antara lain jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal
pembayaran, pemberian potongan ujrah dan/atau lainnya, dan BUS
atau UUS dapat menetapkan kembali ujrah yang harus dibayar
nasabah, dengan kondisi sebagai berikut:
1) Aktiva ijarah dimiliki oleh BUS atau UUS
Dalam hal BUS atau UUS memberikan perpanjangan jangka
waktu, maka jangka waktu perpanjangan paling lama sampai
dengan umur ekonomis aktiva ijarah.
2) Aktiva ijarah bukan milik BUS atau UUS
Dalam hal BUS atau UUS memberikan perpanjangan jangka
waktu, maka jangka waktu perpanjangan paling lama sampai
dengan berakhirnya hak penggunaan aktiva ijarah.
c. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi akad
ijarah atau akad ijarah muntahiyyah bittamlik menjadi mudharabah
atau musyarakah.
Konversi pembiayaan terhadap aktiva ijarah yang dimiliki oleh BUS
atau UUS dilakukan sebagai berikut:
1) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk
ijarah atau
ijarah muntahiyyah bittamlik dengan
memperhitungkan nilai wajar aktiva ijarah.
Dalam hal terdapat perbedaan antara nilai wajar aktiva ijarah
dengan nilai buku aktiva ijarah ditambah tunggakan angsuran
ijarah, maka diakui sebagai berikut:
a) apabila …
12
a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada nilai buku ditambah
tunggakan angsuran ijarah, maka BUS atau UUS mengakui
kerugian sebesar selisih tersebut;
b) apabila nilai wajar lebih besar daripada nilai buku ditambah
tunggakan angsuran ijarah, maka BUS atau UUS mengakui
keuntungan yang ditangguhkan sebesar selisih tersebut dan
diamortisasi selama masa akad mudharabah atau musyarakah.
2) BUS atau UUS membuat akad Pembiayaan baru dengan
mempertimbangkan kondisi nasabah antara lain golongan
nasabah, jenis usaha, kemampuan membayar (cash flow) nasabah.
Pembuatan akad Pembiayaan baru dalam rangka restrukturisasi
wajib mengikuti ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai pelaksanaan prinsip
syariah.
3) BUS atau UUS mencatat pembiayaan dalam bentuk mudharabah
atau musyarakah sebesar nilai wajar aktiva ijarah.
4) BUS atau UUS mencantumkan kronologis akad Pembiayaan
sebelumnya dalam akad Pembiayaan baru.
d. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi
menjadi Penyertaan Modal Sementara.
Penyertaan Modal Sementara dalam rangka restrukturisasi dilakukan
sebagai berikut:
1) Penyertaan Modal Sementara hanya dapat dilakukan pada
nasabah yang merupakan badan usaha yang berbentuk hukum
Perseroan Terbatas.
2) BUS atau UUS menghentikan akad Pembiayaan dalam bentuk
ijarah atau
ijarah muntahiyyah bittamlik dengan
memperhitungkan nilai wajar aktiva ijarah.
Dalam …
13
Dalam hal terdapat perbedaan antara nilai wajar aktiva ijarah
dengan nilai buku aktiva ijarah ditambah tunggakan angsuran
ijarah, maka diakui sebagai berikut:
a) apabila nilai wajar lebih kecil daripada nilai buku ditambah
tunggakan angsuran ijarah, maka BUS atau UUS mengakui
kerugian sebesar selisih tersebut;
b) apabila nilai wajar lebih besar daripada nilai buku ditambah
tunggakan angsuran ijarah, maka BUS atau UUS mengakui
keuntungan yang ditangguhkan sebesar selisih tersebut dan
diamortisasi selama masa Penyertaan Modal Sementara.
3) BUS atau UUS membuat akad musyarakah dengan nasabah
untuk Penyertaan Modal Sementara sesuai kesepakatan dengan
nasabah atas usaha yang dilakukan.
4) BUS atau UUS melakukan Penyertaan Modal Sementara sebesar
nilai wajar aktiva ijarah.
6. Ijarah Multijasa
Pembiayaan multijasa dalam bentuk ijarah dapat dilakukan proses
restrukturisasi dengan cara:
a. Penjadwalan kembali (rescheduling).
Restrukturisasi dilakukan dengan memperpanjang jangka waktu
jatuh tempo Pembiayaan tanpa mengubah sisa kewajiban nasabah
yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS.
b. Persyaratan kembali (reconditioning).
Restrukturisasi dilakukan dengan menetapkan kembali syarat-syarat
Pembiayaan antara lain jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal
pembayaran, pemberian potongan piutang dan/atau lainnya tanpa
menambah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada
BUS atau UUS.
VII. PENUTUP …
14
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
pada tanggal 22 Oktober 2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/34/DPbS|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah </reg_title>
<set_date> 22 Oktober 2008 </set_date>
<effective_date> 22 Oktober 2008 </effective_date>
<related_reg> '10/18/PBI/2008' </related_reg>
|
No. 13/ 15 /DPbS
Jakarta, 30 Mei 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal: Laporan Bulanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/9/PBI/2005 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4478) tentang Laporan Bulanan Bank Perkreditan
Rakyat Syariah, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 101, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5027) tentang Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah, dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866) serta dalam
rangka meningkatkan transparansi informasi keuangan kegiatan usaha Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) wajib
menyampaikan Laporan Bulanan beserta koreksinya kepada Bank Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur kembali ketentuan pelaksanaan
tentang penyusunan dan pelaporan Laporan Bulanan BPRS dalam suatu Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM ...
2
I. UMUM
1.
Laporan Bulanan BPRS disampaikan kepada Bank Indonesia dalam
rangka penyusunan laporan dan informasi serta statistik perbankan
yang dipergunakan untuk kepentingan pengaturan dan pengawasan
BPRS, dan kepentingan manajemen masing-masing BPRS.
2. BPRS menyusun Laporan Bulanan BPRS dengan mengacu pada
Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPRS.
3. Dengan adanya pengembangan aplikasi Laporan Bulanan BPRS maka
penyusunan dan penyampaian Laporan Bulanan BPRS kepada Bank
Indonesia secara on-line dilakukan dengan menggunakan aplikasi
Data Entry Laporan Berkala BPRS dan aplikasi Web User BPRS
Laporan Berkala BPRS.
4. BPRS Pelapor adalah BPRS atau kantor pusat BPRS bagi BPRS yang
memiliki kantor cabang.
5.
Bagi BPRS Pelapor yang memiliki kantor cabang, laporan keuangan
yang disampaikan kepada Bank Indonesia mencakup laporan
keuangan konsolidasi kantor pusat dan kantor cabang BPRS beserta
rinciannya.
6. Dalam hal Laporan Bulanan BPRS disampaikan secara off-line,
tanggal penerimaan Laporan Bulanan BPRS adalah tanggal stempel
pos untuk yang dikirim via pos atau tanda terima dari jasa ekspedisi
atau tanggal tanda terima Bank Indonesia apabila disampaikan secara
langsung.
II. SARANA DAN SUMBER DAYA MANUSIA YANG DIPERLUKAN
Sarana dan Sumber Daya Manusia yang diperlukan dalam rangka
penyusunan dan penyampaian Laporan Bulanan BPRS adalah:
1. Personal Computer dengan memenuhi konfigurasi minimal software
dan hardware sebagaimana dimaksud dalam buku mengenai Tata
Cara...
3
Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Tata Cara
Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala BPRS.
2. Pegawai BPRS yang dapat mengoperasikan serta memahami
komputer, untuk menyusun dan melakukan verifikasi Laporan
Bulanan BPRS.
3. Penanggung jawab yang ditunjuk untuk melakukan verifikasi ulang
dan menyampaikan Laporan Bulanan BPRS ke Bank Indonesia.
Verifikasi ulang oleh penanggung jawab diperlukan untuk meyakini
kebenaran Laporan Bulanan BPRS sebelum dikirimkan kepada Bank
Indonesia.
4. Pedoman tertulis tentang sistem dan prosedur konversi laporan
keuangan intern ke Laporan Bulanan BPRS.
5.
Sistem pengamanan yang memadai terhadap sarana komputer yang
digunakan dan seluruh data Laporan Bulanan BPRS.
6. Back up data Laporan Bulanan BPRS yang ditatausahakan dengan
baik.
III. FORMAT LAPORAN BULANAN DAN TATA CARA PELAPORAN
1. Format Laporan Bulanan BPRS dan tata cara penyusunan laporan
diatur dalam Pedoman Penyusunan Laporan Bulanan BPRS
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Tata cara pengoperasian aplikasi Laporan Bulanan BPRS terdapat
dalam buku mengenai Tata Cara Aplikasi Data Entry Laporan Berkala
BPRS dan Tata Cara Aplikasi Web User BPRS Laporan Berkala
BPRS yang disampaikan kepada BPRS.
IV. PENYAMPAIAN ...
4
IV. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LAPORAN
1.
Laporan Bulanan BPRS dan/atau koreksinya disampaikan kepada
Bank Indonesia secara on-line melalui fasilitas ekstranet Bank
Indonesia atau sarana teknologi lainnya paling lama tanggal 21 (dua
puluh satu) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan.
2.
Laporan Bulanan BPRS dan/atau koreksinya disampaikan kepada
Bank Indonesia secara off-line dengan menggunakan disket atau cd-
rom dan hasil cetak komputer (hard copy) sebanyak 1 (satu) set
disertai hasil validasi dengan alamat:
a.
Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta
10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi,
paling lama pukul 16.00 WIB; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS Pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, paling lama pukul 16.00 waktu setempat.
3. Dalam hal terjadi kerusakan disket atau cd-rom yang telah
disampaikan ke Bank Indonesia secara off-line, BPRS Pelapor
menyampaikan ulang disket atau cd-rom Laporan Bulanan BPRS.
4. BPRS menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank
Indonesia untuk mendapatkan pengecualian penyampaian Laporan
Bulanan secara on-line dengan alamat:
a.
Direktorat Perbankan Syariah Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta
10350, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI
Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi,
paling lama pukul 16.00 WIB; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS Pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, paling lama pukul 16.00 waktu setempat.
V. TATA ...
5
V. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
1. Pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia
dilakukan dengan cara transfer ke rekening Bank Indonesia melalui:
a.
Kliring
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446.980 -
”Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS”, dan pada
kolom keterangan dicantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban
membayar dari BPRS XXX atas kesalahan/keterlambatan/tidak
menyampaikan laporan bulanan dan/atau koreksi laporan
bulanan periode BB-TTTT”.
b. BI-RTGS
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446.980 -
”Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS”, dengan
mencantumkan Transaction Reference Number (TRN)
BIRBK566 dan pada kolom keterangan dicantumkan
”pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPRS XXX atas
kesalahan/keterlambatan/tidak menyampaikan laporan bulanan
dan/atau koreksi laporan bulanan periode BB-TTTT”.
2. BPRS Pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi
kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1. kepada
Bank Indonesia dengan alamat:
a.
Direktorat Perbankan Syariah, Jl.M.H.Thamrin Nomor 2 Jakarta
10350 atau melalui Faksimili Nomor 021-3447620, 021-
3501990, bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah
DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan
Bekasi.
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS Pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.
VI. ALAMAT ...
6
VI. ALAMAT PENYAMPAIAN PERTANYAAN DAN INFORMASI
Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan :
1. Aplikasi Data Entry Laporan Berkala BPRS dan Aplikasi Web User
BPRS Laporan Berkala BPRS disampaikan kepada Help Desk Bank
Indonesia dengan alamat Jl.M.H.Thamrin Nomor 2 Jakarta10350,
Telepon Nomor 021-3818000 (Hunting), Fax No. 021-3866071, email
address : helpdesk@bi.go.id.
2. Ketentuan Laporan Bulanan BPRS disampaikan kepada :
a.
Direktorat Perbankan Syariah, Jl.M.H. Thamrin Nomor 2
Jakarta10350, Telepon Nomor 021-3818749, 021-3818513,
Faksimili Nomor 021-3447620, 021-3501989, email address :
dpbs@bi.go.id bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di
wilayah DKI Jakarta Raya, Banten, Bogor, Depok, Karawang,
dan Bekasi.
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS Pelapor yang
berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.
VII. LAIN LAIN
Dalam rangka kelancaran penyampaian Laporan Bulanan BPRS,
BPRS Pelapor wajib mengkinikan:
a. nama pegawai dan penanggungjawab yang ditunjuk untuk menyusun
dan menyampaikan Laporan Bulanan BPRS;
b. nomor telepon yang digunakan untuk penyampaian Laporan Bulanan
BPRS.
VIII. PENUTUP
Kewajiban penyampaian Laporan Bulanan BPRS secara online
sebagaimana dimaksud pada butir IV.1 mulai berlaku sejak pelaporan data
bulan ...
7
bulan Mei 2011 yang disampaikan pada bulan Juni 2011.
Dengan diberlakukannya Surat Edaran Ini maka :
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/13/DPbS tanggal 11 April
2005 perihal Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah; dan
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 9/17/DPbS tanggal 8 Agustus
2007 perihal Perubahan atas Surat Edaran Nomor 7/13/DPbS perihal
Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 30 Mei 2011
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/15/DPbS|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Laporan Bulanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. </reg_title>
<set_date> 30 Mei 2011 </set_date>
<effective_date> 30 Mei 2011 </effective_date>
<replaced_reg> '7/13/DPbS|SE-BI/2005', '9/17/DPbS|SE-BI/2007' </replaced_reg>
<related_reg> '20/UU/2008', '7/9/PBI/2005', '11/23/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 15/7/DPNP
Jakarta, 8 Maret 2013
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA
SECARA KONVENSIONAL
DI
INDONESIA
Perihal : Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum
Berdasarkan Modal Inti
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor
Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 286, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5384), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai
Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Berdasarkan Modal Inti
dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
A. Pembukaan Jaringan Kantor Bank perlu didukung dengan
kemampuan keuangan yang memadai, antara lain tercermin
pada ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis
kantor Bank (Theoretical Capital).
B. Selain ...
B. Selain itu, dalam rangka perimbangan penyebaran Jaringan
Kantor, Bank didorong untuk melakukan perluasan ke
wilayah yang kurang terlayani oleh jasa perbankan, guna
mendukung upaya pengembangan pembangunan nasional.
II. RUANG LINGKUP
A. Jaringan Kantor Bank dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini
adalah:
1. kantor Bank di dalam negeri yang meliputi Kantor Cabang,
Kantor Wilayah yang melakukan kegiatan operasional,
Kantor Cabang Pembantu, Kantor Fungsional yang
melakukan kegiatan operasional, atau Kantor Kas;
2. kantor Bank di luar negeri yang meliputi Kantor Cabang,
atau jenis kantor lainnya yang bersifat operasional di luar
negeri, dan Kantor Perwakilan apabila melakukan kegiatan
operasional;
3. Kantor Cabang Pembantu dan Kantor di bawah Kantor
Cabang Pembantu atau Kantor Kas dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang melakukan kegiatan
operasional.
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Bank Umum.
B. Pembukaan Jaringan Kantor dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini adalah pembukaan kantor Bank termasuk
pembukaan kantor Bank yang berasal dari pemindahan alamat
atau perubahan status kantor Bank.
C. Pemindahan alamat kantor Bank sebagaimana dimaksud dalam
huruf B tidak termasuk pemindahan alamat kantor Bank pada
zona yang sama dan tidak terdapat peningkatan status kantor
Bank.
III. PENETAPAN …
III. PENETAPAN ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA
A. Dalam rangka Pembukaan Jaringan Kantor di dalam negeri,
Bank Indonesia mengelompokkan seluruh wilayah provinsi di
Indonesia menjadi 6 (enam) zona, yaitu Zona 1 sampai dengan
Zona 6.
B. Pembagian zona sebagaimana dimaksud dalam huruf A
ditetapkan berdasarkan analisis tingkat kejenuhan Bank dan
pemerataan pembangunan dalam masing-masing zona, antara
lain menggunakan parameter pertumbuhan pendapatan
domestik bruto, pertumbuhan pendapatan domestik regional
bruto, kinerja penyaluran dan penghimpunan dana yang
dikaitkan dengan populasi di setiap provinsi.
C. Zona 1 menunjukkan zona yang paling jenuh sedangkan Zona
6 menunjukkan zona paling tidak jenuh. Untuk setiap zona
ditetapkan suatu besaran koefisien, dengan angka koefisien
tertinggi yaitu 5 untuk zona yang paling jenuh dan angka
koefisien terendah yaitu 0,5 untuk zona yang paling tidak
jenuh.
D. Pembukaan Jaringan Kantor Bank di luar negeri
dikelompokkan ke dalam Zona 1.
E. Pengelompokan provinsi di masing-masing zona dapat
dievaluasi dan dikinikan.
F. Dalam hal terdapat provinsi baru hasil pemekaran maka
provinsi tersebut mengikuti zona provinsi asal sebelum
pemekaran.
G. Daftar zona dan koefisien dari masing-masing zona adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.
IV. PENETAPAN ...
IV. PENETAPAN BIAYA INVESTASI PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR
BANK UMUM
A. Bank Indonesia menetapkan biaya investasi pembukaan
jaringan kantor berdasarkan jenis kantor Bank untuk masing-
masing Bank berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU).
Rincian biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.
B. Biaya investasi untuk pembukaan Kantor Cabang Pembantu
dari bank yang berkedudukan di luar negeri disetarakan
dengan biaya investasi untuk pembukaan Kantor Cabang.
C. Besarnya biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor dapat
dievaluasi dan dikinikan.
V. PERHITUNGAN ALOKASI MODAL INTI BANK UMUM
A. Bank memperhitungkan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan
jenis kantor untuk kantor yang sudah ada (existing) dan untuk
rencana Pembukaan Jaringan Kantor yang baru.
B. Perhitungan alokasi Modal Inti diperoleh dari hasil perkalian
antara koefisien zona untuk lokasi Jaringan Kantor Bank
dengan biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sesuai jenis
kantor untuk masing-masing BUKU, dengan perhitungan
sebagai berikut:
TC = Kz x B
TC = Alokasi Modal Inti di suatu zona
Kz
= Koefisien masing-masing zona
B
= Biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor
sesuai jenis kantor untuk masing-masing BUKU
Contoh ...
Contoh perhitungan alokasi Modal Inti sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III dan Lampiran IV.
VI. PERHITUNGAN KETERSEDIAAN ALOKASI MODAL INTI BANK
UMUM
A. Bank yang akan mengajukan rencana Pembukaan Jaringan
Kantor, wajib mencantumkan perhitungan ketersediaan alokasi
Modal Inti dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) dengan
menggunakan Modal Inti posisi akhir bulan September.
B. Bank Indonesia akan menilai pula posisi Modal Inti Bank pada
saat Bank mengajukan permohonan rencana Pembukaan
Jaringan Kantor kepada Bank Indonesia.
C. Ketersediaan alokasi Modal Inti dilakukan berdasarkan
perhitungan sebagai berikut:
n
E M TC ∑(
p=1
TC = −
ETC
M
TC
JKE
p × JKE )
p
= Ketersediaan alokasi Modal Inti
= Modal Inti
= Jumlah alokasi Modal Inti di suatu zona
= Jumlah Jaringan Kantor Bank yang ada
(existing) pada suatu zona
Contoh perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V.
D. Berdasarkan ...
D. Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam
huruf C, dalam hal:
1. Bank dengan nilai ketersediaan alokasi Modal Inti yang
positif, memiliki kelebihan kapasitas Modal Inti yang dapat
dialokasikan untuk membuka Jaringan Kantor.
2. Bank dengan nilai ketersediaan alokasi Modal Inti yang
negatif, tidak memiliki kelebihan kapasitas Modal Inti yang
dapat dialokasikan untuk membuka Jaringan Kantor.
E. Persyaratan ketersediaan alokasi Modal Inti tidak berlaku
untuk:
1. pembukaan Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan
operasional khusus penyaluran kredit kepada UMK; atau
2. Pembukaan Jaringan Kantor bagi Bank yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah dalam wilayah provinsi tempat
kedudukan kantor pusatnya.
F. Dalam memperhitungkan ketersediaan alokasi Modal Inti, Bank
Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah (UUS)
memperhitungkan pula ketersediaan alokasi Modal Inti untuk
Jaringan Kantor UUS.
G. Perhitungan mengenai ketersediaan alokasi Modal Inti untuk
UUS sebagaimana dimaksud dalam huruf F mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan UUS
berdasarkan Modal Inti.
VII. PENETAPAN JUMLAH PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK
UMUM
A. Bank yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan
memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis
kantor dapat melakukan pembukaan Jaringan Kantor dengan
jumlah sesuai dengan ketersediaan alokasi Modal Inti.
B. Bank ...
B. Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf A dapat memperoleh
insentif tambahan jumlah Pembukaan Jaringan Kantor apabila
Bank menyalurkan kredit kepada:
a. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) paling rendah
20% (dua puluh persen) dari total portofolio kredit; dan/atau
b. Usaha Mikro dan Kecil (UMK) paling rendah 10% (sepuluh
persen) dari total portofolio kredit.
C. Bank yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan namun
tidak memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan
jenis kantor, dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor
apabila:
1. Bank menyalurkan kredit kepada:
a. UMKM paling rendah 20% (dua puluh persen) dari total
portofolio kredit; atau
b. UMK paling rendah 10% (sepuluh persen) dari total
portofolio kredit; dan
2. Bank melakukan pemupukan modal yang dapat berasal dari
alokasi laba dan/atau tambahan setoran modal.
D. Selain mempertimbangkan kriteria sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, huruf B, dan huruf C, Bank Indonesia juga
mempertimbangkan pencapaian tingkat efisiensi Bank yang
antara lain diukur melalui rasio Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO) dan rasio Net Interest Margin
(NIM) untuk menetapkan jumlah Pembukaan Jaringan Kantor
Bank.
E. Perhitungan pencapaian penyaluran kredit kepada UMKM
dan/atau UMK yang digunakan dalam rencana Pembukaan
Jaringan Kantor pada RBB menggunakan data UMKM
dan/atau UMK posisi akhir bulan September.
F. Bank …
F. Bank Indonesia akan menilai pencapaian tingkat efisiensi Bank
sebagaimana dimaksud pada huruf D dan pencapaian
penyaluran kredit kepada UMKM dan/atau UMK sebagaimana
dimaksud pada huruf E, baik pada saat penilaian rencana
Pembukaan Jaringan Kantor dalam RBB maupun pada saat
Bank mengajukan permohonan rencana Pembukaan Jaringan
Kantor kepada Bank Indonesia.
VIII. PERIMBANGAN PENYEBARAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM
PADA ZONA TERTENTU
Dalam rangka meningkatkan pemerataan Jaringan Kantor Bank,
Pembukaan Jaringan Kantor Bank oleh BUKU 3 atau BUKU 4
diatur sebagai berikut:
A. Pembukaan 3 (tiga) Kantor Cabang (KC) di Zona 1 atau Zona 2
wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KC di Zona 5 atau
Zona 6.
B. Pembukaan 3 (tiga) Kantor Cabang Pembantu (KCP) di Zona 1
atau Zona 2 wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KCP atau
1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6.
C. Kewajiban pembukaan KC atau KCP di Zona 5 atau Zona 6
sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B dapat
berupa KC atau KCP yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah.
D. Kewajiban pembukaan KC atau KCP di Zona 5 atau Zona 6
sebagaimana dimaksud pada huruf C, tetap harus
memperhitungkan ketersediaan alokasi Modal Inti.
E. Perhitungan 3 (tiga) KC atau 3 (tiga) KCP di Zona 1 atau Zona 2
sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B dihitung
secara kumulatif sejak berlakunya ketentuan ini.
Contoh ...
Contoh:
Bank A (BUKU 4) pada tahun 2014 melakukan pembukaan 2
(dua) KC di Zona 1 dan pada tahun 2015 Bank A melakukan
pembukaan 4 (empat) KC di Zona 1. Dengan demikian, Bank A
harus membuka 2 (dua) KC di Zona 5 atau Zona 6.
F. Bank yang mempunyai kewajiban untuk membuka KC
dan/atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 sebagaimana dimaksud
dalam huruf A dan huruf B namun belum merealisasikan
kewajiban pembukaan KC dan/atau KCP di Zona 5 atau Zona 6
tidak dapat melakukan pembukaan KC atau KCP di Zona 1,
Zona 2, Zona 3 dan Zona 4.
G. Kewajiban Pembukaan Jaringan Kantor sebagaimana dimaksud
dalam huruf A dan huruf B, tidak berlaku bagi Bank yang
dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan melakukan pembukaan
KC atau KCP di Zona 1 atau Zona 2 yang merupakan wilayah
provinsi tempat kedudukan kantor pusatnya.
Contoh:
Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah
Daerah yang berkantor pusat di provinsi DKI Jakarta (Zona 1)
dan termasuk BUKU 3, apabila akan membuka 3 (tiga) KC di
provinsi DKI Jakarta, Bank dimaksud tidak wajib membuka 1
(satu) KC di Zona 5 atau Zona 6.
H. Wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat Bank
sebagaimana dimaksud dalam huruf G meliputi pula provinsi
hasil pemekaran wilayah sepanjang Pemerintah Daerah provinsi
hasil pemekaran wilayah belum memiliki saham mayoritas pada
Bank yang berkantor pusat di provinsi hasil pemekaran.
Contoh:
Bank A (BUKU 3) merupakan Bank yang mayoritas sahamnya
dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang berkantor pusat di
Provinsi ...
Provinsi X yang berada pada Zona 2.
Terjadi pemekaran wilayah pada Provinsi X menjadi Provinsi X
dan Provinsi X1. Dalam hal Bank A akan membuka 3 (tiga) KC
di Provinsi X1, Bank A tidak wajib membuka 1 (satu) KC di Zona
5 atau Zona 6, sepanjang Pemerintah Daerah Provinsi X1 belum
memiliki saham mayoritas pada Bank yang berkantor pusat di
Provinsi X1.
IX. LAIN-LAIN
A. Prosedur, tata cara dan persyaratan lainnya untuk memperoleh
izin atau penegasan Pembukaan Jaringan Kantor Bank dari
Bank Indonesia juga wajib memenuhi ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai:
1. Bank Umum; atau
2. tata cara persyaratan dan tata cara pembukaan Kantor
Cabang, Kantor Cabang Pembantu, dan Kantor Perwakilan
dari bank yang berkedudukan di luar negeri.
B. Lampiran I sampai dengan Lampiran V merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
X. PERALIHAN
A. Bank Umum yang telah memiliki Jaringan Kantor di dalam dan
luar negeri sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku,
dapat tetap mengoperasikan Jaringan Kantor tersebut.
B. Bank wajib menyesuaikan rencana Pembukaan Jaringan
Kantor Bank untuk tahun 2013 dengan memperhitungkan
alokasi Modal Inti.
C. Penyesuaian rencana Pembukaan Jaringan Kantor tahun 2013
sebagaimana dimaksud dalam huruf B, wajib dicantumkan
dalam revisi RBB tahun 2013 dan disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat akhir bulan Juni 2013, dengan alamat
sebagai ...
sebagai berikut:
1. Departemen Pengawasan Bank, Jalan M.H. Thamrin No.2,
Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia.
D. Dasar perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti, untuk
pertama kali menggunakan Modal Inti posisi akhir bulan
Desember 2012.
E. Bank yang telah mengajukan permohonan rencana Pembukaan
Jaringan Kantor sebelum revisi RBB sebagaimana dimaksud
dalam huruf C, tetap ditindaklanjuti sesuai ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Jaringan Kantor untuk
Bank Umum.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
8 Maret 2013
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULYA E. SIREGAR
KEPALA DEPARTEMEN
PENELITIAN DAN PENGATURAN PERBANKAN
DPNP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/7/DPNP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Berdasarkan Modal Inti </reg_title>
<set_date> 8 Maret 2013 </set_date>
<effective_date> 8 Maret 2013 </effective_date>
<related_reg> '14/26/PBI/2012' </related_reg>
|
No. 17/29/DPM
Jakarta, 26 Oktober 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DAN LEMBAGA PERANTARA
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar
Terbuka
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5440) dan dalam rangka untuk
mengelola aliran modal serta menjaga keseimbangan penawaran dan
permintaan di pasar forward, perlu dilakukan perubahan kedua atas
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember
2014 perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana telah diubah dengan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/8/DPM tanggal 20 Mei 2015
dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
1. Ketentuan butir I.A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
A. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
1. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter oleh
Bank Indonesia dalam rangka pengendalian moneter
melalui Operasi Pasar Terbuka dan Koridor Suku Bunga
(Standing Facilities).
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disingkat OPT adalah
adalah …
2
adalah kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan
oleh Bank Indonesia dengan Peserta OPT dalam rangka
Operasi Moneter.
3. Peserta OPT adalah Bank yang memenuhi persyaratan
sebagai peserta Operasi Moneter sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta dan
Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
4. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Perbankan, yang melakukan
kegiatan usaha secara konvensional.
5. Lembaga Perantara adalah pialang pasar uang Rupiah dan
valuta asing, dan perusahaan efek yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan Republik Indonesia sebagai dealer utama
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai kriteria dan persyaratan Surat
Berharga, Peserta, dan Lembaga Perantara dalam Operasi
Moneter.
6. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia, Surat Berharga Negara dan surat berharga
lain yang digunakan dalam transaksi OPT sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai kriteria dan persyaratan Surat Berharga, Peserta,
dan Lembaga Perantara dalam Operasi Moneter.
7. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI
adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek.
8. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat
SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya
antar Bank.
9. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN
adalah Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah
Negara …
3
Negara.
10. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam
mata uang Rupiah maupun valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Surat Utang
Negara.
11. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN, atau dapat disebut Sukuk Negara, adalah SBN yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah baik dalam mata
uang Rupiah maupun valuta asing sebagai bukti atas
penyertaan terhadap aset SBSN, sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang tentang Surat Berharga Syariah
Negara.
12. Transaksi Repurchase Agreement yang selanjutnya disebut
Transaksi Repo adalah transaksi penjualan Surat Berharga
oleh Peserta OPT kepada Bank Indonesia, dengan kewajiban
pembelian kembali oleh Peserta OPT sesuai dengan harga
dan jangka waktu yang disepakati.
13. Transaksi Reverse Repo adalah transaksi pembelian Surat
Berharga oleh Peserta OPT dari Bank Indonesia, dengan
kewajiban penjualan kembali oleh Peserta OPT sesuai
dengan harga dan jangka waktu yang disepakati.
14. Penempatan Berjangka yang selanjutnya disebut Term
Deposit adalah penempatan dana dalam Rupiah dan/atau
valuta asing milik Peserta OPT secara berjangka di Bank
Indonesia.
15. Transaksi Outright adalah transaksi pembelian dan
penjualan Surat Berharga oleh Peserta OPT dari Bank
Indonesia secara putus tanpa kewajiban penjualan dan
pembelian kembali oleh Peserta OPT.
16. Rekening Giro adalah rekening giro milik Peserta OPT di
Bank Indonesia.
17. Rekening Surat Berharga adalah rekening Surat Berharga
Peserta …
4
Peserta OPT yang tercatat di rekening perdagangan atau
aktif di Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement
System.
18. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan
kegiatan kustodian yang memenuhi persyaratan dan
disetujui oleh Bank Indonesia melakukan fungsi
penatausahaan Surat Berharga untuk kepentingan
nasabah.
19. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi
dengan Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan Surat Berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta, penyelenggara, dan
Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement.
20. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem
transfer dana elektronik antar peserta Sistem BI-RTGS
dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan
secara seketika per transaksi secara individual.
21. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya
disebut Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank
kepada Bank Indonesia secara harian, termasuk
penyediaan informasi pasar uang dan pengumuman dari
Bank Indonesia.
22. Transaksi Penjualan Valuta Asing Terhadap Surat Berharga
Negara yang selanjutnya disebut Transaksi Valas Terhadap
SBN adalah transaksi penjualan valuta asing terhadap
Rupiah oleh Bank Indonesia dengan pembelian SBN secara
outright oleh Bank Indonesia yang dilakukan pada saat
yang bersamaan.
23. Bank Koresponden adalah bank tempat pemeliharaan
rekening giro valuta asing dalam rangka pembayaran
dan/atau penerimaan dana valuta asing ke atau dari Bank.
24. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh surat
penunjukan dari otoritas yang berwenang untuk dapat
melakukan …
5
melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing.
25. Transaksi Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing
terhadap Rupiah melalui pembelian atau penjualan tunai
(spot) dengan penjualan atau pembelian kembali secara
berjangka (forward) yang dilakukan secara simultan dengan
counterpart yang sama dan pada tingkat harga yang dibuat
dan disepakati pada tanggal transaksi dilakukan.
26. Transaksi Swap Beli Bank Indonesia adalah transaksi jual
valuta asing oleh Bank Indonesia melalui penjualan tunai
(spot) dengan diikuti transaksi pembelian kembali valuta
asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang
dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama
pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal
transaksi dilakukan.
27. Transaksi Swap Jual Bank Indonesia adalah transaksi beli
valuta asing oleh Bank Indonesia melalui pembelian tunai
(spot) dengan diikuti transaksi penjualan kembali valuta
asing oleh Bank Indonesia secara berjangka (forward) yang
dilakukan secara simultan dengan counterpart yang sama
pada tingkat harga yang dibuat dan disepakati pada tanggal
transaksi dilakukan.
28. Standard Settlement Instruction adalah suatu pedoman
tertentu dalam melakukan transfer dana melalui sarana
telekomunikasi yang antara lain memuat nama Bank
Koresponden, nomor rekening, kode kliring, dan kode
Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication
(SWIFT).
29. Transaksi Forward adalah transaksi jual atau beli antara
valuta asing terhadap Rupiah dengan penyerahan dana
dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja setelah tanggal
transaksi.
30. Transaksi Forward Jual Bank Indonesia adalah transaksi
jual valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan Bank
Indonesia dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2
(dua) hari kerja setelah tanggal transaksi.
31. Transaksi …
6
31. Transaksi Forward Beli Bank Indonesia adalah transaksi
beli valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan Bank
Indonesia dengan penyerahan dana dilakukan lebih dari 2
(dua) hari kerja setelah tanggal transaksi.
32. Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate yang
selanjutnya disebut JISDOR adalah reperesentasi harga
spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah dari transaksi
antar Bank di pasar domestik termasuk transaksi Bank
dengan bank di luar negeri, yang informasi data
transaksinya dapat diakses melalui Sistem Monitoring
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah.
2. Ketentuan butir II.9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
9. Pembatasan Transaksi SBI Selama 1 (satu) Minggu Sejak
Kepemilikan SBI (Minimum Holding Period)
a. Ketentuan
1) Dalam jangka waktu 1 (satu) minggu yaitu 7 (tujuh) hari
kalender sejak tanggal setelmen pembelian, pemilik
SBI dilarang mentransaksikan SBI yang dimiliki
dengan pihak lain.
2) Transaksi SBI yang dilarang sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) antara lain transaksi repo, transaksi
outright, hibah, dan pengagunan.
3) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) maka transaksi repo sell and
buy back SBI tidak dapat dilakukan dengan jangka
waktu kurang dari 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh) hari
kalender.
4) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI
memiliki second leg dan tidak terjadi perpindahan
kepemilikan, antara lain repo collateralized borrowing,
pengagunan (pledge), dan securities lending and
borrowing, pemilik SBI dapat
langsung
mentransaksikan …
7
mentransaksikan kembali SBI dimaksud setelah jatuh
waktu second leg.
5) Dengan memperhatikan pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), dalam hal transaksi SBI
memiliki second leg dan terjadi perpindahan
kepemilikan, antara lain repo sell and buyback SBI,
pemilik SBI dapat mentransaksikan kembali SBI
dimaksud dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Dalam hal second leg Transaksi Repo berhasil
dilakukan, SBI dimaksud dapat ditransaksikan
kembali oleh penjual repo 1 (satu) minggu atau 7
(tujuh) hari kalender sejak tanggal setelmen
second leg transaksi SBI dimaksud.
b) Dalam hal second leg Transaksi Repo tidak
berhasil dilakukan, SBI dimaksud dapat
ditransaksikan kembali oleh pembeli repo 1 (satu)
minggu atau 7 (tujuh) hari kalender sejak tanggal
setelmen first leg transaksi SBI dimaksud.
6) Dalam hal transfer SBI antar Sub-Registry tanpa
perpindahan kepemilikan atau transfer SBI karena
merger, akuisisi, dan konsolidasi, SBI dapat
ditransaksikan kembali 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh)
hari kalender sejak SBI dicatat di Sub-Registry awal
atau di Rekening Surat Berharga awal.
7) Larangan mentransaksikan SBI yang dimiliki dengan
pihak lain dalam jangka waktu 1 (satu) minggu atau 7
(tujuh) hari kalender sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) tidak berlaku untuk transaksi SBI oleh
Peserta OPT dengan Bank Indonesia.
8) Sub-Registry wajib menatausahakan SBI milik
nasabahnya dengan memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) sampai dengan
angka 7).
b. Pengawasan …
8
b. Pengawasan
1) Bank Indonesia melakukan monitoring dan/atau
pengawasan langsung atas pelaksanaan pembatasan
transaksi SBI selama 1 (satu) minggu atau 7 (tujuh)
hari kalender sejak kepemilikan SBI oleh Peserta OPT
dan Sub-Registry.
2) Dalam hal terdapat indikasi pelanggaran pelaksanaan
pembatasan transaksi SBI sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, Bank Indonesia menyampaikan surat
permintaan konfirmasi kepada Peserta OPT dan/atau
Sub-Registry.
3) Peserta OPT dan/atau Sub-Registry yang menerima
surat permintaan konfirmasi sebagaimana dimaksud
dalam angka 2) menyampaikan tanggapan secara
tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat 3 (tiga)
hari kerja setelah tanggal surat konfirmasi dari Bank
Indonesia.
4) Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam angka 3) Peserta OPT dan/atau Sub-
Registry tidak menyampaikan tanggapan tertulis maka
Peserta OPT dan/atau Sub-Registry dianggap
mengkonfirmasi indikasi pelanggaran tersebut.
5) Atas pelanggaran pelaksanaan pembatasan transaksi
SBI sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank
Indonesia akan mengenakan sanksi sebagaimana
diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang
Operasi Moneter.
3. Ketentuan butir X.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Transaksi Swap memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. jenis valuta asing dalam Transaksi Swap adalah Dolar
Amerika Serikat;
b. Transaksi Swap dapat memiliki jangka waktu 1 (satu) hari
sampai dengan 1 (satu) tahun, yang dihitung 1 (satu) hari
setelah …
9
setelah tanggal setelmen sampai dengan tanggal jatuh
waktu; dan
c. kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang
digunakan dalam Transaksi Swap adalah JISDOR.
4. Di antara Bab X dan Bab XI disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab XA
sehingga berbunyi sebagai berikut:
XA. TRANSAKSI FORWARD DENGAN METODE LELANG
1. Transaksi Forward dilakukan dalam rangka mendukung
pengelolaan likuiditas dalam mencapai sasaran operasional
kebijakan moneter dengan cara:
a. Transaksi Forward Jual Bank Indonesia; atau
b. Transaksi Forward Beli Bank Indonesia.
2. Transaksi Forward memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. jenis valuta asing dalam Transaksi Forward adalah
Dolar Amerika Serikat;
b. waktu penyerahan dana (tenor) Transaksi Forward
dilakukan lebih dari 2 (dua) hari kerja dan paling lama
12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam hari, yang
dihitung 1 (satu) hari setelah tanggal transaksi sampai
dengan tanggal setelmen; dan
c. kurs spot Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah yang
digunakan dalam Transaksi Forward adalah JISDOR
3. Peserta OPT yang dapat mengikuti Transaksi Forward adalah
Bank Devisa.
4. Metode Transaksi
a. Transaksi Forward dengan mekanisme lelang dilakukan
melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
b. Mekanisme lelang dilakukan dengan metode sebagai
berikut:
1) metode harga tetap (fixed rate tender), dengan
forward point Transaksi Forward ditetapkan oleh
Bank Indonesia; atau
2) metode harga beragam (variable rate tender),
dengan …
10
dengan forward point Transaksi Forward diajukan
oleh Peserta OPT.
5. Pengumuman dan Pelaksanaan Transaksi Forward
a. Transaksi Forward dapat dilakukan pada setiap hari
kerja yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Window time Transaksi Forward dapat dilakukan antara
pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB,
atau waktu lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang
Transaksi Forward paling lambat sebelum window
time, melalui Sistem LHBU dan/atau sarana lainnya.
d. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dibuka sebelum penerbitan JISDOR, kurs spot
yang digunakan adalah JISDOR hari kerja sebelumnya.
e. Dalam hal window time sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dibuka setelah penerbitan JISDOR, kurs spot
yang digunakan adalah JISDOR pada tanggal
transaksi.
f. Pengumuman rencana lelang Transaksi Forward antara
lain meliputi:
1) sarana transaksi;
2)
3)
tanggal lelang;
tenor;
4) window time;
5) metode lelang;
6)
tanggal setelmen atau tanggal valuta;
7) forward point, apabila lelang dilakukan dengan
metode fixed rate tender;
8)
9)
target indikatif lelang, apabila lelang dilakukan
dengan metode variable rate tender;
jenis valuta; dan
10) kurs spot.
6. Pengajuan Penawaran
a. Peserta OPT dapat mengajukan penawaran Transaksi
Forward …
11
Forward secara langsung dan/atau melalui Lembaga
Perantara.
b. Lembaga Perantara hanya dapat mengajukan
penawaran Transaksi Forward untuk kepentingan
Peserta OPT.
c. Peserta OPT dan Lembaga Perantara mengajukan
penawaran Transaksi Forward kepada Bank Indonesia
melalui sarana dealing system yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia dalam window time yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
d. Pengajuan penawaran Transaksi Forward antara lain
meliputi informasi:
1) nama Peserta OPT;
2)
3)
4)
5)
tanggal transaksi;
tenor;
tanggal setelmen atau tanggal valuta;
jenis valuta;
6) nilai nominal, apabila lelang dengan metode fixed
rate tender;
7) nilai nominal dan forward point, apabila lelang
dengan metode variable rate tender; dan
8) Standard Settlement Instruction.
e. Pengajuan penawaran Transaksi Forward sebagaimana
dimaksud dalam huruf d dapat diajukan paling banyak
2 (dua) kali untuk masing-masing tenor yang
ditawarkan.
f. Pengajuan penawaran nilai nominal dari Peserta OPT
dan Lembaga Perantara paling sedikit sebesar
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) dan
selebihnya dengan kelipatan sebesar USD1,000,000.00
(satu juta dolar Amerika Serikat).
g. Pengajuan penawaran forward point dari Peserta OPT
dan Lembaga Perantara paling sedikit sebesar Rp1,00
(satu rupiah) dan selebihnya dengan kelipatan sebesar
Rp1,00 (satu rupiah).
h. Dalam …
12
h. Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan penawaran,
Peserta OPT dan Lembaga Perantara hanya dapat
mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap
penawaran yang diajukan dalam window time
Transaksi Forward.
i. Koreksi sebagaimana dimaksud dalam huruf h antara
lain dapat dilakukan terhadap informasi sebagaimana
dimaksud dalam huruf d kecuali informasi nama
Peserta OPT dan tenor Transaksi Forward.
j. Dalam hal dilakukan koreksi atas jumlah penawaran
(nilai nominal) sebagaimana dimaksud dalam huruf h,
jumlah penawaran (nilai nominal) dimaksud harus
memenuhi penawaran nilai nominal sebagaimana
dimaksud dalam huruf f.
k. Peserta OPT dan Lembaga Perantara bertanggung jawab
atas kebenaran data penawaran Transaksi Forward
yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
l. Peserta OPT dan Lembaga Perantara dilarang
membatalkan penawaran yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia.
m. Dalam hal Peserta OPT dan Lembaga Perantara
mengajukan penawaran yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf d,
huruf e, huruf f, atau huruf g dan tidak melakukan
koreksi pengajuan penawaran dalam window time
Transaksi Forward sebagaimana dimaksud dalam
huruf h, penawaran dimaksud dinyatakan batal.
n. Bank Indonesia dapat menolak penawaran Transaksi
Forward yang diajukan oleh Peserta OPT apabila
Peserta OPT tidak memiliki counterparty limit yang
cukup.
7. Penetapan Pemenang Transaksi Forward
a. Dalam hal Transaksi Forward dilakukan dengan metode
lelang fixed rate tender, penetapan penawaran
Transaksi Forward yang dimenangkan dihitung dengan
cara …
13
cara:
1) Untuk Transaksi Forward Jual Bank Indonesia
a) Penawaran nilai nominal yang diajukan
Peserta OPT dimenangkan seluruhnya.
b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai
nominal yang diajukan Peserta OPT dapat
dimenangkan sebagian dengan perhitungan
secara proporsional.
2) Untuk Transaksi Forward Beli Bank Indonesia
a) Penawaran nilai nominal yang diajukan
Peserta OPT dimenangkan seluruhnya.
b) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai
nominal yang diajukan Peserta OPT dapat
dimenangkan sebagian dengan perhitungan
secara proporsional.
b. Dalam hal Transaksi Forward dilakukan dengan metode
lelang variable rate tender, penetapan penawaran
Transaksi Forward yang dimenangkan dihitung dengan
cara:
1) Bank Indonesia menetapkan batas forward point
yang diterima.
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal
penawaran yang dimenangkan dengan cara:
a) Untuk Transaksi Forward Jual Bank
Indonesia
(1) dalam hal forward point yang diajukan
Peserta OPT lebih tinggi dari batas
penawaran forward point yang diterima
Bank Indonesia, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh
penawaran Transaksi Forward yang
diajukan; atau
(2) dalam hal forward point yang diajukan
Peserta OPT sama dengan batas
penawaran forward point yang diterima
Bank …
14
Bank Indonesia, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh
atau sebagian dari penawaran Transaksi
Forward yang diajukan dengan
perhitungan secara proporsional.
b) Untuk Transaksi Forward Beli Bank
Indonesia
(1) dalam hal forward point yang diajukan
Peserta OPT lebih rendah dari batas
penawaran forward point yang diterima
Bank Indonesia, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh
penawaran Transaksi Forward yang
diajukan; atau
(2) dalam hal forward point yang diajukan
Peserta OPT sama dengan batas
penawaran forward point yang diterima
Bank Indonesia, Peserta OPT yang
bersangkutan memenangkan seluruh
atau sebagian dari penawaran Transaksi
Forward yang diajukan dengan
perhitungan secara proporsional.
c. Pembulatan nilai nominal yang dimenangkan oleh
pemenang lelang Transaksi Forward dengan
perhitungan secara proporsional dilakukan dengan
pembulatan ke seratus ribuan Dolar Amerika Serikat
terdekat dengan ketentuan:
1) untuk nominal kurang dari USD50,000.00 (lima
puluh ribu dolar Amerika Serikat) dibulatkan
menjadi 0 (nol); dan
2) untuk nominal USD50,000.00 (lima puluh ribu
dolar Amerika Serikat) atau lebih dibulatkan
menjadi USD100,000.00 (seratus ribu dolar
Amerika Serikat).
d. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang …
15
pemenang lelang Transaksi Forward.
8. Pengumuman Hasil Lelang Transaksi Forward
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang Transaksi
Forward, setelah dilakukan proses penetapan pemenang
lelang oleh Bank Indonesia, dengan mekanisme sebagai
berikut:
a. Mengumumkan hasil penetapan pemenang lelang
secara keseluruhan melalui Sistem LHBU dan/atau
sarana lainnya, antara lain berupa nilai nominal
Transaksi Forward yang dimenangkan dan rata-rata
tertimbang (weighted average) forward point per tenor.
b. Melakukan konfirmasi kepada pemenang lelang secara
individual melalui sarana dealing system yang
ditetapkan Bank Indonesia antara lain berupa:
1) nominal
lelang Transaksi Forward yang
dimenangkan Peserta OPT;
2) forward point yang dimenangkan;
3)
4)
tenor transaksi;
tanggal valuta;
5) permintaan Standard Settlement Instruction
Peserta OPT; dan
6) permintaan nomor Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT.
c. Dalam hal penawaran lelang diajukan melalui Lembaga
Perantara, konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam
huruf b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal Peserta OPT tidak memiliki sarana
dealing system yang ditetapkan Bank Indonesia,
konfirmasi akan dilakukan melalui Lembaga
Perantara; atau
2) dalam hal Peserta OPT memiliki sarana dealing
system yang ditetapkan Bank Indonesia,
konfirmasi akan dilakukan kepada Peserta OPT
yang bersangkutan.
9. Setelmen …
16
9. Setelmen Transaksi Forward
a. Untuk Lelang Forward Jual Bank Indonesia
1) Pada tanggal valuta Transaksi Forward, Bank
Indonesia melakukan transfer dana Dolar Amerika
Serikat ke rekening Peserta OPT di Bank
Koresponden sebesar nilai nominal Dolar Amerika
Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan.
2) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika
Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan
dikalikan kurs setelmen Transaksi Forward.
3) Kurs setelmen Transaksi Forward adalah JISDOR
saat tanggal transaksi ditambah forward point
yang dimenangkan Peserta OPT.
4) Dalam hal pada tanggal setelmen Transaksi
Forward, Peserta OPT tidak memiliki dana Rupiah
yang cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen,
Peserta OPT wajib menyediakan dana Rupiah yang
cukup untuk memenuhi kewajiban setelmen pada
hari kerja berikutnya.
5) Pembayaran nominal Transaksi Forward
sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dilakukan
melalui pendebetan Rekening Giro Rupiah Peserta
OPT di Bank Indonesia.
6) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 4),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
b. Untuk Lelang Forward Beli Bank Indonesia
1) Pada tanggal valuta Transaksi Forward, Bank
Indonesia mengkredit Rekening Giro Rupiah
Peserta OPT sebesar nilai nominal Dolar Amerika
Serikat Transaksi Forward yang dimenangkan
dikalikan kurs setelmen Transaksi Forward.
2) Kurs …
17
2) Kurs setelmen Transaksi Forward adalah JISDOR
pada tanggal transaksi ditambah forward point
yang dimenangkan Peserta OPT.
3) Peserta OPT wajib menyelesaikan transfer dana
Dolar Amerika Serikat sebesar nilai nominal Dolar
Amerika Serikat pada setelmen Transaksi Forward
ke rekening Bank Indonesia di Bank Koresponden
paling lambat pada tanggal setelmen.
4) Dalam hal pada tanggal setelmen, Peserta OPT
tidak memenuhi kewajiban setelmen sebagaimana
dimaksud dalam angka 3), Peserta OPT wajib
menyelesaikan transfer dana Dolar Amerika
Serikat pada hari kerja berikutnya.
5) Atas keterlambatan penyelesaian kewajiban
setelmen sebagaimana dimaksud dalam angka 4),
Peserta OPT dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai Operasi Moneter.
c. Dalam hal setelah terjadinya Transaksi Forward
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b,
tanggal setelmen ditetapkan sebagai hari libur oleh
pemerintah, pelaksanaan setelmen dilakukan pada
hari kerja berikutnya.
5. Ketentuan butir XI.2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Sanksi Transaksi OPT Dalam Valuta Asing Selain Term Deposit
Valas
a. Peserta OPT dikenakan sanksi dalam hal tidak dapat
memenuhi kewajiban setelmen transaksi OPT dalam valuta
asing, meliputi:
1) Transaksi Valas Terhadap SBN sebagaimana dimaksud
dalam butir VI.10.j;
2) Transaksi Swap dengan metode lelang sebagaimana
dimaksud dalam butir X.9.a.1)d), butir X.9.a.2)d), butir
X.9.b.1)d), dan butir X.9.b.2)d); dan/atau
3) Transaksi …
18
3) Transaksi Forward dengan metode lelang sebagaimana
dimaksud dalam butir XA.9.a.4) dan butir XA.9.b.4).
b. Sanksi sebagaimana dimaksud dalam huruf a berupa:
1) teguran tertulis dengan tembusan kepada Otoritas Jasa
Keuangan; dan
2) kewajiban membayar yang dihitung atas dasar:
a) suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal
penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus)
bps (basis point) dikalikan nominal transaksi
dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh)
untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam
valuta Dolar Amerika Serikat;
b) suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral
atau otoritas moneter di negara valuta yang
bersangkutan (official rate) yang berlaku pada
tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua
ratus) bps (basis point) dikalikan nominal
transaksi dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus
enam puluh) untuk penyelesaian kewajiban
pembayaran dalam valuta asing non Dolar
Amerika Serikat; atau
c) suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI Rate)
yang berlaku ditambah 200 (dua ratus) bps (basis
point) dikalikan nominal transaksi dikalikan
1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk
penyelesaian kewajiban pembayaran dalam
Rupiah.
c. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir b.1) dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal setelmen.
d. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam b.2) dilakukan dengan mendebet Rekening
Giro Rupiah atau Rekening Giro valuta asing Peserta OPT
yang ada di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal kewajiban setelmen.
6. Menambah …
19
6. Menambah 1 (satu) lampiran mengenai contoh perhitungan
pemenang Transaksi Forward sebagaimana tercantum dalam
Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
Terhadap SBI yang diterbitkan sebelum berlakunya Surat Edaran
Bank Indonesia ini, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
butir II.9.a Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Transaksi atas SBI yang dilakukan setelah berlakunya Surat Edaran
Bank Indonesia ini yang merupakan bagian dari transaksi yang telah
dilakukan sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku, tetap
tunduk pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir II.9 Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014
perihal Operasi Pasar Terbuka sebagaimana diubah dengan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 17/8/DPM tanggal 20 Mei 2015 sampai dengan
transaksi yang bersangkutan jatuh waktu.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 26
Oktober 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
DODDY ZULVERDI
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/29/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/23/DPM tanggal 24 Desember 2014 perihal Operasi Pasar Terbuka </reg_title>
<set_date> 26 Oktober 2015 </set_date>
<effective_date> 26 Oktober 2015 </effective_date>
<changed_reg> '16/23/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg>
<extension_of> '17/8/DPM|SE-BI/2015' </extension_of>
<related_reg> '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010', '17/8/DPM|SE-BI/2015', '16/23/DPM|SE-BI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 5 Angka 2' </penalty_list>
|
No. 6/39/DASP
Jakarta, 16 September 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Biaya Kliring
Sebagai salah satu pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal
dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring
Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 139,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3873), sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000
tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian
Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 88), Bank Indonesia telah
menetapkan ketentuan mengenai biaya Kliring dalam bentuk Surat Edaran Bank
Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, dengan digunakannya Tanda Pengenal
dalam penyelenggaraan Kliring Lokal yang terintegrasi dengan sistem keamanan
secara elektronik di Kantor Pusat Bank Indonesia dan Kantor Bank Indonesia
yang dilakukan secara bertahap, dan rencana penyediaan Fasilitas Perekaman
Data Hasil Kliring Dalam Bentuk Compact Disk (Fasilitas CD Kliring), perlu
dilakukan perubahan pengaturan dalam ketentuan mengenai biaya Kliring
dimaksud.
Sehubungan …
2
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, perlu dilakukan penyesuaian
atas pengaturan biaya Kliring, sebagai berikut.
I.
JENIS DAN BESARNYA BIAYA
A. Kliring Lokal Secara Elektronik
1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara elektronik
terdiri dari:
a. biaya administrasi sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah) per bulan yang dibebankan kepada setiap Peserta
Langsung Aktif (PLA) dan Peserta Langsung Pasif (PLP);
b.
biaya proses terdiri dari:
1) biaya proses Warkat Kliring penyerahan sebesar
Rp1.000,00 (seribu rupiah) per Data Keuangan
Elektronik (DKE);
2) biaya proses Warkat Kliring pengembalian sebesar
Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per DKE.
2.
Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda Pengenal
Petugas Kliring (TPPK) sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu
rupiah), baik untuk TPPK Proximity yang dilengkapi magnetic
stripe maupun yang tidak dilengkapi magnetic stripe.
3. Dalam hal terdapat Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca
pilah (Warkat reject) dan jumlahnya melebihi 2% (dua
perseratus) dari Warkat yang
bersangkutan dikenakan biaya Warkat reject sebesar Rp1.000,00
(seribu rupiah) per Warkat dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Apabila Warkat reject disebabkan oleh:
diserahkan, Peserta yang
1) pencantuman …
3
1) pencantuman informasi dalam bentuk Magnetic Ink
Character Recognition (MICR) pada nilai nominal Cek
dan Bilyet Giro; dan
2) pencantuman semua informasi dalam bentuk MICR
pada Warkat selain Cek dan Bilyet Giro,
biaya Warkat reject
menyerahkan Warkat.
dikenakan kepada Peserta
yang
b. Apabila Warkat reject disebabkan oleh pencantuman
informasi dalam bentuk MICR selain nilai nominal pada
Cek dan Bilyet Giro, biaya Warkat reject dikenakan kepada
Peserta yang menerima Warkat.
Dalam hal Warkat reject melebihi 2% (dua perseratus),
perhitungan biaya Warkat reject dilakukan atas dasar seluruh
Warkat reject yang diproses pada hari tersebut.
Ketentuan biaya Warkat reject sebagaimana dimaksud di atas
tidak berlaku untuk Warkat Kliring penyerahan nominal besar.
4. Bagi Peserta yang memanfaatkan fasilitas Sistem Informasi
Kliring
Jarak
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan.
5. Bagi Peserta yang memanfaatkan Fasilitas CD Kliring dikenakan
biaya dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Pengguna Tetap dikenakan biaya sebesar Rp20.000,00 (dua
puluh ribu rupiah) per CD.
b. Pengguna Tidak
Tetap dikenakan biaya sebesar
Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per CD.
c. Permintaan perekaman ulang CD Kliring dikenakan biaya
sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per CD.
Jauh (SIKJJ) dikenakan biaya sebesar
B.
Kliring …
4
B. Kliring Lokal Secara Otomasi
1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi
terdiri dari:
a. biaya administrasi sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu
rupiah) per bulan yang dibebankan kepada setiap Peserta
Langsung maupun Peserta Tidak Langsung.
b.
biaya proses terdiri dari:
1) biaya proses Warkat Kliring penyerahan sebesar
Rp1.000,00 (seribu rupiah) per Warkat.
2) biaya proses Warkat Kliring pengembalian sebesar
Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per DKE.
2. Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan TPPK sebagai
berikut:
a. TPPK Proximity baik yang dilengkapi dengan magnetic
stripe maupun yang tidak dilengkapi magnetic stripe,
masing-masing dikenakan biaya penggantian yang sama
sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah);
b. TPPK tanpa Proximity yang dilengkapi dengan magnetic
stripe dikenakan biaya penggantian sebesar Rp17.500,00
(tujuh belas ribu lima ratus rupiah), sedangkan TPPK tanpa
Proximity yang tidak dilengkapi dengan magnetic stripe
dikenakan biaya penggantian sebesar Rp5.000,00 (lima ribu
rupiah).
3. Dalam hal terdapat Warkat reject melebihi 2% (dua perseratus)
dari Warkat yang
diserahkan, Peserta yang
dikenakan biaya Warkat reject sebesar Rp1.000,00
rupiah) per Warkat dengan ketentuan sebagai berikut:
bersangkutan
(seribu
a. Apabila …
5
a. Apabila Warkat reject disebabkan oleh:
1) pencantuman informasi dalam bentuk MICR pada nilai
nominal Cek dan Bilyet Giro; dan
2) pencantuman semua informasi dalam bentuk MICR
pada Warkat selain Cek dan Bilyet Giro,
biaya Warkat reject
menyerahkan Warkat.
dikenakan kepada Peserta
yang
b. Apabila Warkat reject disebabkan oleh pencantuman
informasi dalam bentuk MICR selain nilai nominal pada
Cek dan Bilyet Giro, biaya Warkat reject dikenakan kepada
Peserta yang menerima Warkat.
Dalam hal Warkat reject melebihi 2% (dua perseratus),
perhitungan biaya Warkat reject dilakukan atas dasar seluruh
Warkat reject yang diproses pada hari tersebut.
Ketentuan biaya Warkat reject sebagaimana dimaksud di atas
tidak berlaku untuk Warkat Kliring penyerahan nominal besar.
4. Bagi Peserta yang memanfaatkan fasilitas SIKJJ dikenakan biaya
sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan.
5. Bagi Peserta yang memanfaatkan Fasilitas CD Kliring dikenakan
biaya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pengguna Tetap dikenakan biaya sebesar Rp20.000,00 (dua
puluh ribu rupiah) per CD.
b. Pengguna Tidak Tetap CD Kliring dikenakan biaya sebesar
Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per CD.
c. Permintaan perekaman ulang CD Kliring dikenakan biaya
sebesar Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) per CD.
C.
Kliring …
6
C. Kliring Lokal Secara Semi Otomasi
1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara semi otomasi
terdiri dari:
a. biaya Kliring penyerahan sebesar Rp500,00 (lima ratus
rupiah) per DKE;
b. biaya Kliring pengembalian sebesar Rp5.000,00 (lima ribu
rupiah) per DKE.
2. Khusus untuk Peserta Kliring Lokal yang Penyelenggaranya
adalah pihak lain yang mendapat persetujuan Bank Indonesia,
pengenaan biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1 hanya
berlaku apabila Penyelenggara Kliring Lokal tersebut memenuhi
ketentuan dalam butir I.C.4 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian
Persetujuan
Terhadap Pihak Lain
untuk
Menyelenggarakan
Kliring Lokal di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 3/25/DASP tanggal 28 November 2001 perihal
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/4/DASP
tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian Persetujuan
Terhadap Pihak Lain untuk Menyelenggarakan Kliring Lokal di
Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank Indonesia.
3.
Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda Pengenal
Wakil Peserta Kliring (TPWPK) sebagai berikut:
a. TPWPK Proximity dikenakan biaya penggantian sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah);
b. TPWPK tanpa Proximity dikenakan biaya penggantian
sebesar Rp5.000,00 (lima ribu rupiah).
D. Kliring …
7
D. Kliring Lokal Secara Manual
Mengingat jumlah Warkat yang dipertukarkan dalam Kliring Lokal
secara manual yang dilakukan oleh Penyelenggara yang bukan Bank
Indonesia tidak terlalu besar dan disamping itu Penyelenggara masih
menerima bantuan biaya dari Bank Indonesia maka Penyelenggara
Kliring Lokal secara Manual tidak dapat mengenakan biaya apapun
kepada Peserta.
II. BIAYA LAIN PADA SISTEM KLIRING ELEKTRONIK, OTOMASI,
DAN SEMI OTOMASI
A. Dalam hal Peserta melakukan permintaan ulang atas laporan hasil
Kliring dan daftar rincian pembebanan biaya Kiring, Peserta dikenakan
biaya sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per laporan.
B. Permintaan ulang atas laporan hasil Kliring dan daftar rincian
pembebanan biaya Kliring sebagaimana dimaksud dalam huruf A
dapat diproses oleh Penyelenggara apabila diajukan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterbitkannya laporan
hasil Kliring dan daftar rincian pembebanan biaya tersebut.
C. Dalam hal Peserta pada penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi
dan elektronik mengajukan permintaan Salinan Warkat maka Peserta
yang bersangkutan dikenakan biaya sebesar Rp1.000,00 (seribu
rupiah) per lembar.
III. PENGHITUNGAN DAN PEMBEBANAN BIAYA PADA SISTEM
KLIRING ELEKTRONIK, OTOMASI, DAN SEMI OTOMASI
A. Penyelenggara menghitung biaya sebagaimana dimaksud dalam angka
I dan II
lambat minggu pertama bulan berikutnya dengan cara sebagai berikut:
1.
setiap akhir bulan dan pembebanannya dilakukan paling
Mendebet …
8
1. Mendebet Rekening Giro Peserta yang berada di Penyelenggara
untuk Kliring Lokal yang diselenggarakan Bank Indonesia.
2. Menerbitkan Nota Debet atas beban Peserta melalui Kliring untuk
Kliring Lokal yang diselenggarakan oleh pihak lain yang disetujui
Bank Indonesia.
B. Penyelenggara menerbitkan daftar rincian pembebanan biaya Kliring
setelah melakukan pendebetan Rekening Giro Peserta kepada masing-
masing Peserta. Daftar rincian pembebanan biaya Kliring tersebut
disediakan oleh Penyelenggara untuk diambil oleh masing-masing
Peserta bersamaan dengan pengambilan Warkat dan laporan hasil
Kliring.
IV. PENGENAAN BIAYA OLEH PESERTA KEPADA NASABAH
1. Mengingat dalam Penyelenggaraan Kliring Lokal baik
Penyelenggara maka
untuk
mendukung
secara
elektronik, otomasi, maupun semi otomasi Peserta dikenakan biaya
oleh
kelancaran
penyelenggaraan Kliring, Peserta dapat mengenakan biaya kepada
masing-masing nasabah.
2. Peserta wajib mengumumkan besarnya biaya Kliring yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia. Pengumuman dilakukan secara tertulis di setiap
kantor Peserta pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah.
V. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 4/13/DASP tanggal 24 September 2002 perihal Biaya
Kliring dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan …
9
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 September
2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/39/DASP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Biaya Kliring </reg_title>
<set_date> 16 September 2004 </set_date>
<effective_date> 16 September 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '4/13/DASP|SE-BI/2002' </replaced_reg>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
|
No.9/1/DInt
Jakarta, 15 Februari 2007
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA
Perihal : Pinjaman Luar Negeri Bank
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/1/PBI/2005 tanggal 10 Januari 2005 tentang Pinjaman Luar Negeri
Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 3, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4467), perlu diatur ketentuan
pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut :
I. A. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, termasuk
kantor cabangnya di luar negeri dan kantor cabang bank asing di
Indonesia.
2. Pinjaman Luar Negeri Bank yang untuk selanjutnya disebut PLN adalah
semua bentuk pinjaman atau kewajiban Bank kepada bukan penduduk
dalam valuta asing maupun rupiah dan surat berharga dalam valuta
asing yang diterbitkan oleh Bank.
3. Bukan ...
3. Bukan Penduduk adalah orang, badan hukum atau badan lainnya yang
tidak berdomisili di Indonesia atau berdomisili di Indonesia kurang dari
1 (satu) tahun dan kegiatan utamanya tidak di Indonesia.
4. PLN Jangka Pendek adalah PLN dengan jangka waktu sampai dengan 1
(satu) tahun, serta giro, deposito, tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
5. PLN Jangka Panjang adalah PLN dengan jangka waktu lebih dari 1
(satu) tahun.
6. Modal Bank adalah :
a. modal inti dan modal pelengkap bagi Bank yang berkantor pusat di
Indonesia; atau
b. dana bersih kantor pusat dan kantor lainnya di luar negeri (Net Head
Office Fund) bagi kantor cabang bank asing,
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
7. Dana Usaha adalah dana bersih kantor pusat bank asing pada kantor
cabangnya di Indonesia yang merupakan komponen modal untuk kantor
cabang bank asing sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
tentang Persyaratan dan Tatacara Pembukaan Kantor Cabang, Kantor
Cabang Pembantu dan Kantor Perwakilan Bank Asing.
B. PRINSIP UMUM
1. PLN yang dilakukan oleh kantor cabang bank di luar negeri (KCLN)
termasuk dalam perhitungan PLN kantor pusat Bank di Indonesia.
2. Orang, badan hukum atau badan lainnya dianggap sebagai Bukan
Penduduk apabila :
a. tidak berdomisili di Indonesia atau berdomisili di Indonesia kurang
dari 1 (satu) tahun, dan
b. kegiatan utamanya tidak di Indonesia.
Sebagai ...
Sebagai contoh : Kantor Perwakilan dari lembaga/perusahaan/bank
asing yang berdomisili di Indonesia dianggap sebagai Bukan Penduduk.
3. PLN dapat berupa :
a. Pinjaman baik dalam rupiah maupun valuta asing dari Bukan
Penduduk yang dilakukan berdasarkan perjanjian pinjaman (loan
agreement);
b. Surat berharga baik dalam rupiah maupun valuta asing yang
diterbitkan di pasar keuangan internasional;
c. Surat berharga baik dalam rupiah maupun valuta asing yang dijual
secara over the counter (OTC) kepada Bukan Penduduk. OTC
sebagaimana dimaksud di atas adalah transaksi penjualan surat
berharga yang dilakukan secara private placement tidak melalui
bursa pasar keuangan, tetapi penjualan secara langsung yang
dilakukan secara bilateral antara Bank dengan Bukan Penduduk pada
saat penerbitan.
d. Surat berharga dalam valuta asing yang diterbitkan di pasar
keuangan dalam negeri;
e. Surat berharga dalam valuta asing yang dijual secara OTC kepada
penduduk;
f. Kewajiban dalam bentuk giro, deposito, tabungan, call money dan
kewajiban lainnya kepada Bukan Penduduk baik dalam rupiah
maupun valuta asing. Contoh kewajiban lainnya sebagaimana
dimaksud di atas adalah :
1) kewajiban yang timbul dari transaksi repo penjualan Surat-Surat
Berharga (SSB) yang diterbitkan oleh Bukan Penduduk
(offshore).
2) kewajiban yang timbul dari transaksi derivatif yang tercatat
dalam on balance sheet.
g. Bentuk ...
g. Bentuk kewajiban dan surat berharga sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sampai dengan huruf f berdasarkan prinsip syariah.
Surat berharga sebagaimana dimaksud di atas dapat berupa Bond,
Commercial Paper, Promissory Notes, Medium Terms Notes (MTN),
Floating Rate Notes (FRN), Negotiable Certificate Deposit (NCD)
dan bentuk surat berharga lainnya.
Surat berharga sebagaimana dimaksud dalam butir b, c, d dan e yang
diperhitungkan sebagai PLN adalah surat berharga pada saat
penerbitan.
C. PLN JANGKA PENDEK
1. Bank dapat memperoleh PLN Jangka Pendek tanpa persetujuan dari
Bank Indonesia.
2. Bank wajib membatasi posisi saldo harian PLN Jangka Pendek paling
tinggi 30% (tiga puluh perseratus) dari modal bank termasuk yang
dimiliki oleh kantor cabangnya di luar negeri.
3. Pembatasan posisi saldo harian PLN Jangka Pendek sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dikecualikan terhadap :
a. PLN Jangka Pendek dari Pemegang Saham Pengendali dalam rangka
mengatasi kesulitan likuiditas Bank.
PLN Jangka Pendek dari Pemegang Saham Pengendali dimaksud
dikecualikan mengingat Pemegang Saham Pengendali mempunyai
kewajiban untuk membantu Bank apabila Bank mengalami kesulitan
likuiditas.
Yang dimaksud dengan Pemegang Saham Pengendali adalah
Pemegang Saham Pengendali sebagaimana diatur dalam ketentuan
Bank Indonesia tentang Bank Umum yang berlaku.
Yang dimaksud dengan kesulitan likuiditas adalah kesulitan
memenuhi kewajiban jangka pendek yang disebabkan oleh
terjadinya ...
terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan
arus dana keluar (mismatch) baik valas maupun rupiah, tidak
termasuk dalam rangka kegiatan ekspansi usaha.
b. Dana Usaha kantor cabang bank asing di Indonesia sampai dengan
paling tinggi 100% (seratus perseratus) dari Dana Usaha yang
dinyatakan (declared Dana Usaha).
c. Giro, tabungan dan deposito milik perwakilan negara asing serta
lembaga internasional, termasuk anggota stafnya.
Perwakilan negara asing termasuk juga perwakilan pemerintah
daerah negara asing yang mewakili secara resmi pemerintah daerah
negara asing tersebut dalam melakukan tugasnya.
Lembaga internasional termasuk antara lain International Monetary
Fund (IMF), World Bank dan lembaga internasional lainnya sejenis
yang kegiatannya bersifat nirlaba.
d. Giro milik Bukan Penduduk yang digunakan untuk kegiatan
investasi di Indonesia.
Deposito, tabungan dan lainnya yang sejenis diluar giro milik Bukan
Penduduk yang digunakan untuk kegiatan investasi tidak termasuk
yang dikecualikan.
4. PLN Jangka Pendek yang diperpanjang (roll over) tetap merupakan
PLN Jangka Pendek. Dalam hal akan diperpanjang lebih dari 1 (satu)
tahun maka akan diperlakukan sebagai PLN Jangka Panjang baru yang
harus mengikuti prosedur berdasarkan ketentuan yang berlaku.
D. PLN JANGKA PANJANG
1. Pengertian masuk pasar dibedakan untuk masing-masing jenis
instrumen PLN Jangka Panjang sebagai berikut:
a. untuk ...
a. untuk perjanjian pinjaman adalah pada saat perjanjian
ditandatangani;
b. untuk surat berharga yang diterbitkan di bursa adalah pada saat
dilakukan penawaran resmi di pasar (public expose);
c. untuk surat berharga melalui private placement antara lain dalam
bentuk MTN, FRN atau Credit Link Notes (CLN) adalah pada saat
surat berharga diterbitkan.
2. Rencana Masuk Pasar
a. Bank yang akan masuk pasar untuk memperoleh PLN Jangka
Panjang wajib mencantumkan rencana masuk pasar dimaksud dalam
Rencana Bisnis Bank.
Rencana Bisnis Bank adalah rencana bisnis sebagaimana diatur
dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Rencana Bisnis Bank
Umum.
b. Rencana masuk pasar yang dicantumkan dalam Rencana Bisnis
Bank termasuk rencana roll over PLN Jangka Panjang yang sudah
direalisasikan oleh Bank.
3. Permohonan Persetujuan Masuk Pasar
a. Bank yang akan masuk pasar untuk memperoleh PLN Jangka
Panjang wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Bank
Indonesia.
b. Bank yang akan masuk pasar wajib menyampaikan permohonan
persetujuan rencana masuk pasar kepada Bank Indonesia c.q
Direktorat Internasional (DInt) paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
masuk pasar dengan mencantumkan hal-hal sebagai berikut :
1) Rencana waktu/tanggal masuk pasar
2) Informasi terms and conditions pinjaman, meliputi :
a) mata …
a) mata uang, jumlah dan bentuk pinjaman;
b) pemberi pinjaman (untuk penerbitan surat utang atau
pinjaman sindikasi memperhatikan region/negara potensial
pembeli/target pembeli serta underwriter atau lead manager);
c) hubungan dengan peminjam;
d) jangka waktu pinjaman, termasuk masa tenggang (grace
period);
e) maturity pinjaman (pokok dan bunga);
f) suku bunga indikatif pinjaman;
g) biaya-biaya dan all in cost pinjaman;
h) debt covenant;
i) lain-lain (jika terdapat hal-hal lain yang perlu disampaikan).
3) Alasan dan tujuan melakukan pinjaman
4) Analisis forecast cashflow yang dibuat Bank, sesuai dengan tenor
pinjaman dengan memperhatikan current exposure Bank dan
komposisi utang lainnya termasuk dalam rupiah.
5) Analisis kesiapan risk management/assessment Bank terhadap
risiko (yang diuraikan Bank antara lain risiko kredit, risiko
likuiditas dan risiko pasar).
6) Draft perjanjian pinjaman (jika ada)
Penjelasan masing-masing item dapat disampaikan dalam
lembaran-lembaran terpisah.
Bank yang dapat mengajukan permohonan masuk pasar sewaktu-
waktu adalah Bank dalam pengawasan khusus (special surveillance)
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia tentang Tindak
Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank.
Rencana masuk pasar yang perlu dimintakan persetujuan termasuk
rencana roll over PLN Jangka Panjang dan rencana roll over PLN
Jangka Pendek menjadi PLN Jangka Panjang.
c. Persetujuan…
c. Persetujuan masuk pasar yang diberikan oleh Bank Indonesia
berlaku untuk jangka waktu selama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
persetujuan masuk pasar diberikan.
d. Bank yang belum dapat merealisasikan masuk pasarnya dalam
waktu 3 (tiga) bulan, harus melaporkan alasan pembatalan atau
penundaannya dengan menggunakan formulir Laporan Realisasi
Masuk Pasar.
e. Dalam hal melampaui 3 (tiga) bulan dan Bank tetap akan masuk
pasar maka Bank wajib meminta persetujuan masuk pasar kembali
dengan prosedur sebagaimana ketentuan tatacara masuk pasar.
f. Bank dapat merealisasikan masuk pasar secara bertahap sepanjang
tidak melampaui jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak persetujuan
masuk pasar diberikan oleh Bank Indonesia.
g. Apabila permohonan ijin masuk pasar Bank ditolak, maka sewaktu-
waktu Bank dapat mengajukan permohonan ijin masuk pasar
kembali.
h. Apabila dalam pelaksanaannya Bank melakukan penarikan dan
pelunasan PLN Jangka Panjang dalam kurun waktu kurang dari 1
(satu) tahun, maka PLN Jangka Panjang tersebut dikategorikan
sebagai PLN Jangka Pendek. Sebagai contoh prepayment, revolving,
atau penarikan dan pelunasan bertahap yang masing-masing
dilakukan dalam kurun waktu kurang dari 1 (satu) tahun.
II. TATACARA PENYAMPAIAN LAPORAN MASUK PASAR :
A. Bank wajib menyampaikan laporan masuk pasar kepada Bank Indonesia
c.q. Direktorat Internasional/Bagian Analisis Pinjaman Luar Negeri dan
Hubungan Investor (APHI), Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350
dengan …
dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan Bank (DPB) terkait,
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah masuk pasar.
B. Laporan masuk pasar disampaikan secara tertulis dengan menggunakan
contoh surat Laporan Realisasi Masuk Pasar, yang antara lain
mencakup:
1. tanggal masuk pasar;
2. jumlah masuk pasar;
3. suku bunga;
4. terms and condition;
5. kreditur
C. Dalam hal terdapat perbedaan antara rencana masuk pasar dengan
realisasi masuk pasar termasuk perbedaan terms and condition, Bank
wajib mengemukakan perbedaan dan alasan terjadinya perbedaan
tersebut. Perbedaan terms and condition antara lain mencakup bentuk
pinjaman, currency, jumlah pinjaman, suku bunga, maturity profile,
biaya-biaya lain dan debt covenants.
D. Penyampaian Laporan masuk pasar dilakukan secara tertulis dan
terpisah dengan penyampaian laporan utang luar negeri secara online
melalui Sistem Informasi Utang Luar Negeri sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban
Pelaporan Utang Luar Negeri.
III. SANKSI
A. Jenis Pelanggaran
1. Bank yang posisi saldo harian PLN Jangka Pendek lebih dari 30%
(tiga puluh perseratus) dari modal bank akan dikenakan sanksi
kewajiban …
kewajiban membayar sebesar 1% (satu perseratus) pertahun dari
jumlah kelebihan perhari.
2. Kantor cabang bank asing yang memelihara posisi harian Dana
Usaha kurang dari 90% (sembilan puluh perseratus) dari declared
Dana Usaha yang telah ditetapkan, akan dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar 1% (satu perseratus) pertahun dari jumlah
kekurangan perhari.
3. Bank yang masuk pasar untuk memperoleh PLN Jangka Panjang
tanpa persetujuan Bank Indonesia, akan dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar 2%0 (dua perseribu) dari jumlah pinjaman yang
diterima.
4. Bank yang menerima PLN Jangka Panjang lebih besar dari rencana
jumlah PLN Jangka Panjang yang telah disetujui Bank Indonesia,
akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 2%0 (dua
perseribu) dari kelebihan jumlah yang telah disetujui oleh Bank
Indonesia.
5. Bank yang menyampaikan laporan masuk pasar dengan jangka
waktu lebih dari 7 (tujuh) hari kerja setelah masuk pasar, akan
dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp.100.000,00
(seratus ribu rupiah) perhari kerja dan paling tinggi Rp.5.000.000,00
(lima juta rupiah).
6. Apabila terdapat perubahan yang mendasar berkaitan dengan terms
and conditions dan Bank tidak dapat memberikan penjelasan yang
memadai, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa :
a. Surat teguran; dan atau
b. Larangan melakukan PLN untuk jangka waktu tertentu
B. Mekanisme …
B. Mekanisme Pengenaan Sanksi
1. Dalam rangka pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada angka
III.A, Bank Indonesia akan memberitahukan kepada Bank secara
tertulis dengan menyebutkan:
a. Bentuk pelanggaran
b. Besarnya sanksi kewajiban membayar, dan
c. Perhitungan besarnya kewajiban membayar.
2. Bank diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan atas
pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal surat pemberitahuan Bank Indonesia.
3. Dalam hal sampai dengan berakhirnya batas waktu sebagaimana
dimaksud pada angka 2 Bank tidak menyampaikan tanggapan atau
tanggapan yang disampaikan Bank tidak dapat diterima oleh Bank
Indonesia, maka Bank Indonesia akan mengenakan sanksi dengan
mendebet saldo rekening giro Rupiah Bank yang ada di Bank
Indonesia.
4. Bank Indonesia dapat memberikan keringanan atau penghapusan
pengenaan sanksi setelah melakukan analisa dan mempertimbangkan
aspek micro dan macro prudential atas tanggapan, data-data dan
dokumen pendukung yang disampaikan oleh Bank.
IV. LAIN-LAIN
Ketentuan dalam Surat Edaran ini tidak berlaku untuk kewajiban Bank
dalam rangka perdagangan internasional sepanjang kewajiban tersebut
didukung oleh bukti-bukti transaksi yang mendasarinya (underlying
transaction) secara memadai. Kewajiban Bank dalam rangka perdagangan
internasional meliputi antara lain L/C, usance L/C, red clause L/C, stand by
L/C, dan lainnya yang sejenis. Kewajiban Bank dalam rangka perdagangan
internasional …
internasional lainnya yang sejenis meliputi pula non L/C atau transaksi
yang cara pembayarannya menggunakan inkaso, collection, telegraphic
transfer, tidak termasuk fasilitas pembiayaan pada saat preshipment.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 15 Februari
2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARTADI A. SARWONO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/1/DInt|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Pinjaman Luar Negeri Bank </reg_title>
<set_date> 15 Februari 2007 </set_date>
<effective_date> 15 Februari 2007 </effective_date>
<related_reg> '7/1/PBI/2005' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi III' </penalty_list>
|
1
No. 18/40/DPSP
Jakarta, 30 Desember 2016
S U R A T E D A R A N
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan
Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/9/PBI/2015
tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 122,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5704) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/5/PBI/2016
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5876) serta berlakunya
Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 248, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5951) dan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/29/PBI/2006 tentang Daftar Hitam Nasional Penarik
Cek dan/atau Bilyet Giro Kosong (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4669) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 18/43/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 296, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5986),
perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan
Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia sebagai berikut:
1. Diantara ...
2
1. Diantara angka 3 dan angka 4 dalam butir VII.A disisipkan 1 (satu)
angka, yakni angka 3A sehingga butir VII.A.3A berbunyi sebagai berikut:
3A. Warkat Debit berupa cek dan/atau bilyet giro sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 harus diserahkan oleh nasabah penerima
atau pihak yang menerima kuasa dari nasabah penerima kepada
Peserta pengirim.
2. Ketentuan butir VII.A.5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
5. Nilai nominal Warkat Debit sebagaimana dimaksud dalam angka
3 ditetapkan sebagai berikut:
a.
nilai nominal untuk setiap Warkat Debit berupa cek dan/atau
bilyet giro paling banyak sebesar Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah); dan
b. nilai nominal untuk setiap Warkat Debit berupa nota debit
dan Warkat Debit lainnya yang telah disetujui oleh
Penyelenggara untuk dikliringkan, tidak dibatasi.
3. Ketentuan butir VII.B.7.b diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
b. Penolakan Warkat Debit karena Diblokir dan/atau Diduga terkait
dengan Tindak Pidana
Dalam hal Warkat Debit ditolak karena diblokir dan/atau diduga
terkait dengan tindak pidana, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta penerima harus menahan Warkat Debit dan membuat
surat keterangan yang menyatakan bahwa Peserta penerima
telah menerima serta menahan Warkat Debit karena:
a) Warkat Debit tersebut pernah dinyatakan hilang atau
dicuri berdasarkan surat keterangan dari kepolisian;
dan/atau
b) terdapat indikasi pemalsuan sehingga wajib dilakukan
verifikasi;
2) surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
disampaikan oleh Peserta penerima kepada Peserta pengirim
pada saat Kliring Pengembalian, dengan menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.12a yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini;
3) Peserta ...
3
3) Peserta pengirim menginformasikan secara tertulis mengenai
penahanan Warkat Debit tersebut kepada nasabah penagih
dengan melampirkan copy surat keterangan penahanan
sebagaimana dimaksud dalam angka 2);
4) untuk penahanan Warkat Debit yang dilakukan berdasarkan
alasan sebagaimana dimaksud dalam butir 1)b), berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a)
verifikasi dilakukan paling lama sampai dengan 1 (satu)
hari kerja berikutnya;
b) verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan antara lain dengan:
i. pengecekan fisik Warkat Debit dengan mengacu
pada standar keamanan yang digunakan;
ii. pengecekan data pada Warkat Debit;
iii. konfirmasi kepada nasabah, apabila diperlukan;
dan/atau
iv. mekanisme lain sesuai dengan ketentuan internal
Peserta penerima;
c) dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) menunjukkan bahwa indikasi pemalsuan tidak
terbukti, Peserta penerima wajib menindaklanjuti
dengan cara:
i. melaksanakan pemindahbukuan melalui
mekanisme transfer dana apabila Warkat Debit
memenuhi persyaratan untuk dilaksanakan
pemindahbukuan; atau
ii. menolak
Warkat Debit
disertai dengan
pengembalian fisik Warkat Debit apabila tidak
memenuhi persyaratan untuk dilaksanakan
pemindahbukuan dengan alasan penolakan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.11 yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini;
d) penyampaian ...
4
d) penyampaian hasil verifikasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf c) kepada Peserta pengirim mengacu pada
format sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II.12b
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini;
e)
hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d)
dibuat sebanyak 2 (dua) rangkap dan disampaikan
paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak tanggal penahanan
Warkat Debit;
f)
Peserta pengirim menyampaikan secara tertulis
mengenai hasil verifikasi dengan melampirkan 1 (satu)
rangkap dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf
d) kepada nasabah penagih.
g) dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) menunjukkan bahwa indikasi pemalsuan
terbukti, Peserta penerima wajib menindaklanjuti
dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai daftar hitam nasional penarik cek
dan/atau bilyet giro kosong.
4. Ketentuan Butir XIII.J.3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
3. Koordinator PWD selain Bank Indonesia wajib menyampaikan
laporan triwulanan mengenai penggunaan bantuan keuangan dan
iuran Perwakilan Peserta dalam pelaksanaan pertukaran Warkat
Debit paling lama 7 (tujuh) hari kerja pertama pada bulan
berikutnya dengan format laporan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II.33 kepada:
1) seluruh Perwakilan Peserta di Wilayah Kliring yang
bersangkutan;
2) Penyelenggara dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.2.a, untuk Koordinator PWD selain Bank Indonesia
yang berada di wilayah kantor pusat Bank Indonesia; dan
3) KPwDN untuk Koordinator PWD selain Bank Indonesia yang
berada di Wilayah KPwDN.
5. Ketentuan ...
5
5. Ketentuan butir XIV.B.2.b.2) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2) Biaya Warkat Debit reject sebagaimana dimaksud dalam butir
1.a.6) dihitung dan dibebankan oleh Koordinator PWD yang
melakukan pertukaran Warkat Debit secara otomasi dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Warkat Debit reject adalah Warkat Debit dalam Kliring
Penyerahan yang tidak dapat diproses secara otomasi;
b) biaya Warkat Debit reject harian dibebankan apabila jumlah
Warkat Debit reject harian yang diserahkan oleh Peserta
pengirim atau diterima oleh Peserta penerima masing-masing
lebih dari 2% (dua persen) dari total Warkat Debit yang
diserahkan atau diterima;
c) dalam hal jumlah Warkat Debit reject harian lebih besar dari
2% (dua persen) dari total Warkat Debit yang diserahkan oleh
Peserta pengirim atau diterima oleh Peserta penerima maka
biaya Warkat Debit reject harian yang dibebankan adalah
biaya atas kelebihan dari 2% (dua persen) sebagaimana
dimaksud dalam butir XII.D.2.d dikalikan dengan jumlah
lembar Warkat Debit yang diserahkan atau diterima; dan
d) pelaksanaan pembebanan biaya Warkat Debit reject
sebagaimana dimaksud dalam huruf c) sebagai berikut:
(1) biaya Warkat Debit reject yang dibebankan kepada
Peserta pengirim dilakukan terhadap Warkat Debit reject
pada field nominal; dan
(2) biaya Warkat Debit reject yang dibebankan kepada
Peserta penerima dilakukan terhadap Warkat Debit reject
pada field nomor seri, sandi kliring, nomor rekening, dan
kode transaksi.
6. Lampiran II.5, Lampiran II.11, Lampiran II.12, Lampiran II.16, Lampiran
II.21, dan Lampiran II.36 diubah sehingga menjadi sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.5, Lampiran II.11, Lampiran II.12a,
Lampiran II.12b, Lampiran II.16, Lampiran II.21, dan Lampiran II.36
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
Surat ...
6
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
1 April 2017.
2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/40/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/7/DPSP tanggal 2 Mei 2016 perihal Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal oleh Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2016 </set_date>
<effective_date> 1 April 2017 </effective_date>
<changed_reg> '18/7/DPSP|SE-BI/2016' </changed_reg>
<related_reg> '8/29/PBI/2006', '18/43/PBI/2016', '18/41/PBI/2016', '18/7/DPSP|SE-BI/2016', '18/5/PBI/2016', '17/9/PBI/2015' </related_reg>
|
No. 11/10 /DASP
Jakarta, 13 April 2009
S U R A T E D A R A N
Perihal
: Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu
Sehubungan dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/11/PBI/2009 tanggal 13 April 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009…Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5000), dan dalam rangka mendukung kelancaran dan efektifitas penyelenggaraan
kegiatan alat pembayaran dengan menggunakan kartu, perlu diatur lebih lanjut
ketentuan mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran dengan
menggunakan kartu dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
I.
PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI
PRINSIPAL (Pasal 2 ayat (4) PBI)
A. Pihak yang Dapat Melakukan Kegiatan Sebagai Prinsipal
Kegiatan sebagai Prinsipal dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga
Selain Bank.
B. Permohonan Izin Sebagai Prinsipal
Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai
Prinsipal wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia. Permohonan izin
untuk melakukan kegiatan sebagai Prinsipal disampaikan kepada Bank
Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan paling kurang harus
memuat informasi sebagai berikut:
1.
jenis kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu
(APMK) yang akan diselenggarakan;
rencana waktu dimulainya kegiatan; dan
3. nama jaringan yang akan digunakan.
2.
C. Persyaratan ...
2
C. Persyaratan Dokumen Sebagai Prinsipal Berupa Bank
Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf B
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1.
fotokopi Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun berjalan yang di
dalamnya mencantumkan rencana kegiatan Bank sebagai Prinsipal;
2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat:
a. persyaratan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring,
Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang
akan menggunakan jaringan Prinsipal;
b. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara
Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja
sama dengan Prinsipal; dan
c.
rencana pelaksanaan kerjasama dengan Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain;
3. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan
kegiatan sebagai Prinsipal yang akan dilakukan, paling kurang
memuat uraian mengenai:
a. potensi pasar yang ada;
b.
c.
analisis persaingan usaha;
rencana kerjasama dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak
lain, termasuk jumlah dan namanya;
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
e. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai;
d.
4. bukti ...
3
4. bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi:
a. konsep perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis
antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain, yang antara lain memuat klausul tentang:
1) kesepakatan mengenai penggunaan jaringan Prinsipal
dalam penyelenggaraan kegiatan APMK;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3)
4)
rencana pelaksanaan kerjasama;
jangka waktu kerjasama; dan
5) prosedur dan mekanisme penyelesaian atas sengketa yang
mungkin terjadi antara para pihak;
b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti
pengaturan hak dan kewajiban Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain; dan
c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul
antara Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak
lain;
5. prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan
kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang
efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang
timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat
mengganggu kelancaran operasional sistem APMK;
6.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven
technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang
meliputi pemenuhan aspek keamanan sistem dan/atau jaringan
sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan
7. fotokopi ...
4
7.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
Prinsipal yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
D. Persyaratan Dokumen Sebagai Prinsipal Berupa Lembaga Selain Bank
Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud
pada huruf B dilampiri dokumen sebagai berikut:
1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat
rencana kegiatan sebagai Prinsipal;
2.
fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya, jika
ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus
dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang;
3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat:
a. persyaratan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring,
Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang
akan menggunakan jaringan Prinsipal;
b. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara
Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja
sama dengan Prinsipal; dan
c.
rencana pelaksanaan kerjasama dengan Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain;
4. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan
kegiatan sebagai Prinsipal yang akan dilakukan, paling kurang
memuat uraian mengenai:
a. potensi pasar yang ada;
b.
analisis persaingan usaha;
c. rencana ...
5
c.
rencana kerjasama dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak
lain, termasuk jumlah dan namanya;
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
e. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai;
d.
5. bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi:
a. konsep perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis
antara calon Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain, yang tersebut antara lain memuat klausul
tentang:
1) kesepakatan mengenai penggunaan jaringan Prinsipal
dalam penyelenggaraan kegiatan APMK;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3)
4)
rencana pelaksanaan kerjasama;
jangka waktu kerjasama; dan
5) prosedur dan mekanisme penyelesaian atas sengketa yang
mungkin terjadi antara para pihak;
b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti
pengaturan hak dan kewajiban Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain; dan
c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul
antara Prinsipal dengan Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
lain;
dan/atau pihak
6. prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan
kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang
efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang
timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat
mengganggu kelancaran operasional sistem APMK;
7. fotokopi ...
6
7.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven
technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang
meliputi pemenuhan aspek keamanan sistem dan/atau jaringan
sebagaimana dimaksud pada butir VII.F;
8.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
APMK yang akan dilakukan, khusus untuk Lembaga Selain Bank
yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan
9.
rekomendasi tertulis otoritas pengawas Lembaga Selain Bank jika
Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas.
Rekomendasi tersebut paling kurang meliputi kondisi keuangan,
kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap
ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain
Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan sebagai Prinsipal
dan informasi lain tentang permasalahan-permasalahan yang
dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut.
II.
PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI
PENERBIT (Pasal 5 ayat (4) PBI)
A. Pihak yang Dapat Melakukan Kegiatan Sebagai Penerbit
Kegiatan sebagai Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet dapat dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank.
B. Persyaratan bagi Lembaga Selain Bank yang Akan Bertindak Sebagai
Penerbit
Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai Penerbit
Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Lembaga Selain Bank yang dapat melakukan kegiatan sebagai
Penerbit Kartu Kredit adalah Lembaga Selain Bank yang telah
memperoleh izin dari Departemen Keuangan Republik Indonesia
sebagai ...
7
sebagai perusahaan pembiayaan yang secara prinsip dapat
melakukan kegiatan usaha Kartu Kredit;
2. Lembaga Selain Bank yang dapat melakukan kegiatan sebagai
Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet adalah Lembaga Selain
Bank yang mempunyai kewenangan untuk melakukan kegiatan
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berdasarkan undang-undang yang mengatur mengenai Lembaga
Selain Bank tersebut.
C. Permohonan Izin Sebagai Penerbit
Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai
Penerbit baik sebagai Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk masing-masing
kegiatan sebagai Penerbit APMK tersebut. Permohonan izin disampaikan
kepada Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dan
paling kurang harus memuat informasi sebagai berikut:
1.
2.
jenis kegiatan APMK yang akan diselenggarakan;
rencana waktu dimulainya kegiatan; dan
3. nama produk yang akan digunakan.
D. Persyaratan Dokumen Sebagai Penerbit yang Berupa Bank
Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf C,
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1.
fotokopi RBB tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan
rencana kegiatan Bank sebagai Penerbit;
2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara calon Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi:
a. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi
Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara
Penyelesaian ...
8
Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja
sama dengan Penerbit; dan
b.
rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain;
3. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan
kegiatan sebagai Penerbit yang akan dilakukan, paling kurang
memuat uraian mengenai:
a. potensi pasar yang ada;
b.
c.
d.
segmen pasar yang akan dituju dan analisis persaingan usaha;
target jumlah Pemegang Kartu yang ingin dicapai;
rencana kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak
lain, termasuk jumlah dan namanya;
e.
f.
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
prakiraan target pendapatan yang akan dicapai;
4. bukti kesiapan perangkat hukum, meliputi:
a.
fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis
antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain
memuat klausul tentang:
1) kesepakatan antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian
Akhir, dan/atau pihak lain mengenai penyelenggaraan
kegiatan APMK;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3)
4)
rencana pelaksanaan kerjasama;
jangka waktu kerjasama; dan
5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang
mungkin terjadi antara para pihak,
Dalam hal calon Penerbit adalah kantor cabang Bank asing,
dan perjanjian yang dilakukan dengan Prinsipal merupakan
Global ...
dan/atau pihak
9
Global Agreement antara kantor pusat Bank tersebut dan
Prinsipal, maka kantor cabang Bank asing dimaksud cukup
menyampaikan fotokopi Global Agreement;
b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti
pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pemegang Kartu, dan/atau pihak lain; dan
c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul
antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pemegang Kartu,
dan/atau pihak lain;
5. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi
manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, manajemen
risiko operasional dan/atau manajemen risiko dalam penggunaan
informasi teknologi, yang berupa:
a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif
dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi:
1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses
pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari
penerbitan kartu; dan
2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama
dari prosedur pengendalian pengamanan penerbitan kartu;
b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) untuk
penerbitan kartu, paling kurang memuat pengaturan mengenai:
1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam
penerbitan kartu, seperti pembuatan dan penyampaian
Personal Identification Number (PIN), serta penyampaian
kartu kepada Pemegang Kartu;
2) pemisahan tugas antara proses permohonan, persetujuan,
dan penagihan;
3) kewenangan atau pengendalian dalam pemberian
persetujuan kepada calon Pemegang Kartu;
4) langkah- ...
10
4)
langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi)
identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi
APMK;
5) audit trail atas transaksi Pemegang Kartu;
6) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data,
catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK;
dan
7)
langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi
Pemegang Kartu;
c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional,
paling kurang memuat:
1) penyediaan informasi mengenai manfaat dan risiko
produk sebelum nasabah menjadi Pemegang Kartu; dan
2) prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery
plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business
continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan
meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian
yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu
kelancaran operasional sistem APMK;
d. Bukti kesiapan operasional, paling kurang meliputi:
1)
2)
rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya
manusia; dan
rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang
memuat informasi mengenai:
a)
lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk
kegiatan operasional; dan
b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan
software) serta jaringan yang akan digunakan;
6.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen sebagai bukti penggunaan proven technology dalam
penyelenggaraan APMK, yang paling kurang meliputi pemenuhan
aspek ...
11
aspek keamanan sistem dan/atau jaringan internal Penerbit
sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan
7.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
Penerbit yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
E. Persyaratan Dokumen Sebagai Penerbit yang Berupa Lembaga Selain
Bank
Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud
pada huruf C dilampiri dokumen sebagai berikut:
1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat
rencana kegiatan sebagai Penerbit;
2.
fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya jika
ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus
dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang;
3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara calon Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi:
a. prosedur kegiatan operasional (operating procedure) bagi
Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring, Penyelenggara
Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan bekerja
sama dengan Penerbit; dan
b.
rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
dan/atau pihak lain;
4. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan
kegiatan sebagai Penerbit yang akan dilakukan, paling kurang
memuat uraian mengenai:
a. potensi pasar yang ada;
b.
c.
segmen pasar yang akan dituju dan analisis persaingan usaha;
target jumlah Pemegang Kartu yang ingin dicapai;
d. rencana ...
12
d.
rencana kerjasama dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak
lain, termasuk jumlah dan namanya;
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
f. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai;
e.
5. bukti kesiapan perangkat hukum, yang meliputi:
a.
fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis
antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak
lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain
memuat klausul tentang:
1) kesepakatan antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian
Akhir, dan/atau pihak lain mengenai penyelenggaraan
kegiatan APMK;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3)
4)
rencana pelaksanaan kerjasama;
jangka waktu kerjasama; dan
5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang
mungkin terjadi antara para pihak;
b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti
pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pemegang Kartu, dan/atau pihak lain; dan
c. Prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul
antara Penerbit dengan Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pemegang Kartu,
dan/atau pihak lain;
6. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi
manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, manajemen
risiko ...
13
risiko operasional dan/atau manajemen risiko dalam penggunaan
informasi teknologi, yang berupa:
a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif
dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi:
1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses
pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari
penerbitan kartu; dan
2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama
dari prosedur pengendalian pengamanan penerbitan kartu;
b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) untuk
penerbitan kartu, paling kurang memuat pengaturan mengenai:
1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam
penerbitan kartu, seperti pembuatan dan penyampaian
PIN, serta penyampaian kartu kepada Pemegang Kartu;
2) pemisahan tugas antara proses permohonan, persetujuan,
dan penagihan;
3) kewenangan atau pengendalian dalam pemberian
persetujuan kepada calon Pemegang Kartu;
4)
langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi)
identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi
APMK;
5) audit trail atas transaksi Pemegang Kartu;
6) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data,
catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK;
dan
7)
langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi
Pemegang Kartu;
c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional,
paling kurang memuat:
1) penyediaan informasi mengenai manfaat dan risiko
produk sebelum nasabah menjadi Pemegang Kartu; dan
2) prosedur ...
14
2) prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery
plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business
continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan
meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian
yang tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu
kelancaran operasional sistem APMK;
d. Bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi:
1)
2)
rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya
manusia; dan
rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang
memuat informasi mengenai:
a)
lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk
kegiatan operasional; dan
b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan
software) serta jaringan yang akan digunakan;
7.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan
proven technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling
kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana
dimaksud pada butir VII.F;
8.
rekomendasi tertulis dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank,
jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas.
Rekomendasi dimaksud paling kurang meliputi kondisi keuangan,
kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap
ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain
Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan sebagai Penerbit
dan informasi lain tentang permasalahan-permasalahan yang
dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut; dan
9.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
Penerbit yang akan dilakukan, khusus untuk Lembaga Selain Bank
yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
III. PERSYARATAN ...
15
III. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI
ACQUIRER (Pasal 9 ayat (4) PBI)
A. Pihak yang Dapat Melakukan Kegiatan Sebagai Acquirer
Kegiatan sebagai Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet dapat
dilakukan oleh Bank atau Lembaga Selain Bank.
B. Permohonan Izin Sebagai Acquirer
Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai
Acquirer Kartu Kredit dan/atau Kartu Debet wajib memperoleh izin dari
Bank Indonesia untuk masing-masing kegiatan sebagai Acquirer Kartu
Kredit dan/atau Kartu Debet. Permohonan izin disampaikan kepada
Bank Indonesia secara tertulis dalam Bahasa Indonesia, dan paling
kurang harus memuat informasi sebagai berikut:
1.
rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Acquirer;
2. nama dan jumlah Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring,
Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan/atau pihak lain yang akan
bekerjasama; dan
3. nama dan jumlah Pedagang yang akan bekerjasama.
C. Persyaratan Dokumen Sebagai Acquirer yang Berupa Bank
Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf B
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1.
fotokopi RBB tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan
rencana kegiatan Bank sebagai Acquirer;
2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara calon Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau
pihak lain, yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat:
a. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan
kewajiban antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pedagang dan/atau pihak lain yang bekerjasama dengan
Acquirer; dan
b. rencana ...
16
b.
rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pedagang dan/atau pihak lain.
3. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan
kegiatan sebagai Acquirer yang akan dilakukan, paling kurang
memuat uraian mengenai:
a. potensi pasar yang ada;
b.
c.
analisis persaingan usaha;
rencana kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau
pihak lain, termasuk jumlah dan namanya;
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
e. prakiraan target pendapatan yang akan dicapai;
d.
4. bukti kesiapan perangkat hukum, antara lain berupa:
a.
fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis
antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pedagang,
dan/atau pihak lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut
antara lain memuat klausul tentang:
1) kesepakatan antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian
Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain mengenai
penyelenggaraan kegiatan APMK;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3)
4)
rencana pelaksanaan kerjasama;
jangka waktu kerjasama; dan
5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang
mungkin terjadi antara para pihak;
b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti
pengaturan hak dan kewajiban Penerbit, Prinsipal, Acquirer,
Penyelenggara ...
17
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pedagang, dan/atau pihak lain; dan
c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul
antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau
pihak lain;
5. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi
manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, dan/atau
manajemen risiko operasional, yang berupa:
a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif
dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi:
1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses
pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer; dan
2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama
dari prosedur pengendalian pengamanan dalam
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer.
b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) dari
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, paling kurang memuat
pengaturan mengenai:
1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, seperti
pengamanan data transaksi dan data Pemegang Kartu;
2)
langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi)
identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi
APMK;
3) audit trail atas transaksi APMK;
4) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data,
catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK;
dan
5) langkah ...
18
5)
langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi
Pemegang Kartu;
c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional,
paling kurang memuat penanganan keadaan darurat (disaster
recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business
continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan
meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang
tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran
operasional sistem APMK;
d. Bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi:
1)
2)
rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya
manusia; dan
rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang
memuat informasi mengenai:
a)
lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk
kegiatan operasional; dan
b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan
software) serta jaringan yang akan digunakan;
e. Bukti kesiapan manajemen risiko likuiditas, antara lain
meliputi:
1) mekanisme pemenuhan kewajiban Acquirer; dan
2) mekanisme dalam hal Acquirer mengalami gagal bayar
(failure to settle);
6.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven
technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang
meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada
butir VII.F; dan
7.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
Acquirer yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
D. Persyaratan ...
19
D. Persyaratan Dokumen Sebagai Acquirer yang Berupa Lembaga Selain
Bank
Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud
pada huruf B dilampiri dokumen sebagai berikut:
1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat
rencana kegiatan sebagai Acquirer;
2.
fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya jika
ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus
dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang;
3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara Kliring,
Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang memuat:
a. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan
kewajiban antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pedagang, dan/atau pihak lain; dan
b.
rencana pelaksanaan kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
Pedagang, dan/atau pihak lain;
4. hasil analisis bisnis 1 (satu) tahun ke depan atas penyelenggaraan
kegiatan sebagai Acquirer yang akan dilakukan, paling kurang
memuat uraian mengenai:
a. potensi pasar yang ada;
b.
c.
analisis persaingan usaha;
d.
e.
rencana kerjasama dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang,
dan/atau pihak lain, termasuk jumlah dan namanya;
rencana lingkup daerah penyelenggaraan; dan
target pendapatan yang akan dicapai.
5. bukti ...
20
5. bukti kesiapan perangkat hukum, antara lain berupa:
a.
fotokopi perjanjian tertulis atau pokok-pokok perjanjian tertulis
antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau
pihak lain. Pokok-pokok perjanjian tertulis tersebut antara lain
memuat klausul tentang:
1) kesepakatan antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian
Akhir, Pedagang dan/atau pihak lain mengenai
penyelenggaraan kegiatan APMK;
2) hak dan kewajiban masing-masing pihak;
3)
4)
rencana pelaksanaan kerjasama;
jangka waktu kerjasama; dan
5) prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang
mungkin terjadi antara para pihak;
b. konsep pengaturan hak dan kewajiban para pihak, seperti
pengaturan hak dan kewajiban Acquirer, Prinsipal, Penerbit,
Penyelenggara Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir
Pedagang dan/atau pihak lain;
c. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa yang timbul
antara Acquirer dengan Prinsipal, Penerbit, Penyelenggara
Kliring, Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Pedagang dan/atau
pihak lain;
6. bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, paling kurang meliputi
manajemen risiko likuiditas, manajemen risiko kredit, dan/atau
manajemen risiko operasional, yang berupa:
a. Ketentuan intern yang mengatur mengenai pengawasan aktif
dewan komisaris dan direksi, paling kurang meliputi:
1) penetapan akuntabilitas, kebijakan dan proses
pengendalian untuk mengelola risiko yang timbul dari
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer; dan
2) persetujuan ...
21
2) persetujuan dan pengkajian ulang terhadap aspek utama
dari prosedur pengendalian pengamanan dalam
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer;
b. Prosedur pengendalian pengamanan (security control) dari
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, paling kurang memuat
pengaturan mengenai:
1) prosedur dan langkah pengamanan yang dilakukan dalam
pelaksanaan kegiatan sebagai Acquirer, seperti
pengamanan data transaksi dan data Pemegang Kartu;
2)
langkah-langkah untuk menguji keaslian (otentikasi)
identitas dan otorisasi nasabah yang melakukan transaksi
APMK;
3) audit trail atas transaksi APMK;
4) prosedur yang memadai untuk menjamin integritas data,
catatan atau arsip, dan informasi pada transaksi APMK;
dan
5)
langkah-langkah untuk melindungi kerahasiaan informasi
Pemegang Kartu ;
c. Prosedur pengendalian risiko reputasi dan risiko operasional,
paling kurang memuat penanganan keadaan darurat (disaster
recovery plan) dan kesinambungan kegiatan usaha (business
continuity plan) yang efektif dalam mengatasi dan
meminimalkan permasalahan yang timbul dari kejadian yang
tidak diperkirakan, yang dapat mengganggu kelancaran
operasional sistem APMK;
d. Bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi:
1)
2)
rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya
manusia; dan
rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang
memuat informasi mengenai:
a)
b) peralatan ...
lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk
kegiatan operasional; dan
22
b) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan
software) serta jaringan yang akan digunakan;
e. bukti kesiapan manajemen risiko likuiditas, antara lain
meliputi:
1) mekanisme pemenuhan kewajiban Acquirer; dan
2) mekanisme dalam hal Acquirer mengalami gagal bayar
(failure to settle);
7.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven
technology dalam penyelenggaraan APMK, yang paling kurang
meliputi pemenuhan aspek keamanan sebagaimana dimaksud pada
butir VII.F,
8.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
Acquirer yang akan dilakukan, khusus untuk Lembaga Selain Bank
yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan
9.
rekomendasi tertulis dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank,
jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas.
Rekomendasi dimaksud paling kurang meliputi kondisi keuangan,
kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap
ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain
Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan sebagai Acquirer
dan informasi lain tentang permasalahan-permasalahan yang
dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut.
IV. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN SEBAGAI
PENYELENGGARA KLIRING DAN/ATAU PENYELENGGARA
PENYELESAIAN AKHIR (Pasal 12 ayat (3) PBI)
A. Permohonan Izin Sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir
Bank atau Lembaga Selain Bank yang akan melakukan kegiatan sebagai
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib
menyampaikan permohonan izin kepada Bank Indonesia secara tertulis
dalam ...
23
dalam Bahasa Indonesia, dan paling kurang harus memuat informasi
sebagai berikut:
1.
rencana waktu dimulainya kegiatan sebagai Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
2. nama dan jumlah Prinsipal, Penerbit, Acquirer dan/atau pihak lain
yang akan bekerjasama; dan
3. nama atau merek dagang yang akan digunakan.
B. Persyaratan Dokumen Sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang Berupa Bank
Untuk Bank, permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf A harus
dilampiri dokumen sebagai berikut:
1.
fotokopi RBB tahun berjalan yang di dalamnya mencantumkan
rencana kegiatan Bank sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
2. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi:
a. persyaratan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain
yang akan menggunakan jasa Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
b. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan
kewajiban antara Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir;
c. manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring dan/atau
penyelenggaraan penyelesaian akhir;
d. mekanisme kliring dan/atau penyelesaian akhir; dan
e. prosedur ...
24
e. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa antara
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak
lain;
3. Prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan
kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang
efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang
timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat
mengganggu kelancaran operasional sistem APMK;
4. bukti kesiapan operasional yang paling kurang meliputi:
a.
b.
rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia;
dan
rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat
informasi mengenai:
1)
lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk
penyelenggaraan kegiatan kliring dan/atau penyelesaian
akhir; dan
2) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software)
serta jaringan yang akan digunakan;
5.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven
technology dalam penyelenggaraan kliring dan/atau penyelesaian
akhir, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan
sebagaimana dimaksud pada butir VII.F; dan
6.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas kegiatan
penyelenggaraan kliring dan/atau penyelenggaraan penyelesaian
akhir yang akan dilakukan, khusus untuk Bank yang menjalankan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
C. Persyaratan ...
25
C. Persyaratan Dokumen Sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang Berupa Lembaga Selain Bank
Untuk Lembaga Selain Bank, permohonan sebagaimana dimaksud pada
huruf B harus dilampiri dokumen sebagai berikut:
1. profil perusahaan (company profile) yang antara lain memuat
rencana kegiatan sebagai Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
2.
fotokopi akta pendirian badan hukum termasuk perubahannya jika
ada, yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang dan harus
dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang;
3. konsep pokok-pokok hubungan bisnis (business arrangement)
antara Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain,
yang diketahui oleh pengurus dan paling kurang berisi:
a. persyaratan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak lain
yang akan menggunakan jasa Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
b. pokok-pokok perjanjian tertulis dan pengaturan hak dan
kewajiban antara Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir dengan Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, dan/atau pihak lain yang bekerja sama dengan
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir;
c. manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring dan/atau
penyelenggaraan penyelesaian akhir;
d. mekanisme kliring dan/atau penyelesaian akhir; dan
e. prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa antara
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir dengan Prinsipal, Penerbit, Acquirer, dan/atau pihak
lain;
4. Prosedur ...
26
4. Prosedur penanganan keadaan darurat (disaster recovery plan) dan
kesinambungan kegiatan usaha (business continuity plan) yang
efektif dalam mengatasi dan meminimalkan permasalahan yang
timbul dari kejadian yang tidak diperkirakan, yang dapat
mengganggu kelancaran operasional sistem APMK;
5. bukti kesiapan operasional paling kurang meliputi:
a.
b.
rencana struktur organisasi dan kesiapan sumber daya manusia;
dan
rencana peralatan dan sarana usaha, paling kurang memuat
informasi mengenai:
1)
lokasi atau ruangan yang akan digunakan untuk
penyelenggaraan kegiatan kliring dan/atau penyelesaian
akhir; dan
2) peralatan teknis terkait sistem (hardware dan software)
serta jaringan yang akan digunakan;
6.
fotokopi laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal sebagai bukti penggunaan proven
technology dalam penyelenggaraan kliring dan/atau penyelesaian
akhir, yang paling kurang meliputi pemenuhan aspek keamanan
sebagaimana dimaksud pada butir VII.F;
7.
fotokopi rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah atas APMK
yang akan diterbitkan, khusus untuk Lembaga Selain Bank yang
menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; dan
8.
rekomendasi tertulis dari otoritas pengawas Lembaga Selain Bank
jika Lembaga Selain Bank tersebut memiliki otoritas pengawas.
Rekomendasi tersebut paling kurang meliputi kondisi keuangan,
kesiapan operasional dan kepatuhan Lembaga Selain Bank terhadap
ketentuan yang berlaku, termasuk informasi bahwa Lembaga Selain
Bank tersebut tidak dilarang melakukan kegiatan kliring dan/atau
penyelesaian akhir APMK dan informasi lain tentang permasalahan-
permasalahan yang dihadapi Lembaga Selain Bank tersebut.
V. PEMROSESAN ...
27
V. PEMROSESAN PERIZINAN SEBAGAI PRINSIPAL, PENERBIT,
ACQUIRER,
PENYELENGGARA KLIRING, DAN/ATAU
PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR
1. Bank Indonesia memberikan izin atau penolakan secara tertulis dalam
jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung
sejak surat permohonan dan dokumen yang dipersyaratkan diterima oleh
Bank Indonesia.
2. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan secara tertulis
sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan, kebenaran dan
kesesuaian dokumen yang diajukan oleh Bank atau Lembaga Selain
Bank;
b. pemeriksaan (on site visit) ke Bank atau Lembaga Selain Bank yang
bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan
kesesuaian dokumen yang diajukan, serta untuk memastikan
kesiapan operasional, jika diperlukan; dan/atau
c. dalam hal pemohon berupa Bank, Bank Indonesia meminta
rekomendasi kepada otoritas pengawas Bank, paling kurang
meliputi kondisi keuangan, tingkat kesehatan, kesiapan operasional
dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk
informasi jika terdapat permasalahan-permasalahan yang dihadapi
Bank tersebut.
3. Berdasarkan hasil pemeriksaan administratif dokumen, hasil pemeriksaan
(on site visit), dan/atau rekomendasi otoritas pengawas Bank
sebagaimana dimaksud pada angka 2, Bank Indonesia melakukan:
a. pemberian izin, jika:
1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud pada
butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang disampaikan
pemohon ...
28
pemohon telah lengkap, benar dan sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh Bank Indonesia;
2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada
butir 2.b, menunjukan kebenaran dan kesesuaian dokumen
yang diajukan, serta kesiapan operasional; dan
3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank
merekomendasikan Bank atau Lembaga Selain Bank untuk
memperoleh izin sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir.
b. penolakan, jika:
1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud pada
butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang diajukan
pemohon tidak lengkap, tidak benar dan/atau tidak sesuai
dengan yang dipersyaratkan oleh Bank Indonesia;
2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud pada
butir 2.b, menunjukkan adanya ketidakbenaran atau
ketidaksesuaian dokumen yang diajukan dan/atau
ketidaksiapan operasional; dan/atau
3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank tidak
merekomendasikan Bank atau Lembaga Selain Bank untuk
memperoleh izin sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir.
4.
Jika terdapat hal-hal yang harus ditindaklanjuti, maka jangka waktu
pemberian izin sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat diperpanjang.
Perpanjangan jangka waktu pemberian izin tersebut diberitahukan secara
tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon.
VI. PEMBERITAHUAN ...
29
VI. PEMBERITAHUAN TANGGAL EFEKTIF DIMULAINYA KEGIATAN
SEBAGAI PRINSIPAL, PENERBIT, ACQUIRER, PENYELENGGARA
KLIRING DAN/ATAU PENYELENGGARA PENYELESAIAN AKHIR
1. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin sebagai
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring, dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib melakukan kegiatannya paling
lambat 180 (seratus delapan puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal
surat pemberian izin dari Bank Indonesia.
2. Apabila dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender
sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank atau Lembaga Selain Bank
telah melakukan kegiatannya sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir,
maka Bank atau Lembaga Selain Bank tersebut wajib memberitahukan
secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai tanggal efektif
dimulainya kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring, dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. Bank atau Lembaga
Selain Bank dinyatakan telah dapat melaksanakan kegiatannya secara
efektif sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir apabila jaringan atau
sistemnya telah dapat dioperasikan dan produknya telah dapat digunakan
oleh masyarakat luas sebagai APMK.
3. Apabila Bank atau Lembaga Selain Bank tidak dapat melaksanakan
kegiatannya dalam jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari
kalender sebagaimana dimaksud pada angka 1, Bank atau Lembaga
Selain Bank tersebut wajib memberitahukan secara tertulis kepada Bank
Indonesia disertai dengan bukti-bukti pendukung yang memperkuat
penjelasan mengenai alasan dan kendala-kendala yang menyebabkan
belum dapat dilaksanakannya kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir.
4. Pemberitahuan ...
30
4. Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal efektif
dimulainya kegiatan sebagai Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara
Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir. Sedangkan
pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 3 disampaikan
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal berakhirnya
jangka waktu 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sebagaimana
dimaksud pada angka 1.
VII. PENYELENGGARAAN KEGIATAN APMK
A. Prinsip Perlindungan Nasabah
1. Penerbit wajib menerapkan prinsip perlindungan nasabah dalam
menyelenggarakan kegiatan APMK yang antara lain dilakukan
dengan menyampaikan informasi tertulis kepada Pemegang Kartu
atas APMK yang diterbitkan. Informasi tersebut wajib
menggunakan Bahasa Indonesia yang jelas dan mudah dimengerti,
ditulis dalam huruf dan angka yang mudah dibaca oleh Pemegang
Kartu.
2. Untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, Penerbit Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet wajib memberikan informasi tertulis kepada
Pemegang Kartu, paling kurang meliputi:
a. prosedur dan tata cara penggunaan kartu, fasilitas yang melekat
pada kartu, dan risiko yang mungkin timbul dari penggunaan
kartu tersebut;
b. hak dan kewajiban Pemegang Kartu, paling kurang meliputi:
1) hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang
Kartu dalam penggunaan kartunya, termasuk segala
konsekuensi/risiko yang mungkin timbul dari penggunaan
kartu, misalnya tidak memberikan PIN kepada orang lain
dan berhati-hati saat melakukan transaksi melalui mesin
ATM;
2) hak ...
31
2) hak dan tanggung jawab Pemegang Kartu dalam hal
terjadi berbagai hal yang mengakibatkan kerugian bagi
Pemegang Kartu dan/atau Penerbit, baik yang disebabkan
karena adanya pemalsuan kartu, kegagalan sistem
Penerbit, atau sebab lainnya;
3)
4)
c.
jenis dan besarnya biaya yang dikenakan; dan
tata cara dan konsekuensi jika Pemegang Kartu tidak lagi
berkeinginan menjadi Pemegang Kartu;
tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan
penggunaan kartu dan perkiraan waktu penanganan pengaduan
tersebut.
3. Untuk Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib menyampaikan
informasi tertulis kepada Pemegang Kartu yang terdiri dari seluruh
informasi sebagaimana dimaksud pada angka 2, dan melakukan pula
hal-hal antara lain:
a. menyampaikan informasi umum mengenai:
1) kolektibilitas kredit (lancar, kurang lancar, diragukan,
atau macet) dan konsekuensi dari masing-masing status
kolektibilitas tersebut;
2) penggunaan jasa pihak lain di luar Penerbit untuk
melakukan penagihan, jika Penerbit menggunakannya;
dan
3)
tata cara dan dasar penghitungan bunga dan/atau denda,
serta komponen penghitungan bunga dan/atau denda,
termasuk saat bunga berhenti dihitung; dan
b. menyampaikan informasi tagihan (billing statement) secara
lengkap, akurat, dan informatif, serta dilakukan secara benar
dan tepat waktu.
4.
Informasi tertulis sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan angka 3
huruf a wajib diinformasikan kembali kepada Pemegang Kartu jika
terjadi perubahan secara umum.
5. Kewajiban ...
32
5. Kewajiban penyampaian informasi tertulis dan perubahannya
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Informasi tertulis disampaikan oleh Penerbit kepada setiap
calon Pemegang Kartu dan Pemegang Kartu.
b. Materi yang disampaikan bersifat umum dan berlaku untuk
semua Pemegang Kartu, misalnya kriteria kolektibilitas kredit
yang diinformasikan adalah kriteria kolektibilitas yang
ditetapkan oleh Penerbit dan berlaku untuk semua Pemegang
Kartu Kreditnya.
c.
Informasi tertulis dapat disampaikan dengan menggunakan
media publik seperti brosur, leaflet, surat kabar dan/atau
website, atau dengan menggunakan media individual seperti
billing statement atau surat pemberitahuan yang langsung
disampaikan kepada setiap Pemegang Kartu.
6. Penerbit Kartu Kredit dilarang memberikan secara otomatis fasilitas
yang berdampak tambahan biaya yang harus ditanggung oleh
Pemegang Kartu dan/atau fasilitas lain di luar fungsi utama Kartu
Kredit tanpa persetujuan tertulis dari Pemegang Kartu. Termasuk
persetujuan tertulis dalam hal ini adalah persetujuan tertulis yang
disampaikan melalui faksimili dan e-mail, serta kesepakatan lisan
yang dituangkan dalam catatan resmi pejabat Penerbit yang
bersangkutan.
7. Penerbit Kartu Kredit dilarang mencantumkan klausula dalam
perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan Pemegang Kartu yang
memberikan peluang diberikannya suatu produk secara otomatis
kepada Pemegang Kartu, dan/atau diberikannya fasilitas-fasilitas
yang berdampak tambahan biaya, tanpa persetujuan tertulis dari
Pemegang Kartu.
Contoh klausula yang dilarang:
a. Klausula dalam perjanjian antara Penerbit Kartu Kredit dan
Pemegang Kartu misalnya:
”Dengan ...
33
”Dengan ditandatanganinya perjanjian ini maka Penerbit
Kartu Kredit setiap saat dapat memberikan fasilitas atau
produk yang biayanya dibebankan pada kartu dan biaya
tersebut dibebankan secara otomatis kepada Pemegang
Kartu”.
b. Pernyataan dalam penawaran produk misalnya:
”Penawaran produk ini dianggap telah disetujui oleh
Pemegang Kartu apabila dalam jangka waktu 30 hari sejak
tanggal penawaran produk ini, Pemegang Kartu tidak
melakukan konfirmasi melalui telepon nomor 021-12345678”.
B. Prinsip Kehati-hatian
1. Dalam pemberian Kartu Kredit, Penerbit Kartu Kredit wajib
mengelola risiko sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang
berlaku mengenai manajemen risiko.
2. Penerbit Kartu Kredit wajib menetapkan persentase minimum
pembayaran oleh Pemegang Kartu, paling sedikit sebesar 10%
(sepuluh per seratus) dari total tagihan. Penetapan besarnya
mínimum pembayaran dapat disesuaikan oleh Bank Indonesia
berdasarkan pertimbangan untuk menjaga kesehatan industri Kartu
Kredit dan perlindungan kepada Pemegang Kartu.
3. Untuk meningkatkan keamanan dan agar masing-masing Penerbit
dapat melakukan pengelolaan likuiditasnya dengan baik, ditetapkan
hal-hal sebagai berikut:
a. Batas paling banyak nilai nominal dana yang dapat ditransfer
antar Penerbit Kartu ATM melalui mesin ATM adalah sebesar
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per rekening
dalam satu hari dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Batas paling banyak nilai nominal dana berlaku untuk
transfer dana antar Penerbit melalui ATM dimana
rekening ...
34
rekening pengirim dan rekening penerima berada pada
Penerbit yang berbeda; dan
2) Batas paling banyak nilai nominal dana tidak berlaku
untuk transfer dana intra Penerbit kartu ATM dimana
rekening pengirim dan rekening penerima berada pada
Penerbit yang sama.
b. Batas paling banyak nilai nominal dana untuk penarikan tunai
melalui mesin ATM baik dengan kartu ATM atau Kartu Kredit
adalah sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per
rekening dalam satu hari.
C. Peningkatan Keamanan APMK
1. Penerbit wajib meningkatkan keamanan APMK guna mencegah dan
mengurangi tingkat kejahatan dibidang APMK, serta sekaligus
untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap APMK.
2. Peningkatan keamanan sebagaimana dimaksud pada angka 1
dilakukan terhadap seluruh infrastruktur teknologi yang terkait
dengan penyelenggaraan APMK, yang meliputi pengamanan pada
kartu dan pengamanan pada seluruh sistem yang digunakan untuk
memproses transaksi APMK, yaitu:
a. Peningkatan keamanan kartu dilakukan dengan menggunakan
teknologi chip (”integrated circuit”) yang mempunyai
kemampuan untuk menyimpan dan/atau memproses data,
sehingga pada kartu dapat ditambahkan aplikasi untuk
kepentingan pengamanan pemrosesan data transaksi.
b. Peningkatan keamanan mesin Electronic Data Capture (EDC)
pada Pedagang, keamanan mesin ATM, dan keamanan pada
sistem pendukung dan pemroses transaksi (back end system)
yang berada pada Penerbit, Acquirer, dan/atau third party
processor lainnya, dilakukan dengan cara menyediakan mesin
dan ...
35
dan sistem yang dapat memproses kartu dengan teknologi chip
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
c. Khusus untuk Kartu ATM dan Kartu Debet yang diterbitkan di
Indonesia, jumlah digit PIN paling sedikit 4 (empat) digit.
3. Penggunaan standar teknologi chip sebagai upaya peningkatan
keamanan kartu sebagaimana dimaksud pada angka 2 dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk Kartu Kredit, yang menggunakan jaringan internasional
(global network), standar teknologi chip dan sistem atau
aplikasi yang digunakan mengacu pada standar teknologi chip
dan sistem atau aplikasi yang berlaku dan/atau dipersyaratkan
oleh Prinsipal selaku pemegang jaringan kartu tersebut.
b. Untuk Kartu Kredit, yang menggunakan jaringan domestik
(domestic network), standar teknologi chip untuk kartu dapat
mengacu pada standar teknologi chip yang berlaku untuk kartu
yang menggunakan jaringan internasional (global network)
sebagaimana dimaksud pada huruf a. Sedangkan standar sistem
atau aplikasi (seperti EDC) yang digunakan harus disesuaikan
sedemikian rupa sehingga dapat memproses kartu dengan
teknologi chip tersebut.
c. Standar teknologi chip Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
diterbitkan di Indonesia harus mengacu pada standar teknologi
chip yang telah disepakati industri.
4. Penggunaan teknologi chip pada Kartu Kredit, Kartu ATM, dan/atau
Kartu Debet dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kartu Kredit
Seluruh Kartu Kredit yang diterbitkan oleh Penerbit di
Indonesia baik untuk kartu baru maupun penggantian kartu
lama (renewal) wajib telah menggunakan teknologi chip paling
lambat pada tanggal 31 Desember 2009. Dengan demikian per
lambat ...
36
lambat tanggal 31 Desember 2009. Dengan demikian per
1 Januari 2010 seluruh transaksi Kartu Kredit di wilayah
Indonesia yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia harus
diproses dengan menggunakan teknologi chip. Dalam hal
Kartu Kredit yang telah berteknologi chip tersebut tidak dapat
diproses untuk kepentingan transaksi, maka proses transaksi
Kartu Kredit tersebut dilarang dilanjutkan dengan
menggunakan teknologi magnetic stripe.
b. Kartu ATM dan Kartu Debet
Seluruh Kartu ATM dan Kartu Debet yang diterbitkan di
Indonesia wajib telah menggunakan teknologi chip dengan
mengacu pada standar teknis hasil kesepakatan industri
penyelenggara kartu ATM dan Kartu Debet yang waktu
implementasinya didasarkan pada hasil kesepakatan industri
Penyelenggara Kartu ATM dan Kartu Debet.
5. Penggunaan teknologi yang dapat memproses kartu dengan
teknologi chip pada sistem APMK seperti EDC, ATM, dan back end
system sebagai upaya peningkatan keamanan sistem, dilakukan
secara bertahap, sebagai berikut:
a. Acquirer Kartu Kredit wajib mengganti atau meningkatkan
keamanan pada seluruh EDC dan back end system yang
disediakan sehingga seluruh EDC dan back end system tersebut
dapat memproses transaksi dari Kartu Kredit yang
menggunakan teknologi chip paling lambat tanggal
31 Desember 2009.
b. Penerbit Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, dan Acquirer Kartu
Debet wajib mengganti dan meningkatkan keamanan pada
seluruh ATM, EDC, dan back end system, yang waktu
pelaksanaannya diserahkan kepada kesepakatan industri.
D. Kerjasama ...
37
D. Kerjasama Penerbit dengan Pihak Lain
1.
Jika dalam menyelenggarakan kegiatan APMK, Penerbit melakukan
kerjasama dengan pihak lain, seperti kerjasama dalam kegiatan
pencetakan kartu, personalisasi kartu, pengiriman dokumen,
pemasaran, penagihan, dan/atau pengoperasian sistem, Penerbit
harus memastikan bahwa:
a.
tata cara, mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan
kegiatan oleh pihak lain tersebut sesuai dengan tata cara,
mekanisme, prosedur, dan kualitas pelaksanaan kegiatan yang
dilakukan oleh Penerbit itu sendiri; dan
b. pihak lain tersebut menjaga keamanan dan kerahasiaan
data/informasi.
2. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan
pencetakan kartu, maka:
a. pencetakan kartu harus dilakukan pada perusahaan pencetak
kartu yang mempunyai jaminan keamanan atas keseluruhan
proses mulai dari proses pencetakan sampai dengan
diterimanya kartu oleh Penerbit.
b.
jaminan keamanan sebagaimana dimaksud pada huruf a
dibuktikan dengan:
1) adanya hasil sertifikasi dari Prinsipal, jika Penerbit
merupakan pengguna jaringan Prinsipal dan Prinsipal
melakukan proses sertifikasi atas perusahaan pencetak
kartu. Dalam hal ini, Prinsipal menetapkan perusahaan
pencetak kartu yang memenuhi persyaratan untuk
melakukan pencetakan kartu, dan Prinsipal mewajibkan
Penerbit untuk mencetak kartu pada perusahaan yang
telah disertifikasi tersebut; atau
2) adanya keyakinan Penerbit mengenai keamanan proses
produksi dan proses pengiriman perusahaan pencetak
kartu, jika Penerbit merupakan pengguna jaringan
Prinsipal ...
38
Prinsipal namun Prinsipal tidak melakukan sertifikasi
kepada perusahaan pencetak kartu, atau Penerbit juga
bertindak sebagai Prinsipal. Dengan demikian, dalam hal
ini pencetakan kartu dapat dilakukan pada perusahaan
pencetak kartu manapun sepanjang Penerbit memperoleh
keyakinan mengenai keamanan proses produksi dan
proses pengiriman.
3. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan
personalisasi kartu, maka Penerbit harus memastikan bahwa
perusahaan personalisasi tunduk pada ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk kartu yang tergabung dalam jaringan Prinsipal
internasional, personalisasi kartu harus dilakukan pada
perusahaan personalisasi kartu yang telah mendapatkan
sertifikasi dari Prinsipal;
b. Untuk kartu yang tergabung dalam jaringan Prinsipal domestik,
personalisasi kartu harus dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1)
Jika Prinsipal yang bersangkutan melakukan proses
sertifikasi kepada perusahaan personalisasi, maka
personalisasi kartu wajib dilakukan pada perusahaan
personalisasi yang telah memperoleh sertifikasi dari
Prinsipal yang bersangkutan;
2)
Jika Prinsipal yang bersangkutan tidak melakukan proses
sertifikasi kepada perusahaan personalisasi, maka
personalisasi kartu wajib dilakukan pada perusahaan
personalisasi yang memiliki kemampuan untuk
melakukan personalisasi kartu secara aman, yang
dibuktikan dengan sertifikat hasil audit teknologi
informasi dari auditor independen internal atau eksternal.
4. Dalam hal Penerbit menggunakan jasa pihak lain dalam melakukan
penagihan transaksi Kartu Kredit, maka:
a. penagihan ...
39
a. penagihan oleh pihak lain tersebut hanya dapat dilakukan jika
kualitas tagihan Kartu Kredit dimaksud telah termasuk dalam
kategori kolektibilitas diragukan atau macet berdasarkan
kriteria kolektibilitas sesuai ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kolektibilitas;
b. Penerbit harus menjamin bahwa penagihan oleh pihak lain
tersebut, selain harus dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan pada huruf a, juga harus dilakukan dengan cara-cara
yang tidak melanggar hukum; dan
c. dalam perjanjian kerjasama antara Penerbit dan pihak lain
untuk melakukan penagihan transaksi Kartu Kredit tersebut
harus memuat klausula tentang tanggungjawab Penerbit
terhadap segala akibat hukum yang timbul akibat dari
kerjasama dengan pihak lain tersebut.
5. Dalam hal Penerbit melakukan kerjasama dengan pihak lain, seperti
Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan
sarana pemrosesan transaksi APMK, maka:
a. pengoperasian sistem harus dilakukan oleh perusahaan
switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana
pemrosesan transaksi APMK yang mempunyai jaminan
keamanan atas keseluruhan proses transaksi APMK. Jaminan
keamanan tersebut dibuktikan dengan:
1) adanya hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal;
2) adanya hasil sertifikasi yang dilakukan oleh Prinsipal, jika
Penerbit merupakan anggota Prinsipal.
b. Penerbit harus memastikan bahwa Perusahaan Switching
dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan
transaksi APMK dapat menjaga kerahasiaan data, baik data
Pemegang Kartu maupun data transaksi.
6. Dalam ...
40
6. Dalam hal Penerbit bekerjasama dengan Prinsipal, Acquirer,
Perusahaan Switching, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir, Penerbit wajib memastikan
bahwa:
a. Prinsipal, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir telah memperoleh izin dari
Bank Indonesia;
b. sistem yang digunakan oleh Prinsipal, Acquirer, Perusahaan
Switching, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir tersebut memenuhi standar pengamanan
sebagaimana diwajibkan bagi Penerbit dalam Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
7. Penerbit yang merupakan Bank dalam melakukan kerjasama atau
menggunakan pihak lain untuk memproses transaksi APMK, wajib
pula memperhatikan dan memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kerjasama Bank dengan pihak lain, antara lain
ketentuan Bank Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko
dalam penggunaan teknologi informasi oleh Bank Umum.
E. Kerjasama Acquirer dengan Pedagang atau Pihak Lain
1. Dalam hal Acquirer melakukan kerjasama dengan Pedagang,
Acquirer tersebut harus memastikan bahwa:
a. bidang usaha Pedagang tidak termasuk bidang usaha yang
dilarang oleh undang-undang;
b. dalam perjanjian kerjasama antara Acquirer dan Pedagang
harus memuat klausula paling kurang mencantumkan:
1) hak dan kewajiban Acquirer dan Pedagang;
2)
larangan kepada Pedagang untuk memproses penarikan
tunai (cash withdrawal transaction) dengan menggunakan
Kartu Kredit;
3) larangan ...
41
3)
larangan kepada Pedagang untuk mengenakan biaya
tambahan (surcharge) kepada Pemegang Kartu; dan/atau
4) kewajiban kepada Pedagang untuk menjaga kerahasiaan
data/informasi mengenai transaksi dan Pemegang Kartu.
c. Pedagang mematuhi perjanjian kerjasama dengan Acquirer
sebagaimana dimaksud pada huruf b; dan
d. Pedagang memahami tata cara dan mekanisme transaksi
dengan menggunakan APMK. Dalam hal ini Acquirer
berkewajiban untuk memberikan edukasi dan pembinaan
secara berkala kepada Pedagang termasuk jika terdapat
jenis/produk APMK baru.
2. Dalam hal Acquirer melakukan kerjasama dengan pihak lain, seperti
Perusahaan Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan
sarana pemrosesan transaksi APMK, maka:
a. pengoperasian sistem harus dilakukan oleh Perusahaan
Switching dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana
pemrosesan transaksi APMK yang mempunyai jaminan
keamanan atas keseluruhan proses transaksi APMK. Jaminan
keamanan tersebut dibuktikan dengan:
1) adanya hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen internal atau eksternal; dan
2) adanya hasil sertifikasi yang dilakukan oleh Prinsipal, jika
Acquirer merupakan anggota Prinsipal.
b. Acquirer harus memastikan bahwa Perusahaan Switching
dan/atau perusahaan lain yang menyediakan sarana pemrosesan
transaksi APMK dapat menjaga kerahasiaan data, baik data
Pemegang kartu maupun data transaksi.
3. Acquirer yang merupakan Bank jika dalam melakukan kegiatan
APMK akan bekerjasama atau menggunakan pihak lain untuk
memproses transaksi APMK, wajib pula memperhatikan dan
memenuhi ...
42
memenuhi ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kerjasama Bank dengan pihak lain, antara lain ketentuan Bank
Indonesia mengenai penerapan manajemen risiko dalam penggunaan
teknologi informasi oleh Bank Umum.
F. Pengelolaan Risiko Operasional
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib mengelola risiko operasional
antara lain melalui penggunaan proven technology yang paling kurang
mencakup pemenuhan aspek-aspek sebagai berikut:
1. Adanya sistem keamanan teknologi informasi yang paling kurang
memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. dua faktor otentikasi yang akan digunakan (two factors
authentication);
b. kerahasiaan data (confidentiality);
c.
integritas sistem dan data (integrity);
d. otentikasi sistem dan data (authentication);
e. pencegahan terjadinya penyangkalan transaksi yang telah
dilakukan (non-repudiation); dan/atau
f. ketersediaan sistem (availability),
yang dilakukan secara efektif dan efisien dengan memperhatikan
kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku;
2. Adanya sistem dan prosedur untuk melakukan audit trail;
3. Adanya kebijakan dan prosedur internal untuk sistem dan Sumber
Daya Manusia (SDM); dan
4. Adanya Business Continuity Plan (BCP) yang dapat menjamin
kelangsungan penyelenggaraan APMK. BCP tersebut meliputi
tindakan preventif maupun contingency plan (termasuk penyediaan
sarana back-up) jika terjadi kondisi darurat atau gangguan yang
mengakibatkan sistem utama penyelenggaraan APMK tidak dapat
digunakan.
VIII. PERSYARATAN ...
43
VIII. PERSYARATAN DAN TATA CARA MEMPEROLEH IZIN DAN
MENYAMPAIKAN LAPORAN DALAM RANGKA PERALIHAN
PERIZINAN MELALUI PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PEMISAHAN,
ATAU PENGAMBILALIHAN
A. Penggabungan
1. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan
kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan
penggabungan dengan Bank yang telah atau belum memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka
berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
jika Bank hasil penggabungan adalah Bank yang telah
memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank
Indonesia, maka Bank hasil penggabungan tersebut harus
melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai
rencana melanjutkan kegiatan APMK.
b.
jika Bank hasil penggabungan adalah Bank yang belum
memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank
Indonesia, maka Bank hasil penggabungan tersebut wajib
memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk
dapat melanjutkan kegiatan APMK.
2. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan
melakukan penggabungan dengan Lembaga Selain Bank yang telah
atau belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari
Bank Indonesia, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
jika Lembaga Selain Bank hasil penggabungan adalah
Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka
Lembaga Selain Bank hasil penggabungan tersebut harus
melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia mengenai
rencana melanjutkan kegiatan APMK.
b. jika ...
44
b.
jika Lembaga Selain Bank hasil penggabungan adalah
Lembaga Selain Bank yang belum memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia, maka
Lembaga Selain Bank hasil penggabungan tersebut wajib
memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk
dapat melanjutkan kegiatan APMK.
B. Peleburan
1. Dalam hal Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan
kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan melakukan peleburan
dengan Bank lain yang telah maupun belum memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan APMK, maka Bank hasil peleburan
tersebut wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu
untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK.
2. Dalam hal Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh izin
penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan
melakukan peleburan dengan Lembaga Selain Bank lain yang telah
maupun belum memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan APMK,
maka Lembaga Selain Bank hasil peleburan tersebut wajib
memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat
melanjutkan kegiatan APMK.
C. Pemisahan
1. Dalam hal Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh
izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan
melakukan pemisahan murni, maka Bank atau Lembaga Selain
Bank hasil pemisahan murni tersebut wajib memperoleh izin dari
Bank Indonesia terlebih dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan
APMK.
2. Dalam hal Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh
izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia akan
melakukan pemisahan tidak murni (spin off), berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. izin ...
45
a.
izin penyelenggaraan kegiatan APMK dari Bank Indonesia
tetap melekat pada Bank atau Lembaga Selain Bank yang
melakukan pemisahan tidak murni (spin off). Dengan demikian
Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan pemisahan
tidak murni (spin off) harus melaporkan secara tertulis kepada
Bank Indonesia mengenai rencana melanjutkan kegiatan
APMK.
b. Bank atau Lembaga Selain Bank hasil pemisahan tidak murni
(spin off) wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia terlebih
dahulu untuk dapat melanjutkan kegiatan APMK.
D. Pengambilalihan
1. Dalam hal terjadi pengambilalihan terhadap Bank atau Lembaga
Selain Bank yang telah memperoleh izin penyelenggaraan kegiatan
APMK dari Bank Indonesia, maka Bank atau Lembaga Selain Bank
yang akan diambilalih harus melaporkan rencana pengambilalihan
tersebut kepada Bank Indonesia.
2. Laporan rencana pengambilalihan tersebut harus dilengkapi dengan
informasi yang paling kurang meliputi latar belakang
pengambilalihan, pihak yang akan melakukan pengambilalihan,
target waktu pelaksanaan pengambilalihan, susunan pemilik
dan/atau pemegang saham pengendali setelah dilakukannya
pengambilalihan, serta rencana bisnis setelah dilakukannya
pengambilalihan khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan
kegiatan APMK seperti rencana perubahan nama, perubahan
struktur organisasi, atau perubahan sistem yang digunakan.
E. Laporan sebagaimana dimaksud pada butir A.1.a., butir A.2.a., butir
C.2.a., dan butir D.1. harus disampaikan kepada Bank Indonesia , dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Laporan harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian
permohonan izin rencana penggabungan, pemisahan, atau
pengambilalihan ...
46
pengambilalihan kepada Bank Indonesia atau otoritas pengawas
Lembaga Selain Bank yang berwenang.
2. Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus dilampiri
dengan dokumen antara lain berupa rencana bisnis setelah
penggabungan, pemisahan, atau pengambilalihan termasuk rencana
penggunaan sistem dan pengembangan sistem, laporan kesiapan
infrastruktur, dan laporan hasil audit teknologi informasi dari
auditor independen dalam hal terjadi pengembangan dan/atau
penggabungan sistem yang telah ada.
F. Permohonan perizinan sebagaimana dimaksud pada butir A.1.b., butir
A.2.b., butir B.1., butir B.2., butir C.1., dan butir C.2.b., harus
disampaikan kepada Bank Indonesia, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Permohonan perizinan wajib disampaikan bersamaan dengan
penyampaian permohonan izin rencana penggabungan, peleburan,
atau pemisahan kepada Bank Indonesia atau otoritas pengawas
Lembaga Selain Bank yang berwenang.
2. Permohonan perizinan sebagaimana dimaksud pada angka 1, harus
dilampiri dengan dokumen yang antara lain berupa:
a.
laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh
kantor akuntan publik yang independen, untuk Lembaga Selain
Bank;
b.
rencana bisnis setelah penggabungan, peleburan, atau
pemisahan, termasuk rencana penggunaan sistem dan
pengembangan sistem;
c.
d.
laporan kesiapan infrastruktur;
laporan hasil audit teknologi informasi dari auditor independen
dalam hal terjadi pengembangan dan/atau penggabungan
sistem yang telah ada;
e. komposisi kepemilikan saham setelah penggabungan,
peleburan, atau pemisahan, untuk Lembaga Selain Bank; dan
f. rekomendasi ...
47
f.
rekomendasi otoritas pengawas Lembaga Selain Bank, khusus
untuk Lembaga Selain Bank.
G. Pemrosesan permohonan perizinan untuk dapat melanjutkan kegiatan
APMK sehubungan dengan penggabungan, peleburan, atau pemisahan
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bank Indonesia memberikan izin atau penolakan secara tertulis
dalam jangka waktu paling lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja
terhitung sejak dokumen yang dipersyaratkan diterima oleh Bank
Indonesia.
2. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan sebagaimana
dimaksud pada angka 1, Bank Indonesia melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan, kebenaran,
dan kesesuaian dokumen yang diajukan oleh Bank atau
Lembaga Selain Bank;
b. pemeriksaan (on site visit) ke Bank atau Lembaga Selain Bank
yang bersangkutan untuk melakukan verifikasi atas kebenaran
dan kesesuaian dokumen yang diajukan,
serta untuk
memastikan kesiapan operasional, jika diperlukan; dan/atau
c. dalam hal pemohon berupa Bank, Bank Indonesia meminta
rekomendasi kepada otoritas pengawas Bank, paling kurang
meliputi kondisi keuangan, tingkat kesehatan, kesiapan
operasional dan kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang
berlaku, termasuk informasi jika terdapat permasalahan-
permasalahan yang dihadapi Bank tersebut.
3. Dalam hal pemeriksaan administratif dokumen sebagaimana
dimaksud pada butir 2.a dan pemeriksaan (on site visit) sebagaimana
dimaksud pada butir 2.b telah dilakukan, dan dengan
mempertimbangkan rekomendasi otoritas pengawas Bank atau
Lembaga Selain Bank, Bank Indonesia melakukan:
a. pemberian ...
48
a. pemberian izin, jika
1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud
pada butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang
diajukan telah lengkap, benar dan sesuai dengan yang
dipersyaratkan oleh Bank Indonesia;
2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud
pada butir 2.b, menunjukan kebenaran dan kesesuaian
dokumen yang diajukan, serta kesiapan operasional; dan
3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank
merekomendasikan pelaksanaan rencana Bank atau
Lembaga Selain Bank untuk melanjutkan kegiatan
APMK.
b. penolakan, jika :
1) hasil pemeriksaan administratif sebagaimana dimaksud
pada butir 2.a menunjukkan bahwa dokumen yang
diajukan pemohon tidak lengkap, tidak benar, dan/atau
tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh Bank
Indonesia;
2) hasil pemeriksaan (on site visit) sebagaimana dimaksud
pada butir 2.b, menunjukkan adanya ketidakbenaran atau
ketidaksesuaian dokumen yang diajukan dan/atau
ketidaksiapan operasional; dan/atau
3) otoritas pengawas Bank atau Lembaga Selain Bank tidak
merekomendasikan Bank atau Lembaga Selain Bank
untuk melanjutkan kegiatan APMK.
4.
Jika terdapat hal-hal yang harus ditindaklanjuti, maka jangka waktu
pemberian izin sebagaimana dimaksud pada angka 1 dapat
diperpanjang. Perpanjangan jangka waktu pemberian izin tersebut
diberitahukan secara tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon.
IX. PENGAWASAN ...
49
IX. PENGAWASAN, LAPORAN PENYELENGGARAAN KEGIATAN APMK,
DAN TATA CARA PENGENAAN SANKSI DENDA
A. Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan APMK
1. Tujuan Pengawasan
Pengawasan bertujuan untuk memastikan penyelenggaraan kegiatan
APMK dilakukan secara efisien, cepat, aman dan andal dengan
memperhatikan prinsip perlindungan nasabah.
2. Obyek Pengawasan
Bank Indonesia, melakukan pengawasan terhadap kegiatan
penyelenggaraan APMK yang dilakukan oleh:
a. Prinsipal;
b. Penerbit;
c. Acquirer;
d. Penyelenggara Kegiatan Kliring APMK; dan
e. Penyelenggara Kegiatan Penyelesaian Akhir APMK.
3. Fokus Pengawasan
Pengawasan terhadap penyelenggaraan APMK difokuskan pada:
a. penerapan aspek manajemen risiko;
b. kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, termasuk
kebenaran dan ketepatan penyampaian informasi dan laporan;
dan
c. penerapan aspek perlindungan nasabah.
4. Metode Pengawasan
a. Pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan APMK
dilakukan Bank Indonesia melalui:
1) penelitian, analisis dan evaluasi, antara lain yang
didasarkan atas laporan berkala, laporan insidentil, data
dan/atau informasi lainnya yang diperoleh Bank Indonesia
dari pihak lain, serta diskusi dengan pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada angka 2.
2) pemeriksaan ...
50
2) pemeriksaan (on site visit) terhadap pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada angka 2 untuk mencocokan
kebenaran data dengan fakta di lapangan, serta melihat
sarana fisik, sistem, aplikasi pendukung dan database.
Dalam hal diperlukan, pemeriksaan (on site visit) dapat
juga dilakukan terhadap pihak-pihak yang bekerjasama
dengan pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2.
3) pertemuan konsultasi (consultative meeting) dengan
pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2 untuk
mendapatkan informasi penyelenggaraan dan
menyampaikan saran.
4) pembinaan terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud
pada angka 2 termasuk untuk melakukan perubahan.
b. Dalam rangka pengawasan, pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada angka 2 wajib memberikan:
1) keterangan dan/atau data yang terkait dengan
penyelenggaraan APMK, baik dalam bentuk hard copy
maupun soft copy; dan
2) kesempatan melakukan pemeriksaan (on site visit) untuk
melihat penyelenggaraan APMK, sarana fisik, sistem,
aplikasi pendukung dan database.
c. Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk dan atas
nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan (on site visit)
terhadap pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2.
B. Laporan Penyelenggaraan Kegiatan APMK
1. Laporan Berkala
a. Laporan berkala merupakan laporan yang wajib disampaikan
baik secara tertulis dan/atau on-line dengan lengkap, benar,
akurat dan tepat waktu oleh pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada butir A.2 sesuai dengan periode masing-masing
laporan ...
51
laporan. Laporan berkala terdiri atas laporan bulanan, laporan
triwulanan, dan laporan tahunan.
b.
Jenis Laporan Berkala
Laporan berkala yang wajib disampaikan oleh pihak-pihak
sebagaimana dimaksud pada butir A.2 meliputi :
1) Prinsipal
a) Laporan Tahunan yang paling kurang meliputi
informasi mengenai:
(1) rencana kerja dan target 1 (satu) tahun ke depan
termasuk rencana pengembangan produk dan
kerjasama dengan pihak lain;
(2) realisasi rencana kerja tahun sebelumnya;
(3) anggota yang tergabung dalam jaringan
Prinsipal; dan
(4) jenis dan besarnya biaya yang dikenakan
kepada anggota.
b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang
dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali
dalam 3 (tiga) tahun dengan cakupan audit antara
lain meliputi:
(1) keamanan jaringan;
(2) keamanan data;
(3) keamanan aplikasi dan sistem;
(4) kontrol terhadap akses sistem dan data;
(5) monitoring dan pengujian berkala terhadap
jaringan; dan
(6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi
informasi.
2) Penerbit
a) Laporan Bulanan Penyelenggaraan Kegiatan APMK
terdiri dari:
(1) Laporan ...
52
(1) Laporan Bulanan Penerbit Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet;
(2) Laporan Bulanan Penerbit Kartu Kredit;
(3) Laporan Bulanan Fraud; dan
(4) Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu Kredit,
yaitu:
(a) Khusus Lembaga Selain Bank yang
bertindak sebagai Penerbit Kartu Kredit,
Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu
Kredit terdiri dari klasifikasi:
i. Lancar, apabila pembayaran tepat
waktu, perkembangan rekening baik
dan tidak ada tunggakan serta sesuai
dengan persyaratan kredit;
ii. Dalam Perhatian Khusus, apabila
terdapat tunggakan pembayaran
pokok dan/atau bunga sampai dengan
90 (sembilan puluh) hari;
iii. Kurang Lancar, apabila terdapat
tunggakan pembayaran pokok
dan/atau bunga yang telah
melampaui 90 (sembilan puluh) hari
kalender sampai dengan 120 (seratus
dua puluh) hari;
iv. Diragukan,
apabila
terdapat
tunggakan pembayaran pokok
dan/atau bunga yang telah
melampaui 120 (seratus dua puluh)
hari kalender sampai dengan 180
(seratus delapan puluh) hari; atau
v. Macet ...
53
v. Macet, apabila terdapat tunggakan
pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 180 (seratus delapan
puluh) hari.
(b) Khusus Bank yang bertindak sebagai
Penerbit Kartu Kredit, penyampaian
Laporan Bulanan Kolektibilitas Kartu
Kredit dilakukan sebagaimana diatur
dalam Surat Edaran Bank Indonesia
mengenai penilaian kualitas aktiva Bank
Umum.
b) Laporan Triwulanan Penanganan dan Penyelesaian
Pengaduan Nasabah; dan
c) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang
dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali
dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan
audit antara lain meliputi:
(1) keamanan jaringan;
(2) keamanan data;
(3) keamanan aplikasi dan sistem;
(4) kontrol terhadap akses sistem dan data;
(5) monitoring dan pengujian berkala terhadap
jaringan;
(6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi
informasi.
3) Acquirer
a) Laporan Bulanan Acquirer; dan
b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang
dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali
dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan
audit antara lain meliputi:
(1) keamanan ...
54
(1) keamanan jaringan;
(2) keamanan data;
(3) keamanan aplikasi dan sistem;
(4) kontrol terhadap akses sistem dan data;
(5) monitoring dan pengujian berkala terhadap
jaringan; dan
(6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi
informasi.
4) Penyelenggara Kliring APMK
a) Laporan Triwulanan Penyelenggaraan Kegiatan
Kliring APMK.
b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang
dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali
dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan
audit antara lain meliputi:
(1) keamanan jaringan;
(2) keamanan data;
(3) keamanan aplikasi dan sistem;
(4) kontrol terhadap akses sistem dan data;
(5) monitoring dan pengujian berkala terhadap
jaringan; dan
(6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi
informasi.
5) Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK
a) Laporan Triwulanan Penyelenggaraan Kegiatan
Penyelesaian Akhir APMK; dan
b) Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi yang
dilakukan secara berkala paling kurang 1 (satu) kali
dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun dengan cakupan
audit antara lain meliputi:
(1) keamanan ...
55
(1) keamanan jaringan;
(2) keamanan data;
(3) keamanan aplikasi dan sistem;
(4) kontrol terhadap akses sistem dan data;
(5) monitoring dan pengujian berkala terhadap
jaringan; dan
(6) prosedur tertulis terkait keamanan teknologi
informasi
2. Laporan Insidentil
a. Laporan insidentil merupakan laporan tertulis yang wajib
disampaikan secara benar oleh pihak-pihak sebagaimana
dimaksud pada butir A.2 kepada Bank Indonesia baik atas
permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif sendiri pihak-
pihak tersebut. Laporan insidentil dapat dilakukan dengan
penyampaian dokumen sesuai dengan permintaan Bank
Indonesia.
b.
Jenis Laporan Insidentil
1) Laporan Rencana Kerjasama dengan Pihak Lain
a) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir yang
akan melakukan kerjasama dengan pihak lain wajib
menyampaikan laporan secara terulis kepada Bank
Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Laporan tertulis rencana kerjasama Prinsipal,
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir
dengan pihak lain disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kerja sebelum perjanjian kerjasama
ditandatangani;
(2) Laporan ...
56
(2) Laporan tertulis rencana kerjasama Prinsipal,
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir
dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada
angka (1), paling kurang memuat:
(a) data/informasi/profil perusahaan pihak
lain yang akan bekerjasama dengan
Prinsipal, Penerbit,
Acquirer,
Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir;
(b) dasar pertimbangan dilakukannya
kerjasama;
(c) tanggal efektif rencana dilaksanakannya
kerjasama; dan
(d) jangka waktu rencana pelaksanaan
kerjasama.
(3) Laporan tertulis rencana kerjasama Prinsipal,
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir
dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada
angka (1), harus dilengkapi dengan dokumen
berupa:
(a) fotokopi konsep pokok-pokok hubungan
bisnis (business arrangement) antara
Prinsipal,
Penerbit,
Acquirer,
Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir dan
pihak lain;
(b) fotokopi konsep perjanjian kerjasama
antara Prinsipal, Penerbit, Acquirer,
Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara ...
57
Penyelenggara Penyelesaian Akhir dan
pihak lain;
(c) hasil audit teknologi informasi dari auditor
independen, jika pihak lain yang
bekerjasama dengan Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir
merupakan perusahaan yang menyediakan
sarana pemrosesan transaksi APMK;
(d) fotokopi hasil sertifikasi dari Prinsipal
terhadap pihak lain yang bekerjasama
dengan Penerbit atau Acquirer, jika
Penerbit atau Acquirer menjadi anggota
Prinsipal.
(e) surat pernyataan kesanggupan pihak lain
yang bekerjasama dengan Prinsipal,
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir untuk menjaga kerahasiaan data;
(f) fotokopi konsep perjanjian kerjasama
yang dilakukan oleh pihak lain dengan
pihak ketiga, jika ada.
b) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir wajib
melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia
mengenai realisasi/pelaksanaan kerjasama dengan
pihak lain, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja
terhitung sejak ditandatanganinya perjanjian
kerjasama.
2) Laporan ...
58
2) Laporan Produk Baru
a) Penerbit Kartu Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet yang akan menerbitkan produk baru Kartu
Kredit, Kartu ATM dan/atau Kartu Debet harus
menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bank
Indonesia paling lambat 45 (empat puluh lima) hari
kerja sebelum produk baru tersebut diterbitkan.
b) Laporan tertulis tersebut harus dilampiri dengan
dokumen paling kurang berupa:
(1) rencana bisnis; dan
(2) penjelasan karakteristik produk baru.
c) Rencana bisnis sebagaimana dimaksud pada butir
b)(1), antara lain meliputi informasi mengenai target
pendapatan yang akan dicapai dari produk baru
tersebut.
d) Penjelasan karakteristik produk baru sebagaimana
dimaksud pada butir b)(2), meliputi penjelasan alur
transaksi, upaya peningkatan keamanan sistem, dan
perbedaan produk baru dengan produk sebelumnya.
3) Laporan Insiden (incident report)
a) Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring
dan/atau Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK
wajib menyampaikan laporan insiden (incident
report) yakni laporan atas terjadinya gangguan pada
sistem dan upaya yang telah dilakukan untuk
menanggulanginya seperti:
(1) adanya kegagalan network dalam memproses
transaksi APMK;
(2) fraud yang terjadi.
b) Laporan insiden (incident report) tersebut di atas,
wajib disampaikan kepada Bank Indonesia sesegera
mungkin ...
59
mungkin setelah kejadian melalui telepon atau
faksimili, yang diikuti pelaporan tertulis paling
lambat 3 (tiga) hari kerja setelah kejadian.
3. Laporan tahunan Prinsipal sebagaimana dimaksud pada butir
1.b.1)a) wajib disampaikan kepada Bank Indonesia secara tertulis
dengan hardcopy paling lambat diterima Bank Indonesia pada
tanggal 15 Februari tahun berikutnya. Apabila tanggal 15 Februari
jatuh pada hari libur maka laporan harus sudah diterima Bank
Indonesia 1 (satu) hari kerja berikutnya.
Contoh: Laporan untuk periode bulan Januari sampai dengan
Desember 2009 disampaikan paling lambat tanggal 15 Februari
2010.
4.
Jika terdapat perubahan data dan/atau informasi pada dokumen-
dokumen yang disampaikan pada saat mengajukan permohonan izin
kepada Bank Indonesia, seperti perubahan nama, alamat kantor,
perubahan pengurus (Direksi dan/atau Dewan Komisaris),
perubahan dokumen pokok-pokok hubungan bisnis, perubahan
pengaturan hak dan kewajiban para pihak, perubahan perjanjian
kerjasama dan perubahan para pihak yang bekerjasama, perubahan
prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa, maka Prinsipal,
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan Penyelenggara
Penyelesaian Akhir harus melaporkan secara tertulis perubahan
tersebut kepada Bank Indonesia, paling lambat 20 (dua puluh) hari
kerja sejak dilakukannya perubahan.
5. Untuk kepentingan pengawasan terkait dengan kegiatan
penyelenggaraan APMK, Bank Indonesia berwenang meminta data,
informasi, dan/atau laporan di luar laporan-laporan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dan angka 2.
6. Tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada butir 1.b.2)a), butir
1.b.2)b), butir 1.b.3)a), butir 1.b.4)a) dan butir 1.b.5)a) dan sanksi
kewajiban membayar berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai laporan kantor pusat Bank Umum dan
ketentuan ...
60
ketentuan mengenai laporan penyelenggaraan kegiatan alat
pembayaran dengan menggunakan kartu oleh Bank Perkreditan
Rakyat Dan Lembaga Selain Bank.
7. Penyampaian Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi
sebagaimana dimaksud pada butir 1.b.1)b), butir 1.b.2)d), butir
1.b.3)b), butir 1.b.4)b), dan butir 1.b.5)b) harus sudah diterima oleh
Bank Indonesia paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak
Laporan Hasil Audit Teknologi Informasi diterbitkan.
C. Tata Cara Pengenaan Sanksi Denda
1. Pengenaan sanksi denda terhadap Bank terkait penyelenggaraan
kegiatan APMK, dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara
mendebet rekening giro Bank di Bank Indonesia.
2. Pengenaan sanksi denda terhadap Lembaga Selain Bank terkait
dengan penyelenggaraan kegiatan APMK dilakukan oleh Bank
Indonesia dengan cara menyampaikan surat pengenaan sanksi denda
kepada Lembaga Selain Bank tersebut yang antara lain berisi
informasi jumlah sanksi denda dan tata cara pembayarannya kepada
Bank Indonesia.
X. PENGEMBANGAN DAN PENYEDIAAN SISTEM APMK YANG DAPAT
SALING DIKONEKSIKAN (INTEROPERABILITY) DENGAN SISTEM
APMK LAINNYA.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi, kelancaran dan memberikan manfaat
yang lebih luas kepada nasabah dalam bertransaksi, diperlukan upaya untuk
mengembangkan sistem yang dapat saling dikoneksikan dalam memproses
transaksi APMK antara Prinsipal, Penerbit dan Acquirer yang satu dengan
Prinsipal, Penerbit dan Acquirer yang lain.
Secara teknis, hal tersebut dapat dilakukan oleh Prinsipal dengan menetapkan
aturan main dan suatu kriteria atau standar sehingga setiap Penerbit yang
menggunakan jaringan dari Prinsipal tersebut dapat memberikan fasilitas
kepada para Pemegang Kartunya untuk menggunakan akses peralatan yang
menggunakan ...
61
menggunakan tanda atau logo dari Prinsipal yang bersangkutan. Kemudahan
tersebut disamping dapat memberikan manfaat bagi Pemegang Kartu juga
memberikan penghematan proses transaksi yang dilakukan oleh pihak
Acquirer sehingga dapat dihindari investasi yang tidak perlu diantara para
Acquirer. Dalam jangka panjang penghematan biaya transaksi diharapkan
dapat menstimulasi pertumbuhan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
Penyederhanaan sistem atau aplikasi dapat dilakukan oleh pihak Prinsipal,
Penerbit dan Acquirer dengan melakukan pengembangan sistem yang dari
awalnya telah dirancang agar sistem yang dikembangkan dapat saling
membaca dengan sistem yang dikembangkan oleh pihak lain.
Langkah penyederhanaan sistem oleh para pihak dapat dilakukan melalui
kesepakatan yang dilakukan sendiri oleh industri. Untuk mendukung
pelaksanaannya Bank Indonesia dapat mewajibkan para pihak untuk mengikuti
dan menyesuaikan sistemnya yang kriteria dan persyaratannya telah menjadi
kesepakatan industri.
XI. LAIN-LAIN
A. Hal-hal yang bersifat teknis dan mikro dalam penyelenggaraan kegiatan
APMK selain yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini,
dapat diatur dan disepakati sendiri oleh industri APMK (Self Regulation
Organization - SRO). Pengaturan yang dilakukan oleh industri APMK
tersebut sebagai pelengkap dan tidak diperkenankan bertentangan dengan
ketentuan Bank Indonesia.
Dalam hal SRO telah menyepakati dan menetapkan suatu ketentuan,
maka setiap anggota yang tergabung atau pihak yang terkait dengan SRO
harus mematuhi dan mengikuti ketentuan yang telah disepakati.
B. Penyampaian permohonan izin penyelenggaraan APMK, penyampaian
laporan, informasi lainnya, dan/atau surat menyurat disampaikan oleh
kantor pusat Bank atau Lembaga Selain Bank kepada:
Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Gedung D Lantai 2, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2
Jakarta – 10350
XII. PERALIHAN ...
62
XII. PERALIHAN
A. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir sebelum diberlakukannya Surat
Edaran Bank Indonesia ini dan belum memperoleh izin atau penegasan
dari Bank Indonesia, wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia.
Pengajuan permohonan izin wajib disampaikan oleh Bank atau Lembaga
Selain Bank paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender terhitung
sejak tanggal diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Persyaratan dan tata cara memperoleh izin dari Bank Indonesia mengacu
pada Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai
Prinsipal, Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau
Penyelenggara Penyelesaian Akhir APMK sebelum diberlakukannya
Surat Edaran Bank Indonesia ini dan telah memperoleh izin atau
penegasan dari Bank Indonesia wajib melaporkan kegiatannya kepada
Bank Indonesia dan melengkapi persyaratan sebagai Prinsipal, Penerbit,
Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara Penyelesaian
Akhir APMK paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari kalender
sejak tanggal diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini.
C. Lembaga Selain Bank yang telah melakukan kegiatan sebagai Prinsipal,
Penerbit, Acquirer, Penyelenggara Kliring dan/atau Penyelenggara
Penyelesaian Akhir di wilayah Republik Indonesia sebelum
diberlakukannya ketentuan ini dan belum berbadan hukum Indonesia,
wajib telah berbadan hukum Indonesia paling lambat 2 (dua) tahun sejak
tanggal diberlakukannya Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka:
A. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/59/DASP tanggal 30 Desember
2005 perihal Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu;
B. Surat ...
63
B. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/DASP tanggal 30 Desember
2005 perihal Prinsip Perlindungan Nasabah dan Kehati-hatian, serta
Peningkatan Keamanan Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu;
C. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/18/DASP tanggal 23 Agustus
2006 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan
Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu;
D. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/20/DASP tanggal 8 Mei 2008
perihal Perubahan Kedua Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/60/DASP tanggal 30 Desember 2005 perihal Prinsip Perlindungan
Nasabah dan Kehati-hatian, serta Peningkatan Keamanan Dalam
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu; dan
E. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/7/DASP tanggal 21 Februari
2008 perihal Pengawasan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
13 April 2009..1313 Apr...
2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SWD. MURNIASTUTI
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
64
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 11/10/DASP|SE-BI/2009 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu </reg_title>
<set_date> 13 April 2009 </set_date>
<effective_date> 13 April 2009 </effective_date>
<replaced_reg> '10/7/DASP|SE-BI/2008', '7/59/DASP|SE-BI/2005', '8/18/DASP|SE-BI/2006', '10/20/DASP|SE-BI/2008', '7/60/DASP|SE-BI/2005' </replaced_reg>
<related_reg> '11/11/PBI/2009' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IX Huruf C' </penalty_list>
|
No. 12/24/DPM
Jakarta, 30 Agustus 2010
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/44/DPM
tanggal 10 Desember 2008 perihal Tata Cara Transaksi
Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) dengan Bank Indonesia
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/PBI/2008
tanggal 10 Desember 2008 tentang Operasi Moneter Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 197, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4944) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 12/17/PBI/2010 tanggal 30 Agustus 2010 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 107) serta dalam rangka
penyelarasan ketentuan operasi moneter, beberapa ketentuan dan Lampiran 3
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/44/DPM tanggal 10 Desember
2008 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan dalam romawi III angka 1 diubah sehingga berbunyi sebagai
berikut:
III. PERSYARATAN DAN NILAI SBSN
1. SBSN milik Bank yang dapat direpokan adalah:
a. tercatat...
2
a. tercatat dalam Rekening Perdagangan di BI-SSSS; dan
b. memiliki sisa jangka waktu paling singkat 3 (tiga) hari kerja
yang dihitung 1 (satu) hari setelah Repo SBSN jatuh tempo.
2. Ketentuan dalam romawi V angka 3 huruf b.8) ditambah sehingga berbunyi
sebagai berikut:
V. SETELMEN
8) Dalam rangka pemenuhan kewajiban Bank untuk penyelesaian
Repo SBSN jatuh tempo yang diakibatkan karena pembatalan
setelmen second leg, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a) Bank Indonesia mendebet Rekening Giro melalui Sistem BI-
RTGS untuk setelmen biaya Repo SBSN yang harus dibayar;
dan
b) Bank Indonesia melakukan setelmen SBSN yang batal
dilakukan setelmen, dengan cara memperlakukan jenis dan seri
SBSN yang batal dibeli kembali oleh Bank sebagai transaksi
jual putus (outright selling) secara otomatis melalui BI-SSSS.
c) Dalam hal nilai transaksi outright:
1). Lebih kecil dari kewajiban setelmen second leg, maka
Bank Indonesia mendebet Rekening Giro sebesar selisih
nilai kewajiban setelmen second leg dengan nilai transaksi
outright.
2). Lebih besar dari nilai kewajiban setelmen second leg,
maka Bank Indonesia mengkredit Rekening Giro sebesar
selisih nilai kewajiban setelmen second leg dengan nilai
transaksi outright.
3. Ketentuan...
3
3. Ketentuan dalam romawi VI diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
VI. SANKSI
1. Dalam hal terjadi pembatalan setelmen Repo SBSN sebagaimana
dimaksud pada butir V.3.a.5) dan V.3.b.5), Bank dikenakan sanksi
berupa:
a. teguran tertulis, dengan tembusan kepada:
1) Direktorat Perbankan Syariah, dalam hal sanksi diberikan
kepada Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor
Pusat Bank Indonesia (KPBI); atau
2) Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat cq. Tim Pengawas
Bank, dalam hal sanksi diberikan kepada Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI; dan
b. kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari
nilai nominal Repo SBSN yang dinyatakan batal, paling sedikit
sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling
banyak sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud pada butir
VI.1, dalam hal Bank melakukan transaksi Repo SBSN dan/atau
transaksi OMS lainnya yang dinyatakan batal sebanyak tiga kali
dalam kurun waktu 6 (enam) bulan, Bank dikenakan sanksi berupa
penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OMS selama 5
(lima) hari kerja berturut-turut.
3. Penyampaian surat teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada
butir VI.1.a dan pemberitahuan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan OMS sebagaimana dimaksud pada butir
VI.2 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan transaksi.
4. Pengenaan...
4
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud
pada butir VI.1.b dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank
yang dikenakan sanksi pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya
pembatalan setelmen Repo SBSN.
4. Lampiran 3 diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 3 dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 30 Agustus 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/24/DPM|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/44/DPM tanggal 10 Desember 2008 perihal Tata Cara Transaksi Repurchase Agreement (Repo) Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 30 Agustus 2010 </set_date>
<effective_date> 30 Agustus 2010 </effective_date>
<changed_reg> '10/44/DPM|SE-BI/2008' </changed_reg>
<related_reg> '12/17/PBI/2010', '10/36/PBI/2008', '10/44/DPM|SE-BI/2008' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 3 Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 6 / 47 / DPM
Jakarta, 29 Oktober 2004
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Nomor 6/17/DPM tanggal 6
April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank
Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank
Indonesia di Pasar Sekunder
Dalam
rangka pengaturan waktu
pelaksanaan
transaksi
perdagangan
Sertifikat Bank Indonesia secara repo yang lebih fleksibel maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan
Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank
Indonesia di Pasar Sekunder yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan
Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal 18 November 2002 tentang Operasi
Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4243), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/4/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004
(Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4365), Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/10/PBI/2002
tanggal 18 November 2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4244), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/5/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun …
2
Tahun 2004 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4366), dan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank
Indonesia – Scripless Securities Settlement System (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4363),
dipandang perlu untuk diatur kembali sebagai berikut:
Di antara angka III.3 dan angka III.4 disisipkan butir 3.a., yang berbunyi sebagai
berikut :
“3.a. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat menetapkan Waktu Pelaksanaan
Transaksi SBI Repo yang berbeda dengan Waktu Pelaksanaan Transaksi
sebagaimana dimaksud dalam angka 3 yang akan diumumkan melalui sarana
BI-SSSS dan atau sarana lainnya.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku pada tanggal 29 Oktober 2004 dan
berlaku surut sejak tanggal 15 Oktober 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/47/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Nomor 6/17/DPM tanggal 6 April 2004 perihal Transaksi Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia Secara Repurchase Agreement (Repo) Dengan Bank Indonesia di Pasar Sekunder </reg_title>
<set_date> 29 Oktober 2004 </set_date>
<effective_date> 29 Oktober 2004, dan berlaku surut sejak tanggal 15 Oktober 2004. </effective_date>
<changed_reg> '6/17/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/17/DPM|SE-BI/2004', '6/2/PBI/2004', '6/4/PBI/2004', '6/5/PBI/2004', '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
|
No.6/8/DPM
Jakarta, 16 Februari 2004
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal :
Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/6 /PBI/2004 tanggal
16 Februari 2004 perihal Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4367) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16
Februari 2004 perihal Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4363), dipandang perlu untuk menyusun ketentuan
pelaksanaan pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) sebagai berikut:
I. PERSYARATAN BANK UNTUK MENGGUNAKAN FLI
1. Bank dapat memperoleh FLI setelah memenuhi persyaratan yang
ditetapkan sebagai berikut :
a. memiliki tingkat kesehatan minimal cukup baik yaitu Bank yang masih
beroperasi;
b. memiliki surat berharga yang dapat diagunkan berupa SBI dan atau
SUN;
c. tidak …
2
c. tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan (suspend) sebagai Peserta
Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) dan Peserta
Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS);
d. tidak sedang dikenakan sanksi tidak dapat memperoleh Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).
2. Dalam rangka pembukaan akses Bank untuk menggunakan FLI dalam
sarana BI-SSSS, Bank wajib menyampaikan dokumen pendukung
penggunaan FLI berupa:
a. Perjanjian Penggunaan FLI dan Pengagunan sebagaimana contoh dalam
Lampiran-1 yang telah dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani oleh
pejabat Bank sebagai dasar bagi Bank untuk memanfaatkan FLI selama
jam operasional Sistem BI-RTGS;
b. Fotokopi anggaran dasar Bank atau kuasa dari Kantor Pusat Bank
Asing (power of attorney) bagi kantor cabang Bank asing yang telah
dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Bank;
c. Fotokopi identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat
Izin Mengemudi (SIM) atau paspor direksi, Chief Executive Officer
(CEO) dan atau pejabat Bank yang diberi kuasa untuk menandatangani
Perjanjian Penggunaan FLI dan Pengagunan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a yang masih berlaku.
3. Dokumen pendukung FLI sebagaimana dimaksud dalam angka 2
disampaikan melalui surat pengantar kepada Bagian Operasi Pasar Uang
(OPU), Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM), Bank Indonesia, Jl. M.H.
Thamrin No.2, Jakarta 10010, dengan tembusan kepada Direktorat
Pengawasan Bank (DPwB) terkait atau Tim Pengawas Bank terkait di
Kantor Bank Indonesia (KBI) yang mewilayahinya.
4. Bank Indonesia …
3
4. Bank Indonesia menolak penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud
angka 2 dari Bank yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1.
5. Bank Indonesia akan membuka akses bagi Bank untuk menggunakan FLI
melalui sarana BI-SSSS selambat-lambatnya pada 1 (satu) hari kerja
setelah Bank melengkapi seluruh dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 2.
6. Dalam hal Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 maka Bank Indonesia menghentikan akses Bank untuk
dapat menggunakan FLI melalui sarana BI-SSSS.
7. Dalam hal terjadi perubahan susunan pengurus Bank yang mengakibatkan
terjadinya perubahan kewenangan penandatanganan dalam dokumen
perjanjian sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang telah ditandatangani
Bank sebelumnya maka Bank yang telah memiliki akses penggunaan FLI
wajib memperbaharui dan menyampaikan kembali dokumen perjanjian
kepada Bagian OPU pada tanggal yang sama dengan terjadinya perubahan
susunan pengurus Bank dimaksud.
8. Dalam hal Bank tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 7 maka Bank dikenakan sanksi.
II. AGUNAN FLI
1. Bank dapat menggunakan FLI sebesar nilai SBI dan atau SUN milik Bank
yang diagunkan dalam rekening pengagunan melalui sarana BI-SSSS
selama jam operasional Sistem BI-RTGS.
2. Perhitungan nilai jual SBI dan atau nilai pasar SUN serta sisa jangka waktu
SBI dan atau SUN yang dapat diagunkan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 tunduk pada ketentuan perhitungan nilai jual SBI dan atau nilai
pasar …
4
pasar SUN serta sisa jangka waktu SBI dan atau SUN sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan tentang FPJP Bagi Bank Umum yang berlaku.
3. Dalam hal Bank telah melunasi FLI yang digunakan maka Bank dapat
memindahkan SBI dan atau SUN yang diagunkan dalam rekening
pengagunan ke rekening perdagangan milik Bank melalui sarana BI-SSSS.
4. Mekanisme pengagunan SBI dan atau SUN dalam rangka FLI melalui
sarana BI-SSSS dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud
dalam Surat Edaran tentang BI-SSSS yang berlaku.
III. PENGGUNAAN DAN PELUNASAN FLI
1.
Penggunaan FLI dimulai sejak jam operasional Sistem BI-RTGS dibuka
sampai dengan cut-off warning Sistem BI-RTGS dan hanya dapat
digunakan setelah Bank memindahkan SBI dan atau SUN milik Bank dari
rekening perdagangan ke rekening pengagunan dalam sarana BI-SSSS.
2.
Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan secara
otomatis oleh Sistem BI-RTGS pada saat saldo Rekening Giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk melakukan transaksi
keluar (outgoing transaction) sepanjang kekurangan tersebut tidak
melebihi nilai FLI.
3.
Pelunasan FLI dilakukan secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS setiap
terdapat transaksi masuk (incoming transaction) yang mengkredit
rekening giro Rupiah Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia.
4. Bank dapat memindahkan kembali SBI dan atau SUN yang diagunkan
dari rekening pengagunan ke rekening perdagangan milik Bank dalam
sarana BI-SSSS apabila Bank telah melunasi FLI yang digunakannya.
5.
Bank yang menggunakan FLI wajib melunasi FLI pada hari penggunaan
FLI (T+0) selambat-lambatnya sampai dengan pre cut-off time Sistem BI-
RTGS dan biaya penggunaan FLI.
6. Bank …
5
6.
Bank dikenakan biaya bunga penggunaan FLI sebagaimana dimaksud
dalam angka 5 yang dihitung sebagai berikut:
Nominal Penggunaan FLI x [T/(10,5 jam x 60 menit)] x i x [1/360 ]
Keterangan:
T
i
= waktu penggunaan FLI (dalam menit).
= suku bunga rata-rata tertimbang PUAB overnight Pagi pada 1
hari sebelum penggunaan FLI (T-1).
10,5 jam = jangka waktu dari mulai dibukanya jam operasional Sistem
BI-RTGS (06.30 WIB) sampai dengan cut off warning sistem
BI-RTGS (17.00 WIB).
7. Pembebanan biaya bunga FLI sebagaimana dimaksud dalam angka 6
dilakukan pada 1 (satu) hari kerja setelah penggunaan FLI.
8. Mekanisme penggunaan dan pelunasan FLI melalui sarana BI-SSSS
dilakukan mengikuti tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
tentang BI-SSSS yang berlaku.
IV. PENGALIHAN FLI MENJADI FPJP
1. Dalam hal Bank tidak melunasi FLI sampai dengan batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir III.5. maka terhadap nilai FLI yang
tidak dilunasi diberlakukan sebagai FPJP dan agunan yang tercatat dalam
sarana BI-SSSS dijadikan sebagai agunan FPJP.
2.
Dengan pengalihan FLI menjadi FPJP sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 maka:
a. Bank menundukkan diri pada ketentuan FPJP Bagi Bank Umum yang
berlaku antara lain meliputi kewajiban penyampaian akta pengikatan
kredit, tata cara pelunasan, eksekusi agunan, pengawasan dan sanksi
atas penggunaan FPJP; dan
b. agunan FLI diberlakukan sebagai agunan FPJP.
V. PENGAWASAN …
6
V. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank atas
penggunaan FLI, baik selama periode diterimanya FLI maupun setelah
FLI jatuh waktu.
2. Bank wajib memberikan data dan informasi secara lengkap dan benar
sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998,
dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/6/PBI/2000 tanggal 21 Februari
2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank.
VI. SANKSI
Dalam hal Bank tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
butir I.7, Bank dikenakan sanksi berupa:
1. kewajiban membayar sebanyak 2 (dua) kali biaya bunga FLI yang telah
dikenakan kepada Bank untuk FLI yang digunakan setelah tanggal
terjadinya perubahan susunan pengurus Bank sampai dengan tanggal
penyampaian kembali Perjanjian Penggunaan FLI dan Pengagunan yang
telah diperbaharui yang akan dibebankan pada rekening giro Rupiah milik
Bank di Bank Indonesia; dan atau
2. tidak dapat menggunakan FLI sampai dengan Bank menyampaikan
kembali Perjanjian Penggunaan FLI dan Pengagunan yang telah
diperbaharui.
VII. PENUTUP
Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 2/27/DPM tanggal 13 Desember 2000 perihal Tata Cara
Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum dan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 3/21/DPM tanggal 3 September 2001 perihal Perubahan Atas
Surat …
7
Surat Edaran Nomor 2/27/DPM tanggal 13 Desember 2000 perihal Tata Cara
Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum dinyatakan tidak
berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 16 Februari 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/8/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 16 Februari 2004 </set_date>
<effective_date> 16 Februari 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '3/21/DPM|SE-BI/2001', '2/27/DPM|SE-BI/2000' </replaced_reg>
<related_reg> '6/2/PBI/2004', '6/6/PBI/2004' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 9/21/DPM
Jakarta, 26 September 2007
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/7/DPM Tanggal 16 Februari 2004 Perihal Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum
Dalam rangka penyempurnaan metode perhitungan nilai agunan Surat Utang
Negara dan Sertifikat Bank Indonesia yang diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 6/7/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek Bagi Bank Umum, sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 7/33/DPM tanggal 3 Agustus 2005 yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/2003 tentang
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4317)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/21/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4518), dipandang perlu untuk
menyempurnakan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM
tanggal 16 Februari 2004 sebagai berikut :
1. Ketentuan butir I.8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
8. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN, adalah surat berharga
yang berupa surat pengakuan utang sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, yang terdiri atas
Surat Perbendaharaan Negara dan Obligasi Negara.
2. Di antara ....
2
2. Di antara butir I.8. dan butir I.9. disisipkan 2 (dua) butir ketentuan, yakni butir
8A. dan 8B. yang berbunyi sebagai berikut:
8A. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disebut SPN adalah SUN
yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dengan
pembayaran bunga secara diskonto.
8B. Obligasi Negara yang selanjutnya disebut ON adalah SUN yang berjangka
waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan
pembayaran bunga secara diskonto.
3. Ketentuan butir II.9. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
9. Bank wajib menjamin FPJP dengan agunan milik bank berupa SBI dan/atau
SUN dengan ketentuan:
a. Nilai jual SBI dan/atau nilai pasar SUN yang diagunkan ditetapkan
berdasarkan perhitungan sebagaimana ketentuan butir IV.1.
b. SBI yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu paling kurang 3 (tiga)
hari kerja;
c. SUN yang diagunkan memiliki sisa jangka waktu paling kurang 10
(sepuluh) hari kerja.
4. Ketentuan angka IV diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
IV. PERHITUNGAN NILAI AGUNAN FPJP
1. Perhitungan nilai agunan FPJP adalah sebagai berikut :
a. Dalam hal agunan berupa SBI :
1) Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai jual SBI pada saat
pengajuan permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP atau
pengalihan FLI menjadi FPJP.
2) Nilai agunan ditetapkan paling kurang sebesar 100% (seratus per
seratus) dari nilai permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP
atau pengalihan FLI menjadi FPJP.
3) Nilai ....
3
3) Nilai jual SBI sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung
berdasarkan harga setiap seri SBI yang dihitung secara otomatis oleh
sarana BI-SSSS.
4) Harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indoensia berdasarkan
harga teoritis SBI yang mempertimbangkan rata-rata tertimbang
tingkat diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu.
5) Contoh perhitungan nilai agunan FPJP sebagaimana tercantum pada
Lampiran-5.
b. Dalam hal agunan berupa SUN:
1) Nilai agunan ditetapkan berdasarkan nilai pasar SUN yang berlaku
pada saat pengajuan permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP
atau pengalihan FLI menjadi FPJP.
2) Nilai agunan ditetapkan paling kurang sebesar 105% (seratus lima per
seratus) dari nilai permohonan FPJP awal atau perpanjangan FPJP
atau pengalihan FLI menjadi FPJP.
3) Nilai pasar SUN sebagaimana dimaksud pada angka 1) dihitung
berdasarkan harga setiap seri SUN yang dihitung secara otomatis oleh
sarana BI-SSSS.
4) Harga setiap seri SUN ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) SUN dalam bentuk SPN :
(1) Harga SPN ditetapkan berdasarkan harga teoritis SPN yang
mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat
penerbitan, sisa jangka waktu dan pajak atas diskonto setiap
seri SPN.
(2) Dalam hal pemerintah melakukan penerbitan kembali (re-
opening) seri SPN yang telah diterbitkan sebelumnya, maka
rata-rata tertimbang tingkat diskonto yang digunakan dalam
perhitungan ....
4
perhitungan harga teoritis SPN sebagaimana angka (1) adalah
rata-rata tertimbang tingkat diskonto hasil lelang re-opening
SPN terakhir.
b) SUN dalam bentuk ON :
(1) Harga ON dengan sistem kupon ditetapkan berdasarkan
harga rata-rata tertimbang transaksi perdagangan ON sesuai
serinya yang setelmennya terjadi pada 1 (satu) hari kerja
sebelum pengajuan FPJP (T-1) atau berdasarkan harga
teoritis ON dalam hal seri ON tidak memiliki data transaksi
di pasar sekunder pada 1 (satu) hari kerja sebelum pengajuan
FPJP (T-1).
(2) Harga ON tanpa kupon (zero coupon bond) ditetapkan
berdasarkan harga teoritis ON tanpa kupon yang
mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat diskonto saat
penerbitan dan sisa jangka waktu setiap serinya.
(3) Dalam hal pemerintah melakukan penerbitan kembali (re-
opening) seri ON tanpa kupon, maka rata-rata tertimbang
tingkat diskonto yang digunakan dalam perhitungan harga
teoritis sebagaimana angka (2) adalah rata-rata tertimbang
tingkat diskonto hasil lelang re-opening terakhir.
5) Contoh perhitungan nilai agunan FPJP sebagaimana tercantum pada
Lampiran-5.
c. Dalam hal Bank menggunakan SBI dan SUN sebagai agunan FPJP, maka
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b diterapkan
untuk masing-masing jenis surat berharga yang diagunkan. Contoh
perhitungan nilai agunan FPJP dalam bentuk SBI dan SUN sebagaimana
tercantum pada Lampiran-5.
2 ....
5
2. Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank dapat menggunakan SBI dan/atau
SUN yang telah diagunkan sebelumnya, sepanjang nilai jual SBI dan/atau
nilai pasar SUN masih memenuhi ketentuan perhitungan nilai agunan
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan ketentuan sisa jangka waktu SBI
dan SUN sebagaimana dimaksud dalam butir II.9.b. dan butir II.9.c.
3. Mekanisme pengagunan SBI dan/atau SUN melalui sarana BI-SSSS
dilakukan sesuai tata cara sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
tentang BI-SSSS yang berlaku.
5. Contoh perhitungan dalam Lampiran-5 diubah menjadi sebagaimana tercantum
pada Lampiran-5 Surat Edaran ini.
6. Semua penyebutan unit kerja Bagian Operasi Pasar Uang (OPU), Direktorat
Pengelolaan Moneter (DPM), Jalan M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10010
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan mengenai Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Umum yang sudah ada sebelum Surat Edaran ini
diberlakukan, harus dibaca menjadi Biro Operasi Moneter (BOpM), Direktorat
Pengelolaan Moneter (DPM), Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 26 September 2007.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDDY SULAEMAN YUSUF
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
DPM
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 9/21/DPM|SE-BI/2007 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua Atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/7/DPM Tanggal 16 Februari 2004 Perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 26 September 2007 </set_date>
<effective_date> 26 September 2007 </effective_date>
<changed_reg> '6/7/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<extension_of> '7/33/DPM|SE-BI/2005' </extension_of>
<related_reg> '6/7/DPM|SE-BI/2004', '7/21/PBI/2005', '5/15/PBI/2003', '7/33/DPM|SE-BI/2005' </related_reg>
|
No.16/15/DPM
Jakarta, 17 September 2014
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal
: Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank
dengan Pihak Asing
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara
Bank dengan Pihak Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5582) yang selanjutnya disebut PBI, perlu diatur ketentuan pelaksanaan
mengenai Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan
Pihak Asing dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. TRANSAKSI
1. Badan hukum asing atau lembaga asing yang memiliki kegiatan
yang bersifat nirlaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 4 huruf c PBI antara lain ASEAN Secretary, World Bank
dan Asian Development Bank.
2. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah atas dasar suatu
kontrak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) PBI
diatur sebagai berikut:
a. Dalam hal kontrak yang dilakukan Bank atas Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah mencantumkan penggunaan
acuan kurs dalam penyelesaian transaksi pada saat jatuh
waktu …
2
waktu, Bank harus mengacu kepada kurs referensi yang
diterbitkan Bank Indonesia.
b. Kurs referensi yang diterbitkan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang selanjutnya
disebut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR)
merupakan representasi harga spot Dolar Amerika Serikat
(US Dollar) terhadap Rupiah dari transaksi antar Bank di
pasar domestik termasuk transaksi Bank dengan bank di
luar negeri, yang dilaporkan Bank melalui Sistem
Monitoring Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
(SISMONTAVAR).
c. JISDOR yang diterbitkan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam huruf b diatur sebagai berikut:
1) Bank Indonesia menerbitkan JISDOR setiap hari kerja
pada pukul 10.00 WIB melalui website Bank Indonesia
dan/atau media lainnya.
2) Penggunaan JISDOR berlaku untuk transaksi US
Dollar terhadap Rupiah.
3. Pedoman internal tertulis dalam melakukan Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (2) PBI paling kurang meliputi:
a. penetapan wewenang dan tanggung jawab dalam
pelaksanaan transaksi;
b. mekanisme penyelesaian transaksi;
c. penatausahaan dokumen;
d. kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; dan
e. hal-hal lain yang harus dicantumkan dalam pedoman
internal tertulis yang terkait dengan pengaturan kewajiban
dan larangan sebagaimana dimaksud dalam PBI.
4. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah hanya dapat dilakukan
untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif.
5. Kegiatan …
3
5. Kegiatan spekulatif sebagaimana dimaksud dalam angka 4
antara lain berupa structured product yang diatur sebagai
berikut:
a. yang dimaksud dengan structured product adalah produk
yang dikeluarkan oleh Bank yang merupakan kombinasi
berbagai instrumen dengan Transaksi Derivatif valuta asing
terhadap Rupiah untuk tujuan mendapatkan tambahan
income (return enhancement) yang dapat mendorong
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk tujuan
spekulatif dan dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai
Rupiah.
b. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dilarang apabila
transaksi tersebut atau potensi transaksi tersebut terkait
dengan structured product, seperti Dual Currency of Deposit
(DCD), dan callable forward.
6. Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah meliputi transaksi
pembelian dan penjualan dalam denominasi seluruh valuta
asing terhadap Rupiah.
7. Untuk pembelian dan penjualan valuta asing terhadap Rupiah,
selain US Dollar terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam
angka 6 (misalnya Yen terhadap Rupiah, Euro terhadap Rupiah),
menggunakan perhitungan kurs pasar sebagaimana yang lazim
dilakukan di pasar valuta asing pada saat transaksi dilakukan,
antara lain kurs yang dikeluarkan perusahaan penyedia
informasi, seperti Reuters atau Bloomberg.
8. Perhitungan kurs sebagaimana dimaksud dalam angka 7
menggunakan kurs tengah dengan perhitungan sebagai berikut:
kurs beli+kurs jual
2
9. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah dapat dilakukan untuk:
a.
b.
jenis valuta asing yang sama dengan yang tercantum dalam
dokumen Underlying Transaksi; atau
jenis valuta asing yang berbeda dengan dokumen
Underlying Transaksi apabila disertai dengan dokumen yang
dapat menjelaskan alasan perbedaan tersebut.
10. Pembelian …
4
10. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing
kepada Bank tanpa Underlying Transaksi yang hanya dapat
dilakukan paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu
dolar Amerika Serikat) per bulan per Pihak Asing atau
ekuivalennya, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perhitungan 1 (satu) bulan didasarkan pada bulan
kalender, yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender
sampai dengan tanggal berakhirnya bulan kalender.
Contoh:
Jika pada bulan November 2014 Pihak Asing hanya
melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanpa
Underlying Transaksi 1 (satu) kali pada tanggal 25
November 2014 sebesar USD100,000.00 maka hal tersebut
diperhitungkan sebagai maksimum jumlah yang telah
digunakan dalam bulan November 2014. Pihak Asing dapat
kembali menggunakan jumlah maksimum ekuivalen
USD100,000.00 tersebut selama periode Desember 2014.
b. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada tanggal
transaksi.
Contoh:
Pada tanggal 11 November 2014, Pihak Asing melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot beli sebesar USD40,000.00. Kemudian Pihak Asing
kembali melakukan Transaksi Spot beli valuta asing
terhadap Rupiah pada tanggal 30 November 2014 sebesar
USD50,000.00 yang jatuh waktu pada tanggal 2 Desember
2014. Perhitungan transaksi pembelian valuta asing
terhadap Rupiah oleh Pihak Asing sampai dengan 30
November 2014 adalah USD90,000.00.
c. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi
seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang
dilakukan oleh masing-masing Pihak Asing secara
individual baik secara tunai maupun non tunai dalam
bentuk simpanan valuta asing.
Contoh …
5
Contoh:
Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah di Bank Y secara tunai sebesar USD20,000.00 pada
tanggal 11 November 2014. Kemudian, pada tanggal 15
November 2014 Pihak Asing melakukan konversi simpanan
Rupiah menjadi simpanan valuta asing dalam US Dollar di
Bank Y sebesar USD80,000.00. Perhitungan kumulatif
transaksi yang dilakukan oleh Pihak Asing di Bank Y, yaitu
sebesar USD100,000.00.
d. Untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah melalui
rekening gabungan (joint account) yang dimiliki lebih dari 1
(satu) Pihak Asing, Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan
paling banyak sebesar threshold per rekening gabungan
(joint account).
Contoh:
Pihak Asing A dan B memiliki joint account. Pada tanggal 10
November 2014, Pihak Asing A melakukan Transaksi Spot
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint
account sebesar USD 60,000.00. Atas transaksi tersebut
Pihak Asing A wajib menyampaikan dokumen pendukung
paling lambat pada tanggal 12 November 2014. Pada
tanggal 24 November 2014, Pihak Asing B melakukan
Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah
melalui
joint account sebesar USD 70,000.00. Atas
pembelian valuta asing tersebut, Pihak Asing B wajib
menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan
dokumen pendukung paling lambat pada tanggal 26
November 2014 karena jumlah pembelian valuta asing
terhadap Rupiah yang dilakukan melalui joint account pada
bulan November 2014 telah melebihi USD100,000.00, yaitu
sebanyak USD130,000.00.
11. Transaksi Derivatif atas investasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 PBI, diatur sebagai berikut:
a. Untuk Transaksi Derivatif atas realisasi investasi:
1) telah …
6
1)
telah terjadi aliran dana dari Pihak Asing untuk
penyelesaian transaksi kegiatan investasi dimaksud;
2) nilai Transaksi Derivatif untuk investasi paling banyak
sebesar nilai realisasi investasi yang tercantum dalam
dokumen Underlying Transaksi; dan
3)
jangka waktu Transaksi Derivatif paling singkat 1
(satu) minggu dan paling lama sama dengan jangka
waktu investasi;
Contoh:
Pihak Asing melakukan pembelian saham sebesar
Rp100.000.000,00 pada tanggal transaksi 10
November 2014 dengan tanggal valuta pembelian
saham pada 13 November 2014 dan berencana untuk
melakukan Transaksi Derivatif atas saham tersebut.
Bank dapat memenuhi kebutuhan Transaksi Derivatif
Pihak Asing atas pembelian saham yang telah
direalisasikan tersebut dengan transaksi forward jual
USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar
Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu paling singkat
1 (satu) minggu, sepanjang saham dimiliki Pihak Asing
paling singkat sampai dengan tanggal 20 November
2014. Dalam hal ini Transaksi Derivatif dilakukan
pada tanggal 13 November 2014 dengan tanggal jatuh
waktu paling singkat 20 November 2014.
b. Untuk Transaksi Derivatif atas investasi yang masih dalam
proses:
1)
telah terjadi aliran dana dari Pihak Asing atas rencana
investasi dimaksud;
2) Pihak Asing yang bersangkutan telah tercatat sebagai
investor atas investasi dimaksud;
3) nilai Transaksi Derivatif paling banyak sebesar nilai
rencana investasi yang tercantum dalam dokumen
Underlying Transaksi; dan
4) jangka …
7
4)
jangka waktu Transaksi Derivatif paling singkat 1
(satu) minggu dan paling lama sama dengan jangka
waktu proses penyelesaian investasi dimaksud.
Contoh 1:
Transaksi Derivatif atas kegiatan investasi yang masih
dalam proses penyelesaian dimana Pihak Asing telah
memiliki dana Rupiah yang cukup untuk penyelesaian
transaksi kegiatan investasi dimaksud:
Contoh 1.a:
Pihak Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) akan
menyelenggarakan Initial Public Offering (IPO) saham PT
JKL dengan persyaratan sebagai berikut:
Tanggal efektif: 10 November 2014
Tanggal penawaran: 17 sampai dengan 21 November
2014
Tanggal penjatahan: 24 November 2014
Tanggal pengembalian dana: 25 November 2014
Tanggal distribusi: 25 November 2014
Tanggal listing di bursa: 26 November 2014
Pada tanggal penawaran, para investor dipersyaratkan
untuk menyetor dana Rupiah sebesar nilai penawaran
yang diajukan.
Berdasarkan informasi IPO tersebut, Pihak Asing
melakukan penawaran saham PT JKL sebesar
Rp250.000.000,00. Pada tanggal 18 November 2014,
Pihak Asing menyetor dana sebesar Rp250.000.000,00
dalam rangka memenuhi persyaratan IPO dan
berencana untuk melakukan Transaksi Derivatif atas
setoran dana tersebut. Bank dapat memenuhi
kebutuhan Transaksi Derivatif Pihak Asing atas
setoran dana dimaksud dengan transaksi forward jual
USD/IDR Bank kepada Pihak Asing sebesar
Rp250.000.000,00 dengan jangka waktu paling singkat
1 (satu) minggu. Dalam hal ini, Transaksi Derivatif
dilakukan pada tanggal 18 November 2014 dengan
tanggal …
8
tanggal jatuh waktu 25 November 2014, dimana
tanggal jatuh waktu tersebut merupakan tanggal
penyelesaian transaksi pembelian saham tersebut.
Contoh 1.b:
Apabila dalam penawaran Pihak Asing sebagaimana
dimaksud dalam Contoh 1, Pihak Asing dimaksud
tidak berhasil memperoleh saham, dan kemudian
Pihak Asing yang bersangkutan mendapatkan dana
Rupiahnya kembali pada tanggal 25 November 2014.
Dana Rupiah tersebut dapat digunakan untuk
menyelesaikan transaksi forward jual USD/IDR Bank
kepada Pihak Asing sebesar Rp250.000.000,00 yang
telah dilakukan sebelumnya.
Contoh 2:
Transaksi Derivatif atas kegiatan investasi yang masih
dalam proses penyelesaian dimana Transaksi Derivatif
dilakukan untuk pendanaan kegiatan investasi yang
bersangkutan:
Pihak Asing melakukan pembelian Obligasi Negara
tenor 5 (lima) tahun sebesar Rp150.000.000,00 pada
tanggal transaksi 10 November 2014 dengan tanggal
setelmen pembelian Obligasi Negara pada 13 November
2014 dan akan dimiliki sampai dengan tanggal 10
Desember 2014. Atas kepemilikan Obligasi Negara
tersebut, Pihak Asing berencana untuk melakukan
Transaksi Derivatif. Bank dapat memenuhi kebutuhan
Transaksi Derivatif Pihak Asing atas pembelian
Obligasi Negara tersebut melalui transaksi swap jual
USD/IDR Bank kepada Pihak Asing (Bank beli
USD/IDR pada first leg dan jual USD/IDR pada second
leg) sebesar Rp150.000.000,00. Dalam hal ini,
transaksi dapat dilakukan pada tanggal 11 November
2014 dengan tanggal valuta (first leg) pada 13
November 2014 dan tanggal jatuh waktu (second leg)
pada 10 Desember 2014 yang akan digunakan untuk
repatriasi …
9
repatriasi. Dana Rupiah yang diperoleh pada tanggal
13 November 2014 dipergunakan untuk melakukan
setelmen Obligasi Negara tersebut.
12. Transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah Bank
dengan Pihak Asing dalam rangka penyelesaian transaksi
kegiatan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 PBI,
diatur sebagai berikut:
a.
jangka waktu transaksi forward beli valuta asing terhadap
Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing sama dengan
jangka waktu penyelesaian transaksi kegiatan investasi;
dan
b.
tanggal dimulainya transaksi forward beli valuta asing
terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing maupun
berakhirnya transaksi forward beli dimaksud sama dengan
tanggal dimulainya dan berakhirnya penyelesaian transaksi
kegiatan investasi.
Contoh:
Pihak Asing (global broker, global custody, atau pemodal asing)
melakukan transaksi pembelian saham pada tanggal 17
November 2014 dengan penyelesaian transaksi pembelian saham
pada tanggal 20 November 2014. Pihak Asing membutuhkan
dana Rupiah dalam rangka penyelesaian transaksi pembelian
saham tersebut. Dalam hal ini, Bank dapat memenuhi
kebutuhan Pihak Asing dengan melakukan transaksi forward
beli valuta asing terhadap Rupiah Bank kepada Pihak Asing
pada tanggal transaksi 17 November 2014 untuk jatuh waktu
pada tanggal 20 November 2014.
13. Transaksi Derivatif atas penghasilan dari investasi yang jumlah
dan waktu penerimaannya dapat dipastikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 PBI, diatur sebagai berikut:
a. dana Rupiah yang telah diterima atau yang akan diterima
oleh Pihak Asing dari hasil investasi yang dapat dipastikan
jumlah dan waktu penerimaannya dapat menjadi
Underlying Transaksi;
b. jangka …
10
b.
jangka waktu Transaksi Derivatif paling singkat 1 (satu)
minggu; dan
c. nilai nominal Transaksi Derivatif paling banyak sama
dengan nilai penghasilan investasi yang telah diterima atau
yang akan diterima.
14. Dalam hal Pihak Asing akan menerima penghasilan investasi
berupa dividen, yang belum dapat dipastikan waktu dan jumlah
penerimaannya, Pihak Asing dapat melakukan Transaksi
Derivatif dengan Underlying Transaksi berupa estimasi
penerimaan dividen untuk penghasilan atas investasi yang
belum dapat dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya.
15. Transaksi Derivatif yang dilakukan Pihak Asing untuk
penghasilan investasi berupa dividen, yang belum dapat
dipastikan waktu dan jumlah penerimaannya, paling banyak
sebesar nilai:
a. estimasi penerimaan dividen;
b. dividen yang telah diterima; dan/atau
c. dividen yang akan diterima.
16. Penentuan nilai estimasi penerimaan dividen dapat
menggunakan:
a. data persentase pembagian dividen terhadap laba tahun
sebelumnya sebagai dasar perhitungan estimasi pembagian
dividen tahun terakhir dengan memperhitungkan laba
tahun terakhir yang tercantum pada laporan keuangan
unaudited atau audited serta jumlah lembar saham yang
dimiliki Pihak Asing;
Contoh:
Pada tahun 2013 PT A memperoleh laba sebesar
Rp200.000.000.000,00. Dividen yang dibagikan pada tahun
2013 tersebut adalah sebesar Rp100.000.000.000,00.
Proporsi dividen untuk tahun 2013 adalah sebesar:
Rp100.000.000.000,00
Rp200.000.000.000,00
=50%
Pada tahun 2014 PT A memperoleh laba sebesar
Rp250.000.000.000,00. Dengan mengacu kepada
pembagian…
11
pembagian dividen pada tahun 2013 maka estimasi dividen
yang akan dibagikan pada tahun 2014 adalah sebesar:
50% x Rp250.000.000.000,00=Rp125.000.000.000,00.
Saham PT A yang beredar adalah sebanyak 1.000 lembar.
Dengan demikian, perhitungan dividen per saham tahun
2014 adalah:
Rp125.000.000.000,00
1.000
=Rp125.000.000,00
Apabila Pihak Asing memiliki saham sebanyak 500 lembar
maka estimasi penerimaan dividen Pihak Asing tersebut
adalah sebesar:
50% x Rp125.000.000,00=Rp62.500.000.000,00.
b. data pembagian dividen yang tercantum pada laporan
keuangan audited tahun terakhir; dan/atau
c.
informasi resmi lainnya yang dikeluarkan oleh perusahaan.
17. Dalam hal selama periode Transaksi Derivatif terdapat
keputusan manajemen perusahaan mengenai kepastian jumlah
dan waktu penerimaan penghasilan dari investasi berupa
dividen, Bank wajib melakukan penyesuaian Transaksi Derivatif
Pihak Asing atas jumlah nominal dan jangka waktu Transaksi
Derivatif dengan dokumen Underlying Transaksi, misalnya
informasi pembayaran dividen atas kepemilikan saham
(corporate action entitlement document), bukti
jumlah
kepemilikan saham yang memiliki hak atas dividen yang disertai
dengan informasi hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
18. Mekanisme penyesuaian Transaksi Derivatif sebagaimana
dimaksud dalam angka 17 dalam hal terdapat keputusan
manajemen yang menyatakan bahwa:
a.
realisasi dividen yang akan diterima lebih besar daripada
nilai estimasi dividen, Bank dapat melakukan Transaksi
Derivatif baru Pihak Asing secara kumulatif paling banyak
sebesar nilai realisasi dividen yang diterima Pihak Asing;
b.
realisasi dividen yang akan diterima lebih kecil daripada
nilai estimasi dividen, Bank wajib melakukan penyesuaian
Transaksi …
12
Transaksi Derivatif Pihak Asing sehingga nilai Transaksi
Derivatif paling banyak sebesar realisasi dividen;
c.
tidak terdapat pembagian dividen yang akan diterima Pihak
Asing, Bank wajib membatalkan Transaksi Derivatif Pihak
Asing; atau
d.
jangka waktu pembayaran dividen menjadi lebih cepat dari
jangka waktu Transaksi Derivatif, Bank wajib melakukan
penyesuaian atas jangka waktu Transaksi Derivatif Pihak
Asing menjadi sesuai dengan tanggal pembayaran dividen.
19. Penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam angka 18 dapat
dilakukan melalui perpanjangan transaksi (roll over), percepatan
penyelesaian (early termination), atau pengakhiran transaksi
(unwind) paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah tanggal
keputusan RUPS.
20. Kredit atau Pembiayaan dalam bentuk sindikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b PBI merupakan Kredit
atau Pembiayaan yang diberikan oleh lebih dari 1 (satu) bank.
Apabila pemberian Kredit atau Pembiayaan sindikasi
beranggotakan Bank di dalam negeri dan bank di luar negeri
maka kontribusi bank di luar negeri secara total harus lebih
besar dari kontribusi Bank di dalam negeri.
21. Cerukan intrahari Rupiah dan valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e PBI, diatur sebagai
berikut:
a. cerukan intrahari diberikan kepada penerima dana yang
tercantum dalam dokumen konfirmasi dan dilaksanakan
pada tanggal valuta pembayaran yang tercantum dalam
konfirmasi dimaksud;
b. nilai dana yang akan diterima yang tercantum pada
dokumen konfirmasi dimaksud, ditambah dengan saldo
rekening penerima dana sekurang-kurangnya sama atau
lebih besar dari nilai transaksi pembayaran yang
dilaksanakan;
c. transaksi …
13
c.
transaksi pembayaran dilakukan setelah dokumen
konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima
terlebih dahulu; dan
d. penerimaan dana sebagaimana tercantum dalam dokumen
konfirmasi harus direalisasikan pada tanggal pembayaran
dilaksanakan.
22. Perhitungan nilai ekuivalen valuta asing ke dalam nilai Rupiah
untuk nominal Transfer Rupiah ke rekening yang dimiliki Pihak
Asing dan/atau yang dimiliki secara gabungan (joint account)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a PBI
menggunakan kurs JISDOR.
II. PENYELESAIAN TRANSAKSI
1. Kewajiban penyelesaian Transaksi Spot dengan pemindahan
dana pokok secara penuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (1) PBI diatur sebagai berikut:
a. pemindahan dana pokok secara penuh dilakukan secara riil
atas nilai pokok masing-masing transaksi jual dan/atau
transaksi beli yang disepakati pada awal transaksi tersebut;
b. pemindahan dana pokok tersebut didukung oleh
tersedianya sejumlah dana riil yang cukup untuk
membiayai transaksi dimaksud (good fund), dan bukan
didasarkan pada aspek pencatatan dalam pembukuan
(akuntansi); dan
c. dana pokok tersebut digunakan untuk proses setelmen
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah pada tanggal
valuta, dan tercatat pada sistem treasury Bank, yang dapat
dibuktikan dari urutan waktu setelmen.
Contoh:
Pihak Asing melakukan transaksi pembelian spot USD
terhadap Rupiah dengan Bank B sebesar USD1,000,000.00
pada kurs spot USD/IDR Rp11.000,00. Pada tanggal valuta,
Pihak Asing wajib melakukan penyerahan dana IDR melalui
pergerakan dana pokok secara penuh sebesar
Rp11.000.000.000,00 secara riil pada saat proses
penyelesaian …
14
penyelesaian transaksi tersebut dilakukan, dan tercatat
pada sistem treasury Bank yang dapat dibuktikan
berdasarkan urutan waktu penyelesaian transaksi. Bank B
wajib melakukan penyerahan dana US Dollar melalui
pergerakan dana pokok secara penuh sebesar
USD1,000,000.00 secara riil pada saat proses penyelesaian
transaksi tersebut dilakukan, dan tercatat pada sistem
treasury Bank, yang dapat dibuktikan berdasarkan urutan
waktu penyelesaian transaksi.
2. Penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah oleh
Pihak Asing kepada Bank atas perpanjangan transaksi (roll over),
percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan
pengakhiran transaksi (unwind) Transaksi Derivatif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) PBI dapat dilakukan secara
netting.
Contoh penyelesaian transaksi di atas threshold yang dilakukan
secara netting sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
3. Penyelesaian Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah oleh
Pihak Asing kepada Bank atas perpanjangan transaksi (roll over),
percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan
pengakhiran transaksi (unwind) Transaksi Derivatif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) PBI dapat dilakukan secara
netting sepanjang didukung dengan Underlying Transaksi
Derivatif awal.
Contoh penyelesaian transaksi dengan nilai nominal paling
banyak sebesar USD1,000,000.00 yang dilakukan secara netting
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
4. Penyelesaian transaksi dalam rangka penyesuaian Transaksi
Derivatif atas penghasilan investasi berupa dividen dapat
dilakukan secara netting.
III. DOKUMEN …
15
III. DOKUMEN TRANSAKSI
1. Dokumen
Underlying
Transaksi
yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
ayat (1) huruf a dan Pasal 23 ayat (1) huruf a PBI meliputi:
a. dokumen Underlying Transaksi bersifat final; dan
b. dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan.
2. Penilaian atas kewajaran atau kelaziman nilai nominal
Underlying Transaksi yang diajukan oleh Pihak Asing dilakukan
oleh Bank.
3. Dalam hal Underlying Transaksi adalah kegiatan perdagangan
barang dan jasa di dalam dan di luar negeri yang bersifat final
maka dokumen Underlying Transaksi antara lain berupa invoice,
list of invoices, atau tax invoice.
4. Dalam hal Underlying Transaksi adalah kegiatan perdagangan
barang dan jasa di dalam dan di luar negeri berupa perkiraan
maka dokumen Underlying Transaksi antara lain berupa
proyeksi arus kas yang dikeluarkan oleh Pihak Asing untuk
tujuan pembayaran biaya operasional dari representative office
Badan Hukum Asing.
5. Rincian dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud
pada angka 3 dan angka 4 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
6. Dalam hal Underlying Transaksi adalah kegiatan investasi
berupa foreign direct investment, portfolio investment, pinjaman,
modal dan investasi lainnya di dalam dan di luar negeri yang
bersifat final, dokumen Underlying Transaksi antara lain berupa
bukti konfirmasi penjualan dan pembelian Surat Berharga, bukti
perjanjian kredit, atau bukti pendukung keikutsertaan Pihak
Asing dalam tender dan penyediaan jaminan/bank garansi
dalam mata uang Rupiah.
7. Dalam hal Underlying Transaksi adalah kegiatan investasi di
dalam dan di luar negeri yang berupa perkiraan maka dokumen
Underlying Transaksi antara lain Memorandum of Understanding
dan/atau Agreement untuk pembelian dan penjualan aset di
dalam …
16
dalam negeri dalam rangka merger dan/atau akuisisi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, dan dokumen estimasi
mengenai dividen yang akan diterima.
8. Rincian dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud
pada angka 6 dan angka 7 sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
9. Untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui
Transaksi Spot dengan nilai nominal di atas USD100,000.00
(seratus ribu dolar Amerika Serikat) maka dokumen yang
disampaikan Pihak Asing kepada Bank berupa:
a. dokumen Underlying
Transaksi yang dapat
dipertanggungjawabkan, baik yang bersifat final maupun
yang berupa perkiraan; dan
b. dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang
authenticated dari Pihak Asing yang memuat informasi
mengenai:
1) keaslian dan kebenaran dokumen Underlying
Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a;
2) penggunaan dokumen Underlying Transaksi hanya
untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling
banyak sebesar nominal Underlying Transaksi dalam
sistem perbankan di Indonesia; dan
3) jumlah kebutuhan, tujuan penggunaan, dan tanggal
penggunaan valuta asing, dalam hal dokumen
Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada
huruf a berupa perkiraan.
Contoh pernyataan tertulis yang authenticated adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
10. Untuk pembelian valuta asing melalui Transaksi Spot paling
banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika
Serikat), pernyataan tertulis yang authenticated dari Pihak Asing
memuat informasi bahwa pembelian valuta asing terhadap
Rupiah …
17
Rupiah tidak melebihi USD100,000.00 (seratus ribu dolar
Amerika Serikat) per bulan per Pihak Asing dalam sistem
perbankan di Indonesia.
Contoh pernyataan tertulis yang authenticated adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
11. Untuk Transaksi Derivatif dengan nilai nominal di atas
USD1.000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) maka
dokumen yang disampaikan Pihak Asing kepada Bank berupa:
a. dokumen Underlying
Transaksi yang dapat
dipertanggungjawabkan, baik yang bersifat final maupun
yang berupa perkiraan; dan
b. dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang
authenticated dari Pihak Asing yang memuat informasi
mengenai:
1) keaslian dan kebenaran dokumen Underlying
Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a;
2) penggunaan dokumen Underlying Transaksi hanya
untuk Transaksi Derivatif paling banyak sebesar
nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan
di Indonesia;
3) jumlah kebutuhan, tujuan penggunaan, dan tanggal
penggunaan valuta asing, dalam hal dokumen
Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada
huruf a berupa perkiraan pembelian valuta asing
terhadap Rupiah; dan
4) sumber, jumlah, dan waktu penerimaan valuta asing,
dalam hal dokumen Underlying Transaksi sebagaimana
dimaksud pada huruf a berupa perkiraan penjualan
valuta asing terhadap Rupiah.
Contoh pernyataan tertulis yang authenticated adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII dan
Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
12. Untuk …
18
12. Untuk Transaksi Derivatif paling banyak sebesar
USD1.000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) yang
diselesaikan secara netting maka dokumen pendukung mengacu
pada dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada angka
11.
Contoh pernyataan tertulis yang authenticated adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX dan Lampiran X
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
13. Pernyataan tertulis yang authenticated sebagaimana dimaksud
pada angka 9, angka 10, dan angka 11 dapat berupa surat
elektronik resmi (official email), SWIFT message, negative
confirmation, atau sistem business internet banking.
14. Untuk Transaksi Spot di atas USD100.000,00 (seratus ribu dolar
Amerika Serikat), dokumen Underlying Transaksi dan dokumen
pendukung dilampirkan untuk setiap transaksi pada tanggal
transaksi. Apabila dokumen Underlying Transaksi dan dokumen
pendukung tidak dapat diterima pada tanggal transaksi maka
dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung wajib
diterima oleh Bank paling lambat pada tanggal valuta.
15. Dalam hal Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing
terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot paling banyak sebesar
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) secara
berangsur mencapai nilai di atas USD100,000.00 (seratus ribu
dolar Amerika Serikat) atau ekuivalennya dalam 1 (satu) bulan
yang sama maka dokumen Underlying Transaksi dilampirkan
untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang melebihi
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) atau
ekuivalennya.
Contoh:
Pada tanggal 10 November 2014 Pihak Asing melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah sebesar USD30,000.00.
Kemudian pada tanggal 14 November 2014 Pihak Asing yang
sama melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah
sebesar USD50,000.00. Selanjutnya pada tanggal 19 November
2014 …
19
2014 Pihak Asing kembali melakukan pembelian valuta asing
terhadap Rupiah sebesar USD60,000.00 maka transaksi
pembelian yang dilakukan pada tanggal 19 November 2014
tersebut telah melampaui USD100,000.00. Dengan demikian
untuk pembelian yang dilakukan pada tanggal 19 November
2014 tersebut, Pihak Asing menyediakan dokumen Underlying
Transaksi sebesar USD60,000.00.
16. Untuk Transaksi Derivatif di atas USD1,000,000.00 (satu juta
dolar Amerika Serikat), dokumen Underlying Transaksi dan
dokumen pendukung dilampirkan pada tanggal transaksi.
Apabila dokumen Underlying Transaksi dan dokumen
pendukung tidak dapat diterima pada tanggal transaksi maka
dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung wajib
diterima oleh Bank paling lambat pada 5 (lima) hari kerja setelah
tanggal transaksi.
Contoh:
Pihak Asing akan melakukan investasi penyertaan langsung
dan akan melakukan transaksi forward jual USD/IDR dengan
Bank sebesar USD30,000,000.00 pada tanggal 18 November
2014 dengan tenor 3 bulan. Pada saat transaksi forward
dilakukan, Bank wajib memastikan bahwa Pihak Asing
menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen
pendukung paling lambat pada tanggal 25 November 2014, baik
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah akan diselesaikan
secara netting maupun diselesaikan secara pemindahan dana
pokok secara penuh.
17. Dalam hal Transaksi Derivatif memiliki Underlying Transaksi
berupa kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalam dan di
luar negeri yang memiliki jatuh waktu kurang dari 5 (lima) hari
kerja setelah tanggal transaksi, dokumen Underlying Transaksi
dan/atau dokumen pendukung Transaksi Derivatif wajib
diterima oleh Bank paling lambat pada tanggal jatuh waktu.
18. Penyampaian dokumen Underlying Transaksi dan dokumen
pendukung Transaksi Derivatif paling banyak sebesar
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) yang akan
diselesaikan …
20
diselesaikan secara netting, wajib diterima oleh Bank paling
lambat:
a. pada tanggal valuta, dalam hal perpanjangan transaksi (roll
over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination),
dan pengakhiran transaksi (unwind) dilakukan melalui
Transaksi Spot;
b. 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi, dalam hal
perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian
transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi
(unwind) dilakukan melalui Transaksi Derivatif; atau
c. pada tanggal jatuh waktu, dalam hal perpanjangan
transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi
(early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind)
dilakukan melalui Transaksi Derivatif yang memiliki jatuh
waktu kurang dari 5 (lima) hari kerja setelah tanggal
transaksi untuk Transaksi Derivatif yang memiliki
Underlying Transaksi berupa kegiatan perdagangan barang
dan jasa di dalam dan di luar negeri.
Contoh:
Pihak Asing melakukan transaksi forward beli USD/IDR
sebesar USD800,000.00 pada tanggal 19 November 2014
dengan tenor 1 (satu) bulan jatuh waktu tanggal 19
Desember 2014 dan tidak wajib menyampaikan dokumen
Underlying Transaksi. Pada tanggal 16 Desember 2014,
Pihak Asing bermaksud untuk melakukan unwind transaksi
dan diselesaikan secara netting melalui transaksi forward
jual 3 hari (jatuh waktunya sama dengan jatuh waktu
forward awal yaitu tanggal 19 Desember 2014. Bank wajib
memastikan Pihak Asing untuk menyampaikan dokumen
Underlying Transaksi atas forward beli USD/IDR sebesar
USD800,000.00 dan dokumen pendukung paling lambat
tanggal jatuh waktu transaksi forward yaitu 19 Desember
2014. Dalam hal Bank tidak menerima dokumen Underlying
Transaksi dan dokumen pendukung dari Pihak Asing maka
penyelesaian …
21
penyelesaian transaksi forward beli dan forward jual
dilakukan dengan pemindahan dana pokok secara penuh.
19. Untuk Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing
yang memiliki kriteria:
a. dokumen Underlying Transaksi yang dimiliki Pihak Asing
bersifat final; dan
b. Bank telah mengetahui track record Pihak Asing dengan
baik antara lain dari Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah yang dilakukan Pihak Asing secara reguler dari
waktu ke waktu.
Bank yang melakukan fungsi kustodian dapat menerima
dokumen pendukung dari Pihak Asing paling kurang 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun kalender.
Contoh:
Pihak Asing ABC Ltd melakukan penjualan valuta asing
terhadap Rupiah kepada Bank X yang merupakan bank
kustodian pada tanggal 13 November 2014 sebesar
USD1,200,000.00. Atas transaksi ini Bank X wajib memastikan
ABC Ltd. menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan
dokumen pendukung pernyataan tertulis yang authenticated.
Pada tanggal 19 Desember 2014 ABC Ltd melakukan penjualan
valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank X sebesar
USD1,500,000.00. Atas penjualan ini, Bank X wajib memastikan
ABC Ltd menyampaikan dokumen Underlying Transaksi.
Pada tanggal 20 Januari 2015, ABC Ltd kembali melakukan
penjualan valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank X sebesar
USD1,300,000.00. Atas penjualan ini Bank X wajib memastikan
ABC Ltd menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan
dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang
authenticated.
20. Untuk Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing
yang memiliki kriteria:
a. dokumen Underlying Transaksi yang dimiliki Pihak Asing
bersifat final; dan
b. Bank …
22
b. Bank telah mengetahui track record Pihak Asing dengan
baik antara lain dari Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah yang dilakukan Pihak Asing secara reguler dari
waktu ke waktu.
Bank yang tidak melakukan fungsi kustodian dapat menerima
dokumen pendukung dari Pihak Asing paling kurang 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) bulan kalender.
21. Pihak Asing yang melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah melalui Transaksi Spot paling banyak sebesar
USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan,
dokumen pendukung disampaikan paling kurang 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) bulan kalender.
Contoh:
Pihak Asing C melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah melalui Transaksi Spot kepada Bank Y pada tanggal 19
November 2014 sebesar USD20,000.00. Atas pembelian ini Bank
Y wajib memastikan Pihak Asing C menyampaikan dokumen
berupa pernyataan tertulis yang authenticated.
Pada tanggal 26 November 2014 Pihak Asing C melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot
kepada Bank Y sebesar USD15,000.00. Atas pembelian ini,
Pihak Asing C tidak wajib menyampaikan dokumen berupa
pernyataan tertulis yang authenticated.
Pada tanggal 16 Desember 2014, Pihak Asing C melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot
kepada Bank Y sebesar USD10,000.00. Atas pembelian ini Bank
Y wajib memastikan Pihak Asing C menyampaikan dokumen
berupa pernyataan tertulis yang authenticated.
22. Penyampaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada
angka 19, angka 20, dan angka 21 dilakukan pada transaksi
pertama.
23. Dalam hal terdapat jenis dokumen Underlying Transaksi selain
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan Lampiran IV,
Bank dapat mengajukan terlebih dahulu jenis dokumen tersebut
kepada …
23
kepada Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC)
untuk dikonsultasikan kepada Bank Indonesia.
IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Dalam hal Bank dikenakan sanksi berupa teguran tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30 ayat (1) PBI
maka surat teguran tertulis tersebut disampaikan oleh Bank
Indonesia kepada Bank yang bersangkutan, dengan tembusan
kepada Otoritas Jasa Keuangan.
2. Dalam mengenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 PBI berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Besarnya kewajiban membayar adalah 1% (satu persen)
dari nilai nominal transaksi yang dilanggar dengan jumlah
sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Contoh:
Pada tanggal 5 September 20XX Pihak Asing melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot sebesar USD60,000.00 di Bank A. Kemudian pada
tanggal 15 September 20XX Pihak Asing yang sama
melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui
Transaksi Spot sebesar USD50,000.00 di Bank A. Total
pembelian valuta asing terhadap Rupiah Pihak Asing pada
bulan September 20XX di Bank A adalah USD110,000.00.
Atas pembelian valuta asing terhadap Rupiah tanggal 15
September 20XX, Bank A tidak meminta Pihak Asing untuk
memberikan dokumen Underlying Transaksi, dan dengan
demikian terdapat pelanggaran yang melebihi threshold
sebesar USD10,000.00. Atas pelanggaran tersebut, Bank A
dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan kewajiban
membayar yang dihitung dari nilai nominal USD10,000.00 x
1%, yaitu USD100.00 (jika kurs JISDOR pada tanggal 15
September 20XX adalah Rp10.000,00 maka ekuivalen
perhitungan …
24
perhitungan sanksi adalah Rp1.000.000,00) tetapi minimal
sanksi yang harus dibayar adalah sebesar
Rp10.000.000,00.
b. Pengenaan sanksi kewajiban membayar dilakukan oleh
Bank Indonesia dengan cara mendebet rekening giro Rupiah
Bank yang bersangkutan di Bank Indonesia.
V. PENUTUP
1. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8
Juli 2005 perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan
Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank;
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/44/DPD tanggal 15
September 2005 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005 perihal
Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta
Asing oleh Bank;
c. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/22/DPM tanggal 8
Agustus 2012 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005
perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian
Kredit Valuta Asing oleh Bank; dan
d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/5/DPM tanggal 8
April 2014 perihal Perubahan Ketiga atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 7/23/DPD tanggal 8 Juli 2005
perihal Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian
Kredit Valuta Asing oleh Bank,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 10
November 2014.
Agar …
25
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/15/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
ASING
CONTOH PENYELESAIAN TRANSAKSI DI ATAS THRESHOLD YANG
DILAKUKAN SECARA NETTING
Contoh 1: Perpanjangan (Roll Over) Transaksi Derivatif Pihak Asing di atas
USD1,000,000.00
Pihak Asing A Ltd. merupakan investor portofolio. Pada tanggal 15
Agustus 20XX, A Ltd melakukan investasi saham di Bursa Efek Indonesia
dengan nilai sebesar USD3,000,000.00, dan pada tanggal yang sama A Ltd
melakukan transaksi forward beli USD/IDR kepada Bank B sebesar
USD3,000,000.00 dengan kurs forward USD/IDR Rp11.000,00 (sudah
termasuk premi) dengan jangka waktu 1 (satu) bulan, jatuh waktu pada
tanggal 15 September 20XX. Pada saat melakukan transaksi, A Ltd
menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung
kepada Bank B.
Pada tanggal 13 September 20XX, A Ltd bermaksud untuk meneruskan
investasinya di Indonesia, sehingga A Ltd memperpanjang posisi forward
beli USD/IDR kepada Bank B selama 1 (satu) bulan menjadi jatuh waktu
tanggal 15 Oktober 20XX. Bank B memperpanjang transaksi forward jual
kepada A Ltd dengan cara membuka transaksi swap jual (buy-sell)
USD/IDR (A Ltd sell-buy) sebesar USD3,000,000.00 dengan kurs spot
USD/IDR Rp11.400,00 dan kurs forward USD/IDR Rp11.500,00 pada
tanggal 13 September 20XX. Pada saat perpanjangan dilakukan, Bank B
menyelesaikan transaksi dimaksud secara netting, dan Bank B membayar
selisih kurs kepada A Ltd sebesar Rp1.200.000.000,00 yang berasal dari
perhitungan ((Rp11.400,00-Rp11.000,00) x USD3,000,000.00).
Pada tanggal 15 Oktober 20XX, A Ltd menjual sahamnya di Indonesia,
dan melakukan pembayaran kepada Bank B sebesar
Rp …
2
Rp34.500.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (Rp11.500,00 x
USD3,000,000.00) dan menerima dari Bank B sebesar USD3,000,000.00.
Gambar 1
Perpanjangan (Roll Over) Transaksi Derivatif Pihak Asing di atas
USD1,000,000.00
Contoh 2: Percepatan Penyelesaian (Early Termination) Transaksi Derivatif
Pihak Asing di atas USD1,000,000.00
Mr.G merupakan investor saham, dan melakukan investasi saham di
Indonesia pada tanggal 10 Agustus 20XX dengan cara menjual spot
USD5,000,000.00 kepada Bank A dengan kurs spot USD/IDR
Rp10.000,00. Pada saat yang sama Mr.G melakukan transaksi forward
beli untuk hedging atas posisi tersebut sebesar USD5,000,000.00 dengan
kurs forward USD/IDR Rp10.500,00 (sudah termasuk premi) dengan
tenor 3 bulan (jatuh waktu 10 November 20XX). Pada tanggal 12 Agustus
20XX, Mr.G menyerahkan USD5,000,000.00 kepada Bank A dan
menerima Rp50.000.000.000,00 untuk diinvestasikan. Pada tanggal 20
September 20XX, terjadi perubahan kondisi fundamental di pasar
keuangan global, sehingga Mr. G menjual sahamnya (outflow) dengan
setelmen 3 hari (23 September 20XX). Pada hari berikutnya (21 September
20XX), Mr. G meminta kepada Bank A untuk melakukan early termination
posisi forward beli Mr.G, sehingga Bank A akan membuka transaksi swap
beli (sell-buy) USD/IDR sebesar USD5,000,000.00 dengan kurs swap
Rp …
3
Rp11.000,00 (kurs spot Rp10.900,00 + premi swap Rp100,00) dengan Mr.
G (Mr. G buy-sell). Pada tanggal 23 September 20XX, Mr.G menerima dana
Rupiah sebesar Rp55.000.000.000,00 dari hasil penjualan sahamnya, dan
menjual kepada Bank A, sehingga Mr.G menerima USD5,000,000.00 yang
berasal dari perhitungan (Rp55.000.000.000,00÷Rp11.000,00). Pada saat
second leg dari transaksi swap jatuh waktu (10 November 20XX), Bank A
menyelesaikan transaksi forward beli awal dengan second leg transaksi
swap dimaksud secara netting, dan Bank A membayar selisih kurs
sebesar Rp2.500.000.000,00 yang berasal dari perhitungan ((Rp11.000,00
- Rp10.500,00) x USD5,000,000.00).
Gambar 2
Percepatan Penyelesaian (Early Termination) Transaksi Derivatif Pihak
Asing di atas USD1,000,000.00
Contoh 3: Pengakhiran (Unwind) Transaksi Derivatif Pihak Asing di atas
USD1,000,000.00
Pihak Asing Y Ltd merupakan investor obligasi. Pada tanggal 15
September 20XX, Y Ltd melakukan investasi di Surat Berharga Negara
(SBN) dengan nilai sebesar ekuivalen USD10,000,000.00 dengan jangka
waktu investasi 3 (tiga) bulan (15 Desember 20XX), dan pada tanggal yang
sama Y Ltd melakukan transaksi swap beli (Y Ltd sell-buy) USD/IDR
kepada Bank C sebesar USD10,000,000.00 dengan kurs swap beli
USD …
4
USD/IDR Rp10.000,00 (sudah termasuk premi swap) dengan jangka
waktu 3 (tiga) bulan, jatuh waktu pada tanggal 15 Desember 20XX. Pada
saat melakukan transaksi, Y Ltd menyerahkan dokumen Underlying
Transaksi kepada Bank C. Pada tanggal 17 September 20XX, Y Ltd
menyerahkan dana USD10,000,000.00 dan menerima
Rp100.000.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (Rp10.000,00 x
USD10,000,000.00) dari Bank C, dan dana Rupiah tersebut
diinvestasikan oleh Y Ltd. Pada bulan November 20XX, Rupiah cenderung
menguat sehingga kurs forward USD/IDR menjadi Rp9.500,00 (sudah
termasuk premi) dan diperkirakan akan terus menguat hingga bulan
berikutnya. Y Ltd mengambil keputusan untuk melakukan unwind posisi
swap beli Y Ltd pada tanggal 10 November 20XX, dimana Y Ltd meminta
kepada Bank C untuk melakukan unwind posisi second leg swap beli Y
Ltd di atas melalui transaksi forward jual Y Ltd kepada Bank C yang jatuh
waktunya 15 Desember 20XX, dan menyelesaikannya secara netting. Dari
penyelesaian transaksi, Bank C menerima pembayaran dari Y Ltd sebesar
selisih kurs yaitu Rp5.000.000.000,00 yang berasal dari perhitungan
((Rp10.000,00 - Rp9.500,00) x USD10,000,000.00). Pada tanggal 12
Desember 20XX SBN yang dimiliki dijual dengan setelmen 3 hari (15
Desember 20XX), dan kemudian pada tanggal 13 Desember 20XX, Y Ltd
membeli USD10,000,000.00 secara spot dengan kurs Rp9.000,00. Pada
tanggal 15 Desember 20XX, Y Ltd menerima USD10,000,000.00, dan
membayar sebesar Rp90.000.000.000,00 yang berasal dari perhitungan
(Rp9.000,00x USD10,000,000.00).
Gambar …
5
Gambar 3
Pengakhiran (Unwind) Transaksi Derivatif Pihak Asing di atas
USD1,000,000.00
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
6
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/15/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
ASING
CONTOH PERHITUNGAN TRANSAKSI PALING BANYAK SEBESAR
THRESHOLD YANG DILAKUKAN SECARA NETTING
Perpanjangan Transaksi Derivatif Pihak Asing Paling Banyak Sebesar
Threshold
Pihak Asing X Ltd merupakan investor portofolio. Pada tanggal 13 Agustus
20XX, X Ltd melakukan investasi saham di Bursa Efek Indonesia dengan
nilai sebesar ekuivalen USD500,000.00 dengan tanggal setelmen investasi
16 Agustus 20XX. Pada tanggal 14 Agustus 20XX, atas investasi saham
tersebut X Ltd menjual USD500,000.00 dan menerima
Rp5.500.000.000,00 yang berasal dari perhitungan (Rp11.000,00 x
USD500,000.00) melalui transaksi spot untuk penyelesaian investasi
saham. Pada tanggal 16 Agustus 20XX, atas investasi sahamnya X Ltd
melakukan transaksi forward beli USD/IDR kepada Bank B sebesar
USD500,000.00 dengan kurs forward beli USD/IDR Rp11.000,00 (sudah
termasuk premi) dengan jangka waktu 1 bulan (jatuh waktu pada tanggal
16 September 20XX). Pada saat melakukan transaksi, X Ltd tidak perlu
menyerahkan dokumen Underlying Transaksi kepada Bank B karena
transaksinya paling banyak sebesar threshold kewajiban Underlying
Transaksi.
Pada tanggal 11 September 20XX, X Ltd bermaksud untuk meneruskan
investasinya di Indonesia, sehingga X Ltd meminta kepada Bank B untuk
memperpanjang posisi forward beli USD/IDR selama 1 (satu) bulan
menjadi jatuh waktu tanggal 16 Oktober 20XX. Kurs spot USD/IDR pada
tanggal 14 September 20XX Rp11.400,00. Bank B memperpanjang
transaksi forward beli X Ltd dengan cara membuka transaksi swap jual
Bank (X Ltd sell-buy) USD/IDR X Ltd sebesar USD500,000.00 dengan
kurs spot USD/IDR Rp11.400,00 dan kurs swap USD/IDR Rp11.500,00.
Pada …
7
Pada tanggal 14 September 20XX. Pada saat perpanjangan dilakukan, X
Ltd menyerahkan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen
pendukung, Bank B menyelesaikan transaksi dimaksud secara netting.
Pada tanggal 16 September 20XX, Bank B membayar selisih kurs kepada
X Ltd sebesar Rp200.000.000,00 yang berasal dari perhitungan
((Rp11.400,00 -Rp11.000,00) x USD500,000.00). Pada tanggal 16 Oktober
20XX, X Ltd menjual sahamnya di Indonesia, dan melakukan pembayaran
kepada Bank B sebesar Rp5.750.000.000,00 yang berasal dari
perhitungan (Rp11.500,00 x USD500,000.00), dan menerima dari Bank B
sebesar USD500,000.00.
Gambar 4
Transaksi Derivatif Paling Banyak Sebesar Threshold yang Dilakukan
Secara Netting
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
8
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/15/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
ASING
DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK PERDAGANGAN BARANG
DAN JASA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI
A. Dokumen Underlying Transaksi yang Bersifat Final
1. Bukti kegiatan ekspor barang dari Indonesia dan impor barang
ke Indonesia, antara lain Letter of Credit (L/C), wesel, dan invoice.
2. Perdagangan dalam negeri yang menggunakan Surat Kredit
Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN).
3. Dokumen yang bersifat tagihan atau yang menimbulkan
kewajiban pembayaran, antara lain:
a. invoice atau commercial invoice, dengan masa berlaku paling
lama 12 bulan setelah tanggal penerbitan invoice (baik yang
diterbitkan oleh pihak asing maupun pihak dalam negeri).
b. List of invoices yang didukung oleh surat pernyataan yang
authenticated dari Pihak Asing yang berisi:
1) validitas list dimaksud;
2)
tanggung jawab Pihak Asing untuk mengadministrasikan
invoices dimaksud; dan
3) komitmen penyediaan invoices apabila dibutuhkan oleh
Bank.
c. Billing notice atau billing/payment schedule yang dihasilkan
oleh sistem internal dari Pihak Asing.
d. Faktur Pajak / Tax Invoice atau Surat Pemberitahuan Tagihan
(SPT) untuk pembayaran pajak.
4. Beban operasional dari representative office Badan Hukum asing
antara lain berupa pembayaran gaji dan tagihan rekening utilities
(telepon, listrik, gas, air).
5. Perjanjian …
9
5. Perjanjian pembukaan vostro Pihak Asing dengan Bank untuk
tujuan remitansi, MT299, atau MT599 yang berisi pernyataan
dari bank koresponden bahwa dana yang ada akan dipergunakan
untuk tujuan remitansi.
6. Statement melalui RMDS dan/atau SWIFT terkait tujuan
pembelian valuta asing untuk memfasilitasi pembelian valuta
asing untuk tujuan remitansi.
B. Dokumen Underlying Transaksi Berupa Perkiraan
1. Proyeksi arus kas yang dikeluarkan oleh Pihak Asing
(ditandatangani oleh pejabat berwenang dari Pihak Asing) untuk
tujuan pembayaran beban operasional dari representative office
Badan Hukum asing antara lain berupa pembayaran gaji dan
tagihan rekening utilities (telepon, listrik, gas, air).
2. Settlement agreement dan sales/purchase order confirmation.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
10
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/15/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
ASING
DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK FOREIGN DIRECT
INVESTMENT, PORTFOLIO INVESTMENT, PINJAMAN, MODAL DAN
INVESTASI LAINNYA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI
A. Dokumen Underlying Transaksi yang Bersifat Final
1. Bukti konfirmasi penjualan atau pembelian Surat Berharga,
antara lain berupa trade confirmation yang disampaikan melalui
SWIFT message, Tested Telex, Reuters Monitoring Dealing System
(RMDS), atau Bloomberg ticket.
2. Bukti kepemilikan investasi, antara lain saham, obligasi dan
surat berharga lainnya,dan keputusan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) terkait pembagian dividen atau dokumen terkait
pembagian hasil investasi.
3. Bukti perjanjian kredit beserta perubahannya.
4. Bukti keikutsertaan Pihak Asing dalam tender dan penyediaan
jaminan dalam mata uang Rupiah.
5. Dokumen yang terkait dengan pembagian waris seperti bukti
penjualan harta waris dan bukti hubungan keluarga dengan
pemberi waris (seperti kartu keluarga) terkait dengan ahli
waris yang telah menetap di luar negeri sebagai permanent
resident (yang didukung dengan dokumen terkait).
6. Akta jual beli, perjanjian sewa menyewa, dan/atau bukti
kepemilikan Pihak Asing atas aset terkait dengan penjualan aset
di Indonesia yang dimiliki oleh pihak asing yang pembelian
valuta asingnya dilakukan oleh pihak domestik yang diberi kuasa
oleh Pihak Asing.
B. Dokumen …
11
B. Dokumen Underlying Transaksi Berupa Perkiraan
1. Memorandum of Understanding dan/atau Agreement untuk
pembelian dan penjualan aset di dalam negeri dalam rangka
merger dan akuisisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Dokumen estimasi mengenai dividen yang akan diterima yang
dilengkapi dengan:
a.
b.
laporan keuangan unaudited atau audited yang terkait;
informasi resmi lainnya yang dikeluarkan oleh perusahaan;
dan
c. bukti kepemilikan atas investasi.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
12
LAMPIRAN V
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/15/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
ASING
CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK
PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH MELALUI TRANSAKSI
SPOT DI ATAS USD100,000.00
PERNYATAAN
Menunjuk PBI Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, kami yang
bertandatangan di bawah ini:
1. Nama individu/perusahaan*)
2. Alamat individu/perusahaan
: ………………………………
: .……………………………..
Dengan ini menyatakan:
1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab
terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan
secara keseluruhan tidak melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah melalui Transaksi Spot melebihi nilai nominal Underlying
Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia;
2. memiliki kebutuhan valuta asing dan akan melakukan transaksi valuta
asing dengan rincian sebagai berikut **):
a. Jumlah Kebutuhan Valuta Asing : ………………………………
b. Tujuan Penggunaan Valuta Asing : ………………………………
c. Tanggal Penggunaan Valuta Asing : ..…………………………….
d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya:
……………………………………………………………………………………
Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan
bahwa:
1. informasi …
13
1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat
dipertanggungjawabkan;
2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi
tanggung jawab kami sepenuhnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
[kota], [tanggal, bulan, tahun]
Nama dan Jabatan:
Nama Perusahaan yang Diwakili:
Dasar Hukum untuk Mewakili:
Keterangan:
*) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh
perusahaan/badan/lembaga.
**) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
14
LAMPIRAN VI
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/15/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
ASING
CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK
PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH MELALUI TRANSAKSI
SPOT PALING BANYAK SEBESAR USD100,000.00
PERNYATAAN
Menunjuk PBI Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, kami yang
bertandatangan di bawah ini:
1. Nama individu/perusahaan*)
: ………………………………
2. Alamat individu/perusahaan
: .……………………………..
Dengan ini menyatakan bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku
dan pembelian valuta asing terhadap Rupiah tidak melebihi threshold per
bulan per Pihak Asing sebagaimana diatur dalam ketentuan dalam sistem
perbankan di Indonesia.
Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan
bahwa:
1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat
dipertanggungjawabkan;
2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi
tanggung jawab kami sepenuhnya.
Demikian …
15
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
[kota], [tanggal, bulan, tahun]
Nama dan Jabatan:
Nama Perusahaan yang Diwakili:
Dasar Hukum untuk Mewakili:
Keterangan:
*) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh
perusahaan/badan/lembaga.
**) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
16
LAMPIRAN VII
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/15/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
ASING
CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK
PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH MELALUI TRANSAKSI
DERIVATIF DI ATAS USD1,000,000.00
PERNYATAAN
Menunjuk PBI Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, kami yang
bertandatangan di bawah ini:
1. Nama individu/perusahaan*)
2. Alamat individu/perusahaan
: ………………………………
: .……………………………..
Dengan ini menyatakan:
1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab
terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan
secara keseluruhan tidak melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah melalui Transaksi Derivatif melebihi nilai nominal Underlying
Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia;
2. memiliki kebutuhan valuta asing dan akan melakukan transaksi valuta
asing dengan rincian sebagai berikut **):
a. Jumlah Kebutuhan Valuta Asing : ………………………………
b. Tujuan Penggunaan Valuta Asing : ………………………………
c. Tanggal Penggunaan Valuta Asing : ..…………………………….
d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya:
……………………………………………………………………………………
Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan
bahwa:
1. informasi …
17
1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat
dipertanggungjawabkan;
2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi
tanggung jawab kami sepenuhnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
[kota], [tanggal, bulan, tahun]
Nama dan Jabatan:
Nama Perusahaan yang Diwakili:
Dasar Hukum untuk Mewakili:
Keterangan:
*) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh
perusahaan/badan/lembaga.
**) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
18
LAMPIRAN VIII
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/15/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
ASING
CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED UNTUK
PENJUALAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH MELALUI TRANSAKSI
DERIVATIF DI ATAS USD1,000,000.00
PERNYATAAN
Menunjuk PBI Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, kami yang
bertandatangan di bawah ini:
1. Nama individu/perusahaan*)
2. Alamat individu/perusahaan
: ………………………………
: .……………………………..
Dengan ini menyatakan:
1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab
terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan
secara keseluruhan tidak melakukan penjualan valuta asing terhadap
Rupiah melalui Transaksi Derivatif melebihi nilai nominal Underlying
Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia;
2. memiliki kebutuhan untuk melakukan transaksi valuta asing terhadap
Rupiah dengan rincian sebagai berikut **):
a. Sumber Valuta Asing
: ………………………………
b. Jumlah Penerimaan Valuta Asing : ………………………………
c. Tanggal Penerimaan Valuta Asing : ..…………………………….
d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya:
…………………………………………………………………………………..
Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan
bahwa:
1. informasi …
19
1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat
dipertanggungjawabkan;
2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi
tanggung jawab kami sepenuhnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
[kota], [tanggal, bulan, tahun]
Namadan Jabatan:
Nama Perusahaan yang Diwakili:
Dasar Hukum untuk Mewakili:
Keterangan:
*) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh
perusahaan/badan/lembaga.
**) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
20
LAMPIRAN IX
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/15/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
ASING
CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED TRANSAKSI
DERIVATIF PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH PALING
BANYAK SEBESAR USD1,000,000.00 YANG AKAN DISELESAIKAN
SECARA NETTING
PERNYATAAN
Menunjuk PBI Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, kami yang
bertandatangan di bawah ini:
1. Nama individu/perusahaan*)
2. Alamat individu/perusahaan
: ………………………………
: .……………………………..
Dengan ini menyatakan:
1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab
terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan
secara keseluruhan tidak melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah melalui Transaksi Derivatif melebihi nilai nominal Underlying
Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia;
2. memiliki kebutuhan valuta asing dan akan melakukan transaksi valuta
asing dengan rincian sebagai berikut **):
a. Jumlah Kebutuhan Valuta Asing : ………………………………
b. Tujuan Penggunaan Valuta Asing : ………………………………
c. Tanggal Dibutuhkannya Valuta Asing: ..…………………………….
d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya:
…………………………………………………………………………………...
Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan
bahwa:
1. informasi …
21
1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat
dipertanggungjawabkan;
2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi
tanggung jawab kami sepenuhnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
[kota], [tanggal, bulan, tahun]
Nama dan Jabatan:
Nama Perusahaan yang Diwakili:
Dasar Hukum untuk Mewakili:
Keterangan:
*) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh
perusahaan/badan/lembaga.
**) Diisi dalam hal Underlying Transaksi bersifat perkiraan.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
22
LAMPIRAN X
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/15/DPM TANGGAL
17 SEPTEMBER 2014
PERIHAL
TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP
RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK
ASING
CONTOH PERNYATAAN TERTULIS YANG AUTHENTICATED TRANSAKSI
DERIVATIF PENJUALAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH PALING
BANYAK SEBESAR USD1,000,000.00 YANG AKAN DISELESAIKAN
SECARA NETTING
PERNYATAAN
Menunjuk PBI Nomor 16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing
terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing, kami yang
bertandatangan di bawah ini:
1. Nama individu/perusahaan*)
2. Alamat individu/perusahaan
: ………………………………
: .……………………………..
Dengan ini menyatakan:
1. bahwa kami tunduk pada ketentuan yang berlaku, bertanggung jawab
terhadap keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi, dan
secara keseluruhan tidak melakukan penjualan valuta asing terhadap
Rupiah melalui Transaksi Derivatif melebihi nilai nominal Underlying
Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia;
2. memiliki kebutuhan untuk melakukan transaksi valuta asing terhadap
Rupiah dengan rincian sebagai berikut **):
a. Sumber Valuta Asing
: ………………………………………
b. Jumlah Penerimaan Valuta Asing: ………………………………………
c. Tanggal Penerimaan Valuta Asing: ..…………………………………….
d. Dokumen Underlying Transaksi dan/atau informasi lainnya:
………………………………………………………………………………...
Berkenaan dengan Transaksi Valuta Asing tersebut, kami menyatakan
bahwa:
1. informasi …
23
1. informasi dalam pernyataan ini benar dan dapat
dipertanggungjawabkan;
2. dalam hal di kemudian hari ditemukan hal-hal yang tidak sesuai
dengan pernyataan ini, segala akibat hukum yang timbul menjadi
tanggung jawab kami sepenuhnya.
Demikian pernyataan ini dibuat dalam keadaan sadar dan tidak ada
paksaan dari pihak manapun untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
[kota], [tanggal, bulan, tahun]
Nama dan Jabatan:
Nama Perusahaan yang Diwakili:
Dasar Hukum untuk Mewakili:
Keterangan:
*) Nama lengkap pejabat yang melakukan transaksi yang ditunjuk resmi oleh
perusahaan/badan/lembaga.
**) Diisi dalam hal dokumen Underlying Transaksi berupa perkiraan.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/15/DPM|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing </reg_title>
<set_date> 17 September 2014 </set_date>
<effective_date> 10 November 2014 </effective_date>
<replaced_reg> '7/44/DPD|SE-BI/2005', '14/22/DPM|SE-BI/2012', '7/23/DPD|SE-BI/2005', '16/5/DPM|SE-BI/2014' </replaced_reg>
<related_reg> '16/17/PBI/2014' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No. 8/30/DPBPR
Jakarta, 12 Desember 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank
Perkreditan Rakyat
-------------------------------------------------------------------------------
Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/20/PBI/2006
tanggal 5 Oktober 2006 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank
Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4646), perlu diatur
ketentuan pelaksanaan mengenai Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan
Publikasi Bank Perkreditan Rakyat dalam Surat Edaran sebagai berikut:
I. UMUM
1. Dalam rangka pemantauan keadaan usaha Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) oleh publik, BPR diwajibkan untuk menyampaikan laporan dan/
atau informasi sesuai dengan waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
2. Bentuk laporan dan/atau informasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah Laporan Tahunan dan
Laporan Keuangan Publikasi.
3. Laporan …
2
3. Laporan Tahunan disusun antara lain untuk memberikan gambaran
lengkap mengenai kinerja BPR dalam kurun waktu satu tahun.
4. Laporan Keuangan Publikasi disusun antara lain untuk memberikan
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan hasil usaha BPR serta
informasi keuangan lainnya secara triwulanan kepada berbagai pihak
yang berkepentingan dengan perkembangan usaha BPR.
5. Penyajian Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi BPR
didasarkan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang
relevan, Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI), serta
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, agar laporan tersebut
dapat diperbandingkan.
6. Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi disusun dalam
Bahasa Indonesia. Dalam hal laporan dimaksud juga dibuat selain
dalam Bahasa Indonesia, baik dalam dokumen yang sama atau terpisah,
maka Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi tersebut wajib
memuat informasi yang sama.
7. Angka-angka dalam laporan disajikan dalam mata uang rupiah dan
dalam ribuan rupiah.
8. Laporan Keuangan Publikasi disampaikan oleh kantor pusat BPR.
II. LAPORAN TAHUNAN
1. Laporan Tahunan, mencakup:
a. Informasi Umum, paling sedikit mencantumkan:
1) kepengurusan …
3
1) kepengurusan, meliputi susunan anggota Direksi dan Dewan
Komisaris beserta jabatan dan ringkasan riwayat hidupnya;
2) kepemilikan, berupa nama pemilik dan besaran serta komposisi
kepemilikan;
3) perkembangan usaha BPR, yang memuat:
a)
ikhtisar data keuangan penting, paling sedikit mencakup
pendapatan dan beban operasional, pendapatan dan beban
non operasional, laba sebelum Pajak Penghasilan (PPh),
taksiran PPh dan laba bersih.
b)
rasio keuangan, disajikan paling sedikit mencakup rasio
Kualitas Aktiva Produktif (KAP), rasio Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Loan to Deposit
Ratio (LDR) dan Return on Asset (ROA).
4)
strategi dan kebijakan manajemen dalam mengelola dan
mengembangkan usaha BPR, termasuk informasi mengenai
manajemen risiko yang paling sedikit mencakup identifikasi
risiko dan pengendalian risiko;
5)
laporan manajemen yang menyajikan informasi mengenai
pengelolaan BPR dalam rangka good corporate governance,
mencakup:
a)
struktur organisasi;
b) aktivitas utama;
c)
teknologi informasi, jika ada;
d) perkembangan dan target pasar;
e. jaringan …
4
e)
f)
jaringan kerja dan mitra usaha;
jumlah, jenis dan lokasi kantor;
g) kepemilikan oleh anggota Direksi, Dewan Komisaris dan
Pemegang Saham dalam kelompok usaha BPR dan
perubahan kepemilikan dari tahun sebelumnya, jika ada;
h)
sumber daya manusia (SDM), meliputi jumlah dan tingkat
pendidikan, serta kegiatan pengembangan SDM;
i) kebijakan pemberian gaji dan fasilitas bagi anggota
Direksi dan Dewan Komisaris termasuk bonus, tantiem
dan fasilitas lainnya; dan
j) perubahan-perubahan penting lainnya yang terjadi di BPR
dan/atau di kelompok usaha BPR yang mempengaruhi
operasional BPR dalam tahun yang bersangkutan, jika ada.
b. Laporan Keuangan Tahunan, terdiri dari:
1) Neraca;
2) Laporan Laba Rugi;
3) Laporan Arus Kas;
4) Laporan Perubahan Ekuitas; dan
5) Catatan atas laporan keuangan, termasuk informasi mengenai
Komitmen dan Kontinjensi.
2. Pengungkapan (disclosure) dalam Laporan Tahunan wajib dilakukan
sesuai dengan PSAK yang relevan, PAPI dan ketentuan Bank Indonesia
untuk memenuhi aspek transparansi.
Pengungkapan …
5
Pengungkapan tersebut paling sedikit terdiri dari:
a. Laporan Keuangan yang meliputi Neraca, Laporan Laba Rugi,
Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, catatan atas laporan
keuangan, termasuk informasi mengenai Komitmen dan Kontinjensi;
b. Jumlah aktiva produktif dan kualitasnya, baik kepada pihak terkait
maupun kepada pihak tidak terkait;
c. Jumlah aktiva produktif yang telah direstrukturisasi dan informasi
lain tentang aktiva produktif yang direstrukturisasi selama periode
berjalan;
d. Klasifikasi aktiva produktif menurut jangka waktu;
e. Beberapa rasio keuangan seperti Non Performing Loans (NPL) neto,
KPMM, LDR dan ROA;
f. Karakteristik kegiatan usaha dan jasa utama yang disediakan; dan
g. Informasi lain yang mencakup:
1) Transaksi-transaksi dalam jumlah yang signifikan; dan
2) Kejadian penting setelah tanggal laporan Akuntan Publik
(subsequent event), khusus bagi BPR yang memenuhi
persyaratan untuk diaudit oleh Akuntan Publik.
III. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI
1. Penjelasan Umum
a. Laporan Keuangan Publikasi diumumkan untuk laporan keuangan
posisi akhir bulan Maret, Juni, September dan Desember.
b. Format …
6
b. Format Laporan Keuangan Publikasi sesuai dengan Lampiran 2,
Lampiran 3, Lampiran 4 dan Lampiran 5.
c. Pos-pos yang memiliki saldo nihil dalam format Laporan Keuangan
Publikasi tetap wajib diisi dengan memberi garis pendek (-) pada pos
yang bersangkutan.
d. Pengisian kolom ”pemilik BPR” dalam format Laporan Keuangan
Publikasi, nama Pemegang Saham yang wajib dicantumkan adalah
perorangan atau perusahaan yang memiliki saham paling sedikit
sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari modal BPR, termasuk
Pemegang Saham Pengendali, sebagai berikut:
1) Dalam hal jumlah Pemegang Saham kurang atau sama dengan 10
(sepuluh) orang maka seluruh Pemegang Saham dicantumkan.
2) Dalam hal jumlah Pemegang Saham lebih dari 10 (sepuluh)
orang, tidak terdapat Pemegang Saham yang memiliki paling
sedikit 10% (sepuluh perseratus) saham dan bukan merupakan
Pemegang Saham Pengendali, maka yang dicantumkan adalah
nama 9 (sembilan) Pemegang Saham dengan kepemilikan
terbesar dan selebihnya diisi dengan ”lain-lain” sehingga jumlah
keseluruhan 100% (seratus perseratus).
e. Penyajian Laporan Keuangan Publikasi.
1) Laporan Keuangan Publikasi merupakan laporan gabungan
antara kantor pusat BPR dengan seluruh kantor BPR yang
bersangkutan.
2) Laporan Keuangan Publikasi disajikan paling sedikit dalam
bentuk perbandingan dengan laporan pada periode yang sama
tahun sebelumnya.
3) Posisi …
7
3) Posisi pembanding wajib disajikan sesuai format yang sama
dengan posisi Laporan Keuangan Publikasi yang diumumkan.
4) Khusus untuk perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam
posisi Laporan, maka penyajian posisi pembanding wajib
mengacu kepada PSAK Nomor 25 tentang Laba atau Rugi
Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar dan
Perubahan Kebijakan Akuntansi.
2. Pengungkapan (disclosure) dalam Laporan Keuangan Publikasi wajib
dilakukan sesuai dengan PSAK yang relevan, PAPI dan ketentuan Bank
Indonesia untuk memenuhi aspek transparansi.
Pengungkapan tersebut paling sedikit terdiri dari:
a. Laporan Keuangan yang meliputi Neraca, Laporan Laba Rugi serta
Laporan Komitmen dan Kontinjensi;
b. KAP dan informasi lainnya yang terdiri dari:
1) penempatan pada bank lain;
2) kredit yang diberikan dan kualitasnya, baik kepada pihak terkait
maupun pihak tidak terkait;
3)
jumlah Aktiva Produktif;
4) beberapa rasio keuangan seperti NPL (neto), KPMM, LDR dan
ROA;
5) Susunan pengurus dan komposisi Pemegang Saham, termasuk
Pemegang Saham Pengendali;
6) Nama …
8
6) Nama Kantor Akuntan Publik yang mengaudit dan nama
Akuntan Publik yang bertanggung jawab dalam audit BPR
(partner in charge), bagi BPR yang diaudit oleh Akuntan
Publik.
3. Tata cara pengisian Laporan Keuangan Publikasi berpedoman pada
Lampiran 1 tentang Penjelasan Pengisian Laporan Keuangan Publikasi
yang disusun berdasarkan Laporan Bulanan BPR.
4. Aplikasi Laporan Keuangan Publikasi terintegrasi dalam aplikasi
Laporan Bulanan BPR.
5. Prosedur pengoperasian aplikasi Laporan Keuangan Publikasi
berpedoman pada Petunjuk Teknis Aplikasi Data Entry dan Petunjuk
Teknis Aplikasi Web BPR, yang merupakan lampiran dari Surat Edaran
perihal Laporan Bulanan BPR.
IV. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
Pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dilakukan
oleh kantor pusat BPR secara tunai atau non tunai dengan cara sebagai
berikut:
1. Pembayaran secara tunai
a. bagi BPR yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya, Provinsi
Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, menyetor kepada
Bagian Pengelolaan Uang Keluar (BPUK),
b. bagi …
9
b. bagi BPR yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud
pada huruf a, menyetor kepada Kantor Bank Indonesia,
pada setiap hari kerja, waktu layanan kas, pukul 08.00 s.d 12.00 waktu
setempat untuk hari Senin s.d. Kamis atau pukul 08.00 s.d 11.30 waktu
setempat untuk hari Jumat, untuk untung rekening nomor 566.000447 –
”Rekening Antara Sehubungan dengan Penerimaan Sanksi Administratif
BPR”.
2. Pembayaran secara non tunai
a. Kliring
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000447 – ”Rekening
Antara Sehubungan dengan Penerimaan Sanksi Administratif BPR”,
dengan mencantumkan ”pembayaran sanksi kewajiban membayar
dari BPR XXX” pada kolom keterangan.
b. BI-RTGS
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000447 – ”Rekening
Antara Sehubungan dengan Penerimaan Sanksi Administratif BPR”
dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN)
BIRBK566 dan pada kolom keterangan dicantumkan ”pembayaran
sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX”.
3. BPR menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban
membayar kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan BPR cq. Bagian Informasi, Dokumentasi dan
Administrasi Pengawasan BPR (IDABPR), Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350 bagi BPR yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta
Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi.
b. Kantor …
10
b. Kantor Bank Indonesia yang mewilayahi kantor pusat BPR, bagi
BPR yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud
pada huruf a.
V. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN
1. Laporan Tahunan disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat
sebagaimana dimaksud pada Bab IV angka 3.
2. Laporan Keuangan Publikasi wajib disampaikan kepada Bank Indonesia
secara on line melalui fasilitas jaringan ekstranet Bank Indonesia. Untuk
BPR yang memenuhi kriteria dikecualikan menyampaikan Laporan
Bulanan secara on line maka laporan disampaikan secara off line dalam
bentuk rekaman data (softcopy) berupa disket atau compact disk dengan
alamat sebagaimana dimaksud pada Bab IV angka 3.
3. Guntingan surat kabar yang berisi Laporan Keuangan Publikasi atau
fotokopi Laporan Keuangan Publikasi yang ditempelkan pada papan
pengumuman BPR disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat
sebagaimana dimaksud pada Bab IV angka 3.
VI. KETENTUAN PERALIHAN
Khusus untuk pengisian Laporan Keuangan Publikasi posisi akhir tahun
2006, kolom perbandingan diisi oleh BPR dengan meng-entry data
keuangan posisi akhir tahun 2005.
VII. PENUTUP …
11
VII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Nomor 27/5/UPPB
tanggal 25 Januari 1995 perihal Laporan Keuangan Tahunan dan Laporan
Keuangan Publikasi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku bagi BPR.
Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 12 Desember 2006.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
DPBPR
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 1
PENJELASAN PENGISIAN
LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI YANG DISUSUN BERDASARKAN
LAPORAN BULANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
NERACA
AKTIVA
1. Kas
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 100 Aktiva Neraca yaitu uang
kartal yang ada dalam kas berupa uang kertas dan uang logam yang dikeluarkan
oleh Bank Indonesia yang menjadi alat pembayaran yang sah di Indonesia.
Commemorative coins/notes milik BPR yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
dilaporkan pada pos Rupa-rupa Aktiva.
2. Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 110 Aktiva Neraca yaitu Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan dengan sistem
diskonto oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek.
SBI tersebut dilaporkan sebesar nilai nominalnya.
3. Antarbank Aktiva (ABA)
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 120 Aktiva Neraca yaitu semua
jenis simpanan/tagihan BPR dalam rupiah kepada bank lain di Indonesia antara lain
giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito dan kredit yang diberikan.
Khusus untuk sertifikat deposito dilaporkan sebesar nominalnya dikurangi dengan
bunga yang belum diamortisasi. Pos ini dibedakan antara ABA pada Bank Umum
dan BPR.
4. Kredit yang diberikan
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 130 Aktiva Neraca yaitu baki debet
pemberian kredit oleh BPR kepada pihak ketiga bukan bank, termasuk kredit kepada
pengurus dan pegawai BPR. Pos ini dibedakan antara pihak terkait dan pihak tidak
terkait dengan bank.
Lampiran 1 - hal. 1 dari 9
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
5. Penyisihan penghapusan aktiva produktif
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 140 Aktiva Neraca yaitu penyisihan
yang dibentuk untuk menutup kemungkinan risiko kerugian yang timbul sebagai
akibat dari tidak dapat diterima kembali sebagian atau seluruh kredit yang diberikan
maupun dana yang ditempatkan di bank lain selain giro, sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dan
Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) BPR. Pos ini
digunakan juga untuk menampung penerimaan kembali aktiva produktif yang telah
dihapusbuku.
6. Aktiva dalam valuta asing
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 150 Aktiva Neraca yaitu mata uang
kertas asing, uang logam asing bukan emas dan travellers cheque yang masih
berlaku, milik BPR yang melakukan kegiatan money changer, yang dijabarkan
dalam rupiah.
Pos ini hanya diisi oleh BPR yang memperoleh izin untuk melakukan kegiatan
money changer dari Bank Indonesia.
7. Aktiva tetap dan inventaris
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan dari sandi 161 dan sandi
165 dikurangi sandi 162 dan sandi 166 Aktiva Neraca yaitu penjumlahan aktiva
tetap dan inventaris milik BPR dikurangi akumulasi penyusutan gedung dan
inventaris.
8. Aktiva Lain-Lain
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 180 Aktiva Neraca yaitu saldo
rekening-rekening aktiva lainnya yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke
dalam salah satu dari pos 1 sampai dengan 7 di atas. Dalam pos ini dimasukkan pula
commemorative coins/notes yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
P A S I V A
1. Kewajiban-kewajiban yang segera dapat dibayar
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 200 Pasiva Neraca yaitu semua
kewajiban BPR yang segera dapat ditagih oleh pemiliknya dan harus segera dibayar.
Kredit yang diberikan yang bersaldo kredit harus dilaporkan ke dalam pos ini.
Termasuk dilaporkan pada pos ini adalah bunga deposito berjangka yang secara
efektif telah menjadi kewajiban BPR namun belum dibayar kepada nasabah.
Lampiran 1 - hal. 2 dari 9
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Tabungan
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 210 Pasiva Neraca yaitu simpanan-
simpanan dari pihak ketiga bukan bank pada BPR yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyet giro dan/atau alat yang dipersamakan dengan itu. Pos ini
dibedakan atas tabungan milik pihak terkait dan tidak terkait.
3. Deposito berjangka
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 220 Pasiva Neraca yaitu simpanan
milik pihak ketiga bukan bank yang penarikannya dapat dilakukan menurut suatu
jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian. Pos ini dibedakan atas deposito
milik pihak terkait dan tidak terkait.
4. Kewajiban kepada Bank Indonesia
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 230 Pasiva Neraca yaitu kewajiban
kepada Bank Indonesia.
5. Antarbank pasiva
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 240 Pasiva Neraca yaitu semua
jenis kewajiban BPR kepada bank lain antara lain tabungan, deposito berjangka dan
pinjaman yang diterima.
6. Pinjaman yang diterima
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan dari sandi 256 dan 257 dari
sandi Pasiva Neraca yaitu pinjaman dengan jangka waktu sampai dengan 3 bulan
dan pinjaman dengan jangka waktu lebih dari 3 bulan.
7. Pinjaman subordinasi
Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 251 Pasiva Neraca yaitu
pinjaman subordinasi yang diterima oleh BPR.
8. Rupa-rupa pasiva
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 270 Pasiva Neraca yaitu saldo
rekening pasiva lainnya yang tidak dapat dimasukkan atau digolongkan ke dalam
salah satu dari pos 1 sampai dengan 7 dan 9. Pada pos ini dimasukkan pula pinjaman
yang diterima BPR dari pihak ketiga bukan bank dalam rangka penerusan kredit
tetapi belum disalurkan kepada nasabah.
Lampiran 1 - hal. 3 dari 9
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
9. Ekuitas
a. Modal dasar
Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini sandi 281 Pasiva Neraca yaitu jumlah
modal atau simpanan pokok dan simpanan wajib (bagi BPR yang berbadan
hukum koperasi) yang tercantum dalam anggaran dasar Kantor Pusat BPR.
b. Modal yang belum disetor
Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 282 Pasiva Neraca yaitu
jumlah modal atau simpanan pokok dan simpanan wajib yang belum disetor.
c. Agio
Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 283 Pasiva Neraca yaitu
selisih lebih setoran modal yang diterima oleh BPR sebagai akibat harga saham
yang melebihi nilai nominalnya.
d. Disagio
Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 284 Pasiva Neraca yaitu
selisih kurang setoran modal yang diterima oleh BPR sebagai akibat harga
saham yang lebih rendah dari nilai nominalnya.
e. Modal sumbangan
Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 285 Pasiva Neraca yaitu
modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham. Modal yang berasal dari
donasi pihak luar yang diterima oleh BPR yang berbentuk hukum koperasi juga
termasuk dalam pengertian modal sumbangan.
f. Modal pinjaman
Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 287 Pasiva Neraca yaitu
modal atau pinjaman yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki
sifat seperti modal atau hutang dengan ciri-ciri sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) BPR. Untuk BPR yang berbadan hukum koperasi, pengertian modal
pinjaman sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang No.25
tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Lampiran 1 - hal. 4 dari 9
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
g. Dana setoran modal
Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 288 Pasiva Neraca yaitu
dana setoran modal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
mengenai KPMM BPR.
h. Cadangan revaluasi aktiva tetap
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 289 Pasiva Neraca yaitu nilai
yang dibentuk sebagai akibat dari selisih penilaian kembali aktiva tetap milik
BPR setelah memperoleh persetujuan dari instansi yang berwenang.
i. Cadangan umum
Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 291 Pasiva Neraca yaitu
cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih
(setelah dikurangi pajak) yang dimaksudkan untuk memperkuat modal.
j. Cadangan tujuan
Yang dimasukkan ke dalam sub pos ini adalah sandi 293 Pasiva Neraca yaitu
bagian laba bersih (setelah dikurangi pajak) yang disisihkan untuk tujuan
tertentu.
k. Laba yang ditahan
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan dari sandi 295, 302 dan
303 Pasiva Neraca yaitu penjumlahan dari laba yang ditahan dan laba/rugi tahun
lalu.
l. Laba/rugi tahun berjalan
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah jumlah dari pos laba/rugi tahun
berjalan dalam perhitungan laba/rugi pada Lampiran 3.
LAPORAN KOMITMEN DAN KONTINJENSI
KOMITMEN
1. Fasilitas pinjaman yang diterima dan belum ditarik
Yang dimasukkan ke dalam rekening ini adalah sandi 320 rekening-rekening
administratif yaitu fasilitas pinjaman yang diterima dan belum ditarik oleh BPR.
Lampiran 1 - hal. 5 dari 9
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Fasilitas kredit kepada nasabah yang belum ditarik
Yang dimasukkan ke dalam rekening ini adalah sandi 340 rekening-rekening
administratif yaitu fasilitas kredit yang disediakan oleh BPR bagi nasabahnya dan
belum ditarik.
3. Lain-lain
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah lain-lain komitmen yang tidak dapat
digolongkan ke dalam salah satu pos komitmen angka 1 dan 2 tersebut di atas.
KONTINJENSI
1. Pendapatan bunga dalam penyelesaian
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan posisi sandi 331 dan 339
dari sandi rekening-rekening administratif yaitu bunga atas penananaman dana BPR
yang kualitasnya tergolong Kurang Lancar, Diragukan atau Macet namun hingga
saat pelaporan masih belum diterima pembayarannya.
2. Lain-lain
Yang dimasukkan kedalam pos ini adalah lain-lain kontinjensi yang tidak dapat
dimasukkan ke dalam pos kontinjensi pada angka 1 di atas.
PERHITUNGAN LABA RUGI
PENDAPATAN
1. Pendapatan Operasional
a. Bunga
Yang dimasukkan ke dalam pos ini penjumlahan sandi 112,113,114,115,116,120
dan 129 dari sandi rincian Laba-Rugi yaitu pendapatan bunga dari kegiatan
usaha BPR, baik dari pihak ketiga bukan bank maupun bank lain.
b. Provisi dan Komisi
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah posisi sandi 131 dan 139 dari sandi
rincian Laba-Rugi yaitu pendapatan provisi dan komisi yang diterima oleh BPR.
Lampiran 1 - hal. 6 dari 9
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
c. Lainnya
Yang dimasukkan kedalam pos ini adalah sandi 149 yaitu pendapatan
operasional lainnya yang tidak dapat digolongkan ke dalam salah satu pos
angka 1 dan 2 tersebut di atas.
2. Jumlah pendapatan operasional
Merupakan penjumlahan dari angka 1 huruf a, huruf b dan huruf c.
3. Pendapatan non operasional
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 290 Rincian Laba Rugi yaitu semua
pendapatan yang berasal dari kegiatan yang bukan merupakan kegiatan utama BPR.
4. Jumlah Pendapatan
Merupakan penjumlahan dari angka 2 dan angka 3.
BEBAN
5. Beban Operasional
a. Beban bunga
yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan sandi 161 sampai
dengan 181 Rincian Laba Rugi yaitu beban bunga atas dana yang diperoleh
BPR, baik dari pihak ketiga bukan bank maupun bank lain.
b. Beban administrasi dan umum
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan dari sandi 190, 210,
220, 230, 243, 245 dan 250 Rincian Laba Rugi, yaitu premi asuransi, sewa,
pajak-pajak, pemeliharaan dan perbaikan, penyusutan aktiva tetap dan
inventaris, beban yang ditangguhkan serta barang dan jasa.
c. Beban personalia
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah penjumlahan sandi 201, 206 dan 209
Rincian Laba Rugi yaitu gaji, upah, honorarium, biaya pendidikan dan lainnya.
d. Penyisihan aktiva produktif
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 241 Rincian Laba Rugi yaitu
biaya penyisihan penghapusan aktiva produktif.
Lampiran 1 - hal. 7 dari 9
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
e. Beban operasional lainnya
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 269 Rincian Laba Rugi yaitu
beban operasional selain yang telah dilaporkan diatas.
6. Jumlah beban operasional
Merupakan penjumlahan dari angka 1 sampai dengan angka 5.
7. Beban non operasional
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 300 Rincian Laba Rugi yaitu biaya
yang dikeluarkan atas kegiatan yang bukan merupakan kegiatan utama BPR.
8. Jumlah beban
Merupakan penjumlahan dari angka 6 dan angka 7.
9. Laba/rugi sebelum Pajak Penghasilan (PPh)
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 330 atau 340 Rincian Laba Rugi
yaitu selisih positif atau selisih negatif dari seluruh pendapatan operasional dan non
operasional dikurangi beban operasional dan non operasional.
10.Taksiran pajak penghasilan
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 350 Rincian Laba Rugi yaitu
taksiran pajak penghasilan tahun berjalan sesuai ketentuan yang menjadi beban laba
tahun berjalan.
11. Laba/rugi tahun berjalan
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah sandi 360 atau 370 Rincian Laba/Rugi
yaitu laba bersih tahun berjalan (setelah dikurangi taksiran pajak penghasilan) atau
rugi tahun berjalan.
PENJELASAN PENGISIAN FORMULIR KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF
DAN INFORMASI LAINNYA
1. Penempatan pada bank lain
Yang dimasukkan ke dalam pos ini seluruh penempatan pada bank lain selain giro
yang dikelompokkan berdasarkan kualitas penempatan pada bank lain tersebut.
Lampiran 1 - hal. 8 dari 9
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Kredit yang diberikan
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah kredit yang diberikan oleh BPR, tidak
termasuk yang diberikan kepada bank lain. Pos ini dibedakan atas kredit yang
diberikan kepada pihak terkait dan pihak tidak terkait dan dikelompokkan
berdasarkan kualitas kredit yang diberikan.
3. Jumlah aktiva produktif
Merupakan penjumlahan dari angka 1 dan angka 2.
4. NPL (neto)
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah perbandingan antara kredit yang
diberikan (kualitas KL, D dan M) setelah dikurangi PPAP dengan jumlah kredit
yang diberikan.
5. KPMM
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah perbandingan antara jumlah modal bank
dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia mengenai KPMM BPR.
6. LDR
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah perbandingan antara kredit yang
diberikan oleh BPR dengan dana yang diterima sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia mengenai Penilaian Tingkat Kesehatan BPR.
7. ROA
Yang dimasukkan ke dalam pos ini adalah perbandingan antara laba sebelum pajak
dalam 12 (dua belas) bulan terakhir dibandingkan dengan rata-rata Volume Usaha
dalam periode yang sama sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai
Penilaian Tingkat Kesehatan BPR.
8. Pengisian pengurus dan pemilik BPR sesuai administrasi Bank Indonesia.
Lampiran 1 - hal. 9 dari 9
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 2
NERACA
PT/PD/KOP *) BANK PERKREDITAN RAKYAT ………
Tanggal …………..
No.
A K T I V A
1 Kas
2 Sertifikat Bank Indonesia
3 Antarbank Aktiva
a. Pada bank umum
b. Pada BPR
4 Kredit yang diberikan
a. Pihak terkait
b. Pihak tidak terkait
5 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif -/-
6 Aktiva dalam valuta asing
7 Aktiva Tetap dan Inventaris
a. Tanah dan gedung
b. Akumulasi penyusutan gedung -/-
c. Inventaris
d. Akumulasi penyusutan inventaris -/-
8 Aktiva Lain-Lain
J U M L A H A K T I V A
P A S I V A
1 Kewajiban-kewajiban yang segera dapat dibayar
2 Tabungan
a. Pihak terkait
b. Pihak tidak terkait
3 Deposito berjangka
c. Pihak terkait
d. Pihak tidak terkait
4 Kewajiban kepada Bank Indonesia
5 Antarbank Pasiva
6 Pinjaman Yang Diterima
7 Pinjaman Subordinasi
8 Rupa-rupa Pasiva
9 Ekuitas
a. Modal Dasar
b. Modal yang belum disetor -/-
c. Agio
d. Disagio -/-
e. Modal Sumbangan
f. Modal Pinjaman
g. Dana Setoran Modal
h. Cadangan Revaluasi Aktiva Tetap
Lampiran 2 - hal. 1 dari 2
Pos – Pos
Posisi
Posisi yang sama
Tanggal laporan tahun sebelumnya
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
No.
Pos – Pos
i. Cadangan Umum
j. Cadangan Tujuan
k. Laba yang ditahan
l. Laba/rugi tahun berjalan
J UM L A H P A S I V A
Posisi
Posisi yang sama
Tanggal laporan tahun sebelumnya
Lampiran 2 - hal. 2 dari 2
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 3
LAPORAN LABA RUGI
PT/PD/KOP *) BANK PERKREDITAN RAKYAT ………
Periode ……………..
POS – POS
PENDAPATAN
Pendapatan Operasional
− Bunga
− provisi dan komisi
− lainnya
Jumlah Pendapatan operasional
Pendapatan non Operasional
Jumlah Pendapatan
BEBAN
Beban operasional
− beban bunga
− beban administrasi dan umum
− beban personalia
− penyisihan aktiva produktif
− beban operasional lainnya
Jumlah beban operasional
Beban non operasional
Jumlah Beban
Laba/rugi sebelum Pajak Penghasilan (PPh)
Taksiran Pajak Penghasilan
Laba/rugi tahun berjalan
Periode
Tanggal laporan
Periode yang sama
tahun sebelumnya
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 4
LAPORAN KOMITMEN DAN KONTINJENSI
PT/PD/KOP *) BANK PERKREDITAN RAKYAT ………
Tanggal …………
POS – POS
KOMITMEN
1. Fasilitas pinjaman yang diterima dan belum
ditarik
2. Fasilitas kredit kepada nasabah yang belum ditarik
3. Lain-lain
Jumlah Komitmen
KONTINJENSI
1. Pendapatan bunga dalam penyelesaian
2. Lain-lain
Jumlah Kontinjensi
Posisi tanggal
laporan
Posisi yang sama
tahun sebelumnya
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 30 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 5
KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN INFORMASI LAINNYA
KETERANGAN
PT/PD/KOP *) BANK PERKREDITAN RAKYAT ………
Tanggal …………
Posisi tanggal laporan
L
1. Penempatan pada bank lain
2. Kredit yang diberikan
a. Kepada pihak terkait
b. Kepada pihak tidak terkait
3. Jumlah aktiva produktif
4. NPL net (%)
5. Rasio KPMM (%)
6. Loan to Deposit Ratio/LDR (%)
7. Return on Asset/ROA (%)
PENGURUS BANK
Dewan Komisaris:
1. …………
2. …………
3. dst.
Direksi:
1. …………
2. …………
3. dst.
*Nama Kantor Akuntan Publik
PEMILIK BANK
1. ………. ………. (…%)
2. ………. ………. (…%)
3. dst.
Pemegang Saham Pengendali
1. …………………..
2. …………………..
3. dst.
:
*Akuntan Publik yang Menandatangani laporan :
Catatan:
* BPR dengan total asset Rp10 milyar atau lebih wajib mencantumkan nama Kantor Akuntan
Publik dan nama Akuntan Publik yang bertanggungjawab terhadap audit (partner in-charge)
………………, ……………….
Direksi
PT/PD/Kop BPR ………..
……………… ..……………
KL
D
M Jumlah
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/30/DPBPR|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat </reg_title>
<set_date> 12 Desember 2006 </set_date>
<effective_date> 12 Desember 2006 </effective_date>
<replaced_reg> '27/5/UPPB|SE-BI/1995' </replaced_reg>
<related_reg> '8/20/PBI/2006' </related_reg>
|
No.17/ 23 /DPM
Jakarta, 30 September 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal
: Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal
Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank
dengan Pihak Domestik.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara
Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5581), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/13/PBI/2015 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5736), yang selanjutnya disebut PBI, perlu
melakukan perubahan ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing
terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik, sebagaimana telah
diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia:
a. Nomor 17/15/DPM tanggal 12 Juni 2015; dan
b. Nomor 17/20/DPM tanggal 28 Agustus 2015,
sebagai berikut:
1. Ketentuan butir I.12 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
12. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada
Bank tanpa Underlying Transaksi hanya dapat dilakukan paling
banyak:
a. sebesar …
2
`
a. sebesar USD25,000.00 (dua puluh lima ribu dolar Amerika
Serikat) atau ekuivalennya per bulan per Nasabah melalui
Transaksi Spot;
b. sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat)
atau ekuivalennya per bulan per Nasabah melalui Transaksi
Derivatif.
2. Setelah ketentuan butir I.12 ditambahkan 1 (satu) butir, yaitu butir
I.13 yang berbunyi sebagai berikut:
13. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah kepada
Bank dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perhitungan 1 (satu) bulan didasarkan pada bulan kalender,
yaitu sejak tanggal permulaan bulan kalender sampai dengan
tanggal berakhirnya bulan kalender.
Contoh:
Pada tanggal 2 November 20xx, Nasabah melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot sebesar USD10,000.00. Pada tanggal 4 November 20xx,
Nasabah kembali melakukan melakukan pembelian valuta
asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar
USD15,000.00 dan melalui transaksi forward sebesar
USD30,000.00. Selanjutnya pada tanggal 6 November 20xx,
Nasabah kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah melalui transaksi forward sebesar USD70,000.00.
Seluruh transaksi tersebut telah mencapai batas maksimum
yang diperhitungkan sebagai transaksi pembelian valuta asing
terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi pada bulan
November 20xx, yaitu Transaksi Spot sebesar USD25,000.00
dan Transaksi Derivatif sebesar USD100,000.00.
Nasabah dapat kembali melakukan pembelian valuta asing
terhadap Rupiah tanpa Underlying Transaksi melalui
Transaksi Spot dan Transaksi Derivatif paling banyak sebesar
threshold pada bulan berikutnya.
b. Perhitungan nominal transaksi pembelian valuta asing
terhadap Rupiah didasarkan pada jenis transaksi (Transaksi
Spot dan Transaksi Derivatif).
Contoh: …
3
`
Contoh:
Pada tanggal 11 November 20xx, Nasabah melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot sebesar USD10,000.00. Kemudian Nasabah melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward pada tanggal 17 November 20xx sebesar
USD20,000.00. Pada tanggal 18 November 20xx, Nasabah
kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah
melalui Transaksi Spot sebesar USD15,000.00 dan melalui
transaksi call option sebesar USD40,000.00. Perhitungan
transaksi pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh
Nasabah pada akhir bulan November 20xx adalah sebesar
USD25,000.00 melalui Transaksi Spot dan sebesar
USD60,000.00 melalui Transaksi Derivatif (forward dan
option).
c. Perhitungan nominal transaksi didasarkan pada akumulasi
seluruh transaksi dalam 1 (satu) bulan kalender yang
dilakukan oleh masing-masing Nasabah baik secara tunai
maupun non tunai dalam bentuk simpanan valuta asing.
Contoh:
Nasabah A melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah di Bank X melalui Transaksi Spot sebesar
USD5,000.00 pada tanggal 11 November 20xx. Kemudian,
pada tanggal 13 November 20xx Nasabah A melakukan
konversi simpanan Rupiah menjadi simpanan valuta asing
dalam US Dollar dengan cara pembelian valuta asing terhadap
Rupiah melalui Transaksi Spot di Bank X sebesar
USD20,000.00. Selanjutnya, pada tanggal 14 November 20xx
Nasabah A melakukan lagi konversi simpanan Rupiah menjadi
simpanan valuta asing dalam US Dollar dengan cara
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward di Bank X sebesar USD30,000.00. Perhitungan
kumulatif transaksi Nasabah A pada akhir bulan November
20xx adalah sebesar USD25,000.00 untuk pembelian melalui
Transaksi …
4
`
Transaksi Spot dan sebesar USD30,000.00 untuk pembelian
melalui Transaksi Derivatif (forward).
d. Untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah melalui
rekening gabungan (joint account) yang dimiliki lebih dari 1
(satu) Nasabah, jumlah nominal Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah dihitung per rekening gabungan (joint
account).
Contoh:
Nasabah A dan Nasabah B memiliki joint account. Pada tanggal
11 November 20xx, Nasabah A melakukan Transaksi Spot
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui joint account
sebesar USD15,000.00. Atas transaksi tersebut, Nasabah A
tidak wajib menyampaikan dokumen Underlying Transaksi.
Pada tanggal 24 November 20xx, Nasabah B melakukan
Transaksi Spot pembelian valuta asing terhadap Rupiah
melalui joint account yang sama sebesar USD20,000.00. Atas
pembelian valuta asing tersebut, Nasabah B wajib
menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan dokumen
pendukung paling lambat pada tanggal 26 November 20xx
karena jumlah pembelian valuta asing terhadap Rupiah yang
dilakukan melalui joint account pada bulan November 20xx
telah melebihi USD25,000.00, yaitu sebesar USD35,000.00.
3. Ketentuan butir III.20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
20. Nasabah yang melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah paling banyak sebesar threshold yaitu USD25,000.00
untuk Transaksi Spot dan USD100,000.00 untuk Transaksi
Derivatif per bulan per Nasabah, dokumen pendukung berupa
pernyataan tertulis bermeterai cukup atau pernyataan tertulis
yang authenticated disampaikan paling kurang 1 (satu) kali dalam
1 (satu) bulan kalender.
Contoh:
Nasabah B melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah
melalui Transaksi Spot kepada Bank Y pada tanggal 19 November
20xx sebesar USD5,000.00. Atas pembelian ini, Bank Y wajib
meminta …
5
`
meminta Nasabah B untuk menyampaikan dokumen berupa
pernyataan tertulis bermeterai cukup atau pernyataan tertulis
yang authenticated.
Selanjutnya, pada tanggal 26 November 20xx Nasabah B
melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui
Transaksi Spot kepada Bank Y sebesar USD3,000.00. Atas
pembelian ini, Nasabah B tidak wajib menyampaikan kepada
Bank Y dokumen berupa pernyataan tertulis bermeterai cukup
atau pernyataan tertulis yang authenticated karena telah
disampaikan pada transaksi sebelumnya (19 November 20xx).
Pada tanggal 16 Desember 20xx, Nasabah B melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot
kepada Bank Y sebesar USD5,000.00. Atas pembelian ini, Bank Y
wajib memastikan Nasabah B menyampaikan kembali dokumen
berupa pernyataan tertulis bermeterai cukup atau pernyataan
tertulis yang authenticated mengingat transaksi dilakukan dalam
bulan yang berbeda.
4. Ketentuan butir III.22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
22. Dalam hal Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah secara berangsur (bertahap) sehingga melebihi threshold
yaitu USD25,000.00 untuk Transaksi Spot dan USD100,000.00
untuk Transaksi Derivatif dalam 1 (satu) bulan yang sama, maka
dokumen Underlying Transaksi disampaikan untuk pembelian
valuta asing terhadap Rupiah yang melebihi threshold.
Contoh:
a. Pada tanggal 10 November 20xx Nasabah melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot sebesar USD5,000.00. Kemudian pada tanggal 14
November 20xx, Nasabah yang sama melakukan pembelian
valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar
USD10,000.00. Selanjutnya, pada tanggal 19 November 20xx
Nasabah kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar USD32,500.00.
Pembelian …
6
`
Pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot yang dilakukan pada tanggal 19 November 20xx tersebut
telah melampaui batas maksimal pembelian valuta asing
terhadap Rupiah melalui transaksi Spot tanpa Underlying
Transaksi sebesar USD25,000.00. Dengan demikian untuk
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot yang dilakukan pada tanggal 19 November 20xx tersebut,
Bank wajib meminta Nasabah untuk menyediakan dokumen
Underlying Transaksi sebesar USD32,500.00.
b. Pada tanggal 12 November 20xx Nasabah melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward sebesar USD40,000.00.
Kemudian, pada tanggal 17 November 20xx Nasabah yang
sama melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah
melalui transaksi call option sebesar USD50,000.00.
Selanjutnya, pada tanggal 21 November 20xx Nasabah
kembali melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah
melalui transaksi forward sebesar USD22,500.00. Pembelian
yang dilakukan pada tanggal 21 November 20xx tersebut telah
melampaui batas maksimal pembelian valuta asing terhadap
Rupiah melalui Transaksi Derivatif tanpa Underlying
Transaksi sebesar USD100,000.00.
Dengan demikian untuk pembelian melalui transaksi forward
yang dilakukan pada tanggal 21 November 20xx tersebut,
Bank wajib meminta Nasabah untuk menyampaikan
dokumen Underlying Transaksi sebesar USD22,500.00.
5. Ketentuan butir V.2.a diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. Dalam mengenakan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) PBI berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. Besarnya kewajiban membayar adalah 1% (satu persen) dari
nilai nominal transaksi yang dilanggar untuk setiap
pelanggaran dengan jumlah sanksi paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 …
7
`
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Contoh 1:
Pada tanggal 5 September 20xx Nasabah A melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Spot sebesar USD15,000.00. Kemudian, pada tanggal
15 September 20xx Nasabah A melakukan pembelian valuta
asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebesar
USD15,000.00. Total pembelian valuta asing terhadap Rupiah
Nasabah A pada bulan September 20XX adalah sebesar
USD30,000.00. Pembelian valuta asing terhadap Rupiah pada
tanggal 15 September 20xx, tidak didukung dengan dokumen
Underlying Transaksi, sehingga terdapat pelanggaran karena
total Transaksi Spot melebihi threshold sebesar USD5,000.00
tanpa didukung dengan dokumen Underlying Transaksi.
Kurs JISDOR tanggal 15 September 20xx adalah Rp10.000,00.
Atas pelanggaran tersebut, Bank dikenakan sanksi berupa
teguran tertulis dan kewajiban membayar dari nilai nominal
USD5,000.00 x 1% x Rp10.000,00 yaitu sebesar
Rp500.000,00. Namun demikian, karena dalam PBI diatur
bahwa sanksi kewajiban membayar paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 maka Bank dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp10.000.000,00.
Contoh 2:
Pada tanggal 12 September 20xx, Nasabah melakukan
pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward 1 bulan sebesar USD160,000.00. Sampai dengan
5 hari kerja setelah tanggal transaksi, yaitu tanggal 17
September 20xx, Nasabah tidak menyampaikan dokumen
Underlying Transaksi dan dokumen pendukung, sehingga
terdapat pelanggaran karena total transaksi forward melebihi
threshold sebesar USD60,000.00 tanpa didukung dengan
dokumen Underlying Transaksi.
Kurs JISDOR tanggal 17 September 20xx adalah Rp10.000,00.
Atas …
8
`
Atas pelanggaran tersebut, Bank dikenakan sanksi berupa
teguran tertulis dan kewajiban membayar dari nilai nominal
USD60,000.00 x 1% x Rp10.000,00 yaitu sebesar
Rp6.000.000,00. Namun demikian, karena dalam PBI diatur
bahwa sanksi kewajiban membayar paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 maka Bank dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp10.000.000,00.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 30
September 2015
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MIRZA ADITYASWARA
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/23/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik. </reg_title>
<set_date> 30 September 2015 </set_date>
<effective_date> 30 September 2015 </effective_date>
<changed_reg> '16/14/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg>
<extension_of> '17/15/DPM|SE-BI/2015', '17/20/DPM|SE-BI/2015' </extension_of>
<related_reg> '17/13/PBI/2015', '16/14/DPM|SE-BI/2014', '16/16/PBI/2014', '17/15/DPM|SE-BI/2015', '17/20/DPM|SE-BI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Angka 5 Angka 2' </penalty_list>
|
No.3/19/DPNP
Jakarta, 14 Agustus 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal: Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang
dijamin Pemerintah
Menunjuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan atas Simpanan
Pihak Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/5/PBI/2001 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 23; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4082) serta memperhatikan Surat Badan
Penyehatan Perbankan Nasional kepada Bank Indonesia Nomor PROG-
2345/BPPN/0700 tanggal 28 Juli 2000 perihal Penetapan Marjin Suku
Bunga Simpanan Pihak Ketiga dan Maksimum Suku Bunga Pasar Uang
Antar Bank Yang Dijamin oleh Pemerintah, dengan ini diberitahukan
bahwa marjin suku bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin oleh
Pemerintah:
- dalam Rupiah ditetapkan sebesar 400 (empat ratus) basis point;
sedangkan
- dalam valuta asing ditetapkan sebesar 100 (seratus) basis point,
di atas rata-rata suku bunga deposito berjangka dari bank-bank anggota
JIBOR yang dipilih oleh Bank Indonesia.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 3/1/DPNP tanggal 5 Januari 2001 perihal Perubahan atas
Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 14
Agustus 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar maklum.
BANK INDONESIA
MAMAN H. SOMANTRI
DIREKTUR PENELITIAN DAN PENGATURAN
PERBANKAN
DPNP.
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/19/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah </reg_title>
<set_date> 14 Agustus 2001 </set_date>
<effective_date> 14 Agustus 2001 </effective_date>
<replaced_reg> '3/1/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg>
<related_reg> '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998', '3/5/PBI/2001', 'PROG-2345/BPPN/0700|SRT-BPPN/2000' </related_reg>
|
No.13/ 25/DPNP
Jakarta, 25 November 2011
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
29/02/UPPB tanggal 31 Juli 1996 perihal Tatacara
Penerimaan, Penatausahaan, Pelaporan Setoran
Penerimaan Negara dan Pengenaan Sanksi
Sehubungan dengan kedudukan dan kewenangan Bank
Indonesia untuk menetapkan peraturan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4962) dan telah dilakukannya perubahan atas ketentuan instansi yang
mendasari penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
29/02/UPPB tanggal 31 Juli 1996 perihal Tatacara Penerimaan,
Penatausahan, Pelaporan Setoran Penerimaan Negara dan Pengenaan
Sanksi, perlu untuk mencabut Surat Edaran Bank Indonesia
dimaksud.
Berdasarkan…
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Surat Edaran
Bank Indonesia No. 29/02/UPPB tanggal 31 Juli 1996 perihal Tatacara
Penerimaan, Penatausahaan, Pelaporan Setoran Penerimaan Negara
dan Pengenaan Sanksi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 25
November 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
WIMBOH SANTOSO
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/25/DPNP|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Pencabutan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 29/02/UPPB tanggal 31 Juli 1996 perihal Tatacara Penerimaan, Penatausahaan, Pelaporan Setoran Penerimaan Negara dan Pengenaan Sanksi </reg_title>
<set_date> 25 November 2011 </set_date>
<effective_date> 25 November 2011 </effective_date>
<replaced_reg> '29/02/UPPB|SE-BI/1996' </replaced_reg>
<related_reg> '23/UU/1999', '6/UU/2009', '2/PERPPU/2008', '29/02/UPPB|SE-BI/1996' </related_reg>
|
No. 3/ 7 /DLN
Jakarta, 9 Maret 2001
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK DEVISA
DI INDONESIA
Perihal:
Pencabutan Surat Edaran No. 5/163/ULN tanggal 30 Januari 1973
tentang Laporan Mutasi Bulanan Rekening-rekening PMA, Rupiah
PMA dan Dics Rupiah.
-----------------------------------------------------------------------------------
Dalam rangka penyederhanaan laporan bank-bank kepada Bank Indonesia,
dengan ini diberitahukan bahwa Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/163/ULN
tanggal 30 Januari 1973 tentang Laporan Mutasi Bulanan Rekening-rekening
PMA, Rupiah PMA dan Dics Rupiah dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 9 Maret 2001.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
VERONICA W. SULISTYO
DEPUTI DIREKTUR
DLN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/7/DLN|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Pencabutan Surat Edaran No. 5/163/ULN tanggal 30 Januari 1973 tentang Laporan Mutasi Bulanan Rekening-rekening PMA, Rupiah PMA dan Dics Rupiah. </reg_title>
<set_date> 9 Maret 2001 </set_date>
<effective_date> 9 Maret 2001 </effective_date>
<replaced_reg> '5/163/ULN|SE-BI/1973' </replaced_reg>
|
No. 4/ 11 /DASP
Jakarta, 13 Agustus 2002
S U R A T E D A R A N
Perihal
: Hubungan Rekening Giro Antara Bank
Indonesia Dengan Pihak Ekstern
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 2/24/PBI/2000
tanggal 17 November 2000 tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank
Indonesia Dengan Pihak Ekstern sebagaimana telah diubah dengan PBI Nomor
3/11/PBI/2001 tanggal 20 Juni 2001 antara lain diatur bahwa untuk
memperlancar transaksi pembayaran antar Bank, pemerintah dan pihak-pihak
lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia menyediakan
fasilitas pembukaan Rekening Giro kepada pihak-pihak dimaksud. Dengan
berlakunya PBI tersebut maka segala hal yang terkait dengan hubungan
Rekening Giro antara Bank Indonesia baik dalam Rekening Giro Rupiah
maupun dalam Rekening Giro Valas dengan pihak-pihak tersebut di atas,
berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam PBI dimaksud.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu diatur lebih lanjut
prosedur dan tata cara mengenai hubungan Rekening Giro antara Bank
Indonesia dengan pihak ekstern sebagai berikut.
I.
KETENTUAN UMUM
1. Pihak yang dapat membuka Rekening Giro di Bank Indonesia adalah :
a.
Bank;
b.
c.
Instansi pemerintah;
Lembaga keuangan internasional;
d.
Lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu
untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia.
2. Pihak yang dapat membuka Rekening Giro di Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dapat pula membuka Rekening
Giro khusus, antara lain berupa Escrow Account dan Blocked
Account.
3. Bank yang dapat membuka Rekening Giro di Bank Indonesia adalah
setingkat kantor pusat dan kantor cabang. Dalam hal dilakukan
sentralisasi Rekening Giro Bank maka hanya kantor pusat Bank yang
dapat membuka Rekening Giro di Bank Indonesia. Khusus bagi Bank
yang menjalankan kegiatan sebagai Bank konvensional dan Bank
syariah, maka masing-masing unit usaha konvensional dan unit usaha
syariah dapat membuka Rekening Giro baik Rekening Giro Rupiah
maupun Rekening Giro Valas.
4. Instansi pemerintah meliputi pemerintah pusat dan pemerintah daerah
sepanjang Rekening Giro yang bersangkutan digunakan untuk
menampung dan atau mengelola dana yang terkait dengan pelaksanaan
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran
Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). Khusus untuk instansi
pemerintah pusat terdiri dari departemen dan lembaga non departemen
serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dalam pengertian instansi
pemerintah ini tidak termasuk bendaharawan rutin dan bendaharawan
proyek.
5. Lembaga keuangan internasional adalah lembaga-lembaga yang tujuan
pembentukannya untuk meningkatkan kerja sama internasional di
bidang ekonomi dan atau keuangan dimana Pemerintah Republik
Indonesia atau Bank Indonesia menjadi anggota didalamnya, atau
lembaga keuangan tersebut memberi bantuan keuangan kepada
Pemerintah Republik Indonesia atau Bank Indonesia dan lembaga
tersebut mensyaratkan pembukaan rekening pada Bank Indonesia. Pada
saat ini lembaga keuangan internasional tersebut antara lain
International Monetary Funds
(IMF), Asian Development Bank (ADB), International Bank for
Restructuring Development (IBRD) dan International Development
Agency (IDA).
6. Lembaga lain yang dapat membuka Rekening Giro di Bank Indonesia
yaitu sepanjang :
a.
Diperlukan dalam rangka transisi tugas Bank Indonesia di bidang
perbankan, dan di bidang perkreditan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 74 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia. Lembaga yang terkait tugas Bank Indonesia di bidang
perbankan antara lain Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN);
b.
Terkait dengan tugas Bank Indonesia dalam bidang moneter,
perbankan dan sistem pembayaran. Lembaga tersebut antara lain
penyelenggara kliring di luar bank umum, penyelenggara
switching, lembaga penjamin simpanan dan instansi pemerintah di
luar angka 4.
7. Pemegang Rekening Giro terdiri dari :
a. Di Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), untuk Rekening Giro
Rupiah dan Rekening Giro Valas antara lain :
1) Kantor pusat Bank dan unit usaha syariah serta kantor cabang
dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri, yang berada di
wilayah kliring Jakarta;
2) Kantor cabang Bank yang kantor pusatnya berada di wilayah
kliring Kantor Bank Indonesia (KBI);
3) Instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah;
4) Lembaga keuangan internasional;
5) Lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang perlu
untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia.
b. Di KBI, untuk Rekening Giro Rupiah antara lain :
1) Kantor pusat Bank, unit usaha syariah dan kantor cabang Bank
serta
kantor cabang pembantu dari suatu Bank yang berkedudukan di
luar negeri, yang berada di wilayah kliring KBI, kecuali bagi
KBI yang telah menggunakan Sistem Bank Indonesia Real Time
Gross Settlement (Sistem BI-RTGS);
2) Instansi pemerintah daerah yang berada di wilayah KBI.
8. Rekening Giro pada Bank Indonesia tidak dapat dibuka dalam bentuk
rekening gabungan (joint account). Yang dimaksud rekening gabungan
adalah rekening yang dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) pihak, misalnya
antara Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat Jenderal Lembaga
Keuangan Departemen Keuangan.
9. Bank Indonesia tidak memberikan jasa giro atas Rekening Giro yang
ditatausahakan di Bank Indonesia.
II.
TATA CARA PEMBUKAAN REKENING GIRO
A. Penyampaian Permohonan Pembukaan Rekening Giro
1.
Permohonan pembukaan Rekening Giro diajukan
oleh Direksi Bank atau pejabat yang berwenang secara tertulis
sesuai dengan contoh formulir permohonan sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran 1.a dan 1.b kepada :
a.
Bagian Penyelesaian Transaksi Rupiah
(PTR) - Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP),
Bank Indonesia, Jalan MH. Thamrin No. 2 Jakarta 10010, untuk
pembukaan Rekening Giro Rupiah;
b.
Bagian Akunting Devisa (AkDv) - DASP,
Bank Indonesia, Jalan MH Thamrin No. 2 Jakarta 10010, untuk
pembukaan Rekening Giro Valas;
c.
KBI, untuk pembukaan Rekening Giro
Rupiah di KBI.
2.
Permohonan pembukaan Rekening Giro yang penggunaannya
untuk tujuan khusus, disampaikan terlebih dahulu kepada satuan
kerja yang
berkaitan dengan Pemegang Rekening Giro tersebut. Selanjutnya
satuan kerja tersebut akan meneruskan permohonan pembukaan
Rekening Giro kepada DASP dengan tembusan kepada Bagian PTR
- DASP untuk Rekening Giro Rupiah atau Bagian AkDv - DASP
untuk Rekening Giro Valas, Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin No. 2
Jakarta 10010. Contoh : permohonan pembukaan Rekening Giro
yang digunakan untuk menampung dan menyalurkan pinjaman luar
negeri disampaikan kepada Direktorat Luar Negeri Bank Indonesia.
3.
Permohonan pembukaan Rekening Giro, baik untuk
Rekening Giro Rupiah maupun Rekening Giro Valas sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dan 2, disampaikan dengan ketentuan
sebagai berikut :
a.
Bagi Bank, dengan melampirkan :
1)
Foto kopi dokumen yang telah dilegalisasi (dinyatakan
sesuai dengan aslinya) oleh Direksi atau pejabat yang
berwenang, berupa :
a)
Akte pendirian badan hukum,
yang memuat anggaran dasar berikut perubahan-
perubahannya yang telah mendapat pengesahan oleh
instansi yang berwenang termasuk bagi badan hukum
asing sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara
asal badan hukum tersebut;
b)
Surat izin dari instansi yang
berwenang tentang pembukaan kantor pusat dan kantor
cabang Bank;
c)
Surat keputusan dari instansi
d)
yang berwenang di bidang perbankan tentang
peningkatan status Bank menjadi bank devisa, khusus
untuk pembukaan Rekening Giro Valas yang diajukan
oleh suatu Bank yang berkedudukan di dalam negeri;
Surat Kuasa dari kantor pusat
Bank yang berkedudukan di
luar negeri (power of attorney) kepada pejabat Bank
yang telah mendapatkan persetujuan dari Bank Indonesia
(bagi kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan
di luar negeri) beserta terjemahan resmi dalam Bahasa
Indonesia;
e)
Surat Keputusan Gubernur
Bank Indonesia/instansi yang berwenang mengeluarkan
izin usaha Bank.
2)
a)
Foto kopi dokumen yang tidak dilegalisasi, berupa :
Kartu identitas diri dari
Direksi berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin
Mengemudi (SIM) atau paspor, Keterangan Izin Tinggal
Sementara (KITAS), dan Izin Departemen Tenaga Kerja
bagi Warga Negara Asing;
b)
(NPWP) atas nama Bank.
b.
melampirkan :
Foto kopi dokumen, berupa :
1) Surat Keputusan Menteri atau pejabat yang berwenang atas
penunjukan pejabat yang berwenang melakukan kegiatan
yang berkaitan dengan pelaksanaan hubungan Rekening Giro
dengan Bank Indonesia;
Bagi instansi pemerintah, dengan
Nomor Pokok Wajib Pajak
2) Loan Agreement, untuk pembukaan Rekening Giro dalam
rangka pinjaman luar negeri.
c.
Bagi lembaga keuangan internasional,
dengan melampirkan :
Foto kopi dokumen, berupa :
1)
2)
Surat keterangan atau pengangkatan bagi
anggota pengurus dan kuasanya;
Kode teleks dari lembaga keuangan
internasional yang
bersangkutan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan yang
berkaitan dengan hubungan Rekening Giro;
3)
Spesimen Tanda Tangan, untuk pejabat dan
kuasanya yang berwenang untuk melakukan penandatanganan
dokumen dan atau penarikan Rekening Giro, apabila
diperlukan.
d.
Bagi lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang
perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia,
dengan melampirkan :
1)
Foto kopi dokumen yang telah
dilegalisasi (dinyatakan sesuai dengan aslinya) oleh Direksi
atau pejabat yang berwenang, berupa :
a)
Dasar pendirian lembaga lain
tersebut;
b)
Surat keterangan atau
pengangkatan bagi anggota pengurus dan para kuasanya.
2) Foto kopi dokumen yang tidak dilegalisasi, yaitu:
a)
Kartu identitas diri berupa
KTP atau paspor, KITAS, dan Izin Departemen Tenaga
Kerja bagi Warga Negara Asing dari Direksi atau
pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan yang
berkaitan dengan pelaksanaan hubungan Rekening Giro
dengan Bank Indonesia;
b)
lain tersebut.
Asli dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b
(apabila diperlukan), dan huruf d, wajib diperlihatkan kepada
petugas Bank Indonesia pada saat menyampaikan foto kopi
dokumen dimaksud.
B. Persetujuan atau Penolakan atas Permohonan Pembukaan Rekening
Giro
1. Bank Indonesia menyetujui permohonan pembukaan Rekening
Giro
NPWP atas nama lembaga
apabila pemohon telah melengkapi persyaratan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf A. 3.
2. Bank Indonesia menolak permohonan pembukaan Rekening Giro
apabila pemohon :
a.
tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf A. 3.; atau
b.
telah memiliki rekening di Bank Indonesia dan mutasi-
mutasi yang akan dilakukan melalui rekening-rekening yang
bersangkutan dapat ditampung dalam rekening yang telah ada.
3. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis kepada pemohon
mengenai persetujuan atau penolakan atas permohonan pembukaan
Rekening Giro beserta alasannya.
4. Dalam keadaan darurat, Bank Indonesia dapat membuka Rekening
Giro untuk kepentingan pemohon sebelum pemohon melengkapi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf A.3. sepanjang
menurut pertimbangan Bank Indonesia pemohon memenuhi
kriteria sebagai pihak yang dapat memiliki Rekening Giro di Bank
Indonesia.
5. Berdasarkan persetujuan dari Bank Indonesia atas permohonan
pembukaan Rekening Giro, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a.
Bagi Bank :
1) Pemegang Rekening Giro menandatangani surat penegasan
yang bermeterai cukup yang menyatakan telah mengetahui
dan tunduk pada ketentuan Bank Indonesia tentang Hubungan
Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak
Ekstern.
2) Pemegang Rekening Giro menyampaikan :
a)
Tangan
sebagaimana contoh dalam Lampiran 2 untuk Direksi
Bank atau pejabat yang berwenang (bagi kantor Bank
dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri) serta
kuasanya yang berwenang untuk melakukan
penandatanganan dokumen dan atau penarikan Rekening
Giro;
b)
Asli dokumen berupa :
(1) Surat Kuasa Penarikan Cek Bank Indonesia (Cek
BI) dan atau Bilyet Giro Bank Indonesia (BG BI);
(2) Surat Kuasa Pengambilan buku Cek BI dan BG BI;
(3) Surat Kuasa Pengambilan Rekening Koran;
(4) Surat Kuasa Penyerahan Authenticator Text (AT)
peserta dan Pengambilan AT penyelenggara (apabila
Surat Pemberitahuan Pembuatan Spesimen Tanda
diperlukan);
Contoh surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b)
angka (1) sampai dengan angka (4) sebagaimana pada
Lampiran 3.a, 3.b, 3.c dan 3.d
c)
Contoh stempel yang digunakan dalam rangka
pelaksanaan kegiatan dalam hubungan Rekening Giro
dengan Bank Indonesia, bagi Bank yang
mempersyaratkan pembubuhan stempel pada warkat.
Sedangkan bagi Bank yang tidak mempersyaratkannya,
wajib menyampaikan surat pernyataan kepada Bank
Indonesia bahwa warkat tersebut tidak perlu dibubuhi
stempel.
d)
Foto kopi surat yang telah dilegalisasi oleh pejabat
yang berwenang, berupa :
(1)
Surat pengangkatan
pejabat Bank/pemimpin cabang dari kantor pusat
Bank;
(2)
Surat keputusan dari
instansi yang berwenang di bidang perbankan bagi
pejabat Bank yang pengangkatannya memerlukan
persetujuan dari instansi tersebut.
e)
Foto kopi kartu identitas diri berupa KTP, SIM atau
paspor, KITAS, dan Izin Departemen Tenaga Kerja bagi
Warga Negara Asing, dari pejabat dan petugas yang
diberi kuasa untuk melakukan kegiatan yang berkaitan
dengan pelaksanaan hubungan Rekening Giro antara
Bank Indonesia dengan Pihak Ekstern di Bank
Indonesia.
b.
Bagi instansi pemerintah
1) Pemegang Rekening Giro menandatangani surat penegasan
yang bermeterai cukup yang menyatakan telah mengetahui
dan tunduk pada ketentuan Bank Indonesia tentang Hubungan
Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak
Ekstern.
2) Pemegang Rekening Giro menyampaikan :
a)
b)
Surat Pemberitahuan Pembuatan Spesimen Tanda
Tangan sebagaimana contoh dalam Lampiran 2 untuk
pejabat yang berwenang dan kuasanya yang berwenang
untuk melakukan penandatanganan dokumen dan atau
penarikan Rekening Giro;
Asli dokumen berupa :
(1) Surat Kuasa/Surat Keputusan/Surat Menteri/Pejabat
yang berwenang atas penunjukan pejabat yang
berwenang untuk melakukan penarikan Cek BI dan
atau BG BI;
(2) Surat Kuasa Pengambilan buku Cek BI dan atau BG
BI;
(3) Surat Kuasa Pengambilan Rekening Koran;
Contoh surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b)
angka (1) sampai dengan angka (3) sebagaimana pada
Lampiran 3.a, 3.b dan 3.c
c)
Contoh stempel yang digunakan dalam rangka
pelaksanaan kegiatan dalam hubungan Rekening Giro
dengan Bank Indonesia, apabila dipersyaratkan
pembubuhan stempel pada warkat. Namun apabila tidak
dipersyaratkan, harus dibuat surat pernyataan kepada
Bank Indonesia bahwa warkat tersebut tidak perlu
dibubuhi stempel.
c.
Bagi lembaga keuangan internasional :
Pemegang Rekening Giro menandatangani surat penegasan yang
bermeterai cukup yang menyatakan telah mengetahui dan tunduk
pada ketentuan Bank Indonesia tentang Hubungan Rekening
Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern, apabila
diperlukan.
d.
Bagi lembaga lain yang menurut Bank Indonesia dipandang
perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank Indonesia :
1) Pemegang Rekening Giro menandatangani surat penegasan
sebagaimana contoh dalam Lampiran 2 yang bermeterai
cukup yang menyatakan telah mengetahui dan tunduk pada
ketentuan Bank Indonesia tentang Hubungan Rekening Giro
Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern.
2) Pemegang Rekening Giro menyampaikan :
a) Surat Pemberitahuan Pembuatan Spesimen Tanda
Tangan sebagaimana contoh dalam Lampiran 2 untuk
pejabat yang berwenang dan kuasanya yang berwenang
untuk melakukan penandatanganan dokumen dan atau
penarikan Rekening Giro;
b) Asli dokumen berupa :
(1)
(2)
(3)
Surat Kuasa
Penarikan Cek BI dan atau BG BI;
Surat Kuasa
Pengambilan buku Cek BI dan atau BG BI;
Surat Kuasa
Pengambilan Rekening Koran;
Contoh surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b)
angka (1) sampai dengan angka (3) sebagaimana pada
Lampiran 3.a, 3.b dan 3.c.
Dalam hal lembaga lain yang menurut Bank Indonesia
dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di
Bank Indonesia adalah instansi pemerintah, Surat Kuasa
sebagaimana dimaksud dalam huruf b) angka (1) sampai
dengan (3) dapat berupa Surat Keputusan/Surat
Menteri/Pejabat yang berwenang atas penunjukan
pejabat yang berwenang untuk melakukan penarikan.
c) Contoh stempel yang digunakan dalam rangka
pelaksanaan kegiatan dalam hubungan Rekening Giro
dengan Bank Indonesia, apabila dipersyaratkan
pembubuhan stempel pada warkat. Namun apabila tidak
dipersyaratkan, wajib menyampaikan surat pernyataan
kepada Bank Indonesia bahwa warkat tersebut tidak
perlu dibubuhi stempel.
Contoh surat penegasan sebagaimana dimaksud dalam angka 5
huruf a sampai dengan huruf d sebagaimana pada Lampiran 4.
III. SPESIMEN TANDA TANGAN
A. Pembuatan Spesimen Tanda Tangan
1.
Yang diwajibkan untuk membuat Spesimen
Tanda Tangan di Bank Indonesia adalah :
a. Pemegang Rekening Giro, yang diwakili oleh Direksi Bank atau
pejabat yang berwenang dari instansi pemerintah, lembaga
keuangan internasional atau lembaga lain;
b. Penerima kuasa dari Pemegang Rekening Giro yang berwenang
untuk melakukan penarikan lebih dari 1 (satu) kali penarikan;
c. Penerima kuasa dari pihak yang diberi kuasa dengan hak
substitusi oleh Pemegang Rekening Giro, khusus untuk
melakukan penarikan lebih dari 1 (satu) kali penarikan.
Bagi penarik Rekening Giro yang diberi kuasa hanya untuk
melakukan 1 (satu) kali penarikan tidak perlu membuat Spesimen
Tanda Tangan di Bank Indonesia.
2.
Pihak-pihak yang melakukan pembuatan
Spesimen Tanda Tangan sebagaimana dimaksud dalam huruf A.1.
masing-masing wajib membuat 3 (tiga) Spesimen Tanda Tangan
pada setiap lembar formulir khusus yang disediakan oleh Bank
Indonesia dan dibuat rangkap 2 (dua) atau 3 (tiga) sesuai dengan
kebutuhan masing-masing kantor Bank Indonesia.
3.
Bagi Bank, pembuatan Spesimen Tanda
Tangan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dilakukan di hadapan
pejabat Bank Indonesia.
4.
Bagi lembaga keuangan internasional,
Spesimen Tanda Tangan disampaikan bersamaan dengan
permohonan pembukaan Rekening Giro.
5.
Jumlah penarik Rekening Giro yang wajib
membuat Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia dan disetujui
oleh Bank Indonesia ditetapkan oleh Bank Indonesia dengan
memperhatikan keperluan Pemegang Rekening Giro.
6.
Pemegang Rekening Giro yang memiliki
lebih dari 1 (satu) Rekening
Giro wajib memiliki Spesimen Tanda Tangan untuk masing-masing
Rekening Giro dimaksud, misalnya Departemen Keuangan
memiliki lebih dari 1 (satu) rekening untuk proyek yang berbeda
maka untuk setiap rekening wajib dilengkapi Spesimen Tanda
Tangan.
7.
Dalam hal terdapat perbedaan nama yang
tercantum pada kartu identitas diri dengan nama yang tercantum
pada dokumen yang dipersyaratkan dan atau perbedaan tanda tangan
yang tercantum pada kartu identitas diri dengan Spesimen Tanda
Tangan, maka yang bersangkutan wajib membuat pernyataan tertulis
yang ditandatangani di atas meterai cukup dan diketahui oleh
pejabat yang berwenang yang mempunyai Spesimen Tanda Tangan
di Bank Indonesia.
B. Perubahan Data Spesimen Tanda Tangan
1. Perubahan data Spesimen Tanda Tangan dilakukan karena adanya
perubahan tanda tangan dan atau kewenangan dari pejabat yang
sama.
2. Perubahan data Spesimen Tanda Tangan wajib diberitahukan secara
tertulis oleh Pemegang Rekening Giro kepada Bank Indonesia.
3. Dalam hal terdapat perubahan tanda tangan dari pejabat yang sama,
maka yang bersangkutan wajib membuat Spesimen Tanda Tangan
baru sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf
A.
4. Dalam hal Pemegang Rekening Giro tidak memberitahukan
perubahan data Spesimen Tanda Tangan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2, maka data yang telah ada dianggap masih berlaku.
C. Pencabutan Spesimen Tanda Tangan
1.
Pencabutan Spesimen Tanda Tangan
dilakukan karena adanya pencabutan kewenangan dari pihak yang
memiliki Spesimen Tanda Tangan.
2.
Pencabutan kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 wajib diberitahukan secara tertulis kepada
Bank Indonesia oleh Pemegang Rekening Giro atau pihak pemberi
kuasa sebelumnya.
3.
Dalam hal Pemegang Rekening Giro tidak
memberitahukan pencabutan kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2, maka Spesimen Tanda Tangan yang telah ada
dianggap masih berlaku.
4.
Pencabutan kewenangan berlaku efektif
terhitung sejak tanggal yang ditetapkan dalam surat pemberitahuan
perihal pencabutan Spesimen Tanda Tangan. Dalam hal surat
pemberitahuan diterima setelah tanggal yang ditetapkan, maka
tanggal berlakunya pencabutan kewenangan sesuai dengan tanggal
diterimanya surat oleh Bank Indonesia.
IV.
A.
1.
2.
PENYETORAN KE REKENING GIRO
Ketentuan Penyetoran ke Rekening Giro
Penyetoran ke Rekening Giro adalah setiap
penambahan dana atau pengkreditan pada Rekening Giro.
Penyetoran ke Rekening Giro dilakukan sebagai
berikut :
a.
Penyetoran ke Rekening Giro Rupiah
dilakukan secara tunai, pemindahbukuan atau transfer. Dalam hal
ini yang dimaksud dengan transfer termasuk transaksi antar
kantor dan kliring;
b.
3.
Penyetoran ke Rekening Giro Valas
dilakukan secara pemindahbukuan atau transfer.
B.
Penyetoran ke Rekening Giro Rupiah dan ke
Rekening Giro Valas dapat dilakukan oleh Pemegang Rekening
Giro atau oleh bukan Pemegang Rekening Giro.
Tata Cara Penyetoran ke Rekening Giro Rupiah
1. Penyetoran ke Rekening Giro Bank
a. Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS
Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS dilakukan sesuai dengan
prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement.
b. Penyetoran tidak melalui Sistem BI-RTGS
1) Penyetoran tunai dilakukan dengan formulir Surat Setoran
Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI-405 (BIASA) langsung
melalui Satuan Kerja Kas di Bank Indonesia sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di bidang pengedaran uang;
2) Penyetoran dengan pemindahbukuan dilakukan dengan
menggunakan sarana berupa BG BI atau formulir Surat
Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI-405 (BIASA)
yang dilampiri dengan Cek atau Bilyet Giro (BG) yang
diperoleh Pemegang Rekening Giro dari Bank lain;
3) Penyetoran dengan transfer dilakukan dengan menggunakan
BG BI serta menggunakan SWIFT atau teleks.
2. Penyetoran ke Rekening Giro instansi pemerintah
a. Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS
Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS dilakukan sesuai dengan
prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement.
b. Penyetoran tidak melalui Sistem BI-RTGS
1)
Penyetoran tunai dilakukan dengan
formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI-
405 (BIASA) langsung melalui Satuan Kerja Kas di Bank
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang
pengedaran uang;
2)
Penyetoran dengan pemindahbukuan
dilakukan dengan menggunakan sarana berupa BG BI atau
formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI-
405 (BIASA) yang dilampiri dengan Cek atau BG yang
diperoleh Pemegang Rekening Giro dari Bank;
3)
Penyetoran dengan transfer dilakukan
dengan menggunakan BG BI atau formulir warkat standar
intern Bank Indonesia yang dilampiri dengan surat
permintaan transfer;
3. Penyetoran ke Rekening Giro lembaga keuangan internasional
a.
Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS
b.
Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS dilakukan sesuai dengan
prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement.
Penyetoran tidak melalui Sistem BI-RTGS
1)
Penyetoran secara tunai dilakukan dengan
formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI-
405 (BIASA) langsung melalui Satuan Kerja Kas di Bank
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang
pengedaran uang;
2)
Penyetoran dengan pemindahbukuan
dilakukan dengan menggunakan sarana berupa BG BI atau
formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI-
405 (BIASA) yang dilampiri dengan Cek atau BG yang
diperoleh dari Bank;
3)
BG BI;
Penyetoran dengan cara transfer dilakukan
dengan menggunakan sarana :
a)
b)
Warkat standar intern Bank Indonesia yang dibuat
oleh satuan kerja yang berkaitan dengan Pemegang
Rekening Giro lembaga keuangan internasional, yang
didasarkan atas teleks atau surat permintaan transfer
dari Pemegang Rekening Giro tersebut;
c)
Surat Perintah Membayar (SPM) apabila dilakukan
oleh Departemen Keuangan.
4. Penyetoran ke Rekening Giro lembaga lain yang menurut Bank
Indonesia dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di
Bank Indonesia
a. Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS
Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS dilakukan sesuai dengan
prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement.
b. Penyetoran tidak melalui Sistem BI-RTGS
1) Penyetoran secara tunai dilakukan dengan formulir Surat
Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan BI-405 (BIASA)
langsung melalui Satuan Kerja Kas di Bank Indonesia sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di bidang pengedaran uang;
2) Penyetoran dengan pemindahbukuan dilakukan dengan
menggunakan sarana Rekening Giro Rupiah berupa BG BI
atau formulir Surat Setoran Tunai/Kliring/Pemindahbukuan
BI-405 (BIASA) yang dilampiri dengan Cek atau BG yang
diperoleh dari Bank;
3) Penyetoran dengan transfer dilakukan dengan menggunakan
BG BI atau formulir warkat standar intern Bank Indonesia
yang dilampiri dengan surat permintaan transfer apabila
diperlukan.
C.
Tata Cara Penyetoran ke Rekening Giro Valas
1. Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS
Penyetoran melalui Sistem BI-RTGS dilakukan sesuai dengan
prosedur sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia
perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement.
2. Penyetoran tidak melalui Sistem BI-RTGS
a. Penyetoran dengan pemindahbukuan dilakukan dengan
menggunakan sarana Rekening Giro Valas berupa SWIFT
atau
warkat standar intern Bank Indonesia yang dibuat oleh satuan
kerja yang berkaitan dengan Pemegang Rekening Giro, yang
didasarkan atas teleks atau surat permintaan transfer dari
Pemegang Rekening Giro tersebut. Khusus untuk rekening
obligo, pemindahbukuan dilakukan dengan menggunakan Surat
Perintah Membayar Giro Bank (SPMGB).
b. Penyetoran dengan transfer dilakukan dengan menggunakan
SWIFT atau warkat standar intern Bank Indonesia yang dibuat
oleh satuan kerja yang berkaitan dengan Pemegang Rekening
Giro, yang didasarkan atas teleks dari Pemegang Rekening Giro
tersebut.
V. PENARIKAN REKENING GIRO
A.
1.
Ketentuan dan Persyaratan Penarikan
Penarikan Rekening Giro dapat dilakukan oleh
Pemegang Rekening Giro atau pihak-pihak yang diberi kuasa oleh
Pemegang Rekening Giro baik dengan hak substitusi maupun tanpa
hak substitusi.
2.
3.
Pemegang Rekening Giro bertanggung jawab atas
penyalahgunaan sarana penarikan Rekening Giro.
Bank Indonesia bertanggung jawab atas kebenaran
pembukuan transaksi sesuai dengan perintah penarikan Rekening
Giro.
4.
Kuasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dapat
diberikan untuk melakukan 1 (satu) kali penarikan atau lebih dari 1
(satu) kali penarikan. Dalam hal kuasa diberikan untuk 1 (satu) kali
penarikan maka penerima kuasa atau penerima kuasa substitusi
tidak perlu membuat Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia.
Dalam hal kuasa diberikan untuk melakukan lebih dari 1 (satu) kali
penarikan maka penerima kuasa atau penerima kuasa substitusi
tersebut wajib membuat Spesimen Tanda Tangan di Bank Indonesia.
5.
Surat kuasa yang diberikan oleh Pemegang
Rekening Giro dianggap masih berlaku selama tidak ada
pemberitahuan tertulis yang secara resmi telah diterima oleh
Bagian PTR, Bagian AkDv atau KBI mengenai perubahan atau
pencabutan surat kuasa tersebut.
6.
Pemegang Rekening Giro dapat mensyaratkan
7.
bahwa setiap penarikan Rekening Giro dengan menggunakan warkat
pembukuan harus ditandatangani oleh lebih dari 1 (satu) orang.
Dalam hal penarikan Rekening Giro dilakukan
dengan menggunakan Warkat Pembukuan maka Bank Indonesia
melakukan pencocokan antara tanda tangan yang tercantum dalam
Warkat Pembukuan dengan Spesimen Tanda Tangan yang
disampaikan oleh Pemegang Rekening Giro kepada Bank
Indonesia.
8.
Dalam hal penarikan Rekening Giro dilakukan
dengan menggunakan sarana elektronik maka Bank Indonesia tidak
melakukan pencocokan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam
angka 7, tetapi kegiatan pencocokan tersebut dilakukan dengan cara
lain yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia tersendiri.
9.
Dalam hal terdapat persyaratan bahwa penarikan
Rekening Giro khusus wajib memperoleh persetujuan dari instansi
tertentu, maka pejabat dari instansi tersebut wajib membuat
Spesimen Tanda Tangan.
10.
Persyaratan tambahan dalam pelaksanaan penarikan
Rekening Giro, wajib disampaikan kepada Bank Indonesia pada saat
permohonan pembukaan Rekening Giro.
11.
Bank Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap
pemenuhan persyaratan tambahan yang ditetapkan oleh Pemegang
Rekening Giro untuk pelaksanaan penarikan Rekening Giro,
kecuali untuk Rekening Giro khusus.
B.
Tata Cara Penarikan Rekening Giro Rupiah
1. Penarikan Rekening Giro Bank
Sarana yang digunakan untuk melakukan penarikan Rekening Giro
Rupiah adalah Cek BI, BG BI, sarana elektronik, atau sarana lain
dengan ketentuan sebagai berikut :
a.
Cek BI
Dalam menggunakan sarana Cek BI, berlaku ketentuan sebagai
berikut :
1) Cek BI wajib diisi secara lengkap sesuai dengan ketentuan
formal cek yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (KUHD);
2) Cek BI hanya akan dibayarkan apabila telah diisi secara
lengkap sesuai dengan ketentuan formal cek pada saat
diserahkan kepada Satuan Kerja Kas di Bank Indonesia;
3) Sebelum lembaran Cek BI dalam buku Cek BI digunakan,
Pemegang Rekening Giro wajib menyerahkan kepada Bank
Indonesia lembar pertama buku Cek BI yang telah
ditandatangani oleh Pemegang Rekening Giro atau penerima
kuasa yang telah memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank
Indonesia. Lembar pertama buku Cek BI merupakan bukti
yang menunjukkan bahwa Pemegang Rekening Giro telah
menerima dari Bank Indonesia 1 (satu) buku Cek BI dengan
jumlah helai dan nomor seri warkat sesuai dengan yang
tercantum pada buku Cek BI tersebut;
4) Dalam hal Pemegang Rekening Giro tidak menyerahkan
lembar pertama buku Cek BI sebagaimana dimaksud dalam
angka 3) maka Cek BI tersebut tidak dapat digunakan untuk
melakukan penarikan atas Rekening Giro;
5) Penarikan Rekening Giro dengan menggunakan Cek BI
dilakukan pada jadwal layanan kas yang telah ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
b. BG BI
Dalam menggunakan sarana BG BI, berlaku ketentuan sebagai
berikut :
1) BG BI diisi sesuai dengan ketentuan formal BG BI yang
berlaku;
2) BG BI hanya akan diperhitungkan apabila telah diisi secara
lengkap sesuai dengan ketentuan formal BG BI pada saat
diserahkan kepada Bank Indonesia atau kepada penerima
dana yang kemudian menyetorkan kepada Satuan Kerja
Akunting Bank Indonesia;
3) Penarikan Rekening Giro dengan menggunakan BG BI hanya
ditujukan kepada 1 (satu) penerima dana;
4) Sebelum lembaran BG BI dalam buku BG BI digunakan,
Pemegang Rekening Giro wajib menyerahkan kepada Bank
Indonesia lembar pertama buku BG BI yang telah
ditandatangani oleh Pemegang Rekening Giro atau penerima
kuasa yang memiliki Spesimen Tanda Tangan di Bank
Indonesia. Lembar pertama buku BG BI merupakan bukti
yang menunjukkan bahwa Pemegang Rekening Giro telah
menerima dari Bank Indonesia satu buku BG BI dengan
jumlah helai dan nomor seri warkat sesuai dengan yang
tercantum pada buku BG BI tersebut;
5) Dalam hal Pemegang Rekening Giro tidak menyerahkan
lembar pertama buku BG BI sebagaimana dimaksud dalam
angka 4) maka BG BI tersebut tidak dapat digunakan untuk
melakukan
penarikan atas Rekening Giro;
6) Penarikan atas beban Rekening Giro dengan menggunakan
BG BI dilakukan sesuai dengan jadwal pelayanan loket
akunting yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
c.
Sarana Elektronik
Dalam menggunakan sarana elektronik, berlaku ketentuan
sebagai berikut :
1) Penarikan dengan menggunakan sarana elektronik hanya
dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang telah menjadi anggota
dari sistem yang menggunakan sarana elektronik yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia;
2) Tatacara dan prosedur penggunaan sarana elekronik diatur
tersendiri dalam ketentuan yang mengatur mengenai sistem
elektronik.
d.
Sarana Lainnya
Sarana lain dalam penarikan Rekening Giro antara lain berupa
teleks atau telepon yang dilengkapi dengan angka rahasia
disertai faksimili yang dilengkapi dengan angka rahasia yang
digunakan sebagai pembukuan hasil kliring yang digunakan oleh
Bank penyelenggara kliring lokal di tempat yang tidak terdapat
KBI.
2. Penarikan Rekening Giro instansi pemerintah
a. Sarana yang digunakan untuk melakukan penarikan Rekening
Giro Rupiah adalah Cek BI, BG BI, sarana elektronik, atau
sarana lain.
b. Tata cara penggunaan Cek BI, BG BI, dan sarana elektronik
untuk penarikan Rekening Giro oleh instansi pemerintah adalah
sebagaimana diatur dalam angka 1 huruf a, huruf b. 1), 2), 4) dan
5) serta huruf c.
c. Penarikan Rekening Giro dengan menggunakan BG
BI
dimungkinkan untuk ditujukan kepada beberapa penerima
dana yang rincian penerima dana dan nominalnya tercantum
dalam lampiran BG BI tersebut. Nominal yang tercantum dalam
BG BI tersebut merupakan jumlah keseluruhan dari nominal
dalam lampiran.
d. Sarana lain yang digunakan untuk penarikan Rekening Giro oleh
instansi pemerintah berupa sarana penarikan Rekening Giro
yang telah distandarisasi oleh pemerintah dan telah disetujui
oleh Bank Indonesia. Warkat standar yang saat ini telah
diterbitkan oleh Departemen Keuangan yang dapat diterima oleh
Bank Indonesia sebagai sarana pembebanan Rekening Giro
instansi tersebut antara lain terdiri dari :
1) SPMGB adalah warkat standar yang diterbitkan oleh
Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dan KPKN yang sekota
dengan KBI;
2) Surat Perintah Bayar-Surat Perintah Membayar (SPB-SPM)
adalah warkat standar yang diterbitkan oleh KPKN yang
tidak sekota dengan KBI (KPKN non-Bank Indonesia).
3) Surat permintaan pemindahan dana dalam valuta asing dari
instansi pemerintah yang memerlukan tindak lanjut dari
Bank Indonesia berupa konversi nominal dari valuta asing ke
dalam rupiah.
e. Penarikan Rekening Giro dengan menggunakan SPMGB hanya
ditujukan kepada 1 (satu) penerima dana.
f. Dalam hal sarana lain yang digunakan adalah warkat yang bukan
merupakan sarana sebagaimana dimaksud dalam huruf d maka
surat tersebut wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Warkat tersebut sekurang-kurangnya memuat klausula
sebagai berikut :
a)
perintah bayar;
b) nomor dan nama Rekening Giro yang didebet di Bank
Indonesia dan atau nomor dan nama Rekening Giro
yang dikredit di Bank Indonesia;
c) nomor, nama Rekening Giro dan Pemegang Rekening
Giro pada Bank yang dituju;
nominal dan terbilang.
d)
2) Warkat dibuat dengan spesifikasi sebagai berikut :
a)
b)
kertas surat yang distandardisasi sesuai ketentuan
intern instansi yang bersangkutan;
terdapat logo dari instansi yang bersangkutan.
3) Contoh warkat yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1) dan angka 2) sebelum digunakan
wajib terlebih dahulu disampaikan sebanyak 3 (tiga) lembar
kepada DASP Bank Indonesia cq. Biro Pengembangan
Sistem Pembayaran Nasional (Biro PSPN) untuk
mendapatkan persetujuan.
4) Dalam hal Bank Indonesia telah menyetujui contoh warkat
sebagaimana dimaksud dalam angka 3), maka Bank
Indonesia akan menyampaikan pemberitahuan atas
persetujuan tersebut dengan melampirkan 1 (satu) lembar
contoh warkat dimaksud.
3. Penarikan Rekening Giro lembaga keuangan internasional
a. Sarana yang digunakan untuk melakukan penarikan Rekening
Giro Rupiah adalah Cek BI, BG BI, sarana elektronik, atau
sarana lain.
b. Tata cara penggunaan Cek BI, BG BI, dan sarana elektronik
untuk penarikan Rekening Giro oleh lembaga keuangan
internasional adalah sebagaimana diatur dalam angka 1 huruf a,
huruf b, dan huruf c.
c. Sarana lain yang digunakan untuk melakukan penarikan
Rekening Giro Rupiah adalah warkat standar intern Bank
Indonesia yang dibuat oleh satuan kerja yang berkaitan dengan
Pemegang Rekening Giro lembaga keuangan internasional, yang
didasarkan atas teleks atau surat permintaan transfer dari
Pemegang Rekening Giro tersebut;
4. Penarikan Rekening Giro lembaga lain
a. Sarana yang digunakan untuk melakukan penarikan Rekening
Giro Rupiah oleh lembaga lain yang menurut Bank Indonesia
dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro di Bank
Indonesia adalah Cek BI, BG BI, sarana elektronik, atau sarana
lain;
b. Tata cara penggunaan Cek BI, BG BI, sarana elektronik, atau
sarana lain adalah sebagaimana diatur dalam angka 1 huruf a,
huruf b, huruf c dan angka 2 huruf f.
C.
Tata Cara Penarikan Rekening Giro Valas
1. Penarikan Rekening Giro Bank
a. Penarikan Rekening Giro Valas hanya dapat dilakukan melalui
pemindahbukuan dengan menggunakan sarana SWIFT atau
teleks;
b. Permintaan penarikan Rekening Giro Valas dapat dilaksanakan
apabila permintaan dimaksud telah diterima oleh Bank Indonesia
paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal valuta.
2. Penarikan Rekening Giro instansi pemerintah
Penarikan Rekening Giro Valas oleh Departemen Keuangan
dilakukan dengan menggunakan sarana :
a. SPMGB adalah warkat standar yang diterbitkan oleh KPKN
yang sekota dengan KBI dan DJA dalam rangka melakukan
pembayaran kepada rekanan atau pihak lainnya atas beban
rekening yang bersangkutan atau untuk diperhitungkan dengan
rekening khusus. Bentuk/format SPMGB yang digunakan untuk
penarikan Rekening Giro Valas wajib memperoleh persetujuan
dari Bank Indonesia;
b. SPB-SPM adalah warkat standar yang diterbitkan oleh KPKN
yang tidak sekota dengan KBI (non-BI) dalam rangka melakukan
pembayaran kepada rekanan atau pihak lainnya yang selanjutnya
diperhitungkan dengan rekening khusus di KPBI. Bentuk/format
SPMGB yang digunakan untuk penarikan Rekening Giro Valas
wajib memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia;
c. Surat Perintah Membayar Rekening Khusus (SPMRK) adalah
warkat yang diterbitkan oleh DJA yang disampaikan ke KPBI
untuk membebani rekening khusus dalam valuta asing.
Bentuk/format SPMRK yang digunakan untuk penarikan
Rekening Giro Valas wajib memperoleh persetujuan Bank
Indonesia.
d. Surat Kuasa membayar atas beban rekening khusus untuk
Letter of Credit (SPMRK L/C) adalah warkat yang diterbitkan
oleh DJA yang disampaikan kepada KPBI untuk membebani
rekening khusus untuk Letter of Credit. Bentuk/format
SPMRK L/C wajib memperoleh persetujuan Bank Indonesia.
Untuk instansi pemerintah di luar Departemen Keuangan,
penarikan terhadap Rekening Giro Valas dilakukan dengan
menggunakan sarana warkat yang distandarisasi yang memenuhi
ketentuan sebagaimana diatur dalam huruf B angka 2 huruf f.
3. Penarikan Rekening Giro lembaga keuangan internasional
Penarikan Rekening Giro Valas oleh lembaga keuangan
internasional hanya dapat dilakukan melalui pemindahbukuan
dengan menggunakan sarana SWIFT atau warkat standar intern Bank
Indonesia yang dibuat oleh satuan kerja yang berkaitan dengan
Pemegang Rekening Giro lembaga keuangan internasional,
yang didasarkan atas teleks dari
Pemegang Rekening Giro tersebut.
4. Penarikan Rekening Giro lembaga lain
Penarikan Rekening Giro Valas oleh lembaga lain yang menurut
Bank Indonesia dipandang perlu untuk mempunyai Rekening Giro
di Bank Indonesia, dilakukan melalui pemindahbukuan dengan
menggunakan sarana SWIFT atau teleks.
VI. PENGGUNAAN CEK BI/BG BI DAN CARA MEMPEROLEH BUKU
CEK BI/BG BI
1. Cek BI hanya dapat digunakan untuk keperluan penarikan tunai atas
beban Rekening Giro Rupiah.
2. BG BI digunakan untuk keperluan pemindahan dana dari satu Rekening
Giro Rupiah ke Rekening Giro Rupiah lainnya.
3. Cek BI dan BG BI dicetak sesuai dengan spesifikasi warkat
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia perihal Warkat,
Dokumen Kliring dan Pencetakannya pada Perusahaan Pencetakan
Dokumen Sekuriti yang berlaku.
4. Dalam hal penarikan atas Rekening Giro dilakukan dengan
menggunakan Cek BI atau BG BI maka buku Cek BI atau BG BI dapat
diperoleh di Bank Indonesia sesuai dengan kebutuhan.
5. Permintaan buku Cek BI atau BG BI wajib dilakukan oleh orang yang
berwenang melakukan penarikan atas Rekening Giro dan mempunyai
Spesimen Tanda Tangan yang masih berlaku di Bank Indonesia, dengan
ketentuan sebagai berikut :
a.
Bagi pihak-pihak yang baru pertama kali mengajukan
permohonan pembukaan Rekening Giro, permintaan buku Cek BI
atau BG BI dilakukan dengan cara mengisi formulir khusus
permintaan buku Cek BI atau BG BI sebagaimana contoh dalam
Lampiran 5;
b.
Bagi Pemegang Rekening Giro yang telah memiliki Rekening
Giro, permintaan buku Cek BI atau BG BI dilakukan dengan cara
mengisi formulir khusus permintaan buku cek atau bilyet giro yang
terdapat di dalam buku Cek BI atau BG BI. Dalam hal formulir
khusus tersebut hilang atau rusak, maka permintaan buku Cek BI
atau BG BI berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a.
6. Pengambilan buku Cek BI atau BG BI wajib dilakukan oleh orang yang
berwenang melakukan penarikan atas Rekening Giro dan mempunyai
Spesimen Tanda Tangan yang masih berlaku di Bank Indonesia atau
oleh orang yang diberi kuasa khusus secara tertulis dan bermeterai
cukup.
7. Pemegang Rekening Giro bertanggung jawab atas segala macam
penyalahgunaan dari tiap-tiap helai Cek BI dan atau BG BI oleh pihak-
pihak yang tidak berhak serta segala akibat yang ditimbulkan atas
penyalahgunaan tersebut.
8. Bank Indonesia tidak memproses Cek BI atau BG BI yang terdapat
perbedaan nominal antara yang tertulis dalam angka dengan yang
tertulis dalam huruf.
9. Penulisan nominal dalam angka dan huruf tidak dapat dilakukan
pencoretan atau perubahan.
10. Kesalahan dalam pengetikan atau penulisan dalam Cek BI atau BG BI
(dokumen) yang dijadikan sebagai Warkat Pembukuan selain perbedaan
nominal angka dan huruf sebagaimana dimaksud dalam angka 8 dapat
dikoreksi dengan cara :
a. Mencoret data yang salah dengan menggunakan ballpoint dan
sejenisnya dan tidak diperkenankan menggunakan correction
fluid/paper (alat untuk melakukan koreksi tulisan);
b. Menulis data yang benar di tempat kosong di dekat data yang telah
dicoret;
c. Penarik memberikan tanda tangan di dekat data yang dicoret.
Dalam hal penarik lebih dari satu orang, maka tanda tangan
dilakukan sesuai dengan jumlah penarik.
11. Bank Indonesia akan menolak Cek BI atau BG BI yang ditandatangani
oleh penarik Rekening Giro yang hak tandatangannya sudah tidak
berlaku lagi.
12. Apabila terdapat Cek BI atau BG BI yang tidak digunakan oleh
Pemegang Rekening Giro maka Pemegang Rekening Giro melaporkan
kepada Bank Indonesia secara tertulis dengan memuat nomor seri Cek
BI atau BG BI dan alasan tentang tidak digunakannya Cek BI atau BG BI
tersebut.
13. Apabila terdapat Cek BI atau BG BI yang hilang maka Pemegang
Rekening Giro wajib segera melaporkan secara tertulis kepada Bank
Indonesia dengan disertai surat keterangan kehilangan dari instansi
yang berwenang atau kepolisian. Dalam hal laporan tersebut tidak
disertai surat keterangan kehilangan dari instansi yang berwenang maka
pelaporan tersebut dianggap tidak ada.
14. Penulisan Cek BI atau BG BI dilarang menggunakan mesin tik elektrik.
VII. PERUBAHAN NAMA DAN NOMOR REKENING GIRO
1.
2.
Perubahan Rekening Giro hanya dapat dilakukan apabila
terdapat perubahan nomor rekening atau nama rekening.
Perubahan nomor Rekening Giro hanya dapat dilakukan oleh
Bank Indonesia. Hal ini akan dilakukan sehubungan dengan adanya
perubahan dalam kebijakan intern Bank Indonesia.
3.
Perubahan nama Rekening Giro hanya dapat dilakukan atas
dasar permohonan tertulis yang ditandatangani oleh Pemegang
Rekening Giro dengan melampirkan fotokopi dokumen pendukung
yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang yang memiliki
Spesimen Tanda Tangan di
Bank Indonesia.
4.
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 diajukan
kepada Bagian PTR - DASP untuk Rekening Giro Rupiah atau Bagian
AkDv - DASP untuk Rekening Giro Valas, Bank Indonesia, Jalan MH.
Thamrin No. 2 Jakarta 10010 atau Kantor Bank Indonesia (KBI).
5.
Bank Indonesia akan memberitahukan kepada Pemegang
Rekening Giro dan pihak lain yang terkait apabila perubahan nomor dan
nama Rekening Giro telah dilakukan dan mulai berlaku.
6.
Untuk Rekening Giro yang pembukaannya dilakukan melalui
satuan kerja terkait, perubahan nama diajukan melalui satuan kerja
tersebut.
7.
Dalam hal Pemegang Rekening Giro tidak memberitahukan
setiap perubahan maka data yang telah dilaporkan kepada Bank
Indonesia dianggap masih berlaku.
VIII. PENUTUPAN REKENING GIRO
A.
Permohonan
1.
Bank Indonesia setiap saat dapat menutup
Rekening Giro baik atas permintaan tertulis dari Pemegang
Rekening Giro, pihak berwenang yang terkait dengan Rekening
Giro yang bersangkutan antara lain lembaga yang berwenang di
bidang pengawasan Bank, maupun atas dasar pertimbangan Bank
Indonesia.
2.
Permintaan penutupan Rekening Giro oleh
Pemegang Rekening Giro atau pihak berwenang yang terkait
dengan Rekening Giro yang bersangkutan, dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a.
Pemegang Rekening Giro, yang diwakili
oleh Direksi Bank, pejabat yang berwenang atau diberi kuasa
untuk menutup Rekening Giro, atau pihak berwenang yang
terkait dengan Rekening Giro yang bersangkutan mengajukan
permohonan penutupan Rekening Giro
b.
secara tertulis kepada Bagian PTR-DASP untuk Rekening Giro
Rupiah, atau Bagian AkDv-DASP untuk Rekening Giro Valas,
Bank Indonesia, Jl. MH Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010 atau
KBI, dengan mengemukakan alasan penutupan Rekening Giro;
Permohonan penutupan Rekening Giro yang
pembukaannya dilakukan melalui satuan kerja terkait,
disampaikan terlebih dahulu kepada satuan kerja tersebut.
Selanjutnya satuan kerja tersebut akan meneruskan permohonan
penutupan rekening kepada DASP dengan tembusan kepada
Bagian PTR-DASP untuk Rekening Giro Rupiah, atau Bagian
AkDv-DASP untuk Rekening Giro Valas, Bank Indonesia, Jl.
MH Thamrin Nomor 2 Jakarta 10010 atau KBI.
B.
Proses Persetujuan/Penolakan
1. Penutupan Rekening Giro berdasarkan permintaan dari Pemegang
Rekening Giro atau pihak berwenang yang terkait dengan Rekening
Giro yang bersangkutan, wajib terlebih dahulu mendapat
persetujuan tertulis dari Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia melakukan penutupan Rekening Giro dengan
mempertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut :
a.
Apabila pada satu kantor Bank Indonesia
(KPBI dan KBI) Pemegang Rekening Giro memiliki lebih dari 1
(satu) Rekening Giro dan mutasi-mutasi yang dilakukan dapat
ditampung pada salah satu rekening yang ada;
b.
Pemegang Rekening Giro tidak mempunyai
keterkaitan tugas dengan Bank Indonesia;
c. Rekening Giro tidak aktif selama 2 (dua) tahun. Apabila dalam
jangka waktu 1,5 (satu setengah) tahun rekening tersebut tidak
aktif, maka Bank Indonesia akan memberitahukan kepada yang
bersangkutan secara tertulis mengenai hal tersebut dan
sekaligus
C.
meminta yang bersangkutan untuk menutup Rekening Gironya.
Selanjutnya apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah
pemberitahuan itu tidak ada jawaban maka Rekening Giro
tersebut akan ditutup tanpa pemberitahuan sebelumnya. Untuk
rekening khusus atas nama Pemerintah yang berkaitan dengan
pinjaman luar negeri, pelaksanaan penutupan rekening giro
terlebih dahulu wajib memperhatikan waktu berakhirnya loan
agreement dan saldo rekening khusus dimaksud.
Tata Cara Penutupan
1. Bank Indonesia akan memberitahukan secara tertulis kepada
Pemegang Rekening Giro mengenai penutupan Rekening Giro
yang dilakukan baik atas permintaan Pemegang Rekening Giro atau
pihak berwenang yang terkait dengan Rekening Giro yang
bersangkutan maupun berdasarkan pertimbangan Bank Indonesia.
2. Atas Rekening Giro yang akan ditutup, Bank Indonesia akan
memindahkan saldo Rekening Giro dimaksud pada rekening
tertentu yang akan ditetapkan oleh Bank Indonesia sementara
menunggu penyelesaian lebih lanjut dengan Pemegang Rekening
Giro. Untuk rekening khusus pemerintah, pemindahan saldo
rekening terlebih dahulu perlu meminta persetujuan dari
Departemen Keuangan Republik Indonesia.
3. Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
atau KBI akan menutup Rekening Giro setelah seluruh hak dan
kewajiban Pemegang Rekening Giro di Bank Indonesia telah
diselesaikan.
4. Penutupan rekening giro dilakukan setelah Rekening Giro bersaldo
nihil.
5. Setelah penutupan Rekening Giro, Cek BI atau BG BI yang masih
beredar tidak dapat diperhitungkan lagi atas beban atau
untung
Rekening Giro dimaksud.
6. Sisa buku Cek BI atau BG BI yang belum terpakai dan masih berada
pada Pemegang Rekening Giro tidak perlu dikembalikan kepada
Bank Indonesia. Segala risiko yang terjadi akibat penyalahgunaan
Cek BI atau BG BI merupakan tanggung jawab Pemegang Rekening
Giro.
7. Bank Indonesia melakukan pembatalan seluruh sisa buku Cek BI
atau BG BI dan pencabutan seluruh Spesimen Tanda tangan setelah
dilakukan penutupan Rekening Giro.
8. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis mengenai
penutupan Rekening Giro kepada Pemegang Rekening Giro yang
ditutup dan pihak lain yang terkait.
IX.
REKENING GIRO KHUSUS
Rekening Giro khusus adalah Rekening Giro Rupiah atau Rekening Giro
Valas yang persyaratan dan tata cara pembukaan, penyetoran, penarikan dan
penutupannya diatur secara khusus.
A.
Ketentuan dan Persyaratan Umum
1. Rekening Giro khusus antara lain berupa Escrow Account dan
Blocked Account.
2. Escrow Account yaitu rekening yang dibuka secara khusus untuk
tujuan tertentu guna menampung dana yang dipercayakan kepada
Bank Indonesia berdasarkan persyaratan tertentu sesuai dengan
perjanjian tertulis.
3. Blocked Account yaitu rekening yang karena suatu hal untuk
sementara diblokir dananya sehingga tidak dapat ditarik/dicairkan
sampai diperoleh keputusan yang jelas.
4. Rekening Giro khusus lainnya adalah Rekening Giro Rupiah atau
Rekening Giro Valas yang persyaratan dan tata cara
pembukaan,
penyetoran, penarikan dan penutupannya diatur secara khusus
dalam surat atau perjanjian tertulis dan tidak tergolong sebagai
Escrow Account.
B.
Escrow Account
1. Pihak yang dapat membuka Escrow Account
Escrow Account dibuka oleh Pemegang Rekening Giro pada Bank
Indonesia.
2. Persyaratan Pembukaan
a.
Pembukaan Escrow Account didasarkan atas adanya
persyaratan tertentu, antara lain berupa kesepakatan antara para
pihak yang terkait yang melatarbelakangi pembukaan Rekening
Giro tersebut;
b.
Tata cara pembukaan Escrow Account wajib
memenuhi persyaratan umum pembukaan Rekening Giro
sebagaimana diatur dalam angka II;
c.
3. Perjanjian
Hak dan kewajiban para pihak yang terkait dengan Escrow Account
dituangkan dalam perjanjian. Perjanjian tersebut sekurang-
Pemegang Escrow Account wajib membuat
Spesimen Tanda Tangan.
kurangnya meliputi :
a.
b.
rekening;
c.
d.
e.
f.
g.
Hak dan kewajiban para pihak;
Tata cara penyetoran;
Tata cara penarikan;
Jangka waktu pembukaan rekening;
Tata cara penutupan rekening.
Dalam perumusan materi perjanjian tersebut di atas pada
prinsipnya
mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk Rekening Giro secara
umum. Namun demikian apabila terdapat hal-hal khusus yang
belum diatur atau tidak dapat diterapkan dalam pembukaan Escrow
Account, maka para pihak dapat menetapkan persyaratan tertentu
yang disepakati kedua pihak dalam perjanjian tersebut. Misalnya
dalam penggunaan sarana penarikan Escrow Account dalam Valas,
Pemegang Rekening Giro melakukan penarikan dengan sarana
surat.
4. Penyetoran ke Escrow Account
Tata cara dan sarana penyetoran ke Escrow Account sesuai dengan
ketentuan yang berlaku bagi Rekening Giro sebagaimana diatur
dalam angka IV atau perjanjian antara para pihak yang terkait.
5. Penarikan Escrow Account
Tata cara penarikan Escrow Account sesuai dengan ketentuan yang
berlaku bagi Rekening Giro sebagaimana diatur dalam angka V atau
perjanjian antara para pihak yang terkait.
6. Penutupan Escrow Account
Tata cara penutupan Escrow Account sesuai dengan ketentuan yang
berlaku bagi Rekening Giro sebagaimana diatur dalam angka VIII
Latar belakang pembukaan;
Obyek perjanjian atau tujuan khusus pembukaan
C.
atau perjanjian antara para pihak yang terkait.
Blocked Account
1. Pihak yang Dapat Membuka Blocked Account
Blocked Account dibuka atas permintaan dari Pemegang Rekening
Giro karena ada suatu hal yang terkait dengan kepentingan Bank
Indonesia, untuk memblokir dana pada rekening tersebut.
2. Persyaratan Pembukaan Blocked Account
a.
permintaan Pemegang
Pembukaan Blocked Account dilakukan atas
Rekening Giro terhadap Rekening Giro yang telah ada di Bank
Indonesia;
b.
Pembukaan tersebut dilakukan setelah adanya
perintah tertulis dari satuan kerja terkait di Bank Indonesia
untuk memblokir Rekening Giro dimaksud karena ada suatu hal
tertentu.
3. Proses Pembukaan dan Pengelolaan Blocked Account
a.
Dana untuk Blocked Account berasal dari Rekening
Giro terkait. Dengan dibukanya Blocked Account, Rekening
Giro awal yang tidak diblokir tetap ada. Dengan demikian untuk
Pemegang Rekening Giro yang sama terdapat dua Rekening
Giro yaitu Rekening Giro yang tidak diblokir dan Blocked
Account;
b.
Besarnya Blocked Account ditetapkan oleh
Pemegang Rekening Giro sesuai dengan permintaan tertulis dari
satuan kerja terkait di Bank Indonesia;
c.
Pada Blocked Account tidak diperbolehkan adanya
mutasi berupa penarikan atau pencairan dana;
d.
Dalam hal terdapat penerimaan dana setoran yang
ditujukan ke Rekening Giro awal, dana tersebut akan segera
dipindahbukukan ke Blocked Account oleh satuan kerja
pengelola rekening di Bank Indonesia atas dasar perintah dari
pemegang Blocked Account. Dengan demikian dalam hal dana
dalam Blocked Account telah mencapai jumlah yang ditetapkan
satuan kerja terkait di Bank Indonesia, satuan kerja pengelola
rekening di Bank Indonesia tidak perlu memindahbukukan dana
setoran tersebut;
e.
Pemblokiran atas Blocked Account dilakukan
sampai dengan
adanya pemberitahuan tertulis dari Pemegang Rekening Giro
sesuai dengan pernyataan tertulis dari satuan kerja terkait di
Bank Indonesia.
4. Penarikan Blocked Account
a.
Penarikan Blocked Account ke Rekening Giro awal
dapat dilakukan oleh Pemegang Rekening Giro setelah
diperoleh keputusan yang jelas dari satuan kerja terkait di Bank
Indonesia;
b.
Dalam hal telah diperoleh keputusan yang jelas
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Pemegang Rekening Giro
wajib segera meminta satuan kerja pengelola rekening untuk
memindahbukukan kembali seluruh saldo giro yang ada di
Blocked Account ke Rekening Giro awal atau dipindahkan ke
rekening lainnya.
c.
Tata cara penarikan dan sarana yang digunakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku bagi Rekening Giro sebagaimana
diatur dalam angka V atau sesuai dengan permintaan tertulis dari
satuan kerja terkait di Bank Indonesia.
5. Penutupan Blocked Account
a.
Penutupan Blocked Account dilakukan satuan kerja
pengelola rekening berdasarkan permintaan Pemegang Rekening
Giro setelah saldo Blocked Account nihil;
b.
Tata cara penutupan Blocked Account sesuai dengan
ketentuan yang berlaku bagi Rekening Giro sebagaimana diatur
dalam angka VIII.
X.
REKENING KORAN
Rekening Koran adalah laporan yang memuat posisi dan mutasi atas
transaksi yang terjadi pada Rekening Giro.
A.
Rekening Giro Rupiah
Rekening Koran untuk Rekening Giro Rupiah yang diterbitkan untuk
Pemegang Rekening Giro meliputi Rekening Koran harian, Rekening
Koran bulanan dan Rekening Koran akhir tahun. Tata cara yang
berkaitan dengan Rekening Koran diatur sebagai berikut.
1. Yang Belum Menggunakan Sistem BI-RTGS
a. Rekening Koran harian
1) Setiap akhir hari kerja, Bank Indonesia mencetak Rekening
Koran harian.
2) Rekening Koran harian memuat transaksi-transaksi yang
terjadi pada hari yang bersangkutan. Rekening Koran harian
hanya akan tercetak apabila terdapat mutasi pada rekening
tersebut.
3) Rekening Koran harian dapat diambil oleh Pemegang
Rekening Giro atau kuasanya paling lambat 1 (satu) minggu
setelah tanggal Rekening Koran.
b. Rekening Koran bulanan
1)
Setiap akhir hari kerja pada setiap
akhir bulan, Bank Indonesia mencetak Rekening Koran
bulanan.
2)
Rekening koran bulanan memuat
3)
transaksi-transaksi yang terjadi selama periode bulan yang
bersangkutan. Rekening Koran bulanan tetap akan tercetak
walaupun tidak terdapat mutasi pada rekening tersebut.
Rekening Koran bulanan dapat
diambil oleh Pemegang Rekening Giro atau kuasanya paling
lambat 1 (satu) minggu setelah tanggal Rekening Koran.
c. Rekening Koran akhir tahun
1)
Setiap akhir hari kerja pada akhir
bulan Desember, Bank Indonesia mencetak Rekening Koran
akhir tahun.
2)
Rekening Koran akhir tahun memuat
transaksi-transaksi yang terjadi pada hari kerja pada akhir
bulan Desember. Rekening Koran akhir tahun tetap akan
tercetak walaupun tidak terdapat mutasi pada rekening
tersebut.
3)
Rekening Koran akhir tahun diambil
oleh Pemegang Rekening Giro paling lambat 1 (satu)
minggu setelah tanggal Rekening Koran.
2. Yang Telah Menggunakan Sistem BI-RTGS
a. Rekening Koran harian
1) Setiap akhir hari kerja sistem BI-RTGS mencetak Rekening
Koran yang dapat dilakukan oleh masing-masing Peserta
Sistem BI-RTGS melalui RTGS Terminal (RT) yang
tersedia di masing-masing Peserta.
2) Rekening Koran harian memuat transaksi-transaksi yang
terjadi pada hari yang bersangkutan. Rekening Koran harian
hanya akan tercetak apabila terdapat mutasi pada rekening
tersebut.
b. Rekening Koran akhir tahun
1)
Setiap akhir hari kerja pada akhir
bulan Desember, Bank Indonesia mencetak Rekening Koran
akhir tahun.
2)
Rekening koran akhir tahun memuat
transaksi-transaksi yang terjadi pada tanggal akhir bulan
Desember. Rekening Koran akhir tahun hanya akan tercetak
apabila terdapat mutasi pada rekening tersebut.
3)
Bagi Peserta Sistem BI-RTGS yang
tidak melakukan transaksi pada akhir hari kerja bulan
Desember, maka Rekening Koran akhir tahun adalah
Rekening Koran harian yang tercetak pada hari kerja
terakhir bulan Desember dimana terdapat mutasi pada
rekening tersebut.
4)
Rekening Koran akhir tahun diambil
B.
oleh Pemegang Rekening Giro selambat-lambatnya 1 (satu)
minggu setelah tanggal Rekening Koran.
Rekening Giro Valas
Rekening Koran untuk Rekening Giro Valas yang diterbitkan untuk
Pemegang Rekening Giro meliputi Rekening Koran mingguan dan
Rekening Koran akhir tahun.
1. Rekening Koran mingguan
a. Setiap minggu pada tanggal neraca, Bank Indonesia mencetak
Rekening Koran mingguan.
b. Rekening Koran mingguan memuat transaksi-transaksi yang
terjadi selama periode minggu tersebut. Rekening Koran
mingguan tetap tercetak walaupun tidak terdapat mutasi pada
rekening tersebut karena adanya pembukuan perhitungan selisih
kurs neraca lama dengan neraca baru.
c. Rekening Koran mingguan dapat diambil oleh Pemegang
Rekening Giro paling lambat 1 (satu) minggu setelah tanggal
Rekening Koran.
2. Rekening Koran akhir tahun
a. Setiap akhir hari kerja pada tanggal neraca akhir bulan Desember
Bank Indonesia mencetak Rekening Koran akhir tahun.
b. Rekening Koran akhir tahun memuat mutasi dari transaksi-
transaksi yang terjadi selama periode minggu terakhir bulan
Desember. Rekening Koran akhir tahun tetap akan tercetak
walaupun tidak terdapat mutasi pada rekening tersebut karena
adanya pembukuan perhitungan selisih kurs neraca lama dengan
neraca baru.
c. Rekening Koran akhir tahun disampaikan kepada
Pemegang
Rekening Giro paling lambat 1 (satu) minggu setelah tanggal
Rekening Koran.
C.
Klausula dalam Rekening Koran Akhir Tahun
1. Rekening Koran akhir tahun untuk Rekening Giro Rupiah memuat
klausula sebagai berikut :
“Penegasan saldo Rekening Koran Saudara yang ditutup pada akhir
tahun ini menunjukkan saldo seperti yang tertera pada tembusan
Rekening Koran yang ditandatangani dan bermeterai cukup. Jika
saldo ini tidak disetujui, harap diberitahukan segera dengan surat
tersendiri. Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal
penutupan Rekening Koran, Kami tidak menerima pemberitahuan
dari Saudara maka saudara dianggap menyetujui saldo rekening
dimaksud.
Catatan :
Debet
Kredit
= Hutang kepada Bank Indonesia
= Piutang kepada Bank Indonesia.”
2. Rekening Koran sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibubuhi
stempel tanda tangan pejabat Bank Indonesia di atas meterai cukup.
3. Pemegang Rekening Giro wajib menghubungi Bank Indonesia
apabila dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal penutupan periode
laporan Pemegang Rekening Giro tidak menerima tembusan
Rekening Koran.
4. Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan sejak tanggal penutupan periode
laporan Pemegang Rekening Giro tidak menghubungi Bank
Indonesia maka Pemegang Rekening Giro dianggap telah
menerima Rekening Koran.
D.
Permintaan Informasi Saldo Rekening Giro
Permintaan informasi saldo Rekening Giro dapat dilakukan dengan
permohonan secara tertulis yang ditandatangani oleh Pemegang
Rekening Giro atau pejabat yang diberi kuasa dan memiliki
Spesimen Tanda
Tangan di Bank Indonesia. Permohonan tersebut harus menyebutkan
alasan yang mendasari permintaan dimaksud. Surat yang memuat
Informasi Saldo Rekening Giro tersebut dikenakan bea meterai sesuai
ketentuan yang berlaku.
E.
Tata Cara pengambilan Laporan Rekening Koran
Pengambilan Rekening Koran dilakukan oleh Pemegang Rekening Giro
atau orang yang diberi kuasa untuk mengambil Rekening Koran, pada
hari kerja berikutnya setelah pencetakan Rekening Koran pukul 08.00-
15.00 waktu setempat di Bagian PTR-DASP untuk Rekening Giro
Rupiah dan di Bagian AkDv-DASP untuk Rekening Giro Valas, Bank
Indonesia, Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10010 atau di Satuan Kerja
Akunting di KBI.
F.
Perbedaan Data
1. Dalam hal terdapat perbedaan antara data pada Rekening Koran
dengan data yang ada pada Pemegang Rekening Giro maka
Pemegang Rekening Giro wajib melaporkan perbedaan tersebut
kepada Bank Indonesia paling lambat dalam jangka waktu 2 (dua)
minggu setelah tanggal pencetakan Rekening Koran tersebut.
2. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1
Pemegang Rekening Giro tidak melaporkan adanya perbedaan
maka data yang ada pada Bank Indonesia merupakan data yang
benar.
3. Rekening Koran sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang sama
dengan laporan yang disimpan di Bank Indonesia merupakan alat
bukti yang sah dan otentik.
XI.
BIAYA-BIAYA
A. Biaya Administrasi
1. Bank sebagai Pemegang Rekening Giro Rupiah yang belum
menggunakan Sistem BI-RTGS, dikenakan biaya administrasi
berupa
biaya provisi administrasi pencetakan Rekening Koran yang
dibebankan setiap akhir bulan.
2. Bank sebagai Pemegang Rekening Giro Valas dikenakan biaya
administrasi berupa biaya provisi administrasi pencetakan
Rekening Koran yang dibebankan setiap akhir bulan.
B. Biaya Transfer
1. Setiap transaksi pemindahan dana dari salah satu Rekening Giro ke
rekening lainnya di kantor Bank Indonesia yang berbeda atau ke
luar Bank Indonesia dikenakan biaya transfer.
2. Transfer dana dalam Rupiah dan valuta asing yang dilakukan oleh
Bank dan lembaga lain yang bukan instansi pemerintah selain
BUMN dikenakan biaya transfer.
C. Biaya Perolehan Buku Blanko Cek BI dan atau BG BI
1. Biaya perolehan buku blanko Cek BI dan atau BG BI diatur dalam
Surat Edaran Bank Indonesia perihal Biaya Perolehan Buku Blanko
Cek BI dan atau BG BI;
2. Instansi pemerintah selain BUMN tidak dikenakan biaya
perolehan buku blanko Cek BI dan atau BG BI.
D. Biaya Administrasi dan Transfer Untuk yang Menggunakan Sarana
Elektronik Sistem BI-RTGS
Pengenaan biaya administrasi dan biaya transfer bagi pihak yang
menggunakan Sistem BI-RTGS dilakukan sesuai Surat Edaran Bank
Indonesia yang mengatur perihal Biaya dalam Penggunaan Sistem Bank
Indonesia Real Time Gross Settlement.
E. Pembebanan Biaya
Pembebanan biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf A, huruf B,
huruf C dan huruf D dibebankan secara langsung ke Rekening Giro
yang bersangkutan di Bank Indonesia.
F. Biaya
1. Besarnya biaya administrasi dan biaya transfer sebagaimana
dimaksud dalam huruf A dan huruf B untuk Rekening Giro Rupiah
adalah sebagai berikut:
a.
Yang belum menggunakan Sistem BI-
RTGS
1) Biaya administrasi Rekening Koran sebesar Rp10.000,00
(sepuluh ribu rupiah)/bulan;
2) Biaya transaksi transfer dana dalam negeri sebesar
Rp15.000, 00 (lima belas ribu rupiah)/transaksi.
b.
RTGS
Besarnya biaya yang dikenakan sesuai dengan ketentuan dalam
Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur perihal Biaya dalam
Penggunaan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement.
2. Besarnya biaya administrasi dan biaya transfer sebagaimana
dimaksud dalam huruf A dan B untuk Rekening Giro Valas adalah
sebagai berikut :
a.
Biaya administrasi sebesar Rp
10.000,00 (sepuluh ribu rupiah)/bulan;
b. Biaya transaksi sebesar Rp. 32.500,00 (tiga puluh dua ribu lima
ratus rupiah)/transaksi.
XII.
LAIN-LAIN
1. Perubahan Data Bank Pemegang Rekening Giro Karena Alasan Merger,
Konsolidasi atau Akuisisi
a. Merger dan Akuisisi
1) Dengan terjadinya merger atau akuisisi maka Bank hasil merger
atau akuisisi berwenang untuk melakukan segala
pengurusan
Yang telah menggunakan Sistem BI-
administrasi yang berkaitan dengan Rekening Giro Bank peserta
merger atau akuisisi;
2) Dengan adanya Bank hasil merger atau akuisisi maka Rekening
Giro seluruh peserta merger atau akuisisi ditutup, kecuali
Rekening Giro Bank hasil merger atau akuisisi.
3) Penutupan Rekening Giro peserta merger atau akuisisi
sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dilakukan berdasarkan
permintaan dari masing-masing Bank peserta merger atau
akuisisi. Pemindahan saldo dilakukan dengan cara masing-
masing peserta merger atau akuisisi melakukan pemindahan
saldo Rekening Giro yang bersangkutan ke Rekening Giro Bank
hasil merger atau akuisisi.
4) Spesimen Tanda Tangan Bank hasil merger atau akuisisi yang
telah ditatausahakan di Bank Indonesia tetap berlaku sepanjang
tidak terdapat penegasan dari Bank hasil merger atau akuisisi
mengenai perubahan atau penggantian atas spesimen tersebut.
b.
Konsolidasi
1) Dengan terjadinya konsolidasi maka Bank yang ditunjuk oleh
peserta konsolidasi mengajukan permohonan pembukaan
Rekening Giro kepada Bank Indonesia sesuai dengan tata cara
yang diatur dalam Surat Edaran ini.
2) Dengan terdapatnya Bank hasil konsolidasi maka dilakukan
penutupan Rekening Giro seluruh peserta konsolidasi.
3) Penutupan Rekening Giro peserta konsolidasi sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) dilakukan berdasarkan permintaan dari
masing-masing peserta konsolidasi. Pemindahan saldo
dilakukan dengan cara masing-masing peserta konsolidasi
melakukan pemindahan saldo Rekening Giro yang bersangkutan
ke Rekening Giro Bank hasil konsolidasi.
4) Guna melakukan penarikan dan hal-hal lain terkait dengan
Rekening Giro maka Bank hasil konsolidasi wajib membuat
Spesimen Tanda Tangan dengan prosedur sebagaimana diatur
dalam angka III.
2. Perubahan data Pemegang Rekening Giro karena alasan lain
Dalam hal terjadi perubahan :
a. susunan direksi Bank atau pejabat yang berwenang dan atau para
pemegang kuasa dari pihak-pihak tersebut yang mengakibatkan
perubahan kewenangan penandatanganan dokumen yang terkait
dengan pelaksanaan hubungan Rekening Giro dengan Bank
Indonesia;
b. alamat kantor Pemegang Rekening Giro;
c. contoh stempel,
Pemegang Rekening Giro wajib memberitahukan dan menyampaikan
dokumen yang telah diperbaharui yang berkaitan dengan perubahan
tersebut di atas kepada Bagian PTR-DASP, Bagian AkDv-DASP atau
KBI sesuai dengan jenis Rekening Giro yang dimiliki oleh Pemegang
Rekening Giro sebagaimana dimaksud dalam angka II.A.3.
3. Pencantuman Nama dalam Dokumen yang Disampaikan kepada Bank
Indonesia.
Pencantuman nama dalam dokumen-dokumen yang berkaitan dengan
pengelolaan Rekening Giro yang disampaikan kepada Bank Indonesia,
harus sesuai dengan nama yang tercantum dalam identitas yang
bersangkutan. Dalam hal terdapat perbedaan, maka harus disertai
dengan surat pernyataan yang menjelaskan adanya perbedaan tersebut.
4. Koreksi karena kesalahan pembukuan
Dalam hal terdapat permintaan pemindahan dana dalam rangka koreksi
oleh instansi pemerintah maka perintah untuk melakukan koreksi
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan surat.
XIII.
1.
KETENTUAN PERALIHAN
Rekening Giro Rupiah dan atau Rekening Giro Valas milik
pihak-pihak yang dapat memiliki Rekening Giro di Bank Indonesia
sesuai dengan ketentuan dalam Surat Edaran ini yang sudah ada pada
saat berlakunya Surat Edaran dimaksud, tetap diakui sebagai Rekening
Giro yang sah.
2.
Bagi pihak-pihak yang telah memiliki Rekening Giro
sebelum diberlakukannya Surat Edaran ini dan memenuhi persyaratan
sebagai pihak yang dapat menjadi Pemegang Rekening Giro
berdasarkan Surat Edaran dimaksud, dianggap telah menjadi Pemegang
Rekening Giro, sehingga tidak perlu mengajukan permohonan
pembukaan Rekening Giro kembali.
3.
Sarana penarikan Rekening Giro Rupiah yang telah
distandarisasi dan digunakan oleh instansi pemerintah sebelum
berlakunya Surat Edaran ini diakui sebagai sarana penarikan yang sah
sehingga tidak memerlukan persetujuan Bank Indonesia.
XIV.
PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
BANK INDONESIA
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/11/DASP|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern </reg_title>
<set_date> 13 Agustus 2002 </set_date>
<effective_date> 13 Agustus 2002 </effective_date>
<related_reg> '3/11/PBI/2001', '2/24/PBI/2000' </related_reg>
|
No.16/ 19 /DPM
Jakarta, 28 November 2014
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal
: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
16/2/DPM tanggal 28 Januari 2014 perihal Transaksi
Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia.
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 237,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5480)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/19/PBI/2014 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5583), dan dalam rangka pendalaman pasar valuta asing domestik yang
salah satunya dilakukan melalui pengembangan transaksi swap dalam
rangka lindung nilai kepada Bank Indonesia, perlu melakukan perubahan
atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM tanggal 28 Januari
2014 perihal Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia
sebagai berikut:
1. Ketentuan butir A.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Dokumen underlying milik Bank dalam Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/19/PBI/2014
tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/17/PBI/2013 tentang Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank ...
2
Bank Indonesia (yang selanjutnya disebut PBI), diatur sebagai
berikut:
a. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar
Negeri Bank dalam bentuk perjanjian kredit maka dokumen
underlying berupa perjanjian kredit (loan agreement) antara
Bank dengan kreditur Bank.
b. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar
Negeri Bank dalam bentuk penerbitan surat utang maka
dokumen underlying antara lain berupa laporan penjualan
surat utang yang dikeluarkan oleh global custody.
c. Dalam hal Underlying Transaksi berupa dana usaha yang
dinyatakan (declared dana usaha) maka dokumen underlying
diatur sebagai berikut:
1) Untuk dana usaha yang dinyatakan (declared dana
usaha) yang tidak mengalami perubahan maka dokumen
underlying berupa surat dana usaha yang dinyatakan
(declared dana usaha) dari kantor pusat Bank atau dari
Bank kepada otoritas yang berwenang.
2) Untuk dana usaha yang dinyatakan (declared dana
usaha) yang mengalami perubahan maka dokumen
underlying berupa surat persetujuan otoritas yang
berwenang atas perubahan dana usaha yang dinyatakan
(declared dana usaha) yang disampaikan kantor pusat
Bank atau Bank.
2. Ketentuan butir B.4.c. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
c. Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
1) Bank mengajukan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia secara langsung tanpa melalui lembaga perantara.
2) Pengajuan transaksi sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dilakukan melalui RMDS atau sarana komunikasi lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3) Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia memuat informasi paling kurang sebagai berikut:
a) nama Bank;
b) jangka ...
3
b) jangka waktu dan nominal Underlying Transaksi yang
tercantum pada Kontrak Lindung Nilai;
c) tanggal transaksi;
d) tanggal valuta;
e) jangka waktu Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia;
f) tanggal jatuh waktu;
g) nilai nominal;
h) nomor rekening valas Bank di bank koresponden; dan
i) nomor rekening giro Rupiah Bank di Bank Indonesia.
4) Setiap pengajuan Kontrak Lindung Nilai, sebagaimana
dimaksud dalam butir 4.b disertai juga dengan informasi yang
berisi pernyataan Bank bahwa seluruh persyaratan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia telah dipenuhi.
5) Dalam hal Bank melakukan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia dengan Underlying Transaksi berupa
dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) tanpa
informasi jangka waktu atas dana usaha yang dinyatakan
(declared dana usaha) maka pernyataan sebagaimana
dimaksud dalam angka 4) ditambahkan informasi terkait
jangka waktu dana usaha yang dinyatakan (declared dana
usaha).
6) Contoh pernyataan Bank mengenai pemenuhan persyaratan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam angka 4) dan angka 5)
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
7) Setelah diterimanya pengajuan Kontrak Lindung Nilai
sebagaimana dimaksud dalam butir b.3) dan pengajuan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam angka 3), Bank Indonesia akan
memberikan nomor referensi kepada Bank untuk setiap
Kontrak Lindung Nilai.
8) Pengajuan nominal Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia paling kurang sebesar USD10,000,000.00
(sepuluh...
4
(sepuluh juta dolar Amerika Serikat) dan selanjutnya dengan
kelipatan sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat).
9) Dalam hal terjadi koreksi atas pengajuan transaksi, Bank
hanya dapat mengajukan 1 (satu) kali koreksi untuk setiap
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang
diajukan dalam window time Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia.
10) Dalam hal dilakukan koreksi atas nilai nominal sebagaimana
dimaksud dalam angka 9), nilai nominal dimaksud harus
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 8).
11) Bank bertanggung jawab atas kebenaran data Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia yang disampaikan
kepada Bank Indonesia.
12) Pengajuan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia yang telah disampaikan kepada Bank Indonesia
tidak dapat dibatalkan oleh Bank.
13) Kontrak Lindung Nilai berakhir apabila Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia telah berakhir dan tidak
dilakukan perpanjangan oleh Bank.
14) Bank Indonesia dapat menolak pengajuan Kontrak Lindung
Nilai dan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia.
3. Ketentuan huruf C diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
C. PERPANJANGAN KONTRAK LINDUNG NILAI DAN
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA
BANK INDONESIA
1. Bank dapat mengajukan:
a. perpanjangan Kontrak Lindung Nilai; dan/atau
b. perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia.
2. Bank Indonesia menerima perpanjangan Kontrak Lindung
Nilai dan/atau perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia yang diajukan oleh Bank.
3. Jangka ...
5
3. Jangka waktu perpanjangan Kontrak Lindung Nilai paling
lama sama dengan sisa jangka waktu Underlying Transaksi,
dengan perpanjangan kontrak paling lama 3 (tiga) tahun.
4. Jangka waktu perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia adalah 3 (tiga) bulan, 6 (enam)
bulan, 12 (dua belas) bulan, atau sesuai dengan sisa jangka
waktu Kontrak Lindung Nilai, dengan perpanjangan paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas bulan).
5. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Kontrak
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia diatur sebagai
berikut:
a. Bank harus memiliki peringkat komposit paling rendah 3
(tiga); dan
b. Bank wajib memenuhi persyaratan sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 ayat (5) PBI.
6. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia diatur sebagai
berikut:
a. Bank harus memiliki peringkat komposit paling rendah 3
(tiga); dan
b. Bank wajib memenuhi persyaratan sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 ayat (6) PBI.
7. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Kontrak
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melakukan
perpanjangan pada 2 (dua) hari kerja sebelum Kontrak
Lindung Nilai jatuh waktu.
8. Bank yang akan mengajukan perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melakukan transaksi
perpanjangan pada 2 (dua) hari kerja sebelum Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia jatuh waktu.
9. Bank yang mengajukan perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan jangka waktu
yang sesuai dengan sisa jangka waktu Kontrak Lindung
Nilai selain 3 (tiga) bulan, 6 (enam) bulan, 12 (dua belas)
bulan dengan perpanjangan paling singkat 3 (tiga) bulan
dan...
6
dan paling lama 12 (dua belas) bulan sebagaimana
dimaksud dalam angka 4, pengajuan perpanjangan
dimaksud dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) menit
setelah window time transaksi dibuka oleh Bank Indonesia.
10. Terhadap pengajuan perpanjangan yang diajukan Bank
sebagaimana dimaksud dalam angka 9, Bank Indonesia
akan menginformasikan premi swap sesuai jangka waktu
yang diajukan Bank langsung kepada Bank melalui RMDS
atau sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia selama
window time transaksi.
11. Bank yang mengajukan perpanjangan Kontrak Lindung
Nilai melakukan prosedur yang sama dengan pengajuan
pada awal Kontrak Lindung Nilai sebagaimana diatur dalam
butir B.4.b.
12. Bank yang mengajukan perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melakukan prosedur
yang sama dengan pengajuan pada awal Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam butir B.4.c. angka 1) sampai dengan angka
3), dan angka 8) sampai dengan angka 12).
13. Bank yang mengajukan perpanjangan Kontrak Lindung
Nilai dan/atau perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia harus menginformasikan nomor
referensi Kontrak Lindung Nilai yang telah diberikan Bank
Indonesia kepada Bank pada saat diterimanya pengajuan
Kontrak Lindung Nilai awal.
14. Setelmen perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia dapat dilakukan secara netting,
termasuk pada saat perpanjangan Kontrak Lindung Nilai.
15. Dalam hal Bank akan melakukan penyelesaian
perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia secara netting sebagaimana dimaksud dalam
angka 14, Bank harus menginformasikan cara penyelesaian
dimaksud pada saat pengajuan perpanjangan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
16. Bank ...
7
16. Bank Indonesia meminta Bank untuk melakukan
konfirmasi atas pengajuan perpanjangan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia melalui RMDS atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang
memuat informasi paling kurang sebagai berikut :
a. nominal transaksi;
b. jangka waktu transaksi;
c. tanggal valuta dan tanggal jatuh waktu;
d. kurs JISDOR;
e. kurs forward;
f. premi swap;
g. penyelesaian transaksi dengan cara full movement atau
netting;
h. nilai nominal netting baik dalam Dolar Amerika Serikat
maupun dalam Rupiah, jika penyelesaian dilakukan
secara netting;
i. nomor rekening Bank di bank koresponden; dan
j. nomor rekening giro Bank di Bank Indonesia.
17. Setelmen secara netting untuk perpanjangan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia termasuk pada
saat perpanjangan Kontrak Lindung Nilai meliputi:
a. netting untuk nilai nominal yang sama pada setiap
perpanjangan;
b. netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada setiap
perpanjangan; atau
c. netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan nilai
outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank atau dana usaha
yang dinyatakan (declared dana usaha) Bank pada setiap
periode perpanjangan.
18. Setelmen netting untuk nilai nominal yang sama pada
setiap perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam butir
17.a dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Nilai setelmen netting untuk nominal Rupiah dihitung
sebagai berikut:
Nilai...
8
Nilai nominal
dolar
Amerika Serikat
x
Kurs setelmen 2
Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia awal
-
Kurs setelmen
1
saat perpanjangan
b. Dalam hal perhitungan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a menghasilkan selisih negatif maka Bank
Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank
sebesar hasil perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a.
c. Dalam hal perhitungan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a menghasilkan selisih positif maka Bank
Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank
sebesar hasil perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a.
Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal
yang sama sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
19. Setelmen netting untuk nilai nominal yang lebih kecil pada
setiap perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam
butir17.b dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Nilai setelmen netting untuk Dolar Amerika Serikat
dihitung sebagai berikut:
Nilai nominal dolar Amerika Serikat
saat Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia
awal
−
Nilai nominal dolar Amerika Serikat
saat perpanjangan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia
b. Bank Indonesia melakukan transfer dana Dolar
Amerika Serikat ke rekening Bank di bank koresponden
sebesar nilai setelmen netting sebagaimana dimaksud
dalam huruf a.
c. Nilai setelmen netting untuk Rupiah dihitung sebagai
berikut:
Nilai nominal dolar
Amerika Serikat
saat Transaksi
Swap Lindung Nilai
kepada Bank
Indonesia awal
×
Kurs setelmen
2
Indonesia awal *
+
+
+
+
,
Transaksi Swap
Lindung Nilai
kepada Bank
−
Nilai nominal dolar
Amerika Serikat
saat perpanjangan
Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia
×
Kurs 1
saat perpanjangan
Transaksi Swap
Lindung Nilai
kepada Bank
Indonesia
*
+
+
+
+
,
d. Dalam...
9
d. Dalam hal perhitungan sebagaimana dimaksud dalam
huruf c menghasilkan selisih positif maka Bank
Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank
sebesar hasil perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam huruf c.
e. Dalam hal perhitungan sebagimana dimaksud dalam
huruf c menghasilkan selisih negatif maka Bank
Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank
sebesar hasil perhitungan sebagaimana dimaksud
dalam huruf c.
Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal
yang lebih kecil pada setiap perpanjangan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V dan Lampiran VI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
20. Setelmen netting untuk nilai nominal yang sesuai dengan
nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank atau nilai
dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) Bank
pada setiap periode perpanjangan sebagaimana dimaksud
dalam butir 17.c dilakukan dengan mekanisme sebagai
berikut:
a. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar
Negeri Bank dalam bentuk perjanjian kredit maka nilai
perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia disesuaikan dengan nilai outstanding
Pinjaman Luar Negeri Bank yang telah berubah sesuai
dengan jadwal pembayaran cicilan Pinjaman Luar
Negeri Bank kepada kreditur.
b. Dalam hal Underlying Transaksi berupa Pinjaman Luar
Negeri Bank dalam bentuk penerbitan surat utang
maka nilai perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia disesuaikan dengan nilai
outstanding surat utang yang diterbitkan Bank.
c. Dalam hal Underlying Transaksi berupa dana usaha
yang dinyatakan (declared dana usaha) maka nilai
perpanjangan...
10
perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia disesuaikan dengan nilai dana usaha
yang dinyatakan (declared dana usaha).
d. Mekanisme perhitungan setelmen netting untuk nilai
nominal yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman
Luar Negeri Bank atau nilai dana usaha yang
dinyatakan (declared dana usaha) Bank pada setiap
periode perpanjangan, mengacu pada mekanisme
perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal yang
lebih kecil pada setiap perpanjangan sebagaimana
dimaksud dalam angka 19.
Contoh perhitungan setelmen netting untuk nilai nominal
yang sesuai dengan nilai outstanding Pinjaman Luar Negeri
Bank atau dana usaha yang dinyatakan (declared dana
usaha) Bank pada setiap periode perpanjangan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
21. Contoh format deal conversation di RMDS terkait pengajuan
Kontrak Lindung Nilai, Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia, perpanjangan Kontrak Lindung
Nilai, dan perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
4. Ketentuan huruf D diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
D. PENIADAAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Bank Indonesia dapat meniadakan Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, kecuali dalam rangka
perpanjangan Kontrak Lindung Nilai dan/atau
perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia.
2. Pengumuman peniadaan Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia, akan diumumkan Bank Indonesia
paling...
11
paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal peniadaan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
melalui sistem LHBU atau sarana informasi lain yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 28
November 2014
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
FILIANINGSIH HENDARTA
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/19/DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014
PERIHAL
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA
BANK INDONESIA.
Contoh Pernyataan Bank Mengenai Pemenuhan Persyaratan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
Bersama ini Bank D menyatakan bahwa Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia yang kami lakukan telah memenuhi seluruh
persyaratan yang diatur dalam ketentuan mengenai Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia.
Contoh Pernyataan Bank Mengenai Pemenuhan Persyaratan Transaksi
Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia dengan Underlying
Transaksi berupa Dana Usaha yang Dinyatakan (Declared Dana Usaha)
Bersama ini Bank D menyatakan bahwa Transaksi Swap Lindung Nilai
kepada Bank Indonesia yang kami lakukan telah memenuhi seluruh
persyaratan yang diatur dalam ketentuan mengenai Transaksi Swap
Lindung Nilai kepada Bank Indonesia, dengan Underlying Transaksi
berupa dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha) dengan jangka
waktu xxx tahun.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
2
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/19 /DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014
PERIHAL
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA
BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sama
pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta.
2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 10 Februari 2015.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 12 Februari 2015.
5. Kurs JISDOR 10 Februari 2015: Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 12 Februari
2016.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 10 Februari 2016.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 12 Februari
2016.
5. Kurs JISDOR 10 Februari 2016 : Rp12.500,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap
1 pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 miliar.
2. Saat perpanjangan Transaksi Swap,perhitungan setelmen 1st leg swap
2 pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD20 juta.
b. Bank...
3
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD20
juta = Rp250 miliar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD20 juta = USD0.
b. Setelmen Rp = Rp258 miliar – Rp250 miliar = Rp8 miliar.
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka Bank
Indonesia akan mendebet rekening giro Rupiah Bank pada tanggal 12
Februari 2016 sebesar Rp8 miliar.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
4
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/19/DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014
PERIHAL
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK
INDONESIA NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28
JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG
NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Sama
pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank
Indonesia saat Perpanjangan Kontrak Lindung Nilai
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta.
2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 1 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 10 Februari 2015.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 12 Februari 2015.
5. Kurs JISDOR 10 Februari 2015 : Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 12 Februari
2016.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN KONTRAK LINDUNG NILAI DAN PERPANJANGAN
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan Kontrak Lindung Nilai: 12 bulan.
2. Jangka waktu perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia: 12 bulan.
3. Nominal: USD20 juta.
4. Tanggal transaksi perpanjangan: 10 Februari 2016.
5. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 12 Februari
2016.
6. Kurs JISDOR 10 Februari 2016: Rp13.000,00.
7. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap
1 pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 miliar.
2. Saat...
5
2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg
swap 2 pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD20 juta.
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp13.000,00 x USD20
juta = Rp260 miliar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD20 juta = USD0.
b. Setelmen Rp = Rp258 miliar – Rp260 miliar = (Rp2 miliar).
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka Bank
Indonesia akan mengkredit rekening giro Rupiah Bank pada tanggal 12
Februari 2016 sebesar Rp2 miliar.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
6
LAMPIRAN V
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/19/DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014
PERIHAL
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA
BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Lebih
Kecil pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta.
2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 10 Februari 2015.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 12 Februari 2015.
5. Kurs JISDOR 10 Februari 2015: Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 12 Februari
2016.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan.
2. Nominal: USD15 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 10 Februari 2016.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 12 Februari
2016.
5. Kurs JISDOR 10 Februari 2016: Rp12.500,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu,perhitungan setelmen 2nd leg swap
1 pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 miliar.
2. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg
swap 2 pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD15 juta.
b. Bank...
7
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD15
juta = Rp187,5 miliar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD15 juta = USD5 juta.
b. Setelmen Rp = Rp258 miliar – Rp187,5 miliar = Rp70,5 miliar.
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka:
a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank
koresponden sebesar USD5 juta.
b. Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp70,5
miliar.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
8
LAMPIRAN VI
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/19/DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014
PERIHAL
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28 JANUARI 2014
PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA
BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang Lebih
Kecil pada Setiap Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Nominal Kontrak Lindung Nilai: USD20 juta.
2. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 1 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 10 Februari 2015.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 12 Februari 2015.
5. Kurs JISDOR 10 Februari 2015: Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 12 Februari
2016.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN KONTRAK LINDUNG NILAI DAN PERPANJANGAN
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan Kontrak Lindung Nilai: 12 bulan.
2. Jangka waktu perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia: 12 bulan.
3. Nominal: USD19 juta.
4. Tanggal transaksi perpanjangan: 10 Februari 2016.
5. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 12 Februari
2016.
6. Kurs JISDOR 10 Februari 2016: Rp14.000,00.
7. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu,perhitungan setelmen 2nd leg swap
1 pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 miliar.
2. Saat perpanjangan Transaksi swap,perhitungan setelmen 1st leg swap
2 pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD19 juta.
b. Bank...
9
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp14.000,00 x USD19
juta = Rp266 miliar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD19 juta = USD1 juta.
b. Setelmen Rp = Rp258 miliar – Rp266 miliar = (Rp8 miliar).
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka:
a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank
koresponden sebesar USD1 juta.
b. Bank Indonesia mengkredit rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp8
miliar.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
10
LAMPIRAN VII
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/19/DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014
PERIHAL
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK
INDONESIA NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28
JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG
NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Perhitungan Setelmen Netting untuk Nilai Nominal yang
Sesuai dengan Nilai Outstanding Pinjaman Luar Negeri Bank pada
Setiap Periode Perpanjangan Transaksi Swap Lindung Nilai kepada
Bank Indonesia
KONTRAK LINDUNG NILAI
1. Jadwal pembayaran cicilan Pinjaman Luar Negeri Bank:
USD10 juta setiap tahun selama 2 tahun.
2. Nominal Kontrak Lindung Nilai:
a. USD20 juta untuk tahun pertama.
b. USD10 juta untuk tahun kedua.
3. Jangka waktu Kontrak Lindung Nilai: 2 tahun.
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
1. Jangka waktu:12 bulan.
2. Nominal: USD20 juta.
3. Tanggal transaksi: 10 Februari 2015.
4. Tanggal valuta (setelmen 1st leg swap 1): 12 Februari 2015.
5. Kurs spot 10 Februari 2015: Rp12.000,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp900,00.
7. Tanggal valuta jatuh waktu (setelmen 2nd leg swap 1): 12 Februari
2016.
8. Kurs setelmen 2nd leg swap 1: Rp12.900,00.
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
1. Jangka waktu perpanjangan: 12 bulan.
2. Nominal: USD10 juta.
3. Tanggal transaksi perpanjangan: 10 Februari 2016.
4. Tanggal valuta perpanjangan (setelmen 1st leg swap 2): 12 Februari
2016.
5. Kurs spot 10 Februari 2016: Rp12.500,00.
6. Premi swap 12 bulan: Rp950,00.
SETELMEN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
Perhitungan Setelmen
1. Saat Transaksi Swap jatuh waktu, perhitungan setelmen 2nd leg swap
1 pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Bank Indonesia akan mengembalikan ke Bank: USD20 juta.
b. Bank...
11
b. Bank akan mengembalikan ke Bank Indonesia: (Rp12.000,00 +
Rp900,00) x USD20 juta = Rp258 miliar.
3. Saat perpanjangan Transaksi Swap, perhitungan setelmen 1st leg
swap 2 pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Bank Indonesia akan menerima transfer dari Bank: USD10 juta.
b. Bank akan menerima dari Bank Indonesia: Rp12.500,00 x USD10
juta = Rp125 miliar.
Setelmen Transaksi
Setelmen netting pada tanggal 12 Februari 2016:
a. Setelmen USD = USD20 juta – USD10 juta = USD10 juta.
b. Setelmen Rp = Rp258 miliar – Rp125 miliar = Rp133 miliar.
Berdasarkan hasil perhitungan setelmen secara netting, maka:
a. Bank Indonesia akan mentransfer ke rekening Bank di bank
koresponden sebesar USD10 juta.
b. Bank Indonesia mendebet rekening giro Rupiah Bank sebesar Rp133
miliar.
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
12
LAMPIRAN VIII
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 16/19/DPM TANGGAL 28 NOVEMBER 2014
PERIHAL
PERUBAHAN ATAS SURAT EDARAN BANK
INDONESIA NOMOR 16/2/DPM TANGGAL 28
JANUARI 2014 PERIHAL TRANSAKSI SWAP LINDUNG
NILAI KEPADA BANK INDONESIA
Contoh Format Deal Conversation di RMDS
1. Pengajuan Kontrak Lindung Nilai dan Transaksi Swap Lindung
Nilai kepada Bank Indonesia Awal
BERSAMA INI BANK XXXX MENYATAKAN BAHWA TRANSAKSI SWAP
LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA TELAH MEMENUHI
SELURUH PERSYARATAN YANG DIATUR DALAM KETENTUAN
MENGENAI TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
KONTRAK LINDUNG NILAI
A. NAMA BANK BANK XXXX
B. JANGKA WAKTU 2 TAHUN
C. UNDERLYING KONTRAK TRANSAKSI SWAP BANK XXXX DENGAN
PT XYZ ATAS PINJAMAN LUAR NEGERI PT XYZ
D. NILAI NOMINAL USD100 JUTA
TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK INDONESIA
A. NAMA BANK BANK XXXX
B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD100 JUTA
C. TANGGAL TRANSAKSI 10 FEBRUARI 2015
D. TANGGAL VALUTA 12 FEBRUARI 2015
E. JANGKA WAKTU 12 BULAN
F. TANGGAL JATUH WAKTU 12 FEBRUARI 2016
G. NILAI NOMINAL USD100 JUTA
H. NOMOR REKENING USD FED RESERVE BK OF NY, NY AC
02108XXXXX BIC CODE FRNYUSXX
I. NOMOR REKENING IDR RTGS XXX-XXX-XXX
Selanjutnya Bank Indonesia akan memberikan nomor referensi Kontrak
Lindung Nilai kepada Bank
NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001
2. Pengajuan Perpanjangan Kontrak Lindung Nilai dan Perpanjangan
Transaksi Swap Lindung Nilai kepada Bank Indonesia
PERPANJANGAN KONTRAK LINDUNG NILAI
A. NAMA BANK BANK XXXX
B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD100 JUTA
C. UNDERLYING KONTRAK TRANSAKSI SWAP BANK XXXX DENGAN
PT XYZ ATAS PINJAMAN LUAR NEGERI PT XYZ
D. NILAI NOMINAL USD100 JUTA
E. NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001
PERPANJANGAN...
13
PERPANJANGAN TRANSAKSI SWAP LINDUNG NILAI KEPADA BANK
INDONESIA
A. NAMA BANK BANK XXXX
B. KONTRAK LINDUNG NILAI 2 TAHUN UNTUK USD100 JUTA
C. TANGGAL TRANSAKSI 10 FEBRUARI 2016
D. TANGGAL VALUTA 12 FEBRUARI 2016
E. JANGKA WAKTU 12 BULAN
F. TANGGAL JATUH WAKTU 13 FEBRUARI 2017
G. NILAI NOMINAL USD100 JUTA
H. NOMOR REKENING USD FED RESERVE BK OF NY, NY AC
02108XXXXX BIC CODE FRNYUSXX
I. NOMOR REKENING IDR RTGS XXX-XXX-XXX
J. NOMOR REFERENSI XXXX14021415B-0001
KEPALA DEPARTEMEN
PENGELOLAAN MONETER,
FILIANINGSIH HENDARTA
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/19/DPM|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/2/DPM tanggal 28 Januari 2014 perihal Transaksi Swap Lindung Nilai Kepada Bank Indonesia. </reg_title>
<set_date> 28 November 2014 </set_date>
<effective_date> 28 November 2014 </effective_date>
<changed_reg> '16/2/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg>
<related_reg> '16/2/DPM|SE-BI/2014', '15/17/PBI/2013', '16/19/PBI/2014' </related_reg>
|
No.7/52/DPbS
Jakarta, 22 November 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank
Perkreditan Rakyat Syariah
Dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/47/PBI/2005 tanggal 14 November 2005 tentang
Transparansi Kondisi
Keuangan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 4564), perlu diatur ketentuan pelaksanaan
mengenai Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan
Rakyat Syariah dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut :
I. UMUM
1. Dalam rangka pemantauan keadaan usaha Bank termasuk BPRS oleh
publik, BPRS diwajibkan untuk menyampaikan laporan dan atau
informasi
Indonesia.
sesuai dengan waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank
2. Bentuk penyampaian laporan dan atau informasi yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah Laporan
Tahunan ….
Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan.
3. Laporan Tahunan disusun antara lain untuk memberikan gambaran
lengkap mengenai kinerja BPRS dalam kurun waktu satu tahun.
4. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan disusun antara lain untuk
memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil
usaha BPRS serta informasi keuangan lainnya secara triwulanan kepada
berbagai pihak yang berkepentingan dengan perkembangan usaha BPRS.
5. Penyajian Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
BPRS didasarkan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
yang relevan untuk perbankan syariah, Pedoman Akuntansi Perbankan
Syariah Indonesia (PAPSI), serta ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, agar dapat diperbandingkan.
6. Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan disusun
dalam Bahasa Indonesia, dalam hal laporan dimaksud juga dibuat selain
dalam Bahasa Indonesia baik dalam dokumen yang sama atau terpisah,
maka Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
tersebut harus memuat informasi yang sama.
7. Angka-angka dalam laporan disajikan dalam mata uang rupiah dan dalam
ribuan rupiah.
II.
LAPORAN TAHUNAN
1. Laporan Tahunan mencakup :
a. Informasi Umum
Informasi ….
Informasi umum paling sedikit mencakup :
1) kepengurusan, meliputi susunan Komisaris, Direksi dan Dewan
Pengawas Syariah beserta jabatan dan ringkasan
hidupnya ;
riwayat
2) rincian kepemilikan saham, berupa nama pemilik dan besaran
kepemilikan ;
3) perkembangan usaha BPRS, dalam hal terdapat kelompok usaha
BPRS maka termasuk perkembangannya yang memuat data
mengenai :
a)
Ikhtisar data keuangan penting paling sedikit mencakup
pendapatan penyaluran dana, laba rugi bersih, laba operasi,
laba sebelum pajak, aktiva produktif, sumber dana dan
komposisinya, pembiayaan dan komposisinya, modal
sendiri, jumlah lembar saham yang ditempatkan dan disetor
; dan
b) Rasio keuangan yang
mencakup
wajib disajikan paling sedikit
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM), Non Performing Financing (NPF), Return On
Equity (ROE), dan Return On Asset (ROA).
4) strategi
dan kebijakan manajemen
yang
digunakan
dalam
pengelolaan dan pengembangan usaha BPRS, termasuk
informasi mengenai manajemen risiko
mencakup
yang paling sedikit
identifikasi risiko
(risk identification) dan
pengendalian risiko (risk controlling);
5) laporan ….
5) laporan manajemen yang menyajikan informasi mengenai
pengelolaan BPRS oleh pengurus atau manajemen dalam rangka
good corporate governance, dan paling sedikit mencakup :
a)
struktur organisasi ;
b) aktivitas utama ;
c)
d) jenis produk
e)
f)
g)
teknologi informasi, jika ada ;
dan jasa yang
realisasi bagi hasil/imbalan ;
perkembangan dan target pasar ;
jaringan kerja dan mitra usaha ;
h) jumlah, jenis dan lokasi kantor ;
i) kepemilikan Direksi, Komisaris dan pemegang
ditawarkan, termasuk
penyaluran Kredit Usaha Kecil (KUK) ;
saham
dalam kelompok usaha BPRS, dan perubahan dari tahun
sebelumnya, jika ada ;
j)
perubahan-perubahan penting yang terjadi di BPRS dan
kelompok usaha BPRS dalam tahun yang bersangkutan, jika
ada ;
k) sumber daya manusia, meliputi jumlah, kegiatan
pendidikan, pelatihan dan pengembangan SDM ; dan
l)
pengungkapan kebijakan
yang
mencakup fees and
salaries/gaji bagi Komisaris, Direksi dan Dewan Pengawas
Syariah …
Syariah (DPS) di BPRS termasuk bonus, tantiem dan atau
fasilitas lainnya.
b. Laporan Keuangan Tahunan
Laporan Keuangan Tahunan meliputi :
1) Neraca ;
2) Laporan Laba Rugi ;
3) Laporan Arus Kas;
4) Laporan Perubahan Ekuitas ;
5) Catatan atas Laporan Keuangan, termasuk informasi mengenai
Komitmen dan Kontinjensi ;
6) Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, jika ada ;
7) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infak, dan
Shadaqah (ZIS) ; dan
8) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh .
2. Aspek Transparansi sesuai PSAK untuk perbankan syariah, PAPSI dan
ketentuan Bank Indonesia.
Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam
memenuhi seluruh aspek
angka 1, wajib
pengungkapan (disclosure) sebagaimana
ditetapkan dalam PSAK untuk perbankan syariah, PAPSI dan ketentuan
Bank Indonesia.
Pengungkapan …
Pengungkapan tersebut paling sedikit terdiri dari :
a) Laporan Keuangan yang meliputi Neraca, Laporan Laba Rugi,
Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, Catatan atas laporan
keuangan, termasuk informasi tentang Komitmen dan Kontijensi ,
Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, jika ada , Laporan
Sumber dan Penggunaan Dana Zakat, Infak dan Shadaqah (ZIS) , serta
Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh ;
b) Jumlah aktiva produktif yang
mempunyai hubungan istimewa ;
aktiva produktif yang
diberikan kepada pihak
yang
c) Jumlah aktiva produktif yang telah direstrukturisasi dan informasi lain
tentang
direstrukturisasi selama periode
berjalan;
d) Klasifikasi aktiva produktif menurut jangka waktu, kualitas aktiva
produktif ;
e) Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang
dibentuk
Produktif (PPAP) yang wajib dibentuk ;
f) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) ;
g) Beberapa rasio keuangan BPRS ;
h) Karakteristik kegiatan usaha BPRS dan jasa utama yang disediakan ;
i) Tugas dan wewenang Dewan Pengawas Syariah dalam melakukan
pengawasan Syariah atas operasional BPRS berdasarkan fatwa dan
ketentuan lainnya ; dan
j) Informasi ….
telah
dibandingkan dengan Penyisihan Penghapusan Aktiva
j) Informasi Lain yang mencakup :
a. Transaksi-transaksi penting lainnya dalam jumlah yang signifikan;
b. Informasi kejadian penting setelah tanggal laporan Akuntan Publik
(subsequent event), khusus bagi BPRS yang memenuhi persyaratan
untuk diaudit oleh Akuntan Publik.
III. LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI TRIWULANAN.
1. Umum
a. Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan diumumkan untuk laporan
keuangan posisi akhir bulan Maret, Juni, September dan Desember.
b. Format Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan merupakan standar
minimal yang wajib dipenuhi. Apabila terdapat pos yang jumlahnya
material dan tidak terdapat dalam format tersebut, BPRS dapat
menyajikan pos tersebut secara tersendiri, namun apabila pos
dimaksud jumlahnya tidak material dapat digabungkan dengan pos
lain yang sejenis.
c. Pos-pos yang memiliki saldo nihil dalam format Laporan Keuangan
Publikasi Triwulanan tetap harus dicantumkan dengan memberi garis
pendek (-) pada pos yang bersangkutan.
d. Untuk pengisian
pemilik BPRS dalam format Laporan Keuangan
Publikasi Triwulanan posisi akhir bulan Juni dan Desember, nama
pemegang saham yang wajib dicantumkan adalah perorangan atau
perusahaan yang memiliki saham sebesar 10 % (sepuluh perseratus)
atau ….
atau lebih dari modal BPRS.
e. Penyajian Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan :
1) Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan merupakan laporan
gabungan antara kantor pusat BPRS dengan seluruh kantor
BPRS yang bersangkutan.
2) Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan disajikan paling sedikit
dalam bentuk perbandingan dengan laporan pada periode yang
sama tahun sebelumnya.
3) Posisi pembanding hendaknya disajikan sesuai format yang sama
dengan posisi Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan yang
diumumkan.
4) Khusus untuk perlakuan akuntansi yang baru berlaku dalam
posisi Laporan, maka penyajian posisi pembanding hendaknya
mengacu kepada PSAK Nomor 25 tentang Laba atau Rugi Bersih
untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar dan Perubahan
Kebijakan Akuntansi.
5) Angka-angka dalam laporan disajikan dalam mata uang rupiah
dan dalam ribuan rupiah.
2. Aspek Transparansi sesuai PSAK untuk perbankan syariah, PAPSI dan
ketentuan Bank Indonesia.
Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan wajib memenuhi seluruh aspek
pengungkapan (disclosure) sebagaimana ditetapkan dalam PSAK untuk
perbankan syariah, PAPSI dan ketentuan Bank Indonesia.
Pengungkapan ….
Pengungkapan tersebut paling sedikit terdiri dari :
a. Laporan Keuangan yang meliputi Neraca , Laporan Laba Rugi serta
Komitmen dan Kontinjensi ;
b. Kualitas Aktiva Produktif dan informasi lainnya yang terdiri dari :
1) Aktiva produktif kepada pihak terkait.
2) Kolektibilitas aktiva produktif.
3) Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang wajib dibentuk.
4) Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang telah dibentuk.
5) Komposisi pemegang saham, susunan pengurus dan Dewan
Pengawas Syariah.
c. Tabel Distribusi Bagi Hasil ;
d. Khusus laporan keuangan publikasi triwulanan posisi akhir bulan Juni
dan Desember, Laporan Keuangan yang disajikan selain paling sedikit
sama dengan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan c,
juga wajib menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat,
Infak dan Shadaqah (ZIS), Laporan Sumber dan Penggunaan Dana
Qardh, serta Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, jika ada
IV. TATA CARA PEMBAYARAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
1. Pembayaran sanksi kewajiban membayar ke Bank Indonesia dilakukan
dengan cara transfer ke rekening Bank Indonesia. Transfer dimaksud
dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
a. Kliring ….
a. Kliring
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000.446 – Rekening
penerimaan sanksi administratif BPRS, dan pada kolom keterangan
dicantumkan pembayaran sanksi kewajiban membayar.
b. BI-RTGS
Transfer ditujukan ke rekening nomor 566.000446 – Rekening
penerimaan sanksi administratif BPRS dengan mencantumkan
Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan pada
keterangan dicantumkan pembayaran sanksi kewajiban membayar.
2. Fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
alamat :
a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl.M.H.Thamrin Nomor 2 Jakarta
10010, Telp. 381-8778, 381-8513, atau melalui Fax Nomor 350-1990,
bagi BPRS Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta Raya,
Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi.
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPRS
Pelapor yang
berkedudukan diluar wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
V. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN
Laporan Keuangan Tahunan, serta guntingan surat kabar yang berisikan
Laporan Keuangan Publikasi atau fotokopi Laporan Keuangan Publikasi
yang ….
yang ditempelkan pada papan pengumuman serta disket yang berisi Laporan
Keuangan Publikasi disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat :
a. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi
BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat Bank
Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPRS yang berkantor pusat di luar
wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
VI. PENUTUP
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/52/DPbS|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Publikasi Bank Perkreditan Rakyat Syariah </reg_title>
<set_date> 22 November 2005 </set_date>
<effective_date> 22 November 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/47/PBI/2005' </related_reg>
|
No.18/32/DPSP
Jakarta, 29 November 2016
S U R A T E D A R A N
Perihal : Bilyet Giro
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/41/PBI/2016 tentang Bilyet Giro (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 248, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5951), perlu mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai bilyet giro
dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I.
KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:
A. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan
bank umum syariah termasuk unit usaha syariah sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai
perbankan syariah.
B. Rekening Giro adalah rekening giro Rupiah yang dananya dapat
ditarik setiap saat dengan menggunakan cek dan/atau Bilyet
Giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan
pemindahbukuan.
C. Bilyet Giro adalah surat perintah dari Penarik kepada Bank
Tertarik untuk melakukan pemindahbukuan sejumlah dana
kepada rekening Penerima.
D. Penarik adalah pemilik Rekening Giro yang menerbitkan Bilyet
Giro.
E. Penerima adalah pemilik rekening yang disebutkan namanya
dalam Bilyet Giro untuk menerima sejumlah dana.
F. Bank Tertarik adalah Bank yang diperintahkan oleh Penarik
untuk melakukan pemindahbukuan sejumlah dana dengan
menggunakan Bilyet Giro.
G. Bank ...
2
G. Bank Penerima adalah Bank yang menatausahakan rekening
Penerima.
H. Tenggang Waktu Pengunjukan adalah jangka waktu berlakunya
Bilyet Giro.
I. Tenggang Waktu Efektif adalah jangka waktu yang disediakan
oleh Penarik kepada Penerima untuk meminta pelaksanaan
perintah dalam Bilyet Giro kepada Bank Tertarik.
J. Tanggal Penarikan adalah tanggal yang tercantum pada Bilyet
Giro dan merupakan tanggal diterbitkannya Bilyet Giro.
K. Tanggal Efektif adalah tanggal yang tercantum pada Bilyet Giro
dan merupakan tanggal mulai berlakunya perintah
pemindahbukuan.
II.
TATA CARA PEMENUHAN SYARAT FORMAL BILYET GIRO
A. Syarat Formal Bilyet Giro
Bilyet Giro harus memenuhi syarat formal sebagai berikut:
1. nama “Bilyet Giro” dan nomor Bilyet Giro;
2. nama Bank Tertarik;
3. perintah yang jelas dan tanpa syarat untuk
memindahbukukan sejumlah dana atas beban Rekening
Giro Penarik;
4. nama dan nomor rekening Penerima;
5. nama Bank Penerima;
6. jumlah dana yang dipindahbukukan baik dalam angka
maupun dalam huruf secara lengkap;
7. Tanggal Penarikan;
8. Tanggal Efektif;
9. nama jelas Penarik; dan
10. tanda tangan Penarik.
B. Pemenuhan Syarat Formal oleh Bank Tertarik
1. Bank Tertarik wajib memenuhi syarat formal Bilyet Giro
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1, butir A.2, dan butir
A.3 secara lengkap pada saat pencetakan Bilyet Giro.
2. Pemenuhan syarat formal sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pemenuhan ...
3
a. pemenuhan syarat formal dilakukan pada saat
pencetakan warkat Bilyet Giro;
b. pemenuhan syarat formal dilakukan dalam bahasa
Indonesia dan dapat ditambahkan padanan katanya
dalam Bahasa Inggris; dan
c. khusus untuk pemenuhan syarat formal berupa nomor
Bilyet Giro, dapat dilakukan oleh perusahaan
percetakan dokumen sekuriti pada saat pencetakan
warkat Bilyet Giro atau oleh Bank Tertarik sebelum
diserahkan kepada nasabah.
C. Pemenuhan Syarat Formal oleh Penarik
1. Penarik wajib memenuhi syarat formal Bilyet Giro
sebagaimana dimaksud dalam butir A.4 sampai dengan
butir A.10 secara lengkap pada saat penerbitan Bilyet Giro.
2. Pemenuhan syarat formal secara lengkap pada saat
penerbitan Bilyet Giro sebagaimana dimaksud dalam angka
1 dilakukan sebelum Bilyet Giro diserahkan oleh Penarik
kepada Penerima.
3. Pemenuhan syarat formal sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dilakukan dalam bahasa Indonesia serta dapat
ditambahkan padanan katanya dalam bahasa Inggris.
4. Pemenuhan syarat formal berupa jumlah dana yang
dipindahbukukan sebagaimana dimaksud dalam butir A.6
dilakukan dalam mata uang Rupiah.
5. Pemenuhan syarat formal berupa Tanggal Efektif
sebagaimana dimaksud dalam butir A.8 harus berada dalam
Tenggang Waktu Pengunjukan, yaitu berada dalam
tenggang waktu 70 (tujuh puluh) hari sejak Tanggal
Penarikan.
6. Pemenuhan syarat formal berupa nama jelas Penarik
sebagaimana dimaksud dalam butir A.9 diatur sebagai
berikut:
a. pencantuman nama jelas Penarik dapat dilakukan oleh
Bank Tertarik melalui personalisasi nasabah;
b. personalisasi ...
4
b. personalisasi nasabah sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilakukan pada saat penerbitan buku Bilyet
Giro sebelum diserahkan kepada nasabah;
c. personalisasi nasabah sebagaimana dimaksud dalam
huruf b paling sedikit memuat nama Penarik sesuai
dengan yang ditatausahakan oleh Bank Tertarik;
d. nama jelas Penarik tidak wajib dicantumkan apabila
warkat Bilyet Giro telah dilakukan personalisasi
nasabah oleh Bank Tertarik; dan
e. dalam hal Penarik adalah badan hukum dan/atau
badan usaha dan belum dilakukan personalisasi, nama
jelas Penarik adalah nama badan hukum dan/atau
badan usaha pemilik Rekening Giro.
7. Pemenuhan syarat formal berupa tanda tangan Penarik
sebagaimana dimaksud dalam butir A.10 diatur sebagai
berikut:
a.
tanda tangan dilakukan oleh Penarik dengan
menggunakan tanda tangan basah;
b. pengisian tanda tangan basah sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dilakukan langsung oleh Penarik sesuai
dengan spesimen tanda tangan yang ditatausahakan
oleh Bank Tertarik;
c. untuk Penarik berupa badan hukum dan/atau badan
usaha, tanda tangan dilakukan oleh:
1) pihak yang berwenang mewakili badan hukum
dan/atau badan usaha; atau
2) pihak yang diberi kuasa oleh pihak yang
berwenang mewakili badan hukum dan/atau
badan usaha,
yang nama dan spesimen tanda tangannya
ditatausahakan pada Bank Tertarik; dan
d. tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam huruf c
dapat dilengkapi dengan cap atau stempel sesuai
dengan perjanjian pembukaan Rekening Giro.
D. Pedoman ...
5
D. Pedoman pemenuhan syarat formal sebagaimana dimaksud
dalam huruf A mengacu pada Lampiran I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
III. KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PENGGUNAAN BILYET GIRO
A. Dalam Penggunaan Bilyet Giro, Bank Tertarik wajib:
1. memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir
II.B.1 pada saat pencetakan Bilyet Giro;
2. menatausahakan Rekening Giro Penarik;
3. menatausahakan Bilyet Giro yang diberikan kepada
Penarik;
4. melakukan verifikasi atas Bilyet Giro yang ditarik oleh
Penarik, paling sedikit berupa:
a. pengecekan keaslian Bilyet Giro yang diterima
berdasarkan standar keamanan yang telah ditetapkan;
b. pengecekan kelengkapan pemenuhan syarat formal
Bilyet Giro yang diterima sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A;
c. konfirmasi kepada Penarik dalam rangka pelaksanaan
perintah pemindahbukuan, apabila diperlukan;
d. pengecekan kesesuaian antara tanda tangan Penarik
yang tercantum pada Bilyet Giro dengan spesimen
tanda tangan yang ditatausahakan oleh Bank Tertarik;
dan
e. verifikasi kewenangan pihak yang menandatangani
Bilyet Giro dengan spesimen tanda tangan yang
ditatausahakan oleh Bank Tertarik;
5. melaksanakan perintah pemindahbukuan sejumlah dana
sesuai dengan perintah dalam Bilyet Giro dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. dalam hal hasil verifikasi Bilyet Giro sesuai dengan
ketentuan dan saldo dalam Rekening Giro Penarik
mencukupi maka pemindahbukuan sejumlah dana
dilakukan sesuai dengan perintah dalam Bilyet Giro;
atau
b. dalam ...
6
b. dalam hal hasil verifikasi Bilyet Giro sesuai dengan
ketentuan namun saldo dalam Rekening Giro Penarik
tidak mencukupi maka pemindahbukuan sejumlah
dana tidak dapat dilakukan dan berlaku ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai daftar hitam
nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong;
6. menindaklanjuti pemblokiran pembayaran Bilyet Giro
berdasarkan surat permohonan dari Penarik dan/atau
pihak yang berwenang;
7. melakukan penolakan Bilyet Giro, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. penolakan Bilyet Giro dilakukan dalam hal hasil
verifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 4
menunjukkan Bilyet Giro yang diterbitkan tidak
memenuhi ketentuan; dan
b. penolakan Bilyet Giro dilakukan dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.3; dan
8. menatausahakan penggunaan Bilyet Giro, paling sedikit
mengenai:
a.
jumlah lembar Bilyet Giro yang:
1) dicetak oleh Bank Tertarik;
2) didistribusikan kepada nasabah;
3) diproses melalui loket Bank Tertarik dan kliring;
dan
4) ditolak melalui loket Bank Tertarik dan kliring
beserta alasannya; dan
b. penyalahgunaan Bilyet Giro.
B. Dalam penggunaan Bilyet Giro, Penarik:
1. harus mengisi syarat formal Bilyet Giro secara lengkap pada
saat penerbitan Bilyet Giro dengan mengacu pada
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.1;
2. wajib menyediakan dana yang cukup pada saat Bilyet Giro
diunjukkan kepada Bank Tertarik dalam Tenggang Waktu
Efektif, yaitu sejak Tanggal Efektif sampai dengan
berakhirnya Tenggang Waktu Pengunjukan; dan
3. harus ...
7
3. harus menginformasikan dan meminta kepada Bank
Tertarik untuk melakukan pemblokiran pembayaran Bilyet
Giro yang hilang, dicuri, atau rusak.
C. Dalam penggunaan Bilyet Giro, Penerima harus:
1. memastikan pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A, butir II.B.1, butir II.C.1, dan butir II.C.5
terhadap Bilyet Giro yang diterima dari Penarik, antara lain
dengan cara memeriksa, meneliti, dan memastikan bahwa
syarat formal Bilyet Giro telah dipenuhi secara lengkap;
2. menolak Bilyet Giro yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A, butir II.B.1, butir
II.C.1, dan butir II.C.5; dan
3. meminta Penarik untuk melakukan pemblokiran atas Bilyet
Giro yang diterima, antara lain dalam hal Bilyet Giro yang
telah diterima oleh Penerima hilang, dicuri, atau rusak.
D. Dalam penggunaan Bilyet Giro, Bank Penerima wajib:
1. memastikan pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir II.A, butir II.B.1, butir II.C.1, dan butir II.C.5
terhadap Bilyet Giro yang diterima dari Penerima;
2. melakukan verifikasi atas Bilyet Giro yang diterima dari
Penerima, paling sedikit berupa:
a. pengecekan jumlah koreksi yang tercantum di dalam
Bilyet Giro;
b. pengecekan masa berlaku Bilyet Giro; dan
c. memastikan pihak yang mengunjukkan Bilyet Giro
merupakan Penerima atau pihak yang memperoleh
kuasa dari Penerima;
3. meneruskan Bilyet Giro kepada Bank Tertarik dalam hal
hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan
angka 2 sesuai dengan ketentuan;
4. melakukan penolakan Bilyet Giro, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. penolakan ...
8
a. penolakan Bilyet Giro dilakukan dalam hal hasil
verifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan
angka 2 menunjukkan Bilyet Giro yang diterbitkan
tidak memenuhi ketentuan; dan
b. penolakan Bilyet Giro dilakukan dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam butir V.A.2;
5. memindahbukukan sejumlah dana yang diterima dari Bank
Tertarik ke rekening Penerima; dan
6. menyampaikan informasi kepada Penerima dalam hal Bilyet
Giro ditolak oleh Bank Tertarik disertai dengan alasan
penolakan.
IV. KOREKSI BILYET GIRO
A. Dalam hal terdapat kesalahan penulisan dalam Bilyet Giro,
Penarik harus melakukan koreksi.
B. Tata cara koreksi kesalahan penulisan sebagaimana dimaksud
dalam huruf A diatur sebagai berikut:
1. koreksi kesalahan penulisan dalam Bilyet Giro harus
dilakukan dalam hal terdapat kesalahan penulisan pada:
a. nama Penerima;
b. nomor rekening Penerima;
c. nama Bank Penerima;
d. jumlah dana yang dipindahbukukan dalam angka;
e.
jumlah dana yang dipindahbukukan dalam huruf;
f. Tanggal Penarikan;
g. Tanggal Efektif; dan/atau
h. nama jelas Penarik;
2. koreksi kesalahan penulisan dalam butir 1.a sampai dengan
butir 1.h, masing-masing dianggap sebagai 1 (satu) kali
koreksi;
3. dalam hal terdapat koreksi kembali pada koreksi kesalahan
penulisan sebagaimana dimaksud dalam angka 2, dianggap
sebagai penambahan jumlah koreksi;
4. koreksi ...
9
4. koreksi kesalahan penulisan dilakukan dengan cara
mencoret tulisan yang salah dan melakukan perbaikan
penulisan apabila diperlukan;
5. setiap koreksi kesalahan penulisan sebagaimana dimaksud
dalam angka 4 harus ditandatangani oleh Penarik di tempat
kosong yang terdekat dengan tulisan yang dikoreksi; dan
6. perbaikan penulisan sebagaimana dimaksud dalam angka 4
harus dilakukan oleh Penarik di tempat kosong yang
terdekat dengan tulisan yang dikoreksi.
C. Koreksi kesalahan penulisan sebagaimana dimaksud dalam
huruf A dilakukan paling banyak 3 (tiga) kali dengan memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf B.
V.
PENOLAKAN DAN PENAHANAN BILYET GIRO
A. Penolakan Bilyet Giro
1. Penolakan Bilyet Giro dilakukan dengan alasan yang terdiri
atas:
a.
tidak memenuhi syarat formal Bilyet Giro sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A;
b. pencantuman Tanggal Efektif tidak dalam Tenggang
Waktu Pengunjukan;
c.
terdapat koreksi yang tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.B;
d. diunjukkan tidak dalam Tenggang Waktu Efektif, yaitu
sebelum Tanggal Efektif atau setelah berakhirnya
Tenggang Waktu Pengunjukan;
e. syarat formal Bilyet Giro diduga diisi oleh pihak lain
selain Penarik;
f. Bilyet Giro diblokir pembayarannya;
g.
tanda tangan tidak sesuai dengan spesimen tanda
tangan yang ditatausahakan oleh Bank Tertarik;
h. Bilyet Giro diduga palsu atau dimanipulasi;
i. Rekening Giro Penarik telah ditutup; dan/atau
j.
tidak tersedia dana yang cukup pada Rekening Giro
Penarik.
2. Bank ...
10
2. Bank Penerima wajib menolak Bilyet Giro dalam hal Bilyet
Giro memenuhi alasan penolakan sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.a sampai dengan butir 1.e.
3. Bank Tertarik wajib menolak Bilyet Giro dalam hal Bilyet
Giro memenuhi alasan penolakan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1.
4. Penolakan Bilyet Giro oleh Bank Tertarik dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a, butir 1.b, butir 1.d,
butir 1.f, dan butir 1.h, dilakukan tanpa memperhatikan
ketersediaan dana dalam Rekening Giro Penarik.
5. Dalam hal penolakan Bilyet Giro dilakukan dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.j, Penerima dapat
mengunjukkan kembali Bilyet Giro terhitung sejak tanggal
terjadinya penolakan sampai dengan berakhirnya Tenggang
Waktu Pengunjukan.
6. Penatausahaan penolakan Bilyet Giro mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai daftar
hitam nasional penarik cek dan/atau bilyet giro kosong.
B. Penahanan Bilyet Giro
1. Bank Tertarik yang melakukan penolakan sebagaimana
dimaksud dalam butir A.1.h wajib menahan dan menunda
pembayaran Bilyet Giro yang diduga palsu atau isi Bilyet
Giro diduga dimanipulasi.
2. Penahanan dan penundaan pembayaran Bilyet Giro
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib ditindaklanjuti
dengan verifikasi paling lama sampai dengan 1 (satu) hari
kerja berikutnya.
3. Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 menunjukkan bahwa indikasi pemalsuan tidak
terbukti, Bilyet Giro diproses sesuai dengan ketentuan.
4. Mekanisme penahanan Bilyet Giro sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai daftar hitam nasional penarik cek
dan/atau bilyet giro kosong.
VI. PEMBATALAN ...
11
VI. PEMBATALAN DAN PEMBLOKIRAN PEMBAYARAN BILYET GIRO
A. Pembatalan Bilyet Giro
Penarik tidak dapat membatalkan Bilyet Giro selama Tenggang
Waktu Pengunjukan.
B. Pemblokiran Pembayaran Bilyet Giro
1. Penarik dapat melakukan pemblokiran pembayaran Bilyet
Giro dengan alasan antara lain:
a. hilang atau dicuri; dan/atau
b. Bilyet Giro tidak dapat digunakan antara lain karena
rusak.
2. Pemblokiran pembayaran sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.a harus disertai dengan surat keterangan dari
kepolisian.
3. Pemblokiran pembayaran sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.b harus disertai dengan Bilyet Giro yang rusak.
4. Tata cara pemblokiran pembayaran sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 mengacu pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai daftar hitam nasional penarik cek
dan/atau bilyet giro kosong.
VII. SPESIFIKASI WARKAT BILYET GIRO
A. Warkat Bilyet Giro wajib memenuhi spesifikasi rancang bangun
dan standar keamanan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
B. Standar keamanan sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling
sedikit menggunakan 5 (lima) unsur pengaman.
C. Spesifikasi
rancang bangun dan standar keamanan
sebagaimana dimaksud dalam huruf A mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
transfer dana dan kliring berjadwal oleh Bank Indonesia.
D. Rancang bangun sebagaimana dimaksud dalam huruf A
mengacu pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VIII. KETENTUAN ...
12
VIII. KETENTUAN PENUTUP
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 28/32/UPG tanggal 4 Juli 1995
perihal Bilyet Giro, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 1 April
2017.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/32/DPSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Bilyet Giro </reg_title>
<set_date> 29 November 2016 </set_date>
<effective_date> 1 April 2017 </effective_date>
<replaced_reg> '28/32/UPG|SE-BI/1995' </replaced_reg>
<related_reg> '18/41/PBI/2016' </related_reg>
|
No. 7/63/DPBPR
Jakarta, 30 Desember 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Sistem Informasi Debitur
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/8/PBI/2005 tentang Sistem Informasi Debitur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4477), perlu diatur ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
1.
Pelapor adalah Kantor Pusat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah,
yang memenuhi ketentuan
Informasi Debitur (SID) yang berlaku.
2. Penyelenggaraan SID dimaksudkan untuk membantu Pelapor dalam
memperlancar proses penyediaan dana, mempermudah penerapan
manajemen risiko, dan melakukan identifikasi kualitas Debitur untuk
memenuhi ketentuan yang berlaku.
3. Guna mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada angka 2
dan
agar SID dapat menghasilkan informasi yang berkualitas, Pelapor
diwajibkan untuk:
a. menyampaikan …
mengenai Sistem
2
a. menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank Indonesia setiap
bulan untuk posisi akhir bulan secara benar, lengkap, terkini dan
tepat waktu;
b. melakukan dan menyampaikan koreksi atas Laporan Debitur
kepada Bank Indonesia dalam hal Laporan Debitur yang telah
disampaikan oleh Pelapor
memenuhi ketentuan yang berlaku, baik yang ditemukan oleh
Pelapor sendiri, oleh Bank Indonesia maupun oleh pihak lain;
c. bertanggung jawab atas isi dan ketepatan waktu penyampaian
Laporan Debitur dimaksud.
4. Untuk menciptakan keseragaman dalam penyusunan Laporan
Debitur perlu ditetapkan suatu Pedoman
Penyusunan Laporan
Debitur bagi BPR sebagaimana terlampir, yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
kepada Bank Indonesia tidak
II. PELAPOR
1.
Pelapor yang wajib menyampaikan Laporan Debitur dalam SID
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran ini adalah :
a. BPR yang memiliki total
aset
(sepuluh miliar rupiah) atau lebih, dan
b. BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah), yang telah mendapat persetujuan dari
Bank Indonesia sebagai Pelapor SID,
2.
Total aset sebagaimana dimaksud dalam angka 1 adalah total aset
Pelapor berdasarkan laporan bulanan sejak posisi Januari 2006.
3. BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) dapat menjadi pelapor SID dengan cara
mengajukan permohonan untuk menjadi pelapor SID kepada:
a. Direktorat …
sebesar Rp10.000.000.000,00
3
a. Direktorat
Pengawasan BPR (DPBPR)/Direktorat Perbankan
Syariah (DPbS) bagi Pelapor yang berada di wilayah DKI Jakarta
Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi,
atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Pelapor yang berada di luar
wilayah sebagaimana dimaksud pada huruf a.
tembusan kepada Direktorat Perizinan
dengan
dan
Informasi
Perbankan (DPIP), c.q. Pusat Informasi Kredit dan mendapat
persetujuan dari Bank Indonesia.
4. BPR yang telah disetujui oleh Bank Indonesia menjadi Pelapor wajib
mengikuti persyaratan dan tatacara pelaporan SID sebagaimana
diatur dalam PBI Nomor 7/8/PBI/2005 tentang SID dan ketentuan
pelaksanaannya.
5. BPR yang telah menjadi Pelapor tidak dapat mengundurkan diri dari
keikutsertaan dalam pelaporan SID.
6. Dalam hal Pelapor melakukan merger atau konsolidasi, maka Kantor
Pelapor peserta merger atau konsolidasi menyampaikan Laporan
Debitur sampai dengan proses merger atau konsolidasi selesai.
Setelah proses merger atau konsolidasi tersebut selesai, kewajiban
penyampaian Laporan Debitur dilakukan oleh kantor BPR Pelapor
hasil merger atau konsolidasi tersebut.
III. SISTEM DAN PROSEDUR PENYAMPAIAN LAPORAN DAN
PENERIMAAN INFORMASI DEBITUR
1. Dalam rangka menjamin kebenaran, kelengkapan, kekinian isi
Laporan Debitur dan ketepatan waktu penyampaian Laporan Debitur,
serta keamanan penerimaan informasi Debitur, Pelapor harus
memiliki sistem dan prosedur yang dituangkan dalam suatu pedoman
tertulis …
4
tertulis yang disetujui oleh Direksi dan diketahui oleh Komisaris
Pelapor, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. wewenang dan tanggung jawab petugas yang diberi akses untuk
menyusun Laporan Debitur;
b. wewenang dan tanggung jawab petugas yang diberi akses untuk
melakukan verifikasi atas keabsahan dan kelengkapan Laporan
Debitur yang terkini, sebelum disampaikan kepada Bank
Indonesia;
c. wewenang dan tanggung jawab petugas yang diberi akses untuk
mengajukan permohonan dan menerima informasi Debitur dari
Bank Indonesia.
2.
Pelapor harus melakukan pengamanan terhadap sistem dan teknologi
informasi di Kantor Pelapor yang terkait dengan SID di Bank
Indonesia termasuk melakukan langkah-langkah pengamanan
alur/proses pengiriman Laporan Debitur dari sistem komputer
Pelapor ke Bank Indonesia dan penerimaan informasi Debitur dari
Bank Indonesia.
IV. LAPORAN DEBITUR DAN INFORMASI DEBITUR
1. Laporan Debitur disampaikan
oleh Kantor Pusat BPR yang
bersangkutan dan meliputi seluruh fasilitas penyediaan dana dan
laporan keuangan debitur, baik di Kantor Pusat maupun di Kantor
Cabang.
2. Laporan Debitur yang disampaikan mencakup:
a. identitas Debitur:
1) bagi Debitur perorangan, antara lain berisi nama, nomor
Kartu Tanda Penduduk (KTP), nama gadis ibu kandung,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
bagi
Debitur …
5
Debitur yang diwajibkan menurut
undangan yang berlaku;
peraturan perundang-
2) bagi Debitur perusahaan atau badan, antara lain berisi nama,
nomor akta pendirian, NPWP dan informasi keterkaitan
Debitur dari sisi kepengurusan, kepemilikan, dan hubungan
keuangan;
b. informasi pengurus dan pemilik perusahaan atau badan, antara
lain berisi informasi mengenai nama,
alamat, NPWP, jabatan
pengurus dan pemilik dan pangsa (persentase) kepemilikan;
c. informasi fasilitas penyediaan dana yang diterima oleh Debitur,
antara lain berisi informasi mengenai jenis penyediaan dana,
jumlah fasilitas yang diberikan dan kolektibilitas;
Informasi penyediaan dana tersebut meliputi pula fasilitas
penyediaan dana yang telah dihapusbuku, dihapustagih, dan yang
diselesaikan dengan cara pengambilalihan agunan atau
penyelesaian melalui pengadilan, dalam waktu satu tahun terakhir
yang disampaikan dalam Laporan Debitur yang pertama.
d. informasi agunan, antara lain berisi informasi mengenai bukti
(status) kepemilikan, nilai agunan, nama pemilik agunan, lokasi
agunan, dan jenis pengikatan;
e. informasi penjamin, antara lain berisi identitas penjamin seperti
nama, alamat, dan identitas (Kartu Tanda Penduduk/akte
pendirian) dari penjamin, serta persentase
penyediaan dana yang dijamin;
bagian fasilitas
f. informasi keuangan debitur bagi nasabah perusahaan/badan yang
menerima fasilitas sebesar
rupiah) atau lebih. Informasi keuangan debitur antara lain berisi
data yang berasal dari neraca dan laba rugi serta posisi laporan
keuangan.
3. Pelapor …
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar
6
3.
Pelapor yang telah memenuhi kewajiban pelaporan dapat meminta
informasi Debitur
dari Bank Indonesia.
Debitur harus dilakukan secara on line.
4.
Informasi Debitur yang disediakan kepada Pelapor meliputi antara
lain:
a. identitas Debitur;
b. pengurus dan pemilik;
c. fasilitas penyediaan dana yang diterima Debitur;
d. agunan;
e. penjamin; dan
f. kolektibilitas.
Permintaan informasi
V. PENANGGUNGJAWAB LAPORAN DEBITUR DAN INFORMASI
DEBITUR
1. Dalam rangka penyampaian Laporan Debitur dan permohonan
permintaan informasi Debitur, Pelapor menunjuk petugas
operator/pelaksana dan/atau
pejabat penanggungjawab dengan
wewenang dan tanggung jawab:
a. menyusun dan menyampaikan Laporan Debitur kepada Bank
Indonesia;
b. melakukan verifikasi atas keabsahan dan kelengkapan Laporan
Debitur yang terkini sebelum disampaikan kepada Bank
Indonesia;
c. mengajukan permohonan dan menerima informasi Debitur dari
Bank Indonesia.
2.
Pelapor selanjutnya memberitahukan secara tertulis:
a. nama, nomor telepon, nomor faksimili, dan alamat e-mail petugas
dan/atau penanggung jawab Laporan Debitur;
b. nama …
7
b. nama, nomor
telepon, nomor faksimili,
dan
alamat e-mail
petugas dan/atau penanggung jawab yang berwenang meminta
dan menerima informasi Debitur;
kepada DPIP c.q. Pusat Informasi Kredit, dengan tembusan kepada:
a. DPBPR/DPbS bagi Pelapor yang berada di wilayah DKI Jakarta
Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang dan Bekasi,
atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat bagi Pelapor yang berada di luar
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
3.
Setiap petugas dan/atau penanggungjawab yang telah diberi
wewenang tersebut harus menjaga dan bertanggung jawab atas
kerahasiaan password dan user-id masing-masing.
VI. FORMAT LAPORAN DAN TATA CARA PELAPORAN
Format laporan, tata cara pengisian, dan penyusunan Laporan Debitur
berpedoman pada Pedoman Penyusunan Laporan Debitur bagi BPR yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
VII. PERIODE PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI
LAPORAN DEBITUR
1.
Pelapor wajib menyampaikan Laporan Debitur setiap bulan kepada
Bank Indonesia selambat-lambatnya tanggal 12 setelah berakhirnya
bulan Laporan Debitur yang bersangkutan.
2.
Sesuai dengan Pasal 6 Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/8/PBI/2005 tentang SID, Pelapor wajib melakukan koreksi atas
Laporan Debitur yang tidak memenuhi ketentuan, baik yang
ditemukan …
8
ditemukan oleh Pelapor sendiri maupun yang ditemukan oleh Bank
Indonesia. Dalam hal terdapat perbedaan antara Bank Indonesia dan
Pelapor berkaitan dengan data Laporan Debitur yang disampaikan
maka yang diberlakukan
adalah yang ditetapkan
Indonesia.
3. Koreksi atas Laporan Debitur yang tidak memenuhi ketentuan dan
ditemukan oleh Pelapor sendiri wajib disampaikan kepada Bank
Indonesia paling lambat tanggal 12 setelah berakhirnya bulan
Laporan Debitur yang bersangkutan.
oleh Bank
VIII. PROSEDUR PENYAMPAIAN LAPORAN
LAPORAN DEBITUR
1.
DAN KOREKSI
Pelapor wajib menyampaikan Laporan Debitur dan/atau koreksi atas
Laporan Debitur kepada Bank Indonesia secara on line.
Penyampaian secara on line dilakukan dengan cara mengirim atau
mentransfer rekaman data Laporan Debitur atau koreksi atas Laporan
Debitur secara langsung melalui fasilitas
komunikasi/jaringan
ekstranet atau saluran komunikasi lain yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
2. Penyampaian Laporan Debitur dan/atau koreksi atas Laporan Debitur
dapat dilakukan secara off line dengan
menggunakan media
perekaman seperti disket atau compact disc, dalam hal:
a. Pelapor berkedudukan di daerah yang belum memiliki fasilitas
telekomunikasi atau mengalami keadaan memaksa (force
majeure), seperti kebakaran, kerusuhan massa, perang, sabotase,
serta bencana alam seperti banjir dan gempa bumi;
b. Pelapor …
9
b. Pelapor baru memulai kegiatan operasional, dengan batas waktu
paling lama 2 (dua) bulan setelah melakukan kegiatan
operasional; atau
c. Pelapor mengalami gangguan
teknis dalam menyampaikan
Laporan Debitur dan/atau koreksi atas Laporan Debitur, seperti
gangguan jaringan telekomunikasi atau pemadaman aliran listrik
yang berkepanjangan yang harus disertai keterangan tertulis dari
pejabat Pelapor.
3.
Pelapor dinyatakan telah menyampaikan Laporan Debitur dan/atau
koreksi atas Laporan Debitur pada tanggal diterimanya Laporan
dan/atau koreksi atas Laporan Debitur oleh Bank Indonesia.
a. Penyampaian secara on line
Apabila Laporan Debitur dan/atau koreksi atas Laporan Debitur
disampaikan secara on line maka Pelapor akan menerima tanda
bukti penyampaian dan pengkinian Laporan Debitur dan/atau
koreksi atas Laporan Debitur, yang tercetak secara otomatis pada
komputer Pelapor setelah Pelapor selesai menyampaikan dan
mengkinikan Laporan Debitur dan/atau menyampaikan koreksi
atas Laporan Debitur.
b. Penyampaian secara off line
Untuk Laporan Debitur dan/atau koreksi atas Laporan Debitur
yang disampaikan secara off line maka Pelapor akan menerima
tanda bukti penerimaan Laporan Debitur dan/atau koreksi atas
Laporan Debitur dari Bank
Indonesia apabila Pelapor
menyampaikan secara langsung, atau tanda bukti penerimaan/cap
pos apabila disampaikan melalui pos.
IX. SANKSI …
10
IX. SANKSI
Tata cara pengenaan sanksi kewajiban membayar terhadap Pelapor:
1. Pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Pembayaran secara tunai:
1) bagi Pelapor yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta
Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi,
menyetor kepada
(BPUK),
Bagian Pengelolaan Uang Kas
2) bagi Pelapor yang berkedudukan di luar wilayah sebagaimana
dimaksud pada angka 1), menyetor kepada Kantor Bank
Indonesia setempat,
pada setiap hari kerja, waktu layanan kas, pukul 08.00 s.d 12.00
waktu setempat (hari Senin s.d. Kamis) atau pukul 08.00 s.d
11.30 waktu setempat (hari Jumat), untuk rekening nomor
3040.500.00.470.0 - “Penerimaan sanksi administratif”.
b. Pembayaran secara non tunai:
1) Kliring
Pelapor melakukan transfer melalui kantor bank umum yang
berada di wilayah kerja Bank Indonesia yang mewilayahi
Pelapor dan kantor bank umum dimaksud, dengan
mencantumkan “pembayaran sanksi kewajiban membayar dari
BPR XXX” pada kolom keterangan.
2) BI-RTGS
Pelapor melakukan transfer melalui kantor bank umum yang
berada di wilayah kerja Bank Indonesia yang mewilayahi
Pelapor dan
kantor bank umum
mencantumkan Transaction Reference Number
dimaksud dengan
(TRN)
BIRBK566 …
Keluar
11
BIRBK566 dan pada
2.
kolom keterangan dicantumkan
“pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX”.
Pelapor menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban
membayar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 kepada Bank
Indonesia.
X. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN DEBITUR DAN/ATAU
KOREKSI LAPORAN DEBITUR SECARA OFF LINE
Laporan Debitur dan/atau koreksi Laporan Debitur secara off line
disampaikan kepada DPIP c.q. Pusat Informasi Kredit, Jl. MH. Thamrin
No.2 Jakarta 10110, dengan tembusan kepada:
1. DPBPR/DPbS, bagi Pelapor yang berada di wilayah DKI Jakarta
Raya, Provinsi Banten, Bogor, Depok, Karawang, dan Bekasi, atau
2. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Pelapor yang berada di luar
wilayah sebagaimana dimaksud pada angka 1.
XI. PENYAMPAIAN PERTANYAAN
1.
Pertanyaan yang berkaitan dengan Laporan Debitur dan informasi
Debitur disampaikan kepada DPIP c.q. Pusat Informasi Kredit, Jl.
MH. Thamrin No.2 Jakarta 10110.
2.
Pertanyaan yang berkaitan dengan
aplikasi dan otomasi SID
disampaikan kepada Help Desk Bank Indonesia melalui e-mail
kepada hdbi@bi.go.id dan/atau telepon 021-3818000.
Surat …
12
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 30 Desember 2005
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
IRMAN DJAJA DALIMI
DIREKTUR PENGAWASAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
DPBPR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/63/DPBPR|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Sistem Informasi Debitur </reg_title>
<set_date> 30 Desember 2005 </set_date>
<effective_date> 30 Desember 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/8/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 10/ 36 /DPbS
Jakarta, 22 Oktober 2008
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/22/DPbS
tanggal 18 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 10/24/PBI/2008 tanggal 16 Oktober 2008 tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4909),
dipandang perlu untuk mengubah Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah,
sebagai berikut :
1. Ketentuan butir III diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :
III. KUALITAS SURAT BERHARGA
Surat Berharga Syariah dapat digolongkan menjadi surat berharga
yang ….
yang diakui berdasarkan nilai pasar yaitu berupa surat berharga yang
tersedia untuk dijual (Available For Sale) dan/atau untuk diperdagangkan
(Trading), dan surat berharga yang diakui berdasarkan harga perolehan
yaitu untuk surat berharga yang dimiliki hingga jatuh tempo (Hold To
Maturity). Selain itu, dalam rangka mengakomodasi karakteristik tertentu
dari surat berharga yang tersedia di pasar yang dapat dimiliki oleh Bank,
terdapat juga surat berharga yang dihubungkan atau dijamin dengan aset
tertentu yang mendasari dan surat berharga yang diterbitkan dan/atau
diendos oleh bank lain.
Penilaian kualitas Surat Berharga Syariah secara umum ditetapkan
berdasarkan faktor-faktor : peringkat yang dimiliki dari Surat Berharga
Syariah atau aset yang mendasari Surat Berharga Syariah tersebut;
kewajiban pembayaran yang dilakukan dalam waktu dan jumlah yang tepat
sesuai perjanjian; waktu jatuh tempo dari Surat Berharga Syariah; dan
kualitas penerbit Surat Berharga Syariah yang bersangkutan. Sebagai
contoh, dalam hal penerbit Surat Berharga Syariah adalah bank, maka
penetapan kualitas Surat Berharga Syariah didasarkan pada kualitas
penempatan dari bank yang bersangkutan.
Peringkat investasi dalam penetapan kualitas Surat Berharga Syariah
mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
lembaga pemeringkat dan peringkat yang diakui oleh Bank Indonesia.
Peringkat untuk Surat Berharga Syariah perusahaan Indonesia yang
diperdagangkan di bursa efek terkemuka di luar negeri yang paling kurang
setara dengan bursa efek di Indonesia, adalah peringkat Surat Berharga
Syariah yang diperdagangkan di bursa efek luar negeri tersebut. Dalam hal
tidak terdapat peringkat untuk Surat Berharga Syariah yang diperdagangkan
di bursa efek luar negeri tersebut, maka mengacu pada peringkat dari Surat
Berharga Syariah yang relatif sejenis yang diterbitkan oleh perusahaan
tersebut yang diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau didasarkan atas
ketentuan ….
ketentuan penilaian kualitas penyediaan dana dalam hal perusahaan tersebut
tidak menerbitkan Surat Berharga Syariah di Indonesia.
2. Mencabut Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/22/DPbS
tanggal 18 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum
Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 22 Oktober
2008.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 10/36/DPbS|SE-BI/2008 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/22/DPbS tanggal 18 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah </reg_title>
<set_date> 22 Oktober 2008 </set_date>
<effective_date> 22 Oktober 2008 </effective_date>
<changed_reg> '8/22/DPbS|SE-BI/2006' </changed_reg>
<related_reg> '10/24/PBI/2008', '8/22/DPbS|SE-BI/2006', '8/21/PBI/2006' </related_reg>
|
No. 12/39/DPbS
Jakarta, 31 Desember 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/29/PBI/2009 tanggal 7 Juli 2009 tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Syariah Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5033), maka perlu diatur lebih lanjut ketentuan pelaksanaan
mengenai fasilitas pendanaan jangka pendek syariah bagi Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2009;
2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, yang selanjutnya disebut BPRS
adalah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
3. Rasio ...
2
3. Rasio Kebutuhan Kas adalah perhitungan kebutuhan kas BPRS yang
didasarkan pada perbandingan antara alat likuid berupa kas, dan
antarbank aktiva yang tidak diblokir yaitu giro, tabungan dan deposito
jatuh tempo dengan kewajiban likuid berupa kewajiban segera,
simpanan dana nasabah tidak terkait yaitu tabungan dan deposito jatuh
tempo serta antarbank pasiva tidak terkait yaitu tabungan dan deposito
jatuh tempo;
4. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah, yang selanjutnya disebut
FPJPS adalah fasilitas pendanaan berdasarkan Prinsip Syariah dari
Bank Indonesia kepada BPRS untuk mengatasi kesulitan pendanaan
jangka pendek yang dialami oleh BPRS;
5. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami
BPRS yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih
kecil dibandingkan dengan arus dana keluar (mismatch);
6. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek;
7. Surat Utang Negara, yang selanjutnya disebut SUN adalah surat
berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah
yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya;
8. Surat Berharga Syariah Negara, yang selanjutnya disebut SBSN, atau
dapat disebut Sukuk Negara, adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan Prinsip Syariah, dalam mata uang Rupiah,
sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN;
9. Obligasi Syariah Korporasi atau dapat disebut Sukuk Korporasi adalah
surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh badan
usaha milik negara atau badan usaha swasta dan ditatausahakan di
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI);
10. Pembiayaan ...
3
10. Pembiayaan adalah pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
II. PERSYARATAN PERMOHONAN FPJPS
1. BPRS yang dapat mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank
Indonesia adalah BPRS yang mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka
Pendek dan memiliki agunan yang berkualitas tinggi dengan nilai yang
memadai.
2. BPRS sebagaimana dimaksud pada butir 1 harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. peringkat komposit tingkat kesehatan menurut hasil penilaian Bank
Indonesia, paling kurang 3 (PK-3) selama 2 (dua) periode terakhir;
b. peringkat faktor manajemen tingkat kesehatan menurut hasil
penilaian Bank Indonesia, paling kurang C selama 2 (dua) periode
terakhir; dan
c. memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari
kalender terakhir.
3. BPRS memiliki arus kas harian negatif selama 14 (empat belas) hari
kalender terakhir, apabila jumlah seluruh penerimaan kas lebih kecil
dibandingkan dengan jumlah seluruh pengeluaran kas pada hari yang
sama, selama 14 (empat belas) hari kalender terakhir sebelum tanggal
permohonan FPJPS. Perhitungan kas harian negatif tidak termasuk
untuk hari Sabtu, Minggu dan hari libur nasional.
4. Jenis agunan dalam permohonan FPJPS berupa aset Pembiayaan milik
BPRS atau surat berharga yang dimiliki oleh pemegang saham BPRS.
Aset Pembiayaan milik BPRS atau surat berharga yang dimiliki oleh
pemegang saham BPRS, yang akan dipergunakan sebagai agunan FPJPS
harus bebas dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak sedang
dijaminkan ...
4
dijaminkan kepada pihak lain. Surat berharga milik pemegang saham
BPRS hanya dapat digunakan sebagai agunan FPJPS apabila aset
Pembiayaan yang dimiliki BPRS tidak mencukupi untuk menjadi
agunan FPJPS.
5. BPRS wajib mengganti dan/atau menambah agunan FPJPS apabila
objek yang dijadikan sebagai agunan FPJPS ternyata diketahui tidak
memenuhi persyaratan sebagai agunan FPJPS.
III. KARAKTERISTIK FPJPS
1. Jumlah FPJPS
FPJPS diberikan kepada BPRS dalam bentuk plafon paling banyak
sebesar kebutuhan dana untuk mencapai Rasio Kebutuhan Kas sebesar
10% (sepuluh persen).
Contoh:
Pada tanggal 20 Januari 2010, BPRS mengajukan permohonan FPJPS
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah). Rasio Kebutuhan Kas
BPRS pada tanggal 20 Januari 2010 adalah sebesar 3% (tiga persen),
dengan perhitungan sebagai berikut:
Pos-pos Tertentu
Nominal (dalam ribuan Rp)
A. ASET LANCAR
1. Kas
2. Antarbank Aktiva (yang tidak diblokir)
a. Giro
b. Tabungan
c. Deposito jatuh tempo
JUMLAH ASET LANCAR
B. KEWAJIBAN LANCAR
1. Kewajiban Segera
2. Simpanan dana nasabah (tidak terkait)
a. Deposito jatuh tempo
b. Tabungan
3. Antarbank Pasiva (tidak terkait)
a. Deposito jatuh tempo
b. Tabungan
JUMLAH KEWAJIBAN LANCAR
Rasio Kebutuhan Kas ( A : B) x 100%
10,000
400
15,300
1,000
26,700
15,000
75,000
550,000
75,000
175,000
890,000
3.00%
Jumlah ...
5
Jumlah plafon FPJPS yang dapat diberikan kepada BPRS adalah
sebesar (10%-3%) x Rp890.000.000,00 = Rp62.300.000,00 (enam
puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah). Dengan adanya FPJPS tersebut,
maka jumlah aset lancar BPRS menjadi sebesar Rp89.000.000,00
(delapan puluh sembilan juta rupiah) dan Rasio Kebutuhan Kas
mencapai 10% (sepuluh persen).
2. Jangka waktu FPJPS
a. Jangka waktu setiap FPJPS adalah paling lama 30 (tiga puluh) hari
kalender. Dalam hal tanggal jatuh tempo FPJPS jatuh pada hari
Sabtu, Minggu atau hari libur nasional, maka penyelesaian FPJPS
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
b. Jangka waktu FPJPS dapat diperpanjang secara berturut-turut
dengan jangka waktu masing-masing paling lama 30 (tiga puluh)
hari kalender, sehingga jangka waktu keseluruhan FPJPS paling
lama adalah 90 (sembilan puluh) hari kalender yang dihitung sejak
pertama kali BPRS menerima FPJPS.
Contoh:
Perjanjian pemberian FPJPS ditandatangani pada tanggal 1
Desember 2009 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender
sehingga jatuh tempo FPJPS adalah pada tanggal 30 Desember
2009.
Apabila BPRS mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS
untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender dan atas
permohonan perpanjangan FPJPS tersebut disetujui oleh Bank
Indonesia, maka tanggal jatuh tempo FPJPS adalah pada tanggal
29 Januari 2010.
Apabila BPRS mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS
kedua untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender dan atas
permohonan perpanjangan FPJPS tersebut disetujui oleh Bank
Indonesia ...
6
Indonesia, maka tanggal jatuh tempo FPJPS adalah pada tanggal 28
Februari 2010.
Mengingat tanggal 28 Februari 2010 jatuh pada hari Minggu, maka
penyelesaian FPJPS dilakukan pada hari Senin tanggal 1 Maret
2010.
3. Agunan FPJPS
a. Agunan berupa aset Pembiayaan
1) Kriteria aset Pembiayaan yang dapat digunakan sebagai agunan
FPJPS adalah sebagai berikut:
a) memiliki akad Pembiayaan yang masih berlaku selama
jangka waktu FPJPS;
b) memiliki kolektibilitas lancar selama paling kurang 3 (tiga)
bulan terakhir;
c) memiliki agunan;
d) bukan merupakan Pembiayaan kepada pihak terkait dengan
BPRS; dan
e) memiliki saldo pokok Pembiayaan tidak melebihi plafon
pembiayaan dan Batas Maksimum Penyaluran Dana
(BMPD) yang berlaku bagi BPRS.
2) Nilai agunan dalam bentuk aset Pembiayaan paling kurang
sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari plafon FPJPS
yang dihitung berdasarkan saldo pokok aset Pembiayaan.
3) Kolektibilitas Pembiayaan pada butir 1) huruf b) didasarkan
pada laporan bulanan yang disampaikan BPRS kepada Bank
Indonesia. Kualitas Pembiayaan yang dilaporkan dalam laporan
bulanan BPRS harus telah menyesuaikan dengan hasil
pemeriksaan Bank Indonesia.
4) Agunan atas Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada butir 1)
huruf c), berupa:
‘a) aktiva ...
7
a) aktiva tetap antara lain berupa tanah dan/atau bangunan;
atau
b) aktiva tidak tetap antara lain berupa kendaraan bermotor,
surat keputusan pengangkatan/pensiun pegawai.
5) Penentuan besarnya saldo pokok aset Pembiayaan dalam
perhitungan agunan FPJPS disesuaikan dengan jenis akad
Pembiayaan antara BPRS dengan nasabah, sebagai berikut:
a) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah adalah
sebesar saldo piutang dikurangi dengan saldo margin yang
ditangguhkan, yang dilaporkan BPRS dalam laporan
Bulanan BPRS Form-04 (Daftar Rincian Piutang
Murabahah);
b) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Salam adalah
sebesar saldo piutang yang dilaporkan BPRS dalam laporan
Bulanan BPRS Form-05 (Daftar Rincian Piutang Salam);
c) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Istishna’ adalah
sebesar saldo piutang dikurangi dengan saldo margin yang
ditangguhkan yang dilaporkan BPRS dalam laporan
Bulanan BPRS Form-06 (Daftar Rincian Piutang Istishna’);
d) Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah atau
Musyarakah adalah sebesar saldo pembiayaan yang
dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-07
(Daftar Rincian Pembiayaan);
e) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa
beli dalam bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah
sebesar harga perolehan aktiva Ijarah dikurangi akumulasi
penyusutan/amortisasi, yang dilaporkan BPRS dalam
laporan Bulanan BPRS Form-08 (Daftar Rincian Ijarah);
f) Transaksi ...
8
f) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh
adalah sebesar saldo piutang yang dilaporkan BPRS dalam
laporan Bulanan BPRS Form-09 (Daftar Rincian
Pembiayaan);
g) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk
transaksi multijasa adalah sebesar saldo piutang dikurangi
dengan pendapatan multijasa yang ditangguhkan, yang
dilaporkan BPRS dalam laporan Bulanan BPRS Form-20
(Daftar Rincian Piutang Transaksi Multijasa).
Format laporan Bulanan BPRS sebagaimana dimaksud dalam
huruf a) sampai dengan huruf g) merujuk pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai laporan bulanan BPRS.
Contoh perhitungan nilai aset Pembiayaan sebagai agunan
FPJPS:
BPRS mengajukan permohonan pemberian FPJPS sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Jumlah saldo pokok
Pembiayaan yang diserahkan sebagai agunan FPJPS adalah
piutang Murabahah dengan saldo pokok sebesar
Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah), pembiayaan
Musyarakah dengan saldo pokok sebesar Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan Ijarah dengan saldo pokok sebesar
Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah), (komposisi
jenis akad Pembiayaan dapat berubah-ubah).
6) BPRS wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS,
dalam hal terjadi penurunan kolektibilitas aset Pembiayaan
sebagaimana dimaksud butir 3.a. 1) b) dan/atau penurunan
nilai agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada butir 3 a. 2).
b. Agunan berupa surat berharga yang dimiliki oleh pemegang saham
BPRS
Surat ...
9
Surat berharga milik pemegang saham BPRS yang dapat dijadikan
sebagai agunan FPJPS adalah SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi
Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi).
1) Agunan berupa SBI
a) Nilai agunan didasarkan pada nilai jual SBI pada saat
permohonan FPJPS.
b) Nilai agunan pada butir a) ditetapkan paling kurang
sebesar 100% (seratus persen) dari plafon FPJPS.
c) Nilai jual SBI dihitung berdasarkan nominal dan harga
setiap seri SBI sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS.
d) Harga setiap seri SBI ditetapkan oleh Bank Indonesia
dengan mempertimbangkan rata-rata tertimbang tingkat
diskonto saat penerbitan dan sisa jangka waktu setiap seri
SBI.
e) Sisa jangka waktu SBI pada saat FPJPS jatuh tempo
adalah paling singkat 2 (dua) hari kerja
Contoh perhitungan nilai agunan SBI:
SBI 3 bulan dengan seri IDBIxxxxxxxxx dengan karakteristik:
nilai nominal Rp50.000.000,00, rata-rata tertimbang tingkat
diskonto saat penerbitan 7,83333%, sisa jangka waktu 58 hari,
dengan harga 98,75369 (sebagaimana tercantum dalam BI-
SSSS).
Perhitungan Nilai Jual SBI dihitung berdasarkan harga setiap
seri SBI:
Nilai Jual SBI = Rp50.000.000,00 x 98,75369% =
Rp49.376.845,00.
Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar
Rp49.376.845,00.
2) Agunan ...
10
2) Agunan berupa SBSN atau SUN
a) Nilai agunan didasarkan pada nilai pasar SBSN atau SUN
pada saat permohonan.
b) Nilai agunan pada butir a) ditetapkan paling kurang
sebesar 105% (seratus lima persen) dari plafon FPJPS saat
permohonan FPJPS.
c) Nilai pasar dihitung berdasarkan nominal dan harga setiap
seri SBSN atau SUN sebagaimana tercantum dalam BI-
SSSS.
d) Harga setiap seri SBSN atau SUN ditetapkan oleh Bank
Indonesia dengan mempertimbangkan harga pasar
masing-masing jenis dan seri SBSN atau SUN yang
diagunkan.
e) Sisa jangka waktu SBSN atau SUN pada saat FPJPS jatuh
tempo adalah paling singkat 10 (sepuluh) hari kerja.
Contoh perhitungan nilai agunan SBSN:
SBSN seri IFRxxxx dengan karakteristik : 100 unit (nilai
nominal 100 juta), sisa jangka waktu 1500 hari, dengan harga
92,01250% (sebagaimana tercantum dalam BI-SSSS).
Nilai Pasar SBSN yang dimiliki dihitung sebagai berikut:
= Rp100.000.000,00 x 92,01250% = Rp92.012.500,00
Nilai agunan (cash value) ditetapkan sebesar 105% dari Nilai
Pasar SBSN, yaitu : Rp92.012.500,00 x 100/105 =
Rp87.630.952,38.
Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar
Rp87.630.952,38.
Contoh perhitungan nilai agunan SUN:
(1) Obligasi Negara (ON) seri FRxxxx dengan karakteristik:
50 unit (nilai nominal Rp50 juta), sisa jangka waktu 3.686
hari ...
11
hari, dengan harga 108,05988% (sebagaimana tercantum
dalam BI-SSSS).
(2) ON seri ZCxxxx (zero coupon bond) dengan karakteristik:
50 unit (nilai nominal Rp50 juta), sisa jangka waktu 527
hari, dengan harga 89,19250% (sebagaimana tercantum
dalam BI-SSSS).
(3) SPN seri SPNxxxxxxxxxx dengan karakteristik: 50 unit
(nilai nominal Rp50 juta), sisa jangka waktu 351 hari,
dengan harga 93,99088% (sebagaimana tercantum dalam
BI-SSSS).
Nilai Pasar SUN dihitung sebagai berikut:
(1) Nilai Pasar ON = Rp50.000.000,00 x 108,05988% =
Rp54.029.940,00
(2) Nilai Pasar ONzc = Rp50.000.000,00 x 89,19250% =
Rp44.596.250,00
(3) Nilai Pasar SPN = Rp50.000.000,00 x 93,99088% =
Rp46.995.440,00
Jumlah Nilai Pasar SUN (a+b+c) = Rp145.621.630,00
Nilai agunan (cash value) ditetapkan sebesar 105% dari Nilai
Pasar SUN, yaitu :
= {( Rp54.029.940,00 + Rp44.596.250,00 +
Rp46.995.440,00 ) x 100/105}
= Rp138.687.266,67.
Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar
Rp138.687.266,67.
3) Agunan berupa Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi)
a) Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) yang dapat
dijadikan sebagai agunan FPJPS harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
i. memiliki ...
12
i. memiliki sisa jangka waktu paling kurang 90
(sembilan puluh) hari pada saat permohonan FPJPS;
ii. aktif diperdagangkan, yaitu pernah diperdagangkan
di Bursa Efek Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari
kalender terakhir; dan
iii. memiliki peringkat paling kurang 3 (tiga) peringkat
(notch) teratas pada 1 (satu) tahun terakhir
berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat
yang diakui oleh Bank Indonesia sesuai ketentuan
Bank Indonesia yang berlaku.
b) Nilai agunan didasarkan pada nilai pasar Obligasi Syariah
Korporasi (Sukuk Korporasi) pada saat permohonan
FPJPS.
c) Nilai agunan ditetapkan paling kurang sebesar:
i. 135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon
FPJPS pada saat permohonan FPJPS untuk Obligasi
Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dengan
peringkat teratas;
ii. 140% (seratus empat puluh persen) dari plafon FPJPS
pada saat permohonan FPJPS untuk Obligasi Syariah
Korporasi (Sukuk Korporasi) dengan peringkat kedua
teratas; dan
iii. 145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon
FPJPS pada saat permohonan FPJPS untuk Obligasi
Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) dengan
peringkat ketiga teratas.
d) Nilai pasar Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi)
dihitung berdasarkan harga transaksi terkini di Bursa Efek
Indonesia dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir.
Contoh ...
13
Contoh perhitungan nilai agunan Obligasi Syariah Korporasi
(Sukuk Korporasi):
(1) Obligasi Syariah Korporasi PT. ABC tahun 2006 seri xx
dengan karakteristik : nilai nominal Rp100 juta, sisa
jangka waktu 3.686 hari, dengan harga 100,930%, rating
peringkat teratas (misal idAAA).
(2) Obligasi Syariah Korporasi PT. XYZ tahun 2005 seri xx
dengan karakteristik : nilai nominal Rp100 juta, sisa
jangka waktu 527 hari, dengan harga 93,303%, rating
peringkat kedua teratas (misal idAA+).
(3) Obligasi Syariah Korporasi PT. JKL tahun 2005 seri xx
dengan karakteristik : nilai nominal Rp100 juta, sisa
jangka waktu 351 hari, dengan harga 90,500%, rating
peringkat ketiga teratas (misal idAA).
Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi dihitung sebagai
berikut:
(1) Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi PT. ABC tahun
2006 seri xx
= Rp100.000.000,00 x 100,930% = Rp100.930.000,00
(2) Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi PT. XYZ tahun
2005 seri xx
= Rp100.000.000,00 x 93,303% = Rp93.303.000,00
(3) Nilai Pasar Obligasi Syariah Korporasi PT. JKL tahun
2005 seri xx
= Rp100.000.000,00 x 90,500% = Rp90.500.000,00
Nilai agunan (cash value) ditetapkan sebesar :
= {(Rp100.930.000,00 x 100/135) + (Rp93.303.000,00
x 100/140) + (Rp90.500.000,00 x 100/145)} =
= Rp203.821.756,07
Total ...
14
Total nilai agunan sebesar Rp203.821.756,07
Dengan demikian, plafon FPJPS adalah paling banyak sebesar
Rp203.821.756,07
4. Imbalan FPJPS
Bank Indonesia mengenakan imbalan atas FPJPS yang diterima oleh
BPRS yang dihitung berdasarkan jumlah pokok FPJPS, tingkat realisasi
imbalan, nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia dan jumlah hari
penggunaan FPJPS. Rumus perhitungan besarnya imbalan FPJPS
adalah sebagai berikut:
X = P x R x k x t/360
dimana:
X : Besarnya imbalan yang diterima Bank Indonesia;
P : Jumlah pokok FPJPS;
R : Realisasi tingkat imbalan sebelum didistribusikan periode
terakhir pada BPRS penerima FPJPS. Realisasi tingkat imbalan
didasarkan pada laporan keuangan publikasi terakhir yang
disampaikan BPRS kepada Bank Indonesia setiap triwulan
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
transparansi kondisi keuangan BPRS.
k : Nisbah bagi hasil bagi Bank Indonesia, yang ditetapkan sebesar
90% (sembilan puluh persen); dan
t : Jumlah hari penggunaan FPJPS. Perhitungan jumlah hari
penggunaan FPJPS dihitung berdasarkan hari kalender tidak
termasuk perpanjangan masa penyelesaian FPJPS karena jatuh
tempo FPJPS tersebut bertepatan dengan hari Sabtu, Minggu
dan/atau hari libur nasional.
Contoh ...
15
Contoh 1:
Pada tanggal 1 Januari 2010 BPRS mendapatkan FPJPS dari Bank
Indonesia sebesar Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu 10 (sepuluh)
hari atau jatuh tempo pada tanggal 10 Januari 2010. Dengan demikian
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi kondisi
keuangan BPRS, laporan keuangan publikasi triwulanan posisi terakhir
yang diterima oleh Bank Indonesia, adalah posisi bulan September
2009 sebagai berikut:
Tabel Distribusi Bagi Hasil
(dalam ribuan Rp)
Jenis Penghimpunan
C. Giro Wadiah
D. Tabungan Mudharabah
E. Deposito Mudharabah
- 1 bulan
- 3 bulan
- 6 bulan
- 12 bulan
TOTAL
Realisasi tingkat imbalan sebelum
didistribusikan (R)
Saldo Rata-Rata
0
1.000.000
2.000.000
3.000.000
2.500.000
1.500.000
10.000.000
= 83.333 / 10.000.000 x 12 x 100%
= 10%
Perhitungan nilai imbalan FPJPS adalah sebagai berikut:
P = Rp100.000.000,00
R = 10%
k = 90%
t = 10
Jumlah ...
Pendapatan
yang harus
dibagi hasil
0
10.000
16.000
25.000
18.000
14.333
83.333
16
Jumlah imbalan FPJPS:
= Rp100.000.000,00 x 10% x 90% x 10/360
= Rp250.000,00
Contoh 2:
Pada tanggal 19 Maret 2010 BPRS (yang laporan keuangannya tidak
wajib diaudit oleh Akuntan Publik) mendapatkan FPJPS dari Bank
Indonesia sebesar Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari kalender atau jatuh tempo pada tanggal 17 April 2010 (hari
Sabtu). Penyelesaian FPJPS dilakukan pada hari kerja berikutnya, yaitu
pada hari Senin tanggal 19 April 2010.
Dengan demikian sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai
transparansi kondisi keuangan BPRS, laporan keuangan publikasi
triwulanan posisi terakhir yang diterima oleh Bank Indonesia adalah
posisi bulan Desember 2009 sebagai berikut:
Tabel Distribusi Bagi Hasil
(dalam ribuan Rp)
Jenis Penghimpunan
A. Giro Wadiah
B. Tabungan Mudharabah
C. Deposito Mudharabah
- 1 bulan
- 3 bulan
- 6 bulan
- 12 bulan
TOTAL
Realisasi tingkat imbalan sebelum
didistribusikan (R)
Saldo Rata-Rata
0
1.000.000
2.000.000
3.000.000
2.500.000
1.500.000
10.000.000
= 83.333 / 10.000.000 x 12 x 100%
= 10%
Perhitungan ...
Pendapatan
yang harus
dibagi hasil
0
10.000
16.000
25.000
18.000
14.333
83.333
17
Perhitungan jumlah hari penggunaan FPJPS:
Jumlah hari penggunaan dihitung dari tanggal 19 Maret 2010 sampai
dengan 17 April 2010 atau sebanyak 30 (tiga puluh) hari. Karena
tanggal 17 April 2010 adalah hari Sabtu, maka penyelesaian FPJPS
dilakukan pada hari kerja berikutnya, yaitu pada hari Senin tanggal 19
April 2010, dengan jumlah hari penggunaan tetap sebanyak 30 (tiga
puluh) hari, dan bukan 32 (tiga puluh dua) hari.
Perhitungan nilai imbalan FPJPS adalah sebagai berikut:
P = Rp100.000.000,00
R = 10%
k = 90%
t = 30 (bukan 32)
Jumlah imbalan FPJPS:
= Rp100.000.000,00 x 10% x 90% x 30/360
= Rp750.000,00
IV. TATACARA PENGAJUAN PERMOHONAN FPJPS
1. BPRS mengajukan permohonan FPJPS kepada Bank Indonesia pada
setiap hari kerja dengan surat sebagaimana contoh pada Lampiran-1,
disertai dengan dokumen:
a. surat pernyataan bahwa BPRS mengalami Kesulitan Pendanaan
Jangka Pendek disertai dengan:
1) penjelasan penyebab dan upaya yang telah dilakukan,
sebagaimana contoh pada Lampiran-2 dan Lampiran-2a (surat
pernyataan dan laporan arus kas ditandatangani oleh komisaris
dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku); dan
2) fotokopi laporan kas harian yang ditandatangani pejabat
berwenang dan neraca harian selama 14 (empat belas) hari;
b. surat ...
18
b. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJPS
tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan,
tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, dan memenuhi
seluruh persyaratan agunan FPJPS sesuai butir II. 4, sebagaimana
contoh pada Lampiran-3 (surat pernyataan ditandatangani oleh
komisaris dan direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
c. surat pernyataan mengenai kesanggupan membayar segala
kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo, sebagaimana
contoh pada Lampiran-4 (surat pernyataan ditandatangani oleh
Pemegang Saham Pengendali (PSP), komisaris dan direksi BPRS
sesuai anggaran dasar yang berlaku);
d. surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan
dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas
pembiayaan dan agunan yang menyertainya, sebagaimana contoh
pada Lampiran-5 (surat pernyataan ditandatangani oleh direksi
BPRS sesuai anggaran dasar BPRS yang berlaku);
e. surat kuasa dari BPRS kepada Bank Indonesia untuk melakukan
pendebetan seluruh rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit
Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya dalam rangka
pembayaran segala kewajiban BPRS terkait FPJPS, sebagaimana
contoh pada Lampiran-6 (surat kuasa ditandatangani oleh direksi
BPRS sesuai anggaran dasar BPRS yang berlaku);
Apabila terjadi perubahan rekening BPRS di Bank Umum Syariah,
Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya, maka surat kuasa
yang telah disampaikan wajib diperbaharui.
f. perhitungan Rasio Kebutuhan Kas pada tanggal permohonan
pemberian FPJPS dan proyeksi Rasio Kebutuhan Kas setelah
tanggal permohonan sampai dengan berakhirnya jangka waktu
permohonan FPJPS, sebagaimana contoh pada Lampiran-7
(perhitungan ...
19
(perhitungan Rasio Kebutuhan Kas ditandatangani oleh direksi
BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
g. daftar agunan FPJPS sesuai dengan jenisnya, yaitu:
1) aset Pembiayaan sebagaimana contoh pada Lampiran-8 (juga
digunakan sebagai lampiran dari Akta Jaminan Fidusia);
dan/atau
2) surat berharga milik pemegang saham BPRS sebagaimana
contoh pada Lampiran-8a (juga digunakan sebagai lampiran
dari Akta Gadai).
(dokumen daftar agunan FPJPS ditandatangani oleh komisaris dan
direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
h. dokumen agunan sesuai dengan jenis agunan FPJPS yang
diserahkan BPRS, yaitu:
1) untuk agunan dalam bentuk aset Pembiayaan:
a) asli akad Pembiayaan antara BPRS dan nasabah;
b) asli pengikatan agunan atas akad Pembiayaan antara BPRS
dan nasabah secara notariil atau di bawah tangan; dan
c) bukti kepemilikan agunan yang menjadi jaminan atas
Pembiayaan BPRS.
2) untuk agunan dalam bentuk surat berharga yang dimiliki
pemegang saham BPRS:
a) bukti bahwa SBI, SUN, dan/atau SBSN telah diagunkan
(pledge) oleh Sub Registry di BI-SSSS berupa bukti print-
out yang disertai dengan informasi Account Identifier
Database (AID) dari pemegang saham BPRS dan nama Sub
Registry-nya; dan/atau
b) bukti konfirmasi pemblokiran agunan dari KSEI dan hasil
pemeringkatan dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh
Bank ...
20
Bank Indonesia, dalam hal surat berharga berbentuk
Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi).
i. konsep akta perjanjian dan pengikatan agunan FPJPS yang akan
ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai dengan anggaran dasar
BPRS bersangkutan dan pejabat Bank Indonesia di hadapan
Notaris, yaitu:
1) Akta Perjanjian Pemberian FPJPS, sebagaimana contoh pada
Lampiran-9;
2) Akta Jaminan Fidusia, dalam hal agunan berupa aset
Pembiayaan, sebagaimana contoh pada Lampiran-11;
3) Akta Gadai, dalam hal agunan berupa surat berharga yang
dimiliki pemegang saham BPRS berupa SBI, SUN, SBSN
dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi)
sebagaimana contoh pada Lampiran-10.
j. nama dan nomor rekening BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit
Usaha Syariah yang akan digunakan sebagai alat pengkreditan
BPRS terkait dengan penerimaan FPJPS sebagaimana contoh pada
Lampiran-15; dan
k. surat kuasa dari pemegang saham BPRS kepada BPRS mengenai
penyerahan surat berharga sebagai agunan FPJPS dalam hal FPJPS
menggunakan agunan surat berharga milik pemegang saham BPRS
sebagaimana contoh pada Lampiran-16.
2. Mekanisme pengagunan SBI, SUN dan/atau SBSN, dilakukan sesuai
dengan mekanisme setelmen transaksi agunan (pledge) pada ketentuan
BI-SSSS dengan counterparty Bank Indonesia (INDOIDJA930).
V. PERJANJIAN ...
21
V. PERJANJIAN PEMBERIAN DAN PENGIKATAN AGUNAN FPJPS
1. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh
persyaratan FPJPS yang diajukan BPRS dan analisis kondisi likuiditas
BPRS.
2. Dalam hal pengajuan FPJPS disetujui Bank Indonesia, maka:
a. Bank Indonesia dan BPRS menandatangani perjanjian pemberian
FPJPS, Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia.
b. Bank Indonesia mencairkan FPJPS dengan mengkreditkan rekening
BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang telah
ditunjuk BPRS.
c. Bank Indonesia membebankan seluruh biaya dalam rangka
pembuatan perjanjian pemberian dan pengikatan agunan FPJPS
dengan mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit
Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya.
3. Obyek jaminan fidusia yang diagunkan BPRS kepada Bank Indonesia
mencakup:
a. hak tagih BPRS yang timbul dari akad Pembiayaan antara BPRS
dengan nasabah; dan
b. segala pendapatan yang diperoleh dari hak tagih BPRS antara lain
namun tidak terbatas pada pendapatan margin, sewa (ujrah), atau
bagi hasil dan klaim asuransi Pembiayaan.
4. Pengikatan agunan dalam bentuk fidusia didaftarkan pada Kantor
Pendaftaran Fidusia.
5. Pengikatan agunan secara gadai dan/atau secara fidusia dilakukan
bersamaan dengan penandatangan perjanjian pemberian FPJPS.
6. Penetapan jangka waktu pengikatan agunan FPJPS berupa surat
berharga yang dimiliki pemegang saham BPRS adalah SBI, SUN,
SBSN, dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) sebagai
berikut:
a. jatuh ...
22
a.
jatuh tempo pengikatan agunan FPJPS untuk SBI, SUN, SBSN
dan/atau Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi) adalah 10
(sepuluh) hari kerja setelah FPJPS jatuh tempo.
b. dalam hal terjadi pelunasan FPJPS pada saat jatuh tempo maka
pengikatan agunan FPJPS berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau
Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi), dapat dilepas
(release) pada 1 (satu) hari kerja setelah FPJPS dilunasi.
7. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses perjanjian pemberian dan
pengikatan agunan FPJPS menjadi beban BPRS penerima FPJPS.
8. Dalam hal pengajuan FPJPS tidak disetujui Bank Indonesia, maka Bank
Indonesia akan memberitahukan secara tertulis penolakan pemberian
FPJPS kepada BPRS.
VI. TATA CARA PENGAJUAN TAMBAHAN PLAFON FPJPS
1. BPRS penerima FPJPS dapat mengajukan tambahan plafon FPJPS
untuk memenuhi kewajiban yang tidak dapat diselesaikan BPRS,
dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Rasio Kebutuhan Kas pada saat pengajuan tambahan plafon FPJPS
kurang dari 10% (sepuluh persen);
b. memiliki agunan yang mencukupi dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan; dan
c.
jangka waktu penggunaan FPJPS termasuk perpanjangannya belum
melampaui 90 (sembilan puluh) hari kalender.
2. Jangka waktu setiap penambahan plafon FPJPS adalah sampai dengan
jatuh tempo FPJPS.
Contoh:
FPJPS diberikan pada tanggal 1 Desember 2008 dengan jangka waktu
30 (tiga puluh) hari kalender sehingga jatuh tempo FPJPS adalah
tanggal 30 Desember 2008. Tambahan plafon FPJPS diberikan kepada
BPRS ...
23
BPRS pada tanggal 15 Desember 2008, maka jatuh tempo tambahan
plafon FPJPS adalah tetap pada tanggal 30 Desember 2008.
3. Permohonan tambahan plafon FPJPS kepada Bank Indonesia pada setiap
hari kerja dengan surat sebagaimana contoh pada Lampiran-1a, disertai
dengan dokumen sebagai berikut:
a.
laporan arus kas selama 14 hari kalender terakhir sebelum tanggal
permohonan tambahan plafon FPJPS, sebagaimana contoh pada
Lampiran-2a (laporan arus kas ditandatangani oleh komisaris dan
direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
b. perhitungan Rasio Kebutuhan Kas pada tanggal permohonan
tambahan plafon FPJPS dan proyeksi Rasio Kebutuhan Kas setelah
tanggal permohonan tambahan plafon sampai dengan berakhirnya
jangka waktu FPJPS yang sedang dimintakan tambahan plafon,
sebagaimana contoh pada Lampiran-7 (perhitungan Rasio
Kebutuhan Kas ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran
dasar yang berlaku);
c. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJPS
tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan,
tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, sebagaimana
butir IV.1.b. (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS);
d. surat pernyataan mengenai kesanggupan membayar segala
kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo sebagaimana butir
IV.1.c;
e. surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan
dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas
pembiayaan dan agunan yang menyertainya, sebagaimana butir
IV.1.d;
f. daftar agunan FPJPS sebagaimana butir IV.1.g sesuai dengan jenis
agunan FPJPS yang diserahkan BPRS (dalam hal terjadi perubahan
agunan ...
24
agunan FPJPS);
g. dokumen agunan sebagaimana butir IV.1.h, sesuai dengan jenis
agunan FPJPS yang diserahkan BPRS (dalam hal terjadi perubahan
agunan FPJPS);
h. surat kuasa dari pemegang saham BPRS kepada BPRS mengenai
penyerahan surat berharga sebagai agunan FPJPS sebagaimana
butir IV.1.k (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS dalam
bentuk surat berharga milik pemegang saham BPRS); dan
i. konsep akta addendum perjanjian pemberian FPJPS sebagaimana
contoh pada Lampiran-9a.
4. Dalam rangka pengajuan tambahan plafon FPJPS, BPRS dapat
menggunakan agunan yang telah diagunkan atas FPJPS sebelumnya,
sepanjang agunan dimaksud masih mencukupi dan memenuhi
persyaratan.
5. Dalam hal pengajuan tambahan plafon FPJPS diikuti dengan perubahan
agunan, maka ketentuan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada
butir II.5, butir III.3 dan pengikatan agunan sebagaimana dimaksud
pada butir V harus dipenuhi BPRS.
6. Tambahan plafon FPJPS akan diakumulasikan dengan jumlah FPJPS
yang belum dilunasi BPRS. Tambahan plafon FPJPS yang dapat
diberikan paling banyak sebesar kebutuhan dana untuk mencapai Rasio
Kebutuhan Kas sebesar 10% (sepuluh persen).
7. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh
persyaratan pengajuan tambahan plafon FPJPS yang diajukan BPRS dan
analisis kondisi likuiditas BPRS.
8. Dalam hal pengajuan tambahan plafon FPJPS disetujui Bank Indonesia,
maka:
a. Bank Indonesia dan BPRS menandatangani:
1) addendum perjanjian pemberian FPJPS;
2) Akta ...
25
2) Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia, dalam hal terjadi
perubahan agunan FPJPS;
b. Bank Indonesia mencairkan tambahan FPJPS dengan mengkreditkan
rekening BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah
yang telah ditunjuk BPRS.
c. Bank Indonesia membebankan seluruh biaya dalam rangka
pembuatan addendum perjanjian dan pengikatan agunan FPJPS
dengan mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit
Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya.
9. Dalam hal pengajuan tambahan plafon FPJPS tidak disetujui Bank
Indonesia, maka Bank Indonesia akan memberitahukan secara tertulis
penolakan atas pengajuan penambahan plafon FPJPS kepada BPRS.
VII. TATACARA PENGAJUAN PERMOHONAN PERPANJANGAN FPJPS
1. BPRS dapat mengajukan permohonan perpanjangan FPJPS kepada
Bank Indonesia apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. BPRS akan melunasi imbalan atas FPJPS yang akan diperpanjang
pada saat jatuh tempo;
b. BPRS diperkirakan tidak dapat memenuhi Rasio Kebutuhan Kas
sebesar 10% (sepuluh persen) dalam jangka waktu tertentu setelah
FPJPS jatuh tempo; dan
c. agunan masih mencukupi dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan.
2. Surat permohonan perpanjangan FPJPS diterima oleh Bank Indonesia
paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo FPJPS.
3. Dalam rangka perpanjangan FPJPS, BPRS secara bersamaan dapat
mengajukan tambahan plafon FPJPS.
4. Permohonan ...
26
4. Permohonan perpanjangan FPJPS diajukan oleh BPRS kepada Bank
Indonesia pada setiap hari kerja dengan surat sebagaimana contoh pada
Lampiran-1b, disertai dengan dokumen:
a. laporan arus kas selama 14 hari kalender terakhir sebelum tanggal
permohonan perpanjangan FPJPS, sebagaimana contoh pada
Lampiran-2a (laporan arus kas ditandatangani oleh komisaris dan
direksi BPRS sesuai anggaran dasar yang berlaku);
b. perhitungan perkiraan Rasio Kebutuhan Kas pada saat FPJPS jatuh
tempo dan proyeksi Rasio Kebutuhan Kas setelah jatuh tempo
sampai dengan berakhirnya jangka waktu perpanjangan FPJPS,
sebagaimana contoh pada Lampiran-7 (perhitungan Rasio
Kebutuhan Kas ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai anggaran
dasar yang berlaku);
c. surat pernyataan bahwa seluruh aset yang menjadi agunan FPJPS
tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain, tidak di bawah sitaan,
tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa, sebagaimana
butir IV.1.b. (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS);
d. surat pernyataan mengenai kesanggupan membayar segala
kewajiban terkait FPJPS pada saat jatuh tempo sebagaimana butir
IV.1.c;
e. surat pernyataan mengenai kebenaran dan kelengkapan data dan
dokumen yang disampaikan namun tidak terbatas pada kualitas
pembiayaan dan agunan yang menyertainya, sebagaimana butir
IV.1.d;
f. daftar agunan FPJPS sebagaimana butir IV.1.g sesuai dengan jenis
agunan FPJPS yang diserahkan BPRS (dalam hal terjadi perubahan
agunan FPJPS);
g. dokumen agunan sebagaimana butir IV.1.h, sesuai dengan jenis
agunan FPJPS yang diserahkan BPRS (dalam hal terjadi perubahan
agunan ...
27
agunan FPJPS);
h. surat kuasa dari pemegang saham BPRS kepada BPRS mengenai
penyerahan surat berharga sebagai agunan FPJPS sebagaimana
butir IV.1.k (dalam hal terjadi perubahan agunan FPJPS dalam
bentuk surat berharga milik pemegang saham BPRS); dan
i. konsep akta addendum perjanjian pemberian FPJPS sebagaimana
contoh pada Lampiran-9a.
5. Dalam rangka pengajuan perpanjangan FPJPS, BPRS dapat
menggunakan agunan yang telah diagunkan atas FPJPS sebelumnya,
sepanjang agunan dimaksud masih mencukupi dan memenuhi
persyaratan.
6. Dalam hal pengajuan perpanjangan FPJPS diikuti dengan perubahan
agunan, maka ketentuan agunan FPJPS sebagaimana dimaksud pada
butir II.5, butir III.3 dan pengikatan agunan sebagaimana dimaksud pada
butir V harus dipenuhi BPRS.
7. Bank Indonesia melakukan penelitian terhadap pemenuhan seluruh
persyaratan pengajuan perpanjangan FPJPS yang diajukan BPRS dan
analisis kondisi likuiditas BPRS.
8. Dalam hal pengajuan perpanjangan FPJPS disetujui Bank Indonesia,
maka:
a. BPRS melunasi imbalan atas FPJPS yang telah jatuh tempo;
b. Bank Indonesia dan BPRS menandatangani:
1) addendum perjanjian pemberian FPJPS;
2) Akta Gadai dan/atau Akta Jaminan Fidusia, dalam hal terjadi
perubahan agunan FPJPS;
c. Bank Indonesia mencairkan FPJPS dengan mengkreditkan rekening
BPRS di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah yang telah
ditunjuk BPRS, dalam hal terdapat penambahan plafon FPJPS; dan
d. Bank Indonesia membebankan seluruh biaya dalam rangka
pembuatan ...
28
pembuatan addendum perjanjian dan pengikatan agunan FPJPS
dengan mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit
Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya.
9. Dalam hal pengajuan perpanjangan FPJPS tidak disetujui Bank
Indonesia, maka Bank Indonesia akan memberitahukan secara tertulis
penolakan atas perpanjangan FPJPS kepada BPRS.
VIII. PENATAUSAHAAN DAN PEMANTAUAN AGUNAN FPJPS
1. Agunan berupa aset Pembiayaan
a. Penatausahaan dokumen aset Pembiayaan yang menjadi agunan
FPJPS dilakukan oleh Bank Indonesia c.q. Direktorat Perbankan
Syariah atau Kantor Bank Indonesia sesuai dengan tempat
kedudukan kantor pusat BPRS.
b. Bank Indonesia dapat meminta BPRS penerima FPJPS atau pihak
lain untuk menyimpan dan menatausahakan dokumen aset
Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS.
c. dalam hal dokumen aset Pembiayaan yang menjadi agunan FPJPS
disimpan oleh BPRS penerima FPJPS, maka BPRS harus:
1) memelihara kelengkapan dan keakuratannya; dan
2) menyampaikan dengan segera dokumen dimaksud kepada Bank
Indonesia atau pihak lain, sesuai dengan permintaan Bank
Indonesia.
d. Bank Indonesia melakukan pemantauan nilai agunan FPJPS berupa
aset Pembiayaan, antara lain berdasarkan laporan BPRS yang
diterima Bank Indonesia seperti laporan kolektibilitas harian aset
Pembiayaan ataupun berdasarkan hasil pemeriksaan.
e. dalam hal berdasarkan penilaian dan pemantauan Bank Indonesia,
aset Pembiayaan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai FPJPS BPRS,
BPRS ...
29
BPRS wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS
sehingga nilai aset Pembiayaan paling kurang sebesar 150%
(seratus lima puluh persen) dari plafon FPJPS yang telah disetujui.
f. dalam hal agunan yang diserahkan BPRS untuk menambah
dan/atau mengganti agunan FPJPS tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai FPJPS BPRS, maka Bank Indonesia akan
mendebet rekening BPRS di Bank Umum Syariah/Unit Usaha
Syariah/bank umum lain yang ditunjuk sebesar selisih pencairan
FPJPS dengan kekurangan nilai agunan FPJPS yang dipersyaratkan
paling kurang 150%.
2. Agunan berupa surat berharga milik pemegang saham BPRS
a. penatausahaan surat berharga milik pemegang saham BPRS yang
menjadi agunan FPJPS dilakukan oleh Bank Indonesia, sesuai
dengan batas kewenangan penatausahaan surat berharga yang
dimiliki Bank Indonesia.
b. BPRS melakukan penilaian terhadap agunan FPJPS yang berbentuk
surat berharga milik pemegang saham BPRS secara harian dan
menyampaikan hasil penilaian dimaksud paling lambat pukul 12.00
waktu setempat kepada :
1) Bank Indonesia cq. Tim Pengawasan BPRS - DPbS; atau
2) KBI setempat dalam hal BPRS berada di wilayah kerja KBI.
c. hasil penilaian dicocokkan dengan penilaian yang dilakukan oleh
Bank Indonesia, dan dalam hal terjadi perbedaan yang digunakan
adalah hasil penilaian Bank Indonesia.
d. dalam hal berdasarkan penilaian Bank Indonesia, agunan FPJPS
tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai FPJPS bagi BPRS, BPRS
wajib menambah dan/atau mengganti agunan FPJPS paling kurang
sebesar ...
30
sebesar plafon FPJPS yang disetujui, dan penambahan dan/atau
penggantian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
1) BPRS menyampaikan perubahan daftar aset yang menjadi
agunan FPJPS;
2) BPRS menyampaikan bukti pengagunan (pledge) SBI, SUN
dan/atau SBSN milik pemegang saham BPRS berupa print out
hasil pengagunan oleh Sub Registry di BI-SSSS berupa bukti
print-out yang disertai dengan informasi Account Identifier
Database (AID) dari pemegang saham BPRS dan nama Sub
Registry-nya;
3) BPRS menyampaikan konfirmasi pemblokiran Obligasi Syariah
Korporasi (Sukuk Korporasi) dari KSEI dan hasil
pemeringkatan Obligasi Syariah Korporasi (Sukuk Korporasi)
dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia;
4) BPRS menyampaikan surat kuasa pengagunan dari pemegang
saham kepada BPRS atas tambahan dan/atau penggantian surat
berharga;
5) Perubahan daftar aset, bukti pengagunan, konfirmasi
pemblokiran, dan surat kuasa pemegang saham disampaikan
kepada Bank Indonesia cq. Tim Pengawasan BPRS – DPbS
atau KBI setempat dalam hal BPRS berada di wilayah kerja
KBI.
e. dalam hal agunan yang diserahkan BPRS untuk menambah
dan/atau mengganti agunan FPJPS tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia mengenai
FPJPS BPRS, maka Bank Indonesia akan mendebet rekening BPRS
di Bank Umum Syariah/Unit Usaha Syariah/bank umum lain yang
ditunjuk sebesar selisih pencairan FPJPS dengan kekurangan nilai
agunan FPJPS.
IX. PELUNASAN ...
31
IX. PELUNASAN FPJPS
1. BPRS harus menyediakan dana dalam jumlah yang cukup pada
rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau
bank umum lainnya paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh
tempo FPJPS.
2. Pada tanggal FPJPS jatuh tempo, Bank Indonesia mendebet rekening
BPRS penerima FPJPS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah
dan/atau bank umum lainnya dengan mendahulukan pembayaran beban
imbalan FPJPS kemudian pelunasan pokok FPJPS.
3. Dalam hal saldo rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha
Syariah dan/atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk
pembayaran seluruh beban imbalan dan/atau pokok FPJPS dan BPRS
tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh perpanjangan
FPJPS, maka Bank Indonesia akan melakukan eksekusi agunan.
4. Dalam hal BPRS melakukan pelunasan FPJPS lebih cepat dari jangka
waktu yang ditetapkan dalam perjanjian pemberian FPJPS, maka:
a. BPRS menyampaikan surat permohonan kepada Bank Indonesia
paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pelunasan FPJPS
dipercepat, yang ditandatangani oleh direksi BPRS sesuai
anggaran dasar yang berlaku;
b. Bank Indonesia mendebet rekening BPRS penerima FPJPS di Bank
Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya
sebesar pokok dan beban imbalan FPJPS sampai dengan tanggal
pelunasan FPJPS.
Contoh:
Pada tanggal 28 Januari 2010 BPRS mendapatkan FPJPS dari Bank
Indonesia sebesar Rp100.000.000,00 dengan jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari kalender yaitu jatuh tempo pada tanggal 26 Februari 2010.
BPRS ...
32
BPRS akan melakukan pelunasan FPJPS lebih cepat yaitu pada tanggal
8 Februari 2010 dan BPRS telah mengajukan surat permohonan
pelunasan FPJPS pada tanggal 7 Februari 2010.
Laporan keuangan publikasi triwulanan posisi terakhir yang diterima
oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai transparansi kondisi keuangan BPRS, adalah posisi
bulan September 2009 dan diketahui realisasi tingkat imbalan BPRS
sebelum didistribusikan adalah sebesar 10%.
Perhitungan nilai imbalan FPJPS adalah sebagai berikut:
P = Rp100.000.000,00
R = 10%
k = 90%
t = 12 (28 Januari s.d 8 Februari 2010)
Jumlah imbalan FPJPS:
= Rp100.000.000,00 x 10% x 90% x 12/360
= Rp300.000,00
Jumlah pelunasan FPJPS:
= nominal pokok + imbalan FPJPS
= Rp100.000.000,00 + Rp300.000,00
= Rp100.300.000,00
X. EKSEKUSI AGUNAN FPJPS
1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJPS dalam
hal FPJPS jatuh tempo dan saldo rekening BPRS di Bank Umum
Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya tidak
mencukupi untuk membayar beban imbalan dan/atau pokok FPJPS
serta BPRS tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh
perpanjangan FPJPS.
2. Dalam ...
33
2. Dalam hal agunan berupa aset Pembiayaan, eksekusi agunan dilakukan
oleh Bank Indonesia dengan cara sebagai berikut:
a. menjual hak tagih secara langsung atau melalui lembaga lelang;
atau
b. memberi kuasa kepada BPRS untuk melaksanakan penjualan hak
tagih.
3. Dalam hal agunan berupa SBI, SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah
Korporasi (Sukuk Korporasi), eksekusi agunan dilakukan oleh Bank
Indonesia pada 1 (satu) hari kerja setelah terjadinya kondisi
sebagaimana dimaksud pada butir 1 dengan cara sebagai berikut:
a. Agunan berupa SBI
Eksekusi agunan dilakukan dengan cara pelunasan SBI sebelum
jatuh tempo (early redemption).
b. Agunan berupa SUN, SBSN dan/atau Obligasi Syariah Korporasi
(Sukuk Korporasi)
1) eksekusi agunan dilakukan dengan cara penjualan agunan
melalui pialang berdasarkan harga penawaran yang terbaik;
2) setelmen penjualan agunan sebagaimana dimaksud pada butir
1) dilakukan paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah penjualan
agunan (T+2);
3) dalam hal pialang tidak berhasil melakukan penjualan sampai
dengan 5 (lima) hari kerja setelah FPJPS jatuh tempo, maka
agunan BPRS yang tidak terjual akan tetap menjadi agunan
FPJPS sampai dengan BPRS dapat melunasi nilai pokok FPJPS
ditambah beban imbalan FPJPS dan biaya lain yang terkait
dengan pemberian FPJPS.
4. Eksekusi agunan SBSN sebagaimana dimaksud dalam butir 3 dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
‘a. calon ...
34
a. calon pembeli agunan dapat merupakan bank atau perorangan yang
telah memiliki rekening penatausahaan surat berharga di Sub
Registry.
b. pada hari pelaksanaan eksekusi agunan, pialang memberikan
laporan kepada Bank Indonesia c.q. BOpM-DPM yang meliputi
nama calon pembeli, kuantitas dan harga penawaran yang diajukan
calon pembeli paling lambat sampai dengan pukul 16.00 WIB
melalui BI-SSSS dan/atau faksimili.
c. Bank Indonesia akan mengumumkan calon pembeli agunan yang
penawarannya diterima melalui pialang.
d. bank pembeli agunan atau perorangan yang bertindak sebagai
pembeli agunan melalui Sub Registry melakukan setelmen pada 1
(satu) hari kerja setelah diumumkan sebagai pembeli agunan oleh
Bank Indonesia.
5. Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan FPJPS.
6. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses eksekusi agunan menjadi
beban BPRS penerima FPJPS dan Bank Indonesia akan melakukan
pendebetan rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha
Syariah dan/atau bank umum lainnya.
7. Selama pelaksanaan eksekusi belum selesai dan/atau FPJPS belum
dilunasi, BPRS tetap dikenakan beban imbalan FPJPS yang besarnya
dihitung berdasarkan pokok FPJPS yang belum dilunasi dengan tingkat
imbalan FPJPS terakhir.
8. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari jumlah pokok FPJPS
ditambah dengan akumulasi beban imbalan FPJPS dan biaya eksekusi
agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening BPRS di Bank Umum
Syariah atau Unit Usaha Syariah sebesar kelebihan nilai dimaksud.
9. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari jumlah pokok FPJPS
ditambah dengan akumulasi beban imbalan dan biaya eksekusi agunan
FPJPS ...
35
FPJPS, Bank Indonesia mendebet rekening BPRS di Bank Umum
Syariah, Unit Usaha Syariah dan/atau bank umum lainnya sebesar
kekurangan nilai dimaksud.
10. Dalam hal saldo rekening BPRS di Bank Umum Syariah, Unit Usaha
Syariah dan/atau bank umum lainnya tidak mencukupi untuk
pendebetan sebagaimana ketentuan butir 9, BPRS wajib menyetor
tambahan dana ke rekening tersebut untuk menutup kekurangan nilai
dimaksud.
XI. PELAPORAN FPJPS
1. BPRS penerima FPJPS wajib menyampaikan rencana tindak perbaikan
(action plan) untuk mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek
kepada Bank Indonesia paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah
perjanjian atau addendum perjanjian pemberian FPJPS ditandatangani.
2. BPRS penerima FPJPS wajib menyampaikan laporan secara mingguan
kepada Bank Indonesia, berupa hardcopy dan softcopy yang terdiri dari:
a. Perhitungan Rasio Kebutuhan Kas harian, sebagaimana contoh
pada Lampiran-12;
b. Kolektibilitas harian aset Pembiayaan yang dijaminkan,
sebagaimana contoh pada Lampiran-13; dan
c. Penggunaan FPJPS harian, sebagaimana contoh pada Lampiran-14.
3. Laporan FPJPS mingguan disampaikan pada hari ke-8, hari ke-15 , hari
ke-22, hari ke-29, dan/atau hari ke-31 setelah tanggal pencairan FPJPS,
sesuai dengan jangka waktu FPJPS.
4. Laporan terakhir FPJPS disampaikan pada hari ke-31 atau 1 (satu) hari
setelah tanggal jatuh tempo FPJPS sesuai dengan jangka waktu FPJPS.
Laporan terakhir FPJPS yang disampaikan BPRS kepada Bank
Indonesia berupa laporan Rasio Kebutuhan Kas dan laporan
penggunaan ...
36
penggunaan FPJPS harian sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a dan
2.c.
5. Apabila tanggal laporan sebagaimana dimaksud pada butir 3 dan butir 4
jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu atau hari libur nasional, maka
laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya.
Contoh 1:
BPRS menerima pencairan FPJPS pada hari Jum’at, tanggal 15 Januari
2010 dengan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender. Laporan
mingguan yang disampaikan adalah sebagai berikut:
a) Laporan FPJPS pertama (hari ke-8) disampaikan pada hari Jum’at,
tanggal 22 Januari 2010 untuk periode tanggal 15 s.d 21 Januari
2010.
b) Laporan FPJPS kedua (hari ke-15) disampaikan pada hari Jum’at,
tanggal 29 Januari 2010 untuk periode tanggal 22 s.d 28 Januari
2010.
c) Laporan FPJPS ketiga (hari ke-22) disampaikan pada hari Jum’at,
tanggal 5 Februari 2010 untuk periode tanggal 29 Januari s.d 4
Februari 2010.
d) Laporan FPJPS keempat (hari ke-29) disampaikan pada hari
Jum’at, tanggal 12 Februari 2010 untuk periode tanggal 5 s.d 11
Februari 2010.
e) Laporan FPJPS kelima (hari ke-31) disampaikan pada hari Senin,
tanggal 15 Februari 2010 untuk periode tanggal 12 s.d 13 Februari
2010 (hari ke-31 jatuh pada hari Minggu, sehingga laporan
disampaikan pada hari Senin berikutnya).
Contoh 2:
BPRS menerima pencairan FPJPS pada tanggal 15 Januari 2010 dengan
jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender. Laporan mingguan yang
disampaikan adalah sebagai berikut:
a) Laporan ...
37
a) Laporan FPJPS pertama (hari ke-8) disampaikan pada hari Jum’at,
tanggal 22 Januari 2010 untuk periode tanggal 15 s.d 21 Januari
2010.
b) Laporan FPJPS kedua (hari ke-15) disampaikan pada hari Jum’at,
tanggal 29 Januari 2010 untuk periode tanggal 22 s.d 28 Januari
2010.
c) Laporan FPJPS ketiga (hari ke-16) disampaikan pada hari Senin,
tanggal 1 Februari 2010 untuk tanggal 29 Januari 2010 (hari ke-15
jatuh pada hari Sabtu, sehingga laporan disampaikan pada hari
Senin berikutnya).
XII. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap BPRS atas
kebenaran dokumen dan data/informasi yang disampaikan BPRS serta
penggunaan FPJPS, termasuk pemeriksaan atas agunan FPJPS yang
disampaikan oleh BPRS.
2. Bank Indonesia dapat meminta BPRS untuk melakukan tindakan
tertentu guna penyelesaian kesulitan pendanaan jangka pendek BPRS
atau tidak melakukan tindakan tertentu yang dapat menambah kesulitan
pendanaan jangka pendek BPRS.
XIII. KEPUTUSAN ATAS PERMOHONAN, PENAMBAHAN, DAN/ATAU
PERPANJANGAN FPJPS SERTA ALAMAT PENYAMPAIAN
PERMOHONAN, PENAMBAHAN, PERPANJANGAN DAN/ATAU
LAPORAN FPJPS
1. Surat dan/atau dokumen dalam rangka permohonan, penambahan,
perpanjangan dan/atau laporan FPJPS oleh BPRS disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan alamat:
a. Bank ...
38
a. Bank Indonesia up. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPRS yang berkantor pusat di
wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya, Kabupaten/Kota
Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan Provinsi Banten; atau
b. Bank Indonesia up. Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat, bagi
BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana pada butir
1, dengan tembusan kepada Direktorat Perbankan Syariah.
2. Keputusan atas permohonan, penambahan dan/atau perpanjangan
FPJPS yang diajukan BPRS dilakukan oleh Deputi Gubernur Bank
Indonesia yang membidangi berdasarkan rekomendasi Direktur
Direktorat Perbankan Syariah atau Pemimpin Kantor Bank Indoensia
sesuai dengan tempat kedudukan BPRS.
XIV. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal
31 Desember 2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
DPbS
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/39/DPbS|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah </reg_title>
<set_date> 31 Desember 2010 </set_date>
<effective_date> 31 Desember 2010 </effective_date>
<related_reg> '11/29/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 3/ 28 /DASP
Jakarta, 12 Desember 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK DAN PERUSAHAAN JASA KURIR,
DI INDONESIA
Perihal : Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring
(TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan
Sistem Otomasi dan Elektronik
Sebagaimana diatur dalam Pasal 19 huruf d Peraturan Bank Indonesia
Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal 13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring
Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil
Kliring Lokal sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000 tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua
atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan
Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas
Hasil Kliring Lokal, dalam penyelenggaraan Kliring Lokal Peserta wajib
menunjuk petugas Kliring untuk mewakili Peserta dalam kegiatan Kliring Lokal.
Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 19 huruf d tersebut diatur bahwa yang
dimaksud dengan petugas Kliring adalah petugas Peserta yang dapat merupakan
petugas internal Bank dan atau petugas jasa kurir yang diberi kuasa atau
wewenang tertentu untuk mewakili Peserta dalam Kliring Lokal.
Sehubungan dengan itu, maka dipandang perlu untuk mengatur lebih
lanjut ketentuan tentang penggunaan jasa kurir sebagai salah satu petugas Kliring
dan …
2
dan penggunaan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) sebagai identitas
petugas Kliring baik dalam penyelenggaraan Kliring secara otomasi maupun
elektronik dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1.
2.
Perusahaan Jasa Kurir adalah badan usaha yang memberikan jasa di
bidang penyampaian barang dan atau dokumen;
Petugas Kliring adalah petugas Peserta yang dapat merupakan petugas
internal Bank atau petugas jasa kurir yang diberi kuasa atau
wewenang tertentu untuk mewakili Peserta dalam Kliring Lokal;
3.
4.
Petugas Internal Bank adalah pegawai Peserta yang ditunjuk oleh
Peserta untuk mewakili Peserta dalam kegiatan Kliring;
Petugas Jasa Kurir adalah pegawai Perusahaan Jasa Kurir yang diberi
kuasa untuk mewakili Peserta dalam kegiatan Kliring;
5. Tanda Pengenal Petugas Kliring yang untuk selanjutnya disebut TPPK
adalah identitas yang wajib digunakan oleh Petugas Kliring dalam
mengikuti kegiatan Kliring.
II. PENGGUNAAN JASA KURIR
A. Ruang Lingkup Kegiatan
Kegiatan Peserta dalam Kliring yang dapat diwakili oleh Perusahaan
Jasa Kurir berupa kegiatan :
1. penyerahan dan penerimaan Warkat;
2. penerimaan laporan hasil proses Kliring; dan
3. penerimaan pengumuman serta surat-surat yang bersifat tidak
rahasia yang disampaikan oleh Penyelenggara.
Pembubuhan …
3
Pembubuhan tanda tangan atau Stempel Kliring pada Dokumen
Kliring tidak dapat diwakilkan kepada Perusahaan Jasa Kurir.
Dengan demikian apabila pada saat penyerahan Warkat kepada
Penyelenggara terdapat Dokumen Kliring yang belum dibubuhi tanda
tangan dan atau Stempel Kliring oleh Peserta, Petugas Jasa Kurir tidak
dapat membubuhkan tanda tangan dan atau Stempel Kliring yang
seharusnya dibubuhkan oleh Peserta dimaksud.
B.
Persyaratan Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir
1. Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir harus memperhatikan faktor
efisiensi, keamanan, dan kecepatan dalam penyampaian Warkat
dan Dokumen Kliring, dengan tidak mengurangi jam pelayanan
Bank kepada nasabah.
2. Dalam hal Peserta menggunakan Perusahaan Jasa Kurir maka
seluruh kegiatan penyerahan dan penerimaan Warkat serta
laporan hasil proses Kliring harus dilakukan oleh Petugas Jasa
Kurir. Penyerahan dan atau penerimaan Warkat dan atau laporan
hasil proses Kliring oleh Petugas Internal Bank hanya dapat
dilakukan dalam keadaan darurat, dengan pemberitahuan secara
tertulis kepada Penyelenggara pada saat Petugas Internal Bank
yang bersangkutan melakukan penyerahan atau penerimaan
Warkat serta laporan hasil Kliring. Surat pemberitahuan tersebut
harus ditandatangani oleh Pimpinan Kantor Peserta dengan
menyertakan alasannya.
C. Persyaratan Perusahaan Jasa Kurir
Perusahaan Jasa Kurir yang dapat ditunjuk oleh Peserta harus
berbentuk Perseroan Terbatas dan terdaftar di departemen yang
membidangi …
4
membidangi perindustrian dan perdagangan sebagai Perusahaan Jasa
Kurir yang dibuktikan dengan Tanda Daftar Perusahaan yang masih
berlaku.
D. Tata Cara Penggunaan Jasa Kurir
1. Penggunaan Perusahaan Jasa Kurir harus didasarkan pada
perjanjian antara Peserta dengan Perusahaan Jasa Kurir, yang
antara lain memuat pengaturan mengenai hal-hal sebagai
berikut :
a.
Kewajiban Petugas Jasa Kurir untuk mencocokkan jumlah
lembar bukti penyerahan Warkat dan atau Dokumen
Kliring dengan jumlah batch yang diterima dari
Penyelenggara.
b. Kewajiban Perusahaan Jasa Kurir untuk melakukan
tindakan-tindakan yang dapat mencegah kemungkinan
terjadinya penyalahgunaan ataupun kesalahan-kesalahan
yang dapat merugikan Peserta, nasabah maupun
masyarakat luas baik secara langsung maupun tidak
langsung.
c. Kewajiban Perusahaan Jasa Kurir untuk memperhatikan
aspek keamanan dalam penggunaan sarana yang dipakai
dalam pengemasan Warkat dan atau Dokumen Kliring.
d.
Pemberian kuasa dari Peserta kepada Perusahaan Jasa Kurir
untuk menyerahkan dan menerima Warkat dan laporan
hasil proses Kliring kepada dan dari Penyelenggara.
2. Penunjukan dan atau penggantian Perusahaan Jasa Kurir wajib
diberitahukan kepada Penyelenggara paling lambat 7 (tujuh) hari
kerja sebelum tanggal efektif penggunaan Perusahaan Jasa Kurir
oleh Peserta dengan melampirkan fotokopi surat perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
E. Kewajiban …
5
E. Kewajiban Peserta
1. Peserta wajib melengkapi Warkat dan atau Dokumen Kliring
dengan data yang diperlukan antara lain tanda tangan, nama
jelas, Stempel Kliring, dan encode pada Dokumen Kliring
sebelum memberikan kepada Petugas Jasa Kurir.
2. Peserta wajib menyerahkan Warkat dan atau Dokumen Kliring
yang akan dikliringkan kepada Petugas Jasa Kurir dalam waktu
yang telah disepakati antara Peserta dan Perusahaan Jasa Kurir.
3. Peserta bertanggung jawab penuh terhadap segala kerugian yang
timbul akibat tindakan Petugas Jasa Kurir yang merugikan
nasabah Peserta maupun Peserta lainnya. Dalam kaitan ini
apabila tindakan Petugas Jasa Kurir yang merugikan nasabah
Peserta atau Peserta lainnya tersebut sedang
dilakukan
penyelidikan atau penyidikan, maka sambil menunggu keputusan
mengenai masalah tersebut, Peserta
wajib melaksanakan
transaksi kliring dari nasabah Peserta dimaksud.
4. Peserta wajib melaporkan secara tertulis kepada Penyelenggara
langkah-langkah yang telah dilakukan atas penyelesaian
permasalahan sebagaimana dimaksud dalam angka 3 dan wajib
memberikan keterangan apabila diminta oleh Penyelenggara.
5. Peserta wajib memberikan pengarahan kepada Petugas Jasa
Kurir untuk mentaati segala tata tertib selama berada di tempat
penyelenggaraan Kliring. Sehubungan dengan hal tersebut
apabila dalam pelaksanaan kegiatan Kliring Petugas Jasa Kurir
melanggar tata tertib, maka Penyelenggara dapat meminta
Peserta untuk
mengganti Petugas Jasa Kurir dan atau
Perusahaan Jasa Kurir tersebut.
III. TANDA …
6
III. TANDA PENGENAL PETUGAS KLIRING (TPPK)
A. Penggunaan TPPK
1. TPPK yang digunakan oleh Petugas Kliring merupakan TPPK
yang sah yang dikeluarkan oleh Penyelenggara dan sesuai
dengan spesifikasi yang ditetapkan.
2.
Petugas Kliring wajib memakai TPPK dan kartu identitas
pegawai yang menggunakan foto selama berada di ruangan
Kliring dan area kantor Bank Indonesia.
3.
Petugas Kliring wajib menunjukkan TPPK yang berlaku dalam
menyampaikan dan mengambil Warkat serta laporan hasil
proses Kliring dari dan kepada Penyelenggara.
4.
5.
Peserta dan Perusahaan Jasa Kurir bertanggung jawab atas
penggunaan TPPK yang dimilikinya.
Perusahaan Jasa Kurir dan atau Peserta wajib melaporkan
perkembangan penyelesaian permasalahan manipulasi dalam
Kliring sampai dengan masalah tersebut dianggap selesai oleh
para pihak yang merasa dirugikan.
B. Biaya Pembuatan TPPK
Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan TPPK, termasuk
pembuatan TPPK untuk Petugas Jasa Kurir, yang besar dan tata cara
pembebanannya dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai Biaya Kliring. Biaya tersebut dikenakan pula
terhadap penggantian TPPK karena rusak maupun hilang.
C. Tata Cara Memperoleh TPPK
1. TPPK untuk Petugas Internal Bank
a. Peserta akan memperoleh TPPK untuk Petugas Internal Bank
secara otomatis apabila permohonannya sebagai Peserta dalam
penyelenggaraan …
7
penyelenggaraan Kliring secara elektronik (SKE) atau
penyelenggaraan Kliring secara otomasi (SKO) disetujui oleh
Penyelenggara, kecuali apabila sejak semula Peserta
menginformasikan akan menggunakan Perusahaan Jasa Kurir.
b. Cara pemberian TPPK kepada Peserta adalah sebagai
berikut :
1) Bagi Peserta SKO, TPPK hanya dapat diberikan kepada
kantor
Peserta Langsung. Masing-masing Peserta
memperoleh maksimum 2 (dua) buah TPPK.
2) Bagi Peserta SKE, TPPK diberikan kepada Peserta
Langsung Aktif (PLA) dan Peserta Langsung Pasif (PLP).
Masing-masing Peserta tersebut memperoleh maksimum 2
(dua) buah TPPK.
2. TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir
a.
Untuk memperoleh TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir,
Peserta wajib mengajukan permohonan secara tertulis yang
dilakukan bersamaan dengan pemberitahuan mengenai
penunjukan Perusahaan Jasa Kurir sebagaimana dimaksud
dalam angka II.D.2. Permohonan tersebut dapat diajukan
bersamaan dengan permohonan untuk menjadi Peserta
Kliring.
b.
Setiap Perusahaan Jasa Kurir hanya boleh memiliki TPPK
maksimum sebanyak 2 (dua) buah dari masing-masing
Peserta.
c. TPPK bagi Perusahaan Jasa Kurir diberikan kepada Peserta
pada tanggal efektif penggunaan Perusahaan Jasa Kurir
tersebut. Dalam hal Peserta yang telah memiliki TPPK
menunjuk Perusahaan Jasa Kurir, maka Peserta yang
bersangkutan …
8
bersangkutan wajib mengembalikan TPPK yang dimiliki
kepada Penyelenggara pada tanggal efektif penggunaan
Perusahaan Jasa Kurir. Penyelenggara tidak akan
memberikan TPPK yang baru (TPPK untuk Perusahaan
Jasa Kurir) sebelum TPPK yang lama (TPPK untuk Petugas
Internal Bank) dikembalikan.
3.
Peserta atau (Perusahaan Jasa Kurir) yang kehilangan TPPK
baik TPPK untuk Petugas Internal Bank atau TPPK untuk
Perusahaan Jasa Kurir wajib segera memberitahukan secara
tertulis kepada Penyelenggara dengan melampirkan surat
keterangan kehilangan
penggantian.
dari Kepolisian untuk mendapatkan
4. Penggantian TPPK yang Rusak
Dalam hal TPPK, baik TPPK untuk Petugas Internal Bank
maupun TPPK untuk Perusahaan Jasa Kurir rusak Peserta dapat
mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengganti TPPK
tersebut. Penyelenggara tidak akan memberi TPPK baru sebelum
TPPK yang rusak dikembalikan.
D. Spesifikasi TPPK
Spesifikasi TPPK ditetapkan oleh masing-masing Penyelenggara dan
diumumkan secara tertulis kepada seluruh Peserta.
IV. SANKSI
1.
Penyelenggara menolak Warkat yang akan diserahkan oleh dan atau
tidak menyerahkan Warkat dan laporan hasil proses Kliring kepada
Petugas Kliring apabila:
a. Petugas …
9
a.
b.
Petugas Kliring tidak dapat menunjukkan TPPK sebagaimana
dimaksud dalam angka III;
Peserta tidak atau belum melaporkan penggunaan Perusahaan
Jasa Kurir kepada Penyelenggara namun sudah menggunakan
Petugas Jasa Kurir dalam kegiatan penyerahan dan penerimaan
Warkat serta laporan hasil proses Kliring.
2. Dalam hal menurut penilaian Penyelenggara, kinerja suatu Perusahaan
Jasa Kurir dapat merugikan Peserta dan kepentingan nasabah Peserta,
Penyelenggara dapat menolak Warkat yang akan diserahkan oleh dan
atau tidak menyerahkan Warkat dan laporan hasil proses Kliring
kepada Petugas Kliring dari Perusahaan Jasa Kurir tersebut.
Selanjutnya kegiatan penyerahan Warkat dan pengambilan Warkat
serta laporan hasil proses Kliring dilaksanakan sendiri oleh Petugas
Peserta.
3. Dalam hal Peserta tidak memenuhi permintaan Penyelenggara untuk
mengganti Petugas Jasa Kurir dan atau Perusahaan Jasa Kurir
sebagaimana dimaksud dalam angka II.E.5 maka Penyelenggara
dapat menolak Warkat yang akan diserahkan oleh dan atau tidak
menyerahkan Warkat dan laporan hasil proses Kliring kepada Petugas
Kliring dari Perusahaan Jasa Kurir tersebut. Selanjutnya kegiatan
penyerahan Warkat dan pengambilan Warkat serta laporan hasil
proses Kliring dilaksanakan sendiri oleh Petugas Peserta.
V. LAIN-LAIN
1. Untuk menunjang kelancaran kegiatan Kliring, Peserta agar
memperhitungkan waktu yang dipergunakan dalam proses penyerahan
sehingga apabila terdapat Warkat dan atau Dokumen Kliring yang
kurang …
10
kurang lengkap, Petugas Kliring dapat menyelesaikan dalam batas
waktu yang telah ditetapkan.
2. Untuk keamanan dan efektivitas dalam penggunaan Perusahaan Jasa
Kurir, Peserta wajib mempertimbangkan jumlah Peserta lain yang
telah dilayani oleh Perusahaan Jasa Kurir tersebut dan kredibilitas
perusahaan serta pengurusnya.
VI. KETENTUAN PERALIHAN
1.
Peserta yang pada saat berlakunya Surat Edaran ini telah memiliki
TPPK untuk Petugas Internal Bank dapat menggunakan TPPK
dimaksud sepanjang telah memenuhi ketentuan dalam angka III.C.1
dan III.D
2. Peserta yang pada saat berlakunya Surat Edaran ini telah
menggunakan jasa Perusahaan Jasa Kurir wajib memenuhi ketentuan
penunjukan Perusahaan Jasa Kurir sebagaimana dimaksud dalam
angka II.C dan II.D paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya
Surat Edaran ini.
3.
Peserta wajib memenuhi ketentuan mengenai penggunaan kartu
identitas pegawai yang menggunakan foto bagi Petugas Kliring
sebagaimana dimaksud dalam angka III.A.2 paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak berlakunya Surat Edaran ini.
4. Peserta yang menggunakan jasa Perusahaan Jasa Kurir wajib
memenuhi ketentuan TPPK sebagaimana dimaksud dalam angka
III.C.2 dan III.D paling lambat 3 (tiga) bulan sejak berlakunya Surat
Edaran ini. Sebelum Peserta dapat memenuhi ketentuan angka III.C.2
dan III.D, dalam hal petugas Jasa Kurir melakukan penyerahan dan
penerimaan …
11
penerimaan Warkat dan atau Dokumen Kliring serta laporan hasil Kliring
maka yang bersangkutan wajib melampirkan daftar nama dan Sandi
Peserta yang bersangkutan.
VII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari
2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARMAIN SALIM
DEPUTI DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/28/DASP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Penggunaan Jasa Kurir dan Tanda Pengenal Petugas Kliring (TPPK) dalam Penyelenggaraan Kliring yang Menggunakan Sistem Otomasi dan Elektronik </reg_title>
<set_date> 12 Desember 2001 </set_date>
<effective_date> 2 Januari 2002 </effective_date>
<related_reg> '1/3/PBI/1999', '2/14/PBI/2000 | Pasal 19 huruf d' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No. 3/20/DASP
Jakarta, 31 Agustus 2001
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat
Edaran
Bank
Indonesia Nomor
2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia
Real Time Gross Settlement
-----------------------------------------------------------------------------
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/24/PBI/2000
tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank Indonesia Dengan Pihak Ekstern
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 205; Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4025) dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement, maka untuk menyelaraskan jam operasional Sistem BI-RTGS dengan
berbagai kegiatan operasional di satuan-satuan kerja Bank Indonesia, khususnya
pelaksanaan kebijakan moneter Bank Indonesia perlu diadakan perubahan
mengenai ketentuan yang mengatur jam operasional Sistem BI-RTGS dan batas
waktu untuk masing-masing jenis transaksi yang dapat diproses melalui Sistem
BI-RTGS dalam suatu Surat Edaran Bank Ind onesia.
1. Ketentuan angka IV.A diubah, sehingga angka IV.A seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
“ A. Kegiatan Selama Jam Operasional Sistem BI-RTGS.
1. Waktu RCC buka sampai dengan cut off warning.
Transaksi…
Transaksi-transaksi melalui Sistem BI-RTGS yang dapat dilakukan
dalam periode ini meliputi transaksi sebagaimana dalam Lampiran 2.
Pelaksanaan pengiriman transfer dana melebihi waktu sebagaimana
dalam Lampiran 2 secara otomatis akan ditolak oleh sistem.
Apabila dalam jangka waktu 15 menit RT tidak dapat melakukan
log-on ke RCC melalui sarana komunikasi leased line maka Peserta
tersebut harus segera menghubungi Help -desk Bank Indonesia untuk
meminta pengalihan menjadi sarana komunikasi dial up.
2. Waktu antara cut off warning sampai dengan pre cut off.
Dalam periode ini terdapat beberapa kegiatan sebagai berikut :
a. Seluruh Peserta memperoleh informasi secara otomatis dari RCC
mengenai posisi saldo Rekening Giro setelah Settlement hasil
kliring;
b. Bank Indonesia melakukan special gridlock resolution, yaitu
menyelesaikan seluruh Sistem Antrian Peserta berdasarkan
kecukupan dana masing-masing transaksi;
c. Bank diberikan kesempatan untuk melakukan transfer dana antar
Bank dalam rangka menutupi kekurangan likuiditasnya
(Interbank Cover Position).
Pada saat cut off warning, transaksi yang masuk ke dalam Sistem
Antrian akan ditolak secara otomatis oleh sistem, sedangkan
transaksi yang telah berada pada Sistem Antrian akan dibekukan
(freeze). Transfer dana yang masuk pada periode antara cut off
warning dengan pre cut off tidak dapat digunakan untuk
menyelesaikan antrian tersebut.
3. Waktu antara pre cut off sampai dengan cut off time.
Dalam periode waktu tersebut Bank Indonesia melakukan
pemenuhan…
pemenuhan dana Bank (BI Cover Position) dengan cara melakukan
proses pendanaan jangka pendek atas dasar permohonan Peserta
yang telah diajukan sebelumnya.
4. Cut off time.
Pada saat cut off time, seluruh transaksi yang dikirimkan melalui RT
tidak dapat diproses, dan transaksi dalam Sistem Antrian yang telah
berada dalam kondisi freeze akan dibatalkan. Selanjutnya RCC
melakukan pengiriman data mengenai posisi akhir hari ke seluruh
Peserta secara otomatis.
5. Perpanjangan Jam Operasional Sistem BI-RTGS.
Jam Opersional Sistem BI-RTGS sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran 2 berlaku dalam kondisi normal, namun waktu tersebut
dapat berubah atau diperpanjang dalam hal :
a. Permintaan Peserta
Peserta dapat mengajukan permintaan perpanjangan Jam
Operasional Sistem BI-RTGS dalam hal terjadi kondisi darurat
pada Lokasi Produksi atau terdapat kerusakan pada RT Peserta
sehingga waktu yang tersedia untuk melakukan transaksi menjadi
terbatas.
Permohonan perpanjangan Jam Opersional Sistem BI-RTGS
dilakukan paling lambat 2 (dua) jam sebelum cut off warning
melalui fasilitas Administrative Messages dalam Sistem BI-
RTGS. Lamanya perpanjangan waktu maksimal adalah 1 (satu)
jam.
Apabila dalam Jam Operasional Sistem BI-RTGS tersebut telah
terdapat 1 (satu) Peserta yang mengajukan perpanjangan Jam
Operasional maka Peserta lainnya tidak dapat mengajukan
perpanjangan…
perpanjangan Jam Operasional. Persetujuan Penyelenggara atas
perpanjangan Jam Operasional diberitahukan melalui fasilitas
Administrative Messages dalam Sistem BI-RTGS.
b. Kebijakan Bank Indonesia
Perpanjangan Jam Operasional Sistem BI-RTGS dapat dilakukan
atas dasar kebijakan Bank Indonesia dalam hal :
1) Adanya kerusakan pada Sistem BI-RTGS;
2) Terjadi keterlambatan waktu pembukuan hasil kliring;
3) Terdapat suatu kebijakan yang menyebabkan Bank Indonesia
harus melakukan pembukuan melebihi Jam Operasional
Sistem BI-RTGS.
Dalam hal terdapat perpanjangan atau perubahan Jam
Operasional Sistem BI-RTGS maka RCC akan memberitahukan
kepada seluruh Peserta melalui fasilitas Administrative
Messages.“
6. Pemutusan hubungan dengan RCC sebelum cut off time.
Peserta dimungkinkan memutuskan hubungan dengan RCC (log-off)
pada saat periode cut off warning sepanjang semua transaksi baik
outgoing maupun incoming payment telah di-settle dan hasilnya
sesuai dengan catatan intern masing-masing Peserta.
2. Ketentuan angka VI.3 diubah, sehingga angka VI.3 seluruhnya menjadi
berbunyi sebagai berikut :
“ 3. Pedoman Umum sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 3 merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini.
Halaman VI.9 Pedoman Umum diubah menjadi berbunyi sebagaimana
terlampir. “
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 3 September 2001.
Agar…
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARMAIN SALIM
DEPUTI DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
DASP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/20/DASP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/24/DASP tanggal 17 November 2000 perihal Bank Indonesia Real Time Gross Settlement </reg_title>
<set_date> 31 Agustus 2001 </set_date>
<effective_date> 3 September 2001 </effective_date>
<changed_reg> '2/24/DASP|SE-BI/2000' </changed_reg>
<related_reg> '2/24/DASP|SE-BI/2000', '2/24/PBI/2000' </related_reg>
|
1
No. 17/32/DPSP
2015
Jakarta, 13 November 2015
SURAT EDARAN
Perihal : Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan
Penatausahaan Surat Berharga Negara
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/13/PBI/2008
tentang Lelang dan Penatausahaan Surat Berharga Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4888) sebagaimana telah diubah, terakhir dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/19/PBI/2015 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 274, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5763) dan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 17/18/PBI/2015 tentang Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan
Surat Berharga, dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5762), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai tata
cara lelang surat berharga negara di pasar perdana dan penatausahaan surat
berharga negara dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah
Surat Utang Negara dan Surat Berharga Syariah Negara.
2. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata
uang Rupiah maupun dalam valuta asing yang dijamin
pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
3. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat SBSN
atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara
yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas
bagian ...
2
bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang
Rupiah maupun mata uang asing.
4. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN
adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas)
bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
5. SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat Perbendaharaan
Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka waktu sampai
dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan
berupa kupon dan/atau secara diskonto.
6. Obligasi Negara adalah SUN yang berjangka waktu lebih dari 12
(dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran
bunga secara diskonto.
7. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan berupa
kupon dan/atau secara diskonto.
8. SBSN Ritel yang selanjutnya disebut Sukuk Negara Ritel adalah
SBSN yang dijual kepada individu atau orang perseorangan
warga negara Indonesia melalui agen penjual.
9. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan termasuk
kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri dan
Bank Umum Syariah termasuk Unit Usaha Syariah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai
perbankan syariah.
10. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
11. Lembaga Penjamin Simpanan yang selanjutnya disingkat LPS
adalah Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai lembaga
penjamin simpanan.
12. Peserta Transaksi adalah pihak yang berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan dapat melakukan transaksi SUN dan/atau
SBSN dengan Pemerintah secara langsung.
13. Dealer Utama adalah Bank dan/atau perusahaan efek yang
ditunjuk oleh Menteri sebagai Dealer Utama sebagaimana
14. dimaksud ...
3
14. dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
mengenai dealer utama.
15. Peserta Lelang adalah Bank dan perusahaan efek yang ditunjuk
Menteri sebagai peserta Lelang SBSN di pasar perdana dalam negeri.
16. Peserta BI-SSSS adalah pihak-pihak yang memenuhi persyaratan
dan telah memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia untuk
menjadi peserta dalam penyelenggaraan BI-SSSS.
17. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBN
untuk pertama kali.
18. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SBN yang telah
dijual di Pasar Perdana.
19. Lelang SBN adalah penjualan SBN di Pasar Perdana domestik
oleh Pemerintah yang dilakukan dengan mekanisme lelang.
20. Lelang SBN Tambahan (Greenshoe Option) yang selanjutnya
disebut Lelang SBN Tambahan adalah penjualan SBN di Pasar
Perdana dalam mata uang Rupiah dengan cara lelang yang
dilaksanakan pada 1 (satu) hari kerja setelah tanggal
pelaksanaan Lelang SBN.
21. Imbal Hasil (Yield) adalah keuntungan yang diharapkan oleh
investor dalam persentase per tahun.
22. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) adalah
pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan
volume dan tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) yang
diinginkan penawar.
23. Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding)
adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan
volume tanpa tingkat Imbal Hasil (Yield) atau harga (price) yang
diinginkan penawar.
24. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transaksi dengan Bank Indonesia dan
transaksi pasar keuangan yang dilakukan secara elektronik.
25. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disebut BI-SSSS adalah infrastruktur yang digunakan
sebagai sarana Penatausahaan Transaksi dan Penatausahaan
Surat ...
4
Surat Berharga yang dilakukan secara elektronik.
26. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur yang
digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik yang
setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara individual.
27. Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker Bidding Limit)
adalah batas paling tinggi nominal penawaran yang diberikan
oleh Peserta Transaksi kepada Peserta Transaksi lain untuk
dapat melakukan penawaran per hari untuk dan atas nama
Peserta Transaksi yang memberikan batas nominal penawaran.
28. Penatausahaan SBN adalah kegiatan yang mencakup pencatatan
kepemilikan, kliring, dan Setelmen serta pembayaran
bunga/kupon atau imbalan serta pelunasan pokok/nominal SBN.
29. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan fungsi
Penatausahaan SBN bagi kepentingan Peserta pada BI-SSSS.
30. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang memenuhi
persyaratan dan disetujui oleh Bank Indonesia sebagai Peserta BI-
SSSS untuk melakukan fungsi Penatausahaan SBN bagi
kepentingan nasabah.
31. Setelmen adalah proses penyelesaian akhir transaksi SBN melalui
pendebitan dan pengkreditan Rekening Giro dan/atau Rekening
Surat Berharga dan/atau rekening lainnya di Bank Indonesia.
32. Sistem Laporan Harian Bank Umum yang selanjutnya disingkat
Sistem LHBU adalah sarana pelaporan Bank kepada Bank
Indonesia secara harian termasuk penyediaan informasi pasar
uang dan pengumuman dari Bank Indonesia.
33. Lelang Pembelian Kembali SBN yang selanjutnya disebut Lelang
Buyback adalah pembelian kembali SBN di Pasar Sekunder oleh
Pemerintah sebelum jatuh tempo dengan cara tunai dan/atau
dengan cara penukaran (debt switching) dalam suatu masa
penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya.
34. Fasilitas Peminjaman SUN adalah fasilitas yang diberikan oleh
Menteri kepada Dealer Utama untuk melakukan peminjaman
SUN sesuai tata cara yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai dealer utama.
35. Transaksi ...
5
35. Transaksi SBN Secara Langsung adalah penjualan SBN di Pasar
Perdana atau pembelian kembali SBN di Pasar Sekunder yang
dilakukan oleh Pemerintah dengan Dealer Utama, Bank
Indonesia, atau LPS secara langsung melalui fasilitas dealing
room pada Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
36. Private Placement adalah kegiatan penjualan SBN di Pasar
Perdana dalam negeri yang dilakukan oleh Pemerintah dengan
pihak yang disetujui oleh Pemerintah, dengan ketentuan dan
persyaratan SBN sesuai kesepakatan.
37. Bank Pembayar adalah peserta Sistem BI-RTGS yang memiliki
Rekening Giro dalam Rupiah dan/atau valuta asing di Bank
Indonesia dan ditunjuk oleh Peserta Transaksi dan/atau Sub-
Registry untuk melakukan pembayaran dan penerimaan dana
dalam rangka Setelmen transaksi SBN.
38. Rekening Surat Berharga adalah rekening Peserta BI-SSSS dalam
mata uang Rupiah dan/atau valuta asing yang ditatausahakan di
Bank Indonesia dalam rangka pencatatan kepemilikan dan
Setelmen atas transaksi SBN, transaksi dengan Bank Indonesia,
transaksi pasar keuangan, dan/atau fasilitas likuiditas intrahari.
39. Rekening Giro adalah Rekening Giro sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
rekening giro di Bank Indonesia.
II. TATA CARA LELANG
A. Lelang SBN dalam Rupiah
1. Ketentuan dan Persyaratan
a. Bank Indonesia menyelenggarakan Lelang SBN dalam
Rupiah berdasarkan rencana yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
atas nama Menteri.
b. Peserta Transaksi dalam Lelang SBN dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Peserta Transaksi pada Lelang SUN dalam Rupiah
adalah:
a) Dealer Utama;
b) Bank ...
6
b) Bank Indonesia; dan/atau
c) LPS.
2) Peserta Transaksi pada Lelang SBSN dalam
Rupiah adalah:
a) Peserta Lelang;
b) Bank Indonesia; dan/atau
c) LPS.
c. Peserta Transaksi dapat mengajukan penawaran
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta Transaksi untuk Lelang SUN dalam
Rupiah adalah:
1) Dealer Utama, Bank Indonesia, dan/atau LPS
untuk SPN.
2) Dealer Utama dan/atau LPS untuk Obligasi
Negara.
2) Peserta Transaksi untuk Lelang SBSN dalam
Rupiah adalah:
a) Peserta Lelang, Bank Indonesia, dan/atau
LPS untuk SBSN jangka pendek.
b) Peserta Lelang dan/atau LPS untuk SBSN
jangka panjang.
d. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran Lelang
SUN dalam Rupiah atas nama diri sendiri dan/atau
atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai lelang surat utang
negara dalam mata uang Rupiah dan valuta asing di
pasar perdana domestik.
e. Peserta Lelang dapat mengajukan penawaran Lelang
SBSN dalam Rupiah atas nama diri sendiri dan/atau
atas nama pihak lain sesuai Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai penerbitan dan
penjualan surat berharga syariah negara di pasar
perdana dalam negeri dengan cara lelang.
f. Bank Indonesia dan LPS mengajukan penawaran
Lelang SBN dalam Rupiah hanya untuk dan atas nama
diri ...
7
diri sendiri.
g. Lelang SBN dalam Rupiah dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Penawaran Lelang SBN dalam Rupiah dilakukan
dengan mengajukan Penawaran Pembelian
Kompetitif (Competitive Bidding) dan/atau
Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-
competitive Bidding) dalam suatu periode waktu
penawaran yang telah ditentukan dan
diumumkan sebelumnya.
2) Pengajuan penawaran Lelang SBN dalam Rupiah
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Dalam hal Dealer Utama atau Peserta Lelang
mengajukan penawaran Lelang SBN dalam
Rupiah untuk dan atas nama diri sendiri,
baik secara langsung maupun melalui Dealer
Utama lain atau Peserta Lelang lain maka
penawaran hanya dapat dilakukan dengan
cara Penawaran Pembelian Kompetitif
(Competitive Bidding).
b) Dalam hal Dealer Utama atau Peserta Lelang
mengajukan penawaran Lelang SBN dalam
Rupiah untuk dan atas nama pihak lain
selain Dealer Utama atau Peserta Lelang
maka pengajuan penawaran dilakukan
dengan persyaratan sebagai berikut:
(1) pengajuan penawaran pada lelang SPN
dan SBSN jangka pendek dilakukan
dengan cara Penawaran Pembelian
Kompetitif (Competitive Bidding); dan
(2) pengajuan penawaran pada lelang
Obligasi Negara dan SBSN jangka
panjang dilakukan dengan cara
Penawaran Pembelian Kompetitif
(Competitive Bidding) dan/atau
Penawaran ...
Penawaran ...
8
Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non-competitive Bidding).
3) Bank Indonesia dapat mengajukan penawaran
Lelang SBN dalam Rupiah berupa SPN dan SBSN
jangka pendek, namun hanya untuk Penawaran
Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding).
4) LPS dapat mengajukan penawaran Lelang SBN
dalam Rupiah namun hanya untuk Penawaran
Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding).
5) Lelang SBN dalam Rupiah dilakukan pada hari
Selasa antara pukul 10.00 WIB sampai dengan
pukul 12.00 WIB pada hari kerja dan waktu lain
yang ditetapkan Direktur Jenderal Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama
Menteri.
6) Dalam hal
terdapat perubahan jadwal
pelaksanaan Lelang SBN dalam Rupiah, Bank
Indonesia mengumumkan perubahan jadwal
pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud dalam
angka 5) melalui Sistem LHBU dan/atau sarana
komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia.
7) Sarana yang digunakan untuk pengajuan
penawaran Lelang SBN dalam Rupiah adalah
Sistem BI-ETP atau sarana lain yang ditetapkan
Bank Indonesia.
8) Dalam hal Dealer Utama atau Peserta Lelang
mengajukan penawaran Lelang SBN dalam
Rupiah untuk dan atas nama Dealer Utama atau
Peserta Lelang lain dan pihak lain maka Dealer
Utama atau Peserta Lelang yang bersangkutan
dan Bank Pembayar yang ditunjuk harus
memperhatikan Batas Paling Tinggi Nominal
Penawaran (Broker Bidding Limit) per hari.
9) Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran
(Broker Bidding Limit) sebagaimana dimaksud dalam
angka ...
9
angka 8) harus diatur dalam suatu perjanjian antara
Bank dengan Dealer Utama atau Peserta Lelang.
2. Pelaksanaan Lelang SBN dalam Rupiah
a. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBN
dalam Rupiah paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum hari pelaksanaan Lelang SBN dalam Rupiah
melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, laman (website)
Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain
yang digunakan Bank Indonesia.
b. Pengumuman rencana Lelang SBN dalam Rupiah
paling kurang memuat:
1)
2)
3)
4)
jenis dan seri;
tanggal pelaksanaan lelang;
target indikatif yang ditawarkan;
tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo;
5) mata uang;
6) waktu pembukaan dan penutupan penawaran;
7) waktu pengumuman hasil lelang;
8)
tanggal Setelmen;
9) alokasi untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non-competitive Bidding), dalam hal dilakukan
kombinasi lelang kompetitif dan nonkompetitif
untuk lelang SUN dalam Rupiah; dan
10) daftar nama Peserta Transaksi.
c. Pada hari pelaksanaan Lelang SBN dalam Rupiah,
Peserta Transaksi mengajukan penawaran nominal
dan tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield)
atau harga (price) untuk Penawaran Pembelian
Kompetitif (Competitive Bidding) atau penawaran
nominal untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non-competitive Bidding).
d. Peserta Transaksi mengajukan penawaran Lelang SBN
dalam Rupiah untuk Penawaran Pembelian Kompetitif
(Competitive Bidding), dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) pengajuan...
10
1) pengajuan penawaran nominal dari masing-
masing Peserta Transaksi paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
selebihnya dengan kelipatan Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah);
2) dalam hal lelang SUN dalam Rupiah, penawaran
diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) diajukan
dengan kelipatan 1/100 (satu per seratus) atau
0,01 (nol koma nol satu);
3) dalam hal lelang SBSN dalam Rupiah, penawaran
tingkat Imbal Hasil (Yield) diajukan dengan
kelipatan 1/32 (satu per tiga puluh dua) atau
0,03125 (tiga ribu seratus dua puluh lima per
seratus ribu) untuk imbalan tetap dan SBSN
tanpa kupon (zero coupon bond); dan
4) penawaran harga (price) diajukan dengan
kelipatan 0,05% (nol koma nol lima persen).
e. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran
Lelang SBN dalam Rupiah untuk Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non-competitive Bidding), pengajuan
penawaran nominal dilakukan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir d.1).
f. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran
data penawaran pembelian Lelang SBN dalam Rupiah.
g. Peserta Transaksi dapat melakukan koreksi atas setiap
penawaran pembelian yang diajukan dalam periode waktu
(window time) transaksi Lelang SBN dalam Rupiah.
h. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran
pembelian Lelang SBN dalam Rupiah tidak dapat
membatalkan penawaran.
3. Penentuan Pemenang Lelang SBN dalam Rupiah
Pada tanggal pelaksanaan lelang Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri
menetapkan hasil Lelang SBN dalam Rupiah yang
mencakup:
a. pemenang ...
11
a. pemenang lelang;
b. nilai nominal;
c.
tingkat imbal Hasil (Yield) atau harga (price) untuk lelang
SUN dalam Rupiah atau tingkat imbalan dan/atau
diskonto untuk lelang SBSN dalam Rupiah; dan
d.
jenis dan nilai aset SBSN untuk lelang SBSN dalam
Rupiah.
4. Pengumuman Hasil Lelang SBN dalam Rupiah
a. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SBN dalam
Rupiah yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri
melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU, laman (website)
Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain yang
digunakan oleh Bank Indonesia pada akhir hari
pelaksanaan Lelang SBN dalam Rupiah.
b. Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil
Lelang SBN dalam Rupiah sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Kepada seluruh Peserta Transaksi paling kurang
memuat:
a)
jenis dan seri;
b) mata uang;
c) kuantitas lelang secara keseluruhan;
d)
e)
tingkat bunga, tingkat imbalan atau tingkat
diskonto;
f)
rata-rata tertimbang tingkat imbalan
dan/atau diskonto, tingkat Imbal Hasil
(Yield), atau harga (price); dan
tanggal jatuh tempo.
2) Kepada setiap pemenang Lelang SBN dalam Rupiah
melalui Sistem BI-ETP paling kurang memuat:
a) nama pemenang;
b) nilai nominal yang dimenangkan; dan
c)
tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield),
atau harga (price).
c. Dalam ...
12
c. Dalam hal Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan
dan Risiko atas nama Menteri menetapkan tidak ada
pemenang lelang, Bank Indonesia mengumumkan
penetapan tersebut melalui Sistem BI-ETP, Sistem
LHBU, dan/atau sarana lain yang digunakan Bank
Indonesia.
B. Lelang SBN Tambahan
1. Ketentuan dan Persyaratan
a. Bank Indonesia menyelenggarakan Lelang SBN
Tambahan berdasarkan rencana yang ditetapkan
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
atas nama Menteri.
b. Lelang SBN Tambahan dilaksanakan pada hari kerja
antara pukul 10.00 WIB sampai dengan pukul 12.00
WIB atau waktu lain yang ditetapkan Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas nama Menteri.
c. Dalam hal Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan
dan Risiko atas nama Menteri menetapkan waktu lain
sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Bank Indonesia
mengumumkan perubahan tersebut melalui Sistem
LHBU dan/atau sarana komunikasi lain yang
digunakan Bank Indonesia.
d. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran
Lelang SBN Tambahan adalah Sistem BI-ETP atau
sarana lain yang ditetapkan Bank Indonesia.
e. Peserta Transaksi dapat mengajukan penawaran
Lelang SBN Tambahan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Lelang SUN Tambahan
a) Peserta Transaksi pada Lelang SUN Tambahan
adalah Peserta Transaksi Lelang SUN dalam
Rupiah yang telah menyampaikan Penawaran
Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive
Bidding) pada lelang SUN.
b) Penawaran ...
13
b) Penawaran pembelian dilakukan dengan
mengajukan volume penawaran SUN.
c) Peserta Transaksi yang dapat mengajukan
penawaran adalah sebagai berikut:
1) Dealer Utama, Bank Indonesia,
dan/atau LPS menyampaikan
Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non-competitive Bidding) untuk SPN.
2) Dealer Utama dan/atau LPS
menyampaikan Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non-competitive Bidding)
untuk Obligasi Negara.
d) Pengajuan penawaran dibatasi paling banyak
sebesar Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non-competitive Bidding) yang tidak
dimenangkan.
e) Dealer Utama dapat mengajukan penawaran
Lelang SUN Tambahan atas nama diri sendiri
dan/atau atas nama pihak lain sesuai
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
mengenai lelang surat utang negara dalam
mata uang Rupiah dan valuta asing di pasar
perdana domestik.
2) Lelang SBSN Tambahan
a) Peserta Transaksi pada Lelang SBSN
Tambahan adalah Bank Indonesia, LPS,
dan/atau Peserta Lelang yang menyampaikan
penawaran pembelian dalam Lelang SBSN.
b) Penawaran pembelian dalam Lelang SBSN
Tambahan dilakukan dengan penawaran
pembelian nonkompetitif (Non-Competitive
Bidding).
c) Total penawaran pembelian setiap peserta
Lelang SBSN Tambahan dibatasi paling tinggi
sebesar total penawaran pembelian setiap
peserta ...
14
peserta pada Lelang SBSN untuk seri SBSN
yang ditawarkan dalam Lelang SBSN
Tambahan.
d) Penawaran pembelian dalam Lelang SBSN
Tambahan untuk SBSN Jangka Pendek
hanya dapat diikuti oleh Bank Indonesia.
2. Pelaksanaan Lelang SBN Tambahan
a. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBN
Tambahan melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU,
laman (website) Bank Indonesia, dan/atau sarana
komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia,
setelah penetapan hasil Lelang SBN dalam Rupiah oleh
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
atas nama Menteri.
b. Pengumuman rencana Lelang SBN Tambahan paling
kurang memuat:
1)
jenis dan seri;
2) daftar nama peserta Lelang SBN Tambahan;
3)
4)
tanggal dan waktu pelaksanaan Lelang SBN
Tambahan; dan
rata-rata tertimbang tingkat imbalan dan/atau
diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield), atau harga
(price).
c. Pada hari pelaksanaan Lelang SBN Tambahan, Peserta
Transaksi mengajukan penawaran nominal.
d. Pengajuan penawaran nominal sebagaimana dimaksud
dalam huruf c mengacu pada ketentuan dalam butir
A.2.d.1).
e. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas kebenaran
data penawaran pembelian Lelang SBN Tambahan.
f. Peserta Transaksi dapat melakukan koreksi atas setiap
penawaran pembelian yang diajukan dalam periode waktu
(window time) transaksi Lelang SBN Tambahan.
g. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran
pembelian Lelang SBN Tambahan tidak dapat
membatalkan ...
15
membatalkan penawaran.
3. Penentuan Pemenang Lelang SBN Tambahan
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas
nama Menteri menetapkan hasil Lelang SBN Tambahan yang
paling kurang mencakup nama pemenang dan nilai nominal.
4. Pengumuman Hasil Lelang SBN Tambahan
a. Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SBN
Tambahan yang telah ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko atas
nama Menteri melalui Sistem BI-ETP, Sistem LHBU,
laman (website) Bank Indonesia, dan/atau sarana
komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia pada
akhir hari pelaksanaan Lelang SBN Tambahan.
b. Bank Indonesia menyampaikan pengumuman hasil
Lelang SBN Tambahan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dengan ketentuan sebagai berikut:
1) kepada seluruh Peserta Transaksi paling kurang
memuat seri SBN dan nilai nominal; dan
2) kepada setiap pemenang Lelang SBN Tambahan
melalui Sistem BI-ETP paling kurang memuat nama
pemenang dan nilai nominal yang dimenangkan.
C. Tata Cara Lelang SUN dalam Valuta Asing
1. Ketentuan dan Persyaratan
a. Bank Indonesia menyelenggarakan lelang SUN dalam
valuta asing berdasarkan rencana yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
atas nama Menteri.
b. Pihak yang dapat membeli SUN dalam valuta asing
dalam lelang adalah:
1) orang perseorangan warga negara Indonesia yang
bertempat tinggal di Indonesia;
2) perusahaan, usaha bersama, asosiasi, atau
kelompok yang terorganisasi baik dari Indonesia
ataupun asing, yang didirikan atau bertempat
kedudukan ...
16
kedudukan di wilayah Republik Indonesia; atau
3) LPS.
c. Para pihak sebagaimana dimaksud dalam butir b.1)
dan butir b.2) dapat membeli SUN dalam valuta asing
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) memenuhi persyaratan administrasi; dan
2)
teregistrasi dalam daftar investor residen,
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengenai lelang surat utang
negara dalam mata uang Rupiah dan valuta asing di
pasar perdana domestik.
d. Para pihak yang telah memenuhi ketentuan dalam
Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf c mengikuti lelang SUN dalam valuta
asing melalui Dealer Utama.
e. Peserta Transaksi lelang SUN dalam valuta asing
adalah Dealer Utama dan/atau LPS.
f. Peserta Transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf
e dapat mengajukan penawaran untuk SPN dan/atau
Obligasi Negara dalam valuta asing.
g. Dealer Utama dapat mengajukan penawaran pembelian
lelang SUN dalam valuta asing atas nama diri sendiri
dan/atau atas nama pihak lain sesuai Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur mengenai lelang
surat utang negara dalam mata uang Rupiah dan
valuta asing di pasar perdana domestik.
h. LPS mengajukan penawaran Lelang SUN dalam valuta
asing hanya untuk dan atas nama diri sendiri.
i. Lelang SUN dalam valuta asing dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Penawaran lelang SUN dalam valuta asing
dilakukan dengan mengajukan Penawaran
Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding)
dan/atau Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non-competitive Bidding) dalam suatu periode
waktu ...
17
waktu (window time) penawaran yang telah
ditentukan dan diumumkan sebelumnya.
2) Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran
lelang SUN dalam valuta asing untuk dan atas
nama diri sendiri, baik secara langsung maupun
melalui Dealer Utama lain maka penawaran hanya
dapat dilakukan dengan cara Penawaran
Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding).
3) Dalam hal Dealer Utama mengajukan penawaran
lelang SUN dalam valuta asing untuk dan atas
nama pihak lain maka pengajuan penawaran
dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut:
a) penawaran pada lelang SPN dalam valuta asing
dilakukan dengan cara Penawaran Pembelian
Kompetitif (Competitive Bidding); dan
b) penawaran pada lelang Obligasi Negara
dalam valuta asing dilakukan dengan cara
Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive
Bidding) dan/atau Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non-competitive Bidding).
4) LPS dapat mengajukan penawaran lelang SUN
dalam valuta asing berupa SPN dan Obligasi
Negara dalam valuta asing dengan persyaratan
sebagai berikut:
a) penawaran dilakukan secara langsung tanpa
melalui Dealer Utama; dan
b) penawaran hanya untuk Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non-competitive Bidding).
5) Lelang SUN dalam valuta asing dilaksanakan pada
hari Senin antara pukul 09.00 WIB sampai
dengan pukul 11.00 WIB atau pada hari kerja dan
waktu lain yang ditetapkan Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan
atas nama Menteri.
6) Dalam ...
18
6) Dalam hal terdapat perubahan jadwal lelang SUN
dalam valuta asing, Bank Indonesia mengumumkan
perubahan jadwal pelaksanaan lelang sebagaimana
dimaksud dalam angka 5) melalui Bloomberg, Sistem
LHBU, dan/atau sarana komunikasi lain yang
digunakan Bank Indonesia.
7) Sarana yang digunakan untuk pengajuan
penawaran lelang SUN dalam valuta asing adalah
terminal Bloomberg atau sarana lain yang
ditetapkan Bank Indonesia.
8) Dalam hal Bank mengajukan penawaran lelang
SUN dalam valuta asing melalui Dealer Utama,
Bank yang bersangkutan harus menetapkan
Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran (Broker
Bidding Limit) per hari untuk lelang SUN dalam
valuta asing bagi Dealer Utama.
9) Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening
Surat Berharga yang mengajukan penawaran
lelang SUN dalam valuta asing harus menunjuk
Sub-Registry untuk pelaksanaan Setelmen hasil
lelang SUN dalam valuta asing.
10) Sub-Registry yang ditunjuk untuk pelaksanaan
Setelmen hasil lelang SUN dalam valuta asing harus
menetapkan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran
(Broker Bidding Limit) per hari untuk lelang SUN
dalam valuta asing bagi Peserta Transaksi untuk
kepentingan nasabah Sub-Registry.
11) Penetapan Batas Paling Tinggi Nominal Penawaran
(Broker Bidding Limit) per hari untuk lelang SUN
dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam
angka 8) dan angka 10) harus diatur dalam suatu
perjanjian antara Bank atau Sub-Registry dengan
Dealer Utama.
12) Peserta Transaksi harus menyampaikan
penawaran lelang SUN dalam valuta asing dengan
informasi ...
19
informasi yang lengkap dan benar berdasarkan
dokumen instruksi transaksi.
13) Peserta Transaksi bertanggung jawab atas
kebenaran data penawaran pembelian lelang SUN
dalam valuta asing.
2. Pelaksanaan Lelang SUN dalam Valuta Asing
a. Sebelum pelaksanaan lelang SUN dalam valuta asing,
Bank Indonesia mengirimkan surat permintaan kepada
Peserta Transaksi untuk menyampaikan paling banyak
2 (dua) nama pegawai yang ditunjuk untuk melakukan
transaksi lelang SUN dalam valuta asing melalui
terminal Bloomberg.
b. Berdasarkan surat Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Peserta Transaksi
menyampaikan nama pegawai yang ditunjuk untuk
melakukan transaksi lelang SUN dalam valuta asing
melalui surat dan dapat disampaikan terlebih dahulu
melalui faksimile, dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
c. Surat dan faksimile sebagaimana dimaksud dalam
huruf b disampaikan kepada Bank Indonesia dengan
alamat sebagai berikut:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan Moneter (DPM)
Grup Operasi Moneter (GOpM)
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 13
Jl. M. H. Thamrin No.2
Jakarta 10350
Telepon 021-29818350 dan 021-29818351
Faksimile 021-2310347.
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat
dan sarana komunikasi akan diberitahukan melalui
surat dan/atau media lainnya.
d. Dalam ...
20
d. Dalam hal terjadi perubahan atau pergantian pegawai
yang ditunjuk untuk melakukan transaksi lelang SUN
dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam
huruf b, Peserta Transaksi menyampaikan pengkinian
data melalui surat kepada Bank Indonesia –
Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi
Moneter dengan menggunakan format sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran I.
e. Bank Indonesia mengumumkan rencana lelang paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan
lelang SUN dalam valuta asing dengan pemberitahuan
kepada pegawai yang telah ditunjuk oleh Peserta
Transaksi melalui terminal Bloomberg, pengumuman
melalui Sistem LHBU, laman (website) Bank Indonesia,
dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan
Bank Indonesia.
f. Pengumuman rencana lelang SUN dalam valuta asing
paling kurang memuat:
1)
2)
3)
4)
jenis dan seri;
tanggal pelaksanaan lelang;
target indikatif yang ditawarkan;
tanggal penerbitan dan tanggal jatuh tempo;
5) mata uang;
6) waktu pembukaan dan penutupan penawaran;
7) waktu pengumuman hasil lelang;
8)
tanggal Setelmen;
9) alokasi untuk Penawaran Pembelian
Nonkompetitif (Non-competitive Bidding), dalam hal
dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan
nonkompetitif; dan
10) daftar nama Peserta Transaksi lelang.
g. Dalam hal dilakukan kombinasi lelang kompetitif dan
lelang nonkompetitif, lelang dimaksud dilakukan pada
2 (dua) lelang yang berbeda yaitu lelang kompetitif dan
lelang nonkompetitif.
h. Pada ...
21
h. Pada hari pelaksanaan lelang SUN dalam valuta asing,
Peserta Transaksi mengajukan penawaran sebagai
berikut:
1) Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive
Bidding) memuat informasi yaitu:
a) penawaran kuantitas;
b)
tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil
(Yield) atau harga (price); dan
c) kode investor yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
- Kementerian Keuangan Republik Indonesia,
yang terdiri atas 7 (tujuh) angka dengan
format penulisan xxx-yyyy.
Contoh penulisan kode investor: 123-0000
123 : 3 (tiga) angka pertama merupakan
informasi kode Peserta BI-SSSS; dan
0000 : 4 (empat) angka terakhir merupakan
informasi nomor investor non-Bank
atau diisi dengan “0000” dalam hal
investor adalah Bank.
2) Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-
competitive Bidding) memuat informasi sebagai
berikut:
a) penawaran kuantitas; dan
b) kode investor sebagaimana dimaksud dalam
butir 1)c).
i. Peserta Transaksi mengajukan penawaran lelang SUN
dalam valuta asing untuk Penawaran Pembelian
Kompetitif (Competitive Bidding), dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) pengajuan penawaran nominal dari setiap Peserta
Transaksi paling sedikit USD100,000.00 (seratus
ribu Dolar Amerika Serikat) dan selebihnya
dengan kelipatan USD10,000.00 (sepuluh ribu
Dolar Amerika Serikat);
2) penawaran ...
22
2) penawaran diskonto atau tingkat Imbal Hasil
(Yield) diajukan dengan kelipatan 1/100 (satu per
seratus) atau 0,01 (nol koma nol satu); dan
3) penawaran harga (price) diajukan dengan
kelipatan 0,05% (nol koma nol lima persen).
j. Dalam hal Peserta Transaksi mengajukan penawaran
lelang SUN dalam valuta asing untuk Penawaran
Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive Bidding),
pengajuan penawaran nominal dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir
i.1).
k. Peserta Transaksi dapat melakukan koreksi atas setiap
penawaran Lelang SUN dalam valuta asing yang
diajukan dalam periode waktu (window time) transaksi
lelang SUN dalam valuta asing.
l. Peserta Transaksi yang telah mengajukan penawaran
lelang SUN dalam valuta asing tidak dapat
membatalkan penawaran.
3. Penentuan Pemenang Lelang SUN dalam Valuta Asing
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
untuk dan atas nama Menteri menetapkan hasil lelang SUN
dalam valuta asing yang paling kurang mencakup:
a. pemenang lelang;
b. nilai nominal; dan
c.
tingkat diskonto atau tingkat Imbal Hasil (Yield) atau
harga (price).
4. Pengumuman Hasil Lelang
Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang SUN dalam
valuta asing yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama
Menteri dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kepada seluruh Peserta Transaksi
1) Pengumuman hasil lelang SUN dalam valuta asing
dilakukan melalui Sistem LHBU, laman (website)
Bank Indonesia, dan/atau sarana komunikasi lain
yang ...
23
yang digunakan oleh Bank Indonesia pada akhir
hari pelaksanaan lelang SUN dalam valuta asing.
2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) paling kurang memuat:
a)
jenis dan seri;
b) mata uang;
c) kuantitas lelang secara keseluruhan;
d)
e)
tingkat bunga;
f)
rata-rata tertimbang tingkat diskonto, tingkat
Imbal Hasil (Yield) atau harga (price); dan
tanggal jatuh tempo.
b. Kepada masing-masing pemenang lelang SUN dalam
valuta asing
1) Pengumuman hasil lelang SUN dalam valuta asing
dilakukan melalui terminal Bloomberg kepada
masing-masing pegawai yang ditunjuk oleh
Peserta Transaksi yang dimenangkan pada Lelang
SUN dalam valuta asing.
2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) paling kurang memuat:
a) nama pemenang;
b) nilai nominal; dan
c)
tingkat diskonto, tingkat Imbal Hasil (Yield)
atau harga (price).
5. Keadaan Tidak Normal di Peserta Transaksi
a. Dalam hal terjadi gangguan pada terminal dan/atau
jaringan Bloomberg yang dimiliki Peserta Transaksi yang
menyebabkan Peserta Transaksi tidak dapat mengajukan
penawaran lelang SUN dalam valuta asing, Peserta
Transaksi yang bersangkutan dapat menggunakan
fasilitas back-up terminal Bloomberg yang ada di Bank
Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta Transaksi mengajukan permohonan
penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg
disertai dengan informasi data penawaran lelang
SUN ...
24
SUN dalam valuta asing.
2) Permohonan yang disertai dengan informasi data
penawaran lelang SUN dalam valuta asing
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
disampaikan melalui surat dan dapat disampaikan
terlebih dahulu melalui faksimile, dengan
menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3) Penyampaian surat melalui faksimile dilakukan
paling lama 30 (tiga puluh) menit sebelum
penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg.
4) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) paling kurang memuat:
a) permohonan penggunaan fasilitas back-up
terminal Bloomberg;
b) alasan menggunakan fasilitas back-up
terminal Bloomberg; dan
c) pernyataan bahwa Peserta Transaksi yang
bersangkutan membebaskan Bank Indonesia
dari tanggung jawab atas segala kerugian
yang timbul pada Peserta Transaksi
(indemnity) sehubungan dengan penggunaan
fasilitas back-up terminal Bloomberg.
5) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 4) ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang dari Peserta Transaksi yang telah
memiliki spesimen tanda tangan di Bank Indonesia.
6) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 5) ditujukan kepada Bank Indonesia -
Departemen Pengelolaan Moneter c.q. Grup Operasi
Moneter dengan alamat sebagaimana dimaksud
dalam butir 2.c. dengan tembusan kepada:
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
c.q. Divisi Penyelenggaraan Setelmen Dana dan
Surat ...
25
Surat Berharga
Gedung D, Lantai 3
Jl. M. H. Thamrin No.2
Jakarta-10350
Telepon 021-29818888
Faksimile 021-3501868.
7) Penawaran lelang SUN dalam valuta asing yang
diajukan oleh Peserta Transaksi melalui fasilitas
back-up terminal Bloomberg harus sesuai dengan
informasi data penawaran lelang SUN dalam valuta
asing sebagaimana dimaksud dalam angka 1).
8) Segera setelah penawaran selesai dilakukan,
Peserta Transaksi menyampaikan data penawaran
lelang SUN dalam valuta asing yang telah
diajukan melalui fasilitas back-up terminal
Bloomberg kepada Bank Indonesia untuk
dicocokkan dengan informasi data penawaran
lelang SUN dalam valuta asing sebagaimana
dimaksud dalam angka 1).
9) Peserta Transaksi yang mengajukan penawaran
lelang SUN dalam valuta asing melalui fasilitas
back-up terminal Bloomberg tidak dapat
melakukan perubahan data penawaran yang telah
diajukan.
10) Pegawai yang ditunjuk oleh Peserta Transaksi
untuk mengajukan penawaran lelang SUN dalam
valuta asing melalui fasilitas back-up terminal
Bloomberg bertanggung jawab atas kebenaran dan
kesesuaian data penawaran lelang SUN dalam
valuta asing yang diajukan.
11) Bank Indonesia dapat menetapkan batas waktu
penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg,
dalam hal jumlah Peserta Transaksi yang
mengajukan permohonan melebihi jumlah
terminal yang tersedia.
b. Peserta ...
26
b. Peserta Transaksi bertanggung jawab atas segala
kerugian yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan
transaksi melalui fasilitas back-up terminal Bloomberg
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
III. TATA CARA PENATAUSAHAAN SBN
A. Ketentuan dan Persyaratan Setelmen dan Pencatatan Transaksi
SBN
1. Central Registry melaksanakan pencatatan penerbitan SBN
sesuai ketentuan dan persyaratan (term and condition) atau
adendum ketentuan dan persyaratan (term and condition)
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas nama Menteri.
2. Pada tanggal Setelmen SBN, Central Registry melakukan
Setelmen atas:
a. hasil Lelang SBN yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia berdasarkan surat dari Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas
nama Menteri mengenai keputusan hasil lelang;
b.
transaksi SBN dengan Pemerintah yang
diselenggarakan di luar Bank Indonesia, berdasarkan
surat dari Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan
dan Risiko untuk dan atas nama Menteri mengenai
hasil transaksi SBN dengan Pemerintah; dan/atau
c.
transaksi SBN di Pasar Sekunder berdasarkan
instruksi Setelmen dari Peserta BI-SSSS.
3. Penatausahaan SBN untuk kepentingan nasabah dilakukan
Sub-Registry berdasarkan persetujuan Central Registry
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan
surat berharga melalui BI-SSSS.
4. Peserta Transaksi yang tidak memiliki Rekening Surat
Berharga harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan
Setelmen dan pencatatan kepemilikan SBN.
5. Peserta ...
27
5. Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 yang tidak memiliki Rekening Giro
di Bank Indonesia harus menunjuk Bank Pembayar untuk
pelaksanaan Setelmen dana atas transaksi SBN.
6. Setelmen dana atas transaksi SBN menggunakan Rekening
Giro di Bank Indonesia milik Peserta BI-SSSS atau Bank
Pembayar yang terdiri atas:
a. Rekening Giro Rupiah; dan
b. Rekening Giro valuta asing dalam denominasi Dolar
Amerika Serikat (USD).
7. Penunjukan Bank Pembayar dilakukan dengan berpedoman
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui
BI-SSSS.
8. Pada tanggal Setelmen SBN, Peserta Transaksi dan Bank
Pembayar harus menjamin kecukupan dana pada Rekening
Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar untuk
pelaksanaan Setelmen dana hasil transaksi SBN dengan
Pemerintah.
9. Pada tanggal Setelmen transaksi SBN di Pasar Sekunder,
pihak yang harus menjamin kecukupan SBN dan/atau
dana untuk pelaksanaan Setelmen adalah sebagai berikut:
a. penjual atau Sub-Registry menjamin kecukupan seri
dan nilai nominal SBN pada Rekening Surat Berharga;
dan/atau
b. pembeli atau Bank Pembayar menjamin kecukupan
dana pada Rekening Giro.
10. Sub-Registry wajib mencatat kepemilikan SBN atas nama
nasabah secara individual dalam sistem internal Sub-
Registry pada tanggal yang sama dengan tanggal
pelaksanaan Setelmen SBN.
B. Pelaksanaan Setelmen atas Transaksi SUN dengan Pemerintah
1. Setelmen Hasil Lelang SUN dalam Rupiah yang
Diselenggarakan oleh Bank Indonesia
a. Setelmen ...
28
a. Setelmen hasil lelang SUN dalam Rupiah dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Setelmen lelang SUN dalam Rupiah dilakukan
paling lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal
pelaksanaan lelang SUN dalam Rupiah.
2) Setelmen lelang SUN Tambahan dalam Rupiah
dilakukan pada tanggal yang sama dengan
pelaksanaan Setelmen lelang SUN dalam Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1).
b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan
Setelmen hasil lelang SUN dalam Rupiah dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan mendebit
Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau
Bank Pembayar serta mengkredit Rekening Giro
Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar
nilai setelmen.
2) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry sebesar total nilai
nominal SUN dalam Rupiah yang dimenangkan.
c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak mencukupi
untuk Setelmen sampai dengan batas waktu Setelmen
transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI-SSSS)
maka Setelmen hasil lelang SUN dan/atau lelang SUN
tambahan dalam Rupiah yang dilakukan melalui
Rekening Giro Peserta Transaksi atau Bank Pembayar
dinyatakan gagal.
2. Setelmen Hasil Lelang Buyback SUN dalam Rupiah yang
Diselenggarakan di Luar Bank Indonesia
a. Setelmen hasil Lelang Buyback yang diselenggarakan
di luar Bank Indonesia dilakukan pada 3 (tiga) hari
kerja ...
29
kerja setelah tanggal pelaksanaan lelang mulai pukul
10.00 WIB atau sesuai waktu yang ditentukan Direktur
Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk
dan atas nama Menteri.
b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan
Setelmen hasil Lelang Buyback sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dengan prosedur sebagai berikut:
1) Setelmen Lelang Buyback dengan cara tunai
a) Central Registry melakukan pendebitan
Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi
dan/atau Sub-Registry sampai dengan batas
waktu Setelmen SBN (awal periode cut-off
warning BI-SSSS) sebesar jumlah seri dan
nilai nominal SUN dalam Rupiah yang dibeli
kembali oleh Pemerintah.
b) Central Registry melakukan pengkreditan
Rekening Surat Berharga Pemerintah atau
melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo
(early redemption) atas seri SUN dalam
Rupiah yang dibeli kembali oleh Pemerintah.
c) Central Registry melakukan pendebitan
Rekening Giro Rupiah Pemerintah dan
pengkreditan Rekening Giro Rupiah Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar di Bank
Indonesia sebesar nilai Setelmen.
2) Setelmen Lelang Buyback dengan cara penukaran
(debt switching)
a) Central Registry melakukan pendebitan
Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi
dan/atau Sub-Registry di Bank Indonesia
sampai batas waktu Setelmen surat berharga
(awal periode cut-off warning BI-SSSS) sebesar
jumlah seri dan nilai nominal SUN dalam
Rupiah yang dibeli kembali oleh Pemerintah.
b) Central...
30
b) Central Registry melakukan pengkreditan
Rekening Surat Berharga Pemerintah atau
melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo
(early redemption) atas seri SUN dalam
Rupiah yang dibeli kembali oleh Pemerintah.
c) Central Registry melakukan pencatatan
penerbitan SUN dalam Rupiah seri penukar
dan pengkreditan Rekening Surat Berharga
Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry.
d) Dalam pelaksanaan Lelang Buyback dapat
menyebabkan terjadi selisih tunai atas beban
Pemerintah atau atas beban Peserta
Transaksi. Setelmen atas selisih tunai
dilakukan sebagai berikut:
(1) Dalam hal terjadi selisih tunai atas
beban Pemerintah, Central Registry
melakukan Setelmen dana dengan
mendebit Rekening Giro Rupiah
Pemerintah dan mengkredit Rekening
Giro Rupiah Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar di Bank
Indonesia sebesar selisih tunai.
(2) Dalam hal terjadi selisih tunai atas
beban Peserta Transaksi, Central
Registry melakukan Setelmen dana
dengan mendebit Rekening Giro Rupiah
Peserta Transaksi dan/atau Bank
Pembayar dan mengkredit Rekening
Giro Rupiah Pemerintah di Bank
Indonesia sebesar selisih tunai.
c. Dalam hal Rekening Surat Berharga Peserta Transaksi
dan/atau Sub-Registry tidak mencukupi untuk
Setelmen surat berharga sebagaimana dimaksud
dalam butir b.1)a) dan butir b.2)a) maka Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry harus menyelesaikan
Setelmen ...
31
Setelmen dimaksud dalam jangka waktu paling lama 2
(dua) hari kerja sejak tanggal Setelmen awal.
d. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf c tidak dipenuhi sampai batas waktu Setelmen
surat berharga (awal periode cut-off warning BI-SSSS)
maka Setelmen hasil Lelang Buyback dinyatakan gagal.
3. Setelmen Fasilitas Peminjaman SBN
a. Setelmen atas transaksi pemberian Fasilitas
Peminjaman SBN kepada Dealer Utama dilakukan
dalam 2 (dua) hari kerja setelah permohonan disetujui
oleh Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko.
b. Setelmen pengembalian SBN yang dipinjamkan dan
yang dijaminkan dalam rangka pemberian Fasilitas
Peminjaman SBN kepada Dealer Utama dilakukan
pada tanggal berakhirnya batas waktu peminjaman.
c. Setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SBN pada
tanggal Setelmen pemberian Fasilitas Peminjaman SBN
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1) Central Registry melakukan Setelmen dana atas
biaya peminjaman (lending fee) SBN dengan
mendebit Rekening Giro Dealer Utama atau Bank
Pembayar dan mengkredit Rekening Giro
Pemerintah di Bank Indonesia, sebesar biaya
peminjaman (lending fee) SBN.
2) Dalam hal Setelmen dana atas biaya peminjaman
(lending fee) SBN sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) berhasil, Setelmen Surat berharga
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a) Central Registry melakukan Setelmen atas
peminjaman SBN yang dijaminkan oleh
Dealer Utama atau Sub-Registry dan SBN
yang dipinjamkan oleh Pemerintah dengan
jenis transaksi securities lending and
borrowing.
b) Dalam...
32
b) Dalam hal Setelmen sebagaimana dimaksud
dalam huruf a) berhasil dilakukan maka
Central Registry melakukan Setelmen
penerbitan SBN yang dipinjamkan dengan
mendebit Rekening Surat Berharga
Pemerintah dan mengkredit Rekening Surat
berharga Dealer Utama atau Sub-Registry,
sebesar nilai nominal seri SBN yang
dipinjamkan.
d. Pada saat jatuh waktu peminjaman SBN dilakukan
Setelmen pengembalian peminjaman SBN dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Pelaksanaan Setelmen atas jenis transaksi
securities lending and borrowing jatuh waktu
(second leg), Central Registry melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a) untuk SBN yang dipinjamkan, dilakukan
dengan mendebit Rekening Surat Berharga
Dealer Utama atau Sub-Registry dan
mengkredit Rekening Surat Berharga
Pemerintah sebesar nilai nominal SBN yang
dipinjamkan; dan
b) untuk SBN yang dijaminkan, dilakukan
dengan mendebit Rekening Surat Berharga
Pemerintah dan mengkredit Rekening Surat
Berharga Dealer Utama atau Sub-Registry
sebesar nilai nominal SBN yang dijaminkan.
2) Dalam hal Setelmen sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) berhasil dilakukan, Central
Registry melakukan pelunasan sebelum jatuh
waktu (early redemption) atas seri SBN yang
dipinjamkan, sebesar nilai nominal SBN yang
dilunasi.
3) Dalam hal Setelmen sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) tidak dapat dilakukan maka
Setelmen ...
33
Setelmen pengembalian SBN yang dipinjamkan
dinyatakan gagal.
e. Setelmen Perpanjangan Fasilitas Peminjaman SBN
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
1) Dalam hal Dealer Utama telah memperoleh
persetujuan untuk memperpanjang fasilitas
peminjaman SBN dari Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan
atas nama Menteri, dilakukan prosedur Setelmen
dana atas pembayaran biaya peminjaman (lending
fee) SBN sebagaimana dimaksud pada butir c.1).
2) Pada saat jatuh waktu perpanjangan peminjaman
SBN, pengembalian peminjaman SBN dilakukan
sesuai prosedur sebagaimana dimaksud pada
huruf d.
f. Penyelesaian Jaminan SBN
Dalam hal Setelmen pengembalian SBN yang
dipinjamkan dinyatakan gagal dan Pemerintah telah
menetapkan pelunasan seluruh atau sebagian SBN
yang dijaminkan, Central Registry melakukan:
1) pelunasan sebelum jatuh waktu (early
redemption) sebesar nilai SBN yang ditetapkan
Pemerintah untuk dilunasi.
2) mendebit Rekening Setelmen Dana Dealer Utama
atau Bank Pembayar sebesar selisih kurang nilai
pasar SBN, dalam hal nilai pasar untuk SBN yang
dinyatakan lunas lebih kecil dari nilai pasar SBN
yang dipinjamkan.
4. Setelmen Obligasi Negara yang Dijual kepada Investor Ritel
a. Setelmen atas transaksi Obligasi Negara yang dijual
kepada investor ritel dilakukan dalam 2 (dua) hari
kerja setelah penetapan hasil penjatahan Obligasi
Negara di Pasar Perdana oleh Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas
nama Menteri.
b. Pada ...
34
b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan
Setelmen penerbitan Obligasi Negara yang dijual
kepada investor ritel sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dengan prosedur sebagai berikut:
1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Bank
Pembayar dan mengkredit Rekening Giro Rupiah
Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai
setelmen.
2) Setelmen Surat Berharga
Dalam hal Setelmen dana berhasil, Setelmen surat
berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening
Surat Berharga Sub-Registry sebesar nilai
penjatahan.
c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Bank
Pembayar tidak mencukupi sampai dengan batas waktu
Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI-
SSSS) maka Setelmen SBN tidak dilakukan.
5. Setelmen Hasil Transaksi SUN Secara Langsung dalam
Rupiah
a. Setelmen hasil transaksi SUN secara langsung dalam
Rupiah dilakukan dalam 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal pelaksanaan transaksi.
b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan
Setelmen transaksi SUN secara langsung dalam
Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Penjualan SUN dalam Rupiah di Pasar Perdana
Secara Langsung
a) Central Registry melakukan pencatatan
penerbitan SUN dalam Rupiah atas hasil
transaksi SUN secara langsung yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan
dan Risiko untuk dan atas nama Menteri.
b) Central ...
35
b) Central Registry melakukan Setelmen sebagai
berikut:
(1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan
mendebit Rekening Giro Rupiah Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar
serta mengkredit Rekening Giro Rupiah
Pemerintah di Bank Indonesia sebesar
nilai setelmen.
(2) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan
dengan mengkredit Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi dan/atau
Sub-Registry sebesar nilai nominal SUN
dalam Rupiah.
2) Pembelian Kembali SUN dalam Rupiah di Pasar
Sekunder Secara Langsung
a) Setelmen Surat Berharga
(1) Central Registry melakukan pendebitan
Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau
sebesar nilai nominal seri SUN dalam
Rupiah yang dijual kepada Pemerintah.
(2) Central Registry melakukan pelunasan
sebelum jatuh tempo (early redemption)
atas seri SUN dalam Rupiah yang dibeli
kembali oleh Pemerintah.
b) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan mendebit
Rekening Giro Rupiah Pemerintah dan
mengkredit Rekening Giro Rupiah Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar di Bank
Indonesia sebesar nilai setelmen.
c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak mencukupi
sampai ...
Sub-Registry
36
sampai dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN
(awal periode cut-off warning BI-SSSS) sebagaimana
dimaksud dalam butir b.1)b)(1) atau Rekening Surat
Berharga Peserta Transaksi dan/atau Sub-Registry
tidak mencukupi untuk Setelmen surat berharga
sebagaimana dimaksud dalam butir b.1)b)(2) maka
Setelmen transaksi SUN dalam Rupiah secara
langsung dinyatakan gagal.
6. Setelmen Hasil Penjualan SUN dengan Cara Private Placement
a. Setelmen Hasil Penjualan SUN dalam Rupiah dengan
Cara Private Placement
1) Setelmen hasil penjualan SUN dalam Rupiah
dengan cara Private Placement dilakukan paling
lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal
kesepakatan transaksi.
2) Pada tanggal Setelmen, Central Registry
melakukan Setelmen hasil penjualan SUN dalam
Rupiah dengan cara Private Placement
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dengan
prosedur sebagai berikut:
a) Central Registry melakukan pencatatan
penerbitan SUN hasil penjualan secara
Private Placement yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan
dan Risiko untuk dan atas nama Menteri.
b) Central Registry melakukan Setelmen sebagai
berikut:
(1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan
mendebit Rekening Giro Rupiah Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar
serta mengkredit Rekening Giro
Pemerintah di Bank Indonesia sebesar
nilai setelmen.
(2) Setelmen ...
37
(2) Setelmen Surat Berharga
Dalam hal Setelmen dana berhasil
dilakukan, Setelmen surat berharga
dilakukan dengan mengkredit Rekening
Surat Berharga Peserta Transaksi
dan/atau Sub-Registry sebesar nilai
nominal SUN.
3) Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah
Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar tidak
mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen
transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI-
SSSS) maka Setelmen transaksi Private Placement
dinyatakan gagal.
b. Setelmen Hasil Penjualan SUN dalam Valuta Asing
dengan Cara Private Placement
1) Setelmen hasil penjualan SUN dalam valuta asing
dengan cara Private Placement dilakukan paling
lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal
kesepakatan.
2) Pada tanggal Setelmen hasil penjualan SUN dalam
valuta asing dengan cara Private Placement,
Central Registry melakukan Setelmen dengan
prosedur sebagai berikut:
a) Setelmen Dana
(1) Setelmen dana dilakukan dengan
mendebit Rekening Giro valuta asing
Peserta Transaksi dan/atau Bank
Pembayar serta mengkredit Rekening
Giro valuta asing Pemerintah di Bank
Indonesia sebesar nilai setelmen.
(2) Peserta Transaksi dan/atau Bank
Pembayar yang ditunjuk harus
menyediakan dana dalam denominasi
Dolar Amerika Serikat (USD) untuk
pelaksanaan Setelmen hasil transaksi
penjualan ...
38
penjualan SUN dalam valuta asing
dengan cara Private Placement.
(3) Dana sebagaimana dimaksud dalam
angka (2) harus telah efektif pada
rekening giro di bank koresponden Bank
Indonesia di New York (Federal Reserve
Bank of New York) dalam 1 (satu) hari
kerja sebelum tanggal Setelmen SUN
dalam valuta asing, dalam hal
penyediaan dana dilakukan melalui
rekening giro Bank Indonesia di bank
koresponden di New York.
b) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry sebesar
total nilai nominal SUN dalam valuta asing.
3) Dalam hal saldo Rekening Giro valuta asing
Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar
sebagaimana dimaksud dalam butir 2)a)(1) tidak
mencukupi untuk Setelmen hasil penjualan SUN
dalam valuta asing sampai dengan batas waktu
Setelmen transaksi SBN (cut-off warning BI-SSSS)
maka Setelmen transaksi hasil penjualan SUN
dalam valuta asing dengan cara Private Placement
yang dilakukan oleh Peserta Transaksi dan/atau
Bank Pembayar dinyatakan gagal.
7. Setelmen Hasil Lelang SUN dalam Valuta Asing yang
Diselenggarakan oleh Bank Indonesia
a. Setelmen hasil lelang SUN dalam valuta asing
dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
tanggal pelaksanaan lelang SUN dalam valuta asing.
b. Pada tanggal Setelmen hasil pemenang lelang SUN
dalam valuta asing, Central Registry melakukan
Setelmen hasil lelang SUN dalam valuta asing
sebagaimana ...
39
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Setelmen Dana
a) Setelmen dana dilakukan dengan mendebit
Rekening Giro valuta asing Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar serta mengkredit
Rekening Giro valuta asing Pemerintah di
Bank Indonesia sebesar nilai setelmen.
b) Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar
yang ditunjuk harus menyediakan dana dalam
denominasi Dolar Amerika Serikat (USD) untuk
pelaksanaan Setelmen hasil transaksi lelang
SUN dalam valuta asing di Pasar Perdana.
c) Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf b)
harus telah efektif pada rekening giro di bank
koresponden Bank Indonesia di New York
(Federal Reserve Bank of New York) pada 1
(satu) hari kerja sebelum tanggal Setelmen
SUN dalam valuta asing, dalam hal penyediaan
dana dilakukan melalui rekening giro Bank
Indonesia di bank koresponden di New York.
2) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry yang ditunjuk
sebesar total nilai nominal SUN dalam valuta
asing yang dimenangkan.
c. Dalam hal saldo Rekening Giro valuta asing Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar sebagaimana
dimaksud dalam butir b.1).a) tidak mencukupi untuk
Setelmen lelang SUN dalam valuta asing sampai
dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (awal
periode cut-off warning BI-SSSS) maka Setelmen
transaksi hasil lelang yang dilakukan oleh Peserta
Transaksi dan/atau Bank Pembayar dinyatakan gagal.
C. Pelaksanaan ...
40
C. Pelaksanaan Setelmen atas Transaksi SBSN dengan Pemerintah
1. Setelmen Hasil Lelang SBSN yang diselenggarakan oleh
Bank Indonesia
a. Setelmen hasil lelang SBSN yang diselenggarakan oleh
Bank Indonesia dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Setelmen hasil lelang SBSN Jangka Pendek
dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
tanggal pelaksanaan lelang.
2) Setelmen hasil lelang SBSN Jangka Panjang
dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
tanggal pelaksanaan lelang.
3) Setelmen hasil lelang SBSN tambahan dilakukan
pada tanggal yang sama dengan pelaksanaan
Setelmen hasil lelang SBSN Jangka Pendek
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) atau
Setelmen hasil lelang SBSN Jangka Panjang
sebagaimana dimaksud dalam angka 2) dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Setelmen hasil lelang SBSN dimaksud.
b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan
Setelmen hasil lelang SBSN sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dengan prosedur sebagai berikut:
1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan mendebit
Rekening Giro Rupiah Peserta Transaksi dan/atau
Bank Pembayar serta mengkredit Rekening Giro
Rupiah Pemerintah di Bank Indonesia sebesar
nilai setelmen.
2) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry sebesar total
nilai nominal SBSN yang dimenangkan.
c. Dalam ...
41
c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar tidak mencukupi untuk
pelaksanaan Setelmen sampai dengan batas waktu
Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning
BI-SSSS) maka Setelmen atas hasil lelang SBSN yang
dilakukan melalui Rekening Giro Peserta Transaksi
atau Bank Pembayar tersebut dinyatakan gagal.
2. Setelmen Hasil Penjualan SBSN dengan cara Bookbuilding
a. Setelmen hasil penjualan SBSN dengan cara
bookbuilding dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal penetapan hasil penjualan SBSN.
b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan
Setelmen hasil penjualan SBSN dengan cara
bookbuilding sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
dengan prosedur sebagai berikut:
1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan mendebit
Rekening Giro Rupiah Bank Pembayar, serta
mengkredit Rekening Giro Rupiah Pemerintah di
Bank Indonesia sebesar nilai setelmen.
2) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Sub-Registry
sebesar total nilai nominal SBSN yang dimenangkan.
c. Berdasarkan Setelmen hasil penjualan SBSN, Central
Registry melakukan pencatatan penerbitan SBSN
sesuai ketentuan dan persyaratan (term and
condition) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas
nama Menteri.
d. Dalam hal dana pada Rekening Giro Bank Pembayar
tidak mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen sampai
dengan batas waktu Setelmen transaksi SBN (awal
periode cut-off warning BI-SSSS) maka Setelmen hasil
lelang SBSN yang dilakukan melalui Rekening Giro
Bank ...
42
Bank Pembayar dinyatakan gagal.
3. Setelmen Hasil Penjualan Sukuk Negara Ritel
a. Setelmen Sukuk Negara Ritel dilakukan paling lama 2
(dua) hari kerja setelah tanggal penetapan hasil
penjualan Sukuk Negara Ritel.
b. Paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal
Setelmen, Bank Pembayar menyampaikan surat
konfirmasi pendebitan Rekening Giro untuk
kepentingan pembeli yang tidak memiliki Rekening
Giro di Bank Indonesia, sesuai dengan ketentuan dan
prosedur penunjukan Bank Pembayar sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan
surat berharga melalui BI-SSSS.
c. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan
Setelmen hasil penjualan Sukuk Negara Ritel
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan melalui Sistem BI-RTGS
dengan mendebit Rekening Giro Rupiah Bank
Pembayar serta mengkredit Rekening Giro Rupiah
Pemerintah di Bank Indonesia sebesar nilai
setelmen.
2) Setelmen Surat Berharga
Dalam hal Setelmen dana berhasil, Setelmen surat
berharga dilakukan dengan mengkredit Rekening
Surat Berharga Peserta BI-SSSS di Central
Registry sebesar total nilai nominal Sukuk Negara
Ritel yang dimenangkan.
d. Dalam hal dana pada Rekening Giro Rupiah Bank
Pembayar tidak mencukupi sampai dengan batas waktu
Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning BI-
SSSS) maka Setelmen Surat Berharga tidak dilakukan.
4. Setelmen ...
43
4. Setelmen Hasil Penjualan SBSN dengan cara Private
Placement
a. Setelmen hasil penjualan SBSN dengan cara Private
Placement dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja
setelah tanggal kesepakatan.
b. Pada tanggal Setelmen, Central Registry melakukan
Setelmen hasil penjualan SBSN dengan cara Private
Placement sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dengan prosedur sebagai berikut:
1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan mendebit Rekening
Giro Peserta Transaksi dan/atau Bank Pembayar
serta mengkredit Rekening Giro Pemerintah di Bank
Indonesia sebesar nilai setelmen.
2) Setelmen Surat Berharga
Dalam hal Setelmen dana berhasil dilakukan,
Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit Rekening Surat Berharga Peserta
Transaksi dan/atau Sub-Registry sebesar nilai
nominal SBSN.
c. Dalam hal dana pada Rekening Giro Peserta Transaksi
dan/atau Bank Pembayar tidak mencukupi untuk
pelaksanaan Setelmen sampai dengan batas waktu
Setelmen transaksi SBN (awal periode cut-off warning
BI-SSSS) maka Setelmen transaksi Private Placement
dinyatakan gagal.
D. Setelmen Transaksi SBN Antar-Peserta di Pasar Sekunder
1. Central Registry melakukan Setelmen atas transaksi SBN
antar-Peserta di Pasar Sekunder.
2. Ketentuan dan prosedur Setelmen atas transaksi SBN antar
Peserta di Pasar Sekunder melalui BI-SSSS sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dilakukan sesuai dengan ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS.
E. Prosedur...
44
E. Prosedur Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan dan/atau
Pelunasan Pokok/Nominal SBN
1. Prosedur pembayaran kupon/bunga atau imbalan
dan/atau pelunasan pokok/nominal SBN dalam Rupiah
dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Central Registry melakukan pembayaran kupon/bunga
atau imbalan pada tanggal pembayaran kupon/bunga
atau imbalan dan/atau pelunasan pokok/nominal SBN
pada tanggal jatuh tempo SBN.
b. Pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan/atau
pelunasan pokok/nominal SBN sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dihitung berdasarkan posisi
kepemilikan SBN pada tanggal batas waktu penetapan
penerima sesuai dengan ketentuan dan persyaratan
(term and condition) yang ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk
dan atas nama Menteri.
c. Pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan/atau
pelunasan pokok/nominal SBN sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan dengan mendebit
Rekening Giro Rupiah Pemerintah dan mengkredit
Rekening Giro Rupiah pemilik SBN atau Bank
Pembayar sebesar nilai kupon/bunga atau imbalan
dan/atau nilai pelunasan pokok/nominal SBN.
d. Sub-Registry harus meneruskan pembayaran
kupon/bunga atau imbalan dan/atau pelunasan
pokok/nominal SBN kepada nasabah pemilik surat
berharga pada tanggal yang sama dengan tanggal
pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan/atau
pelunasan pokok/nominal SBN oleh Central Registry.
2. Prosedur pembayaran kupon/bunga atau imbalan
dan/atau pelunasan pokok/nominal SBN dalam valuta
asing dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
a. Central Registry sebagai agen pembayar melakukan
pembayaran bunga pada tanggal pembayaran bunga
dan ...
45
dan pelunasan pokok SUN dalam valuta asing pada
tanggal jatuh tempo SUN dalam valuta asing.
b. Pembayaran bunga dan/atau pelunasan pokok SUN
dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dihitung berdasarkan posisi pencatatan
kepemilikan SUN dalam valuta asing di Central
Registry dalam 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal
pembayaran bunga dan/atau tanggal jatuh tempo
pelunasan pokok SUN dalam valuta asing,
sesuai dengan ketentuan dan persyaratan (term and
condition) yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko untuk dan atas
nama Menteri.
c. Pembayaran bunga atau pelunasan pokok SUN
dalam valuta asing sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dilakukan dengan mendebit Rekening Giro
valuta asing Pemerintah dan mengkredit sebesar nilai
bunga dan/atau nilai pokok SUN dalam valuta asing
pada:
1) Rekening Giro valuta asing Bank untuk
kepemilikan SUN dalam valuta asing atas nama
Bank tersebut; dan/atau
2) Rekening Giro valuta asing Bank Pembayar yang
ditunjuk oleh Sub-Registry untuk kepemilikan SUN
dalam valuta asing atas nama nasabah Sub-Registry.
d. Sub-Registry wajib melakukan pembayaran bunga
dan/atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing
dengan mengkredit rekening nasabah yang tercatat di
Sub-Registry sebesar nilai bunga dan/atau nilai pokok
SUN dalam valuta asing.
e. Kewajiban pembayaran sebagaimana dimaksud dalam
huruf d dilakukan oleh Sub-Registry dengan
menggunakan tanggal valuta pembayaran bunga
dan/atau pelunasan pokok SUN dalam valuta asing
yang dilakukan Bank Indonesia.
F. Penyediaan ...
46
F. Penyediaan Data, Informasi, dan Pelaporan
1. Central Registry menyediakan data dan/atau informasi
pencatatan kepemilikan SBN kepada:
a. pemilik SBN yang ditatausahakan oleh Central Registry;
dan
b. Sub-Registry,
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan
surat berharga melalui BI-SSSS.
2. Central Registry menyampaikan laporan Penatausahaan
SBN kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko.
3. Sub-Registry menyampaikan laporan pencatatan
kepemilikan SBN atas nama nasabah kepada Central
Registry sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS.
IV. KETENTUAN PENUTUP
1. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku maka:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 14/14/DASP tanggal
18 April 2012 perihal Tata Cara Penerbitan dan
Penatausahaan Surat Berharga Syariah Negara;
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20
November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara
di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara;
c.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/8/DPSP tanggal
20 Mei 2014 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20 November 2013
perihal Tata Cara Lelang Surat Utang Negara di Pasar
Perdana dan Penatausahaan Surat Utang Negara; dan
d. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/22/DPSP tanggal
31 Agustus 2015 perihal Perubahan Kedua atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/46/DPSP tanggal 20
November 2013 perihal Tata Cara Lelang Surat Utang
Negara ...
47
Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Utang
Negara,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
16 November 2015. ……\
………………. 2015
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BRAMUDIJA HADINOTO
KEPALA DEPARTEMEN PENYELENGGARAAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/32/DPSP|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Lelang Surat Berharga Negara di Pasar Perdana dan Penatausahaan Surat Berharga Negara </reg_title>
<set_date> 13 November 2015 </set_date>
<effective_date> 16 November 2015 </effective_date>
<replaced_reg> '14/14/DASP|SE-BI/2012', '17/22/DPSP|SE-BI/2015', '15/46/DPSP|SE-BI/2013', '16/8/DPSP|SE-BI/2014' </replaced_reg>
<related_reg> '10/13/PBI/2008', '17/19/PBI/2015', '17/18/PBI/2015' </related_reg>
|
No. 14/4/DPNP
Jakarta, 25 Januari 2012
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal
: Bank Umum
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 13/27/PBI/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/1/PBI/2009 tentang Bank Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 147, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5267) diatur bahwa Bank
wajib memiliki sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas
serta wajib merencanakan pembukaan, perubahan status, pemindahan
alamat dan/atau penutupan kantor secara memadai sebagai bagian
dari penerapan tata kelola yang baik (good corporate governance).
Selanjutnya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi laporan yang
terkait dengan Pejabat Eksekutif dan laporan pelaksanaan pembukaan,
perubahan status, pemindahan alamat dan/atau penutupan kantor
maka laporan dimaksud disampaikan secara online melalui mekanisme
dan format sesuai ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan kantor
pusat bank umum.
Oleh karena itu perlu mengatur kembali ketentuan pelaksanaan
mengenai Bank Umum dalam Surat Edaran Bank Indonesia, dengan
pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. Umum …
I. UMUM
1. Kondisi persaingan yang semakin tajam memaksa perbankan
nasional aktif dalam menciptakan peluang-peluang yang
dapat meningkatkan pelayanan kepada nasabah antara lain
melalui perluasan produk/jasa, pasar dan jaringan kantor
Bank;
2. Sebagai regulator, Bank Indonesia berkepentingan untuk
melindungi nasabah dan memelihara kelangsungan usaha
Bank. Sehubungan dengan hal tersebut Bank diwajibkan
untuk menyampaikan permohonan izin atau laporan kepada
Bank Indonesia sebelum dan/atau setelah Bank melakukan
perluasan produk/jasa, pasar dan jaringan kantor Bank;
3. Pengajuan permohonan izin atau rencana dan/atau
penyampaian laporan oleh Bank kepada Bank Indonesia
tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan format
pada lampiran, yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran ini.
II. PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO
Dalam rangka penerapan manajemen risiko terkait anggota
Direksi, Dewan Komisaris, Pejabat Eksekutif serta pembukaan,
perubahan status, pemindahan alamat dan/atau penutupan
kantor Bank, Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur yang
paling kurang mencakup:
1. persyaratan dan tata cara pemilihan, penggantian, dan
pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan Pejabat
Eksekutif; dan
2. perencanaan pembukaan, perubahan status, pemindahan
alamat dan/atau penutupan kantor Bank dengan
memperhatikan …
memperhatikan: visi dan misi Bank, penilaian potensi ekonomi,
penilaian kinerja kantor Bank, dan realisasi tahun sebelumnya
atas rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan
alamat, dan/atau penutupan kantor Bank.
Penyusunan kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada
angka 1 berpedoman pada anggaran dasar Bank, ketentuan Bank
Indonesia, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada angka
1 dan angka 2 merupakan bagian dari penerapan manajemen
risiko Bank secara keseluruhan.
III. PEJABAT EKSEKUTIF
Pengangkatan, pemberhentian atau penggantian Pejabat Eksekutif
wajib dilaporkan oleh Bank kepada Bank Indonesia.
Apabila berdasarkan penelitian dan penilaian Bank Indonesia,
Pejabat Eksekutif dimaksud memiliki rekam jejak negatif, maka
Bank wajib segera membatalkan pengangkatan dan mengganti
pejabat yang bersangkutan.
Dalam rangka penelitian dan penilaian dimaksud, apabila
dipandang perlu Bank Indonesia dapat melakukan wawancara
untuk klarifikasi dan konfirmasi guna memastikan kelayakan yang
bersangkutan.
IV. KAJIAN RENCANA PEMBUKAAN, PERUBAHAN STATUS,
PEMINDAHAN ALAMAT DAN/ATAU PENUTUPAN KANTOR BANK
DALAM RENCANA BISNIS BANK
1. Bank wajib menyusun kajian sebagai dasar untuk menetapkan
rencana pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat
dan/atau penutupan kantor Bank dengan berpedoman pada
Lampiran 6.
2. Bank …
2. Bank wajib mencantumkan kajian tersebut dalam lampiran
rencana bisnis bank terkait rencana pengembangan dan/atau
perubahan jaringan kantor sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai rencana bisnis bank.
V. KANTOR WILAYAH DAN KANTOR FUNGSIONAL YANG
MELAKUKAN KEGIATAN OPERASIONAL
Kegiatan operasional adalah kegiatan penghimpunan dan/atau
penyaluran dana dengan melakukan satu atau lebih kegiatan di
bawah ini:
a. penerimaan nasabah;
b. penerimaan/pengeluaran kas;
c. pemrosesan permohonan penyaluran/penghimpunan dana;
atau
d. memberikan keputusan atas permohonan penyaluran/
penghimpunan dana.
VI. KEGIATAN PAMERAN
Kegiatan pameran yang dilakukan dalam rangka promosi, tidak
bersifat permanen, dan hanya menerima setoran awal/titipan kas
sesuai persyaratan setoran minimal pembukaan rekening tidak
termasuk dalam Kegiatan Pelayanan Kas sehingga tidak perlu
dilaporkan kepada Bank Indonesia. Dengan demikian, seandainya
persyaratan setoran awal minimal dalam pembukaan rekening
tabungan adalah sebesar Rp.500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah),
maka setoran awal yang boleh diterima Bank adalah sebesar
Rp.500.000,00 (lima ratus ribu Rupiah). Apabila Bank
menerima setoran awal lebih dari Rp.500.000,00 (lima ratus ribu
Rupiah) maka kegiatan tersebut tidak dapat digolongkan sebagai
kegiatan pameran, tetapi sebagai Kegiatan Pelayanan Kas.
Dalam …
Dalam hal kegiatan pameran dilaksanakan dalam jangka waktu
lebih dari 30 (tiga puluh) hari maka kegiatan tersebut tidak dapat
digolongkan sebagai kegiatan pameran, tetapi sebagai Kegiatan
Pelayanan Kas.
VII. PERUBAHAN NAMA BANK
Perubahan nama Bank wajib dilakukan mengikuti ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk ketentuan yang
dikeluarkan oleh instansi di luar Bank Indonesia antara lain
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam hal instansi terkait
sebagaimana dimaksud di atas mengeluarkan dokumen
persetujuan perubahan nama Bank, maka dokumen persetujuan
dimaksud disampaikan kepada Bank Indonesia bersamaan dengan
pengajuan permohonan perubahan nama Bank sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Bank Umum.
VIII. RENCANA PERUBAHAN JARINGAN KANTOR DALAM RENCANA
BISNIS BANK
1. Bank yang akan melaksanakan pembukaan, perubahan
status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan jaringan
kantor Bank yang meliputi Kantor Wilayah, Kantor Cabang,
Kantor Cabang Pembantu, Kantor Fungsional, Kantor Kas
dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas wajib mencantumkan
rencana dimaksud dalam Rencana Bisnis Bank pada bagian
Rencana Perubahan Jaringan Kantor.
2. Rencana alamat lokasi pembukaan, perubahan status,
pemindahan alamat, dan/atau penutupan Kantor Wilayah,
Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Kantor
Fungsional, Kantor Kas dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas
sebagaimana …
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilaporkan sebagai
berikut:
a) dalam hal rencana lokasi kantor berada di wilayah
propinsi DKI Jakarta, paling kurang menyebutkan nama
propinsi DKI Jakarta.
b) dalam hal rencana lokasi kantor berada di luar wilayah
propinsi DKI Jakarta maka paling kurang menyebutkan
nama kabupaten/ kotamadya dimana lokasi kantor akan
dibuka dan/atau dipindahkan.
IX. LAPORAN PELAKSANAAN PERUBAHAN JARINGAN KANTOR
DALAM LAPORAN REALISASI RENCANA BISNIS BANK
TRIWULANAN
1. Bank yang telah melaksanakan pembukaan, perubahan
status, pemindahan alamat, dan/atau penutupan jaringan
kantor Bank yang meliputi Kantor Wilayah, Kantor Cabang,
Kantor Cabang Pembantu, Kantor Fungsional, Kantor Kas
dan/atau Kegiatan Pelayanan Kas wajib mencantumkan
pelaksanaan dimaksud dalam Laporan Realisasi Rencana
Bisnis Bank triwulanan.
2.
Informasi pelaksanaan perubahan jaringan kantor Bank
dalam Laporan Realisasi Rencana Bisnis Bank triwulanan
wajib menyebutkan alamat lengkap lokasi:
a) pembukaan Kantor Kas dan/atau Kegiatan Pelayanan
Kas;
b) pemindahan Kantor Wilayah, Kantor Kas, Kegiatan
Pelayanan Kas, dan/atau Kantor Fungsional yang tidak
melakukan kegiatan operasional; dan/atau
c) penutupan Kantor Wilayah, Kantor Kas, dan/atau
Kegiatan Pelayanan Kas.
X. FORMAT …
X. FORMAT SURAT PERMOHONAN IZIN ATAU RENCANA DAN
LAPORAN
1. Pengajuan permohonan izin atau rencana dan/atau
penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia tersebut wajib diajukan oleh Bank kepada
Bank Indonesia dengan menggunakan format sebagaimana
dalam Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 37 sesuai jenis
peruntukannya dengan berpedoman kepada tata cara
penyampaian surat dan tembusan sebagaimana diatur dalam
Lampiran A.
2. Dalam hal format lampiran tidak diatur secara khusus dalam
Surat Edaran ini, maka format penyampaian pengajuan
permohonan atau rencana dan/atau penyampaian laporan
diserahkan kepada masing-masing Bank.
XI. PENYAMPAIAN PERMOHONAN IZIN ATAU RENCANA DAN
LAPORAN
1. Penyampaian permohonan izin yang diajukan kepada
Gubernur Bank Indonesia/Pimpinan Bank Indonesia, Up.
Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP),
dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350.
2. Penyampaian laporan pelaksanaan yang diajukan kepada
Bank Indonesia, Up. Direktorat Pengawasan Bank (DPB),
dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350.
3. Penyampaian permohonan izin dan laporan pelaksanaan yang
diajukan kepada Pimpinan Bank Indonesia dan/atau Bank
Indonesia, Up. Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia dialamatkan dengan mengacu kepada pembagian
wilayah …
wilayah kerja kantor Bank Indonesia pada Lampiran B.
4. Penyampaian rencana yang diajukan kepada Bank Indonesia
Up. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP)
dialamatkan ke Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi
Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi
Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia dengan mengacu kepada pembagian wilayah
kerja kantor Bank Indonesia pada Lampiran B.
5. Penyampaian permohonan izin dan laporan lainnya selain
sebagaimana dimaksud dalam angka IX.1, dialamatkan
kepada Bank Indonesia Up. Direktorat Pengawasan Bank
(DPB), Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10350, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia, atau Kantor Bank Indonesia setempat bagi Bank
yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja
kantor Bank Indonesia pada Lampiran B.
6. Bank wajib menyampaikan laporan dalam bentuk softcopy
posisi 31 Desember 2011 untuk:
a. Laporan seluruh Pejabat Eksekutif yang menjabat dengan
berpedoman pada Lampiran 34 dan Lampiran 34.a ; dan
b. Laporan Seluruh Jenis Kantor Bank dengan berpedoman
pada Lampiran 36,
yang disampaikan paling lambat tanggal 6 Februari 2012
kepada Bank Indonesia dengan alamat: Direktorat Perizinan
dan Informasi Perbankan (DPIP) Jl. M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta 10350.
7. Penyampaian laporan pelaksanaan pada angka 2 dan angka 3
tidak berlaku bagi laporan pengangkatan, pemberhentian,
penggantian …
penggantian, atau pengangkatan sementara Pejabat Eksekutif
serta laporan pelaksanaan pembukaan, perubahan status,
pemindahan alamat dan/atau penutupan kantor Bank.
Laporan pengangkatan, pemberhentian, penggantian, atau
pengangkatan sementara Pejabat Eksekutif serta laporan
pelaksanaan pembukaan, perubahan status, pemindahan
alamat dan/atau penutupan kantor Bank disampaikan
melalui Laporan Kantor Pusat Bank Umum.
XII. PENYAMPAIAN LAPORAN PADA MASA PERALIHAN
1. Penyampaian laporan pengangkatan, pemberhentian atau
penggantian Pejabat Eksekutif serta laporan pelaksanaan
pembukaan, perubahan status, pemindahan alamat dan/atau
penutupan kantor Bank melalui laporan kantor pusat bank
umum efektif berlaku pada tanggal 2 Januari 2012.
2. Selama laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 belum
dapat disampaikan kepada Bank Indonesia melalui laporan
kantor pusat bank umum maka laporan tersebut wajib
disampaikan secara offline setiap bulan paling lambat tanggal
5 bulan berikutnya dengan berpedoman pada Lampiran 35,
Lampiran 35.a, dan Lampiran 37 kepada Bank Indonesia
dengan alamat: Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan
(DPIP) ke Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350.
XIII. LAIN-LAIN
Lampiran dalam Surat Edaran ini merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
XIV. PENUTUP …
XIV. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 11/5/DPNP tanggal 28 Januari 2009 perihal
Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku pada tanggal 25 Januari
2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
WIMBOH SANTOSO
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/4/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Bank Umum </reg_title>
<set_date> 25 Januari 2012 </set_date>
<effective_date> 25 Januari 2012 </effective_date>
<replaced_reg> '11/5/DPNP|SE-BI/2009' </replaced_reg>
<related_reg> '13/27/PBI/2011', '11/1/PBI/2009' </related_reg>
|
No. 18/25/DPU
Oktober 2016
Jakarta, 2 November 2016
S U R A T E D A R A N
Perihal : Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/15/PBI/2016 tentang Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 177,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5923), perlu
mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggara jasa
pengolahan Uang Rupiah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai
berikut:
I. KETENTUAN UMUM
A. Definisi
1. Pengolahan Uang Rupiah adalah setiap kegiatan usaha
yang menyangkut fisik Uang Rupiah yang dilakukan oleh
Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah.
2. Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah yang
selanjutnya disingkat PJPUR adalah BUJP yang telah
memperoleh izin dari Bank Indonesia untuk melakukan
kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah.
3. Badan Usaha Jasa Pengamanan yang selanjutnya
disingkat BUJP adalah badan usaha berbadan hukum
Indonesia bukan Bank yang telah memperoleh izin
sebagai penyelenggara jasa kawal angkut uang dan
barang berharga dari Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
B. Jenis Kegiatan Jasa Pengolahan Uang Rupiah
Jenis kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah terdiri atas:
1.
distribusi Uang Rupiah;
2. pemrosesan Uang Rupiah;
3. penyimpanan . . .
3. penyimpanan Uang Rupiah di khazanah; dan/atau
4. pengisian, pengambilan, dan/atau pemantauan
kecukupan Uang Rupiah pada antara lain Automated
Teller Machine (ATM), Cash Deposit Machine (CDM),
dan/atau Cash Recycling Machine (CRM).
II. TATA CARA DAN PROSES PERIZINAN UNTUK MENJADI
PENYELENGGARA JASA PENGOLAHAN UANG RUPIAH BAGI
BADAN USAHA JASA PENGAMANAN
Persyaratan, tata cara, dan proses untuk memperoleh izin sebagai
PJPUR diatur sebagai berikut:
A. Persyaratan Menjadi PJPUR
1. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk
memperoleh izin dari Bank Indonesia diatur sebagai
berikut:
a. berbadan hukum Indonesia berbentuk perseroan
terbatas;
b. menggunakan sarana, prasarana, dan/atau
infrastruktur yang memenuhi standar yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan
masing-masing jenis kegiatan Pengolahan Uang
Rupiah;
c. memiliki kondisi dan/atau kinerja keuangan yang
sehat;
d. memiliki pengurus perusahaan dengan integritas
dan reputasi yang baik; dan
e. memiliki izin operasional sebagai BUJP yang masih
berlaku dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
butir A.1 harus dilengkapi dengan dokumen dan/atau
persyaratan sebagai berikut:
a. Dokumen terkait kelembagaan dan kondisi
keuangan yang terdiri atas:
1) fotokopi izin operasional sebagai BUJP yang
masih berlaku dari Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
2) fotokopi . . .
2) fotokopi akta pendirian dan anggaran dasar
badan hukum Indonesia berbentuk perseroan
terbatas dan perubahannya yang telah
memperoleh pengesahan dari instansi yang
berwenang;
3) fotokopi surat keterangan domisili badan usaha
yang masih berlaku;
4) fotokopi identitas komisaris dan direksi;
5) fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas/Tetap yang
masih
berlaku
berkewarganegaraan asing;
6) dokumen yang menggambarkan struktur
organisasi yang memuat susunan direksi,
komisaris, dan pemegang saham;
7) surat pernyataan dari masing-masing komisaris
dan direksi bahwa yang bersangkutan:
a) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi
pemegang saham, anggota komisaris, atau
anggota direksi yang dinyatakan bersalah
karena menyebabkan suatu badan usaha
dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima)
tahun sebelum
tanggal pengajuan
permohonan;
b) tidak pernah dihukum atas tindak pidana
di bidang perbankan, keuangan, dan/atau
pencucian uang berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap;
c) tidak memiliki kredit macet sesuai data
dalam sistem informasi debitur pada saat
pengajuan permohonan; dan
d) tidak masuk dalam daftar hitam nasional
penarik cek/bilyet giro kosong yang
ditatausahakan Bank Indonesia pada saat
pengajuan permohonan,
dengan . . .
bagi
pengurus
dengan mengacu pada Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini;
8) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak pemohon;
9) Surat Keterangan Fiskal dari pemohon yang
telah memperoleh pengesahan dari instansi
yang berwenang; dan
10) dokumen yang menjelaskan kondisi keuangan
pemohon berupa:
a) laporan keuangan (audited) pemohon
terakhir, bagi pemohon yang telah berdiri
selama 1 (satu) tahun atau lebih; atau
b) laporan keuangan (audited) yang disertai
pernyataan tertulis dari anggota direksi
atau pejabat yang berwenang mewakili
pemohon dengan mengacu pada Lampiran
III
yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini, bagi pemohon yang telah
berdiri kurang dari 1 (satu) tahun.
b. Dokumen terkait kesiapan operasional yang terdiri
atas:
1) fotokopi standar operasional dan prosedur
Pengolahan Uang Rupiah;
2) bukti kesiapan operasional dalam bentuk profil
perusahaan (company profile) dengan mengacu
pada Lampiran IV yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini;
3) fotokopi bukti kelulusan pelatihan pemrosesan
Uang Rupiah dari Bank Indonesia yang harus
dimiliki oleh paling sedikit 10% (sepuluh
persen) dari seluruh jumlah sumber daya
manusia yang melakukan pemrosesan Uang
Rupiah . . .
Rupiah, untuk pemohon yang mengajukan izin
kegiatan jasa pemrosesan Uang Rupiah;
4) konsep perjanjian tertulis dengan pengguna
jasa PJPUR terkait penyelenggaraan kegiatan
jasa Pengolahan Uang Rupiah, yang paling
sedikit memuat klausul tentang:
a) ruang lingkup pekerjaan;
b) jangka waktu perjanjian;
c) nilai pekerjaan dan cara pembayaran;
d) kesepakatan mengenai ukuran dan standar
pelaksanaan pekerjaan (service level
agreement);
e) hak dan kewajiban para pihak;
f) asuransi;
g) kepatuhan para pihak terhadap ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kegiatan Pengolahan Uang Rupiah;
h) kerahasiaan;
i) kriteria atau kondisi pengakhiran
perjanjian sebelum berakhirnya jangka
waktu perjanjian (early termination);
j) sanksi; dan
k) penyelesaian perselisihan.
5) fotokopi perjanjian antara pemohon dengan
pihak yang bekerja sama dengan pemohon
terkait penyiapan sarana dan prasarana
kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah; dan
6) kebijakan dan prosedur tertulis penanganan
keadaan darurat (disaster recovery plan) dan
kesinambungan kegiatan usaha (business
continuity plan) yang efektif dalam mengatasi
dan meminimalkan permasalahan yang timbul
dari kejadian yang tidak diperkirakan yang
dapat menggangu kelancaran operasional
penyelenggaraan . . .
penyelenggaraan kegiatan jasa Pengolahan
Uang Rupiah.
c. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan huruf b harus disampaikan dalam bahasa
Indonesia.
B. Tata Cara Pengajuan Permohonan Izin sebagai PJPUR
1. Untuk memperoleh izin dari Bank Indonesia, BUJP yang
akan menjadi PJPUR yang selanjutnya disebut sebagai
pemohon harus menyampaikan permohonan izin kepada
Bank Indonesia yang paling sedikit harus memuat
informasi sebagai berikut:
a.
jenis kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah yang
akan diselenggarakan; dan
b. narahubung (contact person) dan/atau penanggung
jawab (person in charge) pemohon yang dapat
dihubungi.
2. Pemohon dapat mengajukan izin sebagai PJPUR secara
sekaligus atau sebagian dari jenis kegiatan jasa
Pengolahan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam
butir I.B.
3. Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam angka 1
harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dan ditandatangani oleh anggota direksi atau
pejabat yang berwenang mewakili pemohon dengan
mengacu pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
C. Proses Perizinan
1. Dalam rangka memberikan izin atau penolakan atas
permohonan yang diajukan oleh pemohon, Bank
Indonesia melakukan:
a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan,
kebenaran, dan kesesuaian dokumen yang diajukan
oleh pemohon;
b. wawancara dengan komisaris dan direksi pemohon,
apabila diperlukan; dan
c. pemeriksaan . . .
c. pemeriksaan lokasi ke tempat usaha pemohon
untuk melakukan verifikasi atas kebenaran dan
kesesuaian dokumen yang diajukan, serta untuk
memastikan kesiapan operasional.
2. Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan
mengenai hasil penelitian pemenuhan persyaratan dan
kesesuaian dokumen permohonan izin, paling lama
14 (empat belas) hari kerja sejak dokumen diterima
secara lengkap oleh Bank Indonesia.
3. Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 memuat mengenai:
a. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi
tempat usaha, dalam hal persyaratan dan
kesesuaian dokumen permohonan izin usaha telah
dipenuhi;
b. pemohon harus memenuhi persyaratan dan
kesesuaian dokumen dimaksud paling lama
14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan dari Bank Indonesia, dalam hal
persyaratan dan kesesuaian dokumen permohonan
belum dipenuhi; dan/atau
c. pemohon harus melakukan penyelesaian atau
melakukan penggantian komisaris dan direksi,
dalam hal komisaris dan direksi tercantum dalam
daftar kredit macet dan/atau daftar hitam nasional
penarik cek dan/atau bilyet giro kosong paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat
pemberitahuan dari Bank Indonesia.
Dalam hal pemohon tidak dapat memenuhi dan/atau
menyesuaikan persyaratan dalam batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c maka
permohonan dinyatakan batal.
4. Bank Indonesia melakukan pemeriksaan lokasi tempat
usaha pemohon untuk memastikan kesesuaian lokasi
yang tercantum dalam dokumen permohonan izin dengan
kondisi . . .
kondisi di lapangan, kelayakan lokasi, dan kesiapan
operasional.
5. Dalam hal proses perizinan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 telah dilakukan, Bank Indonesia
memberikan tanggapan berupa persetujuan atau
penolakan permohonan.
6. Tanggapan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam angka 5 disampaikan secara tertulis paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan
dinyatakan lengkap.
7. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 6
dapat diperpanjang dengan pemberitahuan secara
tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon.
8. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan izin
maka pemberian izin diberikan kepada pemohon dengan
menerbitkan keputusan pemberian izin sebagai PJPUR.
9. Pemohon yang permohonan izinnya ditolak oleh Bank
Indonesia dapat mengajukan permohonan izin kembali
setelah jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari terhitung
sejak tanggal ditolaknya permohonan izin.
10. Permohonan izin kembali sebagaimana dimaksud dalam
angka 9 hanya dapat dilakukan sebanyak 2 (dua) kali
selama 1 (satu) tahun, sejak tanggal penolakan
permohonan yang pertama.
D. Laporan Tanggal Efektif Dimulainya Kegiatan
1. PJPUR yang telah memperoleh izin sebagaimana
dimaksud dalam butir C.8 wajib menyelenggarakan
kegiatannya paling lambat 90 (sembilan puluh) hari
terhitung sejak tanggal surat pemberian izin dari Bank
Indonesia.
2. PJPUR yang telah menyelenggarakan kegiatannya dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1
wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Bank
Indonesia mengenai tanggal efektif dimulainya kegiatan
sebagai PJPUR.
3. Laporan . . .
3. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 2
disampaikan:
a. paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal
efektif dimulainya kegiatan sebagai PJPUR; dan
b. dilengkapi dengan dokumen yang diperlukan, seperti
perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani dan
polis asuransi untuk Pengolahan Uang Rupiah.
4. PJPUR yang telah memperoleh izin namun tidak
melaksanakan kegiatannya dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib
menyampaikan laporan tertulis kepada Bank Indonesia
paling sedikit memuat:
a. uraian rencana kerja sama dengan pengguna jasa
PJPUR; dan
b. uraian kendala yang dihadapi yang mengakibatkan
belum dapat dilaksanakannya kegiatan jasa
Pengolahan Uang Rupiah.
5. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 4
disampaikan paling lama 10 (sepuluh) hari setelah jangka
waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
6. Dalam hal Bank Indonesia menilai PJPUR tidak mampu
melaksanakan kegiatan jasa sebagai PJPUR berdasarkan
laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 4, Bank
Indonesia berwenang membatalkan izin PJPUR yang
bersangkutan.
E. Pembukaan Kantor Cabang
1. Kantor Cabang merupakan bagian dari PJPUR yang
dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh kegiatan
jasa Pengolahan Uang Rupiah berupa distribusi Uang
Rupiah, pemrosesan Uang Rupiah, penyimpanan Uang
Rupiah di khazanah, dan/atau pengisian, pengambilan,
dan/atau pemantauan kecukupan Uang Rupiah di ATM,
CDM, dan/atau CRM sesuai izin yang diperoleh PJPUR.
2. PJPUR . . .
2. PJPUR harus menyampaikan permohonan pembukaan
Kantor Cabang sebagaimana dimaksud dalam angka 1
kepada Bank Indonesia sebagai berikut:
a. Surat permohonan pembukaan Kantor Cabang
paling sedikit berisi informasi mengenai:
1) nama dan/atau alamat Kantor Cabang; dan
2) tanggal rencana dibukanya Kantor Cabang.
b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilengkapi dokumen sebagai berikut:
1)
analisis bisnis terkait pembukaan Kantor
Cabang;
2) fotokopi izin perluasan kegiatan usaha yang
masih berlaku dari Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
3) fotokopi surat keterangan domisili Kantor
Cabang yang masih berlaku;
4) fotokopi identitas pengurus Kantor Cabang;
5) dokumen yang menjelaskan susunan pengurus
Kantor Cabang;
6) fotokopi standar operasional dan prosedur
Pengolahan Uang Rupiah di Kantor Cabang;
dan
7) fotokopi polis asuransi untuk kegiatan jasa
Pengolahan Uang Rupiah di Kantor Cabang.
3. Dalam rangka memberikan persetujuan pembukaan
Kantor Cabang kepada PJPUR, Bank Indonesia
melakukan:
a. pemeriksaan administratif terhadap kelengkapan,
kebenaran, dan kesesuaian dokumen yang diajukan
oleh PJPUR; dan
b. pemeriksaan lokasi Kantor Cabang PJPUR untuk
melakukan verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian
dokumen yang diajukan serta untuk memastikan
kesiapan operasional antara lain kesiapan sarana,
prasarana . . .
prasarana dan infrastruktur, sumber daya manusia,
dan pengamanan.
4. Selain pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
angka 3, dalam rangka memberikan persetujuan
pembukaan Kantor Cabang PJPUR, Bank Indonesia
memperhatikan penilaian terhadap hasil pengawasan
PJPUR.
5. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 telah dilakukan, Bank Indonesia memberikan
tanggapan berupa meminta PJPUR untuk melengkapi
dokumen permohonan, persetujuan permohonan, atau
penolakan permohonan.
6. Tanggapan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam angka 5 disampaikan secara tertulis paling lama
30 (tiga puluh) hari kerja setelah dokumen permohonan
diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia.
7. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 6
dapat diperpanjang dengan pemberitahuan secara
tertulis oleh Bank Indonesia kepada pemohon.
8. PJPUR yang telah memperoleh persetujuan pembukaan
Kantor Cabang wajib menyelenggarakan kegiatannya
paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
surat pemberian persetujuan dari Bank Indonesia.
9. PJPUR wajib melaporkan kegiatan operasional Kantor
Cabang yang telah menyelenggarakan kegiatannya.
10. Laporan sebagaimana dimaksud dalam angka 9
disampaikan:
a. paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal
efektif dibukanya Kantor Cabang; dan
b. dilengkapi dengan dokumen yang diperlukan, seperti
bukti telah dibukanya Kantor Cabang dan perjanjian
kerja sama yang telah ditandatangani.
11. PJPUR . . .
11. PJPUR yang telah memperoleh persetujuan pembukaan
Kantor Cabang namun tidak melaksanakan kegiatannya
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
angka 8 wajib menyampaikan laporan tertulis kepada
Bank Indonesia paling sedikit berisi:
a. uraian rencana kerja sama dengan pengguna jasa
PJPUR; dan
b. uraian kendala yang dihadapi yang mengakibatkan
belum dapat dilaksanakannya kegiatan jasa
Pengolahan Uang Rupiah di Kantor Cabang.
F. Status Izin dalam rangka Penggabungan, Peleburan,
Pemisahan, atau Pengambilalihan
1. Penggabungan
Dalam hal terjadi penggabungan maka berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. dalam hal PJPUR melakukan penggabungan dengan
PJPUR lain maka PJPUR hasil penggabungan harus
melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia
apabila akan melanjutkan kegiatan jasa Pengolahan
Uang Rupiah; dan
b. dalam hal PJPUR melakukan penggabungan dengan
BUJP, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal hasil penggabungan adalah PJPUR
maka PJPUR hasil penggabungan harus
melaporkan secara tertulis kepada Bank
Indonesia apabila akan melanjutkan kegiatan
jasa Pengolahan Uang Rupiah; dan
2) dalam hal hasil penggabungan adalah BUJP
maka BUJP hasil penggabungan harus
memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank
Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan jasa
Pengolahan Uang Rupiah.
2. Peleburan . . .
2. Peleburan
Dalam hal terjadi peleburan maka perusahaan hasil
peleburan harus memperoleh izin terlebih dahulu dari
Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan jasa
Pengolahan Uang Rupiah.
3. Pemisahan
a. Dalam hal PJPUR melakukan pemisahan murni
maka perusahaan hasil pemisahan murni harus
memperoleh izin terlebih dahulu dari Bank
Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan jasa
Pengolahan Uang Rupiah.
b. Dalam hal PJPUR melakukan pemisahan tidak
murni (spin off), berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) PJPUR yang melakukan pemisahan tidak murni
(spin off) tersebut harus melaporkan secara
tertulis kepada Bank Indonesia mengenai
pemisahan tidak murni (spin off) tersebut; dan
2) perusahaan hasil pemisahan tidak murni (spin
off) harus memperoleh izin terlebih dahulu dari
Bank Indonesia untuk dapat melakukan
kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah.
4. Pengambilalihan
Dalam hal terjadi pengambilalihan sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur
mengenai perseroan terbatas maka PJPUR yang diambil
alih tersebut harus melaporkan secara tertulis kepada
Bank Indonesia mengenai pengambilalihan tersebut.
G. Penghentian Kegiatan Usaha Kantor Pusat dan/atau
Penutupan Kantor Cabang Atas Permintaan PJPUR
1. Penghentian Kegiatan Usaha Kantor Pusat
a. PJPUR memberitahukan secara tertulis kepada
Bank Indonesia mengenai rencana penghentian
kegiatan usaha kantor pusat PJPUR disertai dengan
alasan penghentian kegiatan usaha tersebut paling
lama . . .
lama 30 (tiga puluh) hari sebelum penghentian
kegiatan usaha kantor pusat PJPUR.
b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a mengacu pada contoh surat sebagaimana
tercantum dalam Lampiran V yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini dan dilengkapi dengan dokumen
sebagai berikut:
1)
2)
asli izin kegiatan usaha sebagai PJPUR;
asli surat persetujuan pembukaan Kantor
Cabang, apabila ada;
3) fotokopi risalah Rapat Umum Pemegang Saham
mengenai penghentian kegiatan usaha kantor
pusat PJPUR; dan
4) surat pernyataan bermeterai cukup dari
pengurus dan/atau pemegang saham bahwa
penyelesaian kewajiban yang terkait dengan
PJPUR telah diselesaikan dan apabila terdapat
tuntutan di kemudian hari menjadi tanggung
jawab pengurus dan/atau pemegang saham.
c. Bank Indonesia menerbitkan keputusan mengenai
pencabutan izin usaha sebagai PJPUR setelah
dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf b
diterima secara lengkap oleh Bank Indonesia.
d. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis
kepada PJPUR tentang penerbitan keputusan
mengenai pencabutan izin
sebagai PJPUR
sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
2. Penutupan Kantor Cabang
a. PJPUR memberitahukan secara tertulis kepada
Bank Indonesia mengenai rencana penutupan
Kantor Cabang PJPUR disertai dengan alasan
penutupan tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari
sebelum penutupan Kantor Cabang PJPUR.
b. Pemberitahuan . . .
b. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a mengacu pada contoh surat sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini dan dilengkapi dokumen sebagai
berikut:
1) keputusan direksi mengenai penghentian
kegiatan usaha Kantor Cabang PJPUR;
2) surat pernyataan bermeterai cukup dari direksi
bahwa penyelesaian seluruh kewajiban yang
terkait dengan kegiatan usaha Kantor Cabang
PJPUR diambil alih oleh kantor pusat PJPUR;
dan
3)
asli surat persetujuan pembukaan Kantor
Cabang PJPUR.
c. Bank Indonesia menerbitkan surat penghentian
kegiatan Kantor Cabang setelah dokumen
sebagaimana dimaksud dalam huruf b diterima
secara lengkap oleh Bank Indonesia.
d. Bank Indonesia memberitahukan secara tertulis
kepada PJPUR mengenai penerbitan surat
penghentian kegiatan Kantor Cabang.
H. Pencantuman dalam Daftar PJPUR dan Publikasi
Bank Indonesia membuat daftar yang mencantumkan
identitas PJPUR dan mempublikasikannya, antara lain
melalui website Bank Indonesia.
III. PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGOLAHAN UANG RUPIAH
OLEH PENYELENGGARA JASA PENGOLAHAN UANG RUPIAH
A. Standar Sarana, Prasarana, dan/atau Infrastuktur
1. PJPUR wajib menggunakan sarana, prasarana, dan/atau
infrastruktur yang memenuhi standar sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Dalam hal terdapat perubahan dan/atau penambahan
mesin yang digunakan untuk kegiatan pemrosesan Uang
Rupiah . . .
Rupiah, PJPUR harus melaporkannya kepada Bank
Indonesia.
3. Bank Indonesia dapat melakukan pengujian terhadap
mesin sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dan/atau
mesin yang telah digunakan dalam kegiatan pemrosesan
Uang Rupiah.
B. Standar Pengemasan Uang Rupiah
Dalam penyelenggaraan kegiatan pemrosesan Uang Rupiah,
PJPUR wajib memenuhi standar pengemasan Uang Rupiah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
C. Standar Kualitas Uang Rupiah
1. Dalam rangka memenuhi kebutuhan Uang Rupiah di
masyarakat dalam kondisi yang layak edar, PJPUR wajib
memenuhi standar kualitas Uang Rupiah sebagaimana
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2. Standar kualitas Uang Rupiah sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 disampaikan oleh Bank Indonesia kepada
Bank dan PJPUR melalui pemberitahuan tertulis
dan/atau media informasi lainnya.
D. Informasi Baru terkait Profil Perusahaan (Company Profile)
1. PJPUR harus menyampaikan informasi baru terkait profil
perusahaan (company profile) dengan menggunakan
format dokumen sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini kepada Bank
Indonesia.
2.
Profil perusahaan (company profile) sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 disampaikan setiap 6 (enam)
bulan yang dimulai sejak tanggal disetujuinya
permohonan izin sebagai PJPUR oleh Bank Indonesia
yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang
mewakili PJPUR.
3. Penyampaian . . .
3. Penyampaian profil perusahaan (company profile)
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dilakukan paling
lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya. Dalam hal
tanggal 15 jatuh pada hari libur maka profil perusahaan
(company profile) tersebut disampaikan pada hari kerja
berikutnya.
E. Pendaftaran PJPUR yang Melakukan Kegiatan Pembawaan
Uang Kertas Asing
1. PJPUR yang telah memiliki izin untuk melakukan
kegiatan jasa distribusi Uang Rupiah, dapat melakukan
kegiatan pembawaan uang kertas asing ke dalam atau ke
luar daerah pabean Indonesia.
2. PJPUR yang akan melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 harus menyampaikan surat
permohonan pendaftaran kepada Bank Indonesia yang
ditandatangani oleh anggota direksi atau pejabat yang
berwenang mewakili PJPUR dengan mengacu pada
Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Dalam hal PJPUR telah melakukan kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, surat sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 dilampiri dengan perjanjian kerja sama
dengan pengguna jasa PJPUR.
4. Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan
mengenai pendaftaran PJPUR untuk melakukan kegiatan
pembawaan uang kertas asing paling lama 5 (lima) hari
kerja sejak surat permohonan pendaftaran diterima oleh
Bank Indonesia.
F. Penerapan Manajemen Risiko
1. PJPUR harus memiliki dan menerapkan manajemen
risiko secara efektif.
2. Penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 paling sedikit melalui:
a. pengawasan aktif oleh komisaris dan direksi;
b. kecukupan kebijakan dan prosedur;
c. kecukupan . . .
c. kecukupan proses identifikasi dan mitigasi risiko;
dan
d. pengendalian intern.
3. Pengawasan aktif oleh komisaris dan direksi PJPUR
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a paling sedikit
melalui:
a. evaluasi komisaris terhadap pertanggungjawaban
direksi atas pelaksanaan kebijakan manajemen
risiko; dan
b. penyusunan kebijakan dan strategi manajemen
risiko secara tertulis dan komprehensif.
4. Kebijakan dan prosedur manajemen risiko sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.b paling sedikit melalui:
a. adanya kesinambungan kegiatan usaha (business
continuity plan) yang dapat menjamin kelangsungan
penyelenggaraan kegiatan jasa Pengolahan Uang
Rupiah yang meliputi tindakan preventif maupun
contingency plan jika terjadi kondisi darurat; dan
b. penetapan risiko yang terkait dengan kegiatan jasa
Pengolahan Uang Rupiah.
5. PJPUR harus melakukan proses identifikasi dan mitigasi
risiko sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c terhadap
faktor risiko (risk factor) dari masing-masing jenis
kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah sesuai dengan
izin kegiatan yang dimiliki.
6. PJPUR harus melaksanakan sistem pengendalian intern
secara efektif terhadap pelaksanaan kegiatan usaha dan
operasional pada seluruh jenjang organisasi PJPUR
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.d, yang paling
sedikit mencantumkan:
a. penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk
pemantauan kepatuhan kebijakan dan prosedur
manajemen risiko;
b. struktur organisasi yang menggambarkan secara
jelas kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah;
c. pelaporan . . .
c. pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang
akurat dan tepat waktu;
d. kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan
PJPUR terhadap ketentuan perundang-undangan;
dan
e. dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap
prosedur operasional, cakupan, dan temuan audit,
serta tanggapan terhadap hasil audit.
7. Penilaian terhadap sistem pengedalian intern dalam
penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud
dalam angka 6 harus dilakukan oleh unit kerja audit
intern.
IV. PENGAWASAN PENYELENGGARA JASA PENGOLAHAN UANG
RUPIAH
A. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap PJPUR
dengan tujuan untuk memastikan tata kelola penyelenggaraan
jasa Pengolahan Uang Rupiah yang baik dengan mengacu
pada ketentuan perundang-undangan.
B. Pengawasan terhadap PJPUR meliputi pengawasan secara
tidak langsung dan pengawasan langsung.
C. Pengawasan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam
huruf B dapat dilakukan melalui penelitian yang didasarkan
atas:
1. laporan berkala;
2. laporan insidental;
3. keterangan;
4. penjelasan;
5. rekaman; dan/atau
6. dokumen,
yang diperoleh Bank Indonesia dari PJPUR dan/atau pihak
yang bekerja sama dengan PJPUR.
D. Pengawasan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam
huruf B dilakukan melalui pemeriksaan umum dan/atau
pemeriksaan khusus.
E. Pemeriksaan . . .
E. Pemeriksaan umum sebagaimana dimaksud dalam huruf D
paling sedikit berupa:
1. pemenuhan ketentuan Bank Indonesia
terkait
Pengolahan Uang Rupiah, dengan memperhatikan aspek
paling sedikit:
a. standar pelayanan minimal dan perlindungan
konsumen;
b. sarana, prasarana, dan infrastruktur;
c. sumber daya manusia;
d. manajemen risiko dan tata kelola;
e. kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah; dan
f. kapasitas usaha, volume usaha, dan pangsa pasar.
2. kebenaran laporan berkala, laporan insidental,
keterangan, penjelasan, rekaman, dan/atau dokumen
terkait pelaksanaan kegiatan jasa Pengolahan Uang
Rupiah yang disampaikan kepada Bank Indonesia; dan
3. penerapan kebijakan manajemen intern.
F. Pemeriksaan khusus sebagaimana dimaksud dalam huruf D
dapat dilakukan apabila menurut penilaian Bank Indonesia
terdapat hal tertentu yang perlu ditindaklanjuti, termasuk
dalam rangka menindaklanjuti hasil pemeriksaan umum atau
adanya permintaan dari otoritas terkait.
G. Dalam pelaksanaan pengawasan langsung sebagaimana
dimaksud dalam huruf D, PJPUR harus memberikan kepada
pemeriksa, antara lain:
1. data kegiatan, laporan keuangan, dan data pendukung
lainnya;
2. akses untuk melakukan observasi terhadap aktivitas
operasional dan sarana fisik yang berkaitan dengan
kegiatannya; dan/atau
3. keterangan, penjelasan, rekaman, dan/atau dokumen
terkait pelaksanaan kegiatan jasa Pengolahan Uang
Rupiah.
H. Bank Indonesia dapat melakukan pembinaan terhadap PJPUR
antara lain melalui pertemuan konsultasi untuk mendorong
perubahan . . .
perubahan atau perbaikan dalam penyelenggaraan jasa
Pengolahan Uang Rupiah.
I. Dalam pelaksanaan pengawasan langsung terhadap PJPUR,
Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain yang bertindak
untuk dan atas nama Bank Indonesia.
J. Pengawasan langsung yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud dalam huruf I
dilengkapi dengan surat penugasan dari Bank Indonesia.
K. Pihak lain yang ditugaskan melakukan pengawasan langsung
sebagaimana dimaksud dalam huruf I wajib menjaga
kerahasiaan dokumen, data, informasi, laporan, keterangan,
dan/atau penjelasan yang diperoleh dari hasil pengawasan.
L. PJPUR bertanggung jawab atas kebenaran dokumen, data,
informasi, laporan, keterangan, dan/atau penjelasan yang
disampaikan kepada Bank Indonesia.
V. PELAPORAN PENYELENGGARA JASA PENGOLAHAN UANG
RUPIAH
A. Kantor pusat PJPUR wajib menyampaikan laporan kepada
Bank Indonesia.
B. Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A meliputi:
1. Laporan Berkala
Laporan berkala wajib disampaikan oleh PJPUR secara
benar, lengkap, dan sesuai batas waktu yang ditetapkan
kepada Bank Indonesia yaitu:
a.
laporan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah
yang meliputi:
1) Laporan Kegiatan Distribusi Uang Rupiah;
2) Laporan Kegiatan Pemrosesan Uang Rupiah;
3) Laporan Kegiatan Penyimpanan Uang Rupiah di
Khazanah; dan/atau
4) Laporan Kegiatan Pengisian, Pengambilan,
dan/atau Pemantauan Kecukupan Uang
Rupiah.
Contoh . . .
Contoh format laporan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini;
b.
laporan keuangan yang meliputi:
1) Laporan Posisi Keuangan;
2) Laporan Laba Rugi; dan
3) Laporan Perubahan Ekuitas.
Laporan keuangan merupakan laporan posisi akhir
tahun berjalan yang diaudit oleh auditor eksternal;
dan
c.
laporan hasil audit meliputi:
1)
laporan hasil audit internal yang dilakukan oleh
tim audit yang independen dengan cakupan
paling sedikit audit kepatuhan terhadap
pelaksanaan bisnis proses kegiatan PJPUR,
pemenuhan pelatihan terhadap sumber daya
manusia yang dimiliki, dan tingkat kepatuhan
terhadap ketentuan Bank Indonesia dan
ketentuan internal; dan
2)
laporan hasil audit yang dilakukan oleh
pengguna jasa PJPUR.
2. Laporan Insidental
Laporan insidental antara lain:
a.
laporan atas terjadinya gangguan pada sarana,
prasarana dan/atau infrastruktur serta upaya yang
telah dilakukan untuk menanggulanginya, antara
lain:
1) kegagalan pada sarana, prasarana, dan/atau
infrastruktur dalam kegiatan jasa Pengolahan
Uang Rupiah;
2) kebakaran gedung;
3) perampokan (baik di dalam/luar gedung);
4) kecelakaan kendaraan yang mengganggu
operasional PJPUR; dan/atau
5) kegagalan . . .
5) kegagalan penanganan keadaan darurat
(disaster recovery plan) dan kesinambungan
kegiatan usaha (business continuity plan);
d.
laporan atas terjadinya fraud yang paling sedikit
berisi informasi sebagai berikut:
1) kronologis; dan
2) dampak kerugian yang diakibatkan oleh fraud
tersebut baik yang terjadi pada kegiatan
distribusi Uang Rupiah, pemrosesan Uang
Rupiah, penyimpanan Uang Rupiah di
khazanah, maupun pada saat pengisian,
pengambilan,
dan/atau pemantauan
kecukupan Uang Rupiah dari ATM, CDM,
dan/atau CRM; dan
b.
laporan lainnya yang sewaktu-waktu diminta Bank
Indonesia.
C. Periode dan tata cara penyampaian laporan berkala
Periode dan tata cara penyampaian laporan berkala
sebagaimana dimaksud dalam butir B.1 diatur sebagai
berikut:
1.
laporan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a wajib
disampaikan secara bulanan melalui sistem aplikasi
online pelaporan Bank Indonesia paling lambat pada
tanggal 15 bulan berikutnya. Dalam hal tanggal 15 jatuh
pada hari libur maka laporan tersebut disampaikan pada
hari kerja berikutnya;
2.
laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir
B.1.b wajib disampaikan secara tahunan melalui sistem
aplikasi online pelaporan Bank Indonesia paling lambat
pada tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Dalam hal
tanggal 30 Juni jatuh pada hari libur maka laporan
tersebut disampaikan pada hari kerja berikutnya;
3.
laporan kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.a dan laporan
keuangan . . .
keuangan sebagaimana dimaksud dalam butir B.1.b,
dibuat secara konsolidasi yang meliputi laporan kantor
pusat dan Kantor Cabang; dan
4.
laporan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam butir
B.1.c wajib disampaikan secara tahunan melalui
dokumen cetak (hardcopy) paling lambat pada tanggal
30 Juni tahun berikutnya. Dalam hal tanggal 30 Juni
jatuh pada hari libur maka laporan tersebut disampaikan
pada hari kerja berikutnya.
D. Laporan insidental sebagaimana dimaksud dalam butir B.2.a
dan butir B.2.b wajib disampaikan melalui dokumen cetak
(hardcopy) paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah
terjadinya insiden.
E. Dalam hal telah terdapat sistem aplikasi online pelaporan
Bank Indonesia namun terjadi gangguan terhadap sistem
dimaksud maka PJPUR menyampaikan laporan kegiatan jasa
Pengolahan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam butir
B.1.a dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam
butir B.1.b dalam bentuk dokumen cetak (hardcopy) dan
dokumen digital (softcopy) melalui media penyimpanan, sesuai
dengan periode penyampaian laporan sebagaimana dimaksud
dalam butir C.1 dan butir C.2. PJPUR harus menyampaikan
kembali laporan dimaksud melalui sistem aplikasi online
pelaporan Bank Indonesia apabila sistem telah berjalan
normal.
F. Dalam hal belum terdapat sistem aplikasi online pelaporan
Bank Indonesia maka PJPUR menyampaikan laporan kegiatan
jasa Pengolahan Uang Rupiah sebagaimana dimaksud dalam
butir B.1.a dan laporan keuangan sebagaimana dimaksud
dalam butir B.1.b dalam bentuk dokumen cetak (hardcopy)
dan dokumen digital (softcopy) melalui media penyimpanan,
sesuai dengan periode penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud dalam butir C.1 dan butir C.2.
G. Penyampaian . . .
G. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf F
harus disampaikan pada pukul 07.30-16.00 WIB dan
dibuktikan dengan penerimaan dari Bank Indonesia.
VI. PERUBAHAN DOKUMEN PERIZINAN
PJPUR harus memberitahukan kepada Bank Indonesia dalam hal
terjadi:
A. Perubahan Nama Perseroan Terbatas
1. Pemberitahuan perubahan nama Perseroan Terbatas
ditandatangani oleh anggota direksi atau pejabat yang
berwenang mewakili PJPUR dengan menggunakan contoh
surat sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
harus disertai dengan dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi akta perubahan anggaran dasar;
b. fotokopi persetujuan perubahan anggaran dasar dari
instansi yang berwenang; dan
c. keputusan mengenai pemberian izin PJPUR dan
persetujuan Kantor Cabang PJPUR yang dimiliki.
3. Apabila seluruh persyaratan dan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 telah dipenuhi dan lengkap,
Bank Indonesia menerbitkan keputusan mengenai
perubahan nama PJPUR.
B. Perubahan Dewan Komisaris dan/atau Direksi
1. Pemberitahuan perubahan anggota komisaris dan/atau
anggota direksi ditandatangani oleh anggota direksi atau
pejabat yang berwenang mewakili PJPUR dengan
menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum
dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
harus disertai dengan dokumen sebagai berikut:
a.
fotokopi akta perubahan anggaran dasar;
b. fotokopi . . .
b. fotokopi persetujuan perubahan anggaran dasar dari
instansi yang berwenang;
c.
fotokopi identitas komisaris dan/atau direksi yang
baru;
d. fotokopi Kartu Izin Tinggal Terbatas/Tetap yang
masih berlaku bagi komisaris dan/atau direksi
berkewarganegaraan asing;
e. Surat Keterangan Fiskal yang telah memperoleh
pengesahan dari instansi yang berwenang; dan
f.
asli surat pernyataan dari masing-masing komisaris
dan/atau direksi bahwa yang bersangkutan:
1) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi
komisaris dan/atau direksi yang dinyatakan
bersalah karena menyebabkan suatu badan
usaha dinyatakan pailit dalam waktu 5 (lima)
tahun sebelum tanggal pemberitahuan;
2) tidak pernah dihukum atas tindak pidana di
bidang perbankan, keuangan, dan/atau
pencucian uang berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap;
3) tidak memiliki kredit macet sesuai data dalam
sistem informasi debitur pada tanggal
pemberitahuan; dan
4) tidak masuk dalam daftar hitam nasional
penarik cek/bilyet giro kosong yang
ditatausahakan Bank Indonesia pada tanggal
pemberitahuan.
3. Bank Indonesia melakukan penelitian setelah dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 diterima secara
lengkap oleh Bank Indonesia.
4. Apabila berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 Bank Indonesia menemukan
ketidaksesuaian, Bank Indonesia berwenang meminta
PJPUR . . .
PJPUR untuk mengganti komisaris dan/atau direksi
PJPUR.
C. Perubahan Alamat Kantor Pusat dan Kantor Cabang PJPUR
1. Pemberitahuan perubahan alamat kantor pusat dan/atau
Kantor Cabang ditandatangani oleh anggota direksi atau
pejabat yang berwenang mewakili PJPUR dengan
menggunakan contoh surat sebagaimana tercantum
dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Pemberitahuan perubahan alamat kantor pusat dan/atau
Kantor Cabang harus disertai dengan dokumen sebagai
berikut:
a. fotokopi surat keterangan domisili PJPUR yang baru
dari instansi yang berwenang;
b. fotokopi bukti kepemilikan tempat usaha atas nama
PJPUR, fotokopi surat perjanjian sewa, atau bentuk
bukti lainnya atas penggunaan tempat usaha yang
baru;
c.
fotokopi cetak biru (blue print) bangunan kantor
pusat dan/atau Kantor Cabang PJPUR yang baru;
d. surat pernyataan bermeterai cukup yang
ditandatangani anggota direksi atau pejabat yang
mewakili PJPUR bahwa perubahan alamat tidak
mengurangi kemampuan operasional PJPUR;
e. dalam hal perubahan alamat kantor pusat PJPUR
menyebabkan perubahan tempat kedudukan badan
hukum maka PJPUR menyampaikan:
1) fotokopi akta perubahan anggaran dasar; dan
2) fotokopi persetujuan perubahan anggaran dasar
dari instansi yang berwenang.
3. PJPUR dapat mengubah status kantor pusat PJPUR
menjadi Kantor Cabang atau sebaliknya dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. PJPUR memberitahukan perubahan status kantor
pusat ke Kantor Cabang atau sebaliknya;
b. pemberitahuan . . .
b. pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disertai dengan alasan dan tujuan
perubahan status dimaksud, serta dilengkapi
dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
angka 2; dan
c. perubahan status kantor pusat ke Kantor Cabang
PJPUR dapat dilakukan dengan memperhatikan
kesiapan operasional antara lain sarana, prasarana,
dan infrastruktur, sumber daya manusia, dan
pengamanan.
4. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan lokasi
untuk memastikan pemenuhan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 dan angka 3.
5. PJPUR baru dapat melakukan kegiatan operasional
sehubungan dengan perubahan alamat sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 dan angka 3 setelah mendapat
pemberitahuan dari Bank Indonesia.
VII. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
A. PJPUR yang melanggar ketentuan mengenai penyelenggaraan
kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah sebagaimana diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa
Pengolahan Uang Rupiah dan ketentuan dalam Surat Edaran
Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif berupa:
1. teguran tertulis;
2. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan
usaha; dan/atau
3. pencabutan izin.
B. PJPUR yang mengoperasikan Kantor Cabang tanpa
persetujuan Bank Indonesia dikenakan sanksi administratif
berupa penghentian sementara kegiatan Kantor Cabang
dimaksud.
C. Apabila PJPUR belum melakukan penghentian sementara
sebagaimana dimaksud dalam huruf B dalam jangka waktu
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat penghentian
sementara . . .
sementara yang dikeluarkan Bank Indonesia maka PJPUR
dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin.
D. PJPUR yang tidak menyampaikan laporan berkala sampai
dengan berakhirnya batas waktu penyampaian laporan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
butir V.C, selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, juga dikenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per laporan per
periode.
E. Dalam hal Bank Indonesia menemukan adanya Uang Rupiah
palsu dalam kegiatan pemrosesan Uang Rupiah, Bank
Indonesia mengenakan sanksi kewajiban membayar kepada
PJPUR sebanyak 5 (lima) kali dari total nilai nominal Uang
Rupiah yang dipalsukan.
F. Pelaksanaan pemenuhan sanksi kewajiban membayar
dilakukan dengan cara pembayaran ke rekening Bank
Indonesia yang ditunjuk.
G. Pihak yang dikenakan sanksi atas pelanggaran kewajiban
penyampaian laporan, keterangan, dan/atau data tetap wajib
menyampaikan laporan, keterangan, dan/atau data yang
diminta oleh Bank Indonesia.
H. Selain mengenakan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia dapat
menyampaikan informasi dan/atau rekomendasi kepada
otoritas terkait untuk pengenaan sanksi kepada PJPUR dalam
hal pengenaan sanksi merupakan kewenangan otoritas lain.
VIII. KORESPONDENSI
A. Penyampaian permohonan, laporan, dan/atau surat menyurat
disampaikan dalam bahasa Indonesia kepada Bank Indonesia
dengan alamat:
1. Pemohon atau PJPUR mengajukan permohonan
sebagaimana dimaksud dalam angka II, informasi baru
terkait profil perusahaan (company profile) sebagaimana
dimaksud dalam angka III, pemberitahuan sebagaimana
dimaksud . . .
dimaksud dalam angka VI, dan laporan sebagaimana
dimaksud dalam butir IX.D.1 disampaikan kepada:
Departemen Pengelolaan Uang
Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Gedung C lantai 7
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
2. PJPUR menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
dalam angka V disampaikan kepada:
Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem
Pembayaran
Kompleks Perkantoran Bank Indonesia Gedung D lantai 8
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
B. Dalam hal terjadi perubahan alamat sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui
surat dan/atau media lainnya.
IX. KETENTUAN PERALIHAN
A. BUJP yang telah memiliki kerja sama dengan pengguna jasa
PJPUR sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia tentang
Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah harus segera
mengajukan permohonan izin sebagai PJPUR kepada Bank
Indonesia paling lama 9 (sembilan) bulan setelah berlakunya
Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa
Pengolahan Uang Rupiah ini.
B. Dalam hal BUJP yang akan mengajukan permohonan izin
sebagaimana dimaksud dalam huruf A telah memiliki Kantor
Cabang, permohonan persetujuan pembukaan Kantor Cabang
dapat diajukan bersamaan dengan permohonan izin
pembukaan kantor pusat.
C. BUJP sebagaimana dimaksud dalam huruf A, selain wajib
melengkapi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2, juga harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
1. konsep perjanjian sebagaimana dimaksud dalam butir
II.A.2.b.4) diubah menjadi fotokopi perjanjian kerja sama
dengan pengguna jasa PJPUR;
2. PJPUR . . .
2. PJPUR harus menyertakan fotokopi polis asuransi atas
kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah; dan
3. fotokopi bukti kelulusan pelatihan pemrosesan Uang
Rupiah dari Bank Indonesia yang harus dimiliki oleh
paling sedikit 10% (sepuluh persen) sebagaimana
dimaksud dalam butir II.A.2.b.3) dihitung dari masing-
masing jumlah sumber daya manusia pada kantor pusat
dan Kantor Cabang yang melakukan pemrosesan Uang
Rupiah.
D. BUJP yang telah memiliki kerja sama penyelenggaraan
kegiatan jasa Pengolahan Uang Rupiah sebelum berlakunya
Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelenggara Jasa
Pengolahan Uang Rupiah baik yang belum maupun yang telah
mengajukan permohonan izin harus:
1. menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam
butir V.B.1.a; dan
2. memenuhi persyaratan terkait standar kualitas Uang
Rupiah dalam Pengolahan Uang Rupiah, persyaratan
keamanan, efisiensi, dan mitigasi risiko serta
memperhatikan aspek perlindungan konsumen.
E. Selama proses permohonan izin sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, BUJP diperbolehkan mewakili Bank untuk
melakukan kegiatan penyetoran dan/atau penarikan Uang
Rupiah di Bank Indonesia.
F. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf
D menjadi pertimbangan Bank Indonesia dalam pemberian
izin kepada BUJP sebagai PJPUR.
X. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 2 November 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian . . .
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SUHAEDI
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN UANG
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/25/DPU|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggara Jasa Pengolahan Uang Rupiah </reg_title>
<set_date> 2 November 2016 </set_date>
<effective_date> 2 November 2016 </effective_date>
<related_reg> '18/15/PBI/2016' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
No.7/25/DPNP
Jakarta, 18 Juli 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK
DI INDONESIA
Perihal: Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data
Pribadi Nasabah
-----------------------------------------------------------------------
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 tanggal 20
Januari 2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data
Pribadi Nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4475), Bank wajib
menetapkan kebijakan dan memiliki
prosedur tertulis tentang transparansi
informasi Produk Bank dan transparansi penggunaan data pribadi Nasabah.
Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan tentang
penyusunan kebijakan dan prosedur dimaksud dalam Surat Edaran Bank
Indonesia, dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Kewajiban Bank untuk melakukan transparansi informasi Produk Bank
mencakup kewajiban menyediakan dan menyampaikan informasi baik
mengenai
produk yang
diterbitkan Bank maupun produk lembaga
keuangan lain yang dipasarkan melalui Bank.
2. Informasi ...
2. Informasi yang disediakan Bank harus mengungkapkan karakteristik
Produk Bank secara memadai, terutama mengenai manfaat, risiko, dan
biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank tersebut.
3. Dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat kepada Bank dan
melindungi kepentingan Nasabah, penggunaan data pribadi Nasabah untuk
tujuan komersial harus dilakukan secara transparan dan dilakukan
berdasarkan persetujuan tertulis dari Nasabah.
4. Penggunaan data pribadi Nasabah untuk tujuan komersial perlu dilakukan
berdasarkan persetujuan tertulis dari Nasabah untuk mengurangi potensi
tuntutan hukum kepada Bank dalam hal Nasabah merasa hak-hak
pribadinya tidak dilindungi oleh Bank.
II. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR TRANSPARANSI INFORMASI
PRODUK BANK
1. Direksi Bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan
transparansi informasi Produk Bank yang sekurang-kurangnya memuat
kewajiban Bank untuk:
a. menyediakan informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh
mengenai karakteristik Produk Bank, baik untuk produk/jasa yang
diterbitkan secara langsung oleh Bank maupun produk/jasa yang
diterbitkan dan atau dikelola oleh lembaga keuangan lain dan
dipasarkan oleh Bank;
b. menyediakan informasi mengenai karakteristik Produk Bank yang
dituangkan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
c. menyampaikan informasi mengenai karakteristik Produk Bank kepada
Nasabah secara lisan dan atau tertulis;
d. memperhatikan ...
d. memperhatikan etika penyampaian informasi, antara lain dengan tidak
membandingkan suatu Produk Bank dengan produk sejenis dari Bank
lain dan secara jelas menyebutkan nama produk dan atau nama Bank
lain tersebut;
e. memperhatikan kebenaran dan akurasi informasi melalui penyediaan
dan penyampaian informasi yang sesuai dengan karakteristik Produk
Bank yang sesungguhnya dan selalu diperbaharui sesuai dengan
perubahan, penambahan, dan atau pengurangan yang dilakukan pada
karakteristik Produk Bank;
f. memperhatikan tata letak (layout) dan cara pengungkapan informasi
yang singkat, jelas, sistematis dan utuh;
g. menggunakan jenis dan ukuran huruf yang mudah dibaca dan warna
tulisan yang kontras dengan warna latar;
h. meminta Nasabah untuk menandatangani formulir yang memuat
klausula yang menyatakan bahwa Nasabah telah memahami dan
menyetujui segala persyaratan pemanfaatan Produk Bank, termasuk
manfaat, risiko, dan biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank
tersebut;
i. memberitahukan setiap perubahan, penambahan, dan atau pengurangan
pada karakteristik Produk Bank kepada setiap Nasabah yang sedang
memanfaatkan Produk Bank baik secara tertulis kepada setiap Nasabah
dan atau melalui pengumuman; dan
j. menyediakan informasi tertulis mengenai karakteristik Produk Bank di
setiap Kantor Bank pada lokasi yang mudah diakses oleh Nasabah.
2. Dalam hal Bank menyediakan informasi mengenai karakteristik Produk
Bank dalam bahasa lain selain bahasa Indonesia, maka yang dijadikan
pedoman baku adalah informasi yang disediakan dalam bahasa Indonesia.
3. Dalam ...
3. Dalam hal perubahan, penambahan, dan atau pengurangan pada angka 1
huruf i diatas terkait dengan karakteristik Produk Bank yang frekuensi
perubahan, penambahan dan atau pengurangannya relatif rendah maka
Bank memberitahukan perubahan, penambahan, dan atau pengurangan
karakteristik Produk Bank tersebut kepada setiap Nasabah secara tertulis
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum perubahan, penambahan, dan
atau pengurangan karakteristik tersebut berlaku.
Sebagai contoh, perubahan suku bunga kredit, nisbah bagi hasil, dan atau
perubahan limit kartu kredit harus diberitahukan secara tertulis kepada
setiap Nasabah debitur paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum
perubahan tersebut mulai berlaku.
4. Dalam hal perubahan, penambahan, dan atau pengurangan pada angka 1
huruf i di atas terkait dengan karakteristik Produk Bank yang memiliki
frekuensi perubahan, penambahan, dan atau pengurangan cukup tinggi,
pemberitahuan kepada Nasabah dapat dilakukan melalui pengumuman
tertulis pada Kantor Bank dan atau tempat-tempat lainnya yang dapat
diakses dan dibaca secara mudah oleh Nasabah.
Sebagai contoh, perubahan suku bunga atau nisbah bagi hasil tabungan
cukup diumumkan pada papan pengumuman di setiap Kantor Bank.
5. Informasi yang disediakan dan disampaikan Bank kepada Nasabah
sekurang-kurangnya memuat:
a. Nama Produk Bank, yaitu sebutan komersial yang digunakan sebagai
identitas suatu Produk Bank.
b. Jenis Produk Bank, yaitu pengelompokan produk dan atau jasa yang
diterbitkan Bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, seperti tabungan, deposito, kredit/pembiayaan, dan produk
dan atau jasa lembaga keuangan lain yang dipasarkan oleh Bank
seperti reksa dana dan bancassurance.
c. Manfaat ...
c. Manfaat dan risiko Produk Bank, yaitu potensi keuntungan dan
kerugian yang akan diperoleh atau ditanggung oleh Nasabah selama
masa pemanfaatan Produk Bank.
d. Persyaratan dan tatacara penggunaan Produk Bank, yaitu mekanisme
dan atau prosedur yang harus dipenuhi Nasabah untuk dapat
memanfaatkan Produk Bank. Informasi yang disampaikan antara lain
meliputi:
1) dokumen-dokumen yang harus dipersiapkan Nasabah untuk dapat
membuka rekening, menggunakan fasilitas, maupun membeli
Produk Bank; dan
2) tatacara yang
dapat ditempuh Nasabah apabila menghadapi
permasalahan dalam pemanfaatan Produk Bank.
e. Biaya-biaya yang melekat pada Produk Bank, yaitu beban finansial
yang harus dibayar Nasabah sehubungan dengan pemanfaatan Produk
Bank, antara lain biaya administrasi, biaya provisi, denda, dan penalti.
f. Perhitungan bunga atau bagi hasil dan margin keuntungan.
1) Perhitungan bunga
Perhitungan bunga dalam hal ini adalah cara-cara perhitungan yang
digunakan Bank untuk menetapkan besarnya bunga yang harus
dibayar atau diterima Nasabah. Informasi mengenai perhitungan
bunga antara lain meliputi:
a) metode penghitungan bunga, antara lain flat dan efektif;
b) sifat perhitungan bunga, yaitu tetap (fixed) atau mengambang
(floating); dan
c) jumlah hari yang digunakan untuk menghitung besarnya bunga.
2) Perhitungan ...
2) Perhitungan bagi hasil dan margin keuntungan
Perhitungan bagi hasil dan margin keuntungan dalam hal ini adalah
cara-cara perhitungan yang
kegiatan
digunakan oleh Bank
melaksanakan
usaha berdasarkan prinsip syariah untuk
menetapkan besarnya bagi hasil dan margin keuntungan Bank yang
harus dibayar Nasabah dan atau besarnya bagi hasil yang akan
diterima Nasabah. Informasi mengenai perhitungan bagi hasil dan
margin keuntungan antara lain meliputi:
a) metode bagi hasil yang digunakan, yaitu profit loss sharing atau
revenue sharing;
b) nisbah bagi hasil untuk Bank dan Nasabah; dan
c) besarnya persentase margin keuntungan Bank.
g. Jangka waktu berlakunya Produk Bank, yaitu periode atau masa
pemanfaatan Produk Bank oleh Nasabah yang ditetapkan oleh Bank
atau lembaga keuangan lain yang menerbitkan dan atau mengelola
Produk Bank tersebut. Selain hal tersebut, informasi mengenai jangka
waktu berlakunya Produk Bank antara lain juga meliputi:
1) kemungkinan penghentian pemanfaatan Produk Bank sebelum
jangka waktu yang ditetapkan berakhir dan konsekuensi yang akan
ditanggung oleh Nasabah, seperti denda dan atau penalti; dan
2) perpanjangan jangka waktu pemanfaatan Produk Bank, termasuk
informasi mengenai perubahan, penambahan, dan atau
pengurangan pada karakteristik Produk Bank.
yang
h. Penerbit ...
h. Penerbit (issuer/originator) Produk Bank, yaitu pihak-pihak yang
menerbitkan dan atau mengelola Produk Bank. Informasi mengenai
penerbit Produk Bank antara lain meliputi keterangan mengenai
identitas penerbit dan atau pengelola Produk Bank, hubungan hukum
antara Bank dengan penerbit dan atau pengelola Produk Bank dan
Nasabah, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak sesuai
perjanjian kerjasama antara Bank dengan penerbit dan atau pengelola
Produk Bank tersebut.
6. Dalam hal jenis Produk Bank yang diinformasikan merupakan produk
penghimpunan dana, maka informasi yang
mencantumkan pula penjelasan mengenai cakupan dan sejauhmana
program penjaminan berlaku pada Produk Bank dimaksud.
Sebagai contoh, apabila Bank memasarkan suatu produk asuransi maka
Bank harus memberikan informasi kepada Nasabah bahwa produk
asuransi yang dipasarkan oleh Bank tersebut tidak termasuk dalam
cakupan program penjaminan.
7. Direksi Bank berdasarkan kebijakan yang telah disetujui Komisaris
menetapkan prosedur tertulis transparansi informasi Produk Bank yang
sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Pejabat dan atau petugas Bank yang menangani pelayanan Nasabah
memberikan penjelasan mengenai karakteristik Produk Bank secara
lisan dan atau tertulis kepada Nasabah dan atau calon Nasabah yang
akan memanfaatkan Produk Bank tersebut. Penjelasan secara lisan
harus memperhatikan kelengkapan informasi yang disampaikan,
terutama yang terkait dengan risiko dan biaya-biaya yang melekat pada
Produk Bank.
disediakan Bank
b. Pejabat ...
b. Pejabat dan atau petugas Bank meminta konfirmasi kepada Nasabah
mengenai
kejelasan informasi karakteristik
Produk
Bank
yang
disampaikan dan pemahaman Nasabah mengenai Produk Bank
tersebut.
c. Pejabat dan atau petugas Bank meminta tanda tangan Nasabah pada
lembar aplikasi pemanfaatan Produk Bank sebagaimana terdapat
dalam contoh pada Lampiran 1 yang antara lain menyatakan bahwa:
1) Pejabat dan atau petugas Bank telah menjelaskan karakteristik
Produk Bank secara utuh; dan
2) Nasabah telah mengerti dan memahami penjelasan mengenai
karakteristik Produk Bank yang diberikan oleh pejabat dan atau
petugas Bank.
III. KEBIJAKAN DAN PROSEDUR TRANSPARANSI PENGGUNAAN
DATA PRIBADI NASABAH
1. Direksi Bank dengan persetujuan Komisaris menetapkan kebijakan
transparansi penggunaan data pribadi Nasabah yang sekurang-kurangnya
memuat kewajiban Bank untuk:
a. mendapatkan persetujuan tertulis dari Nasabah dalam hal Bank akan
memberikan dan atau menyebarluaskan data pribadi Nasabah kepada
pihak lain di luar badan hukum Bank untuk tujuan komersial, kecuali
ditetapkan lain dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
dan
b. menjelaskan secara tertulis dan atau lisan kepada Nasabah mengenai
tujuan dan konsekuensi dari pemberian persetujuan terhadap
permintaan tertulis pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi
Nasabah sebagaimana dimaksud pada huruf a.
2. Dalam ...
2. Dalam hal Nasabah Bank merupakan suatu badan hukum, maka
pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi pihak yang ditunjuk
mewakili badan hukum tersebut memerlukan persetujuan tertulis dari yang
bersangkutan.
Sebagai contoh, data pribadi “AAA” dan “BBB” sebagai pihak yang
ditunjuk mewakili perusahaan “CCC” yang menjadi Nasabah Bank
“DDD” termasuk
dalam kategori data pribadi yang memerlukan
persetujuan tertulis untuk dapat diberikan dan atau disebarluaskan kepada
pihak lain.
3. Permintaan persetujuan tertulis tidak boleh memuat klausula yang secara
sepihak dapat digunakan oleh Bank untuk menyatakan bahwa Nasabah
telah memberikan persetujuannya jika tidak memberikan tanda, tulisan,
dan atau tanda tangan pada lembaran permintaan persetujuan tertulis yang
diajukan Bank.
4. Data pribadi Nasabah yang memerlukan persetujuan tertulis Nasabah
untuk dapat diberikan dan atau disebarluaskan kepada pihak lain diluar
badan hukum Bank untuk tujuan komersial adalah:
a. Nama Nasabah;
b. Alamat;
c. Tanggal lahir dan atau umur;
d. Nomor telepon;
e. Nama ibu kandung; dan
f. Keterangan lain yang merupakan identitas pribadi dan lazim diberikan
Nasabah kepada Bank dalam pemanfaatan Produk Bank.
5. Termasuk dalam pengertian pemberian dan atau penyebarluasan data
pribadi Nasabah kepada pihak lain diluar badan hukum Bank untuk tujuan
komersial adalah pemberian data pribadi Nasabah kepada pihak lain yang
melakukan kerjasama dengan Bank.
Sebagai ...
Sebagai contoh, Bank yang melakukan kerjasama dengan perusahaan
asuransi wajib meminta persetujuan tertulis dari Nasabah terlebih dahulu
sebelum menyerahkan data pribadi Nasabah tersebut kepada perusahaan
asuransi dimaksud.
6. Pemberian Data Pribadi Nasabah oleh Bank kepada pihak lain dalam
rangka pengalihan dan atau penjualan aktiva Bank tidak termasuk dalam
pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi Nasabah yang
memerlukan persetujuan Nasabah terlebih dahulu.
Sebagai contoh, transaksi anjak piutang dan atau sekuritisasi aset yang
menyebabkan pemberian data pribadi Nasabah kepada pihak lain tidak
termasuk dalam pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi yang
memerlukan persetujuan tertulis dari Nasabah yang bersangkutan.
7. Dalam hal Bank akan menggunakan data pribadi seseorang dan atau
sekelompok orang yang diperoleh dari pihak lain untuk tujuan pemasaran
Produk Bank maka penggunaan data pribadi tersebut harus didukung
dengan pernyataan tertulis dari pihak lain tersebut yang sekurang-
kurangnya memuat pernyataan bahwa seseorang dan atau sekelompok
orang yang data pribadinya diberikan kepada Bank tidak berkeberatan atas
penyebarluasan data pribadinya untuk
tujuan komersial. Contoh
pernyataan tertulis yang harus dimiliki Bank terdapat dalam Lampiran 2.
8. Direksi Bank berdasarkan kebijakan yang telah disetujui Komisaris
menetapkan prosedur tertulis transparansi penggunaan data pribadi
Nasabah yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Pejabat dan atau petugas Bank menjelaskan kepada Nasabah yang
akan memanfaatkan Produk Bank bahwa data pribadi yang diserahkan
kepada Bank:
1) hanya ...
1) hanya akan digunakan untuk kepentingan internal Bank dan atau
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; atau
2) akan diberikan dan atau disebarluaskan kepada pihak lain diluar
badan hukum Bank untuk tujuan komersial apabila disetujui secara
tertulis oleh Nasabah.
b. Dalam hal Bank akan memberikan dan atau menyebarluaskan data
pribadi Nasabah kepada pihak lain diluar badan hukum Bank, pejabat
dan atau petugas Bank:
1) mengajukan permintaan persetujuan secara tertulis kepada
Nasabah; dan
2) memberikan penjelasan kepada Nasabah mengenai tujuan dan
konsekuensi pemberian dan atau penyebarluasan data pribadi
tersebut.
c. Pejabat dan atau petugas Bank meminta Nasabah memberikan tanda,
tulisan dan atau tanda tangan pada lembar permintaan persetujuan
tertulis, sebagaimana contoh yang tercantum pada lampiran 3, sebagai
bukti persetujuan Nasabah kepada Bank untuk memberikan dan atau
menyebarluaskan data pribadinya kepada pihak lain.
IV. PENUTUP
Penyediaan informasi tertulis mengenai karakteristik Produk Bank yang
telah ada sebelum tanggal 20 Juli 2005 harus disesuaikan dengan ketentuan
dalam Surat Edaran ini paling lambat tanggal 1 Januari 2006.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak
tanggal 20 Juli 2005.
Agar ...
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/25/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah </reg_title>
<set_date> 18 Juli 2005 </set_date>
<effective_date> 20 Juli 2005 </effective_date>
<related_reg> '7/6/PBI/2005' </related_reg>
|
No. 13 / 21 /DSM
Jakarta, 15 Agustus 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA LEMBAGA BUKAN BANK
DI INDONESIA
Perihal: Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Lembaga Bukan Bank
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/15/PBI/2011 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Lembaga
Bukan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 62,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5222), perlu untuk diatur kembali ketentuan
pelaksanaan mengenai pemantauan kegiatan lalu lintas devisa lembaga bukan
bank, sebagai berikut:
I. UMUM
Pelaporan kegiatan lalu lintas devisa oleh Lembaga Bukan Bank (LBB)
dimaksudkan untuk memperoleh keterangan dan data mengenai kegiatan
lalu lintas devisa secara benar dan tepat waktu yang diperlukan untuk
penyusunan Statistik Neraca Pembayaran Indonesia, Statistik Posisi
Investasi Internasional Indonesia, dan statistik lainnya.
II. PENGERTIAN
1. Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disebut LLD adalah perpindahan
aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk
termasuk …
2
termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar
penduduk.
2. Kegiatan Lalu Lintas Devisa yang selanjutnya disebut Kegiatan LLD
adalah kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan kewajiban
finansial antara penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan
aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk.
3. Aset Finansial Luar Negeri yang selanjutnya disebut AFLN adalah
aktiva penduduk terhadap bukan penduduk baik dalam valuta asing
maupun rupiah, antara lain dalam bentuk kas dalam valuta asing,
simpanan pada bukan penduduk, piutang dagang atau usaha dengan
bukan penduduk, kepemilikan surat berharga yang diterbitkan oleh
bukan penduduk, dan penyertaan modal pada bukan penduduk.
4. Kewajiban Finansial Luar Negeri yang selanjutnya disebut KFLN adalah
pasiva penduduk terhadap bukan penduduk baik dalam valuta asing
maupun rupiah, antara lain dalam bentuk simpanan milik bukan
penduduk, utang dagang atau usaha dengan bukan penduduk,
kepemilikan bukan penduduk pada surat berharga yang diterbitkan
penduduk, pinjaman dari bukan penduduk, dan ekuitas dari bukan
penduduk.
5. Penduduk adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya yang
berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya
1 (satu) tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik
Indonesia di luar negeri sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
6. Lembaga Bukan Bank yang selanjutnya disebut LBB adalah lembaga
selain bank yang berstatus Penduduk, yang meliputi:
a. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah
badan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan tentang Badan Usaha Milik Negara yang berlaku.
b. Badan …
3
b. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disebut BUMD adalah
badan usaha sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan tentang perusahaan dan lembaga keuangan daerah yang
berlaku.
c. Badan Usaha Milik Swasta yang selanjutnya disebut BUMS adalah
badan usaha yang tidak termasuk dalam pengertian BUMN dan
BUMD yang berkedudukan di Indonesia, baik yang berbentuk badan
hukum maupun yang tidak berbentuk badan hukum.
d. Badan lainnya yang bukan merupakan badan usaha baik berbentuk
badan hukum maupun tidak berbentuk badan hukum, antara lain
Yayasan, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan lembaga pendidikan
yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat.
7. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa LBB yang menjalankan
kegiatan usaha sebagai perantara keuangan sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
8. Laporan Kegiatan LLD yang selanjutnya disebut Laporan LLD adalah
laporan atas kegiatan yang menimbulkan perpindahan aset dan
kewajiban finansial antara Penduduk dan bukan Penduduk termasuk
perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar Penduduk.
9. Pelapor adalah LBB yang memenuhi kriteria sebagai Pelapor dan
melakukan Kegiatan LLD.
10. Periode Laporan yang selanjutnya disebut PL adalah periode data
tanggal 1 sampai dengan akhir bulan yang bersangkutan yang akan
dilaporkan pada bulan berikutnya.
11. Batas Waktu Penyampaian Laporan yang selanjutnya disebut BWPL
adalah tanggal dan jam paling lama disampaikannya Laporan LLD.
12. Batas …
4
12. Batas Waktu Penyampaian Koreksi Laporan yang selanjutnya disebut
BWPKL adalah tanggal dan jam paling lama disampaikannya koreksi
Laporan LLD.
13. Masa Keterlambatan Penyampaian Laporan yang selanjutnya disebut
MKPL adalah periode waktu Pelapor dinyatakan terlambat
menyampaikan Laporan LLD.
14. Hari Kerja adalah hari kerja Bank Indonesia setempat sesuai dengan
kedudukan LBB Pelapor.
15. Jam Kerja adalah jam kerja Bank Indonesia setempat sesuai dengan
kedudukan LBB Pelapor.
III. LEMBAGA BUKAN BANK (LBB) PELAPOR
1. Pelapor meliputi LBB yang memenuhi salah satu kriteria sebagai
berikut:
a. BUMN;
b. BUMD yang memiliki utang luar negeri;
c. Lembaga Keuangan Non Bank;
d. Perusahaan Publik;
e. Perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan minyak dan gas;
f. Perusahaan yang memiliki kegiatan ekspor dan/atau impor barang;
g. Perusahaan yang bergerak di sektor jasa;
h. Perusahaan penanaman modal asing;
i. BUMS yang memiliki utang luar negeri;
j. Badan Lainnya yang memiliki utang luar negeri; atau
k. Pelapor di luar huruf a sampai dengan huruf j yang memiliki total
aset atau omset penjualan bruto selama 1 (satu) tahun, jumlah yang
lebih dahulu dicapai, paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah).
2. Utang …
5
2. Utang luar negeri sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi utang luar
negeri sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai kewajiban pelaporan utang luar negeri.
3. Total aset atau omset sebagaimana dimaksud pada butir 1.k didasarkan
pada laporan keuangan terakhir yang telah diaudit.
4. Dalam hal laporan keuangan terakhir yang telah diaudit sebagaimana
dimaksud pada angka 3 belum tersedia, maka yang digunakan adalah
laporan keuangan terakhir yang belum diaudit.
5. Pelapor wajib melaporkan Kegiatan LLD sebagaimana tercatat pada
laporan keuangan dan pembukuan seperti neraca dan laba rugi serta off
balance sheet Pelapor.
6. Pelapor sebagaimana dimaksud pada butir 1.k yang mengalami penurunan
total aset atau omset penjualan bruto 1 (satu) tahun sehingga menjadi
kurang dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), tetap wajib
menyampaikan Laporan LLD sepanjang masih melakukan Kegiatan LLD
sebagaimana dimaksud dalam butir II.2.
7. LBB yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada angka 1.
namun tidak melakukan Kegiatan LLD, harus menyampaikan Surat
Pernyataan Tidak Melakukan Kegiatan LLD bermeterai cukup
sebagaimana format pada Lampiran 1 yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini disertai laporan
keuangan Perusahaan.
8. LBB yang tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada butir 1.k
harus menyampaikan Surat Pernyataan Tidak Memenuhi Batasan Aset
atau Omset bermeterai cukup sebagaimana format pada Lampiran 2 yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini disertai laporan keuangan Perusahaan.
IV. LAPORAN …
6
IV. LAPORAN LLD, KOREKSI LAPORAN LLD, DAN FORMAT
PELAPORAN LLD
1. JENIS LAPORAN LLD
Laporan LLD yang wajib disampaikan oleh Pelapor kepada Bank
Indonesia terdiri dari:
a. Laporan transaksi perdagangan barang, jasa dan transaksi lainnya
antara Penduduk dan bukan Penduduk.
Laporan meliputi seluruh transaksi penjualan dan/atau pembelian
barang dan/atau jasa dengan bukan Penduduk, perolehan dan/atau
pemberian hibah dari/kepada bukan Penduduk, serta transaksi
lainnya dengan bukan Penduduk, sebagaimana tercatat pada laporan
keuangan dan pembukuan Pelapor.
b. Laporan posisi dan perubahan AFLN.
Laporan meliputi posisi dan penambahan atau pengurangan dari
seluruh aktiva yang merupakan klaim terhadap bukan Penduduk
sebagaimana tercatat pada laporan keuangan dan pembukuan Pelapor
yang meliputi:
1) Rekening giro di bank luar negeri;
2) Piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk;
3) Surat berharga yang diterbitkan oleh bukan Penduduk yang tidak
disimpan pada kustodian dalam negeri, termasuk surat berharga
yang diterbitkan oleh bukan Penduduk yang dimiliki oleh Pelapor
yang menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian;
4) Penyertaan pada bukan Penduduk, antara lain penyertaan modal,
tagihan dividen, dan laba ditahan;
5) Tanah dan bangunan di luar negeri;
6) Aset lainnya pada bukan Penduduk antara lain kas dalam valuta
asing, simpanan lainnya, pinjaman yang diberikan, pembayaran
di muka, dan tagihan lainnya;
7) Tagihan …
7
7) Tagihan derivatif pada bukan Penduduk.
Termasuk di dalam pelaporan posisi dan perubahan AFLN adalah
kegiatan yang mengakibatkan nilai AFLN menjadi negatif.
c. Laporan posisi dan perubahan ekuitas luar negeri dan kewajiban lain
yang terkait.
Laporan meliputi posisi dan penambahan atau pengurangan ekuitas
luar negeri dan kewajiban terkait antara lain modal disetor dari bukan
Penduduk, kewajiban dividen kepada bukan Penduduk, dan laba
ditahan dari bukan Penduduk sebagaimana tercatat pada laporan
keuangan dan pembukuan Pelapor.
d. Laporan posisi dan perubahan kewajiban derivatif luar negeri.
Laporan meliputi posisi dan penambahan atau pengurangan
kewajiban derivatif kepada bukan Penduduk sebagaimana tercatat
pada laporan keuangan dan pembukuan Pelapor.
e. Laporan posisi komitmen dan kontinjensi luar negeri.
Laporan meliputi posisi yang menjadi tagihan dan/atau kewajiban
komitmen dan/atau kontinjensi kepada bukan Penduduk yang tercatat
pada off-balance sheet Pelapor antara lain posisi pembelian dan/atau
penjualan spot dan derivatif yang masih berjalan, garansi yang
diterima dan/atau diberikan, dan fasilitas pinjaman dari dan/atau
kepada bukan Penduduk yang belum ditarik.
f. Laporan posisi surat berharga milik Nasabah kustodian.
Laporan meliputi posisi surat berharga Penduduk yang dimiliki
bukan Penduduk dan/atau surat berharga bukan Penduduk yang
dimiliki Penduduk yang tercatat pada Pelapor yang
menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai kustodian, beserta hasil
investasi yang diakui pada PL seperti bunga dan dividen.
2. KOREKSI …
8
2. KOREKSI LAPORAN LLD
a. Dalam hal terdapat kesalahan Laporan LLD yang telah disampaikan
oleh Pelapor kepada Bank Indonesia, Pelapor harus menyampaikan
koreksi atas kesalahan Laporan LLD yang telah disampaikan kepada
Bank Indonesia.
b. Koreksi terhadap Laporan LLD disampaikan secara lengkap untuk
setiap jenis laporan yang dikoreksi.
Contoh penyampaian koreksi secara lengkap:
Perusahaan pembiayaan telah menyampaikan laporan penyertaan
pada bukan Penduduk sebanyak 4 (empat) baris (record), namun
terdapat kesalahan pengisian sandi negara investee (anak perusahaan)
pada baris ke-2 laporan. Berdasarkan hal tersebut, perusahaan
pembiayaan wajib menyampaikan kembali laporan penyertaan pada
bukan Penduduk sebanyak 4 (empat) baris (record) dengan sandi
negara investee yang telah dikoreksi pada baris ke-2 laporan.
c. Koreksi Laporan LLD sebagaimana dimaksud pada huruf b yang
terakhir diterima oleh Bank Indonesia merupakan laporan pengganti
atas laporan yang diterima sebelumnya.
3. FORMAT PELAPORAN LLD
a. Format laporan diatur dalam Pedoman Pelaporan Kegiatan LLD
LBB sebagaimana Lampiran 3 yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
b. Masing-masing laporan terdiri dari satu atau beberapa baris (record)
dan masing-masing baris memuat kolom (field) keterangan dan data
yang harus dilaporkan seperti sandi transaksi dan sandi mitra
transaksi.
Contoh: …
9
Contoh:
Laporan piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk
memiliki 7 (tujuh) kolom (field) yaitu kolom jangka waktu, negara,
sektor institusi, hubungan keuangan, jenis valuta, nilai posisi akhir,
dan nilai transaksi. Apabila dalam 1 (satu) PL Pelapor memiliki 3
(tiga) posisi piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk,
laporan piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk
dinyatakan memiliki 3 (tiga) baris (record).
V. PENYAMPAIAN LAPORAN LLD DAN/ATAU KOREKSI
LAPORAN LLD
1. TATA CARA PELAPORAN
a. Tata cara pelaporan diatur dalam Petunjuk Teknis Aplikasi LLD
LBB sebagaimana Lampiran 4 yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
b. Pelapor menyampaikan seluruh Kegiatan LLD yang dilakukan
selama PL.
c. Apabila dalam suatu PL tertentu Pelapor tidak melakukan Kegiatan
LLD, Pelapor wajib menyampaikan laporan dengan isi nihil
sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Aplikasi LLD LBB
sebagaimana Lampiran 4.
d. Apabila Pelapor tidak lagi melakukan Kegiatan LLD, Pelapor harus
menyampaikan Surat Pernyataan Tidak Lagi Melakukan Kegiatan
LLD sebagaimana Lampiran 5 yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini disertai laporan
keuangan Pelapor.
e. Dalam hal Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf d melakukan
Kegiatan LLD kembali, Pelapor wajib menyampaikan Laporan LLD
sebagaimana dimaksud pada angka IV.
f. Bagi …
10
f. Bagi Pelapor yang memiliki banyak kantor cabang, Laporan LLD
merupakan gabungan dari seluruh kantor cabang di Indonesia.
Contoh pelaporan bagi perusahaan yang memiliki banyak cabang:
Perusahaan perkebunan karet PT. X yang berkantor pusat di Medan
memiliki 2 (dua) kantor cabang yaitu di Pekanbaru dan Bandar
Lampung. PT. X menyampaikan 1 (satu) Laporan LLD yang
merupakan gabungan dari Kegiatan LLD yang dilakukan kantor
pusat Medan, kantor cabang Pekanbaru, dan kantor cabang Bandar
Lampung.
Contoh perusahaan berbentuk grup:
Perusahaan pertambangan PT. Y merupakan holding company yang
memiliki 3 (tiga) anak perusahaan yakni PT. A , PT. B , dan PT. C .
Laporan LLD disampaikan secara terpisah oleh induk perusahaan
dan masing-masing anak perusahaan.
2. MEDIA PENYAMPAIAN LAPORAN
a. Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan kepada
Bank Indonesia secara online dengan menggunakan media internet
pada website pelaporan LLD di Bank Indonesia dengan alamat
https://www.bi.go.id/lkpbuv2.
b. Dalam hal pada hari terakhir penyampaian Laporan LLD dan/atau
koreksi Laporan LLD terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia
yang mengakibatkan Pelapor tidak dapat menyampaikan Laporan
LLD dan/atau koreksi Laporan LLD secara online, maka Laporan
LLD dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan secara offline pada
Hari Kerja berikutnya menggunakan attachment e-mail, compact
disk (CD), flash disk, dan/atau media perekaman data elektronik
lainnya dengan alamat sebagaimana dimaksud pada angka VIII.
c. Apabila …
11
c. Apabila pada Hari Kerja berikutnya gangguan teknis sebagaimana
dimaksud pada huruf b telah dapat diatasi, maka Laporan LLD
dan/atau koreksi Laporan LLD disampaikan secara online.
d. Laporan LLD secara online dinyatakan diterima oleh Bank Indonesia
apabila seluruh laporan lolos verifikasi yang dibuktikan dengan
adanya tanda terima dari sistem Bank Indonesia.
e. Laporan LLD secara offline dinyatakan diterima oleh Bank Indonesia
apabila softcopy seluruh laporan berhasil di-upload dan lolos
verifikasi yang dibuktikan dengan adanya tanda terima dari sistem
Bank Indonesia.
Contoh penyampaian laporan offline:
Pada hari Senin, tanggal 10 September 2012 terjadi gangguan teknis
di Bank Indonesia sehingga Pelapor menyampaikan Laporan LLD
yang terdiri dari 3 (tiga) jenis laporan secara offline pada hari Selasa,
tanggal 11 September 2012 dengan mengirimkan softcopy laporan
melalui e-mail. Setelah mengirimkan e-mail Pelapor segera
melakukan konfirmasi melalui telepon kepada petugas LLD di Bank
Indonesia untuk memastikan bahwa e-mail yang berisi softcopy
laporan telah diterima oleh Bank Indonesia. Selanjutnya Pelapor
melakukan konfirmasi melalui telepon atau e-mail kepada petugas
LLD di Bank Indonesia atau pengecekan pada website pelaporan
LLD pada saat gangguan teknis telah diatasi untuk memastikan
seluruh laporan (3 (tiga) laporan) telah berhasil di-upload dan lolos
verifikasi serta memperoleh/mencetak tanda terima.
3. PERIODE LAPORAN (PL)
a. Laporan LLD disampaikan secara berkala setiap bulan.
b. Data…
12
b. Data yang disampaikan dalam PL mencakup data transaksi LLD
yang dilakukan sejak tanggal 1 sampai dengan akhir bulan dan data
posisi LLD akhir bulan.
4. BATAS WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN (BWPL) DAN/ATAU
KOREKSI LAPORAN (BWPKL)
a. Laporan LLD disampaikan sebagai berikut:
1) Laporan LLD secara online wajib disampaikan paling lama
tanggal 10 pukul 24.00 Waktu Indonesia Barat (WIB) setelah
berakhirnya PL.
2) Apabila hari terakhir penyampaian Laporan LLD secara online
jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia, BWPL tidak berubah.
Contoh penyampaian laporan secara online di Provinsi Papua
Barat:
Laporan LLD PL Oktober 2012 disampaikan paling lama hari
Sabtu, tanggal 10 November 2012 pukul 24.00 WIB atau hari
Minggu, tanggal 11 November 2012 pukul 02.00 Waktu
Indonesia Timur (WIT).
3) Apabila terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari
terakhir penyampaian Laporan LLD secara online, pelaporan
disampaikan sebagai berikut:
a) Jika gangguan teknis dapat diatasi sebelum pukul 24.00 WIB
maka penyampaian Laporan LLD dilakukan secara online.
b) Jika gangguan teknis belum dapat diatasi sampai dengan
pukul 24.00 WIB maka penyampaian Laporan LLD
dilakukan pada Hari Kerja berikutnya secara:
(1) online jika gangguan teknis telah dapat diatasi; atau
(2) offline …
13
(2) offline dalam Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat
jika gangguan teknis belum dapat diatasi.
Contoh penyampaian laporan secara offline di Provinsi Nusa
Tenggara Barat:
Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada hari Jum’at,
tanggal 10 Agustus 2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB
atau hari Sabtu, tanggal 11 Agustus 2012, pukul 01.00 Waktu
Indonesia Tengah (WITA). Laporan LLD wajib disampaikan
pada hari Senin, tanggal 13 Agustus 2012 secara online.
Apabila gangguan teknis masih berlangsung pada tanggal 13
Agustus 2012, pelaporan wajib dilakukan secara offline
dalam Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat.
b. Koreksi terhadap Laporan LLD disampaikan sebagai berikut:
1) Koreksi terhadap Laporan LLD secara online harus disampaikan
paling lama tanggal 15 pukul 24.00 WIB setelah berakhirnya PL.
Contoh penyampaian koreksi:
Perusahaan Sekuritas melaporkan kepemilikan deposito pada
bank di Singapura pada laporan aset lainnya pada bukan
Penduduk untuk PL Oktober 2012 pada tanggal 7 November
2012. Berdasarkan konfirmasi Bank Indonesia, selain memiliki
deposito, ternyata perusahaan juga memiliki simpanan (pooling
account) pada grup perusahaan di Hong Kong yang belum
dilaporkan. Sehubungan dengan hal tersebut, pada tanggal 9
November 2012 perusahaan menyampaikan koreksi laporan aset
lainnya pada bukan Penduduk. Selanjutnya karena terdapat
kesalahan pada pengisian jangka waktu simpanan (pooling
account), pada tanggal 12 November 2012 perusahaan
mengirimkan kembali koreksi laporan tersebut.
2) Apabila …
14
2) Apabila hari terakhir penyampaian koreksi Laporan LLD secara
online jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan cuti bersama
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, BWPKL tidak berubah.
Contoh penyampaian koreksi laporan secara online di Provinsi
Kalimantan Timur:
Koreksi Laporan LLD PL Agustus 2012 disampaikan paling lama
hari Sabtu, tanggal 15 September 2012 pukul 24.00 WIB atau
hari Minggu, tanggal 16 September 2012 pukul 01.00 WITA.
3) Apabila terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari
terakhir penyampaian koreksi Laporan LLD secara online, maka
koreksi Laporan LLD disampaikan sebagai berikut:
a) Jika gangguan teknis dapat diatasi sebelum pukul 24.00 WIB
maka penyampaian koreksi Laporan LLD dilakukan secara
online.
b) Jika gangguan teknis belum dapat diatasi sampai dengan
pukul 24.00 WIB maka penyampaian koreksi Laporan LLD
dilakukan pada Hari Kerja berikutnya secara:
(1) online jika gangguan teknis telah dapat diatasi; atau
(2) offline dalam Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat
jika gangguan teknis belum dapat diatasi.
Contoh penyampaian koreksi laporan secara offline di
Provinsi Sulawesi Barat:
Gangguan teknis di Bank Indonesia terjadi pada hari Sabtu,
tanggal 15 September 2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB
atau hari Minggu, tanggal 16 September 2012 pukul 01.00
WITA. Koreksi terhadap Laporan LLD harus disampaikan
paling lama hari Senin, tanggal 17 September 2012 secara
online …
15
online. Apabila gangguan teknis masih berlangsung pada 17
September 2012, pelaporan dilakukan secara offline dalam
Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat.
5. MASA KETERLAMBATAN PENYAMPAIAN LAPORAN (MKPL)
a. MKPL adalah masa setelah berakhirnya BWPL sebagaimana
dimaksud pada butir 4.a sampai dengan akhir bulan pukul 24.00
WIB.
b. Apabila batas akhir MKPL jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur,
dan cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka batas
akhir MKPL tidak berubah.
Contoh Batas akhir MKPL di Provinsi Lampung:
Batas akhir MKPL untuk Laporan LLD PL Agustus 2012 adalah
hari Minggu, tanggal 30 September 2012 pukul 24.00 WIB.
c. Apabila pada batas akhir MKPL terjadi gangguan teknis di Bank
Indonesia, maka batas akhir MKPL:
1) Tidak berubah, jika gangguan teknis dapat diatasi sebelum pukul
24.00 WIB.
2) Berubah menjadi pada Hari Kerja berikutnya, jika gangguan
teknis belum dapat diatasi sampai dengan pukul 24.00 WIB.
Contoh:
Laporan LLD perusahaan di Provinsi Sumatera Utara.
Gangguan teknis terjadi pada hari Jum’at, tanggal 31 Agustus
2012 sampai dengan pukul 24.00 WIB, maka MKPL untuk PL
Juli 2012 berakhir pada hari Senin, tanggal 3 September 2012 .
d. Dalam hal batas akhir MKPL berubah menjadi pada Hari Kerja
berikutnya sebagaimana dimaksud pada butir c.2 maka penyampaian
Laporan …
16
Laporan LLD dilakukan secara offline dalam Jam Kerja kantor Bank
Indonesia setempat.
Contoh:
Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam contoh butir c.2 maka penyampaian Laporan LLD
PL Juli 2012 dilakukan secara offline hari Senin, tanggal 3
September 2012 dalam Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat.
6. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN LLD
a. Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan LLD apabila
sampai dengan batas akhir MKPL sebagaimana dimaksud pada
angka 5, Bank Indonesia belum menerima Laporan LLD dari
Pelapor.
b. Pelapor sebagaimana dimaksud pada huruf a tetap harus
menyampaikan Laporan LLD secara offline.
7. PENELITIAN KEBENARAN LAPORAN
a. Bank Indonesia dapat melakukan penelitian terhadap kebenaran
Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD Pelapor.
b. Penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat dilakukan
melalui kerja sama dengan pihak lain.
c. Bank Indonesia dapat menyampaikan surat permintaan informasi,
bukti pembukuan, catatan, dan dokumen lain.
d. Pelapor harus menyampaikan informasi, bukti pembukuan, catatan,
dan dokumen lain yang diperlukan sebagaimana dimaksud pada
huruf c paling lama 14 (empat belas) Hari Kerja sejak tanggal
diterimanya surat permintaan.
e. Dalam …
17
e. Dalam hal Pelapor tidak menindaklanjuti surat permintaan dengan
penyampaian bukti-bukti sesuai jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada huruf d, maka Laporan LLD yang disampaikan
Pelapor kepada Bank Indonesia dinyatakan tidak benar.
8. PERUBAHAN ALAMAT PELAPOR LLD
a. Dalam hal Pelapor pindah alamat dari wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia (KPBI) ke wilayah kerja Kantor Bank Indonesia
(KBI) atau sebaliknya, Pelapor harus terlebih dahulu menyampaikan
surat pemberitahuan ke KPBI dengan tembusan kepada KBI yang
akan dituju atau KBI yang sebelumnya menerima Laporan LLD.
b. Dalam hal Pelapor pindah alamat dari satu wilayah kerja KBI ke
wilayah kerja KBI lainnya, Pelapor harus terlebih dahulu
menyampaikan surat pemberitahuan ke KBI yang sebelumnya
menerima Laporan LLD dari Pelapor dengan tembusan kepada KPBI
dan KBI yang akan dituju.
c. Dalam hal Pelapor pindah alamat namun tetap dalam wilayah kerja
KPBI atau KBI, Pelapor harus terlebih dahulu menyampaikan surat
pemberitahuan ke KPBI atau KBI setempat.
VI. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. LAPORAN TIDAK BENAR
a. Pelapor yang menyampaikan Laporan LLD tidak benar dikenai
sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah)
untuk setiap baris (record) yang tidak benar dengan denda paling
banyak sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
b. Yang dimaksud dengan setiap baris (record) yang tidak benar
sebagaimana dimaksud pada huruf a pada laporan rekening giro di
bank luar negeri dan laporan transaksi perdagangan barang, jasa, dan
transaksi …
18
transaksi lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk adalah jika
pada baris (record) transaksi yang bersangkutan terdapat satu atau
lebih kolom (field) yang diisi secara tidak lengkap dan/atau tidak
akurat.
Contoh laporan rekening giro di bank luar negeri:
Perusahaan Y di Indonesia membayar pembelian barang melalui
rekening gironya pada bank di Singapura (SG) sebesar USD150.000
(seratus lima puluh ribu Dolar US) kepada perusahaan afiliasi-
pemegang saham non SPV di India (IN). Rekening giro perusahaan
menggunakan valuta USD dengan saldo awal rekening giro pada
bulan tersebut adalah USD2.000.000 (dua juta Dolar US) dan mutasi
selama bulan tersebut hanya pembayaran pembelian barang tersebut
di atas.
Perusahaan Y menyampaikan Laporan LLD sebagai berikut:
1) Saldo laporan rekening giro di luar negeri berupa negara domisili
(SG), jenis valuta (USD), saldo awal (2.000.000) dan saldo akhir
(1.985.000).
Sandi
No
Rek OA Val Domisili Aw Ak
1 21111 USD SG
2000000 1985000
2) Transaksi laporan rekening giro di luar negeri, berupa sandi jenis
transaksi impor (101100T), sandi negara mitra transaksi (ID),
sandi hubungan keuangan (12), dan nilai transaksi (15.000).
Tgl
Sandi
Sandi
No
Rek LN
Neg
Trans
Trans
Keu
Hub
Neg
Penerima /
Pembayar
1 21111 101100T 20120710 ID 12 ID
15000
Nilai
Berdasarkan contoh tersebut terdapat kesalahan pengisian yaitu:
Jns Neg
Saldo Saldo
1) Saldo …
19
1) Saldo akhir pada laporan rekening giro yang diisi 1.985.000
seharusnya 1.850.000.
Sandi
No
Rek OA Val Domisili Aw Ak
1 21111 USD
SG
2000000 1850000
2) Transaksi pada laporan rekening giro:
a) Sandi jenis transaksi impor yang diisi 101100T seharusnya
201200T.
b) Nilai transaksi yang diisi 15.000 seharusnya 150.000.
c) Negara mitra transaksi yang diisi ID seharusnya IN.
Neg
No
Sandi Rek
LN
Sandi
Trans
Tgl Trans
Neg
1 21111 201200T 20120710 IN
Hub
Keu
12
Penerima /
Pembayar
Nilai
IN 150000
Laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu) baris
(record). Perusahaan Y dikenai sanksi berupa denda sebesar
Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk 1 (satu) kesalahan
tersebut.
Contoh laporan transaksi perdagangan barang, jasa, dan transaksi
lainnya antara Penduduk dan bukan Penduduk:
Dalam rangka impor, perusahaan C di Indonesia menggunakan
sarana transportasi laut milik Australia dengan biaya senilai
AUD100.000 (seratus ribu Dolar Australia).
Perusahaan C menyampaikan laporan transaksi perdagangan barang,
jasa, dan transaksi lainnya antara Penduduk dan Bukan Penduduk
meliputi sandi jenis transaksi (102501T- Jasa penunjang transportasi
laut), sandi negara mitra transaksi (AU), sandi hubungan keuangan
(41), jenis valuta (USD), dan nilai transaksi (100.000).
No …
Jns Neg
Saldo Saldo
20
No
Jns
Trans
Neg
Hub
Keu
Jns
Val
Nilai No Ref
1 102501T AU 41 USD 100000 1
Berdasarkan contoh tersebut terdapat kesalahan pengisian yaitu:
a) sandi jenis transaksi yang diisi 102501T (Jasa penunjang
transportasi laut) seharusnya 202201T (Jasa transportasi barang
dalam rangka ekspor dan impor menggunakan transportasi laut),
b) jenis valuta yang diisi USD seharusnya AUD.
Jns
No
Trans
Neg
Hub
Keu
1 202201T AU 41
Jns
Val
Nilai No Ref
AUD 100000 1
Laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu) baris
(record) dan dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00
(lima puluh ribu rupiah) untuk kesalahan tersebut.
c. Yang dimaksud dengan setiap baris (record) yang tidak benar
sebagaimana dimaksud pada huruf a pada laporan selain laporan
sebagaimana dimaksud pada huruf b adalah jika pada baris (record)
posisi yang bersangkutan terdapat satu atau lebih kolom (field) yang
diisi secara tidak lengkap dan/atau tidak akurat.
Contoh laporan piutang dagang atau usaha kepada bukan Penduduk:
Perusahaan D di Indonesia melakukan ekspor dengan jangka waktu
pembayaran 16 bulan kepada perusahaan satu grup di Thailand
senilai USD100.000 (seratus ribu Dolar US). Kegiatan tersebut
menyebabkan posisi piutang berjangka waktu 16 bulan kepada buyer
tersebut menjadi USD900.000 (sembilan ratus Dolar US).
Perusahaan D menyampaikan Laporan LLD sebagai berikut:
1) Posisi piutang dagang atau usaha dengan jangka waktu “12”
(jangka pendek), negara mitra “TH” (Thailand), sektor institusi
”9500” …
21
“9500” (perusahaan), hubungan keuangan “31” (grup), jenis
valuta “USD” (US Dollar), dan nilai posisi akhir “900.000”.
Jk
No
Wkt
Neg
Sekt
Inst
Hub
Keu
Jns
Val
No
Doc
1 12 TH 9500 31 USD 1705201200
1123456789
Saldo
Aw
Saldo
Ak
825000 900000
2) Transaksi piutang dagang atau usaha kepada bukan penduduk
dengan nilai debit “75.000”.
No Wkt
Jk
Neg
Sekt
Inst
Hub
Keu
Jns
Val
No
Doc
1 12 TH 9500 31 USD 1705201200
1123456789
Sandi
Trans
Cara
byr
Bank
DN
Bank
LN
Tgl
Trans
140001A RLN - 21111 20120831 75000
Berdasarkan contoh tersebut terdapat kesalahan pengisian yaitu:
1) Jangka waktu piutang dagang atau usaha kepada bukan penduduk
yang diisi “12” (jangka pendek) seharusnya “11” (jangka
panjang).
No
Jk
Wkt
Neg
Sekt
Inst
Hub
Keu
Jns
Val
No
Doc
1 11 TH 9500 31 USD 1705201200
1123456789
Saldo
Aw
Saldo
Ak
825000 925000
2) Nilai debit transaksi piutang dagang atau usaha kepada bukan
penduduk yang diisi “75.000” seharusnya “100.000”.
No
Jk
Wkt
Neg
Sekt
Inst
Hub
Keu
Jns
Val
No
Doc
1 11 TH 9500 31 USD 1705201200
1123456789
Sandi
Trans
Cara
byr
Bank
DN
Bank
LN
Tgl
Trans
140001A RLN - 21111 20120831 100000
Laporan tersebut dinyatakan tidak benar sebanyak 1 (satu) baris
(record) dan dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp50.000,00 (lima
puluh ribu rupiah) untuk kesalahan tersebut.
2. TERLAMBAT MENYAMPAIKAN LAPORAN LLD
a. Pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan LLD dikenai sanksi
berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk setiap
hari …
Nilai
Nilai
22
hari keterlambatan dengan denda paling banyak sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
b. Jumlah hari keterlambatan dihitung mulai dari hari setelah
berakhirnya BWPL sampai dengan tanggal diterimanya Laporan
LLD oleh Bank Indonesia dalam MKPL sebagaimana dimaksud
pada butir V.5.
Contoh keterlambatan laporan online:
Laporan tanah dan bangunan di luar negeri untuk PL Januari 2012
diterima Bank Indonesia pada tanggal 29 Februari 2012. Pelapor
dinyatakan terlambat menyampaikan laporan selama 19 (sembilan
belas) hari dan dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).
c. Dalam hal terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia dan Pelapor
menyampaikan Laporan LLD secara offline, Laporan LLD yang
disampaikan pada akhir BWPL setelah Jam Kerja kantor Bank
Indonesia setempat dianggap mengalami keterlambatan selama 1
(satu) hari.
Contoh keterlambatan laporan offline di Provinsi Sulawesi Utara:
Terjadi gangguan teknis di Bank Indonesia pada hari Rabu, tanggal
10 Oktober 2012 yang belum dapat diatasi sampai dengan hari
Kamis, tanggal 11 Oktober 2012 . Laporan transaksi perdagangan
barang dan jasa serta transaksi lainnya untuk PL September 2012
secara offline melalui CD diterima Bank Indonesia pada tanggal 11
Oktober 2012 pukul 19.00 WITA. Pelapor dinyatakan terlambat
menyampaikan laporan selama 1 (satu) hari karena laporan diterima
setelah Jam Kerja kantor Bank Indonesia setempat berakhir sehingga
dikenai sanksi berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah).
3. TIDAK …
23
3. TIDAK MENYAMPAIKAN LAPORAN LLD
a. Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan LLD sampai dengan
berakhirnya MKPL sebagaimana dimaksud pada butir V.5 dikenai
sanksi berupa denda sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta
rupiah).
Contoh tidak menyampaikan laporan di Provinsi Kalimantan Selatan:
Laporan rekening giro di bank luar negeri untuk PL Januari 2012
belum diterima Bank Indonesia sampai dengan tanggal 29 Februari
2012, maka Pelapor dikenai sanksi berupa denda sebesar
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
b. Sanksi yang berlaku pada huruf a tidak menghilangkan kewajiban
Pelapor untuk menyampaikan Laporan LLD.
c. Bagi Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan LLD selama 6
(enam) PL berturut-turut, selain dikenai denda sebagaimana
dimaksud pada huruf a, Pelapor juga dikenai surat teguran dari Bank
Indonesia dengan tembusan kepada instansi yang terkait.
4. PENGENAAN SANKSI DENDA
a. Pengenaan sanksi bagi Pelapor sebagaimana dimaksud pada angka
1, angka 2, dan angka 3 dilakukan dengan surat penetapan sanksi
denda secara tertulis dari Bank Indonesia dengan tembusan kepada
Kantor Kas Negara.
b. Surat penetapan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada huruf a
didahului dengan surat pemberitahuan sanksi denda.
c. Surat penetapan sanksi secara tertulis dari Bank Indonesia antara lain
mencantumkan jenis pelanggaran dan besarnya denda yang harus
dibayar.
5. PEMBAYARAN …
24
5. PEMBAYARAN SANKSI DENDA
a. Pembayaran sanksi denda sebagaimana dimaksud pada angka 1,
angka 2, dan angka 3 disetorkan ke rekening Kas Negara yang
terdapat pada Bank Indonesia.
b. Pelapor harus memberikan tembusan bukti pembayaran sanksi denda
sebagaimana dimaksud pada huruf a kepada Bank Indonesia paling
lama:
1) Untuk Laporan Tidak Benar, yaitu akhir bulan berikutnya setelah
surat penetapan sanksi diterima oleh Pelapor.
Contoh:
Berdasarkan hasil penelitian Bank Indonesia dan sesuai
pengakuan Pelapor, terdapat 5 baris (record) dalam Laporan LLD
PL Agustus 2012 yang tidak benar. Atas ketidakbenaran tersebut,
Bank Indonesia menyampaikan surat penetapan sanksi denda
yang diterima Pelapor pada tanggal 25 September 2012. Untuk
itu, Pelapor harus menyetor sanksi denda ketidakbenaran laporan
ke rekening Kas Negara yang terdapat pada Bank Indonesia dan
menyampaikan tembusan bukti penyetoran denda tersebut ke
Bank Indonesia paling lama tanggal 31 Oktober 2012.
2) Untuk Laporan Terlambat, yaitu akhir bulan berikutnya setelah
surat penetapan sanksi diterima oleh Pelapor.
Contoh:
Perusahaan terlambat menyampaikan Laporan LLD untuk PL
Maret 2012 yaitu pada tanggal 17 April 2012. Atas keterlambatan
tersebut, Bank Indonesia menyampaikan surat penetapan sanksi
denda keterlambatan Laporan LLD yang diterima Pelapor pada
tanggal 25 April 2012. Pelapor harus menyetor sanksi denda
keterlambatan ke rekening Kas Negara yang terdapat pada Bank
Indonesia dan menyampaikan tembusan bukti penyetoran denda
tersebut ke Bank Indonesia paling lama tanggal 31 Mei 2012.
3) Untuk …
25
3) Untuk Tidak Menyampaikan Laporan, yaitu pada akhir bulan
yang sama dengan diterimanya surat penetapan sanksi oleh
Pelapor.
Contoh:
Perusahaan belum menyampaikan Laporan LLD untuk PL
Januari 2012 sampai dengan tanggal 29 Februari 2012. Bank
Indonesia menyampaikan surat penetapan sanksi denda
keterlambatan Laporan LLD yang diterima Pelapor pada tanggal
1 Maret 2012. Selanjutnya Pelapor harus menyetor sanksi denda
dimaksud ke rekening Kas Negara yang terdapat pada Bank
Indonesia dan menyampaikan tembusan bukti penyetoran denda
tersebut ke Bank Indonesia paling lama tanggal 31 Maret 2012.
c. Apabila Bank Indonesia belum menerima tembusan bukti
pembayaran sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada
huruf b maka Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan
kepada Kantor Kas Negara dengan tembusan kepada Pelapor.
VII. PENYAMPAIAN LAPORAN DALAM KEADAAN MEMAKSA
(FORCE MAJEURE)
1. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) selama satu
periode penyampaian laporan atau lebih, dikecualikan dari kewajiban
menyampaikan Laporan LLD.
Contoh:
Pada bulan Agustus 2012 wilayah tempat kedudukan Pelapor
mengalami banjir besar yang mengakibatkan perusahaan tidak dapat
beroperasi selama 12 (dua belas) hari, sejak tanggal 2 sampai dengan
tanggal 13 Agustus 2012. Akibat terjadinya banjir tersebut, Pelapor
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Laporan LLD untuk PL
Juli 2012.
2. Pelapor …
26
2. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) kurang dari
satu periode penyampaian laporan, dikecualikan dari kewajiban
menyampaikan Laporan LLD dalam batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam butir V.4.
Contoh:
Pada tanggal 5 sampai dengan 8 November 2012 terjadi aksi demo
seluruh karyawan perusahaan yang mengakibatkan perusahaan tidak
dapat beroperasi. Akibat terjadinya demo tersebut, Pelapor dapat
menyampaikan Laporan LLD untuk PL Oktober 2012 setelah BWPL
dan tidak dikenai denda.
3. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure) harus
segera menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Bank
Indonesia, dengan disertai penjelasan mengenai keadaan memaksa
(force majeure) yang dialami.
4. Penjelasan secara tertulis paling kurang memuat:
a.
jenis keadaan memaksa (force majeure) dengan melampirkan surat
keterangan yang dibenarkan oleh penguasa atau pejabat dari
instansi terkait di daerah setempat;
b. dampak terhadap Pelaporan LLD; dan
c. perkiraan lamanya keadaan memaksa (force majeure).
5. Pelapor dapat menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai
keadaan memaksa (force majeure) melalui kantor pusat Pelapor, kantor
cabang Pelapor, atau pihak lain yang ditunjuk Pelapor.
6. Pemberitahuan secara tertulis mengenai keadaan memaksa (force
majeure) yang terjadi selama satu periode penyampaian laporan atau
lebih, harus disampaikan untuk setiap periode sampai dengan
berakhirnya keadaan memaksa (force majeure).
Contoh …
27
Contoh:
Daerah tempat kedudukan Pelapor mengalami gempa bumi dan tidak
dapat beroperasi selama beberapa bulan. Atas kondisi tersebut, kantor
cabang Pelapor di daerah lain menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis mengenai keadaan memaksa (force majeure) kepada kantor
Bank Indonesia. Surat Pemberitahuan tersebut harus disampaikan setiap
bulan selama Pelapor belum dapat menyampaikan Laporan LLD.
7. Pelapor sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 wajib
menyampaikan Laporan LLD setelah Pelapor kembali melakukan
kegiatan operasional secara normal.
8. Pelapor yang mengalami keadaan memaksa (force majeure)
sebagaimana dimaksud pada angka 2 wajib menyampaikan Laporan
LLD sampai dengan batas akhir MKPL.
Contoh:
Pada tanggal 8 Oktober 2012 kantor Pelapor mengalami kebakaran dan
baru dapat beroperasi secara normal pada tanggal 10 Oktober 2012
sehingga mengakibatkan Pelapor tidak dapat menyampaikan Laporan
LLD secara tepat waktu. Pelapor dapat menyampaikan Laporan LLD
untuk PL September 2012 sampai dengan batas akhir MKPL pada
tanggal 31 Oktober 2012. Apabila sampai dengan batas akhir MKPL
pelapor tidak menyampaikan Laporan LLD, maka akan dikenai sanksi
tidak menyampaikan Laporan LLD.
VIII. ALAMAT PENYAMPAIAN LAPORAN DAN/ATAU KOREKSI
LAPORAN OFFLINE, PERTANYAAN, SURAT, DAN INFORMASI
LAINNYA
Penyampaian Laporan LLD dan/atau koreksi Laporan LLD secara offline,
surat, pertanyaan, dan informasi lainnya berkaitan dengan pelaporan diatur
sebagai berikut:
1. Bagi …
28
1. Bagi Pelapor yang berkedudukan:
a. di wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan Provinsi
Banten ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Biro Neraca Pembayaran
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350
b. di luar wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi, Karawang, dan
Provinsi Banten ditujukan kepada Kantor Bank Indonesia setempat
sebagaimana terdapat dalam Pedoman Pelaporan Kegiatan LLD
sebagaimana Lampiran 3.
2. Help Desk LLD:
Telepon : 021-3817040, 021-3817041, 021-3817469, 021-3817606,
021-3817607, 0-800-1501969 (bebas pulsa),
Faksimili : 021-3866063, 021-3501974, 0-800-1501829 (bebas
pulsa),
E-mail
: lldlknb@bi.go.id, lldperusahaan@bi.go.id
IX. KETENTUAN PERALIHAN
1. Khusus untuk data sampai dengan PL Desember 2011, Pelapor wajib
menyampaikan Laporan LLD sebagaimana diatur pada angka IV Surat
Edaran Bank Indonesia ini dan Laporan LLD sebagaimana diatur dalam
ketentuan sebagai berikut:
a. Surat Edaran Nomor 5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003 perihal
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Perusahaan Bukan
Lembaga Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran
Nomor …
29
Nomor 9/9/DSM tanggal 9 April 2007 perihal Perubahan atas Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003
perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Perusahaan
Bukan Lembaga Keuangan.
b. Surat Edaran Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001 perihal
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Lembaga Keuangan
Non Bank sebagaimana telah diubah terakhir dengan Surat Edaran
Nomor 9/34/DSM tanggal 18 Desember 2007 perihal Perubahan atas
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001
perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Lembaga
Keuangan Non Bank.
2. Untuk data PL bulan Juni 2011 yang disampaikan pada bulan Juli 2011
sampai dengan data PL bulan Juni 2012 yang disampaikan pada bulan
Juli 2012, BWPL LLD paling lama tanggal 15 bulan berikutnya dan
BWPKL LLD paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.
X. PENUTUP
1. Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud
pada angka VI mulai berlaku untuk data PL bulan Januari 2012 yang
disampaikan pada bulan Februari 2012.
2. Ketentuan mengenai BWPL LLD dan BWPKL LLD sebagaimana
dimaksud pada butir V.4 mulai berlaku untuk Laporan LLD dan koreksi
Laporan LLD data PL bulan Juli 2012 yang disampaikan pada bulan
Agustus 2012.
3. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka:
a. Surat Edaran Nomor 5/24/DSM tanggal 3 Oktober 2003 perihal
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Perusahaan Bukan
Lembaga Keuangan;
b. Surat …
30
b. Surat Edaran Nomor 9/9/DSM tanggal 9 April 2007 perihal
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/24/DSM
tanggal 3 Oktober 2003 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas
Devisa oleh Perusahaan Bukan Lembaga Keuangan;
c. Surat Edaran Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni 2001 perihal
Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Lembaga Keuangan
Non Bank;
d. Surat Edaran Nomor 5/1/DSM tanggal 30 Januari 2003 perihal
Perubahan atas Surat Edaran Nomor 3/14/DSM tanggal 13 Juni
2001 perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh
Lembaga Keuangan Non Bank; dan
e. Surat Edaran Nomor 9/34/DSM tanggal 18 Desember 2007 perihal
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/14/DSM
tanggal 13 Juni 2001 Perihal Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas
Devisa oleh Lembaga Keuangan Non Bank,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak data PL bulan Januari 2012 yang
disampaikan bulan Februari 2012.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 15 Agustus 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARTADI A. SARWONO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/21/DSM|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Lembaga Bukan Bank </reg_title>
<set_date> 15 Agustus 2011 </set_date>
<effective_date> 15 Agustus 2011 </effective_date>
<replaced_reg> '5/24/DSM|SE-BI/2003', '9/9/DSM|SE-BI/2007', '3/14/DSM|SE-BI/2001', '5/1/DSM|SE-BI/2003', '9/34/DSM|SE-BI/2007' </replaced_reg>
<related_reg> '13/15/PBI/2011' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 4/ 20 /DPM
Jakarta, 18 November 2002
SURAT EDARAN
Perihal : Tata Cara Penerbitan, Perdagangan dan Penatausahaan Sertifikat
Bank Indonesia
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/ 9
/
PBI/2002 tanggal 18 November 2002 perihal Operasi Pasar Terbuka (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4243) dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/ 10 /
PBI/2002 tanggal 18 November 2002 perihal Sertifikat Bank Indonesia (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4244), dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk
pelaksanaan mengenai tata cara penerbitan, perdagangan
Sertifikat Bank Indonesia sebagai berikut:
dan
penatausahaan
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan:
1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 yang melaksanakan kegiatan usaha
perbankan konvensional;
2. Operasi …..
2
2. Operasi Pasar Terbuka yang selanjutnya disebut OPT adalah kegiatan
transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan Bank
dan pihak lain dalam rangka pengendalian moneter;
3. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya
disebut SBI adalah
surat
berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek;
4. Lelang SBI adalah penjualan SBI yang dilakukan oleh Bank Indonesia
dalam rangka pelaksanaan kebijakan moneter;
5. Pialang adalah pialang pasar uang dan perantara pedagang efek yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia;
6. Stop-out Rate yang selanjutnya disebut SOR adalah tingkat diskonto
tertinggi yang dihasilkan dari lelang dalam rangka mencapai target kuantitas
SBI yang akan dijual Bank Indonesia;
7. Automatic Bidding System yang selanjutnya disebut ABS adalah sistem
penawaran dana dan surat berharga dari Bank atau Pialang dalam rangka
OPT secara on-line dan real time;
8. Transaksi SBI yang dilakukan secara Repurchase Agreement yang
selanjutnya disebut SBI-Repo adalah SBI yang dijual secara bersyarat
berupa kewajiban membeli kembali oleh pihak penjual sesuai dengan harga
dan jangka waktu yang ditetapkan;
9. Transaksi SBI secara Outright yang selanjutnya disebut SBI-Outright
adalah transaksi pembelian atau penjualan SBI secara lepas atau putus tanpa
kewajiban untuk menjual atau membeli kembali;
10. Rekening Penatausahaan SBI adalah rekening surat berharga yang
digunakan untuk mencatat kepemilikan SBI di Central Registry, terdiri dari
Rekening Perdagangan SBI dan Rekening Agunan SBI;
11. Rekening …..
3
11. Rekening Perdagangan SBI adalah rekening surat berharga yang digunakan
untuk menampung pencatatan kepemilikan SBI yang dapat diperdagangkan.
12. Rekening Agunan SBI adalah rekening surat berharga yang digunakan
untuk menampung pencatatan kepemilikan SBI yang diagunkan.
13 Rekening Giro adalah rekening dana Rupiah milik Bank di Bank Indonesia;
14. Bank Indonesia-Sistem Penatausahaan SBI yang selanjutnya disebut BI-
SPS adalah sistem yang dikelola oleh Bank Indonesia untuk penyelesaian
transaksi yang mencakup Penyelesaian Pembayaran dan Penyelesaian Surat
Berharga, serta pencatatan kepemilikan SBI;
15. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah mekanisme
penyelesaian transaksi melalui Penyelesaian Surat Berharga yang dilakukan
bersamaan dengan Penyelesaian Pembayaran di dalam BI-SPS;
16. Free of Payment yang selanjutnya disebut FoP adalah mekanisme
penyelesaian transaksi dimana Penyelesaian Surat Berharga yang dilakukan
di dalam BI-SPS, sedangkan Penyelesaian Pembayaran dilakukan di luar
BI-SPS;
17. Penyelesaian Surat Berharga (securities settlement) adalah perpindahan
kepemilikan surat berharga dari pihak penjual ke pihak pembeli dalam
Rekening Perdagangan SBI masing-masing pihak sesuai perintah
pemindahan dari pihak penjual;
18. Penyelesaian Pembayaran (fund settlement) adalah perpindahan dana dari
pihak pembeli ke pihak penjual surat berharga dalam Rekening Giro
masing-masing pihak sesuai perintah pembayaran dari pihak pembeli;
19. Book Entry Registry yang selanjutnya disebut BER adalah suatu sistem
pencatatan kepemilikan Surat Berharga tanpa warkat (scripless) yang
dilakukan dalam suatu jurnal secara elektronis;
20. Central…..
4
20. Central Registry adalah fungsi yang dilakukan oleh Bank Indonesia cq.
Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang-Direktorat Pengelolaan Moneter
(PTPU-DPM), Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10110, untuk melakukan
pencatatan kepemilikan surat berharga dengan menggunakan BER untuk
kepentingan Bank dan Sub-Registry;
21. Sub-Registry adalah fungsi yang dilakukan oleh Bank atau pihak bukan
Bank yang ditunjuk Bank Indonesia untuk melakukan pencatatan
kepemilikan surat berharga dengan menggunakan Book Entry Registry
(BER) untuk kepentingan nasabah non-bank pembeli / pemilik SBI;
22. Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga yang selanjutnya disebut KPS adalah
bukti pencatatan kepemilikan SBI yang diterbitkan oleh Central Registry;
23. Surat Keterangan Surat Berharga Yang Diagunkan yang selanjutnya disebut
SKSD adalah bukti pengagunan SBI yang diterbitkan oleh Central Registry;
24. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya
disebut dengan Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem transfer dana secara
elektronik antar Bank dalam mata uang Rupiah yang penyelesaiannya
dilakukan per transaksi secara individual sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
II. PENERBITAN SBI
A. Karakteristik
1. SBI memiliki satuan unit sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
2. Jangka waktu SBI terdiri dari 1 (satu) bulan, 2 (dua) bulan, 3 (tiga)
bulan, 6 (enam) bulan, dan 12 (dua belas) bulan, yang dinyatakan dalam
jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai
dengan …..
5
dengan tanggal jatuh tempo. Perhitungan jangka waktu SBI
sebagaimana contoh pada lampiran 1.
3. Perhitungan diskonto SBI dilakukan atas dasar rumus diskonto murni
(true discount) sebagai berikut:
Nilai Nominal x 360
Nilai Tunai = ---------------------------------------------------------
360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)}
Nilai Diskonto = Nilai Nominal - Nilai Tunai
Perhitungan Nilai Diskonto SBI sebagaimana contoh pada lampiran 2.
4. SBI diterbitkan tanpa warkat SBI (scripless).
5. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
B. Prinsip dan Persyaratan
1. SBI diterbitkan melalui mekanisme lelang.
2.
Lelang SBI dilakukan berdasarkan target kuantitas dengan
memperhatikan tingkat suku bunga/diskonto yang terjadi.
3. Lelang SBI dilaksanakan setiap hari Rabu, atau pada hari kerja
berikutnya atau hari kerja lain apabila hari Rabu adalah hari libur.
Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat mengadakan lelang SBI
tambahan pada hari kerja lain.
4. Jatuh waktu SBI ditetapkan jatuh pada hari Kamis atau hari kerja
berikutnya apabila hari Kamis adalah hari libur. Dalam hal diperlukan,
Bank Indonesia dapat menetapkan jatuh waktu pada hari kerja lain.
5. Bank Indonesia mengumumkan rencana target kuantitas lelang berupa
target indikatif selambat-lambatnya pada 1 (satu) hari kerja sebelum
hari pelaksanaan lelang SBI melalui sarana ABS dan atau Pusat
Informasi …..
6
Informasi Pasar Uang (PIPU) dan atau sarana lain yang ditetapkan
Bank Indonesia.
6. Sarana yang digunakan untuk pengajuan penawaran lelang SBI adalah
sarana ABS.
7. Pihak yang dapat mengikuti lelang SBI yang selanjutnya disebut Peserta
Lelang (bidder) dibedakan menjadi:
a.
Peserta Langsung yaitu Bank dan Pialang yang telah memiliki
sarana ABS dan melakukan transaksi
langsung
Indonesia dalam lelang SBI dengan ketentuan:
1) Bank untuk kepentingan sendiri dan atau Bank lain;
2) Pialang untuk kepentingan pihak lain (Bank).
b. Peserta Tidak Langsung yaitu Bank yang tidak memiliki sarana
ABS.
8. Peserta Langsung wajib menyampaikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga)
nama pejabat yang berwenang (authorized dealer) untuk melakukan
transaksi lelang SBI dan User Unique Identification (UUID) dari
masing-masing pejabat yang bersangkutan kepada Bagian Operasi
Pasar Uang (OPU), Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM), Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta
10110,
dengan
menggunakan Formulir 1.a sebagaimana contoh pada lampiran 3-a.
9. Dalam hal terjadi perubahan pejabat yang berwenang (authorized
dealer) dan atau UUID sebagaimana dimaksud pada angka 8, Peserta
Langsung wajib melaporkan perubahan tersebut kepada Bagian OPU
yang memuat 3 (tiga) nama pejabat yang berwenang dan UUID-nya,
dengan menggunakan Formulir 1.b sebagaimana contoh pada lampiran
3-b. Laporan dimaksud wajib disampaikan ke Bank Indonesia selambat-
lambatnya …..
dengan Bank
7
lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum pejabat yang bersangkutan
melakukan transaksi lelang SBI.
10. Peserta Langsung wajib menjaga keamanan penggunaan UUID serta
bertanggung jawab penuh atas transaksi lelang SBI yang diajukan
kepada Bank Indonesia.
11. Sebelum melakukan transaksi SBI, Bank dan Pialang wajib
menandatangani Surat Pernyataan sebagaimana
dimaksud
lampiran 4 yang menyatakan tunduk dan mengikatkan diri pada segala
ketentuan yang terkait dengan transaksi SBI yang diberlakukan oleh
Bank Indonesia.
12. Pihak yang melakukan transaksi SBI wajib memiliki Rekening
Penatausahaan SBI dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Bank yang berfungsi sebagai Sub-Registry wajib memiliki dua
Rekening Penatausahaan SBI di Central Registry, masing-masing
untuk kepentingan sendiri dan untuk kepentingan pihak lain (Sub-
Registry);
b. Bank yang tidak berfungsi sebagai Sub-Registry wajib memiliki
satu Rekening Penatausahaan SBI di Central Registry untuk
kepentingan sendiri;
c. Pihak bukan Bank yang berfungsi sebagai Sub-Registry wajib
memiliki satu Rekening Penatausahaan SBI di Central Registry
untuk kepentingan pihak lain;
d. Pihak lain wajib memiliki Rekening Penatausahaan SBI di Sub-
Registry.
13. Tata cara pembukaan Rekening Penatausahaan SBI di Central Registry
dilakukan sebagaimana diatur dalam Romawi V butir A, sedangkan tata
cara …..
dalam
8
cara pembukaan Rekening Penatausahaan SBI di Sub-Registry diatur
oleh masing-masing Sub-Registry yang bersangkutan.
14. Bank wajib memiliki saldo yang mencukupi pada Rekening Giro untuk
penyelesaian transaksi SBI di pasar perdana dengan ketentuan:
a. Bank yang mengajukan penawaran langsung bertanggung jawab
terbatas pada jumlah SBI untuk kepentingan sendiri; dan
b. Bank yang mengajukan penawaran melalui Bank lain atau Pialang
bertanggung jawab atas jumlah SBI yang diajukan untuk
kepentingan Bank yang bersangkutan.
15. Penyelesaian transaksi Lelang SBI di pasar perdana dilaksanakan pada
hari kerja berikutnya setelah hari pelaksanaan lelang SBI (one-day
settlement).
C. Tata Cara Pelaksanaan Lelang SBI
1. Pada hari pelaksanaan Lelang SBI, Peserta Langsung mengajukan
penawaran lelang melalui sarana ABS dari pukul 10.00 WIB sampai
dengan pukul 14.00 WIB kepada Bagian OPU.
2. Penawaran lelang SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 1 di atas
dilakukan oleh:
a. Kantor Pusat Bank:
1) bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia (KPBI);
2) bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia (KBI) namun tidak memiliki kantor cabang di
wilayah kerja KPBI.
b. Kantor …..
9
b. Kantor cabang Bank yang berada di wilayah kerja KPBI, bagi bank
yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI. Penunjukan kantor
cabang Bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bagian OPU
selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum transaksi SBI dan
tetap berlaku sampai ada surat pencabutan penunjukan dimaksud.
c. Pialang.
3. Bank yang tidak memiliki ABS dapat mengikuti lelang SBI sebagai
Peserta Tidak Langsung dengan mengajukan penawaran melalui Peserta
Langsung sebagaimana dimaksud dalam butir B.7.a. di atas. Bank
dimaksud wajib menyampaikan konfirmasi kepada Bagian OPU
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) menit setelah jam penutupan lelang
melalui Reuters Monitoring Dealing System (RMDS) atau telepon yang
ditegaskan dengan faksimili dengan menggunakan formulir
sebagaimana terlampir dalam lampiran 5.
4. Bank atau Pialang yang mengajukan penawaran lelang
untuk
kepentingan pihak lain (Bank) wajib menyampaikan Daftar Rincian
Permohonan Lelang SBI kepada Bagian OPU selambat-lambatnya 15
(lima belas) menit setelah jam penutupan lelang dengan menggunakan
format sebagaimana terlampir dalam lampiran 7 melalui sarana
electronic mail (email) ABS.
5. Penawaran lelang sebagaimana dimaksud dalam angka 1 mencakup
penawaran kuantitas dan tingkat diskonto menurut jangka waktu
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pengajuan penawaran kuantitas dari masing-masing Bank dan
Pialang sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) unit atau
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan selebihnya dengan
kelipatan …..
10
kelipatan 100 (seratus) unit atau Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah);
b. penawaran tingkat diskonto diajukan dengan kelipatan 0,0625%
(enam ratus dua puluh lima per satu juta).
6. Bank atau Pialang bertanggung jawab atas kebenaran data penawaran
lelang SBI yang diajukan, dan Pialang dilarang mengajukan penawaran
lelang untuk kepentingan diri sendiri.
7. Peserta Lelang SBI yang telah mengajukan penawaran dilarang
membatalkan penawarannya.
8. Penetapan pemenang Lelang SBI dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. dalam hal penawaran tingkat diskonto lebih rendah dari SOR,
Peserta Lelang yang bersangkutan memperoleh seluruh penawaran
kuantitas SBI yang diajukan;
b. dalam hal penawaran tingkat diskonto sama dengan SOR, Peserta
Lelang yang bersangkutan dapat memperoleh seluruh penawaran
kuantitas SBI yang diajukan atau sebagian dari penawaran kuantitas
SBI sebesar hasil perhitungan secara proporsional.
Contoh perhitungan penetapan pemenang lelang SBI disajikan
dalam Lampiran 6.
9. Bank Indonesia dapat menyesuaikan realisasi kuantitas hasil Lelang
SBI atau membatalkan seluruh kuantitas hasil Lelang SBI dalam hal
SOR yang akan terbentuk dari hasil Lelang SBI terkait dengan target
kuantitas berada di luar batas kewajaran.
10. Bank Indonesia mengumumkan hasil lelang berupa
kuantitas
keseluruhan dan rata-rata tertimbang tingkat diskonto pemenang lelang
melalui …..
11
melalui sarana ABS, PIPU atau sarana lainnya pada hari pelaksanaan
lelang selambat-lambatnya pukul 16.30 WIB.
11. Bank Indonesia memberitahukan hasil lelang berupa kuantitas dan
tingkat diskonto SBI kepada Peserta Langsung yang memenangkan
lelang SBI melalui sarana ABS pada hari pelaksanaan lelang.
12. Tata cara pengajuan Lelang SBI melalui sarana ABS mengikuti
mekanisme dalam Standard Operating Procedure (SOP) ABS
sebagaimana diatur dalam Lampiran 7.
III. PERDAGANGAN SBI DI PASAR SEKUNDER
A. Perdagangan SBI-Repo dengan Bank Indonesia
1. Prinsip dalam Perdagangan SBI-Repo dengan Bank Indonesia
a. Bank Indonesia melakukan transaksi SBI secara Repo hanya
dengan Bank.
b. SBI yang dapat dijual secara Repo kepada Bank Indonesia adalah
SBI milik Bank yang bersangkutan dan memiliki sisa jangka waktu
sekurang-kurangnya 4 (empat) hari.
c. Jumlah SBI milik Bank yang dapat dijual secara Repo kepada Bank
Indonesia sebanyak-banyaknya 25% dari rata-rata kuantitas SBI
yang dimenangkan Bank untuk kepentingannya sendiri dalam 3
(tiga) kali lelang SBI terakhir yang diselenggarakan oleh Bank
Indonesia.
Contoh perhitungan SBI yang dapat direpokan kepada Bank
Indonesia terdapat dalam Lampiran 8.
d. Jangka waktu Repo adalah 1 (satu) hari kerja.
e. Tingkat …..
12
e. Tingkat diskonto Repo adalah sebesar nilai tertinggi dari:
1) rata-rata tertimbang suku bunga PUAB sesi pagi jangka waktu
1 (satu) hari pada 1 (satu) hari kerja sebelum transaksi
ditambah 200 (dua ratus) basis points; atau
2) rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1 (satu)
bulan pada lelang terakhir ditambah 200 (dua ratus) basis
points.
Contoh perhitungan tingkat diskonto SBI-Repo sebagaimana
terdapat pada Lampiran 9.
f. Penyelesaian transaksi SBI-Repo dilaksanakan pada hari transaksi
SBI-Repo (same-day settlement) melalui mekanisme DVP.
g. Bank yang mengajukan transaksi SBI-Repo wajib memiliki saldo
Rekening Perdagangan SBI yang mencukupi untuk keperluan
penyelesaian transaksi SBI-Repo.
2. Tata Cara Transaksi SBI-Repo dengan Bank Indonesia
a. Pada hari transaksi SBI-Repo, Bank mengajukan permohonan
transaksi SBI-Repo melalui RMDS atau telepon yang ditegaskan
dengan faksimili kepada Bagian OPU dari pukul 15.00 WIB sampai
dengan pukul 16.00 WIB.
b. Permohonan transaksi SBI-Repo sebagaimana dimaksud dalam
butir a di atas dilakukan oleh:
1) Kantor Pusat Bank:
a) bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI;
b) bagi …..
13
b) bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI
namun tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja
KPBI.
2) Kantor Cabang Bank yang berada di wilayah kerja KPBI, bagi
Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI sebagaimana
yang telah ditunjuk dalam transaksi lelang SBI dan tetap
berlaku sampai ada surat pencabutan penunjukan dimaksud.
c. Pengajuan transaksi SBI-Repo Bank selanjutnya ditegaskan dengan
penyampaian Surat Permohonan Pemindahan
Registrasi-Repo
(SPPR-Repo) selambat-lambatnya sampai dengan pukul 17.30
waktu setempat dengan menggunakan formulir BER-13
sebagaimana contoh Lampiran 21.
d.
SPPR-Repo sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas
disampaikan kepada:
1) Central Registry oleh:
a) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KPBI;
b) kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI.
2) Central Registry melalui KBI setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki kantor
cabang di wilayah kerja KPBI.
e. Dalam hal data dalam formulir SPPR-Repo sebagaimana dimaksud
dalam huruf c tidak lengkap dan atau salah, Bank Indonesia
memberitahukan hal tersebut kepada Bank untuk dilengkapi dan
atau diperbaiki dan selanjutnya disampaikan kembali selambat-
lambatnya …..
14
lambatnya pukul 17.30 waktu setempat. Permohonan transaksi SBI-
Repo yang sudah disetujui namun tidak dilengkapi dengan SPPR-
Repo yang disyaratkan dinyatakan batal.
f. Pemberitahuan persetujuan atau penolakan atas pengajuan SBI-
Repo disampaikan kepada Bank oleh Bagian OPU melalui sarana
RMDS atau telepon yang ditegaskan dengan faksimili.
B. Perdagangan SBI-Repo dan SBI-Outright Antar Bank/Sub-Registry
1. Prinsip dan tata cara pelaksanaan perdagangan SBI-Repo dan SBI-
Outright antar Bank/Sub-Registry diserahkan pada kesepakatan para
pelaku transaksi yang bersangkutan.
2. Penyelesaian transaksi SBI-Repo dan SBI-Outright antar Bank/Sub-
Registry dapat dilakukan melalui Bank Indonesia.
IV. SISTEM PENATAUSAHAAN SBI
Bank Indonesia menatausahakan SBI dengan menggunakan BI-SPS yang terdiri
dari sistem pencatatan kepemilikan SBI dan sistem penyelesaian transaksi yang
terdiri dari Penyelesaian Pembayaran dan Penyelesaian
Surat
Berharga,
termasuk pelunasan pokok SBI.
A. Prinsip Pencatatan Kepemilikan SBI
1. Bank Indonesia melalui BI-SPS menatausahakan kepemilikan SBI baik
yang diperoleh dari transaksi SBI di pasar perdana, maupun transaksi
SBI di pasar sekunder yang meliputi transaksi SBI-Repo antara Bank
dengan Bank Indonesia, transaksi SBI-Repo antar Bank/Sub-Registry
serta transaksi SBI-Outright antar Bank/Sub-Registry.
2. Pencatatan …..
15
2. Pencatatan kepemilikan SBI dilakukan oleh Bank Indonesia dengan
prinsip two-tier system yang terdiri dari Central Registry dan Sub-
Registry yang dilakukan dengan menggunakan sistem BER.
3. Kepemilikan SBI di Central Registry dan Sub-Registry dicatat dalam
Rekening Penatausahaan SBI yang terdiri dari Rekening Perdagangan
SBI dan Rekening Agunan SBI.
4. Sub-Registry tidak diperbolehkan untuk memelihara Rekening
Penatausahaan SBI untuk kepentingan diri sendiri, pengurus, pemegang
saham dan pengelola Sub-Registry termasuk manajemen dan pegawai
pengelola Sub-Registry.
5. Nasabah non Bank yang membeli SBI di pasar sekunder termasuk yang
melakukan transaksi repo wajib memiliki Rekening Penatausahaan SBI
di Sub-Registry. Untuk nasabah dari bank bukan Sub-Registry,
pembukaan Rekening Penatausahaan SBI di Sub-Registry dapat
dilakukan melalui Bank yang bersangkutan.
6. Sub-Registry wajib memberitahukan kepada nasabah non bank yang
memiliki Rekening Penatausahaan SBI bahwa yang dicatat dalam
penatausahaan SBI di Sub-Registry adalah nama pemilik SBI
7. Sub-Registry wajib mencatat nama pemilik SBI dalam penatausahaan
SBI. Dalam hal pemilik SBI adalah nasabah Bank lain, pencatatan
nama pemilik SBI pada Sub-Registry dapat dilakukan dengan cara
mencantumkan nama Bank qq. nama pemilik SBI yang bersangkutan.
B. Prinsip Penyelesaian Transaksi SBI
1. Mekanisme penyelesaian transaksi SBI melalui BI-SPS dilakukan
secara transaksi per transaksi (gross settlement) yang dapat dibedakan
menjadi DVP dan FoP.
2. Bank …..
16
2. Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi SBI untuk transaksi
SBI di pasar perdana, transaksi SBI di pasar sekunder mencakup
transaksi SBI-Repo dan transaksi SBI-Outright, serta pengagunan SBI.
3. Penyelesaian transaksi SBI di pasar perdana dan transaksi SBI-Repo
antara Bank dengan Bank Indonesia dilakukan melalui mekanisme
DVP.
4. Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi SBI di pasar
sekunder baik secara DVP maupun FoP yang mencakup:
a. transaksi antar Bank;
b. transaksi antar Sub-Registry untuk kepentingan nasabahnya;
c. transaksi antara Bank dengan Sub-Registry untuk kepentingan
nasabahnya.
5. Penyelesaian transaksi antar
Bank/Sub-Registry dilakukan dengan
ketentuan:
a. melalui mekanisme DVP untuk transaksi SBI-Repo;
b. melalui mekanisme DVP atau FoP untuk transaksi SBI-Outright.
6. Dalam rangka Penyelesaian Pembayaran atas transaksi SBI dengan
Bank Indonesia, Bank Indonesia berwenang untuk mendebet Rekening
Giro Bank yang berkewajiban menyelesaikan transaksi Lelang SBI.
7. Penyelesaian transaksi Lelang SBI di pasar perdana dilaksanakan pada
hari kerja berikutnya setelah hari pelaksanaan lelang SBI (one-day
settlement), sedangkan penyelesaian transaksi SBI di pasar sekunder
dilakukan pada hari yang sama (same-day settlement).
8. Pada saat penyelesaian transaksi SBI di pasar sekunder, SBI yang
bersangkutan wajib memiliki sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 3
(tiga) …..
17
(tiga) hari kerja untuk transaksi Outright dan sekurang-kurangnya 4
(empat) hari kerja untuk transaksi repo.
9. Dalam rangka Penyelesaian Pembayaran SBI untuk transaksi nasabah di
Pasar Sekunder, Sub-Registry wajib menunjuk Bank untuk melakukan
Penyelesaian Pembayaran.
V. PENCATATAN KEPEMILIKAN SBI
A. Tata Cara Pembukaan Rekening Penatausahaan SBI
1. Di Central Registry
a. Bank dan Sub-Registry wajib membuka Rekening Penatausahaan
SBI dengan mengajukan surat permohonan pembukaan Rekening
Penatausahaan SBI kepada Central Registry.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib
disertai dengan:
1) Data Bank/Sub-Registry dengan menggunakan formulir BER-
01 sebagaimana contoh Lampiran 10;
2) Contoh stempel Bank/Sub-Registry dan contoh tandatangan
pejabat Bank/Sub-Registry yang berwenang untuk melakukan
penyelesaian transaksi SBI masing-masing sekurang-kurangnya
2 (dua) orang dan sebanyak-banyaknya 6 (enam) orang dengan
menggunakan formulir BER-02 dan BER-03 sebagaimana
contoh Lampiran 11 dan 12;
3) Data petugas yang berwenang untuk mengambil
dilengkapi dengan bukti identitas diri.
KPS
2. Di Sub-Registry …..
18
2. Di Sub-Registry
a. Nasabah bukan Bank wajib membuka Rekening Penatausahaan SBI
dengan mengajukan surat permohonan pembukaan Rekening
Penatausahaan SBI kepada Sub-Registry.
b. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disertai
dengan persyaratan yang diatur oleh masing-masing Sub-Registry.
c. Bank bukan Sub-Registry dapat mengajukan permohonan
pembukaan Rekening Penatausahaan SBI kepada Sub-Registry
untuk kepentingan nasabahnya.
B. Tata Cara Pencatatan Kepemilikan SBI
1. Pencatatan kepemilikan SBI dilakukan di Central Registry dan Sub-
Registry.
2. Central Registry dan Sub-Registry menerbitkan KPS yang memuat
saldo Rekening Penatausahaan SBI sebagai bukti pencatatan
kepemilikan SBI.
3. KPS sebagaimana dimaksud pada angka 2, diterbitkan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. Setiap terjadi mutasi/perubahan pencatatan kepemilikan dalam
Rekening Penatausahaan SBI, baik Rekening Perdagangan SBI
maupun Rekening Agunan SBI, Central Registry dan Sub-Registry
menerbitkan KPS Harian pada hari yang sama, yang memuat mutasi
kepemilikan dan posisi dalam Rekening Penatausahaan SBI yang
bersangkutan;
b. Pada setiap akhir bulan, Central Registry dan Sub-Registry
menerbitkan KPS Bulanan yang memuat posisi
Penatausahaan SBI;
c. Format …..
Rekening
19
c. Format KPS yang diterbitkan oleh Central Registry untuk KPS
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, menggunakan
formulir BER-04 dan BER-05 sebagaimana format pada Lampiran
13 dan Lampiran 14;
d. Format KPS yang diterbitkan oleh Sub-Registry untuk KPS
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, menggunakan
format yang ditetapkan oleh masing-masing Sub-Registry.
4. Bank dan Sub-Registry wajib mengambil KPS Harian dan KPS Bulanan
di Central Registry masing-masing pada 1 (satu) dan 2 (dua) hari kerja
setelah tanggal penerbitan KPS. Central Registry tidak bertanggung
jawab atas KPS yang tidak diambil.
5. Sub-Registry wajib menyampaikan KPS Harian dan KPS Bulanan yang
diterbitkannya kepada pemilik SBI. Dalam hal pemilik SBI membuka
Rekening Penatausahaan SBI melalui Bank bukan Sub-Registry, Sub-
Registry dapat menyampaikan KPS Harian dan KPS Bulanan dimaksud
kepada pemilik SBI melalui Bank yang bersangkutan. Tata cara
penyampaian KPS Harian dan KPS Bulanan dilakukan sesuai dengan
pengaturan yang ditetapkan oleh masing-masing Sub-Registry.
6. KPS milik Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI dan
tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI, disampaikan
langsung oleh Central Registry kepada kantor pusat Bank yang
bersangkutan melalui pos yang didahului dengan faksimili.
7. Dalam hal terjadi perbedaan pencatatan kepemilikan SBI antara
Central Registry dengan Bank atau Sub-Registry, Bank dan Sub-
Registry wajib memberikan tanggapan atas perbedaan tersebut kepada
Central Registry selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) hari kerja
setelah batas waktu pengambilan KPS sebagaimana dimaksud dalam
angka …..
20
angka 4 di atas dengan menggunakan formulir BER-06 sebagaimana
contoh Lampiran 15.
8. Dalam hal Bank dan Sub-Registry telah melaporkan perbedaan
pencatatan sebagaimana dimaksud pada angka 7, Bank Indonesia
selambat-lambatnya dalam 5 (lima) hari kerja setelah tanggal
penerimaan laporan dimaksud akan memberikan jawaban.
9. Dalam hal Bank dan Sub-Registry tidak menyampaikan keberatan atas
KPS sebagaimana dimaksud dalam angka 7, Bank dan Sub-Registry
dianggap setuju dengan pencatatan kepemilikan SBI di Central
Registry.
VI. PENYELESAIAN TRANSAKSI SBI DI PASAR PERDANA
1. Penyelesaian Pembayaran transaksi SBI dilakukan dengan cara mendebet
sebesar nilai nominal SBI dan kemudian mengkredit sebesar nilai diskonto
SBI pada Rekening Giro Bank pembeli SBI melalui Sistem BI-RTGS
dengan ketentuan :
a. Bank yang mengajukan penawaran langsung bertanggung jawab
terbatas pada jumlah SBI untuk kepentingan sendiri; dan
b. Bank yang mengajukan penawaran melalui Bank lain atau Pialang
bertanggung jawab atas jumlah SBI yang diajukan untuk kepentingan
Bank yang bersangkutan.
2. Bersamaan dengan Penyelesaian Pembayaran sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 di atas, Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan cara
mengkredit Rekening Perdagangan SBI milik Bank pembeli SBI sebesar
nilai nominal SBI.
3. Dalam hal pada hari penyelesaian transaksi, saldo Rekening Giro Bank
tidak mencukupi untuk menutup pendebetan sebesar nilai nominal SBI
yang …..
21
yang dimenangkan Bank pembeli SBI sebagaimana dimaksud dalam butir
1 di atas, seluruh hasil lelang SBI yang dimenangkan Bank yang
bersangkutan dinyatakan batal.
VII. PENYELESAIAN TRANSAKSI SBI DI PASAR SEKUNDER
A. Tata Cara Penyelesaian Transaksi SBI-Repo
1. Transaksi SBI-Repo dengan Bank Indonesia
a. Pada hari penyelesaian transaksi SBI-Repo:
1)
Penyelesaian Pembayaran dilakukan dengan mengkredit
sebesar nilai nominal SBI-Repo dan mendebet sebesar nilai
diskonto SBI-Repo pada Rekening Giro Bank yang menjual
SBI secara Repo.
2) Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan mendebet
Rekening Perdagangan SBI milik Bank yang menjual SBI
sebesar nilai nominal SBI-Repo.
b. Dalam hal saldo Rekening Perdagangan SBI milik Bank penjual
SBI-Repo tidak mencukupi, transaksi SBI-Repo dinyatakan batal.
c. Dalam hal transaksi SBI-Repo dinyatakan batal, Bank dapat
mengambil formulir SPPR-Repo yang telah dicap “BATAL” pada
1 (satu) hari kerja setelah hari pembatalan transaksi SBI-Repo di
Bagian PTPU atau KBI setempat.
d. Pada saat SBI-Repo jatuh waktu:
1)
Penyelesaian Pembayaran dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Bank penjual SBI-Repo sebesar nilai nominal
SBI-Repo yang jatuh waktu.
2) Penyelesaian …..
22
2) Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan mengkredit
Rekening Perdagangan SBI milik Bank penjual SBI-Repo
sebesar nilai nominal SBI-Repo.
e. Dalam hal pada saat jatuh waktu transaksi SBI-Repo, saldo
Rekening Giro Bank penjual SBI-Repo tidak mencukupi untuk
menutup pendebetan sebesar nilai nominal SBI-Repo yang jatuh
waktu, SBI yang direpokan dinyatakan lunas sebelum jatuh waktu.
Untuk sisa jangka waktu sampai dengan SBI jatuh waktu, Bank
yang bersangkutan dikenakan tingkat diskonto sebesar tingkat
diskonto SBI-Repo.
2. Transaksi SBI-Repo Antar Bank/Sub-Registry
a. Bank untuk kepentingan sendiri atau nasabah bukan Bank, atau
Sub-Registry untuk kepentingan nasabah bukan Bank, yang
membeli SBI-Repo menyerahkan SPPP-Repo dengan
menggunakan formulir BER-14 sebagaimana contoh Lampiran 22
dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat
kepada:
1) Bagian PTPU oleh:
a) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KPBI;
b) kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI.
2) Bagian PTPU melalui KBI setempat,
bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki
kantor cabang di wilayah kerja KPBI.
b. Dalam….
23
b. Dalam hal transaksi SBI-Repo dilakukan untuk kepentingan
nasabah bukan Bank, SPPP-Repo yang disampaikan oleh Bank
wajib menunjuk Sub-Registry yang menatausahakan SBI milik
nasabah yang bersangkutan untuk Penyelesaian Surat Berharga.
c. Dalam hal formulir SPPP-Repo sebagaimana dimaksud dalam
huruf a di atas disampaikan oleh Sub-Registry, formulir SPPP-
Repo tersebut wajib dilengkapi dengan konfirmasi dari Bank yang
ditunjuk untuk melakukan pembayaran dengan cara
membubuhkan tandatangan pejabat Bank yang berwenang dan
stempel Bank pada formulir SPPP-Repo sebagai persetujuan
pendebetan Rekening Giro Bank yang bersangkutan.
d. Bank untuk kepentingan sendiri atau nasabah bukan Bank, atau
Sub-Registry untuk kepentingan nasabah bukan Bank, yang
menjual SBI-Repo menyerahkan SPPR-Repo dengan
menggunakan formulir BER-13 sebagaimana contoh Lampiran 21
dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat
kepada:
1) Central Registry oleh:
a) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KPBI;
b) kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI.
2) Central Registry melalui KBI setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki
kantor cabang di wilayah kerja KPBI.
e. Dalam …..
24
e. Dalam hal transaksi SBI-Repo dilakukan untuk kepentingan
nasabah bukan Bank, SPPR-Repo yang disampaikan oleh Bank
wajib disertai dengan konfirmasi
dari Sub-Registry yang
menatausahakan SBI milik nasabah yang bersangkutan untuk
mendebet Rekening Perdagangan SBI nasabah.
f. Dalam
hal data dalam
formulir
SPPP-Repo
sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan formulir SPPR-Repo sebagaimana
dimaksud pada huruf c tidak lengkap dan atau salah, Bank
Indonesia memberitahukan hal tersebut kepada Bank atau Sub-
Registry melalui telepon atau faksimili untuk dilengkapi dan atau
diperbaiki dan selanjutnya disampaikan kembali selambat-
lambatnya pukul 16.00 waktu setempat pada hari yang sama.
g.
Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan mendebet
Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-Registry yang menjual
SBI-Repo dan mengkredit Rekening Perdagangan SBI Bank atau
Sub-Registry yang membeli SBI-Repo masing-masing sebesar
nilai nominal SBI-Repo.
h. Penyelesaian Pembayaran dilakukan dengan mendebet Rekening
Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry yang membeli
SBI-Repo dan mengkredit Rekening Giro Bank atau Bank yang
ditunjuk Sub-Registry yang menjual SBI-Repo masing-masing
sebesar nilai transaksi SBI-Repo.
i. Dalam hal saldo Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-
Registry yang menjual SBI-Repo untuk melakukan Penyelesaian
Surat Berharga tidak mencukupi sampai dengan pukul 17.00 WIB,
transaksi SBI-Repo dinyatakan batal.
j. Dalam …..
25
j. Dalam hal saldo Rekening Giro Bank yang membeli SBI atau
Bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry untuk melakukan
Penyelesaian Pembayaran tidak mencukupi sampai dengan pukul
17.00 WIB, transaksi SBI-Repo dinyatakan batal.
k. Dalam hal transaksi SBI-Repo dinyatakan batal, Bank atau Sub-
Registry dapat mengambil formulir SPPR-Repo dan SPPP-Repo
yang telah dicap “BATAL” pada 1 (satu) hari kerja setelah hari
pembatalan transaksi SBI-Repo di Bagian PTPU atau KBI
setempat.
l. Pada saat SBI-Repo jatuh waktu:
1)
Penyelesaian Pembayaran dilakukan dengan pendebetan
Rekening Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry
yang menjual SBI-Repo dan pengkreditan Rekening Giro
Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry yang membeli
SBI-Repo masing-masing sebesar nilai nominal SBI-Repo.
2) Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan pendebetan
Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-Registry yang
membeli SBI-Repo dan pengkreditan Rekening Perdagangan
SBI Bank atau Sub-Registry yang menjual SBI-Repo masing-
masing sebesar nilai nominal SBI-Repo.
3) Dalam hal saldo Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-
Registry pembeli SBI-Repo dan atau saldo Rekening Giro
Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry penjual SBI-Repo
tidak mencukupi untuk pelunasan SBI-Repo sampai dengan
pukul 17.00 WIB, maka penyelesaian transaksi jatuh waktu
transaksi SBI-Repo dimaksud dinyatakan batal dan transaksi
SBI-Repo …..
26
SBI-Repo dinyatakan sebagai transaksi Outright dan bersifat
final.
m. Dalam hal pembelian kembali SBI-Repo dilakukan sebelum jatuh
waktu, berlaku ketentuan sebagai berikut :
1) Terdapat kesepakatan antara penjual SBI-Repo dan pembeli
SBI-Repo.
2) Penjual SBI-Repo dan pembeli SBI-Repo menyampaikan
surat permohonan untuk melakukan penyelesaian transaksi
SBI atas pembelian kembali SBI-Repo sebelum jatuh waktu
masing-masing dengan menggunakan formulir BER-15
formulir BER-16 sebagaimana contoh Lampiran 23 dan 24,
dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 16.00 waktu setempat
kepada :
a) Central Registry, dalam hal pemohon adalah Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KPBI atau Bank yang
memiliki kantor pusat di wilayah kerja KBI dan memiliki
kantor cabang di wilayah kerja KPBI, atau Sub-Registry;
b) Central Registry melalui KBI setempat, dalam
hal
pemohon adalah Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja KBI namun tidak memiliki kantor cabang di wilayah
kerja KPBI.
3)
Penyelesaian Pembayaran dilakukan dengan mendebet
Rekening Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry
yang menjual SBI-Repo dan mengkredit Rekening Giro Bank
atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry yang membeli SBI-
Repo …..
27
Repo masing-masing sebesar jumlah pembayaran SBI-Repo
sebelum jatuh waktu.
4) Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan mendebet
Rekening Perdagangan SBI milik Bank atau Sub-Registry
yang membeli SBI-Repo dan mengkredit Rekening
Perdagangan SBI milik Bank atau Sub-Registry yang menjual
SBI-Repo masing-masing sebesar nilai nominal SBI-Repo.
5) Dalam hal saldo Rekening Perdagangan SBI milik Bank atau
Sub-Registry pembeli SBI-Repo dan atau saldo Rekening Giro
Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry penjual SBI-Repo
tidak mencukupi untuk pelunasan SBI-Repo sampai dengan
pukul 17.00 WIB, penyelesaian transaksi SBI-Repo sebelum
jatuh waktu dimaksud dinyatakan batal.
B. Tata Cara Penyelesaian Transaksi SBI-Outright
1. Transaksi SBI-Outright secara DVP
a. Bank untuk kepentingan sendiri atau nasabah bukan Bank, atau
Sub-Registry untuk kepentingan nasabah bukan Bank, yang
membeli SBI-Outright menyerahkan SPPP-DVP dengan
menggunakan formulir BER-11 sebagaimana contoh Lampiran 19
dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat
kepada :
1) Bagian PTPU oleh:
a) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KPBI;
b) kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI.
2) Bagian …..
28
2) Bagian PTPU melalui KBI setempat,
bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki
kantor cabang di wilayah kerja KPBI.
b. Dalam hal transaksi SBI-Outright dilakukan untuk kepentingan
nasabah bukan Bank, SPPP-Outright yang disampaikan oleh Bank
wajib menunjuk Sub-Registry yang menatausahakan SBI milik
nasabah yang bersangkutan untuk Penyelesaian Surat Berharga.
c. Dalam hal formulir SPPP-DVP sebagaimana dimaksud dalam
huruf a di atas disampaikan oleh Sub-Registry, formulir SPPP-
DVP tersebut wajib dilengkapi dengan konfirmasi dari Bank yang
ditunjuk untuk melakukan pembayaran dengan cara
membubuhkan tandatangan pejabat Bank yang berwenang dan
stempel Bank pada formulir SPPP-DVP sebagai persetujuan
pendebetan Rekening Giro Bank yang bersangkutan.
d. Bank untuk kepentingan sendiri atau nasabah bukan Bank, atau
Sub-Registry untuk kepentingan nasabah bukan Bank, yang
menjual SBI-Outright menyerahkan SPPR-DVP dengan
menggunakan formulir BER-10 sebagaimana contoh Lampiran 18
dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat
kepada Central Registry dengan cara penyampaian sebagaimana
diatur dalam butir a di atas.
e. Dalam hal transaksi SBI-Outright dilakukan untuk kepentingan
nasabah bukan Bank, SPPR-DVP yang disampaikan oleh Bank
wajib disertai dengan konfirmasi
dari Sub-Registry yang
menatausahakan SBI milik nasabah yang bersangkutan untuk
mendebet Rekening Perdagangan SBI nasabah.
f. Dalam …..
29
f. Dalam hal data dalam formulir SPPP-DVP sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan formulir SPPR-DVP sebagaimana dimaksud
dalam huruf c tidak lengkap dan atau salah, Bank Indonesia
memberitahukan hal tersebut kepada Bank atau Sub-Registry
melalui telepon atau faksimili untuk dilengkapi dan
atau
diperbaiki dan selanjutnya disampaikan kembali selambat-
lambatnya pukul 16.00 waktu setempat pada hari yang sama.
g.
Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan mendebet
Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-Registry yang menjual
SBI-Outright dan mengkredit Rekening Perdagangan SBI Bank
atau Sub-Registry yang membeli SBI-Outright masing-masing
sebesar nilai nominal SBI-Outright.
h. Penyelesaian Pembayaran dilakukan dengan mendebet Rekening
Giro Bank atau Bank yang ditunjuk Sub-Registry yang membeli
SBI-Outright dan mengkredit Rekening Giro Bank atau Bank
yang ditunjuk Sub-Registry yang menjual SBI-Outright masing-
masing sebesar nilai transaksi SBI-Outright.
i. Dalam hal saldo Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-
Registry yang menjual
SBI-Outright untuk melakukan
Penyelesaian Surat Berharga tidak mencukupi sampai dengan
pukul 17.00 WIB, transaksi SBI-Outright dinyatakan batal.
j. Dalam hal saldo Rekening Giro Bank yang membeli SBI atau
Bank yang ditunjuk oleh Sub-Registry untuk melakukan
Penyelesaian Pembayaran tidak mencukupi sampai dengan pukul
17.00 WIB, transaksi SBI-Outright dinyatakan batal.
k. Dalam hal transaksi SBI-Outright dinyatakan batal, Bank dan atau
Sub-Registry dapat mengambil formulir SPPR-DVP atau SPPP-
DVP…..
30
DVP yang telah dicap “BATAL” pada 1 (satu) hari kerja setelah
hari pembatalan transaksi SBI di Bagian PTPU atau KBI setempat
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
2. Transaksi SBI-Outright secara FoP
a. Bank untuk kepentingan sendiri atau nasabah bukan Bank, atau
Sub-Registry untuk kepentingan nasabah bukan Bank, yang
menjual SBI-Outright menyerahkan SPPR-FoP
dengan
menggunakan formulir BER-12 sebagaimana contoh Lampiran 20
dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat
kepada:
1) Central Registry oleh:
a) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KPBI;
b) kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI.
2) Central Registry melalui KBI setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki
kantor cabang di wilayah kerja KPBI.
b. Dalam hal data dalam formulir SPPR-FoP sebagaimana dimaksud
dalam huruf a tidak lengkap dan atau salah, Bank Indonesia
memberitahukan hal tersebut kepada Bank atau Sub-Registry
melalui telepon atau faksimili untuk dilengkapi dan
atau
diperbaiki dan selanjutnya disampaikan kembali selambat-
lambatnya pukul 16.00 waktu setempat pada hari yang sama.
c.
Penyelesaian Surat Berharga dilakukan dengan mendebet
Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-Registry yang menjual
SBI …..
31
SBI dan mengkredit Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-
Registry yang membeli SBI-Outright masing-masing sebesar nilai
nominal SBI-Outright.
d. Dalam hal saldo Rekening Perdagangan SBI Bank atau Sub-
Registry yang menjual
SBI-Outright untuk melakukan
Penyelesaian Surat Berharga tidak mencukupi sampai dengan
pukul 17.00 WIB, transaksi SBI-Outright dinyatakan batal.
e. Dalam hal transaksi SBI dinyatakan batal, Bank dan atau Sub-
Registry dapat mengambil formulir SPPR-FoP yang telah dicap
“BATAL” secepat-cepatnya pada 1 (satu) hari kerja setelah hari
pembatalan transaksi SBI di Bagian PTPU atau KBI setempat
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a.
VIII.TATA CARA PENCATATAN PENGAGUNAN SBI
A. Prinsip dalam Pengagunan SBI
1. Pemilik SBI yang tercatat pada Central Registry atau Sub-Registry
dapat mengagunkan SBI yang dimiliki.
2. Selama masa pengagunan, SBI yang tercatat dalam Rekening Agunan
di Central Registry dan Sub-Registry tidak dapat diagunkan dan
diperdagangkan lagi.
3. Jumlah SBI yang akan diagunkan tidak melebihi saldo SBI yang
terdapat pada Rekening Perdagangan SBI.
4. Pada saat jangka waktu agunan SBI berakhir, SBI yang bersangkutan
masih memiliki sisa jangka waktu sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari
kerja.
B. Tata …..
32
B. Tata Cara Pencatatan Pengagunan SBI di Central Registry
1. Pengagunan oleh Bank
a. Bank menyampaikan Permohonan Penerbitan SKSD (PP-SKSD)
dengan menggunakan formulir BER-08 sebagaimana
contoh
Lampiran 16 kepada Central Registry dari pukul 08.00 WIB
sampai dengan pukul 17.00 WIB.
b. Dalam hal formulir belum diisi secara lengkap dan atau salah,
Central Registry memberitahukan kepada Bank untuk mengambil
formulir dimaksud untuk dilengkapi dan atau diperbaiki dan
selanjutnya disampaikan kembali kepada Central Registry
selambat-lambatnya pukul 17.00 WIB pada hari yang sama.
c. Berdasarkan PP-SKSD, Central Registry pada hari yang sama:
1) memindahkan SBI dari Rekening Perdagangan ke Rekening
Agunan.
2) menerbitkan SKSD dengan menggunakan formulir BER-09
sebagaimana contoh Lampiran 17.
d. SKSD sebagaimana dimaksud dalam butir c.2) wajib diambil pada
hari yang sama di Central Registry. Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KBI dan tidak memiliki kantor cabang di wilayah
kerja KPBI, SKSD disampaikan oleh Central Registry kepada
kantor pusat Bank yang bersangkutan melalui KBI setempat, yang
didahului dengan faksimili SKSD dimaksud.
e.
Pada hari kerja berikutnya setelah berakhirnya periode
pengagunan, Central Registry secara otomatis melakukan
pemindahan SBI dari Rekening Agunan ke Rekening
Perdagangan.
f. Bank …..
33
f. Bank pemberi agunan atau pihak lain penerima agunan dapat
mengajukan permohonan penglepasan agunan SBI sebelum
berakhirnya periode pengagunan kepada Central Registry dari
pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB, dengan
persyaratan sebagai berikut:
1) pihak pemberi agunan SBI menyampaikan surat permohonan
penglepasan agunan SBI dengan dilampiri SKSD asli; atau
2) pihak penerima agunan SBI menyampaikan surat permohonan
penglepasan agunan SBI dan pemindahan kepemilikan SBI
untuk penerima agunan dengan dilampiri SKSD asli, Surat
Permintaan Perpindahan Registrasi Surat
Berharga
FoP
(SPPR-FoP) dari pihak pemberi agunan dan surat kuasa yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak untuk memindahkan
kepemilikan SBI dari pemberi agunan kepada penerima
agunan.
g. Berdasarkan permohonan penglepasan agunan SBI sebagaimana
tersebut pada butir f, Central Registry melakukan pemindahan
SBI dari Rekening Agunan ke Rekening Perdagangan.
2. Pengagunan oleh Nasabah Sub-Registry
a. Berdasarkan laporan pengagunan SBI sebagaimana dimaksud
pada butir C.3. di bawah, Central Registry pada hari yang sama
memindahkan SBI milik Sub-Registry dari Rekening Perdagangan
ke Rekening Agunan.
b. Pada satu hari kerja setelah berakhirnya periode pengagunan,
Central Registry memindahkan secara otomatis SBI yang
diagunkan dari Rekening Agunan ke Rekening Perdagangan.
c. Dalam …..
34
c. Dalam hal terjadi pelepasan agunan sebelum berakhirnya periode
pengagunan, Central Registry pada hari yang sama memindahkan
SBI yang diagunkan dari Rekening Agunan ke
Rekening
Perdagangan berdasarkan laporan pelepasan agunan sebagaimana
dimaksud pada butir C.6 di bawah.
C. Tata Cara Pencatatan Pengagunan SBI di Sub-Registry
1. Nasabah pemilik SBI pada Sub-Registry wajib menyampaikan PP-
SKSD kepada Sub-Registry.
2. Berdasarkan PP-SKSD, Sub-Registry pada hari yang sama:
a. memindahkan SBI dari Rekening Perdagangan ke Rekening
Agunan;
b. menerbitkan SKSD dengan menggunakan formulir BER-09
sebagaimana contoh pada lampiran 17.
3. Pada hari kerja yang sama, Sub-Registry wajib menyampaikan laporan
pengagunan SBI kepada Central Registry selambat-lambatnya pukul
16.30 WIB.
4. Pada saat pengagunan
berakhir, Sub-Registry secara otomatis
melakukan pemindahan SBI dari Rekening Agunan ke Rekening
Perdagangan.
5. Nasabah Sub-Registry pemberi agunan atau pihak lain penerima
agunan dapat mengajukan permohonan penglepasan agunan SBI
sebelum berakhirnya periode pengagunan kepada Sub-Registry dengan
persyaratan sebagai berikut :
a. pihak pemberi agunan SBI menyampaikan surat permohonan
penglepasan agunan SBI dengan dilampiri SKSD asli; atau
b. pihak…..
35
b. pihak penerima agunan SBI menyampaikan surat permohonan
penglepasan agunan SBI dan pemindahan kepemilikan SBI
dengan dilampiri SKSD asli, SPPR-FoP dari pihak pemberi
agunan dan surat kuasa yang ditandatangani oleh kedua belah
pihak untuk memindahkan kepemilikan SBI dari pemberi agunan
kepada penerima agunan.
6. Pada hari kerja yang sama, Sub-Registry wajib menyampaikan kepada
Central Registry mengenai laporan penglepasan agunan sebelum
berakhirnya periode pengagunan tersebut pada angka 4 di atas
selambat-lambatnya pukul 17.00 WIB.
IX. TATA CARA PELUNASAN SBI
1. Bank Indonesia melunasi SBI yang jatuh waktu sebesar nilai nominal SBI
pada tanggal jatuh waktu SBI.
2. Pembayaran nilai nominal SBI dilakukan oleh Bank Indonesia berdasarkan
saldo posisi akhir hari Rekening Perdagangan SBI di Central Registry pada
3 (tiga) hari sebelum tanggal jatuh waktu SBI (T-3).
3. Central Registry menerbitkan surat konfirmasi jatuh waktu SBI kepada
Bank dan Sub-Registry yang tercatat pada Rekening Perdagangan SBI pada
akhir hari T-3 dengan menggunakan formulir BER-17 sebagaimana contoh
Lampiran 25, yang selanjutnya dapat diambil pada awal hari kerja
berikutnya (T-2) di Central Registry.
4. Dalam hal terdapat perbedaan posisi Rekening Perdagangan SBI antara
Central Registry dengan Bank atau Sub-Registry, perbedaan tersebut wajib
dilaporkan kepada Central Registry dengan menggunakan formulir BER-06
sebagaimana contoh Lampiran 15 selambat-lambatnya pada pukul 16.00
WIB 2 (dua) hari kerja sebelum jatuh waktu SBI (T-2).
5. Central…..
36
5. Central Registry memberikan tanggapan atas laporan sebagaimana
dimaksud pada angka 4 pada 1 (satu) hari kerja sebelum jatuh waktu SBI
(T-1) dan dianggap final.
6. Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada angka 4, Bank
dan Sub-Registry tidak melaporkan perbedaan
posisi
Rekening
Perdagangan SBI, perhitungan posisi SBI sebagaimana dimaksud pada
angka 3 dianggap final.
7. Central Registry menggunakan posisi SBI sebagaimana dimaksud pada
angka 3 atau angka 6 sebagai dasar pelunasan SBI kecuali ada pembuktian
lain di kemudian hari yang dapat diterima Central Registry.
8. Pembayaran SBI sebesar nilai nominal dilakukan pada saat tanggal jatuh
waktu (T-0) dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk SBI milik Bank dilakukan dengan mengkredit Rekening Giro
Bank pemilik SBI, atau;
b. untuk SBI milik nasabah (non Bank) dilakukan dengan mengkredit
Rekening Giro Bank yang membawahi Sub-Registry yang
bersangkutan. Selanjutnya
Sub-Registry membayarkan dana
pembayaran SBI dimaksud kepada pemilik SBI.
9. Pada saat jatuh waktu SBI, Rekening Perdagangan SBI milik Bank dan
Sub-Registry yang jatuh waktu didebet sebesar nilai nominal sesuai dengan
posisi pada angka 7 di atas secara otomatis.
10. Sub-Registry melalui Bank yang ditunjuk wajib melakukan pembayaran
nilai nominal SBI yang jatuh waktu pada hari yang sama (T-0) kepada
nasabah yang tercatat pada Sub-Registry.
X. MEKANISME…..
37
X. MEKANISME PENGENAAN SANKSI
A. Pengenaan Sanksi Penerbitan SBI di Pasar Perdana
1. Dalam hal Peserta Lelang SBI tidak memenuhi tata cara transaksi
lelang SBI sebagaimana dimaksud pada Romawi II.C, penawaran
Lelang SBI yang bersangkutan dinyatakan batal.
2. Dalam hal penawaran lelang dinyatakan batal sebagaimana dimaksud
angka 1 di atas, Bank atau Pialang yang bersangkutan dikenakan
sanksi berupa:
a. teguran tertulis, dan
b. pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5
(lima) hari kerja dalam hal Bank yang bersangkutan membatalkan
penawaran untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan.
3. Dalam hal transaksi pembelian SBI di pasar perdana dinyatakan batal
karena saldo Rekening Giro Bank tidak mencukupi sebagaimana
dimaksud pada Romawi VI.3, Bank yang bersangkutan dikenakan
sanksi berupa:
a. teguran tertulis; dan
b. kewajiban membayar sebesar 10/00
(satu per seribu) dari nilai
nominal transaksi SBI yang dibatalkan atau sebanyak-banyaknya
Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah), dan
c. penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5
(lima) hari kerja dalam hal
transaksi pembelian SBI yang
bersangkutan dinyatakan batal untuk yang ketiga kali dalam kurun
waktu 6 (enam) bulan.
4. Pengenaan …..
38
4. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada
angka 3 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang
bersangkutan.
B. Pengenaan Sanksi Transaksi SBI-Repo dengan Bank Indonesia
1. Dalam hal Peserta SBI-Repo tidak memenuhi tata cara transaksi SBI-
Repo dengan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada Romawi
III.A.2, penawaran SBI-Repo yang bersangkutan dinyatakan batal.
2. Dalam hal penawaran SBI-Repo dinyatakan batal sebagaimana
dimaksud angka 1 di atas, Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi
berupa:
a. teguran tertulis, dan
b. pemberhentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5
(lima) hari kerja dalam hal Bank yang bersangkutan membatalkan
penawaran untuk ketiga kalinya dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan.
3. Atas batalnya transaksi SBI-Repo karena saldo Rekening Perdagangan
SBI tidak mencukupi sebagaimana dimaksud Romawi VII butir
A.1.b., Bank yang bersangkutan dikenakan sanksi berupa:
a. teguran tertulis; dan
b. kewajiban membayar sebesar 10/00
nominal transaksi SBI-Repo atau sebanyak-banyaknya
1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah); dan
Bank telah
dikenakan
(satu per seribu) dari nilai
Rp
c. penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5
(lima) hari kerja dalam hal
sebagaimana dimaksud dalam butir a dan b sebanyak 3 (tiga) kali
dalam 6 (enam) bulan.
4. Atas…..
sanksi
39
4. Atas batalnya transaksi pelunasan transaksi SBI-Repo dengan Bank
Indonesia karena saldo Rekening Giro Bank tidak mencukupi
sebagaimana dimaksud pada Romawi VII butir A.1.e, Bank dikenakan
sanksi berupa:
a. teguran tertulis; dan
b. kewajiban membayar sebesar 10/00
nominal transaksi SBI-Repo atau sebanyak-banyaknya
1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah); dan
(satu per seribu) dari nilai
Rp
c. penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan OPT selama 5
(lima) hari kerja dalam hal Bank telah dikenakan sanksi a dan b
sebanyak 3 (tiga) kali dalam kurun waktu 6 (enam) bulan.
5. Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada
angka 3 dan 4 dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank yang
bersangkutan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya.
C. Pengenaan Sanksi Transaksi SBI-Repo Antar Bank/Sub-Registry
1. Atas batalnya transaksi SBI-Repo Antar Bank/Sub-Registry karena
saldo Rekening Perdagangan SBI Bank/Sub-Registry dan atau
Rekening Giro Bank/Bank yang ditunjuk Sub-Registry tidak
mencukupi sebagaimana dimaksud pada Romawi VII butir A.2.g,
Bank/Sub-Registry yang bersangkutan dikenakan sanksi kewajiban
membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta Rupiah) pada 1 (satu)
hari kerja berikutnya yang dilakukan dengan mendebet Rekening Giro
Bank/Bank yang membawahi Sub-Registry yang bersangkutan.
2. Atas batalnya transaksi pelunasan SBI-Repo Antar Bank/Sub-Registry
karena saldo Rekening Perdagangan SBI Bank/Sub-Registry dan atau
Rekening…..
40
Rekening Giro Bank/Bank yang ditunjuk Sub-Registry tidak
mencukupi sebagaimana dimaksud pada Romawi VII. butir A.2.l.3)
dan Romawi VII butir A.2.m.5), Bank/Sub-Registry yang
bersangkutan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp
1.000.000,00 (satu juta Rupiah) pada 1 (satu) hari kerja berikutnya
yang dilakukan dengan mendebet Rekening Giro Bank/Bank yang
membawahi Sub-Registry yang bersangkutan.
D. Pengenaan Sanksi Transaksi SBI-Outright secara DVP Antar Bank/Sub-
Registry
Atas batalnya transaksi SBI-Outright secara DVP karena saldo Rekening
Perdagangan SBI Bank/Sub-Registry dan atau Rekening Giro Bank/Bank
yang ditunjuk Sub-Registry tidak mencukupi sebagaimana dimaksud
Romawi VII butir B.1.i dan j, Bank/Sub-Registry yang bersangkutan
dikenakan kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta
Rupiah) pada 1 (satu) hari kerja berikutnya yang dilakukan dengan
mendebet Rekening Giro Bank/Bank yang membawahi Sub-Registry yang
bersangkutan.
E. Pengenaan Sanksi Transaksi SBI-Outright secara FoP Antar Bank/Sub-
Registry
Atas batalnya transaksi SBI-Outright secara FoP karena saldo Rekening
Perdagangan SBI Bank/Sub-Registry tidak mencukupi sebagaimana
dimaksud pada Romawi VII butir B.2.d, Bank/Sub-Registry yang
bersangkutan dikenakan kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta Rupiah) pada 1 (satu) hari kerja berikutnya yang dilakukan
dengan mendebet Rekening Giro Bank/Bank yang membawahi Sub-
Registry yang bersangkutan.
XI. CONTINGENCY…..
41
XI. CONTINGENCY PLAN
Dalam hal terjadi gangguan pada sistem yang terkait dengan sarana ABS yang
disebabkan oleh hal-hal di luar kendali Bank Indonesia, tata cara pelaksanaan
transaksi dilakukan sebagaimana SOP ABS dalam lampiran 7.
XII. KONDISI DILUAR TANGGUNG JAWAB BANK INDONESIA
Bank Indonesia sebagai Central Registry tidak bertanggung jawab atas tidak
terlaksananya transaksi dan atau kerugian yang mungkin
timbul
yang
disebabkan antara lain namun tidak terbatas pada:
1. Keterlambatan informasi atau ketidak-akuratan data yang diterima oleh
Bank Indonesia mengenai pejabat yang berwenang dari Bank atau Sub-
Registry untuk melakukan perintah penyelesaian transaksi SBI.
2. Keadaan bencana alam, kebakaran, banjir, tidak berfungsinya sistem
kelistrikan secara nasional/regional, taufan, pemogokan, embargo, perang,
invasi, huru hara, revolusi, terorisme, dan berbagai gangguan alam serta
kemasyarakatan lainnya yang dapat mengganggu jalannya transaksi SBI,
penyelesaian transaksi SBI, dan penyelesaian administrasi.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 25 November 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
Ttd
TARMIDEN SITORUS
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-1
Perhitungan Jangka Waktu SBI
Contoh perhitungan jangka waktu SBI 1 (satu) bulan dengan data sebagai
berikut:
Tanggal Lelang
Tanggal Penyelesaian Transaksi Lelang
Tanggal
Lelang
April 2002
Senin Selasa Rabu Kamis Jum’at Sabtu Minggu
1 2 3
4
8
15
22
29
9
16
23
30
10
17
24
1
11
18
25
2
Jatuh Tempo
Untuk SBI dengan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana contoh di atas,
jangka waktu yang dinyatakan dalam hari dihitung dari tanggal 5 April
2002 atau satu hari sejak tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan
tanggal jatuh tempo atau 28 (dua puluh delapan) hari.
5
12
19
26
3
6
13
20
27
7
14
21
28
Tanggal
Penyelesaian
Transaksi
: 3 April 2002
: 4 April 2002
Tanggal Penyelesaian Transaksi Jatuh Tempo : 2 Mei 2002
Mulai
Hitung Hari
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN - 2
Perhitungan diskonto SBI berdasar rumus diskonto murni (true discount).
Misal:
Tanggal lelang
Nilai Nominal SBI
Tingkat Diskonto
Tanggal Jatuh Tempo
Jangka Waktu SBI
: 3 April 2002
: Rp500 milyar
: 15%
: 2 Mei 2002
: 1 bulan (28 hari)
Nilai Tunai dapat dihitung sebagai berikut:
(Nilai Nominal) x 360
Nilai Tunai = ---------------------------------------------------------
360 + {(Tingkat Diskonto) x (Jangka Waktu)}
(Rp500.000.000,00) x 360
= ---------------------------------------------------------
360 + { (15%) x (28)}
= Rp494.233.937,40
Nilai Diskonto = Nilai Nominal – Nilai Tunai
Nilai Diskonto = Rp 500.000.000,00 – Rp494.233.937,40
= Rp 5.766.062,60
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-3.a
Formulir 1-a
BI-SPS
Daftar Pejabat Yang Berwenang Melakukan Transaksi Lelang SBI
dengan Menggunakan Sarana ABS
Nomor :
Nama Bank/Peserta
Daftar pejabat yang berwenang melakukan transaksi Lelang SBI dengan menggunakan sarana
ABS:
No.
N a m a
1.
2.
3.
.
Jabatan Resmi
UUID
Tanda Tangan Pejabat yang Berwenang :
Formulir disahkan oleh pejabat yang berwenang dan
bertindak atas nama perusahaan sesuai AD/ART
Perusahaan disertai stempel perusahaan.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-3.b
Formulir 1-b
BI-SPS
Perubahan Daftar Pejabat Yang Berwenang Melakukan Transaksi
Lelang SBI dengan Menggunakan Sarana ABS
Nomor :
Nama Bank/Peserta
Daftar lama pejabat yang berwenang:
No.
N a m a
1.
2.
3.
Daftar baru pejabat yang berwenang
No.
N a m a
1
2
3
Jabatan Resmi
UUID
Jabatan Resmi
UUID
Tanda Tangan Pejabat yang Berwenang :
Formulir disahkan oleh pejabat yang berwenang dan
bertindak atas nama perusahaan sesuai AD/ART
Perusahaan disertai stempel perusahaan.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-4
SURAT PERNYATAAN
Pada hari ini, …………….. tanggal …… bulan ………….. tahun dua ribu
dua, bertempat di Jakarta, kami yang bertanda tangan dibawah ini*):
N a m a : ………………………………………….
Jabatan : ………………………………………….
Alamat
: ………………………………………….
No. Identitas : ………………………………………….
(foto copy KTP/ SIM/ Paspor terlampir)
dan
N a m a : ………………………………………….
Jabatan : ………………………………………….
Alamat
: ………………………………………….
No. Identitas : ………………………………………….
(foto copy KTP/ SIM/ Paspor terlampir)
dalam hal ini bertindak mewakili PT. Bank …………………….. menyatakan bahwa
PT. Bank ………………………. tunduk dan mengikatkan diri pada segala ketentuan
yang terkait dengan pelaksanaan transaksi OPT yang diberlakukan oleh Bank
Indonesia.
Demikian Surat Pernyataan ini kami buat dengan sadar dan benar.
Hormat kami,
Meterai dan Stempel Perusahaan
Pejabat yang Berwenang
Pejabat yang Berwenang
Mengetahui:
Dewan Komisaris
*) Dua atau lebih pejabat yang berwenang dan bertindak atas
nama perusahaan
sesuai AD/ART Perusahaan
berlaku (dilampirkan).
yang
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-5
K O N F I R M A S I P E N A W A R A N L E L A N G
Kepada
: B A N K I N D O N E S I A
c.q. Bagian Operasi Pasar Uang
Direktorat Pengelolaan Moneter
Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110
Dari : Bank ………………………………
Perihal
: Konfirmasi Penawaran Lelang SBI
Dengan ini kami menyampaikan konfirmasi mengenai pengajuan penawaran
lelang SBI melalui Bank/Pialang Pasar Modal/Uang : (Diisi Nama Bank/Pialang)
untuk lelang SBI tanggal:
………………………
Apabila pengajuan penawaran kami diterima maka untuk penyelesaian
transaksi dapat didebet pada Rekening Giro kami di Bank Indonesia.
Adapun total penawaran lelang yang kami ajukan adalah sebagai berikut:
No. Jangka Waktu Tingkat
Diskonto
Total Penawaran
Jumlah:
Demikian kami sampaikan konfirmasi penawaran lelang SBI dan terima kasih
atas perhatiannya.
Jakarta, ……………………….
Nama Bank
Tanda tangan; dan
Nama pejabat yang berwenang.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-6
Contoh Perhitungan Hasil Lelang SBI
SOR dan Multiple Price
Target indikatif
Rincian penawaran
NO NOMINAL
(RP
MILIAR)
1
2
3
4
50 50
1.250 2.000
7 250
8
2.000 4.500
4.750
1.500 6.250
0,7
450 500 6,9
250 750
10,3
27,6
5 500 2.500 34,5
6
62,1
65,5
86,2
9 750 7.000 96,6
10 250 7.250
100,0
13,625
13,750
13,750
14,000
14,000
14,000
13,625
13,738
13,742
13,903
13,923
13,957
13,969
13,999
14,012
KUMULATIF
(RP MILIAR)
: Rp 6 Triliun
:
P E N A W A R A N
KUMULATIF
(%)
DISKONTO
(%)
RRT
(%)
H A S I L
NOMINAL
DIMENANGKAN
(RP MILIAR)
KUMULATIF
(RP MILIAR)
14,000 13,959 239
14,000
14,250
14,375
50 50
450 500
250 750
1.193 1.943
477 2.420
1.909 4.330
4.568
1.432 6.000
0 6.000
0 6.000
Jumlah penawaran yang masuk melebihi target indikatif, maka tidak semua
peserta memenangkan lelang. Pemenang lelang ditentukan sebagai berikut:
1. Pemenang lelang adalah peserta yang mengajukan penawaran dengan
diskonto yang sama atau lebih kecil dari SOR (stop-out rate) yaitu 14%.
Dengan demikian pemenang lelang adalah peserta yang mengajukan
penawaran diskonto sama atau lebih kecil dari 14%, yaitu peserta 1 s.d.
peserta 8;
2. Peserta 4 s.d. peserta 8 memenangkan lelang secara proposional sesuai
bobot jumlah penawaran masing-masing dibandingkan jumlah penawaran
untuk diskonto 14%. Rincian jumlah yang
dimenangkan
secara
proporsional dapat dilihat pada tabel kanan atas. Contoh perhitungan untuk
Nilai Nominal yang dimenangkan Peserta 4 adalah sebagai berikut:
Peserta 4 = (1.250 ÷ 5.500) x (6.000 – 750) = Rp1.193 milyar
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-7
STANDARD OPERATING PROCEDURE
AUTOMATIC BIDDING SYSTEM
(SOP-ABS)
BANK INDONESIA
LELANG SBI
DIREKTORAT PENGELOLAAN MONETER
Perhatian :
Gambar yang menunjukkan layar ABS Bloomberg merupakan hak milik/hak
paten sepenuhnya dari Bloomberg LP yang digunakan sebagai contoh dalam
SOP ini untuk mempermudah penggunaan sistem ABS.
1
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB 1
MEMBUKA DAN MENUTUP SISTEM ABS
Merupakan langkah awal yang dilakukan setiap memulai atau akan mengakhiri
penggunaan sistem Bloomberg. Petugas atau pejabat yang berwenang harus memiliki
username dan password yang diberikan oleh Bloomberg dengan cara mendaftarkan diri
melalui terminal Bloomberg yang terdapat pada masing-masing Peserta Langsung. Harap
diperhatikan bahwa setiap Petugas/Dealer harus memelihara dan menjaga username dan
password-nya masing-masing. Hal ini diperlukan mengingat masa berlaku username dan
password adalah selama 8 (delapan) minggu sejak pemakaian terakhir.
1.1. Petugas/Pejabat yang Berwenang
Yaitu dealer yang telah mendaftarkan diri dan telah diotorisasi oleh Bank
Indonesia (Enabled Authorized Dealers). Setiap bank mempunyai maksimal 3 (tiga)
Enabled Authorized Dealer yang dapat masuk pada menu utama ABS.
1.2. Prosedur Pelaksanaan
1. Buka sistem
LOGIN NAME
PASSWORD
kemudian tekan tombol <GO> atau enter.
2. Masuk ke menu ABS
Tik INTS <GO> pada pojok kiri atas screen Bloomberg. Akan muncul menu
pilihan yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan.
3. Merubah Password
Password dapat diubah melalui menu UUF <GO>. Ketik password lama,
masukkan password yang baru.
4. Tutup sistem
Dengan cara mengetik kata LOGOFF <GO> pada pojok kiri atas screen
Bloomberg, atau menekan tombol CONN DFLT (tombol warna merah) pada
keyboard Bloomberg.
user
password
2
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB 2
PENGUMUMAN RENCANA LELANG SBI
Bank Indonesia mengumumkan rencana target kuantitas lelang berupa target
indikatif selambat-lambatnya pada 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan lelang
SBI.
2.1. Tata Cara Melihat Pengumuman Lelang SBI :
1. Buka sistem Bloomberg.
2. Akan terlihat tanda e-mail message Bloomberg yang berkedip yang menandakan
adanya pengumuman.
3. Klik tanda berkedip tersebut atau tik MSG <GO> kemudian pilih pesan dari
Bank Indonesia.
Pesan akan mencakup :
• Tender Name
• Tender Number
• Bids begin
• Close
• Results
• Settlement
• Issue
• Amount (Amt)
• Free Format Text
: Jenis lelang (misal : Lelang SBI Bank Indonesia)
: Nomor register yang secara otomatis dibuat oleh Bloomberg.
: Tanggal (mm/dd/yy) dan waktu (WIB) transaksi dimulai
: Tanggal (mm/dd/yy) dan waktu (WIB) transaksi ditutup
: Waktu (WIB) pengumuman hasil transaksi
: Tanggal (mm/dd/yy) penyelesaian transaksi
: Sekuritas/surat berharga yang dilelang.
Misal : INDOTB 0 mm/dd/yy
(Menunjukkan tanggal jatuh tempo SBI)
: Menunjukkan jumlah target indikatif lelang.
Tanda M = 000 (ribuan)
MM = 000000 (jutaan)
: Informasi tambahan yang berhubungan dengan lelang
SBI (pilihan/optional).
Gambar : screen ABS pengumuman lelang SBI
3
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB 3
PELAKSANAAN LELANG SBI
3.1. Prosedur Pelaksanaan Lelang SBI
1. Masuk ke menu utama ABS dengan mengetik INTS <GO> kemudian pilih
menu yang diinginkan pada sisi Primary Dealers atau tik INMT <GO>. Layar
komputer akan menampilkan semua daftar tender surat berharga (List of
Tender), sebagaimana gambar di bawah ini :
2. Pilih/klik jenis transaksi yang dimaksud atau dengan cara mengetik nomor urut
transaksi tersebut dan tekan <GO>.
3. Layar komputer akan menampilkan “Multiple Bid Entry” yang merupakan
kolom/field untuk pengisian permohonan lelang, yang juga berisi informasi :
• nama/jenis sekuritas,
• tanggal jatuh tempo,
• target indikatif lelang,
• waktu penutupan lelang,
• reference yield,
• sisa waktu lelang yang tersedia.
Jika waktu lelang berakhir, pesan sisa waktu akan berubah menjadi pesan
“expired”.
4
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Gambar : layar ABS Multiple Bid Entry
4. Mengisi tabel “Multiple Bid Entry” dengan cara:
a. Kolom AMT : untuk mengisi jumlah nominal penawaran lelang. M berarti
dalam ribuan rupiah (000 Rupiah), MM berarti dalam jutaan Rupiah
(000000 Rupiah). Contoh: apabila kolom AMT tertulis AMT (MM) dan
peserta akan mengajukan nominal Rp 1 milyar, maka peserta memasukkan
jumlah 1000.
b. Kolom Discount : untuk mengisi tingkat diskonto yang diajukan dengan
kelipatan tingkat diskonto 0,0625%.
c. Kolom Spread : tidak perlu diisi.
d. Baris Note : untuk mengisi informasi nama bank atau pihak lain (jika ada).
5. Mengirim permohonan.
Setelah mengisi secara lengkap dan benar pada setiap halaman “Multiple Bid
Entry”, tekan <GO> diikuti dengan 99 <GO> untuk mengirim data
permohonan lelang. Apabila data permohonan lebih dari satu halaman, maka
sebelum pindah ke halaman berikutnya harus didahului dengan menekan
<GO> diikuti dengan 99 <GO>. Setiap ada penambahan data
transaksi,
HARUS dengan cara mengisi pada baris isian (field row) berikutnya. JANGAN
mengubah data pada jumlah yang telah terkirim dan berstatus kirim (sent).
6. Melihat ringkasan permohonan lelang.
Semua permohonan lelang yang telah dikirim dapat dilihat dengan cara meng-
klik atau mengetik BAUC <GO> dari menu utama INTS. Rincian transaksi
secara individual dapat dilihat dengan cara
meng-klik/sorot
transaksi
individual dimaksud. Fasilitas ini dapat dicetak sebagai bukti deal ticket untuk
kepentingan back office atau audit trial.
5
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Gambar : layar ABS ringkasan transaksi pada menu BAUC.
Gambar : screen ABS detail transaksi (dapat digunakan sebagai deal ticket)
3.2. Prosedur Pengiriman Data Rincian Transaksi.
Data permohonan dari Peserta Lelang yang masuk akan diterima oleh Bank
Indonesia dalam bentuk jumlah total (global amount) per tingkat diskonto per
Bank/Pialang. Oleh karena itu setiap Peserta Lelang yang mengajukan permohonan
Lelang SBI untuk kepentingan pihak lain, wajib menyertakan “Daftar Rincian
Permohonan Lelang SBI” dalam format excel yang harus dikirim selambat-
lambatnya 15 menit setelah tutup waktu lelang SBI, dengan cara sebagai berikut :
6
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
1. Mengisi “Daftar Rincian Permohonan Lelang SBI” dalam format excel
(template). Program entry data rincian ini dibuat dengan menggunakan program
Excel versi MS 2000 bernama RINCIAN.XLS. Program ini dapat dijalankan
dari Diskdrive maupun dari Hardisk. Isi form dengan lengkap dan benar sesuai
dengan kolom yang tersedia, dengan cara :
a. Jalankan program Excel, buka file RINCIAN.xls
b. Apabila pada komputer yang digunakan terpasang program antivirus, maka
sistem akan memberitahu pada kotak pesan, pilih Enable Macros.
klik disini
c. Isi semua data dengan ketentuan sebagai berikut :
Field Data
Ketentuan
Tender Number Sesuai dengan Tender Number transaksi berjalan
yang diberikan oleh ABS Bloomberg
Nama
Pialang/Bank
Untuk Pialang isi dengan nama pialang yang
bersangkutan. Bagi Bank yang berfungsi untuk
meneruskan transaksi bank lain, isi dengan nama
bank yang bersangkutan.
Bank Pembayar Isi dengan nama Bank yang akan di debet sebagai
bank pembayar.
Nama Nasabah Dikosongkan
No. Nasabah
Dikosongkan
Sub-Registry Dikosongkan, pilih tanda ‘-‘
Nominal
Jangka Waktu
Isi Nilai Nominal dalam jutaan rupiah
Tingkat Diskonto Isi dengan Tingkat Diskonto. Penulisan angka
desimal dipisahkan dengan tanda titik.
Isi dengan salah satu jangka waktu yang sesuai
(misalnya 28 atau 91 hari)
Jumlah digit
Numeric(3)
-
-
-
-
-
Numeric
Numeric(6)
Numeric(2)
7
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Gunakan tombol Tab untk berpindah ke field data berikutnya.
d. Setelah semua data
spreadsheet Data_RincianPeserta. Dengan demikian apabila
terisi klik tombol Add, data akan ter-copy ke
akan
melakukan perubahan atau koreksi data nasabah, harus dengan cara
mengaktifkan kembali kotak dialog. JANGAN merubah dan menghapus
data secara langsung pada sheet data_rincian peserta.
e. Apabila masih ada data nasabah lain ulangi langkah c dan d, bila tidak ada
tekan tombol X pada pojok kanan atas kotak dialog untuk menutup.
Pastikan bahwa jumlah yang tertera pada sheet data_rincian peserta, sheet
SPLS dan data pada ABS adalah sama.
f. Apabila ingin mengaktifkan kembali kotak dialog pada sheet Dialog, klik
kanan pada mouse diikuti dengan klik pilihan Run Dialog. Kotak dialog
dapat segera digunakan untuk mengisi data selanjutnya.
g. Simpan data file dengan nama lain (save as) dan isi dengan nama file yang
spesifik yaitu : SBItenor-nama singkat bank/pialang(5karakter)-
ddmmyy.xls (contoh : SBI28-abcde-03032002). Dengan demikian, satu file
hanya memuat data satu jangka waktu saja.
h. Tombol-tombol lain yang ada pada form ini adalah :
• Tombol Remove : digunakan untuk menghapus satu record data
• Tombol Previous : digunakan untuk menuju ke data sebelumnya
• Tombol Next : digunakan untuk menuju ke data berikutnya.
2. Kirim file yang telah disimpan melalui Bloomberg e-mail kepada Bank
Indonesia. Pada layar Bloomberg, klik kanan pada mouse, kemudian pilih Send
File untuk proses up load file excel dalam bentuk attachment.
8
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
3. Temukan dan buka file yang telah disimpan seperti pada butir 1.g. untuk
melakukan proses up-loading. Proses up-load file dapat dilakukan secara
sekaligus dengan cara memilih beberapa file yang akan di up-load.
4. Setelah proses up loading tersebut selesai yang ditandai dengan pesan bar
berwarna hijau, tik PFM <GO>. Pada layar, muncul menu PERSONAL FILE
MANAGER.
5. Pilih file yang akan dikirim pada daftar file, sambil menekan (klik) mouse, pilih
SEND FILE VIA MESSAGE.
6. Pada kolom yang tersedia, tik alamat Bank Indonesia pada Bloomberg message :
BANK INDONESIA <GO> kemudian pilih/klik BANK INDONESIA MMK-
OPERATION. Agar tidak perlu melakukan pengiriman e-mail berulang kali
sebanyak jumlah file yang akan dikirim, e-mail Bloomberg dapat mengirim file
attachment sekaligus (multiple attachment), dengan cara memilih (klik) file yang
telah di-upload pada kotak sebelah kiri. File yang terpilih akan berubah warna
menjadi kuning.
7. Subject pada menu message diisi: SBI(tenor)-NamaBank/Pialang–dd/mm/yy.
8. Tekan <GO> diikuti angka 1 <GO> untuk mengirim.
Bank yang mengajukan permohonan lelang SBI, HANYA untuk dan atas nama diri
sendiri, TIDAK PERLU mengisi dan mengirim file excel data rincian transaksi, namun
cukup mengisi data transaksi pada terminal ABS Bloomberg.
9
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB 4
PENGUMUMAN HASIL LELANG
4.1. Pengumuman hasil Lelang SBI secara umum (summary result) dapat dilihat segera
setelah hasil lelang di finalisasi oleh Bank Indonesia yang ditandai dengan e-mail
message yang berkedip (blinking). Gunakan pilihan INRS <GO> pada menu utama
INTS.
Gambar : layar ABS summary result
4.2.
Peserta Lelang dapat melihat hasil Lelang SBI secara individu dengan cara :
a. Masuk menu INTS <GO> kemudian pilih INAL <GO> pada kelompok
Primary Dealers.
b. Pilih/klik transaksi yang diinginkan pada “List of Tender”.
c. Pilih jenis SBI (securities) yang diinginkan sesuai jangka waktu.
d. Pilih 2 <GO> untuk “Post Allocation”. Selanjutnya peserta transaksi dapat
melihat jumlah nominal permohonan yang dimenangkan (amount awarded
angka yang berwarna putih). Jumlah yang dimenangkan dapat secara penuh
atau sebagian (proporsional).
10
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Gambar : layar ABS melihat hasil lelang SBI per individu bank
4.3.
Melihat Rincian Hasil Lelang Per Bank
Masing-masing
peserta transaksi dapat melihat
rincian
hasil
lelang
secara
individual berupa nilai nominal yang dimenangkan, nilai tunai dan nilai diskonto.
Hasil lelang SBI secara rinci ini akan dikirim oleh Bank Indonesia Bagian OPU-
DPM melalui Bloomberg e-mail pada menu MSG <GO> yang ditandai dengan e-
mail message yang berkedip. Pilih kiriman message yang berasal dari Bank
Indonesia, kemudian ketik 97 <GO> untuk proses down load attachment file dari
Bank Indonesia.
11
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB 5
RENCANA KONTINJENSI (ABS OUTAGE PROCEDURES)
5.1. Definisi dan langkah umum pelaksanaan
1. Rencana kontinjensi merupakan prosedur standar yang
disusun
untuk
menghadapi kemungkinan adanya gangguan yang menyebabkan terjadinya
kegagalan dalam pelaksanaan kegiatan OPT yang terotomasi.
2. Gangguan yang menyebabkan terjadinya kegagalan dimaksud dapat terjadi pada
sistem dan/atau saluran komunikasi.
3. Bloomberg Helpdesk di Singapore bertindak sebagai pusat informasi dua arah
pada semua level gangguan yang dilaporkan oleh User (Bank Indonesia dan
peserta ABS). Setelah menerima laporan kerusakan dan memetakan
permasalahan yang terjadi, Bloomberg Helpdesk akan memberikan alternatif
solusi penyelesaian gangguan beserta toleransi waktu yang dibutuhkan untuk
penyelesaian gangguan tersebut (Estimated Time Arrival/ETA).
4. Bank Indonesia akan menentukan pilihan kegiatan yang harus dilakukan
berdasarkan alternatif solusi dari Bloomberg
Helpdesk dan
menginformasikannya kepada semua peserta transaksi melalui Bloomberg
Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon).
5. Alternatif pilihan kegiatan sesuai dengan tingkatannya terdiri dari :
a. Memperpanjang window time OPT
b. Menggunakan sistem manual (RMDS dan Telepon)
6. Bank Indonesia mengumumkan terjadinya gangguan kepada seluruh peserta
transaksi melalui Bloomberg
(PIPU/RMDS/Telepon).
Message
atau
sarana
5.2. Jenis-jenis gangguan dan kegiatan penanggulangan
5.2.1 Gangguan pada Bloomberg auto-ex host
Merupakan gangguan yang terjadi pada server Bond Auction System
Bloomberg di New York yang menyebabkan tidak berfungsinya ABS.
Prosedur yang dilakukan adalah:
1. Bloomberg Console Room di New York akan menghubungi Bloomberg
Helpdesk di Singapore dan memberikan informasi mengenai kapan sistem
akan kembali berfungsi.
2. Bloomberg
Helpdesk akan menghubungi
memberitahukan adanya gangguan dan ETA.
3. Bank Indonesia akan menentukan langkah kegiatan yang harus dilakukan
sesuai dengan pilihan alternatif seperti tersebut pada sub bab 5.1. butir 5.
4. Bank Indonesia mengumumkan kepada peserta ABS melalui Bloomberg
Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon).
12
Bank
Indonesia
untuk
lainnya
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
5.2.2. Bank Indonesia dan/atau Peserta Transaksi tidak dapat menjalankan
fungsi-fungsi pada ABS.
Merupakan gangguan yang terjadi dimana fungsi-fungsi pada ABS
tidak dapat dijalankan oleh Bank Indonesia dan/atau Peserta Transaksi.
Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Peserta transaksi menghubungi Bloomberg Helpdesk atau
dapat
menghubungi Bank Indonesia yang kemudian meneruskan laporan
gangguan tersebut kepada Bloomberg Helpdesk.
2. Bloomberg Helpdesk akan menghubungi Console Room untuk
kemudian menemukan dan memperbaiki gangguan yang terjadi serta
memberitahukan ETA yang paling memungkinkan.
3. Bank Indonesia akan menentukan langkah kegiatan yang
harus
dilakukan sesuai dengan pilihan alternatif seperti tersebut pada sub bab
5.1. butir 5.
4. Bank Indonesia mengumumkan kepada peserta ABS melalui Bloomberg
Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon).
5.2.3. Gangguan pada saluran komunikasi Peserta Transaksi
Merupakan gangguan pada saluran komunikasi leasedline (DOV) yang
menyebabkan hubungan antara BI dan Peserta Transaksi dengan host
Bloomberg tidak dapat berjalan dengan baik sehingga Peserta Transaksi tidak
dapat melakukan entry data kedalam ABS. Gangguan ini dapat dibagi
menjadi 2 klasifikasi :
A. Gangguan yang bersifat menyeluruh (mayor)
Merupakan gangguan yang terjadi pada hampir seluruh Peserta
Transaksi yang diperkirakan akan mengganggu kelancaran pelaksanaan
OPT secara keseluruhan. Prosedur yang dilakukan
adalah
berikut:
1. Setelah mendapat laporan gangguan dari Peserta
sebagai
Transaksi,
Bloomberg Helpdesk akan menghubungi Bank Indonesia untuk
memberitahukan klasifikasi gangguan dan ETA.
2. Bank Indonesia akan menentukan langkah kegiatan yang harus
dilakukan sesuai dengan pilihan alternatif seperti tersebut pada sub
bab 5.1 butir 5.
3. Bank Indonesia mengumumkan kepada peserta transaksi melalui
Bloomberg Message atau sarana lainnya (PIPU/RMDS/Telepon).
13
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
B. Gangguan yang bersifat minor
Merupakan gangguan yang terjadi pada sebagian kecil Peserta
Transaksi sehingga tidak dapat melakukan entry data kedalam ABS.
Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Peserta transaksi melaporkan gangguan tersebut kepada Bloomberg
Helpdesk yang selanjutnya meneruskan laporan tersebut kepada
Bank Indonesia yang disertai dengan pemberitahuan mengenai
klasifikasi gangguan dan ETA.
2. Apabila sampai dengan 1 jam sebelum tutup waktu lelang SBI
perbaikan belum selesai, maka Bank Indonesia dapat menyarankan
agar Peserta Transaksi mengajukan data penawaran lelang SBI
melalui pialang atau bank lain.
14
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-8
Contoh perhitungan jumlah SBI yang dapat direpokan kepada Bank
Indonesia:
Bank XIX berpartisipasi mengikuti lelang SBI dalam 3 (tiga) kali lelang
SBI terakhir yang diselenggarakan Bank Indonesia. Dari tiga kali lelang
tersebut, hasil lelang yang dimenangkan (untuk semua tenor) Bank XIX
adalah sebagai berikut:
Lelang I :
0
Lelang II : Rp550 milyar
Lelang III : Rp450 milyar
Apabila Bank XIX bermaksud merepokan SBI yang dimilikinya ke Bank
Indonesia, maka jumlah SBI yang dapat direpokan ke Bank Indonesia
adalah sebesar:
(0 + Rp550 milyar+ Rp350 milyar)
------------------------------------------- x 25% = Rp 75 milyar
3
Keterangan : Apabila Bank tidak ikut lelang pada salah satu atau lebih dari
3 (tiga) lelang terakhir yang diselenggarakan Bank Indonesia,
maka jumlah SBI yang dimenangkan Bank pada setiap lelang
yang tidak diikutinya dianggap 0 (nol).
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN 9
Contoh perhitungan tingkat diskonto SBI Repo:
Penentuan tingkat diskonto SBI Repo ditentukan dari mana yang lebih tinggi
dari perhitungan di bawah ini:
a. Apabila rata-rata tertimbang suku bungan PUAB pagi hari jangka waktu 1
(satu) hari pada 1 (satu) hari kerja sebelumnya adalah 13,74% maka untuk
perhitungan tingkat diskonto SBI Repo ditambah 200 basis points:
13,74% + 200/100 % = 15,74%
b. Apabila tingkat diskonto lelang SOR SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada
lelang terakhir yang diselenggarakan Bank Indonesia adalah 13,750%,
maka untuk perhitungan tingkat diskonto SBI Repo ditambah 200 basis
points:
13,750% + 200/100 % = 15,75%
Dari kedua perhitungan tersebut di atas, penentuan tingkat diskonto SBI Repo
menggunakan perhitungan pada point b.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran-10
BI-SPS
Informasi Pemohon Rekening Penatausahaan SBI
Nomor:
Rekening Baru
Perubahan Rekening
Nama Pemegang Rekening SBI
No. Rekening SBI
(Diisi oleh Central Registry)
Contact Person / No. Telepon/No. fax :
JENIS PESERTA
Bank
TIPE REKENING
Perdagangan
Sub Registry
Lainnya
ALAMAT SURAT MENYURAT
Agunan / Collateral
Lainnya
INSTRUKSI BANK PEMBAYAR / PENERIMA
Nama Peserta (Bank / Sub-Registry)*)
Nama Bank yang ditunjuk Sub-Registry
Kode/No. Rek. Giro Bank di BI-RTGS
*) Apabila peserta adalah Sub-Registry maka wajib menunjuk bank dengan melampirkan formulir BER-03 (lampiran 12).
TANDA TANGAN
Tanda tangan Pejabat Berwenang
Meterai + Stempel Perusahaan
Tanggal:
BER-01
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran-11
BI-SPS
Contoh Tandatangan dan Stempel Perusahaan
Untuk Penyelesaian Transaksi Kepemilikan SBI
Nomor :
Contoh tanda tangan pejabat yang berwenang
Tambahan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang
Nama Pemilik Rekening SBI
Nomor Rekening SBI
Daftar pejabat yang berwenang melakukan perintah atas pemindahan kepemilikan Rekening
SBI Pada:
N a m a
Jabatan Resmi
Contoh Tanda
Tangan
Penandatanganan dilakukan oleh : “……..orang” (diisi sesuai dengan kebijakan
perusahaan) dari pejabat yang berwenang di atas, yang bertindak atas nama perusahaan
sesuai dengan stempel perusahaan sebagaimana dicontohkan di bawah.
Contoh Stempel Perusahaan
BER-02
Lampiran-12
BI-SPS
Contoh Tandatangan dan Stempel Perusahaan
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Untuk Penyelesaian Dana di Rekening Giro BI-RTGS
Nomor :
Contoh tanda tangan pejabat yang berwenang
Tambahan contoh tanda tangan pejabat yang berwenang
Nama Bank Pemegang Rekening Giro di Bank Indonesia (peserta BI-RTGS)
Kode/Nomor Rekening Giro di BI-RTGS
Daftar pejabat yang berwenang melakukan perintah atas pendebetan Rekening Giro BI-RTGS
di Bank Indonesia di atas sehubungan dengan transaksi SBI :
N a m a
Jabatan Resmi
Contoh Tanda
Tangan
Penandatanganan dilakukan oleh : “……..orang” (diisi sesuai kebijakan perusahaan)
dari pejabat yang berwenang di atas, yang bertindak atas nama perusahaan sesuai
dengan stempel perusahaan sebagaimana dicontohkan di bawah
Contoh Stempel Perusahaan
Tanda Tangan Pejabat yang Berwenang :
BER-03
Lampiran-13
Bank Indonesia
Central Registry
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
KONFIRMASI PENCATATAN SURAT BERHARGA
(Harian)
Kepada : (Nama dan alamat pemegang rekening)
Nomor Rekening SBI :
Mohon mengkutip nomor rekening ini pada
seluruh transaksi, surat-menyurat dan apabila
membutuhkan konfirmasi
[Nama Pemegang Rekening SBI]
[Tipe Rekening]
Saldo SBI di bawah ini dicatat atas nama pemegang rekening tersebut di atas pada [tanggal]
Rincian SBI
Mutasi
No Deskripsi
Transaksi
Seri ……
Seri …….
Tingkat
diskonto
Jatuh
Waktu
Rujukan
Transaksi
Saldo
Awal
Debit Kredit
Saldo
Akhir
Total
Jakarta,………
Central Registry
Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Bank Indonesia
BER-04
Lampiran-14
Bank Indonesia
Central Registry
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
KONFIRMASI PENCATATAN SURAT BERHARGA
(Bulanan)
Kepada: [Nama dan alamat pemegang rekening ]
Nomor Rekening SBI:
Mohon mengkutip nomor rekening ini
pada
semua transaksi, surat menyurat dan jika
membutuhkan konfirmasi
[Nama Pemegang Rekening SBI]
[Tipe Rekening]
Saldo SBI di bawah ini dicatat atas nama pemegang rekening tersebut di atas pada [tanggal]
Rincian SBI
Saldo
No. Seri Tingkat Diskonto Jatuh Waktu
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp xx.xxx.xxx.xx
T O T A L
Rp xx.xxx.xxx.xx
Jakarta,………
Central Registry
Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Bank Indonesia
BER-05
Lampiran-15
Nama Bank/Sub Registry
HASIL REKONSILIASI POSISI
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
CENTRAL REGISTRY DENGAN BANK ATAU SUB-REGISTRY
Kepada: Central Registry
[Nama]
[Nomor Rekening SBI]
[Tipe Rekening]
Berdasarkan atas KPS Harian/Bulanan tanggal : ________ dengan saldo Rp___________
dibandingkan dengan laporan pencatatan kami pada tanggal yang sama menunjukkan saldo
sebesar Rp_____________, sehingga terdapat perbedaan sebesar Rp ________________,
pada rincian transaksi berikut:
Tanggal Rujukan
Transaksi
Keterangan/Transaksi Jumlah
Total Rp
Jakarta,………
Bank/Sub Registry
TTD
Pejabat Berwenang
BER-06
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-16
BI-SPS
Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga
Yang Diagunkan (PP-SKSD)
Nomor :
Kepada : Central Registry
Kami :
Pemberi Agunan
No. Rekening SBI di Central Registry
Dengan ini mengajukan permohonan kepada Central Registry untuk menerbitkan Surat
Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD), untuk diagunkan kepada pihak
penerima agunan sebagai berikut :
Penerima Agunan
Alamat
Dan untuk memindahkan seluruh kepemilikan Kami dari rekening Perdagangan ke
rekening Agunan, atas SBI sebagai berikut :
Seri SBI
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai Nominal yang Diagunkan
Rp
Tanggal Penerbitan SKSD
Tanggal Jatuh Waktu SKSD
……….., tgl/bln/thn
Tanda tangan Pejabat berwenang
Meterai + stempel Perusahaan
BER-08
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-17
SURAT KETERANGAN SURAT BERHARGA YANG
DIAGUNKAN
(SKSD)
Nomor
Kepada
(“Penerima Agunan”)
(Nama Pemegang Rekening SBI)
No. Rekening SBI :
Mohon
rekening
mengutip
nomor
ini pada semua
transaksi, surat menyurat dan
jika membutuhkan informasi
Surat ini menunjukkan bahwa nilai nominal SBI telah diagunkan oleh pemilik rekening
sejak (tanggal) sampai dengan dan termasuk (tanggal) untuk untung Penerima Agunan.
Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan agunan ini, maka tuntutan harus diajukan
kepada Registry sebelum berakhirnya masa berlakuknya SKSD. Surat ini dinyatakan
tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD.
Rincian SBI
Seri SBI
Tingkat Diskonto
:
:
Tanggal Jatuh Tempo :
Rp.
Jumlah Nominal
Jakarta, ……………
Central Registry
Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Bank Indonesia
Catatan :
1. Dokumen ini adalah dokumen berharga. Harus dipelihara dengan aman.
2. Dalam hal lembaran asli dikembalikan kepada Registry sebelum tanggal berakhir SKSD oleh
Pemegang Rekening, maka surat berharga harus diserahkan kembali kepada Pemegang
Rekening.
3. Dalam hal lembaran asli dikembalikan kepada Registry sebelum tanggal berakhir SKSD oleh
Penerima Agunan dengan Surat Kuasa pengalihan hak kepemilikan dari Pemegang Rekening,
maka kepemilikan surat berharga akan beralih kepada Penerima Agunan.
4. Dokumen ini tidak dapat diperdagangkan.
BER-09
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN 18
BI-SPS
Surat Permohonan Perpindahan Registrasi - DVP
Nomor :
Kepada : Central Registry (Bagian PTPU)
Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan
sendiri/nasabah* meminta Saudara untuk memindahkan kepemilikan SBI dari :
Nama Bank Penjual/Sub-Registry*
No. Rekening SBI di Central Registry
Nama Nasabah**
kepada :
Nama Bank Pembeli/Sub-Registry*
No. Rekening SBI di Central Registry
Nama Nasabah**
Dengan syarat bahwa kepemilikan SBI tidak akan dipindahkan kecuali pihak pembeli
telah melunasi pembayaran sesuai dengan persyaratan dari :
Nama Bank Pembayar
No. Rekening Giro
Kepada :
Nama Bank Penerima Dana
No. Rekening Giro
Atas transaksi SBI sebagai berikut :
Seri SBI
Tgl. jatuh waktu SBI
Nilai Nominal
Tingkat Diskonto Transaksi
Nilai Transaksi
Tanggal Transaksi
……….., tgl/bln/thn
Pengesahan Sub-Registry***
Tanda tangan Pejabat berwenang +
stempel Perusahaan
Keterangan :
*
Coret yang tidak perlu
** Diisi apabila pembeli/penjual adalah Sub-Registry atau Bank atas kepentingan nasabah
***Diisi apabila Bank penjual bertindak atas kepentingan nasabah.
BER-10
Tanda tangan Pejabat berwenang
Meterai + stempel Perusahaan
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-19
BI-SPS
Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran - DVP
Nomor :
Kepada : Bagian PTPU
Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan
sendiri/nasabah* memerintahkan Saudara untuk memindahkan dana dari :
Nama Bank Pembayar
No. Rekening Giro Bank
kepada :
Nama Bank Penerima dana
No. Rekening Giro Bank
Dengan syarat bahwa pembayaran tidak akan dilakukan kecuali SBI telah diserahkan
dari :
Nama Bank Penjual/Sub-Registry*
No. Rekening SBI di Central Registry
Nama nasabah**
Kepada :
Nama Bank Pembeli/Sub-Registry*
No. Rekening SBI di Central Registry
Nama nasabah**
Atas transaksi SBI sebagai berikut :
Seri SBI
Tgl. jatuh waktu SBI
Nilai Nominal
Tingkat Diskonto Transaksi
Nilai Transaksi
Tanggal Transaksi
……….., tgl/bln/thn
Pengesahan Bank Pembayar***
Tanda tangan Pejabat berwenang +
stempel Perusahaan
Keterangan :
*
Tanda tangan Pejabat berwenang
Meterai + stempel Perusahaan
Coret yang tidak perlu
** Diisi apabila pembeli/penjual adalah Sub-Registry atau Bank atas kepentingan nasabah
***Diisi apabila Bank Pembeli/Sub-Registry berbeda dengan Bank Pembayar
BER-11
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-20
BI-SPS
Surat Permohonan Perpindahan Registrasi – Free of Payment
Nomor :
Kepada : Central Registry (Bagian PTPU)
Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan
sendiri/nasabah* meminta Saudara untuk memindahkan kepemilikan SBI dari :
Nama Bank Penjual/Sub-Registry*
No. Rekening SBI di Central Registry
Nama Nasabah**
kepada :
Nama Bank Pembeli/Sub-Registry*
No. Rekening SBI di Central Registry
Nama Nasabah**
Atas transaksi SBI sebagai berikut :
Seri SBI
Tgl. jatuh waktu SBI
Nilai Nominal
Tingkat Diskonto Transaksi
Nilai Transaksi
Tanggal Transaksi
……….., tgl/bln/thn
Pengesahan Sub-Registry***
Tanda tangan Pejabat berwenang +
stempel Perusahaan
Keterangan :
*
Coret yang tidak perlu
** Diisi apabila pembeli/penjual adalah Sub-Registry atau Bank atas kepentingan nasabah
***Diisi apabila Bank penjual bertindak atas kepentingan nasabah
Tanda tangan Pejabat berwenang
Meterai + stempel Perusahaan
BER-12
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN 21
BI-SPS
Surat Permohonan Perpindahan Registrasi - Repo
Nomor :
Kepada : Bagian PTPU
Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan
sendiri/nasabah* meminta Saudara untuk memindahkan kepemilikan SBI dari :
Nama Bank Penjual/Sub-Registry*
No. Rekening SBI di Central Registry
Nama nasabah**
Kepada :
Nama Bank Pembeli/Sub-Registry*
No. Rekening SBI di Central Registry
Nama nasabah**
Dengan syarat bahwa kepemilikan SBI tidak akan dipindahkan kecuali pihak pembeli
telah melunasi pembayaran sesuai dengan persyaratan dari :
Nama Bank Pembayar
No. Rekening Giro Bank
Kepada :
Nama Bank Penerima dana
No. Rekening Giro Bank
Atas transaksi SBI sebagai berikut :
Seri SBI
Tgl. jatuh waktu SBI
Nilai Nominal
Tingkat Diskonto Transaksi
Nilai Transaksi
Tanggal Transaksi
Selanjutnya kami mohon pembalikan transaksi ini atas dasar prinsip DVP dengan
mengkredit Rekening SBI kami sebesar jumlah nominal tersebut di atas setelah
Rekening Giro Kami didebet sebagai berikut :
Bank Penerima Dana
No. Rekening Giro
Tanggal SBI Repo Jatuh Waktu
Nilai Pembayaran SBI Repo Jatuh Waktu
Dalam hal pada saat jatuh waktu repo saldo rekening giro Bank Kami di BI dan atau
saldo Rekening SBI counterparty tidak mencukupi sehingga tidak dapat dilakukan
penyelesaian transaksi maka Kami sepakat menganggap sebagai penyelesaian transaksi
outright.
……….., tgl/bln/thn
Pengesahan Sub-Registry***
Tanda tangan Pejabat berwenang +
stempel Perusahaan
Keterangan :
*
Coret yang tidak perlu
** Diisi apabila pembeli/penjual adalah Sub-Registry atau Bank atas kepentingan nasabah
***Diisi apabila Bank penjual bertindak atas kepentingan nasabah
BER-13
Tanda tangan Pejabat berwenang
Meterai + stempel Perusahaan
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN 22
BI-SPS
Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran - Repo
Nomor :
Kepada : Bagian PTPU
Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan
sendiri/nasabah* memerintahkan Saudara untuk memindahkan dana dari :
Nama Bank Pembayar
No. Rekening Giro Bank
Kepada :
Nama Bank Penerima dana
No. Rekening Giro Bank
Dengan syarat bahwa pembayaran tidak akan dilakukan kecuali SBI telah diserahkan
dari :
Nama Bank Penjual/Sub-Registry*
No. Rekening SBI di Central Registry
Nama nasabah**
Kepada :
Nama Bank Pembeli/Sub-Registry*
No. Rekening SBI di Central Registry
Nama nasabah**
Atas transaksi SBI sebagai berikut :
Seri SBI
Tgl. jatuh waktu SBI
Nilai Nominal
Tingkat Diskonto Transaksi
Nilai Transaksi
Tanggal Transaksi
Selanjutnya kami mohon pembalikan transaksi ini atas dasar prinsip DVP dengan
mendebet Rekening SBI kami sebesar jumlah nominal tersebut di atas setelah kami
menerima dana sebagai berikut :
Bank Penerima Dana
No. Rekening Giro
Tanggal Jatuh Waktu SBI Repo
Nilai Pembayaran SBI Repo Jatuh Waktu
Dalam hal pada saat jatuh waktu repo saldo Rekening SBI Kami dan atau saldo
rekening giro counterparty di BI tidak mencukupi sehingga tidak dapat dilakukan
penyelesaian transaksi, maka Kami sepakat menganggap
transaksi outright.
sebagai
Pengesahan Bank Pembayar***
Tanda tangan Pejabat berwenang +
stempel Perusahaan
Keterangan :
*
Coret yang tidak perlu
** Diisi apabila pembeli/penjual adalah Sub-Registry atau Bank atas kepentingan nasabah
***Diisi apabila Bank Pembeli/Sub-Registry berbeda dengan Bank Pembayar
BER-14
penyelesaian
……….., tgl/bln/thn
Tanda tangan Pejabat berwenang
Meterai + stempel Perusahaan
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-23
BI-SPS
Surat Permohonan Penyelesaian Kepemilikan SBI – Repo
Sebelum Jatuh Waktu
Nomor :
Kepada : Central Registry
Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan
sendiri/nasabah* mengajukan permohonan perubahan pembalikan transaksi SBI Repo
atas SPPR-Repo Kami No……… tanggal ………… (fotocopy terlampir), menjadi
sebagai berikut :
Nilai Pembayaran SBI Repo Jatuh Waktu Rp
Tanggal SBI Repo Jatuh Waktu
……….., tgl/bln/thn
Pengesahan Sub-Registry
Counterparty
Keterangan :
Tanda tangan Pejabat berwenang +
stempel Perusahaan
*
Coret yang tidak perlu
Tanda tangan Pejabat berwenang
Meterai + stempel Perusahaan
BER-15
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
LAMPIRAN-24
BI-SPS
Surat Permohonan Penyelesaian Dana SBI – Repo
Sebelum Jatuh Waktu
Nomor :
Kepada : Bagian PTPU
Kami Bank/Sub-Registry *(Nama Bank/Sub-Registry) bertindak atas kepentingan
sendiri/nasabah* mengajukan permohonan perubahan pembalikan transaksi SBI Repo
atas SPPP-Repo Kami No……… tanggal ………… (fotocopy terlampir), menjadi
sebagai berikut :
Nilai Pembayaran SBI Repo Jatuh Waktu Rp
Tanggal SBI Repo Jatuh Waktu
……….., tgl/bln/thn
Pengesahan Bank Counterparty
Keterangan :
Tanda tangan Pejabat berwenang +
stempel Perusahaan
*
Coret yang tidak perlu
Tanda tangan Pejabat berwenang
Meterai + stempel Perusahaan
BER-16
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/ 20 /DPM tanggal 18 November 2002
-----------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran-25
Central Registry
PEMBERITAHUAN PELUNASAN SBI
JATUH WAKTU
Kepada: Sub-Registry
[Nama Sub Registry]
[Nomor Rekening SBI]
[Tipe Rekening]
Pelunasan SBI yang tercatat di Central Registry yang akan dilakukan pada [tanggal]
dengan cara pengkreditan oleh Bank Indonesia pada rekening [nama
bank][kode/no.rek.giro di BI] pada Bank Indonesia adalah sebagai berikut :
Rincian SBI
No.
Seri Tingkat
Diskonto
Jatuh
Waktu
Nominal
Nominal
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp xx.xxx.xxx.xx
Rp xx.xxx.xxx.xx
T O T A L
Jakarta,………
Sub Registry
[TTD Pejabat Berwenang]
BER-17
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/20/DPM|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Penerbitan, Perdagangan dan Penatausahaan Sertifikat Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 18 November 2002 </set_date>
<effective_date> 25 November 2002 </effective_date>
<related_reg> '4/10/PBI/2002', '4/9/PBI/2002' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
|
No. 8/ 31 /DPBPR
Jakarta,12 Desember 2006
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Bank Perkreditan Rakyat
------------------------------
Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/26/PBI/2006
tanggal 8 November 2006 tentang Bank Perkreditan Rakyat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4656), selanjutnya disebut PBI, perlu ditetapkan
ketentuan pelaksanaan mengenai kelembagaan Bank Perkreditan Rakyat,
selanjutnya disebut BPR, dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai
berikut:
I. UMUM
1. Pengajuan permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau
penyampaian laporan kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia
dan/atau Bank Indonesia sebagaimana diatur dalam PBI menggunakan
lampiran yang ditetapkan dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran ini.
2. Dalam …
2
2. Dalam hal format permohonan izin, pengajuan rencana dan/atau
penyampaian laporan tidak diatur secara khusus dalam Surat Edaran
ini maka format tersebut diserahkan kepada masing-masing BPR.
3. Perhitungan hari dalam rangka pengajuan permohonan izin, pengajuan
rencana dan/atau penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam PBI
didasarkan pada hari kalender.
II. KEPEMILIKAN DAN PERUBAHAN MODAL
1. Tata cara dan pelaporan perubahan Anggaran Dasar BPR karena
perubahan kepemilikan tunduk kepada ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Bagi BPR berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT), perubahan
Anggaran Dasar wajib dinotariilkan dan dilaporkan kepada instansi
yang berwenang. Bukti pelaporan perubahan tersebut berbentuk hasil
cetak (print out) melalui Sistem Informasi Badan Hukum
(Sisminbakum) atau tanda terima dari instansi yang berwenang.
Bagi BPR berbadan hukum Perusahaan Daerah (PD) dan Koperasi,
perubahan Anggaran Dasar dan pelaporannya dilakukan sesuai
Peraturan Daerah atau ketentuan Perkoperasian yang berlaku.
2. BPR menyampaikan laporan perubahan kepemilikan sebagaimana
dimaksud pada angka 1 kepada Bank Indonesia paling lambat 10
(sepuluh) hari setelah dipenuhinya aspek ekonomis dan aspek yuridis
atas perubahan kepemilikan dimaksud.
Yang dimaksud dengan pemenuhan aspek ekonomis dan aspek yuridis
adalah:
a. aspek …
3
a.
b.
aspek ekonomis berupa setoran modal oleh pemegang saham
BPR yang telah efektif, dan
aspek yuridis berupa pengesahan perubahan kepemilikan oleh
Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota dan
perubahan Anggaran Dasar tersebut telah dilaporkan kepada
instansi yang berwenang.
III. PERSYARATAN ANGGOTA/CALON ANGGOTA DIREKSI DAN
PEMENUHAN SERTIFIKASI KELULUSAN
1. Calon anggota Direksi yang belum berpengalaman di bidang
operasional perbankan wajib mengikuti magang paling singkat selama
3 (tiga) bulan pada BPR di bidang pendanaan dan/atau perkreditan dan
memiliki sertifikat kelulusan dari Lembaga Sertifikasi.
2. Pemenuhan persyaratan administratif berupa sertifikat kelulusan bagi
calon anggota Direksi dalam rangka permohonan persetujuan prinsip
pendirian BPR diatur sebagai berikut:
a.
paling sedikit 1 (satu) orang calon anggota Direksi wajib
memiliki sertifikat kelulusan, bagi permohonan yang diajukan
dalam kurun waktu 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember
2008.
b.
setiap calon anggota Direksi wajib memiliki sertifikat kelulusan,
bagi permohonan yang diajukan sejak tanggal 1 Januari 2009.
3. Pemenuhan persyaratan administratif berupa sertifikat kelulusan bagi
calon anggota Direksi BPR di BPR yang telah melakukan kegiatan
usaha diatur sebagai berikut:
a. calon …
4
a.
calon anggota Direksi yang diajukan dalam kurun waktu 1
Januari 2007 sampai dengan tanggal 31 Desember 2008 tidak
wajib memiliki sertifikat kelulusan dalam hal BPR telah
memiliki paling sedikit 1 (satu) orang anggota Direksi yang
bersertifikat.
b.
calon anggota Direksi yang diajukan sejak tanggal 1 Januari
2009 wajib memiliki sertifikat kelulusan.
4. Pemberitahuan hasil kelulusan ujian yang diterbitkan oleh Lembaga
Sertifikasi berlaku sebagai bukti pemenuhan kewajiban memiliki
sertifikat kelulusan.
IV. PEMBUKAAN KANTOR BPR DAN KEGIATAN DI LUAR
KANTOR
1. Kantor Cabang
Dalam rangka pembukaan Kantor Cabang, BPR wajib memiliki
teknologi informasi yang memadai. Termasuk dalam pengertian
teknologi informasi yang memadai adalah BPR memiliki aplikasi
dan/atau sarana yang dibutuhkan dalam pencatatan transaksi kegiatan
usaha BPR dan mampu menghasilkan laporan keuangan secara
gabungan pada hari yang sama.
2. Kegiatan Kas di Luar Kantor
a. Kas Mobil, Kas Terapung dan Payment Point
1) Kegiatan kas di luar kantor dengan menggunakan kas
mobil, kas terapung dan payment point adalah kegiatan
pelayanan kas meliputi:
a) menerima angsuran kredit,
b). menerima …
5
b) menerima setoran dan melayani penarikan tabungan
bagi nasabah,
c) menerima titipan dana dalam rangka pembukaan
rekening tabungan atau deposito,
d) menerima titipan dana dalam rangka pelayanan jasa
pembayaran tagihan seperti pembayaran tagihan
listrik, telepon, air dan lainnya,
e) pencairan kredit, tidak termasuk proses persetujuan
kredit.
2) Kegiatan kas di luar kantor dengan menggunakan kas
mobil, kas terapung dan payment point tidak diperkenankan
melakukan kegiatan pelayanan kas selain yang disebut pada
angka 1.
b. Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
1) Kegiatan kas di luar kantor dengan menggunakan ATM
tunduk kepada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran
dengan menggunakan kartu (APMK) dan peraturan
pelaksanaannya.
2) Dalam hal kegiatan kas di luar kantor dilakukan dengan
menggunakan ATM yang diselenggarakan sendiri oleh
BPR maka BPR hanya dapat bertindak sebagai prinsipal,
penerbit dan technical acquirer (pihak yang menyediakan
sarana yang diperlukan dalam pemrosesan kegiatan kas di
luar kantor menggunakan ATM).
3) BPR …
6
3) BPR yang akan bertindak sebagai penerbit kartu ATM
wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari Bank
Indonesia, dengan mengajukan permohonan kepada
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran (DASP)
dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan BPR
(DPBPR) atau Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat,
mengenai rencana penyelenggaraan kegiatan kas di luar
kantor dengan menggunakan ATM dengan memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank
Indonesia mengenai penyelenggaraan APMK. Apabila
selain bertindak sebagai penerbit kartu ATM, BPR yang
bersangkutan sekaligus akan bertindak pula sebagai
prinsipal dan/atau technical acquirer maka kegiatan
sebagai prinsipal dan/atau technical acquirer tersebut wajib
terlebih dahulu dilaporkan kepada DASP. Penyampaian
permohonan persetujuan sebagai penerbit dan pelaporan
sebagai prinsipal dan/atau technical acquirer dimaksud
dapat dilakukan dalam satu dokumen secara bersamaan.
4) Dalam hal kegiatan kas di luar kantor dilakukan dengan
menggunakan ATM yang diselenggarakan melalui
kerjasama dengan bank umum maka BPR dapat bertindak
sebagai penerbit kartu ATM atau bukan penerbit kartu
ATM (co-branding).
5) Dalam …
7
5) Dalam hal BPR akan bertindak sebagai penerbit kartu
ATM maka BPR wajib terlebih dahulu mendapat
persetujuan Bank Indonesia dengan mengajukan
permohonan kepada DASP dengan tembusan kepada
DPBPR atau KBI setempat, dengan ketentuan sebagai
berikut:
(a) Kegiatan penerbitan kartu oleh BPR tunduk kepada
ketentuan Bank Indonesia mengenai APMK
sebagaimana dimaksud dalam huruf b angka 1).
(b) Bank umum mitra BPR bertindak sebagai technical
acquirer.
(c) BPR dapat bergabung dalam jaringan bersama ATM
(shared ATM) melalui bank umum mitra BPR atau
merupakan anggota tidak langsung shared ATM.
(d) Kerjasama antara BPR dan bank umum harus
dituangkan dalam perjanjian kerjasama pemanfaatan
jaringan ATM bank umum oleh BPR.
6) Dalam hal BPR bertindak bukan sebagai penerbit kartu
ATM (co-branding) maka BPR wajib terlebih dahulu
mendapat persetujuan Bank Indonesia dengan mengajukan
permohonan kepada DPBPR atau KBI setempat dengan
ketentuan sebagai berikut:
(a) ATM merupakan produk bank umum, sementara BPR
merupakan marketing agent.
(b) Hak, kewajiban dan risiko sebagai penerbit kartu
melekat pada bank umum dan tidak dapat diserahkan
atau dialihkan kepada BPR.
(c) Penyelesaian …
8
(c) Penyelesaian pengaduan nasabah (complaint
handling) merupakan kewajiban Bank Umum
penerbit kartu ATM.
(d) Perjanjian antara nasabah dengan BPR tidak boleh
bertentangan dengan perjanjian kerjasama BPR
dengan bank umum (co-branding agreement).
(e) Perjanjian co-branding paling sedikit memuat:
(1) Hak dan kewajiban bank umum sebagai penerbit
kartu,
(2) Hak dan kewajiban BPR sebagai mitra bank
umum (co-brand partner),
(3) Mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah
BPR sebagai pemegang kartu ATM kepada bank
umum sebagai penerbit kartu ATM baik secara
langsung maupun melalui BPR, dan
(4) Mekanisme penyelesaian transaksi antara bank
umum dan BPR.
3. Kegiatan Promosi
Dalam rangka promosi, BPR dapat menerima titipan dana untuk
melayani pembukaan rekening (tidak melayani transaksi kas lainnya)
sepanjang:
a.
terdapat mekanisme untuk meyakinkan nasabah bahwa penerima
titipan adalah orang yang memiliki otorisasi,
b.
jumlah dana yang dititipkan relatif kecil/wajar sebagai saldo
awal pembukaan rekening,
c. nasabah …
9
c.
nasabah memperoleh informasi secara tertulis bahwa dana
tersebut merupakan titipan yang belum merupakan setoran
efektif karena penyelesaiannya dilakukan oleh kantor terdekat,
dan
d. kegiatan dimaksud dilaporkan kepada Bank Indonesia paling
lambat 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan kegiatan.
V. TATA CARA PENETAPAN PENGGUNAAN IZIN USAHA DENGAN
NAMA BARU
1. Permohonan penetapan penggunaan izin usaha yang dimiliki BPR
dengan nama yang baru diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari
sejak persetujuan perubahan nama dan disertai dengan:
a.
alasan perubahan nama, dan
b.
akta perubahan anggaran dasar yang telah disetujui oleh instansi
berwenang.
2. Bank Indonesia memberikan persetujuan penggunaan izin usaha
dengan nama yang baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan berikut dokumen yang
dipersyaratkan diterima secara lengkap.
3. BPR wajib mengumumkan pelaksanaan perubahan nama kepada
masyarakat dalam surat kabar harian lokal atau pada papan
pengumuman di seluruh kantor BPR yang bersangkutan paling lambat
20 (dua puluh) hari sejak tanggal persetujuan dari Bank Indonesia dan
menyampaikan bukti pengumuman dimaksud paling lambat 10
(sepuluh) hari sejak tanggal pengumuman.
VI. PEMENUHAN …
10
VI. PEMENUHAN MODAL DISETOR SECARA BERTAHAP
1. Sanksi berupa larangan penyediaan dana baru bagi BPR yang
melanggar ketentuan pemenuhan modal disetor secara bertahap, tidak
berlaku bagi pencairan atas fasilitas kredit yang telah disetujui.
2. Dalam rangka pemenuhan sanksi berupa penutupan jaringan kantor,
penghentian kegiatan kas di luar kantor dan penghentian kegiatan
usaha sebagai Pedagang Valuta Asing (PVA), BPR harus
mencantumkan langkah-langkah pemenuhan sanksi tersebut dalam
suatu rencana kegiatan tersendiri yang terpisah dari rencana kerja
tahunan.
3. Semua sanksi yang telah dikenakan akibat pelanggaran ketentuan
pemenuhan modal disetor secara bertahap menjadi hapus apabila BPR
telah memindahkan alamat kantor ke wilayah yang sesuai dengan
tahapan pemenuhan modal disetor.
VII. PERIZINAN
1. Sistem dan Prosedur Kerja
Dalam rangka memenuhi persyaratan izin usaha, BPR harus
menyampaikan standar operasional dan prosedur kerja yang sekurang-
kurangnya meliputi:
a. Personalia,
b. Uraian tugas dan tanggung jawab pengurus dan pegawai,
c. Pengawasan internal,
d. Pengelolaan kas,
e. Penanaman dana dan pemberian kredit,
f. Penghimpunan …
11
f. Penghimpunan dana,
g. Pembukuan, dan
h. Pengelolaan dan penyimpanan dokumen.
2. ANALISIS POTENSI DAN KELAYAKAN
a. Analisis potensi dan kelayakan dalam rangka pendirian BPR,
pembukaan Kantor Cabang BPR, dan pemindahan alamat Kantor
Pusat/Kantor Cabang BPR dapat dilakukan sendiri oleh
pemohon atau oleh konsultan dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 40.
b. Analisis atas potensi dan kelayakan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, antara lain meliputi penilaian terhadap:
1)
aspek demografi dan ekonomi wilayah;
2)
3)
jumlah dan pertumbuhan lembaga perbankan, termasuk
lembaga keuangan mikro;
rencana kegiatan usaha yang mencakup sumber dana dan
penyaluran dana serta langkah-langkah yang akan
dilakukan dalam mewujudkan rencana dimaksud;
4) proyeksi keuangan setiap bulan untuk 3 (tiga) tahun
pertama, sejak BPR melakukan kegiatan operasional; dan
5) perencanaan sumber daya manusia.
c. Penilaian Bank Indonesia atas analisis studi kelayakan
didasarkan pada aspek-aspek sebagai berikut:
1) Aspek Non Ekonomis, yang terdiri dari :
(a) aspek umum, dan
(b) aspek …
12
(b) aspek manajemen.
2) Aspek Ekonomis, yang terdiri dari:
(a) aspek pemasaran
(1) competitive advantage,
(2) potensi dana pihak ketiga,
(3) potensi kredit UKM,
(4) persaingan kredit,
(5) persaingan dana pihak ketiga, dan
(6)
target pasar.
(b) aspek keuangan
(1) Profitability Index (PI)
Penilaian PI bertujuan untuk menilai risiko yang
dihadapi BPR dalam menjalankan usahanya. PI
merupakan perbandingan antara nilai akumulasi
Present Value (PV) dengan besarnya biaya yang
dikeluarkan oleh BPR dalam menjalankan
usahanya.
(2) Internal Rate of Return (IRR)
Penilaian IRR bertujuan untuk mengetahui
tingkat hasil pengembalian internal (tingkat
keuntungan) dari BPR yang akan didirikan. IRR
merupakan tingkat bunga yang menyamakan
investasi awal (I) dengan nilai tunai (PV) dari
arus kas masa datang.
(3) Break …
13
(3) Break Event Point (BEP)
Penilaian BEP menunjukkan ukuran atau skala
bisnis sehingga perusahaan mencapai titik
impas.
(4) Capital Adequacy Ratio (CAR)
Penilaian CAR dilakukan berdasarkan jumlah
modal yang dimiliki BPR yang dihitung
berdasarkan persentase tertentu dari Aktiva
Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), dengan
tujuan untuk mengetahui kemampuan BPR
dalam menyediakan modal minimum dalam
rangka pengembangan usaha dan menanggung
risiko kerugian.
(5) Return on Asset (ROA)
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memperoleh penghasilan terhadap operasi
bisnis dan menjadi ukuran keefektifan
manajemen. Dihitung berdasarkan laba sebelum
pajak selama 12 bulan terakhir dibandingkan
dengan rata-rata volume usaha dalam periode
yang sama
(6) Biaya Operasi/Pendapatan Operasi (BOPO)
Penilaian BOPO bertujuan untuk mengetahui
tingkat efisiensi operasional BPR yang dihitung
berdasarkan perbandingan antara Biaya
Operasional dalam 12 bulan terakhir terhadap
Pendapatan …
14
Pendapatan Operasional dalam periode yang
sama.
(7) Non Performing Loan (NPL)
Penilaian NPL bertujuan untuk mengetahui
jumlah nominal kredit dengan kualitas Kurang
Lancar, Diragukan dan Macet.
3. FORMAT PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN, PENGAJUAN
RENCANA DAN PENYAMPAIAN LAPORAN
a. Pengajuan permohonan izin kepada Dewan Gubernur Bank
Indonesia meliputi:
1) Permohonan Persetujuan Prinsip Pendirian BPR,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 1; dan
2) Permohonan Izin Usaha BPR, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.
b. Pengajuan permohonan izin kepada Bank Indonesia meliputi:
1) Permohonan Persetujuan Pencairan Deposito,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 3;
2) Permohonan Persetujuan Perubahan Kepemilikan BPR,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 5;
3) Permohonan Persetujuan Calon Anggota Direksi dan/atau
Dewan Komisaris BPR, menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 9;
4) Permohonan …
15
4) Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor
Cabang, menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 13;
5) Permohonan Izin Operasional Kantor Cabang,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 14;
6) Permohonan Izin Penerbitan Kartu ATM, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 19;
7) Permohonan Izin Kerjasama Penyelenggaraan ATM
dengan Bank Umum, menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 20;
8) Permohonan Persetujuan Prinsip Pemindahan Alamat
Kantor Pusat/Kantor Cabang keluar wilayah
kabupaten/kota atau provinsi, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 21;
9) Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor
Pusat/Kantor Cabang dalam wilayah kabupaten/kota yang
sama, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 22;
10) Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor
Pusat/Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 23;
11) Permohonan Penetapan Penggunaan Izin Usaha yang
Dimiliki BPR dengan Nama yang Baru, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 28;
12) Permohonan …
16
12) Permohonan Persetujuan Prinsip Perubahan Bentuk Badan
Hukum, menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 30;
13) Permohonan Pengalihan Izin Usaha BPR dari Badan
Hukum Lama kepada Badan Hukum Baru, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 31;
14) Permohonan Penutupan Kantor Cabang, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 33; dan
15) Permohonan Penutupan Kantor Sementara, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 37.
c. Pengajuan rencana kepada Bank Indonesia meliputi:
1) Rencana Pembukaan Kantor Kas, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 16;
2) Rencana Pemindahan Alamat Kantor Kas, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 25; dan
3) Rencana Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar
Kantor BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 35.
d. Penyampaian laporan kepada Bank Indonesia meliputi:
1) Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha BPR, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4;
2) Laporan Perubahan Kepemilikan BPR, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 6;
3) Laporan …
17
3) Laporan Perubahan Komposisi Kepemilikan BPR,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 7;
4) Laporan Perubahan Modal Dasar BPR, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8;
5) Laporan Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Dewan
Komisaris BPR, menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 10;
6) Laporan Pengangkatan/Penggantian Pejabat Eksekutif
BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 11;
7) Laporan Pemberhentian Pejabat Eksekutif BPR,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 12;
8) Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 15;
9) Laporan Pembukaan Kantor Kas, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 17;
10) Laporan Pembukaan Kegiatan Kas di Luar Kantor,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 18;
11) Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor
Pusat/Kantor Cabang, menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 24;
12) Laporan …
18
12) Laporan Pemindahan Alamat Kantor Kas, menggunakan
format sebagaimana tercantum dalam Lampiran 26;
13) Laporan Pemindahan Alamat Kegiatan Kas di Luar Kantor,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 27;
14) Laporan Pengumuman Perubahan Nama BPR,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 29;
15) Laporan Pelaksanaan Pengumuman Perubahan Bentuk
Badan Hukum Baru BPR, menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 32;
16) Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 34;
17) Laporan Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar
Kantor BPR, menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 36;
18) Laporan Pengumuman Penutupan Sementara Kantor,
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 38; dan
19) Laporan Pelaksanaan Penutupan dan Pembukaan Kembali
Kantor, menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran 39.
e. Batas waktu penyampaian laporan oleh BPR dibuktikan sebagai
berikut:
1) berdasarkan …
19
1) berdasarkan stempel pos atau tanda terima jasa ekspedisi
apabila laporan dikirim melalui kantor pos atau perusahaan
jasa ekspedisi; dan
2) berdasarkan tanggal penerimaan laporan oleh Bank
Indonesia apabila laporan disampaikan secara langsung.
4. ALAMAT PENGAJUAN PERMOHONAN IZIN, PENGAJUAN
RENCANA DAN/ATAU PENYAMPAIAN LAPORAN
a. Permohonan pendirian BPR ditujukan kepada:
1) Dewan Gubernur Bank Indonesia u.p. Direktorat
Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia,
Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BPR yang
akan didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Raya, Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Bekasi, Karawang
dan Provinsi Banten.
2) Dewan Gubernur Bank Indonesia u.p. Direktorat
Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia,
Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, dengan tembusan
kepada Kantor Bank Indonesia setempat, bagi BPR yang
akan didirikan di luar wilayah sebagaimana dimaksud
dalam angka 1, dengan mengacu kepada pembagian
wilayah kerja Kantor Bank Indonesia pada Lampiran 41.
b. Permohonan selain untuk pendirian BPR, pengajuan rencana dan
penyampaian laporan ditujukan kepada:
1) Bank Indonesia u.p. Direktorat Pengawasan Bank
Perkreditan Rakyat, Bank Indonesia, Jalan M.H. Thamrin
No. 2 Jakarta 10350, bagi BPR yang akan didirikan di
wilayah …
20
wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya,
Kabupaten/Kota Bogor, Depok, Bekasi, Karawang dan
Provinsi Banten.
2) Bank Indonesia u.p. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi
BPR yang berkantor pusat di luar wilayah sebagaimana
dimaksud dalam angka 1), dengan mengacu kepada
pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia pada
Lampiran 41.
VIII. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 12 Desember 2006.
Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Nomor
6/33/DPBPR tanggal 13 Agustus 2004 perihal Bank Perkreditan Rakyat
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
SITI CH. FADJRIJAH
DEPUTI GUBERNUR
DPBPR
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 1
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Dewan Gubernur Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No.2
JAKARTA 10110
Up. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat
Perihal : Permohonan Persetujuan Prinsip Pendirian BPR
Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk memperoleh persetujuan prinsip
pendirian Bank Perkreditan Rakyat dengan rencana nama ………………………………..
yang berkedudukan di ………………… Kabupaten/Kota …………….…
Untuk melengkapi permohonan dimaksud bersama ini kami sampaikan:
1. Rancangan akta pendirian badan hukum, termasuk rancangan anggaran dasar.
2. Daftar calon pemegang saham/calon anggota *) disertai dokumen yang dipersyaratkan.
3. Daftar calon anggota Direksi dan dewan Komisaris disertai dokumen yang
dipersyaratkan.
4. Rencana struktur organisasi dan jumlah personalia.
5. Analisis atas potensi dan kelayakan pendirian BPR, yang meliputi penilaian terhadap:
a. aspek demografi dan ekonomi wilayah;
b. jumlah dan pertumbuhan lembaga perbankan, termasuk lembaga keuangan mikro;
c. rencana kegiatan usaha yang mencakup sumber dana dan penyaluran dana serta
langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan dalam mewujudkan rencana
dimaksud;
d. proyeksi keuangan setiap bulanan untuk 3 (tiga) tahun pertama, sejak BPR
melakukan kegiatan operasional; dan
e. perencanaan sumber daya manusia;
6. Rencana sistem dan prosedur kerja.
7. Fotokopi bilyet deposito sebesar Rp. …………………… (……..………..….) atas nama
Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. ………………………………….. untuk
pendirian BPR ……………………….…….. yang merupakan ……. % (………….
perseratus) dari modal disetor minimum yang dipersyaratkan, yang telah berisi
keterangan bahwa pencairan hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia.
8. Surat …
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lanjutan Lampiran 1
8. Surat pernyataan dari calon pemegang saham/anggota *) bahwa setoran modal:
a.
b.
tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
Demikian permohonan kami.
Nama dan tandatangan calon pemilik
tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari
bank dan atau pihak lain; dan
cc : Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah DKI Jaya,
Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten)
Keterangan:
*) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 2
……………..,…………………
No.
:
Lamp :
Kepada
Dewan Gubernur Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No.2
JAKARTA 10110
Up. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat
Perihal : Permohonan Izin Usaha BPR
Menunjuk surat Bank Indonesia Nomor …….. tanggal ………. perihal persetujuan
prinsip BPR dengan ini kami:
Nama BPR : ……………….
Alamat
: ……………….
mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin usaha Bank Perkreditan Rakyat. Untuk
melengkapi permohonan dimaksud, bersama ini kami sampaikan:
1. Akta pendirian BPR termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh instansi
berwenang.
2. Daftar pemegang saham/anggota *) disertai dokumen yang dipersyaratkan**).
3. Daftar susunan anggota Direksi dan dewan Komisaris disertai dokumen yang
dipersyaratkan **).
4. Susunan organisasi serta sistem dan prosedur kerja, termasuk susunan personalia.
5. Fotokopi bilyet deposito sebesar Rp. …………………… (……..………..….) atas nama
Dewan Gubernur Bank Indonesia q.q. ………………………………….. untuk
pendirian BPR ……………………….…….. yang merupakan ……. % (………….
perseratus) dari modal disetor minimum yang dipersyaratkan, yang telah berisi
keterangan bahwa pencairan hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Dewan Gubernur Bank Indonesia.
6. Surat pernyataan dari pemegang saham/anggota *) bahwa setoran modal:
a. tidak berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari
bank dan atau pihak lain; dan
b. tidak berasal dari dan untuk tujuan pencucian uang.
7. Bukti …
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lanjutan Lampiran 2
7. Bukti kesiapan operasional, antara lain berupa:
a. daftar aktiva tetap dan inventaris;
b. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa
gedung kantor yang didukung oleh bukti kepemilikan dari pihak yang menyewakan;
c. foto gedung kantor dan tata letak ruangan;
d. contoh formulir/ warkat yang akan digunakan untuk operasional BPR;
e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
cc : Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah DKI Jaya,
Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi Banten)
Keterangan:
*) coret yang tidak perlu
**) apabila terdapat perubahan
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 3
……………..,…………….……
No.
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Persetujuan Pencairan Deposito
Berdasarkan Surat Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor ……….
tanggal ………… perihal pemberian izin usaha BPR …………….., dengan ini kami
mengajukan permohonan persetujuan pencairan Deposito dari modal disetor BPR …….
yang berada pada Bank …………….. dengan alamat ………………….
Rincian Deposito tersebut adalah sebagai berikut :
No.
No. Seri Deposito/No
Rekening
1.
2.
…
...
Atas Nama Dewan
Gubernur QQ
Total
Dana tersebut akan kami pergunakan untuk operasional BPR ……………………
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Nominal (Rp)
:
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 4
……………..,…………….……
No.
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pelaksanaan Kegiatan Usaha BPR
Menunjuk Surat Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor ……….….
tanggal …….… tentang Pemberian Izin Usaha BPR …………….., dengan ini dilaporkan
bahwa kami telah memulai kegiatan usaha pada tanggal ……….......
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
:
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas), dengan tembusan kepada DPBPR
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 5
……………..,…………….……
No.
:
Lampiran:
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Persetujuan Perubahan Kepemilikan BPR
Dengan ini kami mengajukan permohonan perubahan kepemilikan BPR yang
diakibatkan oleh pengalihan saham/penambahan pemegang saham baru dan/atau
pengeluaran saham baru **) dengan keterangan sebagai berikut:
A. Kepemilikan BPR saat ini:
No. Nama Pemilik Jumlah Lembar
Saham
Jumlah Nominal
(dalam ribuan Rp)
1.
2.
Dst
Jumlah
B. Rencana kepemilikan BPR yang baru:
No. Nama Pemilik Jumlah Lembar
Saham
1.
2.
Dst
Jumlah
Untuk melengkapi permohonan tersebut, dengan ini kami sampaikan dokumen yang
dipersyaratkan dari calon pemegang saham/calon anggota **).
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Jumlah Nominal
(dalam ribuan Rp)
Prosentase
(%)
Prosentase
(%)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 6
……………..,…………….……
No.
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Perubahan Kepemilikan BPR
Menunjuk surat persetujuan Bank Indonesia Nomor ……… tanggal ………, dengan
ini kami laporkan bahwa berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham/rapat anggota**)
tanggal ..............., telah dilakukan perubahan kepemilikan BPR yang diakibatkan
pengalihan saham/penambahan pemegang saham baru dan/atau pengeluaran saham baru**)
dengan keterangan sebagai berikut:
B. Komposisi kepemilikan BPR yang lama:
No.
1.
2.
Dst
Jumlah
C. Komposisi kepemilikan BPR yang baru:
No.
1.
2.
Dst
Jumlah
Terlampir kami sampaikan dokumen yang dipersyaratkan dalam pelaporan perubahan
kepemilikan.
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Nama Pemilik Jumlah Lembar
Saham
Jumlah Nominal
(dalam ribuan Rp)
Prosentase
(%)
Nama Pemilik Jumlah Lembar
Saham
Jumlah Nominal
(dalam ribuan Rp)
Prosentase
(%)
:
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 7
……………..,…………….……
No.
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Perubahan Komposisi Kepemilikan BPR
Dengan ini kami laporkan bahwa pada tanggal ………telah dilakukan perubahan
komposisi kepemilikan BPR yang diakibatkan adanya penambahan modal disetor/tanpa
penambahan modal disetor **) sebagai berikut:
C. Kepemilikan BPR sebelum perubahan:
No.
Nama Pemilik Jumlah Lembar
Saham
1.
2.
Dst
Jumlah
D. Kepemilikan BPR setelah perubahan:
No.
1.
2.
Dst
Jumlah
Terlampir kami sampaikan dokumen yang dipersyaratkan
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Nama Pemilik Jumlah Lembar
Saham
Jumlah Nominal
(dalam ribuan Rp)
Prosentase
(%)
Jumlah Nominal
(dalam ribuan Rp)
Prosentase
(%)
:
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 8
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Perubahan Modal Dasar BPR
Sehubungan dengan perubahan modal dasar BPR, dengan ini kami sampaikan:
1.
risalah rapat umum pemegang saham/ rapat anggota **)
2. perubahan anggaran dasar dari instansi berwenang yang kami terima dari Notaris pada
tanggal ……………………….
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 9
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Persetujuan Calon Anggota Direksi dan/atau Dewan
Komisaris BPR **)
Dengan ini kami mengajukan calon anggota Direksi dan/atau dewan Komisaris
BPR**) sebagai berikut:
1. Direksi:
Nama
………………..
……………….
2. Dewan Komisaris:
Nama
………………..
……………….
……………….
Jabatan
…………………………….
…………………………….
Jabatan
…………………………….
…………………………….
…………………………….
Terlampir kami sampaikan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 10
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pengangkatan Anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris
BPR**)
Dengan ini kami beritahukan bahwa berdasarkan hasil rapat umum pemegang
saham/rapat anggota **) pada tanggal ……. telah diangkat anggota Direksi dan/atau Dewan
Komisaris **) dengan susunan sebagai berikut:
Pengurus
Direksi
Dewan Komisaris
Untuk melengkapi laporan ini, terlampir kami sampaikan risalah rapat umum
pemegang saham/risalah rapat anggota **), perubahan anggaran dasar yang telah
dinotariilkan serta bukti pelaporan perubahan anggaran dasar kepada instansi yang
berwenang.
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Jabatan
Nama Pengurus
Lama
Baru
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 11
……………..,…………….……
No.
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
yaitu:
Nama
Perihal : Laporan Pengangkatan/Penggantian **) Pejabat Eksekutif BPR
Dengan ini kami melaporkan pengangkatan/penggantian **) Pejabat Eksekutif BPR
Jabatan
………………..
…………………………….
Terlampir kami sampaikan surat pengangkatan dan pemberian kuasa sebagai Pejabat
Eksekutif (bagi Pemimpin Cabang) dari Direksi BPR, disertai dokumen yang
dipersyaratkan.
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
:
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 12
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pemberhentian Pejabat Eksekutif BPR
Menunjuk surat Bank Indonesia No………..tanggal ……….. tentang penolakan
pengangkatan Pejabat Eksekutif, dengan ini kami laporkan pemberhentian Pejabat
Eksekutif sebagai berikut:
Nama
………………..
………………..
………………..
Pejabat Eksekutif BPR.
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Jabatan
terhitung sejak
……………………………. ………………
……………………………. ………………
……………………………. ………………
Terlampir kami sampaikan fotokopi surat pemberhentian yang bersangkutan sebagai
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 13
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Persetujuan Prinsip Pembukaan Kantor Cabang
Dengan ini kami mengajukan permohonan persetujuan prinsip pembukaan Kantor
Cabang dengan alamat ……………. Kabupaten/Kota .................., sesuai dengan rencana
kerja tahunan BPR kami.
Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan:
1. analisis potensi dan kelayakan pembukaan Kantor Cabang sebagai berikut:
a. seluruh aspek analisis potensi/kejenuhan
b. aspek penetapan lokasi, sasaran pasar yang jelas dan perencanaan SDM
2. bukti setoran modal **).
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) apabila diperlukan.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 14
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Izin Operasional Kantor Cabang
Sehubungan dengan surat Bank Indonesia No. ………. tanggal ……… perihal
persetujuan prinsip pembukaan Kantor Cabang, dengan ini kami mengajukan permohonan
izin operasional Kantor Cabang dengan alamat ……………. Kabupaten/Kota …………..
Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan rencana persiapan
operasional antara lain berupa:
a. daftar aktiva tetap dan inventaris;
b. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa gedung kantor
atau nota kesepakatan penggunaan gedung kantor;
c. foto gedung kantor dan tata letak ruangan.
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 15
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pelaksanaan Pembukaan Kantor Cabang
Berdasarkan surat Bank Indonesia nomor ………….. tanggal …………..perihal izin
operasional Kantor Cabang dengan ini kami laporkan bahwa Kantor Cabang kami di
……………………….. telah beroperasi sejak tanggal …………………..
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 16
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Rencana Pembukaan Kantor Kas
Sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan, dengan ini kami mengajukan rencana
pembukaan Kantor Kas di ……………….. Kabupaten/Kota …………………….
Sebagai bahan pertimbangan, terlampir kami sampaikan bukti kesiapan Kantor Kas
berupa:
a. daftar aktiva tetap dan inventaris;
b. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa gedung kantor
atau nota kesepakatan penggunaan gedung kantor;
c. foto gedung kantor dan tata letak ruangan;
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 17
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pembukaan Kantor Kas
Sehubungan dengan surat Bank Indonesia No. ……….. tanggal ……… perihal
penegasan pembukaan Kantor Kas, dengan ini kami laporkan bahwa kami telah
melaksanakan pembukaan Kantor Kas di …………. Kabupaten/Kota …………... sejak
tanggal ………..
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 18
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pembukaan Kegiatan Kas di Luar Kantor
Sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan, dengan ini kami laporkan pembukaan
Kegiatan Kas di Luar Kantor sebagai berikut:
No Jenis Pelayanan Kas**)
1 Kas mobil/kas terapung
2 Payment Point
3 Anjungan Tunai Mandiri
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Lokasi
Sejak Tanggal
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 19
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Perihal
: Permohonan Izin Penerbitan Kartu ATM
Dengan ini kami mengajukan permohonan izin untuk memperoleh persetujuan
penerbitan Kartu ATM.
Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan *):
1. Rencana Kerja Tahunan.
2. Hasil analisis bisnis atas penyelenggaraan Kegiatan Kas di Luar Kantor menggunakan
ATM yang akan dilakukan untuk 1 (satu) tahun kedepan.
3. Bukti kesiapan perangkat hukum.
4. Bukti kesiapan penerapan manajemen risiko.
5. Bukti kesiapan operasional.
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
cc : Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
Keterangan :
*) Kelengkapan persyaratan mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/59/DASP
tanggal 30 Desember 2005 perihal Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 20
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Izin Kerjasama Penyelenggaraan ATM dengan Bank Umum
Dengan ini kami mengajukan permohonan izin untuk memperoleh persetujuan
kerjasama penyelenggaraan Kegiatan Kas di Luar Kantor dengan menggunakan ATM yang
diselenggarakan melalui kerjasama dengan Bank …….
Untuk melengkapi permohonan dimaksud bersama ini kami sampaikan **):
1. Rencana Kerja Tahunan.
2. Hasil analisis bisnis atas penyelenggaraan Kegiatan Kas di Luar Kantor menggunakan
ATM yang akan dilakukan untuk 1 (satu) tahun kedepan.
3. Fotokopi perjanjian kerjasama penyelenggaraan ATM.
4. Bukti kesiapan penerapan manajemen risiko, sekurang-kurangnya meliputi risiko
likuiditas, risiko operasional dan risiko reputasi.
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) Kelengkapan persyaratan mengacu pada Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/59/DASP
tanggal 30 Desember 2005 perihal Tata Cara Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
Dengan Menggunakan Kartu.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 21
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Persetujuan Prinsip Pemindahan Alamat Kantor
Pusat/Kantor Cabang **)
Dengan ini kami mengajukan permohonan persetujuan prinsip pemindahan alamat
kantor pusat/Kantor Cabang **) yang semula beralamat di ......... Kabupaten/Kota …….
menjadi beralamat di ……… Kabupaten/Kota ………., dengan alasan ………………
Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan:
1. rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban kantor pusat/Kantor
Cabang **) ;
2. analisis atas potensi dan kelayakan pendirian kantor pusat/Kantor Cabang **) di tempat
kedudukan yang baru yang mencakup:
a. seluruh aspek analisis potensi/kejenuhan
b. aspek penetapan lokasi, sasaran pasar yang jelas dan perencanaan SDM;
3. bukti setoran modal ***).
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
***)apabila diperlukan
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 22
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor
Cabang**)
Berdasarkan surat Bank Indonesia No…………tanggal……….perihal persetujuan
prinsip pemindahan alamat kantor pusat/Kantor Cabang **), dengan ini kami mengajukan
permohonan izin efektif pemindahan alamat kantor dimaksud.
Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan dokumen berupa:
1. bukti pengumuman kepada masyarakat;
2. bukti kesiapan kantor termasuk sarananya, antara lain berupa:
a. daftar aktiva tetap dan inventaris;
b. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa
gedung kantor yang didukung oleh bukti kepemilikan dari pihak yang menyewakan;
c. foto gedung kantor dan tata letak ruangan;
d. contoh formulir/ warkat;
e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 23
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Izin Efektif Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor
Cabang **)
Dengan ini kami mengajukan permohonan izin efektif pemindahan alamat kantor
pusat/Kantor Cabang **) yang semula beralamat di .…...…………… menjadi beralamat di
………………………. dengan alasan ………………………………
Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan:
1. alasan pemindahan alamat kantor;
2. bukti pengumuman kepada masyarakat ;
3. rencana penyelesaian atau pengalihan tagihan dan kewajiban;
4. bukti kesiapan kantor termasuk sarananya, antara lain berupa:
a. daftar aktiva tetap dan inventaris;
b. bukti penguasaan gedung berupa bukti kepemilikan atau perjanjian sewa-menyewa
gedung kantor yang didukung oleh bukti kepemilikan dari pihak yang menyewakan;
c. foto gedung kantor dan tata letak ruangan;
d. contoh formulir/ warkat;
e. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat (bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 24
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pelaksanaan Pemindahan Alamat Kantor Pusat/Kantor Cabang**)
Berdasarkan surat Bank Indonesia Nomor………..tanggal………..tentang izin
efektif pemindahan alamat kantor pusat/Kantor Cabang **), dengan ini kami laporkan
perpindahan alamat kantor pusat/Kantor Cabang **) pada tanggal ……………… dengan
data sebagai berikut :
Alamat lama : …… Kabupaten/Kota ……. Telp. …… Telex …….. Fax ……….
Alamat baru : …… Kabupaten/Kota ……. Telp. …… Telex …….. Fax ……….
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 25
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Rencana Pemindahan Alamat Kantor Kas
Dengan ini kami beritahukan bahwa pada tanggal ……………. kami akan
melaksanakan pemindahan Kantor Kas dengan data sebagai berikut:
Alamat lama : …… Kabupaten/Kota ……. Telp. …… Telex …….. Fax ……….
Alamat baru : …… Kabupaten/Kota ……. Telp. …… Telex …….. Fax ……….
dengan alasan ………………………………….
Sebagai bahan pertimbangan, terlampir kami sampaikan bukti kesiapan Kantor Kas
di tempat yang baru.
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 26
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pemindahan Alamat Kantor Kas
Sehubungan dengan surat Bank Indonesia No. ……… tanggal ………..perihal
penegasan pemindahan alamat Kantor Kas, dengan ini kami memberitahukan bahwa pada
tanggal ……………. kami telah melaksanakan pemindahan Kantor Kas dengan data
sebagai berikut :
Alamat lama : …… Kabupaten/Kota ……. Telp. …… Telex …….. Fax ……….
Alamat baru : …… Kabupaten/Kota ……. Telp. …… Telex …….. Fax ……….
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 27
……………..,…………….……
No.
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pemindahan Alamat Kegiatan Kas di Luar Kantor
Dengan ini kami laporkan pemindahan alamat Kegiatan Kas di Luar Kantor sebagai
berikut:
No Kegiatan Kas**)
1 Payment Point
2 Anjungan Tunai Mandiri
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Lokasi Lama Lokasi Baru Sejak Tanggal
:
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) Coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 28
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Penetapan Penggunaan Izin Usaha yang Dimiliki BPR
dengan Nama yang Baru
Dengan ini kami beritahukan bahwa BPR kami telah memperoleh pengesahan
perubahan nama dari instansi berwenang, dari yang semula bernama …………….berubah
menjadi ………….……….. sejak tanggal ………… dengan alasan …………….
Berkenaan dengan hal tersebut di atas kami mohon kepada Bank Indonesia untuk
memberlakukan izin usaha PT/PD/Kop **) BPR ……….………. (nama BPR lama) kepada
PT/PD/Kop **) BPR ……………………
Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini kami sampaikan akta perubahan anggaran
dasar yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang dan contoh formulir/warkat yang
akan digunakan.
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 29
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pengumuman Perubahan Nama BPR
Sehubungan dengan surat Bank Indonesia No……… tanggal……….. perihal
persetujuan penetapan penggunaan izin usaha BPR dengan nama baru, dari yang semula
bernama PT/PD/Kop **) BPR …….. menjadi PT/PD/Kop **) BPR ……….., dengan ini
kami sampaikan bukti pengumuman perubahan nama berupa guntingan surat kabar/foto
kopi pengumuman di kantor BPR.
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) Coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 30
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Persetujuan Prinsip Perubahan Bentuk Badan Hukum
Dengan ini kami mengajukan permohonan persetujuan prinsip perubahan bentuk
badan hukum BPR dari …………. menjadi ……………. dengan alasan ………………
Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan:
1. rancangan akta pendirian badan hukum baru termasuk anggaran dasar;
2. rencana pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama kepada badan
hukum baru;
3. daftar calon anggota Direksi dan dewan Komisaris disertai dokumen yang diperlukan;
4. data kepemilikan disertai dokumen yang diperlukan.
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 31
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Pengalihan Izin Usaha BPR dari Badan Hukum Lama
kepada Badan Hukum Baru
Sehubungan dengan surat Bank Indonesia No. ………. tanggal ……….. perihal
persetujuan prinsip perubahan bentuk badan hukum BPR dari PT/PD/Kop**) menjadi
PT/PD/Kop**), dengan ini kami mengajukan permohonan pengalihan izin usaha dari
PT/PD/Kop **) BPR ……….. menjadi PT/PD/Kop **) BPR …………….
Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan rencana persiapan
operasional antara lain berupa:
1. akta pendirian badan hukum baru termasuk anggaran dasar yang telah disahkan oleh
instansi berwenang;
2. daftar calon anggota Direksi dan dewan Komisaris disertai dokumen yang
dipersyaratkan, dalam hal terjadi penggantian;
3. data kepemilikan disertai dokumen yang dipersyaratkan, dalam hal terjadi perubahan;
4. akta berita acara pengalihan seluruh hak dan kewajiban dari badan hukum lama kepada
badan hukum baru;
5. risalah rapat umum pemegang saham atau rapat anggota badan hukum lama yang
menyetujui perubahan bentuk hukum dan pembubaran badan hukum lama.
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 32
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pelaksanaan Pengumuman Perubahan Bentuk Badan Hukum
Baru BPR
Sehubungan dengan surat Bank Indonesia No. ………. tanggal ………perihal
persetujuan perubahan bentuk badan hukum baru BPR, dengan ini kami beritahukan bahwa
kami telah mengumumkan perubahan bentuk badan hukum baru BPR.
Terlampir bukti pengumuman perubahan bentuk badan hukum baru BPR berupa
guntingan surat kabar/pengumuman di seluruh kantor BPR.
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 33
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Penutupan Kantor Cabang
Dengan ini kami mengajukan permohonan penutupan Kantor Cabang yang
beralamat di ……………………… Kabupaten/Kota ……………………. dengan alasan
……………………………………………
Sebagai bahan pertimbangan dengan ini kami sampaikan bukti penyelesaian atau
pengalihan tagihan dan kewajiban Kantor Cabang kepada nasabah serta pihak-pihak lain.
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 34
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pelaksanaan Penutupan Kantor Cabang
Berdasarkan surat Bank Indonesia No. …………. tanggal ………… perihal izin
penutupan kantor cabang BPR, dengan ini kami laporkan bahwa Kantor Cabang BPR kami
yang beralamat di ………………... Kabupaten/Kota …………. telah kami tutup sejak
tanggal ………..
Untuk tertibnya bersama ini kami sampaikan bukti pengumuman berupa guntingan
surat kabar/foto kopi pengumuman di seluruh kantor BPR.
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 35
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Rencana Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR **)
Dengan ini kami beritahukan bahwa kami akan melakukan penutupan Kantor
Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR **) yaitu:
No.
Jenis **)
1 Kantor Kas
2 Kas mobil/kas terapung
3 Payment Point
4 Anjungan Tunai Mandiri
dengan alasan ………. (sebutkan masing-masing).
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Lokasi
Pada Tanggal
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 36
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Penutupan Kantor Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR **)
Dengan ini kami beritahukan bahwa kami telah melakukan penutupan Kantor
Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR **) yaitu:
No.
Jenis **)
1 Kantor Kas
2 Kas mobil/kas terapung
3 Payment Point
4 Anjungan Tunai Mandiri
Terlampir kami sampaikan bukti pengumuman mengenai rencana penutupan Kantor
Kas/Kegiatan Kas di Luar Kantor BPR**) berupa guntingan surat kabar/foto kopi
pengumuman di seluruh kantor BPR sebelum pelaksanan penutupan dimaksud.
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Lokasi
Pada Tanggal
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 37
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Permohonan Penutupan Kantor Sementara
Dengan ini kami mengajukan permohonan penutupan kantor pusat/Kantor
Cabang**) yang beralamat di ……….…….. Kabupaten/Kota ……..…….. dengan alasan
…….………………..…, selama ……….. hari.
Selanjutnya kami akan membuka kembali kantor pusat/Kantor Cabang**) dimaksud
pada tanggal ………………
Demikian permohonan kami.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 38
……………..,…………….……
No.
:
Lamp :
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pengumuman Penutupan Sementara Kantor
Menunjuk surat Bank Indonesia No. …………. tanggal ………… perihal
persetujuan penutupan sementara kantor pusat/Kantor Cabang **) dengan ini kami
sampaikan bukti pengumuman penutupan sementara kantor pusat/Kantor Cabang **) yang
beralamat di …………………… Kabupaten/Kota ………………..
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 39
……………..,…………….……
No.
Kepada
Bank Indonesia
Up. *)
Perihal : Laporan Pelaksanaan Penutupan dan Pembukaan Kembali Kantor
Menunjuk surat Bank Indonesia No. …………. tanggal ………… perihal
persetujuan penutupan sementara kantor pusat/Kantor Cabang **) dengan ini kami
melaporkan pelaksanaan penutupan sementara kantor pusat/Kantor Cabang **) yang
beralamat di ……………… Kabupaten/Kota …………….. sejak tanggal ……… sampai
dengan tanggal ……….. dan telah dibuka kembali sejak tanggal ………………
Demikian agar maklum.
DIREKSI BPR
:
Keterangan:
*) Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (DPBPR)
(bagi BPR yang didirikan di wilayah DKI Jaya, Kabupaten/Kota Bekasi, Bogor, Karawang,
Depok dan Provinsi Banten); atau
Kantor Bank Indonesia setempat
(bagi BPR yang didirikan di luar wilayah di atas)
**) coret yang tidak perlu
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 40
ANALISIS POTENSI DAN KELAYAKAN
A ANALISIS POTENSI
1 Demografi dalam 2 tahun terakhir (kabupaten/kota)
a. Jumlah penduduk;
b. Jumlah penduduk yg bekerja;
c. Pertumbuhan penduduk
d. Kepadatan penduduk
2 Ekonomi wilayah (kabupaten/kota)
a. Perbandingan antara perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
kabupaten/kota dengan perkembangan PDRB propinsi, sekurang-kurangnya
selama 2 tahun terakhir;
b. Pendapatan per kapita, sekurang-kurangnya selama 2 tahun terakhir;
c. Sektor ekonomi potensial penyumbang PDRB;
d. Jumlah dan pertumbuhan pengusaha kecil (terinci menurut sektor ekonomi)
3 Jumlah dan pertumbuhan kelembagaan, sekurang-kurangnya selama 3 tahun
terakhir (Kabupaten/Kota)
a. KC/KCP Bank umum,
b. BPR
c. BRI Unit, termasuk unit layanan mikro dan lembaga sejenis.
d. KSP dan lembaga keuangan mikro lainnya, apabila ada
4 Data Perbankan, sekurang-kurangnya selama 3 tahun terakhir
(Kabupaten/Kota)
a. Jumlah dan pertumbuhan tabungan dan deposito bank umum
b. Jumlah dan pertumbuhan tabungan dan deposito BRI Unit
c. Jumlah dan pertumbuhan tabungan dan deposito BPR
d. Jumlah dan pertumbuhan Kredit Usaha Kecil (KUK) Bank Umum
e. Jumlah dan pertumbuhan Kredit BPR
f. Jumlah dan pertumbuhan Kupedes untuk BRI Unit Desa dan kredit umum untuk
BRI Unit Kota (KCP BRI)
5 Data Lembaga Keuangan Mikro (Kabupaten/Kota), sekurang-kurangnya
selama 3 tahun terakhir
a. Jumlah dan pertumbuhan simpanan KSP dan lembaga keuangan mikro lainnya
apabila ada
b. Jumlah dan pertumbuhan pinjaman KSP dan lembaga keuangan mikro lainnya
apabila ada
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lanjutan Lampiran 40
B ANALISIS KELAYAKAN
1 Penetapan lokasi
a. Status kepemilikan gedung (beli/sewa)
b. Informasi lokasi strategis (kedekatan dengan pasar, sekolah, pusat industri, pasar,
perumahan) dalam 2 tahun terakhir (kabupaten/kota)
2 Sasaran pasar yg jelas
a. Sumber dana (fokus jumlah dan sasaran penghimpunan dana, misalnya pedagang,
pelajar, pegawai)
b. Penanaman dana (calon penerima dana yang potensial misalnya, kecil, pedagang,
buruh, pegawai)lokasi
3 Proyeksi keuangan,
selama 3 tahun secara bulanan meliputi:
a. arus kas
b. neraca
c. laba rugi
d. NPL (dalam nominal)
e. BEP
f. Rasio ROA
g. Rasio BOPO
h. Rasio CAR
selama 7 tahun secara tahunan, meliputi:
i. Profitability Index
j.
Internal Rate of Return
Asumsi : pendapatan, biaya, permodalan *)
4 Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Jumlah
b. Kualifikasi (pendidikan, pengalaman kerja di perbankan, range gaji pengurus dan
pegawai)
c. Rencana pengembangan dan pelatihan
5 Persiapan sistem dan prosedur (sistem teknologi informasi, sistem akuntansi,
perencanaan Standard Operating Procedure/SOP)
*) termasuk informasi mengenai perkembangan rata-rata suku bunga perbankan (Bank
Umum, BPR, BRI Unit Desa dan KSP dengan lembaga keuangan mikro lainnya)
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
Lampiran 41
WILAYAH KERJA KANTOR PUSAT DAN KANTOR BANK INDONESIA
No Nama Kantor
1 Kantor Pusat Bank
Indonesia
2 KBI Ambon
Alamat Kantor
Jl. MH. Thamrin No.2
Jakarta 10350
Jl. Raya Pattimura No.7
Ambon
3 KBI Balikpapan
4 KBI Banda Aceh
Jl. Jend. Sudirman
No.20, Balikpapan
76111
Jl. Cut Meutia No.15,
Banda Aceh
5 KBI Bandarlampung Jl. Hasanuddin No.38,
Bandar Lampung
35211
6 KBI Bandung
Jl. Braga No.108,
Bandung 40111
7 KBI Banjarmasin Jl. Lambung Mangkurat
No.15, Banjarmasin
70111
8 KBI Batam
9 KBI Bengkulu
10 KBI Cirebon
11 KBI Denpasar
12 KBI Jayapura
13 KBI Jambi
14 KBI Jember
Jl. Engku Putri Batam
Centre, Batam 29432
Jl. Jend. Ahmad Yani,
Bengkulu
Jl. Yos Sudarso No.5-7,
Cirebon
Jl. W.R. Supratman 1,
Denpasar
Jl. Dr. Sam Ratulangi
No.9, Jayapura
Jl. Jend, Ahmad Yani,
Telanaipura
Jl. Gajah Mada No.224,
Jember
Wilayah Kerja
DKI Jakarta, Kabupaten/Kota Bekasi,
Bogor, Karawang, Depok dan Provinsi
Banten,
Kabupaten Buru, Kabupaten Maluku
Tengah, Kabupaten Maluku Tenggara,
Kabupaten Maluku Tenggara Barat,
Kota Ambon.
Kabupaten Pasir, Kota Balikpapan
Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh
Besar, Kabupaten Aceh Selatan,
Kabupaten Pidie, Kota Banda Aceh,
Kota Sabang
Provinsi Lampung
Kabupaten/Kota Bandung, Kabupaten
Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten
Purwakarta, Kabupaten Subang,
Kabupaten/Kota Sukabumi, Kabupaten
Sumedang
Provinsi Kalimantan Selatan
Kabupaten Karimun, Kabupaten
Kepulauan Riau Timur, Kabupaten
Natuna, Kota Batam
Provinsi Bengkulu
Kabupaten/Kota Cirebon, Kabupaten
Indramayu, Kabupaten Kuningan,
Kabupaten Majalengka
Provinsi Bali
Provinsi Irian Jaya
Provinsi Jambi
Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten
Bondowoso, Kabupaten Jember,
Kabupaten Situbondo
Halaman 1 dari 3
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
No Nama Kantor
Alamat Kantor
15 KBI Kediri
Jl. Brawijaya No.2,
Kediri
Wilayah Kerja
Kabupaten/Kota Blitar, Kabupaten/Kota
Kediri, Kabupaten/Kota Madiun,
Kabupaten Magetan, Kabupaten
Nganjuk, Kabupaten Ngawi, Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Ponorogo,
Kabupaten Trenggalek, Kabupaten
Tulungagung
16 KBI Kendari
17 KBI Kupang
Jl. Sultan Hasanuddin
No. 150, Kendari
93122
Jl. Tom Pello No.2,
Kupang
18 KBI Lhokseumawe Jl. Merdeka No.1,
Lhokseumawe 24312
19 KBI Makassar
20 KBI Malang
Jl. Jend. Sudirman
No.3, Makasar
Jl. Merdeka Utara No.7
/ Jl. Merdeka Timur
No.1, Malang
21 KBI Mataram Jl. Pejanggik No.2,
Mataram 83126
22 KBI Medan
Jl. Balai Kota No.4,
Medan
Provinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Kabupaten Aceh Jeumpa, Kabupaten
Aceh Tengah, Kabupaten Aceh
Tenggara, Kabupaten Aceh Timur,
Kabupaten Aceh Utara.
Provinsi Sulawesi Selatan
Kabupaten Lumajang, Kabupaten/Kota
Malang, Kabupaten/Kota Pasuruan,
Kabupaten/Kota Probolinggo
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kabupaten Asahan, Kabupaten Dairi,
Kabupaten Deliserdang, Kabupaten
Karo, Kabupaten Labuhan Batu,
Kabupaten Langkat, Kabupaten
Mandailing Natal, Kabupaten
Simalungun, Kabupaten Tapanuli
Selatan, Kota Binjai, Kota Medan, Kota
Pematang Siantar, Kota Tanjung Balai,
Kota Tebingtinggi
23 KBI Manado
24 KBI Padang
Jl. 17 Agustus, Manado Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi
Gorontalo
Jl. Jend. Sudirman
No.22, Padang
25 KBI Palangka Raya Jl. Diponegoro No.17,
Palangkaraya 73111
26 KBI Palembang
27 KBI Palu
28 KBI Pekanbaru
Jl. Jend. Sudirman
No.510, Palembang
Jl. Sam Ratulangi
No.23, Palu
Jl. Jend. Sudirman
No.464, Pekanbaru
Provinsi Sumatera Barat
Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung
Provinsi Sulawesi Tengah
Kabupaten Bengkalis, Kabupaten
Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri
Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten
Kuantan Singingi, Kabupaten Pelalawan,
Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten
Rokan hulu, Kabupaten Siak, Kota
Halaman 2 dari 3
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/ 31 /DPBPR tanggal 12 Desember 2006
No Nama Kantor
Alamat Kantor
29 KBI Pontianak
30 KBI Purwokerto
31 KBI Samarinda
Jl. Rahadi Usman No.3,
Pontianak
Jl. Jend. Gatot Subroto
No. 98, Purwokerto
53116
Jl. Gajah Mada No.1,
Samarinda
Wilayah Kerja
Dumai, Kota Pekanbaru.
Provinsi Kalimantan Barat
Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten
Banyumas, Kabupaten Cilacap,
Kabupaten Purbalingga
Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan,
Kabupaten Bulungan Selatan, Kabupaten
Bulungan Timur, Kabupaten Kutai,
Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai
Timur, Kota Bontang, Kota Samarinda,
Kota Tarakan
32 KBI Semarang
Jl. Imam Bardjo SH
No.4, Semarang
Kabupaten Blora, Kabupaten Brebes,
Kabupaten Demak, Kabupaten
Grobogan, Kabupaten Jepara, Kabupaten
Kebumen, Kabupaten Kendal,
Kabupaten Kudus, Kabupaten/Kota
Magelang, Kabupaten
Pati,
Kabupaten/Kota Pekalongan, Kabupaten
Pemalang, Kabupaten Purworejo,
Kabupaten Rembang, Kabupaten/Kota
Semarang, Kabupaten/Kota Tegal,
Kabupaten Temanggung, Kabupaten
Wonosobo, Kota Salatiga
33 KBI Sibolga
34 KBI Solo
Jl. Kapten Maruli
Sitorus No.8, Sibolga
22513
Jl. Jend. Sudirman
No.4, Solo
35 KBI Surabaya
Jl. Pahlawan No.105,
Surabaya
Kabupaten Nias, Kabupaten Tapanuli
Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara,
Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir,
Kota Sibolga.
Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karang
Anyar, Kabupaten Klaten, Kabupaten
Sragen, Kabupaten Sukoharjo,
Kabupaten Wonogiri, Kota Solo
Kabupaten Bangkalan, Kabupaten
Bojonegoro, Kabupaten Gresik,
Kabupaten Jombang, Kabupaten
Lamongan, Kabupaten/Kota Mojokerto,
Kabupaten Pamekasan, Kabupaten
Sampang, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Sumenep, Kabupaten Tuban,
Kota Surabaya
36 KBI Tasikmalaya
37 KBI Ternate
38 KBI Yogyakarta
Jl. Sutisna Senjaya
No.19, Tasikmalaya
46112
Jl. Panembahan
Senopati No.4-6,
Yogyakarta 55121
Kabupaten Ciamis, Kabupaten
Tasikmalaya
Jl. Jos Sudarso, Ternate Provinsi Maluku Utara
Daerah Istimewa Yogyakarta
Halaman 3 dari 3
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 8/31/DPBPR|SE-BI/2006 </reg_id>
<reg_title> Bank Perkreditan Rakyat </reg_title>
<set_date> 12 Desember 2006 </set_date>
<effective_date> 12 Desember 2006 </effective_date>
<replaced_reg> '6/33/DPBPR|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '8/26/PBI/2006' </related_reg>
|
No. 6/19/DPBPR
Jakarta, 22 April 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal : Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi
Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
---------------------------------------------------------------------------
Berkenaan dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/23/PBI/2003 tanggal 23 Oktober 2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah (Know Your Customer Principles) Bagi Bank Perkreditan Rakyat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4328), maka perlu ditetapkan Pedoman Standar
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi
Bank
Perkreditan Rakyat
sebagaimana terdapat dalam lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini. Pedoman
Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Bank Perkreditan Rakyat
tersebut merupakan acuan standar minimum yang wajib dipenuhi oleh Bank
Perkreditan Rakyat dalam menyusun Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip
Mengenal Nasabah.
Ketentuan ...
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
SOEWARNO
Deputi Direktur
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/19/DPBPR|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Pedoman Standar Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) </reg_title>
<set_date> 22 April 2004 </set_date>
<effective_date> 22 April 2004 </effective_date>
<related_reg> '5/23/PBI/2003' </related_reg>
|
No. 13/ 23 /DPNP
Jakarta, 25 Oktober 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran No. 5/21/DPNP perihal Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4292), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5029), Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/1/PBI/2011 tentang Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor …
Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5184), dan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/6/PBI/2006 tentang Penerapan Manajemen
Risiko secara Konsolidasi bagi Bank yang Melakukan Pengendalian terhadap
Perusahaan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 8,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4602), serta dalam
rangka meningkatkan efektivitas penerapan dan harmonisasi dengan ketentuan-
ketentuan tersebut di atas, maka perlu dilakukan perubahan atas Surat Edaran
Nomor 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 perihal Penerapan Manajemen
Risiko bagi Bank Umum, sebagai berikut:
1. Ketentuan angka 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
3. Penyempurnaan pedoman penerapan manajemen risiko sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dilakukan paling lambat tanggal 30 November
2011 dan disampaikan kepada Bank Indonesia paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak diselesaikannya penyempurnaan pedoman tersebut.
2. Ketentuan angka 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
4. Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, paling
kurang memuat:
a. Penerapan Manajemen Risiko Secara Umum, yang mencakup
mengenai pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;
kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit; kecukupan
proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian
Risiko, serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan sistem
pengendalian intern yang menyeluruh.
b. Penerapan Manajemen Risiko untuk Masing-Masing Risiko, yang
mencakup penerapan Manajemen Risiko untuk masing-masing Risiko
yang meliputi 8 (delapan) Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar,
Risiko …
Risiko Likuiditas, Risiko Operasional, Risiko Hukum, Risiko
Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi.
c. Penilaian Profil Risiko, yang mencakup penilaian terhadap Risiko
inheren dan penilaian terhadap kualitas penerapan Manajemen Risiko
yang mencerminkan sistem pengendalian Risiko (risk control system),
baik untuk Bank secara individual maupun untuk Bank secara
konsolidasi. Penilaian tersebut dilakukan terhadap 8 (delapan) Risiko
yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Likuiditas, Risiko
Operasional, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan
Risiko Reputasi. Dalam melakukan penilaian profil Risiko, Bank
wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank Umum.
3. Lampiran 1, Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7 diubah sehingga
menjadi Lampiran 1, Lampiran 5, Lampiran 6, dan Lampiran 7, yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
4. Ketentuan dalam angka 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
9. Pelaporan
Dalam rangka penerapan Manajemen Risiko, Bank wajib menyampaikan
laporan sebagai berikut:
a. Laporan Profil Risiko
1) Bank wajib menyampaikan laporan profil Risiko baik secara
individual maupun secara konsolidasi kepada Bank Indonesia
secara triwulanan untuk posisi bulan Maret, Juni, September, dan
Desember, yang disajikan secara komparatif dengan posisi
triwulan …
triwulan sebelumnya paling lama 15 (lima belas) hari kerja
setelah akhir bulan laporan.
2) Format dan isi laporan profil Risiko berpedoman pada Lampiran
5 dan Lampiran 6 Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3) Laporan profil Risiko yang disampaikan oleh Bank kepada Bank
Indonesia wajib memuat substansi yang sama dengan laporan
profil Risiko yang disampaikan oleh satuan kerja Manajemen
Risiko kepada Direktur Utama dan Komite Manajemen Risiko.
Mekanisme penilaian profil Risiko, penetapan tingkat Risiko dan
penetapan peringkat profil Risiko mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank
Umum.
b. Laporan Produk dan Aktivitas Baru
Cakupan, format, dan cara penyampaian mengacu pada ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai pelaporan produk atau
aktivitas baru.
c. Laporan lain dalam hal terdapat kondisi yang berpotensi
menimbulkan kerugian yang signifikan terhadap kondisi keuangan
Bank. Dalam hal ini, kondisi Bank tersebut antara lain dapat berupa:
1) Bank telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam status Bank
dalam pengawasan intensif atau Bank dalam pengawasan
khusus;
2) Bank memiliki eksposur Risiko Pasar dan Risiko Likuiditas
yang sangat signifikan; dan/atau
3) kondisi eksternal (pasar) mengalami fluktuasi yang sangat tajam
dan cenderung tidak mampu dikendalikan oleh Bank.
Laporan …
Laporan ini bersifat insidentil yang disampaikan kepada Bank
Indonesia berdasarkan kondisi terkini Bank yang memiliki eksposur
tertentu dan hasil penilaian Bank Indonesia terhadap Bank tersebut.
d. Laporan lain terkait penerapan Manajemen Risiko, antara lain laporan
Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas
1) Dalam rangka pemantauan likuiditas, Bank wajib menyampaikan
laporan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas kepada Bank
Indonesia, yang terdiri dari:
a) Laporan Proyeksi Arus Kas dalam rangka pengelolaan posisi
likuiditas dan Risiko Likuiditas harian sebagaimana dimaksud
dalam butir II. C. 3. c. 4). c). (2) Pedoman Standar Penerapan
Manajemen Risiko yang merupakan Lampiran 1 Surat Edaran
Bank Indonesia ini; dan
b) Laporan Profil Maturitas dalam rangka mengukur Risiko
Likuiditas sebagaimana dimaksud dalam butir II. C. 3. c. 2).
d). (2) Pedoman Standar Penerapan Manajemen Risiko yang
merupakan Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini,
baik dalam rupiah maupun valuta asing.
2) Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud dalam butir
1). a) mencakup data proyeksi arus kas selama 1 (satu) minggu
berikutnya yang dipetakan secara harian. Laporan tersebut
disampaikan secara mingguan yaitu setiap hari Jumat sesuai
dengan format internal Bank.
Contoh: Bank wajib menyampaikan Laporan Proyeksi Arus Kas
pada hari Jumat tanggal 7 Oktober 2011 yang mencakup proyeksi
arus …
arus kas hari Senin tanggal 10 Oktober 2011 sampai dengan hari
Jumat tanggal 14 Oktober 2011.
Dalam hal hari Jumat jatuh pada hari libur, maka laporan
disampaikan pada hari kerja sebelumnya.
3) Format Laporan Proyeksi Arus Kas sebagaimana dimaksud pada
angka 2) mencakup paling kurang pos-pos neraca dan pos-pos
rekening administratif yang memiliki transaksi yang signifikan
sesuai dengan karakteristik, kegiatan usaha, dan kompleksitas
Bank serta harus dilakukan secara konsisten. Bank Indonesia
dapat meminta Bank untuk menyesuaikan format Laporan
Proyeksi Arus Kas yang disampaikan kepada Bank Indonesia.
Dalam hal Bank mengubah format Laporan Proyeksi Arus Kas
yang disampaikan kepada Bank Indonesia, Bank wajib
menginformasikan alasan perubahan tersebut kepada Bank
Indonesia.
4) Laporan Profil Maturitas sebagaimana dimaksud dalam butir 1).b)
disampaikan kepada Bank Indonesia secara bulanan dengan
cakupan dan format sesuai Lampiran 7 Surat Edaran Bank
Indonesia ini. Tata cara penyampaian laporan Profil Maturitas
kepada Bank Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai laporan berkala Bank Umum.
5) Selama format Laporan Profil Maturitas dalam laporan Berkala
Bank Umum (LBBU) belum sesuai dengan format pada Lampiran
7 Surat Edaran Bank Indonesia ini, Bank tetap wajib
menyampaikan Laporan Profil Maturitas sesuai dengan format
dalam …
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
laporan berkala Bank Umum yang berlaku.
6) Laporan Proyeksi Arus Kas dan Laporan Profil Maturitas
disampaikan kepada Bank Indonesia secara on-line yaitu:
a) Laporan Proyeksi Arus Kas melalui Laporan Kantor Pusat
Bank Umum (LKPBU);
b) Laporan Profil Maturitas melalui LBBU.
7) Selama Laporan Proyeksi Arus Kas belum dapat disampaikan
secara on-line melalui LKPBU, laporan tersebut wajib
disampaikan secara offline oleh Bank kepada Bank Indonesia
dengan alamat sebagai berikut:
a) Direktorat Pengawasan Bank, Jl. M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b) Kantor Bank Indonesia, bagi Bank yang berkantor pusat di
luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
8) Selain penyampaian laporan yang diwajibkan sebagaimana
dimaksud pada angka 1), Bank Indonesia dalam kondisi tertentu
dapat mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan yang
terkait dengan penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko
Likuiditas diluar waktu yang ditetapkan dan/atau laporan lain
selain yang wajib disampaikan secara berkala. Contoh laporan
lain selain yang wajib disampaikan secara berkala adalah laporan
proyeksi arus kas dalam rangka pengukuran Risiko sebagaimana
dimaksud …
dimaksud dalam butir II. C. 3. c. 2). d). (3) Pedoman Standar
Penerapan Manajemen Risiko dan laporan stress testing
sebagaimana dimaksud dalam butir II. C. 3. c. 2). d). (4) Pedoman
Standar Penerapan Manajemen Risiko yang merupakan
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini.
e. Laporan lain terkait dengan penerbitan produk atau pelaksanaan
aktivitas tertentu, antara lain laporan pelaksanaan aktivitas berkaitan
dengan reksadana, laporan pelaksanaan kerjasama pemasaran dengan
perusahaan asuransi (bancassurance). Cakupan, format, dan cara
penyampaian mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku.
5. Ketentuan Penutup
1.
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 11/16/DPNP tanggal 6 Juli 2009
tentang Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas dan
ketentuan pelaksanaan lainnya yang terkait dengan Penerapan
Manajemen Risiko yang bertentangan dengan pengaturan dalam Surat
Edaran ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku bagi Bank Umum
Konvensional, kecuali untuk ketentuan mengenai pelaporan
sebagaimana dimaksud pada angka IV dalam Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 11/16/DPNP tanggal 6 Juli 2009 tentang Penerapan
Manajemen Risiko untuk Risiko Likuiditas.
2. Ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka IV
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/16/DPNP tanggal
6 Juli 2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko untuk Risiko
Likuiditas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku pada tanggal 31
Desember 2011 bagi Bank Umum Konvensional.
3. Ketentuan
…
3. Ketentuan mengenai Lampiran 1, Lampiran 5, Lampiran 6, dan
Lampiran 7 sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan ketentuan
pelaporan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dalam Surat Edaran
Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 31 Desember 2011.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 25 Oktober
2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 3/23/DPNP|SE-BI/2001 </reg_id>
<reg_title> Laporan Berkala Bank Umum </reg_title>
<set_date> 30 Oktober 2001 </set_date>
<effective_date> 30 Oktober 2001 </effective_date>
<related_reg> '3/17/PBI/2001' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VII' </penalty_list>
|
No. 4/13/DASP
Jakarta, 24 September 2002
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal :
Biaya Kliring
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tanggal
13 Agustus 1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian
Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank atas Hasil Kliring Lokal sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/14/PBI/2000
tanggal 9 Juni 2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian
Akhir Transaksi Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal, antara lain
ditetapkan bahwa biaya Kliring Lokal dapat terdiri dari biaya administrasi,
biaya proses, dan biaya lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan Kliring
Lokal dan diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Berkenaan dengan diturunkannya batas nominal warkat atau data
keuangan elektronik kredit yang dapat diselesaikan melalui Kliring telah
mengakibatkan pengalihan sebagian transaksi dari Sistem Kliring ke Sistem
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Sehubungan dengan
hal tersebut, perlu dilakukan penyesuaian mengenai besarnya biaya dalam
penggunaan Sistem Kliring menjadi sebagai berikut :
I. JENIS…
I. JENIS DAN BESARNYA BIAYA
A. Kliring Lokal Secara Elektronik
1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara elektronik
terdiri dari :
a. biaya administrasi sebesar Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah)
per bulan yang dibebankan kepada setiap Peserta Langsung
Aktif (PLA) dan Peserta Langsung Pasif (PLP);
b. biaya proses terdiri dari :
1) biaya proses Warkat Kliring Penyerahan sebesar
Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per Data Keuangan Elektronis
(DKE);
2) biaya proses Warkat Kliring Pengembalian sebesar
Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per DKE.
2. Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan Tanda Pengenal
Petugas Kliring (TPPK) sebesar Rp. 17.500,00 (tujuh belas ribu
lima ratus rupiah) untuk TPPK yang dilengkapi dengan magnetic
stripe dan Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) untuk TPPK tanpa
magnetic stripe.
3. Dalam hal terdapat Warkat yang ditolak oleh mesin dan jumlah
Warkat yang ditolak tersebut melebihi 2% (dua persen) dari
Warkat yang diserahkan maka Peserta yang bersangkutan
dikenakan biaya pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh
mesin baca pilah (reject) sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per
Warkat. Sesuai dengan peranan Peserta dalam pencantuman sandi
Magnetic Ink Character Recognition (MICR), pengenaan biaya
diatur sebagai berikut :
a. Dikenakan kepada Peserta yang menyerahkan Warkat, apabila
Warkat tidak terbaca karena :
1) pencantuman sandi MICR nilai nominal pada Cek dan
Bilyet Giro;
2) pencantuman…
2) pencantuman semua jenis MICR pada Warkat selain Cek
dan Bilyet Giro.
b. Dikenakan kepada Peserta yang menerima Warkat, apabila
Warkat tidak terbaca karena pencantuman sandi MICR selain
nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro.
Ketentuan biaya reject sebagaimana dimaksud di atas tidak
berlaku untuk Warkat nominal besar.
4. Bagi Peserta yang memanfaatkan Sistem Informasi Kliring Jarak
Jauh (SIKJJ) dikenakan biaya sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu
rupiah) per bulan.
B. Kliring Lokal Secara Otomasi
1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara otomasi terdiri
dari :
a. biaya administrasi sebesar Rp. 25.000,00 (dua puluh lima ribu
rupiah) per bulan yang dibebankan kepada setiap Peserta
Langsung maupun Peserta Tidak Langsung.
b. biaya proses terdiri dari :
1) biaya proses Warkat Kliring Penyerahan sebesar
Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per Warkat.
2) biaya proses Warkat Kliring Pengembalian sebesar
Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per DKE.
2. Peserta dikenakan biaya penggantian pembuatan TPPK sebesar
Rp. 17.500,00 (tujuh belas ribu lima ratus rupiah) untuk TPPK
yang dilengkapi dengan magnetic stripe dan Rp. 5.000,00 (lima
ribu rupiah) untuk TPPK tanpa magnetic stripe.
3. Dalam hal terdapat Warkat yang ditolak oleh mesin dan jumlah
Warkat yang ditolak melebihi 2% (dua persen) dari Warkat yang
diserahkan maka Peserta yang bersangkutan dikenakan biaya
pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh mesin baca pilah
(reject) sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per Warkat. Sesuai
dengan peranan Peserta dalam pencantuman sandi MICR,
pengenaan…
pengenaan biaya pemrosesan Warkat yang tidak terbaca oleh
mesin baca pilah (reject) diatur sebagai berikut :
a. Dikenakan kepada Peserta yang menyerahkan Warkat, apabila
Warkat tidak terbaca karena :
1) pencantuman sandi MICR nilai nominal pada Cek dan
Bilyet Giro;
2) pencantuman semua jenis MICR pada Warkat selain Cek
dan Bilyet Giro.
b. Dikenakan kepada Peserta yang menerima Warkat, apabila
Warkat tidak terbaca karena pencantuman sandi MICR selain
nilai nominal pada Cek dan Bilyet Giro.
Ketentuan biaya reject sebagaimana dimaksud di atas tidak
berlaku untuk Warkat nominal besar.
4. Bagi Peserta yang memanfaatkan SIKJJ dikenakan biaya sebesar
Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) per bulan.
C. Kliring Lokal Secara Semi Otomasi
1. Biaya dalam penyelenggaraan Kliring Lokal secara semi otomasi
terdiri dari :
a. biaya Kliring Penyerahan sebesar Rp. 500,00 (lima ratus
rupiah) per DKE;
b. biaya Kliring Pengembalian sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu
rupiah) per DKE.
2. Khusus untuk Peserta Kliring Lokal yang Penyelenggaranya
adalah pihak lain yang mendapat persetujuan Bank Indonesia,
pengenaan biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1 hanya
berlaku apabila Penyelenggara Kliring Lokal tersebut memenuhi
ketentuan dalam angka I.C.4 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
1/4/DASP tanggal 29 November 1999 perihal Pemberian
Persetujuan Terhadap Pihak Lain untuk Menyelenggarakan
Kliring Lokal di Daerah yang Tidak Terdapat Kantor Bank
Indonesia.
D. Kliring…
D. Kliring Lokal Secara Manual
Mengingat jumlah Warkat yang dipertukarkan dalam Kliring Lokal
secara manual yang dilakukan oleh Penyelenggara yang bukan Bank
Indonesia tidak terlalu besar, dan disamping itu Penyelenggara masih
menerima bantuan biaya dari Bank Indonesia maka Penyelenggara
Kliring Lokal secara Manual tidak dapat mengenakan biaya apapun
kepada Peserta Kliring Lokal.
II. BIAYA TAMBAHAN PADA SISTEM KLIRING ELEKTRONIK,
OTOMASI DAN SEMI OTOMASI
A. Biaya sebagaimana dimaksud dalam angka I sudah termasuk biaya
untuk pencetakan laporan bagi peserta yang berkaitan dengan hasil
proses Kliring dan Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kliring
sebagaimana dimaksud dalam angka III.B. Dalam hal Peserta
melakukan permintaan ulang atas laporan hasil proses Kliring
dan Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kiring tersebut, Peserta
dikenakan biaya sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) per
laporan.
B. Permintaan ulang atas laporan hasil proses Kliring dan Daftar Rincian
Pembebanan Biaya Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dapat diproses oleh Penyelenggara apabila diajukan dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterbitkannya laporan dan
Daftar Rincian Pembebanan Biaya tersebut.
C. Dalam hal Peserta mengajukan permintaan salinan Warkat atas
Warkat yang telah diproses dalam Kliring maka Peserta yang
bersangkutan dikenakan biaya sebesar Rp. 1.000,00 (seribu rupiah)
per lembar.
III. PENGHITUNGAN DAN PEMBEBANAN BIAYA PADA SISTEM
KLIRING ELEKTRONIK, OTOMASI DAN SEMI OTOMASI
A. Penyelenggara menghitung biaya sebagaimana dimaksud dalam angka
I dan II setiap akhir bulan dan membebankan biaya tersebut paling
lambat…
lambat minggu pertama bulan berikutnya dengan cara sebagai
berikut :
1. Mendebet rekening Peserta yang berada di Penyelenggara untuk
Kliring Lokal yang diselenggarakan Bank Indonesia.
2. Menerbitkan Nota Debet atas beban Peserta melalui Kliring untuk
Kliring Lokal yang diselenggarakan oleh pihak lain yang disetujui
Bank Indonesia.
B. Penyelenggara menerbitkan Daftar Rincian Pembebanan Biaya Kliring
setelah melakukan pendebetan rekening Bank kepada masing-masing
Bank. Daftar Rincian dimaksud disampaikan kepada masing-masing
Bank bersamaan dengan pengambilan Warkat dan laporan hasil
Kliring.
IV. PENGENAAN BIAYA OLEH PESERTA KEPADA NASABAH
Mengingat dalam Penyelenggaraan Kliring Lokal baik secara elektronik,
otomasi, maupun semi otomasi Peserta dikenakan biaya oleh
Penyelenggara, maka untuk mendukung kelancaran pelaksanaan Kliring,
Peserta dapat mengenakan biaya yang wajar kepada nasabahnya. Peserta
wajib mengumumkan besarnya biaya Kliring yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia serta besarnya biaya Kliring yang dibebankan oleh Peserta
kepada nasabahnya. Pengumuman dilakukan secara tertulis di setiap
kantor Peserta pada tempat yang mudah terlihat oleh nasabah.
IV. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka :
1. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000
perihal Biaya Kliring,
2. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/3/DASP tanggal 11 Februari
2002 perihal Perubahan SE No. 2/9/DASP tanggal 8 Juni 2000 perihal
Biaya Kliring,
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Oktober 2002.
Agar…
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/13/DASP|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Biaya Kliring </reg_title>
<set_date> 24 September 2002 </set_date>
<effective_date> 1 Oktober 2002 </effective_date>
<replaced_reg> '2/9/DASP|SE-BI/2000', '4/3/DASP|SE-BI/2002' </replaced_reg>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
|
No. 7/ 8 /DPNP
Jakarta, 31 Maret 2005
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang
Indonesia
Diakui Bank
Dalam Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/12/PBI/2003 tanggal
17 Juli 2003 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Market Risk), Bab II angka 1 huruf a
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/23/DPNP tanggal 29 September 2003
tentang Pedoman Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Market Risk) dan Pedoman
Perhitungan Posisi Devisa Neto Bank Umum, Pasal 14 dan Pasal 15 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian
Kualitas Aktiva Bank Umum serta Bab III Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum diatur mengenai lembaga pemeringkat (rating agency) dan peringkat
yang dapat digunakan untuk menentukan kategori Kualifikasi (Qualifying) dan
menetapkan kualitas terhadap penempatan Bank dalam bentuk surat berharga.
Sehubungan ...
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu diatur lebih lanjut mengenai
kriteria penilaian terhadap lembaga pemeringkat, pengkinian daftar lembaga
pemeringkat, lembaga pemeringkat dan peringkat minimum yang diakui serta
hal-hal lain yang berkaitan dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia, dengan
pokok-pokok pengaturan sebagai berikut:
I. UMUM
1. Lembaga pemeringkat merupakan salah satu elemen penting dalam
operasional pasar keuangan yang perannya semakin meningkat sejalan
dengan pesatnya perkembangan pasar keuangan global.
2. Peran lembaga pemeringkat dalam mendukung operasional suatu sistem
keuangan antara lain untuk membantu terciptanya transparansi pasar
keuangan dan mendorong investasi yang efisien yang dapat mendukung
percepatan pertumbuhan ekonomi.
3. Lembaga pemeringkat yang dapat dipertimbangkan sebagai lembaga
pemeringkat yang
pemeringkat yang memenuhi kriteria penilaian (eligibility criteria).
4. Peringkat minimum yang diakui Bank Indonesia merupakan peringkat
investasi tertentu yang ditetapkan Bank Indonesia.
5. Bank Indonesia melakukan pengkinian terhadap daftar lembaga
pemeringkat dan peringkat minimum yang diakui berdasarkan hasil
penilaian dan pemantauan terhadap lembaga pemeringkat dimaksud.
II. KRITERIA PENILAIAN LEMBAGA PEMERINGKAT
1. PRINSIP UMUM
Prinsip umum dalam menetapkan kriteria penilaian lembaga
pemeringkat antara lain:
a. Kriteria ...
diakui oleh Bank Indonesia adalah lembaga
a. Kriteria penilaian yang ditetapkan tidak menghambat perkembangan
industri pemeringkatan namun diharapkan dapat menstimulasi
kompetisi yang sehat yang selanjutnya diharapkan dapat mendorong
terciptanya disiplin pasar (market discipline).
b. Kriteria penilaian ditujukan untuk mendorong
pemeringkat menghasilkan peringkat yang kredibel.
agar lembaga
c. Kriteria penilaian ditetapkan sesuai dengan standar dan praktek
internasional untuk mendukung terciptanya konsistensi diantara
regulator, khususnya dalam melakukan penilaian dan pengakuan
terhadap lembaga pemeringkat yang berskala regional maupun
internasional.
d. Beberapa standar, prinsip dan kode etik yang berlaku secara
internasional yang menjadi acuan dalam menetapkan kriteria
penilaian antara lain kriteria yang ditetapkan dalam dokumen
International Convergence of Capital Measurement and Capital
Standards (A Revised Framework) oleh Basel Committee on Banking
Supervision dari Bank for International Settlements.
2. KRITERIA PENILAIAN
Kriteria yang menjadi acuan dalam melakukan penilaian terhadap
lembaga pemeringkat adalah:
a. Independensi
Kriteria ini digunakan untuk menilai tingkat independensi atau
kebebasan lembaga pemeringkat dari segala bentuk kepentingan,
seperti kepentingan ekonomi, sosial dan politik, baik secara langsung
maupun tidak
langsung
diterbitkan.
b. Obyektivitas ...
terhadap hasil pemeringkatan yang
b. Obyektivitas
Kriteria ini digunakan untuk menilai tingkat obyektivitas dan
efektivitas proses pemeringkatan, metodologi yang digunakan dan
dikembangkan, kewajaran dan konsistensi kriteria pemeringkatan
dalam setiap proses penilaian dan penetapan peringkat dari suatu
perusahaan (borrower) atau suatu penerbitan surat berharga
(issuance).
c. Akses oleh Publik Internasional (Transparansi)
Kriteria ini digunakan untuk menilai keterbukaan lembaga
pemeringkat atas seluruh informasi yang
terkait dengan hasil
pemeringkatan, termasuk asumsi dan latar belakang penerbitan hasil
pemeringkatan kepada publik.
d. Pengungkapan Publik (Disclosures)
Kriteria ini digunakan untuk menilai pengungkapan segala sesuatu
mengenai lembaga pemeringkat
tersebut sehingga memungkinkan
publik maupun regulator melakukan penilaian terhadap
independensi, obyektivitas, kapabilitas, operasional
pemeringkat, serta pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku.
lembaga
e. Sumber Daya (Resources)
Kriteria ini digunakan untuk menilai kemampuan
lembaga
pemeringkat dalam mengelola usaha penyediaan jasa pemeringkatan,
baik dari aspek sumber daya manusia (human resources) maupun
aspek
sumber daya keuangan (financial resources) yang
memungkinkan lembaga pemeringkat beroperasi secara independen
dan profesional.
f. Kredibilitas ...
f. Kredibilitas
Kriteria ini digunakan untuk menilai pengakuan dan akseptabilitas
oleh pasar terhadap keberadaan lembaga pemeringkat sebagai
penyedia jasa pemeringkatan yang kredibel.
III. PENGKINIAN DAFTAR LEMBAGA PEMERINGKAT
1. Bank Indonesia melakukan pengkinian atas daftar lembaga pemeringkat
yang diakui dan peringkat minimum berdasarkan hasil penilaian dan
pemantauan terhadap pemenuhan kriteria penilaian yang ditetapkan baik
secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
2. Untuk keperluan pemantauan sebagaimana dimaksud pada angka 1
tersebut di atas, Bank
Indonesia dapat meminta agar lembaga
pemeringkat menyampaikan laporan kinerja keuangan tahunan yang
telah diaudit. Disamping itu Bank Indonesia dapat meminta informasi
secara tertulis mengenai setiap perubahan yang bersifat material, antara
lain perubahan struktur organisasi atau manajemen, formasi analis
pemeringkat, prosedur pemeringkatan, serta kinerja keuangan yang
dapat mempengaruhi kemampuan lembaga pemeringkat dalam
menghasilkan peringkat yang kredibel atau informasi lain apabila
diperlukan.
3. Lembaga pemeringkat dapat dikeluarkan dari daftar lembaga
pemeringkat yang diakui atau peringkat minimum dapat dinaikkan
apabila memenuhi kondisi berikut:
a. Lembaga pemeringkat tidak memenuhi sebagian atau seluruh kriteria
penilaian;
b. Lembaga ...
b. Lembaga pemeringkat secara sengaja memberikan informasi yang
keliru (misleading);
c. Lembaga pemeringkat terbukti atau patut diduga terlibat dalam
perbuatan melawan hukum antara lain menciptakan pasar semu atau
insider trading, mengungkapkan informasi yang bersifat rahasia atau
non-publikasi mengenai kondisi perusahaan yang diperingkat kepada
pihak lain tanpa persetujuan terlebih dahulu, melakukan negosiasi
untuk menghasilkan peringkat yang
lebih tinggi
dari yang
seharusnya, dan melakukan kompetisi yang tidak sehat antara lain
dengan cara menawarkan pemberian peringkat yang lebih baik
kepada klien lembaga pemeringkat lain; dan atau
d. Lembaga pemeringkat melakukan pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang terkait.
4. Berdasarkan penilaian pemenuhan kriteria terhadap permohonan
pendaftaran lembaga pemeringkat untuk kepentingan pemeringkatan
atas surat berharga yang
dimiliki
memasukkan lembaga pemeringkat dimaksud dalam daftar lembaga
pemeringkat yang diakui.
IV.
LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT MINIMUM YANG
DIAKUI
1. Peringkat Investasi.
a. Pasal 12 Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/12/PBI/2003 tanggal
17 Juli 2003 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
Bank Umum Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar (Market
Risk) dan Bab II angka 1 huruf a Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor ...
Bank, Bank Indonesia dapat
Nomor 5/23/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang Pedoman
Perhitungan Kewajiban
Umum Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar
Penyediaan Modal Minimum Bank
(Market Risk)
dan Pedoman Perhitungan Posisi Devisa Neto Bank Umum antara
lain mengatur mengenai lembaga pemeringkat dan peringkat
investasi yang dapat digunakan untuk menggolongkan surat
berharga yang
(Qualifying).
dimiliki
Bank
dalam kategori Kualifikasi
b. Pasal 14 ayat (2) Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005
tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum dan Bab III Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
7/3/DPNP tanggal 31 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Bank Umum, antara lain mengatur bahwa kualitas:
1) surat berharga yang tidak aktif diperdagangkan di bursa efek
Indonesia dan atau tidak memiliki informasi nilai pasar secara
transparan; atau
2) surat berharga yang diakui berdasarkan harga perolehan,
ditetapkan Lancar sepanjang surat berharga dimaksud memiliki
peringkat
investasi, kupon atau kewajiban lain yang sejenis
dibayar dalam jumlah dan waktu yang tepat sesuai perjanjian,
serta surat berharga belum jatuh tempo.
c. Terkait dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas,
lembaga pemeringkat dan peringkat minimum yang diakui Bank
Indonesia sebagai peringkat investasi adalah sebagaimana
tercantum pada Lampiran I.
2. Selanjutnya ...
2. Selanjutnya, menunjuk Pasal 14 ayat (2) huruf b dan Pasal 15
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari
2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, surat berharga
akan digolongkan dalam kualitas Kurang Lancar apabila surat
berharga dimaksud memiliki peringkat paling kurang 1 (satu) tingkat
dibawah peringkat investasi, tidak terdapat penundaan pembayaran
kupon atau kewajiban lain yang sejenis dan belum jatuh tempo.
Peringkat paling kurang 1 (satu) tingkat dibawah peringkat investasi
yang diakui Bank Indonesia adalah sebagaimana tercantum pada
Lampiran II.
3. Untuk surat berharga yang diakui berdasarkan nilai pasar, sesuai
dengan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor
7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Bank Umum, salah satu kriteria untuk menggolongkan surat
berharga dalam kualitas Lancar adalah keaktifan
surat berharga
tersebut diperdagangkan di bursa efek di Indonesia, termasuk apabila
surat berharga diperdagangkan di luar bursa efek (over the counter)
dan dicatatkan di bursa efek, sepanjang volume transaksi
perdagangan surat berharga signifikan dan wajar (arms length
transaction) dalam 10 (sepuluh) hari kerja terakhir sebelum tanggal
laporan.
V. LAIN-LAIN
1. Permohonan pendaftaran lembaga pemeringkat sebagaimana dimaksud
pada Bab III angka 4 di atas diajukan secara tertulis kepada Bank
Indonesia up. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Jl. M.H.
Thamrin No. 2, Jakarta 10110.
2. Penggunaan ...
2. Penggunaan jasa lembaga pemeringkat yang diakui Bank Indonesia oleh
Bank menjadi tanggung jawab Bank yang bersangkutan.
VI. KETENTUAN PENUTUP
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka:
a. Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/23/DPNP tanggal 29
September 2003 tentang Pedoman Perhitungan Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum Bank Umum Dengan Memperhitungkan Risiko Pasar
(Market Risk) dan Pedoman Perhitungan Posisi Devisa Neto Bank
Umum; dan
b. Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/3/DPNP tanggal 31
Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MAMAN H. SOMANTRI
DEPUTI GUBERNUR
Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/ 8 / DPNP tanggal 31 Maret 2005
Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Investasi
Dalam Rangka Menggolongkan Surat Berharga yang Dimiliki Bank
Dalam Kategori Kualifikasi (Qualifying) dan Dinilai Lancar
Peringkat Minimum
Lembaga Pemeringkat
Surat Berharga
Jangka Pendek
Standard and Poor’s
Fitch Ratings
Moody’s P-3
A-3
F3
Pemeringkat Efek Indonesia
(Pefindo)
Kasnic Credit Rating
Indonesia
idA4
Surat Berharga
Jangka
Menengah dan
Jangka Panjang
Baa3
BBB-
BBB-
idBBB-
K-4 BBB-
Lampiran II Surat Edaran Bank Indonesia No. 7/ 8 / DPNP tanggal 31 Maret 2005
Lembaga Pemeringkat dan Peringkat Minimum
Dalam Rangka Menggolongkan Surat Berharga yang Dimiliki Bank
Dinilai Kurang Lancar
Peringkat Minimum
Lembaga Pemeringkat
Surat Berharga
Jangka Pendek
Standard and Poor’s
Fitch Ratings
Moody’s NP
B
B
Pemeringkat Efek Indonesia
(Pefindo)
Kasnic Credit Rating Indonesia
idB
K-5
Surat Berharga
Jangka
Menengah dan
Jangka Panjang
Ba1
BB+
BB+
idBB+
BB+
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/8/DPNP|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 31 Maret 2005 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '5/23/DPNP|SE-BI/2003 | Lampiran 2', '7/3/DPNP|SE-BI/2005 | Lampiran 2' </replaced_reg>
<related_reg> '5/12/PBI/2003 | Pasal 12', '5/23/DPNP|SE-BI/2003 | Bab II angka 1 huruf a', '7/2/PBI/2005 | Pasal 14 dan Pasal 15', '7/3/DPNP|SE-BI/2005 | Bab III' </related_reg>
|
No. 13/ 22 /DASP
Jakarta, 18 Oktober 2011
S U R A T E D A R A N
Perihal
:
Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal
Identification Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
yang diterbitkan di Indonesia.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tanggal
13 April 2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5000) dan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, dalam
rangka meningkatkan keamanan dalam penyelenggaraan Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet dan mendukung terwujudnya sistem Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu (APMK) yang dapat saling dikoneksikan (interoperability),
perlu diimplementasikan teknologi chip dan penggunaan Personal Identification
Number (PIN) sebagai sarana autentikasi dalam setiap proses transaksi pembayaran
dengan menggunakan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet. Industri Penyelenggara
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet telah menyepakati standar teknologi chip untuk
dipergunakan pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet serta sarana pemrosesnya.
Sehubungan dengan itu, perlu diatur lebih lanjut ketentuan mengenai implementasi
teknologi chip dan penggunaan PIN pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
I.
IMPLEMENTASI TEKNOLOGI CHIP DAN PIN UNTUK KARTU ATM
DAN/ATAU KARTU DEBET
Penggunaan standar teknologi chip dan PIN sebagai upaya untuk
meningkatkan keamanan penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
A. Penggunaan …
2
A. Penggunaan Teknologi Chip
1. Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh Penerbit di
Indonesia beserta sarana pemrosesnya wajib menggunakan standar
teknologi chip yang telah disepakati oleh industri dan disetujui
oleh Bank Indonesia.
2. Kewajiban penggunaan standar teknologi chip berlaku bagi seluruh
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh Penerbit di
Indonesia, termasuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang telah
menggunakan standar teknologi chip lainnya.
B. Penggunaan PIN
1.
Jumlah digit PIN yang wajib diimplementasikan untuk seluruh
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh Penerbit di
Indonesia paling kurang 6 (enam) digit.
2. Penggunaan PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagaimana
dimaksud pada angka 1 sebagai sarana autentikasi merupakan
pengganti tanda tangan Pemegang Kartu sebagai sarana autentikasi.
C. Penambahan sarana autentikasi selain chip dan PIN paling kurang
6 (enam) digit harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank
Indonesia.
II. KEWAJIBAN PENERBIT KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
Dalam rangka implementasi teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam)
digit pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet, Penerbit wajib:
A. Menyampaikan informasi secara tertulis kepada Pemegang Kartu, paling
kurang mengenai:
1. kewajiban Pemegang Kartu untuk mengembalikan Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet berteknologi pita magnetik (magnetic stripe)
atau yang telah menggunakan standar teknologi chip lainnya yang
masih digunakan Pemegang Kartu untuk diganti oleh Penerbit
dengan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berteknologi chip sesuai
standar …
3
standar yang telah disepakati oleh industri dan disetujui oleh Bank
Indonesia dengan menggunakan PIN paling kurang 6 (enam) digit.
2.
tata cara bagi Pemegang Kartu untuk melakukan penggantian Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet sebagaimana dimaksud pada angka 1,
paling kurang meliputi:
a. penggantian Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dilakukan oleh
Pemegang Kartu dengan mendatangi kantor atau tempat yang
ditunjuk oleh Penerbit sebagai tempat penggantian;
b. persyaratan dokumen yang harus dibawa dan/atau dilengkapi
oleh Pemegang Kartu;
c. daftar rincian alamat kantor atau tempat lain yang ditunjuk
oleh Penerbit untuk melakukan penggantian Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet;
d.
jenis dan besarnya biaya jika Penerbit membebankan biaya
penggantian Kartu ATM dan/atau Kartu Debet kepada
Pemegang Kartu;
e.
f.
jangka waktu penyelesaian penggantian Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet; dan
konsekuensi tidak dapat digunakannya Kartu ATM dan/atau
Kartu Debet berteknologi pita magnetik atau standar
teknologi chip lainnya apabila sampai dengan jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada huruf e Pemegang Kartu belum
melakukan penggantian Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
yang lama.
3.
tanggung jawab Penerbit dan Pemegang Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet terhadap hal-hal yang mengakibatkan kerugian bagi
Pemegang Kartu dan/atau Penerbit yang disebabkan karena adanya
pemalsuan kartu, pemalsuan data, kegagalan sistem Penerbit atau
pihak lain yang bekerja sama dengan Penerbit, penyalahgunaan
kartu, kelalaian mengamankan PIN, atau sebab lainnya.
4. tata …
4
4.
tata cara pengajuan pengaduan yang berkaitan dengan penggunaan
kartu dan perkiraan waktu penanganan pengaduan tersebut sesuai
dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelesaian pengaduan nasabah.
5. hal-hal penting yang harus diperhatikan oleh Pemegang Kartu
dalam penggunaan Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berteknologi
chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagai sarana
autentikasi.
B. Memiliki prosedur penanganan permasalahan dan penyelesaiannya atas
pengaduan Pemegang Kartu yang terkait dengan pihak lain yang bekerja
sama dengan Penerbit, seperti Prinsipal, Penyelenggara Kliring,
Penyelenggara Penyelesaian Akhir, dan pihak lainnya yang sesuai
dengan pedoman yang dikeluarkan oleh self-regulatory organization di
bidang sistem pembayaran.
III. BATAS WAKTU IMPLEMENTASI TEKNOLOGI CHIP DAN PIN KARTU
ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
A. Kewajiban untuk implementasi teknologi chip dan PIN paling kurang
6 (enam) digit sebagaimana dimaksud pada butir I.A dan butir I.B, baik
untuk kartu baru maupun penggantian kartu lama dilakukan paling lama
tanggal 31 Desember 2015, sehingga terhitung sejak tanggal 1 Januari
2016 setiap Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh
Penerbit di Indonesia dan digunakan untuk transaksi di Indonesia wajib
diproses dengan menggunakan teknologi chip dan PIN paling kurang 6
(enam) digit.
B. Penerbit, Acquirer, Prinsipal, Penyelenggara Kliring dan Penyelenggara
Penyelesaian Akhir (untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut
“Penyelenggara”) Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib menyesuaikan
atau meningkatkan keamanan sarana pemroses pada mesin Electronic
Data Capture (EDC), mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM), serta
sistem pendukung dan pemroses transaksi (back end system) yang dapat
memproses …
5
memproses Kartu ATM dan/atau Kartu Debet berteknologi chip dan PIN
paling kurang 6 (enam) digit, paling lama tanggal 31 Desember 2015.
C. Dalam hal Penerbit telah mengimplementasikan standar teknologi chip
lebih awal dari tanggal 31 Desember 2015, maka implementasi standar
teknologi chip tersebut wajib dilakukan bersamaan dengan implementasi
PIN paling kurang 6 (enam) digit sebagai sarana autentikasi.
IV. PELAPORAN RENCANA DAN PROGRES IMPLEMENTASI
TEKNOLOGI CHIP DAN PIN KARTU ATM DAN/ATAU KARTU DEBET
Dalam rangka pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban implementasi
teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit untuk Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia, diatur
kewajiban pelaporan dengan ketentuan sebagai berikut:
A. Penyelenggara Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib menyampaikan
laporan tertulis kepada Bank Indonesia berupa:
1.
laporan rencana dan progres implementasi standar chip dan PIN
paling kurang 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Penyelenggara Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib
menyampaikan laporan tertulis rencana implementasi standar
teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit, paling
lama tanggal 31 Desember 2011 dengan format laporan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 1 Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
b. Penyelenggara Kartu ATM dan/atau Kartu Debet wajib
menyampaikan laporan tertulis progres implementasi standar
chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit kepada Bank
Indonesia secara triwulanan dengan format laporan
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 2 Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
c. Terhitung …
6
c.
terhitung sejak tanggal 1 Januari 2015, laporan progres
implementasi sebagaimana dimaksud pada huruf b wajib
disampaikan secara bulanan.
d.
laporan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c
wajib diterima Bank Indonesia paling lama setiap tanggal 10
(sepuluh) bulan berikutnya setelah berakhirnya periode
laporan.
e.
apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur maka
laporan wajib diterima Bank Indonesia paling lambat pada
hari kerja berikutnya.
2.
laporan penyelesaian implementasi standar chip dan PIN paling
kurang 6 (enam) digit untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet,
yang wajib disampaikan secara tertulis kepada Bank Indonesia
paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
selesainya implementasi.
B. Penyelenggara Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang telah selesai
mengimplementasikan standar teknologi chip dan PIN paling kurang
6 (enam) digit pada seluruh Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dan telah
melaporkannya kepada Bank Indonesia, tidak wajib menyampaikan
laporan progres implementasi standar chip dan PIN paling kurang
6 (enam) digit sebagaimana dimaksud pada butir A.1.b dan butir A.1.c.
C. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A dan/atau informasi lainnya
dalam rangka implementasi Kartu ATM dan/atau Kartu Debet
berteknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit disampaikan
kepada:
Bank Indonesia cq. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
Gedung D Lantai 2, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2
Jakarta - 10350
V. LAIN-LAIN …
7
V. LAIN-LAIN
A. Dalam hal Penerbit telah mengimplementasikan teknologi chip dan PIN
paling kurang 6 (enam) digit untuk seluruh Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet yang diterbitkannya, maka pemrosesan Kartu ATM dan/atau Kartu
Debet tersebut tidak dapat dilakukan secara off-line.
B. Terhitung sejak tanggal 1 Januari 2016, di wilayah Republik Indonesia:
1.
setiap transaksi dari Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
diterbitkan oleh Penerbit di Indonesia wajib diproses dengan
menggunakan standar teknologi chip dan PIN paling kurang 6
(enam) digit sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini; sedangkan
2.
setiap transaksi dari Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang
diterbitkan oleh Penerbit di luar Indonesia dapat diproses sesuai
dengan teknologi yang digunakan.
Dalam hal Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan oleh
Penerbit di Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak dapat
diproses untuk kepentingan transaksi, maka proses transaksi Kartu ATM
dan/atau Kartu Debet tersebut tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan teknologi selain chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VI. PERALIHAN
A. Pihak yang memperoleh izin dari Bank Indonesia sebagai Penyelenggara
Kartu ATM dan/atau Kartu Debet setelah berlakunya Surat Edaran Bank
Indonesia ini wajib mengimplementasikan standar teknologi chip dan
penggunaan PIN paling kurang 6 (enam) digit sejak pihak tersebut efektif
melaksanakan kegiatan Kartu ATM dan/atau Kartu Debetnya.
B. Pihak yang telah mengajukan permohonan izin dan telah melengkapi
seluruh persyaratan dokumen perizinan sebagai Penyelenggara Kartu
ATM dan/atau Kartu Debet sebelum berlakunya Surat Edaran Bank
Indonesia ini, namun baru memperoleh izin sebagai Penyelenggara Kartu
ATM …
8
ATM dan/atau Kartu Debet dari Bank Indonesia setelah berlakunya Surat
Edaran Bank Indonesia ini, wajib mengimplementasikan standar
teknologi chip dan penggunaan PIN paling kurang 6 (enam) digit paling
lama 31 Desember 2012, sehingga terhitung sejak tanggal 1 Januari 2013
setiap Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan dan digunakan
untuk transaksi di Indonesia wajib diproses dengan menggunakan
teknologi chip dan PIN paling kurang 6 (enam) digit.
VII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka pengaturan tentang
peningkatan keamanan untuk Kartu ATM dan/atau Kartu Debet dalam Surat
Edaran Bank Indonesia No. 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 perihal
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 18 Oktober 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RONALD WAAS
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/22/DASP|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Implementasi Teknologi Chip dan Penggunaan Personal Identification Number pada Kartu ATM dan/atau Kartu Debet yang diterbitkan di Indonesia. </reg_title>
<set_date> 18 Oktober 2011 </set_date>
<effective_date> 18 Oktober 2011 </effective_date>
<related_reg> '11/11/PBI/2009', '11/10/DASP|SE-BI/2009' </related_reg>
|
No.6/49/DPU
Jakarta, 14 Desember 2004
SURAT EDARAN
Perihal : Permintaan Klarifikasi oleh Masyarakat dan Bank atas Uang
yang Diragukan Keasliannya dan Laporan Penemuan Uang
Palsu oleh Bank
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/14/PBI/2004 tanggal 22 Juni 2004 tentang Pengeluaran, Pengedaran,
Pencabutan dan Penarikan, serta Pemusnahan Uang Rupiah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4388), dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk
pelaksanaan mengenai Permintaan Klarifikasi oleh Masyarakat dan Bank atas
Uang yang Diragukan Keasliannya dan Laporan Penemuan Uang Palsu oleh
Bank, sebagai berikut :
I. KETENTUAN UMUM
Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :
1. Uang adalah uang rupiah.
2. Uang Palsu adalah benda yang bentuknya menyerupai Uang dan tidak
memiliki tanda keaslian Uang sebagaimana ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
3. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
3 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998, termasuk kantor cabang bank asing.
4. Kantor …
4. Kantor Cabang Bank Asing adalah kantor cabang dari Bank yang
berkedudukan di luar negeri berdasarkan hukum asing atau berkantor
pusat di luar negeri, yang secara langsung atau tidak langsung
bertanggungjawab kepada kantor pusat bank yang bersangkutan dan
mempunyai alamat serta tempat kedudukan di Indonesia.
5. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank.
II. KLARIFIKASI ATAS UANG YANG DIRAGUKAN KEASLIANNYA
1. Permintaan klarifikasi oleh masyarakat
a. Masyarakat yang menemukan Uang yang diragukan keasliannya
dapat mengajukan permintaan klarifikasi kepada :
1) Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengedaran Uang
dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi
masyarakat yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta, Provinsi
Banten, Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor,
Kabupaten Karawang, Kota Depok; atau
2) Kantor Bank Indonesia setempat, bagi masyarakat yang
berdomisili di luar wilayah DKI
Jakarta, Provinsi Banten,
Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten
Karawang, Kota Depok. Daftar alamat Kantor Bank Indonesia
sebagaimana Lampiran 1.
b. Permintaan klarifikasi kepada
Bank
Indonesia
sebagaimana
dimaksud pada huruf a dilakukan dengan cara :
1) menyampaikan surat permintaan klarifikasi yang ditandatangani
oleh pihak yang meminta klarifikasi yang contohnya tertera pada
Lampiran 2;
2) menyampaikan …
2) menyampaikan fisik Uang yang diragukan keasliannya; dan
3) menandatangani berita acara serah terima Uang yang diragukan
keasliannya dalam rangkap 2 (dua) yang contohnya tertera pada
Lampiran 3.
2. Permintaan klarifikasi oleh Bank
a. Bank yang menemukan Uang yang diragukan keasliannya dapat
mengajukan permintaan klarifikasi kepada :
1) Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengedaran Uang
dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110, bagi kantor
Bank yang berkedudukan di wilayah DKI Jakarta, Provinsi
Banten, Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor,
Kabupaten Karawang, Kota Depok; atau
2) Kantor Bank Indonesia setempat, bagi kantor Bank
yang
b. Bank
berkedudukan di luar wilayah DKI Jakarta, Provinsi Banten,
Kabupaten/Kota Bekasi, Kabupaten/Kota Bogor, Kabupaten
Karawang, Kota Depok. Daftar alamat Kantor Bank Indonesia
sebagaimana Lampiran 1.
yang mengajukan
permintaan klarifikasi kepada
Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a wajib :
1) mencatat identitas lengkap Nasabah yang menyerahkan,
menyetorkan, atau menukarkan Uang
Bank
yang diragukan
keasliannya, dan memberikan tanda terima Uang yang diragukan
keasliannya kepada Nasabah;
2) menjaga kondisi fisik Uang yang diragukan keasliannya; dan
3) menjaga agar Uang yang diragukan keasliannya tidak beredar
kembali.
Kewajiban …
Kewajiban sebagaimana dimaksud pada angka 1) tidak berlaku
dalam hal Uang yang diragukan keasliannya ditemukan oleh Bank
dalam kegiatan pengolahan Uang.
c. Permintaan klarifikasi kepada
Bank
Indonesia
sebagaimana
dimaksud pada huruf a dilakukan dengan :
1) menyampaikan surat permintaan klarifikasi yang ditandatangani
oleh pimpinan kantor Bank yang bersangkutan yang contohnya
tertera pada Lampiran 4;
2) menyampaikan fisik Uang yang diragukan keasliannya; dan
3) menandatangani berita acara serah terima Uang yang diragukan
keasliannya dalam rangkap 2 (dua) yang ditandatangani oleh
pimpinan kantor Bank yang bersangkutan yang contohnya tertera
pada Lampiran 5.
III. INFORMASI HASIL PENELITIAN ATAS UANG YANG DIRAGUKAN
KEASLIANNYA
1. Bank Indonesia menyampaikan informasi hasil penelitian atas Uang
yang diragukan keasliannya kepada pihak yang mengajukan permintaan
klarifikasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya
permintaan klarifikasi secara lengkap dan benar.
2. Dalam hal permintaan klarifikasi diajukan oleh kantor Bank, Bank
Indonesia mengirimkan tembusan informasi hasil penelitian atas Uang
yang diragukan keasliannya kepada kantor pusat Bank atau Kantor
Cabang Bank Asing.
3. Batas waktu penyampaian informasi hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada angka 1 dapat dikesampingkan apabila dalam melakukan
penelitian atas Uang
yang
pemeriksaan secara laboratoris.
4. Bank …
diragukan keasliannya diperlukan
4. Bank Indonesia memberitahukan hal sebagaimana dimaksud pada angka
3 kepada pihak yang mengajukan permintaan klarifikasi.
5. Bank
diragukan keasliannya kepada
wajib menginformasikan hasil penelitian atas Uang
Nasabah
yang
yang
menyerahkan,
menyetorkan, atau menukarkan Uang yang diragukan keasliannya.
IV. TINDAK LANJUT TERHADAP UANG YANG DIRAGUKAN
KEASLIANNYA
1. Berdasarkan hasil penelitian atas Uang yang diragukan keasliannya,
Bank Indonesia :
a. memberikan penggantian atas Uang yang diragukan keasliannya
yang dinyatakan asli, yang besarnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, dengan cara :
1) tunai, dalam hal pihak yang meminta klarifikasi adalah
masyarakat; atau
2) mengkredit rekening Bank yang bersangkutan, dalam hal pihak
yang meminta klarifikasi adalah Bank.
b. tidak memberikan penggantian atas Uang
keasliannya yang dinyatakan palsu.
Kepolisian Negara
Republik
yang diragukan
2. Uang Palsu hasil penelitian dilaporkan dan diserahkan oleh Bank
Indonesia kepada
Indonesia
ketentuan yang berlaku.
3. Dalam hal berdasarkan hasil penelitian atas Uang yang diragukan
keasliannya dinyatakan asli oleh Bank
memberikan penggantian Uang kepada Nasabah.
Indonesia, maka Bank
sesuai
V. LAPORAN …
V. LAPORAN PENEMUAN UANG PALSU
1. Penyampaian Laporan
a. Kantor pusat Bank atau Kantor Cabang
Bank Asing
wajib
menyampaikan Laporan Penemuan Uang Palsu secara bulanan, yang
selanjutnya disebut Laporan, secara benar, lengkap, dan tepat waktu
kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Pengedaran
Uang dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta 10110 yang
contohnya tertera pada Lampiran 6, yang datanya bersumber dari :
1) hasil penelitian atas Uang yang diragukan keasliannya pada bulan
yang bersangkutan; dan/atau
2) pemberitahuan oleh Bank Indonesia pada bulan yang
bersangkutan atas penemuan Uang Palsu yang berasal dari
setoran kantor Bank.
b. Dalam hal Bank tidak memiliki data sebagaimana dimaksud pada
huruf a, Bank tidak perlu menyampaikan Laporan.
c. Laporan yang disampaikan oleh kantor pusat Bank atau Kantor
Cabang
Bank Asing kepada Kantor Pusat Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan Laporan gabungan
dari seluruh kantor Bank yang berkedudukan di Indonesia.
2. Tata cara penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1
diatur sebagai berikut :
a. Laporan
1) Laporan dari kantor pusat Bank atau Kantor Cabang Bank Asing
diterima oleh Kantor Pusat Bank Indonesia paling lambat tanggal
14 (empat belas) bulan berikutnya, misalnya : data bulan Februari
2005 diterima paling lambat tanggal 14 Maret 2005.
2) Kantor …
2) Kantor pusat Bank atau Kantor Cabang Bank Asing dinyatakan
terlambat menyampaikan Laporan apabila Laporan diterima oleh
Kantor Pusat Bank Indonesia melampaui batas waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai dengan akhir bulan
setelah berakhirnya bulan Laporan yang bersangkutan, misalnya:
data bulan Februari 2005 diterima mulai tanggal 15 Maret 2005
sampai dengan tanggal 31 Maret 2005.
3) Kantor pusat Bank atau Kantor Cabang Bank Asing dinyatakan
tidak menyampaikan Laporan apabila Laporan diterima oleh
Kantor Pusat Bank Indonesia melampaui batas waktu
sebagaimana dimaksud pada angka 2), misalnya : data bulan
Februari 2005 diterima setelah akhir bulan Maret 2005.
b. Dalam hal tanggal batas waktu diterimanya Laporan oleh Kantor
Pusat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a
jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari libur nasional atau hari libur
setempat yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, maka Laporan
disampaikan pada hari kerja sebelumnya.
VI. SANKSI ADMINISTRATIF
Kantor pusat Bank atau Kantor Cabang Bank Asing yang terlambat
menyampaikan Laporan atau tidak menyampaikan Laporan kepada Kantor
Pusat Bank Indonesia dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
VII. LAIN-LAIN
Ketentuan klarifikasi dalam rangka pembawaan Uang rupiah dari luar
negeri tunduk pada ketentuan pembawaan Uang keluar atau masuk wilayah
pabean Republik Indonesia yang berlaku.
VIII. KETENTUAN …
VIII. KETENTUAN PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Bank Indonesia
No.10/4 UPPB tanggal 3 Agustus 1977 perihal Tata Cara Pelaporan
Penemuan Uang Rupiah Palsu atau Dimanipulasikan atau Diragukan
Keasliannya dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Februari 2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
LUCKY FATHUL A.H.
DIREKTUR PENGEDARAN UANG
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/49/DPU|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Permintaan Klarifikasi oleh Masyarakat dan Bank atas Uang yang Diragukan Keasliannya dan Laporan Penemuan Uang Palsu oleh Bank </reg_title>
<set_date> 14 Desember 2004 </set_date>
<effective_date> 1 Februari 2005 </effective_date>
<replaced_reg> '10/4/UPPB|SE-BI/1997' </replaced_reg>
<related_reg> '6/14/PBI/2004' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 18/22/DKSP
Jakarta, 27 September 2016
S U R A T E D A R A N
Perihal: Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital
Sehubungan dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5001) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
18/17/PBI/2016 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5925)
dan dalam rangka perluasan ekosistem Layanan Keuangan Digital (LKD)
serta kebutuhan penyaluran bantuan sosial secara non tunai untuk
mendukung keuangan inklusif dan sebagai upaya mendorong
peningkatan transaksi non tunai, perlu diatur ketentuan pelaksanaan
mengenai penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital (LKD) dalam Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
A. Latar Belakang
1. Dalam rangka menjangkau dan memperluas penyediaan
layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat Indonesia yang belum
tersentuh jasa sistem pembayaran dan keuangan formal
(unbanked) dan yang telah terhubung dengan jasa sistem
pembayaran dan keuangan formal sebagai nasabah
penabung namun belum memanfaatkannya secara optimal
karena berbagai faktor (underbanked), diperlukan inovasi
penggunaan Uang Elektronik sebagai salah satu instrumen
dalam …
2
dalam LKD melalui kerja sama dengan pihak ketiga dalam
bentuk keagenan.
2. Perluasan penyediaan layanan jasa sistem pembayaran dan
keuangan tersebut merupakan inisiatif Bank Indonesia
dalam mendukung Strategi Nasional Keuangan Inklusif,
yang ditujukan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraan individu atau rumah tangga,
serta mengurangi kemiskinan dan pemerataan pendapatan.
3. Salah satu bentuk perluasan penyediaan layanan jasa
sistem pembayaran dan keuangan dilakukan melalui kerja
sama Penerbit dengan Agen LKD. Oleh karena itu, perlu
diatur ketentuan pelaksanaan mengenai penyelenggaraan
LKD dalam rangka keuangan inklusif melalui Agen LKD.
B. Pengertian
1. Layanan Keuangan Digital yang selanjutnya disingkat LKD
adalah kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan
keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak
ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi
berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka
keuangan inklusif.
2. Agen LKD adalah pihak ketiga yang bekerjasama dengan
Penerbit dan bertindak untuk dan atas nama Penerbit
dalam memberikan LKD.
3. Agen LKD Badan Hukum adalah badan usaha berbadan
hukum dan/atau penyelenggara transfer dana yang
bekerjasama dengan Penerbit dan bertindak untuk dan atas
nama Penerbit dalam memberikan LKD.
4. Agen LKD Individu adalah perseorangan atau badan usaha
yang tidak berbadan hukum yang bekerjasama dengan
Penerbit dan bertindak untuk dan atas nama Penerbit
dalam memberikan LKD.
5. Penyelenggara LKD adalah Penerbit yang telah memperoleh
persetujuan untuk menyelenggarakan LKD.
6. Diproses …
3
6. Diproses Secara Online adalah proses transaksi yang
terkoneksi secara langsung dengan sentral sistem komputer
Penyelenggara LKD untuk melakukan otorisasi dan validasi
sebelum dimulainya proses transaksi agar penyelesaian
transaksi LKD dapat dilakukan secara real time dan/atau
near real time dan tersedia notifikasi status transaksi segera
setelah terjadi transaksi keuangan.
II. PERSYARATAN DAN PENGAJUAN PERMOHONAN SEBAGAI
PENYELENGGARA LKD
A. Persyaratan sebagai Penyelenggara LKD
1. Kegiatan sebagai Penyelenggara LKD dapat dilakukan oleh
Penerbit berupa Bank atau Lembaga Selain Bank.
2. Penyelenggaraan LKD oleh Bank dapat dilakukan melalui
Agen LKD Badan Hukum dan Agen LKD Individu.
3. Bank yang dapat mengajukan permohonan untuk
menyelenggarakan LKD melalui Agen LKD Individu adalah:
a. Bank Umum dengan kategori Bank Umum
berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 3 atau 4; atau
b. Bank Pembangunan Daerah kategori Bank Umum
berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 1 dan 2 yang
memiliki sistem teknologi informasi yang memadai,
serta profil mandat penyaluran program bantuan
sosial.
4. Penyelenggaraan LKD oleh Lembaga Selain Bank hanya
dapat dilakukan melalui Agen LKD Badan Hukum.
5. Bank dan Lembaga Selain Bank yang melakukan kegiatan
sebagai Penyelenggara LKD wajib memperoleh persetujuan
dari Bank Indonesia.
6. Bank atau Lembaga Selain Bank yang mengajukan
permohonan untuk menyelenggarakan LKD harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. berbadan hukum Indonesia dalam bentuk perseroan
terbatas; dan
b. memenuhi …
4
b. memenuhi kesiapan operasional paling kurang
meliputi:
1) memiliki kesiapan manajemen risiko yang
memadai dalam penyelenggaraan LKD;
2) memiliki teknologi informasi yang memadai untuk
mendukung penyelenggaraan LKD yang antara
lain dibuktikan dengan hasil audit teknologi
informasi oleh pihak independen; dan
3) memiliki unit kerja tersendiri yang bertanggung
jawab untuk menangani kegiatan LKD yang
didukung oleh perangkat dan sumber daya
manusia yang memadai untuk melakukan fungsi
paling kurang:
a) manajemen risiko;
b) kepatuhan atas ketentuan Anti Pencucian
Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
(APU PPT);
c) pengelolaan Agen LKD; dan
d) perlindungan konsumen.
7. Persyaratan dokumen bagi Bank dan Lembaga Selain Bank
yang mengajukan permohonan sebagai penyelenggara LKD
mengacu pada Bab I Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Pengajuan Permohonan sebagai Penyelenggara LKD bagi Bank
dan Lembaga Selain Bank
1. Permohonan sebagai Penyelenggara LKD
a. Permohonan sebagai Penyelenggara LKD disampaikan
oleh Penerbit kepada Bank Indonesia secara tertulis
dalam Bahasa Indonesia dan memuat informasi
mengenai rencana penyelenggaraan kegiatan LKD
untuk 2 (dua) tahun ke depan.
b. Penyampaian permohonan secara tertulis sebagaimana
dimaksud dalam huruf a disampaikan paling
lambat 45 (empat puluh lima) hari kerja sebelum
rencana …
5
rencana kegiatan LKD dilaksanakan untuk pertama
kali.
c. Penyampaian rencana penyelenggaraan kegiatan LKD
melalui Agen LKD sebagaimana dimaksud dalam huruf
a harus dilengkapi dengan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Bab I Lampiran.
2. Dalam hal permohonan sebagai Penyelenggara LKD
diajukan bersamaan dengan permohonan izin sebagai
Penerbit, permohonan pengajuan Penyelenggara LKD
dilakukan dengan mengacu pada pengaturan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1.
III. PEMROSESAN PERMOHONAN
PERSETUJUAN
SEBAGAI
PENYELENGGARA LKD
A. Bank Indonesia melakukan pemrosesan terhadap permohonan
sebagai Penyelenggara LKD dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan administratif terhadap dokumen rencana
penyelenggaraan LKD yang disampaikan oleh pemohon,
meliputi:
a. pemeriksaan kelengkapan dokumen; dan
b. pemeriksaan kesesuaian dokumen.
2. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan kelengkapan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a dokumen
yang disampaikan tidak lengkap, Bank Indonesia
mengembalikan dokumen tersebut kepada pemohon.
3. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan kesesuaian
dokumen sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b terdapat
ketidaksesuaian persyaratan dokumen yang disampaikan
oleh pemohon, pemohon harus menyampaikan dokumen
yang telah disesuaikan kepada Bank Indonesia paling lama
45 (empat puluh lima) hari kalender sejak tanggal surat
pemberitahuan yang pertama kali disampaikan oleh Bank
Indonesia mengenai ketidaksesuaian persyaratan dokumen
tersebut.
4. Dalam …
6
4. Dalam hal sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam angka 3, pemohon belum menyampaikan
dokumen yang telah disesuaikan, Bank Indonesia menolak
permohonan sebagai Penyelenggara LKD.
5. Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan lapangan (on site visit) untuk melakukan
verifikasi atas kebenaran dan kesesuaian dokumen yang
diajukan serta kesiapan operasional pemohon.
B. Berdasarkan hasil pemrosesan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia:
1. menyetujui permohonan sebagai Penyelenggara LKD; atau
2. menolak permohonan sebagai Penyelenggara LKD.
C. Persetujuan atau penolakan permohonan sebagai Penyelenggara
LKD sebagaimana dimaksud dalam huruf B disampaikan secara
tertulis oleh Bank Indonesia.
D. Bank Indonesia dapat memberikan kemudahan kepada Penerbit
yang telah memperoleh izin, atas proses persetujuan
penyelenggaraan LKD dalam rangka penggunaan dan perluasan
penggunaan Uang Elektronik untuk program yang terkait
kebijakan nasional. Kemudahan diberikan dengan tetap
memperhatikan risiko penyelenggaraan kegiatan LKD.
IV. REALISASI PENYELENGGARAAN KEGIATAN LKD
A. Bank atau Lembaga Selain Bank yang telah memperoleh
persetujuan sebagai Penyelenggara LKD sebagaimana dimaksud
dalam butir III.B.1 wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan
LKD paling lama 60 (enam puluh) hari kalender terhitung sejak
tanggal surat persetujuan dari Bank Indonesia.
B. Penyelenggara LKD yang telah menyelenggarakan LKD
sebagaimana dimaksud dalam huruf A harus menyampaikan
laporan realisasi penyelenggaraan LKD secara tertulis kepada
Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal efektif dimulainya penyelenggaraan LKD.
C. Laporan …
7
C. Laporan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf B paling
kurang memuat informasi dan penjelasan mengenai tanggal
efektif penyelenggaraan serta jumlah dan lokasi Agen LKD.
D. Dalam hal Penyelenggara LKD tidak menyelenggarakan kegiatan
LKD dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam huruf A
maka persetujuan yang telah diberikan oleh Bank Indonesia
dinyatakan batal dan tidak berlaku.
V. PENYELENGGARAAN LKD
A. Produk dan Layanan
1. Jenis Uang Elektronik yang digunakan dalam
penyelenggaraan LKD adalah Uang Elektronik registered
berbasis server (server based) yang menggunakan sarana
antara lain mobile atau kartu.
2. Dalam rangka menyediakan kemudahan dan kenyamanan
layanan, penyediaan layanan Uang Elektronik dalam
rangka LKD yang menggunakan sarana dan perangkat
teknologi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. memiliki fitur menu layanan dengan karakteristik
sederhana dan mudah dimengerti;
b. memiliki fitur layanan bantuan; dan
c. memiliki standar mengenai:
1)
fitur menu utama, yang paling kurang meliputi
layanan informasi saldo, Pengisian Ulang (top-up),
pembayaran tagihan, pengiriman uang, dan Tarik
Tunai; dan
2) tahapan proses transaksi menggunakan fitur
menu utama,
antar Penyelenggara LKD.
3. Penyelenggara LKD harus menyampaikan notifikasi atas
setiap konfirmasi proses dan status penyelesaian transaksi
keuangan.
B. Penggunaan …
8
B. Penggunaan Nomor Telepon Genggam sebagai Nomor Uang
Elektronik.
Dalam hal nomor telepon genggam digunakan sebagai nomor
Uang Elektronik, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Calon Pemegang wajib menyampaikan nomor telepon
genggam kepada Penyelenggara LKD baik secara langsung
maupun melalui Agen LKD sebagai tambahan data
identitas.
2. Penyelenggara LKD atau Agen LKD wajib menjelaskan
informasi penggunaan nomor telepon genggam sebagai
bukti kepemilikan dan identitas Uang Elektronik kepada
calon Pemegang.
3. Penyelenggara LKD harus memastikan Uang Elektronik
terhubung dengan data informasi elektronik Pemegang
(customer information file).
C. Registrasi LKD
1. Uang Elektronik yang digunakan dalam penyelenggaraan
LKD melalui Agen LKD adalah Uang Elektronik registered
yang diproses secara online.
2. Perolehan Uang Elektronik sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 diajukan oleh:
a. calon Pemegang melalui proses registrasi; atau
b. institusi/lembaga Pemerintah atau lembaga lain untuk
kepentingan tertentu melalui proses registrasi secara
massal (bulk registration).
3. Tata cara pemrosesan registrasi oleh Penyelenggara LKD
harus memenuhi prinsip mengenal nasabah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
(APU PPT).
D. Tata Cara Registrasi LKD oleh Calon Pemegang
1. Proses registrasi sebagaimana dimaksud dalam butir C.2.a
dilakukan melalui Agen LKD atau dilakukan sendiri oleh
calon Pemegang (self registration).
2. Mekanisme …
9
2. Mekanisme proses registrasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 diatur sebagai berikut:
a. Untuk registrasi yang dilakukan melalui Agen LKD,
registrasi dilakukan secara elektronik (e-registration).
Dalam hal
perangkat dan teknologi tidak
memungkinkan untuk melakukan registrasi secara
elektronik, maka registrasi dilakukan secara manual.
b. Untuk registrasi yang dilakukan sendiri oleh calon
Pemegang (self registration), registrasi dilakukan secara
elektronik (e-registration).
3. Pemegang hanya dapat memiliki paling banyak 2 (dua)
Uang Elektronik untuk setiap Penerbit yang diperoleh
melalui Agen LKD.
4. Persetujuan atas registrasi melalui Agen LKD tetap menjadi
wewenang dan tanggung jawab Penyelenggara LKD.
5. Proses persetujuan atau penolakan registrasi dilakukan
oleh Penyelenggara LKD dengan melakukan verifikasi data
dan dokumen identitas calon Pemegang yang disampaikan
oleh Agen LKD.
6.
Informasi mengenai persetujuan atau penolakan
sebagaimana dimaksud dalam angka 5 disampaikan kepada
Agen LKD dan calon Pemegang melalui notifikasi paling
lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak data dan dokumen
identitas calon Pemegang diterima oleh Penyelenggara LKD.
7. Penyampaian notifikasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 6 dilakukan dengan menggunakan pesan singkat
(short message service) atau sarana lainnya.
8. Dalam hal registrasi calon Pemegang ditolak oleh
Penyelenggara LKD maka calon Pemegang akan
mendapatkan pemberitahuan mengenai alasan penolakan
melalui surat atau sarana lainnya.
9. Dalam melakukan registrasi Uang Elektronik,
Penyelenggara LKD wajib paling kurang menerapkan
prosedur Customer Due Diligence (CDD) yang lebih
sederhana.
10. Penerapan …
10
10. Penerapan prosedur Customer Due Diligence (CDD) yang
lebih sederhana, dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Penerapan prosedur Customer Due Deligence (CDD)
yang lebih sederhana dilakukan melalui proses
pencatatan data identitas, identifikasi, verifikasi, dan
pemantauan yang disederhanakan terhadap calon
Pemegang dan/atau Pemegang.
b. Data identitas calon Pemegang sebagaimana dimaksud
dalam huruf a paling kurang mencakup informasi:
1) nama;
2) tempat dan tanggal lahir;
3) alamat;
4) nomor dokumen identitas; dan
5) nama ibu kandung.
c. Penyampaian informasi
identitas
sebagaimana
dimaksud dalam huruf b wajib didukung dengan
dokumen identitas atau dokumen lainnya sebagai
pengganti dokumen identitas yang dapat memberikan
keyakinan kepada Penyelenggara LKD tentang profil
calon Pemegang.
d. Dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf c
antara lain:
1) dokumen identitas yang dapat berupa Kartu
Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi
(SIM), atau paspor yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Indonesia; atau
2) dokumen lainnya yang berupa:
a) kartu pengenal peserta program Pemerintah;
b) surat keterangan tertulis dari Kelurahan atau
Kepala Desa tempat calon Pemegang
berdomisili yang dilengkapi dengan foto calon
Pemegang; atau
c) kartu tanda pelajar bagi calon Pemegang
yang belum memenuhi syarat untuk memiliki
Kartu …
11
Kartu Tanda Penduduk (KTP) disertai dengan
dokumen identitas dan surat persetujuan
dari orang tua atau pihak lain yang
bertanggung jawab terhadap calon Pemegang
tersebut.
11. Apabila dalam menyelenggarakan LKD, Penyelenggara LKD
menemukan kondisi:
a. terdapat ketidaksesuaian profil calon Pemegang;
b. terdapat calon Pemegang yang merupakan Politically
Exposed Person (PEP); dan/atau
c. terdapat dugaan terjadi transaksi pencucian uang
dan/atau pendanaan terorisme,
Penyelenggara LKD wajib melaksanakan prosedur Customer
Due Diligence (CDD) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
12. Registrasi secara elektronik (e-registration) sebagaimana
dimaksud dalam angka 2 diatur sebagai berikut:
a.
Registrasi melalui Agen LKD
1) Registrasi
secara elektronik
(e-registration)
dilakukan melalui pengisian formulir elektronik (e-
form) yang disediakan oleh Penyelenggara LKD
pada perangkat elektronik Agen LKD.
2) Proses registrasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) harus dilengkapi dengan dokumen
sebagaimana dimaksud dalam butir 10.d secara
elektronik (e-document).
3) Pengiriman
formulir elektronik
(e-form)
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan
dokumen elektronik (e-document) sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) kepada Penyelenggara
LKD dilakukan melalui perangkat elektronik Agen
LKD.
4) Dalam rangka memproses persetujuan atau
penolakan registrasi, Penyelenggara LKD wajib
melakukan proses verifikasi data dan identitas
calon …
12
calon Pemegang yang disampaikan secara
elektronik.
5) Dalam rangka mendukung proses verifikasi
sebagaimana dimaksud dalam angka 4), sistem
Penyelenggara LKD paling kurang memiliki
kemampuan:
a) melakukan verifikasi lokasi Agen LKD
berdasarkan koordinat Global Positioning
System (GPS) atau keabsahan registrasi
elektronik dari Agen LKD; dan
b) membatasi waktu pengiriman dokumen
elektronik
(e-document)
sebagaimana
dimaksud dalam angka 2) untuk registrasi.
b. Registrasi yang dilakukan sendiri oleh calon Pemegang
(Self Registration)
1) Registrasi secara elektronik
(e-registration)
dilakukan sendiri oleh calon Pemegang (self
registration) melalui pengisian formulir elektronik
(e-form) pada perangkat elektronik calon Pemegang
dan/atau penggunaan teknologi lainnya untuk
memastikan identitas calon Pemegang antara lain
berupa sidik jari, retina, pemindai wajah, dan
pemindai suara.
2) Proses registrasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1) harus dilengkapi dengan identitas calon
Pemegang antara lain berupa Nomor Induk
Kependudukan (NIK), nomor Surat Izin
Mengemudi (SIM), atau nomor Paspor.
3) Dalam memfasilitasi registrasi yang dilakukan
sendiri oleh calon Pemegang (self registration),
sistem Penyelenggara LKD harus terhubung
dengan data kependudukan yang dikelola oleh
otoritas terkait.
4) Dalam rangka memproses persetujuan atau
penolakan registrasi, Penyelenggara LKD wajib
melakukan …
13
melakukan proses verifikasi data dan identitas
calon Pemegang yang disampaikan secara
elektronik.
5) Berdasarkan notifikasi persetujuan dari
Penyelenggara LKD sebagaimana dimaksud dalam
angka 7, untuk pertama kali Pemegang hanya
dapat melakukan transaksi di Agen LKD.
6) Kewajiban transaksi untuk pertama kali di Agen
LKD sebagaimana dimaksud dalam angka 5)
dilakukan dalam rangka pelaksanaan Customer
Due Diligence (CDD) melalui pertemuan langsung
(face to face).
7) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 6)
dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak
notifikasi sebagaimana dimaksud dalam angka 7
diberikan.
8) Dalam hal kewajiban pertemuan langsung (face to
face) sebagaimana dimaksud dalam angka 6) tidak
dipenuhi maka berlaku fasilitas dan batas nilai
uang pada Uang Elektronik unregistered
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Uang
Elektronik.
13. Dalam hal registrasi secara elektronik (e-registration) tidak
dapat dilakukan sehingga registrasi dilakukan secara
manual sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a.
Registrasi secara manual dilakukan melalui pengisian
formulir yang disediakan oleh Penyelenggara LKD di
lokasi Agen LKD.
b. Formulir yang telah diisi sebagaimana dimaksud dalam
huruf a disampaikan oleh Agen LKD kepada
Penyelenggara LKD.
c. Dalam …
14
c. Dalam rangka memproses persetujuan atau penolakan
registrasi, Penyelenggara LKD wajib melakukan
verifikasi data dan identitas calon Pemegang.
E. Tata Cara Registrasi secara Massal (Bulk Registration)
1. Registrasi secara massal (bulk registration) hanya dapat
dilakukan dalam hal terdapat hubungan antara
institusi/lembaga Pemerintah atau lembaga lain dengan
calon Pemegang dan dalam rangka:
a. penyaluran bantuan Pemerintah;
b. pembayaran gaji dan manfaat kepada karyawan;
c. kepentingan pendidikan, antara lain beasiswa dan
pembayaran uang sekolah; atau
d. kepentingan lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia
dalam rangka pengembangan keuangan inklusif.
2. Registrasi secara massal (bulk registration) dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
Registrasi dilakukan dengan didukung data identitas
calon Pemegang yang telah dijamin akurasi dan
kebenarannya oleh institusi/lembaga pemilik atau
pengelola data, yang dibuktikan dengan dokumen
berupa:
1) surat penyataan dari institusi/lembaga pemilik
atau pengelola data yang menjamin kebenaran
data; atau
2) surat perjanjian kerja sama antara lembaga
dengan Penyelenggara LKD yang di dalamnya
memuat klausula mengenai jaminan kebenaran
data.
b. Permohonan registrasi secara massal (bulk
registration), data identitas calon Pemegang, dan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disampaikan oleh institusi/lembaga Pemerintah atau
lembaga lain kepada Penyelenggara LKD.
c. Berdasarkan …
15
c. Berdasarkan data identitas calon Pemegang yang telah
dijamin akurasi dan kebenarannya sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, Penyelenggara LKD
menyampaikan notifikasi persetujuan kepada
Pemegang dengan menggunakan pesan singkat (short
message service) atau sarana lainnya.
d. Berdasarkan notifikasi persetujuan dari Penyelenggara
LKD sebagaimana dimaksud dalam huruf c, untuk
pertama kali Pemegang hanya dapat melakukan
transaksi di Agen LKD.
e. Kewajiban transaksi untuk pertama kali di Agen LKD
sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan
dalam rangka:
1) pelaksanaan Customer Due Diligence (CDD)
melalui verifikasi dokumen dengan pertemuan
langsung (face to face); dan
2) melengkapi data bagi Pemegang yang identitasnya
belum lengkap.
f. Dalam hal terdapat data identitas calon Pemegang
yang belum lengkap dalam rangka penyaluran bantuan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a
maka Penyelenggara LKD harus melengkapi data
Pemegang pada periode penyaluran bantuan
berikutnya.
g. Dalam hal terdapat data identitas calon Pemegang
yang belum lengkap dalam rangka pembayaran gaji
dan manfaat kepada karyawan, serta untuk
kepentingan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.b dan butir 1.c maka penyelenggara LKD harus
melengkapi data bagi Pemegang yang identitasnya
belum lengkap.
F. Kerahasiaan Data
1. Dalam rangka registrasi Uang Elektronik sebagaimana
dimaksud dalam huruf C, huruf D dan huruf E,
Penyelenggara …
16
Penyelenggara LKD dan Agen LKD wajib menjaga
kerahasiaan data yang disampaikan oleh calon Pemegang.
2. Dalam rangka menjaga kerahasiaan data sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, maka formulir registrasi harus
memuat pernyataan bahwa:
a. penyampaian identitas hanya dipergunakan untuk
keperluan registrasi oleh Penyelenggara LKD; dan
b. calon Pemegang mengetahui dan menyetujui bahwa
penyampaian identitas kepada Penyelenggara LKD
dapat diketahui oleh Agen LKD.
G. Batas Nilai Uang Elektronik Dalam Rangka LKD
1. Batas nilai Uang Elektronik dalam rangka LKD paling
banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
2. Batas nilai transaksi Uang Elektronik dalam rangka LKD
dalam 1 (satu) bulan paling banyak Rp20.000.000,00 (dua
puluh juta rupiah).
3. Untuk nilai Uang Elektronik dalam rangka LKD yang
diperoleh melalui registrasi yang dilakukan sendiri oleh
calon Pemegang (self registration) berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. batas nilai Uang Elektronik paling banyak
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) sepanjang belum
dilakukan prosedur pertemuan langsung (face to face);
dan
b. batas nilai transaksi penarikan tunai yang dapat
dilakukan pertama kali pada Agen LKD paling banyak
Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
H. Biaya Layanan
1. Agen LKD dapat mengenakan biaya layanan kepada
Pemegang sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Uang Elektronik.
2. Tata cara dan besarnya biaya layanan yang dapat
dikenakan oleh Agen LKD kepada Pemegang sebagaimana
dimaksud …
17
dimaksud dalam angka 1 harus dimuat dalam perjanjian
kerja sama antara Agen LKD dan Penyelenggara LKD.
3. Biaya sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib
diinformasikan kepada Pemegang secara jelas dan
transparan.
I. Penerapan Manajemen Risiko
1. Penyelenggara LKD harus menerapkan manajemen risiko
secara efektif dalam penyelenggaraan LKD.
2. Penyelenggara LKD harus menerapkan manajemen risiko
dalam penyelenggaraan LKD yang paling kurang mencakup
hal-hal sebagai berikut:
a. penetapan limit transaksi baik di Agen LKD maupun di
Pemegang dan monitoringnya;
b. perluasan fungsi, cakupan, standard operating
procedure (SOP), dan kemampuan sumber daya
manusia terkait pengendalian intern kegiatan
pengelolaan dan pengawasan Agen LKD.
J. Penggunaan Sistem Teknologi Informasi
1. Penyelenggara LKD harus memiliki sistem teknologi
informasi yang andal dan aman sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Uang Elektronik.
2. Dalam penyelenggaraan LKD, sistem teknologi informasi
yang digunakan paling kurang harus memiliki kemampuan
untuk:
a. mendukung proses registrasi secara elektronik;
b. menyampaikan informasi transaksi secara terenkripsi;
c. menyampaikan notifikasi atas setiap transaksi
Pemegang segera setelah transaksi terjadi;
d. mendukung interkoneksi antar Penyelenggara LKD;
e. membatasi transaksi Pemegang secara otomatis (auto
limit) sesuai dengan batas nilai Uang Elektronik dan
nilai transaksi sebagaimana dimaksud dalam huruf G;
dan
f. memberlakukan …
18
f. memberlakukan batas waktu (time-out) proses
transaksi.
3. Penyelenggara LKD harus memastikan bahwa perangkat
yang digunakan oleh Agen LKD seperti telepon genggam,
komputer, dan alat baca (reader) telah memenuhi standar
yang ditetapkan oleh Penyelenggara LKD.
K. Transparansi
1. Penyelenggara LKD harus menyediakan informasi mengenai
LKD kepada calon Pemegang dan Pemegang secara tertulis
dalam Bahasa Indonesia dengan lengkap dan jelas.
2.
Informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 1 paling
kurang meliputi:
a.
identitas Agen LKD berupa tanda pengenal dan
sertifikat penunjukan sebagai Agen LKD;
b. jenis layanan dan biaya layanan;
c. manfaat dan risiko produk yang ditawarkan, seperti
manfaat dapat melakukan transfer dengan cepat dan
mudah, serta risiko jika Personal Identification Number
(PIN) tidak dijaga kerahasiaannya;
d. tata cara penggunaan fitur LKD;
e. cara mengidentifikasi Agen LKD resmi; dan
f. nomor telepon dan alamat kantor Penyelenggara LKD
yang ditunjuk untuk menangani pengaduan.
Format tanda pengenal, daftar jenis layanan dan sertifikat
penunjukan Agen LKD sebagaimana tertuang dalam Bab III
dan Bab IV Lampiran.
3. Penyelenggara LKD memublikasikan daftar Agen LKD
melalui website Penyelenggara LKD yang paling kurang
memuat informasi:
a. nama penanggung jawab dan nama usaha atau toko;
b. nomor unik Agen LKD; dan
c. alamat lokasi Agen LKD.
4. Penyelenggara …
19
4. Penyelenggara LKD wajib memastikan bahwa Agen LKD
menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 kepada calon Pemegang.
L. Edukasi
Penyelenggara LKD dan/atau Agen LKD wajib melakukan
edukasi kepada calon Pemegang dan Pemegang paling kurang
mengenai informasi penyelenggaraan LKD sebagaimana
dimaksud dalam huruf K.
M. Penanganan Pengaduan
1. Penyelenggara LKD wajib menindaklanjuti dan
menyelesaikan setiap pengaduan yang disampaikan oleh
Pemegang.
2. Penyampaian pengaduan oleh Pemegang sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. pengaduan
dapat
disampaikan
kepada dan
diselesaikan oleh Agen LKD sepanjang bersifat umum
dan dinilai dapat ditindaklanjuti langsung oleh Agen
LKD; dan/atau
b. pengaduan disampaikan melalui Agen LKD untuk
diteruskan kepada Penyelenggara LKD.
N. Pelaksanaan Uji Coba
Calon Penyelenggara LKD dapat melakukan kegiatan uji coba
dalam rangka penyelenggaraan LKD dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Calon Penyelenggara LKD yang dapat melakukan uji coba
adalah:
a. calon Penyelenggara LKD yang telah memiliki izin
sebagai Penerbit Uang Elektronik; atau
b. calon Penyelenggara LKD yang mengajukan
permohonan sebagai Penyelenggara LKD bersamaan
dengan permohonan izin sebagai Penerbit Uang
Elektronik.
2. Calon Penyelenggara LKD sebagaimana dimaksud dalam
angka …
20
angka 1 wajib mengajukan surat permohonan mengenai
rencana kegiatan uji coba kepada Bank Indonesia untuk
mendapatkan persetujuan.
3. Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2
wajib disampaikan paling lambat 45 (empat puluh lima)
hari kerja sebelum pelaksanaan uji coba dan paling kurang
memuat:
a. rencana kerja uji coba termasuk wilayah uji coba;
b. contigency plan atas pelaksanaan uji coba; dan
c. mekanisme
penyelesaian kewajiban kepada
masyarakat apabila jangka waktu uji coba berakhir
atau dihentikan sebelum berakhirnya jangka waktu uji
coba.
4. Pelaksanaan uji coba dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. uji coba dilakukan paling banyak di 3 (tiga) kecamatan;
b. batas nilai Uang Elektronik dan batas nilai transaksi
dalam 1 (satu) bulan mengacu pada ketentuan Uang
Elektronik unregistered sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Uang Elektronik; dan
c.
uji coba dilakukan paling lama 6 (enam) bulan dan
dapat diperpanjang 1 (satu) kali paling lama 6 (enam)
bulan dengan persetujuan Bank Indonesia.
5. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2, Bank Indonesia dapat menyetujui atau menolak
permohonan uji coba.
6. Bank Indonesia atau calon Penyelenggara LKD dapat
menghentikan pelaksanaan uji coba sebelum jangka waktu
uji coba berakhir.
7. Dalam hal dilakukan penghentian uji coba sebagaimana
dimaksud dalam angka 6 atau jangka waktu uji coba telah
berakhir, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. calon Penyelenggara LKD melaporkan hasil uji coba
kepada Bank Indonesia paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja …
21
kerja sejak uji coba dihentikan atau jangka waktu uji
coba berakhir; dan
b. calon Penyelenggara LKD wajib menyelesaikan
kewajiban kepada masyarakat paling lama 1 (satu)
bulan setelah uji coba dihentikan dalam hal terdapat
kewajiban yang harus diselesaikan.
VI. KERJA SAMA PENYELENGGARA LKD DENGAN AGEN LKD
A. Persyaratan Agen LKD
1. Pihak yang dapat menjadi Agen LKD dapat berupa:
a. penyelenggara transfer dana;
b. badan usaha berbadan hukum Indonesia; dan/atau
c.
individu, antara lain orang-perorangan, badan usaha
tidak berbadan hukum, dan badan usaha milik desa.
2. Agen LKD sebagaimana dimaksud dalam angka 1 harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki kemampuan dan kelayakan usaha, integritas,
dan reputasi di wilayah operasionalnya;
b. memiliki usaha yang sedang berjalan dengan lokasi
usaha tetap paling singkat 2 (dua) tahun, dengan
persyaratan sebagai berikut:
1) bagi calon Agen LKD Individu berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a) untuk penduduk setempat, harus dibuktikan
dengan identitas kependudukan; atau
b) untuk bukan penduduk setempat namun
memiliki lokasi usaha di Kelurahan/Desa
tersebut, harus dibuktikan dengan surat
keterangan dari Kelurahan/Desa tempat
lokasi usaha;
2) bagi calon Agen LKD berupa badan usaha yang
berbadan hukum, harus dibuktikan dengan
dokumen resmi antara lain Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP)
Perusahaan (TDP);
atau Tanda Daftar
c. lulus …
22
c.
lulus proses uji tuntas (due diligence) oleh
Penyelenggara LKD; dan
d. menempatkan deposit pada Penyelenggara LKD dengan
jumlah sesuai yang ditetapkan Penyelenggara LKD
untuk aktivitas transaksi pada Agen LKD.
B. Layanan Agen LKD
1. Layanan yang dilakukan oleh Agen LKD meliputi:
a. fasilitator registrasi Pemegang;
b. Pengisian Ulang (top-up);
c. pembayaran atas tagihan yang bersifat rutin atau
berkala seperti tagihan listrik, tagihan air, tagihan
telepon, angsuran kredit atau pembiayaan, premi
asuransi, dan/atau tagihan lainnya;
d. Tarik Tunai;
e. penyaluran program bantuan sosial atau subsidi
Pemerintah kepada masyarakat seperti bantuan sosial
kepada masyarakat sangat miskin, bantuan
pembiayaan pendidikan, dan subsidi bantuan
pembiayaan kesehatan; dan/atau
f.
fasilitas lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.
2. Layanan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b, butir 1.c,
dan butir 1.d dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Agen LKD Badan Hukum dapat melayani Pemegang
dari seluruh Penyelenggara LKD; dan
b. Agen LKD Individu dapat melayani Pemegang dari
seluruh Penyelenggara LKD sepanjang Penyelenggara
LKD tersebut bekerjasama dengan Agen LKD Individu.
3. Layanan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.f dapat
dilakukan dengan mekanisme persetujuan sebagai berikut:
a. Penyelenggara LKD menyampaikan rencana pemberian
fasilitas lain paling lambat 15 (lima belas) hari kerja
sebelum pelaksanaan pemberian fasilitas lain tersebut
melalui surat kepada Bank Indonesia.
b. Surat …
23
b. Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilampiri
dokumen yang terkait dengan aspek rencana bisnis
kegiatan LKD, analisis dan kesiapan operasional atas
fasilitas lain yang diajukan sebagaimana dimaksud
dalam Bab II Lampiran.
c. Bank Indonesia memberikan persetujuan atas rencana
pemberian fasilitas lain sebagaimana dimaksud dalam
huruf a setelah mempertimbangkan antara lain
kelengkapan dokumen yang disampaikan, kesiapan
implementasi, dan aspek lainnya.
C. Penunjukan Agen LKD
1. Penunjukan sebagai Agen LKD dilakukan oleh
Penyelenggara LKD dengan tahapan sebagai berikut:
a. uji tuntas (due diligence); dan
b. pelatihan dan edukasi.
2. Penyelenggara LKD harus mempunyai standard operating
procedure (SOP) untuk pelaksanaan uji tuntas (due
diligence) sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
3. Pelaksanaan uji tuntas (due diligence) sebagaimana
dimaksud dalam angka 1 mencakup aspek:
a. kemampuan dan kelayakan usaha;
b. integritas; dan
c.
reputasi,
dengan rincian sebagaimana dimaksud dalam Bab III
Lampiran.
4. Penyelenggara LKD menetapkan calon Agen LKD yang lulus
uji tuntas (due diligence) setelah mempertimbangkan
pemenuhan aspek uji tuntas (due diligence) sebagaimana
dimaksud dalam angka 3.
5. Penyelenggara LKD harus memberikan pelatihan dan
edukasi kepada calon Agen LKD yang telah lulus uji tuntas
(due diligence), dengan materi pelatihan dan edukasi
sebagaimana dimaksud dalam Bab III Lampiran.
6. Penyelenggara …
24
6. Penyelenggara LKD menerbitkan sertifikat penunjukan
sebagai Agen LKD kepada calon Agen LKD yang telah lulus
uji tuntas (due diligence) dan telah mengikuti pelatihan dan
edukasi.
7. Sertifikat penunjukan sebagaimana dimaksud dalam angka
6 mengacu pada format sebagaimana dimaksud dalam Bab
III Lampiran.
8. Penyelenggara LKD dan Agen LKD menandatangani
perjanjian kerja sama dengan cakupan sebagaimana
dimaksud dalam Bab III Lampiran, setelah penerbitan
sertifikat penunjukan sebagaimana dimaksud dalam angka
6.
D. Operasionalisasi Agen LKD
1. Penyelenggara LKD harus menyediakan petunjuk manual
operasional yang diperlukan oleh Agen LKD guna menjamin
kelancaran dan keamanan pelayanan kepada Pemegang.
2. Penyelenggara LKD harus memastikan Agen LKD mematuhi
petunjuk manual operasional sebagaimana dimaksud
dalam angka 1.
3. Penyelenggara LKD harus menyediakan perlengkapan
operasional untuk mendukung Agen LKD seperti tanda
pengenal sebagai Agen LKD dan perangkat pencatatan
transaksi oleh Agen LKD.
4. Petunjuk manual operasional sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 dan perlengkapan operasional sebagaimana
dimaksud dalam angka 3 mengacu pada Bab IV Lampiran.
5. Penyelenggara LKD harus memastikan kesiapan layanan
pendukung antara lain pengamanan fisik uang baik di
lokasi Agen LKD maupun selama perjalanan antara lokasi
Agen LKD dan kantor Penyelenggara LKD yang ditunjuk.
6. Penyelenggara LKD dapat mengikutsertakan Agen LKD
dalam program asuransi jiwa atas beban Penyelenggara
LKD.
7. Penyelenggara LKD melakukan kegiatan pemasaran atas
layanan dan Agen LKD yang bekerja sama dengan
Penyelenggara …
25
Penyelenggara LKD dalam rangka memperluas penggunaan
LKD oleh masyarakat.
E. Penghentian Kerja Sama
1. Dalam hal kerja sama penyelenggaraan LKD dihentikan,
Penyelenggara LKD menyampaikan informasi tersebut
dalam laporan bulanan kepada Bank Indonesia.
2. Penghentian kerja sama sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dapat dilakukan atas permintaan Bank Indonesia.
3. Dalam hal dilakukan penghentian kerja sama, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. Penyelenggara LKD harus mengumumkan penghentian
kerja sama penyelenggaraan LKD kepada Pemegang
dan masyarakat setempat.
b. Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:
1) paling kurang disampaikan secara tertulis melalui
media yang sesuai;
2) diumumkan di tempat usaha Agen LKD; dan
3) dilakukan sebelum kerja sama dihentikan.
c. Penyelenggara LKD harus memastikan terpenuhinya
hak dan kewajiban semua pihak baik Penyelenggara
LKD, Agen LKD dan Pemegang akibat penghentian
kerja sama penyelenggaraan LKD, dalam waktu paling
lama 14 (empat belas) hari kalender sejak penghentian
kerja sama tersebut.
d. Penyelenggara LKD harus segera menarik tanda
pengenal Agen LKD setelah dilakukan penghentian
kerja sama.
F. Pemindahan Lokasi
1. Pemindahan lokasi kegiatan usaha Agen LKD hanya dapat
dilakukan setelah mendapatkan persetujuan terlebih
dahulu dari Penyelenggara LKD.
2. Pemindahan …
26
2. Pemindahan lokasi kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 dapat dilakukan sepanjang lokasi yang baru
masih berada dalam 1 (satu) Kelurahan atau Desa.
3. Agen LKD harus menginformasikan pemindahan lokasi
kegiatan usaha kepada Pemegang melalui pengumuman di
tempat usaha Agen LKD yang lama maupun lokasi yang
baru paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sebelum
pelaksanaan pemindahan lokasi kegiatan usaha.
VII. PENGAWASAN OLEH PENYELENGGARA LKD TERHADAP AGEN LKD
A. Penyelenggara LKD harus melakukan pengawasan terhadap
kegiatan Agen LKD.
B. Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam huruf A paling
kurang mencakup aspek:
1. kinerja Agen LKD, antara lain aktivitas transaksi dan
pengelolaan likuiditas;
2. pemenuhan ketentuan penyelenggaraan LKD, antara lain
kecukupan likuiditas Agen LKD, penerusan pengaduan
Pemegang, penempatan informasi dan tanda pengenal Agen
LKD di lokasi operasional seperti sertifikat, informasi
produk dan layanan keuangan beserta biaya layanan dan
papan atau alat komunikasi lainnya;
3. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
terkait lainnya antara lain Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) serta
perlindungan konsumen;
4. kepatuhan terhadap petunjuk manual operasional Agen
LKD; dan
5. pemenuhan perjanjian kerja sama.
C. Penyelenggara LKD harus memastikan kelangsungan kegiatan
LKD dalam hal terdapat keadaan memaksa (force majeur) yang
mengakibatkan Agen LKD tidak dapat beroperasi.
VIII. PENGAWASAN …
27
VIII. PENGAWASAN OLEH BANK INDONESIA TERHADAP
PENYELENGGARAAN LKD
A. Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap Penyelenggara
LKD melalui:
1.
penelitian, analisis, dan evaluasi yang didasarkan atas
laporan kepada Bank Indonesia; dan/atau
2. pemeriksaan langsung (on site visit).
B. Apabila diperlukan, Bank Indonesia dapat melakukan
pemeriksaan kepada Agen LKD.
C. Dalam rangka pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam huruf
B, Agen LKD harus memberikan keterangan, data, dan/atau
informasi yang diminta oleh Bank Indonesia.
D. Berdasarkan hasil pengawasan dan/atau pemeriksaan, Bank
Indonesia dapat menetapkan tindak lanjut pengawasan berupa
pembinaan dan/atau pengenaan sanksi kepada Penyelenggara
LKD.
IX. LAPORAN PENYELENGGARAAN LKD
A. Penyelenggara LKD wajib menyampaikan laporan berupa:
1. laporan bulanan; dan
2. laporan insidental,
secara lengkap, benar, akurat, dan tepat waktu.
B. Laporan Bulanan
Laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 adalah
laporan penyelenggaraan kegiatan LKD sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pelaporan Bank dan Lembaga Selain Bank.
C. Laporan Insidental
1. Laporan insidental sebagaimana dimaksud dalam butir A.2
merupakan laporan tertulis yang disampaikan oleh
Penyelenggara LKD kepada Bank Indonesia baik atas
permintaan Bank Indonesia maupun atas inisiatif
Penyelenggara LKD.
2. Laporan …
28
2. Laporan insidental yang disampaikan oleh Penyelenggara
LKD adalah laporan insiden yang berdampak signifikan,
antara lain dalam hal terdapat:
a. kegagalan jaringan (network) dalam memproses
transaksi Uang Elektronik melalui Agen LKD;
b. fraud yang terjadi dalam kegiatan penyelenggaraan
LKD, paling kurang meliputi informasi terkait:
1) kronologis; dan
2) dampak kerugian yang diakibatkan.
D. Penyampaian Laporan
1. Penyampaian laporan bulanan sebagaimana dimaksud
dalam huruf B dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Bagi Penyelenggara LKD berupa Bank, penyampaian
laporan dilakukan secara online dengan format, tata
cara penyampaian, dan tata cara pengenaan sanksi
pelaporan berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai Laporan Kantor Pusat Bank
Umum (LKPBU).
b. Bagi Penyelenggara LKD berupa Lembaga Selain Bank,
penyampaian laporan dilakukan secara online dengan
format, tata cara penyampaian, dan tata cara
pengenaan sanksi pelaporan berpedoman pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Laporan Selain Bank Umum (LSBU).
2. Penyampaian laporan insidental sebagaimana dimaksud
dalam huruf C dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. disampaikan kepada Bank Indonesia cq. Departemen
Surveilans Sistem Keuangan; dan
b. penyampaian laporan dilakukan dengan jangka waktu
3 (tiga) hari kerja setelah kejadian.
X. TATA …
29
X. TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
A. Penyelenggara LKD yang melanggar ketentuan mengenai
penyelenggaraan LKD sebagaimana yang diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia tentang Uang Elektronik (Electronic Money) dan
ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini dikenakan
sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Uang Elektronik (Electronic Money).
B. Dalam mengenakan dan/atau menerapkan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam huruf A, Bank Indonesia
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. tingkat kesalahan dan/atau pelanggaran; dan
2. akibat yang ditimbulkan terhadap aspek kelancaran dan
keamanan sistem pembayaran, khususnya terhadap
kegiatan Uang Elektronik dan LKD, aspek perlindungan
konsumen, aspek Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Terorisme (APU PPT), serta aspek lainnya.
C. Pengenaan sanksi denda atau kewajiban membayar, dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bagi Penyelenggara LKD berupa Bank, besarnya denda atau
kewajiban membayar berpedoman pada ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai Laporan Kantor Pusat
Bank Umum (LKPBU).
2. Bagi Penyelenggara LKD berupa Lembaga Selain Bank,
besarnya denda atau kewajiban membayar berpedoman
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Laporan Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran
dengan Menggunakan Kartu Dan Uang Elektronik
(Electronic Money) oleh Bank Perkreditan Rakyat dan
Lembaga Selain Bank (LSBU).
3. Dalam hal Penyelenggara LKD berupa Bank maka
pengenaan sanksi berupa denda atau kewajiban membayar
dilakukan oleh Bank Indonesia dengan cara mendebit
rekening giro Penyelenggara LKD di Bank Indonesia.
4. Dalam …
30
4. Dalam hal Penyelenggara LKD berupa Lembaga Selain Bank
maka pengenaan sanksi berupa denda atau kewajiban
membayar dilakukan melalui transfer dana ke rekening
Bank Indonesia. Besarnya denda atau kewajiban membayar
dan nomor rekening ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam
surat pengenaan sanksi.
XI. KORESPONDENSI
Penyampaian rencana penyelenggaraan kegiatan LKD, laporan,
informasi lainnya, dan/atau surat menyurat, diatur sebagai berikut:
1. Permohonan sebagai Penyelenggara LKD bagi calon Penerbit
yang belum memperoleh izin sebagai Penerbit Uang Elektronik
dari Bank Indonesia dan laporan pelaksanaan uji coba dalam
rangka penyelenggaraan LKD disampaikan kepada:
Bank Indonesia cq. Departemen Kebijakan dan Pengawasan
Sistem Pembayaran
Gedung D Lantai 5, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350.
2. Permohonan sebagai Penyelenggara LKD dan laporan
penyelenggaraan LKD bagi Penerbit yang telah memperoleh izin
sebagai Penerbit Uang Elektronik dari Bank Indonesia
disampaikan kepada:
Bank Indonesia cq. Departemen Surveilans Sistem Keuangan
Gedung D Lantai 8, Kompleks Perkantoran Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350
XII. PENUTUP
A. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 16/12/DPAU tanggal 22 Juli
2014 perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital Dalam
Rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen Layanan Keuangan
Digital Individu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
B. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 27 September 2016.
Agar …
31
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
ENI V. PANGGABEAN
KEPALA DEPARTEMEN KEBIJAKAN DAN
PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/22/DKSP|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital </reg_title>
<set_date> 27 September 2016 </set_date>
<effective_date> 27 September 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '16/12/DPAU|SE-BI/2014' </replaced_reg>
<related_reg> '18/17/PBI/2016', '11/12/PBI/2009' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
|
No. 5/15 /DASP
Jakarta, 18 Juli 2003
S U R A T E D A R A N
Perihal : Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan
Percetakan Dokumen Sekuriti.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1/3/PBI/1999 tentang
Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antar
Bank Atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 139) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 2/14/PBI/2000 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/3/PBI/1999 tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi
Pembayaran Antar Bank Atas Hasil Kliring Lokal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 88) serta dikeluarkannya Surat Edaran Badan Intelijen
Negara - Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu Nomor SE-001/P3DS/X/2002
1 Oktober 2002 tentang Ketetapan Persyaratan Minimal Spesifikasi Teknis Warkat dan
Dokumen Kliring dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 4/16/DASP tanggal
21 Oktober 2002 perihal Penyelenggaraan Kliring Lokal atas Cek dan Bilyet Giro yang
Berasal dari Luar Wilayah Kliring, dipandang perlu untuk menyempurnakan ketentuan
mengenai Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan
Dokumen Sekuriti, sebagai berikut.
I. PEMBAKUAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
A. WARKAT
Warkat merupakan alat pembayaran bukan tunai yang diperhitungkan atas
beban atau untuk untung rekening nasabah atau Bank melalui Kliring Lokal.
Untuk keseragaman dalam penyelenggaraan Kliring Lokal, Warkat wajib
memenuhi spesifikasi teknis berupa kualitas kertas, ukuran, rancang bangun
(format) dan mutu cetakan.
1. JENIS …
2
1. JENIS WARKAT
Jenis Warkat yang dibakukan untuk diperhitungkan dalam Kliring
adalah:
a. Cek adalah Cek sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD) termasuk jenis-jenis Cek seperti Cek
Deviden, Cek Perjalanan, Cek Pemberian atau Cinderamata, Cek
Bank Indonesia dan jenis-jenis Cek lainnya yang penggunaannya
dalam Kliring disetujui oleh Bank Indonesia;
b. Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada Bank
penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari
rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang
disebutkan namanya, termasuk Bilyet Giro Bank Indonesia (BGBI);
c. Wesel Bank Untuk Transfer (WBUT) adalah wesel sebagaimana
diatur dalam KUHD yang diterbitkan oleh Bank khusus untuk sarana
transfer;
d. Surat Bukti Penerimaan Transfer (SBPT) adalah surat bukti
penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada
Bank Peserta penerima dana transfer melalui Kliring Lokal;
e. Nota Debet adalah Warkat yang digunakan untuk menagih dana
pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang
menyampaikan Warkat tersebut. Nota Debet yang dikliringkan
hendaknya telah diperjanjikan dan dikonfirmasikan terlebih dahulu
oleh Bank yang menyampaikan Nota Debet kepada Bank yang akan
menerima Nota Debet tersebut; dan
f. Nota Kredit adalah Warkat yang digunakan untuk menyampaikan
dana pada Bank lain untuk untung Bank atau nasabah Bank yang
menerima Warkat tersebut.
Warkat dinyatakan dalam mata uang rupiah serta telah jatuh waktu pada
saat dikliringkan.
2. SPESIFIKASI …
3
2. SPESIFIKASI TEKNIS WARKAT
a. Setiap Warkat yang digunakan dalam penyelenggaraan Kliring
Lokal secara Manual, Semi Otomasi, Otomasi dan Elektronik wajib
memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut.
1) Kertas
Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi “The London
Clearing Bank’s Paper Specification No. 1” (CBS-1), dengan
memenuhi standar sebagai berikut:
a) berat kertas (gramatur) : 95 +/- 5 % g/M2;
b) ketebalan : antara 105 micron sampai dengan 135 micron;
c) memuat tanda air (watermark) double tone berupa logo
perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat
dan Dokumen Kliring;
d) kepekaan bahan kimia terhadap jenis kertas CBS-1, antara
lain basa (alkaline), asam (acid), pelarut (solvent) dan
oxidizer;
e) serat-serat pengaman sebagai berikut :
(1) serat tak tampak (invisible) di bawah cahaya biasa dan
berpendar warna biru, hijau dan kuning di bawah sinar
ultra violet;
(2) serat tampak (visible) berwarna merah di bawah cahaya
biasa dan berpendar berwarna merah di bawah sinar
ultra violet;
f) kekasaran permukaan (roughness top) dengan Metoda
Bendtsen : 150 ml/menit maksimum;
g) kekakuan (stiffness) dengan Metoda Kenly sebagai berikut:
(1) MD (machine direction) : 7.9 mN minimum;
(2) CD (cross direction)
: 3.1 mN minimum;
h) daya …
4
h) daya tembus udara (air permeance) dengan Metoda
Bendtsen : 450 ml/menit minimum;
i) daya tahan sobekan (internal tear resistance) sebagai
berikut :
(1) MD (machine direction) : 705 mN minimum;
(2) CD (cross direction)
: 705 mN minimum.
2) Ukuran
Ukuran Warkat yang digunakan merupakan ukuran seragam
untuk semua jenis Warkat, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar
2 ¾ (dua tiga per empat) inci. Khusus untuk Nota Kredit, dapat
pula digunakan ukuran panjang 8 (delapan) inci dan ukuran
lebar 3 ? (tiga dua per tiga) inci.
3) Rancang Bangun
Pembakuan Warkat tidak dimaksudkan untuk membakukan
redaksi yang tercantum dalam Warkat Peserta. Namun demikian
untuk lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Warkat
maupun sandi atau informasi yang tercantum di dalamnya maka
rancang bangun Warkat wajib memenuhi hal-hal sebagai
berikut:
a) nama dan logo Bank penerbit dicetak lebih jelas daripada
cetakan lainnya pada Warkat dimaksud dan ditempatkan
pada bagian atas Warkat;
b) nomor seri Warkat dicetak dan ditempatkan pada bagian
atas Warkat;
c) ruangan untuk menuliskan nilai nominal dalam angka
dicantumkan di sebelah kanan sejajar dengan baris nilai
nominal dalam huruf, sehingga nilai nominal pada Warkat
dapat terlihat jelas;
d) ruangan …
5
d) ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas
cukup luas serta ditempatkan di sebelah kanan bawah di
atas clear band;
e) penggunaan komposisi warna antara latar belakang Warkat
dan tulisan pada Warkat yang digunakan pada seluruh
sistem penyelenggaraan Kliring Lokal, agar cukup kontras
sedemikian rupa, sehingga apabila Warkat diproses pada
sistem Otomasi atau Elektronik, tulisan pada hasil
reproduksi image Warkat atas Warkat yang sebelumnya
telah direkam gambarnya dalam penyelenggaraan Kliring
dengan menggunakan mesin baca pilah (reader sorter)
dapat dibaca dengan jelas;
f) disain sekuriti latar belakang Warkat paling sedikit terdiri
dari 2 (dua) fitur disain sekuriti seperti guillosche,
roschette, numismatic (line relief) atau raster sekuriti lain
seperti raster anti fotokopi;
g) nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak
Warkat dan Dokumen Kliring dicantumkan secara vertikal
pada sisi sebelah kiri atau kanan Warkat;
h) dalam hal diperlukan personalisasi nasabah maka ruangan
untuk pencantuman nama, alamat, dan atau identitas
lainnya dari nasabah penarik Cek dan atau Bilyet Giro
ditempatkan di sebelah kiri bawah sejajar dengan tanda
tangan.
Contoh personalisasi nasabah pada Cek dan Bilyet Giro
sebagaimana dalam Lampiran 1.a dan 1.b.
4) Tinta yang digunakan dalam Warkat memenuhi spesifikasi
sebagai berikut :
a) untuk …
6
a) untuk mencetak Magnetic Ink Character Recognition
E-13B (MICR) code line yang digunakan dalam Kliring
Sistem Otomasi dan Elektronik, harus memenuhi standar
ISO 1004:1995;
b) untuk mencetak latar belakang Warkat paling sedikit harus
menggunakan 2 (dua) tinta sekuriti. Salah satu tinta sekuriti
tersebut merupakan tinta tak tampak (invisible ink) yang
akan berpendar apabila disinari dengan cahaya ultra violet.
Lokasi cetakan tinta tak tampak meliputi daerah:
(1) tempat penulisan tanggal penerbitan Warkat;
(2) tempat penulisan angka nominal;
(3) tempat penulisan terbilang angka nominal; dan
(4) tempat tanda tangan penarik/penerbit Warkat;
c) untuk mencetak nomorator Warkat harus menggunakan
tinta penetrasi merah dan fluorescent hijau/kuning.
5) Clear Band
Clear band adalah ruang kosong pada bagian bawah setiap
Warkat selebar ? (lima per delapan) inci diukur dari sisi bagian
bawah Warkat dan disediakan khusus untuk pengisian angka
dan simbol MICR code line. Khusus untuk Warkat yang
digunakan pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan
menggunakan sistem Manual dan Semi Otomasi, pengisian
MICR code line pada clear band dapat dilakukan sehingga
penandatanganan dan penulisan nama penarik Warkat dilarang
melewati clear band. Hal ini dimaksudkan sebagai antisipasi
terhadap adanya kemungkinan Warkat tersebut dikliringkan
pada penyelenggaraan Kliring Warkat Luar Wilayah dengan
sistem Otomasi atau Elektronik.
6) Batas …
7
6) Batas Clear Band
Batas clear band dengan bagian lain dari Warkat berupa garis
atau perbedaan warna pada posisi ? (lima per delapan) inci dari
sisi bagian bawah Warkat.
7) Pembedaan Warna
Untuk mempermudah mengenali dan membedakan Warkat
dalam pengolahan di tempat Peserta Pengirim, Penyelenggara
maupun Peserta Penerima, maka pada sudut kanan atas semua
Warkat Nota Kredit harus diberi tanda dengan bentuk segitiga
siku-siku berwarna merah tua, dengan ukuran sisi tegak
masing-masing 1½ (satu setengah) centimeter.
8) Pertinggal (Cheque Stub)
Untuk keperluan administrasi atas penarikan atau penerbitan
Cek dan atau Bilyet Giro, pada setiap lembar Warkat
ditambahkan lembar pertinggal yang ditempatkan pada sebelah
kiri atau sebelah atas Warkat, diadministrasikan di bagian
depan/belakang bundel Warkat atau berupa carbonized paper.
9) Perforasi
Untuk menghindari kerusakan pada waktu pengolahan oleh
mesin reader sorter dan atau MICR encoder/reader-encoder,
perforasi untuk memisahkan Warkat dengan lembar pertinggal
ditempatkan pada sebelah kiri atau sebelah atas Warkat. Dalam
hal digunakan Continuous Form Cheque, perforasinya
disesuaikan dengan kebutuhan dan wajib dilakukan secara deep
cut. Selain itu lem perekat dilarang digunakan pada Warkat,
kecuali apabila ditujukan untuk menjilid blanko Warkat yang
telah diperforasi.
b. Contoh …
8
b. Contoh rancang bangun dan format Warkat pada huruf a
sebagaimana dalam Lampiran 2.a, 2.b, 2.c, 2.d, 2.e, 2.f.1), 2.f.2),
2.f.3) dan 2.f.4).
3. SARANA PENUNJANG WARKAT
Sarana penunjang Warkat berupa stiker hanya digunakan bagi
penyelenggaraan Kliring Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi
dan Elektronik. Stiker digunakan untuk mengoreksi kesalahan yang
terjadi pada MICR code line dengan cara menutup informasi MICR code
line yang salah secara sempurna dan meng-encode kembali informasi
MICR code line yang benar. Penggunaan stiker wajib memenuhi
ketentuan sebagai berikut :
a. ukuran stiker tidak melebihi ruang clear band yang telah ditetapkan;
b. stiker menutupi MICR code line yang salah dengan ketebalan yang
memadai sehingga tidak mengganggu pembacaan MICR code line
hasil koreksi oleh mesin reader sorter;
c. stiker dapat dipergunakan hanya satu kali dalam setiap Warkat;
d. stiker tidak diperkenankan digunakan untuk mengoreksi kesalahan
encode pada Dokumen Kliring.
B. DOKUMEN KLIRING
Dokumen Kliring pada dasarnya merupakan dokumen kontrol dan berfungsi
sebagai alat bantu dalam proses perhitungan Kliring.
1. JENIS DOKUMEN KLIRING
Jenis Dokumen Kliring yang digunakan dalam kegiatan Kliring adalah
sebagai berikut:
a. Dalam sistem Otomasi dan Elektronik adalah :
1) Bukti Penyerahan Warkat
(BPWD);
Debet - Kliring Penyerahan
2) Bukti …
9
2) Bukti Penyerahan Warkat
(BPWK);
Kredit - Kliring Penyerahan
3) Bukti Penyerahan Rekaman Warkat - Kliring Pengembalian
(BPRWKP);
4) Lembar Substitusi;
5) Kartu Batch Warkat Debet (KBWD);
6) Kartu Batch Warkat Kredit (KBWK).
b. Dalam sistem Semi Otomasi adalah:
1) Bukti Rekaman Warkat Penyerahan Kliring
(BRWPKP);
2) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Penerima;
3) Daftar Warkat Kliring Penyerahan Menurut Bank Pengirim;
4) Bukti Rekaman Warkat Tolakan Kliring Pengembalian;
5) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Penerima;
6) Daftar Warkat Kliring Pengembalian Menurut Bank Pengirim;
7) Daftar Warkat Yang Ditolak Dengan Alasan Kosong.
c. Dalam sistem Manual adalah Daftar Warkat Kliring
Penyerahan/Pengembalian.
2. SPESIFIKASI TEKNIS DOKUMEN KLIRING
a. Dokumen Kliring Sistem Otomasi dan Elektronik
Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan menggunakan sistem Otomasi dan Elektronik wajib
memenuhi spesifikasi teknis sebagai berikut:
1) BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK
a) Kertas
Kualitas kertas yang digunakan harus memenuhi CBS-1,
dengan memenuhi standar sebagai berikut:
Penyerahan
(1) berat …
10
(1) berat kertas (gramatur) : 95 +/- 5 % g/M2;
(2) ketebalan : antara 105 micron sampai dengan 135
micron;
(3) memuat tanda air (watermark) double tone berupa logo
perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak
Warkat dan Dokumen Kliring;
(4) kepekaan bahan kimia terhadap jenis kertas CBS-1,
antara lain basa (alkaline), asam (acid), pelarut
(solvent) dan oxidizer;
(5) serat-serat pengaman sebagai berikut :
(a) serat tak tampak (invisible) di bawah cahaya biasa
dan berpendar warna biru, hijau dan kuning di
bawah sinar ultra violet;
(b) serat tampak (visible) berwarna merah di bawah
cahaya biasa dan berpendar berwarna merah di
bawah sinar ultra violet;
(6) kekasaran permukaan (roughness top) dengan Metoda
Bendtsen : 150 ml/menit maksimum;
(7) kekakuan (stiffness) dengan Metoda Kenly sebagai
berikut :
(a) MD (machine direction) : 7.9 mN minimum;
(b) CD (cross direction)
: 3.1 mN minimum;
(8) daya tembus udara (air permeance) dengan Metoda
Bendtsen : 450 ml/menit minimum;
(9) daya tahan sobekan (internal tear resistance) sebagai
berikut :
(a) MD (machine direction) : 705 mN minimum;
(b) CD (cross direction)
: 705 mN minimum;
b) Ukuran …
11
b) Ukuran
Ukuran Dokumen Kliring yang digunakan merupakan
ukuran seragam untuk semua jenis BPWD, BPWK, KBWD
dan KBWK, yaitu panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 ¾ (dua
tiga per empat) inci.
c) Rancang Bangun
Pembakuan BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK tidak
dimaksudkan untuk membakukan redaksi yang tercantum
dalam Dokumen Kliring Peserta. Namun demikian untuk
lebih memudahkan pengenalan dan pemeriksaan Dokumen
Kliring maupun sandi/informasi yang tercantum di
dalamnya, rancang bangun BPWD, BPWK, KBWD dan
KBWK wajib memenuhi hal-hal sebagai berikut:
(1) Nama dan Logo Bank Penerbit
Pada BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK
dicantumkan nama dan logo Bank penerbit yang
dicetak lebih jelas dibandingkan cetakan lainnya dan
ditempatkan pada sisi kiri atas BPWD, BPWK, KBWD
dan KBWK.
(2) Nomor Seri
Pada BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK
dicantumkan nomor seri yang digunakan sebagai
sarana kontrol penggunaan Dokumen Kliring tersebut.
Nomor seri tersebut dicantumkan pada sisi kanan atas
BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK dimaksud.
(3) Nilai Nominal
Pada BPWD dan BPWK disediakan ruangan untuk
nilai nominal yang cukup luas dan ditempatkan di
sebelah …
12
sebelah kanan atas di atas ruangan untuk tanda tangan
dan pencantuman nama jelas petugas yang
menyerahkan sehingga nilai nominal pada BPWD dan
BPWK dimaksud dapat terlihat dengan jelas.
(4) Ruangan Tanda Tangan
Pada BPWD dan BPWK disediakan ruangan untuk
tanda tangan dan pencantuman nama jelas petugas
yang menyerahkan yang cukup luas dan ditempatkan di
sebelah kanan bawah di atas clear band.
(5) Pembedaan Warna
Untuk mempermudah mengenali dan membedakan
Dokumen Kliring dalam pengolahan di Penyelenggara,
maka pada bagian atas:
(a) BPWD dan KBWD diberi warna hijau;
(b) BPWK dan KBWK diberi warna merah tua,
dengan ukuran lebar 1 (satu) centimeter.
(6) Disain Sekuriti Pada Latar Belakang
Disain sekuriti pada latar belakang BPWD dan BPWK
paling sedikit terdiri dari 2 (dua) fitur disain sekuriti
seperti guillosche, roschette, numismatic (line relief)
atau raster sekuriti lain seperti raster anti fotokopi.
(7) Nama Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti
Pada sisi sebelah kiri diatas clear band BPWD,
BPWK, KBWD dan KBWK dapat dicantumkan nama
perusahaan percetakan sekuriti pencetak Warkat dan
Dokumen Kliring;
(8) Clear …
13
(8) Clear Band
Clear band adalah ruang kosong pada bagian bawah
BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK selebar ? (lima
per delapan) inci diukur dari sisi bagian bawah Warkat
dan disediakan khusus untuk pencetakan angka dan
simbol MICR.
(9) Batas Clear Band
Batas clear band dengan bagian lain dari Dokumen
Kliring berupa garis atau perbedaan warna pada posisi
? (lima perdelapan) inci dari sisi bagian bawah
Dokumen Kliring.
d) Tinta yang digunakan dalam Dokumen Kliring memenuhi
spesifikasi sebagai berikut :
(1) untuk mencetak MICR code line, harus memenuhi
standar ISO 1004:1995;
(2) untuk mencetak latar belakang Dokumen Kliring,
paling sedikit harus menggunakan 2 (dua) tinta
sekuriti. Salah satu tinta sekuriti tersebut merupakan
tinta tak tampak (invisible ink) yang akan berpendar
apabila disinari dengan cahaya ultra violet. Lokasi
cetakan tinta tak tampak meliputi daerah:
(a) tempat penulisan tanggal penerbitan Dokumen
Kliring;
(b) tempat penulisan angka nominal;
(c) tempat penulisan terbilang angka nominal; dan
(d) tempat tanda tangan Peserta dan Penyelenggara.
(3) untuk mencetak nomorator Dokumen Kliring harus
menggunakan tinta penetrasi merah dan fluorescent
hijau/kuning.
2) BPRWKP …
14
2) BPRWKP dan BRWPKP
BPRWKP dan BRWPKP merupakan cetakan (print out) hasil
pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem Semi
Otomasi. BPRWKP dan BRWPKP dibuat rangkap 2 (dua),
dengan lembar kedua menggunakan carbonized paper.
3) Lembar Substitusi
Lembar Substitusi dapat menggunakan kertas HVS minimal
60 g/M2 warna putih, tanpa mencantumkan logo dan nama
Bank, dengan ukuran panjang 7 (tujuh) inci dan lebar 2 ¾ (dua
tiga per empat) inci.
b. Dokumen Kliring sistem Semi Otomasi
Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan menggunakan sistem Semi Otomasi merupakan
cetakan (print out) hasil pengolahan rekaman Warkat melalui
aplikasi sistem Semi Otomasi.
c. Dokumen Kliring sistem Manual
Dokumen Kliring yang digunakan pada penyelenggaraan Kliring
Lokal dengan menggunakan sistem Manual wajib memenuhi
spesifikasi teknis sebagai berikut:
1) Kertas
Kualitas kertas yang digunakan untuk lembar pertama adalah
jenis kertas HVS minimal 60 g/M2 warna putih, sedangkan
untuk lembar kedua dan ketiga menggunakan carbonized paper.
2) Ukuran
Ukuran Dokumen Kliring berupa Daftar Warkat Kliring
Penyerahan/Pengembalian yang digunakan yaitu panjang 27
(dua puluh tujuh) centimeter dan lebar 8 ½ (delapan setengah)
centimeter.
3) Rancang …
15
3) Rancang Bangun
Pembakuan Dokumen Kliring tidak dimaksudkan untuk
membakukan redaksi yang tercantum dalam Dokumen Kliring
Peserta, melainkan untuk lebih memudahkan pengenalan dan
pemeriksaan Dokumen
Kliring
maupun sandi/informasi
yang tercantum didalamnya. Rancang bangun Dokumen Kliring
wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Nama Bank Penerbit
Pada bagian atas Dokumen Kliring harus dicantumkan
nama Bank penerbit yang dicetak lebih jelas dibandingkan
cetakan lainnya dan ditempatkan pada sudut kiri atas.
b) Keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/
Pengembalian
Pada bagian tengah atas Dokumen Kliring tercantum
keterangan Daftar Warkat Kliring Penyerahan/
Pengembalian.
c) Keterangan Debet/Kredit
Keterangan Debet/Kredit dicantumkan di bawah keterangan
Daftar Warkat Kliring Penyerahan/Pengembalian.
d) Nilai Nominal
Ruangan nilai nominal pada Dokumen Kliring dibuat cukup
luas sehingga nilai nominal dapat terlihat secara jelas.
e) Tanda Tangan dan Nama Jelas
Ruangan untuk tanda tangan dan pencantuman nama jelas
petugas yang menyerahkan dan yang menerima dibuat
cukup luas dan ditempatkan di bagian bawah dan
bersebelahan.
d. Contoh …
16
d. Contoh format Dokumen Kliring pada huruf a dan c sebagaimana
dalam Lampiran 3.a, 3.b, 3.c, 3.d, 3.e, 3.f dan 3.g.
II. PENCETAKAN, PENGADAAN SERTA PERSETUJUAN PENGGUNAAN
WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
A. PENCETAKAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
1. Pencetakan Warkat Kliring wajib dilakukan oleh perusahaan percetakan
dokumen sekuriti (security printing) yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak
Warkat dan Dokumen Kliring.
2. Pencetakan Dokumen Kliring untuk sistem Otomasi dan Elektronik
(BPWD, BPWK, KBWD, dan KBWK) wajib dilakukan oleh perusahaan
percetakan dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
3. Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dan 2 yang dicetak oleh perusahaan percetakan selain oleh perusahaan
percetakan dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam angka 1,
dianggap tidak berlaku sebagai Warkat dan Dokumen Kliring.
B. PENGADAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
1. Tanggung jawab pengadaan Warkat dan Dokumen Kliring diserahkan
sepenuhnya kepada masing-masing Peserta.
2. Pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring pada perusahaan percetakan
dokumen sekuriti hanya dapat dilakukan atas permintaan Peserta yang
bersangkutan. Dengan demikian perusahaan percetakan dokumen sekuriti
pencetak Warkat dan Dokumen Kliring dilarang menerima permintaan
pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring dari pihak yang bukan
merupakan Peserta.
C. PERSETUJUAN …
17
C. PERSETUJUAN PENGGUNAAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
OLEH BANK INDONESIA
1. Peserta wajib meminta dan memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari
Bank Indonesia apabila akan melakukan pembuatan dan pencetakan
Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan
KBWK) yang merupakan pencetakan:
a. untuk pertama kalinya;
b. untuk perubahan atas Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD,
BPWK, KBWD dan KBWK) yang telah disetujui penggunaannya
oleh Bank Indonesia, yang antara lain meliputi perubahan :
1) nama Peserta;
2) logo; dan atau
3) disain Warkat Peserta yang bukan merupakan personalisasi
nasabah sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.3)h); atau
c. pemesanan baru pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti
pencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang berbeda oleh Peserta.
2. Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam angka 1,
Kantor Pusat Peserta (yang dimaksud Kantor Pusat Peserta adalah
termasuk Kantor Cabang Bank yang Kantor Pusatnya berkedudukan di
luar negeri) menyampaikan surat permohonan persetujuan kepada Bank
Indonesia yang mewilayahi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. surat permohonan persetujuan wajib dilampiri dengan:
1) 125 (seratus dua puluh lima) lembar spesimen Warkat untuk
masing-masing jenis Warkat yang digunakan dalam sistem
Manual dan Semi Otomasi; dan atau
2) 125 (seratus dua puluh lima) lembar spesimen Warkat untuk
masing-masing jenis Warkat dan atau spesimen Dokumen
Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan KBWK) yang digunakan
dalam sistem Otomasi dan Elektronik.
Dalam …
18
Dalam hal Warkat yang digunakan Peserta pada sistem Manual dan
atau Semi Otomasi serta sistem Otomasi dan atau Elektronik
mempunyai spesifikasi teknis Warkat yang sama, Kantor Pusat
Peserta hanya wajib menyampaikan 125 (seratus dua puluh lima)
lembar spesimen Warkat (minimal terdiri dari Warkat Cek, Bilyet
Giro, Nota Debet dan Nota Kredit) sebagaimana dimaksud dalam
angka 2.a.2). Demikian pula dalam hal Dokumen Kliring
sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a.2) yang digunakan Peserta
pada sistem Otomasi dan Elektronik mempunyai spesifikasi teknis
Dokumen Kliring yang sama, Peserta hanya wajib menyampaikan
125 (seratus dua puluh lima) lembar spesimen Dokumen Kliring;
b. khusus untuk permohonan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring
yang disebabkan oleh adanya perubahan nama peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka 1.b.1), maka surat permohonan persetujuan
beserta lampirannya sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a wajib
disampaikan dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak
tanggal perubahan nama Peserta dimaksud disetujui oleh Bank
Indonesia c.q Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan. Dalam
hal Kantor Pusat Peserta tidak melakukan pencetakan seluruh
Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD, BPWK, KBWD dan
KBWK) secara sekaligus pada saat yang sama, pengajuan surat
permohonan persetujuan dimaksud dapat dilakukan lebih dari
1 (satu) kali sesuai dengan jenis Warkat dan atau Dokumen Kliring
yang dicetaknya sepanjang masih dalam masa tenggang waktu
3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud di atas;
c. surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 wajib
sekurang-kurangnya memuat informasi:
1) jenis Warkat dan atau Dokumen Kliring yang akan dicetak;
2) nama …
19
2) nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat
dan Dokumen Kliring yang akan mencetak Warkat dan atau
Dokumen Kliring.
3. Spesimen Warkat dan atau Spesimen Dokumen Kliring yang
disampaikan sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a.1) dan atau 2.a.2),
diuji kesesuaiannya dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud
dalam angka I.A.2 dan atau I.B.2.
4. Peserta wajib mencantumkan informasi dalam bentuk MICR code line
pada clear band untuk spesimen Warkat dan Dokumen Kliring
sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a.2) guna diuji dengan mesin
reader sorter, dan pada bagian muka 5 (lima) dari spesimen Warkat
diantaranya ditambahkan data informasi tertulis yang sama dengan data
dummy pada MICR code line untuk dilakukan uji reproduksi spesimen
Warkat dalam bentuk image. Tata cara pencantuman informasi MICR
code line dilakukan sesuai dengan tata cara pencantuman MICR code line
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai Penyelenggaraan Kliring Lokal secara Otomasi atau
Elektronik, dengan pedoman tambahan sebagai berikut:
a. Spesimen Warkat
1) Kolom Nomor Warkat, diisi dengan data dummy yang bukan
angka “000000” (6 (enam) digit);
2) Kolom Sandi Bank/Peserta, diisi dengan sandi Kliring
Bank/Peserta yang masih berlaku bagi Peserta yang
bersangkutan. Khusus bagi Bank baru yang telah memperoleh
izin prinsip dalam rangka pendirian namun belum memiliki
sandi Kliring atau telah memiliki sandi Kliring namun belum
berlaku efektif dalam Kliring atau bagi perusahaan percetakan
dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam angka IV.B.1,
pengisian nomor sandi Peserta Kliring pada spesimen Warkat
menggunakan …
20
menggunakan nomor sandi khusus untuk uji coba Warkat dan
Dokumen Kliring yaitu angka 888-9993 (7 (tujuh) digit);
3) Kolom Nomor Rekening, diisi dengan data dummy yang bukan
angka “0000000000” (10 (sepuluh) digit);
4) Kolom Sandi Transaksi, diisi dengan sandi transaksi yang sesuai
dengan jenis Warkat, yaitu :
a) 00 sampai dengan 09 untuk Cek (2 (dua) digit);
b) 10 sampai dengan 19 untuk Bilyet Giro (2 (dua) digit);
c) 20 sampai dengan 29 untuk WBUT (2 (dua) digit);
d) 30 sampai dengan 39 untuk SBPT (2 (dua) digit);
e) 40 sampai dengan 49 untuk Nota Debet (2 (dua) digit);
f) 50 sampai dengan 59 untuk Nota Kredit (2 (dua) digit);
5) Kolom Nilai Nominal Warkat, diisi dengan data dummy yang
bukan angka “00000000000000” (14 (empat belas) digit).
Khusus untuk nilai nominal Warkat Nota Debet diisi dengan
data dummy yang bukan angka “00000000000000” (14 (empat
belas) digit) dengan nilai nominal maksimal Rp 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah). Sedangkan untuk nilai nominal Warkat
Nota Kredit diisi dengan data dummy yang bukan angka
“00000000000000” (14 (empat belas) digit) dengan nilai
nominal maksimal disesuaikan dengan ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai batasan nilai nominal
Warkat Kliring.
b. Spesimen Dokumen Kliring
1) Kolom Nomor Warkat, 3 (tiga) digit pertama diisi dengan angka
“000” dan 3 (tiga) digit terakhir diisi dengan 3 (tiga) digit
pertama sandi Peserta yang masih berlaku. Khusus bagi Bank
baru yang telah memperoleh izin prinsip dalam rangka
pendirian namun belum memiliki sandi Kliring atau telah
memiliki …
21
memiliki sandi Kliring namun belum berlaku efektif dalam
Kliring, 3 (tiga) digit terakhir nomor Warkat dimaksud diisi
dengan angka “888”;
2) Kolom Sandi Bank, 3 (tiga) digit pertama diisi dengan sandi
kantor Peserta dan 4 (empat) digit terakhir diisi dengan angka
“9999”. Khusus bagi Bank baru yang telah memperoleh izin
prinsip dalam rangka pendirian namun belum memiliki Sandi
Kliring atau telah memiliki sandi Kliring namun belum berlaku
efektif dalam Kliring, 3 (tiga) digit pertama kolom sandi Bank
dimaksud diisi dengan angka “999”;
3) Kolom Nomor Rekening, tidak perlu dilakukan pengisian
(dibiarkan kosong);
4) Kolom Sandi Transaksi, diisi dengan angka “60” (2 (dua) digit)
untuk BPWD, angka “61” (2 (dua) digit) untuk BPWK, dan
angka “96” (2 (dua) digit) untuk KBWD/KBWK;
5) Kolom Nilai Nominal Warkat, diisi dengan data dummy yang
bukan angka “00000000000000” (14 (empat belas) digit).
5. Spesimen Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam
angka 2.a.2) yang telah diberi pencantuman MICR code line sebagaimana
dimaksud dalam angka 4 dianggap memenuhi syarat pengujian dengan
mesin reader sorter apabila:
a. tingkat penolakan Warkat dan atau Dokumen Kliring berupa KBWD
dan atau KBWK setinggi-tingginya sampai dengan 2% (dua
perseratus); dan
b. reproduksi spesimen Warkat yang telah diambil rekaman gambarnya
menunjukkan hasil yang baik yaitu tulisan pada reproduksi Warkat
dapat terlihat cukup jelas.
6. Hasil pengujian terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2, 3, 4 dan atau 5 diberitahukan kepada Kantor Pusat
Peserta …
22
Peserta yang bersangkutan, untuk menentukan apakah spesimen Warkat
dan atau Dokumen Kliring yang diuji tersebut dapat disetujui untuk
dicetak dan dipergunakan dalam kegiatan Kliring Lokal, dengan
ketentuan:
a. pemberitahuan tersebut disampaikan paling lambat 21 (dua puluh
satu) hari kerja sejak spesimen sebagaimana dimaksud dalam angka
2.a.1) dan atau 2.a.2) diterima secara lengkap dan benar oleh Bank
Indonesia yang mewilayahi;
b. dalam hal spesimen sebagaimana dimaksud dalam angka 2.a.1) dan
atau 2.a.2) yang diuji tersebut tidak memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud dalam angka 2, 3, 4 dan atau 5 maka Bank Indonesia yang
mewilayahi menyampaikan surat penolakan dan mengembalikan
seluruh spesimen kepada Kantor Pusat Peserta untuk
diperbaiki/diperbaharui. Kantor Pusat Peserta kemudian dapat
menyampaikan kembali surat permohonan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2 kepada Bank Indonesia yang mewilayahi dengan
melampirkan spesimen yang telah diperbaiki/diperbaharui;
c. dalam hal spesimen yang diuji tersebut menunjukkan bahwa
spesimen telah
memenuhi persyaratan pengujian sebagaimana
dimaksud dalam angka 2, 3, 4 dan atau 5, Bank Indonesia yang
mewilayahi menyampaikan surat persetujuan kepada Kantor Pusat
Peserta yang bersangkutan untuk dapat melakukan pemesanan
pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring sesuai kebutuhan;
d. penyampaian surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam huruf
c, dilampiri dengan spesimen yang telah diuji masing-masing
sebanyak :
1) 3 (tiga) lembar spesimen Warkat untuk sistem Manual dan atau
Semi Otomasi; dan atau
2) 3 (tiga) lembar spesimen Warkat dan atau Dokumen Kliring
untuk sistem Otomasi dan atau Elektronik.
Adapun …
23
Adapun 122 (seratus dua puluh dua) lembar sisa spesimen setiap
jenis Warkat dan atau Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) dan atau 2), digunakan oleh Bank Indonesia yang
mewilayahi sebagai arsip dan didistribusikan ke seluruh kantor Bank
Indonesia (termasuk Kantor Pusat Bank Indonesia) dan
Penyelenggara di daerah yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia
lainnya untuk digunakan sebagai arsip.
7. Kantor Pusat Peserta setiap periode 6 (enam) bulan dalam setiap tahun
wajib menyampaikan laporan tertulis dengan menggunakan surat kepada
Kantor Pusat Bank Indonesia mengenai Warkat dan atau Dokumen
Kliring yang telah dipesan pada periode 6 (enam) bulan sebelumnya,
yaitu periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni dan periode bulan
Juli sampai dengan bulan Desember, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. laporan wajib memuat :
1) nama Bank;
2) periode laporan;
3) tanggal pemesanan;
4) nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti; dan
5) jenis dan jumlah lembar Warkat dan atau Dokumen Kliring
yang dipesan oleh Peserta kepada perusahaan percetakan
dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring
selama periode 6 (enam) bulan sebelumnya,
dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 4;
b. dalam hal pada kurun waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud
dalam angka 7, Kantor Pusat Peserta tidak melakukan
pemesanan/pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring maka
Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan tetap diwajibkan
menyampaikan laporan pencetakan Warkat dan atau Dokumen
Kliring dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan sesuai dengan
format Lampiran 5;
c. penyampaian …
24
c. penyampaian laporan periode bulan Januari sampai dengan bulan
Juni dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Juli bulan berikutnya,
sedangkan penyampaian laporan periode bulan Juli sampai dengan
bulan Desember dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Januari
bulan berikutnya. Dalam hal tanggal 25 tersebut di atas adalah hari
libur maka batas waktu pelaporan tersebut dihitung pada tanggal hari
kerja berikutnya;
d. penyampaian laporan tersebut ditujukan kepada :
Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran, Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran - Bank Indonesia, Gedung D Lantai 9,
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010.
8. Dalam hal Kantor Pusat Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka 7
berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, maka Kantor
Pusat Peserta tersebut wajib menyampaikan tembusan surat dan laporan
sebagaimana dimaksud dalam angka 7 kepada Bank Indonesia yang
mewilayahi.
9. Peserta yang perubahan atas Warkat dan atau Dokumen Kliring
sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b telah disetujui penggunaannya
oleh Bank Indonesia, diberi kelonggaran untuk menyesuaikan Warkat
dan Dokumen Kliring yang berlaku secara serempak di seluruh
penyelenggaraan Kliring Lokal di Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan
terhitung sejak :
a. tanggal surat persetujuan penggunaan nama Peserta yang baru dalam
Kliring Lokal dikeluarkan oleh Penyelenggara untuk Kantor Pusat
Peserta yang bersangkutan; atau
b. tanggal surat persetujuan perubahan logo Bank dan atau disain
Warkat yang bukan merupakan personalisasi nasabah dikeluarkan
oleh …
25
oleh Bank Indonesia yang mewilayahi untuk Kantor Pusat Peserta
yang bersangkutan.
10. Bank Indonesia yang mewilayahi sebagaimana dimaksud dalam angka 2,
8, dan 9.b adalah :
a. Bank Indonesia c.q. Biro Pengembangan Sistem Pembayaran
Nasional (Biro PSPN) – Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran untuk Peserta yang Kantor Pusatnya berkedudukan di
wilayah DKI Jakarta Raya, Serang, Pandeglang, Lebak, Tangerang,
Bogor, Karawang dan Bekasi, dengan alamat surat :
Bank Indonesia – Biro PSPN, Gedung D Lantai 8
Jl. MH. Thamrin No. 2, Jakarta 10010;
b. Kantor Bank Indonesia setempat untuk Peserta yang Kantor
Pusatnya berkedudukan di luar wilayah sebagaimana dimaksud
dalam huruf a.
III. CARA PENULISAN WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
Untuk mengurangi risiko pemalsuan Warkat dan Dokumen Kliring (BPWD,
BPWK, KBWD dan KBWK) maka dalam penulisan Warkat dan Dokumen
Kliring tersebut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut.
A. WARKAT KLIRING
1. Pencantuman nilai nominal harus ditulis secara lengkap dengan angka
dan huruf dalam Bahasa Indonesia.
2. Penulisan dalam mengisi Warkat disarankan untuk menggunakan
ballpoint pen atau mesin tik non elektrik.
3. Dalam menandatangani Warkat disarankan dengan menggunakan
ballpoint pen.
4. Tambahan …
26
4. Tambahan penulisan nilai nominal dengan cheque-writer
(protectograph) dianggap tidak ada karena dapat menimbulkan
bermacam-macam penafsiran, misalnya timbul perbedaan penafsiran
dalam hal angka dan huruf yang ditulis oleh penarik berbeda dengan
cheque-writer (protectograph).
5. Terhadap Cek dan Bilyet Giro maupun Warkat lainnya dianjurkan untuk
tidak menggunakan flourescent pen. Penggunaan flourescent pen baik
terhadap Cek dan Bilyet Giro maupun Warkat lainnya akan
menimbulkan kesulitan untuk mendeteksi apabila terjadi perubahan
penulisan. Disamping itu, penggunaan alat tersebut pada angka rupiah
dapat menimbulkan cahaya sehingga akan menyulitkan penelitian dalam
hal terjadi perubahan nilai nominal. Dalam hal masih terdapat Warkat
yang menggunakan fluorescent pen maka sebelum Bank melakukan
pembayaran hendaknya terlebih dahulu menghubungi nasabah yang
bersangkutan untuk konfirmasi.
6. Pengisian Cek, Bilyet Giro, dan Warkat lainnya hanya diperkenankan
menggunakan huruf latin kecuali untuk tanda tangan. Dengan demikian
Bank-bank tidak diperkenankan untuk menerima Cek, Bilyet Giro, dan
Warkat lainnya yang pengisiannya tidak menggunakan huruf latin.
B. DOKUMEN KLIRING
1. Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan
menggunakan sistem Elektronik, Otomasi dan Manual mengacu pada
cara penulisan Warkat sebagaimana dimaksud dalam huruf A, kecuali
huruf A.1 dan huruf A.6. Dalam Dokumen Kliring nilai nominalnya
hanya ditulis dengan angka saja.
2. Penulisan Dokumen Kliring pada penyelenggaraan Kliring Lokal dengan
menggunakan sistem Semi Otomasi merupakan cetakan (print out) hasil
pengolahan rekaman Warkat melalui aplikasi sistem Semi Otomasi.
IV. PERUSAHAAN …
27
IV. PERUSAHAAN PERCETAKAN DOKUMEN SEKURITI PENCETAK
WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
A. PERSYARATAN
Perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang dapat memperoleh penetapan
dari Bank Indonesia untuk melakukan pencetakan Warkat dan Dokumen
Kliring wajib memenuhi sekurang-kurangnya persyaratan sebagai berikut:
1. Mempunyai izin operasional dari instansi yang berwenang sebagai
perusahaan percetakan dokumen sekuriti;
2. Menggunakan kertas CBS-1 yang bertanda air (water mark) logo
perusahaan yang bersangkutan sesuai dengan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam angka I.A.2.a.1)c) dan I.B.2.a.1)a)(3);
3. Mempunyai mesin disain sekuriti, mesin cetak sekuriti dan mesin cetak
penomoran untuk mencetak MICR code line.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak berlaku untuk
Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERUM PERURI).
B. TATA CARA PENETAPAN
1. Untuk memperoleh penetapan
guna
mencetak
Warkat
dan
Dokumen Kliring, perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam huruf A wajib
mengajukan surat permohonan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia c.q.
Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan melampirkan:
a. fotokopi izin operasional sebagai perusahaan percetakan dokumen
sekuriti yang masih berlaku dari instansi yang berwenang yang telah
dilegalisasi oleh Kantor Pos;
b. daftar mesin dan atau peralatan yang dipunyai untuk mencetak
Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam huruf
A.3 dengan menyebutkan kapasitas mesin dimaksud;
c. fotokopi …
28
c. fotokopi sertifikat pengujian kertas CBS-1 yang masih berlaku dari
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Selulosa (Balai
Besar Selulosa) yang telah dilegalisasi oleh Kantor Pos, yang
memuat informasi mengenai ciri-ciri kertas yang memenuhi standar
sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.1) atau I.B.2.a.1)a);
d. spesimen kertas CBS-1 untuk Warkat dan atau Dokumen Kliring
yang bertanda air (water mark) perusahaan yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.1)c) dan I.B.2.a.1)a)(3)
dan telah memiliki sertifikat pengujian kertas CBS-1 sebagaimana
dimaksud dalam huruf c, masing-masing dengan ukuran :
1) 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar; dan
2) 7 (tujuh) inci x 2¾ (dua tiga per empat) inci sebanyak 100
(seratus) lembar yang telah diberi MICR code line sesuai dengan
tata cara pencantuman informasi MICR code line sebagaimana
dimaksud dalam angka II.C.4.a.
2. Setelah surat permohonan dan lampirannya sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 diterima secara lengkap, Bank Indonesia c.q. Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran melakukan:
a. pemeriksaan langsung (on site supervision) ke perusahaan
percetakan dokumen sekuriti yang bersangkutan untuk melakukan
verifikasi atas kebenaran data dalam lampiran surat permohonan
dimaksud; dan
b. pengujian spesimen kertas CBS-1 pada mesin reader sorter Bank
Indonesia. Spesimen dianggap memenuhi syarat pengujian dengan
mesin reader sorter apabila tingkat penolakan spesimen setinggi-
tingginya sampai dengan 2% (dua perseratus).
3. Dalam hal kegiatan pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud
dalam angka 2.a dan 2.b telah dilakukan, Bank Indonesia c.q Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran akan melakukan:
a. penolakan …
29
a. penolakan, apabila hasil kegiatan pemeriksaan dan pengujian
dimaksud menunjukkan hasil tidak baik atau tidak memenuhi
persyaratan yang ditetapkan Bank Indonesia; atau
b. persetujuan, apabila hasil kegiatan pemeriksaan serta pengujian
dimaksud menunjukkan hasil baik atau memenuhi keseluruhan
persyaratan yang ditetapkan Bank Indonesia.
4. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
ditolak oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 3.a,
Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran
menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan
dengan disertai pengembalian seluruh lampiran sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 kepada perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang
bersangkutan.
5. Dalam hal surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam angka 1
disetujui oleh Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam angka 3.b, Bank Indonesia
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. mengeluarkan keputusan penetapan perusahaan percetakan dokumen
sekuriti dimaksud sebagai perusahaan percetakan dokumen sekuriti
pencetak Warkat dan Dokumen Kliring dalam Keputusan Direktur
Akunting dan Sistem Pembayaran;
b. menyampaikan keputusan penetapan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a kepada perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak
Warkat dan Dokumen Kliring yang bersangkutan dengan
menggunakan surat;
c. menyampaikan fotokopi keputusan penetapan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a kepada Badan Intelijen Negara - Badan
Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu dengan menggunakan
surat;
d. mengumumkan …
30
d. mengumumkan penetapan perusahaan percetakan dokumen sekuriti
pencetak Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dengan menggunakan Pengumuman Bank Indonesia
kepada Kantor Pusat Peserta di seluruh Indonesia.
6. Pemberian surat persetujuan atau penolakan untuk mencetak Warkat dan
Dokumen Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 3, dilakukan
Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat
permohonan dan lampirannya sebagaimana dimaksud dalam angka 1
diterima Bank Indonesia secara lengkap.
7. Surat keputusan penetapan perusahaan percetakan dokumen sekuriti
sebagai perusahaan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen
Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka 5.a, berlaku sepanjang :
a. izin operasional perusahaan percetakan dokumen sekuriti dari
instansi yang berwenang masih berlaku; dan
b. perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan
Dokumen Kliring tidak melanggar ketentuan yang telah ditetapkan
Bank Indonesia.
8. Dalam hal terdapat perpanjangan berlakunya izin operasional perusahaan
percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring dari
instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam huruf A.1,
perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen
Kliring wajib menyampaikan fotokopi izin operasional tersebut kepada
Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem
Pembayaran paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak dikeluarkan
perpanjangan izin operasional dimaksud.
C. KEWAJIBAN PERUSAHAAN PERCETAKAN DOKUMEN SEKURITI
PENCETAK WARKAT DAN DOKUMEN KLIRING
Perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen
Kliring wajib :
1. mencetak …
31
1. mencetak Warkat dan Dokumen Kliring sesuai spesifikasi teknis yang
ditetapkan dalam angka I.A.2 dan I.B.2 dan pedoman pengamanan
pencetakan dokumen sekuriti yang dikeluarkan oleh Kepala Badan
Intelijen Negara (BIN) selaku Ketua Badan Koordinasi Pemberantasan
Uang Palsu (Botasupal) yang berlaku;
2. melaksanakan sendiri segala pekerjaan yang berkaitan dengan
pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring (prinsip Do It Yourself/Under
One Roof). Dengan demikian perusahaan percetakan dokumen sekuriti
pencetak Warkat Dan Dokumen Kliring dilarang untuk
mensubkontrakkan atau mengalihkan pekerjaan pencetakan Warkat dan
Dokumen Kliring tersebut ke perusahaan percetakan dokumen sekuriti
lain atau menerima pengalihan pekerjaan dari perusahaan percetakan
dokumen sekuriti lain;
3. melakukan pengujian kertas CBS-1 ke Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Industri Selulosa (Balai Besar Selulosa) atas setiap kertas
CBS-1 baru yang akan digunakan untuk mencetak Warkat dan Dokumen
Kliring Peserta yang merupakan perubahan atau penggantian atas kertas
CBS-1 lama karena adanya perubahan atau penggantian :
a. produsen kertas CBS-1; atau
b. tanda air (water mark) logo perusahaan percetakan dokumen sekuriti
pencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang bersangkutan;
4. melaporkan hasil pengujian kertas CBS-1 sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 yang telah memenuhi standar Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam angka I.A.2.a.1) atau I.B.2.a.1)a) kepada Kantor Pusat
Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dengan
menggunakan surat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
tanggal surat Balai Besar Selulosa kepada perusahaan percetakan
dokumen sekuriti pencetak Warkat Dan Dokumen Kliring yang
bersangkutan perihal hasil pengujian kertas CBS-1, dengan
melampirkan:
a. fotokopi …
32
a. fotokopi sertifikat pengujian kertas CBS-1 baru dari Balai Besar
Selulosa sebagaimana dimaksud dalam angka 3 yang telah
dilegalisasi oleh Kantor Pos, yang memuat informasi mengenai ciri-
ciri kertas yang memenuhi standar sebagaimana dimaksud dalam
angka I.A.2.a.1) atau I.B.2.a.1)a);
b. spesimen kertas CBS-1 untuk Warkat dan atau Dokumen Kliring
yang bertanda air (water mark) perusahaan yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2.a.1)c) dan I.B.2.a.1)a)(3)
yang telah memiliki sertifikat pengujian kertas CBS-1 sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, masing-masing dengan ukuran 20 cm x
20 cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar untuk didistribusikan
kepada seluruh Penyelenggara di Kantor Bank Indonesia;
5. setiap periode 6 (enam) bulan dalam setiap tahun, menyampaikan
laporan tertulis dengan menggunakan surat kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia mengenai Warkat dan atau Dokumen Kliring yang telah
dipesan Kantor Pusat Peserta pada periode 6 (enam) bulan sebelumnya,
yaitu periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni dan periode bulan
Juli sampai dengan bulan Desember, dengan ketentuan:
a. laporan wajib memuat :
1) nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti;
2) periode laporan;
3) tanggal pemesanan;
4) nama Bank;
5) jenis dan jumlah lembar Warkat dan atau Dokumen Kliring
yang dipesan oleh Peserta kepada perusahaan percetakan
dokumen sekuriti selama periode 6 (enam) bulan sebelumnya,
dengan contoh format sesuai dengan Lampiran 6;
b. dalam hal pada kurun waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud
dalam angka 5, Kantor Pusat Peserta tidak melakukan
pemesanan/pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring, maka
perusahaan …
33
perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang bersangkutan tetap
diwajibkan menyampaikan laporan pencetakan Warkat dan atau
Dokumen Kliring dengan keterangan ‘Nihil’ pada laporan sesuai
dengan format dalam Lampiran 7;
c. penyampaian laporan periode bulan Januari sampai dengan bulan
Juni dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Juli bulan berikutnya,
sedangkan penyampaian laporan periode bulan Juli sampai dengan
bulan Desember dilakukan paling lambat pada tanggal 25 Januari
bulan berikutnya. Dalam hal tanggal 25 tersebut di atas adalah hari
libur maka batas waktu pelaporan tersebut dihitung pada hari kerja
berikutnya;
d. penyampaian laporan tersebut ditujukan kepada Kantor Pusat Bank
Indonesia:
Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran, Direktorat Akunting dan
Sistem Pembayaran - Bank Indonesia, Gedung D Lantai 9,
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010;
6. menyampaikan tembusan surat dan laporan sebagaimana dimaksud
dalam angka 5 kepada kantor Bank Indonesia yang mewilayahi Kantor
Pusat Peserta tersebut, dalam hal perusahaan percetakan dokumen
sekuriti menerima pesanan dari Kantor Pusat Peserta yang berada di luar
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
D. PENGAWASAN
Bank Indonesia c.q. Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran dapat
melakukan pengawasan secara langsung dan tidak langsung terhadap Peserta
dan perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen
Kliring. Termasuk dalam pengawasan tersebut adalah melakukan pengujian
secara sampling terhadap Warkat dan atau Dokumen Kliring (BPWD,
BPWK, KBWD dan KBWK) Peserta untuk mengetahui kesesuaiannya
dengan …
34
dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam angka I.A.2 dan
I.B.2.
V. SANKSI
1. Peserta yang Warkat dan atau Dokumen Kliringnya tidak memenuhi
persyaratan spesifikasi teknis Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana
dimaksud dalam angka I.A.2 dan I.B.2 dikenakan sanksi sebagai berikut :
a. Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan dikenakan sanksi oleh Bank
Indonesia yang mewilayahi berupa kewajiban membayar sebesar
Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah); dan
b. kewajiban mengganti Warkat dan atau Dokumen Kliring yang tidak
memenuhi persyaratan spesifikasi dengan Warkat dan atau Dokumen
Kliring sesuai dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam
angka I.A.2 dan I.B.2, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak
diterbitkan surat pengenaan sanksi oleh Bank Indonesia.
2. Kantor Pusat Peserta dan atau Peserta yang melakukan pencetakan Warkat
dan Dokumen Kliring selain kepada perusahaan percetakan yang telah
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka II.A.1,
dikenakan sanksi sebagai berikut:
a. Kantor Pusat Peserta yang bersangkutan dikenakan sanksi oleh Bank
Indonesia yang mewilayahi berupa kewajiban membayar sebesar
Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah); dan
b. kewajiban untuk mengganti Warkat dan atau Dokumen Kliring
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 dengan Warkat dan atau
Dokumen Kliring yang baru yang dicetak pada perusahaan percetakan
dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang telah
memperoleh penetapan dari Bank Indonesia, paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kalender sejak diterbitkan surat pengenaan sanksi oleh Bank
Indonesia.
3. Dalam …
35
3. Dalam hal Kantor Pusat Peserta dan atau Peserta tidak melaksanakan
penggantian Warkat dan atau Dokumen Kliring dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b dan atau 2.b, Bank Indonesia yang
mewilayahi Kantor Pusat Peserta mengenakan sanksi berupa kewajiban
membayar sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) untuk setiap hari
keterlambatan sampai dengan diterimanya surat dari Kantor Pusat Peserta
yang bersangkutan yang disertai lampiran berupa Warkat dan atau Dokumen
Kliring sesuai dengan spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam angka
I.A.2 dan I.B.2 yang dicetak pada perusahaan percetakan dokumen sekuriti
pencetak Warkat dan Dokumen Kliring yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam angka II.A.1.
4. Dalam hal Kantor Pusat Peserta dalam melakukan pencetakan Warkat dan
atau Dokumen Kliring tidak meminta dan memperoleh persetujuan terlebih
dahulu dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.1, Bank
Indonesia yang mewilayahi mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari terhitung sejak tanggal pencetakan
dimaksud sampai dengan tanggal surat persetujuan pencetakan Warkat dan
Dokumen Kliring dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang mewilayahi.
5. Dalam hal Kantor Pusat Peserta menyampaikan surat permohonan
persetujuan pencetakan Warkat dan atau Dokumen Kliring yang melampaui
batas waktu masa tenggang 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam
angka II.C.2.b, Bank Indonesia yang mewilayahi mengenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk
setiap hari keterlambatan sampai dengan tanggal surat persetujuan pencetakan
Warkat dan Dokumen Kliring untuk perubahan nama Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka II.C.1.b.1) dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang
mewilayahi untuk seluruh Warkat dan Dokumen Kliring sebagaimana
dimaksud dalam angka II.C.6.c.
6. Dalam hal Kantor Pusat Peserta terlambat atau belum menyampaikan laporan
setiap periode 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.7,
Bank …
36
Bank Indonesia yang mewilayahi mengenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan
sampai dengan tanggal Peserta menyampaikan laporan.
7. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan
Dokumen Kliring terlambat atau belum menyampaikan laporan perubahan
produsen kertas atau tanda air (water mark) logo perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam angka IV.C.4, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Bagian
Pengawasan Sistem Pembayaran mengenakan sanksi kewajiban membayar
sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan
dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah). Khusus
perusahaan yang belum menyampaikan laporan, yang bersangkutan tetap
diwajibkan untuk menyampaikan laporan tersebut.
8. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan
Dokumen Kliring terlambat atau belum menyampaikan fotokopi
perpanjangan berlakunya ijin operasional sebagaimana dimaksud dalam
angka IV.B.8, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Bagian Pengawasan Sistem
Pembayaran mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00
(seratus ribu rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum
sebesar Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
9. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat Dan
Dokumen Kliring terlambat atau belum menyampaikan laporan setiap periode
6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam angka IV.C.5, Kantor Pusat
Bank Indonesia c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran mengenakan
sanksi kewajiban membayar sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah)
untuk setiap hari keterlambatan dengan maksimum sebesar Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah). Khusus perusahaan yang belum menyampaikan laporan,
yang bersangkutan tetap diwajibkan untuk menyampaikan laporan tersebut.
10. Dalam hal Kantor Pusat Peserta atau perusahaan percetakan dokumen
sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring menyampaikan laporan yang
tidak sesuai dengan contoh format laporan sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran …
37
Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6 atau Lampiran 7, maka Bank Indonesia
yang mewilayahi mengenakan sanksi kewajiban membayar sebesar
Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) per laporan yang tidak sesuai dimaksud.
11. Dalam hal Kantor Pusat Peserta dan atau perusahaan percetakan dokumen
sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen Kliring menyampaikan laporan yang
tidak akurat maka Bank Indonesia yang mewilayahi mengenakan sanksi
kewajiban membayar sebesar Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk
setiap kesalahan data.
12. Dalam hal perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan
Dokumen Kliring tidak memenuhi ketentuan atau kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam angka II.B.2, IV.C.1, IV.C.2, IV.C.3, IV.C.6, V.7, V.8, dan
atau V.9, maka kepada perusahaan percetakan sekuriti yang bersangkutan
Bank Indonesia dapat mengenakan sanksi penghentian penunjukan sebagai
perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen
Kliring.
VI. LAIN-LAIN
1. Dalam hal instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam angka
IV.A.1 mencabut atau tidak memperpanjang izin operasional perusahaan
percetakan dokumen sekuriti maka surat keputusan Bank Indonesia yang
menetapkan perusahaan percetakan dokumen sekuriti dimaksud sebagai
perusahaan percetakan dokumen sekuriti pencetak Warkat dan Dokumen
Kliring sebagaimana dimaksud dalam angka IV.B.5.a secara otomatis
menjadi tidak berlaku.
2. Pelunasan bea meterai pada Warkat Cek dan Bilyet Giro yang diperhitungkan
dalam Kliring, wajib dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. untuk Peserta Kliring Lokal dengan sistem Manual dan Semi Otomasi,
dilakukan dengan menggunakan meterai tempel, menggunakan mesin
teraan meterai atau pencantuman tanda Bea Meterai Lunas;
b. untuk …
38
b. untuk Peserta Kliring Lokal dengan sistem Otomasi dan Elektronik
dilakukan dengan pencantuman tanda Bea Meterai Lunas;
c. untuk Peserta Kliring Warkat Luar Wilayah, dilakukan dengan
pencetakan tanda Bea Meterai Lunas atau menggunaan mesin teraan
meterai, sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
3. Untuk pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka V.1.a, V.2.a, V.3, V.4, V.5, V.6, dan V.11, Kantor
Pusat Bank Indonesia c.q. Bagian Pengawasan Sistem Pembayaran atau Bank
Indonesia yang mewilayahi menghitung sanksi kewajiban membayar
dimaksud pada setiap akhir bulan dan membebankannya paling lambat
minggu pertama bulan berikutnya dengan cara mendebet rekening Kantor
Pusat Peserta yang berada di Bank Indonesia.
4. Untuk pengenaan sanksi kewajiban membayar bagi perusahaan percetakan
dokumen sekuriti sebagaimana dimaksud dalam angka V.7, V.8, V.9, V.10,
V.11 dan atau V.12, Kantor Pusat Bank Indonesia c.q. Bagian Pengawasan
Sistem Pembayaran menyampaikan surat pengenaan sanksi kewajiban
membayar kepada perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang
bersangkutan yang antara lain berisi informasi jumlah sanksi kewajiban
membayar dimaksud dan tata cara pembayarannya kepada Bank Indonesia.
5. Bank-bank di daerah yang tidak terdapat kegiatan Kliring Lokal apabila
hendak memberikan fasilitas Cek dan Bilyet Giro bagi nasabahnya dapat
melakukan pencetakan Cek dan Bilyet Giro dengan mengacu pada
persyaratan dan rancang bangun Cek dan Bilyet Giro berdasarkan Surat
Edaran ini.
6. Warkat berupa Cek dan Bilyet Giro tidak dapat digunakan untuk sarana
penarikan rekening giro dalam mata uang asing, baik dalam mata uang asal
maupun konversinya dalam mata uang rupiah.
7. Penggunaan bahan baku Warkat dan Dokumen Kliring diutamakan
menggunakan produk dalam negeri.
VII. KETENTUAN …
39
VII. KETENTUAN PERALIHAN
1. Warkat dan Dokumen Kliring lama yang telah memperoleh persetujuan dari
Bank Indonesia pada saat diberlakukannya Surat Edaran ini masih dapat
digunakan dalam penyelenggaraan Kliring.
2. Lembar kedua BPRWKP dan BRWPKP masih dapat dicetak pada kertas non
carbonized sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal berlakunya Surat
Edaran ini.
3. Perusahaan percetakan dokumen sekuriti yang telah ada pada saat berlakunya
Surat Edaran ini wajib segera menyampaikan kepada Biro Pengembangan
Sistem Pembayaran Nasional spesimen kertas CBS-1 sesuai dengan
spesifikasi teknis yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini, yang telah
memperoleh sertifikat pengujian dari Balai Besar Selulosa masing-masing
ukuran :
a. 20 cm x 20 cm sebanyak 50 (lima puluh) lembar; dan
b. 7 inci x 2 ¾ inci sebanyak 100 (seratus) lembar yang telah diberi MICR
code line sesuai dengan tata cara pencantuman informasi MICR code line
sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.4.
4. Penyampaian laporan periode 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud dalam
angka II.C.7 dan IV.C.5 untuk periode Januari sampai dengan Juni 2003
disampaikan bersamaan dengan penyampaian laporan untuk periode Juli
sampai dengan Desember 2003, yaitu paling lambat pada tanggal 25 Januari
2004. Dalam hal tanggal 25 tersebut di atas adalah hari libur maka batas
waktu pelaporan tersebut dihitung pada hari kerja berikutnya.
VIII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka :
1. ketentuan mengenai penggunaan Warkat, Dokumen Kliring dan Formulir
Kliring lama sehubungan dengan perubahan nama Peserta sebagaimana
dimaksud dalam angka IV.C.1.c.1) Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor …
40
Nomor 2/7/DASP tanggal 24 Februari 2000 perihal Penyelenggaraan
Kliring Lokal Secara Manual;
2. ketentuan mengenai penggunaan Warkat lama sehubungan dengan
perubahan nama Peserta sebagaimana dimaksud dalam angka IV.C.1.c.1)
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/8/DASP tanggal 4 Mei 2000 perihal
Penyelenggaraan Kliring Lokal Secara Semi Otomasi;
3. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/27/DASP tanggal 12 Desember
2001 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada
Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti;
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2003
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
MOHAMAD ISHAK
DIREKTUR AKUNTING
DAN SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/15/DASP|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. </reg_title>
<set_date> 18 Juli 2003 </set_date>
<effective_date> 1 Agustus 2003 </effective_date>
<replaced_reg> '2/7/DASP|SE-BI/2000 | angka IV.C.1.c.1)', '3/27/DASP|SE-BI/2001', '2/8/DASP|SE-BI/2000 | angka IV.C.1.c.1)' </replaced_reg>
<related_reg> '2/14/PBI/2000', '1/3/PBI/1999', 'SE-001/P3DS/X/2002|SE-BIN-BOTASUPAL/2002', '4/16/DASP|SE-BI/2002' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No.17/49/DPM
Jakarta, 21 Desember 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM DEVISA
DI INDONESIA
Perihal
: Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank
dengan Pihak Domestik
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara
Bank dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5581), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/15/PBI/2015 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 223, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5743), yang selanjutnya disebut PBI, dan
dalam rangka memberikan penjelasan lebih lanjut atas pelaksanaan PBI,
perlu melakukan perubahan keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta
Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik, sebagaimana
telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank Indonesia:
a. Nomor 17/15/DPM tanggal 12 Juni 2015;
b. Nomor 17/20/DPM tanggal 28 Agustus 2015; dan
c. Nomor 17/23/DPM tanggal 30 September 2015,
sebagai berikut:
1. Di antara…
2
1. Di antara ketentuan butir I.5 dan butir I.6 disisipkan 3 (tiga) butir,
yakni butir I.5A, butir I.5B, dan butir I.5C yang berbunyi sebagai
berikut:
5A. Investasi dalam bentuk Surat Berharga Bank Indonesia dalam
valuta asing tidak dapat digunakan sebagai Underlying Transaksi
pembelian valuta asing terhadap Rupiah baik melalui Transaksi
Spot dan/atau Transaksi Derivatif.
5B. Underlying Transaksi berupa pemberian kredit sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf c PBI diatur sebagai
berikut:
a. Fasilitas pemberian kredit termasuk pemberian kredit
antarnasabah yang belum ditarik, tidak dapat menjadi
Underlying Transaksi.
b. Dalam hal Nasabah melakukan Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah dengan menggunakan Underlying Transaksi
berupa kredit termasuk pemberian kredit antarnasabah baik
dalam bentuk tunai maupun barang yang telah ditarik,
nominal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah paling
banyak sama dengan nominal kredit yang telah ditarik.
Contoh:
Pada tanggal 10 Januari 20xx, PT B mendapatkan komitmen
kredit valuta asing sebesar USD50,000,000.00 dari C Ltd. di
luar negeri yang merupakan perusahaan afiliasi PT B. Kredit
valuta asing tersebut diberikan dalam bentuk tunai dan
barang.
Pada tanggal 1 Februari 20xx, PT B melakukan penarikan
pinjaman dari C Ltd. dalam bentuk tunai sebesar
USD10,000,000.00 dan dalam bentuk barang sebesar
USD5,000,000.00.
Atas penarikan kredit ini, PT B dapat melakukan pembelian
valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward untuk
kepentingan lindung nilai kredit tersebut paling banyak
sebesar jumlah dari kredit yang ditarik dalam bentuk tunai
dan barang, yaitu USD15,000,000.00.
c. Dalam …
3
c. Dalam hal Nasabah melakukan Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah dengan menggunakan Underlying Transaksi
berupa kredit termasuk pemberian kredit antarnasabah yang
telah ditarik, jatuh waktu Transaksi Valuta Asing Terhadap
Rupiah paling lama sama dengan jatuh waktu pelunasan
kredit yang ditarik tersebut.
Contoh:
Pada tanggal 2 Januari 20xx, PT A melakukan penarikan
kredit valuta asing dari Bank X sebesar USD2,000,000.00
dengan jatuh waktu pelunasan kredit pada tanggal 30 Juni
20xx.
PT A dapat melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah melalui transaksi forward paling banyak sebesar
USD2,000,000.00 dengan jatuh waktu transaksi forward
paling lama sama dengan tanggal pelunasan kredit yaitu
tanggal 30 Juni 20xx.
5C. Underlying Transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah
melalui transaksi forward berupa kepemilikan dana valuta asing
di dalam negeri dan/atau di luar negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (5) PBI diatur sebagai berikut:
a. Nominal transaksi penjualan valuta asing terhadap Rupiah
melalui transaksi forward paling banyak sebesar saldo
dan/atau jumlah kepemilikan dana valuta asing di dalam
negeri dan/atau di luar negeri.
Contoh:
Nasabah A memiliki deposito valuta asing di Bank X sebesar
USD20,000,000.00. Berdasarkan Underlying Transaksi berupa
deposito valuta asing tersebut, Nasabah A dapat melakukan
penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward paling banyak sebesar USD20,000,000.00.
b. Dalam hal dana valuta asing ditempatkan pada instrumen
yang memiliki tanggal jatuh waktu antara lain berupa deposito
dan/atau Negotiable Certificate of Deposit (NCD), jatuh waktu
penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward …
4
forward paling lama sama dengan jatuh waktu penempatan
dana tersebut.
Contoh:
Nasabah A memiliki deposito dalam valuta asing yang akan
jatuh waktu pada tanggal 31 Maret 20xx. Atas kepemilikan
deposito dalam valuta asing tersebut, Nasabah A dapat
melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui
transaksi forward dengan jatuh waktu paling lama tanggal 31
Maret 20xx.
c. Dalam hal dana valuta asing ditempatkan pada instrumen
yang tidak memiliki tanggal jatuh waktu antara lain berupa
tabungan atau giro, jatuh waktu penjualan valuta asing
terhadap Rupiah melalui transaksi forward tidak dibatasi.
Contoh:
Pada tanggal 2 Januari 20xx, Nasabah A memiliki rekening
valuta asing dalam
bentuk tabungan sebesar
USD20,000,000.00. Atas kepemilikan dana valuta asing
tersebut, pada tanggal 2 Januari 20xx nasabah A dapat
melakukan penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui
transaksi forward sebesar USD12,000,000.00 yang jatuh
waktu pada tanggal 2 Februari 20xx dan sebesar
USD8,000,000.00 yang jatuh waktu pada tanggal 2 Juni
20xx.
d. Dalam hal kepemilikan dana valuta asing berupa instrumen
yang tidak memiliki tanggal jatuh waktu sebagaimana
dimaksud dalam butir c, saldo rekening valuta asing pada
instrumen tersebut paling kurang sama dengan nominal
penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward untuk sepanjang waktu transaksi forward dimaksud.
Contoh:
Pada tanggal 5 Februari 20xx, PT B memiliki tabungan dalam
valuta asing sebesar USD6,000,000.00. Pada tanggal yang
sama, PT. B melakukan penjualan valuta asing terhadap
Rupiah melalui transaksi forward sebesar USD6,000,000.00
dengan jangka waktu 1 bulan. PT B harus memiliki saldo
tabungan …
5
tabungan valuta asing dengan jumlah paling kurang
USD6,000,000.00 selama 1 bulan ke depan sampai dengan
transaksi forward tersebut jatuh waktu.
2. Setelah ketentuan butir I.13 ditambahkan 1 (satu) butir, yakni butir
I.14 yang berbunyi sebagai berikut:
14. Penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi
Derivatif oleh Nasabah kepada Bank tanpa Underlying Transaksi
hanya dapat dilakukan paling banyak:
a. sebesar USD5,000,000.00 (lima juta dolar Amerika Serikat)
atau ekuivalennya per transaksi per Nasabah melalui
transaksi forward;
b. sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat)
atau ekuivalennya per transaksi per Nasabah melalui
transaksi option.
3. Di antara ketentuan butir II.2 dan butir II.3 disisipkan 1 (satu) butir,
yakni butir II.2A yang berbunyi sebagai berikut:
2A. Penyelesaian transaksi secara netting atas perpanjangan
transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early
termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) tidak dapat
dilakukan untuk transaksi forward jual valuta asing terhadap
Rupiah oleh Nasabah kepada Bank dengan menggunakan
Underlying Transaksi berupa kepemilikan dana valuta asing di
dalam negeri dan di luar negeri.
Contoh:
Nasabah A melakukan transaksi forward jual dengan tenor 1
bulan sebesar USD10,000,000.00 pada tanggal 15 Januari 20xx
kepada Bank C dengan forward rate USD/IDR Rp13.000,00. Atas
transaksi tersebut, Nasabah A menggunakan simpanan valuta
asing pada Bank sebagai Underlying Transaksi.
Setelah transaksi berjalan 2 minggu, nilai tukar Rupiah melemah
hingga mencapai kurs spot USD/IDR Rp13.500,00, Nasabah A
ingin melakukan pengakhiran transaksi (unwind) atas transaksi
tersebut secara netting. Penyelesaian secara netting atas transaksi
tersebut tidak dapat dilakukan.
4. Setelah …
6
4. Setelah ketentuan butir II.3 ditambahkan 1 (satu) butir, yakni butir
II.4 yang berbunyi sebagai berikut:
4. Kewajiban pemindahan dana pokok secara penuh untuk
penyelesaian penjualan valuta asing terhadap Rupiah oleh
Nasabah kepada Bank melalui transaksi forward dengan nominal
transaksi paling banyak sebesar jumlah tertentu (threshold)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) PBI diatur sebagai
berikut:
a. Kewajiban penyelesaian dengan pemindahan dana pokok
secara penuh dilakukan pada saat jatuh waktu transaksi
forward jual.
b. Dalam hal sebelum berakhirnya kontrak transaksi forward
jual awal dilakukan perpanjangan transaksi (roll over) atau
percepatan penyelesaian transaksi (early termination),
kewajiban penyelesaian dengan pemindahan dana pokok
secara penuh dilakukan pada saat berakhirnya kontrak
perpanjangan transaksi (roll over) atau kontrak percepatan
penyelesaian transaksi (early termination).
c. Penyelesaian penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui
transaksi forward paling banyak sejumlah threshold tidak
dapat dilakukan melalui pengakhiran transaksi (unwind)
karena tidak terdapat pemindahan dana pokok secara penuh.
d. Perpanjangan transaksi (roll over) atau percepatan
penyelesaian transaksi (early termination) sebagaimana
dimaksud dalam huruf b dapat dilakukan sepanjang
didukung oleh Underlying Transaksi dari transaksi forward
jual awal.
Contoh 1:
Perpanjangan transaksi (roll over) penjualan valuta asing
terhadap Rupiah melalui transaksi forward dengan nominal
transaksi paling banyak sebesar threshold.
Nasabah A merupakan eksportir barang-barang kerajinan.
Pada tanggal 15 Januari 20xx, Nasabah A melakukan ekspor
dengan nilai sebesar USD4,000,000.00 yang akan dibayar
pada saat barang diterima yaitu pada tanggal 15 April 20xx.
Atas …
7
Atas penerimaan tersebut, pada tanggal 15 Januari 20xx
Nasabah A melakukan transaksi forward jual USD/IDR
kepada Bank B sebesar USD4,000,000.00 dengan forward
rate USD/IDR Rp13.000,00 dan jangka waktu 3 bulan (jatuh
waktu pada tanggal 15 April 20xx) dengan hanya
menyerahkan dokumen pendukung.
Nasabah A mengalami kesulitan dalam produksi sehingga
terjadi keterlambatan pengiriman barang yang berdampak
terhadap keterlambatan pembayaran dari importir di luar
negeri. Pembayaran baru akan diterima pada tanggal 15 Mei
20xx. Atas keterlambatan tersebut, pada tanggal 13 April 20xx
Nasabah A meminta kepada Bank B untuk melakukan
perpanjangan (roll over) transaksi forward jual awal selama 1
bulan dengan jatuh waktu pada tanggal 15 Mei 20xx.
Nasabah A memperpanjang transaksi forward jual awal
dengan cara membuka transaksi swap buy-sell kepada Bank
sebesar USD4,000,000.00 dengan swap rate USD/IDR
Rp13.300,00. Kurs spot USD/IDR tanggal 13 April 20xx
adalah Rp13.100,00.
Atas transaksi swap buy-sell dalam rangka perpanjangan (roll
over) tersebut, Nasabah A wajib menyerahkan dokumen
Underlying Transaksi dari Transaksi Derivatif awal.
Pada saat perpanjangan transaksi (roll over) dilakukan,
Nasabah A membayar selisih kurs kepada Bank B sebesar
Rp400.000.000,00
yang berasal dari perhitungan
((Rp13.100,00-Rp13.000,00) X USD4,000,000.00).
Pada tanggal 15 Mei 20xx (yang merupakan tanggal jatuh
waktu kontrak perpanjangan transaksi forward), Nasabah A
menyerahkan USD4,000,000.00, kepada Bank B untuk
penyelesaian kontrak dan menerima Rupiah sebesar
Rp.53.200.000.000,00 (Rp13.300,00 x USD4,000,000.00).
Contoh 2 …
8
•
•
•
•
•
•
Contoh 2:
Percepatan penyelesaian transaksi (early termination)
penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi
forward dengan nominal transaksi paling banyak sebesar
threshold.
PT C merupakan eksportir kerajinan. Pada tanggal 10 Januari
20xx, PT C melakukan ekspor barang ke luar negeri dengan
nilai nominal sebesar USD2,000,000.00 yang pembayarannya
akan diterima 3 bulan kemudian yaitu pada tanggal 10 April
20xx. Pada tanggal yang sama, PT C melakukan lindung nilai
dengan transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah
kepada Bank D sebesar USD2,000,000.00 dengan forward
rate USD/IDR Rp13.000,00 dengan hanya menyerahkan
dokumen pendukung.
Pada awal Maret 20xx, lini produksi PT C melakukan
percepatan produksi sehingga dapat melakukan pengiriman
barang 1 bulan lebih cepat sehingga pembayaran dapat
diterima lebih cepat menjadi tanggal 10 Maret 20xx.
Dengan mempertimbangkan percepatan penerimaan tersebut,
pada tanggal 8 Maret 20xx, PT C meminta Bank D untuk
melakukan percepatan penyelesaian transaksi (early
termination) sebesar USD2,000,000.00 dengan melakukan
swap sell-buy dengan kurs spot Rp13.100 dan swap rate
Rp13.200,00. Atas transaksi swap tersebut, PT C wajib
menyerahkan dokumen Underlying Transaksi atas transaksi
forward jual awal.
Pada …
9
Pada tanggal 10 Maret 20xx, PT C menyerahkan dana valuta
asing sebesar USD2,000,000.00 kepada Bank D dan
menerima dana Rupiah sebesar Rp26.200.000.000,00
(Rp13.100,00 x USD2,000,000.00) yang diselesaikan dengan
pemindahan dana pokok secara penuh (full movement of fund).
Pada tanggal 10 April 20xx dimana transaksi forward jual
jatuh waktu, PT C menyerahkan dana Rupiah kepada Bank D
sebesar Rp400,000,000.00 ((Rp13.200,00 – Rp13.000,00) x
USD2,000,000.00).
•
•
•
•
•
•
•
Contoh 3:
Penyelesaian penjualan valuta asing terhadap Rupiah melalui
transaksi forward paling banyak sejumlah threshold tidak
dapat dilakukan melalui pengakhiran transaksi (unwind)
karena tidak terdapat pemindahan dana pokok secara penuh.
Nasabah A melakukan transaksi forward jual dengan tenor 1
bulan sebesar USD2,000,000.00 pada tanggal 15 Januari
20xx kepada Bank C dengan forward rate USD/IDR
Rp13.000,00
dan
hanya menyampaikan dokumen
pendukung.
Setelah transaksi berjalan 2 minggu, nilai tukar Rupiah
melemah hingga mencapai kurs spot USD/IDR Rp13.500,00,
Nasabah A ingin melakukan pengakhiran transaksi (unwind)
atas transaksi tersebut tanpa melakukan pemindahan dana
pokok secara penuh. Hal tersebut tidak dapat dilakukan.
5. Di antara …
10
5. Di antara ketentuan butir III.1 dan butir III.2 disisipkan 1 (satu) butir,
yakni butir III.1A yang berbunyi sebagai berikut:
1A. Dokumen tagihan dalam valuta asing dari transaksi yang
diwajibkan menggunakan Rupiah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (2) PBI diatur sebagai berikut:
a. Transaksi yang diwajibkan menggunakan Rupiah mengacu
pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
b. Dokumen tagihan dalam valuta asing dari transaksi yang
dikecualikan dari kewajiban penggunaan Rupiah dapat
dijadikan sebagai dokumen Underlying Transaksi dengan
melampirkan fotokopi persetujuan pengecualian kewajiban
penggunaan Rupiah dari Bank Indonesia.
6. Di antara ketentuan butir III.2 dan butir III.3 disisipkan 1 (satu) butir,
yakni butir III.2A yang berbunyi sebagai berikut:
2A. Bank harus menerapkan prosedur dan sistem pengendalian
dokumen (document control/procedure) untuk memastikan agar:
a. dokumen yang telah digunakan Nasabah sebagai Underlying
Transaksi dari Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah
tertentu dapat digunakan untuk Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah yang lain sepanjang tidak melampaui nilai
nominal Underlying Transaksi.
Contoh:
Pada bulan Januari 20xx, Nasabah X melakukan pembelian
valuta asing terhadap Rupiah melalui transaksi forward
sebesar USD5,000,000.00 kepada Bank A. Atas transaksi
tersebut, Nasabah X menyerahkan dokumen Underlying
Transaksi berupa dokumen pembayaran lisensi kepada
principal di luar negeri sebesar USD7,000,000.00. Transaksi
dilakukan di kantor cabang Bank A di Jakarta.
Pada bulan Februari 20xx, Nasabah X kembali berencana
untuk melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah
melalui …
11
melalui transaksi forward dengan Underlying Transaksi yang
sama melalui kantor cabang Bank A di Surabaya. Nasabah X
hanya dapat melakukan transaksi forward beli sebesar
USD2,000,000.00 karena belum melebihi nominal
Underlying Transaksi.
Dalam situasi ini, prosedur dan sistem kontrol dokumen
yang dimiliki oleh Bank harus berjalan efektif dalam
memastikan bahwa dokumen yang telah digunakan Nasabah
sebagai Underlying Transaksi dari Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah tertentu tidak digunakan untuk Transaksi
Valuta Asing Terhadap Rupiah yang lain hingga melampaui
nilai nominal Underlying Transaksi.
b. Apabila dalam satu rangkaian aktivitas ekonomi terdapat
beberapa jenis dokumen Underlying Transaksi maka yang
dapat digunakan sebagai dokumen untuk Transaksi Valuta
Asing Terhadap Rupiah adalah salah satu dari dokumen
Underlying Transaksi tersebut.
Contoh:
Pada bulan Februari 20xx, Nasabah Y yang merupakan
importir makanan dan minuman memesan barang dan
menerbitkan purchase order kepada penjual di luar negeri.
Nasabah Y melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah dengan menggunakan dokumen Underlying
Transaksi berupa purchase order tersebut.
Atas pembelian barang tersebut, Nasabah Y memperoleh
invoice yang diterbitkan penjual di luar negeri. Atas invoice
tersebut, Nasabah Y bermaksud melakukan pembelian
valuta asing terhadap Rupiah meskipun sebelumnya telah
melakukan pembelian dengan menggunakan dokumen
Underlying Transaksi berupa purchase order. Nasabah Y
tidak dapat melakukan pembelian valuta asing terhadap
Rupiah dengan menggunakan invoice karena telah
menggunakan dokumen Underlying Transaksi berupa
purchase order yang berasal dari satu rangkaian kegiatan
ekonomi yang sama.
Dalam…
12
Dalam situasi ini, prosedur dan sistem kontrol dokumen
yang dimiliki oleh Bank harus berjalan efektif dalam
memastikan bahwa dokumen Underlying Transaksi,
misalnya berupa purchase order dan invoice dari kegiatan
ekonomi yang sama, tidak dapat digunakan sebagai
dokumen Underlying Transaksi atas Transaksi Valuta Asing
Terhadap Rupiah yang berbeda.
7. Di antara ketentuan butir III.4 dan butir III.5 disisipkan 1 (satu) butir,
yakni butir III.4A yang berbunyi sebagai berikut:
4A. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi merupakan bukti
tagihan atas kegiatan pembelian barang dari luar negeri (impor),
Bank harus memastikan Nasabah menyampaikan dokumen yang
menunjukkan bahwa barang dimaksudkan untuk masuk dan
diterima di wilayah pabean Indonesia.
8. Di antara ketentuan butir III.5 dan butir III.6 disisipkan 1 (satu) butir,
yakni butir III.5A yang berbunyi sebagai berikut:
5A. Dalam hal dokumen Underlying Transaksi atas kegiatan
perdagangan dan investasi berupa list of invoices, Bank harus
memastikan ketersediaan invoices yang terdapat dalam list of
invoices.
9. Di antara ketentuan butir III.8 dan butir III.9 disisipkan 1 (satu) butir,
yakni butir III.8A yang berbunyi sebagai berikut:
8A. Dokumen Underlying Transaksi atas kepemilikan dana valuta
asing di dalam negeri dan di luar negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (5) PBI antara lain berupa buku tabungan,
rekening koran, bilyet deposito, dan bukti kepemilikan NCD.
10. Lampiran II dihapus.
11. Lampiran IV diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
12. Lampiran V diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
Bank …
13
Bank yang telah melakukan transaksi penjualan valuta asing terhadap
Rupiah melalui transaksi forward di bawah jumlah tertentu (threshold)
sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/15/PBI/2014
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara
Bank Dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 223, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5743) tetap dapat meneruskan transaksi dimaksud sampai dengan
jatuh waktu transaksi berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/16/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara
Bank Dengan Pihak Domestik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5581) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/13/PBI/2015 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 201, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5736).
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam:
a. butir III.2A mengenai prosedur dan sistem pengendalian dokumen;
b. butir III.4A mengenai dokumen yang menunjukkan bahwa barang
dimaksudkan untuk masuk dan diterima di wilayah pabean Indonesia;
c. butir III.5A mengenai ketersediaan invoices yang terdapat dalam list of
invoices;
d. Lampiran IV Dokumen Underlying Transaksi untuk Perdagangan
Barang dan Jasa di Dalam Negeri dan di Luar Negeri;
e. Lampiran V Dokumen Underlying Transaksi untuk Investasi Berupa
Direct Investment, Portfolio Investment, Pinjaman, Modal dan Investasi
Lainnya di Dalam dan di Luar Negeri;
mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 2016.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
diterbitkan dan berlaku surut sejak tanggal 7 Oktober 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian …
14
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MIRZA ADITYASWARA
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
15
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 17/49/DPM TANGGAL
21 DESEMBER 2015
PERIHAL
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS SURAT
EDARAN BANK INDONESIA NOMOR
16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER
2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA
ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA
BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK
DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK PERDAGANGAN BARANG
DAN JASA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI
A. Dokumen Underlying Transaksi yang Bersifat Final
1. Fotokopi kontrak jasa konsultan.
2. Fotokopi surat perjanjian kerja atau dokumen pendukung lain
antara tenaga kerja asing yang bersangkutan dengan badan
usaha.
3. Dokumen kredit yang terdiri dari:
a. fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement) atau
dokumen terkait lainnya yang dapat menunjukkan jadwal
dan jumlah pembayaran; dan
b. fotokopi bukti penarikan kredit yang dapat menunjukkan
adanya penarikan dana, antara lain mutasi rekening dari
kreditur kepada debitur atau bukti perintah transfer dana
berupa MT 103.
4. Fotokopi perjanjian royalti (royalty agreement) dengan pihak
asing yang disertai dengan dokumen pendukung lainnya.
5. Letter of Credit (L/C) dan perubahan L/C.
6. Dokumen yang bersifat tagihan atau yang menimbulkan
kewajiban pembayaran, antara lain:
a. Invoice atau commercial invoice dengan masa berlaku sampai
dengan tanggal jatuh waktu (due date)
invoice atau
commercial invoice dimaksud. Dalam hal invoice telah
melebihi tanggal jatuh waktu, invoice tersebut dapat
digunakan …
16
digunakan paling lama 3 bulan sejak tanggal jatuh waktu
dengan melengkapi:
1) MT 103 yang berisi informasi mengenai invoice terkait;
dan
2) pernyataan dari Nasabah bahwa pembayaran valuta
asing belum pernah dilakukan atas dasar invoice
dimaksud.
b. Nota debet (debit note) yang informasi di dalamnya dapat
diverifikasi oleh Bank.
c. Sales Contract/Kontrak Penjualan yang memiliki masa
berlaku dan nominal yang sesuai dengan yang tercantum
dalam kontrak.
d. List of invoices yang didukung oleh pernyataan Nasabah
yang berisi:
1) validitas list dimaksud;
2) tanggung jawab Nasabah untuk mengadministrasikan
invoices dimaksud; dan
3) komitmen penyediaan invoices apabila dibutuhkan oleh
Bank.
e. Tagihan dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh
eksportir di luar negeri yang dilengkapi dengan dokumen
yang mendukung kebenaran dan keabsahan transaksi, yang
mencakup informasi sebagai berikut:
1) bukti penagihan dalam mata uang Rupiah dan perintah
pembayarannya dalam valuta asing yang dituangkan
dalam bentuk kesepakatan (perjanjian) dan/atau invoice;
2) identitas pihak yang menerima pembayaran dalam
valuta asing berupa eksportir di luar negeri atau pihak
asing lainnya yang ditunjuk oleh eksportir di luar negeri;
3) kurs konversi pada tanggal transfer dana; dan
4) bukti kegiatan transfer dana sesuai dengan informasi
pada angka 1) sampai dengan angka 3).
7. Akta jual beli dan bukti kepemilikan pihak asing atas aset
terkait dengan penjualan aset di Indonesia yang dimiliki oleh
pihak asing yang pembelian valuta asingnya dilakukan oleh
pihak …
17
pihak domestik yang diberi kuasa oleh pihak asing. Selanjutnya,
dana valuta asing tersebut harus ditransfer kepada rekening
pihak asing yang memberi kuasa dan dibuktikan dengan
dokumen transfer valuta asing.
8. Dokumen penjualan valuta asing terhadap Rupiah yang berasal
dari penjualan valuta asing hasil ekspor, dengan masa berlaku
paling lama 12 bulan setelah tanggal transaksi (transaction date)
penjualan valuta asing.
9. Dokumen Underlying Transaksi untuk Kegiatan Usaha
Penukaran Valuta Asing (KUPVA) berupa net jual KUPVA kepada
nasabah dalam 1 bulan terakhir. Dokumen Underlying Transaksi
tersebut dilengkapi dengan pernyataan yang ditandatangani oleh
pejabat berwenang dari KUPVA yang berisi komitmen KUPVA
untuk:
a. mengadministrasikan dokumen jual beli dan/atau dokumen
Underlying Transaksi dari nasabah KUPVA;
b. menyediakan dokumen Underlying Transaksi nasabah
KUPVA apabila dibutuhkan oleh Bank dalam hal terdapat
pembelian valuta asing oleh nasabah KUPVA kepada KUPVA
dengan nilai melebihi USD25,000.00 (dua puluh lima dolar
Amerika Serikat) atau ekuivalennya per bulan.
10. Fotokopi Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
11. Fotokopi Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Surat elektronik resmi atau facsimile sebagai informasi tambahan
dari dokumen Underlying Transaksi berupa bukti tagih dapat
digunakan sepanjang Bank dapat memverifikasi pengirim dari email
atau facsimile tersebut.
B. Dokumen Underlying Transaksi Berupa Perkiraan
1. Proyeksi arus kas (cash flow) untuk kegiatan perdagangan
internasional (ekspor impor) dan kegiatan usaha jasa travel agent
untuk jangka waktu 1 tahun ke depan, yang disusun oleh
Nasabah dan ditandatangani oleh pejabat berwenang dari Nasabah
(dengan…
18
(dengan menyertakan dokumen terkait lainnya). Proyeksi tersebut
paling kurang berisi rincian sumber penerimaan dan pengeluaran
valuta asing yang menunjukkan selisih bersih
kekurangan/kelebihan valuta asing secara bulanan.
2. Dokumen pembelian antara lain berupa purchase order yang telah
dikonfirmasi oleh penjual dan selanjutnya dilengkapi dengan bukti
pengiriman barang.
3. Perkiraan kebutuhan biaya sekolah dan biaya hidup di luar negeri
yang ditandatangani di atas meterai oleh Nasabah.
4. Perkiraan kebutuhan biaya berobat dan akomodasi yang
ditandatangani di atas meterai oleh Nasabah.
5. Perkiraan kebutuhan biaya perjalanan dan akomodasi yang
ditandatangani di atas meterai oleh Nasabah.
BANK INDONESIA,
MIRZA ADITYASWARA
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
19
LAMPIRAN V
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 17/49/DPM TANGGAL
21 DESEMBER 2015
PERIHAL
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS SURAT
EDARAN BANK INDONESIA NOMOR
16/14/DPM TANGGAL 17 SEPTEMBER
2014 PERIHAL TRANSAKSI VALUTA
ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA
BANK DENGAN PIHAK DOMESTIK
DOKUMEN UNDERLYING TRANSAKSI UNTUK INVESTASI BERUPA
DIRECT INVESTMENT, PORTFOLIO INVESTMENT, PINJAMAN, MODAL DAN
INVESTASI LAINNYA DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI
A. Dokumen Underlying Transaksi yang Bersifat Final
1. Bukti kepemilikan investasi dalam valuta asing yang
diterbitkan oleh pihak yang berwenang termasuk surat
perjanjian jual beli atas investasi antara lain dalam bentuk
saham, obligasi, surat berharga lainnya, bukti pembagian
dividen, dan hasil investasi lainnya.
2. Surat permintaan penyetoran rekening saldo atas transaksi
tertentu yang dipersyaratkan oleh otoritas yang berwenang.
3. Dokumen kredit yang terdiri dari:
a. fotokopi surat perjanjian kredit (loan agreement) atau
dokumen terkait lainnya yang dapat menunjukkan jadwal
dan jumlah pembayaran, dan
b. fotokopi bukti penarikan kredit yang dapat menunjukkan
adanya penarikan dana, antara lain mutasi rekening dari
kreditur kepada debitur atau bukti perintah transfer dana
berupa MT 103.
4. Bukti keikutsertaan Nasabah dalam tender dan penyediaan
jaminan/bank garansi dalam mata uang asing.
5. Risalah Rapat Umum Pemegang Saham dan tambahan
dokumen lain yang menggambarkan besarnya nominal Rupiah
untuk pembayaran dividen ke pemegang saham asing.
6. Kontrak …
20
6. Kontrak investasi kolektif untuk transaksi reksadana dalam
valuta asing.
B. Dokumen Underlying Transaksi Berupa Perkiraan
Proyeksi arus kas yang terkait dengan suatu proyek tertentu untuk
jangka waktu 3 tahun ke depan terhitung sejak tanggal transaksi,
yang disusun oleh Nasabah dan ditandatangani oleh pejabat
berwenang dari Nasabah (dengan menyertakan dokumen kontrak
kerja dan/atau dokumen terkait lainnya).
BANK INDONESIA,
MIRZA ADITYASWARA
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/49/DPM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/14/DPM tanggal 17 September 2014 perihal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik </reg_title>
<set_date> 21 Desember 2015 </set_date>
<effective_date> 21 Desember 2015 dan berlaku surut sejak tanggal 7 Oktober 2015 </effective_date>
<changed_reg> '16/14/DPM|SE-BI/2014' </changed_reg>
<extension_of> '17/15/DPM|SE-BI/2015', '17/20/DPM|SE-BI/2015', '17/23/DPM|SE-BI/2015' </extension_of>
<related_reg> '17/15/PBI/2015', '16/14/DPM|SE-BI/2014', '16/16/PBI/2014', '17/15/DPM|SE-BI/2015', '17/20/DPM|SE-BI/2015', '17/23/DPM|SE-BI/2015' </related_reg>
|
No. 6/ 29 /DPM
Jakarta, 12 Juli 2004
SURAT EDARAN
Perihal : Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/1/DPM
Tanggal 16 Februari 2004 Perihal Bank Indonesia-Scripless
Securities Settlement System
Sehubungan dengan penyempurnaan Bank Indonesia-Scripless Securities
Settlement System, perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 6/1/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Bank Indonesia-
Scripless Securities Settlement System, yang merupakan peraturan pelaksanaan
dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004
tentang Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4363), menjadi sebagai berikut :
1. Ketentuan butir III.C.2.b.2)a) pada halaman 13 diubah, sehingga menjadi
sebagai berikut :
“a) Informasi Peserta BI-SSSS sebagaimana contoh dalam Lampiran 2a,
termasuk lampiran konfirmasi dari Bank Pembayar untuk melakukan
setelmen pembayaran atas kewajiban biaya penggunaan BI-SSSS
sebagaimana contoh format 2 dalam Lampiran 2b.”
2. Ketentuan butir III.D.2 pada halaman 15 dihapuskan, sehingga ketentuan
butir III. D seluruhnya menjadi sebagai berikut :
“ Dalam hal terdapat perubahan data Peserta BI-SSSS, yang bersangkutan
wajib menyampaikan data perubahan kepada Penyelenggara Penatausahaan
selambat- …
2
selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal efektif perubahan
dengan menggunakan formulir Informasi Peserta BI-SSSS sebagaimana
contoh dalam Lampiran 2a.”
3. Ketentuan butir IV.B.2 pada halaman 22 ditambah butir f, sebagai berikut :
“f. Bagi Peserta Sub-Registry dapat melakukan pengiriman data posisi
individual nasabah ke SCC melalui menu Supervisory – Upload Report
Data.”
4. Ketentuan butir V.A.1 pada halaman 24 diubah, sehingga menjadi sebagai
berikut :
“1. Penetapan Broker Bidding Limit oleh Bank Peserta BI-SSSS
a. Bank Peserta BI-SSSS dapat menunjuk perantara (broker) yaitu
Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing dan atau
Perusahaan Efek, untuk melakukan pengajuan penawaran lelang
SBI dan atau transaksi OPT untuk
bersangkutan.
dan atas nama yang
b. Bank Peserta BI-SSSS dapat menunjuk perantara (broker) sebagai
peserta lelang SUN yaitu Bank lain, Perusahaan Pialang Pasar
Uang dan Valuta Asing dan atau Perusahaan Efek, untuk
melakukan pengajuan penawaran lelang SUN untuk dan atas nama
yang bersangkutan.
c. Dalam hal Bank Peserta BI-SSSS menunjuk broker sebagaimana
dimaksud dalam butir a dan b, Bank wajib menetapkan batas
maksimum nominal penawaran (broker bidding limit) per hari bagi
broker dimaksud.
d. Penetapan broker bidding limit sebagaimana dimaksud dalam butir
c, wajib diatur dalam perjanjian tersendiri antara Bank dengan
broker …
3
broker dengan format perjanjian diserahkan kepada masing-masing
pihak sesuai dengan kebutuhan.
e.
Perjanjian penetapan broker bidding limit merupakan pemberian
wewenang dari Bank kepada broker untuk melakukan penawaran
(bidding) per hari dalam lelang Surat Berharga dan atau transaksi
OPT untuk dan atas nama Bank, maksimum sebesar jumlah limit
bidding yang diberikan.
f. Bank melakukan pengelolaan broker bidding limit dalam BI-SSSS
untuk
pengajuan penawaran lelang Surat Berharga dan atau transaksi
OPT.
g. Pengelolaan broker bidding limit sebagaimana dimaksud dalam
butir f, dilakukan Bank melalui ST pada menu Supervisory –
Member Bidding Limit.”
5. Ketentuan butir V.A.2 pada halaman 25 diubah, sehingga menjadi sebagai
berikut :
“2. Penetapan Broker Bidding Limit oleh Sub-Registry
a. Nasabah Sub-Registry wajib menunjuk perantara (broker) yaitu
Bank, Perusahaan Pialang Pasar Uang dan Valuta Asing dan atau
Perusahaan Efek, untuk melakukan pengajuan penawaran lelang
SUN.
b. Dalam hal nasabah Sub-Registry menunjuk broker sebagaimana
dimaksud dalam butir a, maka Sub-Registry wajib menetapkan
batas maksimum nominal penawaran (broker bidding limit) per hari
bagi broker dimaksud sesuai jumlah penawaran lelang SUN untuk
dan atas nama nasabahnya.
c. Penetapan …
semua broker yang ditunjuk sebagai perantara dalam
4
c.
Penetapan broker bidding limit sebagaimana dimaksud dalam butir
b, wajib diatur dalam perjanjian tersendiri antara Sub-Registry yang
mewakili
nasabah dengan broker dengan format perjanjian
diserahkan kepada masing-masing pihak sesuai dengan kebutuhan.
d. Perjanjian penetapan broker bidding limit merupakan pemberian
wewenang dari Sub-Registry kepada broker untuk melakukan
penawaran (bidding) per hari dalam lelang Surat Berharga untuk
dan atas nama nasabah Sub-Registry, maksimum sebesar jumlah
limit bidding yang diberikan.
e.
Sub-Registry melakukan pengelolaan broker bidding limit dalam
BI-SSSS untuk semua broker yang ditunjuk sebagai perantara
dalam pengajuan penawaran lelang Surat Berharga untuk dan atas
nama nasabah.
f. Pengelolaan broker bidding limit sebagaimana dimaksud dalam
butir e, dilakukan Sub-Registry melalui ST pada menu Supervisory-
Member Bidding Limit.”
6. Lampiran 2a dan Lampiran 2b diubah sehingga menjadi sebagaimana
terlampir, serta Lampiran 2c dan Lampiran 2d dihapus.
7. Ketentuan butir V.C.5.a.6)b) pada halaman 43 diubah, sehingga menjadi
sebagai berikut :
“b) Setelah jangka waktu 4 (empat) jam dalam Sistem Antrian, transaksi
yang belum matching dan atau yang telah matching akan dibatalkan
secara otomatis oleh sistem.”
8. Ketentuan …
5
8. Ketentuan butir V.C.5.f. pada halaman 53 ditambah butir 9) sebagai berikut :
“9) Dalam hal Sub-Registry melakukan setelmen transaksi pledge Surat
Berharga untuk dan atas nama nasabah maka Sub-Registry wajib
membuat:
a) Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) sebagai
bukti pencatatan pengagunan bagi nasabah sebagai penerima agunan;
atau
b) Konfirmasi Pencatatan Surat Berharga (KPS) yang memuat
informasi perpindahan dan perubahan pencatatan kepemilikan Surat
Berharga, termasuk pencatatan pengagunan, bagi nasabah sebagai
pemberi agunan.”
9. Ketentuan butir VII.A.6 pada halaman 66 diubah, sehingga menjadi sebagai
berikut :
“6. Pengiriman data dan laporan
Peserta Sub-Registry wajib mengirimkan data laporan posisi individual
nasabah dan transaksi Surat Berharga antar nasabahnya yang tidak
diinput dalam BI-SSSS, kepada Penyelenggara Penatausahaan cq.
Central Registry melalui menu Supervisory-Upload Report Data dan
atau sarana informasi lainnya.”
10. Ketentuan butir VII.A pada halaman 67 ditambah butir 9 sebagai berikut :
“9. Informasi broker bidding limit
Peserta BI-SSSS yang ditunjuk sebagai perantara (broker) memperoleh
informasi broker bidding limit yang diberikan oleh peserta lain pada
menu Database – Member File.”
Ketentuan …
6
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 19 Juli 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/29/DPM|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 6/1/DPM Tanggal 16 Februari 2004 Perihal Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System </reg_title>
<set_date> 12 Juli 2004 </set_date>
<effective_date> 19 Juli 2004 </effective_date>
<changed_reg> '6/1/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/2/PBI/2004', '6/1/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No. 12/35/DPNP
Jakarta, 23 Desember 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan
Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan
Asuransi (Bancassurance)
Sehubungan dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat atas
produk asuransi, yang diikuti dengan peningkatan pemasaran produk asuransi
melalui aktivitas kerjasama pemasaran antara perusahaan asuransi dengan Bank
(bancassurance), dan dengan melihat perkembangan yang terjadi, maka
diperlukan beberapa penyesuaian terkait pengaturan mengenai bancassurance.
Hal ini diperlukan mengingat selain bermanfaat, bancassurance juga berpotensi
menimbulkan berbagai Risiko bagi Bank, terutama Risiko Hukum dan Risiko
Reputasi. Untuk itu, dalam rangka mendukung perkembangan pasar keuangan,
meningkatkan penerapan Manajemen Risiko oleh Bank, melindungi kepentingan
nasabah Bank, dan sejalan dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur
hal - hal yang terkait dengan pemasaran produk asuransi melalui kerjasama
dengan . . .
dengan Bank (bancassurance), serta sebagai pelaksanaan dari
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang
Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4292) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5029), dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai
penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang melakukan aktivitas kerjasama
pemasaran dengan perusahaan asuransi (bancassurance) dalam suatu Surat
Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
1. Yang dimaksud dengan aktivitas kerjasama pemasaran antara Bank
dengan perusahaan asuransi yang selanjutnya disebut bancassurance
dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini adalah aktivitas kerjasama
antara Bank dengan perusahaan asuransi dalam rangka memasarkan
produk asuransi melalui Bank. Aktivitas kerjasama ini
diklasifikasikan dalam 3 (tiga) model bisnis sebagai berikut:
a. Referensi
Referensi merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran
produk asuransi, dengan Bank berperan hanya mereferensikan
atau merekomendasikan suatu produk asuransi kepada nasabah.
Peran Bank dalam melakukan pemasaran terbatas sebagai
perantara dalam meneruskan informasi produk asuransi dari
perusahaan . . .
perusahaan asuransi mitra Bank kepada nasabah atau
menyediakan akses kepada perusahaan asuransi untuk
menawarkan produk asuransi kepada nasabah.
Aktivitas ini dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Referensi dalam Rangka Produk Bank
Bank mereferensikan atau merekomendasikan produk
asuransi yang menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu
produk perbankan kepada nasabah. Persyaratan keberadaan
produk asuransi tersebut dimaksudkan untuk kepentingan
dan perlindungan kepada Bank atas Risiko terkait dengan
produk yang diterbitkan atau jasa yang dilaksanakan oleh
Bank kepada nasabah. Dalam hal ini, pada hakikatnya
produk asuransi juga untuk melindungi debitur sebagai
pihak tertanggung meskipun dalam polis dicantumkan
banker’s clause karena Bank sebagai penerima manfaat.
Contoh produk Bank yang mempersyaratkan keberadaan
asuransi adalah:
a) Kredit pemilikan rumah yang disertai kewajiban asuransi
kebakaran terhadap rumah atau bangunan yang dibiayai
oleh Bank serta asuransi jiwa terhadap nasabah
peminjam (debitur).
b) Kredit kendaraan bermotor yang disertai kewajiban
asuransi kerugian terhadap kendaraan bermotor yang
dibiayai oleh Bank.
c) Kredit
. . .
c) Kredit kepada pegawai/pensiunan yang disertai
kewajiban asuransi jiwa terhadap nasabah peminjam
(debitur).
2) Referensi Tidak dalam Rangka Produk Bank
Bank mereferensikan produk asuransi yang tidak menjadi
persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan
kepada nasabah. Aktivitas kerjasama pemasaran ini dapat
dilakukan melalui:
a) Bank meneruskan brosur, leaflet, dan/atau hal-hal sejenis
yang memuat penawaran, informasi, dan/atau penjelasan
dari perusahaan asuransi mitra Bank atas suatu produk
asuransi kepada nasabah Bank, baik secara tatap muka
maupun melalui surat dan media elektronik, termasuk
menggunakan website Bank.
Dalam hal nasabah memerlukan informasi lebih lanjut
atau bermaksud membeli produk asuransi yang
direferensikan melalui pemasaran tersebut, maka Bank
harus mengarahkan nasabah ke perusahaan asuransi
mitra Bank yang bersangkutan.
b) Bank menyediakan ruangan di dalam lingkungan kantor
Bank yang dapat digunakan oleh perusahaan asuransi
mitra Bank dalam rangka pemasaran produk asuransi
(in-branch sales) kepada nasabah.
c) Bank . . .
c) Bank menyediakan data nasabah yang dapat digunakan
oleh perusahaan asuransi mitra Bank dalam rangka
pemasaran produk asuransi dengan mematuhi prinsip-
prinsip sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.3.
b. Kerjasama Distribusi
Kerjasama distribusi merupakan suatu aktivitas kerjasama
pemasaran produk asuransi, dengan Bank berperan memasarkan
produk asuransi dengan cara memberikan penjelasan mengenai
produk asuransi tersebut secara langsung kepada nasabah.
Penjelasan dari Bank dapat dilakukan melalui tatap muka dengan
nasabah dan/atau dengan menggunakan sarana komunikasi
(telemarketing), termasuk melalui surat, media elektronik, dan
website Bank.
Peran Bank tidak hanya sebagai perantara dalam meneruskan
informasi produk asuransi dari perusahaan asuransi mitra Bank
kepada nasabah, tetapi Bank juga memberikan penjelasan secara
langsung yang terkait dengan produk asuransi seperti
karakteristik, manfaat, dan Risiko dari produk yang dipasarkan
dan meneruskan minat atau permintaan pembelian produk
asuransi dari nasabah kepada perusahaan asuransi mitra Bank.
c. Integrasi Produk
Integrasi produk merupakan suatu aktivitas kerjasama pemasaran
produk asuransi, dengan Bank berperan memasarkan produk
asuransi
. . .
asuransi kepada nasabah dengan cara melakukan modifikasi
dan/atau menggabungkan produk asuransi dengan produk Bank.
Aktivitas kerjasama pemasaran ini dilakukan oleh Bank dengan
cara menawarkan atau menjual bundled product kepada nasabah
melalui tatap muka dan/atau dengan menggunakan sarana
komunikasi (telemarketing), termasuk melalui surat, media
elektronik, dan website Bank.
Dengan demikian, peran Bank tidak hanya meneruskan dan
memberikan penjelasan yang terkait dengan produk asuransi
kepada nasabah, tetapi juga menindaklanjuti aplikasi nasabah
atas bundled product, termasuk yang terkait dengan produk
asuransi kepada perusahaan asuransi mitra Bank.
2. Bank yang melakukan bancassurance harus mematuhi ketentuan
terkait yang berlaku di bidang perbankan dan perasuransian, antara
lain ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan manajemen
risiko, rahasia bank, transparansi informasi produk, dan ketentuan
otoritas pengawas perasuransian terutama yang terkait dengan
bancassurance.
3. Dalam melakukan bancassurance, Bank dilarang menanggung atau
turut menanggung Risiko yang timbul dari produk asuransi yang
ditawarkan. Segala Risiko dari produk asuransi tersebut menjadi
tanggungan perusahaan asuransi mitra Bank.
4. Bank yang melakukan bancassurance hanya dibolehkan
memasarkan produk asuransi yang dinyatakan dalam perjanjian
kerjasama antara Bank dengan perusahaan asuransi mitra Bank.
5. Produk . . .
5. Produk asuransi yang dinyatakan dalam perjanjian kerjasama adalah
produk yang telah tercatat di Bapepam dan LK, serta telah
memperoleh persetujuan dari Menteri Keuangan untuk dipasarkan
melalui bancassurance.
II.
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM RANGKA
BANCASSURANCE
A. Umum
1. Bank yang melakukan bancassurance wajib menerapkan
Manajemen Risiko sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko bagi
bank umum dan Surat Edaran Bank Indonesia ini, mengingat
Bank menghadapi berbagai Risiko yang melekat pada aktivitas
tersebut, terutama Risiko Hukum dan Risiko Reputasi.
2. Bank wajib menyusun kebijakan dan prosedur secara tertulis
mengenai bancassurance dengan berpedoman pada Peraturan
Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah
diubah
dengan Peraturan Bank
Indonesia
Nomor 11/25/PBI/2009 dan Surat Edaran Bank Indonesia ini.
B. Penerapan Manajemen Risiko dalam Beberapa Aspek Utama pada
Bancassurance
1. Penetapan Perusahaan Asuransi yang Menjadi Mitra Bank
Bank wajib melakukan penilaian terhadap perusahaan asuransi
yang menjadi mitra Bank dalam bancassurance dengan
memenuhi paling kurang hal-hal sebagai berikut:
a. Perusahaan
. . .
a. Perusahaan asuransi yang dapat dijadikan mitra Bank
adalah perusahaan asuransi yang memiliki tingkat
solvabilitas paling kurang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku berdasarkan data terkini dari Bapepam dan LK.
b. Bank wajib memastikan bahwa perusahaan asuransi mitra
Bank telah memperoleh surat persetujuan dari Menteri
Keuangan untuk melakukan bancassurance.
c. Bank wajib memantau, menganalisa, dan mengevaluasi
kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra Bank
secara berkala paling kurang sekali dalam 1 (satu) tahun
atau sewaktu-waktu apabila terjadi perubahan kondisi
kinerja dan/atau reputasi perusahaan asuransi mitra Bank
yang diketahui melalui berbagai sumber informasi.
d. Bank wajib mengakhiri kerjasama sebelum berakhirnya
perjanjian atau tidak memperpanjang kerjasama apabila:
1) perusahaan asuransi mitra Bank tidak lagi memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
dan/atau
2) menurunnya reputasi perusahaan asuransi mitra Bank
yang secara signifikan akan mempengaruhi profil
Risiko Bank.
e. Dalam hal Bank mengakhiri kerjasama sebagaimana
dimaksud pada huruf d, Bank wajib:
1) menghentikan pemasaran produk asuransi yang dimuat
dalam perjanjian kerjasama dimaksud; dan
2) menginformasikan . . .
2) menginformasikan kelanjutan penyelesaian hak dan
kewajiban nasabah sehubungan dengan produk
asuransi yang telah dipasarkan.
f. Dalam hal produk asuransi yang dipasarkan terkait dengan
unit link, Bank wajib memastikan bahwa perusahaan
asuransi mitra Bank memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) telah memenuhi persyaratan terkait unit link
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
yang mengatur mengenai penyelenggaraan usaha
perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi;
2) mencatat dan mengelola secara khusus kekayaan dan
kewajiban perusahaan asuransi mitra Bank yang
bersumber dari investasi produk unit link; dan
3) melaksanakan hal-hal lain yang diperlukan agar dana
investasi yang dipercayakan oleh nasabah dikelola
secara optimal, profesional, dan independen.
2. Penyusunan Perjanjian Kerjasama
Perjanjian kerjasama dalam rangka bancassurance antara Bank
dengan perusahaan asuransi mitra Bank, wajib disusun dengan
menggunakan Bahasa Indonesia dan paling kurang memuat
hal-hal sebagai berikut :
a. Kejelasan hak dan kewajiban masing-masing pihak (Bank
dan perusahaan asuransi mitra Bank), terutama adanya
klausula yang menyatakan tanggung jawab masing-masing
pihak dalam melakukan bancassurance, antara lain sebagai
berikut:
1) Untuk . . .
1) Untuk model bisnis Referensi dan/atau Kerjasama
Distribusi, Bank tidak menanggung Risiko atas produk
asuransi yang dijual.
2) Untuk model bisnis Integrasi Produk, Bank hanya
bertanggung jawab sebatas Risiko dari produk Bank.
b. Klausula khusus terkait dengan model bisnis dan/atau fitur
khusus produk asuransi untuk model bisnis Kerjasama
Distribusi terkait produk unit link, yaitu antara lain
perusahaan asuransi mitra Bank harus mencatat dan
mengelola secara khusus kekayaan dan kewajiban
perusahaan asuransi yang bersumber dari investasi produk
unit link.
c. Setiap perjanjian bancassurance hanya dapat memuat
secara spesifik 1 (satu) model bisnis untuk 1 (satu) produk
asuransi atau 1 (satu) bundled product yang dipasarkan.
d. Jangka waktu perjanjian.
e. Kejelasan tanggung jawab masing-masing pihak yaitu
Bank atau perusahaan asuransi mitra Bank dalam
melaksanakan kewajiban customer due diligence (CDD)
atau know your customer (KYC).
f. Penetapan klausula yang memuat kondisi yang
menyebabkan berakhirnya perjanjian kerjasama, termasuk
klausula yang memungkinkan Bank menghentikan
kerjasama sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian
sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.1.d atau atas
perintah Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
butir II.B.4.g.
g. Kejelasan . . .
g. Kejelasan penyelesaian hak dan kewajiban masing-masing
pihak (Bank atau perusahaan asuransi mitra Bank),
termasuk kewajiban kepada pihak tertanggung dan/atau
pihak penerima manfaat, apabila perjanjian kerjasama
berakhir, baik karena berakhirnya jangka waktu perjanjian
kerjasama maupun karena dihentikan sebagaimana
dimaksud pada huruf f.
h. Kejelasan batas tanggung jawab Bank dan perusahaan
asuransi mitra Bank pada setiap produk yang dipasarkan
apabila terjadi perselisihan dengan nasabah.
i. Kewajiban para pihak untuk menjaga kerahasiaan data
nasabah.
3. Penggunaan Data Nasabah
a. Dalam menggunakan data nasabah, Bank harus memenuhi
ketentuan:
1) Pasal 40 dan Pasal 44A Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
juncto Peraturan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai persyaratan dan tata cara pemberian perintah
atau izin tertulis membuka rahasia bank.
2) Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
transparansi produk bank dan penggunaan data pribadi
nasabah.
Berdasarkan . . .
Berdasarkan ketentuan di atas, dalam bancassurance, Bank
hanya dapat memberikan data pribadi nasabah kepada
perusahaan asuransi mitra Bank sepanjang telah terdapat
persetujuan tertulis dari nasabah.
b. Dalam melakukan bancasssurance, Bank dan perusahaan
asuransi mitra Bank wajib menerapkan customer due
dilligence atau know your customer principle sesuai
ketentuan yang berlaku.
4. Penerapan Prinsip Perlindungan Nasabah.
a. Dalam melakukan bancassurance, Bank wajib menerapkan
prinsip-prinsip transparansi dengan menjelaskan secara
lisan dan tertulis kepada nasabah antara lain sebagai
berikut:
1) Asuransi yang dipasarkan bukan merupakan produk
dan tanggung jawab Bank serta tidak termasuk dalam
cakupan program penjaminan sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan perundang-undangan mengenai
lembaga penjamin simpanan, meskipun terdapat logo
dan/atau atribut Bank dalam brosur atau dokumen
pemasaran (marketing) lainnya yang digunakan dalam
model bisnis Kerjasama Distribusi dan Integrasi
Produk.
2) Penggunaan . . .
2) Penggunaan logo dan/atau atribut Bank lainnya dalam
brosur atau dokumen pemasaran (marketing) lainnya
yang digunakan dalam model bisnis Kerjasama
Distribusi dan Integrasi Produk sebagaimana
dimaksud pada angka 1) hanya bertujuan untuk
menunjukkan adanya kerjasama antara Bank dengan
perusahaan asuransi mitra Bank.
3) Karakteristik asuransi mencakup antara lain fitur,
Risiko, manfaat, biaya-biaya asuransi, persyaratan
kepesertaan, dan prosedur klaim oleh nasabah.
b. Bank harus memastikan bahwa logo dan atribut Bank tidak
dicantumkan dalam polis asuransi.
c. Untuk asuransi yang bersifat kolektif, setiap nasabah harus
memperoleh tanda kepesertaan. Dalam hal Bank yang
menerbitkan tanda kepesertaan, maka tanda kepesertaan
tersebut harus menyatakan secara jelas bahwa Risiko
asuransi menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi.
d. Bank harus transparan kepada nasabah mengenai biaya-
biaya yang harus dibayar, termasuk apabila dalam premi
asuransi yang harus dibayar terdapat perhitungan
komponen biaya lain seperti biaya provisi, biaya
administrasi, dan/atau komisi yang diberikan perusahaan
asuransi mitra Bank kepada Bank dalam rangka
bancassurance.
e. Khusus . . .
e. Khusus untuk bancassurance melalui model bisnis
Kerjasama Distribusi dan Integrasi Produk:
1) Bank harus memastikan bahwa nasabah telah
memahami penjelasan mengenai manfaat dan Risiko
produk baik yang dilakukan secara lisan maupun
tertulis sebagaimana tercantum dalam dokumen
pemasaran/ penawaran.
2) Pernyataan nasabah bahwa nasabah telah memahami
manfaat dan Risiko produk sebagaimana dimaksud
pada angka 1) harus dituangkan dalam dokumen
tertulis yang terpisah, dibuat dalam bahasa Indonesia,
dan ditandatangani oleh nasabah dengan
menggunakan tanda tangan basah.
3) Bank harus memastikan bahwa pihak nasabah yang
menandatangani dokumen tertulis merupakan pihak
yang berwenang menandatangani.
f. Bank harus memastikan bahwa produk asuransi yang
dipasarkan telah memenuhi peraturan perundang-undangan
yang berlaku di bidang perasuransian antara lain:
1) kriteria produk dan/atau persyaratan produk; dan
2) kewajiban pelaporan produk.
g. Bank Indonesia dapat memerintahkan Bank untuk
menghentikan bancassurance dalam hal berdasarkan
evaluasi Bank Indonesia,
dilaksanakan:
bancassurance yang
1) tidak . . .
1)
tidak sesuai dengan rencana pelaksanaan aktivitas
baru berupa bancassurance yang dilaporkan kepada
Bank Indonesia dan/atau persetujuan bancassurance
dari Menteri Keuangan dan/atau pencatatan produk
asuransi dari Bapepam dan LK;
2) berpotensi berdampak negatif terhadap kinerja Bank;
dan/atau
3)
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
h. Sejak Bank diperintahkan menghentikan bancassurance
sebagaimana dimaksud pada huruf g, maka Bank:
1) dilarang melanjutkan pemasaran atas produk
bancassurance dimaksud; dan
2) bertanggung jawab kepada nasabah sebatas kewajiban
Bank sesuai perjanjian antara Bank dengan
perusahaan asuransi mitra Bank.
C. Penerapan Manajemen Risiko pada Setiap Model Bisnis
Bancassurance
1. Referensi
Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek
utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B,
Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model
bisnis Referensi sebagai berikut:
a. Dalam melakukan model bisnis berupa Referensi dalam
Rangka Produk Bank sebagaimana dimaksud dalam butir
I.1.a.1):
1) Untuk . . .
1) Untuk mengakomodasi kebebasan nasabah Bank dalam
memilih produk asuransi yang diwajibkan, Bank harus
menawarkan pilihan produk asuransi dimaksud paling
kurang dari 3 (tiga) perusahaan asuransi mitra Bank
yang 1 (satu) diantaranya dapat merupakan Pihak
Terkait Bank. Definisi Pihak Terkait mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia mengenai Batas Maksimum
Pemberian Kredit.
2) Produk asuransi yang direferensikan terbatas hanya
merupakan produk asuransi yang bersifat
proteksi/perlindungan dan produk asuransi tersebut
merupakan persyaratan untuk memperoleh suatu
produk perbankan bagi nasabah.
b. Dalam melakukan model bisnis berupa Referensi Tidak
dalam Rangka Produk Bank sebagaimana dimaksud dalam
butir I.1.a.2) yang dilakukan antara lain melalui in-branch
sales sebagaimana dimaksud dalam butir I.1.a.2)b),
perusahaan asuransi mitra Bank yang menggunakan
ruangan/counter/meja yang disediakan Bank harus tetap
menunjukkan nama perusahaan asuransi mitra Bank secara
jelas pada ruangan/counter/meja yang digunakan. Selain itu,
pegawai asuransi yang melakukan pemasaran pada
ruangan/counter/meja tersebut harus tetap menggunakan
identitas pegawai perusahaan asuransi mitra Bank dan tidak
diperkenankan memakai seragam yang sama dengan
pegawai Bank.
2. Kerjasama . . .
2. Kerjasama Distribusi
Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek
utama bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir II.B,
Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu pada model
bisnis Kerjasama Distribusi sebagai berikut:
a. Bank harus memiliki unit kerja khusus bancassurance atau
pejabat yang ditunjuk khusus untuk bertanggungjawab
atas bancassurance di Bank, dengan cakupan tugas
melakukan pengembangan, pemasaran, dan pengelolaan
bancassurance.
b. Pegawai Bank yang menangani bancassurance wajib
memenuhi kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku antara
lain:
1) memiliki sertifikasi keagenan yang dikeluarkan oleh
asosiasi terkait; dan
2)
telah memperoleh pelatihan mengenai produk asuransi
yang akan dipasarkan.
c. Pegawai marketing atau customer service Bank dapat
melakukan penawaran awal produk asuransi dalam
bancassurance namun penjelasan lengkap atas produk
asuransi tersebut dan tindak lanjut penawaran harus
dilakukan oleh Pegawai Bank yang memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada huruf b.
d. Bank bertanggung jawab hanya sampai dengan penawaran
produk asuransi, sedangkan proses underwriting, penerbitan
polis, perubahan polis, klaim, dan perbuatan lain yang terkait
dengan . . .
dengan produk asuransi tetap harus dilaksanakan dan
merupakan tanggung jawab dari perusahaan asuransi mitra
Bank.
e. Bank hanya diperkenankan melakukan Kerjasama Distribusi
terkait dengan:
1) produk asuransi yang bersifat proteksi/perlindungan;
dan/atau
2) produk unit link.
f. Bank yang melakukan Kerjasama Distribusi produk unit link
sebagaimana dimaksud dalam butir e.2) wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1) memiliki unit kerja khusus bancassurance;
2) mencantumkan klausula dalam perjanjian kerjasama
yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi mitra
Bank bertanggung jawab secara penuh atas pengelolaan
dana investasi produk unit link tersebut;
3) menyatakan secara jelas bahwa pengelolaan dana
investasi produk unit link dilakukan dan merupakan
tanggung jawab perusahaan asuransi dalam dokumen
yang memberikan penjelasan manfaat dan Risiko
produk unit link sebagaimana dimaksud dalam butir
II.B.4.e.1);
4) Produk yang dipasarkan terbatas pada produk unit link
yang memiliki strategi investasi pasar uang dan/atau
strategi investasi pendapatan tetap sesuai ketentuan
mengenai produk unit link yang diatur oleh otoritas
pengawas perasuransian.
5) Selain . . .
5) Selain memiliki kualifikasi sebagaimana dimaksud
dalam butir II.C.2.b, pegawai Bank yang menangani
produk unit link wajib memiliki keahlian dan sertifikasi
keagenan khusus produk unit link.
6) Kegiatan pemasaran produk unit link harus dilakukan
oleh pegawai Bank.
g. Bank wajib menjaga kecukupan jumlah pegawai yang
memiliki sertifikasi keagenan di setiap kantor yang
melakukan bancassurance.
3. Integrasi Produk
Selain penerapan Manajemen Risiko dalam beberapa aspek
utama
bancassurance
sebagaimana dimaksud dalam
butir II.B, Bank harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu
pada model bisnis Integrasi Produk sebagai berikut:
a. Bundled product yang dipasarkan tetap harus dapat
dipisahkan atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank
dan bagian produk yang menjadi Risiko perusahaan asuransi
mitra Bank sehingga Risiko masing-masing dapat
diidentifikasi, diukur, dipantau, dan dikendalikan.
b. Bank hanya diperkenankan melakukan Integrasi Produk
terkait dengan produk asuransi yang bersifat proteksi/
perlindungan.
c. Dalam hal pemasaran dilakukan menggunakan sarana
komunikasi seperti melalui surat, media elektronik, dan
website Bank, maka sarana tersebut hanya sebagai media
pengenalan . . .
pengenalan awal mengenai bundled product dan proses
selanjutnya tetap harus melalui tatap muka dengan nasabah
untuk penjelasan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada
huruf d.
d. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah secara lisan dan
tertulis atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan
bagian yang menjadi Risiko perusahaan asuransi mitra Bank,
serta hak dan kewajiban Bank, perusahaan asuransi mitra
Bank, dan nasabah.
e. Nasabah secara individual harus mendapatkan polis asuransi
atau tanda bukti kepesertaan dalam hal nasabah
diikutsertakan dalam produk asuransi kolektif sebagaimana
dimaksud dalam butir II.B.4.c
f. Bank wajib membentuk unit kerja khusus bancassurance
dengan tugas melakukan pengembangan, pemasaran, dan
pengelolaan bundled product. Dalam hal Bank melakukan
bancassurance dengan model bisnis lainnya, maka unit kerja
ini juga sekaligus menangani bancassurance dalam bentuk
model bisnis lainnya tersebut.
g. Pejabat dan/atau pegawai yang tergabung dalam unit kerja
khusus bancassurance wajib memenuhi kualifikasi sesuai
ketentuan yang berlaku antara lain:
1) memiliki sertifikasi keagenan yang dikeluarkan oleh
asosiasi terkait; dan
2)
telah memperoleh pelatihan mengenai asuransi yang
akan dipasarkan.
h. Bank . . .
h. Bank hanya diperkenankan mulai melakukan pemasaran,
apabila perusahaan asuransi mitra Bank telah memperoleh
persetujuan bancassurance dengan model bisnis Integrasi
Produk dari Menteri Keuangan dan/atau pencatatan bundled
product dari Bapepam dan LK.
i. Masa pertanggungan asuransi paling kurang harus sama
dengan jangka waktu produk yang dibeli oleh nasabah.
j. Bank wajib menjaga kecukupan jumlah pegawai yang
memiliki sertifikasi keagenan di setiap kantor yang
melakukan bancassurance.
k. Nama produk yang merupakan bundled product harus
mencerminkan bahwa produk tersebut merupakan gabungan
produk Bank dan produk asuransi.
III. PELAPORAN
A. Laporan Aktivitas Baru Bancassurance
1. Bank yang pertama kali melakukan bancassurance wajib
mencantumkan rencana bancassurance sebagai aktivitas baru
dalam Rencana Bisnis Bank tahun yang sama dengan tahun
rencana pelaksanaan aktivitas.
Kewajiban menyusun Rencana Bisnis Bank mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai rencana bisnis
bank umum. Format pencantuman laporan aktivitas baru berupa
bancassurance dalam Rencana Bisnis Bank mengacu pada
Lampiran 1 Surat Edaran Bank Indonesia ini.
2. Bank . . .
2. Bank yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
pada angka 1 atau sebelumnya telah melakukan bancassurance,
wajib menyampaikan laporan untuk setiap pelaksanaan
bancassurance yang telah memenuhi kriteria aktivitas baru
kepada Bank Indonesia yang terdiri dari:
a. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance; dan
b. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance.
3. Aktivitas berupa bancassurance ditetapkan sebagai aktivitas
baru apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Bank sebelumnya tidak pernah melakukan bancassurance;
atau
b. Bank sebelumnya telah melakukan bancassurance namun
dilakukan pengembangan yang mengubah atau
meningkatkan Risiko tertentu bagi Bank terkait dengan
bancassurance yang dilakukan, antara lain: perubahan model
bisnis, perubahan perusahaan asuransi mitra, perubahan
premi, perubahan manfaat, perubahan jangka waktu,
perubahan nama produk, perubahan syarat, dan perubahan
lainnya, yang memerlukan persetujuan dari Menteri
Keuangan dan/atau pelaporan kepada Bapepam dan LK
terkait dengan produk asuransi yang ditawarkan.
4. Penyampaian . . .
4. Penyampaian Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru
berupa bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 2
huruf a dilakukan sebagai berikut:
a. Laporan wajib disampaikan paling lambat 60 (enam puluh)
hari sebelum pelaksanaan aktivitas baru berupa
bancassurance.
b. Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan format
pada Lampiran 2 Surat Edaran Bank Indonesia ini, paling
kurang memuat informasi dan penjelasan sebagai berikut:
1)
informasi umum yang antara lain memuat tujuan,
gambaran potensial nasabah, analisa kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, Threats/ SWOT)
bancassurance, produk asuransi yang dipasarkan serta
model bisnis yang akan dilaksanakan;
2) penilaian dan analisa solvabilitas serta perizinan
perusahaan asuransi mitra Bank;
3)
analisa manfaat dan biaya (cost and benefit analysis);
4) Manajemen Risiko yang meliputi identifikasi,
pengukuran, pemantauan, dan pengendalian terhadap
Risiko yang melekat atas aktivitas berupa
bancassurance;
5) prosedur pelaksanaan (standard operating
procedure/SOP), organisasi dan kewenangan
pelaksanaan bancassurance dengan memperhatikan
pengaturan mengenai penerapan manajemen risiko;
6) kesiapan . . .
6) kesiapan unit kerja khusus bancassurance dan/atau
pejabat yang bertanggung jawab atas bancassurance
serta kesiapan sumber daya manusia pemasaran
bancassurance;
7) hasil analisa aspek hukum dan aspek kepatuhan
mengenai bancassurance;
8) kesiapan sistem informasi Bank terkait bancassurance;
9) kebijakan dan prosedur terkait dengan penerapan
program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan
Pendanaan Teroris (APU dan PPT);
10) dokumen yang terkait dengan aktivitas berupa
bancassurance antara lain konsep perjanjian kerjasama
dengan perusahaan asuransi mitra Bank;
11) dokumen dalam rangka transparansi kepada nasabah
yang meliputi antara lain brosur, leaflet, dan/atau
formulir aplikasi; dan
12) surat persetujuan kerjasama bancassurance dari
Menteri Keuangan dan surat pernyataan pencatatan
produk asuransi dari Bapepam dan LK.
Dalam hal surat persetujuan dari Menteri Keuangan
dan/atau surat pernyataan pencatatan dari Bapepam dan
LK belum diterbitkan, Bank dapat menyampaikan
kepada Bank Indonesia bukti permohonan persetujuan
dan pencatatan tersebut. Setelah surat persetujuan
kerjasama bancassurance dan surat pernyataan
pencatatan produk asuransi telah diterbitkan, Bank
wajib menyampaikannya kepada Bank Indonesia.
c. Bank . . .
c. Bank dapat melaksanakan bancassurance 1 (satu) hari
setelah menerima penegasan dari Bank Indonesia.
Penegasan dari Bank Indonesia diberikan paling lambat
60 (enam puluh) hari setelah seluruh persyaratan dipenuhi
dan dokumen pelaporan diterima secara lengkap oleh Bank
Indonesia termasuk surat persetujuan dan surat pencatatan
yang sudah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada
butir.b.12).
5. Dalam hal Bank belum melakukan aktivitas baru berupa
bancassurance setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan
sejak tanggal surat penegasan dari Bank Indonesia maka surat
penegasan dimaksud dinyatakan tidak berlaku dan Bank harus
menyampaikan kembali Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas
Baru berupa Bancassurance sesuai ketentuan dalam Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
6. Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf b
wajib disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah
pelaksanaan aktivitas baru berupa bancassurance.
Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance paling kurang memuat informasi dan penjelasan
sebagai berikut:
a. Nama dan jenis produk serta model bisnis yang dilakukan;
b. tanggal pelaksanaan aktivitas baru yaitu tanggal produk
asuransi pertama kali mulai dipasarkan dan dapat
dimanfaatkan oleh nasabah; dan
c. kesesuaian . . .
c. kesesuaian aktivitas baru berupa bancassurance yang
dilaksanakan dengan Laporan Rencana Pelaksanaan
Aktivitas Baru berupa Bancassurance yang telah
disampaikan.
7. Bank dinyatakan telah merealisasikan aktivitas baru berupa
bancassurance pada saat Bank sudah memasarkan produk
asuransi dan fungsi Bank dalam bancassurance sudah dapat
dimanfaatkan oleh nasabah.
B. Laporan Berkala Bancassurance
1. Bank yang melakukan bancassurance wajib menyusun Laporan
Berkala Bancassurance secara bulanan.
2. Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud pada
angka 1 disampaikan kepada Bank Indonesia
setiap 3 (tiga) bulan atau triwulanan yang meliputi posisi setiap
akhir bulan untuk periode 3 (tiga) bulan berturut-turut dengan
menggunakan format sesuai Lampiran 3 Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
3. Penyampaian Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana
dimaksud pada angka 2 dilakukan paling lambat 15 (lima belas)
hari setelah akhir bulan ke-3 (tiga) dari triwulan yang
bersangkutan. Yang dimaksud akhir triwulan adalah akhir bulan
Maret, Juni, September, dan Desember.
Untuk pertama kali, Laporan Berkala Bancassurance
disampaikan untuk posisi akhir bulan Juni 2011.
Dalam . . .
Dalam hal tanggal 15 (lima belas) adalah hari libur maka laporan
disampaikan paling lambat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya
setelah hari libur dimaksud.
C. Penyampaian Laporan
1. Laporan Rencana Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.2.a dan
Laporan Realisasi Pelaksanaan Aktivitas Baru berupa
Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam butir III.A.2.b
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat:
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin
No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat
di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor
pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
2. Laporan Berkala Bancassurance sebagaimana dimaksud dalam
butir III.B.1 disampaikan secara on-line melalui Laporan Kantor
Pusat Bank Umum (LKPBU) kepada Bank Indonesia dengan
mengacu pada ketentuan Bank Indonesia mengenai Laporan
Kantor Pusat Bank Umum.
3. Selama Laporan Berkala Bancassurance belum dapat
disampaikan secara on-line melalui LKPBU, laporan tersebut
wajib disampaikan secara off-line kepada Bank Indonesia dengan
alamat sebagai berikut:
a. Direktorat
. . .
a. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Jl. M.H. Thamrin
No. 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat
di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank yang berkantor
pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia,
dengan tembusan kepada Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan c.q. Biro Stabilitas Sistem Keuangan,
Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350.
IV. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Pelanggaran atas penerapan Manajemen Risiko sebagaimana
dimaksud dalam angka II Surat Edaran ini dikenakan sanksi
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Peraturan Bank
Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009, antara lain berupa:
a.
teguran tertulis;
b. penurunan tingkat kesehatan Bank;
c. pembekuan kegiatan usaha tertentu;
d. pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, dan/atau
pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat
predikat tidak lulus dalam penilaian kemampuan dan kepatutan
atau dalam catatan administrasi Bank Indonesia sebagaimana
diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; dan/atau
e. pemberhentian pengurus Bank.
2. Pelanggaran . . .
2. Pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam
butir III.A.4, dan butir III.A.6 dikenakan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33 Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/25/PBI/2009
tanggal 1 Juli 2009.
V. KETENTUAN PERALIHAN
1. Pemasaran produk asuransi dan/atau bundled product yang telah
dilakukan oleh Bank sebelum berlakunya Surat Edaran ini dan masih
berjalan, dinyatakan sebagai bancassurance sebagaimana dimaksud
dalam Surat Edaran ini sepanjang telah disesuaikan.
2. Terhadap produk asuransi dan/atau bundled product sebagaimana
dimaksud pada angka 1 yang tidak dapat disesuaikan dan/atau
bertentangan dengan Surat Edaran ini, Bank wajib melakukan hal-hal
sebagai berikut:
a. segera menghentikan penjualan produk tersebut dan/atau
mengalihkan sepenuhnya kepada perusahaan asuransi mitra
Bank yang bersangkutan;
b. melakukan hal-hal yang diperlukan terkait dengan kelanjutan
produk yang telah dijual melalui bancassurance untuk
kepentingan nasabah sesuai yang telah diperjanjikan antara
Bank, perusahaan asuransi mitra Bank, dan/atau nasabah sampai
dengan berakhirnya masa pertanggungan asuransi dan/atau
jangka . . .
jangka waktu produk Bank. Terhadap produk asuransi dan/atau
bundled product yang telah berjalan tersebut, Bank dilarang
melakukan aktivitas yang terkait dengan perpanjangan jangka
waktu dan/atau penambahan nilai kontrak; dan
c. menjelaskan kembali kepada nasabah secara lisan dan tertulis
atas bagian produk yang menjadi Risiko Bank dan bagian yang
menjadi Risiko perusahaan asuransi mitra Bank, serta hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
3. Bank yang telah melakukan bancassurance namun pelaksanaan
aspek utama bancassurance belum sesuai dengan persyaratan yang
diatur dalam ketentuan ini wajib menyesuaikan paling lambat
6 (enam) bulan sejak Surat Edaran ini berlaku.
4. Bank yang telah memiliki kebijakan dan prosedur tertulis penerapan
Manajemen Risiko pada bancassurance sebelum Surat Edaran ini
berlaku, wajib menyesuaikan kebijakan dan prosedur tersebut paling
lambat 6 (enam) bulan sejak Surat Edaran ini berlaku.
VI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat Edaran
Bank Indonesia No. 6/43/DPNP tanggal 7 Oktober 2004 perihal
Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Kerjasama
Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 23 Desember
2010.
Agar . . .
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Bserita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
MULIAMAN D. HADAD
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/35/DPNP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi (Bancassurance) </reg_title>
<set_date> 23 Desember 2010 </set_date>
<effective_date> 23 Desember 2010 </effective_date>
<replaced_reg> '6/43/DPNP|SE-BI/2004' </replaced_reg>
<related_reg> '5/8/PBI/2003', '11/25/PBI/2009' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi IV' </penalty_list>
|
No.7/4/DPM
Jakarta, 1 Februari 2005
November 2003
SURAT EDARAN
Kepada
BANK, PERANTARA PEDAGANG EFEK, DAN
PIALANG PASAR UANG RUPIAH DAN VALUTA ASING
Perihal : Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 6/5/DPM tanggal 16 Februari
2004 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan
Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI)
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/9/PBI/2002 tanggal
18 November 2002 tentang Operasi Pasar Terbuka (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4243) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir kali
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/33/PBI/2004 tanggal 31 Desember 2004
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4463), dipandang perlu untuk
mengubah beberapa butir dalam Surat Edaran Nomor 6/5/DPM tanggal 16 Februari
2004 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia
dalam Rupiah (FASBI) sebagai berikut:
I. Mengubah ketentuan butir II.A.1. sehingga butir II.A.1. seluruhnya berbunyi
sebagai berikut:
“1. Jangka waktu FASBI maksimum 14 (empat belas) hari dihitung dari
tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh waktu.”
II. Menambahkan …
2
II. Menambahkan ketentuan butir II.B dengan satu ketentuan baru yaitu angka 12,
yang berbunyi sebagai berikut:
“12. Dalam hal tanggal jatuh waktu transaksi FASBI bertepatan dengan hari
libur maka tanggal jatuh waktu transaksi FASBI dimaksud ditetapkan
pada hari kerja berikutnya.”
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari
2005.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 7/4/DPM|SE-BI/2005 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Atas Surat Edaran Nomor 6/5/DPM tanggal 16 Februari 2004 perihal Pelaksanaan dan Penyelesaian Fasilitas Simpanan Bank Indonesia dalam Rupiah (FASBI) </reg_title>
<set_date> 1 Februari 2005 </set_date>
<effective_date> 1 Februari 2005 </effective_date>
<changed_reg> '6/5/DPM|SE-BI/2004' </changed_reg>
<related_reg> '6/33/PBI/2004', '4/9/PBI/2002', '6/5/DPM|SE-BI/2004' </related_reg>
|
No. 12/10/DPM
2010
Jakarta, 30 Maret 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA PEDAGANG VALUTA ASING BUKAN BANK
DI INDONESIA
Perihal : Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta Asing
Bukan Bank
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 12/3/PBI/2010 tanggal 1 Maret 2010 tentang Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta
Asing Bukan Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor
46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5118), perlu
ditetapkan Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank
sebagaimana terdapat dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan
Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank
tersebut merupakan acuan standar minimum yang wajib dipenuhi oleh Pedagang
Valuta Asing Bukan Bank dalam menyusun Pedoman Penerapan Program Anti
Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme.
Ketentuan . . .
2
Ketentuan dalam Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 30 Maret
2010.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDAR
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/10/DPM|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Pedoman Standar Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme pada Pedagang Valuta Asing Bukan Bank </reg_title>
<set_date> 30 Maret 2010 </set_date>
<effective_date> 30 Maret 2010 </effective_date>
<related_reg> '12/3/PBI/2010' </related_reg>
|
No. 13/ 19 /DSM
Jakarta, 10 Juni 2011
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal Laporan Bulanan
Bank Umum Syariah
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/26/PBI/2003 tentang Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 4336) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 13/12/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5203), perlu dilakukan
perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/31/DSM tanggal 1 Desember
2003 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Syariah sebagaimana telah diubah dengan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/5/DSM tanggal 13 Februari 2008 sebagai
berikut:
1.Ketentuan ...
1. Ketentuan Bab IV diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
IV. PENYAMPAIAN LAPORAN DAN KOREKSI LAPORAN
1. Penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan kepada Bank Indonesia yang
dilakukan secara online melalui fasilitas ekstranet Bank Indonesia atau melalui
saluran telepon khusus ke Remote Access Server (RAS) Bank Indonesia, diatur
dalam Petunjuk Teknis Penyusunan Laporan Bulanan Bank Umum Syariah
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Nomor
5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal Laporan Bulanan Bank Umum
Syariah.
2. Tata cara penyampaian Laporan kepada Bank Indonesia:
a. Bank Pelapor menyampaikan Laporan baik secara online maupun offline
dengan menggunakan sandi Bank Pelapor.
b. Untuk keperluan pelaporan, sebelum melakukan kegiatan operasional, Bank
Pelapor mengajukan surat permohonan untuk memperoleh:
1) sandi Bank Pelapor dengan melampirkan izin pembukaan kantor Bank
dari Bank Indonesia;
2) user ID dan password Remote Access Server (RAS); dan
3) user ID dan password aplikasi, dengan melampirkan nama petugas dan
penanggung jawab Laporan.
c. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf b disampaikan kepada
Bank Indonesia, Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Tim
Statistik Moneter, Keuangan, dan Fiskal, Menara Sjafruddin Prawiranegara,
Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350.
d. Bank Indonesia menyampaikan secara tertulis sandi Bank Pelapor, user ID
dan password Remote Access Server (RAS), serta user ID dan password
aplikasi kepada Bank.
e. Bank...
e. Bank Pelapor dapat menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan
secara offline dalam hal sebagai berikut:
1) Bank Pelapor berkedudukan di daerah yang belum tersedia fasilitas
komunikasi, sehingga tidak memungkinkan untuk menyampaikan
Laporan dan/atau koreksi Laporan secara online;
2) Bank Pelapor baru dibuka, dalam batas waktu paling lama 2 (dua) bulan
setelah melakukan kegiatan operasional; dan/atau
3) Bank Pelapor mengalami gangguan teknis dalam menyampaikan
Laporan dan/atau koreksi Laporan, dengan disertai pemberitahuan
tertulis kepada Bank Indonesia mengenai sebab-sebab terjadinya
gangguan teknis tersebut.
f. Bank Pelapor juga dapat menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan
secara offline apabila terdapat gangguan teknis dan/atau gangguan lainnya
pada sistem atau jaringan telekomunikasi di Bank Indonesia. Bank
Indonesia memberitahukan mengenai terjadinya gangguan tersebut secara
tertulis atau dengan menggunakan sarana lain kepada Bank Pelapor.
g. Penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan kepada Bank Indonesia
secara offline dilakukan dengan menggunakan disket atau compact disk
(CD) dan hasil cetak komputer (hard copy) disertai dengan pemberitahuan
tertulis alasan penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan secara offline
yang ditujukan kepada:
1) Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter c.q. Tim Statistik Moneter,
Keuangan, dan Fiskal, Menara Sjafruddin Prawiranegara, Jl. M.H.
Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350, bagi Bank Pelapor yang berkedudukan
di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
2) Kantor Bank Indonesia setempat, bagi Bank Pelapor yang berkedudukan
di luar wilayah Kantor Pusat Bank Indonesia.
2. Ketentuan...
2. Ketentuan Bab V diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
V. ALAMAT PENYAMPAIAN PERTANYAAN DAN INFORMASI
1. Pertanyaan yang berkaitan dengan teknis dan cara pelaporan, program data
entry, serta materi Laporan disampaikan kepada Direktorat Statistik Ekonomi
dan Moneter c.q. Tim Statistik Moneter, Keuangan, dan Fiskal, Menara
Sjafruddin Prawiranegara, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2, Jakarta 10350.
2. Pertanyaan yang berkaitan dengan materi Laporan disampaikan kepada
Direktorat Perbankan Syariah, Menara Radius Prawiro, Jl. M.H. Thamrin
Nomor 2, Jakarta 10350.
3. Pertanyaan yang berkaitan dengan aplikasi dan otomasi Laporan disampaikan
kepada Help Desk Teknologi Informasi Bank Indonesia, Jl.M.H. Thamrin
Nomor 2 Jakarta 10350, Telp. 021-3818000 (Hunting), email address:
helpdesk@bi.go.id.
4. Bagi Bank Pelapor yang berkedudukan di wilayah kerja Kantor Bank
Indonesia, pertanyaan yang berkaitan dengan teknis dan cara pelaporan,
program data entry, serta materi Laporan, dapat disampaikan kepada Kantor
Bank Indonesia setempat.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 10
Juni 2011.
Agar...
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HARTADI A. SARWONO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 13/19/DSM|SE-BI/2011 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/31/DSM tanggal 1 Desember 2003 perihal Laporan Bulanan Bank Umum Syariah </reg_title>
<set_date> 10 Juni 2011 </set_date>
<effective_date> 10 Juni 2011 </effective_date>
<changed_reg> '5/31/DSM|SE-BI/2003' </changed_reg>
<extension_of> '10/5/DSM|SE-BI/2008' </extension_of>
<related_reg> '5/26/PBI/2003', '13/12/PBI/2011', '5/31/DSM|SE-BI/2003', '10/5/DSM|SE-BI/2008' </related_reg>
|
No.15/ 41 /DKMP
Jakarta, 1 Oktober 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dan Giro
Wajib Minimum berdasarkan Loan to Deposit Ratio
dalam Rupiah.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank
Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5158) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/7/PBI/2013 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5446), dipandang perlu untuk
mengatur kembali mengenai tata cara perhitungan Giro Wajib Minimum
Sekunder dan Giro Wajib Minimum berdasarkan Loan to Deposit Ratio
dalam Rupiah dalam Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. UMUM
A. Sesuai dengan Pasal 9 Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/7/PBI/2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum
Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing,
tata cara pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) Sekunder dalam
Rupiah diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
B. Sesuai ...
B. Sesuai dengan Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/7/PBI/2013 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum
Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing,
tata cara pemenuhan Giro Wajib Minimum berdasarkan Loan to
Deposit Ratio (GWM LDR) dalam Rupiah diatur lebih lanjut dalam
Surat Edaran Bank Indonesia.
II. CAKUPAN PENGATURAN
A. GWM Sekunder dalam Rupiah
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. GWM Sekunder adalah cadangan minimum yang wajib
dipelihara oleh Bank berupa Sertifikat Bank Indonesia,
Sertifikat Deposito Bank Indonesia, Surat Berharga Negara,
dan/atau Excess Reserve, yang besarnya ditetapkan oleh Bank
Indonesia sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga
(DPK).
2. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI
adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek.
3. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat
SDBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek yang dapat diperdagangkan hanya
antar Bank.
4. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN adalah
surat berharga yang terdiri dari Surat Utang Negara dalam
mata uang Rupiah dan Surat Berharga Syariah Negara dalam
mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik
Indonesia.
5. Surat ...
5. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN adalah
SUN sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara, yang terdiri dari
Obligasi Negara dan Surat Perbendaharaan Negara, namun
terbatas hanya dalam mata uang Rupiah.
6. Obligasi Negara yang selanjutnya disingkat ON adalah SUN
yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan
kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.
7. Surat Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat SPN
adalah SUN yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua
belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
8. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN adalah SBSN sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan mengenai Surat Berharga Syariah Negara
yang terdiri atas SBSN Jangka Panjang dan SBSN Jangka
Pendek namun terbatas hanya dalam mata uang Rupiah.
9. SBSN Jangka Panjang adalah SBSN yang berjangka waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran imbalan
berupa kupon dan/atau secara diskonto.
10. SBSN Jangka Pendek atau dapat disebut Surat
Perbendaharaan Negara Syariah adalah SBSN yang berjangka
waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran
imbalan berupa kupon dan/atau secara diskonto.
11. Excess Reserve adalah kelebihan saldo Rekening Giro Rupiah
Bank dari GWM Primer dan GWM LDR yang wajib dipelihara di
Bank Indonesia.
12. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sarana transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaannya dan
penatausahaan surat berharga secara elektronik dan
terhubung langsung antara peserta BI-SSSS, penyelenggara BI-
SSSS dan Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement
(BI-RTGS).
13. Sub-rekening ...
13. Sub-rekening Investasi pada BI-SSSS adalah sub-rekening
untuk menampung pencatatan kepemilikan surat berharga
yang diperoleh peserta Bank dalam rangka program pemerintah
antara lain program rekapitalisasi perbankan terbatas hanya
dalam mata uang Rupiah.
14. Sub-rekening Perdagangan atau aktif pada BI-SSSS adalah
sub-rekening untuk menampung pencatatan kepemilikan surat
berharga yang dapat diperdagangkan baik yang berasal dari
Sub-rekening Investasi maupun hasil pembelian surat berharga
di pasar perdana dan di pasar sekunder.
B. GWM LDR dalam Rupiah
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. GWM LDR adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara
oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank
Indonesia sebesar persentase dari DPK yang dihitung
berdasarkan selisih antara LDR yang dimiliki oleh Bank dengan
LDR Target.
2. Loan to Deposit Ratio yang selanjutnya disingkat LDR adalah
rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam Rupiah
dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada Bank lain,
terhadap DPK yang mencakup giro, tabungan, dan deposito
dalam Rupiah dan valuta asing, tidak termasuk dana antar
Bank.
3. LDR Target adalah kisaran rasio LDR yang dibatasi oleh batas
bawah dan batas atas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
dalam rangka perhitungan GWM LDR.
4. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum yang selanjutnya
disingkat KPMM adalah rasio perbandingan antara modal
dengan aset tertimbang menurut risiko sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum bank umum.
5. KPMM Insentif adalah KPMM yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia dalam rangka perhitungan GWM LDR.
6. Parameter...
6. Parameter Disinsentif Bawah adalah parameter pengali yang
digunakan dalam perhitungan GWM LDR bagi Bank yang
memiliki LDR kurang dari batas bawah LDR Target.
7. Parameter Disinsentif Atas adalah parameter pengali yang
digunakan dalam perhitungan GWM LDR bagi Bank yang
memiliki LDR lebih dari batas atas LDR Target.
III. TATA CARA PERHITUNGAN GWM SEKUNDER DALAM RUPIAH
Tata cara perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah ditetapkan
sebagai berikut:
A. Pemenuhan GWM Sekunder dalam Rupiah
Pemenuhan GWM Sekunder dalam Rupiah ditetapkan sebagai
berikut:
1. sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari DPK dalam Rupiah
sampai dengan tanggal 30 September 2013;
2. sebesar 3% (tiga persen) dari DPK dalam Rupiah sejak tanggal
1 Oktober 2013 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2013;
3. sebesar 3,5% (tiga koma lima persen) dari DPK dalam Rupiah
sejak tanggal 1 November 2013 sampai dengan tanggal
1 Desember 2013; dan
4. sebesar 4% (empat persen) dari DPK dalam Rupiah sejak
tanggal 2 Desember 2013.
B. Komponen yang diperhitungkan
1. Komponen yang diperhitungkan sebagai cadangan dalam
pemenuhan GWM Sekunder dalam Rupiah adalah:
a. SBI untuk seluruh jangka waktu.
b. SDBI untuk seluruh jangka waktu.
c. SBN yang mencakup:
1) SUN berupa ON dan/atau SPN, untuk seluruh jenis dan
jangka waktu, tidak termasuk SUN yang tidak dapat
diperdagangkan (untradeable); dan
2) SBSN berupa SBSN Jangka Panjang dan/atau SBSN
Jangka Pendek untuk seluruh jenis dan jangka waktu,
tidak termasuk SBSN yang tidak dapat diperdagangkan
(untradeable).
d. Excess Reserve.
2. SBI ...
2. SBI, SDBI, dan SBN yang dapat diperhitungkan dalam
pemenuhan GWM Sekunder dalam Rupiah adalah SBI, SDBI,
dan/atau SBN milik Bank yang tercatat pada rekening surat
berharga Bank di BI-SSSS, yaitu dalam:
a. Sub-rekening Investasi; dan/atau
b. Sub-rekening Perdagangan atau aktif,
namun tidak termasuk SBI, SDBI, dan/atau SBN milik Bank
yang tercatat pada rekening surat berharga sub-registry.
C. Sumber Data dan Nilai yang Digunakan
1. Penetapan jumlah SBI, SDBI, dan SBN yang dimiliki Bank
dilakukan berdasarkan data yang tercatat pada rekening surat
berharga Bank di BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam butir
B.2 pada posisi akhir hari, yaitu pada saat cut off time BI-SSSS.
2. Nilai SBI, SDBI, dan SBN yang digunakan dalam perhitungan
GWM Sekunder adalah nilai pasar (market value) yang
tercantum di BI-SSSS untuk SBI, SDBI, dan SBN dimaksud.
D. Perhitungan Pemenuhan GWM Sekunder dalam Rupiah
Pemenuhan GWM Sekunder dalam Rupiah dihitung dengan
membandingkan jumlah SBI, SDBI, SBN, dan/atau Excess Reserve
milik Bank yang tercatat di Bank Indonesia setiap akhir hari dalam
1 (satu) masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam
1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya.
Formula perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah adalah sebagai
berikut:
SBI + SDBI+ SBN + Excess Reserve
Rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam 1 (satu)
masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya
x 100%
E. Contoh Perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah
Contoh perhitungan GWM Sekunder dalam Rupiah mengacu pada
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
IV. TATA ...
IV. TATA CARA PERHITUNGAN GWM LDR DALAM RUPIAH
Tata cara perhitungan GWM LDR dalam Rupiah ditetapkan sebagai
berikut:
A. Besaran dan Parameter GWM LDR dalam Rupiah
Besaran dan parameter yang digunakan dalam perhitungan GWM
LDR dalam Rupiah ditetapkan sebagai berikut:
1. Batas bawah LDR Target sebesar 78% (tujuh puluh delapan
persen).
2. Batas atas LDR Target:
a. sebesar 100% (seratus persen) sampai dengan tanggal
1 Desember 2013; dan
b. sebesar 92% (sembilan puluh dua persen) sejak tanggal
2 Desember 2013.
3. KPMM Insentif sebesar 14% (empat belas persen).
4. Parameter Disinsentif Bawah sebesar 0,1 (nol koma satu).
5. Parameter Disinsentif Atas sebesar 0,2 (nol koma dua).
B. Sumber Data dan Nilai yang Digunakan
Perhitungan LDR Bank diperoleh dari pos-pos neraca mingguan
yang disampaikan Bank kepada Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan
berkala bank umum.
C. Perhitungan Pemenuhan GWM LDR dalam Rupiah
Perhitungan pemenuhan GWM LDR dalam Rupiah dilakukan
sebagai berikut:
1. Dalam hal LDR Bank berada dalam kisaran LDR Target maka
GWM LDR Bank adalah sebesar 0% (nol persen) dari DPK
dalam Rupiah.
2. Dalam hal LDR Bank lebih kecil dari batas bawah LDR Target
maka GWM LDR merupakan hasil perkalian antara Parameter
Disinsentif Bawah, selisih antara batas bawah LDR Target dan
LDR Bank, dan DPK dalam Rupiah, dengan rumus
perhitungan sebagai berikut:
GWM LDR = Parameter Disinsentif Bawah x (Batas bawah
LDR Target - LDR Bank) x DPK dalam Rupiah
3. Dalam ...
3. Dalam hal LDR Bank lebih besar dari batas atas LDR Target
dan KPMM Bank lebih kecil dari KPMM Insentif maka GWM
LDR merupakan hasil perkalian antara Parameter Disinsentif
Atas, selisih antara LDR Bank dan batas atas LDR Target, dan
DPK dalam Rupiah, dengan rumus perhitungan sebagai
berikut:
GWM LDR = Parameter Disinsentif Atas x (LDR Bank –
batas atas LDR Target) x DPK dalam Rupiah
4. Dalam hal LDR Bank lebih besar dari batas atas LDR Target
dan KPMM Bank sama atau lebih besar dari KPMM Insentif,
maka GWM LDR Bank adalah sebesar 0% (nol persen) dari
DPK dalam Rupiah.
D. Contoh Perhitungan GWM LDR dalam Rupiah
Contoh perhitungan GWM LDR dalam Rupiah mengacu pada
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat
Edaran Bank Indonesia ini.
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
A. Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM akan dikenakan
sanksi kewajiban membayar sebagaimana tercantum dalam Pasal
18 Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/19/PBI/2010 tentang Giro
Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah
dan Valuta Asing sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 15/7/PBI/2013.
B. Perhitungan sanksi kewajiban membayar bagi Bank yang
melanggar kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah, dilakukan
dengan formula sebagai berikut:
Kekurangan GWM x 125% x suku bunga JIBOR x hari kerja
360 x 100
C. Suku bunga JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate) yang
digunakan sebagaimana dimaksud dalam huruf B adalah rata-rata
suku bunga JIBOR dalam Rupiah jangka waktu 1 (satu) hari
(overnight) pada hari terjadinya pelanggaran.
D. Contoh ...
D. Contoh perhitungan sanksi kewajiban membayar bagi Bank yang
melanggar pemenuhan GWM mengacu pada Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
VI. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 11/29/DPNP tanggal 16 Oktober 2009
perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dalam Rupiah
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
1 Oktober 2013
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/41/DKMP|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perhitungan Giro Wajib Minimum Sekunder dan Giro Wajib Minimum berdasarkan Loan to Deposit Ratio dalam Rupiah. </reg_title>
<set_date> 1 Oktober 2013 </set_date>
<effective_date> 1 Oktober 2013 </effective_date>
<replaced_reg> '11/29/DPNP|SE-BI/2009' </replaced_reg>
<related_reg> '12/19/PBI/2010', '15/7/PBI/2013' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 2/27/DPM
Jakarta, 13 Desember 2000
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank
Umum.
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
2/26/PBI/2000 tanggal 13 Desember 2000 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari
Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 232, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4035), maka perlu diatur tata cara pemberian Fasilitas
Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum.
I. PERSYARATAN UMUM FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI
1. Bank yang dapat mengajukan permohonan Fasilitas Likuiditas Intrahari
(FLI) kepada Bank Indonesia adalah Bank Peserta yang memperkirakan
akan mengalami Kesulitan Pendanaan Jangka Sangat Pendek.
2. Bank Peserta yang mengajukan permohonan FLI sebagaimana
dimaksud dalam butir 1 wajib memenuhi persyaratan:
a. tidak sedang dikenakan sanksi penangguhan (suspend) sebagai
Bank Peserta; dan
b. tidak sedang dikenakan sanksi tidak dapat memperoleh Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).
3. FLI …
2
3. FLI wajib dijamin dengan agunan milik Bank berupa Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan/atau Obligasi Pemerintah, yang nilainya sekurang-
kurangnya sebesar nilai FLI.
4. FLI yang diajukan oleh Bank Peserta maksimum 2 (dua) kali dari
perkiraan nilai transaksi terbesar yang menjadi kewajiban Bank Peserta
pada hari penggunaan FLI (T+0), diluar transaksi yang merupakan
kewajiban Bank Peserta kepada Bank Indonesia dan Pemerintah
Republik Indonesia.
5. Nilai FLI yang dapat diberikan adalah sebesar permohonan FLI yang
diajukan oleh Bank Peserta sesuai dengan persetujuan Bank Indonesia.
II. TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN, PENGGUNAAN DAN
PELUNASAN FLI
A. Persyaratan Administrasi FLI
Dalam hal Bank Peserta akan memanfaatkan FLI untuk pertama kali,
berlaku ketentuan sebagai berikut:
1. Bank Peserta wajib menyampaikan kepada Bagian Administrasi
Pasar Uang (AdmP)-Direktorat Pengelolaan Moneter (DPM), Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2. Jakarta 10110, berupa:
a. specimen tandatangan direksi sesuai dengan Anggaran Dasar
Bank dan/atau pejabat Bank yang diberi kuasa oleh direksi
sesuai dengan Anggaran Dasar Bank; atau
b. specimen tandatangan Chief Executive Officer (CEO) dan/atau
pejabat Bank yang diberi kuasa oleh CEO bagi Kantor Cabang
Bank Asing; dan
c. contoh …
3
c. contoh stempel Bank Peserta atau surat pernyataan bagi Bank
Peserta yang tidak menggunakan stempel; dan
d. fotokopi Anggaran Dasar Bank atau kuasa dari Kantor Pusat
Bank Asing (power of attorney) bagi Kantor Cabang Bank
Asing yang telah dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh Bank;
dan
e. fotokopi identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk atau Surat
Izin Mengemudi atau Paspor direksi, CEO dan/atau pejabat
Bank yang diberi kuasa sebagaimana yang dimaksud dalam
huruf a dan b; dan
f.
surat kuasa bermeterai cukup dari direksi atau CEO kepada
pejabat Bank yang diberi wewenang untuk melakukan hal-hal
yang berkaitan dengan FLI.
2. Dalam hal terjadi perubahan susunan pengurus yang
mengakibatkan perubahan kewenangan penandatanganan dokumen
sebagaimana dimaksud butir 1, Bank Peserta wajib memperbaharui
dokumen yang terkait dengan perubahan dimaksud.
B. Permohonan FLI
1. Bank Peserta mengajukan permohonan FLI secara tertulis dengan
menggunakan formulir sebagaimana contoh Lampiran 1 dari pukul
09.00 sampai dengan 17.00 WIB pada 1 (satu) hari kerja sebelum
hari penggunaan FLI (T-1) kepada Bagian AdmP -DPM, Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, dengan tembusan
kepada Direktorat Pengawasan Bank (DPwB) terkait.
2. Permohonan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 yang telah
disampaikan kepada Bank Indonesia tidak dapat dibatalkan oleh
Bank Peserta.
3. Penyampaian …
4
3. Penyampaian surat permohonan FLI sebagaimana dimaksud dalam
butir 1 wajib disertai dengan:
a. bukti agunan berupa Surat Keterangan Surat Berharga yang
Diagunkan (SKSD)-SBI yang wajib disertai dengan Bilyet
Depot Simpanan (BDS) SBI dan/atau SKSD-Obligasi
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam butir IV.A.4.a dan
butir IV.A.5.a; dan
b. fotokopi bukti perkiraan transaksi keluar (outgoing transaction)
terbesar pada hari penggunaan FLI (T+0) yang telah dinyatakan
sesuai aslinya oleh Bank Peserta, diluar transaksi kewajiban
Bank Peserta kepada Bank Indonesia dan Pemerintah Republik
Indonesia, antara lain berupa: fotokopi deal ticket dan fotokopi
warkat deposito jatuh waktu; dan
c. Perjanjian Kredit Dalam Rangka Fasilitas Likuiditas Intrahari
sebagaimana contoh Lampiran 2 yang bermeterai cukup dan
dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang telah ditandatangani oleh
direksi atau CEO atau pejabat Bank yang diberi kuasa
sebagaimana dimaksud dalam butir II.A.1.a dan butir II.A.1.b;
dan
d. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana contoh
Lampiran 3 yang bermeterai cukup dan dibuat dalam 2 (dua)
rangkap yang telah ditandatangani oleh direksi atau CEO atau
pejabat Bank yang diberi kuasa sebagaimana dimaksud dalam
butir II.A.1.a dan butir II.A.1.b.
3. Dalam hal Bank Peserta menyerahkan permohonan FLI melewati
batas waktu yang ditetapkan sebagaimana diatur dalam butir 1,
maka Bank Indonesia menolak permohonan FLI dimaksud.
4. Dalam …
5
4. Dalam hal Bank Indonesia menyetujui permohonan FLI, maka
Bank Indonesia memasukkan nilai FLI untuk setiap Bank Peserta
pada terminal RTGS Central Computer (RCC) di Bank Indonesia
selambat-lambatnya pukul 08.30 WIB pada hari penggunaan FLI
(T+0).
5. Bank Peserta dapat mengetahui FLI yang disetujui sebagaimana
dimaksud dalam butir 4 pada terminal RTGS (RT) fungsi
MEMBER OWN TOTALS pilihan SUPERVISORY.
6. Bank Indonesia menolak permohonan FLI yang diajukan oleh Bank
Peserta apabila:
a. nilai agunan tidak cukup atau agunan tidak memenuhi
persyaratan; dan/atau
b. nilai FLI yang diajukan oleh Bank Peserta lebih besar dari 2
(dua) kali perkiraan nilai transaksi terbesar yang menjadi
kewajiban Bank Peserta pada hari penggunaan FLI (T+0)
sebagaimana dimaksud dalam butir I.3; dan/atau
c. Bank Peserta sedang dikenakan sanksi penangguhan (suspend)
sebagai Bank Peserta dan/atau sanksi penghentian sementara
penggunaan FPJP; dan/atau
d. permohonan FLI dan dokumen pendukung tidak lengkap dan
tidak diisi dengan benar; dan/atau
e. nama dan tandatangan pejabat Bank Peserta serta stempel Bank
Peserta pada dokumen permohonan FLI tidak sesuai dengan
data yang dimiliki oleh Bank Indonesia.
7. Dalam hal permohonan FLI ditolak, maka:
a. Bank …
6
a. Bank Indonesia memberitahukan penolakan dimaksud yang
disertai dengan alasan penolakan melalui sarana faksimili
selambat-lambatnya pukul 20.00 WIB pada hari pengajuan
permohonan FLI (T-1); dan
b. Bank Peserta yang bersangkutan wajib mengambil kembali
SKSD-SBI beserta BDS-SBI dan/atau SKSD-Obligasi
Pemerintah, Perjanjian Kredit Dalam Rangka Fasilitas
Likuiditas Intrahari, Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai
melalui pigeon hole di Bagian AdmP-DPM, Bank Indonesia, Jl.
M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, pada 1 (satu) hari kerja
setelah hari pengajuan permohonan FLI (T+0).
C. Penggunaan FLI
1. Bank Peserta hanya dapat menggunakan FLI pada hari penggunaan
FLI (T+0) dari pukul 08.30 sampai dengan 18.00 WIB atau sampai
dengan cut-off warning sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
Bank Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement.
2. Penggunaan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 1 dilakukan
secara otomatis oleh Sistem BI-RTGS pada saat saldo rekening giro
Rupiah Bank Peserta di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk
melakukan transaksi keluar (outgoing transaction) sepanjang
kekurangan tersebut tidak melebihi nilai FLI.
3. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga sebesar 0% (nol per
seratus) kepada Bank Peserta atas penggunaan FLI.
4. Besarnya biaya bunga sebagaimana dimaksud pada butir 3 dapat
berubah setiap saat dengan pemberitahuan melalui Surat Edaran
Bank Indonesia.
D. Pelunasan …
7
D. Pelunasan FLI
1. Pelunasan FLI yang telah digunakan dilakukan secara otomatis oleh
Sistem BI-RTGS setiap terdapat transaksi masuk (incoming
transaction) yang mengkredit rekening giro Rupiah Bank Peserta
yang bersangkutan di Bank Indonesia.
2. Bank Peserta yang menggunakan FLI wajib melunasi FLI
selambat-lambatnya pada hari penggunaan FLI (T+0) pukul 19.00
WIB atau pre cut-off sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran
Bank Indonesia perihal Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement.
3. Dalam hal FLI telah dilunasi, Bank Peserta yang bersangkutan
wajib mengambil kembali SKSD-SBI beserta BDS-SBI dan/atau
SKSD-Obligasi Pemerintah melalui pigeon hole di Bagian AdmP-
DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10110, pada
1 (satu) hari kerja setelah hari penggunaan FLI (T+1).
4. Dalam hal Bank Peserta tidak melunasi FLI sampai dengan batas
waktu pelunasan FLI sebagaimana dimaksud dalam butir 2 karena
kegagalan Sistem BI-RTGS, maka pelunasan FLI dilakukan
selambat-lambatnya pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya
sepanjang Sistem BI-RTGS telah berjalan secara normal.
III. PENGALIHAN FLI MENJADI FPJP
1. Dalam hal Bank Peserta tidak melunasi FLI sampai dengan batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir II.D.2, maka terhadap nilai FLI
yang tidak dilunasi diberlakukan sebagai FPJP.
2. Dengan pengalihan FLI menjadi FPJP sebagaimana dimaksud dalam
butir 1, maka:
a. Bank …
8
a. Bank Peserta menundukkan diri pada ketentuan FPJP yang berlaku
antara lain mengenai tata cara pelunasan, eksekusi agunan,
pengawasan, dan sanksi atas penggunaan FPJP; dan
b. agunan FLI diberlakukan sebagai agunan FPJP.
IV. AGUNAN FLI
A. Persyaratan dan Nilai Agunan
1. Agunan FLI berupa SBI dan/atau Obligasi Pemerintah harus bebas
dari segala bentuk perikatan, sengketa, dan tidak sedang dijaminkan
kepada pihak lain dan/atau untuk fasilitas kredit lainnya dari Bank
Indonesia.
2. Bank dilarang untuk memperjualbelikan dan/atau menjaminkan
kembali surat berharga yang masih berada dalam status sebagai
agunan FLI kecuali dalam rangka memperoleh FPJP.
3. Bank wajib mengganti agunan FLI apabila agunan FLI tidak
memenuhi kondisi-kondisi sebagaimana dimaksud dalam butir 1
dan butir 2.
4. Dalam hal agunan berupa SBI, maka berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. bukti agunan berupa SKSD-SBI yang disertai dengan BDS-SBI
yang dikeluarkan oleh Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar
Uang (PTPU)-DPM, Bank Indonesia dan/atau Kantor Bank
Indonesia (KBI);
b. SKSD-SBI memiliki jangka waktu sekurang-kurangnya 1 (satu)
hari kerja pada 1 (satu) hari kerja setelah hari penggunaan FLI
(T+1);
c. sisa …
9
c. sisa jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari dan
selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari pada 1 (satu) hari kerja
setelah hari penggunaan FLI (T+1);
d. nilai jual SBI yang diagunkan sekurang-kurangnya 100%
(seratus per seratus) dari nilai FLI pada hari pengajuan
permohonan FLI (T-1);
e. nilai jual SBI dihitung berdasarkan rumus:
Nilai Nominal x 360
Nilai Jual = ------------------------------------------------------------
360 + (Tingkat Diskonto x Sisa Jangka Waktu)
Yang dimaksud dengan Nilai Nominal adalah nilai nominal
SBI yang diserahkan sebagai agunan FLI.
Yang dimaksud Tingkat Diskonto adalah nilai tertinggi dari
tingkat diskonto SBI bersangkutan pada saat penerbitan atau
tingkat diskonto rata-rata tertimbang SBI jangka waktu 1 (satu)
bulan pada lelang terakhir pada 1 (satu) hari kerja sebelum
pengajuan permohonan FLI (T-2).
Yang dimaksud dengan Sisa Jangka Waktu adalah sisa jangka
waktu dalam hari yang dihitung sejak tanggal pengajuan
permohonan FLI (T-1) sampai dengan tanggal SBI jatuh waktu.
Contoh Perhitungan:
Permohonan:
- Bukti perkiraan transaksi terbesar = Rp49,5 miliar.
- Nilai FLI yang diajukan = 2 x Rp49,5 miliar = Rp99 miliar.
- Nilai nominal SBI yang diserahkan = Rp 100 miliar.
- Sisa jangka waktu SBI = 20 hari.
- Tingkat …
10
- Tingkat diskonto SBI yang diagunkan pada saat penerbitan =
12%.
- Tingkat diskonto rata-rata tertimbang SBI jangka waktu 1
(satu) bulan pada lelang terakhir = 13,75%.
Perhitungan Nilai Agunan:
Rp100.000.000.000 x 360
Nilai Jual SBI = ---------------------------------- = Rp 99.241.902.136,46
360 + (13,75% x 20)
Kesimpulan:
Dengan demikian, permohonan FLI dapat disetujui karena nilai
jual SBI yang dijadikan agunan (Rp99.241.902.136,46)
melebihi nilai pengajuan permohonan FLI
(Rp99.000.000.000,00).
5. Dalam hal agunan berupa Obligasi Pemerintah, maka berlaku
ketentuan sebagai berikut:
a. bukti agunan berupa SKSD-Obligasi Pemerintah yang
dikeluarkan oleh Central Registry c.q. Bagian PTPU-DPM,
Bank Indonesia;
b. SKSD-Obligasi Pemerintah memiliki jangka waktu sekurang-
kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja pada 1 (satu) hari kerja
setelah hari penggunaan FLI (T+1);
c. sisa jangka waktu Obligasi Pemerintah sekurang-kurangnya 15
(lima belas) hari pada 1 (satu) hari kerja setelah hari
penggunaan FLI (T+1);
d. nilai pasar Obligasi Pemerintah yang diagunkan sekurang-
kurangnya 115% (seratus lima belas per seratus) dari nilai FLI
pada hari pengajuan permohonan FLI (T-1);
e. nilai …
11
e. nilai pasar Obligasi Pemerintah adalah rata-rata tertimbang
harga beli Obligasi Pemerintah sesuai serinya dari transaksi
terakhir yang terjadi di pasar sekunder sebagaimana tercatat
dalam Pusat Informasi Pasar Uang pada 1 (satu) hari kerja
sebelum pengajuan permohonan FLI (T-2). Dalam hal seri
Obligasi Pemerintah belum ditransaksikan di pasar sekunder,
maka nilai pasar dihitung berdasarkan nilai par atau nilai
nominal Obligasi Pemerintah.
Contoh Perhitungan:
Permohonan:
- Bukti perkiraan transaksi terbesar = Rp49,5 miliar.
- Nilai FLI yang diajukan = 2 x Rp49,5 miliar = Rp99 miliar.
- Nilai nominal Obligasi Pemerintah = Rp100 miliar.
- Sisa jangka waktu Obligasi Pemerintah = 20 hari.
- Rata-rata tertimbang harga beli Obligasi Pemerintah = 98.
Perhitungan Nilai Agunan:
Nilai Pasar Obligasi Pemerintah =
Rp100.000.000.000,00 x 98% = Rp98.000.000.000,00
Nilai Agunan Obligasi Pemerintah =
Rp98.000.000.000,00 x (100/115) = Rp85.217.391.304,35
Kesimpulan:
Dengan demikian, permohonan FLI tidak dapat disetujui karena
nilai agunan berupa Obligasi Pemerintah yang diserahkan oleh
Bank Peserta (Rp85.217.391.304,35) lebih kecil daripada nilai
pengajuan permohonan FLI (Rp99.000.000.000,00).
B. Tata …
12
B. Tata Cara Memperoleh SKSD
1. SKSD-SBI
a. Bank Peserta mengajukan surat permohonan SKSD-SBI secara
tertulis dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh
Lampiran 4 dari pukul 09.00 sampai dengan 17.00 WIB kepada
Bagian PTPU-DPM, Bank Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2,
Jakarta.
b. Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah Kliring Lokal
Jakarta, permohonan SKSD-SBI sebagaimana dimaksud dalam
huruf a diajukan dari pukul 09.00 sampai dengan 15.00 waktu
setempat kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat c.q.
Seksi Pelaksana Kebijakan Moneter.
c. Penyampaian surat permohonan SKSD-SBI wajib disertai
dengan BDS-SBI.
d. Pada hari pengajuan permohonan SKSD-SBI, Bank dapat
mengajukan permohonan pemecahan BDS-SBI sesuai dengan
jumlah SBI yang diagunkan dalam rangka FLI.
e. Dalam hal pemecahan BDS-SBI sebagaimana dimaksud dalam
huruf d mengakibatkan penerbitan warkat SBI baru, maka Bank
dikenakan biaya administrasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
f. SKSD-SBI yang telah diterbitkan tidak dapat dibatalkan pada
hari yang sama dengan tanggal penerbitan SKSD-SBI.
g. Bank dapat mengambil SKSD-SBI sebagaimana contoh
Lampiran 5 melalui pigeon hole di Bagian PTPU-DPM, Bank
Indonesia, atau di KBI setempat.
2. SKSD- …
13
2. SKSD-Obligasi Pemerintah
a. Tata cara penerbitan SKSD-Obligasi Pemerintah diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/2/PBI/2000 tanggal 21
Januari 2000 tentang Penatausahaan dan Perdagangan Obligasi
Pemerintah, dan Surat Edaran Bank Indonesia perihal Tata
Cara Pencatatan Kepemilikan dan Penyelesaian Transaksi
Obligasi Pemerintah.
b. Dalam rangka FLI, Bank dapat mengajukan SKSD-Obligasi
Pemerintah sebagaimana contoh Lampiran 6 kepada Central
Registry c.q. Bagian PTPU-DPM, Bank Indonesia, dari pukul
09.00 sampai dengan 17.00 WIB.
c. SKSD-Obligasi Pemerintah yang telah diterbitkan tidak dapat
dibatalkan pada hari yang sama dengan tanggal penerbitan
SKSD-Obligasi Pemerintah.
d. Bank dapat mengambil SKSD-Obligasi Pemerintah
sebagaimana contoh Lampiran 7 melalui pigeon hole di Bagian
PTPU-DPM, Bank Indonesia.
V. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank Peserta
atas penggunaan FLI baik selama periode diterimanya FLI maupun
setelah FLI jatuh waktu.
2. Bank wajib memberikan data dan informasi secara lengkap dan benar
sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1998, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/6/PBI/2000 tanggal 21
Februari 2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Bank.
VI. SANKSI …
14
VI. SANKSI
Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam butir V.1 diketahui bahwa Bank Peserta mengajukan
permohonan FLI berdasarkan bukti perkiraan transaksi keluar (outgoing
transaction) terbesar sebagaimana dimaksud dalam butir II.B.3.b yang tidak
benar dan/atau tidak mengganti agunan FLI sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.A.3, maka Bank Peserta dimaksud dikenakan sanksi berupa:
a. penangguhan (suspend) sebagai Bank Peserta selama waktu tertentu;
dan
b. kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar Rupiah)
untuk setiap pelanggaran; dan
c. sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana diatur dalam
Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
TARMIDEN SITORUS
DEPUTI DIREKTUR
15
Lampiran 1
Kepada
Bagian Administrasi Pasar Uang
Direktorat Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta, 10110
Perihal
: Permohonan Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI)
----------------------------------------------------------
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/26/PBI/2000 tanggal 13
Desember 2000, dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan FLI
sebesar Rp … … … … … … ( …………………………………………).
Dalam hal FLI tidak dapat dilunasi sampai dengan batas waktu pelunasan yang
ditetapkan, maka permohonan ini diberlakukan sebagai permohonan Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebesar FLI yang tidak
dapat dilunasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, terlampir kami sampaikan SKSD-SBI yang
disertai dengan BDS-SBI dan/atau SKSD-Obligasi Pemerintah*), dan fotokopi bukti
perkiraan transaksi terbesar pada hari penggunaan FLI (T+0).
Data tersebut kami sampaikan dengan sebenarnya. Apabila dikemudian hari
terbukti data tersebut di atas tidak benar, kami bersedia untuk mempertanggung-
jawabkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian permohonan kami.
…………., ………… (tempat, tanggal)
tandatangan pejabat bank
Stempel Bank
ttd
Meterai
---------------------------------
Nama Pejabat Bank
cc.: Direktorat Pengawasan Bank terkait, Bank Indonesia.
*) coret yang tidak perlu.
16
Lampiran 2
PERJANJIAN KREDIT
DALAM RANGKA FASILITAS LIKUIDITAS INTRAHARI
Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertandatangan di
bawah ini :
1. .…………………………………
, Pimpinan, Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank
Indonesia, bertempat tinggal di Jakarta
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank Indonesia, yang
selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA;
(Ctt. : Sesuai dengan pendelegasian wewenang yang diatur dalam
Peraturan Dewan Gubenur, apabila sudah ada. Jika belum ada,
harus dengan Surat Kuasa dari Gubernur)
2. ………………………………….
, Direktur Bank ……………, bertempat tinggal di
………………….
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas atas nama Bank ………….. yang diberi
kuasa sesuai dengan Anggaran Dasar Nomor …………., yang selanjutnya disebut
sebagai PIHAK KEDUA,
(Ctt. : Dengan persetujuan komisaris apabila dalam anggaran dasar
diminta).
menyatakan sepakat untuk mengadakan Perjanjian Fasilitas Likuiditas
Intrahari dalam rangka mengatasi kesulitan pendanaan jangka sangat
pendek sebagai peserta Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement,
dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut:
Pasal 1
PIHAK PERTAMA memberikan Fasilitas Likuiditas Intrahari kepada PIHAK
KEDUA sebesar Rp………………. (……………… rupiah), yang berlaku dari pukul
08.30 sampai dengan 18.00 WIB pada tanggal ……………..
17
Pasal 2
(1) Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 oleh
PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA didasarkan pada permohonan PIHAK
KEDUA kepada PIHAK PERTAMA dan sepanjang PIHAK KEDUA memenuhi
persyaratan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang berlaku.
(2) Nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 setinggi-
tingginya sebesar 2 (dua) kali dari perkiraan transaksi keluar (outgoing transaction)
terbesar pada hari penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang merupakan
kewajiban PIHAK KEDUA yang diperkirakan oleh PIHAK KEDUA akan terjadi pada
hari penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diajukan oleh PIHAK KEDUA
kepada PIHAK PERTAMA.
Pasal 3
Penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari oleh PIHAK KEDUA dilakukan secara
otomatis melalui Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement pada
saat saldo rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA lebih
kecil daripada transaksi keluar (outgoing transaction) yang dilakukan oleh
PIHAK KEDUA.
Pasal 4
(1) PIHAK PERTAMA tidak membatasi penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari untuk
jenis-jenis transaksi tertentu yang dilakukan oleh PIHAK KEDUA.
(2) Dalam hal PIHAK PERTAMA membatasi penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari
untuk jenis-jenis transaksi tertentu, maka PIHAK KEDUA dilarang menggunakan
Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diperoleh dari PIHAK PERTAMA diluar peruntukan
yang ditetapkan dalam ketentuan Fasilitas Likuiditas Intrahari.
18
Pasal 5
(1) Atas Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, PIHAK
KEDUA memberikan kepada PIHAK PERTAMA agunan berupa Sertifikat Bank
Indonesia dan/atau Obligasi Pemerintah yang dimiliki PIHAK KEDUA dengan rincian
…….
(2) Pengikatan agunan Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 dilakukan dengan akta gadai yang dibuat dalam perjanjian tersendiri yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian ini.
Pasal 6
(1) Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari kepada PIHAK KEDUA sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 dikenakan biaya bunga sebesar 0% (nol per seratus).
(2) Dalam hal PIHAK PERTAMA menetapkan ketentuan pengenaan biaya bunga
dan/atau biaya lainnya dalam rangka Fasilitas Likuiditas Intrahari, pemberian
Fasilitas Likuiditas Intrahari dikenakan biaya bunga dan/atau biaya lainnya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 7
(1) Untuk pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1, PIHAK PERTAMA berwenang menggunakan dana dari setiap terdapat transaksi
masuk (incoming transaction) yang mengkredit rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA
pada PIHAK PERTAMA secara otomatis melalui melalui Sistem Bank Indonesia -
Real Time Gross Settlement sampai dengan batas waktu pelunasan Fasilitas
Likuiditas Intrahari sebesar Fasilitas Likuiditas Intrahari yang digunakan.
(2) Dalam hal PIHAK KEDUA tidak melunasi nilai Fasilitas Likuiditas Intrahari sampai
dengan batas waktu pelunasan yang ditetapkan, maka terhadap nilai Fasilitas
19
Likuiditas Intrahari yang diterima PIHAK KEDUA dari PIHAK PERTAMA yang tidak
dilunasi diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.
Pasal 8
(1) Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang berasal dari Fasilitas Likuiditas Intrahari
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) diberikan oleh PIHAK PERTAMA
kepada PIHAK KEDUA untuk jangka waktu 1 (satu) hari atau overnight.
(2) Nilai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA sebesar nilai Fasilitas Likuiditas
Intrahari yang tidak dapat dilunasi sampai dengan batas waktu pelunasan yang
ditetapkan.
Pasal 9
Dengan diberlakukannya Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek terhadap
Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2),
PIHAK KEDUA berkewajiban memenuhi ketentuan yang berlaku mengenai
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.
Pasal 10
Surat berharga PIHAK KEDUA yang diagunkan PIHAK KEDUA kepada PIHAK
PERTAMA guna pemenuhan persyaratan Fasilitas Likuiditas Intrahari
diberlakukan sebagai agunan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.
Pasal 11
20
Untuk pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari yang telah diberlakukan
sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2), PIHAK PERTAMA berwenang melakukan pendebetan
rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA pada tanggal
jatuh waktu Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.
Pasal 12
(1) Dalam hal menurut perkiraan yang wajar dari PIHAK KEDUA dan/atau perkiraan
yang wajar dari PIHAK PERTAMA pendebetan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA
pada PIHAK PERTAMA oleh PIHAK PERTAMA sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 mengakibatkan rekening giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA
bersaldo negatif, PIHAK KEDUA dengan ini memberikan kuasa khusus yang tidak
dapat dicabut kembali oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, untuk menjual
agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 10, serta mengambil hasil
penjualan agunan tersebut untuk pelunasan Fasilitas Likuiditas Intrahari PIHAK
KEDUA yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.
(2) Dalam hal hasil penjualan agunan tidak dapat melunasi Fasilitas Likuiditas Intrahari
yang telah diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diperoleh
PIHAK KEDUA ditambah dengan bunga Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan
biaya penjualan agunan, maka PIHAK KEDUA wajib melunasi kekurangannya dari
harta kekayaan PIHAK KEDUA.
(3) Dalam hal hasil penjualan agunan lebih besar dari jumlah Fasilitas Likuiditas
Intrahari yang telah diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang
diperoleh PIHAK KEDUA ditambah dengan bunga Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek dan biaya penjualan agunan, maka PIHAK PERTAMA mengkredit rekening
giro Rupiah PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA sebesar nilai kelebihan dimaksud.
Pasal 13
21
Atas pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari yang telah diberlakukan sebagai
Pendanaan Jangka Pendek ini, PIHAK KEDUA tidak dikenakan biaya provisi.
Pasal 14
Mengenai perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para
pihak memilih domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di ……….., dalam rangkap 2 (dua),
masing-masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang
sama.
………….., ……….(tempat &
tanggal)
PIHAK PERTAMA
PIHAK KEDUA
22
Lampiran 3
AKTA PENGIKATAN AGUNAN
SECARA GADAI
BANK …….. - BANK INDONESIA
Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertandatangan di
bawah ini :
1. ………………………………….
, Direktur Bank ……………, bertempat tinggal di
………………….
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas atas nama Bank ………….. yang diberi
kuasa sesuai dengan Anggaran Dasar Nomor …………., yang selanjutnya disebut
sebagai PEMBERI GADAI;
(Ctt. : Dengan persetujuan Komisaris apabila dalam Anggaran Dasar
diminta)
2. .…………………………………
, Pimpinan Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank
Indonesia, bertempat tinggal di Jakarta
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Bank Indonesia, yang
selanjutnya disebut sebagai PENERIMA GADAI;
(Ctt. : Sesuai dengan pendelegasian wewenang yang diatur dalam
Peraturan Dewan Gubenur, apabila sudah ada. Jika belum ada,
harus dengan Surat Kuasa dari Gubernur)
dengan terlebih dahulu menerangkan:
a. bahwa PEMBERI GADAI telah mendapatkan Fasilitas Likuiditas Intrahari dari
PENERIMA GADAI sebesar Rp…… (……) dan dengan berdasarkan ketentuan dan
23
persyaratan sebagaimana diuraikan dalam Perjanjian Kredit, tanggal …., yang
untuk selanjutnya disebut Perjanjian Pokok;
b. bahwa Fasilitas Likuiditas Intrahari sebagaimana diperjanjikan dalam Perjanjian
Pokok dapat diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dalam hal
Fasilitas Likuiditas Intrahari tidak dilunasi sampai dengan batas waktu pelunasan
yang telah diperjanjikan dalam Perjanjian Pokok;
c. bahwa menurut ketentuan Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI diwajibkan untuk
memberikan agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Obligasi
Pemerintah;
d. bahwa PEMBERI GADAI menyatakan telah memiliki Sertifikat Bank Indonesia
dan/atau Obligasi Pemerintah yang digadaikan sebagaimana Surat Keterangan
Surat Berharga yang Diagunkan terlampir yang terdiri dari :
- ……………… senilai ………………
- ………………. senilai ………………
- dst.
yang selanjutnya disebut SURAT BERHARGA.
e. bahwa guna memenuhi persyaratan Perjanjian Pokok dan agar PEMBERI GADAI
dapat menjamin pembayaran kembali segala hutangnya kepada PENERIMA GADAI
karena Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau karena Fasilitas Likuiditas Intrahari
yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya bunga
yang harus dibayar sebagaimana dimuat dalam Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI
menyatakan menggadaikan dan dengan demikian menyerahkan kepada PENERIMA
GADAI SURAT BERHARGA tersebut di atas sebagaimana tercantum dalam Surat
Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan dengan jumlah nilai nominal sebesar
Rp ………………… ( …….. rupiah) dan jumlah nilai pasar sebesar Rp ………..
(………….. rupiah); dan
PENERIMA GADAI menyatakan menerima baik gadai SURAT BERHARGA tersebut.
24
Selanjutnya para pihak tetap dalam kedudukannya di atas menyatakan bahwa
gadai SURAT BERHARGA ini dilangsungkan dan diterima dengan ketentuan
dan syarat sebagai berikut:
Pasal 1
(1) Penyerahan hak atas SURAT BERHARGA tersebut di atas beserta SURAT
BERHARGA yang bersangkutan sebagaimana tercantum dalam pencatatan
kepemilikan SURAT BERHARGA tersebut oleh PEMBERI GADAI dinyatakan berlaku
terhitung sejak penandatanganan perjanjian ini.
(2) Dalam hal penggadaian SURAT BERHARGA memerlukan pemblokiran dari lembaga
yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA, Perjanjian Gadai
ini dinyatakan berlaku terhitung sejak tanggal surat pemblokiran dari lembaga
yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA yang digadaikan
perihal pemblokiran SURAT BERHARGA.
Pasal 2
Apabila pada saat jatuh waktu hutang sebagaimana tersebut dalam premisse
perjanjian ini pada huruf a di atas PEMBERI GADAI tidak membayar
hutangnya tersebut kepada PENERIMA GADAI, maka PENERIMA GADAI
berhak mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA dengan tata cara
sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/21/DPM
tanggal 30 Oktober 2000 perihal Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek Bagi Bank Umum; dan untuk itu PENERIMA GADAI berhak
mengambil hasil penjualan SURAT BERHARGA tersebut sebagai pembayaran
atas seluruh hutang PEMBERI GADAI kepada PENERIMA GADAI.
Pasal 3
Apabila untuk pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 diperlukan kuasa, dengan ini PEMBERI GADAI
memberikan kuasa kepada PENERIMA GADAI, khusus, untuk mencairkan
25
atau menjual SURAT BERHARGA tersebut; dan kuasa tersebut dinyatakan
tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa (PEMBERI GADAI) dengan
alasan apapun juga sesuai ketentuan yang berlaku, sepanjang PEMBERI
GADAI belum melunasi seluruh hutangnya sebagaimana tersebut dalam
premisse Perjanjian ini pada huruf a di atas kepada PENERIMA GADAI.
Pasal 4
Apabila hasil dari pencairan atau penjualan atas SURAT BERHARGA
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 lebih besar dari nilai Fasilitas Likuiditas
Intrahari dan/atau Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diberlakukan sebagai
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Pendek yang diterima oleh PEMBERI
GADAI, biaya bunga dan biaya eksekusi agunan, maka yang dapat diambil
oleh PENERIMA GADAI adalah sebesar jumlah dimaksud; sedang
kelebihannya harus dikembalikan oleh PENERIMA GADAI kepada PEMBERI
GADAI.
Pasal 5
Apabila Fasilitas Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Likuiditas Intrahari
yang diberlakukan sebagai Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diterima
oleh PEMBERI GADAI telah terbayar lunas tanpa perlu adanya pencairan
atau penjualan SURAT BERHARGA yang digadaikan dan Perjanjian Pokok
telah berakhir, maka PENERIMA GADAI menyerahkan kembali semua SURAT
BERHARGA yang digadaikan dengan perjanjian ini kepada PEMBERI GADAI
sesuai dengan kepemilikannya; dan gadai SURAT BERHARGA ini menjadi
berhenti dengan sendirinya (gugur).
Pasal 6
Gadai SURAT BERHARGA ini diberikan untuk menjamin hutang-hutang
PEMBERI GADAI, baik yang timbul karena Fasilitas Likuiditas Intrahari
dan/atau Fasilitas Likuiditas Intrahari yang diberlakukan sebagai Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Perjanjian Pokok,
26
yang disediakan oleh PENERIMA GADAI sebagaimana tersebut dalam
premisse Perjanjian ini huruf e di atas, maupun yang timbul karena
kewajiban-kewajiban lain yang terbeban pada PEMBERI GADAI karena biaya
bunga, dan/atau biaya pencairan agunan yang harus dibayar kepada
PENERIMA GADAI.
Pasal 7
Mengenai Perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para
pihak memilih domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di …………, dalam rangkap 2 (dua) ,
masing-masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang
sama.
………, ………(tempat &
tanggal)
PENERIMA GADAI
PEMBERI GADAI
27
Lampiran 4
Kepada *)
Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar Uang
Direktorat Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta, 10110
Perihal : Permohonan Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan
(SKSD) SBI
--------------------------------------------------------------------------------------------
Dengan ini kami mengajukan permohonan penerbitan SKSD -SBI untuk diagunkan kepada Bank
Indonesia c.q. Direktorat Pengelolaan Moneter untuk digunakan dalam rangka memperoleh Fasilitas
Likuiditas Intrahari dan/atau Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia, dan untuk
memblokir seluruh kepemilikan saya/kami atas SBI dengan perincian sebagai berikut **):
Tanggal BDS-SBI
Nomor BDS-SBI
:
:
Rincian SBI dan Nominal :
dengan jangka waktu ……. hari sejak tanggal …….. sampai dengan tanggal
………
Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengajukan permohonan untuk
melakukan pemecahan BDS-SBI dengan perincian sebagai berikut ***):
Permohonan Pemecahan BDS-SBI
Rincian BDS-SBI Awal
Tanggal BDS-SBI:
Nomor BDS-SBI
Jumlah Nominal
:
:
Demikian permohonan kami.
….…..., ........ (tempat, tanggal)
Direksi/CEO/Pejabat Bank yang berwenang
(Nama Bank…..)
ttd
Meterai
BDS-SBI #1 untuk diagunkan
Rincian SBI dan Nominal:
BDS-SBI #2
Rincian SBI dan Nominal:
28
*) Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kliring
Jakarta, permohonan disampaikan kepada Kantor Bank
Indonesia setempat.
**) Dalam hal permohonan SKSD-SBI tidak disertai dengan pemecahan BDS-SBI.
***) Dalam hal permohonan SKSD-SBI disertai dengan pemecahan BDS-SBI.
29
Lampiran 5
B A N K I N D O N E S I A
Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan - Sertifikat Bank
Indonesia
(SKSD-SBI)
No. :
Kepada : Direktorat Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10110
("Nama Bank Pemilik Sertifikat Bank Indonesia")
Surat ini menunjukan bahwa nilai nominal Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
telah diagunkan oleh pemilik SBI sejak xx xxxx xxx sampai dengan xx xxxx
xxx untuk untung Penerima Agunan. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan
dengan Agunan ini, maka tuntutan harus diajukan kepada Bagian
Penyelesaian Transaksi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan Moneter, Bank
Indonesia, sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku SKSD-SBI. Surat ini
dinyatakan tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD-SBI.
Rincian SBI
Tanggal BDS :
Nomor BDS :
Nomor Seri
Lembar
:
:
Jumlah
Nominal
Jakarta, xx xxxx xxx
30
Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar
Uang
Bank Indonesia
31
Lampiran 6
BI-SKRIP
Pemohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga yang
Diagunkan (SKSD)
Nomor _________
Kepada :
Saya/Kami:
PIHAK PEMBERI AGUNAN
Nama Pemegang Rekening Surat Berharga
Diisi dengan pemilik rekening di central registry
Alamat :
No. Telp :
Dengan ini mengajukan permohonan kepada Sub-Registry/Central Registry untuk menerbitkan Surat
Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD), untuk diagunkan kepada pihak penerima agunan
sebagai berikut:
PIHAK PENERIMA AGUNAN
Nama
Alamat
Nomor Rekening Surat Berharga
Diisi dengan no di central registry
Dan untuk memblokir seluruh kepemilikan Saya/Kami atas surat berharga sebagai berikut :
Seri Surat Berharga
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai nominal yang akan diagunkan
Tanggal Jatuh Waktu SKSD
Rp
Sejak tanggal penerbitan sampai dengan tanggal jatuh waktu SKSD.
Tanda tangan Pemberi Agunan
Stempel
Perusahaan
Tanggal:
32
Lampiran 7
B A N K I N D O N E S I A
Surat Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan
(SKSD)
No. :
Kepada : Direktorat Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10110
("Nama Bank Pemegang Rekening")
Surat ini menunjukan bahwa nilai nominal Obligasi Pemerintah telah
diagunkan oleh pemegang rekening sejak xx xxxx xxx sampai dengan xx
xxxx xxx untuk untung Penerima Agunan. Jika terdapat tuntutan yang
berkaitan dengan Agunan ini, maka tuntutan harus diajukan kepada Central
Registry sebelum tanggal berakhirnya masa berlaku SKSD. Surat ini
dinyatakan tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD.
Rincian Surat Berharga
Seri Obligasi :
Kupon Obligasi
Tanggal Jatuh
Jumlah
Nominal
:
:
Jakarta, xx xxxx xxx
Bagian Penyelesaian Transaksi Pasar
Uang
Bank Indonesia
33
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/27/DPM|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pemberian Fasilitas Likuiditas Intrahari Bagi Bank Umum. </reg_title>
<set_date> 13 Desember 2000 </set_date>
<effective_date> 13 Desember 2000 </effective_date>
<related_reg> '2/26/PBI/2000' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi VI' </penalty_list>
|
No. 5/20./DPM
Jakarta, 23 September 2003
SURAT EDARAN
Perihal : Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Umum
Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 5/15/PBI/2003 tanggal 14 Agustus 2003 tentang Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4317), dipandang perlu untuk menetapkan petunjuk
pelaksanaan mengenai Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek Bagi Bank Umum sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Yang dimaksud dalam Surat Edaran ini dengan :
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998, yang melaksanakan kegiatan usaha perbankan
konvensional.
2. Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang selanjutnya disebut
FPJP adalah fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia kepada
Bank yang hanya dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan
pendanaan jangka pendek.
3. Kesulitan Pendanaan Jangka Pendek adalah keadaan yang
dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk
yang …
yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar
(mismatch).
4. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disebut FLI
adalah fasilitas pendanaan selama jam operasional Sistem Bank
Indonesia – Real Time Gross Settlement, berupa suatu nilai
maksimum tertentu yang disediakan oleh Bank Indonesia untuk
Bank Peserta Sistem Bank Indonesia – Real Time Gross
Settlement, guna mengatasi Kesulitan Pendanaan Jangka Sangat
Pendek dalam rangka mendukung kelancaran sistem
pembayaran nasional.
5. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah
surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu
pendek.
6. Surat Utang Negara yang selanjutnya disebut SUN adalah surat
berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang
Rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga
dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan
masa berlakunya.
7. Sistem Book Entry Registry yang selanjutnya disebut Sistem
BER adalah suatu sistem pencatatan kepemilikan Surat
Berharga tanpa warkat (scripless) yang dilakukan dalam suatu
jurnal secara elektronis.
8. Central Registry adalah Bank Indonesia cq. Bagian
Penyelesaian Transaksi Pasar Uang, Direktorat Pengelolaan
Moneter, yang melakukan fungsi pencatatan kepemilikan surat
berharga termasuk SUN untuk kepentingan Bank, Sub-Registry,
dan pihak lain yang disetujui oleh Bank Indonesia untuk
memiliki rekening surat berharga di Central Registry.
9. Surat …
9. Surat Keterangan Surat Berharga Yang Diagunkan yang
selanjutnya disebut SKSD adalah bukti pengagunan SBI dan
atau SUN yang diterbitkan oleh Central Registry.
10. Sistem Bank Indonesia - Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah suatu sistem
transfer dana secara elektronik antar Bank dalam mata uang
Rupiah yang penyelesaiannya dilakukan seketika per transaksi
secara individual.
11. Pialang adalah perusahaan pialang pasar uang dan valuta asing
serta perantara pedagang efek yang ditunjuk oleh Bank
Indonesia.
12. Pusat Informasi Pasar Uang yang selanjutnya disebut PIPU
adalah suatu sistem otomasi yang menyediakan informasi pasar
uang rupiah dan valuta asing serta informasi lainnya yang
terkait dengan pasar keuangan bagi anggota, pelanggan dan
Bank Indonesia.
13. Delivery Versus Payment yang selanjutnya disebut DVP adalah
setelmen transaksi Surat Berharga dengan cara Setelmen Surat
Berharga yang dilakukan bersamaan dengan Setelmen Dana di
Bank Indonesia.
II. TATA CARA PENGAJUAN DAN PERPANJANGAN FPJP SERTA
PENGALIHAN FLI MENJADI FPJP
A. Bank yang dapat mengajukan FPJP, termasuk dalam rangka
perpanjangan FPJP dan pengalihan FLI menjadi FPJP, adalah
Bank yang masih beroperasi.
B. Penggunaan FPJP Awal
1. Penggunaan FPJP awal bertujuan untuk menutup saldo giro
negatif yang dialami Bank dalam penyelesaian kliring dan
atau …
atau menutup penggunaan FLI yang tidak dapat dilunasi
Bank.
2. Dalam rangka penggunaan FPJP, Bank mengajukan surat
permohonan FPJP secara tertulis sebagaimana contoh dalam
Lampiran-1 dari pukul 17.00 WIB sampai dengan pukul
18.00 WIB. Sementara itu, pengalihan FLI menjadi FPJP
diatur lebih lanjut dalam butir D.
3. Surat permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka
2 disampaikan kepada:
a. Bagian Operasi Pasar Uang (OPU), DPM, Bank
Indonesia, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10010, oleh:
1) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI)
dan kantor cabang Bank asing di wilayah kerja KPBI
dengan tembusan kepada Direktorat Pengawasan
Bank (DPwB) terkait;
2) kantor cabang Bank di wilayah kerja KPBI bagi Bank
yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI dengan
tembusan kepada Tim Pengawas Bank terkait di KBI.
b. Bagian OPU melalui KBI setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki
kantor cabang di wilayah kerja KPBI dengan tembusan
kepada Tim Pengawas Bank terkait di KBI.
4. Surat permohonan FPJP sebagaimana dimaksud dalam angka
3 wajib disertai dengan:
a. Bukti pengagunan surat berharga berupa SKSD-SBI dan
atau SKSD-SUN sebagaimana contoh dalam Lampiran-2
dan Lampiran-3 yang diterbitkan Central Registry.
b. Perjanjian …
b. Perjanjian Kredit sebagaimana contoh dalam Lampiran-4
yang telah dibubuhi meterai cukup dan ditandatangani
oleh Direksi atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang
sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang berlaku, atau
Chief Executive Officer (CEO) atau Pejabat Bank yang
berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, dalam
rangkap 2 (dua).
c. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana
contoh dalam Lampiran-5 yang telah dibubuhi meterai
cukup dan ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank
yang diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar
Bank yang bersangkutan atau CEO atau Pejabat Bank
yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank Asing, dalam
rangkap 2 (dua).
5. Bank wajib menyampaikan contoh specimen tandatangan
Direksi Bank atau Pejabat Bank yang diberikan wewenang
sesuai dengan Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan, atau
CEO atau Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang
Bank Asing, berikut perubahannya dalam hal terjadi
perubahan tandatangan dan atau pejabat yang berwenang,
kepada :
a. Bagian OPU, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja KPBI, kantor cabang Bank asing di wilayah kerja
KPBI dan kantor cabang Bank di wilayah kerja KPBI
bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI.
b. KBI setempat, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja KBI namun tidak memiliki kantor cabang di
wilayah kerja KPBI.
C. Perpanjangan …
C. Perpanjangan Penggunaan FPJP
1. Pada saat FPJP jatuh waktu, Bank dapat memperpanjang
nominal FPJP dengan ketentuan Bank melunasi biaya bunga
atas FPJP jatuh waktu terlebih dahulu.
2. Dalam hal Bank tidak dapat melunasi biaya bunga FPJP jatuh
waktu sebagaimana dimaksud dalam angka 1, Bank dapat
memperpanjang FPJP sebesar biaya bunga FPJP jatuh waktu
yang tidak dapat dilunasi ditambah nominal FPJP jatuh waktu
(kapitalisasi biaya bunga menjadi nominal).
3. Dalam rangka perpanjangan FPJP, Bank mengajukan surat
permohonan FPJP secara tertulis sebagaimana contoh dalam
Lampiran-1 dengan waktu dan tata cara penyampaian sesuai
dengan butir II.B. disertai dengan bukti agunan berupa SKSD-
SBI dan atau SKSD-SUN sebagaimana contoh dalam
Lampiran-2 dan Lampiran-3, dalam hal diperlukan perubahan
SKSD.
4. Permohonan perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 selanjutnya wajib ditegaskan dengan penyampaian:
a. Addendum Perjanjian Kredit sebagaimana contoh dalam
Lampiran-6 yang telah dibubuhi meterai cukup dan telah
ditandatangani oleh Direksi atau Pejabat Bank yang
diberikan wewenang sesuai dengan Anggaran Dasar Bank
yang berlaku, atau CEO atau Pejabat Bank yang berwenang
bagi kantor cabang Bank Asing, dalam rangkap 2 (dua).
b. Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai yang telah dibubuhi
meterai cukup dan telah ditandatangani oleh Direksi atau
Pejabat Bank yang diberikan wewenang sesuai dengan
Anggaran Dasar Bank yang bersangkutan atau CEO atau
Pejabat Bank yang berwenang bagi Kantor Cabang Bank
Asing …
Asing, sebagaimana contoh dalam Lampiran-5, dalam
rangkap 2 (dua), dalam hal terdapat perubahan agunan.
5. Pada saat perpanjangan FPJP sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 dan angka 2, Bank dapat mengajukan tambahan
nominal FPJP sebesar saldo giro negatif akibat penyelesaian
kliring dan atau kewajiban pelunasan FLI yang terjadi pada
hari yang bersangkutan sebagai berikut:
a. Tambahan nominal FPJP untuk menutup saldo giro negatif
akibat penyelesaian kliring disatukan dengan permohonan
perpanjangan FPJP yang sedang digunakan.
b. Tambahan nominal FPJP atas penggunaan FLI yang tidak
dapat dilunasi dilakukan secara otomatis sebesar
penggunaan FLI yang tidak dapat dilunasi Bank sampai
dengan pre cut off time Sistem BI-RTGS.
6. Tambahan nominal FPJP sebagaimana dimaksud dalam butir
5.a. dan atau butir 5.b. diakumulasikan terhadap nominal FPJP
yang sedang digunakan Bank.
D. Pengalihan FLI yang tidak dilunasi Bank menjadi FPJP
1. Pengalihan nominal FLI menjadi FPJP dilakukan secara
otomatis berdasarkan posisi penggunaan FLI yang tidak dapat
dilunasi sampai dengan pre cut off time Sistem BI-RTGS,
sepanjang Bank belum menggunakan FPJP selama 90 hari
berturut-turut.
2. SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN sebagai bukti pengagunan
atas FLI dijadikan sebagai bukti pengagunan dalam rangka
FPJP.
3. Dalam kondisi Bank sedang menggunakan FPJP dan
melakukan perpanjangan atas FPJP jatuh waktu maka nilai
FLI yang dialihkan menjadi FPJP diakumulasikan terhadap
nilai …
nilai FPJP yang digunakan Bank sebagaimana dimaksud
dalam butir C.6.
4. Dalam hal nilai agunan dalam rangka FLI yang kemudian
dialihkan menjadi agunan FPJP tidak memiliki nilai yang
mencukupi maka Bank wajib menyampaikan tambahan
agunan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana
dimaksud butir V.12 dan butir VI.5.
E. Jangka waktu FPJP
1. Jangka waktu setiap FPJP adalah 1 (satu) hari, yang
dinyatakan dalam hari kalender. Dalam hal FPJP memiliki
tanggal jatuh waktu yang bertepatan dengan hari Sabtu,
Minggu atau hari libur maka penyelesaian FPJP jatuh waktu
adalah pada hari kerja berikutnya.
2. Jangka waktu FPJP dapat diperpanjang selama 1 (satu) hari
secara berturut-turut hingga mencapai jumlah keseluruhan
jangka waktu FPJP yang digunakan Bank mencapai 90
(sembilan puluh) hari, termasuk hari Sabtu, Minggu atau hari
libur yang dihitung sejak pertama kali Bank memanfaatkan
FPJP.
3. Bank tidak dapat memperpanjang FPJP dalam hal atas
perpanjangan FPJP dimaksud mengakibatkan terlampauinya
jangka waktu maksimum FPJP selama 90 (sembilan puluh)
hari.
III. BIAYA BUNGA FPJP
1. Bank Indonesia mengenakan biaya bunga atas FPJP yang
diterima Bank sebesar nilai tertinggi dari :
a. Rata-rata tertimbang suku bunga Pasar Uang Antar Bank
(PUAB) sesi pagi overnight pada 1 (satu) hari sebelum
permohonan …
permohonan FPJP atau perpanjangan FPJP atau
pengalihan FLI menjadi FPJP ditambah marjin sebesar
200 (dua ratus) basis point; atau
b. Rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI jangka waktu 1
(satu) bulan pada lelang terakhir ditambah marjin sebesar
200 (dua ratus) basis point.
2. Perhitungan rata-rata tertimbang suku bunga PUAB
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. diperoleh dari angka
sebagaimana tercantum pada PIPU.
3. Dalam hal pada 1 (satu) hari sebelum permohonan FPJP atau
perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a. merupakan hari libur
maka angka rata-rata tertimbang suku bunga PUAB yang
digunakan adalah angka rata-rata tertimbang suku bunga
PUAB pada hari kerja terakhir sebelum hari libur.
IV. PERSYARATAN DAN NILAI AGUNAN FPJP
1. Bank wajib menjamin FPJP dengan agunan milik Bank yang
dipersyaratkan berupa SBI dan atau SUN yang memiliki nilai
jual SBI dan atau nilai pasar SUN sekurang-kurangnya sebesar
nominal FPJP.
2. Surat berharga berupa SBI dan atau SUN sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 ditatausahakan dalam Sistem BER oleh Central
Registry.
3. Bukti pengagunan surat berharga sebagaimana dimaksud dalam
angka 1 berupa SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN diterbitkan
oleh Central Registry.
4. Pada saat jatuh waktu SKSD, agunan masih memiliki sisa jangka
waktu sebagai berikut:
a. Sisa …
a. Sisa jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 3 (hari) hari
kerja.
b. Sisa jangka waktu SUN sekurang-kurangnya 2 (dua) hari
kerja.
5. Perhitungan nilai agunan dilakukan sebagai berikut:
a. Dalam hal agunan berupa SBI:
1) Nilai jual SBI pada saat pengajuan permohonan FPJP
awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI
menjadi FPJP sekurang-kurangnya sebesar 100% (seratus
per seratus) dari nilai permohonan FPJP awal atau
perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI menjadi FPJP.
2) Perhitungan nilai jual SBI dihitung berdasarkan rumus:
(nilai nominal) x 360
Nilai Jual = ----------------------------------------------------
360 + (tingkat diskonto x sisa jangka waktu)
3) Penggunaan tingkat diskonto SBI dalam perhitungan nilai
jual SBI sebagaimana dimaksud dalam angka 2) adalah
tingkat diskonto SBI menurut hasil lelang SBI per jangka
waktu yang terakhir diadakan oleh Bank Indonesia.
4) Contoh perhitungan nilai agunan terkait dengan nominal
FPJP yang dapat digunakan dapat dilihat pada Lampiran-
7.
b. Dalam hal agunan berupa SUN :
1) Nilai pasar SUN pada saat pengajuan permohonan FPJP
awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI
menjadi FPJP sekurang-kurangnya sebesar 105%
(seratus lima per seratus) dari nilai permohonan FPJP
awal …
awal atau perpanjangan FPJP atau pengalihan FLI
menjadi FPJP.
2) Nilai pasar SUN sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
diperoleh dari rata-rata tertimbang harga beli SUN
sesuai serinya yang terjadi pada 1 (satu) hari kerja
sebelum pengajuan FPJP (T-1) di pasar sekunder
sebagaimana diumumkan Bank Indonesia melalui PIPU
pada setiap hari kerja.
3) Dalam hal tidak terdapat harga rata-rata tertimbang dari
seri SUN yang akan diagunkan pada 1 (satu) hari kerja
sebelum pengajuan FPJP awal atau perpanjangan FPJP
atau pengalihan FLI menjadi FPJP maka digunakan
harga rata-rata tertimbang dari transaksi terakhir yang
terjadi di pasar sekunder sebagaimana diumumkan
dalam PIPU.
4) Dalam hal seri SUN yang diagunkan belum
ditransaksikan di pasar sekunder maka digunakan nilai
par atau nilai nominal SUN.
5) Contoh perhitungan nilai agunan terkait dengan nominal
FPJP yang dapat digunakan Bank dapat dilihat pada
Lampiran-7.
c. Dalam hal Bank menggunakan SUN dan SBI sebagai agunan
FPJP maka ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a dan
huruf b diterapkan untuk masing-masing jenis surat berharga
yang diagunkan.
6. Dalam rangka pengajuan perpanjangan FPJP, Bank dapat
menggunakan SBI dan atau SUN yang telah diagunkan
sebelumnya sepanjang nilai jual SBI dan atau nilai pasar SUN
serta …
serta sisa jangka waktu agunan masih memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.4.
7. Dalam hal menurut perhitungan Bank Indonesia agunan yang
diserahkan Bank tidak cukup untuk menutup nominal FPJP atau
sisa jangka waktu agunan tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam butir IV.4., Bank wajib
memberikan tambahan agunan atau mengganti agunan dimaksud
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud butir
V.12 dan butir VI.5.
V. TATA CARA PENGAJUAN DAN PENERBITAN SKSD
1. Dalam rangka FPJP, Bank mengajukan surat Permohonan
Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga Diagunkan (PP-
SKSD) SBI dan atau PP-SKSD SUN dalam rangka Permohonan
FPJP sebagaimana contoh dalam Lampiran-8 dan Lampiran-9
dari pukul 08.00 sampai dengan 17.00 WIB.
2. PP-SKSD sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disampaikan
kepada:
a. Central Registry cq. Bagian PTPU, DPM, Bank Indonesia,
Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta, oleh:
1) kantor pusat Bank bagi Bank yang berkantor pusat di
wilayah kerja KPBI;
2) kantor cabang Bank Asing di wilayah kerja KPBI;
3) kantor cabang di wilayah kerja KPBI bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI;
b. Central Registry melalui KBI setempat, bagi Bank yang
berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak memiliki
kantor cabang di wilayah kerja KPBI.
3. Masa …
3. Masa berlaku SKSD ditentukan oleh Bank dengan
memperhatikan sisa jangka waktu SBI dan atau SUN yang akan
diagunkan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.4.
4. Berdasarkan PP-SKSD, Central Registry melakukan:
a. Pemindahan SBI dan atau SUN dari Rekening Perdagangan
ke Rekening Agunan yang tercatat dalam Sistem Book Entry
Registry.
b. Penerbitan SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN dengan
menggunakan formulir sebagaimana contoh dalam
Lampiran-2 dan Lampiran-3.
5. SKSD yang telah diterbitkan dapat diambil Bank pemohon pada
hari yang sama di Central Registry untuk kemudian dilampirkan
dalam surat pengajuan FPJP.
6. Bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja KBI dan tidak
memiliki kantor cabang di wilayah kerja KPBI, SKSD asli
disampaikan oleh Central Registry kepada Bagian OPU.
Selanjutnya, Bank pemohon menerima fotocopy SKSD
dimaksud yang disampaikan oleh Central Registry melalui KBI.
7. Pada 1 (satu) hari kerja setelah berakhirnya periode pengagunan,
Central Registry secara otomatis melakukan pemindahan SBI
dan atau SUN dari Rekening Agunan ke Rekening Perdagangan.
8. SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN yang telah diterbitkan Central
Registry oleh Bank Indonesia tidak dapat dibatalkan pada hari
yang sama dengan penerbitan SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN.
9. Bank dapat menggunakan SKSD-SBI dan atau SKSD-SUN yang
sama dalam rangka perpanjangan FPJP dan atau pengalihan FLI
menjadi FPJP sepanjang SKSD dimaksud masih berlaku
selambat-lambatnya sampai dengan tanggal FPJP jatuh waktu.
10. Dalam …
10. Dalam hal Bank akan menggunakan SKSD yang sama
sebagaimana dimaksud angka 9 namun SKSD dimaksud
memiliki tanggal jatuh waktu yang sama dengan tanggal
pengajuan perpanjangan FPJP maka Bank wajib memperpanjang
jangka waktu SKSD dimaksud dengan mengajukan PP-SKSD
sebagaimana dimaksud dalam angka 1.
11. Penerbitan SKSD atas pengajuan PP-SKSD sebagaimana
dimaksud angka 10 dilakukan pada 1 (satu) hari kerja
berikutnya.
12. Dalam hal berdasarkan penelitian Bank Indonesia, agunan dalam
SKSD yang telah diserahkan ke Bank Indonesia memiliki:
a. nilai agunan lebih kecil dari nilai FPJP yang digunakan
Bank; dan atau
b. sisa jangka waktu dari seri agunan tidak lagi memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam butir IV.4;
maka Bank dapat mengajukan PP-SKSD kepada Central
Registry selambat-lambatnya pukul 18.30 WIB.
13. Dalam hal Bank belum mengajukan PP-SKSD dalam rangka
perpanjangan SKSD sebagaimana dimaksud dalam angka 10,
Bank masih dapat menyampaikan PP-SKSD kepada Central
Registry selambat-lambatnya pukul 18.30 WIB.
14. Dalam hal nilai agunan FPJP lebih besar dari nominal FPJP,
Bank dapat mengajukan Permohonan Penglepasan Agunan
Sebelum Jatuh Waktu dengan menggunakan formulir
sebagaimana contoh dalam Lampiran-10.
VI. PERSETUJUAN …
VI. PERSETUJUAN FPJP
1. Bank Indonesia akan memproses setiap pengajuan FPJP awal
atau perpanjangan FPJP setelah Bank melengkapi persyaratan
yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini.
2. Bank Indonesia menolak permohonan FPJP yang tidak
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran ini.
3. Bank Indonesia memberitahukan penolakan atas permohonan
FPJP kepada Bank pemohon melalui faksimili atau Reuters
Monitoring Dealing System (RMDS).
4. Bank Indonesia mengkredit rekening giro rupiah Bank yang
bersangkutan di Bank Indonesia sebesar nominal FPJP yang
disetujui melalui Sistem BI-RTGS.
5. Dalam hal nominal FPJP yang disetujui berbeda dari nominal
FPJP yang diajukan, Bank wajib menyampaikan kembali
Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud Lampiran-4 dan atau
Addendum Perjanjian Kredit sebagaimana dimaksud Lampiran-
6 dan atau Akta Pengikatan Agunan Secara Gadai sebagaimana
dimaksud Lampiran-5 yang telah disesuaikan dengan nominal
FPJP yang disetujui Bank Indonesia.
VII. TATA CARA PELUNASAN FPJP
1. Pada tanggal FPJP jatuh waktu, Bank Indonesia mendebet
rekening giro rupiah Bank di Bank Indonesia melalui Sistem BI-
RTGS dengan mendahulukan biaya bunga FPJP kemudian
nominal FPJP.
2. Pendebetan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 masing-
masing dilakukan sebagai berikut:
a. biaya bunga FPJP dilakukan mulai pukul 09.00 WIB sampai
dengan cut off warning Sistem BI-RTGS ; dan
b. nominal …
b. nominal FPJP dilakukan mulai pukul 16.00 WIB sampai
dengan cut off warning Sistem BI-RTGS.
3. Dalam hal saldo rekening giro Bank tidak mencukupi untuk
membayar biaya bunga dan atau nominal FPJP sebagaimana
dimaksud dalam angka 2, Bank dapat memperpanjang FPJP
sebesar biaya bunga dan atau nominal FPJP jatuh waktu
sebagaimana dimaksud dalam butir II.C.
VIII. EKSEKUSI AGUNAN
1. Bank Indonesia berwenang untuk mengeksekusi agunan FPJP,
dalam hal Bank tidak dapat melunasi FPJP dan atau Bank tidak
dapat memperpanjang FPJP dan atau Bank dikenakan sanksi
untuk tidak dapat memperoleh FPJP yang disebabkan Bank
melakukan pelanggaran atas ketentuan agunan dan atau
penyimpangan penggunaan FPJP.
2. Proses eksekusi agunan dilakukan pada 1 (satu) hari kerja
setelah terjadinya kondisi sebagaimana dimaksud dalam angka 1
dengan cara:
a. Dalam hal agunan berupa SBI:
1) eksekusi agunan dilakukan dengan cara pelunasan SBI
sebelum jatuh waktu.
2) Bank Indonesia memperhitungkan pengembalian
diskonto SBI yang telah dibayar dimuka untuk
selanjutnya dilakukan pendebetan melalui rekening giro
Bank sebesar nilai pengembalian diskonto SBI
dimaksud.
b. Dalam hal agunan berupa SUN:
1) eksekusi agunan dilakukan dengan cara penjualan
melalui Pialang.
2) Bank …
2) Bank wajib menyerahkan Surat Permohonan
Pemindahan Registrasi (SPPR) Delivery Versus
Payment (DVP) sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran-11 kepada Bank Indonesia atas seri SUN
yang akan dilakukan eksekusi disertai dengan surat
kuasa dari Bank kepada Bank Indonesia untuk
melakukan pemindahan rekening surat berharga.
3) dalam hal SKSD dari agunan yang sedang dilakukan
eksekusi jatuh waktu, Bank Indonesia berwenang
memperpanjang jangka waktu SKSD.
3. Terhadap pelaksanaan eksekusi agunan SUN sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.b. berlaku ketentuan:
a. Bank Indonesia melakukan eksekusi melalui Pialang
berdasarkan harga yang ditetapkan Bank Indonesia. Harga
dimaksud adalah harga indikasi yang diperoleh dari harga
rata-rata tertimbang terakhir yang terjadi di pasar sekunder
dari seri SUN yang akan dieksekusi sebagaimana
diumumkan di PIPU.
b. Calon pembeli agunan dapat merupakan Bank atau
perorangan sepanjang memiliki rekening penatausahaan
surat berharga di Sub Registry.
c. Pialang diberikan wewenang untuk langsung melakukan
eksekusi agunan kepada calon pembeli yang berminat
membeli SUN pada tingkat harga yang lebih tinggi atau
sama dengan harga penawaran yang ditetapkan Bank
Indonesia.
d. Dalam hal tidak terdapat calon pembeli sebagaimana
dimaksud huruf c, Pialang wajib memberikan laporan
kepada Bank Indonesia mengenai penawaran harga yang
diajukan …
diajukan calon pembeli melalui faksimili atau RMDS untuk
mendapatkan persetujuan Bank Indonesia.
e. Pembeli agunan menyampaikan Surat Perintah Penyelesaian
Pembayaran (SPPP) DVP kepada Bagian PTPU
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran-12, guna
menyetorkan penyelesaian pembayaran agunan ke dalam
rekening nomor 564.000617 "Bagian OPU untuk
Penampungan Hasil Eksekusi Agunan FPJP" di Bank
Indonesia.
4. Biaya yang timbul sehubungan dengan proses penjualan agunan
adalah menjadi beban Bank dan Bank Indonesia akan melakukan
pendebetan rekening giro Bank di Bank Indonesia.
5. Selama agunan belum dapat dieksekusi, Bank tetap dikenakan
biaya bunga FPJP sebesar biaya bunga FPJP terakhir.
6. Dalam hal nilai eksekusi agunan lebih besar dari jumlah FPJP
ditambah dengan akumulasi biaya bunga FPJP dan biaya
eksekusi agunan, Bank Indonesia mengkredit rekening giro
Rupiah Bank di Bank Indonesia sebesar kelebihan nilai
dimaksud.
7. Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil dari jumlah FPJP
ditambah dengan akumulasi biaya bunga dan biaya eksekusi
agunan FPJP, Bank Indonesia mendebet Rekening Giro Rupiah
Bank di Bank Indonesia sebesar kekurangan nilai dimaksud.
8. Dalam hal saldo rekening giro Rupiah Bank tidak mencukupi
untuk pendebetan sebagaimana dimaksud dalam angka 7, Bank
wajib menyetor tambahan dana untuk menutup kekurangan
dimaksud kepada Bank Indonesia.
IX. PENGAWASAN …
IX. PENGAWASAN
1. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan khusus
terhadap Bank atas penggunaan FPJP.
2. Dalam hal Bank telah menggunakan FPJP selama 5 (lima)
hari kerja secara berturut-turut, Bank wajib menyampaikan
action plan penyelesaian FPJP kepada Direktorat Pengawasan
Bank terkait atau Tim Pengawas Bank di KBI setempat.
X. SANKSI
Bank dikenakan sanksi atas pelanggaran terhadap ketentuan
persyaratan agunan FPJP dan atau penyimpangan penggunaan
FPJP berupa:
1. tidak diperkenankan memperoleh FPJP dalam jangka waktu
tertentu; dan
2. sanksi administratif sebagaimana diatur dalam pasal 52 ayat
(2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 antara lain berupa teguran tertulis, larangan untuk
turut serta dalam kegiatan kliring, pembekuan kegiatan usaha
tertentu dan atau pemberhentian pengurus Bank.
Dengan diberlakukannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 2/21/DPM tanggal 30 Oktober 2000 perihal Tata Cara
Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 23
September 2003.
Agar …
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
Ttd.
BUDI MULYA
DIREKTUR PENGELOLAAN MONETER
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran-1
Nomor:
Kepada *)
Bagian Operasi Pasar Uang
Direktorat Pengelolaan Moneter
Bank Indonesia
Jl. MH. Thamrin No. 2
Jakarta 10010
Perihal
: Permohonan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP)
-------------------------------------------------------------------
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/2003 tanggal 14 Agustus 2003
tentang Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum, dengan ini kami
mengajukan permohonan FPJP untuk jangka waktu 1 (satu) hari dari ………… sampai
dengan …………... sebesar Rp .......................................... (terbilang : ....................................)
untuk menutup saldo giro negatif yang disebabkan kewajiban kliring pada hari ini /
perpanjangan FPJP jatuh waktu pada hari ini. Nilai nominal FPJP dimaksud adalah belum
memperhitungkan kewajiban kami untuk pelunasan penggunaan Fasilitas Likuiditas Intrahari
(FLI) Bank kami yang jatuh waktu pada hari ini. (apabila ada)
Dalam kaitan ini, terlampir kami sampaikan Surat Keterangan Surat Berharga Yang
Diagunkan (SKSD) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan atau Surat Utang Negara (SUN)
sebagaimana terlampir sebagai agunan FPJP dan dokumen pendukung lainnya yang
dipersyaratkan.
Data tersebut kami sampaikan dengan sebenarnya. Apabila di kemudian hari terbukti
data tersebut kami sampaikan tidak benar, kami bersedia untuk mempertanggung-
jawabkannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian permohonan kami.
Komisaris
(Nama Bank….)
ttd
----------------
(Komisaris)
….…..., ........ (tempat, tanggal)
Direksi
(Nama Bank…..)
Meterai dan ttd
-------------
(Direktur/Setingkat Direktur)
cc. Direktorat Pengawasan Bank terkait, Bank Indonesia/Tim Pengawas Bank terkait di
Kantor Bank Indonesia
*) Bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia namun
tidak memiliki kantor cabang di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia,
permohonan disampaikan melalui Kantor Bank Indonesia setempat cq Seksi
Pelaksana Kebijakan Moneter dengan tembusan kepada Tim Pengawasan Bank
setempat.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran-2
SURAT KETERANGAN
SURAT BERHARGA YANG DIAGUNKAN
(SKSD)
Nomor
Kepada
Bank Indonesia
(Nama Pemberi Agunan)
No. Rekening SBI :
Surat ini menunjukkan bahwa nilai nominal SBI telah diagunkan oleh Pemberi
Agunan rekening sejak tanggal ….. sampai dengan dan termasuk tanggal …. untuk untung
Bank Indonesia. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan agunan ini, maka tuntutan harus
diajukan kepada Registry sebelum berakhirnya masa berlakunya SKSD. Surat ini dinyatakan
tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD.
Rincian SBI
Seri SBI
Tingkat Diskonto
:
:
Tanggal Jatuh Tempo :
Rp.
Jumlah Nominal
Jakarta, ……………
Central Registry
Catatan :
a. Dokumen ini adalah dokumen berharga. Harus dipelihara dengan aman.
b. Dalam hal lembaran asli dikembalikan kepada Registry sebelum tanggal berakhir SKSD oleh Penerima
Agunan dengan Surat Kuasa pengalihan hak kepemilikan dari Pemegang Rekening, maka kepemilikan
surat berharga akan beralih kepada Penerima Agunan.
c. Dokumen ini tidak dapat diperdagangkan.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran-3
SURAT KETERANGAN
SURAT BERHARGA YANG DIAGUNKAN
(SKSD)
Nomor
Kepada
Bank Indonesia
(Nama Pemegang Rekening Surat Berharga)
No. Rekening Surat Berharga :
Surat ini menunjukkan bahwa nilai nominal surat berharga telah diagunkan oleh
pemilik rekening sejak tanggal ….. sampai dengan dan termasuk tanggal …. untuk untung
Bank Indonesia. Jika terdapat tuntutan yang berkaitan dengan agunan ini, maka tuntutan harus
diajukan kepada Registry sebelum berakhirnya masa berlakunya SKSD. Surat ini dinyatakan
tidak berlaku setelah jatuh waktu SKSD.
Rincian Surat Berharga
Seri Surat Berharga :
Tingkat Kupon
:
Tanggal Jatuh Tempo :
Rp.
Jumlah Nominal
Jakarta, ……………
Central Registry
Catatan :
1. Dokumen ini adalah dokumen berharga. Harus dipelihara dengan aman.
2. Dalam hal lembaran asli dikembalikan kepada Registry sebelum tanggal berakhir SKSD oleh Pemegang
Rekening, maka surat berharga harus diserahkan kembali kepada Pemegang Agunan.
3. Dalam hal lembaran asli dikembalikan kepada Registry sebelum tanggal berakhir SKSD oleh Penerima
Agunan dengan Surat Kuasa pengalihan hak kepemilikan dari Pemegang Rekening, maka kepemilikan surat
berharga akan beralih kepada Penerima Agunan.
4. Hak untuk menerima pembayaran kupon akan tetap berada pada Pemegang Rekening selama masa
berlakunya SKSD ini.
5. Dokumen ini tidak dapat diperdagangkan.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran-4
PERJANJIAN KREDIT DALAM RANGKA
FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK
Nomor:………
Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertanda
tangan di bawah ini :
1. …………………; Direktur Direktorat ………../Pemimpin Bank Indonesia ………,
bertempat tinggal di ……., dalam hal ini bertindak dalam jabatannya
tersebut untuk dan atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia, dan
dengan demikian mewakili Bank Indonesia yang berkedudukan di
Jakarta berdasarkan Pasal 39 Undang-undang No. 23 tahun 1999,
selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA---------
2. …………………; Direktur Utama/Direktur perseroan yang akan ditunjuk dibawah
ini,bertempat tinggal di ………, dalam hal ini bertindak dalam
jabatannya tersebut, demikian berdasarkan Pasal …… Anggaran dasar
perseroan terbatas PT. Bank ………., berkedudukan di ……. Yang
Anggaran Dasarnya (beserta perubahannya) (jika telah ada perubahan
Anggaran Dasar) (berturut-turut) telah dimuat dalam Berita Negara
Republik Indonesia tanggal ……..No. ……..., Tambahan nomor ……,
selanjutnya disebut PIHAK KEDUA---------
Jika komparan bertindak harus ada surat kuasa dari komisaris maka komparisi adalah sebagai
berikut :
2. …………………; Direktur Utama/Direktur perseroan yang akan ditunjuk dibawah
ini,bertempat tinggal di ………, dalam hal ini bertindak dalam
jabatannya tersebut, demikian berdasarkan Pasal …… Anggaran dasar
perseroan terbatas PT. Bank ………., berkedudukan di ……. Yang
Anggaran Dasarnya (beserta perubahannya) (jika telah ada perubahan
Anggaran Dasar) (berturut-turut) telah dimuat dalam Berita Negara
Republik Indonesia tanggal ……..No. ……..., Tambahan nomor ……,
dan untuk melaksanakan tindakan hukum yang tercantum dalam
perjanjian ini telah mendapatkan persetujuan tertulis dari Komisaris
perseroan tersebut, sebagai ternyata dalam surat persetujuan tertulis
tanggal ……..yang bermeterai cukup, selanjutnya disebut PIHAK
KEDUA----------------
Kedua belah pihak menyatakan sepakat untuk mengadakan Perjanjian Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek dalam rangka mengatasi kesulitan jangka pendek sesuai dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 5/15/PBI/2003 tanggal 14 Agustus 2003 tentang Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek Bagi Bank Umum, dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagai berikut :
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pasal 1
PIHAK PERTAMA menyediakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi PIHAK KEDUA
untuk jangka waktu 1 (satu) hari sebesar Rp………………. (……………… rupiah), yang
berlaku dari tanggal …………….. sampai dengan tanggal ……………...
Pasal 2
(1) Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib dijamin
oleh PIHAK KEDUA dengan agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Surat
Utang Negara yang dimiliki oleh PIHAK KEDUA, yang memiliki nilai jual sekurang-
kurangnya sebesar 100% dari nominal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek untuk Sertifikat
Bank Indonesia atau nilai pasar sekurang-kurangnya sebesar 105% dari nominal Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek untuk Surat Utang Negara.
(2) Pengikatan agunan dilakukan dengan gadai yang akan dibuat dalam perjanjian tersendiri
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini.
Pasal 3
(1) PIHAK KEDUA dapat memanfaatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. mengalami kesulitan pendanaan jangka pendek yang disebabkan oleh sistem kliring
dan atau pemakaian fasilitas dalam rangka Bank Indonesia – Real Time Gross
Settlement;
b. memiliki agunan yang mencukupi baik nilai maupun jangka waktunya;
c. belum memanfaatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek selama 90 (sembilan puluh)
hari berturut-turut.
(2) Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebesar:
a. kebutuhan dana yang disebabkan oleh sistem kliring dan atau pemakaian fasilitas
dalam rangka Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement yang tidak dapat dilunasi
PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA yang terjadi pada hari permohonan
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek diajukan; dan
b. kebutuhan dana sebagaimana dimaksud huruf a termasuk biaya bunga atas FPJP
tersebut yang tidak dapat dilunasi PIHAK KEDUA pada saat FPJP jatuh waktu; dan
c. tambahan kebutuhan dana yang disebabkan oleh sistem kliring dan atau pemakaian
fasilitas dalam rangka Bank Indonesia – Real Time Gross Settlement yang tidak dapat
dilunasi PIHAK KEDUA yang terjadi pada hari permohonan perpanjangan FPJP.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pasal 4
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikenakan biaya
bunga sebesar …% (terbilang …. per seratus) per tahun.
Pasal 5
Pelunasan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dilakukan dengan cara PIHAK PERTAMA
melakukan pendebetan rekening giro PIHAK KEDUA pada PIHAK PERTAMA pada tanggal
jatuh waktu Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang bersangkutan sebesar Fasilitas
Pendanaan Jangka Pendek ditambah biaya bunga yang menjadi kewajiban PIHAK KEDUA.
Pasal 6
(1) Apabila dana yang tersedia pada rekening giro PIHAK KEDUA pada PIHAK
PERTAMA tidak mencukupi untuk pelunasan FPJP sebagaimana dimaksud pasal 5 dan
atau PIHAK KEDUA tidak mengajukan perpanjangan FPJP dan atau permohonan
perpanjangan FPJP PIHAK KEDUA tidak disetujui PIHAK PERTAMA, PIHAK
KEDUA dengan ini memberi kuasa khusus dengan hak substitusi yang tidak dapat
dicabut kembali oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA, untuk mencairkan
agunan dan mengambil hasil pencairan tersebut untuk pelunasan Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek PIHAK KEDUA.
(2) Dalam hal nilai pencairan agunan sebagaimana dimaksud ayat (1) lebih kecil dari
kewajiban pelunasan FPJP PIHAK KEDUA sebagaimana dimaksud Pasal 5, PIHAK
KEDUA wajib menyetorkan kekurangan kewajiban pelunasan dimaksud kepada PIHAK
PERTAMA.
Pasal 7
Atas pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek ini, kepada PIHAK KEDUA tidak
dikenakan biaya provisi.
Pasal 8
Mengenai perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para pihak memilih
domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pasal 9
Perubahan atas pasal 1 dan pasal 4 dilakukan melalui suatu Addendum Perjanjian Kredit.
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di ……….., dalam rangkap 2 (dua), masing-masing
bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.
………….., ………. (tempat & tanggal)
PIHAK PERTAMA
PIHAK KEDUA
Meterai
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran -5
AKTA PENGIKATAN AGUNAN
SECARA GADAI
BANK …….. - BANK INDONESIA
Nomor:………
Pada hari ini ……….., tanggal ……………………………………., yang bertanda
tangan di bawah ini :
1. …………………, Direktur Utama/Direktur perseroan yang akan ditunjuk dibawah
ini,bertempat tinggal di ………, dalam hal ini bertindak dalam
jabatannya tersebut, demikian berdasarkan Pasal …… Anggaran dasar
perseroan terbatas PT. Bank ………., berkedudukan di ……. Yang
Anggaran Dasarnya (beserta perubahannya) (jika telah ada perubahan
Anggaran Dasar) (berturut-turut) telah dimuat dalam Berita Negara
Republik Indonesia tanggal ……..No. ……..., Tambahan nomor ……,
selanjutnya disebut PEMBERI GADAI---------
Jika komparan bertindak harus ada surat kuasa dari komisaris maka komparisi adalah sebagai
berikut :
1. …………………; Direktur Utama/Direktur perseroan yang akan ditunjuk dibawah
ini,bertempat tinggal di ………, dalam hal ini bertindak dalam
jabatannya tersebut, demikian berdasarkan Pasal …… Anggaran
dasar perseroan terbatas PT. Bank ………., berkedudukan di …….
Yang Anggaran Dasarnya (beserta perubahannya) (jika telah ada
perubahan Anggaran Dasar) (berturut-turut) telah dimuat dalam
Berita Negara Republik Indonesia tanggal ……..No. ……...,
Tambahan nomor ……, dan untuk melaksanakan tindakan hukum
yang tercantum dalam perjanjian ini telah mendapatkan persetujuan
tertulis dari Komisaris perseroan tersebut, sebagai ternyata dalam
surat persetujuan tertulis tanggal ……..yang bermeterai cukup,
selanjutnya disebut PEMBERI GADAI----------------
2. …………………; Direktur Direktorat ………../Pemimpin Bank Indonesia ………,
bertempat tinggal di ……., dalam hal ini bertindak dalam jabatannya
tersebut untuk dan atas nama Dewan Gubernur Bank Indonesia, dan
dengan demikian mewakili Bank Indonesia yang berkedudukan di
Jakarta berdasarkan Pasal 39 Undang-undang No. 23 tahun 1999,
selanjutnya disebut PENERIMA GADAI---------
Kedua belah pihak dengan terlebih dahulu menerangkan:
a. bahwa PEMBERI GADAI telah mendapatkan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dari
PENERIMA GADAI sebesar Rp…… (……) dan dengan berdasarkan ketentuan dan
persyaratan sebagaimana diuraikan dalam Perjanjian Kredit nomor .... tanggal ….,
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
termasuk Addendum Perjanjian Kredit nomor .... tanggal ...., yang untuk selanjutnya
disebut Perjanjian Pokok.
b. bahwa menurut ketentuan Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI diwajibkan untuk
memberikan agunan berupa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Surat Utang Negara;
c. bahwa PEMBERI GADAI menyatakan telah memiliki Sertifikat Bank Indonesia dan atau
Surat Utang Negara yang akan digadaikan sebagaimana tercantum dalam Surat
Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD) yang terdiri dari :
- SKSD No.……………… senilai ………………
- SKSD No.………………. senilai ………………
- SKSD No......................... senilai ....................... yang akan diperpanjang masa
berlakunya berdasarkan Permohonan Pengajuan Surat Keterangan Surat Berharga
Diagunkan yang Diagunkan (PP-SKSD) tanggal............ (khusus dalam hal Bank
melakukan perpanjangan FPJP dengan menggunakan SKSD yang sama namun SKSD
dimaksud jatuh tempo pada tanggal pengajuan perpanjangan FPJP)
- dst.
yang selanjutnya disebut SURAT BERHARGA.
d. bahwa guna memenuhi persyaratan Perjanjian Pokok dan agar PEMBERI GADAI dapat
menjamin pembayaran kembali segala hutangnya kepada PENERIMA GADAI karena
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dan biaya bunga yang harus dibayar maksimum
sebagaimana dimuat dalam Perjanjian Pokok, PEMBERI GADAI menyatakan
menggadaikan dan dengan demikian menyerahkan kepada PENERIMA GADAI SURAT
BERHARGA tersebut di atas sebagaimana tercantum dalam Surat Keterangan Surat
Berharga yang Diagunkan dengan jumlah nilai nominal sebesar Rp ………………… (
…….. rupiah) dan jumlah nilai pasar sebesar Rp ……….. (………….. rupiah); dan
PENERIMA GADAI menyatakan menerima baik gadai SURAT BERHARGA tersebut.
e. bahwa PEMBERI GADAI menjamin bahwa Sertifikat Bank Indonesia dan/atau Surat
Utang Negara yang diberikan sebagai jaminan dengan Perjanjian Jaminan Gadai ini adalah
benar-benar haknya PEMBERI GADAI, semata-mata bebas dari sitaan, tidak sedang
digadaikan atau dipertanggungkan secara apapun juga kepada orang atau pihak lain
terlebih dahulu, tidak tersangkut dalam suatu perkara atau sengketa dan oleh karenanya
PENERIMA GADAI dibebaskan oleh PEMBERI GADAI dari segala tuntutan apapun
juga dari pihak lain.
Selanjutnya para pihak tetap dalam kedudukannya di atas menyatakan bahwa gadai
SURAT BERHARGA ini dilangsungkan dan diterima dengan ketentuan dan syarat sebagai
berikut :
Pasal 1
(1) Penyerahan hak atas SURAT BERHARGA tersebut di atas beserta SURAT BERHARGA
yang bersangkutan sebagaimana tercantum dalam pencatatan kepemilikan surat berharga
tersebut oleh PEMBERI GADAI dinyatakan berlaku terhitung sejak penandatanganan
perjanjian ini.
(2) Dalam hal penggadaian SURAT BERHARGA memerlukan pemblokiran dari lembaga
yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA, maka PEMBERI
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
GADAI dengan ini memberi kuasa khusus dengan hak substitusi kepada PENERIMA
GADAI untuk memberitahukan kepada lembaga yang menyimpan atau
mengadministrasikan SURAT BERHARGA yang digadaikan perihal pemblokiran
SURAT BERHARGA.
(3) Dalam hal penggadaian SURAT BERHARGA memerlukan pemblokiran dari lembaga
yang menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA, Perjanjian Gadai ini
dinyatakan berlaku terhitung sejak tanggal surat pemblokiran dari lembaga yang
menyimpan atau mengadministrasikan SURAT BERHARGA diterima PENERIMA
GADAI.
Pasal 2
Apabila PEMBERI GADAI lalai membayar hutangnya sebagaimana tersebut dalam premisse
Perjanjian ini pada butir d di atas kepada PENERIMA GADAI, maka PENERIMA GADAI
berhak mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA dengan tata cara sebagaimana diatur
dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 5/ /DPM tanggal xx September 2000 perihal
Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek bagi Bank Umum; dan untuk itu
PENERIMA GADAI berhak mengambil hasil penjualan SURAT BERHARGA tersebut
sebagai pembayaran atas seluruh hutang PEMBERI GADAI kepada PENERIMA GADAI.
Pasal 3
Apabila untuk pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 diperlukan kuasa, dengan ini PEMBERI GADAI memberikan kuasa dengan hak
susbtitusi kepada PENERIMA GADAI:
a. untuk mencairkan atau menjual SURAT BERHARGA tersebut;
b. memperpanjang jangka waktu SKSD SURAT BERHARGA;
dan kuasa tersebut dinyatakan tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa (PEMBERI
GADAI) dengan alasan apapun juga sesuai ketentuan yang berlaku, sepanjang PEMBERI
GADAI belum melunasi seluruh hutangnya sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian
ini pada butir d di atas kepada PENERIMA GADAI dan/atau PEMBERI GADAI masih
bermaksud menggunakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek dari PENERIMA GADAI.
Pasal 4
Apabila hasil dari pencairan atau penjualan atas SURAT BERHARGA sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 lebih besar dari jumlah Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang
diterima oleh PEMBERI GADAI, biaya bunga dan biaya administrasi dan/atau biaya
pencairan agunan, maka yang dapat diambil oleh PENERIMA GADAI adalah sebesar jumlah
dimaksud; sedang kelebihannya harus dikembalikan oleh PENERIMA GADAI kepada
PEMBERI GADAI.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pasal 5
Apabila Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang diterima PEMBERI GADAI telah terbayar
lunas tanpa perlu adanya pencairan atau penjualan SURAT BERHARGA yang digadaikan dan
Perjanjian Pokok telah berakhir, maka PENERIMA GADAI wajib menyerahkan kembali
semua SURAT BERHARGA yang digadaikan dengan Perjanjian ini kepada PEMBERI
GADAI sesuai dengan kepemilikannya; dan gadai SURAT BERHARGA ini menjadi berhenti
dengan sendirinya (gugur).
Pasal 6
(1) Gadai SURAT BERHARGA ini diberikan untuk menjamin hutang-hutang PEMBERI
GADAI, baik yang timbul karena Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek yang disediakan
oleh PENERIMA GADAI sebagaimana tersebut dalam premisse Perjanjian ini butir d di
atas, maupun yang timbul karena kewajiban-kewajiban lain yang terbeban pada
PEMBERI GADAI karena biaya bunga, biaya administrasi, dan atau biaya pencairan
agunan yang harus dibayar kepada PENERIMA GADAI.
(2) Pemberi Gadai setuju bahwa besarnya jumlah tagihan yang dijamin dengan jaminan gadai
ini adalah sebagaimana yang tercatat pada Penerima Gadai dan diterima sebagai alat bukti
yang sempurna.
Pasal 7
Perjanjian ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Kredit No. ……
dengan addendum No. ...........
Pasal 8
Mengenai Perjanjian ini dan pelaksanaannya serta segala akibatnya, para pihak memilih
domisili di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di …………, dalam rangkap 2 (dua) , masing-masing
bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.
………, ………(tempat & tanggal)
PENERIMA GADAI
PEMBERI GADAI
Meterai
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran-6
ADDENDUM
PERJANJIAN KREDIT DALAM RANGKA
FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK (FPJP)
Nomor: ……….
Menunjuk Perjanjian Kredit Dalam Rangka Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek/
Addendum Perjanjian Kredit Dalam Rangka Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek nomor
………… tanggal .............., dengan ini PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA sepakat
untuk melakukan perubahan Perjanjian Kredit dimaksud dan atau Addendum Perjanjian
Kredit dimaksud sebagai berikut:
1. Jumlah Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek menjadi sebesar Rp .......................….
(terbilang ...........................…), yang berlaku dari tanggal …………….. sampai dengan
tanggal ……………...
2. Suku bunga dikenakan menjadi sebesar …..% (………. per seratus) per tahun.
Untuk pengikatan agunan dalam rangka penggunaan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
sebagaimana dimaksud diatas, PIHAK KEDUA menyampaikan Akta Pengikatan Agunan
secara Gadai nomor .... tanggal......
Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani di ……….., dalam rangkap 2 (dua), masing-
masing bermeterai cukup dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.
………….., ………. (tempat & tanggal)
PIHAK PERTAMA
PIHAK KEDUA
Meterai
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran-7
Contoh Perhitungan Nilai Agunan Dalam Rangka FPJP
I. Perhitungan Nilai Jual SBI
Bank mengagunkan 3 seri SBI dengan total nilai nominal sebesar Rp225 miliar dengan
rincian sebagai berikut:
- SBI 1 bulan seri A dengan karakteristik nilai nominal Rp100 miliar, tingkat
diskonto pada saat penerbitan = 9,375%, sisa jangka waktu = 20 hari
- SBI 1 bulan seri B : Rp75 miliar, 9,25%, 15 hari
- SBI 3 bulan seri C : Rp50 miliar, 10,00%, 10 hari
Data rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI berdasarkan lelang terakhir yang
diadakan Bank Indonesia adalah:
- SBI 1 bulan: 9,52%
- SBI 3 bulan: 9,74%
Maka nilai jual SBI adalah:
Rp100 miliar x 360
Rp75 miliar x 360
360 + (9,52% x 15 hari)
Rp50 miliar x 360
------------------------- + ------------------------- + -------------------------- =
360 + (9,52% x 20 hari)
360 + (9,74% x 10 hari)
Rp99.473.893.629,250 + Rp74.703.675.420,831 + Rp49.865.087.236,200 =
Rp224.042.656.286,280
Dengan demikian nilai maksimum FPJP yang dapat diberikan kepada Bank adalah
Rp224.042.656.286,280
II. Perhitungan Nilai Pasar Surat Utang Negara (SUN)
Bank mengagunkan SUN yang memiliki nilai nominal sebesar Rp100 miliar.
Rata-rata tertimbang (rrt) harga SUN = 107,5
maka nilai pasar SUN adalah Rp100 miliar x 1,075 = Rp107,5 miliar.
sehingga nilai maksimum FPJP yang dapat diberikan kepada Bank adalah:
Rp107,5 miliar x 100/105 = Rp101.904.761.904,762.
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
III. Perhitungan Nilai Jual SBI dan SUN
Bank mengagunkan 2 seri SBI dan 2 seri SUN dengan total nilai nominal sebesar
Rp300 miliar dengan rincian sebagai berikut:
- SBI 1 bulan seri A dengan karakteristik nilai nominal Rp100 miliar, tingkat
diskonto pada saat penerbitan = 9,375%, sisa jangka waktu = 20 hari
- SBI 3 bulan seri B : Rp75 miliar, 9,25%, 15 hari
- SUN seri C : Rp65 miliar, harga rrt 105
- SUN seri D : Rp60 miliar, harga rrt 107
Data rata-rata tertimbang tingkat diskonto SBI berdasarkan lelang terakhir yang
diadakan Bank Indonesia adalah:
- SBI 1 bulan: 9,52%
- SBI 3 bulan: 9,74%
- Nilai jual SBI adalah:
Rp100 miliar x 360
Rp75 miliar x 360
------------------------- + ------------------------- = Rp 174.170.748.891,643
360 + (9,52% x 20 hari)
360 + (9,74% x 15 hari)
- Nilai jual SUN adalah:
100
(Rp65 miliar x 105) x ----- + (Rp60 miliar x 107) x
105
100
----- = Rp 126.142.857.142,857
105
Total nilai jual SBI dan SUN adalah:
Rp 174.170.748.891,643 + Rp 126.142.857.142,857 = Rp300.313.606.034,500
Dengan demikian nilai maksimum FPJP yang dapat diberikan kepada Bank adalah
Rp300.313.606.034,500
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran-8
Permohonan Penerbitan
Surat Keterangan Surat Berharga Yang Diagunkan (PP-SKSD)
Nomor :
Kepada : Central Registry
Kami :
Pemberi Agunan
No. Rekening SBI di Central Registry
Dengan ini mengajukan permohonan kepada Central Registry untuk menerbitkan Surat
Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD), untuk diagunkan kepada pihak penerima
agunan sebagai berikut :
Penerima Agunan
Alamat
Bank Indonesia
Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta
Dan untuk memindahkan kepemilikan Kami dari Rekening Perdagangan ke Rekening
Agunan, atas SBI sebagai berikut :
Seri SBI
Tanggal Jatuh Waktu SBI
Nilai Nominal yang Diagunkan
Tanggal Penerbitan SKSD
Tanggal Jatuh Waktu SKSD
……….., tgl/bln/thn
Tanda tangan Pejabat berwenang
Meterai + stempel Perusahaan
Rp
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran-9
Permohonan Penerbitan Surat Keterangan Surat Berharga yang
Diagunkan (PP-SKSD)
Nomor _________
Kepada :
Central Registry cq. Bag. PTPU
Saya/Kami:
PIHAK PEMBERI AGUNAN
Nama Pemegang Rekening Surat Berharga
(Nama Peserta Bank/Sub Reigistry di Central Registry)
Nomor Rekening Surat Berharga
Contact Person / Nomor Telp/Fax
Dengan ini mengajukan permohonan kepada Central Registry untuk menerbitkan Surat
Keterangan Surat Berharga yang Diagunkan (SKSD), untuk diagunkan kepada pihak penerima
agunan sebagai berikut:
PIHAK PENERIMA AGUNAN
Nama
Bank Indonesia
Alamat
Jl. MH Thamrin No. 2 Jakarta 10010
Dan untuk memindahkan seluruh kepemilikan Saya/Kami dari rekening perdagangan ke
rekening collateral, atas surat berharga sebagai berikut :
Jenis Surat Berharga
Seri Surat Berharga
Tanggal Jatuh Waktu
(Obligasi Pemerintah)
(FR/VR)
Nilai nominal yang diagunkan
Tanggal Jatuh Waktu SKSD
Tanggal Penerbitan SKSD
Tanda tangan Pejabat yang Berwenang :
Meterai + Stempel Perusahaan
(Tanggal jatuh waktu surat berharga)
Rp
(Tanggal settlemen)
Tanggal Pengajuan Formulir:
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran-10
Surat Permohonan Penglepasan Pengagunan
Sebelum Jatuh Waktu
Nomor :
Kepada : Central Registry cq. Bagian PTPU
Kami Bank/Sub-Registry….. dengan ini meminta Saudara untuk melakukan
penglepasan pengagunan SBI/SUN sebelum jatuh waktu pada rekening SBI/SUN kami
sebagai berikut :
Nomor rekening SBI/SUN di Central Registry
Seri SBI/SUN yang diagunkan
Tanggal penglepasan agunan
Nilai Nominal yang Diagunkan
Tingkat Diskonto/Kupon
Tanggal Penerbitan SKSD
Tanggal Jatuh Waktu SKSD
……….., tgl/bln/thn
Tanda tangan Pejabat berwenang
Meterai + stempel Perusahaan
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 11
BI-SKRIP
Surat Permohonan Perpindahan Registrasi – DVP
Nomor :
Kepada :
Saya/Kami:
PENJUAL
Nama Pemegang Rekening Surat Berharga di Central Registry :
(Nama peserta /SR )
Nama Nasabah di Sub Registry :
(Nama pemegang rekening surat berharga)
Dengan ini memindahkan kepemilikan Surat Berharga kepada
PEMBELI
Nama Pemegang Rekening Surat Berharga di Central Registry :
(Nama peserta/ SR )
Nama Nasabah di Sub-Registry :
(Nama pemegang rekening surat berharga)
Seluruh kepemilikan saya/kami dan hak penerimaan pembayaran kupon atas surat berharga berikut
:
Jenis Surat Berharga
Seri Surat Berharga
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai Nominal
Nilai Transaksi
Tgl Setelmen
Tgl.Transaksi
(Obligasi Pemerintah)
(FR/VR)
(Tgl.jatuh waktu Obligasi Pemerintah)
Rp
Rp
Accrued Interest Rp
Tgl.Pemindahan Kepemilikan OP di Central Registry
Dengan syarat bahwa surat berharga tidak akan dipindahtangankan, kecuali pihak pembeli telah
melunasi pembayaran sesuai dengan persyaratan sebagai berikut :
Jumlah Pembayaran
Bank Penerima Pembayaran
No. Rek. Giro Bank Penerima di BI
Tanda Tangan Pejabat yang Berwenang :
Meterai + Stempel Perusahaan
Rp (jlh yg.dibayarkan melalui BI-RTGS)
(Bank yg.ditunjuk utk menerima / membayar transaksi)
Nomor Rekening Surat Berharga di
Central Registry :
Contact Person / Telepon/Fax :
Central Registry cq. Bagian PTPU
Nomor Rekening Surat Berharga di
Central Registry:
Tanggal Pengajuan Formulir:
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Lampiran 12
BI-SKRIP
Surat Perintah Penyelesaian Pembayaran – DVP
Nomor :
Kepada :
Saya/Kami :
Bagian PTPU
PEMBELI / PIHAK PEMBAYAR
Nama Bank Pembayar / Pemegang Rekening Giro di BI-RTGS :
(Nama peserta bank atau Sub Registry di Central Registry)
Nama Pembeli / Sub Registry Pembeli Surat Berharga :
(Nama pemilik rekening surat berharga)
Kode/Nomor Rek.Giro di
BI-RTGS :
Contact Person /
Telepon/Fax :
Dengan ini memindahkan dana kepada
PENJUAL / PIHAK PENERIMA DANA
Nama Penjual
Bank Penerima
)No. Rek Surat Berharga di Central Registry
Kode/Nomor Rekening Giro di BI-RTGS
Jumlah (dalam huruf)
(jlh yg dibayarkan melalui BI-RTGS dalam huruf)
(Pemilik surat berharga)
(Bank yg ditunjuk untuk menerima pembayaran transaksi)
Rp.
Dengan syarat bahwa pembayaran tidak akan dilakukan kecuali surat berharga telah diserahkan
ke rekening surat berharga Saya/Kami :
Nama Pembeli
Nama Registry
Nomor Rekening Surat Berharga
Untuk surat berharga sebagai berikut :
Jenis Surat Berharga
Seri Surat Berharga
Tanggal Jatuh Waktu
Nilai Nominal
Nilai Transaksi
Tgl Setelmen
Tgl.Transaksi
(diisi Central Registry atau nama Sub Registry)
No. rek. surat berharga di Central Registry
(Obligasi Pemerintah)
(FR/VR)
(Tgl.jatuh waktu Obligasi Pemerintah)
Rp
Rp
Accrued Interest
Tgl.Pemindahan Kepemilikan OP di Central Registry
Rp
PENGESAHAN BANK YANG DITUNJUK
MELAKUKAN PEMBAYARAN :
Tanda Tangan Pejabat Berwenang :
Meterai + Stempel Perusahaan
(Khusus ditandatangani bila pejabat yang berwenang untuk melakukan
pemindahan Portofolio dan pembayaran berbeda)
Tanggal Pengajuan Formulir :
Tanda Tangan Pejabat Berwenang :
Meterai + Stempel Perusahaan
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 5/ 20/DPM tanggal 23 September 2003
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 5/20/DPM|SE-BI/2003 </reg_id>
<reg_title> Tata Cara Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Umum </reg_title>
<set_date> 23 September 2003 </set_date>
<effective_date> 23 September 2003 </effective_date>
<replaced_reg> '2/21/DPM|SE-BI/2000' </replaced_reg>
<related_reg> '5/15/PBI/2003' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi X' </penalty_list>
|
No. 6/ 12 /DPNP
Jakarta, 26 Februari 2004
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang
dijamin Pemerintah
Menunjuk
Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor
31/32/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1998 tentang Penjaminan atas Simpanan Pihak
Ketiga dan Pasar Uang Antar Bank sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 3/5/PBI/2001 tanggal 22 Maret 2001 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 23,Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4082) serta memperhatikan Surat Badan Penyehatan Perbankan
Nasional kepada Bank Indonesia Nomor PROG-2345/BPPN/0700 tanggal 28
Juli 2000 perihal Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang
dijamin oleh Pemerintah, maka ketentuan mengenai marjin
suku bunga
Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin oleh Pemerintah diubah menjadi sebagai
berikut:
Jenis
Deposito
Jangka waktu dalam Rupiah
(basis point)
1 bulan
3 bulan
6 bulan
12 bulan
24 bulan
Pasar Uang
Antar Bank
18
(delapan belas)
20
(dua puluh)
21
(dua puluh satu)
23
(dua puluh tiga)
19
(sembilan belas)
42
(empat puluh dua)
dalam valuta asing
(basis point)
8
(delapan)
8
(delapan)
8
(delapan)
8
(delapan)
12
(dua belas)
0
(nol)
di atas …
-2-
di atas rata-rata suku bunga deposito berjangka dari bank-bank anggota JIBOR
yang dipilih oleh Bank Indonesia.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini maka Surat
Indonesia Nomor 5/25/DPNP tanggal 23 Oktober 2003 perihal Penetapan
Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga Yang Dijamin Pemerintah
dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 1 Maret 2004.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
Edaran Bank
BANK INDONESIA
Ttd.
SWD. MURNIASTUTI
KEPALA BIRO PENELITIAN
DAN PENGATURAN BANK
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 6/12/DPNP|SE-BI/2004 </reg_id>
<reg_title> Penetapan Marjin Suku Bunga Simpanan Pihak Ketiga yang dijamin Pemerintah </reg_title>
<set_date> 26 Februari 2004 </set_date>
<effective_date> 1 Maret 2004 </effective_date>
<replaced_reg> '5/25/DPNP|SE-BI/2003' </replaced_reg>
<related_reg> '31/32/KEP/DIR|SKDIR-BI/1998', '3/5/PBI/2001', 'PROG-2345/BPPN/0700|SRT-BPPN/2000' </related_reg>
|
No. 12 / 11 /DPNP
Jakarta, 31 Maret 2010
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal
Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan
Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan
kepada Bank Indonesia
Sehubungan dengan telah diimplementasikannya Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 50 (Revisi 2006) tentang Instrumen
Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan dan PSAK Nomor 55 (Revisi 2006)
tentang Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran sejak 1 Januari 2010
dan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/40/PBI/2008
tanggal 24 Desember 2008 tentang Laporan Bulanan Bank Umum sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/2/PBI/2010
tanggal 5 Februari 2010 maka perlu dilakukan perubahan terhadap Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan
Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan
Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia sebagaimana telah diubah
dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005,
sebagai berikut:
1. Seluruh . . .
1. Seluruh lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal
14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan
Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada
Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/10/DPNP tanggal 31 Maret 2005 diubah menjadi
Lampiran 1, Lampiran 1a, Lampiran 2, Lampiran 2a, Lampiran 3, Lampiran
3a, Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 5a, Lampiran 6, Lampiran 6a,
Lampiran 7, Lampiran 8, Lampiran 9, Lampiran 10, Lampiran 11,
Lampiran 12, Lampiran 13, dan Lampiran 14 sebagaimana terlampir.
2. Lampiran-lampiran sebagaimana dimaksud pada angka 1 merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Ketentuan dalam butir II.1.d diubah menjadi sebagaimana berikut: “Pos-pos
yang memiliki saldo nihil dalam format Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan yang diumumkan di surat kabar tetap harus dicantumkan
dengan memberi garis pendek (-) pada pos yang bersangkutan, kecuali
ditetapkan secara khusus dalam Lampiran”.
4. Ketentuan dalam butir II.1.h diubah menjadi sebagai berikut: “Bagi Bank
Umum Konvensional yang juga memiliki kegiatan usaha berdasarkan
Prinsip Syariah, selain menyajikan Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan sesuai ketentuan ini juga menyajikan informasi keuangan
syariah sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Laporan
Tahunan, Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan, serta
Laporan Tertentu, yang berlaku bagi Bank Umum yang melakukan kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS).”
5. Ketentuan dalam butir II.2 diubah menjadi sebagai berikut:
”II.2. Cakupan
a. Laporan . . .
a. Laporan yang wajib disajikan dalam Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan sekurang-kurangnya terdiri dari:
1) Neraca
2) Perhitungan Laba Rugi
3) Daftar Komitmen dan Kontijensi
4) Transaksi Spot dan Derivatif
5) Kualitas Aset Produktif dan Informasi lainnya
6) Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
7) Rasio Keuangan
Format yang digunakan ditetapkan sesuai format pada Lampiran 1,
Lampiran 2, Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6, dan
Lampiran 7.
b. Dalam penyusunan Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Bank wajib berpedoman pada
pedoman penyusunan sebagai berikut:
1) Pedoman Penyusunan Neraca
2) Pedoman Penyusunan Perhitungan Laporan Laba Rugi
3) Pedoman Penyusunan Daftar Komitmen dan Kontijensi
4) Pedoman Penyusunan Laporan Transaksi Spot dan Derivatif
5)
Pedoman Penyusunan Laporan Kualitas Aset Produktif dan
Informasi Lainnya
6) Pedoman Perhitungan Modal
7) Pedoman Perhitungan Rasio Keuangan
Pedoman yang digunakan ditetapkan sesuai format pada Lampiran 8,
Lampiran 9, Lampiran 10, Lampiran 11, Lampiran 12, Lampiran 13,
dan Lampiran 14”.
6. Perlakuan . . .
6. Perlakuan akuntansi untuk pos-pos dalam Laporan Keuangan Publikasi
Triwulanan dan Laporan Keuangan Publikasi Bulanan didasarkan pada
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang berlaku, Pedoman
Akuntansi Perbankan Indonesia (PAPI) serta ketentuan dan pedoman terkait
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
7. Sehubungan dengan implementasi PSAK Nomor 50 (Revisi 2006) dan
PSAK Nomor 55 (Revisi 2006), Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
posisi Maret, Juni, September, dan Desember 2009 yang disajikan sebagai
informasi komparatif Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan posisi
Maret, Juni, September, dan Desember 2010 disesuaikan dengan format
dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini tanpa perlu dinyatakan kembali
(restatement). Untuk itu Bank wajib mengungkapkan standar akuntansi
yang digunakan untuk masing-masing periode.
8. Penyajian Laporan Keuangan Publikasi dengan menggunakan format
sebagaimana diatur dalam Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia ini
dilakukan sejak laporan posisi bulan Januari 2010.
Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka
lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/10/DPNP tanggal 31 Maret
2005 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP
tanggal 14 Desember 2001 perihal laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan
Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank
Indonesia dinyatakan tidak berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
31 Maret 2010 dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2010.
Agar . . .
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HALIM ALAMSYAH
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/11/DPNP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 31 Maret 2010 </set_date>
<effective_date> 31 Maret 2010 dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Januari 2010 </effective_date>
<changed_reg> '3/30/DPNP|SE-BI/2001' </changed_reg>
<extension_of> '7/10/DPNP|SE-BI/2005' </extension_of>
<replaced_reg> '7/10/DPNP|SE-BI/2005', '3/30/DPNP|SE-BI/2001' </replaced_reg>
<related_reg> '10/40/PBI/2008', '12/2/PBI/2010', '7/10/DPNP|SE-BI/2005', '3/30/DPNP|SE-BI/2001' </related_reg>
|
No.18/5/DSta
Jakarta, 6 April 2016
S UR A T EDA R A N
Kepada
SEMUA DEBITUR UTANG LUAR NEGERI
DI INDONESIA
Perihal: Penerimaan Devisa Utang Luar Negeri
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan
Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5534) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/23/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 374, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5814),
perlu mengatur kembali ketentuan pelaksanaan mengenai kewajiban
penerimaan Devisa Utang Luar Negeri dalam Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut:
I. UMUM
Dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini, yang dimaksud dengan:
1. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia,
dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh persetujuan dari
otoritas yang berwenang untuk dapat melakukan kegiatan usaha
perbankan dalam valuta asing, termasuk kantor cabang bank
asing di Indonesia, namun tidak termasuk kantor cabang luar
negeri dari Bank yang berkantor pusat di Indonesia.
3. Penduduk ...
2
3. Penduduk adalah penduduk sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai lalu lintas devisa dan
sistem nilai tukar.
4. Utang Luar Negeri yang selanjutnya disingkat ULN adalah utang
Penduduk kepada bukan Penduduk dalam valuta asing.
5. Debitur ULN adalah perorangan, badan hukum bukan bank, dan
badan lainnya yang memiliki ULN.
6. Devisa ULN yang selanjutnya disingkat DULN adalah devisa yang
diperoleh Debitur ULN dari penarikan ULN.
7. Pelapor DULN adalah Debitur ULN.
8. Hari adalah hari kerja Bank Indonesia.
9. Dokumen Pendukung adalah dokumen yang membuktikan:
a. penerimaan DULN telah dilakukan melalui Bank Devisa;
b. penyebab terjadinya selisih kurang antara nilai setiap
penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan nilai setiap
penarikan ULN; atau
c. penyebab terjadinya selisih kurang antara nilai akumulasi
penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan nilai
komitmen ULN.
10. Penjelasan Tertulis adalah pernyataan pihak perusahaan yang
menjelaskan adanya selisih kurang antara nilai akumulasi
penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan nilai komitmen
ULN.
II. KEWAJIBAN PENERIMAAN DULN
1. Setiap penarikan DULN wajib diterima oleh Debitur ULN melalui
Bank Devisa.
2. Penerimaan DULN sebagaimana dimaksud dalam angka 1 wajib
dilaporkan oleh Debitur ULN kepada Bank Indonesia.
3. Kewajiban sebagaimana diatur dalam angka 1 berlaku bagi DULN
berbentuk dana yang berasal dari:
a. ULN berdasarkan perjanjian kredit (loan agreement) dalam
bentuk nonrevolving;
b. ULN berdasarkan surat utang (debt securities).
4. Kewajiban ...
3
4. Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam angka 3 juga termasuk
DULN yang berasal dari selisih antara nilai ULN baru dengan
tujuan refinancing, terhadap nilai ULN lama.
5. ULN baru sebagaimana dimaksud dalam angka 4 meliputi ULN
berdasarkan perjanjian kredit (loan agreement) dan surat utang
(debt securities).
6. ULN lama sebagaimana dimaksud dalam angka 4 meliputi ULN
berdasarkan perjanjian kredit (loan agreement), surat utang (debt
securities), dan utang dagang (trade credit) dalam bentuk barang.
7.
8.
9.
Nilai setiap penerimaan DULN harus sama dengan nilai setiap
penarikan ULN.
Nilai akumulasi penerimaan DULN harus sama dengan nilai
komitmen ULN.
Nilai komitmen ULN sebagaimana dimaksud dalam angka 8
berupa nominal ULN yang tercantum dalam dokumen perjanjian
kredit (loan agreement) atau nominal yang tercantum dalam surat
utang (debt securities).
III. PENYAMPAIAN LAPORAN SERTA JENIS DAN KETENTUAN TERKAIT
DOKUMEN PENDUKUNG DAN PENJELASAN TERTULIS
A. Penyampaian Laporan Penerimaan DULN
1. Penerimaan DULN yang dilaporkan kepada Bank Indonesia
disampaikan melalui laporan realisasi dan posisi ULN
sebagaimana diatur dalam:
a. Peraturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pelaporan kegiatan lalu lintas devisa dan pelaporan
kegiatan penerapan prinsip kehati-hatian dalam
pengelolaan ULN korporasi nonbank; dan
b. Surat Edaran Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pelaporan kegiatan lalu lintas devisa berupa realisasi
dan posisi ULN.
2. Debitur ULN harus menyampaikan informasi penerimaan
DULN kepada Bank Devisa secara akurat, bahwa transaksi
penerimaan (incoming transfer) yang terjadi merupakan
penerimaan DULN dari penarikan ULN yang dilakukan.
B. Jenis ...
4
B. Jenis dan Ketentuan terkait Dokumen Pendukung dan Penjelasan
Tertulis
1. Dokumen Pendukung yang Membuktikan Penerimaan DULN
melalui Bank Devisa
a. Penyampaian laporan penerimaan DULN sebagaimana
dimaksud dalam huruf A harus disertai Dokumen
Pendukung yang dapat membuktikan bahwa
penerimaan DULN telah dilakukan melalui Bank Devisa,
antara lain berupa bukti transfer dan/atau SWIFT
message, yang berisikan informasi paling kurang nama
Bank Devisa, tanggal penerimaan DULN, nilai nominal
penerimaan DULN, nama penerima dana, dan nama
pengirim dana.
b. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam
huruf a harus disampaikan kepada Bank Indonesia
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah
tanggal penarikan ULN.
Contoh:
PT AB memperoleh ULN dalam bentuk surat utang (debt
securities) dengan menerbitkan obligasi di Singapura
pada tanggal 5 Oktober 2016 sebesar USD5.000.000,00
(lima juta dolar Amerika Serikat) dan menerima DULN-
nya melalui Bank Devisa pada tanggal tersebut. Dalam
hal ini, PT AB harus menyampaikan Dokumen
Pendukung yang dapat membuktikan bahwa
penerimaan DULN telah dilakukan melalui Bank Devisa
paling lambat tanggal 15 November 2016.
c. Dalam hal Pelapor DULN tidak menyampaikan
Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sampai dengan batas waktu yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Pelapor DULN
dianggap tidak melakukan penerimaan DULN melalui
Bank Devisa.
Contoh:
PT CD memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit
(loan ...
5
(loan agreement) pada tanggal 1 Juni 2016 sebesar
USD10.000.000,00 (sepuluh juta dolar Amerika
Serikat). PT CD melakukan penarikan ULN pada tanggal
7 Juni 2016 dan menerima DULN-nya melalui Bank
Devisa pada tanggal tersebut. PT CD harus
menyampaikan Dokumen Pendukung yang dapat
membuktikan bahwa penerimaan DULN telah
dilakukan melalui Bank Devisa paling lambat tanggal 15
Juli 2016. Apabila PT CD baru menyampaikan
Dokumen Pendukung kepada Bank Indonesia pada
tanggal 1 Agustus 2016, maka PT CD dianggap tidak
melakukan penerimaan DULN melalui Bank Devisa.
2. Dokumen Pendukung yang Membuktikan Selisih Kurang
antara Nilai Penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan
Nilai Penarikan ULN
a. Dalam hal nilai setiap penerimaan DULN melalui Bank
Devisa lebih kecil dari nilai setiap penarikan ULN
dengan selisih kurang lebih besar dari ekuivalen
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), nilai
penerimaan DULN dianggap sama dengan nilai
penarikan ULN apabila Debitur ULN menyampaikan
Dokumen Pendukung yang memadai kepada Bank
Indonesia.
b. Dalam hal selisih kurang sebagaimana dimaksud dalam
huruf a berjumlah paling banyak ekuivalen
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), nilai
penerimaan DULN dianggap sama dengan nilai
penarikan ULN. Dalam hal ini, Debitur ULN tidak perlu
menyampaikan Dokumen Pendukung.
c. Dalam hal valuta penerimaan DULN melalui Bank
Devisa sama dengan valuta penarikan ULN, besarnya
selisih kurang antara nilai penerimaan DULN dengan
nilai penarikan ULN dikonversikan ke Rupiah
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada akhir
bulan penarikan ULN.
Contoh ...
6
Contoh:
PT EF memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit
(loan agreement) pada tanggal 20 Mei 2016 dari kreditor
GH di Singapura sebesar SGD5.000.000,00 (lima juta
dolar Singapura), dengan batas akhir ULN tanggal 31
Desember 2017. PT EF melakukan penarikan ULN
sebanyak 2 (dua) kali, yaitu tanggal 15 Juni 2016 dan
tanggal 18 Agustus 2016, masing-masing sebesar
SGD2.000.000,00 (dua juta dolar Singapura) dan
SGD3.000.000,00 (tiga juta dolar Singapura). Untuk
penarikan ULN pertama, nilai penerimaan DULN di
Bank Devisa (setelah dikurangi biaya provisi dan biaya
lainnya) tercatat sebesar SGD1.990.000,00 (satu juta
sembilan ratus sembilan puluh ribu dolar Singapura).
Untuk penarikan ULN pertama, selisih kurang antara
nilai penerimaan DULN dengan nilai penarikan ULN,
dengan perhitungan konversi ke Rupiah menggunakan
kurs tengah Bank Indonesia tanggal 30 Juni 2016
(dengan asumsi Rp9.500,00/SGD), adalah sebesar
(SGD2.000.000,00
x Rp9.500,00/SGD)
(SGD1.990.000,00 x Rp9.500,00/SGD)
Rp95.000.000,00.
-
=
Dengan demikian, PT EF harus menyampaikan
Dokumen Pendukung yang memadai untuk
membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang
tersebut.
d. Dalam hal terdapat perbedaan antara valuta
penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan valuta
penarikan ULN, besarnya selisih kurang antara nilai
penerimaan DULN dengan nilai penarikan ULN dihitung
setelah nilai masing-masing valuta dikonversikan ke
Rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada
akhir bulan penarikan ULN.
Contoh:
PT IJ memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit
(loan agreement) pada tanggal 5 September 2016 dari
kreditor ...
7
kreditor KL di Jerman sebesar EUR1.000.000,00 (satu
juta euro) dan ditarik sekaligus dalam mata uang dolar
Amerika Serikat pada tanggal dimaksud. Nilai
penerimaan DULN di Bank Devisa (setelah dikurangi
biaya provisi dan biaya lainnya) tercatat sebesar
USD1.150.000,00 (satu juta seratus lima puluh ribu
dolar Amerika Serikat). Dalam hal ini, selisih kurang
antara nilai penerimaan DULN dengan nilai penarikan
ULN, dengan perhitungan konversi ke Rupiah
menggunakan kurs tengah Bank Indonesia tanggal 30
September 2016 (dengan asumsi Rp15.400,00/EUR dan
Rp13.300,00/USD), adalah sebesar (EUR1.000.000,00
x Rp15.400,00/EUR)
–
(USD1.150.000,00 x
Rp13.300,00/USD) = Rp105.000.000,00.
Dengan demikian, PT IJ harus menyampaikan
Dokumen Pendukung yang memadai untuk
membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang
tersebut.
e. Dalam hal valuta penerimaan DULN melalui Bank
Devisa dan/atau valuta penarikan ULN tidak terdapat
dalam daftar kurs yang diumumkan Bank Indonesia,
besarnya selisih kurang antara nilai penerimaan DULN
dengan nilai penarikan ULN dihitung dengan cara
sebagai berikut:
1)
nilai penerimaan DULN dan/atau nilai penarikan
ULN dalam masing-masing valuta dikonversikan ke
Dolar Amerika Serikat menggunakan kurs tengah
Reuters pada akhir bulan penarikan ULN; dan
2)
hasil konversi dalam Dolar Amerika Serikat
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dikonversikan ke Rupiah dengan menggunakan
kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan
penarikan ULN untuk dihitung selisihnya.
Contoh ...
8
Contoh:
PT MN memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit
(loan agreement) pada tanggal 11 Agustus 2016 sebesar
INR50.000.000,00 (lima puluh juta rupee India) dan
ditarik sekaligus dalam mata uang dolar Amerika
Serikat pada tanggal tersebut. Nilai penerimaan DULN
di Bank Devisa (setelah dikurangi biaya provisi dan
biaya lainnya) tercatat sebesar USD725.000,00 (tujuh
ratus dua puluh lima ribu dolar Amerika Serikat).
Dalam hal ini, selisih kurang antara nilai penerimaan
DULN dengan nilai penarikan ULN, dengan perhitungan
konversi ke Rupiah menggunakan kurs tengah Reuters
tanggal 31 Agustus 2016 (dengan asumsi
USD0,015/INR) dan kurs tengah Bank Indonesia
tanggal 31 Agustus 2016 (dengan asumsi
Rp13.400,00/USD), adalah sebesar (INR50.000,000.00
x
USD0,015/INR
(USD725.000,00 x
Rp335.000.000,00.
x Rp13.400,00/USD)
Rp13.400,00/USD)
–
=
Dengan demikian, PT MN wajib menyampaikan
Dokumen Pendukung yang memadai untuk
membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang
tersebut.
f. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dinilai memadai apabila dapat membuktikan
penyebab terjadinya selisih kurang antara nilai
penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan nilai
penarikan ULN.
g. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, antara lain berupa surat pernyataan atau
notifikasi dari bank (bank statement), kreditor (creditor
statement), atau debitur yang disetujui oleh kreditor,
yang dapat membuktikan penyebab terjadinya selisih
kurang antara nilai penerimaan DULN melalui Bank
Devisa dengan nilai penarikan ULN, antara lain karena
adanya ...
9
adanya biaya konsultan, biaya provisi, dan biaya
transfer.
h. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam
huruf a wajib disampaikan kepada Bank Indonesia
paling lambat akhir bulan berikutnya setelah tanggal
penarikan ULN.
Contoh:
PT MN pada contoh sebagaimana dimaksud dalam
huruf e wajib menyampaikan Dokumen Pendukung
paling lambat tanggal 30 September 2016.
i. Dalam hal Pelapor DULN tidak menyampaikan
Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam
huruf a sampai dengan batas waktu yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam huruf h, Pelapor DULN
dianggap tidak melakukan penerimaan DULN melalui
Bank Devisa.
Contoh:
PT OP memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit
(loan agreement) pada tanggal 7 Oktober 2016. PT OP
melakukan penarikan ULN pada tanggal 10 Oktober
2016 dan penerimaan DULN telah dilakukan melalui
Bank Devisa pada tanggal tersebut. Selisih kurang
antara nilai penerimaan DULN melalui Bank Devisa
dengan nilai penarikan ULN adalah sebesar ekuivalen
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Atas selisih
kurang tersebut, PT OP wajib menyampaikan Dokumen
Pendukung untuk membuktikan penyebab terjadinya
selisih kurang tersebut paling lambat tanggal 30
November 2016. Apabila PT OP baru menyampaikan
Dokumen Pendukung kepada Bank Indonesia pada
tanggal 1 Desember 2016, maka PT OP dianggap tidak
melakukan penerimaan DULN melalui Bank Devisa
sebesar ekuivalen Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
3. Dokumen ...
10
3. Dokumen Pendukung dan Penjelasan Tertulis yang
Membuktikan Selisih Kurang antara Nilai Akumulasi
Penerimaan DULN melalui Bank Devisa dengan Nilai
Komitmen ULN
a. Dalam hal nilai akumulasi penerimaan DULN melalui
Bank Devisa lebih kecil dari nilai komitmen ULN dengan
selisih kurang lebih
besar dari ekuivalen
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), Debitur ULN
harus menyampaikan Penjelasan Tertulis dan Dokumen
Pendukung yang memadai kepada Bank Indonesia.
b. Dalam hal selisih kurang sebagaimana dimaksud dalam
huruf a berjumlah paling banyak ekuivalen
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), Debitur ULN
tidak perlu menyampaikan Penjelasan Tertulis dan
Dokumen Pendukung.
c.
Nilai akumulasi penerimaan DULN sebagaimana
dimaksud dalam huruf a termasuk pula nilai
penerimaan DULN nihil.
d. Dalam hal valuta penerimaan DULN sama dengan
valuta komitmen ULN, besarnya selisih kurang antara
nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai
komitmen ULN dihitung dengan cara sebagai berikut:
1)
nilai setiap penerimaan DULN dikonversikan ke
Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank
Indonesia pada akhir bulan setiap penarikan ULN;
2) seluruh nilai penerimaan DULN dalam Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dijumlahkan sampai dengan penarikan ULN
terakhir dalam jangka waktu ULN untuk
mendapatkan nilai akumulasi penerimaan DULN;
3)
nilai komitmen ULN dikonversikan ke Rupiah
dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia
pada akhir bulan penandatanganan awal
perjanjian kredit (loan agreement) atau penerbitan
surat utang (debt securities); dan
4) selisih ...
11
4)
selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan
DULN dengan nilai komitmen ULN diperoleh dari
hasil pengurangan antara hasil perhitungan
konversi sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dengan hasil penjumlahan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2).
Contoh:
PT QR memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit
(loan agreement) pada tanggal 6 Juni 2016 dari kreditor
ST di Singapura sebesar SGD50.000,00 (lima puluh ribu
dolar Singapura). Diperjanjikan bahwa penarikan
dilakukan sebanyak 2 (dua) kali sampai dengan
berakhirnya jangka waktu ULN, yaitu tanggal 30 Juni
2017. PT QR melakukan penarikan ULN sebanyak 2
(dua) kali, yaitu tanggal 19 Agustus 2016 dan tanggal
18 Oktober 2016. Penerimaan DULN yang tercatat pada
Bank Devisa masing-masing sebesar SGD20.000,00
(dua puluh ribu dolar Singapura) dan SGD22.000,00
(dua puluh dua ribu dolar Singapura). Sampai dengan
akhir Juni 2017, PT QR tidak melakukan penarikan
tambahan terhadap ULN tersebut.
Dalam hal ini, selisih kurang antara nilai akumulasi
penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN dihitung
sebagai berikut:
No.
(1)
Uraian
(2)
1. Penerimaan
DULN
19 Agustus
2016
2. Penerimaan
DULN
SGD22.000,
00
Nilai
(dalam Valas)
(3)
SGD20.000,
00
Kurs
(4)
Rp9.400,00/
SGD
(asumsi kurs
31 Agustus
2016)
Rp9.300,00/
SGD
Rp204.600.000,
00
18 ...
Nilai
(dalam Rupiah)
(5) = (3) x (4)
Rp188.000.000,
00
12
18 Oktober
2016
3. Komitmen
ULN
SGD50.000,
00
(asumsi kurs
31 Oktober
2016)
Rp9.300,00/
SGD
(asumsi kurs
30 Juni 2016)
Selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan
DULN dengan nilai komitmen ULN adalah sebesar
Rp465.000.000,00
–
(Rp188.000.000,00 +
Rp204.600.000,00) = Rp72.400.000,00.
Dengan demikian, PT QR harus menyampaikan
Penjelasan Tertulis dan Dokumen Pendukung yang
memadai untuk membuktikan penyebab terjadinya
selisih kurang tersebut.
e. Dalam hal terdapat perbedaan antara valuta
penerimaan DULN dengan valuta komitmen ULN,
besarnya selisih kurang antara nilai akumulasi
penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN dihitung
dengan cara sebagai berikut:
1)
Rp465.000.000,
00
nilai setiap penerimaan DULN dikonversikan ke
Rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank
Indonesia pada akhir bulan setiap penarikan ULN;
2) seluruh nilai penerimaan DULN dalam Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dijumlahkan sampai dengan penarikan ULN
terakhir dalam jangka waktu ULN untuk
mendapatkan nilai akumulasi penerimaan DULN;
3)
nilai komitmen ULN dikonversikan ke Rupiah
dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia
pada akhir bulan penandatanganan awal
perjanjian kredit (loan agreement) atau penerbitan
surat utang (debt securities); dan
4) selisih ...
13
4)
selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan
DULN dengan nilai komitmen ULN diperoleh dari
hasil pengurangan antara hasil perhitungan
konversi sebagaimana dimaksud dalam angka 3)
dengan hasil penjumlahan sebagaimana dimaksud
dalam angka 2).
Contoh:
PT UV memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit
(loan agreement) pada tanggal 27 September 2016 dari
kreditor WX di Singapura sebesar SGD250.000,00 (dua
ratus lima puluh ribu dolar Singapura). Diperjanjikan
bahwa penarikan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali
sampai dengan berakhirnya jangka waktu ULN, yaitu
tanggal 31 Desember 2017. PT UV melakukan
penarikan ULN sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu tanggal 27
September 2016, tanggal 15 November 2016, dan
tanggal 28 Maret 2017, dalam mata uang dolar Amerika
Serikat. Penerimaan DULN yang tercatat pada Bank
Devisa masing-masing sebesar USD70.000,00 (tujuh
puluh ribu dolar Amerika Serikat), USD70.000,00 (tujuh
puluh ribu dolar Amerika Serikat), dan USD28.000,00
(dua puluh delapan ribu dolar Amerika Serikat).
Dalam hal ini, selisih kurang antara nilai akumulasi
penerimaan DULN dan nilai komitmen ULN dihitung
sebagai berikut:
No.
(1)
Uraian
(2)
1. Penerimaan
DULN
27 September
2016
Nilai
(dalam Valas)
(3)
USD70.000,
00
Kurs
(4)
Rp13.300,00/
USD
(asumsi kurs
30 September
2016)
Nilai
(dalam Rupiah)
(5) = (3) x (4)
Rp931.000.000,
00
2. Penerimaan ...
14
2. Penerimaan
DULN
15 November
2016
3. Penerimaan
DULN
28 Maret
2017
4. Komitmen
ULN
SGD250.000,
00
USD28.000,
00
USD70.000,
00
Rp13.200,00/
USD
(asumsi kurs
30 November
2016)
Rp13.000,00/
USD
(asumsi kurs
31 Maret
2017)
Rp9.000,00
/SGD
(asumsi kurs
30 September
2016)
Rp
2.250.000.000,
00
Rp364.000.000,
00
Rp924.000.000,
00
Selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan
DULN dengan nilai komitmen ULN adalah sebesar
Rp2.250.000.000,00
–
(Rp931.000.000,00 +
Rp924.000.000,00 + Rp364.000.000,00) =
Rp31.000.000,00.
Dengan demikian, PT UV tidak perlu menyampaikan
Penjelasan Tertulis dan Dokumen Pendukung untuk
membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang
tersebut.
f. Dalam hal valuta penerimaan DULN dan/atau valuta
komitmen ULN tidak terdapat dalam daftar kurs yang
diumumkan Bank Indonesia, besarnya selisih kurang
antara nilai akumulasi penerimaan DULN dengan nilai
komitmen ULN dihitung dengan cara sebagai berikut:
1)
nilai setiap penerimaan DULN yang valutanya tidak
terdapat dalam kurs yang diumumkan Bank
Indonesia dikonversikan ke Dolar Amerika Serikat
dengan menggunakan kurs tengah Reuters pada
akhir bulan setiap penarikan ULN;
2) hasil ...
15
2)
hasil konversi dalam Dolar Amerika Serikat
sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
dikonversikan ke Rupiah dengan menggunakan
kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan
setiap penarikan ULN;
3) seluruh nilai hasil konversi dalam Rupiah
sebagaimana dimaksud dalam angka 2)
dijumlahkan sampai dengan penarikan ULN
terakhir dalam jangka waktu ULN untuk
mendapatkan nilai akumulasi penerimaan DULN;
4)
nilai komitmen ULN yang valutanya tidak terdapat
dalam kurs yang diumumkan Bank Indonesia
dikonversikan ke Dolar Amerika Serikat dengan
menggunakan kurs tengah Reuters pada akhir
bulan penandatanganan awal perjanjian kredit
(loan agreement) atau penerbitan surat utang (debt
securities);
5)
hasil konversi dalam Dolar Amerika Serikat
sebagaimana dimaksud dalam angka 4)
dikonversikan ke Rupiah dengan menggunakan
kurs tengah Bank Indonesia pada akhir bulan
penandatanganan awal perjanjian kredit (loan
agreement) atau penerbitan surat utang (debt
securities); dan
6)
selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan
DULN dengan nilai komitmen ULN diperoleh dari
hasil pengurangan antara hasil perhitungan
konversi sebagaimana dimaksud dalam angka 5)
dengan hasil penjumlahan sebagaimana dimaksud
dalam angka 3).
Contoh:
PT YZ memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit
(loan agreement) pada tanggal 13 September 2016 dari
kreditor AC di India sebesar INR200.000.000,00 (dua
ratus juta rupee India). Diperjanjikan bahwa penarikan
dilakukan ...
16
dilakukan sebanyak 2 (dua) kali sampai dengan
berakhirnya jangka waktu ULN, yaitu tanggal 30
November 2017. PT YZ melakukan penarikan ULN
sebanyak 2 (dua) kali, yaitu tanggal 21 November 2016
dan tanggal 7 Juni 2017. Penerimaan DULN yang
tercatat pada Bank Devisa masing-masing sebesar
INR137.000.000,00 (seratus tiga puluh juta rupee India)
dan INR48.500.000,00 (empat puluh delapan juta lima
ratus ribu rupee India).
Dalam hal ini, selisih kurang antara nilai akumulasi
penerimaan DULN dengan nilai komitmen ULN dihitung
sebagai berikut:
No.
(1)
Uraian
(2)
1. Penerimaan
DULN
21 November
2016
Nilai
(dalam Valas)
(3)
INR
137.000.000,
00
Kurs
(4)
USD0,015/
INR
Rp13.200,00/
USD
(asumsi kurs
30 November
2016)
2. Penerimaan
DULN
7 Juni 2017
INR
48.500.000,
00
USD0,014/
INR
Rp12.800,00/
USD
(asumsi kurs
30 Juni 2017)
3. Komitmen
ULN
INR
200.000.000,
00
USD0,015/
INR
Rp13.200,00/
USD
Rp
39.600.000.000,
00
Rp
8.691.200.000,
00
Nilai
(dalam Rupiah)
(5) = (3) x (4)
Rp
27.126.000,000,
00
(asumsi ...
17
(asumsi kurs
30 September
2016)
Selisih kurang antara nilai akumulasi penerimaan
DULN dengan nilai komitmen ULN adalah sebesar
(Rp39.600.000.000,00) – (Rp27.126.000,000,00 +
Rp8.947.200.000,00) = Rp3.526.800.000,00.
Dengan demikian, PT YZ harus menyampaikan
Penjelasan Tertulis dan Dokumen Pendukung untuk
membuktikan penyebab terjadinya selisih kurang
tersebut.
g. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dinilai memadai apabila dapat membuktikan
penyebab terjadinya selisih kurang antara nilai
akumulasi penerimaan DULN dengan nilai komitmen
ULN.
h. Dokumen Pendukung sebagaimana dimaksud dalam
huruf a antara lain berupa surat pernyataan atau
notifikasi dari bank (bank statement), kreditor (creditor
statement), atau debitur yang disetujui oleh kreditor,
yang dapat membuktikan penyebab terjadinya selisih
kurang antara nilai akumulasi penerimaan DULN
dengan nilai komitmen ULN, antara lain karena adanya
biaya konsultan, biaya provisi, dan biaya transfer.
i.
Penjelasan Tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf
a ditandatangani paling kurang oleh direktur keuangan
atau setingkat, dengan menggunakan contoh
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
j.
Penjelasan Tertulis dan Dokumen Pendukung
sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus
disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat
sebelum berakhirnya jangka waktu ULN.
Contoh ...
18
Contoh:
PT YZ pada contoh sebagaimana dimaksud dalam huruf
f wajib menyampaikan Dokumen Pendukung paling
lambat tanggal 29 November 2017.
4. Apabila batas waktu sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b,
butir 2.h, dan butir 3.j jatuh pada hari Sabtu, Minggu, hari
libur, dan/atau cuti bersama yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, Dokumen Pendukung dan Penjelasan Tertulis
yang dibutuhkan disampaikan pada Hari berikutnya.
Contoh:
PT BD memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit (loan
agreement) pada tanggal 20 April 2016. PT BD melakukan
penarikan ULN pada tanggal 25 April 2016 dan penerimaan
DULN telah dilakukan melalui Bank Devisa pada tanggal
tersebut. Batas waktu penyampaian Dokumen Pendukung
penerimaan DULN tersebut seharusnya pada tanggal 15 Mei
2016, namun karena tanggal 15 Mei 2016 jatuh pada hari
Minggu, maka batas waktu penyampaian Dokumen
Pendukung penerimaan DULN menjadi hari Senin tanggal 16
Mei 2016.
5. Dokumen Pendukung dan Penjelasan Tertulis sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a, butir 2.a, dan butir 3.a dapat
disampaikan kepada Bank Indonesia dalam bentuk softcopy
dengan format PDF, JPG, TIFF, BMP, PNG, atau GIF, melalui
email atau media lainnya.
IV. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Bank Indonesia dapat meminta informasi kepada Debitur ULN
berupa keterangan secara lisan dan/atau tertulis, dengan
dilengkapi penjelasan, bukti, catatan, dan/atau dokumen lain
yang diperlukan, dengan atau tanpa melibatkan instansi terkait.
2. Dalam hal terdapat permasalahan terkait penerapan kewajiban
penerimaan DULN yang berdampak strategis, Bank Indonesia
dapat mengambil kebijakan tertentu dengan tetap
memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan
Devisa ...
19
Devisa Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 17/23/PBI/2015, serta peraturan perundang-undangan
lainnya.
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
A. Sanksi Administratif Berupa Denda
1. Pelapor DULN yang tidak melakukan penerimaan DULN
melalui Bank Devisa sebagaimana dimaksud dalam butir II.1
dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 0,25%
(nol koma dua puluh lima persen) dari setiap nilai penarikan
ULN yang tidak melalui Bank Devisa, dengan nominal paling
banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Contoh:
PT CE memperoleh ULN dalam bentuk perjanjian kredit (loan
agreement) dari kreditor DF di Australia sebesar ekuivalen
Rp400.000.000.000,00 (empat ratus miliar rupiah) pada
tanggal 1 Juli 2016, dan ditarik secara penuh di bulan
tersebut. Nilai penerimaan DULN di Bank Devisa (setelah
dikurangi biaya provisi dan biaya lainnya) hanya tercatat
sebesar ekuivalen Rp350.000.000.000,00 (tiga ratus lima
puluh miliar rupiah). Dengan demikian, terdapat selisih
kurang antara nilai penerimaan DULN melalui Bank Devisa
dengan nilai penarikan ULN sebesar ekuivalen
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) dan tidak
dapat dijelaskan oleh PT CE.
Berdasarkan contoh ini, PT CE dianggap tidak melakukan
penerimaan DULN melalui Bank Devisa sebesar
Rp50.000.000.000.00 (lima puluh miliar rupiah). Dalam hal
ini, PT CE dikenakan sanksi administratif berupa denda
sebesar 0,25% x Rp50.000.000.000,00 = Rp125.000.000,00
(seratus dua puluh lima juta rupiah). Mengingat maksimum
sanksi administratif berupa denda paling banyak sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), PT CE dikenakan
sanksi administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah).
2. Pengenaan ...
20
2. Pengenaan sanksi administratif berupa denda bagi Pelapor
DULN sebagaimana dimaksud dalam angka 1, dilakukan
melalui surat penetapan sanksi administratif berupa denda
dari Bank Indonesia kepada Pelapor DULN.
3. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 didahului dengan
penerbitan surat pemberitahuan sanksi administratif berupa
denda dari Bank Indonesia kepada Pelapor DULN.
4. Pelapor DULN diberikan kesempatan untuk menyampaikan
tanggapan secara tertulis atas surat pemberitahuan sanksi
administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam
angka 3.
5. Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 diterima
oleh Bank Indonesia paling lama 15 (lima belas) Hari sejak
tanggal surat pemberitahuan sanksi administratif berupa
denda.
6. Bank Indonesia menerbitkan surat penetapan sanksi
administratif berupa denda dalam hal:
a. Pelapor DULN tidak menyampaikan tanggapan atas
surat pemberitahuan sanksi administratif berupa denda
sebagaimana dimaksud dalam angka 5; atau
b. Bank Indonesia tidak menyetujui alasan dari tanggapan
yang disampaikan oleh Pelapor DULN sebagaimana
dimaksud dalam angka 5.
7. Surat penetapan sanksi administratif berupa denda dari
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam angka 6
antara lain mencantumkan jenis pelanggaran, besarnya
denda yang harus dibayar, batas waktu pembayaran denda,
batas waktu penerimaan DULN secara keseluruhan, dan
rekening tujuan pembayaran sanksi administratif berupa
denda.
8. Pembayaran ...
21
8. Pembayaran Sanksi Administratif Berupa Denda
a. Pembayaran sanksi administratif berupa denda
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 disetorkan ke
rekening Bank Indonesia.
b. Pelapor DULN harus memberikan bukti pembayaran
sanksi administratif berupa denda sebagaimana
dimaksud dalam huruf a kepada Bank Indonesia paling
lambat akhir bulan berikutnya setelah tanggal surat
penetapan sanksi administratif berupa denda.
Contoh:
Bank Indonesia pada tanggal 23 Agustus 2016
menerbitkan surat penetapan sanksi administratif
berupa denda atas pelanggaran kewajiban penerimaan
DULN yang dilakukan oleh PT EG. Dalam hal ini, PT EG
harus membayarkan sanksi administratif berupa denda
ke rekening Bank Indonesia dan menyampaikan bukti
pembayaran denda tersebut kepada Bank Indonesia
paling lambat tanggal 30 September 2016.
B. Pembebasan Sanksi Administratif Berupa Denda
1. Pelapor DULN yang telah dikenakan sanksi administratif
berupa denda sebagaimana dimaksud dalam butir A.1 dapat
diberikan pembebasan sanksi administratif berupa denda.
2. Pembebasan sanksi administratif berupa denda
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diberikan dalam hal:
a. Pelapor DULN menyampaikan surat permohonan
pembebasan pengenaan sanksi administratif berupa
denda dengan mengacu pada contoh sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini,
yang disertai dengan bukti pemenuhan kewajiban
penerimaan DULN melalui Bank Devisa, antara lain
berupa fotokopi SWIFT message dan bank statement;
dan
b. berdasarkan ...
22
b. berdasarkan penelitian Bank Indonesia, Pelapor DULN
tidak melakukan pelanggaran terhadap pemenuhan
kewajiban penerimaan DULN melalui Bank Devisa.
3. Permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa
denda sebagaimana dimaksud dalam angka 2 disampaikan
paling lambat akhir bulan berikutnya setelah bulan
diterbitkannya surat penetapan sanksi administratif berupa
denda.
Contoh:
Bank Indonesia pada tanggal 15 Juli 2016 menerbitkan surat
penetapan sanksi administratif berupa denda atas
pelanggaran kewajiban penerimaan DULN yang dilakukan
oleh PT FH. Dalam hal ini, PT FH dapat menyampaikan
permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa
denda kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 31
Agustus 2016.
4. Bank Indonesia tidak akan memproses pengajuan
permohonan untuk pembebasan sanksi administratif berupa
denda sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a, dalam hal:
a. Permohonan melewati akhir bulan berikutnya setelah
diterbitkannya surat penetapan sanksi administratif
berupa denda sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
Contoh:
PT FH pada contoh sebagaimana dimaksud dalam
angka 3 di atas dapat menyampaikan permohonan
untuk pembebasan sanksi administratif berupa denda
kepada Bank Indonesia paling lambat tanggal 31
Agustus 2016. Apabila PT FH menyampaikan
permohonan pada tanggal 1 September 2016, Bank
Indonesia tidak akan memproses permohonan tersebut.
b. Permohonan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.a.
5. Bank Indonesia melakukan penelitian atas bukti pemenuhan
kewajiban penerimaan DULN melalui Bank Devisa
sebagaimana ...
23
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a. yang disampaikan
oleh Pelapor DULN.
6. Dalam hal Pelapor DULN terbukti tidak melakukan
pelanggaran kewajiban penerimaan DULN melalui Bank
Devisa, Bank Indonesia akan menginformasikan secara
tertulis kepada Pelapor DULN bahwa:
a. Pelapor DULN dibebaskan dari kewajiban membayar
sanksi administratif berupa denda; dan
b. denda dikembalikan oleh Bank Indonesia, dalam hal
Pelapor DULN telah melakukan pembayaran sanksi
administratif berupa denda.
7. Dalam hal Pelapor DULN terbukti melakukan pelanggaran
kewajiban penerimaan DULN melalui Bank Devisa, Bank
Indonesia menyampaikan:
a. surat penolakan terhadap permohonan pembebasan
sanksi administratif berupa denda kepada Pelapor
DULN dan penegasan kewajiban membayar sanksi
administratif berupa denda; atau
b. surat penetapan sanksi administratif berupa denda
yang baru jika terdapat koreksi terhadap nominal
sanksi administratif berupa denda yang telah
disampaikan sebelumnya oleh Bank Indonesia.
C. Sanksi Administratif selain Denda
1. Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda, Pelapor
DULN yang melakukan pelanggaran kewajiban penerimaan
DULN melalui Bank Devisa dapat dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. teguran tertulis; dan/atau
b. pemberitahuan kepada kreditor yang bersangkutan di
luar negeri dan/atau instansi yang berwenang.
2. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a
dikenakan kepada Pelapor DULN dalam hal Pelapor DULN
yang telah dikenakan sanksi administratif berupa denda:
a. tidak ...
24
a. tidak membayar sanksi administratif berupa denda
sebagaimana dimaksud dalam butir A.1; dan/atau
b. belum menerima DULN secara keseluruhan melalui
Bank Devisa sebagaimana dimaksud dalam butir II.1.
3. Sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana
dimaksud dalam butir 1.a diberikan setelah berakhirnya
jangka waktu permohonan untuk pembebasan sanksi
administratif berupa denda.
4. Pemberitahuan kepada:
a. kreditor yang bersangkutan di luar negeri; dan/atau
b. instansi yang berwenang
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b diberikan dalam hal
Pelapor DULN telah dikenakan sanksi administratif berupa
denda sebanyak 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun kalender
dan tidak memperoleh pembebasan sanksi administratif
berupa denda dari Bank Indonesia.
5. Sanksi administratif berupa pemberitahuan sebagaimana
dimaksud dalam angka 4, diberikan setelah berakhirnya
jangka waktu permohonan pembebasan sanksi administratif
berupa denda yang ke-3 (ketiga) dalam 1 (satu) tahun
kalender.
6.
Instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam
butir 1.b antara lain:
a. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
bagi korporasi BUMN; dan/atau
b. Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
D. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam
butir A.1 dan sanksi administratif berupa teguran tertulis
dan/atau pemberitahuan kepada kreditor yang bersangkutan di
luar negeri dan/atau instansi yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam butir C.1 tidak menggugurkan kewajiban
penerimaan DULN melalui Bank Devisa.
VI. KORESPONDENSI ...
25
VI. KORESPONDENSI DAN HELP DESK
1. Penyampaian surat menyurat dan komunikasi dengan Bank
Indonesia terkait pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia ini
ditujukan kepada:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
Grup Pengelolaan dan Pengawasan Laporan 2
c.q. Divisi Pengelolaan dan Pengawasan LLD
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 16
Jalan M.H. Thamrin No.2
Jakarta 10350
2. Help Desk
Telepon
: 021-29814077, 021-29814219, 021-29814556,
021-29814572, 021-29814650, 021-29814657,
021-29814926, 021-29815174, 021-29815870,
021-29815871, 021-29815875, 021-29816036,
021-29817606, 021-29818126, 021-29818127,
021-29810000 ext. 2122, 2134, 2138, 2166
Faksimile : 021-2311936
E-mail
: LLDULN@bi.go.id
3. Dalam hal terjadi perubahan alamat surat-menyurat dan
komunikasi, Bank Indonesia akan memberitahukan melalui surat
dan/atau media lainnya.
VII. KETENTUAN PERALIHAN
Kewajiban penerimaan DULN yang berasal dari perjanjian ULN yang
ditandatangani sebelum tanggal 2 Januari 2016 tetap mengacu pada
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/10/DSta tanggal 26 Mei 2014
perihal Penarikan Devisa Utang Luar Negeri sampai dengan
berakhirnya perjanjian ULN dimaksud, kecuali untuk penerimaan
DULN yang berasal dari penambahan plafon ULN karena adanya
perubahan perjanjian (amendemen) yang ditandatangani sejak tanggal
2 Januari 2016.
VIII. KETENTUAN ...
26
VIII. KETENTUAN PENUTUP
1. Ketentuan pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam butir V mulai berlaku untuk penarikan ULN
yang dilakukan sejak tanggal 1 Maret 2016 atas perjanjian ULN
yang ditandatangani sejak berlakunya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 17/23/PBI/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 16/10/PBI/2014 tentang Penerimaan Devisa
Hasil Ekspor dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 374, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5814).
2. Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 16/10/DSta tanggal 26 Mei 2014
perihal Penarikan Devisa Utang Luar Negeri dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
3. Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
6 April 2016.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDY SULISTIOWATY
KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 18/5/DSta|SE-BI/2016 </reg_id>
<reg_title> Penerimaan Devisa Utang Luar Negeri </reg_title>
<set_date> 6 April 2016 </set_date>
<effective_date> 6 April 2016 </effective_date>
<replaced_reg> '16/10/DSta|SE-BI/2014' </replaced_reg>
<related_reg> '16/10/PBI/2014', '17/23/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 17/48/DPD
Jakarta, 7 Desember 2015
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK DI INDONESIA
Perihal
: Penerbitan, Tata Cara Lelang, dan Penatausahaan
Surat Berharga Bank Indonesia dalam Valuta Asing
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/17/PBI/2015 tentang Surat Berharga Bank Indonesia dalam Valuta
Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 264,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5753), perlu
mengatur ketentuan pelaksanaan mengenai penerbitan, tata cara lelang,
dan penatausahaan Surat Berharga Bank Indonesia dalam Valuta Asing
dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
1. Surat Berharga Bank Indonesia dalam Valuta Asing yang
selanjutnya disebut SBBI Valas adalah surat berharga dalam
valuta asing yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek.
2. Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan, yang
melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan telah
memperoleh izin dari otoritas yang berwenang untuk melakukan
kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing.
3. Peserta Lelang adalah pihak yang dapat melakukan transaksi
Lelang SBBI Valas dengan Bank Indonesia.
4. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang
selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai BI-
SSSS.
5. Pasar…
2
5. Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan SBBI
Valas untuk pertama kali.
6. Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SBBI Valas yang
telah dijual di Pasar Perdana.
7. Lelang SBBI Valas adalah penjualan SBBI Valas di Pasar Perdana
oleh Bank Indonesia yang dilakukan dengan mekanisme lelang.
8. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) adalah
pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan volume
dan tingkat diskonto yang diinginkan penawar.
9. Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Noncompetitive Bidding)
adalah pengajuan penawaran pembelian dengan mencantumkan
volume tanpa tingkat diskonto yang diinginkan penawar.
10. Sub-Registry adalah Bank dan lembaga yang melakukan kegiatan
kustodian yang memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Bank
Indonesia melakukan fungsi penatausahaan surat berharga,
termasuk SBBI Valas untuk kepentingan nasabah.
11. Bank Pembayar adalah Bank yang memiliki Rekening Giro Valas
di Bank Indonesia untuk melakukan pembayaran dan/atau
penerimaan dana dalam rangka setelmen transaksi SBBI Valas.
12. Rekening Surat Berharga adalah rekening milik Bank dan/atau
Sub-Registry di Bank Indonesia untuk mencatat kepemilikan
SBBI Valas.
13. Rekening Giro dalam Valuta Asing yang selanjutnya disebut
Rekening Giro Valas adalah rekening giro Bank dalam valuta
asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia dan digunakan
untuk penyelesaian akhir transaksi SBBI Valas.
II. PENERBITAN SBBI VALAS
1. Jenis valuta asing dalam penerbitan SBBI Valas adalah Dolar
Amerika Serikat (USD).
2. SBBI Valas memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. satuan unit sebesar USD1,000.00 (seribu Dolar Amerika
Serikat);
b. berjangka waktu paling singkat 1 (satu) bulan dan paling
lama…
3
c.
lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari
dan dihitung sejak 1 (satu) hari sesudah tanggal setelmen
sampai dengan tanggal jatuh waktu;
d. diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat (scripless);
e. dapat diperdagangkan (tradable);
f. diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto;
g. nilai tunai SBBI Valas dihitung berdasarkan diskonto murni
(true discount) dengan rumus sebagai berikut:
nilai nominal x 360
nilai diskonto = nilai nominal – nilai tunai
nilai tunai =
360 + (tingkat diskonto x jangka waktu)
h. SBBI Valas yang masih dalam status agunan tidak dapat
diperdagangkan;
i. SBBI Valas dilunasi sebesar nilai nominal pada saat jatuh
waktu; dan
j. Bank Indonesia dapat melunasi SBBI Valas sebelum jatuh
waktu (early redemption) yang dilakukan dengan persetujuan
pemilik SBBI Valas.
III. TATA CARA LELANG SBBI VALAS
1. Ketentuan dan Persyaratan
a. Peserta Lelang adalah Bank yang memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1)
tidak sedang dikenakan sanksi penghentian sementara
untuk mengikuti kegiatan transaksi Lelang SBBI Valas;
2) harus memiliki akses sistem Lelang SBBI Valas yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia;
3) harus memiliki Rekening Giro Valas di Bank Indonesia;
4) harus memiliki Rekening Surat Berharga di BI-SSSS;
dan
5) wajib menyediakan dana yang cukup di Rekening Giro
Valas untuk penyelesaian kewajiban pada waktu
penyelesaian…
4
penyelesaian transaksi.
b. Peserta Lelang dapat mengajukan penawaran Lelang SBBI
Valas atas nama diri sendiri dan/atau atas nama pihak lain.
c. Peserta Lelang dapat mengajukan Lelang SBBI Valas paling
banyak sebesar USD100,000,000.00 (seratus juta Dolar
Amerika Serikat) per pengajuan penawaran.
d. Peserta Lelang dapat mengajukan lebih dari 1 (satu) kali
penawaran Lelang SBBI Valas pada saat Lelang SBBI Valas.
e. Metode Lelang SBBI Valas dilakukan sebagai berikut:
1) Harga tetap (fixed rate tender)
Tingkat diskonto Lelang SBBI Valas ditetapkan oleh
Bank Indonesia; atau
2) Harga beragam (variable rate tender)
Tingkat diskonto Lelang SBBI Valas diajukan oleh
Peserta Lelang.
f. Penawaran pembelian SBBI Valas dapat dilakukan dengan
cara Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding)
dan Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive
Bidding).
g. Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding) dan
Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive
Bidding) dilakukan pada metode lelang harga beragam
(variable rate tender).
h. Penetapan tingkat diskonto bagi pemenang lelang dengan
Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive
Bidding) dapat dilakukan berdasarkan rata-rata tertimbang
tingkat diskonto hasil lelang Penawaran Pembelian
Kompetitif (Competitive Bidding).
i. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBBI Valas
paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan Lelang
SBBI Valas, melalui terminal Bloomberg, sistem Laporan
Harian Bank Umum, website Bank Indonesia, dan/atau
sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia.
j. Pelaksanaan Lelang SBBI Valas dilakukan melalui terminal
Bloomberg…
5
Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
k. Dalam hal Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang
SBBI Valas untuk kepentingan pembeli SBBI Valas selain
untuk kepentingan Peserta Lelang, maka Peserta Lelang
harus memperhatikan Batas Paling Tinggi Nominal
Penawaran (Broker Bidding Limit) yang telah disepakati
antara pembeli SBBI Valas dengan Peserta Lelang.
l. Pembeli SBBI Valas yang tidak memiliki Rekening Surat
Berharga harus menunjuk Sub-Registry untuk pelaksanaan
setelmen hasil Lelang SBBI Valas.
m. Pembeli SBBI Valas yang tidak memiliki Rekening Giro Valas
atau Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam huruf l
harus menunjuk Bank Pembayar untuk pelaksanaan
setelmen hasil Lelang SBBI Valas.
n. Prosedur penunjukan Bank Pembayar mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui BI-
SSSS.
o. Peserta Lelang harus menyampaikan penawaran Lelang
SBBI Valas dengan informasi yang lengkap dan benar
berdasarkan dokumen instruksi transaksi.
2.
Pelaksanaan Lelang SBBI Valas
a. Sebelum pelaksanaan Lelang SBBI Valas, Bank Indonesia
mengirimkan surat permintaan kepada Peserta Lelang untuk
menyampaikan paling sedikit 2 (dua) nama pegawai yang
akan ditunjuk untuk melakukan transaksi Lelang SBBI
Valas melalui terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
b. Berdasarkan surat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, Peserta Lelang menyampaikan nama pegawai
yang ditunjuk untuk melakukan transaksi Lelang SBBI
Valas melalui surat sebagaimana contoh pada Lampiran I
dan penyampaiannya dapat didahului melalui faksimile.
c. Surat dan faksimile sebagaimana dimaksud dalam huruf b
disampaikan…
6
disampaikan kepada Bank Indonesia dengan alamat sebagai
berikut:
Bank Indonesia
Departemen Pengelolaan Devisa (DPD)
c.q. Divisi Pengelolaan Sistem Tresuri dan Manajemen Intern
(PSAd)
Menara Sjafruddin Prawiranegara, Lantai 7
Jl. M.H Thamrin No.2
Jakarta 10350
Nomor Faksimile 021-3864934
Dalam hal terjadi perubahan alamat surat menyurat dan
komunikasi akan diberitahukan melalui surat dan/atau
media lainnya.
d. Dalam hal terjadi perubahan atau pergantian pegawai yang
ditunjuk untuk melakukan transaksi Lelang SBBI Valas
sebagaimana dimaksud dalam huruf b, Peserta Lelang
menyampaikan pengkinian data melalui surat kepada Bank
Indonesia - DPD c.q. PSAd dengan menggunakan contoh
pada Lampiran I.
e. Bank Indonesia mengumumkan rencana Lelang SBBI Valas
paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan
Lelang SBBI Valas melalui terminal Bloomberg kepada
pegawai Peserta Lelang yang telah ditunjuk, sistem Laporan
Harian Bank Umum, website Bank Indonesia, dan/atau
sarana komunikasi lain yang digunakan Bank Indonesia.
f. Pengumuman rencana Lelang SBBI Valas paling kurang
memuat antara lain:
1)
jenis dan seri;
2)
3)
tanggal pelaksanaan Lelang SBBI Valas;
target indikatif yang ditawarkan dalam hal Lelang SBBI
Valas dilakukan dengan metode harga beragam (variable
rate tender);
4)
tingkat diskonto penawaran dalam hal Lelang SBBI
Valas dilakukan dengan metode harga tetap (fixed rate
tender…
7
tender);
5)
tanggal penerbitan dan tanggal jatuh waktu;
6) mata uang;
7) waktu pembukaan dan penutupan penawaran (window
time);
8) waktu pengumuman hasil Lelang SBBI Valas;
9)
tanggal setelmen;
10) alokasi untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif
(Non-competitive Bidding) dalam hal Lelang SBBI Valas
dilakukan dengan metode lelang harga beragam
(variable rate tender); dan
11) daftar nama Peserta Lelang.
g. Pada hari pelaksanaan Lelang SBBI Valas, Peserta Lelang
mengajukan penawaran sebagai berikut:
1) Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive Bidding)
yang memuat:
a) penawaran kuantitas;
b)
tingkat diskonto; dan
c) participant code BI-SSSS yang mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat
berharga melalui BI-SSSS.
(1) Dalam hal Peserta Lelang mengajukan atas
nama diri sendiri, participant code yang
digunakan adalah participant code Peserta
Lelang.
(2) Dalam hal Peserta Lelang mengajukan atas
nama Bank bukan Peserta Lelang, participant
code yang digunakan adalah participant code
Bank bukan Peserta Lelang.
(3) Dalam hal Peserta Lelang mengajukan atas
nama Pembeli SBBI Valas yang tidak memiliki
Rekening Surat Berharga, participant code yang
digunakan adalah participant code Sub-
Registry…
8
Registry.
2) Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-competitive
Bidding) yang memuat sebagai berikut:
a) penawaran kuantitas; dan
b) participant code BI-SSSS yang mengacu pada
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat
berharga melalui BI-SSSS.
(1) Dalam hal Peserta Lelang mengajukan atas
nama diri sendiri, participant code yang
digunakan adalah participant code Peserta
Lelang.
(2) Dalam hal Peserta Lelang mengajukan atas
nama Bank bukan Peserta Lelang, participant
code yang digunakan adalah participant code
Bank bukan Peserta Lelang.
(3) Dalam hal Peserta Lelang mengajukan atas
nama Pembeli SBBI Valas yang tidak memiliki
Rekening Surat Berharga, participant code yang
digunakan adalah participant code Sub-
Registry.
h. Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang SBBI Valas
untuk Penawaran Pembelian Kompetitif (Competitive
Bidding), dengan ketentuan sebagai berikut:
1) pengajuan penawaran kuantitas dari masing-masing
Peserta Lelang paling rendah 100 (seratus) unit atau
USD100,000.00 (seratus ribu Dolar Amerika Serikat) dan
selebihnya dengan kelipatan USD1,000.00 (seribu Dolar
Amerika Serikat); dan
2) penawaran diskonto diajukan dengan kelipatan 0,1 bps
(nol koma satu basis point) atau 0,001% (satu perseratus
ribu).
i. Dalam hal Peserta Lelang mengajukan penawaran Lelang
SBBI Valas untuk Penawaran Pembelian Nonkompetitif (Non-
competitive…
9
competitive Bidding), pengajuan penawaran kuantitas
dilakukan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
butir h.1).
j. Peserta Lelang bertanggung jawab atas kebenaran data
penawaran pembelian Lelang SBBI Valas.
k. Peserta Lelang yang telah mengajukan penawaran Lelang
SBBI Valas tidak dapat membatalkan penawarannya.
l. Peserta Lelang dapat melakukan koreksi atas pengajuan
penawaran Lelang SBBI Valas selama window time.
m. Dalam hal terjadi gangguan pada sistem Lelang SBBI Valas
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia pada tanggal
pelaksanaan Lelang SBBI Valas, Bank Indonesia dapat
menyatakan pelaksanaan Lelang SBBI Valas ditunda atau
dibatalkan.
n. Dalam hal tanggal jatuh waktu SBBI Valas ditetapkan
sebagai hari libur oleh pemerintah, pelaksanaan setelmen
transaksi dimaksud dilakukan pada hari kerja berikutnya
tanpa memperhitungkan tambahan diskonto untuk hari
libur dimaksud.
3. Penetapan Pemenang Lelang SBBI Valas
a. Dalam hal Lelang SBBI Valas dilakukan dengan metode
harga tetap (fixed rate tender), penetapan SBBI Valas yang
dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Penawaran nilai nominal yang diajukan oleh Peserta
Lelang dimenangkan seluruhnya.
2) Dalam hal diperlukan, penawaran nilai nominal yang
diajukan oleh Peserta Lelang dapat dimenangkan
sebagian dengan perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan nominal terkecil SBBI Valas sebesar
USD1,000.00 (seribu Dolar Amerika Serikat).
b. Dalam hal Lelang SBBI Valas dilakukan dengan metode
harga beragam (variable rate tender), penetapan SBBI Valas
yang dimenangkan dihitung dengan cara:
1) Bank Indonesia menetapkan tingkat diskonto tertinggi
yang dapat diterima atau Stop Out Rate (SOR);
2) Bank…
10
2) Bank Indonesia menetapkan nilai nominal SBBI Valas
yang dimenangkan dengan cara:
a) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
Lelang SBBI Valas lebih rendah dari SOR yang
ditetapkan, Peserta Lelang yang bersangkutan
memenangkan seluruh SBBI Valas yang diajukan;
dan
b) dalam hal tingkat diskonto yang diajukan Peserta
Lelang sama dengan SOR yang ditetapkan, Peserta
Lelang yang bersangkutan memenangkan seluruh
atau sebagian dari SBBI Valas yang diajukan
sebesar hasil perhitungan secara proporsional
dengan pembulatan nominal terkecil SBBI Valas
sebesar USD1.000,00 (seribu Dolar Amerika
Serikat).
Contoh penetapan perhitungan kuantitas pemenang
Lelang SBBI Valas berdasarkan metode harga tetap
(fixed rate tender) dan harga beragam (variable rate
tender) sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.
c. Bank Indonesia dapat menetapkan bahwa tidak ada
pemenang Lelang SBBI Valas.
4. Pengumuman Hasil Lelang
Bank Indonesia mengumumkan hasil Lelang SBBI Valas setelah
window time ditutup dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kepada seluruh Peserta Lelang
1) Pengumuman hasil Lelang SBBI Valas melalui sistem
Laporan Harian Bank Umum, website Bank Indonesia,
dan/atau sarana komunikasi lain yang digunakan oleh
Bank Indonesia kepada seluruh Peserta Lelang pada
akhir hari pelaksanaan Lelang SBBI Valas.
2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
paling kurang memuat:
a)
jenis dan seri;
b) mata uang;
c) kuantitas…
11
c) kuantitas Lelang SBBI Valas secara keseluruhan;
d)
e)
rata-rata tertimbang tingkat diskonto; dan
tanggal jatuh waktu.
b. Kepada masing-masing Pemenang Lelang SBBI Valas
1) Pengumuman hasil Lelang SBBI Valas melalui terminal
Bloomberg dan/atau sarana lainnya yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia kepada masing-masing pegawai
yang ditunjuk oleh Peserta Lelang yang dimenangkan
pada Lelang SBBI Valas.
2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam angka 1)
paling kurang memuat:
a) pemenang Lelang SBBI Valas;
b) nilai nominal yang dimenangkan; dan
c)
tingkat diskonto.
5. Kondisi Gangguan di Peserta Lelang
a. Dalam hal terjadi gangguan pada terminal dan/atau
jaringan Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia yang dimiliki Peserta Lelang, yang
menyebabkan Peserta Lelang tidak dapat mengajukan
penawaran Lelang SBBI Valas maka Peserta Lelang yang
bersangkutan dapat menggunakan fasilitas back-up
terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia yang ada di Bank Indonesia dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Peserta Lelang mengajukan permohonan penggunaan
fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana
lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang
disertai dengan informasi data penawaran Lelang SBBI
Valas, yang akan diajukan melalui fasilitas back-up
terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
2) Permohonan yang disertai dengan informasi data
penawaran Lelang SBBI Valas sebagaimana dimaksud
dalam angka 1) disampaikan melalui surat dengan
menggunakan…
12
menggunakan contoh sebagaimana tercantum pada
Lampiran II dan dapat disampaikan terlebih dahulu
melalui faksimile paling lambat 30 (tiga puluh) menit
sebelum penggunaan fasilitas back-up terminal
Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia.
3) Surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
angka 2) ditujukan kepada Bank Indonesia - DPD c.q.
PSAd dengan alamat sebagaimana dimaksud dalam
butir 2.c.
4) Fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana
lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang akan
digunakan oleh Peserta Lelang yang mengajukan
permohonan penggunaan fasilitas back-up terminal
Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia, terletak di:
Ruang Guest Bank
Bank Indonesia – DPD c.q. PSAd dengan alamat
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.c.
5) Penawaran Lelang SBBI Valas yang diajukan oleh
Peserta Lelang melalui fasilitas back-up terminal
Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia harus sesuai dengan informasi data
penawaran Lelang SBBI Valas sebagaimana dimaksud
dalam angka 1).
6) Segera setelah penawaran selesai dilakukan, Peserta
Lelang menyampaikan data penawaran Lelang SBBI
Valas yang telah diajukan melalui fasilitas back-up
terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia kepada Bank
Indonesia, untuk dicocokkan dengan informasi data
penawaran Lelang SBBI Valas sebagaimana dimaksud
dalam angka 1).
7) Peserta…
13
7) Peserta Lelang yang mengajukan penawaran Lelang
SBBI Valas melalui
fasilitas back-up terminal
Bloomberg atau sarana lainnya yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia tidak dapat melakukan perubahan
data penawaran yang telah diajukan.
8) Petugas yang ditunjuk oleh Peserta Lelang untuk
mengajukan penawaran Lelang SBBI Valas melalui
fasilitas back-up terminal Bloomberg atau sarana
lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
bertanggung jawab atas kebenaran dan kesesuaian
data penawaran Lelang SBBI Valas yang diajukan.
9) Bank Indonesia dapat menetapkan batas waktu
penggunaan fasilitas back-up terminal Bloomberg atau
sarana lainnya yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
dalam hal jumlah Peserta Lelang yang mengajukan
permohonan melebihi jumlah terminal yang tersedia.
b. Peserta Lelang bertanggung jawab atas segala kerugian yang
timbul sehubungan dengan pelaksanaan transaksi melalui
back-up terminal Bloomberg atau sarana lainnya yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam huruf a.
IV. TATA CARA PENATAUSAHAAN SBBI VALAS
1. Ketentuan dan Persyaratan
a. Penatausahaan SBBI Valas dilakukan oleh Bank
Indonesia menggunakan BI-SSSS.
b. Bank Indonesia melakukan penyelesaian transaksi
(setelmen) atas hasil Lelang SBBI Valas di Pasar Perdana
dan atas hasil transaksi SBBI Valas di Pasar Sekunder.
c. Pelaksanaan setelmen atas transaksi SBBI Valas
sebagaimana dimaksud pada huruf b, dilakukan dengan
mendebit atau mengkredit:
1) Rekening…
14
1) Rekening Giro Valas dalam denominasi Dolar
Amerika Serikat (USD); dan/atau
2) Rekening Surat Berharga.
d. Kecukupan dana pada Rekening Giro Valas untuk
pelaksanaan setelmen memperhitungkan:
1) saldo efektif Rekening Giro Valas posisi akhir hari
pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal setelmen
SBBI Valas; dan
2) hasil pelaksanaan setelmen transaksi surat
berharga dalam valuta asing melalui BI-SSSS pada
tanggal setelmen.
e. Dalam hal penyediaan dana pada Rekening Giro Valas
sebagaimana dimaksud dalam butir d.1), dilakukan
melalui rekening giro Bank Indonesia di bank
koresponden di New York maka penyetoran dana dalam
valuta asing harus telah efektif pada rekening giro di
bank koresponden Bank Indonesia di Federal Reserve
Bank of New York, paling lambat 1 (satu) hari kerja
sebelum tanggal setelmen SBBI Valas.
f. Pelaksanaan penatausahaan SBBI Valas dilakukan
dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai penyelenggaraan penatausahaan
surat berharga melalui BI-SSSS.
2. Pelaksanaan Setelmen Hasil Lelang SBBI Valas
a. Peserta Lelang wajib menyediakan dana yang cukup di
Rekening Giro Valas untuk penyelesaian kewajiban
pada waktu penyelesaian transaksi.
b. Dana sebagaimana dimaksud dalam huruf a termasuk
dana yang harus disediakan oleh Bank bukan Peserta
Lelang dan Bank Pembayar.
c. Setelmen hasil Lelang SBBI Valas dilakukan paling lama
3 (tiga) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan Lelang
SBBI Valas.
d. Pada tanggal pelaksanaan setelmen hasil Lelang SBBI
Valas…
15
Valas, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1) Setelmen Dana
Setelmen dana dilakukan dengan mendebit:
a) Rekening Giro Valas Peserta Lelang, dalam hal
pembeli SBBI Valas adalah Peserta Lelang;
b) Rekening Giro Valas Bank bukan Peserta
Lelang, dalam hal pembeli SBBI Valas adalah
Bank bukan Peserta Lelang; atau
c) Rekening Giro Valas Bank Pembayar, dalam
hal pembeli SBBI Valas tidak memiliki
Rekening Giro Valas,
sebesar nilai setelmen dana.
2) Setelmen Surat Berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mengkredit:
a) Rekening Surat Berharga Peserta Lelang,
dalam hal pembeli SBBI Valas adalah Peserta
Lelang;
b) Rekening Surat Berharga Bank bukan Peserta
Lelang, dalam hal pembeli SBBI Valas adalah
Bank bukan Peserta Lelang; atau
c) Rekening Surat Berharga Sub-Registry, dalam
hal pembeli SBBI Valas tidak memiliki
Rekening Surat Berharga,
sebesar nilai nominal SBBI Valas yang
dimenangkan.
e. Dalam hal saldo Rekening Giro Valas Peserta Lelang,
Bank bukan Peserta Lelang, atau Bank Pembayar tidak
mencukupi untuk setelmen Lelang SBBI Valas maka
setelmen hasil Lelang SBBI Valas dinyatakan gagal
sesuai ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai penyelenggaraan penatausahaan surat
berharga melalui BI-SSSS.
3. Setelmen Transaksi SBBI Valas di Pasar Sekunder
Ketentuan dan prosedur setelmen atas transaksi SBBI Valas
di Pasar…
16
di Pasar Sekunder, dilakukan sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS.
4. Pelunasan Pokok SBBI Valas
a. Bank Indonesia melakukan pelunasan pokok SBBI
Valas pada tanggal jatuh waktu SBBI Valas atau
sebelum tanggal jatuh waktu pelunasan SBBI Valas.
b. Pelunasan pokok SBBI Valas sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, berdasarkan posisi pencatatan
kepemilikan SBBI Valas di BI-SSSS pada 3 (tiga) hari
kerja sebelum tanggal jatuh waktu pelunasan pokok
SBBI Valas.
c. Bank Indonesia melakukan setelmen pelunasan pokok
SBBI Valas sebagaimana dimaksud dalam huruf a
sebagai berikut:
1) Setelmen dana
Setelmen dana dilakukan dengan mengkredit
sebesar nilai pokok SBBI Valas pada:
a) Rekening Giro Valas Bank untuk kepemilikan
SBBI Valas atas nama Bank tersebut;
dan/atau
b) Rekening Giro Valas Bank Pembayar yang
ditunjuk oleh Sub-Registry untuk kepemilikan
SBBI Valas atas nama nasabah.
2) Setelmen surat berharga
Setelmen surat berharga dilakukan dengan
mendebit sebesar nilai nominal SBBI Valas yang
dilunasi pada:
a) Rekening Surat Berharga Bank untuk
kepemilikan SBBI Valas atas nama Bank
tersebut; dan/atau
b) Rekening Surat Berharga Sub-Registry untuk
kepemilikan SBBI Valas atas nama nasabah.
V. TATA…
17
V. TATA CARA PENGENAAN SANKSI
1. Transaksi hasil Lelang yang gagal sebagaimana butir IV.2.e
dinyatakan batal dan Peserta Lelang dikenakan sanksi.
2. Sanksi bagi Peserta Lelang yang transaksinya dinyatakan
batal sebagaimana dimaksud dalam angka 1 berupa:
a.
teguran tertulis; dan
b. kewajiban membayar yang dihitung atas dasar:
1) suku bunga Fed Fund yang berlaku pada tanggal
penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua ratus)
basis point dikalikan nominal transaksi dikalikan
1/360 (satu per tiga ratus enam puluh) untuk
penyelesaian kewajiban pembayaran dalam valuta
Dolar Amerika Serikat, paling sedikit sebesar
ekuivalen Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
dan paling banyak sebesar ekuivalen
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); atau
2) suku bunga yang dikeluarkan oleh bank sentral
atau otoritas moneter di negara valuta yang
bersangkutan (official rate) yang berlaku pada
tanggal penyelesaian transaksi ditambah 200 (dua
ratus) basis point dikalikan nominal transaksi
dikalikan 1/360 (satu per tiga ratus enam puluh)
untuk penyelesaian kewajiban pembayaran dalam
valuta asing non Dolar Amerika Serikat, paling
sedikit sebesar ekuivalen Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar
ekuivalen Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Contoh perhitungan pengenaan sanksi kewajiban
membayar sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV.
3. Dalam hal Peserta Lelang dikenakan pembatalan transaksi
sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut selain dikenakan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam angka 2, Peserta Lelang juga
dikenakan sanksi berupa penghentian sementara mengikuti
Lelang…
18
Lelang SBBI Valas untuk 2 (dua) Lelang SBBI Valas
berikutnya.
4. Pembatalan transaksi sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
sebagaimana dimaksud dalam angka 3, dilakukan dalam 3
(tiga) periode Lelang SBBI Valas yang berbeda.
5. Penyampaian teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam
butir 2.a dilakukan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
transaksi dinyatakan batal.
6. Penyelesaian sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam butir 2.b dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Bank Indonesia mendebit Rekening Giro Valas Peserta
Lelang di Bank Indonesia paling lama 2 (dua) hari kerja
setelah transaksi dinyatakan batal.
b. Perhitungan penyelesaian sanksi kewajiban membayar
dalam valuta asing non Dolar Amerika Serikat
sebagaimana dimaksud dalam butir 2.b.2)
menggunakan kurs indikasi Reuters pukul 08.00 WIB
pada tanggal pembebanan sanksi.
VI. KETENTUAN LAIN-LAIN
Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan Lampiran IV merupakan
satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran
Bank Indonesia ini.
VII. KETENTUAN PENUTUP
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 7
Desember 2015.…
Agar…
19
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
BUDIANTO
KEPALA DEPARTEMEN PENGELOLAAN DEVISA
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/48/DPD|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Penerbitan, Tata Cara Lelang, dan Penatausahaan Surat Berharga Bank Indonesia dalam Valuta Asing </reg_title>
<set_date> 7 Desember 2015 </set_date>
<effective_date> 7 Desember 2015 </effective_date>
<related_reg> '17/17/PBI/2015' </related_reg>
<penalty_list> 'Romawi V' </penalty_list>
|
No. 16/ 7 /DSta
Jakarta, 22 April 2014
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 15/37/DSta tanggal 5 September 2013 perihal
Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan
Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/4/PBI/2013 tentang Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan
Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 141, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5437), dan dalam rangka penyempurnaan
kamus data maka perlu dilakukan perubahan atas Lampiran II Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 15/37/DSta tanggal 5 September 2013
perihal Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sebagaimana telah diubah dengan
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/47/DSta tanggal 2 Desember
2013 sebagai berikut:
1. Lampiran 3 Daftar Base Item Pada Kamus Data diubah menjadi
Lampiran 3 Daftar Base Item dan Aturan Validasi Bisnis Pada Kamus
Data.
2. Lampiran 4 Daftar Validasi Bisnis Kamus Data dihapus.
3. Lampiran 3 dan Lampiran 4 sebagaimana dimaksud pada angka 1
dan angka 2 menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
4. Ketentuan ...
2
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 3 mulai berlaku sejak
pelaporan data bulan April 2014 yang disampaikan pada bulan Mei
2014.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 22
April 2014.1 Mei 2014.aaaaaaaaaaaaaaa
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
PERRY WARJIYO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 16/7/DSta|SE-BI/2014 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/37/DSta tanggal 5 September 2013 perihal Laporan Stabilitas Moneter dan Sistem Keuangan Bulanan Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. </reg_title>
<set_date> 22 April 2014 </set_date>
<effective_date> 22 April 2014 </effective_date>
<changed_reg> '15/37/DSta|SE-BI/2013' </changed_reg>
<extension_of> '15/47/DSta|SE-BI/2013' </extension_of>
<related_reg> '15/47/DSta|SE-BI/2013', '15/4/PBI/2013', '15/37/DSta|SE-BI/2013 | Lampiran II' </related_reg>
|
No. 17/2/DSta
Jakarta, 27 Januari 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan
Berkala Bank Umum.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
8/12/PBI/2006 tentang Laporan Berkala Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4629) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/19/PBI/2011 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5240), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor
15/12/PBI/2013 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 223,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5469) maka perlu
melakukan perubahan keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum
sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Surat Edaran Bank
Indonesia:
a. Nomor 10/26/DPNP tanggal 15 Juli 2008;
b. Nomor 14/8/DPNP tanggal 6 Maret 2012;
c. Nomor 15/14/DPNP tanggal 24 April 2013,
sebagai berikut:
1. Ketentuan…
2
1. Ketentuan butir VI.2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
2. LBBU yang disampaikan melewati periode penyampaian yang
ditetapkan, disampaikan dalam bentuk compact disc atau media
perekaman data elektronik lainnya dan hasil cetak komputer
(hard copy) kepada:
a. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan u.p. Divisi
Pengelolaan dan Pengawasan 1, Jl. M.H. Thamrin No. 2,
Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah
kerja kantor pusat Bank Indonesia; atau
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia bagi Bank yang berkantor
pusat di luar wilayah kerja kantor pusat Bank Indonesia.
2. Mengubah Formulir 9.i – Perhitungan Rasio Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum dan Formulir 9.j – Perhitungan Rasio Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Secara Konsolidasi dalam Lampiran –
Pedoman Laporan Berkala Bank Umum (LBBU), dengan:
a. menghapus pos rincian sandi 29090; dan
b. menambah pos rincian yaitu sandi 29100, sandi 29105, sandi
29110, sandi 29111, sandi 29112, sandi 29120, sandi 29200, sandi
29300, sandi 29400, sandi 29500, sandi 29510, sandi 29520, sandi
29530, sandi 29540, sandi 29550, sandi 29600, sandi 29700, sandi
29800, sandi 29810, sandi 29820, sandi 29830, dan sandi 29900,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Formulir 9.i - Perhitungan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum mulai berlaku untuk data posisi akhir bulan Januari 2015 yang
disampaikan pada periode penyampaian I bulan Februari 2015.
Formulir 9.j – Perhitungan Rasio Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Secara Konsolidasi mulai berlaku untuk data posisi akhir
triwulan I 2015 yang disampaikan pada periode penyampaian III bulan
April 2015.2014.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27
Januari 2015.
Agar …
3
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDY SULISTIOWATY
KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/2/DSta|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Keempat atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum. </reg_title>
<set_date> 27 Januari 2015 </set_date>
<effective_date> 27 Januari 2015 </effective_date>
<changed_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006' </changed_reg>
<extension_of> '10/26/DPNP|SE-BI/2008', '14/8/DPNP|SE-BI/2012', '15/14/DPNP|SE-BI/2013' </extension_of>
<related_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006', '8/12/PBI/2006', '13/19/PBI/2011', '15/12/PBI/2013', '10/26/DPNP|SE-BI/2008', '14/8/DPNP|SE-BI/2012', '15/14/DPNP|SE-BI/2013' </related_reg>
|
No. 15/ 8/DPbS
Jakarta, 27 Maret 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal : Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah Berdasarkan Modal Inti.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor
Berdasarkan Modal Inti Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 286, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5384), perlu diatur ketentuan pelaksanaan mengenai
Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah berdasarkan Modal Inti dalam Surat Edaran Bank Indonesia
sebagai berikut:
I. UMUM
A. Bank adalah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah.
B. Pembukaan Jaringan Kantor Bank perlu didukung dengan
kemampuan keuangan yang memadai, antara lain tercermin
pada ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan jenis
kantor Bank (Theoretical Capital), dengan tetap
mempertimbangkan pengembangan perbankan syariah ke
depan.
C. Selain …
C. Selain itu, dalam rangka perimbangan penyebaran Jaringan
Kantor, Bank didorong untuk melakukan perluasan ke
wilayah yang kurang terlayani oleh jasa perbankan, guna
mendukung upaya pengembangan pembangunan nasional.
II. RUANG LINGKUP
A. Jaringan Kantor Bank dalam Surat Edaran Bank Indonesia
ini adalah:
1. kantor Bank di dalam negeri yang meliputi Kantor
Cabang, Kantor Wilayah yang melakukan kegiatan
operasional, Kantor Cabang Pembantu, Kantor
Fungsional yang melakukan kegiatan operasional, atau
Kantor Kas;
2. kantor Bank di luar negeri yang meliputi Kantor Cabang
atau jenis kantor lainnya yang bersifat operasional di luar
negeri, dan Kantor Perwakilan apabila melakukan
kegiatan operasional;
3. Kantor Cabang Pembantu dan Kantor di bawah Kantor
Cabang Pembantu atau Kantor Kas dari bank yang
berkedudukan di luar negeri yang melakukan kegiatan
operasional,
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai Bank Umum Syariah atau Unit
Usaha Syariah.
B. Pembukaan Jaringan Kantor dalam Surat Edaran Bank
Indonesia ini adalah pembukaan kantor Bank termasuk
pembukaan kantor Bank yang berasal dari pemindahan
alamat atau perubahan status kantor Bank.
C. Pemindahan …
C. Pemindahan alamat kantor Bank sebagaimana dimaksud
dalam huruf B tidak termasuk pemindahan alamat kantor
Bank pada zona yang sama dan tidak terdapat peningkatan
status kantor Bank.
D. Delivery channel dan layanan syariah sebagaimana dimaksud
dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah, tidak
diperhitungkan sebagai Pembukaan Jaringan Kantor Bank.
III. PENETAPAN ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA
A. Dalam rangka Pembukaan Jaringan Kantor di dalam negeri,
Bank Indonesia mengelompokkan seluruh wilayah provinsi di
Indonesia menjadi 6 (enam) zona, yaitu Zona 1 sampai dengan
Zona 6.
B. Pembagian zona sebagaimana dimaksud dalam huruf A
ditetapkan berdasarkan analisis tingkat kejenuhan Bank dan
pemerataan pembangunan dalam masing-masing zona.
Parameter yang digunakan untuk melakukan analisis antara
lain adalah pertumbuhan pendapatan domestik bruto,
pertumbuhan pendapatan domestik regional bruto, kinerja
penyaluran dan penghimpunan dana yang dikaitkan dengan
populasi di setiap provinsi.
C. Zona 1 menunjukkan zona yang paling jenuh sedangkan Zona
6 menunjukkan zona yang paling tidak jenuh. Untuk setiap
zona ditetapkan suatu besaran koefisien, dengan angka
koefisien tertinggi yaitu 5 untuk zona yang paling jenuh dan
angka koefisien terendah yaitu 0,5 untuk zona yang paling
tidak jenuh.
D. Pembukaan Jaringan Kantor Bank di luar negeri
dikelompokkan ke dalam Zona 1.
E. Pengelompokan …
E. Pengelompokan provinsi di masing-masing zona dapat
dievaluasi dan dikinikan.
F. Dalam hal terdapat provinsi baru hasil pemekaran maka
provinsi tersebut mengikuti zona provinsi asal sebelum
pemekaran.
G. Daftar zona dan koefisien dari masing-masing zona adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I.
IV. PENETAPAN BIAYA INVESTASI PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR
BANK
A. Bank Indonesia menetapkan biaya investasi pembukaan
jaringan kantor berdasarkan jenis kantor Bank berdasarkan
Kegiatan Usaha (BUKU).
Rincian biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.
B. Biaya investasi untuk pembukaan Kantor Cabang Pembantu
dari bank yang berkedudukan di luar negeri disetarakan
dengan biaya investasi untuk pembukaan Kantor Cabang.
C. Pengelompokan BUKU untuk Unit Usaha Syariah (UUS)
didasarkan pada Modal Inti Bank Umum Konvensional yang
menjadi induknya.
D. Besarnya biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor dapat
dievaluasi dan dikinikan.
V. PERHITUNGAN ALOKASI MODAL INTI BANK BANK
A. Bank memperhitungkan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan
jenis kantor untuk kantor yang sudah ada (existing) dan
untuk rencana Pembukaan Jaringan Kantor yang baru.
B. Kantor …
B. Kantor Bank yang sudah ada (existing) sebagaimana
dimaksud dalam huruf A adalah kantor yang telah berdiri
selama kurang atau sama dengan 2 (dua) tahun.
C. Perhitungan alokasi Modal Inti diperoleh dari hasil perkalian
antara koefisien zona untuk lokasi Jaringan Kantor Bank
dengan biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sesuai
jenis kantor untuk masing-masing BUKU, dengan
perhitungan sebagai berikut:
TC = Kz x B
TC = Alokasi Modal Inti di suatu zona
Kz
= Koefisien masing-masing zona
B = Biaya investasi Pembukaan Jaringan Kantor sesuai
jenis kantor untuk masing-masing BUKU
Contoh perhitungan alokasi Modal Inti sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III dan Lampiran IV.
D. Perhitungan alokasi Modal Inti untuk UUS menggunakan
Modal Inti Bank Umum Konvensional yang menjadi induknya.
VI. PERHITUNGAN KETERSEDIAAN ALOKASI MODAL INTI BANK
A. Bank yang akan mengajukan rencana Pembukaan Jaringan
Kantor, wajib mencantumkan perhitungan ketersediaan
alokasi Modal Inti dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) dengan
menggunakan Modal Inti posisi akhir bulan September.
B. Bank Indonesia akan menilai pula posisi Modal Inti Bank
pada saat Bank mengajukan permohonan rencana
Pembukaan Jaringan Kantor kepada Bank Indonesia.
C. Ketersediaan alokasi Modal Inti dilakukan berdasarkan
perhitungan sebagai berikut:
ETC …
n
E M TC JKE )
p1
TC (
ETC
M
TC
JKE
p
p
= Ketersediaan alokasi Modal Inti
= Modal Inti
= Jumlah alokasi Modal Inti di suatu zona
= Jumlah Jaringan Kantor Bank yang ada
(existing) pada suatu zona
Contoh perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V.
D. Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana dimaksud dalam
huruf C, dalam hal:
1. Bank dengan nilai ketersediaan alokasi Modal Inti yang
positif, memiliki kelebihan kapasitas Modal Inti yang
dapat dialokasikan untuk membuka Jaringan Kantor.
2. Bank dengan nilai ketersediaan alokasi Modal Inti yang
negatif, tidak memiliki kelebihan kapasitas Modal Inti
yang dapat dialokasikan untuk membuka Jaringan
Kantor.
E. Persyaratan ketersediaan alokasi Modal Inti tidak berlaku
untuk:
1. pembukaan Kantor Fungsional yang melakukan kegiatan
operasional khusus penyaluran pembiayaan kepada
UMK; atau
2. Pembukaan Jaringan Kantor bagi Bank yang dimiliki oleh
Pemerintah Daerah dalam wilayah provinsi tempat
kedudukan kantor pusatnya.
F. Perhitungan …
F. Perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti untuk UUS
diperhitungkan dalam ketersediaan alokasi Modal Inti Bank
Umum Konvensional yang menjadi induknya dengan mengacu
pada penetapan biaya investasi sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.A dan penetapan Jaringan Kantor existing
sebagaimana dimaksud dalam butir V.B.
VII. PENETAPAN JUMLAH PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK
A. Bank yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan dan
memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi dan
jenis kantor dapat melakukan Pembukaan Jaringan Kantor
dengan jumlah sesuai dengan ketersediaan alokasi Modal Inti.
Persyaratan pemenuhan tingkat kesehatan untuk UUS
didasarkan pada penilaian tingkat kesehatan Bank Umum
Konvensional yang menjadi induknya.
B. Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf A dapat
memperoleh insentif tambahan jumlah Pembukaan Jaringan
Kantor apabila Bank menyalurkan pembiayaan kepada:
1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) paling rendah
20% (dua puluh persen) dari total portofolio pembiayaan;
dan/atau
2. Usaha Mikro dan Kecil (UMK) paling rendah 10%
(sepuluh persen) dari total portofolio pembiayaan.
Penilaian pencapaian penyaluran pembiayaan kepada UMKM
atau UMK untuk UUS dihitung dengan menggunakan jumlah
penyaluran pembiayaan dan kredit kepada UMKM atau UMK
yang dilakukan UUS dan Bank Umum Konvensional yang
menjadi induknya secara konsolidasi.
C. Bank …
C. Bank yang memenuhi persyaratan tingkat kesehatan namun
tidak memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sesuai lokasi
dan jenis kantor, dapat melakukan Pembukaan Jaringan
Kantor apabila:
1. Bank menyalurkan pembiayaan kepada:
a. UMKM paling rendah 20% (dua puluh persen) dari
total portofolio pembiayaan; atau
b. UMK paling rendah 10% (sepuluh persen) dari total
portofolio pembiayaan; dan
2. Bank melakukan pemupukan modal yang dapat berasal
dari alokasi laba dan/atau tambahan setoran modal.
D. Selain mempertimbangkan kriteria sebagaimana dimaksud
dalam huruf A, huruf B, dan huruf C, Bank Indonesia juga
mempertimbangkan pencapaian tingkat efisiensi Bank yang
antara lain diukur melalui rasio Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO) dan rasio Net Operating
Margin (NOM) untuk menetapkan jumlah Pembukaan
Jaringan Kantor Bank yang dapat disetujui.
Khusus untuk UUS, penilaian pencapaian tingkat efisiensi
(rasio BOPO dan Net Interest Margin) dihitung menggunakan
pencapaian rasio efisiensi UUS dan Bank Umum Konvensional
yang menjadi induknya secara konsolidasi.
E. Perhitungan pencapaian penyaluran pembiayaan kepada
UMKM atau UMK yang digunakan dalam pengajuan rencana
Pembukaan Jaringan Kantor pada RBB menggunakan data
UMKM dan/atau UMK posisi akhir bulan September.
F. Bank …
F. Bank Indonesia akan menilai pencapaian tingkat efisiensi
Bank sebagaimana dimaksud dalam huruf D dan pencapaian
penyaluran pembiayaan kepada UMKM dan/atau UMK
sebagaimana dimaksud dalam huruf E, baik pada saat
penilaian rencana Pembukaan Jaringan Kantor dalam RBB
maupun pada saat Bank mengajukan permohonan rencana
Pembukaan Jaringan Kantor kepada Bank Indonesia.
VIII. PERIMBANGAN PENYEBARAN JARINGAN KANTOR BANK PADA
ZONA TERTENTU
Dalam rangka meningkatkan pemerataan Jaringan Kantor Bank,
Pembukaan Jaringan Kantor Bank oleh BUKU 3 atau BUKU 4
diatur sebagai berikut:
A. Pembukaan 3 (tiga) Kantor Cabang (KC) di Zona 1 atau Zona 2
wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KC di Zona 5 atau
Zona 6.
B. Pembukaan 3 (tiga) Kantor Cabang Pembantu (KCP) di Zona 1
atau Zona 2 wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KCP
atau 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6.
C. Kewajiban pembukaan KC atau KCP di Zona 5 atau Zona 6
sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B untuk
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS dengan
ketentuan:
1. Dalam hal pembukaan 3 (tiga) KC atau KCP di Zona 1
atau Zona 2 merupakan kantor konvensional maka
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan
huruf B wajib diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KC
atau KCP berupa KC atau KCP konvensional atau
syariah.
2. Dalam …
…
2. Dalam hal pembukaan 3 (tiga) KC atau KCP di Zona 1
atau Zona 2 merupakan kantor syariah maka kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B wajib
diikuti dengan pembukaan 1 (satu) KC atau KCP syariah.
D. Kewajiban pembukaan KC atau KCP di Zona 5 atau Zona 6
sebagaimana dimaksud dalam huruf A, huruf B, dan huruf C,
tetap harus memperhitungkan kecukupan alokasi Modal Inti.
E. Perhitungan 3 (tiga) KC atau 3 (tiga) KCP di Zona 1 atau Zona
2 sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B dihitung
secara kumulatif sejak berlakunya ketentuan ini.
Contoh:
Bank A (BUKU 4) pada tahun 2014 melakukan pembukaan 2
(dua) KC di Zona 1 dan pada tahun 2015 Bank A melakukan
pembukaan 4 (empat) KC di Zona 1. Dengan demikian, Bank
A harus membuka 2 (dua) KC di Zona 5 dan/atau Zona 6.
F. Bank yang mempunyai kewajiban untuk membuka KC
dan/atau KCP di Zona 5 atau Zona 6 sebagaimana dimaksud
dalam huruf A dan huruf B namun belum merealisasikan
kewajiban pembukaan KC dan/atau KCP di Zona 5 atau Zona
6 tidak dapat melakukan pembukaan KC atau KCP di Zona 1,
Zona 2, Zona 3, dan Zona 4.
G. Kewajiban Pembukaan Jaringan Kantor sebagaimana
dimaksud dalam huruf A dan huruf B, tidak berlaku bagi
Bank yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan melakukan
pembukaan KC atau KCP di Zona 1 atau Zona 2 yang
merupakan wilayah provinsi tempat kedudukan kantor
pusatnya.
Contoh …
…
Contoh:
Bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah
Daerah yang berkantor pusat di provinsi DKI Jakarta (Zona 1)
dan termasuk BUKU 3, apabila akan membuka 3 (tiga) KC di
provinsi DKI Jakarta, Bank Umum dimaksud tidak wajib
membuka 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona 6.
H. Wilayah provinsi tempat kedudukan kantor pusat Bank
sebagaimana dimaksud dalam huruf G meliputi pula provinsi
hasil pemekaran wilayah, sepanjang Pemerintah Daerah
provinsi hasil pemekaran wilayah tersebut belum memiliki
saham mayoritas pada Bank yang berkantor pusat di provinsi
hasil pemekaran.
Contoh:
Bank A (BUKU 3) merupakan Bank yang mayoritas sahamnya
dimiliki oleh Pemerintah Daerah yang berkantor pusat di
Provinsi X yang berada pada Zona 2. Terjadi pemekaran
wilayah pada Provinsi X menjadi Provinsi X dan Provinsi X1.
Dalam hal Bank A akan membuka 3 (tiga) KC di Provinsi X1,
Bank A tidak wajib membuka 1 (satu) KC di Zona 5 atau Zona
6, sepanjang Pemerintah Daerah Provinsi X1 belum memiliki
saham mayoritas pada Bank yang berkantor pusat di Provinsi
X1.
IX. LAIN-LAIN
A. Prosedur, tatacara dan persyaratan lainnya untuk
memperoleh izin atau penegasan Pembukaan Jaringan Kantor
Bank dari Bank Indonesia juga wajib memenuhi ketentuan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai:
1. Bank .…
…
1. Bank Umum Syariah; atau
2. Unit Usaha Syariah.
B. Lampiran I sampai dengan Lampiran V merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia
ini.
X. PERALIHAN
A. Bank yang telah memiliki Jaringan Kantor di dalam dan luar
negeri sebelum Surat Edaran Bank Indonesia ini berlaku,
dapat tetap mengoperasikan Jaringan Kantor tersebut.
B. Bank wajib menyesuaikan rencana Pembukaan Jaringan
Kantor Bank Umum untuk tahun 2013 dengan
memperhitungkan alokasi Modal Inti.
C. Penyesuaian rencana Pembukaan Jaringan Kantor tahun
2013 sebagaimana dimaksud dalam huruf B, wajib
dicantumkan dalam revisi RBB tahun 2013 dan disampaikan
kepada Bank Indonesia paling lambat akhir bulan Juni 2013,
dengan alamat sebagai berikut:
1. Departemen Perbankan Syariah, Jalan M.H. Thamrin
Nomor 2, Jakarta 10350, bagi Bank yang berkantor pusat
di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia; atau
2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia, bagi Bank yang
berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia.
D. Dasar perhitungan ketersediaan alokasi Modal Inti dalam
revisi RBB tahun 2013 menggunakan Modal Inti posisi akhir
bulan Desember 2012.
E. Bank .…
…
E. Bank yang telah mengajukan permohonan rencana
Pembukaan Jaringan Kantor sebelum revisi RBB sebagaimana
dimaksud dalam huruf C, tetap ditindaklanjuti sesuai
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Jaringan
Kantor untuk Bank.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 27
Maret 2013
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDY SETIADI
KEPALA DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH
DPbS
LAMPIRAN I
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 15/ 8/ DPbS TANGGAL 27 MARET 2013
PERIHAL
PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM SYARIAH DAN
UNIT USAHA SYARIAH BERDASARKAN MODAL INTI
Zona 1
Koefisien = 5
DKI Jakarta
Luar Negeri
Zona 2
Jawa Barat
Banten
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA
Zona 3
Zona 4
Koefisien = 4
Koefisien = 3
Kepulauan Riau
Sumatera Utara
Koefisien = 2
Kalimantan Timur Riau
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
Sulawesi Utara
Zona 5
Koefisien = 1
Nanggroe Aceh
Darussalam
Sumatera Selatan Jambi
Sumatera Barat
Zona 6
Koefisien = 0,5
Nusa Tenggara
Timur
Nusa Tenggara
Barat
Sulawesi Tengah
Bangka Belitung Gorontalo
Lampung
Sulawesi Selatan Bengkulu
Papua
Sulawesi Barat
Maluku Utara
Kalimantan Barat Maluku
Sulawesi Tenggara Papua Barat
Kalimantan Utara
DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH,
EDY SETIADI
LAMPIRAN II
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 15/ 8 /DPbS TANGGAL 27 MARET 2013
PERIHAL
PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM SYARIAH DAN
UNIT USAHA SYARIAH BERDASARKAN MODAL INTI
BIAYA INVESTASI PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK
Jenis Kantor
Kantor Cabang
Kantor Wilayah yang Bersifat Operasional
Kantor Cabang Pembantu
Kantor Fungsional yang Melakukan
Kegiatan Operasional
Kantor Kas
Kantor lainnya yang bersifat operasional di
luar negeri atau Kantor Perwakilan apabila
melakukan kegiatan operasional
Biaya Investasi Pembukaan
Jaringan Kantor pada
BUKU 1 dan BUKU 2
Rp3.000.000.000,00
Rp3.000.000.000,00
Rp1.500.000.000,00
Rp1.500.000.000,00
Rp500.000.000,00
Rp500.000.000,00
Biaya Investasi Pembukaan
Jaringan Kantor pada
BUKU 3 dan BUKU 4
Rp10.000.000.000,00
Rp10.000.000.000,00
Rp 4.000.000.000,00
Rp 4.000.000.000,00
Rp 2.000.000.000,00
Rp 2.000.000.000,00
DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH,
EDY SETIADI
LAMPIRAN III
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 15/ 8 /DPbS TANGGAL 27 MARET 2013
PERIHAL
PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM SYARIAH DAN
UNIT USAHA SYARIAH BERDASARKAN MODAL INTI
CONTOH PENGHITUNGAN ALOKASI MODAL INTI UNTUK
PEMBUKAAN KANTOR CABANG BANK BUKU 3 ATAU BUKU 4
Biaya Investasi
Zona
1
2
3
4
5
6
Provinsi
DKI Jakarta
Jawa Timur
Kepulauan Riau
Kalimantan Tengah
Nanggroe Aceh
Darussalam
Nusa Tenggara Timur
Pembukaan Kantor
Cabang
(1)
Rp10.000.000.000,00
Rp10.000.000.000,00
Rp10.000.000.000,00
Rp10.000.000.000,00
Rp10.000.000.000,00
Rp10.000.000.000,00
Koefisien
(2)
5
4
3
2
1
0,5
Alokasi Modal Inti
(3 = 1 x 2)
Rp50.000.000.000,00
Rp40.000.000.000,00
Rp30.000.000.000,00
Rp20.000.000.000,00
Rp10.000.000.000,00
Rp5.000.000.000,00
DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH,
EDY SETIADI
LAMPIRAN IV
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 15/ 8 /DPbS TANGGAL 27 MARET 2013
PERIHAL
PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM SYARIAH DAN
UNIT USAHA SYARIAH BERDASARKAN MODAL INTI
CONTOH PENGHITUNGAN JUMLAH ALOKASI MODAL INTI UNTUK
PEMBUKAAN KANTOR CABANG BANK BUKU 1 ATAU BUKU 2
Biaya Investasi
Zona
1
2
3
4
5
6
Provinsi
DKI Jakarta
Jawa Timur
Kepulauan Riau
Kalimantan Tengah
Nanggroe Aceh Darussalam
Nusa Tenggara Timur
Pembukaan Kantor Cabang
(1)
Rp3.000.000.000,00
Rp3.000.000.000,00
Rp3.000.000.000,00
Rp3.000.000.000,00
Rp3.000.000.000,00
Rp3.000.000.000,00
Koefisien
(2)
5
4
3
2
1
0,5
Alokasi Modal Inti
(3 = 1 x 2)
Rp15.000.000.000,00
Rp12.000.000.000,00
Rp9.000.000.000,00
Rp6.000.000.000,00
Rp3.000.000.000,00
Rp1.500.000.000,00
DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH,
EDY SETIADI
LAMPIRAN V
SURAT EDARAN BANK INDONESIA
NOMOR 15/ 8 /DPbS TANGGAL 27 MARET 2013
PERIHAL
PEMBUKAAN JARINGAN KANTOR BANK UMUM SYARIAH DAN
UNIT USAHA SYARIAH BERDASARKAN MODAL INTI
CONTOH PENGHITUNGAN KECUKUPAN KETERSEDIAAN ALOKASI MODAL INTI
Bank A dengan Modal Inti Rp800.000.000.000,00 (BUKU 1) dengan PK TKS 2 dalam 1 tahun terakhir, dan
memiliki Jaringan Kantor yang telah berdiri kurang atau sama dengan 2 tahun sebagai berikut:
13 KC (8 di DKI Jakarta dan 5 di Jawa Tengah), 10 KCP (5 di DKI Jakarta serta 5 di Jawa Tengah), dan 10 KK (4
di DKI Jakarta dan 6 di Jawa Tengah).
Apabila Bank A merencanakan untuk membuka 1 KC di Jawa Tengah, perhitungan ketersediaan alokasi Modal
Inti sebagai berikut:
Jenis
Kantor
KC
KCP
KK
Zona
1
2
1
2
1
2
Provinsi
DKI Jakarta
Jawa Tengah
DKI Jakarta
Jawa Tengah
DKI Jakarta
Jawa Tengah
Biaya Investasi
Pembukaan
Jaringan Kantor
(1)
Rp3.000.000.000,00
Rp3.000.000.000,00
Rp1.500.000.000,00
Rp1.500.000.000,00
Rp500.000.000,00
Rp500.000.000,00
Total Alokasi Modal Inti untuk kantor yang sudah ada (existing)
Ketersediaan Alokasi Modal Inti untuk rencana Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum
Jumlah Alokasi Modal Inti yang Dibutuhkan untuk membuka 1 KC di Jawa Tengah adalah:
Rp3.000.000.000,00x4x1 = Rp12.000.000.000,00
Koefisien
(2)
5
4
5
4
5
4
Jumlah Kantor
(Existing)
(3)
8
5
5
5
4
6
Jumlah
Alokasi Modal Inti
(4 = 1 x 2 x3)
Rp120.000.000.000,00
Rp60.000.000.000,00
Rp37.500.000.000,00
Rp30.000.000.000,00
Rp10.000.000.000,00
Rp12.000.000.000,00
Rp269.500.000.000,00
Rp530.500.000.000,00
Kesimpulan:
Bank A memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti yang mencukupi untuk membuka 1 (satu) KC di Jawa Tengah
sesuai dengan rencana dan masih memiliki ketersediaan alokasi Modal Inti sebesar Rp518.500.000.000,00 yang
dapat dipergunakan untuk membuka Jaringan Kantor lainnya.
DEPARTEMEN PERBANKAN SYARIAH,
EDY SETIADI
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/8/DPbS|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Pembukaan Jaringan Kantor Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah Berdasarkan Modal Inti. </reg_title>
<set_date> 27 Maret 2013 </set_date>
<effective_date> 27 Maret 2013 </effective_date>
<related_reg> '14/26/PBI/2012' </related_reg>
|
No. 2/ 6 /DASP
Jakarta, 11 Februari 2000
S U R A T E D A R A N
Perihal : Penyempurnaan SE No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999
perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada
Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti.
Menunjuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/ 4 /PBI/2000 tanggal
11 Februari 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
1/3/PBI/1999 Tentang Penyelenggaraan Kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir
Transaksi
Pembayaran
Antar Bank
Atas Hasil
Kliring
Lokal,
dengan ini diberitahukan bahwa dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia
dimaksud maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 1/7/DASP tanggal 23
Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada
Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti disempurnakan menjadi sebagai
berikut :
1. Ketentuan angka I.2.a.2 mengenai Spesifikasi Teknis Warkat yang berkaitan
dengan ukuran ditambah ketentuan baru sebagai berikut :
“Khusus untuk Nota Kredit, dapat pula digunakan ukuran panjang 8 (delapan)
inci dan lebar 3 2/3 (tiga dua per tiga) inci.”
2. Ketentuan angka I.2.a.5 mengenai Spesifikasi Teknis Warkat yang berkaitan
dengan Garis Batas diubah menjadi sebagai berikut :
“Batas clear band dengan bagian lain dari warkat dapat berupa garis atau
perbedaan warna pada posisi 5/8 (lima perdelapan) inci dari batas bawah
Warkat.”
3. Ketentuan …
2
3. Ketentuan angka II.C.9 mengenai Pencetakan, Pengadaan serta Persetujuan
Penggunaan Warkat dan Dokumen Kliring yang berkaitan dengan pelaporan
pemesanan Warkat diubah menjadi sebagai berikut :
“Peserta wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bank Indonesia
c.q Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional (Biro PSPN) mengenai
Warkat dan Dokumen Kliring yang telah dipesan pada kurun waktu
1 (satu) tahun sebelumnya. Laporan tersebut dilakukan pada minggu
pertama bulan Januari yang memuat :
a. jenis dan jumlah Warkat dan Dokumen Kliring yang dipesan selama
1 (satu) tahun;
b. tanggal pemesanan yang dilakukan;
c. nama perusahaan percetakan dokumen sekuriti."
4. Ketentuan angka IV.A mengenai Persyaratan setelah angka 3 ditambah
ketentuan baru sebagai berikut :
“Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak berlaku untuk
Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERUM
PERURI).”
5. Ketentuan angka IV.B mengenai Tata Cara Penetapan setelah angka 5
ditambah ketentuan baru dalam angka 6 dan angka 7 sebagai berikut :
“ 6. Warkat berupa Cek dan Bilyet Giro yang sudah dicetak sebelum
berlakunya Surat Edaran ini, setelah batas waktu sebagaimana
dimaksud dalam angka VI.1 dan VI.2 masih dapat digunakan untuk
transaksi pembayaran atau pemindahbukuan yang pelaksanaannya
dilakukan tidak melalui Kliring Lokal.
7. Kewajiban pelaporan pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring
sebagaimana …
3
sebagaimana dimaksud dalam angka II.C.9 mulai diberlakukan
untuk pencetakan Warkat dan Dokumen Kliring selama tahun 2000,
yang pelaporannya dilakukan pada minggu pertama bulan Januari
tahun 2001.”
6. Ketentuan angka IV.C.2 mengenai Kewajiban Perusahaan Percetakan
Dokumen Sekuriti Pencetak Warkat dan Dokumen Kliring pada akhir kalimat
ditambah ketentuan baru sebagai berikut :
“atau menerima pengalihan pekerjaan dari perusahaan percetakan dokumen
sekuriti lain;”
7. Ketentuan angka VI.1 mengenai Lain-lain diubah menjadi sebagai berikut :
“Peserta Kliring Lokal dengan sistem Manual dan Semi Otomasi
wajib menggunakan Warkat dan Dokumen Kliring yang memenuhi
spesifikasi teknis sesuai
dicetak
pada
ketentuan dengan Surat Edaran ini dan
perusahaan percetakan dokumen sekuriti paling lambat
tanggal 23 Juni 2000.”
8. Ketentuan angka VI.3 ditambah ketentuan baru sebagai berikut :
“Ketentuan mengenai kewajiban untuk mengajukan permohonan ulang guna
memperoleh penetapan Bank Indonesia tidak berlaku bagi PERUM
PERURI.”
9. Lampiran 1 dan Lampiran 3 diubah menjadi Lampiran 1 (Revisi) dan
Lampiran 3 (Revisi) sebagaimana terlampir.
10. Lampiran di tambah 1 (satu) lampiran baru dengan nama “PEDOMAN
RANCANG BANGUN PEMBAKUAN NOTA KREDIT UKURAN 8 x 3 2/3
INCI” sebagai lampiran 1a.
Ketentuan …
4
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 11 Februari 2000.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
AULIA POHAN
DEPUTI GUBERNUR
DASP
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 2/6/DASP|SE-BI/2000 </reg_id>
<reg_title> Penyempurnaan SE No. 1/7/DASP tanggal 23 Desember 1999 perihal Warkat, Dokumen Kliring dan Pencetakannya Pada Perusahaan Percetakan Dokumen Sekuriti. </reg_title>
<set_date> 11 Februari 2000 </set_date>
<effective_date> 11 Februari 2000 </effective_date>
<related_reg> '1/7/DASP|SE-BI/1999', '2/4/PBI/2000', '1/3/PBI/1999' </related_reg>
|
No. 12/ 34 /DASP
Jakarta, 22 Desember 2010
S U R A T E D A R A N
Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP
tanggal 24 Maret 2010 perihal Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia
Dalam rangka meningkatkan keamanan, kelancaran, dan efisiensi
penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), perlu untuk
melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam Lampiran Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP tanggal 24 Maret 2010 perihal Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia, sebagai berikut:
1. Menambahkan judul Lampiran yaitu Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia dan Daftar Isi Buku Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia;
2. Mengubah ketentuan Bab I huruf D mengenai pengertian umum, dengan
menambahkan 2 (dua) angka yakni angka 11 mengenai Penyelesaian Akhir
(settlement) dan angka 12 mengenai Penyelesaian Akhir Secara Periodik
Kliring Kredit;
3. Mengubah ketentuan Bab II butir B.2.d mengenai fasilitas penyelenggaraan
SKNBI;
4. Mengubah ketentuan Bab II butir C.10 mengenai pemeriksaan internal serta
butir C.11 mengenai penyampaian laporan hasil pemeriksaan internal dan
security audit;
5. Menghapus ketentuan Bab II huruf D mengenai pengenaan biaya dalam
penyelenggaraan SKNBI dan huruf E mengenai penetapan jadwal
penyelenggaraan SKNBI;
6. Mengubah …
2
6. Mengubah ketentuan Bab III:
a. butir C.1.c dengan menambahkan 1 (satu) angka, yakni angka 8)
mengenai fotokopi surat pemberitahuan sandi Pelaporan Laporan Bank
Umum; dan
b. butir C.8.c mengenai pemberitahuan secara tertulis kepada kantor bank;
7. Mengubah ketentuan Bab IV butir A.5. mengenai pemeriksaan internal dan
butir A.6. mengenai laporan hasil security audit;
8. Mengubah ketentuan Bab V butir B.1.a. mengenai jenis dokumen kliring;
9. Menghapus ketentuan Bab V butir B.1.b.3), butir B.2.a.3), butir D.3.b
mengenai Lembar Substitusi dan butir D.2.d.2)f) mengenai sandi transaksi
lainnya;
10. Mengubah ketentuan Bab VI butir G dengan menyisipkan 1 (satu) angka di
antara angka 2 dan angka 3, yakni angka 2A mengenai cash prefund yang
tidak dikembalikan ke rekening giro Bank;
11. Mengubah ketentuan Bab VII mengenai Penyelenggaraan Kliring Debet;
12. Mengubah ketentuan Bab VIII mengenai Penyelenggaraan Kliring Kredit;
13. Menyisipkan 2 (dua) bab di antara Bab VIII dan Bab IX, yakni Bab VIIIA
mengenai Jadwal Penyelenggaraan SKNBI dan Bab VIIIB mengenai Biaya
Penyelenggaraan SKNBI;
14. Menghapus ketentuan Bab XII butir B.2.b.4) mengenai mekanisme
penyelenggaraan kliring debet untuk Wilayah Kliring On-line Otomasi dan
Kliring Off-line Otomasi;
15. Mengubah Bab XII butir B.2.b.5) mengenai mekanisme penyelenggaraan
Kliring Debet untuk Wilayah Kliring On-line Manual dan Off-line Manual;
16. Mengubah Lampiran 2.3 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia mengenai Ruang Lingkup Pemeriksaan Internal Oleh
PKL Selain BI;
17. Mengubah …
3
17. Mengubah Lampiran 2.4 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia mengenai Ruang Lingkup Security Audit Oleh PKL
Selain BI;
18. Menyisipkan Lampiran di antara Lampiran 3.9 dan Lampiran 3.10 dari Buku
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yakni
Lampiran 3.9.a mengenai Contoh Surat Pemberitahuan dari PKL kepada PKN
Mengenai Tanggal Efektif Sebagai Peserta Dalam Penyelenggaraan SKNBI;
19. Mengubah Lampiran 4.2 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia mengenai Ruang Lingkup Pemeriksaan Internal
Oleh Bank Sebagai Peserta;
20. Mengubah Lampiran 4.3 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia mengenai Ruang Lingkup Security Audit Oleh Bank
Sebagai Peserta;
21. Mengubah Lampiran 7.4 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia mengenai Jenis Laporan Kliring Debet;
22. Menghapuskan Lampiran 7.5 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kliring Nasional Bank Indonesia mengenai Penanganan Warkat Debet Reject
dan Penyelesaian Selisih Kliring serta Implikasi Pengenaan Biaya Reject;
23. Mengubah Lampiran 7.6 dari Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring
Nasional Bank Indonesia mengenai Contoh Formulir Pengembalian Warkat
Debet yang Direject;
24. Menyisipkan 4 (empat) lampiran di antara Lampiran 8 dan Lampiran 9 dari
Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia,
yakni Lampiran 8.1 mengenai Jenis Transaksi Kliring Kredit, Lampiran 8A.1
mengenai Contoh Pengumuman Jadwal SKNBI Oleh PKL, Lampiran 8A.2
mengenai Contoh Pengumuman Jadwal SKNBI Oleh PKN dan Lampiran 8B
mengenai Pengenaan Biaya Warkat Debet yang Tertolak (Reject) oleh Mesin
Baca Pilah.
Lampiran …
4
Lampiran Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP tanggal 24 Maret 2010
perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia secara keseluruhan menjadi Buku
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia sebagaimana
terlampir, yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini, maka :
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/28/DASP tanggal 22 Juli 2005 perihal
Biaya dalam Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
9/16/DASP tanggal 6 Agustus 2007; dan
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/9/DASP tanggal 24 Maret 2010
perihal Jadwal Penyelenggaraan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada
tanggal 7 Januari 2011.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran
Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
RONALD WAAS
DIREKTUR AKUNTING DAN
SISTEM PEMBAYARAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 12/34/DASP|SE-BI/2010 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/8/DASP tanggal 24 Maret 2010 perihal Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia </reg_title>
<set_date> 22 Desember 2010 </set_date>
<effective_date> 7 Januari 2011 </effective_date>
<changed_reg> '12/8/DASP|SE-BI/2010' </changed_reg>
<replaced_reg> '12/9/DASP|SE-BI/2010', '7/28/DASP|SE-BI/2005', '9/16/DASP|SE-BI/2007' </replaced_reg>
<related_reg> '12/8/DASP|SE-BI/2010' </related_reg>
|
No. 14/ 25 /DPbS
Jakarta, 12 September 2012
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK SYARIAH
DAN
UNIT USAHA SYARIAH
DI INDONESIA
Perihal
: Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test)
Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah
Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia Nomor
14/6/PBI/2012 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper
Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5322), yang selanjutnya disebut PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan, perlu diatur kembali ketentuan
pelaksanaan mengenai uji kemampuan dan kepatutan, sebagai berikut:
I. UMUM
Sebagaimana diatur dalam PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan, uji
kemampuan dan kepatutan dilakukan oleh Bank Indonesia
terhadap:
1. Calon …
1. Calon Pemegang Saham Pengendali (PSP), calon anggota
Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah,
calon Direktur UUS yang telah ditetapkan sejak awal hanya
akan menjabat sebagai Direktur UUS, dan calon pemimpin
Kantor Perwakilan Bank Asing (FPT new entry).
Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai
pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan dalam rangka
memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebelum yang
bersangkutan menjadi PSP atau menjabat sebagai anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah, Direktur
UUS yang telah ditetapkan sejak awal hanya akan menjabat
sebagai Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan
Bank Asing.
2. PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat
Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS, dan Pejabat Eksekutif
UUS, serta pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing (FPT
existing).
Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai
kembali kemampuan dan kepatutan terhadap pihak yang
menjadi PSP atau yang sedang menjabat sebagai anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif
Bank Syariah, Direktur UUS, dan Pejabat Eksekutif UUS,
serta pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing.
3. Pihak yang sudah tidak menjadi atau tidak menjabat sebagai
pihak sebagaimana dimaksud pada angka 2, namun yang
bersangkutan ditengarai terlibat atau bertanggung jawab
terhadap perbuatan atau tindakan yang sedang dalam proses
uji kemampuan dan kepatutan pada Bank Syariah, UUS, atau
Kantor Perwakilan Bank Asing (FPT existing).
Uji …
Uji kemampuan dan kepatutan dilakukan untuk menilai
perbuatan atau tindakan yang bersangkutan pada saat
menjadi PSP, atau menjabat sebagai anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank
Syariah, Direktur UUS, Pejabat Eksekutif UUS, serta
pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, dimana perbuatan
atau tindakan tersebut merupakan obyek uji kemampuan dan
kepatutan (FPT existing).
II. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN TERHADAP CALON PSP,
CALON ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DAN CALON ANGGOTA
DIREKSI BANK SYARIAH, CALON DIREKTUR UUS, DAN CALON
PEMIMPIN KANTOR PERWAKILAN BANK ASING (FPT NEW
ENTRY)
A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Faktor yang dinilai dalam uji kemampuan dan kepatutan
meliputi:
a.
Integritas dan kelayakan keuangan bagi calon PSP
Bank Syariah.
Calon PSP wajib memenuhi persyaratan integritas
dan kelayakan keuangan sebagaimana diatur dalam
Pasal 7 dan Pasal 8 PBI Uji Kemampuan dan
Kepatutan.
Terkait dengan salah satu persyaratan integritas
bagi calon PSP yaitu memiliki komitmen terhadap
pengembangan operasional Bank Syariah yang
sehat, calon PSP wajib menyampaikan rencana
pengembangan operasional Bank Syariah yang
sehat …
sehat, yang paling kurang memuat arah dan strategi
pengembangan Bank Syariah, dan rencana
penguatan permodalan Bank Syariah untuk jangka
waktu paling kurang 3 (tiga) tahun.
Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat
meminta pernyataan tertulis yang berisi komitmen
untuk tidak melakukan pengalihan kepemilikan
sahamnya di Bank Syariah dalam jangka waktu
tertentu.
b.
Integritas, kompetensi dan reputasi keuangan bagi
calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota
Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan
calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing.
Calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota
Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan
calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing
wajib memenuhi persyaratan integritas, kompetensi
dan reputasi keuangan sebagaimana diatur dalam
Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20 PBI Uji Kemampuan
dan Kepatutan.
2. Pihak yang wajib mengikuti uji kemampuan dan
kepatutan adalah:
a. Calon PSP, meliputi:
1) orang dan/atau badan hukum yang akan
melakukan pembelian, menerima hibah,
menerima hak waris atau bentuk lain
pengalihan hak atas saham Bank Syariah
sehingga akan menjadi PSP;
2) pemegang …
2) pemegang saham Bank Syariah yang tidak
tergolong sebagai PSP (non PSP) yang
melakukan pembelian saham Bank Syariah,
menerima hibah saham Bank Syariah,
menerima hak waris atau bentuk lain
pengalihan hak atas saham Bank Syariah,
sehingga menjadi PSP;
3) non PSP yang melakukan penambahan setoran
modal sehingga menjadi PSP;
4) non PSP namun menurut Bank Indonesia
dinilai melakukan Pengendalian Bank Syariah;
5) orang dan/atau badan hukum yang
digolongkan sebagai pengendali Bank Syariah
karena adanya perubahan struktur kelompok
usaha Bank Syariah;
6) orang dan/atau badan hukum yang akan
menjadi PSP pada “Bank Syariah hasil
penggabungan” (merger);
7) orang dan/atau badan hukum yang akan
menjadi PSP “Bank Syariah hasil peleburan”
(konsolidasi); dan
8) orang dan/atau badan hukum yang akan
menjadi PSP “Bank Syariah hasil perubahan
kegiatan usaha” (konversi);
b. Calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota
Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan
calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing,
meliputi:
1) orang …
1) orang yang belum pernah menjadi anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank
Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor
Perwakilan Bank Asing, yang dicalonkan
menjadi anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi Bank Syariah, Direktur UUS, dan
pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing;
2) orang yang sedang menjabat sebagai anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank
Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor
Perwakilan Bank Asing, yang dicalonkan
menjadi anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi pada Bank Syariah lain atau Direktur
UUS lain atau pemimpin Kantor Perwakilan
Bank Asing lain, dengan memperhatikan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai rangkap jabatan;
3) mantan anggota Dewan Komisaris dan mantan
anggota Direksi Bank Syariah, mantan Direktur
UUS, dan mantan pemimpin Kantor Perwakilan
Bank Asing, yang dicalonkan menjadi anggota
Dewan Komisaris atau anggota Direksi pada
Bank Syariah yang sama atau pada Bank
Syariah lain atau Direktur UUS pada UUS yang
sama atau pada UUS lain atau pemimpin
Kantor Perwakilan Bank Asing pada Kantor
Perwakilan Bank Asing yang sama atau pada
Kantor Perwakilan Bank Asing lain;
4) anggota …
4) anggota Dewan Komisaris Bank Syariah yang
akan beralih jabatan menjadi anggota Direksi
pada Bank Syariah yang sama;
5) anggota Dewan Komisaris BUS yang akan
beralih jabatan menjadi Komisaris Independen
pada BUS yang sama;
6) anggota Direksi BUS yang akan beralih jabatan
menjadi Direktur yang membawahkan Fungsi
Kepatuhan pada BUS yang sama;
7) anggota Direksi Bank Syariah yang akan
beralih jabatan menjadi anggota Dewan
Komisaris pada Bank Syariah yang sama;
8) anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi
Bank Syariah yang akan beralih jabatan ke
jabatan yang lebih tinggi pada Bank Syariah
yang sama, antara lain meliputi:
a) anggota Dewan Komisaris Bank Syariah
yang akan diangkat menjadi komisaris
utama/wakil komisaris utama atau yang
setara dengan itu pada Bank Syariah yang
sama;
b) anggota Direksi Bank Syariah yang akan
diangkat menjadi direktur utama/wakil
direktur utama atau yang setara dengan itu
pada Bank Syariah yang sama;
9) anggota Dewan Komisaris Bank Umum
Konvensional yang memiliki UUS yang akan
beralih jabatan menjadi Direktur UUS dengan
wewenang …
wewenang dan tanggungjawab hanya untuk
mengelola kegiatan usaha UUS;
10) anggota Direksi Bank Umum Konvensional
atau kantor cabang dari suatu bank yang
berkedudukan di
luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional, yang memiliki UUS yang akan
beralih jabatan menjadi Direktur UUS dengan
wewenang dan tanggungjawab hanya untuk
mengelola kegiatan usaha UUS;
11) orang yang akan menjadi anggota Dewan
Komisaris atau anggota Direksi pada “Bank
Syariah hasil penggabungan” yang berasal dari
“Bank Syariah yang melakukan
penggabungan”;
12) orang yang akan menjadi anggota Dewan
Komisaris atau anggota Direksi pada “Bank
Syariah hasil penggabungan” yang berasal dari
“Bank Syariah yang menerima penggabungan
(surviving bank)” termasuk perpanjangan
jabatan;
13) orang yang akan menjadi anggota Dewan
Komisaris atau anggota Direksi “Bank Syariah
hasil peleburan” yang berasal dari “Bank
Syariah yang melakukan peleburan”;
14) orang yang akan menjadi anggota Dewan
Komisaris atau anggota Direksi “Bank Syariah
hasil perubahan kegiatan usaha” yang berasal
dari “bank konvensional yang melakukan
perubahan …
perubahan kegiatan usaha menjadi Bank
Syariah”; dan
15) orang yang dicalonkan menjadi pemimpin
Kantor Perwakilan Bank Asing;
Uji kemampuan dan kepatutan tidak dilakukan
terhadap perpanjangan jabatan bagi anggota Dewan
Komisaris dan anggota Direksi Bank Syariah,
Direktur UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan
Bank Asing kecuali perpanjangan jabatan
sebagaimana dimaksud dalam angka 12).
Termasuk dalam pengertian perpanjangan jabatan
adalah setiap penugasan kembali dalam jabatan
yang sama, baik sebelum maupun sesudah masa
jabatan yang bersangkutan berakhir.
Perpanjangan jabatan anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi Bank Syariah, Direktur UUS, dan
pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing dilaporkan
kepada Bank Indonesia dengan alamat
penyampaian sebagaimana diatur dalam butir III.D.
B. Persyaratan Administratif terhadap Calon PSP
1. Permohonan Bank Syariah untuk memperoleh
persetujuan atas calon PSP disampaikan kepada Bank
Indonesia dilengkapi dengan dokumen persyaratan
administratif sebagaimana diatur dalam PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan dan ketentuan lain yang
mengatur mengenai persyaratan pemegang saham Bank
Syariah, yaitu:
a. ketentuan …
a. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
BUS;
b. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
BPRS;
c. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
perubahan kegiatan usaha bank konvensional
menjadi bank syariah;
d. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
persyaratan dan tata cara pembukaan kantor
cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor
perwakilan dari bank yang berkedudukan di luar
negeri;
e. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
persyaratan dan tata cara pembelian saham bank
umum;
f. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
persyaratan dan tata cara merger, konsolidasi dan
akuisisi BUS; dan
g. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
persyaratan dan tata cara merger, konsolidasi dan
akuisisi BPRS.
Rincian dokumen persyaratan administratif adalah
sebagai berikut:
-
-
-
-
Lampiran 1a, untuk calon PSP perorangan BUS;
Lampiran 1b, untuk calon PSP badan hukum BUS;
Lampiran 1c, untuk calon PSP pemerintah BUS;
Lampiran 1d, untuk calon PSP perorangan BPRS;
- Lampiran 1e …
-
-
-
Lampiran 1e, untuk calon PSP badan hukum
BPRS;
Lampiran 1f, untuk calon PSP pemerintah BPRS;
Lampiran 2, Daftar Riwayat Hidup untuk calon
PSP;
2. Persyaratan laporan keuangan 3 (tiga) tahun buku
terakhir dari calon PSP badan hukum paling kurang
terdiri dari laporan neraca dan perhitungan laba rugi
beserta penjelasannya yang telah diaudit oleh Akuntan
Publik. Laporan keuangan tersebut disusun sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku.
3. Selain dokumen persyaratan administratif sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, Bank Syariah juga
menyampaikan Daftar Isian sebagaimana berikut:
-
Lampiran 1a.1, untuk calon PSP perorangan BUS;
- Lampiran 1b.1, untuk calon PSP badan hukum
BUS;
-
-
-
-
Lampiran 1c.1, untuk calon PSP pemerintah BUS;
Lampiran 1d.1, untuk calon PSP perorangan BPRS;
Lampiran 1e.1, untuk calon PSP badan hukum
BPRS;
Lampiran 1f.1, untuk calon PSP pemerintah BPRS;
Daftar Isian diisi secara lengkap dan ditandatangani oleh
calon PSP atau calon Pemegang Saham Pengendali
Terakhir (PSPT).
C. Persyaratan …
C. Persyaratan Administratif terhadap Calon Anggota Dewan
Komisaris dan Calon Anggota Direksi Bank Syariah, Calon
Direktur UUS, dan Calon Pemimpin Kantor Perwakilan
Bank Asing
Permohonan untuk memperoleh persetujuan atas calon
anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank
Syariah, calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor
Perwakilan Bank Asing disampaikan kepada Bank Indonesia
dengan dilengkapi dokumen persyaratan administratif
sebagaimana diatur dalam PBI Uji Kemampuan dan
Kepatutan dan ketentuan lain yang mengatur mengenai
persyaratan anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi
Bank Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor
Perwakilan Bank Asing, yaitu:
1. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
BUS;
2. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
UUS;
3. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
BPRS;
4. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
perubahan kegiatan usaha bank konvensional menjadi
bank syariah;
5. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
persyaratan dan tata cara pembukaan kantor cabang,
kantor cabang pembantu dan kantor perwakilan dari
bank yang berkedudukan di luar negeri;
6. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pelaksanaan fungsi kepatuhan bank umum; dan
7. ketentuan …
7. ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pelaksanaan good corporate governance bagi BUS dan
UUS.
Rincian dokumen persyaratan administratif adalah sebagai
berikut:
-
Lampiran 1g, untuk calon Dewan Komisaris BUS;
-
-
-
-
-
-
Lampiran 1h, untuk calon Direksi BUS dan calon
Direktur UUS;
Lampiran 1i, untuk calon Direktur Kepatuhan BUS;
Lampiran 1j, untuk calon pemimpin Kantor Perwakilan
Bank Asing;
Lampiran 1k, untuk calon Dewan Komisaris BPRS;
Lampiran 1l, untuk calon Direksi BPRS;
Lampiran 2, Daftar Riwayat Hidup untuk calon anggota
Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi Bank
Syariah, calon Direktur UUS, calon Direktur Kepatuhan
BUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank
Asing,
D. Dokumen Pendukung Persyaratan Administratif
Dalam hal menurut penilaian Bank Indonesia dianggap perlu,
pihak yang diuji wajib menyampaikan dokumen pendukung
atas dokumen persyaratan administratif yang dipersyaratkan.
Dokumen permohonan yang disampaikan Bank Syariah, UUS
atau Kantor Perwakilan Bank Asing dinyatakan telah lengkap,
apabila seluruh dokumen persyaratan administratif dan
dokumen pendukungnya telah diterima secara lengkap oleh
Bank Indonesia.
E. Tata …
E. Tata Cara dan Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Tata cara uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana
diatur dalam Pasal 10, Pasal 23, Pasal 46 ayat (2) dan
ayat (3), Pasal 47 ayat (1), Pasal 49 ayat (1) dan Pasal 52
PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan dilakukan terhadap
calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan calon
anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan
calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing melalui:
a. penelitian administratif; dan
b. wawancara.
2. Penelitian administratif dalam rangka uji kemampuan
dan kepatutan sebagaimana dimaksud dalam butir 1.a
adalah sebagai berikut:
a. Calon PSP
Dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan
integritas dan kelayakan keuangan calon PSP Bank
Syariah dilakukan penelitian, meliputi:
1) dokumen persyaratan administratif;
2) catatan administrasi Bank Indonesia antara
lain berupa rekam jejak (track record), Daftar
Tidak Lulus (DTL), dan Daftar Kredit Macet
(DKM);
3) catatan administrasi Bank Indonesia mengenai
proses uji kemampuan dan kepatutan new
entry maupun existing pada bank yang sedang
dilakukan oleh Bank Indonesia; dan
4)
informasi lainnya yang diperoleh Bank
Indonesia dalam rangka pengawasan bank.
b. Calon …
b. Calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota
Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan
calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing
Dalam rangka menilai pemenuhan persyaratan
integritas, kompetensi dan reputasi keuangan calon
anggota Dewan Komisaris dan calon anggota Direksi
Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan calon
pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing dilakukan
penelitian, meliputi:
1) dokumen persyaratan administratif;
2) catatan administrasi Bank Indonesia antara
lain berupa rekam jejak (track record), Daftar
Tidak Lulus (DTL), dan Daftar Kredit Macet
(DKM);
3) catatan administrasi Bank Indonesia mengenai
proses uji kemampuan dan kepatutan (FPT new
entry maupun FPT existing) pada bank yang
sedang dilakukan oleh Bank Indonesia; dan
4)
informasi lainnya yang diperoleh Bank
Indonesia dalam rangka pengawasan Bank
Syariah atau UUS.
3. Wawancara dalam rangka uji kemampuan dan kepatutan
sebagaimana dimaksud dalam butir 1.b dilakukan dalam
rangka konfirmasi atas informasi yang telah diperoleh
Bank Indonesia dan/atau untuk menggali informasi
lebih lanjut dari pihak yang diuji untuk memperoleh
keyakinan atas terpenuhinya persyaratan integritas,
kelayakan keuangan, reputasi keuangan, dan/atau
kompetensi, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. wawancara …
a. wawancara wajib dilakukan terhadap calon PSP;
b. wawancara terhadap calon anggota Dewan
Komisaris dan calon anggota Direksi Bank Syariah,
calon Direktur UUS, dan calon pemimpin Kantor
Perwakilan Bank Asing dilakukan apabila:
1) pihak yang diuji akan menjabat sebagai
Direktur yang membawahkan Fungsi
Kepatuhan (hanya berlaku bagi BUS);
2) pihak yang diuji akan menjabat sebagai
Komisaris Independen (hanya berlaku bagi
BUS); dan/atau
3) diperlukan klarifikasi atau penjelasan lebih
lanjut dari pihak yang diuji.
4. Penetapan hasil penilaian uji kemampuan dan kepatutan
adalah sebagai berikut:
a. calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris dan
calon anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur
UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank
Asing yang memperoleh predikat Lulus dinyatakan
memenuhi persyaratan untuk menjadi PSP, anggota
Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank
Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor
Perwakilan Bank Asing, pada Bank Syariah, UUS,
dan Kantor Perwakilan Bank Asing yang
mengajukan pencalonan;
b. calon PSP, calon anggota Dewan Komisaris, calon
anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS,
dan calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing
yang memperoleh predikat Tidak Lulus dinyatakan
tidak ...
tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi PSP,
anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank
Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor
Perwakilan Bank Asing, pada Bank Syariah, UUS,
atau Kantor Perwakilan Bank Asing yang
mengajukan pencalonan;
c. hasil uji kemampuan dan kepatutan berupa
persetujuan (predikat Lulus) atau penolakan
(predikat Tidak Lulus) atas permohonan calon PSP,
calon anggota Dewan Komisaris dan calon anggota
Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS, dan
calon pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing
disampaikan secara tertulis kepada Bank Syariah,
UUS, dan Kantor Perwakilan Bank Asing yang
mengajukan pencalonan.
Hasil uji kemampuan dan kepatutan dapat
disampaikan juga kepada pihak yang
berkepentingan, antara lain Pemerintah dan/atau
Lembaga Penjamin Simpanan;
d. dalam hal calon PSP yang memperoleh predikat
Tidak Lulus telah memiliki saham pada Bank
Syariah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (2) PBI Uji Kemampuan dan
Kepatutan maka yang bersangkutan:
1) dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai PSP
pada Bank Syariah yang bersangkutan; dan
2) wajib mengalihkan kepemilikan saham yang
telah dibeli kepada pihak lain;
e. dalam …
e. dalam hal calon anggota Dewan Komisaris dan calon
anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur UUS
yang telah ditetapkan sejak awal hanya akan
menjabat sebagai Direktur UUS, dan calon
pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing
memperoleh predikat Tidak Lulus namun telah
mendapat persetujuan dan diangkat sebagai
anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi Bank
Syariah, Direktur UUS, dan pemimpin Kantor
Perwakilan Bank Asing oleh RUPS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) PBI Uji
Kemampuan dan kepatutan, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1) yang bersangkutan dilarang melakukan
tindakan sebagai anggota Dewan Komisaris dan
anggota Direksi pada Bank Syariah yang
bersangkutan, Direktur UUS yang
bersangkutan, dan pemimpin Kantor
Perwakilan Bank Asing yang bersangkutan;
2) bagi calon anggota Dewan Komisaris dan calon
anggota Direksi Bank Syariah yang berasal dari
peralihan jabatan sebagaimana dimaksud pada
butir A.2.b.4) sampai dengan A.2.b.8), yang
bersangkutan masih dapat menjalankan tugas
dan fungsinya sebagai anggota Dewan
Komisaris dan anggota Direksi pada Bank
Syariah dimaksud sepanjang tidak terdapat
indikasi permasalahan integritas, reputasi
keuangan dan/atau kompetensi, dimana
perbuatan atau tindakan tersebut merupakan
obyek …
obyek uji kemampuan dan kepatutan (FPT
existing);
3) bagi calon anggota Dewan Komisaris dan calon
anggota Direksi Bank Syariah, calon Direktur
UUS, dan calon pemimpin Kantor Perwakilan
Bank Asing yang berasal dari Pejabat Eksekutif
yang sedang menjabat pada Bank Syariah dan
UUS yang sama, yang bersangkutan masih
dapat menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai Pejabat Eksekutif pada Bank Syariah
dan UUS dimaksud sepanjang tidak terdapat
indikasi permasalahan integritas, reputasi
keuangan dan/atau kompetensi, dimana
perbuatan atau tindakan tersebut merupakan
obyek uji kemampuan dan kepatutan (FPT
existing);
4) bagi calon Direktur UUS yang telah ditetapkan
sejak awal hanya akan menjabat sebagai
Direktur UUS yang berasal dari peralihan
jabatan sebagaimana dimaksud pada butir
A.2.b.9) dan A.2.b.10), yang bersangkutan
masih dapat menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai anggota Dewan Komisaris dan anggota
Direksi pada Bank Umum Konvensional
dimaksud sepanjang yang bersangkutan
memenuhi persyaratan sebagai anggota Dewan
Komisaris dan anggota Direksi Bank Umum
Konvensional sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam uji kemampuan dan kepatutan
yang berlaku bagi Bank Umum.
Bank …
Bank Indonesia dapat melakukan uji kemampuan
dan kepatutan dalam rangka penilaian kembali
terhadap pihak sebagaimana dimaksud dalam
angka 2) sampai dengan angka 4).
F. Alamat Penyampaian Permohonan
Surat permohonan berikut dokumen sebagaimana dimaksud
dalam huruf B, huruf C dan huruf D di atas disampaikan
kepada:
1. Departemen Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jalan
M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BUS, UUS,
BPRS dan Kantor Perwakilan Bank Asing yang berkantor
pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia;
2. Departemen Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jalan
M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BUS dan UUS
yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia, dengan tembusan kepada Kantor
Perwakilan Bank Indonesia setempat; atau
3. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi BPRS
yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia.
III. UJI …
III. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN TERHADAP PSP, ANGGOTA
DEWAN KOMISARIS, ANGGOTA DIREKSI DAN PEJABAT
EKSEKUTIF BANK SYARIAH, DIREKTUR UUS DAN PEJABAT
EKSEKUTIF UUS, DAN PEMIMPIN KANTOR PERWAKILAN BANK
ASING (FPT EXISTING)
A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak
sebagaimana dimaksud dalam butir I.2 meliputi pihak
yang menjadi PSP atau sedang menjabat sebagai anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif
Bank Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS,
dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing, yang
terindikasi memiliki permasalahan integritas, kelayakan
keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29 atau
Pasal 49 ayat (3) PBI Uji Kemampuan dan Kepatutan;
2. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan dilakukan
setiap saat apabila berdasarkan bukti, data dan
informasi yang diperoleh dari hasil pengawasan (off site
supervision dan/atau on site supervision) maupun
informasi lainnya, terdapat indikasi:
a. permasalahan integritas dan/atau kelayakan
keuangan pada PSP Bank Syariah;
b. permasalahan integritas, reputasi keuangan
dan/atau kompetensi pada anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif
Bank Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif
UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing;
atau
c. pelanggaran …
c. pelanggaran atau penyimpangan kegiatan Kantor
Perwakilan Bank Asing yang dilakukan oleh
pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing.
3. Permasalahan integritas, kelayakan keuangan, reputasi
keuangan dan/atau kompetensi adalah permasalahan
yang terkait dengan:
a.
tindakan menyembunyikan dan/atau mengaburkan
pelanggaran dari suatu ketentuan atau kondisi
keuangan dan/atau transaksi yang sebenarnya,
antara lain:
1) pencatatan palsu dan/atau transaksi fiktif baik
yang dilakukan pada sisi aktiva maupun pasiva
Bank Syariah atau UUS termasuk transaksi
pada rekening administratif;
2) penggelapan atau manipulasi;
3) praktek bank dalam bank;
4) praktek pembukuan dan/atau laporan
keuangan Bank Syariah atau UUS yang tidak
benar dan secara material berpengaruh
terhadap keadaan keuangan Bank Syariah atau
UUS sehingga mengakibatkan penilaian yang
keliru terhadap Bank Syariah atau UUS
(window dressing);
5) pembobolan teknologi sistem informasi Bank
Syariah atau UUS; dan/atau
6) menghilangkan atau merusak catatan
pembukuan dan/atau dokumen pendukung
transaksi …
transaksi atau catatan pembukuan Bank
Syariah atau UUS;
b.
tindakan memberikan keuntungan secara tidak
wajar kepada pemegang saham, anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif
Bank Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif
UUS, Dewan Pengawas Syariah Bank Syariah dan
UUS, pegawai, dan/atau pihak lain yang dapat
merugikan atau mengurangi keuntungan Bank
Syariah atau UUS, antara lain:
1)
transaksi valuta asing yang tidak wajar dan
merugikan Bank Syariah atau UUS dan/atau
mengurangi potensi keuntungan Bank Syariah
atau UUS;
2) penjualan dan/atau pembelian harta milik
Bank Syariah atau UUS dengan harga yang
tidak wajar dibandingkan harga pasar;
dan/atau
3) pemberian fasilitas yang tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku kepada anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat
Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS dan
Pejabat Eksekutif UUS, Dewan Pengawas
Syariah Bank Syariah dan UUS, dan/atau
pegawai Bank Syariah atau UUS;
c.
tindakan melanggar prinsip kehati–hatian di bidang
perbankan dan/atau asas-asas perbankan yang
sehat, yang meliputi:
1). melakukan …
1) melakukan perbuatan atau tindakan yang
melanggar prinsip kehati-hatian di bidang
perbankan dan/atau asas-asas perbankan
yang sehat, antara lain:
a) pemberian pembiayaan yang tidak
didasarkan pada prinsip pemberian
pembiayaan yang sehat;
b) penyediaan dana yang melanggar Batas
Maksimum Penyaluran Dana (BMPD);
c) penyediaan dana kepada pihak atau sektor
atau kegiatan yang dilarang oleh
ketentuan; dan/atau
2)
tidak melakukan perbuatan atau tindakan yang
menjadi tugas dan/atau tanggung jawabnya
sehingga mengakibatkan terjadinya pelanggaran
prinsip kehati-hatian di bidang perbankan,
penerapan manajemen risiko, pelaksanaan
Good Corporate Governance, penerapan
program anti pencucian uang dan pencegahan
pendanaan terorisme, dan/atau asas-asas
perbankan yang sehat.
Prinsip kehati-hatian di bidang perbankan
dan/atau asas-asas perbankan yang sehat
termasuk namun tidak terbatas pada
ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban
penyediaan modal minimum, posisi devisa neto,
Batas Maksimum Penyaluran Dana, kualitas
aktiva dan giro wajib minimum;
d.
tindakan …
d.
tindakan melanggar Prinsip Syariah di bidang
perbankan syariah, antara lain:
1) melakukan praktek bunga dalam kegiatan
operasional;
2) membiayai usaha yang tidak sesuai dengan
Prinsip Syariah; dan/atau
3) menjalankan produk/jasa yang tidak didukung
dengan fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI;
e.
terbukti melakukan Tindak Pidana Tertentu yang
telah diputus oleh pengadilan dan telah memiliki
kekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde).
Tindak Pidana Tertentu adalah tindak pidana asal
yang disebut dalam undang-undang yang mengatur
mengenai tindak pidana pencucian uang, yaitu
tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika/
psikotropika, penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan imigran, di bidang perbankan, di
bidang pasar modal, di bidang perasuransian,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang,
perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan,
pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan
uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di
bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di
bidang kelautan dan perikanan atau tindak pidana
lainnya yang diancam dengan pidana 4 (empat)
tahun atau lebih;
f.
terbukti menyebabkan Bank Syariah atau UUS
mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya atau dapat membahayakan
industri …
industri perbankan. Yang dimaksud dengan
menyebabkan Bank Syariah atau UUS mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan
usahanya atau dapat membahayakan industri
perbankan, antara lain adalah tindakan yang:
1) memanfaatkan Bank Syariah atau UUS untuk
membiayai kepentingan sendiri dan/atau
kelompok usahanya; dan/atau
2) melanggar ketentuan dan/atau komitmen
kepada Bank Indonesia atau Pemerintah, yang
menyebabkan Bank Syariah atau UUS
ditempatkan dalam pengawasan intensif atau
pengawasan khusus, diambil alih
Pemerintah/Lembaga Penjamin Simpanan,
dibekukan kegiatan usahanya dan/atau
dicabut ijin usahanya;
g.
terbukti tidak melaksanakan perintah Bank
Indonesia untuk melakukan dan/atau tidak
melakukan tindakan tertentu (cease and desist
order), dalam rangka perbaikan dan/atau
penyehatan Bank Syariah atau UUS;
h.
terbukti memiliki kredit/pembiayaan macet.
Khusus untuk kartu kredit/syariah card, pengertian
kredit/pembiayaan macet tidak termasuk tagihan
yang berasal dari annual fee, biaya administrasi
dan/atau tagihan lainnya yang bukan berasal dari
transaksi pemakaian kartu kredit/syariah card;
i.
terbukti dinyatakan pailit dan/atau menjadi
pemegang saham, anggota dewan komisaris atau
anggota …
anggota direksi yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit;
j. PSP tidak melakukan upaya-upaya yang diperlukan
apabila Bank Syariah menghadapi kesulitan
permodalan maupun likuiditas, misalnya tidak
melakukan upaya penambahan setoran modal Bank
Syariah atau tidak melakukan upaya mencari
investor baru;
k. anggota Dewan Komisaris atau anggota Direksi
Bank Syariah atau Direktur UUS tidak mampu
melakukan pengelolaan strategis dalam rangka
pengembangan Bank Syariah atau UUS yang sehat.
Penilaian didasarkan pada tugas dan tanggung
jawab dari setiap jabatan anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi atau Direktur UUS, sesuai uraian
tugas yang ada pada Bank Syariah atau UUS yang
bersangkutan. Yang dimaksud dengan kemampuan
untuk melakukan pengelolaan strategis antara lain
adalah kemampuan untuk menginterpretasikan visi
dan misi Bank Syariah atau UUS, mengantisipasi
perkembangan perekonomian, keuangan dan
perbankan, menganalisa situasi industri perbankan
dan sektor industri yang dibiayai;
l. menolak memberikan komitmen dan/atau tidak
memenuhi komitmen yang telah disampaikan
kepada Bank Indonesia dan/atau instansi lain yang
berwenang. Komitmen yang dimaksud antara lain
adalah:
1) komitmen …
1) komitmen dalam rangka penyehatan Bank
Syariah atau UUS;
2) komitmen untuk tidak mengulangi tindakan
atau perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, huruf b dan/atau huruf c; atau
3) komitmen untuk tidak melakukan dan/atau
mengulangi perbuatan dan/atau tindakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau
Pasal 29 atau Pasal 49 ayat (3) PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan (bagi PSP, anggota
Dewan Komisaris, anggota Direksi, pemimpin
Kantor Perwakilan Bank Asing, atau Pejabat
Eksekutif yang pernah memiliki predikat Tidak
Lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan
dan telah menjalani masa sanksi sebagaimana
dimaksud Pasal 36 ayat (1), Pasal 41 ayat (4)
huruf a dan Pasal 41 ayat (5) PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan).
4. Pelanggaran terhadap kegiatan usaha yang dilarang
untuk Kantor Perwakilan Bank Asing sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, yang dilakukan atau melibatkan
pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing.
B. Tata Cara Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan dilakukan
setiap saat dalam rangka penilaian kembali apabila
berdasarkan bukti, data dan/atau informasi yang
diperoleh dari hasil pengawasan maupun informasi
lainnya terdapat indikasi permasalahan integritas,
kelayakan …
kelayakan keuangan, reputasi keuangan, dan/atau
kompetensi.
2. Uji kemampuan dan kepatutan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1, dilakukan dengan langkah-langkah:
a. klarifikasi bukti, data dan informasi kepada pihak-
pihak yang diuji;
b. penetapan dan penyampaian hasil sementara uji
kemampuan dan kepatutan kepada pihak yang
diuji;
c.
tanggapan dari pihak yang diuji terhadap hasil
sementara uji kemampuan dan kepatutan; dan
d. penetapan dan pemberitahuan hasil akhir uji
kemampuan dan kepatutan kepada pihak yang
diuji.
3. Penetapan hasil uji kemampuan dan kepatutan
dilakukan berdasarkan tingkat keterlibatan atau
peranan pihak yang diuji terhadap permasalahan atau
tindakan pelanggaran yang dilakukan, dikategorikan
menjadi:
a. Pelaku
Yang dimaksud dengan Pelaku adalah:
1) orang yang memerintahkan, menyuruh
melakukan atau mengusulkan;
2) orang yang menyetujui, turut serta menyetujui,
atau menandatangani;
3) orang yang melakukan;
4) orang …
4) orang yang turut serta melakukan suatu
perbuatan berdasarkan perintah, baik dengan
atau tanpa tekanan, dan yang bersangkutan
patut mengetahui atau patut menduga bahwa
perintah tersebut bertentangan dengan
ketentuan yang berlaku;
5) orang yang melakukan suatu perbuatan karena
adanya janji atau imbalan tertentu; dan/atau
6) orang yang tidak melakukan perbuatan atau
tindakan yang menjadi tugas dan/atau
tanggung jawabnya sehingga mengakibatkan
terjadinya pelanggaran dan/atau penyimpangan.
b. Pelaku Pembantu
Yang dimaksud dengan Pelaku Pembantu adalah
orang yang karena melaksanakan tugas, jabatan
dan/atau adanya suatu perintah dari pihak lain,
baik dengan atau tanpa tekanan, melakukan atau
turut serta melakukan suatu perbuatan, dan yang
bersangkutan patut mengetahui atau patut
menduga bahwa perbuatan atau perintah yang
dilakukan tersebut bertentangan dengan ketentuan
yang berlaku, namun yang bersangkutan telah
berusaha untuk menolak melakukan perbuatan
atau perintah tersebut.
C. Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan beserta
Konsekuensinya
1. Pihak yang ditetapkan dengan predikat Lulus memenuhi
persyaratan untuk tetap menjadi PSP, anggota Dewan
Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat Eksekutif Bank
Syariah …
Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS, dan
pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing.
2. Pihak yang dikategorikan sebagai Pelaku Pembantu
dapat ditetapkan predikat Lulus apabila yang
bersangkutan menyampaikan surat pernyataan yang
berisi komitmen untuk tidak mengulangi tindakan
pelanggaran di masa yang akan datang.
Pelanggaran atas komitmen dimaksud menjadi dasar
untuk dilakukan uji kemampuan dan kepatutan kepada
yang bersangkutan.
3. Pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus
dilarang:
a. menjadi PSP pada seluruh Bank Syariah;
b. menjadi pemegang saham lebih dari 10% (sepuluh
persen) pada seluruh Bank Syariah;
c. menjadi pemegang saham pada Bank Umum
Konvensional atau Bank Perkreditan Rakyat;
dan/atau
d. bertindak sebagai anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi, Direktur UUS, Pejabat Eksekutif,
atau pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing pada
industri perbankan,
sejak tanggal surat penetapan Bank Indonesia.
4. Jangka waktu larangan terhadap pihak yang ditetapkan
dengan predikat Tidak Lulus sebagaimana dimaksud
dalam angka 3 adalah sebagai berikut:
-
Lampiran 3a, untuk PSP Bank Syariah;
- Lampiran 3b …
-
Lampiran 3b, untuk anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi dan/atau Pejabat Eksekutif Bank
Syariah, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif UUS,
dan pemimpin Kantor Perwakilan Bank Asing.
5. Dalam hal pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak
Lulus sebagaimana dimaksud dalam angka 3 juga
merupakan pemegang saham pada bank lain, yang
bersangkutan juga wajib mengalihkan kepemilikan
sahamnya pada bank lain tersebut, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a.
jika bank lain tersebut adalah BUS atau BPRS maka
yang bersangkutan wajib menurunkan kepemilikan
sahamnya menjadi paling banyak 10% (sepuluh
persen), dalam jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan sejak tanggal surat penetapan Tidak Lulus
oleh Bank Indonesia.
Dalam hal tidak dialihkan dalam jangka waktu
dimaksud maka berlaku ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39 PBI Uji
Kemampuan dan Kepatutan;
b.
jika bank lain tersebut adalah Bank Umum
Konvensional maka yang bersangkutan wajib
mengalihkan kepemilikan sahamnya dengan jumlah
saham, jangka waktu, dan tata cara pengalihan
sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan
mengenai uji kemampuan dan kepatutan yang
berlaku bagi Bank Umum Konvensional;
c.
jika bank lain tersebut adalah Bank Perkreditan
Rakyat maka yang bersangkutan wajib mengalihkan
kepemilikan …
kepemilikan sahamnya dengan jumlah saham,
jangka waktu, dan tata cara pengalihan sesuai
dengan yang diatur dalam ketentuan mengenai uji
kemampuan dan kepatutan yang berlaku bagi Bank
Perkreditan Rakyat.
6. PSP yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus dan
tidak menurunkan kepemilikan sahamnya menjadi
paling banyak 10% (sepuluh persen) dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan maka dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya batas
waktu tersebut, yang bersangkutan wajib menyerahkan
surat kuasa menjual saham kepada:
a. pihak yang ditunjuk oleh PSP dengan persetujuan
Bank Indonesia;
b. pihak yang ditunjuk Bank Indonesia; atau
c. Bank Indonesia dengan hak substitusi.
7. Surat kuasa menjual sebagaimana dimaksud dalam
angka 6 dibuat dalam bentuk akta notariil yang paling
kurang memuat:
a. memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk
menjual atau mengalihkan saham kepada pihak
lain;
b. menerima/menyetujui segala keputusan atas
penjualan atau pengalihan saham yang dilakukan
oleh penerima kuasa;
c. membebaskan penerima kuasa atas segala akibat
hukum yang timbul dari penjualan atau pengalihan
saham dimaksud;
d.
pemberi …
d. pemberi kuasa tidak akan mencabut surat kuasa
menjual yang telah diberikan kepada penerima
kuasa; dan
e. segala biaya yang timbul dalam rangka pelaksanaan
surat kuasa menjual, menjadi beban pemberi kuasa.
8. Hak PSP yang dinyatakan Tidak Lulus terhadap
pembagian deviden, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. yang bersangkutan masih berhak menerima
pembagian deviden untuk periode paling lama 6
(enam) bulan sejak tanggal surat penetapan Tidak
Lulus oleh Bank Indonesia tersebut. Dalam hal
pembagian deviden untuk periode tersebut
dilakukan setelah 6 (enam) bulan sejak penetapan
Tidak Lulus maka yang bersangkutan hanya
menerima pembagian deviden setelah
memperhitungkan biaya pelaksanaan surat kuasa
menjual;
b. apabila sampai dengan jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam huruf a terlampaui dan PSP tidak
menurunkan kepemilikan sahamnya atau
menurunkan kepemilikan sahamnya kepada pihak
yang memiliki hubungan keluarga sampai dengan
derajat kedua termasuk kepada kelompok usahanya
maka pembayaran deviden yang diterima paling
banyak sebesar 10% (sepuluh persen), sisanya
ditunda sampai dengan yang bersangkutan
mengalihkan kepemilikan sahamnya sesuai dengan
ketentuan.
9. Dalam …
9. Dalam hal pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak
Lulus sebagaimana dimaksud dalam angka 3 sedang
menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris, anggota
Direksi, Direktur UUS dan Pejabat Eksekutif pada bank
lain, UUS lain, dan Kantor Perwakilan Bank Asing lain,
maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a.
jika bank lain tersebut adalah BUS atau BPRS maka
yang bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai
anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau
Pejabat Eksekutif sejak tanggal surat penetapan
Tidak Lulus oleh Bank Indonesia.
BUS atau BPRS lain tersebut wajib menindaklanjuti
pemberhentian anggota Dewan Komisaris, anggota
Direksi, atau Pejabat Eksekutif dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
pemberitahuan Bank Indonesia, berupa:
1) melaksanakan RUPS untuk memberhentikan
(pengukuhan) anggota Dewan Komisaris,
anggota Direksi yang ditetapkan dengan predikat
Tidak Lulus; atau
2) menerbitkan surat keputusan pemberhentian
bagi Pejabat Eksekutif yang ditetapkan dengan
predikat Tidak Lulus;
b. jika bank lain tersebut adalah UUS maka yang
bersangkutan berhenti dari jabatannya sebagai
Direktur UUS atau Pejabat Eksekutif UUS sejak
tanggal surat penetapan Tidak Lulus oleh Bank
Indonesia.
Bank …
Bank Umum Konvensional atau kantor cabang dari
suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
yang memiliki UUS lain tersebut wajib
menindaklanjuti pemberhentian Direktur UUS atau
Pejabat Eksekutif UUS dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemberitahuan
Bank Indonesia, berupa:
1) melaksanakan RUPS untuk memberhentikan
Direktur UUS yang ditetapkan dengan predikat
Tidak Lulus; atau
2) menerbitkan surat keputusan pemberhentian
bagi Pejabat Eksekutif UUS yang ditetapkan
dengan predikat Tidak Lulus;
c.
jika bank lain tersebut adalah Bank Umum
Konvensional maka tindak lanjut pemberhentian bagi
anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi atau
Pejabat Eksekutif dimaksud mengacu kepada
ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan
dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Umum
Konvensional;
d. jika bank lain tersebut adalah Bank Perkreditan
Rakyat maka tindak lanjut pemberhentian bagi
anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi, atau
Pejabat Eksekutif dimaksud mengacu kepada
ketentuan yang mengatur mengenai uji kemampuan
dan kepatutan yang berlaku bagi Bank Perkreditan
Rakyat.
D. Alamat …
D. Alamat Penyampaian
Penyampaian klarifikasi dan tanggapan dari pihak yang diuji
dalam proses uji kemampuan dan kepatutan, penyampaian
surat pernyataan dan laporan BUS, UUS, BPRS dan Kantor
Perwakilan Bank Asing disampaikan kepada:
1. Departemen Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jl.
M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, bagi BUS, UUS,
BPRS dan Kantor Perwakilan Bank Asing yang berkantor
pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia;
atau
2. Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat, bagi BUS,
UUS dan BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia.
IV. UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN TERHADAP PIHAK YANG
SUDAH TIDAK MENJADI PSP ATAU SUDAH TIDAK MENJABAT
SEBAGAI ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, ANGGOTA DIREKSI
DAN PEJABAT EKSEKUTIF BANK SYARIAH, DIREKTUR UUS
DAN PEJABAT EKSEKUTIF UUS, DAN PEMIMPIN KANTOR
PERWAKILAN BANK ASING
A. Cakupan Uji Kemampuan dan Kepatutan
1. Uji kemampuan dan kepatutan terhadap pihak
sebagaimana dimaksud dalam butir I.3, meliputi pihak
yang pada saat menjadi PSP atau menjabat sebagai
anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan Pejabat
Eksekutif pada suatu Bank Syariah, Direktur UUS dan
Pejabat Eksekutif UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan
Bank Asing, diindikasikan terlibat atau bertanggung
jawab dalam permasalahan integritas, kelayakan
keuangan …
keuangan, reputasi keuangan dan/atau kompetensi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29
atau Pasal 49 ayat (3) PBI Uji Kemampuan dan
Kepatutan, namun pada saat dilakukan uji kemampuan
dan kepatutan, yang bersangkutan:
a) telah menjadi pemegang saham bank lain atau
bekerja pada bank lain atau Kantor Perwakilan Bank
Asing lain; atau
b) tidak lagi menjadi pemegang saham bank atau tidak
lagi bekerja pada bank atau Kantor Perwakilan Bank
Asing.
2. Ketentuan mengenai cakupan uji kemampuan dan
kepatutan adalah sebagaimana butir III.A.2 sampai
dengan butir III.A.4.
B. Tata Cara Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan
Tata cara pelaksanaan uji kemampuan dan kepatutan
mengacu pada butir III.B.
C. Hasil Uji Kemampuan dan Kepatutan beserta
Konsekuensinya
1. Pihak yang ditetapkan dengan predikat Lulus dan sedang
menjadi pemegang saham bank lain atau bekerja pada
bank lain atau Kantor Perwakilan Bank Asing lain
dinyatakan memenuhi persyaratan untuk tetap menjadi
PSP, anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi dan
Pejabat Eksekutif Bank Syariah, Direktur UUS dan
Pejabat Eksekutif UUS, dan pemimpin Kantor Perwakilan
Bank Asing.
2.
Pihak …
2. Pihak yang dikategorikan sebagai Pelaku Pembantu dapat
ditetapkan predikat Lulus apabila yang bersangkutan
menyampaikan surat pernyataan yang berisi komitmen
untuk tidak mengulangi tindakan pelanggaran di masa
yang akan datang.
Pelanggaran atas komitmen dimaksud menjadi dasar
untuk dilakukan uji kemampuan dan kepatutan kepada
yang bersangkutan.
3. Pihak yang ditetapkan dengan predikat Tidak Lulus dan
sedang menjadi pemegang saham bank lain atau bekerja
pada bank lain atau Kantor Perwakilan Bank Asing lain
maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
butir III.C.3 sampai dengan III.C.9.
V. LAPORAN RENCANA PERUBAHAN STRUKTUR KELOMPOK
USAHA
Laporan rencana perubahan struktur kelompok usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 PBI Uji Kemampuan dan
Kepatutan mencakup seluruh pihak yang terkait dengan BUS dari
segi pengendalian sampai dengan PSPT.
Contoh pelaporan rencana perubahan struktur kelompok usaha
adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran 4. Laporan
rencana perubahan struktur kelompok usaha disampaikan kepada
Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana dalam butir III.D.
VI. KETENTUAN …
VI. KETENTUAN LAIN-LAIN
Lampiran 1a sampai dengan Lampiran 4 merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
VII. PENUTUP
Dengan berlakunya Surat Edaran Bank Indonesia ini maka Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 12/6/DPbS tanggal 8 Maret 2010
perihal Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
12 September 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
EDY SETIADI
KEPALA DEPARTEMEN
PERBANKAN SYARIAH
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/25/DPbS|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah </reg_title>
<set_date> 12 September 2012 </set_date>
<effective_date> 12 September 2012 </effective_date>
<replaced_reg> '12/6/DPbS|SE-BI/2010' </replaced_reg>
<related_reg> '14/6/PBI/2012' </related_reg>
|
No. 14/ 8 /DPNP
Jakarta, 6 Maret 2012
S U R A T
E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal
Laporan Berkala Bank Umum.
Sehubungan dengan telah diberlakukannya Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/12/PBI/2006 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4629) tentang Laporan Berkala Bank Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/19/PBI/2011 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5240) dan dalam rangka menyesuaikan dengan format laporan bulanan
bank umum, dan melengkapi informasi terkait penerapan manajemen
risiko untuk risiko likuiditas, maka perlu dilakukan perubahan kedua
atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli
2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum sebagaimana telah diubah
dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/26/DPNP tanggal
15 Juli 2008, sebagai berikut:
1. Ketentuan …
1. Ketentuan dalam angka IV ditambah 2 (dua) angka, yakni angka 8
dan angka 9, sehingga angka IV berbunyi sebagai berikut:
1. Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca Mingguan, dan Dana
Pihak Ketiga Milik Pemerintah
Data LBBU mengenai Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca
Mingguan, dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah memuat
data gabungan yang mencakup seluruh kantor Bank di
Indonesia.
2. Maturity Profile
Data LBBU mengenai Maturity Profile memuat data gabungan
yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri
maupun di luar negeri.
3. Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
Data LBBU mengenai BMPK yang terdiri dari Laporan
Pelanggaran BMPK, Laporan Pelampauan BMPK, dan Laporan
Penyediaan Dana, memuat data gabungan yang mencakup
seluruh kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar
negeri (Bank secara individual) dan gabungan antara Bank
dengan Perusahaan Anak (Bank secara konsolidasi).
4. Kredit yang direstrukturisasi
Data LBBU mengenai Kredit yang direstrukturisasi memuat
data gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank
di dalam negeri maupun di luar negeri.
5. Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) dengan
memperhitungkan Risiko Pasar
Data LBBU mengenai KPMM dengan memperhitungkan Risiko
Pasar memuat data gabungan yang mencakup seluruh kantor
cabang …
cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri (Bank
secara individual) dan gabungan antara Bank dengan
Perusahaan Anak (Bank secara konsolidasi).
6. Deposan dan Debitur Inti
Data LBBU mengenai Deposan dan Debitur Inti memuat data
gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di
dalam negeri maupun di luar negeri.
7. Sensitivity to Market Risk
Data LBBU mengenai Sensitivity to Market Risk memuat data
gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di
dalam negeri maupun di luar negeri.
8. Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit
Data LBBU mengenai aset tertimbang menurut risiko untuk
risiko kredit memuat data gabungan yang mencakup seluruh
kantor cabang Bank di dalam negeri maupun di luar negeri
(Bank secara individual) dan gabungan antara Bank dengan
Perusahaan Anak (Bank secara konsolidasi).
9. Suku Bunga Dasar Kredit
Data LBBU mengenai suku bunga dasar kredit memuat data
gabungan yang mencakup seluruh kantor cabang Bank di
dalam negeri.
2. Ketentuan dalam angka V ditambah 2 (dua) angka, yakni angka 8
dan angka 9, sehingga angka V berbunyi sebagai berikut:
1. Format LBBU untuk data Dana Pihak Ketiga, Pos-pos Neraca
Mingguan, dan Dana Pihak Ketiga Milik Pemerintah
adalah sesuai dengan format dalam Formulir-1, Formulir-2,
dan Formulir-3 Pedoman Penyusunan LBBU.
2. Format …
2. Format LBBU untuk data Maturity Profile adalah sesuai
dengan format dalam Formulir-4a dan Formulir-4b Pedoman
Penyusunan LBBU.
3. Format LBBU untuk data BMPK adalah sesuai dengan format
dalam Formulir-5a, Formulir-5b, Formulir-6a, Formulir-6b,
Formulir-7a, dan Formulir-7b Pedoman Penyusunan LBBU.
4. Format LBBU untuk data Kredit yang direstrukturisasi adalah
sesuai dengan format dalam Formulir-8 Pedoman Penyusunan
LBBU.
5. Format LBBU untuk data Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum dengan memperhitungkan Risiko Pasar adalah
sesuai dengan format dalam Formulir-9a, Formulir-9b,
Formulir-9c, Formulir-9d, Formulir-9e, Formulir-9f,
Formulir-9g, Formulir-9h, Formulir-9i, Formulir-9j,
Formulir-9k, Formulir-9l, Formulir-9m, dan Formulir-9n
Pedoman Penyusunan LBBU.
6. Format LBBU untuk data Deposan dan Debitur Inti adalah
sesuai dengan format dalam Formulir-10 Pedoman
Penyusunan LBBU.
7. Format LBBU untuk data Sensitivity to Market Risk adalah
sesuai dengan format dalam Formulir-11 dan Formulir-12
Pedoman Penyusunan LBBU.
8. Format LBBU untuk data aset tertimbang menurut risiko
untuk risiko kredit adalah sesuai dengan Formulir-13a,
Formulir-13b, Formulir-13c, Formulir-13d, Formulir-13e,
Formulir-13f, dan Formulir-13g Pedoman Penyusunan LBBU.
9. Format LBBU untuk data suku bunga dasar kredit adalah
sesuai dengan Formulir-14 Pedoman Penyusunan LBBU.
3. Ketentuan …
3. Ketentuan dalam Butir VII.1.b diubah sehingga angka VII berbunyi
sebagai berikut:
Apabila dalam pelaksanaan penyusunan dan penyampaian LBBU
terdapat hal-hal yang kurang jelas, Bank dapat menyampaikan
pertanyaan kepada Bank Indonesia sebagai berikut:
1. Bagi Bank yang berkantor pusat di wilayah kerja kantor pusat
Bank Indonesia, pertanyaan diajukan kepada:
a. Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, mengenai
Formulir-1, Formulir-2, dan Formulir-3;
b. Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan,
mengenai Formulir-4a sampai dengan Formulir-14.
2. Bagi Bank yang berkedudukan di luar wilayah kerja kantor
pusat Bank Indonesia, pertanyaan diajukan kepada Kantor
Bank Indonesia setempat.
3. Hal-hal yang berkaitan dengan aplikasi dan otomasi sistem
penyampaian laporan, pertanyaan diajukan kepada Direktorat
Statistik Ekonomi dan Moneter, up. Tim Statistik Moneter,
Keuangan dan Fiskal.
4. Format dan penjelasan mengenai Laporan Neraca Mingguan Pada
Tanggal Akhir Periode Data Laporan sebagaimana dimaksud dalam
Formulir 2 diubah menjadi sebagaimana terlampir.
5. Format dan penjelasan mengenai Laporan Maturity Profile (rupiah)
sebagaimana dimaksud dalam Formulir-4a dan Laporan Maturity
Profile (valas) sebagaimana dimaksud dalam Formulir-4b diubah
menjadi sebagaimana terlampir.
6. Format mengenai perhitungan rasio kewajiban penyediaan modal
mínimum sebagaimana dimaksud dalam Formulir-9.i dan
perhitungan rasio kewajiban penyediaan modal mínimum
(konsolidasi) sebagaimana dimaksud dalam Formulir-9.j diubah
menjadi sebagaimana terlampir.
Formulir …
Formulir-2, Formulir-4a, Formulir-4b, Formulir-9i, Formulir-9j,
Formulir-13a, Formulir-13b, Formulir-13c, Formulir-13d, Formulir-
13e, Formulir-13f, Formulir-13g, dan Formulir-14 adalah Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank
Indonesia ini.
Pada saat Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku, Butir
II.B.2, Butir II.B.3, dan Lampiran I dalam Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 13/5/DPNP tanggal 8 Februari 2011 perihal Transparansi
Informasi Suku Bunga Dasar Kredit dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku
sejak tanggal 24 Maret 2012.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
WIMBOH SANTOSO
DIREKTUR PENELITIAN DAN
PENGATURAN PERBANKAN
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 14/8/DPNP|SE-BI/2012 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/15/DPNP tanggal 12 Juli 2006 perihal Laporan Berkala Bank Umum. </reg_title>
<set_date> 6 Maret 2012 </set_date>
<effective_date> 24 Maret 2012 </effective_date>
<changed_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006' </changed_reg>
<extension_of> '10/26/DPNP|SE-BI/2008' </extension_of>
<replaced_reg> '13/5/DPNP|SE-BI/2011 | Butir II.B.2, Butir II.B.3, dan Lampiran I' </replaced_reg>
<related_reg> '8/15/DPNP|SE-BI/2006', '8/12/PBI/2006', '13/19/PBI/2011', '10/26/DPNP|SE-BI/2008' </related_reg>
|
No. 4/1/DPBPR
Jakarta, 24 Januari 2002
SURAT EDARAN
Kepada
SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT
DI INDONESIA
Perihal :
Penetapan Status Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pengawasan
Khusus Dan Pembekuan Kegiatan Usaha
Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor
3/15/PBI/2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 122,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4141) tanggal 21 September 2001 tentang
Penetapan Status Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pengawasan Khusus Dan
Pembekuan Kegiatan Usaha sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 3/24/PBI/2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2001 Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4163) tanggal 24
Desember 2001, maka perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan mengenai Penetapan
Status Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pengawasan Khusus Dan Pembekuan
Kegiatan Usaha dalam Surat Edaran yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
A. UMUM
1. Dalam hal Bank Indonesia menilai suatu BPR mengalami kesulitan
yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka BPR tersebut
ditetapkan dalam pengawasan khusus Bank Indonesia berdasarkan
laporan bulanan hasil pemeriksaan Bank Indonesia. Penetapan Status
laporan…
BPR dalam pengawasan khusus berlaku sejak tanggal surat
pemberitahuan penetapan status. Pemberitahuan dimaksud dapat
dilakukan secara langsung dalam pertemuan dengan pengurus dan atau
pemegang saham BPR yang bersangkutan, atau secara tidak langsung
dengan surat tercatat.
2. Bank Indonesia menetapkan BPR dengan status BBKU sepanjang
memenuhi salah satu kriteria yang telah ditetapkan. Penetapan status
BBKU berlaku sejak tanggal dikeluarkan Surat Keputusan Deputi
Gubernur Bank Indonesia. Pemberitahuan penetapan status BBKU
dimaksud dapat dilakukan secara langsung dalam pertemuan dengan
pengurus dan atau pemegang saham BPR yang bersangkutan atau secara
tidak langsung dengan surat tercatat.
II. BPR DALAM PENGAWASAN KHUSUS
A. TINDAKAN YANG DILAKUKAN OLEH PEMEGANG SAHAM
DAN ATAU PENGURUS BPR DALAM JANGKA WAKTU
PENGAWASAN KHUSUS
1. Dalam rangka pengawasan khusus, Bank Indonesia dapat
memerintahkan pemegang saham dan atau Pengurus BPR untuk
melakukan satu atau lebih tindakan berupa :
a. penambahan modal, maka jumlah tambahan modal adalah
sebesar jumlah yang dibutuhkan untuk mencapai Rasio
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sekurang-
kurangnya 4% (empat perseratus) dan Cash Ratio (CR) rata-
rata selama 6 (enam) bulan terakhir sekurang-kurangnya 3%
(tiga perseratus);
b. penggantian anggota dewan komisaris dan atau anggota
b. penggantian…
direksi, maka penggantiannya harus memperoleh izin Bank
Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku;
c. penghapusbukuan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian
BPR dengan modalnya, maka pelaksanaannya dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku;
d. merger atau konsolidasi, maka BPR hasil merger atau
konsolidasi wajib mencapai Rasio KPMM sekurang-
kurangnya 4% (empat perseratus) dan CR rata-rata selama 6
(enam) bulan terakhir sekurang-kurangnya 3% (tiga
perseratus). Apabila merger atau konsolidasi diikuti dengan
penambahan modal, maka dana tambahan modal dimaksud
ditempatkan dalam bentuk tabungan atau deposito pada bank
umum di Indonesia atas nama “Dewan Gubernur Bank
Indonesia qq. salah seorang pemilik BPR yang bersangkutan”
dengan mencantumkan keterangan bahwa penarikannya hanya
dapat dilakukan dengan persetujuan Bank Indonesia dan
disertai pernyataan bahwa dana yang digunakan tidak berasal
dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun
dari Bank dan atau pihak lain di Indonesia serta tidak berasal
dari hasil kegiatan yang melanggar hukum, dan dilengkapi
dengan surat pernyataan bahwa dana tambahan modal tidak
berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip Syariah
bagi BPR Syariah;
e. menjual BPR kepada pihak lain, maka pembeli tersebut
disyaratkan bersedia mengambilalih seluruh kewajiban BPR
e. menjual…
tersebut dan bersedia menambah modal BPR sehingga
mencapai Rasio KPMM sekurang-kurangnya 4% (empat
perseratus) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir
sekurang-kurangnya 3% (tiga perseratus). Apabila pembelian
BPR tersebut diikuti dengan penambahan modal, maka dana
tambahan modal dimaksud ditempatkan dalam bentuk
tabungan atau deposito pada bank umum di Indonesia atas
nama “Dewan Gubernur Bank Indonesia qq. salah seorang
pemilik BPR yang bersangkutan” dengan mencantumkan
keterangan bahwa
penarikannya hanya dapat dilakukan
dengan persetujuan Bank Indonesia dan disertai dengan
pernyataan bahwa dana yang digunakan tidak berasal dari
pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari
Bank dan atau pihak lain di Indonesia serta tidak berasal dari
hasil kegiatan yang melanggar hukum, dan dilengkapi dengan
surat pernyataan bahwa dana tambahan modal tidak berasal
dari sumber yang diharamkan menurut prinsip Syariah bagi
BPR Syariah;
f. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPR
kepada pihak lain, maka pelaksanaanya dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku;
g. menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban BPR
kepada pihak lain, maka pelaksanaanya dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku.
2.
Tindakan yang harus dilakukan oleh BPR ditetapkan oleh Bank
Indonesia berdasarkan kebutuhan obyektif dalam rangka mengatasi
2. Tindakan…
kesulitan yang dihadapi BPR.
3. Dalam hal pelaksanaan dari tindakan yang diperintahkan oleh Bank
Indonesia memerlukan perizinan dari Bank Indonesia, maka BPR
yang bersangkutan wajib memenuhinya sesuai ketentuan yang
berlaku
4. BPR wajib menyampaikan persetujuan/penolakan perubahan
anggaran dasar dari instansi yang berwenang kepada Bank
Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak
diterimanya persetujuan/penolakan dimaksud, tetapi tidak
melampaui jangka waktu pengawasan khusus.
B. JANGKA WAKTU PENGAWASAN KHUSUS
1.
Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan paling lama 6 (enam)
bulan sejak tanggal pemberitahuan oleh Bank Indonesia kepada
BPR dan tidak dapat diperpanjang. Dalam hal akhir jangka waktu
pengawasan khusus jatuh pada hari libur maka akhir jangka waktu
pengawasan khusus adalah pada hari kerja berikutnya.
2.
Apabila dalam periode pengawasan khusus, pemegang saham dan
atau BPR melakukan tindakan-tindakan yang menyebabkan rasio
KPMM dan CR rata-rata selama 6 bulan terakhir yang disyaratkan
dapat dicapai sebelum 6 (enam) bulan, maka sisa jangka waktu
pengawasan khusus digunakan untuk menyelesaikan proses hukum
sesuai ketentuan yang berlaku. Perpanjangan untuk penyelesaian
proses hukum dapat diberikan dengan mengajukan permohonan
kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya pada akhir jangka
waktu pengawasan khusus disertai alasan yang mendasari.
Contoh : BPR ditetapkan dalam pengawasan khusus pada tanggal
dengan…
17 Oktober 2001. Pada tanggal 10 November 2001 pemegang
saham melakukan setoran modal, merger, konsolidasi atau
menjual BPR kepada pembeli yang bersedia mengambil alih
seluruh kewajiban, yang mengakibatkan perubahan anggaran dasar
memerlukan persetujuan instansi yang berwenang. Pada tanggal
17 April 2002 BPR memiliki Rasio KPMM 4,2% (empat koma
dua perseratus) dan rata-rata CR selama 6 (enam) bulan terakhir
6% (enam perseratus).
Apabila sampai dengan tanggal 17 April 2002 BPR belum
memperoleh persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi
yang berwenang, maka BPR wajib mengajukan permohonan
perpanjangan penyelesaian proses hukum kepada Bank Indonesia.
3.
Tanggal penerimaan permohonan perpanjangan penyelesaian
proses hukum adalah :
a. tanggal tanda terima
Indonesia, atau
apabila diantar langsung ke Bank
b. tanggal stempel pos atau tanggal tanda terima dari jasa
pengiriman surat.
C. BERAKHIRNYA STATUS BPR DALAM PENGAWASAN
KHUSUS
1. BPR dapat dikeluarkan dari status pengawasan khusus apabila
Rasio KPMM mencapai sekurang-kurangnya 4% (empat
perseratus) atau lebih dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan
C. BERAKHIRNYA…
terakhir mencapai sekurang-kurangnya 3% (tiga perseratus) atau
lebih dan telah menyelesaikan proses hukum.
2. Bank Indonesia mengirimkan surat pemberitahuan kepada BPR
mengenai berakhirnya status dalam pengawasan khusus.
3. Dengan berakhirnya status pengawasan khusus, maka dalam rangka
mengefektifkan tambahan modal yang telah ditempatkan dalam
rekening penampungan (escrow account), BPR dapat mengajukan
permohonan pencairan dana dari rekening tabungan atau deposito
pada bank umum di Indonesia, kepada Bank Indonesia.
III. BPR DALAM STATUS BBKU
A. PENETAPAN STATUS BBKU
1. BPR ditetapkan dalam status BBKU apabila kondisi BPR selama
dalam masa pengawasan khusus memburuk sehingga rasio KPMM
menjadi sama dengan atau kurang dari 0% (nol perseratus) dan
atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi kurang
dari 1% (satu perseratus).
2. BPR ditetapkan dalam status BBKU apabila kondisi BPR setelah
berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus dan selama
penyelesaian proses hukum memburuk sehingga rasio KPMM
menjadi kurang dari 4% (empat perseratus) dan atau CR rata-rata
selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi kurang dari 3% (tiga
perseratus).
Contoh : BPR ditetapkan dalam pengawasan khusus pada tanggal
17 Oktober 2001. Pada tanggal 10 November 2001 pemegang
saham melakukan setoran modal, merger, konsolidasi atau
menjual BPR kepada pembeli yang bersedia mengambil alih
rata-rata…
seluruh kewajiban sehingga mengakibatkan perubahan anggaran
dasar yang memerlukan persetujuan instansi yang berwenang.
Pada tanggal 17 April 2002 BPR memiliki Rasio KPMM 4,2%
(empat koma dua perseratus) dan CR rata-rata selama 6 (enam)
bulan terakhir 6% (enam perseratus), namun belum memperoleh
persetujuan perubahan anggaran dasar dari instansi yang
berwenang. Selanjutnya, berdasarkan permohonan yang diajukan
BPR, Bank Indonesia memberikan perpanjangan jangka waktu
penyelesaian proses hukum selama 60 hari. Apabila pada akhir
bulan April 2002 kondisi BPR memburuk sehingga Rasio
KPMM menjadi 3,8% (tiga koma delapan perseratus) dan CR
rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir menjadi 4% (empat
perseratus), maka BPR ditetapkan dalam status BBKU.
3. BPR yang tidak menyampaikan fotokopi tanda terima permohonan
dari instansi yang berwenang sampai dengan berakhirnya jangka
waktu pengawasan khusus dianggap tidak melakukan proses hukum
sehingga ditetapkan dalam status BBKU.
4. Pemberitahukan penetapan status BBKU dilakukan dengan Surat
Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia, melalui pertemuan
antara Bank Indonesia dan pihak BPR atau dengan surat tercatat.
Pengumuman Surat Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia
kepada masyarakat dilakukan melalui surat kabar harian setempat
atau papan pengumuman di kantor BPR atau kantor
kecamatan/kelurahan tempat kedudukan BPR yang bersangkutan
atau media elektronik.
B. PENGAMBILALIHAN BPR YANG BERSTATUS BBKU
pertemuan…
1. Pengambilalihan seluruh hak dan kewajiban BBKU oleh calon
investor dimungkinkan sepanjang dilakukan dalam jangka waktu 6
(enam) bulan sejak tanggal BBKU dengan ketentuan sebagai
berikut :
a.
memenuhi persyaratan sebagai pemilik BPR;
b. mengembalikan seluruh dana Pemerintah yang digunakan
dalam rangka program Penjaminan;
c. mengambilalih dan menyelesaikan seluruh hak dan
kewajiban BBKU;
d.
menyetor dana yang dibutuhkan untuk memenuhi ketentuan
Rasio KPMM sekurang-kurangnya 8% (delapan perseratus)
ke dalam rekening penampungan di bank umum di Indonesia
dalam bentuk tabungan atau deposito atas nama “Dewan
Gubernur Bank Indonesia qq salah seorang calon pemilik
BPR yang bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan
bahwa penarikannya hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan Bank Indonesia dan disertai dengan pernyataan
bahwa dana yang digunakan tidak berasal dari pinjaman atau
fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari Bank dan atau
pihak lain di Indonesia serta tidak berasal dari hasil kegiatan
yang melanggar hukum, dan dilengkapi dengan surat
pernyataan bahwa dana tambahan modal tidak berasal dari
sumber yang diharamkan menurut prinsip Syariah bagi BPR
Syariah. Penyetoran dana dilakukan setelah calon investor
memenuhi persyaratan sebagai pemilik BPR
2. Jangka waktu pengambilalihan oleh calon investor
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 tidak termasuk jangka
waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan dalam
proses hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang
Indonesia…
berlaku.
3.
Dalam hal pada saat berakhirnya jangka waktu BBKU, proses
hukum dalam rangka pengambilalihan
belum dapat
diselesaikan, maka jangka waktu pengambilalihan dapat
diperpanjang dengan menyampaikan permohonan
perpanjangan jangka waktu penyelesaian proses hukum
kepada Bank Indonesia. Pengajuan permohonan dimaksud
disertai dengan alasan yang mendasari dan disampaikan
selambat-lambatnya pada tanggal berakhirnya jangka waktu
BBKU. Dalam hal jangka waktu 6 (enam) bulan sejak
tanggal BBKU berakhir pada hari libur, maka akhir jangka
waktu adalah pada hari kerja berikutnya.
4.
Tanggal penerimaan permohonan perpanjangan penyelesaian
proses hukum adalah :
a.
tanggal tanda terima apabila diantar langsung ke Bank
Indonesia, atau
b. tanggal stempel pos atau tanggal tanda terima dari jasa
pengiriman surat.
Contoh : BPR dibekukan kegiatan usahanya (BBKU) pada
tanggal 17 Oktober 2001.
Pada tanggal 11 Desember 2001 BBKU mengajukan
permohonan pengambilalihan dari calon investor yang
bersedia menyelesaikan seluruh kewajiban BBKU dan
menambah modal untuk memenuhi ketentuan Rasio KPMM
sekurang-kurangnya 8% (delapan perseratus). Dalam hal
permohonan pengambilalihan telah disetujui oleh Bank
Indonesia, calon investor wajib memenuhi hal-hal sebagai
berikut:
Contoh…
a.
menyetor dana sebesar kewajiban BPR yang telah
dibayar oleh pemerintah dalam rangka Program
Penjaminan selambat-lambatnya pada tanggal 17 April
2002.
b.
menyetor dana yang dibutuhkan untuk memenuhi
ketentuan Rasio KPMM minimal 8% (delapan
perseratus) selambat-lambatnya pada tanggal 17 April
2002.
c.
setoran dana sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
b., ditempatkan dalam tabungan atau deposito pada
bank umum atas nama “Dewan Gubernur Bank
Indonesia qq salah seorang calon pemilik BPR yang
bersangkutan” dengan mencantumkan keterangan
bahwa pencairannya hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan Bank Indonesia dan disertai pernyataan
bahwa dana yang digunakan tidak berasal dari pinjaman
atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari
Bank dan atau pihak lain di Indonesia serta tidak
berasal dari hasil kegiatan yang melanggar hukum
serta dilengkapi dengan surat pernyataan bahwa dana
tambahan modal tidak berasal dari sumber yang
diharamkan menurut prinsip Syariah bagi BPR
Syariah.
d.
menyampaikan fotokopi tanda terima permohonan
penyelesaian proses hukum selambat-lambatnya pada
tanggal 17 April 2002.
Calon investor yang sampai dengan tanggal 17 April 2002
belum dapat menyelesaikan proses hukum sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, dapat mengajukan
melanggar…
permohonan perpanjangan jangka waktu pengambilalihan
seluruh hak dan kewajiban BBKU disertai fotokopi tanda
terima permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf d.
Bank Indonesia akan memproses pencabutan izin usaha BPR
apabila calon investor tidak dapat memenuhi seluruh
persyaratan tersebut di atas sampai dengan tanggal 17 April
2002.
IV. LAIN-LAIN
1. Kriteria BPR yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha adalah
termasuk kantor BPR yang sudah tidak ada, tutup atau beralih fungsi.
2. Kriteria pemilik dan atau pengurus tidak diketahui keberadaannya
adalah apabila lebih dari setengah pemilik dan atau pengurus tidak
diketahui keberadaannya.
V. ALAMAT KORESPONDENSI
Surat-surat BPR kepada Bank Indonesia yang berkaitan dengan pelaksanaan
pengawasan khusus dan pembekuan kegiatan usaha ditujukan ke alamat
sebagai berikut:
a. U.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat dengan alamat Jl.
M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10110, bagi BPR konvensional yang
berlokasi di wilayah DKI Jakarta Raya, Kabupaten/Kotamadya Bogor,
Tangerang, Bekasi, Karawang, Serang, Pandeglang dan Lebak
b. U.p. Biro Perbankan Syariah dengan alamat Jl. M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10110, bagi BPR Syariah yang berlokasi di wilayah DKI Jakarta
Raya, Kabupaten/Kotamadya Bogor, Tangerang, Bekasi, Karawang,
Serang, Pandeglang dan Lebak
c. U.p. Kantor Bank Indonesia setempat bagi BPR yang berada di luar
wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, dengan
ditujukan…
mengacu kepada pembagian wilayah kerja Kantor Bank Indonesia
sebagaimana terlampir.
VI. PENUTUP
Ketentuan dalam Surat Edaran ini berlaku sejak tanggal 24 Januari 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat
Edaran ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA
ANWAR NASUTION
DEPUTI GUBERNUR SENIOR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 4/1/DPBPR|SE-BI/2002 </reg_id>
<reg_title> Penetapan Status Bank Perkreditan Rakyat Dalam Pengawasan Khusus Dan Pembekuan Kegiatan Usaha </reg_title>
<set_date> 24 Januari 2002 </set_date>
<effective_date> 24 Januari 2002 </effective_date>
<related_reg> '3/15/PBI/2001', '3/24/PBI/2001' </related_reg>
|
No. 17/47/DKEM
Jakarta, 30 November 2015
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK UMUM
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL
DI INDONESIA
Perihal: Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan
Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan
Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional.
Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia
Nomor 15/15/PBI/2013 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam
Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 235, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5478) sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
17/21/PBI/2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 286, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5769), perlu melakukan perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro
Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank
Umum Konvensional sebagai berikut:
1. Ketentuan butir II.1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
II. TATA CARA PERHITUNGAN GWM PRIMER
Tata cara perhitungan GWM Primer diatur sebagai berikut:
1. GWM Primer ditetapkan sebesar 7,5% (tujuh koma lima
persen) dari DPK dalam Rupiah.
2. Lampiran…
2. Lampiran III mengenai Contoh Perhitungan GWM dalam Rupiah dan
Perhitungan Sanksi Kewajiban Membayar diubah sehingga menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
3. Lampiran IV mengenai Contoh Perhitungan GWM bagi Bank yang
Melakukan Merger diubah sehingga menjadi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal
1 Desember 2015.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
PERRY WARJIYO
DEPUTI GUBERNUR
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 17/47/DKEM|SE-BI/2015 </reg_id>
<reg_title> Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/17/DKMP tanggal 26 Juni 2015 perihal Perhitungan Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta Asing bagi Bank Umum Konvensional. </reg_title>
<set_date> 30 November 2015 </set_date>
<effective_date> 1 Desember 2015 </effective_date>
<changed_reg> '17/17/DKMP|SE-BI/2015' </changed_reg>
<related_reg> '17/21/PBI/2015', '17/17/DKMP|SE-BI/2015', '15/15/PBI/2013' </related_reg>
|
No. 15/48/DSta
Jakarta, 2 Desember 2013
S U R A T E D A R A N
Kepada
SEMUA BANK
Perihal : Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia
Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan
Harian Bank Umum.
Sehubungan dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/8/PBI/2011 tentang Laporan Harian Bank Umum (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5194), Peraturan Bank Indonesia Nomor
12/11/PBI/2010 tentang Operasi Moneter (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5141) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/5/PBI/2013 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5440), maka perlu dilakukan
perubahan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM
tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum sebagai
berikut:
1. Ketentuan Bab III butir A.3 diubah, sehingga Bab III butir A berbunyi
sebagai berikut:
A. Data Transaksional
1. Pasar Uang Antar Bank (PUAB), terdiri dari:
1. PUAB pagi rupiah;
2. PUAB sore rupiah;
3. PUAB valuta asing; dan
4. PUAB luar negeri.
2. Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS).
3. Perdagangan …
2
3. Perdagangan surat berharga di pasar sekunder.
4. Transaksi valuta asing,terdiri dari:
a. Transaksi tod/tom/spot;
b. Transaksi derivatif berupa forward, swap, option; dan
c. Transaksi derivatif lainnya selain sebagaimana dimaksud
pada huruf b.
2. Ketentuan dalam Bab V butir E.1 diubah, sehingga Bab V butir E.1
menjadi berbunyi sebagai berikut:
1. Dalam hal Bank Pelapor mengalami gangguan teknis sehingga
tidak dapat menyampaikan data dan/atau koreksi LHBU secara
on-line, Bank Pelapor memberitahukan secara lisan kepada Bank
Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan
segera setelah mengalami gangguan sebelum batas waktu laporan
dan wajib ditegaskan secara tertulis pada Hari Kerja yang sama.
3. Ketentuan dalam Bab V butir E.2 diubah, sehingga Bab V butir E.2
menjadi berbunyi sebagai berikut:
2. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka
1, ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dan disampaikan
kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan
Kepatuhan Laporan, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350.
4. Ketentuan dalam Bab V butir E.4 diubah, sehingga Bab V butir E.4
menjadi berbunyi sebagai berikut:
4. Bagi Bank Pelapor yang berada di luar wilayah kerja Kantor Pusat
Bank Indonesia, selain menyampaikan pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada angka 2, juga wajib menyampaikan
tembusan pemberitahuan dimaksud kepada Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Dalam Negeri yang mewilayahi Bank Pelapor.
5. Ketentuan dalam Bab V butir E.5 diubah, sehingga Bab V butir E.5
menjadi berbunyi sebagai berikut:
5. Bank Pelapor yang tidak dapat menyampaikan data dan/atau
koreksi LHBU secara on-line karena gangguan teknis atau
gangguan lainnya pada sistem dan/atau jaringan komunikasi di
Bank Pelapor maupun di Bank Indonesia wajib menyampaikan
data dan/atau koreksi LHBU secara off-line kepada:
a.Bank …
3
a. Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan
Laporan, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350, bagi Bank
Pelapor yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia atau yang memiliki kantor cabang di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia.
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri yang
mewilayahi, bagi Bank Pelapor yang berada di luar wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
pada huruf a.
6. Ketentuan dalam Bab V butir E.8 diubah, sehingga Bab V butir E.8
menjadi berbunyi sebagai berikut:
8. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada angka
5 ditandatangani oleh pejabat dan/atau instansi yang berwenang
dan disampaikan kepada:
a. Bank Indonesia c.q. Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan
Laporan, Jl. M.H. Thamrin Nomor 2 Jakarta 10350 bagi Bank
Pelapor yang berada di wilayah kerja Kantor Pusat Bank
Indonesia atau yang memiliki kantor cabang di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia.
b. Kantor Perwakilan Bank Indonesia Dalam Negeri yang
mewilayahi, bagi Bank Pelapor yang berada di luar wilayah
kerja Kantor Pusat Bank Indonesia sebagaimana dimaksud
pada huruf a.
7. Ketentuan dalam Bab VI butir 5 diubah, sehingga Bab VI butir 5
menjadi berbunyi sebagai berikut:
5. Untuk penambahan user id sebagaimana dimaksud pada angka 4,
Bank Pelapor mengajukan permohonan secara tertulis yang
ditujukan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Statistik, Jl.
M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350.
8. Ketentuan dalam Bab VIII butir 1.b diubah, sehingga Bab VIII butir 1
menjadi berbunyi sebagai berikut:
1. Tata cara menjadi Pelanggan LHBU diatur sebagai berikut:
a. Calon Pelanggan LHBU mengajukan permohonan menjadi
Pelanggan LHBU secara tertulis kepada Bank Indonesia
sebagaimana contoh pada Lampiran 3.
b. Permohonan …
4
b. Permohonan menjadi Pelanggan LHBU sebagaimana dimaksud
pada huruf a disampaikan kepada Bank Indonesia c.q.
Departemen Statistik, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta, 10350.
c. Bank Indonesia memberitahuan secara tertulis kepada calon
pelanggan LHBU mengenai disetujui atau tidak disetujuinya
permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) Hari Kerja setelah permohonan
diterima secara lengkap.
d. Dalam hal permohonan disetujui oleh Bank Indonesia, calon
Pelanggan LHBU harus menandatangani Perjanjian
Penggunaan LHBU dengan Bank Indonesia sebagaimana
contoh pada Lampiran 4.
9. Mengubah Form 301 dalam butir II Penjelasan Formulir dan Cakupan
Informasi Yang Dilaporkan pada Lampiran 1 Pedoman Penyusunan
Laporan Harian Bank Umum, menjadi sebagaimana tercantum dalam
Lampiran 1.
10. Mengubah Form 301 dalam butir III Penjelasan Pengisian Field atau
Kolom pada Lampiran 1 Pedoman Penyusunan Laporan Harian Bank
Umum, menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1.
11. Mengubah Form 301 dalam Bab 2 Sistem Validasi – Lampiran 2
Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan Harian Bank Umum, menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.
12. Mengubah Form 301 dalam Bab 5 Template dan Spesifikasi –
Lampiran 2 Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan Harian Bank Umum,
menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2.
13. Mengubah Lampiran 3 Contoh Surat Permohonan Menjadi Pelanggan
LHBU, menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3.
14. Mengubah Lampiran 4 Contoh Perjanjian Penggunaan Laporan Harian
Bank Umum Antara Bank Indonesia Dengan Pelanggan, menjadi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4.
15. Lampiran 1 sebagaimana dimaksud pada angka 9 dan angka 10,
Lampiran 2 sebagaimana dimaksud pada angka 11 dan angka 12,
Lampiran 3 sebagaimana dimaksud pada angka 13, dan Lampiran 4
sebagaimana dimaksud pada angka 14 merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Surat Edaran Bank Indonesia ini.
Surat …
5
Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 16
Desember 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman
Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Demikian agar Saudara maklum.
BANK INDONESIA,
HENDY SULISTIOWATY
KEPALA DEPARTEMEN STATISTIK
| <reg_type> SE-BI </reg_type>
<reg_id> 15/48/DSta|SE-BI/2013 </reg_id>
<reg_title> Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/3/DPM tanggal 4 Februari 2011 perihal Laporan Harian Bank Umum. </reg_title>
<set_date> 2 Desember 2013 </set_date>
<effective_date> 16 Desember 2013 </effective_date>
<changed_reg> '13/3/DPM|SE-BI/2011' </changed_reg>
<related_reg> '13/3/DPM|SE-BI/2011', '15/5/PBI/2013', '12/11/PBI/2010', '13/8/PBI/2011' </related_reg>
|